Pencarian

Si Tangan Sakti 10

Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 10


Thian-li-pang yang baru. "Apa....?" Tidak mungkin itu!" Cia Sun berseru kaget setengah mati.
"Aku sendiri juga tidak percaya, Pa-ngeran. Lebih tidak percaya lagi ketika OuW Seng Bu,
ketua baru itu, mencerita-kan bahwa Han-koko telah membunuh para pimpinan Thian-li-pang,
dan bahwa Han-koko datang untuk membunuh dia. Dia melawan di dekat sumur tua dan dia
terluka oleh pukulan Han-koko, akan tetapi para anak buah mengeroyok Han--koko yang
katanya tergelincir masuk ke dalam sumur tua itu. Dan....dan.... mereka menimbuni sumur tua
itu dengan batu." Suara Sian Li terdengar lirih dan penuh kegelisahan."Tapi, aku tetap tidak
percaya! Me-mang ketua baru Thian-li-pang itu lihai, akan tetapi tidak mungkin dia mampu
membuat Yo-toako terjatuh ke dalam sumur. Tidak mungkin Yo-toako tewas, aku tidak
percaya!" kata Cia Sun keras sambil mengepal tinju, akan tetapi suara-nya mengandung isak
tertahan, tanda bahwa dia juga merasa gelisah sekali.
"Pangeran, biarlah adik Sian Li me-lanjutkan ceritanya. Lalu apa yang ter-jadi kemudian, Li-
moi?" "Aku menuntut kepada Ouw-pangcu agar anak buah Thian-li-pang menggali sumur itu dan
menyingkirkan timbunan batu--batu. Akan tetapi dia melarang dengan alasan sumur itu
keramat bagi Thian--li-pang dan tidak boleh diganggu. Kami bercekcok lalu berkelahi dan
aku dikeroyok oleh mereka."
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
271 "Aku tetap tidak percaya! Nona, apakah engkau percaya akan keterangan itu" Bo-hong, ketua
Thian-li-pang itu tentulah orang jahat yang berhasil menguasai Thian-li--pang dengan
ilmunya. Mungkin dia yang telah membunuh para pimpinan Thian-li-pang dan menjatuhkan
fitnah kepada Yo--toako. Kita harus menyelidiki hal ini!"
"Aku pun tidak percaya, Pangeran. Akan tetapi, satu hal yang mencemaskan hatiku adalah
kesaksian yang diberikan oleh Cu Kim Giok."
"Cu Kim Giok" Siapakah itu?" tanda Sim Hui Eng dan Cia Sun hampir ber-bareng.
"Cu Kim Giok adalah puteri Paman Cu Kun Tek dan Bibi Pauw Li Sian dari Lembah Naga
Siluman. Ia keturunan ter-akhir keluarga Lembah Naga Siluman dan masih terhitung kerabat
yang ada hu-bungan pertalian kekeluargaan denganku. Aku merasa heran bukan main melihat
ia berada di sana, bahkan nampak akrab sekali dengan Ouw-pangcu itu. Kim Giok yang
memberi kesaksian bahwa Ouw--pangcu memang terluka parah oleh pu-kulan Han-koko.
Kehadiran Kim Giok di sana bukan sembarangan saja, pasti ter-sembunyi rahasia di balik itu
semua." "Aih, jangan-jangan gadis itu dipenga-ruhi oleh Ouw Seng Bu itu."
"Aku pun menduga begitu, Pangeran. Akan tetapi, jelas bahwa Kim Giok tidak menjadi jahat
karenanya. Buktinya, ia yang berkali-kali memperingatkan Ouw-pengcu agar jangan
membunuhku atau melukaiku. Agaknya ia pun percaya bahwa Ouw-pangcu berada di pihak
yang benar, bahwa ketua baru itu seorang pejuang, seorang pen-dekar dan pahlawan, dan
agaknya ia pun membenarkan Ouw-pangcu dalam urusan-nya dengan Han-koko. Pasti ada
apa-apanya di balik semua ini."
"Pangeran, adik Sian Li, kita semua sudah salingmenceritakan apa yang kita alami. Sekarang
tidak ada gunanya untuk menduga-duga dan berheran-heran. Yang terpenting, kita harus
menyelidiki sumur tua itu dan kita harus dapat melihat kenyataan apakah benar Yo-taihiap
tewas seperti dikatakan Ouw-pangcu itu. De-ngan demikian, kita tidak ragu lagi dan setelah
itu baru kita putuskan, tindakan apa yang akan kita ambil."
"Tepat sekali apa yang dikatakan oleh dinda Hui Eng, Nona. Kami semua harus berusaha
sekuat tenaga untuk mencari bukti tentang keadaan Yo-toako. Karena bukan tidak ada
sebabnya kalau orang--orang Thian-li-pang menimbuni sumur yang mereka anggap keramat
itu dengan batu. Walaupun kita tidak percaya akan berita tewasnya Yo-toako, namun kita
harus mendapat kepastian."
Sian Li mengangguk. "Memang kalian benar, dan aku pun sudah mengambil keputusan, tidak
akan pergi dari sini sebelum mendapat kenyataan yang jelas tentang diri Han-koko."
Mereka bertiga lalu turun lagi untuk mencari pedusunan di mana mereka bisa membeli
makanan. Setelah membawa bekal makanan kering dan minuman, mereka bertiga lalu
berangkat lagi men-daki, Bukit Naga dan mencari jalan agar dapat memasuki daerah
perkampungan Thian-li-pang dari belakang, langsung menuju ke sumur tua yang berada di
bagian belakang terpisah sebuah bukit kecil dari perkampungan perkumpulan itu.
*** Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
272 "Adik Gan Bi Kim, kau tunggu du-lu....!!"
Gan Bi Kim menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuh. Ia melihat pe-murda itu
berlari cepat menghampirinya. Wajah Bi Kim berseri gembira ketika mengenal bahwa
pemuda itu adalah Gak Ciang Hun pemuda yang selalu terbayang di pelupuk matanya
semenjak mereka bertemu lalu berpisah. Dalam keadaan berduka karena kasihnya yang gagal
ter-hadap Yo Han, ia bertemu pemuda itu yang juga mengalami derita patah hati karena
kasihnya terhadap Si Bangau Me-rah tidak terbalas. Mereka seolah-olah saling menemukan,
saling menghibur dan saling mengisi kekosongan hati masing--masing. Akan tetapi,
pertemuan singkat itu segera diakhiri perpisahan, membuat Gan Bi Kim merasa kehilangan.
Mereka bertiga, ia, Gak Ciang Hun, dan Tan Sian Li, saling berpisah di jalan per-empatan.
Sian Li melakukanperjalanan ke utara, Ciang Hun ke selatan, dan Bi Kim ke timur. Mereka
bertiga bertujuan sama, yaitu membantu pencarian ter-hadap puteri Sim Houw yang hilang
se-jak kecil, yaitu Sim Hui Eng.
"Gak-toako....!" Bi Kim berseru dan kini ia pun lari menghampiri, menyam-but pemuda itu
dengan hati terbuka dan kedua tangan di julurkan ke depan. Se-menjak berpisah, ia merasa
kehilangan dan kesepian, kehilangan gairah dan se-mangat.
"Kim-moi (adik Kim)....!"
Kedua orang itu, saling menjulurkan kedua tangan, saling tatap tanpa kata. Dua pasang mata
itu bersinar-sinar, kemudian mata Ciang Hun berkaca-kaca sedangkan Bi Kim yang berusaha
keras menahan keras guncangan hatinya, tidak urung meneteskan beberapa butir air mata
saking merasa lega dan bahagia dapat bertemu kembali dengan orang yang amat dikenangnya.
Ketika terdapat beberapa orang pejalan kaki mendatangi, Ciang Hun menggandeng tangan Bi
Kim ke tepi jalan dan mengajaknya duduk di atas batu besar. "Mari kita bicara di sini, Kim-
moi," katanya. Setelah duduk saling berhadapan di atas batu, Bi Kim berkata, "Toako, aku -tadi merasa
seperti dalam mimpi ketika mendengar panggilanmu kemudian melihat bahwa benar-benar
engkau yang datang. Kiranya bukan mimpi dan betapa -bahagianya rasa hatiku melihatmu,
Toako." Ciang Hun menggenggam tangan yang masih digandengnya. Dari tangan merekayang saling
genggam itu saja sudah terasa getaran hati mereka yang berbahagia.
"Kim-moi, aku girang sekali bahwa engkau merasa berbahagia melihat aku mengejarmu.
Tadinya aku khawatir kalau--kalau engkau akan marah."
"Marah" Aih, Toako, ketika kita sa-ling berpisah, aku merasa kehilangan pegangan, seolah
hidupku hampa. Akan tetapi, apakah yang menyebabkan engkau kembali kepadaku" Apakah
ada sesuatu yang penting?"
Ciang Hun tersenyum dan menggeleng kepala, nampak agak tersipu, akan tetapi dengan
sejujurnya dia berkata, "Kim--moi, setelah kita saling berpisah, entah mengapa, hatiku selalu
terasa berat. Lalu kupikir betapa besar bahaya yang meng-ancammu dalam perjalanan seorang
diri. Apalagi mengingat bahwa kita sama-sama hendak membantu dan mencari Sim Hui Eng,
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
273 maka apa salahnya kalau kita men-cari bersama" Dengan berdua, atau ber-tiga dengan Sian
Li, kita akan lebih kuat menghadapi bahaya, bukan" Nah, aku lalu berbalik mengejarmu."
Bi Kim tersenyum, "Kalau begitu pikiran kita sama. Aku pun senang sekali engkau akan
menemaniku, Toako. Marilah kita segera menyusul Sian Li ke utara."
"Aku pernah mendengar bahwa Yo Han menjadi pemimpin Thian-li-pang di Bukit Naga.
Sian Li mungkin sekali men-cari Yo Han yang dicintanya itu untuk membantunya karena Yo
Han sedang mencari Hui Eng. Mari kita cari Sian Li ke sana, siapa tahu ia pergi ke Thian--li-
pang di Bukit Naga."
Setelah Ciang Hun berada di samping-nya, tentu saja Bi Kim mengikuti saja ke mana
pemuda itu pergi. Mereka berdua melakukan perjalanan cepat ke utara dan kini mereka
merasakan betapa perjalanan mereka amat menyenangkan, tidak lagi kesepian dan
kehilangan. Kita tinggalkan dulu kedua orang ini dan kita tengok keadaan Sian Li, Hui Eng, dan Cia Sun.
Tiga orang ini sudah mengambil keputusan untuk menyelidiki sumur tua di belakang Thian-li-
pang un-tuk mencari bukti kebenaran berita bah-wa Yo Han berada di dalam sumur dan
ditimbuni batu-batu. Setelah membuat persiapan secukupnya, tiga orang pen-dekar ini
mendaki Bukit Naga dari arah belakang Thian-li-pang. Mereka adalah orang-orang muda
yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, maka biarpun perjalanan pendakian itu amat sulit bagi
orang biasa, mereka dapat juga tiba di belakang bukit yang memisahkan sumur itu dari pusat
Thian-li-pang. Tempat ini memang merupakan tempat yang seolah terasing. Juga dianggap
keramat oleh para murid Thian-li-pang sehingga tanpa ijin ketua, tak seorang pun anggauta
berani memasuki daerah yang menyeram-kan itu.
Hari masih pagi sekali ketika mereka mulai mendaki bukit dan kini matahari sudah mulai
menyengatkan cahayanya setelah mereka tiba di dekat sumur yang ditimbuni batu-batu.
Tempat itu nampak sunyi, tidak nampak ada seorang pun anak buah Thian-li-pang. Hal ini
melega-kan hati tiga orang pendekar, membuat mereka lebih leluasa untuk melakukan
pemeriksaan. Andaikata di situ terdapat anak buah Thian-li-pang, mereka tentu akan
merobohkan dulu sebelum dapat melakukan pemeriksaan.
Sian Li mengerutkan alisnya ketika menjenguk ke dalam sumur tua itu. Su-mur itu tertutup
banyak batu-batu dan rasanya tidak mungkin batu-batu itu dapat digali dan disingkirkan
hanya oleh mereka bertiga. Tentu akan memakan waktu berhari-hari!
"Ahhh, benarkah Yo-toako ditimbuni batu-batu itu di dalam sumur ini?" Aku sama sekali
tidak dapat percaya!"
Sim Hui Eng juga memandang ngeri ke dalam sumur itu, "Aihhh, adik Sian Li, bagaimana
kita akan dapat menying-kirkan batu-batu itu" Tidak tahu sampai berapa dalamnya sumur ini
dan berapa banyaknya batu yang menimbuninya."
"Bagaimanapun juga, kita harus mem-bongkar batu-batu itu dan mengangkatnya keluar dari
sumur. Kalau tidak begitu, bagaimana kita akan dapat membuktikan bualan ketua baru Thian-
li-pang itu?" Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
274 Sian Li berkata, "Nanti dulu, Pange-ran. Coba engkau dan enci Eng menyerang dan
mengeroyokku di dekat sumur ini, aku ingin melihat kemungkinan Han--koko tergelincir ke
dalam sumur. Mung-kin atau tidak hal itu terjadi kalau kita sedang dikeroyok. Harap kalian
mengero-yok dengan sungguh-sungguh, karena kalau benar Han-koko berkelahi melawan
ketua Thian-li-pang itu, dan dikeroyok oleh para sekutunya, berarti Han-koko menghadapi
banyak lawan tangguh. Nah, mulailah."
Mengerti apa yang dimaksudkan Si Bangau Merah, Cia Sun dan Hui Eng mengangguk,
kemudian keduanya sudah menyerang gadis itu dari kanan kiri. Sian Li mengelak dan
menangkis, dan mem-biarkan dirinya terdesak sampai ke tepi sumur. Dengan cara tidak
membalas, ia terdesak mundur sampai ke tepi sumur. Tiba-tiba, nampak bayangan merah
ber-kelebat ke atas dan gadis itu sudah me-loncati kedua orang lawannya, bagaikan seekor
burung bangau melayang, melam-paui kepala mereka.
"Cukup!" katanya. "Nah, kalian lihat sendiri, aku saja kiranya dalam keadaan gawat
menghadapi pengeroyokan, dapat meloloskan, diri dengan mengandalkan gin-kang. Apalagi
Han-koko yang me-miliki tingkat gin-kang jauh lebih tinggi dariku. Jadi, mustahil kalau
sampai me-reka itu dapat membuat Han-koko ter-gelincir ke dalam sumur, bukan?"
"Tepat, Nona. Aku pun sama sekali tidak percaya bahwa Yo-toako demikian bodoh untuk
dapat dibuat tergelincir ke dalam sumur yang bibirnya cukup tinggi ini." kata Pangeran Cia
Sun sambil me-nyentuh bibir sumur yang tingginya ada 1 satu meter itu. "Dia pasti
berbohong!" "Adik Sian Li, lalu apa yang akan kita lakukan sekarang. Apakah tidak lebih baik kita serbu
saja Thian-li-pang, menangkap ketuanya dan memaksanya untuk mengaku, atau memaksa dia
mengerahkan anak buahnya untuk membongkar batu-batu dalam sumur ini?" kata Hui Eng.
"Atau kalau kekuatan mereka ter-lampau besar bagi kita, biar aku mencari bantuan ke
benteng pasukan yang ter-dekat."
"Nanti dulu, Pangeran. Aku memang mengkhawatirkan keselamatan Han-koko, akan tetapi
kurasa andaikata benar dia tewas, tentu bukan karena perkelahian melawan orang-orang jahat
itu. Dia mungkin saja tewas atau tertawan karena ter-jebak, dan mungkin saja tidak berada di
dalam sumur ini, melainkan ditawan di suatu tempat rahasia di Thian-li-pang."
"Ahhh, itu mungkin sekali!" kata Cia Sun.
"Bagaimana kalau kita bertiga mencari secara terpencar" Dengan terpencar, selain lebih
mudah menyusup, juga pen-carian dapat dilakukan lebih luas," kata Hui Eng.
Wajah Sian Li nampak berseri. "Demi-kianlah sebaiknya, enci Eng! Akan te-tapi.... ah, aku
merasa tidak enak sekali karena selain merepotkan kalian, juga menyeret kalian ke dalam
bahaya besar mengingat betapa lihainya mereka."
"Ihhh, nona Tan, mengapa engkau mengatakan demikian" Kakak Yo Han adalah kakak
angkatku, sudah sepatutnya kalau aku rela mengorbankan nyawa se-kalipun untuk
membelanya!" kata Ci? Sun.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
275 "Ucapan itu tepat sekali," sambung Hui Eng. "Adik Sian Li, bukankah keluar-ga orang tua
kita sejak dahulu merupa-kan keluarga besar para pendekar" Aku telah terseret ke dalam
dunia sesat, akan tetapi sekarang tibalah saatnya aku menebus semua kekuranganku itu dan
memperlihatkan kepada dunia bahwa aku masih tetap keturunan keluarga pendekar!"
Sian Li memandang dengan haru. "Kalau begitu, semoga Tuhan melindungi kita semua. Aku
akan mengambil jalan dari sini ke kiri, dan engkau ke kanan, enci Eng. Pangeran sendiri
melakukan penyelidikan di sini dan terus ke bagian belakang Thian-li-pang."
"Dan kapan kita bertemu lagi" Di mana?"
"Di sini saja. Setelah kita melakukan penyelidikan, kita kembali ke sini dan siang atau sore
ini kita harus sudah kem-bali ke sini mengumpulkan hasil penyeli-dikan kita." kata Sian Li.
Setelah bersepakat, Sian Li berkele-bat ke kiri dan Hui Eng meloncat ke kanan. Dalam
sekejap mata saja kedua orang gadis perkasa itu telah lenyap, meninggalkan Cia Sun seorang
diri. Pa-ngeran ini termenung, hatinya diliputi penuh kekhawatiran. Pertama-tama tentu saja
dia mengkhawatirkan. Hui Eng, gadis yang dicintanya, kemudian dia meng-khawatirkan Yo
Han dan Sian Li. Pihak musuh terlampau kuat, dan jumlah mere-ka terlalu banyak. Dia
memang tidak ingin mencampuri urusan pemerintah tidak mencampuri urusan perjuangan
atau pemberontakan. Akan tetapi sekali ini dia harus mencari bantuan pasukan pe-merintah,
bukan untuk membasmi pem-berontak, melainkan untuk melindungi dua orang gadis itu dan
mencari kete-rangan tentang Yo Han. Biarpun dia tahu bahwa Hui Eng memiliki ilmu
kepandaian yang amat hebat, bahkan belum tentu di bawah tingkat kepandaian Si Bangau
Merah, akan tetapi menghadapi Thian--li-pang yang memiliki anak buah ratusan orang
banyaknya, belum lagi sekutu--sekutunya yang banyak dan lihai, apa yang dapat diperbuat
oleh dua orang gadis itu dibantu olehnya sendiri"
Setelah berpikir keras, Cia Sun me-ninggalkan tempat itu, bukan untuk me-nyelidiki ke
Thian-li-pang, melainkan kembali menuruni bukit itu untuk me-masuki dusun di mana tadi
mereka mem-beli bekal makanan. Dia tahu bahwa ku-rang lebih seratus li dari dusun itu
terdapat benteng Siang-heng-koan di mana terdapat pasukan pemerintah. Dia sendiri tidak
mungkin pergi ke sana karena dia harus membantu dua orang gadis itu.
Melihat seorang laki-laki sedang menggarap sawah di luar dusun itu, Cia Sun cepat
memanggilnya dari tepi sawah. Laki-laki itu bertubuh kuat berkat peker-jaan berat di sawah
dan setiap hari man-di cahaya matahari, usianya sekitar em-pat puluh tahun.
"Toako, kesinilah sebentar aku mem-punyai urusan penting untuk dibicarakan!" kata Cia
Sun. Melihat seorang pemuda di tepi sawah memanggilnya dan pemuda itu bukan seperti seorang
pemuda dusun, petani itu segera menghampiri dan tubuh atas te-lanjang itu nampak kekar,
celananya yang hitam penuh lumpur.
"Ada urusan apakah Kongcu memang-gil aku?" tanya heran.
"Sobat, maukah engkau mendapatkan penghasilan yang lebih besar jumlahnya daripada
penghasilan sawahmu, selama beberapa tahun?"
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
276 "Ehhh" Apa maksudmu Kongcu" Aku tidak mengerti...."
Cia Sun mengeluarkan tiga potong besar emas dari sakunya dan memper-lihatkannya kepada
petani itu. "Emas ini akan kuberikan kepadamu kalau engkau suka melakukan sesuatu
untukku." Sepasang mata itu terbelalak. Biarpun selama hidupnya belum pernah dia me-lihat emas
sebanyak itu, apalagi memiliki-nya, akan tetapi dia cukup dewasa untuk mengetahui bahwa
tiga potong besar emas itu bukan saja amat mahal harga-nya dan merupakan jumlah yang
lebih besar daripada hasilnya sepuluh tahun bekerja di sawah, bahkan dengan emas itu dia
akan mampu membeli sawah yang luas dan rumah tinggal yang cukup baik!
"Apa yang harus kulakukan untuk Kongcu" Biarpun aku orang miskin, aku tidak mau kalau
disuruh mencuri atau membunuh orang, biar dibayar berapa banyaknya pun!"
"Aih, siapa suruh engkau melakukan kejahatan" Tugasmu hanya mudah saja, yaitu
mengantarkan surat ke benteng Siang-heng-koan."
"Benteng pasukan...." Ah, mana aku berani, Kongcu" Aku akan ditangkap!"
"Suratku akan membuka pintu benteng dan engkau akan diterima dengan kehor-matan
sebagai utusanku. Katakan dulu, sanggupkah engkau?"
Karena hanya disuruh mengantar su-rat, dengan penuh semangat petani itu berkata, "Aku....
eh, saya sanggup, Kong-cu!"
"Kalau begitu, mari kita ke rumahmu, akan kubuatkan surat itu."
Petani itu bergegas mencuci kaki ta-ngannya, lalu mengenakan baju dan ca-pingnya,
memanggul cangkulnya dan ber-sama Cia Sun dia pulang. Rumahnya diujung dusun, sebuah
rumah yang amat sederhana dan miskin. Mereka disambut isteri petani itu bersama empat
orang anak mereka yang merasa terheran-heran melihat petani itu pulang bersama se-orang
pemuda tampan bukan petani.
Petani itu menyuruh anak isterinya ke belakang dan dia duduk di tengah rumah bersama


Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tamunya. Atas permintaan Cia Sun, petani itu keluar sebentar untuk membeli alat tulis dan
menyewa seekor kuda yang kuat. Kemudian, Cia Sun me-nulis surat kepada komandan
benteng Siang-heng-koan dan surat itu dibubuhi tanda tangan dan cap yang selalu
di-bawanya. "Nah, sekarang juga engkau cepat pergi menunggang kuda ke benteng itu dan emas ini boleh
kaumiliki. Dengan emas ini, engkau akan dapat mengubah keadaan hidup keluargamu. Akan
tetapi awas, kalau sampai surat ini tidak kau-sampaikan, pasukan benteng itu akan
kukerahkan pasukan untuk menangkapmu dan engkau dengan seluruh keluargamu akan
dihukum berat. Katakan siapa namamu!" kata Cia Sun sambil menyerahkan surat itu.
"Nama hamba Ki Siok...."kata petani itu, kini nampak takut dan hormat. "Ka-lau boleh
hamba mengetahui nama Kong-cu...."
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
277 "Katakan saja kepada komandan ben-teng itu bahwa engkau diutus oleh se-orang yang
bernama Sun dan serahkan suratku itu. Akan tetapi ingat, tidak boleh orang lain mengetahui
tentang urusan kita ini dan siapapun juga tidak boleh melihat surat ini. Juga isteri dan anak-
anakmu tidak boleh mengetahui."
"Baik, baik, hamba mengerti...." kata petani itu ketakutan karena sebodoh--bodohnya, dia
pun dapat menduga bahwa pengirim surat ini tentulah bukan orang sembarangan, buktinya
memiliki emas sebanyak itu, bersikap royal, dan berani mengirim surat kepada komandan
ben-teng. Setelah melihat sendiri Ki Siok me-ninggalkan dusun menuju ke benteng Siang-heng-koan
cepat Cia Sun kembali mendaki Bukit Naga dan ke tempat yang tadi. Matahari telah naik
tinggi, tenga-hari hampir lewat, namun dekat sumur tua itu nampak sepi, belum kelihatan
kedua orang gadis itu kembali. Dia pun menunggu dengan hati berdebar tegang penuh
kekhawatiran. *** Kekuasaan Tuhan mencakup dan me-nyelimuti seluruh yang ada, seluruh yang nampak dan
yang tidak nampak oleh mata manusia. Keadaan di seluruh alam semesta ini terjadi karena
Kekuasaan Tuhan. Kekuasaan Tuhan berada di dalam yang paling dalam, di luar yang paling
luar, mencakup yang paling kecil sampai paling besar, yang terendah sampai yang tertinggi.
Kekuasaan Tuhan jugalah yang mencipta, memelihara, dan mengadakan sampai yang
meniadakan. Segala sesuatu terjadi karena Kehen-dak Tuhan. Segala macam suka, duka, indah buruk,
hanya merupakan ulah pikir-an yang bergelimang nafsu daya rendah.
Sebab akibat merupakan mata rantai kait mengait yang dibentuk oleh hati akal pikiran kita
sendiri. Tidak ada yang lebih kuat daripada Kekuasaan Tuhan, yang juga bekerja di dalam
tubuh kita, dari ujung rambut sampai ke kuku jari kaki. Kekuasaan Tuhan bekerja sepenuhnya
kalau kita menyerah. Penyerahan total yang meniadakan ulah hati akal pikiran sehingga
kekuasaan Tuhan mutlak be-kerja. Kalau sudah begitu, tidak ada yang tidak mungkin. Hanya
Tuhanlah Maha Sempurna, Maha Kuasa. Segala kehendakNya jadilah!
Ketika dia terjebak di dalam sumur tua, dan sumur itu ditimbuni batu-batu dari atas, Yo Han
mengerahkan segala daya hati akal pikirannya yang memang tugasnya untuk
mempertahankan manusia agar hidup dalam dunia ini. Dia berhasil menutup terowongan
dalam sumur itu dengan batu besar sehingga batu-batu yang dilemparkan dari atas sumur itu
tertahan oleh batu besar.
Yo Han duduk bersila di atasgulungan tali, memusatkan semua rasa diri, seolah-olah
tenggelam dan membiarkan dirinya tenggelam ke dalam lautan penyerahan. Sampai malam
lewat, dia tidak menyadari dan dia merasa seperti hidup di dalam lautan, atau di dalam udara
tanpa datar. Tubuhnya ringan, tidak ada secuil pun pikiran mengganggu batin, bahkan tidak
ada lagi rasa enak atau tidak enak. Seperti orang tidur atau orang mati, begitu kiranya
keadaan. Yo Han. Hanya bedanya, dia sadar. Dia me-nyadari bahwa dia berada di dasar
sumur tua dan tidak ada jalan keluar. Namun pada saat dia duduk bersila seperti itu, dia tidak
merasa khawatir, tidak merasa apa-apa seolah-olah tidak peduli dan tiada bedanya baginya.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
278 Malam lewat dan setelah ada sinar matahari menyorot masuk melalui celah--celah di antara
batu-batu di atas, dia seperti terbangun. Dan teringatlah dia akan semua yang terjadi kemarin.
Ke-marin" Hanya samar-samar dia teringat bahwa malam telah lewat, berarti dia telah
semalam berada di terowongan sumur itu. Lima orang pimpinan Thian-li-pang telah tewas
dan mayat mereka dilempar ke dalam sumur yang kini di-timbuni batu-batu. Kini semuanya
jelas baginya. Ouw Seng Bu membunuhi para pimpinan Thian-li-pang karena ingin
menguasai perkumpulan itu. Gila! Bukankah Ouw Seng Bu murid Lauw Kang Hui bahkan
merupakan murid tersayang" Kalau hanya murid mendiang Lauw Kang Hui, bagaimana
mungkin dia mampu mem-bunuh lima orang tokoh pimpinan Thian--li-pang yang memiliki
tingkat kepandaian lebih tinggi itu. Dan bagaimana pula para murid Thian-li-pang mau
menerima dia sebagai ketua baru" Dan yang mem-buat dia lebih heran lagi, bagaimana gadis
yang diperkenalkan kepadanya sebagai puteri Cu Kun Tek, pendekar sakti dari Lembah Naga
Siluman, dapat berada di Thian-li-pang, bahkan bersahabat baik dengan Ouw Seng Bu"
"Aku harus dapat keluar dari sini. Harus! Aku harus dapat membongkar semua rahasia Ouw
Seng Bu, kalau tidak Thian-li-pang akan diselewengkan, dunia kang-ouw akan kacau balau
dan kejahat-an akan menjadi-jadi. Semoga Tuhan memberi bimbingan kepadaku." katanya
dalam hati. Perutnya mulai terasa lapar, akan tetapi dia menampung rembesan air yang menetes-netes
turun dari atas dengan kedua tangan dan setelah minum air beberapa teguk, laparnya hilang.
Mulai-lah dia memeriksa semua dinding tero-wongan itu. Dinding itu terjal ke atas, licin dan
keras, tidak mungkin dipanjat, apalagi di atasnya tidak nampak lubang yang cukup besar
seperti mulut sumur, melainkan tertutup dan sinar yang ma-suk pun melalui celah-celah dari
sam-ping atas yang tidak nampak dari situ.
Tiba-tiba terdengar suara mencicit dan Yo Han melihat seekor tikus yang cukup besar,
sebesar anak kucing, berlari keluar dari sebuah lubang dan menggigit sebuah benda hitam
kehijauan. Dia me-rasa heran bagaimana binatang itu dapat membawa sesuatu dengan gigitan,
dan mengeluarkan bunyi mencicit pula. Tikus itu lenyap menyelinap ke dalam lubang kecil
dan tak lama kemudian terdengar suara mencicit-cicit anak tikus. Yo Han tersenyum. Betapa
besar kekuasaan Tu-han, pikirnya. Bahkan di tempat seperti ini pun terdapat mahluk hidup.
Belum yang tidak nampak olehnya, seperti ca-cing dan kutu-kutu lainnya, mungkin dalam
tetesan-tetesan air itu pun ter-dapat mahluk hidupnya! Hatinya semakin tenang karena dia
yakin bahwa kekuasaan Tuhan berada di mana-mana, sehingga kalau memang Tuhan
menghendaki dia tidak mati, tentu ada jalan keluar dari situ!
Tikus itu! Dia membawa benda hitam kehijauan dan kembali ke sarang, mem-beri makan
kepada anak-anaknya. Benda tadi tentulah makanan. Teringatlah dia akan jamur-jamur atau
tanaman dalam air yang terdapat di terowongan gua di mana dia pernah mempelajari ilmu dari
Kakek Ciu Lam Hok! Kini Yo Han memandang ke arah lubang dari mana tikus tadi keluar. Bu-kan lubang sesempit
kepalan tangan ke mana tikus tadi menghilang, melainkan lubang yang cukup besar, agaknya
dia akan dapat memasuki lubang itu dengan merangkak rendah. Siapa tahu, itu me-rupakan
jalan keluar, setidaknya jalan menuju ke tempat makanan! Andaikata bukan jalan keluar
sekalipun, kalau dari sana dia bisa mendapatkan makanan se-bagai penyambung hidup, itu
sudah luma-yan namanya. Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
279 Akan tetapi, baru dua meter lebih dia merangkak melalui lubang sempit itu, lubang mengecil
dan tubuhnya tidak da-pat maju lagi. Terpaksa Yo Han mem-pergunakan tenaganya untuk
membongkar batu-batu di depannya, memperbesar terowongan itu sehingga dia dapat maju
lagi. Tentu saja pekerjaan ini memakan waktu dan setelah sehari penuh bekerja, dia baru
dapat maju sejauh empat meter dan terpaksa menghentikan pekerjaannya karena lelah dan
gelap. Dia merangkak mundur dan minum air dengan menadah air rembesan dari atas dengan
kedua tangannya sampai kenyang.
Malam itu, Yo Han mengatur tali sehingga merupakan tempat tidur darurat, lumayan untuk
membiarkan tubuhnya beristirahat dengan rebah terlentang.
Sudah menjadi lajim bagi kita bahwa dalam keadaan menderita sengsara, kalau semua daya
kita sudah tidak mampu menolong keadaan kita, maka kita baru teringat kepada Tuhan! Kita
lalu me-rengek-rengek dan memohon kepada Tu-han agar kita dibebaskan daripada
pen-deritaan. Tentu saja setiap orang dari kita tidak mau kalau dikatakan bahwa kita hanya
teringat kepada pencipta kita kalau kita membutuhkan saja. Di waktu kita dalam keadaan
senang, sewaktu kita berhasil, maka kita tidak ingat lagi ke-pada Tuhan dan merasa bahwa
semua hasil itu adalah karena kepintaran kita! Keberhasilan mendatangkan kesombongan, kita
menjadi tinggi hati dan merasa diri hebat. Sebaliknya, dalam keadaan gagal dan menderita,
baru kita merasa betapa kita lemah tak berdaya, dan kita baru berdoa dan, meminta-minta
kepada Tu-han. Segela macam permintaan kita aju-kan, kita mohon diberi rejeki, mohon
di-beri kenaikan pangkat, mohon diluluskan ujian, mohon disembuhkan dari penyakit, dan
segala macam permohonan lagi. Kita lupa bahwa segala sarana yang lengkap telah diberikan
Tuhan kepada kita untuk mencapai itu semua. Untuk mendapat rejeki, kita sudah diberi
anggauta tubuh lengkap, berikut hati akal pikiran untuk kerja dan mencari rejeki, untuk naik
pangkat kita harus bekerja dengan jujur, setia dan baik, untuk lulus ujian kita harus belajar
dengan rajin, untuk sembuh dari penyakit kita harus berobat dan untuk mencegah datangnya
penyakit kita harus hidup bersih dan sehat, dan se-bagainya. Akan tetapi, kesenangan
me-rupakan semua penggunaan sarana tidak sehat. Karena penggunaan akal pikiran secara
tidak sehat sehingga melahirkan perbuatan yang tidak sehat pula, maka timbullah semua
akibat buruk. Kalau sudah begitu, kita minta-minta kepada Tuhan agar kita dibebaskan
daripada akibat perbuatan kita sendiri itu.
Berbahagialah manusia yang lahir batinnya menyerah dengan tawakal dan ikhlas kepada
Tuhan, mendasari semua ikhtiar sehat di atas penyerahan kepada Tuhan Yang Maha Kasih.
Bagi seorang yang sudah dapat menyerah lahir batin, maka segala apa pun yang datang
me-nimpa diri, merupakan kehendak Tuhan yang penuh rahasia, Tuhan mengetahui apa yang
paling tepat untuk kita, baik itu merupakan hukuman atau ujian. Hu-kuman memang tepat
untuk mengingat-kan kita akan dosa kita dan ujian memperkuat batin dan iman kita. Orang
yang menyerah kepada Tuhan hanya mengenal ucapan syukur dan berterima kasih ke-pada
Tuhan, dan hanya mengenal satu permohonan, yaitu permohonan ampun atas segala dosa
yang diperbuatnya di masa lalu dan bimbingan di masa depan. Tidak banyak mengeluh kalau
sedang ditimpa duka, dan tidak mabuk kalau sedang di jenguk suka.
Pada keesokan harinya, begitu ada sinar memasuki terowongan itu, Yo Han sudah bekerja
lagi dengan rajin. Dia tidak tergesa-gesa, tidak terlalu memeras tenaganya agar tidak sampai
kehabisan tenaga dan kelelahan karena perutnya yang kosong mengurangi banyak tenaga-nya.
Setelah tiga hari lamanya mem-bongkar batu-batu dan hanya minum air, setelah tenaganya
hampir habis, lubang itu membesar lagi sehingga dia dapat melanjutkan merangkak ke depan
dan ditemukannya jamur atau tumbuhan di antara dinding batu yang basah seperti yang
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
280 dibawa oleh induk tikus untuk mem-beri makan kepada anak-anaknya. Yo Han pernah makan
jamur ini atas petun-juk mendiang kakek Ciu Lam Hok, maka tanpa ragu lagi dia pun makan
beberapa potong jamur. Dan terhindarlah dia dari bahaya kelaparan! Kini dia dapat
melan-jutkan usahanya mencari jalan keluar dengan menjelajahi lubang-lubang yang banyak
terdapat di bawah permukaan bukit itu, merupakan lubang dan tero-wongan bawah tanah dari
batu karang yang kuat. Sambil mengerahkan seluruh anggauta badannya, seluruh panca inderanya, di-dasari
penyerahan kepada Tuhan, yakin bahwa kekuatan Tuhan akan membimbing-nya, Yo Han
terus bekerja dengan tekun, tak pernah putus asa walaupun beberapa kali lubang yang
diikutinya tiba di dinding buntu dan terpaksa dia harus men-cari lubang lain.
*** Kalau Yo Han dengan penuh semangat mencari jalan keluar, maka di atasnya, di permukaan
bukit itu, terjadi hal-hal yang hebat, yang tentu akan menggelisah-kan hati Yo Han kalau dia
mengetahui-nya. Bayangan tubuh Sim Hui Eng yang ramping padat itu berkelebat cepat,
me-nyelinap di antara pohon-pohon. Ia se-dang melakukan penyelidikan terhadap Thian-li-
pang, untuk mengetahui lebih banyak tentang perkumpulan itu dan kalau mungkin
menyelidiki apakah benar Yo Han telah tewas, ataukah ditahan dalani rumah perkumpulan
itu. Gadis yang anggun dan cantik ini, tidak lagi bersikap dingin angkuh seperti dahulu ketika ia
masih menjadi puteri ketua Pao-beng-pai, menggunakan gin-kangnya dan gerakannya
sedemikian ce-pat sehingga tidak akan kelihatan oleh orang-orang Thian-li-pang. Akan tetapi,
hal ini hanya dugaanya saja karena ia mengira bahwa musuh tidak tahu akan kedatangannya.
Padahal, sejak ia bersama Sian Li dan Cia Sun berada di dekat, sumur tua, para murid Thian-
li-pang telah melakukan penjagaan dan Ouw Seng Bu sendiri telah mengamati gerak-gerik
ketiga orang itu. Tentu saja kini gerakan Hui Eng juga sudah selalu diamati. Se-telah gadis itu
kini berpisah jauh dari Sian Li dan Cia Sun, dan ia melihat bagian kanan perkampungan itu
nampak tidak terjaga ketat, dengan berani ia melompati pagar dan memasuki bagian belakang
sebuah bangunan besar yang hendak diselidikinya. Mungkin ia dapat mendengar percakapan
murid Thian-li--pang atau syukur kalau menemukan sesuatu yang akan dapat menunjukkan
ten-tang Yo Han. Akan tetapi baru saja ia tiba di ruangan terbuka yang tadinya sepi itu, ter-dengar gerakan
orang dan ketika ia cepat memutar tubuhnya, ia melihat diri-nya sudah terkepung oleh
puluhan orang, anak buah Thian-li-pang yang kesemuanya menyeringai dengan gaya
mengejek! "Hemmm....!" Hui Eng tidak menjadi gentar dan ia sudah mempesaiapkan pe-dang dan
kebutannya. Dua orang pria yang agaknya menjadi pimpinan tiga puluh orang lebih anak buah
Thian-li--pang itu melangkah maju dan berkata dengan suara yang mengandung ejekan.
"Nona, sebaiknya engkau menyerah dan kami hadapkan kepada pangcu dari-pada tubuhmu
yang mulus itu halus lecet--lecet dan mungkin terluka."
Sinar mata Hui Eng mencorong ma-rah. "Aku" Menyerah kepada kalian" Makanlah ini!"
Pedangnya menyambar ganas. Dua orang anggauta Thian-li-pang yang memimpin rombongan
itu merupa-kan murid yang sudah agak tinggi ting-katnya. Mereka terkejut melihat
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
281 ber-kelebatnya sinar pedang yang menyambar, akan tetapi mereka masih dapat me-lempar
tubuh ke belakang sehingga ter-hindar dari maut. Para anggauta Thian--li-pang sudah
mengepung ketat dan meng-gerakkan senjata mereka mengeroyok gadis itu.
"Tar-tar-tarrr....!!" Sinar merah me-nyambar-nyambar dan bulu-bulu kebutan yang halus itu
merobohkan empat orang pengeroyok. Hui Eng mengamuk. Pedang dan kebutannya
menyambar-nyambar menjadi dua gulungan sinar putih dan merah, dan dalam waktu belasan
jurus saja sudah ada belasan orang anggauta Thian-li-pang roboh!
"Semua mundur!" terdengar bentakan dan muncullah Siangkoan Kok! Datuk ini dengan
muka merah karena marah meng-hadapi bekas puterinya, juga muridnya yang tadinya amat
disayangnya. "Eng Eng, cepat menyerah!"
Akan tetapi Hui Eng memandang kepada orang yang dahulu dianggap guru dan ayahnya itu
dengan mata mencorong. "Kenapa aku harus menyerah kepadamu" Aku tidak sudi!"
Siangkoan Kok melotot. "Eng Eng, lupakah engkau bahwa aku adalah gurumu, juga pernah
menjadi ayahmu yang menyayangmu?"
"Aku tidak lupa, semuanya aku tidak lupa, juga betapa engkau dengan kejam hampir
membunuhku, dan engkau mem-bunuh pula sumoi Tio Sui Lan, mem-bunuh pula isterimu
yang pernah menjadi ibuku. Aku tidak lupa dan sekaranglah saatnya aku membalaskan semua
itu!" Setelah berkata demikian, dengan nekat Hui Eng sudah menerjang maju menye-rang
datuk yang pernah menjadi guru dan ayahnya itu.
"Keparat, kalau begitu engkau tidak layak dikasihani!" bentaknya dan Siang-koan Kok
menangkis, lalu balas menye-rang. Guru dan murid itu segera saling serang dengan dahsyat
dan terjadilah pertandingan yang amat seru karena keduanya menyerang untuk membunuh.
Melawan bekas gurunya sendiri itu saja Hui Eng sudah kewalahan, karena betapapun juga,
semua ilmunya ia da-patkan dari Siargkoan Kok, sehingga se-mua gerakannya telah diketahui
datuk itu. Biarpun ia mengenal pula gerakan lawan, akan tetapi ia kalah pengalaman dan
ilmunya kalah matang. Apalagi kini muncul dua orang tosu dari Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-
pai yang tanpa banyak cakap sudah maju membantu Siangkoan Kok. Hui Eng terdesak hebat
dan ia hanya mampu memutar pedang dan ke-butannya untuk menangkis saja, tidak mendapat
kesempatan lagi untuk mem-balas serangan tiga orang lawannya.
Melihat kedua orang tosu yang mem-bantunya itu menyerang dengan sungguh--sungguh,
timbul kekhawatiran di hati Siangkoan Kok bahwa gadis itu akan roboh dan tewas, atau akan
terluka be-rat. Hal ini tidak dikehendaki oleh Ouw--pangcu, juga dia sendiri tidak ingin
me-lihat bekas murid dan puterinya itu te-was. Dia masih sayang kepada Eng Eng, bahkan
kini, setelah gadis itu bukan lagi puterinya, timbul keinginan di hatinya untuk menarik gadis
itu sebagai pengganti isterinya. Dia masih sayang kepada Eng Eng dan rasa sayang sebagai
guru dan ayah itu dapat dialihkan menjadi kasih sayang seorang pria terhadap se-orang wanita
yang menjadi isterinya. "Jangan lukai atau bunuh gadis ini. Kita tangkap hidup-hidup sesuai perintah pangcu!" kata
Siangkoan Kok dan men-dengar seruan ini, kedua orang tusu lalu mengubah gerakan mereka,
tidak lagi menyerang dengan pedang mereka, me-lainkan menggunakan pedang untuk
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
282 menangkis dan menyerang dengan totokan tangan kiri untuk merobohkan gadis itu tanpa
membunuhnya. Setelah melakukan perlawanan mati--matian, akhirnya Hui Eng terkena totok-an dan roboh
terkulai lemas! Siangkoan Kok cepat menelikungnya dan membawa-nya ke dalam, lalu
memasukkannya ke dalam sebuah kamar tahanan yang ter-buat dari besi. "Jaga baik-baik dan
ja-ngan sampai ia lolos!" pesannya kepada beberapa orang Thian-li-pang yang me-lakukan
penjagaan. "Akan tetapi, siapa yang berani mengganggunya akan dihukum berat!"
Siangkoan Kok, Im Yang-ji dan Kui Thian-cu lalu meninggalkan tempat ta-hanan itu karena
mereka sudah men-dengar berita bahwa kini Ouw-pangcu sedang berusaha untuk menawan Si
Ba-ngau Merah. Seperti juga Hui Eng, Sian Li melaku-kan penyelidikan melalui samping, per-kampungan
Thian-li-pang. Ia pun meloncati pagar dan sama sekali tidak mendapatkan perlawanan karena
di balik pagar tembok itu tidak nampak seorang pun anggauta Thian-li-pang. Akan tetapi,
tidak mudah untuk menjebak Si Bangau Merah. Ia cukup waspada dan melihat keadaan yang
sepi itu, ia pun mgklum bahwa agaknya pihak musuh telah me-ngetahui akan kedatangannya


Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan sengaja mengosongkan tempat itu untuk mema-sang perangkap.
Dengan gin-kangnya yang sudah men-capai tingkat tinggi, Sian Li berkelebat dan
menyelinap ke dalam sebuah taman kecil dan dari sini ia pun meloncat ke atas benteng dan
bersembunyi di balik wuwungan. Gerakannya demikian cepat-nya sehingga para anggauta
Thian-li-pang yang mengawasinya kehilangan jejaknya. Bahkan Ouw Seng Bu yang diam-
diam juga mengamatinya dari dalam, menjadi terkejut dan bingung karena Si Bangau Merah
itu tidak nampak lagi. Dari balik wuwungan, Sian Li meng-intai ke bawah dan ia tersenyum meng-ejek ketika
melihat beberapa orang anak buah Thian-li-pang mulai bermunculan dari tempat
persembunyian mereka. Se-perti telah diduganya, orang-orang Thian--li-pang telah
mengetahui akan kedatang-annya dan sengaja bersembunyi untuk membiarkan ia masuk ke
dalam jebakan mereka. Akan tetapi karena ia lenyap bersembunyi di wuwungan, mereka
mulai menjadi bingung dan ada yang keluar mencari-cari.
Sian Li mengambil jalan memutar dan melihat seorang anggauta Thian-li-pang mencari ke
arah belakang dengan pedang di tangan dan orang itu melongok-longok, ia lalu bergerak
mendekati dari atas. Setelah cukup dekat, Sian Li menggerak-kan tangan kanannya dan
sepotong gen-teng yang ia patahkan dari ujung wu-wungan menyambar dan tepat mengenai
tengkuk orang itu. Dia mengeluh, pe-dangnya terlepas dan roboh terkulai, pingsan.
Sian Li menanti beberapa lamanya. Setelah yakin tidak ada orang melihat penyerangnya itu,
ia melayang turun dan menarik lengan orang yang tak mampu bergerak itu ke dalam sebuah
ruangan kosong, dan ia menutupkan daun pintu ruangan itu.
Anggauta Thian-li-pang itu terkejut bukan main ketika totokannya punah dan dia siuman, dia
melihat gadis berpakaian merah itu menodongkan pedang tajam yang menggigit kulit
lehernya. Pedangnya sendiri!
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
283 "Kalau engkau tidak mengaku terus terang, pedang ini akan menembus teng-gorokanmu!"
Sian Li mendesis dan mata orang itu terbelalak, mukanya berubah pucat, apalagi ketika dia
merasa perih-nya kulit leher di mana ujung pedang-nya sendiri menempel.
"Saya....saya mengaku terus te-rang...." katanya lirih.
"Hayo katakan di mana Sin-ciang Tai-hiap Yo Han" Jangan bohong!"
Orang itu semakin ketakutan. "Dia.... dia.... di tempat.... tahanan...."
Berdebar rasa hati Sian Li karena lega. Seperti telah diduganya. Ouw Seng Bu
membohonginya. "Di mana tempat itu" Hayo antar aku ke sana!"
"Saya....saya tidak berani.... ahhh...!" Pedang itu menusuk, masuk ke kulit lehernya sampai
setengah senti, men-datangkan rasa nyeri dan ketakutan he-bat. Sedikit saja nona baju merah
itu menusukkan pedang itu, tentu lehernya akan tembus dan matilah dia.
"Baik.... baik...." katanya.
Sian Li menarik pedangnya. "Hayo jalan dulu, awas, kalau engkau memberi tanda atau
berteriak, akan kucincang tubuhmu."
Dengan tubuh gemetar ketakutan, anak buah Thian-li-pang itu membawa Sian Li menyelinap
melalui lorong kecil. Setiap kali melihat ada anak buah Thian--li-pang lainnya, orang itu
ditarik oleh Sian Li untuk bersembunyi dan pedangnya menodong punggungnya. Akhirnya,
setelah melalui jalan berliku-liku, orang itu mem-bawa Sian Li memasuki ruangan bagian
belakang. Bangunan di situ cukup besar dan mereka memasuki gang dan tiba di depan pintu
sebuah kamar yang terbuat dari besi dan ada jerujinya yang kokoh kuat. Pintu kamar itu
dipasangi rantai yang dikunci.
"Dia.... dia di sana...." Orang itu menuding ke dalam kamar tahanan itu. Sian Li
menggerakkan tangan kirinya dan orang itu terkulai lemas, tak mampu bergerak lagi karena
tertotok. Sian Li menghampiri jeruji pintu kamar itu dan melihat ke dalam. Jantungnya
berdebar. "Han-koko....!" Ia berseru, akan te-tapi lirih karena tidak ingin membuat gaduh. Ia melihat
Yo Han duduk bersila, membelakangi pintu. Ia memang tidak melihat wajah orang itu, akan
tetapi perawakannya membuat ia mengenal pemuda itu, apalagi anak buah Thian--li-pang tadi
mengatakan bahwa Yo Han ditawan di kamar itu.
"Han-koko....!" Ia memanggil lagi, akan tetapi orang yang bersila membela-kanginya itu
tidak menjawab, tidak ber-gerak. Agaknya Yo Han terluka parah dan sedang menghimpun
hawa murni, maka tidak dapat menjawabnya, pikir Sian Li. Ia melihat betapa Yo Han
me-narik napas panjang dan menahan napas itu sampai lama.
Ah, Yo Han tentu terjebak musuh dan menderita luka, maka dapat tertawan, pikir Sian Li.
Sekaranglah saatnya mem-bebaskannya, karena kalau sampai Ouw Seng Bu dan sekutunya
muncul, tidak akan mudah baginya untuk membebaskan kekasih hatinya itu.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
284 "Han-koko, jangan khawatir, aku akan menolongmu!" katanya. Ia memperhitung-kan bahwa
kalau kamar tahanan itu di-pasangi jebakan, tentu Yo Han akan memperingatkannya.
Sian Li mengeluarkan sulingnya. Su-ling itu hanya disaput emas, akan tetapi sebetulnya di
sebelah dalamnya terbuat dari baja pilihan yang amat kuat. Ia mengerahkan tenaganya, tenaga
gabungan Im-yang-sin-kang dari keluarga Pulau Es seperti yang ia pelajari dari Suma Ceng
Liong, memutar sulingnya dengan ilmu Kim-siauw Kiam-sut (Ilmu Pedang Suling Emas) dan
sinar emas menyambar ke arah lantai yang membelenggu daun pin-tu kamar tahanan itu.
"Tranggg.... trakkk!" Rantai itu patah dan Sian Li mendorong daun pintu kamar tahanan itu
sehingga terbuka. Dengan cepat, namun hati-hati dan tidak kehilang-an kewaspadaan, ia pun
memasuki kamar tahanan itu. Pada saat itu terdengar suara gaduh di luar dan ketika ia
me-nengok, nampak banyak anak buah Thian--li-pang memasuki rumah tahanan itu. Hemmm,
ia telah ketahuan musuh, pikir-nya. Ia harus cepat membebaskan Yo Han.
"Han-koko, mari kita pergi...." Ia menahan kata-katanya dan terbelalak ketika orang yang
tadinya bersila mem-belakanginya itu meloncat ke depan, membalikkan tubuhnya
dan ia ber-hadapan dengan Ouw Seng Bu! Kiranya, ketua Thian-li-pang itu yang tadi
duduk bersila membelakanginya. Memang pera-wakan ketua baru ini mirip dengan
pe-rawakan Yo Han, dan agaknya sang ketua ini sengaja menyamar sehingga ram-but yang
dikucir bergantung dan me-lingkar leher itu pun sama, juga pakaian-nya.
"Ha-ha-ha, Bangau Merah! Sudah ku-katakan bahwa Yo Han telah berkhianat, dan dia telah
mati di dalam sumur tua, dan engkau masih juga tidak percaya" Sekarang, lebih baik engkau
menyerah dan membantu kami berjuang melawan penjajah, sesuai dengan nama besar
ke-luargamu sebagai pendekar-pendekar yang gagah perkasa."
"Keparat Ouw Seng Bu! Engkau tentu telah menjebak Han-koko! Sekarang aku harus
membalas dendam kepadamu!" Se-telah berkata demikian, Sian Li memutar suling dan
menerjang maju. Akan tetapi, Ouw Seng Bu menghindar dengan loncat-an ke kiri.
"Ha-ha-ha, engkau sudah terkepung dan masih bicara besar" Lihat di luar kamar ini anak
buahku telah menghadang dan mengepung. Engkau tidak akan dapat lolos, Tan San Li.
Melawan pun tidak ada gunanya karena kalau Yo Han saja tidak mampu menandingi aku, apa
lagi engkau." "Jahanam busuk sombong!" Sian Li berteriak dan ia pun menyerang lagi dengan dahsyat.
Diam-diam Ouw Seng Bu terkejut karena serangan Si Bangau Me-rah itu memang dahsyat
dan kuat bukan main. Sulingnya berubah menjadi sinar emas yang mengeluarkan suara
meleng-king-lengking aneh. Dia melompat ke tepi kamar, tangannya menekan tombol di
dinding dan di dinding di belakangnya terbuka. Dia melompat masuk.
"Pengecut, hendak lari ke mana kau?" bentak Sian Li yang mengejar cepat. Ia pun ,meloncat
masuk ke dalam kamar lain di mana Ouw Seng Bu sudah menunggu sambil tersenyum
mengejek. Pemuda itu menggerak-gerakkan kedua lengan tangan-nya secara aneh dan
terdengar bunyi tulang-tulangnya berkerotokan! Dia telah menghimpun tenaga dari ilmunya
yang sesat, yaitu Bu-kek Hoat-keng yang salah latih. Dan kini wajahnya berubah, masih
tampan, akan tetapi senyumnya yang tadinya ramah dan manis itu berubah menjadi wajah
menyeringai yang amat menyeramkan, sadis dan dingin, matanya liar dan suara tawanya
seperti setan tertawa. Ketika Sian Li melihat keadaan Ouw Seng Bu seperti itu, ia pun tahu
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
285 bahwa pemuda ini adalah seorang yang tidak waras, atau miring otaknya! Ia tidak tahu bahwa
keadaah itu merupakan akibat dari ilmu Bu-kek Hoat-keng yang salah latihan.
"Iblis gila!" bentaknya dan ia me-ngerang lagi dengan Sulingnya. Kamar yang ini berbeda
dengan kamar tahanan di depan tadi. Dinding yang tadi terbuka menembus ke kamar tahanan
kini sudah menutup kembali dengan sendirinya dan kamar ini lebih luas. Hantaman sulingnya
ke arah kepala pemuda itu meloncat ke samping dan ketika suling itu mengejar dengan
sambaran ke samping, dia me-nangkis dengan tangan kirinya.
"Takkk....!" Dua tenaga dahsyat ber-temu dan akibatnya tubuh Sian Li ter-dorong ke
belakang sampai tiga langkah. Gadis itu terkejut bukan main. Sulingnya yang ditangkis tadi
tergetar hebat dan ada tenaga aneh yang amat dingin me-nyusup melalui suling dan tangannya
dan tenaga itu amat kuat sehingga dia ter-dorong dan terhuyung. Baiknya ia masih
mengerahkan. tenaga sin-kang untuk me-nolak pengaruh hawa dingin aneh itu.
"Ha-ha-heh-heh-heh!" Ouw Seng Bu terkekeh menyeramkan dan membusung-kan dadanya.
"Si Bangau Merah, engkau tidak akan menang melawan aku. Ilmuku yang amat hebat ini
tidak dapat ditan-dingi siapapun juga dan sebentar lagi aku akan menjadi jagoan nomor satu
di dunia, mengusai dunia kang-ouw, bahkan se-telah menjatuhkan pemerintah penjajah
Mancu, akulah yang layak dan pantas menjadi kaisar. Ha-ha-ha!"
"Gila, dia gila akan tetapi memiliki ilmu yang ajaib," pikir Sian Li. Ia harus dapat
merobohkan orang ini, kalau tidak, ia tentu akan celaka. Baru orang ini saja sudah demikian
hebat, kalau para sekutu-nya datang mengeroyok, ia tahu bahwa ia tidak akan mampu
menandingi mereka. Sian Li mengeluarkan pekik melengking dan kini ia memutar suling emas-nya, memainkan
ilmu pedangnya yang paling ampuh, yaitu Ang-ho Sin-kun (Si-lat Bangau Merah) yang ia
pelajari dari ayahnya, Pendekar Sakti Bangau Putih.
Sulingnya berubah menjadi sinar emas bergulung-gulung menyilaukan mata, dan tubuhnya
juga lenyap berubah menjadi bayangan merah yang berkelebatan terbungkus sinar emas. Dari
gulungan sinar emas itu mencuat sinar yang menyerang ke arah Ouw Seng Bu.
Akan tetapi sambil terkekeh-kekeh aneh, Ouw Seng Bu berdiri tegak dan kedua tangannya
membuat gerakan-gerak-an aneh, kadang diputar seperti baling--baling, dan dari kedua tangan
itu me-nyambar hawa dahsyat yang membuat semua serangan Sian Li tertolak kembali,
mental sebelum mengenai tubuh lawan! Ketika Ouw Seng Bu melangkah maju mendekat,
hawa pukulan kedua tangannya semakin kuat sehingga kini gulungan sinar emas itu makin
menyempit, tanda bahwa Si Bangau Merah terdesak oleh tenaga aneh itu.
Pada saat itu terdengar suara wanita, "Bu-ko, jangan bunuh atau lukai ia!"
Mendengar teriakan itu, Ouw Seng Bu terkekeh. "Heh-heh-heh, tidak, tidak, sayang, jangan
khawatir!" Setelah berkata demikian, tiba-tiba dia meloncat ke bela-kang dan berlari keluar
dari ruangan itu melalui sebuah lorong yang lebarnya sekitar dua meter dan panjang.
"Jangan lari!" bentak Sian Li yang mengejar. Terdengar suara keras dan jorong itu sudah
tertutup dari depan dan belakang oleh pintu rahasia. Sian Li terkejut, merasa terjebak dalam
lorong yang tertutup, akan tetapi karena Ouw Seng Bu masih berada di situ bersamanya, ia
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
286 tidak takut dan memutar suling lebih cepat untuk menjaga agar orang itu ti-dak melarikan diri
melalui sebuah pintu rahasia.
"Heh-heh-heh, engkau takkan dapat lolos, Bangau Merah!" kata Ouw Seng Bu. Tiba-tiba dari
lantai lorong itu keluar asap kemerahan memenuhi lorong. Sian Li mencium bau harum
menyengat dan tahulah ia bahwa asap itu mengandung racun pembius! Akan tetapi, tidak ada
jalan keluar dan jalan satu-satunya hanya menyerang mati-matian pada lawan yang masih
tertawa-tawa walaupun asap merah makin menebal. Gadis perkasa yang cer-dik ini menyesal
akan kebodohannya sen-diri. Tentu saja, pikirnya. Ouw Seng Bu telah memakai obat
penawar! Asap sudah terpaksa disedotnya ketika ia bernapas.
"Keparat keji, pengecut, curang....!" Ia menyerang lagi akan tetapi kepalanya terasa pening,
pandang matanya berkunang dan ia pun roboh terkulai pingsan.
Ketika siuman kembali, Sian Li men-dapatkan dirinya rebah di atas sebuahdipan. Ia melihat
betapa kaki tangannya diikat rantai baja panjang. Cepat ia turun dari pembaringan itu dan
mengerahkan tenaga sin-kang untuk mematahkan rantai kaki tangannya.
"Jangan, Sian Li. Jangan patahkan, rantai. kaki tanganmu." terdengar suaraorang. Ia
menengok dan melihat Hui Eng juga berada di kamar itu. Juga gadis ini dirantai kaki
tangannya, dengan rantai panjang yang membuat ia mampu bergerak ke sana sini, mampu
mempergunakan tangan kakinya akan tetapi rantai itu tidak sampai pintu kamar tahanan yang
beruji. "Ah, kiranya engkau pun sudah ter-tawan. Bagaimana dengan pang.... " Sian Li teringat.
Mereka berada di tangan pemberontak Thian-li-pang, sungguh berbahaya kalau mereka
mengetahui bahwa Cia Sun adalah pangeran Mancu. "Di mana Sun-toako?"
"Entah, kami berpencar, bukan" Aku dikepung dan dikeroyok, tertangkap."
"Tapi kenapa engkau melarang aku mematahkan rantai ini! Kurasa engkau pun akan mampu
mematahkan rantai kaki tanganmu."
"Agaknya aku akan mampu mematah-kan rantai ini, akan tetapi apa gunanya" Mereka jelas
tidak ingin membunuh kita, dan rantai ini bagaimanapun juga masih memberi kebebasan
bergerak kepada kita. Dengan mematahkannya, belum berarti kita bebas. Kamar ini kokoh
kuat dan terjaga kuat, juga mereka dapat mempergunakan perangkap untuk menangkap kita
kembali. Kalau sampai mereka meng-gantikan rantai ini dengan belenggu yang membuat kita
tidak mampu bergerak leluasa, bukankah hal itu lebih menyiksa" Kita harus tenang dan sabar,
tidak me-nuruti kemarahan."
Sian Li mengangguk membenarkan. "Mereka itu lihai, dan orang she Ouw itu agaknya
miring otaknya. Dia itu gila, akan tetapi mempunyai ilmu seperti iblis sendiri. Belum pernah
selama hidupku bertemu dengan lawan setangguh dengan ilmu seaneh itu."
"Aku.... aku mengkhawatirkan pangeran...." kata Hui Eng lirih.
"Agaknya dia tidak seperti kita, tidak tertangkap. Mudah-mudah saja begitu karena kalau dia
masih bebas, berarti ki-ta masih mempunyai harapan akan dapat tertolong. Aku sekarang
mengerti bahwa anggauta Thian-li-pang yang kutangkap tadi sengaja dipasang sebagai umpan
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
287 perangkap. Mereka itu lihai dan licik sekali. Aku sekarang sungguh mencemas-kan keadaan
Han-koko." Mereka terdiam karena mendengar langkah kaki yang ringan menghampiri dari luar kamar
tahanan. Muncullah Cu Kim Giok, gadis manis dengan mata indah, akan tetapi kini wajahnya
agak muram dan matanya mengadung penyesal-an.
"Hemmm, engkau sungguh tidak tahu malu masih berati muncul di depan ka-mi!" Sian Li
langsung menyambut dengan ucapan keras. "Ingin aku melihat wajah Paman Cu Kun Tek dan
Bibi Pouw Li Sian yang gagah perkasa kalau melihat puterinya seperti ini, membantu orang-
-orang jahat!" Cu Kim Giok memandang sedih. "Aihhh, tak kusangka akan begini jadinya. Sung-guh, aku
bersumpah, Sian Li, aku bukan orang yang membela orang jahat. Semua ini hanya salah
sangka dari pihakmu saja. Aku berani tanggung bahwa Ouw Seng Bu adalah seorang yang
gagah perkasa, se-orang pendekar berjiwa pahlawan. Dia mau mengorbankan apa saja dengan
per-juangan membebaskan rakyat dari ceng-keraman penjajah. Salahkah aku kalau aku
membantu perjuangan yang suci" Engkau terlalu berprasangka dan meng-anggap buruk.
Tentang kematian Pen-dekar Tangan Sakti Yo Han, sungguh bukan kesalahan Ouw-toako.
Aku sendiri menjadi saksi. Yo Han yang berusaha membunuhnya seperti yang telah
dilaku-kan kepada para pimpinan Thian-li-pang, dan Ouw-koko hanya membela diri. Ka-lau
Yo Han tidak tergelincir ke dalam sumur, dan tidak ditimbuni batu, tentu Ouw-koko yang
tewas di tangannya. Percayalah Ouw-koko adalah seorang yang baik, seorang pendekar
yang...." "Gila! Ya, dia seorang yang miring otaknya, Kim Giok. Tidak tahukah eng-kau akan hal itu
atau pura-pura tidak tahu" Cu Kim Giok, katakan kepada iblis gila Ouw Seng Bu itu bahwa
kalau benar Han-koko tewas di tangannya, aku Tan Sian Li akan menggerakkan seluruh
ke-luarga Pulau Es dan Gurun Pasir untuk membalas dendam! Aku tidak akan ber-henti
berusaha sampai aku dapat me-menggal lehernya dan membawa kepala-nya dan hatinya untuk
sembahyang ke-pada Han-koko!" Berkata demikian, kare-na membayangkan kematian Yo
Han, kedua mata Sian Li menjadi basah dan suaranya gemetar, walaupun mengandung
ancaman yang membuat Kim Giok merasa ngeri.
"Sian Li, engkau rela mengorankan apa pun untuk membela Yo Han, karena engkau
menganggap dia benar dan mencintanya. Apakah aku tidak boleh mem-bela orang yang
kuanggap benar dan yang kucinta?" Dengan muka penuh kesedihan Kim Giok meninggalkan
tem-pat itu dengan cepat dan kedua orang gadis perkasa itu masih sempat mendengar isak
tangis yang dibawa lari gadis dari Lembah Naga Siluman itu.
"Sungguh aneh! Ia mencinta Ouw Seng Bu....!" kata Sian Li lirih.
"Ih, kenapa hal itu kauanggap aneh, Sian Li?" tanya Hui Eng, tersenyum.
"Akan tetapi Ouw Seng Bu itu orang gila! Iblis gila!"
Hui Eng tertawa geli dan Sian Li memandang heran. Memang nampak aneh dan lucu melihat
gadis itu tertawa-tawa geli, padahal mereka berada dalam ta-wanan musuh dengan kaki
tangan dipa-sangi rantai! Sungguh merupakan keadaan yang patut mendatangkan tangis,
bukan tawa geli! Ini saja sudah membuktikan betapa tabah hati Sim Hui Eng, meng-hadapi
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
288 keadaan yang gawat. Dan hal ini membesarkan pula hati Sian Li. Mem-punyai seorang kawan
sependeritaan se-tabah ini memang membesarkan hati.
"Hemmm, apa yang perlu ditertawa-kan" Apanya yang lucu?" tanya Sian Li.
"Engkau yang lucu," kata Hui Eng. "Kenapa engkau seperti orang kebakaran jenggot melihat
gadis itu mencinta Ouw Seng Bu?"
"Hushhh! Mana aku berjenggot?" cela Sian Li akan tetapi kini ia pun tertawa geli.
"Sian Li, cinta membuat orang yang kita cinta nampak selalu benar selalu baik, selalu
menarik, sebaliknya benci membuat orang yang kita benci nampak selalu salah, selalu buruk,
selalu me-nyebalkan. Buktinya, engkau ditunangkan dengan pangeran Cia Sun, engkau malah
memilih Yo Han. Dan pangeran memilih aku, padahal ketika itu aku masih puteri ketua Pao-
beng-pai yang memberontak terhadap kerajaan keluarganya. Dan aku pun memilih dia,
padahal aku selalu ti-dak suka kepada penjajah Mancu, dan aku yakin, Yo Han juga tidak
akan suka memilih lain gadis kecuali engkau. Nah, apa anehnya kalau sekarang gadis itu
mencinta Ouw Seng dan menganggap dia selalu baik dan benar?"
Sian Li termenung. Kebenaran ucapan Hui Eng meresap ke dalam hatinya. Me-mang apa
yang dikatakan Hui Eng patut direnungkan. Kita semua selalu mengambil kesimpulan,


Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mempunyai pendapat tentang sesuatu berdasarkan penilaian kita, dan kita menentukan sesuatu
sebagai baik atau buruk. Kita lupa bahwa sesuatu itu tidak ada yang abadi, tidak ada yang
tetap dan selalu akan berubah-ubah. Kita tidak mungkin dapat menentukan sese-orang itu baik
atau buruk, karena si orang yang kita nilai itu sudah pasti akan mengalami perubahan, dan
perubah-an ini akan mendatangkan kesan berbeda--beda bagi kita, ada kalanya kita anggap
baik dan ada kalanya pula kita anggap buruk. Orang yang hari ini kita anggap sebaik-baiknya
orang, mungkin pada suatu saat kelak akan kita anggap seburuk--buruknya orang, demikian
sebaliknya. Mengapa demikian" Pertama, karena tidak ada apa atau siapapun di dunia ini
yang tidak mengalami perubahan. Dan kedua, karena pendapat tentang sesuatu berdasarkan
penilaian, dan setiap pe-nilaian, diakui atau pun tidak, disadari maupun tidak, selalu
berdasarkan kepen-tingan si-aku, si penilaian. Penilaian muncul di mana ada pertimbangan
untung rugi, disenangkan atau tidak disenangkan. Kalau seseorang atau sesuatu benda itu
menguntungkan dan menyenangkan, bagaimana mungkin kita menilainya jelek dan jahat"
Sebaliknya, kalau seseorang atau sesuatu itu merugikan dan tidak menyenangkan, sudah pasti
kita menilai-nya tidak baik, tidak mungkin kita me-nilainya bagus atau baik.
Biarpun orang sedunia mengatakan bahwa seorang yang baik dan patut dipuji, akan tetapi
kalau memusuhi kita, merugikan dan tidak menyenangkan kita, mungkinkah kita menilainya
sebagai seorang yang baik dan patut dipuji" Se-baliknya, andaikata orang sedunia men-caci
sebagai seorang yang jahat dan patut dikutuk, akan tetapi kalau baik terhadap kita,
menguntungkan dan menyenangkan kita, dapatkah kita mengutuk-nya dan menilainya sebagai
seorang yang jahat" Bahkan seorang kekasih yang dicinta setengah mati pun, dicinta karena
dia menyenangkan kita, dipuja karena menguntungkan perasaan kita. Seandainya pada suatu
hari dia itu melakukan se-suatu yang merugikan kita, tidak menyenangkan kita misalnya
menipu kita, menyeleweng dengan orang lain, tidak mau melayani kita sebagai kekasih,
da-patkah kita tetap menilainya baik dan mencintanya" Biasanya, cinta itu berubah menjadi
benci! Mengapa" Karena benci itu merupakan akibat penilaian yang buruk terhadap
seseorang! Kalau me-nyenangkan, dinilai baik dan dicinta, kalau sekali waktu tidak
menyenangkan, dinilai buruk dan dibenci! Hujan tinggal tetap hujan, air yang jatuh dari atas,
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
289 akan tetapi kalau hujan itu merupakan kita seperti banjir, menghalangi kesenang-an, kita akan
menganggapnya buruk dan mengomel. Kalau hujan itu datang dan kita anggap menyenangkan
dan meng-untungkan, seperti para petani yang mengharapkan datangnya air untuk sawah
ladang mereka, maka kita akan menilai-nya baik dan hati kita senang, mulut tidak lagi
mengomel dan cemberut, melainkan tertawa-tawa dan bersyukur! Demikianlah panggung
sandiwara dalam kehidupan ini, lebih lucu dan konyol dari-pada panggung para pelawak. Kita
dipermainkan nafsu yartg sudah menyusup ke dalam diri kita lahir batin, dan ka-rena nafsu
selalu mengejar kesenangan, maka timbullah suka duka dan penilaian baik buruk,
persahabatan permusuhan dan segala macam kebalikan-kebalikan yang mendatangkan konflik
lahir batin pula. Dapatkah kita hidup tanpa menilai dan menerima kenyataan apa adanya" Apapun yang
terjadi dan menimpa ke-hidupan kita merupakan suatu kenyataan hidup yang patut kita hadapi
dengan segala kewaspadaan dan kesadaran bahwa segala sesuatu terjadi karena kehendak
Tuhan! Tuhan Maha Pencipta. Seluruh isi alam maya pada ini adalah milik Sang Maha
Pencipta, jadi Dialah yang menen-tukan segala. Kewajiban kita hanyalah berusaha, berikhtiar
untuk mempertahan-kan hidup ini yang berarti membantu kodrat Tuhan yang telah
menghidupkan kita, dan mengisi kehidupan ini agar hidup kita bermanfaat bagi diri sendiri,
bagi kaluarga dan bagi lingkungan. Bermanfaat berarti tidak merusak. Dengan dengan pasrah,
dengan menyerahkan kepada Tuhan yang mencipyakan kita, menyerah penuh keiklasan dan
ketawakalan, barulah mungkin bagi kita untuk menerima segala yang terjadi dengan penuh
kesadaran, dengan keyakinan bahwa segala sesuatu, pada akhirnya ditentukan oleh
kekuasaan-nya. "Aku mengerti sekarang, enci Eng, dan aku merasa kasihan kepada Kim Giok. Aku hampir
yakin bahwa ia telah terbujuk, bahwa Ouw Seng Bu itu seorang yang tidak waras, orang gila
yang teramat cerdik dan licik, juga memiliki ilmu silat yang aneh dan berbahaya sekali."
"Kita lihat perkembangannya, adik Sian Li. Kita harus bersabar dan melihat apa yang akan
mereka lakukan terhadap kita. Aku yakin mereka akan menghubungi kita, mungkin melalui
Cu Kim Giok tadi. Tidak perlu kita bergerak dengan sia--sia, sebaiknya menanti datangnya
kesem-patan baru kita mematahkan rantai ini dan mencoba untuk lolos."
Sian Li mengangguk, diam-diam merasa lega dan girang karena mempunyai teman seperti ini
boleh diandalkan. *** Gak Ciang Hun dan Gan Bi Kim tiba di kaki Bukit Naga. Terdapat sebuah kuil tua kosong di
kaki bukit sebelah itu dan karena hari menjelang senja, mereka mengambil keputusan untuk
melewatkan malam di kuil tua itu. Tadi mereka telah membeli bekal makanan dari dusun
ter-akhir. Di luar kuil tua yang tidak digunakan lagi itu, mereka berhenti dan terkejut melihat ada
seorang tosu duduk bersila di bagian depan kuil. Ciang Hun yang sudah berpengalaman, tidak
berani lancang dan dia menghampiri tosu itu. Bi Kim mengikutinya dari belakang, siap
menghadapi, segala kemungkinan karena tahu bahwa mereka telah berada di dae-rah Bukit
Naga. Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
290 "Harap Totiang memaafkan kami ber-dua. Karena kemalaman di perjalanan kami ingin
melewatkan malam di kuil tua ini, kalau saja tidak mengganggu Totiang."
"Siancai, silakan, Kongcu dan Siocia. kata pendeta itu dengan sikap acuh. Pada saat kedua
orang muda itu hendak melangkah masuk, dari dalam keluar empat orang tosu lainnya dan
tentu saja, hal ini membuat Ciang Hun terkejut.
"Ah, maafkap kami, Cu-wi To-tiang. Kiranya kuil ini sekarang menjadi tempat tinggal To-
tiang sekalian?" Tosu tertua yang tadi duduk bersila di luar berkata lembut, "Sama sekali bukan, Kongcu.
Kami berlima juga se-dang berteduh dan melewatkan malam di sini. Kuil ini kosong dan tidak
diperguna-kan lagi."
"Ah, kalau begitu kebetulan dan terima kasih To-tiang." Ciang Hun dan Bi Kim lalu
membersihkan lantai di sudut ruangan depan karena ternyata hanya ruangan depan itu saja
yang masih agak utuh dan bersih, sedangkan ruangan tengah dan belakang kuil itu sudah
rusak dan kotor. Lima orang tosu itu duduk bersila, dan dua orang muda di sudut itu lalu menyalakan lilin
yang tadi mereka beli sehingga ruangan itu tidak menjadi gelap lagi. Malam tiba dan hawa
udara amat dinginnya. Dua orang di antara para tosu itu lalu membuat api unggun dari kayu-
-kayu yang agaknya telah mereka cari dan kumpulkan siang tadi. Keadaan men-jadi semakin
terang oleh cahaya api unggun dan ada kehangatan di situ.
Bi Kim mengeluarkan buntalan ma-kanan yang mereka beli tadi, dan dengan ramah dan
hormat Ciang Hun dan Bi Kim menawarkan makanan kepada lima orang tosu itu.
"Cu-wi To-tiang mari silakan Cu-wi To-tiang makan malam bersama kami, kita makan
seadanya, To-tiang." kata Bi Kim.
"Silakan, To-tiang, kami akan gembira sekali untuk menjamu Cu-wi dengan ma-kanan kami
yang sederhana." kata pula Ciang Hun.
"Siancai, Ji-wi adalah dua orang muda yang ramah dan baik. Terima kasih, Kongcu dan
Siocia, kami tadi sudah ma-kan dan tidak merasa lapar. Silakan Ji--wi makan, harap jangan
sungkan-sungkan." kata tosu tertua.
Karena maklum bahwa mereka berdua menghadapi perjalanan yang mungkin sukar dan
membutuhkan banyak pengerah-an tenaga, maka dua orang muda itu tidak sungkan-sungkan
lagi dan mulai makan bak-pao dan dendeng yang tadi mereka beli sebagai bekal. Setelah
me-reka selesai makan, membersihkan mulut dan tangan dengan air yang mereka ba-wa,
mereka diundang duduk dekat api unggun oleh para tosu. Dengan gembira dua orang muda itu
duduk mengelilingi api unggun bersama lima orang pendeta itu."Kalau pinto (saya) tidak
salah lihat, Ji-wi bukanlah dua orang muda biasa, melainkan dua orang muda yang memiliki
kepandaian silat. Bolehkah pinto menge-tahui nama Ji-wi dan apa keperluan Ji--wi
mendatangi daerah yang berbahaya ini?"
Karena yakin bahwa lima orang pen-deta ini adalah orang-orang beribadat yang baik, maka
Ciang Hun tidak merasa perlu untuk menyembunyikan keadaan mereka. "To-tiang, saya
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
291 bernama Gak Ciang Hun dan nona ini adalah Gan Bi Kim. Kami berdua melakukan
perjalanan ke sini untuk mencari seorang sahabat kami yang jejaknya menuju ke bukit ini."
Tiba-tiba Gan Bi Kim berkata, "Mung-kin sekali Cu-wi To-tiang ada yang me-lihat sahabat
kami itu lewat di sini!"
"Aih, benar juga!" seru Ciang Hun girang. "Apakah Cu-wi To-tiang melihat sahabat kami itu
lewat di sini" ia se-orang gadis muda...."
"Pakaiannya serba merah?" potong seorang tosu.
"Benar, benar!" Ciang Hun berseru girang.
"Siancai, yang kalian cari itu bukankah Si Bangau Merah, nona Tan Sian Li?"
Dua orang muda itu hampir berteriak karena girangnya, "Benar sekali, To-tiang!" kata Gak
Ciang Hun. "Apakah Totiang melihatnya" Di mana?" tanyanya dengan penuh gairah.
"Nanti dulu, kalau Ji-wi mengenal Si Bangau Merah, tentulah Ji-wi bukan orang--orang
sembarangan. Kongcu she Gak" Hemmm...." pinto mendengar tentang Beng-san Siang-eng
(Sepasang Garuda Beng-san), apakah hubungan Kongcu de-ngan para pendekar she Gak itu?"
"Saya adalah puteranya...."
"Ahhh! Sungguh kami merasa ber-untung bertemu dengan putera Beng-san Siang-heng!"
"Kalau boleh kami mengetahui, siapa-kah Cu-wi To-tiang?" tanya Ciang Hun, kini
memandang penuh perhatian.
Tosu tertua itu menghela napas pan-jang. "Pinto disebut Thian-tocu, seorang murid Bu-tong-
pai dan empat orang ini adalah para sute pinto. Baru kemarin pinto berlima bertemu dengan Si
Bangau Merah, bahkan ia yang mengobati. Pinto dari pukulan beracun. Karena masih belum
pulih kekuatan pinto, maka kami berhenti di sini untuk memulihkan tenaga."
"Lalu, ke manakah perginya adik Sian Li?" tanya Ciang Hun.
Tosu itu menghela napas panjang. "Kami khawatirsekali. Ia pergi mendaki Bukit Naga itu
dan hendak berkunjung ke Thian-li-pang, padahal keadaan Thian--li-pang telah berubah sama
sekali. Per-kumpulan itu telah menyeleweng dan dipimpin oleh seorang ketua baru yang
seperti Iblis. Kami sungguh mengkhawatir-kan keselamatan pendekar wanita itu."
"Totiang, apakah yang telah terjadi?" tanya Gan Bi Kim, ikut pula merasa khawatir
mendengar ucapan tosu itu.
Thian-tocu lalu menceritakan semua pengalaman mereka berlima. Mereka sengaja
mendatangi Thian-li-pang karena mendengar berita tentang sepak terjang Thian-li-pang yang
menyeleweng, menundukkan para tokoh-tokoh kang-ouw de-ngan kekerasan, melakukan
pemerasan. Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
292 "Bahkan lebih mengejutkan lagi adalah berita tentang terbunuhnya Pendekar Tangan Sakti
Yo Han oleh ketua baru Thian-li-pang...."
"Ahhh....!! Benarkah itu, Totiang?" Ciang Hun berseru kaget.
"Kami pun tidak percaya. Ketika kami tanyakan hal itu kepada Ouw-pangcu, ketua baru
Thian-li-pang, dia mengatakan bahwa Yo Han telah membunuhi para pimpinan Thian-li-pang,
kemudian Yo Han juga menyerang dia. Dalam perlawanan yang dibantu anak buahnya, Yo
Han tewas. Demikian keterangan Ouw pangcu. Kami tidak percaya sehingga terjadi
perkelahian, akan tetapi ketua baru itu seperti iblis, lihai bukan main dan pinto terkena
pukulan beracun darinya. Kami merasa kalah dan turun bukit, bertemu di jalan dengan Si
Bangau Merah yang mengobati pinto. Kami sungguh meng-khawatirkan Si Bangau Merah
yang hen-dak melakukan penyelidikan ke tempat berbahaya itu."
"Kalau begitu, adik Sian Li terancam bahaya. Kita harus cepat ke sana, Kim- moi!" kata
Ciang Hun, khawatir sekali.
"Gak-taihiap, sebaiknya kalau kita berhati-hati menghadapi Thian-li-pang. Selain ketuanya
amat lihai, juga kini Thian-li-pang bergabung dengan tokoh--tokoh sesat yang berilmu tinggi
seperti. Siangkoan Kok bekas ketua Pao-beng--pai juga para tokoh Pek-lian-kauw dan Pat-
kwa-pai berada di sana. Sebaiknya kalau Ji-wi bersabar sampai lewat malam ini dan besok
pagi-pagi barulah mendaki ke sana."
"Kita?" Ciang Hun bertanya.
"Kongcu, melihat Ji-wi yang muda--muda begini bersemangat untuk mem-bantu Si Bangau
Merah, menentang ba-haya dengan gagah berani, kami yang tua-tua merasa malu kalau hanya
tinggal diam saja. Kami akan menemani Ji-wi membantu pendekar wanita Bangau Me-rah,
walaupun kami tahu bahwa kekuatan kita ini tidak ada artinya dibandingkan kekuatan mereka
yang mempunyai ratus-an orang anak buah."
"Kita tidak bermaksud menyerang Thian-li-pang, Totiang, hanya hendak menyelidiki kalau-
kalau adik Sian Li terancam bahaya. Kita harus membantunya."
"Kami siap membantu, Kongcu."
Demikianlah, malam itu mereka le-watkan dengan beristirahat dan meng-himpun tenaga
karena siapa tahu, besok mereka akan menghadapi musuh dan bahaya yang harus ditentang.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Ciang Hun, Bi Kim dan lima orang tosu Bu-tong-pai
telah mendaki Bukit Naga. Mereka bergerak cepat akan tetapi dengan hati-hati sekali dan
tosu-tosu itu yang memimpin pendakian karena mere-ka lebih mengenal daerah itu daripada
kedua orang muda yang baru pertama kali itu berkunjung ke situ.
Akan tetapi gerak-gerik tujuh orang ini tidak terlepas dari pengintaian anak buah Thian-li-
pang. Ouw Seng Bu maklum bahwa sebelum pemuda yang datang ber-sama Sian Li dan Hui
Eng itu tertangkap, tentu Thian-li-pang akan terancam ba-haya, apalagi ketika dia mendengar
dari Siangkoan Kok bahwa pemuda itu adalah seorang pangeran Mancu! Maka dia
me-merintahkan anak buahnya untuk melaku-kan penjagaan tersembunyi dan siang malam
harus melakukan pengamatan terhadap seluruh permukaan bukit itu.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
293 Karena itu begitu tujuh orang itu mendaki bukit, para anak buah Thian--li-pang telah
mengetahuinya dan diam--diam setiap gerak-gerik mereka telah diamati dan diikuti.
Sementara itu, di dalam rumah ta-hanan Cu Kim Giok kembali datang me-ngunjungi dua
orang tawanan, Hui Eng dan Sian Li. Kini Sian Li telah dapat menekan kemarahan hatinya
dan melihat munculnya Kim Giok, ia bertanya, suara-nya tenang saja. "Kim Giok, apalagi
yang hendak kaukatakan kepada kami?"
"Sian Li, engkau melihat sendiri betapa Thian-li-pang bersikap baik kepada kalian yang
bahkan tidak dianggap sebagai musuh, melainkan sebagai tamu. Aku meng-harap dengan
sepenuh hatiku agar kalian berdua dapat melihat kenyataan bahwa Thian-li-pang
sesungguhnya mengharapkan persahabatan dan kerja sama dengan kalian, bukan
permusuhan." "Kim Giok, aku sekarang mengerti bahwa engkau saling mencinta dengan Ouw Seng Bu,
maka engkau membantu dan membelanya. Aku tidak akan mem-persoalkan baik buruknya
Ouw-pangcu itu, akan tetapi kalau memang benar Thian-li-pang hendak berbaik dan
ber-sahabat dengan kami, kenapa kami di-jebak, dikeroyok dan ditahan di dalam kurungan
ini" Kenapa kami tidak dibebas-kan saja"
"Sian Li, percayalah, aku sudah minta--minta kepada pangcu agar kalian dibebas-kan, akan
tetapi dia mengajukan alasan kuat sehingga aku sendiri pun tidak ber-daya karena alasannya
memang tepat. Dia mengatakan bahwa di dalam per-juangan, kita harus dapat membedakan
mena kawan mana lawan. Sekarang ini, kalian memperlihatkan sikap sebagai lawan, kalau
kalian dibebaskan, sungguh amat berbahaya bagi perjuangan Thian--li-pang. Kalian lihai, dan
kalian dapat mendatangkan bencana kepada kami, kecuali tentu saja kalau kalian suka
be-kerja sama dengan kami dan sama-sama berjuang menentang pemerintah penjajah Mancu.
Karena itu, aku memohon kepada kalian, jangan memusuhi Thian-li-pang, jangan memusuhi
Ouw-pangcu, jangan memusuhi kami. Sungguh aku bersumpah, kami tidak mempunyai niat
buruk ter-hadap kalian, hanya ingin mengajak kali-an bekerja sama."
"Cu Kim Giok, tidak perlu engkau membujuk kami, tentu engkau sudah tahu bahwa kami
tidak akan sudi bekerja sa-ma dengan golongan sesat. Sebetulnya, melihat engkau membantu
Ouw-pangcu, hatiku tidak rela, dan aku tidak ingin lagi bicara denganmu. Akan tetapi
meng-ingat ayah ibumu, orang-orang yang men-junjung tinggi kebenaran dan keadilan, aku
minta engkau berterus terang me-ngenai satu hal. Benarkah Yo Han telah tewas di sumur tua
itu?" Kim Giok menghela napas panjang. Jawaban itu memang sudah diduganya. Akan tetapi
bagaimanapun juga, apa pun yang terjadi, ia akan tetap membela Seng Bu karena ia sudah
benar-benar jatuh cinta kepada pemuda itu.
"Sian Li, dengan menyesal sekali ter-paksa kukatakan bahwa memang benar Yo Han tewas
di dalam sumur," katanya lirih dan mendengar keterangan ini, Sian Li menahan jeritnya,
mukanya menjadi pucat dan ia berdiri termangu seperti patung, kedua tangan yang dipasangi
rantai pada pergelangannya itu meng-genggam dan melihat keadaan Si Bangau Merah itu, Hui
Eng bertanya kepada Cu Kim Giok dengan suara yang tegas.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
294 "Cu Kim Giok, katakan terus terang, demi nama baik nenek moyangmu yang terkenal
sebagai pendekar-pendekar besar Lembah Naga Siluman, apakah engkau melihat sendiri
kematian Yo Han itu?"
Kini Cu Kim Giok memandang kepada Hui Eng dengan alis berkerut, "Hemmm, tidak perlu
aku menjawab pertanyaanmu. Engkau sendiri adalah puteri ketua Pao-beng-pai yang pernah
mengacau dan me-musuhi keluarga besar bahkan kemudian menurut ayahmu, engkau menjadi
seorang pengkhianat dan anak yang durhaka. Aku mau bicara dengan Tan Sian Li, bukan
denganmu!" "Kim Giok, engkau tidak tahu dengan siapa engkau bicara. Ketahuilah bahwa enci Eng ini
adalah Sim Hui Eng, puteri Paman Sim Houw yang hilang itu dan kini ia telah mengetahui
siapa dirinya." "Ahhh....! " Cu Kim Giok terkejut. "Kalau.... kalau begitu, kalian berdua harus mau bekerja
sama, aku tidak ingin melihat kalian celaka. Aku mohon kepada kalian, terimalah uluran
tangan Ouw Pangcu untuk bekerja sama dan berjuang, atau setidaknya, jangan memusuhi
kami. Kalau kalian mau berjanji di depan pangcu, aku yang akan menanggung...."
"Sudahlah, Kim Giok. Sebaiknya kau jawab saja pertanyaan enci Hui Eng tadi. Apakah
engkau melihat sendiri tewasnya Han-koko di sumur tua itu?" tanya Sian Li tak sabar.
"Ketika Yo Han datang, aku memang melihatnya, bahkan kami berkenalan. Dia pun bicara


Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan baik-baik kepada Ouw--pangcu, kemudian dia bicara empat mata dengan Ouw-
pangcu. Aku tidak tahu apa yang terjadi, akan tetapi tahu-tahu aku mendapatkan Ouw-pangcu
sudah terluka parah terkena pukulan di dadanya, se-dangkan para anggauta Thian-li-pang
melempar-lemparkan batu ke dalam su-mur tua, Barulah aku tahu bahwa Ouw--pangcu
hampir terbunuh Yo Han dan karena bantuan para anak buah, Yo Han dapat didesak dan
terjerumus ke dalam sumur. Para anggauta Thian-li-pang me-nimbuni sumur itu dengan batu
karena maklum bahwa kalau Yo Han dapat keluar, tentu akan mengamuk dan semua orang
dibunuhi." Keterangan bahwa Kim Giok tidak melihat sendiri kematian Yo Han, mem-buat hati Sian Li
merasa lega kembali. Ia tetap tidak percaya bahwa Yo Han telah tewas. Lebih tidak percaya
lagi bahwa Yo Han membunuhi para pimpinan Thian-li-pang dan berusaha membunuh Ouw
Seng Bu. Ia mengenal pria yang di-kaslhinya itu. Yo Han tidak mau mem-bunuh orang,
apalagi para pimpinan Thian-li-pang di mana dia menjadi ketua ke-hormatan. Tidak masuk di
akal semua berita itu, walaupun ia percaya bahwa puteri Lembah Naga Siluman ini tidak
berbohong. Tentu gadis ini telah dipenga-ruhi Ouw Seng Bu dan tertipu!
Pada saat itu, dua orang pengawal masuk dan berkata kepada Cu Kim Giok dengan sikap
hormat, "Nona, pangcu minta agar Nona suka menemuinya di ruangan dalam." Sikap dan
ucapan penjaga itu saja sudah membuktikan bahwa ketua baru Thian-li-pang amat
menghormati gadisitu. Ia bukan dipanggil, melainkan diminta!
Cu Kim Giok menoleh kepada dua orang gadis tawanan, kemudian pergi meninggalkan
tempat tahanan itu, diikuti dua orang penjaga dengan sikap hormat.
Setibanya di ruangan dalam, Ouw Seng Bu sudah menyambutnya dan kedua orang penjaga
itu pun mengundurkan diri. "Ada urusan apakah, Bu-Ko?" tanya Kim Giok.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
295 "Giok-moi, ada lagi orang-orang yang menyelidiki tempat kita dan kini mereka telah
tertangkap." "Siapakah mereka?" Kim Giok me-ngerutkan alisnya. Di dalam hatinya ia merasa tidak
setuju kalau Thian-li-pang menangkapi orang, apalagi kalau mereka yang ditawan itu tokoh-
tokoh pendekar seperti Sian Li dan Hui Eng. Kalau sam-pai Thian-li-pang memusuhi para
pendekar dan perkumpulan para pendekar di dunia persilatan, hal itu sungguh tidak baik dan
tidak benar. Seluruh keluarganya tentu akan marah dan menyalahkan ia mem-bantu
perkumpulan yang memusuhi dunia persilatan dan menawani para pendekar.
"Lima di antara mereka adalah para tosu Bu-tong-pai yang tempo hari, dan dua yang lain
adalah seorang pemuda dan seorang gadis. Bagaimana dengan hasil pembicaramu dengan Si
Bangau Merah dan puteri Paman Siangkoan Kok tadi?"
Kim Giok mengerutkan alisnya. "Me-reka masih belum mau berbaik, dan pu-teri Paman
Siangkoan Kok itu ternyata adalah puteri dari Paman Sim Houw yang hilang dicullik orang
ketika masih kecil. Ini menambah gawat keadaan, Koko, karena Paman Sim Houw adalah
Pende-kar Suling Naga yang sakti, pendekar besar tokoh di Lok-yang. Kalau ayah Sian Li,
Pendekar Bangau putih dan Pen-dekar Suling Naga mengetahui puteri mereka ditawan di sini
dan memusuhi kita, sungguh amat berbahaya bagimu, Koko. Lalu siapa pula dua orang
pemuda dan gadis yang tertawan bersama lima orang tosu Bu-tong-pai itu?"
Ouw Seng Bu kelihatan muram dan berduka. "Giok-moi, sesungguhnya engkau sendiri pun
tahu bahwa aku tidak pernah mencari perkara dan tidak pernah me-musuhi mereka. Adalah
mereka sendiri yang datang memusuhi Thian-li-pang. Aku pun merasa heran mengapa para
pendekar itu tidak mau menyadari dan me-reka bahkan berpihak kepada kerajaan Mancu,
penjajah yang mencengkeram tanah air dan bangsa" Nah, cobalah eng-kau temui dua orang
muda itu dan syu-kur kalau dapat membujuk mereka dan lima orang tosu, menyadarkan
mereka akan pentingnya persatuan antara kita untuk membebaskan rakyat daripada
ceng-keraman penjajah."
Kim Giok merasa lemas karena pe-kerjaan membujuk ini merupakan peker-jaan yang amat
berat baginya. Akan tetapi, ia yakin bahwa kekasihnya benar, maka ia pun siap untuk
membelanya. Bagaimana lima orang Bu-tong-pai dan dua orang muda itu dapat tertawan" Seperti kita
ketahui, Gak Ciang Hun, Gan Bi Kim dan lima orang tosu men-daki Bukit Naga untuk
melakukan penye-lidikan terhadap Thian-li-pang yang me-reka curigai kebersihannya.
Mereka tidak tahu bahwa gerak-gerik mereka telah diikuti oleh para anggauta Thian-li-pang.
Seorang di antara para anggauta itu melapor kepada Seng Bu yang segera ditemani Siangkoan
Kok, Im-yang-ji dan Kui Thian-cu, juga beberapa orang tokoh sesat lain yang telah
bergabung, menyam-but rombongan yang mendaki bukit itu.
Sebelum tiba di perkampungan Thian--li-pang, Gak Ciang Hun dan kawan-kawan-nya secara
tiba-tiba saja sudah dikepung oleh puluhan orang Thian-li-pang dan mereka berhadapan
dengan Ouw Seng Bu dan kawan-kawannya.
Dengan sikap hormat Seng Bu meng-angkat tangan memberi hormat kepada lima orang tosu
dan dua orang muda itu. "Selamat pagi Ngo-wi To-tiang dan kali-an berdua sobat muda.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
296 Tidak tahu, entah angin baik apa yang meniup kalian da-tang ke sini. Kami harap saja Ngo-wi
To-tiang telah menyadari bahwa akhirnya kita semua, tidak peduli dari golongan apa,
mempunyai tekad yang sama, yaitu bersatu padu menghadapi penjajah Mancu dan mengusir
mereka dari tanah air kita."
Thian-tocu, tokoh Bu-tong-pai yang menjadi pemimpin rombongan tokoh Bu--tong-pai yang
lima orang itu, membalas penghormatan Ouw Seng Bu dan berkata dengan sikap dan suara
yang dingin, "Ouw--pangcu, kami berlima datang kembali bukan dengan maksud untuk
menyerah, walaupun kami mengakui bahwa kami telah kaukalahkan dalam pertandingan.
Kami bertemu dengan dua orang sahabat muda ini dan kami menemani mereka untuk
berkunjung ke Thian-li-pang. Ke-tahuilah bahwa saudara muda ini adalah saudara Gak Ciang
Hun, putera dari mendiang Beng-san Siang-eng, dan ini adalah nona Gan Hi Kim."
"Ah, kiranya Gak-enghiong yang da-tang berkunjung. Kami dari Thian-li-pang merasa
mendapat kehormatan besar se-kali dengan kunjungan Gak-enghiong dan nona Bi Kim. Kami
memang sedang menghimpun tenaga dari seluruh penjuru tanah air untuk mengadakan
persiapan menyerang penjajah Mancu dan mengusir-nya. Kami mendengar bahwa keluarga
Gak dari Beng-san merupakan pendekar--pendekar dan pahlawan-pahlawan besar yang tentu
akan suka bekerja sama de-ngan kami untuk mengusir penjajah Mancu."
Gak Ciang Hun sudah mendengar dari para tosu Bu-tong-pai betapa cerdik dan liciknya ketua
baru Thian-li-pang itu dan kini begitu bertemu, ketua itu ternyata telah memperlihatkan dua
macam ke-lihaiannya. Pertama, dia serombongannya tiba-tiba saja sudah dikepung, ini berarti
bahwa sejak mendaki bukit, mereka te-lah diketahui dan dibayangi. Dan ke dua, begitu
bertemu, ketua itu telah bersikap demikian ramah dan hormat sehingga dia sendiri andaikata
belum mendengar dari para tosu, tentu akan terpikat hatinya oleh keramahan pemuda tampan
itu. Akan tetapi karena sebelumnya dia sudah mendengar bahwa pemuda ini seorang yang
palsu dan dikabarkan telah mem-bunuh Yo Han, dia pun menyambut dingin saja.
"Pangcu, kami sengaja datang ke Thian-li-pang untuk mencari nona Tan Sian Li. Apakah ia
berada di sini?" "Ah, kaumaksudkan Si Bangau Merah" Benar, ia berada di sini, menjadi tamu kehormatan
kami. Ia sudah menyatakan setuju untuk membantu kami, untuk be-kerja sama menentang
penjajah Mancu. Kalau Gak-enghiong ingin bertemu de-ngannya, mari, silakan masuk ke
perkam-pungan kami!" kata Seng Bu dengan wa-jah cerah berseri.
Mendengar ini, Gak Ciang Hun dan Gan Bi Kim tercengang. Jawaban yang tidak mereka
sangka sama sekali dan mereka berdua sudah merasa gembira.
Akan tetapi, Thian-tocu, tosu Bu-tong--pai itu sudah berkata dengan suara lan-tang.
"Ouw-pangcu, tidak perlu engkau mem-bohongi Gan-taihiap dan kami. Kami sama sekali
tidak percaya bahwa nona Tan Sian Li mau bekerja sama dengan-mu. Kami sudah berjumpa
dengannya dan mendengar bahwa engkau telah mem-bunuh Sin-ciang Tai-hiap Yo Han,
bagai-mana mungkin ia mau bekerja sama de-nganmu" Kalau kaukatakan bahwa engkau telah
menjebaknya dan menawannya, kami akan lebih percaya!"
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
297 Wajah Seng Bu berubah merah dan matanya kini mencorong memandang kepada tosu Bu-
tong-pai itu. Dia merasa heran bagaimana tosu ini dapat sembuh sedemikian cepatnya,
padahal dia tahu benar bahwa tosu ini telah terkena ta-ngan beracun sehingga terluka parah.
"Totiang, kalau pihakmu hendak men-jadi antek penjajah Mancu dan tidak mau bekerja sama
dengan kami para pejuang patriot bangsa, itu urusanmu. Akan te-tapi jangan banyak mulut di
sini. Kami pernah mengampuni kalian dan membiar-kan kalian pergi. Apakah kini kalian
minta mati?" Perubahan sikap ketua Thian-li-pang ini membuat Gak Ciang Hun yang tadi-nya tertarik,
menjadi terkejut dan tidak senang. Sikap ketua Thian-li-pang itu amatlah aneh. Baru saja
wajahnya nam-pak tampan dan ramah ceria, akan tetapi kini kelihatan begitu bengis, dingin
dan sadis, bahkan matanya yang mencorong itu mengandung nafsu membunuh yang
mengerikan. "Ouw-pangcu, agaknya membunuh merupakan pekerjaan biasa bagimu dan mungkin menjadi
kegemaranmu. Kalau memang engkau merasa sebagai seorang yang gagah, jangan
menyangkal perbuatanmu sendiri dan akui sajalah apa yang telah terjadi dengan nona Tan
Sian Li. Kecuali kalau engkau memang pengecut, tidak berani mempertanggung-jawabkan
perbuatanmu...." "Tutup mulutmu, tosu jahanam!" Seng Bu membentak dan dia sudah menggerak-kan
tangannya menampar ke arah Thian-tocu sambil mengerahkan ilmunya yang dahsyat. Hawa
beracun yang amat kuat menyambar ke arah tosu Bu-tong-pai itu.
Melihat ini, Gak Ciang Hun yang me-ngenal pukulan ampuh, meloncat ke de-pan dan
menangkis dari samping untuk menolong, tosu itu.
"Dukkk....!!" Mendapat tangkisan ini, Seng Bu mengeluarkan seruan kaget dan dia mundur
dua langkah, akan tetapi Gak Ciang Hun lebih kaget lagi karena dia sempat terhuyung!
Padahal, putera pen-dekar kembar Gak ini memiliki tenaga sinkang yang amat kuat, pernah
menerima pemindahan tenaga sinkang dari kakeknya, mendiang Bun-beng Lo-jin Gak Bun
Beng! Akan tetapi, ketika menangkis, dia me-rasa betapa dari tangan ketua Thian--li-pang itu
menyambar hawa dingin yang aneh sekali, yang membuat dia sampai terhuyung.
"Pangcu dari Thian-li-pang, kalau memang ucapan Thian-tocu Totiang tadi tidak benar,
engkau berhak menyangkal, akan tetapi kalau benar, memang se-patulnya engkau berterus
terang, bukan lalu menyerang seperti yang kaulakukan tadi! " Ciang Hun menegur.
Senyum iblis muncul di mulut Ouw Seng Bu. "Heh-heh-heh, kami menerima kalian sebagai
sahabat, akan tetapi ka-lau kalian menghendaki kekerasan baiklah. Seperti yang kami lakukan
terhadap Si Bangau Merah, kami menawarkan per-sahabatan dan kerja sama, akan tetapi
kalau kalian menolak dan bersikap me-musuhi kami, terpaksa kami harus me-nawan kalian
seperti yang telah kami lakukan terhadap Si Bangau Merah!"
Mendengar ini, Ciang Hun mengecut-kan alisnya. "Pangcu, kami tidak meng-hendaki
persahabatan, juga tidak mencari permusuhan. Akan tetapi kalau engkau telah menawan nona
Tan Sian Li, kami menuntut agar engkau suka membebas-kannya sekarang juga.
"Heh-hah, bagaimana kalau kami tidak mau membebaskannya?"
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
298 "Ouw Seng Bu, kalau engkau tidak mau membebaskan Tan-lihiap, kami akan mengadu
nyawa denganmu!" bentak Thian--tocu marah. Lima orang tosu Bu-tong--pai itu sudah
mencabut pedang mereka, siap untuk bertanding mati-matian untuk menolong Si Bangau
Merah. "Ouw-pangcu, kami harap engkau suka membebaskan nona Tan Sian Li, agar kami tidak
harus menggunakan kekerasan."
Siangkoan Kok yang sejak tadi men-dengarkan saja, kini menjadi tidak sabar. "Pangcu,
serahkan saja kepadaku untuk menelikung pemuda sombong ini!"
"Dan lima orang tosu Bu-tong-pai ini serahkan kepada kami!" kata Kui Thian--cu dan Im
Yang-ji. Ouw Seng Bu mengangguk dan para pembantunya itu segera bergerak me-nyerang. Lima
orang tosu Bu-tong, Ciang Hun dan Bi Kim menggerakkan senjata mereka menyambut dan
terjadilah per-kelahian yang berat sebelah. Baru tiga orang pembantu Seng Bu itu saja, bekas
ketua Pao-beng-pai, wakil Pek-lian-kauw dan wakil Pat-kwa-pai sudah merupakan lawan
berat bagi lima orang tosu dan banyak anggauta Thian-li-pang tingkat tinggi yang melakukan
pengeroyokan. Akan tetapi, bagaimanapun juga Gak Ciang Hun adalah keturunan pendekar sakti, permainan
pedangnya mantap dan kuat, tenaga sin-kangnya pun mampu menandingi lawan yang
manapun sehingga Siangkoan Kok yang menandinginya, tidak dapat mendesaknya dengan
cepat. Gan Bi Kim juga terdesak hebat oleh Kui Thian-cu yang mengejeknya, lima orang tosu
kewalahan menghadapi pengeroyokan banyak anak buah Thian-li-pang.
Melihat betapa Siangkoan Kok belum juga mampu menundukkan Ciang Hun, Seng Bu
menjadi tidak sabar lagi. Dia tahu bahwa bekas ketua Pao-beng-pai itu cukup tangguh dan
tidak akan kalah, akan tetapi dia tidak ingin perkelahian itu berlangsung terlalu lama. Kalau
sam-pai Kim Giok mengetahui, gadis itu ten-tu akan merasa tidak senang. Juga, tidak baik
kalau mereka ini sampai terbunuh. Kalau dia dapat membujuk orang-orang yang lihai itu
untuk bersekutu dengan-nya, hal itu akan amat menguntungkan dan memperkuat
kedudukannya. Maka, dia pun segera meloncat ke depan dan menyerang Gak Ciang Hun
dengan totok-an jari tangannya, menggunakan ilmunya yang aneh, akan tetapi membatasi
tenaga-nya agar jangan sampal melukai berat atau membunuh pemuda itu.
Dengan lengking yang aneh menyeram-kan, Seng Bu menyerang dan Ciang Hun yang
menghadapi Siangkoan Kok saja sudah merasa sibuk karena ilmu kepandai-an kakek tinggi
besar itu memang hebat, kini merasa ada sambaran angin dingin dari samping. Dia mengelak
ke kiri dan pada saat itu, Siangkoan Kok menyerang-nya dengan pedang, dibarengi pula
de-ngan tamparan tangan kiri. Ciang Hun menangkis pedang lawan, memutar tubuh dan
menyambut tamparan tangan kiri lawan itu dengan tangan kirinya pula.
"Trang.... plakkk!" Kedua tangan itu bertemu dan melekat dan pada saat itu, totokan kedua
yang dilakukan Seng Bu tiba. Ciang Hun tidak mampu menghindar lagi dan dia pun roboh
lemas terkena totokan ampuh jari tangan Seng Bu.
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
299 "Tangkap mereka, jangan bunuh!" teriaknya dan teriakan Seng Bu ini me-nolong. Gan Bi
Kim yang sudah terdesak, juga lima orang tosu itu, akhirnya roboh dan hanya lima orang tosu
itu yang luka--luka, namun bukan luka yang terlalu pa-rah, sedangkan Gan Bi Kim juga roboh
terkena totokan Im Yang-ji.
Demikianlah, lima orang tosu Bu-tong--pai, Ciang Hun, dan Bi Kim tertawan oleh Thian-li-
pang dan mereka dimasuk-kan ke dalam sebuah kamar tahanan yang cukup lebar, tidak
dirantai seperti halnya Sian Li dan Hui Eng, akan tetapi kamar tahanan itu berjeruji tebal dan
kokoh kuat, sedangkan di depannya ter-dapat penjagaan yang ketat terdiri dari belasan orang
anak buah Thian-li-pang. *** Ketika Cu Kim Giok berdiri di depan jeruji kamar tahanan itu dan melihat Ciang Hun,
wajahnya berubah agak pucat dan matanya terbelalak. Ia tidak begitu peduli melihat lima tosu
Bu-tong-pai, Juga ia tidak mengenal gadis cantik yang ikut tertawan di kamar itu, akan tetapi
ia segera mengenal Gak Ciang Hun yang pernah dijumpainya di dalam pesta per-temuan
keluarga besar di rumah pende-kar Suma Ceng Liong.
"Kau....?" serunya kaget. "Bukankah engkau.... saudara Gak Ciang Hun....?"
Ciang Hun memandang dingin. Dia sudah mendengar dari para tosu Bu-tong--pai tentang
gadis itu. "Hemmm.... dan engkau Cu Kim Giok, puteri paman Cu Kun Tek dan bibi Pouw Li Bian dari
Lembah Naga Biluman. Sungguh mengherankan sekali melihat engkau di sini menjadi kaki
tangan se-orang jahat seperti Ouw Seng Bu, pangcu baru dari Thian-li-pang."
Wajah Kim Giok berubah kemerahan. "Gak-twako!" serunya dengan nada protes. "Agaknya
engkau pun sudah dipengaruhi lima orang tosu yang sombong ini. Ouw Seng Bu bukanlah
seorang jahat. Dia ketua Thian-li-pang yang berjiwa pahlawan dan yang bertekad untuk
mengusir penjajah Mancu dari tanah air!"
"Pahlawan yang bergaul dengan para penjahat dan golongan sesat dari Pek--lian-kauw dan
Pat-kwa-pai" Bukan orang jahat akan tetapi membunuh Sin-ciang Tai-hiap Yo Han,
membunuhi para pim-pinan Thian-li-pang, bahkan menawan Tan Sian Li" Dan engkau masih
mengatakan dia tidak jahat?"
"Gak-twako, engkau salah mengerti! Yang membunuh para pimpinan Thian--li-pang adalah
Yo Han, bahkan dia hen-dak membunuh Ouw-pangcu. Adapun Tan Sian Li terpaksa ditawan
karena ia hen-dak membunuh Ouw-pangcu dan mengamuk. Juga Ouw-pangcu yang hampir
dibunuh Yo Han sampai terluka parah, dan Yo Han terjerumus ke dalam sumur tua karena
dikeroyok para anggauta Thian--li-pang yang membela ketuanya. Tentang pergaulan dengan
para tokoh kang-ouw, hal ini adalah karena kita semua bersatu padu menghimpun kekuatan
untuk me-nentang penjajah Mancu! Kalau tidak bersatu dengan semua golongan bagai-mana
mungkin penjajah Mancu dapat diusir dari tanah air" Harap engkau da-pat memaklumi, Gak-
Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
300 twako. Dan sekali kalau engkau, enci ini, dan para tosu Bu-tong-pai suka bekerja sama
dengan kami, berjuang bahu-membahu menentang pen-jajah Mancu."
"Cukuplah, kami tahu bahwa engkau telah terbius oleh racun yang diberikan Ouw Seng Bu
kepadamu sehingga engkau tidak lagi dapat melihat kenyataan, tidak dapat lagi, membedakan
yang benar dan yang salah." kata Ciang Hun marah.
"Sudahlah, Nona, pergilah dan jangan ganggu kami. Bujuk rayumu itu tidak ada gunanya.
Kami hanya merasa menyesal sekali bahwa seorang gadis keturunan keluarga Lembah Naga
Siluman seperti Nona ini sampai dapat ditipu dan dibius oleh seorang penjahat gila seperti
Ouw Seng Bu!" kata Thian-tocu.
Kim Giok tidak dapat menahan lagi mendengar semua itu. Ia membalikkan tubuhnya dan
meninggalkan tempat itu, wajahnya merah dan kedua matanya te-rasa panas menahan tangis.
Ia merasa bingung sekali melihat betapa kekasihnya mempunyai semakin banyak musuh dari
golongan para pendekar dan hal ini amat merisaukan hatinya. Setelah memasuki kamarnya
sendiri, Kim Giok tidak dapat lagi menahan. tangisnya dan ia menelung-kup di atas
pembaringannya dan menangis. Terjadi perang di dalam batinnya. Mau tidak mau ia
mempunyai kecondongan untuk membela dan mempercaya Sian Li, Hui Eng dan juga Ciang
Hun. Akan tetapi perasaan ini ditentang oleh cinta dan kepercayaannya kepada Seng Bu. Seng
Bu begitu baik kepadanya, begitu mencinta-nya dan menurut pendapatnya, kekasihnya itu
seorang yang gagah perkasa dan bijaksana, dan merasa bahwa kekasihnya tidak salah, bahkan


Si Tangan Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendatangkan harapan besar bagi nusa bangsa untuk mengusir penjajah dari tanah air.
Sementara itu, Sian Li dan Hui Eng sudah menghentikan siu-lian mereka dan merasa tubuh
mereka segar dan penuh kekuatan. Akan tetapi Hui Eng melihat kemuraman membayangi
wajah Sian Li yang cantik. Ia tahu bahwa Si Bangau Merah itu tentu memikirkan Yo Han,
maka ia pun menghibur. "Adik Sian Li, tenangkan hatimu. Tidak baik dalam keadaan seperti ini membiarkan diri
dicekam kerisauan, mem-buat kita menjadi lemah." katanya lirih.
Sian Li mengangkat muka memandang wajah Hui Eng, lalu menghela napas panjang.
"Engkau benar, enci Eng. Akan tetapi aku tidak pernah dapet melupakan Han-koko.
Membayangkan dia berada dalam sumur yang ditimbuni batu.... ah, bagaimana hatiku takkan
risau?" "Kerisauan hatimu tidak akan me-nolong apa-apa, adik Sian Li, tidak ada manfaatnya sama
sekali. Jangan biarkan hatimu ditekan kerisauan yang menegang-kan dan percaya sajalah
bahwa Tuhan tentu akan selalu menolong orang yang baik dan benar. Dan aku yakin bahwa
Yo Han adalah orang yang berada di pihak benar. Kalau Tuhan tidak menghendaki dia mati,
biarpun dia benar-benar berada di dalam sumur itu, aku yakin dia tidak akan mati. Yang
penting sekarang me-mikirkan bagaimana kita dapat lolos dari sini dan melanjutkan
penyelidikan kita tentang Yo-twako itu."
"Akan tetapi bagaimana mungkin itu di-lakukan, enci Eng" Kita dapat mematah-kan rantai
yang mengikat kaki tangan ki-ta, akan tetapi kita tidak akan dapat membuka pintu besi dan
beruji itu, terlalu kuat. Selain itu, para penjaga di luar tentu akan bertertak-teriak dan kalau
Ouw Seng Bu datang bersama pera pem-bantunya, mereka itu terlalu banyak dan terlalu kuat
bagi kita." Si Tangan Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
301 "Tenangkan hatimu, adik Sian Li. Aku masih mempunyai harapan. Lupakah eng-kau kepada
kanda Cia Sun?" kata Hui Eng dan kedua pipinya menjadi kemerah-an ketika ia teringat
kepada pangeran yang menjadi kekasihnya dan kini men-jadi tumpuan harapannya itu.
"Ah, engkau benar, enci Eng. Melihat bahwa sampai sekarang Pangeran Cia Sun tidak
nampak tertawan musuh, hal itu berarti bahwa dia masih bebas. Dan ti-dak mungkin Pangeran
Cia Sun akan membiarkan saja gadis yang paling di-cintanya di seluruh dunia tertawan
mu-suh. Dia pasti berusaha untuk membebas-kanmu, enci Eng."
"Ihhh! Bukan hanya aku, akan tetapi engkau juga pasti akan dia usahakan agar dapat bebas."
"Akan tetapi, enci Eng. Bagaimanapun juga, kita mengetahui bahwa dalam hal ilmu silat,
pangeran tidaklah lebih lihai daripada engkau atau aku. Bagaimana mungkin dia dapat
mengatasi Ouw Seng Bu dan para pembantunya yang lihai, dan anak buahnya yang cukup
banyak?" "Kukira dia tidak sebodoh itu, hanya mengandalkan tenaga sendiri. Bagaimana-pun juga, dia
seorang pangeran dan tentu tidak akan sukar baginya untuk men-dapatkan bantuan pasukan
yang terdekat, bukan" Kalau dia mengerahkan pasukan yang besar, tentu gerombolan penjahat
yang berkedak pejuang ini dapat dibasmi."
"Engkau benar, enci Eng. Akan tetapi, bayangan itu sungguh tidak mengenakkan hatiku.
Kalau pasukan pemerintah yang datang menolong, bukankah itu sama artinya dengan kita
berpihak kepada pen-jajah"
"Adik Sian Li, kita harus dapat me-lihat kenyataan dan dapat mempertim-bangkan dengan
Perjodohan Busur Kumala 5 Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Pusaka Negeri Tayli 2
^