Pencarian

Eng Djiauw Ong 1

Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin Bagian 1


Eng Djiauw Ong Judul asli : Ying Zhua Wang
Karya : Zheng Zhengyin (The Ceng In)
Saduran : OKT Sumber DJVU : Manise Convert : Dewi KZ Editor : Rif Ryz
Ebook oleh : Dewi KZ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://cerita-silat.co.cc/ http://kang-zusi.info
Jilid 1 NB : diberi _______ artinya gak kebaca, krn djvunya kabur banget, harap maklum bukunya sudah tua banget (Dewi KZ)
I Pada permulaan pemerintahan Kaisar Tong Tie dari
kerajaan Ceng, disebut kalau propinsi Siamsay sedang
terancam oleh pemberontakan kaum Rambut Panjang yang
majukan dua puluh laksa jiwa serdadunya di tiga jurusan.
Tetapi Jenderal To Liong Oh telah hajar pemberontak di kota Keng Cie Kwan hingga kawanan itu jadi terpencar dan mengacau di sana-sini.
Halaman 4 hilang .......sejak lama terjatuh dalam tangan pemberontak,
maka aneh, kenapa Yo Bun Hoan dianjurkan pergi
mengungsi kesana. "Di sesuatu tempat pemberontak, kita ada punya mata2, sekarang Tiong Ong tetiron hendak
rampas Kwan tiong, kenapa mata2 kita tak peroleh kabar suatu apa" Dan pengirim surat ini ada satu penduduk biasa, cara bagaimana ia bisa ketahui rahasia pemberontak" Pun, cara nya ia menyebut Tiong Ong ada cara menghormat,
kenapa begitu" Terang Ong To Liong dan Yo Bun Hoan ini ada mencuri"."
Bu Siupie pandang Goan Siong. Ia lihat orang punya
mata jelilatan, romannya seperti ketakutan. Ia tetap
bersikap ramah tamah. "Aku tidak sangka, sebagai rakyat jelata, kau perhatikan keselamatannya daerah kita" kata ia. "Asal ini bukannya
fitnahan, kau bakal dapat presen besar. Dimana berdiamnya pembawa surat itu?"
"Dirumah penginapan Hok Seng, disebelah kiri, dekat
Tong kwan thia," sahut Goan Siong dengan cepat.
"Kau memberi laporan kesini, ditangsi tentara, kenapa kau tidak pergi pada kantor pamong praja setempat?" Kian Hun tanya pula.
"Itu disebabkan aku tahu Yo Jie looya ada hartawan
disini dan dahulu ia pernah pangku pangkat," terangkan Goan Siong. "Dengan pergi pada pamong praja, aku kuatir laporanku akan sia sia saja dan melulu membikin kawanan polisi bisa memencet hasil. Aku tidak bermusuhan dengan Yo Jie looya, tetapi kalau benar dia sekongkol dengan pemberontak, kuatir aku nanti turut dapat celaka. Aku tidak memikir uang presenan, aku tidak mau cari kesenangan
dengan tukar itu dengan jiwa lain orang?"
"Baiklah," kata kapten muda itu "Laporanmu mengenai
keselamatannya puluhan ribu jiwa rakyat, aku tak berani ambil putusan sendiri, aku mesti laporkan terlebih jauh kepada Kun bun. Kau jangan pergi dahulu, kau tunggu, kau nanti bakal dapat upah besar." Lantas ia perintah satu serdadunya "Pergi kau bawa dia, jangan diganggu." Tapi, setelah orang itu dibawa pergi, ia pesan lain serdadunya
"Jaga dia baik baik, jangan kasi dia minggat" Kemudian, seorang diri, dengan naik kuda, ia pergi kemarkas besar.
Pasukan perang besar dikota Tong kwan berada dibawah
pimpinan Tee tok Gouw Tay Giap, sebawahan dari Kimcee Taysin Liong Oh Ciangkun, pada pegangannya termasuk
juga kota Bu kwan, dan markas besarnya ditempatkan
dikaki gunung Hoa San. Diatas gunung ada didirikan
Liauw bong tay, ranggon untuk memandang ketempat jauh, serta Hong hwee tay, perapian pertandaan. Jenderal To
sendiri berkedudukan dikota Tiang an. Gouw Teetok ada seorang militer yang berani dan pandai, dari itu, ia telah dapat kedudukannya yang sekarang, tetapi ia bertabeat keras dan kejam, tak gentar membunuh orang, malah sejak menjadi teetok, ia jadi rada gila paras ellok dan kemaruk uang, maka asal ada orang jahat, atau anggauta
pemberontak terjatuh ditangannya, jangan harap orang itu bisa lolos lagi, hingga kemudian orang banyak berikan ia julukan Gouw Pok pie, siorang she Gouw tukang keset kulit alias pemeras.
Kapan Bu Siu pie sampai di markas besar, setelah
kedatangannya dilaporkan, dia diijinkan menghadap. Dia masuk kedalam dengan diantar Tiong kun khoa,
sekretarisnya teetok. Ia lihat markas terjaga kuat dan rapi tetapi semua serdadu sedikitpun tak perdengarkan suara berisik. Dari muka kemah, Gouw Teetok telah tertampak dalam pakaian preman, tetapi ia duduk dengan angkar,
sebelah tangannya memegang hun cwee, dikiri kanannya
ada sejumlah serdadu pengiring. Bu Siupie memberi
hormat, lalu ia berdiri dipinggiran.
"Bu Lauwtee, ada apa?" tanya Gouw Teetok. dengan
suara ramah tamah. "Satu perkara penting, tay jin," sahut kapten muda itu, yang terus tuturkan laporan rahasia dari Goan Siong,
sedang surat yang kedapatan ia pun persembahkan.
Pengetahuan ilmu surat dari Gouw Teetok juga ada
berbatas, melainkan separuh dari isi nya surat itu ia dapat baca, ia melihat sebentar, terus ia letaki surat itu diatas meja.
"Yo Bun Hoan ini hartawan, tetapi ia tidak budiman"
kata ia kemudian seraya kerutkan alis. "Ketika untuk
pertama kali aku turut To Ciangkun datang ke mari, dia
diminta menderma uang untuk angkatan perang, dia cuma menyokong seribu tail perak, tidak lebih, dia tidak pikir, umpama kata pemberontak berhasil merampas kota ini,
sekalipun jiwanya, barangkali dia tak dapat tolong lagi.
Surat ini tidak menjelaskan diapunya sepakterjang sebagai pemberontak tetapi dia toh sukar lolos dari sangkaan. Apa sipembawa surat sudah di tangkap?"
"Dia belum ditangkap, tapi dia telah diawasi," sahut Bu Kian Hun. "Sekarang dia berada disebuah penginapan
didekat Tong kwan thia"
"Baik! Dia tak boleh dibikin lolos," kata teetok itu, yang terus kasi perintah bunyikan tambur untuk bermusyawarat.
Maka dilain saat Bu Siupie bersama lain2 perwira, sudah berkumpul didalam markas.
Gouw Teetok muncul setelah ia mengenakan seragamnya. Atas ia punya perintah, Hu ciang Ciu Tek
Kong muncul didepannya, untuk terima tugas, yalan
membawa seratus serdadu, untuk pergi melakukan
penangkapan atas diri Yo Bun Hoan dan keluarga yang
bertempat tinggal di jalan Liong tam kay di Hoa im, sedang Siupie Bu Kian Hun dapat tugas untuk tawan sipembawa
surat dihotel Hok Seng didekat Tiong kwan thia.
Kedua opsir itu terima tugas kalau Hu ciang Ciu Tek
Kong dengan seratus perajurit menuju ke Liong tam kay, adalah Siupie Bu Kian Hun segera pulang ke Tong kwan
buat bawa dua puluh serdadu serta dua pacong atau sersan berikut Goan Siong sijuru warta untuk pergi ke Tong kwan thia. Belum sampai dihotel, dari jauh2 mereka sudah
dipapaki satu serdadu dalam pakaian preman, yang
ditugaskan sebagai pengawas, bahwa dari hotel Hok Seng tak pernah ada tetamu keluar, ada juga yang baharu datang.
Bu Kian Hun terima laporan itu, setelah titahkan
mata2nya itu undurkan diri, ia maju sambil perintah dua belas serdadunya serta satu sersan segera kurung hotel Hok Seng, ia sendiri bersama satu sersan dan delapan perwira, langsung masuk kedalam. Siong Goan tetap ikuti kapten muda ini.
Orang dihotel kaget dengan kunjungan yang tiba itu,
antaranya ada yang segera melaporkan kepada pemiliknya dan tukang uang. Tetamu pun heran.
"Pemilik hotel jangan ibuk" Bu Siupie kata. "Kita ada terima laporan hal menyelundupnya mata," pemberontak
kemari, bahwa dia telah memasuki penginapanmu. Coba
kau terangkan, hari ini kau ada punya berapa banyak
tetamu?" Pemilik hotel baru keluar mendengar perkataannya
kapten itu. la bersenyum dan memberi hormat, lantas
berdiri dipinggiran. "Harap tayjin ketahui, penginapanku sudah berdiri dua puluh dua tahun selama itu aku dapat nama baik, nama
nama tetamu ada daftarnya, dari itu, silahkan tayjin periksa daftar saja," Kata ia. Dan ia terus serahkan buku hotelnya.
Bu Siupie periksa daftar itu dilembaran tertanggal hari itu, ia dapati dua nama, satu saudagar Ong Eng Tek dari Hoolom, satu pula Hoa In Hong, saudagar dari An hui.
"Penginapan ini apakah milik mu?" kemudian ia tanya
tuan rumah. "Kau she dan nama apa?"
Pemilik itu sebutkan namanya, Tio Seng Hoa.
"Tio Seng Hoa, tentang nama baikmu, aku tak perduli,
tapi aku datang atas titah Kun bun, untuk membikin
pemeriksaan, asal kau bisa jaga hingga mata2 itu tidak lolos, aku nanti tolong kau, sebaliknya, apabila rahasia
bocor dan dia kabur, asal kau temahai uang sogokan awas, jaga batok kepalamu! Kau dengar?"
Seng Hoa ketakutan, ia membungkuk memanggut . "Ya,
ya," ia menyahut ber ulang2.
Bu Siupie melirik kedalam, hingga ia tampak, para
tetamu yang kuatir terbawa, diam2 pergi memasuki kamar mereka masing2.
"Seng Hoa, mana kamarnya kedua tetamu yang paling
baharu?" "Saudagar she Ong tinggal di kamar No. 3 Utara dan
saudagar she Hoa dikamar No. 7 Selatan," sahut pemilik hotel itu.
"Mari kita lihat!" kata kapten itu kepada orang2nya, ia sendiri pun terus bertindak kedalam.
Seng Hoa mengikuti. "Kita periksa dahulu kamar utara," Bu Kian Hun
jelaskan. "Mulai kamar No.1!"
"Ada pemeriksaan!" Seng Hoa teriaki, untuk memberitahukan para tetamunya.
Dua serdadu, dengan golok terhunus, mulai periksa
kekamar nomor satu. Sambil lihat daftar, Bu Siupie tanya penumpang hotel dan geledah juga barangnya. Disini ia tidak peroleh hasil, ia lantas periksa kamar nomor dua. Ia tidak langsung periksa kamar Selatan, untuk tidak membuat orang kaget. Dikamar nomor dua ini pun tidak ada
hasilnya. Kemudian pemeriksaan dilanjutkan, sampai
dikamar nomor tujuh Selatan. Disini Goan Siong siang
pernahkan diri dibelakangnya Bu Siupie.
Ketika tuan rumah tarik daun pintu kamar No. 7 itu,
penumpangnya sudah berdiri dimuka pintu sekali.
Bu Kian Hun dapati satu pemuda umur dua puluh lebih,
mukanya putih, romannya cakap, pinggangnya ceking
tetapi dadanya lebar, sikapnya gagah, bajunya thungsha sutera warna biru. Satu kuncir besar dan kendor meroyot turun dibelakangnya.
"Kau she apa, nama apa dan asal dari mana?" siupie itu menegur.
"Aku ada saudagar she Hoa nama In Hong asal An hui,"
sahut tetamu hotel itu dengan hormat, jawabannya
diberikan dengan cepat. "Tayjin, jangan kasi dia lolos! Inilah dia orangnya!" tiba kata Goan Siong dari belakangnya kapten itu.
"Jangan banyak omong, aku tahu!" Bu Siupie
membentak seraya ia menoleh kebelakang.
Kemudian ia lanjutkan menanya "Kau datang dari
mana" Ada urusan apa kau datang ke kota Tong kwan ini"
Bicara!" "Aku datang dari Lim hoay, untuk tengok sahabat di
Hoa im," sahut In Hong.
"Sahabatmu itu rupanya orang she Yo." kata Bu Siupie
sambil tertawa dingin. Hoa In Hong tercengang. "Hoa In Hong, kau jadinya datang dari Lim hoay"
Bagus." Siupie itu kata secara mengejek. "Sudah sekian lama Lim hoay diduduki pemberontak Rambut Panjang!
Kau datang dari sana, pasti kau tahu, kapan pemberontak akan datang merampas kota Tong kwan ini?"
Mukanya pemuda itu menjadi berubah, terang ia gusar.
"Aku tidak mengerti, tayjin," kata ia. "Aku ada satu
saudagar yang taat kepada undang2 negara. Mana aku tahu pemberontak hendak rampas Tong kwan atau tidak?"
"Kau jangan nyangkal!" Bu Siupie kata. "Selagi
memasuki kota Tong kwan kau kehilangan apa?"
"Oh, apa tayjin dapat bekuk seorang jahat?" In Hong
baliki. "Apa sangkutannya kau dengan sipenjahat?" Bu Siupie
tegasi. "Duduknya hal begini, tayjin. Ketika memasuki kota,
serdadu penjaga telah periksa aku dan barang2ku. Orang ada banyak dan berdempetan, aku alpa, penjahat telah
copet satu bungkusanku yang kecil, dalam mana ada
beberapa tail uang perak. Hilang uang ada perkara kecil bagiku, tapi dalam bungkusan itu ada sepucuk surat yang dititipkan padaku. Lenyapnya surat itu akan bikin aku malu bertemu kepada penitipnya nanti. Jikalau tayjin berhasil mendapati surat itu, tolong tayjin kembalikan padaku, untuk tayjin punya kebaikan, aku bersukur sekali kepada kau."
Bu Siupie tertawa dingin. "Dengan begini teranglah surat itu ada kepunyaan kau!" kata ia "Apa alamatnya surat itu?"
"Surat itu dialamatkan kepada Yo Bun Hoan di jalan
Liong tam kay di Hoa im, Tong kwan."
Mendengar jawaban itu, dengan sekonyong Bu Siupie
berseru "Rantai ia!"
Dan belum habis ucapannya itu, sehelai rantai sudah
menyamber kearah lehernya Hoa In Hong si tetamu hotel, orang yang lakukan itu adalah sisersan.
In Hong kerutkan alis, akan tetapi tangannya menyamber, terus ia tarik rantai itu.
"Kenapa kau lancang menangkap orang?" ia tanya.
Karena tertarik secara tiba2, tubuhnya sersan itu
sempoyongan, kepalanya mengenai pintu kamar, hingga ia menjerit "Aduh!" Tapi segera ia membentak "Binatang, kau berani melawan?"
Delapan serdadu pun segera hunus golok mereka dan
maju, untuk mengurung. "Pemberontak bernyali besar! Kau berani melawan?"
demikian pun Bu Siupie membentak sambil tangannya
menuding. In Hong gusar. "Aku ada rakyat baik apakah dosaku?" tanya ia.
"Kenapa aku diperlakukan sebagai orang jahat?"
"Kau toh datang dari sarang pemberontak?" Bu Siupie
baliki. "Bunyinya surat toh membuktikan kau menjunjung kepada Tiong Ong, itu raja muda tetiron. Pasti kau nyelun dup kemari, untuk mencari tahu rahasia, buat kau nanti jadi penyambut pemberontak dari sebelah dalam! Apakah kau
ada satu rakyat baik2" Hm! Jangan kau menyangkal, kau boleh adu lidahmu nanti dimarkas besar! Aku lagi jalankan titahnya Kun bun untuk membekuk padamu! Jangan kau
bikin perlawanan, cuma2 kau bakal cari celaka sendiri!"
Koa In Hong jadi sangat berduka.
"Ada permusuhan apa diantara kau dan aku?" tanya ia.
"Kenapa kau tuduh aku sebagai pemberontak" Baik, mari kita menghadap Kun bun! Aku mau lihat, apa dia bisa bikin terhadap aku!"
"Geledah ia!" merintah Bu Siupie sesudah orang
menyerah. Sang sersan periksa tubuhnya In Hong. tetapi tidak ada kedapatan lain bukti pelanggaran. Pemuda itu ada punya ikat pinggang kumala Kiu liong Giok bwee, satu serdadu ulur tangannya, akan ambil itu, tetapi In Hong egos
tubuhnya. "Kau mau apa, eh?" ia tegor. "Giok bwee ini berharga
seperti sebuah kota! Apakah kau hilap ?"
Serdadu itu gusar, sebelah tangannya melayang kearah
muka orang. In Hong berkelit, dengan tangan kiri ia ganjel orang
punya tangan kanan yang dipakai menyerang itu.
"Jangan lancang pukul orang!" ia kata.
Tapi siserdadu itu menjerit "aduh!" Dia pegangi
lengannya sampai dia tak bisa buka mulut lebih jauh.
Ketika ia menoleh pada Bu Siupie, pembesar itu justeru deliki padanya, hingga terpaksa ia tutup mulut lebih jauh.
Satu serdadu, yang menggeledah kamar, dapati satu
bungkusan kecil dan panjang, ia serahkan itu pada sikapten, apabila bungkusan itu dibuka, isinya ada beberapa potong pakaian serta sepasang poan koan pit senjata yang mirip dengan pit, alat tulis.
Menampak orang punya senjata yang langka, Bu Siupie
percaya orang she Hoa ini bukan orang sembarangan,
karena itu, segera ia ubah sikapnya.
"Apakah kau masih punyakan lain barang?" ia tanya
dengan sabar. "Cuma ini satu bungkusan," sahut In Hong. "Pada
pemilik hotel ada kelebihan uangku, aku tak inginkan lagi itu"."
"Uangmu tak akan kurang sedikit juga," kata tuan
rumah, yang sedari tadi berdiri bengong saja. Terus ia kata pada satu jongosnya "Pergi pada tukang uang, ambil uang titipannya Tuan Hong ini."
Jongos itu menurut, ia undurkan diri.
Hu Siupie perintah sersannya juga menggeledah kamar
terlebih jauh. Tidak lama jongos tadi balik bersama uangnya In Hong, empat tail tiga chie.
"Tuan Hoa, inilah uangmu," kata tuan rumah. "Tentang
uang sewa kamar, tak usah kau bayar."
In Hong diam saja. Bu Siupie perintah serdadunya simpan uang itu dalam
buntalan, kepada In Hong, ia kata "Apabila sebentar
dimarkas besar dapat dibuktikan kau tidak bersalah, bisa jadi kau akan segera dimerdekakan, maka uang ini dan
pakaianmu akan dikembalikan semua?"
Masih saja In Hong berdiam, ia tunduk sambil berpikir.
Siupie itu terus perintah siapkan kereta.
"Tak usah tayjin cari kereta luaran, aku ada punya itu,"
kata pemilik hotel, yang hendak ambil hatinya ponggawa itu.
Bu Kian Hun manggut, tetapi dengan roman sungguh2,
ia kata "Tuan, harap kau suka capekan diri sedikit, mari kita pergi bersama ?"
Tuan rumah kaget, hingga mukanya jadi pucat, tapi
segera ia dekati kapten itu setindak, dengan air muka berseri, ia kata dengan roman sungguh ia berkata "Tapi aku ada punya rahasia, mari kita pergi kekantoranku, sebentar saja, pasti tempo tayjin tak akan sampai diabaikan."
Wajahnya siupie itu tidak berubah akan tetapi kakinya bertindak mengikuti tuan rumah ke kantorannya dia ini, sekembalinya dari kantorannya hotel itu, tak lagi ia sebut2
akan ajak tuan rumah itu, malah, selagi kereta sudah siap, ia kata pada In Hong "Sahabat, silahkan naik kereta!"
Dengan tidak bilang suatu apa, In Hong naik kekereta, dua serdadu, dengan golok terhunus turut naik akan
dampingi ia. Sesampainya diluar, kereta diiring oleh semua serdadu serta dua sersan nya dengan Bu Siupie duduk atas kudanya.
Selama itu, banyak penduduk yang berkumpul untuk
menonton, hingga muka hotel menjadi ramai. Ketika kereta diputar ke arah timur, salah satu serdadu yang apit In Hong lihat diantara orang banyak ada satu orang yang mencurigai mereka. Orang itu berumur enam puluh lebih, tubuhnya
kurus sekali, hingga tertampak saja sepasang matanya yang dalam, kumis jenggotnya sudah putih semua seperti perak, bajunya panjang dan gerombongan, terbuat dari sutera Su coan, kancingnya kuning dan besar, kaos kakinya putih, panjang sampai didengkul, kepalanya ditutup dengan
kopiah rumput Ma lian po yang besar, tangan kirinya
menenteng satu bungkusan warna kuning kecil.


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia lihat orang tua itu angkat tangan kearah kereta, justru In Hong pun menoleh kearah dia itu. Serdadu itu terkejut, tempo ia awasi lebih jauh si orang tua, dia itu sudah bertindak kearah barat, maka terus ia kata pada si anak muda "Sahabat, orang tua itu rupanya ada tetanggamu!
Jikalau kau kenal dia, akuilah! Walaupun kita pakai
seragam, mustahil kita tak kenal persahabatan" Apabila kau perlu memberi kabar apa2 kepadanya, kita suka sekali
tolongi padamu?" In Hong angkat kepalanya, secara tawar ia awasi serdadu itu.
"Aku tak punya kenalan disini, terima kasih untuk
kebaikan kau," sahut ia.
"Hm!" si serdadu perdengarkan suara dihidung, seraya ia lirik orang tawanan itu.
Selagi kereta jalan terus, serdadu itu memandang kearah barat, tapi sekarang si orang tua sudah tidak ada
bayang2annya jua. Karena tak ada terjadi suatu apa, ia pun tidak tanya In Hong lebih jauh.
Selama itu, Goan Siong si pembawa kabar mengeluh
seorang diri. Ia tidak punya kuda, terpaksa ia mesti jalan mengikuti dibelakang kereta. Ia lesu sekali, ia sampai memikir buat nyeplos saja tetapi ia tak berani, ketika kemudian orang sampai dimarkas besar, ia letih bukan
main. In Hong dari atas keretanya segera lihat bagaimana
markas terjaga kuat. Bu Siupie maju dimuka, ia nyender kepada samping
gunung, ga pintu markas, setelah itu, kereta dan
rombongannya diperkenankan masuk.
Disebelah dalam, In Hong lihat penjagaan terlebih kuat.
Ia pun saksikan tangsi, yang seperti menyender kepada samping gunung. Diwaktu jauh lohor, disitu tidak ada
cahaya matahari, yang teraling oleh gunung yang tinggi.
Dimuka kemah sekali bersiap dua puluh serdadu panah
dan dua puluh serdadu bersenjata golok, semua berusia
diatas tiga puluh tahun, tubuhnya kekar, romannya gagah.
Dua opsir berdiri dikiri kanan pintu kemah. Dari kemah pusat itu, dari selatan kentara, setiap lima tumbak, ada sebuah kemah kecil, dan setiap sepulun kemah kecil ada sebuah kemah besar, demikian seterusnya. Empat buah
lentera angin dipancarkan di setiap kemah besar dan
sepasang lentera putih disetiap kemah kecil.
Kapan kereta diberhentikan dimuka markas, disitu
muncul satu tong leng atau komandan, dan Bu Siupie yang sudah turun dari kudanya, memberi hormat kepada
komandan itu, seraya terus tuturkan hal ditangkapnya Hoa In Hong kemudian dia tanya "Dimana orang tangkapan itu mesti ditempatkan?"
"Bawa dia kedalam sini dan tunggu," tong leng itu kasi perintah.
Bu Siupie turut titah, ia perintah In Hong diturunkan dari kereta, bersama Goan Siong, dia dibawa kedalam
kemah. Maka itu, pemuda ini mirip dengan seekor kambing yang diantar kemulut harimau".
-0dw0- II Kemah ada lebar, selain pembaringan, kursi meja
lengkap. Didekat pintupun ada sebuah bangku panjang. In Hong diperintah duduk dibangku itu. Goan Siong diantap saja, walaupun ia leluasa, ia pun likat sendirinya. Dua serdadu menjaga dipintu.
"Harap Lauwko tunggu disini, aku akan menghadap
Kun bun, buat dengar titah lebih jauh,
"Silahkan," jawab Bu Siupie, "Aku bikin tayjin
berabe?" "Ah, tidak sama sekali," bilang tong leng itu, yang terus bertindak ke dalam. Ia pergi tidak lama, lantas ia kembali, akan kata kepada Bu Siupie itu "Kun bun menitah Lauwko kembali ke Tong kwan, untuk terus bikin penjagaan dengan hati2. Katanya lauwko berjasa, kalau nanti perkara Yo Bun Hoan sudah jelas, lauwko akan dapat ganjaran. Pembawa berita ini boleh diajak pulang, Kun bun bilang, bila dia suka bekerja untuk negara, dia boleh dikasi suatu jabatan, kalau tidak, dia boleh dikasi presen saja."
Bu Siupie manggut. "Apakah Kun bun tidak segera melakukan pemeriksaan?" ia tanya.
"Sekarang tidak," tong leng itu manggut. "Kun bun
hendak tunggu kembalinya Ciu Hu ciang. untuk membikin pemeriksaan berbareng."
Bu Siupie memberi hormat, ia pamitan dan pergi sambil ajak Goan Siong.
Kapan cuaca telah mulai gelap ketika itu sudah jam
enam lewat, mendekati jam tujuh lentera2 diluar dan
didalam sudah mulai dinyalakan. Satu serdadu bawakan In Hong tiga biji kuwe moa2.
"Inilah dari tong leng," kata dia. "Kau lekas dahar, isi perut dulu paling benar."
"Tolong bilang terima kasih pada tong leng," In Hong
bilang. Pemuda ini hendak legakan hati, ia jumput kuwe itu dan dahar, tapi baru dua kali gigit, tiba2 ia merasa tak enak hati ia terus letaki sisa kuwe nya. Itu waktu, kupingnya pun dengar tindakan kaki kuda, yang lekas menjadi semakin nyata. Ia duduk menghadapi pintu, dari mana ia dapat
melihat kearah luar. Tindakan kaki banyak kuda tercampur
dengan suara roda2 kereta. Untuk bisa melihat lebih nyata, diam2 ia geser sedikit bangkunya. Ia mengawasi kejurusan utara.
Antara patok2 pertahanan kelihatan serombongan kuda
putih, setiap empat atau lima ekor kuda, ada sebuah obor, hingga semua obor nampaknya seperti naga api saja.
Setelah beberapa puluh kuda putih, ada empat buah kereta, disetiap kereta, di bagian depannya, bercokol dua serdadu, yang masing memegangi obor. Barisan itu langsung
memasuki daerah markas, hanya sesampai didalam, barisan terpecah dua, untuk kasi empat buah kereta lewat. Barisan itu terdiri dari serdadu2 yang bersenjata tumbak panjang dan panah.
Dibelakang kereta, yang muatannya kelihatannya berat, ada rombongan orang tak berseragam, yang bulu
kudanyapun campur baur, senjatanya ada golok dan thie cio. Dipaling belakang ada tiga penunggang kuda lain, yang ada pembesar sipil dari tingkat ketujuh. Adalah dibelakang mereka bertiga, satu ponggawa ada diiring empat perajurit.
Dia ini adalah Hu ciang Ciu Tek Kong, siapa segera loncat turun dari kudanya, akan memasuki kemah sambil ber lari2, hingga sekejab saja, In Hong tak dapat lihat pula padanya.
Tapi dia muncul pula dengan lekas, akan kasi perintah dengan pelahan pada satu orangnya, atas mana, semua
serdadu seratus jiwa lebih pada loncat turun dari kudanya masing2, akan kurung empat buah kereta. Kuda mereka
sudah lantas ada orang2 yang tuntun pergi.
Lekas juga, penumpang kereta mulai dikasi turun.
Dari kereta pertama kelihatan turun seorang umur lima puluh lebih, tubuhnya kurus, mukanya putih bersih, benar ia tidak memakai topi tapi nampaknya agung. Ia pakai baju panjang dari sutera, kaos kakinya putih. Leher dan kedua lengannya terbelenggu.
Dari kereta ke dua muncul dua anak muda, seorang dari usia pertengahan, dan seorang tua umur kira tujuh puluh tahun. Orang tua ini dandan mirip bujang. Dari kedua
pemuda, yang satu berumur dua puluh lebih, yang satu lagi baharu lima atau enam belas tahun. Yang usia pertengahan, mukanya pucat, tubuhnya gemetaran. Adalah si orang tua seperti bujang, yang sikapnya tenang, seperti tak terjadi urusan apa juga.
Dari kereta ke tiga dan keempat, turun sama sekali tujuh orang perempuan. Beda daripada semua orang lelaki, yang terantai, semua orang perempuan ada bebas. Mereka ini digiring kebelakang.
Diam2, In Hong mengelah napas. Ia tahu, itulah Yo Bun Hoan serta semua anggauta keluarganya yang telah
ditawan. Ia insaf, kejadian itu ada gara2 nya. karena ia punya keteledoran. Itu ada akibat terhilangnya ia punya surat. Ia tidak sangka terjadi onar sangat hebat.
"Tapi tadi suhu berikan tanda kepadaku, rupanya dia
kuatir aku gunai kekerasan pikir ia. "Suhu telah datang, aku percaya dia sanggup tolongi kita semua. Cuma, malu aku akan menemui suhu dan Yo Siok hu?"
Maka itu, pemuda ini kerutkan alisnya.
Justeru itu, tiba2 menderulah suara tambur yang nyaring dan berisik dimalam yang sunyi itu. Ditangsi ada banyak serdadu, tetapi mereka taati disiplin.
Setelah tiga lintasan suara tambur, In Hong lihat
pergerakan tentara, yang terdiri dari kira2 tiga puluh serdadu. Kecuali suara sepatu mereka. Diantara mereka ada Liok Tong leng dengan pakaian seragamnya, Dia pesan
akan barisannya menjaga dengan hati2 atau mereka harus tahu sendiri.
Menyusul berlalunya tong leng itu lalu terdengar satu suara nyaring "Bawa menghadap si pembawa surat nama
Hoa In Hong!" Titah ini dapat sambutan dari serdadu yang bertugas
menjagai In Hong. Segera Hu ciang Ciu Tek Seng muncul lagi.
Kemudian si orang she Hu bersahut ia bilang. Ia
nampaknya tidak sabaran. "Baik, tayjin," sahut satu serdadu, siapa lalu hampirkan In Hong dan berkata "Sahabat baik. Mari !" Terus ia tarik orang punya rantai.
Dalam keadaan seperti itu, In Hong menurut saja.
Sekeluarnya dari kemah, In Hong dihadapkan Ciu Hu
Tek Kong merangkap menjadi tiong kun khoa, siapa ada
bersama dua serdadu pengiring yang membawa tanglung.
"Kau yang bernama Hoa In Hong ?" tanya tiong kun
khoa itu seraya angkat lenteranya.
"Ya," In Hong jawab.
"Nah, bawa dia!" hu ciang perintah pada serdadunya.
Nyata hu ciang ini ada bawa satu barisan kecil.
Dari tangannya Liok Tong leng orang sambuti rantainya In Hong, siapa ikut orang bawa ia kemarkas, yang diwaktu malam, terjaga semakin kuat. Tanglung dan obor pun
banyak dipasang, hingga muka markas besar jadi terang sekali.
Markas ada punya ruangan yang besar, dimuka meja ada
lapang yang lebar. Dibelakang meja ada pin hong atau
sekosol. Dibelakang meja ada empat hu wie dengan kopiah berunce merah dan atasnya putih, dengan golok di masing
pinggangnya. Didepan meja, berbaris dikiri dan kanan, berbagai perwira atau bentara. Diempat penjuru ada
dipasang lentera yang kak teng dan dua buah lampu
minyak. Hoa In Hong diperintah berdiri disebelah kiri, disebelah kanan sudah berkumpul Yo Bun Hoan dan keluarganya.
Tidak lama, dari belakang pin hong muncul dua
pengawal, satu diantaranya terus bersuara "kun bun
datang!" Semua orang segera berdiri tegak.
Gouw Teetok muncul dengar. sikapnya yang keren dan
agung, begitu lekas ia duduk, semua ponggawa memberi
hormat padanya, kemudian mereka kembali ketempat
berdiri masing2. Dimatanya In Hong, Gouw Teetok ada beroman bengis
dan kejam, mukanyapun merah bagaikan kepiting, sepasang alisnya gomplok, sepasang matanya bersinar bagaikan mata harimau, dia duduk diam toh agaknya ia seperti sedang murka.
Setelah berduduk dan melihat kertas yang terbeber diatas meja, Teetok ini angkat pit merah dan mencoret beberapa kali, atas mana opsir yang berdiri dibelakangnya segera buka mulutnya "Hadapkan Yo Bun Hoan, Yo See Tiong,
Yo See Hian, Yo An, Gan Bun Yan dan Hoa In Hong!"
Sambil menyahut satu serdadu lakukan titah itu.
Dua anak muda, seorang tua, seorang usia pertengahan, lantas berlutut didepan pembesar militer itu, melainkan Yo Bun Hoan yang menjura seraya perkenalkan diri sambil
gunai sebutan "boan seng," kemudian ia berdiri.
Kedua matanya Gouw Teetok terbuka lebar, tangannya
menggebrak meja, terus dipakai menuding.
"Yo Bun Hoan, kau besar kepala! Dengan derajat apa
kau madap pun kunbun" Kenapa kau berani tidak
menjalankan adat peradatan?" demikian ia menegor.
"Dihadapan kun bun, boan seng tidak berani tidak
berlaku hormat," sahut Yo Bun Hoan, sikapnya sabar
sekali. "Boanseng berasal kie jin dan dalam ujian diistana, ada lulusan Sam goan, setelah itu beruntun boan seng
menjadi ceng tong di Lam thian, Ouwlam, di Bu tyin,
Kangsouw, dan Tan yang, kemudian lagi menjadi Souw
siang too dan Yam un su di Liang Hoay?"
Gouw Teetok tertawa bergelak apabila ia sudah dengar
keterangan itu, tapi segera juga ia perlihatkan tampang muram.
"Oh, kau jadinya ada Yo Kie jin!" kata ia secara
mengejek. "jadi aku sudah berlaku kurang hormat! Tapi sekarang Yo Kie jin punyakan kedudukan apa dan apa
pangkatmu yang mulia?"
"Boanseng telah letakkan, jabatan sejak beberapa tahun yang lalu," sahut orang she Yo itu.
Jawaban ini disambut dengan gebrakan meja oleh Teetok itu.
"Ha! kau sekarang toh ada satu rakyat jelata!" kata dia.
"Kenapa, menghadap pun kunbun kau berlaku begini
kurang ajar" Inilah menyatakan ditempatmu ini entah
bagaimana tak halal kau sudah bertindak! Sekarang aku hendak ajar adat terlebih dahulu pada kau, sesudah itu baharu aku akan periksa kau tentang sepak terjang
pemberontakanmu! Hayo, gusur dia, berikan dia empat
puluh toya!" Mukanya Yo Bun Hoan jadi merah padam, gusarnya
bukan kepalang. "Kunbun ada satu panglima perang, tugasmu adalah
membela negara dan melindungi rakyat!" kata ia,
"Boanseng ada satu bekas pembesar yang telah undurkan diri, yang menjadi rakyat yang damai, maka cara
bagaimana kunbun boleh berlaku begini sewenang2" Sudah kami ditangkap tanpa beritahukan dosa kami, sekarang pun tanpa tanya penjelasan, boanseng hendak diperhina dengan hukuman rangket! Bagaimana itu bisa terjadi" Boanseng ingin tanya, boanseng sudah lakukan kedosaan apa"
Boanseng ada bekas hamba negeri, boanseng tahu aturan, asal boanseng berdosa dan harus terima hukuman
karenanya, boanseng nanti mati tanpa penasaran! Boanseng ingin kunbun beber boanseng punya kedosaan, untuk itu boanseng akan bersukur tak habisnya!"
"Yo Bun Hoan, jangan adu mulut!" Gouw Teetok
membentak. "Aku hendak tanya kau, sekarang ini kota Lim hoay berada ditangan siapa?"
"Menurut kabar, kota Lim hoay telah berada ditangan
kawanan pemberontak Rambut Panjang," sahut Yo Bun
Hoan selaga lugu nya. Gouw Teetok gebrak meja. "Tepat!" dia berseru. "Lim hoay telah diduduki berandal Rambut Panjang, penduduknya telah terbinasa dan kabur, siapa tak mampu lari dan tak bisa lolos, dia tentu menyerah dan menakluk kepada kawanan berandal itu! Tapi kau,
kenapa kau justeru hendak pergi ke Lim hoay untuk tinggal disana" Apa maksudmu?"
Yo Bun Hoan melengak bahna herannya, ia mendelong
awasi kepala perang itu. "Kunbun, apa artinya kata2 mu ini?" tanya ia kemudian.
"Selama beberapa tahun ini, belum pernah boanseng
meninggalkan distrik Hoa im, dari itu cara bagaimana
boanseng dapat memikir untuk pergi ke Lim hoay?"
"Yo Bun Hoan, kau terlalu licin!" Gouw Teetok
menjerit. "Kau sendiri insaf, jangan kau anggap pun
kunbun sebagai seorang dungu, yang gampang untuk
diakali! Kau menduga keliru bila kau berpikir demikian!
Jikalau kau tidak ingin menderita, lekas kau omong dengan sebenarnya! Aku suka mengasihani kau, mengingat kau
pernah pangku pangkat, kita mesti saling menolong, aku nanti berikan keringanan kepada kau, tapi apabila kau hendak bikin sulit padaku, aku terpaksa, jangan kau,
mengingat kau pernah pangku. Yo Bun Hoan, sebenarnya
kaupunya sahabat kekal siapa dikota Lim hoay" Apa
pekerjaannya sahabat itu" Kau ada punya hubungan apa
dengan Lie Siu Seng" Kawanan Rambut Panjang hendak
memasuki propinsi Siamsay, dia siapkan berapa banyak
tentaranya" Kau pasti ketahui semua itu, baik kau jelaskan padaku. Aku suka berbuat baik, aku nanti bukai jalanan hidup untukmu. Kau pun harus merasa kasihan terhadap
beberapa laksa jiwa penduduk Kwan tiong, agar mereka
bebas dari malapetaka peperangan. Baik kau jelaskan
padaku, berapa kekuatannya Tiong ong Lie Siu Seng dan Thio Lok Heng dan kapan mereka akan menyerbu kemari"
Jikalau kau kedudukan segala apa dengan jelas padaku, dimuka Ciang kun, aku nanti lindungi kau. Untuk itu, ada gampang sekali, cukup asal kau ngaku menyesal sudah
berkongkol dengan kawanan berandal Rambut Panjang dan kau bersedia mengorbankan harta bandamu, untuk
menyokong angkatan perang negara. Dengan itu, kau bisa tebus dosamu. Nah, Yo Bun Hoan, apa kau masih tidak
mau lekas bicara?" Kata2nya Teetok itu membuat Yo Bun Hoan terbenam
dalam kebingungan. Ia hanya insaf, ia sedang terfitnah, bahwa ancaman hukuman dari itu baginya ada hebat luar biasa, karena ia dituduh mempunyai sangkutan dengan
kaum pemberontak. "Kunbun, boanseng berterima kasih untuk kebaikanmu,"
kata ia kemudian. "Akan tetapi dengan sebenarnya
boanseng tidak jelas dengan duduknya perkara, dari itu, bagaimana boanseng bisa bikin pengakuan?"
Gouw Teetok mendelik pula.
"Yo Bun Hoan, kau terlalu bandel!" ia membentak.
"Aku bermaksud baik terhadapmu, mengapa kau tidak
hargai itu" Kau bilang tidak tahu apa2, tetapi lihat orang itu, kenal dia siapa?"
Teetok ini tunjuk In Hong.
Bun Hoan menoleh pada si anak muda, yang ia tidak
kenal. "Boanseng tidak punya perhubungan dengan dia,
boanseng tidak kenal," ia jawab.
Gouw Teetok ada begitu murka hingga ia samber bak hie dan pakai itu menimpuk mukanya Bun Hoan.
"Kau benar bandel !" iapun berseru.
Bun Hoan berkelit, bak hie itu lewat diatas kepalanya, terus mengenai dadanya satu serdadu algojo bermulut
seperti cecongor bebek, hingga dia ini rubuh sambil menjerit dan terus bergulingan ditanah sambil ter aduh2"
Tiong kun khoa lihat itu, ia gapaikan empat serdadu,
akan gotong keluar algojo itu.
Seluruh kemah jadi tegang karena mereka tahu, satu kali murka, Gouw Teetok jadi beringas dan gampang sekali
dengan titahnya hukuman mati, hingga dia bisa jadi surup dengan julukannya, situkang keset kulit".
Yo Bun Hoan juga mendongkol karena satu teetok ada
sedemikian kasar, main mendamprat orang, tapi disamping itu ia insaf, ia sedang hadapi ancaman bahaya maut".
"Biar kau ada sanak atau ipar raja, lebih dahulu aku
mesti hajar kau, baharu kita bicara!" kata Gouw Teetok dengan suara keras, saking mendongkolnya. Dan ketika
kiejin itu hendak buka mulutnya, ia mendahului "Mari
orang! Rangket dia!"
Dua serdadu, galak bagaikan serigala, segera loncat pada Yo Bun Hoan, untuk cekal lengan nya dia ini.
"Jangan banyak mulut!" mereka membentak. "Mari!"
Bun Hoan segera digusur ke muka kemah, kakinya
direngkas hingga rubuh tengkurap, tubuhnya segera
ditindih, kedua tangannya sebatas pundak ditekan,
rambutnya ditarik, hingga mukanya jadi terangkat. Satu serdadu lain sementara itu bukakan orang punya celana sebatas paha, hingga sukar kurban itu berontak2, apapula kedua paha itupun ditekan.
Satu algojo segera maju dengan toyanya ditangan.
"Hajar!" Gouw Teetok berseru apabila ia lihat orang
sudah siap sedia. Serdadu itu hampirkan Yo Bun Hoan,
disamping kiri siapa tekuk kaki kanannya didepan dan kaki kiri deku dibelakang, begitu lakas ia ayun toyanya, cepatlah Yo Kiejin yang lemah dan usianya sudah lanjut, dengan tiga jurus, dagingnya terluka dan mengucurkan darah, kalau tadinya ia masih bisa menjerit, segera ia pingsan.
Algojo hentikan toyanya apabila ia lihat orang tak sedar akan dirinya, ia beritahukan itu kepada panglima perang itu.
"Asapi dia, lalu hajar pula," demikian titahnya Gouw
Teetok. Perintah ini diturut tanpa banyak omong, segumpal
kertas dan rumput dinyalakan, dibawa kemukanya Yo Bun Hoan, untuk bikin asap masuk kedalam lobang hidung,
karena itu, sebentar kemudian, kurban itu berbangkis, lalu tersedar akan dirinya.
Gouw Teetok tetap gusar ketika orang bawa Bun Hoan
menghadap pula kepadanya.
"Kau terlalu lancang!" ia tegur dua serdadunya. Tapi ia terus tanya kurbannya itu "Yo Bun Hoan, kau mau
mengaku atau tidak?"
"Boanseng tak tahu mesti ngaku bagaimana," sahut Bun
Hoan dengan lemah. Teetok itu tertawa dingin.
"Pun kunbun telah hidup di medan perang sebelas tahun lamanya, karenanya, dapatlah aku punyakan pangkatku
ini!" berkata, ia dengan sengit, "tetapi sekarang, aku tidak mau perdulikan pula pangkatku, aku mesti dapatkan
kaupunya pengakuan! Hayo, hajar dia dengan seratus
cambuk. Aku mau lihat, dia tahan uji atau tidak!"
Mendengar itu, dua anak muda yang berlutut disebelah


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belakang lantas merayap maju, dengan air mata ber linang2, mereka manggut2 kepada teetok itu, kemudian dengan
sesenggukan mereka kata "Kami mohon Teetok punya
belas kasihan, dosa yang ayah kami harus dapatkan, biarlah kami yang men anggungnya?"
Habis mengucap demikian, kembali mereka manggut ber
ulang2. "Apakah namamu berdua?" Gouw Teetok tanya.
Dua anak muda itu sebutkan nama mereka yang dikiri,
Yo See Tiong, dan yang dikanan, Yo See Hian.
"Kau berdua berniat mewakilkan ayahmu, nyatalah kau
ada anak2 yang berbakti," berkata Gouw Teetok. "Akan
tetapi kau mesti ketahui, ayahmu ada punya perhubungan dengan kaum pemberontak Rambut Panjang. Ada siapa2
saja yang suka datang ini berketahuan ! Baiklah kau berikan keteranganmu."
"Cuma sekali hakseng tidak berani dustakan Kunbun,"
sahut See Tiong sambil ia manggut. "Hakseng berani
pastikan ayah tidak kenal kaum pemberontak Rambut
Panjang itu. Kecuali beberapa sasterawan, yang suka datang pasang omong dengan ayah, tidak ada orang lain lagi."
"Tutup mulut!" Gouw Teetok membentak. "Kau orang,
ayah dan anak2, tidak ada satu yang baik! Hayo, lebih dahulu berikan mereka masing seratus cambuk!"
Sebelum titah itu dijalankan, Hoa In Hong sudah
majukan dirinya. "Kun bun, sebenarnya apakah dosanya Yo Bun Hoan?"
ia tanya, "Dan aku ditawan dan dibawa ketangsi ini sebagai seorang perantaian, apakah kesalahanku"
Aku mohon Kunbun berikan penjelasan kepadaku, apabila benar aku bersalah, walaupun binasa, aku puas!"
Gouw Teetok lirik pemuda itu "Apakah kau yang
bernama Hoa In Hong?" tanya dia, dengan dingin.
"Benar." in Hong jawab.
"Dari Lim hoay kau datang ke Tong kwan untuk apa?"
Teetok itu tanya. "Atas titah guruku, aku harus sampaikan surat kepada
Yo Bun Hoan." "Apa she dan namanya gurumu itu" Dia kerja apa?"
"Guruku adalah Ong To Liong, ia ada satu guru silat."
Tiba2, Teetok itu membentak.
"Kau datang dari sarang pemberontak, kau mesti adalah pemberontak juga! Kau, guru dan murid, ada pangku
pangkat apa dibawah perintahnya Lie Siu Seng" Kapan Lie Siu Seng bakal majukan tentaranya ke Siamsay" Lekas kau kasi keterangan, apabila kau berani main gila, walaupun kau berurat tembaga dan bertulang besi, Pun kunbun nanti hajar kau hingga tulangmu patah dan uratmu putus!"
Sementara itu Yo Bun Hoan rebah dengan separuh
pingsan dan separuh sedar, sukar untuk ia geraki tubuhnya, karena bergerak sedikit saja, ia merasakan sakit bukan kepalang, tetapi ia tahu apa yang terjadi, ia tahu kedua puteranya mintakan keam punan baginya, tapi kapan ia
dengar perkataannya In Hong, tanpa merasa ia mengeluh
"Ah, habislah jiwaku?"
-0dw0- III Bun Hoan segera ingat kejadian pada sepuluh tahun
yang lalu, ketika dari Lam thian, Ouwlam, karena dinasnya sudah cukup, dia dipindahkan ke Bu cin di propinsi Kang sow. Dihari pertama dari berangkatnya, selagi ia singgah dalam sebuah hotel, ia bertetangga kamar sama satu tetamu yang sedang merintih2, hingga ia merasa kasihan dan ingin tahu apabila ia minta jongos cari keterangan, ia dapat tahu tetamu itu sedang sakit berat, sakitnya datang mendadak, sedang kemarin malamnya, dia itu masih segar bugar.
Katanya tetamu itu datang sejak beberapa hari. Tetamu itu juga tidak undang thabib dan tidak beli obat, terutama karena uang bekalannya telah dicuri orang jahat.
Mengetahui itu semua, ia sambangi tetamu itu. Tetamu itu berumur kurang lebih lima puluh tahun, meskipun ia
sedang sakit, ia menunjuki roman bukan orang sembarangan, sebagaimana dandanannya pun bukan
dandanan orang tak keruan macam. Maka itu, Bun Hoan
lantas menghiburkan, ia rogo sakunya untuk berikan
pertolongan. Atas orang punya kebaikan ini, tetamu itu perkenalkan dirinya. Ternyata dia adalah Eng jiauw ong Ong To Liong atau Ong si Kuku Garuda, jago yang
kenamaan di Selatan dan Utara sungai Tiang Kang, sebab kepandaian silatnya yang liehay dan hatinya mulia, gemar tolong si miskin dan si lemah ambil berbareng satronkan si jahat, teristimewa ia benci kaum kang ouw yang busuk dan kejam, iapun dimusuhi hebat kaum kang ouw itu. Sebelum ia datang dihotelnya, oleh satu musuh, ia kena dibokong dengan senjata rahasia yang beracun. Baiknya karena
tubuhnya kuat sehingga ia masih dapat mencari hotel.
Sebenarnya ia bisa obati lukanya Itu, asal ia bisa beli obat seharga dua puluh tail perak, apa lacur, selagi ia terluka, penjahat sudah curi uangnya. Ia tahu tuan rumah ada
seorang rendah martabatnya, ia tidak mau banyak omong, ia serahkan diri kepada nasib. Beruntung baginya disaat hebat itu, datang Yo Bun Hoan, siapa sudah tolongi ia, hingga selanjutnya mereka jadi bersahabat kekal. Sekarang, selang sepuluh tahun, Eng Jiauw Ong telah utus muridnya membawa surat kepada penolongnya itu. Adalah diluar
dugaan surat itu sudah menjadi bibit malapetaka!
Selagi Yo Bun Hoan anggap dia tak bakal ketolongan, In Hong turuti darah mudanya, ia jadi sangat gusar karena kekasarannya Gouw Teetok, dengan nyaring ia kata "Kun bun, walaupun aku datang dari Lim hoay, tak seharusnya
aku dipandang sebagai pemberontak! Guruku tinggal di Lek tiok tong di Ceng hong po, Hoay siang. Di Hoay siang ada sebelas desa, karena dibangunnya pasukan sukarela itu, pemberontak Rambut Panjang tidak berani ganggu kami.
Kami penduduk Hoay siang ada punya rumah tangga,
mana kami kesudian berhubungan dengan pemberontak"
Tentang pemberontak niat terjang Kwan tiong, itu adalah kabarannya saja, tentang kebenarannya kami tidak berani pastikan."
"Kau cuci diri bersih sekali!" Gouw Teetok kata dengan tak kurang nyaringnya.
"Tapi dalam suratmu itu raja tetiron dari kaum
pemberontak kau sebut dengan sebutan Tiong Ong, itu
menyatakan bahwa kau adalah orang sebawahannya!
Apakah kau tetap menyangkal?"
"Itulah sebutan belaka," In Hong jawab, "Guruku sudah tua, ia menyebut secara umum saja. Aku sendiri ada satu penduduk baik, yang tidak tahu banyak tentang sebutan.
Maka itu, harap Kun bun maklum."
Tetapi Gouw Teetok gebrak meja.
"Aku tanya kau dengan baik, kau tidak mau mengaku!"
berseru ia. "Gusur empat orang ini keluar, hajar dahulu setiap orangnya dua ratus cambuk! Pun kun bun tidak
hendak periksa lebih jauh pada kau, besok kau akan dibawa kepintu kota untuk kepala anjingmu semua dikutungkan, untuk membikin tenang hatinya penduduk kota ini!"
Perintahnya Teetok itu tidak ada yang berani bantah,
maka itu, empat serdadu segera maju, untuk menggusur.
Hoa In Hong berbangkit. "Kunbun! Kau seperti hendak paksa rakyat berontak!" ia berseru.
Gouw Teetok mendongkol, tetapi ia tertawa dingin.
"Kau berani berontak?" ia tegaskan.
Belum berhenti suaranya Teetok itu, atau diatas kemah, pada tenda, terdengar suara "Bret!" yang nyaring dan
panjang, segera muncul dari wuwungan kemah itu satu
tubuh manusia dengan cepat sekali tubuh itu sudah tancap kaki dimejanya sipanglima perang. Sepintas lalu tubuh itu ada dari si orang tua dengan kepala ubanan. Dia turun dengan terbitkan samberan angin, sampai kedua lampu
diatas meja menjadi padam.
Semua serdadu pengawal dan perwira menjadi terkejut,
antaranya ada yang perdengarkan jeritan kaget.
Tapi tubuh itu sudah mencelat pula, naik keatas
bagaikan burung terbang, sekejab saja, ia sudah lenyap, cuma apinya dari empat buah lentera yang kak teng
memain ber goyang2 Ketika semua orang peperangan hunus golok mereka,
sudah kasep, sudah terlambat.
Gouw Teetok terlihat duduk tercengang dikursinya,
matanya mendelong, mulutnya terbuka, karena iapun kaget dan ternganga, sedang dikepalanya, kopiah kebesarannya yang tertabur batu permata, sudah lenyap, terbang tak bersayap, hingga sekarang ia bercokol dengan kepala
gundul bagaikan patung saja!
"Kunbun!" memanggil Tiong kun khoa, sang sekretaris.
Beberapa perwirapun maju mendekati, hati mereka lega
apabila mereka dapatkan sep itu tidak kurang suatu apa.
"Ah!" Gouw Pok pie si Tukang Keset Kulit
perdengarkan suaranya, apabila ia dengar panggilan
sekretarisnya. Baru sekarang ia sedar. Terus ia gebrak meja.
Ia dongak akan lihat lelangit kemah, kemudian ia
mengawasi semua orang disekitarnya. Sekarang sinar
matanya bercahaya pula. "Kau kaget, kun bun," berkata Sam eng Tong leng Sek
Kee Ciu. "Mana kopiah kunbun?"
Se konyong2, Gouw Teetok berbangkit.
"Penjahat yang bernyali besar!" ia berseru. "Dia berani rampas kopiahku ditempat terjaga begini kuat! Biarlah aku serahkan jiwaku kepadanya!" Dan ia berkerot gigi.
Kembali ia gebrak meja, seraya berseru "Kenapa kau
semua masih berdiam saja dan tidak mau bekuk
sipenjahat?" Teguran ini membuat sedar kepada semua perwira atau
bentara. Benar2 mereka lupa bertindak. Lantas saja mereka berpencaran.
Sek Tong leng tarik masuk satu barisan kecil untuk
menjaga, dilain pihaik ia perintah Ciu Tek Kong bikin penggeledahan seluruh tangsi, buat cari sipenjahat. Maka sekejab saja seluruh markas jadi bergerak, barisan2 kecil berlarian kesegala penjuru.
Penjagaan kepada Yo Bun Hoan semuapun diperkeras,
malah batang lehernya wan gwee ini ditandalkan golok.
Sendirinya, Yo Bun Hoanpun kaget. Melainkan In Hong
yang tenang, karena ia insaf sepak terjang gurunya, seorang tua ubanan itu, membemberi peringatan kepada Gouw
Teetok. Jikalau ia mau, ia bisa berontak akan turut gurunya itu menyingkir, tetapi sang guru telah beri tanda untuk ia sabar, supaya ia tidak gunakan kekerasan. Maka itu,
sebaliknya ia terus berlutut. Diam dalam hatinya ia tertawai isi tangsi itu, yang hatinya dibikin gentar hingga mereka lupa akan diri mereka!
Cuma satu sersan, yang kelihatannya paling sedar,
karena mendahului yang lain2, ia hunus goloknya dan
peringatkan kawannya, akan jaga pemuda itu.
Sesudah itu barulah penjagaan ditambah, semua golok
ditandalkan pada batang lehernya semua tawanan.
Gouw Teetok sudah lantas tukar kopiahnya, sekarang ia dapat kesempatan akan mengawasi lelangit kemahnya,
yang bolong bekas digurat senjata tajam, hingga bagian bolongnya bisa muat tubuh manusia. Ia heran, dilowongan demikian orang bisa loncat turun dan naik, pergi datang dengan leluasa.
Kemudian Teetok ini hampiri In Hong, apabila ia
tampak anak muda ini ada jinak bagaikan kambing gembel, sendirinya ia tertawa dingin.
"Hoa In Hong, angkat kepalamu!" menitah ia.
Anak muda ini menurut, ia angkat kepalanya.
"In Hong, aku keliru telah mendengar laporan fitnahan, hingga aku telah ganggu kau dan gurumu, kejadian itu bikin aku menyesal sekali," kata panglima ini. "Aku pun tidak tahu bahwa kau, guru dan murid, ada bangsa hiap kek.
Dengan kejadian ini, aku bukan hanya berbuat keliru
terhadap kau berdua, aku juga berbuat keliru terhadap diriku sendiri, hingga hampir2 aku celaka jikalau tidak gurumu berlaku baik sudah tidak ambil batok kepalaku.
Aku bersyukur terhadap gurumu itu. Sekarang aku pikir untuk merdekakan kau semua, sebaliknya aku akan hukum sipelapor yang memfitnah. Dimana adanya gurumu itu"
Aku ingin sekali bertemu kepadanya. Aku percaya, seorang gagah sebagai dia akan ber______(tak terbaca)"
Gou Teetok anggap dia pandai bicara, tetapi In Hong
menertawakan didalam hatinya. Karena ia tahu betul
panglima ini tengah memancing hingga ia tak sudi kasi dirinya dilagui. Tetapi ia jawab dengan sabar.
"Terima kasih untuk kebaikan kunbun," demikian
katanya. "Aku terfitnah, jikalau tayjin tolong aku, pertolongan itu tidak nanti aku lupai selama hidupku. Tentang guruku, aku bisa bilang, dia berada jauh di Hoay siang, mana dia bisa dengan mendadakan datang kemari" Jikalau suhu datang
sendiri, apa perlunya dia utus aku dari tempat ribuan lie jauhnya" Maka itu, aku mohon tayjin menyelidikinya
dengan jelas, jangan tayjin curiga tak keruan"."
Gouw Teetok gusar dengan mendadak kapan ia dengar
jawaban berlaga pilon itu.
"Makluk tak tahu diri!" ia membentak, karena habis
kesabarannya. "Kau harus ketahui siapa dirinya Gouw Tay Giap, yang mengetahui betul seluk beluknya kaum
kangouw! Jikalau kau guru dan murid ada punya
kepandaian, keluarkanlah itu semua! Jikalau aku sampai bikin lolos padamu, kecewa aku telah nyerbu antara rimba peluru dan hujan anak panah!"
Lantas ia menoleh pada satu serdadu disebelahnya.
"Pergi panggil Kie yong eng To Tongtay Cio Leng Pek!"
ia menitah. Serdadu itu pergi belum lama, lantas muncul tongtay
yang dipanggil itu serta pasukan kecil nya.
Datangnya tongtay atau commandeur ini ada secara
kebetulan. Sebenarnya dia telah minta cuti untuk sambangi sahabatnya di Hoa im, dia pulang malam2, justeru ia baru pulang, malam itu juga terjadilah onar itu, maka ia bisa segera mentaati panggilan. Memangnya ia berkewajiban
melindungi keselamatannya Gouw Teetok. Ia sudah lantas
dengar hal kekacauan dimarkas besar, tanpa perintah, ia siapkan barisannya akan cari si orang jahat, kebetulan sekali serdadunya teetok cari dan panggil dia.
Cio Tongtay menghadap Gouw Teetok untuk memberi
hormat, terutama ia mohon maaf, kemudian ia tanyakan
duduknya kejadian. Gouw Teetok tidak tegor sebawahan ini, karena ia tahu, orang sedang dalam cuti.
"Kau tentu telah dengar kejadian disini, hampir saja pun kunbun terbinasa," kata sep ini. "Urusan ini aku serahkan padamu terutama kau mesti jaga semua orang tawanan agar satu juga tidak ada yang lolos, atau kau tidak usah
menemui aku pula!" Setelah kata begitu, panglima ini terus undurkan diri.
Cio Tongtay menjura akan antar sep itu pergi, kemudian dengan roman keren ia awasi semua cian cong dan pa cong, letnan dan sersan, kemudian lagi ia dekati Yo Bun Hoan berenam, akan awasi dengan tajam pada mereka ini.
"Yang mana satu Hoa In Hong dan Hoay siang yang
datang ke Tong kwan dengan bawa surat?" ia tanya, dengan suara keren.
"Itulah aku," sahut In Hong ambil angkat kepalanya,
tapi begitu lekas ia lihat tongtay, ia kaget tidak terkira, didalam hatinya ia kata "Apa bisa jadi dia telah ceburkan diri dalam tentara dan dapatkan hatinya Gouw Teetok"
Inilah aneh"." Dimatanya In Hong, Cio Leng Pek, pemimpin dari
tangsi Kie yung eng, ada satu penjahat besar yang
kenamaan dijalanan Kang lam too, yang kemudian menjadi bajak, tapi karena bermasalah terhadap pemimpinnya, ia kabur dan memasuki rombongan pemberontak Rambut
Panjang, hingga dia dapat kepercayaan memimpin satu
pasukan dengan kedudukan didaerah Souw siang. Disini
dia tersohor kejahatannya, kecabulannya, dan bandel
terhadap tentera negeri, dan malang melintang, hingga dia dapat julukan Toan Bie Tio Loo youw atau si Alis Buntung.
Ong To liong tahu kejahatannya orang she Cio ini, dia hendak membasminya, tapi justeru itu Leng Pek telah ikut satu pemimpin lain pergi ke Hoolam, sejak mana, ia
sembunyikan diri seperti hilang saja, hingga ada yang kata ia sudah binasa atau sudah menyerah kepada pemerintah Ceng, kini ternyata dia benar masuk dalam kalangan tentera Ceng dan jadi tangan kanannya Gouw Teetok. Ong To
Liong sendiri, setelah batal mencari orang kang ouw ini, sudah pulang ke Lek tiok tong, Ceng hong po, Hoay siang, akan dirikan barisan tentera rakyat.
Selama bekerja dibawah Gouw Teetok, lambat laun Cio
Leng Pek kumat tabiatnya, sering ia ganggu penduduk. Ia ada orang kepercayaannya satu teetok, iapun pandai ilmu entengkan tubuh, lari keras dan loncat tinggi, karenanya, ia jadi bisa bergerak dengan leluasa. Kalau malam ia suka jadi pencuri. Siapa berani tentang, ia tak kasi ampun lagi. Ia juga berani ganggu sesama orang berpangkat, hingga orang copot kopiahnya, atau sedikitnya surat2 pentingnya
dimusnahkan. Pelahan2 ada orang2 yang ketahui sepak
terjangnya tong tay ini, akan tetapi tak ada orang yang berani langgar padanya, hingga ia jadi kepala besar.
Hoa In Hong tidak akan dapat kenali Toan Bie Loo
yauw jikalau ia tidak lihat orang punya alis buntung. Selagi ia merasa heran, tongtay itu awasi ia dengan tajam.
"Aha, sahabat, kau kiranya ada muridnya Hoay siang
Tay hiap Eng Jiauw Ong!" kata Cio Tong tay kemudian.
"Memang sudah sejak lama aku dengar nama kesohormu,
guru dan murid. Sekarang kau telah datang kemari, katanya
pun bersama2 gurumu yang terhormat, menyesal sekali aku tidak dapat menyambutnya sendiri. Gurumu ada sebagai
naga sakti, dia datang dan pergi tak dapat di duga2, karena itu aku semakin hargai dia! Sahabat, karena kau sudi
bertemu dengan aku, pasti sekali aku nanti layani kau secara sungguh2"."
Selagi mengucap demikian, kedua matanya bekas jago
kang ouw ini bercahaya tajam, setelah itu ia berpaling pada orang disampingnya, orang kepercayaannya, kepada siapa ia berbisik, entah apa yang ia bilang, hanya orang itu segera ngeloyor keluar, tempo sebentar kemudian dia kembali, dia ada ajak empat serdadu lain yang membawa empat
perangkat belengguan kaki dari besi. Ketika diletaki di tanah, pesawat belengguan itu perdengarkan suara berisik.
"Sahabat she Hoa!" Cio Tong tay kata dengan nyaring.
"Kau sekarang sedang hadapi perkara, janganlah kau bikin suilit kepada sahabatmu! Sahabat, inilah ada aturannya pemerintah agung, harap kau mengerti, jangan kau sesalkan aku bahwa aku tidak pandang padamu!"
Setelah mengucap demikian, tongtay ini perintah
serdadunya "Nah, kau boleh mulai bekerja!"
Hoa In Hong tidak jadi gentar melihat macamnya
borgalan itu, ia percaya betul, itulah bukannya rintangan untuk ia dan gurunya. Maka itu ia angkat kepalanya, sambil tertawa dingin ia kata "Sahabat, kau boleh berbuat apa yang kau suka! Kita ada sesama orang kang ouw, tak usah kita banyak bicara, apa kau bikin, aku terima," Dan ia lonjorkan kedua kakinya. "Mari! Gunailah borgolan lapisan, supaya hatimu tetap!"
Cio Tongtay manggut2, ia tertawa.
"Dasar muridnya satu guru yang pandai, kau tak bikin
orang berabe!" kata ia.
Selama itu, borgolan kaki telah dipasang. Malah Bun
Hoan, Bun Yan dan Yo An tak terkecuali, kaki mereka
dikalak juga. Cuma See Tiong dan See Hian, yang dapat keringanan. Setelah itu, mereka semua di bawa keluar.
Hoa In Hong lihat bagaimana penjagaan diperkeras,
golok dan panah telah disiapkan, hingga ia merasakan
bagaimana hebatnya suasana. Disana sini, rombongan
serdadu masih terus melakukan penggeledahan.
Sebentar kemudian In Hong beramai sudah dimasukkan
ke dalam sebuah kamar tahanan yang kuat, yang berpagar balok. Disudut tembok ada lamping gunung. Disitu ada
bertumpuk rumput kering. Didekat situ pun ada empat buah patok dengan rantai besi yang kasar. Melihat patok2 itu, In Hong kerutkan alis.
"Didalam tangsi tidak ada kamar tahanan, terpaksa kita gunakan tempat ini untuk kurung serdadu yang bandel,"
kata Cio Tongtay yang menyatakan menyesalnya, setelah mana, ia beri tanda pada serdadunya.
Lantas In Hong berempat di cantel pada patok itu malah ujung rantai diseluk kepada rantai dileher. Karena ini, mereka cuma bisa duduk, sukar untuk rebahkan diri.
Diperlakukan secara demikian In Hong tertawa
berkakakan. "Cio Toa looya, terima kasih untuk perhatianmu ini!
kata ia. "Kami guru dan murid, asal napas kita masih
berjalan, pasti sekali akan balas budi kebaikan mu ini!"
In Hong bicara dengan sungguh2, suaranya keras.
Cio Tongtay pun tertawa gelak.
"Itulah keberuntunganku seumur hidup apabila kau,
guru dan murid, ingat budiku ini!" ia bilang. "Sahabat she
Hoa, aku bilang terus terang, sejak gurumu pergi cari aku di Souw teng, aku si orang she Cio?" ia berhenti dengan
tiba2, ia menoleh pada beberapa serdadunya, kemudian ia melanjutkan "sudah pikir untuk mengingat baik2. Pernah aku pikir buat kunjungi kau di Ceng hong po, sayang aku senantiasa terhalang oleh kopiahku ini" Ia tunjuk
kopiahnya, yang berarti pangkat atau jabatannya. "Sampai sebegitu jauh aku tidak punyakan kesempatan, syukur
sekarang kau telah datang kemari. Percaya, tak nanti aku bikin kau pulang dengan tangan kosong. Nah, sahabat she Hoa, kau sabar saja!"
Kemudian tong tay ini pandang dua puteranya Yo Bun
Hoan. Mereka ini duduk merungkut di pojokan, tubuh
mereka tak bergerak sedikit juga.
"Thio Kay Kah ?" tongtay itu memanggil seraya ia
berpaling keluar, "Ya!" sahut. satu suara, menyusul mana muncul satu pa cong muka hitam, yang terus berdiri tegak didepannya
ponggawa itu, untuk tanya ada perintah apa.
"Kau mesti jaga mereka ini!" tongtay itu memberi
perintah. "Jikalau mereka mencoba buron, kau boleh bunuh mereka!"
Setelah itu, Cio Tongtay undurkan dari. Diluar, empat serdadu diperintah menjaga pintu, dan yang lainnya semua disebar keempat penjuru untuk menjaga, mereka ini siap dengan panah, piauw dan peluru. Thio Kay Kah, yang ada Tauw su pa cong, dipesan lebih jauh, apabila perantaian mencoba minggat, atau kapan ada bantuan untuk mereka, dia mesti bertindak keras, tapi lebih dahulu berikan
pertandaan panah bersuara.
"Kau jangan takut, aku yang bertanggung jawab!"
tongtay itu pesan akirnya.
Dari situ, Cio Tongtay pergi ketangsi belakang dimana ia di sambut oleh Jie su Pa cong Na Cin. Dia ini serta
sejumlah serdadunya berkewajiban menjaga tahanan orang perempuan, yalah isteri dan anak menantunya Yo Bun


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hoan. -0dw0- IV Cio Tongtay masuk kedalam kamar, yang penerangannya remeng2. Disitu ia tidak dengar lain dari suara sesenggukan pe ahan. Tangisan itu datang dari satu nyonya usia pertengahan serta satu nyonya muda, yang
dandan serba putih, yang duduk atas sebuah bangku.
Mereka ini berhenti menangis begitu ketahui datang nya ponggawa itu. Mereka pun lantas seka air mata nya. Diatas bangku dikaki tembok sebelah timur ada tujuh atau delapan orang perempuan, tua dan muda, antaranya ada yang lagi tungkuli dua boca umur enam atau tujuh tahun. Mereka ini lantas pada tunduk.
Dari tembok, Cio Tongtay ambil sebuah lentera, untuk
pakai menyuluhi orang perempuan itu. Paling dahulu ia dekati dua nyonya yang tadi menangis, yang ia suluhi
mukanya. Si nyonya muda malu, ia pelengoskan muka
kearah tembok. Si nyonya usia pertengahan diam saja
"Diantara kau, yang mana ada isterinya Yo Bun Hoan?"
tanya tongtay itu. "Itulah aku, Ca sie," sahut si nyonya usia pertengahan.
"Ada apa, looya?"
Cio Tongtay awasi nyonya ini, yang ada punya tampang
toapan, sebabat buat jadi nyonya besar.
"Kau jadinya adalah nyonya rumah," kata tongtay itu.
"Semua mereka ini ada kau punya apa ?"
Nyonya Bun Hoan berikan keterangannya. Anggauta
keluarganya, berikut anak ada sebelas. Si nyonya tua ada ia punya bibi, nyonya Yo Un sie, yang sudah berumur enam puluh lebih. Satu nyonya tua lain ada Ho Hujin, ia punya enso atau ipar. Satu nyonya muda, Lim sie, ada nyonya mantunya Ho Hujin, yalah si nyonya yang berkabung, yang ada satu janda, suaminya menutup mata belum lama. Satu nona ada Yo Hong Bwee, gadisnya Yo Bun Hoan, umur
sembilan belas tahun, belum bertunangan. Nona ini ada muridnya Cu In Taysu dari kuil Pek Tiok Am. Nona cilik umur enam tahun ada Ceng Long, dan boca umur tujuh
tahun adalah Liong Seng, keduanya keponakannya nyonya Yo. Yang lainnya ada babu susu, dua bujang perempuan, satu budak perempuan.
Cio Tongtay ketarik kapan Nyonya Yo tunjuk Hong
Bwee, satu gadis yang langsing dan elok, sepasang alisnya lentik, kedua matanya bagus dan tajam, tapi nona ini
tunduk saja. Ia dekati nona itu untuk diawasi.
"Eh, nona, kau ada siocia dari Yo Bun Hoan Yo Jie
looya?" ia tegasi walaupun ia sudah tahu siapa nona itu.
"Sayang, ayahmu sudah kurang ber hati2, hingga dia
rembet2 kau, ibu dan anak, hingga kau mesti berada
ditempat terbuka. Tapi kau jangan takut, didepan Kun bun, aku nanti tolong padamu, terutama untuk mengirim kau
semua pulang kerumah dimana kau bisa tinggal dengan
merdeka seperti biasa. Tentang perkara ayahmu, pe lahan2
saja aku nanti dayakan. Sekarang nona berumur berapa?"
Hong Bwee tidak perdulikan orang punya maksud baik,
tubuhnya tidak bergeming, ia melainkan angkat kepalanya, mengawasi dengan tajam.
"Kau baik sekali, looya, kami bersyukur," kata ia.
"Ayahku menghadapi bahaya, suit untuk ia tolong diri.
Kami, orang2 perempuan, tidak pikirkan soal mati atau hidup, disaat rumah kami digeledah, kami sudah memikir untuk tidak mencari hidup lagi, tetapi apabila benar looya berkasihan kepada kami, yang terfitnah, baiklah tolongi dahulu ayah dan kedua kandaku, jikalau mereka dapat
bebas, umpama kami tak dapat pulang dengan masih hidup, kami tetap akan junjung budimu!"
Hong Bwee bersikap tenang, pertanyaan orang tentang
usia nya, ia tidak jawab.
Cio Tongtay tertawa haha hihi.
"Kebaktianmu, nona, membuat orang hormati kau," ia
bilang "Nanti aku sempurnakan kebaktianmu itu. Aku
memang paling sukai nona toapan. Kau nampak nya
berumur delapan atau sembilan belas tahun sebenarnya kau umur berapa?"
"Umurku telah dicatat disaat kami ditangkap," sahut
Hong Bwee, "baik looya periksa saja catatan itu! Buat apa looya tanya lagi?"
Thio Tongtay ketemu batunya, sekejap ia gusar, tapi
segera ia tertawa pula. "Nona, jangan salah mengerti" kata ia. "Aku tanya
umurmu karena aku berkasihan terhadap kau yang berbakti, aku berniat tolong padamu. Syukur kau ketemu aku yang pemurah hati, apabila kau bersikap demikian terhadap kun bun, pasti kau segera rasai akibatnya yang pahit. Nona, kau ingin
tolong ayah dan saudaramu, jangan kau berpandangan cupat. Mari, kau ikut aku kekemahku, nanti aku dayakan untuk tolong kau!"
Hong Bwee bangun berdiri de ngan tiba2, tapi sebelum ia serapat buka mulut, Ca sie dului ia.
"Looya, kau berniat tolongi kami serumah tangga, kami sangat bersyukur," kata nyonya ini. "Satu hal baik looya perhatikan. Kami ada dari keluarga terhormat, aturan
rumah tangga kami ada keras, anak2 perempuan kami tak dapat langgar itu. Anakku ini ada gadis remaja, biar urusan kami ada hebat, tak dapat dia yang mengurusnya, apabila looya benar ingin tolong kami silahkan kau berurusan
dengan aku saja. Anakku tak dapat ikut looya, harap looya memaafkannya."
Cio Tongtay dengar orang punya ucapan yang beralasan, sedang sinona ada manis tetapi sikapnya dingin bagaikan es, ia mengerti bahwa ia tak dapat mendesak lebih jauh, ia tertawa dingin sambil berkata "Aku bermaksud baik, tetapi kau berpikir lain. Baiklah kau ketahui, apabila aku ada kandung maksud lain, setelah kau berada dalam
genggamanku, tidak ada perlunya untuk aku berdamai
terlebih jauh dengan kau. Baiklah, lihat saja, aku ada punya kepandaian akan bikin nona ini nanti datang padaku, itu waktu barulah kau ketahui kepandaianku!"
Kata2 ini ditutup dengan ter tawa ceriwis serta matanya ponggawa itu tetap incar mukanya Hong Bwee, hingga
nona ini menjadi gusar. "Cio Looya, jangan kau bujuk dan gertak aku!" ia kata dengan nyaring. "Kau harus ke tahui, tak dapat aku
diperhina! Kami sudah masuk kedalam jaring, mati atau hidup, kami sudah tidak pikirkan pula! Jikalau kau ada punya kepandaian, kau gunailah itu, aku Yo Hong Bwee
tidak nanti kerutkan alisku!"
Toan Bie Loo yauw awasi si nona, ia tertawa menyengir, lalu ia manggut2.
"Nona Yo, jangan terlalu katak!" kata ia kemudian,
dengan tertawa dingin. "Aku bermaksud baik, sayang aku tak dapat muka darimu, ibu dan anak. Aku harap kau
jangan desak aku hingga aku terpaksa gunai caranya orang jahat, apabila sampai terjadi demikian, pasti sekali kau tak akan sanggup menerimanya!" Ia mendekati, ia ulur
tangannya. "Kau dengar aku, nona, kau akan beruntung"." Sementara itu, tangannya menuju orang punya pundak.
"Jangan ceriwis!" membentak nona itu, tangan siapa,
dua duanya diangkat naik, tangan kiri dipakai menangkis, tangan kanan, dengan dua jari, menotok pundak dibagian yang kosong!
Toan Bie Loo yauw terperanjat, ia kenali pukulan itu, yang termasuk "Gie kut hun kin chiu" atau ilmu "memisah tulang dan memecah urat," maka lekas2 ia egos tubuhnya kekanan sambil terus berloncat jauhnya setumbak lebih.
Dengan begitu, ia jadi sampai dimulut pintu. Disini ia putar tubuh sambil perdengarkan tertawa iblis.
"Kiranya nona ada punya kepandaian yang liehay,
maafkan aku!" kata ia. "Baik, Nona Yo, sampai kita
bertemu pula!" Segera tongtay itu ngeloyor pergi, tindakannya cepat
sekali. Nona Yo mengawasi orang pergi, kemudian ia menoleh
pada ibunya, lantas ia tertawa secara dingin.
"Aku tidak sangka, ibu, selagi hadapi perkara sulit ini, kita pun ketemu orang busuk semacam dia ini! ia kata.
Nyonya Yo berduka melihat puterinya itu dihina orang
"Anak yang baik, ingatlah kepada pesan gurumu," ia
bilang. "Kau disuruh berlaku tenang dan sabar, tidak boleh
turuti suara hati. Kau ada punya kepandaian, buat apa kau jerihkan itu segala manusia anjing" Ayahmu ada satu
penyinta negeri, ia sebenarnya niat bekerja lebih lama untuk pemerintah, tetapi ia lihat suasana dalam kalangan pangreh praja ada buruk, terpaksa ia undurkan diri. Ia kuatir nanti nampak celaka, ia ingin jadi rakyat jelata baik2, tidak disangka sekarang kita dapati perkara ini. Tapi aku percaya kebaikan kita, mustahil fitnah ini tak dapat dibikin terang.
Akupun percaya gurumu nanti datang menolongi kita, dari itu, kau bersabarlah, agar kau tidak menambah sulit
kedudukan ayahmu." Hong Bwee tidak setujui sikap ibunya itu, tetapi ia
mengerti orang tua itu akan kesayangan atas dirinya.
"Ibu jangan kuatir, aku tidak nanti berlaku sembrono," ia menghibur. "Suhu berada jauh ribuan lie, mana ia ketahui kecelakaan kita ini" Nasib kita sekarang melainkan terserah kepada Thian?"
Ibu dan anak itu bicara satu sama lain, tanpa mereka
ketahui, tempat tahanan mereka itu sudah dikurung rapat oleh Cio Tongtay, siapa menduga si nona Yo ada tergolong kepada Hoay Yang Pay atau muridnya Eng Jiauw Ong.
Ponggawa ini pesan jiesu pa cong jaga agar Yo Hong Bwee tidak lolos, dan barisan penjagapun dipecah dua, satu yang terang, satu pula yang disembunyikan.
Setelah mengatur, Cio Tong tay lantas pergi pada Gouw Teetok, akan menjeleki Eng Jiauw Ong dan murid2nya,
dengan kata "Mereka adalah penjahat2 besar yang liehay, merekapun berkongkol dengan pemberontak Rambut
panjang, dari itu, mereka ada satu bahaya besar untuk keselamatannya daerah Kang lam too. Ini Kawanan
pemberontak bikin sibuk tentera dan pembesar negeri,
sendirinya pembesar negeri tidak sempat perhatikan
mereka, guru dan murid, hingga mereka jadi bebas dengan
sepak terjangnya, sekarang mereka berani mengacau di
Tongkwan ini. Aku percaya, kedatangannya kemari untuk menyambut pemberontak dari sebelah dalam, maka
beruntung sekail sang murid terjatuh ditangan kita. Terang sudah bahwa kejahatan mereka sudah luber dan penduduk Hoa im tak seharusnya ketimpa malapetaka. Aku percaya, orang she Hoa itu sengaja kasi dirinya ditangkap, supaya ia bisa lihat keadaan dalam dari kita, supaya dia percaya, dia akan bisa buron dengan rusaki belengguan. Dia tentu tidak sangka disini aku bekerja dibawah Kun bun, maka jangan harap ia nanti dapat loloskan diri. Hanya karena muridnya tak bisa lolos, mungkin guru nya tidak puas dan akan
datang pula membantu murid serta sahabat nya itu.
Kunbun ketahui hal ikwal kaum kang ouw, mereka tidak
berkelahi seperti tentera berperang, mereka ada punya cara sendiri. Kunbun ketahui tentang aku, dari itu bisalah aku terangkan, buat layani guru dan murid itu, tenagaku cukup, tetapi aku sangsi apabila sang guru datang dengan
berkawan. Sungguh sulit akan jaga orang2 tawanan sambil
berbareng mengawasi musuh2 dari luar, sedang kawanan
itu ada bangsa tidak takut kepada undang2 negara. Dan lebih penting pula adalah tindakan melindungi Kunbun
sendiri. Maka bagaimana Kun bun pikir apabila aku minta bantuan beberapa jago dari Rimba Persilatan, sekalian buat gunai si murid sebagai umpan akan pancing ringkus guru itu serta konconya" Tindakan ini ada untuk melindungi rakyat negeri, apabila keselamatan mereka terjamin sudah pasti mereka akan bersyukur terhadap Kunbun. Bagaimana Kunbun pikir, aku menantikan putusan"."
"Dayamu ini baik" Gouw Teetok manggut. "Aku
memang sedang memikirkannya, karena Yo Bun Hoan ada
satu penduduk kenamaan dan sudah lama ia pangku
pangkat, mungkin ada gerakan setempat akan tolong
adanya. Dengan andalkan suratnya Ong To Liong saja,
sulit untuk lawan orang banyak, dari itu kita membutuhkan bukti bahwa ia benar2 berkongkol dengan orang jahat.
Baiklah, kau boleh cari orang2 kosen, aku sendiri hendak dapati pengakuannya Bun Hoan semua. Akupun mesti jaga agar Bun Hoan tidak mampu berhubungan dengan
Ciangkun, supaya Ciangkun tidak mendahului ketahui
perkaranya ini. Kau tahu sendiri, Lauw Kiang, itu binatang she Kiang si tua bangka, kepala pengurus rangsum, yang berada didamping nya Ciangkun, ada musuh besarku,
apabila ia dengar hal ini, dia bisa ganggu aku. Syukur kita yang berkuasa atas balatentara disini, hingga ada rada sulit buat dia main gila terhadap aku. Buat cari pembantu, kau mesti bekerja secara rahasia, sebab tindakanmu itu ada memalukan aku apabila orang luar dapat ketahui. Mustahil satu panglima perang tidak mampu urus satu penduduk
hartawan saja?" Cio Tongcay manggut2, ia benarkan sep itu, sesudah
berikan janjinya, ia undurkan diri, terus ia balik
kekemahnya untuk menulis surat dengan cepat, kemudian ia bisiki dua pengiring kepercayaannya buat kasi tahu apa yang mereka ini mesti berbuat, kepada sesuatu dari mereka pun diserahkan sebatang "lok lim cian" atau "panah rimba persilatan."
Tongtay ini hendak minta bantuan suheng dan supenya,
ia unjuk bahwa ia sedang hadapi musuh2 berat, dari itu, untuk cegah keruntuhan nama baiknya kehormatan kaum
nya ia minta suheng dan supe itu segera datang. Tanda panahnya pun ada suatu tanda rahasia dikalangan kang
ouw, siapa terima itu, walaupun bukan sahabat, dia mesti datang membantu, kecuali bila kemudian ternyata, pihak
lawan ada punya perkenalan dengannya dan ia boleh
mundur teratur. Sesudah kirim dua orangnya itu, dengan bawa pengiring, Cio Tongtay muncul pula diluar kemah, akan perhatikan seluruh tangsi yang keadaannya tenang, karena setelah pengeledahan tidak memberikan hasil, semua barisan
kembali ke masing2 tendanya.
Sekian lama Cio Leng Pek berdiri di muka kemah, lalu ia manggut2 seorang diri, alisnya mengkerut. Pasukan itu ada cukup besar dan kuat untuk orang biasa saja, namun tidak demikian bagi orang kang ouw.
Ketika itu angin men desir2, rembulan mulai doyong ke barat, langit sebentar terang sebentar suram. Tempo Cio Tongtay memandang keatas ranggon alat pertandaan, tiauw tauw, mendadakan ia menjadi kaget, hingga ia keluarkan seruan kaget.
"Cui Tiang Kui, lihat!" ia serukan satu pengiringnya.
"Lihat, cahaya apa itu yang berkilauan diatas tiauw tauw?"
Perajurit yang dipanggil itu segera melihat keatas, tapi ia tidak melihat nyata, ia maju beberapa tindak. Tiba2 iapun berseru "Itu toh kopiahnya Kunbun! Kenapa kopiah
Kunbun ada diatas ranggon" Mana dia saudara yang
menjaga Liauw hong tay?"
Cio Tongtay lantas saja bersenyum iblis.
"Kepandaian demikian macam dipertunjukkan didepan
aku! Hm! Itulah permainan kampak didepan kawan
sendiri!" kata ia dengan suara sangat memandang enteng.
"Coba cari tahu, siapa yang bertugas menjaga muka
tangsi ini," kemudian ia perintah Cui Tiang Kui. "Kau panggil dia, aku hendak tanya padanya."
Ciang Kui segera pergi cari Siauw khoa Bie Cin Lok,
yalan komandan jaga malam itu, kapan perwira ini telah dihadapkan kepadanya, Cio Tongtay perlihatkan air muka muram.
"Oh, kiranya Bie Lauwhia yang giliran menjaga malam
ini!" kata ia. "Lauwhia, sungguh kejadian tidak disangka!
Kau, ada seorang ulung, cara bagaimana kau tidak
mengetahui saudara kita yang menjaga tiauw tauw telah lenyap"
Pastilah kau sedang repot dengan urusanmu
perseorangan! Kau sedang jalankan tugas, dari itu sebentar kita menghadap Kunbun saja!"
Bie Cin Lok terperanjat, ia segera menoleh kearah tiauw tauw. Ketika itu cuaca makin terang. Diatas tiauw tauw kelihatan nyata tergantungnya sebuah kopiah kopiahnya jenderal mereka. Bukan main kagetnya komandan ini.
"Aku alpa, Tongtay, tolonglah aku," ia segera memohon kepada sep itu. Ia kaget dan takut bukan kepalang.
Setelah bisa pengaruhi komandan ini, barulah wajahnya Cio Tongtay berubah menjadi tenang.
"Bie Lauwhia, aku harap kau mengerti," kata ia dengan sabar. "Dalam hal ini, bukannya aku bersikap keras. Di hari2 biasa, peristiwa yang terjadi tidak terlalu berarti, akan tetapi malam ini keadaan ada lain sekali. Coba lauwhia pikir, jikalau Kunbun ketahui ini, apa ia bisa diam saja"
Kita bekerja sama2, mustahil kita suka ganggu satu sama lain" Sekarang bagaimana lauwhia hendak bertindak" Hari sudah siang, umpama kata aku bisa lindungi kau, tetapi bagaimana dengan yang lain2?"
"Dalam hal ini aku mengandal kepada tayjin saja," kata Cin Lok. "Aku nanti naik keranggon untuk ambil kopiah itu, umpama penjaganya masih ada, karena orang telah
ringkus dia, aku nanti tolongi dan tanya keterangan nya.
Jikalau dia tidak ada, tidak bisa lain, terpaksa hal ini harus dilaporkan, terserah kepada Kun bun, ia hendak, hukum bagaimana kepadaku?"
Mendengar itu, Cio Tongtay bersenyum.
"Lauwhia, kelihatannya kau masih tak jelas dengan
duduknya hal," kata ia. "Jikalau serdadu penjaga itu ada diatas ranggon, pasti ia sudah diringkus selama setengah malam. Cuma satu orang bisa naik turun diranggon tiauw tauw ini, cara bagaimana kau bisa kasi turun orang yang sudah tidak mampu bergerak" Siapa bisa sembarang naik keatas ranggon, akan gantung kopiah itu" Apakah kau tidak pikir ini?"
Cin Lok berdiam, nampaknya ia sangat masgul.
Melihat orang punya kesukaran itu, Cio Tongtay tertawa dengan pelahan.
"Lauwhia, kau lihat, aku nanti bantu kau!" kata ia.
"Cukup asal kemudian kau mengerti aku!"
Sambil kata begitu, tongtay ini buka kopiahnya dan juga juba nya, seragam untuk naik kuda, kemudian setelah
singsatkan pakaian terlebih jauh, ia dongak mengawasi ranggon ia mundur dua tindak, sesudah mana, mendadakan ia enjot tubuhnya. Dengan loncatan "Yan cu coan in" atau
"Burung walet tembusi mega" ia sampaikan tempat
tingginya dua tumbak setengah, lantas ia samber tangga.
Dari sini ia naik terus, tanpa gunai anak tangga, hanya dengan manjat ditiang bagaikan kera saja gesitnya, dalam tempo sekejap ia sudah sampai diranggon tempat serdadu jaga dimana ia dapati serdadu itu teringkus di satu pojokan.
"Bie Lauwhia, penjaga itu, ada disini!" tongtay ini teriaki Bie Cin Lok sambil melongok kebawah. Tanpa tunggu
jawaban lagi dari komandan jaga itu, yang hati nya jadi
sedikit lega, ia loncat lebih jauh, keujung ranggon, yang mirip tiang bendera dimana kopiah teetok digantung.
Dengan tangan kiri ia peluk tiang, dengan kedua kaki ia jepit tiang itu, dengan kedua tangan ia turunkan kopiah, kemudian ia putar tubuhnya turun, akan gapekan Bie Cin Lok seraya berseru "Bie Lauwhia, sambuti kopiah ini!
Hati2, ini ada hadiahnya Pemerintah, jangan kau bikin terlepas dan jatuh!"
"Oh, Cio Tayjin, jangan !" Cin Lok berseru, tangannya di goyang2. Ia takut. "Aku tidak sanggup menyambutinya!"
Iapun terus mundur beberapa tindak.
Waktu itu cuaca sudah terang, perbuatannya Cio
Tongtay terlihat dengan nyata, maka itu, ia datangkan kekaguman bagi siapa yang menyaksikan, sedang siapa
yang bernyali kecil, dia lantas melengos, tidak berani mengawasi karena ngerinya. Semua orang pun berkuatir
mendengar tongtay itu hendak lemparkan turun kopiah itu, yang ada batu permata nya yang indah dan mahal. Mereka tidak tahu, Cio Tongtay tiuma sengaja mengucap demikian untuk menggertak saja, supaya orang mencegah.
"Kalau begitu, apa boleh buat, aku mesti pakai saja!"
kata ia kemudian. Dan benar2 kopiah itu ia taroh
dikepalanya, terus ia ikat dengan keras. Untuk turun ke ranggon, ia lepas jepitan kaki nya, tubuhnya segera
merosot. Disini ia bukakan ringkusannya serdadu penjaga, keluarkan sumbat pada mulutnya, hingga lantasi saja dia itu keluarkan napas kaget, terus napasnya lega, terutama akan dapati tubuhnya tidak terluka, melainkan ia masih susah geraki tubuh.
Dengan tidak banyak omong lagi, Cio Tongtay angkat
tubuhnya serdadu itu untuk dikempit. Ia memandang
kebawah, terus ia loncat turun, ia tidak gunai tangga seperti
diwaktu naik. Ketika ia sampai ditanah, tanpa terguling jatuh, dengan hati2 ia letaki tubuhnya serdadu itu.
"Bagus!" demikian seruan pujian dari semua serdadu
dan perwira sebawahan. Semua orang kagumi tongtay yang liehay itu, yang mukanya cuma merah sedikit.
Bie Cin Lok perintah beberapa serdadu tolongi lebih jauh serdadu penjaga itu, kepada Cio Tongtay sendiri ia
menghaturkan terima kasih seraya puji sep ini.
Cio Tongtay lantas buka kopiahnya teetok, ia serahkan itu pada satu serdadunya.
Itu waktu penjaga tiauw tauw sudah bisa bicara, atas
pertanyaan nya Cio Tongtay, ia tuturkan sebagai berikut.
Ketika ia berjaga kira2 jam tiga, tiba2 ia lihat ada
menyamber naik suatu bayangan bagaikan samberan
garuda. Ia tidak melihat nyata, karena cuaca gelap. Sebelum tahu apa2, ia rasakan matanya gelap, kepala nya pusing, tubuhnya pun kaku, maka dengan tak berdaya, dengan
gampang ia kena diringkus. Iapun tidak bisa buka mulut, karena mulutnya segera disumbat.
"Selanjutnya aku tetap tak dapat lihat dengan nyata,"
kata serdadu itu seraya ia minta tongtay itu ampuni
kepadanya. Cio Tongtay diam saja, tapi la lihat serdadu yang
berkumpul jadi semakin banyak, maka terus ia berkata pada Bie Cin Lok "Aku hendak menghadap Kunbun sekarang.
Lain kali harap lauwhia berlaku lebih hati2, agar tak ada lain2 orang yang kerembet2"
Cin Lok manggut dan mengucap terima kasih.
Cio Tongtay manggut pada semua perwira.
"Marilah!" kemudian ia kata pada serdadunya, seraya ia terus bertindak kearah markas besar. Ia terus ketemui Gouw Teetok, setelah serahkan kopiah kebesar an itu, kemudian ia tuturkan dimana didapati kopiah itu.
Gouw Teetok puji sebawahan ini dan pesan ia untuk
perkuat dan jaga hati2 keselamatannya markas.
Cio Tongtay girang dengan pujian itu, dengan gembira ia atur lebih jauh penjagaan.
Selanjutnya, sampai siang tidak ada terjadi apa2 lagi.
Benar seperti dugaan Gouw Teetok, siang itu ada datang permohonan dari penduduk kenamaan dari Hoa im, yang
minta Yo Bun Hoan dimerdekakan, karena hartawan Yo ini ada penduduk baik2. Permintaan mana ia janjikan setelah pemeriksaan, apabila terbukti Yo Jie looya tidak bersalah, ia akan lekas merdekakan.
Setelah berlalunya utusan penduduk, Gouw Teetok
perintah panggil Cio Tongtay menghadap.
"Penduduk telah majukan permohonannya agar Yo Kie
Jien di merdekakan, bagamana sekarang?" Ia tanya "Kita sudah bertindak, tak dapat kita sembarangan bebaskan dia.
Kita mesti jaga agar dia tidak berbalik menyusahkan kita."
"Jangan kuatir," sahut Cio Tong tay. "Orang orang
undanganku akan datang paling lambat sebentar malam
atau besok." Ia melirik kekiri dan kanan, ia dapati cuma dua orangnya teetok, maka ia tambahkan "Mereka sudah
masuk dalam jala, tidak nanti bisa lolos. Jaringpun sudah dipasang, untuk bekuk konco2nya."
Gouw Teetok bisa legakan hati.


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku mengandal padamu," kata ia. "Aku memang ingin
tukar kopiahmu." Cio Tongtay terima pesan itu, iapun menghaturkan
terima kasih. Ia mengerti, janjian "tukar kopiah" dari sep itu berarti ia bakal dinaikkan pangkatnya. Dari markas ia langsung pulang kekemahnya. Ia beristirahat belum lama, satu serdadunya, Siauw khoa Bie Cin Lok, sang komandan jaga, datang melaporkan kedatangannya seorang she Liap dari bukit Hek Gu Nia di Lam kwan, siapa katanya ada
suheng dari tongtay itu. "Benar, dia adalah suhengku" kata ia. "Pergi kau undang ia masuk. Kau bilangi Bie Siauw khoa, orang itu datang dengan tidak ada sangkutannya dengan dia."
Sambil kata begitu, tongtay inipun berbangkit untuk
menyambut. Sang serdadu sendiri sudah bertindak pergi dengan cepat.
Ketika Cio Tongtay sampai di tangsi kedua, ia lihat
serdadu ta di mendatangi bersama sang tetamu, yang ada iapunya suheng Liap Siauw Ciu, maka segera ia hampiri untuk kasi hormat padanya.
"Kau baik, suheng" Kau baik sekali, kau sudah datang
dengan cepat!" kata ia.
"Terhadap saudara sendiri, jangan seejie," sahut Liap Siauw Ciu, yang membalas hormat.
"Kaum kitapun ada hargai kehormatan, siap sedia untuk saling tolong, apapula kita yang terhitung saudara satu dengan lain."
Toan Bie Loo yauw bersenyum, ia puas. Ia undang
saudara itu masuk kedalam kemahnya dimana mereka
berdua berduduk, akan ber cakap2. Ketika Siauw Ciu tanya tentang urusannya sutee itu, adik seperguruan ini karang cerita untuk bikin panas hatinya sang suheng.
-0dw0- V "Seperti suheng ketahui, sepak terjangku dulu2 ada
terlalu bebas, aku senantiasa umbar napsu hati, maka
belakangan aku menyesal, aku lantas bekerja dibawah
Gouw Teetok. Adalah putusanku, akan ubah kelakuan dan perbaiki diri. Akan tetapi Eng Jiauw Ong, ketua dari Hoay Yang Pang, kelihatannya tidak mau beri ketika kepadaku, tatkala ia dapat cari alamatku, ia sudah menyusul kemari untuk bikin tamat lelakon hidupku. Dia nyatakan, karena aku ada anggauta dari Hong Bwee Pang, tak seharusnya
aku pangku pangkat. Dia tuduh aku main gila dengan
pangkatku itu. Justeru aku sedang memikirkan daya untuk berjaga diri dari serangan musuh, kebetulan sekali aku telah dapati suratnya, yang jatuh ditengah jalan dan dapat
diketemukan oleh Goan Siong, seorang dari golongan kita.
Maka aku dengan Gouw Teetok sudah berhasil membekuk
muridnya Eng Jiauw Ong serta saudara angkatnya serum
ah tangga. Mereka ini sekarang ditahan didalam tangsi, untuk diperiksa. Teetok telah serahkan mereka padaku.
Tugasku ini ada hebat, sebab Eng Jiauw Ong jadi lebih2
satronkan aku. Sudah tentu, karena tidak ada lain jalan, aku mesti bikin penjagaan keras, aku mesti lakukan perlawanan.
Kedudukanku sulit, lantaran aku bersendirian saja. Dalam hal ini, tak dapat digunai jumlahnya tentera. Jikalau aku gagal, aku malu terhadap Teetok yang hargai sekali padaku.
Lebih2 aku malu terhadap kaum kita, karena aku jadi
turunkan derajat kita. Biar bagaimana, aku masih terhitung sebagai satu anggota. Sampai sekarang piauw pouku masih belum dihapus oleh partai kita. Maka aku jadi beranikan hati mohon akan bantuanmu. Aku tidak ignin angkat nama di Tong kwan ini, cukup asal aku bisa lindungi diri, supaya aku tidak sampai kena terusir."
Demikian Cio Leng Pek atur ceritanya.
Lalu Siauw Ciu bersenyum.
"Jikalau sedari dahulu kau insaf begini, tidak nanti
Siauw Hio cu dari Gwa sam tong usir kau dari Kang lam,"
nyatakan sang suheng. "Sebenarnya Siauw Hio cu niat
pecat kau dengan ambil pulang tanda anggauta piauw pon, tetapi Hwee to cu Bin Tie Hun Loosu dari Gwa it tong
sudah memberi pikiran, hingga kau lolos dari ancaman
bahaya maut. Aku percaya, asal selanyutnya kau bawa diri benar2, di Kang lam masih ada tempat untuk kau taruh
kaki." Baru mereka bicara dari situ, tiba satu serdadu
melaporkan kedatangannya Louw Ngo ya dari Louw
keepo, Lim tong, serta dua orang lain yang tidak datang bersama tetapi sampainya hampir berbareng yalah seorang she Tie dan seorang she Shong dari Gie bun kauw, Liong Bun San.
"Aku girang sekali atas kedatangan mereka!" kata Cio
Tongtay. "Harap suheng tunggu, aku akan sambut
mereka!" Sutee ini segera berbangkit akan keluar dengan cepat, tak lama ia sudah kembali bersama tiga tetamunya. Liap Siauw Ciu tidak kenal dua orang yang jalan dimuka, ia hanya tahu mereka ada anggauta tertua dari kaumnya, dan yang ketiga adalah iapunya susiok, Thong tun wan lauw Goan Kay si Orang Hutan. Ia kasi hormat pada sipaman guru itu, lalu berkata pada Leng Pek "Sutee, tolong kau perkenalkan aku kepada kedua cianpwee loosu ini."
"Lebih dahulu Cio Tongtay suruh keluar semua
orangnya, lalu ia undang ketiga tetamunya duduk,
kemudian baru ia jawab suhengnya, dengan bilang "Su
heng, kedua loosu ini ada dari Lwee sam tong dari Pusat
kita, semua ada disebawahan Sam tong Hiocu. Ini adalah To cu Tie Cin Hay dan ini To cu Shong Ceng. Nah kau
mintalah berkahnya jiewie loosu!"
Liap Siauw Ciu menurut, ia maju untuk memberi hormat
menuruti tata hormat kaum mereka, Hong Bwee Pang
kawanan Ekor Burung Hong.
"Kita semua adalah tetamu2, tak usah pakai banyak adat per adaban" berkata Tie Cin Hay. "Kau mengerti aturan, Liap Luawtee, Couwsu ya pasti akan berkahi kau!"
Siauw Ciu mengasi hormat pula, baru ia berbangkit.
Cio Leng Pek juga lantas jalankan kehormatan turut cara partainya kepada dua to cu, "ketua pengemudi," kemudian ia kata pada susioknya "Su siok, mari aku ajar kenal".."
"Tidak usah, hiantit Leng Pek," kata Louw Goan Khay
sambil tertawa, "tidak usah kau perkenalkan lagi, kita sudah bertemu satu sama lain. Aku bukannya tergolong kaummu, tetapi kita ada sesama orang Rimba Persilatan, hubungan kita tidak terhitung jauh?"
"Itu benar," kata To cu Tie Cin Kay dari Gie bun kauw.
"Louw Loosu di Lim tong ada kenamaan, waktu dahulu
kita terima tugas akan siarkan cita2 kita di Barat, paling dahulu kita telah kunjungi Louw Loosu di Louw kee po.
Kita mengandal betul bantuan loosu."
Shong Ceng pun puji jago dari Louw kee po ini, hingga orang jadi girang.
Kemudian Louw Goan Khay minta keterangan halnya
Cio Tongtay benterok dengan Hoay Tang Pang dan Leng
Pek kembali ceritakan karangannya, hingga jago ini, yang terniata keras adatnya, jadi gusar dengan sekejab.
"Eng Jiauw Ong cuma buka perguruan silat, dia ada pit hu yang hidup dari pertukaran kebisaannya dengan uang murid2 nya, cara bagaimana dia berani menjagoi di Kang lam?" kata dia dengan nyaring. "Kita dengan dia ada seperti air sumur tidak ganggu air kali, kita tidak ganggu periuk nasinya, kenapa dia sebaliknya satronkan kita" Memang sudah lama aku dengar tentang dia, sudah aku pikir untuk cari padanya, melulu disebabkan terlalu repot, maka aku belum dapat ketikanya, sekarang dia datang kemari, baik aku nanti uji dia! Leng Pek, justeru ada kedua cianpwee, mari kita beragam, walau Eng Jiauw Ong liehay, kita harus jaga agar kita tidak sampai dibikin jatuh merek!"
"Jangan kuatir, susiok," Cio Tongtay menghibur.
"Apabila aku sembrono, tidak nanti aku hidup sampai
sekarang ini." "Ya, Louw Loosu, baik kau jangan ibuk," berkata,
Shong To cu. " Kita berdua belum pernah ketemu tua
bangka she Ong itu, akan tetapi dengan kaum kita, dia ada punya sangkutan. Pada sepuluh tahun yang lalu, dia pernah rasai tok yoh so, senjata rahasia beracun dari Pauw Hio cu dari Hok Siu Tong, sejak itu ia keram diri, rupanya ia mendendam sakit hati. Memang adalah selayaknya, siapa hutang, dia harus membayar, tetapi adalah selayaknya juga bila ia cari Pauw Hio cu sendiri, tetapi dia tidak berbuat demikian, ia satronkan siapa saja orang kita asal yang ia ketemukan, hingga sudah tujuh atau delapan orang kita yang rubuh ditangannya. Pauw Hio cu sudah undurkan diri kedalam Hok Siu Tong, Gedung Bahagia, tapi dia ada
gantinya dan gantinya ini sudah niatakan, ia bersedia akan tanggung jawab segala apa mengenai Pauw Hio cu. Kitapun telah dapat, perkenan dari Cong to Hio cu, ketua Pusat, apabila kita berurusan dengan pihak Hoay Yang Pang, kita boleh bertindak sepantasnya, dan apabila dia tidak sanggup,
kita boleh undang dia kegunung Gan Tong San di Ciat kang Selatan, dipusat kita Cap jie Lian hoan ouw di Hun sui kwan, untuk bikin hitungan yang memutuskan. Untuk ini, orang she Ong itu boleh dikasi tempo tiga tahun, atau kita akan basmi kaum Hoay Yang Pang. Kita memang niat cari dia, terniata dia berada disini, sungguh kebetulan."
Diam2 Cio Tongtay menjadi girang. Inilah kebetulan. Ia jadi bisa dapat bantuannya ketua2 dari Hong Bwee Pang.
"Niatalah orang she Ong itu cari mampusnya sendiri,"
kata Lauw Goan Khay sambil manggut.
"Tetapi, Leng Pek," tanya Tie Cin Hay, "tangsi ini ada tempat terlarang, apa Kunbun ketahui tentang kedatangan kita?"
"Ya, Tie To cu," sahut Cio Tongtay dengan cepat,
"malah Kun bun bersyukur yang ia hendak dibantui."
Puas Cin Hay dan Shong Ceng mendengar jawaban itu.
Selanjutnya mereka membicarakan lain2 hal, sampai
datang nya sang malam diwaktu mana Cio Tongtay jamu
sekalian tetamunya itu, api dikemah dipasang terang2.
Selagi orang berjamu, satu serdadu datang melaporkan
tentang kedatangannya seorang she Hauw dari puncak
Siauw In Hong dari gunung Hoa San sebelah Timur.
"Apakah dia bukannya Ya heng Cian lie Hauw Ban
Hong?" tanya Shong Ceng.
Mukanya Cio Tongtay bersemu merah, tapi ia lekas
menjawab. "Benar, to cu. Dia adalah muridnya supeku dan jadi
suhengku yang ke empat. Cara bagaimana to cu ketahui
dia?" "Hauw Ban Hong kesohor di Barat diperbatasan Su coan
dan Simsay," jawab Gie bun To cu. "Bagaimana aku tidak mengetahuinya?"
"Hanya dia dari golongan lain," Leng Pek terangkan.
"Nanti aku ajak dia menemui to cu beramai."
Lantas Cio Tongtay keluar untuk sambut sendiri
tetamunya itu. Ya heng Cian lie Hauw Ban Hong, si Tukang Jalan
Malam Seribu Lie, ada satu huicat atau "bandit terbang" di Barat, kecuali dia pandai lari keras terutama dia pandai mencuri, maka dia peroleh gelarannya itu, karena dia ada dari golongan rendah, tidak heran pertanyaannya Tie Cin Hay membikin Leng Pek jengah sendirinya.
Hauw Ban Hong ikut masuk, ia segera lihat iapunya toa su heng Liap Siauw Ciu dan Su siok Louw Goan Khay, ia cepat memberi hormat kepada mereka, sesudah mana iapun kasi hormat pada kedua to cu dan diperkenalkan.
.........tak terbaca......, segera menjadi tidak senang, tetapi Shong To cu yang bisa lihat gelagat, segera berkata pada kawannya "Su ko, sudah lama kita dengar nama besar dari suhu ini, sekarang kita bisa bertemu dengannya, sungguh beruntung!" Ia tertawa, terus ia tambahkan pada orang she Hauw itu "Hauw Suhu, ijinkan aku bicara secara jujur. Kau tak dapat disamai dengan suteemu, karena kau bukannya orang kaum kita, maka apabila kau anggap kita sebagai tertua, tak bisa kita berdiam di sini lebih lama pula?"
Suara itu mengandung sindiran. Akan tetapi dikeluarkannya secara merendah, dari itu, Ban Hong pun tertawa ketika ia menjawab "Tidak demikian, Shong Loosu.
Ciong wie sedang berpesta, malah aku sudah ganggu
kegembiraan pesta ini. Biar aku menyuguhkan ciongwie
masing2 satu cawan, sebagai dendaan yang aku telah
datang terlambat" "Ah, ya," kata Shong Ceng, "tungkul bicara saja, alm
sampai lupa undang Hauw Suhu duduk. Nah, Leng Pek,
tolong kau ambil lagi dua poci arak, aku ingin temani Hauw Suhu minum. Hauw Suhu, silahkan duduk!"
Louw Goan Khay tidak puas dengar orang bicara saja.
"Shong To cu, aku ada orang kasar, kepalaku sakit
mendengari kau main saling merendah," kata ia dengan
sungguh2. "Silahkan duduk! Didepan paman gurunya, cara bagaimana mereka berani berlaku kurang hormat?"
Mukanya Hauw Ban Hong menjadi merah.
Leng Pek merasa kurang enak, ia kuatir bila orang
omong lebih jauh, bentrokan mungkin terjadi. Kebetulan pelayan menambah arak, ia segera isikan satu cawan dan bawa itu kepada Ban Hong.
"Suheng, inilah tanda penyambutanku kepadamu," kata
ia. "Kau jangan bikin susiok ibuk, silahkan duduk."
Iapun lantas persilahkan yang lain2 minum.
Liap Siauw Ciu pun turut bicara akan simpangkan
pembicaraan. Sambil bersantap dan minum, mereka lantas bicarakan
urusan Eng Jiauw Ong. Bicara belum lama, mendadak Hauw Ban Hong tahan
cangkirnya yang ia sudah angkat, ia dongak dengan air muka berubah, setelah mana, dengan pelahan ia berkata
"Para pundak rata, menyebut pendek, diatas lelangit mega, ada nempel cucunya anak penglari"."
Itu adalah kata2 rahasia kaum kang ouw, Sungai Telaga, bahwa diatas kemah ada musuh, dari itu, semua menjadi
tercengang. Mereka tidak sangka bahwa baru kira2 jam dua sudah ada musuh berani meniatroni mereka.
Gie bun To cu Tie Cin Hay segera dongak dan
membentak. "Kami sudah lama menantikan sahabat,
silahkan turun, silahkan turun!"
Ucapan ini belum habis dikeluarkan atau Hauw Ban
Hong, yang menekan ujung meja, sudah mencelat kepintu kemah, akan melihat kekiri dan kanan, ketika ia hendak loncat lebih jauh keluar, tiba2 ia tampak lompat turunnya satu bayangan ditempat tiga kaki dari pintu kemah,
romannya sebagai satu pendeta, siapa sudah lantas
membentak "Orang2 durhaka, yang tak menghormati
undang2 negara kau orang sambuti jimatku!"
Tangannya bayangan itu diayun, lantas menyamber satu
cahaya terang dan putih. Hauw Ban Hong berkelit dengan cepat, karena mana,
serangan itu mengenai cawan di atas meja pesta, hingga beberapa cawan pecah hancur, menerbitkan suara berisik.
Louw Goan Khay semua berkelit dan Tong tunwan
lantas berseru "Siapkan senjata! Kejar, jangan kasi dia lolos"
Hauw Ban Hong hendak pertontonkan kepandaiannya,
"Ciongwie, aku nanti kejar dia!"
"Jangan kesusu!" Liap Siauw Ciu mencegah. "Senjata
rahasia itu kenapa seperti gulungan kertas" Mari kita lihat dulu!"
Cio Tongtay segera jumput senjata rahasia itu, yang
benar ada segulung kertas, ketika dibuka, isinya ada sebutir bola gin cu sebesar buah lengkeng, pada itu ada satu lobang kecil.
"Eh, apakah ini?" ia berseru bahna heran.
Hauw Ban Hong dan Shong Ceng kenali senjata rahasia
itu, keduanya keluarkah seruan kaget.
"Niekouw tua itu satronkan kita, kita mesti lakukan
pertempuran mati atau hidup?" kata Shong Ceng.
"Senjata rahasia apa itu, jie sutee?" tanya Tie Cin Kay,
"apa ini bukan kepunyaannya si tua bangka Eng Jiauw
Ong?" "Inilah See bun Cit poo cu," sahut Shong Ceng. "Selagi di gunai, senjata ini perdengarkan suara pelahan dan halus.
Senjata ini cuma dipunyai oleh kaum pendeta. Bayangan tadi mestinya ada si pendeta perempuan tua Cu In dari Pek Tiok Am di bukit Chong Liong Nia digunung See Gak. Dia yang biasa disebut Cu In Am cu. Aku tidak sangka dia
berkawan dengan Eng Jiauw Ong Leng Pek, apakah
bunyinya surat itu?"
Cio Tongtay beber kertas bungkusan itu, yang memuat
surat, begini bunyinya : "Ketua dari See Gak Pay, yang memancarkan cahaya
Sang Buddha, dengan ini peringatkan kau sekalian bangsa durhaka, yang berbuat se wenang2, seterimanya surat ini, lekas kan angkat kaki dari sini, jikalau kau membandel, itu artinya kau semua cari kemusnahan sendiri!"
Tie Cin Hay jadi sangat gusar.
"Bangsat kepala gundul itu sangat menghina!" ia berseru.
"Cara bagaimana dia berani tidak lihat mata kepada kaum kang ouw" Aku Tie Cin Hay ingin sekali menemui ketua
See Gak Pay itu akan lihat sampai dimana keliehayannya!"
Semua orang tidak puas, walaupun mereka insaf, ketua
See Gak Pay itu ada liehay. Shong Ceng pun tidak senang
dengan sikapnya Hauw Ban Hong, yang seperti hendak
saingi pihaknya. "Bagaimana liehaynya pendeta perempuan itu maka ia
demikian jumawa?" kata ia. "Leng Pek, pergi kau lindungi Kun bun, kami hendak susul pendeta itu untuk adu
kepandaian padanya!"
"Sudah cukup, mari kita mengejar!" berseru Hauw Ban
Hong. yang mendahului lompat keluar dari kemah.
Shong Ceng dan Tie Cin Hay segera menyusul keluar,
diikut oleh Liap Siauw Ciu dan Louw Goan Khay. Cio
Tongtay turut Keluar juga.
Baru Shong Ceng dan Tie Cin Hay sampai dimuka
kemah, mereka lantas dengar bunyi suitan ber ulang2,
disusul ber lari2 datangnya satu perwira rendah, yang menyebut namanya Cio Tongtay. Segera semua orang
lantas berhenti berlari dan Leng Pek sendiri maju
memapaki. "Ada apa?" ia tanya. "Dikemah Kun bun ada orang
jahat!" perwira Itu menjawab.
Cio Tongtay kaget bukan main.
"Apa Kun bun terluka?" ia bertanya dengan roman
muka berubah. "Aku tidak lihat Kun bun, aku cuma jalankan titahnya
Tiongkun hu Chang"."
Perwira ini belum sempat tutup mulutnya, dari tangsi
belakang juga terdengar suitan ber ulang2.
"Celaka!" tongtay ini berseru.
"Suitan dari belakang itu ada dari orangaku! Jangan2
penjahat merampas orang tawanan! Loosu beramai baik
lekas pergi kebelakang!"
"Serahkan pada kami, jangan kuatir!" sahut Shong Ceng dan Tie Cin Hay bertiga dengan Louw Goan Khay.
"Liap Suheng, mari bantu aku kemarkas besar!" Cio
Tongtay minta pada Siauw Ciu.
Sampai disitu, lima orang berpencar kekedua jurusan.
Kapan Cio Tongtay dan su hengnya mendekati kemah
Gouw Teetok, ia lihat kemah itu telah dikurung tentera yang telah siap sedia dengan panah dan golok terhunus, penjagaan ada rapat sekali. Sejumlah opsirpun siap diluar.
Tongtay ini minta suhengnya menunggu, ia hampiri
sekalian opsir itu, untuk kasi hormat pada mereka seraya berkata "Ciongwie sangat cape. Apa Kunbun tak kurang
suatu apa?" "Kunbun melainkan kaget, ia tidak dapat luka apa2,"
sahut satu siupie. Hatinya tongtay ini lega, lantas saja ia bertindak
kedalam. Ia nampak kemah ada terang sekali. Beberapa
opsir melindungi Gouw Teetok, yang duduk diatas
pembaringan, sebelah tangannya menyekal hun cwee yang sedang disedot hingga apinya perdengarkan suara. Satu serdadu kepercayaan memegangi api huncwee dari teetok itu.
Melihat sepnya tidak kurang suatu apa, dengan hati lega Cio Tongtay menghampiri untuk memberi hormat.
Kapan Gouw Teetok lihat Cio Tongtay, ia kasi lihat
roman keren. "Cio Looya, kau repot betul dengan tugasmu!"
menyambut ia, "Aku serahkan keselamatanku kepadamu,
namun kau sedikitpun tidak memperhatikannya. Sekarang
kau baru datang, bisa bisa batok kepalanya Gouw Tay Giap bisa dibawa pergi orang jahat!"
Ditegor secara demikian, Leng Pek lantas mohon maaf.
"Inilah salahku yang memandang terlalu enteng kepada
orang jahat," ia akui. "Tadinya pie cit menduga, umpama dia bernyali besar dan berani datang yuga, itu mesti terjadi sesudah jam tiga, tidak dinyana ini kali ia datang sebelum jam dua. Tolong Kunbun tuturkan bagaimana cara
datangnya orang jahat itu, supaya pie cit bisa usut
padanya." "Coba keluarkan itu barang permainan," kata Gouw
Teetok pnda satu orangnya. Ia bicara dengan pelahan,
seperti ogah2an. Serdadu itu lantas jumput dari atas meja kecil sebilah potongan pisau, panjangnya empat atau lima dim, yang
dipakai menusuk selembar kertas.
Mukanya Cio Tongtay merah ketika ia sambuti pisau itu, ketika ia periksa halamannya, ia lihat satu huruf "Wan"
atau "Penasaran" dengan disudut kiri sebelah bawah, ada lukisan satu kuku atau cengkeraman garuda.
"Kau lihat buntungan pisau itu," kata Gouw Teetok, "itu bukan pisau kepunyaan penjahat hanya ujung potesan dari golok nya serdadu kita. Jam dua tepat tadi, dua pengirinku lihat satu bayangan lompat turun, melayang pesat seperti terbangnya burung, sampai tampangnya tak keburu dilihat, baru saja satu pengiringku cabut goloknya dan membentak, tanpa suara apa2 dia telah kena dihajar rubuh, pengiring yang kedua segera membacok. Penjahat itu tidak menangkis atau berkelit, dia hanya dengan tangan kosong rampas
orang punya golok. Serdadu itu cuma rasai kebutan angin, lantas ia jadi lemas, suaranya nya rubuh disamping pintu kemah. Aku sedang periksa dari kemah. Aku sedang periksa


Eng Djiauw Ong Ying Zhua Wang Karya Zheng Zhengyin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

daftar rangsum ketika nampak kejadian itu, selagi aku hendak teriaki orang, orang itu, seorang tua kurus, menjura padaku seraya mengucap "Siapa memfitnah orang baik2
sebagai orang jahat, dia terkutuk Thian dan Bumi." Lantas tangannya melayang, satu benda putih menyamber
kearahku. Aku berkelit. Kira nya benda itu adalah
buntungan golok ini serta kertas yang tertusuknya, yang nancap diatas meja. Segera aku menjerit, berbareng dengan mana, orang tua itu sudah lenyap seketika. Sudah lebih dari sepuluh tahun aku alami peperangan, ber macam2 bahaya telah kutempuh, tapi kejadian seperti ini baru inilah pertama kali. Kapan aku bayangkan kejadian itu, aku jerih sendiri. Maka Leng Pek, kau pikirlah, umpama kau tidak sanggup bekuk penjahat itu, kau omong terus terang, aku tidak ingin jiwaku terbinasa di tangannya seorang tak ternama!"
Ucapan ini membuat muka dan kupingnya Cio Tongtay
menjadi merah. "Aku harap Kunbun jangan kuatir," kata ia, "Harap
Kunbun berikan ketika padaku, pasti aku nanti serahkan kepala penjahat itu kepada kunbun. Orang2 yang aku
undang sudah tiba, mereka akan dipencar untuk cari
penjahat itu. Sekarang aku hendak pergi kebelakang akan lihat orang2 tawanan, sebentar aku akan berikan laporan lengkap."
Selagi Cio Leng Pek meng ucap demikian, Hu ciang Ciu
Tek Kong bertindak masuk.
"Tolong Ciu Tayjin menjaga disini, aku hendak pergi,
sebentar aku akan kembali," kata Cio Tongtay pada
panglima muda itu kepada siapa ia memberi hormat,
kemudian, setelah letaki ujung pisau diatas meja, ia berlalu dengan cepat, bersama Liap Siauw Ciu ia menuju
kebelakang. Mereka gunai ilmu lari cepat, yaitu "Keng sin Tee ciong sut."
Tauwsu Pa cong Thio Kay Kah dan Jie su Pa cong Na
Cin, ber sama2 barisannya telah kurung tempat tahanan dengan rapat sekali, kapan kedua pa cong lihat sepnya, mereka lantas menyambut. Atas pertanyaan, Na Cin
berikan keterangan, walaupun pernjagaan ada kuat,
penjahat bisa naik keatas kemah dan berhasil memasuki entah barang atau kabar apa kemudian penjahat itu lantas menghilang pula, cepat seperti datangnya.
"Tadi sahabat2 Tongtay telah datang kemari, mereka
terus menyusul kebelakang tangsi kita ini," pa cong itu tambahkan.
"Apakah kau dapat lihat macamnya penjahat itu?"
"Rupanya mereka masing2 ada satu pendeta dan seorang
biasa" "Suheng, tolong kau bantu jaga disini, aku hendak susul su siok beramai," kata Leng Pek pada Siauw Ciu. "Pada jam lima, pasti aku akan kembali."
Lantas tanpa tunggu jawaban, Cio Tongtay naik keatas
penjara tahanan, untuk memeriksa, dari situ ia turun
kesebelah belakang, buat susul susioknya semua.
Lekas sekali Leng Pek sampai dikaki gunung Hoa San.
Cuaca remang , karena bintang sedikit dan rembulan sudah doyong ke Barat. Ada sulit untuk memandang ketempat
jauh. Disitupun tidak ada jalanan, ada sebuah jalanan kecil tapi sudah tertutup pepohonan lebat. Dengan gunai ilmu larinya sambil entengkan tubuh tongtay itu sampai dikaki gunung sekali. Apa yang bisa terlihat tegas adalah Hong hwee tay dan Liauw hong tay, cuma ada satu barisan kecil ditempatkan didekatnya. Jalanan naik ada sukar akan tetapi
tongtay ini tidak hiraukan itu, ia naik dengan cepat, melainkan napasnya memburu dan keringat nya mengucur.
Selagi mendekati ranggon, serdadu jaga menegor
"Siapa?" Barisan jaga itu sudah lantas mengancam dengan panah mereka.
"Aku!" jawab Cio Tongtay yang perkenalkan diri.
Siauw khoa Khu Kim Pong lantas maju, akan unjuk
hormat pada tongtay ini, ia terus undang masuk kedalam kemah, untuk disuguhi arak, akan tetapi Leng Pek
mencegah. Ta cuma minum the untuk lenyapkan dahaga.
"Aku sedang dinas," kata Cio Tongtay. "Apa disini ada terlihat orang lain?"
"Ya," jawab Kim Pong. "Ada satu serdadu kami, yang
tadi lihat orang asing, tetapi karena jaraknya jauh, ia tak dapat melihat niata, ketika ia menghampiri, orang itu sudah lenyap. Selama ini kami memang ada menjaga dengan
hati2. Pada dua hari yang lalu, ditempat yang jarang dilalui, penjaga kami melihat seorang tua, yang kami duga ada
seopang pelancongan saja.
Baiklah sebentar pagi kita
lakukan penggeledahan. Tongtay ada begini liehay, kalau penjahat berada diatas gunung, tidak nanti ia bisa lolos."
Karena orang tidak tahu banyak, Cio Tongtay lantas
tinggalkan Hong hwee tay, akan pergi ketempat dimana
katanya tadi ada melihat orang asing. Disitu tidak banyak pohon kayu besar tapi lebat dengan rumput dan oyot rotan.
Lewat dari situ baru terdapat banyak pepohonan. Ia sudah lalui enam atau tujuh lie, ia tak menemui Cin Hay atau Shong Ceng.
"Aku bisa kesasar," pikir tongtay ini, yang takut nanti seantero malam berada digunung itu. Ia lalu perhatikan sekitar nya.
Tempat itu dipanggil Loan sek po, keadaannya mirip
dengan namanya, yang berarti tanjakan batu kusut.
Dikanan ada lamping gunung yang mudun, dibawahnya
mirip paso, dan dikiri ada aliran air.
Buat sesaat, Cio Tongtay sangsi untuk maju lebih jauh.
Pangeran Perkasa 9 Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung Bende Mataram 23
^