Pencarian

Lembah Nirmala 11

Lembah Nirmala Karya Khu Lung Bagian 11


seperti napas kerbau, jelas jarak dengan kematianpun sudah tak jauh lagi.
Melihat hal ini, Kim Thi sia segera berpikir dengan murung.
"Bila ketiga orang pengawalnya mati semua, bagaimana mungkin seorang wanita lemah bisa
pulang sendiri ketempat asalnya?"
Mendadak sinenek meluncur tiba, tanpa mengeluarkan sedikit suarapun dia melancarkan
sebuah serangan dahsyat kedepan.
Rupanya dia dibuat tertegun ketika melihat anak buahnya sudah tinggal dua orang saja, karena
malu untuk pulang kerumah, maka rasa bencinya segera dilampiaskan kepada Kim Thi sia yang
dianggapnya sebagai biang keladi dari segala kekalahannya ini. ia bertekad hendak beradujiwa
dengannya. Kim Thi sia berkerut kening, diambilnya sebutir batu kemudian disambitkan kedepan.
Nenek itu mengayunkan toyanya untuk memukul pental batu tadi, dengan manfaatkan
kesempatan tersebut Kim Thi sia segera melompat bangun dan melancarkan serangan dengan
ilmu Tay goan sinkang. Waktu itu sinenek sudah bertekad untuk beradujiwa, setelah mundur dua langkah dia segera
mengembangkan ilmu pukulan Tay engjin dari Tibetnya untuk mendesak pemuda itu habishabisan.
Kim Thi sia menyadari akan datangnya bahaya, dia segera menangkis serangan tersebut
dengan keras melawan keras. "Blaaaakkkk........"
Begitu bentrokan terjadi, ia baru merasa amat terkejut rupanya seluruh lengannya sudah dibuat
linu dan kaku bahkan dia makin terkejut lagi setelah melihat lima bekas jari tangan yang merah
darah yang membekas diatas lengannya.
Rasa kaget dan gusar segera mencekam perasaannya dia tahu bahwa dirinya sudah terkena
serangan beracun nenek itu. sambil menggertak gigi ia segera melancarkan serangan balasan-
Dalam pada itu sinenekpun merasa tak mampu berdiri tegak setelah melepaskan serangan tadi
tubuhnya mundur berapa langkah dengan sempoyongan.
Kim Thi sia mendengus dingin, dengan mengeluarkan empat jurus serangan berantai dari ilmu
pedangnya panca Buddha yang masing-masing dengan jurus "menyulut api diatas bahu", " walet
terbang diatas dahan", " angin berhembus melenyapkan rembulan" dan " memukul rumput
mengejutkan ular". Dalam waktu singkat muncullah beribu-ribu titik cahaya emas yang mengurung seluruh tubuh
nenek itu. sinenek menjadi gugup dan gelagapan menghadapi ancaman tersebut, dia menjadi bingung
dan tak tahu bagaimana mesti menghadapi ancaman semacam itu. Akibatnya pelbagai titik
kelemahanpun sama sekali terbuka.
Kim Thi sia segera manfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya, ia mendesak maju
kedepan sambil melepaskan sebuah sapuan kilat. "Blaaaaammmmm..........."
Tendangan yang pertama ternyata tak berhasil menggetarkan tubuhnya barang sedikit punjua,
sambil menggigit bibir Kim Thi sia seegra melepaskan tendangan berikut.
Kali ini sinenek menjerit kesakitan, tubuhnya terlempar jauh dari posisi semula, begitu mencium
tanah ia berkelejitan sebentar lalu menghembuskan napas yang penghabisan.
Ternyata dalam tendangan yang terakhir tadi tanpa disengaja Kim Thi sia telah menghajar jalan
darah sang seng hiatnya, ia sendiripun tak tahu apa yang menyebabkan kematian sinenek. malah
dikiranya nenek itu tewas akibat getaran tenaga dalamnya.
Dengan berhati-hati sekali dia maju memeriksa denyut nadi sinenek. setelah yakin kalau
musuhnya telah tewas, dia baru pergi meninggalkannya.
Dengan kematian dari sinenek. dua orang jago lihay dari istana yang sedang bertarung
melawan Pa ciangkun menjadi gugup dan gelagapan, mereka terdesak hebat dan mundur terus
berulang kali. Pa ciangkun yang kehilangan dua orang saudaranya tentu saja tak sudi melepaskan musuhnya
dengan begitu saja, dia mendesak lebih kedepan sambil melancarkan serangkaian serangan
dahsyat. Pertarungan sengitpun segera berkobar kembali dengan serunya.
Mendadak terdengar putri Kim huan yang baru sadar pingsannya berteriak keras:
"Pa ciangkun, kau tidak boleh meninggalkan aku"
Ketika mendengar teriakan tersebut, gerak serangan Pa ciangkun menjadi agak berbeda, dua
orang musuhnya segera manfaatkan kesempatan itu untuk balik mendesak lawannya. Kim Thi sia
yang menyaksikan kejadian ini segera memperingatkan.
"Kau jangan mencoba untuk memecahkan perhatiannya lagi, kalau tidak akibatnya bernarbenar
tak akan terbayangkan-"
Berbicara sesungguhnya pemuda inipun tidak berharap Pa ciangkun tewas dalam pertarungan,
sebab bila sampai terjadi begini, sudah pasti gadis tersebut akan menjadi bebannya.
Karenanya begitu selesai berkata cepat-cepat dia terjun pula kedalam arena untuk membantu
Pa ciangkun. Akan tetapi Pa ciangkun yang sudah bertarung sengit setengah harian lamanya kini sudah
terluka parah dan kehabisan tenaga. Andaikata ia tidak ingin membalaskan dendam bagi kematian
saudaranya sehingga ada segulung kekuatan yang menunjang dirinya, mungkin sejak tadi ia
sudah roboh keatas tanah.
sepasang matanya kini sudah berubah merah, dia hanya tahu bagaimana merobohkan musuh
dan membalas dendam, bagaimana terhadap putri Kim huan selanjutnya boleh dibilang ia tak
smepat untuk dipikirkan kembali.
Bantuan dari Kim Thi sia sama sekali tidak meringankan tekanan padanya, malah sebaliknya
bantuan yang datang membuat ia teringat kembali akan kematian saudara-saudaranya. Hal ini
membuat semangatnya mengencor dan tubuhnya yang tinggi besar mulai sempoyongansementara
itu dua orang jago lihay dari istana pun kalau ibarat lentera yang sudah kehabisan
minyak. serangan gencar dari Kim Thi sia yang masih segar bugar membuat mereka tak mampu
memberikan perlawanan lagi, sambil muntah darah segar hampir pada saat yang bersamaan
kedua orang itu roboh binasa.
Putri Kim huan segera memburu kemuka dan memeluk Pa ciangkun dengan air mata
bercucuran, serunya sambil terisak: "Pa ciangkun, kau tak boleh mati......."
Pa ciangkun menatapnya sekejap dengan wajah mengejang dan bibir bergetar seperti ingin
menyampaikan sesuatu, namun sebelum sempat berbicara, tubuhnya sudah tak mampu menahan
diri lagi. Tiba-tiba saja pandangan matanya menjadi gelap, Tubuhnya segera roboh terjungkal keatas
tanah dan tak mampu merangkak bangun lagi untuk selamanya.
Dengan ketakutan putri Kim huan berdiri gemetar dan kaku bagaikan patung, ia bingung dan
tak tahu apa yang mesti diperbuatnya.
Pelan-pelan Kim Thi sia maju mendekat Pa ciangkun dan memeriksa denyut nadinya, namun
manusia raksasa yang terakhir pun yang telah berhenti bernapas. Dengan masgul dia bergumam:
"Habis sudah, habis sudah, rupanya Thian memang sengaja menyusahkan aku, apa dayaku
sekarang?" Yang dimaksudkan sebagai menyusahkan jelas menunjukkan kehadiran putri Kim huan ya jelas
merupakan beban baginya. Ketika dilihatnya gadis itu masih berdiri termangu bagaikan patung, pemuda tersebut segera
bekerja sendirian mengubur jenasah disekitar sana. Iapun mengubur jenasah ketiga orang raksasa
tadi dalam satu liang yang sama.
Kalau dihari biasa putri Kim huan selalu dihiasi dengan senyuman, maka sekarang dia nampak
selalu bermuram durja dan sedih sekali. Berapa saat kemudian, Kim Thi sia baru berbisik:
"mari kita pergi."
"Kemana?" tanya putri Kim huan seperti orang yang kehilangan semangat.
"Entah kemanapun yang pasti jauh lebih aman berada disini apakah kau hendak menanti
kematian." "Baiklah......" bisik sinona kemudian sambil berusaha mengendalikan rasa sedihnya.
"Mari kita pergi."
"Kau harus dapat menenangkan hatimu......" kembali Kim Thi sia berbisik. "Peristiwa semacam
ini bukan suatu kejadian yang luar biasa, sebab setiap orang tentu akan mati, hanya kematian
mereka jauh lebih cepat saja."
Putri Kim huan manggut-manggut tanpa berbicara, berada dalam keadaan begini seandainya
Kim Thi sia hendak berbuat apa saja, niscaya akan tercapai.
Dengan mulut membungkam kedua orang itu melanjutkan perjalanannya. Kim Thi sia merasa
masgul sedang putri Kim huan amat sedih kedua belah pihak sama-sama tak bersemangat untuk
memecahkan keheningan yang mencekam.
Kim Thi sia sadar bahwa dia hanya seorang lelaki kasar yang tak akan memahami perasaan
seorang wanita, apalagi diapun tak pernah rasa tertarik dengan gadis itu.
Apalagi yang paling ditakuti adalah waktu putri Kim huan yang suka memerintah dia paling
benci dengan watak tersebut. Apakah selama ini dia harus menemani seorang gadis demikian ini
untuk melakukan perjalanannya.
Mendadak ia teringat kembali dengan abang seperguruannya, sipedang besi So Goan pin,
hanya lelaki romantis macam abang seperguruannya yang bisa menghibur serta menggembirakan
hati seorang gadis seperti putri Kim huan.
diam-diam dia pun mengambil keputusan hendak menyerahkan putri Kim huan kepada orang
sepeerguruannya, ia percaya dengan kemampuan abang seperguruannya itu. Putri Kim huan pasti
akan terhibur hatinya. Berpikir sampai disitu, diapun segera berkata: "Hey, aku ingin berbicara
denganmu?" "Katakanlah......." sahut putri Kim huan.
"selama ini, kita berdua tidak pernah senang bukan" Kau akui hal tersebut?"
Melihat putri Kim huan telah mengangguk, dia berkata lebih jauh:
"Bila kedua belah pihak sudah merasa tak berkenan dihati dan merasa amat tak puas dengan
tindak tanduk serta sepak terjang pihak yang lain, sepantasnya mereka harus berpisah bukan?"
Dengan perasaan tercengang putri Kim huan mengeriing sekejap kearah pemuda itu kemudian
mengangguk lagi. Kim Thi sia segera berkata lebih jauh:
"Barusan aku telah mengambil keputusan- oleh karena kulihat kau merasa cocok sekali dengan
sipedang besi so Bun pin, lagipula so Bun pin telah memberikan janjinya akan menemanimu
mengembara serta mengunjungi tempat-tempat kenamaan didaratan Tionggoan. Aku rasa kaupun
sangat berharap bisa bersua dengannya bukan" Maka aku bermaksud menyerahkan kau
kepadanya, sebab dia mengerti bagaimana menemanimu serta memenuhi
kebutuhanmu.......sedang aku..... aku hanya orang kasar, tidak mengerti watak dari kalian nona
tingkat atas.......karena itu kumohon maaf.........."
Berubah hebat paras muka putri Kim huan begitu mendengar pemuda tersebut menyinggung
soal sipedang besi so Bun pim, tampiknya keras-keras: "Tidak. aku tak sudi bersua lagi dengan so
Bun pin-" "Mengapa?" dengan perasaan kecewa Kim Thi sia menghentikan langkahnya seraya bertanya.
"Apakah dia telah menyakiti hatimu" atau diapun seperti juga aku, tidak bisa menyelami
perasaanmu" " "Itu masalah pribadiku, aku tidak ingin menjelaskan kepadamu" tiba-tiba warna semu merah
menghiasi wajah putri Kim huan seakan-akan dia merasa malu apabila persoalan ini sampai
diketahui anak muda itu. "Kau......kau harus dapat menyelami perasaanku" dengan gelisah Kim Thi sia mengemukakan
suara hatinya. "Kau boleh mengerti sendiri, kita tidak pernah sepaham. Tak pernah mempunyai
saling pengertian, aku senang menyindirmu, kaupun suka memakiku. ibarat api dan air, kita tak
pernah bisa bersatu. Kau harus tahu bahwa semua masalah ini tak bisa dihindari lagi........"
"Tiap kali kaulah yang membuat gara-gara lebih dulu. Bukan aku yang lebih dulu mengusikmu,
kau harus mengerti tentang soal ini dengan sejelas-jelasnya........"
Kim Thi sia tertawa rikuh.
"Aku bilang keadaan kita berdua ibarat air dan api yang tak mungkin dipersatukan, karenanya
lebih baik kita menempuh jalan masing-masing agar terhindar dari segala bentuk kejadian yang
tak diharapkan dikemudian hari. Terus terang saja, aku sendiripun tak ingin menyalahimu,
membuat gara-gara denganmu, apalagi aku sebagai warga negara bangsa lain- Tak lama lagi pasti
akan kembali kenegerimu sendiri, buat apa mesti meninggalkan kesan buruk. kesan yang tidak
menyenangkan bagimu?"
Tiba-tiba putri Kim huan menjadi sangat lemah, ujarnya: "Baiklah, apa yang hendak kau
perbuat lakukanlah...^" ^
Suatu perasaan hampa, sedih dan murung yang entah darima na munculnya tiba-tiba
menyelimuti seluruh perasaan hatinya, diantara kerdipan biji matanya yang jeli terlihat cahaya air
mata. Kim Thi sia segera berkata lagi:
"seandainya kau bersikeras menolak usulku itu, aku tentu akan mencarikan jalan lain yang lebih
baik lagi." Kim Thi sia memang paling takut melihat perempuan menangis, begitu senjata andalan kaum
wanita itu dipergunakan betapa pun kerasnya hati seorang lelaki pasti akan menjadi lemah
separuh dibuahnya. Maka diapun berkata lebih jauh:
"Akan kulakukan apa yang menjadi keinginanmu......"
"Aku ingin kembali kesamping ayah baginda" kata putri Kim huan dengan cepat. Kim Thi sia
menjadi tertegun, kemudian tertawa getir.
"Hal ini mustahil bisa kulakukan, aku tidak memiliki kemampuan sampai disitu" Putri Kim huan
segera tertawa dingin- "HeeeeH......heeeeH.......heeeeeh......kalau berbicara saja enak didengar. Hmmm, segala
keinginanku akan kau penuhi......siapa tahu baru saja kuungkapkan isi hatiku, kau telah
mengingkari kembali janjimu itu........"
"Persoalan tersebut benar-benar merupakan suatu masalah yang pelik, aku sungguh tak
memiliki kemampuan untuk berbuat demikian, bayangkan saja jarak antara dua negeri ribuan li,
toh aku tak bisa terbang kesitu......."
Tiba-tiba hawa amarahnya berkobar, dengan wajah merah padam teriaknya lebih jauh:
"Kau tak usah menyindirku, bila kau anggap pekerjaan yang tak mampu kulakukan dianggap
sebagai menyesal, maka kau boleh mengajukan permasalahan yang lebih besar lagi misalnya aku
memetik rembulan diangkasa mengambil bintang sebagai permainanmu bagaimana mungkin aku
dapat melakukan kesemuanya itu." Putri Kim huan tertawa dingin, umpatnya didalam hati: "Betulbetul
seorang manusia kasar yang sama sekali tak berpendidikan.........."
Karena berpendapat demikian, maka diapun malas untuk memberikan jawaban lebih jauh.
Kim Thi sia masih ingin berbicara lagi, namun secara tiba-tiba dari depan sana muncul seorang
lelaki bertubuh kecil pendek yang berwajah bengis....
Begitu berjumpa dengan orang itu, berubah hebat paras muka Kim Thi sia, dengan gemas
gumamnya: "Benar-benar sempit dunia ini bagi orang yang bermusuhan, ternyata aku berjumpa lagi dengan
situa bangka itu." Tampaknya orang itupun sudah mengetahui kehadiran Kim Thi sia, tapi dia berlagak tidak
melihat dan berjalan terus dengan kepala tertunduk. Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah
saling berpapasan. "sungguh berbahaya" seru Kim Thi sia didalam hati.
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, mendadak terdengar orang itu berseru dengan
bengis: "Hoy bocah keparat, darimana kau dapatkan nona yang begini cantik, sombong amat kau,
sudah menggandeng nona cantik lantas teman lamapun enggan dikenali lagi."
Putri Kim huan memperhatikan sekejap tamu asing yang tak dikenalnya itu dengan perasaan
muak. hanya sekejap lalu tak pernah menengok kembali, bahkan meneruskan perjalanannya
kedepan. Tak sampai Kim Thi sia berbicara, silelaki ceking itu telah berseru kembali:
"Hmmmm, sombong amat sinona cantik ini. Hoy bocah keparat, kali ini kau pasti akan cukup
menderita.........."
sambil berkata kembali dia mengorek kotoran dari lubang hidungnya dengan jari tangan-Kim
Thi sia berkerut kening, bentaknya penuh amarah:
"Hoy siunta busuk. sudah berulang kali kuperingatkan kepadamu, kau masih saja tak ambil
perduli. Hmmm, jangan salahkan bila aku tak akan mengenal perasaan lagi."
selesai berkata dia segera menggulung lengan bajunya dan mengayunkan kepalannya kedepan-
Dengan cekatan si unta berkelit kesamping, kemudian teriaknya keras-keras:
"Maknya, kau ingin melawan aku" Hmmm, mengapa tak pernah kau bayangkan bagaimana
semasa kecilmu dulu sering mengompol dibajuku" Hmmm, dengan susah payah aku telah
memeliharamu hingga dewasa, tak nyana kau benar-benar bagaikan manusia berhati binatang,
sedikit perasaan balas budipun tidak dipunyai......."
"Tua bangka celaka, kuharap kau jangan sembarangan berbicara" teriak Kim Thi sia sambil
menghentakkan kakinya berulang kali. Kemudian sambil merendahkan suaranya dia berkata lebih
jauh: "Dia adalah keturunan bangsawan, kau jangan bersikap kurang ajar........."
"Aaaah, masa iya......." melihat Kim Thi sia tak mau memperlihatkan sikap yang lemah, si unta
sengaja melongokkan kepalanya dan memperhatikan sekejap wajah Kim huan dari atas hingga
kebawah, kemudian bertanya lagi:
"Hey bocah keparat, kau bodoh dan tak tahu urusan. Tidakkah kau salah menganggap dirinya?"
"Kau jangan sembarangan bicara, aku dan diapun tak punya hubungan apa-apa........"
"Lantas kau hendak kemana sekarang?"
"Tanpa tujuan-"
si unta sengaja membelalakan matanya lebar-lebar lalu berseru lagi dengan suara keras:
"Aku situa memang lagi kesal karena tak punya teman, nampaknya aku bakal merepotkan
dirimu lagi." seraya berkata dia segera membuntuti dibelakang Kim Thi sia.
Melihat sikap orang itu, Kim Thi sia segera mengernyitkan alis matanya kencang-kencang, dia
tahu tak mungkin baginya untuk melepaskan diri dari orang itu.
"Hoy bocah muda, mengapa kau bermuram durja?" kembali si unta mengomel. "Kau tahu,
sudah dua hari tak pernah makanpun wajahku tetap berseri, mengapa kau justru berkerut kening
macam orang kesusahan saja. Yang benar kau harus mentraktir aku makan sekenyangnya......"
"Hoy situa, jangan ribut dulu" bisik Kim Thi sia kemudian- "Bagaimana kalau kuserahkan semua
uang yang kumiliki kepadamnu, tapi dengan syarat kau jangan mengikuti aku terus?"
"Hmmm, berapa sih uang yang kau miliki" Paling banter hanya cukup bagiku untuk bersantap
selama tiga hari. Tidak. aku tetap akan mengikutimu........."
"Hoy tua bangka keparat, kau berniat mengikuti diriku sepanjang masa.........?"
"Telur busuk. bila kuikuti dirimu selamanya berarti aku bakal bekerja untukmu selamanya.
Apakah kau tidak senang?"
"Hmmm, apa yang bisa kau lakukan?"
"Perbuatan kalangan atas, kalangan menengah maupun perbuatan kaum rendah semuanya
bisa kulakukan dengan sempurna. Asal kau bersedia memberi makan untukku perbuatan apapun
bersedia kulakukan-"
Kim Thi sia berkerut kening, tanpa berbicara lagi dia berjalan lebih cepat mendampingi putri
Kim huan dan meninggalkan si unta dibelakang.


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sambil mengangkat bahu si untapun mengikuti dibelakang mereka berdua tanpa berbicara lagi.
sepanjang jalan si unta memperhatikan terus gerak gerik putri Kim huan- Menyaksikan
potongan tubuhnya yang ramping serta cara berjalannya yang menawan hati tanpa terasa dia
bergumam: "Bocah keparat itu tak pandai dalam urusan apapun heran darimana dia peroleh seorang nona
secantik ini" jangan-jangan didapat dari merampas?" Dengan wajah heran dia segera memburu
kemuka, lalu menegur dengan kasar: "Hey bocah keparat, apakah kau telah melakukan
kejahatan?" sikap dingin dan menegur yang ditunjukkan si unta seketika mengobarkan hawa amarah Kim
Thi sia. Teriaknya lantang:
"Telur busuk. hanya manusia macam kau yang bisa melakukan kejahatan-"
"Hey bocah keparat, bangsa Han adalah bangsa yang kebudayaannya tinggi. Mengerti sopan
santun dan memegang teguh tradisi leluhur, kau tahu merampas aneka milik orang lain adalah
perbuatan jahat yang dikutuk setiap orang, sekarang para pendekar dari golongan lurus mulai
memperhatikan gerak gerikmu. Kuanjurkan kepadamu bersikaplah lebih berhati-hati dikemudian
hari." Ketika putri Kim huan melihat paras muka Kim Thi sia berubah menjadi merah padam, ia segera
menduga kalau pemuda tersebut memang orang jahat seperti apa yang diduganya semula.
Kepada si unta diapun bertanya: "Apakah kau adalah komplotannya?" si unta segera
mengangguk. "Yaa benar, ayahnya adalah seorang perampok kenamaan, sejak kecil akulah yang memelihara
dan mendidik bocah ini dengan harapan setelah ia dewasa nanti bisa melanjutkan pekerjaan
ayahnya itu" Putri Kim huan membelalakkan matanya besar-besar. sambil berpaling ia segera bertanya:
"Bukankah sekarang ia sudah meningkat dewasa" Kalau begitu diapun seorang perampok
kenamaan?" si unta tidak mengakui secara langsung namun katanya pelan: "Itulah sebabnya kau mesti
bersikap lebih hati-hati."
"Hoy, kau jangan percaya dengan omongan setannya" buru-buru Kim Thi sia berseru cepat.
Putri Kim huan tidak menanggapi, dia berkata lebih jauh:
"Aku tak takut kepadanya, ayahku adalah kaisar dari negeri Kim..........."
Gadis ini memang paling suka mempertunjukkan identitasnya yang luar biasa itu untuk menarik
sikap hormat orang lain terhadapnya.
Kim Thi sia bermaksud menghalangi perbuatannya itu namun tak sempat, sementara si unta
tertegun dibuatnya. Berapa saat kemudian dengan sikap seorang kakak memberi nasehat kepada adiknya dia
berseru keras: "Hoy bocah keparat, kali ini kau telah berbuat kesalahan besar. Nona ini adalah putri kaisar
negeri Kim, ia berkedudukan tinggi, anggun dan mulia, maka kau........aaaai, kau kelewat tolol,
kelewat pikun-" Mendengar perkataan tersebut, tanpa terasa putri Kim huan ikut menaruh curiga, dia mengira
Kim Thi sia benar-benar adalah seorang perampok yang banyak melakukan kejahatan sehingga
tanpa sadar dia menganggap dirinya sedang berada dalam sarang harimau.
Hatinya berdebar keras, merasa tegang hingga tangannya berulang kali menyeka peluh dingin
yang membasahi jidatnya. Kim Thi sia sadar, dia tak mampu mengungguli kecerdikan serta kelicikan orang itu, maka
ujarnya langsung kepada putri Kim huan:
"Hoy coba kau bayangkan sendiri, seandainya aku benar-benar adalah.........manusia........
manusia macam begitu, mengapa aku hendak menghantar
dirimu untuk dilindungi orang lain?" Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lagi:
"sicebol ini licik dan banyak akal muslihatnya, dia senang membuat berita sensasi, coba kau tak
hadir disini, pasti sudah kugaplok wajahnya." Lalu dengan wajah bersemu merah, katanya
tergagap: "Terus terang saja, aku......aku belum tahu bagaimana cara kerja seorang perampok........"
" Kenapa kau tak menggaploknya karena aku berada disini?" tanya putri Kim huan seraya
berpaling. " Karena kau hadir disini, aku merasa rikuh untuk berbuat kasar."
"Mengapa ia tak rikuh membuat berita sensasi?"
"Sebab mukanya memang tebal seperti dinding."
Mendengar perkataan itu, si unta segera berlagak mengukur ketebalan kulit muka sendiri, lalu
semakin melihat Kim Thi sia berbicara kelewat kasar, ia segera melotot seraya berseru:
"Maknya, kita boleh mengukur ketebalan muka sendiri, coba lihat pipi siapa yang lebih
tebal........" Putri Kim huan berkerut kening, kenapa Kim Thi sia segera serunya:
"Dia selalu berbicara kotor, apakah kau merasa senang untuk mendengarnya terus?"
Dari perkataan ini bisa disimpulkan kalau dia lebih condong berpihak Kim Thi sia dan
menganggap si unta kurang pendidikan sehingga delapan puluh persen perkataannya tak dapat
dipercaya. Kim Thi sia segera menjawab:
"Bila kau sudah tak ingin mendengarkan obrolannya lagi, sekarang juga aku akan
menghajarnya " "Aku memang paling benci mendengar perkataan kotor seperti itu." Meskipun nadanya angkuh
namun merupakan ucapan yang sejujurnya.
Kim Thi sia segera berpaling kearah si unta dan membentak keras:
"Kuharap kau menggelinding pergi sejauhnya dari sini, kalau tidak aku segera akan
menghajarmu. " "Maknya, kau anggap aku tak punya kepalan dan tak berani menghadapimu...........?" seru si
unta marah juga. sambil berkata segera menggulung lengan bajunya dan siap melakukan perlawanan-
Kim Thi sia tak berpikir panjang lagi, tiba-tiba ia mendesak maju kemuka dan segera
mengayunkan kepalannya melepaskan serangkaian pukulan berantai.
sesungguhnya si unta hanya berniat gertak sambal untuk melindungi muka sendiri dari rasa
malu, dia tak menyangka pemuda itu benar-benar akan menyerangnya.
Melihat datangnya serangan tersebut, dengan cekatan dia menyelinap lewat bawah ketiak
musuh dan melarikan diri terbirit-birit sambil berteriak keras: "Aduh celaka, ada perampok hendak
mencabut nyawaku, tolong..........."
Melihat tindak tanduknya yang lucu, putri Kim huan segera tertawa cekikikan karena geli.
Kim Thi sia tak sungkan-sungkan lagi, dia mengejar kedepan dan tiba-tiba menyerang dengan
jurus "mati hidup ditangan takdir" dan "cahaya terang diempat samudra" dari ilmu Tay goan
sinkang. Betapapun lincah dan cekatannya si unta bagaimana mungkin ia bisa menghindarkan diri dari
serangan yang dahsyat itu..."
Tak ampun bahunya terhajar telak sambil menjerit kesakitan tubuhnya segera roboh terjungkal
keatas tanah dan tidak bergerak lagi mungkin jiwanya sudah melayang.
Agaknya hawa amarah Kim Thi sia belum mereda kembali bentaknya dengan suara keras:
"Hoy situa, jangan berlagak macam bangkai anjing karena tak mampu mengungguli lawan,
terhitung orang gagah macam apakah dirimu itu?"
Namun ketika jari tangannya menyentuh hidung si unta, paras mukanya berubah secara tibatiba,
dengan wajah tertegun serunya: "Haaaah, sudah mati" Masa dia mati dengan begitu saja?"
Walaupun orang ini sangat menjengkelkan namun bagaimanapun juga tiada hubungan dendam
sakit hati dengannya sekarang dia telah melukainya, bagaimanapun juga sebagai pemuda berhati
lembut, kejadian ini membuatnya menyesal sekali. sampai lama kemudian dia baru berpikir
dengan hati tak karuan. "Aaaah, siapa suruh dia menggangguku terus menerus" Coba ia tak menggodaku, akupun tak
akan tega melukainya......."
setelah mengawasi sekejap mayat siunta diapun berseru kepada putri Kim huan: "Mari kita
pergi." Agaknya pengalamannya selama berapa hari terakhir membuat putri Kim huan mulai terbiasa
dengan kejadian seperti ini. Tanpa membuang banyak waktu ia segera mengikuti dibelakang
pemuda itu. Tiba didalam kota, tiba-tiba mereka saksikan ada banyak orang persilatan yang berkecamuk
dalam kerumunan rakyat biasa. sekalipun mereka hanya memakai baju biasa dan tidak
menggembel senjatanya namun dari sorot matanya yang begitu tajam dan langkah yang tegap
Kim Thi sia segera mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang persilatan yang sedang
menyaru. Terdorong rasa ingin tahu pemuda itu mencoba mencari berita dari sana sini. Akhirnya dia
berhasil mengetahui suatu rahasia.
"Murid pertama dari malaikat pedang berbaju perlente, sipedang emas telah bentrok dengan
seseorang." "siapakah orang itu?"
Tak seorangpun tahu, namun bila ditinjau dari suasana dalam kota saat ini, bisa disimpulkan
bahwa orang itu bukan jago sembarangan.
Konon bentrokan itu terjadi gara-gara sebuah mestika, tapi apakah mestika itu" Kim Thi sia tak
berhasil menyelidiki secara jelas. Ia cuma tahu tempat berlangsungnya pertarungan dan waktu
berlangsungnya kejadian ini, tapi ia tahu delapan orang sutenya pasti tak akan berpeluk tangan
belaka. Kim Thi sia merasakan hatinya berdebar keras, pikirnya:
"Lewat dua hari lagi aku bakal bertemu dengan seluruh abang seperguruanku, apa yang mesti
kuperbuat?" Kim Thi sia mendampingi putri Kim huan memasuki rumah makan terbesar dikota itu yang
memakai merek Eng pia lo.
Baru masuk kepintu gerbang, empat orang lelaki kekar telah menghampiri mereka seorang
diantaranya segera menjura dengan hormat seraya bertanya: "Sobat, siapakah namamu"
Bolehkah kami mendapat tahu?"
"Aku Kim Thi sia."
Habis berkata dia mendorong lelaki itu kesamping kemudian masuk dengan langkah lebar,
buru-buru putri Kim huan mengikuti dari belakang.....
Empat lelaki kekar itu berpandangan sekejap dengan wajah tertegun, Tapi dengan cepat
memaafkan sikap ketidak sopannya, sambil tertawa tergelak katanya:
"Haaaah......haaaaah......haaaaah......rupanya kau, maaf kami telah berbuat kasar......."
Dengan lagak yang angkuh Kim Thi sia mengambil tempat duduk dan tidak menggubris
keempat orang itu lagi, ia berteriak memesan sayur kemudian bersantap dengan lahap.
Ketika putri Kim huan mendongakkan kepalanya, ia melihat semua tamu diruangan tersebut
telah tertuju kearahnya. Seakan-akan sedang menikmati suatu benda mestika. Hal ini
membuatnya mendongkol ia segera berhenti bersantap dan menarik tangan Kim Thi sia. Dengan
keheranan pemuda itu segera bertanya: "Ada apa?"
"Mereka pada mengawasi diriku"
Tatkala Kim Thi sia berpaling betul juga, dia melihat banyak orang sedang mengawasi putri Kim
huan dengan mata terbelalak besar. Ada yang segera berbisik-bisik ada pula yang mengawasinya
makin melotot. jelas bahan pembicaraan mereka adalah gadis tersebut. Kim Thi sia segera
berpikir: "Apanya yang aneh" Siapa suruh wajahmu cantik sekali."
Melihat pemuda itu tanpa reaksi, kembali putri Kim huan berkata:
"Kalau mereka mengawasi diriku terus, aku benar-benar tak mampu bersantap........"
"Cobalah untuk menyesuaikan diri dengan keadaan" kata Kim Thi sia sambil tertawa. "Mata kan
milik mereka, bagaimana mungkin aku bisa mencampuri urusan ini?"
Putri Kim huan menggigit bibirnya kencang-kencang dan membungkam tanpa menjawab.
sementara dalam hati kecilnya memaki kegoblokan Kim Thi sia yang tak memahami jalan pikiran
seorang wanita, pikirnya:
"Coba kalau ia mau memaki orang-orang itu, setibanya dinegeriku, pasti akan kumohon
kedudukan yang tinggi dari ayah baginda."
Tapi sayang Kim Thi sia bukan seorang pelindung yang memahami perasaan wanita. Hal ini
membuat putri Kim huan mendongkol sekali, tangannya dikepal kencang-kencang seakan-akan
hendak menelannya bulat-bulat.
Makin dipikir gadis itu makin mendongkol, matanya menjadi merah. Coba disitu tak ada orang,
ia pasti akan menangis sepuas hati.
Akhirnya sambil menggebrak kakinya keatas tanah, dia berseru: "Ayoh kita pergi saja dari sini"
"Tidak. aku masih ingin berdiam sebentar lagi. Disini, ingin kulihat apakah ada perempuan lain
yang baru." Ia menyeka mulutnya lalu membuka jendela lebar-lebar, ketika angin berhembus lewat ia pun
berseru: "oooh, nyaman amat......."
Putri Kim huan makin mendongkol, sambil berkerut kening dia membungkam dalam seribu
bahasa. Lama kelamaan tampaknya Kim Thi sia tak tahan melihat gadis itu selalu bermuram durja, dia
segera melompat bangun dan tanpa berpikir panjang teriaknya keras-keras:
"Sobat sekalian, maaf kalau aku ingin numpang berbicara sebentar, bagaimanapun juga dia
adalah seorang nona yang sedang melakukan perjalanan diluar rumah sudah merasa amat tak
leluasa, apalah artinya kalian berbisik-bisik membicarakan tentang dirinya atau lebih tak sedap lagi
untuk dikatakan, kita semua adalah manusia. Meski ia seorang perempuan toh bukan manusia
ajaib yang memiliki tiga kepala enam lengan, apakah yang bagus untuk ditonton- Karena itu
kuharap sobat sekalian memakluminya sebagai seorang wanita dan bersikaplah lebih sopan-"
Dasar tak pandai berbicara, ucapan tadi membuat suasana bertambah runyam dan memancing
gelak tertawa orang banyak.
Putri Kim huan malu bercampur marah, seandainya disana ada gua, niscaya ia telah menerobos
masuk untuk menyembunyikan diri dari suasana yang serba merikuhkan ini. Dengan kening
berkerut dan hawa amarah yang membara, Kim Thi sia berseru lagi:
"Kalian tak usah mentertawakan barang siapa mereka tak puas. silahkan mencari urusan
dengan aku Kim Thi sia."
Begitu namanya disebutkan, seketika menggemparkan beberapa orang tamu yang mengetahui
identitasnya, maka berita ini segera tersebar luas. Ketika semua orang mendapat tahu kalau
pemuda ini adalah manusia yang paling susah dilayani, merekapun berhenti mentertawakan.
Melihat suasana kembali menjadi hening dan tak seorang pun berani berkaok-kaok lagi. Kim Thi
sia menyapu sekejap sekeliling ruangan, lalu sambil tertawa dingin duduk kembali ketempatnya
semula. Dengan terjadinya peristiwa itu, Kim Thi sia merasa semakin murung, ia sadar melakukan
perjalanan bersama gadis tersebut yang benar-benar suatu pekerjaan yang merepotkan dan
memusingkan kepalanya, ia mulai mencari akal bagaimana caranya melepaskan diri dari gadis
tersebut. Putri Kim huan yang tidak mengetahui akan hal itu kembali mengambek. tiba-tiba katanya:
"Bagaimanapun juga, aku hendak pergi dari sini."
"Kalau ingin pergi, pergilah"
Putri Kim huan bangkit berdiri, mendadak ia merasa perkataan tersebut ada yang tidak beres,
segera tanyanya lagi: "Bagaimana dengan kau" Apakah tidak pergi?"
"Tidak Aku ingin mengetahui apa yang telah terjadi disini, aku harus menanti sebentar lagi."
Dengan gemas putri Kim huan berpikir:
"Baik, kalau kau tak mau pergi, biaraku pergi sendiri. Hmmm, siapa yang membutuhkan
pengawalanmu" "
Tanpa terasa dia berjalan menuju kepintu gerbang.
Namun setibanya didepan pintu kembali dia merasa ragu sehingga tanpa terasa berpaling
kembali kedalam ruangan, untuk sesaat dia tak tahu apa yang mesti diperbuatnya.
Kebetulan dari seberang jalan sana muncul serombongan berandal, ketika melihat ada seorang
nona cantik berdiri sendirian didepan pintu rumah makan. Kontan saja mereka bersiul sambil
mengawasi dengan cengar cengir, malah seorang diantaranya segera berseru:
"Nona cilik, wajahmu benar-benar cantik lagi manis bagaikan bidadari dari khayangan. Apakah
kau sudah punya suami" Kalau belum punya pasangan, pasti akan kusuruh mak comblang untuk
pergi melamarmu........."
"Hey nona cantik, kau datang dari mana?" seru seorang berandal lagi. "Kecantikanmu sungguh
luar biasa, dandananmu pun sangat aneh. Hmmm, sibopeng mari kita segera turun untuk
memeluknya.........."
Putri Kim huan mundur berapa langkah kebelakang, rasa percaya pada diri sendirinya hancur
total tanpa berpikir panjang lagi dia lari masuk kembali kedalam rumah makan dan duduk kembali
disisi Kim Thi sia dengan kepala tertunduk. sambil tertawa Kim Thi sia segera berkata:
"Aku tahu kau tak bakalan pergi jauh, orang perempuan memang sangat tak leluasa untuk
berjalan seorang diri didaratan Tionggoan-"
sebenarnya putri Kim huan sudah duduk kembali, tapi perkataan itu membuat dia mengambek
lagi, sambil melotot gemas serunya:
"Hmmm, apa sih hebatnya kaum pria, apalagi macam kau dungu seperti kerbau........"
"Apa" Kau memakiku seperti kerbau" Kau sendiri macam apa?" teriak Kim Thi sia sambil
melompat bangun- Suara teriakannya amat nyaring membuat setiap orang dalam rumah makan itu mendengarnya
dengan jelas, serentak mereka berhenti berbicara dan mengalihkan perhatiannya kearah mereka.
setengah menahan isak tangisnya putri Kim huan berkata: "Kau jangan menganiaya aku
dihadapan umum. Aku.......aku........."
Dia adalah seseorang yang suka akan gengsi dan nama baik, ketika harga dirinya dirusak orang
dihadapan orang lain, maka rasa sedihnya melebihi dibunuh. Kata-kata selanjutnya pun sulit
baginya untuk diutarakan lebih lanjut.
Kim Thi sia cukup memahami perasaan hatinya, oleh sebab itu dia merasa tak tega sendiri,
sambil menahan diri katanya:
"Eeeei, kau mesti memaafkan aku, toh kau sudah tahu aku bukan orang yang bisa menahan
emosi. Bila kau memakiku maka akupun kehilangan kendali......."
"Bila engkau tidak mau pergi dari sini, biarlah aku yang mati saja ditempat ini, aku tak tahan
ditertawakan orang lain terus menerus" seru putri Kim huan sambil menangis.
"Baik, kita segera tinggalkan tempat ini."
Dengan kepala tertunduk putri Kim huan berjalan meninggalkan rumah makan, setibanya diluar
gedung dia baru menghembuskan napas panjang. Kim Thi sia segera bertanya dengan lembut:
"Apakah kau lelah" Apakah ingin beristirahat sebentar?"
Putri Kim huan manggut-manggut tanpa menjawab.
Kim Thi sia segera mengajak gadis itu memasuki sebuah rumah penginapan yang memakai
merek Hok lok. Putri Kim huan kelihatan murung dan amat bersedih hati, setibanya didalam kamar, dia segera
membaringkan diri diatas pembaringan dan tertidur dengan nyenyak sekali.
Kim Thi sia sebagai seorang lelaki sejati yang jujur, biarpun dia berada dihadapan seorang nona


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cantik yang sedang tertidur nyenyak. hatinya tak tergoda, malah dengan penuh perhatian dia
menyelimuti badannya, merapatkan pintu kamar lalu berjongkok diluar kamar sambil beristirahat.
Hingga menjelang matahari terbenam dilangit barat, putri Kim huan baru mendusin dari
tidurnya, dia baru saja mendapat impian buruk hingga peluh dingin membasahi tubuhnya. Ketika
tidak melihat Kim Thi sia hatinya semakin berdebar keras.
Tergopoh-gopoh dia membentulkan letak bajunya lalu keluar dari kamar, Tapi dalam
pandangan mata pertama ia telah melihat Kim Thi sia sedang berjongkok diluar pintu sambil
tertidur. Kejadian ini kontan saja menghancurkan hatinya.
JILID 21 Meski sipedang besi So Bun pin sangat romantis dan mengerti tata cara pergaulan, namun bila
dibandingkan dengan Kim Thi sia yang terbuka, jujur dan perkasa maka So Bun pin sudah jelas
tertinggal jauh sekali. Sebagai seorang gadis yang cerdik, dalam waktu singkat ia sudah dapat menentukan hasil
perbandingannya, dia sadar Kim Thi sia yang kasar tapi polos dan jujur ini jauh lebih dapat
dipercaya. Kecabulan dan perbuatan sipedang besi So Bun pin yang berbuat kurang senonoh kepadanya
membuat gadis ini amat membenci dirinya, sebaliknya Kim Thi sia meski selalu bentrok
dengannya, namun pemuda itu tak pernah menunjukkan sikap kurang ajar, itulah sebabnya dia
merasa Kim Thi sia jauh mengungguli So Bun pin-Setelah berpikir sebentar gadis itupun
menggoyang-goyangkan badan dipemuda.
Kim Thi sia membuka matanya dengan terkejut, dia mengira musuh telah datang hingga sambil
mengucak matanya dia bertanya: "Sudah jam berapa sekarang?"
"Mendekati luhur"
"Aaaah, aku benar-benat pikun." kata Kim Thi sia sambil melompat bangun. "Tak nyana aku
sudah tertidur senyenyak ini, coba kalau ada musuh mengusirku, aku pasti akan menjadi orang
yang berdosa, untung saja........"
sambil mengucak matanya kembali dia tertawa tergelak.
"sudahlah, matamu jangan digosok terus. sudah cukup merah, bisa-bisa akan buta nanti......."
seru putri Kim huan sambil tertawa.
Nampaknya gadis itu merasa hatinya agak cerah hingga gelak tertawanya pun lebih terbuka
dan merdu. "Mataku sudah cukup merah......" Kim Thi sia tertegun. "sudah tentu disebabkan kurang tidur.
Aaaah, kau bikin hatiku terperanjat saja."
sambil tertawa diapun mengangkat kepalanya tiba-tiba melihat sepasang matanya yang jeli
sedang mengawasinya tanpa berkedip. dengan keheranan ia segera bertanya: "Hey, apa yang
sedang kaupikirkan?"
"Aaah......tidak apa-apa......." sinona tertawa.
Mendadak paras mukanya berubah menjadi merah dadu, seakan-akan rahasia hatinya sudah
terbongkar. Kim Thi sia tak ingin menyelidiki perkataan dari seseorang sampai sejelasnya karena gadis itu
begitu enggan menjelaskan, diapun tidak bertanya lebih jauh setelah membetulkan letak bajunya,
sambil tertawa katanya: "Daripada menganggur didalam kamar, ayoh kita jalan-jalan saja."
"Bagus, tapi aku tak akan pergi lagi kerumah makan Eng pin lo tersebut" seru sinona. Kim Thi
sia tertegun, lalu katanya dengan nada minta maaf. "Aaaah.....betul, aku menyesal sekali dengan
peristiwa ditengah hari tadi.........."
sepeninggal dari penginapan Hoi lok. mereka berdua berjalan menelusuri jalan raya.
Ditengah jalan mendadak Kim Thi sia berpikir dengan rasa kaget.
"Hey, apa yang terjadi, kenapa kawanan manusia cecunguk itu belum juga membubarkan diri"
Memangnya siang malam mereka bertugas mengawasi gerak gerik orang?"
Karena curiga diapun memperhatikan sekelompok manusia diujung lorong dengan lebih
seksama lagi. Mereka terdiri dari tujuh, delapan orang lelaki kekar yang sedang berjongkok diatas tanah
sambil bermain dadu. satu ingatan segera melintas dalam benak Kim Thi sia, kepada putri Kim huan bisiknya
kemudian- "Perlahan sedikit jalannya, coba kita sadap apa pembicaraan mereka."
Dengan langkah yang amat santai, selangkah demi selangkah mereka mendekati kelompok
manusia tersebut. Terdengar salah seorang lelaki yang didepannya terlihat setumpuk uang sedang bergumam
dengan nada gembira: "Huuuh, perduli amat dengan segala macam tugas, aku rasa main dadu paling asyik, selalu bisa
mengantongi berapa tahil perak- tak usah menyerempet bahaya pula."
"Maknya si ong tua" seri seorang gemuk yang berjongkok disisinya. "Baru menang bicara tak
karuan, hati-hati kalau sampai ketahuan pemimpin kita, semua orang bisa dimaki habis-habisan.
Eeeei sian ong, kau yang menang hari ini, sepantasnya kau juga yang bertanggung jawab bila
dimaki nanti." "ssstt....kalau bicara jangan keras-keras" seru seorang lelaki yang lain- "Kita mendapat tugas
mengawasi gerak gerik musuh, bila lawan sampai mendengar teriakanmu itu, bukan kita yang
mengawasi orang lain, bisa jadi orang lain yang akan mengawasi kita. Apalagi pemimpin kita kan
sudah berpesan, sewaktu bekerja jangan malas, masa kalian tidak mendengarnya.........?"
sementara itu Kim Thi sia sudah lewat dari lorong tersebut, dia merasa amat kecewa karena tak
berhasil menyadap pembicaraan apapun, saat itulah mendadak terdengar seseorang berbisik,
" Kalian jangan ribut dulu, bicara terus terang selain sipedang emas bangsat muda itu, konon
diapun masih membawa banyak orang untuk memusuhi pemimpin kita. Aku lihat lebih baik kita
hentikan permainan pada hari ini, mari kita lakukan pengawasan disegala pelosok kota."
"Benar" timbrung si ong tua. "Kita harus melakukan pemeriksaan, andaikata tidak menemukan
sesuatu apapun yang penting tugas kita sudah selesai dikerjakan."
Kim Thi sia tahu semua orang akan bubaran, cepat ia menarik ujung baju putri Kim huan smabil
berbisik, "Cepatan sedikit jalannya, mereka segera akan berhambur keluar."
Belum berapa langkah mereka berjalan, ketika Kim Thi sia berpaling kembali, betul juga ia
melihat dari lorong tersebut muncul tujuh, delapan orang lelaki kekar yang segera berhamburan
keempat penjuru jalanan. Kini terbukti sudah sipedang emas memang telah bermusuhan dengan pemimpin dari suatu
perkumpulan besar dalam dunia persilatan, bahkan telah berjanji akan melangsungkan
pertarungan disuatu tempat. Maka diam-diam pemuda kitapun memutuskan akan pergi ketempat
tersebut guna membantu abang seperguruannya.
Entah berapa lama sudah lewat, mendadak terdengar putri Kim huan berseru: "Hey, kemana
perginya pedang Leng gwat kiam mu?"
Menyinggung masalah pedang Leng gwat kiam, wajah gadis itu berubah menjadi amat tegang,
sebab gara-gara pedang inilah diantara mereka berdua pernah terjadi bentrokkan yang tak
menyenangkan- Kim Thi sia agak tertegun, kemudian sahutnya singkat: " Hilang"
sementara dalam hati kecilnya berpikir:
"Pertanyaanmu ini benar-benar sebuah pertanyaan yang tidak pintar, mengapa sih diantara kita
berdua mesti terjadi bentrokkan lagi gara-gara urusan pedang itu?"
"Apakah orang yang mengambil pedangmu itu berilmu silat sangat tinggi?" kembali gadis itu
bertanya. "Belum tentu begitu"
"Lalu kenapa bisa hilang?"
"Pedang itu dicuri orang tanpa kurasakan sama sekali, ilmu mencopet orang itu sangat lihay
sekali." "Waaaah.....kalau begitu pedang tersebut tak bisa diperoleh kembali untuk selamanya?"
"Belum tentu begitu, asal sipencurinya sudah kutangkap. paling tidak pedang itu akan ketahuan
kemana perginya." "Diantara kita berdua sesungguhnya tak pernah terjalin permusuhan apapun, tetapi kita selalu
bentrok gara-gara pedang tersebut bukan?"
"Ehmmmmmm.........."
"Bila pedang Leng gwat kiam tidak pernah ditemukan kembali, berarti diantara kita berduapun
tak pernah akan terjadi bentrokkan yang tak menyenangkan bukan?"
"Benar." Tiba-tiba Kim Thi sia menambahkan-
"Tapi hal ini tak mungkin, coba bayangkan saja pedang Leng gwat kiam ibarat ayah dan anak
bagiku, mana mungkin kubiarkan orang lain mengangkanginya dengan begitu saja" Aku telah
bersumpah selama hayat masih dikandung badan, aku tetap akan mendapatkannya kembali."
"oooooh........begitu akrabnya hubunganmu dengan pedang leng gwat kiam?"
"Aku ingin bertanya lagi manusia macam apakah yang mempunyai hak untuk menyuruhmu
mempersembahkan pedang Leng gwat kiam tersebut secara rela?"
"Kecuali kedua orang tuaku........." Kim Thi sia menjawab sedih. "Tapi mereka berdua telah
meninggal dunia, jadi tiada orang didunia ini yang bisa membuat aku persembahkan pedang Leng
gwat kiam dengan begitu saja........?"
"Apakah hanya terbatas pada kedua orang tuamu saja" Misalnya saja abangmu, cicimu atau
mungki adik,adikmu.......istrimu."
Mendadak paras muka Kim huan berubah menjadi merah padam setelah berhenti sebentar
lanjutnya: "Apakah mereka semua tidak berhak untuk menerima pedang leng gwat kiam tersebut?" Kim
Thi sia agak tertegun serunya:
"Pertanyaanmu terlalu banyak. aku tak dapat menjawab pertanyaanmu itu. Tapi heran,
mengapa kau menanyakan persoalan itu?"
"Aku ingin tahu sampai dimana kemesrahan hubunganmu dengan pedang leng gwat kiam
tersebut, belum pernah kujumpai orang yang mengajakku ribut hanya gara-gara sebilah pedang."
"Tapi kenyataannya kau telah menjumpai manusia semacam itu bukan?"
"Ya a, kau memang manusia aneh."
"Mari, kita jangan membicarakan persoalan ini lagi, apakah kau merasa lapar?"
Putri Kim huan menggeleng kepala, keningnya berkerut kencang. Tampaknya ia merasa tak
senang karena belum memperoleh jawaban yang memuaskan hati.
"Baiklah" kata Kim Thi sia kemudian- "Kalau toh kau merasa tak lapar, akupun tak ingin
bersantap." Putri Kim huan mengangkat kepalanya dan menatap pemuda tersebut dengan matanya yang
jeli kemudian bertanya: "Mengapa" bila gara-gara aku tak lapar menyebabkan kaupun hilang napsu makan-Kuanjurkan
kepadamu lebih baik jangan berbuat sebodoh itu........."
Kim Thi sia menghindarkan diri dari tatapan matanya, lalu menjawab dengan geli: "Bukan,
bukan begitu, sesungguhnya aku memang tida terlalu lapar........"
Untuk berapa saat kemudian suasana menjadi hening, kedua belah pihak sama-sama tidak
berbicara mereka belok disebuah tikungan dan menuju kearah jalan raya teramai dikota itu.
sementara putri Kim huan masih celingukan kian kemari. Tiba-tiba ia berseru tertahan dan
mengawasi seseorang dengan perasaan terkejut bercampur keherananorang
itu sedang mabuk. mukanya merah darah bagaikan kepiting rebus, langkahnya santai
seakan-akan hendak roboh oleh hembusan angin. seperti menjumpai iblis jahat saja, putri Kim
huan bergumam lagi: "Mana mungkin orang itu...." bukankah........ bukankah dia sudah
mati........."^ Kim Thi sia berpaling mengikuti arah yang dilihat gadis tersebut diapun turut mengamati lelaki
tersebut namun matanya segera terbelalak lebar, ternyata lelaki pemabuk itu tak lain adalah si
unta, situa bangka yang selalu merecoki dirinya itu.
Bertemu dengan si unta, Kim Thi sia merasa seperti bertemu ular berbisa saja cepat-cepat dia
menarik putri Kim huan untuk bersembunyi dibelakang pohon lalu serunya cemas:
"Jangan bersapa dengan orang itu dia licik mulutnya tajam, paling suka menyindir dan
memperolok orang lain, aku paling benci dengan orang ini..........."
"Kalau begitu dia telah pura-pura mati?" tanya putri Kim huan lirih.
Kim Thi sia mengangguk. "Yaa, dia memang pandai berbuat apa saja....."
"Kau takut kepadanya?" kembali putri Kim huan bertanya sewaktu melihat pemuda tersebut
gelagapansambil mengepal tinjunya pemuda Kim menjawab:
"Yaa paling kutakuti adalah mukanya yang tebal seperti kulit badak itu........"
Putri Kim huan tertawa cekikikan karena geli, serunya manja: "Jadi kau paling takut dengan
orang yang bermuka tebal?"
"Yaa, orang semacam ini memang paling memusingkan kepala."
Hubungan antara kedua orang itupun terasa makin dekat berlangsungnya pembicaraan ini.
Putri Kim huan sadar sudah percuma dia menjual lagak dihadapan pemuda ini. Malah sebaliknya
dengan pembicaraan yang santai, hubungan mereka terasa lebih bebas, santai dan
menggembirakan. Mendadak terdengar Kim Thi sia berbisik sambil menuding kearah si unta tersebut. "Coba kau
lihat, ada orang sedang menguntil dibelakangnya........"
Putri Kim huan melihat juga, orang tersebut mempunyai perawakan tubuh yang tinggi besar,
bermuka bengis dan bermata tajam. orang tadi menguntil terus dibelakang si unta dari jarak
tertentu. Putri Kim huan segera berbisik dengan suara murung:
"Coba kau lihat, senyumannya amat tak sedap dipandang, mungkinkah jiwanya bakal
terancam" Aku kuatir dia dibokong orang sampai tewas dalam keadaan mabuk seperti itu."
Kim Thi sia merasa pendapat tersebut ada benarnya juga, maka sahutnya kemudian-"Kalau
begitu mari kita ikuti."
Dengan cepat mereka berdua mengikuti pula dibelakang lelaki kekar tadi.
Agaknya lelaki tersebut telah memusatkan seluruh perhatiannya untuk menguntil dibelakang si
unta, dia tak sadar kalau dibelakangnya justru ada orang lain yang menguntil pula sambil
mengawasi gerak geriknya.
Ketika melalui sebuah hutan, tiba-tiba si unta berjalan masuk kebalik pepohonan yang rimbun
itu, sambil tertawa seram lelaki tadi segera menyusul dari belakangnya.
Kim Thi sia segera merasa keadaan semakin gawat, tanpa berpikir panjang lagi dia menyambar
tubuh putri Kim huan lalu dibawanya lari kemuka.
"Hey, mau apa kau?" tegur putri Kim huan dengan wajah tersipu-sipu.
Kim Thi sia tak sempat menjawab, dengan menyelinap dibalik pepohonan dia bergerak lebih
cepat melewati didepan si unta.
Kasihan si unta, ternyata dia masih belum sadar kalau ancaman bahaya maut sudah muncul
dibelakang tubuhnya, dengan langkah sempoyongan dia masih berjalan seenaknya memasuki
hutan dan bersenandung pelansementara
itu, lelaki kekar tadi telah memperhatikan sekejap sekeliling tempat tersebut dengan
sorot mata yang tajam, ketika dia melihat ada orang lain yang menguntil, dia segera mengerahkan
gerakan tubuhnya yang lincah untuk mendekati korbannya.
Jangan dilihat orang itu memiliki perawakan tubuh yang tinggi besar, ternyata gerak geriknya
sangat lincah bagaikan seekor kucing.
"Aaaah.....ternyata dugaanku tak meleset, orang ini memang berniat jahat terhadap situa
bangka" pikir Kim Thi sia dengan cepat, "Baiklah memandang diatas wajah Thian maha pengasih,
biar kuselamatkan jiwanya sekali ini......."
Baru saja dia hendak turun tangan untuk memberi bantuan, si unta yang nampak
sempoyongan karena mabuk tadi tahu-tahu sudah membalikkan badan dan menegur sambil
tertawa seram. "Hey lo toako, aku sudah menunggumu cukup lama, tolong tanya ada urusan apa kau
menguntilku hingga disini?"
Lelaki itu nampak terperanjat sekali, sekali ia menghentikan gerak terjangannya dan berdiri
mematung, agaknya rasa kaget yang luar bisa membuat dia kehilangan pikiran dan tak tahu apa
yang mesti diperbuat. sambil melotokan matanya bulat-bulat, kembali si unta mengumpat: "Lo toako, maknya kamu
sudah kau dengar pertanyaanku tadi?"
Menyaksikan adengan tersebut, diam-diam Kim Thi sia menghembuskan napas lega, pikirnya:
"Sialan betul orang ini, percuma aku menguatirkan keselamatan jiwanya selama ini. Rupanya
dia sudah tahu akan kehadiran orang tersebut namun masih berlagak pilon-"
Berpikir begitu, segera bisiknya kesisi telinga putri Kim huan-"Tak nyana bangsat ini lebih licik
daripada seekor rase, kita semua sudah tertipu."
"Ya a, tadi aku masih mengira dia mabuk oleh arak" sahut putri Kim huan setengah berbisik.
"Hmmm, biarpun dia sudah minum arak seguci besar, nampaknya pikiran orang ini masih tetap
jeli. Mari kita pergi saja, bajingan ini tak gampang dihadapi, dia pandai berlagak mati, bisa jadi
sebentar lagi dia akan berlagak jadi setan-......"
"Tunggu dulu, aku ingin melihat bagaimana caranya berlagak menjadi setan."
sementara pembicaraan masih berlangsung, lelaki kekar tadi telah mendusin dari rasa
tertegunnya, dengan bengis dia segera berseru:
"Tua bangka celaka, tak usah banyak bicara, kau berani memusuhi pemimpin kami, berarti kau
harus mampus secepatnya."
"Maknya" kembali si unta mengumpat. "Justru manusia macam dirimu itu yang pantas untuk
mampus." Kemudian katanya lagi:
"Hmmm, padahal aku cuma memaki pemimpinmu dengan beberapa patah kata, masa kalian
menganggap serius persoalan ini" Maknya, apa sih hebatnya dengan memaki orang. Aku sudah
terbiasa hidup dengan memaki orang. Manusia macam apa pun sudah pernah kuumpat,
memangnya cuma pemimpin kalian macam telur busuk itu yang tak boleh dimaki" Maknya.......
kau tak usah sok" "Tutup bacot anjingmu bangsat hari ini saat ajalmu bakal tiba" teriak lelaki itu gusar.
"Maknya.......memang beginilah watakku, sampai menjelang matipun aku tetap akan memaki
orang, apalagi dihadapan manusia macam kerbau dungu semacam dirimu. Apa sih yang kau
miliki" Bukan cuma kau, dua ekor udang busuk yang bersembunyi dibelakang pohon pun akan
kumaki juga, melihat orang terancam bahaya tanpa menolong, terhitung manusia busuk macam
apakah mereka......."
Berubah hebat paras muka Kim Thi sia setelah mendengar perkataan ini, dengan gemas dia
berbisik, "silahkan, benar-benar menggemaskan orang ini, rupanya dia sudah mengetahui akan
kehadiranku tapi berlagak pilon, sialan-....."
"Hey dia memaki kita sebagai udang busuk" putri Kim huan menimpa h dengan suara
mendongkol. "Aku sudah mengatakan sedari tadi, orang ini bukan manusia sembarangan, tapi kau justru
ingin menonton ulahnya, tentu saja kita yang dimaki oleh bajingan tua itu."


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tapi dia kau sudah mengetahui jejak kita sedari tadi?" bantah putri Kim huan cepat.
sementara itu lelaki kekar tadi sudah celingukan kian kemari, ketika tidak menjumpai dua orang
yang dimaksud, ia segera tertawa terbahak-bahak sambil berseru:
"Telur busuk. toaya tak akan tertipu oleh akal muslihatmu, ayoh cepat serahkan nyawamu"
sambil berkata dia segera mendesak maju kedepan dan melepaskan dua buah serangan
berantai. Dengan cekatan si unta berkeliat kesamping, belum lagi berdiri tegak dia telah mengumpat lagi:
"Sialan-....sialan-..... kau si cucu kura-kura berani menyerang yayamu........" Hmmm,
perbuatanmu ini merupakan pelanggaran besar, raja akhirat pasti tak akan mengampuni dirimu"
Lelaki kekar itu bertambah gusar, gagal dengan serangan pertama, ia segera meloloskan
ruyungnya dan melepaskan serangkaian serangan yang gencar sekali mengurung seluruh badan si
unta. Menghadapi ancaman yang datang bertubi-tubi, ternyata si unta tidak mengeluarkan ilmu
silatnya untuk melawan, sebaliknya dia justru melompat kesana kemari untuk menghindari diri dari
sergapan musuh. Begitu ada kesempatan baik, diapun berkaok-kaok sambil mengejek:
"Hey lelaki busuk. kau memang manusia busuk. manusia beruang yang goblok dan
dungu......kau manusia tak berontak. raja akhirat pasti akan
mengutukmu........oooh.....raja akhirat, tolong aku......cepat cabut nyawa beruang dungu ini"
Kim Thi sia yang menyaksikan kejadian tersebut kembali mengomel dengan suara mendongkol.
"Dasar manusia tak berpendidikan, makin lama makin macam-macam ulahnya........"
Ketika melihat putri Kim huan sedang menutup mulutnya sambil tertawa karena geli, tanpa
terasa tegurnya lagi: "Apanya sih yang lucu, jangan lupa, barusan dia masih memaki kita sebagai udang busuk"
Putri Kim huan segera menatap pemuda itu lekat-lekat, lalu tegurnya: "Mengapa sih kau selalu
mengganggu kegembiraan orang?"
"Asal kau tidak tertawa, hatikupun akan merasa lebih lega....." ucap Kim Thi sia cepat.
setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya:
"Tentu saja kau dapat tertawa sekarang, sebab kau belum pernah menderita kerugian
ditangannya, belum mengetahui kejahatan orang tersebut, coba kalau kau pernah tertipu olehnya,
tanggung kau tak bisa tertawa sekarang.........."
"Baiklah" ucap putri Kim huan kemudian sambil menunduk. "Bila kau melarangku untuk tertawa
akupun tak akan tertawa."
Ucapannya lembut dan sikapnya amat menurut, jauh berbeda dengan sikapnya dihari-hari
biasa, kontan saja Kim Thi sia dibuat tertegun oleh perubahan sikapnya ini.
Dalam pada itu, pertarungan yang berlangsung diarena telah memasuki tahap tegang,
sekalipun posisi nampak berimbang dan kedua belah pihak tak berhasil meraih keuntungan apaapa
namun Kim Thi sia tahu siunta belum mengeluarkan ilmu simpanannya sedangkan lelaki kekar
tadi telah mengeluarkan segenap kemampuannya.
Atau dengan perkataan lain, seandainya si unta berniat merobohkan musuhnya, hal ini bisa dia
lakukan semudah membalikkan telapak tangan namun nyatanya ia tak berbuat begitu, sebaliknya
menggunakan kesempatan tadi untuk mengejek dan menggodanya habis-habisanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Akhirnya habis sudah kesabaran lelaki kekar itu, dalam gusar dan mendongkolnya mendadak ia
membuang senjata ruyungnya, lalu sambil merentangkan lengannya lebar-lebar, ia menerjang
kedepan bagaikan harimau kelaparan yang menerkam kambing.
Dengan cekatan si unta berkelit kesamping, dengan begitu lelaki kekar tadi menerkam tempat
yang kosong, dalam gusarnya lelaki itu berteriak nyaring dan sekali lagi melancarkan terkaman-
"Hey lo toako, buat apa kau terburu-buru macam monyet kena terasi?" ejek si unta lagi dengan
suara sinis, "memangnya kau sudah bosan hidup karena kelewat lama hidup membujang......."
setelah meloloskan diri dari tubrukkan lawan, si unta mengejek lebih lanjut:
"Lo toako jangan salah mengerti, aku bukan perempuan, kalau pingin mencari gadis yang
hangat carilah yang bermata agak gedean, tapi sekarang......waaah, napsu mu kelewat besar,
masa tanpa membedakan laki atau perempuan, kau main terjang saja.........aku mah geli kalau
kena dipeluk lelaki macam kau."
Kim Thi sia tidak tahan mendengar ejekan-ejekan semacam ini, kontan saja ia menyumpah:
"Monyet busuk ini kelewat batas, mulutnya kotor dan cabul..... ..biar mampus pun raja akhirat
tak bakal menerima nyawanya."
Kemudian sambil berpaling kearah putri Kim huan, katanya pula:
"Hey, aku sudah tak sanggup mendengarkan lebih jauh ayoh kita pergi saja....."
sementara itu paras muka putri Kim huan telah berubah pula menjadi merah padamu karena
jengah tanpa banyak berbicara dia segera mengikuti dibelakang yang pemuda dan pergi
meninggalkan hutan- Belum jauh mereka pergi, tiba-tiba muncul empat orang lelaki kekar yang menghadang jalan
perginya, seorang diantara mereka membentak nyaring: "Berhenti."
"Kalian ada urusan apa?" tanya Kim Thi sia tertegun
"Jangan bergerak, kami hendak melakukan pemeriksaan-"
"Pemeriksaan apa?" tanya Kim Thi sia lagi.
Dengan wajah tak sabar lelaki kekar itu menarik wajahnya seraya membentak nyaring:
"Sudah kau jangan banyak bicara, pokoknya kami hendak melakukan pemeriksaan terhadap
kalian-" "Akutoh bukan penyamun, kalian juga bukan pejabat pengadilan, kenapa kalian hendak
memeriksa diriku?" seru sang pemuda tak senang hati.
Lelaki itu mendengus dingin, ancamnya: "Bila kau tak terima, silahkan saja melawan dengan
kekerasan?" "Melawan, yaa melawan, memangnya aku takut kepada kalian?" sahut Kim Thi sia dengan
kening berkerut kencang. "Haaaah.....haaaah.....haaaah......sobat betul-betul seorang lelaki berkeras hati, aku sangat
kagum....." Belum habis berkata tiba-tiba dia mengayunkan kepalannya melepaskan sebuah pukulan
kedepan- Dalam keadaan tak terduga, Kim Thi sia tak sempat menghindarkan diri hingga tubuhnya
terhajar telak dengan badan sempoyongan dia terdorong mundur sejauh dua langkah lebih.
Kim Thi sia menjadi gusar sekali, sambil membentak keras dia melepaskan sebuah serangan
balasanTiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam waktu singkat keempat orang itu sudah tertawa dingin dan masing-masing meloloskan
senjata andalannya, tampak cahaya tajam menyelimuti seluruh angkasa dan mengurung tubuh
anak muda itu dari empat penjuru.
Kim Thi sia tidak gentar, dia menghindar kesamping meloloskan diri dari bacokan lalu serunya
sambil tertawa keras: "Bagus sekali, kau lihat justru kalian yang tak tahu aturan, kalianlah berandal busuk. Hmmm,
lebih baik majulah bersama-sama."
sebuah sambaran kilat menyingkirkan sapuan ruyung yang tertuju kebadannya, kemudian
sebuah sapuan dilontarkan kedepan.
serangan itu datangnya cepat sekali, karena tak menyangka orang yang berada dipaling depan
tersapu telak hingga senjatanya terlepas dari genggaman dan tubuhnya mencelat sejauh berapa
puluh kaki dari posisi semula.
Mendadak terasa desingan tajam menyambar datang dari belakang dengan cepat Kim Thi sia
berpaling. Ternyata entah sejak kapan disitu telah muncul lagi tiga orang lelaki asing yang
langsung melancarkan serangan kearahnya tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Dalam gusarnya Kim Thi sia mengeluarkan ilmu Tay goan sinkangnya untuk melepaskan
serangan balasan. Kontan saja ketiga orang penyergapnya terdesak hebat hingga mundur berulang kali
kebelakang dan berkaok-kaok marah.
Mendadak kilatan cahaya tajam menyambar tiba, ternyata sebuah bacokan pedang langsung
mengarah batok kepalanya.
Cepat-cepat Kim Thi sia menghimpun tenaga dalamnya kedalam telapak tangan.
Kemudian sambil memutar tangannya dia menangkis ancaman tersebut. "Traaaaanggg....."
Diiringi dentingan nyaring, pedang tersebut tertangkis hingga mencelat kearah lain. Berhasil
dengan tangkisan tersebut, Kim Thi sia merasa kegirangan setengah mati dia segera mengerahkan
kembali tenaganya untuk menyerang seorang lelaki bersenjata toya yang datang dari kiri.
Belum sempat mendekat, lelaki itu sudah termakan serangan dahsyat tersebut hingga jubahnya
mencelat pula kebelakang.
Agaknya kawanan lelaki itu tak mengira kalau musuhnya amat hebat, seorang lelaki bercodet
yang rupanya menjadi pemimpin rombongan tersebut, segera berteriak memperingatkan.
"Awas, bangsat ini memiliki tenaga pukulan yang hebat........."
Dengan memutar ruyung tujuh ruasnya, lelaki bercodet itu segera melepaskan serangkaian
serangan dengan gencarnya.
Kim Thi sia mendengus dingin, dia tahu untuk menghadapi kerubutan orang-orang tersebut,
paling baik kalau dia membekuk pemimpinnya lebih dulu.
Dengan jurus mengebas baju menghilangkan debu ia melepaskan babatan kedepan, sementara
kaki kirinya menyapu bagian bawah tubuh musuh.
Baru saja lelaki itu mengayunkan ruyungnya menghajar bahu Kim Thi sia, tahu-tahu sapuan
pemuda itu sudah bersarang telak ditubuh bagian bawahnya.
orang itu menjerit kesakitan, sambil berteriak ngeri badannya roboh terjungkal ketanah.
Kim Thi sia segera menyambar badannya lalu dicengkram bagaikan burung elang menangkap
ayam kecil, setelah digaplok beberapa kali bentaknya keras:
"Barang siapa berani bergerak lagi secara sembarangan, aku segera akan membunuh orang
ini." Betul juga, kawanan lelaki kekar itu serentak mengundurkan diri kebelakang dan mengawasi
lawannya dengan wajah tertegun-
"Sekarang katakan segera, apa maksud kalian melakukan pemeriksaan- Kalau tidak dijawab,
hati-hati kalau kubunuh bangsat ini."
Belum habis perkataan tersebut, mendadak terdengar putri Kim huan berteriak keras: "Hey,
cepat menyingkir" Kim Thi sia sadar, tentu ada sesuatu yang tidak beres, dengan cepat dla berpaling.
Ternyata seorang lelaki setengah umur berbaju ringkas warna hijau dan berwajah licik telah
berdiri dibelakang tubuhnya, dari kehadirannya yang sama sekali tidak terasa, dapat disimpulkan
bahwa ilmu meringankan tubuhnya benar-benar amat sempurna. Baru saja Kim Thi sia hendak
menegur: "Mau apa kau?"
Mendadak orang itu sudah mengancam dengan suara dingin-
"Jangan bergerak sobat, kalau tidak akupun tak akan mengampuni jiwamu."
Tahu-tahu pinggangnya telah disentuh semacam benda keras membuat tenaganya punah
secara tiba-tiba, otomatis lelaki yang berada dicengkeramannyapun terlepas dari genggaman dan
jatuh keatas tanah. "Pengawal, bekuk dulu perempuan itu" terdengar jago pedang setengah umur itu berseru
kembali. Kim Thi sia gusar sekali, teriaknya:
"siapa berani menyentuh, aku tak akan mengampuninya........"
Tapi sebelum perkataan itu selesai diucapkan, tahu-tahu pinggangnya terasa kaku, disusul
kemudian terdengar jago pedang setengah umur itu berkata dengan suara dingin: "sobat,
nyawamu sudah berada ditanganku, lebih baik bersikaplah lebih tenang."
Kim Thi sia tertunduk sedih, apalagi melihat putri Kim huan sudah ditangkap dua orang lelaki
kekar, dengan rasa pedih pikirnya:
"Biarpun harus menyerempet bahaya, aku harus membalas sakit hati ini."
Diapun mengambil keputusan untuk menyerang secara mendadak, sekalipun selembar jiwanya
dibuat pertarungan. siapa tahu, belum sempat dia melakukan sesuatu tindakan, mendengar suara gelak tertawa
yang sangat aneh berkumandang datang.
Menyusul gelak tertawa terdengar suara si unta berteriak pula dengan nada khasnya:
"Hey toako, jangan terburu napsu, aku segera akan mengirimmu untuk pulang ke see thian-"
Dengan gusar jago pedang setengah umur itu membentak:
"Hey sobat, bila kedatanganmu untuk mencari gara-gara. Hmmmm, tindakanmu itu kelewat
bodoh......" si unta segera meludah, lalu jengeknya lagi sambil tertawa cengar cengir:
"Eeei toako, buat apa sih kau bersikap galak kepadaku" Aku tak suka diperlakukan dengan
kasar, bersikaplah lebih lunak kepadaku......"
Kemudian setelah berhenti sejenak. lanjutnya:
"Hey bocah kunyuk. nona manis, kita bersua lagi. Haaaah.....haaaah......walaupun kalian
berdua benci kepadaku, tapi sekarang aku telah menjadi tuan penolong kalian berdua. Masa kalian
tidak berterima kasih kepadaku" Haaaah....haaaah.......haaaah........"
Jago pedang setengah umur itu tak kuasa menahan amarahnya lagi, kembali bentaknya keraskeras:
"Hey sobat, bila kau tidak tahu diri terus menerus, jangan salahkan kalau aku tak berlaku
sungkan-sungkan lagi."
"Eeeei loko, sekarang jalan darah tertawa dan menangis mu sudah berada dibawah kekuasaan-
Bila kusuruh kau menangis, kau segera akan menangis, bila suruh tertawa, kau pun segera akan
tertawa, karena itu bila kau tak pingin menjadi orang edan, lebih baik kurangi gertak sambalmu
yang menyebalkan itu" teriak si unta keras-keras.
Jago pedang setengah umur itu sangat murka, mendadak ia melepaskan sebuah gempuran
sedikit suarapun- Kim Thi sia mendengus tertahan, dengan cepat dia melepaskan pula sebuah serangan balasan-
"Blaaammmmm............"
Ketika dua gulung tenaga saling bertemu, terjadilah suara bentrokan keras yang menyebabkan
tubuh kedua orang itu sama-sama bergoncang keras.
Hampir pada saat yang bersamaan, enam tujuh orang lelaki kekar yang berada diseputar arena
serentak meloloskan senjata masing-masing sambil menerjang maju kemuka.
Saat itulah si unta telah mencengkram ujung baju lelaki setengah umur tadi sambil
membetotnya kebelakang. Jago pedang setengah umur itu jadi sempoyongan dan mundur terhuyung kebelakang. Kembali
si unta berteriak keras: "Toako sekalian tak perlu gelisah, setiap perkataanku pasti akan kujalankan sebaik-baiknya,
kalau kuberjanji akan mengirim dia ke see thian, sudah pasti dia akan kuhantar ke see thian-
Kalian tunggu saja dengan sabar, jangan mendesakku terus-terus an......."
"Dan sekarang......" si unta melirik sekejap kearah putri Kim huan, kemudian melanjutkan-
"Kuharap lo toako suka tertawa lucu, agar sinona cantik merasa agak terhibur hatinya."
Putri Kim huan merasa amat sebal melihat tampangnya yang tengik itu, dengan gemas dia
cemburu dan melengos kearah lain.
Mendadak jago pedang setengah umur itu tertawa tergelak. seakan-akan telah bertemu dengan
suatu kejadian yang lucu sekali. Ia tertawa terpingkal-pingkan sampai air matanya bercucuran-
Putri Kim huan yang menyaksikan peristiwa ini menjadi tertegun, pikirnya keheranan-"Hebat
benar kepandaian orang ini, masa disuruh tertawa dia lantas tertawa?"
Tentu saja sinona yang tak mengerti ilmu silat ini tak tahu kalau jalan darah tertawa orang itu
sudah tertotok sehingga tertawapun bukan muncul atas kemauannya sendiri
sebaliknya Kim Thi sia berpikir dengan tak senang hati:
"Musuh besar didepan mata, ia masih berminta untuk bergurau dengan musuh. Hmmm, kalau
hal ini sampai menarik perhatian komplotan lainnya, bisa berabe jadinya......lebih baik aku kabur
saja dari sini." Maka sewaktu melihat putri Kim huan masih berada dalam cengkeraman musuh, diapun
menyusun rencana untuk menyelamatkan gadis tersebut.
sementara itu semua orang masih tertegun dibuatnya menyaksikan pemimpin mereka
dipermainkan si unta, untuk sesaat mereka tak tahu bagaimana mesti berbuat untuk mengatasi
kejadian itu. Karenanya sewaktu Kim Thi sia bergerak mendekati mereka, ternyata tak seorangpun yang
mengetahuinya. Dengan cepat Kim Thi sia memberi kerdipan mata kepada putri Kim huan, sinona memahami
maksudnya dan tiba-tiba meronta dengan sekuat tenaga.
Ternyata rontaannya kali ini berhasil melepaskan diri dari cengkeraman lelaki itu, begitu bebas
seperti anak kecil yang ketakutan saja cepat-cepat dia lari menuju kesamping Kim Thi sia.
Dengan cepat pemuda itu menyambut kedatangan sinona dan menyembunyikannya dibelaka
tubuhnya. Paras muka putri Kim huan nampak pucat pias seperti mayat, sekalipun sudah lolos dari
cengkeraman musuh namun rasa kagetnya belum juga hilang. Ia menghembuskan napas panjang
dan bergumam: "Hmmm.....sungguh berbahaya, coba kalau dia tidak menarik perhatian orang lain untuk
dialihkan kearah lain......."
"Sudah, kau jangan menyinggung dia lagi, orang itu jahat sekali" tukas Kim Thi sia cepat.
Dalam pada itu gelak tertawa jago pedang berusia pertengahan itu telah berubah menjadi isak
tangis yang amat memedihkan hati, yang begitu sedihnya suara tangisan tersebut, seperti orang
yang kematian orang tua saja...
Putri Kim huan sangat keheranan oleh kejadian ini, tak tahan segera tanyanya: "Apa sih yang
dia lakukan?" "Mengapa orang itu sebentar bisa menangis sebentar bisa tertawa?"
"Coba kau perhatikan tangannya "
Ketika putri Kim huan mencoba memperhatikan tangan si unta, benar juga tangannya yang
kurus kering itu sedang menempel dipinggang jago pedang setengah umur itu sementara jari
telunjuk dan jari tangannya mencengkeram diatas pinggang orang itu.
Agaknya putri Kim huan belum juga mengerti, dengan wajah keheranan dia bertanya lebih
jauh: "Dengan berbuat begitu saja, mengapa dia bisa membuat orang itu tertawa dan menangis?"
"Tentu saja, sebab disitulah letak suara tertawa dan menangis. Kalau tak percaya coba buktikan
atas dirimu." Putri Kim huan yang terpengaruh rasa ingin tahunya segera meniru letak jari tangan si unta dan
mencengkeram pinggang Kim Thi sia.
Tiba-tiba saja pemuda itu nampak bergetar keras menyusul kemudian tertawa terbahak-bahak
dengan suara yang amat nyaring.
Putri Kim huan sangat terkejut dan buru-buru melepaskan tangannya, dengan cepat Kim Thi sia
pun berhenti tertawa. Melihat hal ini, putri Kim huan merasa gembira sekali, katanya kemudian dengan bersemangat:
"Benar-benar menarik sekali, tiba-tiba saja aku ingin belajar silat, bersediakan kau?"


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kim Thi sia mengetahui maksud hatinya, cepat dia menggeleng seraya berkata:
"Percuma kau belajar silat, engkau adalah putri kesayangan kaisar negeri Kim, dihari-hari biasa
kaupasti dikawal banyak orang sehingga boleh dibilang tidak perlu engkau bersusah payah untuk
mempelajari sendiri Apalagi belajar silat itu berat dan mesti mengalami berbagai penderitaan, kau
tak bakal tahan menghadapi penderitaan tersebut."
"Buat apa kau mengajukan alasan sebanyak ini" Katakan saja kalau keberatan, aku tog segera
paham maksudmu." "Kalau kau menyuruh aku berkata demikian yaa terpaksa aku harus berkata demikian."
Putri Kim huan semakin tak senang hati, dia menundukkan kepalanya tanpa berkata lagi,
namun keinginannya untuk belajar silat justru makin membara pikirnya:
"Banyak orang pandai didarata n Tionggoan, dimana-mana orang gagah bermunculan.
HHmmm, sekalipun kau enggan memberi pelajaran kepadaku, memangnya aku tak bisa belajar
dari orang lain?" sementara itu, sijago pedang berusia pertengahan itu sudah berhenti menangis, dengan napas
tersengkal-sengkal dia berkata:
"Sobat, mau dibunuh, bunuhlah mau dicincang silahkan, tapi bila kau mempermainkan aku
terus menerus dengan cara begini aku akan memaki nenek moyang tiga generasimu."
Tampaknya dia sudah cukup menderita oleh siksaan si unta sehingga nada pembicaraannya
tidak segarang tadi lagi. Dengan suara melengking si unta segera berteriak
"Lo toako, terus terang saja kubilang, seandainya kuinginkan nyawamu maka semenjak tadi
kau sudah mampus aku sengaja bermesrahan denganmu selama ini tak lain karena kuharap kau
pergi dengan tenang bersama semua benggolmu, dan sampaikan kepada pemimpin kalian bahwa
aku sudah terbiasa memaki siapa saja, termasuk juga dirinya, bila dia merasa tak boleh dimaki,
maka aku pingin tahu apakah dia memang berwajah lain daripada yang lain sehingga tak boleh
dimaki orang, atau mungkin pendidikannya kelewat rendah sehingga tidak tahan dimaki orang"
"Kalau kau jantan tinggalkan namamu" seru jago pedang setengah umur itu dengan penuh
kebencian- "Aku disebut orang kuda berbisul dipunggung"
setengah mengerti setengah tidak jago gedang berusia pertengahan itu manggut- manggut,
tanpa banyak bicara lagi dia segera beranjak pergi dari tempat itu.
Menanti bayangan punggung orang-orang itu sudah lenyap dari pandangan, si unta baru
berjalan mendekat sambil tertawa terkekeh-kekeh, lalu setelah memberi hormat, dia menyodorkan
telapak tangannya kedepan bersikap meminta sesuatu.
"Eeei apa yang kau minta?" Kim Thi sia menegur keheranan.
"Anak muda, kau benar-benar tidak tahu diri" ucap si unta sambil cengar cengir, "kalau sudah
bersantap dirumah makan, bukankah kau mesti membayar" setelah menginap dirumah
penginapan tentu membayar" Nah, apa salahnya bila akupun memungut ongkos pertolongan
setelah kutolong jiwa kalian berdua barusan." Kim Thi sia mendongkol sekali, tanpa sungkansungkan
dia berkata: "Itukan atas kehendakmu sendiri, aku juga tidak menyuruh kau menolong kami berdua, lantas
apa hubungannya denganku?"
Bagaikan awan hitam yang terhembus angin, dalam waktu singkat air muka si unta telah
berubah menjadi amat tak sedap. umpatnya keras-keras:
"Maknya kau sibocah kunyuk. jangan berusaha main sabun denganku, jadi kau anggap ikan
dan udang ditangkap untuk sayurpun kehendak mereka sendiri untuk ditangkap?"
Putri Kim huan yang berasal dari keluarga terpandang, nampaknya segan ribut dengan orang
lain gara-gara uang, dengan penampilan yang menyaksikan dia bertanya: " Katakan saja, berapa
ongkos pertolongan yang kau minta?"
Kembali senyuman menghiasi wajah si unta, sambil memperlihatkan ketiga jari tangannya dia
berkata sambil tertawa terkekeh-kekeh. "Heeeeh......heeeeeh........tidak banyak. tidak banyak.
cuma seangka ini saja"
Steelah berhenti sejenak. mungkin takut putri Kim huan enggan memberi jumlah tersebut,
buru-buru dia menambahkan:
"Terus terang saja kubilang, selama hidup aku paling benci dengan segala bentul pemerasan,
berapa banyak pekerjaan yang kuselesaikan, berapa banyak pula ongkos kutarik, setelah
dibayarpun aku tak bakal minta bayangan......maka.........."
"Tiga puluh tahil perak yang kau inginkan?" tukas putri Kim huan tanpa berpikir. si unta
tertegun, setelah memandang sekejap kearah si nona dia berpikir:
"Aku kira tiga tahilpun kau enggan membayar, eeeh.......siapa tahu kau malah menawarkan tiga
puluh tahil, ini yang kubilang pucuk dicinta ulam tiba, kebenaran bagiku."
sambil tertawa yang dibuat-buat, dia segera menyahut:
"Betul, betul tiga puluh tahil perak. Harap nona sudi memaklumi aku memang hidup berkelana
dalam dunia persilatan, kebetulan bekalku habis, tanpa sandang tanpa pangan toh mustahil bagiku
untuk hidup karenanya kuharap."
"Tidak mengapa" sela putri Kim huan lagi.
ia segera merogoh kedalam sakunya mengeluarkan selembar uang kertas kemudian ujarnya
lebih jauh: "ambillah seratus tahil perak ini, kembalinya tak usah kau serahkan lagi kepadaku"
sikap seorang nona bangsawan memang berbeda dengan orang biasa, biarpun seratus tahil
sudah cukup untuk biaya hidup satu keluarga kecil selama tiga tahun penuh, namun gadis itu
menyodrokan uang kertas dilihat lagi.
Si unta nampak agak tertegun, lalu sambil tertawa cengar cengir ia memburu kedepan untuk
menerimanya. Mendadak Kim Thi sia menyerobot maju kedepan dan merampas uang tadi sambil mengumpat:
"Hey tua bangka, katanya saja seorang jago kenamaan dari dunia persilatan- Hmmm, masa
perbuatan memalukan seperti inipun kau lakukan" Aku sungguh merasa malu untukmu." sambil
mengembalikan uang tadi kepada putri Kim huan, dia berkata lebih jauh:
"Kalau ingin melakukan perbuatan yang memalukan, lakukanlah terhadap bangsa sendiri, kau
tak boleh menjual muka bangsa kita dihadapan suku asing. Hey tua bangka, bila kau berani buka
suara lagi, jangan salahkan kalau aku akan mengajakmu bertarung habis-habisan-"
"Telur busuk jelek. nampaknya kau memang selalu bermaksud main gila denganku" teriak si
unta pula. "Mulutmu memang berbicara sangat merdu, padahal siapa tahu apa yang kau pikirkan"
Hmmm, bukan kau takut uang yang mengalir keluar terlalu banyak akan mengurangi jatah-jatah
yang bekal kami terima sendiri......."
Kim Thi sia gusar sekali, sambil mengepal tinjunya dia membentak penuh amarah.
"Tua bangka celaka, kau berani menfitnah orang dengan perkataan yang tak senonoh" Aku
akan menuntut keadilan darimu."
Baru saja si unta hendak mengucapkan sesuatu lagi, mendadak dari kejauhan sana terdengar
seseorang berteriak keras: "Ayoh cepatan sedikit, mereka belum pergi"
Pada jarak sepuluh kaki didepan sana, tampak bayangan manusia berkelebat lewat dan
muncullah serombongan manusia yang bergerak mendekati arena. Gerak g erik mereka sangat
ringan bagaikan burung elang yang terbang diangksa, dalam berapa kali lompatan saja tubuh
mereka sudah berada didepan mata. Dengan penuh rasa gemas si unta segera berseru:
"Siapa suruh kau sikura-kura kecil enggan membayar ongkos pertolongan" sekarang musuh
telah datang lagi, maaf kalau aku tak punya semangat untuk mengurusi lagi."
Selesai berkata ia segera menjejakkan kakinya keatas tanah dan melejit setinggi empat lima
kaki ketengah udara, kemudian dengan kecepatan luar biasa menyusup masuk kebalik hutan-
Sementara itu kawanan musuh telah menyebarkan diri keempat arah delapan penjuru, jelas
mereka berniat menangkap Kim Thi sia dalam keadaan hidup-hidup.
Dalam keadaan demikian, Kim Thi sia pun sadar kalau situasinya berbahaya sekali, dalam
paniknya satu ingatan tiba-tiba melintas dalam benaknya, dengan cepat dia menyambar
segenggam pasir lalu diayunkan kedepan-
Kemudian menggunakan kesempatan disaat semua orang lagi panik mengucak mata, pemuda
itu menyambar pinggang putri Kim huan dan diajak kabur masuk kedalam hutan-
Bagi umat persilatan sebetulnya beriaku pantangan memasuki hutan yang gelap, tapi kawanan
manusia itu tak ambil perduli, dengan mengandaikan jumlah yang lebih banyak mereka melakukan
pengejaran masuk kedalam hutan-
Sementara itu Kim Thi sia sudah merasa agak lega setibanya dalam hutan, meski rembulan
bersinar cerah namun sukar menembusi setiap kegelapan yang mencekam sekeliling tempat itu,
suasanapun amat sepi. sambil memeluk tubuh putri Kim huan, pemuda itu bersembunyi dibalik pohon sambil mengintip
kemuka dan mengawasi gerak gerik musuh.
Rupanya pihak lawan berjumlah delapan orang yang terbagi dalam dua kelompok, kelompok
pertama terdiri dari empat orang dan berjalan didepan, mereka membabat ranting dengan
pedangnya sambil bergerak kedepanorang-
orang itu semuanya memakai baju ringkas dan bermata tajam, dalam sekilas pandangan
saja dapat diketahui bahwa mereka adalah jagoan yang bertenaga dalam sempurna.
Diam-diam Kim Thi sia amat terkejut, andaikata putri Kim huan tak berada disini, dia pasti akan
melakukan perlawanan tapi...
"Mana dia?" tiba-tiba putri Kim huan berbisik.
Menyinggung soal si unta, Kim Thi sia mengerutkan dahinya kencang-kencang sambil
menjawab singkat: "Sudah kabur."
"Bagaimana dengan kita?" tanya putri Kim huan lagi mulai tegang. "Apakah kau sanggup
menghadapi mereka?" "Aku tidak yakin, yang pasti lebih banyak bahayanya daripada keberuntungan-"
"Apakah mereka akan membunuhmu?"
"Mungkin........."
"Kau takut?" "Dan kau?" Kim Thi sia balik bertanya.
Putri Kim huan segera menghela napas panjang sambil membenamkan kepalanya dalam
pelukan pemuda itu, lamat-lamat sang pemuda dapat mendengar detak jantungnya yang keras.
selang berapa saat kemudian.......
Mendadak putri Kim huan mendongakkan kepalanya lagi dan menatap pemuda tersebut dengan
matanya yang terbelalak lebar, tanyanya lagi dengan suara lirih: "Apakah kita akan mati
bersama?" Kim Thi sia tak berani menatap pandangan gadis tersebut, sengaja dia mengalihkan
perhatiannya mengawasi gerak gerik musuh kemudian menjawab:
"Hal ini tak mungkin akan terjadi, sebab bila kau yang tertangkap maka musuh akan
menyekapmu serta memperlakukan dirimu secara baik, sebaliknya bila kau yang tertangkap maka
hanya jalan kematian yang kuperoleh........"
"Mengapa bisa begitu?"
"sebab kau adalah wanita."
"Apakah bangsa Han kalian tidak akan menganiaya kaum wanita?"
"Bukan begitu, wajahmu amat cantik, mereka tak akan tega mencelakai jiwamu"
"ooooh....." setelah menghela napas putri Kim huan berkata. "Mungkin seandainya mungkin,
aku bersedia mempunyai wajah lebih jelek."
"Hal itu tidak mungkin terjadi. Hey, mengapa sih kau senang membicarakan persoalan yang tak
mungkin akan terjadi."
Jelas Kim Thi sia sudha habis kesabarannya, musuh tangguh berada didepan mata, kini ia
butuh waktu untuk berpikir dan berusaha mencari jalan keluar untuk keluar dari kepungan
tersebut. Putri Kim huan jadi mengambek. dia menarik kembali tangannya serta menjaga jarak sejauh
satu depa lebih dari pemuda itu.
Kim Thi sia kembali tertegun, dia tidak habis mengerti kenapa gadis tersebut bersikap begini,
namun diapun tidak banyak komentar.
Dalam pada itu dua orang jago lihay telah mendekati kearah tempat persembunyian mereka,
pedang yang diayunkan berulang kali membabat habis semua ranting yang menutupi pandangan,
andaikata mereka meneliti lebih seksama lagi, sebenarnya tidak susah menemukan jejak
lawannya. Kini, selisih jarak tinggal tiga kaki diam-diam Kim Thi sia mengambil sebutir batu dan
memerintahkan putri Kim huan untuk tahan napas, lalu dia menghimpun tenaga siap melakukan
serangan-Mendadak........
Disaat yang amat kritis inilah putri Kim huan berteriak keras: "Ular.......ular.........."
Kim Thi sia sangat gusar, tak sempat menjawab lagi lengannya segera diayunkan kedepan,
batu itu segera meluncur kedepan dengan membawa desingan angin tajam dan langsung
menyerang lelaki berbaju ringkas yang berada dipaling muka.
Tampaknya kedua orang jago itu cukup cekatan, serentak mereka menghentikan langkahnya
dan menangkis dengan pedangnya. "Traaaaangggg..........."
Dimana cahaya hijau berkelebat lewat. Batu itu sudah tertangkis hingga mencelat kesamping.
Menggunakan kesempatan inilah Kim Thi sia menendang ular berbisa itu hingga mencelat jauh.
ketika memandang lagi kearah putri Kim huan, tampak gadis itu berdiri dengan badan gemetar
dan wajah pucat pias seperti mayat, ia menjadi tak tega dan segera memaafkannya.
Ular berbisa yang tertendang tadi nampak bergulingan diatas tanah lalu bangkit kembali
secepat kilat binatang itu menyambar kedepan dan kali ini menyerang Kim Thi sia.
Anak muda ini memang tak malu disebut lelaki jantan, dia panik menghadapi bahaya, tiba-tiba
kakinya menendang ular tersebut sementara tangannya menyambar lehernya.
Ular berbisa itu berpekik aneh, ekornya mendadak menggulung sambil menyapu balik. Kontan
saja pemuda itu tak mampu berdiri tegak lagi dan jatuh terjerembab keatas tanah.
Untung saja ia sudah lama hidup diatas gunung dan cukup menguasai watak binatang berbisa
itu, begitu berguling ditanah sepasang tangannya yang mencengkram leher siular segera
membetotnya dengan sekuat tenaga. "Kraaaaaaakkkkk.........."
Tulang leher ular itu seketika terlepas dari persendiannya, dengan begitu tak punya tenaga lagi
untuk menyerang pemuda kita.
Kim Thi sia membentak keras, sambil melompat bangun dia melemparkan bangkai ular berbisa
sepanjang satu kaki itu kearah dua orang musuhnya yang sementara itu menerjang tiba.
Kedua orang itu segera merasakan pandangan matanya jadi gelap. buru-buru pedang mereka
dibabat kemuka. Percikan darah segar menyembur kemana- mana membuat dua orang tadi terkejut. Cepatcepat
mereka melompat mundur kebelakang sekalipun tindakan mereka cukup cekatan, tak urung
darah ular sempat menyembur mengotori wajah serta badan mereka.
Kim Thi sia tidak membuang waktu, dia menyambar tubuh putri Kim huan dan diajaknya kabur
lagi kedalam hutan. Kali ini baru lari sejauh berapa kaki, mendadak dari arah depan muncul kembali dua orang
musuh yang menghadang jalan pergi mereka.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun Kim Thi sia melontarkan serangan gencar kedepan-
Dua orang jago itu tertawa dingin serentak mereka lancarkan serangan balasan yang tak kalah
hebatnya. "Blaaaammmmmmm. ........"
Benturan nyaring bergema memecahkan keheningan, tubuh kedua orang yang jago itu nampak
bergetar keras, sebaliknya Kim Thi sia terdorong mundur sejauh lima langkah dan hampir saja
jatuh terjungkal. "Aku lihat.......aku lihat kita menyerah saja" bisik putri Kim huan tiba-tiba dengan suara
gemetar karena kaget. "Tidak bisa" tampik Kim Thi sia cepat. "sikap seperti itu bukan tindakan seorang gagah, aku tak
sudi melakukannya." Dalam waktu singkat penggeledahan telah dihentikan, semua jago pun telah berkumpul disitu
serta mengepung Kim Thi sia berdua ditengah arena.
Dengan gusar pemuda itu berseru:
"Lebih baik kalian maju bersama-sama, siapa yang takut kepada kalian, dia bukan seorang
lelaki jantan." Ketika mendengar perkataan itu, sijago pedang bertubuh jangkung yang berdiri dipaling muka
segera tertawa seram, dengan sinar matanya setajam sembilu jengeknya:
"Bocah keparat, kau salah alamat bila menganggap dirimu sebagai seorang lelaki sejati.
Hmmm, kulihat lebih baik kau menyerah saja."
sambil berkata, tiba-tiba dia mendesak maju kedepan dan melancarkan sebuah cengkraman
maut. Kim Thi sia segera melakkukan tangkisan, tiba-tiba dia berteriak kesakitan dibawah sinar yang
redup tampaklah sebuah mulut luka sepanjang satu inci telah muncul diatas lengannya, darah
segar jatuh bercucuran membasahi seluruh badannya. Kejadian ini kontan saja menggusarkan
hatinya dnegan geram dia berteriak keras:
"Hmmm, kalau melukai orang dengan menggunakan akal busuk bukanlah perbuatan seorang
gagah bila memang bernyali, ayoh kita lakukan pertarungan secara blak-blakan."
orang itu tertawa keras, sepasang telapak tangannya direntangkan lebar-lebar sementara
kesepuluh jari tangannya itu dengan luka yang berapa inci panjangnya mencuat persis seperti
mata pisau yang tajam, tak heran kalau pemdua tersebut terluka oleh sambaran kukunya.
Terdengar dia berkata sambil tertawa dingin-
"Bocah keparat, siapa suruh kau tak tahu diri. Hmmm, jangan harap kemampuanmu itu mampu
untuk menahan ilmu Ci ka sikang ku"
Kim Thisia gusar sekali, sambil membentak keras dia melancarkan sebuah pukulan kedepanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
JILID 22 orang itu membalik pergelangan tangannya sambil melancarkan cengkeraman maut lagi
kebawah, begitu mendadak datangnya serangan tadi membuat Kim Thia sia amat terkesiap dan
buru-buru membuyarkan serangannya sambil mundur dengan tertegun-
Tapi sayang gerakan itu teria mbat, tahu-tahu saja lengannya sudah kena dicengkeram musuh
hingga sama sekali tak berkutik. Terdengar orang itu tertawa terbahak-bahak seraya berseru:
"Haaaah.......haaaaah.......haaaaah.......Ngo te, Lakte, bekuk bangsat ini"
Dua orang jago pedang berbaju ringkas yang berada dibelakang orang itu serentak mengiakan,
kemudian tanpa mengucapkan sepatah kata pun mencengkeram tubuh Kim Thia sia. Putri Kim
huan yang melihat kejadian ini segera berteriak keras. Dua orang itu tertegun dan serentak
menghentikan langkahnya. Sambil menuding kearah manusia bertubuh jangkung yang berada dihadapannya, putri Kim
huan berseru: "Sebenarnya kesalahan apa yang telah kami perbuat" cepat katakan-........."
"Siapa suruh bocah keparat ini enggan diperiksa sebaliknya malah melukai anak buah kami"
Hmmm, kesalahannya sudah setinggi bukit dan tak terampuni lagi."
"Atas dasar apa kalian hendak memeriksa kami" Memangnya kalian adalah opas atau petugas
pengadilan?" orang itu mendengus dingin.
"Hmmm, pertanyaan nona kelewat tak tahu sopan, kami hanya tahu berprinsip "siapa melawan


Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia harus mati" dan tak mengerti apa dasarnya."
orang ini berbicara dengan tegas dan keras jelas sudah merupakan pemimpin dari rombongan
tersebut. Dengan perasaan tak senang hati putri Kim huan segera berkata:
"Hmmm, mengandalkan jumlah yang banyak untuk mempermainkan orang baik, kami tak akan
tunduk kepada kalian."
Mendengar itu, orang tersebut segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah.....haaaaah.....haaaaah......nona tak usah banyak bicara, kami tak mempersoalkan
mengandalkan jumlah yang banyak atau tidak. yang penting tujuan kami dapat tercapai."
Mendadak Kim Thia sia menyela:
"Hey, buat apa kau mengajak kawanan manusia yang tak tahu aturan itu berbicara?" sambil
menempelkan bibirnya disisi telinganya, putri Kim huan berbisik,
"Aku bermaksud menyuruh mereka menangkap aku seorang dan membebaskan dirimu, entah
usahaku ini akan berhasil atau tidak?"
Ucapan tersebut seketika mengharukan perasaan Kim Thia sia, setelah tertegun berapa saat dia
baru bertanya: "Mengapa kau harus berbuat demikian?"
"Aku tahu aku merupakan beban bagimu membuatmu menderita dan sengsara, coba kalau tak
ada aku, mungkin kau sudah kabur amat jauh dari sini. Maka setelah kau tertangkap hatiku
menjadi amat gelisah dan tak tenang, itulah sebabnya aku ingin-......."
"Tak usah kuatir, aku tak pernah berpendapat demikian, apalagi kawanan cecunguk itu adalah
kawanan manusia yang tak tahu diri, aku Kim Thia sia bukan manusia lemah, aku tak sudi
menerima perintahnya dengan begitu saja."
Kemudian sambil membusungkan dada, dia berteriak kepada sijago pedang berbaju hitam itu.
"Hey kawanan cecunguk. bila kalian hendak turun tangan silahkan turun tangan sekarang juga.
Aku perlu mengucapkan sepatah kata yang tak sedap didengar. Hari ini aku terjatuh ketangan
kalian maka kubiarkan kalian berbuat apa saja terhadap diriku, tapi selewatnya satu masa,
andaikata kalian yang terjatuh ketanganku, maka jangan harap akan menerima kebaikan dariku."
"Bagus, bagus sekali, perkataanmu memang tepat sekali. Tapi sayang bila aku tak ganas,
percuma diriku berkelana dalam dunia persilatan, karenanya apa yang menjadi harapanmu
mungkin baru akan terwujud dua puluh tahun kemudian, disaat kau telah menitis kembali sebagai
manusia." Mendadak Kim Thia sia meronta keras hingga terlepas dari cengkeraman musuh, kemudian
sambil membalikkan badan, tangan kirinya melepaskan sebuah serangan dengan jurus "kecerdikan
mencapai langit" dari ilmu Tay goan sinkang, yang menjadi angin pukulan yang menderu langsung
menyambar kedepan menghantam tubuh dua orang musuhnya.
Bersamaan waktunya, secara tiba-tiba dia melancarkan kembali serangan kedua dengan jurus
"kelincahan menyelimuti empat samudra."
Dalam waktu singkat dua orang manusia berbaju hitam itu menjadi kabur pandangan matanya
dan buru-buru membuyarkan serangan sambil mundur sejauh satu kaki lebih dari posisi semula.
"Hiante, kenapa kau?" manusia berbaju hitam itu segera menegur. Dengan wajah tertegun
sahut dua orang jago pedang berbaju ringkas itu.
"Entah gerakkan tubuh apa yang dipergunakan bocah keparat ini, tahu-tahu saja bayangan
tubuhnya telah lenyap dari pandangan."
"Hiante, apa kau bilang" Bukankah dia masih tetap berdiri diposisinya semula?" seru manusia
berbaju hitam itu makin tertegun.
"Aneh benar" dua orang itu menggelengkan kepalanya. "Mengapa kami berdua tidak
melihatnya?" Kim Thia sia yang mengikuti tanya jawab itupun merasa bingung tertegun, tapi setelah dipikir
sebentar tiba-tiba saja satu ingatan melintas dalam benaknya, diam-diam ia berseru:
"Aaaaah, mungkinkah hal ini berkat keampuhan dari Tay goan sinkang ajaran guruku" Yaa,
mungkin juga kepandaianku sudah mencapai tingkat kesempurnaan?" Pikir punya pikir, hatinya
terasa makin girang sehingga wajahnyapun berseri-seri. Melihat gadis itu berseri mukanya, putri
Kim huan segera bertanya dengan keheranan: "Hey, apa yang membuatmu gembira?"
"sekarang akupunya keyakinan untuk mengalahkan mereka" bisik sang pemuda lirih.
"sungguh?" seru putri Kim huan sambil membelalakkan matanya lebar-lebar.
Melihat keyakinan sang pemuda dan keseriusannya, gadis itu menjadi amat gembira hingga
tanpa terasa dia menggenggam tangannya kencang-kencang.
sementara itu terdengar manusia berbaju hitam tadi sedang bergumam dengan suara dalam:
"Masa ada kejadian begini aneh didunia ini" Baiklah biar kucoba sendiri.........."
seraya berkata, dia segera mendesak maju kedepan dan mengendap-ngendap seperti seekor
kucing lalu secepat sambaran petir melancarkan terkaman kedepan.
Kim Thia sia tahu, musuhnya memiliki ilmu silat yang sangat lihay, dia tak berani gegabah,
sambil menghimpun tenaga dalamnya, dengan cepat dia melepaskan dua serangan kilat dengan
jurus "mati hidup menjadi pertanyaan" serta "kejujuran bagaikan batu emas".
Dua gulung bayangan pukulan segera menyebar bagaikan sebuah jaring yang ketat dan
menutup rapat seluruh pukulan dari musuh.
seperti apa yang dialami dua orang rekannya tadi, manusia berbaju hitam itupun merasakan
pandangannya silau dan kehilangan jejak lawannya, dalam keadaan begini cepat-cepat dia
membuyarkan setengah langkah kebelakang.
Ketika dia mencoba memperhatikan lagi dengan seksama, ternyata Kim Thia sia masih tetap
berdiri diposisi semula, hal ini kontan saja membuat perasaannya sangat bergetar.
Dengan sorot mata yang tajam dia mengawasi Kim Thia sia tanpa berkedip. lalu jari tangannya
disentilkan kembali kedepan. "criiiingggggg......."
Ditengah dentingan nyaring, telapak tangan yang lain diayunkan juga kemuka sekuat tenaga,
sekilas cahaya tajam yang menyilaukan mata diiringi desingan suara aneh langsung menyergap
jalan darah penting didada pemuda tersebut.
Kim Thia sia mundur selangkah, ditengah pekikkan nyaring kembali dia melancarkan serangan
dengan jurus "kepercayaan menguasai jagad" serta " kekerasan mencekam bumi".
Belum sempat dari tangan manusia berbaju hitam itu mencapai pada sasarannya, tahu-tahu
ancaman tersebut sudah meleset dan tergelincir kearah samping.
Dengan begitu, jurus serangan " kekerasan mencekam bumi" yang dilancarkan Kim Thia sia
langsung saja menghajar diatas lengannya secara telak.
Rupanya kejadian ini membuat manusia berbaju hitam itu merasa amat ngilu, wajahnya
berubah menjadi merah padam. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia langsung melancarkan
sergapan ketubuh putri Kim huan.
Waktu itu putri Kim huan berdiri bersanding dengan Kim Thia sia, mimpipun dia tak menyangka
kalau manusia berbaju hitam itu dari malu menjadi gusar hingga tanpa memperdulikan
kedudukannya lagi langsung menyergap dirinya secara keji.
Akibat dari serangan tersebut, Kim Thia sia menjadi gelagapan setengah mati, melihat putri Kim
huan segera akan terluka ditangan lawan, dalam gugupnya terpaksa ia mendorong gadis itu keraskeras
hingga jatuh terguling diatas tanah.
Dengan begitu maka serangan dari manusia berbaju hitampun mengenai sasaran yang kosong.
Bukan hanya begitu, akibat terjangannya yang tak mencapai sasaran, pertahanan tubuh bagian
depannya terbuka sama sekali.
Kim Thia sia tidak menyia-nyiakan kesempatan yang sangat baik ini dengan begitu saja, dengan
jurus "kekerasan mencekam bumi" dia melontarkan sepasang kepalanya kepada lawan.
"Duuuuuukkkkkkkk. .........."
Manusia berbaju hitam itu menjerit kesakitan dan mundur tiga langkah kcbelakang, hawa
darahnya terasa bergolak keras dan susah sekali dikendalikan kembali.
sementara itu Kim Thia sia telah membangunkan putri Kim huan dari atas buru-buru tanyanya:
"Apakah kau terluka?"
Putri Kim huan menghembuskan napas panjang sahutnya lirih: "Yaa, lenganku terasa agak
sakit." Dengan cepat Kim Thia sia menengok. benar juga lengannya terasa robek satu jalur panjang,
darah nampak meleleh keluar membasahi tubuhnya.
Cepat-cepat dia merobek baju sendiri dan membalut luka tadi dengan amat berhati-hati,
kemudian tanyanya lagi: "Masih terasa sakit?" Putri Kim huan menggeleng.
"Terima kasih atas bantuanmu, sekarang sudah terasa agak baik........"
Dalam pada itu, manusia berbaju hitam tadi sedang duduk bersila sambil berusaha mengatur
pernapasan, serangan Kim Thia sia yang tepat menghajar jalan darah Ho hek hiatnya membuat ia
menderita luka dalam yang cukup parah, dengan luka seperti ini, mustahil baginya untuk
memulihkan kembali kekuatannya didalam waktu singkat.
sebaliknya kawanan jago pedangnya lainnya telah dibuat tertegun oleh kelihayan ilmu silat Kim
Thia sia. Untuk sesaat mereka hanya bisa saling berpandangan tanpa berbicara, tak seorangpun
berani bertindak secara sembarangan. Kim Thia sia berkata demikian-
"siapa suruh kau mencari gara-gara untuk diri sendiri Hmmmm Jangan salahkan kalau aku tak
mengenal kasihan........."
Dengan perasaan benci manusia berbaju hitam itu membuka matanya dan melotot sekejap
kearah lawan, tapi hanya sebentar dengan cepat dia pejamkan matanya kembali.
Walaupun hanya sekejap saja, namun semua orang dapat melihat bahwa sorot matanya jauh
lebih lemah ketimbang semula. Mendadak.......
satu diantara tujuh orang musuh yang tersisa memberanikan diri maju kedepan sambil
membentak: "Bocah keparat, sambutlah seranganku ini"
Menyusul bentakkan tersebut, sebuah pukulan yang amat dahsyat dilontarkan kedepan-
Kim Thia sia tidak berpeluk tangan saja, dia menggetarkan pula telapak tangannya dengan
jurus " kelembutan mengatasi air dan api", sementara sepasang kakinya tidak diam diri, dengan
mengerluarkan ilmu san tong tui dia lepaskan juga sapuan ketubuh bagian bawah lawan-
Ketika serangan orang tadi bersarang diatas bahu Kim Thia sia, orang itupun terhajar oleh
sebuah tendangan hingga mencelat sejauh satu kaki lebih dari posisi semula.
Kim Thia sia merasakan bahunya panas sakit dan sangat linu, tapi ia sudah terbiasa menderita
kesakitan semacam ini maka setelah mendengus tertahan, rasa sakitpun segera teratasi.
Dala mperkiraan kawanan jago lainnya, Kim Thia sia yang terkena serangan itu pasti akan
tewas atau paling tidak terluka parah, siapa tahu pemuda itu masih tetap tegap tanpa bergerak.
bahkan tanda-tanda terlukapun tak ada, mereka mulai kaget dan berpikir "jangan-jangan
kepandaian pemuda ini sudah mencapai tingkatan yang luar biasa?"
Makin pikir mereka makin ngeri, untuk sesaat lamanya suasana menjadi hening dan tak
seorangpun berani bergerak.
selang berapa saat kemudian, putri Kim huan tak dapat menahan sabar lagi, diam-diam
bisiknya: "Ayoh kita pergi saja"
Kim Thia sia menganggap anjuran itu memang benar, kalau tidak angkat kaki pada saat ini,
mereka harus menunggu sampau kapan lagi" Dengan suara rendah ia segera menjawab: "Tak
usah terburu-buru, biar kutakut-takuti mereka lebih dulu."
Kemudian setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, dia berkata dengan lantang:
"Terus terang kukatakan, kalian bukan tandinganku, tapi sebagai orang persilatan dari
golongan lurus, akupun tak ingin membunuh orang secara sembarangan- Meski demikian, bila
kalian masih tak puas, akan kusediakan sedikit waktu untuk bermain-main dengan kalian, cuma
perlu kuperingatkan dulu pedang dan golok tak bermata, bila sampai tewas jangan salahkan
diriku. sehingga setelah kejadian nanti, kalian akan menuduh aku manusia she Kim berhati kejam."
orang-orang itu segera menunjukkan sikap mendongkol dan marah, namun tak seorangpun
diantara mereka yang berani bergerak.
sebagai seorang gadis yang cerdik, dengan cepat putri Kim huan mengetahui apa yang terjadi
tujuan pemuda tersebut, sambil tertawa dia segera turut menimbrung:
" Kalian tahu, engkoh ku adalah murid dari manusia kenamaan dikolong langit, ia mulai belajar
silat sejak berumur enam tahun hingga kini sudah dua puluhan tahun coba bayangkan sendiri
apakah kalian mampu menandingi kemampuannya?"
Ketika menyebut " engkoh ku" tanpa terasa gadis tersebut mengerling sekejap kearah Kim Thia
sia. Pemuda tersebut segera manggut-manggut, wajahnya nampak berseri dan perasaannya
merasa hangat. sesaat kemudian ia berkata kembali:
"sekarang aku hendak pergi, tolong kalian sampaikan kepada pemimpin kamu semua, katakan
bahwa perselisihan kita cepat atau lambat pasti akan diselesaikan, kalianpun tak usah mengirim
orang banyak untuk memusuhi diriku ketahuilah pedangku tak bermata, kalau sampai banyak
korban yang berjatuhan, sayang bukan?"
Rupanya pemuda inipun telah melihat bahwa kawanan manusia tersebut tergabung dalam
suatu organisasi, maka dia menirukan logat si unta mengucapkan perkataan tersebut. Kawanan
jago itupun segera berpikir setelah mendengar ucapan mana:
"Rupanya orang ini adalah musuh pemimpin kami, tak heran ilmu silatnya begitu hebat,
tampaknya hanya pemimpin sendiri yang dapat meringkus dirinya..........."
ketika Kim Thia sia mengetahui bahwa gertak sambalnya berhasil, dia segera menggandeng
tangan putri Kim huan dan diajak berlalu dari situ. Ternyata tak seorangpun yang turun tangan
menghalangi perjalanannya........
setelah jauh meninggalkan orang-orang itu, putri Kim huan dengan perasaan ngeri dan peluh
dingin membasahi tubuhnya segera bisiknya:
"Hey, apakah kalian sebagai orang persilatan akan sering kali menjumpai ancaman bahaya
maut seperti ini?" "Betul, itulah sebabnya kuanjurkan kepadamu agar jangan belajar ilmu silat."
"asal kubelajar silat dan hidup damai dengan siapapun, siapakah yang akan datang mencari
gara-gara denganku?"
"oooh, jadi kau menganggap aku kurang ramah, kurang suka berdamai sehingga sering kali
mendatangkan kesulitan bagi diri sendiri?"
"Aku toh tidak menuduhmu" Kenapa kau mesti membayangkan yang bukan-bukan-......?"
"Tapi aku tahu, maksud perkataanmu tadi tak akan sederhana itu, bukan demikian?"
"Ngaco belo, atas dasar apa kau menuduh begitu?"
"Atas dasar perkataanmu."
"Heran, mengapa sih kau suka ribut denganku?"
"siapa suruh kau senang menyindir orang?"
Tak lama kemudian mereka telah kembali kerumah penginapan dengan terjadinya peristiwa
tadipun hubungan kedua orang tersebut makin dekat dan rapat.
Kehidupan Para Pendekar 6 Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Kitab Pusaka 15
^