Pencarian

Seruling Sakti 26

Seruling Sakti Karya Didit S Andrianto Bagian 26


Keringat dingin menitik di kepala lelaki berkedok ini.
"Persetan dengan omongannya!" pikirannya bergulat dengan ketakutannya sendiri. "Tapi" Jika memang dia benar, seluruh rahasiaku bisa terungkap. Hancur pula namaku di dunia persilatan!"
Tanpa mengucapakan apapun, lelaki berkedok itu melesat lebih pesat dari sebelumnya. Jaka tertawa perlahan. Kali ini dia yakin benar lawannya benar-benar telah pergi. Pemuda ini terbatuk, dan darah segar menyembur dari mulutnya.
"Sungguh lawan yang tangguh, jenius?" pikirnya sambil tersenyum getir, seraya mencari tempat yang tepat untuk menyembuhkan dirinya.
Hari ini Jaka mendapatkan pelajaran berharga. Sejak pertemuan pertama, Jaka sangat ingin berjumpa kembali demi mempertegas "ciri" hawa sakti sang lawan. Sungguh tidak terduga kali ini dia kembali bersua, kesampatan sebaik ini jelas tidak mungkin dia sia-siakan. Sifat buruknya kumat!
Menerima luka demi meresapi rasa sakit akibat pukulan lawan-pun kembali bergelora. Jika saja Ki Alih atau sahabatnya yang lain ada disisinya, pasti akan mendamprat pemuda ini habis-habisan.
Apa yang di derita Jaka hari ini memang sangat merepotkan, tapi Jaka-pun dapat menangkap diantara samarnya pukulan sang lawan, ada setitik cahaya yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat dia merasa yakin, dia sdang melihat ufuk dari masalah-masalah yang sedang dan akan timbul. Ada perasaan akrab pada pukulan terakhir tadi. Satu hal yang pasti, Jaka memutuskan segera menyelidiki asal muasal lelaki berkedok itu.
Berjumpa dengan Sembilan Belantara dan teman-temannya jelas merupakan prioritas utama. Sayangnya saat dia kembali ketempat itu, jejak ketiga orang tadi sudah lenyap.
Ada bekas pertarungan disana. Pemuda ini menghela nafas seraya menyeringai bodoh, teringat olehnya kritikan Ekabaksha. "Kalau sudah tahu ini menarik, kenapa kau tidak bertanya sampai jelas?" Ya, lelaki gemuk itu menyarankan pada Jaka untuk mengorek keterangan siapa sebenarnya Sembilan Belantara, tapi pemuda ini mengacuhkannya.
"Ha-ha.. sudahlah?" gumam Jaka sambil berlalu.
==o0o== 119 " Domino Effect : Setitik kesadaran
Apa yang membuatmu teringat tentang mati" Apa yang menjadi perhatian utamamu" Apakah kau akan membawa harta kekayaan" Anakmu, istrimu" Kisah seorang istri yang bersedia satu liang kubur dengan suami sudah tentu omong kosong. Begitu liang lahat selesai tertimbun, hanya isak tangis yang mengiringimu. Selanjutnya apa" Apakah kau memiliki manfaat selama hidup"
Pikiran berseliweran tidak jelas memenuhi benak Dua Bakat, nalarnya berangsur-angsur pulih. Rasa sakit disekujur tubuh membuat dia yakin kehidupan masih menjadi bagian darinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau sudah datang?" sebuah suara seperti terdengar dari dasar neraka membuat kuduk bergidik.
Mata Dua Bakat bekerjap, membiasakan suasana gelap dalam liang tempat dia jatuh. Sebuah helaan nafas panjang, seolah melepas beban yang menghimpit hati, terdengar begitu dekat dengan telinganya. Karuan saja orang ini segera beringsut mundur, sampai akhirnya dinding cadas menahan tubuh.
Matanya sudah dapat memandang kondisi disekeliling, dia tahu ucapan tadi bukan ditujukan padanya. Dalam pekatnya gelap, Dua Bakat masih dapat mengenali, ucapan yang entah datang dari mana di tujukan pada seseosok tubuh yang terdengar menghela nafas panjang pula.
"Betapa hidup ini menjadi sia-sia. Oh, waktu" pantaslah Yang Kuasa bersumpah atasnya." Gumam sesosok itu membuat Dua Bakat heran.
Bagaimana tidak" Sebagai pendatang gelap di Lembah Halimun, seharusnya nasibnya tak sebaik ini" diacuhkan demikian rupa"dalam kondisi sehat pula. Mendadak. lelaki ini menampar kepalanya sendiri dengan menyeringai, "alangkah bodoh pikiranku!" ujarnya dalam hati. Dia seharusnya bersyukur masih hidup, bukannya menjadi "heran" atas nasib yang baik-baik saja.
"Benda berbahaya sudah sampai ditempat ini, sekalipun ada perbedaan diantara kita, tidak semestinya sebuah kehidupan terenggut karenanya." Kata satu suara yang tak diketahui sosoknya terdengar jelas oleh Dua Bakat. Meski ucapan itu ditujukan kepada si pendatang, tapi Dua Bakat-pun paham, secara tak langsung teguran itu dialamatkan padanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang ini tidak dapat berkata apa-apa, keberaniannya sudah menguap entah kemana. Sambil menunduk, Dua Bakat hanya mengikuti percakapan yang ada di dalam ruangan itu.
Dia sama sekali tak ada ide, untuk melakukan kelanjutan rencana sang majikan. Hakikatnya, hingga saat ini dia masih hidup-pun, sudah sangat disukurinya.
"Datangnya Kosamasangkya, memiliki dua kemungkian.
Bahaya dan manfaat. Dari mana datangnya bahaya yang bisa menghilangkan kehidupan?" ujar sesosok itu bertanya.
Tidak ada jawaban hanya helaan nafas, "Berikan padaku?" suara itu membuat tubuh Dua Bakat bergetar dan tersedot kedepan menempel pada dinding. Sesaat kemudian daya sedot itu hilang, dan Dua Bakat jatuh terduduk dengan lutut lemas. Sungguh tak pernah dibayangkan ada aliran tenaga semacam itu. Meski sang majikan dan orang yang menotok jatungnya juga memiliki kemampuan mengerikan, tapi aliran tenaga tadi memiliki ciri unik dan berbeda. Tidak mengerikan, tapi membuat dia tak lagi memiliki keberanian, rasa takut segera melingkupi hati.
Tangannya merogoh kedalam baju, dan menyerahkan kotak berisi parwwakalamahatmya, dengan gemetar Dua Bakat menjulurkan tangannya kedepan dinding cadas. Mata lelaki paruh baya ini terbalalak saat melihat sepotong tangan terjulur menembus dinding cadas menyambuti kotak itu.
Dirinya yakin benar, saat tubuhnya tersedot dan menempel, yang dirasakan adalah dinding cadas. Bagaimana mungkin, ada yang dapat menembus dinding cadas tanpa menimbulkan lubang" Dua Bakat yang terkenal cerdas dan banyak akal ini tergagu kehilangan paham.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebuah benda beraroma kematian." Gumam suara dari balik dinding. "Apa yang kau inginkan?"
Terdengar suara terkejut dari si pendatang yang tadi berbicara dengan suara dari balik dinding. Tak pernah disangka orang yang memiliki harga diri setinggi langit itu, mau bercakap-cakap dengan pendatang asing. Lebih-lebih lagi Dua Bakat, dia bahkan sudah lupa apa tujuannya datang ke Lembah Halimun.
Begitu pertanyaan itu di lontarkan, pikirannya segera bekerja. "Se-sebuah.. ra-racun." Kata Dua Bakat dengan tergagap.
"Hm" benda semacam itu terlalu banyak di luar sana!"
ujarnya dengan nada getas, membuat Dua Bakat tercekam.
"Kau bersusah payah datang kesini, tentu ada yang diharapkan"!"
Tenggorokan Dua Bakat mendadak kering, dia menelan ludahnya berkali-kali. "Sa-saya tidak tahu jenisnya" ta-tapi tentu tuan lebih tahu." Terbata-bata Dua Bakat menjawab.
Meski kemungkinan besar tentang tujuan dirinya datang, orang itu sudah tahu, Dua Bakat cukup sigap untuk tak mengatakan alasan sebenarnya. Sekecil apapun kesempatan yang bisa dimanfaatkan untuk kesalamatannya, dia akan gunakan itu!
Terdengar dengusan lagi. "Pergilah!" sebuah kekuatan menghempaskan Dua Bakat ke ujung ruangan, dan terus terdorong lebih jauh, membuatnya berguling-guling bagai daun kering, hingga akhirnya telinga lelaki ini menangkap debur derasnya aliran air. Karena terlalu tegang, Dua Bakat tidak sadar bahwa tangannya sudah menggengam sebuah kotak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terbuat dari keramik. Sebelum tubuhnya masuk kedalam aliran air, Dua Bakat buru-buru memasukkan kotak tersebut kedalam kantung penimpanan dalam baju. Dan sesaat kemudian"
Byuuur! Dia terhanyut entah kemana.
"Kenapa, kau berikan benda itu?" Tanya sang pendatang kepada sosok di balik dinding.
Tidak ada jawaban, hanya desahan nafas panjang, sesaat kemudian dia menjawab lirih. "Kau pasti tahu, benda ini sanggup menarik kekuatan di lembah ini untuk keluar?"
"Aku tahu!" seru si pendatang dengan singkat.
"Dan ini sangat serasi dengan Kosamasangkya?" jawaban terakhir itu begitu dingin dan terkesan tidak memperdulikan apapun.
"Kau.. kau tidak khawatir dengan apa yang akan terjadi nanti?" seru sang pendatang dengan suara serak, agaknya dia bisa membayangkan kekacuan apa yang akan terjadi.
"Ha-ha-ha.." Tawa yang datar teruar, membuat orang yang mendengat turut merasakan kepepatan batin. "Hmk! Dengan kejadian yang menimpaku. Pembalasanku ini jauh lebih baik!"
kata orang dari balik dinding dengan tawa dalan gumam.
Sebuah tawa yang getir. "Aku berharap ada perubahan, meski perubahan ini bakal memakan korban?"
"Kau mengkhawatirkan keselamatan orang atas bahaya benda yang kau dapatkan" tapi, tapi kenapa"! Kenapa kau harus melepaskan sebuah kunci yang dapat mengaduk situasi diluar sana"!" seru si pendatang dengan sengit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa yang terjadi dimasa lalu, sekarang dan akan datang, jelas tidak bisa diprediksi ketepatannya. Tapi aku percaya!
Akan ada orang yang turut campur dengan permasalahan ini.
Siapapun dia, akan menerima satu pelajaran hidup yang berharga."
"Kau" kau mempertaruhkan ini semua pada dasar yang tidak jelas!" geram sang pendatang ini degnan perasaan tak karuan.
Tawa getir kembali terdengar. "Kau berkata seperti itu, membuat orang menyangka kau kehilangan asa kepada Yang Maha Adil!"
"Bu-bukan begitu, hanya saja" aii, perbuatanmu ini seperti melepas harimau ke belantara hutan." Komentarnya dengan perasaan tak karuan.
"Mungkin seperti itu" tapi kita tidak pernah tahu hati orang.
Kita tidak pernah mengetahui perubahan apa yang akan terjadi?" Jawabnya dengan suara kering, lalu dengan nada menyindir, dia melanjutkan. "Lalu, setelah bertahun-tahun kau menjaga kembalinya Kosamasangkya. Apa yang kau dapatkan dari sana" Apa yang kau harapkan?"
Si pendatang terdiam. Ucapan orang itu memang benar.
Semua itu hanya sia-sia. "Persetan!" dengusnya dengan kemarahan merambah hati. "Tapi, aku bersumpah" jika saja kehidupan disini menjadi cerai berai karenamu, aku bersumpah?" ucapannya terhenti.
"Kau akan membunuhku?" Tanya orang di balik dinding.
"Membunuhmu tidak ada gunanya. Kau pasti tahu aku akan melakukan apa" jangan pernah lupakan siapa diriku sebelum Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini!" si pendatang membalikkan tubuh dan melesat pergi begitu saja.
Sebuah helaan nafas berat menggayut dari balik dinding. Di dalamnya, sosok lelaki dengan kepala dipenuhi uban nampak termangu, lalu menutupi wajah dengan kedua telapak tangan.
"Apakah aku melakukan hal yang benar" Duhai Sang Lila, benih yang kau tebarkan menuai hasil begitu dahsyatnya" "
sebersit air mata meleleh dari sela-sela jarinya. "Semoga ada orang yang menyadari diluar sana?" harapnya.
===o0o=== Setibanya di rumah batu, Jaka menyempatkan diri untuk memulihkan kondisi, akibat luka yang diderita. Kini mereka tengah mendiskusikan apa yang harus dilakukan kedepan"
selain mengikuti seluruh rencana yang sudah di tebarkan atas Sandigdha.
Keluarga Keenam. Sebuah nama fiktif yang tiba-tiba menyeruak di kentalnya aroma permusuhan dua kerajaan.
Bahkan pertikaian antar golongan persilatan. Penikam bekerja dengan sangat rapi dan tak terdeteksi. Semua ini bermula dari ide Ekabhaksa yang serampangan.
"Aku ingin nama Keluarga Keenam ini bukan hanya sebuah kalimat tanpa isi!" ujar lelaki gemuk itu sambil menggebrak meja.
"Untuk apa?" Tanya Jalada dengan kening berkerut.
"Permainan setan kemarin saja sudah cukup membuat nama Keluarga Keenam terkenal."
"Masih kurang" masih kurang!" gumam Ekabhaksa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kurang apanya?"
"Cuma kau yang mereka bicarakan." Ketus Ekabhaksa pada Jalada, wajah lelaki ini kelihatan semakin bulat saat sedang marah. Jaka tertawa mendengar alasan lelaki gemuk itu.
Sekalipun Ekabhaksa tidak terlalu memikirkan ketenaran, tapi tiap Penikam pulang, Keluarga Keenam yang jadi pembicaraan adalah lelaki yang sanggup melelehkan emas, kalau bukan si keparat Watu Agni alias Jalada alias Baginda, siapa lagi" Meski semula Ekabkasha ambil pusing, tapi lama kelamaan perutnya mulas juga.
"Jadi, usul paman bagaimana?" Tanya Jaka.
Mata Ekabhaksa tampak lebih bercahaya. "Aku tahu satu hal, yang kalian tidak tahu tentangnya. Khususnya dirimu!"
dengus lelaki ini melirik Penikam sambil menyeringai penuh kemenangan.
"Ohya" Coba saja!" ujar Penikam menantang.
"Ada yang pernah dengar Wuru Yathalalana?" Ekabhaksa memulai infonya.
"Oh, si mabuk sesuka hati itu?" Tanya Pernikam.
Lelaki gemuk ini mengangguk. "Apa dia terkenal?"
Ekabhaksa tidak bertanya kepada yang lain, hanya kepada Penikam, karena diruangan ini, hanya Penikam yang memiliki jaringan informasi luas.
"Sangat terkenal." Jawab Penikam. Jaka sangat tertarik dengan obrolan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa yang membuatnya terkenal?"
"Huh! Selain dia jawara mabuk, lain hal tidak ada." Jawab Penikam.
Mata Ekabhaksa bersinar. "Betul, selain mabuk, apapun tidak dilakukanya. Dalam satu hari hidupnya, lebih sering mabuk dari pada sadar. Tapi tahukah kau, pada saat sadar apa yang dilakukannya?"
Penikam menggeleng. "Dulu, aku pernah mendengar selentingan kabar, katanya Riyut Atriodra pernah berhubungan dengan Wuru Yathalalana, tapi sejauh mana kebenaran informasi itu, sepertinya semua tertinggal dalam genangan arak Wuru Yathalalana." Tutur Ekabhaksa.
"Kadang, pada saat mabuk. Kau bisa melakukan hal apapun yang tidak berani kau lakukan pada saat sadar."
Timbrung Jaka. "Betul sekali." Kata Ekabhaksa. "Pada saat dia sadar, dia menangis, dan berkeliling mencari jejak-jejak kelakuannya saat mabuk, kadang menebus dengan harta, bahkan menyiksa dirinya. Tapi, racun minuman keras sudah terlalu kental dengan darahnya, dia tak sunggup menghindari keinginan untuk mabuk."
"Kemana arah pembicaraan kita" Aku tidak tertarik dengan manusia bernama Wuru Yathalalana." Ketus Jalada.
Ekabhaksa memukulkan tinju ke tapak tangannya dengan perasan riang. "Itu maksudku! Tentu kalian tidak pernah tahu, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pada saat dia mabuk, belum pernah ada yang sanggup membendung tindakannya."
"Aku tidak percaya!" ujar Jalada merasa tertantang.
"Dengar dulu penjelasanku" mungkin bagi dirimu, Wuru Yathalalana tidak seberapa, entahlah" akupun tidak tahu sampai dimana tingkat kehebatannya saat mabuk. Tapi, saat dia mabuk, setiap orang yang mencoba menghalangi tindaknya, selalu di cegah oleh sekelompok orang!"
"Ah?" Jaka mendesah, dia sudah menangkap kemana arah pembicaraan Ekabhaksa. "Lanjutkan paman."
"Aku yakin, kelompok ini ada hubungannya dengan hal-hal yang pernah dibicarakan Riyut Atirodra kepada Wuru Yathalalana. Mungkin ada sesuatu yang tak boleh diketahui pihak-pihak tertentu, dan mereka"sekelompok orang yang selalu menghalang-halangi, ingin mencari celah pada tiap tindakan Wuru Yathalalana. Entah celah seperti apa, tapi mereka seolah menjadi bayangan Wuru Yathalalana selama sepuluh tahun terakhir ?"
"Sebenarnya, itu bukan urusan kita." Tegas Jalada sudah bisa membaca kemana arah ide Ekabhaksa.
"Kau salah, selain itu tujuan dari orang-orang yang memiliki hati nurani, atas campur tangan kita nantinya, nama Keluarga Keenam akan sangat memiliki bobot, sangat!" tegas Ekabasha dengan semangat. "Terlepas dari latar belakang yang dilakukan Wuru Yathalalana, tiap pembunuhan yang di lakukannya tak pernah mendapat sorotan dari enam belas perguruan besar, apa kalian tidak heran dengan hal itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa korbannya adalah orang-orang yang bisa diacuhkan?"
Tanya Penikam. Ekabhaksa menggeleng. "Tidak demikian, mereka memiliki nama yang cukup disegani pada beberapa wilayah."
"Darimana paman mendapat keterangan itu?" Tanya Jaka.
"Ada seorang kawanku yang pernah lolos dari tangan maut Wuru Yathalalana, anehnya dia pun tak berminat untuk membalas dendam. Sepertinya, ada kepentingan yang saling menyandera."
Jaka menggeleng-gelengkan kepala. "Kita sudah cukup pusing dengan hal ini, tolong jangan paman campur adukan lagi dengan permasalahan lain."
Ekabhaksa termangu-mangu. "Sayang sekali, saat ini Wuru Yathalalana ada di kota ini?" gumamnya membuat tiap orang saling pandang.
"Argh! Kenapa kau lemparkan ide seperti itu"! Aku tak bisa mencegah diriku untuk tidak ikut campur." Kata Jaka sambil mendekapkan telapak tangan di wajahnya, membuat wajah cemberut Ekabhaksa kembali berseri. "Baiklah! Paman Ekabhaksa yang akan mengurus Wuru Yathalalana. Apakah kami dibutuhkan?" Tanya Jaka.
"Sangat!" katanya dengan bersemangat.
===o0o=== Malam itu juga Ekabhaksa sudah duduk di sebuah kedai terpencil di perbatasan kota, dihadapannya duduk mengelosoh lelaki seumuran, tangannya mencekal bumbung Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bambu, dari mulutnya berulang kali terdengar suara tersendak.
"Ayolah, aku menunggu giliranmu?" Ekabhaksa ikut-ikutan minum arak, masing-masing sudah menghabiskan enam belas gentong, tapi tak juga ada tanda-tanda berhenti. Wajah pemilik kedai sudah sangat pucat, soalnya persediaan arak untuk enam bulan kedepan hampir habis. Sudah berulang kali dia ingin menyetop dua tamunya, tapi satu kibasan tangan dari salah satunya membuat dia sadar, mereka tidak bisa di ganggu. Apa boleh buat dia hanya bisa duduk termangu, menanti keduanya meminta arak lagi.
Wuru Yathalalana sudah mabuk, tapi Ekabhaksa masih segar bugar, jangankan mabuk, minum duapuluh gentong lagipun dia masih sanggup. Dari kawannya dia tahu dimana harus menemui Wuru Yathalalana, dan selanjutnya, obrolan ringan yang merambat saling tantang kekuatan minum terjadi"dan itu memang direncanakan.
Tujuan Ekabahsha jelas bukan Wuru Yathalalana, bukan pula perbuatannya yang aneh, tapi sekelompok orang misterius yang berupaya mencegah orang lain ikut campur-lah, yang menjadi pusat rencananya. Menurut penyelidikan sahabatnya, sekelompok orang itu sudah menjadi bagian Wuru Yathalalana dalam kurun waktu yang lama, jelas ini bukan urusan sepele. Jelas pula bagi Ekabhaksa jika mereka bukan orang-orang yang bisa dianggap remeh.
Bagi dunia bawah tanah, nama Keluarga Keenam mulai dikenal, Ekabhaksa ingin mereka yang berkecimpung di dunia itu lebih mengenal lagi, lebih menaruh respek pada Keluarga Keenam. Sebenarnya terdengar konyol, menyematkan atribut hebat pada nama fiktif, tapi itulah umpan yang sejak semula di Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tebarkan Jaka, dia ingin ikut "menghiasnya", memberi pernak-pernik kewibawaan dari nama kosong.
Ekabhaksa memperhatikan Wuru Yathalalana dengan seksama, menurut kawannya, manakala sudah sampai pada puncak mabuknya"dengan pertanda mutah-mutah, orang itu akan menjadi beringas dan akan segera berlari.
"Huuuak?" Wuru Yathalalana mutah sangat banyak, kaki Ekabhaksa sampai basah dibuatnya. Lalu lelaki gemuk ini melihat keanehan pada biji mata Wuru Yathalalana, bola matanya memutih total, jelas kesadaran orang ini sudah punah.
"Aaaaargh!" terdengar teriakan menyayat dari Wuru Yathalalana, dan berikutnya orang itu menghabur kedalam gelapnya malam.
Ekabhaksa dengan cekatan membuntuti Wuru Yathalalana, dalam kondisi tidak sadar kecepatan dan kegesitan si tukang mabuk sungguh mengagumkan, kalau saja Ekabhaksa tidak melihat sendiri, dia tak akan percaya ada orang semacam itu.
Dan arah si pemabuk membuat jantung Ekabhaksa berdegup cepat.
Sandigdha! Pemabuk ini menuju tempat si bendahara! Jaka yang turut menguntitpun terhenyak dengan kejadian itu, sungguh sebuah keanehan. Apakah tukang mabuk itu mengenal Sandigdha" Wuru Yathalalana langsung menerobs masuk kedalam rumah yang penuh dengan penjagaan, tapi tak satupun yang bisa menahan kelakukannya, dia mengobrak-abrik seluruh rumah mencari-cari sesuatu" atau seseorang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Arrrrgh".!" lengkingan panjang membuat dinding-dinding rumah sang bendaharawan serasa bergetar, sebelum akhirnya si pemabuk itu keluar dan berlari lagi. Ekabhaksa jelas tidak mau ketinggalan. Dan pada akhirnya, sebuah tempat membuat lelaki gemuk ini terhenyak. Kandang Sapi!
Tempat dimana beberapa kelumit harta Keluarga Tumparaka di gasak Sandigdha.
Dan disana Ekabhaksa bisa melihat Sandigdha tengah duduk bersimpuh dihadapan dua orang lelaki paruh baya.
Wuru Yathalalana jelas tidak perlu bertanya apapun, begitu melihat Sandigdha, tubuhnya segera berkelebat menubruk tanpa aturan. Karuan saja Sandigdha terkejut, tapi belum lagi dirinya bergerak, dua orang yang berada dihadapannya sudah mengibaskan tangan, menahan gerakan si pemabuk.
Wuss! Wuss! Satu damparan angin panas menghentikan gerakan Wuru Yathalalana. Saat ini sifat si pemabuk, tidak seperti manusia, dia hanya berteriak-teriak dan kembali menyerang kedua orang itu bertubi-tubi. Tubuhnya meleting dengan geraman memekakkan, tangannya membentuk satu cakar. Tiap sabetan tangan si pemabuk membuat tanah terkelupas, batu pecah menyerpih, bahkan pepohonan yang terkena desauan angin dari cakarnya, turut tersayat.
Ekabhaksa melihat pertarungan itu dengan kening berkerut, kenapa sekelompok orang yang katanya selalu menjadi
"bayangan" Wuru Yathalalana tidak tampak" Tidak menyerang dua orang yang mencoba melindungi Sandigdha"
Pertarungan itu berjalan seru, Wuru Yathalalana tampak sangat ngotot menyerang Sandigdha, setiap ada celah dari dua orang lawannya, dia akan mencoba menerobos melakukan satu cabikan pada Sandigdha. Caranya bertarung sungguh serampangan, seperti anjing gila, tak mengenal takut Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pula. Angin tajam menyayat yang merobek keheningan malam itu dengan mudah di hindari Sandigdha, karena pada saat bersamaan sebuah tendangan sudah menghantam tangan si pemabuk, membuat pukulan cakar jarak jauhnya meleset.
Di persembunyianya, Ekabhaksa merasa bimbang, matanya berkeliaran mencoba mencari dimana Jaka bersembunyi.
"Ssst" aku disini." Bisik Jaka dari atas Ekabhaksa membuat lelaki tambun itu terperanjat. "Sementara ini jangan lakukan apapun. Jika sudah waktunya, kita akan turun tangan untuk membantu Wuru Yathalalana."
"Heh"!" Ekabhaksa terkesip. "Kenapa?" tanyanya dalam bisik.
"Nanti saja penjelasannya." Tukas Jaka sambil mengerobongi kepalanya dengan kain gelap, mau tak mau Ekabhaksa meniru cara Jaka.
Pertarungan itu tengah memasuki klimaks, Wuru Yathalalana dikeroyok tiga orang, tapi karena kegilaan yang ditimbulkan mabuknya, membuat dia tak ambil pusing dengan beberapa bagian tubuh yang terkena serangan lawan. Saat itu, sebuah bacokan golok bergerigi milik Sandigdha memotong ruang hindarnya, membuat gerakan Wuru Yathalalana terkunci, dan mau tak mau harus bergeser kearah lain. Dan seperti yang sudah diduga Ekabhaksa, pada arah lain sudah menunggu dua tebasan tangan berisi hawa sakti mengarah leher dan kemaluan si pemabuk.
Tapi sebelum serangan-serangan itu mencapai sasaran, Jaka sudah bergerak diikuti Ekabaksha. Lesatan Jaka Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
langsung menumbuk punggung salah satu penyerang, sementara dalam waktu bersamaan Jaka melancarkan menendang tepat mengarah kepala penyerang yang lain.
Gerakan itu dilakukan sangat cepat, bersamaan dengan serangan yang diarahkan pada Wuru Yathalalana.
Karuan saja keduanya merasa lebih baik menghindari serangan gelap dari pada harus menghantam Wuru Yathalalana. Sementara Ekabhaksa dengan lincahnya sudah berhasil mendaratkan satu bogem mentah tepat di hidung Sandigdha, membuat bendaharawan ini berteriak kesakitan.
Serangan mendadak seperti itu benar-benar tak pernah dia bayangkan bisa muncul di salah satu tempat Keluarga Tumparaka!
Gerakan Jaka tidak berhenti, dia langsung menotok ubun-ubun Wuru Yathalalana, membuat si pemabuk jatuh menggelosoh tak sadarkan diri. Dan kejap berikut, menyerang Sandigdha, menggenjot perutnya dengan sebuah pukulan, membuat dua orang paruh baya itu berteriak cemas, lalu segera melancarkan serangan pada Jaka, meskipun posisi mereka sangat sulit, sekalipun serangan itu mengenai Jaka, tak akan berakibat fatal. Tapi mendadak, ditengah jalan, Jaka membatalkan serangan lalu berbalik, memapaki dua serangan lelaki paruh baya itu.
Dessh! Dessh! Mereka terpental dengan dua kaki tertekuk, terseret sampai beberapa tombak. Jaka tidak mengejar keduanya dengan serangan lebih lanjut, dia hanya memandangi mereka, lalu berkata. "Main-main dengan urusan Keluarga Keenam, mau cari mati?" lalu kepalanya menoleh kepada Sandigdha, memberi isyarat supaya dia pergi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meski bingung, Sandigdha jelas sangat paham atas situasi genting ini, tak perlu isyarat itupun, dia segera mengerahkan ilmu peringan tubuh sekencang mungkin untuk kabur.
Sementara kedua lelaki paruh baya saling pandang. Beberapa gebrakan yang dilakukan si pendatang, sudah cukup berbicara banyak. Mereka menghadapi lawan tangguh! Keduanya bimbang, apakah akan meneruskan pertarungan yang jelas-jelas sulit mereka menangkan, atau kabur" Agaknya opsi terakhir mereka pilih dengan berat hati.
Jaka membiarkan mereka hilang begitu saja. Kegelapan malam telah menyamarkan segalanya, pemuda ini pun tak bisa mengenali wajah-wajah sang lawan.
"Apakah aku perlu mengejar mereka?" Tanya Ekabhaksa.
Jaka melepas kedok kainnya, "Tak perlu paman, lagi pula keinginan paman untuk mencitrakan wibawa Keluarga Keenam makin dalam, sudah tercapai, kan?" Tanya Jaka dengan tawa khasnya, membuat Ekabhaksa meringis.
Meskipun benar, tapi bukan begitu keinginannya, tapi sudahlah!
Pemuda ini segera memeriksa keadaan Wuru Yathalalana.
"Menurutku, mereka adalah bayangan Wuru Yathalalana."
"Tapi, kenapa mereka bersama Sandigdha?" gumam Ekabhaksa seperti bertanya pada dirinya.
"Aku juga tidak tahu, mungkin si pemabuk ini bisa membantu kita." Kata Jaka sambil mengangkatnya. Mereka segera melesat pesat menuju rumah batu. Jaka tahu, dua lawan yang kabur tadi, pasti berniat mengikuti mereka, tapi atas kelihayan Ekabhaksa yang mengambil arah berkelok-Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kelok tak karuan, membuat dua lelaki paruh baya itu kehilangan jejak.
===o0o=== "Jadi ini, yang namanya Wuru Yathalalana?" Tanya Watu Agni atau Jalada dengan suara dingin. "Sama sekali tidak menarik!" ketusnya.
Jaka tersenyum kecut. "Kau mungkin benar, tapi membiarkan orang yang memiliki dasar begini bagus, tenggelam dalam kenistaan mabuk, aku tak bisa tinggal diam."
Kata Jaka sembari memeriksa badan Wuru Yathalalana.
Beberapa saat kemudian, nafasnya dihempas keras-keras.
"Gila?" gumamnya.
"Kenapa?" Tanya Ekabhaksa ingin tahu.
"Orang ini mabuk bukan karena dia ingin, tapi karena dia terpaksa." Ujar Jaka dengan prihatin. Penjelasan yang singkat ini menarik perhatian semua orang. Jalada, Cambuk, Ki Alih, dan Penikam mengambil tempat duduk di dekat Ekabhaksa.
Bagi mereka, saat Jaka memberikan sebuah ulasan sebab musabab sebuah luka atau penyakit, adalah waktunya menyerap pengetahuan baru. "Aku menemukan pada Sanjiao Wuru Yathalalana, mengalami pembalikan teramat parah."
"Tolong jelaskan dengan bahasa normal!" potong Jalada dengan wajah mengeras, membuat Jaka tertawa.
"Sanjiao, itu artinya tiga pemanas dalam tubuh kita. Jiao bagian atas itu bagian mulut lambung, tugasnya jelas, hanya memasukkan, tidak mengeluarkan. Jiao bagian tengah, adalah bagian tengah lambung, fungsinya untuk perubahan pencernaan panas yang timbul dari daging, cairan dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sayuran, juga termasuk lendir ludah. Tugas jiao tengah sangat fital, dari perubahan tadi akan dialirkan ke paru-paru untuk diubah menjadi darah?"
"Oh begitu, dan darah itulah yang menjadi sumber makan seluruh tubuh, menjadi tenaga?" kata Ki Alih.
"Tepat sekali!" jawab Jaka senang, penjelasannya ternyata dapat dicerna dengan baik.
"Kalau begitu, Jiao Bawah, tentu tugasnya hanya untuk mengeluarkan saja?" Tanya Cambuk.
Pemuda ini mengangguk-angguk. "Jiao bawah, keluar dari mulut atas usus besar, dan tugasnya memang hanya mengeluarkan, tidak memasukkan." Kata Jaka menambahkan penjelasannya. "Wuru Yathalalana mengalami pembalikan fatal, Jiao atas mengeluarkan, Jiao bawah memasukkan.
Coba paman sekalian bayangkan, manakala makanan masuk, tapi tak pernah bisa dicerna, apa yang terjadi?"
"Mati?" jawab Jalada.
"Benar, tapi dalam kasus Wuru Yathalalana, yang bisa di cerna hanya cairan. Dan cairan yang harus masukpun bukan sembarangan, cairan ini harus bersifat keras, merusak.
Karena harus merangsang cairan dalam lambung supaya memaksanya bekerja, memaksa Jiao Tengah melakukan tugasnya, mengalirkan makanan keseluruh tubuh. Agaknya Wuru Yathalalana menyadari, hanya dengan arak yang sangat keras sajalah, baru bisa membuat lambungnya melakukan tugas."
Penjelasan yang runtut itu membuat mereka bisa mengambil kesimpulan, kenapa lelaki itu disebut sebagai Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wuru Yathalalana, dimana-mana dia harus mabuk, dia bukan mabuk karena ingin, tapi karena harus! Karena dipaksa!
Karena jika tidak bisa mabuk, maka dia akan mati, karena tidak ada asupan apapun yang bisa membuat paru-parunya mengalirkan darah keseluruh tubuh. Diam-diam mereka semua bergidik. Penikam tahu benar, julukan Wuru Yathalalana sudah tersemat sejak dua puluh tahun lalu, jadi selama itu pulalah sebenarnya lelaki ini menderita.
Tenggorakan Ekabhaksa terasa kering, dia meminum air banyak-banyak. "Lalu pertanyaannya, apa yang membuat Sanjiao Wuru Yathalalana berubah?"
"Aku tidak tahu paman, tapi kesimpulanku begini; ada sebuah tepukan yang berisi tenaga sangat halus meremas lambung Wuru Yathalalana, remasan itu bersifat sinanggraha linumbir. Membuat fungsi lambung berhenti sebentar, membuat makanan yang masuk macet, lalu tenaga yang tersimpan dalam lambung, akan meledakkannya kearah yang berlawanan. Pada saat itu korban biasanya hanya merasakan mulut kecut, sampai pada akhirnya makanan apapun yang di telan akan dimutahkan kembali."
Mereka mengangguk-angguk, sinanggraha linumbir berarti; disiapkan untuk dibiarkan. Penjelasan Jaka tadi sangat masuk akal, demikian juga dengan analisanya mengenai kemungkinan penyebabnya.
"Apakah ada yang tahu, ilmu semacam itu apa namanya, dan dikuasai oleh siapa?" Tanya Jaka. Pertanyaan itu jelas tidak diajukan kepada semua orang, tapi hanya pada Ki Alih"
secara tak langsung, sebagai seorang ahli pukulan, sifat-sifat ilmu pukulan yang ada di seantero dunia persilatan, paling tidak Ki Alih sudah pernah mendengarnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Alih menghela nafas. "Kenapa kau harus memungut segala masalah aneh, Jakaaa?" gumam lelaki tua ini dengan wajah terlihat kian menua. Semua orang merasa apa yang akan diungkapkan Ki Alih cukup mengejutkan. Minat mereka meningkat.
"Paman tahu?" Tanya Jaka antusias.
"Ciri-ciri yang kau sebut itu digolongkan oleh para tetua sebagai ilmu sesat. Itu pukulan dari ilmu Durwiweka Punarbhawa."
"Nama ilmu yang menarik?" kata Jaka dengan suara kering, dari namanya saja; Durwiweka Punarbhawa berarti; tolol menjelma lagi, Jaka bisa mengambil kesimpulan, ilmu itu pasti dikhususkan untuk menghancurkan himpunan-himpunan hawa murni. "Apakah ilmu itu diciptakan untuk menghancurkan hawa murni?" Tanya Jaka memastikan kesimpulannya.
Ki Alih mengangguk. "Itu akibat paling ringan, lebih parah lagi, ilmu itu bisa membuatmu lumpuh hanya menyisakan tulang di balut kulit. Organmu tak lagi berfungsi, tapi anehnya, untuk mati karena dampak ilmu itu sangat sulit. Ini yang membuat para tetua mengolongkannya sebagai ilmu sesat.
Karena sekali orang menjadi korban, maka orang lain"atau kerabatnya, dipaksa untuk menjadi pembunuh."
Jaka manggut-manggut. "Ya, lumpuh dengan seluruh organ tak berfungsi memang lebih buruk dari mati, karena sulit mati"juga tak bisa bunuh diri, maka si korban akan meminta tolong orang untuk membunuhnya." Penuturan Jaka membuat mereka yang tak paham atas kisah Ki Alih, kini lebih mengerti.
"Lalu" siapa yang menguasainya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"P?pahara?" "Ho, penawar kejahatan" kenapa pula digolongkan sesat"
" Tanya Ekabhaksa heran. Nama yang "berbau" golongan kebenaran, ternyata divonis sesat.
"Aku tak tahu, tapi menurut berita, karena terdesak oleh sesuatu P?pahara akhirnya bergabung dengan Riyut Atriodra."
Papar Ki Alih lagi. Suasana menjadi hening, bahwasanya dihadapan mereka ini ternyata ada korban dari ilmu Durwiweka Punarbhawa saja, sudah sulit dipercaya. Lebih sulit dipercaya lagi, ada kabar yang menyatakan Wuru Yathalalana pernah berjumpa dengan golongan Riyut Atirodra. Apakah ini sebuah benang merah"
Wuru Yathalalana juga melakukan pembunuhan-pembunuhan yang tidak pernah dicegah oleh Enam Belas perguruan Utama, bahkan Dewan Penjaga Sembilan Mustika, mengapa pula" Dan terakhir, Wuru Yathalalana memburu Sandigdha yang sedang diintai oleh tiga golongan (Si Tua Bangka, Kwancasakya, dan pemilik pukulan Pratisamanta Nilakara). Ini apa artinya"
Jaka tertawa kering. Dia benar-benar sudah memungut sebuah masalah besar. Menurut Ekabhaksa"yang merasa menyesal atas idenya, kalau saja ini bisa dibuang, lebih baik Jaka membuangnya. Tapi pemuda ini merasa sayang untuk melewatkan. Dia menolak ide Ekabhaksa.
"Baiklah-baiklah! Bukankah kunci semua pertanyaan ada pada orang ini" Tinggal kau sembuhkan, lalu cari cara supaya dia bicara, kan habis perkara"!" simpul Jalada dengan nada ketus seperti biasa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya-ya" kau benar sekali paman, benar sekali?" Kata Jaka tersenyum kecut, menyembuhkan orang memang keahliannya, tapi bagaimana dengan fungsi lambung yang terbalik" Dia belum pernah melakukannya. Ini tantangan baru!
"Arrrgh"." Erangan Wuru Yathalalana memecah
konsentrasi Jaka, pemuda ini segera mendekat menatap orang tua bernasib menyedihkan itu dengan ragu. Akhirnya setelah menghela nafas panjang berkali-kali, Jaka memantapkan hati.
Tangan Jaka bergetar hebat, tiap ruas jemarinya mengeluarkan suara derak berkali-kali, hingga akhirnya suara itu tak lagi terdengar. Semua orang tahu, seluruh tenaga, nalar dan budi Jaka Bayu dipusatkan pada jemarinya.
Pada dasarnya, dengan mempelajari tubuh manusia secara detail adalah jalan bagi Jaka untuk mencapai ragam tataran ilmu yang aneh-aneh. Dengan mengetahui sebab luka pada Wuru Yathalalana, ditambah sekelumit keterangan dari Ki Alih, kazanah ide kemungkinan untuk penyembuhan akibat ilmu Durwiweka Punarbhawa, terbuka lebar. Getaran pada tangan Jaka sudah berhenti, tadinya setiap orang bisa merasakan betapa besar beban hawa sakti yang sedang ditahan Jaka, tapi lambat laun, tenaga itu mengecil" mengecil" dan pada akhirnya tidak terasa sama sekali. Tapi berbanding terbalik dengan itu, wajah Jaka memucat, keringat bercucuran deras dari dahinya.
Jaka menyentuhkan jemari dengan perlahan ke lambung Wuru Yathalalana, menekannya sedikit demi sedikit, sampai akhirnya tiap orang terbelalak, saat melihat jemari Jaka amblas kedalam perut Wuru Yathalalana. Tidak-tidak" bukan amblas, tapi seolah-olah seperti amblas, ternyata jemari Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemuda ini menekan perut Wuru Yathalalana sedemikian rupa, membuatnya terlihat menembus. Mata Jaka terpejam, nadi pada tangan terlihat berdenyut begitu kencang. Kejadian itu berlaku hampir satu jam, dan kian lama, wajah Jaka makin pucat dengan seluruh tubuh bermandikan keringat.
Akhirnya, Jaka menarik tekanan jemari, lalu dia menghempaskan badan di sebelah Wuru Yathalalana, semua orang bisa melihat betapa menderu pernafasan pemuda ini.
Ekabhaksa segera mencengkeram tangan Jaka, dia mulai menyalurkan hawa murninya untuk menopang laju hawa murni pemuda ini.
"Tak usah paman?" kata Jaka dengan suara lirih.
Namun saat semua perhatian orang tertuju pada Jaka Bayu, tiba-tiba saja Wuru Yathalalana membuka matanya, lalu berkata dengan lemah. "Ehm" se-sepertinyaaa" aku mencium bau bu-bubur ayam" ah, kelihatannya enak" air liurku sampai-sampai keluar" bagus-bagus-bagus?"
Jaka tertawa mendengarnya, cukup dari ucapan Wuru Yathalalana dia bisa menyatakan eksperimennya telah membawa hasil baik!
-o0o- 120 " Domino Effect : ... akhir sebuah
awal [1] Semua orang menatap Wuru Yathalalana dengan tatapan kasihan, lucu, juga sebal. Cambuk memasak bubur ayam spesial dalam jumlah banyak, sedianya untuk dimakan beramai, tapi semua dihabiskan tanpa sisa oleh si pemabuk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jaka memperhatikan dengan seksama, sejauh ini tidak ada reaksi penolakan atas makanan yang masuk. Agak ragu, Jaka menuangkan arak putih dengan kadar tinggi. Tanpa pikir panjang Wuru Yathalalana menyambar dan menenggaknya, tapi belum lagi habis mengaliri kerongkongan, arak yang di minumnya tersembur.
Dengan tatapan nanar Wuru Yathalalana melihat gelasnya, nafasnya terengah pendek-pendek, matanya berkaca-kaca.
"Akhirnya" setelah dua puluh tahun, setelah dua puluh tahun?" katanya dengan bibir gemetar, suara serak. Lalu menyendok bubur ayam dengan lebih lahap, rasa buburnya memang gurih, kali ini bercampur asin karena tetesan air matanya yang tak berkesudahan.
Jaka menghembuskan nafas lega, dia memberi isyarat kepada semua orang untuk membiarkan Wuru Yathalalana sendirian.
"Kau berhasil?" puji Ki Alih sambil menepuk bahu Jaka.
Pemuda ini tersenyum tipis, tak menanggapi. "Kita patut bersyukur atas kesembuhannya?" gumam Jaka sambil duduk, tatapannya terpaku pada langit-langit, entah apa yang sedang berkecamuk dalam benaknya. "Kita harus melakukan satu keputusan tegas!" kata pemuda ini sambil menegakkan tubuhnya, satu persatu dipandangi semua orang.
"Harus ada prioritas tindakan." Seperti biasa, Jalada mengambil kesimpulan sangat awal.
"Besok, aku akan memintal bulu domba." Desis Jaka membuat Ekabhaksa hampir bersorak, beberapa hari ini Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya melakukan pertarungan tanggung membuat kepalanya sakit.
Domba yang dimaksud Jaka sudah tentu Sandigdha.
Dengan perkembangan terakhir, Ekabhaksa hampir bisa memastikan, disekeliling Sandigdha telah muncul sanak dan kerabat tangguh! Setidaknya ada dua orang yang dicurigai bertindak sebagai "bayangan" Wuru Yathalalana, yang menjadi orang dekat Sandigdha.
"Apa kau juga akan meyambangi orang yang hampir mengalahkanmu?" Tanya Jalada.
"Jika memungkinkan." Sahut Jaka mantap.
"Tidak kawatir atas pukulan anehnya?" sambung Ki Alih.
Jaka menggeleng. "Pukulannya memang luar biasa, dia juga sanggup menyadap cara bertarungku sebelumnya. Tapi, yang berkembang bukan hanya dia." Jawab Jaka dengan kepercayaan diri tinggi.
"Kau bisa mengatasinya?" kejar Ki Alih lagi.
Jaka mengangguk pasti. "Aku ingin tuntaskan satu hal, ingin kupastikan beberapa hal, dan akan kumulai satu hal mendasar."
"Seperti biasa, kau bicara dengan kiasan?" gerutu Ekabhaksa. "Hanya setan yang tahu!" sungutnya, membuat Jaka tertawa perlahan


Seruling Sakti Karya Didit S Andrianto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hal mendasar yang kumaksud adalah, fakta-fakta yang muncul akhir-akhir ini. Aku merasa ini menjadi satu lingkaran setan, tak berkesudahan! Dan memang seperti itulah rencana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang digagas oleh seseorang. Menurut paman, mengapa harus Sandigdha yang menjadi simpul dari masalah ini?"
"Apa karena dia masuk dalam salah satu kerajaan yang memiiki kekuatan tangguh?" ungkap Jalanda.
"Itu bisa. Lalu?"
"Sudah tentu karena latar belakangnya sebagai Keluarga Tumparaka." Sahut Ekabhaksa.
"Benar. Ada lagi?"
"Kemampuan orang itu dalam menyesuaikan diri, kemahiran membuat rencana, kurasa menjadi daya tarik tersendiri bagi tiap golongan untuk merekrut dirinya."
Sambung Ki Alih. "Semua kemungkinan itu memang bisa terjadi. Tapi ada satu hal yang cukup menggangguku" paman, bagaimana hasilnya?" Tanya Jaka pada Penikam.
Penikam mengiyakan, kemudian dia berlalu dari ruangan itu untuk mengambil sesuatu. "Ini yang kutemukan, sedikitpun aku tidak mengerti, kenapa aku harus bersusah payah demi bunga semacam ini?"
Semua orang memperhatikan bunga seperti seruni tapi berwarna ungu muda, tangkainya hanya setengah sejengkal masih memiliki empat daun. Aromanya cukup harum, tapi terkadang tecium seperti aroma buah nangka pula. "Ini bukan bentuk yang sempurna..." pikir Jaka. "Apakah tidak ada bunga sejenis?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak ada, hanya seperti ini, aku menemukannya dalam jumlah cukup banyak, tapi kupikir cukup membawanya satu saja."
Jaka manggut-manggut. "Adakah dari bunga-bunga yang paman lihat memiliki tangkai lebih panjang dari ini?"
"Tidak." jawab Penikam tegas.
"Berwarna ungu lebih pekat?"
"Tidak ada, warna ungu yang kuambil ini lebih tua dari yang lain."
"Memangnya kau sedang mencari apa?" tanya Ki Alih kebingungan.
"Sebenarnya ini ada kaitannya dengan luka yang diderita Phalapeksa, aku mencurigai, tak jauh dari sini ada seseorang atau sekelompok orang sedang mencoba membuat racun.
Bukan sembarang racun, tapi meniru dari bentuk aslinya..."
"Kenapa harus meniru" Kalau mereka bisa membuat racun, bukankah akan lebih mudah mengerjakan yang baru?"
"Duganku pun serupa itu paman." Kata Jaka menjawab pemikiran Cambuk. "Setelah kupikir-pikir, kurasa mereka menyadari satu hal, racun yang baru tidak akan membawa manfaat apapun."
"Uh! Pusing aku mengikuti penjelasanmu!" sungut Ekabhaksa sembari menenggak airnya.
Jaka tersenyum. "Jika aku mencuri uang dalam jumlah besar, si pemilik akan mencarinya kemana?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah tentu, ketempat dimana perputaran uang besar terjadi!" Sahut Ekabhaksa ketus.
"Tepat sekali! Racun yang ditiru ini jelas untuk memancing keluarnya si pemilik racun. Sesederhana itu. Paman sekalian tentu ingat, Sandigdha memberikan biang racun hati merak dan penawar racun padaku. Aku sudah menelitinya, tidak ada masalah dalam biang racun, kekuatannya memang hebat.
Yang menjadi masalah, justru penawarnya ?"
"Memangnya ada apa?" Tanya Ekhabhaksa penasaran.
"Bunga yang Penikam berikan padaku, meninggalkan ciri yang tipis pada penawar itu. Ini menjadi masalah buatku."
"Semua memang bisa menjadi masalahmu!" dengus Jalada. "Katakan secara lebih jelas." Lelaki ini mau tak mau meniru cara Ekabhaksa adlam bertanya.
Jaka termenung sejenak. "Jika orang menggunakan penawar Sandigdha, dia tak akan mengalami masalah, sampai akhirnya ada orang yang menggunakan pemicu.
Penawar itu mudah digunakan, bisa di oles, diminum"
dicampur dengan air, bahkan kau masukkan kedalam makanan pun tak akan merubah rasa."
"Apa pemicunya?" Tanya Ki Alih.
Jaka tak buru-buru menjawab. "Baru dugaanku, nanti akan kita ketahui."
"Aku masih kurang jelas, dari mana kau bisa
menyimpulkan, ada pihak yang sedang meniru racun?" Tanya si Ular"Ekabhaksa mengulang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berbicara dengan si ular yang tambun itu memang harus ekstra rinci dan sabar, Jaka sangat memahami itu. "Kan tadi sudah kujelaskan, aku mengambil asumsi dari luka yang di derita Phalapeksa."
"Bagaimana jika asumsimu salah?" kejar Ekabhaksa lagi.
"Itu sangat mungkin. Karena itu aku menyuruh Penikam untuk mencari bunga ini. Bunga ini adalah semacam tambahan yang tidak boleh kurang, dalam meramu racun yang kusangkakan tersebut."
"Oooo"." Barulah Ekabhaksa manggut-manggut.
"Semua hal terjadi begitu komplek, dan berurutan. Itulah alasanku mengapa paman sekalian harus meminum bibit racun yang kubuat. Memang, tidak akan banyak membantu dari pengaruh racun yang asli, tapi ramuan dari si peniru ini, dapat kita tangkal."
"Padahal luka yang di idap Phalapkesa sangat parah, tapi ternyata itu hasil dari racun tiruan saja?" gumam Jalada.
"Sungguh sukar dipercaya!" tak ada yang menimpali ucapan si baginda, terbayang oleh mereka betapa Jaka-pun kerepotan oleh luka sayatan yang diderita. Luka yang katanya memiliki racun jenis sama yang di idap Phalapeksa.
"Apakah kau bermaksud mencegah munculnya si pemilik racun?" Ki Alih berkesimpulan, setelah suasana hening dalam waktu yang cukup lama.
Jaka terkesima sesaat oleh kesimpulan Ki Alih, pemuda ini diam termenung sesaat lalu mengangguk perlahan. "Ya, mungkin begitu niatku. Hanya saja" aku merasa itu tak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepenuhnya benar. Tapi untuk sementara, tujuan itu lebih baik!"
Terdengar deheman dari belakang, Wuru Yathalalana berjalan menghampiri. "Tidak keberatan aku bergabung?"
Mereka menggeleng, Ki Alih langsung mempersilahkan si pemabuk untuk duduk. "Bagaimana perasaanmu?" Tanya Ki Alih.
"Kenyang!" jawabnya dengan tertawa lebar, membuat Ki Alih tergelak.
Jaka tersenyum, agaknya orang itu memang diciptakan untuk menularkan rasa optimisme, wajahnya terlihat lebih berseri. Membuat situasipun jadi lebih cair.
"Maaf, aku mendengar pembicaraanmu." Kata Wuru Yathalalana sambil duduk di samping Ki Alih. "Dan aku benar-benar ingin bertukar pikiran dengan kalian."
"Apakah itu bisa membantu dirimu?" Tanya Jaka.
"Aku tak tahu, tapi" mungkin akan berguna bagi kalian.
Dulu, orang yang membuatku jadi pemabuk, mengatakan begini: "saat kau tak lagi mabuk, itu adalah kematianmu. Tapi, jika kau masih hidup. Akan terjadi banyak perubahan, bahkan aku akan dengan senang hati menyerah padamu tanpa syarat.?"
"Oh, jadi kau akan membalaskan penderitaan mabuk itu?"
Tanya Jaka lagi. Wuru Yathalalana terdiam. "Apakah tidak boleh?" tanyanya dengan suara parau. "Aku kehilangan kesadaranku, tiap Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gerak-gerikku di kendalikan, dan selanjutnya" aku tak tahu apa yang harus dilakukan selain menangis, meminta ampun kepada mereka yang anggota keluarganya kusakiti" apa aku tidak boleh membalas?"
Jaka terdiam. "Kau sangat boleh membalas, sangat. Tapi sebelumnya, kisahkan pada kami, apa yang terjadi selama kau mabuk."
Wuru Yathalalana menghela nafas panjang. "Hal itu pula yang membuat aku ingin bertukar pikiran dengan kalian?"
lelaki ini menoleh kearah Jalada. "Saudara, tampangmu kaku sekali" apakah aku membuat kesalahan padamu?" mantan pemabuk ini mencoba akrab dengan Jalada.
Jalada mendengus. "Setahuku, manusia yang memiliki otak, akan berterima kasih pada orang yang menolongnya."
Katanya dengan ketus menyindir kelakukan Wuru Yathalalana.
"Ya.. ya.. aku memang bersalah, tapi orang yang menolongku lebih banyak mendapatkan manfaat dari pada diriku, masa aku yang hrus berterima kasih?" atas jawaban Wuru Yathalalana semua orang"kecuali Jaka, memasang tampang tak sedap. Tapi lelaki ini tidak perduli, dia malah mengambil minuman milik Jalada yang belum sempat disentuhnya.
Jaka tertawa, sifat orang tua ini memang unik, dia jadi bisa sedikit meraba, kemana tujuan orang yang membuat lelaki itu menjadi pemabuk tulen! "Kau benar sekali, aku mendapatkan manfaat tak terbatas atas kasusmu." Kata pemuda ini membuat Ki Alih tidak suka dengan cara bicara Jaka"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baginya, sebagai seorang yang memimpin mereka, Jaka harus menjaga harga diri. "Dan aku berterima kasih?"
Wuru Yathalalana tertawa penuh kemenangan, sambil melirik Jalada yang membuang muka.
"Akupun kini mengerti alasannya, kenapa kau dijadikan pemabuk." Ujar Jaka membuat senyum di wajah Wuru Yathalalana menghilang.
"Kau tahu?" tanyanya dengan raut tak percaya.
Jaka mengangkat bahunya. "Kisahkan saja ceritamu?"
katanya tak menanggapi. Wuru Yathalalana menatap Jaka lekat-lekat, lalu lelaki ini menguman sambil tertawa kecil. "Kalian pikir aku ini orang buta, aku tahu identitas kalian?" gumamnya. Lalu dia menyebutkan semua orang satu persatu kecuali Jaka. "Luar biasa! Orang-orang tenar berkumpul pada satu himpuan.
Meski cirri khas kali berubah, itu tak ada artinya! Pandanganku tak bisa dikelabui?"
"Hh! Kami memang tidak pernah sembunyi dari siapapun."
Dengus Cambuk tersinggung degnan lagak Wuru Yathalalana.
"Tolol!" desis Penikam sembari melotot pada Cambuk.
Wuru Yathalalana tertawa bergelak. "Benar sekali, kau terlalu tolol! Mudah sekali terpancing!" katanya sambil tertawa-tawa sendiri. "Aku hanya ingin tahu sebenarnya orang-orang macam kalian ini ada urusan apa, kok bisa bergabung begini rupa" Jika kau menyatakan tak pernah sembunyi, artinya kalian memiliki tujuan yang tak takut diketahui orang. Bisa kukatakan pula, ini mungkin urusan besar."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dari caranya bicara, Jaka segera tahu dugaan awalnya salah" orang ini ternyata tidak hanya bisa menularkan optimisme, tapi juga mudah memperkeruh suasana hati orang.
"Bisa kau tanyakan pada orang yang selalu menyertaimu, Keluarga Keenam itu kumpulan orang macam apa!" Ketus Ekabhaksa dengan perut panas. Kalau tahu orang yang ditolong Jaka, ternyata orang semacam ini, siang-siang dia bunuh, habis perkara!
"Segala macam omong kosong bisa kau katakan, aku tetap tidak percaya! Keluarga Keenam itu tak pernah ada!" Dengus Wuru Yathalalana.
"Kau benar," Jaka segera menimpali. "Kami ini memang tidak pernah ada, tidak ada yang mengobatimu"kau sembuh dengan sendirinya, manakala kau tak bisa mabuk lagi, pasti ada orang yang mencarimu lalu bertanya: "Kenapa tidak minum?" lalu kau menjawab. "Aku tidak bisa." Atas jawabanmu, mungkin mereka tak percaya, dan akan membuatmu mabuk lagi, memaksamu supaya kau hilang kesadaran dan melakukan tugas yang sudah dua puluh tahun dibebankan di pundakmu. Tapi, tentu saja akan berbeda. Mabukmu kelak, dengan mabukmu yang lalu" kemampuan dalam
menghilangkan rasa sakit akibat pukulan lawan, hilang karena kesembuhanmu. Kecepatan juga menurun, bobot pukulan juga lebih lembek. Kupikir hampir setiap pesilat kelas tiga bisa mengalahkan dirimu. Itu pula yang membuatku merasa tidak pantas mendapatkan ucapan terima kasih darimu." Ringan cara Jaka menyampaikan, tapi tiap patah katanya membuat kawan-kawan Jaka tersenyum, dan membuat raut Wuru Yathalalana membeku. "Karena itu, segala macam omong kosong yang berkaitan dengan kami, tak usah kau bahas.
Sekarang kita membahas urusan dirimu saja, bagaimana?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ba-baiklah?" ujar Wuru Yathalalana dengan suara lemah.
"Siapa yang membuatmu menjadi pemabuk?" Tanya Jaka langsung ke inti permasalahan.
"Aku tidak tahu, tapi mungkin ada kaitannya dengan Wrhaspati." Wajah semua orang"kecuali Jaka terlihat berubah. Melihat Jaka tidak bereaksi, Wuru Yathalalana memperjelas. "Dalam Dewan Penjaga Sembilan Mustika, ada sembilan orang tetua yang masing-masing memiilki kekutaan besar dalam memutuskan benar-salahnya seseorang"atau kelompok. Dan Wrhaspati adalah salah satu dari sembilan tetua."
Jaka manggut-manggut.menjadi masuk akal, jika selama ini pembunuhan, penganiayaan dan perusakan yang dilakukan Wuru Yathalalana tidak di respon oleh Dewan Penjaga Sembilan Mustika. Tapi bagaimanapun itu baru dugaan.
"Kenapa kau menduga dia yang terlibat?"
"Aku mempunyai hubungan cukup baik dengan kalangan Wrddhat?pasa. Orang ini?" Wuru Yathalalana
menggertakkan giginya. "Memukulku dengan menyatakan;
"orang-orang sok suci itu, apakah akan membantumu atau diam saja?""
Jaka tidak berkomentar, mengaitkan Wrddhat?pasa dalam hubungan yang kadang membaik dan memburuk dengan Dewan Penjaga Sembilan Mustika"dalam hal ini Wrhaspati, tak akan menolong dalam memecahkan misteri mabuknya Wuru Yathalalana. Saat ini, Jaka hanya bersikap mendengar saja. Tapi, pikiran lain orang tidak serupa dengan Jaka, Ki Alih misalnya; dia menyimpulkan orang-orang yang melingkupi Sandigdha"jika mereka memang si bayangan yang selalu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjaga Wuru Yathalalana"tentu ada kaitannya dengan Wrhaspati. Rasanya menjadi masuk akal, hanya orang yang memiliki kekuasaan besar sajalah yang bisa "menjaga" misi aneh Wuru Yathalalana dalam membunuh, merusak, menganiaya tokoh-tokoh tertentu.
Ki Alih menatap Jaka dengan pandangan aneh, apakah pemuda ini memiliki kemampuan melihat masa depan" Jaka menyatakan akan memintal bulu domba"Sandigdha"tidak berupaya mencari tahu siapa si tua Bangka, atau bahkan mencari hubungan dengan Kwancasakya, lebih-lebih pemuda ini tidak mencari orang yang nyaris mengalahkannya. Jika ketiga pihak itu bisa di telusuri, tentu hasilnya lebih baik. Tapi tidak, Jaka bersikeras kembali kepada dasar permasalahan.
Entah ini ada kaitannya atau tidak, antara luka yang di derita Phalapeksa, keterkaitan Sandigdha"secara tidak langsung"
dengan Wrhaspati, atas hubungannya dengan Wuru Yathalalana. Lebih dari itu, apa yang di kemukaan dan di lakukan Jaka secara sporadis, lalu di kerucutkan pada sebuah nama kosong Keluarga Keenam, ternyatanya sebagai antisipasi akan hal-hal yang muncul; seperti kasus Wuru Yathalalana ini" Setiap tindakan sepertinya sudah diantisipasi demikian cermat, padahal sejauh ini Ki Alih sendiri baru sanggup merabanya setelah Wuru Yathalalana berkisah.
Apakah Jaka mengetahui fakta-fakta itu hanya dari bukti luka Phalapeksa" Dari "pembicaraannya" dengan Sandigdha" Atau Dari pertempuran dengan lelaki pemilik pukulan aneh yang nyaris mengalahkan Jaka" Ki Alih diam-diam
menghembuskan nafas dingin, bahkan mereka yang menjadi satu kesatuan dengan seorang Jaka saja, tidak bisa meraba tindakannya. Konon nanti "lawan" yang akan dihadapi Jaka"
Bagaimana mereka akan mengantisipasi setiap langkah pemuda ini" Menanti kemungkinan demikian, membuat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semangat Ki Alih makin berkobar. Memang tidak rugi memang mengikuti pemuda ini"
"Dan selanjutnya kau berangsur-angsur menjadi pemabuk?" Jaka bertanya lagi.
Wuru Yathalalana mengangguk.
"Sebelum kegagalan kemarin, korban terakhirmu siapa?"
"Aku tidak tahu siapa namanya, tapi dia orang tua."
Wajah Jaka menjadi serius. "Dengan cara apa kau lukai dia?"
"Tidak ingat, tahu-tahu dia jatuh. Begitu aku tersadar, aku takut orang itu meninggal, maka kubawa dia diperbatasan kota ini."
Kecuali Jaka, semua orang terkejut. Tapi Jaka membuat isyarat supaya mereka tidak mengatakan apapun. "Kau cukup punya tenaga untuk bertarung?" Tanya Jaka.
"Sekarang?" Tanya Wuru Yathalalana heran.
"Kecuali pencernaanmu yang kacau, aliran tenagamu normal." Gumam Jaka mematahkan kemungkinan penolakan Wuru Yathalalana.
Lelaki itu ini menggertak gigi. "Baiklah!" dia berdiri menjauhi tempat duduk, Jaka memandanginya dari belakang lalu meloncat menepuk leher Wuru Yathalalana.
Ketepatan Jaka menepuk leher lelaki membuat Wuru Yathalalana menggerang dan segera membalikkan badan, melancarkan cakaran pada Jaka, Ekabhaksa sekalian bisa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melihat bola mata Wuru Yathalalana memutih, rupanya Jaka membuat orang itu menjadi tak sadar, membuat orang tua itu mengerahkan kemampuan secara total.
Tiap cakaran dan gerakan Wuru Yathalalana seharusnya sanggup memporak-porandakan apapun yang terkena angin serangannya, tapi akibat pengobatan yang di lakukan Jaka membuat Wuru Yathalalana melemah, tenaganya hanya tersisa tiga bagian. Jaka meliuk-liuk menghindar, tiap serangan. Sejak jurus pertama Wuru Yathalalana hanya mengeluarkan jurus cakar, namun setelah Jaka secara sengaja menampar kepalanya, mendadak cakar itu berubah menjadi jurus totokan, tiap kali jemari mengibas, desingan tajam cukup membuat orang-orang terkesip.
Jaka segera menangkis, lalu berputar mengisar kebelakang lalu menampar leher Wuru Yathalalana lagi. Gerakan yang seringan itu membuat mantan pemabuk ini, terjerumus hampir saja nyungsep.
Lelaki itu menatap Jaka dengan pandangan antara marah, kagum, juga jeri. "Kau lakukan apa padaku?"
"Tidak ada, hanya memeriksa." Kata Jaka sambil membalikan badan lalu mengambil tepat duduknya lagi.
"Memang orang ini" tapi bukan dia?"
"Bicara yang jelas!" desak Jalada.
"Dia memang terkena luka totokan"ilmu totokkannya memang istimewa, membuat luka tapi tak menimbulkan bekas, jadi sulit untuk diperiksa. Tapi tidak menimbulkan kematian, tidak pula beracun, dan disaat bersamaan, ada serangan lain yang menyasar kelehernya, serangan yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sangat beracun, menggunakan cara yang sama dengan orang yang telah menggoreskan luka cakar padaku. Entah apa maksudnya melukai dia secara sembunyi-sembunyi?"
Dia yang di maksud Jaka adalah Phalapeksa, sengaja Jaka tidak menyebutkan secara berterang"untuk menghindari pertanyaan Wuru Yathalalana, tapi sahabat pemuda ini mengetahuinya.
"Pada saat kau menyerang si korban, apakah ada yang mengganggu tindakanmu?"
Wuru Yathalalana terdiam mengingat-ingat. "Rasanya tidak."
"Terakhir, kenapa kau menyerang orang yang ada dalam perlindungan, "bayang-bayangmu" sendiri?"
Orang ini mengingat-ingat lagi. "Tapi itulah perintahnya, setiap kali aku harus membunuh, atau melakukan hal lain, selalu saja ada surat atau perintah langsung yang datang. A-aku tidak bisa berpikir, begitu datang perintah" ya kulakukan saja."
"Baik, terima kasih atas kerjasamamu. Silahkan beristirahat?" kata Jaka.
"Tapi aku?" "Silahkan beristirahat"!" kali ini kata-kata Jaka penuh tekanan, membuat Wuru Yathalalana tak bisa mendebat.
Menanti pintu kamar Wuru Yathalalana tertutup, Jaka sekalian pindah kedalam ruangan bawah tanah. Disana juga Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Phalapeksa menjalani perawatan. Jaka menatap orang tua yang terluka itu dengan pikiran memenuhi benaknya.
"Kenapa kau tidak bertanya secara mendetail?" Tanya Jalada.
"Percuma. Dia tidak akan ingat apa yang dilakukannya, kecuali raut korbanya. Akupun tadi mencoba caranya menyerang korban untuk memastikan, apakah Phalapeksa luka karena orang ini?"
"Dan ternyata tidak?" Tanya Cambuk.
Jaka mengangguk. "Seperti yang tadi kujelaskan, ada pihak lain. Dan perintah terakhir untuk membunuh Sandigdha-pun bisa kupastikan datang dari pihak lain." Jaka menghela nafas.
"Tapi" sekarang kita bisa membaca persoalan lebih jelas."
"Tapi, aku masih belum jelas!" erang Ekabhaksa.
Jaka tidak menjawab, dia memeriksa kondisi Phalapeksa, mengumpankan hawa murninya sendiri untuk melihat jalur tenaga orang tua itu, begitu hawa murninya disambut"meski lemah, Jaka cukup gembira dengan perkembangan itu. Dia mengamati aliran hawa murni Phalapeksa di bagian pusatnya.
"Jadi ini pemicunya?"
"Apa itu?" Tanya Ki Alih antusias, pertanyaan tadi akan segera terungkap.
"Seperti yang kusebutkan sebelumnya, ciri bunga yang tercampur selapis tipis pada penawar Sandigdha, ternyata akan terpicu manakala korban didesak untuk melakukan himpunan-himpunan hawa murni dengan pengolahan nafas yang dalam."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Rasana semua pesilat seperti itu?" koreksi Ki Alih.
"Ya" tapi aku tahu ada beberapa golongan yang tak melakukan itu"tapi tak akan kita bahas sekarang. Manakala hawa murni menjalar, kekhususan dari bunga itu akan menampakkan hasil; menyendat hawa murni, mengacaukan nafas, dan membuat halusianasi."
"Kau mengambil kesimpulan dari kondisi Phalapeksa?"
kejar Ki Alih lagi. Jaka mengangguk. "Setiap orang yang mendalami pengobatan, bisa mendeteksi kejanggalan dalam sendatan peredaran hawa murni. Pada saat hawa murninya tersendat, bertepatan dengan totokan Wuru Yathalalana mengenai leher, setelahnya ada satu setitik serangan yang memicu kefatalan hingga berkali lipat dalam diri Phalapeksa." Usai menjelaskan itu Jaka tersenyum girang, seperti orang yang baru mendapatkan hadiah.
"Apakah" itu baik, atau buruk?" Tanya Ki Alih ragu dalam menafsirkan senyum Jaka.
"Baik dan buruk!" tegas Jaka. "Kita memiliki dua kelompok yang bisa di adu, sambil menanti apa yang akan terjadi."
"Aku bisa gila mendengar penjelasanmu! Satupun aku tak paham!" Ekabhaksa menggeram.
Ki Alih tertawa, kali ini dia yang menjelaskan. "Begini, orang yang meninggalkan setitik luka pada Phalapeksa, dan orang yang membuatkan penawar bagi Sandigdha adalah dua kelompok yang berbeda. Begitu, Jaka?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemuda ini mengangguk. "Kabar buruknya, mereka menguji pada orang yang sama! Setelah Wuru Yathalalana
"menghabisi" Phalapeksa, berturut-turut ada dua golongan yang datang memeriksa. Kabar baiknya, mereka mengambil kesimpulan yang salah tentang kehebatan racun masing-masing!" Jaka duduk sambil tertawa kecil. "Ini celah yang baik bagi kita untuk ikut bermain." Gumamnya lagi.
"Baiklah, aku bisa mengerti itu. Jadi, kapan kita memintal bulu domba?" Tanya Ekabhaksa dengan semangat menggelora.
"Sekarang juga!" tegas Jaka sembari bangkit.
"Kalau begitu, jangan malas-malasan!" ujar Jalada sudah mendahului keluar. "Aku juga ikut!"
"Heh"!" semua orang terhean-heran dengan turut sertanya Si Baginda. Orang ini paling benci dengan urusan mengintai, mengintrogasi"pendek kata urusan tetek bengek yang njelimet, tumben kali ini sukarela menjadi martir.
"Tolong jangan kacaukan urusan nanti, paman!" seru Jaka meningkahi bunyi pintu yang tertutup.
"Sialan! Kau pikir aku tak punya otak"!" ketus Jalada dari luar, membuat pemuda ini tertawa.
===o00=== 121 " Domino Effect : " akhir sebuah
awal [2] Tengah malam, nyiur bayang pepohonan tersorot cahaya rembulan, meski cukup terang bersinar namun masih Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyisakan kegelapan, menyekap suara-suara dalam sunyi.
Makin dalam menuju kerimbunan hutan, sinar rembulanpun terhalang rapat dedaunan. Kesiur angin, ditingkahi gemersik lirih, menjauh dengan konstan. Sesekali cahaya rembulan menyorot bayang-bayang yang berkelebat cepat.
Jaka Bayu melesat paling depan, disusul Jalada, Ekabhaksa dan Ki Alih. Mereka mengenakan pakaian hitam, mengenakan cadar menutupi wajah. Dipunggung masing-masing tersoren sepasang bilah pedang. Pedang-pedang itu memiliki ketebalan yang bisa membuat ahli pedang tercengang, selain tumpul, jelas bobot pedang itu tak cocok untuk memotong. Kecuali Jaka Bayu yang tidak pernah menggunakan pedang, ketiga orang tersebut cukup mahir menggunakan pedang, jelas tidak semahir Arwah Pedang, tapi untuk menandingi seorang ahli pedang, kemampuan mereka cukup bisa diandalkan.
Mereka bergerak pesat menuju Perkempungan Menur.
Jaka memutuskan untuk mulai "memintal bulu domba".
Menurut Ekabhaksa istilah itu terlalu ambigu, dia lebih suka menyebutnya "cari gara-gara". Dan langkah pertama adalah mengelitik Perkampungan Menur.
Secara singkat, Jaka menyebutkan rencana mereka di perkampungan tersebut adalah menghancurkan semua senjata. Ya, untuk itulah mereka membawa sepasang pedang.
Masing-masing pedang itu bukan pusaka sakti, tapi yang jelas kualitas buatan Cambuk"sang murid Mpu Dwiprana, tidak kalah dari Mpu terkenal lainnya.
Suara dentang besi dipukul berkali-kali terdengar lamat-lamat, mereka sudah kian dekat dengan Perkampungan Menur. Belasan penjaga terlihat di pintu gerbang, Jaka segera Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memberi isyarat, untuk menyebar mengurung perkampungan.
Sebenarnya Jalada memiliki ide sangat efesien"namun telegas, dari pada repot-repot menghancurkan ribuan senjata, bukankah lebih baik membakarnya beserta seluruh perkampungan" Jelas, Jaka tidak mendukung ide itu. Bagi pemuda ini, menghancurkan senjata juga untuk melihat
"benang" yang tidak tampak. Tentu saja Jaka tidak akan bertindak tolol dengan menghamburkan tenaga untuk menghancurkan ribuan senjata.
Empat orang itu melayang melompati tembok tinggi yang mengelilingi perkampungan, gerakan mereka terlampau cepat untuk di ikuti mata, meski para penjaga ada yang berpatroli dibagian atas-pun tak melihat mereka. Hanya saja, tahu-tahu suara denting yang bertalu-talu terdengar berbeda ritme.
Sebelumnya. Tang-tang-tang-tang-tang" mendadak berubah, trang" jeda sekejap, lalu trang" demikian seterusnya. Tidak ada yang curiga bahwa sudah ada empat orang yang masing-masing masuk kedalam rumah pembuatan senjata, melumpuhkan semua pekerja didalamnya, lalu menghancurkan ragam senjata yang dibuat. Lalu berpindah lagi ke rumah senjata yang lain, menghancurkan sebagian, begitu seterusnya.
Lama kelamaan, suara yang tidak biasa itu menarik perhatian penghuni perkampungan, apalagi, makin lama suara besi dipukul terdengar makin sedikit. Mereka bergerak masuk kedalam salah satu bangunan pembuat senjata. Sungguh sangat kebetulan, Ekabhaksa yang sedang dongkol karena perkerjaan seperti ini tidak memuaskan dirinya, jadi girang setengah mati. Lima orang yang datang, langsung di kebas sekejap, masing-masing terkena pukulan dan pingsan.
Seluruh penghuni perkampungan itu hanya pengerajin, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memang ada beberapa yang memiliki kemampuan hebat, tapi dibandingkan Ekabhaksa sekalian, sudah tentu tidak ada artinya.
Jaka melihat hasil kerja Ekabhaksa dan memberi isyarat supaya berhenti, cukuplah puluhan senjata yang mereka hancurkan. Berturut-turut Jaka menyambangi Jalada dan Ki Alih.
"Paman, boleh membakar salah satu dari rumah pembuatan senjata itu." Bisik Jaka pada Jalada, membuat si Baginda ini mendengus"girang tentunya. Jemarinya berkelotokan, dengan satu bentakan tertahan, kedua pukulannya menghantam kedepan.
Braaaak! Bunyi berderak karena bangunan roboh terdengar membuat penghuni perkampungan berbondong keluar, tapi tak satupun dari mereka yang berani menghalangi tindakan Jalada sekalian, sebab mereka melihat disekeliling empat orang itu bergeletakan puluhan orang.
Dari tangan Jalada menyambar kobaran api bagai anak panah, mengarah langsung kelelatu api yang masih membara, hingga menyebabkan ledakan keras.
Blaaar! Jaka benar-benar mengagumi kemampuan Jalada, meski paham dengan kemampuan orang itu, Jaka baru mengerti kenapa Jalada di sebut pula sebagai Watu Agni"
batu api. Tangannya telah dilambari ilmu yang ditempa sejak dia belia, ilmu pasaran yang di sebut Ciwap?tra Hint?n"golok intan. Boleh dibilang semua orang yang berkecimpung di dunia persilatan mengenal bahkan menguasai ilmu itu. Atas kejadian yang menyulut harga diri sehingga menimbulkan keangkuhannya, membuat Jalada si Watu Agni alias Baginda, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengasah ilmu pasaran sedemikian rupa sehingga membuatnya menjadi pukulan penuh kobaran api. Saat tangan saling memukul, maka jilatan api akan segera keluar menyambar, seperti batu api yang saling mematik. Itu salah satu alasan mengapa Jalada di kenal sebagai Watu Agni.
Tak menunggu bangunan habis terbakar, Jaka
mengibaskan tangan, sebersit angin dingin menggigit membekukan tulang. Kobaran api yang begitu besar segera lenyap dalam hitungan belasan kali. Jalada menoleh heran kearah Jaka, tapi mengingat setiap tindakan Jaka selalu memiliki perhitungan sendiri, dia tak menyuarakan keheranan itu.
Kejap berikutnya, kaki Jaka menyapu secara cepat kesekelilingnya, desakan hawa murni yang begitu besar membuat puluhan orang yang rebah tak berkutik terlempar dan terguling, namun dilain kejap, Jaka menghentakkan tangan kebelakang. Puluhan orang yang terlempar itu seperti tersedot oleh pusaran angin puting beliung. Mengarah Jaka dengan pesat. Lalu, tangan Jaka melambai dengan luwes, seperti menampar kearah orang-orang yang tersedot kearahnya. Tubuh mereka bertumbangan dengan ragam posisi kaku yang aneh, sebelum akhirnya mereka tertelungkup. Jaka segera memberi isyarat untuk pergi.
Apa yang mereka lakukan tak kurang dari setengah kentungan saja, semuanya terjadi begitu cepat, para penghuni Perkampungan Menur pun hanya mengira itu cuma mimpi, tapi akhirnya setelah empat orang perusuh itu pergi, barulah keheningan pecah. Hingar bingar karena kawatir dengan saudara-saudara mereka yang luka, juga karena rusaknya tempat-tempat pembuatan senjata, membuat perkampungan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu serupa rumah semut yang tiba-tiba terkena guncangan.
Semua orang berhamburan keluar. Dari luar, Jaka mengamati.
"Salah satu dari mereka, akan menuju kepada benang merah yang kita cari. Kuserahkan pekerjaan ini pada Paman Jalada." Kata Jaka membuat si Baginda mendesah, agaknya dia sudah menyesal mengajukan diri untuk ikut dalam situasi ini. Meski demikian, orang ini tetap mengangguk dan melesat mengamati cerai berainya orang.
===o0o=== "Kenapa kau padamkan api Jalada" Terbakar semua kan lebih baik?" tanya Ekabhaksa tak setuju dengan tindakan Jaka.
"Sandigdha orang pintar, keluarga dibelakangnya pasti ada yang lebih pintar. Cara membakar paman Jalada sangat mudah dilacak balik. Anggap saja di keluarga Tumparaka ada orang semacam paman Sadhana, aku yakin mencari jejak si Baginda hanya tinggal menunggu waktu." Jelas Jaka
"Oh, maka itu kau segera memadamkannya" Membuatnya tidak mudah terbaca?" tanya si Ular Ekabhaksa memastikan.
"Tepat sekali."
"Lalu untuk apa pula kau tumbuk orang-orang itu?" tanya Ekabhaksa lagi.
"Hanya mencari keterangan saja."
"Sungguh cara sialan yang aneh?" gumam Ekabhaksa, ditimpali tawa Ki Alih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Semua kemungkinan harus kita jajaki. Paman pernah lihat orang yang kuangkat sebagai kambing hitam-kan?" tanya Jaka disambuti anggukan Ekabhaksa. "Dia terluka oleh totokan yang sangat unik. Aku harap, dengan caraku menotok ini akan membawa kepada satu keterangan tentang siapa orang itu."
"Ooooo"." Baik Ekabhaksa maupun Ki Alih baru paham atas tindakan Jaka yang aneh tadi.
Mereka masih memperhatikan penghuni Perkampungan Menur yang berlarian seperti anak ayam kehilangan induk.
Saat menyadari Jalada sudah tidak ada di tempat pengintaiannya, mereka segera mengetahui si Baginda sudah menemukan orang yang dimaksud Jaka.
Mereka segera meninggalkan tempat itu dengan pesat, menunju kandang sapi, tempat penyimpanan salah satu kekayaan keluarga Tumparaka. Meski pemuda ini tidak menduga apapun, tapi jika Sadigdha kembali ketempat itu"
bersama dua orang yang disenyalir sebagai bayangan Wuru Yathalalana, tentunya kandang sapi masih menyisakan misteri yang patut untuk dibongkar, kali ini Jaka tak ingin bekerja kepalang tanggung.
Tidak adanya derik serangga malam membuat kondisi begitu mencekam, Jaka segera sadar ada yang kurang beres.
Pemuda ini memberi isyarat untuk berhenti. Ekabhaksa dan Ki Alih, segera melejit bersembunyi diatas pohon. Jaka sendiri dengan terang-teragan berjalan mendekati kandang sapi.
Indera penciumannya bisa merasakan taburan racun di sekitar tempat itu. Padahal sebelumnya saat Wuru Yathalalana datang menyerbu, Jaka yakin tempat ini masih steril dari racun. Tapi kini berbeda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ekabhaksa dan Ki Alih, jelas tidak bisa sembarang bertindak, racun yang menyelimuti kawasan ini tidak akan bisa ditangani keduanya. Tapi bagi Jaka, permainan racun seperti itu seperti gurauan belaka. Jika tiba-tiba muncul racun semacam ini, boleh jadi, di bawah kandang sapi sudah bertambah benda-benda lain. Cara pengamanan dengan racun memang terlampau bodoh dan kentara, tapi sangat manjur. Sayangnya, kali ini yang menyelinap kekandang sapi, adalah Jaka. Pemuda yang sanggup menetralisir ragam racun dengan himpunan hawa sakti unik.
Sebelum masuk kebawah tanah, Jaka memberi isyarat kepada Ekabhaksa dan Ki Alih untuk tidak kemana-mana.
Lorong bawah tanah itu hanya sepanjang sepuluh tombak saja, dan ada pintu menuju ruang bawah lagi, demikian seterusnya. Jaka benar-benar tidak pernah mengira, dibawah kandang sapi terdapat lima tingkat bangunan yang digali secara apik. Tiap lorong yang di lewati Jaka masih terasa aliran udara, tidak pengap. Pemuda ini bisa memprediksi, ruangan itu baru ditinggalkan orang, paling lama sekitar dua kentungan lalu.
Tumpukan peti, dengan perabotan cukup berkelas menghiasi ruangan paling bawah. Luasnya mencapai lima puluh tombak persegi. Membuat pemuda ini terkilas membayangkan betapa repotnya Keluarga Tumparaka harus membangun tatanan semacam ini. Cahaya yang menyinari ruangan itu datang dari kelip mutiara berukuran besar. Cukup dilihat dari jenis mutiaranya, Jaka bisa meraba, yang tersimpan disini memiliki nilai cukup besar, atau penting. Mau tak mau dada pemuda ini bergemuruh karena rasa senang.
Satu demi satu peti dibuka, begitu banyak perhiasan dan ragam emas keluaran resmi berbagai wilayah kerajaan tertata Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rapi. Jaka terpekur, kalau hanya sekedar harta dia tidak tertarik untuk mengusut, pengamanan dengan racun yang bertebaran diluar sana"juga di bagian-bagian lorong, rasanya terlampau berlebihan kalau hanya untuk menjaga kekayaan seperti ini. Pemuda ini menggaruk-garuk kepala, merasa ada yang janggal, tapi tak tahu itu apa. "Mungkin seperti itu?"
pikirnya. Dengan seksama, Jaka membongkar semua isi peti.
Dia menyangka mungkin rahasia itu terletak diantara tumpukan perhiasan. Tapi, tidak ada apapun!
"Huh"!" erangnya kesal. Tanpa sadar Jaka menendang peti itu. Brak!
Mata pemuda ini terbelalak, ternyata peti kayu itu dibuat dengan dua lapisan kayu yang di rekatkan. Dengan hati-hati, di lepasnya lapisan paling atas, hingga pemuda ini bisa melihat sebuah peta, pada masing-masing sisi. Berpindah ke peti yang lain, Jaka menemukan catatan sandi, dan ragam keterangan. Juga ada beberapa catatan yang butuh waktu khusus untuk didalami olehnya. Tak menunggu lebih lama, Jaka membongkar habis seluruh sisi dua puluh peti itu. Isi peti berserakan di tanah, ada : emas, perak, berlian dan entah perhiasan apalagi tak diperdulikannya. Pemuda ini hanya fokus dengan apa yang terdapat pada sisi-sisi peti. Seluruh lembaran yang dicatat rapi dalam gulungan kulit, sudah dikumpulkan Jaka, digulung dengan rapi, dan diikatkan dipunggung.
Seperti sedang mengais sampah, Jaka tak mau bertindak ceroboh dengan meninggalkan kemungkinan ada informasi penting tertinggal. Sebuah kotak kecil sepanjang dua jengkal, dengan lebar satu jengkal, menyedot perhatian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kotak itu disegel dengan besi yang membalut bak benang, tak ada waktu untuk membongkar, Jaka memutuskan untuk membawanya. Sebelum keluar, Jaka memandang berkeliling sambil tersenyum. Dia bisa membayangkan betapa gusar dan kejut keluarga Tumparaka mengetahui salah satu persembunyian mereka diacak-acak orang.
Tak berapa lama kemudian, Jaka sudah berkumpul dengan Ekabhaksa dan Ki Alih, mereka tampak tercengang melihat bawaan Jaka.
"Jangan tanya dulu?" kata Jaka saat Ki Alih mulai bersuara. "Aku juga belum tahu ini berkaitan dengan apa.
Setidaknya, kehadiran kita kesini membuat perhatian Tua Bangka, akan cukup disita oleh ulah keluarga Tumparaka."
"Apa maksudnya" Bukankah tua bangka yang seharusnya memberi perintah kepada Sandigdha, kenapa malah dia yang harus hati-hati?" Tanya Ki Alih.
"Sandigdha boleh menjadi bagian si tua bangka"meski itu hanya diluarnya, tapi keluarga Tumparaka jelas tidak dibawah kendali siapapun. Mereka pasti bisa menyadari, hanya ada beberapa orang saja yang bisa lolos dari ragam racun keji yang di tebar pada tiap ruangan bawah tanah. Dan tersangka utama paling dekat jelas Tua Bangka?"
"Dengan catatan, Sandigdha bercerita bahwa dia berada dalam tekanan atau kendali si tua bangka." Simpul Ki Alih, dan dibenarkan Jaka.
"Serangan yang di lakukan Wuru Yathalalana, akan membuat mereka waspada dan bertanya dengan detail kepada Sandigdha." sambung pemuda ini lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi" kita tidak bertarung sama sekali?" Ekabhkasa menyela dengan nada kecewa.
Jaka tertawa. "Jangan salah paman, bagian paling menarik baru akan kita lakukan." Kata pemuda ini sembari melesat di ikuti Ekabhaksa dan Ki Alih yang bertanya-tanya dalam hati, entah kemana lagi Jaka akan membawa mereka.
===o0o=== Mata Ekabhaksa melotot menatap Jaka, sungguh tak disangka pemuda ini membawa mereka mengintai istana Kerajaan Kadungga.
"Kau gila"!" bisik Ekabhaksa tegang.
Jaka terkekeh. "Aku cuma ingin meneruskan idemu, paman. Besok nama Keluarga Keenam akan sangat terkenal.
Sangat!" "Oh Tuhan, kenapa juga aku harus terlibat dengan bocah sialan ini. Aku menyesal melontarkan ide seperti itu?" Keluh Ekabhaksa membuat Ki Alih serasa turut prihatin dan menepuk-nepuk bahunya.
Belum lagi keduanya tahu, apa langkah selanjutnya yang harus ditempuh, Jaka sudah menghambur kedepan, dan dengan membabi buta menyerang prajurit yang berjaga di halaman.
"Dasar sinting!" teriak Ekabhaksa memalingkan kepala sambil menutup mata, dia benar-benar tak mau tahu. Tapi saat melihat puluhan prajurit keluar dan mengepung Jaka, mau tak mau lelaki tambun ini harus menghambur membantu.


Seruling Sakti Karya Didit S Andrianto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Begitu pula dengan Ki Alih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa kalian"!" bentak salah satu prajurit. Tapi suara itu hanya terdengar sesaat, kejap berikut, sebuah tamparan Jaka membuat prajurit itu roboh pingsan.
Olah langkah Jaka biasanya sangat majur untuk menghindari serangan, tapi kali ini Ki Alih dan Ekabhaksa disuguhi tontonan yang sangat jarang diperlihatkan Jaka. Olah langkahnya ternyata demikian mudah untuk digunakan dalam menyerang, satu gerakan kaki, satu prajurit tumbang, satu kibasan tangan dua prajurit tumbang, sekali melangkah, Jaka sudah melakukan enam jenis gerakan, dan menumbangkan belasan prajurit.
Mereka prajurit terlatih dalam medan tempur, tapi menghadapi orang semacam Jaka sekalian, kemahiran mereka tak bisa digunakan. Suasana malam yang sunyi, kini diliputi bentakan-bentakan menggelegar.
Bentakan itu keluar dari mulut tiga orang perkasa. Ya, tiga senopati sudah keluar, himpunan hawa murni mereka jelas tidak bisa diremehkan. Mereka bisa melihat lawan yang paling berbahaya adalah orang pertama"Jaka Bayu. Tapi menghadapi Jaka Bayu, mereka seperti sedang melawan angin. Serangan tombak sebagai yang pertama datang, mendesing begitu kuat mengulir menyedot udara disekitar.
Dalam waktu yang singkat itu Jaka menyadari bajunya berkibar berpilin tersedot kearah serangan tombak, dengan sigap, pemuda ini memutar tubuh ke kiri menghindari serangan tombak, lalu memukulkan tangan kanan. Karena gerakannya begitu cepat dan memanfaatkan momentum putaran tubuh, pukulan Jaka seperti sebuah sabetan.
Dibanding tangan, tombak jelas lebih panjang, tapi serangan Jaka sampai lebih dulu. Rupanya angin yang di timbulkan sabetan tangan Jaka membuat tombak melengkung, mengulir Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
balik kearah penyerang, membuatnya tergetar memecahkan kayu gengaman, sebelum ahirnya mendorong si penyerang hingga belasan langkah.
Belum selesai dengan serangan itu, disaat bersamaan angin menyayat tajam mencoba memotong sabetan tangan kanan Jaka. Pemuda ini tidak mencoba menghindar, dengan cepat, dia menghantamkan tangan kirinya. Tiiing! Serangan yang ditimbulkan golok itu tertangkis angin pukulan Jaka, membuatnya melenceng jauh, mendorong kearah si penyerang tombak. Kaget dengan kondisi tersebut, membuat senopati ketiga yang sedianya akan menghantamkan gadanya kepunggung Jaka, harus melesat lebih dulu melewati Jaka begitu saja"tanpa menyerang, dan menangkis golok senopati kedua.
Traaang! Golok beradu dengan gada, keduanya sama-sama tergetar terjajar kesamping. Namun bisa menyelamatkan senopati pertama dari luncuran golok yang tak terkendali. Ketiganya berdiri bersisian menatap sang lawan dengan tangan gemetar. Bukan saja gemetar karena benturan demi benturan, tapi gemetar karena mereka menyadari, tugas amat berat sudah menghadang didepan.
Serangan itu terjadi hanya dalam tempo kurang dari dua hitungan, tapi gerakan yang sederhana dari sang lawan membuat tiga senopati itu menyadari, lawan mereka bukan sekedar hebat, tapi cerdik luar biasa.
Jaka tertawa, dia memburu kedepan begitu cepat, belum sempat ketiganya siap, tahu-tahu senjata mereka sudah berpindah ketangan sang lawan. Bukan itu saja, tombak senopati pertama tiba-tiba berpindah ke tangan senopati ketiga. Lalu gada senopati ketiga berpindah ke genggaman Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
senopati kedua. Dengan sendirinya lelaki yang biasa memegang gada ini harus menggenggam golok rekannya, tanpa disadari.
Kejadian itu berlaku demikian cepat, dan Jaka sendiri berhenti mendadak di belakang tubuh ketiganya. Membuat orang-orang perkasa ini dengan reflek menghantamkan senjatanya kebelakang.
Trang! Trang! Trang! Tiga senjata saling berbenturan tak beraturan. Mereka lupa, senjata yang ada ditangan masing-masing sudah berubah. Sudah tentu penggunaan tenaga jadi tidak sesuai, dengan sendirinya arah serangan jadi melenceng tak karuan. Golok tertangkis gada, serangan gada yang berlebih tenaga tertahan oleh desingan tombak. Tiga senjata itu saling bentrok, dan berhenti hanya sejarak satu depa dari Jaka.
Lagi-lagi Jaka tertawa, membuat ketiganya meradang.
"Mampus!" teriak mereka menghamburkan pukulan sarat hawa murni.
Senopati pertama adalah keluaran Perguruan Angin Tanpa Gerak, pukulannya bertumpu pada ilmu Angin Tanpa Arah, bagai puting beliung yang berputar tak tentu arah menderu terlontar dari tinjunya, melesat begitu pesat. Senopati kedua, mengerucutkan jemarinya menghantamkan ilmu Jarum Cadas Berkobar, dari Perguruan Cadas Merapi. Angin mencicit mendesing mengiris pendengaran, ditingkahi sinar biru, menyemarakkan malam. Ditambah lagi sebuah Kibasan Tinju Tunggal dari Senopati Ketiga yang pernah memperdalam ilmu di Perguruan Lengan Tunggal, membuat orang sama menyangka inilah kisah akhir dari si pembuat onar!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi, Jaka mungkin dilahirkan untuk menjadi tipe lawan yang paling dibenci. Kemahirannya dalam "menerima" mungkin tidak pernah bisa di tiru oleh kalangan manapun, menerima disini berarti merasakan, meresapi penderitaan, bukan menerima untuk menolak, bukan menerima untuk menangkis.
Kibasan Lenga Tunggal terfokus pada satu pukulan sampai lebih dulu, Jaka menyambutnya dengan tangan terulur cepat merasakan benturan dalam sesaat, membuat syaraf di lengan menegang seakan ingin pecah menerima desakan hawa sakti serangan itu, sebelum akhirnya Jaka mengipatkan tangan, menumbukkan angin pukulan senopati ketiga kepada serangan jemari yang mencicit.
Blaaar! Tubuh senopati ketiga terpental kesamping, menumbuk lengan senopati pertama yang mengerahkan pukulan Angin Tanpa Arah-nya. Seharusnya pukulan itu akan menjangkau kepala Jaka, tapi berhubung tumbukan sang rekan membuat lengan mereka saling berbenturan, membuat pukulan-pukulan dahsyat itu cerai berai.
Kurang dari satu tarikan nafas saja, pukulan yang dilancarkan mereka tuntas di patahkan Jaka. Ketiga orang itu termangu dengan kegagalan tadi. Pemuda ini tak menunggu, dia merasa sudah tidak perlu berhadapan dengan lawan, dengan pesat tubuh Jaka melenting masuk kekomplek istana!
Tapi belum begitu jauh Jaka bergerak, lima orang datang menyerang tanpa ampun, tekanan lima hawa sakti yang menderu bermaksud menghancurkan penyusup, membuat Jaka harus mengerahkan peringan tubuh lebih cepat lagi.
Blar! Blar! Ledakan hebat terjadi tepat di belakang tubuh Jaka, pemuda ini enggan untuk berhadapan dengan lima penghadang. Dengan peringan tubuh luar biasa, Jaka bisa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghindari mereka tanpa kesulitan. Menerobos masuk lebih dalam lagi. Perbuatan Jaka ini memang sengaja ingin menarik keluar inti kekuatan dari Kerajaan Kadungga.
===o0o=== Dari kejauhan, seseorang melihat keramaian dari atap bangunan bendahara kerajaan. Dia menghela nafas dingin.
Mungkin satu-satunya orang yang paham dengan maksud serangan keistana itu hanya Sandigdha saja. Atas berita dari Keluarga Keenam, sang raja percaya bahwa akan ada serangan ke istana, bahkan Keluarga Keenam sudah menyerahkan tanda untuk siap membantu jika pihak istana sewaktu-waktu mendapat serangan. Serangan yang muncul kali ini memang sangat hebat, Sandigdha bisa melihat para senopati dilumpuhkan dengan mudah hanya oleh tiga orang pengacau.
Sandigdha bukan orang buta, saat dia keracunan, dia melihat orang yang memberikan air kepada pemuda berkedok itu, sosok yang gemuk. Dan kini salah satu dari tiga orang pengacau memiliki postur gemuk. Sandigdha bersumpah, dia yakin para penyatron istana adalah orang yang meracuni dirinya!
Beberapa hari ini dia selalu jadi target orang, yang terakhir oleh si pemabuk. Orang ini meyakini semua itu adalah pekerjaan dari orang yang membuat dia batuk setengah mati.
Batuk" Bahkan saat mengintai diatas atap bangunan-pun, Sandigdha masih terbatuk-batuk, meski tidak separah sebelumnya, tapi cukup membuat dadanya gatal dan tak dapat memusatkan perhatian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau tak bermaksud menghentikan mereka?" Tanya Sandigdha menyadari di sebelahnya sudah muncul orang lain.
"Hmk!" dengus orang itu. "Tidak perlu!" sahutnya dingin.
"Ketidakhadiranmu sebagai Pratyadhiraksana bisa membuat posisimu terancam." Kata Sandigdha, tanpa memalingkan wajah dia tahu siapa yang hadir.
"Pada saatnya kerajaan ini juga akan jatuh ketanganku, aku tidak takut dengan segala macam ancaman." Dengusnya.
"Lagipula, ada orang pintar lainnya yang menganggap ini semua bukan ancaman."
"Maksudmu, Mangkubumi Prastarana?" Tanya Sandigdha.
Terhadap orang yang baru saja disebut namanya, Sandigdha menaruh kewaspada tinggi. Mangkubumi Prastarana sama dengan mahapatih, ditangan dia pulalah, roda pemerintahan berjalan jika sang raja berhalangan. Kehadiran raja sendiri lebih kepada pemutus persoalan-persoalan genting.
Kedudukannya setara dengan Widyabhre"sang wakil raja.
Terdengar graham bergemletuk. "Kalau bukan karena dia, tahta kerajaan ini sudah menjadi milikku."
Sandigdha bergumam tak jelas. "Dewasa ini, gerakanku juga sangat terbatas. Aku tak bisa banyak membantu, apalagi Tua Bangka itu memata-matai terus."
Pratyadhiraksana terdengar tertawa kecil. "Dia memiliki empat mata-mata, semuanya sudah ada di tanganku."
"Kau yakin semudah itu dia ditangani?" Tanya Sandigdha sambil terbatuk-batuk. Orang ini tidak pernah tahu, jika Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pratyadhiraksana adalah mantan murid si tua Bangka yang mengganggunya.
Lelaki itu terdiam, meremehkan mantan gurunya jelas merupakan perbuatan konyol, dia hanya mengetahui sekelumit masa lalu sang guru. Pertanyaan Sandigdha telah menguncang sikap menganggap remehnya.
"Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Sandigdha lagi meminta kepastian, setelah situasi hening.
"Diam saja, tidak perlu bereaksi!" tegasnya.
"Tapi?" bibir Sandigdha terkunci, sebetulnya dia sangat ingin menceritakan nasib sial yang menimpanya. Tapi, berhadapan dengan Pratyadhiraksana yang licik, dia harus ekstra berhati-hati. Saat Pratyadhiraksana mengetahui nilai tawarnya melemah, dia bisa memastikan orang itu tak akan segan menjadikannya sebagai korban berikut untuk rencana ambisiusnya.
"Ya?" "Aku hanya memikirkan posisimu saat ini, kita tahu Mangkubumi Prastarana selalu menjadi batu sandungan, dalam kekacuan ini kau pun harus memunculkan diri."
Saran Sandigdha membuat kening Pratyadhiraksana berkerut. "Ada benarnya juga?" gumamnya.
Saat menoleh Sandigdha tidak lagi melihat lelaki itu. Diam-diam dia menghela nafas lega. Jabatan bendahara kerajaan Kadungga memang atas andil Pratyadhiraksana, sejauh ini mereka bekerja sama untuk hal-hal yang menguntungkan.
Tapi jika di pikir lebih lanjut, Sandigdha bahkan tidak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengetahui latar belakang Pratyadhiraksana. Ada kalanya dia merasa Pratyadhiraksana adalah tokoh dari kalangan terhormat, tapi mengingat sikap kejam dan liciknya, dia menyangsikan dugaan itu.
===o0o=== Jaka sudah memasuki wilayah istana, dari
perbincangannya dengan Cambuk, pemuda ini bisa mengetahui kemana dia harus pergi. Sang raja memiliki ruangan tersendiri, dengan bangunan tersendiri pula. Jaka sudah berada dijalan yang tepat untuk mencapainya.
Namun, satu sosok orang sudah menghadang dirinya. Dia orang tua berusia akhir lima puluhan, matanya tengah terpejam. Jaka berhenti sesaat, lalu berjalan menghampirinya, sampai jarak mereka hanya tinggal satu jangkauan saja.
Dibelakang Jaka menyusul lima orang yang tadi melepaskan pukulan untuk menghentikan pemuda ini.
Pemuda ini hanya melirik atas kehadiran lima orang itu, mereka nampaknya sangat menaruh perindahan pada lelaki yang menghadang Jaka, terbukti mereka tidak sembarang bergerak setelahnya.
Jaka tak ingin basa basi, tangan kanannya mengibas, tekanan tenaga berhawa padat menghantam orang tua itu.
Matanya yang terpejam segera terbuka, nampak dia sangat kaget. Tubuhnya miring kekiri, untuk mengelak, tapi mendadak angin pukulan itu berputar menggila tak tentu arah dan mencambuknya, rasa kejut jelas tercermin di wajahnya. Meski orang tua ini tidak kerepotan menangkis desakan angin yang memecut itu. Belum lagi habis tangannya menepis serangan dua tingkat dari Jaka, sebuah desingan meluncur pula dari Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam angin berpusing tadi, menghantam frontal menohok bahu.
"Ih!" orang tua itu merendahkan bahunya dan mengeletar sekali, menaikan bahunya lagi untuk memapaki serangan.
Duuk! Bahunya terasa bergetar hebat. Namun disaat bersamaan terdengar teriakan nyaring dari atas. Cahaya yang menyinari ruangan itu mendadak puluhan kali bertambah lebih terang. Sebuah serangan dengan pijar bagai bola api menghantam Jaka.
Jaka terperanjat dengan datangnya serangan itu, sungguh tak dikira olehnya ada orang yang bisa menempatkan jeda serangan secermat si pendatang ini. Tiga tingkat serangan yang tadi dilancarkan Jaka, memiliki kelemahan karena berhasil ditangkis oleh si orang tua. Kelemahan itu membentuk interval jeda atas susutnya tenaga, tak disangka saat-saat yang hanya terjadi dalam beberapa detik itu, bisa dimanfaatkan oleh seseorang untuk menyerang Jaka.
Wuusss! Bola api bagai mutahan lahar tercurah langsung menghunjam kepala Jaka, pemuda ini dengan sigap menjatuhkan diri, membuat punggungnya menjadi titik rotasi, lalu menerima serangan dengan kaki, memutar dengan cara dikayuh, seperti sedang bermain bola, lalu dilontarkan kembali!
Antara serangan dan pengembalian yang dilakukan Jaka terjadi begitu cepat, detik itu juga Jaka meloncat tepat dibelakang gumpalan api yang baru saja dilontarkan balik.
Duar! Buuk! Tak menyangka serangannya akan di tangkis, dengan sendirinya tak ada waktu untuk mengindar. Dengan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lengannya, bola api itu ditangkis. Tapi mendadak dari tengah bola api, muncul kepalan tangan menumbuk lengannya pula!
Jaka memanfaatkan daya pantul akibat tangkisan, sambil melompat lebih tinggi. Tawanya mengalun panjang menggantung di tengah udara, selain sebagai isyarat untuk pergi pada Ekabhaksa dan Ki Alih, Jaka juga sengaja menunjukkan bahwa kepergiannya bukan karena terdesak, tapi karena dia ingin.
Senyap segera menggigit malam. Semua terjadi begitu cepat, tanpa tanda-tanda, pergerakan penyusup tidak bisa dilaporkan pula oleh telik sandi yang berjaga diseputar istana.
Pertarungan singkat tadi menarik tensi ketegangan Kerajaan Kadungga pada tingkat yang tinggi.
"Kau tahu siapa orang itu?" Tanya suara dengan nada berat membuat Pratyadhiraksana"orang yang datang terakhir, menolehkan kepala.
"Mungkin, orang-orang yang di kirim oleh kerajaan tetangga?" sebuah prasangka dari Pratyadhiraksana sengaja dilontarkan. Situasi seperti saat ini, adalah waktu yang tepat untuk mengail di air keruh.
Lelaki tua itu tertawa. "Mungkin saja?" katanya sambil membalikan badan. "Dia menyerangku dengan satu pukulan berisi tiga jenis pukulan berbeda perguruan, membuatmu terperanjat dengan menerobos benteng Tinju Matahari Meletus milikmu. Ha-ha" tentu kerajaan tetangga sangat mudah mencari orang seperti itu. Betul?" orang ini tak menunggu jawaban, dia sudah berlalu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pratyadhiraksana termangu-manggu. Jawaban
Mangkubumi Prastarana mementahkan kesan yang ingin ditanamkan. Secara satir, pemuka kerajaan itu hendak mengatakan, dugaannya tadi mustahil terjadi. Memang, hampir tidak mungkin mencari orang yang dalam satu gerakan bisa mengeluarkan kemampuan dari ragam perguruan.
Sebenarnya dia ingin menyerang dengan Pratisamanta Nilakara, tapi itu sama saja menyingkapkan satu jati dirinya pada sang Mangkubumi Prastarana. Hal itu makin membahayakan posisi dirinya. Pratyadhiraksana menatap bekas pukulan lawan, lamat-lamat terasa ada satu keakraban pada tenaga yang menghantam secara langsung itu.
Wajah lelaki ini mengeras. "Apakah dia?" pikirnya dengan hati tak tenteram.
Selama ini dia cukup tenang dalam mengeksekusi tiap rencana, tapi atas kedatangan satu lawan yang membuat dia harus terluka, dan membangkitkan rasa kawatir tak terkendali saat berjumpa untuk kedua kalinya, mengharuskan Pratyadhiraksana meninjau ulang semua rencananya.
Jika dugaannya benar, pertanyaan utama adalah: untuk apa orang yang sanggup mematahkan Pratisamanta Nilakara bermain pada "kolam" yang sama"
"Keparat! Apa maunya"!" sungutnya dalam hati, seraya memeriksa kondisi didepan istana.
Serangan mendadak itu tidak menimbulkan kerusakan apapun, kecuali memukul ego para prajurit dan senopati, termasuk dirinya.
===o0o=== Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara didalam kamarnya, Sandigdha terlentang dengan dada bergemuruh. Dia yakin, besok; orang-orang yang menamakan diri sebagai Keluarga Keenam akan datang.
Namun, Sandigdha berharap dugaannya salah.
Malam itu dilalui oleh banyak orang dengan perasaan tidak nyaman.
Pagi hari sudah dijelang, saat membuka jendela kamarnya, mata Sandigdha terbelalak. Hampir saja tersendak. Pada bangunan paling tinggi terdapat secarik kain kuning, dengan bagian atasnya terpancang seruling terbuat dari bambu wulung. Lamat-lamat angin yang bertiup melalui lubang seruling menerbitkan suara "ngung-ngung" secara konstan. Itu adalah panji kebesaran Keluarga Keenam, jika pihak kerajaan sudah meletakannya pada bagian tertinggi, artinya mereka mengundang Keluarga Keenam. Ini semua terjadi pasti berkaitan dengan serangan tadi malam! Serangan yang melumpuhkan titik-titik keamanan. Perlahan, Sandigdha merasakan kuduknya berdiri.
"Apa yang mereka incar?" benaknya bertanya-tanya, namun tak satupun jawaban didapat.
-o0o- 122 " Domino Effect : " akhir sebuah
awal [3] Gemilang mentari pagi disambut ragam kicau burung. Di sebuah jalanan pinggir hutan, ada dangau yang dibuat alakadarnya oleh sang pemilik tanah. Terdengar bangku berderit perlahan menerima guncangan tubuh gemuk lelaki berwajah bundar, dia Tusarasmi. Orang ini duduk dengan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggoyang kaki. Wajah bundar Tusarasmi, dikuti bentuk tubuh yang juga tambun, menjadikan kakinya terlalu pendek untuk menjangkau tanah, tapi kondisi demikian malah lebih nyaman. Mulutnya sibuk mengunyah biji bunga matahari.
Di hadapan si wajah budar sudah duduk empat orang, Penjual Aren, Pemancing, Pande Besi, dan lelaki usia akhir empat puluh tahun. Saat datang, dia masih memakai kerudung penutup wajah. Ketika duduk bersama para koleganya, dia membuka penutup kepala. Semua orang menahan nafas saat melihat wajah itu. Sebuah luka memanjang dari dahi hingga dagu, membelah hidung tepat di tengah secara rapi. Luka itu sudah menutup, tapi bekas yang tertinggal membuat orang lain merasa seram.
"Kalian tentu sudah tahu kenapa kita berada disini?" kata lelaki bercodet itu membuka percakapan.
Hening, tak ada jawaban. Tapi semua orang mengangguk.
"Perintah sudah turun kepada kita. Aku akan membagi berdasarkan keahlian masing-masing." Katanya dengan suara dingin. Lelaki ini beranjak menjauh dari orang-orang itu, dari balik pohon besar dia mempersiapkan segalanya, lalu membuka gulungan rontal.
"Tusarami," sebutnya memanggil si wajah bulat itu, dengan terburu-buru dia turun dari kursinya dan memburu kearah si codet. "Kau akan bertindak sebagai Ketua Satu, daerah operasimu ada di Kerajaan Kadungga. Lakukan hubungan secara rutin dengan tuanku Anusapatik, setiap perintahnya merupakan tugasmu." Katanya lirih. Lalu dilemparkan sebuah benda kearah lelaki itu. Sebuah lencana terbuat dari emas sebesar jempol dengan bentuk lonjong, ada lambang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbentuk "X" ditengahnya tertulis angka 1. "Ini, daftar anak buahmu yang tersebar di wilayah Kerajaan Kadungga, mereka tidak melihat orang, mereka hanya melihat lencana."
Tusarasmi menerima gulungan itu dengan takzim, mendapat tanda untuk pergi dari lelaki bercodet membuatnya segera berlalu tanpa menunggu lagi.
"Benconapaya!" si codet memanggil dengan suara keras, membuat Pande Besi itu bergegas mendekat. "Kau sudah tahu harus kemana?"
Pande Besi yang di sebuat Benconapaya mengangguk.
"Perkumpulan Pratyantara bagi kebanyakan kalangan persilatan, hanya dianggap sebagai perkumpulan penjambret berkelas. Tapi, sebagian besar kabar-kabar aneh yang beredar di dunia persilatan, merekalah yang pertama tahu.
Bertindaklah dengan hati-hati, kemungkinan besar, bukan hanya kau yang menyusup. Pratyantara bagaikan primadona diantara telik sandi kelompok lain." Terang si codet dengan nada rendah. "Jung Simpar sangat pintar dalam membuat anak buahnya bekerja, kau tentu tahu apa alasanmu harus kesana?"
Benconapaya mengangguk lagi, dan masih membungkam, tangannya terkepal erat. Si codet tersenyum dingin. "Kau memiliki dendam pada Jung Simpar, tapi aku harus mengingatkanmu. Saat ini nyawanya sangat berharga, camkan itu!"
Pande Besi gadungan itu tercenung sesaat. "Apakah tuan izinkan aku membunuh orang-orang yang tiada kaitannya dengan Jung Simpar?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Selain Jung Simpar, seluruh orang didalam perkumpulan itu kau bunuh-pun aku tak keberatan."
Terlihat seringai bagai serigala di bibir Benconapaya, seperti halnya Tusaramsi dia memperoleh lencana nomor dua, artinya di bertindak sebagai nomor Ketua Dua, gulungan rontal berisi catatan nama-nama anak buahnya juga didapat.
Si codet tak lantas memanggil yang lain, dia menatap punggung Benconapaya hingga menghilang ditelan turunan jalan. Ada sedikit rasa simpati terhadap orang itu. Dia memiliki kemahiran membunuh tanpa perlu mengotori tangannya, atas alasan itu pula-lah yang membuatnya disebut Benconapaya"
si akal keji. Dendamnya pada Jung Simpar terdengar remeh, dia hanya kalah bersaing mendapatkan perempuan. Tapi menjadi sebuah karat dendam manakala perempuan yang disukai, digunakan oleh Jung Simpar untuk mengeruk habis-habisan kekayaannya, menipu rontal kitab-kitab ilmunya, bahkan pernah membuat kejantanannya tak berfungsi selama sepuluh tahun! Selama sepuluh tahun yang penuh penderitaan, Benconapaya menjadi sosok yang sangat dingin dalam urusan nyawa. Sekalipun kau adik kandungnya, saat dia membutuhkan nyawamu untuk keperluannya,
Benconapaya tak akan ragu menghabisimu.
"Subhaga!" nama si pemancing sudah dipanggil, membuat rekannya si Penjual Aren berkerut kening, dia tidak mengharapkan namanya dipanggil terakhir. Sebab beberapa puluh tahun terakhir, dialah yang mengendalikan Subhaga.
Si pemancing duduk dengan takzim di hadapan si codet.
"Kau mengidap racun lagi?" Tanya si codet saat menyaksikan langkah berat si pemancing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"I-iya?" jawabnya dengan suara lirih.
Si codet mengambil tabung bambu dari balik bajunya.
"Mulai sekarang, kau bebas. Kaupun akan merasa berbeda?"
Katanya sambil menyerahkan sebutir pil sebesar ujung kelingking. Subhaga menerima dengan gemetar, tidak menunggu lama, dia mengunyahnya, dan menelan dengan susah payah. Si codet tersenyum dingin, di sela-sela pekerjaan seperti ini kadang-kadang dirinya bisa menemukan hiburan. Saat kau bisa mengikat loyalitas orang lain, itu menjadi kesenangan tersendiri. Si codet bisa menjamin, Subhaga bisa berkorban nyawa untuknya.
"Kau menjadi Ketua Tiga, wilayah kerjamu khusus Kota Pagaruyung. Ini adalah hal-hal yang akan kau kerjakan,"
katanya menyerahkan gulungan kulit kambing.
Subhaga membuka gulungan itu, matanya berbinar. "Baik!"
sahutnya tegas. Membawahi orang-orang dengan tingkatan ketua enam sampai ketua sepuluh, lengkap dengan anak buah masing-masing membuatnya luar biasa semangat.
Sebelum dirinya harus hancur lebur oleh pemilik Pedang Tetesan Embun, kemampuan Subhaga bisa disejajarkan dengan para ketua enam belas perguruan utama. Kemahiran paling menonjol adalah mengorganisasi sumber daya manusia, dia sangat bisa menempatkan orang menurut kemampuan, bahkan terkadang menarik kemampuan terpendam para anak buah hingga mencapai titik optimal.
Tidak ada yang menakutkan dari kemampuan tersebut.
Kecuali, karena semua begitu lancar tanpa hambatan, membuat Subhaga lupa diri, membuatnya merasa bisa menaklukan dunia persilatan. Atas ambisi yang tidak biasa, dirinya luluh lantak ditangan Pemilik Pedang Tetesan Embun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Subhaga berjalan perlahan hingga akhirnya berhenti sesaat didepan si Penjual Aren, pada setiap langkahnya, hawa sakti membumbung, menembus titik-titik yang terbelenggu dua puluh tahun lampau. Wajah si Penjual Aren berkerut tak senang, dia bukan orang buta, apa yang di lakukan Subhaga adalah pamer kemampuan untuk berkata; kau tidak layak lagi memerintahku. Tiap langkah Subhaga membangkitkan hawa murni yang kian bergejolak liar, menerjang setiap sudut syaraf, membangkitkan kekuatan yang pernah menjadi andalannya.
Saat tubuhnya lenyap dari pandangan si Penjual Aren, semangat Subhaga telah pulih total.
Si codet menghampiri Penjual Aren. "Kau, ikuti aku!"
desisnya tanpa banyak bicara, lalu melesat begitu cepat.
Hal itu cukup membuat Penjual Aren tertegun, tak sempat bertanya, diapun mengikuti dengan ketat. Di sepanjang jalan, hatinya bertanya-tanya; "apakah aku bersalah" Sampai-sampai tidak mendapatkan tugas tertentu?"
Saat si codet menghentikan langkah di sebuah gerbang, si Penjual Aren bisa membaca tulisan itu. Perkampungan Menur.
Hati Budha Tangan Berbisa 4 Kisah Si Pedang Kilat Karya Kho Ping Hoo Neraka Hitam 3
^