Pencarian

Kisah Membunuh Naga 29

Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong Bagian 29


Bu Kie manggut2kan kepalanya. "Apa daya itu bisa berhasil tergantung atas sifat dan watak Ho Pit ong," katanya. "Hoan yoe su, bagaimana pendapatmu?"
"Kurasa tipu Yo Taoko boleh dijalankan," jawabnya. "Ho Pit Ong berangsan dan kejam, tapi ia tidak selihai Lok thun kek yg jahat dan banyak akalnya. Asal saja obat pemuda itu berada pada Ho Pit Ong, biarpun tidak berkepandaian tinggi, mungkin aku masih melayaninya.
Tapi bagaimana kalau obat itu disimpan oleh Lok Thang Kek?" tanya Yo Siauw.
Alis Hoan Yauw berkerut, "Ya, itulah sukar," sahutnya. Sehabisa berkata begitu bangun berdiri dan berjalan mundar mandir sambil menundukkan kepala. Berselang beberapa lama, tiba2 ia menepuk kedua tangannya, "Hanya ada satu jalan," katanya "Lok Thung kok sangat pintar. Kalau kita menggunakan tipu, sangat mungkin ia tidak kena ditipu. Jalan satu2nya kita mencengkram kelemahannya dan kemudian menggertak dia. Tindakan ini memang berbahaya. Tapi menurut pikiranku, selain ini tak ada jalan lain lagi."
"Apa maksud saudara Hoan?" tanya Yo Siauw. "Cara bagaimana kita bisa mencengkram kelemahan tua bangka itu?"
"Pada musim semi tahun ini, Jie Lam ong telah mengambil seorang selir (gundik)," menerangkan Hoan Yauw. "Untuk merayakannya, ia mengundang kami, beberapa orang, dalam semua perjamuan ditaman bunga. Jie Lam ong mengagulkan selir itu sebagai seorang wanita yg sangat cantik dan untuk membuktikannya ia memerintahkan gundik baru itu menemui kami dan menuang arak. Kulihat mata bangsat Lok Thung kek mengawasi nyonya muda itu tak henti2nya."
"Habis bagaimana?" tanya Wie It Siauw.
"Tak apa2," jawabnya. "Andai kata situa bangka mempunyai nyali sebesar langit, dia tentu tidak berani main gila kepada selir Jie Lam ong."
"Tapi ada hubungan apakah antara mata bangsat si tua bangka dan kelemahannya yg mau di cengkram olehmu?" tanya pula Wie It Siauw.
"Dengan sedikit usaha kita dapat berbuat begitu," sahutnya sambil tersenyum. "Dalam hal ini kita memerlukan bantuan Wie heng. Dengan menggunakan ilmu mengentengkan badan yg tiada bandingannya kau culik selir itu dan menaruhnya di ranjang si tua bangka. Andaikata dia dapat mempertahankan diri dan tidak berani mengganggu nyonya itu, dia tetap tidak akan bisa membersihkan diri, sebab wanita itu terbukti berada dalam kamarnya. Aku akan menorobos masuk kekamanya dengan tiba2 memaksa dia mengeluarkan obat pemunah. Kurasa dia pasti akan menurut.
Yo Siauw dan Wie It menepuk nepuk tangan. Mereka sangat menyetujui tipu kawan itu. Bu Kie sendiri mendongkol tercampur geli. Ia ingat bahwa atas maunya nasib, ia sekarang menjadi pemimpin serombongan manusia yg cara2nya sering menyeleweng dari kepantasan dan tiada bedanya dengan sepak terjang kawanan Tio Beng. Tapi ia ingat juga bahwa tipu2 kelompok Tio Beng bertujuan busuk, sedang siasat Hoan Yauw pada hakekatnya bermaksud baik, yaitu untuk menolong tokoh2 keenam partai persilatan. Memang jg demikian pikirnya untuk melawan racun orang harus menggunakan racun.
Memikir begitu, ia lantas saja tertawa dan berkata, "Hanya saja tipu Hoan Yoe su harus menyeret juga nama baiknya selir Jie Lam ong."
Hoan Yauw tertawa, "Aku akan mendobrak pintu kamar si tua bangka terlebih cepat supaya biarpun mau dia tak akan keburu menodai kehormatan nyonya itu," katanya.
Sesudah tercapai persetujuan tipu daya, mereka segera merundingkan tindakan selanjutnya. Akhirnya ditetapkan, bahwa begitu lekas obat pemunah dapat dirampas, Hoan Yauw akan pergi kemenara untuk memberikannya kepada jago-jago keenam partai, sedang Bu Kie dan Yo Siauw menjaga diluar menara.
Sehabis menunaikan tugas eprtama, Hoan Yauw harus membakar Bat Hoat sie dan Bu Kie bersama Wie It Siauw akan membakar rumah2 rakyat disekitar kelenteng tersebut. Dalam kekacauan, rombongan
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
keenam partai yg sudah pulih tenaga dalamnya, akan segera menerjang keluar. Yo Siauw mendapat tugas untuk membeli kuda dan kereta yg hrs menunggu diluar pintu See shia. Semua orang harus menerjang keluar dari pintu See shia dan lari berpencarang dengan menggunakan kuda2 dan kereta2 itu. Akhirnya mereka harus berkumpul di Ciang peng.
Dalam rencana itu, ada sesuatu yg tidak disetujui Bu Kie, yaitu pembakaran rumah2 rakyat.
"Kauwcu," kata Yo Siauw dengan suara membujuk, "Dalam setiap urusan kita tidak bisa mengharap kesempurnaan. Kita ingin menolong jago-jago itu, supaya dikemudia hari kita bisa mengusir Tat cu.
Tujuan ini demi nusa dan bangsa, demi keselamatan beribu laksa umat manusia dikolong langit. Jika hari ini kita membakar sejumlah rumah rakyat, tindakan itu sudah diambil karena terpaksa."
Sesudah mencapai persetujuan bulat, masing2 lantas mulai bekerja. Yo Siauw pergi kepasar untuk membeli kuda dan Bu Kie membuat racun yg kemudian diserahkan kepada Hoan Yauw oleh Wie It Siauw. Dalam membuat racun itu Bu Kie sengaja menaruh tiga macam wewangian, supaya arak yg tercampur racun berbau harum. Wie It Siauw membeli selembar karung dan begitu lekas siang terganti dengan malam, ia segera menyatroni gedung Jie Lam ong.
Untuk menjaga tawanan, Hian beng Jie lo Hoan Yauw dan lain2 jago mengindap di Ban Hoat sie, Tio Beng sendiri berdia dama gedung raja muda dan hanya diwaktu malam, jika mau berlatih ilmu silat, ia datang ke kelenteng itu.
Hoan Yauw kembali kekamarnya dengan rasa bahagia. Ia ingin cara bagaimana selama duapuluh tahun lebih, Beng Kauw terpecah belah. Hari ini, atas berkah Tuhan agama tersebut mempunyai harapan untuk menjadi makmur kembali, sehingga pengorbanannya bukan hanya pengorbanan cuma2. ia berdia sebuah kamar dideretan kamar2 sebelah barat, sedang Hian bang Jie Lo mengindap dikamar dekat menara dipekarangan belakang. Sebab merasa jari akan kelohaian kedua kakek itu dan kuatir rahasianya bocor, ia jarang bergaul dengan Hian beng jie lo dan mengambil kamar yg jauh dari mereka. Tapi sekarang ia mendapat tugas untuk mengajak Ho Pit ong minum arak. Ia sekarang harus mendekati kakek itu. Sambil memutar otak, ia mengawasi pekarangan belakang. Matahari sudah mulai menyelam kebarat dan sinarnya yg menyoroti genteng kaca menara sudah mulai guram. Sesudah mengasah otak beberapa lama, ia belum jg mendapat jalan untuk mendekati Ho Pit ong. Sambil mengegadong tangan perlahan-lahan ia berjalan kebelakang perkarangan. Mendadak hidungnya mengendus bau daging yg keluar dari sebuah kamar diseberang kamar Hian beng jie lo. Itulah kamarnya Suu sam Hwie dan Lie sie Cui, dua anggota Sin cia pat eiong. Tiba2 dalam otaknya berkelebat serupa ingatan. Ia menghampiri kamar itu dan menolak pintu.
Hampir berbareng bau daging menyambar hidung, Lie Sie Cui sedang berjongkok dilantai dan mengipas api di dapur tanah. Diatas dapur itu terdapat sebuat kuali yg airnya bergolak2 dan mengeluarkan bau yg sangat harum. Sun sam hwie sendiri sedang menggambil piring mangkok dan tidak bisa salah lagi, mereka tengah bersiap2 untuk makan minum.
Melihat masuknya Koun tauw too, paras kedua orang itu berubah pucat. Mengapa" Karena yg dimasak mereka adalah daging anjing dan makan daging anjing dalam sebuat kelenteng hweeshio merupakan pelanggaran hebat. Kalau dipergoki orang lain masih tak apa. Tapi kouw tauw too bukan saja seorang pendeta tapi jg berkepandaian yang tinggi. Bagaimana kalau dia tidak mau mengerti"
Diluar dugaan mereka, kouw tauw too tidak menjadi gusar. Ia menghampiri dapur, membuka tutup kuali dan mengendus ngendus dengan hidungnya. Sekonyong2 ia memasukkan tangan kedalam kuali tanpa memperdulikan panasnya air menjemput sepotong daging dan lalu mengunyahnya secara rakus.
Dalam sekejap daging itu sudah ditelan habis. Dalam sekejap daging itu sudah ditelan habis. Sun sam hwie dan lie sie cui girang tak kepalang. "Kauw tay su duduklah! Duduklah!" kata Sun sam hwie. "Kami merasa sangat girang, bahwa Tay su pun suka makan daging anjing."
Tapi kouw tauw too tidak mau duduk di kursi. Sesudah mengambil sepotong daging dan memasukkan kedalam mulut, ia turut berjongkok disamping dapur. Sun sam hwie buru-buru menuangkan semangkok arak yg lalu diangsurkan kepada si Touw too. Tapi baru menenguk Kouw tauw too segera menyemburkannya dilantai, sedang tangan kirinya mengipas ngipas hidung, seperti juga ia mau mengatakan, bahwa arak itu tidak wangi dan tidak enak rasanya, sesudah itu ia berlalu dengan tindakan lebar, tapi tak lama kemudian ia kembali dengan tangan menentang sebuyung arak. Tapi melihat si pendeta pergi dengan sikap marah Su Sam Hwie dan Lie sie ciu sangat berkuatir. Sekarang mereka sangat girang. "Bagus!" seru Lie cie cu. "Arak kami memang sangat jelek. Sungguh syukur Tay su mempunyai arak yg mahal."
Mereka segera mengatur piring mangkok meja dan dengan sikat hormat mengundang Kouw tauw too untuk duduk di kursi pertama. Dalam kalangan para jago-jagonya Tio Beng, Kouw tauw too termasuk
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
jago kelas utama. Dengan melayani secara hormat Sun Sam Hwie dan Lie Sie Cui mengharap supaya dalam gembiranya si pendeta akan turunkan satu dua pukulan istimewa kepada mereka.
Kouw Tauw too membuka tutup buyung dan menuang isinya kedalam tiga mangkok. Arak itu berwarna kuning keemas2an, seperti madu tawon dan baunya yg menyambar hidung harum dan segar.
"Sungguh bagus arak ini!" seru Tie Sie Cui.
Sambil menjalankan peranannya, di dalam hati Hoan Yauw bersangsi. Ia tidak tahu, apa Hian Beng Jie Lo berada dirumah. Apabila kedua kakek itu sedang berpergian, maka usahanya kali ini akan sia2. dengan pikiran tak tentram ia menjemput mangkok araknya dan menaruhnya di kuah daging yg sedang bergolak2. begitu panas, arak itu jadi semakin wangi. Sun Sam Hwie dan Lie Sie Cui yg sudah keluar iler, ingin segera mencegak arak dingin, tp di cegah oleh Kouw Tauw Too yg dengan gerakan tangan, meminta mereka memanaskan dahulu arak itu, menurut contohnya. Demikianlah dengan bergantian mereka memanaskan arak dikuah daging. Hoang Yauw menghitung pasti, bahwa jika Ho Pit Ong berda di Bau Hoat sie ia tentu akan dapat mencium bau arak itu dan akan datang kesitu.
Benar saja, tak lama kemudian pintu kamar diseberang tiba2 terbuka dan hampir berbareng terdengar seruan Ho Pit Ong. "Aduh! Wangi sungguh arak itu. Huh, huh!" Tanpa sungkan2 ia menolak pintu dna terus menolak pintu masuk kedalam. Melihat Kouw Tauw too turut serta dalam pesta itu, ia agak terkejut,
"Kouw Taysu aku tak nyana kaupun menyukai makanan itu," katanya.
Sun Sam Hwie dan Lie Sie Cui buru-buru berbangkit, "Ho Kong kong, kebetulan sekali," kata Sun Sam Hwie. "Mari kita minum, arak ini arak Kouw taysu. Tak gampang orang bisa minum arak seenak itu."
Ho Pit Ong segera berduduk di hadapan Kouw Tauw too dan mereka berdua segera makan minum sepuas hati, sedang kedua tuan rumah menjadi semacam pelayan. Tak lama kemudian mereka sudah mulai sinting.
"Sekarang tiba waktunya untuk aku tutun tangan," pikir Hoan Yauw. Memikir begitu ia segera mengisi mangkoknya sendiri sampai arak meluber. Sesudah itu ia mengembalikan buyung keatas meja, tapi cara menaruhnya berbeda dari tadi. Kali ini buyung arak ditaruh miring.
Miringnya buyung berart Hoan Yauw sudah turun tangan.
Dalam menjalankan tipunya, Hoan Yauw bertindak secara cermat dan hati2. ia menggiling ramuan racun yg dibuat Bu Kie menjadi bubuk. Kemudia ia membuat sebuah lubang ditutup buyung yg terbuat dari kayu dan memasukkan bubuk racun kedalam lubang itu. Tutup buyung lalu dibungkus dengan kekainan, sehingga dengan demikian selama buyung ditaruh beridir, arak yg di dalamnya tetap merupakan arak biasa. Tapi sebegitu lekas buyung di taruh miring, sebagian arak akan segera membasahi kain penyaring dan racunnya lantas tercampur ke dalam arak. Dasar buyung itu berbentuk bulat sehingga baik ditaruh berdiri, maupun ditaruh miring tidak begitu menarik perhati. Apapula setelah minum begitu banyak, ketiga orang itu sudah sinting dan mereka lebih2 tidak bisa melihat perubahan itu.
Melihat mangkuk Ho Pit Ong sudah kosong, Hoan Yauw segera mencabut tutup buyung dan mengerahkannya kepada sih kakek. Ho Pit Ong menyambuti dan lalu mengisi mangkoknya. Sesudah itu, ia menambahkan arak dimangkok Sun Sam Hwi dan Lie Sie Cui yg sudah separuh kosong. Ia tidak bisa menambah di mangkok Hoan Yauw yg masih penuh.
"Mari!" mengajak Ho Pit Ong.
Dengan serentak mereka mengangkat mengkok masing2 dan mengeringkan isinya. Kecuali Hoan Yauw, ketiga orang itu sudah minum arak beracun. Sun sam Hwie dan Lie Sie Cui yg lweekangnya tidak begitu kuat, lantas saja merasa lemas. "Sie tee perutku tak enak," bisik Sun Sam Hwie.
"Aku.,.. akupun begitu," kata Lie Sie Cui. "Apa kena racun?"
Sesaat itu Ho Pit Ong sudah mulai merasa tidak enak. Buru-buru ia mengerahkan tenaga dalam, tapi hawanya tidak mau naik keatas. Parasa mukanya lantas saja berubah pucat.
Kisah Pembunuh Naga Jilid 53 Karya Chin Yung ================ Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Tiba-tiba Hoan Yauw bangkit dan mencengkram dada Ho Pit Ong sambil mengeluarkan suara "ah ah uh uh". Matanya mendelik dan ia kelihatannya sangat gusar.
"Kouw Tay-su, mengapa kau?" Tanya Sun Sam Hwie.
Hoan Yauw mencelup arak dengan jari tangannya dan menulis huruf "Sip hiang Joan kin san" di atas meja.
Sun Sam Hwie dan Lie Sie Cui tahu bahwa racun dan obat pemunah Sip hiang Joan kin san dikuasai Hian beng Jie lo. Mereka saling melirik dan sambil membungkuk, Sun Sam Hwie berkata, "Ho Kong kong, kami berdua sedikit pun belum pernah berdosa terhadap Kong kong. Kami mohon Kong kong suka menaruh belas kasihan." Mereka berkata begitu sebab menduga si kakek memang mau mencelakai Kouw Tauw-too dan secara kebetulan mereka turut minum arak beracun.
Bukan main herannya Ho Pit Ong. Bulan ini Sip hiang Joan kin san memang dipegang olehnya sendiri, disembunyikan dalam salah sebuah pit yang berbentuk patuk burung ho. Kedua senjata itu belum pernah berpisah dari badannya sehingga tak mungkin orang bisa mencuri racun tanpa diketahui olehnya. Tapi waktu mengerahkan hawa, ia tidak bisa mengeluarkan tenaga seperti juga kena Sip hiang Joan kin san.
Racun yang dibuat Bu Kie biarpun sangat keras sebenarnya berbeda jauh dari Sip hiang Joan kin san dan perasaan tidak enak yang dirasakan oleh korban juga berbeda. Ho Pit Ong hanya tahu bahwa racun Sip hiang memusnahkan tenaga dalam. Karena belum pernah mencobanya, ia tentu saja tidak tahu perbedaan antara racun Sip hiang dan racun buatan Bu Kie. Melihat kegusaran Kouw Touw too dan mendengar ratapan Sun Sam Hwie serta Lie Sie Cui, ia tidak ragu lagi bahwa mereka semua dan ia sendiri sudah kena racun Sip hiang. "Kouw Tay-su, kau bersabarlah," katanya. "Kita adalah sahabat.
Mana bisa jadi aku ingin mencelakai kalian" Akupun kena racun itu. Badanku lemas dan tidak bertenaga.
Tapi siapa yang sudah main gila" Aku sunguh merasa heran."
Kouw Tauw-too mencelup lagi arak dengan jari tangannya dan menulis "lekas keluarkan obat pemunah di atas meja."
Ho Pit Ong mengangguk. "Benar," katanya. "Lebih dahulu kita makan obat. Sesudah itu kita cari penjahatnya. Tapi obat disimpan oleh Lok heng. Kouw Tay-su, mari kita pergi kepadanya."
Hoan Yauw merasa sangat girang. Ia tidak mengira tipuan Yo Siauw berjalan begitu lancar. Dengan tangan kiri ia sengaja memegang pergelangan tangan kanan Ho Pit Ong dan ia berjalan dengan langkah limbung.
Beberapa saat kemudian mereka sudah sampai di gedung itu. Kamar samping yang di sebelah selatan adalah kamar Ho Pit Ong, sedang kamar di sebelah utara kamarnya Lok Thung Kek. Pintu kamar itu tertutup rapat.
"Lok heng!" teriak Ho Pit Ong, "Lok heng!"
Dari dalam kamar terdengar sahutan Lok Thung Kek.
Ho Pit Ong mendorong pintu tapi pintu terkunci. "Lok heng!" panggilnya, "Lekas buka pintu! Ada urusan penting."
"Urusan apa?" Tanya Lok Thung Kek. "Aku sedang berlatih ilmu silat. Jangan mengganggu."
Ho Pit Ong dan Lok Thung Kek adalah saudara seperguruan. Kepandaian pun kira-kira berimbang.
Tapi karena Lok Thung Kek seorang kakek yang lebih tua dan juga karena dia lebih berakal budi, maka Ho Pit Ong selalu menghormatinya. Mendengar jawaban sang kakek yang kurang enak ia tidak berani memanggil lagi.
Hoan Yauw bingung. Dalam tipuan ini, sang waktu memainkan peranan penting. Kalau harus menunggu sampai tenaga racun berkurang, rahasianya akan bocor. Maka itu tanpa memperdulikan segala cara ia segera mendobrak daun pintu dengan pundaknya dan pintu lantas saja terbentang. Hamper berbarengan terdengar jeritan seorang wanita.
Mendengar suara terpentalnya pintu, Lok Thung Kek yang sedang berdiir di depan ranjang segera menengok. Paras mukanya lantas saja berubah pucat, kaget bercampur malu. Di tengah ranjang tergeletak seorang wanita yang tubuhnya terbungkus dengan selembar kasur tipis dan kasur itu dibebat dengan
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
seutas tambang. Apa yang bisa dilihat adalah rambutnya terurai. Wanita itu mengawasi Ho Pit Ong dan Hoan Yauw dengan mata membelalak dan paras mukanya menunjukkan ketakutan besar. Hoan Yauw lantas saja mengenali bahwa dia itu tidak lain adalah Han kie (selir seorang raja muda she Han). "Hok Ong benar-benar hebat," katanya di dalam hati. "Seorang diri ia masuk ke dalam Ong hu (gedung raja muda) dan dengan begitu cepat ia sudah berhasil menculik Han-kie." Wie It Siauw berhasil sebab meskipun di dalam Ong hu terdapat banyak sekali pengawal, yang diperhatikan dan dilindungi hanialah Jie lam ong, Sie cu (putra seorang pangeran) dan Kun cu. Raja muda itu mempunyai banyak selir dan seorangpun tak pernah menduga bahwa seorang selir bakal diculik. Selain itu gerak gerik Wie Hok Ong juga cepat luar biasa dan tanpa penjagaan istimewa, dengan mudah ia sudah bisa menculik Han-kie. Tapi menaruh wanita cantik itu di ranjang Lok Thung Kek lebih sukar daripada menculiknya. Sesudah menunggu beberapa lama barulah di kakek kelihatan keluar dari kamarnya dan dengan menggunakan kesempatan itu, ia melompat masuk dan meletakkan tubuh Han kie di pembaringan.
Waktu kembali ke kamarnya melihat sosok tubuh wanita, Lok Thung kaget tak kepalang. Bagaikan kilat ia melompat ke atas genteng tapi Wie It Siauw sudah pergi jauh. Penyelidikannya di sekitar rumah itu tidak memberi hasil. Buru-buru ia balik ke kamar dan ia jadi lebih kaget lagi.
Hari itu dalam perjamuan di taman bunga, melihat kecantikan Han-kie, semangat Lok Thung terbang.
Ia pulang dengan perasaan duka dan menyesal. Ia merasa menyesal mengapa tidak lebih dulu ia bertemu dengan si cantik. Tapi sesudah Han-kie menjadi selir Jie lam ong, biar bagaimanapun juga ia tidak berani mengganggu. Belakangan ia mendapat seseorang baru yang cukup cantik sehingga perlahan-lahan ia dapat melupakan Han-kie.
Mimpipun ia tak pernah bahwa Han-kie bisa mendadak berada di pembaringannya. Ia kaget bercampur heran. Sesudah berpikir sejenak ia menduga bahwa perbuatan itu dilakukan oleh murid kenalannya yang bernama Yoe liong su. Murid itu rupanya sudah bisa menebak isi hatinya dan diam-diam sudah menculik si cantik sambil menyeringai ia mengawasi Han kie dan mengajukan beberapa pertanyaan tapi wanita itu tidak bisa menjawab. Ia sadar bahwa jalan darah Han kie telah ditotok.
Baru saja mengangsurkan tangannya untuk membuka jalan darah tiba-tiba Ho Pit Ong mengetuk pintu dan Kauw Tauw-too mendobraknya. Itulah kejadian yang tidak terduga. Ia tidak bisa menyangkal lagi.
Tiba-tiba dalam otaknya berkelabat sebuah ingatan. Ia menduga bahwa kedatangan Kauw Tauw-too adalah atas perintah Jie lam ong yang sudah tahu penculikan itu untuk menangkapnya.
Dalam keadaan begitu, jalan satu-satunya adalah kabur. Bagaikan kilat tangan kanannya mengulurkan tongkat tanduk menjangan, tangan kirinya mendukung Han kie dan ia segera bergerak untuk melompat keluar dari jendela.
Ho Pit Ong terkejut, "Lok Suko!" teriaknya, "Lekas keluarkan obat pemunah!"
"Apa?" tegas sang kakak.
"Entah bagaimana Siauw tee dan Kouw Tay-su kena racun Sip hiang Joan kin san," jawabnya.
"Apa katamu?" ia tegaskan lagi.
Ho Pit Ong mengulangi keterangannya.
"Bukankah Sip hiang Joan kin san dipegang olehmu?" tanya Lok Thung Kek dengan suara heran.
"Siauw tee pun merasa sangat heran," sahutnya. "Kami empat orang, tadi makan dan minum. Secara mendadak, kami semua kena racun. Lok Suko keluarkanlah obat pemunah. Sesudah makan obat itu, kita boleh bicara lagi."
Hati Lok Thung Kek jadi lega. Ia segera menaruh Han kie di pembaringan dan menyuruhnya menghadap ke tembok. Ho Pit Ong yang tahu kesukaan kakaknya, tidak merasa heran melihat adanya seorang wanita dalam kamar sang kakak. Dalam kebingungannya ia tidak memperhatikan siapa adanya wanita itu. Tapi biar bagaimanapun dalam keadaan biasa, tak tentu ia bisa segera mengenali. Hari itu, dalam perjamuan di taman bunga, yang diperhatikannya bukan si cantik, tapi makanan dan arak yang istimewa.
Sesudah menaruh Han kie, Lok Thung Kek berkata, "Kouw Tay-su, tunggulah di kamar saudara Ho, aku akan datang membawa obat." Seraya berkata begitu, ia mendorong tubuh kedua orang itu. Badan Ho Pit Ong bergoyang-goyang hampir ia jatuh. Hoan Yauw pun berlagak sempoyongan. Tapi ada sesuatu
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
yang tidak pernah diperhitungkan oleh pemimpin Beng-kauw itu. Ia memiliki Lweekang yang sangat tinggi dan waktu didorong secara wajar, di luar keinginannya, dari dalam tubuhnya lantas keluar semacam tenaga untuk melawan dorongan itu. Sebagai seorang ahli silat kelas satu, Lok Thung Kek lantas saja merasakan perbedaan antara dua dorongannya. Karena kuatir salah, ia mendorong lagi, kali ini dengan menggunakan tenaga. Ho Pit Ong dan Kouw Tauw-too jatuh dengan berbarengan. Tapi Lok Thung Kek lantas mendapat kepastian bahwa adik seperguruannya benar-benar jatuh sebab tenaga dalamnya "kosong" sedang Kouw Tauw-too hanya berlagak jatuh.
"Kouw Tay-su, maaf," katanya sambil mengangsurkan tangannya mau membangunkan Hoan Yauw.
Begitu tangan menyentuh tangan, ia segera memijit Hwee-cong hiat dan Thong-tie hiat di pergelangan tangan Kauw Tauw too.
Tapi Hoan Yauw cukup hebat. Ia segera tahu bahwa rahasianya sudah diketahui. Dengan cepat ia menotok Hun-bun hiat di punggung Ho Pit Ong supaya dalam tiga jam ia tak dapat bergerak. Setelah Ho Pit Ong tak berdaya, ia tidak usah kuatir lagi sebab paling banyak ia harus melayani Lok Thung Kek seorang diri.
"Huh-huh!" ia tertawa dingin, "Lok Thung Kek, kau mau hidup atau mati. Sungguh besar nyalimu!
Selir Ong-ya kau berani culik."
Hian beng Jie lo tertegun. Selama belasan tahun mereka menganggap Kouw Touw too seorang gagu.
Lok Thung Kek sudah lama mencurigainya tapi ia belum pernah berpikir bahwa Hoan Yauw bukan seorang gagu. Ia mengerti bahwa ia sekarang berada dalam keadaan sangat berbahaya.
"Baru sekarang kutahu bahwa Kouw Tay-su bukan seorang gagu," katanya. "Perlu apa kau memperdayai orang selama belasan tahun?"
"Aku berlagak gagu atas perintah Ong-ya," jawabnya. "Sebab tahu hatimu bercabang, ia memerintahkan aku untuk mengamat-amati gerak gerikmu."
Keterangan itu sebenarnya agak mustahil tapi Lok Thung Kek yang telah kebingungan tak bisa lagi menggunakan otaknya yang cerdas. Ia terkesiap dan badannya lemas. "Apakah Ong-ya memerintahkan kau untuk menangkapku?" tanyanya. "Huh huh! Biarpun kau berkepandaian tinggi, belum tentu kau bisa menangkap Lok Thung Kek." Seraya berkata begitu, ia mengambil tongkatnya, siap sedia untuk bertempur.
Hoan Yauw tertawa. "Lok Sianseng," katanya dengan suara mengejek. "Andaikata ilmu silat Kouw Tauw-too tidak bisa menandingi kau, itu tak seberapa. Kalau kau mau merobohkan aku, paling sedikit kau harus berkelahi dalam seratus atau dua ratus jurus. Memang tidak terlalu sukar untuk kau kalahkan aku. Tapi jangan harap kau bisa membawa lari Han kie dan menolong suteemu."
Lok Thung Kek mengawasi adik seperguruannya dengan sorot mata berduka. Sedari muda ia belajar silat bersama-sama dan puluhan tahun ia belum pernah terpisahkan. Mereka berdua tidak menikah dan di dalam dunia ini, tiada orang yang lebih dicintainya seperti adik seperguruan itu. Maka itu, biar bagaimanapun juga ia tidak akan bisa melarikan diri seorang diri dengan meninggalkan Ho Pit Ong.
Melihat hati si kakek tergerak, Hoan Yauw segera memanggil Sun Sam Hwie dan Lie Sie Cui.
Sesudah menutup pintu kamar, ia berkata, "Lok Sianseng, urusan ini belum keluar. Kouw Tauw-too bersedia untuk melindungi kau."
Bagaikan kilat Hoan Yauw lalu menotok Ah hiat (hiat gagu) dan Joan ma hiat (hiat yang membuat badan lemas) Sun Sam Hwie dan Lie Sie Cui. Sesudah itu ia berkata dengan perlahan, "Kau sendiri tentu tidak akan membocorkan rahasia ini, sedang suteemu pasti tak akan mau mencelakai kau. Kouw Tauwtoo berlagak gagu dan ia akan tetap berlagak gagu. Kedua sahabat itupun tak menjadi rintangan, Kouw Tauw-too akan menotok Sie hiatnya untuk menutup mulutnya," Sun Sam Hwie dan Lie Sie Cui kaget tak kepalang. Ia tak nyana bahwa urusan makan daging anjing akan berbuntut begitu hebat. Mereka ingin minta dikasihani tapi mereka tidak bisa untuk diajak bicara sama sekali. Sambil menunjuk pada Han kie Hoan Yauw lalu berkata pula. "Mengenai wanita cantik itu, loo lap ingin mengusulkan dua jalan. Pertama mencuci tangan bersih-bersih. Kita membawa dia dan kedua sahabat itu ke tempat sepi dan membunuh mereka. Aku akan melaporkan kepada Ong-ya bahwa Han-kie main gila dengan Lie Sie Cui yang tampan dan mereka mencoba melarikan diri. Tapi mereka berpapasan dengan Kouw Tauw-too yang dalam kegusarannya sudah membunuh mereka. Kalau mau, boleh kita mengampuni jiwa Sun Sam Hwie. Jalan kedua kau membawa lari Han-kie dan coba sembunyikan di tempat aman. Apa kau berhasil atau tidak bukan urusanku."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Tanpa merasa Lok Thung Kek berpaling dan mengawasi Han-kie. Si cantik balas mengawasi dan sorot matanya memohon. Ia mengerti bahwa Han-kie ingin mengambil jalan kedua. Melihat kecantikan wanita itu, ia merasa tak tega untuk membunuhnya.
"Terima kasih untuk maksudmu yang baik," katanya. "Tapi apakah yang kau ingin dilakukan olehku?"
Ia tahu bahwa Kouw Tauw-too mampunyai sesuatu untuk diajukan kepadanya. Tanpa mengharap balasan budi, si pendeta pasti tak gampang mau menyudahi urusan ini.
"Permintaanku sangat sederhana," jawab Hoan Yauw. "Ciang poen-jin, Go Bie-pay, Biat Coat Suthay adalah istriku sedang si nona she Ciu adalah anak kami berdua. Aku ingin minta obat pemunah Sip hiang Joan kin san untuk menolong mereka supaya mereka bisa melarikan diri. Di hadapan Kauwcu aku yang bertanggungjawab. Apabila aku melibatkan kau, biarlah semua anggota Kouw Tauw-too dan Biat Coat Suthay menjadi manusia hina dina yang binasa secara mengerikan dan tidak bisa terlahir lagi ke dunia."
Hoan Yauw sudah memperhitungkan bahwa sebagai orang yang suka bercinta, Lok Thung Kek tentu akan percaya jika ia mengarang cerita yang berdasarkan percintaan. Ia sangat sekali membenci Biat Coat Suthay sebab sudah mendengar keterangan Yo Siauw bahwa pendeta wanita itu telah membinasakan banyak anggota Beng-kauw. Itulah sebabnya mengapa ia tidak merasa segan untuk mengarang cerita yang tidak-tidak, yang menodai nama baik Biat Coat. Mengenai sumpah, ia sama sekali tak menghiraukan sumpah. Dalam hal ini, orang harus ingat bahwa Hoan Yauw masih memiliki sifat-sifat yang sesat dan ia dapat melakukan perbuatan yang biasanya tak akan diperbuat oleh tokoh-tokoh Rimba Persilatan.
Mendengar keterangan itu, Lok Thung Kek terkejut tapi sesaat kemudian ia tersenyum. Perbuatan yang diakui Kouw Tauw-too dianggapnya sebagai perbuatan lumrah. Biarpun berbahaya, ianggap menukar obat pemunah dengan wanita cantik ada harganya juga. "Kalau begitu, menculik selir Ong-ya dan menaruhnya di dalam kamarku juga perbuatan Kouw Tay-su bukan?" tanyanya.
"Kau memberi aku obat, aku membalasnya dengan Han-kie," jawabnya. "Mulai dari sekarang kita bersahabat untuk selama-lamanya."
Lok Thung Kek girang. Mendadak ia mendapat satu ingatan dan bertanya, "Tapi cara bagaimana suteeku bisa kena Sip hiang Joan kin san" Dari mana kau mendapatkan racun itu?"
"Gampang sekali," jawabnya. "Racun itu disimpan oleh suteemu dan suteemu suka minum arak.
Sesudah dia mabuk, apa kau kira Kouw Tauw-too masih tidak bisa mencuri racun itu?"
Sekarang Lok Thung Kek tak ragu lagi, "Baiklah. Kouw Tay-su," katanya. "Kami berdua akan mengikat sahabat denganmu. Aku tidak akan menjual kau tapi kuharap kau jangan memasang jebakan lain yang sehebat ini."
Hoan Yauw tertawa. Sambil menunjuk Han-kie ia berkata, "Lain kali kalau ada wanita secantik dia, kuharap Lok Sianseng suka memasang jaring supaya aku terjaring di dalam jaring bahagia."
Mereka tertawa terbahak-bahak tapi masing-masing mempunyai perhitungan sendiri-sendiri. Diam-diam Lok Thung Kek memikirkan daya untuk menyembunyikan Han-kie dan sesudah itu ia akan berusaha untuk membinasakan si Tauw-too jahat.
Dilain pihak, Hoan Yauw tahu bahwa biarpun sekarang Lok Thung Kek tunduk tapi begitu dia telah menyembunyikan Han-kie di tempat yang aman, Hian beng Jie lo tentu akan membuat perhitungan dengannya. Tapi pada waktu itu, rombongan keenam partai sudah tertolong dan ia sendiri sudah menyingkir ke tempat lain.
Sementara itu Lok Thung Kek sedang mengkhayal, ia tidak segera mengeluarkan obat pemunah. Hoan Yauw tidak mau mendesak terlalu keras sebab bila ia berbuat begitu si kakek tentu akan curiga. Ia duduk dan berkata, "Lok heng, mengapa kau tidak segera membuka jalan darah Han-kie" Ayolah! Untuk merayakan keberuntunganmu, kita boleh minum beberapa cawan arak. Di bawah sinar lampu, ada arak, nona cantik apalagi yang mau dicari oleh seorang manusia yang hidup dalam dunia ini?"
Selagi Hoan Yauw bicara, si kakek mengasah otaknya. Ban hoat sie tempat yang ramai, kelamaan Han-kie berada dalam kamar akan berbahaya. Ia segera mengeluarkan tongkatnya dan mencabut salah satu cabang tanduk menjangan. Ia mengambil cawan dan menuang sedikit bubuk obat ke dalam cawan itu, "Kouw Tay-su," katanya, "Tipumu sangat hebat dan aku menyerah kalah. Ambillah obat ini."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Hoan Yauw menggelengkan kepalanya. "Begitu sedikit?" katanya. "Mana bisa cukup?"
"Obat ini lebih dari cukup," kata Lok Thung Kek. "Jangankan dua orang enam tujuh orang masih bisa ditolong."
"Mengapa kau begitu pelit?" kata Hoan Yauw, "Apa halangannya jika kau beri lebih banyak" Untuk berterus terang, aku kuatir diperdayai olehmu karena kau sangat licin dan cerdik."
Karena penolakan itu, Lok Thung Kek curiga. "Kouw Tay-su, apakah mau ditolong olehmu tidak hanya Biat Coat dan putrimu?" tanyanya.
Baru saja Hoan Yauw mau memberi keterangan, di luar rumah sudah terdengar suara ramai-ramai dan langkah kaki tujuh delapan orang. "Tapak kakinya terlihat di sini," kata seorang. "Apakah mungkin Hankie dibawa ke "Ban hoat sie?""
Muka Lok Thung Kek berubah pucat. Ia segera memasukkan cangkir obat ke dalam sakunya. Ia menduga bahwa Kouw Tauw-too sudah menyiapkan orang dan begitu ia menyerahkan obat itu, si pendeta akan turun tangan.
Hoan Yauw menggoyang-goyangkan tangannya. Ia lalu mengambil selembar seprai menyelimuti seluruh tubuh Han-kie dan menutup kelambu.
"Lok Sianseng! Apa Lok Sianseng ada?" demikian terdengar suara seruan orang.
Hoan Yauw menunjuk mulutnya. Dengan isyarat itu ia mau mengatakan bahwa karena ia dikenal sebagai orang gagu, ia tidak bisa memberi jawaban dan biarlah Lok Thung Kek yang menjawab.
"Ada apa?" bentak si kakek.
"Seorang selir Ong-ya diculik orang," jawabnya. "Tapak kaki penculik diikuti sampai di sini."
Lok Thung Kek menatap muka Hoan Yauw dengan sorot mata gusar. Hoan Yauw tersenyum dan dengan gerakan-gerakan tangan, ia menyilakan Lok Thung Kek mengusir orang-orang itu.
"Jangan bikin ribut di sini!" bentak Lok Thung Kek. "Cari ke tempat lain!" Ia seorang berkepandaian tinggi dan berkedudukan tinggi dan sangat disegani. Orang-orang itu tidak berani bersuara lagi dan lalu berpencar untuk menggeledah berbagai pelosok kelenteng Ban hoat sie.
Lok Thung Kek mengerti bahwa sesudah terjadi kejadian itu, Ban hoat sie akan dijaga keras dan usaha membawa Han-kie keluar kelenteng hampir tidak bisa dilakukan lagi. Alisnya berkerut dan kedua matanya mengawasi Hoan Yauw dengan sorot benci.
Tiba-tiba, Hoan Yauw teringat sesuatu. "Lok heng," bisiknya, "Di Ban hoat sie terdapat sebuah tempat yang aman untuk sementara waktu menyembunyikan kesayanganmu. Satu dua hari kemudian sesudah penjagaan agak kendor, kita bisa berusaha lain."
"Paling aman dalam kamarmu sendiri!" kata si kakek dengan gusar.
Hoan Yauw tertawa. "Apa Lok heng rela menyerahkan wanita yang begitu cantik kepadaku?"
tanyanya dengna nada mengejek.
"Di mana tempat itu?" bentak si kakek.
Hoan Yauw tersenyum dan menuding puncak menara.
Sebagai orang yang cerdas, Lok Thung Kek lantas saja bisa melihat tepatnya usul itu. Ia mengacungkan jempol dan memuji. "Bagus!"
Sebagaimana diketahui, menara itu merupakan penjara untuk rombongan keenam partai. Secara kebetulan Cong koan (pengurus) penjara adalah Yoe liong cu, murid kepala si kakek. Orang bisa mencurigai tempat lain tapi orang pasti tak akan mimpi bahwa selir Ong-ya disembunyikan di puncak menara yang terjaga ketat.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Orang-orang itu sudah pergi ke tempat lain," bisik Hoan Yauw. "Kita harus segera bertindak tidak boleh menunda lagi." Ia segera mengikat empat sudut seprai sehingga tubuh han-kie merupakan bungkusan besar. Ia mengangkat bungkusan itu dan mengangsurnya kepada Lok Thung Kek.
Hoan Yauw mengerti, "Mau menolong orang harus menolong sampai akhir," katanya, "Biarlah! Aku akan menolong kau dan kau menyerahkan obat kepadaku."
Seraya berkata begitu, ia mengangkat bungkusan itu menaruhnya di atas pundak. "Kau harus menjaga baik-baik," bisiknya. "Kalau ada yang coba menahan, binasakan saja."
Lok Thung Kek menggutkan kepala dan segera keluar lebih dahulu. Hoan Yauw turut keluar dan sesudah merapatkan pintu sambil manggul Han-kie, ia berjalan ke arah menara.
Waktu itu kira-kira sudah jam sembilan malam. Kecuali sejumlah pengawal yang menjaga di luar menara, dalam pekarangan kelenteng tidak terdapat manusia lain. Melihat Kouw Tauw-too dan Lok Thung Kek, para pengawal segera memberi hormat dengan membungkuk dan membuka jalan.
Sebelum tiba di pintu, Yoe liong cu mendapat berita dari bawahannya, sudah keluar menyambut dan berkata dengan suara girang, "Suhu! Mari masuk!"
Lok Thung Kek mengangguk dan bersama Kouw Tauw-too, ia segera menuju ke pintu. Mendadak pintu menara terbuka dan dari dalam keluar seorang yang tidak lain adalah Tio Beng!
Lok Thung Kek terkesiap. Ia tak pernah menduga secara kebetulan majikannya berada dalam menara.
Sambil menengok ke Yoe liong cu, Tio Beng berkata sambil tertawa, "Gurumu mempunyai seorang murid yang sangat baik. Karena hanya ingat menyambut guru, kau tidak memperdulikan aku lagi."
Yoe liong cu membungkuk. "Siauwjin tak tahu kedatangan Kun-cu," katanya. "Untuk kelalaian itu, mohon Kun-cu sudi memaafkan."
"Penjagaanmu sangat memuaskan," kata si nona. "Kurasa Beng-kauw takkan gampang bisa turun tangan."
Sesudah Bu Kie mengacau, Tio Beng yang tidak tahu bahwa yang datang ke kota raja hanya tiga orang, merasa kuatir Beng-kauw akan menyatroni lagi dengan rombongan besar. Maka itu, Tio Beng segera datang sendiri ke menara untuk memeriksa penjagaan. Ia merasa sangat puas karena penjagaan terlalu rapi dan di setiap lantai ditaruh dua orang yang berkepandaian tinggi. Ia menengok pada Kouw Tauw-too dan tersenyum, "Kouw Tauw-too," katanya, "Aku justru sedang mencari kau."
Kouw Tauw-too manggut-manggutkan kepalanya.
"Aku mau minta kau mengantar aku ke satu tempat," kata si nona pula.
Hoan Yauw mengeluh di dalam hati. Ia sudah berhasil menipu Lok Thung Kek dan obat pemunah sudah berada di depan mata. Siapa sangka, Tio Beng datang mengacau" Ia mau menolak tapi dalam peranan sebagai orang gagu ia tidak boleh bicara. "Biarlah si tua bangka yang menolong aku," pikirnya.
Ia mengangkat bungkusan dan mengangsurkannya ke Lok Thung Kek.
Si kakek terkejut. "Lok Sianseng," kata Tio Beng, "Apa isi bungkusan itu?"
"Oh"," jawabnya tergugu, "Kasur Kouw Tay-su."
"Kausr" Perlu apa Kouw Tay-su membawa kasur kemari?" Ia tertawa dan berkata pula. "Kouw Tay-su menganggap aku terlalu bodoh dan tak sudi menerima aku sebagai muridnya. Sekarang ia sampai harus membawa kasur sendiri."
Hoan Yauw menggeleng-gelengkan kepala dan menggerak-gerakkan tangan kanannya. "Biar si tua yang mencuri jalan keluar," katanya di dalam hati. "Huh-huh"inilah enaknya jadi seorang gagu."
Tio Beng tidak mengerti gerakan tangan itu dan ia mengawasi Lok Thung Kek. Si kakek cukup hebat, dalam sekejap ia sudah memikirkan jawaban yang bagus. "Sebagaimana Cujin tahu, beberapa siluman
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
telah datang mengacau," katanya. "Kami kuatir"kuatir mereka menyatroni lagi untuk menolong tawanan itu. Maka itu kami berdua telah mengambil keputusan untuk bermalam di sini guna menjaga diri. Kasur itu kasur Kouw Tay-su."
Tio Beng girang sekali. "Sebenarnya aku sendiri memang ingin sekali meminta bantuan Lok Sianseng dan Kouw Tay-su untuk menjaga menara ini," katanya sambil tertawa, "Tapi aku belum berani membuka mulut sebab menganggap bahwa dengan meminta begitu aku minta terlalu banyak. Aku sungguh merasa girang bahwa tanpa diminta kalian berdua sudi mengeluarkan tenaga begitu besar. Kouw Tay-su, dengan adanya Lok Sianseng, kurasa kawanan siluman tidak akan berani mengacau. Biarlah kau sendiri ikut aku." Seraya berkata begitu ia memegang tangan Hoan Yauw.
Hoan Yauw tidak bisa meloloskan diri lagi. Jalan satu-satunya adalah menyerahkan bungkusan kepada Lok Thung Kek yang lalu menyambuti. "Baiklah aku menunggu kau di menara," kata si kakek.
"Suhu, mari teecu yang membawanya," kata Yoe liong cu.
"Tak usah," kata sang guru sambil tertawa. "Aku ingin mengambil hati Kouw Tay-su. Tugas ini harus dipanggul olehku sendiri."
Di dalam hati Hoan Yauw mengutuk si kakek. Tiba-tiba ia menepuk bungkusan itu. Baik juga Han-kie sudah tertotok jalan darahnya sehingga tepukan itu tidak mengakibatkan teriakan. Tapi Lok Thung Kek sudah ketakutan setengah mati. Ia tidak berani bercanda lagi dan sesudah membungkuk kepada majikannya ia segera melangkah masuk ke dalam menara. Diam-diam ia sudah memperhitungkan tindakannya. Begitu ia tiba di atas menara, ia akan mengeluarkan Han-kie dari bungkusannya dan membungkus sebuah kasur dengan sprei itu. Andaikata Kouw Tauw-too mengadu kepada Tio Beng biarpun mesti mati ia tak akan mengaku.
Dengan rasa bingung dan heran, Hoan Yauw mengikuti Tio Beng keluar dari Ban hoat sie. Ke mana nona itu mau pergi" Sambil memakai tudung yang semula tergantung di punggungnya Tio Beng berbisik," Kouw Tay-su, mari kita menemui si bocah Bu Kie."
Hoan Yauw terkejut dan melirik si nona. Ia mendapati kenyataan bahwa muka nona Tio Beng bersemu dadu, sikapnya seperti orang malu bercampur girang. Hati Hoan Yauw jadi lega. Ia lantas saja ingat pertemuan malam itu di Ban hoat sie antara kedua orang muda itu. Cara-cara mereka bukan seperti musuh besar. Tiba-tiba ia sadar, "Aha!" serunya di dalam hati, "Mungkin sekali Kun-cu mencintai Kauwcu."
Sejenak kemudian ia berpikir, "Tapi"tapi mengapa dia mengajak aku dan bukan Hian-beng Jie lo yang menjadi orang kepercayaannya"Aku tahu, aku gagu dan tidak bisa membocorkan rahasia. Ya! Itulah sebabnya." Berpikir begitu, ia manggut-manggutkan kepalanya dan tersenyum.
"Mengapa kau tertawa?" tanya si nona.
Kouw Tauw-too menggerak-gerakkan kedua tangannya dalam isyarat bahwa biarpun harus masuk ke dalam sarang harimau ia akan turut serta dan melindungi keselamatan si nona.
Tio Beng tidak buka suara lagi dan lalu berjalan mengikuti si gagu. Tak lama kemudian tiba di depan penginapan Bu Kie.
"Kun-cu benar-benar hebat," pikir Hoan Yauw, "Ia sudah tahu tempat penginapan Kauwcu."
Mereka segera masuk ke dalam. "Kami ingin bertemu dengan seorang tamu she Can," kata Tio Beng kepada pengurus hotel. Si nona tahu bahwa dalam rumah penginapan itu Bu Kie menggunakan nama
"Can Ah Goe". Seorang pelayan segera masuk ke dalam untuk memberitahukan Bu Kie. Pemuda itu sedang bersemedi sambil menunggu tanda api di kelenteng Ban hoat sie. Mendengar kedatangan seorang tamu, ia merasa heran dan segera pergi ke ruangan tengah. Melihat Tio Beng dan Hoan Yauw ia kaget, "Celaka!" ia mengeluh. "Mungkin rahasia Hoan Yoe Su bocor dan Tio Kauwnio datang untuk berhitungan denganku."
Ia menyoja dan berkata, "Maaf! Karena tak tahu Kauwnio datang berkunjung aku sudah tidak keburu menyambut."
Tio Beng balas memberi hormat. "Tempat ini bukan tempat bicara," katanya dengan suara perlahan.
"Mari kita pergi ke sebuah rumah makan kecil untuk minum tiga cawan arak."
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Tio Beng berjalan lebih dulu. Di seberang rumah penginapan lewat lima rumah terdapat sebuah rumah makan kecil dengan hanya beberapa meja kayu. Karena sudah malam, di rumah makan itu tidak terdapat tamu lain. Tio Beng segera memilih sebuah meja di ruang tengah dan duduk berhadapan dengan Bu Kie.
Hoan Yauw tertawa dalam hati. Ia menggerak-gerakkan kedua tangannya memberi isyarat bahwa ia ingin minum arak di ruangan depan dan Tio Beng segera manggutkan kepalanya.
Sesudah Kouw Tauw-too keluar, si nona lalu memanggil pelayan dan memesan tiga kati daging kambing serta dua kati arak putih.
Bu Kie merasa sangat heran. Nona itu bagaikan pohon bercabang emas dan berdaun giok. Mengapa dia mengajaknya makan minum di dalam rumah makan yang kecil dan kotor" Apa maksudnya"
Sementara itu si nona sudah mengisi dua cawan arak. Sesudah meneguk salah sebuah cawan, ia berkata sambil tertawa, "Nah! Arak ini tidak beracun. Kau boleh minum dengna hati lega!" Seraya berkata begitu, ia menaruh cawan yang isinya sudah dicicipinya di hadapan Bu Kie.
Ada urusan apa nona mengajak aku kemari," tanya Bu Kie.
"Minum dulu tiga cawan baru kita bisa bicara," jawabnya. "Untuk kehormatanmu, aku minum lebih dahulu." Ia mengangkat dan mengeringkan isi cawannya. Bu Kie pun segera mengangkat cawannya.
Tiba-tiba hidungnya mengendus bau yang sangat harum. Di bawah sinar lampu di pinggir cawan, samar-samar ia melihat tapak bibir yang berwarna merah. Dari bau harum itu, duri Yanciekah" Dari badan si nonakah" Hatinya berdebar-debar tapi ia segera meneguk cawannya.
"Kita minum dua cawan lagi," kata Tio Beng. "Kutahu kau selalu curiga. Maka itu isi setiap cawan akan lebih dahulu dicicipi olehku."
Bu Kie membungkam. Di dalam hati, ia memang merasa jeri terhadap nona Tio yang mempunyai banyak akal bulus, ia merasa senang bahwa setiap cawan yang disuguhkan kepadanya diminum lebih dahulu oleh si nona sehingga dengan demikian ia tak usah menempuh bahaya. Tapi minum arak yang sudah diteguk oleh seorang wanita mengakibatkan perasaan yang sukar dilukiskan dalam hatinya. Ketika ia mengangkat muka, si nona ternyata sedang mengawasi dengna bibir tersungging senyum dan pipi berwarna dadu. Buru-buru Bu Kie melengos.
"Thio Kauwcu," Kata Tio Beng dengan suara perlahan, "Apa kau tahu siapa sebenarnya aku?"
Bu Kie menggelengkan kepala.
"Hari ini aku akan berterus terang," katanya pula. "Ayahku ialah Jie lam ong yang berkuasa atas seluruh angkatan perang kerajaan. Aku wanita Mongol, namaku Mingming Temur. Tio Beng adalah nama Han yang dipilih olehku. Hong-siang telah menganugerahkan aku gelar Siauwbeng Kun-cu."
Kalau bukan sudah diberitahukan oleh Hoan Yauw, Bu Kie tentu akan merasa kaget. Bahwa si nona sudah bicara terus terang adalah sangat luar biasa. Sebagai manusia yang tidak bisa berpura-pura pemuda itu tidak menunjukkan rasa kaget.
Tio Beng heran, "Mengapa kau tenang saja?" tanyanya. "Apa kau sudah tahu?"
"Bukan," sahutnya. "Tapi sejak awal aku sudah menduga. Kau seorang wanita muda belia tapi kau bisa menguasai tokoh-tokoh ternama dalam Rimba Persilatan. Sejak awal aku sudah menduga bahwa kau bukan sembarang orang."
Nona Tio mengusap-usap cawan arak. Untuk beberapa saat, ia tidak mengeluarkan sepatah kata.
Akhirnya ia berkata dengan suara perlahan, "Thio Kongcu, aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan dan kuharap kau suka menjawab dengan setulus hati. Bagaimana sikapmu apabila aku membunuh Ciu Kauwnio?"
"Ciu Kauwnio tidak berdosa terhadapmu," jawabnya dengan suara heran. "Mengapa kau mau bunuh dia?"
"Ada orang-orang yang tidak disukai aku dan aku segera membunuh mereka," kata si nona. "Apa kau kira aku hanya membunuh orang yang berdosa terhadapku" Ada manusia yang berdosa terhadapku tapi aku tidak membunuh mereka. Seperti kau sendiri, apakah dosamu terhadapku belum cukup besar?"
Sambil berkata begitu, sinar matanya menunjukkan sinar bercanda.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Bu Kie menghela nafas, "Tio Kauwnio," katanya. "Aku berdosa terhadapmu karena terpaksa. Aku bagaimanapun selalu tak dapat melupakan budimu yang sudah menolong Sam su-peh dan Liok su-siok ku."
Tio Beng tertawa dan berkata, "Kau seorang yang berotak miring. Jie Thay Giam dan In Lie heng terluka karena perbuatan orang-orangku. Tapi kau bukan saja tidak menialahkan aku bahkan kau menghaturkan terima kasih."
"Sam su-peh terluka kira-kira dua puluh tahun yang lalu dan pada waktu itu kau belum lahir," kata Bu Kie.
"Tapi biar bagaimanapun juga, orang-orang itu adalah kaki tangan ayahku dan kalau mereka kaki tangan ayahku merekapun menjadi kaki tanganku," kata si nona. "Ah! Kau coba menyimpang dari pokok pembicaraan. Aku Tanya, jika aku membunuh untuk membalas sakit hati?"
Bu Kie berpikir sejenak, "Aku tak tahu," jawabnya.
"Mengapa tak tahu?" desak si nona. "Kau tidak mau bicara terus terang bukan?"
"Ayah dan ibuku mati karena didesak orang," kata Bu Kie dengan suara berduka. "Hari itu di gunung Bu tong san, di hadapan jenazah kedua orang tuaku, aku telah bersumpah bahwa di kemudian hari sesudah aku besar, aku akan membalas sakit hati. Aku mengingat muka orang-orang Siauw liem, Go bie, Kun lun dan Khong tong-pay yang waktu itu berada di Bu tong. Saya masih kecil dan hatiku penuh dengan kebencian. Tapi sesudah aku besar, sesudah aku memperoleh lebih banyak pengetahuan, sakit hatiku kian lama kian berkurang."
"Pada hakekatnya aku tak tahu siapa yang sebenarnya sudah mencelakai kedua orang tuaku. Saya tidak boleh menuduh Khong tie Siansu, Thie kim Sianseng dan tokoh-tokoh lain. Aku tidak boleh menuduh kakek atau pamanku (In Ya Ong), aku bahkan tidak pantas menuduh orang-orangmu seperti A-toa, A-jie, Hian-beng Jie lo dan yang lainnya. Selama beberapa hari aku merenungkan hal itu dalam pikiranku.
Apabila manusia tidak saling bunuh, apabila semua manusia hidup damai dan bersahabat, bukankah kehidupan akan menjadi lebih berarti daripada sekarang ini?" Pikiran itu sudah lama berada dalam otaknya tapi sebegitu jauh belum pernah ia utarakan kepada orang lain. Malam itu entah bagaimana ia membuka isi hatinya kepada Tio Beng dalam rumah makan kecil itu. Sesudah bicara, ia sendiri malah merasa heran mengapa ia sudah bicara begitu.
Tio Beng tahu bahwa Bu Kie bicara sungguh-sungguh. "Hatimu sangat mulia," katanya sesudah berdiam beberapa saat. "Manusia seperti aku tidak bisa berbuat seperti kau. Kalau ada orang membinasakan ayah dan kakakku, aku bukan saja akan menumpas keluarganya tapi bahkan membasmi sahabat-sahabat dan kenalan-kenalannya."
"Aku pasti akan merintangi."
"Mengapa begitu?"
"Karena lebih banyak kau membunuh manusia, lebih besar dosamu dan lebih berbahaya keadaanmu.
Tio Kauwnio, bilanglah terus terang, apa kau pernah membunuh orang?"
"Sampai kini, belum. Tapi sesudah aku lebih tua, aku akan membunuh banyak sekali manusia.
Leluhurku Kaisar Genghiz Khan, Kubilai-khan dan yang lain. Sungguh sayang aku seorang wanita. Kalau lelaki"huh huh! Aku pasti akan melakukan sesuatu yang maha besar." Ia menuang arak ke cawannya dan meneguk isinya. Setelah itu, ia tertawa dan berkata pula, "Thio Kongcu, kau belum menjawab pertanyaanku."
"Bila kau membunuh Ciu Kauwnio atau salah seorang sahabatku maka aku takkan menganggapmu sebagai sahabat lagi," jawabnya. "Aku tak mau bertemu muka lagi selama-lamanya dan jika bertemu juga aku takkan mau bicara lagi denganmu."
"Dengan demikian, kau kini menganggapku sebagai sahabatmu, bukan?" tanya si nona dengan suara dingin.
"Andaikata aku membenci kau, aku tentu sungkan minum bersama kau di tempat ini," sahutnya.
"Hai!...Aku merasa sukar untuk membenci orang. Di dunia ini, manusia yang paling dibenci olehku
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
adalah Hun-goan Pel lek-ciu Seng Kun. Tapi setelah dia mati aku berbalik merasa kasihan di dalam hati, seolah-olah aku mengharap supaya dia tak mati."
"Bagaimana perasaanmu, andaikata besok aku mati?" tanya Tio Beng. "Di dalam hatimu kau tentu berkata, "Terima kasih kepada Langit dan Bumi, musuh yang kejam sudah mampus dan aku boleh tidak usah terlalu pusing." Kau tentu berpikir begitu bukan?"
"Tidak! Tidak! Aku sama sekali tak mengharapkan kematianmu. Tidak! Wie Hok Ong hanya menakut-nakuti kau, mengancam untuk menggores mukamu. Bicara terus terang, aku merasa sangat kuatir. Tio Kauwnio, kuharap kau tidak menyulitkannya lebih lama. Lepaskanlah tokoh-tokoh keenam partai itu. Marilah kita hidup damai. Bukankah kehidupan begitu lebih bahagia daripada bermusuhan yang berlarut-larut?"
"Bagus! Akupun mengharapkan itu. Kau seorang Kauwcu dari Beng-kauw. Perkataanmu berharga bagaikan emas. Pergilah kau memberitahukan supaya mereka semua mengabdi kepada kerajaan. Ayahku akan melaporkan kepada Hong-siang agar mereka diberi anugerah."
Bu Kie menggelengkan kepala dan berkata dengan suara perlahan, "Kami bangsa Han mempunyai suatu tekad. Tekad itu ialah mengusir kekuasaan Mongol dari bumi bangsa kami."
Tiba-tiba si nona bangkit. "Apa?" tegasnya. "Kau berani mengeluarkan kata-kata itu" Apakah itu bukan berarti pemberontakan?"
"Aku memang sudah memberontak," jawabnya, "Apa kau belum tahu?"
Lama sekali si nona mengawasi wajah Bu Kie. Perlahan-lahan sinar kegusaran menghilang dari paras wajahnya dan berganti dari sinar kedukaan dan putus harapan. Perlahan-lahan ia duduk dan berkata dengan suara parau, "Aku sudah tahu. Aku hanya ingin dengar kepastiannya dari mulutmu sendiri."
Bu Kie berhati lemah. Melihat kedukaan si nona ia terus merasa berduka. Kalau dapat, ia bersedia untuk menuruti segala kemauan nona Tio. Hanya urusan itu adalah urusan nusa dan bangsa maka ia harus tetap kokoh pada pendiriannya, ia tak tahu bagaimana caranya menghibur Tio Beng dan ia membungkam sambil menundukkan kepala.
Selang beberapa lama ia berkata, "Tio Beng Kauwnio, sekarang sudah larut malam. Biarlah aku mengantar kau pulang."
"Apakah kau tak sudi menemani aku duduk-duduk di sini lebih lama lagi?"
"Bukan! Kalau kau masih ingin minum dan berbicara aku bersedia untuk menemani terus."
Tio Beng tersenyum, "Kadang-kadang aku melamun," katanya. "Andaikata aku bukan seorang Mongol, bukan seorang putri pangeran tapi hanya seorang wanita Han biasa seperti Ciu Kauwnio, mana yang lebih cantik."
Bu Kie terkejut, ia tak duga si nona bakal mengajukan pertanyaan begitu. Tapi hal ini tidak mengherankan. Tio Beng adalah seorang Mongol yang beradat polos. Tanpa merasa pemuda itu mengawasi wajah si nona yang sangat ayu dan tanpa merasa pula ia berkata, "Tentu saja kau lebih cantik."
Mata Tio Beng bersinar girang, ia menyodorkan tangan kanannya dan mencekal tangan Bu Kie. "Thio Kongcu apakah kau merasa senang jika kau sering-sering bertemu denganku?" tanyanya dengan suara lemah lembut. "Apakah kau sudi datang pula jika aku mengundang kau minum arak lagi di rumah ini?"
Jantung Bu Kie memukul keras. Sesudah menentramkan hatinya ia menjawab, "Aku tidak bisa berdiam lama-lama di sini, beberapa hari lagi aku harus pergi ke Selatan."


Kisah Membunuh Naga Yi Tian Tu Long Ji Heaven Sword And Dragon Sabre Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Perlu apa kau pergi ke Selatan?"
"Kurasa kau bisa menebak sendiri. Kalau aku memberitahukan maksudku kau tentu akan gusar"."
Tio Beng mengawasi keluara jendela memandang sang rembulan dengan sinarnya yang putih bagaikan perak. Tiba-tiba ia berkata, "Thio Kongcu kau telah berjanji untuk melakukan tiga permintaanku. Apa kau masih ingat?"
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Tentu saja masih ingat. Nona boleh memberitahukan dan dalam batas kemampuanku, aku akan melakukan perintahmu."
Si nona menatap wajah Bu Kie dan berkata, "Sekarang aku baru mempunyai sebuah permintaan, aku minta kau mengambil golok To-liong to."
Bu Kie tahu bahwa permintaan yang diajukan Tio Beng pasti bukan permintaan yang mudah dilakukan. Tapi ia sama sekali tak menduga bahwa permintaan pertama sudah begitu sukar.
Melihat paras Bu Kie yang menunjukkan rasa susah hati. Tio Beng bertanya, "Bagaimana" Apa kau tak sudi melakukan permintaanku" Apakah dilakukannya permintaan itu melanggar sifat kesatriaan dalam Rimba Persilatan?"
"Sebagaimana kau tahu, To-liong to adalah milik ayah angkatku, Kim mo Say Ong Cia Tay-hiap. Tak dapat aku mengkhianati Giehu dan menyerahkan golok itu kepadamu."
"Aku bukan menyuruh kau mencuri, merampas atau menipu. Akupun bukan ingin memiliki golok itu.
Aku hanya minta kau meminjamnya dari ayahmu dan memberikannya kepadaku supaya aku bisa bermain-main dengan golok itu untuk satu jam lamanya. Sesudah satu jam, aku akan memulangkannya kepada Cia Tay-hiap. Kalian berdua adalah ayah dan anak. Apa bisa jadi Cia Tay-hiap akan tak sudi untuk meminjamkannya dalam jangka waktu hanya satu jam. Aku bukan ingin merampas harta benda atau membunuh manusia. Apakah hal itu melanggar kesatriaan dalam Rimba Persilatan?"
"Biarpun namanya tersohor, To-liong to sebenarnya tidak terlalu luar biasa hanya lebih berat dan lebih tajam dari golok biasa."
"Dalam Rimba Persilatan terdapat kata-kata sebagai berikut. Bu lim cie cun po to to liong, hauw leng thian hee boh kam poet ciong, ie thian poet cut swee ie ceng hong (Yang termulia dalam Rimba Persilatan, golok mustika membunuh naga, perintahnya di kolong langit tiada manusia yang berani tidak menurut, ie thian tidka keluar siapa yang bisa melawan ketajamannya). Ie thian kiam berada dalam tanganku terlihat seperti To-liong to. Kalau kau tidak percaya padaku untuk melihat golok mustika itu, kau boleh berdiri di sampingku. Dengan memiliki kepandaian yang begitu tinggi kau tak usah takut bahwa aku main gila terhadapmu."
Mendengar keterangan itu, Bu Kie berpikir. Sesudah rombongan keenam partai tertolong memang ia juga ingin segera berangkat untuk mengajak ayah angkatnya pulang ke Tiongkok supaya orang tua itu bisa menduduki kursi Kauwcu. Kalau nona Tio hanya ingin melihat-lihat golok itu dalam waktu satu jam biarpun dia mau main gila, dengan penjagaan yang hati-hati mungkin tak kan terjadi sesuatu yang tak diinginkan, ia ingat bahwa menurut ayah angkatnya di dalam golok tersebut bersembunyi rahasia pelajaran ilmu silat yang sangat tinggi. Ayahnya telah mendapatkan To-liong to sebelum kedua matanya buta. Tapi sebegitu lama orang tua itu, yang berotak sangat cerdas masih belum bisa memecahkan rahasia tersebut. Maka itu, dalam waktu satu jam nona Tio rasanya takkan bisa berbuat banyak. Selain itu, ayah angkatnya dan ia sudah berpisah kurang lebih sepuluh tahun. Mungkin sekali dalam sepuluh tahun ayah angkat itu sudah berhasil menembus tabir rahasia dari To-liong to.
Melihat Bu Kie belum juga menjawab, Tio Beng tertawa. "Kau tidak sudi meluluskan?" tegasnya.
"Terserah padamu, aku ingin mengajukan permintaan lain, permintaan yang lebih sukar."
Bu Kie tahu bahwa Tio Beng pintar dan banyak akalnya. Apabila nona itu mengajukan permintaan lain yang lebih sulit, ia lebih takkan bisa memenuhi janji. Maka itu, buru-buru ia menjawab, "Baiklah! Aku bersedia untuk meminjamkan To-liong to kepadamu. Tapi kita berjanji pahit dulu, aku hanya meminjamkan dalam jangka waktu satu jam. Manakala kau berani main gila, berani coba-coba merampasnya, aku tentu takkan tinggal diam."
"Akur! Aku tak bisa bersilat dengan golok. Perlu apa aku inginkan golok yang berat itu" Andaikata kau menghadiahkannya kepadaku dengan segala kehormatan, belum tentu aku sudi menerimanya. Kapan kau mau berangkat untuk mengambilnya?"
"Dalam beberapa hari ini."
"Bagus. Akupun akan segera berkemas. Jika kau sudah menetapkan tanggalnya, harap kau segera memberitahukan padaku."
Bu Kie terkejut, "Kau mau ikut?" tanyanya.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Tentu saja, kudengar ayah angkatmu berdiam di sebuah pulau terpencil. Jika orang tua itu tidak mau pulang, apakah kau mesti berlayar berlaksa li untuk mengambil golok itu dan menyerahkannya kepadaku dalam jangka waktu satu jam dan kemudian kau harus melakukan perjalanan berlaksa li lagi untuk memulangkannya dan sesudah itu pulang ke Tiong goan" Itu terlalu gila!"
Bu Kie manggut-manggutkan kepalanya. Pelayaran menyeberangi samudera penuh dan masih merupakan sebuah pertanyaan, apa ia bisa mencapai pulau Peng hwee to atau tidak. Sekali jalan saja masih belum tentu, apalagi sampai tiga kali. Perkataan Tio Beng mungkin sekali benar. Sesudah berdiam di pulau itu selama puluhan tahun, juga belum tentu ayah angkat mau pulang ke Tiong goan. Sesudah berpikir beberapa saat ia berkata, "Angin dan ombak samudera tidak mengenal kasihan. Perlu apa nona pergi menempuh bahaya itu?"
"Kalau kau boleh menempuh bahaya, mengapa aku tidak boleh?" si nona balas bertanya.
"Apakah ayahmu sudi meluluskan?"
"Ayah menyuruh aku memimpin jago-jago Kang ouw dan selama beberapa tahun aku pergi ke berbagai tempat tanpa pengawalan ayah."
Mendengar keterangan Tio Beng "ayah menyuruh aku memimpin jago-jago Kang ouw" tiba-tiba Bu Kie ingat sesuatu.
"Dalam usaha menyambut Gie hu entah kapan aku bisa kembali," pikirnya. "Jika dia menggunakan tipu memancing harimau dari gunung dan dengan menggunakan kesempatan itu dia menyerang Bengkauw secara besar-besaran keadaan bisa berbahaya. Tapi kalau dia ikut aku, kaki tangannya pasti tidak akan berani bergerak sembarangan." Berpikir begitu lantas saja mengangguk dan berkata, "Baiklah, begitu aku sudah menetapkan tanggal keberangkatan, aku akan segera memberitahu kau."
Belum habis ia bicara, dari jendela mendadak terlihat sinar api yang kemerah-merahan diikuti dengan teriak-teriakan di tempat jauh.
Tio Beng melongok keluar. "Celaka!" ia mengeluh. "Menara Ban hoat sie kebakaran! Kouw Tay-su!
Kouw tay-su!" ia berteriak berulang-ulang tapi Kouw Tauw-too tak muncul. Ia pergi ke ruang depan ternyata pendeta itu sudah tidak kelihatan lagi baying-bayangnya. Menurut keterangan pengurus rumah makan, Kouw Tauw-too sudah pergi lama sudah kira-kira dua jam. Bukan main rasa herannya si nona tapi ia masih belum menduga bahwa si pendeta telah mengkhianatinya.
Sementara itu, melihat sinar api yang berkobar-kobar di atas menara. Bu kIe jadi kuatir akan keselamatan paman-pamannya dan tokoh lain yang baru saja kembali Lweekang mereka. "Tio Kauwnio, aku tak bisa menemani lebih lama lagi," katanya. Seraya berkata begitu, ia melompat ke luar jendela.
"Tunggu! Aku ikut!" seru si nona. Tapi ketika ia keluar dari jendela, Bu Kie sudah hilang dari pandangan.
Sekarang marilah kita lihat Lok Thung Kek yang sesudah Kun-cu dan Kouw Tauw-too berlalu, dengan hati lega ia merangkul Han-kie ke kamar Yoe liong cu, yang terletak di tengah-tengah lantai ketujuh.
"Kau tunggu di luar, tak seorangpun boleh masuk ke sini," kata si kakek kepada muridnya. Begitu Yoe liong cu keluar, ia segera membuka bungkusan dan mengeluarkan Han-kie yang paras mukanya pucat dan sinar matanya menunjukkan duka besar. "Sesudah berada di sini, kau tak usah takut," bujuk si kakek.
"Aku tentu akan memperlakukan kau baik-baik." Ia belum berani membuka jalan darah si cantik sebab kuatir dia berteriak. Sesudah menaruh Han-kie di ranjang Yoe liong cu, ia menurunkan kelambu dan kemudian mengambil satu kasur yang lalu dibungkus dengan sprei yang tadi membungkus tubuh si cantik. Ia menaruh bungkusan itu di samping ranjang.
Lok Thung Kek adalah orang yang sangat berhati-hati. Buru-buru ia keluar dari kamar itu dan memesan Yoe liong cu bahwa tak seorangpun boleh masuk ke dalam kamar. Ia tahu muridnya sangat taat kepadanya dan pesan itu pasti takkan dilanggar.
Sesudah beres menyembunyikan Han-kie, ia lalu memikirkan tindakan selanjutnya. "Bila aku mau Kouw Tauw-too menutup mulut, aku harus membalas budi kepadanya," pikirnya. "Jalan satu-satunya adalah melepaskan si nenek kecintaannya dan anak perempuannya. Untung juga Kauwcu Mo-kauw telah mengacau di sini dan pengacau itu ada sangkut pautnya dengan Ciu Kauwnio. Sesudah menolong, aku bisa mengatakan bahwa kedua orang itu ditolong oleh si Kauwcu Mo-kauw. Kun-cu pasti takkan curiga
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
dan tak akan menialahkanku sebab Kauwcu memang mempunyai kepandaian yang sangat tinggi."
Sesudah mengambil keputusan, ia segera pergi ke kamar tahanan Biat Coat Suthay.
Semua murid wanita Goe bie-pay ditahan di lantai empat sedang Biat Coat sendiri mengingat kedudukannya sebagai seorang ciang bun jin, ditahan sendirian di dalam sebuah kamar.
Lok Thung Kek memerintahkan penjaga membuka pintu dan ia lantas masuk ke dalam. Pendeta wanita itu ternyata sedang bersemedi seraya memejamkan matanya. "Biat Coat Suthay, apa kau baik?" tegur si kakek.
Perlahan-lahan Biat Coat membuka kedua matanya. "Baik apa?" katanya dengan suara dongkol.
"Kau sangat keras kepala," kata Lok Thung Kek. "Cu jin mengatakan bahwa tak guna kau diberi hidup lebih lama lagi dan ia sudah memerintahkan aku untuk mengirim kau ke dunia baka."
"Baiklah," kata si nenek dengan suara tawar. "Tapi tak perlu tuan turun tangan sendiri. Aku hanya ingin meminjam sebatang pedang pendek. Di samping itu, sebagai keinginanku terakhir kuminta tuan sudi memanggil muridku Ciu Cie Jiak. Aku ingin bicara dengannya."
Lok Thung Kek mengiyakan. Ia keluar dan memerintahkan seorang penjaga untuk membawa nona Ciu. "Cinta ibu dan anak memang tak sama dengan cinta lain," pikirnya.
Beberapa saat kemudian, Cie Jiak sudah datang. "Lok Sianseng," kata Biat Coat. "Kumohon kau keluar dulu. Pembicaraan kami tidak memakan waktu yang lama."
Sesudah si kakek berlalu, Cie Jiak merapatkan pintu lalu menubruk gurunya. Ia menangis sesegukan.
Biarpun Biat Coat berhati besi tapi pada saat itu, pada detik-detik perpisahan untuk selama-lamanya hatinya seperti disayat sembilu. Ia mengusap-usap rambut muridnya.
Nona Ciu tahu bahwa gurunya takkan bicara panjang-panjang. Maka itu, lebih dulu ia menceritakan bagaimana caranya ia sudah ditolong Bu Kie dan kedua kawannya.
Alis si nenek berkerut. Selang beberapa saat ia berkata, "Mengapa ia hanya menolong kau, tidak menolong yang lain?"
Muka si nona berubah merah, "Entahlah," jawabnya.
"Hmm! Bocah itu terlalu jahat," kata sang guru dengan suara gusar. "Dia kepala siluman dari kawanan siluman Mo-kauw. Tak mungkin dia mempunyai hati yang baik. Dia memasang jaring untuk menjaring kau."
"Dia"dia memasang jaring apa?" tanya si nona dengan suara heran.
"Kita adalah musuh kawanan Mo-kauw," terang sang guru. "Dengan Ie thian kiam aku telah membunuh banyak sekali siluman. Mereka sangat membenci Go bie-pay. Mana bisa jadi mereka benar-benar mau menolong" Siluman she Thio itu jatuh hati kepadamu, diam-diam dia menyuruh orang menangkap kita dan kemudian untuk mengambil hati, dia sendiri yang menolong kau."
"Tapi Suhu," kata si nona dengan suara lemah lembut. "Kulihat"ia tidak berpura-pura."
Si nenek lantas naik darah. "Apa kau kata?" bentaknya, "Rupanya kau telah mengikuti contoh si binatang Kie Siauw Hu dan sudah jatuh cinta kepada siluman itu. Kalau aku masih bertenaga, dengan sekali hantam aku sudah mengambil jiwamu."
Cie Jiak ketakutan, dengan tubuh gemetar ia berkata, "Murid tak berani."
"Apa sungguh-sungguh tidak berani atau kau hanya mencoba memperdaya gurumu?"
"Murid sungguh-sungguh tak berani melanggar ajaran Suhu."
"Kalau begitu, kau berlututlah dan bersumpah."
Nona Ciu segera menekuk kedua lututnya tapi ia tak tahu sumpah apa yang harus diucapkan olehnya.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Kata Biat Coat, "Kau harus bersumpah begini. Aku, Cie Jiak bersumpah kepada Langit bahwa kalau di kemudian hari aku jatuh cinta kepada Kauwcu Mo-kauw Thio Bu Kie dan menjadi suami istri dengan dia, maka roh kedua orang tuaku yang sekarang berada di alam baka akan merasa tidak aman. Sedang guruku Biat Coat Suthay akan menjadi setan yang jahat dan akan mengganggu aku seumur hidup. Apabila dari perkawinan itu terlahir anak maka semua anak lelaki akan menjadi budak, anak perempuan akan menjadi pelacur."
Tak kepalang kagetnya nona Ciu. Ia orang yang berwatak lemah lembut dan di dalam lubuk hatinya terdapat kasih sayang terhadap sesama umat manusia.
Kisah Pembunuh Naga Jilid 54 Karya Chin Yung ================ Tapi sekarang ia harus mengucapkan sumpah yang begitu hebat. Sumpah yang menyebut roh kedua orang tuanya, sumpah yang menyeret juga anak-anaknya yang belum lahir. Tapi melihat sinar mata gurunya yang berkilat-kilat, ia tidak berani membantah. Dengan kepala puyeng dan dengan suara parau, ia mengucapkan kata-kata yang diucapkan Biat Coat. Sesudah muridnya itu bersumpah begitu berat, paras si nenek berubah lunak, "kau bangunlah,
katanya. Dengan air mata bercucuran, Cie Jiak lantas bangun berdiri.
Sesaat kemudian, Biat Coat berkata pula dengan suara halus bercampur rasa terharu yang sangat besar.
"Cie Jiak, aku bukan sengaja menekan kau. Setiap tindakanku adalah untuk kebaikanmu sendiri. Kau masih berusia muda dan mulai dari sekarang, gurumu tidak bisa memilik kau lagi. Apabila kau mengikuti contoh Kie Sucimu, maka di alam baka, gurumu tak akan merasa senang. Disamping itu, ada sesuatu yang sangat penting. Apapula gurumu sekarang ingin menyerahkan tanggung jawab yang sangat berat di atas pundakmu, sehingga kau sedikitpun tak bisa berlaku sembarangan. Seraya berkata begitu, ia mencabut sebuah cincin besi dari telunjuk kirinya dan berdiri tegak, "Murid wanita Go Bie Pay, Ciu Cie Jiak, kau berlututlah untuk menerima amanat! katanya dengan suara angker.
Cie Jiak terkejut dan segera menekuk lututnya.
Sambil mengangkat cincin besi itu tinggi-tinggi, Biat Coat Suthay berkata pula.
"Ciang Bun Jin Go Bie Pay turunan ketiga pendeta wanita Biat Coat, dengan ini menyerahkan kedudukan Ciang Bun Jin kepada murid wanita turunan keempat, Ciu Cie Jiak.
Tak kepalang kagetnya nona Ciu. Sedang kepalanya masih pusing sebagai akibat pengucapan sumpah yang berat itu, ia mendapat lain kekagetan hebat. Ia hanya mengawasi sang guru dengan mulut ternganga dan mata membelalak.
"Ciu Cie Jiak, keluarkan tangan kirimu untuk menerima cincin besi sebagai tanda Ciang Bun Jin dari partai kita, kata pula si nenek.
Bagaikan seorang linglung, si nona menyodorkan tangan kirinya dan sang guru segera memasukkan cincin itu ke telunjuknya.
Sekarang baru Cie Jiak bisa membuka suara, "suhu katanya dengan suara bergemetar, teecu masih sangat muda dan belum lama belajar ilmu, cara bagaimana teecu bisa memikul beban yang begitu berat"
Suhu jangan berkata begitu, dengan sesungguhnya teecu tak dapat" " ia tak dapat meneruskan perkataannya dan sambil menangis ia memeluk kedua betis gurunya.
Mendengar suara tangisan, Lok Thung Kek yang sudah sangat tidak sabaran, lantas saja mengetuk pintu, "Hei! Apa belum beres" teriaknya.
"Jangan rewel! bentak Biat Coat. Ia mengawasi si murid dan berkata dengan suara menyeramkan,
"Cie Jiak, apakah kau membantah perintah gurumu" tanpa menunggu jawaban, ia segera menyebutkan peraturan dan larangan bagi seorang Ciang Bun Jin Go Bie Pay dan menyuruh murid itu menghafal larangan tersebut.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Nona Ciu jadi makin bingung. Dengan air mata bercucuran, ia berkata, "suhu, teecu". Sungguh-sungguh". Tak". Sanggup" "
"Cie Jiak! bentak si nenek dengan gusar. "Apa benar-benar kau mau membantah perintahku"
Seorang murid yang melawan kemauan guru adalah murid yang menghina guru, tapi meskipun suaranya keras hatinya sedih seperti tersayat pisau. Ia merasa kasihan terhadap muridnya itu. Ia bakal segera meninggalkan dunia ini dan secara mendadak ia menaruh beban seberat itu di atas bahu seorang wanita muda yang lemah. Memang mungkin sekali Cie Jiak tidak menunaikan tugasnya secara memuaskan. Akan tetapi ia tahu, bahwa diantara murid-murid Go Bie Pay, nona Ciu-lah yang paling cerdas otaknya. Demi kepentingan dan kemakmuran Go Bie Pay, hanialah dia seorang yang pantas menjadi Ciang Bun Jin. Ia dapat membayangkan, bahwa sesudah ia pulang ke alam baka, murid kecil itu akan menghadapi macam-macam kesukaran dan penderitaan. Mengingat begitu, bukan main rasa dukanya. Dengan kedua tangan ia membangunkan Cie Jiak yang lalu dipeluknya. "Cie Jiak, katanya dengan suara lembut. "kau dengarlah, bahwa aku sudah menyerahkan kedudukan Ciang Bun Jin kepadamu dan bukan salah seorang dari para kakak seperguruanmu adalah bukan karena aku memilih kasih. Sebab musababnya ialah seorang Ciang Bun Jin partai kita harus memiliki ilmu silat yang sangat tinggi yang dapat bersaing dengan lain-lain partai.
"tapi suhu, kata Cie Jiak. "ilmu silat teecu kalah jauh dari para suci.
Biat Coat tersenyum, "kepandaian mereka sangat terbatas, katanya. "Sesudah mencapai batas tertentu, mereka sukar bisa maju lebih jauh. Inilah soal bakat yang tak dapat diubah dengan tenaga manusia. Biarpun sekarang ilmu silatmu masih kalah jauh dari para sucimu, tapi di hari kemudian kepandaian yang bakal dimiliki olehmu tak dapat diukur bagaimana tingginya, Hm" tak dapat diukur bagaimana tingginya.
Dalam bingungnya. walaupun mendengar, Cie Jiak tak bisa menangkap maksud perkataan sang guru.
Sesaat kemudian Biat Coat mendekati muridnya dan berbisik di kuping si nona. "kau sekarang Ciang Bun Jin partai kita dan adalah kewajibanku untuk memberitahukan suatu rahasia besar kepadamu.
Couwsu pendiri partai kita ialah Kwee Liehiap, puteri kedua Tay Hiap Kwee Ceng. Pada waktu tentara goan merampas kota Siang Yang, dalam peperangan yang sangat hebat, Kwee Tayhiap gugur untuk nusa dan bangsa. Sebelum melepaskan napasnya yang penghabisan, ia memberitahukan rahasia besar ini kepada Couwsu Kwee Liehiap. Pada jaman itu, nama Kwee Tayhiap menggetarkan seluruh dunia. Ia memiliki dua rupa ilmu yang sangat istimewa, pertama ilmu perang dan kedua ilmu silat. Isteri Kwee Tayhiap adalah Oey Yong, Oey Liehiap seorang wanita yang pintar luar biasa. Siang-siang ia sudah menduga, bahwa kota Siang Yang pasti akan dirampas oleh tentara goan yang sangat kuat. Kedua suami isteri itu telah mengambil keputusan untuk membalas budi negara dengan mengorbankan jiwa. Inilah keputusan yang biasa diambil oleh kesatria-kesatria yang bersetia kepada negara. Tapi bukankah sayang sekali apabila dua rupa ilmu Kwee Tayhiap turut menjadi musnah" Apapun Oey Liehiap sudah menduga, bahwa orang mongol akan menguasai Tiongkok dan hal itu pasti akan menimbulkan rasa penasaran dalam hati segenap bangsa Han. Disatu waktu bangsa Han tentu akan memberontak untuk menggulingkan pemerintah penjajahan. Pemberontakan itu akan merupakan peperangan hebat. Manakala saatnya tiba, maka kedua ilmu Kwee Tayhiap akan berguna besar, Oey Liehiap merundingkan hal ini dengan suaminya. Akhirnya mereka mengambil suatu keputusan. Ia mengundang tukang yang pandai betul dalam pembuatan senjata. Tukang itu melebur Hian Tiat Kiam, milik Yo Ko Tay Hiap, dan dengan menambahkannya dengan emas murni dari daerah barat, ia membuat Ie Thian Kiam.
Cie Jiak terkejut, ia mengenal Ie Thian Kiam dan sudah lama ia mendengar nama To Liong To. Tapi baru sekarang ia mengetahui sejarah kedua senjata mustika itu.
Biat Coat melanjutkan penuturannya. "Dengan menggunakan waktu sebulan, Oey Liehiap dan Kwee Tayhiap menulis ilmu perang dan ilmu silat yang kemudian disembunyikan dalam pedang dan golok itu.
Yang disembunyikan di dalam To Liong To adalah ilmu perang. Golok itu dinamakan To Liong. Nama itu mengandung arti bahwa di kemudian hari, orang bisa mendapatkan kitab ilmu perang di dalam golok tersebut harus mengusir Tat Cu dan membunuh kaisar Tat Cu. Yang disembunyikan di dalam Ie Thian Kiam ialah kitab ilmu silat, antaranya yang paling berharga adalah Kioe Im Cin Keng dan Hang Liong Sip Pat Ciang. Kedua suami isteri mengharap, supaya di belakang hari, orang yang mendapatkannya bisa berbuat kebaikan terhadap sesama manusia, bisa menumpas kejahatan dan menolong rakyat.
"Sesudah pembuatan pedang dan golok mustika itu selesai. Oey Liehiap menyerahkan To Liong To kepada Kwee Kong (paduka Kwee) Poh Louw dan Ie Thian Kiam kepada Kwee Couw Su. Tak usah dikatakan lagi, Kwee Couw Su telah mendapat pelajaran ilmu silat dari ayah dan ibunya, sedang Kwee Kong Poh Louw mendapat pelajaran ilmu pedang dari kedua orang tuanya. Tapi Kwee Kong Poh Louw
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
gugur bersama-sama ayah dan ibunya. Bakat Kwee Couw Su tidak sesuai dengan pelajaran ilmu silat dari ayahandanya. Maka itulah sebabnya mengapa ilmu silat partai kita berbeda dari ilmu silat Kwee Tayhiap.
Dari para kakek seperguruannya, Cie Jiak memang sudah mendengar cara bagaimana berbagai partai persilatan berebut To Liong To, sehingga belakang mereka naik ke Bu Tong dan sebagai akibatnya, kedua orang tua Bu Kie sampai membunuh diri. Sekarang baru ia tahu, bahwa pedang dan golok itu mempunyai sangkut paut yang sangat rapat dengan Go Bie Pay.
Sementara itu, Biat Coat Suthay melanjutkan penuturannya. "selama kurang lebih seratus tahun, di dalam rimba persilatan timbul gelombang hebat. Beberapa kali, pedang dan golok itu menukar majikan.
Belakangan orang hanya tahu, bahwa To Liong To adalah "Bu Lim Cie Cun (yang termulia dalam rimba persilatan) dan yang dapat menandinginya hanialah Ie Thian Kiam, tapi orang tak tahu mengapa golok itu dipandang sebagai "Bu Lim Cie Cun Kwee Kong Poh Louw mati muda. Ia tak punya keturunan dan tak punya murid yang bisa mewarisi kepandaiannya dan rahasia besar itu. Maka itulah, hanya Couw Su seorang yang tahu rahasia itu. Selama hidupnya, Couw Su telah beruasaha sekuat tenaga untuk mencari To Liong To, tapi semua usahanya tinggal sia-sia.
Pada waktu mau meninggal dan CouwSu telah memberitahukan rahasia ini kepada Insu (guruku yang besar badannya) It Ceng SuThay. Insu adalah seorang yang sangat mulia dan lemas hatinya. Ia mempunyai seorang murid durhaka. Belakangan bukan saja To Liong To tidak dicari, bahkan Ie Thian Kiam dicuri oleh suciku itu yang mempersembahkannya kepada kaisar Goan. Insu sangat berduka dan mati mereras. Sebelum menutup mata, ia juga memerintahkan supaya aku mengambil pulang kedua senjata mustika itu.
"Ah, kalau begitu teecu mempunyai seorang supeh yang kurang baik. Kata Cie Jiak.
Paras muka Biat Coat lantas saja berubah dingin bagaikan es. "Kau masih memanggil Supeh kepada manusia pengkhianat itu" katanya dengan suara gusar.
Si nona menundukkan kepalanya dan tidak berani menjawab.
"Akhirnya murid pengkhianat itu tidak terlolos dari tanganku. Kata pula Biat Coat. "Karena hatinya jahat, ilmu silatnya tak terlalu tinggi. Kau boleh merasa bangga bahwa gurumu tak menyia-nyiakan pesan Sucouw-mu. Pada akhirnya aku berhasil membersihkan rumah tangga kita. (membersihkan rumah tangga kita berarti menyingkirkan kejahatan dalam kalangan sendiri)
"Membersihkan rumah tangga kita" menegas si nona.
Paras muka Biat Coat berkelebat sinar kebanggaan dan kekejaman. "Benar, katanya dengan suara angkuh. "Di kaki gunung Gak Louw San, di daerah kota Tiang See, aku menyandak manusia durhaka itu dan dengan pukulan Pwee Hoa Pwee Yan (bukan bunga, bukan asap) aku menikam jantungnya. Dahulu, dialah orang yang mengajarkan pukulan itu. Dia pernah mengejek diriku dengan mengatakan, bahwa seumur hidup, aku tidak akan bisa menggunakan pukulan tersebut. Pada malam itu, di bawah sinar rembulan, aku sebenarnya sudah bisa mengambil jiwanya dalam dua ratus jurus.
Tapi sebab aku bertekad untuk membinasakannya dengan Pwee Hoa Pwee Yan, maka sesudah bertempur kurang lebih tiga ratus jurus, barulah aku berhasil. Huh! Huh!... itulah kejadian dua puluh tahun berselang.
Cie Jiak bergidik. Entah mengapa, di dalam lubuk hatinya muncul perasaan kasihan terhadap supeh yang berkhianat itu.
Tiba-tiba Lok Thung Kek memukul-mukul pintu. "Hei! Sudah beres belum" teriaknya. "aku tidak bisa menunggu lagi.
"Tak lama lagi, sahut Biat Coat. "kau tunggulah. Sesudah itu, ia berkata lagi di kuping muridnya.
"Waktu sudah mendesak, kita tak dapat membicarakan lagi hal yang penting. Belakangan, Ie Thian Kiam dihadiahkan kepada Jie Lam Ong oleh kaisar Goan. Aku berhasil mencurinya dari gedung raja muda itu.
Hanya sungguh sayang, aku terjebak dan pedang itu jatuh ke tangan Mo Kauw.
"Bukan, membantah si murid. "Ie Thian Kiam dirampas oleh Tio Kouw Nio.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Biat Coat mendelik. Sambil mengeluarkan suara di hidung, ia berkata. "Apa kau tidak tahu bahwa perempuan she Tio itu adalah kawannya si Kauw Cu Mo Kauw" Apa sampai pada detik ini kau masih tidak percaya perkataan gurumu"
Nona Ciu memang tidak percaya, tapi ia tidak berani membantah lagi.
"Cie Jiak, kau dengarlah, kata pula sang guru. "Dalam memilih kau sebagai Ciang Bun Jin, gurumu mempunyai suatu maksud yang dalam. Aku jatuh ke dalam tangan orang jahat, sehingga nama besarku yang didapat selama puluhan tahun musnah laksana disapu air. Aku sendiri memang tak sudi keluar dari menara ini dengan masih bernapas, penjahat cabul she Thio itu punya niatan tidak baik atas dirimu. Tapi menurut pendapatku, dia tidak akan mengambil jiwamu. Sekarang aku memerintahkan kau untuk berlagak membalas cintanya dan kemudian begitu mendapat kesempatan, kau rampas pedang Ie Thian Kiam. Golok To Liong To ada di tangan Cia Sun, ayah angkat penjahat she Thio itu. Biar bagaimana jua pun, bocah itu tidak akan membuka rahasia dimana adanya Cia Sun. Tapi di dalam dunia terdapat manusia yang bisa memaksa dia mengambil golok tersebut.
Cie Jiak tahu, bahwa seorang manusai itu dimaksudkan dirinya sendiri. Ia kaget bercampur malu, girang bercampur takut.
"Orang itu adalah kau sendiri, kata pula sang guru. Aku memerintahkan kau mengambil pulang pedang dan golok mustika itu dengan menggunakan kecantikanmu. Aku tahu, tindakan ini memang bukan tindakan seorang kesatria. Akan tetapi dalam usaha besar, orang tak perlu menghiraukan soal-soal remeh. Cobalah kau pikir, Ie Thian Kiam berada dalam tangan si perempuan She Tio, sedang To Liong To jatuh ke dalam tangan bangsat Cia Sun. Jahat bertemu dengan jahat, pedang bertemu dengan golok.
Apabila mereka berhasil mengambil ilmu perang dan ilmu silat Kwee Tayhiap, betapa besar penderitaan umat manusia di kolong langit ini. Disamping itu usaha mengusir penjahat Tat Cu pun akan menjadi lebih sukar lagi. Cie Jiak, kutahu, bahwa beban yang ditaruh di atas pundakmu terlampau berat. Sebenar-benarnya aku merasa tak tega untuk memerintahkan kau memikul yang berat itu. Tapi apakah adanya maksud tujuan orang-orang seperti kita dalam mempelajari ilmu silat" Cie Jiak, demi kepentingan rakyat di seluruh negeri, aku memohon kepada kau. Seraya berkata begitu, ia berlutut di hadapan muridnya.
Tak kepalang kagetnya nona Ciu. Buru-buru iapun menekuk kedua lututnya dan berseru dengan suara parau, "suhu!... "
"Ssst! Perlahan sedikit, jangan sampai penjahat di luar mendengarkan pembicaraan kita. Apa kau sudi meluluskan permintaanku" Sebelum kau meng-iya-kan aku, aku tidak akan bangun.
Cie Jiak merasa kepalanya puyeng. Dalam waktu sependek itu, gurunya telah mengeluarkan tiga perintah sulit. Pertama, ia diperintah untuk mengangkat sumpah berat, bahwa ia tidak akan mencintai Bu Kie. Kedua, ia diperintah menerima kedudukan Ciang Bun Jin dari Go Bie Pay. Akhirnya ia diperintah memancing Bu Kie dengan kecantikannya untuk merampas pulang To Liong To dan Ie Thian Kiam.
Sebagai seorang wanita muda belia yang berarti sangat lemah, ia sungguh-sungguh tak tahu apa yang harus diperbuatnya. Kepalanya berrputar, matanya berkunang-kunang, ia hampir pingsan. Cepat-cepat ia memejamkan kedua matanya dan menggigit bibir untuk coba mempertahankan diri.
Tiba-tiba ia merasa bibirnya sakit dan ia membuka kedua matanya. Sang guru masih terus berlutut.
"Suhu" bangunlah! katanya sambil menangis.
"Apakah kau sudi meluluskan permintaanku" tanya Biat Coat pula.
Dengan air mata mengucur, si nona menggut-manggutkan kepalanya.
Biat Coat mencekal pergelangan tangan muridnya erat-erat dan berbisik. "Sesudah merampas pulang To Liong To dan Ie Thian Kiam, kau harus segera pergi ke tempat sepi, ke tempat yang tak ada manusianya. Dengan sebelah tangan mencekal golok dan sebelah tangan memegang pedang, kau harus mengerahkan tenaga dalam dan saling membacokkan kedua senjata itu. Bacokan itu akan mematahkan atau memutuskan golok dan pedang dengan berbareng. Sesudah itu, barulah kau bisa mengambil pit-kip (kitab) yang disembunyikan di dalam kedua senjata itu. Cie Jiak, inilah cara satu-satunya untuk mengambil kedua kitab yang berharga itu. Sampai disitu tamatlah riwayat To Liong To dan Ie Thian Kiam. Apa kau ingat pesananku" walaupun berbicara dengan suara berbisik-bisik, paras muka Biat Coat angker dan kereng.
Si murid mengangguk. Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Cara itu, cara yang diambil kedua pit-kit merupakan rahasia terbesar dari partai kita. Kata pula sang guru. "Semenjak Oey Liehiap mewariskan tentang rahasia kitab ini kepada Kwee SuCouw, hanialah Ciang Bun Jin dari partai kita yang mengetahuinya. To Liong To dan Ie Thian Kiam adalah senjata mustika. Andaikata seseorang bisa memiliki kedua senjata itu dengan berbareng, ia pasti tak akan berlaku begitu gila untuk merusakkan kedua-duanya. Sesudah memiliki kitab ilmu perang, kau harus mencari seorang pecinta negeri yang berhati mulia untuk mewarisi kitab tersebut. Sebelum menyerahkannya, kau harus menyuruh dia bersumpah, bahwa dengan segala usaha dan kepandaiannya, dia akan mencoba untuk mengusir kaum penjajah. Kitab ilmu silat harus dipelajari olehmu sendiri. Dalam seluruh penghidupannya, gurumu mempunyai dua angan-angan, yang pertama adalah mengusir Tat Cu dan merampas pulang negara kita. Yang kedua adalah mengangkat derajat Go Bie Pay sedemikian rupa sehingga partai kita berada di sebelah atas Siauw Lim , Bu Tong dan lain partai. Sehingga partai kita menjadi partai yang paling terutama dalam rimba persilatan. Kedua angan itu memang sukar tercapai.
Tapi sekarang kita sudah melihat satu jalanan. Apabila kau mentaati pesan gurumu, belum tentu kau tidak akan berhasil, di alam baka gurumu akan merasa sangat berterima kasih terhadapmu.
Baru ia sampai di situ, pintu sudah digedor oleh Lok Thung Kek.
"Masuklah! kata Biat Coat.
Pintu terbuka, tapi yang masuk bukan Lok Thung Kek. Yang masuk adalah Kouw Touwtoo. Biat Coat tidak menjadi heran. Baginya Lok Thung Kek atau Kouw Touwtoo tidak berbeda, "Bawa anak itu keluar, katanya sambil mengibaskan tangan. Ia tidak mau muridnya menyaksikan waktu ia membunuh diri. Karena khawatir si murid tidak dapat mempertahankan diri.
Namun diluar dugaan Kouw Touwtoo mendekati dan berbisik: "telanlah obat pemunah ini. Sebentar, kalau di luar suara ribut, kau harus turut menerjang keluar.
Biat Coat heran dan bingung. "Siapa tuan" tanyanya. "Mengapa tuan menyerahkan obat pemunah kepadaku"
"Aku dari Kong Beng Yoe Su dari Beng Kauw dan aku bernama Hoan Yauw. Aku berhasil mencuri obat ini dan aku sengaja datang untuk menolong Su Thay, jawabnya.
Darah si nenek lantas saja meluap. "Penjahat Mo Kauw! bentaknya. "Sampai saat ini kau masih coba mempermainkan aku"
Hoan Yauw tertawa, "Baiklah! katanya. "Aku tak membantah anggapanmu. Apa kau mempunyai nyali untuk menelannya" Begitu masuk di perut, racun ini akan memutuskan isi perutmu.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata, si nenek menyambut bubuk yang diangsurkan kepadanya, membuka mulut dan lalu menelannya.
"Suhu" suhu!... teriak Cie Jiak.
"Jangan ribut! bentak Hoan Yauw. "Kaupun harus menelan racun ini.
Si nona terkejut, tapi ia tak berdaya karena badannya sudah dipeluk dan mulutnya dibuka. Dengan cepat, Hoan Yauw memasukkan bubuk obat dan menuang air ke dalam mulut si nona sehingga obat pemunah itu lantas saja masuk ke dalam perut.
Tak kepalang gusarnya Biat Coat. Matinya Cie Jiak berarti musnahnya segala harapan. Dengan kalap, ia menubruk Hoan Yauw, tapi sebab tak punya tenaga dalam, ia segera kena dirobohkan.
"Semua pendeta Siauw Lim dan jago-jago Bu Tong sudah menelan racunku itu. Kata Hoan Yauw sambil menyeringai. "Apa orang Beng Kauw manusia jahat atau manusia baik, kau segera akan mengetahui. Seraya berkata begitu, ia melompat keluar dan mengunci pintu.
Ajakan Tio Beng untuk mencari Bu Kie sangat membingungkan Hoan Yauw. Bagaimana ia dapat menunaikan tugas untuk merampas obat pemunah" Maka itu, setelah mendapat permisi dari Tio Beng untuk minum arak di ruangan depan, ia segera kabur ke Ban Hoat Sie. Tanpa membuang waktu, ia mendaki menara sampai ke lantai paling atas, dimana ia bertemu dengan Yoe Liong Cu yang sedang menjaga di luar kamar sendiri.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Melihat Hoan Yauw, Yoe Liong Cu menyambut dengan hormat, "Kouw Touwtoo, katanya sambil membungkuk.
Hoan Yauw manggut-manggutkan kepalanya. "Kurang ajar si tua bangka, katanya di dalam hati.
"Muridnya disuruh menjaga di luar, sedang dia sendiri bercinta-cintaan dengan selir Ong Ya. Aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang baik ini.
Ia melangkah berjalan melewati Yoe Liong Cu dan tiba-tiba, secepat kilat, jari tangannya menotok jalan darah di kempungan murid kepala Lok Thung Kek. Jangankan Yoe Liong Cu tidak berwaspada, sekalipun siap sedia, belum tentu ia bisa meloloskan diri dari totokan Hoan Yauw. Begitu tertotok, badannya tak bisa bergerak lagi dan ia mengawasi si pendeta dengan mata membelalak. Kedosaan apa yang sudah diperbuatnya" Apakah ia berlaku kurang hormat"
Hoan Yauw segera mendobrak pintu dan melompat ke dalam. Sebelum kakinya hinggap di lantai, tangannya menghantam tubuh yang berbaring di ranjang. Ia tahu, bahwa Lok Thung Kek berkepandaian tinggi dan kalau ia tidak membokong dengan pukulan yang membinasakan, ia harus melakukan pertempuran lama dan belum tentu ia bisa menang. Maka itu, dalam pukulan itu, ia menggunakan seantero tenaganya.
"Buk! kasur pecah dan kapas berhamburan. Tapi waktu membuka kasur, ia kaget, sebab ia hanya melihat sesosok tubuh, yaitu Han Kie yang sudah binasa dengan mengeluarkan darah dari hidung dan mulutnya. Lok Thung Kek sendiri tak kelihatan bayangan-bayangannya. Setelah memikir sejenak, buruburu Hoan Yauw keluar dan menyeret masuk Yoe Liong Cu yang kemudian digulingkan masuk ke kolong ranjang. Sesudah itu, ia merapatkan pintu dan menunggu.
Beberapa saat kemudian, ia mendengar teriakan Lok Thung Kek. "Liong Jie! Liong Jie! panggilnya dengan suara gusar.
"Kemana kau" Sebagaimana diketahui, si kakek telah dijemur Biat Coat. Dengan mendongkol, ia menunggu di luar kamar. Karena tak tahu sampai kapan si nenek baru selesai bicara dengan muridnya, ia segera mengambil keputusan untuk menengok Han Kie dan sebentar kembali lagi. Setibanya di depan kamar Yoe Liong Cu, ia marah besar karena murid itu tak mentaati perintahnya. Ia menolak pintu. Hatinya agak lega karena di dlam kamar tak terjadi perubahan dan si cantik masih berbaring di ranjang dengan tubuh tertutup kasur.
Setelah menapal pintu, ia berkata sambil tertawa, "Nona cantik, aku akan membuka jalan darahmu. Tapi aku mengharap kau tak mengeluarkan suara. Seraya berkata begitu, ia memasukkan tangannya ke bawah kasur untuk menotok punggung Han Kie.
Mendadak, mendadak saja, ia merasa pergelangan tangannya dicengkeram dengan jari-jari tangan yang keras bagaikan besi dan berbareng tenaganya habis. Kasur tersingkap dan dari bawah kasur keluar seorang pendeta rambut panjang, Kouw Touwtoo!
Dengan tangan kanan mencekal pergelangan tangan si kakek, Hoan Yauw segera menotok sembilan belas hiat utama sekujur badan Lok Thung Kek, sehingga jago itu benar-benar tidak berdaya lagi dan hanya bisa mengawasi musuh dengan mata melotot.
Sambil menuding hidung si kakek, Hoan Yauw berkata, "tua bangka! Aku tak pernah mengubah she atau menukar nama. Aku adalah Kong Beng Yoe Su dari Beng Kauw, Hoan Yauw namaku. Kau sudah kena ditipu olehku dan Cuma-Cuma saja kau selalu membanggakan diri sebagai manusia yang pintar dan cerdas. Sebetulnya kau tak lebih dan tak kurang daripada manusia goblok. Kalau kini aku akan membunuhmu, aku mengampuni jiwamu, jika kau mempunyai nyali, di belakang hari kau boleh mencari Hoan Yauw untuk membalas sakit hatimu. Sebab kuatir Lok Thung Kek berhasil membuka jalan darahnya dengan jalan menggunakan Lweekang sendiri. Sesudah berkata begitu, ia menghantam kaki tangan si kakek sehingga tulang-tulangnya patah. Hoan Yauw adalah seorang anggota Beng Kauw yang masih memiliki Sia Khie (sifat-sifat sesat) Sesudah mematahkan tulang si kakek, ia masih belum merasa puas. Sambil menyeringai, ia membuka pakaian Lok Thung Kek dan merendengkannya dengan mayat Han Kie kemudian menggulung dua sosok tubuh itu. Satu manusia hidup, dan satu mayat dengan satu kasur. Sesudah itu, barulah ia mengambil kedua tongkat Lok Thung Kek, membuka salah sebuah cabang tanduk menjangan dan menuang semua obat pemunah. Dengan hati gembira, dia segera pergi ke berbagai kamar tahanan dan membagi obat kepada Kong Bun Taysu, Song Wan Kiauw, Jie Lian Ciu, dan yang lain-lain. Dalam memberi pertolongan, beberapa kali ia harus menerangkan secara panjang lebar kepada orang-orang yang bersangsi, sehingga ia harus menggunakan waktu banyak sekali. Kamar yang paling akhir dikunjungi ialah kamar Biat Coat Suthay. Melihat sikap si nenek, ia sengaja mengeluarkan kata-kata
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
yang membangkitkan hawa amarah. Dengan berbuat begitu, hatinya senang, sebab pada hakikatnya ia membenci pemimpin Go Bie Pay itu yang pernah membinasakan banyak anggota Beng Kauw.
Tapi baru saja tugasnya selesai dan hatinya tergirang-girang, sekonyong-konyong di kaki menara terdengar teriakan-teriakan ramai. Dengan kaget, ia mamasang kuping. Diantara suara ramai-ramai itu, ia menangkap teriakan Ho Pit Ong. "Kouw Touwtoo mata-mata musuh! Tangkap! Tangkap dia!
Hoan Yauw mengeluh. "Celaka! Siapa yang menolong bangsat itu" ia menengok ke bawah dan melihat, bahwa menara itu sudah dikurung oleh Ho Pit Ong dan sejumlah besar busu. Hampir berbareng, dua batang anak panah yang dilepaskan oleh Sum Sam Hwie dan Lie Sie Cui menyambar dirinya.
"Bangsat! Hebat sungguh kau menyiksa kami! caci Sum Sam Hwie.
Siapa yang menolong ketiga orang itu" Dengan totokan Hoan Yauw, tanpa ditolong tak gampang mereka bisa menolong diri sendiri. Yang menolong adalah rombongan busu (pengawal) yang mencari Han Kie. Sebagaimana diketahui, rombongan itu telah menanyakan Lok Thung Kek, tapi diusir oleh si kakek. Sesudah mencari di seluruh Ban Hoat Sie usaha mereka tetap sia-sia. Beberapa orang mencurigai Lok Thung Kek yang dikenal sebagai seorang yang gemar akan paras cantik.
Tapi semua orang merasa jeri terhadap si kakek. Siapa yang berani menepuk kepala harimau"
Belakangan sebab kuatir dimarahi Ong Ya. Pemimpin rombongan yang bernama Ali Chewa mendapat satu tipu. Ia memerintahkan seorang busu yang berkedudukan rendah untuk mengetuk kamar Lok Thung Kek. Ia menganggap bahwa orang yang berkedudukan tinggi akan berlaku kejam terhadap orang yang bukan tandingannya. Dengan memberanikan hati, busu itu mengetuk pintu. Diluar dugaan, sesudah diketuk beberapa kali dari dalam tak ada jawaban. Sesudah menunggu beberapa lama, Ali Chewa jadi nekat dan mendobrak pintu. Begitu pintu terbuka, ia terkesiap karena melihat tiga sosok tubuh Ho Pit Ong, Sum Sam Hwie, dan Lie Sie Cui yang tergeletak di lantai. Ketika itu, Ho Pit Ong sudah hampir membuka jalan Darahnya sendiri. Dengan bantuan Ali Chewa, jalan darah yang tertotok segera terbuka.
Sesudah Sum Sam Hwie dan Lie Sie Cui tertolong, dengan kegusaran yang meluap-luap Ho Pit Ong segera mengajak rombongan busu itu pergi ke menara dan mengurungnya. Dari bawah, ia berteriak-teriak menantang Kouw Touwtoo untuk bertempur sampai ada yang binasa.
"Bangsat tua! Apa kau kira Hoan Yauw takut terhadapmu" Hoan Yauw balas mencaci. Di dalam hati ia merasa bingung. Rahasianya sudah terbuka, tapi ia tak akan bisa melawan musuh yang jumlahnya begitu besar, sedang anggota keenam partai yang baru saja menelan obat dan belum pulih tenaga dalamnya. Untuk sementara waktu belum bisa memberikan bantuannya.
"Tauw Too jahanam! Kalau kau tidak mau turun, akulah yang akan naik ke atas! teriak pula Ho Pit Ong.
Tiba-tiba Hoan Yauw mendapat akal. Ia masuk ke kamar Yoe Liong Cu dan keluar pula dengan membungkus tubuh Han Kie dan Lok Thung Kek. Sambil mengangkat kasur itu tinggi-tinggi, ia berteriak, "Tua bangka, begitu kau bertindak masuk pintu menara, begitu aku melemparkan tubuh lelaki dan perempuan cabul ini!
Para busu mengangkat obor dan lapat-lapat mereka bisa melihat muka Lok Thung Kek dan Han Kie.
Bukan main kagetnya Ho Pit Ong. "Suko! Suko! Bagaimana kau" teriaknya. Lok Thung Kek tidak menyahut. Hati Ho Pit Ong mencelos. Ia menduga, bahwa kakak seperguruannya telah dibinasakan Hoan Yauw. "Tauw Too bangsat! teriaknya bagaikan kalap. "Kau sudah membinasakan kakakku, aku bersumpah tak akan hidup bersama-sama dengan kau di dunia ini.
Mendengar itu, Hoan Yauw segera membuka ah-hiat (jalan darah yang mengakibatkan gagu) si kakek yang lantas saja mencaci. "Tauw Too bangsat! Aku bersumpah mencincang badanmu seperti perkedel!...
" Baru mencaci sampai di situ, ah-hiat sudah ditotok lagi.
Sesudah mendapat bukti bahwa suheng-nya belum mati. Ho Pit Ong merasa lega dan demi keselematan jiwa sang kakak. Ia tidak berani maju lebih jauh.
Untuk beberapa lama, Ho Pit Ong dan rombongan busu tidak berani bergerak. Hoan Yauw sendiri tentus saja sebiswa mungkin ingin mempertahankan keadaan itu. Ia perlu mendapat waktu supaya tokoh-tokoh keenam partai yang baru mendapat obat keburu pulih tenaga dalamnya. Sambil tertawa terbahak-bahak, ia berteriak.
"tua bangka she Ho! Sungguh besar nyali suhengmu. Dia berani menculik selir Ong Ya. Aku sudah menangkap kedua-duanya. Tua bangka! Apa kau berani melindungi suhengmu yang kotor itu" Ali Chewa
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
Cong Koan, mengapa kau tak lantas membekuk tua bangka itu" Dia dan kakaknya berdosa besar dan harus mendapat hukuman mati. Dengan membekuk dia, kau akan mendapat hadiah besar.
Ali Chewa melirik Ho Pit Ong. Ia niat turun tangan, tapi ia merasa jeri kepada jago tua yang berkepandaian tinggi itu. Di dalam hati, ia merasa heran Kouw Touwtoo tiba-tiba bisa bicara. Ia tahu, bahwa kejadian itu mesti ada latar belakangnya. Tapi iapun tidak dapat mengabaikan bukti yang nyata dan dengan mata kepala sendiri ia telah melihat Lok Thung Kek dan Han Kie di dalam selembar kasur.
Sesudah memikir sejenak, ia berseru, "Kauw Tay Su, kau turunlah! Mari kita pergi kepada Ong Ya supaya bisa memutuskan siapa yang salah siapa yang benar. Kalian bertiga adalah Cianpwee yang berkedudukan tinggi. Terhadap siapapun SiauwJin tidak berani bertindak.
Hoan Yauw adalah seorang pemberani. Ia segera menghitung-hitung untung ruginya usul Ali Chewa.
Ia merasa bahwa dengan menghadap Jie Lam Ong, ia bisa mengulur waktu sampai tenaga dalam tokoh-tokoh keenam partai pulih kembali. Maka itu, ia lantas saja berteriak, "Bagus! Bagus! Aku justru ingin minta hadiah, dari Ong Ya. Ali Cong Koan, tahanlah tua bangka she Ho itu, jangan sampai dia kabur.
Tapi baru saja Hoan Yauw habis bicara, sekonyong-konyong terdengar suara tindakan kuda yang sangat ramai dilain saat. Sejumlah penunggang kuda menerobos masuk ke pekarangan kelenteng dan terus menghampiri menara.
Para busu serentak membungkuk dan berseru, "Siauw Ong Ya! (Siauw Ong Ya " Raja Muda Kecil berarti putera Jie Lam Ong)
Hoan Yauw mengawasi ke bawah. Ia mendapat kenyataan bahwa yang mengepalai rombongan itu adalah seorang pemuda yang mengenakan jubah sangat indah dengan topi emas dan menunggang seekor kuda bulu putih yang kelihatannya sangat garang. Ia mengenali bahwa pemuda itu bukan lain daripada kkt, alias Ong Po Po, putera Jie Lam Ong.
"Mana Han Kie" bentak pangeran muda "Hu Ong marah besar, beliau memerintahkan aku menyelidi sendiri.
Ali Chewa segera menerangkan bahwa Han Kie diculik Lok Thung Kek yang sekarang sudah dibekuk Kouw Touwtoo.
"Dusta! teriak Ho Pit Ong. "siauw ong ya, Kouw Touwtoo mata-mata musuh dan dia telah mencelakai suhengku". "
Alis Ong Po Po berkerut, "Sudahlah, katanya, "Semua orang turun dan kita bisa bicara dengan perlahan.
Sebagai seorang yang sudah berdiam lama di gedung raja muda. Hoan Yauw mengenal Ong Po Po sebagai seorang yang cerdik dan pandai. Kepandaian pemuda itu bahkan melebihi ayahnya sendiri. Ia bisa mendustai orang lain, tapi tak mungkin mengelabui tuan muda itu. Kalau ia turun, hampir boleh dipastikan rahasianya terbuka dan begitu lekas topengnya tercopot, ia pasti akan dikepung. Satu Ho Pit Ong saja sudah sukar dilayani, apalagi begitu banyak orang" Selain begitu, tokoh-tokoh keenam paratai juga sukar bisa ditolong lagi.
Sesudah memikir beberapa saat, ia lantas saja berteriak, "Siauw Ong Ya, Ho Pit Ong sangat membenci aku, sebab aku sudah membekuk suhengnya. Kalau aku turun, dia tentu akan membunuhku.
"Kau turunlah, aku tanggung Ho Sianseng tidak akan menyerang kau, kata Ong Po Po.
Hoan Yauw menggeleng-gelengkan kepalanya. "Disini lebih selamat, katanya. "Siauw Ong Ya, selama hidup Kouw Touwtoo tidak pernah bicara. Hari ini karena terpaksa, aku membuka mulut untuk membalas budi Ong Ya yang sangat besar dan untuk memperhatikan kesetiaanku. Kalau kau tidak percaya, lebih baik aku melompat dari sini dan membenturkan kepala di tanah supaya Siauw Ong Ya bisa membuktikan kesetiaanku.
Mendengar perkataan yang mencurigakan itu, Ong Po Po segera dapat menebak, bahwa si pendeta sedang menjalankan siasat mengulur waktu, "Ali Cong Koan, bisiknya. "Kurasa ia sedang menjalankan tipu dan mencoba untuk mengulur waktu. Apa kau tahu, siapa lagi yang ditunggu olehnya"
"siauwjin tak tahu. Jawabnya.
Koleksi KANG ZUSI http://kangzusi.com/
"Siauw Ong Ya, penjahat itu telah merampas obat pemunah dari tangan suhengku, kata Ho Pit Ong.
"Ia mau menolong kaum pemberontak yang ditahan di menara.
Ong Po Po lantas saja tersadar. "Kouw Touwtoo! teriaknya, "aku tahu kau sangat berjasa, turunlah!
Aku akan memberi hadiah besar untukmu.
"Siauw Ong Ya,aku tidak bisa jalan. "aku kena ditendang Lok Thung Kek dan kedua tulang betisku patah. Tunggulah sebentar, aku akan mengerahkan lweekang untuk mengobati lukaku. Begitu lekas aku bisa berjalan, aku pasti akan segera turun.
"Ali Cong Koan! bentak pangeran itu. "Kirim seseorang naik ke atas untuk memapah Kouw Tay su.
"Tidak bisa! teriak Hoan Yauw. "Kalau badanku bergerak, kedua kakiku tak akan bisa digunakan lagi.
Sekarang Ong Po Po tidak bersangsi lagi. Ia menarik kesimpulan, bahwa pendeta itu seorang musuh yang berselimut. Sesudah Han Kie dan Lok Thung Kek berada dalam satu kasuran. Andaikata mereka tidak main gila, ayahnya tentu tak akan menerima selir itu. Maka itu, ia lantas saja berkata dengan suara perlahan, "Ali Cong Koan, bakar menara itu dan siapkan sepasukan pemanah. Binasakan setiap orang yang melompat turun.
Ali Chewa membungkuk dan segera menjalankan perintah itu. Dalam sekejab, menara itu sudah dikurung oleh para busu yang bersenjata gendewa dan anak panah, sedang sejumlah busu lainnya mengambil rumput kering, kayu serta bahan api.
Ho Pit Ong kaget tak kepalang, "Siauw Ong Ya, katanya dengan suara bingung. "Kakakku berada di atas.
Tauw Too itu tidak bisa dibiarkan berdiam di atas selama-lamanya. Kata Ong Po Po dengan suara tawar. "Begitu lekas kaki menara dibakar, ia akan turun sendiri.
"bagaimana kalau dia melemparkan Suhengku ke bawah" tanya Ho Pit Ong. "Siauw Ong Ya, janganlah membakar.
Ong Po Po hanya mengeluarkan suara di hidung dan tidak meladeninya.
Tak lama kemudian para busu sudah menumpuk rumput dan kayu kering di seputar menara dan lalu mulai menyulutnya.
Ho Pit Ong adalah seorang ternama besar dalam rimba persilatan. Dengan mendapat undangan yang disertai segala kehormatan ia bekerja kepada Jie Lam Ong dan selama banyak tahun ia dihormati oleh majikan dan rekan-rekannya. Siapa duga hari ini, ia bukan saja ditipu oleh Kouw Touwtoo, tapi juga sudah tidak dipandang sebelah mata oleh Ong Po Po" Karena kakaknya sedang menghadapi bahaya, ia menjadi kalap. Tanpa memperdulikan suatu apa lagi, sambil mengangkat kedua pitnya yang berbentuk patuk burung ho, ia melompat dan menendang dua orang busu yang tengah menyulut tumpukan kayu.
Kuda Besi 2 Kedele Maut Karya Khu Lung Kampung Setan 3
^