Pencarian

Suling Mas 18

Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo Bagian 18


tangannya menekan dan sekaligus tubuhnya sudah mencelat ke atas dan berdiri kembali. Malah kini ia mengeluarkan suling emas dari balik bajunya dan serta merta Bu Song menyerang dengan Ilmu Silat Pat-sian Kiam-hoat! Ia tidak berpedang, maka suling itu dapat ia pergunakan sebagai pedang. Hebat sekali gerakan Pat-sian Kiam-hoat ini dan ternyata suling itu juga merupakan benda mujijat karena sekali berkelebat telah membentuk segulung cahaya kekuningan yang menyilaukan
mata, bahkan mengeluarkan bunyi melengking aneh karena
dalam gerakan itu lubangnya kemasukan angin seperti ditiup!
Episode 382 Suling Mas Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aih...!" Bu Tek Lojin mengeluarkan seruan kaget dan tubuhnya ia lempar ke belakang, terus ia bergulingan di atas tanah menjauh. Setelah melompat berdiri, ia memandang
kaget dan kagum. "Wah, hebat ilmu pedangmu, tidak kecewa kau menjadi murid Kim-mo Taisu. Akan tetapi dua tahun... ah, tak mungkin! Dan suling emas itu.... hebat pula!"
Akan tetapi sambil bicara, kakek itu sudah menerjang maju lagi, dengan gerakan aneh dan cepat, tubuhnya miring-miring kemudian menerjang Bu Song dengan pukulan-pukulan yang
mendatangkan angin menderu. Bu Song yang sudah bertekad bulat tidak hendak menyerahkan sulingnya mentah-mentah
dan hendak melawan sekuat tenaga, menyambut bayangan
kakek yang berkelebatan itu dengan gerakan sulingnya. Ia tetap mainkan Pat-sian Kiam-hoat bahkan kini tangan kirinya ia gerakkan dengan ilmu Lo-hai San-hoat. Biarpun ilmu silat ini adalah ilmu silat yang khusus diciptakan Kim-mo Taisu untuk mainkan senjata kipas, akan tetapi dapat juga dimainkan dengan tangan kosong. Gerakan kipas menampar dengan jari-jari dikembangkan, adapun totokan ujung gagang kipas dapat diubah menjadi totokan jari tangan.
Kembali Bu Tek Lojin memuji-muji. Kakek yang tak pernah mau kalah dan merasa bahwa dialah orang nomor satu di
dunia ini, tidak memuji kosong belaka. Dalam hatinya ia benar-benar memuji. Baru sekali ini selama hidupnya ia
bertemu dengan seorang muda yang begini hebat kepandaiannya, apalagi kalau di ngat bahwa orang muda ini hanya belajar silat selama dua tahun! Dia sendiri merasa tidak sanggup mendidik murid yang bagaimana berbakat pun
selama dua tahun menjadi sehebat ini!
Pertandingan kini berlangsung lebih hebat daripada tadi.
Memang Bu Song seorang luar biasa. Dia memang kurang
latihan kalau dibandingkan dengan lawannya. Akan tetapi gerakan-gerakannya sudah hampir sempurna, apalagi suling emas di tangannya itu ternyata cocok sekali dipakai mainkan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pat-sian Kiam-hoat. Tubuhnya tidak nampak lagi, lenyap
saking cepatnya gerakan kaki tangan dan terselimut gulungan sinar kuning menyilaukan mata dari suling itu. Gulungan sinar ini memanjang dan membentuk lingkaran-lingkaran seperti seekor naga emas bermain-main, sedangkan tangan kirinya melancarkan pukulan-pukulan yang mengeluarkan bunyi angin berciutan.
Namun, lawannya adalah seorang sakti dan luar biasa.
Memiliki sin-kang yang jauh melampaui manusia biasa
sehingga Bu Song selalu masih terdesak. Ketika tangan kirinya menampar ke arah pelipis kanan kakek itu, Bu Tek Lojin
tertawa dan meloncat ke atas, membiarkan jari-jari tangan Bu Song bertemu dengan pundaknya.
"Plakkk!" Bu Song kaget sekali, tangannya serasa hancur dan panas. Selagi ia hendak melompat ke belakang, kakek itu sudah menyambar ke depan, tangan kanan kakek itu
mencengkeram ke arah matanya sedangkan tangan kiri
merampas suling! Bu Song terkejut melihat tangan yang
menyambar ke arah mata. Lengan sedikit saja tentu matanya akan menjadi buta atau setidaknya mukanya akan terluka dan bercacad. Terpaksa ia mengelak dan karena perhatiannya
tercurah sepenuhnya menghadapi bahaya mengerikan ini, ia tidak dapat mencegah lagi sulingnya terampas. Ia hanya
merasa betapa tiba-tiba pergelangan tangan kanannya
tertotok dan menjadi seperti lumpuh, kemudian sulingnya terlepas dari genggamannya. Dengan nekat ia melancarkan tendangannya mengenai pantat kurus Si Kakek tua yang
sudah membalikkan tubuh setelah berhasil merampas suling, dan... tubuh kakek itu terlempar ke atas tinggi sekali dan tidak turun lagi!
Bu Song terheran dan memandang ke atas. Kiranya kakek
itu sudah duduk di atas cabang sebatang pohon, duduk
menggantungkan kedua kakinya dan kedua tangannya
menimang-nimang suling emas,
mengelus-elusnya dan Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mengintai lubang-lubangnya. Kemudian kakek itu meniup-niup lubang suling. Memang bisa berbunyi suling itu, akan tetapi bunyinya tidak keruan dan menyakitkan telinga. Memang
kakek aneh ini selamanya tidak pernah meniup suling.
Beberapa kali ia berusaha meniup, bahkan mengerahkan khikangnya akan tetapi dalam hal meniup suling, ilmu khi-kang tidak dapat menolong banyak. Makin kuat angin memasuki
lubang, makin tidak karuan bunyi suling, bahkan ketika kakek itu meniup sekerasnya, terlampau banyak tenaga angin
memasuki lubang sehingga yang keluar hanya suara mendesis saja! Akhirnya kakek itu berhenti meniup, memijit-mijit kedua pelipisnya yang merasa lelah dan berdenyut, mulutnya
merengut kecewa. "Heii , hayo kauajari aku meniup suling! Benda ini diperebutkan semua orang, apa sih kegunaannya kalau aku tidak pandai meniup dan melagukannya?"
Episode 383 Suling Mas Bu Song sudah dapat menguasai dirinya. Ia mendapat
kenyataan pahit betapa kesaktian kakek itu mengandalkan kepandaian silat. Mengingat akan kesaktian kakek itu, belum tentu kalau seorang tokoh seperti itu suka melanggar janji.
Mungkin kakek ini memang benar-benar hanya ingin
meminjam suling emas dan mempelajari bunyinya serta tahu rahasianya. Mungkin kakek ini hanya tertarik karena semua orang memperebutkannya, karena benda ini adalah benda
keramat pemberian seorang kakek yang dianggap manusia
dewa, yaitu Bu Kek Siansu. Bu Tek Lojin sudah sedemikian saktinya, kiranya dicari tandingnya sukar di atas dunia ini, maka untuk apakah kakek itu menginginkan suling emas"
Tentu hanya karena ingin tahu. Maka ia lalu menjawab,
"Bu Tek Lojin adalah seorang Locianpwe yang sakti dan berkedudukan tinggi. Betulkah kali ini tidak melanggar janji, hanya akan meminjam suling dan belajar meniupnya" Kalau
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
betul demikian, saya yang muda tentu saja akan suka sekali memberi petunjuk tentang ilmu meniup suling kepada
Locianpwe." "Ha-ha-ha, begitu baru anak baik!" Tiba-tiba tubuh kakek itu melayang turun dan ia sudah duduk di atas batu besar sambil melambaikan tangan menyuruh Bu Song mendekat.
"Coba kauberitahu, bagaimana memegangnya, bagaimana meniupnya
dan bagaimana membuka tutup lubang- lubangnya?" Bu Song memeberi petunjuk sedapatnya, bahkan ia
memberi contoh membunyikan suling itu, dari nada rendah sampai nada tertinggi. Akan tetapi dasar kakek itu sudah terlalu
tua, sudah terlambat untuk belajar, apalagi mempelajari seni musik yang membutuhkan bakat! Bukan
main sukarnya. Jari-jari tangannya canggung kaku, bibirnya sukar meniup sempurna karena terganggu kumis tebal dan ia tidak memiliki perasaan peka akan bunyi seperti perasaan seniman. Lebih dua jam kakek itu meniup-niup sampai
sepasang matanya melotot dan kedua pipinya kembung,
hasilnya sia-sia belaka, yang dikeluarkan dari suling hanya suara merengek-rengek seperti kucing terinjak ekornya!
Tiba-tiba kakek itu menghentikan usahanya belajar,
mendengus-dengus dan dari matanya keluar dua butir air
mata yang besar-besar! Kiranya saking marah dan jengkelnya melihat
hasil kosong usahanya, kakek itu sampai mengeluarkan air mata. "Tidak ada gunanya! Suling sialan, tidak ada gunanya.
Hanya suara iblis yang keluar dari lubangnya. Untuk apa diperebutkan" Suling keparat lebih baik dihancurkan!" Setelah berkata demikian, kakek itu menghantamkan suling itu kepada batu yang didudukinya, berulang-ulang. Terdengar suara
keras dan tampak bunga api berpijar keluar ketika suling bertemu dengan batu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Locianpwe, jangan...!" Bu Song kaget dan mencegah sambil melangkah maju karena ia khawatir kalau-kalau
sulingnya akan rusak. Akan tetapi sebuah dorongan tangan kiri kakek itu mengeluarkan angin yang menghantam dadanya dan membuat Bu Song terpelanting ke belakang!
Kakek itu agaknya makin marah ketika mendapat kenyataan bahwa suling itu tidak rusak sama sekali biarpun ia pukul-pukulkan batu, bahkan batunya yang remuk-remuk di bagian yang dipukul suling.
"Locianpwe, harap jangan marah. Suara suling itu dapat dibarengi bunyi sajak, baru selaras dan nikmat didengar!"
Dalam gugupnya, Bu Song sengaja bicara terus terang akan rahasia suling.
Tangan yang sudah diangkat untuk menghantamkan suling
sekuatnya pada batu itu berhenti bergerak. Kakek itu
memandangnya seperti orang terheran-heran. "Kau tahu pula akan kitab kuno yang dibawa Ciu Gwan Liong" Apakah begitu kebetulan sehingga engkau mendapatkan kitab itu pula?"
Bu Song menggeleng kepala. "Kitab apakah, Locianpwe"
Saya hanya pernah mendengar Suhu bersyair yang katanya
Suhu dengar dari Locianpwe Bu Kek Siansu dan yang ternyata menjadi timpalan bunyi suling ini."
Berubah wajah kakek itu, matanya bersinar-sinar. "Bagaimana bunyinya" Hayo perdengarkan padaku, bagaimana bunyinya!"
"Locianpwe, syair dan bunyi suling harus dilagukan bersama, barulah dapat dinikmati perpaduannya yang luar biasa. Oleh karena hal ini membutuhkan dua orang maka
biarlah Locianpwe menghafal bunyi syair, kemudian kita
berdua mainkan lagu mujijat ini, Locianpwe yang membaca syair dan saya yang menyuling."
"Boleh, boleh!" Kakek itu berkata tak sabar. "Lekas kauperdengarkan, akan kuhafalkan!"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"ADA muncul dari TIADA, betapa mungkin mencari sumber TIADA! Mengapa cari ujung sebuah mangkok" Mengapa cari titik awal akhir sebuah bola" Akhirnya semua itu kosong hampa, Sesungguhnya tidak ada apa-apa!"
Bu Song sengaja memilih syair terakhir dari kitab kuno itu yang telah membuat Ciu Bun girang luar biasa. Mula-mula Bu Tek Lojin mengikuti dan meniru bunyi syair sebaris demi sebaris, kemudian setelah hafal, kakek itu berseri-seri wajahnya, sajak itu dihafal berulang-ulang dan makin lama suaranya menjadi makin nyaring!
Tiba-tiba kakek itu menubruk dan meloncat, kedua
lengannya merangkul pundak Bu Song dan memeluknya!
Episode 384 Suling Mas "Anak baik! Lekas kautiup suling ini, lekas beri kesempatan telingaku mendengar perpaduannya...!"
Bu Song lalu duduk bersila, sambil berkata, "Mulailah, Locianpwe, saya akan mengiringi dengan bunyi suling."
Kakek itu pun melompat berdiri di atas batu besar,
membusungkan dada, menengadah ke langit lalu membaca
syair itu kuat-kuat dengan suara dilagukan seperti yang dipelajarinya dari Bu Song tadi. Lambat-lambat keluarnya suara itu, dan berirama. Suara suling yang ditiup Bu Song mengiringi dan karena Bu Song berusaha memenangkan
kakek itu dengan cara ini, maka ia mencurahkan seluruh
perhatian dan perasaannya sehingga suara suling itu luar biasa sekali, menggetar-getar dan mengalun, menggores
perasaan. Mula-mula kakek itu nampak gembira, suaranya makin
nyaring dan setelah habis syair itu ia baca, ia mengulanginya lagi dari permulaan, makin lama suaranya makin penuh
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
perasaan, matanya bersinar-sinar, kulit mukanya sebentar pucat sebentar merah dan tak lama kemudian air mata
bertitik-titik turun dari kedua matanya. Suaranya mulai menggetar-getar, kemudian menjadi parau dan akhirnya ia tidak melanjutkan nyanyiannya, melainkan jatuh duduk di atas batu terisak-isak menangis, menjambak-jambak rambutnya
seperti orang gila, kemudian tertawa-tawa dan menangis lagi!
Bu Song kaget sekali. Sungguh jauh bedanya akibatnya
yang menimpa diri kakek ini kalau dibandingkan dengan Ciu Bun. Sastrawan itu menerima hikmat perpaduan suara mujijat itu dengan penuh kebahagiaan, sebaliknya kakek ini menjadi seperti orang gila. Bu Tek Lojin masih terisak-isak, kemudian ia meloncat turun dari atas batu, berjingkrak-jingkrak dan tertawa-tawa, meloncat lagi ke atas batu dan akhirnya ia terduduk dengan lemas. Duduk bersila seperti orang
bersamadhi, kedua lengannya bersilang di depan dada,
mukanya menunduk dan ia tidak bergerak-gerak lagi seperti berubah menjadi arca!
Bu Song melihat semua tingkah kakek itu dengan mata
terbelalak. Pemuda ini masih duduk bersila di atas batu lain, tiga meter jauhnya dari tempat kakek itu. tadinya ia terheran-heran dan tidak dapat menduga apa yang selanjutnya akan terjadi. Ia tidak tahu apakah akibatnya nanti akan baik baginya atau tidak. Namun harus ia akui bahwa perpaduan suara itu benar-benar mengandung sesuatu kemujijatan yang luar biasa. Dia sendiri hanya merasa betapa nikmat paduan suara syair dan suling itu. Tadinya ia girang melihat betapa kakek itu menangis dan menjambaki rambutnya, kini ia
merasa kuatir karena kakek itu diam seperti berubah menjadi batu. Dengan hati-hati ia memanggil.
"Locianpwe...!" Kakek itu tidak menjawab. Bu Song bukan seorang bodoh. Seharusnya ia menggunakan kesempatan ini untuk pergi dengan aman, membawa pergi suing emas yang
dicari oleh orang-orang pandai itu. Akan tetapi, dia seorang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
yang memiliki dasar hati penuh welas asih (belas kasihan) kepada orang lain. Melihat kakek itu seperti orang berduka, ia menjadi iba hati dan perlahan ia meniup lagi sulngnya, lirih namun amat merdu karena ditiup dengan penuh perasaan.
Belum habis ia meniup suling, kakek itu bergerak lalu
mengangkat mukanya memandang kepada Bu Song. Ternyata
kedua matanya merah dan basah.
"Bu Song, lekas kaumainkan semua jurus Pat-jiu Kiam-hoat dengan suling itu! Jangan melawan kalau aku menotok dan memukulmu. Hanya inilah yang dapat kulakukan untuk
membalas budimu yang telah membuka mata hatiku. Mulailah, Anak baik!"
Bu Song tidak tahu apa yang akan dilakukan kakek itu.
akan tetapi karena ia maklum bahwa menghadapi kakek ini ia sama sekali tidak berdaya, maka ia tidak membantah dan
menyerahkan keselamatan dirinya kepada Tuhan. Mulailah ia mainkan suling itu dengan jurus pertama dari Pat-sian Kiamhoat. Tiba-tiba berkelebat bayangan kakek itu yang melayang turun dari atas batu dan ketika melakukan gerak jurus
pertama, Bu Song merasa betapa lambungnya tertotok. Ia
kaget namun tidak melawan dan bukan main herannya karena jurus pertama yang dilakukan dengan tusukan suling dari pinggang itu sama sekali tidak terganggu oleh totokan, malah ia merasa betapa hawa sakti di tubuhnya tersalur keluar melalui lambung yang baru saja terkena totokan sehingga jurus yang ia gerakkan itu mengandung tenaga yang jauh
lebih kuat daripada biasanya. Bu Song menjadi girang, lenyap semua sisa kekuatirannya karena ia maklum bahwa kakek ini membantunya, membantu membuka "pintu" dalam tubuh agar hawa sakti yang ia salurkan dari pusat dapat lancar. Ia teringat akan cerita suhunya bahwa ilmu semacam ini hanya dimiliki oleh orang-orang yang sudah mencapai tingkat tinggi sekali. Penggunaan hawa sakti dalam tubuh untuk disalurkan ke dalam tubuh ke dalam tubuh orang lain, seperti dalam
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pengobatan, jika dilakukan akan membahayakan tubuh
penolong itu sendiri. Namun Bu Song tidak sempat mencegah lagi karena ia sudah bersilat menghabiskan enam belas jurus Pat-sian Kiam-hoat gubahan suhunya dan enam belas kali ia merasa ditotok dan dipukul di bagian-bagian tertentu dari tubuhnya oleh kakek itu yang melakukannya dengan amat
cepat dari belakang, kanan kiri atau dari depan.
Begitu selesai mainkan Pat-sian Kiam-hoat, Bu Song
menyimpan sulingnya dan cepat menengok. Kiranya kakek itu sudah bersila lagi di atas batu, mukanya pucat seperti mayat, matanya tertutup dan sama sekali tubuhnya tidak bergerak.
Bu Song meloncat mendekati dan memanggil lirih, "Locianpwe...!" Kakek itu tidak menjawab. Melihat keadaan orang yang pucat dan payah, makin yakin hati Bu Song bahwa kakek itu telah mengorbankan diri dan menurunkan ilmu yang hebat kepadanya. Maka tanpa ragu-ragu lagi ia menjatuhkan diri berlutut dan berkata, "Locianpwe, banyak terima kasih teecu haturkan atas budi kebaikan Locianpwe!"
Kembali tidak ada jawaban. Sampai lama Bu Song berlutut.
Karena tidak ada suara apa-apa dari kakek itu, Bu Song
mengangkat muka memandang. Hatinya khawatir. Kakek itu
duduk seperti mayat kaku. Ia meloncat ke atas batu dan
mengulur tangan meraba. Bukan main kagetnya ketika
meraba dada, sama sekali tidak ada tanda-tanda kakek itu bernapas! Juga jantung di dada tidak terasa detiknya. Bu Song meraba pergelangan tangan. Juga tidak berdetik. Tangan
yang ditaruh di depan hidung kakek itu pun tidak merasai hembusan napas! Kakek ini telah mati!
Karena menyangka bahwa kakek itu mati kehabisan tenaga
setelah membantunya menyempurnakan gerakan dengan
bantuan hawa sakti tadi, Bu Song menjadi terharu dan tak terasa lagi ia menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu sambil menitikkan air mata! Kemudian ia melompat turun, mencari tempat yang baik untuk membuat lubang di tanah.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tak jauh dari situ, sekira sepuluh meter jauhnya, terdapat sebatang pohon. Di bawah pohon itulah Bu Song lalu menggali lubang, hanya menggunakan sebuah batu runcing dibantu
tangannya dengan pengerahan tenaga dalam. Matahari telah condong ke barat ketika akhirnya pekerjaannya selesai.
Sebuah lubang yang cukup lebar dan dalam terbuka. Selagi ia hendak menghampiri kakek itu yang duduk bersila dan
disangka mati itu melayang langsung ke dalam itu dan kini duduk di dalam lubang dalam keadaan bersila!
Bu Song bengong. Lalu berlutut sambil memanggil,
"Locianpwe...!" Hatinya girang karena jelas bahwa Bu Tek Lojin belum mati. Kalau sudah mati, mana mungkin ada mayat bisa meloncat sehebat itu memasuki lubang" Akan tetapi kalau masih hidup, kenapa tidak bernapas dan tidak terasa detik perjalanan darahnya, dan mengapa pula diam saja dan malah masuk sendiri ke dalam lubang kuburan"
Setelah berkali-kali memanggil tanpa jawaban, tahulah Bu Song bahwa kakek itu sudah tidak mau melayaninya, maka dia lalu berlutut memberi penghormatan terakhir sambil berkata,
"Locianpwe, sekali lagi terima kasih atas budi kebaikan Locianpwe. Perkenankan teecu pergi melanjutkan perjalanan mencari Suhu."
Kemudian ia bangkit berdiri, untuk beberapa menit
memandang tubuh yang seperti arca duduk bersila di dalam lubang itu, kemudian ia menghela napas dan membalikkan
tubuh, pergi dari tempat itu dengan langkah-langkah lebar.
Episode 385 Suling Mas Pergantian kekuasaan terjadi secara lunak. Benar luar
biasa, sungguhpun selama jaman Lima Dinasti yang setengah abad lamanya itu (907-960), kerajaan jatuh bangun tanpa ada perang saudara yang cukup serius. Akan tetapi habisnya
jaman Lima Dinasti yang diambil alih oleh Kerajaan Sung ini
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
benar-benar merupakan peralihan kekuasaan yang paling
lunak. Hal ini adalah karena Jenderal Cao Kuang Yin
menguasai sebagian terbesar bala tentara, di samping
politiknya yang lunak sehingga dia sama sekali tidak
membolehkan anak buahnya melakukan kekerasan dan
gangguan di kota raja. Keluarga kerajaan "musuh" pun tak seorang pun diusik, bahkan banyak di antara mereka diberi kedudukan sesuai dengan kepandaian mereka.
Biarpun keadaan di kota raja sendiri aman tenteram dan


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak terjadi banyak keributan dalam peralihan kekuasaan itu, namun peristiwa itu menarik perhatian suku bangsa Khitan yang sejak dulu menjadi musuh besar. Kerajaan Khitan
menduga bahwa tentu keadaan di kota raja menjadi kacau
karena peralihan kekuasaan ini. Oleh karena itulah maka bala tentara Khitan lalu menyerbu dari utara. Juga kerajaan-kerajaan lain ingin mengambil keuntungan dari peralihan kekuasaan ini dan mereka mengadakan serangan ke
perbatasan untuk memperlebar wilayah mereka, menggunakan kesempatan selagi para pemimpin pasukan di
perbatasan kebingungan karena mendengar tentang pergantian kekuasaan di kota raja.
Mendengar tentang serangan-serangan dari empat penjuru
ini, Kaisar Sung pertama, menjadi marah dan segera mengirim pasukan-pasukan dan utusan-utusan ke perbatasan untuk
membantu para pasukan lama di sana sambil mengangkat
pemimpin lama menjadi pemimpin baru. Adapun yang paling diperhatikan adalah serangan dari utara, dari suku bangsa Khitan, oleh karena memang dari suku bangsa Khitan inilah datangnya bahaya yang paling besar. Untuk menghalau
musuh lama ini, Kaisar Sung Thai Cu lalu mengerahkan
sebuah barisan besar, dipimpin oleh panglima-palingma
pembantunya yang setia dan gagah perkasa, pandai mengatur barisan. Selain ini, juga kaisar yang bijaksana dan pandai mempergunakan tenaga ini memanggil Kim-mo Taisu dan
minta bantuan pendekar ini untuk menyertai barisan besar itu
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
melawan pasukan-pasukan Khitan yang terkenal kuat dan
memiliki panglima-panglima yang berkepandaian tinggi pula.
Kim-mo Taisu maklum bahwa hanya kaisar kerjaan baru
inilah yang dapat diharapkan akan mendatangkan kemakmuran kepada rakyat, maka dengan rela hati ia
mengulurkan bantuannya dan berangkatlah Kim-mo Taisu
dengan barisan Kerajaan Sung yang pertama kali mengadakan ekspedisi ke utara untuk melawan musuh besar mereka, yaitu bangsa Khitan. Selain memang suka membantu kaisar ini, juga Kim-mo Taisu memiliki urusan pribadi di utara, yaitu untuk mencari musuh lamanya, ialah Ban-pi Lo-cia si tokoh Khitan yang sakti. Juga ingin ia bertemu kembali dengan musuh
lamanya, Bayisan manusia Khitan yang curang. Ingin ia
memberi hajaran orang itu untuk kedua kalinya!
Pada masa itu, kedudukan bangsa Khitan sudah jauh,
sudah melewati tembok besar yang tadinya dibangun dengan maksud mencegah masuknya musuh-musuh seperti bangsa
Khitan! Hal ini terjadi ketika Dinasti Cin (936-947) berdiri.
Kerajaan Cin hanya dapat berdiri dan merebut kekuasaan dari Kerajaan Tang muda karena bantuan barisan Khitan. Untuk jasa ini, Kerajaan Cin memberikan wilayah ujung timur laut di sebelah selatan tembok besar sampai ke kota besar Yen
(Peking sekarang), juga wilayah Pegunungan Yin-san. Wilayah yang luas dan jauh lebih subur daripada daerah kekuasaan bangsa Khitan sendiri jauh di utara.
Episode 386 Suling Mas Ketika barisan besar dari Kerajaan Sung sudah menyeberangi Pegunungan Tai-hang-san di sebelah selatan Peking, tiba-tiba muncul ah pasukan-pasukan Khitan dari segala jurusan dan terjadilah perang hebat di sekitar lereng pegunungan Tai-hang-san. Perang yang berlangsung dengan seru dan baru berakhir setelah matahari menyelam di sebelah barat. Pasukan-pasukan Khitan seperti pasukan-pasukan setan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
melenyapkan diri dan sunyilah keadaan di sekitar bekas
tempat peperangan. Mayat-mayat menggeletak bergelimpangan dan udara penuh dengan bau amisnya darah, penuh pula dengan rintihan dan keluhan mereka yang
menderita luka. Para Panglima Sung memerintahkan pasukan-pasukan
dalam barisan besar untuk mundur di balik puncak Tai-hangsan dan membuat perkemahan besar di lapangan terbuka
sehingga tidak memungkinkan pihak musuh untuk melakukan penyerbuan serentak. Bendera besar Kerajaan Sung dipasang di tengah-tengah perkemahan, dikelilingi oleh bendera-bendera para panglima yang memimpin barisan itu. Dalam
perang ini, Kim-mo Taisu tidak ikut maju karena pendekar ini melihat betapa di pihak Khitan juga tidak ada tokoh bukan tentara yang ikut perang. Ikut sertanya dalam barisan itu adalah untuk menandingi orang-orang sakti seperti Ban-pi Locia. Kalau hanya perang biasa, pasukan lawan pasukan, tidak perlu ia bantu karena selain ia tidak mengerti tentang
mengatur pasukan dan siasat perang, juga hal ini selain merendahkan
kemampuan pasukan Sung, juga dapat merendahkan namanya sendiri sebagai pendekar sakti.
Malam itu para penjaga perkemahan menjaga dengan
penuh kewaspadaan, akan tetapi juga diam tidak berani
mengeluarkan suara ribut. Para panglima sudah memberi
perintah agar malam itu dipergunakan betul-betul oleh
pasukan untuk beristirahat secukupnya agar besok menjadi segar kembali untuk menghadapi lawan. Karena itulah maka tidak ada penjaga yang bermain kartu, tidak ada yang
bersenda-gurau dan malam menjadi sunyi sekali.
Namun pada pagi harinya, para penjaga menjadi gempar
ketika mereka melihat betapa bendera-bendera itu kini telah lenyap dan di atas tiang bendera yang tengah, yang paling tinggi, tampak sebuah benda kecil bergantung. Dalam
keadaan terjaga keras dan rapat, ada orang dapat
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menyelundup masuk ke dalam perkemahan sudah merupakan
hal aneh. Akan tetapi kalau orang itu dapat mengambil semua bendera lalu meninggalkan sesuatu di puncak tiang tanpa merobohkan tiang-tiang bendera, benar-benar merupakan hal yang amat luar biasa.
Beberapa orang penjaga hendak menurunkan tiang untuk
mengambil benda yang tergantung di atas, akan tetapi
komandan jaga melarangnya. "Jangan sentuh! Biar kita melapor ke dalam agar panglima menyaksikan sendiri hal ini.
Siap saja untuk menerima teguran, mungkin hukuman!"
Dengan muka pucat dan lesu komandan jaga lalu menghadap para panglima yang juga sudah bangun karena mendengar
suara ribut-ribut di luar.
Empat orang panglima yang memimpin barisan itu berlari-
lari keluar. Semalam mereka semua dalam barisan, dari
perajurit sampai panglima, tidak ada yang menanggalkan
pakaian seragam dan selalu berdekatan dengan senjata.
Empat orang panglima itu masih dalam pakaian dinas, hanya muka dan rambut mereka kusut karena begitu bangun tidur mereka berlarian keluar. Mereka berhenti di luar tenda untuk menerima pelaporan komandan jaga yang melapor dengan
suara gemetar, menceritakan betapa keras dan ketat mereka melakukan penjagaan semalam, namun ternyata pagi hari itu semua bendera lenyap dan sebagai gantinya di ujung tiang tengah yang paling tinggi, terdapat sebuah benda kecil
tergantung di atas. Episode 387 Suling Mas Pada saat itu, Kim-mo Taisu dengan tenang juga sudah
datang ke tempat itu. Empat orang panglima itu saling
pandang dengan kening berkerut, lalu memberi perintah untuk mencatat semua perajurit dan komandannya yang bertugas
jaga malam itu untuk dihukum kelak kalau memang mereka
bersalah dan lalai. Setelah itu, bersama Kim-mo Taisu, mereka
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
melangkah keluar. Para perajurit yang tadinya ribut-ribut kini semua terdiam melihat muculnya empat orang panglima.
Keadaan sunyi dan ketika mereka melihat ke atas, empat
orang panglima itu menjadi pucat mukanya.
"Betapa mungkin menyelundup masuk dan melakukan
perbuatan itu!" kata Panglima Phang tertua di antara rekan-rekannya., kemudian menoleh kepada Kim-mo Taisu sambil
berkata, "Agaknya pihak musuh mempergunakan orang sakti untuk mempermainkan kita. Kami kira hanya Taisu yang dapat
menerangkan hal ini."
Diam-diam Kim-mo Taisu menarik napas panjang. Ia suka
kepada kaisar pendiri Kerajaan Sung, maka ia menyambut
permintaan bantuan raja itu dengan hati terbuka. Akan tetapi maklum pula bahwa empat orang panglima ini diam-diam di dalam hati mereka memandang rendah kepadanya. Memang
hal ini pun tidaklah aneh dan ia tidak terlalu menyalahkan panglima-panglima itu, karena sesungguhnya, apakah artinya dia sebagai seorang pendekar silat dalam perang yang begitu besar" Kepandaiannya tidak berarti banyak. Andaikata ia mampu mengamuk dan membunuh puluhan orang lawan,
akan tetapi tidak mungkin ia mengundurkan serbuan ratusan, ribuan, bahkan ratusan ribu orang musuh dengan kepandaian silatnya itu! berbeda dengan panglima ini yang memiliki kepandaian ilmu perang, pandai mengatur barisan dan siasat perang. Sesungguhnya, di tangan mereka inilah letak dasar kemenangan. Andaikata dia disuruh memimpin seratus ribu orang perajurit dan disuruh melawan perang panglima yang pandai yang hanya mempunyai lima puluh ribu orang perajurit belum tentu dia dapat mencapai kemenangan! Ilmunya hanya berguna untuk pertandingan perorangan, namun hampir tidak ada gunanya dalam perang antara ratusan ribu orang itu.
Akan tetapi, kalau ada peristiwa seperti pagi hari ini, barulah ilmu perorangan seperti yang ia miliki dapat
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dipergunakan, bahkan dibutuhkan. Ia menjura dan berkata,
"Phang-ciangkun, permainan itu tidak ada artinya sama sekali.
Anak-anak pun kalau dilatih mampu melakukannya. Biar
kuturunkan benda itu dan kupasang kembali bendera-bendera tanpa menurunkan tiangnya!" Setelah berkata demikian, dengan gerakan sembarangan Kim-mo Taisu menggenggam
sekepal tanah pasir itu ke atas, ke arah ujung tiang. Tiang bendera itu tingginya sepuluh meter lebih dan agaknya bagi orang biasa takkan mungkin menimpuk jatuh benda yang
berada di tempat setinggi itu hanya menggunakan tanah pasir.
Akan tetapi Kim-mo Taisu bukanlah orang biasa! Begitu sinar hitam berkelebat ke atas, benda yang tergantung di puncak tiang itu pun melayang jatuh, disambut sorak sorai para perajurit yang mengagumi kehebatan Kim-mo Taisu.
Phang-ciangkun mengambil benda itu yang ternyata
hanyalah surat bersampul kuning. Ketika ia melihat huruf-huruf yang tertulis di luar sampul ia berseru heran. "Hai i!
Kiranya sebuah surat ditujukan kepada Taisu!"
Dengan hati heran akan tetapi sikapnya tenang, Kim-mo
Taisu menerima sampul kuning itu dan membacanya. Benar
saja. Huruf-huruf indah menghias sampul itu dan ditujukan kepadanya. Ia segera mengeluarkan suratnya dan membaca.
Kiranya terisi surat tantangan dari... Kong Lo Sengjin!
Sungguh hal yang tak tersangka-sangka! Dia mencari-cari Kong Lo Sengjin ke mana-mana, kiranya malah kakek lumpuh itu kini berada di sini dan mengajukan surat tantangan
kepadanya! Tentu saja kalau kakek itu yang datang
menyelundup dan melakukan hal-hal itu, bukanlah sesuatu yang aneh. Hanya anehnya, mengapa kakek itu menurunkan
semua bendera" Bukankah itu merupakan penghinaan bagi
Kerajaan Sung, padahal kakek lumpuh itu dahulu ikut pula membantu para panglima memaksa Cao Kuang Yin menjadi
raja dan memberontak" Mungkin untuk
memamerkan kepandaian saja" Saking girang hatinya akan bertemu dengan kakek yang hendak dimintai pertanggungan jawabnya tentang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pembunuhan terhadap isterinya, tanpa disadarinya Kim-mo Taisu bergelak, lalu berkata,
"Harap diambilkan bendera-bendera baru, biar kupasangkan di tempatnya!" Di dalam hatinya, sama sekali tidak terkandung niatnya untuk memamerkan kepandaian,
melainkan hanya untuk menandingi perbuatan Kong Lo
Sengjin dan disamping itu, juga untuk membesarkan hati
barisan. Bukankah ia ditugaskan menyertai barisan itu untuk melawan pihak musuh kalau menggunakan tenaga orang
sakti" Episode 388 Suling Mas Ketika lima buah bendera itu dibawa keluar oleh petugas dan diterima Panglima Phang lalu diberikan kepadanya, Kim-mo Taisu lalu mengayun tubuhnya ke atas. Memang sepandai-pandainya manusia, tak mungkin ia mampu terbang tanpa
sayap, maka loncatan Kim-mo Taisu pun tidak dapat mencapai puncak tiang yang tingginya belasan meter itu. Namun dengan tangan menyambar tiang, ia dapat menggunakan tenaga
tangannya untuk menekan tiang dan tubuhnya mencelat lagi ke atas. Dengan cara ini akhirnya tubuhnya mencapai ujung tiang, kedua tangannya memasangkan bendera Kerajaan
Sung. Jauh dibawahnya, para perajurit bertepuk-tepuk tangan memuji tiada hentinya. Memang, apa yang dilakukan oleh
Kim-mo Taisu itu adalah pertunjukan hebat yang takkan
mudah dilakukan oleh orang lain. Hanya seorang sakti yang sudah memiliki lwee-kang tinggi saja akan mampu melakukan hal ini.
Selesai mengikatkan bendera di ujung tiang sehingga
bendera itu berkibar tertiup angin pagi, Kim-mo Taisu
menggunakan tenaga loncatan dengan menekan ujung tiang
untuk meloncat ke tiang lain yang lebih rendah. Berturut-turut ia memasangkan bendera-bendera tanda pangkat para
panglima pada empat batang tiang itu dengan cara
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
berloncatan sehingga dalam waktu singkat saja lima helai bendera itu sudah berada di tempatnya, menggantikan
bendera-bendera yang hilang, berkibar megah. Kim-mo Taisu dengan gerak layang yang amat indah dan ringan, meloncat turun dari atas tiang terakhir dan hinggap di atas tanah tanpa menimbulkan sedikit pun suara maupun debu! Kembali sorak-sorai menyambutnya.
"Phang-ciangkun, surat ini adalah surat tantangan dari seorang
musuh besar saya. Terpaksa saya harus meninggalkan Ciangkun sekalian sebentar untuk melayaninya!" Panglima Phang mengerutkan alisnya yang tebal. Sebagai
seorang panglima yang tahu akan banyak siasat perang, ia menaruh curiga. "Maaf, Taisu, kalau Taisu tidak menyeratai kami dan kalau tidak berada dalam kancah perang melawan musuh bangsa Khitan yang terkenal cerdik dan curang,
agaknya tantangan untuk Taisu itu sewajarnya saja dalam dunia persilatan. Akan tetapi dalam keadaan seperti sekarang ini, kami merasa curiga. Jangan-jangan mereka menggunakan siasat memancing naga keluar dari sarang, di satu pihak mereka menggunakan orang-orang pandai untuk mengepung
Taisu, di lain pihak mereka hendak menggunakan saat Taisu tidak berada di sini untuk melakukan penyerbuan besar-besaran!"
Kim-mo Taisu mengagguk-angguk. "Benar sekali kecurigaan Ciangkun, dan memang agaknya begitulah.
Namun, musuhku ini dahulu sama sekali bukan seorang
musuh negara, bahkan sejak dahulu ia musuh orang Khitan pula. Entah mengapa kali ini ia merampasi bendera, agaknya hanya untuk memamerkan kepandaian dan menakut-nakuti
kanak-kanak saja. Betapapun juga, memang dia selama ini kucari-cari, maka saya harus menerima tantangannya. Jangan Ciangkun berkhawatir. Saya ditantang untuk mendatangi
puncak itu di mana dia menanti. Dari puncak saya akan dapat
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
melihat keadaan barisan di sini dan setiap waktu Ciangkun membutuhkan tenagaku, dapat Ciangkun melepas tanda
panah berapi ke udara. Kalau ada tanda itu, berarti saya harus datang, dan saya pasti akan meninggalkan urusan pribadi dan akan kembali ke sini secepatnya! Karena, andaikata orang-orang Khitan mengerahkan barisannya menyerbu, untuk
menghadapi mereka tergantung dari keahlian Ciangkun
berempat mengatur barisan. Tugas saya hanya menghadapi
orang-orang macam yang semalam datang menyelundup ke
sini. Bukankah demikian" Nah, sekarang juga saya pergi!"
Kim-mo Taisu menjura, kemudian berkelebat dan lenyap dari situ. Yang tampak hanya bayangannya saja berkelebat cepat sekali, bahkan ada kalanya melalui atas kepala sekumpulan perajurit yang berdiri menghadang jalan keluar!
Semua orang kagum dan untuk beberapa lamanya mereka
memandang ke arah puncak gunung yang berada tidak jauh
dari tempat perkemahan itu. Betapa kagum hati mereka ketika tak lama kemudian tampak bayangan kecil Kim-mo Taisu
bergerak-gerak lari mendaki puncak!
Episode 389 Suling Mas "Puncak itu tidak berapa jauh, mudah saja kita undang ia kembali atau mengirim pasukan menyusul kalau kita
memerlukan tenaganya," kata Phang-ciangkun kepada teman-temannya. Mereka lalu bersiap-siap menyambut musuh dan
memang tidak terlalu pagi mereka berkemas dan bersiap
karena tak lama kemudian terdengar suara derap kaki
bercampur sorak-sorai dan suara terompet dan tambur orang-orang Khitan! Cepat Phang-ciangkun dan tiga orang temannya naik ke tempat tinggi untuk mempelajari keadaan, kemudian setelah musuh tampak muncul dari depan dan dari kiri. Phang-ciangkun dahulu pernah menjadi pembantu Jenderal Kam Si Ek yang amat pandai, dan dia sudah mempunyai banyak
pengalaman pula menghadapi barisan Khitan sehingga banyak
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ia mengenal siasat-siasat barisan Khitan yang mengandalkan kekuatan atau siasat perang gerilya. Maka Phang-ciangkun tidak hanya mencurahkan perhatian ke arah utara dan barat (depan dan kiri), melainkah menaruh perhatian dan penjagaan pula kepada jurusan lain mencegah dan mematahkan
serangan gelap. Dengan ilmu lari cepatnya, Kim-mo Taisu mendaki puncak
Gunung Tai-hangsan. Setelah tiba di lereng puncak, tampaklah matahari rendah di timur, bulat dan besar berwarna merah seperti bola api yang indah sekali. Sejenak Kim-mo Taisu menunda
langkah kakinya dan memandang penuh kekaguman. Kemudian ia memutar tubuh dan melihat ke
bawah. Tampak barisan Sung yang amat besar jumlahnya itu mulai bergerak dan juga amat megah dan indah tampaknya.
Barisan itu seperti semut, terpisah-pisah dan terbagi menjadi lima bagian, ke empat penjuru dan yang ke lima tinggal di tengah. Barisan darat, barisan kuda, barisan panah, barisan tombak, dan barisan golok panjang serta golok pendek
tampak jelas dari atas karena barisan-barisan itu memakai pakaian seragam yang berbeda-beda. Bendera-bendera
berkibar dan suara penyambutan perang dari bawah yang
amat gemuruh itu dari tempat tinggi ini hanya terdengar gemanya saja, seperti sekumpulan tawon merah. Jauh di
sebelah utara, tampak samar-samar pasukan-pasukan Khitan, ada pula yang bergerak dari balik puncak. Dibandingkan
dengan barisan Sung, pasukan-pasukan Khitan itu tidak berarti jumlahnya dan legalah hati Kim-mo Taisu. Ia percaya akan kemampuan para komandan pasukan Sung, akan keberanian
perajurit-perajuritnya. Dengan hati lega Kim-mo Taisu melanjutkan perjalanannya ke puncak. Sedikitpun ia tidak merasa ragu-ragu atau takut-takut, sesungguhpun ia dapat menduga bahwa Kong Lo
Sengjin yang berwatak aneh dan curang itu mungkin sekali membawa pembantu-pembantu. Tiba-tiba ia terheran ketika dari balik sebatang pohon muncul seorang laki-laki yang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
bersenandung seorang diri, tangan kanannya memegang
sebuah mouw-pit (pena bulu) hitam, tangan kirinya memegang mouw-pit putih. Kiranya ia muncul bukan untuk
menghadangnya, karena ia mundur-mundur, memandang ke
arah batang pohon yang besar itu, maju lagi dan tangan
kirinya bergerak ke depan. "Rettt!" Mouw-pit putih telah membuat coretan pendek pada sehelai kertas putih yang
dibentangkan di batang pohon. Kemudian ia mundur lagi
sampai tiga meter lebih, matanya menyipit, menatap ke


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

depan, kepalanya miring-miring, lalu ia maju lagi menggerakkan mouw-pit hitam di tangan kanan. "Rettt!" lalu ia mundur lagi. Mulutnya yang tadinya bersenandung tidak jelas apa maksudnya, kini bernyanyi, suaranya serak dan suara nyanyian itu tidak enak didengar.
"Biar iblis kalau berhati emas, bukan jahat namanya!
Biar raja kalau berwatak srigala, dia melebihi iblis!
Biar srigala kalau banyak dan mengandalkan pengeroyokan, seekor
harimau pun bisa mengalami bencana ! Karena itu lebih baik lari menjauhkan diri!"
Kim-mo Taisu yang sedang menghadapi urusan penting,
tadinya tidak ingin menunda perjalanannya. Akan tetapi
mendengar nyanyian ini, terutama baris kalimat pertama dan kedua, dia menjadi tertarik. Dia dijuluki Kim-mo Taisu. Guru Besar Iblis Berhati Emas! Sedangkan Kong Lo Sengjin adalah Sin-jiu Couw Pa Ong, seorang raja muda! Jelas bahwa sajak yang dinyanyikan itu bukan hanya kebetulan saja. Apalagi disebut-sebut
tentang srigala-srigala yang hendak mengeroyok, maka sang harimau lebih baik pergi jauh. Tak salah lagi! Orang aneh itu bernyanyi dengan kata-kata
memberi peringatan kepadanya agar jangan melayani
tantangan Couw Pa Ong yang akan mengeroyoknya! Ketika
Kim-mo Taisu mendekat, tampaknya olehnya bahwa laki-laki yang usianya lima puluh tahun lebih, agak pendek dan
matanya lebar itu sedang melukis. Ia memandang ke arah
kertas yang dibentangkan dan menempel batang pohon dan...
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
hampir saja Kim-mo Taisu berseru saking kagumnya. Dia
sendiri adalah seorang sastrawan, tentu saja mengenal seni lukis, bahkan sedikit banyak pandai juga melukis. Bukankah menulis huruf sama dengan seni lukis pula" Apa yang
dilihatnya di atas kertas itu benar-benar sebuah lukisan yang mengagumkan. Coretan-coretannya kuat sekali, kuat dan
hidup. Gambar itu melukiskan empat ekor serigala sedang berkelahi mengeroyok seekor harimau. Biarpun lukisan itu hanya hitam putih, namun hidup sekali. Mata empat ekor
srigala itu seolah-olah hidup dan menyinarkan kelicikan dan kecurangan di samping kebuasan. Mulut mereka seolah-olah tampak hidup mengeluarkan uap amis, dengan air liur
menetes-netes, lidah terjulur keluar, gigi runcing-runcing penuh
ancaman. Juga harimau itu amat indah, membayangkan kegagahan dan keberanian, akan tetapi
keadaannya payah dikeroyok empat ekor srigala yang buas dan berkelahi dengan cara yang curang itu, selalu mengarah kaki belakang sang harimau.
Episode 390 Suling Mas "Lukisanmu indah sekali, Sobat!" Kim-mo Taisu memuji.
Orang itu kelihatan kaget bukan main, kedua mouw-pitnya sampai melayang ke atas dan sekali tangan kanannya
bergerak ia sudah mencabut sebatang pedang yang bersinar terang kekuningan,
tubuhnya melompat ke belakang membalikkan tubuh dan siap dengan pedang di depan dada, ketika sepasang mouw-pit hitam putih itu meluncur turun, tanpa mengalihkan pandang mata ke arah Kim-mo Taisu
dengan tangan kirinya bergerak ke depan dan tahu-tahu
kedua mouw-pit itu sudah terjepit di antara tangan kirinya!
Mereka saling pandang. Kim-mo Taisu maklum bahwa
pelukis aneh ini ternyata memiliki kepandaian yang tinggi pula, maka ia makin kagum dan cepat-cepat ia mengangkat kedua tangan ke depan dada, memberi hormat dan menjura.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Maafkan saya kalau saya mengganggu Saudara yang
sedang enak-enak melukis. Akan tetapi melihat lukisan yang hebat luar biasa ini, dan mendengan nyanyian Saudara, tak mungkin saya lewat begitu saja. Kim-mo Taisu bukanlah
seorang yang tidak tahu akan maksud baik orang lain, juga tidak
buta akan kepandaian melukis yang begini mengagumkan!" Tiba-tiba orang itu tertawa dan mukanya berubah lucu
sekali. Apalagi ketika ia memasang kuda-kuda tadi, pinggulnya lenggak-lenggok seperti orang sedang ber-agogo! Cepat-cepat ia menyimpan pedangnya, lalu balas memberi hormat sambil pecuca-pecucu (mulut digerak-gerakkan meruncing).
"Wah-wah-wah! Akulah yang layak ditampar! Aku yang layak minta maaf karena seperti orang buta saja tidak melihat timbulnya matahari pagi yang demikian indah merajai angkasa raya! Tidak mengenal Kim-mo Taisu yang tersohor sebagai seorang pendekar sakti, terutama baik budi pekertinya. Maaf, maaf !" Ia menghormat lagi lalu berkata, "Aku yang bodoh bernama Gan Siang Kok, akan tetapi anak-anak kecil yang suka melihat gambar-gambarku menyebutku Gan-lopek. Heh-heh-heh, memang aku sudah tua tentu saja suka disebut
lopek (paman tua) ! Mau pura-pura muda saja, rambut sudah beruban gigi sudah tidak lengkap, Heh-heh, hati sih tinggal muda, tapi rambut dan gigi ini tak dapat disangkal
ketuaannya. Ha-ha-ha !"
Kim-mo Taisu tersenyum. Orang ini biarpun aneh,
wataknya terbuka dan mempunyai pandangan luas dan selalu gembira. Agaknya memandang dunia dengan hati terbuka dan dari sudut yang mengandung kelucuan. Memang kalau orang berpemandangan awas dan berhati terbuka, di dunia ini
banyak sekali terdapat hal-hal yang membuat hati menjadi geli, seperti melihat badut-badut berlagak di atas panggung.
Melihat betapa di dalam kehidupan manusia sehari-hari, selalu manusia tunduk kepada kepalsuan yang disebut kebiasaan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
umum! Kekeliruan-kekeliruan dan penyelewengan- penyelewengan yang tidak dianggap salah lagi karena orang banyak, bahkan semua orang melakukannya! Kepalsuan yang kadang-kadang disebut kesopanan, disebut kebiasaan umum, disebut peraturan dan bahkan disebut hukum! Alangkah
lucunya manusia-manusia yang berselimut segala yang baik-baik itu membiarkan diri berlagak seperti badut-badut
berkedok kepalsuan! Tentu saja hal ini tidak akan tampak oleh manusia sesama badut. Hanya orang yang sudah sadar saja yang akan dapat menjadi penonton. Orang-orang yang masih mabok dan belum sadar, mabok keduniaan, akan terseret dan ikut main di atas panggung menjadi badut-badut dan bahkan saling berlomba memperebutkan kejuaraan badut!
"Kalau begitu, biarpun selisih usia kita tidaklah terlalu banyak, aku yang lebih muda akan menyebutmu Gan-lopek
juga." "Heh-heh-heh, itu yang paling baik. Merupakan kehormatan besar sekali mempunyai keponakan seorang berwatak pendeta dan bertubuh pendekar yang harus disebut Taisu (guru besar) oleh Paman tuanya. Ha-ha!"
"Gan-lopek, harap sudahi main-main ini. Tidak perlu kiranya kau berpura-pura lagi bahwa yang kaunyanyikan dan yang
kaulukis ini kebetulan saja menyangkut diriku. Terima kasih atas peringatanmu bahwa di atas sana menanti musuh-musuhku yang berjumlah banyak hendak mengeroyokku. Akan tetapi agaknya kau lupa bahwa seekor harimau tidak pernah mengenal takut. Nah, aku pun tidak takut karena aku berbekal kebenaran. Sekali lagi terima kasih dan selamat berpisah, Gan-lopek!" Setelah memberi hormat
lagi, Kim-mo Taisu melanjutkan perjalanannya.
Gan-lopek melanjutkan corat-coretnya, mulutnya mengomel, "Cari mati...., cari mati...!"
Episode 391 Suling Mas Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ketika kemudian Kim-mo Taisu menengok, ia melihat
betapa Gan-lopek yang aneh dan lucu itu telah mencoret-coret gambarnya sehingga gambar yang indah itu berubah menjadi hitam semua, seperti seorang kanak-kanak yang ngambul dan sengaja merusak lukisan itu untuk melampiaskan kekecewaan dan kemendongkolan. Kim-mo Taisu tersenyum, mengangkat
kedua pundak, lalu melanjutkan perjalanannya mendaki
puncak. Di atas puncak Tai-hang-san itu terdapat bagian yang rata dan ditumbuhi rumput
hijau, cukup luas dan pemandangan dari puncak itu ke bawah amatlah indahnya.
Kim-mo Taisu melihat ke bawah dan tampak pemandangan
luar biasa karena kini "semut-semut" di bawah itu sudah mulai berperang!
Tiba-tiba dari belakang pohon-pohon di sekitar lapangan itu muncul empat orang yang bergerak cepat menghampirinya.
Paling depan ia mengenal Kong Lo Sengjin yang "berjalan" di atas kedua tongkatnya. Akan tetapi alangkah kaget, heran dan juga girangnya ketika melihat bahwa orang ke dua adalah Ban-pi Lo-cia! Tanpa ia cari-cari kini musuh-musuh besarnya telah berkumpul sehingga mudah baginya untuk segera
menyelesaikan perhitungan lama! Dasar seorang yang
berwatak pendekar, Kim-mo Taisu hanya teringat akan
keuntungan perjumpaan ini, sama sekali tidak ingat bahwa Kong Lo Sengjin dan Ban-pi Lo-cia menjadi satu merupakan lawan yang bukan main beratnya, belum lagi ditambah dua orang yang berada di belakang mereka. Adapun dua orang itu juga bukan orang sembarangan, karena yang satu adalah
Pouw-kai-ong, Si Raja Pengemis yang jahat dan licik, memiliki kepandaian yang aneh sekali, sedangkan orang ke dua adalah Lauw Kiat, murid Ban-pi Lo-cia yang tentu saja tinggi ilmunya dan semenjak dahulu mengeroyoknya tentu kini telah
bertambah ilmunya. Akan tetapi Kim-mo Taisu sama sekali tidak merasa gentar.
Memang harus ia akui bahwa bersatunya Kong Lo Sengjin
dengan Ban-pi Lo-cia, merupakan hal yang tidak ia sangka-
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sangka dan memang kedua orang itu ditambah Pouw-kai-ong dan Lauw Kiat merupakan lawan yang berat sekali, jauh lebih berat ketika ia dikeroyok oleh Ban-pi Lo-cia, Pouw-kai-ong, dan Ma Thai Kun dahulu. Namun selama belasan tahun ini pun ilmunya sendiri sudah mendapat kemajuan pesat. Dahulu ia terhitung masih muda, dan kini ia sudah dapat mematangkan ilmu kepandaiannya, sedangkan dua orang lawannya yang
paling pandai, Ban-pi Lo-cia dan Kong Lo Sengjin, sudah terlalu tua sekarang dan karenanya tentu berkurang
tenaganya. "Hemm, siapa duga Sin-jiu Couw Pa Ong yang dahulu
terkenal sebagai seorang patriot sejati, seorang pembela tanah air dan negara sampai mengorbankan kedua kakinya, kini menyeberang kepada musuh dan tidak malu dalam usia tua merubah diri menjadi seorang penghianat yang serendah-rendahnya karena bersekutu dengan orang Khitan !" Kim-mo Taisu menegur karena memang hatinya merasa tertusuk dan marah bukan main menyaksikan paman mendiang isterinya itu bersekutu
dengan Ban-pi Lo-cia. "Berlaku curang, menggunakan orang Hui-to-pang membunuh keponakannya
sendiri dan melemparkan f itnah kepada orang lain adalah biasa, akan tetapi menghianati negara adalah kejahatan yang rendah, yang akan mendatangkan noda yang tak terhapuskan selama tujuh keturunan !"
Marahlah Kong Lo Sengjin mendengar ini. Marah luar biasa sehingga mukanya menjadi pucat, alisnya berdiri dan
rambutnya yang sudah awut-awutan itu seketika seperti
menjadi kaku. Ia melangkah lebar dengan tongkatnya
mendekati Kim-mo Taisu dan memaki dengan bentakan keras.
"Tutup mulutmu! Kwee Seng, kau anak kecil tahu apa tentang perjuangan" Ketika kau belum terlahir aku sudah berjuang membela negara. Sekarang kau berani memberi
kuliah tentang perjuangan kepadaku" Keparat !"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kim-mo Taisu tersenyum mengejek "Justeru karena kau sudah terlalu tua maka engkau menjadi pikun. Sudah layak kalau orang dinilai dari perbuatannya paling akhir. Seribu perbuatan baik akan terhapus oleh sebuah perbuatan buruk.
Seribu perbuatan buruk dapat saja dicuci oleh sebuah
perbuatan baik terakhir. Kong Lo Sengjin, kau sudah tua, mendekati saat kematian, mengapa tidak menyiapkan bekal yang baik malah menumpuk dosa dan kecemaran" Mengapa
tidak mencari jalan terang malah tersesat dalam kegelapan"
Mengapa seorang patriot berubah menjadi penghianat ?"
Episode 392 Suling Mas "Setan neraka !" Kong Lo Sengjin semakin marah. "Aku sudah mengorbankan seluruh keluargaku untuk negara,
bahkan mengorbankan kedua kakiku! Aku memang menyuruh
bunuh isterimu untuk membangkitkan semangatmu agar kau
mengikuti jejakku! Kau yang baru berkorban isteri saja sudah ribut dan hendak membalasku. Jangan kira aku takut. Kini kau menuduhku yang bukan-bukan. Kau anak kecil tahu apa"
Semenjak Kerajaan Tang runtuh, selama setengah abad
rakyat kita ditindas oleh raja-raja lalim. Mula-mula mereka baik, akan tetapi akhirnya sama saja. Keadaan begini harus diakhiri dan bangsa Khitan yang jaya sajalah yang akan dapat membantu merubah keadaan. Dengan bantuan bangsa Khitan, aku akan mendirikan kembali Kerajaan Tang yang megah!
Kau, Kim-mo Taisu, kalau kau mau membantu kami, aku dan sahabat-sahabatku ini akan melupakan segala urusan diantara kita yang sudah lewat, dan mari kita bangun kembali Kerajaan Tang dengan bantuan sahabat-sahabat Khitan. Kelak kau akan menjadi raja muda, karena kau masih terhitung mantu
keponakanku!" Kim-mo Taisu memandang dengan mata terbelalak,
kemudian bertanya, suaranya perlahan dan lirih, "Dan kau...kau menjadi kaisarnya?"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Siapa lagi" Akulah raja muda Kerajaan Tang yang
terakhir!" jawab Kong Lo Sengjin sambil membusungkan dada.
Celaka, pikir Kim-mo Taisu. Kakek ini sudah menjadi gila!
Menjadi Kaisar Kerajaan Tang yang dibangun dengan bantuan bangsa Khitan" Sama saja dengan memasukkan barisan
srigala ke dalam rumah. Apakah kalau seandainya bangsa
Khitan berhasil, mereka mau menyerahkan kekuasaan kepada Kong
Lo Sengjin" Kepada seorang kakek lumpuh" Membayangkan betapa kerajaan dikuasai oleh seorang kaisar lumpuh, Kim-mo Taisu menjadi geli hatinya dan tak
tertahankan lagi ia tertawa tergelak.
"Ha-ha-ha! Kong Lo Sengjin, kiranya engkau sudah menjadi gila! Tak usah kau melamunkan yang bukan-bukan karena
sekarang juga kau harus menebus kematian isteriku dengan nyawamu! Adapun teman-temanmu ini, terutama sekali Ban-pi Lo-cia, juga takkan lepas dari tanganku karena dia harus menebus kematian adik isteriku. Kong Lo Sengjin, tahukah engkau bahwa adik kembar Gin Lin yang bernama Khu Kim Lin tewas karena kekejian dan kebiadaban manusia Khitan ini?"
"Tutup mulut ! Urusan pribadi tidak penting, yang penting urusan negara!" Kong Lo Sengjin sudah menjadi marah sekali dan menerjang Kim-mo Taisu dengan kedua tongkatnya yang bergerak-gerak bergantian secara dahsyat. Tentu saja kakek yang berubah wataknya ini tidak peduli betapa keponakannya mati karena Ban-pi Lo-cia, karena dia sendiripun tega
menyuruh membunuh keponakannnya, isteri Kim-mo Taisu,
hanya untuk kepentingan cita-citanya.
Kim-mo Taisu yang kini sudah siap untuk bertanding, cepat mengelak dengan lompatan tinggi ke kanan. Ketika kakinya kembali menyentuh bumi, tangan kanannya sudah memegang
sebatang pedang, tangan kirinya memegang sebuah kipas.
Memang semenjak ia mengambil keputusan untuk mencari
musuh-musuh besarnya yang terdiri dari orang-orang sakti, dan mengingat akan pengalamannya ketika ia dikeroyok tanpa
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
memegang senjata. Kim-mo Taisu sudah mempersiapkan diri dengan sepasang senjatanya yang lengkap yaitu pedang dan kipas. Begitu lawannya mendesak maju, sekaligus Kim-mo
Taisu menggerakkan pedang dan kipas, pedangnya mainkan
Pat-sian Kiam-hoat dan kipasnya mainkan Lo-hai San-hoat yang merupakan pasangan luar biasa dan hebat. Betapapun saktinya Kong Lo Sengjin menghadapi serbuan sepasang
senjata aneh yang mengeluarkan angin pukulah dahsyat ini, kakek itu terhuyung ke belakang.
Akan tetapi pada saat itu, Ban-pi Lo-cia sudah menerjang maju dengan cambuk hitamnya sambil tertawa, "Ha-ha-ha, Kim-mo Taisu, sekali ini kau takkan dapat lolos dari
cambukku!" Betapa kaget hati kakek Khitan raksasa ini ketika ujung cambuknya menyambar dan dekat dengan tubuh lawan, ujung cambuk itu terpental kembali seakan-akan ada tenaga luar biasa yang menolaknya. Kiranya kebutan kipas di tangan kiri Kim-mo Taisu telah berhasil mendorong kembali ujung cambuk itu. Dari gerakan ini saja dapat dibayangkan betapa hebat tenaga sin-kang Kim-mo Taisu dan diam-diam Ban-pi Lo-cia merasa khawatir. Ia maklum bahwa selama belasan
tahun ini, Kim-mo Taisu telah mendapat kemajuan pesat sekali dan dalam hal tenaga dalam saja ia sudah tidak dapat
menandingi lawannya! Biarpun begitu, kakek raksasa ini tidak takut, apalagi pada saat itu, Pouw-kai-ong dan Lauw Kiat sudah menyerbu maju untuk membantu.
Episode 393 Suling Mas Yang hebat dan tak tersangka-sangka oleh Kim-mo Taisu
adalah Pouw-kai-ong. Begitu Raja Pengemis ini bergerak
menggunakan sebatang tongkat pengemis, terdengar angin
menderu dan serangannya berbahaya sekali. Kiranya Raja
Pengemis yang sebaya dengannya itu, juga telah memperoleh kemajuan hebat. Hanya Lauw Kiat murid Ban-pi Lo-cia sajalah yang merupakan lawan paling lemah di antara empat orang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ini. Namun pengeroyokan mereka cukup berbahaya dan
membuat Kim-mo Taisu harus mengerahkan seluruh tenaga
dan mengeluarkan semua kepandaiannya.
Pertandingan berlangsung dengan amat hebatnya. Betapapun dia dikurung dan tidak diberi kesempatan oleh empat orang pengeroyoknya, namun Kim-mo Taisu kadang-kadang menggunakan kesempatan untuk mengerling ke
bawah puncak, untuk melihat kalau-kalau ia dibutuhkan oleh panglima bala tentara Sung. Di bawah puncak juga terjadi perang hebat antara pasukan-pasukan Khitan melawan bala tentara Sung. Terjadilah penyembelihan manusia besar-besaran oleh kedua fihak. Penyembelihan dan pembuhuhan
kejam tanpa sebab-sebab pribadi, hanya untuk memenuhi
kehendak beberapa gelintir manusia yang ingin melihat cita-citanya terlaksana! Bunuh-membunuh, yang kalah roboh dan harus mati, yang menang tertawa dan hidup. Seolah-olah
yang menang lupa bahwasannya mereka pun hanya menang
untuk sementara saja, menang untuk waktu yang tidak lama, karena maut tentu akan datang menjemput nyawa mereka
untuk menyusul nyawa mereka yang kalah! Pedang dan golok yang memang haus darah, menusuk membacok mencincang
hancur tubuh lawan yang kalah, senang hati menyiksa yang kalah. Seolah-olah mereka ini lupa bahwasanya sebelum maut kelak mencabut nyawa mereka, akan tiba masanya mereka
mengalami suka dan derita sebelum mati, mungkin jauh lebih mengerikan dan lebih sengsara daripada penderitaan mereka yang dicincang dalam perang. Lupa bahwa siksaan dalam
bentuk penyakit sebelum mati kadang kala amat mengerikan dan sengsara.
Dalam mengejar hasrat dan nafsu, manusia lupa bahwa
tidak ada yang menang atau kalah dalam kehidupan manusia.
Yang menang mutlak dan abadi hanya Tuhan. Karena itu,
bahagialah mereka yang mengabdikan diri sebagai hamba
Tuhan, sebagai perajurit Tuhan yang bersenjatakan kasih, yang hanya mengharapkan damai dan tenteram di dunia, tidak
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ada perang, tidak ada bunuh membunuh, tidak ada benci,
tidak ada dendam. Yang ada hanya kasih sayang sesama
hidup, bergembira melihat orang lain bersenang, prihatin dan mengulurkan tangan menolong melihat orang lain bersusah.
Kalau hidup antar manusia sudah seperti itu, hidup antar negara tentu menjadi demikian pula. Tidak ada bentrok politik, tiada perang agama, tiada perbedaan di antara bangsa, penuh kasih, penuh toleransi. Amboi, alangkah nikmat hidup di dunia dalam keadaan seperti itu.
Kim-mo Taisu benar-benar seorang pendekar sakti. Empat
orang lawannya adalah orang-orang luar biasa, ahli-ahli silat yang sudah mencapai tingkat tinggi. Bankan yang dua orang, yaitu Kong Lo Sengjin dan Ban-pi Lo-cia adalah dua orang sakti yang merupakan tokoh-tokoh besar di dunia persilatan.
Namun, sampai sejam lebih mereka bertempur, belum juga
empat orang itu dapat merobohkan Kim-mo Taisu. Betapapun juga, harus diakui bahwa keadaan Kim-mo Taisu amat
berbahaya. Selain empat orang itu lihai juga mereka, terutama Ban-pi Lo-cia dan Kong-lo Sengjin, bertanding penuh
semangat dan kebulatan tekad. Agaknya dua orang kakek itu maklum bahwa kali ini harus ada keputusan terakhir,
mempertaruhkan nyawa untuk menang atau kalah. Hidup atau mati! Karena kenekatan inilah maka Kim-mo Taisu mulai
terdesak. Ia belum mampu melukai seorang di antara empat orang pengeroyoknya yang dapat bekerja sama amat baik dan rapi, saling melindungi dan saling menjaga.
Agaknya Lauw Kiat mulai hilang sabar. Ia bersuit keras dan dari dalam hutan di puncak gunung muncullah dua belas
orang Khitan yang bertubuh tinggi besar. Mereka datang
membawa sebuah jala ikan. Aneh sekali mengapa sebuah jala ikan dibawa oleh dua belas orang. Sebetulnya jala itu bukan sembarang jala, melainkan sebuah alat untuk menangkap
orang sakti. Jala ini terbuat daripada bahan yang kuat sekali, tidak putus oleh sabetan senjata tajam, dan di sebelah
dalamnya terdapat banyak kaitan-kaitan berbentuk pancing
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sehingga sekali seorang tertutup jala, betapapun saktinya, akan sukar baginya untuk lolos karena makin keras ia
bergerak memberontak akan makin banyak pula kaitan-kaitan kecil berbentuk pancing manancap di tubuhnya!
"Bantu kami tangkap dia!" seru Lauw Kiat dalam bahasa Khitan.
Akan tetapi selagi dua belas orang itu mempersiapkan jala dan mengatur kedudukan mereka yang dipersulit oleh adanya pertandingan yang sedemikian cepat gerakannya, tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan. Begitu tiba di situ, bayangan itu tertawa-tawa dan menyerang dua belas orang tinggi besar itu secara kalang-kabut. Dari sudut matanya Kim-mo Taisu


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat bahwa yang datang menyerang dua belas orang
penebar jala itu bukan lain adalah Gan-lopek si pelukis tadi!
Episode 394 Suling Mas Benar saja dugaan Kim-mo Taisu ketika bertemu dengan
kakek pelukis ini tadi. Tidak hanya pandai melukis dan
melawak, Gan-lopek ini ternyata lihai pula ilmu silatnya.
Setidaknya terlalu lihai untuk dua belas orang tinggi besar yang hanya pandai bermain dengan jala itu. Mereka itu adalah orang-orang Khitan yang biasa menjala ikan, biasa pula
mereka menangkap anjing laut dengan jala. Tentang ilmu
silat, mereka hanya tahu sedikit-sedikit, walaupun bertenaga besar.
Karena penyerbuan Gan-lopek ini tak tersangka-sangka,
dua belas orang itu tidak sempat mempergunakan jala
mereka, maka mereka mencabut golok besar dan menerjang
kakek yang tertawa-tawa itu. Kiranya Gan-lopek hanya
melayani mereka dengan sepasang mouw-pitnya. Pedangnya
masih tergantung di pinggang, sama sekali tidak ia
pergunakan. Akan tetapi sepasang mouw-pitnya hebat. Ketika tubuhnya berkelebatan dengan pinggul megal-megol seperti orang menari agogo, kedua tangannya bergerak cepat,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
terdengar teriakan-teriakan marah. Sebentar saja enam orang tinggi besar sudah tidak bisa berkelahi lagi karena mereka menggunakan kedua tangan mereka yang menjadi gelap
karena dicoret-coret oleh sepasang mouw-pit sehingga muka mereka itu coreng-moreng dengan warna hitam dan putih
sedangkan mata mereka penuh tinta! Kemudian mereka roboh seorang demi seorang tertotok gagang mouw-pit.
Sayang Gan-lopek orangnya suka bergurau. Kalau saja ia
cepat-cepat merobohkan dua belas orang itu tanpa bergurau seperti itu, agaknya ia masih akan sempat membantu Kim-mo Taisu yang terdesak hebat. Ketika Gan-lopek sedang enak-enaknya membabati roboh dua belas orang tinggi besar itu seperti orang membabat rumput saja, tiba-tiba ia merasa angin menyambar hebat dan dahsyat dari belakangnya,
didahului suara Kim-mo Taisu, "Gan-lopek, awas!"
Gan-lopek terkejut, cepat menggerakkan kedua tangan ke
belakang, menangkis dengan sepasang mouw-pitnya. Akan
tetapi terdengar suara keras, sepasang mouw-pitnya patah dan pundak kanannya kena hantam ujung cambuk di tangan
Ban-pi Lo-cia yang telah menyerang Gan-lopek ketika melihat Gan-lopek merobohkan dua belas orang tukang jala.
"Aduuhh...!" Gan-lopek roboh terguling dan terus ia menggulingkan
tubuhnya untuk menghindari serangan susulan. Sambil bergulingan Gan-lopek muntahkan darah
segar, tanda bahwa hantaman pada pundaknya tadi telah
mengakibatkan luka berat di sebelah dalam tubuhnya. Akan tetapi cambuk hitam itu bagaikan tangan maut terus
mengejarnya untuk memberi pukulan maut terakhir.
Melihat keadaan ini, Kim-mo Taisu berseru keras,
pedangnya bergerak menjadi sinar panjang ke depan,
membuat para pengeroyoknya kaget dan mundur. Kesempatan ini ia pergunakan untuk menggerakkan tubuhnya, meloncat dan melayang ke arah Ban-pi Lo-cia sambil mengirim tusukan dengan pedang ke arah punggung kakek raksasa itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ban-pi Lo-cia tengah mendesak Gan-lopek yang bergulingan. Mendengar angin serangan dari belakang,
raksasa Khitan itu cepat membalikkan tubuh sambil mengayun Lui-kong-pian, yaitu cambuk hitamnya yang ampuh itu. Kim-mo Taisu sudah menduga akah hal ini, cepat menggerakkan kipasnya ketika kakinya sudah turun di atas tanah sambil mengerahkan sin-kang, mencipta tenaga melekat. Begitu
bertemu kipas, cambuk Lui-kong-pian itu tak dapat terlepas dari kipas dan pada saat itu pedang Kim-mo Taisu datang menusuk dada. Ban-pi Lo-cia cepat mengerahkan tenaga Hek-see-ciang di tangan kirinya, menghantam ke arah lambung Kim-mo Taisu tanpa mempedulikan tusukan pedang. Dalam
keadaan berbahaya itu, kakek raksasa ini agaknya ingin
mengadu nyawa, mengajak mati bersama. Namun Kim-mo
Taisu tidak sudi menerima ajakan ini, pedangnya yang
menusuk otomatis bergerak membabat ke bawah.
"Crakkk!?" Buntunglah lengan kiri Ban-pi Lo-cia sebatas bawah siku. Darah menyemprot akan tetapi sedikitpun tidak terdengan keluhan Ban-pi Lo-cia, bahkan kakek itu tertawa bergelak dan cambuknya yang kini
sudah terlepas, menyambar pula. Kim-mo Taisu melihat sambaran cambuk
ditambah serangan dari belakang tentu dari seorang di antara para pengeroyok,
cepat merebahkan diri ke bawah,
bergulingan dan melihat kesempatan baik, ia meloncat ke atas dan mengerjakan pedangnya yang tak dapat dielakkan lagi oleh Ban-pi Lo-cia yang sudah terhuyung-huyung. Pedang
menancap di perutnya yang gendut. Kim-mo Taisu menyontek pedang ke atas lalu meloncat sambil mencabut pedang. Ban-pi Lo-cia makin keras tertawa bergelak, akan tetapi kini ia tertawa sambil memandang ususnya yang keluar dari lubang besar di perut, dipegangnya usus itu dengan kedua
tangannya. Akan tetapi ia terhuyung lalu roboh berkelojotan.
Episode 395 Suling Mas Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Hasil menewaskan seorang musuh besar ini bukan didapat
dengan mudah begitu saja oleh Kim-mo Taisu. Tanpa
pencurahan tenaga dan perhatian yang menyeluruh dalam
serangan ini, tidak mungkin ia akan mampu merobohkan
seorang sakti seperti Ban-pi Lo-cia. Dan karena pencurahan perhatian yang menyeluruh inilah, maka Kim-mo Taisu
menebus dengan pengorbanan dirinya. Ketika Kim-mo Taisu bergulingan ke bawah tadi, dari belakang telah menyambar serangan hebat yang datang dari pukulan tongkat Pouw-kai-ong. Dengan gerakan berguling ia berhasil menghindarkan ancaman tongkat Pouw-kai-ong, bahkan berhasil menusuk dan menewaskan Ban-pi Lo-cia. Namun selagi ia menusuk dan
menyontekkan pedangnya ke atas lalu dicabut dan siap
meloncat mundur, tiba-tiba datang pukulan yang hebat dari arah kiri sedangkan dari arah kanannya menyambar tongkat Pouw-kai-ong, dari belakang juga ia ditusuk oleh tongkat di tangan Lauw Kiat, murid Ban-pi Lo-cia yang marah sekali melihat suhunya tewas.
Pada saat itu, Kim-mo Taisu baru saja meloncat,
kedudukan kedua kakinya masih belum menginjak tanah
dengan kuat. Terpaksa ia menggerakkan tubuh miring
sehingga ia dapat menangkis tongkat Lauw Kiat denga pedang dan menyampok tongkat Pouw-kai-ong dengan kipas.
Maksudnya hendak melanjutkan tangkisan pedangnya itu
terus ke kanan membabat pukulan yang anginnya dahsyat dan membuntungkan lengan Kong Lo Sengjin. Namun terlambat.
Kiranya Kong Lo Sengjin tidak memukul ke arah yang tadi, melainkan mengirim pukulan jarak jauh ke arah punggung.
Kim-mo Taisu yang sedang menangkis dua tongkat itu tak
sempat lagi mengelak. Punggungnya terkena pukulan jarak jauh dan ia terguling! Sebagai seorang ahli silat yang tinggi ilmunya, pukulan jarak jauh itu hanya mampu membuat ia
terguling saja. Cepat ia terus menggelinding sambil
menggerakkan pedang dan kipasnya menjaga diri. Akan tetapi
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ketika ia meloncat berdiri, tubuhnya terhuyung-huyung dan ia merasa punggungnya sakit dan kaku!
Inilah hebatnya Kong Lo Sengjin dan ini pula yang
menyebabkan ia dahulu dijuluki Sin-jiu (Kepalan Sakti). Kakek ini memiliki ilmu pukulan tangan kosong yang ampuh. Orang-orang yang kepandaiannya rendah, sekali terkena sambaran angin pukulannya akan roboh dan tewas seketika. Kim-mo
Taisu memang kuat dan bukanlah seorang lawan berilmu
rendah. Akan tetapi tadi ia sedang menangkis dan ternyata kakek lumpuh itu telah mengirim pukulan tepat pada saat ia menangkis dan dengan tepat pula memilih bagian yang pada saat itu "kosong". Tadi Kim-mo Taisu menangkis dengan pengerahan tenaga sin-kang karena maklum bahwa kedua
tongkat itu digerakkan oleh dua lawan yang lihai. Oleh karena inilah maka tentu saja tenaga sin-kangnya dipergunakan dan disalurkan
ke dalam kedua lengan sehingga bagian
punggungnya yang amat kuat itu menjadi kosong dan lemah.
Kim-mo Taisu terkejut, maklum bahwa ia telah menderita
luka berat. Ia memuntahkan darah hidup, akan tetapi segera dapat mengatur pernapasan dan serangan berikutnya dari
ketiga orang itu dapat ia hadapi lagi dengan gerakan yang cukup kuat dan cepat. Memang hebat kekuatan Kim-mo Taisu, kuat dan ulet berani dan pantang mundur.
"Taisu, mari lari...!" Dengan suara lemah Gan-lopek yang sudah terluka pun itu mengajak. Gan-lopek terluka hebat oleh pukulan ujung cambuk Ban-pi Lo-cia, dan tak mungkin kuat lagi menghadapi lawan-lawan yang tangguh itu, maka ia
mengajak Kim-mo Taisu melarikan diri. Ia melompat pergi dari tempat itu. Akan tetapi Kim-mo Taisu tidak mau melarikan diri.
Ia melawan terus dengan nekat sungguhpun punggungnya
terasa makin sakit. Gan-lopek berlari pergi sambil menarik napas panjang.
Tentu saja ia tidak bisa nekat seperti Kim-mo Taisu. Dia adalah orang luar yang tidak tahu-menahu tentang urusan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mereka. Kalau tadi ia turun tangan membantu Kim-mo Taisu adalah karena ia melihat dua belas orang Khitan itu hendak menggunakan jala yang ia kenal dan tahu amat berbahaya itu.
Pula ia memang merasa simpati dan suka kepada Kim-mo
Taisu yang namanya terkenal harum. Ia sudah turun tangan menolong Kim-mo Taisu dengan jalan merobohkan dua belas orang tukang jala. Dan ia pun baru saja tertolong oleh Kim-mo Taisu dari ancaman maut di tangan Ban-pi Lo-cia. Sudah
impas. Akan tetapi dia sudah terluka dan tak mungkin nekat memberikan nyawanya tanpa sebab. Kim-mo Taisu boleh
nekat, mungkin mempunyai alasan yang kuat untuk tidak
melarikan diri. Memang wawasan Gan-lopek itu benar. Andaikata Kim-mo
Taisu tidak berhadapan dengan Kong Lo Sengjin, agaknya ia pun akan
melarikan diri. Lawan juga menggunakan kecurangan dengan mengeroyok,
maka melarikan diri bukanlah hal yang memalukan. Akan tetapi sekarang ia
berhadapan dengan Kong Lo Sengjin. Semua perhitungan
harus diselesaikan saat itu juga.
Pertandingan antara Kim-mo Taisu dikeroyok tiga orang
lawannya masih berjalan seru. Biarpun Kim-mo Taisu telah terluka berat, akan tetapi pihak pengeroyok juga telah
kehilangan Ban-pi Lo-cia. Kini Kim-mo Taisu hanya dapat membatasi diri dengan bertahan karena kalau ia terlalu
banyak menghamburkan tenaga untuk menyerang, tentu
keadaannya akan makin payah dan berbahaya. Pada saat
lawan menyerang saja ia mengandalkan kegesitannya
mengelak sambil balas menyerang dan dengan cara ini ia
dapat menghemat tenaganya. Ia sudah bertekad bahwa
biarpun akhirnya ia kalah dan tewas, ia harus dapat
merobohkan Kong Lo Sengjin lebih dahulu!
Episode 396 Suling Mas Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pada saat yang amat berbahaya bagi Kim-mo Taisu itu,
tiba-tiba muncul ah Bu Song dan sepasukan tentara. Melihat suhunya dikeroyok dan keadaannya payah, Bu Song
mengeluarkan suara melengking tinggi dan mendahului
pasukan itu meloncat ke depan. Munculnya Bu Song
mengagetkan tiga orang yang mengeroyok. Kim-mo Taisu
seorang diri saja sudah cukup berat dan sukar dirobohkan, apa lagi datang bala bantuan belasan orang banyaknya!
Mereka terdiri dari orang-orang yang licik dan curang, maka begitu melihat pihak mereka terancam, tanpa dikomando lagi mereka lalu melompat pergi dan Luw Kiat yang pergi lebih dulu menyambar jenazah gurunya.
Bu Song cepat menghampiri suhunya yang berdiri
terhuyung-huyung. "Suhu...!" tegurnya penuh khawatir.
Kim-mo Taisu menggeleng kepala. "Tidak apa-apa. Dari mana kau" Mengapa ke sini?"
"Teecu baru saja datang. Dari kota raja mendengar akan keberangkatan Suhu bersama barisan. Teecu menyusul dan
hendak membantu. Di lereng gunung barisan kita telah
berhasil memukul mundur musuh dan kini sedang mengadakan pengejaran. Phang-ciangkun yang melihat Suhu belum juga kembali, menyuruh teecu menyusul ke sini dengan pasukan pengawal. Apakah Suhu terluka?"
Biarpun mukanya pucat dan punggungnya nyeri, Kim-mo
Taisu masih sanggup melakukan perjalanan cepat bersama
muridnya, mendahului pasukan turun dari puncak. Akan tetapi begitu tiba di perkemahan, pendekar ini kembali muntahkan darah segar dan roboh pingsan. Bu Song menyambar tubuh
suhunya, memondongnya ke dalam perkemahan dan
membaringkannya, lalu merawatnya.
Setelah siuman Kim-mo Taisu berkata, "Kong Lo Sengjin hebat sekali pukulannya. Akan tetapi tidak cukup hebat untuk merenggut
nyawaku. Bu Song, kau cepat ceritakan Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pengalamanmu. Berhasilkah?" Setelah bertanya demikian, Kim-mo Taisu lalu duduk bersila dan mengatur napas.
Bu Song yang maklum bahwa suhunya perlu mengaso dan
memulihkan kesehatannya, segera menuturkan pengalamannya di Pek-coa-to dan perjumpaannya dengan Bu Tek Lojin. Perjalanannya berhasil baik dan merupakan berita menyenangkan, maka ia berani bercerita kepada suhunya.
Benar saja, biarpun matanya dipejamkan, wajah Kim-mo
Taisu berseri-seri mendengar penuturan muridnya. Ia masih mengatur
napasnya, panjang-panjang, menarik napas sehingga dadanya mekar dan perutnya mengempis, ditahannya lama-lama baru dikeluarkan seenaknya. Begitu terus menerus. Kemudian ia membuka kedua matanya,
memandang muridnya. "Keluarkan suling itu " katanya lirih. Dengan hati bangga dan girang dapat menyenangkan hati suhunya, Bu Song
mengeluarkan suling emas dari balik jubahnya, menyerahkan suling itu kepada suhunya. Akan tetapi Kim-mo Taisu tidak memgang suling itu, hanya memandang dan berkata,
"Memang betul ini suling emas, hadiah Bu Kek Siansu kepada sastrawan Ciu Bun. Apakah sudah kaupelajari cara meniupnya untuk mengiringi sajak dalam kitab?"
"Sudah, Suhu." "Coba kau mainkan suling itu dalam gerakan Pat-sian Kiamhoat."
Bu Song melangkah mundur, lalu menggerakkan suling
melakukan jurus-jurus Pat-sian Kiam-hoat. Baru tiga jurus suhunya sudah berkata, "Cukup! Kau sungguh bernasib baik sekali, muridku. Sekarang aku tidak khawatir lagi. Dengan bantuan Bu Tek Lojin, kau sudah melampaui gurumu...."
"Ah, mana bisa begitu, Suhu" Murid yang bodoh..." Kim-mo Taisu tertawa dan bertanya memotong kata-kata muridnya,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Coba ceritakan bagaimana keadaan perang ketika kau tiba di sini."
Ternyata ketika Bu Song tiba di medan perang yang terjadi di sekitar Pegunungan Tai-hang-san, pasukan-pasukan Sung berhasil menguasai keadaan dan memberi hajaran kepada
pasukan-pasukan Khitan yang jumlahnya jauh kalah banyak.
Girang hati Bu Song melihat keadaan ini dan di sepanjang jalan, sambil bertanya-tanya kepada para perajurit tentang suhunya, Kim-mo Taisu, ia membuka jalan darah dan
merobohkan setiap musuh yang hendak menghalangi
jalannya. Akhirnya ia tiba di perkemahan besar itu dan pada saat itu, sedang terjadi penyerbuan hebat di perkemahan.
Keadaan kacau balau dan perang terjadi dengan hebatnya.
Keadaan para panglima terancam karena pihak musuh muncul seorang yang luar biasa sekali. Orang itu pakaiannya seba hitam, mukanya tertutup kedok tengkorak mengerikan,
senjatanya sebuah sabit dan sepak-terjangnya pun menyeramkan. Gerakannya cepat dan tenaganya mujijat
sehingga setiap orang perajurit yang berani menentangnya tentu roboh dengan tubuh terpotong menjadi dua! Akan
tetapi, para perajurit pengawal itu adalah perajurit-perajurit pilihan yang tidak takut mati. Untuk menyelamatkan para komandannya dari ancaman manusia iblis ini, puluhan orang perajurit mengurung iblis itu. Biarpun banyak sekali perajurit yang roboh malang melintang dan tewas di tangan manusia iblis ini, namun Sang Manusia Iblis tidak mampu menerobos ke dalam tenda besar untuk membunuh empat orang
panglima. Pada saat itulah Bu Song tiba di tempat itu. Melihat
keadaan ini, ia menjadi marah dan sekali melompat, ia telah melompati pagar manusia yang mengeroyok manusia iblis,
tiba di depan iblis itu lalu menerjang dengan suling emasnya yang ia tahu adalah senjata yang ampuh sekali. Si Manusia Iblis itu tadi mengaku berjuluk Hek-giam-lo (Maut Hitam), kini berseru kaget karena hampir saja lehernya kena hantaman
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
suling yang mengeluarkan sinar kuning. Ia cepat mengayun sabitnya yang tajam, ke arah pinggang Bu Song, akan tetapi dengan mudah Bu Song menangkis dengan sulingnya.
Terdengar suara nyaring dan bunga api berpijar menyilaukan mata ketika kedua senjata itu bertemu. Akan tetapi Hek-giam-lo memekik kesakitan, hampir saja sabitnya terlepas dari pegangan.
Melihat betapa orang muda di depannya ini luar biasa
kepandaiannya, Hek-giam-lo merasa khawatir, apalagi para perajurit pengawal yang nekat dan gagah berani itu masih mengepung. Ia mengeluarkan pekik aneh dan tubuhnya
mencelat jauh, sabitnya diputar sehingga para pengawal
terpaksa mundur. Kesempatan itu dipergunakan oleh Hek-
giam-lo untuk melarikan diri!
Setelah Hek-giam-lo lari, penyerbuan itu dengan mudah
dan cepat dapat dibasmi habis. Selebihnya melarikan diri ke empat penjuru mencari selamat memasuki hutan-hutan di
lereng gunung. "Demikianlah, Suhu. Karena musuh telah dapat diusir mundur, para ciangkun memimpin barisan melakukan
pengejaran ke utara dan teecu disuruh menyusul Suhu
bersama sepasukan pengawal tadi," Bu Song mengakhiri ceritanya.
Kim-mo Taisu mengangguk-angguk, senang hatinya.
Kemudian ia lalu mengerutkan keningnya lalu bertanya, "Kau bilang tadi bahwa sastrawan tua Ciu Bun dan kakek sakti Bu Tek Lojin bersikap aneh sekali setelah mendengar perpaduan suara antara sajak dalam kitab dan suara suling" Coba
jelaskan lagi, karena hal itu amat menarik."
Episode 397 Suling Mas Bu Song mengulang ceritanya tentang sikap Ciu Bun yang


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aneh setelah mendengar sajak terakhir dan iringan suara
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
suling, kemudian betapa Bu Tek Lojin bersikap lebih aneh lagi.
Dengan penuh perhatian Kim-mo Taisu mendengarkan,
kemudian tiba-tiba ia berkata,
"Bagaimana bunyi sajak terakhir itu ?" Bu Song lalu membaca sajak dengan suara bernada tinggi rendah, jelas dan berirama. Gurunya mendengarkan dan sekali saja mendengar, sebagai seorang sastrawan, Kim-mo Taisu sudah hafal. Ia menarik napas panjang dan berkata, "Sajak yang baik dan mengandung kebenaran mutlak, namun terlalu tinggi untuk otak dan terlalu dalam untuk diselami pengertian. Hanya dapat diterima oleh rasa dan getaran. Akan kunyanyikan, coba kau iringi dengan tiupan suling, Bu Song muridku!" Tiba-tiba Kim-mo
Taisu yang tadinya menanggung nyeri di punggungnya tampak bergembira dan wajahnya berseri.
Diam-diam Bu Song merasa khawatir. Dua orang tokoh
golongan sastera dan silat bersikap aneh sekali mendengar perpaduan itu. Jangan-jangan suhunya juga akan bersikap aneh seperti mereka! Maka ia menjadi ragu-ragu. Siapa tahu perpaduan suara itu mengandung sesuatu yang mujijat dan jahat!
"Jangan kau khawatir, Bu Song. Ciu Bun kegirangan seperti gila karena ia memang mencari dan mengharapkan sesuatu
sehingga ketika mendapatkannya ia menjadi girang luar biasa.
Bu Tek Lojin terlalu banyak melakukan hal-hal yang membuat ia merasa menyesal, mungkin karena sesalnya ia bersikap sedih seperti orang gila pula. Aku tidak mengharapkan
sesuatu, juga tidak menyesalkan sesuatu, maka tidak akan apa-apa kecuali mendapatkan penjernihan batin. Mulailah!"
Setelah berkata demikian, sambil duduk bersila dengan
tulang punggung lurus, Kim-mo Taisu bernyanyi seperti Bu Song tadi, suaranya merdu dan nyaring.
"ADA muncul dari TIADA, betapa mungkin mencari sumber TIADA" Mengapa cari ujung sebuah mangkok" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Mengapa cari titik awal akhir sebuah bola" Akhirnya semua itu kosong hampa, sesungguhnya tidak ada apa-apa!"
Sampai tiga kali Kim-mo Taisu mengulang nyanyian ini,
di ringi suara suling Bu Song yang merayu-rayu. Kemudian ia diam dan keadaan menjadi sunyi, sunyi hening dan gaib. Kim-mo Taisu memejamkan matanya. Dua butir air mata
menempel di atas pipi. Napasnya tenang dan wajahnya
tersenyum, seperti orang yang merasa puas dan lega. Tadinya Bu Song kaget melihat dua butir air mata, akan tetapi hatinya lega melihat wajah yang tenang tenteram itu.
"Bu Song, dengarlah baik-baik," katanya, suaranya lirih sehingga Bu Song mendekat dan duduk bersila di atas lantai, di bawah gurunya. "Ada muncul dari tiada, akan tetapi tiada itu sendiri adalah suatu keadaan, karenanya, tiada juga muncul dari ada. Maka jangan salah duga, muridku, dan
jangan salah laku. Mencari sesuatu dalam arti kata mengejar-ngejar, berarti mencari kekosongan. Segala sesuatu tercipta atau terjadi karena dua kekuatan Im dan Yang di alam
semesta ini, yang saling tolak, saling tarik, saling isi-mengisi.
Segala sesuatu yang ada dan yang tidak ada dalam pengertian manusia, terjadi oleh Im Yang ini, kemudian segala sesuatu di alam semesta ini saling berkait, saling mempengaruhi
sehingga tidak mungkin lagi dipisah-pisahkan. Tidak ada yang paling penting dan tidak ada yang paling tidak penting, tidak ada yang paling tinggi ataupun paling rendah. Semua itu tali-temali dan kait-mengkait, seperti hukum Ngo-heng (Lima
Anasir), Kayu, Api, Tanah, Logam, Air, saling mempengaruhi, saling membasmi juga saling menghidupkan, karenanya
berputar dan terus berputar merupakan bibir mangkok. Tidak ada ujungnya dan tidak ada pangkalnya, tiada awal tiada akhir, sekali saja terganggu akan menjadi rusak sebentar dan mengakibatkan kekacauan, menjatuhkan korban, baru dapat pulih kembali, kait-mengait, berputar-putar. Semua sudah sewajarnya dan sudah semestinya begitu, jadi tidak perlu
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
dianehkan atau diherankan lagi. Semua itu kosong, lahirmu, hidupmu, sepak terjangmu, susahmu, senangmu, matimu.
Semua itu kosong dan hampa belaka karena memang sudah
semestinya begitu, sudah wajar, sehingga pengorbanan
perasaan dan pikiran itu sia-sia dan kosong belaka. Karena sesungguhnya yang disusah-senangi, ditawa-tangisi manusia, itu bukan apa-apa. Kosong hampa dan sesungguhnya tidak
ada apa-apa! Mengertikah engkau, Bu Song?"
Episode 398 Suling Mas Dengan terus terang Bu Song menjawab, "Terlalu dalam untuk teecu, Suhu. Teecu kurang mengerti."
Kim-mo Taisu tersenyum dan membuka matanya. Sepasang matanya memancarkan sinar aneh dan tajam sekali, bening dan penuh pengertian. "Tidak aneh, Bu Song. Memang kau masih terlalu muda untuk mudah menangkap semua itu, sungguhpun engkau sudah banyak dijadikan permainan
perasaan dan jasmanimu sendiri. Nah, contohnya begini.
Seorang ibu kematian anaknya yang terkasih. Apakah yang aneh dalam peristiwa ini" Tidak aneh. Anak itu terlahir, tentu saja bisa mati karena sakit atau karena sebab lain. Jadi tidak aneh, dan sewajarnyalah kalau seseorang yang dilahirkan itu akan mati, cepat atau lambat. Kuulangi lagi. Seorang ibu kematian anaknya yang terkasih. Peristiwa wajar, bukan"
Kejadian itu wajar, semestinya, tidak ada sifat suka maupun duka. Sang ibu berduka, menangis dan tersiksa hatinya,
merana dan merasa sengsara. Inilah yang tidak wajar!"
Bu Song kaget, terheran, jelas membayang di wajahnya.
"Mengapa kukatakan tidak wajar" Memang, karena semua ibu bersikap demikian, bagi umum hal ini adalah wajar. Namun bagi hukum alam tidaklah wajar karena tidak ada kaitannya sama sekali antara dua peristiwa itu. Disusah-senangi, atau ditawa-tangisi, peristiwa kematian itu tidaklah berubah karena tidak ada pertaliannya! Sang ibu berduka sampai jatuh sakit
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
paru-parunya. Nah, ini wajar, karena duka itu ada
hubungannya dengan paru-paru, keduanya termasuk kekuasaan Im. Karena hukum kait-mengait, tali-temali inilah maka timbul bermacam peristiwa di dunia ini, semua wajar dan semestinya. Yang tidak semestinya, yang tidak wajar, mendatangkan kekacauan dan karenanya menimbulkan hal-hal lain sehingga meluas sampai menimbulkan perang,
menjadikan wabah penyakit, menimbulkan bencana alam dan lain-lain karena perputarannya tidak selaras. Maka, kalau semua manusia dapat menempatkan diri masing-masing
selaras dengan kehendak alam, kalau manusia dapat
menyesuaikan diri dengan segala apa yang dihadapinya,
menyesuaikan diri dengan segala apa yang diperbuatnya,
dengan kehendak alam, maka kekuatan Im dan Yang akan
berimbang, perputaran Ngo-heng akan sempurna, dunia akan tenteram dan aman."
Sampai lama keadaan menjadi hening. Akhirnya Bu Song
berkata, "Maafkan teecu, Suhu. Teecu yang masih bodoh hanya dapat menangkap secara samar-samar saja. Namun,
menurut pendapat teecu, justeru menyesuaikan diri dengan kehendak alam itulah yang hanya mudah dibayangkan sukar dilaksanakan. Manusia sudah terlanjur menganggap wajar dan benar akan sesuatu yang sudah dilakukan dan dibenarkan
banyak orang, sudah menjadi kebiasaan umum! Daun telinga wanita menurut kehendak alam tidak ada lubangnya, akan
tetapi oleh manusia dilubangi untuk tempat perhiasan telinga.
Ini sudah wajar dan benar menurut pendapat umum sehingga kalau ada wanita yang daun telinganya tidak dilubangi, dia ditertawai dan dianggap menyeleweng dari kebenaran umum.
Pula, manusia terikat oleh wajib, terikat oleh hal-hal yang menyangkut kemanusiaan. Betapa dapat melepaskan diri
daripada kemanusiaan, Suhu" Manusia dikurniai akal budi untuk dipergunakan. Maaf kalau kata-kata teecu keliru."
"Tidak, kau tidak keliru. Memang semua ucapanku tadi hanya dapat diterima oleh getaran perasaan. Memang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
manusia mempunyai wajib, yaitu wajib ikhtiar. Dan kau
memang betul bahwa sukar bagi kita untuk melepaskan diri daripada kemanusiaan. Kalau tidak, tentu kita akan dicap sebagai seorang gila karena menyeleweng daripada kebiasaan umum. Kurasa cukuplah Bu Song, kelak kau akan mengerti
sendiri. Kalau kau sudah hafal akan isi kitab itu, kau pelajari dan selami baik-baik. Nah, tinggalkan aku, aku hendak
mengaso dan memulihkan tenagaku."
Episode 399 Suling Mas Bu Song keluar dari tenda suhunya. Di luar sunyi karena barisan sudah meninggalkan tempat itu. Hanya belasan orang pengawal tadi masih berjaga di situ, di depan satu-satunya tenda yang sengaja ditinggalkan untuk Kim-mo Taisu. Bu Song lalu menyuruh belasan orang pengawal itu menyusul barisan mereka, melapor kepada Phang-ciangkun bahwa Kim-mo
Taisu selamat dan kini sedang beristirahat di situ, Enam belas orang pengawal itu memberi hormat lalu meninggalkan lereng untuk menyusul induk pasukan dan bergabung dengan teman-temannya. Kemudian Bu Song mengaso pula, dibagian
belakang tenda. Lewat tengah hari, Bu Song mendengar suara ribut-ribut di depan tenda. Baru saja ia tadi hening dalam samadhinya
sehingga ia tidak memperhatikan apa yang terjadi disekitarnya. Karena terganggu samadhinya,
Bu Song melompat bangun dan lari ke depan. Kiranya suhunya sudah berdiri di depan tenda dan berhadapan dengan Kong Lo
Sengjin, Pouw-kai-ong, Luw Kiat dan Hek-giam-lo si manusia berkedok tengkorak seperti iblis!
"Hemm, Kong Lo Sengjin! Kau merasa penasaran melihat aku masih hidup dan datang lagi hendak melihat aku mati"
Baik, kau majulah dan mari kita selesaikan urusan kita agar lekas beres!" Kim-mo Taisu sudah siap dengan sikap tenang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sekali, bahkan pedang di punggung dan kipas di pinggang belum ia ambil.
Sikap yang penuh ketenangan dan suara yang sama sekali
tidak mengandung nada permusuhan itu agaknya membuat
empat orang itu terpukul hati nuraninya.
"Kwee Seng! Kau selalu membawa maumu sendiri, tidak mau menurut kehendakku. Karena itu engkau harus mati,
kalau tidak tentu kau hanya akan merintangi usaha kami!"
kata Kong Lo Sengjin. "Kau harus menebus kematian Suhu!" bentak Lauw Kiat sambil menggerakkan tongkatnya.
"Ha-ha, Kim-mo Taisu. Ingatkah akan penghinaan-
penghinaanmu belasan tahun yang lalu" Sekarang harus kau tebus!" kata Pouw-kai-ong. Hanya Hek-giam-lo yang diam saja, dan diam-diam Kim-mo Taisu menduga-duga siapa
gerangan orang yang bersembunyi di balik kedok tengkorak ini.
Kim-mo Taisu menarik napas panjang. "Menang atau kalah, hidup atau mati, sama saja. Yang penting adalah berdiri di atas kebenaran! Kalau kalian merasa penasaran, majulah!"
Pada saat itu Bu Song sudah tidak sabar lagi. Ia melompat keluar dan membentak, "Manusia-manusia berhati keji dan curang! Setelah memiliki ilmu kepandaian tinggi, mengapa masih belum dapat membuang sifat pengecut dan curang"
Suhu sedang terluka, hal ini kalian semua tahu. Akan tetapi kalian datang berempat untuk mengeroyoknya. Di mana
keadilan dan kegagahan kalian?"
"Bu Song, kau mundurlah dan lihat saja. Jangan
mencampuri dan melibatkan dirimu dengan urusan kotor ini.
Bu Song, jangan kautiru gurumu yang menanamkan pohon
kebencian sehingga menghasilkan buah-buah dendam dan
permusuhan." Suara Kim-mo Taisu tenang dan sabar, namun mengandung wibawa sehingga Bu Song terpaksa mundur lagi.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dada pemuda ini panas dan penuh amarah, namun ditekan-
tekannya dan ia hanya dapat memandang dengan hati was-
was dan penasaran. Muak ia melihat sikap musuh-musuh
gurunya itu yang sama sekali tidak mengindahkan aturan
dunia kang-ouw. Orang yang sudah menamakan dirinya
pendekar, pantang melawan orang sakit, apalagi mengeroyoknya! Dan empat orang itu, melihat tingkat
ilmunya, sudah menempati tingkat lebih tinggi daripada
pendekar-pendekar silat biasa. Sungguh menjemukan dan
menyakitkan hati, menimbulkan rasa penasaran.
Di antara empat orang itu, agaknya hanya Lauw Kiat
seorang yang masih memiliki harga diri. Lauw Kiat murid kedua Ban-pi Lo-cia ini adalah seorang Khitan peranakan.
Ibunya seorang Khitan, ayahnya seorang Han yang bernama keturunan Lauw. Akan tetapi karena sejak kecil ayahnya telah meninggal dunia dan ia ikut ibunya di Khitan, maka ia berjiwa orang Khitan. Ia selain berkepandaian tinggi, juga terkenal sebagi seorang gagah perkasa di Khitan, yang biarpun tidak mengikatkan diri dalam ketentaraan, namun ia setia kepada rajanya dan selalu membantu gerakan bala tentara Khitan. Ia menghargai kegagahan, dan mengenal tata cara, aturan dan sopan santun pendekar dunia persilatan.
Mendengar teguran Bu Song tadi, merah seluruh muka
Lauw Kiat. Ditegur tentang aturan oleh seorang pemuda,
benar-benar amat memalukan. Maka ia lalu menerjang maju sambil berseru, "Kim-mo Taisu, aku membela kematian Suhu Ban-pi Lo-cia! Lihat seranganku!" Hebat juga serbuan Lauw Kiat ini, karena tongkatnya yang baru, berat dan terbuat daripada baja, menyambar ganas dan mendatangkan angin
pukulan yang amat kuat. Episode 400 Suling Mas Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kim-mo Taisu yang sudah terluka di sebelah dalam
tubuhnya dan masih belum sembuh, tidak mau menghamburkan tenaga dan ingin menyelesaikan pertandingan itu secara secepat mungkin. Maka ia tidak
mengelak menghadapi sambaran tongkat baja itu, namun
secepat kilat kipas dan pedangnya sudah berada di kedua tangan. Kipas di tangan kirinya menahan tongkat yang
menjadi lekat pada kipas, kemudian bagaikan halilintar
menyambar pedangnya sudah membabat ke arah leher Lauw
Kiat. Tokoh Khitan ini kaget bukan main. Berusaha keras membetot tongkatnya sambil merendahkan tubuh untuk
menghindarkan sabetan pedang. Akan tetapi sungguh tak
disangkanya bahwa pedang itu sama sekali tidak menyabet leher seperti tampaknya, melainkan membabat kaki. Kasihan sekali Lauw Kiat yang tidak sempat menghindarkan serangan luar biasa ini. Terdengar ia mengeluh dan robohlah tokoh ini dengan kedua kakinya buntung. Darah bercucuran dari kedua lutut yang sudah buntung itu, akan tetapi Lauw Kiat sudah pingsan, tidak merasai nyeri lagi.
Kim-mo Taisu mengeluarkan suara aneh dari kerongkongannya dan tahu-tahu ia sudah berlutut di dekat tubuh Lauw Kiat, menotok jalan darah di paha untuk
menghentikan darah yang mengalir keluar,
kemudian mengeluarkan obat bubuk untuk mengobati luka agar
melenyapkan rasa nyeri. Akan tetapi tiba-tiba Bu Song
berseru, "Suhu, awas!"
Seruan peringatan Bu Song ini tidak ada gunanya karena
tentu saja pendekar sakti itu sudah tahu bahwa dia diserang hebat oleh Kong Lo Sengjin, Hek-giam-lo dan Pouw-kai-ong
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
secara berbareng, pada saat ia masih berlutut dan hendak mengobati luka kedua kaki Pak-sin tung! Cepat Kim-mo Taisu menggerakkan tubuh melesat pergi dari situ sambil membawa pedang dan kipasnya. Obat bubuk tadi ia sebarkan,
merupakan senjata rahasia mengarah mata ketiga orang
pengeroyoknya yang terpaksa melompat mundur, karena tahu bahwa jika obat bubuk itu memasuki mata, akan celakalah mereka, mata menjadi pedih dan tak dapat dibuka dan tentu saja akan berbahaya bagi mereka.
Dalam detik-detik selanjutnya terjadilah pertandingan mati-matian yang amat cepat. Kalau tokoh-tokoh yang memiliki kepandaian yang tinggi sudah mengeluarkan jurus-jurus
simpanannya, pertandingan silat berubah menjadi adu nyawa yang cepat dan menyeramkan. Setiap gerak merupakan
serangan maut. Cepat dan kuat, sukar di kuti pandangan
mata, seakan-akan mereka sudah bergulat menjadi satu. Tiba-tiba terdengar suara keras, dan empat buah senjata runtuh dan rusak. Tongkat Pouw-kai-ong patah menjadi dua ketika bertemu secara hebat dengan kipas di tangan kiri Kim-mo Taisu yang juga robek tengahnya dan patah gagangnya.
Senjata sabit di tangan Hek-giam-lo yang mengerikan itu juga patah menjadi tiga bertemu dengan pedang Kim-mo Taisu
yang juga patah menjadi dua. Terdengar mereka mengeluarkan teriakan-teriakan kaget dibarengi dengan
lengking tinggi yang keluar dari mulut Kim-mo Taisu dan tahu-tahu Kim-mo Taisu telah beradu telapak tangan dengan Kong Lo Sengjin. Keduanya berhadapan, Kim-mo Taisu agak
merendahkan tubuh dengan lutut ditekuk, kedua lengan
diluruskan kedepan, kedua telapak tangan beradu dengan
telapak tangan Kong Lo Sengjin yang "berdiri" di kedua tongkatnya. Mereka mengerahkan sin-kang dan mengadu
tenaga dalam secara mati-matian!
Pouw-kai-ong cepat menempelkan telapak tangan kanan ke
punggung Kong Lo Sengjin sebelah kanan, dan Hek-giam-lo juga meniru perbuatan Raja Pengemis itu, menempelkan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
telapak tangan kiri ke punggung kakek lumpuh yang sebelah kiri. Mereka berdua sebagai ahli-ahli tingkat tinggi maklum bahwa dalam keadaan mengadu tenaga seperti itu, kalau
mereka menyerang Kim-mo Taisu dengan pukulan, yang
berbahaya adalah Kong Lo Senjin sendiri. Pukulan yang
mengenai tubuh Kim-mo Taisu dapat "ditarik" dan "disalurkan"
oleh lawan kepada Kong Lo Sengjin sehingga sama artinya dengan memukul kawan sendiri meminjam tangan lawan!
Satu-satunya cara terbaik untuk membantu adalah seperti yang mereka lakukan. Tenaga sin-kang mereka tersalur dan membantu Kong Lo Sengjin menekan lawan.
Hebat akibatnya. Tadinya menghadapi Kong Lo Sengjin
yang sudah tua, Kim-mo Taisu masih menang tenaga. Kalau dilanjutkan, beberapa menit lagi tentu ia akan sanggup
merobohkan kakek itu. Akan tetapi setelah dua orang
lawannya yang lain datang mengeroyoknya, bukan main
hebatnya tenaga yang tersalur melalui dua telapak tangan Kong Lo Sengjin, Kim-mo Taisu berusaha menahan, namun ia tidak kuat, apalagi karena di sebelah dalam dadanya masih terluka cukup berat. Betapapun juga, pendekar yang gagah perkasa ini sama sekali tidak mengeluh, dan sama sekali tidak mau menyerah begitu saja. Ia tetap mengarahkan sinkangnya dan mempertahankan diri sehingga wajahnya pucat, matanya berkilat dan dari kedua ujung bibirnya menetes darah segar!
Melihat keadaan gurunya sedemikian rupa itu, Bu Song tak dapat tinggal diam lagi. Biarpun suhunya tadi sudah memesan agar ia tidak turut campur, namun bagaimana ia dapat


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berpeluk tangan melihat suhunya terancam kematian oleh tiga orang lawan itu"
"Maaf, Suhu. Terpaksa teecu harus turun tangan!" Ia membentak dan segera melompat maju. Seperti juga Hek-giam-lo dan Pouw-kai-ong, Bu Song mengerti bahwa untuk
membantu suhunya yang sedang mengadu tenaga dalam itu,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sama sekali ia tidak boleh menggunakan Iwee-kang memukul para lawan suhunya karena hal ini amat membahayakan
suhunya sendiri. Maka ia lalu menggerakkan kedua tangannya, keduanya dengan jari-jari terbuka, yang kanan menusuk ke arah mata Pouw-kai-ong sedangkan yang kiri merenggut
kedok hek-giam-lo. Perhitungan Bu Song tepat, Pouw-kai-ong yang ia serang matanya, dan tidak dapat mengelak mau tak mau harus melayaninya dengan tangkisan, yang berarti
menarik tenaganya membantu Kong Lo Sengjin, sedangkan
Hek-giam-lo yang selalu mengenakan kedok, tentu merupakan pantangan paling besar baginya untuk dibuka kedoknya dan pasti akan melayaninya. Kalau dia menggunakan suling, tentu hasilnya lebih baik. Namun betapapun juga, Bu Song tak
sampai hati dan merasa malu harus menyerang dua orang
yang tak bersiap itu dengan senjata!
Pouw-kai-ong dan Hek-giam-lo yang melihat bahayanya
serangan, cepat menangkis sambil melompat mundur,
melepaskan bantuan mereka pada Kong Lo Sengjin. Bu Song kini baru mau menggunakan sulingnya dan sekali sulingnya bergerak, terdengar suara melengking tinggi dan sinar suling itu membawa hawa pukulan dahsyat. Bukan main kagetnya
Hek-giam-lo dan Pouw-kai-ong karena mereka maklum bahwa tenaga dan kepandaian orang muda itu hebat bukan main,
jelas tampak dari gerakan serangan itu. Sedangkan mereka berdua sudah tidak bersenjata lagi, yang tadi patah dan rusak sampyuh (sama-sama rusak) dengan senjata-senjata Kim-mo Taisu. Maka mereka hanya mengandalkan gerakan mereka
yang cepat untuk mengelak dan mundur-mundur!
Sementara itu, Kim-mo Taisu yang sudah terluka hebat di sebelah dalam tubuhnya, ketika melihat di sebelah dalam tubuhnya, ketika melihat betapa Kong Lo Sengjin ditinggalkan kedua orang pembantunya, cepat mengerahkan tenaga
terakhir dan mendorong sekuatnya. Kong Lo Sengjin
mengeluh dan tubuhnya terlempar sampai enam tujuh meter ke belakang, seperti daun kering tertiup angin, lalu roboh
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
terbanting. Ketika ia bangkit berdiri di atas kedua tongkatnya, wajahnya pucat sekali, matanya seperti tidak bersinar lagi, dan tanpa berkata apa-apa kakek ini melangkah pergi
sempoyongan seperti orang mabok.
"Bu Song, mundur!!" Kim-mo Taisu berseru. Bu Song girang mendengar suara suhunya dan ia mencelat mundur di samping suhunya, siap membela orang tua ini. Kim-mo Taisu lalu memandang dua orang musuh itu sambil berkata,
suaranya penuh wibawa, "Apakah kalian masih hendak melanjutkan pertandingan?"
Dua orang itu, Hek-giam-lo dan Pouw-kai-ong, tentu saja menjadi jerih hati mereka. Tanpa berkata apa-apa, Hek-giam-lo mengempit tubuh Lauw Kiat dan melompat pergi dari situ bersama Pouw-kai-ong yang juga pergi mengambil jurusan
lain. Kedua tokoh ini memang telah dapat dibujuk oleh Kong Lo Sengjin untuk membantunya, bersama Ban-pi Lo-cia,
dengan janji-janji muluk seperti biasa. Kini melihat betapa Kong Lo Sengjin sendiri telah dikalahkan Kim-mo Taisu dan pergi meninggalkan gelanggang tanpa mempedulikan mereka, tentu saja mereka pun tiada nafsu lagi untuk menandingi Kim-mo Taisu yang demikian saktinya.
Setelah semua musuh pergi, Kim-mo Taisu terhuyung-
huyung dan tentu roboh kalau saja tidak segera dipeluk oleh Bu Song.
"Bagaimana, Suhu" Hebatkah lukamu...?" Kim-mo Taisu menggeleng kepala, menarik napas dalam lalu berdiri lagi, dibantu oleh Bu Song.
"Lukaku hebat memang, dan berat, Akan tetapi tidak apa, sudah semestinya terjadi dalam pertandingan, tidak seberat luka Kong Lo Sengjin. Akan tetapi hatiku terasa pedih dan sakit. Bu Song, kau lihatlah baik-baik di sekelilingmu... kau lihatlah mayat-mayat itu..."
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tentu saja sejak tadi Bu Song sudah melihatnya. Ratusan, mungkin ribuan mayat berserakan di sekitar lereng bukit, mayat-mayat tentara Sung dan Khitan yang belum sempat
diurus orang karena perang masih terus terjadi, kejar-
mengejar. Pemandangan itu amat mengerikan, juga menyedihkan. "Bu Song, kau berlututlah!" Tiba-tiba Kim-mo Taisu berkata. Bu Song terkejut, juga merasa heran, akan tetapi ia tidak membantah, lalu menjatuhkan diri berlutut di depan suhunya. "Bersumpahlah bahwa kau menaati pesanku yang terakhir ini!"
Bu Song menekan perasaannya yang diselimuti kedukaan
karena ia maklum akan keadaan suhunya. "Teecu bersumpah demi Thian Yang Maha Kuasa akan menaati pesan Suhu."
"Kau hanya boleh mempergunakan kepandaian silat yang kau miliki untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, untuk menentang yang jahat dan untuk menolong yang lemah
tertindas, di samping penggunaan untuk membela diri. Kalau kau mempergunakan ilmu silatmu untuk menyombongkan
kepandaian, untuk menanam permusuhan,
dan untuk melampiaskan nafsu mencari kemenangan, kau...kau akan
terkutuk..!" "Teecu akan mentaati pesan Suhu ini !" jawab Bu Song, suaranya tegas karena keluar dari hati yang jujur. Tanpa pesan suhunya, memang ia pun berpendirian seperti yang
di nginkan suhunya itu. "Jangan kau mendendam kepada siapa juga dan untuk
dapat melakukan hal ini, kau harus mematikan rasa benci terhadap siapapun juga. Hati-hatilah terhadap wanita, Bu Song. Sesungguhnya, hidup gurumu selama ini jatuh bangun hanya karena wanita, karena kelemahan hatiku terhadap
wanita. Jangan mudah menjatuhkan cinta, karena bagi
penghidupanku selama ini, cinta itulah yang merupakan
pangkal segala derita. Leburkan rasa cintamu menjadi kasih
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sayang yang merata terhadap semua manusia, dan hidupmu
akan penuh bahagia."
Kembali Kim-mo Taisu berhenti dan napasnya terengah-
engah. Ia menekan dadanya dan wajahnya menjadi pucat
sekali. Bu Song cepat bangun dan memeluk suhunya. "Mari kita masuk ke dalam kemah dan beristirahat, Suhu."
Kim-mo Taisu tidak membantah diajak masuk dan
dibaringkan di dalam, akan tetapi ia masih sempat memberi pesan teakhir, "Sewaktu-waktu.. pada hari pertama musim semi... datangilah puncak Thai-san. Siapa tahu kau berjodoh dengan... Bu Kek Siansu.." kata-katanya terhenti karena Kim-mo Taisu lalu muntahkan darah segar. Bu Song terkejut dan cepat menolong. Dengan cepat tanpa ragu-ragu ia menotok beberapa jalan darah di leher dan dada suhunya seperti yang pernah ia pelajari dari suhunya, kemudian ia mengulur tangan, meletakkan telapak tangannya di dada suhunya sambil
mengerahkan tenaga. Akan tetapi tak lama kemudian Kim-mo Taisu membuka
mata dan tangannya bergerak perlahan menolak tangan
muridnya, bahkan memberi tanda dengan tangan agar
muridnya keluar dari tenda. Ia bangkit duduk dengan susah payah. Bu song dengan hati terharu membantu gurunya
bersila, kemudian melihat gurunya duduk diam meramkan
mata, ia tidak berani mengganggu dan hendak keluar
memenuhi permintaan gurunya dengan isyarat tangan tadi.
Pada saat itu tampak sinar menyambar-nyambar dari luar
tenda. Kiranya benda-benda itu adalah hui-to (pisau terbang) yang dilontarkan dengan kuat, bagaikan anak-anak panah
meluncur ke seluruh bagian tubuhnya yang berbahaya. Bu
Song terkejut, namun tidak gugup. Dengan cepat dan tenang, kedua tangnnya bergerak dan berhasil menyampok runtuh
pisau-pisau terbang itu, bahkan kedua kakinya berhasil
menendang pergi empat buah hui-to!
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Pengecut keji!" Ia membentak dan ternyata yang muncul adalah Hek-giam-lo bersama sepuluh orang yang semua
memegang sebatang pisau seperti yang menyambar tadi.
Teringatlah Bu Song ketika ia masih kecil, melihat dua orang anggota Hui-to-pang yang membunuhi lawan dengan hui-to, kemudian dua orang itu terbunuh oleh Kong Lo Sengjin.
Agaknya sepuluh orang yang kini ikut dengan Hek-giam-lo ini adalah anggauta-anggauta Hu-to-pang.
"Hek-giam-lo, kau kembali mau apa" Dan sobat-sobat ini apakah orang-orang Hui-to-pang?"
"Wah, bocah ini mengenal kita!" Seorang di antara pemegang pisau itu berseru dan tiba-tiba pisau di tangannya menyambar ke arah leher Bu Song. Bu Song sengaja
memperlihatkan kepandaiannya untuk mengecilkan nyali
lawan. Ia tidak mengelak, melainkan membuka mulut dan
"menangkap" pisau itu dari samping dengan giginya!
Kemudian sekali meniup, pisau itu meluncur cepat dan
menancap pada batang pohon sampai ke gagangnya!
"Jangan mencari perkara, harap kalian pergi!" kata Bu Song, teringat akan pesan suhunya.
"Si Tua Bangka sedang terluka, serbu!" teriakan ini keluar dari balik kedok tengkorak dan menyerbulah sepuluh orang itu, juga Hek-giam-lo mengurung Bu Song! Hek-giam-lo sudah mempunyai senjata baru, yaitu sabit bergagang panjang yang mengerikan. Agaknya tokoh ini memang mempunyai banyak
Pendekar Panji Sakti 5 Panji Wulung Karya Opa Istana Kumala Putih 6
^