Pencarian

Suling Naga 21

Suling Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 21


615 Biarpun Hong Beng tidak tahu apa yang telah terjadi, namun melihat seorang gadis dilarikan seo-rang pria secara paksa, jiwa pendekarnya bergolak dan diapun cepat meloncat dan menghadang.
"Berhenti!" bentaknya dalam Bahasa Mongol yang sudah dipelajarinya dengan baik.
Orang Mongol itu memandang dengan mata merah dan beringas, apa lagi ketika dia melihat bahwa yang menghadangnya adalah seorang pemuda Bangsa Han, bangsa yang dianggapnya sebagai musuh besar semen-jak bangsanya kehilangan kekuasaannya di selatan, setelah penjajah Mongol berakhir.
"Keparat orang Han, minggir dan jangan mencampuri urusanku!" bentaknya dalam Bahasa Han yang cukup baik! Memang, Bangsa Mongol banyak yang pandai berbanasa Han, hal ini tidak mengheran-kan kalau diingat bahwa mereka menjajah Tiongkok selama duaratus tahun!
"Lepaskan gadis itu! Tidak pantas seorang laki-laki memaksa seorang gadis yang lemah!"
kata pula Hong Beng sambil mengamati orang Mon gol itu. Seorang pemuda yang usianya sekitar tigapuluh tahun, memiliki tubuh raksasa yang membayangkan kekuat-an raksasa pula.
Otot-otot menonjol keluar dan me-ngembang di bawah kulit yang kemerahan karena ter-bakar matahari. Dadanya bidang dan kedua lengan-nya yang berotot itu nampak mengandung tenaga luar biasa. Hal ini mudah dilihat karena pemuda Mongol itu telah menanggalkan baju atasnya yang kini diikat-kan di pinggangnya. Tubuhnya yang kokoh kuat itu penuh dengan keringat yang membuat kulit tubuhnya mengkilat. Wajahnya membayangkan kekerasan hati dan keberanian, namun matanya yang agak kemerah-an itu memandang beringas dan liar, dan ada sesuatu yang tidak wajar pada pandang matanya itu.
Karena marah menghadapi Hong Beng, pemuda Mongol itu lupa akan gadis yang berada dalam pon-dongannya dan menjadi lengah. Tangannya yang me-nutup mulut gadis itu mengendur dan kesempatan ini dipergunakan oleh gadis itu untuk menggigit ta-ngan itu.
"Ughhhh....!" Orang Mongol itu terkejut dan kesakitan, lalu melemparkan tubuh gadis itu ke atas tanah. Demikian kuat lemparannya sehingga ga-dis itu terbanting dan bergulingan. Hong Beng cepat menangkap dan mengangkatnya bangun. Gadis itu sejenak merasa nanar, akan tetapi ketika melihat bah-wa ia telah ditolong oleh seorang pemuda Han yang tampan, ia merasa lega dan berbisik.
"Dia.... dia itu gila...." Setelah berkata demikian, gadis ini lalu melarikan diri secepatnya kembali ke dalam dusun. Hong Beng melihat betapa gadis Mongol itu cantik dan manis sekali, akan tetapi diapun terkejut mendengar bisikan itu. Kiranya orang Mongol seperti raksasa ini adalah seorang yang gila, dan hal ini memperbesar bahaya. Melawan seorang gila amat berbahaya, karena tentu saja seorang gila berada di luar kesadarannya, dapat menjadi kuat bukan main, dan juga nekat dan tidak mengenal takut.
Melihat gadis itu melarikan diri, orang Mongol itu berseru keras dan mengejar, akan tetap Hong Beng sudah melompat di depannya dan menghadang.
"Engkau tidak boleh kejar gadis itu!" kata Hong Beng.
Orang itu berhenti, menatap wajah Hong Beng dengan matanya yang merah lalu
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
616 mengeluarkan suara gerengan dari kerongkongannya seperti suara binatang buas, kemudian diapun menubruk dengan kedua le-ngan dipentang lebar, jari-jari tangan terbuka.
Serangan itu datang dengan mendadak dan cepat sekali, akan tetapi Hong Beng sudah siap sejak tadi. Dengan mudah dia mengelak dan menyelinap dari bawah lengan kanan lawannya.
Akan tetapi orang itu membalik dan dengan kecepatan luar biasa, kini ta-ngan kirinya menyambar untuk mencengkeram ke arah kepala Hong Beng!
"Hemm....!" Pemuda ini terkejut juga, tidak mengira bahwa lawan ini demikian cepat ge-rakannya dan agaknya memiliki ilmu berkelahi yang cukup kuat dan mahir. Kembali Hong Beng mengelak dan menyampok lengan yang menyambar itu dari samping.
"Plakk!" Hong Beng mendapat kenyataan betapa kuatnya tenaga yang bersembunyi di dalam lengan yang ditangkisnya itu.
Melihat betapa orang yang diserangnya itu dapat menghindarkan diri dari serangan-serangannya, orang Mongol itu menjadi semakin marah. Matanya melotot dan merah sekali, dan kini sambil mengeluarkan gerengan-gerengan menyeramkan, dia bergerak cepat
menyerang Hong Beng membabi buta! Cepat dan kuat sekali serangannya, dan bertubi-tubi karena se-tiap kali dielakkan atau ditangkis, dia sudah mener-jang lagi dengan lebih dahsyat.
Hong Beng tidak berniat memusuhi orang ini. Dia belum tahu apa yang telah terjadi dan siapa orang ini, siapa pula gadis tadi dan mengapa pula orang ini melarikan wanita itu. Siapa tahu kalau-kalau wanita itu masih keluarganya sendiri" Pula, dia tidak ingin bermusuhan dengan orang-orang Mongol karena dia-pun tahu bahwa orang-orang Mongol merasa sakit hati kepada orang Han dan menganggap Bangsa Han sebagai musuh mereka. Dia tidak ingin mencari gara-gara di tempat ini dan kalau dia tadi turun tangan, semata-mata karena dia ingin membebaskan seorang wanita dari tangan seorang pria yang hendak memaksanya.
Akan tetapi karena orang itu menjadi semakin ganas, serangan-serangannya menjadi semakin dah-syat, Hong Beng merasa khawatir juga. Bukan tidak berbahaya kalau sampai terkena cengkeraman karena agaknya orang ini ahli gulat, ilmu berkelahi Bangsa Mongol yang terkenal itu. Dia harus dapat meroboh-kan orang ini tanpa membuat dia menderita luka be-rat, pikirnya. Ketika orang itu kembali menubruk, dia menyelinap ke samping dan kakinya menendang ke arah paha dengan maksud agar orang itu roboh dan dia akan melarikan diri.
"Bukkk!" Hong Beng terkejut sekali karena merasa betapa sepatu kakinya bertemu dengan gum-palan daging paha yang kerasnya seperti besi saja! Kiranya orang ini selain kuat dan cepat, juga tubuh-nya kebal! Dia mencoba lagi dengan memukul dan menampar ke arah pundak, dada dan bahu, namun hasilnya sama. Orang itu tidak roboh, jangankan roboh, tergoyangpun tidak oleh tamparan dan pukulan-nya yang dilakukan cukup keras tadi.
Pada saat itu, banyak orang berlari-lari keluar dari pintu dusun dan ternyata mereka adalah sekelompok orang Mongol. Di depan sendiri berjalan seorang la-ki-laki setengah tua bersama gadis yang ditolong oleh Hong Beng tadi dan kini mereka nonton perke-lahian itu dengan wajah tegang. Karena tidak nampak sikap marah dari mereka, hati Hong Beng menjadi lega.
Jelas bahwa mereka itu tidak berpihak kepada si gila dan tidak akan mengeroyoknya karena kalau hal itu terjadi, tentu dia sudah melarikan diri. Akan tetapi, dia menjadi semakin bingung. Bagaimana dia harus mengalahkan orang gila ini tanpa melukainya" Orang itu demikian cepat dan kuat, dan tubuhnya kebal bukan main. Sudah dicobanya untuk menampar Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
617 bahkan menotok, namun hasilnya sia-sia, agaknya jalan darah orang ini terlindung oleh otot-otot kuat dan daging-daging yang keras.
Karena bingungnya, Hong Beng menjadi sedikit lengah dan tiba-tiba saja orang Mongol itu sudah menubruk dan mencengkeram lehernya! Hong Beng terkejut, membuang diri ke
samping akan tetapi biar-pun leher dan pundaknya luput, lengan kanannya te-tap saja kena disambar dan dipegang oleh tangan kiri orang Mongol itu yang menyusul pula dengan tangan kanannya. Dipegang oleh dua tangan yang demikian kuatnya, dengan jari-jari yang panjang dan besar, Hong Beng terkejut. Dia berusaha menarik tangannya, namun lengannya seperti dijepit oleh jepitan baja yang besar dan kuat. Agaknya, biar dia menarik lengannya sampai copot dari pundaknya, cekalan orang Mongol itu takkan terlepas! Dan kini, orang itu mengerahkan tenaga. Hong Beng merasa betapa lengannya itu diremas dengan kekuatan raksasa. Kiut-miut rasanya, nyeri bukan main. Daging lengan itu bisa hancur lebur, tulangnya bisa remuk berkeping kalau dibiarkan! Dia cepat mengerahkan sin-kangnya
melindungi lengan itu, kemudian dia mencari akal untuk dapat merobohkan orang itu dan membebaskan dari cengkeraman. Biarpun lengannya su-dah dilindungi sin-kang, kalau dilanjutkan, lengan itu bisa rusak. Akhirnya dia mendapatkan akal.
"Haiiiittt!" Hong Beng mengeluarkan seruan nyaring dan tangan kirinya bergerak
menyambar dengar cepat. "Dukkk!" Dengan tangan miring, Hong Beng memukul ke arah belakang telinga kanan orang Mongol itu. Begitu kena pukulan, tiba-tiba tubuh orang Mongol itu terkulai lemas dan pegangannya pada le-ngan Hong Beng terlepas. Pemuda ini meloncat ke belakang dan tubuh lawannya roboh terkulai dalam keadaan pingsan. Perhitungan Hong Beng memang tepat.
Biarpun pukulannya tidak dapat melukai la-wan, namun pukulan sin-kang itu cukup kuat untuk mengguncangkan otak dan membuat lawannya roboh pingsan!
Terdengar seruan-seruan heran dan kagum di antara para penonton yang terdiri dari orang-orang Mongol itu. Agaknya mereka merasa heran bukan main melihat ada orang yang mampu merobohkan raksasa Mongol yang gila itu tanpa melukainya, apa lagi membunuhnya.
Orang Mongol setengah tua yang tadi berjalan di depan bersama gadis itu kini melangkah maju. Bahasa-nya cukup baik ketika dia menegur Hong Beng dalam Bahasa Han, "Orang muda, terima kasih atas perto-langanmu kepada Mayani, anak perempuan kami yang tadi akan dilarikan oleh si gila ini. Dia itu adalah keponakanku sendiri, akan tetapi telah beberapa bulan menderita penyakit gila. Orang muda yang gagah, perkenalkan aku adalah Agakai, ketua dari kelom-pok suku yang kini berada di dusun itu. Siapakah namamu, orang muda yang gagah?"
Hong Beng memandang kepada kakek setengah tua itu penuh perhatian. Seorang laki-laki yan bersikap anggun dan gagah, sepasang matanya bersi-nar penuh kewibawaan. Bukan laki-laki sembarangan, pikirnya. Dan gadis bernama Mayani yang menjadi anak perempuan kepala suku ini, memang manis sekali dan gadis itu kini memandang kepadanya dengan sinar mata tajam dan mulut tersenyum ramah dan manis.
"Nama saya Gu Hong Beng, dan saya adalah seo-rang perantau yang sedang dalam
perjalanan. Kebe-tulan melihat nona ini dilarikan orang, maka dengan lancang saya turun tangan membantunya, harap di-maafkan."
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
618 Agakai tertawa. "Ha-ha, engkau sungguh pandai merendahkan diri, orang muda. Mari, kami persilahkan engkau untuk singgah sebentar untuk mempererat perkenalan antara kita."
Hong Beng mengerutkan alisnya. Dia tadi me-mang ingin sekali mencari arak atau makanan, akan tetapi setelah terjadi keributan itu, dia merasa lebih senang kalau dapat melanjutkan perjalanannya. Agak-nya, kepala suku itu melihat keraguannya, maka dia-pun cepat berkata,
"Gu-taihiap, kami mengundang-mu bukan hanya sekedar mempererat persahabatan,
melainkan kami ingin mengundang taihiap menghadiri pesta pertemuan antara kami dengan beberapa orang tokoh pejuang."
"Tokoh pejuang?" Hong Beng tertarik dan me-rasa heran. "Siapakah mereka itu?"
"Mereka adalah pendeta-pendeta dan pertapa-per-tapa yang sakti, dan mereka itu merupakan pejuang-pejuang rakyat yang melihat betapa rakyat menderita di bawah pemerintah Mancu, mereka bergerak dan berusaha menentang pemerintah Mancu. Mereka kini mengadakan pertemuan dengan kelompok kami kare-na mereka menawarkan kerja sama dengan kami.
Kami harap engkau suka hadir, taihiap, karena kami percaya bahwa seorang pendekar sakti sepertimu ten-tu dapat membantu kami dalam menentukan sikap terhadap ajakan mereka."
Hati Hong Beng semakin tertarik. Ingin dia meli-hat siapakah mereka yang disebut pejuang-pejuang itu. Mereka adalah pendeta-pendeta dan pertapa-pertapa! Amat menarik hati memang. Dia sudah mendengar tentang para pejuang yang menentang pe-merintah Mancu dan diam-diam dia menaruh hati kagum terhadap mereka, walaupun dia sendiri tidak berminat untuk mencampuri perjuangan yang belum dimengertinya benar.
Hong Beng menerima undangan kepala suku yang bernama Agakai itu, setelah Mayani, gadis Mongol itu ikut membujuk dengan mengatakan bahwa ia ingin mendapatkan kesempatan membalas pertolongan Hong Beng dengan suguhan arak dan daging. Kelom-pok orang
Mongol itu kembali ke dusun dan si Mo-ngol gila tadi kini dibelenggu kaki tangannya dan di-bawa masuk pula ke dalam dusun.
"Kami baru sepekan berada di sini," kata Agakai ketika mereka memasuki dusun, kepada Hong Beng. "Kami memilih tempat ini, meminjam dari orang-orang Hui, untuk mengadakan pertemuan dengan pa-ra pejuang seperti telah kami rencanakan."
Dusun itu sederhana saja dan Agakai berada di tempat itu bersama puterinya yang berusia sembilan-belas tahun itu. Dia sendiri seorang duda berusia empatpuluh lima tahun, dan dia membanggakan diri sebagai keturunan Jenghis Khan, itu raja besar dari Kerajaan Mongol ketika menjajah di selatan. Ayah-nya, mendiang Tailu-cin, dahulu selalu menyatakan sebagai keturunan Jenghis Khan. Betul tidaknya, Aga-kai sendiri tidak tahu pasti. Memang banyak dahulu raja besar Jenghis Khan mempunyai anak, banyak di antaranya di luar nikah dan tidak diakuinya, bahkan mungkin tidak diketahuinya, anak-anak yang terlahir dari wanita-wanita yang pernah menjadi tawanan pe-rang dan dijadikan isteri untuk beberapa malam saja!
Hong Beng diterima sebagai tamu kehormatan, disuguhi minum susu dan arak, dan disuguhi pula ma-kanan dari daging, yang biarpun aneh bagi lidahnya karena bumbunya berbeda-dengan masakan yang biasa dimakannya, namun cukup lezat. Mayani sendiri lalu berdandan, bersama beberapa orang gadis lain lalu mengadakan pertunjukan tari darn nyanyi untuk meng-hormat pemuda Han yang tampan dan gagah perkasa, yang telah menyelamatkannya dari tangan orang gila tadi. Ngeri ia membayangkan bagaimana akan men-jadi nasibnya kalau Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
619 saja ia tidak ditolong oleh Hong Beng tadi karena si gila itu, sebulan yang lalu, pernah pula melarikan seorang gadis dan tiga hari kemudian, dia ditangkap di dalam sebuah guha sedangkan gadis itu yang diperkosanya secara buas, telah menjadi ma-yat! Hanya karena raksasa gila itu masih keponakan kepala suku, maka dia tidak dibunuh melainkan di-rantai dan disekap di belakang. Akan tetapi, pagi tadi dia dapat melepaskan diri dan hampir saja membuat korban baru atas diri Mayani, saudara misannya sen-diri!
Dan malam hari itu, datanglah tamu-tamu lain, yaitu para pejuang yang hendak mengadakan perte-muan rapat dengan Agakai dan anak buahnya. Hong Beng sebagai seorang tamu, tidak keluar menyambut, melainkan tinggal di dalam kamar yang disediakan un-tuknya. Baru setelah pertemuan dan pesta itu diada-kan pada malam hari itu, Hong Beng dipersilahkan keluar dan menghadirinya.
Ternyata yang datang adalah duapuluh lebih orang-orang yang berpakaian sebagai tosu, dipimpin oleh lima orang tosu tua. Mereka disambut oleh Aga-kai dan para pembantunya, dan pada malam hari itu, diadakanlah pesta pertemuan itu di pekarangan rumah besar di dalam dusun, di mana telah disediakan meja kursi dan penerangan lampu yang cukup banyak.
Du-sun itu sederhana, tidak ada rumah yang cukup besar di situ untuk menjadi tempat pertemuan, maka pesta pertemuan itu diadakan di tempat terbuka.
Lima orang tosu itu duduk di meja besar, disambut oleh Agakai yang duduk pula di situ bersama lima orang pembantunya, yaitu mereka yang dianggap to-koh di antara kelompok mereka. Mayani duduk di barisan belakang ayahnya, tidak ikut dalam rapat, akan tetapi juga tidak menjadi pelayan, melainkan bagai pendengar saja.
Ketika Hong Beng dipersilahkan duduk, pemuda itu memandang kepada lima orang tosu tadi dengan penuh perhatian. Tiba-tiba dia terkejut karena dia mengenal bahwa dua di antara lima orang tosu itu pernah dilihatnya. Akan tetapi dia lupa lagi di mana dan kapan dia pernah berjumpa dengan dua orang to-su itu, dan dua orang tosu itupun agaknya tidak
mem-perlihatkan tanda bahwa mereka mengenalnya. Aga-kai memperkenalkan Hong Beng kepada para tamu-nya.
"Tamu kehormatan kami yang kebetulan berada di sini adalah taihiap Gu Hong Beng yang telah menyelamatkan puteri kami dari ancaman malapetaka. Gu-taihiap, para pendeta inilah pejuang-pejuang yang pernah kami ceritakan kepadamu."
Hong Beng memberi hormat kepada para pendeta itu yang dibalas oleh mereka, akan tetapi mereka ber-sikap acuh saja kepadanya. Ketika para pendeta itu bangkit membalas
penghormatannya, barulah Hong Beng melihat bahwa di jubah para pendeta itu, di bagian dada, terdapat lukisan-lukisannya. Tiga orang pendeta memiliki lukisan bunga teratai di dada jubah mereka, sedangkan yang dua lagi terdapat lukisan segi delapan. Diam-diam dia terkejut.
Kiranya para tosu ini adalah pendeta-pendeta Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai! Memang dia tahu bahwa kedua perkumpulan ini merupakan pemberontak-pemberontak atau menurut istilah mereka adalah pejuang-pejuang, akan tetapi pejuang macam apa! Mereka tidak segan-segan untuk mengelabuhi rakyat agar mendukung gerakan mereka, akan tetapi walaupun mereka memusuhi pemerintah Mancu, namun mere-kapun terkenal sebagai golongan yang tidak segan melakukan segala macam kecabulan dan kejahatan demi mencapai tujuan mereka!
Orang-orang gagah dari dunia persilatan tidak suka kepada mereka dan selalu menjauhi mereka. Bahkan para pendekar yang berjiwa patriot dan berjuang pula menentang penja-jah, segan untuk bekerja sama dengan orang-orang Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai. Hatinya Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
620 merasa tidak enak dan penuh curiga, akan tetapi Hong Beng hanya duduk diam saja, memperhatikan percakapan antara mereka yang mulai berlangsung.
"Selamat datang dan selamat malam, para totiang yang terhormat," kata Agakai. "Seperti telah kita sepakati bersama, kami telah berhasil membujuk dan mengusir penghuni dusun ini, orang-orang Hui, untuk meminjamkan dusun ini kepada kami selama beberapa hari agar kita dapat mengadakan pertemuan di sini. Kami masih belum yakin benar akan cerita tentang perjuangan golongan kalian, maka kami minta agar kalian suka menjelaskan lagi agar kami dapat mempertimbangkan apakah dapat menerima uluran tangan kalian untuk bekerja sama."
Tosu berjenggot panjang dan memegang tongkat berbentuk naga hitam, segera mengelus jenggotnya dan agaknya dialah yang menjadi juru bicara kawan-kawannya. "Siancai kami hargai kejujuran-mu, saudara Agakai. Pertama-tama pinto (aku) ingin menceritakan mengapa kami sengaja memilih saudara untuk bekerja sama. Kami tahu bahwa saudara Aga-kai adalah keturunan langsung dari Sang Maharaja Jenghis Khan yang maha besar di jaman lampau, oleh karena itu kami merasa yakin bahwa tentu saudara mempunyai semangat untuk mendirikan kembali Ke-rajaan Goan di mana bangsa saudara merajai seluruh Tiongkok. Nah, kami membutuhkan orang bersemangat seperti saudara untuk menggerakkan seluruh Bangsa Mongol yang jaya untuk menumbangkan keku-asaan Mancu."
Tentu saja Agakai menjadi bangga dan gembira sekali mendengar ini. Telah tersentuh kelemahannya! Dia memang selalu ingin menonjolkan bahwa dia ada-lah keturunan Jenghis Khan, maka kini ucapan tosu itu seperti mengelus perasaannya dan dia menjadi senang sekali kepada para tosu itu.
"Memang tidak keliru kalau totiang beranggapan demikian," katanya bangga. "Akulah satu-satunya orang di seluruh Mongol yang berdarah Jenghis Khan dan yang akan mampu
menggerakkan seluruh bangsa-ku untuk bangkit lagi."
"Itulah harapan kami, saudara Agakai. Kami menganggap bahwa gerakan yang datang dari utara lebih banyak harapan untuk berhasil, karena selain dekat dengan kota raja, juga terdapat banyak gunung dari mana kita dapat bergerak secara sembunyi. Tembok Besar tidak merupakan penghalang yang terlalu berat, bahkan para perajurit pamerintah yang mela-kukan tugas berjaga di Tembok Besar, kebanyakan kurang semangat dan kurang kuat, jauh dari hiburan dan sudah merasa bosan tinggal di tempat yang tan-dus. Kami membutuhkan bantuan saudara untuk menghimpun tenaga yang kuat, yang setiap waktu dapat kami pergunakan untuk menyerbu ke selatan. Kami akan bergerak dari dalam Tembok Besar."
"Nanti dulu, totiang. Selain pemerintah Mancu memiliki pasukan yang amat besar dan kuat, juga Kaisar Kian Liong selalu dibantu oleh para pendekar yang setia dan mereka memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Mungkin saja menandingi pasukan dengan siasat perang, akan tetapi bagaimana akan dapat me-nandingi para pendekar yang memiliki ilmu silat tinggi?"
"Ha-ha-ha, tidak perlu khawatir, saudara Agakai. Kami orang-orang Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai memiliki banyak sekali tokoh yang berilmu tinggi, dan para pendekar itu tidak ada artinya bagi kami."
"Tapi, di sana terdapat para pendekar yang lihai, seperti keluarga Pulau Es...."
"Siancai!" Tosu berjenggot panjang itu berseru "Keluarga Pulau Es hanyalah penjilat-penjilat Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
621 kaisar, takut apa" Kalau ada yang muncul di sini, tentu kepalanya akan pinto hancurkan dengan tongkat ini, seperti kepala arca di sana itu!" Tiba-tiba kakek itu melemparkan tongkatnya dan sungguh aneh. Tongkat yang berbentuk seekor naga hitam itu tiba-tiba saja seperti "hidup", terbang melayang menyambar ke arah sebuah arca batu yang berdiri sejauh duapuluh meter lebih dari tempat kakek itu duduk. Terdengar suara keras ketika tongkat menghantam kepala arca, dan pecah berantakanlah kepala arca itu, sedangkan tongkatnya kembali terbang ke arah tangan tosu tua itu! Hong Beng terkejut dan maklum bahwa tosu Pek-lian-kauw ini mempergunakan ilmu sihir bercampur ilmu silat yang amat tinggi!
Sementara itu, Agakai dan para pembantunya memandang dengan mata terbelalak dan mulut be-ngong. Kemudian terdengar sorak-sorai para anak buahnya yang berada di sekeliling tempat pesta itu. Merekapun melihatnya dan memberi pujian.
Sementara itu, Hong Beng, tentu saja merasa perutnya panas mendengar betapa keluarga Pulau Es dimaki sebagai penjilat dan dipandang rendah. Dan pada saat itu, diapun tiba-tiba teringat siapa adanya dua orang tosu yang duduk di situ, yang tadi diingat-nya sebagai orang-orang yang pernah dikenalnya. Kini dia teringat bahwa dua orang itu bukan lain adalah dua orang pendeta yang pernah dijumpainya ketika dia mencarikan obat untuk suhunya yang ter-luka. Dua orang pendeta yang ditemukannya dalam keadaan luka dan menceritakan kepadanya bahwa mereka adalah dua orang yang menentang Bi-kwi, karena Bi-kwi menculiki pemuda-pemuda di dusun, akan tetapi mereka berdua kalah karena Bi-kwi diban-tu oleh Bi Lan dan Sim Houw! Karena keterangan mereka itulah maka dia bersama suhunya lalu pergi mencari Bi Lan dan Sim Houw, bahkan lalu menyerang mereka. Kini timbul keraguan dalam hatinya! Benarkah keterangan mereka tempo hari" Mungkin-kah seorang tosu Pek-lian-kauw dan seorang tosu Pat-kwa-pai muncul sebagai pendekar, sedangkan Bi Lan dan Sim Houw sebaliknya menjadi pembela yang jahat" Pikiran ini membuat dia menjadi sema-kin marah.
Jangan-jangan dua orang pendeta ini dahulu hanya melakukan fitnah saja sehingga berhasil mengadu domba antara dia dan gurunya melawan Bi Lan dan Sim Houw! Kalau benar,
celakalah! Pada saat itu, terdengar tosu tinggi besar perut gendut, seorang di antara dua pendeta yang pernah dijumpai Hong Beng, yaitu yang bernama Ok Cin Cu, tokoh Pat-kwa-pai, berkata kepada Agakai, "Sau-dara Agakai, sudah menjadi tugas kami masing-ma-sing tosu dari perkumpulan kami untuk menyampai-kan berkah dan pelajaran kepada seorang murid wa-nita baru. Pinto minta agar gadis yang duduk di be-lakangmu itu malam nanti menjadi murid pinto yang baru dan tinggal bersama pinto dalam kamar pinto."
Agaknya Agakai sudah tahu akan kebiasaan para tosu cabul itu, maka mukanya menjadi merah karena yang dimintanya adalah puterinya! Dia tidak perduli, akan kebiasaan mereka.
Dia bahkan menganggapnya wajar kalau tokoh-tokoh besar itu membutuhkun hiburan karena tugas mereka yang berat dalam perju-angan. Akan tetapi kalau puterinya yang diminta, tentu saja dia tidak dapat memaksa puterinya.
Agakai tertawa. "Totiang, agaknya engkau belum tahu bahwa ia ini adalah Mayani, puteriku sendiri. Aku tak pernah memaksa puteriku, akan tetapi kalau ia suka melayanimu dan menjadi muridmu malam ini secara suka rela, akupun tidak akan dapat melarang-nya." Dengan ucapan ini, Agakai merasa yakin bah-wa puterinya tentu akan menolak. Gadis mana yang suka melayani seorang kakek yang buruk rupa dan berperut gendut seperti tosu itu" Apa lagi puterinya, gadis yang amat pemilih dan selama ini belum pernah mau menerima pinangan pemuda-pemuda yang cukup tampan.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
622 Tosu berjenggot panjang yang memimpin para tosu Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai itu tiba-tiba berkata, "Aha, tentu saja nona Mayani suka me-layani dan menjadi murid saudara Ok Cin Cu!"
Begitu ucapan ini dikeluarkan, tiba-tiba Mayani lalu bangkit berdiri, lalu menghampiri Ok Cin Cu dan berkata, "Aku suka sekali melayanimu dan menjadi muridmu, totiang!"
Tentu saja Agakai terkejut setengah mati melihat puterinya demikian patuh dan dengan suka rela menghampiri tosu itu dan menyatakan suka malayani dan menjadi murid! Janjinya telah diucapkan dan disak-sikan orang banyak ternyata Mayani dengan suka sen-diri mau melayani tosu gendut itu.
"Mayani....!" Dia berseru kaget dan heran.
Tiba-tiba Hong Beng yang sudah tidak mampu menahan kesabarannya lagi karena dia maklum apa artinya sikap Mayani yang aneh itu, ialah bahwa ga-dis itu tentu terkena pengaruh sihir kakek berjenggot panjang, lalu bangkit berdiri, menggebrak meja dan dari mulutnya keluar suara melengking tinggi yang membuyarkan pengaruh sihir atas diri Mayani karena teriakan melengking itu mengandung tenaga khi-kang yang amat kuat. Mayani tersentak kaget, lalu menjadi bingung mengapa ia berdiri di depan tosu gendut.
"Eh, apa yang terjadi.... ayah....?" tanyanya dan iapun cepat kembali ke belakang ayah-nya.
"Para tosu jahat dan cabul!" bentak Hong Beng dengan marah sehingga sepasang matanya berkilat. "Kalian telah menyebar racun fitnah, bujukan dengan ilmu hitam yang amat keji!
Saudara Agakai, jangan engkau terkena bujukan iblis mereka ini. Mereka adalah tosu-tosu Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai yang amat jahat, berkedok perjuangan. Hampir saja pute-rimu terjebak dalam sihir dan menjadi korban mereka yang amat jahat!"
Para tosu itu bangkit berdiri dengan marah dan sekarang Ok Cin Cu dan Thian Kek Seng-jin, dua orang tosu yang berada di situ, juga mengenal Hong Beng.
"Siancai....! Dia ini adalah murid keluarga Pulau Es! Dia mata-mata musuh, dia mata-mata pemerintah Mancu!" teriak Ok Cin Cu dengan ma-rah, memutar tongkat hitamnya yang berbentuk ular itu ke atas kepala.
Kalau tadinya Agakai terkejut mendengar kata-kata Hong Beng dan memandang kepada para tosu penuh kecurigaan dan kemarahan, kini dia terkejut dan menghadapi Hong Beng, "Gu-taihiap, benarkah engkau murid keluarga Pulau Es?"
Dengan sikap gagah Hong Beng menjawab, "Be-nar, aku adalah murid keluarga Pulau Es, dan seperti semua orang gagah di seluruh dunia, akupun menen-tang Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-kauw yang melakukan kejahatan dengan kedok agama dan perju-angan! Harap saudara Agakai jangan sampai terkena bujukan mereka!"
Akan tetapi, mendengar bahwa pemuda ini murid keluarga Pulau Es, Agakai yang juga telah terkena pengaruh sihir dari para tosu, segera merasa tak se-nang dan curiga. Bagaimanapun juga, dia tahu bahwa keluarga Pulau Es condong membantu pemerintah Mancu karena mereka itu berdarah Mancu pula.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
623 "Tangkap mata-mata ini!" teriaknya kepada orang-orangnya.
Hong Beng terkejut dan tak sempat untuk mem-bela diri dengan kata-kata, maka sekali meloncat dia telah berada di luar tempat pesta itu. Akan tetapi, lima orang tosu itu sudah berloncatan dan menge-pungnya.
"Ha-ha-ha, orang muda mata-mata musuh, hen-dak lari ke mana engkau?" teriak Thian Kek Seng-jin yang sudah menggerakkan tongkatnya yang ber-bentuk naga hitam pula, seperti tongkat tosu berjeng-got panjang yang menjadi pemimpin rombongan itu.
"Wuuuttt....!" Hong Beng mengelak, akan tetapi dia segera dikeroyok dan karena tingkat kepan-daian para tosu itu amat tinggi, yang paling rendah seimbang dengan tingkatnya, tentu saja dia menjadi repot sekali menghadapi pengeroyokan mereka. Apa lagi, di luar kepungan ini masih terdapat para anggau-ta Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai, juga orang-orang Mongol.
Ketika tongkat hitam berbentuk ular di tangan Ok Cin Cu menyambar lehernya dan sebatang pedang menusuk lambungnya, dia cepat mengelak dan pada saat itu, tosu berjenggot panjang telah mengebutkan saputangan hitam di depan muka Hong Beng. Karena dia dalam keadaan mengelak dan terkepung, Hong Beng tidak mampu mengelak lagi dan begitu saputa-ngan itu dikebutkan dan mengeluarkan debu, dia-pun mencium bau keras dan roboh pingsan!
Kiranya para tosu itu tidak mau membunuh Hong Beng karena mereka ingin memanfaatkan pemuda ini. Sebagai seorang pemuda murid keluarga Pulau Es, tentu saja dia merupakan orang penting. Ok Cin Cu dan Thian Kek Seng-jin sudah pernah mempermain-kannya dan mereka tahu bahwa Hong Beng merupa-kan seorang pemuda yang berwatak keras dan mudah ditipu. Tidak ada gunanya membunuh pemuda ini, akan tetapi mungkin dalam keadaan hidup mereka akan dapat memanfaatkan pemuda ini, setidaknya sebagai sandera karena siapa tahu kalau-kalau di be-lakang pemuda ini masih terdapat keluarga Pulau Es yang hendak menyerbu mereka.
Setelah Gu Hong Beng dibikin tak berdaya dengan dibelenggu kaki tangannya, dan para tosu itu menyerahkannya kepada anak buah Agakai untuk dimasuk-kan sebuah kamar dan dijaga ketat, dibantu penjagaannya oleh para tosu anggauta Pek-lian-kauw, para tosu lalu mengajak Agakai melanjutkan percakapan mereka. Mayani tak nampak di situ karena begitu tadi sadar bahwa ia telah bertindak aneh dan bahkan menyerahkan diri untuk melayani tosu gendut, gadis ini menjadi ngeri dan meninggalkan tempat itu. Ia menangis di dalam kamarnya, teringat akan Hong Beng yang pingsan dan ditawan. Ia tidak mengerti mengapa ayahnya berbalik memusuhi penolongnya itu dan ia merasa penasaran sekali!
Sementara itu, kakek jenggot panjang yang merupakan seorang tokoh Pek-lian-kauw, berkata kepada Agakai, "Saudara Agakai, mengingat bahwa engkau agaknya kurang setuju kalau puterimu menjadi murid seorang di antara kami, biarlah pinto membatalkan saja dan puterimu tidak akan menjadi murid kami. Tentu saja engkau tahu bahwa sebagai pengganti puterimu, engkau sepatutnya menyediakan gadis-gadis lain untuk menjadi murid-murid kami berlima malam ini "
Wajah kepala suku itu menjadi berseri. "Tentu saja! Jangan khawatir, kalau gadis-gadis suku kami tidak berbakat menjadi murid kalian, masih ada ga-dis-gadis Hui yang dapat kami minta untuk menjadi murid kalian."
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
624 "Sekarang dengarkan rencana kami selanjutnya, saudara Agakai. Seperti kami katakan tadi, untuk daerah utara ini kami mempercayakan kepada saudara untuk menghimpun kakuatan dan mempersiapkan di-ri. Sewaktu-waktu kami akan memberi kabar kalau pasukanmu
dibutuhkan. Di bagian timur, kami telah menghubungi para bajak laut Bangsa Korea dan Je-pang, dan di barat kami akan mencoba nntvk meng-hubungi Sin-kiam Mo-li."
"Sin-kiam Mo-li" Siapakah ia?" tanya Agakai yang tentu saja belum mengenal tokoh-tokoh di dunia kang-ouw.
"Ia seorang wanita yang sakti, jauh lebih pandai dari pada kami semua!" kata tosu berjenggot pan-jang. "Ia adalah anak angkat dari mendiang Kim Hwa Nio-nio yang tewas di tangan para pendekar, terutama keluarga Pulau Es. Karena itu, ia tentu mendendam kepada keluarga Pulau Es dan kami ya-kin ia akan suka menggabungkan diri dengan kita. Untuk daerah barat, kami akan menyerahkan kepada Sin-kiam Mo-li, tentu saja kalau ia suka bergabung seperti yang kami rencanakan. Ia tinggal di tepi Su-ngai Cin-sa, di kaki Pegunungan Heng-tuan-san. Ialihai dan cantik jelita walaupun usianya sudah empatpuluh tahun, seperti seorang gadis remaja saja!" Para tosu lalu memuji-muji Sin-kiam Mo-li sebagai ahli slat dan juga ahli sihir yang amat pandai. Tentu saja Agakai menjadi kagum bukan main. Dia telah melihat kelihaian Hong Beng yang dengan mu-dah merobohkan keponakannya yang gila dan yang memiliki tenaga luar biasa kuatnya itu. Kemudian dia melihat betapa Hong Beng yang lihai itupun ro-boh dengan mudah oleh para tosu ini. Maka, mende-ngar betapa wanita yang berjuluk Sin-kiam Mo-li itu memiliki ilmu silat dan ilmu sihir yang amat tinggi, lebih lihai dari pada para tosu itu, tentu saja su-kar bagi dia untuk membayangkan kesaktian seperti itu. Diam-diam dia merasa girang dapat bekerja sama dengan orang-orang yang demikian pandainya. Agaknya dia akan dapat berhasil membangun kem-bali Kerajaan Goan-tiauw yang telah jatuh dari bangsanya yang jaya!
Para tosu itu dan para tokoh Mongol yang menja-di tuan rumah, sama sekali tidak tahu bahwa sejak tadi percakapan mereka didengarkan oleh dua orang yang mengintai tak jauh dari tempat itu. Dua orang yang memiliki gerakan amat ringan dan cepat sehing-ga mereka mampu mendekati tempat pesta pertemuan itu tanpa diketahui orang, bahkan ikut
mendengar-kan percakapan antara para tosu dan Agakai dengan menggunakan pendengaran mereka yang amat peka.
Dua orang ini bukan lain adalah Sim Huow dan Can Bi Lan. Seperti kita ketahui, dua orang ini kembali dari gurun pasir dan melakukan perjalanan cepat sehingga mereka dapat menyusul Hong Beng yang melakukan perjalanan terlebih dahulu akan teta-pi karena Hong Beng pernah salah jalan sehingga membuang waktu beberapa hari maka akhirnya dia tersusul. Sim Houw dan Bi Lan sama sekali tidak menyangka di situ akan bertemu dengan Hong Beng. Mereka kebetulan lewat di dusun itu dan tadi mereka mendengar ribut-ribut di dalam dusun. Ketika mereka melihat Hong Beng dirobohkan dan tertawan, mereka tidak segera turun tangan, melainkan melaku-kan pengintaian untuk melihat apa yang terjadi dan mengapa pula Hong Beng dikeroyok para tosu Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-kauw di tempat itu. Mere-ka berdua mengintai dan mendengarkan percakapan antara para tosu dan Agakai, kepala suku Mongol itu. Ketika mendengar disebutnya nama Sin-kiam Mo-li anak angkat Kim Hwa Nio-nio yang men-dendam kepada keluarga Pulau Es, diam-diam mere-ka mencatat dalam hati nama wanita itu dan alamat-nya. Kemudian, melihat bahwa yang dibicarakan oleh para tosu dan kepala suku adalah urusan pemberontakan, yang mereka namakan perjuangan, maka Sim Houw memberi isyarat kepada Bi Lan untuk meninggalkan tempat persembunyian mereka di atas Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
625 pohon besar itu. Baik buruk arau benar salahnya sesuatu atau sua-tu perbuatan tidak terletak di dalam perbuatan itu sendiri, melainkan terletak di dalam pandangan seseorang terhadap perbuatan itu. Kalau si pemandang merasa bahwa perbuatan itu menguntungkan atau menyenangkan hatinya, tentu saja dia akan mengatakan bahwa perbuatan itu baik dan benar. Sebaliknya ka-lau si pemandang menganggap perbuatan itu merugi-kan dan tidak menyerangkan hatinya, dia akan tanpa ragu mengatakan bahwa perbuatan itu buruk dan sa-lah. Inilah sebabnya mengapa orang-orang yang menentang pemerintah Mancu, dinamakan pemberontak jahat oleh pemerintah Mancu dan orang-orang yang tidak menyetujui perbuatan itu, sebaliknya dise-but pejuang perkasa oleh mereka yang menganggap bahwa kepentingannya diwakili.
Karena itu, apa yang dinamakan baik oleh seseorang, belum tentu baik bagi orang lain, juga yang dinamakan buruk atau jahat belum tentu demikian bagi pihak lain. Untuk dapat membebaskan diri dari ikatan ini, seyogianya kalau kita menghadapi segala sesuatu tanpa penilaian, melainkan membuka mata memandang dengan peng-amatan yang penuh
kewaspadaan dan penuh perhati-an. Pengamatan yang waspada ini membebaskan kita dari penilaian dan pendapat, tidak terpengaruhi perhitungan untung rugi dalam segala hal yang kita hadapi dan dari pengamatan penuh kewaspadaan ini lahirlah perbuatan-perbuatan yang sehat dan bijak.
"Kita harus bebaskan Hong Beng," kata Sim Houw setelah mereka keluar dari tempat itu dan ber-ada di belakang sebuah rumah kosong yang sunyi dan gelap.
"Untuk apa bebaskan orang seperti dia?" Bi Lan membantah.
"Ah, jangan berpikir demikian, moi-moi. Ia terjatuh ke tangan para tosu Pek-lian-kauw.
Jangan-kan Hong Beng yang sudah kita kenal sebagai seorang pendekar gagah dan murid keluarga Pulau Es, biar orang lain sekalipun kalau terjatuh ke tangan para tosu yang jahat itu, sudah sepatutnya kalau kita to-long dia." Tanpa memberi kesempatan kepada kekasihnya untuk membantah lagi, Sim Houw sudah menggandeng tangan Bi Lan dan mengajaknya
me-nyelinap di antara rumah-rumah dan menuju ke ru-mah di mana tadi mereka melihat Hong Beng dibawa masuk dalam keadaan kaki tangan terbelenggu.
Dengan kepandaian mereka yang tinggi, Sim Houw dan Bi Lan berhasil meloncat naik ke atas wu-wungan rumah itu, membuka genteng dan mengintai ke dalam. Mereka melihat betapa Hong Beng diikat pada sebuah tihang di dalam rumah itu, dan di situ terdapat belasan orang Mongol dan anak buah Pek-lian-kauw, juga berjaga dengan rapat. Dua orang anggauta Pat-kwa-pai juga nampak berjalan hilir-mudik mengelilingi rumah tahanan itu.
Sebelum Sim Houw dan Bi Lan mengambil kepu-tusan untuk berbuat sesuatu, tiba-tiba Sim Houw menyentuh lengan Bi Lan dan keduanya memandang dengan penuh perhatian ke
bawah. Seorang gadis berbangsa Mongol memasuki pintu rumah itu dan para penjaga memberi jalan padanya, bahkan orang-orang Mongol itu bersikap hormat. Gadis itu cantik manis dalam pakaiannya yang berwarna merah dan hitam, dan kini ia memasuki kamar di mana Hong Beng diikat pada tihang besar. Lima orang Mongol yang berjaga di situ nampak terkejut melihat masuk-nya gadis ini, akan tetapi ketika gadis itu menyuruh mereka keluar, lima orang itu tidak berani memban-tah, setelah saling pandang mereka lalu keluar dari dalam kamar itu. Gadis itu bukan lain adalah Mayani, puteri Agakai. Setelah sekian lamanya gelisah di da-lam kamarnya, akhirnya gadis itu tidak tahan lagi dan nekat mengunjungi Hong Beng dalam kamar ta-hanannya. Para penjaga tidak ada yang berani mela-rangnya, juga para Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
626 anggauta Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-kauw tidak mencegah setelah mereka men-dengar bahwa gadis itu adalah puteri kepala suku.
Setelah Mayani berada seorang diri dengan Hong Beng, gadis itu mendekati dan air matanya menetes ketika ia melihat betapa pemuda itu terbelenggu kaki tangannya, dan pipi dan lehernya lecet-lecet, juga pakaiannya robek-robek. Hong Beng sudah siuman, akan tetapi dia masih belum mampu mengerahkan tenaganya karena selain obat bius itu masih
memu-singkan kepalanya, juga tadi tosu Pek-lian-kauw menotok jalan darahnya sehingga dia tidak mampu mengerahkan sin-kangnya. Andaikata dia sudah mam-pu sekalipun, belum tentu dia akan dapat membikin putus tali belenggu kaki tangannya yang terbuat dari pada kulit binatang yang amat kuat itu. Kini dia me-mandang kepada Mayani.
"Nona, kenapa engkau datang ke sini?" tanya-nya lirih.
"Aih, Gu-taihiap, betapa hancur rasa hatiku melihat engkau dikeroyok dan ditangkap tadi.
Akan tetapi, jangan khawatir, taihiap, aku datang untuk menolongmu, lihat aku sudah membawa pisau yang tajam untuk membikin putus tali belenggumu." Gadis itu mengeluarkan sebuah pisau yang mengkilat saking tajamnya. Hong Beng tidak kelihatan girang karena walaupun belenggu kaki tangannya putus, dia tetap saja tidak berdaya karena belum mampu menge-rahkan sin-kangnya. Dengan tenaga utuh saja dia tidak mampu menandingi para tosu itu, apa lagi sete-lah jalan darahnya tertotok. Apa artinya belenggunya terlepas kalau dia tidak mampu melarikan diri"
"Aku akan membebaskanmu, taihiap, dan aku akan melindungimu. Kalau aku mengancam akan bu-nuh diri, tentu ayah akan membiarkan kita pergi ber-dua tanpa diganggu. Akan tetapi, lebih dulu aku minta engkau berjanji."
Hong Beng melihat kemungkinan baru untuk keselamatannya. Mungkin saja gadis ini dapat memaksa ayahnya, dan sebagai kepala suku, ayahnya tentu mempunyai kekuasaan untuk membebaskan dia dan Mayani!
"Janji apa, nona?"
"Janji bahwa setelah kubebaskan, engkau akan suka menerima aku menjadi isterimu dan mengajak aku ke manapun engkau pergi!"
Ucapan ini keluar demikian terbuka dan jujur tanpa malu-malu lagi dari mulut Mayani.
Sebaliknya, Hong Beng yang mendengar ucapan ini menjadi tersi-pu dan mukanya berubah merah.
"Kenapa begitu, nona?" tanyanya, agak heran dengan permintaan tiba-tiba yang dianggapnya aneh ini.
"Karena aku cinta padamu, taihiap. Nah, kau berjanjilah dan aku akan membebaskanmu, mengajakmu menghadap ayah agar kita berdua diperbolehkan pergi dari sini dengan aman."
Tentu mudah bagi Hong Beng untuk berjanji dan kemudian meninggalkan gadis ini. Akan tetapi dia adalah seorang gagah. Dia tidak mau menipu Mayani, tidak ingin melanggar janjinya sendiri. Maka dia menggeleng kepalanya. "Aku.... aku tidak bisa berjanji, Mayani,"
katanya, diam-diam merasa ka-sihan kepada gadis ini. Jatuh cinta dan tidak terba-las! Dia Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
627 sudah merasakan betapa sakitnya hal ini kalau menimpa seseorang! Mayani jatuh cinta pada-nya, namun dia tidak dapat membalasnya.
"Kenapa tidak bisa, taihiap?"
"Karena aku tidak ingin kelak melanggar janjiku, tidak ingin berbohong kepadamu hanya agar aku dapat kautolong. Karena aku.... terus terang saja, aku tidak.... cinta padamu, Mayani.
Aku suka padamu, aku kasihan padamu, akan tetapi aku tidak cinta padamu."
"Ahhh!" Mayani nampak kaget. "Akan tetapi, bukankah engkau telah menyelamatkan aku dari bencana, dari cengkeraman orang gila itu"
"Aku menolongmu bukan karena aku cinta pada-mu. Gadis manapun akan kuselamatkan dari cengke-raman orang gila itu, Mayani."
"Ahhh....!" Kini Mayani mengusap air mata dengan tangannya. Sungguh tak disangkanya jawaban seperti ini yang akan didengarnya. "Kalau begitu.... bagaimana aku dapat menolongmu" Apa yang harus kupakai sebagai alasan menolongmu?"
Hong Beng menarik napas panjang. "Sudahlah, tidak perlu kau menolongku, Mayani.
Kembalilah sebelum orang mengetahui niatmu dan engkau akan mendapat susah karena ini.
Pergilah." Sejenak gadis itu bengong, seperti tidak percaya akan pendengarannya sendiri. Orang ini berada da-lam bahaya besar, akan tetapi menolak uluran tangan-nya untuk menolong dan menyelamatkannya. Kemu-dian, dengan kedua mata masih basah dan merah terpaksa Mayani keluar pula dari kamar itu. Begitu ia keluar, lima orang Mongol itu cepat menyerbu ke dalam dan mereka nampak lega melihat bahwa tawan-an itu masih terbelenggu pada tihang. Mereka tadi sudah merasa khawatir kalau-kalau Mayani melaku-kan kebodohan dan hendak
membebaskan tawanan. Sementara itu, Sim Houw dan Bi Lan melihat semua peristiwa yang terjadi di dalam kamar itu. Sim Houw lalu memberi isarat kepada Bi Lan. Keduanya lalu melayang ke dalam kamar.
Sim Houw lebih dulu, diikuti oleh Bi Lan. Melihat dua orang melayang turun bagaikan dua ekor burung garuda, lima orang Mongol itu terkejut bukan main. Mereka hendak menerjang, akan tetapi beberapa tamparan dan ten-dangan dari dua orang itu merobohkan mereka. Sim Houw cepat membikin putus belenggu pada kaki ta-ngan Hong Beng. Melihat tubuh Hong Beng lemas, Sim Houw maklum. Yang penting melarikan pemuda ini, pikirnya. Totokan orang Pek-lian-kauw mungkin berbeda dan harus dicari dulu bagaimana untuk
membebaskannya. Maka setelah dua kali mencoba dan gagal membebaskan totokan, dia lalu menyam-bar tubuh Hong Beng, memanggulnya dan meloncat keluar dari kamar itu, didahului oleh Bi Lan. Sesuai dengan rencana mereka tadi, yang sudah diatur oleh Sim Houw ketika mereka mendekam di atas wuwung-an, Bi Lan membuka jalan keluar. Beberapa orang
penjaga yang terkejut melihat keluarnya gadis yang tidak dikenal ini, roboh oleh tamparan Bi Lan.
Keadaan menjadi gempar dan para penjaga berte-riak-teriak ketika dua orang yang melarikan tawanan itu mengamuk dan merobohkan banyak penjaga. Mendengar teriakan-teriakan ini, para pimpinan tosu cepat mendatangi tempat itu bersama Agakai, akan tetapi dua orang penculik tawanan itu telah menghi-lang di dalam gelap, meninggalkan belasan orang pen-jaga Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
628 yang tadi mereka robohkan.
Tentu saja para tosu Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-kauw menjadi marah. Ada orang berani mem-bebaskan tawanan di depan hidung mereka! Hal ini sungguh membuat mereka merasa malu dan penasar-an, maka mereka lalu melakukan pencarian dan pe-ngejaran.
Karena Sim Houw juga menyadari betapa lihainya para tosu yang mampu menawan seorang pemuda se-perti Hong Beng, maka dia mengajak Bi Lan berlari terus sampai jauh
meninggalkan dusun itu dan akhirnya, pada pagi hari, mereka berhenti di bawah Tem-bok Besar. Begitu berhenti, Sim Houw lalu mencoba beberapa totokan untuk membebaskan Hong Beng dan akhirnya dia berhasil. Hong Beng terbebas dari totokan dan setelah melemaskan otot-ototnya yang menjadi kaku, dia berdiri berhadapan dengan Sim Houw dan Bi Lan. Dia merasa canggung sekali, tidak tahu harus berkata apa. Dia pernah memusuhi kedua orang ini, bahkan sampai sekarangpun masih ada perasaan tidak suka. Bagaimanapun juga, dia dan guru-nya pernah berkelahi melawan mereka ini yang telah membela Bi-kwi. Kenyataan bahwa dia telah dikela-buhi oleh dua orang tosu Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-kauw itu belum melenyapkan sama sekali keraguannya dan dia masih menganggap bahwa dua orang ini setidaknya pernah menyeleweng dan membela Bi-kwi yang jahat, hanya karena Bi-kwi adalah suci dari Bi Lan.
"Sim Houw," katanya kaku, "aku tidak pernah minta pertolongan kalian, akan tetapi biarlah aku mengucapkan terima kasih atas pertolongan kalian ini, walaupun jangan mengira bahwa terima kasih ini sudah melenyapkan ketidakcocokan di antara kita." Sejak tadi Bi Lan memang sudah tidak senang dia-jak oleh Sim Houw menyelamatkan Hong Beng. Kini
mendengar ucapan yang dirasakannya amat menyakit-kan hati itu, bangkitlah kemarahannya.
Sambil bertolak pinggang dengan tangan kanan, telunjuk kirinya menuding ke arah hidung Hong Beng dan suaranya terdengar lantang dan galak, "Gu Hong Beng manusia sombong!
Siapa sudi menerima terima kasihmu" Ketahuilah, kalau aku akhirnya menyetu-jui Sim-koko untuk menalongmu, adalah karena aku tidak ingin melihat engkau mampus di sana. Aku ingin menghajarmu dengan kedua kaki tanganku sendiri. Engkau lancang dan banyak mulut, suka mengadu dan melancarkan fitnah, memburuk-burukkan nama kami di depan suhu dan subo di Istana Gurun Pasir!"
Hong Beng mengerutkan alisnya. Tak dapat di-sangkal lagi, dia mencinta gadis ini. Akan tetapi Bi Lan tidak membalas cintanya, bahkan agaknya gadis itu bermain cinta dengan Sim Houw dan mengejek-nya, menghinanya. Di samping rasa cintanya, timbul perasaan penasaran dan juga kemarahan.
Mungkinkah orang mencinta dan sekaligus mem-benci orang yang sama" Hal ini tidak mungkin sama sekali. Benci timbul dari perasaan tidak suka, dari perasaan dirugikan dan tidak tercapai apa yang dii-nginkan. Cinta tidak mungkin menimbulkan benci. Yang menimbulkan benci bukan cinta, melainkan naf-su. Nafsu ini ingin memiliki, ingin disenangkan, dan kalau semua keinginan itu gagal, maka muncullah ke-cewa dan benci. Baik nafsu maupun benci adalah penonjolan diri pribadi, adalah pakaian badan, adalah pementingan kesenangan dan kepuasan badan. Cinta kasih tidaklah sedangkal segala macam keinginan ba-dan, cinta kasih bukanlah sekedar kesenangan dan kepuasan jasmani.
"Aku tidak memburukkan atau menyebar fitnah, melainkan menceritakan keadaan yang sebenarnya tanpa dibuat-buat. Bagaimanapun juga, Bi Lan, eng-kau telah melakukan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
629 penyelewengan, membela dan melindungi perempuan jahat Bi-kwi, bahkan engkau memusuhi kami orang-orang Pulau Es!"
"Sombong! Orang macam engkau ini mengaku orang Pulau Es" Dan engkau menuduh yang bukan-bukan tanpa menyelidiki kenyataannya. Huh, suci Ciong Siu Kwi jauh lebih baik dari pada engkau. Orang macam engkau ini perlu dihajar!" Berkata demikian, Bi Lan sudah menerjang dan menyerang Hong Beng. Pemuda yang juga sudah marah ini ce-pat mengelak dan balas menyerang. Sim Houw me-mandang bingung. Tadi dia sudah membujuk Bi Lan untuk bersabar, akan tetapi gadis yang sedang marah itu tidak memperdulikannya. Dan melihat sikap Hong Beng, diam-diam Sim Houw juga merasa penasaran. Kenapa pemuda itu juga bersikap demikian kasar" Dia mengerti bahwa di antara mereka itu hanya ter-dapat kesalahpahaman belaka, dan tetutama karena sama-sama tidak mau mengalah!
Selagi Sim Houw merasa bingung apa yang harus dilakukan menghadapi dua orang yang kini sudah berkelahi dengan seru itu, tiba-tiba terdengar suara orang membentak, "Kalian ini sungguh tidak tahu diri!" Dan lenyapnya suara itu dibarengi munculnya seorang laki-laki setengah tua yang gagah dan begitu tiba, laki-laki itu telah menerjang dan menyerang Sim Houw!
Tentu saja Sim Houw terkejut dan cepat melom-pat ke samping, apa lagi ketika dia mengenal orang ini sebagai Suma Ciang Bun, seorang tokoh keluarga Pulau Es yang pernah pula menyerangnya bersama Hong Beng! Kiranya guru dan murid ini sekarang kembali menyerang dia dan Bi Lan, seolah-olah me-lanjutkan perkelahian antara mereka yang pernah ter-jadi tempo hari!
Bagaimana Suma Ciang Bun dapat muncul secara tiba-tiba di tempat itu" Seperti kita ketahui, Suma Ciang Bun meninggalkan rumah encinya, Suma Hui atau nyonya Kao Cin Liong, untuk menyusul murid-ya yang pergi ke utara, mengunjungi gurun pasir un-uk menghadap orang tua Kao Cih Liong, melaporkan tentang hilangnya Kao Hong Li. Ketika dia tiba di Tembok Besar itu, kebetulan saja dia melihat murid-nya berkelahi melawan Bi Lan dan tentu saja kema-rahannya timbul seketika ketika dia mengenal Bi Lan dan Sim Houw.
Biarpun dulu dia pernah meragu-kan apakah kedua orang itu bersalah, kini melihat be-tapa muridnya kembali sudah berkelahi melawan ga-dis itu, tentu saja hatinya condong untuk membela muridnya dan karena khawatir kalau-kalau muridnya celaka di tangan Pendekar Suling Naga yang lihai itu, dia mendahului dan menyerang Sim Houw.
Locianpwe, perlahan dulu....!" Sim Houw kembali mengelak ketika pukulan yang amat dingin menyambar. Dia bergidik. Pukulan ini tentu yang mengandung Soat-im Sin-kang, pikirnya, yang dapat membuat darah lawan menjadi beku kalau terkena pukulan dingin ini.
"Mari kita bicara!" ajaknya, dan kembali dia mengelak karena sebuah tendangan kilat menyambar ke arah lututnya.
"Suhu, mereka ini hendak menghajar teecu karena teecu melaporkan tentang mereka ke Istana Gurun Pasir!" teriak Hong Beng yang sudah marah dan yang kini menjadi besar hatinya melihat kemunculan gurunya.
"Hemmm, dua orang muda yang besar kepala!" Suma Ciang Bun mendengus dan kembali dia sudah menyerang. Seperti juga dalam perkelahian yang pertama melawan guru Hong Beng ini, Sim Houw hanya mengelak dan menangkis, belum pernah membalas karena
memang dia tidak ingin bermusuhan dengan pendekar ini, tanpa sebab yang jelas.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
630 Hong Beng sudah terdesak oleh Bi Lan, sedangkan Suma Ciang Bun sebagai seorang
pendekar maklum pula bahwa kalau Pendekar Suling Naga itu membalas, belum tentu dia akan mampu mengalahkan orang muda yang perkasa ini. Maka, setelah lewat limapuluh jurus, guru dan murid ini mulai merasa sibuk. Hong Beng sibuk oleh desakan-desakan Bi Lan yang marah, sedangkan gurunya sibuk karena sebegitu jauh, belum sebuahpun dari serangannya dapat menyentuh tubuh Sim Houw!
Tiba-tiba terdengar suara ramai dan bermunculan tosu-tosu di tempat itu. Mereka adalah para tosu Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-kauw. Tanpa banyak cakap lagi, paratosu itu kini menyerbu dan menyerang Hong Beng dan Suma Ciang Bun yang mereka kenal sebagai seorang
pendekar keluarga Pulau Es! Tentu saja Hong Beng dan Suma Ciang Bun terkejut, dan Hong Beng berseru kepada suhunya,
"Suhu, mereka ini pernah menawan teecu!"
Sementara itu, melihat betapa para tosu yang lihai itu, lima orang pimpinan disertai belasan anak buah, telah mengepung dan menyerang Suma Ciang Bun dan Hong Beng, Sim Houw lalu memberi isarat kekasihnya, dan mereka berduapun segera terjun ke dalam pertempuran, menyerang para tosu! Sikap mereka ini tentu saja membuat Suma Ciang Bun terkejut akan tetapi juga girang. Dia tadi sudah beradu lengan dengan tosu jenggot panjang dan dengan kaget mendapat kenyataan betapa kuatnya lawan. Tosu-tosu itu lihai bukan main dan agaknya dia dan muridnya belum tentu akan mampu mengalahkan mereka. Akan tetapi kini Pendekar Suling Naga dan gadis yang galak itu telah membantu mereka menghadapi para tosu Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-kauw!
Bi Lan mengamuk dengan hebatnya berkelahi melawan Hong Beng, ia masih memba-tasi serangannya karena ia hanya ingin menghajar pemuda itu, bukan berniat membunuhnya atau melu-kainya secara berat. Iapun tahu bahwa sikap pemuda itu berbalik tidak suka kepadanya karena cintanya ditolak dan karena cemburu, demikian pendapatnya. Akan tetapi kini, melihat betapa mereka dikepung oleh tosu-tosu yang lihai, Bi Lan lalu mengeluarkan seluruh kepandaiannya. Biarpun ia tidak memegang Ban-tok-kiam lagi, namun ketika ia mainkan Ban-tok-ciang-hoat yang dipelajarinya dari subonya, diseling dengan Sin-liong-ciang-hoat yang didapat-nya dari suhunya Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir, maka hebatnya bukan kepalang. Seorang tosu Pat-kwa-pai yang menjadi lawannya adalah Ok Cin Cu. Tosu ini memegang sebatang tongkat hitam berbentuk ular. Tosu yang mata keranjang dan cabul ini tadi sudah menyerang Bi Lan karena dia tidak dapat me-lewatkan gadis secantik ini dari pandang matanya. Maksudnya tentu saja agar dia puas dapat memperma-inkan gadis ini.
Akan tetapi, kalau pada mulanya dia maju dengan tangan kanan saja sambil tertawa-tawa dan tersenyum-senyum, kini dia terkejut dan memain-kan tongkatnya untuk melindungi tubuhnya.
Tak di-sangkanya bahwa gadis muda itu lihai bukan main, memiliki serangan pukulan-pukulan yang amat aneh! Tosu ini harus berloncatan ke sana-sini, rambutnya yang putih riap-riapan itu berkibar-kibar, tongkat hitamnya menyambar-nyambar, namun tetap saja dia kewalahan dan terdesak oleh gerakan Bi Lan yang tidak dikenalnya.
Suma Ciang Bun diserang oleh tosu berjenggot panjang yang merupakan pemimpin para tosu dan yang bersenjata tongkat naga hitam. Pendekar ini mengeluarkan senjatanya yang ampuh, yaitu siang-kiam (sepasang pedang) dan mainkan Siang-mo Kiam-sut (Ilmu Pedang Sepasang Iblis) dan dengan ilmu pedang yang hebat ini barulah dia dapat mengimbangi serangan lawan.
Namun harus diakui bahwa untuk mendesak diapun tidak mampu karena kakek berjeng-got Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
631 panjang itu memang lihai bukan main. Di sam-ping itu, Suma Ciang Bun juga harus melindungi mu-ridnya. Hong Beng juga memainkan pedangnya, melawan Thian Kek Seng-jin tokoh Pek-lian-kauw yang juga bersenjata tongkat naga hitam. Kakek ini bersama Ok Cin Cu pernah menipunya dan mengadu-nya dengan Bi Lan ketika kedua kakek itu terluka dan menyembunyikan keadaan mereka yang sebenarnya. Dalam, perkelahian ini, Hong Beng terdesak oleh tongkat naga hitam. Akan tetapi, karena kadang-kadang suhunya datang membantu, dia dapat pula bertahan dan perkelahian ini menjadi perkelahian ke-royokan antara guru dan murid itu melawan dua orang tosu.
Sim Houw sendiri melayani dua orang tosu Pek-lian-kauw yang tingkat kepandaiannya sama dengan yang lain. Sim Houw sudah mencabut sulingnya. Melihat senjata ini, para tosu itu terkejut.
"Pendekar Suling Naga....!" teriak seorang di antara dua tosu yang mengeroyoknya, sambil me-mutar pedangnya dengan cepat. Temannya yang juga berpedang, menghujankan
serangannya kepada Sim Houw. Namun dengan tenang Sim Houw memutar sulingnya.
Terdengar suara suling melengking-leng-king dibarengi sinar berkelebatan dan dua orang itu segera terdesak hebat! Bukan main kuatnya gerakan pedang suling itu dan dua orang tosu itu sampai ter-huyung ke belakang dan mereka mengeluarkan seruan kaget. Belum pernah mereka bertemu lawan sehebat ini dan kalau mereka tadinya hanya mendengar saja nama besar Pendekar Suling Naga yang dianggap ber-lebihan, maka baru sekarang mereka menyaksikan bahkan mengalami sendiri kehebatan senjata aneh itu!
Bi Lan juga mengamuk hebat dan lawannya sudah dua kali terkena pukulannya. Karena pukulan itu mempergunakan jurus dari Ilmu Silat Sin-liong Ciang-hoat, maka tenaganya membuat lawan itu terpelan-ting, sedangkan pukulan ke dua yang memakai Ilmu Silat Ban-tok Ciang-hoat membuat lawannya mera-sa pundaknya yang terpukul seperti terbakar, terasa gatal-gatal dan nyeri bukan main. Itulah pukulan beracun yang amat ampuh. Ok Cin Cu menjadi gen-tar dan diapun cepat melompat jauh ke belakang, hampir berbareng dengan dua orang tosu yang me-ngeroyok Sim Houw yang juga sudah berlompatan ke belakang.
Keduanya terluka sedikit pada bahu mereka terkena sambaran angin pedang suling itu!
Melihat ini, gentarlah hati lima orang tosu itu dan mereka berteriak mengerahkan anak buah mere-ka, sedangkan dari jauh datang pula rombongan orang Mongol yang akan membantu.
"Moi-moi, mari kita pergi saja!" Sim Houw ber-seru dengan nyaring dan kepada Suma Ciang Bun dia menjura sambil berkata, "Locianpwe, maafkan kami. Semua ini hanya merupakan salah paham belaka!" Dan diapun bersama Bi Lan cepat meloncat jauh dan berlari cepat meninggalkan tempat itu, melewati Tembok Besar menuju ke selatan.
Melihat ini, Suma Ciang Bun juga mengajak muridnya untuk pergi saja, melewati Tembok Besar pula dan menuju ke selatan, tidak ingin menghadapi pe-ngeroyokan banyak orang itu.
Biarpun mereka ber-empat telah bekerja sama menghadapi orang-orang Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-kauw, namun di dalam hatinya, Hong Beng masih belum merasa puas. Dia belum yakin akan kebersihan Bi Lan dan Sim Houw, sedangkan Suma Ciang Bun diam-diam kagum bu-kan main akan kelihaian Pendekar Suling Naga.
*** "Aih, tenangkanlah hatimu, enci Hui. Kami su-dah pernah merasakan betapa bingung dan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
632 susahnya kehilangan seorang anak. Akan tetapi berduka saja tidak ada gunanya, bahkan kedukaan itu akan menge-ruhkan pikiran, melemahkan semangat sehingga kita tidak dapat bertindaak bijaksana dan tepat. Tenang-kan hatimu, dan kita bicarakan urusan ini dengan teliti," demikian Suma Ceng Liong, pendekar sakti keturunan keluarga Pulau Es itu menghibur Suma Hui yang datang bersama suaminya, Kao Cin Liong, dan sambil menangis menceritakan akan malapetaka yang menimpa keluarganya dengan lenyapnya Kao Hong Li diculik orang.
"Benar sekali apa yang dikatakan suamiku, enci Hui. Kami dahulu juga merasa amat berduka dan gelisah, apa lagi karena hilangnya anak kami Suma Lian dibarengi dengan tewasnya ibu mertuaku dibu-nuh orang. Akan tetapi, orang yang benar selalu di-lindungi Thian, enci. Aku yakin bahwa keponakan-ku Hong Li pasti akan dapat ditemukan kemhali da-lam keadaan selamat dan sehat," kata pula Kam Bi Eng, isteri Suma Ceng Liong sambil merangkul ka-kak iparnya.
Suma Hui menghapus air matanya dan ia memak-sa diri tersenyum. "Maafkan aku atas kelemahanku. Akan tetapi, kami berdua sudah mencari sampai jauh ke Tibet, akan tetapi tidak berhasil, bahkan tidak dapat menemukan jejak anak kami. Bagaimana hati-ku tidak akan gelisah"
"Ceng Liong," kata Cin Liong yang memang akrab dengan ipar-iparnya. "Kami sengaja datang ke sini mengunjungimu, bukan hanya sekedar meng-hibur diri, akan tetapi juga kami membutuhkan pen-dapatmu dan bantuanmu agar anak kami itu dapat segera kami temukan kembali."
Ceng Liong mengangguk-angguk. Dia dan iste-rinya adalah suami isteri yang memiliki ilmu kepan-daian tinggi. Dia sendiri adalah cucu Pendekar Super Sakti dari Pulau Es sedangkan isterinya adalah murid pewaris Ilmu Suling Emas. Kini Suma Lian, puteri mereka, dibawa oleh Bu Beng Lokai, yang masih terhitung pamannya sendiri karena Bu Beng Lokai yang dulu bernama Gak Bun Beng adalah mantu dari ka-keknya, Suma Han. Suma Lian dibawa Bu Beng Lo-kai untuk digembleng. Kini mereka berdua hidup di rumah mereka yang nampak sunyi, makakunjungan Suma Hui dan suaminya itu menggembirakan, dan Ceng Liong
menganggap sudah menjadi tugasnya un-tuk bantu memikirkan kehilangan keponakannya, Kao Hong Li itu.
Mereka bercakap-cakap dan suami isteri yang kehilangan puterinya itu lalu menceritakan dengan sejelasnya asal mula terjadinya penculikan terhadap puteri mereka. "Gambaran tentang penculik itu telah kami dapatkan dengan jelas, bahkan teman-teman Hong Li menceritakan dengan jelas si penculik mengak-u bernama Ang I Lama, bertubuh tinggi kurus, pan-dai silat dan pandai sihir. Akan tetapi ketika kami berhadapan dengan Ang I Lama, ternyata bukan dia penculiknya. Jelas bahwa penculik itu mempergunak-an nama Ang I Lama. Akan tetapi siapa dia" Dan ke mana kami harus mencarinya?" Kao Cin Liong menutup penuturannya sambil menarik napas panjang.
Ceng Liong juga menghela napas. "Hemmm, penculik itu selain lihai pandai ilmu silat dan sihir, juga cerdik sekali. Dia menyamar sebagai Ang I Lama untuk mengelabuhimu, dan untuk melenyapkan jejak-nya. Untuk itu, kita harus menggunakan akal, Kao-cihu (kakak ipar Kao)."
"Akal bagaimana, adikku?" tanya Suma Hui dengan penuh harapan dan gairah. Timbul kembali semangatnya mendengar percakapan itu.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
633 "Cihu harus dapat mengumpulkan orang-orang kang-ouw terkemuka dengan alasan tertentu yang masuk akal. Cihu mengirim undangan agar mereka itu dapat datang dan lebih baik lagi kalau mengirim undangan secara terbuka. Siapa saja yang merasa diri-nya orang kang-ouw, orang-orang di dunia persi-latan, dipersilahkan datang. Nah, kalau sudah banyak orang kang-ouw berkumpul, cihu dapat mengumumkan tentang lenyapnya Hong Li diculik orang. Dengan demikian, tentu peristiwa itu akan tersebar luas dan kalau di antara mereka ada yang mengetahui tentang siapa penculik Hong Li dan di mana anak kita itu sekarang, tentu dia akan memberi tahu ke-pada cihu. Kalaupun tidak, tentu mereka akan mem-buka mata lebih lebar dan dengan demikian, harapan untuk menemukan kembali Hong Li lebih besar."
"Ah, bagus sekali usul itu!" Cin Liong berseru dan wajahnya berseri, matanya berkilat membayangkan kegirangan. "Tidak sampai dua bulan lagi adalah hari kelahiranku yang ke limapuluh! Hal ini tentu merupakan alasan yang baik sekali dan tidak dicari-cari untuk mengumpulkan orang-orang kang-ouw."
"Tepat sekali, cihu! Kita membuat undangan dan juga undangan terbuka ditujukan kepada seluruh orang kang-ouw. Aku akan membantu penyebaran surat undangan itu ke seluruh dunia kang-ouw, cihu!"
Gembiralah hati Cin Liong dan isterinya. Mereka segera kembali ke Pao-teng dan membuat persiapan. Pesta ulang tahun itu tentu makan banyak biaya, apa lagi kalau yang datang benkunjung nanti banyak sekali orang. Akan tetapi mereka berdua siap untuk meng-habiskan semua harta simpanan mereka untuk keper-luan itu, karena apa artinya semua harta itu kalau anak mereka tidak dapat ditemukan kembali" Setelah kehilangan Hong Li, barulah suami isteri ini merasa betapa pentingnya anak itu bagi mereka, dan betapa hal-hal lainnya tidak ada artinya lagi!
Hidup merupakan gabungan dari segala macam hal yang multi kompleks. Kebutuhan hidup berma-cam-macam yang bergabung menjadi satu. Ada ke-butuhan harta, kebutuhan sandang, pangan, kesehat-an, kerukunan keluarga, dan seterusnya. Tidak mungkin mementingkan yang satu saja dan meremehkan yang lain. Karena kekurangan satu saja di antara-nya, hidup akan menjadi pincang. Apa artinya mempunyai segala itu kalau anaknya hilang seperti halnya suami isteri itu" Sama saja susahnya kalau yang ditiadakan itu satu di antara kebutuhan-kebutuhan itu. Apa artinya semua ada, keluarga lengkap, kalau badan selalu menderita penyakit" Apa pula artinya kalau sehat, berharta, cukup segala kebutuhan, akan tetapi tidak rukun dengan keluarganya" Masih ba-nyak contoh-contoh lain lagi, namun kesemuanya itu merupakan akibat kepincangan yang serupa.
Karena suami isteri di Pao-teng itu kehilangan anak mereka, tentu saja yang terasa hanyalah hal itu saja. Mereka mau mengorbankan yang lain asal anak mereka dapat ditemukan kembali.
Dengan cepat, undanganpun disebar dan dalam hal ini, Suma Ceng Liong membantu dengan sekuat tenaga. Tentu saja tidak mungkin mengundang semua orang, akan tetapi yang penting, demikian keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir itu berpendapat, dari de-lapan penjuru harus ada tokoh-tokoh yang mewakili daerah masing-masing. Juga disebar undangan terbu-ka, tidak untuk nama tertentu, melainkan ditujukan kepada semua orang kang-ouw yang suka datang, di-persilahkan untuk datang pula meramaikan pesta hari ulang tahun bekas panglima yang amat terkenal itu, bukan saja terkenal sebagai bekas panglima besar, juga terkenal sebagai seorang pendekar sakti bersama isterinya yang juga pendekar keturunan keluarga Pu-lau Es.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
634 Beberapa hari sebelum pesta ulang tahun itu tiba, Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng telah berada di rumah Cin Liong di Pao-teng. Juga ayah dan ibu Kam Bi Eng yang merupakan suami isteri terkenal se-kali dan pernah menggemparkan dunia persilatan de-ngan ilmu-ilmu dari Suling Emas dan merupakan tokoh ke tiga sesudah keluarga Pulau Es dan keluarga Gurun Pasir yang terkenal, hadir pula atas undangan puteri mereka, Kam Bi Eng. Mereka itu bukan lain adalah pendekar sakti Kam Hong yang kini sudah berusia enampuluh tiga tahun, sedangkan isterinya, Bu Ci Sian telah berusia empatpuluh delapan tahun. Mereka berdua ini tinggal tak begitu jauh dari kota Pao-teng, di puncak Bukit Nelayan, yaitu sebuah puncak di antara puncak-puncak Pegunungan Tai-hang-san. Mereka berdua ikut merasa prihatin keti-ka mendengar cerita tentang hilangnya Kao Hong Li yang diculik orang yang masih belum diketahui jelas siapa adanya.
Selain keluarga Suma Ceng Liong dan keluarga Kam Hong ini, juga telah hadir di rumah itu Suma Ciang Bun dan muridnya, Gu Hong Beng. Pemuda ini sudah banyak mendengar tentang suami isteri pendekar dari istana Khong-sim Kai-pang, yaitu Kam Hong, akan tetapi baru sekarang sempat berte-mu. Hatinya merasa kagum dan dengan girang dia memperkenalkan diri. Karena para keluarga berkum-pul, suasana sudah meriah sekali dan banyak hal mereka percakapkan, dan tentu saja terutama sekali tentang hilangnya Kao Hong Li yang diculik orang. Karena Hong Beng merupakan murid dari Suma Ciang Bun, maka diapun diterima oleh keluarga Kao sebagai anggauta keluarga sendiri.


Suling Naga Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selagi tokoh-tokoh keturunan keluarga Pulau Es, keluarga Gurun Pasir dan keluarga Suling Emas ini saling berbincang-bincang sebagai sekelompok kelu-arga, tiba-tiba pembantu memberitahukan bahwa di luar datang dua orang tamu laki-laki dan perempuan yang masih muda. Kao Cin Liong dan isterinya tidak menanyakan siapa dua orang tamu itu, akan tetapi karena mereka berada dalam suasana berpesta, sehing-ga mereka mengharapkan munculnya banyak tamu, segera mereka menyuruh pembantu mereka untuk mempersilahkan dua orang tamu itu masuk saja ke ruangan besar di mana mereka tadi bercakap-cakap.
Ketika dua orang itu masuk, semua orang meman-dang, ingin tahu siapakah tamu yang datang agak terlalu pagi itu. Biasanya, yang datang lebih pagi dari hari pesta yang ditentukan, hanyalah anggauta kelu-arga sendiri yang datang dengan maksud membantu tuan rumah mempersiapkan pesta ulang tahun itu.
Ketika melihat munculnya Sim Houw dan Bi Lan, sebagian besar dari mereka yang hadir di situ mengerutkan alisnya. Terutama sekali Hong Beng dan guru-nya, Suma Ciang Bun.
Mereka berdua sudah bangkit berdiri dan mengepal tinju, akan tetapi ketika teringat bahwa di situ terdapat orang-orang tingkatan lebih tua seperti Kam Hong dan isterinya, guru dan murid ini menahan diri dan duduk kembali. Juga Kao Cin Liong dan Suma Hui memandang marah.
Mereka sudah mendengar dari Hong Beng dan gurunya tetapa Bi Lan yang diambil murid suami isteri dari Istana Gurun Pasir, telah menyeleweng, membela iblis beti-na Bi-kwi dan bahkan menentang Suma Ciang Bun dan muridnya. Perasaan tidak senang membayang di wajah tuan rumah dan nyonya rumah. Baru satu kali Kao Cin Liong dan isterinya bertemu dengan Sim Houw dan Bi Lan, yaitu ketika mereka semua di ba-wah pimpinan Tiong Khi Hwesio menentang dan membasmi Sai-cu Lama dan kawan-kawannya. Demi-kian pula Suma Ceng Liong dan isterinya, Kam Bi Eng yang juga membantu dalam pertempuran hebat itu.
Sim Houw juga merasa girang sekali dapat berte-mu dengan sekalian orang gagah itu, dan kini dia dapat memandang Kam Bi Eng yang telah menjadi nyonya Suma Ceng Liong dengan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
635 wajah cerah dan ternyata setelah ada pertalian cinta antara dia dan Bi Lan, kini tidak terjadi sesuatu di dalam hatinya ketika dia bertemu dengan Kam Bi Eng, wanita yang pernah dikasihinya itu. Akan tetapi, yang membuat Sim Houw menjadi semakin girang dan terharu adalah ketika dia melihat Kam Hong dan Bu Ci Sian di tempat itu. Sebelum memberi hormat kepada yang lain, Sim Houw mengajak Bi Lan untuk menjatuhkan diri berlutut di depan suami isteri ini.
"Suhu dan subo.... telah bertahun-tahun teecu tidak pernah menghadap ji-wi, harap ji-wi sudi memaafkan teecu. Teecu harap selama ini suhu dan subo selalu dalam keadaan sehat dan dilimpahi berkah oleh Thian."
Melihat muridnya, diam-diam Kam Hong dan Bu Ci Sian merasa kasihan akan tetapi juga girang. Mereka masih merasa kasihan mengingat betapa mu-rid yang baik ini, yang tadinya mereka jodohkan de-ngan puteri mereka, Kam Bi Eng, kemudian ternyata ditolak oleh Bi Eng yang jatuh cinta kepada Suma Ceng Liong. Akan tetapi dengan jiwa besar murid mereka itu dengan suka rela mengundurkan diri dan memberi kebebasan kepada Kam Bi Eng untuk berjo-doh dengan pria yang dipilihnya, sedangkan dia sen-diri lalu merantau dan baru sekarang guru itu berte-mu dengan murid yang pernah menjadi calon mantu itu. Yang membuat suami isteri pendekar ini priha-tin adalah karena mereka mendengar bahwa sampai sekarang murid mereka itu belum juga menikah. Hal ini bagi mereka menjadi tanda bahwa hati murid me-reka itu telah terluka karena kegagalan cinta dan pernikahannya dengan Kam Bi Eng, dan mereka ber-dua ikut merasa berdosa atas penderitaan pemuda itu.
"Sim Houw, selama ini engkau ke mana sajakah maka tidak pernah datang menjenguk kami"
Dan kami mendengar bahwa engkau mendapatkan julukan Pendekar Suling Naga! Sungguh kami ikut merasa bangga dan.... eh, siapakah nona ini?" Kam Hong memandang kepada Bi Lan yang berlutut di dekat Sim Houw.
"Locianpwe, nama saya Can Bi Lan...." jawab Bi Lan dengan sikap hormat. Ia sudah sering kali mendengar penuturan Sim Houw tentang suami isteri yang sakti ini, yang agaknya hanya boleh dise-jajarkan dengan suhu dan subonya di Istana Gurun Pasir, atau dengan para pendekar Pulau Es!
"Suhu dan subo, adik Can Bi Lan adalah.... tunangan teecu dan ia adalah murid dari Kao-locianpwe di Istana Gurun Pasir dan isterinya...."
"Juga murid mendiang Sam Kwi!" Tiba-tiba terdengar suara Hong Beng memotong kata-kata yang diucapkan oleh Sim Houw itu.
Semua orang terkejut dan diam-diam Suma Ciang Bun menyesalkan ucapan muridnya yang lancang itu, namun dia maklum bahwa perasaan dongkol di da-lam hati muridnya yang membuat muridnya bersikap lancang seperti itu. Keadaan menjadi kaku dan te-gang, akan tetapi Kam Hong yang menoleh kepada Hong Beng, kini tersenyum.
"Aihh, seorang yang sakti dan bijaksana seperti Kao-locianpwe, Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir dan isterinya, tidak mungkin salah memilih murid. Dan ia menjadi tunanganmu, Sim Houw. Selamat! Sungguh kami ikut merasa gembira sekali."
"Tunanganmu ini cantik dan gagah, Sim Houw. Selamat!" kata pula Bu Ci Sian, lega hatinya karena dengan adanya pertunangan ini, berarti iapun terle-pas dari beban batin yang merasa Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
636 bersalah terhadap Sim Houw yang patah hati.
"Terima kasih, suhu dan subo," kata Sim Houw, Barulah dia dan Bi Lan menghadap takoh-tokoh lain dan memberi hormat.
Ketika memberi hormat kepada Kao Cin Liong, tanpa ragu-ragu lagi Bi Lan menyebutnya
"suheng" (kakak seperguruan). Mendengar sebutan ini, wajah Cin Liong menjadi merah dan hatinya tidak senang sekali. "Can Bi Lan," katanya halus namun mengan-dung kemarahan,
"engkau telah menyebut suheng kepadaku, maka aku berhak untuk menegurmu. Aku banyak mendengar hal-hal yang tidak baik tentang di-rimu, dan kalau memang benar, maka berarti aku sebagai suhengmu akan terkena lumpur dan noda pula. Benarkah engkau bersekongkol dengan wanita jahat Bi-kwi dan para pemberontak Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-kauw, bahkan engkau dibantu oleh Pendekar Suling Naga telah memusuhi keluarga Pu-lau Es?"
Bi Lan mengerling ke arah Hong Beng dan ingin rasanya ia pada saat itu juga menyerang pemudaitu. Ia dapat menduga bahwa tentu pemuda itulah yang menyebar fitnah, yang memburukkan namanya di de-pan semua orang. Akan tetapi, sentuhan tangan Sim Houw pada lengannya membuat ia menyadari bahwa di hadapan para locianpwe, tidak sepantasnya kalau ia memperlihatkan sikap kasar. Maka iapun memberi hormat kepada Kao Cin Liong.
"Kao-suheng, tidak kusangkal bahwa aku dan Sim-koko pernah membantu dan membela suci Ciong Siu Kwi, akan tetapi untuk urusan itu terdapat alas-an-alasannya yang kuat. Sama sekali kami tidak membantu kejahatannya. Ia telah mengubah hidup-nya, bertaubat dan ia hanya diperalat oleh para tosu jahat yang telah menyandera calon suaminya. Akan tetapi semua hal itu akan kuceritakan lain kali saja, sekarang yang penting, aku hendak menyampaikan kepada suheng sekeluarga bahwa aku dan Sim-koko datang ke sini sebagai utusan suhu dan subo di Ista-na Gurun Pasir."
Mendengar ini, Kao Cin Liong tertegun. Kalau gadis ini sudah diterima orang tuanya, bahkan dijadi-kan utusan, itu tentu hanya berarti bahwa gadis ini tidak jahat. Sambil mengerutkan alisnya, dia berta-nya, "Apakah kalian berdua mengunjungi orang tuaku?"
"Benar, suheng. Kami baru saja datang dari sana dan kami mendapat tugas dari suhu dan subo untuk memberitahu kepada suheng berdua bahwa kalian te-lah kejatuhan fitnah yang amat keji, dituduh menjadi pembunuh-pembunuh dari Ang I Lama."
Bukan main kagetnya hati Kao Cin Liong mendengar ini. "Apa! Apa maksudmu" Ceritakan yang jelas!"
"Suheng, ketika kami berada di istana, muncul seorang hwesio yang telah kita kenal baik karena dia adalah Tiong Khi Hwesio. Locianpwe inilah yang mengabarkan kepada suhu dan subo bahwa Ang I Lama tewas dibunuh orang, dan para pembunuhnya adalah suheng
berdua...." "Gila! Kami tidak melakukan hal itu!" Kao Cin Liong berseru keras.
"Itu fitnah keji!" Suma Hui juga berseru marah.
"Locianpwe Tiong Khi Hwesio menjadi utusan para pendeta Lama di Tibet untuk
menyampaikan protes kepada suhu dan subo karena mereka semua merasa yakin bahwa Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
637 suheng berdua pembunuhnya. Menurut cerita locianpwe itu, sebelum tewas, dalam keadaan terluka parah, di depan para pendeta Lama, Ang I Lama sempat menyebut nama suheng berdua."
"Ahhh....!" Wajah Kao Cin Liong berubah. Urusan ini bukan urusan kecil dan dia
mengerutkan alisnya. "Anak kami hilang belum juga ditemukan jejaknya, dan sekarang muncul lagi fitnah keji yang menuduh kami membunuh Ang I Lama!"
"Ahh. aku mengerti sekarang!" Tiba-tiba Suma Ceng Liong yang terkenal cerdik itu berseru.
"Pasti ada hubungan antara kedua peristiwa itu, cihu (kakak ipar)! Si penculik Hong Li mengaku bernama Ang I Lama dan kemudian setelah kalian datang ke barat, ternyata bukan Ang I Lama yang menculiknya. Ke-mudian, Ang I Lama dibunuh orang dan pendeta itu meninggalkan pesan yang menuduh kalian menjadi pembunuhnya. Bukankah jelas bahwa ada pihak keti-ga yang sengaja hendak mengadu domba antara kali-an dengan para pendeta Lama" Mula-mula Ang I Lama difitnah menculik Hong Li, kemudian karena tidak melihat kalian bermusuhan dengan Ang I Lama, maka fitnahnya dibalik. Pendeta itu dibunuh dan nama kalian yang kini difitnahh."
"Benar! Tentu ada orang yang mengatur semua ini. Akan tetapi siapa?" Kao Cin Liong berseru, penuh rasa penasaran.
"Hemm, setelah mendengar semua laporan ten-tang hilangnya Kao Hong Li, ada
kemungkinan lain," tiba-tiba kakek Kam Hong berkata dengan suaranya yang halus namun penuh wibawa sehingga semua orang menengok dan memandang kepada orang tua ini.
"Mungkin Ang I Lama yang merasa tidak berdo-sa, setelah dituduh menculik Kao Hong Li, lalu turun tangan sendiri mencari penculiknya, bertemu akan te-tapi dia kalah dan tewas."
"Akan tetapi mengapa dia meninggalkan pesan, yaitu menyebut nama cihu Kao Cin Liong berdua, ayah." Kam Bi Eng membantah pendapat ayahnya.
"Hal itu memang aneh, akan tetapi bisa juga dia bermaksud meninggalkan pesan untuk Kao Cin Liong berdua, tentang anak mereka itu, akan tetapi tidak sempat karena keburu tewas,"
sambung Kam Hong. Kao Cin Liong mengangguk-angguk. "Kemung-kinan itu besar sekali, Kam-locianpwe. Akan tetapi tetap saja tidak dapat menemukan jejak pembunuh Ang I Lama dan penculik anak kami."
"Suheng, aku dan Sim-koko telah ditunjuk oleh suhu dan subo untuk menemukan kembali Hong Li, dan juga membikin terang perkara fitnah atas diri suheng mengenai kematian Ang I Lama."
Mendengar ini, Kao Cin Liong dan Suma Hui menatap wajah gadis itu dan wajah Sim Houw ber-gantian. "Kalian....?" Cin Liong berkata, se-perti pada diri sendiri, penuh kesangsian apakah dua orang muda ini akan berhasil, sedangkan dia bersama isterinya telah gagal, bahkan Suma Ciang Bun dan muridnya juga gagal, dan tokoh-tokoh lainnya tidak tahu ke mana harus mencari Hong Li. Pesta ulang tahun itupun menjadi cara untuk mencari keterangan, sesuai dengan yang diusulkan Suma Ceng Liong.
"Suheng, kami berdua telah berjanji akan mencari Hong Li sampai dapat, kami tidak akan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
638 kembali sebelum berhasil, bahkan juga kami tidak akan meni-kah sebelum berhasil," kata pula Bi Lan dan suara-nya terdengar begitu tegas dan penuh keyakinan bahwa mereka berdua akan berhasil. Mendengar te-kad ini, diam-diam Kam Hong dan isterinya, Bu Ci Sian, menjadi terharu. Juga Kao Cin Liong dan Suma Hui merasa bersukur dan berterima kasih mendengar dua orang itu rela mengorbankan diri sampai sedemi-kian besarnya untuk mencari puteri mereka yang hi-lang. Kini pandang mereka terhadap Sim Houw dan Bi Lan berubah, menjadi ramah dan lenyaplah pra-sangka buruk dari hati mereka. Mereka yakin bahwa kalau orang tua mereka di Istana Gurun Pasir mem-percayai dua orang muda ini, tidak ada alasan lagi bagi mereka untuk meragukan Sim Houw dan Bi Lan. Sebagai tuan rumah, Kao Cin Liong dan isteri-nya lalu membujuk agar Sim Houw dan Bi Lan suka tinggal di rumah itu sebelum pesta dimulai tiga hari lagi. Walaupun merasa agak sungkan dan tidak enak karena mereka berdua bukan keluarga, walaupun Sim Houw melihat suhu dan subonya juga tinggal di situ, namun untuk menolak mereka merasa tidak berani. Maka merekapun menerima dan mendaparkan dua buah kamar di sebelah belakang.
Hong Beng merasa tidak puas sama sekali dengan kemunculan Sim Houw dan Bi Lan di ruangan tadi. Dia menjadi gelisah di dalam kamarnya, tidak dapat mengaso pada malam hari itu. Hatinya masih panas dan penuh kemarahan kepada Sim Houw dan Bi Lan. Jelaslah bahwa Bi Lan telah melakukan penyeleweng-an, berpihak kepada wanita jalang dan jahat seperti Bi-kwi, dengan alasan apapun juga, dan sudah dua kali malah Bi Lan dan Sim Houw berkelahi melawan dia dan gurunya. Mereka berdua itu jelas bukan golongan sahabat, melainkan musuh. Akan tetapi mereka kini disambut sebagai tamu-tamu terhormat, bahkan diberi kamar.
Yang lebih menyakitkan hati-nya adalah pengakuan Bi Lan bahwa gadis itu telah bertunangan dengan Sim Houw! Nah, jelaslah bah-wa apa yang dilihatnya tempo hari bukan hanya kha-yal belaka, pikirnya. Di antara mereka tentu terjalin tali perjinaan yang memalukan sekali! Dan mereka itu mengaku bertunangan begitu saja. Kapan resminya dan siapa pula yang
menjodohkan antara mereka" Hong Beng sudah tidak lagi mengharapkan balasan cinta dari Bi Lan, akan tetapi, melihat kenyataan be-tapa gadis yang menolak cintanya itu telah mendapat-kan seorang kekasih, sedangkan dia masih menderita kesepian dan belum ada pengganti Bi Lan, membuat dia tanpa disadarinya merasa iri hati! Terlalu enak rasanya bagi gadis yang telah mengecewakan hatinya itu, yang selain menolak cintanya juga telah melaku-kan penyelewengan, jelas memihak Bi-kwi dan mewa-risi watak jahat dari Sam Kwi, kini diterima secara terhormat seperti itu!
Selagi dia gelisah, masuklah Suma Ciang Bun ke dalam kamarnya. Hong Beng cepat bangkit duduk dan memberi hormat kepada suhunya.
"Engkau belum tidur?" tanya Suma Ciang Bun sambil duduk di atas kursi, sedangkan muridnya su-dah turun dari atas pembaringan dan duduk pula di depan gurunya.
"Belum, suhu. Hati teecu gelisah."
"Engkau gelisah memikirkan diri Can Bi Lan itu, bukan?"
Hong Beng terkejut, akan tetapi suhunya yang sudah seperti ayahnya sendiri ini boleh saja mengeta-hui semua isi hatinya. "Benar, suhu. Teecu merasa penasaran sekali. Gadis yang melakukan penyele-wengan itu, bersama Sim Houw yang sombong dan memusuhi kita,
kenapa sekarang diterima dengan se-gala kehormatan di tempat terhormat ini" Apakah hal ini tidak akan membuat para tokoh sesat menter-tawakan kita?"
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
639 Suma Ciang Bun tersenyum. "Memang, keadaan mereka cukup aneh dan meragukan, apa lagi meng-ingat bahwa gadis itu murid Sam Kwi dan memihak Bi-kwi. Akan tetapi engkau sudah mendengarkan semua cerita mereka. Mereka mendapatkan keperca-yaan dan tugas dari locianpwe Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir, bahkan menjadi utusan locianpwe itu. Tentu saja Kao-cihu menerima mereka dengan baik. Hong Beng, engkau agaknya terlalu dibakar hati yang panas. Maklumlah, karena engkau pernah mencinta gadis itu dan ditolak, kemudian kini gadis itu muncul dan mengumumkan pertunangannya dengan Sim Houw! Aku tidak terlalu menyalahkan kalau engkau berpanas hati. Akan tetapi engkau harus bersikap gagah dan bijaksana. Lihat contohnya sikap Pende-kar Suling Naga itu dan sikap nyonya Suma-Ceng Liong."
Hong Beng memandang wajah gurunya dengan heran. "Apa maksud suhu" Ada apa dengan Sim Houw dan isteri susiok (paman guru) Suma Ceng Liong?"
"Persis seperti keadaanmu dengan nona Can Bi Lan itulah! Dahulu, isteri adikku Suma Ceng Liong bernama Kam Bi Eng dan ia oleh orang tuanya telah dijodohkan dengan Sim Houw!
Mereka telah ditu-nangkan secara resmi atas pilihan dan kehendak orang tua. Akan tetapi, Kam Bi Eng kemudian menolak Sim Houw dan memilih Suma Ceng Liong! Dan li-hat sikap mereka sekarang. Tidak ada apa-apa, bukan" Seharusnya demikian pula sikapmu terhadap Sim Houw dan Can Bi Lan. Jodoh hanya dapat ber-langsung melalui jembatan cintasih, dan cinta kasih haruslah datang dari kedua pihak. Tak mungkin bertepuk tangan sebelah, muridku, dan engkau sepa-tutnya bergembira bahwa orang yang kaucinta itu kini berjodoh dengan seorang yang berkepandaian tinggi."
Hong Beng termangu mendengarkan keterangan suhunya ini. Tak disangkanya bahwa Sim Houw pernah menderita kasih tak sampai seperti dia! Bah-kan lebih hebat lagi karena Sim Houw telah ditu-nangkan dengan bibi gurunya itu, pertunangan yang diikat oleh guru Sim Houw sendiri. Namun kemudian dibatalkan karena bibi gurunya itu mencinta paman gurunya, Suma Ceng Liong!
"Akan tetapi, biarpun pandai, apa gunanya ber-ilmu tinggi kalau melakukan penyelewengan, suhu?"
"Jangan tergesa menduga demikian, Hong Beng. Lihat saja, kalau memang Sim Houw
menyeleweng ke jalan sesat, apakah gurunya, pendekar sakti Kam Hang locianpwe akan tinggal diam saja" Pula, kalau benar Bi Lan dan Sim Houw berkelakuan buruk, kukira seorang sakti seperti Kao-locianpwe di Istana Gurun Pasir takkan menaruh kepercayaan kepada mereka."
"Akan tetapi jelas bahwa mereka memihak dan membela siluman betina Bi-kwi sehingga menentang kita, suhu!" bantah Hong Beng penasaran.
"Menurut mereka, siluman betina itu kini telah bertaubat dan mereka membelanya karena ia sekarang telah kembali ke jalan benar."
"Ah, siapa dapat percaya keterangan itu suhu" Harap suhu bayangkan, seorang wanita yang sudah demikian bejat ahlaknya, sudah demikian jahatnya seperti Bi-kwi, yang sepak terjangnya mengerikan dan jauh lebih jahat dari pada Sam Kwi sendiri, mana mungkin iblis betina macam ia itu dapat kembali ke jalan benar" Alasan yang dicari-cari saja! Keterang-an itu harus dibuktikan dulu sebelum kita menerima-nya dan menelannya mentah-mentah begitu Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
640 saja. Tee-cu tetap masih belum mau percaya!"
"Engkau percaya atau tidak itu hakmu, akan teta-pi aku memperingatkan agar engkau tidak membuat gara-gara dengan panasnya hatimu itu di sini, Hong Beng! Tadi, ketika engkau memotong keterangan Bi Lan dan mengumumkan bahwa Bi Lan murid Sam Kwi, aku sudah merasa sangat malu. Engkau tidak boleh mencari keributan dengan mereka lagi, baik di sini ataupun di lain tempat!"
"Suhu....!" Hong Beng terkejut dan men-jatuhkan diri berlutut, menundukkan mukanya. Tak disangkanya bahwa kini gurunya marah kepadanya dan agaknya gurunya bahkan memihak Bi Lan!
Melihat keadaan muridnya, Suma Ciang Bun me-narik napas panjang. Dia merasa kasihan kepada muridnya ini. Semenjak kecil, muridnya ini telah bernasib malang. Ayah ibunya dibunuh orang dan hidup sebatangkara. Dia amat sayang kepada mu-ridnya, seorang murid yang baik, patuh, rajin dan berbakat, bahkan muridnya telah membuktikan diri-nya sebagai seorang pendekar yang gagah perkasa. Kini, dia tahu bahwa muridnya ini rusak batinnya karena cintanya yang gagal! Muridnya menjadi pen-dendam, iri hati, dan iba dirinya membengkak.
"Hong Beng, apakah engkau tidak dapat melupa-kan kegagalanmu dalam cinta" Masih banyak wanita di dunia ini yang bahkan lebih baik dari pada Bi Lan, yang kelak dapat menjadi jodohmu...."
"Suhu....!" Dan pendekar itu kaget melihat betapa muridnya menitikkan air mata! Hong Beng, muridnya yang gagah perkasa itu, yang tidak gentar menghadapi ancaman maut, kini menangis!
"Hong Beng, ada apakah" Engkau.... me-nangis?"
Pertanyaan ini memperbanyak keluarnya air mata dari kedua mata Hong Beng. Pemuda ini cepat me-nekan perasaannya, menghapus semua air mata dari mata dan pipinya,
menggunakan punggung tangan. Setelah semua air mata terhapus, diapun memberi hormat sambil berlutut.
"Ampunkan kelemahan hati teecu, suhu. Akan tetapi perkataan suhu tadi mengingatkan teecu bahwa teecu selamanya takkan mungkin dapat menikah.... agaknya.... teecu.... akan terpaksa meng-ikuti jejak suhu, tidak akan menikah selamanya."
Wajah Suma Ciang Bun berubah dan alisnya berkerut, pandang matanya penuh selidik ditujukan ke-pada wajah muridnya. Selama menjadi muridnya, Hong Beng tidak pernah mendapat kesempatan umuk mengerti akan keadaan dirinya yang tidak normal. Dia telah berjaga diri, dan muridnya itu tidak pernah tahu bahwa dia tidak menikah bukan karena tidak ada wanita yang mau menjadi isterinya, melainkan dia sendiri yang tidak mau menikah karena dia tidak suka berdekatan dengan wanita! Ucapan Hong Beng itu tentu saja mengejutkan hatinya. Apakah Hong Beng kini tahu akan ketidakwajaran dirinya"
"Apa maksudmu, Hong Beng" Kenapa engkau terpaksa tidak akan menikah selamanya?"
pancing-nya dengan hati tegang.
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
641 "Karena cinta pertama teecu (murid) telah gagal, dan untuk menikah dengan wanita lain, tidak mung-kin! Teecu telah terikat janji dengan seseorang bah-wa teecu harus menikah dengan seorang gadis. Pada hal, perjodohan ini tidak akan mungkin terjadi, dan untuk melanggar janji kepada orang yang teecu hor-mati dan yang sudah tidak ada di dunia ini, teecu juga tidak berani."
Lega rasa hati Suma Ciang Bun, perasaan lega yang timbul karena dengan jawaban itu terbukti bah-wa Hong Beng tidak tahu akan keadaan dirinya yang tidak wajar. Akan tetapi dia juga merasa heran sekali.
"Sungguh aneh! Kepada siapakah engkau ber-janji, dan siapa pula gadis yang harus kau jadikan ca-lon isteri itu dan kenapa pula hal itu tak mungkin terjadi?"
Hong Beng menundukkan mukanya, bingung ka-rena dia tidak berani melanjutkan bicaranya.
Guru-nya menjadi semakin heran melihat muridnya yang hanya menundukkan muka dan tidak menjawab itu.
"Hong Beng, jawablah pertanyaanku tadi!" dia mendesak, penasaran.
"Teecu.... teecu tidak berani, suhu."
"Hong Beng, bukankah aku telah menjadi guru-mu dan pengganti orang tuamu" Siapa lagi yang akan mengurus dan membela dirimu kalau bukan aku" Akulah yang akan melamarkan gadis yang kaupilih, dan akulah yang akan menikahkan engkau. Katakan, kepada siapa engkau berjanji dan siapa pula gadis itu!"
Hong Beng tadi tidak sengaja hendak membong-kar rahasia hatinya itu. Dia tadi bicara karena dilanda duka, dan kini sudah terlanjur. Dia harus membuka rahasia itu kepada suhunya. Pula, kalau diingat benar, siapa lagi kalau bukan suhunya yang akan dapat membereskan persoalan itu"
"Harap suhu maafkan teecu. Sesungguhnya, teecu telah berjanji kepada.... mendiang locianpwe Teng Siang In."
"Bibi Teng Siang In" Ibu kandung Ceng Liong?" Suma Ciang Bun berseru kaget. "Dan siapa gadis yang akan kaujadikan jodohmu itu?"
"Teecu sudah berjanji kepada mendiang locianpwe itu untuk kelak.... menjadi suami nona Suma Lian...."
"Ehhh....?" Suma Ciang pun menjadi se-makin heran dan memandang wajah muridnya
dengan mata terbelalak. Dia tidak akan ragu akan kebenaran pengakuan muridnya karena selama menjadi murid-nya, dia sudah mengenal benar watak Hong Beng yang tidak akan suka berbohong. Karena kepercayaan dan keyakinan inilah maka dia membela Hong Beng ketika bentrok dengan Bi Lan dan Sim Houw. Dia tidak dapat membayangkan muridnya itu
berbohong dan membuat keterangan palsu. "Bagaimana pula ini" Coba ceritakan, bagaimana asal mulanya maka engkau berjanji kepada mendiang bibi Teng Siang In untuk kelak berjodoh dengan Suma Lian."
Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
642 Dengan panjang lebar dan jelas Hong Beng lalu bercerita kepada suhunya tentang
pengalamannya ke-tika dia berkunjung ke dusun Hong-cun. untuk perta-ma kalinya, di mana dia melihat Suma Lian diculik oleh Sai-cu Lama yang berkelahi melawan nenek Teng Siang In. Betapa dia membantunya sampai Sai-cu Lama melarikan diri. Akan tetapi Suma Lian dibawa oleh Lama yang jahat itu, sedangkan nenek Teng Siang In menderita luka parah.
Betapa kemudian Su-ma Ceng Liong dan Kam Bi Eng melakukan pengejar-an terhadap
penculik anak perempuan itu dan dia merawat nenek Teng Siang In yang terluka parah di pahanya oleh pedang Ban-tok-kiam, pedang yang di-rampas dari tangan Bi Lan oleh Sai-cu Lama.
"Ketika itulah, suhu, locianpwe Teng Siang In yang siuman dan menghadapi kematian, minta kepada teecu untuk mencari nona Suma Lian dan minta teecu berjanji agar kelak teecu suka berjodoh dengan nona Suma Lian. Melihat keadaan locianpwe itu, yang dalam sekarat menghadapi maut, bagaimana teecu tega untuk menolak permintaannya yang terakhir itu"
Sayang bahwa ketika itu, susiok Suma Ceng Liong dan isterinya tidak ada. Kalau mereka ada, tentu de-ngan mudah teecu menyerahkan persoalannya kepada mereka. Melihat betapa locianpwe itu menghadapi saat terehir, terpaksa teecu penuhi permintaannya dan teecu mengucap janji itu. Baru kemudian tee-cu menyesal. Orang seperti teecu ini, mana mung-kin menjadi jodoh nona Suma Lian" Teecu tidak berani...., memikirkanpun tidak berani, dan tee-cu juga tidak berani melanggar janji teecu sendiri, apa lagi janji terhadap seorang locianpwe yang sudah me-ninggal dunia...."
Suma Ciang Bun termenung, lalu mengangguk-angguk. "Muridku, aku sendiri tidak tahu bagaimana sikap adikku Ceng Liong dan isterinya mengenai per-soalan ini. Akan tetapi, menghadapi setiap masalah, kita harus bersikap jujur dan berani, dalam arti kata, berani menghadapi segala akibatnya. Diterima atau ditolaknya oleh mereka kalau urusan ini kita ajukan, hanya merupakan akibat saja dan andaikata ditolak, berarti bukan engkau yang melanggar janjimu terha-dap bibi Teng Siang In, melainkan pesan itu tidak terlaksana karena pihak orang tua Suma Lian tidak setuju. Nah, terangkan hatimu. Setelah pesta ulang tahun cihu selesai, aku akan bicara dengan Ceng Liong dan isterinya tentang pesan terakhir bibi Teng Siang In itu."
"Akan tetapi, suhu, teecu takut...."
"Takut apa" Hong Beng, jangan engkau terlalu merendahkan diri. Engkau muridku, tahu"
Engkau cukup gagah dan tampan, cukup berharga untuk menjadi jodoh gadis manapun juga, termasuk Suma Lian! Nah, sekarang mengasolah dan sedapat mung-kin hapuskan rasa tidak sukamu kepada Bi Lan dan Sim Houw. Akupun ingin beristirahat. Ceritamu sungguh
membuat hatiku menjadi tegang dan kaget tadi."
Setelah percakapan dengan gurunya ini, hati Hong Beng menjadi tenang kembali dan dia dapat tidur nyenyak. Juga perasaan tidak suka dalam hatinya terhadap Bi Lan dan Sim Houw seolah olah menjadi padam atau setidaknya berkurang banyak.
*** Semenjak membuka rahasia itu kepada gurunya, Hong Beng merasa lebih tenang dan selama beberapa hari ini, dia bahkan selalu menghindarkan pertemuan dengan Sim Houw dan Bi Lan, walaupun mereka tinggal serumah. Mereka hanya saling bertemu waktu tuan rumah dan para Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
643 tamunya makan siang atau malam saja, dan dalam kesempatan itupun Hong Beng tidak pernah bicara dengan Sim Houw atau Bi Lan.
Seperti telah diduga semula, banyak tamu datang membanjiri tempat pesta ketika hari yang ditentukan tiba. Nama besar Kao Cin Liong cukup terkenal, baik sebagai bekas panglima maupun sebagai pendekar, dan semua orang tahu bahwa selain pendekar ini putera tunggal Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir, juga iste-rinya adalah keluarga Pulau Es. Maka, banyaklah tokoh-tokoh kang-ouw datang membanjiri tempat pesta. Orang tua Kao Cin Liong sendiri tidak nam-pak. Memang Cin Liong tidak mengabari, tidak ingin membuat orang tuanya yang sudah tua sekali itu melakukan perjalanan yang demikian jauhnya. Pula, ulang tahunnya itu sendiri tidak penting, yang pen-ting adalah maksud yang tersembunyi di balik pesta ulang tahun itu. Maka, Kao Cin Liong tidak meng-harapkan kunjungan ayah ibunya.
Di antara para tamu, terdapat pula tokoh-tokoh yang membawa bingkisan sebagai hadiah ulang tahun. Bungkusan-bungkusan besar kecil diterima oleh pi-hak tuan rumah dan diatur rapi di atas meja di te-ngah ruangan yang luas itu, di mana para tamu telah berkumpul.
Setelah matahari naik tinggi, tidak kurang dari limaratus orang tamu hadir di tempat itu.
Mere-ka datang dari tempat-tempat yang jauh, mewakili daerah-daerah terpencil. Biarpun tokoh-tokoh se-sat, asal tidak mempunyai permusuhan dengan keluar-ga Kao Cin Liong, memerlukan datang untuk meng-hormati tuan rumah, juga untuk mempergunakan
ke-sempatan yang amat baik ini untuk bertemu dengan tokoh-tokoh dunia persilatan yang lain.
Bahkan banyak pula pembesar-pembesar yang memiliki kedudukan penting, baik dari daerah mana-pun dari kota raja, memerlukan hadir dalam pesta ini. Tentu saja mereka bukan hanya mengingat bahwa Kao Cin Liong adalah bekas panglima yang sudah ba-nyak jasanya
terhadap kerajaan, melainkan juga diam-diam mengintai apa yang akan dilakukan bekas pa-nglima ini dengan mengadakan pesta besar mengun-dang banyak tokoh kang-ouw.
Yang menarik perhatian banyak tamu, juga menggembirakan hati keluarga Pulau Es adalah hadirnya sepasang pendekar yang terkenal dengan julukan Beng-san Siang-eng (Sepasang Garuda dari Beng-san), yaitu Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong sepa-sang saudara kembar, putera-putera dari pendekar sakti Gak Bun Beng yang kini berjuluk Bu-beng Lo-kai. Seperti kita ketahui, Gak Bun Beng adalah man-tu pertama dari Pendekar Super Sakti, suami dari mendiang Puteri Milana. Seperti telah diceritakan di bagian depan, sepasang pendekar kembar yang usianya sudah hampir limapuluh tahun ini sekaligus menjadi suami dari murid mereka sendiri yang berna-ma Souw Hui Lan, yang kini hadir pula. Souw Hui Lan merupakan seorang wanita muda berusia hampir tigapuluh tahun, yang cantik manis dan gagah, juga mencinta kedua orang suaminya yang baginya meru-pakan satu tokoh saja, walaupun memiliki dua tubuh. Setelah menjadi isteri dari saudara kembar ini selama tiga tahun, kini Souw Hui Lan telah mempunyai seo-rang anak laki-laki berusia dua tahun. Anak ini me-reka ajak pula dan pertemuan antara keluarga Pulau Es itu mendatangkan kegembiraan besar.
Sayang bahwa kakek Gak Bun Beng atau Bu-beng Lo-kai tidak hadir, pada hal Suma Ceng Liong dan isterinya sudah merasa rindu kepada puteri mereka, Suma Lian, yang dibawa pergi oleh paman mereka itu untuk digembleng dengan ilmu-ilmu yang tinggi. Sudah setahun mereka ditinggalkan puteri mereka yang ikut bersama kakeknya itu ke puncak Telaga Warna di Pegunungan Beng-san.
Pihak tuan rumah sibuk menyambut tamu-tamu yang berdatangan dan setelah tidak ada lagi yang da-tang, tempat itu sudah hampir penuh. Para pembantu sibuk mengeluarkan hidangan Suling Naga > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
644 dan suasana di situ amat meriah. Keluarga tuan rumah berkelampok di bagian tengah ruangan itu, menghadap ke luar, se-dangkan para tamu memilih teman sendiri-sendiri, berkelompok dengan kelompok masing-masing. Se-perti biasa, para tamu yang datang tadi tentu mencari-cari teman yang cocok lalu dihampirinya, ada pula tamu yang terdahulu memanggil tamu yang baru tiba untuk bergabung satu meja dengan mereka. Ka-wan-kawan lama yang sudah lama tak pernah saling berjumpa, kini bertemu dalam pesta itu, maka sua-sana menjadi semakin riuh dan gembira.
Ketika para tamu sudah disuguhi arak beberapa cawan, Kao Cin Liong lalu bangkit berdiri di atas panggung yang sudah disediakan, sehingga semua tamu dapat melihatnya dari tempat duduk masing-masing.
"Cu-wi (saudara sekalian), kami sekeluarga menghaturkan terima kasih atas kedatangan cu-wi, juga atas semua hadiah yang diberikan kepada saya. Se-moga Thian membalas semua kebaikan cu-wi itu. Setelah cu-wi hadir di sini, kami ingin mohon ban-tuan cu-wi, membantu kami yang sedang prihatin menghadapi peristiwa yang membuat kami bingung. Hendaknya cuwi ketahui bahwa puteri kami yang bernama Kao Hong Li, anak tunggal kami, telah be-berapa bulan yang lalu lenyap diculik orang...."
Suasana menjadi gaduh ketika para tamu mendengar pengumuman ini. Kao Cin Liong
membiarkan keadaan gaduh itu berlangsung sebentar, lalu dia mengangkat kedua tangan memberi hormat dan minta agar suasana menjadi tenang kembali. Setelah para tamu diam, dia melanjutkan.
"Anak kami itu baru berusia duabelas tahun le-bih, dan kami tidak tahu siapa penculiknya.
Dan selagi kami kebingungan dan belum berhasil menemu-kan anak kami, kembali terjadi hal yang semakin membingungkan. Locianpwe Ang I Lama di Tibet telah dibunuh orang, dan kami suami isteri yang tidak berdosa dituduh sebagai pembunuhnya."
Kembali suasana menjadi gaduh dan setelah se-mua orang diam, Kao Cin Liong melanjutkan kata-katanya, "Karena kami kebingungan, tidak menemu-kan jejak puteri kami, maka kami mohon dengan hormat kepada cuwi, apa bila ada yang mengetahui atau mendengar di mana adanya puteri kami, sukalah memberi kabar kepada kami. Atas kebaikan itu, se-belumnya kami menghaturkan banyak terima kasih kepada cuwi."
Setelah Cin Liong menyelesaikan pengumuman-nya, para tamu menjadi semakin gaduh, bercakap-cakap di antara kelompok sendiri, ada pula yang hanya diam termangu-mangu dan menduga-duga siapa adanya orang yang demikian nekat dan beraninya mengganggu keluarga Kao ini dengan menculik puterinya. Kao Cin Liong adalah seorang bekas panglima yang terkenal dan gagah perkasa, juga dia adalah putera tunggal Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir.
Isterinya juga bukan orang sembarangan, melainkan cucu dari Pendekar Super Sakti dari Pu-lau Es. Dan kini ada orang berani menculik puteri mereka, bahkan menjatuhkan fitnah kepada keluarga ini yang dituduh membunuh Ang I Lama. Apakah peristiwa ini menjadi tanda bahwa nama besar Pu-lau Es dan Gurun Pasir akan berakhir atau menjadi suram"
Pesta dilanjutkan dengan cukup meriah dan kini percakapan para tamu adalah tentang peng-umuman tuan rumah. Mereka saling bertanya, akan tetapi agaknya tidak ada seorangpun di antara me-reka yang tahu di mana adanya anak perempuan yang diculik itu.
Pedang Kayu Harum 17 Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Suling Emas Dan Naga Siluman 21
^