Pencarian

Suling Mas 17

Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo Bagian 17


Dalam waktu setahun saja, dengan petunjuk suhunya, ia
mampu sekali dorong merobohkan sebatang pohon sebesar
manusia! Dalam waktu enam bulan, gin-kangnya sudah
sedemikian hebat sehingga ia mampu mengikuti suhunya
berloncatan di atas pohon seperti seekor tupai, dan
merobohkan pohon sebesar manusia dapat ia lakukan dari
jarak satu meter tanpa menyentuhnya! Guru dan murid ini tidak pernah berhenti berlatih silat. Siang dan malam berlatih terus dan beristirahat pun merupakan latihan samadhi
mengumpulkan tenaga sakti. Kadang-kadang di waktu malam gelap, mereka berdua sudah berlatih saling serang bagaikan dua setan hutan yang berkelebatan di antara pohon-pohon.
Kim-mo Taisu menggembleng muridnya dan menurunkan
seluruh ilmu-ilmunya, tidak ada yang ia sisakan.
Pada waktu itu yang memegang kekuasaan adalah
Kerajaan Cou, kerajaan terakhir dari jaman Lima Kerajaan.
Seperti kerajaan-kerajaan yang terdahulu, juga Kerajaan Cou ini tidak lama menguasai pemerintahan (951-960). Setelah sembilan tahun berdiri, pada tahun 959, raja Cou jatuh sakit berat. Kekuasaannya ia serahkan kepada putera mahkota
yang pada waktu itu baru berusia sebelas tahun! Sebagai walinya tentu saja adalah ibu ratu. Semenjak inilah maka Kerajaan Cou menjadi lemah, karena para panglimanya
banyak yang merasa tak senang melihat bahwa yang mereka bela hanyalah seorang anak yang manja serta seorang ibu yang ingin berkuasa saja.
Kerajaan Cou mempunyai seorang panglima tinggi yang
amat dipercaya dan disayangi oleh Raja Cou. Panglima ini bernama Cao Kuang Yin, seorang ahli perang yang memang
keturunan orang-orang terkenal. Nenek moyangnya adalah
orang-orang yang menduduki jabatan tinggi,
menjadi panglima semenjak jaman Kerajaan Tang dan berturut-turut
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dalam jaman Lima Kerajaan itu, nenek moyang Cao selalu
menjadi orang-orang penting dalam pemerintahan, terutama dalam ketentaraan.
Seperti juga para panglima dan bangsawan lainnya, diam-
diam Cao Kuang Yin tidak senang akan penggantian raja
dengan seorang kanak-kanak didampingi ibunya yang tamak itu. bakan ketika raja kecil atas desakan ibu suri menjatuhkan hukuman kepada seorang pejabat tinggi yang membantah
peraturan baru tentang pemungutan pajak yang diperberat, Panglima Cao sendiri menghadap ke istana dan dengan
sejujurnya menyampaikan protes!
Peristiwa ini diikuti dengan hati tegang oleh para pembesar.
Perbuatan Cao ini dapat dianggap sebagai sikap memberontak dan sekali raja kecil yang dipengaruhi ibunya itu menjatuhkan hukuman mati, panglima itu tentu takkan tertolong lagi.
Namun, agaknya ibu suri juga dapat melihat bahwa panglima besar ini tidak boleh dipandang ringan. Di belakangnya banyak terdapat pasukan besar yang mencintanya. Maka untuk
meredakan ketegangan, ibu suri menerima protes itu dan
membebaskan kembali petugas atau pejabat tinggi yang
terkenal setia itu. Namun perisitwa itu tidak berhenti sampai di situ saja. Pada waktu itu, musuh utama Kerajaan Cou, yaitu bangsa Khitan, selalu membuat kacau di daerah utara dan seringkali
menyerbu kota-kota di utara. Dengan alasan menindas
kerusuhan yang dilakukan oleh musuh itu, raja kecil atas desakan ibu suri lalu menjatuhkan surat perintah kepada Panglima Cao Kuang Yin untuk memimpin barisannya ke utara dan memerangi bangsa Khitan.
Sebagai seorang panglima perang yang setia, tentu saja
Panglima Cao tidak dapat membantah perintah rajanya untuk menyerbu musuh. Apa pun alasannya, kalau ia tidak mentaati perintah ini, tentu dia akan menjadi bahan tertawaan orang sedunia sebagai seorang panglima yang takut perang!
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Terpaksa Panglima Cao memimpin barisannya bergerak ke
utara, sungguhpun ia maklum bahwa bahaya yang mengancam kerajaan bukan hanya dari bangsa Khitan dan
penjagaan tidak boleh dipusatkan di utara saja.
Para panglima muda, para perwira sampai para anggota
barisan sebagian besar merasa tidak puas dan tidak senang dengan tugas ini. Bukan saja perjalanan dan tugas di utara itu amat berat, namun juga mereka dapat menduga bahwa
perintah ini merupakan "pembalasan" dari ibu suri sehingga tak mungkin mereka akan menerima jasa kelak dalam tugas yang mempertaruhkan nyawa ini. Diam-diam para panglima
muda dan perwira mengadakan permufakatan dan persekutuan, di luar tahu Panglima Cao.
Tujuh orang panglima muda dan sebelas orang perwira
berkumpul dalam tenda besar pada malam hari itu, ketika barisan
berhenti dan beristirahat setelah melakukan perjalanan beberapa hari dari kota raja. Mereka bermufakat untuk memaksa Panglima Besar Cao Kuang Yin dengan
kekerasan agar suka memimpin barisan kembali ke kota raja dan menggempurnya serta mengambil alih kekuasaan.
Pendeknya mereka hendak memaksa Coa Kuang Yin untuk
memberontak terhadap raja kecil dan ibu suri!
Tiba-tiba terdengar suara tertawa bergelak, sesosok
bayangan berkelebat dan tahu-tahu seorang kakek aneh telah berdiri di sudut tenda. Kakek ini sudah tua sekali, kedua kakinya ditekuk bersila, tergantung di antara dua batang tongkat yang menggantikan kakinya. Tentu saja delapan belas orang komandan itu cepat bangkit dan kaget serta terheran-heran. Bagaimana tenda yang dijaga sekelilingnya oleh
pasukan penjaga dapat kemasukan orang luar tanpa ada yang tahu" Karena mereka sedang merundingkan urusan rahasia
gawat, tentu saja kehadiran seorang luar seperti kakek ini amat mengejutkan dan mereka sudah mencabut pedang dan
golok masing-masing. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ha-ha-ha-ha! Cu-wi Ciangkun (Para Perwira), harap jangan kaget dan curiga! Aku datang untuk membantu kalian melaksanakan maksud hati kalian yang amat baik ini. Kerajaan Cou yang lapuk harus diruntuhkan!"
Karena yang mengucapkan kata-kata ini seorang luar yang tak dikenal, tentu saja para panglima itu makin kaget dan khawatir. Dua orang di antara para perwira yang terkenal hebat
kepandaiannya dalam ilmu memanah, telah menggerakkan tangan dan "serrr! serrr!" dua batang anak panah dengan kecepatan kilat telah menyambar leher dan
perut kakek itu! Kakek itu sama sekali tidak mengelak atau kelihatan bergerak, agaknya ia tidak melihat bahwa dua
batang anak panah seperti dua tangan maut menjangkau
hendak mencabut nyawanya. Ia masih enak-enak berkata,
"Biarlah aku yang akan mengajukan alasan kepada Cao-goanswe (Jenderal Cao), dan kalau terjadi kegagalan sehingga kalian terpaksa melawannya, aku akan membantu kalian!"
Delapan belas orang ahli perang itu berdiri dengan mata terbelalak kagum dan keget. Kakek itu masih bicara dan
sementara itu, dua batang anak panah seakan-akan telah
mengenai dada dan leher, akan tetapi karena kakek itu bicara sambil menggerakkan kedua tangan, mereka tidak melihat
bagaimana sekarang tahu-tahu kedua batang anak panah itu telah terjepit di antara jari-jari tangan kakek itu!
Seorang panglima muda melangkah maju dengan pedang
di tangan. "Engkau siapa" Berani memasuki tenda kami tanpa ijin?"
"Ha-ha-ha! Ciangkun (Panglima), engkau masih terlalu muda untuk mengenalku. Akan tetapi di antara kalian yang sudah tua tentu pernah mendengar namaku. Dahulu aku
disebut Sin-jiu Couw Pa Ong seorang putera pangeran
Kerajaan Tang dan aku masih ingat akan Cao Beng, Jenderal Kerajaan Tang yang menjadi kakek Jenderal Cao Kuang Yin
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sekarang! Akan tetapi sekarang aku hanya seorang kakek
biasa saja yang disebut Kong Lo Sengjin!"
Kagetlah semua orang yang berada di dalam tenda itu.
Nama Sin-jiu Couw Pa Ong memang amat terkenal. "Dengan cara bagaiamana kau hendak mencampuri urusan kami,
urusan tentara?" Kembali kakek itu tertawa. "Dalam urusan perang memang kalian ahli, dan menghadapi barisan tentu saja aku tidak berarti. Akan tetapi menghadapi kekerasan lawan, kiranya aku dapat banyak membantu. Misalnya, dengan mudah aku dapat melucuti belasan orang lawan. Kalian lihat baik-baik!" Tiba-tiba tubuh kakek itu berkelebat menyerbu mereka! Kagetlah
belasan orang itu. Mereka juga bukan orang-orang biasa, melainkan panglima-panglima yang sudah biasa bertempur
maka tentu saja mereka itu pandai ilmu silat. Melihat
bayangan kakek itu berkelebat dekat, tanpa ragu-ragu lagi mereka lalu menggerakkan senjata mereka menerjang.
Terdengar suara kaget bergantian dan dalam sekejap mata saja semua panglima dan perwira sudah kehilangan senjata mereka. Ketika mereka memandang, ternyata pedang dan
golok mereka yang terampas secara aneh itu telah tertumpuk di atas meja dan kakek itupun sudah duduk diatas bangku dekat meja sambil tersenyum-senyum.
"Bagaimana" Cukup berhargakah aku menjadi sekutu
kalian?" Mereka lalu duduk kembali mengelilingi meja.
"Mengapa Locianpwe hendak membantu kami" Dengan
maksud apa?" Tanya seorang panglima tua kini menyebut locianpwe karena maklum bahwa kakek lumpuh itu benar-benar sakti luar biasa.
"Dengan maksud apa" Tentu saja dengan maksud
menegakkan kembali kekuasaan Tang yang sudah runtuh.
Jenderal Cao adalah keturunan dari pembesar tinggi
bangsawan Tang, maka sudah sepatutnya jika beliau diangkat.
Akan tetapi kalau dia menolak, kita bisa memilih lain orang.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Bukan Cao-goan-swe seorang di antara kita yang cakap
menggantikan raja kanak-kanak dan ibunya!"
Karena tertarik oleh kesaktian Kong Lo Sengjin yang tentu saja akan dapat merupakan pembantu yang amat berharga,
akhirnya belasan orang komandan itu menerima Kong Lo
Sengjin menjadi sekutu dan berundinglah mereka tentang niat mereka memaksa Cao Kuang Yin untuk memberontak.
Pada saat itu, Jenderal Cao Kuang Yin sendiri tidak berada dalam tendanya. Panglima ini keluar seorang diri dan kini ia berdiri termenung di atas sebuah gunung kecil, menatap
angkasa yang dihias bintang-bintang gemerlapan. Bulan
seperempat tampak doyong di angkasa. Berkali-kali panglima ini menarik napas panjang, kemudian ia menengadah ke langit dan keluarlah keluhan hatinya yang tanpa ia sadari terucapkan mulutnya.
"Liang, Tang, Cin, Han Cou... lima kerajaan bermunculan, namun
semua tidak berhasil mengamankan negara memakmurkan rakyat jelata. Ahhh, sekian banyaknya bintang bermunculan dan berjatuhan, tiada satu yang menyinarkan cahaya menerangi jagad. Bilakah akan muncul sebuah bintang yang demikian?"
Tba-tiba terdengar keluhan orang lain yang disambung
dengan kata-kata seperti sajak. "Bila kepalanya benar, kaki tangan yang tidak baik pun dapat dimanfaatkan. Bila
kepalanya tidak benar, kaki tangan yang betapa baik pun tidak ada manfaatnya! Segala sesuatu memang sudah dikehendaki Tuhan maka dapat terjadi, akan tetapi jika manusia tidak berusaha dan hanya mengandalkan kehendak Tuhan, tiada
bedanya ia dengan pohon atau hewan!"
Cao Kuang Yin terkejut, apalagi setelah menengok ia
melihat seorang laki-laki gagah perkasa yang berpakaian seperti tosu, berdiri tak jauh dari situ, juga menengadah sambil menuangkan arak dari sebuah guci arak. Ucapan tadi bukanlah kata-kata biasa, maka Cao Kuang Yin dapat
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menduga bahwa tentu orang ini bukan orang biasa pula, dan cepat ia menghadapinya sambil menjura dan berkata,
"Saudara yang baik, ucapanmu benar-benar mengagumkan hatiku akan tetapi juga mengherankan hatiku akan tetapi juga mengherankan. Sudilah kiranya memberi penjelasan."
Orang tua gagah itu bukan lain adalah Kim-mo Taisu.
Setelah menurunkan semua ilmunya kepada Bu Song selama
hampir tiga tahun, ia lalu berpisah dari muridnya itu yang ia suruh pergi mencari suling emas di Pulau Pek-coa-to seperti yang diceritakan sastrawan Ciu Gwan Liong kepada Bu Song.
Adapun dia sendiri lalu mulai pergi mencari Kong Lo Sengjin inilah maka ia pada saat itu berada di atas bukit kecil, diam-diam membayangi Cao Kuang Yin yang ia kenal sebagai
seorang panglima besar Kerajaan Cou. Kim-mo Taisu sudah mendengar akan semua urusan di kota raja, maka ia pun tahu bahwa jenderal ini memimpin pasukan besar menuju ke utara.
Ia merasa heran ketika dalam penyelidikannya mendapat
kenyataan bahwa orang yang dikejar-kejarnya, yaitu Kong Lo Sengjin, berada pula di dalam pasukan itu. Tentu saja ia tidak berani turun tangan secara sembrono dalam barisan yang
begitu besar. Kini ia sengaja mendekati Cao Kuang Yin dan sengaja
menjawab keluhan jenderal itu untuk mengukur isi hatinya.
Kini mendengar pertanyaan komandan itu dan melihat
sikapnya yang wajar dan jujur sopan, diam-diam ia merasa kagum sekali. Segera Kim-mo Taisu menghadapinya dan
membalas hormat selayaknya.
"Cao-goanswe, harap maafkan kalau saya menganggu.
Tadi saya mendengar keluhan Goanswe tentang lima kerajaan yang tidak berhasil mengamankan negara dan memakmurkan
rakyat jelata. Saya merasa cocok dan tanpa disengaja
mengeluarkan kata-kata yang mengagetkan Goanswe. Sesungguhnya, negara kita banyak memiliki patriot-patriot, pahlawan-pahlawan yang cinta tanah air dan bangsa, yang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
setia kepada negara. Akan tetapi, kalau yang menjabat kaisar tidak bijaksana dan mementingkan kesenangan pribadi, tentu saja para pahlawan itu akan disalahgunakan tenaganya.
Akibatnya, pemimpin-pemimpin yang baik akan dikesampingkan, pembesar-pembesar korup penjilat akan
terpakai. Turunnya bintang cemerlang sebagai kaisar tentu saja adalah kehendak Thian, akan tetapi semua itu hanya akan terjadi melalui ikhtiar dan usaha manusia sendiri. Inilah pendapat
saya pribadi, Goanswe, kalau keliru harap
dimaafkan." Kim-mo Taisu menenggak araknya kembali.
"Ah, tidak... tidak keliru! Benar sekali pendapat Saudara.
Ah, bukankah saya berhadapan dengan Kim-mo Taisu...?"
"Cao-goanswe bermata tajam, benar-benar saya kagum sekali," kata Kim-mo Taisu.
Jenderal itu tertawa. "Nama Taisu menjulang setinggi Gunung Thai-san. Kipas di pinggang, pedang di punggung dan guci arak di tangan, kemudian mengeluarkan pendapat
sedemikian bijaksana, siapa lagi orangnya kalau bukan Kim-mo Taisu?"
Tiba-tiba terdengar suara berisik dan muncullah belasan orang yang serta merta menerjang Cao Kuang Yin dengan
mereka! "Bunuh! Serbu cepat selagi ada kesempatan baik!"
Begitulah teriakan-teriakan mereka. Gerakan mereka cepat dan ringan tanda bahwa mereka adalah orang-orang yang
berilmu tinggi. Cao Kuang Yin kaget sekali, cepat ia mengelak dari dua
buah sambaran golok sambil melompat mundur dan mencabut pedangnya. "Kalian siapakah" Tidak melihat bahwa aku Jenderal Cao" Mundur!!"
"Ha-ha-ha, justeru kami mencari dan harus membunuh Jenderal Cao!" seorang di antara mereka berseru.
Mereka semua ada dua belas orang yang kini mengurung.
Ketika jenderal itu hendak menerjang mencari jalan keluar,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tibat-tiba Kim-mo Taisu berkata, "Tenanglah, Goanswe dan serahkan mereka kepadaku!" Setelah berkata demikian, Kim-mo Taisu yang tadi menenggak araknya, menurunkan gucinya, kemudian tiba-tiba ia menyemburkan arak sambil memutar-mutar tubuhnya. Terdengar teriakan-teriakan kaget ketika dua belas orang itu merasai sambaran arak yang seperti jarum-jarum disebar. Sebelum hilang kekagetan mereka, tiba-tiba Kim-mo Taisu sudah bergerak cepat sekali, menggunakan
kipasnya dan setiap kali kipasnya bergerak, seorang
pengeroyok roboh. Hiruk-pikuk suara mereka, golok dan
pedang beterbangan dan dalam waktu beberapa menit saja
dua belas orang itu sudah roboh tak berkutik!
"Jangan bunuh semua!" Cao Kuang Yin mencegah, namun terlambat. Orang terakhir sudah roboh pula.
Jenderal itu cepat melompat ke dekat orang terakhir yang masih bergerak-gerak, kemudian ia menjambak leher baju
orang itu dan membentak. "Hayo mengaku! Siapa menyuruh kalian!"
Orang itu berusaha membuka mulut, akan tetapi suara
yang keluar hanyalah suara seperti babi disembelih karena jalan darahnya sudah putus oleh ketukan gagang kipas dan ia hanya dapat menuding-nudingkan telunjuknya, lalu lemas dan nyawanya melayang.
"Cao-goanswe, orang-orang yang berbuat khianat macam mereka ini sudah sepatutnya dibunuh semua," kata Kim-mo Taisu.
"Ah, akan tetapi saya ingin mengetahui siapakah pesuruh mereka."
"Dia tadi menunjuk ke arah selatan, ke arah kota raja.
Agaknya dari kota raja datangnya perintah."
Cao Kuang Yin mengerutkan keningnya. Ia mengingat-ingat dan merasa bahwa di kota raja dia tidak mempunyai musuh.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kecuali ibu suri tentunya karena ia telah mengajukan protes.
Mungkinkah ibu suri yang mengirim pembunuh-pembunuh ini"
"Taisu telah menyelamatkan nyawa saya, sungguh
merupakan budi besar."
"Penyelamat atau pencabut nyawa hanyalah menjadi
kekusaan Thian! Sungguhpun kebetulan saya berada di sini ketika Goanswe diserang orang-orang itu, akan tetapi
sesungguhnya bukan karena kebetulan saya mendekati
Goanswe. Saya memang sengaja membayangi Goanswe ke
tempat ini karena maksud tertentu."
"Ahh...?" Jenderal Cao kaget dan memandang tajam.
"Maksud apakah?" "Saya mempunyai urusan pribadi dengan orang yang kini kebetulan berada dalam barisan Goanswe.
Tanpa perkenan Goanswe saya tidak berani mencari keributan dalam pasukan Goanswe."
Jenderal itu mengelus jenggotnya. "Hemm, siapakah orang itu?" "Dia adalah Kong Lo Sengjin, atau dahulu terkenal dengan nama Sin-jiu Couw Pa Ong!"
"Hah" Sin-jiu Couw Pa Ong" Akan tetapi dalam barisanku tidak ada Kakek terkenal itu!"
"Sudah lama saya mengejarnya dan tidak salah lagi, dia berada dalam barisan Goanswe."
"Kalau begitu, biarlah kita periksa besok. Marilah Taisu ikut bersama saya. Malam ini harap Taisu suka menemani saya
dan besok kita sama-sama memeriksa. Kalau betul ada Kakek itu dengan barisan, sudah tentu saya perkenankan Taisu
untuk menyelesaikan urusan pribadi Taisu dengan dia tanpa campur tangan kami."
"Terima kasih. Goanswe benar bijaksana." Kim-mo Taisu memberi hormat, kemudian mereka berdua berjalan bersama kembali ke perkemahan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Jenderal Cao bercakap-cakap dan rasa cocok sekali dengan pendekar itu sehingga mereka bercakap-cakap sampai jauh malam. Kim-mo Taisu diberi tempat mengaso dekat tenda
besar dan lewat tengah malam barulah keduanya menghentikan percakapan lalu tidur di kemah masing-masing.
Peristiwa bersejarah itu terjadi pada pagi hari benar, ketika matahari belum muncul, baru sinarnya kemerahan yang
nampak. Pada saat itu, Panglima Besar Cao Kuang Yin masih tidur nyenyak. Tiba-tiba ia terbangun dengan kaget dan tahu-tahu di dalam kemahnya telah penuh orang. Tujuh orang
panglima bawahannya dan sebelas orang perwira, kesemuanya adalah komandan-komandan pasukan dalam
barisan yang ia pimpin, telah hadir di dalam kemahnya dan di antara mereka tampak seorang kakek lumpuh bertongkat.
Panglima tertua membawa sebuah baki perak yang ditutup
sutera kuning dan para komandan yang lain berdiri dengan pedang di tangan!
"Heee! Apa artinya ini" Apa kehendak kalian sepagi ini tanpa dipanggil memasuki kemahku dan mengganggu orang
tidur?" Cao Kuang Yin berseru sambil melompat turun dari permbaringannya. Ia sama sekali tidak merasa khawatir


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena ia percaya penuh kepada semua pembantunya ini yang ia tahu amat setia dan sayang kepadanya.
"Kami menghadap Goanswe untuk mempersilakan Goanswe untuk mempersilahkan Goanswe mengenakan pakaian ini
kemudian memimpin kami semua kembali ke kota raja," kata panglima tertua itu sambil menyodorkan baki.
Cao Kuang Yin merasa heran, mengerutkan keningnya dan
membuka sutera kuning yang menutupi baki. Di atas baki itu, terlipat rapi, tampak satu stel pakaian berwarna kuning bersulamkan naga. Kagetlah Cao Kuang Yin. Pakaian seperti itu adalah pakaian kaisar! Pakaian seorang raja besar! Mereka ini menghendaki ia mengenakan pakaian kaisar dan memimpin mereka kembali ke kota raja. Itu berarti bahwa mereka ini
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menghendaki ia memberontak dan menggantikan kedudukan
raja! "Ah, mana mungkin...?" Ia membantah dan undur dua langkah.
Kakek lumpuh itu menggerakkan tongkatnya maju, akan
tetapi pada saat itu berkelebat bayangan orang dan tahu-tahu Kim-mo Taisu telah menerobos dari belakang Cao Kuang Yin dengan merobek tenda. Dengan sikap tenang ia berdiri di sebelah kiri panglima itu dan berkata,
"Coa-goanswe, apakah mereka ini perlu dibasmi?"
Akan tetapi Cao Kuang Yin menggeleng kepala. "Biarkan mereka bicara dulu."
Kakek itu yang bukan lain adalah Kong Lo Sengjin, kaget sekali melihat munculnya Kim-mo Taisu, akan tetapi setelah mengenalnya ia pun tersenyum, dan kemudian berkata,
"Bagus! Hadirnya Kim-mo Taisu merupakan penambahan kekuatan kita. Cao-goanswe, perkenalkanlah, aku adalah
Sinjiu Couw Pa Ong. Aku mengenal baik kakekmu yang
menjadi panglima ketika masa jayanya Kerajaan Tang.
Semenjak Kerajaan Tang roboh oleh para pengkhianat
bangsa, raja-raja bermunculan akan tetapi sampai sekarang pun tidak ada raja yang cukup bijaksana seperti dikala
Kerajaan Tang. Oleh karena itu, para Ciangkun ini bermufakat untuk mengangkat Goanswe menjadi raja baru dan kita semua kembali ke kota raja untuk mengambil alih kekuasaan. Harap saja Goanswe tidak menolak oleh karena keputusan para
Ciangkun ini sudah bulat. Dan karena hal ini cocok dengan cita-citaku, maka aku pun memasuki persekutuan ini. Kuharap saja tidak perlu aku harus menghadapi cucu bekas sahabatku sebagai musuh!"
Sebelum Cao Kuang Yin menjawab. Kim-mo Taisu yang
sudah mendahuluinya, berkata kepada Kong Lo Sengjin atau Couw Pa Ong, "Kong Lo Sengjin, tak perlu kau ikut bicara,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
karena kata-kata perbuatanmu berdasarkan kepalsuan belaka, seperti pengkhianatanmu menyuruh bunuh isteriku! Biarkan Cao-goanswe berurusan sendiri dengan para panglimanya,
dan nanti setelah selesai, akulah yang akan berurusan dengan kau!"
Berubah wajah Kong Lo Sengjin mendengar ucapan ini,
akan tetapi ia lalu mundur dan matanya memancarkan
kemarahan besar. Sementara itu, panglima tua yang
membawa baki sudah menekuk lutut di depan Cao Kuang Yin sambil berkata,
"Kami semua mengharap agar Goanswe tidak menyia-
nyiakan kesempatan ini. Kota raja sedang kosong, mengambil alih kekuasaan amatlah mudah bagi kita. Kami semua
mengharapkan pimpinan seorang raja yang kuat, bukan
seorang anak-anak di pangkuan ibunya yang lemah! Kami
telah bertekad bulat mengangkat Goanswe menjadi kaisar
baru dan memimpin kami menyerbu ke kota raja."
"Kami landasi ketekatan ini dengan nyawa kami!"
Terdengar riuh para panglima dan perwira itu menyambung ucapan panglima tua ini.
Episode 365 Suling Mas Suasana menjadi sunyi dan tegang. Otot-otot di tubuh
mereka semua, termasuk Kim-mo Taisu dan Kong Lo sengjin, menegang dan mereka sudah siap. Mati hidup dan bertanding mati-matian hanya tergantung daripada jawaban Cao Kuang Yin yang masih berdiri termenung, memandang pakaian
kuning yang berada di atas baki. Wajahnya menjadi pucat, keningnya berkerut-kerut, matanya memancarkan sinar aneh.
Di dalam hatinya timbul bermacam perasaan, dalam otaknya berkelebat macam-macam pikiran. Memang berat baginya,
bagi seorang patriot yang semenjak nenek moyangnya dahulu terkenal sebagai panglima-panglima dan pembesar-pembesar yang setia kepada raja. Bagi seorang pejabat kesetiaan adalah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
nomor satu. Namun sebagai seorang bijaksana, ia maklum
bahwa semenjak Kerajaan Tang roboh, rakyat tidak pernah mengalami ketenteraman dan perdamaian dalam hidupnya.
Perang saudara terjadi terus menerus, perebutan kekuasaan tak kunjung henti. Untuk mengakhiri semua penderitaan
rakyat itu, perlu adanya tangan besi seorang pemimpin yang dapat menyatukan mereka dan menumpas yang ingkar dan
para pengacau. Ia maklum bahwa para panglima dan perwira ini mengangkatnya sebagai kaisar bukan semata-mata karena mengaguminya dan ingin mengagungkannya, melainkan
karena rasa benci mereka kepada pucuk pimpinan yang
berada di tangan seorang kanak-kanak di atas pangkuan
seorang ibu yang gila kuasa. Karena mereka ini melihat bahwa jalan satu-satunya agar pemberontakan mereka berhasil
adalah mengangkat dia sebagai komandan tertinggi barisan, menjadi raja. Akan tetapi ia pun maklum bahwa kalau ia
menolak, tentu mereka ini akan menjadi nekat dan
menyerangnya, berusaha membunuhnya. Ia tidak takut,
apalagi di sampingnya terdapat Kim-mo Taisu yang sakti, akan tetapi kalau hal itu terjadi, maka akan menjadi rusaklah semua. Bagaimana sebuah barisan besar ditinggalkan para pimpinannya yang saling bermusuhan sendiri"
Jenderal Cao Kuang Yin menarik napas panjang, lalu
terdengar ia berkata, suaranya nyaring dan berwibawa, "Aku hanya dapat menerima dan memakai pakaian ini setelah kalian semua bersumpah akan mentaati segala perintahku mulai
detik ini juga!" Delapan belas orang komandan pasukan itu tiba-tiba
menjatuhkan diri berlutut dan seperti telah dikomando mereka berbareng lalu menyatakan sumpah setia dan taat kepada
kaisar baru! Kembali Cao Kuang Yin menarik napas panjang. Sebelum
menjemput pakaian kuning itu, ia lebih dulu melirik ke arah Kim-mo Taisu. akan tetapi pendekar sakti ini hanya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tersenyum, sama sekali tidak memperlihatkan sikap menentang. Memang di dalam hati Kim-mo Taisu juga
menyetujui usul para komandan itu dan ia tahu bahwa hanya dengan jalan ini agaknya negara akan dapat diselamatkan dan dibebaskan daripada perang saudara yang berlarut-larut. Cao Kuang Yin adalah seorang jenderal yang cakap, bertangan besi dan disegani.
Pakaian itu diambil oleh Cao Kuang Yin, lalu dipakainya, di luar pakaian tidurnya karena ketika itu ia masih berpakaian tidur. Seorang panglima mengambilkan topinya, topi jenderal sehingga Cao Kuang Yin kelihatan sebagai seorang raja yang sedang memimpin pasukan untuk maju perang. Melihat
betapa angker dan gagah raja baru mereka itu, para
komandan ini lalu berlutut memberi hormat dan mengucapkan
"Banswee!" (Hidup) berkali-kali.
Episode 366 Suling Mas Kim-mo Taisu maju dan memberi hormat kepada Cao
Kuang Yin. "Mohon perkenan Hong-siang (Kaisar) agar hamba menyelesaikan urusan pribadi hamba dengan Kong Lo
Sengjin." Cao Kuang Yin melirik ke arah kakek lumpuh yang masih
berdiri di sudut, lalu mengangguk dan berkata lirih, "Terserah, akan tetapi kami masih membutuhkan bantuan Taisu, harap suka menemui kami di kota raja."
Kim-mo Taisu menyanggupi, lalu menoleh ke arah Kong Lo
Sengjin dan berkata nyaring, "Kong Lo Sengjin, urusan di sini telah selesai. Mari kita bereskan perhitungan kita di luar!"
Inilah tantangan yang tak mungkin dapat dielakkan lagi oleh seorang sakti seperti Kong Lo Sengjin.
Akan tetapi pada saat itu di luar tenda terdengar suara hiruk-pikuk, suara banyak sekali orang dan mulailah terdengar teriakan-teriakan. "Hidup Kaisar! Hidup Kaisar ! Hidup Kaisar!"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Cao Kuang Yin melirik ke arah para komandannya, dan
melihat mereka masih berlutut dan tersenyum, tahulah ia bahwa para komandannya itu memang sudah mengatur
sebelumnya agar usul mereka diperkuat oleh para anak buah mereka! Ia lalu berkata,
"Para Ciangkun boleh keluar dan mempersiapkan barisan.
Hari ini juga kita kembali ke kota raja. Akan tetapi perintahku pertama kepada kalian dan kepada semua anggota barisan
adalah: Dilarang keras untuk melakukan kekerasan kepada siapa saja di kota raja, karena tidak mungkin akan ada
perlawanan. Tidak ada seorang pun keluarga raja boleh
diganggu, juga para pembesar dan pejabat lama, atau para penduduk, sama sekali tidak boleh diganggu harta benda atau nyawanya. Siapa melanggar perintah laranganku ini, akan dihukum mati!"
Para komandan menyatakan taat dan setelah memberi
hormat, keluarlah mereka bersama Kong Lo Sengjin. Kim-mo Taisu menjura ke arah Cao Kuang Yin dan keluar pula. Akan tetapi ternyata di luar tenda itu telah penuh dengan tentara, keadaan menjadi ribut sekali, apalagi setelah mereka itu diberi tahu bahwa Cao Kuang Yin telah menerima menjadi kaisar
baru, mereka berteriak-teriak, bersorak-sorak dan bertepuk tangan. Gegap-gempita keadaan di saat itu dan Kim-mo Taisu menjadi bingung ke mana harus mencari Kong Lo Sengjin
yang tidak tampak batang hidungnya. Ia menjadi penasaran dan mendongkol sekali, dan makin yakinlah hatinya bahwa kakek itu benar-benar seorang yang curang dan licik dan lain kali apabila ia mendapat kesempatan bertemu muka, tentu ia takkan
menyia-nyiakan waktu lagi dan memaksanya bertanding mati-matian. Karena tidak ingin terlibat dalam urusan ketentaraan, maka ia segera menjauhkan diri, akan tetapi diam-diam ia berjanji dalam hati bahwa ia harus dan akan membantu kaisar baru ini apabila kelak ternyata kaisar baru ini berlaku bijaksana dan adil. Mendengar perintah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pertamanya tadi, banyak hal-hal baik dapat diharapkan dari kaisar baru ini.
Demikianlah, seperti tercatat dalam sejarah, Cao Kuang Yin berhasil mengambil alih kekuasaan tanpa pertumpahan darah.
Cao Kuang Yin mendirikan Kerajaan Song (Sung) dan ia
menjadi kaisar pertama berjuluk Sung Thai Cu. Dengan cerdik kaisar ini dapat mengambil hati para pembesar dan
bangsawan yang ia pilih untuk
menjadi pembantu- pembantunya. Yang jujur dan pandai tetap mendapatkan
jabatan lama. Yang curang dan korup dipensiun dan diberi gelar. Juga delapan belas komandan yang memaksanya
menjadi kaisar itu, dengan alasan cerdik sekali telah diangkat oleh kaisar, diberi gelar kehormatan dan banyak hadiah, akan tetapi mereka tidak aktif lagi memimpin pasukan, dan diganti dengan tenaga-tenaga baru. Mulailah Dinasti Sung yang kuat dan berhasil menyatukan bangsa. Buktinya dinasti ini dapat bertahan sampai tiga abad lebih (960-1279).
Episode 367 Suling Mas Seorang pemuda yang tampan gagah, bertubuh tinggi
besar dan berpakaian sederhana, berjalan dengan langkah tegap menuruni lereng bukit terakhir di lembah Sungai
Mutiara. Dari puncak bukit tadi sudah tampaklah Laut Selatan, di mana air Sungai Mutiara mengakhiri perjalanannya dan tampak pula samar-samar pulau-pulau kecil tidak jauh dari pantai.
Pemuda ini bukan lain adalah Bu Song. Dia bukanlah Bu
Song beberapa bulan yang lalu! Biarpun orangnya masih
sama, akan tetapi keadaannya sudah jauh berbeda, seperti bumi dengan langit. Perubahan yang nampak pada wajahnya hanyalah bahwa kini timbul guratan-guratan pada wajahnya yang tampan, di kanan kiri kedua matanya, di dahi dan dekat mulut, juga di dagunya. Guratan yang timbul dari penderitaan batin. Guratan-guratan pada muka yang membuat ia tampak
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dewasa dan matang, akan tetapi juga membuat mukanya
tampak murung dan tertutup awan, membuat wajahnya
seperti topeng yang tidak lagi mencerminkan isi hatinya.
Pandang matanya jauh, dilindungi kelopak mata dan bulu
mata yang seringkali bergetar dan setengah terpejam. Bu Song masih muda akan tetapi pengalaman-pengalaman pahit membuat ia berpemandangan seperti orang tua. Perubahan
lebih lagi terjadi dalam tubuhnya. Ia kini bukanlah Bu Song beberapa bulan yang lalu, yang lemah dan tidak tahu
bagaimana caranya menjaga diri daripada serangan orang
lain. Dia sekarang adalah seorang yang memiliki ilmu
kepandaian tinggi sekali. Dalam beberapa bulan saja ia sudah mewarisi semua ilmu kepandaian suhunya, ilmu yang ia latih siang malam tanpa bosan. Dia kini sudah menjadi seorang pendekar.
Ketika Bu Song menceritakan semua pengalamannya
kepada suhunya, ada dua hal yang dianggap penting oleh
Kim-mo Taisu. Pertama tentang kekejian Kong Lo Sengjin
yang menyuruh anggota Hui-to-pang membunuh isteri Kim-mo Taisu. Kedua adalah tentang kitab kuno pemberian sastrawan Ciu Gwan Liong dan cerita kakek sastrawan itu akan suling emas yang berada di tangan sastrawan Ciu Bun dan yang
menurut kakek itu berada di Pulau Pek-coa-to di Lam-hai.
Melihat kitab itu, Kim-mo Taisu menarik napas panjang dan berkata kepada muridnya yang telah ia gembleng selama
beberapa bulan dengan hasil baik sekali.
"Bu Song, kitab ini biarpun hanya terisi sajak-sajak kuno, akan tetapi sesungguhnya merupakan pelajaran ilmu yang luar biasa. Kuncinya berada pada suling emas itulah. Hal inipun sudah kuketahui dan juga diketahui oleh semua orang kang-ouw. Memang aneh sekali mengapa Bu Kek Siansu
menghadiahkan benda-benda seperti itu kepada dua orang
sastrawan lemah. Memang suling dan kitab itu adalah
pegangan para sastrawan, akan tetapi di balik sajak dan suara suling, terdapat daya yang hebat sekali dan yang dapat
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dipergunakan orang jahat untuk memperhebat kepandaiannya. Kau telah berjodoh dengan kitab ini dan
sudah dipilih oleh mendiang sastrawan Ciu Gwan Liong, maka sudah menjadi kewajibanmu untuk mencari suling emas itu ke Pulau Pek-coa-to di Lam Hai."
Pesan Kim-mo Taisu inilah yang menjadi sebab mengapa
pada pagi hari itu Bu Song telah menuruni bukit di lembah Sungai Mutiara. Pulau Pek-coa-to adalah sebuah di antara pulau-pulau kecil di muara Sungai Mutiara itu, di Lam-hai (Laut Selatan). Dengan kepandaiannya, Bu Song dapat
melakukan perjalanan cepat sekali dan menjelang tengah hari ia telah tiba di pantai muara Sungai Mutiara. Suhunya telah memberi tahu bahwa Pulau Pek-coa-to adalah pulau yang ke tiga dari timur, yang tampak dari situ sebagai pulau yang paling kecil, akan tetapi agak panjang dan bentuknya berliku seperti tubuh ular. Juga dibandingkan dengan pulau lain, pulau ini tampak putih warnanya, atau lebih muda warnanya, maka inilah agaknya pulau ini disebut Pek-coa-to (Pulau Ular Putih). Demikian pikir Bu Song. Pemuda ini sama sekali tidak tahu bahwa bukan hanya karena bentuknya seperti ular putih maka pulau itu disebut Pulau Ular Putih, melainkan karena di atas pulau itu memang terdapat semacam ular berkulit putih yang tidak terdapat di tempat lain, ular yang amat berbisa!
Selagi Bu Song bingung karena tidak tahu bagaimana ia
harus menyeberang ke pulau itu, tiba-tiba hatinya girang melihat seorang nelayan mendorong-dorong perahu kecilnya di atas pantai berpasir. Agaknya nelayan ini hendak berlayar mencari ikan. Bu Song segera berlari menghampiri lalu
berkata, "Twako, apakah kau hendak berlayar?"
Nelayan itu kaget. Daerah ini amat sepi, biasanya tidak pernah ada orang maka heranlah ia melihat seorang pemuda yang bersikap halus seperti orang kota dan suaranya agak asing, dengan lidah orang utara.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Betul. Seperti biasa saya hendak mencari ikan," jawab nelayan itu sambil memasang tali layar dan bersiap-siap.
"Kebetulan sekali, Twako. Kautolonglah aku menyeberang ke pulau itu. Berapa biayanya pulang pergi?"
Nelayan itu tidak segera menjawab, melainkan memandang
ke arah pulau yang ditunjuk Bu Song. Berkali-kali ia menoleh dari Bu Song ke pulau itu, memandangnya bergantian lalu bertanya, "Kongcu, pulau yang mana...?"
"Itu yang ke tiga dari kiri, Pulau Pek-coa-to..."
"Wah...!" Tiba-tiba wajah nelayan itu menjadi pucat dan ia memandang Bu Song dengan mata terbelalak. Bu Song
merasa tidak enak hatinya. "Twako, kenapa?"
Dengan suara tergagap nelayan yang berusia hampir empat puluh tahun itu bertanya, "Kongcu... mau apakah... pergi ke...
pulau itu...?" Sungguh aneh, muka yang menghitam karena sering dipanggang terik matahari itu kelihatan ketekutan ketika memandang Bu Song.
"Ah, aku hanya ingin pesiar, Twako."
Orang itu menarik napas panjang, agaknya lega hatinya
mendengar bahwa pemuda kota ini bukan sengaja hendak ke pulau itu, dan agaknya tidak mengenal keadaan maka ingin pesiar ke tempat itu.
"Kongcu salah pilih! Kalau ingin pesiar, banyak tempat yang indah, mengapa memilih pulau... maut... itu?"
Episode 368 Suling Mas "Pulau maut" Apa maksudmu, Twako?" "Ah, Kongcu tentu saja tidak tahu. Pulau Pek-coa-to itu adalah pulau angker sekali. Karena keangkeran pulau itulah maka tempat ini
sekarang menjadi sepi. Para nelayan merasa takut mencari ikan di muara ini, karena adanya pulau itulah. Jangankan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mendarat, mendekati pulau itu saja sudah cukup untuk
kehilangan nyawa!" "Mengapa begitu?" "Entahlah. Pulau itu penuh binatang-binatang yang luar biasa, berbisa dan buas. Selain itu, agaknya juga... iblis dan siluman menjadi penghuninya.
Sudahlah, Kongcu, membicarakannya saja merupakan pantangan di sini. Saya seorang pelayan yang terpaksa
mencari ikan di sini, karena satu-satunya sumber nafkah saya adalah pekerjaan ini. Akan tetapi saya selalu menjauhkan diri dari pulau itu. Kongcu benar-benar salah pilih kalau hendak bersenang-senang dan berpesiar di daerah ini."
"Tidak salah pilih, Twako. Aku benar-benar ingin pergi ke pulau itu. jangan kau kuatir, aku dapat menjaga diri dengan baik. Dan ini untuk biaya kalau kau suka mengantarku ke sana." Bu Song sengaja mengeluarkan lima potong perak yang ia dapat dari suhunya sebagai bekal di perjalanan. Ia
mempunyai sekantung uang perak dan beberapa potong uang emas.
Melihat lima potong perak ini, Si Nelayan memandang
terbelalak. Bukan sedikit perak itu! mencari ikan sebulan belum tentu akan menghasilkan sebanyak itu. Akan tetapi ia memandang Bu Song dan berkata lagi, "Bukan saya tidak mau menyeberangkan ke sana, Kongcu. Akan tetapi aku takut."
"Tidak usah takut, aku menjamin keselamatanmu."
"Kongcu kelihatan kuat akan tetapi... banyak temanku nelayan yang lebih besar dan kuat daripada Kongcu tewas secara aneh di dekat pulau itu..."
"Kau tidak usah ikut mendarat. Cukup asal kau antar aku ke pulau itu dan kau boleh berlayar mencari ikan. Nanti
menjelang senja, kau jemput aku. Bagaimana?"
Si Nelayan ragu-ragu. Bu Song maklum bahwa perlu ia
memperlihatkan kepandaiannya agar nelayan ini hilang rasa takutnya. Ia menghampiri sebuah batu karang besar dan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
berkata, "Twako, apakah penghuni pulau itu kepalanya lebih kuat daripada batu karang ini?" Ia menggerakkan tangan kanannya menampar. Terdengar suara keras dan debu
mengebul. Ujung batu karang itu pecah berantakan!
Si Nelayan melongo dan mengangguk-angguk. "Ah, kiranya Kongcu adalah seorang demikian kuat. Baiklah, akan tetapi seperti yang Kongcu katakan tadi, saya hanya mengantar dan menjemput, tidak ikut mendarat di sana."
"Jangan kuatir, asal perahumu sudah dekat dengan daratan pulau itu, tidak perlu terlalu dekat dan kau boleh tinggalkan aku untuk dijemput senja nanti."
Nelayan itu menyeret perahunya dan tak lama kemudian,
setelah dapat melalui ombak yang memecah di pantai, lajulah perahu itu membawa Bu Song dan Si Nelayan berlayar ke
tengah laut. Berdebar jantung Bu Song. Ia sama sekali tidak tahu akan keadaan pulau itu. Mendiang Ciu Gwan Liong hanya menceritakan bahwa kakak sastrawan itu yang bernama Ciu Bun bersembunyi di pulau kosong yang bernama Pek-coa-to ini. Kenapa sekarang Si Nelayan menceritakan hal yang aneh-enah dan seram! Kalau memang pulau itu sedemikian hebat dan berbahaya, apakah Ciu Bun sastrawan tua itu dapat hidup di sana" Bu Song tidak menjadi gentar, malah keanehan
perkara ini makin menarik hatinya untuk segera mendarat di pulau itu, membuktikan omongan Si Nelayan dan pesan
mendiang Ciu Gwan Liong. Dengan perahu layar yang mendapat angin penuh dan
amat laju, sebentar saja mereka sudah tiba di dekat pulau itu.
kiranya yang membuat pulau itu tampak putih dari jauh
adalah bukit-bukit atau batu-batu karang besar yang
mengandung kapur. Pulau itu tampak sunyi dan kosong, sama sekali tidak kelihatan ada bahaya mengancam. Akan tetapi jelas tampak tubuh Si Nelayan menggigil ketakutan. Maka Bu Song lalu meloncat ke darat. "Kau pergilah mencari ikan, Twako. Nanti sore jemput aku di tempat ini!" Si Nelayan hanya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mengangguk-angguk dan cepat-cepat memutar perahunya
untuk menjauhi tempat yang ditakuti ini.
Bu Song tersenyum ketika membalikkan tubuhnya memandang ke tengah pulau Nelayan itu agaknya menjadi
korban kepercayaan tahyul maka ketakutan seperti itu. Pulau ini agaknya sunyi dan tenteram, sama sekali tidak ada bahaya mengancam kecuali keadaannya yang liar dan agaknya tak
pernah didatangi manusia. Ia melompat ke atas batu karang dan mendaki tempat yang paling tinggi untuk mengadakan
pemeriksaan dari atas tentang keadaan pulau itu. Setelah tiba di puncaknya, ia memandang ke bawah. Kiranya di tengah
pulau itu tanahnya cukup subur, banyak pohon-pohon yang merupakan hutan. Akan tetapi sekeliling pulau itu adalah pantai batu karang sehingga dari jauh yang tampak hanyalah karang putih. Beberapa menit lamanya Bu Song mengintai dari atas, akan tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa di pulau itu ada orangnya. Ke mana ia harus mencari Ciu Bun" Benarkah kakek sastrawan itu berada di situ" Pulau ini hanya kecil saja. Ia tentu dapat menjelajahi sampai habis dan kembali ke tempat ia mendarat sebelum senja.
Bu Song turun dari batu karang itu dan berloncatan dari batu ke batu menuju ke tengah pulau. Tiba-tiba terdengar angin menyambar dan sinar putih menyambar lehernya. Cepat Bu Song miringkan tubuh mengelak. Sinar itu lewat dan ketika ia menengok ke belakang, sinar itu telah lenyap sehingga ia tidak tahu senjata rahasia apakah yang menyambarnya tadi.
Jantungnya berdebar. Kiranya benar ada orangnya dan
agaknya orang itu berwatak keji karena buktinya tanpa tahu-tahu
sudah menyerang dengan senjata rahasia! Ia memandang ke kanan dari mana senjata rahasia tadi
menyambar. Akan tetapi di sebelah kananya hanya tampak
batu karang dan tidak ada tanda-tanda manusia di situ. Ia kaget sekali. Tadi ia diserang lagi dan kini bahkan serangan itu datang dari tiga jurusan, depan, kanan dan kiri. Juga
menggunakan senjata rahasia seperti tadi, putih kecil yang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menyerang leher, perut dan kaki. Untung ia dapat bergerak cepat dan loncatannya tadi menggagalkan serangan. Celaka, pikirnya. Agaknya sedikitnya ada tiga orang manusia yang memusuhinya.
Episode 369 Suling Mas "Cu-wi sekalian harap jangan turun tangan! Saya datang dengan maksud baik, bukan untuk bermusuhan dengan siapa juga."
Pada saat itu, dari sebelah kanan menyambar lagi benda
putih. Bu Song penasaran dan ingin memperlihatkan


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepandaiannya. Dengan dua jari tangan ia menyambar benda putih itu dan berhasil menjepitnya. Akan tetapi hampir saja ia berteriak saking kagetnya. Benda yang disangkanya senjata rahasia itu kiranya adalah seekor ular putih yang kini terjepit di antara dua jarinya akan tetapi ular itu telah menggigit telapak tangannya! Bu Song gemas dan sekali remas kepala ular itu hancur. Telapak tangannya mengeluarkan darah
sedikit, Bu Song tidak kuatir. Tubuhnya sudah kebal terhadap racun. Akan tetapi ia tidak mau mengambil resiko, maka
dengan pengerahan hawa sakti ke arah tangannya, ia berhasil mendorong keluar darahnya melalui luka. Darahnya berubah putih yang keluar dari luka, tanda keracunan! Akan tetapi hanya sedikit dan setelah yang mengucur keluar adalah darah merah bersih, ia menghentikan usahanya. Luka tidak berarti, dan ia diam-diam merasa geli. Kiranya ia tadi bicara terhadap ular-ular putih kecil yang menyerang orang sambil "terbang"
atau lebih tepat, meluncur dan melayang. Benar-benar amat berbahaya ular-ular itu. Kalau bukan dia yang digigit, bisa mendatangkan maut. Mulai mengertilah kini Bu Song mengapa Si Nelayan itu takut setengah mati terhadap pulau ini. Dan ia pun menduga bahwa tentu masih ada bahaya-bahaya lainnya di pulau ini. Dengan hati-hati ia berjalan terus ke depan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Serangan ular-ular putih ia hindarkan dengan mengelak atau kadang-kadang mengebutnya dengan ujung baju lengan.
Tiba-tiba jantungnya berdebar keras dan ia menghentikan langkahnya. Ia menahan napas dan mendengarkan penuh
perhatian. Tidak salah lagi! Itulah tiupan suling! Suara suling yang luar biasa sekali. Dia sendiri seorang ahli meniup suling, akan tetapi tiupan suling yang terdengar itu benar-benar mengagumkan. Dan suara itu datang dari depan sebelah kiri, dari pinggir hutan di mana terdapat bukit-bukit dengan batu-batu hitam. Girang sekali hati Bu Song. Kiranya mendiang Ciu Gwan Liong tidak menipunya. Ia tidak ragu bahwa yang
meniup suling itu tentulah sastrawan Ciu Bun yang dicarinya!
Cepat ia berlari menuju ke bukit dekat hutan itu. kini ia tiba di daerah penuh pasir. Dan tiba-tiba ia roboh terguling karena pasir yang diinjaknya itu bergerak memutar!
Begitu jatuh, pasir yang menerima tubuhnya itu mengisap dan berputaran. Bu Song kaget bukan main. Cepat ia
mengerahkan tenaganya dan memukulkan kedua telapak
tangan ke atas pasir, menggunakan daya dorongan ini untuk mengangkat tubuh ke atas dan sambil berjungkir balik ia meloncat jauh ke depan. Mukanya pucat melihat pasir itu masih bergerak-gerak seperti air! Bukan main! Kalau ia tadi tidak cepat membebaskan diri, tentu tubuhnya akan terisap terus ke bawah dan sekali tubuhnya terisap, sukarlah
melepaskan diri lagi. Benar-benar tempat yang amat
berbahaya. Kini ia melangkah dengan hati-hati sekali. Kiranya daerah berpasir ini banyak sekali berpusing seperti itu. Akan tetapi karena ia sudah hati-hati, begitu kakinya menginjak pasir bergerak,
ia segera meloncat dan dengan demikian terhindarlah ia dari bahaya itu dan akhirnya ia tiba di dekat bukit dari mana suara suling kini terdengar jelas.
Suara suling itu keluar dari sebuah gua. Dengan hati girang Bu Song terus berjalan menghampiri. Gua itu merupakan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
terowongan yang dalam dan gelap. Merasa bahwa ia berada di tempat orang, Bu Song tidak berani masuk dan hanya berdiri di depan gua, menanti sampai suara suling itu habis
dilagukan. Akhirnya suara suling berhenti dan Bu Song segera berseru.
"Apakah Paman Ciu Bun berada di dalam?" Hening, tiada jawaban sampai lama.
"Saya datang membawa pesan mendiang Paman Ciu Gwan Liong!"
Segera terdengar jawaban dari dalam, suaranya penuh
ejekan, "Sin-jiu Couw Pa Ong, apa artinya semua lelucon ini"
Kalau kau mau coba memaksaku, mau menyiksaku atau
membunuhku, kau masuk saja. Perlu apa menyebut-nyebut
nama Gwan Liong?" Bu Song terkejut. Mengapa orang di dalam itu menyebut-
nyebut nama Sin-jiu Couw Pa Ong" "Paman Ciu Bun, saya bukan Sin-jiu Couw pa Ong. Nama saya Liu Bu Song!"
teriaknya. Ia sengaja menggunakan she ibunya, karena ia masih merasa tak senang kepada ayahnya yang dianggap
telah menceraikan ibunya dan menikah lagi.
Episode 370 Suling Mas "Orang muda, apakah kau bukan kaki tangan Couw Pa
Ong?" Agaknya orang di dalam gua yang gelap itu dapat melihatnya yang berada di luar gua, buktinya dapat
mengetahui bahwa dia adalah seorang pemuda.
"Sama sekali bukan, Paman."
"Kau membawa pesan apa dari Ciu Gwan Liong?"
"Sebelum Paman Ciu Gwan Liong
meninggal, dia menyerahkan sebuah kitab kepada saya dan menyuruh saya
mencari Paman Ciu Bun di pulau ini."
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aaahhh...!" Orang itu mengeluarkan seruan kaget, diam sampai lama lalu berkata, "Orang muda, coba kaubacakan sajak ke tiga dari dalam kitab itu!"
Bu Song sudah sering membaca kitab pemberian Ciu Gwan
Liong, maka tanpa membaca pun ia sudah hafal. Maka ia lalu membacakan kalimat dalam sajak ke tiga.
"Matahari bersinar miring di tengah hari. Sesuatu mati begitu lahir. Selatan tiada batas dan ada ujungnya. Aku pergi ke selatan hari ini dan tiba di sana kemarin!
Cintalah semua benda dengan sama. Alam adalah satu." Kitab kecil kuno itu memang mengandung sajak-sajak yang amat aneh dan sukar dimengerti. Sajak ke tiga yang
dibacakan oleh Bu Song itu adalah sajak dari seorang menteri Kerajaan Wei bernama Hui Su (370-319 BC), seorang tokoh Mohism, yaitu pengikut ajaran-ajaran Mo Cu. Keistimewaan Mohism adalah kata-kata yang saling bertentangan atau saling berlawanan.
Begitu mendengar Bu Song membacakan sajak itu, orang di sebelah dalam gua berseru girang, "Tepat...! Orang muda, engkau dapat sampai di sini tentu memiliki kepandaian,
siapakah Gurumu?" "Suhu bernama Kim-mo Taisu." "Wah, pantas... pantas saja adikku mempercayaimu. Kau masuklah dan suling ini tentu akan kuberikan kepadamu. Akan tetapi engkau harus bisa
menghalau perintang yang menyeramkan itu lebih dulu. Ingin kulihat apakah kepercayaan Gwan Liong kepadamu tidak sia-sia! Masuklah, orang muda, akan tetapi awas terhadap
binatang-binatang itu. mereka amat buas!"
Bu Song melangkah masuk. Karena orang di dalam gua
sudah memberi peringatan, ia bersikap hati-hati sekali, melangkah perlahan-lahan dan mata serta telinganya siap.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tiba-tiba ia mendengar desis keras dan hidungnya mencium bau yang amis. Baiknya cahaya matahari masih cukup terang memasuki gua itu sehingga ia dapat melihat bayangan hitam merayap datang di depannya dan ternyata yang merayap itu adalah seekor binatang seperti buaya yang luar biasa! Kulitnya tebal, matanya besar bersinar hijau, lidahnya panjang
bercabang seperti lidah ular dan dari mulutnya yang
mendesis-desis itu keluar uap putih yang berbau amis. Suara mendesis makin hebat dan ternyata bukan seekor saja
binatang itu, melainkan ada empat ekor! Mereka datang dari depan, kanan dan kiri dengan sikap mengancam.
Bu Song berdiri memasang kuda-kuda dan begitu melihat
binatang yang paling dekat dengannya menyergap dengan
kedua kaki depan terangkat dan mulut terbuka lebar, Bu Song segera mengerahkan tenaga ke tangan kanan dan ia memukul dengan jari terbuka.
"Desss!!" Binatang seperti buaya itu terlempar, mengeluarkan suara keras akan tetapi lalu merayap pergi, gerakannya lemah dan limbung. Lega hati Bu Song. Kiranya binatang-binatang
ini lebih menakutkan daripada membahayakan. Ia tidak menanti sampai binatang-binatang itu menyerbunya, melainkan mendahului menerjang maju dan dengan gerakan cepat sekali kedua tangannya membagi-bagi pukulan yang diarahkan kepada tiga ekor binatang yang lain.
Terdengar suara keras dan binatang-binatang itu menjerit-jerit lalu lari kacau-balau, bersembunyi di balik batu karang yang gelap di kanan kiri gua.
"Bagus! Kau tidak kecewa menjadi murid Kim-mo Taisu dan kepercayaan adikku Gwan Liong. Tunggulah, orang muda.
Setelah empat ekor binatang buruk itu pergi aku dapat keluar sendiri!" Suara orang itu terdengar girang dan tak lama kemudian muncul ah sesosok bayangan hitam dari dalam
gelap. Ketika tiba di tempat yang diterangi sinar matahari dari luar, Bu Song melihat seorang laki-laki tua tinggi kurus
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
bermuka pucat. Tubuh dan mukanya menyatakan bahwa
kakek ini tidak sehat, atau bahkan sakit, akan tetapi ketika ia berjalan keluar, langkahnya dan sikapnya membayangkan
keangkuhan seorang terpelajar tinggi. Di tangan kanannya terdapat sebatang suling yang berkilauan ketika terkena sinar matahari, sebatang suling berwarna kuning. Tidak salah lagi, itulah suling emas, pikir Bu Song dengan hati penuh
ketegangan. Episode 371 Suling Mas Kakek itu pun memandang Bu Song penuh perhatian.
Agaknya ia puas melihat Bu Song. "Mari kita keluar. Kau harus cepat-cepat mempelajari cara meniup suling ini dan
menyesuaikan bunyinya dengan sajak-sajak di dalam kitab.
Hayo cepat, jangan samapi ia keburu datang!" Tergesa-gesa kakek ini mengajak Bu Song keluar dari dalam gua.
"Apakah Paman maksudkan Kong Lo Sengjin?"
Kakek itu berhenti di depan gua dan memandang. Matanya
yang tajam penuh selidik dan membayangkan kecurigaan.
"Kau mengenal dia?"
"Tentu saja saya mengenal Kong Lo Sengjin, Paman. Isteri Suhu adalah keponakan Kong Lo Seng Jin, akan tetapi
anehnya, kakek yang sakti tapi kejam itu menyuruh bunuh keponakannya sendiri untuk menipu Suhu."
Kakek yang bukan lain adalah sastrawan Ciu Bun yang
selama bertahun-tahun dicari-cari oleh tokoh-tokoh kang-ouw itu tercengang. "Apa... " Kim-mo Taisu menjadi mantu keponakan Couw Pa Ong" Sungguh aneh! Dan tua bangka itu menyuruh bunuh keponakannya sendiri" Orang muda, eh...
siapa namamu tadi" Bu Song" Bu Song, kauceritakan semua kepadaku!"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Mereka pergi ke belakang tumpukan karang tak jauh dari
gua. Di situ Kakek Ciu Bun duduk dan Bu Song segera
menceritakan keadaan suhunya dan Kong Lo Sengjin menipu Kim-mo Taisu bahwa pembunuhnya adalah musuh-musuh
Kong Lo Sengjin. Kemudian betapa secara tidak sengaja ia mendengar percakapan antara Kong Lo Sengjin dan tokoh-tokoh Hui-to-pang maka ia tahu akan rahasia itu. Kemudian ia bercerita juga sedikit tentang keadaan dirinya, bahwa selain murid Kim-mo Taisu, dia pun bekas calon mantunya dan
betapa calon isterinya puteri Kim-mo Taisu tewas di dalam jurang.
Mendengar penuturan itu, Ciu Bun bengong lalu memaki
gemas, "Tua bangka itu benar-benar telah menyeleweng jauh daripada kebenaran! Untung bukan dia yang mendapatkan
kitab di tangan Gwan Liong. Kau tadi bilang Gwan Liong sudah meninggal, bagaimana kau tahu?"
"Bukan hanya tahu, Paman. Bahkan saya yang mengubur jenazahnya." Kembali Bu Song bercerita tentang nasib Ciu Gwan Liong yang buruk dan betapa kakek sastrawan itu
agaknya membunuh diri agar jangan sampai terjatuh ke
tangan Kong Lo Sengjin. Ciu Bun membanting-banting kaki kanannya. "Couw Pa Ong, kau benar-benar patut dimaki dan dikutuk!"
Hening sejenak, kemudian Ciu Bun berkata, "Nah, kau ambil kitab itu, kau baca sajaknya dan aku akan meniup suling itu disesuaikan dengan isi sajak. Kau tahu, setiap huruf itu mengandung bunyi tertentu sesuai dengan maknanya, dan
suara suling ini harus ditiup sesuai dengan bunyi huruf sehingga merupakan lagu tertentu sesuai dengan bunyi huruf sehingga merupakan lagu tertentu sesuai dengan bunyi sajak.
Kami yaitu aku dan adikku yang telah meninggal adalah
sastrawan-sastrawan yang mengutamakan keindahan seni,
maka pemberian anugerah dari Bu Kek Siansu berupa dua
buah benda berharga ini bagi kami semata-mata hanyalah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mengandung keindahan yang luar biasa. Keindahan seni
sastera diselaraskan dengan seni suara. Menurut Bu Kek
Siansu, kalau bunyi sajak dan suara suling ini sudah dapat diselaraskan seperti mestinya, maka akan mendatangkan
hikmat luar biasa, menenangkan batin menjernihkan pikiran dan menghalau segala macam pikiran jahat, menindih nafsu dan membawa orang ke tingkat batin yang lebih tinggi. Akan tetapi, selain itu, aku yakin bahwa dua benda ini pun
mengandung sesuatu yang amat hebat bagi dunia persilatan, karena buktinya tokoh-tokoh kang-ouw dari segala penjuru mencari-cari dan mengejar-ngejar kami. Nah, kaubacakan
sajak yang mana saja, biar kutimpali dengan suling ini!"
Bu Song mendengar penjelasan itu merasa betapa sulitnya mempelajari ilmu menyesuaikan bunyi huruf dan bunyi suling, namun ia menaruh perhatian besar dan segera ia membaca
lambat-lambat sederet sajak. Kakek Ciu Bun sudah meniup sulingnya dan terdengarlah bunyi suling mengalun aneh, akan tetapi lebih aneh lagi bagi Bu Song, suara suling itu demikian enak dan cocok dengan suaranya yang membaca huruf-huruf secara lambat.
Tiba-tiba terdengar derap kaki kuda dan suara aneh lucu.
"Ngieeehhh... ngieeehhh!"
Seketika Ciu Bun menghentikan tiupan sulingnya. Karena
ini, Bu Song juga menghentikan bacaannya dan menoleh ke arah suara. Kiranya di depan gua tadi kini tampak sekor kuda yang ditunggangi oleh dua orang. Dua orang laki-laki aneh sekali karena mereka itu menunggang kuda dengan
menghadap ke belakang dan laki-laki yang dibelakang
memegang ekor kuda sambil mengeluarkan suara "ngieeeeh-ngieeeeh" tadi. Dua orang laki-laki ini benar-benar luar biasa sekali. Yang seorang bertubuh tinggi kurus seperti rangka terbungkus kulit berkepala gundul dan bertelanjang baju, hanya memakai celana sebatas lutut dan bertelanjang kaki.
Orang ke dua yang memegangi ekor kuda tidak kalah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
anehnya. Tubuhnya gemuk sekali, punggungnya berpunuk
mulutnya besar dan dan kepalanya juga gundul bertelanjang baju dan bercelana seperti pertama.
"Kiu-ji dan Ciu-ji (Anak Kiu dan Anak Ciu)! Berani kalian mengganggu aku selagi meniup suling" Awas, kuadukan nanti kepada Ong-ya!"
Muka kedua orang gundul itu menjadi ketakutan, Si Gendut lalu menggerak-gerakkan seekor kuda agar kudanya berlari cepat. "Tidak... tidak... tidak...!" Mereka berkata ketakutan.
Episode 372 Suling Mas Benar-benar pemandangan yang luar biasa sekali. Tak
dapat Bu Song menahan keinginan hatinya. "Paman, siapakah mereka tadi?"
"Mereka itu dua orang pelayan dan juga murid Couw Pa Ong. Gigitan-gigitan beracun dari binatang-binatang berbisa membuat mereka tidak waras otaknya. Akan tetapi mereka itu hebat kepandaiannya, mewarisi ilmunya Couw Pa Ong.
Memang tua bangka itu aneh sekali, menurunkan ilmunya
kepada dua orang gila macam itu."
"Jadi Kong Lo Sengjin tinggal di pulau ini?" Bu Song bertanya kaget karena hal ini sama sekali tidak pernah
disangkanya. Ciu Bun mengangguk. "Tentu saja tinggal di sini!
dengarlah. Couw Pa Ong adalah sahabat baikku semenjak
dahulu. Kami berdua orang-orang yang setia kepada Kerajaan Tang. Dia banyak belajar ilmu kesusateraan dari aku yang dulu menjabat kedudukan guru sastera di kota raja! Atas ajakannyalah aku tiggal di sini untuk menyembunyikan diri dari orang-orang jahat yang hendak merampas suling ini.
Mula-mula Couw Pa Ong memang tetap menjadi sahabat
baikku. Akan tetapi agaknya kegilaan kedua orang murid atau pelayannya itu menular kepadanya. Sikapnya mulai berubah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dan dia mulai membujuk-bujukku untuk menurunkan rahasia suling dan kitab pemberian Bu Kek Siansu kepadanya! Akan tetapi setelah kutahu bahwa pikiran dan wataknya telah
berubah, aku selalu mengatakan bahwa suling ini tidak ada artinya baginya, hanya untuk ditiup melagu menghibur diri. Ia penasaran lalu memasukkan aku ke dalam gua itu, dijaga oleh binatang-binatang liar. Tentu saja aku tidak berani keluar dan yang berani memasuki gua hanyalah dua orang bocah edan
tadi yang mengantar makanan setiap hari kepadaku. Kau tahu bahwa Couw Pa Ong tentu hendak mencari dan menangkap
adikku untuk memaksa kami kakak beradik membuka rahasia kitab dan suling. Untung sekali adikku bertemu dengan
engkau. Nah, tahukah kau sekarang" Hayo kita berlatih lagi.
Kau sudah dapat menangkap contohku tadi?"
"Sudah, Paman. Memang mendatangkan perasaan yang
hebat, tapi aku masih bingung karena hal ini memang amat sukar dimengerti." "Memang. Sekarang biarlah kau belajar meniup suling..." "Paman, saya sudah biasa bersuling dan mendapat petunjuk Suhu..."
"Bagus! Ah, agaknya memang sudah jodoh. Nah, lekas kau meniup suling ini dan usahakan agar suara sulingmu dapat sesuai dengan bunyi dan sifat huruf yang kubaca!"
Mereka bertukar benda. Kakek itu menyerahkan suling
emas dan menerima kitab dari tangan Bu Song. Sastrawan Ciu Bun membacakan sajak terakhir dari kitab itu dan Bu Song segera meniup sulingnya. Hebat tiupan suling anak muda ini.
Memang ia berbakat sekali sehingga tiupannya mengandung getaran perasaannya. Pula, karena Bu Song sendiri sudah hafal akan isi kitab, ia segera dapat menyesuaikan bunyi sulingnya, mengarah bunyi huruf dan ketika meniup suling, seluruh perhatiannya dicurahkan kepada makna dari huruf yang ditiupnya. Terdengar perpaduan suara sajak dan suling yang luar biasa, mengalun-alun dan merayu-rayu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"ADA muncul dari TIADA. Betapa mungkin mencari sumber TIADA" Mengapa cari ujung sebuah mangkok" Mengapa cari titik awal akhir sebuah bola" Akhirnya semua itu kosong hampa, sesungguhnya tidak ada apa-apa!"
Demikianlah bunyi sajak terakhir itu dan sampai tiga kali Ciu Bun membaca sajak itu, terus di kuti oleh tiupan suling Bu Song. Setelah habis, terdengar Ciu Bun berseru,
"Ya Tuhan....!!" Bu Song memegang suling itu dan memandang Kakek Ciu Bun. Ia terkejut melihat wajah kakek itu makin pucat, seperti kehijauan, akan tetapi mata kakek itu bersinar-sinar, mulutnya tersenyum sehingga biarpun wajah itu amat pucat, namun seperti berseri-seri. Kedua kakinya ditekuk dan bersila, kedua tangan memegang kitab, lalu
bibirnya bergerak. "Dapat sudah sekarang... ya Tuhan, dapat sudah..." Bu Song tidak mengerti, lalu bertanya hormat, "Paman, apakah yang Paman maksudkan?"
"Bu Song, kau sudah hafal akan isi kitab?" Tiba-tiba kakek itu bertanya, suaranya biasa kembali. "Sudah, Paman." "Kalau begitu tinggalkan kitab ini padaku dan kaubawalah suling itu pergi dari sini. cepat! Kau sudah tahu akan rahasia isi kitab dan suara suling. Bahagialah kau, Bu Song."
Bu Song mendekati. "Akan tetapi, kalau Paman di sini tertawan, marilah Paman ikut pergi dengan saya. Untuk apa tinggal di pulau berbahaya ini?"
"Tertawan" Berbahaya" Ahh, tidak sama sekali. Sudahlah, kau pergi cepat jangan sampai dia datang mendapatkan kau di sini."
"Tapi, Paman..." "Keraguan hati akan merintangi kemajuanmu, orang muda. Pergilah!" Kakek itu berkata dengan suara tegas sehingga Bu Song tidak berani
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
membantah lagi. Ia menjatuhkan diri berlutut di depan kakek yang bersila di atas batu, menghaturkan terima kasih lalu bangkit berdiri dan berjalan pergi dari situ, menuju ke tempat ia mendarat tadi. Di belakangnya ia mendengar suara kakek itu membaca sajak terakhir dan ketika tiba di dua kalimat terakhir, suara itu seperti berteriak girang.
"Akhirnya semua itu kosong hampa, sesungguhnya tidak ada apa-apa!"
Ketika Bu Song tiba di tepi pulau, di atas batu karang, ia melihat layar perahu nelayan itu dari jauh. Bu Song menaruh kedua tangan di pinggir mulutnya lalu berseru sambil
mengerahkan khikang di dadanya, "Kak nelayan...! Kemarilah...!!" Layar itu makin besar dan kini tampaklah perahu kecil itu bersama Si Nelayan yang berwajah ketakutan. Setelah perahu itu dekat, dalam jarak lima meter Bu Song lalu meloncat ke atas perahu. Akan tetapi Si Nelayan memandang ke arah


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pulau dengan muka pucat dan tubuh menggigil, sehingga
kedua tangannya tidak dapat lagi mengemudi perahu. Bu
Song terheran dan cepat menoleh. Untung ia sudah berada di atas perahu karena ternyata di tepi pulau itu berdiri dua orang manusia aneh yang tadi menunggang kuda dan mereka itu
membawa sebuah batu karang besar yang kini mereka
lemparkan ke arah perahu!"
Dua batu karang itu besarnya seperut kerbau dan dilempar dengan kekuatan dahsyat ke arah perahu!
"Cepat jalankan perahu ke tengah!" Bu Song masih sempat berteriak dan ia melompat ke buntut perahu, memasang kuda-kuda dan ketika dua batu karang itu datang menyambar, ia menggunakan
kedua tangannya mendorong sambil mengerahkan sin-kangnya. "Byurrr...!" Dua batu karang itu dapat
terdorong menyeleweng dan jatuh ke air, akan tetapi saking hebatnya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tenaga lemparan itu, kedua kaki Bu Song melesak ke bawah karena papan atas perahu yang di njaknya jebol! Selain itu, dua batu karang yang terbanting ke air itu menimbulkan
gelombang hebat sehingga perahunya miring dan hampir saja terbalik. Baiknya nelayan itu tahu akan bahaya dan sudah cepat-cepat mengatur keseimbangan perahunya, mengemudi
layar dan cepat sekali angin besar mendorong perahu
menjauhi pulau! Dua manusia aneh itu meloncat-loncat di tepi pulau dan sebentar saja lenyap.
"Kongcu.... Mereka itu tadi.... Siluman.... Atau ibliskah.....?"
Bu Song tersenyum. Biarkan para nelayan ini ketakutan agar tidak berani mendekati pulau Pek-coa-to, karena kalau
mendekati pulau itu memang besar kemungkinan mereka
akan tewas, mengingat betapa selain di pulau itu terdapat banyak binatang buas dan berbisa. Juga di situ tinggal Kong Lo Sengjin dan dua orang pelayannya yang gila dan kejam.
"Agaknya mereka itu iblis pulau. Aka tetapi untung kita dapat melarikan diri!" jawab Bu Song. Jawaban ini membuat nelayan itu makin ketakutan dan ia mengerahkan seluruh
kecakapannya untuk berlayar secepat mungkin menyeberang ke daratan yang aman.
Bu Song menyimpan sulingnya diselipkan di ikat pinggang dan tertutup baju. Ia maklum bahwa suling itu tentu akan menimbulkan perkara kalau sampai terlihat orang jahat.
Orang-orang kang-ouw mencarinya tentu mengharapkan
hikmatnya, sedangkan orang-orang jahat tentu juga menginginkannya karena harganya. Suling ini terbuat dari emas yang tentu saja mahal harganya.
Setelah tiba di darat, Bu Song menambah hadiah sepotong perak kepada nelayan itu yang menjadi girang sekali karena hari itu ia benar-benar mendapatkan rejeki besar. Kemudian Bu Song meninggalkan pantai dan melakukan perjalanan
cepat ke utara. Ia harus mencari suhunya dan menceritakan semua pengalamannya di Pulau Pek-coa-to.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Makin ke utara, makin ramailah ia mendengar orang bicara tentang perubahan besar di kerajaan. Ia mendengar bahwa seorang panglima besar yang gagah perkasa telah mengambil alih kekuasaan dan medirikan kerajaan baru, yaitu Kerajaan Sung! Juga mendengar bahwa kaisar baru ini amat murah
hati, tidak akan menghukum siapapun juga asal tidak
mengadakan perlawanan. Karena berita inilah maka di kota-kota kecil tidak timbul keributan, dan para pembesar
melakukan tugasnya seperti biasa sambil menanti perkembangan lebih lanjut. Pada waktu itu, Bu Song berusia dua puluh tiga tahun.
Maklum bahwa suhunya tentu memperhatikan perubahan
di kota raja, ia mengambil keputusan untuk pergi ke kota raja mencari suhunya
Episode 373 Suling Mas Kita tinggalkan dulu Bu Song yang melakukan perjalanan
menuju ke kota raja, dan mari kita menengok keadaan Suma Ceng, gadis bangsawan yang tak dapat menahan gelora cinta kasihnya sehingga mengadakan hubungan rahasia dengan Bu Song, pegawai ayahnya itu.
Melihat betapa puterinya telah mencemarkan nama
keluarga, Pangeran Suma Kong marah bukan main. "Anak macam itu hanya akan menyeret nama orang tuanya ke dalam lumpur kehinaan!" Ia memaki setelah menerima laporan puteranya. "Lebih baik mati daripada dibiarkan hidup! Boan-ji (Anak Boan), enyahkan saja dia dari muka bumi!"
Suma Boan terkejut. Ia juga merasa tak senang dan marah melihat adiknya melakukan perhubungan gelap dengan Bu
Song. Akan tetapi betapapun juga Suma Boan menyayang
adiknya. Ia tidak mempunyai saudara lain kecuali Suma Ceng.
Bagaimana ia tega membunuhnya" Diam-daim ia merasa
kecewa dan menyesal sekali mengapa Bu Song sampai dapat lolos dari tangannya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ayah, harap ampunkan Ceng-moi. Betapapun juga, yang salah besar dan jahat adalah Bu Song. Ceng-moi seorang yang masih muda, tentu saja mudah di bujuk dan dipikat. Ayah, karena hal itu telah terjadi, maka sebaiknya kita mencari jalan keluar."
"Jalan keluar satu-satunya hanyalah menyuruhnya minum racun agar habis riwayatnya dan tidak mengotori nama
keluarga kita!" bentak Pangeran Suma Kong marah.
"Bukan begitu, Ayah. Yang kumaksudkan adalah jalan keluar yang baik dan terhormat. Betapapun juga, Ceng-moi adalah adikku, mana aku tega kepadanya" Ayah, sahabatku Pangeran Kiang pernah melihat Ceng-moi dan pernah dalam keadaan mabok ia memuji-muji Ceng-moi di depanku. Ayah, aku dapat atur agar Ceng-moi segera dijodohkan dengan dia!
Selain sahabat baik, dia pun belajar silat kepadaku, dan dalam segala hal, dia selalu menurut kepadaku."
Berseri sedikit wajah Suma Kong yang tadinya keruh.
Pangeran Kiang yang dimaksudkan puteranya itu memang
betul bukan seorang yang cukup "berharga" untuk menjadi mantunya. Seorang pangeran miskin, sudah tiada ayah lagi, hanya mengandalkan Jenderal Cao Kuang Yin yang menjadi
pamannya. Akan tetapi betapapun juga orang muda itu masih seorang pangeran! Tidak buruk!
"Sesukamulah. Akan tetapi atur supaya cepat-cepat
menikah, dalam bulan ini juga. Siapa tahu..." Suma Kong mengigit bibir dan menggeleng-geleng kepalanya.
"Aku mengerti, Ayah." Demikianlah, dengan perataraan Suma Boan, urusan perjodohan itu dibicarakan. Pangeran
Kiang adalah seorang pangeran muda yang tidak punya ayah lagi,
menganggur, hidupnya hanya bersenang-senang, menjadi sahabat, murid, juga "antek" Suma Boan. Mendengar usul dan bujukan Suma Boan, serta merta ia menyatakan
setuju dengan hati girang. Ibunya miskin, pamannya yaitu adik ibunya, Jenderal Cao Kuang Yin yang terkenal, adalah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
seorang pembesar bu (militer) yang jujur dan setia sehingga hidupnya sederhana dan tidak kaya raya, sehingga bantuan dari paman ini pun hanya sekadarnya.
Kalau disatu pihak Pangeran Kiang Ti girang bukan main
atas usul Suma Boan, karena dia sendiri sampai mati pun tidak berani lancang melamar puteri Pangeran Suma Kong yang
kaya raya itu, adalah di lain pihak Suma Ceng mendengarkan berita yang disampaikan kakaknya itu, dengan banjir air mata.
"Koko... ah, mengapa begini...?" ratap tangisnya. "Dimana... Kanda Bu Song..." Kau apakan dia..."
Suma Boan marah sekali kepada adiknya, akan tetapi kasih sayangnya sebagai seorang kakak membuatnya kasihan juga.
ia mendongkol bahwa dalam keadaan seperti itu adiknya
masih saja memikirkan Bu Song!
Episode 374 Suling Mas "Ceng Ceng! Kau ini puteri seorang bangsawan agung!
Puteri seorang pangeran besar! Pergunakanlah pikiranmu dan akal sehat. Mengapa kau merendahkan diri sedemikian rupa"
Apakah kau hendak menyeret nama baik ayah dan keluarga ke dalam lumpur?"
"Aku... aku... cinta padanya, Koko..."
"Setan! Sudah, jangan sebut-sebut lagi namanya. Bu Song sudah mampus!"
Ceng Ceng menangis tersedu-sedu. "Kaubunuh dia...! Ah, kaubunuh dia, Koko... kenapa kau tidak bunuh aku sekali...!"
"Goblok" Kalau tidak ada kakakmu ini yang berjuang mati-matian, apa kaukira sekarang kau masih hidup" Ayah lebih senang melihat kau mati daripada kau bermain gila dengan seorang macam Bu Song."
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ohhh..., Ayah...!" Suma Ceng makin sedih mendengar hal ini.
"Dengar, Ceng-moi. Mengadakan hubungan gelap, apalagi dengan seorang yang kedudukannya rendah, hukumannya
hanya mati bagi seorang gadis bangsawan. Akan tetapi aku berhasil meredakan kemarahan Ayah dan mengusulkan agar
kau dijodohkan dengan Pangeran Kian Ti."
"Aku tidak mau... tidak sudi...!" "Plak!" Suma Boan menampar pipi adiknya sehingga Suma Ceng hampir
terpelanting jatuh. "Auuhhh!" Suma Ceng berdiri, memegangi pipinya dan memandang dengan mata terbelalak kepada kakaknya.
Biasanya, kakak kandungnya ini amat mencintanya, tidak
pernah memukulnya. Maka ia menjadi kaget dan heran, lupa akan kesedihannya dan memandang dengan mata terbelalak.
"Ceng-moi, kau tahu apa artinya kalau perbuatanmu yang tak tahu malu ini diketahui orang luar" Cemar yang menimpa keluarga kita berarti menodai nama keluarga raja! Dan
akibatnya, tidak hanya kau yang menerima hukuman, juga
Ayah dan kita sekeluarga! Mungkin Ayah akan dihentikan, dipecat, dan dibuang! Nah, inginkah kau melihat hal itu terjadi?"
Suma Ceng menundukkan kepala,
terisak-isak dan menggeleng-gelengkan kepala. Suma Boan mendekati dan
mengelus rambut adiknya. "Kau tahu aku sayang kepadamu dan aku melakukan ini untuk kebaikanmu pula. Kiang Ti
adalah seorang pemuda yang baik, dia keturunan pangeran setingkat dengan ayah. Tentang dia miskin bukanlah hal yang perlu dipikirkan. Bukankah Ayah keadaannya cukup" Nah,
adikku yang manis, kau harus menurut demi kebaikanmu dan kebaikan keluarga kita."
Suma Ceng menubruk dan menyembunyikan muka di dada
kakaknya sambil menangis tersedu-sedu. Suma Boan Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mengelus rambut adiknya dan tersenyum, maklum bahwa
bujukannya berhasil. Demikianlah, dalam enam bulan itu juga, secara meriah
sekali Suma Ceng dikawinkan dengan Kiang Ti, pangeran yang miskin. Di balik tirai yang menutupi mukanya, Suma Ceng menangis. Sebaliknya, Kiang Ti tersenyum-senyum girang.
Memang ia pernah melihat Suma Ceng dan mengagumi
kecantikan puteri pangeran ini. Kini gadis yang membuatnya rindu dan mabok kepayang itu secara tak terduga-duga
dijodohkan dengannya. Ia benar-benar merasa heran karena belum pernah ia mimpi kejatuhan bulan! Ia merasa untungnya baik sekalil.
Akan tetapi, kurang lebih dua tahun kemudian setelah
Suma Ceng menjadi isteri Kiang Ti, keadaannya menjadi
terbalik sama sekali. Kini keluarga Suma Konglah yang merasa untungnya baik karena mempunyai mantu Kiang Ti. Seperti telah diketahui, Kiang Ti adalah putera seorang pangeran yang menjadi keponakan Jenderal Cao Kuang Yin. Dan kebetulan jenderal inilah yang menggulingkan tahta kerajaan, kemudian menjadi kaisar pertama dari Dinasti Sung! Tentu saja, Kiang Ti sebagai keponakan Kaisar, kini menjadi pangeran yang
terhormat dan tinggi kedudukannya dan kerena itu, keluarga Suma juga ikut terangkat naik!
Memang hal ini sedikit banyak ada pengaruhnya dan
menguntungkan Suma Kong. Dia terkenal sebagai seorang
pangeran yang korup. Akan tetapi kaisar baru, yaitu bekas Jenderal Cao Kuang Yin, walaupun tahu akan watak korup
pangeran ini, namun mengingat bahwa masih ada pertalian keluarga melalui Kiang Ti, tidak mau mengutik-utik tentang perbuatan-perbuatannya yang lalu, hanya memberi pensiun kepada Pangeran Suma Kong dan membiarkan keluarga
pangeran yang sudah kaya raya itu pindah dari kota raja, ke kota An-sui. Adapun pangeran Kiang Ti yang masih keponakan Sang Kaisar, tentu saja dapat tinggal di kompleks istana yang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
megah, bersama isterinya yang telah mempunyai seorang
putera. Pangeran Kiang Ti amat mencinta isterinya, dan
karena sikap yang amat baik, penuh cinta dan penuh
kesabaran dari Kian Ti ini maka sedikit banyak kepahitan hati Suma Ceng karena terpisah dari kekasihnya terobati.
Demikianlah keadaan keluarga Suma selama dua tahun itu, dan kini biarpun Suma Boan tinggal di An-sui bersama
ayahnya, namun karena ia kaya raya dan masih terhitung
keluarga kerajaan, di tambah pula dengan ilmu kepandaian yang tinggi sejak ia menjadi murid Pouw kai-ong, Suma Boan amat terkenal di kota raja. Siapakah yang tidak mengenal Suma Kongcu yang berjuluk Lui-kong-sian Si Dewa Guntur"
Mengandalkan kedudukan keluarganya sebagai sanak kaisar, serta harta benda dan ilmunya, pemuda bangsawan ini
malang melintang di kota raja dan sekitarnya tanpa ada yang berani mengganggunya.
Episode 375 Suling Mas Bu Song meninggalkan pantai selatan dan menuju ke utara.
Akan tetapi baru saja ia meninggalkan pantai, ia mendengar suara aneh di atas kapalnya. Ketika ia memandang ke atas, ternyata seekor burung yang buruk rupanya terbang melintas dekat kepalanya sambil mengeluarkan bunyi "kuk-kuk-kuk!"
dan teringatlah Bu Song bahwa pulau Pek-coa-to tadi pun serasa pernah ia melihat burung ini, akan tetapi ia lupa lagi entah di mana. Burung itu adalah burung hantu, atau burung malam yang matanya berkilauan seperti mata kucing,
bertelinga seperti kucing pula. Burung itu terbang cepat sekali dan lenyap di dalam sebuah hutan kecil di depan.
Hari telah menjelang senja ketika Bu Song mempergunakan ilmu lari cepat memasuki hutan kecil itu. Hutan itu kecil namun liar dan gelap, hutan belukar yang agaknya tidak pernah didatangi manusia. Banyak bagian yang gelap, apalagi karena
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
di situ terdapat batu karang. Agaknya di jaman dahulu, air laut sampai di bagian daratan ini.
"Aduhhh...! Setan iblis siluman tak bermata! Perut orang di njak-injak seenaknya, keparat!" Bu Song juga kaget bukan main. Tadinya tidak ada apa-apa di depannya, bagaimana
ketika ia berlari, kakinya sampai bisa menginjak perut orang tanpa ia ketahui" Betapapun suram dan agak gelap tempat itu, tak mungkin ia tidak melihat seorang tidur telentang di depannya menghalang jalan. Tak mungkin! Tadinya benar-benar tidak ada siapa-siapa, bagaimana tahu-tahu kakek aneh itu dapat terinjak perutnya oleh kakinya" Ia demikian kaget sampai ia berjungkir-balik ke belakang dan mendengar suara marah-marah itu ia memandang penuh perhatian. Seorang
kakek yang aneh. Tubuhnya pendek sekali seperti seorang anak berumur belasan tahun. Kakinya yang kecil telanjang, kedua tangannya juga kecil. Akan tetapi kepalanya besar, kepala seorang kakek tua renta penuh jenggot dan kumis
panjang. Rambutnya panjang terurai. Benar-benar seorang kakek aneh dan kalau memang di dunia ini ada setan iblis atau siluman seperti makian kakek tadi, kiranya kakek inilah patut menjadi seorang diantaranya. Akan tetapi karena kakek itu pandai mengumpat caci, agaknya ia manusia biasa, pikir Bu Song. Cepat-cepat ia menjura dan memberi hormat.
"Mohon maaf sebesarnya, Kek. Saya tidak buta dan tidak sengaja menginjak perutmu,
akan tetapi aku berani bersumpah bahwa tadi aku tidak melihat ada orang di sini!"
"Memang tidak ada! Kalau aku tidak sengaja membiarkan perutku tersentuh kakimu, apa kaukira akan mampu
menginjak perutku" Cih!"
Diam-diam Bu Song terkejut dan juga mendongkol. Ia
dapat menduga bahwa kakek ini tentu seorang yang memiliki kepandaian tinggi dan sengaja hendak mempermainkannya,
karena ia benar-benar tadi tidak melihat ada orang tidur di tengah jalan. Hal ini saja sudah membuktikan betapa hebat
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ilmu kepandaian kakek itu sehingga dapat membiarkan dirinya terinjak tanpa dia yang mengijaknya melihatnya! Karena yakin bahwa kakek itu seorang sakti, ia cepat-cepat memberi
hormat lagi dan berkata, "Maafkan saya, Locianpwe (Orang Tua Sakti). Sesungguhnya seorang muda seperti saya mana berani
bersikap kurang ajar terhadap seorang tua" Apalagi sampai menginjak perut Locianpwe, selain tidak berani juga takkan sanggup melakukannya. Bolehlah saya bertanya, Locianpwe siapakah dan apakah maksud hati Locianpwe mempermainkan seorang muda seperti saya yang tidak bersalah apa-apa
terhadap Locianpwe?"
Episode 376 Suling Mas Tiba-tiba kakek itu tertawa bergelak. Suara ketawanya
amat tidak enak didengar, bukan seperti suara manusia. Bu Song teringat akan suara burung hantu yang tadi terbang lewat dan... benar saja, dari atas kini terdengar suara burung itu dan sesosok bayangan berkelebat, tahu-tahu burung hantu yang tadi itu kini sudah hinggap di atas pundak kanan kakek pendek itu!
"Siapa main-main" Aku sengaja membiarkan perutku
kauinjak atau tidak, itu urusanku! Tapi yang jelas dan tak dapat dibantah lagi, kau sudah berlaku kurang ajar menginjak perutku. Betul tidak" Hayo, kausangkal kalau berani, kau... eh, siapa namamu?" Kata-kata dan sikap kakek ini amat
menggelikan, tidak karuan dan seperti orang gila, atau seperti anak kecil yang nasar (mau menang sendiri).
"Nama saya Bu Song, Locianpwe, she... Liu." "Heh, Bu Song! Hayo bilang, kau tadi menginjak perutku atau tidak?"
"Heh... betul... tapi... tapi saya tidak sengaja Locianpwe."
"Tidak sengaja atau sengaja, apa bedanya" Yang jelas, buktinya kau sudah menginjak perutku. Kau tahu siapa aku?"
"Saya belum mendapat kehormatan mengenal nama Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Locianpwe yang mulia." "Aku adalah Bu Tek Lojin! Dan kau sudah berani menginjak perutku, hukumannya hanya satu,
yaitu mati!" Biarpun tadinya Bu Song menganggap kakek itu seorang
sakti yang patut ia hormati, akan tetapi mendengar ucapan-ucapannya dan melihat sikapnya, ia mulai merasa mendongkol sekali. Betapa pun saktinya, kiranya kakek ini bukanlah seorang yang patut dihormati, bukan seorang sakti yang
budiman. Akan tetapi ia tetap menahan kemarahannya, dan bersikap sabar. Ia belum pernah mendengar nama Bu Tek
Lojin. Biarpun tak dapat disangkal bahwa ia tadi telah
menginjak perut orang, akan tetapi ia melakukan hal ini tanpa ia sengaja, bahkan Si Kakek itu sendiri yang agaknya sengaja mencari perkara.
"Bu Tek Lojin," jawabnya, tidak lagi menyebut locianpwe karena ia merasa tidak senang melihat sikap kakek yang luar biasa ini. "Yang memberi kehidupan kepadaku adalah Tuhan.
Apabila Tuhan yang berkenan mengambil kehidupanku, aku
akan pasrah dengan rela, akan tetapi kalau orang lain yang menghendaki kematianku, biarpun orang itu seorang tua
terhormat dan sakti seperti kau, bagaimanapun juga akan kupertahankan hak hidupku!"
Kakek itu memandang dengan mata tajam dan tertarik.
"Aha, kau pandai bicara. Bicaramu seperti seorang terpelajar, pakaianmu seperti seorang terpelajar pula, agaknya kau
seorang sastrawan muda! Dan seorang terpelajar tentu pandai bermain catur. Orang muda, kau pandai main catur?"
Kakek aneh, pikir Bu Song. Bicaranya membolak-balik sukar ditentukan arahnya. Akan tetapi ia melayaninya juga dan menjawab, "Bermain catur tentu saja aku bisa, akan tetapi tidak pandai."
"Bagus!" Kakek itu terkekeh-kekeh dan dari balik bajunya ia mengeluarkan sehelai kertas yang dilipat-lipat dan segenggam biji catur. Kertas itu ia bentangkan di atas tanah dan ternyata
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
adalah kertas gambar papan catur! "Duduklah, mari kita bertanding catur!"
Kakek itu tidak waras otaknya barangkali, pikir Bu Song.
Akan tetapi ia menjadi curiga dan bertanya, "Bu Tek Lojin, apa arti permainan catur ini?"
Episode 377 Suling Mas "Ha-ha-ha, bicara tentang ilmu silat, memalukan sekali kalau aku
melayani kau bertanding. Burungku akan mentertawakan aku, akan menganggap aku keterlaluan
mendesak orang muda dengan ilmu silatku yang tentu saja jauh lebih unggul karena aku jauh lebih tua, menang
pengalaman dan menang latihan. Akan tetapi permaianan
catur tidak tergantung dari umur, melainkan dari siasat yang muda mengalahkan yang tua! Kalau tadi kukatakan bahwa kau telah berdosa kepadaku dan harus dihukum mati, sekarang aku
memberi kesempatan kepadamu untuk menebus nyawamu dengan permaianan catur. Kalau kau menang,
kesalahanmu menginjak-injak perutku habislah dan aku tidak menghendaki nyawamu!"
Bu Song diam-diam makin penasaran dan mendongkol.
"Kalau aku kalah?" tanyanya, menahan hati panas.
"Ha-ha! Tentu saja kau kalah! Kalau kau kalah, berarti kau hutang dua kali kepadaku. Sebelum kubunuh kau harus
menyerahkan suling emas dengan suka rela kepadaku!"
Berdebar jantung Bu Song. Kakek ini tidaklah gila, dan tidak bodoh. Kiranya sengaja mencari gara-gara dan mencari


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perkara karena ingin merampas suling dan untuk itu tidak akan segan-segan membunuhnya. Maklumlah Bu Song bahwa
ia menghadapi hal yang amat gawat dan berbahaya dan oleh karena ini seketika ketenangannya timbul. Ia teringat akan nasihat suhunya bahwa dalam menghadapi perkara apapun
juga, terutama sekali harus menenangkan hati. Ketenangan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
akan membuat kita waspada dan hanya dengan ketenangan
kita akan dapat menguasai diri dan mengambil tindakan
secara tepat. Maka ia lalu mengerahkan tenaga untuk
menenangkan hati dan mengusir semua kekhawatiran. Bahkan wajahnya membayangkan senyum ketika ia memandang
kakek itu. "Orang tua, bagaimana engkau bisa mengatakan bahwa seorang perantau miskin seperti aku ini mempunyai sebuah benda dari emas?"
"Ha-ha-ho-ho-ho! Kau datang dari Pulau Pek-coa-to, aku mendengar suara suling di sana. Siapa lagi kalau bukan
kepadamu suling itu diberikan oleh Ciu Bun si tua bangka berkepala batu" Ha-ha-ha! Dasar aku yang bodoh, percaya saja Si Kepala Batu telah dibunuh Couw Pa Ong!"
Makin kagetlah hati Bu Song. Kiranya kakek ini tahu pula bahwa ia bertemu dengan Ciu Bun di pulau. Kalau begini, tak dapat dihindarkan lagi. Kakek ini tentu luar biasa saktinya dan bertanding ilmu silat dengan kakek ini, jelas ia takkan menang. Namun bertanding catur, belum tentu! Suhunya
sendiri, Kim-mo Taisu yang juga seorang jago catur, sukar mengalahkan dia dan menurut suhunya, ia memiliki bakat
yang luar biasa untuk bermain catur.
"Baiklah, kuterima tantanganmu bermain catur, orang tua?"
katanya, wajahnya berseri dan matanya bersinar. "Akan tetapi, sebagai seorang kakek yang sudah berusia tua, tidak sepatutnya engkau menipu mentah-mentah seorang muda
seperti aku. Biarpun di sini tidak ada orang kecuali kita berdua, setidaknya kau tentu akan malu sikapmu itu diketahui burungmu."
"Apa" Menipumu mentah-mentah" Heh-heh, orang muda, jaga baik-baik lidahmu kalau kau ingin mati dengan lidah utuh nanti!"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Bu Tek Lojin, orang bertanding apa saja ada taruhannya.
Kita akan bertanding catur, jagi kita berdua harus bertaruh pula. Akan tetapi engkau tadi hanya menyuruh aku yang
bertaruh, akan tetapi kau sendiri tanpa modal alias bermain tanpa taruhan. Kalau aku kalah, aku harus mati dan
memberikan sebuah suling emas kepadamu. Akan tetapi kalau kau yang kalah, harus ada taruhannya pula!"
Mata kakek itu ketap-ketip (berkejap-kejap), agaknya
otaknya dikerjakan keras-keras. Akhirnya ia mengangguk-
angguk dan berkata, "Omonganmu cengli (menurut aturan) juga! Nah, kalau aku kalah, kau boleh bunuh aku!"
Kembali Bu Song kaget. Jawaban-jawaban kakek ini benar-
benar aneh dan mengagetkan karena tidak disangka-sangka.
Akan tetapi melihat betapa sepasang mata itu bersinar-sinar dan biji matanya bergerak-gerak seperti tingkah seorang kanak-kanak nakal yang cerdik dan penuh tipu muslihat, mulut yang tersembunyi di balik jenggot itu bergerak-gerak seperti menahan tawa, Bu Song maklum dan berseru,
"Wah, ternyata Bu Tek Lojin tidak hanya pandai ilmunya, akan tetapi pandai pula akal bulusnya. Pantas saja menjadi Bu Tek (Tiada Lawan), kiranya selain mengandalkan kesaktian juga mengandalkan tipu muslihat!"
Episode 378 Suling Mas Kakek itu yang tadinya sudah duduk menghadapi kertas
bergambar papan catur, kini meloncat tinggi sehingga burung di pundaknya kaget dan mengembangkan sayapnya menjaga
keseimbangan tubuh. Bu Tek Lojin mencak-mencak dan
menari dengan kedua kakinya berloncatan, kedua tangannya bergerak seperti orang lari di tempat, mukanya menjadi merah dan matanya bergerak-gerak melotot. "Kurang ajar kau! Tipu muslihat apa yang kaumaksudkan sekarang" Awas, jangan
bikin aku marah!" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Habis, taruhanmu benar-benar tidak adil. Kalau kau kalah main catur, kau bilang aku boleh membunuhmu. Tentu saja ini tidak adil sama sekali. Aku boleh membunuhmu, akan tetapi dalam hatimu kau mentertawakan aku dan bilang mana aku
sanggup membunuhmu" Wah, Bu Tek Lojin kakek tua, kau
memberikan ekor menyembunyikan kepala! Tidak mau aku
diakali begitu. Kalau kau mau memenuhi sayarat taruhanku, boleh kaucoba-coba melawan aku bermain catur kalau kau
becus! Akan tetapi kalau tidak mau memenuhi syarat
taruhanku, sudahlah, kalau kau orang tua hendak berlaku sewenang-wenang terhadap orang muda dan tidak malu
didengar semua orang kang-ouw betapa kakek yang bernama Bu Tek Lojin beraninya hanya menghina orang muda, terserah kau apakan aku, boleh saja!"
Sejenak kakek itu tidak dapat berkata-kata. Ucapan Bu
Song itu benar-benar tepat sekali menghantam apa yang
tersembunyi di dalam rencana pikirannya sehingga ia menjadi terkesima, seolah-olah menerima serangan tepat di ulu
hatinya. Kembali matanya berkedip-kedip memandang kagum lalu berkata, "Wah, kiranya kau bukan bocah sembarang bocah, cukup cerdik! Tentu akan merupakan lawan catur yang ulet! Coba kaukemukakan syaratmu, orang muda."
Sebetulnya Bu Song bukanlah termasuk orang muda yang
suka banyak bicara, bukan pula pandai berdebat. Kalau
sekarang ia bersikap demikian adalah semata-mata terdorong oleh pengertian yang timbul dari ketenangannya bahwa hanya dengan cara ini sajalah agaknya ia dapat menghadapi kakek ini!
"Begini syarat taruhanku, Bu Tek Lojin. Kalau aku kalah bermain catur denganmu, biarlah takluk dan menyerah
kepadamu. Akan tetapi kalau kau yang kalah, kau harus pergi tinggalkan aku dan jangan mengganggu lagi, jangan minta benda emas atau suling segala macam dan jangan membunuh atau melukaiku! Coba pertimbangkan, kalau aku kalah, aku
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
hanya minta engkau pergi dan aku tidak mengganggumu.
Sebaliknya kalau aku kalah, aku takluk kepadamu dan
menyerah. Bukankah ini berarti aku sudah banyak mengalah kepadamu?"
Kakek itu menggaruk-garuk jenggotnya yang putih dan
tebal, mendapatkan seekor semut yang entah bagaimana
tahu-tahu tersesat ke tempat itu, dengan gemas memencet semut itu hancur di antara kedua jarinya. Ia mengangguk-angguk. "Kongto, kongto (adil, adil). Mari kita mulai!"
Bu Song menarik napas lega. Setidaknya, bahaya pertama
sudah dapat diatasi. Ia dapat menghadapi kakek ini bermain catur dengan tenang. Kalau ia menang nanti, ia bebas. Kalau kalah, ia masih dapat melihat keadaan. Kalau kakek itu tidak membunuhnya, tentu saja hal itu baik sekali. Kalau kakek itu akan memubunuhnya, tentu saja ia tidak akan tinggal diam dan mati konyol!
Permainan catur dimulai. Kakek itu mempersilakan Bu Song menggerakkan biji caturnya lebih dahulu. Bu Song berlaku hati-hati dan membuat gerakan sederhana. Akan tetapi
gerakan biji catur kakek itu amat luar biasa, terlalu berani, kasar dan sama sekali tidak mempergunakan teknik bermain catur, membabi buta dan asal makan saja! Sibuk juga Bu Song menghadapi perlawanan kasar dan ceroboh macam ini. Kakek itu bermain seperti tidak mempergunakan otak sehingga
sebentar saja Bu Song dipaksa saling makan dan dalam waktu singkat biji-biji catur mereka yang berada di atas papan tinggal sedikit.
Sekarang mulailah kakek itu benar-benar bermain catur.
Gerakan-gerakan atau langkah-langkah biji caturnya teratur rapi, mendesak dan memancing penuh tipu muslihat dan
ternyata merupakan tingkat permainan catur yang tinggi! Bu Song kaget dan mengertilah ia akan cara bermain lawannya.
Ia tetap berlaku hati-hati sebelum menggerakkan biji
caturnya. Kening pemuda ini sampai kerut-merut karena
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pencurahan perhatian yang bulat dan pemerasan otak yang sungguh-sungguh. Kakek itu pun kini tidak main-main lagi.
Duduk tekun menghadapi papan catur, tangan kiri menekan tanah, lutut kaki tangan diangkat untuk menumpangkan
tangan kanan, matanya tidak pernah berkedip memandang
papan catur, bibir yang tersembunyi di balik kumis itu
berkemak-kemik seperti orang membaca doa atau menghafal sesuatu. Bahkan burung hantu yang hinggap di atas lengan kanannya juga diam tak bergerak seperti mati.
Episode 379 Suling Mas Pertandingan kini menegangkan sekali. Bu Song menang
sebuah biji catur. Biji caturnya tinggal empat, akan tetapi biji catur kakek itu tinggal tiga buah lagi! Kini setiap gerakan dilakukan hati-hati dan setelah memakan waktu pemikiran yang cukup lama. Keadaannya tegang. Biarpun mereka berdua kelihatan tenang-tenang dan sama sekali tidak mengeluarkan suara, bahkan bergerak pun hanya kalau menjalankan biji catur, namun ketegangannya tidak kalah oleh pertandingan silat. Hal ini adalah karena bagi Bu Song, pertandingan ini sama artinya dengan pertandingan mengadu nyawa!
Dalam keadaan menang kuat satu biji, Bu Song berusaha
memancing lawan dengan umpan-umpannya. Ia mengumpankan biji yang kelebihan itu dan apabila lawannya kena dipancing, tentu dalam waktu singkat ia dapat
menghabiskan biji catur lawan. Akan tetapi dalam keadaan kalah kuat itu, Bu Tek Lojin ternyata cerdik sekali dan tidak menghiraukan
umpan, melainkan main dalam sistim pertahanan yang ulet bukan main.
Bu Song menukar siasat. Karena semua umpan pancingannya tidak berhasil, ia kini mempergunakan kelebihan biji caturnya untuk mendesak dan mengurung, lalu menggiring biji-biji lawan ke sudut sehingga Si Kakek itu tidak bisa mendapatkan jalan keluar lagi kecuali mengadu biji atau saling
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
makan. Dan kalau saling makan, berarti Bu Song akan
menang karena ia masih kelebihan sebuah biji catur!
Sampai lama kakek itu memandang ke arah papan di mana
tiga buah biji caturnya sudah kehabisan jalan. Keringat besar-besar memenuhi dahinya dan akhirnya ia menarik napas
panjang, menggerakkan biji caturnya dan terpaksa makan biji catur lawan. Bu Song tersenyum. Kemenangan sudah pasti
berada di tangannya. Dengan gembira ia pun balas memakan, akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia hendak mengambil biji catur lawan, biji catur itu lekat pada kertas dan tak dapat diambil kecuali kalau dengan kertasnya. Diam-diam ia
mendongkol sekali. Kakek ini mulai curang, pikirnya, atau menggunakan akal bulus. Terpaksa ia lalu mengerahkan sinkangnya, disalurkan pada jari-jari tangannya dan dapatlah ia kini mengambil biji catur itu dari atas kertas dan tiba-tiba Bu Tek Lojin tertawa bergelak-gelak dan melompat berdiri.
"Ha-ha-ha! Hebat kepandaianmu main catur." Dengan girang Bu Song juga bangkit berdiri dan hatinya lega sekali."
"Bu Tek Lojin, apakah kau mengaku kalah?"
"Eh, Bu Song. Selain ilmu bermain catur, juga tenaga lweekangmu lumayan. Kau murid siapa?"
"Suhu Kim-mo Taisu berkenan memberi sedikit pelajaran kepada saya." "Oh-oh-oh...! Kiranya murid Kim-mo Taisu" Ha-ha-ha, benar-benar tidak kusangka! Orang gila itu punya murid sebaik ini" Berapa tahun kau belajar ilmu silat dari Si Gila itu?"
Tak senang hati Bu Song mendengar suhunya disebut
orang gila dan sama sekali tidak dipandang mata oleh kakek ini, padahal ia tahu benar betapa di dunia kang-ouw gurunya adalah seorang tokoh besar yang disegani kawan atau lawan.
Akan tetapi ia menjawab juga, "Hanya dua tahun. Dibanding dengan Suhu, saya belum ada sepersepuluhnya!"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Mendadak kakek itu menggerakkan tubuhnya dan alangkah
kagetnya Bu Song karena tanpa peringatan apa-apa kakek itu sudah menyerangnya dengan pukulan yang hebat sekali
karena mendatangkan angin berciutan. Pukulan tangan kiri kakek dengan jari tangan terbuka itu menusuk ke arah
dadanya. Cepat Bu Song miringkan tubuh mengelak. Akan
tetapi pukulan susulan tangan kanan kakek itu memasuki
bagian lambung kiri! Kecepatan serangan susulan ini tidak memungkinkan Bu Song
mengelak lagi. Terpaksa ia mengerahkan tenaga pada lengannya dan menangkis.
"Dukkk! " Tubuh kakek itu tergetar sehingga burung hantu yang hinggap di pundaknya mengeluarkan suara keras lalu terbang ke atas. Akan tetapi tubuh Bu Song terlempar ke belakang seperti layang-layang putus talinya! Orang muda itu terhuyung-huyung dan setelah beberapa meter jauhnya
barulah ia berhasil mempertahankan diri agar tidak sampai terbanting jatuh. Cepat ia memutar tubuh menghadapi kakek itu, lalu menegur, "Bu Tek Lojin, apakah begitu mudah kau melupakan janji taruhanmu?"
Akan tetapi kakek itu menjawab dengan makian, "Bocah lancang. Berani kau berani gila dan membohongi seorang tua bangka seperti aku?"
Episode 380 Suling Mas Kakek itu tertawa mengejek. "Kaukira aku begitu bodoh"
Jangankan belajar kepada Kim-mo Taisu si gila itu, biarpun kau belajar dari aku sendiri, tak mungkin kau seperti sekarang ini!"
"Aku bersumpah bahwa aku tidak membohong!" "Sudahlah!
Keluarkan suling emas itu dan kau ajari aku meniup suling!"
Bu Song kaget. Tak disangkanya kakek ini seorang yang
sama sekali tidak merasa malu untuk melanggar janjinya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kalau begini, percuma saja ia tadi mati-matian menggunakan otak untuk memenangkan pertandingan catur!
"Bu Tek Lojin! Benar-benarkah kau tidak malu melanggar janjimu" Kau sudah kalah bermain catur, berarti kau harus memenuhi taruhanmu!"
"Huh! Jangan banyak cerewet! Aku minta pinjam suling dan minta kau mengajar tiupan suling, sama sekali tidak pernah kujanjikan. Hayo cepat keluarkan suling emas itu, jangan kaubikin marah orang tua seperti aku!"
Bu Song maklum bahwa kakek ini hanya menggunakan
ucapan tipuan, akan tetapi sesungguhnya ingin merampas
suling berikut rahasianya. Akhirnya ia toh harus melawan dengan kekerasan juga. Maka ia berdiri tegak, menggeleng kepala dan menjawab,
"Bu Tek Lojin! Suling adalah alat musik untuk menenangkan hati dan pikiran, dan menjadi pegangan
seorang yang suka akan kesenian dan kesusasteraan. Aku
sudah berjanji takkan memberikan benda ini kepada siapapun juga. Harap kau jangan memaksa."
Kakek itu berjingkrak-jingkrak saking marahnya. "Bocah sial! Semua tokoh kang-ouw tidak ada seorang pun berani membantah perintahku! Apa kau sudah bosan hidup" Serang dia!" Ia membentak sambil menudingkan telunjuknya ke arah Bu Song. Agaknya ini merupakan perintah bagi burung hantu yang terbang berputaran di atas karena tiba-tiba burung itu mengeluarkan pekik menyeramkan lalu seperti sebuah peluru kendali burung itu meluncur ke arah muka Bu Song,
menyerang dengan paruh dan kedua cakarnya ditambah
kedua sayapnya yang menampar!
Bu Song sudah siap siaga. Sungguhpun ia tidak mengira
bahwa binatang itu yang akan mewakili Si Kakek menyerangnya, namun karena ia sudah siap, dengan mudah
saja ia berhasil mengelak dengan merendahkan dirinya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Burung itu menyambar lewat di atas kepalanya, akan tetapi luar biasa sekali burung ini karena begitu sambarannya luput, secara tiba-tiba ia dapat menghentikan luncuran tubuhnya dan dengan gerakan sayap ia sudah membalik, lalu menerjang lagi mengarah sepasang mata Bu Song! Cepat dan tak terduga-duga gerakan ini sehingga biarpun Bu Song sekali lagi
mengelak, burung itu masih berhasil menggores pipi kanan Bu Song dengan cakarnya! Luka di pipi itu tidak berbahaya, hanya luka kulit, namun mengeluarkan darah menetes-netes!
Bu Tek Lojin tertawa terkekeh-kekeh dan bertepuk-tepuk
tangan. Mendengar ini, bangkit kemarahan di hati Bu Song. Ia mulai panas. Apalagi burung itu kini sudah menyambar pula dari depan. Tadi Bu Song sampai terkena cakaran karena ia kurang hati-hati dan sama sekali tidak menduga bahwa
binatang itu dapat bergerak secepat itu, atau ada juga sedikit sikap memandang rendah. Burung hantu itu hanya seekor
burung sebesar ayam, tentu saja ia tadinya memandang
rendah. Siapa kira, burung itu ternyata bukanlah burung biasa dan memiliki gerakan cepat dan berbahaya! Bahkan gerak-geriknya seperti seorang ahli silat yang terlatih baik, kini dengan gerakan ekor dan sayapnya, burung itu sudah
membalik lagi dan menerjang Bu Song, seperti tadi
menyerang muka, paruhnya menusuk di antara kedua mata,
sayapnya menghantam kanan kiri kepala bagian pelipis, kedua cakarnya mencengkeram ke arah tenggorokan! Serangan
hebat yang boleh dikatakan serangan maut!
Namun Bu Song selain marah juga sudah siap dan
waspada. Kini ia tidak mau mengelak, melainkan mengulur tangan kanan ke depan menyambut burung itu dengan
cengkeraman dari samping. Cengkeraman tangan Bu Song ini hebat karena mengandung pengerahan tenaga dalam yang
amat kuat. Kalau burung itu kena dicengkeram oleh jari-jari tangan kanan Bu Song, pasti akan hancur! Burung itu ternyata hebat. Paruhnya mengeluarkan teriakan keras, agaknya ia kaget menghadapi cengkeraman tangan yang amat kuat itu
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dan secara luar biasa tubuhnya membalik ke atas dan...
cengkeraman tangan Bu Song luput! Bahkan susulan
hantaman tangan kiri Bu Song yang dilancarkan menyusul
cengkeramannya juga tidak dapat menyusul kecepatan
gerakan burung itu dan hanya menyerempet ekornya sehingga tiga helai bulu ekor burung itu rontok!
Episode 381 Suling Mas Si burung hantu agaknya menjadi marah sekali. Dari atas ia menyambar turun dengan kecepatan roket, menerjang kepala Bu Song. Kagetlah orang muda ini, cepat ia miringkan tubuh menggerakkan kepala, namun pita rambutnya masih terkena cengkeraman dan terlepaslah rambutnya! Bu Song tidak diberi kesempatan karena lagi-lagi burung itu sudah menerjangnya sambil mengeluarkan pekik menyeramkan. Benar-benar
seekor burung luar biasa, pikir Bu Song. Kali ini Bu Song mengangkat lengan kanan melindungi kepala, akan tetapi ia sengaja tidak balas menyerang, melainkan memberikan
lengannya sebagai umpan dan penutup kepala. Agaknya
burung itu yang juga penasaran tak pernah dapat mengenai kepala lawan, kini hendak melampiaskan kemarahannya
kepada lengan itu. Ia mencengkeram, mematuk dan
manampar lengan kanan Bu Song. Namun, begitu kedua
cakarnya mencengkeram lengan kanan Bu Song yang kulitnya keras licin karena penuh hawa sakti sehingga kuku-kuku
burung tajam meruncing itu hanya merobek baju, tangan kiri Bu Song bergerak menghantam, tepat mengenai punggung
burung itu. "Bukkk! " Burung itu mengeluarkan pekik keras lalu tubuhnya mencelat, kedua sayapnya berusaha terbang namun sia-sia, ia jatuh lagi seperti sebuah batu, berdebuk di atas tanah dalam keadaan tak bernyawa lagi karena tulang-tulang punggungnya remuk dagingnya hancur. Dari paruhnya keluar darah.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Wah, berani kau membunuh burungku yang kupelihara puluhan tahun?" bentak Bu Tek Lojin marah.
"Aku hanya membela diri," bantah Bu Song. "Burungmu yang menyerang dan hendak membunuhku!" Bu Song
membereskan rambutnya yang terlepas awut-awutan, mengikat kembali dengan sutera pengikat rambut yang tadi terlepas dan jatuh ke tanah.
Kakek itu menarik napas panjang. "Nah, kaukeluarkan suling emas itu cepat-cepat!" Bu Song mendongkol sekali.
"Kalau saya tidak mau menuruti permintaanmu, bagaimana Bu Tek Lojin?"
"Mau atau tidak masa bodoh, pokoknya kau harus
keluarkan suling emas itu!" jawaban ini disusul tangan kakek itu yang diulur ke depan mencengkeram dada Bu Song.
Dari tangan kakek itu menyambar hawa pukulan yang amat
dahsyat sehingga belum juga tangan kakek itu mendekati
dada, Bu Song sudah merasa betapa dadanya tergetar hebat.
Cepat ia terus saja maju hendak mencengkeram pundaknya, ia mengerahkan tenaga dan melawan mati-matian. Dengan
gerakan yang gesit ia berhasil mengelak, lalu dari samping ia membalas dengan pukulan tangan kiri. Biarpun baru belajar dua tahun lebih, akan tetapi karena memang dasar-dasar ilmu silat tinggi sudah ada padanya, maka Bu Song sudah berhasil mewarisi ilmu-ilmu simpanan Kim-mo Taisu, yaitu ilmu silat tangan kosong Bian-sin-kun (Tangan Kapas Sakti), Cap-jit-seng-kun (Ilmu Silat Tujuh Belas Bintang), Pat-sian Kiam-hoat (Ilmu Pedang Delapan Dewa) dan Lo-hai San-hoat (Ilmu Kipas Mengacau Lautan). Empat ilmu ini adalah ilmu silat pilihan, tingkatnya tinggi dan hanya dapat dimainkan oleh orang yang memiliki sin-kang sempurna karena setiap gerakan selalu harus disertai pengerahan tenaga lwee-kang. Oleh karena ini maka pukulannya ke arah dada kakek itu pun bukan pukulan biasa, dan sebelum tiba di tubuh orang sudah didahului angin pukulan yang dahsyat pula.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Namun kakek itu amat luar biasa gerakannya. Hanya
dengan kepretan jari tangan saja ia berhasil menghalau
serangan balasan Bu Song, kemudian dengan gerak ilmu silat aneh sekali ia mulai mendesak Bu Song. Pemuda ini yang
maklum akan kesaktian lawan, melawan sekuat tenaga,
namun ia kalah cepat sehingga untuk tiga kali serangan lawan ia hanya dapat membalas satu kali saja!
"Wah, kau bohong...! Kau bohong...!" kakek itu menyerang, mendesak sambil memaki-maki. Bu Song diam saja.
Bagaimana ia dapat menjawab kalau seluruh perhatiannya
harus ia curahkan untuk menjaga diri agar jangan sampai terkena pukulan lawan yang lihai ini"
"Masa belajar dua tahun sudah memiliki kepandaian seperti ini" Kau bohong atau... memang kau seorang manusia luar biasa!" Sambil bicara kakek pendek itu melakukan gerakan yang amat aneh dan cepat sehingga tanpa dapat dicegah lagi dalam serangkaian serangan yang susul menyusul, lutut Bu Song terkena ciuman ujung kaki telanjang itu hingga pemuda ini terguling!
Tentu saja Bu Song terkejut sekali. Dengan gerakan lincah, begitu tubuhnya mencium tanah, ia menggerakkan kaki
Pendekar Muka Buruk 8 Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong Anak Harimau 2
^