Pencarian

Jodoh Si Naga Langit 1

Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo Bagian 1


JODOH SI NAGA LANGIT Asmaran S Kho Ping Hoo 01.1. Kegalauan Pendekar Muda
Pemuda itu menuruni puncak
bukit di mana dia semalam tinggal
melewatkan malam yang dingin.
Akan tetapi pagi ini udara cerah
dan hangat. Dia melangkah
perlahan dari puncak, lenggangnya kokoh dan mantap seperti langkah seekor harimau,
dada dan perutnya menggembung dan mengempis karena
tarikan napas yang dalam dan panjang. Hawa udara demikian
bersihnya, segar memasuki rongga dada dan perut
mendatangkan rasa nikmat dan nyaman.
Usianya sekitar duapuluh dua tahun. Tubuhnya sedang, kulitnya
putih dan wajahnya tidak terlalu tampan namun juga tidak buruk.
Wajah yang lebih tepat disebut ganteng dan gagah, dengan
rambut hitam, alisnya berbentuk golok seolah melindungi
sepasang mata yang mencorong namun lembut. Hidungnya
mancung dan mulutnya selalu menyungging senyum sehingga
wajah yang agak bulat dengan dagu runcing itu tampak penuh
pengertian dan ramah. Pakaiannya sederhana saja seperti
seorang pemuda dusun atau juga seorang pemuda kota yang
miskin. Dia menggendong sebuah bungkusan kain kuning yang
terisi beberapa potong pakaian.
1 Dilihat keadaannya yang sederhana, sikapnya yang lembut, dan
tanpa adanya sepotong pun senjata pada dirinya, tidak akan ada
orang yang menyangka bahwa dia seorang ahli silat. Padahal
sesungguhnya pemuda itu adalah Souw Thian Liong, seorang
pendekar yang pernah menggegerkan kedua kerajaan. Di
Kerajaan Kin di utara, dia membantu kerajaan itu membasmi
pemberontakan yang dipimpin Pangeran Hiu Kit Bong.
Kemudian, di Kerajaan Sung Selatan dia memegang peranan
penting dalam menghancurkan kekuasaan Perdana Menteri
Chin Kui yang terkenal dalam sejarah sebagai seorang
pembesar yang korup, lalim dan jahat, yang sudah menguasai
kaisar. Souw Thian Liong memiliki ilmu silat yang tinggi berkat
bimbingan gurunya, yaitu Tiong Lee Cin-jin yang berjuluk Yoksian (Tabib Dewa) dan yang terkenal di seluruh negara, baik di
Kerajaan Kin di utara maupun di Kerajaan Sung di selatan.
Selama beberapa bulan ini, Souw Thian Liong melakukan
perantauan tanpa tujuan tertentu, menurut saja ke mana kedua
kaki dan perasaan hatinya membawanya. Dia tertarik oleh
keindahan alam di bukit itu, maka kemarin dia mendaki bukit,
melewatkan malam di puncak dan pagi hari ini dia menuruni
puncak bukit dengan santai.
Ketika dia tiba di lereng pertama dekat puncak dan melihat
tempat itu terbuka, tidak terhalang apa pun sehingga dia dapat
menyaksikan tamasya alam yang berada di bawahnya, dia
berhenti, terpesona akan keindahan alam di bawah sana.
Hamparan yang amat luas, dengan warna-warni bagaikan
sebuah lukisan yang amat indahnya. Sawah ladang dengan
2 warna hijau dan kuning, bukit-bukit di belakang sana yang
tampak kebiruan, sungai yang tampak bagaikan naga yang
meliuk-liuk, rumah-rumah di sana-sini dengan gentengnya yang
kemerahan. Dan di sebelah kiri terdapat sekelompok ternak
kerbau yang digembala seorang anak remaja. Para petani yang
berangkat ke sawah memanggul cangkul.
Bukan hanya penglihatannya yang berpesta menikmati semua
pemandangan indah itu. Juga sepasang telinganya menikmati
bunyi-bunyian yang membuat pagi hari itu semakin cerah dan
riang. Kicau burung di pohon-pohon, kokok ayam jantan di
kejauhan, diseling suara kerbau menguak dan kambing
mengembik, salak anjing dan teriakan penggembala yang
menghalau ternak kerbau agar jangan makan padi-padian yang
tumbuh di sawah ladang. Penciumannya juga menikmati keharuman rumput, daun dan
bunga yang tumbuh di sekitar lereng itu, dan bau tanah dibasahi
embun menghangatkan perasaannya. Sinar matahari pagi
seolah menggugah segala yang berada di permukaan bumi, baik
yang bergerak maupun yang tidak bergerak, dan mencuci
semuanya itu dengan sinarnya yang keemasan dan hangat.
Thian Liong duduk di atas batu besar, seolah menelan semua
keindahan itu, dan dalam keadaan seperti, di mana hati akal
pikiran tidak disibukkan oleh urusan tentang diri pribadinya,
sesungguhnya dia sedang berada dalam keadaan yang disebut
bahagia tanpa disadarinya. Dalam keadaan seperti itu dia
bersatu dengan alam, terangkum dalam kekuasaan Tuhan,
sumber segala keindahan, pusat segala kebahagiaan. Tidak ada
"si-aku" yang susah atau senang, kecewa atau puas, si-aku yang
3 bukan lain hanyalah ciptaan hati akal pikiran, yang amat lemah
terhadap godaan iblis yang menunggangi nafsu sehingga
manusia semakin menjauhi Tuhan dan mulailah dia menjadi
permainan suka duka buatan nafsu yang diperalat iblis.
Keadaan penuh kebahagiaan yang menyelimuti diri Thian Liong
itupun tidak lama berlalu, lewat bagaikan hembusan angin pagi
itu. Begitu pikirannya disibukkan oleh kenangan masa lalu, dia
pun mulai menghela napas panjang, bukan lagi helaan napas
kebahagiaan, melainkan helaan napas sedih dan haru,
mengingat betapa hidupnya kesepian.
Keheningan lahir batin yang mendatangkan kebahagiaan tadi
kini mulai terganggu kesibukan pikiran Thian Liong yang
mengenang masa lalunya. Kesunyian di sekelilingnya membuat
lamunannya berlarut-larut.
Terbayang dalam ingatannya ketika ayah dan ibunya meninggal
dunia terserang penyakit perut yang melanda dusunnya ketika
dia berusia lima tahun. Kini sukar baginya untuk mengingat
bagaimana wajah ayah dan ibunya. Yang teringat olehnya
hanyalah adegan ketika dia menangis di depan peti kedua orang
tuanya, dipangku dan dihibur neneknya, Nenek Souw, ibu dari
ayahnya. Kemudian Neneknya yang sudah tua itu bekerja
sebagai pelayan di rumah keluarga Lurah Coa Lun, dan dia juga
bekerja sebagai penggembala kerbau.
Ketika tadi dia melihat penggembala kerbau di bawah itu, maka
mulailah tergugah kenangannya yang membuat kini pikirannya
sibuk mengenang masa lalunya. Dia bekerja pada Lurah Coa
selama lima tahun. Dalam usia sepuluh tahun itu, dia bertemu
4 dengan Tiong Lee Cin-jin atau Yok-sian yang kemudian menjadi
gurunya. Dia meninggalkan dusun di lereng Mou-mou-san
setelah neneknya meninggal dunia, menjadi murid Tiong Lee
Cin-jin. Ketika itu dia berusia sepuluh tahun dan diajak oleh
gurunya itu ke Puncak Pelangi di Pegunungan Go-bi.
Thian Liong memandang ke atas. Langit cerah, matahari pagi
mulai mening?gi dan sinarnya yang tadi lembut mulai mengeras,
panas menyengat kulit. Dia melihat segumpal awan memanjang
dan jantungnya berdebar. Awan itu, dalam pandangannya,
membentuk seekor naga. Thian Liong (Naga Langit), itulah
namanya. Awan putih berbentuk naga itu bergerak terbawa
angin, maju perlahan, seorang diri saja karena tidak tampak
awan lain di langit yang biru. Persis seperti dirinya, seorang diri,
sebatang kara mengembara di dunia ini tanpa tujuan tertentu!
Thian Liong menghela napas panjang, teringat dia akan semua
pengalaman dalam perantauannya selama dua tahun ini.
Banyak sudah dia terlibat dalam urusan dunia, urusan dua
kerajaan. Urusan yang membuat dia bertemu dengan beberapa
orang gadis yang sampai kini tidak mudah dia lupakan, bahkan
wajah-wajah mereka kini terbayang dan tersenyum manis
kepadanya. Mula-mula yang tampak adalah wajah Han Bi Lan, gadis berusia
sekitar sembilanbelas yang selalu berpakaian merah muda itu,
seorang dara cantik manis yang lincah, galak dan nakal. Namun
cerdiknya bukan main. Wajahnya yang bulat telur, rambutnya
hitam panjang dengan sinom (anak rambut) menghias dahi dan
pelipis, dahinya berkulit halus, alisnya hitam kecil, matanya
seperti bintang sinarnya tajam dan penuh gairah hidup, penuh
5 semangat, hidungnya mancung, bibirnya menggairahkan dan
lesung pipit di kanan kiri mulutnya, dagunya yang meruncing,
membuat wajah itu tampak manis bukan main. Kulitnya putih
kemerahan, tubuhnya padat ramping penuh daya pikat.
Bagaimana dia dapat melupakan gadis yang satu ini" Gadis
yang pernah mencuri kitab yang harus dia serahkan kepada
perguruan Kun-lun-pai, gadis yang kemudian membantu dia
ketika dia difitnah, dan gadis itu pula yang dia tangkap, dia
telungkupkan di atas kedua pahanya dan dia hukum dengan
tamparan pada pinggulnya sebanyak sepuluh kali untuk
menghukum perbuatannya mencuri kitab!
Peristiwa ini akhirnya membuat dia menyesal karena kemudian
baru dia tahu bahwa gadis ini adalah puteri Han Si Tiong dan
Liang Hong Yi, suami isteri di dusun Kian-cung dekat Telaga
Barat yang dia hormati itu! Dia merasa menyesal karena Han Bi
Lan juga mengancam akan membalas dendam karena
perbuatannya itu, dan gadis itu meninggalkannya dengan
pandang mata penuh kebencian dan dendam.
Thian Liong menghela napas panjang dan berusaha
menghilangkan kenangan akan Han Bi Lan itu dengan
membayangkan wajah gadis lain. Yang pertama tampak
menggantikan bayangan Bi Lan adalah bayangan Ang Hwa
Sian-li Thio Siang In. Gadis lihai yang berpakaian serba hijau
dan memakai bunga mawar merah di rambutnya ini juga cantik
jelita dan cerdik sekali, cerdik dan jenaka. Wajahnya bulat dan
dia memiliki kerling mata dan senyum bibir yang menggairahkan.
Tahi lalat kecil di pipi kiri dekat ujung bibir, menambah manisnya.
6 Tubuhnya ramping dan gadis berusia sekitar duapuluh tahun ini
bagaikan setangkai bunga sedang mekar indah.
Siang In bukan hanya lihai ilmu silatnya, akan tetapi ia juga
seorang ahli racun dan senjata rahasianya Ban-tok-ciam (Jarum
Selaksa Racun) amat berbahaya bagi lawannya. Pergaulannya
dengan gadis ini, walaupun tidak lama, cukup erat dan gadis ini
pun telah membantu dia ketika dia difitnah dan dimusuhi oleh
para pimpinan Siauw-lim-pai dan Kun-lun-pai.
Setelah bayangan Ang Hwa Sian-li Thio Siang In menghilang,
muncul bayangan seorang gadis lain, yaitu Pek Hong Niocu
yang nama aselinya adalah Moguhai. Ia puteri Kaisar Kerajaan
Kin di utara, akan tetapi sesungguhnya ia lebih pantas disebut
gadis kang-ouw dari pada seorang puteri istana yang biasanya
hanya dipingit (tak boleh keluar) di istana.
Puteri Moguhai ini biasanya mengenakan pakaian sutera putih,
rambut yang hitam panjang digelung rapi itu dihias dengan
burung Hong dari perak atau terkadang dikuncir tebal dengan
pita merah. Pakaiannya yang serba putih itu berpotongan
pakaian puteri Kin, dengan leher baju dari bulu indah.
Senjatanya sebatang pedang bengkok dengan ukiran naga
emas, menjadi tanda bahwa puteri ini memiliki kekuasaan
karena pedang itu pemberian Kaisar Kin.
Gadis puteri kaisar Kin ini memiliki wajah yang sama benar
dengan wajah Ang Hwa Sian-li Thio Siang In, hanya pakaian dan
sanggul rambutnya saja yang berbeda. Memang luar biasa
sekali, dan hal ini masih membuat dia heran dan bingung
7 bagaimana ada dua orang gadis yang demikian persis sama.
Akan tetapi dia tahu perbedaan antara mereka.
Kalau Puteri Moguhai yang usianya juga sama dengan Thio
Siang In itu mempunyai tahi lalat kecil di sebelah kanan
mulutnya, sebaliknya Thio Siang In mempunyai tahi lalat di
sebelah kiri mulutnya. Dia tersenyum mengingat betapa dua
orang gadis itu pernah menggoda dan mengujinya dengan
berpakaian dan bersanggul persis sama. Tentu saja dia dapat
membedakan mereka dari tahi lalat mereka, akan tetapi dia
sengaja menebak salah untuk menyenangkan hati mereka dan
untuk menyimpan dalam hati bahwa sesungguhnya dia tahu
akan "rahasia" perbedaan antara mereka itu, yaitu pada letak
tahi lalat kecil itu. Thian Liong menghela napas panjang. Pengalamannya dengan
Puteri Moguhai dalam suka duka membasmi pemberontakan di
Kerajaan Kin, maupun dalam membasmi pemberontakan di
Kerajaan Sung yang dipimpin Menteri Chin Kui, membuat
mereka bergaul dengan akrab sekali. Dia amat kagum kepada
Puteri Moguhai atau Pek Hong Niocu. Akan tetapi dia tahu diri.
Pek Hong Niocu ada?lah seorang puteri kaisar, bangsawan
tinggi dan dimuliakan orang. Sedangkan dia, seorang pemuda
yatim piatu yang sebatangkara dan tidak mempunyai apa-apa.
Bahkan rumah tempat tinggal pun dia tidak punya!
Dalam lamunannya, bermunculan wajah gadis murid Kun-lun-pai
yang bernama Kim Lan itu, gadis yang karena peraturan
gurunya hendak memaksa dia menjadi suaminya! Gadis yang
galak, cantik dan angkuh. Bukan hanya ingin memaksa dia
menjadi suaminya karena dia sudah mengalahkannya, bahkan
8 kemudian menuduh dia memperkosa Kim Lan dan sumoinya, Ai
Yin! Sehingga akibat dari tuduhan itu, dia dimusuhi para
pimpinan Siauw-lim-pai dan Kun-lun-pai!
Untung ada gurunya, Tiong Lee Cin-jin membelanya sehingga
terbongkar rahasia Cia Song yang melakukan perkosaan dan
membantu semua pemberontakan itu, menjadi kaki tangan
Perdana Menteri Chin Kui. Cia Song yang tersesat itu akhirnya
tewas setelah roboh tak berdaya akibat mengadu tenaga sakti
dengannya, dihujani bacokan pedang oleh tiga orang gadis yang
pernah diperkosanya, yaitu Kim Lan, Ai Yin, dua orang murid
Kun-lun-pai itu, dan Kwee Bi Hwa, puteri guru silat Kwee Bun To
yang lihai. Kembali Thian Liong menghela napas panjang, menghentikan
lamunannya yang berakhir dengan munculnya bayangan Han Bi
Lan lagi. Entah mengapa, bayangan Han Bi Lan selalu
mengikutinya dan teringat akan gadis yang menangis ketika dia
tampari pinggulnya dan mengancam akan, membalas dendam
itu, dia merasa menyesal bukan main.
Setelah menghentikan lamunannya, dia menepuk dahi sendiri
sambil berkata, "Hemm, cengeng!" Dia mencela diri sendiri lalu
bangkit dari batu yang didudukinya, menerawang jauh ke bawah,
sampai ke kaki langit yang samar-samar dilatar belakangi bukitbukit.
"Benar, aku harus menghadap Paman Han Si Tiong dan Bibi


Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Liang Hong Yi. Aku harus jelaskan duduk perkaranya sampai
aku menampari pinggul Bi Lan seperti menghukum anak kecil
9 sehingga mereka tidak akan salah paham, menganggap aku
tidak sopan dan kurang ajar terhadap puteri mereka."
Setelah hatinya mengambil keputusan ini, wajahnya yang tadi
agak suram tenggelam ke dalam lamunan tentang masa lalu,
menjadi cerah kembali. Pemandangan indah di bawah kakinya
yang tadi lenyap, sama sekali tidak tampak olehnya ketika dia
melamun, kini tampak lagi dengan indahnya.
Dengan hati terasa ringan dan nyaman, dan pikiran terasa jernih,
Thian Liong menghirup udara pegunungan yang sejuk nyaman
itu, disiram sinar matahari yang sudah mulai menyengat kulit,
Thian Liong menuruni bukit itu dengan langkah ringan dan
mantap. Kini perjalanannya mempunyai tujuan tertentu, yaitu
menuju Telaga Barat untuk mengunjungi kediaman Han Si Tiong
dan Liang Hong Yi. "Y" Kita mendahului perjalanan Thian Liong dan menjenguk
keadaan Han Si Tiong dan Lian Hong Yi. Semenjak suami isteri
pendekar ini bersama Souw Thian Liong dan Pek Hong Niocu
membantu para pejabat menggulingkan kekuasaan Perdana
Menteri Chin Kui di depan Kaisar Kao Tsung dari Kerajaan Sung
Selatan, suami isteri ini kembali ke rumah mereka di dusun Kiancung dekat See-ouw (Telaga Barat) yang luas dan indah
pemandangannya. Hati mereka kini gembira kembali dan penuh
harapan karena mereka mendengar dari Panglima Kwee Gi di
kota raja bahwa anak mereka, Han Bi Lan, yang hilang diculik
orang ketika berusia tujuh tahun, kini ternyata masih hidup
bahkan pernah mengunjungi Kwee?ciangkun. Dari Kwee10
ciangkun (Panglima Kwee) mereka mendengar bahwa puteri
mereka kini telah menjadi seorang gadis yang berkepandaian
tinggi. Memang ada suatu hal yang membuat mereka kecewa dan
khawatir, yaitu bahwa Bi Lan belum mengetahui di mana mereka
berada. Mereka tidak pernah memberi kabar kepada siapapun
juga bahwa mereka mengasingkan diri di dekat telaga itu.
Karena itu, Panglima Kwee Gi juga tidak dapat memberi tahu Bi
Lan di mana mereka berada. Akan tetapi mereka yakin bahwa Bi
Lan yang kini menjadi gadis yang lihai itu tentu akhirnya akan
dapat menemukan mereka. Namun, lebih dari setahun mereka menanti-nanti dengan sia-sia.
Biarpun mereka merasa yakin bahwa puteri mereka masih
hidup, namun kesedihan meliputi hati mereka karena sampai
setahun lebih belum juga mereka dapat melihat anak mereka.
Pada suatu sore, mereka duduk di serambi depan rumah
mereka setelah pulang dari ladang, mandi dan makan. Seperti
biasa setiap sore mereka duduk di serambi itu menghadapi
minuman air teh dan makanan kecil yang dihidangkan oleh
seorang wanita setengah tua yang menjadi pelayan mereka.
Han Si Tiong kini telah menjadi laki-laki berusia sekitar
empatpuluh empat tahun. Wajahnya tetap gagah dan jantan,
dengan kumis dan jenggot pendek. Pakaiannya sederhana saja,
seperti seorang petani biasa namun sikapnya yang tegap dan
tegak membayangkan bahwa dia bukan seorang petani biasa
yang lemah dan rendah diri.
11 Isterinya Liang Hong Yi, kini sudah berusia sekitar tigapuluh
tujuh tahun. Masih tampak cantik manis dan tubuhnya juga
masih padat langsing walaupun pandang matanya sayu dan
wajahnya diliputi mendung sehingga tampak muram. Ia pun
berpakaian sederhana. Suami isteri ini kehilangan kegembiraan
mereka lagi setelah dari setahun menanti belum juga anak
tunggal mereka muncul. Akan tetapi yang amat menderita
adalah Liang Hong Yi yang merasa amat rindu kepada
puterinya. Melihat kehidupan suami isteri yang seperti petani sederhana itu,
takkan ada orang mengira bahwa suami isteri ini pernah menjadi
perwira-perwira andalan mendiang Jenderal Gak Hui, memimpin
pasukan berani mati yang terkenal dengan sebutan Pasukan
Halilintar! Suami isteri ini memang bukan orang-orang lemah. Han Si Tiong
adalah seorang pendekar yang waktu mudanya mempelajari
berbagai ilmu silat dari beberapa aliran. Akan tetapi yang paling
menonjol adalah ilmu silat aliran Siauw-lim-pai utara yang sesuai
dengan tubuhnya yang tinggi besar. Ada pun Liang Hong Yi juga
bukan wanita lemah. Ia pernah menjadi murid Bian Hui Nikouw
dan yang paling hebat adalah ilmu gin-kang (ilmu meringankan
tubuh) yang membuat ia dapat bergerak amat cepat dan lincah.
"Tiong-ko, kita sudah menanti setahun lebih sejak kita
mendengar dari Kwee-ciangkun bahwa anak kita masih hidup.
Akan tetapi sampai sekarang mengapa ia belum muncul juga"
Jangan jangan ia tidak bisa mencari tempat tinggal kita. Apakah
sebaiknya kita pergi ke kota raja saja" Siapa tahu ia akan
12 mendatangi rumah Kwee?ciangkun lagi," kata Liang Hong Yi
dengan suara sedih. Han Si Tiong menggeleng kepalanya. "Kurasa kurang tepat
kalau kita pergi ke kota raja, Yi-moi. Bagaimana kalau kita pergi
lalu Bi Lan datang dan melihat kita tidak berada di rumah" Hal
itu akan membuat ia kecewa dan bingung. Kalau ia tidak kita
temukan di kota raja, lalu kita harus mencari ke mana" Kita tidak
tahu ia berada di mana, Yi-moi. Andaikata ia datang kepada
Kwee?ciangkun, tentu Kwee-ciangkun akan memberi tahu
kepadanya di mana tempat tinggal kita karena kita sudah
memberi tahu Kwee-ciangkun bahwa kita tinggal di dusun ini."
Liang Hong Yi menghela napas lalu mengangguk. "Engkau
benar, Tiong-ko. Baiklah, aku akan menunggu di sini dengan
sabar, akan tetapi sampai kapan" Sudah duabelas tahun aku
menunggu dan mengharapkan bertemu kembali dengan
anakku." Suara wanita itu gemetar dan ia menggigit bibirnya
menahan tangis. "Sudahlah, Yi-moi, kita tidak boleh terlalu bersedih, tidak boleh
putus asa. Kita harus rajin berdoa semoga Thian (Tuhan)
melindungi anak kita dan menuntunnya agar dapat datang
bertemu dengan kita di sini."
Liang Hong Yi mengangguk-angguk membenarkan pendapat
suaminya walaupun ia tidak dapat bicara lagi karena hatinya
merasa terharu. Tiba-tiba, ketika memandang keluar serambi, Liang Hong Yi
terbelalak dan ia memegang tangan suaminya sambil bangkit
berdiri. 13 "Tiong-ko, anak kita ?"
Han Si Tiong memandang keluar dan ia melihat seorang gadis
dan seorang pemuda berjalan perlahan memasuki pekarangan
rumah mereka! Gadis itu cantik dan pemuda itu tampan.
Memang gadis itu sebaya dengan puteri mereka yang kini
berusia kurang lebih sembilanbelas tahun. Akan tetapi tentu saja
Han Si Tiong dan Liang Hong Yi tidak dapat memastikan apakah
gadis itu anak mereka atau bukan.
Han Si Tiong dan Liang Hong Yi sudah bangkit dan cepat
menuruni serambi, menjemput gadis dan pemuda itu di
pekarangan. Jatung mereka berdebar penuh ketegangan dan
harapan. Liang Hong Yi menahan diri untuk tidak berseru
memanggil nama anaknya karena ia masih ragu apakah benar
gadis ini Han Bi Lan, anaknya yang ia nanti-nantikan
kedatangannya. 01.2. Akhirnya Suatu Penantian
Pemuda dan gadis itu kini berhenti melangkah. Mereka saling
berhadapan dengan suami isteri itu. Suami isteri itu semakin
bimbang ragu karena melihat betapa gadis itu tidak segera lari
menghampiri mereka. Kalau gadis itu Han Bi Lan, tentu akan
segera berlari dan merangkul ibunya! Tidak mungkin anak
mereka lupa kepada mereka. Akan tetapi gadis ini hanya berdiri
memandang dengan mulut tersenyum seperti orang mengejek!
Han Si Tiong dan Liang Hong Yi memandang penuh perhatian.
Gadis itu memang cantik, wajahnya bulat telur dan kulitnya putih
mulus. Sepasang matanya lebar dan kerlingnya tajam, hidung
mancung dan mulutnya agak lebar namun menggairahkan
14 dengan bibir yang merah. Rambutnya digelung seperti sanggul
wanita bangsawan dan dihias dengan perhiasan emas permata,
tubuhnya yang padat langsing itupun mengenakan pakaian yang
mewah. Di punggungnya tergantung sepasang pedang beronce
merah. Pemuda itu berusia sekitar duapuluh lima tahun. Tubuhnya tinggi
besar dan tampak kokoh kuat. Wajahnya dapat dibilang tampan,
namun mukanya hitam, demikian pula kulit pada leher dan
kedua tangannya. Sepasang matanya mencorong dan
tampaknya pemuda ini cerdik. Di pinggangnya tergantung
sebatang tongkat hitam yang panjangnya hanya selengan. Juga
pemuda ini mengenakan pakaian indah dan mewah.
"Anda berdua siapakah dan ada keperluan apa datang
berkunjung ke rumah kami?" tanya Han Si Tiong sambil
menahan perasaannya yang terguncang agar suaranya tidak
gemetar. Pandang matanya tidak pernah lepas dari wajah gadis
itu. Demikian pula dengan isterinya, memandang gadis itu
dengan penuh perhatian dan penuh harapan yang mulai
meragu. Gadis itu hanya tersenyum manis akan tetapi senyumnya
mengandung ejekan. Pemuda tinggi besar muka hitam itulah
yang menjawab dengan sikap angkuh, tidak memberi hormat
kepada suami isteri itu sebagai layaknya sikap tamu terhadap
tuan rumah. "Aku bernama Bouw Kiang dan sumoiku ini bernama Bong Siu
Lan. Apakah kami berhadapan dengan Han Si Tiong dan
isterinya, bekas perwira yang memimpin Pasukan Halilintar dan
15 yang dulu dalam pertempuran telah membunuh Pangeran Cu Si
dari Kerajaan Kin?" Pertanyaan yang langsung ini diajukan
dengan suara yang membayangkan kesombongan.
Dari pertanyaan itu saja, Han Si Tiong dan Liang Hong Yi dapat
menduga bahwa kedatangan pemuda dan gadis ini pasti tidak
mempunyai niat baik. Akan tetapi suami isteri ini adalah orangorang gagah yang berwatak pendekar. Maka dengan tegas Han
Si Tiong menjawab. "Benar, aku adalah Han Si Tiong dan ini isteriku Liang Hong Yi.
Ada keperluan apakah kalian mengunjungi kami?" tanya Han Si
Tiong. "Kami berdua adalah murid-murid suhu Ouw Kan dan kami
mendapat tugas untuk membunuh kalian sebagai pembalasan
atas kematian Pangeran Cu Si. Nah, Han Si Tiong dan Liang
Hong Yi, bersiaplah kalian untuk mati di tangan kami!" Setelah
berkata demikian, Bouw Kiang mengambil tongkat hitam dari
gantungan pada pinggangnya dan Bong Siu Lan menghunus
sepasang pedangnya. Melihat ini, dengan tenang Han Si Tiong berkata. "Apakah kalian
akan menyerang kami yang bertangan kosong?"
Bong Siu Lan tertawa mengejek. "Hemm, kami bukan pengecut.
Ambil dan keluarkan semua senjata kalian. Kami tidak tergesagesa karena kalian tidak akan dapat lolos dari kematian!"
"Biar aku mengambil senjata-senjata kami!" kata Liang Hong Yi.
Wanita ini berlari cepat memasuki rumah, langsung ke dalam
kamar dan mengambil pedangnya dan pedang suaminya. Akan
16 tetapi selain mengambil dua batang pedang itu, ia pun tidak lupa
mengambil sehelai kain putih yang ada tulisannya, menyelipkan
kain putih itu di ikat pinggangnya dan cepat berlari keluar. Ia
menyerahkan pedang suaminya itu kepada Han Si Tiong dan
keduanya sudah siap menghadapi lawan.
Liang Hong Yi mengambil kain putih bertulis itu dan berkata
kepada suaminya. "Kita perlihatkan ini kepada mereka?"
Han Si Tiong mengambil kain putih itu dan menyelipkan ke ikat
pinggangnya. "Tidak perlu. Kita berani mempertanggungjawabkan perbuatan kita dan tidak takut mati!"
Pendekar ini memang gagah dan jantan, jujur namun keras dan
kasar. Malu baginya untuk berlindung di belakang surat di atas
kertas putih pemberian Puteri Moguhai dari Kerajaan Kin itu.
Dahulu, ketika Ouw Kan sendiri datang dan hendak membunuh
mereka, datang Puteri Moguhai bersama Souw Thian Liong
menolong mereka dan mengusir Ouw Kan yang tidak kuat
menandingi mereka dan melarikan diri. Kemudian, setelah
berkenalan, Puteri Moguhai menulis di atas kain putih itu dan
mengatakan bahwa kalau Ouw Kan berani datang mengganggu,
agar surat di atas kain putih itu diperlihatkan kepada Ouw Kan.
Akan tetapi melihat bahwa yang mengancam mereka hanya dua
orang muda yang mengaku murid-murid Ouw Kan, Han Si Tiong
tidak mau memperlihatkan surat Puteri Moguhai yang ditujukan
kepada Ouw Kan itu. Kalau dua orang muda itu menolak dan
tidak menaati surat itu, dia akan merasa malu sekali, disangka
bersembunyi di balik surat karena takut!
17 "Kami sudah siap!" kata Han Si Tiong sambil melintangkan
pedangnya depan dada. Liang Hong Yi terpaksa memasang
kuda-kuda karena suaminya tidak mau memperlihatkan surat itu
kepada dua orang muda yang mengancam mereka.
"Lihat serangan!" pemuda bernama Bouw Kiang itu menerjang
dengan pedangnya. Seperti kilat menyambar pedang itu
menusuk ke arah leher Han Si Tiong. Pendekar ini menangkis
sambil mengerahkan tenaganya.
"Tranggg !" Bunga api berpijar dan Han Si Tiong
terpental mundur tiga langkah. Dia terkejut sekali dan maklum
bahwa pemuda itu memiliki tenaga sakti yang kuat sekali,
Namun dia tidak gentar dan cepat mengirim serangan balasan.
Mereka segera saling menyerang dengan serunya.
Sementara itu, melihat suaminya sudah diserang, Liang Hong Yi
tidak tinggal diam dan ialah yang mendahului menyerang gadis
bernama Bong Siu Lan itu.
"Sing trang !" Juga Liang Hong Yi terhuyung
ke belakang ketika pedangnya ditangkis gadis itu. ia pun tahu
bahwa lawannya ini tangguh bukan main. Akan tetapi semenjak
membantu suaminya memimpin Pasukan Halilintar berperang
dan setiap saat terancam maut, kini Liang Hong Yi telah menjadi
seorang wanita yang amat berani. Biarpun maklum bahwa ia
kalah kuat, ia melawan mati-matian sehingga dua orang wanita
ini pun saling serang dengan seru.
18 Akan tetapi, biarpun suami isteri itu mengeluarkan seluruh
kepandaian dan mengerahkan seluruh tenaga mereka, segera
ternyata bahwa mereka berdua sama sekali bukan lawan
seimbang bagi dua orang muda murid Ouw Kan itu. Baru lewat
tigapuluh jurus saja, di mana suami isteri itu kebanyakan hanya


Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mampu menangkis dan mengelak, Liang Hong Yi roboh dengan
pundak terluka pedang Bong Siu Lan!
Melihat ini, Han Si Tiong cepat melompat untuk melindungi
isterinya, akan tetapi dia sendiri menerima tusukan pedang
Bouw Kiang yang menembus dadanya sehingga dia tergulling
roboh dan di atas tubuh isterinya. Darah bercucuran dari
dadanya membasahi pakaian Liang Hong Yi yang sudah
berlepotan darahnya sendiri yang keluar dari luka di pundaknya!
Bong Siu Lan hendak mengirim tusukan maut kepada Liang
Hong Yi yang sudah terluka pundaknya, akan tetapi Bouw Kiang
memegang lengannya. "Tahan dulu, sumoi (adik seperguruan)!"
Bong Siu Lan memandang heran dan Bouw Kiang membungkuk
dan mencabut sehelai kain putih yang terselip di ikat pinggang
Han Si Tiong. Dia tertarik karena tadi Liang Hong Yi hendak
memperlihatkan surat itu kepada mereka akan tetapi Han Si
Tiong mencegahnya. Bong Siu Lan ikut membaca tulisan kain
putih yang dipegang suheng (kakak seperguruan) itu.
Setelah membaca sedikit tulisan di atas kain putih itu, wajah
kedua orang itu berubah pucat. Kedua orang itu saling pandang
dan mata mereka terbelalak, jelas bahwa mereka tampak
ketakutan. "Celaka !!" kata ini hampir berbareng keluar dari
19 mulut mereka dan keduanya lalu melompat pergi meninggalkan
tempat itu dengan cepat sambil membawa kain putih tulisan
Puteri Moguhai itu. Setelah mereka pergi, Liang Hong Yi keluar dari tindihan tubuh
suaminya dan melihat suaminya terluka dengan napas terengah
itu, ia menjerit dan menangis, lalu dengan susah payah ia
hendak mengangkat tubuh suaminya yang mandi darah untuk
dibawa ke dalam. Ia sendiri terluka cukup berat di pundak
kirinya, maka sukarlah ia dapat mengangkat tubuh suaminya. Ia
lalu berseru memanggil pelayannya. Wanita yang usianya sudah
limapuluh tahun itu, yang tadi bersembunyi dalam rumah
ketakutan, tergopoh keluar mendengar panggilan majikan
wanitanya. Melihat suami isteri itu mandi darah, ia pun
menangis. "Bantu aku mengangkat ke dalam " kata Liang Hong Yi.
Pelayan itu membantunya, akan tetapi tetap saja mereka sukar
dapat mengangkat tubuh Han Si Tiong yang berat. Pada saat itu
tampak bayangan merah muda berkelebat dan seorang gadis
berpakaian serba merah muda sudah memasuki pekarangan. Ia
memandang dengan mata terbelalak kepada dua orang wanita
yang sedang mencoba mengangkat tubuh Han Si Tiong yang
berlumuran darah. "Ibuuuu Ayah ! gadis itu menjerit sambil lari
menghampiri. Liang Hong Yi menengok, matanya terbelalak. Biarpun anaknya
kini sudah menjadi gadis dewasa, namun ia tidak ragu lagi
20 bahwa gadis itu adalah puterinya. Pandang matanya saja sudah
membuat ia yakin. "Bi Lan anakku !" Setelah berkata demikian, ia
pun lemas terkulai dan tentu akan roboh kalau Bi Lan tidak
segera menangkap tubuhnya.
"Ayah , kalian kenapa
?" katanya, akan tetapi ia
tidak mau tenggelam ke dalam kekagetan dan keharuannya,
melainkan dengan sigap ia memondong tubuh ayah ibunya itu
dengan kedua tangan, disampirkan ke kedua pundaknya dan ia
membawa keduanya melangkah masuk rumah, diikuti pelayan
itu yang merasa lega bahwa ada orang yang menolongnya.
Pelayan itu sudah lima tahun menjadi pembantu rumah tangga
suami isteri itu dan ia sudah mendengar dari kedua majikannya
bahwa puteri mereka hilang ketika berusia tujuh tahun.
Dengan cekatan Han Bi Lan merebahkan tubuh ayah dan ibunya
di atas pembaringan, lalu ia menotok jalan darah di tubuh
ayahnya untuk menghentikan keluarnya darah, juga pada tubuh
ibunya sehingga darah berhenti mengalir keluar.
Liang Hong Yi siuman lebih dulu. Begitu bangkit ia memandang
puterinya, lalu memandang suaminya yang masih belum sadar
dan Bi Lan sedang duduk mencoba untuk memperkuat keadaan
tubuh ayahnya yang terluka parah sekali itu.
"Tiong-ko ! Tiang-ko , suamiku sadarlah, Tiong-ko. Ini anak kita, Han Bi Lan, sudah pulang
!" Ia 21 mengguncang tubuh suaminya dan pendekar itu mengeluh lirih,
dan membuka kedua matanya.
"Ayah ini aku, Bi Lan. Ayah
!" Bi Lan tak dapat menahan runtuhnya air mata karena ia tahu benar bahwa
ayahnya terluka amat parah dan agaknya tidak mungkin dapat
diobati lagi. Han Si Tiong membuka kedua matanya lalu pertama-tama
memandang isterinya, lalu memandang wajah Bi Lan dan dia
tersenyum! Pendekar yang telah berada di ambang kematian itu
tersenyum dan senyumnya jelas membayangkan kegirangan
hatinya. "Terima kasih kepada Thian! Engkau selamat Yi-moi,
dan engkau sudah pulang, Bi Lan. Jaga ibumu baik-baik,
anakku Yi-moi aku tidak kuat lagi selamat tinggal " Kepala itu terkulai dan Han Si Tiong
menghembuskan napas terakhir. Pedang tadi telah menusuk
dan mengenai jantungnya. Sudah luar biasa sekali kalau dia
mampu bertahan sampai dapat siuman dan bicara kepada isteri
dan puterinya. "Tiong-ko !" Liang Hong Yi kembali jatuh pingsan,
tubuh atasnya menindih tubuh suaminya.
"Ayah !" Bi Lan juga menangis, akan tetapi ia lalu
22 sibuk mengangkat pembaringan lain. tubuh ibunya dan merebahkan di Pelayan wanita itu sambil menangis lalu memberi tahu para
tetangga dan sebentar saja para tetangga berdatangan melayat
karena suami isteri itu dihormati para tetangga yang banyak
menerima bantuan mereka. Masih baik bahwa Bi Lan sudah kembali kepada ibunya. Kalau
tidak, belum tentu Liang Hong Yi akan kuat menahan
kedukaannya. Ia amat mencinta suaminya. Suaminya itulah
yang mengangkatnya dari kehidupan yang gelap dan hitam.
Suaminya yang membuat ia dapat melepaskan diri dari dunia
sesat di mana ia terpaksa menjadi wanita panggilan bagi para
bangsawan dan hartawan. Biarpun ketika itu derajatnya tidak
serendah para pelacur biasa karena ia hanya melayani
orang?orang bangsawan, tetap saja ia adalah seorang pelacur.
Pertemuannya dengan Han Si Tiong membebaskannya dari
kehidupan itu dengan suaminya itu ia mengalami suka dukanya.
Ia amat mencinta dan dicinta suaminya dan kini suaminya telah
pergi meninggalkannya. Karena itu, kehadiran Bi Lan merupakan
hiburan besar dan mengembalikan gairahnya untuk melanjutkan
kehidupan yang lebih banyak dukanya daripada sukanya itu.
Han Bi Lan menahan diri untuk tidak banyak bertanya selama
perkabungan. Setelah jenazah ayahnya diurus pemakamannya
dengan baik, barulah ia mengajak ibunya bercakap-cakap di
malam hari setelah pemakaman itu.
Mula-mula ia mengobati luka di pundak ibunya. Setelah luka itu
dibalut, mereka duduk di tepi pembaringan, saling pandang dan
23 tiba-tiba Liang Hong Yi merangkul puterinya dan menangis
tersedu-sedu. Bi Lan tak dapat menahan keharuannya. Ia
merasa iba sekali kepada ibunya dan balas merangkul. Mereka
bertangisan sampai beberapa lamanya. Bi Lan lalu melepaskan
rangkulannya dan sambil memegangi kedua lengan ibunya ia
berkata dengan suara lembut.
"Sudah, Ibu. Tidak baik kalau kita membenamkan diri terus ke
dalam kedukaan. Ayah tentu tidak akan senang melihat kita
berduka terus. Jangan sampai kedukaan itu menggerogoti hati
Ibu dan bisa mendatangkan penyakit. Marilah kita bicara, Ibu.
Sejak aku pulang, kita baru sekarang sempat bicara."
Ibunya mengangguk-angguk, lalu menyusut air matanya,
menghentikan tangisnya. Lalu ia memandang puterinya sampai
lama, seolah sedang menilai sebuah batu permata, lalu
dirangkulnya puterinya itu dan diciumnya kedua pipi Bi Lan.
"Aih, Bi Lan, betapa selama belasan tahun ini aku dan Ayahmu
setiap hari mengharapkan pertemuan ini. Setahun yang lalu
kami mendengar dari Panglima Kwee Gi di kota raja bahwa
engkau masih hidup dan telah berkunjung ke sana, engkau
membunuh Jenderal Ciang Sun Bo dan puteranya sehingga
menggegerkan kota raja. Kami bangga dan gembira sekali
mendengar keterangan Panglima Kwee Gi itu, anakku. Akan
tetapi selama setahun lebih kami setiap hari menunggu-nunggu,
belum juga engkau datang. Dan begitu engkau
datang terlambat, anakku, Ayahmu terluka parah
" "Itulah yang sejak aku datang mengganggu hatiku. Aku
menunda pertanyaan ini sampai pemakaman selesai. Ibu,
24 sebetulnya, apakah yang telah terjadi sehingga Ibu dan Ayah
sampai terluka" Siapakah yang melakukan itu, Ibu?" Gadis itu
bertanya dengan suara lembut, akan tetapi suara itu
mengandung ancaman terhadap orang-orang yang telah melukai
ibunya dan membunuh ayahnya.
"Bi Lan anakku, pengalaman Ayah dan Ibumu hanya akan
mendatangkan kenangan sedih bagiku, maka sebaiknya
engkaulah yang lebih dulu menceritakan tentang dirimu. Apa
saja yang kau alami selama engkau diculik orang dan Lu-ma
dibunuh. Aku dan Ayahmu sudah mendengar sedikit tentang
dirimu, yaitu bahwa engkau diculik oleh datuk Bangsa Uigur
bernama Ouw Kan, kemudian engkau dirampas oleh pendeta
Tibet yang bernama Jit Kong Lhama dan menjadi muridnya dan
yang terakhir engkau menjadi murid Kun-lun-pai. Nah, yang
kudengar hanya sampai kunjunganmu di kota raja, membunuh
Jenderal Ciang dan puteranya sehingga menggegerkan kota
raja, kemudian engkau diselundupkan oleh Panglima Kwee
keluar kota raja dengan selamat. Lalu selanjutnya bagaimana,
anakku" Bagaimana pula engkau dapat mengetahui bahwa kami
tinggal di sini?" "Benar seperti yang telah Ibu dengar dari Panglima Kwee itu.
Setelah tamat belajar ilmu silat dari Suhu Jit Kong Lhama, aku
lalu pergi ke kota raja untuk pulang ke rumah. Akan tetapi rumah
kita telah ditempati Jenderal Ciang Sun Bo dan anaknya, Ciang
Ban. Mereka pura-pura menyambut aku dengan baik dan
mengaku sebagai sahabat baik ayah, akan tetapi dia hendak
mencelakai aku. Maka aku membunuh mereka dan untung dapat
ditolong Panglima Kwee dan diselundupkan keluar kota raja. Aku
lalu merantau untuk mencari Ayah dan Ibu karena Panglima
25 Kwee sendiri tidak tahu di mana Ibu dan Ayah tinggal. Akan
tetapi usahaku tidak berhasil."
"Dan engkau menjadi murid Kun-lun-pai ?"
"Benar, Ibu. Ketika itu aku belum meninggalkan Suhu Jit Kong
Lhama. Aku meminjam kitab Kun-lun-pai, mempelajarinya di
bawah bimbingan Suhu, kemudian kitab kukembalikan dan aku
diakui sebagai murid Kun-lun-pai oleh para ketua Kun-lun-pai."
"Setelah itu, lalu bagaimana" Bagaimana engkau dapat
mengetahui bahwa kami tinggal di sini?" tanya Liang Hong Yi.
Bi Lan tidak ingin menceritakan pengalamannya dengan Thian
Liong, apalagi ia tidak mau menceritakan bahwa ia telah
ditampari oleh pemuda itu, ditampari pinggulnya!
"Aku bertemu dengan seorang pemuda yang bernama Souw
Thian Liong, dialah yang memberitahu kepadaku di mana Ibu
dan Ayah tinggal dan aku segera langsung saja pergi mencari ke
sini." "Souw Thian Liong" Ah, pemuda yang amat lihai dan baik budi
itu! Dia adalah seorang pendekar sejati, dan dialah yang berjasa
besar menyelamatkan Sri Baginda Kaisar dan membongkar
rahasia kejahatan Perdana Menteri Chin Kui! Pemuda yang
gagah perkasa dan pantas sekali dia mendapatkan jodoh seperti
Puteri Moguhai itu! Mereka sungguh merupakan pasangan yang
amat tepat, prianya tampan dan lihai, wanitanya amat cantik dan
juga tidak kalah lihainya!"
"Puteri Moguhai, ibu" Siapa ia?"
26 "Engkau sudah mengenal Souw Thian Liong dan tidak mengenal
Puteri Moguhai" Ah, namanya di dunia kang-ouw adalah Pek
Hong Niocu, ia adalah sahabat baik Souw Thian Liong!"
"Oh, gadis cantik yang memakai perhiasan rambut Burung Hong
perak itu" Hemm, ia itu seorang puteri" Aku pernah melihatnya,
akan tetapi aku tidak tahu bahwa ia seorang puteri."
"Ia puteri Raja Kin, anakku. Akan tetapi hatinya baik, bahkan ia
membantu Sri Baginda Kaisar Kerajaan Sung ketika Perdana
Menteri Chin Kui memberontak. Ia akrab sekali dengan Souw
Thian Liong itu." Ada sesuatu tidak enak terasa dalam hati Bi Lan dan entah
mengapa, mendengar Thian Liong akrab dengan puteri Kerajaan
Kin, hatinya menjadi semakin marah dan benci kepada pemuda
itu! "Sekarang ceritakanlah Ibu, apa yang telah terjadi dan siapa
yang melukai Ayah dan Ibu sampai Ayah tewas karena
lukanya?" 01.3. Ancaman si Anak Tunggal
Liang Hong Yi menghela napas panjang, teringat lagi akan


Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kematian suaminya. Namun kehadiran Bi Lan menguatkan
hatinya dan ia mulai bercerita.
"Mungkin engkau sudah ingat waktu itu engkau berusia tujuh
tahun ketika Ayahmu dan aku pergi memenuhi tugas memimpin
pasukan berperang membantu barisan Jenderal Gak Hui
melawan pasukan Kerajaan Kin di utara."
27 "Aku masih ingat, Ibu. Bahkan kalau tidak salah aku memesan
kepada Ayah agar aku dibawakan sebuah pedang bengkok
seperti yang biasa dipergunakan orang?orang utara."
"Benar, Bi 'Lan. Tunggu sebentar!" Liang Hong Yi meninggalkan
anaknya, memasuki kamarnya dan ia kembali sambil membawa
sebatang pedang bengkok yang indah sekali, terbalut emas dan
terukir indah. "Nah, inilah pedang yang kaupesan itu. Ayahmu
sengaja membawa ini untukmu. Diambilnya pedang ini dari
Pangeran Cu Si, seorang pangeran dari Kerajaan Kin yang
tewas di tangan Ayahmu dalam perang itu. Akan tetapi ketika
kami kembali ke rumah kita di kota raja, engkau telah hilang
diculik orang dan Lu-ma telah terbunuh!"
"Hemm, yang melakukan ini adalah Ouw Kan. Dia membunuh
Lu-ma, dan untuk itu aku akan mencarinya dan membalas
kematian Lu-ma!" kata Bi Lan.
"Ya, kami segera mendapat keterangan dari Perwira Kwee dan
kami sudah menduga bahwa yang membunuh Lu-ma, melukai
tukang kebun dan menculikmu adalah Toat-beng Coa-ong Ouw
Kan. Kami mengembalikan kedudukan kami kepa?da Kaisar,
lalu pergi merantau ke utara untuk mencari Ouw Kan, akan
tetapi setelah dua tahun merantau kami tidak berhasil
menemukan Ouw Kan atau menemukan engkau. Kami menjadi
putus asa dan akhirnya kami tinggal di sini, tidak ingin kembali
ke kota raja. Kami hidup tenteram di tempat ini walaupun siang
malam kami mengharapkan kedatanganmu. Kemudian, kurang
lebih dua tahun yang lalu, pada suatu hari muncul Ouw Kan di
sini dan dia menyerang kami, katanya untuk membalaskan
kematian Pangeran Cu Si di tangan kami ketika terjadi perang.
28 Kami berdua tidak dapat menandinginya, bahkan aku telah
terluka pada pahaku. Kami berdua nyaris tewas di tangan Ouw
Kan. Untung ketika itu tiba-tiba muncul Souw Thian Liong dan
Pek Hong Niocu atau Puteri Moguhai itu yang menolong kami
dan Ouw Kan melarikan diri karena tidak kuat menandingi
mereka berdua. Kalau Souw Thian Liong dan Pek Hong Niocu
tidak datang menolong, tentu sekarang Ayah dan Ibumu sudah
tewas pada waktu itu."
Bi Lan termenung. Jadi, orang tuanya berhutang budi, bahkan
nyawa kepada Thian Liong! Hal ini membuat hatinya penuh
kebimbangan. Kalau ia ingat akan perbuatan Thian Liong,
menghajarnya seperti anak kecil, menelungkupkan tubuhnya di
atas kedua pahanya dan menampari pinggulnya sampai sepuluh
kali, timbul amarah dan bencinya kepada pemuda itu! Ia akan
memperdalam ilmunya, kemudian membalas dendam itu.
Akan tetapi Thian Liong yang telah memberitahu kepadanya
akan tempat tinggal orang tuanya dan Thian Liong bahkan telah
menyelamatkan nyawa kedua orang tuanya! Pembalasan apa
yang pantas ia lakukan terhadap pemuda itu" Tidak mungkin ia
membunuh atau melukai berat, mengingat akan budi pemuda
itu! Ah, ia akan membalas tamparan itu. Bukan pada pinggulnya,
akan keenakan dia kalau ditampari pinggulnya. Ia akan
menampari kedua pipi pemuda itu sebagai pembalasan!
"Bi Lan, mengapa engkau termenung?"
Bi Lan terkejut. "Ah, aku hanya merasa penasaran kepada Ouw
Kan itu dan pasti aku akan membalas dendam ini."
29 Bukan itu saja yang dia lakukan, Bi Lan. Baik kulanjutkan
ceritaku agar engkau menjadi jelas. Thian Liong bercerita
kepada kami bahwa karena dia telah membantu Kaisar Kin
membasmi pemberontakan di Kerajaan Kin, maka hal itu
dijadikan alasan oleh Perdana Menteri Chin Kui untuk
menjatuhkan fitnah kepadanya. Chin Kui melapor kepada Kaisar
bahwa Thian Liong menjadi pengkhianat dan menjadi antek
Kerajaan Kin. Karena itu, Thian Liong menjadi orang buruan
pemerintah. Mendengar itu, Ayahmu dan aku lalu pergi ke kota
raja hendak membela Thian Liong, kalau perlu kami mau
menjadi saksi kepada pengadilan atau Sri Baginda Kaisar bahwa
fitnah itu tidak benar. Ketika tiba di kota raja, kami berdua
diserang orang-orangnya Chin Kui, dan kembali muncul Thian
Liong dan Pek Hong Niocu menolong kami. Kami berempat lalu
bersembunyi di rumah Panglima Kwee Gi. Nah, pada saat itulah
aku mendengar dari Kwee-ciangkun bahwa engkau telah datang
ke kota raja sehingga harapan kami yang sudah hampir padam
itu bernyala kembali."
"Paman Kwee Gi memang seorang yang baik hati, Ibu. Kalau
tidak dia yang menolong menyelundupkan aku keluar kota raja,
akupun tidak tahu bagaimana aku dapat meloloskan diri dari
pencarian para perajurit karena aku membunuh Jenderal Ciang
dan puteranya." "Ya, dia memang baik hati," kata Liang Hong Yi yang teringat
akan niat Panglima Kwee Gi untuk menjodohkan puteranya,
Kwee Cun Ki, dengan Bi Lan dan ia bersama suaminya telah
menyetujui niat itu. Akan tetapi sekarang belum waktunya
memberitahu puterinya. 30 "Kemudian dengan bantuan Panglima Kwee, Ayah dan Ibumu,
bersama Pek Hong Niocu dan Souw Thian Liong, dihadapkan
Kaisar dan kami berbantahan dengan
Perdana Menteri Chin Kui. Kami sempat ditahan, akan tetapi
kemudian rencana pemberontakan Chin Kui terbongkar dan dia
dapat dijatuhkan, ditangkap dan dihukum. Souw Thian Liong dan
Puteri Moguhai mendapat pujian dari Sri Baginda Kaisar. Kami
berdua segera pulang ke sini karena kami harapkan engkau
sewaktu-waktu akan dapat mencari kami."
"Hemm, akupun mencari-cari sampai lama tanpa hasil, Ibu. Baru
setelah mendengar dari Thian Liong, aku segera datang ke sini.
Akan tetapi ternyata terlambat, engkau dan Ayah juga terluka
parah. Siapa pelakunya, Ibu?"
"Siapa lagi kalau bukan orang yang memusuhi orang tuamu
karena telah membunuh Pangeran Kin itu!"
"Si jahanam Ouw Kan?"
"Sekali ini bukan dia sendiri, melainkan dua orang muridnya,
seorang pemuda bernama Bouw Kiang yang melukai Ayahmu
dan seorang gadis bernama Bong Siu Lan yang melukai aku.
Mereka terlalu lihai bagi kami, Bi Lan."
"Akan tetapi mereka membunuh Ayah, mengapa Ibu dapat
lolos?" "Begini, ketika dahulu Souw Thian Liong dan Pek Hong Niocu
menolong kami dari serangan Ouw Kan, setelah Ouw Kan
melarikan diri, Pek Hong Niocu memberi sepotong kain putih
31 yang ditulisi dan ia berpesan bahwa apabila Ouw Kan berani
mengganggu lagi, agar tulisan itu diperlihatkan. Nah, ketika dua
orang murid Ouw Kan itu datang mengatakan bahwa mereka
hendak membunuh kami, aku hendak memperlihatkan surat
Puteri Moguhai itu. Akan tetapi Ayahmu yang keras hati
melarang. Aku tahu bahwa Ayahmu adalah seorang yang
menjunjung tinggi kehormatannya. Dia malu kalau memperlihatkan surat Puteri Moguhai itu, malu kalau disangka
takut dan berlindung di balik surat itu. Nah, setelah Ayahmu
tertusuk dadanya dan aku terluka di pundak, pemuda itu
mengambil kain putih bersurat itu dari ikat pinggang Ayahmu.
Mereka membaca tulisan Puteri Moguhai dan mereka menjadi
pucat, lalu mereka melarikan diri tanpa mengganggu aku lagi.
Aku berteriak memanggil pelayan untuk mengangkat Ayahmu,
dan engkau muncul." Bi Lan mengepal tinju dan dengan muka berubah merah karena
marah ia berkata, "Si keparat Ouw Kan dan dua orang muridnya!
Juga keparat Raja Kin, karena tentu dia yang menyuruh Ouw
Kan untuk membalas kematian Pangeran Cu Si kepada Ayah
dan Ibu. Jangan khawatir, Ibu. Aku pasti akan membalaskan
kematian Ayah. Akan kucari mereka itu dan akan kubunuh
mereka satu demi sa-tu!"
Liang Hong Yi merangkul puterinya. "Tenanglah, anakku.
Apakah engkau hendak pergi lagi mencari mereka" Bi Lan, aku
tidak mau berpisah lagi darimu, aku tidak mau kautinggalkan
seorang diri di sini!"
Bi Lan mencium ibunya. "Tidak sekarang, Ibu. Aku pun harus
memperdalam ilmu-ilmuku karena banyak, orang yang harus
32 kulawan dan kukalahkan, selain orang?orang dari Kerajaan Kin
itu!" Bi Lan membayangkan wajah Thian Liong karena ketika ia
mengucapkan kata?kata terakhir tadi, wajah pemuda itu yang
diingatnya! Akan tetapi Liang Hong Yi pada saat itu berpikir dan
membayangkan hal lain lagi. Kini ia hanya hidup berdua dengan
puterinya dan melihat betapa puterinya kini telah menjadi
seorang gadis berusia sembilanbelas tahun, sudah lebih dari
dewasa pada jaman itu, maka tentu saja timbul pikiran tentang
perjodohan puterinya. Ia teringat akan niat Panglima Kwee untuk
menjodohkan puteranya, Kwee Cun Ki, dengan Bi Lan. Kwee
Cun Ki seorang pemuda yang tampan dan gagah. Orang tuanya
juga seorang panglima yang bijaksana dan baik hati, bahkan
sahabat yang setia dan baik dari mendiang suaminya. Bi Lan
akan bahagia menjadi isteri Kwee Cun Ki dan ia sendiri akan
merasa terhormat dan menjadi besan Panglima Kwee dan
isterinya yang manis budi dan lemah lembut.
Sebaiknya kalau perjodohan itu dipercepat, pikirnya. Akan tetapi,
biarpun baru berkumpul selama beberapa hari dengan Bi Lan, ia
tahu bahwa puterinya itu memiliki watak yang keras hati seperti
mendiang suaminya. Tidak baik kalau ia menceritakan tentang
rencana perjodohan itu kepada Bi Lan sekarang.
"Bi Lan, andaikata engkau hendak memperdalam ilmu silatmu
pun jangan berpisah dariku. Aku tidak mau kautinggalkan,
anakku. Aku tidak tahan hidup seorang diri. Bahkan aku
mempunyai keinginan untuk mengajakmu pergi ke kota raja."
"Ke kota raja, Ibu" Mau apa kita ke kota raja?"
33 "Sekarang tidak perlu khawatir lagi akan pembunuhan yang
kaulakukan terhadap Jenderal Ciang dan puteranya. Mereka itu
pun merupakan antek Chin Kui dan Sri Baginda Kaisar tidak
akan menganggapmu sebagai pembunuh yang harus
ditangkap." "Aku tidak khawatir, Ibu. Akan tetapi mengapa kita harus pergi
ke kota raja" "Bi Lan, Ibumu rasanya tidak betah berada di sini. Aku akan
selalu teringat kepada Ayahmu dan akan tenggelam terus ke
dalam kesedihan. Karena itu, ajaklah aku ke kota raja. Kita
kunjungi keluarga Panglima Kwee dan kita lihat-lihat
pemandangan di kota raja. Aku sudah rindu kepada kota raja di
mana aku tinggal bersama Ayahmu sampai engkau lahir dan
berusia tujuh tahun. Bi Lan, aku membutuhkan hiburan dan
kurasa di sanalah aku akan mendapatkan hiburan, mengunjungi
bekas sahabat-sahabat Ayahmu."
Dalam suara itu Bi Lan dapat mendengar permohonan ibunya
maka tentu saja ia merasa tidak enak dan tidak tega untuk
menolaknya. "Baiklah, Ibu, kalau Ibu menghendaki ke kota raja, mari kita ke
sana. Kapan kita berangkat, Ibu?"
Liang Hong Yi tersenyum. Puterinya ini mirip benar dengan
ayahnya, begitu mengambil keputusan langsung saja hendak
dilaksanakan. "Nanti dulu, Bi Lan. Sebaiknya kita tunggu sampai perkabungan
sedikitnya satu bulan, lalu kita harus menyerahkan rumah kita
34 agar ada yang menjaganya. Kita siapkan segalanya, baru kita
berangkat." "Terserah kepada Ibu. Aku setuju dan hanya menurut saja."
"Engkau anak yang baik!" Liang Hong Yi merangkul anaknya
dengan penuh kasih sayang sehingga gadis itu merasa terharu
sekali. Baru sekarang ia merasakan cinta kasih yang begitu
besar, yang menggetarkan hatinya.
"Y" Kwee-ciangkun (Panglima Kwee) duduk di ruangan dalam
bersama isteri dan puteranya. Mereka membicarakan Han Bi
Lan, karena sudah hampir dua tahun sejak gadis itu berada di
rumah mereka, tak pernah ada kabar berita tentang gadis itu.
Semula Nyonya Kwee yang menegur puteranya. "Cun Ki, tahun
ini umurmu sudah duapuluh empat tahun. Orang lain seusiamu
ini tentu sudah mempunyai sedikitnya dua orang anak. Akan
tetapi engkau masih belum menikah. Mau tunggu sampai kapan,
Cun Ki" Ayah Ibumu sudah semakin tua dan kami amat
mengharapkan seorang cucu. Pilihlah gadis mana yang kau
inginkan dan kami akan mengajukan pinangan!"
Cun Ki memandang kepada ayah dan ibunya. "Ibu, apakah Ibu
dan Ayah sudah lupa akan pembicaraan Ayah kepada Paman
Han Si Tiong dan Bibi Liang Hong Yi itu?"
"Pembicaraan tentang apa?" tanya Panglima Kwee
Gi. 35 "Ah, benarkah Ayah telah lupa" Bukankah ketika itu Ayah
mengajukan usul kepada mereka untuk menjodohkan aku
dengan Han Bi Lan, puteri mereka" Dan mereka
menyetujuinya!" "O, itu" Kwee-ciangkun menghela napas panjang dan
memandang isterinya, lalu berkata kepada puteranya dengan
suara tegas. "Dengar, Cun Ki. Setelah Han Si Tiong dan
isterinya meninggalkan kota raja, Ibumu dan aku membicarakan
tentang usulku yang kulakukan dengan tergesa-gesa itu. Ibumu
menyatakan ketidaksetujuannya dengan rencana perjodohan itu
dan aku menganggap alasan Ibumu memang tepat sekali."
Cun Ki mengerutkan alisnya yang tebal dan memandang kepada
ibunya. "Ibu, mengapa Ibu tidak setuju" Apa alasannya?"
Suaranya mengandung rasa penasaran.
"Begini, anakku. Ayahmu dan aku tidak menyangkal bahwa Han
Bi Lan adalah seorang gadis yang baik dan gagah perkasa.
Akan tetapi Ibu membayangkan betapa akan sukarnya bagiku
untuk menyesuaikan diri dengan seorang mantu yang terbiasa


Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersikap kasar, bahkan yang tidak segan membunuh orang. Ibu
tahu, yang dibunuhnya adalah orang-orang jahat, namun tetap
saja ia seorang pembunuh. Dan Ibu harus mempunyai mantu
seperti itu" Sejak dulu Ibu membayangkan seorang mantu yang
lemah lembut, pandai dengan semua pekerjaan wanita, pandai
melayani aku sebagai ibu mertuanya, terampil dalam pekerjaan
mengatur rumah, menjahit, memasak, dan sebagainya. Kita
tidak mungkin mengharapkan Bi Lan akan dapat melakukan
segala pekerjaan yang membutuhkan kelembutan itu. Anakku
hanya engkau seorang, dan mantuku hanya seorang. Kalau
36 yang seorang itu kelak hanya akan membuat Ibumu merasa
kecewa dan menyesal, bukankah hal itu akan membikin Ibumu
hidup sengsara" Kalau Bi Lan menjadi mantuku dan tinggal
serumah, aku tentu harus menurut semua katanya, tidak berani
membantah takut kalau " Nyonya Kwee tidak melanjutkan kata-katanya
tampak bingung karena ia merasa telah kelepasan bicara.
dan "Takut apa, Ibu?"
Tentu saja Nyonya Kwee tidak mengatakan bahwa ia takut
dibunuh dan menjawab sekenanya. "Takut
ya takut padanya." "Akan tetapi alasan itu tidak masuk akal, Ibu! Aku, yakin bahwa
Bi Lan bukan seorang gadis yang kasar dan kejam.
Pembunuhan seperti itu dilakukan siapa saja yang merasa
dirinya menjadi pendekar, membela kebenaran dan keadilan dan
menentang kelaliman! Aku yakin bahwa Bi Lan dapat belajar
menjadi seorang mantu perempuan yang baik dan tahu
kewajiban!" "Cun Ki!" Suara Panglima Kwee tegas. "Engkau adalah anak
kami satu-satunya, apakah engkau tidak ingin membalas lbumu
dengan menyenangkan hatinya" Ibumu menginginkan seorang
mantu perempuan yang Iemah lembut, bukan seorang pendekar
yang pandai bermain pedang namun tidak pandai memegang
pisau dapur. Menuruti keinginan Ibumu dan menyenangkan
hatinya merupakan balas jasa seorang anak yang u-hou
37 (berbakti). Apakah engkau ingin menjadi seorang anak yang puthou (tidak berbakti)?"
Cun Ki menundukkan kepalanya. Dia tahu bahwa dalam setiap
perbedaan pendapat antara seorang anak dengan orang tuanya,
orang tua selalu menggunakan senjata ampuh itu, yaitu
mengatakan bahwa kalau si anak tidak menurut dia itu tidak
berbakti alias murtad! Dia tidak berani membantah lagi. Akan
tetapi dia sudah terlanjur jatuh cinta kepada Han Bi Lan, dan ia
menggunakan senjata terakhir.
"Baiklah, Ayah dan Ibu. Aku menerima saja keputusan Ayah dan
Ibu untuk tidak berjodoh dengan Han Bi Lan, akan tetapi
" "Nah, engkau anak Ibu yang u-hou dan baik sekali, Cun Ki!"
ibunya berseru girang. "Akan tetapi apa, Cun Ki?" tanya Sang Ayah sambil memandang
dengan alis berkerut dan sinar mata penuh selidik.
Sambil menundukkan muka Cun Ki berkata, suaranya berat.
"Kalau aku tidak boleh berjodoh dengan Han Bi Lan, selama
hidup aku tidak ingin menikah!" Setelah berkata demikian, dia
bangkit dan berkata, "Maaf, Ayah dan Ibu, aku ingin beristirahat
dalam kamarku." Pemuda itu lalu melangkah pergi memasuki
kamarnya dan menutup pintu kamar.
Panglima Kwee dan isterinya saling pandang. Sejenak mereka
tertegun mendengar ucapan Cun Ki, anak tunggal mereka tadi.
Kwee-ciangkun menghela napas panjang.
38 "Tidak kusangka anak itu agaknya sudah jatuh cinta betul
kepada Han Bi Lan." Sementara itu, Nyonya Kwee yang amat menyayang puteranya,
menjadi pucat wajahnya. "Ah, kalau dipikir, betul juga omongan
Cun Ki. Bi Lan anak orang baik-baik, tentu ia bisa dididik agar
menjadi mantu yang baik. Kalau dia kukuh tidak mau menikah,
celakalah kita. Siapa yang akan menyambung keturunan kita"
Dia anak kita satu?satunya. Biar kubujuk dia dan aku setuju dia
berjodoh dengan Han Bi Lan!" Setelah berkata demikian,
Nyonya Kwee bangkit dan bergegas menuju ke kamar
puteranya. Panglima Kwee hanya menggeleng-geleng kepala dan
tersenyum kecil. Dia sendiri memang tidak keberatan
mempunyai mantu Bi Lan. Yang tidak setuju adalah isterinya.
Dan sekarang setelah Cun Ki ngambek dan mengancam tidak
akan menikah, ibunya itu menjadi khawatir sendiri dan tentu
sekarang sedang membujuk-bujuk anaknya yang ngambek itu!
Nyonya Kwee memasuki kamar Cun Ki yang tidak terkunci. Ia
melihat puteranya rebah telentang dengan muka merah dan dia
tidak perduli mendengar ibunya masuk, seolah tidak melihatnya.
Nyonya Kwee lalu duduk di tepi pembaringan.
JILID 2 02.1. Ibunya Mantan Pelacur
"Cun Ki anakku, jangan engkau lalu marah begini. Tegakah
engkau menyakiti hati Ibumu dengan marah-marah?"
39 "Ibu sendiri tega menolak permintaanku, padahal aku sudah
jatuh cinta kepada Han Bi Lan!"
"Kalau ada persoalan, dapat kita rundingkan dulu, anakku. Kalau
memang sudah tidak dapat diubah lagi pilihanmu, baiklah, Ibumu
mau mengalah, demi kebahagiaanmu, akan tetapi dengan syarat
bahwa kelak engkau harus mampu mendidik Bi Lan agar
menjadi mantu yang dapat menyenangkan hatiku dengan
pelayanan yang lembut sebagaimana lajimnya seorang mantu
perempuan terhadap mertua perempuannya."
Bagaikan mendapat semangat baru, Cun Ki serentak bangkit
duduk dan merangkul ibunya. "Terima kasih, Ibu. Tentu saja, aku
akan membimbing Bi Lan agar dapat menjadi mantu yang
menyenangkan hati Ibu!"
Panglima Kwee dan isterinya lalu merencanakan mengirim
seorang comblang (perantara pernikahan) ke dusun Kian-cung
dekat Telaga Barat. Mereka memilih-milih comblang mana yang
pantas mewakili mereka dan yang pandai bicara. Mereka tidak
mau mengirim seorang comblang biasa saja karena mereka
ingin membuat Han Si Tiong merasa terhormat menerima
comblang yang pandai bicara dan tentu saja yang akan
membawa berbagai hadiah. Pada suatu pagi, seorang wanita yang berpakaian bangsawan
berkunjung ke rumah Panglima Kwee dengan naik sebuah
kereta yang indah. Ketika pengawal memberi tahu ke dalam
bahwa Nyonya Ciang Kui datang berkunjung, Nyonya Kwee
bergegas keluar menyambut tamunya.
40 Tamu itu seorang wanita yang usianya sebaya dengan nyonya
Kwee, sekitar empatpuluh lima tahun, berpakaian bangsawan
indah, dan wajahnya juga cantik. Ia adalah isteri dari Ciang-taijin
(Pembesar Ciang) yang menjabat pegawai tinggi bagian
perpajakan dan sudah lama menjadi kenalan baik Nyonya Kwee.
Antara suami mereka juga ada hubungan antara pejabat tinggi
walaupun Panglima Kwee adalah seorang tentara dan
Pembesar Ciang seorang pegawai sipil.
"Aih, Nyonya Ciang! Selamat datang, angin apa yang meniup
Anda ke sini?" sambut Nyonya Kwee dan segera mempersilakan
tamunya duduk di ruangan tamu yang luas dan indah.
"Baik, Nyonya Kwee, keadaan kami baik semua. Suamiku sehat
dan pekerjaannya pun lancar, anak tunggalku Bi Hiang juga
baik-baik saja, setiap hari rajin menyulam dan mengatur para
pelayan menyelesaikan semua pekerjaan rumah. Eh, bagaimana
kabarnya dengan puteramu, Kwee-kongcu?"
"Kami semua juga baik-baik saja. Juga Cun Ki dalam keadaan
sehat dan baik, Nyonya Ciang. Apakah ada keperluan khusus
yang membawamu datang berkunjung?"
"Ah, aku datang hanya untuk melepas rindu. Sudah lama kita
tidak saling berjumpa. Padahal, sudah lama kita bersahabat,
juga suamiku adalah sahabat baik suamimu. Apakah
kedatanganku ini mengganggu kesibukanmu?"
"Sama sekali tidak! Aku malah senang sekali menerima
kedatanganmu, Nyonya Ciang! Memang sudah lama kita tidak
bercakap-cakap." 41 Pelayan datang menghidangkan minuman dan makanan kecil.
Kedua orang nyonya bangsawan itu mengobrol, dengan
asyiknya karena Nyonya Ciang adalah seorang wanita yang
pandai dan banyak bicara, dapat menceritakan semua kabar
tentang apa saja yang terjadi di antara para bangsawan,
terutama isteri-isteri mereka. Ia suka sekali menceritakan kabar
burung tentang hal-hal rahasia yang terjadi dalam rumah tangga
para bangsawan, tentang percekcokan antara suami isteri
bangsawan anu, tentang bangsawan ini mengambil selir baru,
tentang isteri bangsawan itu yang dicurigai ada main dengan
seorang pemuda pegawai suaminya, dan lain-lain. Nyonya Kwee
hanya mendengarkan saja dan seperti lajimnya para wanita,
biarpun ia tidak menanggapi, namun berita-berita macam itu
amat menarik hatinya, seolah mendengarkan bunyi nyanyian
merdu! Sebetulnya kunjungan Nyonya Ciang ini mempunyai maksud
tertentu. Sudah lama ia mencari-cari seorang pemuda yang
kiranya pantas untuk menjadi jodoh puterinya, yaitu Ciang Bi
Hiang yang sudah berusia sembilanbelas tahun, dan pilihannya
jatuh kepada Kwee Cun Ki. Ia sudah merundingkan niatnya itu
dengan suaminya, Pembesar Ciang Kui yang juga menyetujui,
karena Panglima Kwee terkenal sebagai pembesar militer yang
terhormat, setia kepada Kaisar, dan disuka para pembesar
lainnya. Akan tetapi, sebelum Nyonya Ciang sempat
membicarakan hal ini kepada nyonya Kwee yang telah lama
dikenalnya dengan baik, pada suatu hari ia mendengar berita
yang mengejutkan. Nyonya Ciang mempunyai banyak kaki tangan yang suka
mencari berita yang aneh-aneh untuk menjadi bahan
42 percakapan dan pergunjingan. Ia mendengar dari seorang
pembantunya bahwa keluarga Kwee sedang mencari-cari
seorang comblang yang baik untuk mengajukan pinangan
kepada Han Bi Lan, puteri Han Si Tiong dan Liang Hong Yi yang
tinggal di Telaga Barat, untuk dijodohkan dengan Kwee Cun Ki!
Tentu saja ia terkejut dan khawatir, lalu cepat ia merundingkan
hal ini dengan suaminya. Pembesar Ciang Kui juga terkejut dan heran mendengar bahwa
Kwee-ciangkun hendak melamar Han Bi Lan puteri Han Si Tiong
dan Liang Hong Yi untuk puteranya. Dia lalu bercerita kepada
isterinya bahwa Han Bi Lan itulah yang telah membunuh
saudara sepupunya, yaitu Ciang-goanswe (Jenderal Ciang) dan
puteranya, Ciang Ban. Juga dia menceritakan bahwa Liang
Hong Yi dahulu adalah seorang pelacur kelas tinggi di kota
Cin?koan, bahkan dialah yang ketika itu masih tinggal di
Cin?koan dan belum menjadi pimpinan yang kini tinggal di kota
raja, pernah memberi surat kepada Liang Hong Yi untuk
diserahkan kepada Jenderal Ciang Sun Bo agar Liang Hong Yi
yang baru menikah dengan Han Si Tiong diberi pekerjaan.
Demikianlah dengan bekal keterangan ini, Nyonya Ciang
bergegas naik kereta mengunjungi Nyonya Kwee.
"Nyonya Kwee, kalau aku boleh bertanya, berapa sih usia
puteramu sekarang?" "Ah, kau maksudkan Cun Ki" Tahun ini dia berusia duapuluh
empat tahun." "Puteriku Bi Hiang sudah berusia sembilanbelas tahun. Ah,
Nyonya Kwee, apakah kaupikir usia sebegitu belum cukup untuk
43 menikah" Kalau saja puteramu dapat dijodohkan dengan
puteriku, alangkah baiknya. Hubungan kita yang tadinya sahabat
dapat dipererat menjadi keluarga! Bukankah hal itu baik sekali?"
Wajah Nyonya Kwee yang tadinya cerah karena gembira
bercakap-cakap dengan Nyonya Ciang yang pandai mengobrol
itu, tiba-tiba berubah keruh mendengar usul ini. Tentu saja ia
akan menyambut baik uluran tangan ini, kalau saja Cun Ki tidak
rewel dan berkeras ingin menikah dengan Han Bi Lan! Tentu
seratus kali ia akan memilih Ciang Bi Hiang, seorang gadis
bangsawan aseli, pandai dan halus budi, seorang mantu yang
pasti akan memuaskan hatinya dibandingkan dengan Han Bi
Lan yang pandai bermain pedang dan suka membunuh orang!
Akan tetapi ia tidak dapat mengubah keinginan puteranya itu.
"Ah, sayang sekali, Nyonya Ciang. Walaupun aku setuju sekali
dengan usulmu itu, namun keinginan kita tidak mungkin
terlaksana karena kami telah mendapatkan seorang jodoh untuk
Cun Ki, bahkan kini kami sedang mencari seorang comblang
yang baik untuk mengajukan pinangan kepada orang tua gadis
itu." "Aduh-aduh , sungguh kami tidak beruntung
karena terlambat. Akan tetapi tidak mengapalah, Nyonya Kwee,
kalau memang keluargamu sudah menentukan pilihan.
Barangkali memang puteramu bukan jodoh puteriku. Bolehkah
aku mengetanui, siapakah gadis yang beruntung akan menjadi
mantu perempuanmu itu" Ia puteri bangsawan manakah" Tentu
ia cantik sekali. Siapa namanya?"
44 Wajah Nyonya Kwee berubah agak kemerahan. "Ayahnya
dahulu bekas seorang perwira kerajaan, akan tetapi sekarang
telah mengundurkan diri dan tinggal di dekat Telaga Barat.
Gadis pilihan puteraku itu bernama Han Bi Lan."
"Gadis she (bermarga) Han
" Han Bi Lan rasanya aku sudah mendengar nama itu! Oh, ya ya
, bukankah Han Bi Lan itu yang dulu menjadi
buruan pemerintah karena ia dengan kejam telah membunuh
Jenderal Ciang Sun Bo yang masih kakak sepupu suamiku"
Juga puteranya, Ciang Ban, telah dibunuhnya! Gadis itukah
yang kaumaksudkan, Nyonya Kwee?"
Nyonya Kwee tersipu, akan tetapi demi puteranya, ia harus
membela apa yang telah diperbuat Han Bi Lan itu. "Memang
ialah gadis itu, Nyonya Ciang. Akan tetapi kini ia bukan lagi
seorang buruan pemerintah dan perbuatannya itu tidak
disalahkan karena selain Jenderal Ciang dan puteranya itu
berniat mencelakakannya, juga akhirnya diketahui bahwa
Jenderal Ciang itu adalah seorang di antara sekutu pemberontak


Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Chin Kui." Nyonya Ciang mengangguk-angguk. "Aku juga mengerti akan
hal itu, Nyonya Kwee, akan tetapi kiranya engkau tidak dapat
menyangkal bahwa gadis itu adalah seorang pembunuh
berdarah dingin! Hih, ngeri aku membayangkan hidup dekat
seorang gadis liar seperti itu!"
"Nyonya Ciang, engkau tidak boleh menghina gadis yang akan
menjadi mantuku. Bagaimanapun juga, gadis itu adalah pilihan
puteraku!" kata Nyonya Kwee agak tersinggung.
45 "Baiklah, baiklah, harap engkau bersabar! Akan tetapi, apakah
engkau sudah mengenal orang tuanya?"
"Tentu saja! Ayahnya adalah Han Si Tiong dan siapa tidak
mengenal namanya" Dia pernah menjadi pemimpin Pasukan
Halilintar yang tersohor itu!"
"Maksudku, ibunya, Nyonya Kwee."
"Ibunya juga seorang wanita gagah yang membantu suaminya
dalam perang. Ia adalah Liang Hong Yi."
"Apakah engkau mengenal baik siapakah Liang Hong Yi itu,
Nyonya Kwee?" "Tentu saja! Ia seorang wanita yang gagah perkasa, baik budi
dan terhormat!" "Terhormat" Aku sangsikan hal itu, Nyonya Kwee!" "Apa
maksudmu?" "Aku mendengar dari suamiku bahwa Liang Hong Yi itu sebelum
menjadi isteri Han Si Tiong adalah seorang gadis yang tinggal di
kota Cin-koan, ikut bibinya, yaitu Lu?ma yang menjadi mucikari,
mendirikan rumah pelesir Bunga Seruni dan Liang Hong Yi
merupakan seorang kembangnya yang paling terkenal di antara
para pelacur itu " "Nyonya Ciang!" Nyonya Kwee berseru memotong ucapan
tamunya dan bangkit berdiri dengan marah, mukanya berubah
merah. 46 "Aku tidak berbohong, Nyonya Kwee. Suamiku dulu adalah
seorang di antara para langganan Liang Hong Yi."
"Fitnah yang keji! Pergilah dari sini, Nyonya Ciang, sebelum
kuusir seperti anjing!"
Nyonya Ciang bangkit berdiri dan tersenyum mengejek.
"Kawinkan saja puteramu dengan puteri pelacur itu dan seluruh
kota raja akan membicarakannya sambil tertawa geli!" Setelah
berkata demikian, Nyonya Ciang cepat keluar dari ruangan tamu
itu, terus keluar dan cepat memasuki kereta yang dijalankan
pulang oleh kusirnya. Nyonya Kwee terkulai lemas di atas kursinya, wajahnya sebentar
merah sebentar pucat. ia marah sekali, akan tetapi juga gelisah
bukan main. Bagaimana kalau cerita nyonya bawel tadi ternyata
benar" Puteranya, anak satu-satunya, akan menjadi mantu
seorang pelacur" Ya ampun
, Nyonya Kwee tidak dapat menahan air matanya dan sambil menangis ia memasuki
ruangan di mana suaminya sedang duduk melaksanakan
pekerjaannya mencatat dalam bukunya.
Nyonya Kwee memasuki kamar kerja suaminya sambil
menangis tersedu-sedu. Tentu saja Panglima Kwee terkejut
bukan main. Dia bangkit dan menyambut isterinya,
merangkulnya karena tubuh isterinya terhuyung seperti akan
roboh, dan membawanya duduk di atas kursi.
47 "Tenanglah, isteriku. Mengapa engkau menangis seperti ini"
Bukankah tadi engkau menerima tamu, kalau tidak salah Nyonya
Ciang" Di mana ia sekarang?"
Sampai lama Nyonya Kwee tidak mampu bicara, hanya
menangis. Setelah tangisnya reda, ia bicara
dengan suara gemetar. "Ia sudah pergi
ah, ia menceritakan hal yang amat mengejutkan, yang
membuat hatiku hancur " Ia sesenggukan lagi.
"Ada apakah" Apa yang ia ceritakan?"
"Kalau ia mengatakan bahwa Han Bi Lan adalah seorang yang
telah membunuh Jenderal Ciang Sun Bo dan puteranya, hal itu
masih dapat kuterima karena memang kenyataannya demikian,
akan tetapi ia bilang ia bilang " "Ia bilang apa?"
"Ia mengatakan bahwa dahulu di kota Cin-koan, di rumah pelesir
Bunga Seruni yang dikelola oleh Lu-ma, Liang Hong Yi sebagai
keponakan Lu-ma adalah seorang pelacur!"
"Fitnah keji!!" Panglima Kwee berseru marah.
"Katanya, suaminya dulu adalah langganan Liang Hong Yi."
"Jahanam, aku tidak bisa menerima begitu saja penghinaan ini.
Ini fitnah keji! Kalau Ciang Kui dan isterinya tidak dapat
48 membuktikan fitnah itu, mereka akan kutuntut di depan
pengadilan!" "Nanti dulu, suamiku. Engkau sebagai seorang laki-laki, tentu
tahu apakah benar di Cin-koan ada rumah
pelesir itu dan apakah benar Liang Hong Yi
" "Kau tahu bahwa aku seorang pria yang tidak suka keluyuran ke
rumah pelacuran seperti Ciang Kui! Akan kucari dia!"
"Jangan keburu nafsu dulu, suamiku. Carilah dulu keterangan
apakah kata-katanya itu benar, baru bertindak kalau itu hanya
fitnah kosong." "Baik, akan kuurus sekarang juga. Aku tidak terima! Selain kita
berniat mengambil Han Bi Lan sebagai mantu, juga Han Si Tiong
dan Liang Hong Yi adalah sahabat baikku. Aku pergi dulu!"
Panglima Kwee Gi keluar dari rumahnya dengan muka merah.
Belum lama dia keluar, Kwee Cun Ki memasuki kamar kerja
ayahnya itu dan mendapatkan ibunya menangis di situ.
"Ibu, apakah yang telah terjadi" Aku melihat Ayah keluar dan
tampaknya marah sekali."
Nyonya Kwee merangkul puteranya. "Aduh, Cun Ki, sekali ini
celaka kita. Nama keluarga kita akan hancur!"
"Eh" Ada apakah, Ibu?"
49 "Tadi Nyonya Ciang Kui datang bertamu dan ia menceritakan hal
yang memalukan sekali, yang kalau terdengar orang akan
mencemarkan nama baik dan kehormatan kita!"
"Hal apa yang ia ceritakan, Ibu?"
"Bahwa ibu Han Bi Lan, calon ibu mertuamu Liang
Hong Yi itu, dahulu di waktu gadisnya adalah seorang
pelacur terkenal di kota Cin-koan."
"Itu fitnah keji sekali, Ibu! Nyonya Ciang yang mengatakan
begitu?" "Ia mendengar dari suaminya, Pembesar Ciang Kui yang
katanya dulu adalah seorang di antara langganan Liang Hong
Yi." "Keparat busuk! Dan tadi Ibu mengatakannya kepada Ayah?"
"Ya, ayahmu sekarang hendak mencari Pembesar Ciang untuk
minta penjelasan." "Baik, aku akan menyusul ke sana. Ciang Kui itu harus
mempertanggung-jawabkan fitnah keji itu!" Setelah berkata
demikian, Cun Ki berlari keluar.
Dengan langkah lebar Panglima Kwee memasuki pekarangan
gedung pembesar Ciang Kui. Para pengawal sudah
mengenalnya dan memberi hormat kepada panglima ini.
50 "Katakan kepada Pembesar Ciang bahwa aku, Panglima Kwee,
minta bertemu sekarang juga. Cepat laksanakan!" Perintahnya
kepada kepala regu penjaga.
Pengawal itu masuk ke dalam dan tak lama kemudian dia keluar
lagi menemui Panglima Kwee. "Ciang-taijin mempersilakan
Ciang-kun masuk, ditunggu di kamar tamu."
Tiba-tiba terdengar seruan dari luar. "Ayah, tunggu!" Panglima
Kwee menoleh dan melihat Cun Ki datang berlari-lari.
02.2. Mengapa Pusing, Batalkan Saja!
"Mau apa kau ke sini?" tanya Panglima Kwee ketus karena kalau
saja puteranya itu tidak rewel minta dijodohkan dengan Bi Lan,
berita tentang Liang Hong Yi tentu tidak menimbulkan geger
dalam keluarganya seperti ini.
"Ayah, aku sudah mendengar dari ibu. Ciang-taijin harus
mempertanggung-jawabkan fitnahnya itu! Aku ikut menemuinya,
Ayah!" Panglima Kwee dapat memaklumi betapa remuk hati puteranya
mendengar berita itu, maka dia mengangguk dan mengajak
puteranya masuk. "Di depan Ciang-taijin nanti jangan bicara apa-apa. Biar aku saja
yang bicara dengannya."
Cun Ki mengangguk. Pembesar Ciang sudah mendengar dari isterinya bahwa
isterinya telah membongkar rahasia Liang Hong Yi itu kepada
51 Nyonya Kwee, maka kedatangan Panglima Kwee dan puteranya
itu tidak mengejutkan hatinya. Dia bangkit dan tersenyum ramah
ketika Panglima Kwee dan Cun Ki memasuki ruangan tamu. "Ah, Kwee-ciangkun dan Kwee-kongcu (Tuan Muda Kwee)!
Silakan duduk." Dia mempersilakan.
Dua orang tamu itu sambil menahan kesabaran mereka duduk
berhadapan dengan tuan rumah.
"Ciang-taijin, kami tidak berpanjang kata. Kedatangan kami ini
ingin minta pertanggungan-jawabmu atas apa yang diceritakan
isteri Anda kepada isteriku!"
Ciang Kui tersenyum dan meraba kumisnya yang tipis. Dia
adalah seorang pria yang dalam usianya yang sudah limapuluh
tahun itu masih tampak tampan.
"Tenanglah, Kwee-ciangkun. Cerita isteriku yang manakah yang
kauminta pertanggungan-jawabku?"
"Cerita tentang Liang Hong Yi, bahwa ia dahulu adalah seorang
pelacur di Cin-koan dan Anda adalah seorang di antara para
langganannya!" kata Kwee-ciangkun dengan muka merah dan
nada suaranya marah. "Oh, itu" Aih, mulut wanita memang jauh jangkauannya. Berita
itu hanya membuat aku malu saja, Kwee-ciangkun. Akan tetapi
mengapa engkau tanyakan hal itu kepadaku" Kalau aku yang
mengatakan, mungkin engkau tidak akan percaya dan menuduh
aku menyebar fitnah. Mengapa engkau dan puteramu tidak
52 langsung saja pergi ke Cin-koan dan mencari keterangan di
sana betul tidak dahulu ada Rumah Pelesir Bunga Seruni yang
diasuh oleh Lu-ma dan bahwa Liang Hong Yi adalah
kembangnya rumah pelesir itu" Kalau engkau sudah menyelidiki
di sana dan ternyata bahwa omonganku bohong, barulah
engkau ke sini minta pertanggungan?jawabku. Bukankah itu
adil, daripada belum apa-apa engkau sudah marah-marah?"
Kwee-ciangkun bangkit berdiri, diikuti oleh Cun Ki. Dia
mengangguk dan menjawab. "Baik, dan kalau ternyata Anda
bohong, aku pasti akan menuntutmu, Ciang-taijin!"
"Aku siap dituntut kalau omonganku, tidak benar, Kweeciangkun."
Panglima Kwee dan Cun Ki segera pulang. Nyonya Kwee
menyambut mereka dengan wajah masih gelisah dan kedua pipi
masih basah air mata. "Bagaimana ?" tanyanya.
"Kami pulang untuk mengambil kuda, Ibu. Ayah dan aku akan
menyelidiki apakah itu fitnah ataukah benar di kota Cin-koan!"
kata Cun Ki kepada ibunya.
"Yang celaka sekali kalau berita itu benar
adalah " kata Kwee-ciangkun.
"Ada apa, suamiku?"
53 "Aku sudah mendapatkan seorang comblang dan kemarin dia
sudah kusuruh berangkat ke dusun Kian-cung di dekat Telaga
Barat mengajukan pinangan itu!"
"Wah, celaka !" kata Nyonya Kwee.
"Jangan khawatir. Andaikata mereka menerima, masih belum
terlambat untuk membatalkan ikatan perjodohan yang belum
resmi itu!" kata Kwee-ciangkun sambil menoleh kepada
puteranya. "Tentu engkau setuju, bukan?"
Cun Ki menunduk. "Aku menurut bagaimana keputusan Ayah
saja." Pikirannya sendiri sedang kalut. Kalau benar Ibu Bi Lan
dahulunya seorang pelacur, ke mana dia harus menyembunyikan mukanya kalau semua orang mencemoohkannya bahwa ibu mertuanya seorang bekas
pelacur" Maka dia tidak dapat mengambil keputusan dan
menyerahkan saja kepada orang tuanya.
Panglima Kwee dan puteranya segera membalapkan kuda
menuju ke kota Cin-koan. Nyonya Kwee menanti dengan hati berdebar-debar. Berbagai
perasaan mengaduk hatinya. Ada rasa marah, malu, gelisah,
akan tetapi di balik semua perasaan tidak enak ini, sembunyi
rasa senang yang penuh harapan.
Memang pada dasarnya ia tidak senang mempunyai menantu
seorang gadis liar pendekar pedang seperti Bi Lan, dan ia hanya
mengalah karena tidak ingin melihat puteranya mogok tidak mau
54 menikah. Kini timbul harapan baru di hatinya. Kalau berita itu
benar, sudah pasti Cun Ki tidak akan sudi memperisteri anak
seorang bekas pelacur! Akan tetapi diam-diam ia pun merasa
kasihan juga kepada Han Si Tiong dan Liang Hong Yi yang telah
dikenalnya. dengan baik sejak mereka berdua masih tinggal di


Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kota raja. Ia merasa sulit membayangkan apakah ia dan
suaminya dapat menjadi sahabat baik suami isteri itu kalau
mendengar akan masa lalu Liang Hong Yi.
Maka, terjadi kebimbangan dalam hati Nyonya Kwee. Kalau
berita itu tidak benar, maka tentu suaminya akan menuntut
Pembesar Ciang dan terjadi permusuhan atau setidaknya
perasaan tidak enak di antara kedua keluarga itu. Padahal, ia
akan merasa senang sekali kalau Cun Ki dapat menjadi suami
Ciang Bi Hiang yang sudah dikenalnya sebagai seorang gadis
yang cantik dan lemah lembut.
Baru menjelang sore Panglima Kwee dan Cun Ki pulang.
Pelayan menyambut dan mengurus kuda mereka dan keduanya
lalu memasuki gedung, disambut oleh Nyonya Kwee di pendapa
karena sejak tadi nyonya ini sudah menanti dengan tidak sabar.
Ia melihat suami dan puteranya tampak lesu.
"Bagaimana ?" tanya
puteranya. Nyonya Kwee kepada suami dan "Kita bicara di dalam!" kata Panglima Kwee dengan ketus, tanda
bahwa dia dalam keadaan marah.
Mereka bertiga masuk ke dalam ruangan keluarga di mana para
pelayan tidak ada yang berani masuk kalau tidak dipanggil.
55 Mereka duduk mengelilingi meja setelah Cun Ki menutup daun
pintu dan jendela. "Nah, ceritakan, bagaimana hasilnya?" tanya Nyonya Kwee.
Panglima Kwee menghela napas panjang. "Sungguh
tidak pernah kusangka ! Siapa yang mengira, siapa
yang dapat percaya bahwa seorang wanita yang begitu gagah
perkasa, setia kepada suami dan kepada negara,
yang begitu pandai membawa diri ?"
"Jadi benarkah apa yang dikatakan Nyonya Ciang itu?" tanya
isterinya. Panglima Kwee mengangguk. "Sudah kami selidiki di kota Cinkoan dan hampir semua penduduk kota itu yang usianya sudah
empatpuluh tahun ke atas, tahu belaka akan kenyataan itu.
Memang benar Lu-ma mempunyai sebuah rumah pelesir yang
disebut Bunga Seruni dan Liang Hong Yi adalah keponakannya
dan dan biarpun ia hanya mau menerima langganan para
bangsawan dari Cin-koan atau kota raja, namun jelas bahwa ia
di waktu gadis menjadi seorang pelacur. Setelah ia menikah
dengan Han Si Tiong, mereka berdua lalu meninggalkan
Cin-koan " "Ahhh! Kalau begitu, tidak mungkin Cun Ki menjadi calon Han Bi
Lan! Mana mungkin kita berbesan dengan seorang bekas
pelacur" Dan alangkah rendah dan hinanya dalam pandangan
56 semua orang kalau Cun Ki menjadi mantu pelacur. Bukankah
begitu, Cun Ki?" kata Nyonya Kwee sambil menatap wajah
puteranya. Cun Ki menundukkan mukanya dan menghela napas berulang
kali. "Ibu, pikiranku kalut dan bingung, hatiku tertekan dan terpukul
hebat oleh kenyataan pahit ini, maka tentang perjodohan
terserah saja kepada Ayah dan Ibu. Aku
menurut saja , aku bingung, aku ingin tidur
!" Cun Ki lalu meninggalkan orang tuanya dan memasuki kamar, terus
merebahkan diri tidur! Suami isteri itu masih duduk berhadapan dan saling pandang
dengan alis berkerut. "Hemm, bagaimana sekarang" Mungkin
comblang yang kusuruh itu sudah tiba di sana sekarang,
mengajukan pinangannya."
Isterinya mengerutkan alis. "Mengapa engkau begitu tergesagesa dan tidak membicarakannya dulu dengan aku dan
langsung mengirim comblang ke sana?" Suara Nyonya Kwee
mengandung teguran. "Sudahlah, hal itu sudah terlanjur, tidak perlu dibicarakan lagi.
Yang penting sekarang membicarakan hal yang akan datang.
Aku sudah mengirim comblang untuk menyampaikan pinangan
secara resmi. Masih baik kalau pinangan itu ditolak "
57 "Huh, pinangan kita ditolak" Tidak mungkin sama sekali! Dulu
pun ketika mereka berdua berada di sini, mereka menyatakan
setuju kalau puteri mereka menjadi mantu kita. Aku yakin
mereka berdua pasti menerima pinangan kita itu dengan hati
senang dan bangga, merasa terangkat derajatnya. Huh!"
"Mungkin Han Si Tiong dan isterinya menerima dan menyetujui,
akan tetapi bisa juga Han Bi Lan yang menolak lamaran itu."
"Gadis itu berani menolak pinangan kita untuk dijodohkan
dengan anak kita" Hemm, memangnya siapa ia" Anak siapa"
Mana mungkin menolak untuk menjadi isteri putera kita!" kata
Nyonya Kwee, gemas. "Jangan begitu. Bagaimanapun juga, yang pernah melakukan
kesalahan adalah ibunya. Gadis itu sama sekali tidak berdosa."
"Tidak berdosa" Ia anak pelacur, dan ia seorang pembunuh
kejam!" "Sudahlah, tak baik membiarkan kebencian seperti itu. Mereka
kan tidak pernah mengganggu atau merugikan kita, kenapa
engkau menjadi begitu benci?"
"Mereka merupakan ancaman untuk nama baik dan kehormatan
keluarga kita," Nyonya Kwee berseru marah.
"Sekarang kita bicarakan hal yang lebih penting. Tadi kukatakan
andaikata pinangan itu ditolak, maka tidak ada masalah lagi.
Yang kupikirkan, bagaimana kalau mereka menerima pinangan
kita itu" Apa yang harus kukatakan kepada Han Si Tiong untuk
58 membatalkannya" Kita baru saja meminang, masa dibatalkan
begitu saja?" "Katakan saja terus terang bahwa kita tidak sudi berbesan
dengan seorang bekas pelacur, habis perkara! Mereka harus
tahu diri, dong! Masa bekas pelacur mau berbesan dengan
keluarga Panglima?" "Hushh, jangan begitu. Rendam saja kemarahanmu dan mari
kita bicara dengan kepala dingin. Biarpun bagaimana juga, kita
sudah terlanjur meminang! Dan ini harus kita pertanggungjawabkan. Bagaimana mungkin kita lalu tidak mengacuhkan
mereka?" "Kenapa pusing-pusing" Batalkan saja!"
"Kalau Han Si Tiong dan isterinya bertanya mengapa kita yang
meminang lalu kita pula yang membatalkan" Apa alasan kita?"
"Bilang saja terus terang bahwa kita telah mendengar akan
masa lalunya Liang Hong Yi dan kita tidak mau berbesan
dengan seorang bekas pelacur!"
"Itu bukan pemecahan yang baik! Alasan seperti itu hanya
memancing permusuhan. Ingat, Han Si Tiong adalah orang yang
sudah berjasa terhadap kerajaan. Biarpun dia tidak mau
memangku jabatan, namun Sribaginda sendiri tentu akan marah
kalau mendengar dia diperlakukan sewenang-wenang. Dan
kalau suami isteri itu marah, apalagi dibantu anak mereka yang
amat lihai, sungguh keselamatan kita akan terancam. Kita harus
mencari jalan yang baik agar urusan ini dapat diselesaikan
dengan damai dan baik."
59 Suami isteri itu lalu berdiam diri, agaknya memutar otak mencari
jalan keluar terbaik menghadapi persoalan itu. Nyonya Kwee
mencari jalan terbaik, bukan saja yang terbaik bagi ia dan
suaminya, akan tetapi terutama sekali untuk puteranya karena
tadi ia melihat bahwa biarpun puteranya menyerahkan
keputusannya kepada mereka berdua, tetap saja ia mengetahui
bahwa puteranya itu mengalami patah hati dan menjadi sedih
sekali. Tiba-tiba wajahnya yang tadinya muram dan alisnya berkerut
karena merasa bingung dan khawatir menghadapi urusan itu,
kini menjadi cerah. Bibirnya tersenyum merekah dan sepasang
matanya berbinar-binar. "Hai, aku sudah mendapat akal! Akal yang baik sekali, suamiku!"
serunya gembira. Kwee-ciangkun memandang isterinya, alisnya masih berkerut
karena dia tidak mengerti apa yang membuat isterinya
bergembira menghadapi keadaan yang serba sulit itu.
"Hemm, akal bagaimanakah yang kau dapatkan?"
"Kita bukan saja harus mengatasi semua persoalan ini tanpa
mendatangkan akibat buruk kepada kita, akan tetapi juga
menjaga agar anak kita tidak mengalami patah hati dan bersedih
karena tampaknya dia sudah benar-benar jatuh cinta kepada
Han Bi Lan." "Engkau benar, akan tetapi apa yang dapat kita lakukan selain
menjodohkannya dengan gadis itu?"
60 "Ingat, suamiku yang baik. Sudah menjadi pendapat umum
bahwa seorang laki-laki bangsawan dapat mengambil selir dari
golongan apa pun juga. Lihat para pangeran itu. Ada di antara
mereka yang mempunyai selir bekas pelacur! Nah, masih baik
dan terhormat bagi Cun Ki kalau mengambil Han Bi Lan sebagai
selirnya! Tidak akan ada orang mencela dan meremehkan nama
dan kehormatan kita. Han Si Tiong dan isterinya juga tidak
merasa ditolak atau dibatalkan ikatan perjodohan antara
puterinya dan anak kita. Dan, yang penting sekali, anak kita tidak
akan putus cinta, tidak akan patah hati karena dia bisa
mendapatkan Han Bi Lan, biarpun hanya sebagai selirnya.
Bagaimana pendapatmu?"
Wajah Kwee-ciangkun kini juga berseri dan dia memandang
isterinya dengan kagum. Timbul kembali harapannya. "Wah,
engkau hebat, isteriku! Akalmu itu benar-benar cerdik dan
sekaligus dapat membereskan semua persoalan! Benar sekali
itu! Mari kita beritahu anak kita. Panggil dia ke sini!"
Nyionya Kwee segera pergi ke kamar puteranya. Ia
mendapatkan pemuda itu tidur pulas. "Ih, anak ini! Orang tuanya
pusing mencari jalan keluar yang baik, dia malah ngorok! Hei,
Cun Ki, bangun, Ayahmu ingin bicara denganmu!" Nyonya Kwee
mengguncang pundak Cun Ki dan pemuda itu terbangun.
"Ada apakah, Ibu?"
"Mari ikut, Ayahmu menantimu, ingin bicara soal penting
padamu." Cun Ki mengikuti ibunya ke ruangan di mana ayahnya
menunggu. Setelah puteranya duduki Panglima Kwee lalu
61 berkata, "Cun Ki, Ayah dan Ibu telah menemukan cara yang
tepat dan terbaik untuk mengatasi urusan perjodohanmu dengan
Han Bi Lan." Pemuda itu memandang wajah ayahnya dengan sinar mata
penuh selidik. "Dengan Han Bi Lan, Ayah" Apa yang Ayah
maksudkan?" "Begini, Cun Ki. Engkau tentu mengerti dengan jelas bahwa
tidak mungkin engkau melanjutkan perjodohanmu dengan Bi Lan
setelah engkau mendengar sendiri kenyataan tentang riwayat
Ibunya." Cun Ki mengerutkan alisnya: "Aku mengerti, Ayah dan kiranya
tidak ada gunanya lagi membicarakan itu lebih lanjut, hanya
akan mendatangkan kekecewaan saja."
"Akan tetapi kami telah menemukan jalan terbaik, Cun Ki.
Engkau masih dapat menikah dengan Bi Lan, maksudku bukan
menikah secara resmi, akan tetapi engkau dapat hidup bersama
Bi Lan sebagai suami isteri."
"Maksud Ayah?" "Begini, Cun Ki. Pinangan terhadap Bi Lan telah kita lakukan,
dan kita tidak akan mencabut kembali pinangan itu, hanya saja
pelaksanaannya yang diubah."
"Diubah bagaimana, Ayah?"
"Diubah agar Bi Lan tetap menjadi isterimu akan tetapi nama
dan kehormatan keluarga kami tidak sampai tercemar
karenanya. Yaitu, Bi Lan akan menjadi selirmu. Jadi tetap ia
62 menjadi isterimu, akan tetapi bukan isteri yang sah atau isteri
pertama. Karena itu, tidak perlu dirayakan dengan pernikahan.
Kelak engkau akan kami pilihkan seorang gadis dari keluarga
terhormat untuk menjadi isterimu, dan Bi Lan tetap menjadi
selirmu. Nah, bukankah itu bagus sekali" Pertama, kita tidak
perlu membatalkan pinangan kita sehingga tidak akan
menyinggung perasaan Han Si Tiong, kedua, engkau akan tetap
memiliki Bi Lan yang kaucinta, dan ketiga, perjodohanmu itu
tidak akan mencemarkan nama dan kehormatan keluarga kita.
Banyak pangeran dan bangsawan tinggi yang mengambil selir
dari wanita golongan apapun juga, bahkan ada yang menjadikan
seorang pelacur sebagai selirnya. Dan Bi Lan hanya anak bekas
pelacur. Jadi segalanya dapat diatasi tanpa ada kekecewaan,
kemarahan, permusuhan atau kedukaan. Bagaimana pendapatmu?" Wajah pemuda itu juga berseri mendengar ucapan ayahnya.
"Wah, itu baik sekali, Ayah! Akan tetapi, bagaimana kalau Bi Lan
tidak mau dijadikan selir?"
"Kalau ia menolak, berarti bahwa penolakan datang dari pihak
mereka sehingga mereka tidak akan merasa ditolak dan tidak
tersinggung. Siasat ini memang baik sekali, hasil pemikiran
Ibumu. Jadi atau tidaknya engkau berjodoh dengan Han Bi Lan,
tidak akan ada yang tersinggung. Mengertikah engkau maksud
kami, Cun Ki?" Pemuda itu mengangguk-angguk. "Akan tetapi, untuk
menyampaikan kepada mereka bahwa perjodohan ini berarti
bahwa Bi Lan akan menjadi selirku, walaupun pertama kali aku
63 kawin, kuserahkan kepada Ayah dan Ibu. Aku sendiri tidak
berani menyampaikan."
"Serahkan saja kepadaku, Cun Ki! Aku yang akan bicara baikbaik kepada mereka, dan kalau mereka itu bijaksana, tentu
mereka akan dapat menerima dengan senang hati," kata Nyonya
Kwee. Demikianlah, keputusan itu membuat keluarga Kwee menjadi
tenang kembali dan mereka kini hanya menanti kembalinya
comblang yang diutus Kwee-ciangkun melamar Han Bi Lan ke
dusun Kian-cung di Telaga Barat.
"Y" Akan tetapi pada keesokan harinya, Keluarga Kwee mendapat


Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kejutan besar. Mereka menanti-nanti kembalinya comblang yang
diutus meminang Han Bi Lan akan tetapi pada siang hari
keesokan harinya itu yang muncul bukan si comblang,
melainkan Liang Hong Yi dan Han Bi Lan!
Tergopoh-gopoh Panglima Kwee, Nyonya Kwee, dan Kwee Cun
Ki keluar menyambut dua orang tamu itu.
"Eh, kalian datang?" seru Nyonya Kwee dengan heran karena
tidak menyangka sama sekali ibu dan anak itu datang, padahal
si comblang belum kembali.
"Mana Adik Han Si Tiong" Mengapa tidak ikut datang?" tanya
Panglima Kwee. Sedangkan Cun Ki hanya memandang saja
kepada Bi Lan dan menurut penglihatannya, gadis itu semakin
cantik menarik saja! Akan tetapi Bi Lan tidak memperhatikan
64 pemuda itu karena ia sibuk merangkul ibunya yang sudah
langsung menangis tersedu-sedu ketika Panglima Kwee
menanyakan suaminya. "Aih, mengapa engkau menangis" Apakah yang telah terjadi,
Adik Liang Hong Yi?" tanya Nyonya Kwee.
02.3. Kenapa Engkau Meninggalkan Aku..."!
Akan tetapi tangis Liang Hong Yi semakin mengguguk sehingga
Panglima Kwee dan isterinya saling pandang dengan heran.
Cun Ki segera bertanya kepada Bi Lan.
"Lan-moi, ceritakanlah kepada kami, apa yang terjadi sehingga
Ibumu menangis seperti ini?"
Bi Lan masih merangkul ibunya yang duduk di atas kursi dan
mendengar itu, ia menjawab. "Ayah telah tewas dibunuh orang."
Tentu saja keluarga Kwee terkejut sekali mendengar berita ini.
Akan tetapi di balik kekagetan dan rasa iba ini terselip sedikit
kelegaan hati Kwee-ciangkun, isteri dan puteranya karena
dengan matinya Han Si Tiong, maka urusan yang mereka
hadapi akan lebih ringan dan tidak lagi menyinggung perasaan
Han Si Tiong yang menjadi sahabat baik Kwee-ciangkun.
"Ah, bagaimana hal itu dapat terjadi" Apakah pembunuhnya
demikian saktinya sehingga engkau tidak mampu mencegahnya,
Lan-moi?" tanya Cun Ki.
65 Setelah ibunya berhenti menangis, Bi Lan bercerita dengan
singkat. "Ketika aku datang, pembunuh-pembunuh itu telah
pergi. Aku datang terlambat."
Kini Liang Hong Yi yang menjawab. "Mereka adalah seorang
pemuda dan seorang gadis bernama Bouw Kiang dan Bong Siu
Lan yang diutus oleh guru mereka Ouw Kan untuk membunuh
kami. Suamiku tewas dan aku terluka di pundak."
"Jahanam Ouw Kan!" Panglima Kwee Gi mengumpat karena dia
mengetahui bahwa yang dulu menculik Bi Lan adalah Ouw Kan
juga. "Paman Kwee berdua dan Kakak Cun Ki, aku harus mencari
para pembunuh ayahku dan jahanam Ouw Kan itu, akan
kubasmi mereka untuk membalas kematian ayah. Karena itu,
aku mohon kepada Kalian agar Ibu untuk sementara tinggal di
sini agar ia tidak sendirian," kata Bi Lan.
"Akan tetapi hal itu "
"Ah, boleh saja ibumu untuk sementara tinggal di sini, Bi Lan!"
Panglima Kwee memotong kata-kata isterinya tadi.
"Kwee-ciangkun dan Kwee-hujin (Nyonya Kwee), perkara itu
dapat dibicarakan nanti. Sekarang yang terpenting, yang
mendorong aku pergi ke kota raja ini, selain untuk menghibur
diri, juga sengaja kami berkunjung ke sini untuk menentukan
ikatan perjodohan anak-anak kita seperti yang ciang-kun berdua
usulkan dahulu ketika aku dan suamiku berada di sini."
66 Kwee-ciangkun dan isterinya saling pandang. Ah, tentu pinangan
itu sudah mereka terima, pikir mereka. Seperti sudah dijanjikan,
yang hendak menyampai?kan usul baru itu Nyonya Kwee, maka
Kwee-ciangkun memberi isyarat kepada isterinya. Nyonya Kwee
yang biasanya bersikap lembut, kini demi menjaga nama dan
kehormatan keluarganya, memberanikan diri berkata dengan
suara tegas. "Adik Liang Hong Yi, kita sudah menyetujui akan perjodohan itu,
akan tetapi terpaksa kami harus berterus terang bahwa kita tidak
dapat merayakan pernikahan secara sah karena anakmu itu
kami terima bukan sebagai isteri yang sah dari anak kami,
melainkan sebagai seorang selir " "Ohhh !" Liang Hong Yi terkejut sekali mendengar
ini. Sementara itu, Bi Lan yang sejak tadi mendengarkan dengan
heran dan bingung, kini tidak dapat menahan lagi gejolak
hatinya. "Ibu, apa artinya semua ini" Siapa yang akan
dijodohkan"!" "Kwee-hujin mengapa begini?" teriak Liang Hong Yi tanpa
menjawab pertanyaan anaknya karena hatinya sudah panas
oleh ucapan Nyonya Kwee bahwa puterinya hanya akan
dijadikan selir! "Dengarlah dulu dengan hati tenang, Adik Liang Hong Yi," kata
Nyonya Kwee dan Bi Lan terpaksa menahan gejolak hatinya dan
67 ikut mendengarkan dengan hati penasaran. "Memang ada
sedikit kesalahan ketika kami mengirim comblang, yaitu kami
tidak menjelaskam sifat perjodohan itu. Yang kami kehendaki
adalah melamar Bi Lan untuk menjadi selir anak kami, bukan
sebagai isteri yang sah."
"Gila! Ibu, apa-apaan ini?" Kembali Bi Lan berseru. Akan tetapi
ibunya memandang kepadanya dengan muka merah karena
Liang Hong Yi juga sudah menjadi marah dan penasaran.
"Tunggu dulu, Bi Lan!" katanya kepada puterinya, lalu ia
menghadap Panglima Kwee dan isterinya dan suaranya
terdengar lantang dan ketus. "Kwee-ciangkun, dan Hujin, apa
artinya penghinaan ini" Jelaskan mengapa memandang kami
serendah itu!" "Adik, Liang Hong Yi, tenanglah. Kami sama sekali tidak
memandang rendah, akan tetapi ketentuan ini adalah demi
kebaikan kita bersama. Terus terang saja, kami sudah
mendengar tentang riwayat masa lalumu di
Cin-koan, di rumah pelesir Bunga Seruni
" "Ahhh !" Wajah Liang Hong Yi men?jadi pucat
sekali dan ia terkulai, agaknya akan terjatuh dari kursinya kalau
saja Bi Lan tidak segera merangkulnya.
"Maafkan kami, Adik Liang Hong Yi. Dengan adanya kenyataan
itu, tentu engkau maklum bahwa tidak mungkin putera kami
menjadi mantu yang sah darimu. Kita tidak mungkin berbesan.
Akan tetapi kalau puterimu menjadi selir anak kami, hal itu lain
68 lagi, tidak akan mencemarkan nama dan kehormatan keluarga
kami dan anak kita tetap dapat hidup bersama "
Tiba-tiba Liang Hong Yi menangis tersedu-sedu.
Bi Lan tak dapat menahan kemarahannya. "Aku baru tahu
sekarang! Paman Kwee dan Bibi maksudkan bahwa kalian
melamar aku untuk dijadikan selir Kakak Kwee Cun Ki" Dan
kalian berani menghina ibu seperti itu" Keparat! Apa dikira aku
sudi menjadi selirnya" Menjadi isterinya pun aku tidak sudi! Dan
belum apa-apa kalian telah menghina ibuku. Kalian sekeluarga
tidak pantas menjadi sahabat baik, patutnya menjadi musuhmusuh kami! Hayo kalian cepat minta maaf kepada ibuku atau
aku harus menggunakan kekerasan?"
Bi Lan menjulurkan tangannya dan sekali tangannya memegang
kursi dan meremasnya, terdengar suara berdetakan dan kursi itu
patah-patah, kini ia memegang sebatang kaki kursi untuk
dijadikan senjata, matanya berapi-api penuh ancaman!
Kwee-ciangkun dan Kwee Cun Ki sudah bangkit dan mereka
mencabut pedang untuk membela diri kalau Bi Lan menyerang.
"Bi Lan, jangan !" Tiba-tiba Liang Hong Yi menjerit
dan menubruk puterinya. "Akan tetapi, Ibu! Mereka ini keterlaluan sekali menghina Ibu!
Merendahkan kita seperti itu. Mereka harus minta maaf kepada
Ibu, atau kalau tidak aku akan mengamuk!"
"Jangan ! Jangan, anakku mereka mereka 69 itu benar, aku aku memang tidak pantas berbesan dengan mereka. Bi Lan anakku, mari kita pergi,
marilah, anakku puterinya. !" Liang Hong Yi menarik-narik
tangan Dengan hati penuh kemarahan dan penasaran, Bi Lan terpaksa
menaati ibunya. Ia melontarkan kaki kursi itu ke arah dinding dan
dengan suara nyaring kaki kursi dari kayu itu menancap pada
dinding seperti sebatang anak panah! Lalu ia membiarkan
dirinya digandeng dan ditarik ibunya keluar dari gedung itu.
Setelah ibu dan anak itu pergi, Panglima Kwee, isteri dan
puteranya duduk tertegun. Wajah mereka agak pucat karena tadi
mereka merasa khawatir sekali. Tidak mereka sangka akan
begini akibatnya. Panglima Kwee menghela napas panjang. "Aduh, aku merasa
menyesal sekali bahwa persahabatanku, dengan Han Si Tiong
akan menjadi putus seperti ini. Aku merasa menyesal sekali
mendengar berita tentang masa lalunya Liang Hong Yi yang
memaksa kita mengambil keputusan seperti ini "
"Aku pun menyesal, suamiku. Akan tetapi bukan berita itu yang
patut kita sesalkan, melainkan masa lalu Liang Hong Yi itu
sendiri. Bagaimanapun juga sakit dan tidak enaknya, sekarang
kita telah bebas dari ikatan perjodohan yang tidak kita sukai itu."
"Cun Ki, kami harap engkau tidak akan menjadi kecewa dan
bersedih dengan terputusnya ikatan perjodohan ini," kata
70 Panglima Kwee sambil menatap wajah puteranya yang masih
agak pucat. Kwee Cun Ki menghela napas panjang. "Ayah dan Ibu, tidak
dapat kusangkal bahwa aku tadinya amat kagum dan mencinta
Han Bi Lan. Akan tetapi melihat sikapnya tadi, baru aku melihat
betapa betul kata-kata Ibu bahwa ia tidak pantas menjadi mantu
Ibu karena ia begitu kasar dan liar. Selain itu, aku sudah
mendengar sendiri bahwa ia tidak sudi menikah denganku, maka
aku tidak kecewa dan tidak bersedih. Di dunia ini bukan ia satusatunya wanita."
Dalam hatinya, pemuda ini merasa mendongkol dan sakit juga
mendengar betapa tadi Bi Lan menyatakan bahwa ia tidak sudi
menjadi isterinya, apalagi selirnya.
Nyonya Kwee kini dapat tersenyum. "Jangan khawatir, anakku.
Aku akan mencarikan gadis yang lebih cantik, lebih terpelajar
dan lebih lembut, lebih menghormat orang tua dan lebih dapat
mencintamu, daripada gadis-gadis binal itu." Dalam benak
Nyonya Kwee terbayang wajah Ciang Bi Hiang, puteri Pembesar
Ciang Kui! Demikianlah, biarpun Panglima Kwee merasa menyesal sekali
karena terpaksa dia harus memutuskan hubungan yang tadinya
erat sekali dengan keluarga mendiang Han Si Tiong, namun
bagaimana juga dia merasa lega bahwa urusan perjodohan yang
ruwet itu kini sudah lewat.
"Y" 71 Liang Hong Yi menangis terisak-isak di dalam kamar losmen itu,
duduk di tepi pembaringan, dirangkul oleh Bi Lan yang mencoba
untuk menghiburnya. Nyonya itu merasa hancur hatinya dan
kedukaan hatinya karena kehilangan suaminya masih belum
reda, kini ia ditimpa lagi kedukaan yang lebih menghancurkan
hatinya karena ia melihat betapa kebahagiaan puterinya hilang
terkena kecemaran namanya. Baru sekarang ia merasa
menyesal setengah mati bahwa dulu, ketika masih gadis, ia telah
begitu rendah untuk mau menjual tubuhnya kepada para
pemuda bangsawan demi membalas budi Lu-ma! Ah, ia
menyesal sekali! Di dunia ini, hanya Han Si Tiong seorang yang tidak
memandang rendah dirinya yang pernah menjadi pelacur! Dan
satu-satunya orang itu kini telah tiada! Semua orang tentu tidak
akan jauh bedanya dari sikap keluarga Kwee memandang
dirinya. Seorang bekas pelacur! Seorang sampah masyarakat,
wanita yang sehina-hinanya! Dan bukan ia seorang yang harus
memetik buah pahit sebagai akibatnya, melainkan kini puterinya,
anak satu-satunya yang tersayang, harus pula merasakan buah
akibat yang amat pahit itu!
"Aduh Thian sudikah Engkau mengampuni hambamu yang hina
ini ?" Ia merintih dalam tangisnya.
"Ibu , Ibu ! Mengapa Ibu menangis seperti ini"
Ibu, apakah artinya semua ini" Tuduhan Nyonya Kwee tadi,
masa lalu Ibu di kota Cin-koan, apa artinya itu" Bagaimana sih
masa lalu Ibu ketika tinggal di Cin-koan sehingga mereka berani
72 menghina Ibu seperti itu" Semestinya Ibu tidak mencegah aku
membasmi orang-orang yang berani menghina lbu seperti itu!"
"Aih, jangan anakku. Mereka tidak bersalah
mereka adalah orang-orang terhormat, orang-orang baik,
sedangkan aku Ibumu ini yang sudah cemar namanya ah, seorang wanita hina " "Ibu, ceritakanlah semua ini! Ibu membuat aku menjadi
penasaran!" Liang Hong Yi menyusut air matanya. Dengan sepasang mata
merah dan wajah agak pucat, jantungnya berdebar tegang
membayangkan bagaimana nanti sikap anak tunggalnya kalau
mendengar riwayatnya yang hitam, lalu berkata lirih, lambatlambat, sambil memegangi kedua tangan anaknya, takut kalau
ditinggal. "Baiklah anakku. Dengarlah baik-baik, Ibumu akan

Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menceritakan. Dahulu kurang lebih duapuluh tahun yang lalu,
ada seorang gadis berusia delapan belas tahun yang tinggal
bersama bibinya. Gadis itu adalah seorang anak yatim-piatu
sejak kecil sekali. Ia tentu sudah terlantar dan mungkin mati
kelaparan kalau saja ketika baru berusia tiga tahun itu ia tidak
diambil dan dirawat bibinya sehingga menjadi dewasa. Bibinya
amat sayang kepadanya, ia diajar segala macam ke?pandaian
yang patut dipelajari seorang anak perempuan. Gadis itu
berhutang budi besar sekali kepada bibinya. Akan tetapi bibinya
itu seorang janda dan untuk membiayai hidupnya dan
73 keponakannya, ia mempunyai pekerjaan yang tidak terhormat,
yaitu membuka sebuah rumah pelesir yang menampung
beberapa orang pelacur. Gadis itu sejak anak-anak sudah hidup
di lingkungan para pelacur. Setelah ia berusia tujuhbelas tahun,
para tamu banyak yang menginginkan dirinya. Akan tetapi
bibinya mempertahankan. Setelah para pemuda bangsawan
tinggi yang menginginkannya, bibinya itu membujuknya agar
mau melayani pemuda bangsawan karena bibinya mulai diperas
pembesar pemungut pajak sehingga kekurangan uang. Gadis itu
merasa berhutang budi kepada bibinya dan tidak tahu cara lain
untuk dapat membalas budinya. Maka ia lalu menyerah,
menuruti keinginan bibinya, mulailah melayani para tamu
bangsawan yang menginginkannya dengan harga tinggi. Ia
menjadi pelacur tingkat tinggi dan para langganannya hanya
pemuda-pemuda bangsawan pilihan bibinya yang sebetulnya
amat sayang kepada keponakannya itu. Setelah setahun
lamanya, menjadi pelacur, gadis itu bertemu dengan seorang
pemuda dan saling jatuh cinta. Pemuda itu walaupun
mengetahui bahwa gadis itu menjadi pelacur, tetap mau
mengawininya. Mereka menikah dan pindah ke kota raja di
mana mereka mendapatkan pekerjaan yang cukup terhormat.
Kemudian, gadis yang menjadi isteri pemuda itu, melahirkan
seorang anak. Engkaulah anak itu, Bi Lan. Gadis yang pernah
menjadi pelacur di Cin-koan itu
adalah " Liang Hong Yi aku, Ibumu ini menundukkan anaknya. mukanya, tidak berani memandang wajah 74 Bi Lan merasa seolah disambar petir dan tubuhnya seperti
kemasukan hawa panas dan dingin silih berganti, membuat
wajahnya sebentar merah sebentar pucat. Kemudian
meledaklah perasaan hatinya yang ditahan?tahan.
"Keparat! Jahanam Bibi yang menjerumuskan Ibu itu! Akan
kubunuh ia!" Suaranya gemetar saking marahnya.
"Bibiku itu telah tewas terbunuh, Bi Lan. Ia adalah Lu-ma yang
mengasuhmu sejak engkau lahir "
Seketika lemas tubuh Bi Lan dan air matanya jatuh berderai,
mulutnya merintih, "Ayah !"
"Ayahmu seorang budiman. Dialah satu-satunya manusia yang
tidak memandang hina padaku
dan kuharap, kumohon engkau menjadi orang kedua yang tidak memandang hina "
Akan tetapi Bi Lan sudah melompat dari tempat tidur, cepat ia
membongkar buntalan pakaian, memisahkan dari pakaian
ibunya, lalu mengambil pula sekantung uang bekal perjalanan
mereka, meninggalkan pakaian ibunya dan bekal uang itu di atas
meja, lalu membungkus pakaiannya sendiri. Wajahnya pucat
sekali dan alisnya berkerut-kerut, kedua matanya basah, bibir
bawahnya digigitnya sendiri.
Liang Hong Yi memandang dengan mata terbelalak, tubuhnya
terasa lemah lunglai dan suaranya lirih
gemetar, "Apa ?" apa yang hendak kaulakukan, anakku 75 "Aku tidak memandang hina kepada Ibu, akan tetapi aku tidak
dapat tinggal bersama Ibu, aku harus pergi membalas kematian
Ayah. Ibu, aku pergi!" Setelah berkata demikian, tubuh Han Bi
Lan berkelebat keluar dari kamar losmen itu.
"Bi Lan anakku Bi Lan oohhhh !" Liang Hong Yi berdiri, hendak mengejar, akan tetapi tubuhnya terkulai
lemas dan ia roboh pingsan di atas lantai!
Akan tetapi Bi Lan tidak tahu apa yang terjadi dengan ibunya. Ia
berlari cepat meninggalkan losmen itu dengan air mata
bercucuran. Telinganya seolah mendengar ejekan dan cemooh
dengan suara menertawakan.
"Engkau anak pelacur
pelacur anak pelacur anak !" Bi Lan mencoba menutupi kedua
telinganya, namun suara itu masih terdengar terus, mengejar ke
mana pun ia pergi. Ia menujukan langkahnya ke arah kota Cinkoan!
Sampai cukup lama Liang Hong Yi rebah telentang di atas lantai
kamar losmen itu. Seorang pelayan wanita setengah tua
membawa poci air teh dan cangkirnya memasuki kamar itu
tanpa mengetuk karena ia mendapatkan daun pintu kamar itu
sudah terbuka. Ketika ia melihat tubuh wanita yang menggeletak
di atas lantai, ia terkejut sekali. Cepat ia menaruh poci dan
cangkir ke atas meja lalu membungkuk dan mengguncang
pundak Liang Hong Yi yang seperti tertidur itu.
"Toanio (Nyonya) , Toanio , bangunlah ! Aih, 76 mengapa engkau tidur di bawah?"
Pelayan itu terus mengguncang pundak Liang Hong Yi, mengira
bahwa tamu itu ketiduran di bawah! Ia memang belum pernah
melihat orang pingsan sehingga tidak dapat membedakan antara
orang pingsan dan orang tidur! Akan tetapi karena Liang Hong Yi
memang sudah cukup lama jatuh pingsan dan memang sudah
waktunya siuman, maka ketika pundaknya diguncang-guncang,
ia membuka matanya. Ia segera teringat kepada puterinya, akan
tetapi ketika membuka mata melihat wanita setengah tua,
pelayan losmen itu, ia mengeluh lalu bangkit duduk. Baru ia
menyadari bahwa tadi ia rebah di atas lantai.
"Aih, Toanio, mengapa Toanio tertidur di atas lantai?" pelayan itu
bertanya sambil menyeringai, merasa lucu dan terheran.
Liang Hong Yi mencari-cari dengan pandang matanya, akan
tetapi tidak melihat Bi Lan dan teringatlah ia betapa puterinya itu
telah melarikan diri, meninggalkannya. Ia memandang ke arah
meja dan di situ terdapat tumpukan pakaiannya dan kantung
uang. "Enci pelayan, apakah engkau tadi melihat puteriku pergi dari
sini?" tanyanya kepada pelayan itu walaupun ia sudah tahu
bahwa anaknya pergi meninggalkannya.
"Ya, saya melihatnya, Toanio. Bukankah puteri Toanio gadis
cantik berpakaian serba merah muda" Tadi saya melihat ia pergi
dengan tergesa-gesa meninggalkan losmen."
"Enci, saya juga mau pergi. Berapa saya harus membayar sewa
kamarnya?" 77 Pelayan itu memandangnya dengan bengong. "Toanio tidak jadi
menginap di sini?" "Tidak, aku ada urusan penting dan harus pergi sekarang juga,"
kata Liang Hong Yi sambil membungkus pakaian dan kantung
uang itu. "Karena Toanio belum bermalam dan hendak pergi sekarang,
maka tidak usah Toanio membayar sewanya. Nanti akan saya
laporkan kepada pengurus losmen."
Liang Hong Yi mengambil beberapa potong uang dan
memberikannya kepada pelayan itu. "Ambillah uang ini untuk
membayar kerugian losmen dan selebihnya untukmu."
"Terima kasih, Toanio, terima kasih," pelayan wanita itu
membungkuk-bungkuk senang karena uang itu lebih dari cukup
untuk membayar sewa kamar satu malam dan kalau pengurus
membolehkan tamu ini tidak membayar apa-apa karena belum
menginap, berarti semua uang itu untuknya!
Liang Hong Yi membawa buntalan pakaiannya dan keluar dari
losmen itu. Setelah keluar dari losmen, barulah ka membiarkan
air matanya turun berderai membasahi pipinya. Ia tidak perduli
kepada orang-orang yang berpapasan dengannya di jalan raya
memandangnya dengan heran. Ia juga tidak tahu ke mana ia
akan pergi. Ia tidak mampu memikirkan apa-apa lagi. Puterinya
telah pergi meninggalkannya! Suaminya sudah lebih dulu
meninggalkannya. Tiba-tiba terasa betapa amat sangat ia
merindukan suaaminya. Ia seperti orang meraba-raba dalam
kegelapan, ditinggalkan, kesepian, sendirian, hampa dan
perasaan hatinya terasa pedih dan hancur.
78 "Kanda Han Si Tiong , Tiong-ko suamiku kenapa engkau meninggalkan aku
serta, suamiku " Bawalah aku !" Ia tersedu dan melangkah tersaruk-
saruk keluar dari kota raja. Para perajurit penjaga pintu gerbang
kota raja juga merasa heran melihat ia menangis sambil
melangkah terhuyung-huyung, akan tetapi mereka tidak dapat
berbuat apa-apa. Hatinya perih, tubuhnya lunglai dan pikirannya kosong. Liang
Hong Yi berjalan terus di bawah sinar matahari sampai
menjelang senja. Kedua kakinya sudah lemas. Air matanya
sudah kering. Mata yang membengkak dan merah karena tangis
itu memandang ke depan dengan kosong, seperti mayat hidup
karena mukanya pucat. Ia tidak memperdulikan lagi perutnya
yang perih dan lapar, kerongkongannya yang haus dan kering.
Ia hanya tahu bahwa ia harus berjalan, entah ke mana. Ia seperti
sudah mati walaupun anggauta tubuhnya masih bergerak.
Bibirnya yang kering itu tiada hentinya menyebut nama
suaminya. "Tiong-ko Tiong-ko Tiong-ko !" Tanpa ia sadari, ketika senja tiba, ia telah mendaki sebuah bukit
dan tertatih-tatih melangkah sampai ke depan sebuah kuil.
Pandang matanya kabur dan ia hanya samar-samar melihat kuil
itu, lalu tubuhnya terguling roboh di atas tanah depan kuil.
Pingsan! 79 Ketika Liang Hong Yi siuman dari pingsannya, pertama-tama
hidungnya mencium bau sedap. Biasanya obat-obatan yang
terdiri dari akar-akar, daun-daunan, dan rempa-rempa yang
mengeluarkan bau sedap yang khas ini. Lalu ia mem?buka
matanya. Segera ia bangkit duduk ketika melihat bahwa ia tadi
rebah di atas sebuah dipan sederhana, dalam sebuah kamar
yang kecil dan sederhana pula. Ia melihat buntalan pakaiannya
di sudut kamar itu. Kamar itu gundul tanpa hiasan apa pun.
Tubuhnya terasa ringan dan hangat, juga perutnya terasa
hangat. Mulutnya juga merasakan kepahitan jamu yang mungkin
telah diminumkan orang selagi ia pingsan.
Ia teringat bahwa tadi ia berada di depan sebuah kuil ketika tibatiba segalanya menjadi gelap. Ia dapat menduga bahwa ia tadi
tentu jatuh pingsan dan entah siapa yang telah menolongnya.
Lalu teringatlah ia akan keadaan dirinya. Suami mati dan anak,
meninggalkannya! Datang lagi kesedihan menyelimuti hatinya.
Ah, mengapa ia ditolong orang" Mengapa tidak dibiarkannya
saja ia mati menyusul suaminya" Betapa akan berbahagianya
mati bertemu dan bersatu kembali dengan suaminya tercinta!
Langkah kaki lembut membuat ia menengok ke arah pintu.
Seorang nikouw (Pendeta wanita Buddhis) memasuki kamar.
Usianya sekitar enampuluh tahun, namun wajahnya masih
tampak belum ada keriput dan sinar matanya lembut, mulutnya
tersenyum penuh kesabaran. Sepotong wajah yang cerah, sabar
dan penuh pengertian. Jubahnya kuning dan sederhana sekali.
Kepalanya yang gundul ditutupi sebuah topi kain berwarna
kuning pula. 80 Melihat nikouw itu, Liang Hong Yi lalu turun dari pembaringan
dan menjatuhkan diri berlutut di depannya, lalu meratap.
"Mengapa saya ditolong" Mengapa saya tidak dibiarkan mati
saja" Saya ingin mati, saya ingin berkumpul kembali dengan
suami saya yang tercinta !" "Omitohud! Anak yang baik, lahir dan mati tidak dapat ditentukan
oleh keinginan kita! Kalau engkau dalam kehidupan ini merasa
sengsara, apakah kaukira setelah mati akan terlepas daripada
sengsara" Kalau suamimu sudah meninggal dunia lalu engkau
Sepasang Pedang Iblis 10 Pedang Ular Merah Karya Kho Ping Hoo Si Rajawali Sakti 7
^