Lembah Nirmala 28
Lembah Nirmala Karya Khu Lung Bagian 28
maju menyongsong ke depan.
Dalam waktu singkat......
Terasa angin pukulan menyelimuti seluruh arena, hawa pembunuhan mencekam empat
penjuru, keadaan saat itu sungguh mengerikan hati siapapun yang melihatnya.
Ditengah gulungan kabut dan debu yang berterbangan, tampak dua sosok bayangan manusia
saling menggempur dengan serunya, sebentar mereka saling bergumul, sebentar lagi saling
berpisah. Perlu diketahui semasa masih mudanya dulu Nirmala nomor sembilan lebih dikenal sebagai
Pangeran berkaki sakti, ilmu meringankan tubuhnya memang luar biasa mengagumkan, dengan
andalkan kepandaian inilah dia banyak mengalahkan musuh-musuhnya.
Akan tetapi Kim Thi sia dengan bakat hebatnya telah mewarisi pula seluruh kepandaian sakti
dari Malaikat pedang berbaju perlente, baik gerakan tubuh maupun tenaga khikangnya semua nya
boleh dibilang top, terutama sekali ilmu pedang panca buddhanya, boleh dikata jarang menemui
lawan tandingan.... Sementara itu pertarungan antara kedua orang tersebut yang telah berlangsung mencapai
ratusan gebrakan lebih, namun menang kalah maish belum bisa ditentukan.
Dalam pada itu.... Sastrawan menyendiri telah berhasil menghabisi nyawa Nirmala nomor delapan dan menyusul
ke sana, kini dia sedang menonton jalannya pertarungan dari tepi arena.
Pada mulanya secara lamat-lamat dia masih bisa menyaksikan bagaimana Kim Thi sia dan
Nirmala nomor sembilan bertarung sengit. lama kelamaan secara pelan pelan ia berhasil
menemukan keadaan yang sebenarnya dari kedua orang itu.
Dalam waktu singkat ia berhasil mengenali jurus-jurus silat yang dipergunakan oleh Nirmala
nomor sembilan, tanpa terasa gugamnya
"Ah, jurus serangan ini adalah seratur dewa menyembah malaikat... ya... jurus yang ini adalah
tongkat berdiri tampak bayangan.... sedang yang ini adalah lompatan dewa, ilmu andalan dari
keluarga Khu kami di Hoa-im...."
Perlu diketahui ilmu "Lompatan Dewa" milik si Pangeran berkaki sakti Khu Kong hanya
diwarikan kepada putra bungsunya Khu Cu kian seorang, dia pernah bersumpah selain ahli
warisnya, biar putri kesayangannya pun tidak diajarkan.
Dan kebetulan sekali Sastrawan menyendiri tak lain adalah putra dari si Pangeran berkaki sakti
Khu Kong-ci yang bernama Khu Cu kian itu.
Sejak kecila ia telah kehilangan ayahnya hingga membuat dia terseret untuk berkelanan
didalam dunia persilatan, tujuannya yang utama tak lain adalah untuk melacaki jejak ayahnya itu.
Mimpipun dia tak menyangka kalau utusan Nirmala yang sedang bertarung melawan Kim Thi
sia sekarang, menguasai pula ilmu Lompatan Dewa yang merupakan kepandaian khas dari
keluarga Khu mereka. Tergopoh-gopoh Sastrawan menyendiri mengamati wajah kakek itu dengan lebih seksama,
begitu melihat wajah Nirmala nomor sembilan yang merah membara, air matanya segera jatuh
bercucuran dengan deras. Teriaknya keras-keras. "Ayah... ayah... kau adalah ayahku... kau adalah ayahku....."
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, secepat anak panah yang
terlepas dari busurnya ia segera menerjang masuk ke dalam arena pertarungan.
Betapapun lamanya mereka berpisah, antara ayah dan anak memang selalu terjalin hubungan
batin yang akrab. Apalagi Nirmala nomor sembilan memang tak lain adalah Pangeran berkaki sakti khu Kong.
Ketika secara tiba tiba dia mendengar teriakan dari Sastrawan menyendiri Khu Cu kian tadi,
indera keenamnya segera terasa bergetar keras, tanpa menggubris serangan dari Kim Thi sia lagi
serta merta ia menghentikan serangannya secara mendadak dan berdiri tertegun.
"Anak Ce kian, benarkah kau..." serunya kemudian.
Dalam pada itu Kim Thi sia yang sedang bertarung sengit sedang melancarkan sebuah
serangan dahsyat dengan jurus "Panca buddha duduk di teratai..."
"Seeerrr!!" Ditengah desingan angin tajam yang menyambar lewat, tahu tahu tubuh si Pendekar berkaki
sakti telah terpapas kutung menjadi dua bagian, darah segar segera menyambar ke empat
penjuru dan tewaslah kakek tersebut seketika itu juga.
Kebetulan sekali Sastrawan menyendiri memburu datang pada waktu yang bersamaan, dia
segera memeluk tubuh ayahnya dan berpekik nyaring
"Kim Thi sia!! apa... apa yang sedang kau lakukan?""
Dengan napas tersengal-sengal jawab Kim Thi sia
"sungguh hebat kepandaian silat yang dimiliki Nirmala nomor sembilan, aku harus bersusah
payah mengerahkan segenap kemampuan yang kumiliki sebelum berhasil mengakhiri hidupnya."
Dalam pada itu Sastrawan menyendiri Khu Cu kian telah menyandarkan mayat ayahnya ditepi
pohon besar,lalu sambil melotot penuh kegusaran, bentaknya keras-keras.
"Kim Thi sia, aku si bajingan keparat benar-benar kelewat kejam dan tak berperi kemanusiaan."
Sesungguhnya dalam arena pertarungan tadi, Kim Thi sia sama sekali tidak mendengar
bagaimana Sastrawan menyendiri memanggil ayah kepada Nirmala nomor sembilan, oleh sebaba
itu dia masih belum mengetahui dengan jelas hubungan erat antara kedua orang tersebut.
Ia menjadi tertegun setelah mendengar teguran tadi, cepat cepat serunya keras.
"Kenapa aku kejam" Kenapa aku tak berperi kemanusiaan" Bukankah Nirmala nomor sembilan
adalah begundalnya Dewi Nirmala?"
"Dia adalah ayahku!" pekik Sastrawan menyendiri dengan suara lantang.
"Aaai..." Kim Thi sia berseru tertahan setelah mendengar pekikan tersebut, "kejadian ini benarbenar
diluar dugaanku." Sambil menggertak gigi menahan gejolak emosi yang membara didalam dadanya. Sastrawan
menyendiri kembali berseru dengan rasa benci.
"Sekarang kau telah menjadi musuh besar pembunuh ayahku.. dalam kehidupan selanjutnya,
aku bersumpah tak akan melepaskan dirimu dengan begitu saja..."
Kim Thi sia hanya berdiri tertegun serperti sebuah patung, untuk sesaat lamanya dia tak tahu
apa yang mesti diperbuatnya...
Tiba tiba terdengar suara seruan tertahan dari Nirmala nomor sembilan, rupanya kakek itu
belum putus nyawa, dengan suara keras terdengar ia berkata.
"Oooh, anak cu-kian, akhir yang dialami ayahmu sekarang bukan menjadi kesalahan Kim Thi
sia... sesungguhnya akulah yang mencari celaka bagi diri sendiri..."
"Ooohh ayah.. apa yang harus ananda lakukan bagimu?" pekik Sastrawan menyendiri sedih.
"Kau harus membalasakn dendam bagiku."
"Bila Kim Thi sia tidak ku bunuh. kepada siapa dendam sakit hati ini harus ku tuntut balas?"
Pangeran berkaki sakti Khu kong memuntahkan darah segar, kemudian dengan suara terputusputus
katanya lagi "Kau... kau harus membunuh Dewi Nirmala... sebab... sebab dia... dialah musuh besar ayahmu
yang sesungguhnya." Kata kata itu diutarakan dengan bersusah payah, seakan akan terdapat beribu patah kata yang
hendak disampaikan, anmun kekuatannya sudah tak mampu untuk berbuat begini.
Melihat keadaan ayahnya semakin lemah, tanpa terasa air mata jatuh bercucuran mebasahi
wajah Sastrawan menyendiri, buru-buru dia menempelkan bibirnya disisi telinga ayahnya dan
berbisik. "Ayah.. pesan apa lagi yang hendak kau sampaikan... katakanlah cepat...."
Tapi sayang keadaan sudah terlambat, selembar nyawa Pangeran Berkaki sakti Khu kong sudah
keburu meninggalkan raga untuk selamanya.
Isak tangis yang memedihkan hatipun bergema memecahkan keheningan malam.
Kim Thi sia berdiri menyesal disisi arena, dengan mulut membungkam, dia membantu
Sastrawan menyendiri untuk menggali liang kubur serta mengubur jenazah ayahnya.
Mereka berdua sama-sama merasakan pikiran dan perasaannya sangat berat, siapapun tidak
berbicara, mereka hanya mengangkuti batuan dengan mulut membungkam dan membentuk
sebuah kuburan batu yang megah dan kuat.
Menjelang larut malam akhirnya pekerjaan telah diselesaikan, mereka berdua duduk bersama
didepan kuburan sambil melepaskan lelah.
Angin malam berhembus sepoi-sepoi mendatangkan perasaan yang sepi di hati mereka.
Tiba-tiba Sastrawan menyendiri menghela napas panjang, lalu gugamnya pelan.
"Aaaai,... perubahan nasib manusia memang sukar diduga, sore tadi aku masih mamaksamu
dengan ancaman pedang untuk membunuh Utusan Nirmala, sungguh tak disangka, menjelang
malam aku justru membencimu setengah mati setelah melihat kau membunuh seorang Utusan
Nirmala." Sambil menghela napas panjang Kim Thi sia mengelengkan kepalanya berulang kali, katanya
"Yaa, siapa yang menyangka akan terjadi perubahan seperti ini, aku pun tidak menyangka
Nirmala nomor sembilan yang berhasil ku bunuh sesungguhnya adalah ayah kandungmu."
"Seandainya kau menjadi aku, apa yang hendak kau lakukan?" tanya Sastrawan menyendiri
secara tiba-tiba. Kim Thi sia termenung sejenak, kemudian sahutnya.
"Aku adalah orang yang tak senang berbohong, maaf kalau aku akan berbicara terus terang,
kuharap kau jangan marah setelah mendengar nanti...."
Dengan tak sabar Sastrawan menyendiri menukas,
"Tak usah berbasa basi lagi, aku ingin tahu seandainya ada orang telah membunuh mati
ayahmu, apa yang hendak kau perbuat?"
"Aku pasti tak akan mengampuni dia dengan begitu saja!" jawab Kim Thi sia cepat.
Sastrawan menyendiri segera tertawa sedih.
"Yaa... perkataan mu memang benar!"
Tapi setelah memandang kuburan ayahnya sekejap, ia segera menghela napas panjang sambil
menyambung, "Tapi... aku pun tak bisa melanggar pesan terakhir dari ayahku tadi..."
"Perkataan dari ayahmu tadi memang benar, meski kita saling berhadapan tadi, namun orang
yang sesungguhnya membunuh ayahmu bukan aku, melainkan Dewi Nirmala."
"Bagaimanapun juga kita tak bisa menghilangkan kenyataan yang ada dengan begitu saja."
seru Sastrawan menyendiri ketus.
"Aku toh melihat dengan mata kepalaku sendiri bagimana ayahku tewas diujung pedamu tadi."
"Lalu apa yang sebenarnya hendak kau perbuat?"
Kembali Sastrawan menyendiri menghela napas panjang.
"Aaai, sekarang aku sudah kehilangan pegangan sama sekali."
"Kau tak boleh berputus asa, aku harus bangkitkan kembali semangatmu, mari kita bekerja
sama menyerbu. Lembah Nirmala bisa kita kalahkan, akupun yakin Dewi Nirmala pasti dapat kita
cincang hingga hancur berkeping-keping."
Mendadak Sastrawan menyendiri membentak keras.
"Membalas dendam atau tidak adalah urusanku sendiri, dalam kejadian mana kau sama sekali
tak ada sangkut paunyta denganku!"
"Tapi aku berbicara sejujurnya kepadamu..." seru Kim Thi sia agak tertegun.
"Harap kau jangan berbicara itu lagi denganku, harap kau tinggalakn aku secepatnya."
"Mengapa harus begitu?"
"tak ada alasan lain, aku cuma tak ingin bertemu lagi denganmu. tak ingin melihat tampangmu
yang memuakan lagi.." teriak Sastrawan menyendiri lantang.
"Tapi.. buat apa kau mesti berteriak begitu" Aku toh tidak berniat sungguh sungguh untuk
membunuh ayahmu, takdirlah yang telah salah mengatur kesemua ini, mengapa kita tidak
bersahabat saja?" "Aku tak ingin bersahabat dengan siapapun, selama hidup aku suka menyendiri, dalam
melakukan pekerjaan apapun aku lebih senang melakukannya seorang diri, lebih baik tinggalkan
tempat ini secepatnya, kau tak usah mengganggu ketenanganku lagi!"
Kim Thi sia mengerti bahwa rasa benci Sastrawan menyendiri terhadapnya sudah merasuk
hingga ke tulang sum sum, akan tetapi dia tak pandai bicara dan tak mampu menjelaskan soal ini
kepada Khu cu-kian, akhirnyasambil menghela napas, katanya
"Kalau memang begitu, aku pun tak ingin memaksa lagi."
"Cepat pergi dari sini. cepat tinggalkan tempat ini!" bentak Sastrawan menyendiri keras-keras.
Sambil tertawa getir, Kim Thi sia segera menjura dan berkata.
"Terlepas bagaimana pun anggapanmu terhadapku, aku masih tetap menyebut kau sebagai
sahabat, selamat tinggal!"
Selesai berkata ia segera membalikkan badan dan meneruskan perjalannnya menuju ke
Lembah Nirmala. Sastrawan menyendiri sama sekali tidak menghantar kepergiannya, sambil tetap duduk didepan
kuburan ayahnya, dia berseru keras.
"Kuharap kita jangan pernah bersua kembali dikemudian hari, sebab bila sampai bertemu
muka, aku pasti akan mencari alasan lain untuk membunuhmu, kuharap kau bisa memahami
keadaan ini." Kata-kata tersebut sengaja diucapkan dengan suara keras-keras sehingga sekeliling hutan itu
penuh dengan gema suaranya.
Tentu saja Kim Thi sia dapat mendengar seruan tadi dengna jelas, namun dia tak ambil pusing,
sambil tertawa getir, ia meneruskan kembali perjalanannya kedepan.
Pikiran dan perasaannya saat ini sangat kalut, pada hakekatnya dia tak tahu apa yang mesti
diperbuatnya. Tanpa terasa betapa buah bukit telah dilewati, kini dia mulai memasuki kawasan Lembah
Nirmala. Ditengah lembah terbentang hutan batu yang amat luas sekali.
Diantara bebatuan cadas, seringkali ia jumpai tengkorak-tengkorak manusia yang berserakkan
dimana-mana, yang aneh adalah diantara tengkorak manusia yang berserakkan tadi tersebar pula
emas yang berbongkah-bongkah banyaknya, dibawah pantulan sinar rembulan terlihat biasan
cahaya emas yang menusuk pandangan mata.
Kim Thi sia memang bukan seorang pemuda yang kemaruk akan harta, selama ini dia selalu
menganggap harta kekayaan bagaikan kotoran manusia, ditambah lagi pikiran dan perasaannya
sekarang amat kalut, karenanya meski ia sudah melampaui banyak sekali tengkorak manusia dan
gemerlapannya bongkah emas pikirannya sama sekali tak tergerak.
Tapi...... Pemadangan yang terbentang didepan mata sekarang segera mengingatkan Kim Thi sia akan
suatu persoalan. Sambil menghela napas panjang pikirnya:
"Sebelum menghembuskan napas yang penghabisan dulu, ayah pernah beritahu kepadaku
bahwa pihak Lembah Nirmala sengaja menyebarkan uang emas dalam jumlah yang banyak
disekitar lembahnya untuk memikat orang mengambilnya, malah ayah sendiri pernah keracunan
hebat akibat uang emas ini. Aaaah.....mungkin jalan yang kutempuh hari ini adalah jalan yang
pernah ditempuh ayahku dulu."
Berpikir sampai disini, Kim Thi sia segera merasakan semangatnya berkobar kembali. Sambil
meloloskan pedang Leng gwat kiamnya, dia mendongakkan kepalanya dan berdoa.
"Ayah......kau orang tua tak usah kuatir, hari ini juga ananda akan menyelesaikan pesan
terakhirmu itu, akan kubongkar rahasia Lembah Nirmala yang sebenarnya."
Baru selesai dia memanjatkan doa, mendadak dari balik semak belukar takjauh dari tempatnya
berdiri, bergema suara tertawa dingin yang kaku menyeramkan bagaikan hembusan angin beku
dari gudang salju itu. Dengan cekatan Kim Thi sia membalikkan badan kemudian melejit kemuka dengan
mengerahkan gerakan "delapan langkah menempuh ombak."
Begitu melihat dengan jelas siapa gerangan yang berada disitu, dia segera menyapa:
"ooh, rupanya cian sianseng yang amat termasyur namanya telah hadir disini, selamat bersua
kembali" cian sianseng tertawa keras, kemudian tegurnya:
"Ditengah malam buta begini berani amat kau datang kemari. Kaupun nampaknya tidak tertarik
menyaksikan begini banyak bongkahan emas yang berserakkan diatas tanah. Hei anak muda, kau
hebat sekali." Kim Thi sia segera tertawa.
"Sesungguhnya aku tidak terlalu hebat, tapi bila dibandingkan dengan kawanan manusia
munafik yang baik diluar busuk didalam, sesungguhnya aku masih jauh dari bagus."
Merah padam selembah wajah cian sianseng sesudah mendengar perkataan itu, agak tergagap
serunya: "Tidakkah kau merasa bahwa masalah yang kau singgung sama sekali tidak menarik hati......."
Kim Thi sia tertawa dingin.
"IHeeeh....heeeh.....aku pingin bertanya, persekongkolan apakah yang sebenarnya sedang kau
lakukan dengan Dewi Nirmala" Rencana busuk apapula yang hendak kau perbuat" Aku anjurkan
kepadamu lebih baik berterus terang saja dihadapanku."
Dengan penuh amarah cian sianseng segera berseru:
"Baik, akan kukatakan apa yang sebenarnya terjadi kepadamu, siburung Hong lampeng dengan
membawa kelima pengikutnya, lima naga dari wilayah Biau yang telah membawa lentera hijau
datang ke Lembah Nirmala, bukan itu saja mestika tersebut telah memulihkan kekuatan Kun han
sam coat khikang ku, bahkan membantu Dewi Nirmala dalam latihan ilmu Tay yu sinkannya
hingga memperoleh kemajuan yang amat pesat. Hmmm, kini kau telah memasuki daerah
terlarang, lebih baik berhati-hatilah sedikit kalau berbicara" Kim Thi sia tertawa nyaring.
"soal itu mah sudah kuketahui sejak dulu lama dengan andaikan kalian berdua barang
rongsokan, aku belum bisa dibuat ketakutan"
"Pukulan sakti tanpa bayangan Ang Bum ayah dan anak berduapun sudah hadir disini
sekarang...." sela ciang sianseng cepat.
"Mau apa mereka datang kemari?"
"Kau mesti tau keluarga Ang dari Tiang pek san adalah besan Dewi Nirmala, sudah sepantasnya
bila mereka saling mendukung."
"Hmmm, sayang sekali nona Hay Jin tak sudi kawin dengan Ang Thian tong, ia sudah kabur
keujung langit danjejaknya tidak ketahuan rimbanya lagi....." sela Kim Thi sia.
"Hmm, sayang sekali kau hanya tahu itu, tak tahu yang lain?"
Sesudah tertegun sejenak Kim Thi sia segera berseru: "Jadi nona Hay Jin telah berhasil kalian
temukan kembali?" "Bukan hanya ditemukan saja, bahkan sudah melangsungkan perkawinan dengan Ang Thian
tong, malam ini adalah malam pengantin mereka."
Seketika itu juga Kim Thi sia merasakan darah yang mengalir dalam tubuhnya telah mendidih,
teriaknya cepat: "Kau.......kau situa bangka hanya ngaco belo, rupanya kau sengaja hendak membohongi aku"
Mendengar itu, ciang sianseng tertawa terbahak-bahak.
"Haaah.....haaaah.....haaaah....rasanya tiada kepentingan bagiku untuk berbohong."
"Lalu apa maksudmu memberitahukan semua persoalan tersebut kepadaku......."
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku hanya bermaksud agar kau mengetahui kenyataan dengan sejelasnya, dalam Lembah
Nirmala sekarang bukan cuma ada aku bersama Dewi Nirmala, disinipun hadir lima naga burung
hong, hadir pula Pukulan sakti tanpa bayangan serta putranya, dengan kekuatan sebesar ini,jelas
kau bukan apa- apa dalam pandangan kami semua"
"Hmmm, sayang aku justru datang kemari untuk menumpas kawanan anjing semaCam kalian
itu" Kembali ciang sianseng tertawa terbahak-bahak.
Rasa benci dan dendam telah menyelimuti seluruh wajah Kim Thi sia, dengan wajah merah
membara bentaknya lagi: "Beranikah kau memberitahukan kepadaku, dimanakah letak kamar pengantin orang she Ang
itu?" "Hmmm, tampaknya kau tidak mempercayai perkataanku." seru ciang sianseng dengan kening
berkerut. "Baik, akan kuberitahukan kepadamu, kamar pengantin mereka diruang burung hong,
dari sini belok kiri akan kau turuni sebuah bukit, dipunggung bukit itulah letaknya, disitu akan kau
jumpai Cahaya lentera yang terang benderang."
"Baik" seru Kim Thi sia dengan amarah yang berkobar-kobar. "Sekarang juga aku akan
berangkat kesana dan membumi ratakan gedung tersebut."
Baru saja dia hendak beranjak pergi dari situ, tiba-tiba terasa desingan angin pukulan yang
sangat dahsyat menyergap tiba dengan hangatnya.
Tampak olehnya ciang sianseng telah turun tangan melancarkan serangan, jelas dia bermaksud
mencabut selembar nyawa Kim Thi sia.
cepat-cepat pemuda itu mengeluarkan gerakan "impian indah berputar dikebun" lalu
meloloskan diri dari ancaman lawan lalu dengan amarah yang membara bentaknya: "Sungguh
aneh, mengapa aku jadi begitu garang dan buas macam harimau kelaparan saja?"
ciang sianseng tertawa dingin.
"Aku merasa amat menyesal karena tidak berhasil membacok mampus dirimu dalam sekali
ayunan tangan" "Padahal antara kau dengan aku toh tak terjalin permusuhan apapun. Buat apa kau mesti
senekad ini?" kata Kim Thi sia sambil tertawa getir. Dengan kebencian yang meluap ciang
sianseng menyahut: "Ilmu Tay goan sinkang dari guru setanmu telah merusak ilmu Kun goan sam coat khikangku
sehingga hal ini membuatku tersiksa selama banyak tahun. Dendam sakit hati ini tak pernah akan
kulupakan kembali untuk selamanya."
"Jadi kau hendak melampiaskan rasa dendammu itu kepadaku?" kata Kim Thi sia.
"Kau adalah murid terakhir dari Malaikat pedang berbaju perlente, sudah sepantasnya bila kau
yang menanggung segala resikonya."
"Kalau toh kau berpendapat demikian, bukankah Dewi Nirmalapun masih terhitung adik
seperguruannya Malaikat pedang berbaju perlente, kenapa kau tak berani mencari gara-gara
dengannya?" "Hmmm, aku bebas menentukan lawan tandinganku" seru ciang sianseng agak tersipu-sipu.
Mendengar itu, Kim Thi sia tertawa tergelak.
"Haaah.....haaaah......sudahlah, kau tidak usah berlagak sok gagah dimulut, padahal aku Cukup
memahami bagaimanakah watak manusia rendah semaCam kau itu. Hmmm oleh karena kau
melihat perempuan itu mempunyai banyak anak buah dan pengaruhnya besar, maka kau hendak
mendukung serta menjilat pantatnya......IHmmm, kalau dibicarakan sesungguhnya, aku malah
menaruh perasaan kasihan kepadamu."
"Lebih baik kau mengasihani dirimu sendiri" terlak ciang sianseng dengan gemas. "Sekarang
kau hidup berkelana seorang diri bukankah kau merasa sedih setelah mendengar bahwa Ang
Thian tong telah mengawini nona Hay Jin dan sekarang lagi menikmati malam pengantinnya?"
Merah padam selembar wajah Kim Thi sia, buru-buru ia berseru: "Aku justru merasa gembira
akan hal ini" "Tapi sayang dengan kehadiranku disini, aku tak akan membiarkan kau merasa gembira" ucap
ciang sianseng dengan suara dalam.
"Lantas apa yang kau kehendaki?"
Kemudian setelah meludah keatas tanah, kembali lanjutnya:
"Aku justru akan berkunjung kesitu, akan kubumi hanguskan gedung burung hong tersebut,
mau apa kau?" "Haaaahhhh.......boleh saja kalau kau ingin berkunjung kesitu, tapi aku mempunyai sebuah
syarat yang mesti kaupenuhi dulu."
Kim Thi sia berkerut kening, agakjengkel serunya:
"Apa syaratmu?"
"Silahkan kau minta ijin dulu dengan sepasang kepalanku ini" kata ciang sianseng sambil
mengacungkan tinjunya. Hawa amarah yang berkobar didada Kim Thi sia benar-benar tak terkendalikan lagi, dia
berseru: "Kalau begitu kau hendak mencari kesulitan denganku rupanya. Baik, mari kita bertarung untuk
menentukan siapa yang berhak untuk melanjutkan hidup didunia ini?"
"Malam ini adalah saat berlangsungnya malam pengantin yang amat meriah. Kau tahu aku
telah berjanji kepada Dewi Nirmala untuk persembahkan pedang Leng gwat kiam kepadanya"
"Hmmm, aku lihat, mungkin kau sudah dibuat mabuk oleh air kata- kata sehingga mengigau tak
karuan Pedang Leng gwat kiam toh menjadi milikku, atas dasar apa kau hendak mendapatkannya"
" Berbicara sebenarnya, ciang sianseng memang masih terpengaruh oleh alkohol waktu itu,
hanya suatu munculkan diri pertama kali tadi Kim Thi sia belum merasakan hal itu, setelah
pembicaraan berlangSung dan ia mengendus bau arak. rahaSia mana baru diketahui olehnya.
Benar juga, dibawah Sinar rembulan tampak paras muka ciang sianseng merah padam seperti
bara api, otot-ototnya pada menonjol keluar semua.
Ketika mendnegar ejekan pemuda tadi, dengan suara berang ia segera berteriak: "Kenapa aku
tak bisa mendapatkan pedang Leng gwat kiam itu?"
"Hmmm, tentu saja tak bisa, karena pedang Leng gwat kiam adalah benda milikku dan
sekarangpun masih berada ditanganku."
"Bukankah lentera hijau dulunya juga menjadi milikmu" Tapi buktinya sekarang.....benda
tersebut telah berpindah tangan."
"Keadaan tersebut sama sekali berbeda, lentera hijau bisa berpindah tangan karena si burung
hong Lam Peng telah mendapatkannya dengan Cara yang amat licik. Akupun tidak rela
menyerahkan benda itu kepadanya."
"Sudahlah, tak usah dipersoalkan lagi rela atau tidak, pokoknya sekarang pun aku datang untuk
merampasnya dari tanganmu."
"Hmmm, ngomong sih gampang, tapi dengan cara apa kau hendak merampasnya dari
tanganku?" jengek Kim Thi sia sambil tertawa dingin.
"Akan kuandalkan dengan ilmu pukulan Tiu khi ciang." Kembali Kim Thi sia tertawa.
"Lebih baik jangan terlalu percaya dengan kemampuan sendiri, ketahuilah aku Kim Thi sia
bukan kucing atau anjing yang bisa digertak secara mudah. Bukan saja kau sedang mabuk
sekarang, pikiranmupun dalam keadaan tak jernih. Betapapun hebatnya ilmu silatmu, jelas
kekuatannya akan menderita banyak kekuarangan."
"Mabuk bukan masalah yang serius" bantah ciang sianseng penuh keyakinan pada diri sendiri.
"Aku perCaya dalam tiga gebrakan saja kau paSti sudah keok ditanganku."
"Haaaah.....haaaaah......haaaaah......kau terlalu merendah-rendah kemampuanku" Kim Thi sia
tertawa tergelak. ciang sianseng pun ikut tertawa seram.
"Bukan memandang rendah, tapi memang begitulah kenyataannya, ketahuilah dibalik pukulan
Tin khi ciang ku ini tersisip racun jahat sembilan bisa yang mematikan- Kau tahu, gurumu sendiri
si Malaikat pedang berbaju perlentepun tak berani menyambut dengan kekerasan."
begitu mendengar asal "racun jahat sembilan bisa" tanpa terasa Kim Thi sia teringat pula
dengan si Utusan beracun, diam-diam segera pikirnya:
"Rasul raCun adalah raja diantara pelbagai raCun, tapi dengan andalkan ilmu ciat khi mi khi
buktinya aku toh tak terpengaruh apapun, apalagi hanya sembilan bisa dari ciang sianseng......?"
Berpikir sampai disitu, diapun segera berkata:
"Aku jauh berbeda dengan guruku tempo dulu Malaikat pedang berbaju perlente belum berhasil
menguasai ilmu ciat khi mi khi sedang saat ini ilmu ciat khi mi khi ku telah menembusi semua
bagian tubuhku......."
"Sudah, tak usah banyak ngaco belo lagi." tukas ciang sianseng tak sabar, "Asal kau mampu
menerima tiga buah pukulanku tanpa Cedera...."
"Apa yang hendak kau perbuat saat itu?" sela Kim Thi sia dingin.
"Aku akan musnahkan seluruh kepandaian ku dengan tenaga Kun goan sam coat khikang ku
sendiri" Menyaksikan keyakinan orang, Kim Thi sia pun berkata:
"Baiklah, akan kusambut ketiga buah serangan tersebut tanpa melakukan perlawanan-"
"Apa" Kau benar-benar tidak akan melawan?" tanya ciang sianseng agak tertegun.
"UCapan seorang Kun Cu ibarat kuda yang dipecut, sekali dicambuk tanpa akan bisa ditarik
kembali. Aku harap kaupun bisa menepati janjimu sendiri......"
"Tak usah kuatir, aku tak pernah mengingkari janji."
"Hmmm, yang ku kuatirkan sekarang justru dirimu, berpuluh-puluh tahun berupaya
memperdalam ilmu, beratus pertarungan dialami untuk meraih kedudukan dan pamor yang tinggi,
tidakkah merasa sayang apabila kedudukan dan nama besar yang berhasil kau raih, dengan
bersusah payah ini akhirnya mesti hancur gara-gara dorongan emosi?"
"Justru kau sendiri yang mesti merasa sayang dengan keberhasilan yang berhasil kau raih
hingga sekarang." teriak ciang sianseng keras-keras.
"Hmmm, bila kau hendak menyampaikan pesan terakhir, cepat katakan, mengingat usiamu
masih kecil, dalam keadaan yang memungkinkan aku bersedia memenuhi untukmu."
Kim Thi sia tertawa lebar.
"Aku tidak merasa perlu untuk meninggalkan pesan terakhir."
Lalu setelah mencopot pedang Leng gwat kiam dan meletakkannya keatas tanah dia berdiri
sambil bertolak pinggang dan berseru:
"Sekarang bersiap-siap. bila ingin menggunakan pukulan thian khi ciang mu, silahkan di
gUnakan secepatnya."
"Baik" seru ciang sianseng sambil tertawa nyaring.
begitu selesai berkata, tubuhnya telah melejit kedepan sambil merentangkan tangannya lebarlebar,
sebuah pukulan segera dilontarkan kedepan-
"Jurus seranganku ini bernama Bintang dan rembulan berebut sinar"
Dalam perkiraan Kim Thi sia semula, serangan yang dilancarkan lawan sudah pasti dahsyat dan
mengerikan hati. Siapa tahu ang in serangan yang dilontarkan ciang sianseng begitu ringan sehingga dia hanya
merasakan badannya bergetar sedikit saja tanpa perubahan apapun. Tanpa terasa ia berseru:
"Hmmmm, rupanya Cuma begitu saja.^...."
Setelah melepaskan serangannya tadi tiba-tiba ciang sianseng menggerakkan tubuhnya
melingkari sekeliling pemuda tersebut tiga kali, setelah kembali ujarnya: "Dalam serangan yang
kedUa akan kupergunakan jurus bunga berguguran ditengah salju"
"Huh, ilmu pukulan Thian khi ciang macam apaan itu?" jengen Kim Thi sia sambil tersenyum.
"Aku lihat lebih mirip dengan gerak membersihkan debu"
Gerak serangan dari ciang sianseng kali ini dilakukan dengan keCepatan bagaikan sambaran
kilat, dalam waktu Singkat terdengar suara ujung baju yang terhembus angin, tahu-tahu ia sudah
menempuh lagi jalan darah cian Ceng hit dibahu Kim Thi sia pelan.
Tiba-tiba saja Kim Thi sia merasakan tubuhnya bergetar keras, hampir saja ia bersin berapa
kali. Tapi pemuda tersebut mengandalkan kemampuan ilmu ciat khi mi khi nya, sekalipun dia dapat
merasakan bahwa pukulan Thian khi ciang lawan agak berbeda dengan pukulan lain, akan tetapi
ia tidak teriak memikirkannya dihati. Segera ujarnya lagi:
"ciang sianseng, kau sudah melepaskan dua buah serangan tanpa menimbulkan Celaka bagiku,
aku lihat usahamu cuma sia-sia belaka."
Sementara itu paras muka ciang sianseng telah berubah menjadi merah membara, napasnya
tersengkal-sengkal, peluh membasahi tubuhnya dan agak payah untuk berbicara. Dengan ucapan
yang terputus-putus terdengar ia berkata:
"Siapa bilang seranganku ini sia-sia saja. Aku tahu tenaga dalammu amat sempurna, tapi aku
telah menggunakan dua belas bagian tenaga dalamku untuk melancarkan serangan tadi....."
"Kau telah menggunakan tenaga sebesar dua belas bagian?" Kim Thi sia semakin tercengang.
"Mengapa aku hanya merasakan pukulan yang begitu ringan?"
"Jangan kau anggap seranganku enteng....padahaL...padahal besar sekali pengaruhnya
bagimu....kaau....kau akan merasakan akibatnya nanti......."
"Tapi hingga sekarang aku tidak merasakannya sama sekali" ucap Kim Thi sia sambil tertegun.
"Sepintas lalu kau memang tidak merasakan apa- apa, padahal isi perutmu sudah terluka parah
biarpun Hoa Tho hidup kembali pun belum tentu bisa mengobati luka itu."
Diam-diam Kim Thi sia mencoba untuk menyalurkan tenaga dalamnya, kemudian berkata:
"Aku hanya merasakan diatas hatiku secara lamat- lamat terasa sakit, tapi aku percaya sakit itu
tak akan berpengaruh besar......."
Sementara itu ciang sianseng telah berhasil mengatur kembali pernapasannya, ia segera
berseru keras: "Bocah keparat, saat ajalmu tiba sudah dekat diambang pintu......."
"Tak mungkin, aku tidak akan mati secepat itu."
ciang sianseng tertawa terbahak-bahak.
"Haaah....haaah....haaaah.....inilah seranganku yang terakhir. Setan iblis pembetot sukma.
kuharap kau bersikap lebih berhati-hati lagi...."
Selesai berkata, sepasang telapak tangannya segera didorong sejajar dada serangan itu
dilancarkan amat lembut, baru saja menyentuh tubuh Kim Thi sia. Sea kan- akan tersentuh aliran
listrik berarus kuat, cepat-cepat serangannya ditarik kembali. Tiba-tiba saja Kim Thi sia merasakan
tubuhnya bergetar keras kemudian terbatuk-batuk.
Melihat keadaan pemuda tersebut, ciang sianseng segera tertawa terbahak-bahak seraya
berseru: "Haaaah.....haaaaah.....haaaaah......Kim Thi sia. Wahai Kim Thi sia, sekalipun kau mempunyai
nyawa rangkap tiga pun. Hari ini kau bakal mampus secara mengenaskan."
"Eeeei, rupanya kau sedang mabuk hebat, kenapa bicaramu ngelantur tak ada ujung
pangkalnya....." tegur Kim Thi sia agak tertegun.
Dengan wajah serius dan bersungguh-sungguh kembali ciang sianseng berkata:
"Aku sama sekali tidak ngelantur, aku pun tidak berbicara sembarangan. Bila dalam hitungan
kesepuluh nanti kau tidak roboh binasa, aku akan melaksanakan janjiku tadi, menghabisi nyawaku
sendiri dihadapanmu."
Kim Thi sia semakin keheranan, dari keseriusan kakek tersebut dia dapat merasakan betapa
besarnya keyakinan ciang sianseng dengan ucapannya, agak terCengang ia segera berkata:
"Baiklah, kau boleh menghitung sampai angka sepuluh"
Ternyata ciang sianseng benar-benar mulai menghitung dengan suara lantang. "Satu. . . dua . .
.tiga . . . empat. . . lima . . . enam. . .tujuh . . . delapan. . .sembilan. . .sepuluh " Angka kesepuluh
sengaja diucapkan dengan suara yang keras sekali.
Hampir saja Kim Thi sia dibuat terperanjat oleh hitungan kesepuluh dari ciang sianseng yang
menggeledek itu, cepat tegurnya:
"Bagaimana sih kamu ini, kenapa berteriak sekeras itu" Memang nya kau hendak mengagetkan
aku?" ciang sianseng sama sekali tidak menggubris perkataan mana, dengan wajah sangat tegang ia
berteriak lagi. "Roboh.....roboh.....roboh......"
Secara beruntun dia meneriakkan kata "roboh" sampai berapa kali, tapi Kim Thi sia masih tetap
berdiri tegak ditempat semula tanpa bergerak sedikitpun jua, malah pemuda itu berdiri sekokoh
batu karang. ciang sianseng segera berdiri tertegun dengan mata terbelalak lebar dan mulut melongo.
Sesudah terbatuk sedikit, Kim Thi sia berkata sambil tertawa.
"Nah bagaimana sekarang" Tentunya kau boleh segera menghabisi nyawamu sendiri bukan?"
ciang sianseng kelihatan amat sedih, tanpa sadar air mata telah jatuh berCucuran membasahi
wajahnya, ia berseru kemudian: "Bagus, bagus, bagus sekali"
"Jadi kau benar-benar mengakui kekalahanmu?" tegur Kim Thi sia dengan wajah keheranan.
"Yaa kejadian ini memang tak bisa dibantah lagi" ucap ciang sianseng sambil menyeka air
matanya. "Aku telah berusaha dengan sepenuh tenaga, seluruh hasil latihanku selama puluhan
tahun telah kupergunakan habis-habisan, tapi nyatanya masih belum mampu menandingi bocah
cilik macam kau Aaaai..... apa lagi yang bisa kukatakan sekarang" Rasanya hanya satujalan yang
bisa kutempuh sekarang yakni mati dengan cepat. Namun sebelum ajalku tiba nanti, kuharap kau
bersedia mengabulkan sebuah permintaanku"
"Apakah itu?" Dengan wajah bersungguh-sungguh ciang sianseng berkata:
"Kuharap kau jangan menceritakan kejadian yang kualami hari ini kepada siapapun setelah aku
mati nanti, rusaklah wajahku dengan bacokan pedangmu lalu kuburlah aku dalam-dalam, makin
dalam makin baik......Kau harus melakukan kesemuanya itu bagiku, aku tidak ingin orang lain
memandang rendah nama ciang sianseng yang sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan,
buatlah orang lain menganggap hilangnya ciang sianseng sebagai sebuah teka teki besar yang tak
pernah terjawab" Mendengar permintaan ini, diam-diam Kim Thi sia berpikir:
"Aaaai, tampaknya nama besarpun dapat menyiksa orang, gara-gara soal nama dan
kedudukan, sampai menjelang ajalnyapun setan tua ini masih berusaha untuk melindungi nama
baiknya." Dengan cepat dia menyahut: "Aku rasa soal ini bukan masalah lagi."
Setelah mendengar jawaban tersebut, dengan suatu gerakan yang amat cepat ciang sianseng
menyambar pedang Leng gwat klam yang tergeletak diatas tanah itu dan ditempatkan diatas leher
sendiri, kemudian teriaknya keras-keras.
"Puluhan tahun lamanya aku ciang sianseng mengembara didalam dunia persilatan dengan
susah payah kuraih nama serta kedudukan sehingga setenar saat ini. Tapi hari ini.....akhirnya
semuanya punah dan hilang dengan begitu saja......."
Selesai mengucapkan perkataan tersebut, tiba-tiba saja ia menggorok leher sendiri dalamdalam.
PerCikan darah segar segera berhamburan dimana-mana, diiringi jeritan ngeri yang menyayat
hati, robohlah ciang sianseng keatas tanah dalam keadaan tak bernyawa lagi.
Semua peristiwa berlangsung begitu cepat dan sama sekali di luar dugaan, untuk beberapa saat
lamanya Kim Thi sia sampai berdiri termangu-mangu tanpa memberikan reaksi apapun.
Lama.....lama......sekali........
Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya Kim Thi sia tersadar kembali dari lamunannya, dia
memungut kembali pedang Leng gwat kiamnya, lalu sambil menghela napas panjang keluhnya:
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"See.....sesungguhnya apa.....apa yang telah terjadi?"
Sesuai dengan pesan terakhir ciang sianseng, Kim Thi sia segera membuat liang kubur yang
amat dalam ditempat tersebut dan mengubur jenasah ciang sianseng. Ketika semua pekerjaan
telah selesai dilakukan, malam sudah makin kelam.
Bintang bertaburan diangkasa, sinar rembulan yang terang menyinari seluruh lembah Nirmala.
Dikejauhan sana, dalam gedung burung Hong terlihat Cahaya lentera belum padam, mungkin
disitulah letak kamar pengantin Ang Thian tong dengan nona Hay Jin.
Memang sinar yang gemerlapan dikejauhan sana, Kim Thi sia meludah keatas tanah seraya
bergumam: "Nona Hay Jin, kecuali perkawinan ini kau lakukan atas dasar keinginanmu sendiri. Kalau tidak,
aku pasti akan berusaha untuk menyelamatkan dirimu dari lautan kesengsaraan."
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, ia segera berangkat menuju kearah cahaya
api tersebut dengan kecepatan tinggi.
Bila menuruti perasaan Kim Thi sia saat itu, kalau bisa dia ingin selekasnya bertemu dengan
Hay Jin. Tapi sayang kakinya enggan menuruti keinginan hatinya itu, walaupun ia telah mengerahkan
segenap kemampuannya yang dimilikinya, kecepatan yang berhasil dicapaipun tak seberapa.
Tiba-tiba saja Kim Thi sia merasa sangat dahaga, kepalanya pusing dan peluh bercucuran amat
deras setelah menempuh perjalanan selama setengah jam lebih ia baru mencapai tanah
perbukitan tersebut dan tiba didepan sebuah hutan lebat. Dari balik hutan itulah cahaya lentera
yang terlihat tadi terpancar keluar.
Dibawah sinar lilin merah, lamat-lamat ia melihat ada sepasang lelaki perempuan sedang
berbisik-bisik dengan asyik.
Jelas kedua sosok bayangan manusia itu adalah Ang Thiang tong serta nona Hay Jin-
"Apa yang sedang diperbincangkan sepasang pengantin baru dimalam pertamanya ini?"
"Membicarakan nona Hay Jin dengan perkawinannya itu" Tidakkah ia merasa muak dan benci
terhadap suaminya?" Dalam keadaan begitu, Kim Thi sia merasa emosinya bergelora keras, tak tahan lagi ia berteriak
keras-keras: "Nona Hay Jin, aku telah datang....."
Begitu membuka mulut gumpalan darah kental segera melompat keluar dari mulutnya.
Teriakanpun kedengaran amat lemah sehingga dia sendiri juga tak mendengar dengan jelas,
jangan lagi Hay Jin yang berada dalam kamar pengantinnya.
Begitu gumpalan darah itu muntah keluar, ia segera terbatuk berulang kali darahpun muntah
keluar tiada hentinya. Setelah mengalami batuk-batuk yang gencar ini, tiba-tiba Kim Thi sia merasa tak sanggup
untuk melanjutkan perjalanannya lagi, ia segera roboh terjungkal dibalik semak.
Sambil berbaring dibalik semak belukar dengan napas tersengkal, diam-diam ia mulai berpikir.
"ciang sianseng, ternyata pukulan Tin khi ciang mu memang bukan bernama kosong. sekarang
tubuhku mulai terasa sakit, lemas dan sedikitpun tak bertenaga. Aku seperti seorang yang
kehilangan seluruh ilmu silatku saja......"
Perlu diketahui, ilmu pukulan Thian khi ciang memang merupakan pukulan tenaga Im yang
lembut. Pada mulanya sang korban memang tak merasakan apa- apa tapi sesungguhnya isi perut
mereka sudah terluka dan mulai rusak. ketika saatnya tiba, seluruh isi perutnya akan hancur dan
akhirnya mati secara mengerikan.
Sayang sekali Kim Thi sia merasakan akibatnya jauh lebih lamban seperti keadaan pada
umumnya, hal ini jauh diluar dugaan ciang sianseng hingga ia mengira dirinyalah yang menderita
kekalahan dalam pertarungan tersebut.......
Jilid 56 Dengan bekal ilmu Ciat khi mi khi yang dahsyat, keselamatan jiwa Kim Thi sia memang tak
akan terpengaruh, tapi begitu luka itu kambuh, sedikit banyak pemuda itu harus merasakan juga
penderitaan yang amat hebat.
Saat itulah mendadak dari arah jalan kecil disisi hutan bergema datang suara langkah manusia,
suara itu bergema mendekati tempat persembunyiannya...
Kim Thi sia sadar, situasi saat ini amat berbahaya, dalam kondisi lemah dan sama sekali tak
bertenaga begini, seandainya tempat persembunyiannya itu sampai ketahuan orang, niscaya
akibatnya tak akan terlukiskan dengan kata kata.
Sdara akan bahaya, cepat cepat pemuda itu menutup semua pernapasannya dan sambil
melotot bulat bulat dia mengawasi daerah disekitar situ dengan seksama.
Dibawah sinar rembulan, terlihatlah sepasang muda mudi sedang berjalan mendekat dengan
langkah santai. Yang perempuan tampak lemah gemulai dengan paras muak yang cantik jelita, ternyata dia tak
lain adalah Hay Jin, gadis yang dimimpikan siang maupun malam.
Sedangkan yang lelaki adalah Ang Thian tong, pemuda gagah yang berwajah tampan itu.
tiba-tiba saja Kim Thi sia merasa cemburu sekali setelah melihat kedua orang muda mudi itu
jalan bersama, ia merasa sakit hati. pikirnya kemudian,
"Aai, beginikah perasaan cinta antara muda mudi" Mengapa aku harus sakit hati...?"
Tapi setelah menyaksikan kegagahan serta ketampanan Ang Thian tong, mendadak timbul
perasaan rendah diri dihati kecilnya, kembali dia berpikir,
"Oooh, nona Hay Jin, kau memang pantas menjadi istri Ang Thian tong, aku Kim Thi sia
berwajah biasa dan rudin sekali, aku tak lebih hanya seorang pengembara yang tidak mempunyai
tempat tinggal tetap, kebahagiaan macam apakah yang bisa ku berikan untukmu..."
Sementara dia masi termenung, Ang Thian tong serta Hay Jin pun telah berjalan mendekat
dengan mulut bungkam dalam beribu basa, agaknya pikiran dan perasaan mereka pun dibebani
oleh masalah yang berat, sehingga boleh dibilang mereka tidak sadar bahwa dibalik semak belukar
, Kim Thi sia sedang berbaring disitu.
Dengan luapan emosi Kim Thi sia pelan pelan menyingkap semak dihadapannya lalu mengintip
keluar. Ia menyaksikan Ang Thian tong dan Hay Jin sedang duduk besanding disebuah batu besar.
Suasan hening sampai lama sekali.
Tampak Hay Jin hanya duduk termangu sambil memandang ke langit, sementara titik air mata
jatuh bercucuran membasahi pipinya.
Melihat itu, sambil menghela napas Ang Thian tong segera menegur,
"Dimalam pengantin yang seharusnya dilewatkan dalam suasana gembira, mengapa kau justru
mengucurkan air mata?"
"Aku sedang menangisi nasibku!" sahut Hay Jin sambil terisak.
Ang Thian tong tertawa getir,
"Apa jeleknya dengan nasibmu?"
"Semenjak masih kecil aku sudah tidak tahu siapakah ayahmu, sedang ibu, meski dia
menyayangi aku, tapi ia lebih sibuk dengan urusan dunia persilatannya hakekatnya dia tidak
memperdulikan kehadiranku didunia ini."
"Sekarang kau tak perlu risau lagi." tukas Ang Thian tong cepat. "Aku sudah menjadi suamimu,
aku berjanji akan memperhatikan serta menyayangimu sebesar mungkin."
Kembali Hay Jin menghela napas,
"Aaai, tak akan ada yang memahami kepahtian dan penderitaan hatiku."
"Terus terang saja aku bilangm berapa banyak si suami yang baik kepada istrinya seperti aku?"
tukas Ang Thian tong tidak senang hati.
"KEbaikan apa yag kau berikan kepadaku?" Hay Jin balik bertanya dengan tertegun,
"Aku sangat menuruti perkataanmu, kecuali mengambilkan rembukan diangkasa, permintaaan
apapun yang kau ajukan selalu kuusahakan untuk dipenuhi, berbicara menurut liangsimmu, dalam
hal yang manakah aku tak pernah penuhi kehendakmu?"
Sambil menghela napas Hay Jin menggelengkan kepalanya berulang kali, ucapnya:
"Aku bukannya tidak mengerti atas kebaikanmu selama ini."
"Aaaah, kau ini mengetahui soal apa?" tukas Ang Thian tong mendongkol, "disaat malam
pengantin kita, engkau malah bersikeras hendak datang kemari, dan setelah sampai ditempat sini,
kau pun hanya menangis melulu."
"Sebab aku pun tak akan melupakan untuk selamanya semua kejahatan yang telah kau perbuat
terhadap diriku," kata Hay Jin tiba tiba dengan wajah serius.
Ang Thian tong segera mendehem beberapa kali, setelah itu ucapnya,
"Kejelekan dan kejahatan apa sih ayng pernah kulakukan terhadapmu..."
"Aku selalu mengingatkan secara baik baik, disaat aku diculik oleh lima naga dari wilayah Biau
dibukit Ya be Poo tempo hari, kau telah memperlihatkan perbuatan biadabmu bagaikan binatang."
"Kau jangan salah melihat," tukas Ang Thian tong cepat, "Seandainya aku tidak muncul tepat
pada saatnya, mungkin kau telah diperkosa secara bergantian oleh kelima naga dari wilayah Biau
tersebut, kau anggap dirimu masih bisa mempertahankan kesucian badanmu?"
"Tapi setelah kejadian itu, bukankah kau pun memperkosa aku, menodai kesucian diriku?"
pekik Hay Jin sengit. Dengan jengkel, Ang Thian tong menukas,
"Aaaah, sama saja, toh sekarang kita telah menjadi suami istri!"
"Hmmn, kau tahu sesungguhnya aku tidak sudi kawin dengamu." teriak Hay Jin lagi sambil
menggertak gigi menahan emosi "justru lantaran tubuhku sudah ternoda ditanganmu, aku hanya
terpaksa menuruti kehendakmu."
Ang Thian tong yang mendengar perkataan ini, agaknya semakin gusar pula dibuatnya, dengan
mendongkol ia berseru lagi.
"Sebelum itu, kita sudah bertunangan, kawin hanyalah masalah peresmian belaka"
"setelah tahu hubungan kita belum diresmikan, tidak seharusnya kau mendahului untuk
menodai aku......" Akhirnya dengan perasaan apa boleh buat Ang Thian tong berkata
"Kau tahu, betapa cintanya aku kepadamu, aku mencintai dirimu dengan setulus hati."
"Aku justru benci kepadamu, aku benci setengah mati kepadamu. rasa benciku sudah merasuk
samapi ke tulang sum sum."
Ang Thian tong segera menghela napas panjang.
"Apa gunanya kau selalu mengungkit ungkit kejadian yang telah lewat?"
Sambil membesut air matanya Hay Jin berseru,
"Ketahuilah dengan jelas, jangan harap kita bisa menjadi sepasang suami istri yang berbahagia,
jangan harap ini bisa terjadai sepanjang hidup kita."
Ang Thian tong merasa gusar sekali, namun ia berusaha mengendalikan perasaan jengeknya
itu, kembali dia mencoba menbujuk
"Janganlah terlalu emosi, jangan kelewat menuruti perasaan sendiri, kau harus mengerti, kita
sudah bakal punya anak..."
"Aku benci dengan anak itu." teriak Hay Jin keras keras.
"Kenapa?" tanya Ang Thian tong dengan tertegun.
Sambil menangis tersedu sedu Hay Jin berseru
"karena anak yang berada dalam perut ini mengalir darahmu, darah kaum durjana, darah
manusia cabul." Mungkin sangking bencinya, tiba iba saja dia menghantam perut sendiri keras keras. sambil
memukul teriaknya terus. "Aku tak sudi melihat anak keparat dari bibit cabul itu lahir didunia. aku menghendaki kematian
dari bocah ini.... aku ingin bocah ini mampus....."
Ang Thian tong sangat terkejut, dengan suatu gerakan cepat ia menccengkram tangan Hay Jin
dan menekannya diatas batu, kemudian serunya..
"Bagaimana sih kau ini" sudah gila nampanya...."
Hay Jin masih mencoba untuk meronta, ketika usaha ini gagal, dia mulai menangis tersedu
sedu sambil berteriak, "Aku memang gila, aku dibuat gila oleh bibit yang ditanamkan diperutku, aku gila karena bocah
cabulmu itu..." Makin menangis makin menjadi, seakan akan perempuan itu hendak melampiaskan keluar
seluruh rasa benci yang tertanam dihatinya ini.
Menyaksikan kejadian ini, Ang Thian tong segera menghela napas panjang, keluhnya,
"Aku tidak sejahat apa yang kau bayangkan... sungguh!! aku tidak sejahat apa yang kau
pikirkan..." "hhmnn, tak usah berkata begitu, percuma aku tak akan menaruh kasihan kepadamu, sebab
aku membencimu setengah mati..."
Lalu setelah menagis terisakm dia melanjutkan.
"Kau tak usah memegangi tanganku, cepat lepaskan, aku tak ingin bersentuhan dengan
tubuhmu... kumohon... lepaskanlah aku dengan cepat.."
"Boleh saja aku lepaskan dirimu, tapi kau tak boleh menggila lagi, tak boleh memukul diri
sendiri lagi.." "Baik...baik.. apapun syaratmu akan kupenuhi, asal kau segera lepaskan aku..."
Terpaksa Ang Thian tong menurut dan melepaskan Hay Jin dari cengkramannya, setelah
mengehela napas berkata "Sekarang kau telah membebaskanmu, tentunya kau pun bisa tenang kembali bukan?"
"Tidak!! selama hidup aku tak bakal tenang."
"Buat apa sih mencari penderitaan buat diri sendiri?" Ang Thian tong mulai mengeluh, "Apa
gunanya bila tubuhmu menjadi rusak akibat ulahmu sendiri...?"
"Tubuhku telah kau nodai, bagiku hidup sudah tak ada artinya lagi..."
Ang Thian tong amat tak senang hati, tiba tiba serunya,
"Benarkah aku adalah binatang yang buas dan berbahaya?"
"Kau lebih kejam dari binatang, lebih buas daripada harimau, kau.. kau... kejam.."
Sampai disini, Ang Thian tong segera menghela napas panjang,
"Aaai, semenjak peristiwa ditebing YA be poo, setiap kali kau selalu menangis dan ribut tiada
habisnya, sesungguhnya apa maksudmu?"
"AKu ingin berpisah denganmu, semakin cepat semakin baik!" teriak Hay Jin keras keras.
Ang Thian tong sudah merasa amat sedih hatinnya, ia merasa hatinya bagaikan diiris iris
dengan pisau tajam, paras mukanya segera berubah menjadi amat tak sedap dipandang, ucapnya
agak tergagap, "Kalau memang begitu, rasanya hubungan antara kita berdua memang sudah tak bisa
diselamatkan lagi.."
"Semoga kau lebih memahami tentang masalah tersebut sehingga mendapat
mempertimbangkan diri dengan semakin baik."
Ang Thian tong menghembuskan napas panjang.
"Baiklah, mari kita kembali dulu ke kamar sekarang, mari kita pikirkan bersama persoalan
diantara kita dengan lebih seksama"
"Lebih baik kau pergi dulu." sahut Hay Jin cepat. "kecuali dipaksa dengan mempergunakan
kekerasan, kalau tidak, aku tak sudi tidur sekamar denganmu."
Ang Thian tong bangkit berdiri lalu tertawa sedih, katanya cepat.
"Kau enggan pergi dari sini" Apakah kau senang duduk diluar hingga fajar menyingsing nanti?"
"Aku tidak tahu."
Bagaimanapun juga, Ang Thian tong adalah seorang lelaki, sudah barang tentu dia tahan
diperlakukan semacam ini oleh wanita yang secara resmi sudah menjadi istrinya . tak urung
meledak juga hawa amarahnya, dengan geram ia berseru,
"Sekarang aku telah mempunyai keputusan, aku akan kembali kekamar untuk tidur, sedang
kau... hmmn, kau boleh tetap duduk disini sambil mempertimbangkan hubungan kita selanjutnya
secara seksama, apabila persoalannya sudah menjadi jelas, ku harap kau bisa kembali kekamar
untuk memberitahukan keputusanmu kepadaku."
"Keputusan sudah lama kuambil, selama hidup aku tak pernah akan berhubungan secara baik
denganmu." "Apabila memang begini kenyataannya, aku pun tak usah terlalu memaksa dirimu lagi, terserah
kehendak hatimu sendiir kemanapun kau hendak pergi, silahkan pergi kesitu.."
Kali iniAng Thian tong betul betul sewot dan tak mampu menahan gejolak emosinya lagi.
Mendadak Hay Jin bertanya dengan serius,
"Sungguhkah perkataanmu itu?"
"perkataan seorang lelaki bagaikan kuda yang dicambuk, sekali telah diutarakan untuk
selamanya tak akan ditarik kembali."
Ketika selesai mengucapkan perkataan ini, paras mukanya telah berubah menjadi hijau
membesi karena mendongkolnya, dengan langkah lebar ia segera beranjak pergi meninggalkan
tempat tersebut. Dengan termangu mangu Hay Jin mengawasi bayangan punggung Ang Thian tong ayng berlalu
dari situ dengan rasa benci hingga lenyap dari pandangan, kini dia tidak tertegun lagi, tapi
menangis tersedu sedu dengan amat sedihnya.
Sementara itu........ Kim Thi sia yang berbaring dibalik semak belukar sambil mengatur pernapasan, kini
kekuatannya sudah pulih kembali.
Begitu ia merasa yakin kalau Ang Thian tong telah pergi jauh, pelan pelan pemuda ini bangkit
berdiri dan berjalan menghampiri gadis tersebut, bisiknya kemudian lirih,
"Nona Hay Jin, sudah lama kita tidak bersua.."
Hay Jin yang sedang menangis tersedu sedu menjadi tertegun seudah mendengar teguran itu,
apalagi setelah dia dapat melihat dengan jelas siapa gerangan yang muncul, tak kuasa lagi
serunya tertahan, "Engkoh Thi sia, sungguh tak disangka engkau yang telah datang."
Dengan cepat dia memburu maju kemuka dan menubruk ke dalam pelukannya Kim Thi sia,
dirangkulnya pemuda tersebut dengan mesra.
Kim Thi sia balas memeluk gadis itu dengan luapan rasa haru, sampai lama sekali dia tak
sanggup berkata kata. Dengan dasar tak mampu banyak bicara tentu saja pemuda ini semakin gelagapan lagi dalam
luapan emosi begini, ditambah pula hubungan yang menjadi makin rumit dengan munculnya Ang
Thian tong sebagai suami resmi gadis tersebut, untuk beberapa saat lamanya dia tak tahu
bagaimana mesti bertindak.
Dengan mesra dan hangat mereka saling berpelukan, saling berciuman dua hati serasa bersatu
padu, mereka melupakan diri sendiri, lupa dengan lingkungan, lupa dengan adat,lupa denga
tradisi.... pokoknya tiada persoalan yang mereka pikirkan saat itu...
Yang tersisip dan menyelimuti perasaan mereka berdua sekarang hanyalah luapan cinta yang
membara... Ehtah berapa lama sudah lewat...
Tiba tiba Hay Jin tersedara kembali dari rasa gembiranya, dengan gugup rasa takut ia berbisik,
"Engkoh Thi sia, kenapa kau kembali kesini?"
"Aku ingin mejengukmu, ingin bersua kembali denganmu!" sahut pemuda itu gembira.
Tapi paras muka Hay Jin segera berubah menjadi pucat pias bagaikan mayat, dengan perasan
tegang dia berkata, "Engkoh thi sia, keadaan sudah berubah, kita bisa celaka.... kita bisa celaka...."
Tadi dengan jelas Kim Thi sia menyaksikan Ang Thian tong pergi meninggalkan disekeliling
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tempat tersebut tiada orang itu.
Tapi sikap tegang dan gugup dari Hay Jin sekarang membuatnya terkejut juga, ia segera
celingukan memandang sekejap sekeliling tempat itu, lalu katanya,
"Kenapa aku tidak melihat sesuatu yang tak beres?"
Dengan napas tersengal sengal sahut Hay Jin
"Tentu saja kau tak akan melihatnya, tapi Lembah Nirmala telah menjadi sarang naga gua
harimau, selain ibuku dan Cian sianseng, disinipun hadir lima naga dari wilayah Biau, hadir pula
pukulan sakti tanpa bayangan."
"Aku sudah tahu!!"
"Tidak! kau tak akan tahu, semalam mereka telah berunding, mereka telah sepakat dengan
cara apa untuk menghadapi dirimu."
Mendengar kabar tersebut, Kim Thi sia segera berkerut kening, katanya kemudian,
"Aneh, kenapa sih secara tiba-tiba aku bisa berubah menjadi begitu penting sehingga harus
menggerakkan begitu banyak orang khusus hanya untuk menghadapi aku seorang?"
"Sebab mereka telah mendapatkan lentera hijau dan sekarang mengincar pedang mestika Leng
gwat kiam mu." Hay Jin menerangkan "ibuku bahkan pernah sesumbar, dia akan mempersatukan
pedang Leng Gwat kiam dengan lentera hijau sebagai modal dalam usahanya memimpin seluruh
dunia persilatan." "Waaah.... besar amat ambisi ibumu..." kata Kim Thi sia sambil tertawa.
Kembali Hay Jin celingukan memandang sekejap sekeliling tempat itu, lalu serunya gelisah.
"Cepat pergi, jangan sampai jejak kita diketahui mereka, ayoh cepat tinggalkan tempat ini."
Tanpa bertanya lagi kepada Kim Thi sia apakah setuju dengan pendapatnya itu, begitu selesai
berkata ia segera mencengkram ujung baju Kim Thi sia dan tergopoh-gopoh menelusuri jalan
setapak untuk pergi meninggalkan tempat tersebut.
Terpaksa Kim Thi sia mengintil terus dibelakangnya, sambil berlarian tanyanya agak tertegun,
"Kita hendak kemana?"
"Aku hendak mengajakmu pergi kegua neraka." bisik Hay Jin lirih, "Disudut lorong tersebut
terdapat sebuah lorong rahasia yang bisa berhubungan langsung dengan dunia luar, kecuali ibuku,
jarang sekali ada yang mengetahui letak lorong rahasia tersebut."
"Masa ibumu tak akan memberitahukan lorong rahasia tersebut kepada mereka semua?"
"Sssttt... jangan berisik, jangan berbicara dengan suara yang begini keras... " bisik Hay Jin lagi
dengan wajah yang amat tegang.
Dalam waktu singkat ia telah membawa Kim Thi sia menelusuri hutan dan menyusup ke sebuah
jalan setapak diantara gundukan batu cadas kembali bisiknya,
"SEkarang malam sudah larut, sekalipun mereka tahu tempat tujuan yang sedang kita tempuh,
rasanya belum tentu bisa menemukan kita secara cepat, Engkoh Thi sia,ikuti saja diriku dengan
perasaan lega." "Baik!" sahut Kim Thi sia sambil tertawa.
Padahal untuk menyerbu ke dalam lembah Nirmala seorang diri pun Kim Thi sia tidak merasa
ngeri,apa lagi yang ditakutinya sekarang" Ia mengikuti Hay Jin saat ini tak lain hanya tak ingin
menampik maksud baiknya saja...
Dalam waktu singkat sampailah mereka dimuka sebuah gua, suasana dalam gua itu sangat
dingin dan menggidikan hati, rintihan kesakitan berkumandang tiada hentinya dari balik gua
tersebut. Mendadak Kim Thi sia merasa seperti pernah mengenali tempat itu, segera tanyanya.
"Bila kita masuk melalui mulit gua tersebut, seharusnya kita akan sampai di gua neraka bukan?"
"Lebih baik kita tak usah mencampuri urusan itu, bila kita belok kekiri dari tempat ini maka kita
akan sampai dilorong rahasia tersebut, mari kita menuju ketempat yang aman terlebih dulu
sebelum membicarakan soal yang lain..."
Terpaksa Kim Thi sia mengangguk tanda mengiakan dan mengikut dibelakangnya berangkat
kelorong rahasia tersebut.
Setelah belok kekiri dari sisi goa neraka, mereak berjalan selama seperminum teh lamanya
sebelum akhirnya sampai dmuka sebuah jalan setapak yang amat sempit
Jalan setapak itu sudah dipenuhi lumut, titik air mengalir terus tida hentinya bila ditinjau dari
keadaannya yang sama sekali tak terawat, terbukti kalau tempat tersebut sudah lama tak pernah
dilewati manusia Hay Jin menarik Kim Thi sia untuk duduk diatas sebauh batu dibawah pohon besar, kemudian
sambil membetulkan rambutnya yang kusut, dia berkata lembut,
"Engkoh Thi sia, sekarang kita sudah aman."
"Kau benar benar amat menguatirkan keselamatanku!" ucap Kim Thi sia sambil tertawa girang.
Dengan wajah serius dan bersungguh-snugguh Hay Jin cepat menyela,
"Kenapa sih aku tak pernah memperhatikan dirimu" Tahukah kau, engkoh Thi sia, hampir
setiap saat, setiap detik aku selalu merindukan dirimu...."
Merah padam selembar wajah Kim Thi sia sehabis mendengar ucapan mana, buru buru katanya
pula... "Akupun demikian......"
"Sungguhkah itu?" tanya Hay Jin sambil tertawa senang.
"Tentu saja sungguh, kalau tidak begitu, akupun tak akan menyerempet bahaya untuk datang
kemari untuk mencarimu!"
Melihat kesungguhan hati anak muda itu Hay Jin segera menghela napas sedih, katanya,
"Akupun pernah berusaha untuk pergi mencarimu, sayang sekali belum lama aku meninggalkan
Lembah Nirmala, lima naga dari wilayah Biau telah berhasil membekukku kembali ditebing kuda
liar, mereka sengaja membohongiku dengan mengatakan kau berada ditebing itu, tapi dengan
cepat aku menyadari bahwa diriku tertipu, kemudian.... kemudian Ang Thian tong si manusia cabul
yang tak tahu malu itupun turut datang, dia... dia....."
Berbicara sampai disini, gadis itu merasakan emosi meluap-luap, air matapun jatuh bercucuran
dengan derasnya. ia menangis terisak.
Cepat cepat Kim Thi sia menghibur,
"Sudahlah, tak usah kau lanjutkan ceritamu itu, sebab aku sudah mengetahui semua
penderitaan dan pengalaman yang kau alami selama ini."
"Dari mana kau bisa tahu?" tnaya Hay Jin agak tertegun.
"Ketika kau sedang cekcok hebat dengan Ang Thian tong tadi, aku bersembunyi disisi kalian,
karenanya semua percakapan kalian berdua sudah kudengar semua..."
"Apa" kau telah mendengar semuanya?" Hay Jin merasakan hatinya amat pedih bagaikan diiris
dengan pisau tajam. Pelan-pelan Kim Thi sia mengangguk,
"Yaa.. benar!!"
BAgaikan kehilangan pegangan secara tiba tiba, dengan perasaan yang kosong Hay Jin berakat
lagi. "Kalau begitu, kaupun tahu kalau akupun telah menjadi istrinya Ang Thian tong" kau tahu kalau
aku telah mengandung bibit dari Ang Thian tong....?"
"Yaa.. benar!!" Kim Thi sia menghela napas panjang, "Sesungguhnya kesemuanya ini
merupakan sesuatu kenyataan yang tragis buatku. agaknya Thian telah mengatur yang lain buat
kita berdua..." "Tahukah engkau Engkoh Thi sia, bahwa aku tak sudi menjadi istrinya Ang Thian tong?"
"Aku tahu!!" "Mengertikah kau bahwa aku tak sudi mengadakan hubungan suami istri dengan Ang Thian
tong?" "Yaa.. aku mengerti"
"Pahamkah kau bahwa akupun tak sudi melahirkan anak untuk Ang Thian tong?""
"Aku Paham.." Sampai disini, Hay Jin tak bisa mengedalikan sedihnya, ia menangis tersedu-sedu.
Sedangkan Kim Thi sia hanya bisa menggelengkan kepala berulang kali sambil menghela napas
panjang lebar. Untuk beberapa saat lamanya sepasang muda mudi yang bernasib jelek itu hanya bisa saling
berpandangan dibawah cahaya rembulan, air mata berlinang mengiringi kesunyian yang
mencekam. Sampai lama kemudian, Kim Thi sia baru menghela napas panjang sambil berkata.
"Kesemua ini memang merupakan kesalahanku, kenapa aku tidak mengajak kau pergi
bersamaku ketika meninggalkan Lembah Nirmala dulu!"
"Yang sudah lewat biarlah leat, disesalipun tak ada gunanya." sahut Hay Jin sambil menangis
terisak. "Sekarang kenapa engkau datang lagi kesini?"
"Aku ingin datang kemari untuk menjengukmu, apakah tindakan ku ini tidak benar?"
Hay Jin segera menghela napas sedih.
"Aku tidak mengatakan tindakanmu keliru, lagipula saat ini aku sudah tidak pantas lagi untuk
mendampingi dirimu."
"Kenapa?" tanya Kim Thi sia dengan wajah tertegun.
"Karena... karena aku sudah ternoda, tubuhku sudah tidak suci bersih lagi."
Ia membelalakan sepasang matanya lebar-lebar dan menaguasi pemuda itu tanpa berkedip.
terutama disaat mengucapkan kata katnaya itu rasa sedih yang pedih yang amat sangat tercermin
jelas dibalik wajahnya."
"Terhitung seberapakah hal tersebut?" Aku tak pernah merisaukan masalah sepele itu!" kata
Kim Thi sia tertawa. pikiran dan perasaan Hay Jin sangat kalut, untuk sesaat dia hanya bisa mempermainkan
rambutnya sambil termenung,
Entah berapa saat telah lewat, akhirnya ia berkata lagi dengan tiba tiba,
"dan kini statusku sudah menjadi istri resmi dari Ang Thian tong"
"Apa maksudmu mengucapkan kata-kata tersebut?" tanya Kim Thi sia.
Dengan perasaan yang bertentangan Hay Jin menjawab ragu,
"Aku kuatir kau memandang hina diriku!"
"Kenapa harus begitu?" tanya Kim Thi sia serius "Tahukah kau, selama ini aku selalu menilaimu
amat tinggi, ku anggap kau sebagai dewi suci yang tiada taranya didunia ini."
"Tapi kenyataannya sekarang , aku adalah bini seorang lelaki rendah yang terkutuk."
Kim Thi sia garuk-garuk kepalanya. sembari menggeleng, dia berkata,
"Mengapa sih kau peringatkan diriku terus menerus bahwa kau adalah istri Ang Thian tong"
Apakah kau berharap aku meninggalkan tempat ini secepatnya" Padahal gampang sekali, aku tak
pernah akan melakukan perbuatan rendah yang memalukan, aku pun tak akan membuntuti dirimu
terus menerus, nah selamat tinggal, aku akan segera pergi."
Berbicara sampai disitu, dia segera angkat kepala sambil membusungkan dada, dengan langkah
lebar dia siap meninggalkan tempat tersebut.
Hay Jin menjadi terperanjat sekali sesudah mendengar perkaatn itu, sebelum Kim Thi sia
sempat beranjak dari tempat itu. dengan cepat dia memeluk pemuda itu kencang-kencang, lalu
keluhnya dengan sedih. "Jangan! kau tak boleh meninggalkan aku, kau tak boleh meninggalkan aku..."
Agaknya dia takut Kim Thi sia pergi meninggalkan dirinya dalam keadaan gusar, karena itu
dipeluknya pemuda tersebut erat erat.
Pada waktu itulah, tiba-tiba Ang Thian tong datang munculkan diri dari balik hutan belukar,
sambil tampilkan diri dia berseru sambil tertawa dingin.
"heeeh.. Heehh..... Heeehh... bagus sekali, ternyata beginilah kejadiannya.."
Hay Jin seklihatan sangat ketakutan setelah melihat kemunculan Ang Thian tong secara tibatiba.
Dengan wajah pucat pias, dia semakin erat memeluk Kim Thi sia.
Kepada pemuda she Ang itu, tegurnya
"Sedari kapan kau... kau datang kemari?"
Hijau membesi selembar wajah Ang Thian tong, sahutnya sambil mendengus dingin,
"Hmmn, semenjak kau menjadi biniku, baru pertama kali ini kau memperhatikan kau."
Hay Jin terbungkam seketika dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Kembali Ang Thian tong berpaling kearah Kim Thi sia sambil menegur nyaring,
"Apakah kau senang dengan seorang istri semacam ini?"
Kim Thi sia agak tertegun, tiba-tiba dia merasa seperti dihina, hawa amarahnya segera
berkobar, teriaknya keras.
"Antara aku dengan istrimu sama sekali tidak melakukan apa-apa. kuharap kau jangan terlalu
memojokkan orang dengan kata kata yang begitu ta sedap!"
Ang Thian tong tertawa terbahak-bahak.
"Haah...Haah... aku selamanya memutuskan suatu masalah secara tenang dan damai, sesuatu
yang tak mungkin bisa kuperoleh, tak akan kurebut kembali secara paksa."
"Apa maksud perkataan mu itu?" tegur Kim Thi sia dengan kening berkerut kencang.
"Aku tak pernah berhasil merebut perasaan hati nona Hay Jin terhadap diriku, segala upaya da
usaha ku selalu sia sia belaka, oleh sebab itu dengan perasan sedih telah ku tulis surat
pengunduran diri dengan darah jari tanganku, dalam surat mana telah kujelaskan bahwa mulai
sekarang nona Hay Jin sudah bukan istriku lagi, aku pun bukan suaminya lagi."
"Hmmn, sejak dulu hingga sekarang aku belum pernah mengakui dirimu sebagai suamiku!"
bentak Hay Jin sewot. Sebalinya Kim Thi sia berseru agak tersipu sipu.
"Ang Thian tong, kau jangan melakukan tindakan yang begitu ceroboh dan gegabah gara gara
penampilanku disini."
Tapi Ang Thian tong telah mengeluarkan sepucuk surat darah dari sakunya, lalu dengan suara
lantang dia berseru, "Kim Thi sia, persoalan ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan dirimu, karena jauh
sebelum kau munculkan diri disini, aku telah selesai mempersiapkan surat cerai ini."
"Apakah kau menulisnya setelah kembali kekamar tadi?" tanya Hay Jin tiba-tiba.
Ang Thian tong segera tertawa.
"Seharusnya kau dapat menyelami bagaimanakah perasaanku sewaktu menulis surat cerai ini
bukan?" Dengan cepat ia serahkan surat darah itu ketangan Hay Jin, serunya keras keras.
"Ambillah! Mulai detik ini kau telah peroleh kembali kebebasanmu..."
Sesungguhnya Hay Jin ingin menyambut surat cerai tersebut dan memutuskan hubungan
mereka dengan begitu saja, tapi berhubung surat cerai itu datangnya sangat tiba tiba, sehingga
sama sekali diluar dugaan maka untuk beberapa saat dia tak berani mempercayai kenyataan
tersebut. jadinya dia telah berdiri tertegun serta tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Kim Thi sia dalam posisi saat itu menjadi serba salah, buru buru dia berkata.
"Lebih baik kalian suami istri berdua membicarakan sendiri masalah tersebut. maaf kalau aku
harus pergi lebih dulu!"
"Kau tak boleh pergi!" hampir pada saat yang bersamaan Ang Thian tong dan Hay Jin berteriak
bersama. Kim Thi sia tertawa getir,
"Tapi, aku benar benar tidak berkepentingan untuk tetap tinggal disini."
"Bila persoalan ini bisa ada penyelesaiannya." kata Ang Thian tong cepat cpeat "dan nona Hay
Jin bersedia menerima surat cerai tersebut, maka dia akan segera tinggalkan tempat ini
bersamamu, kuharap kau bisa merawat serta menjaganya secara baik baik."
"Tapi, mana boleh aku membawahnya pergi dengan begitu saja?" seru Kim Thi sia gelagapan.
Dengan mata terbelalak lebar lebar Hay Jin berseru pula.
"Engkoh Thi sia, apakah kau bersedia mengajakku pergi dari tempat ini?"
Setelah menelan air ludah, Kim Thi sia menyahut,
"Kau harus mengerti, bagaimanapun juga kau tetap adalah istri Ang Thian tong, kalian telah
dikawinkan secara resmi sudah menyembah langit dan bumi, tapi yang terpenting adalah kalian
sudah punya anak." "Tapi aku lebih suka pergi mengikutimu!" seru Hay Jin sambil menangis tersedu-sedu.
"kemanapun kau pergi, biar harus menderita ditimpa terika matahari dan hujan, aku rela
menyertai dirimu, aku tak pernah akan mengeluh mendampingimu."
Melihat ketulusan hati dan kesungguhan hati gadis tersebut, Kim Thi sia benar-benar terharu,
untuk sesaat ia menjadi terbungkam dan tak tahu apa yang mesti diucapkan untuk membujuk
gadis tersebut. Berapa saat lamanya dia hanya berdiri termangu mangu ditempat.
tiba tiba Ang Thian tong tertawa dingin, bentaknya
"Kim Thi sia, apakah kau sudah mendengar" Istriku sedang berbicara denganmu!"
Sementara itu keadaan Hay Jin sudah menyerupai orang kalap, terdengar dia berteriak keras
keras. "Ang Thian tong, cepat serahkan surat cerai kepadaku, aku akan tinggalkan tempat ini
secepatnya." Ang Thian tong tertawa dingin, sambil menyimpan kembali surat cerai tersebut kedalam
sakunya dia menjengek, "Boleh saja kuserahkan surat itu kepadamu, tapi...?"
"Kau hendak mempersulit diriku lagi?" tukas Hay Jin kesal.
"Tidak.. aku ingin berbicara dulu dengan Kim Thi sia." kata Ang Thian tong dengan suara
dalam. Kim Thi sia melirik sekejap ke arah Hay Jin, lalu tanyanya kepada pemuda itu.
"Apa yang hendak kau bicarakan denganku?"
Ang Thian tong tertawa dingin, sambil memperlihatkan kembali surat cerai tersebut, bagikan
malaikat bengis yang berwajah buas, dia berseru penuh kebencian.
"Kim Thi sia, karena kau telah mengadakan hubungan gelap dengan istriku,maka secara resmi
aku akan menyerahkan biniku ini kepadamu.."
Hay Jin menjadi amat gusar sesudah mendengar perkataan ini, sambari menahan isak
tangisnya dia membentak. "Ang Thian tong, mengapa kau mengucapkan kata-kata seperti ini?"
"KEnapa aku tak boleh berbicara?" teriak Ang Thian tong pula. "Apakah setelah kehilangan istri,
aku tak boleh berbicara barang sepatah katapun juga?""
"Tentu saja kau boleh berbicara !" sela Kim Thi sia sambil tertawa getir.
"Tapi kata katamu harus sedikit tahu diri, jangan menggunakan kata yang begitu menyakitkan
hati," sambung Hay Jin mendongkol.
Paras muka Ang Thian tong berubah menjadi amat serius, dengan melototkan sepasang
matanya bulat bulat dia mengawasi kedua orang itu secara bergantian tanpa berkedip.
Sampai lama... lama sekali... dia masih mengawasi terus tanpa berkedip, lama kelamaan Kim
Thi sia dan Hay Jin menjadi rikuh sendiri dan amat tak tentram.
Agaknya pemuda itu merasa gembira melihat ketidak tenangan kedua orang muda itu,
mendadak serunya lagi sambil tertawa bergelak..
"Haaah... haaahhh... haahhh... baik, kalian menuduhku tak tahu diri, mengatakan kata-kataku
menyakitkan hati, maka aku pun ingin bertanya pula kepada kalian, apa yang dimaksud tak tahu
diri dan apa pula kata yang menyakitkan hati" Hmm, kalian berdua mengadakan hubungan gelap
ditengah malam buat begini, apakah kejadian semacam ini tidak lebih tak tahu diri, apakah
perbuatan kalian tidak lebih menyakitkan hati?"
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bagaimanapun jua Kim Thi sia adalah seorang lelaki yang berperasaan dan mengutamakan tata
kesopanan, sekalipun dia berpendapat bahwa perkawinan Hay Jin dengan Ang Thian tong buka
muncul atas kehendak sendiri, tapi dikawinkan dalam keadaan terpaksa, meskipun dia pun
menaruh rasa iba dan simpatik terhadap pendriaan serta musibah yang menimpa gadis tersebut.
Namun bagimanapun juga Hay Jin telah dinikahkan secara resmi dengan Ang Thian tong,ini
berarti Hay Jin sudah menjadi istri pemuda tersebut secara sah.
Ini berarti pula perkataannya ditengah malam buat begini dengan istri orang lain memang bisa
dituduh sebagai melakukan hubungan dengan bini orang lain.
Tak heran kalau pemuda kita jadi kelabakan setengah mati, wajahnya merah padam seperti
kepiting rebus, untuk beberapa waktu dia cuma berdiri tertegun ditempat semula.
Hay Jin sendiri pun terbungkam dalam seribu basa, sementara air matanya jatuh berlinang
dengan derasnya, sungguh tak terlukiskan rasa pedih yang dideritanya sekarang.
SEkalipun Ang Thian tong mempunyai kesalahan yang bertumpuk tumpuk, tapi resminya dia
adalah suaminya. Sekalipun Hay Jin mempunyai berbagai alasan untuk tidak mengakui Ang Thian tong sebagai
suaminya, meski dia membenci pemuda tersebut atas perlakuan yang pernah dilakukan
terhadapnya, tapi bagaimanapun jua ia memang tak bisa menyangkal bahwa dia adalah bini sah
Ang Thian tong. Dalam posisi serta kondisi seperti ini, apa yang bisa dikatakan lagi oleh Kim Thi sia. apa yang
bisa diperbuat olehnya, dan apa pula yang bisa dikemukakan olehnya"
Cinta segitiga memang suatu kasus yang peluk dan memusingkan kepala, untuk beberapa saat
ketiga orang itu masih berdiri termenung tanpa berkata kata.
Setelah hening beberapa saat lamanya....
Tiba tiba Hay Jin menyeka air matanya dan berkata dengan suara nyaring...
"Apa yang terjadi sampai hari ini merupakan kejelekan dari nasibku sendiri.. tampaknya
kehidupanku didunia ini sesungguhnya percuma..."
Dalam anggapan Ang Thian tong dan Kim Thi sia, Hay Jin berakata begitu tentu mempunyai
alasan yang luar biasa, maka merekapun memperhatikan lebih jauh dengan lebih seksama.
Akan tetapi Hay Jin yang ditatap sedemikian rupa oleh kedua orang itu, tiba tiba saja dia
merasa apa yang seungguhnya merasa perlu dikatakan, kini menjadi sama sekali tak berarti lagi.
Maka setelah tertegun beberapa saat, diapun berkata sambil menangis terisak.
"Ooohh... Thian, dalam kehidupanku yang lalu, kejahatan apakah yang pernah kulakukan"
kenapa kehidupanku didunia saat ini menjadi begini tak berarti"... aku... aku tak ingin hidup lagi,
aku tak ingin hidup lagi..."
Dengan luapan emosi, dia segera berlarian meninggalkan tempat tersebut bagaikan orang
kalap. Sesungguhnya Hay Jin pun tidak mampunyai suatu tujuan tertentu, dia hanya menganggap
kehidupannya didunia ini sudah tidak berarti lagi, amak dia berharap bisa meninggalkan tempat
tersebut, makin jauh makin baik, dia tak ingin berdiri dihadapan Ang Thian tong, bahkan dia pun
tak ingin menyaksikan Kim Thi sia yang berdiri tersipu sipu dan serba salah itu.
KArenanya dia berlarian seperti orang gila berlari kencang meninggalkan tempat itu secepat
cepatnya. Baik Kim Thi sia maupun Ang Thian tong sama sekali tidak menduga sampai kesitu, mereka
berdua sama sama tertegun dibuatnya.
Sambil menangis Hay Jin berlari kencang meninggalkan tempat itu, dalam waktu singkat gadis
itu berada dikejauhan sana.
Tiba-tiba Kim Thi sia menegur sambil menghela napas,
"Ang Thian tong, apakah kau tidak berniat mengejar istrimu?"
Sebenarnya Ang Thian tong masih berdiri tertegun disitu, dia sekaan lupa akan segala-galanya.
Tapi setelah mendengar seruan tersebut, bagaikan baru sadar dari lamunannya, ia menepuk
kepala sendiri lalu berseru
"Mengejar" Ya.. betul, aku harus mengejar kembali istriku."
Dengan kecepatan bagaikan kilat ia segera berlarian kencang menyusul kearah mana Hay Jin
melenyapkan diri tadi. Tak selang berapa lama kemudian bayangan kedua orang itu sudah tertelan dibalik kegelapan.
Kini tinggal Kim Thi sia seorang diri termangu mangu disitu, dia merasa seperti kehilangan
sesuatu, sementara isak tangis Hay Jin sekaan akan masih berdengung disisi telinganya.
Ia menghela napas panjang, rasa sedih dan kosong tiba tiba saja menyelimuti seluruh
perasaanya. Lama kemudian ia bergugam
"Semenjak aku terjun dan berkelana didalam dunia persilatan banyak anak gadis yang kukenal,
tapi rasanya aku tak pernah bisa melupakan kasih sayang Hay Jin kepadaku...Kim Thi sia wahai
Kim Thi sia sesungguhnya kau pun manusia yang terdiri dari daging dan darah, kau punya
liangsim, punya sukma, punya pikiran....."
Pada saat itulah.... Mendadak Kim Thi sia mendengar suara geeresek ramai bergema dari balik hutan, ketika ia
berpaling, terlihatlah sepasang lelaki tua muda sedang berkejaran kearahnya.
Ternyata kedua orang iut adalah Sastrawan menyendiri Khu cu kian serta si pukulan sakti tanpa
bayangan Ang Bu Im dari bukit Tiang peksam. Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki kedua orang
itu benar benar sempurna, daam waktu singkat mereka telah berada dihadapannya.
Waktu itu Khu Cu kian si Sastrawan menyendiri sedang melarikan diri terbirit- birit . keadaannya
tak berbeda seperti anjing yang kena gebuk, sungguh menggenaskan sekali.
Sebalikanya si pukulan sakti tanpa bayangan Ang Bu im mengjear dengan kencang bagaikan
malaikat bengis. Telapak tangannya diayunkan berulang kali, sekana akan dia berniat menghabisi
nyawa musuhnya dalam sakali ayunan tangan saja.
Padahal Kim Thi sia sendiripun sedang berdiri ditengah jalan, karena peristiwa itu berlangsung
sangat mendadak sekali, pada hakekatnya dia tidak mungkin sempat lagi baginya untuk
menghindarkan diri. Betapa terperanjatnya Sastrawan menyendiri ketika dalam usahanya melarikan diri, tiba-tiba dia
melihat ada seseorang berdiri menghadang ditengah jalan.
Ia semakin tertegun lagi setelah mengetahui dengan jelas bahwa orang yang berdiri ditengah
jalan itu tak lain adalah Kim Thi sia.
Sesungguhnya Kim Thi sia sama sekali tidak menaruh perasaan benci atau dendam terhadap
Sastrawan menyendiri Khu Cu kian, tapi sebaliknya si Sastrawan menyendiri justru menganggap
pemuda tersebut sebagai musuh besar pembunuh ayahnya.
Tak heran kalau kemunculannya yang sangat tiba-tiba itu sempat membuatnya bermandikan
peluh dingin. Sambil menghentikan gerak larinya, Sastrawan menyendiri berpekik tertahan,
"Tak disangka, aku bersua denganmu disini, habis sudah riwayat ku kali ini."
Belum habis perkataan itu diutarakan, si pukulan sakti tanpa bayangan Ang Bu Im yang
mengejar dari belakang telah menyusulnya dengan kecepatan luar biasa.
Sambil menerjang kedepan musuhnya, kedengaran si pukulan sakti tanpa bayangan
membentak keras. "Hey, Sastrawan menyendiri, jikalau kau tak berhasil mampus ditanganku, aku bersumpah tak
akan menjadi manusia mulai hari ini."
Dengan mengayunkan telapak tangannya dia mengembangkan serangan dahsyat mengancam
jalan darah Yu bun hiat ditubuh lawan dengan jurus "Kemunculan iblis mengagetkan hati", sebuah
pukulan yang dahsyat dari ilmu pukulan tanpa bayangan.
SEbagaimana diketahui, jalan darah Yu bun hiat merupakan jalan darah mematikan ditubuh
manusia, apabila tempat itu sempat terserang, niscaya jiwanya akan melayang.
Sastrawan menyendiri jadi amat terperanjat ketika secara tiba-tiba merasa datangnya
sambaran angin tajam dari belakang, ia makin terkesiap lagi setelah sadar bahwa tiada
kesempatan lagi baginya untuk menghindarkan diri.
Paras mukanya segera mengejang keras, rasa ngeri dan seram menjelang ajal menghiasi
seluruh wajahnya. Kim Thi sia tak tega membiarkan Sastrawan menyendiri kehilangan nyawa ditangan musuhnya,
disaat yang kritis itulah dia rentangkan tangannya lalu melontarkan sebuah pukulan ke arah
lawan. Siapa tahu dengan tangkisannya itu, ternyata situasi dalam arena segera mengalami perubahan
yang amat besar. Sejak permulaan Kim Thi sia sudah tahu kalau si Pukulan sakti tanpa bayangan bukan manusia
sembarangan, karena itu dia selalu berpendapat bahwa serangan musuh tak akan berhasil
dibendung apabila ia tak menggunakan tenaga yang besar.
Oleh sebab itulah dalam tangkisannya kali ini, dia telah sertakan tenaga dalamnya sebesar
sepuluh bagian, sedangkan jurus serangan yang digunakan pun merupakan jurus serangan paling
tangguh dari ilmu Tay goan sinkang, yakni, jurus "kejujuran membelah batu emas."
"Bllaaammmm...!"
Ditengah benturan keras yang memekikan telinga, terlihat pasir dan debu beterbangan
memenuhi angkasa. Kim Thi sia mengerti, bagaimana pun juga hebatnya serangan yang dilepaskan tak mungkin Si
pukulan Sakti tanpa bayangan akan terluka diujung telapak tangannya, maka sewaktu melihat
Ang Bu im roboh terjengkang keatas tanah, dengan rasa heran ia menegur,
"Ang Bu Im, usiamu sudah cukup tua, buat apa sih masih bergurau denganku. permainan
busuk apa yang sedang kau persiapkan?"
Tapi kali ini, si pukulan sakti tanpa bayangan ternyata tidak bergurau, ia benar benar yang
terkena serangan Kim Thi sia hingga roboh terjengkang dan muntah darah segar.
Dengan perasaan apa boleh buat Kim Thi sia mengangkat bahunya, tapi setelah melihat
keadaan dari Sastrawan menyendiri, segera serunya tertahan,
"Hey Khu Cu kian, bagaimana keadaanmu?"
Khu Cu kian bersandar dibawah sebuah pohon besar, sekujur badannya basah kuyup oleh
keringat, mulutnya berbuih dan napasnya pun tersengal sengal bagaikan napas kerbau.
Dengan kening berkerut, kembali Kim Thi sia menegur,
"Berapa jauh sih perjalanan yang kau tempuh" Nampaknya kau begitu kecapaian?"
Melihat Kim Thi sia tidak berniat melukainya, diam diam Sastrawan menyendiri merasa leag, ia
menghembuskan napas panjang.
SEmentara itu Kim Thi sia telah menghampiri Si pukulan sakti tanpa bayangan dan memeriksa
keadaannya, lalu dengan kaget bercampur keheranan gugamnya,
"Waaah, sama sekali tak ku sangka kalau serangan yang ku lancarkan menyebabkan luka yang
begitu parah bagi Ang Bu Im, kalau dilihat dari darah yang bercucuran terus agaknya tidak jauh
lagi ajal orang ini..."
Pelan pelan Khu Cu kian bangkit berdiri, dengan napas masih tersengal sengal dia mencoba
bergerak maju kemuka lalu siap melepaskan sebuah pukulan keatas tubuh Ang Bu Im.
Walaupun serangan yang dipergunakan sangat aneh, lagipula dengan kecepatan luar biasa,
namun kekuatan yang disertakan jelas tidak seberapa...
Dengan perasaan heran Kim Thi sia segera menegur,
"Eeeh, Khu cu kian, apakah kau bermaksud membersihkan debu diatas tubuh Ang Bu Im?"
Sastrawan menyendiri sama sekali tidak menggubris sindiran tersebut, wajahnya kelihatan amat
serius, Hawa amarah menyelimuti seluruh mukanya, dengan mengerahkan segenap sisa kekuatan
yang dimiliki dia memukul si pukulan sakti tanpa bayangan dengan gencar.
Dalam pandangan Kim Thi sia, pukulan-pukulan seperti itu tak lebih hanya menimbulkan rasa
geli saja, tapi bagi si pukulan sakti tanpa bayangan yang sudah terluka parah, ia segera merintih
kesakitan, wajahnya kelihatan amat tersiksa.
Sastrawan menyendiri seperti sadar kalau kesempatan sebaik ini jarang ditemukan, ia sama
sekali tidak melepaskan peluang itu dengan begitu saja, pukulan dan tendangan yang bertubi-tubi
dilancarkan dengan gencar,
Lebih kurang sepertanak nasi kemudian, ia baru menghentikan perbuatannya itu. dengan napas
tersengal sengal dia mencari sebuah batu besar lalu duduk bersila disitu untuk mengatur
pernapasan. Kim Thi sia sangat keheranan melihat tingkah laku kedua orang itu, dengan rasa tercengang
segera tegurnya kepada Ang Bu Im.
"Sebetulnya permainan sandiwara apakah yang sedang kalian perankan?""
Waktu itu, pukulan sakti tanpa bayangan masih berbaring diatas tanah dengan tubuh
berlepotan darah, serangkaian pukulan dari Khu Cu kian membuat wajahnya sembab dan
membengkok, mukanya jadi amat tak sedap dipandang.
Tapi ia merasa agak lega juga setelah melihat Kim Thi sia hanya berdiri saja disitu.
Terdengar Kim Thi sia menegur lagi dengan tertawa,
"Hey, apa maksudmu berbaring saja diatas tanah membiarkan orang lain menggebukimu" Apa
gunaya berlagak mati?"
Pukulan Sakti tanpa bayangan muntahkan darah segar, dengan napas terengah-engah katanya
"Aku...Aku... aku sudah hampir mati..."
"Aaah, jangan bicara sembarangan, buat apa kau membohongi aku?" tegur Kim Thi sia tak
senang hati. "Aku...aku tidak berbohong" kembali si pukulan sakti tanpa bayangan berkata dengan napas
terengah engah, "isi perutku sekarang telah hancur karena termakan seranganmu tadi..."
Mendengar ucapan mana, Kim Thi sia segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhhh... Haaahhh.. setan tua, mana mungkin seranganku bisa membunuhmu" Kau tak
usah kelewat mengunggulkan diriku.."
Dengan mata mendelik, si pukulan sakti tanpa bayangan menelan kembali darah kental yang
hampir muntah keluar, lalu katanya,
"Kalau dulu, jangan harap bisa melukai tubuhku... tapi hari ini... keadaannya sama sekali
berbeda..." Kim Thi sia semakin tertegun, terutama setelah menyaksikan darah yang meleleh keluar dari
mulut orang itu berwarna hitam, segera katanya
"Kenapa bisa begitu?"
Setelah terbatuk batuk, si pukulan sakti tanpa bayangan berkata
"Aku telah bertarung ribuan jurus melawan Sastrawan menyendiri... dan akhirnya kami saling
beradu tenaga dalam... ketika terpisah tadi, kekuatan kami saling sama sama sudah habis...jangan
kau lihat kami masih bisa berlarian dengan begitu cepat... padahal keadaan kami tak berbeda
dengan cahaya lilin yang hampir padam... kami tak mampu menahan gempuran seperti apa saja...
dalam keadaan seperti ini, bagaimana mungkin aku bisa menahan pukulan ilmu.. ilmu pukulan
Panca Buddhamu,, apalagi disertai dengan ilmu Tay goan sinkang yang maha dahsyat..."
"Oooh... rupanya begitu, aku sama sekali tidak menduga sampai kesitu!"
Kembali si pukulan sakti tanpa bayangan tertawa getir.
"Akupun lebih-lebih tak mengira kalau pada akhirnya aku bakal tewas diujung telapak
tanganmu." "Kau jangan mengira kau memang sengaja berbuat demikian untuk memanfaatkan kesempatan
yang ada, coba aku tahu begini, tak nanti akan kupergunakan cara seperti ini untuk
menyerangmu!" "Aku... aku tak akan menyalahkan dirimu..." kembali si pukulan sakti tanpa bayangan batukbatuk.
"sebab diantara kita memang sudah ada perjanjian untuk melangsungkan pertarungan mati
hidup." "Yaa, betul dan aku yakin dapat mengungguli dirimu, tapi hal ini baru bisa diselenggarakan apa
bila kekuatan tubuhmu telah pulih kembali seperti sedia kala."
Pukulan sakti tanpa bayangan menghela napas panjang.
"Aaai.. akupun merasa agak menyesal karena tak bisa melangsungkan pertarungan itu...
sebelum pertarungan bisa dilangsungkan, rasanya matipun aku tak akan mati dengan mata
meram." Menyaksikan si pukulan sakti tanpa bayangan sudah mendekati ajalnya, tiba tiba saja kesan
jelek Kim Thi sia terhadapnya berkurang banyak sekali, serta merta hiburnya lagi.
"Sudahlah, kau jangan terlalu memikirkan soal mati, cobalah bertahan sebisa mungkin, mari
kutotok jalan darahmu, siapa tahu masih ada cara lain mengatasinya."
Sebelum Kim Thi sia melakukan sesuatu tindakan, si pukulan sakti tanpa bayangan telah
menggoyangkan tangannya berulang kali sambil menampik,
"Tidak usah, biarlah maksud baikmu kuterima dalam hati saja..."
Melihat semangat kakek itu mendadak nampak lebih segar, buru buru Kim Thi sia berseru,
"Tak usah mengatakan begitu, coba lihat semangat mu tiba tiba menjadi segar kembali,
agaknya masih ada harapan bagimu untuk melanjutkan hidup!"
"Percuma, tak ada harapan lagi....tak ada harapan lagi..." kata si pukulan sakti tanpa bayangan
sambil tertawa lemah "sekarang aku hanya nampak segar menjelang saat ajalku tiba... mumpung ada kesempatan
aku ingin berbicara secara baik baik denganmu, bersediakah kau membantuku akan satu hal..."
"Hey, mengapa secara tiba tiba kau mengharapkan bantuanku" Bukankah kita saling
bermusuhan?" ucap Kim Thi sia sambil tertawa.
"Dari berumusuhan kita dapat menjadi kawan, apalagi saat ajalku sudah hampir tiba sekarang.
kuharap diantara kita tak perlu memperbincangkan masalah lampau yang sudah lewat lagi,
akupun berharap aku jangan memikirkan dihati semua kejahatan yang pernah ku perbuat
terhadapmu, bahkan aku sendiripun tak akan mempersoalkan lagi seranganmu tadi yang
membuatku tak ada harapan untuk hidup lagi, sejak kini kita adalah sahabat, biarpun
persahabatan ini mungkin hanya berlangsung dalam waktu singkat, tentunya kau bersedia
bukan?" Perkatan ini diutarakan dengan wajah tulus dan bersungguh sungguh, sehingga siapapun yang
mendengarkan tak urung tergetar juga perasaan hatinya...
"Baiklah..." kata Kim Thi sia kemudian, "Sekarang kuakui dirimu sebagai sahabatku, bila
menjumpai suatu persoalan katakan saja kepada dirimu, aku tentu akan berusaha untuk
menyelesaikannya bagiu!"
Si Pukulan Sakti tanpa bayangan tertawa puas,
"sesungguhnya masalah yang ingin kutitipkan kepadamu sederhana sekali, yaitu bila suatu saat
kau bertemu dengan putra kesayanganku Ang Thian tong, tolong sampaikan beberapa patah kata
pesanku ini kepadanya,"
"Pesan apa?" tanya Kim Thi sia serius.
Mendadak Si Pukulan sakti tanpa bayangan muntah darah tiada hentinya, sambil muntah darah
serunya berulang kali, "Aduh celaka... aduh celaka.. isi perutku sudah terjadi pendarahan hebat, aku hampir mati..."
"kalau begitu, cepat kau sampaikan pesan tersebut kepadaku.." desak Kim Thi sia dengan
perasaan tegang. Darah kental telah menodai seluruh wajah dan badan si Pukulan sakti tanpa bayangan, tapi
sekulum senyuman lega tersungging di ujung bibirnya, ia berkata dengan napas tersengal,
"Tolong... tolong beritahu kepadanya.. tidak.. tidak gampang kucarikan bini baginya.. aku....
aku... telah banyak mengeluarkan tenaga untuk itu... maka... kau... kau harus beritahukan
kepadanya.. agar dia menjadi orang baik baik...."
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Masih ada pesan yang lain?" desak Kim Thi sia lebih jauh.
"Selain itu, keluarga... Keluarga Ang hanya ada seorang putra saja... katakan.. katakan
kepadanya aku... aku... sangat menyayanginya..."
Belum selesai kata kata tersebut diutarakannya, pukulan sakti tanpa bayangan telah
menghembuskan napas yang penghabisan.
Tiba tiba saja Kim Thi sia merasa hatinya amat pedih, sambil memegangi jenazah Ang bu lim,
bisiknya pelan, "Kau tak usah kuatir Ang lo-cianpwee, aku tentu akan menyampaikan pesanmu itu kepada Ang
Thian tong" Dalam pada itu..... Sastrawan menyendiri telah menyelesaikan semedinya, ia berdiri dibelakang Kim Thi sia sambil
tertawa dingin tiada hentinya, kemudian dengan suara melengking berseru,
"Kim Thi sia, sesungguhnya aku membencimu hingga merasuk ke tulang sumsum, sedang saat
ini kau sedang dipengaruhi oleh emosi sehingga ketajaman pendengaran maupun perasaan mu
amat terganggu, andaikata kulancarkan sebuah pukulan yang menggempur punggungmu tadi,
maka saat ini jiwamu pasti dalam perjalanan menuju ke akhirat."
"Lalu mengapa kau melepaskan kesempatan tersebut?" tanya Kim Thi sia sambil membalikkan
badan dan bangkit berdiri..
Sastrawan menyendiri mendengus dingin,
"Aku sendiri pun sedang bertanya kepada diri sendiri, mengapa kesempatan sebaik ini
kulepaskan dengan begitu saja, mengapa aku tidak manfaatkan peluang itu untuk
membunuhmu?" Jilid 57 - Tamat Kim Thi sia tertawa getir, katanya cepat.
"Padahal diantara kita berdua tiada jalinan permusuhan, kenapa sih kau harus berpikiran
begitu?" "Dengan mata kepala sendiri kusaksikan bagaimana kau membunuh ayahku.." bentak
Sastrawan menyendiri dengan suara lantang.
Sambil menelan air liur Kim Thi sia menyahut.
"Kuakui bahwa peristiwa tersebut memang suatu kenyataan, tapi kau toh tidak berniat sunguh
sungguh untuk membunuhnya!"
Sastrawan menyendiri segera tertawa sinis.
"Kalau begtu, tentunya kau bisa menjelaskan pula bahwa seranganmu yang mematikan si
Pukulan Sakti Tanpa Bayangan tadi juga bukan pembunuhan yang disengaja."
"Meski begitu, kenyataannya si Pukulan Sakti Tanpa Bayangan justru berpikiran lebih terbuka
daripadamu, Walaupun dia telah mengorbankan jiwanya, namun tidak memandangku sebagai
musuh besarnya." "Hmn, itukan berkat kelicikanmu.." Jengek Sastrawan menyendiri sambil tertawa dingin.
"Bagaimana bisa dikatakan berkat kelicikanku?" keluh Kim Thi sia "Belum pernah aku
berbohong dengan siapapun."
"Huuuh, kau anggap aku tidak bisa melihatnya" Hmmn Ang Bu-im si tua bangka celaka itu
sudah dibunuh olehmu malah menyatakan terima kasihnya hal ini bisa terjadi karena berhasil kau
kelabui." "Tapi aku kan tidak membohonginya." teriak Kim Thi sia lagi.
"Misalkan saja diriku, mula pertama kau telah membunuh ayahku terlebih dulu, kemudian
mencari kesempatan untuk menyelamatkan diriku, hal ini membuat aku berada dalam posisi
antara budi dan dendam, perasaan batinku jadi saling bertentangan hingga pada akhirnya aku
malah merasa berterima kasih kepadamu."
"Tapi kenyataannya toh kau tidak berterima kasih keadaku!"
"Hmmnn, aku tidak akan setolol apa yang kau bayangkan sekarang, terus terang saja
kukatakan, aku benci dirimu, selama hidup membencimu. asal aku berhasil mendapatkan suatu
alasan yang kuat maka kesempatan bagiku untuk membalas dendam segera akan tiba, aku tetap
akan membunuhmu... aku tetap akan membunuhmu!"
Boleh dibilang dia berkata sambil mengertak gigi menahan rasa benci dan dendam yang
meluap-luap, apa lagi sewaktu mengucapkan kata kata hendak membunuh, suaranya keras dan
nyaring hingga mengetarkan seluruh lembah tersebut.
Dalam waktu singkat, seluruh lembah telah dipenuhhi oleh gema suaranya yang memantul...
"Aku hendak membunuhmu! aku hendak membunuhmu..."
"Aku hendak membunuhmu..."
"Aku hendak membunuhmu..."
Pada saat itulah.... Tiba tiba terdengar seseorang berkata dengan suara yang lembut dan genit, suara yang amat
menawan hati. "Wahai Sastrawan menyendiri, apakah kau masih kurang untuk membunuh manusia?"
Munculnya suara teguran yang amat mendadak ini sama sekali diluar dugaan Sastrawan
menyendiri maupun Kim Thi sia, untuk sesaat kedua orang itu jadi tertegun.
Tanpa terasa mereka berdua sama-sama berpaling kearah mana berasalnya suara terguran
itu... Dibawa sinar rembulan yang cerah, tampaklah Dewi Nirmala dengan bajunya yang tipis lagi
indah telah berdiri santai disitu dengan senyuman dikulum.
Kemunculan Dewi Nirmala saat ini benar-benar diluar dugaan, dibalik kegelapan malam ia
tmapak begitu cantik, begitu anggun, begitu menawan hati, tak ubahnya bagaikan bidadari yang
baru turun dari khayangan.
Dibelakang wanita cantik rupawan ini berdiri berjajaran lima orang utusan Nirmala.
Mereka berdiri dengan sikap menghormat, sepasang tangan lurus kebawah dan tubuh setengah
membungkuk, sikap demikian membuat kedudukan Dewi Nirmala kelihatan lebih anggun dan
berwibawa. Keadaan tersebut tak ubahnya seperti seorang Ratu yang sedang melakukan pemeriksaan
diiringi para pengawalnya.
Untuk beberapa saat lamanya Sastrawan menyendiri berdiri tertegun, tapi kemudian serunya
dengan berang. "Hmm, mengapa aku tidak boleh membunuh" Kau tahu, tujuan kedatanganku ke Lembah
Nirmala saat ini adalah untuk membunuh orang, membunuh orang semacam kalian itu."
Dewi Nirmala tertawa geli.
"Benarkah begitu" Ehmm, akupun tahu, Kau memang sudah membunuh banyak orang, semula
utusan Nirmala ku terdiri dari dua puluh orang, tapi sekarang tinggal lima orang yang masih hidup,
tentunya mereka telah tewas ditanganmu semua bukan?"
"Soal ini..." Sastrawan menyendiri Khu Cu kian tampak agak tertegun, tapi kemudian sahutnya,
"Baik anggap saja memang aku yang telah membunuh mereka semua, mau apa kau?"
Kembali Dewi Nirmala tertawa cekikikan,
"Aku hanya ingin bertanya akan satu hal, bagaimanakah perasaan hatimu setelah membunuh
begitu banyak orang" Apakah kau merasa puas sekali?"
"Buat apa kau menanyakan persoalan ini?" seru Sastrawan menyendiri dengan rasa heran dan
tak habis mengerti. Dewi Nirmala sengaja memperingati nada suaranya pelan-pelan dan dia berseru lantang.
"Sesungguhnya pertanyaanku ini memang sedikit berlebihan, tapi aku beranggapan bahwa
kematian dari para utusan Nirmala itu kelewat kejam, kelewat brutal, tentu saja setelah kau
membunuh mereka maka kau bisa cuci tangan dan angkat kaki dari sini tanpa ambil perduli
masalah yang lain, tapi bila kau memperhatikan mayat mereka dengan lebih seksama, dan
mengamati keadaan mereka sewaktu tewas, mungkin jalan pemikiran itu akan berubah sama
sekali." Tanpa terasa Kim Thi sia berkerut kening setelah mendengar uraian itu, diam-diam ia pun
merasa keheranan sehingga akhirnya menukas cepat.
"Dewi Nirmala kau benar benar aneh sekali, orang bilang kau kejam, buas, brutal dan
membunuh orang tanpa berperi kemanusiaan. kenapa sih sikapmu hari ini barubah sama sekali"
Mengapa secara tiba tiba kau menjadi begitu welas hati dan penuh belas kasihan?"
Dewi Nirmala tertawa hambar, dia melirik sekejap kearah pemuda kita lalu menjawab,
"Terus terang saja, aku merasa agak tak tega setelah menyaksikan kematian yang begitu
menggenakan dari utusan utusan Nirmalaku.. mereka dibunuh kelewat kejam dan berutal..."
"Tentu saja mereka harus dibunuh scara kejam, Bila perlu mencincang tubuh mereka hingga
hancur berkeping-keping, karena kawanan utusan Nirmala itu merupakan orang orang
kepercayaanmu, begundalmu, kaki tanganmu untuk melakukan pelbagai kejahatan dan kenistaan,
jika berkurang seorang saja berarti akan mengurangi pula kekuatanmu untuk menteror dunia
persilatan..." Kata kata dari Sastrawan menyendiri Khu Cu kian ini diutarakan dengan suara keras diiringi
tertawa dinginnya yang amat tak sedap didengar.
"Oooh.. bukan begitu, aku tidak maksudkan demikian..." buru buru Dewi Nirmala menjelaskan.
"Lantas dikarenakan apa?" tanya Kim Thi sia dengan perasaan agak ragu.
Bagaimanapun juga, Sastrawan menyendiri Khu Cu kian jauh lebih berpengalaman dari pada
Kim Thi sia dia pun seorang yang cermat dan seksama, dari sikap Dewi Nirmala yang semenjak
kehadirannya hingga sekarang tidak melakukan sesuatu tindakan, melainkan mengajak lawannya
berbicara, ia segera menjadi curiga, bisa jadi musuhnya mempunyai suatu rencana tertentu.
Berpikir demikian dia pun segera berkata
"Hey, Dewi Nirmala, bila kau mempunyai rencana busuk atau akal licik, lebih baik gunakan
semua, bila ingin berkentut, cepat pula berkentut, lalu bicara jangan berputar putar begitu, hmmn,
bikin jemu orang yang mendengar saja!"
Kembali Dewi Nirmala tertawa manis.
"Dengan cepat semua perkataan yang ingin kusampaikan akan selesai kuutarakan keluar,
sesungguhnya aku hanya inin memberitahukan satu hal saja kepadamu, yakni tentang Nirmala
nomor sembilan..." Bagaikan terkena aliran listrik bertegangan tinggi tiba tiba saja sejujur badannya Sastrawan
menyendiri merasa begetar keras tanpa sadar ia bertanya,
"Bagaimana Nirmala nomor sembilanmu" Apa maksud perkataanmu itu?"
Dewi Nirmala pura pura berlagak sedih dan amat murung sekali, pelan pelan ia berbisik,
"Ai... bila ingin aku berbicara sejujurnya, ia betul betul mati dalam keadaan menggenaskan..."
"Kurang ajar..!!" teriak Kim Thi sia penuh amarah, "apa maksudmu mengucapkan kata kata
yang bersifat mengadu domba kepada kami" Hmn, rupanya kau ingin melihat aku saling gontok
gontotok sendiri." Dewi Nirmala sama sekali tidak menggubris perkataan dari Kim Thi sia, kembali dia berkata
dengan sedih, "Dikala kami menemukan Nirmala nomor sembilan, entah atas perbuatan siapa ternyata
mayatnya sudah dikubur, dengan susah payah kami menggalinya keluar... Aii.. kasihan.. benar
benar amat kasihan...............Nirmala nomor sembilan.....!!!!!! Dia... dia...."
Dengan perasaan amat terperanjat, Sastrawan menyendiri Khu Cu kian berteriak keras,
"Apa yang telah kau perbuat terhadapnya?"
Dewi Nirmala tertawa misterius.
"Kau anggap apa yang telah kami lakukan terhadapnya" Waktu itu kau telah menyerbu masuk
kedalam lembah serta melakukan pengacauan secara ganas, buas dan brutal, seperti misalnya
Nirmala nomor sembilan belas, Nirmala enam belas... entah dengan cara apa kau melukai mereka,
kenyataannya jago jago andalanku itu sudah dibuat cacad oleh serangan yang brutal."
"Ooohh.... jadi kau bermaksud untuk melakukan balas dendam...?" jengek Kim Thi sia .
Kembali Dewi Nirmala tidak menggubris perkataan pemuda itu, dengan hambar dia meneruskan
kata-katanya. "Hey, Sastrawan menyendiri, kepandaian silatmu memang nyata hebat dan luar biasa. mungkin
saja banyak orang tak sanggup buat sesuatu terhadapmu, tapi dalam gusarku tadi, terpaksa kugali
keluar tubuh Nirmala sembilan dari liang kuburnya dan...."
"Dan kau mencambuki mayatnya untuk menuntutu balas?" sambung Kim Thi sia cepat.
"Aaah, mencambuki mayat bukan permainan yang menarik lagi bagi kami, justru kami telah
praktekan suatu sistem baru yang lebih mengasyikan lagi, kau tahu bagaimana kami telah
bertindak tadi?" Melihat kedua orang pemuda itu tetap membungkam sambil menunggu jawabannya Dewi
Nirmala segera tertawa. Setelah menarik napas panjang panjang, ia lalu melanjutkan kata kata yang lebih jauh.
"Stelah menggali keluar mayat Nirmala nomor sembilan tadi, kami cincang daging tubuhnya
hingga hancur berkeping keping, kemudian pula berikut sisa tulang belulangnya kami bagikan
daging cincangannya serta sisa tulang tadi untukk makan anjing liar, aku rasa saat ini sudah tak
bersisa lagi..." Bisa dibayangkan betapa gusar dan dendamnya Sastrawan menyendiri stelah mendengar
keterangan itu, sepasang matanya merah berapi api. dengan muka menyeringai seram teriaknya
keras keras. "kau... kau... perempuan jalang...keji amat hatimu..."
Melihat kegusaran orang, Dewi Nirmala bertambah senang, ia tertawa terkekeh kekeh..
"Haaah...Hahaaaahh.... Haaah.... kau marah" kau jengkel. tentu saja kau mendongkol setengah
mati dan membenci kepadaku karena Nirmala nomor sembilan adalah ayahmu, karena Nirmala
nomor sembilan adalah Pangeran Berkaki Sakti, Khu Kong, tentunya kau sudah tahu bukan,
tentang hal ini?" "Aku.. tentu saja aku tahu.." teriak Sastrawan menyendiri Khu Cu kian dengan sepasang mata
merah membara, jelas rasa rasa dendamnya sudah merasuk sampai ketulang.
"Cckkk...Cckkkk... sayang, sungguh sayang!"
kembali Dewi Nirmala mengejek, "seandainya kau telah mengenalinya sedari semula,tak nanti
dia akan terbunuh secara menggenaskan, padahal menguburnya kedalam liang kubur pun sudah
terhitung suatu perbuatan yang berbakti dari seorang putra terhadap orang tuanya."
Ternyata dalam anggapan Dewi Nirmala dalam serbuannya ke dalam Lembah Nirmala tadi,
orang pertama yang diserang dan dibunuh Sastrawan menyendiri adalah Nirmala nomor sembilan
tanpa mengetahui bahwa sesungguhnya Nirmala Nomor sembilan adalah ayahnya.
Sampai korbannya terbunuh dan mengetahui identitasnya yang sesungguhnya, pemuda itu jadi
emosi dan melakukan pembunuhan secara besar besaran....
Dengan dasar dugaan itulah maka Dewi Nirmala menyusul kesana dan hendak merangsang
perasaan Sastrawan menyendiri hingga dia marah sedih dan menjadi gila.
Andaikata musuhnya berhasil dibuat gila dan kalap, maka diapun akan membunuh lawannya ini
secara mudah sekali. Tentu saja menurut anggapannya, Sastrawan menyendiri pasti sedih dan menyesal karena
telah salah tangan membunuh ayahnya sendiir, maka seandainya ia menggunakan masalah ini
sebagai bahan ejekannya. dapat dipastikan lawannya akan menjadi kalap dengan cepat. dengan
sendirinya ia pun bisa melakukan rencananya secara berhasil.
Dalam pada itu Sastrawan menyendiri Khu Cu kian telah di cekam perasaan benci yang meluap
luap, dengan suara yang keras bagikan guntur, teriaknya keras
"Apakah aku termasuk anak yang berbakti atau bukan, aku rasa urusan ini tak ada
sangkutpautnya dengan dirimu!"
Betapapun juga, pemuda ini masih termasuk seorang pemuda yang tenang dan berkepala
dingin, kendatipun ia berada dalam keadaan dicekam rasa benci dan dendam yang berkobar
kobar, namun sedapat mungkin ia berusaha unutk mengendalikan diri.
Setelah menarik napas panjang panjang, dengan mata melotot besar dan memancarkan sinar
berapi api, ia berkata lagi.
"Dewi Nirmala, dengarkan baik baik, kau adalah musuh musuh ayahku, bia kau tidak bisa
menghancur lumatkan tubuhmu hingga berkeping keping aku Khu Cu kian bersumpah tak akan
menjadi manusia, aku pun akan menganggap keturunan keluarga Khu sudah musnah sampai
disini.." Perlu diketahui, sejak Sastrawan menyendiri Khu Cu kian akan terjun ke dalam dunia persilatan
serta melakukan pengembaraan, belum pernah ia memberitahukan nama aslinya kepada
siapapun. Tapi hari ini dia telah menyebutkan nama marganya secara jelas dan nyata, dari sini bisa ditarik
kesimpulan bahwa ia telah mengambil keputusan untuk membinasakan Dewi Nirmala walau
Pahlawan Dan Kaisar 8 Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo Pedang Kiri 4
maju menyongsong ke depan.
Dalam waktu singkat......
Terasa angin pukulan menyelimuti seluruh arena, hawa pembunuhan mencekam empat
penjuru, keadaan saat itu sungguh mengerikan hati siapapun yang melihatnya.
Ditengah gulungan kabut dan debu yang berterbangan, tampak dua sosok bayangan manusia
saling menggempur dengan serunya, sebentar mereka saling bergumul, sebentar lagi saling
berpisah. Perlu diketahui semasa masih mudanya dulu Nirmala nomor sembilan lebih dikenal sebagai
Pangeran berkaki sakti, ilmu meringankan tubuhnya memang luar biasa mengagumkan, dengan
andalkan kepandaian inilah dia banyak mengalahkan musuh-musuhnya.
Akan tetapi Kim Thi sia dengan bakat hebatnya telah mewarisi pula seluruh kepandaian sakti
dari Malaikat pedang berbaju perlente, baik gerakan tubuh maupun tenaga khikangnya semua nya
boleh dibilang top, terutama sekali ilmu pedang panca buddhanya, boleh dikata jarang menemui
lawan tandingan.... Sementara itu pertarungan antara kedua orang tersebut yang telah berlangsung mencapai
ratusan gebrakan lebih, namun menang kalah maish belum bisa ditentukan.
Dalam pada itu.... Sastrawan menyendiri telah berhasil menghabisi nyawa Nirmala nomor delapan dan menyusul
ke sana, kini dia sedang menonton jalannya pertarungan dari tepi arena.
Pada mulanya secara lamat-lamat dia masih bisa menyaksikan bagaimana Kim Thi sia dan
Nirmala nomor sembilan bertarung sengit. lama kelamaan secara pelan pelan ia berhasil
menemukan keadaan yang sebenarnya dari kedua orang itu.
Dalam waktu singkat ia berhasil mengenali jurus-jurus silat yang dipergunakan oleh Nirmala
nomor sembilan, tanpa terasa gugamnya
"Ah, jurus serangan ini adalah seratur dewa menyembah malaikat... ya... jurus yang ini adalah
tongkat berdiri tampak bayangan.... sedang yang ini adalah lompatan dewa, ilmu andalan dari
keluarga Khu kami di Hoa-im...."
Perlu diketahui ilmu "Lompatan Dewa" milik si Pangeran berkaki sakti Khu Kong hanya
diwarikan kepada putra bungsunya Khu Cu kian seorang, dia pernah bersumpah selain ahli
warisnya, biar putri kesayangannya pun tidak diajarkan.
Dan kebetulan sekali Sastrawan menyendiri tak lain adalah putra dari si Pangeran berkaki sakti
Khu Kong-ci yang bernama Khu Cu kian itu.
Sejak kecila ia telah kehilangan ayahnya hingga membuat dia terseret untuk berkelanan
didalam dunia persilatan, tujuannya yang utama tak lain adalah untuk melacaki jejak ayahnya itu.
Mimpipun dia tak menyangka kalau utusan Nirmala yang sedang bertarung melawan Kim Thi
sia sekarang, menguasai pula ilmu Lompatan Dewa yang merupakan kepandaian khas dari
keluarga Khu mereka. Tergopoh-gopoh Sastrawan menyendiri mengamati wajah kakek itu dengan lebih seksama,
begitu melihat wajah Nirmala nomor sembilan yang merah membara, air matanya segera jatuh
bercucuran dengan deras. Teriaknya keras-keras. "Ayah... ayah... kau adalah ayahku... kau adalah ayahku....."
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, secepat anak panah yang
terlepas dari busurnya ia segera menerjang masuk ke dalam arena pertarungan.
Betapapun lamanya mereka berpisah, antara ayah dan anak memang selalu terjalin hubungan
batin yang akrab. Apalagi Nirmala nomor sembilan memang tak lain adalah Pangeran berkaki sakti khu Kong.
Ketika secara tiba tiba dia mendengar teriakan dari Sastrawan menyendiri Khu Cu kian tadi,
indera keenamnya segera terasa bergetar keras, tanpa menggubris serangan dari Kim Thi sia lagi
serta merta ia menghentikan serangannya secara mendadak dan berdiri tertegun.
"Anak Ce kian, benarkah kau..." serunya kemudian.
Dalam pada itu Kim Thi sia yang sedang bertarung sengit sedang melancarkan sebuah
serangan dahsyat dengan jurus "Panca buddha duduk di teratai..."
"Seeerrr!!" Ditengah desingan angin tajam yang menyambar lewat, tahu tahu tubuh si Pendekar berkaki
sakti telah terpapas kutung menjadi dua bagian, darah segar segera menyambar ke empat
penjuru dan tewaslah kakek tersebut seketika itu juga.
Kebetulan sekali Sastrawan menyendiri memburu datang pada waktu yang bersamaan, dia
segera memeluk tubuh ayahnya dan berpekik nyaring
"Kim Thi sia!! apa... apa yang sedang kau lakukan?""
Dengan napas tersengal-sengal jawab Kim Thi sia
"sungguh hebat kepandaian silat yang dimiliki Nirmala nomor sembilan, aku harus bersusah
payah mengerahkan segenap kemampuan yang kumiliki sebelum berhasil mengakhiri hidupnya."
Dalam pada itu Sastrawan menyendiri Khu Cu kian telah menyandarkan mayat ayahnya ditepi
pohon besar,lalu sambil melotot penuh kegusaran, bentaknya keras-keras.
"Kim Thi sia, aku si bajingan keparat benar-benar kelewat kejam dan tak berperi kemanusiaan."
Sesungguhnya dalam arena pertarungan tadi, Kim Thi sia sama sekali tidak mendengar
bagaimana Sastrawan menyendiri memanggil ayah kepada Nirmala nomor sembilan, oleh sebaba
itu dia masih belum mengetahui dengan jelas hubungan erat antara kedua orang tersebut.
Ia menjadi tertegun setelah mendengar teguran tadi, cepat cepat serunya keras.
"Kenapa aku kejam" Kenapa aku tak berperi kemanusiaan" Bukankah Nirmala nomor sembilan
adalah begundalnya Dewi Nirmala?"
"Dia adalah ayahku!" pekik Sastrawan menyendiri dengan suara lantang.
"Aaai..." Kim Thi sia berseru tertahan setelah mendengar pekikan tersebut, "kejadian ini benarbenar
diluar dugaanku." Sambil menggertak gigi menahan gejolak emosi yang membara didalam dadanya. Sastrawan
menyendiri kembali berseru dengan rasa benci.
"Sekarang kau telah menjadi musuh besar pembunuh ayahku.. dalam kehidupan selanjutnya,
aku bersumpah tak akan melepaskan dirimu dengan begitu saja..."
Kim Thi sia hanya berdiri tertegun serperti sebuah patung, untuk sesaat lamanya dia tak tahu
apa yang mesti diperbuatnya...
Tiba tiba terdengar suara seruan tertahan dari Nirmala nomor sembilan, rupanya kakek itu
belum putus nyawa, dengan suara keras terdengar ia berkata.
"Oooh, anak cu-kian, akhir yang dialami ayahmu sekarang bukan menjadi kesalahan Kim Thi
sia... sesungguhnya akulah yang mencari celaka bagi diri sendiri..."
"Ooohh ayah.. apa yang harus ananda lakukan bagimu?" pekik Sastrawan menyendiri sedih.
"Kau harus membalasakn dendam bagiku."
"Bila Kim Thi sia tidak ku bunuh. kepada siapa dendam sakit hati ini harus ku tuntut balas?"
Pangeran berkaki sakti Khu kong memuntahkan darah segar, kemudian dengan suara terputusputus
katanya lagi "Kau... kau harus membunuh Dewi Nirmala... sebab... sebab dia... dialah musuh besar ayahmu
yang sesungguhnya." Kata kata itu diutarakan dengan bersusah payah, seakan akan terdapat beribu patah kata yang
hendak disampaikan, anmun kekuatannya sudah tak mampu untuk berbuat begini.
Melihat keadaan ayahnya semakin lemah, tanpa terasa air mata jatuh bercucuran mebasahi
wajah Sastrawan menyendiri, buru-buru dia menempelkan bibirnya disisi telinga ayahnya dan
berbisik. "Ayah.. pesan apa lagi yang hendak kau sampaikan... katakanlah cepat...."
Tapi sayang keadaan sudah terlambat, selembar nyawa Pangeran Berkaki sakti Khu kong sudah
keburu meninggalkan raga untuk selamanya.
Isak tangis yang memedihkan hatipun bergema memecahkan keheningan malam.
Kim Thi sia berdiri menyesal disisi arena, dengan mulut membungkam, dia membantu
Sastrawan menyendiri untuk menggali liang kubur serta mengubur jenazah ayahnya.
Mereka berdua sama-sama merasakan pikiran dan perasaannya sangat berat, siapapun tidak
berbicara, mereka hanya mengangkuti batuan dengan mulut membungkam dan membentuk
sebuah kuburan batu yang megah dan kuat.
Menjelang larut malam akhirnya pekerjaan telah diselesaikan, mereka berdua duduk bersama
didepan kuburan sambil melepaskan lelah.
Angin malam berhembus sepoi-sepoi mendatangkan perasaan yang sepi di hati mereka.
Tiba-tiba Sastrawan menyendiri menghela napas panjang, lalu gugamnya pelan.
"Aaaai,... perubahan nasib manusia memang sukar diduga, sore tadi aku masih mamaksamu
dengan ancaman pedang untuk membunuh Utusan Nirmala, sungguh tak disangka, menjelang
malam aku justru membencimu setengah mati setelah melihat kau membunuh seorang Utusan
Nirmala." Sambil menghela napas panjang Kim Thi sia mengelengkan kepalanya berulang kali, katanya
"Yaa, siapa yang menyangka akan terjadi perubahan seperti ini, aku pun tidak menyangka
Nirmala nomor sembilan yang berhasil ku bunuh sesungguhnya adalah ayah kandungmu."
"Seandainya kau menjadi aku, apa yang hendak kau lakukan?" tanya Sastrawan menyendiri
secara tiba-tiba. Kim Thi sia termenung sejenak, kemudian sahutnya.
"Aku adalah orang yang tak senang berbohong, maaf kalau aku akan berbicara terus terang,
kuharap kau jangan marah setelah mendengar nanti...."
Dengan tak sabar Sastrawan menyendiri menukas,
"Tak usah berbasa basi lagi, aku ingin tahu seandainya ada orang telah membunuh mati
ayahmu, apa yang hendak kau perbuat?"
"Aku pasti tak akan mengampuni dia dengan begitu saja!" jawab Kim Thi sia cepat.
Sastrawan menyendiri segera tertawa sedih.
"Yaa... perkataan mu memang benar!"
Tapi setelah memandang kuburan ayahnya sekejap, ia segera menghela napas panjang sambil
menyambung, "Tapi... aku pun tak bisa melanggar pesan terakhir dari ayahku tadi..."
"Perkataan dari ayahmu tadi memang benar, meski kita saling berhadapan tadi, namun orang
yang sesungguhnya membunuh ayahmu bukan aku, melainkan Dewi Nirmala."
"Bagaimanapun juga kita tak bisa menghilangkan kenyataan yang ada dengan begitu saja."
seru Sastrawan menyendiri ketus.
"Aku toh melihat dengan mata kepalaku sendiri bagimana ayahku tewas diujung pedamu tadi."
"Lalu apa yang sebenarnya hendak kau perbuat?"
Kembali Sastrawan menyendiri menghela napas panjang.
"Aaai, sekarang aku sudah kehilangan pegangan sama sekali."
"Kau tak boleh berputus asa, aku harus bangkitkan kembali semangatmu, mari kita bekerja
sama menyerbu. Lembah Nirmala bisa kita kalahkan, akupun yakin Dewi Nirmala pasti dapat kita
cincang hingga hancur berkeping-keping."
Mendadak Sastrawan menyendiri membentak keras.
"Membalas dendam atau tidak adalah urusanku sendiri, dalam kejadian mana kau sama sekali
tak ada sangkut paunyta denganku!"
"Tapi aku berbicara sejujurnya kepadamu..." seru Kim Thi sia agak tertegun.
"Harap kau jangan berbicara itu lagi denganku, harap kau tinggalakn aku secepatnya."
"Mengapa harus begitu?"
"tak ada alasan lain, aku cuma tak ingin bertemu lagi denganmu. tak ingin melihat tampangmu
yang memuakan lagi.." teriak Sastrawan menyendiri lantang.
"Tapi.. buat apa kau mesti berteriak begitu" Aku toh tidak berniat sungguh sungguh untuk
membunuh ayahmu, takdirlah yang telah salah mengatur kesemua ini, mengapa kita tidak
bersahabat saja?" "Aku tak ingin bersahabat dengan siapapun, selama hidup aku suka menyendiri, dalam
melakukan pekerjaan apapun aku lebih senang melakukannya seorang diri, lebih baik tinggalkan
tempat ini secepatnya, kau tak usah mengganggu ketenanganku lagi!"
Kim Thi sia mengerti bahwa rasa benci Sastrawan menyendiri terhadapnya sudah merasuk
hingga ke tulang sum sum, akan tetapi dia tak pandai bicara dan tak mampu menjelaskan soal ini
kepada Khu cu-kian, akhirnyasambil menghela napas, katanya
"Kalau memang begitu, aku pun tak ingin memaksa lagi."
"Cepat pergi dari sini. cepat tinggalkan tempat ini!" bentak Sastrawan menyendiri keras-keras.
Sambil tertawa getir, Kim Thi sia segera menjura dan berkata.
"Terlepas bagaimana pun anggapanmu terhadapku, aku masih tetap menyebut kau sebagai
sahabat, selamat tinggal!"
Selesai berkata ia segera membalikkan badan dan meneruskan perjalannnya menuju ke
Lembah Nirmala. Sastrawan menyendiri sama sekali tidak menghantar kepergiannya, sambil tetap duduk didepan
kuburan ayahnya, dia berseru keras.
"Kuharap kita jangan pernah bersua kembali dikemudian hari, sebab bila sampai bertemu
muka, aku pasti akan mencari alasan lain untuk membunuhmu, kuharap kau bisa memahami
keadaan ini." Kata-kata tersebut sengaja diucapkan dengan suara keras-keras sehingga sekeliling hutan itu
penuh dengan gema suaranya.
Tentu saja Kim Thi sia dapat mendengar seruan tadi dengna jelas, namun dia tak ambil pusing,
sambil tertawa getir, ia meneruskan kembali perjalanannya kedepan.
Pikiran dan perasaannya saat ini sangat kalut, pada hakekatnya dia tak tahu apa yang mesti
diperbuatnya. Tanpa terasa betapa buah bukit telah dilewati, kini dia mulai memasuki kawasan Lembah
Nirmala. Ditengah lembah terbentang hutan batu yang amat luas sekali.
Diantara bebatuan cadas, seringkali ia jumpai tengkorak-tengkorak manusia yang berserakkan
dimana-mana, yang aneh adalah diantara tengkorak manusia yang berserakkan tadi tersebar pula
emas yang berbongkah-bongkah banyaknya, dibawah pantulan sinar rembulan terlihat biasan
cahaya emas yang menusuk pandangan mata.
Kim Thi sia memang bukan seorang pemuda yang kemaruk akan harta, selama ini dia selalu
menganggap harta kekayaan bagaikan kotoran manusia, ditambah lagi pikiran dan perasaannya
sekarang amat kalut, karenanya meski ia sudah melampaui banyak sekali tengkorak manusia dan
gemerlapannya bongkah emas pikirannya sama sekali tak tergerak.
Tapi...... Pemadangan yang terbentang didepan mata sekarang segera mengingatkan Kim Thi sia akan
suatu persoalan. Sambil menghela napas panjang pikirnya:
"Sebelum menghembuskan napas yang penghabisan dulu, ayah pernah beritahu kepadaku
bahwa pihak Lembah Nirmala sengaja menyebarkan uang emas dalam jumlah yang banyak
disekitar lembahnya untuk memikat orang mengambilnya, malah ayah sendiri pernah keracunan
hebat akibat uang emas ini. Aaaah.....mungkin jalan yang kutempuh hari ini adalah jalan yang
pernah ditempuh ayahku dulu."
Berpikir sampai disini, Kim Thi sia segera merasakan semangatnya berkobar kembali. Sambil
meloloskan pedang Leng gwat kiamnya, dia mendongakkan kepalanya dan berdoa.
"Ayah......kau orang tua tak usah kuatir, hari ini juga ananda akan menyelesaikan pesan
terakhirmu itu, akan kubongkar rahasia Lembah Nirmala yang sebenarnya."
Baru selesai dia memanjatkan doa, mendadak dari balik semak belukar takjauh dari tempatnya
berdiri, bergema suara tertawa dingin yang kaku menyeramkan bagaikan hembusan angin beku
dari gudang salju itu. Dengan cekatan Kim Thi sia membalikkan badan kemudian melejit kemuka dengan
mengerahkan gerakan "delapan langkah menempuh ombak."
Begitu melihat dengan jelas siapa gerangan yang berada disitu, dia segera menyapa:
"ooh, rupanya cian sianseng yang amat termasyur namanya telah hadir disini, selamat bersua
kembali" cian sianseng tertawa keras, kemudian tegurnya:
"Ditengah malam buta begini berani amat kau datang kemari. Kaupun nampaknya tidak tertarik
menyaksikan begini banyak bongkahan emas yang berserakkan diatas tanah. Hei anak muda, kau
hebat sekali." Kim Thi sia segera tertawa.
"Sesungguhnya aku tidak terlalu hebat, tapi bila dibandingkan dengan kawanan manusia
munafik yang baik diluar busuk didalam, sesungguhnya aku masih jauh dari bagus."
Merah padam selembah wajah cian sianseng sesudah mendengar perkataan itu, agak tergagap
serunya: "Tidakkah kau merasa bahwa masalah yang kau singgung sama sekali tidak menarik hati......."
Kim Thi sia tertawa dingin.
"IHeeeh....heeeh.....aku pingin bertanya, persekongkolan apakah yang sebenarnya sedang kau
lakukan dengan Dewi Nirmala" Rencana busuk apapula yang hendak kau perbuat" Aku anjurkan
kepadamu lebih baik berterus terang saja dihadapanku."
Dengan penuh amarah cian sianseng segera berseru:
"Baik, akan kukatakan apa yang sebenarnya terjadi kepadamu, siburung Hong lampeng dengan
membawa kelima pengikutnya, lima naga dari wilayah Biau yang telah membawa lentera hijau
datang ke Lembah Nirmala, bukan itu saja mestika tersebut telah memulihkan kekuatan Kun han
sam coat khikang ku, bahkan membantu Dewi Nirmala dalam latihan ilmu Tay yu sinkannya
hingga memperoleh kemajuan yang amat pesat. Hmmm, kini kau telah memasuki daerah
terlarang, lebih baik berhati-hatilah sedikit kalau berbicara" Kim Thi sia tertawa nyaring.
"soal itu mah sudah kuketahui sejak dulu lama dengan andaikan kalian berdua barang
rongsokan, aku belum bisa dibuat ketakutan"
"Pukulan sakti tanpa bayangan Ang Bum ayah dan anak berduapun sudah hadir disini
sekarang...." sela ciang sianseng cepat.
"Mau apa mereka datang kemari?"
"Kau mesti tau keluarga Ang dari Tiang pek san adalah besan Dewi Nirmala, sudah sepantasnya
bila mereka saling mendukung."
"Hmmm, sayang sekali nona Hay Jin tak sudi kawin dengan Ang Thian tong, ia sudah kabur
keujung langit danjejaknya tidak ketahuan rimbanya lagi....." sela Kim Thi sia.
"Hmm, sayang sekali kau hanya tahu itu, tak tahu yang lain?"
Sesudah tertegun sejenak Kim Thi sia segera berseru: "Jadi nona Hay Jin telah berhasil kalian
temukan kembali?" "Bukan hanya ditemukan saja, bahkan sudah melangsungkan perkawinan dengan Ang Thian
tong, malam ini adalah malam pengantin mereka."
Seketika itu juga Kim Thi sia merasakan darah yang mengalir dalam tubuhnya telah mendidih,
teriaknya cepat: "Kau.......kau situa bangka hanya ngaco belo, rupanya kau sengaja hendak membohongi aku"
Mendengar itu, ciang sianseng tertawa terbahak-bahak.
"Haaah.....haaaah.....haaaah....rasanya tiada kepentingan bagiku untuk berbohong."
"Lalu apa maksudmu memberitahukan semua persoalan tersebut kepadaku......."
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku hanya bermaksud agar kau mengetahui kenyataan dengan sejelasnya, dalam Lembah
Nirmala sekarang bukan cuma ada aku bersama Dewi Nirmala, disinipun hadir lima naga burung
hong, hadir pula Pukulan sakti tanpa bayangan serta putranya, dengan kekuatan sebesar ini,jelas
kau bukan apa- apa dalam pandangan kami semua"
"Hmmm, sayang aku justru datang kemari untuk menumpas kawanan anjing semaCam kalian
itu" Kembali ciang sianseng tertawa terbahak-bahak.
Rasa benci dan dendam telah menyelimuti seluruh wajah Kim Thi sia, dengan wajah merah
membara bentaknya lagi: "Beranikah kau memberitahukan kepadaku, dimanakah letak kamar pengantin orang she Ang
itu?" "Hmmm, tampaknya kau tidak mempercayai perkataanku." seru ciang sianseng dengan kening
berkerut. "Baik, akan kuberitahukan kepadamu, kamar pengantin mereka diruang burung hong,
dari sini belok kiri akan kau turuni sebuah bukit, dipunggung bukit itulah letaknya, disitu akan kau
jumpai Cahaya lentera yang terang benderang."
"Baik" seru Kim Thi sia dengan amarah yang berkobar-kobar. "Sekarang juga aku akan
berangkat kesana dan membumi ratakan gedung tersebut."
Baru saja dia hendak beranjak pergi dari situ, tiba-tiba terasa desingan angin pukulan yang
sangat dahsyat menyergap tiba dengan hangatnya.
Tampak olehnya ciang sianseng telah turun tangan melancarkan serangan, jelas dia bermaksud
mencabut selembar nyawa Kim Thi sia.
cepat-cepat pemuda itu mengeluarkan gerakan "impian indah berputar dikebun" lalu
meloloskan diri dari ancaman lawan lalu dengan amarah yang membara bentaknya: "Sungguh
aneh, mengapa aku jadi begitu garang dan buas macam harimau kelaparan saja?"
ciang sianseng tertawa dingin.
"Aku merasa amat menyesal karena tidak berhasil membacok mampus dirimu dalam sekali
ayunan tangan" "Padahal antara kau dengan aku toh tak terjalin permusuhan apapun. Buat apa kau mesti
senekad ini?" kata Kim Thi sia sambil tertawa getir. Dengan kebencian yang meluap ciang
sianseng menyahut: "Ilmu Tay goan sinkang dari guru setanmu telah merusak ilmu Kun goan sam coat khikangku
sehingga hal ini membuatku tersiksa selama banyak tahun. Dendam sakit hati ini tak pernah akan
kulupakan kembali untuk selamanya."
"Jadi kau hendak melampiaskan rasa dendammu itu kepadaku?" kata Kim Thi sia.
"Kau adalah murid terakhir dari Malaikat pedang berbaju perlente, sudah sepantasnya bila kau
yang menanggung segala resikonya."
"Kalau toh kau berpendapat demikian, bukankah Dewi Nirmalapun masih terhitung adik
seperguruannya Malaikat pedang berbaju perlente, kenapa kau tak berani mencari gara-gara
dengannya?" "Hmmm, aku bebas menentukan lawan tandinganku" seru ciang sianseng agak tersipu-sipu.
Mendengar itu, Kim Thi sia tertawa tergelak.
"Haaah.....haaaah......sudahlah, kau tidak usah berlagak sok gagah dimulut, padahal aku Cukup
memahami bagaimanakah watak manusia rendah semaCam kau itu. Hmmm oleh karena kau
melihat perempuan itu mempunyai banyak anak buah dan pengaruhnya besar, maka kau hendak
mendukung serta menjilat pantatnya......IHmmm, kalau dibicarakan sesungguhnya, aku malah
menaruh perasaan kasihan kepadamu."
"Lebih baik kau mengasihani dirimu sendiri" terlak ciang sianseng dengan gemas. "Sekarang
kau hidup berkelana seorang diri bukankah kau merasa sedih setelah mendengar bahwa Ang
Thian tong telah mengawini nona Hay Jin dan sekarang lagi menikmati malam pengantinnya?"
Merah padam selembar wajah Kim Thi sia, buru-buru ia berseru: "Aku justru merasa gembira
akan hal ini" "Tapi sayang dengan kehadiranku disini, aku tak akan membiarkan kau merasa gembira" ucap
ciang sianseng dengan suara dalam.
"Lantas apa yang kau kehendaki?"
Kemudian setelah meludah keatas tanah, kembali lanjutnya:
"Aku justru akan berkunjung kesitu, akan kubumi hanguskan gedung burung hong tersebut,
mau apa kau?" "Haaaahhhh.......boleh saja kalau kau ingin berkunjung kesitu, tapi aku mempunyai sebuah
syarat yang mesti kaupenuhi dulu."
Kim Thi sia berkerut kening, agakjengkel serunya:
"Apa syaratmu?"
"Silahkan kau minta ijin dulu dengan sepasang kepalanku ini" kata ciang sianseng sambil
mengacungkan tinjunya. Hawa amarah yang berkobar didada Kim Thi sia benar-benar tak terkendalikan lagi, dia
berseru: "Kalau begitu kau hendak mencari kesulitan denganku rupanya. Baik, mari kita bertarung untuk
menentukan siapa yang berhak untuk melanjutkan hidup didunia ini?"
"Malam ini adalah saat berlangsungnya malam pengantin yang amat meriah. Kau tahu aku
telah berjanji kepada Dewi Nirmala untuk persembahkan pedang Leng gwat kiam kepadanya"
"Hmmm, aku lihat, mungkin kau sudah dibuat mabuk oleh air kata- kata sehingga mengigau tak
karuan Pedang Leng gwat kiam toh menjadi milikku, atas dasar apa kau hendak mendapatkannya"
" Berbicara sebenarnya, ciang sianseng memang masih terpengaruh oleh alkohol waktu itu,
hanya suatu munculkan diri pertama kali tadi Kim Thi sia belum merasakan hal itu, setelah
pembicaraan berlangSung dan ia mengendus bau arak. rahaSia mana baru diketahui olehnya.
Benar juga, dibawah Sinar rembulan tampak paras muka ciang sianseng merah padam seperti
bara api, otot-ototnya pada menonjol keluar semua.
Ketika mendnegar ejekan pemuda tadi, dengan suara berang ia segera berteriak: "Kenapa aku
tak bisa mendapatkan pedang Leng gwat kiam itu?"
"Hmmm, tentu saja tak bisa, karena pedang Leng gwat kiam adalah benda milikku dan
sekarangpun masih berada ditanganku."
"Bukankah lentera hijau dulunya juga menjadi milikmu" Tapi buktinya sekarang.....benda
tersebut telah berpindah tangan."
"Keadaan tersebut sama sekali berbeda, lentera hijau bisa berpindah tangan karena si burung
hong Lam Peng telah mendapatkannya dengan Cara yang amat licik. Akupun tidak rela
menyerahkan benda itu kepadanya."
"Sudahlah, tak usah dipersoalkan lagi rela atau tidak, pokoknya sekarang pun aku datang untuk
merampasnya dari tanganmu."
"Hmmm, ngomong sih gampang, tapi dengan cara apa kau hendak merampasnya dari
tanganku?" jengek Kim Thi sia sambil tertawa dingin.
"Akan kuandalkan dengan ilmu pukulan Tiu khi ciang." Kembali Kim Thi sia tertawa.
"Lebih baik jangan terlalu percaya dengan kemampuan sendiri, ketahuilah aku Kim Thi sia
bukan kucing atau anjing yang bisa digertak secara mudah. Bukan saja kau sedang mabuk
sekarang, pikiranmupun dalam keadaan tak jernih. Betapapun hebatnya ilmu silatmu, jelas
kekuatannya akan menderita banyak kekuarangan."
"Mabuk bukan masalah yang serius" bantah ciang sianseng penuh keyakinan pada diri sendiri.
"Aku perCaya dalam tiga gebrakan saja kau paSti sudah keok ditanganku."
"Haaaah.....haaaaah......haaaaah......kau terlalu merendah-rendah kemampuanku" Kim Thi sia
tertawa tergelak. ciang sianseng pun ikut tertawa seram.
"Bukan memandang rendah, tapi memang begitulah kenyataannya, ketahuilah dibalik pukulan
Tin khi ciang ku ini tersisip racun jahat sembilan bisa yang mematikan- Kau tahu, gurumu sendiri
si Malaikat pedang berbaju perlentepun tak berani menyambut dengan kekerasan."
begitu mendengar asal "racun jahat sembilan bisa" tanpa terasa Kim Thi sia teringat pula
dengan si Utusan beracun, diam-diam segera pikirnya:
"Rasul raCun adalah raja diantara pelbagai raCun, tapi dengan andalkan ilmu ciat khi mi khi
buktinya aku toh tak terpengaruh apapun, apalagi hanya sembilan bisa dari ciang sianseng......?"
Berpikir sampai disitu, diapun segera berkata:
"Aku jauh berbeda dengan guruku tempo dulu Malaikat pedang berbaju perlente belum berhasil
menguasai ilmu ciat khi mi khi sedang saat ini ilmu ciat khi mi khi ku telah menembusi semua
bagian tubuhku......."
"Sudah, tak usah banyak ngaco belo lagi." tukas ciang sianseng tak sabar, "Asal kau mampu
menerima tiga buah pukulanku tanpa Cedera...."
"Apa yang hendak kau perbuat saat itu?" sela Kim Thi sia dingin.
"Aku akan musnahkan seluruh kepandaian ku dengan tenaga Kun goan sam coat khikang ku
sendiri" Menyaksikan keyakinan orang, Kim Thi sia pun berkata:
"Baiklah, akan kusambut ketiga buah serangan tersebut tanpa melakukan perlawanan-"
"Apa" Kau benar-benar tidak akan melawan?" tanya ciang sianseng agak tertegun.
"UCapan seorang Kun Cu ibarat kuda yang dipecut, sekali dicambuk tanpa akan bisa ditarik
kembali. Aku harap kaupun bisa menepati janjimu sendiri......"
"Tak usah kuatir, aku tak pernah mengingkari janji."
"Hmmm, yang ku kuatirkan sekarang justru dirimu, berpuluh-puluh tahun berupaya
memperdalam ilmu, beratus pertarungan dialami untuk meraih kedudukan dan pamor yang tinggi,
tidakkah merasa sayang apabila kedudukan dan nama besar yang berhasil kau raih, dengan
bersusah payah ini akhirnya mesti hancur gara-gara dorongan emosi?"
"Justru kau sendiri yang mesti merasa sayang dengan keberhasilan yang berhasil kau raih
hingga sekarang." teriak ciang sianseng keras-keras.
"Hmmm, bila kau hendak menyampaikan pesan terakhir, cepat katakan, mengingat usiamu
masih kecil, dalam keadaan yang memungkinkan aku bersedia memenuhi untukmu."
Kim Thi sia tertawa lebar.
"Aku tidak merasa perlu untuk meninggalkan pesan terakhir."
Lalu setelah mencopot pedang Leng gwat kiam dan meletakkannya keatas tanah dia berdiri
sambil bertolak pinggang dan berseru:
"Sekarang bersiap-siap. bila ingin menggunakan pukulan thian khi ciang mu, silahkan di
gUnakan secepatnya."
"Baik" seru ciang sianseng sambil tertawa nyaring.
begitu selesai berkata, tubuhnya telah melejit kedepan sambil merentangkan tangannya lebarlebar,
sebuah pukulan segera dilontarkan kedepan-
"Jurus seranganku ini bernama Bintang dan rembulan berebut sinar"
Dalam perkiraan Kim Thi sia semula, serangan yang dilancarkan lawan sudah pasti dahsyat dan
mengerikan hati. Siapa tahu ang in serangan yang dilontarkan ciang sianseng begitu ringan sehingga dia hanya
merasakan badannya bergetar sedikit saja tanpa perubahan apapun. Tanpa terasa ia berseru:
"Hmmmm, rupanya Cuma begitu saja.^...."
Setelah melepaskan serangannya tadi tiba-tiba ciang sianseng menggerakkan tubuhnya
melingkari sekeliling pemuda tersebut tiga kali, setelah kembali ujarnya: "Dalam serangan yang
kedUa akan kupergunakan jurus bunga berguguran ditengah salju"
"Huh, ilmu pukulan Thian khi ciang macam apaan itu?" jengen Kim Thi sia sambil tersenyum.
"Aku lihat lebih mirip dengan gerak membersihkan debu"
Gerak serangan dari ciang sianseng kali ini dilakukan dengan keCepatan bagaikan sambaran
kilat, dalam waktu Singkat terdengar suara ujung baju yang terhembus angin, tahu-tahu ia sudah
menempuh lagi jalan darah cian Ceng hit dibahu Kim Thi sia pelan.
Tiba-tiba saja Kim Thi sia merasakan tubuhnya bergetar keras, hampir saja ia bersin berapa
kali. Tapi pemuda tersebut mengandalkan kemampuan ilmu ciat khi mi khi nya, sekalipun dia dapat
merasakan bahwa pukulan Thian khi ciang lawan agak berbeda dengan pukulan lain, akan tetapi
ia tidak teriak memikirkannya dihati. Segera ujarnya lagi:
"ciang sianseng, kau sudah melepaskan dua buah serangan tanpa menimbulkan Celaka bagiku,
aku lihat usahamu cuma sia-sia belaka."
Sementara itu paras muka ciang sianseng telah berubah menjadi merah membara, napasnya
tersengkal-sengkal, peluh membasahi tubuhnya dan agak payah untuk berbicara. Dengan ucapan
yang terputus-putus terdengar ia berkata:
"Siapa bilang seranganku ini sia-sia saja. Aku tahu tenaga dalammu amat sempurna, tapi aku
telah menggunakan dua belas bagian tenaga dalamku untuk melancarkan serangan tadi....."
"Kau telah menggunakan tenaga sebesar dua belas bagian?" Kim Thi sia semakin tercengang.
"Mengapa aku hanya merasakan pukulan yang begitu ringan?"
"Jangan kau anggap seranganku enteng....padahaL...padahal besar sekali pengaruhnya
bagimu....kaau....kau akan merasakan akibatnya nanti......."
"Tapi hingga sekarang aku tidak merasakannya sama sekali" ucap Kim Thi sia sambil tertegun.
"Sepintas lalu kau memang tidak merasakan apa- apa, padahal isi perutmu sudah terluka parah
biarpun Hoa Tho hidup kembali pun belum tentu bisa mengobati luka itu."
Diam-diam Kim Thi sia mencoba untuk menyalurkan tenaga dalamnya, kemudian berkata:
"Aku hanya merasakan diatas hatiku secara lamat- lamat terasa sakit, tapi aku percaya sakit itu
tak akan berpengaruh besar......."
Sementara itu ciang sianseng telah berhasil mengatur kembali pernapasannya, ia segera
berseru keras: "Bocah keparat, saat ajalmu tiba sudah dekat diambang pintu......."
"Tak mungkin, aku tidak akan mati secepat itu."
ciang sianseng tertawa terbahak-bahak.
"Haaah....haaah....haaaah.....inilah seranganku yang terakhir. Setan iblis pembetot sukma.
kuharap kau bersikap lebih berhati-hati lagi...."
Selesai berkata, sepasang telapak tangannya segera didorong sejajar dada serangan itu
dilancarkan amat lembut, baru saja menyentuh tubuh Kim Thi sia. Sea kan- akan tersentuh aliran
listrik berarus kuat, cepat-cepat serangannya ditarik kembali. Tiba-tiba saja Kim Thi sia merasakan
tubuhnya bergetar keras kemudian terbatuk-batuk.
Melihat keadaan pemuda tersebut, ciang sianseng segera tertawa terbahak-bahak seraya
berseru: "Haaaah.....haaaaah.....haaaaah......Kim Thi sia. Wahai Kim Thi sia, sekalipun kau mempunyai
nyawa rangkap tiga pun. Hari ini kau bakal mampus secara mengenaskan."
"Eeeei, rupanya kau sedang mabuk hebat, kenapa bicaramu ngelantur tak ada ujung
pangkalnya....." tegur Kim Thi sia agak tertegun.
Dengan wajah serius dan bersungguh-sungguh kembali ciang sianseng berkata:
"Aku sama sekali tidak ngelantur, aku pun tidak berbicara sembarangan. Bila dalam hitungan
kesepuluh nanti kau tidak roboh binasa, aku akan melaksanakan janjiku tadi, menghabisi nyawaku
sendiri dihadapanmu."
Kim Thi sia semakin keheranan, dari keseriusan kakek tersebut dia dapat merasakan betapa
besarnya keyakinan ciang sianseng dengan ucapannya, agak terCengang ia segera berkata:
"Baiklah, kau boleh menghitung sampai angka sepuluh"
Ternyata ciang sianseng benar-benar mulai menghitung dengan suara lantang. "Satu. . . dua . .
.tiga . . . empat. . . lima . . . enam. . .tujuh . . . delapan. . .sembilan. . .sepuluh " Angka kesepuluh
sengaja diucapkan dengan suara yang keras sekali.
Hampir saja Kim Thi sia dibuat terperanjat oleh hitungan kesepuluh dari ciang sianseng yang
menggeledek itu, cepat tegurnya:
"Bagaimana sih kamu ini, kenapa berteriak sekeras itu" Memang nya kau hendak mengagetkan
aku?" ciang sianseng sama sekali tidak menggubris perkataan mana, dengan wajah sangat tegang ia
berteriak lagi. "Roboh.....roboh.....roboh......"
Secara beruntun dia meneriakkan kata "roboh" sampai berapa kali, tapi Kim Thi sia masih tetap
berdiri tegak ditempat semula tanpa bergerak sedikitpun jua, malah pemuda itu berdiri sekokoh
batu karang. ciang sianseng segera berdiri tertegun dengan mata terbelalak lebar dan mulut melongo.
Sesudah terbatuk sedikit, Kim Thi sia berkata sambil tertawa.
"Nah bagaimana sekarang" Tentunya kau boleh segera menghabisi nyawamu sendiri bukan?"
ciang sianseng kelihatan amat sedih, tanpa sadar air mata telah jatuh berCucuran membasahi
wajahnya, ia berseru kemudian: "Bagus, bagus, bagus sekali"
"Jadi kau benar-benar mengakui kekalahanmu?" tegur Kim Thi sia dengan wajah keheranan.
"Yaa kejadian ini memang tak bisa dibantah lagi" ucap ciang sianseng sambil menyeka air
matanya. "Aku telah berusaha dengan sepenuh tenaga, seluruh hasil latihanku selama puluhan
tahun telah kupergunakan habis-habisan, tapi nyatanya masih belum mampu menandingi bocah
cilik macam kau Aaaai..... apa lagi yang bisa kukatakan sekarang" Rasanya hanya satujalan yang
bisa kutempuh sekarang yakni mati dengan cepat. Namun sebelum ajalku tiba nanti, kuharap kau
bersedia mengabulkan sebuah permintaanku"
"Apakah itu?" Dengan wajah bersungguh-sungguh ciang sianseng berkata:
"Kuharap kau jangan menceritakan kejadian yang kualami hari ini kepada siapapun setelah aku
mati nanti, rusaklah wajahku dengan bacokan pedangmu lalu kuburlah aku dalam-dalam, makin
dalam makin baik......Kau harus melakukan kesemuanya itu bagiku, aku tidak ingin orang lain
memandang rendah nama ciang sianseng yang sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan,
buatlah orang lain menganggap hilangnya ciang sianseng sebagai sebuah teka teki besar yang tak
pernah terjawab" Mendengar permintaan ini, diam-diam Kim Thi sia berpikir:
"Aaaai, tampaknya nama besarpun dapat menyiksa orang, gara-gara soal nama dan
kedudukan, sampai menjelang ajalnyapun setan tua ini masih berusaha untuk melindungi nama
baiknya." Dengan cepat dia menyahut: "Aku rasa soal ini bukan masalah lagi."
Setelah mendengar jawaban tersebut, dengan suatu gerakan yang amat cepat ciang sianseng
menyambar pedang Leng gwat klam yang tergeletak diatas tanah itu dan ditempatkan diatas leher
sendiri, kemudian teriaknya keras-keras.
"Puluhan tahun lamanya aku ciang sianseng mengembara didalam dunia persilatan dengan
susah payah kuraih nama serta kedudukan sehingga setenar saat ini. Tapi hari ini.....akhirnya
semuanya punah dan hilang dengan begitu saja......."
Selesai mengucapkan perkataan tersebut, tiba-tiba saja ia menggorok leher sendiri dalamdalam.
PerCikan darah segar segera berhamburan dimana-mana, diiringi jeritan ngeri yang menyayat
hati, robohlah ciang sianseng keatas tanah dalam keadaan tak bernyawa lagi.
Semua peristiwa berlangsung begitu cepat dan sama sekali di luar dugaan, untuk beberapa saat
lamanya Kim Thi sia sampai berdiri termangu-mangu tanpa memberikan reaksi apapun.
Lama.....lama......sekali........
Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya Kim Thi sia tersadar kembali dari lamunannya, dia
memungut kembali pedang Leng gwat kiamnya, lalu sambil menghela napas panjang keluhnya:
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"See.....sesungguhnya apa.....apa yang telah terjadi?"
Sesuai dengan pesan terakhir ciang sianseng, Kim Thi sia segera membuat liang kubur yang
amat dalam ditempat tersebut dan mengubur jenasah ciang sianseng. Ketika semua pekerjaan
telah selesai dilakukan, malam sudah makin kelam.
Bintang bertaburan diangkasa, sinar rembulan yang terang menyinari seluruh lembah Nirmala.
Dikejauhan sana, dalam gedung burung Hong terlihat Cahaya lentera belum padam, mungkin
disitulah letak kamar pengantin Ang Thian tong dengan nona Hay Jin.
Memang sinar yang gemerlapan dikejauhan sana, Kim Thi sia meludah keatas tanah seraya
bergumam: "Nona Hay Jin, kecuali perkawinan ini kau lakukan atas dasar keinginanmu sendiri. Kalau tidak,
aku pasti akan berusaha untuk menyelamatkan dirimu dari lautan kesengsaraan."
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, ia segera berangkat menuju kearah cahaya
api tersebut dengan kecepatan tinggi.
Bila menuruti perasaan Kim Thi sia saat itu, kalau bisa dia ingin selekasnya bertemu dengan
Hay Jin. Tapi sayang kakinya enggan menuruti keinginan hatinya itu, walaupun ia telah mengerahkan
segenap kemampuannya yang dimilikinya, kecepatan yang berhasil dicapaipun tak seberapa.
Tiba-tiba saja Kim Thi sia merasa sangat dahaga, kepalanya pusing dan peluh bercucuran amat
deras setelah menempuh perjalanan selama setengah jam lebih ia baru mencapai tanah
perbukitan tersebut dan tiba didepan sebuah hutan lebat. Dari balik hutan itulah cahaya lentera
yang terlihat tadi terpancar keluar.
Dibawah sinar lilin merah, lamat-lamat ia melihat ada sepasang lelaki perempuan sedang
berbisik-bisik dengan asyik.
Jelas kedua sosok bayangan manusia itu adalah Ang Thiang tong serta nona Hay Jin-
"Apa yang sedang diperbincangkan sepasang pengantin baru dimalam pertamanya ini?"
"Membicarakan nona Hay Jin dengan perkawinannya itu" Tidakkah ia merasa muak dan benci
terhadap suaminya?" Dalam keadaan begitu, Kim Thi sia merasa emosinya bergelora keras, tak tahan lagi ia berteriak
keras-keras: "Nona Hay Jin, aku telah datang....."
Begitu membuka mulut gumpalan darah kental segera melompat keluar dari mulutnya.
Teriakanpun kedengaran amat lemah sehingga dia sendiri juga tak mendengar dengan jelas,
jangan lagi Hay Jin yang berada dalam kamar pengantinnya.
Begitu gumpalan darah itu muntah keluar, ia segera terbatuk berulang kali darahpun muntah
keluar tiada hentinya. Setelah mengalami batuk-batuk yang gencar ini, tiba-tiba Kim Thi sia merasa tak sanggup
untuk melanjutkan perjalanannya lagi, ia segera roboh terjungkal dibalik semak.
Sambil berbaring dibalik semak belukar dengan napas tersengkal, diam-diam ia mulai berpikir.
"ciang sianseng, ternyata pukulan Tin khi ciang mu memang bukan bernama kosong. sekarang
tubuhku mulai terasa sakit, lemas dan sedikitpun tak bertenaga. Aku seperti seorang yang
kehilangan seluruh ilmu silatku saja......"
Perlu diketahui, ilmu pukulan Thian khi ciang memang merupakan pukulan tenaga Im yang
lembut. Pada mulanya sang korban memang tak merasakan apa- apa tapi sesungguhnya isi perut
mereka sudah terluka dan mulai rusak. ketika saatnya tiba, seluruh isi perutnya akan hancur dan
akhirnya mati secara mengerikan.
Sayang sekali Kim Thi sia merasakan akibatnya jauh lebih lamban seperti keadaan pada
umumnya, hal ini jauh diluar dugaan ciang sianseng hingga ia mengira dirinyalah yang menderita
kekalahan dalam pertarungan tersebut.......
Jilid 56 Dengan bekal ilmu Ciat khi mi khi yang dahsyat, keselamatan jiwa Kim Thi sia memang tak
akan terpengaruh, tapi begitu luka itu kambuh, sedikit banyak pemuda itu harus merasakan juga
penderitaan yang amat hebat.
Saat itulah mendadak dari arah jalan kecil disisi hutan bergema datang suara langkah manusia,
suara itu bergema mendekati tempat persembunyiannya...
Kim Thi sia sadar, situasi saat ini amat berbahaya, dalam kondisi lemah dan sama sekali tak
bertenaga begini, seandainya tempat persembunyiannya itu sampai ketahuan orang, niscaya
akibatnya tak akan terlukiskan dengan kata kata.
Sdara akan bahaya, cepat cepat pemuda itu menutup semua pernapasannya dan sambil
melotot bulat bulat dia mengawasi daerah disekitar situ dengan seksama.
Dibawah sinar rembulan, terlihatlah sepasang muda mudi sedang berjalan mendekat dengan
langkah santai. Yang perempuan tampak lemah gemulai dengan paras muak yang cantik jelita, ternyata dia tak
lain adalah Hay Jin, gadis yang dimimpikan siang maupun malam.
Sedangkan yang lelaki adalah Ang Thian tong, pemuda gagah yang berwajah tampan itu.
tiba-tiba saja Kim Thi sia merasa cemburu sekali setelah melihat kedua orang muda mudi itu
jalan bersama, ia merasa sakit hati. pikirnya kemudian,
"Aai, beginikah perasaan cinta antara muda mudi" Mengapa aku harus sakit hati...?"
Tapi setelah menyaksikan kegagahan serta ketampanan Ang Thian tong, mendadak timbul
perasaan rendah diri dihati kecilnya, kembali dia berpikir,
"Oooh, nona Hay Jin, kau memang pantas menjadi istri Ang Thian tong, aku Kim Thi sia
berwajah biasa dan rudin sekali, aku tak lebih hanya seorang pengembara yang tidak mempunyai
tempat tinggal tetap, kebahagiaan macam apakah yang bisa ku berikan untukmu..."
Sementara dia masi termenung, Ang Thian tong serta Hay Jin pun telah berjalan mendekat
dengan mulut bungkam dalam beribu basa, agaknya pikiran dan perasaan mereka pun dibebani
oleh masalah yang berat, sehingga boleh dibilang mereka tidak sadar bahwa dibalik semak belukar
, Kim Thi sia sedang berbaring disitu.
Dengan luapan emosi Kim Thi sia pelan pelan menyingkap semak dihadapannya lalu mengintip
keluar. Ia menyaksikan Ang Thian tong dan Hay Jin sedang duduk besanding disebuah batu besar.
Suasan hening sampai lama sekali.
Tampak Hay Jin hanya duduk termangu sambil memandang ke langit, sementara titik air mata
jatuh bercucuran membasahi pipinya.
Melihat itu, sambil menghela napas Ang Thian tong segera menegur,
"Dimalam pengantin yang seharusnya dilewatkan dalam suasana gembira, mengapa kau justru
mengucurkan air mata?"
"Aku sedang menangisi nasibku!" sahut Hay Jin sambil terisak.
Ang Thian tong tertawa getir,
"Apa jeleknya dengan nasibmu?"
"Semenjak masih kecil aku sudah tidak tahu siapakah ayahmu, sedang ibu, meski dia
menyayangi aku, tapi ia lebih sibuk dengan urusan dunia persilatannya hakekatnya dia tidak
memperdulikan kehadiranku didunia ini."
"Sekarang kau tak perlu risau lagi." tukas Ang Thian tong cepat. "Aku sudah menjadi suamimu,
aku berjanji akan memperhatikan serta menyayangimu sebesar mungkin."
Kembali Hay Jin menghela napas,
"Aaai, tak akan ada yang memahami kepahtian dan penderitaan hatiku."
"Terus terang saja aku bilangm berapa banyak si suami yang baik kepada istrinya seperti aku?"
tukas Ang Thian tong tidak senang hati.
"KEbaikan apa yag kau berikan kepadaku?" Hay Jin balik bertanya dengan tertegun,
"Aku sangat menuruti perkataanmu, kecuali mengambilkan rembukan diangkasa, permintaaan
apapun yang kau ajukan selalu kuusahakan untuk dipenuhi, berbicara menurut liangsimmu, dalam
hal yang manakah aku tak pernah penuhi kehendakmu?"
Sambil menghela napas Hay Jin menggelengkan kepalanya berulang kali, ucapnya:
"Aku bukannya tidak mengerti atas kebaikanmu selama ini."
"Aaaah, kau ini mengetahui soal apa?" tukas Ang Thian tong mendongkol, "disaat malam
pengantin kita, engkau malah bersikeras hendak datang kemari, dan setelah sampai ditempat sini,
kau pun hanya menangis melulu."
"Sebab aku pun tak akan melupakan untuk selamanya semua kejahatan yang telah kau perbuat
terhadap diriku," kata Hay Jin tiba tiba dengan wajah serius.
Ang Thian tong segera mendehem beberapa kali, setelah itu ucapnya,
"Kejelekan dan kejahatan apa sih ayng pernah kulakukan terhadapmu..."
"Aku selalu mengingatkan secara baik baik, disaat aku diculik oleh lima naga dari wilayah Biau
dibukit Ya be Poo tempo hari, kau telah memperlihatkan perbuatan biadabmu bagaikan binatang."
"Kau jangan salah melihat," tukas Ang Thian tong cepat, "Seandainya aku tidak muncul tepat
pada saatnya, mungkin kau telah diperkosa secara bergantian oleh kelima naga dari wilayah Biau
tersebut, kau anggap dirimu masih bisa mempertahankan kesucian badanmu?"
"Tapi setelah kejadian itu, bukankah kau pun memperkosa aku, menodai kesucian diriku?"
pekik Hay Jin sengit. Dengan jengkel, Ang Thian tong menukas,
"Aaaah, sama saja, toh sekarang kita telah menjadi suami istri!"
"Hmmn, kau tahu sesungguhnya aku tidak sudi kawin dengamu." teriak Hay Jin lagi sambil
menggertak gigi menahan emosi "justru lantaran tubuhku sudah ternoda ditanganmu, aku hanya
terpaksa menuruti kehendakmu."
Ang Thian tong yang mendengar perkataan ini, agaknya semakin gusar pula dibuatnya, dengan
mendongkol ia berseru lagi.
"Sebelum itu, kita sudah bertunangan, kawin hanyalah masalah peresmian belaka"
"setelah tahu hubungan kita belum diresmikan, tidak seharusnya kau mendahului untuk
menodai aku......" Akhirnya dengan perasaan apa boleh buat Ang Thian tong berkata
"Kau tahu, betapa cintanya aku kepadamu, aku mencintai dirimu dengan setulus hati."
"Aku justru benci kepadamu, aku benci setengah mati kepadamu. rasa benciku sudah merasuk
samapi ke tulang sum sum."
Ang Thian tong segera menghela napas panjang.
"Apa gunanya kau selalu mengungkit ungkit kejadian yang telah lewat?"
Sambil membesut air matanya Hay Jin berseru,
"Ketahuilah dengan jelas, jangan harap kita bisa menjadi sepasang suami istri yang berbahagia,
jangan harap ini bisa terjadai sepanjang hidup kita."
Ang Thian tong merasa gusar sekali, namun ia berusaha mengendalikan perasaan jengeknya
itu, kembali dia mencoba menbujuk
"Janganlah terlalu emosi, jangan kelewat menuruti perasaan sendiri, kau harus mengerti, kita
sudah bakal punya anak..."
"Aku benci dengan anak itu." teriak Hay Jin keras keras.
"Kenapa?" tanya Ang Thian tong dengan tertegun.
Sambil menangis tersedu sedu Hay Jin berseru
"karena anak yang berada dalam perut ini mengalir darahmu, darah kaum durjana, darah
manusia cabul." Mungkin sangking bencinya, tiba iba saja dia menghantam perut sendiri keras keras. sambil
memukul teriaknya terus. "Aku tak sudi melihat anak keparat dari bibit cabul itu lahir didunia. aku menghendaki kematian
dari bocah ini.... aku ingin bocah ini mampus....."
Ang Thian tong sangat terkejut, dengan suatu gerakan cepat ia menccengkram tangan Hay Jin
dan menekannya diatas batu, kemudian serunya..
"Bagaimana sih kau ini" sudah gila nampanya...."
Hay Jin masih mencoba untuk meronta, ketika usaha ini gagal, dia mulai menangis tersedu
sedu sambil berteriak, "Aku memang gila, aku dibuat gila oleh bibit yang ditanamkan diperutku, aku gila karena bocah
cabulmu itu..." Makin menangis makin menjadi, seakan akan perempuan itu hendak melampiaskan keluar
seluruh rasa benci yang tertanam dihatinya ini.
Menyaksikan kejadian ini, Ang Thian tong segera menghela napas panjang, keluhnya,
"Aku tidak sejahat apa yang kau bayangkan... sungguh!! aku tidak sejahat apa yang kau
pikirkan..." "hhmnn, tak usah berkata begitu, percuma aku tak akan menaruh kasihan kepadamu, sebab
aku membencimu setengah mati..."
Lalu setelah menagis terisakm dia melanjutkan.
"Kau tak usah memegangi tanganku, cepat lepaskan, aku tak ingin bersentuhan dengan
tubuhmu... kumohon... lepaskanlah aku dengan cepat.."
"Boleh saja aku lepaskan dirimu, tapi kau tak boleh menggila lagi, tak boleh memukul diri
sendiri lagi.." "Baik...baik.. apapun syaratmu akan kupenuhi, asal kau segera lepaskan aku..."
Terpaksa Ang Thian tong menurut dan melepaskan Hay Jin dari cengkramannya, setelah
mengehela napas berkata "Sekarang kau telah membebaskanmu, tentunya kau pun bisa tenang kembali bukan?"
"Tidak!! selama hidup aku tak bakal tenang."
"Buat apa sih mencari penderitaan buat diri sendiri?" Ang Thian tong mulai mengeluh, "Apa
gunanya bila tubuhmu menjadi rusak akibat ulahmu sendiri...?"
"Tubuhku telah kau nodai, bagiku hidup sudah tak ada artinya lagi..."
Ang Thian tong amat tak senang hati, tiba tiba serunya,
"Benarkah aku adalah binatang yang buas dan berbahaya?"
"Kau lebih kejam dari binatang, lebih buas daripada harimau, kau.. kau... kejam.."
Sampai disini, Ang Thian tong segera menghela napas panjang,
"Aaai, semenjak peristiwa ditebing YA be poo, setiap kali kau selalu menangis dan ribut tiada
habisnya, sesungguhnya apa maksudmu?"
"AKu ingin berpisah denganmu, semakin cepat semakin baik!" teriak Hay Jin keras keras.
Ang Thian tong sudah merasa amat sedih hatinnya, ia merasa hatinya bagaikan diiris iris
dengan pisau tajam, paras mukanya segera berubah menjadi amat tak sedap dipandang, ucapnya
agak tergagap, "Kalau memang begitu, rasanya hubungan antara kita berdua memang sudah tak bisa
diselamatkan lagi.."
"Semoga kau lebih memahami tentang masalah tersebut sehingga mendapat
mempertimbangkan diri dengan semakin baik."
Ang Thian tong menghembuskan napas panjang.
"Baiklah, mari kita kembali dulu ke kamar sekarang, mari kita pikirkan bersama persoalan
diantara kita dengan lebih seksama"
"Lebih baik kau pergi dulu." sahut Hay Jin cepat. "kecuali dipaksa dengan mempergunakan
kekerasan, kalau tidak, aku tak sudi tidur sekamar denganmu."
Ang Thian tong bangkit berdiri lalu tertawa sedih, katanya cepat.
"Kau enggan pergi dari sini" Apakah kau senang duduk diluar hingga fajar menyingsing nanti?"
"Aku tidak tahu."
Bagaimanapun juga, Ang Thian tong adalah seorang lelaki, sudah barang tentu dia tahan
diperlakukan semacam ini oleh wanita yang secara resmi sudah menjadi istrinya . tak urung
meledak juga hawa amarahnya, dengan geram ia berseru,
"Sekarang aku telah mempunyai keputusan, aku akan kembali kekamar untuk tidur, sedang
kau... hmmn, kau boleh tetap duduk disini sambil mempertimbangkan hubungan kita selanjutnya
secara seksama, apabila persoalannya sudah menjadi jelas, ku harap kau bisa kembali kekamar
untuk memberitahukan keputusanmu kepadaku."
"Keputusan sudah lama kuambil, selama hidup aku tak pernah akan berhubungan secara baik
denganmu." "Apabila memang begini kenyataannya, aku pun tak usah terlalu memaksa dirimu lagi, terserah
kehendak hatimu sendiir kemanapun kau hendak pergi, silahkan pergi kesitu.."
Kali iniAng Thian tong betul betul sewot dan tak mampu menahan gejolak emosinya lagi.
Mendadak Hay Jin bertanya dengan serius,
"Sungguhkah perkataanmu itu?"
"perkataan seorang lelaki bagaikan kuda yang dicambuk, sekali telah diutarakan untuk
selamanya tak akan ditarik kembali."
Ketika selesai mengucapkan perkataan ini, paras mukanya telah berubah menjadi hijau
membesi karena mendongkolnya, dengan langkah lebar ia segera beranjak pergi meninggalkan
tempat tersebut. Dengan termangu mangu Hay Jin mengawasi bayangan punggung Ang Thian tong ayng berlalu
dari situ dengan rasa benci hingga lenyap dari pandangan, kini dia tidak tertegun lagi, tapi
menangis tersedu sedu dengan amat sedihnya.
Sementara itu........ Kim Thi sia yang berbaring dibalik semak belukar sambil mengatur pernapasan, kini
kekuatannya sudah pulih kembali.
Begitu ia merasa yakin kalau Ang Thian tong telah pergi jauh, pelan pelan pemuda ini bangkit
berdiri dan berjalan menghampiri gadis tersebut, bisiknya kemudian lirih,
"Nona Hay Jin, sudah lama kita tidak bersua.."
Hay Jin yang sedang menangis tersedu sedu menjadi tertegun seudah mendengar teguran itu,
apalagi setelah dia dapat melihat dengan jelas siapa gerangan yang muncul, tak kuasa lagi
serunya tertahan, "Engkoh Thi sia, sungguh tak disangka engkau yang telah datang."
Dengan cepat dia memburu maju kemuka dan menubruk ke dalam pelukannya Kim Thi sia,
dirangkulnya pemuda tersebut dengan mesra.
Kim Thi sia balas memeluk gadis itu dengan luapan rasa haru, sampai lama sekali dia tak
sanggup berkata kata. Dengan dasar tak mampu banyak bicara tentu saja pemuda ini semakin gelagapan lagi dalam
luapan emosi begini, ditambah pula hubungan yang menjadi makin rumit dengan munculnya Ang
Thian tong sebagai suami resmi gadis tersebut, untuk beberapa saat lamanya dia tak tahu
bagaimana mesti bertindak.
Dengan mesra dan hangat mereka saling berpelukan, saling berciuman dua hati serasa bersatu
padu, mereka melupakan diri sendiri, lupa dengan lingkungan, lupa dengan adat,lupa denga
tradisi.... pokoknya tiada persoalan yang mereka pikirkan saat itu...
Yang tersisip dan menyelimuti perasaan mereka berdua sekarang hanyalah luapan cinta yang
membara... Ehtah berapa lama sudah lewat...
Tiba tiba Hay Jin tersedara kembali dari rasa gembiranya, dengan gugup rasa takut ia berbisik,
"Engkoh Thi sia, kenapa kau kembali kesini?"
"Aku ingin mejengukmu, ingin bersua kembali denganmu!" sahut pemuda itu gembira.
Tapi paras muka Hay Jin segera berubah menjadi pucat pias bagaikan mayat, dengan perasan
tegang dia berkata, "Engkoh thi sia, keadaan sudah berubah, kita bisa celaka.... kita bisa celaka...."
Tadi dengan jelas Kim Thi sia menyaksikan Ang Thian tong pergi meninggalkan disekeliling
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tempat tersebut tiada orang itu.
Tapi sikap tegang dan gugup dari Hay Jin sekarang membuatnya terkejut juga, ia segera
celingukan memandang sekejap sekeliling tempat itu, lalu katanya,
"Kenapa aku tidak melihat sesuatu yang tak beres?"
Dengan napas tersengal sengal sahut Hay Jin
"Tentu saja kau tak akan melihatnya, tapi Lembah Nirmala telah menjadi sarang naga gua
harimau, selain ibuku dan Cian sianseng, disinipun hadir lima naga dari wilayah Biau, hadir pula
pukulan sakti tanpa bayangan."
"Aku sudah tahu!!"
"Tidak! kau tak akan tahu, semalam mereka telah berunding, mereka telah sepakat dengan
cara apa untuk menghadapi dirimu."
Mendengar kabar tersebut, Kim Thi sia segera berkerut kening, katanya kemudian,
"Aneh, kenapa sih secara tiba-tiba aku bisa berubah menjadi begitu penting sehingga harus
menggerakkan begitu banyak orang khusus hanya untuk menghadapi aku seorang?"
"Sebab mereka telah mendapatkan lentera hijau dan sekarang mengincar pedang mestika Leng
gwat kiam mu." Hay Jin menerangkan "ibuku bahkan pernah sesumbar, dia akan mempersatukan
pedang Leng Gwat kiam dengan lentera hijau sebagai modal dalam usahanya memimpin seluruh
dunia persilatan." "Waaah.... besar amat ambisi ibumu..." kata Kim Thi sia sambil tertawa.
Kembali Hay Jin celingukan memandang sekejap sekeliling tempat itu, lalu serunya gelisah.
"Cepat pergi, jangan sampai jejak kita diketahui mereka, ayoh cepat tinggalkan tempat ini."
Tanpa bertanya lagi kepada Kim Thi sia apakah setuju dengan pendapatnya itu, begitu selesai
berkata ia segera mencengkram ujung baju Kim Thi sia dan tergopoh-gopoh menelusuri jalan
setapak untuk pergi meninggalkan tempat tersebut.
Terpaksa Kim Thi sia mengintil terus dibelakangnya, sambil berlarian tanyanya agak tertegun,
"Kita hendak kemana?"
"Aku hendak mengajakmu pergi kegua neraka." bisik Hay Jin lirih, "Disudut lorong tersebut
terdapat sebuah lorong rahasia yang bisa berhubungan langsung dengan dunia luar, kecuali ibuku,
jarang sekali ada yang mengetahui letak lorong rahasia tersebut."
"Masa ibumu tak akan memberitahukan lorong rahasia tersebut kepada mereka semua?"
"Sssttt... jangan berisik, jangan berbicara dengan suara yang begini keras... " bisik Hay Jin lagi
dengan wajah yang amat tegang.
Dalam waktu singkat ia telah membawa Kim Thi sia menelusuri hutan dan menyusup ke sebuah
jalan setapak diantara gundukan batu cadas kembali bisiknya,
"SEkarang malam sudah larut, sekalipun mereka tahu tempat tujuan yang sedang kita tempuh,
rasanya belum tentu bisa menemukan kita secara cepat, Engkoh Thi sia,ikuti saja diriku dengan
perasaan lega." "Baik!" sahut Kim Thi sia sambil tertawa.
Padahal untuk menyerbu ke dalam lembah Nirmala seorang diri pun Kim Thi sia tidak merasa
ngeri,apa lagi yang ditakutinya sekarang" Ia mengikuti Hay Jin saat ini tak lain hanya tak ingin
menampik maksud baiknya saja...
Dalam waktu singkat sampailah mereka dimuka sebuah gua, suasana dalam gua itu sangat
dingin dan menggidikan hati, rintihan kesakitan berkumandang tiada hentinya dari balik gua
tersebut. Mendadak Kim Thi sia merasa seperti pernah mengenali tempat itu, segera tanyanya.
"Bila kita masuk melalui mulit gua tersebut, seharusnya kita akan sampai di gua neraka bukan?"
"Lebih baik kita tak usah mencampuri urusan itu, bila kita belok kekiri dari tempat ini maka kita
akan sampai dilorong rahasia tersebut, mari kita menuju ketempat yang aman terlebih dulu
sebelum membicarakan soal yang lain..."
Terpaksa Kim Thi sia mengangguk tanda mengiakan dan mengikut dibelakangnya berangkat
kelorong rahasia tersebut.
Setelah belok kekiri dari sisi goa neraka, mereak berjalan selama seperminum teh lamanya
sebelum akhirnya sampai dmuka sebuah jalan setapak yang amat sempit
Jalan setapak itu sudah dipenuhi lumut, titik air mengalir terus tida hentinya bila ditinjau dari
keadaannya yang sama sekali tak terawat, terbukti kalau tempat tersebut sudah lama tak pernah
dilewati manusia Hay Jin menarik Kim Thi sia untuk duduk diatas sebauh batu dibawah pohon besar, kemudian
sambil membetulkan rambutnya yang kusut, dia berkata lembut,
"Engkoh Thi sia, sekarang kita sudah aman."
"Kau benar benar amat menguatirkan keselamatanku!" ucap Kim Thi sia sambil tertawa girang.
Dengan wajah serius dan bersungguh-snugguh Hay Jin cepat menyela,
"Kenapa sih aku tak pernah memperhatikan dirimu" Tahukah kau, engkoh Thi sia, hampir
setiap saat, setiap detik aku selalu merindukan dirimu...."
Merah padam selembar wajah Kim Thi sia sehabis mendengar ucapan mana, buru buru katanya
pula... "Akupun demikian......"
"Sungguhkah itu?" tanya Hay Jin sambil tertawa senang.
"Tentu saja sungguh, kalau tidak begitu, akupun tak akan menyerempet bahaya untuk datang
kemari untuk mencarimu!"
Melihat kesungguhan hati anak muda itu Hay Jin segera menghela napas sedih, katanya,
"Akupun pernah berusaha untuk pergi mencarimu, sayang sekali belum lama aku meninggalkan
Lembah Nirmala, lima naga dari wilayah Biau telah berhasil membekukku kembali ditebing kuda
liar, mereka sengaja membohongiku dengan mengatakan kau berada ditebing itu, tapi dengan
cepat aku menyadari bahwa diriku tertipu, kemudian.... kemudian Ang Thian tong si manusia cabul
yang tak tahu malu itupun turut datang, dia... dia....."
Berbicara sampai disini, gadis itu merasakan emosi meluap-luap, air matapun jatuh bercucuran
dengan derasnya. ia menangis terisak.
Cepat cepat Kim Thi sia menghibur,
"Sudahlah, tak usah kau lanjutkan ceritamu itu, sebab aku sudah mengetahui semua
penderitaan dan pengalaman yang kau alami selama ini."
"Dari mana kau bisa tahu?" tnaya Hay Jin agak tertegun.
"Ketika kau sedang cekcok hebat dengan Ang Thian tong tadi, aku bersembunyi disisi kalian,
karenanya semua percakapan kalian berdua sudah kudengar semua..."
"Apa" kau telah mendengar semuanya?" Hay Jin merasakan hatinya amat pedih bagaikan diiris
dengan pisau tajam. Pelan-pelan Kim Thi sia mengangguk,
"Yaa.. benar!!"
BAgaikan kehilangan pegangan secara tiba tiba, dengan perasaan yang kosong Hay Jin berakat
lagi. "Kalau begitu, kaupun tahu kalau akupun telah menjadi istrinya Ang Thian tong" kau tahu kalau
aku telah mengandung bibit dari Ang Thian tong....?"
"Yaa.. benar!!" Kim Thi sia menghela napas panjang, "Sesungguhnya kesemuanya ini
merupakan sesuatu kenyataan yang tragis buatku. agaknya Thian telah mengatur yang lain buat
kita berdua..." "Tahukah engkau Engkoh Thi sia, bahwa aku tak sudi menjadi istrinya Ang Thian tong?"
"Aku tahu!!" "Mengertikah kau bahwa aku tak sudi mengadakan hubungan suami istri dengan Ang Thian
tong?" "Yaa.. aku mengerti"
"Pahamkah kau bahwa akupun tak sudi melahirkan anak untuk Ang Thian tong?""
"Aku Paham.." Sampai disini, Hay Jin tak bisa mengedalikan sedihnya, ia menangis tersedu-sedu.
Sedangkan Kim Thi sia hanya bisa menggelengkan kepala berulang kali sambil menghela napas
panjang lebar. Untuk beberapa saat lamanya sepasang muda mudi yang bernasib jelek itu hanya bisa saling
berpandangan dibawah cahaya rembulan, air mata berlinang mengiringi kesunyian yang
mencekam. Sampai lama kemudian, Kim Thi sia baru menghela napas panjang sambil berkata.
"Kesemua ini memang merupakan kesalahanku, kenapa aku tidak mengajak kau pergi
bersamaku ketika meninggalkan Lembah Nirmala dulu!"
"Yang sudah lewat biarlah leat, disesalipun tak ada gunanya." sahut Hay Jin sambil menangis
terisak. "Sekarang kenapa engkau datang lagi kesini?"
"Aku ingin datang kemari untuk menjengukmu, apakah tindakan ku ini tidak benar?"
Hay Jin segera menghela napas sedih.
"Aku tidak mengatakan tindakanmu keliru, lagipula saat ini aku sudah tidak pantas lagi untuk
mendampingi dirimu."
"Kenapa?" tanya Kim Thi sia dengan wajah tertegun.
"Karena... karena aku sudah ternoda, tubuhku sudah tidak suci bersih lagi."
Ia membelalakan sepasang matanya lebar-lebar dan menaguasi pemuda itu tanpa berkedip.
terutama disaat mengucapkan kata katnaya itu rasa sedih yang pedih yang amat sangat tercermin
jelas dibalik wajahnya."
"Terhitung seberapakah hal tersebut?" Aku tak pernah merisaukan masalah sepele itu!" kata
Kim Thi sia tertawa. pikiran dan perasaan Hay Jin sangat kalut, untuk sesaat dia hanya bisa mempermainkan
rambutnya sambil termenung,
Entah berapa saat telah lewat, akhirnya ia berkata lagi dengan tiba tiba,
"dan kini statusku sudah menjadi istri resmi dari Ang Thian tong"
"Apa maksudmu mengucapkan kata-kata tersebut?" tanya Kim Thi sia.
Dengan perasaan yang bertentangan Hay Jin menjawab ragu,
"Aku kuatir kau memandang hina diriku!"
"Kenapa harus begitu?" tanya Kim Thi sia serius "Tahukah kau, selama ini aku selalu menilaimu
amat tinggi, ku anggap kau sebagai dewi suci yang tiada taranya didunia ini."
"Tapi kenyataannya sekarang , aku adalah bini seorang lelaki rendah yang terkutuk."
Kim Thi sia garuk-garuk kepalanya. sembari menggeleng, dia berkata,
"Mengapa sih kau peringatkan diriku terus menerus bahwa kau adalah istri Ang Thian tong"
Apakah kau berharap aku meninggalkan tempat ini secepatnya" Padahal gampang sekali, aku tak
pernah akan melakukan perbuatan rendah yang memalukan, aku pun tak akan membuntuti dirimu
terus menerus, nah selamat tinggal, aku akan segera pergi."
Berbicara sampai disitu, dia segera angkat kepala sambil membusungkan dada, dengan langkah
lebar dia siap meninggalkan tempat tersebut.
Hay Jin menjadi terperanjat sekali sesudah mendengar perkaatn itu, sebelum Kim Thi sia
sempat beranjak dari tempat itu. dengan cepat dia memeluk pemuda itu kencang-kencang, lalu
keluhnya dengan sedih. "Jangan! kau tak boleh meninggalkan aku, kau tak boleh meninggalkan aku..."
Agaknya dia takut Kim Thi sia pergi meninggalkan dirinya dalam keadaan gusar, karena itu
dipeluknya pemuda tersebut erat erat.
Pada waktu itulah, tiba-tiba Ang Thian tong datang munculkan diri dari balik hutan belukar,
sambil tampilkan diri dia berseru sambil tertawa dingin.
"heeeh.. Heehh..... Heeehh... bagus sekali, ternyata beginilah kejadiannya.."
Hay Jin seklihatan sangat ketakutan setelah melihat kemunculan Ang Thian tong secara tibatiba.
Dengan wajah pucat pias, dia semakin erat memeluk Kim Thi sia.
Kepada pemuda she Ang itu, tegurnya
"Sedari kapan kau... kau datang kemari?"
Hijau membesi selembar wajah Ang Thian tong, sahutnya sambil mendengus dingin,
"Hmmn, semenjak kau menjadi biniku, baru pertama kali ini kau memperhatikan kau."
Hay Jin terbungkam seketika dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Kembali Ang Thian tong berpaling kearah Kim Thi sia sambil menegur nyaring,
"Apakah kau senang dengan seorang istri semacam ini?"
Kim Thi sia agak tertegun, tiba-tiba dia merasa seperti dihina, hawa amarahnya segera
berkobar, teriaknya keras.
"Antara aku dengan istrimu sama sekali tidak melakukan apa-apa. kuharap kau jangan terlalu
memojokkan orang dengan kata kata yang begitu ta sedap!"
Ang Thian tong tertawa terbahak-bahak.
"Haah...Haah... aku selamanya memutuskan suatu masalah secara tenang dan damai, sesuatu
yang tak mungkin bisa kuperoleh, tak akan kurebut kembali secara paksa."
"Apa maksud perkataan mu itu?" tegur Kim Thi sia dengan kening berkerut kencang.
"Aku tak pernah berhasil merebut perasaan hati nona Hay Jin terhadap diriku, segala upaya da
usaha ku selalu sia sia belaka, oleh sebab itu dengan perasan sedih telah ku tulis surat
pengunduran diri dengan darah jari tanganku, dalam surat mana telah kujelaskan bahwa mulai
sekarang nona Hay Jin sudah bukan istriku lagi, aku pun bukan suaminya lagi."
"Hmmn, sejak dulu hingga sekarang aku belum pernah mengakui dirimu sebagai suamiku!"
bentak Hay Jin sewot. Sebalinya Kim Thi sia berseru agak tersipu sipu.
"Ang Thian tong, kau jangan melakukan tindakan yang begitu ceroboh dan gegabah gara gara
penampilanku disini."
Tapi Ang Thian tong telah mengeluarkan sepucuk surat darah dari sakunya, lalu dengan suara
lantang dia berseru, "Kim Thi sia, persoalan ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan dirimu, karena jauh
sebelum kau munculkan diri disini, aku telah selesai mempersiapkan surat cerai ini."
"Apakah kau menulisnya setelah kembali kekamar tadi?" tanya Hay Jin tiba-tiba.
Ang Thian tong segera tertawa.
"Seharusnya kau dapat menyelami bagaimanakah perasaanku sewaktu menulis surat cerai ini
bukan?" Dengan cepat ia serahkan surat darah itu ketangan Hay Jin, serunya keras keras.
"Ambillah! Mulai detik ini kau telah peroleh kembali kebebasanmu..."
Sesungguhnya Hay Jin ingin menyambut surat cerai tersebut dan memutuskan hubungan
mereka dengan begitu saja, tapi berhubung surat cerai itu datangnya sangat tiba tiba, sehingga
sama sekali diluar dugaan maka untuk beberapa saat dia tak berani mempercayai kenyataan
tersebut. jadinya dia telah berdiri tertegun serta tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Kim Thi sia dalam posisi saat itu menjadi serba salah, buru buru dia berkata.
"Lebih baik kalian suami istri berdua membicarakan sendiri masalah tersebut. maaf kalau aku
harus pergi lebih dulu!"
"Kau tak boleh pergi!" hampir pada saat yang bersamaan Ang Thian tong dan Hay Jin berteriak
bersama. Kim Thi sia tertawa getir,
"Tapi, aku benar benar tidak berkepentingan untuk tetap tinggal disini."
"Bila persoalan ini bisa ada penyelesaiannya." kata Ang Thian tong cepat cpeat "dan nona Hay
Jin bersedia menerima surat cerai tersebut, maka dia akan segera tinggalkan tempat ini
bersamamu, kuharap kau bisa merawat serta menjaganya secara baik baik."
"Tapi, mana boleh aku membawahnya pergi dengan begitu saja?" seru Kim Thi sia gelagapan.
Dengan mata terbelalak lebar lebar Hay Jin berseru pula.
"Engkoh Thi sia, apakah kau bersedia mengajakku pergi dari tempat ini?"
Setelah menelan air ludah, Kim Thi sia menyahut,
"Kau harus mengerti, bagaimanapun juga kau tetap adalah istri Ang Thian tong, kalian telah
dikawinkan secara resmi sudah menyembah langit dan bumi, tapi yang terpenting adalah kalian
sudah punya anak." "Tapi aku lebih suka pergi mengikutimu!" seru Hay Jin sambil menangis tersedu-sedu.
"kemanapun kau pergi, biar harus menderita ditimpa terika matahari dan hujan, aku rela
menyertai dirimu, aku tak pernah akan mengeluh mendampingimu."
Melihat ketulusan hati dan kesungguhan hati gadis tersebut, Kim Thi sia benar-benar terharu,
untuk sesaat ia menjadi terbungkam dan tak tahu apa yang mesti diucapkan untuk membujuk
gadis tersebut. Berapa saat lamanya dia hanya berdiri termangu mangu ditempat.
tiba tiba Ang Thian tong tertawa dingin, bentaknya
"Kim Thi sia, apakah kau sudah mendengar" Istriku sedang berbicara denganmu!"
Sementara itu keadaan Hay Jin sudah menyerupai orang kalap, terdengar dia berteriak keras
keras. "Ang Thian tong, cepat serahkan surat cerai kepadaku, aku akan tinggalkan tempat ini
secepatnya." Ang Thian tong tertawa dingin, sambil menyimpan kembali surat cerai tersebut kedalam
sakunya dia menjengek, "Boleh saja kuserahkan surat itu kepadamu, tapi...?"
"Kau hendak mempersulit diriku lagi?" tukas Hay Jin kesal.
"Tidak.. aku ingin berbicara dulu dengan Kim Thi sia." kata Ang Thian tong dengan suara
dalam. Kim Thi sia melirik sekejap ke arah Hay Jin, lalu tanyanya kepada pemuda itu.
"Apa yang hendak kau bicarakan denganku?"
Ang Thian tong tertawa dingin, sambil memperlihatkan kembali surat cerai tersebut, bagikan
malaikat bengis yang berwajah buas, dia berseru penuh kebencian.
"Kim Thi sia, karena kau telah mengadakan hubungan gelap dengan istriku,maka secara resmi
aku akan menyerahkan biniku ini kepadamu.."
Hay Jin menjadi amat gusar sesudah mendengar perkataan ini, sambari menahan isak
tangisnya dia membentak. "Ang Thian tong, mengapa kau mengucapkan kata-kata seperti ini?"
"KEnapa aku tak boleh berbicara?" teriak Ang Thian tong pula. "Apakah setelah kehilangan istri,
aku tak boleh berbicara barang sepatah katapun juga?""
"Tentu saja kau boleh berbicara !" sela Kim Thi sia sambil tertawa getir.
"Tapi kata katamu harus sedikit tahu diri, jangan menggunakan kata yang begitu menyakitkan
hati," sambung Hay Jin mendongkol.
Paras muka Ang Thian tong berubah menjadi amat serius, dengan melototkan sepasang
matanya bulat bulat dia mengawasi kedua orang itu secara bergantian tanpa berkedip.
Sampai lama... lama sekali... dia masih mengawasi terus tanpa berkedip, lama kelamaan Kim
Thi sia dan Hay Jin menjadi rikuh sendiri dan amat tak tentram.
Agaknya pemuda itu merasa gembira melihat ketidak tenangan kedua orang muda itu,
mendadak serunya lagi sambil tertawa bergelak..
"Haaah... haaahhh... haahhh... baik, kalian menuduhku tak tahu diri, mengatakan kata-kataku
menyakitkan hati, maka aku pun ingin bertanya pula kepada kalian, apa yang dimaksud tak tahu
diri dan apa pula kata yang menyakitkan hati" Hmm, kalian berdua mengadakan hubungan gelap
ditengah malam buat begini, apakah kejadian semacam ini tidak lebih tak tahu diri, apakah
perbuatan kalian tidak lebih menyakitkan hati?"
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bagaimanapun jua Kim Thi sia adalah seorang lelaki yang berperasaan dan mengutamakan tata
kesopanan, sekalipun dia berpendapat bahwa perkawinan Hay Jin dengan Ang Thian tong buka
muncul atas kehendak sendiri, tapi dikawinkan dalam keadaan terpaksa, meskipun dia pun
menaruh rasa iba dan simpatik terhadap pendriaan serta musibah yang menimpa gadis tersebut.
Namun bagimanapun juga Hay Jin telah dinikahkan secara resmi dengan Ang Thian tong,ini
berarti Hay Jin sudah menjadi istri pemuda tersebut secara sah.
Ini berarti pula perkataannya ditengah malam buat begini dengan istri orang lain memang bisa
dituduh sebagai melakukan hubungan dengan bini orang lain.
Tak heran kalau pemuda kita jadi kelabakan setengah mati, wajahnya merah padam seperti
kepiting rebus, untuk beberapa waktu dia cuma berdiri tertegun ditempat semula.
Hay Jin sendiri pun terbungkam dalam seribu basa, sementara air matanya jatuh berlinang
dengan derasnya, sungguh tak terlukiskan rasa pedih yang dideritanya sekarang.
SEkalipun Ang Thian tong mempunyai kesalahan yang bertumpuk tumpuk, tapi resminya dia
adalah suaminya. Sekalipun Hay Jin mempunyai berbagai alasan untuk tidak mengakui Ang Thian tong sebagai
suaminya, meski dia membenci pemuda tersebut atas perlakuan yang pernah dilakukan
terhadapnya, tapi bagaimanapun jua ia memang tak bisa menyangkal bahwa dia adalah bini sah
Ang Thian tong. Dalam posisi serta kondisi seperti ini, apa yang bisa dikatakan lagi oleh Kim Thi sia. apa yang
bisa diperbuat olehnya, dan apa pula yang bisa dikemukakan olehnya"
Cinta segitiga memang suatu kasus yang peluk dan memusingkan kepala, untuk beberapa saat
ketiga orang itu masih berdiri termenung tanpa berkata kata.
Setelah hening beberapa saat lamanya....
Tiba tiba Hay Jin menyeka air matanya dan berkata dengan suara nyaring...
"Apa yang terjadi sampai hari ini merupakan kejelekan dari nasibku sendiri.. tampaknya
kehidupanku didunia ini sesungguhnya percuma..."
Dalam anggapan Ang Thian tong dan Kim Thi sia, Hay Jin berakata begitu tentu mempunyai
alasan yang luar biasa, maka merekapun memperhatikan lebih jauh dengan lebih seksama.
Akan tetapi Hay Jin yang ditatap sedemikian rupa oleh kedua orang itu, tiba tiba saja dia
merasa apa yang seungguhnya merasa perlu dikatakan, kini menjadi sama sekali tak berarti lagi.
Maka setelah tertegun beberapa saat, diapun berkata sambil menangis terisak.
"Ooohh... Thian, dalam kehidupanku yang lalu, kejahatan apakah yang pernah kulakukan"
kenapa kehidupanku didunia saat ini menjadi begini tak berarti"... aku... aku tak ingin hidup lagi,
aku tak ingin hidup lagi..."
Dengan luapan emosi, dia segera berlarian meninggalkan tempat tersebut bagaikan orang
kalap. Sesungguhnya Hay Jin pun tidak mampunyai suatu tujuan tertentu, dia hanya menganggap
kehidupannya didunia ini sudah tidak berarti lagi, amak dia berharap bisa meninggalkan tempat
tersebut, makin jauh makin baik, dia tak ingin berdiri dihadapan Ang Thian tong, bahkan dia pun
tak ingin menyaksikan Kim Thi sia yang berdiri tersipu sipu dan serba salah itu.
KArenanya dia berlarian seperti orang gila berlari kencang meninggalkan tempat itu secepat
cepatnya. Baik Kim Thi sia maupun Ang Thian tong sama sekali tidak menduga sampai kesitu, mereka
berdua sama sama tertegun dibuatnya.
Sambil menangis Hay Jin berlari kencang meninggalkan tempat itu, dalam waktu singkat gadis
itu berada dikejauhan sana.
Tiba-tiba Kim Thi sia menegur sambil menghela napas,
"Ang Thian tong, apakah kau tidak berniat mengejar istrimu?"
Sebenarnya Ang Thian tong masih berdiri tertegun disitu, dia sekaan lupa akan segala-galanya.
Tapi setelah mendengar seruan tersebut, bagaikan baru sadar dari lamunannya, ia menepuk
kepala sendiri lalu berseru
"Mengejar" Ya.. betul, aku harus mengejar kembali istriku."
Dengan kecepatan bagaikan kilat ia segera berlarian kencang menyusul kearah mana Hay Jin
melenyapkan diri tadi. Tak selang berapa lama kemudian bayangan kedua orang itu sudah tertelan dibalik kegelapan.
Kini tinggal Kim Thi sia seorang diri termangu mangu disitu, dia merasa seperti kehilangan
sesuatu, sementara isak tangis Hay Jin sekaan akan masih berdengung disisi telinganya.
Ia menghela napas panjang, rasa sedih dan kosong tiba tiba saja menyelimuti seluruh
perasaanya. Lama kemudian ia bergugam
"Semenjak aku terjun dan berkelana didalam dunia persilatan banyak anak gadis yang kukenal,
tapi rasanya aku tak pernah bisa melupakan kasih sayang Hay Jin kepadaku...Kim Thi sia wahai
Kim Thi sia sesungguhnya kau pun manusia yang terdiri dari daging dan darah, kau punya
liangsim, punya sukma, punya pikiran....."
Pada saat itulah.... Mendadak Kim Thi sia mendengar suara geeresek ramai bergema dari balik hutan, ketika ia
berpaling, terlihatlah sepasang lelaki tua muda sedang berkejaran kearahnya.
Ternyata kedua orang iut adalah Sastrawan menyendiri Khu cu kian serta si pukulan sakti tanpa
bayangan Ang Bu Im dari bukit Tiang peksam. Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki kedua orang
itu benar benar sempurna, daam waktu singkat mereka telah berada dihadapannya.
Waktu itu Khu Cu kian si Sastrawan menyendiri sedang melarikan diri terbirit- birit . keadaannya
tak berbeda seperti anjing yang kena gebuk, sungguh menggenaskan sekali.
Sebalikanya si pukulan sakti tanpa bayangan Ang Bu im mengjear dengan kencang bagaikan
malaikat bengis. Telapak tangannya diayunkan berulang kali, sekana akan dia berniat menghabisi
nyawa musuhnya dalam sakali ayunan tangan saja.
Padahal Kim Thi sia sendiripun sedang berdiri ditengah jalan, karena peristiwa itu berlangsung
sangat mendadak sekali, pada hakekatnya dia tidak mungkin sempat lagi baginya untuk
menghindarkan diri. Betapa terperanjatnya Sastrawan menyendiri ketika dalam usahanya melarikan diri, tiba-tiba dia
melihat ada seseorang berdiri menghadang ditengah jalan.
Ia semakin tertegun lagi setelah mengetahui dengan jelas bahwa orang yang berdiri ditengah
jalan itu tak lain adalah Kim Thi sia.
Sesungguhnya Kim Thi sia sama sekali tidak menaruh perasaan benci atau dendam terhadap
Sastrawan menyendiri Khu Cu kian, tapi sebaliknya si Sastrawan menyendiri justru menganggap
pemuda tersebut sebagai musuh besar pembunuh ayahnya.
Tak heran kalau kemunculannya yang sangat tiba-tiba itu sempat membuatnya bermandikan
peluh dingin. Sambil menghentikan gerak larinya, Sastrawan menyendiri berpekik tertahan,
"Tak disangka, aku bersua denganmu disini, habis sudah riwayat ku kali ini."
Belum habis perkataan itu diutarakan, si pukulan sakti tanpa bayangan Ang Bu Im yang
mengejar dari belakang telah menyusulnya dengan kecepatan luar biasa.
Sambil menerjang kedepan musuhnya, kedengaran si pukulan sakti tanpa bayangan
membentak keras. "Hey, Sastrawan menyendiri, jikalau kau tak berhasil mampus ditanganku, aku bersumpah tak
akan menjadi manusia mulai hari ini."
Dengan mengayunkan telapak tangannya dia mengembangkan serangan dahsyat mengancam
jalan darah Yu bun hiat ditubuh lawan dengan jurus "Kemunculan iblis mengagetkan hati", sebuah
pukulan yang dahsyat dari ilmu pukulan tanpa bayangan.
SEbagaimana diketahui, jalan darah Yu bun hiat merupakan jalan darah mematikan ditubuh
manusia, apabila tempat itu sempat terserang, niscaya jiwanya akan melayang.
Sastrawan menyendiri jadi amat terperanjat ketika secara tiba-tiba merasa datangnya
sambaran angin tajam dari belakang, ia makin terkesiap lagi setelah sadar bahwa tiada
kesempatan lagi baginya untuk menghindarkan diri.
Paras mukanya segera mengejang keras, rasa ngeri dan seram menjelang ajal menghiasi
seluruh wajahnya. Kim Thi sia tak tega membiarkan Sastrawan menyendiri kehilangan nyawa ditangan musuhnya,
disaat yang kritis itulah dia rentangkan tangannya lalu melontarkan sebuah pukulan ke arah
lawan. Siapa tahu dengan tangkisannya itu, ternyata situasi dalam arena segera mengalami perubahan
yang amat besar. Sejak permulaan Kim Thi sia sudah tahu kalau si Pukulan sakti tanpa bayangan bukan manusia
sembarangan, karena itu dia selalu berpendapat bahwa serangan musuh tak akan berhasil
dibendung apabila ia tak menggunakan tenaga yang besar.
Oleh sebab itulah dalam tangkisannya kali ini, dia telah sertakan tenaga dalamnya sebesar
sepuluh bagian, sedangkan jurus serangan yang digunakan pun merupakan jurus serangan paling
tangguh dari ilmu Tay goan sinkang, yakni, jurus "kejujuran membelah batu emas."
"Bllaaammmm...!"
Ditengah benturan keras yang memekikan telinga, terlihat pasir dan debu beterbangan
memenuhi angkasa. Kim Thi sia mengerti, bagaimana pun juga hebatnya serangan yang dilepaskan tak mungkin Si
pukulan Sakti tanpa bayangan akan terluka diujung telapak tangannya, maka sewaktu melihat
Ang Bu im roboh terjengkang keatas tanah, dengan rasa heran ia menegur,
"Ang Bu Im, usiamu sudah cukup tua, buat apa sih masih bergurau denganku. permainan
busuk apa yang sedang kau persiapkan?"
Tapi kali ini, si pukulan sakti tanpa bayangan ternyata tidak bergurau, ia benar benar yang
terkena serangan Kim Thi sia hingga roboh terjengkang dan muntah darah segar.
Dengan perasaan apa boleh buat Kim Thi sia mengangkat bahunya, tapi setelah melihat
keadaan dari Sastrawan menyendiri, segera serunya tertahan,
"Hey Khu Cu kian, bagaimana keadaanmu?"
Khu Cu kian bersandar dibawah sebuah pohon besar, sekujur badannya basah kuyup oleh
keringat, mulutnya berbuih dan napasnya pun tersengal sengal bagaikan napas kerbau.
Dengan kening berkerut, kembali Kim Thi sia menegur,
"Berapa jauh sih perjalanan yang kau tempuh" Nampaknya kau begitu kecapaian?"
Melihat Kim Thi sia tidak berniat melukainya, diam diam Sastrawan menyendiri merasa leag, ia
menghembuskan napas panjang.
SEmentara itu Kim Thi sia telah menghampiri Si pukulan sakti tanpa bayangan dan memeriksa
keadaannya, lalu dengan kaget bercampur keheranan gugamnya,
"Waaah, sama sekali tak ku sangka kalau serangan yang ku lancarkan menyebabkan luka yang
begitu parah bagi Ang Bu Im, kalau dilihat dari darah yang bercucuran terus agaknya tidak jauh
lagi ajal orang ini..."
Pelan pelan Khu Cu kian bangkit berdiri, dengan napas masih tersengal sengal dia mencoba
bergerak maju kemuka lalu siap melepaskan sebuah pukulan keatas tubuh Ang Bu Im.
Walaupun serangan yang dipergunakan sangat aneh, lagipula dengan kecepatan luar biasa,
namun kekuatan yang disertakan jelas tidak seberapa...
Dengan perasaan heran Kim Thi sia segera menegur,
"Eeeh, Khu cu kian, apakah kau bermaksud membersihkan debu diatas tubuh Ang Bu Im?"
Sastrawan menyendiri sama sekali tidak menggubris sindiran tersebut, wajahnya kelihatan amat
serius, Hawa amarah menyelimuti seluruh mukanya, dengan mengerahkan segenap sisa kekuatan
yang dimiliki dia memukul si pukulan sakti tanpa bayangan dengan gencar.
Dalam pandangan Kim Thi sia, pukulan-pukulan seperti itu tak lebih hanya menimbulkan rasa
geli saja, tapi bagi si pukulan sakti tanpa bayangan yang sudah terluka parah, ia segera merintih
kesakitan, wajahnya kelihatan amat tersiksa.
Sastrawan menyendiri seperti sadar kalau kesempatan sebaik ini jarang ditemukan, ia sama
sekali tidak melepaskan peluang itu dengan begitu saja, pukulan dan tendangan yang bertubi-tubi
dilancarkan dengan gencar,
Lebih kurang sepertanak nasi kemudian, ia baru menghentikan perbuatannya itu. dengan napas
tersengal sengal dia mencari sebuah batu besar lalu duduk bersila disitu untuk mengatur
pernapasan. Kim Thi sia sangat keheranan melihat tingkah laku kedua orang itu, dengan rasa tercengang
segera tegurnya kepada Ang Bu Im.
"Sebetulnya permainan sandiwara apakah yang sedang kalian perankan?""
Waktu itu, pukulan sakti tanpa bayangan masih berbaring diatas tanah dengan tubuh
berlepotan darah, serangkaian pukulan dari Khu Cu kian membuat wajahnya sembab dan
membengkok, mukanya jadi amat tak sedap dipandang.
Tapi ia merasa agak lega juga setelah melihat Kim Thi sia hanya berdiri saja disitu.
Terdengar Kim Thi sia menegur lagi dengan tertawa,
"Hey, apa maksudmu berbaring saja diatas tanah membiarkan orang lain menggebukimu" Apa
gunaya berlagak mati?"
Pukulan Sakti tanpa bayangan muntahkan darah segar, dengan napas terengah-engah katanya
"Aku...Aku... aku sudah hampir mati..."
"Aaah, jangan bicara sembarangan, buat apa kau membohongi aku?" tegur Kim Thi sia tak
senang hati. "Aku...aku tidak berbohong" kembali si pukulan sakti tanpa bayangan berkata dengan napas
terengah engah, "isi perutku sekarang telah hancur karena termakan seranganmu tadi..."
Mendengar ucapan mana, Kim Thi sia segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhhh... Haaahhh.. setan tua, mana mungkin seranganku bisa membunuhmu" Kau tak
usah kelewat mengunggulkan diriku.."
Dengan mata mendelik, si pukulan sakti tanpa bayangan menelan kembali darah kental yang
hampir muntah keluar, lalu katanya,
"Kalau dulu, jangan harap bisa melukai tubuhku... tapi hari ini... keadaannya sama sekali
berbeda..." Kim Thi sia semakin tertegun, terutama setelah menyaksikan darah yang meleleh keluar dari
mulut orang itu berwarna hitam, segera katanya
"Kenapa bisa begitu?"
Setelah terbatuk batuk, si pukulan sakti tanpa bayangan berkata
"Aku telah bertarung ribuan jurus melawan Sastrawan menyendiri... dan akhirnya kami saling
beradu tenaga dalam... ketika terpisah tadi, kekuatan kami saling sama sama sudah habis...jangan
kau lihat kami masih bisa berlarian dengan begitu cepat... padahal keadaan kami tak berbeda
dengan cahaya lilin yang hampir padam... kami tak mampu menahan gempuran seperti apa saja...
dalam keadaan seperti ini, bagaimana mungkin aku bisa menahan pukulan ilmu.. ilmu pukulan
Panca Buddhamu,, apalagi disertai dengan ilmu Tay goan sinkang yang maha dahsyat..."
"Oooh... rupanya begitu, aku sama sekali tidak menduga sampai kesitu!"
Kembali si pukulan sakti tanpa bayangan tertawa getir.
"Akupun lebih-lebih tak mengira kalau pada akhirnya aku bakal tewas diujung telapak
tanganmu." "Kau jangan mengira kau memang sengaja berbuat demikian untuk memanfaatkan kesempatan
yang ada, coba aku tahu begini, tak nanti akan kupergunakan cara seperti ini untuk
menyerangmu!" "Aku... aku tak akan menyalahkan dirimu..." kembali si pukulan sakti tanpa bayangan batukbatuk.
"sebab diantara kita memang sudah ada perjanjian untuk melangsungkan pertarungan mati
hidup." "Yaa, betul dan aku yakin dapat mengungguli dirimu, tapi hal ini baru bisa diselenggarakan apa
bila kekuatan tubuhmu telah pulih kembali seperti sedia kala."
Pukulan sakti tanpa bayangan menghela napas panjang.
"Aaai.. akupun merasa agak menyesal karena tak bisa melangsungkan pertarungan itu...
sebelum pertarungan bisa dilangsungkan, rasanya matipun aku tak akan mati dengan mata
meram." Menyaksikan si pukulan sakti tanpa bayangan sudah mendekati ajalnya, tiba tiba saja kesan
jelek Kim Thi sia terhadapnya berkurang banyak sekali, serta merta hiburnya lagi.
"Sudahlah, kau jangan terlalu memikirkan soal mati, cobalah bertahan sebisa mungkin, mari
kutotok jalan darahmu, siapa tahu masih ada cara lain mengatasinya."
Sebelum Kim Thi sia melakukan sesuatu tindakan, si pukulan sakti tanpa bayangan telah
menggoyangkan tangannya berulang kali sambil menampik,
"Tidak usah, biarlah maksud baikmu kuterima dalam hati saja..."
Melihat semangat kakek itu mendadak nampak lebih segar, buru buru Kim Thi sia berseru,
"Tak usah mengatakan begitu, coba lihat semangat mu tiba tiba menjadi segar kembali,
agaknya masih ada harapan bagimu untuk melanjutkan hidup!"
"Percuma, tak ada harapan lagi....tak ada harapan lagi..." kata si pukulan sakti tanpa bayangan
sambil tertawa lemah "sekarang aku hanya nampak segar menjelang saat ajalku tiba... mumpung ada kesempatan
aku ingin berbicara secara baik baik denganmu, bersediakah kau membantuku akan satu hal..."
"Hey, mengapa secara tiba tiba kau mengharapkan bantuanku" Bukankah kita saling
bermusuhan?" ucap Kim Thi sia sambil tertawa.
"Dari berumusuhan kita dapat menjadi kawan, apalagi saat ajalku sudah hampir tiba sekarang.
kuharap diantara kita tak perlu memperbincangkan masalah lampau yang sudah lewat lagi,
akupun berharap aku jangan memikirkan dihati semua kejahatan yang pernah ku perbuat
terhadapmu, bahkan aku sendiripun tak akan mempersoalkan lagi seranganmu tadi yang
membuatku tak ada harapan untuk hidup lagi, sejak kini kita adalah sahabat, biarpun
persahabatan ini mungkin hanya berlangsung dalam waktu singkat, tentunya kau bersedia
bukan?" Perkatan ini diutarakan dengan wajah tulus dan bersungguh sungguh, sehingga siapapun yang
mendengarkan tak urung tergetar juga perasaan hatinya...
"Baiklah..." kata Kim Thi sia kemudian, "Sekarang kuakui dirimu sebagai sahabatku, bila
menjumpai suatu persoalan katakan saja kepada dirimu, aku tentu akan berusaha untuk
menyelesaikannya bagiu!"
Si Pukulan Sakti tanpa bayangan tertawa puas,
"sesungguhnya masalah yang ingin kutitipkan kepadamu sederhana sekali, yaitu bila suatu saat
kau bertemu dengan putra kesayanganku Ang Thian tong, tolong sampaikan beberapa patah kata
pesanku ini kepadanya,"
"Pesan apa?" tanya Kim Thi sia serius.
Mendadak Si Pukulan sakti tanpa bayangan muntah darah tiada hentinya, sambil muntah darah
serunya berulang kali, "Aduh celaka... aduh celaka.. isi perutku sudah terjadi pendarahan hebat, aku hampir mati..."
"kalau begitu, cepat kau sampaikan pesan tersebut kepadaku.." desak Kim Thi sia dengan
perasaan tegang. Darah kental telah menodai seluruh wajah dan badan si Pukulan sakti tanpa bayangan, tapi
sekulum senyuman lega tersungging di ujung bibirnya, ia berkata dengan napas tersengal,
"Tolong... tolong beritahu kepadanya.. tidak.. tidak gampang kucarikan bini baginya.. aku....
aku... telah banyak mengeluarkan tenaga untuk itu... maka... kau... kau harus beritahukan
kepadanya.. agar dia menjadi orang baik baik...."
Lembah Nirmala Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Masih ada pesan yang lain?" desak Kim Thi sia lebih jauh.
"Selain itu, keluarga... Keluarga Ang hanya ada seorang putra saja... katakan.. katakan
kepadanya aku... aku... sangat menyayanginya..."
Belum selesai kata kata tersebut diutarakannya, pukulan sakti tanpa bayangan telah
menghembuskan napas yang penghabisan.
Tiba tiba saja Kim Thi sia merasa hatinya amat pedih, sambil memegangi jenazah Ang bu lim,
bisiknya pelan, "Kau tak usah kuatir Ang lo-cianpwee, aku tentu akan menyampaikan pesanmu itu kepada Ang
Thian tong" Dalam pada itu..... Sastrawan menyendiri telah menyelesaikan semedinya, ia berdiri dibelakang Kim Thi sia sambil
tertawa dingin tiada hentinya, kemudian dengan suara melengking berseru,
"Kim Thi sia, sesungguhnya aku membencimu hingga merasuk ke tulang sumsum, sedang saat
ini kau sedang dipengaruhi oleh emosi sehingga ketajaman pendengaran maupun perasaan mu
amat terganggu, andaikata kulancarkan sebuah pukulan yang menggempur punggungmu tadi,
maka saat ini jiwamu pasti dalam perjalanan menuju ke akhirat."
"Lalu mengapa kau melepaskan kesempatan tersebut?" tanya Kim Thi sia sambil membalikkan
badan dan bangkit berdiri..
Sastrawan menyendiri mendengus dingin,
"Aku sendiri pun sedang bertanya kepada diri sendiri, mengapa kesempatan sebaik ini
kulepaskan dengan begitu saja, mengapa aku tidak manfaatkan peluang itu untuk
membunuhmu?" Jilid 57 - Tamat Kim Thi sia tertawa getir, katanya cepat.
"Padahal diantara kita berdua tiada jalinan permusuhan, kenapa sih kau harus berpikiran
begitu?" "Dengan mata kepala sendiri kusaksikan bagaimana kau membunuh ayahku.." bentak
Sastrawan menyendiri dengan suara lantang.
Sambil menelan air liur Kim Thi sia menyahut.
"Kuakui bahwa peristiwa tersebut memang suatu kenyataan, tapi kau toh tidak berniat sunguh
sungguh untuk membunuhnya!"
Sastrawan menyendiri segera tertawa sinis.
"Kalau begtu, tentunya kau bisa menjelaskan pula bahwa seranganmu yang mematikan si
Pukulan Sakti Tanpa Bayangan tadi juga bukan pembunuhan yang disengaja."
"Meski begitu, kenyataannya si Pukulan Sakti Tanpa Bayangan justru berpikiran lebih terbuka
daripadamu, Walaupun dia telah mengorbankan jiwanya, namun tidak memandangku sebagai
musuh besarnya." "Hmn, itukan berkat kelicikanmu.." Jengek Sastrawan menyendiri sambil tertawa dingin.
"Bagaimana bisa dikatakan berkat kelicikanku?" keluh Kim Thi sia "Belum pernah aku
berbohong dengan siapapun."
"Huuuh, kau anggap aku tidak bisa melihatnya" Hmmn Ang Bu-im si tua bangka celaka itu
sudah dibunuh olehmu malah menyatakan terima kasihnya hal ini bisa terjadi karena berhasil kau
kelabui." "Tapi aku kan tidak membohonginya." teriak Kim Thi sia lagi.
"Misalkan saja diriku, mula pertama kau telah membunuh ayahku terlebih dulu, kemudian
mencari kesempatan untuk menyelamatkan diriku, hal ini membuat aku berada dalam posisi
antara budi dan dendam, perasaan batinku jadi saling bertentangan hingga pada akhirnya aku
malah merasa berterima kasih kepadamu."
"Tapi kenyataannya toh kau tidak berterima kasih keadaku!"
"Hmmnn, aku tidak akan setolol apa yang kau bayangkan sekarang, terus terang saja
kukatakan, aku benci dirimu, selama hidup membencimu. asal aku berhasil mendapatkan suatu
alasan yang kuat maka kesempatan bagiku untuk membalas dendam segera akan tiba, aku tetap
akan membunuhmu... aku tetap akan membunuhmu!"
Boleh dibilang dia berkata sambil mengertak gigi menahan rasa benci dan dendam yang
meluap-luap, apa lagi sewaktu mengucapkan kata kata hendak membunuh, suaranya keras dan
nyaring hingga mengetarkan seluruh lembah tersebut.
Dalam waktu singkat, seluruh lembah telah dipenuhhi oleh gema suaranya yang memantul...
"Aku hendak membunuhmu! aku hendak membunuhmu..."
"Aku hendak membunuhmu..."
"Aku hendak membunuhmu..."
Pada saat itulah.... Tiba tiba terdengar seseorang berkata dengan suara yang lembut dan genit, suara yang amat
menawan hati. "Wahai Sastrawan menyendiri, apakah kau masih kurang untuk membunuh manusia?"
Munculnya suara teguran yang amat mendadak ini sama sekali diluar dugaan Sastrawan
menyendiri maupun Kim Thi sia, untuk sesaat kedua orang itu jadi tertegun.
Tanpa terasa mereka berdua sama-sama berpaling kearah mana berasalnya suara terguran
itu... Dibawa sinar rembulan yang cerah, tampaklah Dewi Nirmala dengan bajunya yang tipis lagi
indah telah berdiri santai disitu dengan senyuman dikulum.
Kemunculan Dewi Nirmala saat ini benar-benar diluar dugaan, dibalik kegelapan malam ia
tmapak begitu cantik, begitu anggun, begitu menawan hati, tak ubahnya bagaikan bidadari yang
baru turun dari khayangan.
Dibelakang wanita cantik rupawan ini berdiri berjajaran lima orang utusan Nirmala.
Mereka berdiri dengan sikap menghormat, sepasang tangan lurus kebawah dan tubuh setengah
membungkuk, sikap demikian membuat kedudukan Dewi Nirmala kelihatan lebih anggun dan
berwibawa. Keadaan tersebut tak ubahnya seperti seorang Ratu yang sedang melakukan pemeriksaan
diiringi para pengawalnya.
Untuk beberapa saat lamanya Sastrawan menyendiri berdiri tertegun, tapi kemudian serunya
dengan berang. "Hmm, mengapa aku tidak boleh membunuh" Kau tahu, tujuan kedatanganku ke Lembah
Nirmala saat ini adalah untuk membunuh orang, membunuh orang semacam kalian itu."
Dewi Nirmala tertawa geli.
"Benarkah begitu" Ehmm, akupun tahu, Kau memang sudah membunuh banyak orang, semula
utusan Nirmala ku terdiri dari dua puluh orang, tapi sekarang tinggal lima orang yang masih hidup,
tentunya mereka telah tewas ditanganmu semua bukan?"
"Soal ini..." Sastrawan menyendiri Khu Cu kian tampak agak tertegun, tapi kemudian sahutnya,
"Baik anggap saja memang aku yang telah membunuh mereka semua, mau apa kau?"
Kembali Dewi Nirmala tertawa cekikikan,
"Aku hanya ingin bertanya akan satu hal, bagaimanakah perasaan hatimu setelah membunuh
begitu banyak orang" Apakah kau merasa puas sekali?"
"Buat apa kau menanyakan persoalan ini?" seru Sastrawan menyendiri dengan rasa heran dan
tak habis mengerti. Dewi Nirmala sengaja memperingati nada suaranya pelan-pelan dan dia berseru lantang.
"Sesungguhnya pertanyaanku ini memang sedikit berlebihan, tapi aku beranggapan bahwa
kematian dari para utusan Nirmala itu kelewat kejam, kelewat brutal, tentu saja setelah kau
membunuh mereka maka kau bisa cuci tangan dan angkat kaki dari sini tanpa ambil perduli
masalah yang lain, tapi bila kau memperhatikan mayat mereka dengan lebih seksama, dan
mengamati keadaan mereka sewaktu tewas, mungkin jalan pemikiran itu akan berubah sama
sekali." Tanpa terasa Kim Thi sia berkerut kening setelah mendengar uraian itu, diam-diam ia pun
merasa keheranan sehingga akhirnya menukas cepat.
"Dewi Nirmala kau benar benar aneh sekali, orang bilang kau kejam, buas, brutal dan
membunuh orang tanpa berperi kemanusiaan. kenapa sih sikapmu hari ini barubah sama sekali"
Mengapa secara tiba tiba kau menjadi begitu welas hati dan penuh belas kasihan?"
Dewi Nirmala tertawa hambar, dia melirik sekejap kearah pemuda kita lalu menjawab,
"Terus terang saja, aku merasa agak tak tega setelah menyaksikan kematian yang begitu
menggenakan dari utusan utusan Nirmalaku.. mereka dibunuh kelewat kejam dan berutal..."
"Tentu saja mereka harus dibunuh scara kejam, Bila perlu mencincang tubuh mereka hingga
hancur berkeping-keping, karena kawanan utusan Nirmala itu merupakan orang orang
kepercayaanmu, begundalmu, kaki tanganmu untuk melakukan pelbagai kejahatan dan kenistaan,
jika berkurang seorang saja berarti akan mengurangi pula kekuatanmu untuk menteror dunia
persilatan..." Kata kata dari Sastrawan menyendiri Khu Cu kian ini diutarakan dengan suara keras diiringi
tertawa dinginnya yang amat tak sedap didengar.
"Oooh.. bukan begitu, aku tidak maksudkan demikian..." buru buru Dewi Nirmala menjelaskan.
"Lantas dikarenakan apa?" tanya Kim Thi sia dengan perasaan agak ragu.
Bagaimanapun juga, Sastrawan menyendiri Khu Cu kian jauh lebih berpengalaman dari pada
Kim Thi sia dia pun seorang yang cermat dan seksama, dari sikap Dewi Nirmala yang semenjak
kehadirannya hingga sekarang tidak melakukan sesuatu tindakan, melainkan mengajak lawannya
berbicara, ia segera menjadi curiga, bisa jadi musuhnya mempunyai suatu rencana tertentu.
Berpikir demikian dia pun segera berkata
"Hey, Dewi Nirmala, bila kau mempunyai rencana busuk atau akal licik, lebih baik gunakan
semua, bila ingin berkentut, cepat pula berkentut, lalu bicara jangan berputar putar begitu, hmmn,
bikin jemu orang yang mendengar saja!"
Kembali Dewi Nirmala tertawa manis.
"Dengan cepat semua perkataan yang ingin kusampaikan akan selesai kuutarakan keluar,
sesungguhnya aku hanya inin memberitahukan satu hal saja kepadamu, yakni tentang Nirmala
nomor sembilan..." Bagaikan terkena aliran listrik bertegangan tinggi tiba tiba saja sejujur badannya Sastrawan
menyendiri merasa begetar keras tanpa sadar ia bertanya,
"Bagaimana Nirmala nomor sembilanmu" Apa maksud perkataanmu itu?"
Dewi Nirmala pura pura berlagak sedih dan amat murung sekali, pelan pelan ia berbisik,
"Ai... bila ingin aku berbicara sejujurnya, ia betul betul mati dalam keadaan menggenaskan..."
"Kurang ajar..!!" teriak Kim Thi sia penuh amarah, "apa maksudmu mengucapkan kata kata
yang bersifat mengadu domba kepada kami" Hmn, rupanya kau ingin melihat aku saling gontok
gontotok sendiri." Dewi Nirmala sama sekali tidak menggubris perkataan dari Kim Thi sia, kembali dia berkata
dengan sedih, "Dikala kami menemukan Nirmala nomor sembilan, entah atas perbuatan siapa ternyata
mayatnya sudah dikubur, dengan susah payah kami menggalinya keluar... Aii.. kasihan.. benar
benar amat kasihan...............Nirmala nomor sembilan.....!!!!!! Dia... dia...."
Dengan perasaan amat terperanjat, Sastrawan menyendiri Khu Cu kian berteriak keras,
"Apa yang telah kau perbuat terhadapnya?"
Dewi Nirmala tertawa misterius.
"Kau anggap apa yang telah kami lakukan terhadapnya" Waktu itu kau telah menyerbu masuk
kedalam lembah serta melakukan pengacauan secara ganas, buas dan brutal, seperti misalnya
Nirmala nomor sembilan belas, Nirmala enam belas... entah dengan cara apa kau melukai mereka,
kenyataannya jago jago andalanku itu sudah dibuat cacad oleh serangan yang brutal."
"Ooohh.... jadi kau bermaksud untuk melakukan balas dendam...?" jengek Kim Thi sia .
Kembali Dewi Nirmala tidak menggubris perkataan pemuda itu, dengan hambar dia meneruskan
kata-katanya. "Hey, Sastrawan menyendiri, kepandaian silatmu memang nyata hebat dan luar biasa. mungkin
saja banyak orang tak sanggup buat sesuatu terhadapmu, tapi dalam gusarku tadi, terpaksa kugali
keluar tubuh Nirmala sembilan dari liang kuburnya dan...."
"Dan kau mencambuki mayatnya untuk menuntutu balas?" sambung Kim Thi sia cepat.
"Aaah, mencambuki mayat bukan permainan yang menarik lagi bagi kami, justru kami telah
praktekan suatu sistem baru yang lebih mengasyikan lagi, kau tahu bagaimana kami telah
bertindak tadi?" Melihat kedua orang pemuda itu tetap membungkam sambil menunggu jawabannya Dewi
Nirmala segera tertawa. Setelah menarik napas panjang panjang, ia lalu melanjutkan kata kata yang lebih jauh.
"Stelah menggali keluar mayat Nirmala nomor sembilan tadi, kami cincang daging tubuhnya
hingga hancur berkeping keping, kemudian pula berikut sisa tulang belulangnya kami bagikan
daging cincangannya serta sisa tulang tadi untukk makan anjing liar, aku rasa saat ini sudah tak
bersisa lagi..." Bisa dibayangkan betapa gusar dan dendamnya Sastrawan menyendiri stelah mendengar
keterangan itu, sepasang matanya merah berapi api. dengan muka menyeringai seram teriaknya
keras keras. "kau... kau... perempuan jalang...keji amat hatimu..."
Melihat kegusaran orang, Dewi Nirmala bertambah senang, ia tertawa terkekeh kekeh..
"Haaah...Hahaaaahh.... Haaah.... kau marah" kau jengkel. tentu saja kau mendongkol setengah
mati dan membenci kepadaku karena Nirmala nomor sembilan adalah ayahmu, karena Nirmala
nomor sembilan adalah Pangeran Berkaki Sakti, Khu Kong, tentunya kau sudah tahu bukan,
tentang hal ini?" "Aku.. tentu saja aku tahu.." teriak Sastrawan menyendiri Khu Cu kian dengan sepasang mata
merah membara, jelas rasa rasa dendamnya sudah merasuk sampai ketulang.
"Cckkk...Cckkkk... sayang, sungguh sayang!"
kembali Dewi Nirmala mengejek, "seandainya kau telah mengenalinya sedari semula,tak nanti
dia akan terbunuh secara menggenaskan, padahal menguburnya kedalam liang kubur pun sudah
terhitung suatu perbuatan yang berbakti dari seorang putra terhadap orang tuanya."
Ternyata dalam anggapan Dewi Nirmala dalam serbuannya ke dalam Lembah Nirmala tadi,
orang pertama yang diserang dan dibunuh Sastrawan menyendiri adalah Nirmala nomor sembilan
tanpa mengetahui bahwa sesungguhnya Nirmala Nomor sembilan adalah ayahnya.
Sampai korbannya terbunuh dan mengetahui identitasnya yang sesungguhnya, pemuda itu jadi
emosi dan melakukan pembunuhan secara besar besaran....
Dengan dasar dugaan itulah maka Dewi Nirmala menyusul kesana dan hendak merangsang
perasaan Sastrawan menyendiri hingga dia marah sedih dan menjadi gila.
Andaikata musuhnya berhasil dibuat gila dan kalap, maka diapun akan membunuh lawannya ini
secara mudah sekali. Tentu saja menurut anggapannya, Sastrawan menyendiri pasti sedih dan menyesal karena
telah salah tangan membunuh ayahnya sendiir, maka seandainya ia menggunakan masalah ini
sebagai bahan ejekannya. dapat dipastikan lawannya akan menjadi kalap dengan cepat. dengan
sendirinya ia pun bisa melakukan rencananya secara berhasil.
Dalam pada itu Sastrawan menyendiri Khu Cu kian telah di cekam perasaan benci yang meluap
luap, dengan suara yang keras bagikan guntur, teriaknya keras
"Apakah aku termasuk anak yang berbakti atau bukan, aku rasa urusan ini tak ada
sangkutpautnya dengan dirimu!"
Betapapun juga, pemuda ini masih termasuk seorang pemuda yang tenang dan berkepala
dingin, kendatipun ia berada dalam keadaan dicekam rasa benci dan dendam yang berkobar
kobar, namun sedapat mungkin ia berusaha unutk mengendalikan diri.
Setelah menarik napas panjang panjang, dengan mata melotot besar dan memancarkan sinar
berapi api, ia berkata lagi.
"Dewi Nirmala, dengarkan baik baik, kau adalah musuh musuh ayahku, bia kau tidak bisa
menghancur lumatkan tubuhmu hingga berkeping keping aku Khu Cu kian bersumpah tak akan
menjadi manusia, aku pun akan menganggap keturunan keluarga Khu sudah musnah sampai
disini.." Perlu diketahui, sejak Sastrawan menyendiri Khu Cu kian akan terjun ke dalam dunia persilatan
serta melakukan pengembaraan, belum pernah ia memberitahukan nama aslinya kepada
siapapun. Tapi hari ini dia telah menyebutkan nama marganya secara jelas dan nyata, dari sini bisa ditarik
kesimpulan bahwa ia telah mengambil keputusan untuk membinasakan Dewi Nirmala walau
Pahlawan Dan Kaisar 8 Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo Pedang Kiri 4