Pencarian

Si Tangan Sakti 9

Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 9


empat meter, Yo Han melibatkan sisa tali itu pada sebatang pohon dekat sumur, lalu
menyerahkan ujungnya kepada Seng Bu.
"Jaga dan pegangi ujung tali ini, aku akan segera turun ke bawah. Kalau aku sudah memberi
tanda tarikan tiga kali pada tali kau boleh tarik aku keluar."
"Baik, Yo-taihiap. Harap Taihiap ber-hati-hati, siapa tahu ada bahaya meng-intai di bawah
sana." kata Seng Bu.
"Jangan khawatir, aku sudah siap menghadapi apa saja," kata Yo Han. Setelah berkata
demikian, Yo Han me-nuruni sumur malalui tali yang ujungnya dipegang oleh Seng Bu,
bagaikan seekor monyet saja, dengan cekatan dia me-nuruni tali itu, waspada memperhatikan
ke bawah karena dia maklum bahwa seperti yang dikatakan Ouw Seng Bu tadi, mungkin di
bawah sana mengintai bahaya yan mengancam keselamatannya. Sama sekali Yo Han tidak
pernah mengira bahwa bahaya mengintai dari atas, bukan dari bawah! Tadi dia telah menduga
bahwa sumur ituu menyerong, yaitu ketika dia mengulur tali yang ujungnya digantungi batu.
Batu itu tadi menyentuh dinding sumur dan menggelinding ke ba-wah, tidak lagi tergantung
bebas. Itu berartu bahwa sumur itu menyerong, tidak lurus ke bawah. Kini ternyata me-mang
benar. Tubuhnya menyentuh dinding sumur yang kasar dan dia merayap terus. Dan
nampaklah sinar dari samping, yang tidak nampak dari atas karena letaknya yang menyerong
itu. Dan begitu kakinya menyentuh lantai batu, dia pun melihat lima sosok mayat yang sudah
tinggal tulang dibungkus pakaian yang robek--robek. Lima orang! Dia teringat akan
keterangan Ouw Seng Bu yang menceri-takan bahwa yang dibawa masuk ke da-lam sumur
oleh bayangan hitam adalah Lauw Kang Hui, Su Kian, Thio Cu, Lauw Kin dan Lu Sek. Lima
orang tokoh Thian--li-pang telah benar-benar tewas di dasar sumur! Akan tetapi kedudukan
lima sosok mayat itu bertumpuk, nampaknya seperti dilemparkan dari atas!
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
240 Dia menghampiri mayat-mayat itu. Sudah tidak dapat dikenal lagi, apalagi diselidiki sebab
kematian mereka. Juga tempat itu hanya remang-remang, terlalu gelap untuk dapat memeriksa
dengan teliti. Dia harus memeriksa ke dalam sana. Mungkin si pembunuh masih berada di
dasar sumur yang ternyata dasarnya merupakan terowongan berbatu-batu. Dia pun
melepaskan tali yang tadi masih di-pegangnya, lalu berindap-indap memasuki lorong penuh
batu-batu besar itu. Kalau benar ada orangnya, mungkin bersembunyi di balik batu besar. Dia
sudah siap kalau--kalau ada serangan gelap dari dalam.
Tidak ada penyerangan, tidak ada gerakan apa pun dari dalam. Akan tetapi tiba-tiba terdengar
suara bersiutan dari atas. Yo Han terkejut melihat tali yang dipakai turun tadi kini menyambar
turun seperti seekor ular yang panjang sekali! Tali itu dilepas dari atas! Sejenak dia tertegun
karena heran dan kaget, akan tetapi cepat dia menarik tali itu karena dalam sekejap mata dia
yakin bahwa tali itu akan ada gunanya baginya. Dia masih belum dapat menduga mengapa
Ouw Seng Bu melepaskan tali itu. Tiba-tiba ter-dengar suara tawa dari atas yang ber-gema ke
bawah dan dia terkejut. Itulah suara Ouw Seng Bu dan dia tahu bahwa orang yang dapat
melepas suara tawa mengandung khikang amat kuat seperti itu tentulah memiliki ilmu
kepandaian tinggi. Suara tawa itu disusul sorak-sorai dan tiba-tiba saja terjadi hujan batu dari
atas sumur! Yo Han melompat lebih dalam, lagi dan cepat dia mendorong sebuah batu besar sekali ke
depan terowongan se-hingga hujan batu itu tidak menggelun-dung ke dalam terowongan
melainkan tertahan oleh batu besar dan terus ber-tumpuk menutupi lubang sumur! Kini
mengertilah dia. Ouw Seng Bu dan para anggauta Thian-li-pang telah berkhianat dan dia telah
tertipu. Ouw Seng Bu ber-hasil memancingnya memasuki sumur dan sumur itu lalu ditimbuni
batu. Yo Han yang pada dasarnya seorang yang memiliki iman yang kokoh kuat ke-pada Tuhan,
tidak menjadi gugup. Mati hidupnya sudah dia serahkan kepada ke-kuasaan Tuhan. Dia akan
berusaha se-kuatnya mempertahankan hidupnya, akan tetapi berhasil atau gagalnya dia
serahkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dia tahu bahwa tidak mungkin keluar melalui
sumur yang sudah tertutup banyak batu itu. Dia tidak mati tertimpa batu karena batu besar
tadi merupakan pengganjal dan penghalang batu-batu kecil memasuki terowongan. Dia tidak
akan mati ter-timbun batu. Juga agaknya dia tidak akan mati kehabisan napas karena ada
saluran udara segar di situ, mungkin masuk melalui celah-celah batu, seperti juga sinar
matahari yang dapat masuk ke situ. Dia tidak akan mati kehausan, ka-rena dinding itu basah
dan tidak sukar menampung air dengan membuat lekukan pada dinding,basah untuk
menampung air. Dia akan mati kelaparan" Mungkin, kalau dia tidak dapat keluar dan kalau di
tem-pat itu tidak terdapat benda yang bisa dimakan.
Yo Han menggulung tali dan duduk di atas gulungan tali agar tidak basah. Dia duduk bersila
dan membiarkan hati dan pikirannya tenang. Dia membutuhkan ketenangan. Dalam
menghadapi bahaya, dia harus dapat tenang agar akal pikiran-nya dapat dipergunakan sebaik-
baiknya, dan di dalam ketenangan itu kepasrahan-nya kepada kekuasaan Tuhan dapat lebih
mendalam. Sementara itu, di atas sumur, Ouw Seng Bu tertawa gembira ketika bersama para anak buah
yang sudah dipersiapkan sebelumnya, menimbun sumur tua itu dengan batu.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
241 "Ha-ha-ha, Yo Han. Rasakan sekarang engkau, mampus di dalam sumur tua, menjadi setan
penasaran! Sin-ciang Tai-hiap, engkau tidak lagi menjadi peng-halang bagiku."
Akan tetapi, Ouw Beng Bu segera menghentikan tawanya ketika dia melihat Cu Kim Giok
datang berlari-larian. Gadis itu mendengar sorak-sorai anak buah Thian-li-pang, merasa
tertarik dan segera datang ke tempat itu. Ia masih melihat anak buah Thian-li-pang melempar-
lemparkan batu ke dalam sebuah sumur tua dan ia merasa heran sekali.
"Ouw-pangcu, apakah yang telah terjadi?" tanya gadis itu heran sambil men-dekati Seng Bu.
Seng Bu segera memasang wajah yang serius. "Aih, hampir saja aku pun celaka menjadi
korban kelihaian Yo Han, Nona. Mari kita bicara di dalam dan akan kuceritakan semua."
Kepada anak buahnya dia memesan agar sumur itu ditutup sampai tidak nampak lagi
lubangnya. Kemudian dia mengajak Kim Giok kem-bali ke bangunan induk pusat
perkampung-an Thian-li-pang.
Setelah mereka duduk berdua di da-lam kamar belakang, Kim Giok dengan hati tegang
bertanya, "Ceritakan, Pangcu. Apakah yang telah terjadi dan di mana adanya Sin-ciang Tai-
hiap Yo Han?" Seng Bu menghela napas dan tiba--tiba dia mengeluh, wajahnya berubah pusat dan napasnya
terengah. "Aduhhh...." Dia memejamkan matanya dan tangan kirinya menekan ke arah dada
kanannya. Tentu saja Kim Giok terkejut bukan main, cepat bangkit dan menghampiri pe-muda itu.
"Ouw-pangcu, ada apakah" Engkau.... terluka....?"
Sambil menekan dada kanan dengan telapak tangannya, wajahnya menyeringai kesakitan,
napasnya sesak, dia menjawab terengah-engah, "Dia memang.... lihai.... sekali, dan.... jahat
kejam. Dia.... dia tadi tiba-tiba memukulku, di dekat su-mur.... aku nyaris terjungkal,
akan tetapi.... aku mampu bertahan, aku me-lawan.... dibantu oleh saudara-
saudara-ku.... akhirnya kami berhasil.... dia ter-jatuh ke dalam sumur akan tetapi
aku.... aku terkena pukulannya...."
"Ahhh!" Kim Giok terbelalak. "Dan kalian.... tadi menimbun sumur itu de-ngan batu"
Dia terkubur hidup-hidup.... ?" Gadis itu memandang ngeri.
"Aih, Nona, kau tidak tahu.... dia amat kejam dan lihai.... kalau berhasil lolos....kami semua
tentu akan di-bunuhnya. Lihat, lihat bekas tangannya ini...." Seng Bu merobek baju di
dada-nya dan mata yang indah itu semakin terbelalak kaget. Dada Seng Bu, di bagian kanan,
terdapat bekas telapak tangan dengan lima jarinya, menghitam!
"Ohhhhh....!" Dia menahan teriakan-nya.
"Ini.... pukulan.... mautnya.... untung aku sudah berjaga diri...., tapi nyeri bukan main....
auhhh....!" Seng Bu ter-kulai dan dia tentu akan terjatuh dari kursinya kalau saja Kim Giok
tidak ce-pat-cepat merangkulnya. Melihat Seng Bu pingsan, Kim Giok memondongnya dan
merebahkannya di atas lantai. Ia mengurut kedua pundak dan tengkuk, dan pe-muda itu
membuka mata kembali. Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
242 "Aduhhh....!" "Bagai mana rasanya, Pangcu?"
"Nona, pukulan itu beracun, harus cepat dibersihkan hawa beracun itu de-ngan pengerehan
sin-kang. Maukah.... maukah engkau membantuku, Nona" Aku lemah sekali....!"
"Tentu saja, Pangcu. Bagaimana aku dapat membantumu?"
"Tempelkan kedua telapak tanganmu di punggungku dan kerahkan sin-kang, agar kekuatan
kita dapat bersatu men-dorong keluar hawa beracun itu."
"Baik, Pangcu." Melihat dengan susah payah Seng Bu bangkit duduk, tanpa ragu Kim Giok
membantunya duduk bersila. Ia membantu pula Seng Bu membuka baju-nya sehingga
punggungnya nampak dan ia pun bersila di belakang pemuda itu, me-nempelkan kedua
telapak tangan di pung-gung itu dan memejamkan mata, me-ngerahkan sin-kang membantu
pemuda itu "mengusir" hawa beracun. Diam-diam Seng Bu menggunakan tangan kiri
meng-usap dan menekan dada yang ada tanda, telapak tangan menghitam. Perlahan--lahan,
tanda menghitam itu pun lenyap, Kim Giok yang kurang pengalaman sama sekali tidak
menyangka bahwa noda hi-tam itu dibuat oleh Seng Bu sendiri ke-tika dia menekan dada
kanannya tadi. Dengan kepandaiannya yang aneh, dia mampu membuat kulit dadanya
kehitam-an seperti terkena pukulan beracun.
"Perlahan-lahan, pernapasan Seng Bu menjadi normal kembali dan dia pun memutar
tubuhnya, memegang kedua ta-ngan gadis itu dan menatapnya dengan pandang mata penuh
kasih sayang. Kim Giok juga menatapnya dan gadis itu me-nunduk malu.
"Giok-moi (adik Giok), terima ka-sih....engkau telah menyelamatkan nya-waku...."
Dengan tersipu Kim Giok menarik kedua tangannya, lalu bangkit berdiri dan memutar tubuh
membelakangi pemuda itu agar tidak kelihatan bahwa ia merasa malu sekali.
"Ihhhhh, Pangcu...."
"Kim Giok, setelah apa yang kaulaku-kan kepadaku tadi masihkah kita harus bersungkan-
sungkan" Jangan menyebut pangcu kepadaku, sebutan itu terlampau kaku, Giok-moi, aku
merasa engkau bu-kan seperti seorang sahabat baru, me-lainkan seperti sudah bertahun-tahun
kukenal. Jangan sebut aku pangcu, aku akan merasa, bahagia kalau engkau me-nyebut aku
koko (kanda)." "Bu-koko, engkau terlalu berkelebih-an. Apa yang kulakukan tadi hanya se-kedar
membantumu mengusir hawa be-racun. Apakah sekarang engkau sudah sembuh, sudah sehat
kembali?""Lihatlah, Giok-moi. Tidak ada bekas-nya lagi. Lihatlah!"
Kim Giok membalikkan tubuhnya dan sekilas memandang ke arah dada yang telanjang itu,
dada yang bersih kulitnya, tidak lagi nampak tanda telapak tangan menghitam seperti tadi. Ia
merasa lega dan girang, akan tetapi juga malu dan ia tersipu, menundukkan muka tidak mau
memandang lagi. "Bu-ko, pakailah pakaianmu. Engkau membuat aku merasa malu."
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
243 Seng Bu tertawa. "Ha-ha-ha, setelah kita menjadi sahabat baik seperti ini, perlukah kita
merasa sungkan dan malu, Moi-moi" Entah mengapa, aku sudah tidak merasa malu sama
sekali terhadap dirimu, seolah-olah kita telah akrab se-lama bertahun-tahun." Seng Bu
membetulkan bajunya yang robek di bagian dada dan dia nampak senang sekali. Me-mang
hatinya gembira, Yo Han, orang yang paling ditakutinya, telah tiada, dan kini dia melihat
tanda-tanda bahwa Cu Kim Giok gadis yang dicintanya, jelas memperlihatkan tanda-tanda
suka kepada-nya. Setidaknya, gadis ini tadi amat mengkhawatirkan keadaannya dan tanpa
malu-malu suka membantu mengobati dirinya.
Kini mereka duduk berhadapan, hanya terhalang meja kecil. Beberapa kali pan-dang mata
mereka bertemu dan dalam pandangan mata itu saja sudah terpancar perasaan hati masing-
masing, biarpun terkandang Kim Giok menundukkan muka-nya yang menjadi kemerahan.
"Giok-moi, kenapa engkau menunduk dan kelihatan malu-malu?"
"Habis, engkau memandangku seperti itu!"
"Seperti apa?" Seng Bu menggoda.
"Pandang matamu membuat aku me-rasa canggung dan malu, Bu-ko."
Tiba-tiba Seng Bu memegang kedua tangan gadis itu yang berada di atas meja dan
menggenggam tangan itu! "Giok--moi, perlukah aku jelaskan lagi apa arti-nya pandang
mataku itu" Aku meman-dangmu penuh kasih sayang. Aku cinta padamu, Giok-moi."
Kim Giok menundukkan mukanya yang kini menjadi merah sekali. "Bagaimana, Giok-moi"
Marahkah engkau akan kelan-canganku ini?"
Kim Giok menggeleng kepala, tetap menunduk.
"Lalu, kenapa engkau diam saja" Apa-kah engkau tidak sudi menerima perasaan cintaku?"
Kini gadis itu mengangkat mukanya yang kemerahan. "Bu-ko, aku pun kagum dan suka
padamu. Akan tetapi, kita tidak perlu tergesa-gesa membicarakan perasa-an kita itu. Kita baru
saja berkenalan dan kalau kita sudah menjadi sahabat baik, itu sudah menyenangkan sekali,
bukan?" Seng Bu seorang yang cerdik. Ia me-mang benar-benar mencinta Kim Giok sepenuh hatinya.
Dia tidak ingin membuat gadis itu tidak senang atau menjadi rikuh. Dia bahkan rela
melakukan apa saja untuk gadis yang dicintanya itu.
"Baiklah, Giok-moi. Maafkan aku. Kita memang telah menjadi sahabat baik ,dan biarlah
urusan antara kita itu kita bicarakan kelak seperti yang kaukehendaki. Aku hanya ingin agar
engkau tahu betul bahwa engkaulah satu-satunya wanita yang tinggal di dalam hatiku."
Lega rasa hati Kim Giok dan ia men-jadi semakin suka kepada pemuda yang penuh
pengertian itu. "Terima kasih, Bu--ko atas pengertianmu. Sekarang mari kita bicara tentang
apa yang terjadi tadi. Aku masih merasa heran sekali kenapa Sin-ciang Tai-hiap hendak
membunuhmu setelah dia membunuhi banyak tokoh Thian-li-pang. Aku pernah men-dengar
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
244 namanya yang dipuji-puji oleh para pendekar dari dua keluarga besar pendekar Istana Pulau
Es dan Istana Gurun Pasir. Mereka menyatakan bahwa Sin-ciang Tai-hiap adalah seorang
pendekar yang budiman dan bijaksana. Akan tetapi kenapa di sini dia menjadi begitu kejam
dan jahat?" Ouw Seng Bu menghela napas pan-jang. "Aku tidak heran dan sebaiknya engkau juga tidak
perlu mengherankan hal itu, Giok-moi. Kedudukan dan kekua-saan seringkali membuat orang
lupa diri!. Dia hendak menguasai Thian-li-pang hendak menonjolkan diri dan menguasai dunia lewat
Thian-li-pang." "Akan tetapi, aku mendengar bahwa dia telah diangkat menjadi pemimpin Thian-li-pang,
hanya kedudukan ketua dia serahkan kepada mendiang Lauw Pangcu. Kenapa dia malah
membunuh Lauw Pang-cu dan beberapa orang tokoh Thian-li--pang, dan sekarang hendak
membunuhmu pula" Sungguh aku tidak mengerti."
"Giok-moi, agaknya engkau hanya mengerti ekornya tidak mengerti kepalanya. Memang
benar dia menjadi pemim-pin besar Thian-li-pang seperti dikehen-daki oleh para tokoh tua
Thian-li-pang. Akan tetapi, sikapnya tidak sejalan de-ngan sikap para pimpinan Thian-li-pang.
Dia tidak suka Thian-li-pang memper-gunakan kekerasan menentang pemerintah penjajah,
bahkan dia tidak setuju ber-sama-sama berjuang mengusir penjajah Mancu dari tanah air.
Bahkan mungkin sekali dia hendak membawa Thian-li--pang agar menjadi antek penjajah.
Itulah sebabnya dia membunuhi para pimpinan Thian-li-pang yang pendiriannya tegas tegas
menentang penjajah. Melihat aku yang diangkat menjadi ketua menghimpun tenaga, bekerja
sama dengan Pat-kwa--pai dan Pek-lian-pai, juga dengan ke-lompok pejuang lainnya, dia
menjadi marah dan dengan berpura-pura hendak menyelidiki kematian para pimpinan Thian-
li-pang di dekat sumur tua itu, tiba-tiba dia menyerangku dan hendak membunuhku dan
melemparku ke sumur tua seperti yang dia lakukan kepada para pimpinan lain. Untung para
dewa masih melindungiku dan sebaliknya dia yang terlempar ke dalam sumur tua itu."
"Aihhh," Cu Kim Giok menghela na-pas panjang. "Ayah dan ibu pernah me-ngatakan bahwa
kedudukan memang suka membuat orang menjadi kejam. Kuharap saja engkau tidak ikut-
ikutan mabuk kekuasaan, Ha-ko."
"Tidak mungkin, Giok-moi. Apalagi kalau engkau suka membantuku dan ber-ada di
sampingku. Sejak Thian-li-pang berdiri, nenek moyangku adalah pejuang--pejuang yang
gigih, yang rela mengorban-kan nyawa demi membela nusa bangsa. Aku melanjutkan cita-cita
mereka, dan aku akan berjuang semata-mata demi membebaskan rakyat dan tanah air dari
cengkeraman penjajah Mancu, bukan un-tuk mencari kedudukan atau harta benda. Tentu
engkau percaya kepadaku, bukan?"
"Tentu saja aku percaya padamu, Bu--ko. Kalau tidak percaya, tentu aku tidak akan suka
membantumu. Dan selanjut-nya, langkah apa yang akan kauambil?"
"Aku akan mengadakan perundingan dengan para pimpinan puncak Pat-kwa--pai dan Pek-
lian-kauw, juga kelompok pejuang lainnya. Seperti juga pendirian orang-orang sombong,
macam Yo Han, masih banyak tokoh dunia kang-ouw yang mengambil jalan sendiri,
membeda-beda-kan kelompok dan tidak mau bekerja sama untuk menghancurkan penjajah.
Cara kerja sendiri-sendiri ini, apalagi kalau disertai persaingan, menimbulkan pertentangan
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
245 antara para pejuang sendiri dan hal ini melemahkan perjuangan dan memperkuat kedudukan
pemerintah pen-jajah. Oleh karena itu, kita haruslah beruaaha untuk lebih dulu menundukkan
para kelompok dan tokoh dunia persilat-an. Kalau selurub dunia kang-ouw sudah dapat
bekerja sama, kukira mengguling-kan pemerintah penjajah Mancu bukan merupakan hal yang
sukar lagi." Kim Giok yang sudah benar-benar jatuh cinta kepada pemuda itu, tertarik oleh gaya bicara
dan sikapnya, meng-angguk-angguk dan merasa kagum karena ia manganggap bahwa
pendapat pemuda itu tepat. Sedikit banyak, ayah ibunya juga sudah menanamkan perasaan
cinta tanah air dan bangsa kepadanya, juga sudah menceritakan tentang kekuasaan bangsa
Mancu yang menjajah bangsanya.
"Pendapatmu itu tepat sekali dan aku akan membantumu, Bu-koko!" katanya penuh
semangat. Tentu saja Seng Bu menjadi girang bukan main.
"Terima kasih, Giok-moi. Dengan adanya engkau di sampingku, bintang dan bulan di langit
pun akan dapat kuraih!"
Mereka saling pandang dengan senyum mesra dan ketika mereka mendengar suara gaduh
kembalinya anak buah Thian-li-pang, mereka pun keluar dari ruangan itu.
*** Dengan bantuan yang besungguh-sung-guh dari Siangkoan Kok, Ouw Seng Bu memperoleh
kemajuan pesat dalam me-nyatuan kekuatan. Siangkoan Kok yang kini dia angkat menjadi


Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wakil ketua Thian-li-pang, mendatangi banyak perkumpulan silat dan perguruan-perguruan
silat yang terkenal, mula-mula membujuk mereka untuk bekerja sama dengan Thian-li-pang
berjuang menentang pemerintah Mancu. Kalau ada yang menolak, Siangkoan Kok
mengalahkan dan menundukkan para pim-pinannya sehingga akhirnya perkumpulan itu
menaluk juga karena takut dibasmi. Tentu saja dengan mudah Siangkoan Kok mengajak
mereka yang dahulunya me-mang sudah bersekutu dengan Pao-beng--pai agar kini bekerja
sama dengan Thian--li-pang karena Pao-beng-pai telah dihancurkan pasukan pemerintah.
Hanya ada satu dua perkumpulan saja yang memiliki pimpinan yang terlampau kuat bagi
Siangkoan Kok. Untuk menaluk-kan pimpinan perkumpulan yang lihai ini, Ouw Seng Bu
sebagai ketua Thian-li--pang turun tangan sendiri dan selama ini, belum pernah ada yang
mampu menan-dingi ilmunya yang aneh akan tetapi juga dahsyat bukan main.
Thian-li-pang menjadi semakin besar dan berpengaruh. Melihat kemajuan yang dicapai
kekasihnya, tentu saja Kim Giok merasa gembira dan kagum. Beberapa kali ia menawarkan
diri untuk membujuk orang tuanya agar mau membentu per-juangan Thian-li-pang karena
kalau ayah ibunya suka membantu, tentu mereka itu akan dapat menarik perhatian para
pen-dekar lainnya. Akan tetapi Ouw Seng Bu selalu menolak dengan halus.
"Belum tiba saatnya, Giok-moi. Ayah ibumu tentu akan merasa heran dan ter-kejut melihat
hubungan kita yang akrab dan hal itu saja sudah membutuhkan pendekatan yang lembut.
Apalagi kalau ditambah dengan bujukan agar mereka membantu perjuangan. Biarlah, nanti
kalau Thian-li-pang sudah kuat benar, aku sendiri akan menghadap mereka, untuk
melamarmu dan kalau kita sudah menjadi suami isteri, orang tuamu men-jadi mertuaku, tentu
dengan sendirinya mereka akan membantu perjuangan kita."
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
246 Kim Giok tidak membantah lagi. Sikap Seng Bu terhadap dirinya selalu lembut dan sopan,
dan pemuda itu memegang janji, tidak pernah lagi bicara tentang cinta mereka seperti yang
pernah dijanji-kannya. Hal ini membuat ia menjadi se-makin kagum dan suka, dan diam-diam
ia pun sudah mengambil keputusan untuk memilih pemuda ini sebagai calon
suami-nya. Ouw Seng Bu memang cerdik luar biasa. Setiap kali dia berlatih silat Bu--kek Hoat-keng
yang ditemukannya di dalam sumur dan dia tahu bahwa latihan itu membuat dia berubah dan
merasa aneh, dia selalu melakukannya dengan sembunyi-sembunyi, apalagi setelah kini Kim
Giok berada di Thian-li-pang. Juga, dia melarang keras anak buahnya agar bertindak seperti
pejuang-pejuang yang gagah dan menjauhkan diri dari perbuat-an yang akan menjadi celaan
orang. Hal ini untuk menjaga nama baik Thian-li-pang dan untuk menarik hati para pen-dekar
agar mau bergabung dengan me-reka.
Untuk biaya perkumpulannya, diam--diam, tanpa kekerasaan yang me-nyolok, mereka masih
menguasai semua tempat pelesir dan tempat judi, juga dengan halus namun mengandung
ancam-an maut, mereka dapat memeras para pedagang untuk setiap bulan menyerah-kan uang
sumbangan kepada Thian-li--pang! Ada pula anggauta yang tugasnya melakukan pencurian di
rumah para har-tawan dan bangsawan, namun mereka yang bertugas mencuri adalah anggauta
yang ilmu kepandaiannya sudah tinggi dan setiap kali melakukan pencurian, mereka selalu
menutupi muka dengan kain hitam. Juga, mereka dipesan agar sampai mati pun tidak
mengaku bahwa mereka orang Thian-li-pang, yaitu kalau mereka sampai tertangkap ketika
me-lakukan pencurian. Pesan ini harus ditaati, karena Seng Bu mengancam akan -menyiksa
dan membunuh seluruh keluarga anggauta Thian-li-pang yang melanggar pesan itu.
Demikianlah, dengan hasil yang cukup berlimpah, Seng Bu dapat memperkuat Thian-li-pang
menjadi perkumpulan yang cukup mewah, walaupun kini tidak ada lagi anggauta yang
me-lakukan kejahatan secara berterang.
Sebenarnya, sejak kecil Ouw Seng Bu memang digembleng untuk menjadi se-orang pendekar
dan patriot. Sebelum dia secara kebetulan menemukan ilmu di dalam sumur tua dan
mempelajarinya, dia adalah seorang murid Thian-li-pang yang baik dan gagah perkasa.
Bahkan mendiang Lauw Kang Hui menaruh ha-rapan besar kepada muridnya ini. Akan tetapi,
sejak dia melatih diri dengan ilmu Bu-kek Hoat-keng secara keliru, terjadi kelainan pada
batinnya, seolah--olah dia mendapat gangguan jiwa. Dia menjadi aneh, ganas, kejam, licik
dan haus akan kekuasaan dan kemenangan! Watak aneh ini memang tidak begitu kelihatan,
tidak menonjol apabila dia tidak sedang berlatih ilmu itu, akan te-tapi telah menjadi watak
kedua yang telah tenggelam di dasar hatinya dan se-waktu-waktu dapat muncul secara tidak
terduga, walaupun pada lahirnya dia nam-pak tetap sebagai seorang pendekar yang gagah dan
baik. Pada suatu hari, Thian-li-pang me-nerima banyak tamu yang memang di-undang, yaitu para
pimpinan perkumpulan yang sudah menaluk kepada Thian-li-pang dan ada pula orang
pimpinan perkumpul-an yang belum bekerja sama dan yang sengaja diundang dalam
kesempatan itu untuk dibujuk dan diajak bekerja sama. Tidak kurang dari lima puluh orang
to-koh-tokoh kang-ouw yang hadir, sebagian besar dari mereka yang telah mau be-kerja sama
dengan Thian-li-pang adalah mereka yang terdiri dari golongan hitam. Dalam pertemuan yang
diadakan seperti dalam pesta ini, Cu Kim Giok dipersila-kan hadir dan tentu saja ia dianggap
sebagai seorang tamu kehormatan dan kursinya berada di sebelah kanan kursi ketua Thian-li-
pang.Ouw Seng Bu nampak tampan dan gagah pada hari itu, dengan pakaian yang baru dan
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
247 wajahnya berseri menyaksikan betapa semua undangan datang hadir. Ini membuktikan bahwa
Thian-li-pang mulai dikenal dan ditaati. Siangkoan Kok yang juga nampak gagah berwibawa,
duduk di sebelah kirinya, dan kehadiran tokoh besar ketua Pao-beng-pai ini saja sebagai
pembantunya, sebagai wakil ketua, sudah menambah kewibawaan Seng Bu sebagai ketua
Thian-li-pang. Kabar tentang kelihaian pemuda ini terdengar luar di dunia Kang-ouw.
Setelah semua tamu hadir dan disuguhi arak. Siangkoan Kok mewakili ketuanya, bangkit
berdiri dan mengucapkan selamat datang dengan mengangkat secawan arak, mengajak semua
yang hadir minum. Kemudian dia melanjutkan dengan suara lantang.
"Cu-wi (Anda sekalian) tentu sudah mengenal saya. Tentu Cu-wi merasa heran mengapa
saya sebagai bekas ketua Pao-beng-pai yang telah gagal dan hancur oleh sebuah pasukan
pemerintah, sekarang menjadi wakil Thian-li-pang. Hendaknya Cu-wi ketahui bahwa Thian-
li-pang adalah perkumpulan yang sehaluan dengan Pao-beng-pai, yaitu perkumpulan para
pejuang yang hendak merobohkan pemerintah penjajah dan membebaskan rakyat dan tanah
air dari belenggu penjajah bangsa Mancu. Oleh karena itu, bagi Cu-wi yang belum
mengadakan perjanjian kerja sama dengan kami, untuk membantu perjuangan kami,
diharapkan sekarang juga menyatakan kesediaan untuk kerja sama itu, demi tanah air dan
bangsa." Sambutlah tepuk sorak menyatakan setuju dengan ucapan Siangkoan Kok. Dan para
pemimpin kelompok yang datang sebagai tamu undangan dan belum bersekutu dengan Thian-
li-pang, segera menyatakan kesediaan mereka. Akan tetapi pada saat itu, para penjaga, yaitu
murid-murid Thian-li-pang yang berada di luar ruangan pertemuan, melaporkan dengan suara
lantang. "Rombongan pemimpin Bu-tong-pai datang berkunjung!"
Semua orang terkejut dan merasa heran, termasuk Ouw Seng Bu dan Siang-koan Kok. Bu-
tong-pai termasuk satu di antara partai-partai persilatan yang tidak dapat diharapkan untuk
bekerja sama, yaitu partai-partai seperti Siauw-lim--pai, Kun-lun-pai, Go-bi-pai dan Hoa-san-
-pai yang menganggap diri mereka sebagai partai "bersih" dan yang tidak mau ber-gaul
dengan kelompok lain yang mereka anggap kotor, hitam atau sesat! Bahkan dahulu Pao-beng-
pai juga tidak berhasil menarik golongan itu sebagai teman se-perjuangan. Dan sekarang,
rombongan pemimpin Bu-tong-pai datang berkunjung"
Dengan tenang Seng Bu dari Siangkoan Kok bangkit menyambut ketika lima orang tosu itu
memasuki ruangan dengan sikap mereka yang tenang dan gagah. Mereka terdiri dari lima
orang tosu yang berusia antara lima puluh sampai enam puluh tahun, dipimpin oleh Thian
To-cu yang berusia enam puluh tahun, ber-jenggot panjang dan memegang sebatang tongkat.
Tosu ini adalah seorang ketua kuil yang menjadi cabang perguruan Bu--tong-pai di kota Hun-
kiang, kurang lebih lima puluh li dari Bukit Naga. Empat orang tosu lainnya adalah adik-adik
seperguruannya dan lima orang tosu ini rata-rata memiliki ilmu silat Bu-tong--pai yang sudah
tinggi tingkatnya. Kalau Thian To-cu membawa sebatang tongkat, empat orang sutenya
membawa pedang di punggung mereka. Mereka berpakaian sederhana, dengan jubah tosu
yang lebar berwarna biru menyelimuti pakaian yang berwarna kuning muda, dan rambut
me-reka digelung ke atas. Sikap mereka tenang dan lembut.
Siangkoan Kok mengenal Thian To--cu karena tokoh Bu-tong-pai ini pernah berkunjung
ketika Pao-beng-pai mengada-kan pesta ulang tahun, maka cepat dia mengangkat kedua
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
248 tangan memberi hor-mat. "Ah, kiranya To-tiang Thian To-cu dan para To-tiang tokoh Bu-
tong-pai yang datang berkunjung." Dia menoleh kepada Seng Bu, dan berkata, "Pangcu,
mereka adalah Thian To-cu Totiang dan para tokoh Bu-tong-pai lainnya. Dan Cu--wi Totiang
(Para Bapak Pendeta Sekalian), ini adalah Ouw Pangcu, ketua Thian-li-pang kami."
Ouw Seng Bu yang pandai membawa diri segera memberi hormat dan berkata, "Maaf, karena
Cu-wi Totiang tidak mem-beritahui lebih dahulu akan kunjungan ini, kami terlambat
menyambut. Silakan Cu--wi mengambil tempat duduk."
Lima orang tosu itu tidak mempedulikan Siangkoan Kok, dan sejak tadi me-reka semua
mengamati Ouw Seng Bu dengan penuh perhatian. Mereka telah mendengar banyak berita
tentang ketua baru Thian-li-pang yang sepak terjangnya mengejutkan. Kabarnya, ketua itu
masih muda akan tetapi memiliki ilmu kepan-daian tinggi, bahkan menarik bekas ketua Pao-
beng-pai yang terkenal sebagai se-orang datuk itu menjadi wakilnya, dan juga bahwa kini
Thian-li-pang telah me-nalukkan hampir semua kelompok dan kekuatan di dunia kang-ouw.
Melihat bahwa ketua itu memang masih muda, bersikap lembut dan sopan, mereka lalu
mengangkat kedua tangan depan dada.
"Siancai...." kata Thian To-cu dan memandang kagum. "Kiranya Ouw-pangcu, ketua Thian-
li-pang masih amat muda, akan tetapi telah membuat nama besar. Terima kasih, kami datang
hanya untuk melihat bukti dan mengajukan beberapa pertanyaan, bukan untuk bertamu. Kami
bahkan tidak tahu bahwa pagi ini Thian--li-pang mengadakan pertemuan dengan banyak
tokoh kang-ouw." Tosu itu me-mandang ke sekeliling dan mendapat kenyataan bahwa yang
hadir adalah orang--orang kang-ouw dari daerah itu, dan sebagian besar di antara mereka
adalah golongan hitam. Bahkan ada pendeta Pek-lian-kauw, dan Pat-kwa-pai hadir pula di
situ. Ouw Seng Bu mengerutkan alisnya, akan tetapi hanya sebentar dan wajahnya sudah cerah
dan ramah kembali. "Kalau begitu kehendak Totiang, silakan."
"Begini Ouw Pangcu. Sejak Sin-ciang, Tai-hiap, yaitu Yo Taihiap menjadi pe-mimpin Thian-
li-pang dan kemudian ke-dudukan ketua diserahkan kepada pangcu Lauw Kang Hui, Thian-li-
pang terkenal sebagai perkumpulan pejuang yang gagah berani dan bijaksana, bahkan
berhubungan dekat dengan para pendekar di dunia persilatan. Akan tetapi, tiba-tiba saja kami
mendengar bahwa Thian-li-pang mengalami perubahan. Kabarnya, para pemimpinnya
terbunuh dan kedudukan ketua dipegang oleh Ouw Pangcu. Yang lebih mengherankan lagi,
menurut desas--desus itu, para pimpinan Thian-li-pang yang lama itu dibunuh oleh Yo Tai-
hiap! Kami semua merasa heran dan sama sekali tidak percaya, hanya karena urus-an itu
merupakan urusan dalam Thian--li-pang, kami terpaksa berdiam diri. Akan tetapi, melihat
sepak terjang Thian-li--pang akhir-akhir ini, terpaksa pinto dan adik-adik seperguruan
memberanikan diri lancang berkunjung untuk mengajukan pertanyaan kepada Pangcu."
"To-yu, kalau hendak bertanya, tanya saja. Kenapa berbelit-belit seperti itu?" Tiba-tiba
Siangkoan Kok berseru dengan suara lantang karena dia sudah tidak sabar lagi mendengar
ucapan tosu Bu--tong-pai itu.
"Benar, Totiang, tanyalah, kami tidak menyembunyikan sesuatu." kata Seng Bu.
"Ouw Pangcu, kami melihat betapa Thian-li-pang telah mengubah seluruh sikapnya. Thian-
li-pang menalukkan ham-pir semua perkumpulan dan kelompok pejuang, mengadakan
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
249 hubungan dengan semua pihak tanpa pilih bulu, dan Thian--li-pang juga menguasai semua
tempat hiburan, tempat maksiat, dan Thian-li--pang melakukan pemerasan kepada para
hartawan. Padahal, semua ini tidak di-lakukan ketika Lauw Pangcu masih menjadi ketua.
Kenapa setelah para pimpinan Thian-li-pang tewas secara rahasia, tiba--tiba Ouw Pangcu
yang menjadi ketua tanpa pengumuman kepada para kenalan, dan Ouw Pangcu mengadakan
perubahan yang berlawanan dengan sikap Thian--li-pang dahulu" Kami melihat Thian-li-pang
telah menyimpang dari jalan benar, maka kami terus terang saja merasa curiga dengan
perubahan ini. Yang lebih mengejutkan kami, ada desas-desus di-sebarkan oleh orang-orang
Thian-li-pang bahwa beberapa hari yang lalu, Ouw Pangcu telah membunuh Sin-ciang
Taihiap Yo Han di sini! Nah, itulah pena-saran yang mendorong kami datang pada pagi ini,
untuk minta penjelasan dari para pimpinan Thian-li-pang!"
Siangkoan Kok bangkit berdiri dengan muka berubah merah dan mata melotot. "Tosu Bu-
tong-pai, kalian berani men-campuri urusan pribadi Thian-li-pang!"
Ouw Seng Bu juga bangkit berdiri dan menyabarkannya. "Sudahlah, Paman. Biar-kan aku
menghadapi mereka." "Tapi, Pangcu. Mereka ini sungguh tidak tahu aturan!"
"Paman Siangkoan Kok, duduklah dan biarkan aku menangani urusan ini!" kata pula Seng
Bu dan nada suaranya me-ngandung sesuatu yang membuat Siang-koan Kok duduk kembali
dengan muka cemberut dan mata masih merah ketika dia memandang ke arah lima orang tosu
Bu-tong-pai itu, dan untuk mendinginkan hatinya, dia pun menuangkan arak dari cawan ke
dalam mulutnya. Kini Ouw Seng Bu menghampiri lima orang tosu itu dan berhadapan dengan mereka.
Sikapnya masih tenang saja dan Cu Kim Giok yang sejak tadi hanya men-jadi penonton yang
berhati tegang, me-rasa kagum akan sikap kekasihnya itu. Betapa tenang dan lembutnya
pemuda yang menjadi ketua Thian-li-pang itu!
"Ngo-wi To-tiang (Bapak Pendeta berlima), kami akan menjawab semua pertanyaan To-tiang
tadi. Tadi To-tiang Thian To-cu menyinggung tentang ter-bunuhnya suhu Lauw Kang Hui dan
be-berapa orang pimpinan kami. Memang hal itu benar, dan pembunuhnya adalah Sin--ciang
Tai-hiap Yo Han. Hal ini dapat kami ketahui dari luka yang terdapat pada mayat korban
karena pukulan itu hanya dapat dilakukan oleh Yo Han saja. Mengapa dia melakukan semua
pembunuh-an itu" Mungkin untuk membalaskan sakit hati gurunya, kakek yang menjadi
orang hukuman di sini karena menentang pimpinan. Mungkin juga dia hendak menguasai
Thian-li-pang dan memusuhi kami yang berlawanan pendapat dan sikap dengan dia. Tentang
perubahan yang terjadi di Thian-li-pang semenjak saya dipilih menjadi ketua, memang benar.
Kami menganggap bahwa perjuangan bukan monopoli golongan pendekar saja, melainkan
menjadi tugas setiap orang warga negara untuk menyelamatkan bang-sa dari penjajah Mancu.
Dan kami berkeyakinan bahwa tanpa adanya persatuan dari semua pihak, perjuangan akan
gagal. Oleh karena itu, kami sengaja mengada-kan hubungan dengan semua pihak yang
menentang pemerintah, dan kami akan menundukkan dan memaksa golongan yang menjadi
antek penjajah untuk membantu perjuangan kami. Adapun penguasa-an atas semua tempat
pelesiran dan meminta sumbangan dari kaum hartawan, memang hal itu kami lakukan karena
dari mana kami akan memperoleh biaya" Kalau tempat-tempat maksiat itu dibiar-kan tanpa
pengontrolan kami, tentu akan menjadi sarang golongan penjahat. Juga, apa salahnya
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
250 mengajak para hartawan membantu perjuangan dengan menyum-bangkan sedikit harta
mereka" Kalau kebijaksanaan kami mengenai perjuangan bangsa ini tidak cocok dengan keinginan
Bu-tong-pai, maaf, hal itu sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Bu-tong-pai. Kami
sendiri pun belum pernah mencampuri urusan dapur dan kamar Bu-tong-pai."
"Siancai.... keterangan Ouw Pangcu masuk diakal sungguhpun belum meyakinkan kami
tentang Sin-ciang Tai-hiap. Lalu bagaimana dengan berita tentang tewasnya Sin-ciang Tai-
hiap Yo Han di tangan Pangcu" Benarkah itu, ataukah hanya berita isapan jempol belaka?"
Cu Kim Giok mengerutkan alisya. Sikap tosu itu terlalu sombong, pikirnya, dan terbelalak
memandang rendah ke ada. Ouw Seng Bu. Akan tetapi sikap ketua Thian-li-pang itu tetap
tenang Menghadapi ucapan yang nadanya tidak percaya dan meremehkan itu.
"To-tiang, Yo Han memang muncul di sini dan dia berusaha untuk membunuhku. Dia datang
dan pura-pura hendak menyelidiki kematian suhu dan yang lain--lain, akan tetapi ketika
berada di bagian belakang perkampungan kami, dia me-nyerangku dan nyaris membunuhku.
Un-tung aku dapat mempertahankan diri dan dengan bantuan para anggauta Thian--li-pang,
kami berhasil membuat dia jatuh terjungkal ke dalam sumur tua dan te-was, walaupun aku
sendiri menerima pukulan darinya."
"Siancai....! Sin-ciang Tai-hiap adalah seorang pendekar budiman, dan seorang yang
memiliki ilmu kepandaian tinggi. Bagaimana mungkin dapat dikalahkan demikian mudahnya"
Cerita Pangcu itu sukar untuk diterima begitu saja...."
Sepasang mata Seng Bu mencorong dan suaranya terdengar dingin sekali. "To-tiang tidak
percaya kepada keterang-anku?"
"Bagaimana kami dapat percaya?" kata Thian To-cu. "Kalau kami melihat buktinya, barulah
kami dapat percaya."
"To-tiang adalah seorang tokoh besar dan pemimpin Bu-tong-pai, bagaimana dapat bersikap
seperti anak kecil begini?" tiba-tiba terdengar suara merdu dan lantang. "Akulah yang
menjadi saksi akan kebenaran keterangan Ouw Pangcu. Aku yang membantunya mengobati
lukanya di dada yang terkena pukulan tangan Sin--ciang Tai-hiap Yo Han!"
Semua orang memandang dan lima orang tosu Bu-tong-pai kini memperhati-kan Kim Giok
dengan pandang mata penuh selidik. "Siancai, kalau boleh kami mengetahui, siapakah Nona
dan apa hu-bungan Nona dengan Ouw Pangcu?"
"To-tiang, Nona ini adalah Nona Cu Kim Giok, puteri dari majikan Lembah Naga Siluman,
pendekar Cu Kun Tek. Ia keturunan keluarga Cu, penghuni Lembah Naga Siluman. Apakah
Totiang juga me-ragukan ucapannya dan tidak percaya?" kata Ouw Seng Bu.
Lima orang tosu itu nampak kaget, akan tetapi Thian To-cu mengerutkan alisnya dan
pandang matanya kepada gadis itu nampak ragu. Seorang gadis cantik manis bermata indah
yang usianya paling banyak baru delapan belas tahun! Kalau benar gadis itu puteri keluarga
yang amat terkenal itu, bagaimana dapat berada di Thian-li-pang"
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
251 "Maafkan kami, Nona. Kami belum pernah melihat Nona, walaupun kami sudah mendengar
akan nama besar ke-luarga Lembah Naga Siluman. Bagaimana kami dapat yakin bahwa Nona
adalah puteri majikan Lembah Naga Siluman?"
"Singgg....!!" Nampak sinar berkelebat menyilaukan mata dan Kim Giok sudah mencabut
pedangnya. "Pendeta yang som-bong, lihat baik-baik, apakah engkau masih meragukan


Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pedangku ini?" bentak Kim Giok. Pedang Koai-liong Po-kiam nampak berkilat menyilaukan
mata dan ketika dicabut tadi, suara berdesingnya mengandung suara seperti harimau
meng-aum. Melihat pedang itu, Thian To-cu ter-kejut dan cepat dia memberi hormat. "Koai-liong Po-
kiam! Ah, maafkan kami, nona Cu. Setelah Nona maju sebagai saksi, kami tidak meragukan
kebenaran-nya. Akan tetapi, yang membuat kami sukar percaya adalah bagaimana mung-kin
Sin-ciang Tai-hiap dapat dikalahkah oleh Ouw Pangcu yang murid mendiang Lauw Pangcu"
Padahal, Lauw Pangcu sendiri, gurunya, tidak akan mampu me-nandingi Sin-ciang Tai-hiap!
Bukankah hal ini amat aneh dan sukar dipercaya?"
"Ngo-wi To-tiang," kata Ouw Seng Bu, suaranya terdengar dingin dan pan-dang matanya
mencorong, "haruskah se-orang murid lebih lemah dibandingkan gurunya" Ingat, To-tiang,
orang muda mempunyai kesempatan jauh lebih banyak untuk memperoleh kemajuan daripada
gurunya yang sudah tua. Kalau Ngo-wi masih belum percaya akan kemampuanku sehingga
aku terpilih menjadi ketua Thian--li-pang dan mampu menandingi Yo Han, silakan To-tiang
berlima maju dan meng-uji kemampuanku!"
Mendengar tantangan ini, lima orang tosu Bu-tong-pai saling pandang. Mereka adalah tokoh-
tokoh Bu-tong-pai, dan kini mereka berlima ditantang untuk meng-hadapi seorang pemuda!
"Ha-ha-ha-ha-ha, aku berani mem-pertaruhkan kepalaku bahwa lima orang kakek Bu-tong-
pai yang sombong ini ti-dak akan mampu bertahan sampai tiga puluh jurus melawan Ouw
Pangcu. Ha--ha-ha!" Siangkoan Kok berkata sambil tertawa mengejek dan minum araknya.
Itulah ejekan yang amat merendahkan lima orang tosu itu! Mempertaruhkan kepalanya! Akan
tetapi ini bukan sekedar bualan kosong belaka. Siangkoan Kok su-dah mengenal lima orang
tosu itu dan tahu akan tingkat kepandaian mereka berlima. Dia sendiri pun akan mampu
menandingi pengeroyokan lima orang tosu itu. Walaupun dia belum dapat memasti-kan
bahwa dia akan berada di pihak pemenang. Kalau tidak lima orang itu disatukan hanya
sebanding dengan tingkat-nya, maka tidak mungkin mereka berlima mampu bertahan sampai
tiga puluh jurus menghadapi pemuda ketua Thian-li-pang yang memiliki ilmu kepandaian
aneh namun dahsyat itu."Siancai! Thian-li-pang sungguh me-mandang rendah Bu-tong-pai,
dan kami ingin sekali membuktikan apakah ketua baru Thian-li-pang memang seorang sakti
yang mampu menewaskan Sin-ciang Tai-hiap. Ouw Pangcu, kami berlima mohon petunjuk!"
berkata demikian, Thian To--cu melintangkan tongkatnya di depan dada, sedangkan empat
orang sutenya juga sudah mencabut pedang masing--masing dan mereka membuat suatu
baris-an ngo-heng-tin (barisan lima unsur).
Ouw Seng Bu maklum bahwa dia harus memperlihatkan kepandaiannya, bukan saja untuk
menundukkan dan sekedar memberi hajaran kepada lima orang tosu yang me-mandang
rendah kepadanya itu, melainkan juga untuk mendatangkan kesan kepada mereka yang belum
mau bekerja sama atau tunduk kepada Thian-li-pang. Dia ta-hu bahwa peristiwa ini tentu akan
disebar-luaskan oleh mereka yang hadir dan se-bentar saja dunia kang-ouw akan men-dengar
betapa ketua Thian-li-pang telah mengalahkan lima orang tosu tokoh Bu--tong-pai. Dia lalu
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
252 maju dan menghadapi lima orang tosu yang sudah memasang barisan di tengah ruangan itu, di
tempat yang cukup luas dan semua tamu menon-ton dengan hati penuh ketegangan.
Melihat Ouw Seng Bu menghadapi lima orang tosu itu dengan tangan ko-song, padahal lima
orang itu memegang senjata dan mereka membentuk suatu barisan, hati Kim Giok menjadi
resah. "Ouw Pangcu, pergunakan pedangku ini!" katanya dan dia pun sudah me-loncat ke depan,
mencabut pedang Koai-liong Po-kiam dan menyerahkan pedang itu kepada Seng Bu.
Ouw Seng Bu merasa girang bukan main. Dengan ilmunya yang ajaib, yaitu Bu-kek Hoat-
kehg, dia tidak gentar meng-hadapi pengeroyokan lima orang tosu itu walaupun dia tidak
memegang senjata. Akan tetapi, sikap gadis itu yang me-nyerahkan pedangnya kepadanya,
membuktikan bahwa Kim Giok benar sayang kepadanya dan mengkhawatirkan
kesela-matannya. Dia pun menerima pedang itu.
"Terima kasih, sebetulnya tanpa pe-dang pun aku tidak gentar menghadapi lima orang tosu
yang tinggi hati ini."
"Ouw Pangcu, sambutlah serangan kami!" kata Thian To-cu sambil meng-gerakkan
tongkatnya menyerang. Seng Bu menyambut dengan pedang Koai-liong Po--kiam dan
terdengar suara mengaung me-nyeramkan karena dia menggerakkan pedang itu dengan
mengerahkan sin-kang-nya. Thian To-cu yang mengenal pedang ampuh, menarik kembali
tongkatnya dan meloncat ke samping. Dua orang tosu lain sudah menyerang dari kanan kiri,
diikuti dua orang lain lagi yang sudah siap untuk melakukan serangan sambung menyambung,
dan Thian To-cu sendiri yang sudah menyelinap ke arah belakang lawan juga siap dengan
tongkatnya. Seng Bu maklum bahwa lima orang tosu itu menjadi berbahaya karena mereka bergerak
mengikuti kedudukan bintang Ngo-heng yang perubahannya otomatis dan kadang amat ganas
itu. Seng Bu mengerahkan tenaga Bu-kek Hoat-keng dan memutar pedangnya. Tubuhnya
lenyap terbungkus gulungan sinar pedang yang menyilaukan mata dan suara mengaung-
ngaung itu sungguh menggetakkan hati para pengeroyok. Karena cara Seng Bu bergerak
amatlah aneh, seperti kacau balau akan tetapi semua serangan senjata lawan dapat digagalkan,
lima orang tosu itu terseret oleh kekacauan gerakannya sehingga kerapian gerakan barisan
Ngo heng-tin itu juga menjadi retak. Tiba--tiba Seng Bu mengeluarkan teriakan me-lengking
yang begitu nyaring mengerikan, sehingga bukan saja membuat lima orang lawannya terkejut,
juga semua orang yang berada di situ tergetar dan merasa ngeri. Teriakan itu bukan seperti
suara manusia, mengandung gaung yang aneh dan seketika membuat lima orang tosu itu
seperti kehilangan kesadaran. Kemudi-an terdengar suara keras lima kali ber-turut-turut dan
empat batang pedang beserta sebatang tongkat telah tersambar dan patah-patah oleh sinar
pedang Koai--liong Po-kiam!
Lima orang tosu itu berlompatan mundur dengan kaget bukan main. Dalam waktu belasan
jurus saja, senjata mereka telah patah-patah dan ini berarti bahwa mereka telah kalah. Ucapan
Siangkoan Kok tadi terbukti!
"Ha-ha-ha, sekawanan tosu sombong sekarang baru menyaksikan tingginya la-ngit!"
Siangkoan Kok tertawa bergelak, diikuti oleh mereka yang memang sudah tunduk kepada
Thian-li-pang. Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
253 Seng Bu yang tadinya seperti kesetan-an, kini sudah tenang kembali dan dia pun
menghampiri Kim Giok dan mengembalikan pedang gadis itu. Gadis itu masih duduk
tercengang. Tadi ia melihat betapa pemuda pujaan itu seperti telah berubah. Gerakannya
demikian aneh, seperti bukan orang bersilat, seperti orang gila atau binatang buas mengamuk,
dan suaranya tadi! Juga matanya mencorong aneh dan mengerikan. Akan tetapi sekarang dia
telah kembali menjadi seorang pemuda yang tampan dan lembut seperti biasa-nya, yang
mengembalikan pedangnya dengan senyum manis. Ia pun menerima pedang itu dan
menyarungkannya kem-bali, tanpa mengalihkan pandang matanya dari wajah pemuda itu.
"Terima kasih, Giok-moi," kata Seng Bu dan dia pun kembali menghadapi lima orang tosu
yang masih berdiri tertegun.
"Apakah Totiang berlima masih pena-saran" Masih tidak percaya bahwa aku telah
mengalahkan Yo Han yang hendak membunuhku dan kini dia telah tewas di dalam sumur
tua?" tanyanya, tersenyum, akan tetapi senyumnya dingin dan pan-dang matanya mengejek
dan merendah-kan. Lima orang tosu itu merasa pena-saran sekali. Sukar bagi mereka untuk
menerima kekalahan dari seorang pemuda, padahal mereka tadi maju bersama.
"Ouw Pangcu, senjata kami rusak karena keampuhan pedang Koai-liong Po-kiam, akan tetapi
kami belum merasa kalah." kata Thian To-cu.
"Lalu To-tiang mau apa?" Seng Bu menantang.
"Kita lanjutkan pertandingan dengan tangan kosong agar kalah menang di-tentukan oleh
kepandaian, bukan oleh keampuhan senjata."
"Baik, kalau Totiang masih penasaran, silakan!" Seng Bu menantang.
"Ha-ha-ha, dasar tosu-tosu tolol, tak tahu diri!" Siangkoan Kok mencela dari tempat
duduknya. "Semua orang tahu bahwa orang-orang Bu-tong-pai mengan-dalkan ilmu
pedangnya. Kalau mengguna-kan pedang saja kalah, apalagi bertangan kosong. Mencari
penyakit, ha-ha-ha, para tosu tolol yang mencari penyakit!" Bekas ketua Pao-beng-pai ini
tertawa-tawa. Mendengar ejekan ini, lima orang tosu Bu-tong-pai menjadi marah. Mereka su-dah
memasang kuda-kuda dan Thian To--cu berseru, "Ouw Pangcu, sambut serang-an kami!"
Orang-orang telah memiliki ilmu ke-pandaian tinggi seperti Cu Kim Giok, Siangkoan Kok
dan beberapa orang di antara tamu, terkejut melihat cara lima orang tosu itu membuka
penyerangan mereka. Thian To-cu berada di depan, empat orang sutenya menempelkan
tela-pak tangan di punggungnya. Jelas bahwa mereka berlima itu menyatukan tenaga sakti
mereka untuk mengalahkan Seng Bu. Kim Giok terkejut sekali, maklum betapa kuatnya
tenaga lima orang tosu yang dipersatukan itu. Bahkan Siangkoan Kok sendiri mengerutkan
kening dan memandang khawatir. Akan tetapi, Kim Giok menahan teriakannya untuk
men-cegah kekasihnya menyambut serangan itu karena memang sudah terlambat. Seng Bu
sama sekali tidak mengelak, bahkan dia juga mendorongkan kedua telapak tangan ke depan
untuk menyam-but serangan gabungan itu.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
254 "Desss....!!" Dua pasang telapak ta-ngan bertemu dengan dahsyatnya dan lima orang tosu itu
terjengkang roboh! Ilmu yang dikuasai Seng Bu memang hebat dan aneh. Biarpun dipelajarinya secara ngawur
dan tidak menurut aturan, namun tidak kehilangan keampuhannya, bahkan lebih aneh lagi dan
mengandung racun yang hebat. Ilmu Bu-kek Hoat--keng aselinya, biarpun dahsyat, namun
dapat dikendalikan, dan memang memiliki daya penolak atau mengembalikan ke-kuatan
lawan yang menyerangnya. Akan tetapi, yang dikuasai Seng Bu sudah ber-ubah, tenaga
dahsyat itu tidak dapat di-kendalikannya dan mengandung racun hebat. Akan tetapi daya
tolaknya masih ampuh sehingga ketika lima orang tosu itu menyerangnya dengan tenaga
gabung-an yang dahsyat, tenaga itu membalik dan memukul diri mereka Sendiri!
Peristiwa robohnya lima orang tosu ini mengejutkan semua orang, dan amat mengagumkan
dan melegakan hati Kim Giok. Bahkan Siangkoan Kok terkejut dan kagum bukan main,
membuat dia semakin yakin akan kelihaian ketua Thian-li-pang yang masih muda itu.
Lima orang tosu itu bangkit dengan muka pucat. Yang paling parah adalah Thian To-cu yang
muntah darah. Seng Bu memberi hormat dan berkata, "Totiang berlima melihat sendiri bukti
ketanguhan kami. Sebaiknya kalau Totiang membawa Bu-tong-pai bekerja sama dengan kami
untuk berjuang dan kalau Bu-tong-pai menolak, kami harap tidak lagi meng-ganggu kami."
"Maafkan kami yang tak tahu diri, kami mengaku kalah." kata Thian To--cu dan dibantu
empat orang sutenya, dia pun meninggalkan tempat itu diikuti suara tawa Siangkoan Kok.
*** Thian To-cu dengan susah payah menuruni Bukit Naga, dibantu oleh empat orang sutenya
yang juga menderita luka guncangan dalam dada. Mereka terpukul oleh tenaga mereka sendiri
yang membalik, akan tetapi yang paling parah adalah Thian To-cu karena dia bukan saja
terguncang hebat oleh pukulannya- yang membalik, juga dia dilanda hawa beracun yang
membuat dadanya sesak dan warna kulit dadanya menghitam! Se-telah tiba di kaki bukit,
Thian To-cu tidak tahan lagi dan roboh pingsan!
Pada saat empat orang to-su dengan bingung merubung suheng mereka dan berusaha
menyadarkannya, mereka men-dengar, suara seorang wanita yang ber-tanya, "To-tiang
sekalian, apakah yang terjadi dan kenapa To-tiang itu" Eh, bukankah kalian tosu-tosu dari Bu-
tong-pai?" Empat orang tosu itu menengok. Se-orang gadis telah berdiri di situ. Gadis yang masih amat
muda, belum dua puluh tahun usianya. Cantik jelita dan gagah sekali sikapnya. Pakaiannya
berwarna merah. "Aih, bukankah dia Thian To-cu To-tiang dari Bu-tong-pai?" kata lagi gadis itu dengan nada
suara heran. "Kenapa dia?"
Kini dua di antara empat orang tosu itu teringat bahwa gadis ini pernah satu kali singgah di
kuil mereka. "Kiranya Ang-ho Li-hiap (Pendekar Wanita Bangau Merah)!" seru seorang di
antara mereka. "Kami berlima baru turun dari bukit, berkunjung ke Thian-li-pang dan kami
dilukai oleh ketuanya."
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
255 "Ahhhhh?" Gadis itu adalah Tan Sian Li, Si Bangau Merah. Tentu saja ia me-hasa heran
bukan main mendengar ketua Thian-li-pang melukai lima orang tosu Bu-tong-pai. Bukankah
Thian-li-pang merupakan perkumpulan para patriot gagah perkasa" Bahkan Yo Han menjadi
pemimpin besar mereka. Kenapa kini ke-tuanya memukul orang-orang Bu-tong--pai" Kalau ia
tidak salah ingat, Yo Han pernah bercerita tentang Thian-li-pang dan ketuanya adalah Lauw
Kang Hui, seorang kakek yang gagah perkasa. Akan tetapi, yang lebih penting adalah
menolong tosu yang terluka itu. Bu-tong--pai adalah perkumpulan orang gagah, para
muridnya banyak yang menjadi pen-dekar. Bahkan ayahnya menghormati Bu--tong-pai, maka
sudah sepantasnya kalau ia mencoba menolong para tosu itu.
"Biarkan aku memeriksanya, siapa tahu, akan dapat mengobati dan menyem-buhkannya,"
katanya. Melihat sikap gadis muda itu yang tenang dan tegas, empat orang tosu itu mundur
dan membiarkan Sian Li melakukan pemeriksaan. Sian Li berjongkok dekat tubuh Thian To-
cu yang masih pingsan, lalu memegang pergelang-an tangannya, merasakan denyut nadinya.
Ia mengerutkan alisnya. Dari denyut nadi itu ia maklum bahwa keadaan tosu itu cukup gawat
dan dia menderita luka dalam yang mengandung hawa beracun!
"Coba ceritakan, apa yang terjadi bagaimana dia sampai terluka dalam se-perti ini." katanya.
Empat orang tosu itu menceritakan tentang perkelahian mere-ka melawan ketua Thian-li-
pang, tentang adu tenaga yang mengakibatkan mereka semua terluka.
Sian Li mengerutkan alisnya. "Hemmm, sungguh aneh. Aku harus memeriksa ke-adaan
tubuhnya. Tolong bukakan bajunya, aku ingin memeriksa dadanya."
Seorang tosu membuka baju yang menutupi dada Thian To-cu dan mereka terkejut melihat
dada itu ke-hitaman. Sian Li meraba dada itu dan mengangguk-angguk. "Dia telah terkena
hawa beracun yang aneh sekali. Bagai-mana mungkin ketua Thian-li-pang dapat melakukan
pukulan sekeji ini?"
"Pemuda itu memang keji, aneh, se-perti iblis!"
"Pemuda" Bukankah ketua Thian-li-pang sudah tua?"
"Dia masih muda sekali, Lihiap, pa-ling tua dua puluh empat tahun."
"Ahhh" Bukankah ketuanya bernama Lauw Kang Hui dan sudah tua?"
"Bukan. Lauw Kang Hui sudah mati, dan dialah ketua baru yang penuh rahasia."
Sian Li merasa heran. "Biarlah ku-coba mengobati suheng kalian ini lebih dahulu." katanya
dan gadis murid Yok--sian Lo-kai (Pengemis Tua Dewa Obat) ini lalu mengeluarkan dua
batang jarum emas. Ia mengobati Thian To-cu dengan cara menusuk jarum. Tidak sampai
se-tengah jam ia mengobati tosu tua itu, warna hitam di dada pendeta itu lenyap dan tosu Bu-
tong-pai itu siuman, dan biarpun masih agak lemah, telah mampu bangkit.
"Siancai...., kiranya Si Bangau Merah yang telah mengobatiku. Terima kasih atas
pertolonganmu, Tan-lihiap." kata Thian To-cu.
"Totiang, apa sih yang telah terjadi di Thian-li-pang" Bukankah ketuanya bernama Lauw
Kang Hui, dan bagaimana sekarang tiba-tiba muncul ketua baru yang masih muda dan
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
256 memiliki ilmu pukulan keji itu" Aku sendiri hendak naik ke sana dan mencari kalau-kalau
Han--koko berada di sana."
"Siapakah Han-koko itu, Lihiap?" ta-nya Thian To-cu.
"Yang kumaksudkan adalah koko Yo Han, Sin-ciang Tai-hiap. Bukankah dia merupakan
pemimpin besar Thian-li-pang?"
Mendengar ini, Thian To-cu menghela napas panjang dan wajahnya berubah muram.
"Siancai....,suatu keanehan ter-jadi di atas sana, Lihiap." Dia meman-dang ke atas bukit.
"Karena terjadinya perubahan aneh di Thian-li-pang, maka kami berlima datang terkunjung
untuk melakukan penyelidikan dan meminta keterangan. Akan tetapi, kami dihadap-kan
kepada kenyataan pahit, bahkan kami sampai terluka."
Tentu saja, Sian Li tertarik sekali. "Ceritakan, Totiang. Apa sih yang terjadi dengan Thian-li-
pang?" "Mula-mula kami mendengar berita yang meresahkan hati, bahwa para pim-pinan Thian-li-
pang, yaitu Lauw Kang Hui dan beberapa orang pembantunya, telah tewas. Kemudian
terdengar berita bahwa Thian-li-pang mempunyai seorang ketua baru dan sejak itu sepak
terjang Thian-li-pang menjadi aneh. Mereka me-nundukkan hampir semua perkumpulan silat
dan tokoh kang-ouw di daerah ini, membujuk atau memaksa mereka untuk bekerja sama.
Bahkan golongan sesat, bersekutu pula dengan golongan Pek-lian--kauw dan Pat-kwa-pai,
sebetulnya, kami dari Bu-tong-pai tidak ingin mencampuri urusan dalam, sampai ada sebuah
berita yang membuat kami merasa penasaran sekali dan memaksa kami untuk datang
berkunjung. Berita itu adalah bahwa para pemimpin Thian-li-pang itu dibunuh oleh Sin-ciang
Tai-hiap Yo Han." "Ahhhhh.... tidak mungkin....!!" Sian Li berseru, kaget bukan main.
"Kami juga tidak percaya akan berita itu, Lihiap. Kami mengenal siapa Sin--ciang Tai-hiap.
Apalagi membunuh para pimpinan Thian-li-pang padahal dia pemimpin besar di sana, bahkan
para pen-jahat pun tidak ada yang dibunuhnya. Dia menundukkan penjahat dan
menasihati-nya, membujuknya sehingga banyak pen-jahat kembali ke jalan benar. Akan
te-tapi, ada berita lain yang terlalu aneh. Yang mendorong kami melakukan penye-lidikan,
yaitu bahwa baru beberapa hari ini, Sin-ciang Tai-hiap dibunuh oleh ketua baru Thian-li-
pang!" "Ahhhhh....!!" Kini Sian Li meloncat berdiri dan mukanya berubah pucat se-kali, matanya
terbelalak. "Aku.... aku tidak percaya!!"
"Kami juga tidak percaya akan ke-terangan yang diberikan ketua baru Thian-li-pang itu
sehingga terjadi bentrokan antara kami dan dia. Akan tetapi, dia ternyata amat lihai dan
memiliki ilmu pukulan yang amat keji. Kami kalah dan pergi dalam keadaan.luka."
"Kalau begitu, aku harus menyelidiki ke sana. Selamat berpisah, Totiang!" Setelah berkata
demikian, nampak ber-kelebat bayangan merah dan Sian Li sudah lenyap dari depan para tosu
itu. Thian To-cu menghela napas panjang dan menggeleng kepalanya.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
257 "Sungguh berbahaya sekali, akan te-tapi mudah-mudahan Tan-lihiap akan mampu
menandingi iblis itu," katanya. Mereka berlima merasa prihatin sekali, akan tetapi juga tidak
berdaya.

Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan hati diliputi kegelisahan men-dengar Yo Han dibunuh ketua baru Thian--li-pang
yang kabarnya masih muda itu, Sian Li berloncatan dan mempergunakan ilmu berlari cepat
mendaki Bukit Naga. "Berhenti!!" Tiba-tiba terdengar seru-an dan dari balik pohon dan semak belu-kar,
berloncatanlah sepuluh orang ang-gauta Thian-li-pang dan mereka menge-pung Sian Li.
Ketika melihat bahwa yang datang tanpa diundang dan mereka ke-pung itu hanya seorang
gadis cantik ber-pakaian serba merah, sepuluh orang ang-gauta Thian-li-pang itu tertegun lalu
mereka tertawa-tawa dan mereka menyarungkan kembali golok mereka karena mereka tentu
saja memandang rendah seorang gadis, cantik seperti Sian Li. Akan tetapi, biarpun mereka
kagum akan kecantikan Sian Li, mereka tidak berani bersikap kurang ajar. Ketua mereka
mempunyai hubungan luas dengan dunia kang-ouw dan kalau ternyata gadis ini seorang
sahabat ketua mereka, maka kekurang-ajaran mereka cukup untuk menjadi alasan mereka
dihukum berat oleh ketua mereka.
"Nona, siapakah Nona dan ada ke-perluan apakah mendaki Bukit Naga" Apakah Nona
seorang tamu dari Thian--li-pang?"
Karena merasa amat khawatir akan keselamatan Yo Han yang kabarnya di-bunuh ketua
Thian-li-pang, Sian Li lang-sung saja bertanya, "Apakah kalian ini anak buah Thian-li-pang?"
"Benar, Nona. Siapakah Nona dan ada keperluan apa Nona datang berkunjung?"
"Siapakah nama ketua Thian-li-pang sekarang?" tanya Sian Li.
Orang-orang itu saling pandang, masih ragu-ragu karena belum tahu apakah gadis ini teman
ataukah lawan, Ouw -pangcu kami bernama Ouw Seng Bu," kata pemimpin mereka, seorang
yang bertubuh kurus kering dan mukanya ku-ning.
"Katakan kepada Ouw-pangcu bahwa aku ingin bertemu. Namaku Tan Sian Li."
Mendengar bahwa gadis cantik ini hendak bertemu dengan ketua mereka, orang-orang Thian-
li-pang itu tidak be-rani bersikap lancang. Si kurus kering berkata, "Mari silakan mengikuti
kami, Nona. Kami akan melaporkan kepada ketua kami."
Sian Li mengikuti mereka memasuki perkampungan Thian-li-pang dan berhenti di depan
gedung induk yang menjadi tempat tinggal ketua Thian-li-pang. Si kurus kering segera masuk
untuk me-laporkan kepada Ouw Seng Bu.
Pada saat itu, Ouw Seng Bu sedang bercakap-oakap dengan Cu Kim Giok dan- Siangkoan
Kok. Siangkoan Kok sedang melaporkan tentang hasilnya menaluk-kan partai-partai
persilatan dan perkum-pulan besar di dunia kang-ouw untuk bekerja sama dengan mereka
mendukung perjuangan mereka menentang pemerintah penjajah. Cu Kim Giok hanya sebagai
pendengar saja. Gadis ini semakin kagum kepada Ouw Seng Bu dan tidak lagi me-mandang
rendah kepada Siangkoan Kok atau para tokoh perkumpulan sesat yang telah bergabung
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
258 dengan Thian-li-pang. Ia menganggap bahwa di dalam perjuangan menentang penjajah,
memang semua ke-kuatan harus dipersatukan, seperti yang dikatakan pemuda yang dicintanya
itu. Ia menyadari sepenuhnya bahwa kadang--kadang kekasihnya itu bertindak kejam, namun
ia menghibur hatinya yang merasa tidak cocok itu bahwa memang demikian-lah perjuangan.
Ia menganggap kekasih-nya seorang pejuang sejati, seorang pah-lawan dan pendekar. Dan
sikap Ouw Seng Bu terhadap dirinya demikian baik, so-pan, ramah dan penuh perhatian,
penuh kasih sayang! Daun pintu ruangan itu diketuk orang. Ouw Seng Bu mengerutkan alisnya. "Ma-suk!"
katanya lantang. Si kurus kering membuka daun pintu dan masuk, disambut bentakan Ouw Seng Bu. "Ada
urusan apa sampai engkau be-rani mengganggu kami?"
"Maaf, Pangcu. Kami mengadakan penjagaan di lereng dan bertemu dengan seorang gadis
berpakaian merah yang menanyakan Pangcu dan minta bertemu dengan Pangcu. Karena itu,
kami meng-ajaknya datang dan sekarang ia menanti di ruangan depan."
"Siapakah namanya dan apa keperlu-annya?"
"Ia tidak mengatakan keperluannya, hanya ingin bicara dengan Pangcu dan namanya Tan
Sian Li...." "Ah, ia Sian Li....!!" seru Cu Kim Giok kaget, heran dan juga girang.
"Si Bangau Merah....!!" Seru pula Siangkoan Kok.
"Kalian sudah mengenalnya?" tanya Ouw Seng Bu heran. "Siapakah gadis itu, Giok-moi?"
"Bu-koko, Tan Sian Li adalah puteri paman Tan Sin Hong." jawab Kim Giok. "Kami pernah
saling bertemu dalam pes-ta ulang tahun Paman Suma Ceng Liong."
"Ia adalah Si Bangau Merah, puteri Pendekar Bangau Putih dan ibunya adalah keturunan
keluarga Istana Gurun Pasir." kata pula Siangkoan Kok.
"Ahhh....!" Ouw Seng Bu terkejut sekali. "Ada keperluan apa ia datang ke sini" Aku tidak
mengenalnya." Lalu ke-pada si kurus kering dia berkata, "Per-silakan Nona Tan Sian Li untuk
menung-gu di kamar tamu. Aku segera menemui-nya di sana."
Setelah si kurus kering pergi, dia menoleh kepada Kim Giok. "Giok-moi, engkau
mengenalnya dengan baik. Apa yang harus kulakukan?"
"Aku agak khawatir, Koko, karena aku pernah mendengar bahwa Sian Li saling mencinta
dengan Yo Han. Jangan--jangan ia datang untuk...."
Wajah Ouw Seng Bu berubah. "Ah, kalau begitu kita harus membuat per-siapan untuk
mengatasinya. Ia merupakan ancaman bagi kita."
"Koko, harap engkau jangan meng-ganggu Sian Li. Kita harus mencari jalan agar ia tidak
memusuhi kita, bahkan membujuknya agar membantu perjuangan kita." kata Kim Giok.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
259 "Engkau benar, Giok-moi. Akan tetapi bagaimana kalau ia tidak mau dan hen-dak membalas
dendam karena kematian Yo Han?"
"Kalau begitu, kita habisi gadis itu karena membahayakan kita!" kata Siang-koan Kok.
"Aku tidak setuju!" kata Cu Kim Giok tegas, "Aku tidak rela kalau ia dibunuh! Ia masih
kerabat dekat orang tuaku. Tidak mungkin aku membiarkan orang membunuhnya!"
"Giok-moi, apakah engkau membiarkan ia membalas dendam atas kematian Yo Han dan
menghancurkan Thian-li-pang kita" Apakah engkau rela kalau ia mem-bunuhku" Kalau kita
biarkan ia pergi, dan ia mengajak ayahnya dan semua keluarga menyerang, kita akan celaka.
Keluarga Suling Emas dan Gurun Pasir merupakan kerabat dekat dan bagaimana kita dapat
menanggulangi mereka yang memiliki banyak orang sakti?"
"Tidak, aku tidak ingin ia membunuh-mu, akan tetapi juga tidak ingin engkau
membunuhnya. Kita mencari jalan ter-baik. Aku akan membujuknya agar Ia mau melihat
kenyataan bahwa Yo Han tewas karena ulah sendiri dan agar ia tidak memusuhi kita."
"Andaikata usahamu itu gagal?"
"Kalau begitu, terserah, akan tetapi aku tetap melarang ia dibunuh."
"Baiklah, Giok-moi, kalau ia berkeras kita tangkap dan tawan saja ia sebagai tamu, agar ia
melihat sepak terjang kita dalam perjuangan."
Terdengar ketukan pada daun pintu dan suara si kurus kering tadi, "Lapor, Pangcu. Nona Tan
sudah menanti di ru-angan tamu."
"Baik, kami segera datang. Mari, Giok-moi!" Siangkoan Kok tidak ikut karena kalau dia
muncul di depan Si Ba-ngau Merah, tentu akan mengejutkan gadis itu dan mendatangkan
kesan buruk karena mereka pernah bermusuhan dan bertanding.
Sian Li sudah menjadi tidak sabar menanti terlalu lama, maka ketika men-dengar langkah
orang dari dalam, ia sudah bangkit berdiri. Dapat dibayangkan betapa heran hatinya ketika ia
melihat bahwa yang muncul adalah seorang pe-muda tampan bersama seorang gadis yang
dikenalnya sebagai Cu Kim Giok! Akan tetapi, ia takut kalau salah lihat dan mungkin gadis
itu orang lain yang hanya mirip Cu Kim Giok, maka dia pun diam saja, hanya memandang
penuh perhatian. "Sian Li....!" Cu Kim Giok yang ber-seru sambil menghampiri Si Bangau Me-rah. "Kiranya
engkau!" "Jadi benar engkau Cu Kim Giok" Kim Giok, bagaimana engkau dapat ber-ada di sini?"
"Panjang ceritanya, Sian Li. Perkenal-kan, ini adalah Ouw Seng Bu, pangcu dari Thian-li-
pang. Silakan duduk!"
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
260 Sian Li masih keheranan, akan tetapi ia pun duduk berhadapan dengan mereka setelah
membalas penghormatan Ouw Seng Bu kepadanya. Pangcu yang masih muda itu bersikap
sopan dan hormat sekali. "Sungguh merupakan kehormatan be-sar menerima kunjunganmu, Nona. Bukan-kah Nona
yang berjuluk Si Bangau Me-rah" Sudah lama kami mengenal nama besar Nona di dunia
kang-ouw." kata Ouw Seng Bu.
"Ouw-pangcu, aku datang ke sini un-tuk mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu.
Kuharap engkau suka menjawab sejujurnya!"
"Sian Li, Ouw-pangcu adalah seorang pendekar, seorang pahlawan bangsa yang sedang
berjuang untuk menentang pen-jajah Mancu. Tentu saja dia akan men-jawab semua dengan
sejujurnya." kata Cu Kim Giok.
"Kim Giok, aku berurusan dengan Ouw-pangcu, harap engkau tidak men-campuri." kata Sian
Li, masih ragu dan heran melihat keakraban antara gadis itu dan ketua Thian-li-pang.
Memang ia me-rasa ingin tahu sekali bagaimana Kim Giok dapat berada di situ, akan tetapi ia
mengesampingkan keinginan tahu ini ka-rena ia lebih mementingkan jawaban tentang Thian-
li-pang dan terutama tentang Yo Han seperti yang didengarnya dari para tosu Bu-tong-pai.
"Tanyalah, Nona. Saya akan menjawab sejujurnya." kata Ouw Seng Bu. Sian Li berpikir,
biarpun ia ingin sekali segera mendengar tentang Yo Han, akan tetapi ia ingin mengajukan
pertanyaan secara teratur.
"Ouw-pangcu, aku mendengar bahwa Thian-li-pang menalukkan banyak partai persilatan dan
memaksa para tokoh kang--ouw untuk bekerja sama dengan Thian-li-pang, bahkan Thian-li-
pang bersekutu dengan perkumpulan-perkumpulan sesat seperti Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-
pal. Benarkah itu dan mengapa demikian! Setahuku, Thian-li-pang adalah perkumpul-an
pejuang yang gagah perkasa yang me-nentang partai-partai sesat. "
Ouw Seng Bu tersenyum. Sebelum pendekar wanita itu mengajukan per-tanyaan, dia telah
dapat mengira apa yang akan dipertanyakan, maka, dia pun tentu saja sudah siap dengan
jawabannya. "Itulah pertanyaanmu, Nona" Memang kami akui bahwa Thian-li-pang telah mengubah
siasat. Kami yakin benar bah-wa tanpa adanya persatuan, pengerahan seluruh tenaga yang ada
di tanah air, mustahil akan dapat mengenyahkan pen-jajah Mancu dari tanah air kita. Karena
itulah, maka kami memang membujuk, bahkan kalau perlu memaksa, menyadar-kan semua
pihak untuk bekerja sama dalam satu perjuangan menentang pen-jajah dan membebaskan
bangsa dari be-lenggu penjajahan. Karena itu, kami ti-dak berpantang untuk barsekutu dengan
pihak manapun, termasuk Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai yang kami anggap se-bagai rekan-
rekan seperjuangan."
"Aku setuju sekali dengan tindakan itu, Sian Li," kata Kim Giok.
"Begitukah" Sekarang pertanyaan ke dua. Aku mendengar bahwa para pimpin-an Thian-li-
pang, termasuk pangcu Lauw Kang Hui, telah tewas dibunuh orang. Benarkah itu, dan kalau
benar, apa yang terjadi dan siap pelakunya?" Dengan jantung berdebar namun wajah tetap
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
261 tenang, sepasang matanya mencorong mengamati wajah ketua Thian-li-pang itu, Sian Li
menanti jawaban. Ouw Seng Bu menghela napas panjang sebelum menjawab, "Pertanyaan ini amat
menyedihkan hati saya, akan tetapi se-lalu saja orang menanyakannya. Memang benar, Nona.
Suhu Lauw Kang Hui, juga suci Lu Sek dan suheng Lauw Kin, su-siok Su Kian dan su-siok
Thio Cu, mere-ka semua telah terbunuh. Bagaimana terjadinya, kami semua tidak mengetahui
jelas. Yang kami tahu adalah bahwa mereka itu tewas dan dari tanda pukulan pada tubuh
mereka, jelaslah bahwa pem-bunuhnya adalah Sin-ciang Tai-hiap Yo Han."
"Tidak mungkin!" Sian Li berteriak. "Sin-ciang Tai-hiap Yo Han adalah se-orang pendekar
besar, bahkan dia juga tokoh pimpinan dan kehormatan Thian--li-pang. Bagaimana mungkin
dia mem-bunuh para tokoh Thian-li-pang sendiri?"
"Kami sendiri memang merasa heran dan berduka, Nona. Sin-ciang Tai-hiap Yo Han
dahulunya adalah pujaan kami se-mua, menjadi tokoh kami. Akan tetapi banyak sekali
anggauta Thian-li-pang yang menyaksikan kematian para tokoh kami itu dan jelas bahwa
mereka melihat bekas pukulan pada tubuh mereka, pem-bunuhnya adalah Pendekar Tangan
Sakti Yo Han." "Hemmm, begitukah" Sekarang per-tanyaan terakhir. Aku mendengar bahwa engkau, Ouw
Seng Bu, telah membunuh Sin-ciang Tai-hiap Yo Han. Benarkah itu?" berkata demikian, Sian
Li bangkit berdiri, matanya mencorong dan suaranya terdengar lantang.
Ouw Seng Bu nampak tegang dan gelisah lehernya basah oleh peluh. "Nona Tan Sian Li,
sungguh hal ini amat me-nyedihkan. Entah apa yang terjadi pada diri Sin-ciang Tai-hiap
karena dia telah berubah sama sekali. Dia datang dan menyerang saya ketika saya berada
didekat sumur keramat di belakang bukit. Saya terkena pukulannya yang ampuh sehingga
hampir saya tewas. Akan tetapi, para saudara di Thian-li-pang membela saya dan akhirnya
Yo-taihiap tergelincir ke dalam sumur tua itu. Karena kami semua takut kepadanya yang
seolah-olah telah berubah menjadi seorang yang ke-jam dan hendak membunuhi kami,
ter-paksa kami pergunakan batu-batu untuk menutup sumur itu."
"Tidak....! Bohong....! Aku tidak per-caya! Kaukira aku tidak mengenal siapa Yo Han" Dia
adalah kakak angkatku, suhengku, dan orang yang paling kucinta di dunia ini. Aku
mengenalnya dan tidak mungkin dia melakukan semua itu. Bo-hong!"
"Maaf, Sian Li," kata Cu Kim Giok, "terpaksa sekali ini aku mencampuri. Aku yang
menanggung bahwa keterangan Ouw -pangcu tadi benar, karena aku sendiri yang menjadi
saksi. Aku yang mengobati luka yang diderita oleh Ouw-pangcu aki-bat pukulan Yo Han! Dia
terluka parah dan hampir tewas, bagaimana engkau mengatakan dia berbohong?"
"Aku tidak mengerti kenapa orang seperti engkau dapat berada di sini dan membela ketua
Thian-li-pang yang baru ini, Kim Giok, akan tetapi aku tidak peduli. Siapapun yang
mengatakan bahwa Yo Han melakukan itu semua, aku tetap tidak percaya kalau tidak melihat
bukti-nya. Ouw Seng Bu, bawa aku ke tempat sumur itu, di mana kaukatakan tadi Yo Han
tergelincir masuk!" Ouw Seng Bu menghela napas pan-jang. "Sungguh, ini merupakan masalah yang membuat
kami semua berduka, Nona. Akan tetapi kalau itu yang kau-kehendaki, marilah!"
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
262 Tanpa banyak cakap lagi, Sian Li mengikuti Ouw Seng Bu dan Cu Kim Giok keluar dari
ruangan tamu dan me-nuju ke bagian belakang perkampungan Thian-li-pang, melalui sebuah
bukit kecil. Ia tidak peduli ketika melihat puluhan orang anggauta Thian-li-pang mengikuti
mereka dari jarak jauh. Setelah tiba di sumur yang dimaksud-kan, Ouw Seng Bu berhenti dan menunjuk ke arah
sumur itu. "Di situlah dia ter-gelincir masuk, Nona."
Mendengar bahwa kekasihnya tergelin-cir ke dalam sumur tua itu dan ditimbuni batu-batu,
Sian Li merasa jantungnya seperti diremas dan kedua kakinya men-jadi limbung ketika
dengan terhuyung ia menghampiri sumur itu. Ketika ia tiba di tepi sumur dan melongok ke
dalam, ingin rasanya ia menjerit melihat betapa su-mur itu telah tertutup batu, memang tidak
penuh sekali, akan tetapi dasarnya tidak nampak karena tertutup batu-batu-an.
Wajahnya menjadi pucat dan matanya mencorong akan tetapi basah ketika ia membalikkan
tubuhnya. Ia melihat bahwa Seng Bu berdiri tegak dan di belakang-nya nampak puluhan
orang anak buah Thian-li-pang. Kim Giok berdiri di sam-ping Ouw Seng Bu dan kelihatan
bingung dan gelisah. "Ouw Seng Bu, cepat perintahkan anak buahmu untuk menggali sumur ini, mengangkat
semua batu yang telah di-timbunkan ke dalamnya!"
"Aih, Nona, bagaimana mungkin su-mur ini merupakan sumur keramat bagi kami Thian-li-
pang...." Tidak peduli! Batu-batu itu dilemparkan ke dalam sumur oleh orang-orang Thian-li-pang,
maka mereka pula yang harus mengangkatnya dari dalam sumur. Aku ingin melihat bukti
keteranganmu tadi. Aku ingin melihat....mayat.... Han-koko. Kalau engkau tidak mau
me-nuruti permintaanku, berarti engkau mem-bohongi aku, dan aku akan membunuh-mu!"
"Sian Li, kuharap engkau jangan ber-sikap seperti ini. Percayalah, kami tidak
membohongimu. Lebih baik kita sekarang mengerahkan tenaga kita untuk mem-bebaskan
bangsa dari cengkeraman pen-jajah, itu lebih mulia daripada kita saling bentrok sendiri. Tidak
ada yang mem-bohongimu, Sian Li. Agaknya telah ter-jadi sesuatu sehingga Yo Han menjadi
berubah...." "Tutup mulutmu, Kim Giok! Han-koko selamanya tidak berubah. Dia seorang pendekar dan
orang gagah sejati. Sedang-kan Ouw Seng Bu ini orang macam apa" Kita tidak mengenal
dengan baik, siapa tahu semua ini hanya akal busuknya saja. Buktinya, dia telah bersekongkol
dengan golongan sesat!"
Pada saat itu terdengar seruan keras dan para anggauta Thian-li-pang oto-matis membuat
gerakan mengepung su-mur tua itu sehingga dengan sendirinya Sian Li juga ikut terkepung!
Dan dari rombongan itu muncullah Siangkoan Kok bersama dua orang berjubah pendeta yang
bukan lain adalah Im Yang Ji tokoh Pat-kwa-pai dan Kui Thian-cu tokoh Pek--lian-kauw.
Ouw Seng Bu kini melangkah maju dengan sikapnya yang gagah. Dengan suara yang dibuat
menyesal dia berkata, "Nona, semua ini adalah kesalahanmu sendiri. Engkau tidak percaya
kepada kami dan hendak membongkar sumur keramat ini, berarti engkau telah meng-hina
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
263 Thian-li-pang. Karena kami sedang menghimpun tenaga untuk perjuangan, maka sikapmu
yang bermusuhan ini tentu saja akan membahayakan kami, misalnya engkau melapor kepada
pemerintah penjajah. Karena itu, menyerahlah, terpaksa kami akan menawanmu."
"Singgg....!" nampak sinar emas men-corong dan di tangan gadis berpakaian merah itu telah
terdapat sebatang suling berselaput emas yang panjangnya seperti pedang.
"Hem, sikapmu ini saja sudah me-nunjukkan dengan jelas bahwa engkau telah berbohong!
Aku yakin bahwa eng-kau memutar-balikkan kenyataan. Han--koko belum tewas, atau
andaikata dia tewas pun tentu engkau sengaja men-jebaknya! Aku yakin akan hal itu. Eng-kau
hendak menawanku dan menyuruh aku menyerah" Jangan mimpi! Si Bangau Merah tidak
mengenal kata menyerah. Kalian hendak mengandalkan pengeroyok-an" Boleh, boleh!
Kulihat bekas ketua Pao-beng-pai, Siangkoan Kok, telah ber-ada pula di sini dan dua orang
tosu yang tentu merupakan orang-orang sesat!?"Tangkap gadis sombong ini!" Ouw Seng Bu
membentak dan Siangkoan Kok, dua orang tosu Pat-kwa-pai dan Pek-lian-kauw, segera
menggerakkan senjata mereka. Ouw Seng Bu sendiri juga mener-jang maju dengan tangan
kosong. Para anggauta Thian-li-pang mengepung ketat. Menghadapi para pengeroyok yang
mulai menyerangnya, Sian Li memutar sulingnya dan nampaklah gulungan sinar emas


Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyambar-nyambar di antara ber-kelebatnya bayangan merah. Gerakan gadis ini cepat
bukan main, juga amat indah dan gulungan sinar emas itu me-ngandung tenaga kuat sehingga
dalam beberapa gebrakan saja, beberapa batang senjata anak buah Thian-li-pang terlepas dari
pegangan, bahkan dua orang ang-gauta perkumpulan itu roboh terkena sambaran sinar suling
emas. "Semua mundur, biarkan kami saja yang menghadapinya!" bentak Ouw Seng Bu yang
maklum akan kelihaian Si Ba-ngau Merah itu. Para anggauta Thian--li-pang yang memang
sudah merasa jerih segera mengendurkan pengepungan dan kini yang menghadapi Sian Li
hanya ting-gal empat orang, yaitu Siangkoan Kok, Im Yang-ji, Kui Thian-cu dan Ouw Seng
Bu sendiri. Akan tetapi Cu Kim Giok masih belum bergerak, dan hanya menon-ton tiga orang
sekutunya yang kini mulai menggerakkan senjata menyerang gadis berpakaian merah yang
memegang suling emas itu. Agaknya, Ouw Seng Bu masih tidak percaya kalau tiga orang
sekutunya yang merupakan tokoh-tokoh kang-ouw yang amat tangguh itu tidak akan mam-pu
menundukkan Sian Li. "Bu-koko, engkau tidak boleh mem-bunuhnya. Aku akan marah sekali ke-padamu kalau
engkau membunuhnya."
"Giok-moi, ia berbahaya sekali. Kalau sampai lolos, ia tentu akan melapor ke-pada
pemerintah dan kalau pasukan besar pemerintah datang menyerbu, kita belum siap
menghadapi mereka." "Tangkap saja, tawan saja akan tetapi jangan bunuh. Aku tidak rela kalau ia dibunuh. Kita
adalah pejuang-pejuang, tidak akan membunuhi kaum pendekar, Koko!"
Ouw Seng Bu mengangguk. Dia pun maklum bahwa membunuh Si Bangau Merah akan
mendatangkan akibat yang amat berbahaya, karena kalau sampai Pendekar Sakti Bangau
Putih mendengar bahwa puterinya terbunuh oleh Thian-li-pang, dan pendekar sakti itu
mengerah-kan kekuatan keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir, bagaimana mungkin Thian--li-
pang akan kuat bertahan"
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
264 "Paman Siangkoan Kok dan kedua To-tiang, tangkap saja Si Bangau Merah, jangan bunuh
dan jangan lukai. Kami ingin menawannya." serunya kepada tiga orang sekutunya.
Mendengar seruan ketua Thian-li-pang itu, tiga orang tokoh yang mengeroyok Sian Li
mengubah gerakan mereka. Siang-koan Kok menggunakan pedangnya hanya untuk
menangkis suling di tangan gadis itu, sedangkan yang melakukan serangan adalah tangan
kirinya, dengan cengke-raman, tamparan atau totokan. Demikian pula dengan dua orang tosu
pengeroyok. Im Yang-ji tokoh Pat-kwa-pai memutar pedang hanya untuk mengurung gadis
itu dengan sinar pedangnya dan yang me-nyerang adalah tangan kirinya dengan ilmu totokan
yang ampuh dari Pat-kwa--pai dengan gerakan ilmu silat Pat-kwa--kun. Juga Kui Thian-ou,
tokoh Pek-lian--kauw menyerang dengan ujung lengan bajunya yang kiri, menotok untuk
me-robohkan Sian Li, sedangkan pedangnya juga hanya untuk membendung gerakan suling
emas yang dahsyat itu. Kalau dibuat perbandingan, tingkat kepandaian Sian Li masih lebih tinggi daripada tingkat
kepandaian tokoh Pat--kwa-pai atau tokoh Pek-lian-kauw itu. Akan tetapi, bagaimanapun
gadis yang usianya belum genap dua puluh tahun itu masih ketinggalan kalau dibandingkan
dengan kepandaian Siangkoan Kok, datuk sesat yang banyak pengalaman itu. Meng-hadapi
pengeroyokan tiga orang tokoh itu, tentu saja Sian Li merasa berat sekali dan dalam beberapa
gebrakan saja ia sudah merasa betapa tangannya yang memegang suling tergetar hebat. Ia
pasti tidak akan mampu bertahan terlalu lama kalau tiga orang pengeroyoknya itu me-nyerang
dengan sungguh-sungguh. Akan tetapi ketika Ouw Seng Bu mencegah mereka agar tidak
membunuhnya, maka hal itu membuat Sian Li dapat bertahan lebih baik. Bahkan beberapa
kali sambaran sinar sulingnya hampir saja me-ngenai tubuh lawan.
Melihat betapa tiga orang sekutunya yang biasanya dapat diandalkan untuk menundukkan
tokoh-tokoh kang-ouw. yang tidak mau bekerja sama itu sampai seki-an lamanya belum juga
mampu menunduk-kan Si Bangau Merah. Ouw Seng Bu men-jadi tidak sabar lagi. Dia
melompat ke dalam medan perkelahian itu.
"Bu-koko, jangan bunuh atau lukai Sian Li!" Cu Kim Giok berteriak.
Ouw Seng Bu juga tidak bodoh untuk membunuh seorang tokoh seperti Si Ba-ngau Merah,
apalagi kalau Cu Kim Giok yang dicintanya itu melarangnya. Dia sudah meloncat dan
mengeluarkan ilmu-nya yang aneh, yaitu Bu-kek Hoat-keng yang salah latihan. Akan tetapi
dia menjaga agar tangannya yang mengandung racun ampuh itu tidak sampai membunuh
gadis yang diserangnya. Ketika ada angin pukulan yang amat dingin datang menerpanya, Sian Li yang memang sudah
terdesak, terkejut bukan main. Ia mengenal pukulan ampuh, dan untuk meloncat menghindar,
tidak ada jalan lagi. Senjata tiga orang pengeroyoknya yang terdahulu sudah menutup semua
jalan keluar dengan sinar pedang mereka. Terpaksa ia mengerahkan sin-kang dan menyambut
pukulan itu. "Desss....!!" Sian Li terhuyung dan kesempatan itu dipergunakan Siang-koan Kok untuk
melancarkan totokan jari tangannya dan tubuh Sian Li yang ter-huyung itu nyaris terkena
totokan. Gadis yang memiliki ginkang luar biasa ini, cepat memutar sulingnya dan tubuh itu
mencelat ke samping. Dalam keadaan yang amat gawat itu ia masih mampu menghindarkan
diri dari totokan! Akan tetapi, kini empat orang lihai itu sudah mengepungnya.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
265 Pada saat yang amat gawat bagi Sian Li itu muncullah dua orang yang tanpa banyak cakap
lagi segera terjun ke da-lam perkelahian itu. Mereka itu seorang pemuda dan seorang gadis
cantik yang bukan lain adalah Pangeran Cia Sun dan Sim Hui Eng, atau tadinya bernama
Si-angkoan Eng! Seperti kita ketahui, Pangeran Cia Sun ditawan oleh Sim Hui Eng yang me-ngira pangeran
itu yang menyebabkan kematian ibunya dan kehancuran Pao--beng-pai. Kemudian pangeran
itu mem-buka rahasia Hui Eng sehingga gadis itu mengetahui bahwa ia bukanlah puteri
Siangkoan Kok, bukan pula puteri men-diang Lauw Cu Si yang selama ini di-anggap ibu
kandungnya. Bahkan dalam pertemuan itu, mereka saling menemukan cinta mereka dan
akhirnya Cia Sun meng-ajak kekasihnya untuk menemui orang tua kandungnya yang aseli,
yaitu pende-kar sakti Sim Houw dan Can Bi Lan.
Dalam perjalanan, mereka mendengar tentang sepak terjang Thian-li-pang yang
menundukkan banyak tokoh dan perkum-pulan kang-ouw. Hal ini menimbulkan kecurigaan di
hati Cia Sun. Dia sudah menjadi saudara angkat Yo Han dan dia tahu bahwa Thian-li-pang
adalah sebuah perkumpulan pejuang, perkumpulan para pendekar gagah perkasa yang
memper-juangkan kemerdekaan bagi tanah air dan bangsanya. Bahkan saudara angkatnya itu,
Si Tangan Sakti Yo Han, menjadi ketua kehormatan perkumpulan itu. Akan tetapi sekarang
apa yang didengarnya" Per-kumpulan itu memaksa para tokoh kang--ouw untuk tunduk,
bahkan juga terdengar bahwa para anggauta perkumpulan itu tidak segan melakukan
kejahatan. "Aku harus datang ke sana, aku harus menegur kakakku Yo Han!" kata pange-ran itu. Sim
Hui Eng siap membantu ke-kasihnya untuk menegur Yo Han agar menghentikan sepak
terjang Thian-li-pang yang tidak baik itu. Demikianlah, mereka membelokkan perjalanan dan
menuju ke Bukit Naga, pusat perkumpulan Thian--li-pang.
Ketika tiba di tempat itu dan melihat Sian Li dikeroyok empat orang, Sim Hui Eng berkata
kepada pangeran Cia Sun, "Koko, itu Si Bangau Merah Tan Sian Li yang dikeroyok!"
Cia Sun memandang dan merasa ka-gum. Gadis berpakaian serba merah itu memang lihai
bukan main. Begitu gagah ia memainkan suling emasnya, dan gadis itulah yang dijodohkan
dia! Kalau saja tidak ada Sim Hui Eng yang dicinta dan mencintanya, tentu akan berubah
sikap-nya terhadap pilihan orang tuanya itu. Akan tetapi dia mencinta Sim Hui Eng, dan tidak
ada seorang bidadari pun yang akan mampu memisahkan dia dan Hui Eng.
"Kalau begitu, kita harus membantu-nya."
"Benar, kita harus membantunya. Lihat, para pengepungnya itu lihai, bah-kan bekas ayahku
yang jahat itu pun ikut mengeroyoknya." Dengan kemarahan me-luap teringat akan perbuatan
Siangkoan Kok yang amat jahat, terbayang kembali betapa ia dihajar dan hampir dibunuh
bekas ketua Pao-beng-pai, apa yang di-lakukan orang yang bertahun-tahun ia anggap ayah
kandungnya itu terhadap Tio Sui Lan, muridnya sendiri, membuat ia marah dan ketika ia
melompat dan me-nerjang ke arah Siangkoan Kok, serangan-nya dahsyat bukan main. Pedang
di ta-ngan kanan dan kebutan di tangan kiri-nya menyambar dahsyat dengan jarum--jarum
maut! "Ehhh.... kau....!?"" Siangkoan Kok terkejut bukan main ketika mengenal
penyerangnya. Akan tetapi, Hui Eng tidak memberi dia banyak kesempatan dan gadis itu
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
266 sudah menyerang terus, mem-buat Siangkoan Kok terpaksa melayaninya dengan sungguh-
sungguh karena dia maklum bahwa tingkat kepandaian bekas puterinya ini sudah mencapai
tingkat tinggi dan tidak banyak selisihnya dengan tingkat kepandaiannya sendiri. Adapun Cia
Sun sudah memutar pedangnya pula membantu Sian Li sehingga Si Bangau Merah itu kini
mendapat keringanan, tidak lagi terdesak seperti tadi.
Sian Li sendiri terkejut dan heran melihat Sim Hui Eng. Ia masih mengenal gadis itu sebagai
gadis Pao-beng-pai yang pernah datang mengacau dalam pesta keluarga di rumah pendekar
Suma Ceng Liong. Dan kini gadis itu membantunya, bahkan bertanding seru melawan bekas
ketua Pao-beng-pai sendiri! Juga ia tidak mengenal siapa pemuda bertubuh tegap bermuka
bundar putih dan tampan itu, yang datang membantunya pula. Akan tetapi Si Bangau Merah
segera melihat kenyataan bahwa biarpun bantuan mereka berdua itu telah menolongnya dari
him-pitan para pengeroyok akan tetapi ting-kat kepandaian mereka belum cukup tinggi untuk
mampu merebut kemenangan dari para pimpinan Thian-li-pang.
"Bu-koko, jangan bunuh mereka! ja-ngan!!" kembali Cu Kini Giok berseru.
Melihat kesempatan setelah ia tidak lagi begitu terhimpit berkat pertolongan kedua orang itu,
Sian Li segera memutar sulingnya dan berkata, "Sobat, mari kita pergi!" Ia memutar
sulingnya dengan ilmu silat Kim-siauw-kiam-sut (Ilmu Pedang Suling Emas) dan tangan
kirinya masih meluncurkan pukulan jarak jauh sehingga dua orang tosu dari Pat-kwa-pai dan
Pek-lian-kauw terpaksa harus mundur.
Cia Sun maklum bahwa kalau Si Ba-ngau Merah berteriak mengajak mereka pergi, hal itu
tentu berarti bahwa pihak musuh terlampau kuat. Maka dia pun berseru, "Eng-moi, kita
pergi!" Tiga orang muda itu berloncatan de-ngan cepat untuk melarikan diri. Ketika Ouw Seng Bu
hendak mengejar, Kim Giok berseru, "Koko, jangan kejar mere-ka!"
Ouw Seng Bu meragu dan hal ini menguntungkan Sian Li, Cia Sun dan Hui Eng. Kecuali
Ouw Seng Bu dan Siangkoan Kok, tidak ada yang akan mampu me-nahan mereka pergi. Dan,
agaknya karena Ouw Seng Bu ragu-ragu untuk melakukan pengejaran oleh pencegahan Cu
Kim Giok, maka Siangkoan Kok juga jerih untuk melakukan pengejaran sendiri. Se-mua
keraguan ini membuat Sian Li, Cia Sun dan Hui Eng dapat berlari cepat meninggalkan sarang
Thian-li-pang. Setelah mereka lari sampai ke kaki bukit dan tidak ada yang kelihatan me-lakukan
pengejaran Sian Li menghentikan langkahnya dan dengan sendirinya Cia Sun dan Hui Eng
juga berhenti berlari. Dengan leher basah oleh keringat, mereka saling pandang dan akhirnya Sian Li yang lebih
dulu bicara, suaranya agak ketus dan ucapannya ditujukan kepada Hui Eng. "Sekarang boleh
kaukatakan kepadaku, apa artinya ini semua" Engkau yang pernah mengacau dan memusuhi
keluarga kami, kenapa sekarang men-dadak membantuku" Bukankah engkau tokoh Pao-beng-
pai dan Siangkoan Kok tadi ketua Pao-beng-pai?"
Sebelum Hui Eng menjawab, dan hal ini terasa sukar baginya, Cia Sun yang mendahuluinya
memberi keterangan, "No-na Tan Sian Li, memang telah terjadi perubahan besar sekali atas
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
267 diri Eng--moi ini. Jangankan engkau atau orang lain, ia sendiri pun terheran ketika
men-dengar tentang keadaan dirinya."
Sian Li mengerutkan alisnya dan kini mengamati wajah pemuda itu dengan penuh selidik.
Sikapnya masih dingin, "Hemmm, sebelum engkau bercerita, katakan dulu siapa engkau ini
dan bagai-mana engkau dapat mengenal namaku!"
Wajah pangeran itu berubah menjadi kemerahan dan dia pun salah tingkah. "Ehhh....
sebetulnya.... yang mengenali-mu tadi bukanlah, aku, melainkan Eng--moi ini, Nona. Aku
bernama Cia Sun...."
"Cia....?"" Kini Sian Li terbelalak memandang pemuda itu dan perlahan--lahan kedua pipinya
berubah kemerahan. "Cia Sun...." Kau.... maksudkan pange-ran....?"
"Benar, Nona. Aku adalah Pangeran Cia Sun yang oleh orang tua kita...." Dia tidak
melanjutkan kata-katanya.
"Sudahlah, Pangeran. Harap engkau suka menceritakan tentang semua ini, tentang Enci ini,
tentang perubahan yang kaukatakan tadi." Sian Li memotong untuk mengalihkan pembicaraan
karena ia menjadi rikuh sekali kalau harus bi-cara tentang hubungan antara mereka. Siapa
yang tidak menjadi rikuh dan gu-gup kalau secara tiba-tiba dihadapkan kepada seorang
pemuda yang oleh ayah ibunya dicalonkan menjadi suaminya.
"Nona, ketika Eng-moi ini memusuhi keluargamu dan para pendekar, adalah seorang gadis
yang bernama Siangkoan Eng, puteri dari ketua Pao-beng-pai yang bernama Siangkoan Kok.
Adapun sekarang, Eng-moi bukanlah puteri ketua Pao-beng--pai, bahkan musuhnya, karena
Eng-moi ini sebenarnya adalah puteri dari suami isteri pendekar Sim Houw dan Can Bi Lan,
yang hilang ketika masih kecil."
Sian Li terbelalak. "Aihhh....! Jadi engkau.... engkau inikah puteri Paman Sim Houw yang
hilang itu" Engkau yang dicari-cari semua pendekar, dicari oleh Han-koko dan aku pun ikut
membantu mereka mencarimu" Dan engkau bahkan pernah datang menemui kami sebagai
seorang musuh yang sengaja menantang kami?"
"Benar sekali, adik Sian Li. Ketika itu, aku sama sekali tidak pernah mimpi bahwa aku
bahkan anggauta keluarga dekat dengan keluarga yang kutantangi sama sekali tidak tahu
bahwa aku bukan-lah anak kandung Siangkoan Kok dan isterinya. Wanita yang sejak aku
kecil mengaku sebagai ibu kandungku adalah Lauw Cu Si, seorang keturunan Beng--kauw
yang memusuhi keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir." Kemudian, secara sing-kat namun jelas,
diceritakanlah semua tentang dirinya, tentang Siangkoan Kok dan Lauw Cu Si kepada Sian Li
yang mendengarkan dengan bengong. Cerita itu sungguh seperti dongeng dan tentu saja ia
tidak dapat menyalahkan Hui Eng atas sikapnya ketika memusuhi keluarganya dahulu.
Bahkan ia lalu memegang kedua tangan Hui Eng.
"Aihhh, enci Hui Eng. Sungguh malang nasibmu, sejak kecil dipisahkan dari ayah ibu
kandung dan dipelihara oleh orang--orang sesat. Akan tetapi dasar engkau keturunan suimi
isteri pendekar, maka biarpun engkau mendapat didikan para tokoh sesat, tetap saja engkau
setelah dewasa berjiwa pendekar dan menentang kejahatan. Lalu, bagamana ceritanya, engkau
dapat bertemu dan berkenalan dengan.... Pangeran Cia Sun ini dan kalian dapat datang tepat
pada waktunya selagi aku terancam oleh pengeroyokan mereka tadi?"
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
268 "Kami saling berkenalan ketika aku dan kakak angkatku Yo Han...."
"Kakak angkatmu, Pangeran?" Sian Li. terbelalak."Benar, Nona. Pendekar Tangan Sakti Yo
Han dan aku telah saling mengangkat saudara. Kami bertemu di Pao-beng-pai, kemudian
kami mengangkat saudara se-telah kami menjadi tawanan di Pao-beng--pai. Untung ada adik
Eng ini yang mem-bebaskan kami. Kemudian, Pao-beng-pai diserbu pasukan pemerintah dan
bu isteri Siangkoan Kok, yang dianggap ibu kandung oleh Eng-moi, tewas. Aku yang
meng-khawatirkan nasib Eng-moi, ikut pasukan untuk mencarinya. Akan tetapi ia tidak ada
dan aku sempat bertemu dengan isteri Siangkoan Kok yang tewas oleh suaminya sendiri.
Sebelum meninggal dunia, wanita itulah yang membuka ra-hasia Eng-moi kepadaku."
Pangeran itu menghentikan kisahnya dan kini Hui Eng yang melanjutkan.
"Aku mengira bahwa Pangeran Cia Sun yang membawa pasukan menghancur-kan Pao-beng-
pai. Aku tidak peduli Pao--beng-pai yang jahat itu hancur akan tetapi aku mendendam karena
wanita yang tadinya kuanggap ibu kandungku itu tewas. Maka, aku menyusul dia dan
menawannya, dengan maksud membunuhnya di depan makam ibuku. Akan tetapi, aku
mendengar ceritanya dan aku mengetahui keadaan diriku. Kami.... kami berbaik kembali
apalagi setelah aku mendengar bahwa wanita yang kuanggap ibu kan-dungku itu tewas di
tangan Siangkoan Kok."
"Tapi, kenapa kalian dapat datang ke Thian-li-pang?" tanya Sian Li yang masih terkesan oleh
kisah yang terjadi antara kedua orang itu.
Pangeran Cia Sun yang mengambil keputusan untuk berterus terang lalu menyambung cerita
kekasihnya. "Nona, kita sama-sama mengetahui bahwa orang tua kita telah menjodohkan kita,
akan tetapi sebaiknya aku berterus terang kepadamu, nona Tan Sian Li. Biarpun setelah
bertemu denganmu aku merasa bahwa orang tuaku telah melakukan pi-lihan yang tepat dan
bahkan terlalu baik untukku, akan tetapi aku telah saling jatuh cinta dengan Eng-moi dan
kami telah bersumpah untuk menjadi suami isteri. Maafkan aku kalau menyinggung..."
Sian Li tersenyum! Senyum yang cerah dan sedikit pun tidak mengandung penyesalan
sehingga melegakan hati Cia Sun dan Hui Eng. "Aku bahkan merasa- lega dan gembira
dengan pernyataanmu ini, Pangeran. Terus terang saja, aku sendiri pun sama sekali tidak
setuju de-ngan tindakan ayah dan ibuku yang me-milihkan seorang calon suami untukku,
seorang yang sama sekali tidak kukenal dan tidak kuketahui bagaimana orangnya. Nah,
sekarang ceritakan bagaimana kali-an dapat datang ke sini.
"Aku hendak mengantar Eng-moi menghadap ayah ibu kandungnya yang tinggal di Lok-
yang. Akan tetapi dalam perjalanan itu kami mendengar akan sepak terjang orang-orang
Thian-li-pang. Aku merasa penasaran sekali bagaimana Thian-li-pang berubah menjadi
perkumpul-an yang menyeleweng, padahal, kakak angkatku Yo Han menjadi ketua
kehor-matannya. Aku lalu mengajak Eng-moi untuk berkunjung, dan kalau ada Yo-toako, aku
ingin menegurnya." Sian Li kembali terheran-heran. "Pa-ngeran, apakah engkau tidak tahu bahwa Thian-li-pang
adalah perkumpulan pejuang yang hendak membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajah!"
Dan engkau sen-diri seorang pangeran kerajaan Ceng...."
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
269 "Benar, Nona. Aku seorang Pangeran Mancu, pemerintah penjajah. Akan tetapi aku sendiri
tidak menyetujui penjajahan dan menganggap bahwa perjuangan para orang gagah itu
memang sudah benar dan menjadi hak mereka. Aku tidak ingin mencampuri urusan itu, aku
bercita-cita menjadi orang biasa yang tidak mencam-puri urusan pemerintahan. Bahkan kami
sekeluarga pun tidak mau mempunyai ambisi untuk memegang kedudukan. Ka-rena itu,
selama perkumpulan pejuang benar-benar merupakan pahlawan dan pa-triot sejati, aku
menghormati mereka. Akan tetapi kalau mereka itu melakukan penyelewengan dan


Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjadikan perjuangan sebagai kedok untuk menutupi ke-jahatan yang mereka lakukan, aku
pasti akan menentang mereka."
Sian Li menganggak-angguk kagum dan ia memandang kepada Hui Eng.
"Aih, enci Eng, engkau telah men-dapatkan seorang calon suami yang gagah perkasa.
Sekarang tahulah aku mengapa ayah dan ibu berkeras hendak menjodoh-kan aku dengan
Pangeran Cia Sun! Harap kaulanjutkan ceritamu, Pangeran." Mendengar ucapan San Li yang
begitu jujur dan terbuka, memuji pangeran itu begitu saja tanpa disembunyikan, sepa-sang
kekasih itu tersipu akan tetapi juga merasa suka dan kagum kepada Si Ba-ngau Merah.
"Kami segera mendaki Bukit Naga ini dan melihat engkau dikeroyok tadinya aku merasa
ragu karena tidak tahu urus-annya. Akan tetapi begitu Eng-moi me-ngenalmu dan
menyebutkan namamu, kami berdua segera terjun dan mem-bantumu."
Sian Li menghela napas panjang. "Per-tolongan Tuhan datang melalui apa saja, bahkan yang
tidak pernah terduga sekali-pun. Siapa pernah menduga bahwa ia akan diselamatkan oleh
orang yang di-tunangkannya akan tetapi tak pernah di-kenalnya dan ditolaknya, dan oleh
orang yang tadinya jelas memusuhi keluarga-nya" Kalian datang tepat sekali pada saatnya,
karena tadi aku sudah hampir tidak tahan menghadapi mereka, ter-utama sekali Ouw-pangcu,
ketua baru Thian-li-pang yang amat lihai itu."
"Sekarang tiba giliranmu, Nona. Kami ingin sekali mengetahui bagaimana eng-kau dapat
berada di sana tadi dan di kenoyok banyak orang lihai?" tanya Cia Sun.
Ditanya begitu, Sian Li teringat akan Yo Han dan tiba-tiba wajahnya menjadi muram. Kalau
saja ia bukan seorang gadis yang tabah dan berhati baja, tentu ia sudah menangis karena
teringat bahwa mungkin sekali pria yang dikasihinya itu telah tewas.
Cia Sun dan Hui Eng melihat per-ubahan muka Sian Li itu dan mereka saling pandang.
Ketika beberapa kali Sian Li hanya menghela napas panjang dan menunduk, alisnya berkerut,
Cia Sun menjadi tidak sabar lagi.
"Nona, apakah yang telah terjadi" Apakah ada sesuatu yang membuat eng-kau enggan
menceritakan kepada kami" Kalau begitu, engkau tidak usah men-ceritakannya...."
"Tidak, Pangeran, bukan begitu, akan tetapi, ah, hatiku risau dan gelisah. Maafkan
kelemahanku dan biar kuceritakan dari semula. Sebelum kuceritakan semua-nya, sebaiknya
kalau aku pun membuat pengakuan kepadamu, pengakuan yang hanya dapat kulakukan
setelah engkau berterus terang tentang hubunganmu dengan enci Hui Eng. Pangeran, aku dan
kakak Yo Han.... kami berdua.... ehhh..."
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
270 Melihat keraguan Sian Li dan per-ubahan mukanya yang menjadi merah sekali dan bibirnya
yang mengulum se-nyum malu-malu, Cia Sun tersenyum, "Kalian saling mencinta?"
Sian Li mengerling kepadanya dan mengangguk.
"Ha, sudah kuduga, Nona. Engkau memang pantas sekali menjadi calon isteri Yo-toako. Nah,
teruskan ceritamu." "Ketika tiga orang keluarga besar berkumpul di rumah Paman Suma Ceng Liong, aku tidak
melihat Yo Han koko di sana. Aku tahu bahwa dia sedang mem-bantu Paman Sim Houw untuk mencari-kan puterinya
yang hilang. Karena itu, aku lalu mengambil keputusan untuk membantunya mencarikan enci
Hui Eng." Mendengar ini, Hui Eng berkata. "Aih, kalian, semua begitu baik, bersusah payah mencari
aku, akan tetapi aku sendiri telah bertindak jahat, mengacau di sa-na...." Suaranya penuh
penyesalan. "Ah, enci Eng. Seperti yang dikatakan Pangeran tadi, ketika itu engkau bukan-lah enci Sim
Hui Eng yang sekarang, melainkan Siangkoan Eng puteri ketua Pao-beng-pai. Yang sudah
lewat anggap saja mimpi buruk, Enci."
"Engkau benar adik Sian Li. Teruskan ceritamu."
Sian Li lalu menceritakan bahwa da-lam perjalanannya, ia pun mendengar tentang kejahatan
orang-orang Thian--li-pang, maka ia pun merasa penasaran dan inginmenyelidiki. Ia bertemu
dengan para tokoh Bu-tong-pai di lereng Bukit Naga dan mendengar penurutan mereka yang
membuat ia terkejut setengah mati, yaitu bahwa kabarnya, Yo Han tewas di tangan ketua
Pendekar Super Sakti 16 Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Bende Mataram 29
^