Pencarian

Kisah Si Naga Langit 9

Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo Bagian 9


apakah, kalau aku boleh bertanya" Siapa tahu, aku dapat
membantu kalian," kata Cia Song dengan sikapnya yang lemah
lembut dan ramah. Kim Lan dan Ai Yin saling berpandangan dan mereka setuju
untuk berterus terang kepada pemuda yang menarik hati dan
menyenangkan itu. Siapa tahu dia dapat membantu dan
menemukan orang yang mereka cari-cari.
557 "Cia-twako sesungguhnya aku sedang mencari seseorang dan
su-moi ini ikut denganku. Susahnya, aku tidak tahu ke mana
harus mencari seseorang itu," kata Kim Lan.
"Hemm, siapakah orang yang kaucari itu, Lan-moi" Barangkali
saja aku mengenalnya," tanya Cia Song sambil lalu karena
sesungguhnya dia tidak tertarik kepada orang yang dicari kedua
orang gadis cantik ini. Akan tetapi jawaban Kim Lan sungguh tak disangka-sangka dan
amat mengejutkan hatinya. "Cia-twako, engkau tentu tidak
mengenalnya. Dia adalah seorang pemuda yang bernama Souw
Thian Liong." "Souw Thian Liong ?" tanya Cia Song, tertarik
sekali. "Apakah engkau mengenal dia, Cia-twako?" Tanya Ai Yin.
"Hemm, bukankah yang kalian maksudkan itu, Souw Thian Liong
murid dari Tiong Lee Cin-jin?"
"Benar sekali, twako!" seru Kim Lan girang. "Apakah engkau
tahu di mana dia?" Cia Song mengerutkan alisnya. Tentu saja dia tahu di mana
Thian Liong berada! Di Siauw-lim-si dia sudah bergaul akrab
dengan Thian Liong dan ia mendengar bahwa sebuah di antara
kitab-kitab pelajaran ilmu silat, yaitu Ngo-heng Lian-hoan Kunhoat yang merupakan kitab pusaka Kun-lun-pai, yang
seharusnya oleh Thian Liong dikembalikan kepada Kun-lun-pai,
telah dicuri seorang gadis berpakaian merah yang tidak
558 diketahui siapa nama dan di mana tempat tinggalnya. Dia tahu
pula bahwa setelah pergi dari Siauw-lim-si, Thian Liong tentu
akan mencari gadis pencuri kitab itu sampai dapat ditemukan
untuk merampas kembali kitab pusaka Kun-lun-pai.
Diam-diam tanpa diketahui Thian Liong, Cia Song membayangi
pemuda itu karena timbul keinginannya untuk menguasai kitab
pusaka Kun-lun-pai itu! Dia tahu bahwa Thian Liong berada di
kota Kiang-cu, tak jauh dari tempat itu dan Thian Liong dilihatnya
telah menyewa sebuah kamar di rumah penginapan. Karena
memang niatnya hendak mendahului Thian Liong menemukan
gadis yang mencuri kitab pusaka Kun-lun-pai, maka selagi Thian
Liong berada di kota itu, dia sengaja keluar kota untuk
menyelidiki kalau-kalau gadis berpakaian merah itu berada di
sekitar daerah itu dan kebetulan dia melihat Kim Lan dan Ai Yin
yang dikeroyok perajurit Kin.
"Mungkin aku dapat membantu kalian mendapatkan Souw Thian
Liong. Akan tetapi aku juga ingin sekali mengetahui, mengapa
kalian mencari dia?"
"Suci Kim Lan yang mencarinya, twako. Dia adalah calon suami
suci!" kata Ai Yin. Cia Song terkejut dan memandang wajah Kim Lan yang berubah
kemerahan. "Ah, jadi engkau telah bertunangan dengan Souw
Thian Liong, Lan-moi" Sungguh tidak kusangka! Kalau begitu,
kiong-hi (selamat)!" Cia Song memberi selamat dengan menjura.
"Akan tetapi, kenapa sekarang engkau mencari dia sampai ke
sini" Apakah dia pergi tanpa pamit dan ada urusan yang amat
559 penting" Katakanlah terus terang karena aku adalah kenalan
baiknya dan aku pasti akan dapat menemukan untukmu."
Dengan muka masih kemerahan, Kim Lan berkata,
"Sebetulnya, dia memang melarikan diri dan aku ingin
bertemu dengan dia untuk minta keputusannya apakah
dia mau menjadi suamiku atau kalau tidak
" "Hemm, kalau tidak bagaimana?" kejar Cia Song yang menjadi
semakin heran. "Kalau tidak aku aku harus membunuhnya!"
Cia Song terbelalak heran. "Bagaimana pula ini?" tanyanya
dengan heran. "Apa yang terjadi, Lan-moi?"
"Pendeknya, bagiku hanya ada dua pilihan. Dia mau menjadi
suamiku atau kalau dia menolak, aku harus membunuhnya!"
kata pula Kim Lan. Cia Song mengerutkan alisnya, lalu dia mengangguk?angguk.
"Hemm, begitukah" Jadi dia dan engkau
hemm, dia telah " "Tidak, tidak begitu, Cia-twako!" bantah Ai Yin yang tahu apa
yang diduga pemuda itu. "Tidak pernah ada hubungan apapun
antara Souw Thian Liong dan suci. Akan tetapi suci harus
melakukan itu untuk memenuhi sumpahnya, sumpah kami."
"Sumpah" Aku tidak mengerti
" kata Cia Song, 560 semakin heran. Kim Lan menghela napas panjang lalu berkata, "Begini, Ciatwako. Karena engkau bersikap baik kepada kami, biarlah kami
anggap saudara sendiri dan engkau boleh mengetahui
persoalannya. Kami, murid-murid subo, sudah disumpah oleh
subo bahwa kami tidak boleh menikah dengan pria kecuali kalau
ada pria yang mengalahkan kami dalam pertandingan dan kalau
pria itu menolak, kami harus membunuhnya. Kebetulan Souw
Thian Liong mengalahkan aku dalam pertandingan, akan tetapi
dia menolak untuk menjadi suamiku, bahkan lalu melarikan diri.
Karena itu aku harus mencarinya dan minta kepastian darinya."
Cia Song mengangguk-angguk, diam-diam dalam hatinya dia
tertawa mendengar tentang sumpah yang aneh itu. "Hemm,
begitukah" Apakah semua murid wanita Kun-lun-pai harus
bersumpah seperti itu?"
"Tidak, twako," kata Ai Yin. "Hanya subo Biauw In Su?thai yang
mempunyai peraturan seperti itu dan kami sebagai muridmuridnya harus memenuhi sumpah kami."
"Hemm, aku pernah mendengar bahwa Souw Thian Liong
datang ke Kun-lun-pai untuk menyerahkan sebuah kitab pusaka.
Benarkah begitu?" tanya Cia Song.
"Ah, engkau tahu juga akan hal itu, Cia-twako?" kata Kim Lan.
"Memang benar, akan tetapi menurut pengakuannya, kitab Ngoheng Lian-hoan Kun-hoat itu telah dicuri orang."
"Hemm, itu menurut pengakuannya, ya" Aku sudah curiga
kepadanya, aku sudah menduga bahwa Souw Thian Liong
561 sebetulnya bukan orang baik-baik. Kitab pusaka Kun-lun-pai itu
tentu ingin dia kuasai sendiri dan dia berbohong mengatakan
bahwa kitab itu dicuri orang agar mendapat kesempatan untuk
mempelajarinya sendiri. Dan kalau dia memang seorang gagah,
tentu dia menghormati sumpahmu, Lan-moi. Bukankah
mengalahkanmu lalu meninggalkan pergi, membiarkan engkau
kebingungan dengan sumpahmu. Dan sementara ini, apa kalian
tahu apa yang sedang ia lakukan" Hemm, aku melihat dia
berhubungan dengan seorang puteri bangsawan Nuchen."
"Apa" maksudmu, seorang puteri bangsawan kerajaan Kin?"
tanya Ai Yin penasaran. "Ya, aku melihatnya sendiri. Dia sekarang berada di kota Kiangcu, tak jauh dari sini dan dia telah menyewa kamar di sebuah
penginapan bersama puteri bangsawan Kerajaan Kin itu."
"Tak tahu malu!" kata Ai Yin, hatinya ikut panas mendengar
betapa pemuda yang telah mengalahkan sucinya dan menolak
menikah dengan Kim Lan itu kini bergaul dengan seorang wanita
Kin, bahkan bersama-sama menginap di sebuah rumah
penginapan. "Cia-twako, tolonglah tunjukkan tempatnya. Aku harus
menemuinya untuk memenuhi sumpahku!" kata Kim Lan dengan
muka berubah kemerahan karena hatinya juga mulai merasa
panas. Cia Song memang tidak berbohong. Dia melihat betapa Thian
Liong berkenalan dengan Pek Hong Nio?cu. Biarpun dia sendiri
tidak mengenal Pek Hong Nio-cu, akan tetapi dari pakaiannya
dan dari keterangan orang di jalan yang dia tanyai, tahulah dia
562 bahwa Pek Hong Nio-cu adalah seorang puteri bangsawan yang
selain lihai silatnya, juga memiliki kekuasaan besar sehingga
ditakuti dua orang pembesar di kota Leng-ciu itu.
Diam-diam dia membayangi dan melihat Thian Liong bergaul
akrab dengan Pek Hong Nio-cu. Diam-diam dia sendiri juga
kagum kepada gadis cantik jelita yang lihai itu. Pula,
kedatangannya di daerah yang diduduki Kerajaan Kin juga
bukan semata-mata hendak membayangi Thian Liong dan kalau
mungkin dapat menguasai kitab pusaka Kun-lun-pai yang
katanya dicuri seorang gadis baju merah itu. Akan tetapi dia
memiliki tugas pribadi yang teramat penting.
"Baiklah, aku akan mengantarkan kalian ke sana, akan tetapi
kalian harus menaati petunjukku karena kalau tidak, keadaannya
malah tidak menguntungkan, bahkan berbahaya sekali untuk kita
semua. Ketahuilah, Souw Thian Liong seperti kalian sudah
mengetahui, adalah seorang yang lihai sekali. Biarpun aku
kiranya dapat dan mampu menandinginya, akan tetapi temannya
itu, gadis bangsawan Kin itu, ia juga seorang yang lihai bukan
main. Ia berjuluk Pek Hong Nio-cu dan memiliki ilmu kepandaian
tinggi." "Kami tidak takut!" kata Kim Lan.
"Biar kami hajar sekalian gadis kerajaan musuh itu!" kata pula Ai
Yin. "Wah, kalian ini agaknya sudah lupa berada di mana!" kata Cia
Song sambil tersenyum. "Kita berada di daerah yang dikuasai
Kerajaan Kin, hal ini harus kalian ingat benar. Di mana-mana
terdapat pasukan Kin. Kalau kita bentrok begitu saja melawan
563 puteri bengsawan Kin itu, kemudian ia mendatangkan pasukan
yang besar jumlahnya, celakalah kita!"
Dua orang gadis itu saling pandang dan baru menyadari
kesalahan mereka. "Habis, lalu apa yang harus kita lakukan,
twako?" tanya Kim Lan, bingung.
"Nah, karena itu kukatakan tadi bahwa kalian harus menaati
petunjukku. Kalian jangan tergesa-gesa turun tangan. Nanti kita
memasuki kota Kiang-cu, kita menyewa kamar rumah
penginapan, lalu aku akan menemui Thian Liong yang sudah
kukenal baik. Aku akan membujuk dia agar dia mau
menerimamu sebagai isterinya sehingga engkau tidak akan
melanggar sumpahmu, Lan-moi. Kalau dia dapat kubujuk, maka
segalanya menjadi beres. Kalau dia menolak, aku akan
mencoba memancingnya keluar kota dan di tempat sunyi, tanpa
ditemani Pek Hong Nio-cu, kita dapat memaksa dan menyerang
dia." "Kita?" Kim Lan bertanya.
"Ya, aku akan membantumu, Lan-moi. Kalau tidak, bagaimana
kalian akan mampu mengalahkannya?"
Diam-diam Kim Lan berterima kasih sekali kepada Cia Song dan
Ai Yin menjadi semakin kagum kepadanya. Mereka bertiga lalu
meninggalkan hutan itu dan menuju kota Kiang-cu yang jaraknya
hanya belasan lie (mil) dari situ.
*** "Souw-sute (adik seperguruan Souw)
!" 564 Mendengar seruan itu, Thian Liong yang bersama Pek Hong
Nio-cu berjalan keluar dari rumah penginapan itu terkejut dan
menengok. "Eh, suheng (kakak seperguruan) Cia Song
!" Dia berseru heran sekali ketika mengenal Cia Song. Sejak dia diberi
pelajaran ilmu silat dari kitab Sam-jong Cin?keng oleh Hui Sian
Hwesio ketua Siauw-lim-pai, Thian Liong diakui sebagai murid
Siauw-lim-pai dan karena itu Cia Song menyebutnya sute (adik
seperguruan) dan dia menyebut suheng (kakak seperguruan)
kepada Cia Song. Cia Song melangkah cepat menghampiri Thian Liong yang
berdiri di samping Pek Hong Nio-cu. Gadis inipun memandang
dengan sinar mata penuh selidik kepada pemuda tampan gagah
yang menegur Thian Liong sebagai sutenya.
"Aih, Souw-sute, senang sekali kejutan ini bagiku, bertemu
denganmu di tempat ini!" kata Cia Song, kemudian seolah baru
melihat Pek Hong Nio-cu yang berdiri di samping Thian Liong,
dia menyambung ragu, "dan maaf, kalau boleh aku mengetahui, siapakah
nona yang terhormat ini?"
Melihat di ruangan depan rumah penginapan itu terdapat tamutamu yang mulai memperhatikan mereka, Thian Liong segera
berkata, "Suheng, marilah kita bicara di dalam. Marilah Nio-cu."
Ajaknya kepada Pek Hong Nio-cu. Mereka bertiga lalu
memasuki rumah penginapan dan tak lama kemudian mereka
565 bertiga memasuki kamar Thian Liong dan duduk berhadapan
terhalang meja. "Cia-suheng, lebih dulu perkenalkan. Ini adalah Pek Hong Niocu, seorang pendekar wanita yang terkenal di daerah ini. Nio-cu,
ini adalah suheng Cia Song, murid suhu Hui Sian Hwesio ketua
Siauw-lim-pai." Dengan sikap lembut dan hormat Cia Song bangkit berdiri dan
memberi hormat kepada gadis itu yang dibalas oleh Pek Hong
Nio-cu dengan sikap anggun dan angkuh. Melihat sikap wanita
itu, makin yakinlah hati Cia Song bahwa Pek Hong Nio-cu
tentulah puteri seorang pembesar tinggi kedudukannya.
"Souw-sute, tidak kusangka akan dapat bertemu denganmu di
sini. Engkau eh, kalau boleh aku bertanya, engkau dan nona
Pek Hong Nio-cu hendak pergi ke manakah?"
"Saudara Cia Song tidak usah sungkan, sebut saja aku Nio-cu,"
kata gadis itu dengan sikap wajar. Kembali Cia Song mendapat
kenyataan betapa dalam ucapannya itu gadis ini memiliki
wibawa dan keanggunan yang amat kuat.
"Ah, terima kasih, Nio-cu," katanya.
"Cia-suheng, tentu engkau masih ingat bahwa kitab
pusaka milik Kun-lun-pai dicuri orang
" "Ah, pencuri wanita baju merah yang tidak kaukenal siapa
namanya dan di mana tempat tinggalnya itu?" sambung Cia
Song. 566 "Benar, suheng. Aku hanya ingat bahwa gerakan silatnya
memiliki dasar ilmu silat Tibet. Karena itu, aku hendak mencari
ke daerah barat dan kebetulan Pek Hong Nio-cu ini juga hendak


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melakukan perjalanan ke perbatasan Sin-kiang, maka kami
melakukan perjalanan bersama. Dan engkau sendiri, hendak
pergi ke manakah suheng?"
"Ah, aku aku hanya hendak melihat-lihat keadaan
di utara ini saja. Akan tetapi tiba-tiba aku mendapatkan suatu
urusan yang teramat penting, yang menyangkut pribadimu. Aku
hem, agaknya urusan ini hanya dapat kaudengarkan
sendiri saja, sute " Mendengar ucapan ini, tiba-tiba Pek Hong Nio-cu bangkit berdiri
dan berkata kepada Thian Liong, "Thian Liong, engkau
bicarakanlah urusan pribadimu dengan saudara Cia Song. Aku
hendak keluar sebentar. Nanti kita bertemu lagi!"
"Maafkan aku, Nio-cu," kata Cia Song.
"Ah, tidak mengapa!" kata Pek Hong Nio-cu dan gadis ini segera
melangkah keluar dari kamar itu.
Thian Liong mengerutkan alisnya, merasa tidak enak karena dia
maklum bagaimana perasaan Pek Hong Nio-cu mendengar
kata-kata Cia Song yang jelas hendak membicarakan sesuatu
yang dirahasiakan bagi orang lain itu.
"Cia-suheng, sebetulnya ada apakah maka engkau bicara
seperti ada rahasia besar?" tanya Thian Liong. "Tentu saja Niocu menjadi tidak enak dan pergi meninggalkan kita."
567 "Maafkan aku, Souw-sute. Akan tetapi aku tidak mengada-ada.
Memang ada hal yang harus kuberitahukan kepadamu seorang
diri saja dan amat tidak enak kalau sampai terdengar orang lain,
apa lagi oleh seorang gadis seperti Nio-cu tadi."
"Akan tetapi ada urusan apakah, suheng" Aku tidak merasa
mempunyai urusan pribadi yang harus disembunyikan dari orang
lain!" kata Thian Liong penasaran.
"Hemm, Souw-te, ingatkah engkau akan nama Kim Lan dan Ai
Yin?" "Kim Lan dan Ai Yin?" Thian Liong mengingat-ingat. Tentu saja
mudah baginya mengingat dua nama gadis itu yang
membuatnya penasaran setengah mati. Kim Lan dan Ai Yin
pernah mengeroyoknya, bahkan dibantu guru mereka, Biauw In
Su-thai, dan hendak memaksanya untuk menikah dengan Kim
Lan! Sumpah aneh dan gila itu!
"Maksudmu dua orang murid wanita dari Biauw In
Su-thai, tokoh Kun-lun-pai itu?"
"Hemm, ternyata engkau masih ingat dengan baik. Ya, mereka
itu mencarimu dan ingin memaksamu menikah dengan Kim Lan
dan kalau engkau tidak mau menjadi suaminya, mereka berdua
hendak membunuhmu!" "Hemm, sumpah gila itu" Aku sudah tahu, suheng, dan aku tidak
perduli. Salah mereka sendiri kenapa mereka mau membuat
sumpah gila itu" Aku tidak ingin menjadi suaminya Kim Lan atau
suami siapapun juga. Biarkan saja mereka mengancam akan
568 membunuhku. Bagaimanapun mereka berada jauh di Kun-lunpai!"
Cia Song tersenyum. "Siapa bilang mereka berada jauh di Kunlun-pai" Mereka berada dekat sekali, sute. Mereka berada di
sini, di kota ini!" Thian Liong terkejut. Berita ini benar-benar mengejutkan, tidak
pernah disangkanya. "Di sini" Di mana mereka" Biar kutemui
mereka dan akan kujelaskan, kusadarkan mereka bahwa
sumpah mereka itu benar gila dan tidak ada artinya!"
"Sssttt, tenanglah, Souw-sute. Aku telah bertemu secara
kebetulan dengan mereka. Mereka dikeroyok segerombolan
penjahat dan aku kebetulan lewat dan membantu mereka.
Mereka lalu menceritakan semuanya tentang urusan Kim Lan
denganmu dan Kim Lan sudah mengambil keputusan nekad,
yaitu mengajak engkau menikah dan kalau engkau tidak mau, ia
dan Ai Yin akan mengeroyokmu dan membunuhmu!"
"Aku tidak takut, Cia-suheng. Engkau bantulah aku
menyadarkan mereka dari sumpah gila itu. Kalau mereka
hendak mengeroyokku, aku dapat mengatasi mereka."
"Hemm, mudah saja kau bicara. Dan apa yang dapat kaulakukan
kalau mereka membunuh diri?"
Thian Ltong terbelalak, "Membunuh diri ?"
"Nah, ini agaknya yang kau tidak ketahui, Souw-sute. Kim Lan
mengatakan kepadaku bahwa kalau engkau menolak. Ia dan Ai
Yin akan mengeroyokmu. Kalau mereka kalah, mereka akan
569 membunuh diri di depanmu, karena kalau tidak, mereka juga
akan dibunuh oleh guru mereka."
"Gila betul !!" "Gila atau tidak, apa yang dapat kaulakukan kalau mereka
membunuh diri" Berarti mereka mati karena engkau, sute. Sama
saja dengan engkau yang membunuh mereka."
"Wah-wah, cialat (celaka) kalau begitu!" Thian Liong bingung.
"Lalu apa yang harus kulakukan, suheng?"
"Apa lagi" Ya harus menjadi suami Kim Lan, itu jalan yang
paling aman." "Aih, mana bisa begitu, Cia-suheng. Kalau setiap ada gadis
mengancam bunuh diri kalau tidak dinikahi, bisa repot!
Tolonglah, suheng, berikan aku nasihat, bagaimana sebaiknya
yang harus kulakukan. Apakah tidak baik kalau kutemui mereka
dan kubujuk dan nasihati agar mereka tidak usah memenuhi
sumpah mereka yang gila-gilaan itu?" tanya Thian Liong yang
benar-benar merasa bingung sekali.
Cia Song meraba-raba dagunya dan berpikir-pikir. "Kukira itu
tidak baik, sute. Engkaulah orang yang mereka cari. Kalau
engkau yang menemui mereka dan menasihati, jelas mereka
menganggap engkau terang-terangan menolak dan hal itu akan
membuat mereka menjadi sakit hati dan lebih marah lagi. Soal
membujuk dan menasihati mereka, kurasa aku akan lebih
berhasil. Pertama, bukan aku orang yang mereka kejar, kedua
kalinya, bagaimanapun juga mereka berhutang budi padaku."
570 "Dan aku" kulakukan?" Bagaimana dengan aku" Apa yang harus "Hemm, tidak ada jalan lain, sute. Sebaiknya engkau cepat pergi
meninggalkan kota ini. Jangan sampai mereka mengetahui
bahwa engkau berada di sini. Jangan sampai mereka
melihatmu! Lebih cepat engkau lari lebih baik, lebih jauh dari
mereka lebih baik!" "Begitukah, suheng" Hemm, agaknya memang sebaiknya
begitu. Terima kasih, Cia-suheng, engkau telah menolongku!"
kata Thian Liong dengan girang.
"Sudahlah, Souw-sute. Sekarang aku mau cepat menghampiri
mereka dan akan kujaga agar mereka jangan meninggalkan
rumah penginapan sehingga tidak akan bertemu denganmu.
Akan tetapi, sore ini juga engkau harus meninggalkan kota ini."
"Baik, akan kuusahakan, suheng. Terima kasih!"
Cia Song segera meninggalkan rumah penginapan itu dan
bergegas dia pergi ke rumah penginapan di mana dia dan kedua
orang murid wanita Kun-lun-pai menyewa dua buah kamar,
untuk dia dan untuk mereka berdua. Rumah penginapan itu
berada di sudut kota Kiang-cu, jauh dari rumah penginapan di
mana Thian Liong dan Pek Hong Nio-cu bermalam.
Tak lama setelah Cia Song pergi, muncullah Pek Hong Nio-cu.
Ternyata gadis itu tidak pergi jauh, hanya duduk di rumah makan
yang berada di depan rumah penginapan itu. Setelah ia melihat
Cia Song pergi, cepat ia menemui Thian Liong.
571 "Thian Liong, biarpun Cia Song itu suhengmu, akan tetapi terus
terang saja aku tidak suka padanya," kata Pek Hong Nio-cu
sejujurnya. "Eh, Nio-cu. Kenapa begitu" Dia memang bukan suhengku
secara langsung, hanya karena kebetulan Hui Sian Hwesio
melatih sebuah ilmu kepadaku, maka aku lalu dianggap sebagai
sutenya. Akan tetapi, dia orang baik, Nio-cu, bahkan baru saja
dia telah menolong aku keluar dari keadaan yang amat
menyulitkan diriku."
"Hemm, kalau engkau juga hendak merahasiakan urusan besar
dan penting pribadimu itu, tidak perlu kaubicarakan denganku!"
kata Pek Hong Nio-cu ketus. "Pendeknya aku tidak suka
padanya, mungkin kata-katanya yang terlalu manis, sikapnya
yang terlalu manis, sikapnya yang terlalu sopan, dan pandang
matanya yang terkadang aneh. Aku tidak percaya orang itu,
Thian Liong." "Maafkan dia kalau tadi dia merahasiakan urusan itu, Nio-cu.
Akan tetapi aku tidak perlu merahasiakannya kepadamu karena
urusan itu aneh dan lucu dan juga terpaksa aku harus mengajak
engkau untuk meninggalkan kota ini sekarang juga."
"Hemm, kenapa begitu?" Pek Hong Nio-cu mengerutkan alisnya.
"Nio-cu, mari kita bicara di dalam agar jangan terdengar orang
lain." Thian Liong mengajak dan Pek Hong Nio-cu tanpa rikuhrikuh lagi lalu mengikuti Thian Liong masuk kamar pemuda itu
dan membiarkan daun pintu kamar terbuka sehingga mereka
akan dapat melihat kalau ada orang mendekati kamar itu.
Setelah mereka duduk, Thian Liong lalu menceritakan tentang
572 sumpah Kim Lan pada subonya dan betapa sekarang Kim Lan,
dibantu su-moinya yang bernama Ai Yin, mencarinya sampai ke
kota Kiang-cu itu dan hendak memaksa dia mengawininya, kalau
dia menolak, mereka akan mengeroyok dan membunuhnya!
"Hemm, dan engkau tidak mau menjadi suami Kim Lan itu?"
tanya Nio-cu. "Tentu saja aku tidak mau. Aku sama sekali belum mempunyai
pikiran untuk mengikatkan diriku dengan sebuah perjodohan.
Kalau aku mau tentu aku tidak akan melarikan diri dari mereka."
"Dan engkau takut menghadapi pengeroyokan dua orang gadis
itu" Apakah mereka lihai sekali?"
"Tidak, aku tidak takut. Kurasa aku dapat mengatasi mereka,
Nio-cu," kata Thian Liong sejujurnya.
"Hemm, kalau begitu mengapa engkau harus cepat-cepat
melarikan diri" Kalau mereka menyerangmu, lawan saja dan
hajar perempuan-perempuan tidak tahu malu itu!"
"Ah, engkau tidak tahu, Nio-cu. Masalahnya tidak sesederhana
itu. Tadi suheng Cia Song memberi tahu bahwa Kim Lan sudah
mengatakan kepadanya bahwa kalau ia dan su-moinya tidak
dapat membunuhku, mereka akan membunuh diri di depanku."
"Perempuan-perempuan gila!" desis Pek Hong Niocu.
573 "Mereka itu terpaksa, Nio-cu. Mereka sudah bersumpah kepada
guru mereka dan andaikata mereka tidak membunuh diri,
merekapun akan dibunuh guru mereka sendiri."
"Huh, orang-orang gila! Mengapa engkau perduli amat" Kalau
mereka mau bunuh diri, biarkan saja, bukan urusanmu!"
"Ah, bagaimana aku dapat membiarkan hal itu terjadi, Nio-cu"
Kalau mereka membunuh diri karena tidak dapat mengalahkan
aku, berarti mereka mati karena aku. Sama saja dengan aku
yang membunuh mereka."
"Huh, habis apakah selama hidupmu engkau akan terus berlarilarian menjadi buruan mereka" Gila!"
"Tidak, Nio-cu. Suheng Cia Song sudah berjanji bahwa dia akan
membujuk mereka untuk tidak melanjutkan pelaksanaan sumpah
mereka itu." "Perempuan dari manakah mereka itu" Begitu tidak tahu malu!"
"Mereka bukan perempuan sembarangan, Nio-cu. Mereka
adalah murid-murid Kun-lun-pai dan subo merekalah yang gila,
menyuruh mereka bersumpah seperti itu."
"Tidak perduli mereka itu murid partai mana, kelakuan mereka
itu memalukan! Jadi engkau tetap akan melarikan diri
meninggalkan kota ini sekarang?"
"Benar, Nio-cu. Terpaksa, maafkan aku."
"Tidak, aku tidak mau pergi sekarang!" kata wanita itu dengan
suara tegas. 574 "Nio-cu, sekali ini harap engkau suka mengalah," pinta Thian
Liong. "Tidak, aku baru mau berangkat besok pagi-pagi. Kalau engkau
takut bertemu mereka, malam ini tinggal saja di kamar, jangan
keluar-keluar. Aku ingin sekali melihat orang-orang macam apa
sih murid-murid Kun-lun-pai itu!"
"Aih, Nio-cu, harap jangan membuat gara-gara dengan mereka.
Urusanku dengan mereka sudah cukup membuat aku pusing."
"Siapa mau cari gara-gara dengan mereka" Aku hanya ingin
melihat macam apa mereka itu dan aku hanya mau pergi besok
pagi-pagi. Terserah kalau engkau mau pergi sekarang!" Setelah
berkata demikian, dengan sikap marah Pek Hong Nio-cu
meninggalkan kamar itu. Thian Liong menghela napas dan menutup daun pintu
kamarnya, lalu merebahkan tubuhnya di atas pembaringan.
Pikirannya pusing! Para wanita itu, selalu membikin pusing saja!
Mula-mula gadis baju merah. Lalu Ang Hwa Sian-li Thio Siang
In. Kemudian Kim Lan dan sekarang diapun pusing melihat sikap
keras Pek Hong Nio-cu! Mengapa mereka semua keras kepala"
Terpaksa dia mengalah kepada Pek Hong Nio-cu. Malam ini dia
tidak akan keluar kamar. Dia akan bersembunyi saja di dalam
kamarnya dan besok pagi-pagi berangkat meninggalkan kota
Kiang-cu itu bersama Pek Hong Nio-cu. Puteri itu telah membeli
seekor kuda untuknya dan dua ekor kuda mereka berada di
kandang rumah penginapan.
575 Terpaksa dia juga tidak keluar untuk makan malam. Akan tetapi
malam itu daun pintu kamarnya diketuk pelayan yang
mengantarkan makanan dan minuman untuknya. "Nio-cu yang
memerintahkan untuk mengantar ini kepada sicu (tuan)," kata
pelayan itu. Thian Liong tersenyum dan kejengkelannya terhadap Pek Hong
Nio-cu mereda. Puteri itu ternyata memperhatikan kebutuhan
makannya juga. Akan tetapi malam itu dia tidak mau keluar
kamar, khawatir kalau-kalau sampai ketahuan oleh Kim Lan dan
Ai Yin. *** Kembalinya Cia Song ke rumah penginapan disambut oleh dua
orang gadis murid Kun-lun-pai dengan hati ingin tahu sekali. Apa
lagi Kim Lan, ia segera menyongsong kedatangan Cia Song
dengan pertanyaan yang dilakukan dengan hati berdebar
tegang. "Bagaimana, Cia-twako" Apakah engkau berhasil bertemu dia?"
Cia Song tersenyum dan mengangguk. "Beres! Aku sudah


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertemu dengan Souw Thian Liong dan setelah aku membujuk
dan berbantahan dengan dia, akhirnya dia menyatakan bersedia
bertemu denganmu, Lan-moi."
"Ah, dia mau menikah dengan suci, twako?" tanya Ai Yin girang.
"Dia tidak mengatakan begitu, akan tetapi dia bersedia
mengadakan pertemuan dengan kalian untuk membicarakan hal
576 itu baik-baik. Aku yakin akhirnya dia akan mau menerimanya
juga." "Mana dia sekarang, Cia-twako" Kenapa tidak datang
bersamamu?" tanya Kim Lan tidak sabar karena ia ingin segera
mendapat keputusan akan masa depannya.
"Dia tidak dapat datang sekarang seperti kukatakan kepada
kalian, dia bersama puteri bangsawan Kin itu. Akan tetapi dia
bilang bahwa malam ini dia pasti datang mengunjungi kalian.
Karena itu, kalian siap saja menerima kunjungannya malam ini.
Setelah berkata demikian, Cia Song mengajak dua orang gadis
yang sudah mandi dan berganti pakaian itu untuk makan malam.
"Mari kita makan minum untuk merayakan keberhasilanku
membujuk Souw Thian Liong!" katanya dan mereka memasuki
rumah makan. Pemuda itu memesan bermacam masakan dan arak wangi.
Untuk menyenangkan hati Cia Song yang mereka anggap sudah
menolongnya dengan sungguh-sungguh itu, Kim Lan dan Ai Yin
memaksa diri ikut merayakan keberhasilan itu. Bahkan mereka
tidak dapat menolak ketika beberapa kali Cia Song mengajak
mereka minum arak sehingga setelah perjamuan makan itu
selesai, dua orang gadis itu merasa agak pening karena
pengaruh arak yang cukup keras. Wajah mereka menjadi
kemerahan dan keadaan setengah mabok membuat mereka
gembira dan mudah terkekeh senang. Dengan langkah agak
tidak tetap kedua orang gadis itu lalu diajak kembali ke rumah
penginapan oleh Cia Song.
577 "Sekarang kalian tunggu saja dalam kamar. Nanti kalau keadaan
sudah agak sepi, tentu dia akan datang berkunjung. Sebaiknya
pintu kamar kalian ditutup saja, jangan dipalang dari dalam
sehingga kalau dia datang, aku mudah memberitahu kalian
tanpa harus menggedor daun pintu. Maklum, Souw Thian Liong
menghendaki agar orang lain tidak ada yang tahu akan
persoalan dia dan kalian."
Dua orang gadis itu mengangguk, kemudian mereka memasuki
kamar dan menutupkan daun pintu kamar tanpa memalangnya
dari dalam. Pengaruh arak membuat mereka agak pening dan
mengantuk. Mereka lalu merebahkan diri di atas pembaringan
tanpa mematikan lilin besar yang bernyala menerangi kamar itu,
dan tanpa membuka sepatu. Karena merasa yakin bahwa Cia
Song tidak berbohong dan bahwa pemuda itu tentu menunggu
kedatangan Souw Thian Liong dan akan memberitahu mereka,
maka dua orang gadis itu berbaring dengan santai dan akhirnya
tak kuasa menahan kantuk dan tertidur.
Cia Song memang tidak tidur. Dia duduk di dalam kamarnya
yang bersebelahan dengan kamar dua orang gadis itu.
Dia menelan sebutir obat pulung berwarna merah. Obat ini
adalah obat penawar minuman keras sehingga minuman
beberapa cawan arak di rumah makan tadi tidak
mempengaruhinya dan dia tetap sadar. Tiba-tiba pendengarannya yang terlatih dapat menangkap suara lembut
yang datangnya dari atas genteng. Dia terkejut dan mendugaduga. Benar-benarkah Thian Liong datang berkunjung" Kalau
benar, gila orang itu. Bukankah dia sudah memesan agar Thian
Liong segera melarikan diri meninggalkan kota Kiang-cu"
578 Dia tetap waspada dan segera menyelinap keluar lalu melompat
ke atas genteng melalui bagian belakang. Dia akhirnya dapat
melihat sesosok bayangan mendekam di atas kamar Kim Lan
dan Ai Yin. Jantung Cia Song berdebar tegang. Benarkah Thian
Liong datang berkunjung" Dan kalau benar dia yang datang,
kenapa caranya seperti itu, mengintai dari atas dan membuka
genteng seperti kelakuan seorang pencuri"
Dia hendak menegur dengan bentakan, akan tetapi ditahannya
karena setelah dapat melihat lebih jelas, dia mendapatkan
bahwa orang itu berpakaian serba putih dan ketika berjongkok,
pinggulnya berbentuk bulat indah dan pinggangnya ramping.
Seorang wanita! Ah, dia teringat sekarang. Bayangan itu
tentulah Pek Hong Nio-cu, gadis bangsawan Kin itu! Mau apa
dara itu datang seperti pencuri" Karena cuaca memang gelap,
dia tidak melihat betapa Pek Hong Nio-cu melemparkan sesuatu
ke dalam kamar dari lubang genteng yang dibuatnya.
Cia Song bergerak mendekati. Gerakannya itu agaknya
terdengar oleh Pek Hong Nio-cu. Gadis ini cepat menutupkan
kembali genteng yang dibukanya dan tubuhnya berkelebat cepat
menghilang dari tempat itu.
Cia Song kagum melihat gin-kang (ilmu meringankan tubuh)
yang hebat dari gadis itu. Akan tetapi dia tidak melakukan
pengejaran. Untuk apa" Dia mempunyai rencananya sendiri dan
kemunculan orang tadi bahkan membantu rencananya. Tak
lama kemudian, menjelang te?ngah malam setelah keadaan
menjadi sunyi sekali dan dia yakin bahwa dua orang gadis murid
Kun-lun-pai itu tertidur dalam penantian mereka, dia
menghampiri kamar itu, mendorong daun pintu terbuka,
579 menggunakan sin-kang (tenaga sakti) dari jauh meniup padam
lilin di atas meja, menutupkan daun pintu, memalangnya dari
dalam, lalu berjingkat menghampiri pembaringan.
Kim Lan dan Ai Yin terbangun dan terkejut. Mereka hendak
meronta, akan tetapi mereka hanya dapat menggerakkan kaki
tangan dengan lemah sekali, tanpa tenaga. Jalan darah mereka
telah tertotok secara lihai sekali sehingga mereka tidak mampu
mengerahkan tenaga dan tubuh mereka menjadi lemas! Mereka
hendak berteriak, akan tetapi dengan kaget mendapat
kenyataan bahwa leher mereka telah tertotok sehingga mereka
tidak mampu mengeluarkan suara! Keadaan kamar dan sedikit
cahaya yang menerobos melalui celah?celah di atas jendela,
yang datangnya dari sinar lampu di luar, hanya membuat
keadaan dalam kamar itu remang?remang, namun terlalu gelap
untuk melihat jelas. Kemudian, dapat dibayangkan betapa kaget dan ngeri rasa hati
kedua orang gadis Kun-lun-pai itu ketika mereka berdua melihat
bayangan seorang laki-laki dalam kamar mereka. Biarpun
mereka tidak dapat melihat jelas wajah dan bentuk tubuh orang
itu, namun mereka dapat melihat garis bayangan seorang lakilaki. Kemudian, bayangan itu mendekati mereka. Mereka hendak
melompat dan meronta, namun hanya mampu menggerakkan
tangan dan kaki dengan lemah saja, tanpa tenaga.
Dan ketika laki-laki itu menyentuh mereka, dunia bagaikan
kiamat bagi dua orang gadis itu! Mereka tidak dapat melawan,
tidak dapat menggunakan tenaga. Mereka hanya mampu
menangis tanpa dapat mengeluarkan suara, hanya air mata
yang bercucuran dan akhirnya mereka jatuh pingsan. Terlalu
580 ngeri malapetaka yang menimpa diri mereka sehingga tak
tertahankan lagi. Sebelum ketidak-sadaran menyelimuti mereka,
kedua orang gadis itu mendengar suara laki-laki itu berbisik
sinis. "Kalian ingin mengenal Souw Thian Liong?" Suara itu disusul
tawa lirih laki-laki itu dan selanjutnya mereka tidak mendengar
apa-apa lagi karena keduanya jatuh pingsan.
Kalau keadaan sudah terbalik, yaitu kalau manusia yang
sesungguhnya menjadi majikan dari nafsu-nafsunya sendiri yang
menjadi hamba atau pelayannya itu malah menjadi hamba dari
nafsu-nafsunya maka segala macam perbuatan keji dan terkutuk
dapat saja dilakukan manusia itu! Manusia terlahir di dunia
memang sudah disertai nafsu-nafsunya sebagai pelayan,
sebagai penggerak hidupnya, pendorong semangat dan
memberi kemungkinan manusia menikmati kehidupannya di
dunia. Kita tidak mungkin dapat hidup wajar tanpa disertai nafsu-nafsu
kita, alat-alat hidup atau hamba-hamba kita yang amat penting
ini. Akan tetapi, kita sama sekali tidak boleh lengah. Iblis
mengetahui bahwa kita tidak dapat hidup tanpa nafsu, karena itu
iblis mempergunakan nafsu-nafsu ini untuk menyeret kita ke
dalam lembah dosa. Dengan umpan kesenangan-kesenangan
duniawi, yang serba enak dan nikmat, maka nafsu-nafsu
manusia berkobar dan dari keadaan sebagai hamba, nafsu
berbalik menjadi majikan.
Manusia menjadi hamba, hidupnya sepenuhnya bergantung
kepada ulah nafsu sehingga untuk mendapatkan kesenangan
581 dan kenikmatan seperti yang dipamerkan dan dibisikkan iblis
melalui nafsu akal pikiran, manusia tidak segan-segan
melakukan apa saja. Rusaklah semua pertimbangan, patahlah
semua ukuran manusiawi, dan manusia tiada ubahnya sebagai
binatang yang hanya bergerak dalam hidup sebagai abdi
nafsu?nafsunya sendiri. Seperti juga nafsu lain, nafsu berahi merupakan nafsu alami
yang murni, bahkan suci karena nafsu berahi selain menjadi
puncak pernyataan rasa kasih sayang yang paling dalam, juga
menjadi sarana perkembang?biakan segala mahluk hidup
termasuk manusia. Tidak ada yang buruk atau kotor dalam nafsu
ini. Akan tetapi ia akan menjadi buruk, kotor, busuk dan keji
apabila ia telah menjadi alat iblis untuk menguasai manusia.
Yang tadinya bersih murni seperti malaikat berubah menjadi
kotor dan jahat seperti iblis! Kalau manusia yang diperhamba
nafsu berahi, iblis menang dan si manusia melakukan segala hal
yang amat keji seperti perjinahan, pelacuran, bahkan perkosaan!
Pada keesokan harinya pagi-pagi sekali, begitu mereka dapat
mempergunakan tenaga, kedua orang gadis murid Kun-lun-pai
itu berloncatan turun dari pembaringan. Air mata mereka sudah
terkuras habis sepanjang malam setelah mereka siuman dari
pingsan. Tangis tanpa suara, bercucuran seperti hujan. Setelah
dapat menggunakan tenaga dan dapat bersuara lagi, keduanya
sambil terisak cepat membereskan pakaian mereka, kemudian
sambil menahan jerit mereka saling berangkulan. Saling
bertangisan dan menangisi nasib diri sendiri yang terkutuk!
"Jahanam Souw Thian Liong
!" Ai Yin menangis 582 tersedu-sedu namun menjaga agar supaya tangisnya jangan
sampai terdengar orang. "Lebih baik aku mati saja !" Kim Lan tiba-tiba
melompat ke dekat meja, mencabut pedangnya yang terletak di
atas meja dan berniat menghabisi nyawanya sendiri.
Akan tetapi Ai Yin melompat dan merangkulnya, memegangi
lengan yang memegang pedang. "Tunggu suci. Kenapa engkau
begitu bodoh" Kita harus membalas dendam ini! Kita harus
membunuh iblis itu, baru boleh membunuh diri. Mari kita selidiki!"
Kim Lan teringat dan ia meletakkan pedangnya di atas meja.
Wajahnya pucat sekali dan ia mengepal tinju. "Engkau benar,
su-moi. Aku bersumpah tidak akan berhenti sebelum membunuh
iblis busuk Souw Thian Liong!"
Ai Yin sudah berdiri dekat jendela. "Lihat, suci. Jendela ini
dipaksa terbuka dari luar, kaitannya putus. Jahanam itu tentu
masuk dan keluar dari jendela." Ia membuka daun jendela
sehingga cahaya lampu kini menyinar ke dalam.
"Lihat, ini ada surat!" kata Kim Lan.
Ai Yin menghampiri. Kini setelah kamar agak terang oleh sinar
lampu dari luar jendela, mereka melihat sehelai kertas bersurat
di atas meja, tertancap sebilah pisau runcing. Keduanya lalu
membaca kertas itu. "Murid-murid perempuan Kun-lun-pai tak tahu malu! Memaksa
seorang menjadi suaminya. Begitukah pelajaran yang kalian
dapatkan dari Kun?lun-pai?"
583 Demikian bunyi surat itu, tanpa tanda tangan. Kim Lan hendak
meremas surat itu, akan tetapi Ai Yin berkata, "Jangan merusak
surat itu, suci. Itu dapat kita jadikan bukti dan kita perlihatkan
kepada para suhu dan subo di Kun-lun-pai!"
JILID 16 Kim Lan lalu melipat dan menyimpan surat itu. "Sekarang mari
kita cari Cia-twako! Barangkali dia menge?tahui sesuatu tentang
jahanam itu!" kata Kim Lan.
"Benar juga," kata Ai Yin. "Kenapa Cia-twako tidak memberi tahu
kita ten?tang kedatangan jahanam itu?"
"Mungkin dia tidak tahu. Bukankah jahanam itu datang masuk
dan keluar melalui jendela" Mari kita tanya Cia-twako!" Dua
orang gadis itu setelah mem?bereskan pakaian mereka lalu
bergegas keluar dan mengetuk daun pintu kamar Cia Song.
Karena dua orang gadis itu mengetuk pintu dengan gencar, Cia
Song terkejut dan ketika dia membuka pintu, dua orang gadis itu
melihat wajah yang pucat dan rambut pemuda itupun kusut.
"Eh, Lan-moi dan Yin-moi, ada apa?kah ?"
tanyanya dengan kaget. "Cia-twako, apakah engkau melihat dia?" tanya Kim Lan yang
matanya masih merah dan bengkak, seperti juga mata Ai Yin
karena keduanya terlalu banyak menangis.
584 "Ah, maksudmu Souw Thian Liong" Hemm, keparat itu tidak
memegang jan?ji. Dia tidak jadi datang, bukan" Sema?lam aku
sempat melihat dia."
"Di mana" Di mana engkau melihat dia, twako?" tanya Ai Yin.
"Semalam aku mendengar suara di atas genteng. Aku naik ke
atas dan melihat sesosok bayangan di atas genteng, tepat di
atas kamar kalian. Akan tetapi begitu melihatku, dia menutup
kembali genteng lalu pergi menghilang dalam ge?lap. Dia tidak
jadi berkunjung kepada ka?lian, bukan?"
Dua orang gadis itu saling pandang dan keduanya merasa yakin
bahwa yang dilihat Cia Song itu pastilah Souw Thian Liong yang
kemudian berhasil memasuki kamar mereka, menotok mereka
sehingga mereka tidak berdaya lalu melakukan ke?kejian
terkutuk terhadap mereka.
"Eh, kenapa kalian heran, kalian begini pucat
dan mata kalian itu. Kalian habis menangis" Apakah
yang telah terjadi, Lan-moi dan Yin-moi?"
Melihat dua orang gadis itu tampak kebingungan dan seperti
hendak menang?is lagi, Cia Song berkata, "Mari, kita masuk


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja dan bicara di dalam." Dua orang gadis yang juga khawatir
kalau ada orang lain melihat keadaan mereka itu?pun tidak
membantah dan memasuki ka?mar Cia Song. Mereka duduk di
sekeliling meja dan kembali Cia Song bertanya.
"Sebetulnya, apakah yang telah terja?di" Kalian tampak begitu
pucat, bingung dan menangis. Ada apakah?"
585 Dua orang gadis itu kini tidak dapat menahan lagi tangis mereka.
Mereka me?nangis sesenggukan dan menahan agar tidak
bersuara. Kim Lan mengeluarkan lipatan kertas dan
menyerahkannya kepa?da Cia Song tanpa berkata-kata.
Cia Song membaca tulisan di surat itu dan alisnya berkerut.
"Jahanam busuk! Berani dia menghina kalian dengan
mengirimkan surat ini ke?pada kalian?" kata Cia Song dengan
nada suara marah sekali. "Bukan hanya itu, twako," Ai Yin berkata sambil menangis.
"Lebih celaka lagi "
"Apa maksudmu, Yin-moi" Apa yang terjadi?" tanya Cia Song.
"Dia dia memasuki kamar kami da?ri jendela
dan dan dia telah memperkosa kami "
Cia Song melompat bangun. "Apa?" Dan kalian tidak melawan?"
"Bagaimana kami dapat melawan" Dia telah lebih dulu menotok
kami sehingga kami tidak mampu
melawan, tidak mam?pu berteriak
" kata Kim Lan. "Dan surat ini?" tanya Cia Song.
"Dia tinggalkan surat di atas meja, ditusuk dengan pisau ini,"
kata Kim Lan, mengeluarkan pisau runcing yang disim?pannya.
Cia Song mengamati pisau itu.
"Hemm, kalian melihat dia?"
586 "Lilin dipadamkan, keadaan dalam kamar gelap, hanya remangremang kami melihatnya." kata Ai Yin.
"Begaimana kalian dapat yakin bahwa dia adalah Souw Thian
Liong?" desak Cia Song.
"Kami yakin dia itu jahanam Souw Thian Liong. Dia bahkan
mengaku sendiri," kata Kim Lan gemas.
"Mengaku" Bagaimana dia mengaku?" kejar Cia Song.
"Dia berbisik "Kalian ingin mengenal Souw Thian Liong?"
begitulah bisiknya lalu dia tertawa. Iblis jahanam terkutuk itu.
Aku harus membunuhnya!" kata pu?la Kim Lan penuh dendam.
"Keparat busuk! Betapa keji dan ja?hatnya dia! Ah, kalau saja
aku tahu dia begitu jahat! Lalu, apa yang akan kalian lakukan
sekarang?" tanya Cia Song.
"Kami akan laporkan penghinaan ini kepada suhu dan subo di
Kun-lun-pai. Penghinaan ini bukan hanya urusan priba?di,
melainkan sudah menghina pula Kun-- lun-pai!" kata Ai Yin.
"Benar sekali itu! Aku juga akan me?laporkan kejahatan Souw
Thian Liong ini kepada suhu di Siauw-lim-pai. Bagaimanapun dia
sudah diakui sebagai murid Siauw-lim-pai, maka berarti dia telah
mencemarkan nama baik Siauw-lim-pai. Jangan khawatir, kelak
aku yang akan menjadi saksi tentang kejahatannya itu, Lan?moi
dan Yin-moi!" kata Cia Song penuh semangat.
"Terima kaslh, Cia-twako. Dengan bukti surat ini, kesaksian kami
berdua dibantu kesaksianmu, semua orang tentu percaya.
587 Jahanam busuk itu harus mem?bayar kejahatannya!" kata Kim
Lan. "Kelau begitu, sekarang klta saling berpisah, Lan-moi dan Yinmoi. Aku akan pergi melaporkan kejahatan Souw Thian Liong ke
Siauw-lim-pai, sedangkan kalian kembali ke Kun-lun-pai untuk
melapor?kan kepada para guru kalian," kata Cia Song.
Dua orang gadis itu menerima baik usul ini dan pada pagi hari itu
juga, me?reka saling berpisah. Kim Lan dan Ai Yin melakukan
perjalanan ke Kun-lun-?pai. Mereka menanggung derita batin
yang hebat, dan gairah hldup mereka ha?nya terdorong oleh
keinginan membalas dendam kepada Souw Thian Liong.
*** Cia Song memasuki kota Ceng-goan yang merupakan kota
besar kedua sete?lah kota raja Peking di sebelah utaranya.
Tanpa ragu-ragu dia memasuki halaman sebuah gedung besar
yang berada di ujung barat kota. Dua orang perajurit Kin keluar
dari gardu penjagaan dan menghadangnya. Cia Song
tersenyum, mengeluarkan sebuah kartu merah dari saku
bajunya dan memperlihatkan kepa?da mereka. Dua orang
perajurit itu memberi hormat dan mempersilakan Cia Song
masuk ke ruangan depan gedung be?sar itu. Seorang perajurit
lain menyam?butnya dan setelah melihat kartu merah yang
diperlihatkan Cia Song, perajurit itu lalu mengantarkan Cia Song
mema?suki sebuah ruangan tamu di sebelah ka?nan depan
gedung itu. Kemudian perajurit itu melaporkan ke dalam.
Cia Song memasuki ruangan tamu yang luas dan mewah sekali.
Dia meman?dang kagum kepada hiasan dinding beru?pa
588 lukisan-lukisan dan tulisan ber?sajak. Tak lama kemudian dua
orang muncul dari pintu sebelah dalam. Cia Song cepat
memutar tubuh dan setelah berhadapan dengan mereka, dia
cepat memberi hormat dengan membungkuk dalam-dalam dan
merangkap kedua ta?ngan di depan dada kepada seorang di
antara mereka yang mengenakan pakaian sebagai seorang
bangsawan tinggi bangsa Kin.
"Hamba mohon beribu ampun kalau berani datang menghadap
tanpa paduka panggil sehingga mengganggu waktu pa?duka
yang amat berharga, Pangeran."
Laki-laki berpakaian bangsawan ting?gi itu bertubuh tinggi kurus
dan pakaian?nya mewah, usianya sekitar limapuluh tahun,
wajahnya tampan namun tampak licik dan cerdik pada pandang
mata dan senyumnya yang khas. Jenggotnya pan?jang dan
kumisnya dicukur pendek. Jari-?jari tangannya berkuku panjang
terpeliha?ra. Dia adalah Pangeran Hiu Kit Bong, kakak dari
kaisar Kerajaan Kin yang berkedudukan tinggi karena sebagai
kakak tiri kaisar yang terlahir dari ibu selir, dia diangkat menjadi
Menteri Kebudayaan dan juga Penasihat kaisar.
Gedung di kota Ceng-goan merupakan rumah peristirahatannya
dan sering kali Pangeran Hiu Kit Bong ini beristirahat di
gedungnya itu, meninggalkan kota raja yang bising di mana dia
sibuk dengan tu?gas-tugasnya. Adapun orang kedua yang
muncul bersamanya berpakaian sebagai seorang panglima
perang, usianya sekitar empatpuluh lima tahun, bertubuh tinggi
besar dan gagah, tampak bertubuh kuat.
589 "Ah, Cia-sicu (orang gagah Cia), se?lamat datang. Kami girang
menerima kunjunganmu. Silakan duduk, sicu!" kata Pangeran
Hiu Kit Bong dengan ramah. Mereka bertiga lalu duduk
mengelilingi sebuah meja besar.
"Cia-sicu lebih dulu perkenalkan. Ini adalah panglima Kiat Kon
seperti yang pernah kuceritakan kepadamu. Dan Kiat?-ciangkun,
inilah sicu Cia Song, orang kepercayaan yang menjadi utusan
rahasia Perdana Menteri Chin Kui dari Kerajaan Sung Selatan."
Pangeran itu memperke?nalkan.
Cia Song cepat bangkit berdiri dan memberi hormat kepada
panglima tinggi besar itu. "Terimalah hormat saya, ciangkun.
Sudah lama saya mendengar dan mengagumi nama besar
ciangkun!" Jenderal tinggi besar itu tersenyum, senang melihat sikap Cia
Song yang de?mikian ramah. "Ha-ha, terima kasih, Cia-?sicu.
Akupun sudah banyak mendengar tentang jasamu. Silakan
duduk!" Cia Song duduk kembali. Seorang pe?layan masuk membawa
minuman sehing?ga percakapan mereka terhenti. Setelah
pelayan pergi, Pangeran Hiu Kit Bong bertanya kepada Cia
Song. "Cia-sicu, kabar apa yang kaubawa dari selatan" Kalau engkau
datang bar?kunjung secara tiba-tiba begini, tentu engkau
membawa berita penting sekali."
Cia Song yang menjadi murid yang di?sayang oleh Hui Sian
Hwesio ketua Siauw?-lim-pai, yang dikenal sebagai seorang
590 pendekar Siauw-lim-pai itu, ternyata me?miliki peran ganda
dalam hidupnya. Di satu pihak, umum mengenalnya sebagai
seorang pendekar Siauw-lim-pai yang su?ka membela
kebenaran dan keadilan, se?bagai murid Hui Sian Hwesio. Akan
tetapi di lain pihak, secara rahasia dan sama sekali tidak
diketahui, bahkan tidak per?nah disangka oleh para golongan
bersih, diam-diam Cia Song telah berguru kepada Ali Ahmed,
seorang datuk bangsa Hui yang berasal dari Mongolia Dalam.
De?ngan ilmu-ilmu yang dlpelajarinya dari datuk bangsa Hui itu,
yaitu ilmu silat dan sihir, Cia Song menjadi semakin lihai. Akan
tetapi dia amat cerdik dan tidak pernah dia menonjolkan atau
memperlihatkan ilmu-ilmu asing itu. Hanya dia pandai
memasukkan tenaga-tenaga yang dahsyat dari ilmu barunya ke
dalam ilmu silat Siauw-lim-pai yang dikuasainya, pandai
menggabung ilmu-ilmu dari Ali Ahmed dengan ilmu silatnya
sendiri se?hingga tidak kentara bahwa dia mempergunakan ilmu
yang asing. Dan mulailah dia dikenalkan oleh Ali Ahmed kepada
Pangeran Hiu Kit Bong. Pergaulan dengan orang-orang yang menjadi hamba nafsu,
orang-orang yang selalu hanya mengejar kenikmatan dan
kesenangan daging dan dunia, menyeret Cia Song ke lembah
hitam. Dia sudah mengesampingkan pelajaran tentang kebajikan yang dulu dia pelajari dari Hui Sian Hwesio dan mulailah
dia menjadi hamba nafsunya, sering melakukan per?buatanperbuatan yang sesat.
Bahkan dia kemudian oleh pergaulan itu diperkenal?kan kepada
Perdana Menteri Chin Kui yang bersekutu dengan Kerajaan Kin,
yang telah mempengaruhi Kaisar Sung agar berbaik dengan
591 Kerajaan Kin, bah?kan tidak segan-segan Kaisar Sung mengirim
upeti sebagai tanda damai dengan Kerajaan penjajah itu!
Sebentar saja Cia Song telah menjadi orang kepercayaan
Perdana Menteri Chin Kui dan menjadi utusan rahasia. Tidak
ada yang tahu ke?cuali para sekutunya bahwa Cia Song te?lah
menjadi antek perdana menteri korup yang telah mempengaruhi
dan menguasai kaisar Sung itu!
Mendapat pertanyaan dari Pangeran Hiu Kit Bong, Cia Song
mengangguk-ang?guk. Kini terjadi perubahan besar dalam
hubungan gelap antara Perdana Menteri Chin Kui dan Kaisar
Kerajaan Kin. Ka?rena Kaisar Kerajaan Kin mulai tidak percaya
kepada Perdana Menteri Chin Kui, maka diam-diam timbul
kerenggang?an. Dalam keadaan seperti itu, terjalin?lah
persekutuan antara Perdana Menteri Chin Kui dengan Pangeran
Hiu Kit Bong. Pangeran ini sudah lama merencanakan hendak
menggulingkan Kaisar Kin, yaitu adik tirinya dan menduduki
tahta kerajaan Kin sendiri! Untuk itu, dia sudah menghimpun
tenaga di kota raja Pe?king, bersekutu dengan beberapa orang
perwira yang dipimpin oleh Jenderal Ki?at Kon.
Jenderal ini hanya memperoleh kedudukan yang paling rendah
di antara jajaran para panglima. Karena inilah ma?ka dia tergiur
oleh bujukan Pangeran Hiu Kit Bong yang menjanjikan
keduduk?an Panglima tertinggi kepadanya kalau usaha mereka
merebut tahta kerajaan berhasil. Bahkan Pangeran Hiu Kit Bong
mengadakan persekutuan gelap dengan Perdana Menteri Chin
Kui dari kerajaan Sung Selatan melalui Cia Song yang le?bih
dulu mengenal Pangeran Hiu Kit Bong.
592 "Berita dari selatan yang hamba bawa kurang begitu
menggembirakan, Pange?ran. Saat ini banyak para pendekar
mu?lai memperlihatkan sikap menentang Per?dana Menteri
Chin Kui secara berterang. Semua ini sesungguhnya disebabkan
ke?keliruan Perdana Menteri sendiri yang dulu tergesa-gesa
mengusahakan pembu?nuhan terhadap Jenderal Gak Hui.
Aki?batnya, para pendekar dan juga banyak pejabat tinggi yang
menghormati dan ka?gum kepada Jenderal Gak Hui, merasa
sakit hati kepada Perdana Menteri Chin Kui. Hal ini bukan saja
menyurutkan pe?ngaruhnya, bahkan juga Sribaginda mulai
berubah sikapnya terhadap Perdana Men?teri."
Mendengar laporan ini, Panglima Kiat Kon berkata dengan
suaranya yang besar parau. "Ah, mudah saja itu! Kenapa
pu?sing-pusing" Bukankah Perdana Menteri Chin Kui
mempunyai banyak jagoan yang lihai" Suruh saja para
jagoannya itu ber?tindak dan membunuhi mereka yang
me?nentangnya. Habis perkara!"
"Hemm, tidak begitu mudah, ciang?kun. Di antara para pendekar
itu terdapat banyak orang yang lihai," kata Cia Song.
"Ah, memang repot menghadapi ahli?-ahli silat petualang itu!"
kata Pangeran Hiu Kit Bong. "Kami sendiri di sini pu?sing oleh
seorang puteri yang pandai ilmu silat. Ilmu silatnya tinggi dan
puteri itu benar-benar merupakan batu sandung?an bagi kami.
Kalau ia berada dekat de?ngan ayahnya, yaitu Sribaginda, akan
su?karlah untuk mengganggu Sribaginda."
Diam-diam Cia Song menjadi heran. Seorang puteri raja Kin
memiliki ilmu silat tinggi"
593 "Siapakah puteri itu, Pangeran" Ham?ba tertarik sekali
mendengar bahwa ada puteri Sribaginda Raja Kin amat lihai ilmu
silatnya." "Namanya Puteri Moguhai. Akan tetapi kami kira nama itu tidak
ada arti?nya dan tidak terkenal bagimu. Akan tetapi ada
julukannya yang lain dan mung?kin saja engkau pernah
mendengar nama julukan itu. Puteri Moguhai adalah Pek Hong
Nio-cu. Pernahkah engkau mende?ngar nama itu?"
"Ohhh !" Cia Song terkejut. Sama sekali tidak
pernah disangkanya bahwa Pek Hong Nio-cu yang pernah
dilihatnya itu adalah Puteri Moguhai, puteri Raja Kin! "Jadi Pek
Hong Niocu itu Puteri Moguhai, puteri Sribaginda Kerajaan Kin?"
"Nah, engkau mengenalnya, Cia-sicu. Gadis itu sungguh
membuat kami pusing. Ia bahkan pernah menghajar beberapa
orang pejabat yang menjadi pembantu--pembantuku. Ia tidak
takut siapapun dan ini tidak aneh karena ia memegang pe-dang
emas dari Kaisar sebagai tanda kekuasaan. Tidak ada pejabat
yang berani menentangnya karena sebagai pemilik pedang
emas, ia mewakili kehadiran kaisar sendiri. Dan beberapa kali ia
memperli?hatkan sikap tidak suka dan menentang?ku. Kalau
gadis itu tidak dibinasakan, kelak ia akan menjadi penghalang
besar bagi gerakan kita bersama."
"Ah, hamba tahu di mana adanya Pek Hong Nio-cu, Pangeran!
Belum lama ini hamba bertemu dengannya. Ia sedang
melakukan perjalanan bersama seorang pemuda yang hamba
kenal. Mereka se?dang menuju ke barat, hamba bertemu
dengan mereka di kota Kiang-cu."
594

Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hemm, menuju ke barat. Ah, tidak salah lagi. Puteri Moguhai
tentu akan berkunjung ke perbatasan Sin-kiang di mana adik
tiriku, Pangeran Kuang, menjadi komandan pasukan yang
menjaga di tapal batas barat. Wah, harus dicegah! Moguhai
tentu mempunyai maksud tertentu hendak menghubungi
Pangeran Kuang dan ini berbahaya. Pangeran Ku?ang
merupakan orang yang amat setia kepada Sribaginda. Cia-sicu,
maukah eng?kau membantu kami?"
"Tentu saja, Pangeran. Bukankah sela?ma ini hamba membantu
paduka dan Perdana Menteri Chin Kui?"
"Ya, kami menghargai semua bantuan?mu, Cia-sicu. Akan tetapi
permintaan bantuan kami kali ini istimewa, penting dan juga
berat. Yaitu maukah engkau mengejar dan membunuh Puteri
Moguhai yang berarti akan melancarkan jalannya semua
rencana kami?" Cia Song terkejut bukan main. Kalau dia disuruh membunuh
orang lain, tentu akan segera dia sanggupi dan baginya
merupakan pekerjaan yang tidak terlalu sukar dilaksanakan.
Akan tetapi Pek Hong Nio-cu" Dia belum tahu sampai di mana
kelihaian gadis yang kecantikannya pernah membuat dia tergilagila begitu melihatnya itu. Akan tetapi ketika Pek Hong Nio-cu
berada di atas genteng penginapan, ketika gadis itu
melemparkan surat dan pisau ke atas meja Kim Lan dan Ai Yin,
dia melihat gerakan Pek Hong Nio-cu ketika melarikan diri begitu
cepat dan ringan. Harus diakui bahwa gadis bangsawan itu
memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang hebat dan
mungkin saja ilmu silatnya juga lihai sekali.
595 "Bagaimana, Cia-sicu" Sanggupkah engkau?" Pangeran Hiu Kit
Bong mendesak. Cia Song menghela napas panjang lalu menjawab, "Tugas itu
berat sekali, pangeran."
"Hemm, engkau hendak mengatakan bahwa engkau merasa
jerih kepada Puteri Moguhai?" tanya pangeran itu.
"Sama sekali tidak, Pangeran. Mungkin ilmu kepandaiannya
tinggi, akan tetapi hamba tidak takut kepadanya. Akan tetapi,
hamba melihat bahwa Pek Hong Nio-cu melakukan perjalanan
bersama seorang pemuda, dan pemuda inilah yang merupakan
lawan yang amat berat karena hamba sudah mengenalnya dan
tahu betapa tangguhnya dia."
"Hemm, siapakah pemuda itu?" tanya Pangeran Hiu Kit Bong
dengan alis dikerutkan. "Namanya Souw Thian Liong, Pangeran. Dia adalah murid Tiong
Lee Cin jin." "Cia-sicu jangan takut. Kami tidak ingin engkau turun tangan
seorang diri. Kami selalu ingin keyakinan bahwa kami pasti
berhasil sebelum melakukan sesuatu. Kami akan mempersiapkan sebuah pasukan khusus, pasukan istimewa
terdiri dari dua losin orang yang dipimpin oleh lima orang jagoan
kami yang lihai dan boleh diandalkan kemampuannya. Mereka
bukan saja pandai ilmu silat dan amat tangguh, akan tetapi juga
merupakan ahli-ahli mengatur siasat pertempuran. Dengan
bantuan mereka, engkau tidak perlu ragu dan khawatir. Pasti
rencana kita berjalan dengan baik dan lancar."
596 Cia Song sudah tahu benar betapa tinggi ilmu kepandaian Thian
Liong. Bahkan pemuda itu masih menerima pelajaran ilmu dari
kitab Sam-jong-cin-keng dari Hui Sian Hwesio, hal yang
membuat dia merasa iri hati sekali. Dan walaupun dia belum
mengukur sampai di mana tingkat kepandaian Pek Hong Nio-cu,
dia dapat menduga bahwa gadis itu pasti bukan lawan yang
mudah dikalahkan. Karena itu, untuk memperoleh keyakinan, dia
harus menguji dulu sampai di mana kelihaian lima orang jagoan
yang hendak diperbantukan padanya itu.
Sedikitnya lima orang pembantu itu harus mampu
menandinginya, barulah bantuan mereka dan dua losin perajurit
pilihan akan ada artinya.
"Maaf, pangeran. Akan tetapi siapakah lima orang jagoan yang
akan diperbantukan kepada hamba itu" Hamba tetap merasa
ragu sebelum menguji sampai di mana kemampuan mereka."
Pangeran Hiu Kit Bong tidak marah, malah tersenyum. Kehatihatian Cia Song itu menyenangkan dia karena ini berarti bahwa
pemuda itu seorang yang teliti dan boleh diandalkan akan
berhasil dalam melaksanakan tugasnya.
"Mereka adalah bekas pengawal-pengawal pribadi Sribaginda
sendiri. Karena melakukan pelanggaran kesusilaan di istana,
mereka diusir dari istana. Kami menampung mereka dan mereka
memang mempunyai perasaan dendam kepada Sribaginda,
maka dapat merupakan pembantu-pembantu yang setia. Mereka
adalah jagoan-jagoan yang telah menguasai banyak ilmu, bukan
saja ilmu silat aliran utara, akan tetapi juga menguasai ilmu gulat
dari Mongolia dan ilmu silat dari Jepang. Dan mudah saja untuk
597 menguji mereka karena dapat segera dipanggil ke sini." Setelah
berkata demikian, Pangeran Hiu Kit Bong mengutus seorang
perajurit untuk memanggil lima orang jagoannya itu. Sambil
menanti datangnya lima orang jagoan itu, mereka bertiga
bercakap-cakap dan mengatur siasat selanjutnya, bukan hanya
untuk membunuh Pek Hong Nio-cu, melainkan juga untuk
gerakan pemberontakan dan menggulingkan kedudukan Kaisar
Kin. Cia Song yang teringat akan kecantikan Pek Hong Nio-cu yang
membuat dia tergila-gila dan bangkit gairahnya, mengajukan
usul kepada Pangeran Hiu Kit Bong. "Pangeran, menurut
pendapat hamba, akan lebih baik apabila Puteri Moguhai itu
tidak dibunuh, melainkan ditawan saja."
"Eh" Kenapa begitu" Ia akan menjadi batu sandungan bagiku,
mengganggu kelancaran rencanaku. Tidak, ia harus dibunuh,
Cia-sicu. Untuk membunuh puteri itulah kami minta bantuanmu!"
"Harap paduka pertimbangkan dulu usul hamba. Kalau puteri itu
dibunuh paduka hanya mendapatkan satu keuntungan yang
tidak begitu berharga. Akan tetapi kalau ia ditawan, berarti
paduka memperoleh dua keuntungan, seperti sebatang pedang
yang tajam kedua sisinya, satu kali bergerak mendapatkan dua
yang amat baik." "Hemm, apa maksudmu, sicu?"
"Begini, Pangeran. Hamba akan menawan Puteri Moguhai itu
dan dengan tawanan yang amat penting itu, paduka dapat
menjadikan ia sebagai sandera dan paduka dapat mengancam
agar Sribaginda suka menyerahkan tahta kepada paduka untuk
598 ditukar dengan nyawa puteri Sribaginda. Dengan demikian,
paduka akan dapat mengambil alih singasana tanpa banyak
kesukaran lagi." Mendengar usul ini, Pangeran Hiu Kit Bong tertegun dan saling
pandang dengan Panglima Kiat Kon yang menjadi sekutu
utamanya dalam ambisinya merebut kekuasaan kerajaan Kin.
Keduanya saling pandang lalu mengangguk-angguk.
"Siasat itu sungguh hebat dan baik sekali, Pangeran!" kata
Panglima Kiat Kon. Pangeran Hiu Kit Bong juga mengangguk-angguk dan
tersenyum kepada Cia Song. "Bagus, Cia-sicu, gagasanmu itu
cemerlang sekali! Kenapa aku tidak berpikir sejauh itu" Ha-haha, tidak percuma Perdana Menteri Chin Kui mengangkatmu
menjadi penghubung antara kami! Baik, siasatmu itu baik dan
harus dilaksanakan begitu. Puteri Moguhai, keponakan tiriku itu,
si cantik yang liar itu, jangan dibunuh, melainkan ditangkap dan
dijadikan sandera! Bagus sekali!"
"Akan tetapi, Pangeran. Biarpun gagasan itu bagus dan sudah
sepatutnya dilaksanakan, akan tetapi tetap saja kita harus
menyusun kekuatan pasukan yang besar. Siapa tahu Sribaginda
akan nekat dan tidak mau menyerahkan mahkota sehingga kita
terpaksa harus menggunakan kekerasan, menyerbu istana dan
untuk itu kita memerlukan pasukan yang amat kuat," kata
Panglima Kiat Kon. Pangeran Hiu Kit Bong mengangguk-angguk setuju. Mereka lalu
bercakap cakap dan berunding, mencari siasat-siasat terbaik.
Ada dua tujuan terpenting yang hendak dicapai oleh
599 persekutuan antara Pangeran Hiu Kit Bong dan Perdana Menteri
Chin Kui. Pertama, mahkota kerajaan Kin harus terjatuh ke
tangan Pangeran Hiu Kit Bong dan kedua, kedudukan Perdana
Menteri Chin Kui harus diperkuat dengan disingkirkannya
mereka yang menentang kekuasaannya sehingga dia dapat
makin kuat mencengkeram Kaisar Sung dalam kekuasaannya.
Dengan demikian, maka Kerajaan Kin akan dapat tetap
bersahabat dengan Kerajaan Sung Selatan.
Percakapan mereka terhenti ketika muncul lima orang memasuki
ruangan itu. Mereka segera memberi hormat kepada Pangeran
Hiu Kit Bong dengan membungkuk dalam-dalam.
Pangeran Hiu Kit Bong tersenyum gembira menyambut mereka.
"Ah, kalian telah datang" Duduklah!" Dia mempersilakan mereka
duduk dan lima orang itu lalu duduk di atas kursi-kursi yang
sudah tersedia di depan pangeran itu. Cia Song memandang
mereka dengan penuh perhatian.
Pangeran Hiu Kit Bong lalu memperkenalkan Cia Song kepada
mereka. "Nah, kalian berlima kenalkanlah. Ini adalah pendekar
besar Cia Song yang menjadi orang kepercayaan Perdana
Menteri Chin Kui dari Kerajaan Sung!"
Lima orang itu agaknya sudah pernah mendengar nama Cia
Song, maka mereka lalu bangkit dan memberi hormat kepada
Cia Song, juga dengan membungkuk dalam-dalam. Cia Song
membalas dengan merangkap kedua tangan depan dada. Dia
pernah melihat cara penghormatan membungkuk seperti itu,
yakni kebiasaan orang-orang Jepang. Agaknya lima orang ini
pernah berguru kepada orang Jepang, pikirnya dan perkiraan ini
600 agaknya tidak salah karena diapun melihat betapa di pinggang
mereka berlima itu tergantung sebatang pedang samurai, yaitu
pedang bangsa Jepang yang bentuknya agak melengkung,
gagangnya agak panjang sehingga dapat dipegang kedua
tangan dan hanya bermata sebelah seperti golok.
Pangeran Hiu Kit Bong memperkenalkan lima orang jagoannya
kepada Cia Song. Cia Song memperhatikan mereka. Orang
pertama bernama Con Gu, berusia empatpuluh lima tahun,
bertubuh tinggi kurus, mukanya panjang dan berwarna kuning
sekali. Orang kedua bernama Koi Cu, usianya empatpuluh tiga
tahun, bertubuh pendek gendut dan kepalanya botak. Orang
ketiga bernama Jiu Hon, berusia empatpuluh tahun, bertubuh
tinggi besar dan mukanya penuh brewok menyeramkan. Orang
keempat bernama Kian Su, usianya tigapuluh lima tahun,
tubuhnya sedang dan wajahnya bersih tampan. Adapun orang
kelima bernama Hayasi, berusia tigapuluh tahun, tubuhnya
pendek dengan kaki tangan pendek akan tetapi kokoh berotot.
Mereka berlima itu memiliki mata yang tampak cerdik, bersinar
tajam dan dari sikap mereka mudah diduga bahwa mereka
adalah orang-orang yang tangguh. Mereka berlima memiliki
sebatang pedang samurai. Koi Cu dan Hayasi yang bertubuh
pendek membawa pedang samurai mereka di punggung, akan
tetapi tiga orang yang lain menggantung pedang samurai
mereka di pinggang. "Paduka memanggil kami menghadap, ada tugas apakah yang
harus kami laksanakan, Pangeran?" tanya Con Gu, orang tertua
yang agaknya juga menjadi juru bicara mereka berlima.
601 "Ada tugas penting sekali untuk kalian berlima. Tugas itu
sebetulnya sudah kami serahkan kepada Cia-sicu, akan tetapi
karena tugas itu berbahaya dan akan menghadapi lawan yang
amat kuat, maka kami membutuhkan bantuanmu yang akan
memimpin dua losin perajurit pilihan untuk membantu tugas Ciasicu," kata Pangeran Hiu Kit Bong.
"Bolehkah kami mengetahui, tugas apa yang harus kami
lakukan, Pangeran?" tanya Con Gu.
"Kalian berlima dan pasukan yang kalian pimpin harus
membantu Cia-sicu untuk menangkap seseorang."
"Menangkap seorang saja mengapa harus memakai begitu
banyak orang?" Hayasi bertanya dan logat bicaranya jelas
menunjukkan bahwa dia adalah seorang berbangsa Jepang.
"Yang harus ditangkap adalah Puteri Moguhai yang di luar istana
terkenal sebagai Pek Hong Nio-cu!" kata Pangeran Hiu Kit Bong.
Lima orang itu terkejut sekali. "Oh ! Sang Puteri
Moguhai ?" kata Con Gu, lalu dia mengangguk-
angguk. "Pangeran, kami tahu bahwa Puteri Moguhai memang
memiliki kepandaian tinggi dan lihai sekali. Memang harus
hamba akui kalau kami berlima maju satu-satu, agaknya masih
akan sukarlah menangkapnya. Akan tetapi kalau kami berlima
maju, agaknya sudah pasti kami dapat menangkapnya.
Mengapa harus menyusahkan Cia-sicu dan bahkan ditambah
dua losin perajurit lagi?"
602 "Wah, tidak semudah itu, Con Gu!" kata Pangeran Hiu Kit Bong.
"Ketahuilah bahwa selain Puteri Moguhai sendiri seorang yang
tangguh, ia ditemani oleh seorang
pemuda yang namanya eh, siapa tadi namanya, Cia-
sicu?" "Namanya Souw Thian Liong, Pangeran."
"Ya, temannya itu bernama Souw Thian Liong dan menurut
keterangan Cia-sicu, pemuda itu lihai sekali karena dia adalah
murid Tiong Lee Cin-jin."
Lima orang jagoan itu saling pandang dan dari sinar mata
mereka Cia Song tahu bahwa mereka terkejut dan gentar
mendengar nama Tiong Lee Cin-jin yang dikenal sebagai
seorang manusia setengah dewa itu!
"Kami akan membantu Cia-sicu sekuat tenaga kami!" kata Con
Gu. "Karena menghadapi pekerjaan penting, Cia-sicu masih ragu
apakah bantuan kalian berlima berikut dua losin perajurit pilihan
sudah cukup. Oleh karena itu, untuk menyakinkan hatinya, dia
minta agar diperbolehkan menguji ketangguhan kalian berlima."
Mendengar ucapan pangeran itu, kelima orang jagoan
mernandang kepada Cia Song dengan sinar mata tajam.
"Bagaimana, sobat-sobat" Apakah kalian tidak keberatan kalau
aku hendak menguji ilmu silat kalian?" tanya Cia Song.
603 Lima orang itu menggeleng kepala dan Con Gu berkata sambil
tersenyum. "Tentu saja tidak, Cia-sicu. Kami siap untuk diuji sewaktu-waktu."


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pangeran Hiu Kit Bong tertawa. "Ha-ha, bagus. Waktunya
sekarang saja dan ruangan ini kiranya cukup luas untuk dipakai
sebagai tempat ujian bertanding. Bagaimana pendapatmu, Ciasicu?"
Cia Song bangkit berdiri. "Memang cukup luas, Pangeran.
Marilah, sobat-sobat, kita mulai saja." Dia lalu melangkah ke
tengah ruangan yang luas.
Con Gu juga bangkit dan setelah membungkuk di depan sang
pangeran, diapun melangkah lebar menghampiri Cia Song,
setelah berhadapan lalu berkata, "Cia-sicu, kami telah siap.
Biarlah saya yang maju pertama untuk menerima ujian."
"Bukan satu-satu, maksudku kalian berlima maju berbareng. Aku
ingin melihat apakah kalau kalian maju berbareng cukup kuat
untuk melawan musuh yang tangguh."
"Kami berlima maju berbareng" Mengeroyokmu, sicu" Ah,
jangan bergurau!" kata Con Gu sambil tertawa dan empat orang
rekannya juga tertawa lirih karena mereka berada di depan
Pangeran. "Aku sama sekali tidak bergurau. Ketahuilah bahwa lawan-lawan
yang akan kita hadapi sungguh tangguh dan lihai sekali, maka
aku harus yakin bahwa kalian cukup kuat untuk menandingi
seorang di antara mereka. Nah, marilah, kalian berlima maju
604 berbareng dan jangan sungkan mengeroyok aku, keluarkan
semua kemampuan kalian agar aku dapat merasa yakin
sehingga tugas kita akan dapat terlaksana dengan hasil baik."
"Hayolah, kalian berlima jangan ragu. Turuti perintah Cia-sicu.
Dalam tugas dia adalah pemimpin kalian!" kata Pangeran Hiu Kit
Bong. Mendengar perintah pangeran, tentu saja lima orang itu tidak
berani membantah lagi dan empat orang jagoan yang lain
segera bangkit berdiri dan menghampiri Cia Song. Mereka
berlima berdiri berjajar menghadapi Cia Song dengan sikap
masih ragu-ragu. Mereka adalah jagoan-jagoan pilihan, bahkan
pernah menjadi pengawal pribadi Raja Kin yang jarang menemui
tanding. Bagaimana sekarang mereka berlima disuruh
mengeroyok seorang lawan saja" Bagi mereka, hal ini
memalukan sekali. Andaikata mereka menang sekalipun, tidak
dapat dibanggakan. Akan tetapi karena pangeran yang
memerintah dan Cia Song juga hanya bermaksud untuk menguji,
maka mereka berlima siap.
Melihat mereka berdiri berjajar, bukan mengepung seperti lima
orang yang hendak mengeroyok, Cia Song maklum bahwa
mereka masih merasa sungkan. Dan dia maklum akan perasaan
mereka. Mereka adalah jagoan-jagoan istana Kin dan usia
mereka juga lebih tua daripada dia, maka tentu saja mereka
sungkan untuk melakukan pengeroyokan.
"Sekarang begini saja," katanya, "agar kalian tidak merasa
sungkan, biarlah kalau sampai robek sedikit pakaianku terkena
ujung pedang kalian, kuanggap kalian sudah lulus ujian dan
605 dapat mengalahkan aku. Nah, sekarang aku hendak bertanya
dan kuharap kalian menjawab sejujurnya. Aku ingin agar kalian
mengeluarkan ilmu kalian yang paling ampuh. Kalau kalian maju
berlima, kalian hendak mempergunakan ilmu pedang apakah
yang kalian anggap paling ampuh?"
"Sesungguhnya, Cia-sicu. Kami berlima malu untuk maju
berbareng dan mengeroyokmu. Akan tetapi karena Pangeran
telah memerintahkan dan sicu hanya ingin menguji, maka apa
boleh buat, kami akan menaati perintah. Kami masing-masing
mempunyai keistimewaan sendiri, akan tetapi kalau kami maju
bersama, kami telah menciptakan permainan pedang gabungan
yang kami namakan Ngo heng Kiam-tin (Barisan Pedang Lima
Unsur). Dengan memainkan Ngo-heng Kiam tin, kami berlima
belum pernah terkalahkan."
"Bagus! Aku menghendaki agar kalian berlima mengeroyok aku
dengan Ngo heng Kiam-tin itu dan jangan sungkan. Serang aku
sekuat kalian dan kalahkan aku secepat mungkin. Aku percaya
bahwa ahli-ahli pedang seperti kalian tentu tidak akan salah
tangan, tidak akan melukai tubuhku, cukup dengan merobek
pakaianku saja." Cia Song bicara sambil tersenyum ramah,
sama sekali tidak terkandung nada atau sikap mengejek.
"Baiklah, Cia-sicu. Maafkan kami." Con Gu memandang kepada
empat orang rekannya dan mereka berlima lalu menggerakkan
tangan kanan. Tampak kilatan lima sinar ketika mereka telah
mencabut pedang samurai mereka masing masing. Lima batang
pedang panjang yang agak melengkung itu berkilauan dan ini
menunjukkan bahwa pedang-pedang itu amat tajam. Ketika
dicabut dengan amat cepatnya, terdengar suara berdesing yang
606 menandakan bahwa lima orang itu memiliki tenaga yang kuat.
Setelah mencabut pedang samurai masing-masing, lima orang
itu lalu mulai melangkah dengan geseran-geseran kaki dan
mereka telah mengepung Cia Song dari lima penjuru.
"Bersiaplah, Cia-sicu!" kata Con Gu yang memberi kesempatan
kepada Cia Song untuk mengeluarkan senjatanya.
Dari gerakan mereka saja Cia Song maklum bahwa akan sukar
menandingi mereka berlima kalau dia bertangan kosong. Maka
diapun segera mencabut pedang yang berada di punggungnya,
sebatang pedang beronce merah. Dia mencabutnya dengan
perlahan lalu melintangkan pedangnya di depan dada. Biarpun
dia tidak memasang kuda-kuda secara khusus, namun Cia Song
bersikap hati-hati dan waspada karena dia maklum bahwa lima
orang lawannya ini benar-benar tangguh. Dia harus menjaga
agar dia jangan sampai kalah atau kalau dikalahkan juga dia
harus dapat melakukan perlawanan yang cukup kuat dan
seimbang. Setelah melihat Cia Song mencabut pedang, Con Gu mewakili
rekan-rekannya bertanya, "Cia-sicu, apakah kami sudah boleh
mulai menyerang?" "Boleh, silakan, aku sudah siap!" kata Cia Song.
"Sambut serangan Unsur Swee (Air)!" bentak Con Gu dan dia
menyerang dari depan Cia Song. Pedang samurainya
menyambar dan gerakannya bergelombang seperti ombak
sehingga cocok sekali kalau Con Gu memperkenalkan dirinya
sebagai pemain Unsur Air dalam Ngo-heng Kiam-tin (Barisan
Pedang Lima Unsur) itu. Cia Song sengaja menggunakan
607 pedangnya menangkis dengan pengerahan tenaga karena dia
hendak mengukur tenaga Con Gu melalui serangan pedang
samurainya itu. "Tranggg!!" Pedang samurai itu tergetar dan Con Gu melangkah
ke belakang lima kali. Cia Song juga merasakan pedangnya
tergetar dan tahulah dia bahwa tenaga Con Gu cukup kuat
walaupun masih jauh kalau dibandingkan dengan sin kang
(tenaga sakti) yang dikuasainya.
"Cia-sicu, sambut serangan Unsur Hwe (Api)!" teriak Koi Cu
yang berkepala botak dan bertubuh pendek gendut dari sebelah
kanan Cia Song. Pedang Samurai yang terlalu panjang bagi
tubuh yang pendek itu menyambar lurus, dari bawah ke atas
seperti berkobarnya api dan gerakannya dahsyat sekali. Cia
Song sudah mengukur kekuatan Con Gu dan dia menduga
bahwa tentu tenaga orang pertama itu yang paling kuat di antara
mereka berlima. Maka dia menghadapi serangan Unsur Api ini
dengan mengandalkan kecepatan gerakan tubuhnya. Dia
mengelak sehingga pedang Koi Cu menyambar di samping
tubuhnya. "Sambut serangan Unsur Bhok (Kayu)!" teriak Jiu Hon yang
bertubuh tinggi besar dan mukanya penuh brewok. Orang ketiga
ini menyerang dari belakang, maka Cia Song memutar
tubuhnya, menggeser kakinya dan melihat pedang samurai Jiu
Hon menusuk ke arah lambungnya. Cia Song memiringkan
tubuhnya dan menggunakan pedangnya untuk menangkis dari
samping sehingga serangan Jiu Hon gagal, pedang samurainya
terpental. 608 "Awas serangan Unsur Kim (Emas, logam)!" bentak Kian Su,
orang keempat yang berwajah tampan. Pedangnya meluncur
dan menyerang dari sebelah kiri tubuh Cia Song. Kembali Cia
Song mengelak dengan mengandalkan gin-kang (ilmu
meringankan tubuh) yang tinggi tingkatnya.
"Sambut serangan Unsur Tho (Tanah)!" bentak Hayasi. Orang
yang paling pendek ini menyerang dan pedangnya berputar
menyerang ke arah kedua kaki Cia Song. Serangannya tidak
kalah dahsyat dibandingkan empat orang rekannya. Cia Song
dengan tenang namun cepat meloncat untuk menghindarkan
serangan itu. Setelah lima orang itu masing-masing mengeluarkan jurus
serangannya secara bergiliran dan semua serangan itu dapat
dihindarkan dengan mudah oleh Cia Song mereka berlima
maklum bahwa Cia Song benar-benar lihai, maka mereka tidak
merasa ragu lagi untuk mengeroyok. Con Gu memberi isyarat
kepada empat orang rekannya dan mulailah mereka berlima
menyerang dari lima penjuru dengan berbareng! Serangan
mereka datang bergelombang dan bertubi-tubi, dan hebatnya
serangan mereka itu saling menunjang, saling melengkapi
sesuai dengan watak ngo-heng (lima unsur) sehingga serangan
beruntun yang saling menunjang dan saling melengkapi akan
tetapi yang sifatnya juga saling berlawanan itu menjadi
membingungkan, aneh dan dahsyat sekali!
Diam-diam Cia Song terkejut. Dia tahu bahwa kalau mereka itu
maju satu demi satu, tidak begitu sukar baginya untuk
mengalahkan mereka. Akan tetapi, dengan maju bersama
membentuk Barisan Pedang Lima Unsur, mereka sungguh
609 merupakan lawan yang tangguh dan amat berbahaya. Untuk
dapat melakukan perlawanan yang kuat, Cia Song segera
memainkan ilmu silat gabungan, yaitu pada dasarnya
merupakan ilmu silat pedang aliran Siauw-lim-pai, akan tetapi
dia memasukkan unsur ilmu yang dipelajarinya dari Ali Ahmed,
datuk suku bangsa Hui itu. Ilmu pedang menjadi aneh namun
kuat sekali. Tubuh Cia Song lenyap dibungkus sinar pedangnya
yang bergulung-gulung dan berkelebatan, bukan hanya sinar
pedang itu menangkis lima batang pedang samurai yang
mengancamnya dari lima jurusan yang kadang berputaran,
namun juga mengirim serangan balasan yang tidak kalah
dahsyatnya! Pangeran Hiu Kit Bong yang hanya menguasai ilmu silat yang
rendah, tidak dapat mengikuti jalannya pertandingan. Gerakan
enam orang itu terlampau cepat baginya sehingga pandang
matanya menjadi kabur. Kilatan sinar pedang yang mencuat ke
sana-sini, kadang bergulung gulung, diseling suara berdentangan nyaring membuat dia hanya dapat memandang
kagum. "Bagaimana pendapatmu, ciangkun?"
Dia bertanya kepada Panglima Kiat Kon yang juga menonton
pertandingan itu dengan tertarik sekali. Tingkat kepandaian silat
panglima ini juga sudah cukup tinggi, seimbang dibandingkan
tingkat masing-masing anggauta Ngo-heng Kiam-tin itu, maka
dia dapat mengikuti pertandingan itu dan menjadi amat kagum
melihat betapa Cia Song dapat mempertahankan diri bahkan
mengimbangi serangan gabungan yang dahsyat itu. Dia sendiri
610 akan kalah dalam waktu pendek kalau harus menandingi
pengeroyokan Ngo-heng Kiam-tin itu.
"Hebat, Pangeran. Ngo-heng Kiam-tin memang dahsyat sekali,
akan tetapi kepandaian Cia-sicu juga luar biasa sehingga dia
mampu mengimbangi pengeroyokan itu," katanya sambil
mengangguk angguk dengan hati kagum.
Pertandingan itu memang hebat bukan main. Semua serangan
dari barisan pedang lima orang itu dapat dihindarkan dengan
baik oleh Cia Song, biarpun serangan itu datang bergelombang
dan bertubi-tubi. Akan tetapi serangan balasan dari Cia Song
juga selalu dapat ditangkis. Kalau Cia Song hendak
mengandalkan kelebihan tenaganya, diapun gagal karena yang
menangkis pedangnya tentu sedikitnya dua orang, bahkan
kadang tiga-empat pedang samurai sekaligus menyambut
pedangnya sehingga kelebihan tenaganya diimbangi tenaga
gabungan para pengeroyok. Sampai seratus jurus mereka
bertanding dan belum tampak siapa yang akan keluar sebagai
pemenang. Cia Song merasa sudah cukup menguji jagoan itu dan dia
merasa girang. Ternyata Ngo-heng Kiam-tin memang tangguh
dan boleh diandalkan. Dibantu lima orang seperti ini, apalagi
yang memimpin dua losin perajurit pilihan, dia akan merasa kuat
menghadapi Pek Hong Nio-cu dan Souw Thian Liong. Maka dia
ingin menyudahi ujian itu. Akan tetapi dasar dia memiliki watak
yang sombong, walaupun disembunyikan di balik sikapnya yang
halus dan sopan, maka dia tidak akan merasa puas kalau tidak
lebih dulu mengalahkan mereka agar dia memperoleh kesan
611 yang baik dan agar lima orang itu tunduk kepadanya sehingga
dapat menjadi pembantu-pembantu yang taat kepadanya.
Diam-diam Cia Song mengerahkan tenaga saktinya dan
mempergunakan ilmu pukulan jarak jauh bercampur kekuatan
sihir yang dipelajarinya dari Ali Ahmed.
"Hyaaaattt ahhhh!" Tangan kirinya mendorong ke
depan dan tubuhnya berputar sehingga sasaran pukulan jarak
jauh itu diarahkan kepada lima orang pengeroyok yang
mengepungnya. Dari telapak tangan kirinya keluar asap hitam
yang menyambar ke arah lima orang itu. Terdengar teriakanteriakan kaget dan lima orang itu satu demi satu terhuyung ke
belakang. Cia Song bergerak cepat sekali. Pedangnya
menyambar-nyambar dan ketika dia melompat agak ke belakang
menjauhi mereka, lima orang itu melihat betapa ujung baju
mereka telah terbabat putus oleh sinar pedang Cia Song selagi
mereka terhuyung tadi! Lima orang itu membungkuk sampai dalam dan Con Gu
mewakili para rekanrrya berkata, "ilmu pedang Cia-sicu hebat
bukan main! Kami mengaku kalah!"
Cia Song menyimpan kembali pedangnya dan berkata, "Ngoheng Kiam-tin amat tangguh. Aku girang sekali mendapatkan
pembantu seperti kalian berlima!"
Mendengar ini, Pangeran Hiu Kit Bong dan Panglima Kiat Kon
bertepuk tangan. 612 "Kami girang sekali bahwa mereka berlima lulus ujian, Cia-sicu.


Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bagaimana pendapat sicu" Apakah ditemani mereka yang akan
memimpin dua losin perajurit pilihan dianggap cukup kuat?"
"Lebih dari cukup, Pangeran. Dengan bantuan mereka dan dua
losin perajurit pilihan, hamba yakin kami dapat menangkap
Puteri Moguhai dan Souw Thian Liong."
"Bagus! Duduklah kalian berenam!" kata Pangeran Hiu Kit Bong.
"Akan tetapi kalau Puteri Moguhai jangan dibunuh, sebaliknya
pemuda lihai yang menjadi temannya itu harus dibunuh karena
dia membahayakan kita."
"Tidak, Pangeran. Souw Thian Liong juga akan hamba tangkap
karena dia harus memperhitungkan dosa-dosanya kepada Kunlun-pai dan Siauw-lim-pai. Dia harus menerima hukumannya,"
kata Cia Song. "Hemm, apa sih yang dilakukannya" Ah, sudahlah, bukan
urusan kami. Terserah kepadamu kalau engkau hendak
menangkap pemuda itu, Cia-sicu. Yang terpenting bagi kami
adalah menawan Puteri Moguhai untuk dijadikan sandera," kata
Pangeran Hiu Kit Bong. Setelah mengadakan perundingan matang dan membuat
persiapan, berangkatlah Cia Song bersama kelima Ngo-heng
Kiam-tin, memimpin dua losin perajurit yang terlatih baik dan
rata-rata pandai ilmu silat melakukan pengejaran kepada Puteri
Moguhai dan Souw Thian Liong yang menuju ke barat. Mereka
menunggang kuda-kuda pilihan sehingga dapat melakukan
perjalanan cepat. 613 *** Souw Thian Liong mendapat kenyataan yang amat
menyenangkan hatinya. Setelah melakukan perjalanan dengan
Pek Hong Nio-cu selama hampir sebulan lamanya, dia
mendapat kenyataan betapa amat menggembirakan perjalanan
itu. Pek Hong Nio-cu ternyata merupakan teman seperjalanan yang
amat baik. Wataknya gembira, pandai bicara dan di mana saja
pendekar wanita yang sesungguhnya puteri raja ini
memperlihatkan watak aselinya yang mengagumkan. Ia ramah
terhadap rakyat jelata, murah hati dan siap menolong rakyat
yang hidup sengsara. Ringan tangan menghajar orang orang
yang mengandalkan kekerasan dan kekuasaan untuk menindas
rakyat. Terutama sekali ia amat keras terhadap para pembesar
kecil yang bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat. Dan di
mana saja, para pembesar itu selalu mati kutu dan ketakutan
setelah memperlihatkan pedang bengkok dari emas yang
menjadi lambang kekuasaan Kaisar kerajaan Kin. Puteri raja ini
selain cantik jelita dan menarik hati, juga gagah perkasa dan
memiliki watak yang budiman.
Di lain pihak, diam-diam Pek Hong Nio-cu juga kagum bukan
main kepada Thian Liong. Pemuda itu selalu sopan dan penuh
perhatian. Tidak pernah sedikitpun mernperlihatkan watak mata
keranjang, tidak pernah mencoba untuk merayunya seperti yang
banyak ditemui pada diri para pria kalau bertemu dengannya.
Sungguh seorang pemuda yang hebat, berjiwa pendekar dan
juga pandai bicara dan suka berkelakar dengan sopan.
614 Seperti kita ketahui, ketika mereka berdua tiba di kota Kiang-cu
dan bermalam di sebuah rumah penginapan, Cia Song menemui
Thian Liong dan membujuk agar Thian Liong segera
meninggalkan kota itu karena Kim Lan dan Ai Yin mencarinya
untuk memaksa Thian Liong menikahi Kim Lan atau kalau tidak
mau, dua orang gadis itu hendak membunuhnya.
Setelah Cia Song pergi, Pek Hong Nio-cu mendengar dari Thian
Liong tentang gadis murid Kun-lun-pai yang hendak memaksa
dia mengawini dengan alasan bahwa gadis itu sudah bersumpah
akan berjodoh dengan pria yang dapat mengalahkannya. Kalau
dia tidak mau, Thian Liong akan dibunuhnya! Mendengar ini, Pek
Hong Nio-cu marah sekali.
Malam itu, tanpa setahu Thian Liong, Pek Hong Nio?cu pergi
mengunjungi rumah penginapan di mana Kim Lan dan Ai Yin
bermalam. Ia melemparkan surat celaannya yang disambitkan
ke atas meja dengan sebuah pisau lalu meninggalkan atap
rumah penginapan itu karena ia melihat bayangan orang. Dan
pada keesokan harinya, Thian Liong mengajaknya segera pergi
meninggalkan kota Kiang-cu.
Pemuda ini ingin menghindarkan diri dari kejaran dua orang
gadis Kun-lun-pai itu. Pek Hong Nio-cu juga tidak pernah bicara
tentang dua orang gadis itu juga tidak pernah menceritakan
tentang perbuatannya mengirim surat teguran yang isinya
rnencela murid wanita Kun-lun?pai sebagai wanita yang tidak
tahu malu hendak memaksa seorang pria menjadi suaminya!
Matahari telah naik tinggi dan udara lumayan panasnya. Mereka
berdua menjalankan kuda mereka perlahan-lahan, menyusuri
615 sepanjang tepi Sungai Han, yaitu sungai yang menjadi cabang
Sungai Yang-ce yang besar. Pemandangan alamnya di lembah
sungai itu amat indah. Daerah ini termasuk daerah yang kecil
jumlah penduduknya sehingga tempat yang mereka lalui itu
sunyi. Thian Liong menjalankan kudanya di sebelah kiri kuda
yang ditunggangi Pek Hong Nio-cu. Dua ekor kuda itu berjalan
seenaknya karena dua orang penunggangnya tidak ingin
memaksa binatang yang juga sudah tampak kelelahan itu. Thian
Liong melamun. Dia melamun tentang keadaan dirinya. Sungguh tak pernah
disangkanya sama sekali bahwa dia akan melakukan perjalanan
berdua saja dengan puteri Raja Kin! Dan perjalanan bersama itu
sudah dilakukan selama kurang lebih satu bulan! Sungguh amat
mengherankan dan tentu banyak yang tidak percaya kalau dia
bercerita kepada orang lain. Dia disambut oleh pejabat-pejabat
pemerintah Kin di sepanjang jalan dengan sikap hormat sekali
karena dia diperkenalkan oleh Puteri Moguhai atau Pek Hong
Nio-cu sebagai sahabatnya. Dan puteri itu begitu manis, begitu
ramah dan akrab dengan dia. Akan tetapi yang menunggang
kuda di sisinya ini adalah seorang puteri bangsawan tinggi,
Puteri Raja Kin sedangkan dia apa" Seorang pemuda yatim
piatu yang bodoh dan miskin, rumahpun tidak punya! Akan tetapi
Thian Liong tidak merasa rendah diri. Mengapa rendah diri"
Dia tidak mempunyai pamrih apapun dalam persahabatannya
dengan Pek Hong Nio-cu. Memang harus dia akui bahwa dia
amat tertarik, kagum dan suka sekali kepada gadis bangsawan
ini. Sungguh jauh bedanya gadis ini dibandingkan gadis-gadis
yang pernah dia jumpai. Berpikir sampai di sini, terbayang
olehnya wajah seorang gadis yang manis. Wajahnya bulat telur,
616 rambutnya hitam panjang dengan anak rambut melingkar di dahi
dan pelipis. Dahinya halus dan putih sekali, dengan alis hitam
kecil panjang dan tebal, matanya seperti sepasang bintang,
bersinar tajam dan penuh gairah hidup, hidungnya mancung dan
mulutnya amat menggairahkan, dengan bibir merah basah dan
lesung pipit menghias kanan kiri mulut itu. Dagunya runcing dan
kulitnya putih mulus. Tubuhnya padat ranum dengan pinggang
ramping. Gadis yang lincah dan liar, galak penuh semangat, berpakaian
merah muda. Gadis yang telah mencuri kitab Ngo-heng Lianhoan Kun hoat dari buntalan pakaiannya, kitab yang seharusnya
dia serahkan kepada para ketua Kun-lun-pai seperti yang
dipesan gurunya. Gadis cantik jelita dan juga gagah perkasa.
Akan tetapi sayang, ia mencuri kitab, dan lebih sayang lagi, dia
tidak tahu siapa nama gadis itu dan di mana tempat tinggalnya.
Perjalanannya ke barat inipun untuk mencari gadis pencuri itu.
Dia hanya menduga bahwa gadis itu tentu berada di daerah
barat mengingat bahwa ilmu silatnya seperti ilmu silat aliran
Tibet. Kalau dibuat perbandingan antara gadis baju merah itu dengan
Pek Hon g Nio-cu, alangkah jauh bedanya. Memang mereka
berdua sama sama cantik menarik, sama-sama gagah perkasa,
bahkan sama-sama lincah, agak liar dan galak bersemangat.
Akan tetapi gadis baju merah yang liar itu adalah seorang gadis
kang-ouw tulen dan seorang pencuri, sebaliknya Pek Hong Niocu adalah seorang puteri raja yang baik hati. Akan tetapi aneh,
dia sukar dapat melupakan gadis baju merah itu dan kalau
teringat padanya, jantungnya berdebar dan wajahnya berseri.
Padahal, dia berjanji kalau dapat menemukan gadis baju merah
617 itu, akan direbahkan gadis itu menelungkup di atas kedua
pahanya lalu akan ditamparnya pinggul gadis itu seputuh kali
seperti orang mengajar anaknya yang nakal!
Kemudian, bayangan wajah gadis baju merah yang mencuri
kitab milik Kun-lun pai itu terganti wajah seorang gadis lain.
Wajah yang setelah kini terbayang olehnya, makin tampak
betapa wajah itu tidak ada bedanya dengan wajah Pek Hong
Nio-cu! Dia mencoba untuk mencari perbedaan antara dua
wajah itu. Namun, seingatnya, tidak ada bedanya sama sekali!
Wajah Thio Siang In yang berjuluk Ang-hwa Sian-li, gadis yang
suka memakai pakaian serba hijau itu.
Ada bunga mawar merah di rambutnya. Cantik jelita dan cerdik
sekali. Juga amat lihai ilmu silatnya. Hebatnya, seingatnya Thio
Siang In juga mempunyai setitik tahi lalat di dekat mulutnya, di
ujung bibir, sama dengan Puteri Moguhai! Kedua wajah itu
serupa benar. Kalau ada perbedaan yang sangat mencolok adalah warna dan
bentuk pakaian mereka. Pek Hong Nio-cu berpakaian serba
putih dan Ang-hwa Sian-li berpakalan serba hijau. Akan tetapi,
walaupun tidak sampai mencuri seperti yang dilakukan gadis
baju merah, Thio Siang In itupun seorang gadis yang ugalugalan. Hendak meminjam kitab Sam-jong-cin-keng milik Siauwlim-pai dengan paksa! Ketika dia tidak mau menyerahkan kitab
itu, Ang-hwa Sian-li Thio Siang In marah dan mengajak
bertanding! Sayang sekali, padahal gadis itu gagah perkasa dan
tadinya sudah menjadi teman akrab dengannya. Seperti juga
bayangan gadis baju merah, bayangan Ang-hwa Sian-li ini selalu
muncul dalam ingatannya. 618 Kemudian teringat dia akan wajah Kim Lan, murid
Kun-lun-pai itu, bersama su-moinya (adik seperguruannya) yang bernama Ai Yin. Mereka juga gadis-gadis
manis, cantik menarik, gagah perkasa dan sebagai murid-murid
Kun-lun-pai, tentu saja kepandaian mereka tinggi dan watak
mereka seperti pendekar. Akan tetapi sayang, terutama sekali
Kim Lan, gadis cantik itu diikat sumpah yang aneh sehingga
ketika kalah bertanding melawannya, kini mengejarnya untuk
memaksa dia mengawininya dan kalau dia menolak, dia akan
dibunuhnya! Thian Liong menghela napas panjang. Aneh-aneh saja
pengalamannya dengan gadis-gadis itu! Dan biarpun mereka,
yang tiga orang itu, gadis baju merah, Ang-hwa Sian-li, dan Kim
Lan tidak dapat disamakan dengan Pek Hong Nio-cu yang
anggun, bangsawan tinggi dan tidak ada kesalahan kepadanya,
namun tetap saja ada rasa suka pula dalam hatinya terhadap
mereka. Dan wajah mereka selalu bermunculan dalam
kenangannya. "Souw Thian Liong, kenapa engkau menghela napas panjang
setelah sejak tadi melamun seorang diri?" tiba?tiba suara Pek
Hong Nio-cu menyadarkan dan seolah menyeret dia kembali ke
alam sadar. "Eh" Apa maksud paduka, Puteri?" tanya Thian Liong gagap,
seperti orang baru bangun tidur.
"Hushh! Berapa kali aku memperingatkan agar engkau jangan
menyebut aku paduka dan puteri, kecuali kalau berhadapan
619 dengan para pembesar dan dalam suasana resmi!" tegur Pek
Hong Nio-cu dengan alis berkerut. "Dalam percakapan pribadi,
aku ini bukan lain adalah Pek Hong Nio-cu, seorang sahabat
yang sederajat denganmu."
"Ah, maafkan, Nio-cu. Aku memang pelupa, akan tetapi apa
yang kau maksudkan dengan pertanyaanmu tadi?"
"Hemm, bagaimana sih pertanyaanku tadi, Thian Liong?"
Thian Liong menggeleng kepalanya. "Aku tidak tahu, tidak ingat
lagi." "Nah, itu tandanya bahwa engkau tenggelam ke dalam
lamunanmu," kata Pek Hong Nio-cu sambil menahan dan
menghentikan kudanya. Melihat ini, Thian Liong juga
menghentikan kudanya. "Thian Liong, sejak tadi aku melihat
engkau melamun dengan pandang mata kosong, kadang
tersenyum-senyum dan kemudian engkau menghela napas
panjang. Nah, tadi aku bertanya mengapa engkau melamun
terus dan menghela napas panjang?"
Ah, itukah yang kautanyakan" Nio-cu, marilah kita mengaso dan
berteduh di bawah pohon itu," kata Thian Liong.
"Baiklah, memang sinar matahari panas bukan main dan kuda
kita juga sudah lelah," kata Pek Hong Nio-cu.
Mereka menuju ke sebuah pohon besar yang tumbuh di tepi
Sungai Han, turun dari kuda dan menambatkan kuda di batang
pohon kecil tak jauh dari situ. "Kota Yun?sian berada tidak jauh
620 lagi di depan. Sebelum sore kita sudah dapat memasuki kota
itu." "Nio-cu, agaknya engkau mengenal betul daerah ini," kata Thian
Liong. "Tentu saja, sudah beberapa kali aku mengunjungi Paman
Kuang yang memimpin pasukan menjaga perbatasan. Tapi,
engkau belum menjawab pertanyaan tadi, Thian Liong."
Pemuda itu duduk di atas batu di bawah pohon yang teduh itu
dan Pek Hong Nio-cu juga duduk di atas batu di depannya.
Pemandangan di situ amat indah. Di dekat mereka, hanya empat
meter jauhnya, tampak Sungai Han mengalirkan airnya yang
masih jernih dengan tenang.
Di tepi sungai, kanan kiri, tumbuh subur segala macam pohon
dan semak. Sebuah perahu terapung di tepi sungai tak jauh dari
tempat mereka duduk. Seorang pengail duduk di atas perahu itu,
duduk seperti patung, memegangi tangkai pancingnya, bahkan
menengokpun tidak ketika Thian Liong dan Pek Hong Nio-cu
berhenti di bawah pohon. Dia tenggelam ke dalam keasyikan
memancing ikan. Pengail itu memakai caping lebar akan tetapi sedikit bagian
mukanya kelihatan dan ternyata dia adalah seorang laki laki
yang sudah tua. Thian Liong, dan Pek Hong Nio-cu tidak
memperdulikan kakek itu yang dari bentuk capingnya dapat
diduga bahwa dia tentu seorang bersuku bangsa Hui.
"Aku harus menjawab bagaimana, Pek Hong Nio-cu" Aku tadi
memang sedang melamun. Panasnya sinar matahari dan kuda
621 kita yang berjalan perlahan membu?at aku mengantuk lalu
melamun."

Kisah Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hemm, melamun sambil cengar-?cengir, tersenyum dan
menghela napas. Apa saja sih yang kaulamunkan?"
Tentu saja Thian Liong merasa malu untuk menceritakan bahwa
tadi dia me?lamun, membayangkan gadis-gadis yang pernah
berurusan dengannya! "Ah, aku melamun tentang masa laluku
sampai sa?at ini." "Kenapa senyum-senyum dan menghe?la napas segala" Seperti
orang bergembi?ra kemudian bersedih!" desak puteri itu.
"Aku bergembira ketika teringat ke?tika aku masih kanak-kanak
lalu bersedih kalau mengingat keadaanku sekarang, mengejar
pencuri kitab yang tidak kuke?tahui namanya dan kuketahui
tempat tinggalnya. Kitab itu harus kudapatkan kembali untuk
kuserahkan kepada yang berhak di Kun-lun-pai, kalau tidak
berar?ti aku gagal melaksanakan perintah su?hu."
Pek Hong Nio-cu menatap wajah pe?muda itu penuh perhatian.
Agaknya hati?nya tertarik sekali. "Souw Thian Liong, maukah
engkau menceritakan rlwayatmu ketika engkau masih kecil,
tentang orang tuamu, tentang gurumu" Aku sudah la?ma
mendengar tentang Tiong Lee Cin?-jin yang sangat terkenal
sebagai seorang yang sakti berilmu tinggi, juga yang di?kenal
sebagai Tabib Dewa, suka meno?long siapa saja tanpa pilih
bulu. Bahkan semua keluarga ayahku di istana menge?nal nama
itu dan merasa kagum."
622 "Tidak ada apa-apa yang menarik tentang diriku, Nio-cu. Aku
seorang anak desa yang tlnggal di sebuah dusun kecil di lereng
Mao-mao-san. Ketika berusia lima tahun, ayah ibuku meninggal
dunia karena wabah penyakit perut yang me?ngamuk di dusun
kami." "Aduh, kasihan sekali engkau, Thian Liong. Dalam usia lima
tahun sudah piatu, ditinggal mati ayah ibu," kata Pek Hong Niocu sambil memandang wa?jah Thian Liong dengan iba.
"Aku hidup berdua dengan nenekku dan setelah berusia sepuluh
tahun aku bekerja kepada Lurah Coa di dusun ka?mi.
Pekerjaanku menggembala kerbau."
Pek Hong Nio-cu tersenyum lebar. "Ah, aku teringat akan
dongeng Ibuku. Ketika aku masih kecil ibu mendongeng tentang
seorang pemuda penggembala kerbau yang dengan tiupan
sulingnya me?narik perhatian seorang bidadari sehing?ga
bidadari turun dari langit kemudian menjadi isteri si
penggembala kerbau."
JILID 17 Thian Liong tertawa. "Ha-ha, kalau meniup suling akupun bisa,
akan tetapi mana mungkin ada bidadari memperhatikan aku?"
"Hemm, siapa tahu" Engkau juga seorang penggembala kerbau
yang istimewa, Thian Liong. Lanjutkan ceritamu yang menarik
sekali itu." 623 Thian. Liong merasa heran. Bagaimana kisah tentang seorang
penggembala kerbau saja menarik hati gadis ini" Akan tetapi
segera dia teringat bahwa gadis ini adalah seorang puteri raja,
tentu saja tertarik mendengar akan kehidupan seorang
penggembala seperti juga seorang penggembala akan tertarik
mendengar akan kehidupan seorang puteri raja. Setiap orang
selalu tertarik akan hal yang baru, akan hal yang tak pernah
dialaminya atau keadaan yang berlawanan dengan keadaannya
sendiri. "Ketika aku berusia sepuluh tahun, pada suatu hari aku
menggembala kerbau dan kebetulan aku bertemu dengan suhu
Tiong Lee Cin-jin. Nenekku yang sudah berusia delapanpuluh
tahun, meninggal dunia dan aku lalu ikut dan menjadi murid
suhu. Selama sepuluh tahun aku mempelajari ilmu dari suhu.
Kemudian, setahun lebih yang lalu, suhu menyuruh aku turun
gunung dan aku diberi tugas untuk menyerahkan kitab-kitab
kepada Bu?tong-pai, Kun-lun-pai dan Siauw-lim-pai. Sayang
sekali, kitab untuk Kun-lun-pai itu dicuri gadis baju merah yang
kini sedang kucari itu. Nah, itulah riwayatku, Nio-cu. Sekarang
akupun ingin mendengar riwayat seorang puteri raja, kalau saja
engkau tidak keberatan untuk menceritakan kepada seorang
penggembala kerbau."
Pek Hong Nio-cu tertawa. "Heh-heh, engkau membalas atau
menagih" Riwayatku ketika masih kecil lebih tidak menarik lagi.
Aku hidup di dalam istana, serba tertutup, tidak bebas seperti
engkau. Ke mana-mana dikawal, sungguh menyebalkan. Akan
tetapi untung bagiku, ayahku memberi kebebasan kepadaku
setelah aku remaja, bahkan mengijinkan aku mempelajari segala
macam ketangkasan. Menunggang kuda sudah bisa kulakukan
624 sejak aku berusia lima tahun. Akan tetapi masih kalah olehmu.
Engkau berani menunggang kerbau sejak kecil, sedangkan aku,
sampai sekarangpun nanti dulu kalau disuruh menunggang
kerbau!" "Siapakah yang mengajarimu ilmu silat sehingga engkau kini
memiliki kepandaian yang tinggi?"
"Guruku banyak sekali. Jagoan istana yang mana saja tentu
akan mengajarkan ilmu silatnya kepadaku kalau aku
memberitahu ayah. Ayah yang memerintahkan mereka untuk
mengajariku dengan baik."
"Wah, agaknya engkau seorang anak yang manja dan nakal!"
kata Thian Liong sambil tertawa.
Pek Hong Nio-cu juga tertawa dan bukan main manisnya kalau
puteri ini tertawa. Tawanya bebas sehingga tampak deretan
giginya yang putih rapi seperti mutiara dan lidahnya yang kecil
merah sehat. "Memang aku dimanja olah ayahku akan tetapi aku tidak nakal!"
katanya. "Dan guruku yang terakhir malah belum pernah
berhadapan muka dan belum pernah bicara dengan aku,
sungguhpun aku pernah melihatnya satu kali."
"Lho, bagaimana mungkin" Lalu bagaimana dia kauanggap
sebagai gurumu dan bagaimana pula caramu mempelajari
ilmunya?" tanya Thian Liong heran.
"Begini ceritanya. Pada suatu waktu, aku melihat
ibu bicara dengan seorang laki-laki dalam taman.
625 Aku tidak berani mengganggu dan ketika aku bertanya kepada
ibu, ibu hanya menceritakan bahwa laki-laki itu adalah seorang
sahabat lama dan aku disuruh menyebutnya paman Sie. Paman
Sie itu menurut ibuku, menjadi guruku juga karena dia telah
memberikan tiga buah kitab pelajaran silat seperti yang pernah
kuperlihatkan padamu dan sebuah perhiasan rambut yang
kupakai ini." Pek Hong Nio-cu meraba perhiasan rambut
berbentuk burung Hong yang berada di kepalanya.
"Hemm, jadi karena engkau memakai perhiasan itu maka
engkau mendapat julukan Pek Hong Nio-cu (Nona Burung Hong
Putih?" "Kira-kira begitulah, akan tetapi ibuku memesan agar aku
merahasiakan dari siapa juga tentang kunjungan Paman Sie itu.
Bahkan kepada ayahpun aku tidak menceritakannya."
"Akan tetapi kenapa kepadaku engkau menceritakan?"
"Ah, entahlah. Aku percaya padamu, Thian Liong. Dan pula, aku
kira ibuku melarang aku bercerita karena ibuku adalah seorang
wanita berbangsa Han dan agaknya Paman Sie itu juga
berbangsa Han. Aku tidak menceritakan kepada seorangpun
dari bangsa Nuchen (Kin) dan aku hanya bercerita kepadamu
karena engkau adalah seorang pemuda Han juga dan aku
percaya sepenuhnya kepadamu."
"Terima kasih, Nio-cu. Apakah semenjak itu engkau tidak pernah
bertemu atau melihat Paman Sie itu?"
"Tidak pernah. Aku amat berterima kasih kepadanya karena
setelah aku mempelajari ilmu-ilmu dari kitabnya, aku
626 memperoleh kemajuan pesat. Aku ingin sekali bertemu dan
menghaturkan terima kasih kepadanya, akan tetapi aku tidak
tahu di mana dia. Bahkan ketika aku bertanya kepada ibu, Ibu
juga tidak mengetahuinya dan hanya mengatakan bahwa Paman
Sie adalah seorang perantau besar."
"Tiga buah kitab pelajaran ilmu silat itu memang mengandung
pelajaran ilmu silat yang amat hebat, Nio-cu. Paman Sie itu tentu
seorang yang berilmu tinggi. Oya, kalau Ibumu seorang wanita
Han, siapakah namanya?"
"Namanya Tan Siang Lin. Nama yang bagus, bukan" Dan
engkau nanti setelah berhasil menemukan gadis pencuri kitab
dan merampasnya lalu mengembalikan kepada Kun-lun-pai, lalu
apa selanjutnya yang akan kaulakukan, Thian Liong?"
"Suhuku masih memberi sebuah tugas lain yang tidak kalah
pentingnya. Aku harus membantu para pendekar yang berusaha
menyelamatkan Kerajaan Sung dari cengkeraman kekuasaan
Perdana Menteri Chin Kui."
Pek Hong Nio-cu mengerutkan alisnya. "Ah, aku tahu siapa itu
Perdana Menteri Chin Kui. Dia banyak membantu Kerajaan Kin,
akan tetapi ibuku seringkali bilang bahwa Perdana Menteri Chin
Kui dari Kerajaan Sung itu adalah seorang pengkhianat besar
dan seorang jahat. Bahkan akhir-akhir ini ayahku, Raja Kerajaan
Kin, juga mengecamnya dan pernah bilang kepadaku bahwa
Chin Kui adalah seekor ular kepala dua yang berbahaya dan
tidak boleh dipercaya. Sebagai perantara hubungan Kerajaan
Kin dan Kerajaan Sung, Chin Kui itu sering kali menjegal dan
telah ketahuan bahwa dia juga mencuri sebagian dari hadiah627
hadiah yang dikirimkan oleh Raja Sung untuk Raja Kin. Maka,
sekarang ayahku mulai tidak percaya dan merenggangkan
hubungannya dengan pembesar Chin Kui itu."
"Wah, agaknya engkau mengerti banyak tentang keadaan politik
kerajaan Kin, Nio-cu!" kata Thian Liong sambil memandang
kagum. Ternyata gadis ini memiliki banyak kemampuan dan
pengetahuan yang mengejutkan. Biasanya wanita jarang ada
yang mau tahu tentang pemerintahan.
"Tentu saja, Thian Liong. Akupun bertanggung jawab atas
keselamatan pemerintahan Kerajaan Kin yang dipimpin ayah,
bukan" Malah diam-diam akupun melakukan penyelidikan dan
selalu menentang dan memberantas para pembesar Kin yang
lalim, tidak jujur dan tidak setia. Aku tahu pula bahwa diam-diam
ada persekutuan di kota raja dan aku mendengar bahwa
persekutuan untuk memberontak itu dibantu pula oleh pembesar
Chin Kui dari Kerajaan Sung."
"Ah, begitukah?"
"Karena itulah aku sekarang pergi ke barat untuk mengunjungi
Paman Pangeran Kuang yang menjadi panglima yang
memimpin bala tentara yang menjaga perbatasan. Aku akan
menceritakan semua itu kepada Paman Pangeran Kuang karena
dia adalah seorang ahli yang setia kepada ayah dan menjadi
komandan pasukan besar dan kuat. Dia tentu akan datang ke
kota raja membawa pasukannya untuk menghancurkan
komplotan pemberontak itu."
"Siapakah yang memimpin persekutuan untuk memberontak,
Nio-cu?" Thian Liong merasa heran. Ternyata Kerajaan Kin yang
628 merupakan kerajaan bangsa Nu-chen yang menjajah dan
terkenal kuat itupun keadaannya sama saja dengan kerajaan
Sung yang karena penyerangan bangsa Nuchen terpaksa
pindah ke sebelah selatan Sungai Yang-ce, yaitu ada saja
orang-orang yang berkhianat. "Atau, barangkali aku tidak boleh
mengetahui?" "Ah, aku percaya padamu, Thian Liong. Engkaupun tadi sudah
bicara blak blakan tentang Perdana Menteri Chin Kui kepadaku.
Penggerak persekutuan pemberontak itu adalah seorang
pangeran juga, jadi masih pamanku sendiri, paman tiri. Dia
bernama Pangeran Hiu Kit Bong. Akan tetapi karena belum
mendapatkan bukti bahwa dia akan memberontak dan
menyusun kekuatan secara diam-diam, bahkan mungkin sekali
mengadakan persekutuan dengan Chin Kui, maka aku tidak
dapat berbuat sesuatu. Melapor kepada ayahpun pasti tidak
akan dipercaya kalau tidak ada buktinya. Karena itu, jalan satusatunya adalah menceritakan kepada Paman Pangeran Kuang
yang tentu akan dapat membasmi para pemberontak."
Pendekar Sakti Suling Pualam 17 Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Senopati Pamungkas 26
^