Pencarian

Menuntut Balas 22

Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 22


Maka ia kaget bukan main waktu ia disamber cahaya itu, ia
mencoba berkelip ia gagal, ia kena diserang iga kirinya, jalan
darah thian-ki. Senjata rahasia itu nancap setengah dim,
lantas mendatangkan rasa sangat sakit dan gatal, maka juga
1323 ia roboh terlentang, sambil menjerit ia pun kaget waktu ia
mendapat kenyataan lukanya mengeluarkan hawa dingin
sekali, lantas darahnya menjadi beku, sesudah mana tubuhnya
bergemetaran dan mulutnya tak dapat bersuara lagi.
Siauw coan kaget karena ia terancam bahaya, ia melengak
karena datangnya pertolongan yang tidak diduga-duga itu,
lalu ia menjublak apabila ia mendapat kenyataan lawannya
terlukakan sebatang panah pendek. ia tahu di pihaknya tidak
ada orang yang menggunai senjata semacam itu, itulah
senjata rahasia bangsa sesat. Tengah ia tercengang itu, lantas
ia dikurung oleh orang-orangnya Honghu Siong.
"Apakah kamu buta semuanya" ia berteriak gusar. ia
menduga orang menyangka padanya dan ia hendak dikeroyok.
"Apakah kamu menyangka Honghu chungcu dilukakan
panahku?" Di antara orang-orangnya Honghu Siong ada yang melihat
meluncurnya anak panah dan melihat juga dari mana
datangnya itu, hanya cuma sekejap orang menghilang di
tempat dua puluh tombak lebih di mana terdapat permukaan
es, karena itu mereka menuduh Siauw coan, mereka mau
menerka orang adalah kawannya si orang she Hoan- Mereka
mengurung untuk minta keterangan-
"Memang kamu semua buta matamu" berkata SoBeng Pat
Ciang Siang Lok dari tempatnya berdiri, "Panah kecil itu ialah
panah istimewa dari Poan poan Siu, tulang punggungnya
chungcu kamu itu, itu dan panah beracun yang jahat tanpa
tanding, siapa terkena itu, darahnya akan lantas menjadi
beku, maka itu-tak usah lewat sampai dua jam chungcu kamu
bakal menjadi beku bagaikan es - Hai Bukannya kamu lekas
pergi pada Poan Poan Siu untuk minta obat penolongnya
Kenapa kamu diam saja" Apakah benar-benar kamu
mengharapi kematiannya chungcu kamu?"
1324 Enam tujuh orang kosen dari Honghu Siong itu tercengang
sebentar, lantas mereka repot mengangkat tubuh si chungcu,
buat segera dibawa lari kepada Poan Poan Siu.
Pe Bi siu bersyukur kepada siang Lok. ia lekas menghampiri
si imam itu, untuk memberi hormat, guna menghaturkan
terima kasih-nya. Di lain pihak. Kiang Cong Yauw dan Tong-hong Giok Kun
masih terus menempur lawannya.
U bun Lui melihat Honghu Siong terluka dan Poan Poan Siu
pergi belum kembali, ia jadi berkuatir dan berduka, ia
mengerti, tanpa mengeluarkan antero kepandaiannya, sukar ia
lolos dari kepungan sepasang pedang, Maka diam-diam, tapi
lekas-lekas ia mengerahkan seluruh tenaganya, setelah itu ia
menyerang keras dengan senjatanya.
Hebat akibatnya bentrokan joanpian dengan kedua pedang,
Kedua pedang itu kalah dan terpental, hingga kedua anak
muda itu menjadi kaget dan terbuka pembelaan dirinya.
Hampir berbareng dengan serangannya itu tangan kiri ketua
oey Ki Pay juga meluncur ke tubuh musuh.
Kiang cong Yauw dan Tonghong Giok KUn kaget bukan
main, Dengan pedang mereka kena dihajar secara demikian,
tak sempat mereka menangkis atau berkelit Untuk mereka
ialah tinggal menutup mata terima binasa...
Justru bahaya maut itu lagi mengancam, mereka
mendengar siulan panjang dan nyaring, di antara mereka
terlihat berkelebatnya satu bayangan orang, lantas cong Yauw
dan Giok Kun merasa tubuh mereka tertolak keras hingga
mereka mundur dua tombak. sedang U-bun Lui terhuyung
tujuh kaki, Bayangan itu lantas berdiri di hadapan ketua oey Ki
Pay, kedua tangannya berada di punggungnya, sikapnya
tenang sekali. 1325 Kapan Kang Yauw Hong sudah melihat tegas bayangan itu,
ia berteriak saking girangnya, orang itu, engko In Gak-nya
yang ia senantiasa tak dapat lupakan-
U bun Lui telah lantas dapat menetapkan tubuhnya, ketika
ia mengenali orang yang berdiri di depannya itu, ia menyedot
napas dingin saking kagetnya.
"Habis berpisah dari pangcu di kota Kang-touw, aku masih
ingat itu kata-kata bahwa " gunung hijau tak berubah, kita
bakal bertemu pula", Kata-kata itu masih seperti mendengung
di telingaku, aku tak dapat melupakannya. Sekarang terbukti
kata-kata itu dapat menjadi pepatah. Sekarang di muara Ya
Ap Thoa ini, di ini kota chong-ciu, aku beruntung dapat
melihat pula wajah mentereng dari pang cu."
U-bun Lui merasa mukanya menjadi panas, sebaliknya
tubuhnya dingin, hingga ia mau menggigil. Sekian lama ia
berdiam saja, sampai kemudian ia tertawa dingin dan berkata:
"Tuan, kau terlalu menghina aku sebenarnya apakah maumu?"
Orang di depan itu, seorang muda yang wajahnya aneh,
tertawa terbahak. Ketika ia bicara pula, tapinya suaranya
keren. ia kata: "U-bun Lui, kau mengerti sendiri segala
perbuatan kau. Kenapa kau lancang meninggalkan tempatmu
dan mengajak orang-orangmu kembali ke Yan-in" Kenapa
hatimu seperti hati serigala dan perbuatan ular dan kala"
Kenapa kau berulang kali merintangi aku" Aku mau tanya,
siapakah yang terlalu menghina?" Suara itu keras dan tajam,
setiap kata-katanya menikam hati.
Mukanya U- bun Lui menjadi merah, saking mendongkol, ia
menjadi sangat gusar, Mendadak ia mengayun tangannya
menyerang si anak muda berparas aneh seraya ia berseru: "
Hari ini ialah kau mampus atau aku"
Anak muda itu tertawa dingin- Gesit luar biasa tubuhnya
mendak merangsak kedua tangannya bergerak ke atas,
Dengan tangan kiri ia menyambar ujung ruyung lemas yang
berkepala naga-nagaan, dengan tangan kanan ia
1326 menyengkeram lengan di bagian nadi dari ketua oey Ki Pay
itu. Tak dapat U- bun Lui berkelit atau menghalau diri. Segara
ia merasakan sakit yang hebat. Dari dahinya lantas mengucur
turun peluhnya, dan dari mulutnya keluar rintihan kesakitan,
kapasnya menjadi sesak sekali.
Di benak otaknya si anak muda berwajah aneh itu, lantas
berpeta saatnya ia terpental kejurang Cian Tiang Yan di
gunung Tay Sun, maka itu timbullah napsunya melakukan
pembunuhan- Ketika ia menggeraki tangan kirinya maka
joanpian kepala naga itu mental naik ke udara. Berbareng
dengan itu tangan kanannya meremas terlebih keras.
U-bun Lui merasakan darahnya seperti meluap berkumpul
di dadanya naik ke kerongkongannya, cuma sekejap saja ia
lantas tak sadarkan diri, dari mata, hidung, mulut dan
telinganya lantas keluar darah hidup.
Hanya dalam sedetik itu akan melayanglah jiwanya ketua
oey Ki Pay, partai Bendera Kuning.
Ketika itu semua orangnya Honghu Siong yang membawa
obor sudah lantas pada mengangkat kaki, obornya dibuang,
hingga di permukaan es kedapatan obor mereka saja, Api itu
membikin es lumer, diantaranya terdengar suara meletus
disusuli mumbumya hawa seperti asap putih.
Si anak muda masih mencekal keras lengan orang matanya
mengawasi tajam, Ketika itu mendadak ia seperti mendengar
suaranya Beng Liang Taysu, ia terperanjat, hatinya terkesiap.
Dengan sendirinya maka kelima jari tangannya tak memegang
keras lagi. Dengan perlahan napasnya U-bun Lui berjalan pula, lantas
ia mendusin, Segera ia mendengar suaranya si anak muda
muka aneh itu: "Aku suka berbuat murah, suka aku memberi
jalan benar kepadamu, maka kali ini hendak aku memberi
ampun pada selembar jiwamu Asal kau dapat menguasai Oey
1327 Ki Pay kau tidak membiarkan anggauta anggautamu berbuat
jahat, kau masih dapat hidup banyak tahun lagi Tapi ingat
tidak demikian, dapat aku mencari kau, itu waktu kau pasti
bakal menderita jauh terlebih hebat daripada ini"
U-bun Lui mengawasi muka orang, tanpa membilang apaapa
ia memutar tubuhnya, untuk berlalu dengan tindakan
perlahan, sebab ia merasa sukar untuk mengangkat kaki, ia
merasa sangat letih, terus ia ngeloyor pergi...
Mendadak si anak muda mencelat tinggi lantas tubuhnya
lenyap ditempat gelap. "Engko In" Yauw Hong berteriak kaget. "Tunggu aku..."
Meski ia berteriak demikian dan segera lari mengejar, ia masih
sempat menyamber dan menarik tangannya Lo Siang Bwe.
Tonghong Giok Kun menyaksikan semua itu, ia menghela
napas, tak dapat ia membilang suatu apa. Tanpa banyak
mulut, ia pun meninggalkan Ya Ap Thoa, muara yang beku
menjadi es itu. Angin dingin terdengar suara bertiupnya, di muka air masih
nampak sisa-sisa obor itu padam, makin gelap gulitalah
seluruh muara itu dan sekitarnya, jagat menjadi sunyi senyap.
XXX Gunung Bu Tong San yang pernahnya seratus li di selatan
kecamatan Kun Koan dalam propinsi Ouwpak, yang pun
mempunyai nama lain yaitu Thay Ho San, adalah gunung
tempat mencucikan diri kaum agama To atau To Kauw.
Di sanalah biasa didapat tosu atau saykong atau imam,
penganut-penganut dari To Kauw atau pengikut-pengikut dari
Lo cu atau Lao Tze. itulah sebuah gunung luas sekitarnya
ribuan li yang puncaknya bersusun, nempel dengan awan-
Pada suatu hari di tinggal ke sepuluhan pertengahan dari
bulan dua, maka di puncak Poan Toh Nia sebelah utara
gunung itu terlihat seorang pemuda yang tampan yang gesit
gerak-geriknya. Dia berlari-lari seperti terbang.
1328 Di dalam musim semi itu, di mana bunga-bunga toh dan li
seperti bersaing satu dengan lain- Bu Tong San pun nampak
tenang dan permai. Di sanalah si anak muda mengicip iklim
yang nyaman- Dia bukan lain daripada Cia in Gak alias Gan Gak alias Ji in
si Pelajar Aneh, Koay ciu Si-seng. habis dari Ya Ap Thoa, dia
menuju langsung ke gunung kaum To Kauw itu. Dia sengaja
mengambiljalan di bagian yang sepi, karena dia dalam
perjalanan untuk menolongi Gak Yang dan Pin Ji.
Aneka ragam perasaannya In Gak. ia merasa dengan
masuk dalam dunia Kang ouw, ia menjadi hilang
kemerdekaannya, ia mengalami banyak peristiwa, selama ia
mesti ditemani pedangnya, ia ingat ajaran gurunya supaya ia
jangan ngambang, jangan sembrono, jangan jumawa jangan
lancang. Tetapi ia toh saban-saban mesti menghadapinya, pelbagai
kejadian seperti memancing, seperti membujuknya,
melakukan tindakan yang bertentangan dengan ajaran itu. ia
merasa tidak puas, hingga ia seumpama tawar hatinya.
Siapa yang menyintai ia meninggalkannya - siapa yang
menyukai ia memisahkan dirinya jauh-jauh... Hingga sering
kejadian, kalau habis bermalam di rumah penginapan, seluruh
malam ia tak tidur pulas, ia bergadang menemani sang
lampu... Ketika matahari doyong, ia telah turun dari bukit utara, tiba
di penyeberangan Ang-hun-touw, ia melihat airnya sungai Han
Sui yang datangnya dari arah barat, untuk lenyap di sebelah
timur. Di sebelah selatan, ada jurang yang banyak batunya, yang
pemandangannya indah. Tepat diwaktu rumah-rumah menyalakan api, In Gak
memasuki kota Kun- ciu. ia lantas menghampirkan sebuah
rumah makan, untuk minta disediakan beberapa rupa barang
santapan untuk ia bersantap seorang diri.
1329 Ketika itu ada datang dua orang imam dengan konde tinggi
dan jubah abu-abu dan punggungnya rnenggendol pedang
dengan runce merah. In Gak menduga kepada murid murid Bu
Tong Pay. Diam-diam ia memperhatikan mereka itu. Mereka
itu memilih tempat di dekatnya dan lantas memesan makanan.
Habis menceguk araknya, imam yang satunya yang jangkung
kurus dan berjenggot tipis, mengerutkan alis dan menghela
napas. "To-heng, apa kau pikir?" tanya dia pada kawannya,
"Sudah beberapa hari kita pergi ke Tiang Pek san, kita
mendapat kabar halnya keponakan murid Gouw cin pergi ke
perdalaman mencari daun obat-obatan, ketika dia pulang dia
memberitahukan ketua kita halnya selagi singgah di Yan-khia,
kebetulan dia mendengar pembicaraan tiga orang tetamunya
yang mengambil kamar di sebelahnya dan diantaranya ada
Kian Kun ciu Lui Siauw Thian-.."
Mendengar disebutnya nama dari saudara angkatnya, in
Gak memperhatikan tanpa merasa, ia menarik perhatian imam
itu yang segera mengawasi padanya, hingga sinar mata
mereka bentrok. Oleh karena ia insaf akan kelakuannya ini, ia mengangguk
perlahan dan bersenyum, terus ia memandang ke luar dimana
dijalan besar ada banyak orang mundar-mandir.
Kedua imam itu memandang cuma sebentar, lantas mereka
tidak memperhatikan terlebih jauh. Mereka cuma melihat
seorang muda tampan yang tak mirip- miripnya orang Rimba
Persilatan- Imam dengan muka kuning dan jenggot tipis itu melanjuti
kata-katanya: "Menurut Gouw cin, mereka itu datang dari
Tiang Pek San dimana mereka meminta orang ialah dua
bocah. Kita melihat bocah-bocah itu, mereka menjadi kurban
totokan, hanya kemudian ternyata mereka lenyap tidak
keruan, rupanya ada orang yang menolonginya membawa lari.
1330 Aku berniat pergi ke Koan Pek san-chung, untuk menemui
si orang tua she Siangkoan, guna menanyakan tentang
suhengku sekalian menuturkan halnya kedua bocah itu, tetapi
di sana ada Siauw Yauw Kek, musuh ketua kita selama dua
puluh tahun, terpaksa aku pulang untuk melaporkan kepada
ketua kita. Sekarang salah paham telah terjadi, kita seperti
mencari musuh tangguh, cara bagaimana aku tidak berduka?"


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Karena peristiwa terjadi, menyesal pun percuma," kata
imam yang lainnya, "Aku lihat tidak ada lainjalan daripada kita
berlaku terus terang, ialah kalau kita bertemu dengannya, kita
menjelaskan duduknya hal."
"Tapi hatiku tak tenteram suheng," kata imam itu menghela
napas pula. "Aku merasakan itu selama beberapa hari ini. Aku
merasa seperti bencana besar lagi mengancam kita... Ketua
kita pun pusing pikirannya karena urusan Siauw Yauw Kek itu.
Aku telah menitahkan Gouw cin pergi memapaki Kian Kun ciu,
cuma aku kuatir, karena Kian Kun ciu kesohor tak dapat dibuat
permainan salah mengerti sukar dijelaskan-.."
Imam yang satunya itu tertawa dingin, Dia kata: Jikalau
mereka bertindak sembrono tanpa mau memeriksa lagi,
biarlah darah tumpah mengotori tubuh mereka yang menjadi
mayat-mayat" In Gak mengerutkan alis. Ketika itu terlihat datangnya seorang imam muda,
gerakannya lincah. Dia mengangguk kepada kedua imam itu,
lalu dia berkata: "Dengan pesan Ciangbunjin susiok semua
diminta lantas pulang ke gunung."
Imam muka kuning itu tercengang. " Untuk apakah?" dia
tanya. "Siauw Yauw Kek telah kedapatan di daerah In-yang. Dia
mengajak tiga hantu yang belum lama muncul dalam dunia
Kang ouw, Diduga besok malam mereka akan tiba di kuil Keng
Tay Koan dipuncak Thian cu Hong, di tempat kediaman
Ciangbunjin kita, dari itu susiok semua diminta lekas kembali"
1331 Kedua imam kaget, lantas mereka melemparkan uang ke
atas meja, segera dengan ber-gegas-gegas mereka berlalu. In
Gak heran- "Menurut pembicaraan mereka, Gak Yang dan Pin Ji bukan
diculik pihak mereka," pikirnya, "Habis siapakah yang
menolong kedua anak itu?" Tapi ia tidak berpikir lama.
"Ah, pasti mereka ditolongi Siauw Yauw Kek" pikirnya pula,
"Baiklah besok malam aku pergi ke Thian cu Hong, untuk
menemukan Siauw Yauw Kek dan menanyakannya benar atau
tidak dia yang menolongi..."
Karena memikir begini, ia pun berbangkit membayar uang
makan, dan pergi dengan cepat. Apa mau ia telah kena injak
kakinya seorang yang berpakaian hitam.
orang itu kesakitan sampai menjerit, dia lantas mundur dua
tindak. kaki kirinya diangkat mulutnya dicibirkan, matanya
mengawasi bengis. In Gak tahu ia bersalah, ingin ia menghaturkan maaf, akan
tetapi belum sempat ia membuka mulut, ia melihat datangnya
lima orang, di antara siapa ada seorang muda dengan pakaian
indah dan roman rada lucu, begitupun seorang tua yang
romannya ketakutan dan bingung, yang ujung matanya
mengembeng air. Orang tua itu berpakaian kasar, Tiga yang lain singsat
pakaiannya, yang satunya memegang kantung yang panjang,
mungkin isinya senjata. Mengawasi orang tua itu, In Gak rasa mengenalnya, hanya
ia tidak lantas ingat di mana ia pernah menemuinya. Karena
ini, ia terus mengawasi orang tua itu hingga lupa ia
menghaturkan maaf. Orang tua itu juga melihat si anak muda, ia lantas
mengenali, wajahnya yang suram lantas berubah menjadi
keheranan dan kegirangan-
Justru itu orang yang terinjak kakinya yang sudah lenyap
rasa sakitnya, membentak In Gak: "Bocah tidak punya mata
1332 Kau telah injak kaki tuan besarmu lekas kau berlutut dan
mengangguk-angguk jikalau tuan besarmu senang, suka dia
menghabiskannya jikalau tidak, kepalanku tidak kenal kasihan-
Diperlakukan kasar itu, In Gak tertawa, -justru kau yang
tidak punya mata" ia membaliki, "Bukankah kau sendiri yang
menubruk aku" Siapa yang hendak kau persalahkan?"
Bukan kepalang gusarnya orang itu, segera kepalannya
melayang. In Gak tertawa dingin pula, tubuhnya berkelit ke kiri,
membikin serangan tak mengenai sasarannya,
Hebat serangan orang itu, lantaran dia tidak mengenai,
tubuhnya ngusruk ke depan, tanpa dapat ditahan lagi dia
menubruk tanah, hingga banyak orang yang berada di dekat
mereka pada tertawa. Si anak muda dengan pakaian mewah heran, kedua
pundaknya diangkat, tubuhnya bergerak, cepat sekali dia telah
berada di sisi In Gak. Lantas dia bersenyum dan kata: "Tuan,
kau kiranya seorang ahli. Hanya karena kau menunjuki
kepandaianmu di depan aku, Giok Lui Kongcu, kau terlalu
memamerkan diri." In Gak heran, alisnya bangun berdiri, ia mengawasi anak
muda itu dan tertawa. "Banyak orang gagah Rimba persilatan yang pernah aku
kenal, tetapi nama Giok Lui Kongcu baru pernah aku
dengarnya" katanya sabar. Pemuda itu bersenyum pula.
Si orang bertubuh besar yang habis memegang tanah
sudah lompat bangun, dia lantas menghampirkan pula In Gak.
dia kata sengit: "Kau bilang aku tidak mempunyai mata, baik
Tapi tuan mudaku ini ialah keponakan Lan Seng In ketua Bu
Tong Pay dan dia pun putranya tihu dari kota ini, nama dia
dikenal di sekitar sini, mengapa kau tidak mau mendengardengarnya
dulu?" In Gak tertawa. 1333 "Ah, kiranya dia keponakannya Lan Seng si hidung kerbau"
katanya, "Pantas dia galak seperti serigala atau harimau Lan
Seng sendiri tidak berani kurang hormat apabila dia menemui
aku, apa pula baru orang semacammu"
Lantas dengan mata tajam ia menatap Giok Lui Kongcu.
Pucat mukanya si anak muda, hatinya ber-kata: "Dia masih
muda, mulutnya besar sekali jangan aku kena digertak dia
nanti muka terangku guram..." Sambil menatap terus ia
bersenyum dan kata "Kiranya kaulah sahabat kekal pamanku Maaf, maaf Aku
tidak tahu, aku bersalah, sekarang aku ingin mengundang
tuan datang ke gubukku, sudikah kau" Nanti aku mengirim
orang memberitahukan kepada pamanku itu."
In Gak dapat menerka kecurigaan orang- ia pun mau
bertindak setelah memperoleh keterangan pasti, Maka ia tidak
mau lantas mundur. Barusan ia menggertak. ia mau bawa
terus lagaknya, Setelah berdiam sebentar, ia bersenyum.
"Tidak usahlah" katanya, "Aku baru saja turun dari puncak
Thian cu Hong, sekarang aku masih mempunyai urusan
penting, Lain hari saja aku akan mengunjungi kau"
Baru berhenti suara si anak muda, maka seorang dengan
hidung betet di samping Giok Lui Kongcu membentak:
"Kongcu, jangan kasih kita diakali Mustahil dia baru turun dari
puncak tetapi dia tidak tahu nama kongcu" Baiklah seret dia
ke kantor untuk kompes padanya, supaya ketahuan
kedustaannya." In Gak gusar sekali, sebelah tangannya segera melayang.
Atas itu si hidung betet menjerit keras dan tubuhnya
terpelanting lima tombak jauhnya. Giok Lui Kongcu menjadi
gusar. "Untuk memukul anjing pun harus melihat dulu
majikannya" dia kata. "Meski kau sahabat pamanku, tuan,
karena kaujumawa dan galak sekali, ingin aku belajar kenal
dengan kau." 1334 Habis berkata, kongcu itu menggape. Lantas orangnya
yang membawa kantung panjang mengangsurkan kantungnya
itu. Si kongcu menyambut sambil tertawa tawar. In Gak
mengawasi dengan roman bengis.
Semua orangnya si kongcu mundur dengan lekas, dan
orang ramai pun turut mundur jauh-jauh.
Ketika itu cuaca rada guram, sebab sang rembulan baru
mulai naik, In Gak berdiri tegak di malam musim senti yang
gelap itu. Giok Lui Kong-cu berlaku hati-hati ketika ia mengeluarkan
senjata dari kantungnya itu. Nyata itulah sebuah pedang tua.
In Gak heran melihat senjata itu, matanya bercahaya,
Mendadak saja ia lompat menyamber.
Kongcu itu kaget. Mendadak ada benda hitam berkelebat di
depan matanya, itulah bayangan si anak muda, Belum ia
bertindak. ia sudah merasai tangannya berat dan sakit. Tahutahu
pedangnya itu telah kena dirampas sedang nadi kirinya
terpegang keras, ia menjadi tidak berdaya. In Gak memeriksa
pedang itu. "Dari tangan siapa kau dapatkan pedang ini?" ia tanya
dengan suara dalam. Giok Lui Kongcu dapat pelajaran silat dari Lan Seng-su,
imam dari Bu Tong Pay, kepandaiannya sudah sejejer dengan orang orang kosen
kelas satu, apa celaka ia bertemu In Gak. Ia mati kutunya,
Rasa sakit membuat keringatnya mengucur dijidatnya, ototototnya
pun pada keluar. "Pedang ini dicuri dari seorang nona" ia terpaksa
mengaku." "Di mana dicurinya?"
"Di dalam sebuah rumah penginapan di dusun di mulut
selat gunung Keng san." "Sekarang di mana si nona?"
"Aku tidak tahu. Pedang ini dicuri oleh Say Shi Cian,
orangku." 1335 In Gak melirik. lamendapat kenyataan orang-orang si anak
muda sudah pada menghilang, tinggal si orang tua yang
ketakutan itu, yang berdiri dipojokan, tapi sekarang dia
nampak girang, ia mengawasi pula si kongcu, mendadak ia
melepaskan cekalannya untuk segera menotok beberapa kali:
Hanya sejenak. putra tihu itu lantas roboh terbanting,
mukanya meringis, menandakan dia sangat menderita.
Sampai disitu, si orang tua yang berdiri dipojokan lari
menghampirkan si anak muda untuk terus menekuk lututnya
sambil menanyai "Inkong, apakah inkong masih mengenali
Thio Thian Po si orang tua asal ciciu?"^
In Gak segera ingat orang tua itu, yang ia pernah tolongi
dari tangan Lim Shia Ngo Pa, lima jago dari Lim-shia. Ketika
itu si orang tua ada bersama seorang anak perempuannya.
Ia lantas memimpin bangun orang tua itu,
"Inkong," kata si orang tua, "kau telah menerbitkan onar
hebat sekali, kau mesti lekas berangkat sekarang juga, jikalau
terlambat, bias celaka."
Baru si orang tua berkata begitu, dari kejauhan mereka
sudah lantas mendengar mendatanginya banyak ekor kuda,
lalu dalam remang-remang tertampak sesuatu yang
bergumpalan- Mereka tak usah menanti lama akan melihat
tibanya rombongan itu, yang terdiri dari beberapa puluh
penunggang kuda, enam antara siapa segera sampai di depan
mereka. In Gak tidak menjawab si orang tua, la hanya bersenyum,
Dengan sebat ia samber tubuh Giok Lui Kongcu, untuk
dikempit, hingga enam orang itu menjadi tercengang. Mereka
saling mengawasi sinar mata mereka saling bertanya.
Lekas sekali tibalah seluruh rombongan itu. orang yang
menjadi pemimpin berjenggot panjang berdandan sebagai
pembesar negeri. "Apakah aku berhadapan dengan tihu
setempat ?" In Gak tanya,
1336 Pembesar itu mengawasi kepada orang yang dikempit itu,
ia bergelisah, ia lantas memperlihatkan roman bengis, dan
sebaliknya dari menjawab, membentak: " orang bernyali besar
kau sudah berdosa, mengapa kau tidak lantas berlutut untuk
minta ampun" Sungguh kau kurang ajar Kau tidak mengenal
undang-undang negara dan Thian"
In Gak tertawa nyaring. "Sebagai rakyat, apakah kesalahan hamba?" dia menyahut.
"Tolong tayjin terangkan-
"Kau telah melukakan anakku, apakah itu bukannya
kedosaanmu?" tanya tihu, suaranya dalam.
"Jikalau putera raja bersalah, dosanya sama dengan dosa
rakyat jelata" kata In Gak tertawa pula, " Kau tidak tahu,
tayjin, bagaimana putera mu sudah melakukan perbuatan
perbuatan jahat yang tak mengenal undang-undang negeri
dan Thian, Hamba sebagai rakyat jelata justru menggantikan
tayjin menghukum dia, kenapa tayjin mengatakan aku
berdosa?" Tihu itu melengak. "Lekas tangkap dia" mendadak dia menitahkan Dia malu
dan likat hingga tak tahu dia harus bertindak bagaimana.
Semua orangnya tihu itu di antaranya ada orang-orang
Rimba Persilatan, berdiri diam-tidak ada yang berani bergerak.
In Gak tahu orang jeri, ia tertawa tawar, sambil tetap
mengempit tubuh si anak tihu, ia kata nyaring: "Jikalau kamu
tidak takut kongcu mu ini mampus, kamu maju lah"
Muka tihu pucat. "Jikalau kau hendak bicara, kau bicaralah" katanya
terpaksa, suaranya dikeraskan, "Tapi jangan harap kau dapat
memaksa atau memeras aku"
Mendadak Thio Thian Po menghampirkan tihu di depan
kuda siapa ia berlutut. "Aku Thio Thian Po, aku hendak mengadukan satu perkara,
aku mohon pertimbangan tayjin," ia berkata memohon.
Tihu itu terkejut "Lekas bicara" katanya saking bingung.
1337 "Aku Thio Thian po, bersama cucu perempuanku, aku
tinggal dengan berdagang kuwe-kuwe dijalan besar pintu kota
barat," berkata orang tua itu, "Putera tayjin ketarik hati
terhadap cucuku itu yang parasnya elok. dia paksa aku
membubuhkan tanda tangan menyerahkan cucuku itu sebagai
gundiknya jikalau tidak ada ini tuan muda yang gagah dan
mulia hatinya, sudah tentu penasaranku ini tidak akan dapat
dilampiaskan-.." Tihu menjadi tambah bingung, tapi sekarang ia berlagak
heran. "Kenapa kau tidak langsung datang mengadu ke kantor?"
tanyanya. "Tentu sekali aku tidak ketahui perkara itu."
Thio Thian Po mengangguk "Aku tidak merdeka: mana


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat aku mengadu," katanya. "Sungguh seorang tayjin yang
putih bersih dan maha adil" kata In Gak tertawa dingin. Muka
tihu merah sampai di telinganya, ia berdiam.
Seorang bertubuh besar dan berpakaian singsat di samping
tihu berkata: "Tayjin, janganlah dengari ocehannya tua
bangka ini Kongcu kita jujur dan mengenal aturan, mana
dapat ia melakukan perbuatan jahat itu" Teranglah tua
bangka ini serta dia itu orang dari satu golongan dia mengaco
belo untuk memfitnah dan merusak nama baik tayjin saja."
Kata-kata itu disusul lompat turunnya orang itu dari atas
kudanya, terus dia berlompat membacok batang lehernya si
orang tua. Begitu lekas orang galak itu menyerang secara demikian
ganas, begitu lekas juga tubuh seorang lain berlompat ke
arahnya, maka lantas dia mengeluarkan jeritan menyayatkan
hati dan tubuhnya mental sepuluh tombak.
ITULAH In Gak yang berlompat sambil terus menyerang,
Karena ia benci kegalakan orang, ia berlaku bengis, Serangan
itu membikin orang roboh terus binasa, Kemudian ia
menghadapi si tihu atau wedana, untuk berkata dengan
dingin- "Tayjin, di sini bukan tempat memeriksa perkara,
1338 silahkan kembali ke kantormu, rakyat jelata itu boleh ikut
padamu agar perkaranya dapat dibikin terang" Mukanya tihu
menjadi pucat, Tapi inilah kehendaknya. "Baik" ia menyahut.
In Gak lantas menyuruh Thio Thian Po turut wedana itu.
Tihu pulang untuk segera membuka persidangan-
In Gak menghampirkan, sembari tertawa ia kata: "Aku
minta tayjin menyingkirkan orang-orang di kiri dan kananmu,
aku hendak bicara" "Inilah undang-undang pemerintah Agung, segala perkara
dapat ditimbang dari berat dan enteng duduknya" kata tihu,
sungguh-sungguh. In Gak tertawa, ia menunjuk pada putera
tihu yang ia masih kempit terus.
Pembesar itu kaget, terpaksa ia mengulapkan tangan
menitahkan semua orangnya mengundurkan diri. Dengan
muka pucat ia menantikan sikap lebih jauh anak muda di
depannya itu. In Gak bersikap tenang dan tawar, ia merogo ke sakunya
dari mana ia menarik ke luar sebuah benda yang bersinar
bergemerlapan ia maju mendekati tihu, baru sekarang ia kata
bengis: "Tayjin boleh lihat barang ini barang apa, lantas tayjin
mengetahui aku orang apa?"
Tihu mengulur tangannya menyambuti benda yang
diserahkan itu. ia memeriksa dengan teliti. Kesudahannya
tubuhnya menggigil, lekas-lekas ia berbangkit untuk
membayar pulang benda itu, kemudian lekas-lekas ia
membuka kopiahnya untuk terus menekuk kedua lututnya
seraya mengangguk-angguk dan berkata: "Aku tidak tahu
Yang Mulia utusan Sri Baginda yang datang, aku tahu
dosaku." "Kau bangun," kata In Gak. Sekarang ia tertawa, "Jikalau
aku hendak menghukum kau tayjin, dari siang-siang pasti aku
sudah menunjuki Giokspwe Sri Baginda ini, Kehendakku tak
lain tak bukan agar kau mengendalikan puteramu supaya dia
jangan mempermainkan pula undang-undang negara"
1339 Mendengar itu, hati tihu menjadi lega, ia mengangguk.
"Apakah di tempat tayjin ini ada orang terjuluk Say Shi
Cian?" In Gak tanya kemudian "Kalau ada, panggillah dia
datang ke mari" "Ada, ada," kata wedana cepat, bahkan dia segera
bertindak ke luar kantornya, ia kembali dengan cepat,
bersama seorang bertubuh kecil dan kurus, yang tindakannya
gesit, yang mengenakan seragam sulam yang singsat.
Dengan muka pucat, si kurus itu maju ke depan In Gak.
untuk segera menekuk lutut. Nampaknya dia sangat
ketakutan-"Apakah kau Say Shi Cian?" In Gak tanya dingin-
"Hamba bernama Sun Ji Kui," orang itu menyahut,
suaranya tidak lancar, Sekarang terlihat tegas dia mempunyai
apa yang disebut " kepala mencak dan mata tikus", "Say Shi
Cian itu-julukanku, tak berani aku menerima tayjin memanggil
aku dengan sebutan itu..."
In Gak tertawa dingin. "Kau bilang dari mana kau peroleh pedang ini?" ia tanya. ia
menurunkan pedang dari punggungnya dan menunjukinya
pada si kurus itu. Shi Cian ada namanya satu pencopet atau pencuri kesohor,
karena Sun Ji Kui pun sangat pandai mencopet dan mencuri, orang
memberikannya julukan itu. "Say Shi Cian" berarti "orang yang
lihaynya melebihkan shi Cian" Melihat senjata. Itu Sun Ji Kui
menjadi terlebih kaget pula.
"Aku mendapatkannya baru-baru ini di dusun di mulut selat
gunung Kheng San," ia menyahut terus terang, "Aku melihat
seorang pria tua dan seorang nona singgah di losmen, aku
melihat pedang di punggung si nona, aku ketarik dengan itu,
lantas aku mengambilnya, Aku menitahkan seorang jongos
menaruhkan obat pulas di dalam arak mereka itu. Di luar
dugaan gampang sekali aku mendapatkannya."
1340 In Gak berdiam sejenak. la tertawa dan kata pada wedana
itu: "Untuk sementara tolong tayjin tahan penjahat ini, di lain
pihak aku harap kau mengendalikan putera mu, di dalam
tempo tiga bulan tak dapat dia keluar pintu. Mulai hari ini, asal
aku mendapatkan putera mu berbuat jahat pula, maka jagalah
hari depanmu" Dengan muka pucat pasi, tihu memberikan
janjinya akan mentaati pesan itu. Tidak tempo lagi, In Gak
mengajak Thio Thian Po meninggalkan kantor wedana. Tihu
dengan tersipu-sipu mengantar sampai di luar.
Thio Thian Po mengundang In Gak berkunjung ke
rumahnya, Si anak muda menampik dengan mengatakan ia
masih mempunyai urusan penting di Bu Tong San, Karena ini
ia lantas ditarik ke rumah orang.
"Siauw Hi, Siauw Hi, lekas buka pintu" berkata si orang tua
seraya mengetuk pintu, begitu lekas mereka tiba di rumahnya,
"Aku pulang" "Oh, kakek pulang?" pertanyaan dari dalam sejenak
kemudian, Terus pintu dipentang,
Segera terlihat munculnya seorang nona dengan sebatang
lilin menyala di tangannya, Dia cantik tetapi ketika itu kedua
matanya merah dan bengul. Dia berdiri tercengang di ambang
pintu. Baru selang satu tahun maka sekarang In Gak melihat
orang tambah cantik. si nona mundur setindak ketika orang mengawasi dia, Dia
menyangka kepada Giok Lui Kongcu.
"Coba lihat pula Siauw Hi" kata si kakek tertawa, " Lihat
siapa?" Nona itu mengerutkan alis, ia menatap. ia ingat-ingat lupa,
ia menjadi likat sendirinya. hingga mukanya menjadi bersemu
dadu. In Gak mengawasi sambil bersenyum.
"Siapa dia?" pikir si nona, ia menampak orang tampan
sekali dan menarik hati, Tanpa merasa jantungnya
1341 berdenyutan, dadanya berombak. "Kenapa kakek mengajak
dia datang ke mari?"
"Anak tolol" berkata sang kakek. tertawa, "Biasanya setiap
hari setiap detik kau menyebut-nyebut nama tuan penolong
kita, kenapa sekarang kau bertemu dengan orangnya, kau
menjadi mirip seorang asing?"
Habis berkata, Thian Po menarik tangan si anak muda
untuk diajak masuk. Nona itu terperanjat. Baru sekarang ia ingat, maka lekaslekas
ia menutup pintu, untuk dengan cepat mengikut masuk.
ia girang luar biasa, inilah kegirangan satu-satunya yang ia
pernah mengalaminya Sifat wanita itu memang luar biasa, ada
kalanya dia sangat lunak. atau di lain saat keras sekali.
Ketika dulu hari si ncna ikut kakeknya pulang, di tengah
jalan ia bertemu pamannya, yang biasa menjual obat di
ouwpak Utara. ia dan kakeknya diberi nasihat untuk berdiam
di Kun-ciu dengan berdagang kuwe yang modalnya didapat
dari In Gak. Nasihat itu diturut, sekarang telah lewat satu tahun
semenjak pertemuan mereka di jalan- Han-tan- Dalam
keunnya atas si anak muda maka ia selalu ingatnya, siapa
sangka sekarang ia tak mengenali roman orang.
Siauw Hi cantik, ia menarik perhatian umum. Lantaran itu,
perdagangan kuenya laku. orang seperti tak menghiraukan
kuenya, asal kecantikannya itu, akan tetapi ia tidak
menghiraukan para langganan, ia bersikap manis seperti
biasa. Ketika Giok Lui Kongcu mendengarnya, dia datang sendiri
untuk menyaksikan setelah itu dia mempergunakan pelbagai
daya guna mendapatkan nona itu, diantaranya ialah dia paksa
Thio Thian Po untuk membubuhkan tanda tangannya sebagai
tanda mengakui menjual cucunya untuk dijadikan gundik.
Siauw Hi bersusah hati, selama dalam godaan itu, hingga
sering ia menangis diam-diam, ia ingat si anak muda - ialah In
1342 Gak - hingga ia mengharap- harap anak muda itu nanti datang
pula menolongi ianya seperti dijalan Han tan dulu hari itu.
Siapa sangka sekarang benar-benar si anak muda muncul,
hanyalah untuk sejenak ia merasa dirinya tengah bermimpi...
Thian Po masuk ke dapur, untuk menyiapkan barang
makanan, ia membiarkan cucunya itu menemui penolongnya,
Hingga mereka ini duduk berduaan, berhadapan, di depan
menggendangnya sebatang lilin yang api nya memain- Si nona
likat, ia tunduk saja, mukanya merah.
"Apakah sejak kita berpisah kau baik-baik saja, nona?" In
Gak tanya. "Terima kasih inkong," sahut Siauw Hi perlahan, suaranya
halus, tanpa mengangkat kepala, "Semua itu karena
berkahmu." In Gak bingung juga, Apa ia mesti bicarakan lebih jauh"
Maka ia memandang ke luar jendela memikir bagaimana harus
mencari Pin Ji dan Gak Yang, ia juga menduga-duga
bagaimana berdukanya Hu Wan, yang kehilangan pedangnya,
ia heran kenapa Lui Siauw Thian yang berpengalaman masih
kena dipermainkan pencoleng-pencoleng.
Akhirnya Siauw Hi berbangkit memberi tahu ia mau
membantu kakeknya. ia mengundurkan diri, setelah diamdiam
memberi hormat dengan merangkap kedua tangannya.
Tidak lama muncullah Thian Po dengan barang hidangan
sekedarnya. si nona tidak keluar lagi. In Gak menduga orang
likat, ia tidak menanyakan apa-apa. ia lantas menenggak arak,
guna menungkuli keruwetan pikirannya.
Tanpa merasa ia rada sinting, justru itu Thian Po
membilangi ia agar ia suka menerima Siauw Hi, Siauw Hi tak
mengharap menjadi istri, cukup sebagai gundik...."
"Mana dapat, mana dapat" In Gak menolak. ia mengakui
bahwa ia telah mempunyai enam istri, hingga tak dapat ia
mensia-siakan cucunya orang tua itu. Thian Po bungkam atas
penolakan itu, Tak dapat ia memaksa.
1343 Tengah mereka berdiam, mereka mendengar suara
jatuhnya barang berat diperdalaman.
"Celaka" kakek itu berseru kaget bukan main- janganjangan
Siauw Hi berbuat nekad" ia lantas lari ke dalam.
In Gak pun terkejut, ia berlompat mendahului
Di dalam kamarnya Siauw Hi kedapatan rebah di tanah,
mukanya pucat, kedua matanya tertutup, dari mulutnya keluar
ilar, sedang di lehernya melibat sehelai tambang yang telah
terputus. Thian Po menubruk cucunya, ia menangis menggerunggerung.
In Gak menghela napas, Kembali ia terlibat asmara,
Terpaksa iapun menghampirkan untuk memberikan
pertolongannya guna menguruti si nona sampai dia sadar.
Siauw Hi membuka matanya, sawat-sawat ia mendengar
dan melihat kakeknya menangis, samping itu, ia lantas melihat
wajah tampan dari si anak muda, yang tak dapat ia lupakan,
ia terbengong, hatinya pepat. ia tidak menyesalkan anak
muda itu, ia menyesali peruntungannya yang buruk dan
malang, ia merapatkan pula matanya, terus ia menangis.
In Gak bingung. ia tahu sifat wanita. Saking meny intai,
seorang nona dapat menjadi jelus, dari menjelus menjadi
gusar dan bersakit hati atau nekad, Maka menyesallah ia
sudah datang ke rumah Thian Po ini.
"Lotiang, sekarang begini saja," katanya, "Lotiang boleh
membawa si nona ke kota lam-ciang, ke kantor cin Tay Piauw
Kiok, Di sana lotiang berdua berdiam untuk menantikan aku.
Begitu selesai urusanku pribadi, aku akan menyusul ke sana
guna membereskan urusan ini."
Lega juga hati Siauw Hi mendengar perkataan itu,
harapannya timbul pula. Thian Po girang sambil bersenyum ia
mengangkat bangun cucunya itu.
1344 In Gak lantas menulis surat untuk Thio Thian Po bawa pada
Hi Piauwsu di Lam-Ciang, setelah itu ia lantas pamitan dan
pergi, ia berjalan walaupun malam berhawa dingin karena
angin mengembus tak hentinya.
Bagusnya malam itu rembulan terang dan bintang-bintang
banyak. Toh ia masgul pikirannya kusut, ia menuju keluar kota
kewedanaan Kunciu itu... XXX Sia-sia belaka Kang Yauw Hong dan Lo Siang Bwee
menyusul in Gak di Ya Ap Thoa selekasnya malam itu si
pemuda menghilang ditempat yang gelap. Menyingkirnya In
Gak terlalu cepat untuk mereka dapat menyadak-nya. Mereka
jadi berduka. "Aku tahu" akhirnya Yauw Hong berseru, "Dia tentu pergi
kerumah Keluarga Tio di Thong-ciu Mari kita susul dia disana"
Siang Bwee setuju, maka berdua mereka berangkat kekota
yang disebutkan itu. Mereka tiba diwaktu fajar, Tetapi mereka
memperoleh keterangan In Gak belum kembali. Mereka jadi
heran dan putus asa, keduanya saling mengawasi mulut
mereka bungkam Giam Hok sibudak tua yang menyambut-nya, dapat
membade hati kedua nona itu, ia minta mereka suka singgah.
Keduanya hendak menolak tatkala mereka mendengar suara


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertawa gembira dari luar. Mereka heran, Ketika mereka
berpaling, mereka melihat munculnya Soh Beng Pat-Ciang
Siang Lok. "Tootiang, tahukah kau dimana adanya Cia Siauwhiap?"
Yauw Hong tanya, ia mendapat harapan pula, kedua matanya
bersinar kegirangan. Imam itu girang sekali, sambil
mengangguk dia berjalan masuk.
"Aku tahu juga sedikit," sahutnya, " Nona- nona jangan
tergesa-gesa, Sesudah bercape-lelah satu malam, perutku berbunyi saja seperti
guntur Tunggulah sampai aku sudah menangsal apa-apa,
1345 nanti aku temani nona- ncna pergi. Aku juga hendak minta
sesuatu dari Cia Siauwhiap."
Mau atau tidak. kedua ncna itu menenangkan dirinya,
Mereka menanti. Giam Hok lantas masuk kedalam, untuk menyuruh koki
menyediakan barang makanan, maka dilain saat, Siang Lok
sudah menenggak araknya. "Menurut penglihatanku, Rimba persilatan bakal mengalami
peristiwa berdarah hebat." katanya siimam kemudian,
menghela napas, "Dimana-mana sudah muncul segala hantu,
si kaum sesat, Mungkin itu akan terjadi tak sampai lagi
sepuluh tahun- Semua ini nampaknya disebabkan kaum Rimba
persilatan tak dapat menguasai dirinya lagi."
Mendadak ia tertawa dan menambahkan- "Ah, mengapa
aku mengeluarkan kata-kata yang tak menggirangkan ini"
Benar-benar aku gila."
Kedua nona itu tertawa Jenaka melihat lagaknya imam ini.
"Jikalau bukannya Cia Siauwhiap yang memancing pergi
pada poan Poan Siu, kita tentunya bakal roboh separuhnya"
katanya pula, tetap tertawa. "Sebenarnya Poan Poan Siu itu
dipancing pergi kemana?" Yauw Hong tanya.
"Aku telah menguntit mereka," siang Lok memberi
keterangan "Cia Siauwhiap menimpuk Poan Poan Siu dengan
segumpal lumpur, hingga muka dia menjadi kotor. Dia liehay
tapi dia tidak dapat berkelit.
Saking gusar, dia mengejar Cia Siauwhiap. Siauwhiap
berguyon- ia lari terus. Tengah berlari, Cia Siauwhiap
berlompat akan memutar tubuh, untuk menghajar es hingga
gempur. Tepat Poan Poan Siu tiba, kakinya menginjak es yang
gempur itu, hingga tubuhnya melesak sebatas leher hampir.
Ketika itu kelima muridnya sihantu menyerang, Siauwhiap.
Aku tidak dapat melihat Siauwhiap melayani secara apa, tahutahu
mereka berlima kena dibikin tak berdaya. Menyaksikan
1346 liehaynya ilmu silat Siauwhiap se-umurku tak berani aku
membicarakan soal ilmu."
Imam ini menghela napas, nampaknya ia tawar hatinya.
"Bagaimana kemudian?" Yauw Hong menanya tak sabaransekonyong-
konyong imam itu tertawa lebar kedua matanya
pun bersinar mencorong, "Poan Poau Siu dapat berlompat keluar dari es dimana ia
separuh terpendam." sahutnya. "Dia gusar sekali dan menegur
Siauwhiap tak pantas menggunai akal itu. Siauwhiap tertawa
dan mengatakan ilmu silatnya si hantu belum sempurna,
Dalam mendongkolnya, Poan Poan Siu menyerang hebat. Dia
telah keluarkan ilmu kepandaiannya yang dinamakan Seng Siu
Mo Ciang. Dengan lincah Siauwhiap main berkelip lalu belum
sampai tiga jurus, ia menghajar membikin tubuh hantu itu
terlempar lima tombak jauhnya Poan Poan SLu tidak
terlukakan tetapi terang ia sudah kalah.
Jilid 24 : Bu Tong Pay menghadapi bahaya
"LANTAS siauwhiap menggoda pula, kalanya baik dia
belajar lagi tiga tahun, nanti ia sendiri akan berkunjung ke
gunung Im San guna menerima pengajaran-.. Poan Poan Siu
benar jumawa, Dia menerima baik janji itu, lantas dia
mengajak lima muridnya mengangkat kaki"
"Poan Poan Siu sudah pergi, baik" kata Siang Bwe. "Habis
siapa itu yang merobohkan Honghu Siong dengan panah
berapi warna biru itu?"
"Itulah aku", Siang Lok menjawab, bersenyum, "Panah biru
itu, namanya Lan lin Mo cian, asalnya kepunyaan murid kepala
Poan Poan Siu. Dengan itu dia menghajar aku, terus aku
menyimpannya, aku tidak sangka di sini aku dapat
menggunakan menolongi Hoan Siauw coan."
"Sungguh totiang berhati mulia" Yauw Hong memuji, "Hoan
Siauw coan telah mengejek totiang, masih lotiang membalas
1347 dia dengan kebaikan, Dalam dunia Kang ouw tak terdapat
banyak orang seperti totiang"
Siang Lok bermuka merah tetapi ia tertawa.
"Hoan siuw Coan memang jumawa tetapi dialah orang
lurus, dari itu tak dapat aku tidak menolongnya," sahutnya.
Baru imam ini menutup mulutnya atau orang terlihat
berlompat masuk. cepat seperti terbang.
Siang Lok dan kedua nona melengak. Segera mereka
melihat Pe Bie Su Hoan Siauw Coan berdiri didepan mereka,
romannya jengah, sedang baju panjangnya robek bekas suatu
pertempuaran hebat. "Siang Koancu, harap maafkan kejumawaanku yang telah
menjadi seperti sipatku" dia berkata malu-malu. "Jikalau aku
tidak mendengar kata-kata koancu ini, tentulah aku terus tidak
mengetahui duduknya hal"
Siang Lok berbangkit ia menghampirkan untuk jabat tangan
orang. "Itulah perkara kecil, jangan dibuat pikiran" katanya
tertawa, "Kenapa Hoan LoSu ketahui aku berada disini?"
Siauw Coan kelihatan bersyukur sekali, ia menjawab:
"Tahun dulu aku bentrok dengan Tok pie Hong In Kay
disebabkan kata-kata yang tak cocok. lalu aku terhajar tiga
batang jarum Coa Bwe cian yang beracun karena mana
selama tiga bulan aku mesti rebah diatas pembaringan-
Kemudian karena perantaraannya Tek Thung Siu Ang Hong,
tiang lo dari partai Pengemis, Tok-pie Hong In Kay datang
sendiri padaku umuk menghaturkan maaf.
Dia sebenarnya malu, dia merasa sangat terhina, Demikian
di Ya Ap Thoa itu, dia menyembunyikan diri, dia mencegat aku
disaat aku hendak berlalu sesudah urusan beres. Dia
memaksa aku menghaturkan maaf sambil bertekuk lutut,
untuk mencuci malunya itu. Dalam usiaku ini, mana dapat aku
menerima baik perintahnya itu" Maka aku melawannya, tetapi
aku tidak sanggup mengalahkan dia, terpaksa aku
1348 menyingkirkan diri sampai disini. Aku bersahabat kekal dengan
Tio Tayhiap. aku menebaikan muka datang kemari untuk
memohon bantuan-.." Siauw Coan belum bicara habis ketika dari luar rumah
terdengar suara tertawa disusul dengan berlompat masuknya
satu orang dengan tubuh kurus dan rambut riap riapan-
Dia beroman baik, cuma kulit mukanya muram dan
sikapnya dingin, sedang kedua sinar matanya sangat tajam,
pakaiannya yang ratusan tambalannya, kotor dan berminyak,
sementara tangan kirinya terus bergerak-gerak. Dialah Tok-pie
Hong In Kay si pengemis luar biasa, yang berlengan satu.
Sepasang alis putih dari Siauw Coan berbangkit Dia tertawa
dingin. "Pengemis bertangan satu jangan kau keterlaluan- katanya
bengis, "Cara bagaimana kau berani lancang memasuki
gedungnya Chong ciu Tayhiap" ingatlah kau dapat roboh
dengan namamu turut runtuh sekalian"
Pengemis itu tertawa dingin juga.
"Aku si pengemis tua biasa pergi dan datang seorang diri,
aku tidak kenal takut atau pantangan- katanya terkebur,
"Siapa itu Cong-cu Tayhiap" Kenapa dia tidak keluar menemui
aku" Cong-ciu Tayhiap, jago dari Cong-ciu, yalah Tio Kong Kiu,
Ketika itu Giam Hok muncul bersama beberapa busu,
mereka dapat mendengar kata-kata jumawa itu, Seorang busu
menjadi tidak senang, dia berlompat maju seraya menyerang
dengan goloknya. Pengemis itu tertawa, tangannya bergerak. jari-jari
tangannya menyamber golok untuk ditangkap. Segera
terdengar suara barang patah. Aneh, ditangannya itu lantas
terlihat serupa senjata, yang terlepas dan jatuh ketanah,
Habis itu dia merangsak pula, untuk menotok jalan darah
Ceng-ciok dari busu itu. Si busu kaget, dia lompat mundur,
Tapi dia disusul terus. 1349 Hoan Siauw Coan bersama Siang Lo meluncurkan tangan
mereka masing-masing guna merintangi pengemis yang galak
itu, dengan begitu terjadilah bentrokan diantara mereka
bertiga, yang masing masing terpental mundur dua tindak.
Kok-pie Hong In Kay tertawa nyaring, ke dua matanya
mengawasi tajam. Siang Lok tertawa lebar, Lantas dia menegur: "Pengemis
bertangan satu, apakah kau tidak takut melanggar aturan
partai kamu?" Pengemis itu tetap tertawa dingin.
"Dulu hari itu tidak selayaknya aku menggunakan jarum
rahasiaku" bilangnya. "sekarang aku menggunakan
kepandaianku yang asli, dari itu aku takut apa?"
Siang Lok hendak bicara pula tetapi ia didului kedua nona,
sambil berlompat mereka ini melesat maju kedepan, Yauw
Hong berkata nyaring "cin-jin baiklah jangan adu lidah
dengannya, Biarkan aku mencoba kegagahannya pengemis ini
Didalam gedung keluarga Tio.
mana dapat dia diantapkan ber-jumawa tidak keruan?"
Pengemis itu tidak takut, lagi lagi dia ter-tawa.
"Cong-ciu Tayhiap Tio Kong Kiu" dia berkata, "dimataku dia
mirip sampah Nona kau mengangkat Tio Kong Kiu terlalu
tinggi" Ia mengeluarkan sebatang seruling bambu, ia
menambahkan sama dinginnya: "Nona, asal kau dapat
melayani sipengemis tua lebih daripada dua-puluh jurus,
segera aku akan mengangkat kaki dari sini dan permusuhanku
dengan Hoan Siauw Coan akan aku habisi juga"
Yauw Hong mendongkol hingga mukanya menjadi merah,
ia lantas maju lebih jauh sambil memutar pedangnya .
"Ha, kiranya murid Ngo Bie Pay" kata sipengemis
mengejek. " Dengan kepandaian begini macam kau berani
mencabut kumis harimau?"
1350 Pengemis ini dikatakan jumawa tetapi dia benar liehay
sekali, selagi dia berkata-kata itu, tubuhnya sudah bergerak,
laksana kilat, untuk berkelit kekiri, sedang seruling kayu
ditangan kanannya dipakai menangkis, maka bentroklah
pedang dengan seruling itu.
Atas itu Yauw Hong merasakan tenaga menolak yang keras
sekali, pedangnya pun mental hingga ia kaget bukan main-
Syukur ia masih dapat mencekal keras pedangnya itu, yang ia
lantas menarik pulang, untuk dipakai mengulangi
serangannya. Kaget tinggal kaget tetapi ia tidak takut.
Tok-pie Hong In Kay membuat perlawanan-
Dalam tempo yang cepat dia sudah balas menyerang tiga
kali, hingga Hian ie Liong-lie Kang Yauw Hong terpaksa mesti
mengambil sikap membela diri, kalau ilmu pedangnya, Hoei
Yan Kiam hoat, si Walet Terbang, tidak liehay, pasti ia sudah
terlukakan pengemis jumawa itu.
Siang Lok tajam matanya, ia mendapat tahu, meski si-nona
liehay, dia tidak bakal dapat bertahan lama dari Hong In Kay
yang menang latihan- Begitulah habis jurus yang ke-delapan belas, Hong In Kay
menyerang pula sambil berseru. kali ini seruling bambunya
meluncur dengan tipu silat, "Bianglala panjang menutupi
matahari", serulingnya nyusup diantara pedang si nona, untuk
meneruskan serangannya dengan tipu "Ular berbisa mencari
liangnya", hingga ujung seruling mengarah jalan darah lengtiong
dibuah susu. Siang Lok berteriak: "Tokpie Kay, tak takutkah kau
mampus?" Suara itu menggeledek.
Hong in Kay, yang dipanggil "Tok Pie Kay" atau pengemis
tangan satu, menjadi terkejut, lantas dia berlompat keluar
kalangan, matanya mengawasi bengis si Imam, untuk
meregur: "Apakah maksudnya kata-katamu ini?"
1351 Siang Lok tertawa dingin, pula suaranya ketika ia berkata:
"Aku tidak percaya kau tidak takuti hukuman, kaulah yang
mencabut sendiri tujuh helai ototmu Benar-benarkah kau tidak
ketahui apa hubungannya Tio Tayhiap serta kedua nona ini
dengan partaimu?" Pengemis itu heran hingga dengan melongo ia mengawasi
Yauw Hong. Yauw Hong berdiam, ia mesti meluruskan napasnya.
Barusan hebat ia menangkis serangan dahsyat dari pengemis
itu. ia mengerti maksudnya perkataan Siang Lok itu,
sendirinya mukanya menjadi merah.
Lo Siang Bwee turut jengah sendirinya.
Hong in Kay mengawasi kedua nona itu ia tetap heran
Akhirnya, dalam kesangsian, ia berkata: "Aku tahu hukuman
membetot otot sendiri itu. itulah aturan Partaiku untuk
anggauta yang melakukan kesalahan bisar, yulah yang
sebawahan berkurang ajar terhadap seatasannya. Taruh kata
benar Tio Kong Kioe dan kedua wanita ini ada hubungannya
dengan Partaiku, tetapi kecuali tiang lo dan ketua kami, tidak
ada lain orang yang derajatnya lebih atas daripada derajatku
Kenapa aku mesti menjalankan hukuman istimewa itu?"
Tiga tahun Hong In Kay dikurung, setelah bebas, ia tidak
tahu banyak peristiwa diluaran, ia cuma langsung pergi
kemarkas Siong Yang Pay mencari tahu halnya PeBieSiu si Alis
Putih, Maka itu ia terus mengawasi si-imam. ia tertawa dingin,
lantas ia berkata pula: "Hidung kerbau, jikalau kau bicara, mesti kau bicara biar
jelas jikalau kau berani permainkan aku sipengemis tua, kapan
waktunya telah tiba, kau juga sukar lolos dari tanganku"
Siang Lok bersikap tenang, dia bahkan bersenyum.
"Tahukah kau bahwa Tio Tayhiap yalah mertua dari tiang-lo
kamu yang nomor empat?" dia tanya, "Tahukah kau bahwa
kedua nona ini juga tunangannya tiang-lo kamu yang nomor


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

empat itu." 1352 Mendengar itu, merah mukanya Yauw Hong dan Siang
Bwe. Lekas-lekas mereka tunduk. Itulah sebab Siang Lok
menyebut-nyebut "tiang-lo nomor empat", yalah su-tianglo
dari KayPang, partai Pengemis.
Tapi Hong in Kay menjadi gusar.
"Su-tianglo kami toh sudah menutup mata semenjak lama"
dia berseru, "Taruh kata dia masih hidup, dia mestinya sudah
berusia tinggi sekali Dari mana dia mendapat isteri" Imam
hidung kerbau, apakah kau kira aku sipengemis dapat
dipermainkan?" Saking mendongkolnya, ia menyerang imam
itu. Siang Lok berkelit sambil mundur.
"Tahan- ia membentak "Aku mau tanya kau: Kau telah
dihukum selama tiga tahun, apakah kau ketahui segala
peristiwa Partaimu selama tiga tahun itu?"
Hong in Kay melongo, dia terpaksa bungkam. Siang Lok
tertawa dingin pula. "Memang su-tianglo dari Kay Pang telah menutup mata" ia
kata, bengis, "tetapi ia telah mewariskan Cie-tang Sin Llong
Say Houw Leng. Lencana itu telah diberikan ketiga tianglo
kepada satu orang lain Bukankah orang itu pantas terhitung
sebagai su-tianglo" Kau bilanglah"
Hong In Kay berpikir keras, otaknya bagaikan jungkirbalik-
Matanya pun turut berputar hingga ia merasa kabur.
Didalam hatinya ia mengeluh: "Hebat sihidung kerbau ini
bicara dari hal yang benar, Teranglah sudah aku telah
melakukan pelanggaran tidak menghormati tertua-ku.
Bagaimana sekarang" Tapi tak dapat aku segera mengakui
kesalahanku ini, nanti dibelakang hari aku tidak mempunyai
alasan lagi untuk menyangkal. "
Maka ia tertawa lebar, ia berkata nyaring- "Imam hidung
kerbau, tak dapat kau permainkan aku sipengemis Dapatkah
kau mengaco-belo" Aturan kami yalah kami mengenali orang
Laginya kamu mesti ketahui, aku sipengemis bukannya
mencari kamu aku mencari si orang ahe Hoan"
1353 Habis berkata begitu, pengemis jumawa itu borlompat
untuk menerkam Hoan Siauw Coan, dia telah mengerahkan
tenaganya hingga terdengar tulang-tulangnya meretek. Lima
jari tangannya terbuka mirip lima buah gaetan. Terjangannya
itu juga terjangan tipu silat "Burung elang menyamber kelinci."
Hoan Siauw Coan terkejut, sebenarnya ia jeri, tetapi ia
terpaksa, maka ia pun mengerahkan tenaganya, untuk
menyambut serangan dengan tipu-siiat Tay Siong Yang Kioe
Cioe jurus "Tok Hing hoan coe," yaitu "Menahan penglari
untuk menukar tiang", Hanyalah belum lagi tangan mereka
kedua, pihak beradu mendadak si pengemis bertangan satu
mengeluarkan suara menahan napas, tubuhnya terpental
mundur sampai diluar ruang, roboh terkulai diatas
saiju.Sampai sekian lama dia tak dapat berkutik.
Siang Lok semua rerperanjat. Apakah telah terjadi"
siapakah yang menyerang pengemis itu"
Tapi tak usah lama mereka terbenam dalam keheranannya,
Mendadak mereka melihat satu bayangan berkelebat, lalu
orangnya muncul Dialah ssorang yang usianya sudah lanjut,
didada-nya bermain-main kumis-jenggotnya yang panjang. Dia
lantas berdiri didepan sipengemis bertangan satu itu.
Hong In Kay sendiri rebah disaiju dengan bingung. Tibatiba
ia merasakan serangan, terus tubuhnya terpental ia
mendapat kenyataan tenaganya habis dan tenggorokannya
terasa amis-itulah disebabkan ia mengeluarkan darah,
melainkan darah itu tidak sampai mengalir keluar dari
mulutnya. ia menahan sekuatnya bisa, ia merapatkan
matanya, untuk bersemedhi, guna memulihkan napasnya
serta jalan darahnya juga.
Ketika kemudian ia membuka matanya, ia melihat orang
yang berdiri didepannya itu. ia tidak lantas mengenali, ia cuma
rasanya ingat ia mengenalinya. Tempo ia melihat kedua
kakinya, ia kaget tidak terkira, mukanya menjadipucat dengan
tiba-tiba. ia lantas mencoba bergerak. untuk berlutut didepan
1354 orang tua itu. ia pun lantas berkata: "Tecu Sek Siu
menghadap kepada Cong Tianglo jikalau tecu bersalah tecu
bersedia dihukum menurut aturan Kay Pang kami."
Memang orang itu Kiu Cie Sin Kay Cong Sie. ia lantas
mengasi lihat roman angker, sambil mengurut- urut kumisnya,
ia kata dengan suara dalam: "Tak berani aku sekarang ini
kaulah orang Kang ouw Tidak berani aku situa lancang
mengatakan kau sudah melanggar suatu aturan Partai kami"
Mukanya Hong In Kay menjadi terlebih pucat, peluhnya
lantas membasahkanjidatnya. ia berdiam tetapi hatinya
guncang keras saking takutnya.
Pihak keluarga Tio sudah lantas mengenali orang tua itu,
bahkan Giam Hok segera menghampirkan, untuk memberi
hormat dan menyapa, katanya: "Chong Lotianglo, sudah lama
kita tidak bertemu semoga Lotianglo baik-baik saja Majikan ku
ingin menemui Lotianglo, sayang ia tidak dapat, hingga ia
cuma memikirkan saja tak hentinya..."
Chong Sie bersenyum, ia mengangguk.
"Majikanmu itu hilang ditengah jalan, sia-sia belaka aku
situa mencarinya, aku menubruk tempat kosong di sana-sini
Apakah sekarang ia sudah pulang ?" tanyanya ramah. Giam
Hok berdiri hormat kedua tangannya diluncurkan turun-
"Majikanku masih belum kembali," sahutnya.
Chong sie mengangguk. Baru sekarang ia memandang
Hong In Kay, ia sebenarnya hendak menegur sebawahan itu
tetapi Siang Lok sudah menghampirkan padanya seraya dia
memberi hormat dan berkata: "Chong Tianglo, aku si tua
yalah Siang Lok dari kuil Kim Cia Koan dari gunung Im San
Sudah lama aku mengagumi Tianglo, baru sekarang
berkesempatan menemuinya Kau benar mirip dengan gunung
Tay San atau Bintang Utara..."
Pengemis itu bersenyum. "Siang Koancu, kau terlalu merendah" katanya, sabar,
"Mana dapat aku si tua menerima kehormatan kau ini ?"
1355 Siang Lok merendah pula, terus ia melirik ke-arah Hong In
Kay. ia tertawa ia kata perlahan: "Tuan ini tidak bermusuh
denganku, peristiwa ini terjadi lantaran kedua pihak samasama
bertabiat keras, itu artinya bahwa aku juga bersalah,
Maka itu aku minta Tianglo jangan menegur dia."
Mendengar perkataan itu, Hong In Kay tertarik hatinya, ia
berterima kasih. Chong Sie benar tidak mau berlaku keras, tetapi ia kata
nyaring: "Lekas bangun Kenapa kau tidak mau menghaturkan
terima kasih kepada koancu ?"
Hong In Kay berbangkit agaknya dia likat.
Siang Lok tidak ingin membikin orang mendapat malu, ia
menarik tangannya Hoan Siauw Coan, buat bersama sama
menghampirkanpengemis itu, guna lebih dulu menghaturkan
maaf. Dilain saat, semua orang sudah duduk menghadapi
barang hidangan. Sembari bersantap Chong Sie menanyakan halnya in Gak.
tetapi tidak ada seorang juga yang dapat menerangkan jelas
ia menggabungi semua keterangan laju ia mengambil
kesimpulan, Karena ini, ia menggeleng-geleng kepala.
"Adiks angkatku itu seorang luar biasa," ia berkata, "ia
gagah dan pintar, tetapi walaupun demikian, seperti kata
pribahasa, air penuh berarti luber, kepandaian tinggi
menimbulkan kedengkian, demikian juga dapat terjadi atas
dirinya. Dalam hidupnya manusia, dalam sepuluh, delapan
atau sembilan bagian adalah kejadian-kejadian yang di-luar
kehendak kita, maka itu, pantas kalau ia menjadi tawar
hatinya, ia telah melepaskan Ubun Lui, Honghu Siong dan
Poan Poan Siu, semua itu pasti disebabkan kegagalannya
dalam urusan asmara, hingga mungkin ia headak menyingkir
dari dunia Kang ouw."
1356 Selagi berkata, diam-diam pengemis itu melirik Yauw Hong
Siang Bwee. Dengan sendirinya kedua nona merah muka-nya,
mereka malu dan jengah. Chong Sie menghela napas, ia berkata pula : "Soal asmara
itu entah telah menjerumuskan berapa banyak muda-mudi,
tetapi mengenai adik angkatku itu, aku berani tanggung dialah
bukan seorang yang tak bertanggung jawab. Dia sangat
membenci kejahatan, tetapi hatinya sebenarnya mulia.
Mungkin ada sebabnya kenapa sekarang ia membawa sikap
yang aneh ini jikalau ada sesuatu kesulitan, haruslah kedua
belah pihak saling mengerti dan mengalah."
Kata-kata ini diucapkan Kiu ciu Sin Kay sebab ia membade
hatinya kedua nona itu, maka samar-samar ia memberi
peringatannya itu kepada mereka.
Kemudian si pengemis tertawa lebar dan berkata lagi: "Patpie
Kimkong oe-bun Lui pintar dan besar cita citanya, pat-pou
Kam sian Honghu Siong licin dan licik, dan Poan poan Siu
jahat dan telengas sekali, maka itu mustahillah mereka bertiga
mati hati semudah itu, Aku kuatir sekali dibelakang hari,
bencana bukannya berkurang hanya akan bertambah "
Suara itu mendapat timpalan yang nadanya dingin dari luar
jendela: "Tidak salah Terkaan kau tepat sekali "
Chong Sie bertelinga terang dan bermata awas, ia tidak
mengasi kentara apa-apa atas suara itu, hanva tubuhnya
tahu-tahu sudah lompat keluar jendela, Setelah itu barulah
Hoog in Kay semua berlompat menyusul.
Diluar bayangan manusia pun tidak ada hanya terasa hawa
dingin dan terlihat cabang-cabang pohon gundul bergoyanggoyang
sedikit chong Sie menjadi kagum sekali untuk
kegesitannya orang yang mengasi dengar sambutannya itu.
Mendadak Hong In Kay bersuara "Hm" sambil tangannya
terayun ke arah payon ruang besar, Sebagai kesudahan dari
itu terdengarlah satu jeritan, dan terlihatlah robohnya sebuah
tubuh, jatuh ke tanah berlumpur hingga lumpurnya muncrat.
Disana tubuh itu bergulingan kedua tangannya menutupi mata
1357 kirinya, Masih dia menjerit kesakitan Dari sela-sela jari
tangannya pun terlihat darah mengalir.
"Setan cilik" kata Hong In Kay sengit "Bagaimana kau
berani main gila disini" Bagaimana kau rasai jarum Coa-bweciam
?" Orang itu kesakitan tetapi dia dapat menggunai otaknya,
Rupanya dia menjadi nekad. Dengan menahan sakit dia
berlompat bangun dengan bengis dia mengawasi si pengemis.
Lalu mendadak dia berseru, sebelah tangannya dipakai
menghajar ke arah batok kepalanya sendiri
Hong In Kay bermata celi dan sebat, dia mengulur
tangannya menyambar tangan orang itu, guna mencegah
orang membunuh diri. "Sahabat, untuk binasa tidaklah susah " ia kata sama
bengisnya, "Tapi aku si pengemis tua hendak menanyakan
kau sesuatu. Kaujawablah baik-baik, nanti aku
menyempurnakan niatmu "
Orang itu merasakan sakit sekali, hampir pikirannya kacau
Sudah begitu, dicekal keras tangan kanannya, dia merasakan
sakit lainnya Tangannya itu menjadi sakit dan ngilu. Tapi dia
beradat keras sekali, dia menjerit, terus dia pingsan-"Cis"
Hong ln Kay berludah. "Manusia sampah, kau sangat
menjemukan-.." Belum terhenti suara pengemis ini, tiba-tiba terdengar
suara apa apa di mulutnya orang tangkapan itu, atau di lain
saat dia benar-benar putus nyawanya.
Kiu Cie Sin Kay mengerutkan alis melihat Hong in Kay
lancang menyerang dengan jarum beracunnya itu.
"Sek Siu, bagaimana ?" ia menegur "Kau lupa-kah katakataku
?" Pengemis itu melengak. hatinya berpikir "Di-muka umum ini
kita kena di roboh kan, orang yang tersangkut sudah kabur,
kenapa aku turun tangan atas manusia tak-berguna ini?"
1358 Maka dengan menyesal ia mengawasi mayat didepannya
itu. Tepat di itu waktu dari tempat sejauh sepuluh tombak di
mana ada sebuah pengempang, di bawah sebuah pohon
cemara, terdengar tertawa yang nyaring, yang di susuli kata
kata ini : "pengemis tua, kau membade salah, Aku si orang
tua belum pergi jauh Sayang kau, yang kehilangan sebelah
lengan salah mencari musuh kau Racun dibayar dengan racun,
maka kaum beracun tak nanti melepaskan kau ?"
Kedua matanya chong Sie bersinar, tubuhnya berputar
tangannya menyerang ke tempat dari mana suara itu datang.
Kelihatan pohon itu terhajar angin keras, tetapi di sana tak
terlihat manusia atau bayangannya sekalipun Maka bangunlah
rambut dan kumisnya ingin ia menyerang pula.
Dari bawah pohon itu tiba-tiba terdengar pula suara
tertawa serta kata-kata ini: "Masih ada waktu hari untuk
sampai pada harian aku si orang tua melepaskan pantangan
membunuhi chong Sie, kau sudah membikin bercacad
anggauta-anggauta tubuhnya empat muridku, maka sekarang
ini sekalian saja aku memberi warta kepadamu bahwa aku si
orang tua akan menantikan datangmu ke- markas oey Kie
Pay, di gunung in Bong San di-propinsi ouwpak, guna kita
membereskan hutang itu Atau kalau tidak- kamu kaum Kay
Pang, kamu bakal merupakan tumpukan mayat-mayat. Sampai
itu waktu jangan kau menyesatkan aku kejam "
Suara itu tajam dan dapat menciutkan orang yang berhati
kecil. "Siapa kau sebenarnya ?" chong Sie membentak.
"Akulah Mo cuncia dari Tiang Pek san" menyahut suara
menggiriskan itu. "Baiklah" kata Chong Sie tertawa dingin. " Didalam tempo
setengah bulan tentulah aku si-pengemis tua nanti berkunjung
ke In Bong San untuk menerima pengajaran dari kamu "
1359 Mo Cuncia mengasi dengar pula suaranya yang bernada
seram itu: "Orang Kay Pang memang paling menghormati
kepercayaan maka itu aku si orang tua, sekarang aku hendak
pulang ke in Bong San guna menantikan kau Lebih baik kau
membawa lebih banyak murid dan cucu murid untuk mereka
mengantarkan jiwa mereka "
Baru berhenti suara itu, lantas terlihat mencelatnya satu


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bayangan putih. Hong in Kay berseru, tubuhnya mencelat maju seraya
sebelah tangannya diulur, sebagai juga lima buah gaetan, lima
jerijinya menyamber ketubuh orang dengan pakaian serbah
putih itu. Tapi Mo Cuncia tidak membiarkan tubuhnya
disamber, ia mengibas kebelakang tubuhnya melesat pula.
Sipengemis tua kaget, Kibasan itu membuat tangannya
sakit sekali. Ketika ia menahan tubuh, tubuhnya itu terhuyung,
Mukanya yang kuning menjadi merah sekarang, ia
mendongkol dan malu. Chong Sie sebaliknya tidak mengambil sesuatu sikap. dia
berdiam saja kepalanya diangkat memandangi mega putih
yang lagi melayang-layang. Karena itu, yang lain-lainnya turut
berdiam juga, Hingga suasana sunyi itu menjadi tegang
agaknya. Tidak lama terlihat Giam Hok datang bersama dua orang
muda dengan dandanan singsat mereka itu muncul dari jalan
kecil dikebun. Kedua anak muda itu beroman gagah tetapi
waktu itu lagi berduka. Mereka mendahului sikuasa tua untuk
lantas menjura kepada Chong sie, katanya:
"Kami yang muda ouw Thian Seng dan Tan Bun Han
menghadap chong Looelanpwee"
Chong Sie tidak kenal anak-anak muda itu.
"Kamu murid siapa ?" ia tanya. " Kenapa kamu kenal aku si
orang tua " Nampaknya kamu lagi berduka, kenapakah?"
1360 Tan Bun Han berdiri sambil menurunkan kedua tangannya,
"Guru kami yalah To ciok Sam dari Liauwtong," sahutnya.
" oh.. "si pengemis mengasi dengar suaranya.
"Locianpwee, kami datang kemari mencari cia Siauwhiap.
barusan kami ketemu Giam Koankee ini, kami diberitahukan
Siauwhiap tidak ada disini, ada juga Loocianpwee, bahwa
kalau ada apa-apa, dapat kami bicara dengan Loocianpwee
saja, Kami berduka bukan untuk urusan kami.
Barusan ditengah jalan kami bertemu sahabat dari Ngo Bie
Pay, jadi itu Hek Mo-lek Kiang cong Yauw, dengan roman
yang sangat berduka dia lagi pergi cepat ke ibukota propinsi
ouwpak, Katanya Tonghong Siauwhiap telah dibawa lari Ang
Niu cu dari oey Kie Pay dan aku diminta datang kemari buat
minta bantuannya Cia Siauwhiap..."
Mendengar begitu, Yauw Hong dan siang Bwee kaget
hingga mereka mengeluarkan seruan tertahan.
Chong Sie berlaku tenang, ia mengangguk,
"Nanti aku urus," sahutnya, Terus ia memanggil Hong In
Kay, untuk menitahkan. "Lekas kau pergi kepada Tongcu kita bagian kota chong-ciu
ini, kau perintah dia mengirim kabar kilat untuk memohon
kedua Tiangloo lekas berangkat ke ouwpak, nanti aku
menantikan mereka di Hoo-kauw"
Hong In Kay menurut perintah, dia pergi dengan lantas.
Chong Sie memandang kedua nona ia kata. "Aku si tua
ingin bicara sedikit, harap nona-nona tidak menjadi kecil hati.
Saudara angkatku, Cia In Gak. muda dan tampan, dia pintar
dan gagah luar biasa, tidaklah heran jikalau kamu menaruh
hati terhadapnya..."
Mukanya kedua nona menjadi merah mereka likat. Lantas
mereka tunduk. "Didalam halnya kamu, aku kuatir masih ada kesulitannya."
kata Chong Sie, menerusi, "Kamu ketahui In Gak itu berselisih
dengan Kheng Tiang Siu muridnya Kim Teng Siangjin dari
1361 partai kamu, Kim Teng Siangjin paling suka mengeloni murid,
mungkin mereka akan merintangi kamu, hanya biar
bagaimana, segala daya ada manusia, janganlah kamu
bertindak sembrono. Sekarang ini pergi kamu ke Bu Tong San
saudara angkatku itu, habis itu kamu terus pergi ke In Bong
San untuk membantui aku."
Kiang Yauw Hong berdua setuju, maka itu mereka lantas
berangkat. Bersama mereka ikut serta Soh Beng Pat Ciang
Siang Lok. Chong Sie serdiri kemudian berangkat ke He-kauw
bersama-sama kedua anak muda itu serta Hoan Siauw Coan,
ooooooo BAB 19 HARI masih pagi, hawa udara dingin, tetapi itu waktu di
bulan kedua, masih dipertengahan musim semi, digunung Bu
Tong San, pohon toh dan heng dan juga yang liu sedang
indahnya. Disana pun terdapat banyak pepohonan Iain yang lebat,
yang mengalingi sinar matahari. Dibagian yang rendah, -salju
bertumpuk menjadi es. Diatas gunung itu pula terdapat banyak kuil kawanan
imam, kuil-kuil yang ditimpali pohon-pohon pek yang tua.
Semua itu menandakan gunung ini tepat untuk jadi tempat
pertapaan atau beribadat.
Ketika itu terlihat seorang imam lagi berdiri diam dengan
kedua tangan digendong, Dia berada dibawa h puncak Tian
Kie Hong, ditepi empang didepan kuil cie Siauw Kiong. Dia
bermuka bersih, kumisnya pa ajang, akan tetapi parasnya
berduka, sepasang alisnya pun dikerutkan matanya
mendelong kepermukaan air.
Ia beda dengan matahari yang bersinar merah marong, ia
pula diapit dua kacung yang romannya bersih, yang
tangannya masing-masing memegang sebatang pedang.
Imam itu disadarkan dari menjublaknya itu oleh bunyi
genta yang berkumandang diempat penjuru, hingga ia
1362 mengangkat kepalanya mengawasi keatas, sinar matanya
tajam. Setelah itu terdengar pula siulan yang lama, disusul
dengan melayang turunnya sebuah tubuh dari atas puncak,
turun ke jalan turun disamping kuil yang berbatu hijau, dalam
dua tiga kali enjotan, tibalah dia ditepi empang disisi kanan
imam itu. Dialah seorang imam dengan muka kuning serta tipis
berewoknya, Dia menjura kepada si imam tua dan bertanya,
hormat: "Kenapa ciangbunjin meninggalkan kuil Keng Tay
Koan di puncak cu Hong dan datang ke-kuil cie Siauw Kiong
ini?" Imam tua itu mengasi dengar suara dihidung.
"Ceng Beng, kau bicara sembarangan saja" sahutnya,
"Bukankah urusan ada mengenai
keselamatan dan kecelakaannya Bu Tong Pay " Aku sudah
mengundang ketiga paman gurumu, yang sudah lama tak
mencampuri lagi urusan didunia, untuk masing-masing
mengambil kedudukan, di Keng Tay Koan, Thay Hoo Kiong
dan Hian Bu Tian di Kim Teng."
Memang gunung Bu Tong San mempunyai tiga puncak
utama dan Thian Cu Hong yang ditengah, kuilnya Kim Auw
Sie. Yang dipuja didalamnya yaitu malaikat Hian Bu Tay-tee
serta empat jenderalnya, itulah yang dipanggil Puncak Kim
Teng, hanya ini bukan puncak Kim Teng dari gunung Ngo Bie
San- Keduanya cuma namanya saja yang sama. Kelihatannya
Ceng Beng Cinjin menjadi girang.
"Dengan adanya ketiga paman guru itu, pasti kita tak usah
mengUatirkan apa-apa lagi"
Tetapi si imam, sang ketua, atau ciangbunjin mengasi
roman keren. "Enak kau bicara" katanya, "Satu Siauw Yauw Kek saja
sudah sukar untuk dilayani, apa pula disana juga ada tiga
siluman dari Pak Beng Mo-Kauw, sementara kau sendiri, kau
sudah mengundang kemarahannya Kian-Kun Ciu Lui Siauw
Thian dan lainnya, Mati atau hidupnya, Partai kita tergantung
1363 dengan saat ini. Barusan genta dibunyikan mungkinkah Siauw
Yauw Kek semua telah datang demikian cepat "
Mukanya imam itu menjadi merah, dia berdiri tegak dengan
kedua tangan dikasih turun-
"Suara genta terdengar mulanya dari kuil Geng In Kiong,"
ia menyahut, memberi keterangan "Tak mungkin itu ada
hubungannya dengan tibanya rombongan dari Siauw Yauw
Kek, Selama tahun-tahun yang belakangan ini ketika muridmurid
generasi ketiga turun gunung mereka pun sudah
menanam tak sedikit permusuhan, maka itu yang datang itu
mungkin lain orang."
Imam tua itu ialah Lan Seng Ie-su, ciangbunjin dari Bu
Tong Pay. Dia diam berpikir mendengar jawaban itu.
"Ceng Beng, pergi kau ke Geng In Kiong akan melihat siapa
musuh itu" perintahnya. "Digunung kita ini telah diadakan
penjagaan keras di tiga puluh enam jurang, tujuh puluh dua
istana dan dua puluh empat kuil, dari itu tidak nanti orang
dapat memasukinya dengan mudah saja. jikalau kau ketemu
ceng Seng dan ceng Hoat, perintahkanlah mereka untuk
melindungi buah Long-bwe-sian didepan rumah suci Long
sian-sie." Lan Seng menyebutnya istana "koan" juga. ceng Beng
menerima titah itu, ia berlalu dengan cepat. ia menghilang d ia
ntara pohon-pohon pek menuju keutara. Atau mendadak ada
bayangan yang berkelebat dibelakangnya, lari mengikutinya.
Hanya ditengah jalan, bayangan itu berlompat kesamping,
untuk lari mendahului kearah Geng In Kiong...
Didepan kuil Geng In Kiong ada dibangun sebuah tenda
peringatan dari batu hijau berukiran tiga hurup besar "Te It
San" artinya " Gunung nomor satu." itulah tulisan indah yang
hidup dari Siang Yang pada ahala Song.
Tepat suara genta berhenti mengalun, didepan batu
peringatan itu, lompat turun satu orang tua berkepala gundul,
yang romannya bengis, yang sikapnya garang, Dia
1364 mengenakan baju panjang sulam, yang mentereng dilihat
diantara sinar matahari. Dia tertawa lebar melihat tiga huruf Te It San itu, katanya
nyaring: "Biarlah aku si orang tua menambahkannya"
Dia terus mengulur jeriji tangannya hendak mengukur
diatasan ketiga huruf itu, Hanya belum sempat dia
melakukannya dari Geng In Kiong sudah terdengar bentakan:
"Sie-cu, jangan kau merusak keindahan gunung kami"
Suara itu disusul lompat turun orangnya, bahkan dia terus
menyerang kepada si orang tua.
orang tua itu berlompat sambil memutar tubuh, Dia seperti
mempunyai mata dipunggungnya, Dengan lompat secara
begitu, dia membebaskan dirinya, tapi penyerangnya sudah
lantas menyerang pula Hebat orang tua ini, Ketika itu tubuhnya lagi turun
kebawah, belum lagi serangan sampai, ia sudah mendahului
membalas. Dengan begitu kedua tubuh beradu satu dengan
lain-Lantas terdengar jeritan yang nyaring.
Lantas penyerang yang lompat dari Geng in Kiong itu
terpental tiga tombak ledih, roboh ke tanah dengan terus
terbinasa, dari mata, hidung, mulut dan telinganya keluar
darah segar Orang tua itu tertawa pula, berkakak. ia berkata nyaring:
"Semua orang Bu Tong Pay bangsa gentong arak dan kantong
nasi Semua mereka tak dapat bertahan buat satu gempuran
saja Toh mereka berani menyebut diri satu partai besar"
Kembali terdengar suaranya genta, Kali ini dari Geng in
Kiong muncul tiga imam lainnya, semua setengah usia, imam
yang mengambil kedudukan ditengah, dengan matanya yang
dingin, mengawasi si orang jumawa, Dia menegur: "Disini
tempat suci, mengapa Sie-cu sembarangan melakukan
pembunuhan" " Orang tua itu tertawa keras dan dingin.
1365 "Tapi bibitnya yalah kamu kaum Bu Tong Pay yang
menanamnya?" dia menjawab, "Sama sekali bukannya aku si
orang tua yang tanpa sebab datang kemari menantang kamu"
Imam setengah usia itu mengawasi tajam.
"oh kiranya yang datang Te Sat Kie-su Bok Peng Lo-su dari
Kiong Lay San- katanya kemudian-
Bok Peng, si orang tua tertawa.
"Mata kamu tajam tak celaan, kamu dapat mengenali aku si
orang tua" katanya, Dia terus menuding kepada mayat
kurbannya, dia berkata dingin: "Toh tidak kecewa saudaramu
itu terbinasa secara begini" Siapa suruh dia membokong aku si
orang tua?" Imam yang berada ditengah itu ternyata dengan
jumawa. "Selama yang belakangan ini murid-murid Kiong Lay San
ada yang tersesat yang telah mencampuri diri dengan orangorang
jahat," ia berkata "dari itu tidaklah heran bila
diantaranya ada yang terbinasakan dalam pertempuran oleh
murid kami yang lagi turun gunung untuk menjalankan tugas
keagamaannya. Tetapi aneh sikapmu Bok Sie-Cu Bukannya kau
membersihkan partaimu sendiri, kau justeru lancang mendaki
Bu Tong San dimana kau melakukan pembalasan secara
sewenang-wenang" "Oh, kau berani menghina aku si orang tua" berseru Bok
Peng, gusar "Baiklah, aku si orang tua akan membikin tujuh
puluh dua istanamu nanti runtuh menjadi puing"
Imam itu menjawabnya dengan dingin
"Meskipun pihak Bu Tong Pay bangsa segala gentong arak
dan kantong nasi akan tetapi tak dapatlah Bok sie-cu
menggempur tujuh puluh dua istana kami menjadi rata
dengan bumi" Bok Peng gusar sehingga ia segera meluncurkan
tangannya, itulah tenaga yang seumpama kata dapat
"menggempur gunung dan membalikkan laut"
1366 Dengan gesit ketiga imam memencar diri, lalu pedang
mereka masing-masing berkelebat menyerang kepada si orang
she Bok, yang dicari tiga jalan darahnya, thian-kle, ceng elok
dan beng bun. Bok Peng bersiul sambil berkelit mundur, ketika tangan
kanannya meraba ke pinggang, lantas tangan itu mencekal
sebatang pedang lunak yang dikibaskannya
memperdengarkan suara mengalun, sedang cahayanya
berkilauan. Ketika itu kembali tiga sinar pedang menyamber
secepat tadi. Ketua Kiong Lay Pay itu mengawasi dengan tertawa
mengejek, pedangnya menyamber melihat ketiga pedang
imam-imam dari Bu Tong Pay itu. Ketika keempat pedang


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bentrok nyaring suaranya, muncrat lelatu api nya.
Ketiga imam menjadi kaget, pucat muka mereka. Mereka
lompat mundur dengan memegang masing-masing pedang
mereka yang sudah buntung ujungnya
Bok Pek tertawa berkakak, keras mirip guntur, ketika telah
berhenti tertawanya itu, dia katajumawa, "Segala mutiara
sebesar beras toh mau memencarkan cahayanya ilmu pedang
Sam Goan Kiam-hoat toh cuma sebegini saja"
Menyusul berhentinya suarajumawa itu, dari belakang
sebuah pohon pek dibela kang, mereka terdengar bunyi suara
yang terang dan lancar, "orang tua She Bok, aku harap kau
jangan berjumawa dulu Apakah kau sangka Bu Tong Pay
dapat kau hina sesukamu" Kau mempuasi hatimu terhadap
segala anak muda dengan begitu dapatkah kau terhitung
seorang kenamaan seharusnya kau mencari tertua mereka
Sekarang ini Lan Seng Ie-su berada didepan
Cie Siauw Kiong Apakah gunanya untuk omong besar disini,
" Bok Beng bertambah gusar mendengar teguran yang
bernada ejekan itu. ia memang ketua Kiong Lay-pay yang
1367 sangat berkapal besar. Begitu berhenti suara orang, begitu
tubuhnya mencelat berputar, menyerang dengan pedangnya
ke arah dari mana suara itu datang. ia lompat tinggi untuk
mencapai jarak tiga tombak.
Hanya selagi tubuhnya turun, mendadak ia merasakan satu
kali gigitan atau antupan tawon pada dengkulnya bagian
dalam, sakitnya sampai kehulu hati, hingga tak dapat ia
mempertahankan tenaganya, lantas saja tubuhnya turun
ketanah. Berbareng dengan itu telinganya mendengar,
"Kau cari mampus" ia kaget bukan main, mukanya menjadi
pucat, dengan paksakan diri ia berlompat, untuk terus berlari,
hingga sekejap saja ia sudah lenyap. Ketiga imam yang
pedangnya terkutungkan itu menghela napas lega.
Mereka merasakan hebatnya Bok Peng, yang demikian
telengas. Karenanya, mereka sangat bersyukur kepada
penolong mereka yang tidak dikenal itu yang semenjak tadi
tidak memperlihatkan dirinya. Lalu imam yang berkedudukan
ditengah tadi sambil menoleh kearah pohon, berkata dengan
hormat "orang pandai siapakah itu yang telah menolongi
kami?" Tidak ada suara jawaban, cuma suara angin yang berkesiur
halus, orang itu tak nampak datangnya tak terlihat perginya.
Dia- mirip naga yang bersembunyi didalam mega.
Sementara itu dari arah kiri terlibat munculnya satu orang.
Melihat dia itu, si imam ditengah berseru, " Ceng Beng
Suheng. bagus kau datang" Lantas ia menuturkan peristiwa
barusan- "Sekarang lekas kamu membunyikan genta isyarat," ceng
Beng berkata, "Aku sendiri mau segera pergi ke Ko cin Kiong"
Kata-kata itu ditutup dengan berlompat-nya ia kearah atas
gunung. Ketiga imam itu lantas mengurus mayat saudara
seperguruannya, habis itu mereka lari pulang ke Geng In
Kiong, Maka dilain saat dari dalam kuil itu terdengarlah suara
1368 genta nyaring, tidak cepat tidak perlahan, hingga suara itu
tidak mengentarakan telah terjadi peristiwa berdarah yang
hebat. Ketika itu di sebuah puncak didepan Geng In Kiong itu,
disisinya sebuah pohon cemara yang banyak lekukannya,
terlihat seorang anak muda lagi berdiri tenang dengan kedua
tangan digendongkan kepunggungnya, matanya memandang
kemega putih seperti dia lagi berpikir.
Dialah Koay ciu Sie-seng Cia in Gak. yang pikirannya lagi
kusut, Dia telah mendapat kenyataan Gak Yang dan Pin Jie
bukan diculik orang Bu Tong Pay, jadi benarlah kata katanya
ceng Beng cinjin dirumah makan di Kunciu.
Maka dia menduga kepada siauw Yauw Kek. Dia pikir
pantas kalau Siauw Yauw Kek menyukai kedua bocah itu yang
beroman dan berbakat baik untuk dijadikan murid.
"Biarlah aku menanti sampai aku bertemu siauw Yauw
Kek", pikirnya kemudian- "Hanya, kemana perginya Kian Kun
ciu dan Hu Wan" seharusnya mereka sudah tiba disini, Kenapa
mereka tak nampak?" Ia jadi berpikir keras pula, hatinya terasa berat sampai ia
sukar bernapas, ia tidak mengerti kenapa pikirannya menjadi
semakin kacau. Tanpa merasa, pemuda ini membayangi segala
peristiwanya sekian lama. sekarang ia mendapat anggapan,
dalam soal asmara ia lemah, dalam soal lainnya ia keras,
justeru kekerasan itu yang dapat menimbulkan kesulitanku.
Laut itu luas dan dalam tak terkirakan laut itu harus dibuat
ngeri, oleh karena itu orang haruslah berpikir panjang.
"Sayang usiaku terlalu muda, aku sembrono..." pikirnya
lebih jauh, "Aku telah mengundang sendiri datangnya segala
keruwetan, ia menyesal sesudah kasip. Maka terus ia
mengawasi sang mega. Akhirnya ia menghela napas, ia
masgul sendirinya, ia penasaran-..
1369 Ia baru bagaikan sadar tak kala didepan matanya -jauh
dipuncak sebelah depan - ia melihat bergerak-geraknya
beberapa orang yang nampak hanya sebagai bayangan-
Semua orang itu menghilang dalam lebatnya hutan cemara, ia
ingat suatu apa, terus ia menjejak tanah, mencelat kearah
puncak itu, ia menggunai ilmu enteng tubuh "Burung song
tunggal terbang di-udara", suatu jurus dari "Cit Kim Sinhoanatau
"Tujuh jenis Unggas." ia melesat jauhnya tujuh atau
delapan tombak. Untuk berlari terus, ia memakai lain ilmu yaitu jurus "Thian
Liong pat pian- atau "Naga langit berubah delapan kali",
Dengan begitu lekas sekali ia sudah tiba dipuncak didepan itu.
Tapi baru ia menaruh kaki atau ia sudah lompat pula, untuk
lari menyusul beberapa bayang tadi itu.
Luar biasa ringannya tubuh si anak muda, sebentar saja ia
sudah dapat menyandak mereka. ia memernahkan diri kirakira
empat tombak dari mereka itu, Sejarak itu dapat ia
melihat tegas, ia menjadi tawar hatinya, ia tidak mendapatkan
siauw Thian, Liok Koan dan si nona Wan, meski benar satu
diantara mereka ini yalah seorang wanita muda. Setelah
menghela napas, ia juga mentertawai dirinya sendiri.
"Aku aneh.,." katanya didalam hati, "Di Ya Ap Thoa aku
berada dekat dengan Yauw Hong dan Siang Bwe... Betapa
ingin mereka selalu berada berdekatan dengan aku, tetapi aku
meninggalkannya, aku justeru mau cari Hu Wan, aku ingin
sangat melihatnya." Sembari berpikir itu, In Gak berjalan perlahan dibelakang
pepohonan, itulah sebab rombongan didapan itu berjalan
terus. Baru belakangan mendadak mereka itu menghentikan
tindakan mereka, ia turut berhenti juga, bersembunyi
dibelakang sebuah batu besar, matanya di-pasang, ia melihat
mereka itu tunduk. berbicara kasak-kusuk.
"Bu Tong Pay memperdengarkan gentanya, rupanya ada
musuh besar datang menyerbu." berkata seorang diantara
1370 rombongan itu - suaranya keras, "Inilah kebetulan bagi kita,
Bagaimana, kita nyebar diantara mereka itu atau kita bekerja
sendiri sendiri saja?"
"Suheng", menjawab seorang, "musuh kita yalah sihidung
kerbau Ceng Hui, tetapi sekarang ada musuh Bu Tong Pay
datang, benar seperti katamu, inilah kebetulan sekali Aku pikir
haruslah kita menangkap ikan didalam air keruh, itu lebih
gampang, hasilnya lebih besar Si hidung kerbau Ceng Hui
berada dikuil Hwe Liong Koan dibawah itu, mari kita cari dia
untuk mem-bereskannya, habis itu sekalian saja kita mengicipi
rasanya buah Long bwee-sian"
"Suheng", tanya seorang wanita, "apakah benar kau
merasa pasti kita bakal berhasil?"
Belum Si suheng menjawab, maka dari arah pohon-pohon
cemara yang lebat terdengar ini suara yang terang sekali:
"Nona benar. Hari ini, orang-orang yang menyerbu gunung ini,
bagiannya yalah mati bukannya hidup Maka itu suka aku
memberi nasihat supaya sie-cu semua kembali turun gunung"
In Gak dari tempat sembunyinya dapat melihat orang yang
campur bicara itu, yalah seorang imam tua yang sudah
ubanan rambutnya, Dia bicara dengan bantuan tenaga dalam,
maka juga suaranya terdengar dekat dan terang sekali.
Salah seorang dari rombongan itu, orang mana bertubuh
besar, mengawasi tajam kearah dari mana nasihat datang. Dia
menegur keras: "Apakah kau Ceng Hui sihidung kerbau"
janganlah berlagak seperti iblis, main sembunyi sembunyi
Marilah, tuan besarmu she Ho hendak membikin perhitungan
denganmu" Suara temberang itu mendapat jawaban: "Ceng Hui itu
kepenakan-muridku Dia sekarang kebetulan tidak ada didalam
kuil, dia tengah berpergian, maka sayang kedatangan sekalian
sie cu ini Nanti saja, lagi setengah bulan, kalau Ceng Hui
sudah pulang, aku akan menitahkannya menantikan didalam
kuilnya Para sie-cu, semua senjata kamu, telah aku tolong
mengumpulnya didepan air mancur Jie Liong Pauw, jikalau
1371 sebentar sie-cu semua kembali, disana sie-cu akan
mendapatkannya" Orang itu membikin rombongan itu menjadi kaget. Mereka
semua melihat dirinya sendiri, Mereka menjadi terlebih kaget
pula, Tidak ayal lagi, mereka memutar tubuh untuk lari kabur,
In Gak tertawa didalam hati. "Segala makhluk tolol"
katanya dalam hatinya. "Senjata ditubuh sendiri diloloskan
orang tetapi tidak merasa. Dilain pihak. ia kagum untuk
liehaynya si-imam tua. Justeru ia berpikir itu, ia melihat bayangan berkelebat lalu
si-imam tua nampak didepannya. Bahkan ia lantas ditegur
halus: "Sie-cu, sie-cu datang ke Bu Tong-San ini, adakah kau
sahabat atau musuh?"
Tapi ketika ia melihat pedang di-punggung sianak muda, ia
agaknya terperanjat ia menatap tajam. ia rupanya mengenali
pedang mustika Thay oh Kiam, In Gak bersenyum.
"Aku yang rendah bukannya sahabat dan juga bukannya
musuh", ia menyahut tenang, "Aku datang kemari karena aku
mengagumi gunung Bu Tong San- Harap totiang tidak buat
kuatir, silahkan lotiang mengurus tugas totiang."
Imam tua itu mengangguk. "Bagus kalau begitu", sahutnya,
"Hanya sie-cu datang dengan membawa pedang, dan itu pula
pasti pedang mustika, oleh karena aturan disini harus ditaati,
yaitu siapa mendaki gunung mesti meninggalkan pedangnya,
aku minta sie-cu suka meloloskan pedangmu untuk aku yang
menyimpannya, sebentar apabila sie-cu turun gunung, nanti
aku membayarnya pulang, Aku adalah Uy Seng ie-su dan
kuilku itulah Hwe Liong Koan dibawah itu."
In Gak tahu orang ketarik dengan pedangnya, ia tertawa.
"Totiang, sungguh tajam matamu" katanya, "Memang
pedangku ini pedang mustika, karenanya tidak dapat aku
sembarang menyerahkannya Aku minta janganlah totiang
menggerembengi aku yarg rendah, Siauw Yauw Kek bersama
Pak Beng Sam Mo bakal lekas datang menyerbu gunung ini,
1372 sedang sekarang ini Te Sat Kie su Bok Peng dari Kiong Lay
San sudah menyatroni Cie Siauw Kiong, maka itu lebih baik
kau lekas-lelas pergi kekuil itu guna menyambut musuh"
Uy seng ie-su tidak senang atas jawaban itu. "Sebenarnya
siapakah kau?" ia tanya bengis. In Gak tidak takut.
"Totiang." sahutnya dingin, "Perlu apa kau bergusar" Telah
aku jelaskan aku bukan musuh dan juga bukan sahabat
Kenapa kau main bentak-bentak?"
Tak peduli dia murid Sam Ceng, melihat pedang Thay oh
Kiam maka terbangunlah keserakahannya imam tua ini ia sudah lantas pikir, dengan
mempunyai pedang itu tak usahlah ia kuatirkan lagi Siauw
Yauw Kek atau Pak Beng Sam Mo.
"Digunung Bu Tong San, pedang harus diloloskan itulah
aturan kami semenjak jaman dahulu" ia kata bengis, "Sie-cu
pun tak menjadi kecuali Maka itu aku harap sie-cu suka
memikir baik-baik, jikalau tidak- maafkanlah, aku mesti
mengambil tindakan" In Gak berlaku tenang. "Jikalau begitu", tanyanya sabar, "apabila aku tidak
meloloskan pedangku ini, totiang jadi hendak mengambilnya
dengan kekerasan?" Imam itu mengangguk. "Benar," sahutnya pasti. In Gak
tertawa nyaring. "Untuk kau mengambil dengan kekerasan, aku kuatir
tenagamu belum cukup, totiang" katanya.
"Ha, kau berani memandang enteng kepada-ku?" bentak
imam itu. In Gak bersenyum. "Jangan gusar, totiang," bilangnya, "Bagaimana bila kita
bertaruh ?" "Bagaimana caranya itu?" tanya si imam, parasnya guram.
"Sangat mudah Kita bertanding selama sepuluh jurus,
jikalau selama itu totiang tidak berhasil merampas pedangku
1373 maka aku ingin minta buah Long-bwe-sian Totiang setujukah
?" Mukanya imam itu berubah, ia berpikir : "Buah Longbwesian
ini yalah buah mustika partaiku, khasiatnya dapat
menambah kekuatan tubuh, dan membantu tubuh menjadi
enteng, juga dapat dipakai mengusir pelbagai racun, Pula
cuma ketua kami sendiri yang dapat memetiknya, satu tahun
sekali, setiap kalinya dua belas biji, semua itu untuk campuran
obat pel untuk semua imam. Karena itu mana dapat aku
memberikan buah itu ?"
Tapi ia berpikir lebih jauh: "Kenapa bolehnya memikir
begini rupa" Pohon Long-bwe-sian hanya tiga buah, yang
lainnya pohon biasa, kenapa jikalau aku berikan dia buah yang
palsu" Tidak ada halangannya, bukan" Tentu sekali ketua
kami juga pasti akan menyetujuinya . . . "
Oleh karena ini, ia lantas menyahut "Baik, sie-cu, aku
terima baik pertaruhan ini"
Kata-kata itu diakhiri dengan sambaran tangannya yang
sehat luar biasa kearah pundak orang dimana pedang Thay oh


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiam tergendol. Tapi akhirnya ia melengak sendirinya.
In Gak tak terlihat bergeraknya toh dia mundur tujuh
tindak. "Tunggu dulu" berkata anak muda itu. "Aku belum omong
jelas Aku yang rendah menghendaki pohon yang kesembilan
yang tumbuh dikiri kuil Long Sian Su itu. itulah pohon yang
bongkot dan cabangnya tak ada kulitnya, yang berdiri tegak,
bunganya berwarna merah dan putih seperti bunga heng dan
toh." Mendengar kata-kata itu, diam diam Uy Seng ie-su
menyedot napas. "Pemuda ini lihay sekali" pikirnya, Lalu dia berkata: "Sie cu,
kau terlalujumawa Benarkah kau percaya dalam sepuluh jurus
aku tidak dapat merampas pedangmu?"
In Gak tertawa lebar. 1374 "Kau berhasil atau tidak. kita lihat saja sebentar" sahutnya,
"Sekarang ini masih terlalu pagi untuk menyebutnya.
Pedangku ini, apabila aku membuatnya hilang tidak berarti
banyak untukku, tidak demikian dengan buah Long bwe-sian
itulah buah terlarang dari Partaimu, hingga tidak sembarang
orangmu yang dapat memetiknya Totiang, aku kuatir cuma
dapat bicara tetapi tidak dapat mewujudkannya "
Uy Seng mendongkol hingga dia membentak.
"Aku biasa menghargai kepercayaanku, mana dapat aku
menyangkal terhadap kau satu anak muda?" katanya sengit.
Tapi in Gak berkata dingin: "Orang tidak dapat tidak
bersiaga diri, Disini toh cuma ada kita berdua, Totiang dan aku
Tanpa bukti, tanpa saksi, apabila sebentar totiang gagal dan
menyangkal bagaimana" Apa aku bisa bilang ?"
Uy Seng membawa tangannya ke kondenya, untuk
mencabut sepotong kemala kuning berbentuk bintang, ia
lemparkan itu kepada In Gak seraya ia membentak: "inilah
bukti barang kepercayaanku jikalau dalam sepuluh jurus aku
gagal mendapatkan pedang mu, kau boleh bawa ini ke Long
Sian Su, kau serahkan pada imam yang menjaga disana kau
minta buah itu. Sebaliknya, aku akan minta pulang kemalaku
ini" In Gak periksa kemala itu, terus ia memasuki kedalam
sakunya, ia tertawa dan berkata: "Baiklah sekarang Totiang
ambil pedangku" Didalam hatinya ia menyesal kan imam itu
demikian serakah. Ia lagi berpikir itu atau tahu-tahu tangan orang telah
meluncur kepundaknya, Sambil tertawa dingin ia berlompat
mundur. Uy Seng terperanjat melihat orang dapat bergerak
demikian gesit dan lincah. Tapi ia penasaran maka ia
berlorapat maju guna meny amber pula, Tentu sekali ia
berlaku semakin gesit. 1375 In Gak tidak melawan, ia tidak menangkis, ia berkelit
seperti semula itu. ia seperti melenyapkan diri dari depan si
imam hingga imam itu kaget luar biasa. Baru sekarang dia
insaf bahwa dia lagi menghadapi orang lihay.
"Totiang, kau sudah mengawasi lewat dua jurus" ia
mendengar suara dibelakangnya.
"jikalau kali ini aku gagal, mana dapat aku menjadi salah
satu Bu Tong sam Seng" pikirnya. Bu Tong Sam Seng yalah
tiga Bintang dari Bu Tong Pay, Dalam penasarannya dengan
meadadak ia memutar tubuhnya, sembari berputar ia
meneruskan berlompat, untuk menerkam buat ketiga kalinya.
Untuk kesekian kalinya, In Gak berkelit pula, ia tidak
menghiraukan orang menubruk cepat seperti kilat.
Untuk sekian kalinya, Uy Seng kaget, tetapi sekarang dia
menanya keras: "Sie-cu, kau sembunyi di mana" janganlah
kau main sembunyi saja"
In Gak tertawa dibelakang orang, ia menjawab tenang:
"Siapa main sembunyi sembunyi, Totiang" Adalah Totiang
sendiri yang memiliki mata akan tetapi tak dapat melihat
siapakah yang Totiang hendak persalahkan?"
Uy Seng ie-su berbalik dengan sangat cepat, Kali ini ia tidak
meneruskan menyerang seperti beberapa kali tadi, ia melihat
orang berdiri tenang saja, mulutnya tersinggung senyuman
manis, matanya mengawasi ia sabar.
"Rasanya kali ini aku tidak bakal mendapatkan
kemenangan." pikirnya. ia menjadi masgul, "Biarlah, aku coba
paksakan-.." Ketika itu genta terdengar pula, seperti biasa,
berkumandang di lembah lembah.
"Genta telah dibunyikan pula, mungkin musuh telah
datang," In Gak berkata perlahan, "Kuil Hwe Liong Koan sepi
saja, apakah disana cuma Totiang seorang yang
menjaganya?" 1376 Pertanyaan ini membangkitkan herannya Uy Seng ie-su,
Didalam kuil itu masih ada empat imam lainnya, Kenapa
mereka itu berdiam saja " Dari heran, ia menjadi berkuatir,
maka itu tanpa membuang apa-apa, ia lantas lompat untuk
lari kekuilnya itu. In Gak berniat membayar pulang kemala orang, ia tak
sempat berbuat begitu. Hanya sebentar, si imam sudah pergi
jauh. ia pun ingin menyaksikan apa yang sudah terjadi, maka
ia lompat menyusul. Ia sampai dengan cepat, ia lantas mendapatkan mayatnya
empat imam, baju didadanya robek. pada dahi mereka itu ada
tapak tangan, Muka mereka juga menunjuki kaget dan takut.
Memeriksa lebih jauh, In Gak mendapat kenyataan tapak
tangan itu tapak yang ditinggalkan penyerang yang lihay.
Tapak-tapak itu tidak serupa, terang penyerangnya bukan
cuma satu orang. "Mungkinkah Siauw Yauw Kek dan sam Mo yang telah
tiba?" ia berkata dalam hatinya, ia tidak melihat Uy Seng ie-su,
ia tidak tahu orang pergi kemana, Untuk mendapat tahu tahu
peristiwa terlebih jauh, ia meninggalkan Hwe Liong Koan,
untuk menuju ke Cie Siauw Kiong.
In Gak percepat larinya. Mendekati ruang Pat Siang Lo, ia
melihat bergeraknya beberapa bayangan ia lari menyusul
Ketika ia sudah datang dekat pada mereka ia menjadi kecele,
ia melihat Siang Lok bersama Yauw Hong dan Siang Bwe,
ingin ia segera bersembunyi dari mata ketiga orang itu, atau ia
mendengar suaranya Nona Kang:
"Suara genta hebat sekali, mungkin engko In mengacau di
Bu Tong San, pastilah kawanan hidung kerbau itu bakal
merasakan bagiannya. Celaka tangga batu ini. kenapa begini
panjang".,." Selagi berkata begitu, ia berpaling kebelakang,
atau mendadak matanya bersinar, terus ia berteriak
kegirangan: "Engko In Benar-benar kau disini oh, kau
membikin adikmu menderita"
1377 In Gak menyesal. Tak ada ketika lagi untuk bersembunyi
Maka ia lompat kepada mereka itu.
Siang Lok dan Lo Siang Bwe sudah lantas menoleh In Gak
mencekal tangan si imam, untuk menanya ini dan itu
mengenai mereka bertiga. Ketika ia melihat Nona Lo, sinar matanya itu menunjuki dia
berduka dan penasaran, ia lantas tertawa dan menanyai "Kau
baik Nona Lo?" Pertanyaan itu justeru mendukakan si nona yang air
matanya lantas melele keluar. Melihat itu, Siang Lok masgul.
"Siauw-hiap." ia berkata cepat. "Aku mau jalan lebih dulu"
Tanpa menanti jawaban, ia lantas bertindak berlompatan
dan lari, In Gak berdiam, ia menjadi serba salah, "Engko In, kau
terlalu" kata Yauw Hong, matanya menunjuki dia pun
penasaran "Encie Bwe berterima kasih yang kau telah
menolongi membebaskannya dari totokan, dia ingin membalas
budi dengan menyerahkan dirinya, mengapa kau
meninggalkan dia tanpa sepatah kata?"
Mukanya si pemuda menjadi merah, "Sebenarnya aku
bingung memikirkan Gak Yang dan Pin Jie, aku sampai berlaku
tak selayaknya..." katanya, "Tapi... tapi..." ia bersangsi, tapi
toh ia meneruskan "Ketika aku menolongi Nona Lo di Ya Ap
Thoa, itulah saking terpaksa, oleh karena itu aku harap nona
jangan buat pikiran..."
"Tapi, engko In," Yauw Hong mendesak. "coba kau pikir,
dapatkah tubuh seorang nona dilihat oleh seorang pria" jikalau
ia tidak menyerahkan dirinya, apa jalan lainnya?"
Meski ia berkata sengit, muka si nona toh merah, ialah
gadis seperti Siang Bwe sendiri.
Muka Nona Lo sendiri menjadi semakin merah jengah
sekali. 1378 Didalam hatinya, In Gak berkata: Toh kamu yang memaksa
aku menotok bebas pada kamu itulah bukan karena
keinginanku sendiri" Meski demikian- kata-kata itu tidak dapat
ia keluarkan dari mulutnya. sebaliknya ia jadi menghela napas,
matanya mendelong. Tak tahu ia bagaimana mesti bicara.
Hanya selang sekian lama, ia menjura seraya berkata: "Semua
jalan salahku sekarang nona-nona terimalah, maaf ku"
Siang Bwe membalas hormat itu, tapi Yauw Hong berkata:
"Engko In, bagaimana ini " Apa artinya kau menyebut nona,
nona, nona" Aku tidak sangka, baru berpisah satu tahun, kau
sudah jadi asing begini"
In Gak menyeringai ia benar benar kewalahan
Tengah suasana "tegang" itu, mendadak mereka
mendengar suara bentakan yang datangnya dari ruang Pat
Sian Lo di Bu Tong Pay. "Inilah hebat" ia berseru, "Siang Koancu sudah bertempur
entah dengan siapa?" Lantas ia berlompat, untuk lari keruang
itu. Yauw Hong dan Siang Bwe, yang turut mendengar
bentakan itu lari menyusul.
Setibanya In Gak didepan ruang Pat Sian Lo dimana ada
sebuah pekarangan luas, ia mendapat Siang Lok lagi
bertempur seru dengan seorang yang rambutnya riap- riapan
sampai dipundak-nya. orang itu bukan bersilat seperti caranya
ilmu silat Tionghoa, Siang Lok gagah tetapi ia terpaksa
mengambil sikap bela diri.
Menonton terlebih jauh, In Gak melihat musuh memancing
terbuka kedua tangan siimam habis mana dia menyerbu
kedada, Atas itu Siang Lok mundur setindak seraya
menangkis, Tapi orang itu bertindak terlebih jauh. Dia tertawa
nyaring sambil tertawa mendadak dia mendak. untuk
menyerang keperut In Gak terkejut itulah hebat untuk si-imam. ia menduga
orang tak sempat lagi berkelit atau menangkis Maka ia segera
1379 lompat maju, sebelah tangannya diulur, ia berlompat dengan
gerakan Hian Wan Sip-pat Kay.
Musuhnya Siang Lok itu sudah hampir menghajar
sasarannya ketika dia merasa ada tolakan yang berat, hingga
tenaganya menjadi buyar sendirinya, sedang siimam, yang
menginsafi bahaya, menjadi heran tempo ia merasa serangan
hanya lunak. Dengan begitu ia lantas dapat membebaskan
dirinya, sebaliknya musuh itu tahu-tahu sudah dicekuk
lengannya oleh In Gak. Dia kaget tetapi tak dapat dia
meronta, maka juga dia mengawasi dengan heran dan
penasaran. Yauw Hong dan Siang Bwe sudah lantas mendampingi si
anak muda mereka pun tidak melihat gerakannya pemuda itu
menangkap tangan orang, karena itu mereka menjadi heran
dan kagum. "Apakah kau Pak Beng Sam Mo?" In Gak tanya orang yang
ia cekuk itu ia tertawa dingin.
Orang berambut riap riap itu tidak menjawab, dia cuma
mengawasi dengan sinar mata berapi, Diam-diam dia
mengerahkan tenaga, "Han-peng Cin-khie," untuk berontak
melepaskan diri guna nanti balas menyerang.
Tenaganya itu berhawa dingin seperti es, kalau tenaga itu
dapat disalurkan kedalam tubuh musuh, darah musuh bakal
menjadi beku. Hanya celaka untuknya selagi hawanya itu
tersalurkan dia sendiri yang napasnya sesak. hawanya itu
berbalik menyerang ulu- hatinya, Dia menjadi kaget, mukanya
menjadi pucat, muka itu mengeluarkan keringat. Herannya,
keringatnya itu beku tetes demi tetes. In Gak mengawasi
sambil bersenyum. "Jikalau kau ingin mati lekas, tak usah kau menjawab" ia
berkata, Aku tidak mau memaksa membikin orang sulit."
Baru sekarang orang itu tertawa menyeringai dan
menyahut. "Akulah murid Pak Beng Sam Mo Mau apa kau
menanyakannya?" In Gak menatap.
1380 "Sekarang dimana adanya Pak Beng Sam Mo dan Siauw
Yauw Kek?" ia bertanya, suaranya keren, tenaganya
dikerahkanorang itu merasakan bertambah sakit, hawa dinginnya
menyerang lebih hebat. "Mereka sudah pergi kepuncak Thian
Cu Hong," dia menyahut.
"Di Hwe Liong Koan ada kedapatan empat imam terbinasa,
adakah itu perbuatan kau?" ia tak tanya pula, "Siapa lagi
kawan-kawanmu yang datang kemari?"
orang itu sudah tidak dapat menjawab, dia cuma
mengangguk seraya menunjuki dua buah jari tangannya.
In Gak menduga dua orang itu mesti dua murid lainnya dari
Pak Beng Sam Mo, mestinya mereka itu yang bersama ini satu
saudaranya memecah diri melakukan penyerangan maka
jugagenta terdengar dari pelbagai penjuru itulah berarti
ancaman malapetaka untuk Bu Tong Pay. ia tidak menanya
lagi, ia hanya segera menotok dada orang itu, yang
mengeluarkan suara napas tertahan, terus tubuhnya roboh
terguling. "Siang cinjin," In Gak kata pada Siang Lok," mari kita
berpencar, lebih dulu kita harus menolongi Bu Tong Pay"
Siang Lok menggeleng kepala.
"Menurut aku baiklah tak usah kita turun tangan," ia
berkata, "Aku dan kedua nona ini tidak mempunyai
kesanggupan- Aku pun mendapat pesan untuk kau, siauwhiap
supaya kau lekas pergi ke In Bong San guna membuat
pertemuan disana, Kau tahu Tonghong siauwhiap telah diculik
Ang Nio cu dari oey Kie Pay, juga Mo cuncia telah menantang


Menuntut Balas Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

chong Losu mendatangi oey Kie Pay untuk bertanding di-sana"
In Gak melongo. "Ah, kenapa saudara Tonghong kena diculik Ang Nio cu?" ia
tanya. "Kapankah janji pertempuran Mo cuncia itu?"
Siang Lok menghitung dengan jeriji tangannya. "Masih ada
lima hari lagi," sahutnya.
1381 Si anak muda bepikir. "Masih ada tempo," ia berkata. "Aku mau menemui Siauw
Yauw Kek dulu, untuk menanyakan tentang Gak Yang dan Pin Jie. Aku pun perlu
membayar pulang barangnya Uy se ie-su."
Siang Lok mengangguk. "Kalau begitu mari kita pergi lekas ke Thian cu Hong,"
bilangnya, "Aku tahu Bu Tong Sam Seng itu tak lurus hatinya,
sebenarnya siauwhiap mempunyai perhubungan apa-apa
dengan mereka?" In Gak memberikan penjelasan ringkas. Siang Lok
menggeleng kepala, "Jikalau bukannya Bu Tong Pay lagi
menghadapi ancaman malapetaka ini, sudah tentu Uy Seng
akan mengosok-gosok ketuanya untuk si ketua memusuhkan
kau, siauwhiap." ia kata.
"Memang boleh tak usah siauwhiap jeri tetapi mulutnya
imam itu berbisa sekali, dapat dia menuduh siauwhiap datang
untuk menghina dan memaksa dia mendapatkan buah Longbwe-
sian itu. jikalau tuduhan itu sampai tersiar diantara orang
banyak, hebat akibatnya sulit untuk menghilangkannya. Dalam
dunia Kang ouw ada banyak orang-orang yang tak tahu
duduknya hal dan sukar diberi mengerti."
In Gak bersenyum. "Mari kita pergi" ia mengajak. ia pun bergerak lebih dulu,
maka imam itu dan kedua nona lantas mengikuti.
Didalam lembah masih terdengar dengungan kumandang
genta, diantara pepohonan tampak tubuh tubuh yang berlarilari
dan terlihat juga sinar pedang berkelebatan- Karena ini
mereka berempat mengambil jalan ditempat dimana tidak ada
orang. In Gak terus bungkam, ia berduka dan berpikir keras, ia
menguatirkan keselamatannya Hu Wan semua.
1382 Yauw Hong berdua Slang Bwe lari didepan, mereka itu
sering berpaling kebelakang, Mereka heran menampak sikap
pendiam dari pemuda itu. "Engko In, kau nampaknya berduka, kenapakah" akhirnya
Yauw Hong tanya. In Gak tahu tentulah romannya yang
membikin si nona menanya itu.
"Tidak apa-apa," ia menyahut, "Adik Hong kau tetap tak
mau melepaskan aku..."
Ia menyusul untuk lari berendeng dengan kedua nona
itu.Ia pun terpaksa berlaku gembira.
Jilid 25 : Ke markas Oey-kie pay
MEREKA mengambil jalan kecil disamping pintu Samtian-
bun, dengan lekas mereka tiba di Kim Teng.
Puncak Emas dari puncak Thian Cu Hong, Begitu tiba
ditempat terbuka dan rata disitu, dari dalam
pendopo terdengarlah seruan keagamaan: "Bu Liang
Siu Hud" Suara itu tajam, bernada kemurkahan, terus
disusul dengan lompat keluarnya sesosok bayangan
manusia. In Gak lantas melihat tegas, Bayangan itu yalah
seorang imam tua yang telah putih rambutnya, kedua
matanya tajam, tanpa b erg usar, dia terlihat
keren. Dia mungkin berusia diatas seratus tahun,
Mukanya sudah keriputan tetapi dia masih sehat dan
segar, tindakannya tetap dan gesit.
Dia mengawasi kepada keempat tetamu tidak diundang
itu, terus dia bersenyum dan berkata: "Pinto yalah
Thay Hian, Puncak Thian Cu Kim Teng ini tempat
terlarang, orang luar tak dapat lancang masuk
kemari, maka itu si-cu, ada urusan apa si-cu,
berempat datang kemari?"
Suara itu lunak tetapi berarti dia tak senang
menyambut tetamu-tetamunya itu.
"Hm" In Gak terpaksa mengeluarkan suara dihidung,
"Kami berempat datang kemari bukan sebagai musuh
1383 dan juga bukan sebagai sahabat, kami hanya mau
menanyakan urusannya Siauw Yauw Kek. urusan yang
sudah sudah. Sikap kami memang kurang pantas, akan
tetapi mengingat totiang orang pertapaan dan
anggota tertinggi dari Bu Tong Pay, aku percaya
totiang dapat berlaku sabar, Totiang, murid-murid
Bu Tong Pay lagi menghadapi bencana kebinasaan, aku
percaya, tidak nanti hati lotiang tak tergerak
karenanya. Perkara kami lancang masuk ketempat
terlarang ini, perkara kecil, harap totiang tidak
menghiraukan-nya." Habis berkata begitu, anak muda ini tertawa riang.
Air mukanya Thay Hian berubah, sinar matanya tak
setajam tadi, Nyata ia menguasai diri untuk
mencegah kemarahannya. "Tajam suara kau, sie cu, kata katamu bernada
mengejek." ia bilang perlahan, "Pinto tidak
bersaing dengan dunia, diserangpun pinto tidak
berkuatir, coba adik seperguruan pinto berada
disini, aku kuatir siecu berempat tak dapat berlalu
dengan selamat dari puncak ini"
Baru berhenti suara si imam, atau sang angin
membawa datang siulan nyaring. "Nah, itulah adik
seperguruan pinto datang" dia menambahkan-
Benarlah, dari arah puncak terlihat datangnya dua
orang yang mulanya berupa bayangan putih, tatkala
mereka sudah sampai di samping Thay Hian, terlihat
merekalah dua imam yang berusia telah lanjut, Imam
yang satu lantas berkata pada Thay Hian-
"Pak Beng Sam Mo bersama Siauw Yauw Kek lagi
mendatangi ke Thian cu Kim Teng ini, mereka
dipimpin oleh ciangbun su-tit serta kedua murid Uy
Seng dan Cie Seng, Lain lainnya penyerang, sebagian
besar telah dapat dibinasakan- Te Sat Kie su Bok
Peng telah siauwte hajar roboh dari panggung Hui
Seng Tay, entah dia sudah mati atau masih hidup,"
Habis berkata dia mengawasi tajam In Gak berempat.
"Semoga dengan perlindungan Couwsu ki-ta, gunung
kita ini dapat aman dan selamat" memuji Tay Hian,
"Pak Beng Sam Mo liehay luar biasa, mereka tak
dapat diajak omong secara baik-baik. Siauw Yauw Kek
1384 masih mendendam, dia pun tak puas. Maka itu aku mau
menduga mungkinlah hari ini yang ditunjuk mendiang
ciangbunjin kita bahwa satu waktu Bu Tong Pay bakal
mengalami kebencanaan besar." Setelah mengucap itu,
pendeta ini menghela napas.
Ketika itu mendadak terdengar suara keras seperti
pendopo tergetar hendak roboh dan angin santer
menderu. Ketiga imam kaget, Mereka berpaling,
agaknya mereka mau memburu kependopo, atau mereka
lantas melihat keluar nya empat orang dengan sikap
tenang tenang saja, Salah satu orang tua seorang
dengan baju pendek dan singsat dandanannya,
bertubuh kecil, dan kurus, kumisnya pendek dan
jarang. Diapun bermata satu, mata kirinya buta, tinggal
mata kanannya, tetapi mata ini tajam luar biasa,
Tiga yang lainnya yalah yang dibilang "bermata
macan tutul, berhidung singa" muka nya merah dan
berewokan tebal. Mereka tidak rata tinggi katanya,
yang terang yalah mereka mirip saudara-saudara
kembar tiga. In Gak segera berkata perlahan kepada ke tiga
kawannya, " Untuk sementara mari kita mengundurkan
diri. Tak dapat kita campur tangan urusan
mereka...." Dan ia menarik tangan nya kedua nona,
untuk berlompat pergi kebawahnya sebuah pohon
cemara tua dan besar sekali dibagian tempat terbuka
itu. Disini mereka berdiam diri dengan memasang
mata. Empat orang yang muncul itu pastilah bukan lain
daripada Siauw Yauw Kek bersama Pak Beng Sam Mo,
Tangan Geledek 17 Lentera Maut ( Ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung Wanita Iblis 18
^