Pencarian

Suling Mas 4

Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo Bagian 4


Terkejutlah Kwee Seng. Menghadapi seorang tokoh seperti Pat-jiu Sin-ong, bukanlah hal main-main, karena berarti merupakan pertempuran selama dua hari dua malam melawan Ban-pi Lo-cia berkesudahan seri, tiada yang kalah atau
menang. Ini saja sudah membuktikan betapa hebatnya
kepandaian kakek ini, dan sekarang kakek ini mengajak ia bertanding pedang ! Dia tidak mempunyai pedang, biasanya ia menggunakan suling sebagai pengganti pedang. Akan tetapi sulingnya tidak ada lagi ! Namun Kwee Seng adalah seorang pemuda gemblengan yang telah memiliki batin yang kuat
sekali. Kalau baru-baru ini batinnya tergoncang dan lemah oleh asmara, hal ini tidaklah aneh karena ia masih muda, tentu saja menghadapi Dewi Asmara ia tidak akan kuat
bertahan ! Dengan sikap tenang Kwee Seng mengambil
ranting yang tadi ia lepaskan di atas tanah lalu menghadapi kakek itu sambil berkata.
"Pat-jiu Sin-ong, aku tidak mempunyai senjata lainnya selain ini. Kalau kau bertekad hendak memaksaku, silakan."
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Ha-ha-ha-ha, Kwee Seng. Coba kau keluarkan Pat-sian-kun yang kau agung-agungkan itu menghadapi Pat-mo-kun !
Lu Sian, mundur kau jauh-jauh dan jangan sekali-kali campur tangan!" Lu Sian meloncat mundur, menonton dari pinggir jurang.
Pat-jiu Sin-ong memutar-mutar pedangnya di atas kepala
sambil tertawa bergelak. Hebat sekali kakek ini. Pedangnya yang diputar di atas kepala itu berdesingan mengaung-ngaung seperti suara sirene dan lenyaplah bentuk pedang, berubah menjadi sinar bergulung-gulung yang melebihi sinar bulan terangnya
"Kwee Seng, inilah jurus ke tiga dari Pat-mo-kun,
sambutlah!" teriak pat-jiu-Sin-ong, disusul dengan menyambarnya sinar terang ke arah Kwee Eng.
Karena Pat-mo Kiam-hoat ini sengaja dicipta untuk
menghadapi Pat-sian Kiam-hoat, maka tentu saja gerakannya ada persamaan dan Kwee Seng mengenal baik gaya serangan ini, akan tetapi ia maklum bahwa jurus ini kalau dimainkan oleh pat-jiu Sin-ong amatlah jauh bedanya dengan permainan Lu Sian. Jurus apa saja kalau diperagakan oleh tangan kakek Ketua Beng-kauw ini merupakan jurus maut yang amat hebat dan berbahaya. Sekali pandang ia tahu bahwa jurus lawannya ini harus ia hadapi dengan Pat-sian-kun, jurus ke sebelas.
Setiap jurus Pat-sian-kun yang sudah ia ringkas itu dapat menghadapi empat macam jurus lawan. Sambil mengerahkan
tenaganya ia menggerakkan ranting di tangan kanannya,
memutar-mutar ranting itu seperti gerakan seekor ular
berenang. Dengan tepat rantingnya berhasil menangkis
pedang. "Krakkkk!" Ranting itu patah menjadi dua. Pat-jiu Sin-ong menarik pedangnya sambil tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha-ha, kau sungguh tak memandang mata kepadaku, Kim-mo-eng ! Apa kaukira dapat mempermainkan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
aku hanya dengan sepotong ranting saja seperti yang
kaulakukan kepada Lu Sian?"
"Kau tahu bahwa aku tidak memiliki senjata pedang, Pat-jiu Sin-ong." Jawab Kwee Seng dengan sikap tenang, akan tetapi diam-diam ia senang juga karena ternyata Ketua Beng-kauw ini biarpun wataknya aneh dan kadang-kadang kejam ganas, namun masih memiliki kegagahan seorang tokoh besar
sehingga tadi menarik kembali pedangnya karena senjata
lawan yang tak berimbang kekuatannya itu patah.
"Lu Sian, kaupinjamkan pedangmu kepadanya, biar dia mencoba membuktikan omongannya bahwa Pat-sian-kun
dapat mengalahkan Pat-mo-kun kita."
Lu Sian mengeluarkan suara ketawa mengejek mencabut
pedangnya dan melontarkannya ke arah Kwee Seng. Jangan
dipandang ringan lontaran ini, karena pedang itu bagaikan anak panah terlepas dari busurnya terbang ke arah Kwee
Seng.Ahli silat biasa saja tentu akan "termakan" oleh pedang terbang ini. Akan tetapi dengan tenang Kwee Seng mengulur tangan dan tahu-tahu ia telah menangkap pedang itu dari samping tepat pada gagangnya.
"Ha-ha-ha, sekarang kau sudah bersenjata pedang. Kalau kalah jangan mencari alasan lain. Awas, sambut ini jurus ke tujuh Pat-mo-kun!" kata Pat-jiu Sin-ong sambil menggerakkan pedangnya membabat ke arah iga kiri Kwee Seng dilanjutkan dengan putaran pedang membalik ke atas menusuk mata
kanan. Diam-diam Kwee Seng mendongkol. Terang bahwa Ketua
Beng-kauw ini sengaja mengejek dan memandang rendah
kepadanya sehingga setiap menyerang menyebut urutan
nomor jurus Pat-mo-kun. Kalau ia tidak memperhatikan
kelihaiannya, kakek yang sombong ini akan menjadi semakin sombong,
pikirnya. Maka ia cepat memutar pedang pinjamannya itu, pedang yang amat ringan dan enak di pakai.
Tahu bahwa pedang Toa-hong-kiam ini merupakan pedang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
pusaka yang ampuh juga, hatinya besar dan cepat ia mainkan Pat-sian Kiam-sut dengan pengerahan tenaga sin-kangnya.
Dua kali serangan lawan dapat ia tangkis dengan meminjam tenaga lawan kemudian pedangnya terpental seperti terlepas dari tangannya, padahal sebetulnya terpentalnya pedang itu terkendali sepenuhnya oleh tenaga sin-kangnya, maka dapat ia atur sehingga pedang itu terpental dengan ujungnya
mengarah tenggorokan lawan yang sama sekali tidak
menyangkanya. Pat-jiu Sin-ong diam-diam kaget juga,karena ia ti dak mengira bahwa serangan pertamanya itu se! ak! anakan malah dijadikan batu loncatan oleh Kwee Seng sehingga bukan merupakan serangan lagi melainkan merupakan tenaga bantuan bagi lawan untuk balas menyerang dengan tenaga
sedikit namun dapat mematikan!
Ketika Pat-jiu Sin-ong menarik kembali pedangnya dan
menangkis sambil menggetarkan pedangnya untuk membuka
kesempatan serangan balasan, kembali pedang Kwee Seng
yang tertangkis itu terpental dan langsung membabat leher!
Kaget sekali hati Pat-jiu Sin-ong. Bukan kaget menghadapi serangan ini bainya mudah saja menghindari diri daripada babatan. Akan tetapi yang mengejutkan hatinya adalah
menyaksikan perubahan jurus-jurus Ilmu Silat Pat-sian-kun ini.
Ia mengenal bahwa semua gerakan Kwee Seng adalah benar-
benar Pat-sian-kun dimainkan seperti ini sehingga menjadi ilmu silat yang lihai sekali dan benar-benar ia melihat bahwa kalau ia melanjutkan serangan-serangan dengan Pat-mo-kun, ia selalu akan terserang oleh Kwee Seng karena setiap kali ia menangkis dengan jurus Pat-mo-kun, pedang di tangan Kwee Seng yang tertangkis itu terpental dan langsung menjadi jurus lain yang melanjutkan serangan!
Pat-jiu Sin-ong mengeluarkan seruan keras, lengking
suaranya hebat sekali, seakan-akan menggetarkan bumi yang berada di bawah kaki, gemanya sampai panjang susul-menyusul
di kanan kiri puncak. Kwee Seng cepat mengerahkan sin-kangnya karena jantungnya berguncang
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mendengar lengking tinggi ini. Diam-diam ia makin kagum.
Kakek ini bukan main hebatnya, dan lengking tadi tak salah lagi tentulah Ilmu Coan-im-I-hun-to (Ilmu Kirim Suara
Pengaruhi Semangat Lawan) yang terkenal sekali dari Ketua Beng-kauw. Kalau saja sin-kangnya tidak sudah amat kuat, tentu ia akan menjadi setengah lumpuh mendengar seruan ini, bahkan ia percaya mereka yang tidak memiliki ilmu tinggi, mendengar lengking ini bisa jantungnya dan tewas seketika !
Ia dapat melindungi jantung dan perasaannya daripada
pengaruh lengking tadi, sedangkan permainan pedangnya
tetap tenang dan selalu menggunakan kesempatan melanjutkan serangan-serangan yang terus ia dasa! rk! an pada Ilmu Silat Pat-sian-kun. Betapapun juga, Kwee Seng adalah seorang satria perkasa, sekali berjanji hendak
menggunakan Pat-sian-kun, ia akan terus menggunakan ini, biar andaikata ia terancam bahaya maut sekalipun !
Setelah gema suara lengking itu mereda, Kwee Seng sambil menusukkan pedangnya ke arah pusar lawan dengan jurus
Pat-sian-lauw-goat (Delapan Dewa Mencari Bulan) berkata,
"Orang tua, apakah begitu perlu Pat-mo-kun harus kaubantu dengan Coan-im-kang (Tenaga Mengirim Suara) untuk
mengalahkan pat-sian-kun?"
Merah wajah Pat-jiu Sin-ong. Ia mengerahkan tenaga
menangkis tusukan ke arah pusar sambil menjawab. "Pat-mo Kiam-sut belum kalah, jangan kau banyak tingkah dan
menjadi sombong! " Akan tetapi ketika pedang Kwee Seng tertangkis pedang itu kembali sudah terpental dan membentuk jurus Pat-sian-ci-lou (Delapan Dewa Menunjuk Jalan) yang menusuk ke arah leher.
Gerakan Kwee Seng begitu cepat dan susulan serangannya
secara otomatis sehingga lawannya tiada kesempatan untuk membalas. Karena jelas bahwa Pat-mo-kun selalu "tertindih"
oleh Pat-sian-kun, makin lama makin panaslah hati Pat-jiu Sin-ong, yang membuat dadanya serasa akan meledak ! Ia
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menggereng dan kini Pat-mo Kiam-sut ia mainkan cepat sekali dalam usahanya untuk mendobrak dan membobol garis
kurungan Pat-sian-kun. Pedangnya bergulung-gulung merupakan sinar terang, berubah-ubah bentuknya, kadang-
kadang merupakan sinar bergulung-gulung
membentuk lingkaran-lingkaran. Hebat sekali memang Pat-mo Kiam-sut yang diciptakan oleh kakek sakti itu.
Namun Kwee Seng sudah mengetahui rahasia Pat-mo-kun,
karena sesungguhnya Pat-mo-kun diciptakan dengan dasar
Pat-sian-kun dan Kwee Seng adalah seorang ahli Pat-sian-kun.
Maka pemuda sakti ini dapat menggerakkan pedangnya yang selalu mengatasi gerakan lawan, selalu mengurung dan selalu menindih, sebagian besar dia yang menyerang. Lingkaran-lingkaran yang dibentuk oleh gulungan sinar pedangnya lebih luas dan lebih lebar, seakan-akan "menggulung" lingkaran sinar Pat-jiu Sin-ong !
Dua jam lebih mereka bertanding dan selama ini Pat-jiu
Sin-ong selalu mainkan Pat-mo-kun sedangkan di lain pihak Kwee Seng mainkan Pat-sian-kun. Biarpun Kwee Seng juga
tidak pernah dapat menyentuh lawan dengan pedangnya,
namun dalam pertandingan selama dua jam ini, jelas bahwa Pat-sian-kun lebih unggul karena delapan puluh prosen Kwee Seng
menyerang sedangkan lawannya selalu harus mempertahankan diri dengan sekali waktu
membalas serangan yang tiada artinya.
Makin lama pat-jiu Sin-ong makin marah. Bukan marah
kepada Kwee Seng melainkan panas perutnya karena benar-
benar Pat-mo Kiam-sut tidak dapat mengatasi Pat-sian-kun.
Memang watak ketua Beng-kauw ini aneh sekali, tidak mau ia dikalahkan. Ia sebenarnya amat suka kepada Kwee Seng,
bahkan ia akan merasa gembira sekali kalau puteri tunggalnya dapat menjadi isteri Kwee Seng ini yang ia kagumi. Akan tetapi kalau ia harus kalah, nanti dulu ! Watak ini pula agaknya yang menurun kepada Lu Sian.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Kwee Seng ! Kalau Pat-mo-kun tidak dapat mengatasi Patsian-kun, itupun belum cukup menjadi alasan untukmu
menurunkannya kepada anakku ! Apa artinya Pat-sian-kun
yang biarpun sedikit lebih unggul dan dapat mengalahkan ilmuku yang lain, bukan hanya Lu Sian, aku sendiri akan membuang semua ilmu silatku dan hanya mempelajari satu
macam ilmu saja, yaitu Pat-sian-kun!" Setelah berkata demikian, kakek itu kini memutar pedangnya sedemikian
hebatnya sehingga gulungan sinarnya bergelombang datang hendak menelan Kwee Seng ! Di samping gelombang
gulungan sinar pedang itu, masih terdengar angin menderu menyambar ketika tangan kiri kakek itu ikut menerjang
dengan dorongan-dorongan jarak jauh yang mengandung
angin pukulan kuat sekali !
"Hei...hei...! Orang tua, apakah kepalamu kebakaran " Hati boleh panas kepala harus tetap dingin!" Kwee Seng sibuk sekali memutar pedangnya untuk melindungi diri sambil
mengucapkan kata-kata memperingatan.
"Ha-ha-ha, orang muda, kau mulai takut?"
Kata-kata takut adalah pantangan bagi semua orang
gagah, tak terkecuali Kwee Seng. Mendengar ia disangka
takut, hatinya panas sekali. "Siapa takut?" bentaknya dan pandangnya berkelebat-kelebat dalam usaha membalas
serangan. Namun, Pak-sian Kiam-sut kurang lengkap kalau harus
melayani gelombang serangan ilmu pedang itu apalagi masih dibantu dengan sambaran angin pukulan tangan kiri yang
demikian ampuhnya. Kwee Seng masih terus mempertahankan dengan permainan Pat-sian Kiam-hoat, dan biarpun ia mampu membendung gelombang serangan, namun
ia terdesak dan harus mundur-mundur ke arah jurang hitam !
"Ha-ha-ha, Kim-mo-eng ! Begini sajakah kepandaianmu "
Apakah kau hanya mengandalkan Pat-sian-kun untuk
menjagoi dan mengangkat nama sebagai seorang pendekar
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
sakti " Ha-ha-ha, sungguh lucu!" Pat-jiu Sin-ong tertawa bergelak.
Kwee Seng biarpun sudah menerima gemblengan semenjak
kecil, namun ia tetap masih seorang pemuda yang kalau
dibandingkan dengan pat-jiu Sin-ong, tentu saja kalah
pengalaman dan kalah cerdik. Ia tidak mengira sama sekali bahwa kakek itu memang sengaja menyerangnya dengan ilmu silat
pilihan untuk mendesaknya dan sengaja pula memanaskan hatinya agar ia suka menggunakan ilmu
simpanannya. Kakek yang haus akan ilmu silat
itu menggunakan semua ini untuk memancing keluar ilmu-ilmu
simpanannya ! Kwee Seng tidak menduga akan hal ini, maka mendengar ejekan itu ia lalu berseru keras dan tiba-tiba angin yang mengeluarkan suara bersiutan menyambar dari tangan kirinya yang sudah mengeluarkan kipasnya ! Kini ia merasa dirinya lengkap ! Tangan kanan memegang pedang mainkan
Pat-sia Kiam-hoat sedangkan tangan kiri memegang kipas
mainkan Ilmu Kipas Lo-hai-san-hoat ! Bukan main hebatnya.
Namun pasangan ilmu pedang dan ilmu kipas yang selama
ini mengangkat namanya sehingga ia dijuluki Kim-mo-eng, hanya dapat membendung gelombang penyerangan Pat-jiu
Sin-ong saja, tanpa dapat banyak membalas. Karena ia tidak ingin terdesak terus ke pinggir jurang yang hanya tinggal tiga meter di belakangnya, terpaksa Kwee Seng merobah gerakan pedangnya dan kini pedangnya mulai main Ilmu pedang Cap-jit-seng-kiam yang jarang ia keluarkan karena ilmu pedang ini merupakan ilmu pedang rahasia yang menjadi inti sari
daripada ilmu pedang simpanannya. Melihat pemuda itu
mengeluarkan ilmu pedang simpanannya, diam-diam hati Pat-jiu Sin-ong menjadi girang sekali. Ia tahu bahwa mengalahkan pemuda ini bukan merupakan hal mudah dan memang
maksudnya untuk dapat mengalahkannya cepat-cepat sebelum menguras dan mempelajari ilmu-ilmu pemuda ini
yang benar-benar merupakan ilmu pilihan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Hebat pertandingan itu dan diam-diam Kwee Seng harus
mengakui bahwa selama hidupnya, baru kali ini ia menemui tanding yang luar biasa kuatnya. Bahkan harus ia akui bahwa kalau dibandingkan dengan Ban-pi Lo-cia, ketua Beng-kauw ini lebih kuat sedikit. Biarpun ia telah mengerahkan kepandaian dan tenaganya, tetap saja ia tidak mampu mendesak ke
tengah. Apalagi ketika tiba-tiba ia teringat akan watak gila kakek ini yang ingin mengumpulkan semua ilmu hebat di
dunia sehingga Kwee Seng yang sadar bahwa ia sedang
dipancing, cepat-cepat mengacaukan gerakan Cap-jit-seng-kiam itu dengan ilmu silat lainnya.
Melihat perubahan ini, hati Pat-jiu Sin-ong yang tadinya kegirangan menjadi kecewa dan timbul ah kemarahannya
sehingga ia memperhebat permainannya untuk mendesak dan menekan Kwee Seng agar pemuda itu terpaksa mengandalkan Cap-jit-seng-kiam lagi. Sekarang waktu sudah berjalan tiga jam lebih dan subuh mulai membayang.
Pada saat Kwee Seng terdesak hebat, tiba-tiba pemuda ini berseru keras dan terhuyung-huyung ke belakang. Tadi ketika ia sedang sibuk mempertahankan diri menghadapi gelombang serangan, tiba-tiba telinganya menangkap bunyi mendesir dari arah kiri. Ia terkejut sekali, maklum bahwa ada senjata rahasia yang amat halus menghujaninya, cepat ia mengebutkan
kipasnya dan berhasil menyampok banyak sekali jarum-jarum halus, akan tetapi sebatang jarum masih berhasil memasuki pundaknya, mendatangkan rasa sakit sekali. Pundaknya
seketika menjadi kaku dan setengah lumpuh, juga rasa gatal membuktikan bahwa jarum itu mengandung racun jahat.
Kwee Seng terhuyung ke belakang dan terpaksa melepaskan pedang di tangan kanannya yang sudah menjadi lumpuh dan pada saat itu, kembali ia dihujani jarum yanglebih banyak lagi.
Dalam keadaan terhuyung ini, Kwee Seng yang maklum
bahwa jarum-jarum itu amat berbahaya, menyampok dengan
kipa! sn! ya sambil melompat mundur, akan tetapi ia lupa bahwa ketika ia terhuyung-huyung ke belakang tadi ia telah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
mendekati jurang sehingga jarak satu meter. Maka ketika ia melompat ke belakang sambil menyampok kipasnya, memang
ia dapat membebaskan diri daripada penyerangan jarum-
jarum rahasia, namun tak dapat dicegah lagi tubuhnya
terjerumus ke dalam jurang dan melayang-layang ke bawah tanpa dapat ditahannya ! Terdengar jerit mengerikan dari belakang semak-semak dan muncullah Lai Kui Lan yang lari ke tepi jurang sambil menangis.
"Pengecut keparat!" bentak Pat-jiu Sin-ong sambil lari dan menghantamkan pedangnya ke arah bayangan hitam yang
tadi menyerangkan jarum-jarum rahasianya ke arah Kwee
Seng. "Locianpwe, saya membantumu..." Bayangan itu yang bukan lain adalah Bayisan si Orang Khitan, mengelak sambil memprotes. Akan tetapi pat-jiu Sin-ong Liu Gan tidak
mempedulikan protes ini. "Siapa butuh bantuanmu " Kau pengecut curang patut mampus!" Pedangnya menyambar lagi akan tetapi alangkah herannya ketika bayangan hitam itu kembali dapat mengelak.
Dua kali serangannya dapat dielakkan ! Ini tandanya bahwa orang muda ini bukanlah orang sembarangan.
"Siapa kau?" bentaknya, menahan serangannya karena gerakan pemuda itu menarik perhatiannya, membuatnya ingin tahu siapa gerangan pemuda yang dapat mengelak sampai
dua kali ini. "Saya bernama Bayisan dari Khitan musuh besar Kwee Seng..."
"Keparat orang Khitan ! Kau telah bersikap pengecut!"
Kembali pat-jiu Sin-ong menyerang, kali ini lebih hebat.
Bayisan gelagapan dan maklum bahwa ia tidak boleh main-
main menghadapi kakek ini, maka ia cepat melompat ke
belakang dan melarikan diri dalam gelap, Pat-jiu Sin-ong mengejar sambil memaki-maki.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sementara itu, Liu Lu Sian yang pucat mukanya
menyaksikan Kwee Seng terjerumus ke dalam jurang hitam
yang hanya dapat berarti maut, merasa heran melihat seorang gadis pakain putih lari ke tepi jurang sambil menangis dan ketika ia mendekat, ia tekejut mengenal wanita itu sebagai wanita pakaian putih yang ia hadapi di atas genteng gedung dalam benteng Jenderal Kam Si Ek, gadis yang menjadi suci (kakak seperguruan) Kam Si Ek ! Pada saat itu, Lai Kui Lan membalikkan tubuhnya dengan pipi basah air mata ia
mendamprat Lu Sian. Lu Sian yang ingat bahwa gadis itu adalah kakak
seperguruan Kam Si Ek yang di kaguminya, menjawab halus,
"Cici yang baik, kalau memang sejak tadi kau mengintai, tentu kau maklum bahwa bukan aku maupun ayahku yang membuat
Kwee Seng terjerumus ke dalam jurang, melainkan seorang yang mengaku bernama Bayisan dan yang sekarang dikejar-kejar ayah. Akan tetapi, engkau, bagaimana kau mengenal Kwee Seng dan mengapa pula kau menangisinya?"
Tiba-tiba wajah Kui Lan menjadi merah sekali. Dia seorang gadis yang jujur, maka dengan menabahkan hati ia berkata,
"Kwee-taihiap telah menolongku daripada Si Laknat Bayisan.
Aku berhutang budi, berhutang nyawa dan kehormatan
kepada Kwee-taihiap ! Biarpun kau telah menyia-nyiakan cinta kasihnya, berlaku kejam kepadanya namun aku... aku... ah..."
Ia menangis lagi. "Cici ! Kau cinta padanya?" Perasaan Lu Sian tersinggung dan ia merasa kasihan juga pada gadis ini.
"Ya ! Aku cinta padanya ! Aku... aku... takkan sudi berjodoh dengan orang lain ! Sekarang ia telah tewas...ah, apa lagi yang kuharapkan di dunia ini " Aku... aku akan berdoa
selamanya untuk arwahnya..." Sambil terisak Kui Lan lalu membalikkan tubuh dan lari menuruni puncak dengan cepat sekali.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lu Sian menarik napas panjang, diam-diam ia menyesal
pula akan kesudahan pertandingan antara ayahnya dan Kwee Seng. Ia tidak membalas cinta kasih Kwee Seng karena


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hatinya sendiri sudah tercuri oleh kegagahan dan kejantanan kam Si Ek, akan tetapi ia pun tidak bisa membenci Kwee Seng, tidak
menghendaki pendekar itu mati secara begitu menyedihkan. Setelah malam mulai berganti fajar, ayahnya muncul. Lu
Sian cepat menyongsong ayahnya dengan penuh harapan
ayahnya dapat menangkap dan membunuh Bayisan yang
mencurangi Kwee Seng. Akan tetapi wajah ayahnya muram
dan terdengar ayahnya berkata marah. "Iblis jahanam Bayisan itu ! Kepandainnya boleh juga, ilmu lari cepatnya hebat dan ia menggunakan kegelapan malam menghilang dari kejaranku.
Lu Sian, kau seorang gadis yang goblok sekali! "
Lu Sian membelalakkan matanya, terheran-heran mendengar teguran ayahnya. Akan tetapi, kalau ayahnya
sedang marah, gadis ini tak berani banyak bicara, maklum bahwa kalau ayahnya marah sukar untuk dikendalikan.
"Kau menolak Kwee Seng sama dengan membuang mutiara ke dalam laut, apakah kau hendak memilih batu kali " Di mana di dunia ini ada calon suami yang lebih baik dan gagah
daripada Kwee Seng " Siapapun juga yang kau pilih, aku tentu tidak akan merasa cocok setelah kau menolak Kwee Seng."
"Ayah, dalam soal perjodohan, aku ingin memilih sendiri.
Aku tidak cinta kepada Kwee Seng, betapapun gagah dan
pandai dia!" "Huh ! Kau keras kepala dan sombong ! Tidak akan Kwee Seng ke dua di dunia ini."
"Tidak ada Kwee Seng ke dua memang, akan tetapi pasti ada yang melebihi dia!"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tak mungkin ! Sudah, mari kita pulang saja. Kejadian ini benar-benar membikin hatiku penuh kekecewaan dan
penyesalan." "Ayah, kau menyesal karena kau tidak dapat menguras kepandaian simpanan Kwee Seng. Kau tidak peduli tentang perjodohanku, asal kau dapat menambah ilmu-ilmu yang kau kumpulkan!"
Karena rahasianya ditebak tepat oleh puterinya, Pat-jiu Sin-ong menjdi marah. "Kau anak kecil tahu apa " Betapa pun sukaku mengumpulkan ilmu, namun aku masih memikirkan
calon suamimu. Kalau kau berjodoh dengan Kwee Seng,
berarti sekali panah mendapatkan dua ekor harimau. Pertama, kau mendapat jodoh pemuda paling hebat di dunia, ke dua, setelah ia menjadi suamimu, berarti ia menjadi keluarga kita dan ilmu-ilmunya juga menjadi ilmu keluarga kita yang akan membikin Beng-kauw makin bersinar. Tolol kau. Hayo
pulang!" "Tidak, Ayah. Aku belum ingin pulang. Aku ingin
berkelana." Bantah Lu Sian yang sebenarnya ingin mendekati Kam Si Ek pujaan hatinya.
Pat-jiu Sin-ong melotot, akan tetapi hatinya sudah terlalu kecewa untuk memusingkan urusan ini. Sudah terlalu sering puterinya ini berkelana seorang diri dan ia pun tidak kuatir karena puterinya memiliki kepandaian yang lebih daripada cukup untuk menjaga diri.
"Sesukamulah, anak bandel. Akan tetapi kalau dalam waktu setahun kau tidak pulang membawa jodohmu yang setimpal, kau akan kucari dan kuseret pulang, kukurung dalam kamar sampai lima tahun tak boleh keluar. Sebaliknya kalau kau pulang membawa jodoh yang menyebalkan, akan kubunuh
laki-laki itu dan kau akan kujodohkan dengan seorang anggota Beng-kauw pilihanku sendiri. Nah, kau dengar baik-baik
pesanku itu!" Setelah berkata demikian, kakek itu mendengus dan tubuhnya berkelebat lenyap dari situ.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sejenak Liu Lu Sian tertegun. Betapa pun besar rasa
sayang ayahnya terhadap dirinya, namun ayahnya berwatak keras dan ucapannya tadi tentu akan dipegang teguh.
Bagaimana kalau kelak ayahnya tidak menyetujui pilihannya "
Ah, bagaimana nanti sajalah, demikian ia menghibur hati. Lalu ia memungut pedangnya yang tadi dilepaskan oleh Kwee
Seng, sejenak berdiri di tepi jurang melongok ke bawah, bergidik melihat jurang yang hitam tak berdasar dan
mendengar suara berkericiknya air jatuh di bawah, lalu ia menarik napas panjang dan berjalan pergi meninggalkan
puncak itu Ketika tubuhnya melayang ke bawah dengan kelajuan yang
menyesakkan napas, Kwee Seng maklum bahwa nyawanya
terancam maut yang ia sendiri tak mungkin dapat menolong.
Ia terjatuh di tempat yang tak ia ketahui betapa dalamnya, yang gelap pekat tak tampak sesuatu di sekelilingnya. Oleh karena itu, ia tidak berani menggerakkan tubuh dan
menyerahkan nasibnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Suatu sikap yang baik sekali dan patut dicontoh. Memang, sepandai-pandainya manusia, sekali-kali ia akan mengalami hal yang membuat ia sama sekali tidak mampu berdaya, dan di mana ikhtiar dan usaha sudah tiada gunanya lagi, memang jalan terbaik menyerahkan segalanya kepada Tuhan tanpa
keraguan lagi, sebulat-bulatnya.
Tepatlah kata para bijaksana bahwa segala sesuatu di
dunia ini, kesudahannya berada dalam kekuasaan Tuhan.
Apabila Tuhan menghendaki seseorang mati, biarpun si orang bersembunyi di lubang semut, maut pasti akan tetap akan datang menjemput. Sebaliknya, apabila Tuhan menghendaki seseorang tetap hidup, biarpun seribu bahaya datang
mengurung, pasti ada jalan orang itu akan tertolong.
Kwee Seng sudah hampir pingsan karena napasnya sesak,
kepalanya pening dan semangatnya serasa melayang-layang.
Betapapun tabahnya, namun malapetaka yang dihadapinya ini
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
membuatnya merasa ngeri, membayangkan apa yang akan
menyambut tubuhnya yang pasti akan terbanting hancur luluh pada dasar jurang. Terlalu lama rasanya ia menanti, terlalu lama rasanya maut mempermainkan dirinya, tidak segera
datang menjangkau. Ya Tuhan, bisiknya, mengapa sebelum
mati hamba-Mu ini harus mengalami siksaan begini mengerikan " Tiba-tiba... "byuuurr!!" tubuhnya terhempas ke dalam air yang amat dingin. Sebagai seorang ahli silat yang ilmu
kepandaiannya sudah amat tinggi, tubuh Kwee Seng segera membuat reaksi, bergerak membalik mengurangi tamparan
air. Namun tetap saja ia merasa betapa kulit punggungnya seperti pecah-pecah, nyeri, perih dan panas rasanya. Untung baginya air itu cukup dalam sehingga ketika tubuhnya
tenggelam, ia cepat menendang ke bawah dan tubuhnya
muncul lagi ke permukaan air. Masih gelap pekat di situ, dan tiba-tiba Kwee Seng merasa serem dan terkejut karena
tubuhnya terseret arus air yang bukan main kuatnya. Kembali ia menyerahkan dirinya kepada Tuhan. Sekali tadi Tuhan telah menyelamatkannya, ini alamat baik, pikirnya. Ia hanya
menggerakkan kaki tangan agar tubuhnya jangan tenggelam.
Arus air itu kuat bukan main, tubuhnya dibawa berputar-putar sampai kepalanya menjadi pening. Kembali rasa takut
mencekam hatinya. Ia berputaran, hal ini berarti bahwa ia terbawa oleh pusaran air ya! ng! kuat. Benar dugaannya, makin lama makin cepat ia berputaran dan tiba-tiba tubuhnya tanpa dapat ia pertahankan lagi, disedot ke dalam air !
Kwee Seng sudah siap. Ia mengambil napas cukup banyak
dan ketika ia berada di bawah air ia menggerakkan kaki
tangannya kuat-kuat sehingga ia berhasil bebas daripada pusaran air di bawah yang tidak sekuat di atas. Kini tubuhnya hanyut oleh arus dan ketika ia menggerakkan kakinya muncul kembali di permukaan air, hatinya girang melihat bahwa kini ia terbawa oleh air sungai yang sempit dan kuat arusnya, akan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tetapi yang tidak begitu gelap lagi sehingga ia dapat melihat.
Kanan kiri merupakan tebing tinggi, mungkin ada lima ratus meter tingginya, tebing batu gunung yang hijau berkilau dan licin rata. Akan tetapi sungai kecil itu ternyata cukup dalam, kalau tidak, arus yang kuat itu pasti akan menghantamkannya pada batu-batu.
Karena tidak ada tempat untuk mendarat, diapit-apit tebing tinggi, terpaksa Kwee Seng membiarkan dirinya hanyut. Ada seperempat jam ia hanyut dan tiba-tiba ia mengeluarkan
seruan kaget, wajahnya pucat dan hatinya ngeri.
Betapa tidak akan ngeri hatinya melihat bahwa tak jauh di depannya, air itu tertumbuk pada tebing lain yang juga tinggi dan kiranya air itu memasuki terowongan di dalam tebing !
Bagaimana akalnya " Untuk mendarat tidak mungkin, kanan kiri tebing tinggi dan licin, di depan pun tebing yang sama, menahan arus air tak mungkin ! Celaka, pikirnya, kali ini aku akan dibanting hancur oleh arus air kepada tebing di depan !
Akan tetapi ia tidak mau menyerah kepada maut begitu saja selama ia masih dapat berikhtiar. Ia cepat mengambil napas sampai memenuhi rongga dadanya, kemudian ia menyelam
sedalam mungkin. Ikhtiarnya ini menyelamatkannya dari cengkraman maut.
Arus air pecah-pecah bagian atasnya menghantam tebing,
akan tetapi di bagian bawah dengan kecepatan luar biasa menerobos ke dalam sebuah lubang yang lebar garis
tengahnya kurang lebih dua meter. Kalau saja terowongan di dalam perut gunung ini terlalu panjang, tentu Kwee Seng takkan tertolong lagi nyawanya. Ia terseret arus yang amat cepat, ia hanya menahan napas meramkan mata, sedapat
mungkin mengerahkan sin-kang di tubuhnya karena tubuhnya mulai terbentur-bentur batu. Kalau ia bukan seorang
gemblengan, tentu sudah remuk tulang-tulangnya. Akan tetapi siksaan alam ini terlalu hebat dan ia sudah hampir pingsan ketika tiba-tiba ia melihat cahaya terang di atas. Cepat ia
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
menggerakkan kedua kakinya yang terasa sakit-sakit itu dan tubuhnya mumbul ke atas. Ia masih berada dalam terowongan yang amat besar, merupakan gua panjang yang amat
menyeramkan. Air mengalir di tengah terowongan, kini air makin melebar dan makin dangkal. Di! a! tas bergantungan batu-batu yang meruncing seperti tombak besar, dinding yang hijau berkilauan terkena cahaya matahari yang entah
menembus dari mana. Karena air amat dangkal akhirnya
tubuhnya yang lemas itu tersangkut pada batu.
Kwee Seng mengeluh, kepalanya puyeng, tubuhnya sakit-
sakit semua, lemas dan tangan kanannya kaku lumpuh akibat racun jarum yang masih menancap didalam pundak kanannya.
Rambut awut-awutan menutupi muka, pakaiannya yang basah kuyup itu tidak karuan macamnya, robek sana-sini. Ia
mengerahkan tenaganya untuk bangkit berdiri. Kiranya air hanya tinggal sepaha dalamnya. Ketika ia merangkak minggir, air makin dangkal akan tetapi ia beberapa kali terjatuh dan kakinya tersangkut batu. Air yang amat jernih, akan tetapi pandang mata Kwee Seng amat gelap, pikirannya amat keruh.
Ia tidak tahu bahwa tak jauh dari situ berdiri seorang wanita tua, seorang nenek-nenek yang memandang ke arahnya
pwnuh perhatian. Nenek ini tubuhnya kecil kurus, mukanya amat tua penuh keriput, pakaiannya bersih akan tetapi penuh tambalan. Mata nenek ini terang jernih bersinar-sinar.
"Sungguh aneh seorang manusia terbawa arus maut bisa sampai ke sini dalam keadaan masih hidup!" Nenek itu berkata penuh keheranan, akan tetapi ia segera melangkah,
gerakannya cepat dan cekatan sekali ketika ia melihat Kwee Seng mengeluh panjang dan terguling roboh di tepi sungai, tak bergerak lagi karena sudah pingsan.
Amatlah mengherankan dan mengagumkan betapa nenek-
nenek tua renta yang kurus itu setelah memeriksa nadi tangan Kwee Seng, lalu mengangkat tubuh Kwee Seng bagaikan
mengangkat tubuh seorang bayi saja, begitu mudah dan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ringan, lalu membawa tubuh Kwee Seng ke sebuah ruangan di bawah tanah yang tak jauh dari sungai itu, melalui
terowongan yang berlika-liku. Dengan hati-hati nenek itu merebahkan tubuh Kwee Seng di atas pembaringan batu,
kemudian sekali lagi memeriksa tubuhnya. Ia mengeluarkan suara kaget ketika melihat betapa pundak kanan Kwee Seng berwarna hitam.
"Aihhh, kejamnya orang yang menggunakan jarum
beracun!" serunya, cepat-cepat ia mengambil obat dari pojok di mana terdapat meja dan lemari batu, kemudian ia
menggunakan sebatang pisau merobek kulit pundak Kwee
Seng, mengeluarkan jarum hitam yang bersarang di situ.
Dengan beberapa kali pijatan di sekitar pundak ia
mengeluarkan darah hitam dan menempelkan sebuah batu
yang warnanya putih dan ringan sekali, besarnya sekepalan tangan. Aneh bukan main, batu putih ringan itu dalam sekejap mata menjadi berubah hitam dan berat, dan kiranya darah yang berada di sekitar luka telah disedot oleh batu itu !
Setelah mencuci batu dan mengeringkannya kembali di atas api, nenek itu kembali menggunakan batu mujijat untuk
menyedot darah. Sampai lima kali hal ini dilakukan, setelah batu itu warnanya berubah merah, barulah ia berhenti,
menggunakan obat bubuk dituangkan ke dalam luka dan
membalut luka itu dengan sehelai kain sutera yang agaknya adalah sebuah ikat pinggang.
Tekanan batin dan penderitaan lahir yang dialami Kwee
Seng agaknya memang hebat sehingga ia seakan-akan keluar kembali dari lubang kubur, terlepas dari cengkraman maut yang mengerikan, sehingga ketika ia roboh pingsan itu,
selama tiga hari tiga malam ia tetap dalam keadaan tidak sadar. Ia tidak tahu betapa luka-lukanya dirawat secara tekun oleh seorang nenek tua, tidak tahu betapa setiap hari nenek itu menjaga dan merawatnya siang malam, tidur sambil duduk bersila di dekat pembaringan batu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pada hari keempat, pagi-pagi sekali, Kwee Seng siuman
dari pingsannya. Ia merasa tubuhnya sakit-sakit dan lemah, ketika ia membuka matanya, ia melihat langit-langit batu yang kasar. Pandang matanya terus menjalari dinding batu itu yang penuh dengan tulisan lebih tepat ukiran karena dinding itu penuh tulisan huruf yang agaknya diukir. Huruf-hurufnya halus dan indah, jelas membayangkan tulisan tangan wanita, dan sekilas pandang tahulah ia bahwa tulisan-tulisan itu
merupakan syair-syair yang amat indah pula walaupun
mengandung peluapan hati berduka. Ketika mendapat
kenyataan bahwa ia rebah di atas pembaringan batu di dalam sebuah "kamar" batu seperti gua, teringatlah Kwee Seng dan cepat ia bangkit duduk. Pada saat itu ia melihat seorang nenek duduk bersila di atas lantai, dekat pembaringan batu.
"Tubuhmu masih lemah, engkau masih perlu beristirahat lebih lama lagi. Berbaringlah, aku akan masak ikan dan sayur untukmu."
Suara itu halus sekali, teratur dan sopan-santun. Kwee
Seng terbelalak kaget. Nenek ini bukan orang sembarangan, itu sudah jelas. Akan tetapi, di samping ini, nenek itu membayangkan sifat seorang terpelajar tinggi, seorang yang tahu akan tata susila dan sopan santun, sama sekali berbeda dengan sikap orang-orang kang-ouw, pantasnya seorang
nenek yang biasa hidup di dalam istana raja-raja !
Ketika merasa pundaknya sakit dan ketika diliriknya ia
melihat pundaknya sudah dibalut, dan tidak ada rasa kaku maupun gatal tanda bahwa pengaruh racun sudah lenyap,
tahulah Kwee Seng bahwa nenek ini merupakan penolongnya.
Cepat ia turun dari pembaringan, mengeluh karena hampir saja ia terjungkal saking lemahnya tubuh, kemudian ia
terpaksa berlutut karena nenek itu tetap duduk bersila.
"Locianpwe (Orang Tua Yang Mulia) telah sudi memberi pertolongan kepada saya orang muda yang menderita, saya Kwee Seng takkan melupakan budi kebaikan ini."
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Nenek itu tertawa dan menggunakan punggung tangan
kanan menutupi mulutnya, gerakan khas wanita sopan yang tak pernah mau tertawa secara terbuka di depan siapapun juga. Kemudian terdengar pula suaranya yang halus dengan gaya bahasa yang biasa dipergunakan oleh para bangsawan,
"Saling tolong tidak mengenal tua dan muda, dan akupun tidak bermaksud menolongmu, melainkan kaulah yang datang dan membutuhkan pertolonganku. Air itu disebut Arus Maut, mahluk berjiwa apapun juga yang terseret ke dalam Neraka Bumi ini, tentu telah tak bernyawa lagi. Akan tetapi engkau terseret masuk dalam keadaan bernyawa. Ahhh, entah setan yang mana mengirim engkau datang kepadaku untuk
menemaniku!" "Maaf, Locianpwe, saya kira bukan setan yang Locianpwe maksudkan. Tentu Tuhan yang telah melindungi saya..."
"Sudah terlalu lama dahulu aku menggantungkan nasibku kepada Tuhan, terlalu banyak hati ini memohon, terlalu sering mulut ini menyebut, akan tetapi buktinya.... Ah, kalau toh ada Tuhan itu sama sekali tidak peduli kepada diriku...." Bukan main pahitnya suara dalam kata-kata ini dan Kwee Seng dapat menduga bahwa nenek ini tentu telah mengalami penderitaan hidup yang amat luar biasa sehingga hatinya seakan-akan menjadi beku dan penuh penyesalan mengapa hidupnya selalu menderita seakan-akan Tuhan tidak mempedulikannya.
Karena menghadapi seorang nenek yang agaknya sakti dan
malah menjadi penolongnya, ia tidak mau membantah lagi
walaupun ia merasa penasaran dan terheran-heran mengapa seorang nenek tua yang sudah memiliki ilmu kepandaian
tinggi, begitu dangkal pandangannya tentang kebesaran dan keadilan Tuhan.
"Bolehkah saya mengetahui nama Locianpwe yang mulia?"
akhirnya ia bertanya. "Ah, aku sendiri tidak tahu siapa namaku, akan tetapi karena kau sudah berada di sini menemaniku, biarlah kelak
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kau yang memilihkan nama untukku. Sipa saja terserah
kepadamu." Kembali nenek itu menutupi mulut menahan suara tawanya, kemudian ia bangkit berdiri, gerakannya
ringan dan cekatan, "Ah, sampai lupa aku. Kau tentu lapar, untung pada musim seperti ini, daun kelabang di bawah Guha Seratus Golok tumbuh dengan suburnya. Daun kelabang
merupakan sayur yang selain enak juga dapat mempercepat kembalinya kesehatanmu, dan dimasak dengan ikan ekor
putih bukan main lezatnya." Setelah berkata demikian, nenek itu pergi meninggalkannya.
Kwee Seng memandang dengan melongo. Tadi ia berlutut
di depan nenek itu yang duduk bersila, mereka berhadapan dalam jarak satu meter sehingga jelas ia dapat mencium
keharuman dari tubuh nenek itu. Hal ini tentusaja amat
janggal, seorang nenek berbau harum " Apakah memakai
minyak bunga " Dan mata nenek itu. Bukan main ! Diam-diam meremang bulu tengkuk Kwee Seng, bergidiklah dia. Tak
mungkin nenek itu manusia. Ah, masih hidupkah dia "
Ataukah sebetulnya sudah mati dan inikah keadaan neraka dimana ia dihukum dan diharuskan tinggal bersama seorang iblis betina " Nenek tadi menyebut air itu Arus Maut dan tempat ini disebutnya Neraka Bumi ! Gerak-geriknya memang seperti manusia yang berilmu, akan tetapi suaranya begitu halus,
matanya seperti mata... ah, sukar mencari perbandingan, pendeknya begitu jernih, begitu tajam, bagian putihnya tiada cacat, bagian hitamnya berkilau seakan
menyinarkan api. Serasa ia mengenal mata ini ! Ah, tak
mungkin ! Tiba-tiba nenek itu membalikkan tubuh dan dari jauh ia
berkata, suaranya bergema di seluruh ruangan, "Oya, di ruangan paling kiri terdapat kamar kitab, kalau kau suka kau boleh membaca kitab yang mana saja. Kitab-kitab tua yang sukar sekali dibaca, aku sendiri ogah membacanya!"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Suara ini menyadarkan Kwee Seng daripada lamunannya.
Mengapa ia harus merasa ngeri " Manusia maupun setan,
nenek itu telah membuktikan niat baik terhadap dirinya. Telah menolongnya, mengangkatnya dari sungai, merawat lukanya sampai sembuh, dan kini malah bersiap menyediakan
makanan untuknya. Kitab-kitab kuno " Lebih baik melihat-lihat daripada duduk menanti orang masak, karena teringat akan masakan, perutnya yang perih akan makin terasa. Ia bangkit berdiri,
menahan napas dan mengumpulkan kembali kekuatannya. Kwee Seng merasa betapa lemahnya tubuh,
seakan-akan habis semua tenaganya. Hemm, untung nenek
itu berniat baik, kalau mengandung niat jahat terhadapnya, dalam keadaan seperti ini, tentu ia takkan
mampu mengadakan perlawanan sama sekali. Dengan terhuyung-
huyung ia menyeret kedua kakinya menuju ke kiri melalui jalan terowongan mencari kamar kitab-kitab itu.
Ketika memasuki kamar dalam tanah paling kiri, ia berseru heran dan kagum. Dinding kamar itu merupakan rak buku dan di situ berdiri banyak sekali kitab yang berjajar rapi. Sekilas pandang ia menaksir bahwa di situ terdapat tidak kurang dari seratus buah kitab yang tebal ! Sebelum menjadi ahli silat, Kwee Seng adalah seorang kutu buku (penggemar bacaan),
apalagi kitab-kitab kuno yang mengandung filsafat-filsafat berat. Kini melihat kitab kuno berderet-deret rapi, ia seperti seorang kelaparan melihat daging segar. Lupa ia akan semua kelemahan tubuhnya, setengah tubuhnya, setengah meloncat ia mendekati rak buku batu itu dan jari-jari tangannya
gemetar ketika ia memeriksa judul-judul buku. Ternyata kitab-kitab itu adalah kitab-kitab mengenai Agama To, sebagian pula merupakan kitab dongeng-dongeng raja-raja jaman
dahulu, kitab berisi syair-syair para pujangga kuno. Sampai bingung Kwee Seng akan melihat bacaan mana yang akan ia dahulukan. Karena ingin sekali tahu semua kitab itu, ia tidak mau mengambil sebuah diantaranya, melainkan ia membuka
lembaran pertama dari semua kitab untuk mengetahui
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
judulnya. Dua buah kitab amat menarik hatinya, yaitu kitab Siulian (Meditasi) dan yang sebuah lagi kitab tentang rahasia letak dan gerakan-gerakan bintang-bintang.
Yang mula-mula ia buka dan baca adalah kitab tentang
samadhi itu dan alangkah girang hatinya ketika ia mendapat kenyataan bahwa kitab kuno itu benar-benar merupakan kitab rahasia yang amat berharga, di mana dijelaskan tentang
pelbagai ilmu samadhi, cara-caranya dan segala yang
berhubungan dengan samadhi mengenai peredaran jalan
darah, pernapasan dan lain-lain. Ia pernah melatih diri bersamadhi untuk melatih lwee-kang dan memperkuat sinkangnya, akan tetapi pelajaran yang ia dapat dahulu amatlah dangkal dan tak berarti kalau dibandingkan dengan isi kitab ini. Bagaikan seorang miskin menemukan sebuah batu
permata yang tak ternilai harganya, Kwee Seng membawa
kitab Samadhi dan Perbintangan itu keluar dari kamar kitab dan kembali ke ruangan tadi. Betapapun juga, ia harus minta ijin dulu dari Si Pemilik Kitab. Mengingat ini, ia tercengang.
Ternyata wanita itu bukan sembarang orang ! Dengan
memiliki kitab-kitab seperti ini, jelas bahwa nenek itu adalah seorang yang memiliki ilmu yang amat tinggi ! Heran ia
memikirkan, siapa gerangan nenek itu yang mengaku tidak punya nama, bahkan minta ia kelak yang memilihkan nama
untuknya ! Ia sedang tekun membalik-balik lembaran kitab Samadhi
ketika nenek itu yang muncul membawa mangkok-mangkok
batu dengan masakan yang masih mengebul dan masih
menyiarkan bau yang sedap-sedap aneh. Cepat Kwee Seng
menutup kitabnya dan berlutut lagi sambil berkata, "Mohon maaf sebanyaknya bahwa saya berani lancang mengganggu
Locianpwe yang budiman, berani pula memasuki kamar kitab yang terahasia mengambil dua buah kitab ini. Apabila
Locianpwe memperkenankan, saya mohon pinjam dua ini
untuk saya baca." Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Nenek itu tak bergerak kulit mukanya, menaruh mangkok-
mangkok masakan di atas meja batu, lalu menghadapi Kwee Seng, memandang ke arah dua kitab itu, "Hemm, bangkitlah.
Tak enak melihat kau sedikit-sedikit berlutut seperti itu. Kita berdua seakan-akan hidup di dunia tersendiri, terpisah dari dunia ramai, mengapa harus memakai banyak tatacara yang palsu" Kwee Seng, duduklah dan mari kita makan. Kau
memilih kitab-kitab itu " Hemm, kitab tentang Samadhi dan kitab Perbintangan " Ah, justeru dua kitab itu yang aku sendiri paling tidak doyan (tidak suka)! Terlalu ruwet dan kalimat-kalimatnya amat kuno, pengertianku tentang sastra tidak sampai di situ. Kau bacalah, dan boleh memiliki dua kitab itu."
Bukan main girangnya hati Kwee Seng. "Locianpwe amat mulia, terima kasih atas pemberian ...." "Siapa memberi "
Kitab-kitab itu sudah berada di sini sebelum aku lahir ! Mari kita makan, perutmu kosong dan kita lanjutkan bicara nanti saja."
Untuk menghormati ajakan orang yang demikian manis
budi, Kwee Seng tidak banyak cakap lagi, lalu menghadapi hidangan. Ternyata masakan itu adalah masakan ikan yang gemuk bersama sayur-sayuran yang berwarna hitam.
Kelihatannya sayur itu menjijikkan, terasa gurih dan sedap.
Tanpa malu-malu lagi Kwee Seng makan dengan lahapnya
dan mendapat kenyataan bahwa perutnya menjadi hangat dan badannya terasa segar setelah makan hidangan aneh itu.
Sehabis makan Kwee Seng hendak membantu Si Nenek
mencuci mangkok batu, akan tetapi cepat-cepat Si Nenek
mencegahnya, "Mencuci mangkok adalah pekerjaan wanita, kalau kau membantu dan canggung sampai membikin pecah
mangkok batu, aku harus bersusah payah membuat lagi."
Nenek itu lalu pergi lagi dan ketika Kwee Seng mengikutinya,ternyata Neraka Bumi ini merupakan tempat


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tinggal yang lengkap juga. Ada air mancur yang jernih, dan disuatu sudut tumbuh bermacam sayuran aneh yang daun-
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
daunnya berwarna hitam kehijauan, ada yang kemerahan.
Tidak kekurangan kayu bakar di situ, agaknya dari kayu-kayu dan ranting-ranting yang terbawa aliran Arus Maut, ditampung dan dikeringkan di tempat itu, di mana terdapat sinar matahari menyinar masuk melalui tebing yang tak dapat diperkirakan tingginya.
Jalan lain untuk keluar dari Neraka Bumi ini tidak ada sama sekali ! Mereka telah terkurung hidup-hidup dan agaknya hanya melalui terowongan air itu saja jalan keluar masuk neraka ini ! Untuk memasukinya saja mempertaruhkan nyawa, apalagi keluarnya, harus melawan arus yang begitu deras, agaknya tidak mungkin lagi. Mendapat kenyataan ini, Kwee Seng lesu dan duka, akan tetapi kalau ia teringat akan derita hidup karena putus cinta, ditolak kasihnya oleh Liu Lu Sian, ia tidak ingin lagi kembali ke dunia ramai.
Tempat itu biarpun menyeramkan dan sederhana, namun
cukup enak untuk menjadi tempat tinggal. Makanan cukup, air cukup, sinar matahari pun tidak kurang, dan di situ terdapat seorang nenek yang merawatnya begitu teliti penuh perhatian seperti seorang nenek merawat cucunya sendiri. Masih
terdapat ratusan lebih kitab kuno tebal-tebal yang agaknya tak mungkin dapat habis biarpun ia baca setiap hari sampai
selama ia hidup. Mau apa lagi "
Namun ternyata kitab Samadhi itu amat menarik perhatian Kwee Seng. Makin dibaca makin menarik, makin di pelajari makin sulit. Akan tetapi, setiap kali ia mencoba bersamadhi menurut petunjuk-petunjuk isi kitab, Kwee Seng mendapat kenyataan bahwa hasilnya luar biasa. Tenaga dalamnya cepat pulih kembali, behkan ia merasa betapa dengan latihan
menurut kitab itu, tenaganya menjadi makin kuat, pikirannya makin jernih dan tubuhnya terasa nyaman selalu. Makin
tekunlah ia mempelajari isi kitab dan kadang-kadang saja ia membaca kitab ke dua tentang perbintangan. Kitab ini pun menarik hatinya karena setelah membaca tentang pergerakan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
bintang-bintang ia mendapat pandangan yang luas tentang ilmu silat, apalagi tentang ilmu pedangnya Cap-jit-seng-kiam (Ilmu Pedang Tujuh Belas Bintang) !
Nenek itu jarang sekali bicara, namun dalam sikap
diamnya, nenek itu kelihatan amat memperhatikan segala
keperluannya. Bahkan pakaiannya yang robek-robek itu telah ditambali oleh Si Nenek. Seringkali Kwee Seng memutar otak untuk menerka siapa gerangan nenek ini yang tak pernah mau mengaku namanya maupun riwayatnya. Ketika Kwee Seng
mencoba untuk mendesak, nenek itu bersungut-sungut dan
menjawab dengan suara kesal. "Sudahlah, kausebut saja aku nenek, habis perkara. Aku tidak suka kausebut sebut
locianpwe segala. Orang macam aku ini ada kepandaian apa sih?"
Tertegun Kwee Seng kadang-kadang menyaksikan sikap
nenek ini. Begitu mudah ngambul dan marah, kadang-kadang diam termenung seperti orang menyedihkan sesuatu. Untuk menyenangkan hatinya terpaksa ia menghilangkan panggilan locianpwe dan memanggilnya nenek. Anehnya kadang nenek
itu tertawa menutupi mulutnya mendengar sebutan ini. Dan yang amat membingungkan hati Kwee Seng, setiap kali nenek itu memandangnya dengan mata bening jernih memancarkan
semangat bernyala-nyala dan amat tajam, ia merasa seakanakan pernah melihat mata macam ini. Akan tetapi entah kapan dan di mana, ia tidak dapat ingat lagi karena memang rasanya baru pertama kali ini ia bertemu dengan seorang nenek yang begini aneh.
Dengan mendapat hiburan kitab samadhi itu waktu tidak
terasa lagi oleh Kwee Seng. Saking tekunnya ia melatih diri dalam samadhi dan memperdalam ilmu silatnya dari kitab
Perbintangan, tak terasa lagi ia telah terkurung di dalam Neraka Bumi itu selama hampir seribu hari ! Tiga tahun lewat tanpa terasa oleh Kwee Seng yang semakin girang
menyaksikan kemajuan ilmu silatnya. Tenaga sin-kangnya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
hebat sekali sehingga ketika ia mencoba kedua tangannya, hawa pukulannya sanggup menahan aliran air yang deras
untuk beberapa detik ! Dengan latihan-latihan berdasarkan ilmu perbintangan, ia dapat menggunakan dua buah ranting untuk "mendaki" naik sepanjang dinding tebing yang licin dan keras dengan cara menancap-nancapkan dua ranting itu
secara bergantian, merayap seperti seekor kelabang !
Hubungannya dengan nenek itu makin akrab dan selama
itu Si Nenek memperlihatkan sikap yang penuh kasih sayang, benar-benar ia merasa seperti dekat dengan seorang nenek sendiri, atau bahkan dengan ibu sendiri !
Tidaklah mengherankan ketika pada suatu hari Kwee Seng menyatakan keinginannya untuk mencari jalan keluar, nenek itu menangis tersedu-sedu !
"Kalau kau pergi ... aku... aku mati saja..." Si Nenek berkata dalam tangisnya.
"Nenek, mengapa begitu?" Kwee Seng menghibur.
"Percayalah, kalau aku bisa mendapatkan jalan keluar, tentu kau akan kuajak keluar dari neraka ini dan..."
"Tidak...! Tidak...! Mau apa aku mencari derita di dunia ramai " Aku mau mati di sini!"
Kwee Seng terharu, melangkah maju dan menyentuh
pundak nenek itu. "Harap kau jangan berpendirian begitu, Nek...!"
"Jangan sentuh aku!" Tiba-tiba nenek itu menggerakkan pundaknya dan Kwee Seng merasa betapa dari pundak itu
keluar tenaga dorongan yang cukup hebat. Ia merasa heran.
Memang hebat tenaga dorongan pundak yang hanya
digerakkan begitu saja, akan tetapi ia harus akui bahwa tenaga itu tidaklah sehebat yang ia sangka. Tenaga murni dari sin-kang nenek ini agaknya tidak akan melebihi tenaga sinkangnya sendiri. Hal ini amatlah mengherankan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Nenek yang baik. Aku harus mengaku bahwa aku telah menerima budimu bertumpuk-tumpuk, sampai mati pun aku
takkan mampu membalas budimu. Oleh karena itu, perkenankanlah aku mencari jalan keluar dan membawamu di dunia ramai, dan aku bersumpah akan menganggap kau
sebagai nenek atau ibu sendiri, dan aku akan berbakti
kepadamu, merawatmu, menjagamu untuk membalas budi..."
"Cukup ! Aku tak mau dengar lagi!" Nenek itu lalu meninggalkannya dengan sikap marah. Kwee Seng duduk
terlongong, terheran-heran. Akan tetapi sikap nenek itu tentu saja tidak memadamkan niatnya untuk mencari jalan keluar.
Betapa pun besar ia berhutang budi, masa ia yang masih
muda mengubur diri sampai mati di tempat itu "
Tiba-tiba terdengar suara berkerosokan hebat di sebelah atas, dan keadaan menjadi gelap. Cepat-cepat Kwee Seng
menyalakan lampu dari minyak yang dikumpulkan dari ikan sehingga keadaan di situ menjadi remang-remang. Nenek itu datang berjalan perlahan.
"Suara apakah itu, Nek?" "Hujan ! Agaknya akan datang musim hujan besar. Dulu pernah sampai tiga puluh hari lebih tidak cahaya matahari, gelap di sini dan Arus Maut mengalir deras mengamuk, membabi buta."
"Wah, celaka ! Tentu di sini terendam air, Nek?"
"Jangan kuatir. Air itu membanjir ke depan, terus keluar melalui terowongan. Tak pernah banjir di sini, akan tetapi sukar menangkap ikan. Maka sebelum banjir besar dan gelap datang, kita harus banyak mengumulkan ikan untuk bahan
makan, juga mengumpulkan sayur."
Tiga hari mereka kerja keras, setiap saat menangkap ikan dan mengumpulkan kayu bakar, sayur-sayur. Kemudian
tibalah musim gelap dan hujan yang dikuatirkan. Air yang mengalir ke dalam terowongan itu menjadi liar dan besar, batu-batu diterjangnya hanyut, suaranya memenuhi ruangan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
itu, bergema menakutkan. Lubang di atas melalui tebing-
tebing tinggi itu tidak dijenguk matahari lagi. Gelap pekat, hanya diterangi lampu minyak yang hanya kadang-kadang
kalau perlu saja dinyalakan, harus seringkali dipadamkan, apalagi di waktu mereka tidur, untuk menghemat minyaknya.
Si Nenek tidak marah-marah lagi. Dalam keadaan terancam itu mereka seringkali duduk bercakap-cakap.
Pada hari ke empat, di dalam gelap pekat karena lampu
sudah dipadamkan, nenek itu bertanya suaranya halus
menggetar penuh perasaan, "Kwee Seng, apakah masih ada niat hatimu untuk keluar dari sini?"
Kwee Seng terharu. Suara itu menggetar, jelas bahwa
nenek itu amat kuatir ditinggalkan. "Sesungguhnya, Nek. Aku yang masih muda tak mungkin harus mengubur di sini terus selamanya. Aku akan keluar dan tentu saja besar harapanku untuk mengajakmu keluar. Kau memiliki kepandaian, tentu dapat pula keluar bersamaku."
Hening sejenak. Ingin sekali Kwee Seng dapat melihat
wajah nenek itu atau lebih tepat melihat matanya, karena wajah nenek yang keriputan itu tak pernah membayangkan isi hatinya. Akan tetapi matanya dapat membayangkan. Namun
di dalam gelap itu ia hanya menanti, tak dapat melihat apa-apa.
"Kwee Seng..." tertahan lagi. "Ya, Nek " Ada apa ?" "Kau bilang hendak merawatku selama aku hidup. Akan tetapi aku tidak tahu orang macam apa kau ini, dari mana asalmu dan bagaimana kau sampai dapat tiba di tempat ini. Belum pernah kau bercerita tentang dirimu."
Kwee Seng tersenyum di dalam gelap. Memang tak pernah
ia bercerita. Bukankah nenek itu pun tak pernah menanyakan dan tak pernah pula menceritakan tentang dirinya "
Pertanyaan nenek itu merupakan harapan. Agaknya Si Nenek hendak menimbang-nimbang untuk ia ajak keluar di dunia
ramai ! Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Aku seorang yatim piatu, Nek. Orang tuaku meninggal sejak aku masih kecil. Aku hidup mengabdi kepada orang-orang, menjadi buruh tani, menggembala kerbau. Di dunia ini tidak ada seorang pun keluargaku. Aku seorang mahasiswa gagal, kepalang tanggung. Siucai (lulusan mahasiswa) bukan, buta huruf pun bukan. Lebih senang ilmu silat, itu pun serba tanggung-tanggung."
"Ilmu silatmu hebat, kepandaianmu luar biasa, ini aku tahu." Bantah Si Nenek.
"Ah, agaknya mendapat sedikit kemajuan berkat dua buah kitab yang kau pinjamkan, Nek." Kemudian Kwee Seng menceritakan semua pengalamannya, karena makin banyak ia bicara, makin terlepas lidahnya. Ia menganggap seakan-akan ia berhadapan dengan neneknya atau ibunya sendiri. Segala dendam dan sakit hati ia keluarkan, ia tumpahkan karena justeru selama ini ia membutuhkan seorang yang dapat ia ceritakan untuk menumpahkan semua dendam dan sakit hati.
Ia bercerita tentang Ang-siauw-hwa, kembangnya pelacur di see-ouw yang bernama Khu Kim Lin itu, ia bercerita pula tentang Liu Lu Sian yang menampik cinta kasihnya. Ia
menuturkan pertempurannya melawan Pat-jiu Sin-ong yang
mengakibatkan ia terjungkal ke dalam Arus Maut dan yang menyeretnya ke dalam Neraka Bumi itu.
"Nah, begitulah riwayatku, Nek. Nek, apakah kau tertidur?"
Kwee Seng mendongkol dan bertanya agak keras. Ia bercerita dua jam lebih, mulutnya sampai lelah, akan tetapi nenek itu diam saja, agaknya sudah tertidur pulas ! Akan tetapi ternyata tidak. Ia mendengar suara nenek itu menjawab, suara yang serak seperti orang menangis.
"Nek, mengapa kau menangis?" "Aku... aku kasihan kepadamu, Kwee Seng. Orang macam Liu Lu Sian itu mana
pantas kaucinta " Agaknya... agaknya lebih patut kau
mencinta Ang-siauw-hwa."
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Hemm, memang agaknya begitu. Dan terus terang saja, aku mengalami kebahagiaan yang takkan terlupa olehku
selamanya bersama Ang-siauw-hwa, walaupun hanya satu
malam. Ah, siapa sangka, ia meninggal dunia dalam usia
muda..." "Kurasa lebih baik begitu. Dia sudah menjadi pelacur, apakah baiknya " Hina sekali itu ! Lebih baik mati ! Akan tetapi, apakah... kau dapat mencintanya andai kata ia tidak mati?"
"Hemm, kurasa... hal itu mungkin. Dia wanita yang hebat !
Dan wataknya... ah, jauh lebih menyenangkan daripada Liu Lu Sian..."
Hening pula sejenak, akan tetapi Kwee Seng masih
mendengar nenek itu terisak-isak menangis, ia mendiamkannya saja, mengira bahwa nenek itu masih terharu mendengar
riwayat hidupnya yang memang tidak menyenangkan. Ia pun menjadi terharu. Nenek ini sudah amat mencintainya, seperti kepada anak sendiri, atau cucu sendiri sehingga mendengar semua penderitaannya, nenek ini
menjadi amat berduka ! Akan tetapi setelah lewat satu jam nenek itu masih saja terisak-isak, Kwee Seng menjadi kuatir juga.
"Nek, apa kau menangis " Sudahlah, harap jangan
menangis, menyedihkan hati, Nek."
Akan tetapi nenek itu tetap menangis. Kwee Seng curiga
dan khawatir. Jangan-jangan nenek yang sudah tua renta ini jatuh sakit karena kesedihannya. Ia mencetuskan batu api dan membakar daun kering, menyalakan pelita. Akan tetapi begitu lampu menyala, menyambarlah angin yang kecil akan tetapi keras dan api itu pun padam. Kiranya Si Nenek meniupnya dari jauh, memadamkan api.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kwee Seng mengangkat pundak. "Nek, kau mengkuatirkan hatiku karena menangis sejak tadi. Diamlah, Nek. Apakah kau sakit?"
Tidak ada jawaban pula, akan tetapi suara isak itu
mengendur dan mereda, akhirnya terdiam. Lega hati Kwee
Seng dan ia sudah merebahkan diri telentang, bermaksud
untuk beristirahat dan tidur. Akan tetapi beberapa menit kemudian terdengar suara Si Nenek, agak jauh dari tempat ia berbaring.
"Kwee Seng..." "Ya, Nek. Ada apa?" "Kalau kau keluar dari sini..." berhenti seakan sukar dilanjutkan. "Ya....?" Kwee Seng mendesak. ".... Aku tidak akan ikut. Tapi aku hanya mempunyai sebuah permintaan..." "Ya... " Permintaan apa, Nek " Tentu aku siap untuk
melaksanakan semua permintaanmu." "Kwee Seng, bukankah kau bilang bahwa kau berhutang budi kepadaku dan sanggup untuk membalas budi dengan
merawatku selamanya?"
"Betul, Nek, betul. Karena itu kau harus ikut..."
"Tak perlu kau lakukan hal itu. Tak perlu bersusah payah merawatku selama hidup. Sebagai gantinya, aku hanya minta sedikit.."
"Apa, Nek " Katakanlah." Hening kembali sampai lama, menegangkan hati Kwee Seng yang makin tidak mengerti
akan keanehan nenek itu. "Ya, Nek " Bagaimana kehendakmu?" "Kwee Seng, keadaan hujan dan gelap ini akan makan waktu sedikitnya lima belas hari lagi."
"Ya, betul agaknya. Lalu?" "Selama itu kau tidak boleh mencoba keluar..."
Kwee Seng tertawa. Hanya inikah permintaannya " Gila
benar. Mengapa bersusah-susah mengucapkannya " "Ha-ha-
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ha ! Tentu saja, Nek. Tidak usah meminta pun bagaimana aku dapat keluar kalau Arus Maut begitu hebat mengamuk?"
"Selama gelap dan hujan kau tinggal di sini dan..." "Ya...
?"" Kwee Seng mulai tidak sabar. ".... dan ... kita menjadi suami isteri sampai hujan berhenti!"
"Apa ?"" Kini Kwee Seng terloncat ke atas dan jatuh berdebuk di atas tanah. Begitu saja ia terguling dari atas pembaringan batu, saking kagetnya. Ia terhenyak di atas lantai, terlongong keheranan, seketika menjadi bisu tak dapat mengeluarkan suara. Setelah lidahnya tidak kaku lagi, suara yang dapat keluar dari mulutnya hanya, "... apa ..." "... ah...
bagaimana...?" Ia tidak percaya kepada telinganya sendiri.
Suara nenek itu penuh kegetiran, terdengar lirih mengandung rasa malu. "Hanya itu permintaanku. Kita menjadi suami isteri sampai pada saat kau berhasil keluar dari sini, yaitu setelah hujan berhenti."
Kwee Seng meloncat berdiri, mengepal tinjunya, mengerutkan keningnya. "Apa ?" Gila ini ! Tak mungkin!!"
Sunyi sejenak, lalu terdengar nenek itu tersedu-sedu
menangis, ditahan-tahan sehingga suara tangisnya tertutup, agaknya kedua tangan nenek yang kecil itu menutupi mulut dan hidung agar sedu sedannya tidak terlalu keras. Kemudian terdengar suara nenek itu makin jauh dari situ, diantara tangisnya, "Ah, aku tahu...kau tentu menolak..."
Kwee Seng terduduk di atas pembaringan batu, ada sejam
lebih tak bergerak-gerak, seakan-akan ia sudah pula berubah menjadi batu. Suara sedu-sedan nenek itu seakan-akan pisau menusuk-nusuk jantungnya. Apakah nenek itu sudah menjadi gila " Nenek-nenek yang melihat keriput di mukanya tentu berusia enam puluh tahun kurang lebih, bagaimana ingin
menjadi isterinya " Mana ia sudi melayani kehendak nenek yang gila-gilaan ini " Menjemukan sekali ! Sialan ! Kwee Seng mengumpat diri sendiri. Ada wanita yang mencintanya,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
seorang nenek-nenek hampir mati ! Mana mungkin ia
membalas cinta seorang nenek-nenek yang buruk rupa "
Teringat ia akan Ang-siauw-hwa. Teringat pula Liu Lu Sian.
Gadis puteri Beng-kauw itu pun menolak cintanya. Padahal ia tergila-gila kepada nona itu. Penolakan cinta yang
menyakitkan hati. Kwee Seng terkejut teringat akan hal ini.
Nenek itu pun mencintanya, mencinta dengan suci, sudah
dibuktikan dengan perawatan dan pelayanan yang demikian sungguh-sungguh penuh kasih sayang selama seribu hari !
Dan dia menolak cinta nenek itu. Menolak begitu saja !
Padahal nenek itu pun hanya menghendaki pembalasan cinta hanya untuk beberapa hari lamanya ! Ah, betapa sakit hati nenek itu, dapat ia membayangkannya. Ia menjadi seorang yang tak kenal budi ! Mungkin nenek itu pun hanya ingin diakui sebagai isteri saja, hanya ingin ia dekati dan ia sebut isteri, tak lebih daripada itu. Mungkin nenek itu, ingin menjadikan pengalaman manis ini sebagai kenang-kenangan manis untuk dibawa mati ! Nenek ini semenjak kecil berada di sini, demikian pengakuannya beberapa hari yang lalu secara pendek ketika ia tanya. Berarti bahwa nenek ini tak pernah mengalami dewasa di dunia ramai ! Sebagai wanita yang
selamanya tak pernah menjadi isteri orang, tentu timbul keinginan untuk menerima perlakuan manis dari seorang pria yang mengaku sebagai suaminya ! Ah, betapa bodohnya. Apa sih artinya pengorbanan sekecil ini " Hanya bermain
sandiwara, menyebut nenek itu sebagai isteri, bicara manis dan menghibur dengan kata-kata penuh sayang. Kiranya
cukup bagi Si Nenek yang tak mungkin menghendaki lebih
daripada itu. Berjam-jam Kwee Seng duduk termenung. Terjadi perang
di dalam hatinya sendiri, sedangkan suara sedu-sedan nenek itu tetap terdengar olehnya makin lama makin menusuk
jantung. Teringat ia akan pengalamannya bersama Ang-siauw-hwa. Selama ia hidup, baru sekali itu ia bercinta kasih dengan seorang wanita. Mencinta dan dibalas cinta. Merasai
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kemesraan seorang kekasih yang mencinta sepenuh hatinya.
Mendengar bisikan halus yang menyatakan cinta kasih Ang-siauw-hwa, melihat mata indah dari dekat, mata yang
memandang kepadanya penuh bayangan kasih sayang, mata
yang..! Kwee Seng tersentak kaget. Mata itu ! Mata nenek itu !
Itulah mata Ang-siauw-hwa ! Tak salah lagi. Mata Ang-siauw-hwa Si Kembang Pelacur Telaga Barat. Sama jernihnya, sama lebarnya, sama tajamnya dan lirikannya pun sama. Mata Ang-siauw-hwa ! Pantas ia merasa seperti pernah mengenal mata itu apabila Si Nenek memandangnya.
"Ahhh...!" terdengar Kwee Seng berseru melalui kerongkongannya. Akan tetapi Ang-siauw-hwa sudah mati.
Hanya persamaan yang kebetulan saja. Banyak mata wanita yang cantik-cantik hampir serupa dan agaknya nenek ini
dahulu pun seorang wanita cantik. Seorang wanita terpelajar dan cantik jelita. Kecantikan hanya sebatas kulit. Kalau orang sudah mencinta, apa artinya usia " Apa artinya keburukan rupa "
Nenek itu masih menangis terus. Dari suara tangisnya,
Kwee Seng tahu bahwa nenek itu tentu pergi menyendiri di kamar kitab. Memang seringkali nenek itu tidur di sana, di tempat yang sunyi, tempat istirahat yang paling jauh dalam
"rumah tinggal" itu. Kalau ia menangis terus sampai jatuh sakit dan mati, maka akulah pembunuhnya ! Aku membalas
budinya dengan menghancurkan hatinya. Ah, betapa rendah perbuatan ini !
Kwee Seng berdiri, meraba-raba dalam gelap, membawa
pelita dan batu api, akan tetapi tidak berani menyalakannya.
Pertama, karena ia takut kalau-kalau nenek itu marah melihat ia menyalakan pelita. Ke dua, karena untuk melakukan
"sandiwara" yang bertentangan dengan hatinya ini, lebih baik di dalam gelap, tanpa melihat wajah Si Nenek! Ia meraba-raba dan akhirnya kedua kakinya yang sudah hafal keadaan di situ,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
membawanya ke depan pintu kamar kitab. Nenek itu masih
terisak-isak perlahan. "Nek... aku datang..." "... pergi ! Mau apa lagi kau datang "
Kalau kau mengejekku, mau menghinaku..., demi setan...
akan kubunuh kau!" "Tidak, aku berhutang budi kepadamu, berhutang nyawa, bagaimana aku sampai hati melukai hatimu " Aku datang
kepadamu untuk... untuk memenuhi permintaanmu..."
Tiba-tiba isak tangis itu berhenti dan sejenak keadaan
menjadi sunyi sekali. Tak terdengar sesuatu oleh Kwee Seng, seakan-akan nenek itu tidak hanya berhenti menangis tapi juga berhenti bernapas ! Kemudian tedengar gerakan nenek itu mendekat, terdengar suaranya menggetar berbisik.
"Apa..." Kau.. kau tidak menipuku..." Kau... kau mau menerimaku sebagai... sebagai isterimu...?"
"Ya!" jawab Kwee Seng dengan suara penuh keyakinan.
"Karena inilah cara terbaik untuk menyenangkan hatimu, untuk membalas budimu. Aku menerima permintaanmu
dengan kesungguhan hati, walaupun kita sama tahu bahwa
aku tidak mencintamu." Hal inilah yang mengganggu perasaan hati Kwee Seng tadi, maka kini ia terpaksa mengucapkannya agar ia tidak merasa seperti seorang penipu.
"Ah, terimakasih...!" Nenek itu tahu-tahu sudah merangkulnya dan menangis, mendekapkan muka pada
dadanya, berbisik-bisik, "Terimakasih... Kwee-koko (Kanda Kwee)... sekarang matipun aku tidak akan penasaran lagi..."
Girang rasa hati Kwee Seng. Ternyata dugaannya cocok.
Nenek ini ingin mendapatkan kenang-kenangan manis untuk dibawa mati. Biarlah ia memenuhi hasrat hati ini, bukan menipu, melainkan bersandiwara, karena bukankah tadi ia sudah menyatakan sejujurnya bahwa ia memenuhi permintaan ini hanya untuk membalas budi, sama sekali bukan karena
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
cinta " Betapapun juga, meremang bulu tengkuknya
mendengar suara halus nenek itu menyebutnya "kakanda"!
"Niocu.." katanya perlahan sambil mengelus rambut di kepala yang bersandar di dadanya. Menggigil tubuh yang
bersandar dan merapat padanya itu ketika mendengar
sebutan "niocu". "Karena keadaan tidak mengijinkan, maka kita menikah tanpa upacara. Biarlah Tuhan yang menyaksikan pernikahan kita tanpa upacara ini, menyaksikan bahwa pada saat ini aku, Kwee Seng menyatakan dirimu sebagai isteriku."
"Dan aku, Nenek Neraka Bumi, pada saat ini menyatakan bahwa kau menjadi suamiku... ah, Koko, betapa rindu hatiku selama tiga tahun ini ! Hampir gila aku dibuatnya, melihat engkau sama sekali tidak pernah pedulikan aku...!" Nenek itu memeluknya makin erat.
Biarpun keadaan di situ amat gelap, Kwee Seng masih
meramkan matanya ! Akan tetapi hidungnya kembang-kempis, bau harum yang selalu ia rasakan apabila nenek itu
mendekatinya, kini makin menghebat. Sedap harum mengusir rasa muak dan jijik yang tadinya mulai menggerogoti hatinya.
Dan lengan yang merangkulnya begitu halus ! Begitu halus dan hangat. Dan ia teringat betapa sepasang mata nenek ini amat indahnya. Di dalam gelap itu, terbayanglah oleh Kwee Seng akan semua kemesraan yang baru pertama kali
dialaminya selama hidupnya, yaitu ketika ia berjumpa dengan Ang-siauw-hwa. Hatinya tergerak dan tanpa ia sadari, ia balas memeluk dan ia menundukkan mukanya. Tanpa ia ketahui,
nenek itu pun sedang menghadapkan muka kepadanya,
sehingga muka mereka bertemu.
Kwee Seng tersentak kaget. Muka itu halus kulitnya seperti muka Ang-siauw-hwa ketika dahulu ia menciumnya. Ah, Kwee Seng, kau sudah menjadi gila, ia mengumpat diri. Ini nenek, tua bangka bermuka keriputan, hampir mati ! Pikirannya dan perasaannya membantah, namun kenyataannya, ia bukan
seorang nenek yang sudah tua, melainkan dalam perasannya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
ia memeluk Ang-siauw-hwa ! Beberapa kali ia menciumi muka wanita dalam pelukannya ini, tangannya meraba-raba
membelai muka, rambut dan leher. Ia yakin, ini Ang-siauw-hwa ! Akan tetapi Ang-siauw-hwa sudah meninggal dunia !


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mana mungkin " "Kwee-koko... ah, betapa cintaku kepadamu..." Nenek itu berbisik-bisik dan terisak penuh kebahagiaan dan haru.
Suaranya pun suara Ang-siauw-hwa ! "Kwee-koko, betapa rindunya aku kepadamu..."
Kwee Seng teringat akan batu api dan pelita yang ia
letakkan di atas lantai. Tangannya meraba-raba dan lain saat ia telah mencetuskan batu api sehingga bunga api berpijar-pijar memberi penerangan sekilatan saja. Namun sinar terang sekilat itu cukuplah sudah. Tangannya menggigil. Dalam
kilatan sinar bunga api itu ia melihat muka yang halus, cantik jelita, hidung mancung bibir merah mata indah. Muka Ang-siauw-hwa!
"Koko, jangan nyalakan pelita, aku... malu..." Dalam gelap Kwee Seng terbelalak. Akan tetapi ia segera memeluk wanita itu, penuh kasih sayang, penuh kerinduan yang selama ini ditekan-tekannya.
"Kekasihku..., kau.. kau Kim Lin... Ang-siauw-hwa...
alangkah rinduku kepadamu!"
Kwee Seng menjadi seperti gila. Ia menumpahkan seluruh
rasa rindu dan cintanya, bahkan cinta kasihnya yang pernah ia kandung terhadap diri Liu Lu Sian, ia tumpahkan kepada
nenek itu ! Kesadarannya kadang-kadang memperingatkannya bahwa yang berada dalam pelukannya adalah seorang nenek akan tetapi ia tidak mau menerima peringatan ini, karena menurut perasaannya ia berkasih-kasihan mesra dengan
seorang wanita muda yang dalam anggapannya kadang-
kadang seperti Ang-siauw-hwa dan kadang-kadang seperti Liu Lu Sian !
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Memang di dunia, tiada yang sempurna kecuali Tuhan.
Apalagi manusia, mahluk yang banyak sekali melakukan
penyelewengan-penyelewengan,
mahluk yang selemah- lemahnya, setiap orang manusia tentu ada saja kelemahannya di samping kebaikan-kebaikannya. Pemuda ini dahulunya tidak suka minum arak, mencium arak pun menimbulkan rasa
muak. Akan tetapi setelah ia terguncang batinnya oleh Lu Sian di dalam pesta Beng-kauw, ia menjadi pemabok, minum tanpa batas lagi, tenggelam ke dalam nafsunya, seperti orang
mabok, lupa daratan lupa segalanya. Lupa bahwa ia barkasih-kasihan dengan seorang nenek " Dalam anggapannya, ia
memperisteri seorang wanita yang muda dan cantik jelita !
Inilah kelemahan Kwee Seng, pendekar muda yang sakti itu.
Perasaannya terlalu halus, terlalu lemah, mudah terpengaruh.
Belasan hari lamanya dalam gelap gulita itu ia berkasih-kasihan dengan nenek Neraka Bumi yang dianggapnya
seorang gadis jelita setengah Ang-siauw-hwa setengah Liu Lu Sian ! Tak pernah nenek itu membolehkan dia menyalakan
pelita. Tak pernah Kwee Seng meninggalkan kamar kitab,
dilayani nenek itu yang bergerak cepat menyediakan segala kebutuhan makan mereka, semua dilakukan di dalam gelap.
Akan tetapi Kwee Seng merasa bahagia, tak pernah teringat pula olehnya tentang diri nenek tua renta yang berkeriputan kedua pipinya.
Dua pekan lewat dengan cepatnya bagi dua orang mahluk
yang berkasih-kasihan itu. Malam itu Kwee Seng tidur dengan nyenyaknya, tidur dengan senyum menghias bibirnya, dengan bayangan kepuasan batin menyelimuti wajahnya. Ia mimpi
tentang rumah gedung seperti istana, di mana ia tidur dalam sebuah kamar yang terhias indah, di atas pembaringan dari kayu cendana berukir, di samping isterinya, seorang puteri yang cantik jelita ! Hawa udara amat dingin, menyusup ke tulang sum-sum,
membuatnya setengah sadar. Ketika
membuka matanya sedikit, ia melihat keadaan remang-
remang, teringat ia akan isteri dalam mimpi, tangannya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
meraba-raba dan menyentuh rambut halus di dekatnya, ia
membalik dan memeluk isterinya puteri cantik jelita, menarik napas panjang penuh kebahagiaan.
Tiba-tiba Kwee Seng teringat dan kaget. Ia tidak mimpi ! Ia berada dalam kamar kitab bersama isterinya. Dan mengapa keadaan tidak gelap lagi " Ada cahaya memasuki kamar. Ah, musim gelap dan banjir sudah berhenti ! Ia dapat melihat tangannya, dapat melihat rambut hitam halus yang melibat-libat tangan dan lehernya, dapat melihat kepala yang ia dekap di dadanya. Kegelapan yang mengerikan telah pergi !
Ia melompat bangun, bukan main gembiranya. Saking
gembiranya, ia hendak memeluk isterinya, hendak memberi tahu bahwa kegelapan sudah pergi. Ia membungkuk dan...
tiba-tiba ia terbelalak dan tubuhnya mencelat mundur seakan-akan dipagut ular berbisa. Yang tidur melingkar karena hawa dingin, tidur pulas dengan napas panjang, rambut hitam
gemuk terurai kacau, pakaian tambalan, ternyata sama sekali bukan gadis jelita seperti yang ia anggap selama belasan hari ini, melainkan seorang nenek tua bermuka penuh keriput !
Teringatlah Kwee Seng akan segala hal yang selama ini
tertutup oleh gelora nafsunya sendiri. Sadarlah ia bahwa selama belasan hari ini ia berkasih-kasihan dengan seorang nenek-nenek !
Bukan lagi mengorbankan diri untuk menyenangkan hati nenek-nenek itu, bukan lagi mengorbankan diri untuk membalas budi, sama sekali bukan, karena selama belasan hari ini dialah yang memperlihatkan kasih sayang yang mesra ! Dialah yang seakan-akan tergila-gila, dan ternyata ia telah tergila-gila kepada seorang nenek-nenek !
Mendadak Kwee Seng tertawa dan kedua tangannya
menampari mukanya sendiri, "Plak-plak-plak-plak!" Begitu terus menerus berkali-kali sampai kedua pipinya menjadi merah biru dan bengkak-bengkak, kemudian ia lari keluar dari kamar itu sambil masih terus tertawa-tawa. Cepat sekali ia lari
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
seperti dikejar setan. Memang ia dikejar setan. Setan
bayangan pikirannya sendiri. Kesadaran yang telah membuka matanya kini berubah menjadi setan yang mengejar-ngejarnya, yang mengejeknya, sehingga ia malu ! Malu dan harus ia pergi dari situ cepat-cepat. Begitu cepat larinya sehingga ia tidak mendengar lagi seruan jauh di belakangnya, seruan suara halus memanggil-manggilnya. Begitu tiba di tepi sungai di dalam terowongan, yaitu Arus Maut yang sudah
mulai menurun airnya dan tidak begitu ganas lagi, tanpa berpikir panjang Kwee Seng yang lari ketakutan terhadap kejaran setan itu segera meloncat ke tengah.
"Byuuur!" Air muncrat tinggi. Akan tetapi biarpun ia sudah terjun ke dalam air dan menyelam di dalam air dingin, tetap saja bayangan itu mengejar-ngejarnya dan mengejeknya,
Kwee Seng meramkan mata, menggerakkan kaki tangannya
melawan arus air sambil mengerahkan tenaga sin-kangnya.
Ia tidak tahu betapa di pinggir sungai itu, seorang wanita berlutut dan menangis, memanggil-manggil namanya dengan suara mengharukan, seorang wanita yang rambutnya riap-riapan; rambut yang hitam halus dan panjang, seorang wanita yang pakaiannya tambal-tambalan, yang mukanya basah air mata, muka yang cantik jelita kedua pipinya kemerahan
hidungnya mancung bibirnya merah matanya jernih, muka
yang muda dan jelita. Kwee Seng tidak sempat melihat betapa wanita muda yang cantik ini menangis, di tangan kanannya tergenggam gagang kipasnya yang dahulu rusak ketika ia
terseret arus dan tinggal gagangnya saja, tidak sempat
melihat betapa tangan kiri wanita jelita itu tergenggam sebuah topeng daripada kulit yang amat halus buatannya, topeng seorang nenek-nenek tua renta..!
Sudah terlalu lama kita meninggalkan Liu Lu Sian yang
sesungguhnya merupakan tokoh penting, kalau tidak yang
terpenting, dalam cerita ini. Sebelum kita melupakan gadis perkasa yang sudah mendatangkan banyak gara-gara karena
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kecantikan dan kegagahannya ini, marilah kita mengikuti perjalanan dan pengalamannya yang amat menarik.
Seperti yang telah diceritakan di bagian depan, Liu Lu Sian tidak mau ikut pulang dengan ayahnya, Pat-jiu Sin-ong Liu Gan, yang memeberi waktu satu tahun kepadanya untuk
merantau dan "memilih suami". Gadis itu masih berdiri termangu-mangu di atas puncak bukit, memandang ke arah
jurang dimana Kwee Seng terjungkal dan lenyap. Betapapun juga, ia merasa kasihan kepada Kwee Seng yang ia tahu amat mencintanya. Untuk penghabisan kali ia menjenguk ke jurang hitam itu dan berkata lirih. "Salahmu dan bodohmu sendiri, mudah saja menjatuhkan hati terhadap setiap gadis cantik."
Kemudian ia menyimpan pedangnya dan berlari menuruni
puncak bukit. Ia kembali menuju ke benteng, akan tetapi tidak langsung ke sana, melainkan berkuda memasuki sebuah
dusun yang masih ramai karena penduduknya mengandalkan
keamanan dusun mereka dengan benteng yang letaknya tidak jauh dari situ.
Sewaktu Lu Sian makan dalam sebuah warung untuk
sekalian beristirahat menentramkan pikirannnya yang terguncang dan sambil makan ia mengenangkan keadaan
Jenderal Kam Si Ek yang amat menarik hatinya, ia mendengar derap kaki banyak kuda memasuki dusun. Pelayan warung
kelihatan gugup sekali dan di luar terdengar orang berteriak-teriak. Tadinya Lu Sian tidak mempedulikan keadaan ini, akan tetapi ketika derap kaki kuda, mendekat, ia kaget sekali mendengar gemuruh kaki kuda, menandakan bahwa yang
datang adalah pasukan yang banyak jumlahnya. Dan ketika ia menengok ke jalan, orang-orang sudah lari cerai-berai
bersembunyi. "Ada apakah, Lopek?" tanyanya kepada tukang warung yang juga kelihatan takut.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Nona, tidak ada waktu lagi bicara panjang. Aku harus segera barsembunyi dan kalau nona sayang keselamatanmu, sebaiknya ikut bersembunyi pula."
"Ada apakah " Barisan apa yang datang itu?"
"Entah barisan apa. Akan tetapi terang bahwa ada pasukan berkuda yang banyak sekali lewat kampung ini, dan pada saat seperti sekarang ini, semua pasukan merupakan perampok-perampok yang jahat, apalagi kalau melihat wanita cantik."
Setelah berkata demikian, tukang warung itu tanpa menanti Lu Sian lagi sudah lari melalui pintu belakang !
Lu Sian tersenyum mengejek dan melanjutkan makannya.
Apa yang perlu ia takutkan " Pasukan itu boleh jadi ganas dan menggangu orang baik-baik, akan tetapi terhadap dia, mereka akan bisa apakah " Boleh coba-coba ganggu kalau hendak
berkenalan dengan pedangnya ! Akan tetapi ketika mendengar derap kaki kuda itu sudah dekat, ia tidak dapat menahan keinginan hatinya untuk ke luar warung menonton.
Kiranya pasukan yang cukup besar, lebih dari lima puluh orang pasukan berkuda, dengan kuda yang bagus-bagus,
dipimpin oleh seorang komandan muda yang bertubuh tinggi besar dan berkulit hitam. Pada saat Lu Sian keluar, ia melihat seorang menyimpangkan kudanya ke pinggir jalan dimana
terdapat seorang wanita muda sedang membetot-betot
tangan puteranya yang berusia tiga tahun. Anak ini agaknya senang melihat begitu banyaknya orang berkuda dan
menangis tidak mau ikut ibunya. Wanita itu masih muda,
usianya takkan lebih dua puluh lima tahun. Wajahnya lumayan kulitnya kuning bersih.
"Aihh, manis kau tinggalkan saja anak nakal itu dan mari ikut denganku, malam ini bersenang-senang denganku. Ha-ha-ha!" Penunggang kuda itu membungkukan tubuhnya ke kiri dan tangannya yang berlengan panjang itu sudah diayun
hendak menyambar pinggang wanita muda yang menjerit
ketakutan. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Tar-tar!" Dua kali cambukan mengenai lengan tentara yang hendak berbuat tidak sopan itu, disusul bentakan
nyaring, "Mundur kau ! Masuk barisan kembali ! Di wilayah Kam-goanswe, apakah kau berani hendak mencemarkan
namaku " Orang tolol!" Kiranya yang mencambuk dan
membentak itu adalah Si Opsir Muda. Wanita itu cepat-cepat menggendomg anaknya yang menangis dan lenyap ke
belakang sebuah rumah. Akan tetapi mata opsir tinggi besar hitam itu kini
mengerling ke arah Lu Sian, jelas bayangan matanya penuh kekaguman dan kekurangajaran. Akan tetapi agaknya si opsir menahan napsunya dan melanjutkan kudanya, memimpin
barisannya menuju ke benteng. Hanya sekali lagi ia menengok dan tersenyum kepada Lu Sian. Juga hampir semua anggota barisan
menengok ke arahnya, tersenyum-senyum menyeringai. Muak rasa hati Lu Sian dan ia masuk kembali ke dalam warung. Akan tetapi kejadian itu membuat ia duduk termenung, lenyap nafsu makannya.
Kam Si Ek agaknya amat disegani oleh para tentara
pikirnya. Benar-benar seorang muda yang mengagumkan.
Akan tetapi mengapa pemuda seperti itu suka menjadi
seorang jenderal, padahal sebagian besar anak buahnya terdiri dari orang-orang yang suka mempergunakan kedudukan dan
kekuasaan serta kekuatan menindas Si Lemah " Ia harus
menguji kepandaiannya. Setelah rombongan tentara itu lenyap berangsur-angsur
penduduk kembali ke rumah masing-masing jalan penuh lagi oleh orang-orang yang hilir mudik. Pemilik warung juga
datang kembali dan ia terheran-heran melihat Lu Sian masih duduk di situ, "Eh, kau masih berada di sini, Nona " Hebat, benar-benar Nona memiliki ketabahan yang luar biasa. Untung bahwa dusun ini dekat dengan benteng Kam-goanswe, kalau tidak, tentu sudah rusak binasa dusun ini sejak lama seperti dusun-dusun lain yang dilewati rombongan seperti itu."
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Lopek (Paman Tua), apakah semua tentara selalu berbuat kejahatan seperti itu terhadap rakyat?"
"Boleh dibilang semua. Tergantung kepada komandannya.
Kalau si komandan baik, anak buahnya pun baik. Ah, kalau saja semua perwira seperti Jenderal Kam, tentu hidup ini akan lebih aman dan tenteram. Semoga orang seperti Kam-goanswe diberi panjang umur!"
Lu Sian termenung. Orang muda seperti Kam Si Ek
memang sukar dicari keduanya. Dalam hal ilmu silat, tentu saja tidak mungkin dapat mengalahkan Kwee Seng. Akan
tetapi dalam hal-hal lain Kam Si Ek jauh menang kalau
dibandingkan dengan Kwee Seng. Teringat ia penuh
kekaguman betapa Kam Si Ek menghadapi rayuan tiga orang wanita cantik. Dan ia merasa jantungnya berdebar ketika ia teringat ucapan Kam Si Ek sebulan lebih yang lalu ketika panglima muda itu naik ke panggung di pesta Beng-kauw
untuk menolong seorang pemuda yang kalah. Masih terngiang di telinganya kata-kata Kam Si Ek ketika itu, "Hanya Tuhan yang tahu betapa inginnya hatiku menjadi pemenang .... Akan tetapi .... Bukan beginilah caranya. Maafkan, Nona, biarlah aku mengaku kalah terhadapmu." Itulah kata-katanya, kata-kata yang jelas merupakan pengakuan bahwa pemuda ganteng itu juga "ada hati" terhadapnya.
Malam hari itu, dengan mengenakan pakaian ringkas akan
tetapi setelah menghias diri serapi-rapinya, Lu Sian membawa pedangnya, berlari cepat menuju ke benteng Kam Si Ek. Ia menjadi heran dan juga lega melihat bahwa penjagaan di
sekitar benteng sekarang sama sekali tidaklah sekuat kemarin, bahkan beberapa orang penjaga yang berada di pintu
benteng, kelihatan sedang bermain kartu di bawah sinar pelita reng. Dengan mudah Lu Sian lalu melompati tembok benteng melalui sebatang pohon, dan beberapa menit kemudian ia
telah berloncatan ke atas genteng.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Akan tetapi ketika ia berada di atas genteng gedung tempat tinggal Kam Si Ek yang berada di tengah-tengah kumpulan bangunan itu, ia mendengar suara orang berkata-kata dengan keras, seperti orang bertengkar. Cepat ia berindap dan dengan hati-hati melayang ke bawah memasuki gedung dari belakang, dan di lain saat ia mengintai dari sebuah jendela ke dalam ruangan di mana terjadi pertengkaran. Ia melihat seorang wanita berpakaian serba putih yang bukan lain adalah Lai Kui Lan kakak seperguruan Kam Si Ek. Kui Lan berdiri di tengah ruangan sambil bertolak pinggang, mukanya kemerahan
metanya berapi-api marah sekali. Di hadapannya duduk tiga orang perwira, dengan muka tertawa-tawa mengejek. Seorang di antaranya, yang duduk di tengah bukan lain adalah
komandan pasukan yang tadi dilihat Lu Sian ketika pasukan lewat di dusun.
"Lai Li-hiap , sebagai bekas pembantu Sutemu, saya harap Li-hiap (Nona Yang Gagah) suka ingat bahwa urusan
mengenai ketentaraan adalah urusan kami, Li-hiap tidak
berhak mencampurinya." Kata perwira yang duduk di kiri.
"Betul, sudah cukup lama kami terpaksa bersabar dan tak berkutik di bawah kekerasan Kam-goanswe. Sekarang Phang-ciangkun (Panglima Phang) yang memegang komando di
benteng ini, Lai-hiap tidak berhak mencampuri urusan kami!"
kata perwira ke dua yang duduk di sebelah kanan. "Sudah terlalu
banyak Li-hiap biasanya mencampuri urusan ketenteraan, sewenang-wenang menghukum anak buah kami
padahal biarpun Li-hiap adalah kakak sepergurun Kam-
goanswe namun Li-hiap tetap seorang biasa, bukan anggauta ketentaraan."
Makin marahlah Lai Kui Lan. Ia menuding telunjuknya ke
arah dua orang bekas pembntu adik seperguruannya itu.
"Kalian manusia-manusia yang pada dasarnya sesat ! Suteku menjalankan
disiplin keras, menghukum tentara menyeleweng, itu sudah semestinya ! Dan aku membantu
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Suteku menegakkan nama baik benteng ini, mencegah anak
buah melakukan penganiayaan kepada rakyat, juga sudah
merupakan kewajiban setiap orang gagah. Di depan Sute,
kalian berpura-pura baik, sekarang , baru setengah hari Sute pergi memenuhi panggilan gubernur untuk menghadapi
bahaya serangan bangsa Khitan, kalian sudah memperlihatkan sifat asli kalian yang buruk ! Membiarkan anak buah kalian menculik wanita, merampas harta benda rakyat. Orang-orang macam kalian ini mana patut memimpin tentara " Pantasnya dikirim ke neraka !"
Dua orang perwira itu marah dan bangkit berdiri sambil
mencabut golok mereka, sedangkan Kui Lan masih berdiri
tegak tanpa mencabut senjata, memandang dengan senyum
mengejek karena ia sudah maklum sampai di mana
kepandaian kedua orang bekas pembantu sutenya itu. Akan tetapi komandan baru benteng itu, Phang-ciangkun yang
tinggi besar dan berkulit hitam itu segera berdiri, tertawa dan menjura kepada Kui Lan
"Nona, betapapun juga, kedua orang saudara ini berkata benar bahwa semenjak saat berangkatnya Sutemu tadi, secara sah akulah yang menjadi komandan di sini dan bertanggung jawab terhadap semua peristiwa. Nona, sebagai seorang yang sudah lama hidup di dalam benteng, tentu Nona tahu akan peraturan-peraturan di sini, tahu bahwa segala apa yang terjadi
adalah tanggung jawab sepenuhnya daripada
komandan benteng. Mengapa Nona sekarang hendak turun
tangan sendiri " Bukankah ini berarti Nona melakukan
pemberontakan dan sama sekali tidak memandang mata
kepada komandan barunya " Nona, harap nona suka bersabar dan daripada kita bertengkar yang hanya akan menimbulkan hal-hal tidak baik dan memalukan kalau terdengar anak buah, lebih baik mari kita bergembira, makan minum bersama dan bersenang-senang!" Setelah demikian, komandan muda itu memandang kepada Kui Lan dengan sinar mata bercahaya,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
muka berseri-seri mulut tersenyum, jelas membayangkan
maksud hati yang kurang ajar.
Hampir meledak rasa dada Kui Lan saking marahnya. Akan
tetapi ia tahu bahwa sutenya sendiri akan marah kalau ia menimbulkan keributan di dalam kekuasaan komandannya,
maka ia segera berkata keras, "Aku akan menyusul Sute, akan kuceritakan semua dan awaslah kalian kalau dia kembali!"
Setelah berkata demikian, ia membalikkan tubuhnya dan
meloncat keluar dari dalam rumah itu.
Tiga orang perwira itu tertawa-tawa bergelak. "Ha-ha-ha, perempuan galak itu pergi! Baik sekali ! Dia memang akan mendatangkan kesulitan saja kalau tetap tinggal di sini. Dia hendak menyusul Kam Si Ek " Ha-ha-ha!" kata seorang yang duduk di kiri.
Temannya, yang duduk di kanan berkata pula sambil
tertawa, "Begitu datang ke kota, Kam Si Ek akan terjeblos ke dalam perangkap. Sucinya menyusul, biarlah ditangkap sekali.
Phang-ciangkun, mari kita bersenang-senang makan minum
sepuasnya, dan anak buah kami tadi berhasil menangkap
beberapa ekor anak ayam, kau boleh pilih yang paling mungil, ha-ha-ha!"
Mereka bertiga tertawa-tawa gembira, akan tetapi hanya
sebentar karena secara tiba-tiba saja mereka berhenti
tertawa, berdiri dan mencabut senjata. Di depan mereka telah berdiri seorang gadis yang cantik jelita dan gagah perkasa.
Gadis yang bertubuh ramping padat, berpakaian indah tapi ringkas sehingga mencetak bentuk tubuhnya, rambutnya yang hitam gemuk digelung ke atas, di kat dengan pita sutera kuning, wajahnya jelita sekali dengan sepasang mata bintang, hidung mancung dan bibir merah. Begitu dia muncul, ruangan itu penuh bau yang harum semerbak. Di tangannya tampak
sebatang pedang yang berkilauan saking tajamnya, gagang pedang berupa kepala naga.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tiga orang perwira itu berdiri ternganga, tidak hanya kaget melihat tadi ada sinar berkelebat dan ternyata berubah
menjadi seorang gadis, kan tetapi juga terpesona, kagum menyaksikan kecantikan yang tiada taranya ini. Phang-ciangkun agaknya teringat akan gadis ini, gadis yang siang tadi keluar dari sebuah rumah makan. Ia adalah seorang yang sudah banyak mengalami pertempuran, seorang yang sudah
mengeras oleh tempaan pengalaman, maka cepat ia dapat
menenteramkan hatinya, malah segera tertawa dan berkata.
"Ah, Nona yang cantik seperti bidadari ! Kau sudah menyusul datang " Apakah hendak menemaniku makan
minum?" Akan tetapi tiba-tiba ia berteriak kaget karena tahu-tahu meja di depannya telah melayang ke arahnya. Tidak tampak siapa yang melakukan ini, hanya kelihatan gadis jelita itu sedikit menggerakkan kaki. Dengan goloknya, Phang-ciangkun menangkis dan membacok meja yang pecah menjadi dua
sedangkan dia sendiri melompat ke pingir, akan tetapi tetap saja ada kuah sayur asin yang menyambar ke mukanya,
membuat matanya pedas sekali. Dua orang temannya berseru marah dan meloncat maju dengan golok di tangan, menerjang Lu Sian.
"Tahan!" teriak Phang-ciangkun, yang betapapun juga, merasa sayang kepada gadis yang luar biasa cantiknya ini, tidak ingin melihat gadis itu terbunuh dan ingin menawannya hidup-hidup. Dua orang temannya menahan golok dan
meloncat mundur. "Nona, kau siapakah " Dan apa sebabnya kau datang
mengamuk " Tidak ada permusuhan di antara kita!"
Dengan telunjuknya yang kecil runcing Lu Sian menuding
ke arah muka hitam itu. "Ihh, manusia keparat ! Kau masih bisa bilang tidak ada permusuhan " kau menipu Kam Si Ek,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kemudian merampas kedudukannya, menghina sucinya. Dan
kau masih bilang tidak ada apa-apa?"
"Eh, kau apanya Kam Si Ek?" "Tak usah kau tahu!" jawab Lu Sian dan tahu-tahu pedangnya berkelebat menjadi sinar berkilauan yang bergulung-gulung dan menyambar ke arah
Phang-ciangkun. Perwira ini kaget bukan main. Itulah sinar pedang yang luar biasa, tanda bahwa pemainnya adalah
seorang kiam-hiap (pendekar pedang) yang mahir. Ia cepat memutar
golok besarnya, dan dua orang perwira pembantunya juga meloncat dari kanan kiri membantunya.
Akan tetapi mereka itu hanyalah orang-orang kasar yang
pandai memerintah anak buah, menggunakan kekuasaan dan
kekasaran untuk bertindak sewenang-wenang, yang hanya
berani dan sombong karena mengandalkan anak buah banyak.
Mana bisa mereka menghadapi pedang Toa-hong-kiam di


Suling Mas Seri Bukeksiansu 02 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangan Liu Lu Sian, dara perkasa yang telah digembleng
secara luar biasa sejak kecil oleh ayahnya " Tak sampai sepuluh jurus, Phang-ciangkun sudah terjungkal dengan leher terputus, dan dua orang perwira pun terjungkal, seorang tertembus dadanya oleh pedang, yang seorang lagi sengaja dirobohkan dengan sebuah totokan pada lambungnya.
Sebelum roboh tiga orang itu sempat berteriak-teriak
memanggil bala bantuan, akan tetapi ketika penjaga di luar gedung menyerbu ke dalam, mereka hanya melihat Pang-ciangkun dan seorang perwira pembantunya menggeletak tak bernyawa lagi, sedangkan perwira pembantu lainnya telah lenyap. Para penjaga berserabutan lari mencari dan mengejar, ada yang melaui jendela yang terbuka, ada yang melalui pintu depan dan belakang. Kentong dan gebreng dipukul bertalu-talu karena tadinya mereka itu semua bersenang-senang
karena mereka terbebas daripada tindakan disiplin keras dari Kam Si Ek.
Dengan cepat sekali Liu Lu Sian melarikan diri dari benteng sambil mengempit tubuh perwira yang dirobohkan dengan
totokan tadi. Setelah tiba di dalam hutan yang sunyi dan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
gelap, ia membanting perwira itu ke atas tanah sambil
membebaskan totokannya dengan ujung sepatu yang
menendang. Perwira itu mengerang kesakitan dan ia segera berlutut minta-minta ampun. Memang sebenarnyalah, hanya seorang pengecut yang biasa bertindak sewenang-wenang
apabila kebetulan kekuasaan berada di tangannya, akan tetapi begitu kekuasaannya lenyap dan ia terancam bahaya, ia tidak akan
merasa malu-malu untuk memperlihatkan sifat pengecutnya. "Hayo lekas ceritakan, rencana jahat apa yang dilakukan komplotan Phang-ciangkun untuk mencelakakan Kam Si Ek !
Sekali kau membohong, pedangku akan memenggal lehermu!"
Merasa betapa pedang yang dingin menempel di
tengkuknya, dengan suara tergagap-gagap perwira itu
berkata, "Ampunkan saya, Lihiap (Pendekar Wanita), saya...
saya hanya orang bawahan, tidak ikut-ikut...! Yang mengatur semua adalah Phang-ciangkun dan teman-temannya di Shansi. Karena iri terhadap nama besar dan kekuasaan Kam-
goanswe, untuk diajak berunding mengenai urusan negara.
Kesempatan ini dipergunakan Phang-ciangkun yang mengundang Kam-goanswe ke ibu kota, akan tetapi di sana ia telah
bersekongkol dengan teman-temannya untuk menangkap Kam-goanswe dan melaporkan kepada Gubernur
bahwa Kam-goanswe tidak mau menghadap dan malah
merencanakan pemberontakan."
"Hemm, keji!" Lu Sian makin keras menempelkan pedangnya. Hayo katakan di mana Kam Si Ek akan di tahan !"
"Saya... saya tidak tahu betul, hanya ... hanya mendengar dari Phang-ciangkun bahwa pencegatan akan dilakukan di
kota Poki dan mereka bermarkas dalam Kelenteng Tee-kong-bio di kota itu ... dan ... ahh!!" jerit terakhir ini mengiringkan nyawanya yang melayang ketika pedang Yoa-hong-kiam
memisahkan kepala dari badannya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Lu Sian berlari pulang ke rumah penginapan, akan tetapi alangkah marahnya ketika mendapat kenyataan bahwa
pasukan tentara yang tadinya mengejarnya telah mendatangi rumah penginapan, merampas kuda dan pakaiannya, bahkan
memukuli Si Pemilik rumah penginapan dan merampas harta benda orang itu pula.
Penduduk sudah mendengar akan kehebohan di dalam
benteng, tentang terbunuhnya ciangkun baru. Mereka merasa kuatir sekali karena Jenderal Kam sudah pergi, dan diam-diam mereka mengharapkan bantuan Lu Sian. Maka ketika gadis ini muncul, mereka itu, terutama sekali orang-orang tua para gadis yang terculik ke dalam benteng, berlutut mohon
bantuan Lu Sian untuk membebaskan gadis-gadis itu. Tanpa menjawab Lu Sian lenyap ke dalam gelap, dengan hati panas ia kembali ke benteng !
Tak lama kemudian, menjelang tengah malam, kembali
timbul geger di dalam benteng. Kandang kuda kebakaran,
belasan orang penjaga tewas dan kuda yang paling baik,
tunggangan Phang-ciangkun sendiri, seekor kuda pilihan, telah lenyap ! Akan tetapi, Lu Sian sama sekali tidak peduli tentang nasib gadis-gadis yang tertawan. Memang demikianlah watak Liu Lu Sian. Ia terlalu mementingkan diri sendiri, dan hanya mau turun tangan mati-matian untuk membela kepentingan
sendiri atau kepentingan orang yang ia cinta. Urusan orang lain ia sama sekali tidak peduli.
Kota Poki adalah sebuah kota di propinsi Shan-si, kota yang cukup besar dan ramai. Tembok kotanya tinggi dan keadaan kota itu cukup subur dan makmur karena selain letaknya di kaki gunung Cin-ling-san, juga di sebelah selatan kota ini mengalir Sungai Wei-ho yang airnya cukup untuk keperluan para petani di daerah itu. Pintu gerbang-pintu gerbang kota selalu terbuka lebar dan orang-orang hilir mudik keluar masuk pintu gerbang, berikut-kereta-kereta yang membawa banyak dagangan. Selain ini, juga sebagai kota pelabuhan sungai,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
banyak barang mengalir masuk atau keluar melalui jalan
sungai, menambah kesibukan para pedagang di dalam kota.
Lu Sian tidak mau memasuki kota itu dengan kudanya.
Selain kuda yang ia tunggangi adalah kuda milik Pang-
ciangkun yang mungkin akan dikenal orang, juga kedatangannya ke kota itu adalah untuk menyelidiki Kam Si Ek. Ia menitipkan kudanya pada seorang petani yang tinggal di dusun sebelah selatan kota, kemudian ia melanjutkan
perjalanan dengan jalan kaki. Sebuah perahu menyeberangkannya ke kota Poki dan ia memasuki kota yang ramai itu sambil berjalan perlahan.
Akan tetapi, ke manapun juga Liu Lu Sian pergi dan
dimanapun ia berada, selalu gadis ini menjadi perhatian orang. Tak lama sesudah ia masuk kota Poki, segera ia
menjadi pusat perhatian, terutama laki-laki, yang terpesona oleh kecantikannya yang luar biasa. Lu Sian tidak pedulikan mereka
ini sungguhpun keadaan macam ini selau mendatangkan rasa bangga di dalam hatinya. Yakin akan
kecantikannya yang membikin semua orang laki-laki menoleh untuk mengaguminya, Lu Sian berjalan dengan langkah cepat, lalu masuk ke dalam rumah penginapan yang cukup besar,
memesan kamar. Setelah berada di rumah penginapan,
bebaslah ia daripada perhatian orang di jalan, sungguhpun beberapa orang tamu penginapan dan para pelayan tetap saja menatapnya dengan pandang mata serigala jantan kelaparan !
Karena tidak ingin menarik perhatian banyak orang, Lu Sian memanggil seorang pelayan mendekati kamarnya, seorang
pelayan yang sudah setengah tua dan berwajah jujur.
"Paman pelayan, tahukah kau dimana letaknya Klenteng tee-kong bio di kota ini " Aku hendak pergi bersembahyang ke sana."
Muka yang membayangkan kejujuran itu berkerut-kerut,
lalu Si Pelayan menengok ke kanan kiri lebih dulu, baru menjawab dengan suara perlahan. "Nona, kalau hendak
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
bersembahyang, banyak kelenteng-kelenteng ternama di kota ini. Mengapa harus ke sana" Lebih baik ke Kwan-im-bio di sebelah timur jembatan besar, atau ke Hai-ong-bio di dekat sungai atau..."
"Tidak, aku hanya ingin bersembahyang ke Tee-kong-bio."
Jawab Lu Sian yang sudah menduga bahwa agaknya Tee-
kong-bio merupakan tempat yang tidak menyenangkan hati
pelayan itu, maka cepat disambungnya. Aku hendak
bersembahyang membayar kaul, maka harus ke Tee-kong-bio.
Di manakah letaknya kelenteng itu?" Memang tentu saja tidak sukar mencari kelenteng di dalam kota sebesar Poki saja, akan tetapi daripada bertanya-tanya orang di jalan dan menarik perhatian, lebih baik kalau sudah mengetahui tempatnya
sehingga dapat langsung ke sana.
"memang, Siocia (Nona), bukan sekali-kali saya hendak mencampuri urusan nona. Akan tetapi sungguh-sungguh
keadaan kelenteng itu tidak cocok untuk didatangi seorang tamu seperti nona. Kelenteng itu selalu sunyi, tak pernah ada pengunjungnya, tidak terawat sehingga hampir merupakan
sebuah kelenteng kuno yang sudah tak terpakai lagi. Yang datang ke situ hanyalah orang-orang gelandangan, hwesio-hwesio yang suka minta derma paksa dan... ah, sudahlah, saya sudah bercerita cukup. Kelenteng itu letaknya di sebelah utara kota, dekat pintu gerbang, tempat yang sunyi.
Sebaiknya Nona jangan pergi ke sana..."
"Cukup, aku dapat menjaga diri. Terima kasih atas
keteranganmu." Kata Lu Sian yang merasa tak sabar lagi mendengar ucapan Si Pelayan. Pelayan itu melihat sinar mata marah dari Lu Sian, membalikkan tubuhnya dan pergi sambil mengangkat pundak.
Karena amat menguatirkan nasib Kam Si Ek, siang itu juga Lu Sian ke luar dari rumah penginapan. Ia hanya membawa pedangnya yang disarungkan di punggung. Kembali banyak
pasang mata laki-laki menoleh ke arahnya, bahkan banyak
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
yang berhenti berjalan dan mengikutinya dengan pandang
mata kagum. Akan tetapi Lu Sian tidak menghiraukan mereka, mulutnya memperlihatkan senyum mengejek. Ketika ia lewat di jalan yang menuju ke utara, jalan yang agak sunyi, ia melihat sekelompok orang muda terdiri dari lima orang yang tadinya bercakap-cakap di pinggir jalan, saling berbisik ketika melihatnya, kemudian mereka itu sengaja berdiri di tengah jalan sikap yang menjemukan. Melihat mereka itu ia tidak takut biarpun ia membawa-bawa pedang, agaknya mereka itu terdiri dari orang-orang yang mengandalkan diri sendiri, agaknya mereka tahu sedikit akan ilmu silat maka hendak menggodanya.
Lu Sian tidak mau membuang banyak waktu dengan
urusan-urusan kecil. Ia menghadapi urusan besar hendak
mencari dan menolong Kam Si Ek, apa gunanya melayani
segala macam laki-laki kurang ajar seperti mereka itu ! Ia mengerahkan lwee-kangnya dan terus melangkah dengan
tindakan gagah, sama sekali tidak melirik ke arah mereka.
Sebaliknya, lima orang laki-laki itu membuka mata lebar, mengeluarkan suara tak menentu dan seperti dikomando
mereka lalu menyingkir ke pinggir jalan dengan mata masih melotot lebar dan mulut ternganga. Siapa orangnya yang tak menjadi gentar melihat seorang gadis cantik yang berpedang di punggungnya, berjalan seenaknya akan tetapi bekas
telapak kakinya membuat tanah yang di njaknya ambles
sampai sejengkal dalamnya " Seekor gajah pun takkan
meninggalkan tapak kaki seperti itu di atas jalan yang banyak batunya !
Lu Sian mempercepat jalannya ketika kelenteng itu sudah tampak dari jauh. Genteng-gentengnya banyak yang pecah
dan sepasang ukiran naga di atas genteng kelenteng itu pun sudah luntur warnanya dan mustika naga di tengah yang
diperebutkan dua ekor naga itu sudah pecah-pecah pula.
Tembok bangunan kelenteng juga sudah tampak batanya.
Agaknya kelenteng Tee-kong-bio ini dahulunya besar juga,
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
akan tetapi karena tidak terawat, maka menjadi amat buruk.
Pekarangannya luas, bahkan di belakangnya juga terdapat kebun yang luas, bangunannya besar, akan tetapi di depan kelenteng sudah tidak tampak asap hio (dupa) mengebul
seperti sudah menjadi tanda pada tiap rumah kelenteng.
Namun, di tembok besar masih terdapat ukiran dengan huruf-huruf besar yang juga sudah lenyap warnanya, yaitu huruf TEE KONG BIO (Kelenteng Malaikat Bumi).
Dilihat dari depan, kelenteng itu demikian sunyi seakanakan tidak ada penghuninya. Pintu depannya yang terdiri dari sepasang daun pintu amat besar dan tebal, juga tertutup.
Tanpa ragu-ragu lagi Lu Sian memasuki pekarangan dan
sesampainya di depan pintu, ia menggunakan tangannya
mendorong. Terdengar suara berkerit seperti biasa bunyi daun pintu yang lama tidak dibuka tutup. Lu Sian menanti sebentar, akan tetapi suasana tetap lengang, tidak ada sambutan pada suara daun pintu itu. Kiranya hanya daun pintu yang terdepan itu daja yang terkunci. Dari luar kin tampak jendela-jendela dan daun-daun pintu sebelah dalam terbuka belaka, ada yang terbuka separuh ada yang terbuka seluruhnya. Akan tetapi jelas bahwa tempat ini pernah dikunjungi orang-orang, malah bekas telapak kaki pada debu di lantai masih baru. Keadaan di dalamnya sama dengan keadaan di luar, penuh debu dan
kotor tidak terpelihara. Di sana-sini tampak kertas-kertas butut, ada pula tikar-tikar butut. Meja toapekong (arca kelenteng) tidak tertutup kain lagi, dan tempat toapekong juga kosong. Hanya arca-arca yang sudah hampir rusak, singa-singaan batu yang tiada harganya, masih tetap di tempatnya.
Barang-barang lain yang berharga tidak tampak lagi.
Dengan penuh ketabahan Lu Sian melangkah masuk.
Ruangan tengah juga kosong, tidak tampak manusia. Dengan hati-hati ia melangkah lagi. Terdengar suara gerakan di sebelah kelenteng. Ia waspada dan mencabut pedangnya
dengan tangan kanan, lalu memasuki sebuah kamar di
ruangan tengah itu. Di atas meja yang terbuat daripada bata
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
tampak sebuah pot kembang di mana tumbuh kembang yang
masih segar, dan di sudut ruangan terdapat sebuah arca
singa. Selain itu kosong, tidak tampak apa-apa lagi. Lu Sian melangkah di ambang pintu yang tak berdaun lagi, memasuki kamar.
Pedang Keadilan 30 Iblis Ular Hijau Karya Aryani W Senyuman Dewa Pedang 4
^