Pencarian

Pendekar Pedang Dari Bu-tong 14

Pendekar Pedang Dari Bu-tong Karya Liang Yu Sheng Bagian 14


kembali." Siang Ngo-nio ikut membaca syair itu berulang kali, kemudian
ujarnya, "Apakah kedua bait syair itu ada asal usulnya?"
"Apa yang kau tanyakan sudah kelewat banyak! Bila masih tak
percaya, lebih baik kita batalkan saja jual beli ini!"
Siang Ngo-nio segera berpikir, "Bila kubatalkan transaksi ini,
dengan kepandaian yang kumiliki pun rasanya tidak mungkin bisa
merebut kembali Lan Giok-keng dari tangannya."
Berpikir sampai disitu, terpaksa dia menjawab, "Baiklah, kali ini
aku akan mempercayaimu. Bila Lernyata kau menipu, akupun dapat
membeberkan semua rahasiamu. Aku pikir, kau pun tidak ingin
orang lain tahu bila Lan Giok-keng sudah terjatuh ke tangan-mu
bukan!" Tonghong Liang tertawa terbahak-bahak.
"Hahahaha.... setali tiga uang, sekarang kau boleh pergi dari sini,
semoga semua harapanmu terkabulkan."
Siang Ngo-nio tertawa, katanya pula, "Dari tangan Lan Giokkeng,
kau pun bakal mendapatkan ilmu pedang Bu-tong-pay,
manfaat yang diperoleh tidak kecil juga. Baik, setali tiga uang,
akupun mengucapkan semoga harapanmu terkabul."
Bayangan tubuh Siang Ngo-nio sudah lenyap dari pandangan
mata, namun sorot mata Tonghong Liang masih diarahkan ke
tempat kejauhan. Sambil berdiri termenung, gumamnya, "Apa daya bunga
berguguran, serasa kenal walet terbang kembali...."
Kemudian pikirnya kembali, "Apa daya bunga berguguran, aku
belum merasakan bagaimana rasanya keadaan seperti ini, aku pun
tidak ingin mengalami, serasa kenal walet terbang kembali...."
Sementara dia masih termenung, tampak Han Siang telah
berjalan keluar dari lorong bawah tanah, sambil tersenyum
tanyanya, "Perempuan beracun itu sudah pergi?"
"Kau tidak usah kuatir, masing-masing sudah peroleh
keuntungan, transaksi pun telah berjalan lancar, dia tidak bakal
datang mencari gara-gara lagi."
Tiba-tiba Han Siang berkata, "Aku benar-benar tidak habis
mengerti, mengapa kau bersedia membantu aku...."
Bicara sampai disini dia segera berhenti sejenak sambil
mengamati perubahan muka Tonghong Liang.
Pemuda itu segera tersenyum, ujarnya, "Aku rasa semua
pembicaraanku dengan Siang Ngo-nio tadi telah kau dengar semua
bukan" Karena itu kini kau sudah mengerti!"
"Maaf, aku sama sekali tidak bermaksud mencuri dengar
pembicaraan kalian. Tapi ada satu hal aku tidak habis mengerti,
bukankah Lan Giok-keng adalah adik angkatmu" Kalau hanya ingin
bertukar ilmu silat dengannya, aku rasa tidak perlu memakai cara
semacam ini bukan?" Tonghong Liang jadi terbungkam dan tidak sanggup menjawab.
Dengan berlagak sok pintar kembali Han Siang melanjutkan,
"Siau-lim, Bu-tong memang bersumber dari satu, kau kuatir dia
tertahan di biara Siau-lim untuk belajar ilmu hingga tidak bisa keluar
lagi, ataukah karena kuatir orang-orang Bu-tong-pay mengetahui
hal ini hingga melarang Lan Giok-keng berhubungan denganmu?"
"Kau senang menduga macam apa, anggap saja begitu, maaf
aku tidak bisa menjelaskan," kata Tonghong Liang dengan wajah
senyum tidak senyum. "Terlepas karena alasan apa pun, yang pasti kau telah
membantuku. Untuk pertolongan ini, sudah sepantasnya aku musti
berterima kasih kepadamu. Tapi balasan seperti apa yang kau
inginkan?" "Sejak awal toh aku sudah bilang, tidak perlu balasan darimu."
"Saudara Tonghong, ilmu silatmu hebat, masih muda dan punya
kemampuan, Liok Ki-seng sekalian pun merupakan bekas anak buah
pamanmu dimasa lampau, bila kau bersedia jadi Liok-lim Bengcu,
aku orang she Han dengan rela dan suka hati akan mendukungmu!"
Tonghong Liang kontan tertawa terbahak-bahak.
"Hahahaha.... menurutmu aku bisa bertampang seorang Liok-lim
Bengcu" Lagipula aku pun tidak punya waktu jadi pentolan bandit!
Hehehe.... terima kasih kau telah mengingatkan, ada satu hal aku
belum berhasil membantumu, tapi kau tidak usah kuatir, cepat atau
lambat lencana emas itu pasti akan kuserahkan kepadamu. Tapi kau
tidak boleh mendesakku!"
Walaupun dihati kecilnya merasa sangat girang, di luaran Han
Siang berpura-pura kaget dan gugup, cepat serunya, "Tonghong
Siauhiap, kau jangan salah paham, aku bukannya sengaja
menyinggung urusan ini dengan maksud mendesakmu. Aku benarbenar
berterima kasih kepadamu, berterima kasih dengan setulus
hati...." Cepat Tonghong Liang mengulapkan tangannya menukas
perkataannya yang belum selesai, ujarnya, "Aku sudah tahu,
maksud baikmu biar kuterima dalam hati. Sekarang aku hanya
minta kepadamu untuk melakukan satu pekerjaan."
"Silahkan diperintahkan."
"Laksanakan segala sesuatunya sesuai dengan rencana yang
telah kuatur, perlakukan Hwee-ko Thaysu dan adik angkatku secara
baik-baik. Sekarang coba kau tengok, apakah mereka telah sadar?"
"Siauhiap tidak usah kuatir, aku pasti akan merawat adik
angkatmu sesuai dengan keuntungan yang bakal diperoleh."
Sewaktu mengucapkan perkataan itu, sekulum senyuman licik
segera tersungging di ujung bibirnya.
Mengawasi bayangan punggungnya masuk ke lorong bawah
tanah, tanpa terasa timbul perasaan menyesal di hati kecil
Tonghong Liang, pikirnya, 'Adik Keng, sebetulnya aku tidak ingin
menipumu lebih jauh, tapi sekarang keadaan mendesak, aku benarbenar
apa boleh buat. Siapa suruh ilmu pedang Bu-tong-pay begitu
hebat hingga membuatku tergila-gila, siapa suruh aku tidak mampu
melawan godaan ini" Aaai, bagaimana pun toh dia telah mencurigai
aku, sama seperti seorang hwesio makan daging, sekali berdosa,
dua kali pun tetap berdosa, jadi mencuri satu jurus atau sepuluh
jurus sebetulnya memang tidak ada bedanya!'
Ternyata dia adalah seseorang yang gila ilmu silat, selama
berlatih bersama selama tujuh hari dengan Lan Giok-keng, dia telah
berhasil mempelajari beberapa jurus ilmu pedang bocah itu.
Sekalipun begitu, dia merasa beberapa jurus ilmu pedang yang
dipelajarinya itu seakan belum berhasil dipahami benar-benar,
semakin dia mempelajari rahasia ilmu pedang Thay-kek-kiam-hoat,
dia semakin merasa kalau ilmu tersebut tidak terkirakan dalamnya.
Seperti orang yang sudah keranjingan sesuatu, begitu mulai
kecanduan, sulitlah baginya untuk melepaskan diri lagi.
Akan tetapi perangkap yang diaturnya saat ini bukan seratus
persen dikarenakan dia ingin mencuri belajar ilmu pedang dari Lan
Giok-keng. Rembulan telah muncul diangkasa, memandang bunga di bawah
sinar rembulan selalu menimbulkan keindahan yang luar biasa.
Semasa masih berada dalam lembah seratus bunga, Seebun Yan
paling senang mengajaknya menik-mati bunga di bawah sinar
rembulan. Walaupun kebun bunga yang berada dihadapannya sekarang
adalah kebun bunga yang ditata dengan tenaga manusia, namun
kebun alami di Pek-hoa-kok terasa jauh lebih menawan.
Aaai, dia merasa bersalah bukan terhadap Lan Giok-keng seorang
saja! Sambil menghela napas pikirnya, 'Bibi, kau jangan salahkan aku
yang telah membeberkan rahasiamu, kalau tidak begitu, tidak nanti
aku mampu menghadapi Bouw Ciong-long. Aku telah bersumpah
dihadapan suhu, harus berhasil mengalahkan jago paling lihay dari
Bu-tong-pay, kalau melawan dengan tenaga tidak berhasil, apa
salahnya aku kalahkan mereka dengan akal"'
Ternyata semua rencana yang dia susun selama ini, termasuk
meminjam tangan Siang Ngo-nio untuk menghadapi Bouw Cionglong,
merupakan bagian dari rencana besarnya untuk menghadapi
Bu-tong-pay, dia ingin mewujudkan harapan tiga generasi
perguruannya untuk menjatuhkan kehebatan pihak Bu-tong.
Kemudian dia mencoba menghibur diri, Aku rasa cinta bibi
terhadap Bouw Ciong-long belum pupus, entah bagaimana perasaan
paman di alam baka" Apalagi Bouw Ciong-long lah yang menyalahi
bibi lebih dahulu. Bibi, apa yang kulakukan selama inipun antara lain
untuk membalaskan sakit hatimu!'
Tapi bagaimana penjelasannya terhadap Seebun Yan"
Sambil tertawa getir terpaksa pikirnya, 'Piaumoy, kau pun jangan
salahkan aku, bukan-kah pernah aku katakan, telur angsa tak boleh
ditaruh dalam satu keranjang!'
Entah berapa lama sudah lewat, Lan Giok-keng seolah mendapat
mimpi buruk, dia tersadar dari mimpinya.
Pandangan matanya terasa sangat gelap, dia tahu saat ini dirinya
sedang terkurung dalam sebuah ruang gelap.
Setelah berhasil menenangkan diri, lamat lamat ia seperti
mendengar suara seseorang sedang bernapas. "Siapa disitu?"
Saat i tulah terdengar orang itu berkata pula, "Anak Keng, kau
telah sadar." "Hwee-ko Thaysu, rupanya kau," seru Lan Giok-keng kegirangan,
"bagaimana keadaan Tonghong toako?"
"Aku tidak tahu, akupun baru tersadar."
Lambat laun pandangan mata Lan Giok-keng dapat
menyesuaikan diri dengan keadaan disana, ternyata ruangan itu
tidak gelap sama sekali, walaupun ke empat dinding batu itu tidak
berjendela, namun dari sela-sela dinding masih tampak cahaya
lemah yang menyusup masuk.
Setelah berusaha konsentrasi, kini dia dapat melihat kalau Hweeko
sedang duduk bersila. Dengan suara keras diapun berteriak, "Dasar bandit busuk,
mengapa kalian mengurungku disini!"
"Tidak ada gunanya," cegah Hwee-ko sambil terbatuk, "mau
teriak sampai serak suaramu pun jangan harap mereka akan
perdulikan dirimu." Siapa tahu baru selesai perkataan itu diucapkan, mendadak dari
atas dinding batu terbuka sebuah lubang kecil, kemudian ada orang
mendorong masuk sebuah kotak persegi panjang, ketika Lan Giokkeng
membuka penutup kotak itu, ternyata isinya adalah nasi,
hidangan serta sepoci arak yang tamnpak masih panas.
Kontan saja Lan Giok-keng mengumpat, "Aku bukan tawananmu,
tidak sudi makan nasi penjara!"
Orang yang berada diluar segera menyahut sambil tertawa,
"Sauya ini susah amat diladeni, ayam goreng yang wangi, nasi putih
yang harum masih dianggap makanan penjara" Aku mendapat
perintah dari Kokcu untuk secara khusus menghantar kemari, mau
makan mau tidak, terserah!"
Mungkin lubang kecil itu segera ditutup kembali oleh orang yang
berada diluar, suasana dalam ruang penjara kembali dicekam dalam
kegelapan. "Sudah, jangan marah," Hwee-ko Thaysu segera menghibur,
"kalau kau enggan makan, tubuhmu pasti semakin lemah."
Lan Giok-keng memang merasa agak lapar, maka ujarnya,
"Kokcu bajingan ini licik dan banyak akal, apalagi dibantu
perempuan siluman itu, darimana kita tahu kalau hidangan yang
mereka hantar tidak dicampuri racun?"
"Bagaimana pun juga, kita sudah terkena racun dari siluman
wanita itu, jadi semisal keracunan lagi, paling banter keadaannya
tidak jauh berbeda dengan keadaan kita sekarang, tidak sanggup
mengeluarkan tenaga. Aku tidak yakin akan mengalami keadaan
lebih tragis." Saat itu Lan Giok-keng sudah tidak segusar tadi, begitu dipikir
apa yang dikatakan Hwee-ko benar juga, maka dia pun manggutmanggut.
Semisal pihak lawan berniat mencelakainya, memang
mereka tidak perlu meracuni lagi kini.
"Menurut pendapatku," ujar Hwee-ko Thaysu kemudian,
"Seebun-hujin pasti akan berusaha untuk menyelamatkan Tonghong
Liang, jadi buat kita bukannya tiada harapan untuk lolos dari
kurungan. Tapi bila kau enggan mengisi perut, kuatirnya tidak bisa
menunggu hingga saat itu."
"Betul juga perkataan Thaysu," sahut Lan Giok-keng cepat.
Maka bersama Hwee-ko Thaysu, dia sikat semua hidangan yang
tersedia hingga ludas, sementara sepoci arak itu dinikmati pendeta
tersebut seorang diri. Ketika selesai menghabiskan sepoci arak dan membuang jauh
jauh poci arak tersebut, sambil tertawa tergelak ujar Hwee-ko
Thaysu, "Seandainya tiap hari ada sepoci arak wangi untukku, biar
aku si hweesio harus duduk sampai mati disini pun tidak ada
salahnya juga...." Lan Giok-keng tidak bisa menirukan sikap rekannya yang begitu
tenang tenteram, ketika perut sudah kenyang dan tenaganya
tumbuh kembali, dia mulai menggerakkan anggota tubuhnya untuk
melemaskan diri, kemudian dihampirinya dinding ruangan dan mulai
diraba. Ternyata dinding itu tidak rata dan seakan terbuat dari batu
cadas alam, dia mencoba meminjam cahaya matahari yang
menyusup masuk lewat cerah untuk memeriksa bagian atas
ruangan, ternyata atap bangunan itupun tidak rata.
"Tampaknya ruang penjara yang dipakai untuk menyekap kita
adalah sebuah gua batu," ujar Lan Giok-keng kemudian.
"Sudah, tidak usah banyak berpikir, sekalipun bukan dibangun
dari gua batu pun mustahil bagi kita untuk singkirkan batu besar
yang menyumbat pintu masuk itu."
Lan Giok-keng terbungkam dalam seribu basa, pikirnya, 'Kalau
Seebun-hujin tidak muncul, atau semisal dia sudah datang namun
tidak tahu kalau aku dan Hwee-ko Thaysu terkurung disini, sampai
kapan kami baru bisa loloskan diri" Aaai, tampaknya satu-satunya
harapan tinggal Tonghong Toako, semoga saja dia bisa
menyelamatkan kami berdua'
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia berpikir, 'Hweeko
Thaysu sudah berusia enam puluh tahun lebih, sementara aku
baru enam belas tahun. Buat dia mah tak masalah, masa aku harus
menghabiskan sisa hidupku dalam neraka yang gelap gulita ini"'
Saking jengkelnya dia hantam dinding batu itu keras keras.
"Blaaammm....!" pukulan itu menyebabkan kepalannya sakit
bukan kepalang. Nyaris dia mengucurkan air mata saking saki tnya.
"Aaai, akulah yang membuat kau turut menderita," ujar Hwee-ko
dengan nada minta maaf. "Aku sendiri yang ingin ikut, masa Thaysu yang disalahkan?"
sahut Lan Giok-keng, "aku hanya kesal, entah sampai kapan baru
bisa lolos dari kurungan ini."
"Kalau toh sudah berada disini, buat apa musti dirisaukan," kata
Hwee-ko Thaysu sambil kembali duduk bersila, "kekayaan,
kemuliaan bagai awan di angkasa, kesengsaraan, musibah bagai
impian. Ada tampak ibarat tidak ada muka, tidak perlu risau tidak
perlu murung." Di balik ucapan tadi terselip kata-kata rahasia yang pernah
diucapkan Sucouwnya, Lan Giok-keng seketika merasakan hatinya
tergerak, pikirnya, 'Dalam Sim-hoat tenaga dalam yang diajarkan
Sucouw, tampaknya ada pengungkapan tentang segala sesuatu


Pendekar Pedang Dari Bu-tong Karya Liang Yu Sheng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang berkembang sewajarnya, bukankah ungkapan tersebut seperti
dua patah kata itu" Ehmm, seperti biar bukit Thaysan menindih
kepala, kuanggap bagai angin berlalu. Tidak terpengaruh oleh
musuh, kekuatan musuh justru dapat kugunakan. Betul, inilah kunci
dari ilmu dengan tenaga dua tahil menepis beban seribu kati. Masih
ada yang lain" Thay-kek berputar dengan garis bulat, tiada putus
tiada berhenti, niat ada di ujung pedang, bergerak saling
bersambungan. Aaai.... ternyata Kiam-koat dan Sim-hoat yang diajarkan Sucouw sangat
dalam dan luas artinya, sayang Tonghong toako tidak ada di
sampingku, hingga tidak ada yang ikut memberi petunjuk atas
beberapa bagian yang tidak kupahami'
Dari ucapan Hwee-ko Thaysu, dia mulai membayangkan Simhoat
tenaga dalam ajaran Sucouw nya, tentu saja Hwee-ko sendiri
tidak mengetahui akan hal itu, tapi bersamaan waktu tiba-tiba
hatinya tergerak, dia seperti teringat akan sesuatu yang belum
pernah terpikir kan sebelumnya, cepat dia bertanya, "Adik Keng,
apakah tadi pukulanmu yang menghantam di atas bebatuan"
Apakah tenaga murni mu sudah pulih kembali?"
"Masih selisih sangat jauh," sahut Lan Giok-keng sambil tertawa
getir, "sebelum turun dari gunung Bu-tong, biarpun ilmu pukulan
lembek belum berhasil aku kuasai, namun kekuatanku sudah cukup
untuk memukul hancur bebatuan, tapi hari ini, aaai...."
Bicara sampai disitu iapun terbungkam, sebab gara-gara pukulan
tadi, kepalannya malah terasa begitu sakit tulangnya bagaikan mau
retak saja, tidak tahan diapun menghela napas.
"Bagaimana mungkin bisa kau membandingkan keadaan dihari
biasa," kata Hwee-ko Thaysu, "kini kau sudah keracunan, coba
kalau kepalanku yang saling berbentur dengan bebatuan cadas itu,
mungkin tulang belulangku saat ini sudah retak dan hancur."
"Mungkin saja hal ini disebabkan racun yang masuk ke dalam
tubuh Thaysu jauh lebih dalam."
"Aku rasa bukan hanya itu alasannya, biarpun aku memang
keracunan hebat, tapi tenaga dalamku telah kulatih hampir empat
puluh tahun lamanya."
Seperti ada yang dipikirkan, beberapa saat kemudian dia baru
melanjutkan sambil menghela napas, "Yang paling penting dalam
berlatih tenaga dalam adalah Sim-hoat, sudah puluhan tahun aku
berlatih tenaga dalam namun tidak pernah menyelami Sim-hoat
tingkat atas, karena itu meski tenaga dalamku jauh lebih sempurna
ketimbang kekuatanmu, namun begitu dipunahkan orang dengan
obat-obatan, maka kondisi ku akan lebih susah untuk memulihkan
kembali kekuatan ketimbang dirimu. Eehmm, sayang aku sudah dua
puluh tahunan menjadi hweesio dalam biara Siau-lim, namun kini
harus pergi dengan tangan hampa. Tahu bakal terjadi peristiwa
seperti hari ini, aku seharusnya minta petunjuk Sim-hoat tenaga
dalam dari Tong-sian Hong-tiang."
"Padahal, aku sendiripun belum lama baru mendapat warisan
Sim-hoat tenaga dalam dari sucouw."
Hwee-ko kembali menghela napas.
"Aaai, hal ini semakin terungkap bahwa Sim-hoat tenaga dalam
aliran Bu-tong-pay memang tidak terukur hebatnya. Bu-tong
bersumber dari Siau-lim, Thio-cinjin menciptakan Sim-hoat tenaga
dalam berdasarkan ilmu dari Siau-lim, tapi aku rasa kehebatannya
saat ini mungkin masih setingkat lebih hebat daripada Sim-hoat
tenaga dalam aliran Siau-lim."
Tergerak pikiran Lan Giok-keng sesudah mendengar perkataan
itu, pikirnya, 'Hwee-ko Thaysu memiliki tenaga dalam yang
sempurna, asal dia bersedia melatih Sim-hoat tenaga dalam warisan
Sucouw, siapa tahu ilmu tersebut dapat membantunya lebih cepat
pulih seperti sedia kala. Tapi bila aku bicara terus terang, belum
tentu dia bersedia menerima tawaranku'
Maka segera ujarnya, "Hwee-ko Thaysu, dasar ilmu silatku
sangat cetek, apakah kau bersedia membantuku?"
"Bantuan apa?" "Kalau dibicarakan sesungguhnya sangat memalukan, Sucouw
pernah mewariskan Sim-hoat tenaga dalam kepadaku, tapi sayang
tidak ada yang membantuku memberi penjelasan, selama dua bulan
terakhir aku sudah mencoba merabanya, sayang otakku kelewat
dodol hingga susah memahaminya dengan baik. Mau kah kau
memberi sedikit petunjuk kepadaku?"
"Kalau kau pun menganggap daya pencerahanmu jelek, siapa
lagi didunia ini yang memiliki daya pencerah an bagus. Tapi
memang harus diakui, teori Sim-hoat tenaga dalam memang sulit
dan dalam sekali artinya, biarpun kau pintar, selama dasar ilmumu
masih cetek memang tidak mudah untuk memperoleh pencerahan
dengan baik." Sambil berkata, dalam hati dia berpikir, 'Bocah ini mempunyai
daya pencerahan yang tinggi, bila aku dapat membantunya melatih
Sim-hoat tenaga dalam, sekalipun belum tentu bisa lolos dari
kurungan, mungkin kondisinya akan jauh lebih baik'
Dalam pada itu Lan Giok-keng telah berkata lagi, "Thaysu, aku
segera akan membaca isi Sim-hoat tenaga dalam itu, mohon kau
sudi memberi petunjuk."
"Tidak masalah bila kau ingin membacanya, tapi harus diingat,
Sim-hoat tenaga dalam tidak boleh diajarkan kepada orang lain,
sekalipun orang itu punya hubungan yang paling akrab pun!"
"Aku tahu. Tapi aku butuh bimbingan dari Thaysu, atau janganjangan...."
Hwee-ko Thaysu tertawa tergelak, tukasnya, "Hahahaha....
karena ingin menghindari kecurigaan, kau kuatir aku tidak berani
mendengarkan Sim-hoat tenaga dalam dari perguruanmu" Kau
salah paham, aku tidak bermaksud begitu."
"Benar, terkadang untuk menghindari pembicaraan masyarakat,
seseorang harus berusaha menghindar atau berkelit. Tapi Thaysu
adalah seorang pendeta suci, aku rasa kau tidak perlu bersikukuh
dengan pendapat semacam itu bukan."
Kembali Hwee-ko tertawa. "Tidak nyana kau si monyet kecil pun mengerti memberi topi
tinggi kepada orang lain. Tapi masalah ini tidak ada sangkut
pautnya dengan pandangan orang. Terus terang saja aku beritahu,
sekalipun aku bermaksud jahat, ingin menggunakan kesempatan ini
untuk mencuri belajar tenaga dalam perguruanmu, belum tentu
usaha ini akan membawa hasil, mengertikah kau?"
Lan Giok-keng merasa setengah paham setengah tidak, dia tidak
berani menanggapi. "Aku lihat kau masih benar-benar tidak paham," kembali Hweeko
Thaysu berkata, "aku ingin bertanya, lebih gampang menulis
diselembar kertas yang masih kosong atau menulis di selembar
kertas yang sudah dipenuhi tulisan?"
Kali ini Lan Giok-keng benar-benar paham, sahutnya sambil
tertawa, "Kalau lembaran kertas itu sudah dipenuhi tulisan, mana
mungkin kita bisa menulis lagi?"
"Aku sudah empat puluh tahunan berlatih tenaga dalam, bila
ingin berganti belajar tenaga dalam aliran lain, pertama-tama aku
harus melupakan dulu semua yang pernah kupelajari, kemudian
baru bisa belajar lagi dari awal, sama seperti selembar kertas yang
sudah dipenuhi huruf, kita harus membersihkannya dulu sebelum
bisa ditulisi kembali. Mungkin berlatih empat puluh tahun lagi pun
belum tentu akan berhasil, hahaha.... umurku mah tidak bakal
melewati seratus tahun."
Sebenarnya Lan Giok-keng bermaksud membantu Hwee-ko
mempercepat pemulihan tenaga dalamnya, tapi sekarang dia baru
sadar kalau niat baiknya tidak mungkin bisa dilakukan. Akibatnya dia
jadi merasa tidak enak hati.
"Kau pernah mendengar perkataan yang mengatakan: Pagi
mendengar pelajaran, biar malam hari mati pun tidak siasia?"
"Kalau tidak salah, itu ucapan dari Khong Hu-cu?"
"Terlepas siapa pun yang mengatakan, maknanya tetap sama
saja. Biarpun aku tidak bisa mempelajari tenaga dalam
perguruanmu lagi, namun bisa mendengar Sim-hoat tenaga dalam
tingkat tinggi, perasaanku tetap akan gembira karena bisa
"mendengar pelajaran" baru."
Siau-lim dan Bu-tong memang berasal dari sumber yang sama,
sekalipun selama banyak tahun berada di biara Siau-lim, Hwee-ko
belum pernah mempelajari tenaga dalam aliran Siau-lim, namun
sedikit banyak dia berhasil juga menyerap banyak rahasia dari ilmu
tersebut. Dengan sendirinya ke dalaman ilmu nya kini sudah jauh
melebihi kemampuan Lan Giok-keng.
Ketika bocah itu menanyakan setiap kesulitan yang dihadapinya
sewaktu mempelajari Sim-hoat tenaga dalamnya, satu per satu
Hwee-ko menjelaskan sambil memberi petunjuk.
Terkadang dia tidak bisa memberi jawaban seketika, setelah
berpikir semalaman, pada hari ke dua dia selalu berhasil
memberikan jawaban yang memuaskan untuk bocah itu.
Hidup dalam penjara gelap memang susah mengetahui jumlah
hari, namun makanan yang dikirim dari luar tetap berjalan sesuai
waktu. Pagi, siang, malam tiga kali hidangan selalu tiba tepat waktu.
Dari jumlah pengiriman inilah mereka memperkirakan beberapa hari
sudah lewat. Di saat Lan Giok-keng mulai berlatih Sim-hoat tenaga dalam,
pada tiga kali pertama, kemajuan yang diperoleh sangat pesat,
dalam perkiraan tiga hari, kekuatan tenaga dalamnya telah pulih
dua bagian, tapi kemudian kemajuan yang dicapai semakin
melambat, pada hari ke tujuh, tenaga dalam yang berhasil pulih
baru mencapai dua bagian lebih, tiga bagian pun belum tercapai
penuh. Sebab terjadinya keadaan tersebut memang tidak sulit ditebak,
hal ini dikarenakan dalam hidangan yang dihantar untuk mereka
telah dicampuri dengan sesuatu bubuk pelemas tulang. Kadar yang
dicampurkan kurang lebih bisa memunahkan bertambahnya tenaga
dalam yang berhasil dilatih Lan Giok-keng setiap harinya.
Sementara bagi Hwee-ko yang tenaga dalamnya sejak awal telah
punah, tercampurnya bahan pelemas tulang didalam hidangan sama
sekali tidak menimbulkan pengaruh apa pun.
Namun ada satu hal membuat Hwee-ko tidak habis mengerti, bila
tindakan Lan Giok-keng yang sedang berlatih tenaga dalam telah
diketahui Han Siang dan Siang Ngo-nio (dia sangka perempuan itu
masih berada disana), mengapa mereka tidak menambah kadar
bubuk pelemas tulang, agar usahanya mengalami kegagalan total"
Tapi tetap membiarkan bocah itu memperoleh sedikit kemajuan"
Walaupun alasannya tidak diketahui jelas, berhubung setiap hari
tetap diperoleh kemajuan, maka Lan Giok-keng pun berlatih lebih
jauh. Ada satu hal lagi yang diluar dugaan mereka semua, yakni
pedang milik Lan Giok-keng ternyata tidak ikut dirampas.
Oleh sebab itu semasa berlatih tenaga dalam, Lan Giok-keng pun
mulai berlatih kembali ilmu pedang Thay-kek-kiam-hoat.
Dalam berlatih ilmu pedang Thay-kek-kiam-hoat, Hwee-ko tidak
mampu memberikan petunjuknya lagi.
Namun pendeta itu adalah seorang jago berilmu tinggi, sekalipun
dia tidak dapat memberikan petunjuk yang bermanfaat dalam ilmu
pedang, tapi dapat diketahui olehnya bahwa ilmu pedang Thay-kekkiam-
hoat mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Sim-hoat
tenaga dalam, ilmu pedang itu harus di dukung tenaga dalam dan
sewaktu berlatih pedang, harus berlatih juga tenaga dalam.
Hari ini, ketika Lan Giok-keng sedang berlatih jurus ke enam
hingga jurus ke delapan ilmu pedangnya, dia jumpai kesulitan.
Dengan mengandakan kemampu-an pencerahannya yang tinggi,
berulang kali dia melakukan perbaikan atas jurus pedang yang
pernah dipelajarinya dari ayah angkatnya, namun perbaikan yang
berulang kali masih juga tidak mendatangkan kepuasan.
Beberapa kali dia berusaha mengulang ke empat bait Kiam-koat
yang dimilikinya, "Thay-kek berputar dengan garis bulat, tiada putus
tiada berhenti, niat ada di ujung pedang, bergerak saling
bersambungan." Saking seriusnya dia berpikir hingga hidangan yang dikirimkan
hari itu lupa disantap. Hwee-ko Thaysu ikut mengulang ke empat bait kiam-koat
tersebut, tiba-tiba ujarnya, "Menurut pendapatku, Kiam-koat dan
Sim-hoat perguruanmu ada saling keterkaitan, sayang teori Thaykek-
kiam-hoat kelewat dalam, sulit bagiku untuk memberi pendapat
ataupun gambaran, kalau tidak, asal ilmu pedangmu berhasil dilatih,
otomatis tenaga dalammu akan semakin lancar pula."
Ternyata semakin dalam dia pelajari Sim-hoat tenaga dalam itu,
semakin banyak penemuan-penemuan baru yang diperoleh, rahasia
yang semakin dalam pun bermunculan.
Pada tahap pertama, Hwee-ko masih bisa bertindak sebagai guru
Lan Giok-keng, namun mencapai tahapan kedua, dia mulai merasa
berat dan pusing. 'Aaai, sayang tidak ada Tonghong toako.... ' pikir Lan Giok-keng.
Baru saja ingatan itu melintas, terdengar Hwee-ko sedang
bergumam pula sambil menghela napas, "Sayang mereka tidak
mengurung Tonghong Liang satu ruangan dengan kita."
Mendengar itu Lan Giok-keng melengak, serunya tanpa sadar,
"Darimana kau tahu kalau Tonghong toako pun mengerti ilmu
pedang Thay-kek-kiam-hoat!" Hwee-ko ikut tertegun, cepat
tanyanya, "Kalau begitu kau pernah mendapat petunjuk ilmu pedang dari
Tonghong Liang?" "Benar. Dia pernah berlatih ilmu pedang bersamaku selama tujuh
hari, banyak manfaat yang kuperoleh waktu itu. Sayang selama
tujuh hari, aku hanya mampu memahami tujuh, delapan jurus."
"Apakah waktu itu kau belum kenal dengan Tonghong Liang?"
"Benar, sampai saat berpisahan kami baru saling
memperkenalkan diri."
"Aaai, kau kelewat gampang mempercayai orang lain."
"Padahal jauh sebelum berjumpa aku, dia sudah pernah
menyaksikan ilmu pedang Thay-kek-kiam-hoat. Dia pernah naik ke
gunung Bu-tong dan bertanding pedang melawan guruku, kemudian
diapun pernah bertarung tiga jurus melawan Bu-beng Cinjin, Ciangbunjin
yang sekarang. Hanya waktu itu aku sudah turun dari
gunung Bu-tong hingga tidak berkesempatan menyaksikan
pertarungan ini." Dia kuatir Hwe-ko menuduh dia telah mengajarkan ilmu pedang
perguruannya kepada orang luar, maka segera memberikan
penjelasan. "Tonghong Toako luar biasa pintarnya, belum pernah kujumpai
orang lain sepintar dia," kata Lan Giok-keng lagi.
"Ucapanmu memang benar, meski aku belum pernah bertemu,
aku pun tahu kalau dia sangat cerdas."
Dia tidak menjawab pertanyaan dari Lan Giok-keng, tapi bocah
itu menyangka Hwee-ko sudah tahu masalah Tonghong Liang yang
membuat keonaran di bukit Bu-tong sewaktu masih berada di biara
Siau-lim. Dia pun merasa karena dirinya sudah angkat saudara dengan
Tonghong Liang, maka bukan satu kejadian yang aneh bila
Tonghong Liang memberi petunjuk ilmu pedang kepadanya.
Padahal darimana dia tahu kalau Hwee-ko bisa menebak
Tonghong Liang mengerti ilmu pedang Thay-kek-kiam-hoat dari
'sumber' yang lain, dan sumber tersebut berasal dari Seebun-hujin,


Pendekar Pedang Dari Bu-tong Karya Liang Yu Sheng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perempuan yang pernah membuatnya tergila-gila. Hanya saja saat
ini dia enggan menjelaskannya kepada Lan Giok-keng.
Sementara kedua orang itu masih dicekam oleh pemikiran
masing-masing, mendadak terdengar Han Siang berkata dari luar
ruangan, "Huuh, apa anehnya dengan Thay-kek-kiam-hoat" Kau
sangka hanya Tonghong Liang seorang yang bisa memberi petunjuk
kepadamu?" "Baiklah," sahut Lan Giok-keng sambil tertawa dingin, "kalau
begitu tolong Han Kokcu masuk kemari untuk memberi petunjuk
beberapa jurus kepadaku!"
Biarpun tenaga dalamnya belum pulih tiga bagian, namun dia
yakin masih sanggup mengalahkan Han Siang, paling tidak dengan
andalkan ilmu pedangnya, dia bisa memaksakan musuh terluka
bersama dirinya. "Paling banter juga mampus, apa salahnya kalau akupun berhasil
menyarangkan sebuah tusukan ke tubuhnya," demikian bocah itu
berpikir. Han Siang segera tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha.... kalau hanya untuk memberi petunjuk kepada seorang
bocah ingusan macam kau, buat apa aku musti turun tangan
sendiri" Seorang anak buah ku pun sudah cukup untuk memberi
petunjuk kepadamu!" Di tengah gelak tertawa Han Siang, tiba-tiba dari bagian atap
penjara itu terbuka sebuah lubang, kemudian terlihat seseorang
melompat turun ke bawah. Sebagaimana dugaan mereka semula, ternyata penjara ini
berasal dari sebuah gua alam yang dirubah menjadi ruang tahanan.
Di atas gua itu telah dilengkapi dengan sebuah alat rahasia yang
dapat membuka dua buah batu raksasa dalam ukuran yang
dikehendaki, begitu tubuh seseorang melompat turun, pintu gua itu
segera menutup kembali. Sewaktu pintu gua terbuka tadi, suasana di dalam ruang penjara
itu tampak jauh lebih terang, dapat dilihat pula kalau usia orang itu
tidak terlalu tua, dia mengenakan baju serba hitam dengan wajah
tertutup selembar kain hitam (Gb 11).
Dengan suara nyaring Lan Giok-keng menghardik, "Kau siapa"
Mengapa tidak berani bertemu aku dengan wajah aslimu?"
Orang itu sama sekali tidak bersuara, dia hanya perlahan-lahan
mencabut keluar pedangnya.
Terdengar Han Siang berteriak lagi dari luar gua, "Kau tidak usah
perduli siapakah dia, asal dapat memenangkan satu jurus saja dari
orang itu, aku segera akan membebaskan kalian berdua."
"Baik, kau sendiri yang bilang. Ayoh mulai lancarkan
seranganmu!" Manusia berkerudung itu menutulkan ujung pedangnya dua kali,
maksudnya sangat jelas, membiarkan dia turun tangan lebih dahulu.
Lan Giok-keng bukanlah pemuda yang tidak tahu diri, melihat
manusia berkerudung itu menunjukkan sikap seorang jagoan, dia
tidak berani pandang enteng. Sahutnya kemudian, "Baik, kalau kau
minta aku yang menyerang dulu, baiklah, aku segera akan
perlihatkan kejelekanku."
Ujung pedangnya berputar membentuk satu lingkaran busur,
jurus pertama yang digunakan adalah jurus pembukaan dari Thaykek-
kiam. Biarpun hanya jurus pembukaan, namun lingkar-an busur yang
terbentuk persis sama seperti teori yang berbunyi, "Thay-kek
berputar dengan garis bulat, tiada putus tiada berhenti."
Kembali Lan Giok-keng berpikir, 'Aku tidak heran meski ilmu
silatmu jauh lebih tinggi, ingin kulihat dengan cara apa kau memberi
petunjuk atas Thay-kek-kiam-hoat ku'
Belum habis dia berpikir, orang itu sudah melakukan gerakan
balasan, diapun membuat satu lingkaran busur hanya arahnya yang
berlawanan, secara gampang tanpa membuang sedikit tenaga pun
dia punahkan jurus pembukaan dari bocah itu.
Lan Giok-keng sangat terperanjat, pikirnya, 'Ternyata orang ini
benar-benar mengerti ilmu pedang Thay-kek-kiam-hoat!'
Dari jurus pembukaan, dengan cepat dia merobah jadi jurus Ji-gisiang-
seng (dua kutub saling menghidupi), Su-siang-sun-huan
(empat unsur saling berputar), Lak-hap-kun-tong (enam unsur
bercampur baur), Pat-kwa-sun-huan (delapan unsur saling
berputar).... Jurus demi jurus dia mainkan saling berhubungan dan benarbenar
melaksanakan apa yang dikatakan" niat ada diujung pedang,
bergerak saling bersambungan."
Orang itu sungguh hebat, jurus dipatahkan dengan jurus,
gerakan dipecahkan dengan gerakan, sebentar tangannya membuat
lingkaran besar, sebentar lingkaran kecil, kemudian lingkaran lurus
dan lingkaran berlawanan, semua gerak lingkaran pedang yang
diciptakan selalu berhasil menggulung lingkaran pedang dari Lan
Giok-keng dan memunahkannya.
Bocah itu tidak tahu apa nama jurus jurus serangan yang
digunakan orang itu, namun dia sadar bahwa semua gerakan yang
dilakukan orang itu sesuai dengan teori yang berlaku dalam ilmu
pedang Thay-kek-kiam-hoat.
Atau dengan perkataan lain, semua jurus pedang yang dilakukan
orang itu secara sembarangan, justru lebih mencapai tingkatan
tanpa wujud tapi menimbulkan kesaktian.
Ooo)*(ooO BAB XI Belajar ilmu sakti dalam penjara,
Manusia berkerudung menciptakan jurus baru.
Lan Giok-keng semakin curiga, pikirnya, 'Heran, siapakah orang
ini" Tampaknya ilmu pedang Thay-kek-kiam-hoat yang dia mainkan
jauh lebih hebat dari Tonghong toako'
Mendadak dia menyadari akan sesuatu, dia merasa perawakan
orang ini mirip sekali dengan Tonghong Liang.
Hanya saja, tentu dia tidak menaruh curiga kalau manusia
berkerudung itu adalah penyamaran dari Tonghong Liang.
Dia keluarkan ke delapan jurus pedang yang pernah diperoleh
atas petunjuk dari Tonghong Liang itu, tapi satu per satu berhasil
dipecahkan manusia berkerudung itu secara mudah, caranya
memecahkan jurus itupun sama persis seperti cara yang pernah
digunakan Tonghong Liang.
Namun hingga detik itu Lan Giok-keng masih tetap tidak
menaruh curiga. Sebab anggapannya teori pedang itu sama saja,
kalau terjadi persamaan hal itu lumrah, kalau ada beda pun hal ini
lantaran pencerahan yang diperoleh setiap orang berbeda, bila
memahami teori pedang dari sudut pandang yang berbeda, sudah
pasti daya cipta yang terbentuk pun tidak sama.
Tanpa terasa Lan Giok-keng telah menggunakan hingga jurus ke
enam, jurus tersebut bernama Sam-coan-hoat-lun (tiga putaran
roda hukum), secara beruntun dia ciptakan tiga lingkaran pedang
dimana daya pengaruhnya gelombang yang satu lebih hebat dari
gelombang sebelumnya. Tatkala Lan Giok-keng memutar sampai lingkaran pedang ke tiga,
tampaknya manusia berkerudung itu sengaja melakukan satu titik
kelemahan, mendadak lingkaran pedangnya menyusut kecil dan
membiarkan lingkaran pedang Lan Giok-keng menguasainya,
dengan semakin mengecilnya lingkaran pedang, tenaga gempuran
yang tercipta pun bertambah kuat.
Dengan jurus Cho-ci-lian-huan (mencabut dan memunah
berantai) dia puntir pedang Lan Giok-keng hingga nyaris terlepas
dari genggaman. Bahkan sewaktu sepasang pedang saling
membenturpun kembali pedang bocah itu nyaris terlepas.
Ketika manusia berkerudung itu gagal memelintir lepas pedang
ditangan Lan Giok-keng, tampaknya diapun merasa agak
tercengang hingga tanpa terasa berseru tertahan.
Hwee-ko yang menonton jalannya pertarungan sambil duduk
bersila tiba-tiba nyelutuk, "Menganiaya orang yang tIDak cukup
tenaga dalamnya, terhitung jagoan macam apa kau?"
Padahal Lan Giok-keng sendiripun sadar, sesungguhnya pihak
lawan hanya menggunakan sedikit tenaga dalamnya. Coba kalau
tadi pihak lawan mengeluarkan sepenuh kekuatan, baru bertemu
satu gebrakan saja mungkin pedangnya sudah berhasil dirontokkan
ke tanah. Manusia berkerudung itu tidak membantah ataupun berdebat, dia
hanya mendengus. Dalam pada itu Lan Giok-keng telah mengeluarkan jurus ke
tujuhnya, jurus ini bernama Tin-to-im-yang (memutar balikkan Im
dan yang), dalam satu jurus tersembunyi beberapa macam
perubahan. Manusia berkerudung itu segera membentuk satu lingkaran
pedang untuk mengurungnya...."Plaaak!"
sepasang pedang saling membentur, kali ini pedang yang berada
dalam genggaman Lan Giok-keng tergetar hingga terjatuh ke tanah.
Yang membuat Lan Giok-keng terperanjat bukan lantaran
pedangnya yang terlepas, melainkan disaat terjadi benturan tadi,
dia segera mengetahui kalau pihak lawan hanya menggunakan
sebilah pedang kayu. Sudah jelas tujuan pihak lawan adalah untuk menghindari agar
tidak sampai mencederai Lan Giok-keng, oleh sebab itu dia tidak
menggunakan senjata beneran.
Siapa sangka rasa kaget Lan Giok-keng sama sekali tidak di
bawah rasa kaget pihak lawan atas kemajuan yang telah dicapainya.
Ternyata sejak Lan Giok-keng berpisah dengan Tonghong Liang,
jurus serangan tersebut selain berhasil dipahami dengan daya
kemampuan sendiri, diapun berhasil menciptakan perubahan baru.
"Sungguh memalukan!" diam-diam manusia berkerudung
ituberpekik dalam hati, pikirnya lebih jauh, 'Ternyata
kemampuannya untuk mendalami ilmu jauh diatas kemampuanku,
aku saja tidak menyangka akan perubahan tersebut, bicara
sejujurnya, aku masih belum mampu menangkan dia dalam hal ilmu
pedang Thay-kek-kiam-hoat'
Ternyata dia pun sudah sangat hapal dengan jurus Tin-to-imyang
yang digunakan Lan Giok-keng itu, bahkan nyaris di luar
kepala. Dalam perkiraannya semula, dia sangka tanpa terjadi
benturan dengan pedang lawan pun, asal menggunakan kekuatan
hawa pedang untuk menggiring, niscaya senjata di tangan bocah itu
akan terlepas. Siapa sangka secara tiba-tiba Lan Giok-keng melakukan sebuah
perubahan baru, akhirnya bentrokan senjata pun tidak terhindarkan.
Walau begitu, caranya menggunakan tenaga dalam masih
terhitung sangat pas, kekuatannya boleh dibilang hampir setara
dengan kekuatan yang dipakai Lan Giok-keng saat itu.
Coba kalau dia memakai tenaganya sedikit kelewatan, niscaya
Lan Giok-keng sudah terluka sejak tadi.
Untuk beberapa saat kedua orang itu hanya bisa saling
berhadapan dengan termangu.
Tiba-tiba terdengar Han Siang yang berada diatas gua berseru
sambil tertawa terbahak-bahak, "Bocah cilik, kau sudah takluk
bukan?" Tergerak pikiran Lan Giok-keng, bantahnya, "Jurus Thay-kekkiam-
hoat ku paling baru dipakai tujuh jurus, apalagi pada jurus
yang terakhir, paling banter aku hanya kalah setengah jurus saja."
"Apa maksud perkataanmu itu?"
"Masa kau tidak paham" Kalau tidak paham tanya saja ke dia!"
ejek Lan Giok-keng sambil tertawa, "eeeh, benar juga. Bukankah
kau bilang dia hanya anak buah-mu, masa kau yang jadi atasan
malah tidak paham?" Semenjak masuk ke dalam ruang penjara itu, manusia
berkerudung tadi sama sekali tidak bersuara, kini dia sudah didesak
Lan Giok-keng hingga mau tidak mau harus berbicara (semisal dia
benar benar anak buah Han Siang).
Tapi orang itu tetap membungkam dalam seribu bahasa, tidak
mengakui, pun tidak menyangkal.
Tampaknya Han Siang cukup mampu mengendali kan emosinya,
sambil tertawa tergelak katanya, "Tidak masalah bila kau tidak puas,
besok dia akan datang lagi. Aku rasa hari ini sampai disini saja
dulu!" Sepeninggal manusia berkerudung itu, Lan Giok-keng berkata
kepada Hwee-ko, "Sungguh aneh, kenapa dalam Lembah pemutus
sukma bisa terdapat tokoh silat yang mengerti ilmu pedang Thaykek-
kiam-hoat" Aku rasa dia pasti bukan anak buah Han Siang."
Hwee-ko Thaysu seperti sedang memikirkan sesuatu, sampai
lama kemudian dia baru membuka matanya seraya menyahut,
"Akupun merasa agak aneh."
"Hwee-ko Thaysu, pengetahuanmu sangat luas, apakah sudah
kau ketahui asal usul orang itu?"
"Aku tidak paham rahasia dari ilmu Thay-kek-kiam-hoat, akupun
tidak bisa menebak asal usulnya. Hanya satu hal yang kuketahui,
kelihatannya dia tidak bermaksud jahat kepadamu."
"Benar, sebenarnya dia dapat melukaiku, tapi yang dia gunakan
hanya sebilah pedang kayu."
Hwee-ko manggut-manggut membenarkan.
"Kalau memang begitu, tidak ada salahnya bila kau minta
petunjuknya." "Ada satu hal yang tidak kupahami, mengapa Han Siang harus
mencari orang semacam ini untuk mengajak ku bertanding
pedang?" "Apakah kau menaruh curiga kalau tujuan orang ini adalah ingin
mencuri belajar ilmu pedangmu?"
"Tapi Thay-kek-kiam-hoat yang dia miliki masih jauh lebih hebat
daripada kepandaianku."
Hwee-ko Thaysu termenung sesaat, tiba-tiba dia bertanya,
"Menurut kau, bagaimana ilmu pedangnya bila dibandingkan
Tonghong Liang?" "Rasanya dia masih sedikit lebih hebat daripada Tonghong
Liang." "Itu berarti kaupun bisa memperoleh manfaat darinya ketika
sedang berlangsung pertandingan pedang?"
"Aku rasa begitu. Tentu saja bila dia bersungguh hati ingin
memberi petunjuk kepadaku."
"Kalau toh banyak manfaat yang bisa kau peroleh, kenapa musti
membuang energi hanya untuk menduga duga, bagaimana pun,
suatu hari nanti semua persoalan akan menjadi terang dengan
sendirinya." Seusai berkata dia segera duduk bersila dan mengatur
pernapasan. Hari ke dua, manusia berkerudung itu benar-benar telah muncul
kembali. Kali ini, sewaktu Lan Giok-keng bertarung sampai menggunakan
jurus Tin-to-im-yang, pedangnya tidak lagi sampai saling
membentur dengan pedang kayu manusia berkerudung itu. Namun
ketika orang berkerudung itu mengubah gerak serangannya dengan
melepaskan satu tusukan kilat lewat tengah lingkaran pedang Lan
Giok-keng, tusukan tersebut dengan telak menotok urat nadi bocah
itu. "Traaang...." pedang dalam genggaman Lan Giok-keng pun
rontok ke atas tanah. Jurus pamungkas yang paling diandalkan Lan Giok-keng


Pendekar Pedang Dari Bu-tong Karya Liang Yu Sheng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebenarnya adalah jurus Pek-hok-liang-ci, sejak berpisah dengan
Tonghong Liang, dalam gerakan jurus ini kembali dia berhasil
menyelami tiga macam perubahan yang dipenuhi dengan daya
cipta, sebetulnya dia ingin menggunakan jurus itu untuk melihat
bagaimana cara manusia berkerudung itu memecahkannya.
Tapi dalam keadaan dan situasi seperti ini, tiba tiba timbul
pemikiran lain, karena itu rencana semula pun segera diurungkan.
Dengan sorot matanya yang tajam manusia berkerudung itu
mengawasi lawannya tanpa berkedip, kelihatannya dia belum
berniat akan meninggalkan tempat itu.
Tiba-tiba Lan Giok-keng merasa sorot mata itu seakan 'pernah
dikenalnya, tapi dengan cepat dia tertawa sendiri, pikirnya, 'Aku
memang pikun dan berpikir yang bukan-bukan, mana mungkin dia
adalah orang yang ingin kujumpai"'
Dipungutnya kembali pedang mestika miliknya, kemudian ujarnya
lagi, "Ilmu pedangmu jauh lebih hebat dari kemampuanku, tapi
menurut Han Siang, kau dapat memberi petunjuk kepadaku, apakah
kau bersedia memberi petunjuk?"
Manusia berkerudung itu hanya membungkam tanpa menjawab.
"Baik, kalau begitu tolong beri petunjuk kepadaku!" seru Lan
Giok-keng. Dengan jurus Seng-hay-hu-cha (rakit terapung di laut bintang)
dia lancarkan sebuah serangan, jurus ini memang belum pernah dia
gunakan untuk bertarung melawan Tonghong Liang.
Sebagaimana diketahui, dia pelajari jurus serangan ini dari ayah
angkatnya, Put-ji tootiang. Apa yang diajarkan kepadanya boleh
dibilang sudah jauh keluar dari jalur ilmu Thay-kek-kiam-hoat yang
sesungguhnya, jurus yang gerakannya mirip sama sekali tidak
mengandung makna apa-apa. Tidak heran kalau manusia
berkerudung itu dengan begitu gampang berhasil mematahkan
ancamannya. Baru bergebrak, tahu-tahu pedangnya sudah terlepas dari
cekalan. Manusia berkerudung itu menanti sampai Lan Giok-keng
memungut kembali pedangnya, lalu dengan menirukan gayanya,
diapun mainkan jurus Seng-hay-hu-cha (rakit terapung di laut
bintang) tersebut, ternyata cara yang digunakan persis sama.
Lan Giok-keng agak tertegun, cepat dia tersadar kembali,
pikirnya, 'Ternyata dia sedang mengajarkan kepadaku bagaimana
cara memperbaiki kesalahan!'
Berpikir sampai ke situ, dia pun segera menggunakan jurus
pemecahan yang dilakukan manusia berkerudung itu untuk
menghadapinya. Ternyata dugaannya tidak salah, ketika mencapai titik yang
paling kritis, tiba-tiba manusia berkerudung itu mengubah gerakan
pedangnya, dengan menyentilkan tiga buah lingkaran pedang,
lingkaran satu berkaitan dengan lingkaran berikut, secara gampang
sekali dia berhasil memaksa Lan Giok-keng melepaskan senjatanya.
Begitulah, saling menyerang saling bertahan berlangsung amat
seru, berulang kali bocah itu mengubah dan memperbaiki
gerakannya sehingga dia merasa cukup puas.
Sampai cahaya lemah yang masuk ke dalam ruang penjara
lenyap tidak berbekas, manusia berkerudung itu baru pergi dari
sana. Tidak lama dia pergi, hidangan malam telah dihantar masuk ke
dalam ruang penjara. Sekarang Lan Giok-keng baru tahu, ternyata
untuk memperbaiki satu jurus serangan aja, dia telah menghabiskan
waktu setengah harian. Lan Giok-keng mencoba untuk membayangkan kembali pelbagai
perubahan yang baru dipelajarinya, pikir punya pikir, diapun hanya
menggerakkan sumpitnya saja sambil melakukan pelbagai gerakan,
akibatnya makan pun jadi lupa.
"Bagaimana?" tanya Hwee-ko Thaysu kemudian.
"Banyak manfaat yang kuperoleh."
Hwee-ko Thaysu tertawa. "Walaupun aku tidak ingin mempelajari Thay-kek-kiam-hoat,
namun dengan menonton dari samping arena pun banyak manfaat
yang berhasil kuperoleh. Biar begitu, kau tidak perlu sampai lupa
makan lupa tidur, toh besok pagi dia pasti akan datang lagi."
Sambil berkata dia segera gunakan sumpitnya untuk menahan
gerakan sumpit Lan Giok-keng yang sedang melakukan pelbagai
gerakan. Waktu itu seluruh perhatian Lan Giok-keng masih terpusat pada
ilmu pedangnya, tanpa sadar muncul reaksi alam dari dalam
tubuhnya dengan melakukan satu gerakan lingkaran, dengan cepat
dia berhasil merebut sumpit yang berada di tangan Hwee-ko
Thaysu. "Kionghi, kionghi," seru Hwee-ko Thaysu sambil tertawa,
"rupanya kau berhasil menciptakan perubahan baru. Nah sekarang
boleh mulai bersantap bukan."
Keesokan harinya manusia berkerudung itu muncul lebih awal,
baru selesai mereka sarapan, dia sudah datang.
Hari ini Lan Giok-keng masih berlatih jurus yang kemarin, ketika
dia menggunakan perubahan hasil pencerahannya semalam,
terdengar manusia berkerudung itu berseru tertahan, kali ini dia
hanya mampu 'memunahkan' jurus serangan bocah itu dan tidak
berhasil merebut pedang dari tangannya.
Manusia berkerudung itupun manggut-manggut, pertanda dia
anggap jurus ini telah berhasil dilatihnya.
Menyusul kemudian dia mulai berlatih jurus ke dua, Sam-huantau-
gwee (Tiga gelang membelenggu rembulan). Perubahan dari
jurus ini jauh lebih ruwit daripada jurus Seng-hay-hu-cha, hingga
saat makan malam Lan Giok-keng masih belum berhasil memahami
rahasia di balik gerakan itu. Tanpa hasil manusia berkerudung hitam
itu pun mengundurkan diri.
Hari ke tiga terjadi hujan. Tiada cahaya yang menembusi celahcelah
ruang batu, yang terdengar dalam ruang penjara hanya suara
hujan yang memekak telinga.
Mula-mula Lan Giok-keng kuatir manusia berkerudung itu tidak
muncul, ternyata dia tetap munculkan diri disana.
Dalam kegelapan dia tidak mampu melihat perubahan dari
gerakan pedang lawan, setiap kali manusia berkerudung itu
melepaskan tusukan, segera terdengarlah suara desingan tajam.
Tiba tiba Lan Giok-keng tersadar, dengan perasaan girang segera
serunya, "Ooh, rupanya pada saat bersamaan kau mengajari aku
ilmu pedang, kaupun mengajari aku cara membedakan suara
senjata?" Manusia berkerudung itu tidak menjawab, dia sudah mulai
melancarkan serangan dan melanjutkan latihannya menggunakan
jurus Sam-huan-tou-gwee. Terhadap gerakan jurus ini boleh dibilang Lan Giok-keng sudah
hapal di luar kepala, begitu mendengar dari suara angin, dia segera
tahu perubahan macam apakah yang dilakukan lawan dalam
gerakan pedang ini. Akhirnya menjelang makan malam, dia berhasil juga menguasahi
jurus pedang itu. Sejak hari itu, baik hari terang tanah maupun saat hujan deras,
manusia berkerudung itu selalu muncul tepat waktu. Sampai
akhirnya kemampuan Lan Giok-keng memahami gerakan pedangnya
pun semakin bertambah cepat.
Kurang lebih satu bulan kemudian, seluruh rangkaian ilmu
pedang Thay-kek-kiam-hoat nyaris telah selesai dijelaskan oleh
manusia berkerudung itu. Hari itu selesai bersantap malam, dengan penuh rasa girang Lan
Giok-keng berkata kepada Hwee-ko Thaysu, "Dari rangkaian ilmu
pedang Thay-kek-kiam-hoat, tinggal jurus Pek-hok-liang-ci saja
yang belum mendapat pencerahan darinya."
"Kalau tidak salah, bukankah jurus Pek-hok-liang-ci berada pada
urutan sepuluh jurus pertama. Kenapa hingga sekarang kau masih
belum minta petunjuk darinya?"
"Aku menganggap jurus ini merupakan sebuah jurus pamungkas
bagiku, baik Bu-si Tojin maupun Tonghong Toako mereka semua
pernah memberi petunjuk. Semenjak berpisah dengan Tonghong
Toako tempo hari, aku pun berhasil menyelami lagi beberapa
rahasia dalam gerakan jurus ini, itulah sebabnya aku berpikir akan
minta petunjuknya pada urutan paling belakang."
"Aku si hweesio tua tidak begitu mengerti ilmu pedang Thay-kekkiam-
hoat," ujar Hwee-ko Thaysu perlahan, "tapi setelah
menyaksikan latihan kalian selama beberapa hari, sedikit banyak
akupun berhasil menarik sebuah kesimpulan."
"Maaf aku kurang begitu paham dengan perkataan mu itu,
apakah Thaysu bersedia menjelaskan lebih terperinci?"
"Menurut pendapatku, kecerdasanmu sama sekali tidak berada di
bawah kepintaran manusia berkerudung, dia memang telah
memberi petunjuk kepadamu, namun kaupun telah memberi
petunjuk juga kepadanya!"
Lan Giok-keng melengak. "Bukankah dia yang telah membantu aku merubah semua
kesalahan yang ada" Kenapa kau mengatakan aku telah memberi
petunjuk kepadanya?"
Hwee-ko Thaysu tertawa. "Pernah dengar perkataan yang mengatakan: pengajar dan
pelajar sama-sama tumbuh" Artinya dia membantumu memperbaiki
kesalahan, sementara dia sendiripun memperoleh pencerahan yang
lebih mendalam atas jurus serangan itu."
"Tapi toh tidak bisa dibilang aku telah memberi petunjuk
kepadanya." "Sesungguhnya memang tidak bisa dibilang siapa memberi
petunjuk kepada siapa, yang benar kedua belah pihak saling
memanfaatkan. Gerakan yang kau gunakan belum tentu sudah dia
pahami sebelumnya, hanya bedanya dasar ilmu silatnya jauh lebih
tinggi ketimbang dirimu, jadi dia dapat menemukan titik
kelemahanmu. Oleh sebab itu menurut aku, meski manfaat yang
kau terima tidak sedikit dari petunjuknya, namun manfaat yang dia
peroleh justru jauh lebih besar lagi!"
Lan Giok-keng terbungkam tanpa bicara, sementara dalam hati
berpikir, 'Eeei, rasanya perkataan ini sangat kukenal. Aaaah, betul,
Tonghong toako pun pernah mengucapkan kata yang sama
kepadaku' Hwee-ko Thaysu tidak berbicara lagi, dia menundukkan kepala
seakan-akan sedang memikirkan sesuatu. Lewat beberapa saat
kemudian dia baru mendongakkan kepala sambil bertanya, "Selama
satu bulan ini, bagaimana dengan pemulihan tenaga dalam mu?"
"Pemulihan berjalan sangat lambat, rasanya belum mencapai tiga
bagian." "Itu mah tidak terhitung lambat."
"Bagaimana dengan Thaysu?"
"Aku...." tiba-tiba "Plaaak!" sumpit yang berada di tangannya
terjatuh ke tanah, "Aku sudah tua, sudah tidak berguna lagi," Hweeko
Thaysu menghela napas panjang, suaranya kedengaran agak
gemetar. Lan Giok-keng terkesiap pikirnya, 'Aneh, kenapa sampai
memegang sumpit pun tidak sanggup"'
Cepat dipungutnya sumpit itu lalu bertanya, "Hwee-ko Thaysu,
apakah kau sakit?" "Benar, tubuhku sedikit kurang sehat, mungkin tidak sampai
sakit. Cuma dadaku sesak, tidak ingin makan."
"Han Kokcu!" dengan suara keras Lan Giok-keng segera
berteriak. "Tidak perlu mengusik mereka," cegah Hwee-ko, "lagipula meski
aku benar-benar sakitpun belum tentu mereka akan bersungguh
hati mengobati sakitku. Kau tidak perlu kuatir, biar aku beristirahat
sejenak, mungkin saja selewat malam ini akan sehat kembali. Sana,
berlatihlah lagi dengan lebih rajin, coba kau asah jurus Pek-hokliang-
ci itu." Siapa tahu selewatnya malam itu, kondisi tubuh Hwee-ko Thaysu
semakin bertambah parah. Walaupun suasana dalam ruang penjara itu remang-remang,
namun berdasarkan indra rasa dan indra pendengaran, bisa
diketahui juga kalau kondisi sakit yang diderita Hwee-ko Thaysu
bertambah parah bahkan nyaris sudah mendekati keadaan yang
amat kritis. Sarapan telah dikirim masuk ke ruang sel, namun Hwee-ko
Thaysu sama sekali tidak bernapsu untuk makan, bahkan minum air
pun enggan. Hwee-ko Thaysu melarangnya minta bantuan kepada Han Siang,
sedang dia sendiripun hanya seorang pemuda yang sama sekali
tidak mengerti ilmu pertabiban, bahkan pengalaman untuk
menghadapi keadaan seperti inipun tidak punya.
Di saat dia sedang kebingungan setengah mati, manusia
berkerudung itu muncul lagi tepat waktu.
Manusia berkerudung itu tampak sangat keheranan ketika
melihat pemuda itu sama sekali tidak bergerak walau dia sudah
mencabut pedang kayunya, sambil menuding ke empat penjuru
dengan ujung pedang kayunya dia seolah sedang bertanya, "Kenapa
kau?" Tutulan pedangnya itu sebetulnya merupakan juga sebuah jurus
pedang yang sangat hebat, hanya saja saat itu Lan Giok-keng sama
sekali tidak berminat untuk memikirkannya.
Dengan pikiran dan perasaan gundah Lan Giok-keng bangkit
berdiri, katanya, "Hari ini hwesio tua sedang sakit, aku sama sekali
tidak berminat untuk berlatih pedang denganmu."
Manusia berkerudung itu tampak agak tertegun, tiba-tiba dia
menghampiri Hwee-ko Thaysu, membangunkan tubuhnya lalu
membuka paksa mulutnya. "Hey, mau apa kau?" tegur Lan Giok-keng terperanjat.
Manusia berkerudung itu mendorongnya ke belakang, lalu
membuka lebar lebar mulut Hwee-ko Thaysu, setelah itu dia
memasukkan sebuah benda sebesar ibu jari ke dalam mulutnya,
sayang dalam kegelapan susah untuk melihat jelas benda apakah
itu. Dalam hati kembali Lan Giok-keng berpikir, 'Tampaknya dia tidak
bermaksud jahat, siapa tahu tindakan tersebut memang sedang
mengobati penyakit Hwee-ko Thaysu"'
Padahal sekalipun manusia berkerudung itu punya maksud
jahatpun, Lan Giok-keng tidak mampu berbuat apa-apa. Tenaga
dalamnya sekarang baru pulih tiga bagian, masih selisih jauh bila
dibandingkan ilmu silat manusia berkerudung itu.
Ternyata dugaannya tidak salah, tampak dia tempelkan sepasang
telapak tangannya di punggung Hwee-ko Thaysu, sementara
pendeta itu sudah duduk kembali dalam posisi bersila.
Tidak sampai setengah hio kemudian terlihat asap putih mulai
mengepul keluar dari ubun-ubun Hwee-ko Thaysu, dalam keadaan
begini biarpun Lan Giok-keng bukan seorang jagoan
berpengalaman, namun dengan dasar tenaga dalam yang
dimilikinya sekarang, dia pun tahu kalau manusia berkerudung itu
sedang menyalurkan tenaga dalamnya ke tubuh pendeta itu dan
berusaha memperlancar peredaran darahnya.
Tidak lama kemudian asap putih yang muncul dari ubun-ubun
Hwee-ko Thaysu berubah makin tawar, saat itulah manusia


Pendekar Pedang Dari Bu-tong Karya Liang Yu Sheng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkerudung itu baru melepaskan tangannya dan beranjak pergi
dari ruang penjara. "Bagaimana keadaan si hweesio tua?" tanya Lan Giok-keng
kemudian. Manusia berkerudung itu hanya menuding dengan pedang
kayunya, maksudnya, "Lihat saja sendiri."
Lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun dia berlalu, pintu
penjara pun segera menutup kembali.
Hwee-ko Thaysu masih duduk bersila sambil mengatur
pernapasan, Lan Giok-keng tidak berani mengusiknya, ketika
didengar suara dengusan napasnya sudah mulai bertambah halus,
tahulah dia kaiau kondisi tubuhnya sudah lebih bertambah baik.
Tiba-tiba terdengar orang yang setiap hari datang menghantar
makanan itu berseru dari luar, "Toaya itu suruh aku beritahu
kepadamu kalau kondisi rekanmu lambat laun akan bertambah baik,
minta kau tidak usah kuatir."
Lan Giok-keng merasa sangat lega, namun tidak tahan dia
berseru juga, "Dia toh bukan bisu, kenapa bukan dia sendiri yang
berbicara denganku?"
Tiada jawaban dari luar. Mendadak terdengar Hwee-ko Thaysu berkata, "Kalau dia
bersedia mengajakmu bicara, buat apa dia musti muncul sambil
mengenakan kain kerudung muka."
Mendengar pendeta itu sudah berbicara dengan suara nyaring,
Lan Giok-keng jadi kegirangan, serunya, "Thaysu, rupanya kau
sudah mendusin, apakah kondisi mu sudah lebih baikan?"
"Sudah jauh lebih baik. Setelah orang itu menyalur kan hawa
murninya ke tubuhku, bukan saja telah membantuku mengusir pergi
penyakit itu bahkan tenaga dalamku sudah pulih saru bagian."
"Bagus sekali kalau begitu. Thaysu, jadi kau sudah mengetahui
asal usulnya?" "Atas dasar apa kau berkata begitu?"
"Kalau didengar dari perkataanmu tadi, tampaknya...."
"Dugaanmu keliru. Aku hanya tahu kalau dia enggan membiarkan
kita tahu siapakah dirinya."
"Kalau begitu, menurut kau bisa jadi dia adalah orang yang kita
kenal" Kalau tidak, kenapa dia harus memakai kerudung hitam dan
berlagak membisu?" "Biar orang yang dikenal pun bukan sesuatu yang aneh, sewaktu
aku si hweesio tua masih sering berkelana dalam dunia persilatan
masih muda dulu, entah berapa banyak orang yang pernah kukenal"
Selama mereka bermaksud baik kepadamu, tidak ada niat jahat,
perduli amat musti menebak siapa gerangan dirinya."
Perasaan ragu dan curiga masih menyelimuti hati Lan Giok-keng,
namun dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.
"Kau masih ingin membongkar rahasia identitasnya?" tanya
Hwee-ko Thaysu tiba-tiba.
"Biarpun aku berkeinginan untuk berbuat begitu, rasanya tidak
punya kemampuan untuk melaksanakannya," jawab Lan Giok-keng.
Mendadak dia seperti teringat akan sesuatu, katanya lagi, "Thaysu,
apakah kau merasa lapar" Sudah sejak kemarin malam hingga saat
ini kau tidak makan apa pun. Bagaimana kalau kusuruh mereka
siapkan bubur untukmu?"
"Tidak perlu merepotkan mereka, lagipula akupun tidak ingin
makan bubur bikinan mereka." Kemudian sambil tertawa lanjutnya,
"Barusan aku telah makan sebatang jinsom paling baik, masa masih
lapar?" "Aaah, ternyata benda yang dicekokkan ke dalam mulutnya oleh
manusia berkerudung itu adalah sebatang jinsom!" seru Lan Giokkeng
seolah baru sadar. "Betul. Sebagian orang mengira jinsom yang berasal dari gunung
Tiang-pek-san merupakan kwalitas nomor satu, padahal mereka
tidak tahu kalau gunung Thian-san di wilayah Hwee serta dalam
gunung Nyainqentanglha menghasilkan jinsom paling baik. Kalau
diperbandingkan maka jinsom hasil kedua tempat ini masih jauh di
atas kwalitas jinsom dari gunung Tiang-pek-san. Kelihatannya
jinsom yang kumakan tadi berasal dari gunung Nyainqentanglha."
Mendengar perkataan itu Lan Giok-keng tertegun.
"Eeei, kalau tidak salah, bukankah kau pernah bilang kalau bibi
Tonghong Liang tinggal di gunung Nyainqentanglha?"
"Huss, kau jangan sembarangan menduga, kau sangka jinsom itu
di peroleh Tonghong Liang dari tangan bibinya?"
"Biarpun aku mempunyai kecurigaan ke sana pun, tidak bakalan
kucurigai Tonghong Toako. Sewaktu kita tiba disitu hari itu,
bukankah dengan mata kepala sendiri kita saksikan dia terkurung
dalam gua" Mana berani Han Siang membebaskannya sebelum
memunahkan ilmu silat yang dimiliki?"
Hwee-ko Thaysu tidak berbicara lagi, dia seolah terbungkam.
Tiba-tiba muncul satu pikiran aneh dihati Lan Giok-keng, pikirnya,
'Sudah pasti bukan perbuatan Tonghong toako, semisal memang
dia, pelbagai persoalan pelik yang susah dicerna akan semakin
gampang diurai. Hwee-ko Thaysu adalah sobat karib ayahnya
semasa masih hidup, jadi sudah sewajarnya bila dia menggantikan
peran ayahnya untuk mengobati penyakit yang dideritanya'
Pada saat itulah terdengar Hwee-ko Thaysu berkata, "Apa yang
kau katakan memang suatu kejadian yang lumrah. Tentu saja
akupun tidak berharap terjadi peristiwa yang diluar kebiasaan."
Ternyata sakitnya Hwee-ko Thaysu bukanlah sakit benaran,
walaupun sejak keracunan, hawa murninya memang tidak sanggup
dihimpun kembali. Dia memang sengaja tidak makan dua hari dan membiarkan
kondisi tubuhnya jadi sangat lemah, tujuannya tidak lain adalah
untuk menyelidiki manusia berkerudung itu, mencoba mencari tahu
apakah dia memang seseorang yang dicurigai.
Alhasil dia membuktikan kalau dugaannya memang benar, sebab
hawa murni yang disalurkan manusia berkerudung itu ke dalam
tubuhnya merupakan tenaga dalam aliran tunggal yang hanya
dimiliki perguruan seorang sahabat karibnya.
Lan Giok-keng dapat mendengar maksud lain dibalik perkataan
Hwee-ko Thaysu, dia tertegun tapi tidak berani bertanya lebih jauh.
Mendadak terdengar Hwee-ko Thaysu berkata lagi, "Hari ini kau
tidak dapat berlatih pedang melawan manusia berkerudung itu,
coba kau mainkan jurus Pekhok-liang-ci yang sengaja kau
tinggalkan itu dihadapan-ku."
Lan Giok-keng tahu, pendeta itu pasti mempunyai tujuan dengan
ucapannya, maka diapun segera memainkan jurus Pek-hok-liang-ci
itu dihadapan Hwee-ko Thaysu.
Baru selesai memainkan satu kali, Hwee-ko Thaysu segera
memintanya untuk mengulang lagi untuk ke dua kalinya, ke tiga
kalinya. Setelah menyaksikan permainan jurus itu sampai tiga kali,
pendeta itu baru berkata, "Aku tidak paham Thay-kek-kiam-hoat,
dalam hal jurus aku pun tidak bisa memberi petunjuk apa-apa. Tapi
aku yakin teori ilmu silat sesungguhnya tidak jauh berbeda. Aku
lihat dalam permainan jurus itu, gerakanmu kelewat enteng dan
kurang stabil, mungkin jika dirubah lebih berat dan kasar,
keadaannya jauh lebih baik."
Lan Giok-keng pun tahu kalau tingkat paling tinggi dari ilmu silat
adalah "berat, bebal dan besar", buru-buru dia memohon petunjuk.
Sewaktu Hwee-ko Thaysu menguraikan teori pedang sesuai
dengan pandangannya, benar saja, Lan Giok-keng kembali
mendapatkah pencerahan baru atas jurus serangan tersebut.
Kembali Hwee-ko Thaysu berkata, "Ilmu silat Bu-tong maupun
Siau-lim bersumber satu, dari pihak Siau-lim-pay terdapat pula
sejenis ilmu pedang yang disebut Tat-mo-kiam-hoat, kendatipun
jauh berbeda bila dibandingkan Thay-kek-kiam-hoat, namun teori,
pengertian serta dasarnya tidak jauh berbeda. Aku memang belum
pernah mempelajari Tatmo-kiam-hoat, namun pernah melihatnya.
Coba dengarkan uraianku tentang teori ilmu pedang yang
kuketahui." Selesai mendengar uraian tersebut, kembali Lan Giok-keng
berhasil memperoleh manfaat yang lebih besar.
Malam itu Lan Giok-keng nyaris tidak bisa tidur saking
gembiranya, sampai dalam mimpi pun dia masih memikirkan
pencerahan yang diperoleh dalam jurus ini.
Ketika mendusin keesokan harinya, dia merasa ruangan penjara
terlihat jauh lebih cerah daripada biasanya, ternyata matahari sudah
jauh di angkasa. Ketika membuka matanya, Lan Giok-keng menjumpai Hwee-ko
Thaysu sedang minum arak, dia baru sadar kalau bangun terlambat,
sarapan pun sudah dihantar masuk.
Sambil tertawa Hwee-ko Thaysu pun berkata, "Kelihatannya
mereka seperti tahu kalau aku bakal ingin minum arak setelah
sembuh dari sakit, dalam sarapan yang dikirim pagi ini, mereka
sertakan juga sepoci arak yang sangat harum. Ingin mencicipinya?"
Tentu saja Lan Giok-keng sama sekali tidak berminat untuk
menemaninya minum arak, sahutnya, "Hari ini aku ingin menjajal
jurus Burung bangau pentang sayap itu. Nanti di saat makan malam
saja, kutemani kau minum secawan."
Setelah menyelesaikan sarapannya secara tergesa-gesa, dia pun
segera mempraktekkan kembali jurus Pek-hok-liang-ci itu.
Hwee-ko Thaysu segera memuji, "Tampaknya kau berhasil
mendapat pencerahan baru" Biarpun aku tidak paham Thay-kekkiam-
hoat, tapi bisa kurasakan kalau gerakanmu sekarang jauh lebih
hebat ketimbang kemarin."
Lan Giok-keng tidak menjawab, dia malah berseru tertahan,
seolah menemukan sesuatu yang aneh.
"Kenapa kau?" tegur Hwee-ko Thaysu segera.
"Sstt.... kekuatan tenaga dalamku sudah pulih setengah," bisik
Lan Giok-keng lirih. "Waaah, sungguh pesat kemajuan yang berhasil kau capai, satu
peristiwa yang menggembirakan."
"Justru karena itu aku baru merasa keheranan. Kalau tidak salah
menghitung, kita sudah hampir sebulan lamanya terkurung disini.
Padahal kemarin pun tenaga dalamku baru pulih tiga bagian."
Berbicara sampai disitu, satu ingatan kembali melintas lewat.
"Kini tenaga dalamku sudah pulih separuh, bila kulancarkan
serangan diluar dugaan hingga berhasil mengalahkan manusia
berkerudung itu, bukankah kami berdua segera akan lolos dari
sekapan?" Dia yakin dengan kekuatan tenaga dalam sebesar lima bagian,
Han Siang sudah bukan tandingannya lagi.
Tapi bila teringat kembali manfaat yang diperolehnya dari
manusia berkerudung itu, patutkah dia membalas budi orang
dengan menyanderanya, bahkan dalam keadaan terpaksa harus
membunuhnya" Kelihatannya Hwee-ko Thaysu dapat membaca jalan
pemikirannya, sambil tersenyum ujarnya, "Kau sangka manusia
berkerudung itu tidak tahu kalau tenaga dalammu telah pulih lima
bagian" Menurut ku pikiran tersebut salah besar!"
"Maksud thaysu...."
"Menurut dugaanku, lambatnya pemulihan tenaga dalammu
dimasa lalu dikarenakan Han Siang telah mencampurkan bubuk
pelemas tulang dalam makanan yang kita santap setiap harinya.
Komposisi bubuk itu sudah diperhitungkan dengan matang hingga
membiarkan setiap harinya tenaga dalammu hanya pulih sedikit,
sedang sisanya habis dipakai untuk melawan pengaruh racun. Tapi
sejak kemarin keadaan itu sudah mulai terjadi perubahan baru."
"Jadi maksud thaysu, sejak kemarin, makanan yang dikirim
masuk sudah tidak dicampuri bubuk pelemas tulang lagi?" tanya Lan
Giok-keng seolah baru sadar.
"Betul, termasuk hidangan sarapan yang baru saja kita makan.
Bukan saja tidak ada campuran racunnya, bahkan arak itu
merupakan arak obat berkwalitas tinggi. Nampaknya manusia
berkerudung itu kuatir kondisi tubuhku melemah setelah sembuh
dari sakit, maka sengaja dia persembahkan untukku."
Ternyata tenaga dalam yang dimiliki Hwee-ko Thaysu pun sudah
pulih satu dua bagian, hanya saja berita ini tidak disampaikan
kepada bocah itu. Lan Giok-keng jadi tertawa geli, ujarnya, "Hahahaha.... sudah
seharusnya bisa kuduga kalau kesemuanya itu merupakan
perbuatan dari manusia berkerudung itu. Pulihnya tenaga dalamku
adalah hasil pemberiannya, bagaimana mungkin aku bisa
mengelabuhi dirinya."
Tiba-tiba Hwee-ko Thaysu berkata lagi, "Sekarang tenaga
dalammu sudah pulih separuh bagian, jelas kejadian ini tidak
mungkin bisa mengelabuhinya. Cuma dia belum tahu kalau kau
sengaja menyimpan satu jurus dan perubahan dari jurus itu sama
sekali di luar dugaannya."
Lan Giok-keng dapat mendengar kalau dibalik perkataan itu
mengandung maksud lain, tanyanya, "Kalau memang begitu lantas
kenapa?" "Dia berani memulihkan separuh tenaga dalammu tidak lain
disebabkan dua hal. Ke satu, dia yakin tenaga dalamnya masih jauh
mengungguli dirimu, meski kau berhasil pulih pun bila bertarung
beneran, kau masih bukan tandingannya. Ke dua, dia tahu kalau
kau sudah menaruh rasa simpatik kepadanya, karenanya dia pun
tidak kuatir setelah tenaga dalammu pulih kembali, kau akan
melukainya." "Sejujurnya, aku memang tidak punya ingatan untuk
melukainya." "Padahal kau hanya bisa membunuhnya, tidak mungkin bisa
melukainya. Kau paham dengan teori ini" Sebab bila kau hanya bisa
melukainya, dengan tenaga dalam yang jauh diatas kemampuanmu,
dia bisa segera membunuhmu. Sebaliknya bila kau gunakan jurus
Pek-hok-liang-ci itu dan diluar dugaannya berhasil menusuk mati
dia, biar dia memiliki tenaga dalam yang lebih hebat dari
kemampuanmu pun, dia sama saja tidak bisa balas menyerangmu."
"Sebagai seorang lelaki sejati, mana boleh aku membalas air susu
dengan air tuba, melukai saja enggan apalagi membunuhnuya."
"Kalau begitu kau hanya ingin menangkan satu jurus darinya?"
Lan Giok-keng terbungkam tanpa menjawab, setengah harian
kemudian ujarnya sambil tertawa getir.
"Aku rasa bukan kejadian yang gampang untuk mengungguli
dirinya?" Ternyata tujuan dia yang paling utama bukanlah ingin
menangkan satu jurus dari manusia berkerudung itu, melainkan
ingin membongkar kedok penyamarannya.
"Dalam hal jurus pedang, aku memang tidak bisa memberi
petunjuk apa-apa kepadamu, namun aku bisa menceritakan sebuah
cerita. Sudah pernah membaca ajaran Cuang-cu?"
Bu-tong-pay adalah aliran agama To, aliran To sangat
mempercayai dan menyembah ajaran Cuang-cu, Lan Giok-keng
segera menyahut, "Aku pernah melihat Sucoue membacakan ajaran
Cuang-cu, tapi aku sama sekali tidak mengerti. Sebetulnya ada
rencana untuk meminta petunjuk dari Sucouw dua hari kemudian.
Aaai...." Dia tidak melanjutkan perkataannya, sebab Sucouw nya sudah
meninggal dunia. Tapi dia tidak habis mengerti, kenapa secara tibatiba
Hwee-ko Thaysu menyinggung tentang ajaran Cuang-cu.


Pendekar Pedang Dari Bu-tong Karya Liang Yu Sheng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terdengar Hwee-ko Thaysu berkata, "Dalam ajaran Cuang-cu
terdapat sebuah cerita yang mengisahkan kehebatan dari seorang
pemahat batu yang tinggal di ibu kota negeri Chu. Waktu itu diibu
kota negeri Chu hidup seseorang, suatu hari ujung hidungnya
ternoda setitik lumpur sebesar lalat, orang itupun pergi mencari
tukang pahat itu dan minta kepadanya untuk menghilangkan noda
tersebut. Sang pemahat pun mengambil kampak besar lalu
ditebaskan berulang kali ke depan. Bagi penonton yang
menyaksikan dari samping, semua orang menyangka bacokan kapak
itu bakal menebas batang hidungnya, siapa tahu noda lumpur itu
bukan saja berhasil ditebas hingga bersih, hidung orang itupun
sama sekali tidak terluka."
"Waah, benar-benar kepandaian sakti yang luar biasa," puji Lan
Giok-keng sambil menghela napas, "padahal kapak lebih berat dari
pedang, untuk melatih tingkatan sehebat itu dengan pedangpun
sudah amat susah, mungkin kemampuannya sudah tiada tandingan
di kolong langit." "Betul. Dengan kampak membersihkan noda lumpur diujung
hidung, jelas jauh lebih susah dari menggunakan pedang, tapi
maknanya masih saling berhubungan."
"Silahkan thaysu memberi petunjuk."
"Kapak itu benda berat, untuk membersihkan noda lumpur
diujung hidung dibutuhkan kelincahan serta tenaga yang paling
enteng. Ini menunjukkan kalau berat dan bebal bisa disatu padukan
dengan ringan dan lincah. Jadi kuncinya mengangkat berat bagaikan
menjinjing ringan." Lan Giok-keng bagaikan seorang murid cerdas yang mendapat
bimbingan dari gurunya, dalam posisi seperti paham seperti tidak,
dia resapi perkataan "angkat berat bagai menjinjing ringan" itu.
Kembali Hwee-ko Thaysu berkata, "Di dalam ajaran Cuang-cu
masih ada lagi sebuah cerita tentang seorang koki menjagal sapi,
tulisan itu sangat bagus, coba kubacakan untukmu: sang koki
menjagal sapi untuk kaisar Liang Hui-ong, tempat yang disentuh
adalah bahu yang tidak bisa disandari, tanah yang tidak bisa diinjak,
ketika golok menusuk, tidak akan menimbulkan suara yang
sumbang. Kaisar Liang Hui-ong berseru, "wah, begitu hebat ilmu
menjagal sapimu?" Sambil meletakkan kembali pisaunya sang koki
menjawab, "Yang kusukai adalah tehnik diatas rata-rata. Ketika aku
mulai menjagal sapi, yang kulihat semuanya sapi; begitu banyak
sampai tiga tahun kemudian pun tidak bisa melihat sapi yang utuh
lagi. Kini aku tidak melihat sapi dengan mata lagi, tapi dengan
perasaan.... konsentrasi harus terpusat, gerakan harus lambat,
waktu menggerakkan pisau harus ringan, dan.... sapi itu akan
terbelah bagaikan membelah lumpur ditanah...."
Lan Giok-keng mendengarkan uraian itu dengan terkagumkagum,
dia seolah-olah dibuat mabok oleh ungkapan ini.
Kembali Hwee-ko Thaysu bertanya, "Tahukah kau, dimana titik
penting dari uraian itu?"
"Apakah melihat sapi dengan perasaan?"
"Benar, yang dilihat sang koki adalah celah paling kosong dan
paling gampang dari seekor sapi, oleh sebab itu lihatlah sapi sebagai
bukan sapi, gunakan perasaanmu untuk melihat, karena isi itu
kosong dan kosong itu isi!"
Lan Giok-keng membayangkan Sim-hoat yang diberikan Sucouw
nya menyebut pula bahwa belajar silat tidak perlu bersikukuh
dengan gerakan, tapi dipahami dengan perasaan.... pikirnya
kemudian, 'Bukankah ajaran koki penjagal sapi sama persis dengan
ajaran dari perguruan"'
Terdengar Hwee-ko Thaysu berkata lagi, "Yang paling penting
lagi adalah hindari yang nyata serang yang kosong. Sang koki
mengungkapnya dengan mengatakan dia sudah sembilan belas
tahun menggunakan pisau itu untuk menjagal sapi, tapi pisau yang
digunakan masih setajam waktu masih baru dulu, tahukah kau
ajaran apa yang termakna dibaliknya?"
"Harap thaysu memberi petunjuk."
"Karena dia menghindari bagian tubuh sapi yang
menghubungkan otot dengan tulang belulang. Dalam ajaran Cuang
Cu dikatakan, "Tusukan pisaumu ke dalam celah kosong antara
tulang dengan otot, karena menurut anatomi tubuh sapi, bagian
sambungan otot dengan tulang adalah bagian yang susah ditusuk
dengan pisau, apalagi menusuk tulang keras. Oleh sebab itu
walaupun pisau sudah digunakan selama sembilan belas tahun,
ketajamannya masih seperti baru. Walau begitu, setiap kali bertemu
bagian pertemuan antara otot dan tulang, aku selalu bertindak hatihati
dengan tingkatkan kewaspadaan, pusatkan pandangan ke satu
titik, gerakan semakin melambat, ketika menggerakkan pisau pun
sangat ringan. Lalu daging pun terurai dari tulang dan.... berserakan
diatas tanah. Dengan bangga kupandang empat penjuru, dengan
hati-hati kugosok pisauku dan menyimpannya kembali."
Lan Giok-keng berdiri termangu, gumamnya, "Tusuklah bagian
yang kosong, aaaah, ternyata begitu. Aaaai, entah sampai kapan
aku baru bisa mencapai taraf setinggi itu?"
"Setelah mendengar perkataan mu itu, aku tahu bahwa banyak
sudah pencerahan yang berhasil kau serap hari ini."
Baru berbicara sampai disitu, tiba-tiba terlihat pintu gua terbuka
dengan perlahan kemudian tampak manusia berkerudung itu
melompat masuk ke dalam. Lan Giok-keng segera berkata, "Terima kasih banyak atas
petunjukmu selama beberapa hari ini hingga keseluruhan ilmu
pedang Thay-kek-kiam-hoat ku berhasil dilatih hingga sempurna.
Hari ini aku ingin mencoba lagi permainan pedangku, tapi bukan
jurus demi jurus, bukan pula secara berurutan, bagaimana kalau
anggap saja pertarunganku denganmu memakai keseluruhan jurus
pedang itu?" Begitu mendengar perkataan "menyeluruh", berkilat sepasang
mata manusia berkerudung itu, dia seolah timbul pertanyaan,
namun akhirnya tetap tidak menjawab, dia hanya manggutmanggut.
Maka Lan Giok-keng pun mulai melancarkan serangan dari jurus
pembukaan, Ji-gi-siang-seng (dua unsur saling menumbuhkan), Susiu-
yan-hua (empat unsur saling mendukung), Lak-hap-kun-tong
(enam unsur bersatu padu), Pat-kwa-sun-huan (delapan unsur
saling berputar). Hampir semua jurus dilancarkan susul menyusul,
kekuatan yang terpancar pun bagaikan gulungan ombang di sungai
Tiang-kang yang saling menyusul.
"Bagus!" pekik manusia berkerudung itu didalam hati,
"kecerdasan dan bakat alam bocah ini benar-benar luar biasa, tidak
disangka dia bisa menyerang bagaikan gulungan ombak yang
bersambungan. "Aku paling banter hanya bisa mengembangkan satu gerakan
menjadi gerakan lain, tapi dia, baru mendengar satu sudah dapat
menciptakan sepuluh. Aaai.... tak heran kalau banyak orang mengagumi kecerdasan
seseorang yang berbakat alam.
"Suhu sering memuji kecerdasanku, selama ini akupun selalu
mengira bakat silatku luar biasa, siapa sangka bila dibandingkan dia,
aku ketinggalan jauh sekali. Kini aku masih bisa mengungguli dia,
tapi tiga tahun kemudian, belum tentu aku masih sanggup melawan
dirinya!" Sementara itu Lan Giok-keng sendiripun diam diam merasa amat
kagum, dia tidak menyangka manusia berkerudung itu masih
mampu memecahkan setiap jurus serangan yang dilancarkan,
bahkan seolah tanpa menggunakan banyak tenaga, dalam waktu
singkat ke tujuh jurus serangannya dapat dipunahkan dengan
begitu saja. 'Kelihatannya jurus Pek-hok-liang-ci ku juga belum tentu bisa
merobohkan dia' demikian dia berpikir.
Tentu saja dia tidak menyangka kalau gerakan yang nampak
sangat enteng dan sederhana itu justru telah menghabiskan begitu
banyak tenaga manusia berkerudung itu, bahkan memaksa dia
harus mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya.
Begitulah, dalam kondisi sama-sama mengagumi pihak lawan,
kedua orang itu bertarung lagi puluhan jurus. Mendadak terdengar
suara seruan tertahan. Ternyata ketika Lan Giok-keng mengeluarkan jurus Sam-coanTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
hoat-lun (Tiga putaran roda hukum), dia mulai memperlihatkan
perubahan yang sama sekali tidak diduga manusia berkerudung itu.
Dalam melakukan serangan dengan jurus sam-coan-hoat-lun,
seharusnya secara beruntun dia ciptakan tiga lingkaran pedang, tapi
sekarang bocah itu justru menciptakan sembilan buah lingkaran
pedang yang saling terkait bahkan semua gerakan tidak menentu
arahnya. Hal ini memaksanya jadi gelagapan, jurus pemecah yang
sudah dipersiapkan pun jadi kacau balau.
Namun reaksi yang kemudian dilakukan manusia berkerudung
itupun jauh diluar dugaan Lan Giok-keng.
Kalau tempo hari dia melakukan gerakan serong dengan
kecepatan tinggi untuk memaksa Lan Giok-keng melepaskan
pedangnya, maka untuk memecahkan jurus Sam-coan-hoat-lun kali
ini dia justru mengikuti semua gerakan pedang lawan, pedang
kayunya seringan selembar kertas seolah "menempel" diatas pedang
Lan Giok-keng. Dengan begitu, meski dia tidak berhasil memaksa Lan Giok-keng
kehilangan pedangnya, namun bocah itupun tidak sanggup
memainkan kehebatan dari jurus serangan tersebut.
Karena sama-sama tidak mampu merobohkan lawan, terpaksa
sekali lagi dilakukan perubahan jurus.
Perubahan yang diciptakan Lan Giok-keng dalam jurus barunya
banyak tidak terhilangkan, namun manusia berkerudung itu
menghadapi setiap perubahan dengan cepat, bahkan satu per satu
berhasil dipunahkan. Perubahan yang mereka lakukan sama-sama
berdasarkan teori pedang dan masing-masing memiliki kelebihan
sendiri. Namun diantara sekian banyak jurus, ada beberapa jurus
diantaranya harus dipunahkan manusia berkerudung itu dengan
mengandalkan tenaga dalamnya, tanpa bantuan tenaga dalam
niscaya dia akan menderita kerugian dalam perubahan jurus itu.
Namun oleh karena dia sangat memahami kekuatan tenaga
dalam yang dimiliki Lan Giok-keng, maka perhitungannya dalam
penggunakan kekuatan pun sangat akurat, demikian tepatnya
hingga Lan Giok-keng sendiripun tidak menyadari kalau dia sedang
bermain curang. Tanpa terasa seluruh rangkaian jurus ilmu pedang Thay-kekkiam-
hoat telah selesai dimainkan Lan Giok-keng, kini dia
mengulang lagi dengan jurus pembukaan.
Manusia berkerudung itu mulai mengernyitkan dahi, kelihatannya
dia tidak sependapat dengan niat Lan Giok-keng yang ingin
mengulang lagi dari awal, namun diapun tidak dapat
mengemukakan keberatannya itu.
Ternyata hingga sekarang dia masih berharap Lan Giok-keng
mengeluarkan jurus Pek-hok-liang-ci.
Baru saja dia berkerut kening, tiba-tiba permainan pedang Lan
Giok-keng kembali telah berubah, akhirnya jurus Pek-hok-liang-ci
yang ditunggu-tunggu manusia berkerudung itu digunakan juga!
Begitu jurus Pek-hok-liang-ci digunakan, biarpun manusia
berkerudung itu menguasahi Thay-kek-kiam-hoat pun tidak urung
hatinya bergetar juga, pandangan matanya serasa berkunang.
Kalau dalam permainan jurus Sam-coan-hoat-lun tadi, yang
muncul tidak lebih hanya penambahan perubahan baru, maka jurus
serangan kali ini benar benar merupakan ciptaan baru yang telah
melewati lingkaran batas yang ada, walaupun merupakan ciptaan
baru namun sama sekali tidak bertentangan dengan teori pedang.
Jurus Pek-hok-liang-ci yang asli adalah serangan yang dilakukan
dengan tubuh melambung dan babatan pedang serong ke samping.
Walaupun luas lingkaran tidak ditentukan namun biasanya hanya
berada dalam ruang lingkup seluas satu tombak (3,3 m).
Sementara jurus Pek-hok-liang-ci yang digunakan Lan Giok-keng
saat ini jauh berbeda, begitu mata pedang digetarkan langsung dia
tarik kembali hingga ruang lingkup yang diciptakan lingkaran busur
tidak ter-lampau melebar, sementara dalam perjalanan pemTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
bentukan lingkaran busur itu terasa hawa pedang yang
mengembang bagaikan gulungan ombak, hal ini membuat pihak
lawan tidak bisa menduga seberapa lebar jari-jari luas yang akan
dikembangkan hawa pedang itu.
Andaikata jurus serangan ini terlihat oleh para murid Bu-tong
yang berpegang teguh pada peraturan, mereka pasti akan
melontarkan pelbagai kritikan, menganggap jurus itu merupakan
ciptaan yang berdiri sendiri, sama sekali tidak bisa dianggap sebagai
bagian dari ilmu pedang Thay-kek-kiam-hoat.
Tapi manusia berkerudung itu sangat menguasai ilmu pedang
Thay-kek-kiam-hoat, kini boleh dibilang dia sudah memperoleh
warisan langsung dari Bu-siang Cinjin, baginya, dia sangat
memahami maksud ciptaan dari Lan Giok-keng ini.
Yang diburu bocah itu sekarang sudah bukan ciptaan baru lagi,
kini dia sedang mengejar keadaan dimana jurus pedangnya bisa
maha sakti, karena di dalam jurus inilah sudah terkandung seluruh
inti sari dari Thay-kek-kiam-hoat.
Mata pedang yang begitu menggetarkan lingkaran busur lalu
ditarik kembali melambangkan gerakan Bangau putih setelah
mengebaskan sayapnya, "getaran gelombang" melambangkan
getaran yang ditimbulkan karena gerakan sayap, kesemuanya ini
sangat mencocoki dengan teori pedang yang berbunyi "Thay-kek
berputar bulat, bergerak tanpa putus."
Bagaimanapun manusia berkerudung itupun merupakan seorang
jagoan pedang yang lihay, begitu pandangan matanya terasa kabur,
cepat dia menggetarkan pedang kayu nya dan segera menciptakan
jurus baru pula untuk mematahkan ancaman lawan.
Keadaan saat itu persis seperti dua jago catur yang sedang
berhadapan, semakin hebat musuh yang dihadapi, biasanya setelah
melalui pemikiran yang matang akan diciptakan pula jurus baru,
bahkan seringkali merupakan langkah baru yang mematikan.
Gerak serangan yang dilakukan manusia berkerudung sekarang
boleh dibilang sama sekali bukan jurus mana pun dari Thay-kekTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
kiam-hoat, bahkan dalam perguruan mana pun tidak pernah ada
jurus serangan semacam ini.
Namun gerakan pedang itu sudah jelas mengandung inti sari dari
ilmu pedang Thay-kek-kiam-hoat. Dia telah mengambil inti sari dari
ke tiga belas jurus Thay-kek-kiam-hoat yang dihimpun menjadi satu
gerakan jurus baru, jurus ciptaan baru yang belum sempat diberi
nama. Bahkan bukan hanya inti sari Thay-kek-kiam-hoat saja yang
sudah dilebur ke dalam jurus barunya ini. Sebagaimana diketahui,
dia sudah pernah mempelajari ilmu pedang dari pelbagai aliran,
Thay-kek-kiam-hoat merupakan ilmu pedang yang belum lama
dipelajari, meski saat ini boleh dibilang telah mencapai tingkat
sempurna, bagaimanapun masih terhitung tingkat pemula.
Yang menjadi dasar ilmu pedangnya selama ini adalah ilmu
pedang Elang terbang, Hui-eng-hui-sian-kiam-hoat, karena itulah di
dalam jurus ciptaan barunya kali ini, tanpa disadari dia telah
meleburkan pula inti sari ilmu pedang hui-eng-hui-sian-kiam-hoat ke


Pendekar Pedang Dari Bu-tong Karya Liang Yu Sheng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalamnya. Lan Giok-keng tidak memahami rahasia dibalik kesemuanya itu.
Dia hanya merasakan jurus serangan ini sangat kuat dan sama
sekali tiada titik kelemahan.
Kalau tiada titik kelemahan yang bisa dijumpai, bagaimana
mungkin bisa ditemukan kesempatan untuk meraih kemenangan"
Jurus ini merupakan jurus serangan terakhirnya, dia seolah sudah
berada diujung jalan, jalan dihadapannya telah disumbat mati orang
lain. Tapi.... benarkah sudah tidak ada jalan lain"
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya....
"mengangkat berat bagai menjinjing ringan", "dalam pandangan
tiada sapi utuh". Begitu ingatan tadi menembusi otaknya, satu dunia baru pun
segera tercipta dalam benaknya.
Sebagaimana diketahui dalam ciptaan jurus barunya, manusia
berkerudung itu telah sertakan intisari dari dua rangkai ilmu pedang,
yang pertama adalah Thay-kek-kiam-hoat sedang yang lain adalah
Hui-eng-hui-sian-kiam-hoat yang telah dilatihnya sejak kecil. Satu
lembut satu keras, dua sifat yang berlawanan. Namun setelah
dipoles dan dilebur manusia berkerudung itu, penggunaan lembek
maupun keras ternyata bisa bersanding sejajar dan membentuk satu
kekuatan yang luar biasa.
Separutnya jurus itu disebut jurus ciptaan ter-bagus, terindah
yang pernah diciptakan selama ini, tapi sesuatu benda yang baru
memang tidak mungkin bisa sempurna sejak awal, persoalanya
adalah apakah kau bisa menemukan bagian mana yang belum
sempurna itu. Lan Giok-keng segera membayangkan kembali kisah sang koki
menjagal sapi. "Tusukan pisaumu ke dalam celah kosong antara tulang dengan
otot, karena menurut anatomi tubuh sapi, bagian sambungan otot
dengan tulang adalah bagian yang susah ditusuk dengan pisau,
apalagi menusuk tulang keras."
Sekarang dia sudah melihat "celah kosong" yang muncul di tubuh
lawan, dan...."Sreeeet!" sebuah tusukan kilat langsung dilontarkan!
Mimpi pun manusia berkerudung itu tidak menyangka kalau jurus
Pek-hok-liang-ci dari Lan Giok-keng masih memiliki perubahan yang
sangat mendadak dan tidak terduga.
Padahal seluruh konsentrasinya waktu itu sudah dicurahkan pada
pemecahan jurus itu, ibarat anak panah yang sudah dipentang, mau
tidak mau harus dilepaskan juga. Semua keraguan dan kesangsian
seketika dibuangnya jauh jauh.
Tadinya dia hanya menggunakan tenaga dalam sebesar tiga
bagian untuk menghadapi Lan Giok-keng, kekuatan sebesar tiga
bagiannya setara dengan kekuatan lima bagian dari bocah itu,
karenanya siapa pun yang menangkan jurus itu, tidak bakalan
sampai melukai pihak lawan.
Tapi kini dia seolah sudah melupakan pantangan itu, dalam jurus
serangannya kali ini dia telah sertakan tenaga dalamnya sebesar
tujuh, delapan bagian. Dalam ilmu pedang, mungkin saja dia tidak mampu memecahkan
jurus serangan dari Lan Giok-keng ini, namun dalam hal tenaga
dalam, dia masih jauh melampaui kemampuan bocah itu. Akibatnya
kemungkinan besar ke dua belah pihak akan terluka parah, tapi
mungkin juga hanya Lan Giok-keng yang menderita luka parah.
Pada saat itulah tiba-tiba dia seolah mendengar ada seseorang
sedang berteriak memanggil, "Piauko,Piauko!"
Oleh karena ruang penjara itu di bangun dalam gua batu, suara
yang harus menembusi celah batu yang berlapis-lapis membuat
nada suaranya sama sekali berubah, kedengarannya seperti sayupsayup,
terkadang keras kadang lemah, kadang jauh terkadang
dekat. Waktu itu seluruh konsentrasi Lan Giok-keng sudah terpusat jadi
satu, bahkan ujung pedang lawan pun seolah sudah lenyap dari
pandangan matanya. Kini dia sudah berada dalam kondiri "bukan
melihat dengan mata, tapi melihat dengan perasaan!". Persis seperti
teori Cuang-cu tentang sang koki yang menjagal sapi.
Bila seseorang telah berada dalam kondisi seperti ini, tentu saja
terhadap keadaan disekelilingnya dia ibarat memandang tapi tidak
melihat, mendengar tapi tidak masuk.
Suara panggilan itu masih mengalun tidak menentu, bahkan
Hwee-ko Thaysu yang sedang duduk bersemedi pun tidak bisa
membedakan apakah suara manusia atau suara angin.
Akan tetapi biarpun nada suara itu sudah berubah, namun
manusia berkerudung itu masih bisa membedakan suara dari
siapakah itu. Sebab suara bisa berubah namun perasaan yang terselip dibalik
suara itu sama sekali tidak berubah.
Itulah suara dari Seebun Yan! Panggilan "Piauko" dari Seebun
Yan sudah berpuluh ribu kali didengarnya.
Mimpi pun dia tidak menyangka kalau Seebun Yan bakal muncul
di tempat itu. Dia tidak ingin Lan Giok-keng mengetahui identitas diri yang
sebenarnya, bila Seebun Yan sampai muncul disitu, bukankah
rahasia jati dirinya akan segera terbongkar"
Begitu mendengar suara panggilan itu, tanpa sadar dia pun agak
tertegun. Justru karena itu pula tenaga dalam sebesar tujuh bagian yang
sudah siap dilontarkan pun tanpa disadari menjadi kendor kembali.
"Sreeet!" secepat sambaran kilat ujung pedang Lan Giok-keng
telah menyambar kain kerudung di wajah manusia berkerudung itu
hingga terlepas. Tenaga yang disertakan dalam sabetan pedang itupun digunakan
sangat tepat, dia hanya mencongkel lepas kain kerudung hitamnya
tanpa meninggalkan bekas sayatan diatas wajah lawan.
Bila dibandingkan si tukang pahat yang bisa menggunakan kapak
besar untuk membersihkan noda lumpur di ujung hidung orang,
tentu saja yang dilakukan Lan Giok-keng saat ini belum terhitung
seberapa, namun bagi pribadi dirinya, jelas ilmu pedang yang
diyakini telah mencapai sebuah taraf baru.
Hanya saja dia tidak meniru gaya sang koki selesai menjagal
sapi, "Dengan bangga kupandang empat penjuru, dengan hati-hati
kugosok pisauku dan menyimpannya kembali", sebab dia telah
melihat dengan jelas wajah asli orang itu, ternyata dia adalah
seseorang yang sama sekali tidak diduganya.
Manusia berkerudung itu bukan lain, dia adalah Tonghong Liang.
Hasil ini sebetulnya sudah berada dalam dugaan Hwee-ko
Thaysu, namun sama sekali diluar dugaan Lan Giok-keng.
Dalam waktu singkat dia pun sama seperti Tonghong Liang,
berdiri termangu-mangu! Seebun Yan menyusup masuk ke dalam Toan-hun-kok dengan
menyaru sebagai salah satu bandit wanita yang sangat terkenal di
kalangan hitam dengan julukan Si Ular hijau Ting Lak-nio.
Siang Ngo-nio punya julukan sebagai si lebah hijau sedang Ting
Lak-nio bergelar Si Ular hijau, sering kali orang persilatan salah
menyangka mereka sebagai saudara angkat, padahal tidak demikian
keadaannya. Kepandaian silat yang dimiliki Si Ular hijau masih kalah jauh
dibandingkan Si Lebah hijau, namun dia menang dalam soal usia,
dia pun beberapa kali pernah mendatangi Lembah pemutus sukma
dengan harapan bisa menggaet Kokcu Han Siang.
Tapi Han Siang waktu itu sudah berhasil mendapatkan Si Lebah
hijau Siang Ngo-nio, tentu saja dia tidak berani menggaet
perempuan ini lagi. Ketika pertama kali menginjakkan kakinya di rumah keluarga
Han, mereka harus melaporkan identitasnya, maka Seebun Yan pun
menyaru menjadi Ting Lak-nio, sedang Lan Sui-leng menyaru
sebagai dayangnya, bukan saja dengan mulus berhasil memasuki
Lembah pemutus sukma, bahkan dengan sergapan tidak terduga
mereka pun berhasil menguasai Han Siang.
Sambil mencengkeram tulang Pi-pa-kutnya, Seebun Yan
menempelkan pedang pendek diatas punggungnya, lalu menghardik
keras, "Apa yang telah kau perbuat dengan kakak misanku" Kalau
aku sampai tidak dapat bertemu dengannya, segera akan kucabut
nyawamu!" "Siapa Piauko mu?"
"Tonghong Liang!"
Begitu tahu orang yang dicari adalah Tonghong Liang, Han Siang
merasa sangat lega, katanya, "Ooh, ternyata kau adalah putri
Seebun Mu dengan nama Yan bukan?"
"Aku tidak punya waktu untuk berkenalan dengan mu, cepat
bebaskan Piauko ku!"
Han Siang tertawa. "Aku adalah sahabat karib Piauko mu, mana mungkin menyekap
dirinya" Ayoh, ikuti aku!"
"Baik, cepat sebagai petunjuk jalan, aku melarang anak buahmu
untuk mengikutinya!"
Seebun Yan merasa kuatir terhadap dirinya, begitu pula dengan
Han Siang, dia pun menaruh perasaan was was terhadap gadis itu.
Benar, hubungannya dengan Tonghong Liang hingga dewasa ini
masih boleh dibilang sebagai rekan sekomplotan. Tonghong Liang
hendak menggunakan dia untuk mengatur Lan Giok-keng, sedang
diapun ingin menggunakan Tonghong Liang untuk membantunya
naik menjadi Liok-lim Bengcu.
Namun bagaimanapun juga Tonghong Liang adalah kakak misan
Seebun Yan, sedang Seebun Yan adalah putri dari musuh besarnya.
Sekalipun musuh besarnya telah lama meninggal, namun dendam
kesumat ini belum pernah terselesaikan.
"Begitu Tonghong Liang bertemu dengannya, mungkin dia bakal
menuruti perkataan gadis ini. Tapi bila aku tidak membiarkan dia
bertemu Tonghong Liang, bisa jadi nyawaku tidak bisa
diselamatkan!" Dengan perasaan gundah dan kehabisan daya akhirnya Han
Siang mengajak Seebun Yan dan Lan Sui-leng menuju ke tempat
dimana Lan Giok-keng sedang disekap.
"Mana Piauko ku?" melihat dia menghentikan langkahnya,
Seebun Yan segera bertanya. "Berada di bawah."
Seebun Yan segera pasang telinga, betul saja, lamat lamat dia
mendengar ada suara manusia di bawah sana, dengan penuh
kecurigaan pikirnya, 'Kelihatannya bukan hanya dia seorang yang
berada di bawah sana, bahkan kalau didengar suaranya seperti
suara orang bertempur' Berpikir begitu dia pun menegur, "Apakah ruangan di bawah
sana adalah penjara?"
"Benar, penjara yang dibangun di perut bukit."
"Lantas mengapa kau mengatakan tidak pernah mengurung
Piauko ku dalam penjara?" teriak Seebun Yan gusar.
Jari tangannya segera mencengkeram lebih kuat, membuat
tulang pi-pa-kut itu mengeluarkan suara gemerutuk keras, saking
sakitnya Han Siang sampai bermandikan peluh dingin.
"Nona, perkataanku belum selesai!" jerit Han Siang, "Tonghong
Liang sama sekali tidak dikurung dalam penjara, dia sendiri yang
masuk ke dalam penjara untuk bertarung pedang melawan
seseorang!" "Bertanding pedang dengan seorang narapidana?" tanya Seebun
Yan keheranan. "Benar. Saban hari Piauko mu selalu mendatangi penjara untuk
bertanding pedang. Kini pertarungannya belum selesai, malah
kedengarannya sudah mencapai saat yang paling penting. Nona
Seebun, bagaimana kalau kau menunggu sejenak?"
"Dia bertanding dengan siapa?"
"Rasanya seorang bocah muda yang bernama Lan Giok-keng."
"Jadi Lan Giok-keng pun tersekap disini?" seru Seebun Yan
terperanjat. "Benar, Piauko mu yang sengaja mengatur siasat dan menipunya
datang kemari." "Aku tidak percaya!" teriak Lan Sui-leng setelah tertegun sejenak,
"apa pun yang kau katakan, aku tidak percaya kalau Tonghong
Toako bakal membohongi adikku!"
Sekarang Han Siang baru tahu kalau gadis yang datang bersama
Seebun Yan tudak lain adalah kakak Lan Giok-keng, rasa kagetnya
semakin menjadi. "Aku tidak mau menunggu lagi!" bentak Seebun Yan gusar, "ayoh
cepat buka pintu penjara itu!"
Di bawah ancaman dan paksaannya terpaksa Han Siang
menekan tombol rahasia dan membuka batu penutup penjara itu,
kini semua suara pembicaraan dari bawah kedengaran semakin
jelas. "Piauko! Piauko!" teriak Seebun Yan.
Sekalipun tidak percaya dengan apa yang di dengar, tidak urung
Lan Sui-leng ikut berteriak juga, "Adik, adik!"
Ooo)*(ooO Begitu pedang Lan Giok-keng berhasil mencongkel lepas kain
kerudung hitam milik Tonghong Liang, sontak dia berdiri tertegun,
berdiri seperti orang bodoh.
Dalam keadaan begini, teriakan dari Lan Sui-leng sama sekali
tidak terdengar olehnya. Tonghong Liang benar-benar sangat malu, semisal disana ada
lubang, dia pasti sudah menerobos masuk ke dalamnya. Namun,
walaupun di tanah tidak ada lubang, diatas kepalanya masih ada
pintu lubang. Sebenarnya setiap hari pada saat dan waktu yang telah
ditentukan, dia perintahkan orang diluar untuk membukakan pintu
gua, sekarang, walaupun saat yang dijanjikan belum tiba, namun
berhubung Han Siang telah membukakan pintu gua, tentu saja dia
enggan berdiam diri lagi dalam gua itu.
Menggunakan kesempatan ketika kesadaran Lan Giok-keng
belum pulih, Tonghong Liang segera menggunakan ilmu
meringankan tubuhnya untuk menerjang keluar dari tempat itu.
Kini tenaga dalam yang dimiliki Lan Giok-keng sudah pulih tujuh,
delapan bagian, dengan kemampuan yang dimilikinya sekarang,
diapun bisa menggunakan ilmu meringankan tubuhnya untuk
melakukan pengejaran. Tapi pada saat itulah dia mulai mendengar suara teriakan dari
Lan Sui-leng, "Adik, adik!"
Hanya didalam waktu yang relatip singkat, dia harus menghadapi
dua kejadian yang mimpi pun tidak pernah dibayangkan
sebelumnya, benarkah semuanya ini merupakan kenyataan" Atau
hanya dalam impian" Pikirannya sangat kalut, sedemikian kalut
hingga nyaris jatuh dan hancur berantakan.
Begitu Tonghong Liang terbang keluar dari gua, tiga orang yang
berada diluar serentak berteriak keras, "Piauko, Piauko, kau.... kau
tidak apa-apa bukan?"
Seebun Yan segera melepaskan cengkeramannya atas Han Siang
dan menyusul di belakang kakak misannya.
"Tonghong Siauhiap, kau harus menjelaskan kejadian yang
sebenarnya!" teriak Han Siang pula sambil diam-diam melakukan
persiapan, kini dia sudah punya ingatan untuk "menyelamatkan diri
sendiri" hingga tidak berani lagi melakukan tindakan gegabah.


Pendekar Pedang Dari Bu-tong Karya Liang Yu Sheng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tonghong Toako, adikku, dia.... dia.... apakah...."
perasaan Lan Sui-leng diliputi kebingungan dan kepanikan hingga
perkataan yang diucapkan pun sampai tergagap.
Waktu itu Tonghong Liang benar-benar merasa sangat malu,
dalam keadaan begini mana mungkin dia bisa memberikan
jawabannya" Apalagi harus menjelaskan keadaan yang
sesungguhnya" Bagaimana mungkin dia bisa buka mulut"
Begitu berhasil menghindari tubrukan adik misannya, cepat dia
kabur menjauh sembari berseru, "Adikmu berada di bawah sana!"
Dia hanya bisa menjawab pertanyaan dari Lan Sui-leng. Karena
dia merasa telah berbuat salah terhadap Lan Giok-keng, karena itu
tidak sepantasnya untuk membohongi Lan Sui-leng pula.
"Tonghong Siauhiap," kembali Han Siang berteriak keras, "mana
boleh kau pergi dengan begitu saja?"
"Maaf Han-kokcu, aku tidak bisa membantumu lagi!" seru
Tonghong Liang sambil kabur, "tahukah kau, sebetulnya bibi hendak
membunuhmu, sekarang aku tidak ingin membunuhmu, tapi tidak
bisa juga membantumu, lebih baik kau mengurusi diri sendiri!"
Han Siang merasakan hatinya bergetar keras, dia tidak berani
bicara lagi. Begitu Seebun Yan bertemu kakak misannya, urusan apa pun dia
tidak ambil perduli. Sambil buru-buru mengejar, teriaknya, "Piauko,
tunggu aku, tunggu aku sebentar!"
Tinggal Lan Sui-leng seorang yang waktu itu masih berdiri
kebingungan hingga mirip dengan sebuah patung kayu.
Tonghong Liang adalah orang yang dihormati, mimpipun dia
tidak menduga kalau adiknya bisa tertipu gara-gara rencana busuk
dari Tonghong Liang, bahkan dia tidak segan berkomplot dengan
Han Siang, mengatur perangkap hingga memaksa adiknya jadi
tawanan. Sementara dia masih kebingungan, mendadak terasa desingan
angin tajam berhembus lewat, tahu-tahu Han Siang telah
mencengkeram bahunya. Ilmu Ki-na-jiu-hoat yang dimiliki Han Siang memang merupakan
ilmu hebat untuk pertarungan jarak dekat, apalagi ketika digunakan
untuk menghadapi seorang nona kecil yang sama sekali tidak siap.
Dia tahu Lan Sui-leng adalah kakak Lan Giok-keng, oleh sebab itu
gadis cilik itu harus dibekuknya sebagai sandera.
Karena menangkap sandera ada gunanya, tentu saja diapun tidak
berani mencengkeram remuk tulang Pi-pa-kut di tubuh Lan Sui-leng.
Dia sangat yakin dengan kemampuan ilmu Ki-na-jiu-hoat
miliknya, asal Lan Sui-leng sampai terjatuh ke tangannya, tidak
nanti gadis itu dapat meloloskan diri lagi.
Untung saja dia tidak melancarkan serangan mematikan, dan
perubahan yang terjadi kemudian jauh di luar dugaannya.
Ilmu silat yang dimiliki Lan Sui-leng meski masih jauh ketinggalan
bila dibandingkan adiknya, tapi selama beberapa bulan terakhir,
sama seperti adiknya, dia telah menjumpai banyak pengalaman
aneh, kemampuannya sekarang sudah berbeda jauh dengan
kemampuannya dulu. Sesaat dia merendahkan bahunya, sebelum ke lima jari tangan
Han Siang berhasil mencengkeram tubuhnya, gadis itu sudah
meloloskan diri dari ancaman.
Han Siang tidak ingin membiarkan korbannya kabur, dengan
jurus Kwa-hau-teng-san (menunggang harimau mendaki bukit) dia
maju selangkah, kaki kirinya menyapu sepasang kaki lawan,
sementara telapak tangan kirinya berubah jadi ilmu cengkeraman,
langsung mengancam jalan darah I-khi-hiat dipinggang-lawannya.
Cepat Lan Sui-leng mengubah ilmu pedang Thay-kek-kiamhoatnya
jadi ilmu pukulan, mengikuti datangnya ancaman lawan, dia
membetot tangan musuh ke samping.
Inilah jurus meminjam tenaga untuk memukul balik, dia gunakan
tenaga lawan untuk menggiringnya menyambar ke arah lain. Coba
kalau gerakan ini dilakukan dengan sempurna, dapat dipastikan
tubuh lawan akan jatuh tertelentang.
Tapi sayang dalam gugup dan panik, dia seolah lupa dengan
kondisi tempat di sekitarnya.
Batu besar yang digunakan untuk menutup mulut gua saat itu
sudah bergeser ke samping, adapun tempat dimana dia berdiri
merupakan sisi mulut gua itu, di bawahnya adalah penjara bawah
tanah yang digunakan untuk menyekap adiknya.
Tatkala tangannya membetot ke samping, dia hanya berhasil
memunahkan setengah dari tenaga Han Siang, namun dia
sendiripun berhasil digerakkan juga oleh Han Siang.
Akibatnya pada saat yang bersamaan mereka berdua sama-sama
terjatuh ke dalam penjara bawah tanah.
Ketika Lan Sui-leng terjatuh ke bawah, saat itulah Lan Giok-keng
baru saja mendengar suara teriakan kakaknya, belum sempat
berbuat sesuatu, dia sudah melihat gadis itu terjatuh di
hadapannya. Dalam keadan begini tanpa berpikir panjang lagi buru-buru dia
menyambut tubuh kakaknya.
Lan Sui-leng terjatuh dari tempat ketinggian, bisa dibayangkan
betapa besarnya kekuatan terjunnya, begitu menyambar tubuh
gadis itu, dengan cepat Lan Giok-keng berputar dua kali di tempat
sebelum akhirnya bisa berdiri tegak.
Lain halnya dengan Han Siang, dia adalah jago kawakan dari
dunia persilatan, selagi masih berada di tengah udara, dengan
gerakan burung manyar membalikkan badan, dia bersalto berulang
kali untuk mengurangi daya luncurnya.
Begitu ujung kakinya mencapai tanah, dia langsung berlarian
maju sejauh beberapa langkah, sekalipun dia jatuh belakangan
namun lebih cepat menguasahi tubuhnya daripada Lan Giok-keng.
Begitu berhasil menguasai diri, dengan cepat dia menemukan
kalau dirinya sedang berdiri di samping Hwee-ko Thaysu.
Waktu itu Hwee-ko Thaysu masih duduk bersila di atas lantai,
tenang bagaikan seorang pendeta yang sedang samadi.
Reaksi Han Siang cukup cepat, pertama karena dia sadar tidak
sanggup menghadapi kerubutan Lan Giok-keng dengan kakaknya,
kedua dia anggap Hwee-ko Thaysu sudah kehilangan tenaga dalam
hingga lebih gampang untuk dikuasahi. Maka begitu melihat
pendeta itu berada dihadapannya, dengan cepat dia gunakan ilmu
Hau-jiau-ki-na (ilmu cengkeram kuku harimau) untuk
mencengkeram tubuhnya kuat-kuat.
Begitu tersadar dari rasa kagetnya, Lan Sui-leng segera berteriak
keras, "Cepat hadapi bajingan tua itu!"
Lan Giok-keng menurunkan kakaknya sembari berpaling, begitu
melihat Han Siang menggunakan Hwee-ko Thaysu sebagai sandera,
dia segera menggetarkan pedangnya sambil membentak, "Cepat
bebaskan Hwee-ko Thaysu, kalau tidak akan kuhadiahkan sebuah
lubang tusukan di dadamu!"
Han Siang tertawa terbahak-bahak.
"Hahahaha.... bagus sekali, kalau memang bernyali, ayoh cepat
hadiahkan tusukanmu itu! Hehehehe.... sehebat apapun ilmu
pedangmu, mungkin kau musti menghadiahkan sebuah lubang
tusukan dulu di tubuh hweesio tua itu sebelum dapat melukai aku!"
Lan Giok-keng benar-benar sangat gusar, saking gemasnya dia
sampai menggertak giginya kuat-kuat. Sambil menggetarkan ujung
pedangnya, dalam waktu singkat dia telah memikirkan tujuh,
delapan macam cara untuk menjebol tubuh lawannya, namun pada
akhirnya dia tetap tidak berani menggunakan nyawa Hwee-ko
Thaysu sebagai taruhan. Belum habis ingatan tersebut melintas, tiba-tiba terdengar suara
gemuruh yang sangat keras bergema memecahkan keheningan,
ternyata batu besar di atas gua telah tertutup kembali. Suasana
dalam ruang penjara pun pulih dalam kegelapan.
Perubahan yang terjadi sangat tiba-tiba itu tidak ditanggapi
kelewat serius bagi Lan Giok-keng, dalam anggapannya, orang di
luar sana tidak tahu akan kejadian yang sedang berlangsung di
dalam penjara, karena melihat Tonghong Liang telah pergi, maka
mereka menutup kembali mulut penjara itu.
Di masa lalu, setiap kali Tonghong Liang selesai bertanding
pedang melawannya, keadaan selalu berlangsung begitu. Di saat dia
akan melompat turun, batu dimulut penjara akan terbuka kemudian
menutup kembali, kemudian pada saat yang telah ditentukan, batu
itu akan menggeser kembali, di saat dia telah melompat keluar
maka batu pun akan menyumbat lagi.
Dua kali terbuka dua kali tertutup, hampir setiap hari terjadi hal
yang sama. Namun bagi Han Siang, perubahan ini berlangsung sangat tibatiba
dan sama sekali diluar dugaannya, perubahan yang cukup
membuat perasaan hatinya bergetar keras.
Pertama, dia bisa masuk ke dalam penjara yang digubah dari gua
batu itu karena berada di bawah ancaman Seebun Yan, saat itu
cukup banyak anak buahnya yang hadir ditempat kejadian, saat ini
kejadian telah berlangsung cukup lama, berita itupun pasti sudah
tersebar luas kemana-mana, lalu siapa yang berani menutup pintu
gua itu sebelum dia meninggalkan tempat itu"
Kedua, batu raksasa penyumbat pintu gua itu beratnya mencapai
ribuan kati, tidak mungkin batu itu bisa digeser dengan tenaga
manusia, selama inipun dia melakukannya dengan bantuan alat
rahasia. Padahal hanya dia dan wakil Kokcu saja yang mengetahui
rahasia alat itu. Kecuali mereka berdua, biarpun seluruh anak
buahnya bersatu padu mendorong batu tersebut pun, tidak mungkin
mulut gua bisa tersumbat dalam waktu secepat itu.
Karenanya hanya ada satu kesimpulan, salah seorang
pembantunya, atau bahkan mungkin kedua orang wakilnya telah
manfaatkan kesempatan itu untuk melakukan pemberontakan.
Sementara hatinya masih dicekam kegugupan dan kekalutan,
tiba-tiba perutnya terasa kaku, perasaan kaku itu dengan cepat
menjalar sampai dimana-mana, lalu ke empat anggota tubuhnya
ikut menjadi kaku dan mati rasa.
Dalam terperanjatnya, buru-buru dia cengkeram tulang Pi-pa-kut
di tubuh Hwee-ko Thaysu, sayang waktu itu seluruh tenaga yang
dimilikinya hilang lenyap tidak berbekas.
Ketika ruang penjara tiba-tiba berubah jadi gelap gulita, dengan
perasaan kaget Lan Sui-leng segera berteriak, "Adik!"
"Jangan takut, aku berada disini," sahut Lan Giok-keng.
Sambil mendekati adiknya kembali Lan Sui-leng bertanya,
"Apakah kau dapat melihat Hwee-ko Thaysu?"
"Benar, aku dapat melihatnya."
Perlu diketahui, biarpun mulut gua telah tersumbat batu raksasa,
namun masih ada celah yang kemasukan cahaya, jadi sama sekali
bukan gelap seratus persen. Hampir setiap hari dia bertanding
pedang melawan Tonghong Liang dalam situasi seperti ini, sepasang
matanya telah terbiasa dengan suasana "kegelapan" semacam ini.
Berbeda dengan Lan Sui-leng, dia masih belum dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di sekelilingnya,
justru karena dia tidak dapat melihat Hwee-ko Thaysu maka gadis
ini belum tahu apakah pendeta itu sudah dicelakai Han Siang atau
tidak, itulah sebabnya dia mengajukan pertanyaan itu.
Lan Giok-keng memang bocah yang sangat cerdas, diapun
segera teringat kalau keadaan Han Siang tidak jauh berbeda dengan
kakaknya, ketika dari tempat terang benderang tiba-tiba terperosok
ke dalam kegelapan, maka betapapun hebatnya kungfu yang
dimiliki, sebelum matanya dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan di sekelilingnya, tidak mungkin dia bisa melihat jelas
Bende Mataram 32 Pendekar Pemabuk Karya Kho Ping Hoo Kisah Pedang Bersatu Padu 5
^