Pencarian

Tangan Geledek 17

Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo Bagian 17


Kegirangannya bercampur aduk dengan kemarahan
besar ketika ia melihat Cui Kong membawa lengan kering
yang dilingkari ular sebagai senjata! Sekali pandang saja
maklumlah ia bahwa pemuda keji itu telah mempergunakan
lengan Bi Li sebagai sebuah senjata yang mengerikan. Juga
Bi Li tahu akan hal ini maka kemarahannya memuncak.
Dengan pedang di tangan gadis ini langsung menyerang Cui
Kong, sedangkan Ang-jiu Mo li membentak.
"Liok Kong Ji manusia iblis, sekarang tiba saatmu untuk
kembali ke neraka jahanam!" W anita sakti ini lalu maju
menyerang dengan tangannya yang menjadi merah seperti
api. Melihat muncuInya wanita tokoh besar utara ini, biarpun
dia tidak gentar, namun membuat Kong Ji diam-dram
mengeluh. Tiang Bu sudah merupakan lawan tangguh, dan
di sana masih ada ancaman Wan Sin Hong dengan kawan-
kawannya yang sedang mendatangi. Sekarang tahu-tahu
ditambah lagi dengan seorang Ang-jiu Mo-li yang ia cukup
kenal kelihatannya. Aneh, dasar ia sedang sial, pikirnya.
Tanpa banyak cakap lagi Liok Kong Ji mempergunakan
pedangnya menghadapi Ang-jiu Mo-li. Pedangnya diputar
cepat sekali dan Ang jiu Mo -li terkejut melihat sinar pedang berkilauan dan gerakannya selain cepat dan aneh, juga
mendatangkan hawa dingin menandakan bahwa tenaga
lweekang dari mus uh besarnya ini telah mendapatkan
kemajuan luar biasa. Ia berlaku hati-hati dan cepat
mengelak mundur, kemudian sekali berseru nyaring Ang-jiu
Mo-li lalu meloloskan selendang suteranya untuk
menghadapi pedang lawan yang tak boleh dipandang ringan
itu. Memang Liok Kong Ji sekarang jauh bedanya
dibandingkan dengan Liok Kong Ji beberapa tahun yang
26 lalu. Dia sudah memahami isi kitab Omei-s an, tidak saja ia
mewarisi ilmu pedang luar biasa dari Omei san yaitu Ilmu
Pedang Soat-lian-kiam-coansi (Ilmu Pedang Teratai Salju),
akan tetapi juga ia telah mempelajari kitab Pat -sian-jut bun yang ia rampas dari Lie Ceng Ceng.
Kemudian ia juga me mpelajari kitab ke tiga dari Ome i-
san, yaitu Soan-bong-kiam-hoat (Ilmu Pedang Angin Payuh).
Ini semua masih belum hebat , yang paling hebat dan yang
membuat ia mendapat kemajuan pesat sekali adalah ketika
ia mempelajari kitab Omei-san yang paling sulit dipelajari
namun merupakan ilmu paling tinggi, yaitu kitab Delapan
Jalan Utama yang ia dapat dari Toat- be ng Kui-bo.
Setelah bertempur dua-tiga puluh jurus saja Ang-jiu Mo-
li sudah merasa bahwa Liok Kong se karang benar-benar
hebat kepandaiannya dan ia hanya dapat mangimbanginya
dengan amat sukar dan harus mengerahkan seluruh
kepandaian dan te naganya.
Merasa penasaran karena dahulu ketika Li ok Kong Ji
masih tinggal di utara, pernah Ang-jin Mo-li me ngacau
pasukan Mongol dan pernah pula ia bertanding dengan Liok
Kong Ji yang ia desak dan permainkan, sekarang desakan
Liok Kong Ji membuat Ang-jiu Mo-li makin marah. Dulu
kalau tidak ada bantuan dari panglima-panglima Mongol,
tentu Liok Kong Ji sudah roboh olehnya. Masa sekarang satu
lawan satu ia kalah"
Tiba-tiba Ang-jiu Mo-li mengeluarkan pekik nyaring.
tangan merahnya melayang ke depan dengan hawa pukulan
sepenuhnya manyambar ke arah dada Liok Kong Ji,
sedangkan selendang suteranya bagaikan ular merah
menyambar kepala Kong Ji. Inilah sejurus dari ilmu Silat
Kwan-Im-cam-mo (Dewi Kwan lm Menaklukkan Iblis) yang ia
pe lajari dari kitab Omei-san yang terjatuh ke dalam
tangannya. He batnya serangan ini sudah jangan ditanya
lagi. Ang-jiu Mo-li yang sudah marah itu benar-benar
27 menurunkan tangan maut dan agaknya Liok Kong Ji takkan
dapat menghindarkan diri lagi.
Akan tetapi, kalau kepandaian Ang-jiu Mo-li hanya
bertambah oleh ilmu dari sebuah s aja kitab Omei-san,
adalah Kong Ji menambah kepandaiannya dari empat buah
kitab Omei-san, dan kitab-kitab yang ia pelajari tingkatnya
lebih tinggi pula. Kalau kepandaian Ang jin Mo-li hanya
meningkat dua bagian, kiranya kepandaian Liok Kong Ji
sudah meningkat delapan bagian !
Menghadapi serangan maut itu, Liok Kong Ji juga
mengeluarkan seruan keras, pedangnya berkelebat -kelebat
seperti naga mengamuk, tangan kirinya didorongkan ke
depan. Pedang bertemu selendang, selendang melibat.
Pakulan Ang-sin-ciang bertemu pukulan Tin-san kang
membeleduk di udara membuat Ang-jiu Mo-li, tergetar
seluruh anggauta tubuhnya. Selendang masih melibat,
le mas lawan lemas karena kalau Kong Ji mempergunakan
tenaga kasar pedargnya bisa patah. Tiba-tiba Ang-jiu Mo-li
membetot selendangnya yang menjadi kaku dan keras. Akan
tetapi pedang itu juga menjadi keras dan ...... . "krak !"
selendang itu putus. Liok Kong Ji tertawa bergelak. Wajah Ang jiu Mo-li
menjadi semerah tangannya. Wanita sakti itu menyerang lagi
mati-mat ian untuk menebus kekalahannya dalam adu
tenaga lwee-kang tadi. Biarpun selendangnya sudah putus
sebagian, namun senjata istimewa ini masih berbahaya
sekali. Sementara itu, Bi Li yang manyerang Cui Kong de ngan
mati-matian, harus meagakui keunggulan pemuda ini.
Sambil tertawa-tawa Cui Kong melayaninya, kadang-kadang
menyindir dan mengejek. "Hai-hai.......... nona manis, jangan keras. keras
membacok lenganmu sendiri !" katanya sambil mengangkat
lengan kering itu untuk menangkis pedang Bi Li yang
menyambar-nyambar. 28 "Aduh, kau makin cantik jetita saja, seperti patung Kwan Im yang buntung....... ! Biarpun sudah buntung aku masih
mau ..... .!" Dapat dibayangkan betapa hebat kemarahan hati Bi Li ia
dilawan dengan sebuah lengannya sendiri yang sudah kering
dan mengerikan, ditambah lagi oleh ejekan-ejekan yang
kadang-kadang bersifat kotor dari lawannya. Dengan nekat
sekali Bi Li menghujankan serangan, kalau perlu ia mati
mengorbankan nyawanya asal dapat membunuh orang ini.
Sepasang mata yang bening itu berkilat, bibir yang merah
digigit dan pedangnya mengeluarkan suara mengaung,
menimbulkan segulung sinar berkeredepan.
Biarpun tingkat kepandaian Cui Kong le bih tinggi dari
pada tingkat kepandaiannya. namun kiranya takkan mudah
bagi pemuda itu untuk merobohkannya. Apa lagi karena
melihat wajah Bi Li yang memang cantik sekali itu, hati Cui
Kong tidak tega untuk membunuhnya dan timbul pikirannya
hendak menawan Bi Li hi dup-hidup. Tidak saja pemuda ini
sudah tergila-gila akan kecantikan Bi Li yang sudah buntung
lengannya juga sebagai seorang cerdik seperti ayah
angkatnya, ia maklum bahwa Bi Li dapat ia pergunakan
sebagai perisai terhadap Tiang Bu yang mencinta gadis ini.
Menghadapi kenekatan Bi Li, Cui Kong menjadi
kewalahan juga. Akhirnya ia terpaksa mengeluarkan
huncwe nya dan dengan senjata ini ia menyerang Bi Li yang
menjadi kocar-kacir pertahanannya. Selagi gadis ini
terdesak, tiba-tiba Cui Kong meniup huncwenya dan as ap
kekuningan menyambar ke arah muka gadis itu Bi Li
mencoba untuk mengelak, akan tetapi ternyata asap itu
bukan asap beracun, hanya dipergunakan untuk
menggertak saja. Selagi gadis itu mencurahkan perhatian
kepada serangan asap, Cui Kong menggerakkan huncwenya
dan ..... Bi Li roboh tertotok, tak berdaya lagi.
Cui Kong tertawa senang. 29 "Cui Kong, bantulah.....!!" terdengar Kong Ji berseru
melihat anak angkatnya sudah berhasil merobohkan
lawannya. Cui Kong melompat dan di lain saat Ang-jiu Mo-li sudah
dikeroyok dua oleh ayah dan anak yang lihai ini. Tentu saja
Ang-jiu Mo-li menjadi makin kewalahan. Tadi saja
menghadapi Kong Ji ia sudah berada dalam keadaan
te rdesak. Apa lagi sekarang Cui Kong maju dan ke pandaian
pemuda ini memang sudah hebat. Namun Ang-jiu Mo-li tidak
menjadi gentar. Dengan mati-matian ia membela diri dan
membalas serangan kadua orang lawannya dengan sengit.
Setelah menghadapi keroyokan sampai tiga puluh jurus,
Ang-jiu Mo-li menjadi lelah se kali. Kedua lawannya
bertenaga kuat dan seti ap kali menangkis ia harus
mengerahkan seluruh lweekangnya.
Lengan kering di tangan Cui Kong menyambar hebat, ular
kecil yang -melingkar di lengan itu siap menggigit. Jari- jari tangan kering yang mengerikan itu seperti cakar seakan
mengarah muka Ang-jiu Mo-li. Se rangan ini hebat datangnya
karena merupakan susulan dari pada serangan-serangan
Liok Kong Ji yang dapat digagalkan oleh Ang-jiu Mo-li.
Menghadapi serangan dengan lengan kering muridnya ini
timbul kemarahan hat i Ang-jiu Mo-li. Dari mulutnya
terdengar pekik keras sekali, tangannya yang sudah me rah
membara itu menghantam ke depan ke arah lengan dan
ularnya. "Brakk !" Tulang- tulang kering itu hancur berantakan
berikut tubuh ular kecil yang menjadi remuk berikut tulang-
tulangnya ! Cui Kong sendiri terdorong mundur, akan tetapi
di lain saat terdengar Ang-jiu Mo-li mengeluh tubuhnya
te rgelimpang dan roboh tak bernyawa lagi. Ang-jiu Mo li
ketika menghantam lengan kering tadi mengerahkan
perhatian dan mengerahkan seluruh tenaganya, maka ia
tidak dapat mengelak lagi ketika pedang di tangan Liok Kong
Ji bergerak ke depan dan menembus dadanya! Tamat lah
30 riwayat hidup Ang-ji u Mo-li, wanit a sakti tokoh utara yang
dulu ditakuti Liok Kong Ji akan tetapi sekarang tewas oleh
pedang Liok Kong Ji pula !
"Lekas kita menyusul Cun Gi totiang. Kau bawa bocah
itu, siapa tahu berguna nanti ," kata Kong Ji kepada Cui
Kong. Memang bapak dan anak angkat ini setali tiga uang,
sama cerdiknya sama liciknya. Tanpa banyak kome ntar lagi
Cui Kong memondong tubuh Bi Li yang sudah tertotok jalan
darahnya sehingga tak dapat bergerak lagi seperti lumpuh,
tubuhnya lemas sekali. Demikianlah, ketika Kong Ji dan Cui Kong yang
memondong Bi Li tiba di dekat pondok Cun Gi Tosu, mereka
melihat tosu buntung itu sudah tewas oleh Tiang Bu. Dan
melihat ke kasihnya itu, Bi Li yang sudah tak berdaya
mengeluarkan seruan minta tolong.
Seperti sudah diceritakan di bagian depan, melihat Bi Li
tak berdaya dalam pondongan Cui Kong, Tiang Bu melompat
dan menerkam hendak merampas tubuh kekasihnya itu.
Akan tetapi Kong Ji sudah menghadang di depannya dan
mengancam. "Kalau kau menggunakan kekerasan, berarti calon
isterimu itu akan mati, Tiang Bu, sudah berkata-kali kau
mendurhaka terhadap ayah sendiri. Kalau dulu kau tidak
mendurhaka terhadap ayah sendiri, tentu calon isterimu ini
tidak sampai cacad. Sekarang, lebih baik kau kembali ke
jalan benar, lebih baik kau berpihak kepadaku, kepada
ayahmu sendiri. Se telah kita dapat mengusir musuh-musuh,
tentu aku akan mengawinkan kau dengan gadis ini."
Kata-kata Kong Ji dikeluarkan dengan suara halus,
penuh bujuk rayu, Tiang Bu diam saja, tak bergerak,
keningnya berkerut-kerut. Diamnya pemuda ini dianggap
oleh Kong Ji sebagai keraguan dan ada harapan anaknya
yang sejati itu suka tunduk kepadanya, maka dengan muka
be rseri ia menyambung. 31 "Tiang Bu, puteraku hanya kau seorang. Di dunia ini
hanya ada dua orang yang betul-betul kusayang sepenuh
jiwaku, pertama adalan mendiang ibumu dan ke dua kau
sendiri! Insysflah, anak, tidak bijaksana kau seorang anak
melawan ayah sendiri. Kau bisa dikutuk oleh Thian ..... !."
"Tiang Bu, jangan dengarkan dia. Serang dan bunuh
saja!" Tiba-tiba Bi Li berseru marah. Gadis ini khawatir juga melihat Tiang Bu diam saja, ia mengira bahwa pemuda
pujaannya itu akan terpengaruh oleh kata-kata Liok Kong Ji.
"Hush, diam kau. Nyawamu di tangan kami!" Cui Kong
membentak Bi Li. Pemuda ini terkejut mendengar ucapan
gadis tadi karena ia sudah takut-takut kalau Tiang Bu yang
ia takuti itu mengamuk. "Tiang Bu, jangan pe rdulikan aku. Aku dibunuh tidak
apa, asal kau memakai jantung dua orang ini untuk
menyembahyangi rohku, aku akan mati meram," kembali Bi
Li berseru. Sebetulnya, Tiang Bu be rdiam saja bukan sekali-kali
karena terpengaruh oleh kata-kata yang keluar dart mulut
Liok Kong Ji. Ia tadi berdiam diri karena sedang bingung dan
mencari jalan bagaimana ia dapat me nolong kekasihnya.
Teriakan-teriakan Bi Li manyadarkannya. Dua orang ini
terlalu jahat, harus dibasmi. Kalau ia melepaskan mereka,
apa lagi membantu mereka hanya karena hendak
menyelamatkan kekasihnya, itu bukan perbuatan se orang
gagah. Apa lagi Bi Li se ndiri rela berkorban nyawa asal dua
orang itu terbinasa. Kalau ia sampai tunduk terhadap
manusia jahat seperti iblis itu, alangkah akan rendahnya,
hiduppun Bi Li takkan sudi memandangnya lagi !
Tiang Bu meluncur bagaikan kilat menyambar ke arah
Cui Kong, berusaha sekali lagi me rampas Bi Li.
"Anak durhaka!" Kong Ji yang be rpemandangan dan
memiliki gerakan cepat sekali sudah me nghadang lagi sambi l
melakukan pukulan Hek-tok ciang ke arah dada Tiang Bu.
32 Pemuda ini tidak perdulikan itu, tangan kirinya menyampok
dan tubuh Kong Ji terbuyung huyung oleh bows tangkisan
lust biasa kuatnya itu. Cui Kong ketakutan dan.... melarikan
diri sambil memondong tubuh Bi Li dan berkaok-kaok.
"Tiang Bu, kalau kau mengejarku, kubikin mampus gadis
ini!" Tiang Bu ragu-ragu karena betapapun juga amat cinta
kepada Bi Li dan merasa tidak te ga kalau sampai kekasih
hatinya itu tewas.

Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tiang Bu, jangan perduli. Aku rela mati asalkan bisa
membasmi ayah dan anak iblis ini !" Bi Li berseru, mencoba untuk meront a akan te tapi tenaganya habis s ama sekali.
Tiang Bu molompat lagi mengejar. Akan tetapi Kong Ji
menyerangnya dengan pedang terhunus, me lakukan
tusukan yang amat berbahaya sehingga Tiang Bu terpaksa
mengelak. "Anak durhaka, benar-
benar kau tidak mau berbaik dengan ayah sendiri ?" teriak Liok Kong
Ji. "Perse tan dengan kau,
manusia busuk !" Tiang
Bu balas menyerang. Pemuda ini mendapat pikiran baik. Kalau ia berhasil merobohkan Liok Kong Ji lebih dulu, tentu
Cui Kong tidak berdaya lagi. Ia melakukan serangan balasan dengan hebat dan di lain saat dua
orang ini, ayah dan anak,
bertanding mati-matian. Kembali Tiang Bu menghadapi
33 lawan berat . Tingkat kepandaian Liok Kong Ji pada waktu
itu malah lebih tinggi dari tingkat Cun Gi Tosu dan
pe dangnya amat lihai, pukulan Tin-san-kang dan Hek- tok-
ciang ia lakukan berganti-ganti, menyambar-nyambar
merupakan tangan-tangan maut yang me njangkau nyawa
lawan. Melihat ayah angkatnya bertempur melawan Tiang Bu
sehingga musuh ini tidak mengejarnya lagi, Cui Kong
menjadi lega dan melarikan diri terus! Kong Ji gemas sekali
melihat ini. "Cui Kong, anak tak tahu budi! Apa kau tidak mau
membantuku?" teriak Kong Ji marah.
Tiang Bu tertawa mengejek. "Manusia macam kau
memang pantas mempunyai anak seperti dia, berwatak
rendah dan tak kenal budi." Pemuda ini menyerang terus
dengan sengitnya, akan te tapi Liok Kong Ji mengelak dan
membalas dengan sama dahsyatnya.
Kalau saja Tiang Bu belum memahami ilmu thian- to dan
belum menguasai semua dasar Ilmu silat yang diturunkan
oleh kedua orang gurunya di Ome i-san, tentu ia takkan kuat
menghadapi Liok Kong Ji yang kepandaiannya sudah amat
tinggi itu. Baiknya Tiang Bu mengenal inti sari semua limu
silat yang dimainkan oleh Liok Kong Ji dengan pedangnya,
baik Ilmu Pedang Spat-iian- kiam- host yang berdasarkan
tenaga Im-kaog maupun Ilmu Pedang Soan-tian kiam hoat
yang berdasarkan tenaga Yang-kang. Bahkan inti sari Ilmu
Delapan Jalan Utama itupun merupakan "pakaian" saja dan Ilmu Thian- te Si-kong, maka pengaruhnya terhadap Tiang
Bu tidak begitu hebat. Satu demi satu ilmu silat yang
dimainkan oleh Liok Kong Ji dapat dipecahkan dengan baik
oleh Tiang Bu. Sebaliknya, dengan tangan kosong pemuda
itn juga tidak begitu mudah mengalahkan Liok Kong Ji,
sungguhpun tiap serangan pemuda ini me mbuat pertahanan
Kong Ji kocar-kacir. 34 Debu be terbangan, daun-daun pohon bergoyang-goyang.
Bahkan pada jurus ke tiga puluh, Kong Ji menus ukkan
pedangnya dengan gerak tipu Soan-hong-koan jit (Angin
Puyuh Menutup Matahari) sebuah gerakan yang lihai dari
Ilmu Pedang Soan-hong-kiam-hoat. Pedangnya membuat
gerakan meli ngkar-lingkar, mula-mula lingkaran-lingkaran
kecil, makin lama makin besar sehingga tertutuplah tubuh
Kong Ji dan sebentar ke mudian lenyap seakan-akan
tubuhnya sudah bergabung menjadi satu dengan pedang.
Gulungan sinar pedang yang melingkar-lingkar ini
menyambar dengan pesat dan kuatnya ke arah leher Tiang
Bu. Dan dari dalam gulungan sinar pedang itu, Liok Kong Ji
masih mengirim pukulan pukulan Tin-san-kang yang
dilakukan bertubi-tubi dengan tangan kanannya!
Serangan macam ini benar-benar hebat bukan main.
Tiang Bu tidak diberi kesempatan untuk me ngelak sama
sekali kare na lingkaran pedang itu sudah menutup se mua
jalan keluar. Namun Tiang Ba yang sudah mengenal dasar
penyerangan ini tidak menjadi gentar. Tubuhnya dikecilkan
dan ia setengah berjongkot untuk menghindarkan tusukan
pedang, kedua tangannya ia dorongkan dari bawah ke atas
dengan gerak tipu Se ng thian-pai-in (Naik ke Langit
Mendorong Awan). Dari kedua tangannya yang me ndorong
itu keluar tenaga dahsyat yang hawanya saja sudah
membentur pukulan-pukulan Tin-san-kang yang dilakukan
oleh Liok Kong Ji. "Brakk. ...... .!" Sekarang pohon besar yang tumbang di
belakang Tiang Bu roboh seperti terdorong tenaga dahsyat.
Inilah ke he batan tenaga Tin- san-kang yang dilakukan ol eh
Liok-Kong Ji. Tenaga pukulan ini karena tidak mengenai
Tiang Bu bahkan terpental oleh dorongan Seng-thian-pai-in
tadi, terus menyambar ke belakang Tiang Bu dan
merobohkan sebatang pohon yang besarnya melebihi tubuh
Tiang Bu! Dapat dibayangkan betapa tinggi ilmu kepandaian
Liok Kong Ji. Kalau seorang tokoh persilatan biasa saja tak
35 mungkin dapat menghadapi pukulan ini tanpa menderita
malapetaka hebat. Tiang Bu sendiri mau tidak mau menjadi kagum.
Kepandaian Liok Kong Ji benar-benar hebat dan ia harus
berlaku waspada. Lawan ini malah lebih berat dari pada Cun
Gi Tosu, malahan ia meragukan apakah Wan Sin Hong dapat
menandingi orang ini. Pemuda ini melihat lawannya melakukan pukulan
dahsyat, tidak tinggal diam saja. Setelah menyelamatkan diri
dari serangan lawan tadi, cepat ia membalas dengan
pukulan jarak jauh yang tidak kalah hebatnya. Empat kali
berturut-turut kedua tangannya melakukan gerakan
memukul ke depan. Kong Ji merasa datangnya hawa
pukulan dahsyat ini , sambil berseru kaget ia me loncat
sampai dua tombak ke kiri sambil mengerahkan tenaga
mengibaskan tangan. Namun tetap saja hawa pukulan Tiang
Bu membuat ia terhuyung-huyung seperti pohon besar
diterjang angin, setelah terhuyung jauh baru ia tee bebas dari pukulan dahsyat itu. Hawa pukulan terus meluncur ke
depan dan terdengar suara keras ketika sebuah batu karang
yang kokoh kuat roboh terguling seperti didorong oleh see kor gajah mengamuk !
"Lihai sekali........." Kong Ji memuji. Hatinya sudah mulai ge ntar karena dari pukulan ini tadi saja ia sudah maklum
bahwa kalau dilanjutkan, akhirnya ia akan kalah juga
melawan anaknya sendiri yang memusuhinya ini. Hatinya
merasa sedih dan bingung. Kalau ia sampai tewas di tangan
musuh-musuhnya, hal itu bukan merupakan suatu yang
patut disedihkan. Mati hidup buat seorang seperti Kong Ji
ini bukan apa-apa, akan tetapi yang membuat ia bingung
dan sedih adalah kalau ia harus mat i di tangan puteranya
sendiri! "Cui Kong manusia tak kenal budi ......!" Ia memaki dan bersungut-sungut sambil cepat mengelak ketika Tiang Bu
menyerang lagi. Kong Ji terpaksa melayani dan hatinya
36 penasaran dan marah sekali mengapa Cui Kong tidak
membantunya. Kalau Cui Kong membant u, kiranya ia
takkan begini terdesak. "Cui Kong, di mana kau.......... ?" Kong Ji berteriak sambil melompat ke kanan menghindari pukulan maut Tiang Bu,
kemudian ia.......... melarikan diri.
"Manusia lblis , kau hedak lari ke mana?" Tiang Bu
mengejar cepat. Dalam hal ginkang, ia tidak usah me nyerah
kalah terhadap Liok Kong Ji, maka dalam beberapa puluh
langkah saja ia sudah dapat menyusul.
Tiba-tiba Liok Kong Ji membalik, tangan ki rinya tarayun,
disusul oleh serangan pedang di tangan kanan, dilanjutkan
dengan pukulan Hek tok-ciang dari tangan kanan. Ayunan
tangan kiri tadi menimbulkan sinar kahitaman yang
menyambar ke arah jalan darah penting di tubuh Tiang Bu.
itulah Hek-tok-ciam ( Jarum Racun Hitam), se njata rahasia
jarum yang sudah direndam racun hitam yang amat jahat.
Serangan ini datangnya tiba-tiba dan tidak terduga-duga
karena selagi berlari. mendadak membalik dan menyerang.
Orang lain tentu akan sukar menyelamatkan diri dari
serangan-serangan berantai dari Kong Ji yang betul-betul
lihai dan berbahaya sekali ini. Akan tetapi Tiang Bu me mang
sudah s iap s iaga, sudah dapat menduga lebih dulu bahwa
lawannya yang terkenal licik dan jahat itu pasti akan
melakukan serangan gelap. Dengan tenang dan tepat
pemuda ini mangepretkan jari-jari tangan yang dilonjorkan
dari samping ke arah jarum-jarum racun hitam itu dan
semua jarum runtuh di atas tanah. Selanjutnya tangan
kirinya diulur untuk mencengkeram pedang lawan dan
tangan kanannya didorongkan ke depan untuk me nyambut
pukulan Hek-tok-ciang ! Liok Kong Ji kaget bukan main, juga he ran dan kagum
sekali. Meruntuhkan jarum-jarum Hek-tok-ciam dengan
kepretan jari-jari tangan terbuka merupakan perbuatan yang
amat berbahaya, karena sedikit saja kulit tergores jarum dan
37 terluka, berart i ancaman maut. Namun pemuda itu dapat
meruntuhkan semua jarum tanpa terluka sediki tpun.
Kemudian cengkeraman dengan gerak tipu Leng-mauw-po-ci
( Kucing Manerkam Tikus) inipun amat luar biasa dan
berbahaya. Tanpa memiliki lweekang yang tinggi tak
mungkin orang berani mencengkeram pedang lawan yang
merupakan pedang pusaka, bukan pedang biasa.
Cengkeraman itu adalah semacam Ilmu Silat Sin-na-hwat
yang aneh dan jari-jari tangan Tiang Bu yang dibentuk
seperti cakar harimau itu menjadi kaku dan kuat melebihi
baja. Tentu saja Kong Ji tidak membiarkan pedangnya
dicengkeram dan dirampas. Cepat ia menarik kembali
pedangnya dan seluruh perhatiannya ia tujukan ke arah
pukulan tangan kirinya yang merupakan serangan Hek-tok-
ciang kuat sekali. Ia hendak sekali lagi mengadu tenaga
dengan harapan kali ini ia akan menang karena Tiang Bu
baru saja memecah perhatiannya untuk menghirdarkan
serangan jarum dan pedang.
Dan tenaga raksaaa bertemu di udara ketika dua telapak
tangan itu hampir saling bertumbukan. Akibatnya, Tiang Bu
mundur dua langkah akan tetapi Kong Ji terpental ke
belakang dan hanya dengan berjungkir balik dia dapat
menghindarkan diri te rjengkang! Sekali lagi ia harus
mengakui keunggulan pemuda itu yang telah memiliki
sinkang luar biasa. Makin kecil hati Kong Ji. Begitu kakinya menginjak
tanah, ia lari lagi secepatnya me nuju ke gua-gua di pantai
laut untuk bersembunyi. Tiang Bu tentu saja tidak mau
melepaskannya dan menge jar terus.
Tiba-tiba muncul Liok Cui Kong dari balik batu-batu
karang. Pemuda ini sudah membawa senjatanva yang
istimewa, huncwe maut. Datang-datang pemuda itu dimaki
ayah angkatnya, "Setan, kau ke mana saja. Hayo bantu aku
merobohkan s i durhaka ini!`
38 Cui Kong tersenyum. "Ayah, nona manis yang sudah
lama kurindukan terjatuh ke dalam tanganku, bagaimana
aku bisa menyia-nyiakan waktu dan kesempatan baik ?"
Cui Kong sengaja mengeluarkan ucapan-ucapan yang
menusuk perasaan Tiang Bu. Ini ia lakukan untuk
menjalankan siasatnya. Ia tahu bahwa Tiang Bu cinta
kepada gadis itu, biarpun Tiang Bu memperl ihatkan sikap
kurang perhatian karena gadis itu me ndesak agar supaya
Tiang Bu membunuh Kong Ji dan Cui Kong. Akan te tapi
kalau mendengar kata-kata tadi, masa Tiang Bu tidak
menjadi panas hati dan ingin melihat keadaan kekasihnya "
Memang tepat dugaan Cui Kong. Mende ngar ucapan ini,
Tiang Bu naik darah. Sece pat kilat ia menerjang Cui Kong
yang memapakinya dengan pukulan huncwe. Akan tetapi
sekali menggerakkan tangan, Cui Kong berikut huncwenya
terlepas sampai tiga tombak lebih!
"Kauapakan dia.......... " Di mana dia.......... ?" tanya Tiang Bu dengan muka berubah dan napas terengah-engah
saking marah dan gelisahnya.
Cui Kong yang tidak terluka s udah bergabung dengan
ayah angkatnya. Ia berdiri di dekat Liok Kong Ji,
mempersiapkan huncwe dan menjawab.
"Kau perdeli apa " Dia sudah menghadapi kematian
mengerikan dan takkan kuberitahukan keadaannya kalau
kau tidak manyerahkan diri dan taluk kepada ayah."
Tiang Bu makin marah. "Jahanam, kalau kau
mengganggu dia, jangan kau bersambat kepada neraka !"
Tubuhnya berkelehat dan ia menerjang lagi ke arah Cui
Kong, dengan maksud menangkap pemuda keji itu dan
memaksanya mengaku di mana Bi Li disembunyikan dan
bagaimana keadaannya. Akan tetapi sekarang terjangannya dihadapi dua orang.
Kong Ji menusukkan pedang dan Cui Kong menotok dengan
39 huncwenya dibarengi semburan uap hitam dari mulutnya,
uap yang telah me robohkan tokoh-tokoh Kim-bun-to !
Terpaksa Tiang Bu membuang diri ke kanan untuk
mengelak dari serangan-serangan yang tak boleh dipandang
ringan ini, lalu melanjutkan serangannya dari samping.
Pe rtempuran he bat terjadi, kali ini lebih ramai dan seru
karena dengan adanya Liok Cui Kong di sumpingnya,
kedudukan Kong Ji tentu lebih kuat lagi.
Bukan saja kini ia menghadapi dua orang lawan tangguh,
juga hati Tiang Bu sudah terguncang dan gelisah karena
ucapan Cui Kong tadi. Mungkin juga ucapan tadi hanya
siasat belaka, akan tetapi manusia macam Cui Kong itu,
mana bisa dipercaya " Semua perbuatan keji mungkin
dilakukannya dan hati Tiang Bu gelisah bukan main.
Kong Ji dan Cui Kong memang orang-orang cerdik dan
licik, mereka ini sudah tahu akan kegelisahan hati Tiang Bu.
Maka dengan sengaja Liok Kong Ji dalam pertempuran itu
bertanya kepada anak angkatnya. "Cui Kong, kau benar
benar mata keranjang ! Masa adik iparmu sendiri kausukai"


Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Benar benarkah kau cinta kepada seorang gadis buntung
lengannya?" Cui Kong tertawa puas. "Ha-ha-ha, ayah tidak tahu!
Biarpun buntung lengannya, nona Bi Li adalah dara
tercantik yang pernah kujumpai."
Tentu saja Tiang Bu menjadi makin gelisah. Nafsunya
bertempur berkurang banyak dan hatinya ingin sekali
melihat keadaan kekasihnya.
"Jahanam, di mana dia ...... ?" bentaknya berkali-kall sambil mendesak Liok Cui Kong dengan pukulan-pukulan
berat. Hanya karena Liok Kong Ji membantunya menangkis
dari samping maka Cui Kong tidak roboh oleh desakan ini.
Akhirnya Cui Kong maklum bahwa kalau tidak se gera
mengubah siasat, tentu ia akan ce laka.
40 "Dia di dalam gua ke tiga, mau tahu keadaanya" Lihatlah
sendiri!" I a lalu melompat ke belakang dan tertawa bergelak-
gelak. Tiang Bu ragu-ragu. Tentu ini siasatnya untuk
memancing aku memasuki gua sedangkan dia dan Kong Ji
akan melarikan diri, pikirnya. Akan tetapi tiba-tiba
telinganya yang berpendengaran tajam sekali itu mendengar
suara rintihan dari dalam gua itu, rintihan dari orang
ketakutan yang disembunyikan.
Mende ngar ini, Tiang Bu melompat ke arah gua ke tiga
yang berjajar di dekat pantai, dari mana tadi Cui Kong
muncul. Ia tidak perdulikan lagi keadaaa ayah dan anak itu
yang tentu saja mempergunakan kesempatan ini untuk
melarikan diri ! (Bersambung jilid ke XXV)
41 (PEK LUI ENG) Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo Scan djvu : syauqy_arr Convert & edit : MCH Jilid XXV MULA MULA Tiang Bu bingung melihat gua yang gelap
itu dan ia tidak melihat sesuatu. Lambat laun matanya bias a
de ngan kegelapan namun tetap saja ia hanya melihat batu-
batu karang menonjol dan gua itu teruyata menembus ke
pinggir laut, merupakan jurang yang amat curam.
"Bi Li .......... !" teriaknya.
Hanya gema suaranya sendiri yang menjawab.
"Bi Li ......... di mana kau.......... "! " ia berseru lagi, kini mengerahkan tenaga khikang sehingga suaranya dapat
te rde ngar sampai jauh di luar gua. Ia menanti sampai gema
suaranya sendiri yang panjang itu le nyap, namun tetap saja
tidak ada suara jawaban Bi Li. Marahlah hati Tiang Bu. Ia
meras a terti pu oleh Cui Kong. Setan, pikirnya, mengapa aku
begini bodoh" Akan tetapi ketika ia hendak keluar dari gua yang ge lap
itu, kembali ia mendengar suara rintihan perlahan se perti
yang ia dangar tadi. Ia memperhatikan dan me masuki gua
lagi sampai di pinggir jurang. Ternyata suara itu keluar dari bawah! Dengan hati-hati Tiang Bu merebahkan diri
1 telungkup ke pinggir jurang dan melihat ke bawah. Gelap
sekali. Tiba-tiba tangannya meraba sesuatu yang bergoyang-
goyang. Ternyata sehelai tambang yang diikatkan pada batu
karang dan tambang itu menggantung ke luar, masuk jurang
! Dari ujung tambang itulah datangnya suara rintihan.
Tiang Bu mengeretak giginya. Tahulah kini ia bahwa
tubuh Bi Li diikat pada ujung tambang yang digantungkan
ke dalam jurang yang amat curam itu! Cepat ia hendak
menarik tambang, akan tetapi kecerdikannya melarangnya
dan lebih cepat lagi ia menarik kembali tangannya dan
berpikir keras. Tak mungkin orang selicik Cui Kong akan
menggantungkan tubuh Bi Li begitu saja dan mudah
ditolong. Tentu ada apa-apa di balik ini semua.
Tiba-tiba ia melompat dengan gerakan cepat ke luar dari
gua, menduga bahwa tentu Cui Kong dan Kong Ji megintai
di luar gua dan akan melakukan sesuatu untuk
menjebaknya. Akan tetapi di luar kosong saja dan kembali ia
mendengar suara rintihan perlahan dari dalam guha. Ia
memasuki guha kembali dan berpikir-pikir.
"Bi Li, apa kau berada di bawah situ ?" tanyanya sambil
melihat ke bawah. Matanyn yang tajam dapat melihat samar-samar
bayangan tubuh Bi Li tergantung di bawah, akan tetapi gadis
itu tidak dapat me njawab, hanya menge luarkan suara
perlahan seperti rintihan. Tiang Bu be rlari ke luar lagi,
menggunakan tenaganya untuk membeset kulit pohon yang
ulet. Ia menyambung nyambung kulit ini menjadi sehelai
tambang yang panjang, kemudian berlari masuk l agi ke guha
itu. Ia lupa sudah akan Cui Kong dan Kong Ji.
Seluruh perhatiannya tercurah kepada Bi Li yang hendak
ditolongnya lebih dulu. Dengan cepat dan hati-hati ia
mengikatkan tambang kulit kayu ini pada sebuah batu
karang, kemudiann ia merosot turun ke dalam jurang
melalui tambang sederhana itu. Ia teringat bahwa kalau
musuh musuhnya datang dan memutuskan tambang itu,
2 tentu ia akan menemui bencana besar. Akan tetapi re siko ini
ia harus berani hadapi demi menolong nyawa Bi Li yang
terancam bahaya maut. Ketika ia sudah merosot sampai di tempat Bi Li
tergantung dan ia dapat melihat keadaan gadis kekasihnya
itu, ia menjali pucat. Tambang yang dipergurakan untuk
mengikat Bi Li dan digantung dari gua itu, dilibatkan pada
sebuab batu karang yang tajam sekali, Tambang itu sudah
tergosok-gosok dan tinggal setengahnya saja. Kalau tadi ia
menarik ke atas , sudah pasti tambang itu akan putus dan
tubuh Bi Li akan jatuh ke bawah menemui kematian yang
mengerikan ! "Cui Kong jahanam keji !" Tiang Bu mengutuk. Cepat ia meraba-raba tubuh Bi Li dan mendapat kenyataan bahwa
totokan pada tubuh itu sudah dibebaskan, akan tetapi kaki
tangan gadis itu terikat dan mulutnya te rtutup saputangan.
Inilah sebab mengapa Bi Li tidak dapat menjawab
panggilannya. Cepat ia merenggut saputangan yang
menutupi mulut gadis itu sambil berbisik.
"Bi Li, jangan bergerak. Tambang yang mengikatmu
hampir putus." Peringatan ini penting sekali karena kalau tadi Bi Li
meronta-ronta. tentu tambang itu sudah putus. Mendengar
peringatan ini, Bi Li tidak bergerak, hanya terdengar ia
berkata lemah, "Tiang Bu tanganku sakit sekali .......... "
Tiang Bu menggi git bibir melihat betapa lengan
kekasihnya yang tinggal sebelah itu ditekuk ke belakang dan
digantung. Dapat dibayangkan betapa hebat penderitaan
kekasihnya. Cepat Tiang Bu memutus tali itu dan menarik
tubuh Bi Li sehingga gadis itu dapat manangkap tali kulit
pohon, kemudian tambang yang mangikat kakinya
diputuskan pula. Dengan hati-hati se kali Bi Li lalu merayap naik dengan
satu tangannya, dibantu oleh Tiang Bu dari bawah. Dengan
3 susah payah mereka naik, akhirnya dapat juga mereka tiba
di atas, selamat di dalam guha yang gelap itu.
Begitu lepas dari bahaya. Bi Li terisak dan menjatuhkan
diri di atas dada Tiang Bu. Tiang Bu mangelus -elus rambut
kekasihnya, membiarkan kekasihnya yang baru saja
terbebas dari bahaya maut mengerikan itu menangis
sepuasnya. "Bi Li.......... kau .......... kau tidak diganggu oleh Cui Kong?" bisiknya dengan hati panas terbakar, penuh
kebencian dan dendam kepada Cui Kong.
Tanpa mengangkat mukanya dari dada Tiang Bu, Bi Li
menggeleng kepalanya. Kemudian, setelah agak reda
tangisnya, dengan singkat ia menceritakan pengalamannya,
"Setelah kautinggalkan, guruku datang dan dia yang
mengajak aku menyusulmu. Malang bagi dia, di tengah jalan
bertemu dengan dua orang iblis jahat itu. Terjadi
pertempuran, akhirnya guruku tewas dan aku tertawan.
Tadi iblis Cui Kong itu mengikatku dan menggant ungkan ke
luar gua sambil tertawa-tawa mengejek, bilang bahwa aku
akan mati dalam tanganmu sendiri. Aku tidak tahu apa yang
ia maksudkan, akan te tapi.......... hanya Thian yang tahu
betapa gelisah dan takutnya hatiku,Tiang Bu.........."
Tiang Bu memeluk lebih e rat lagi. "Hanya sedikit selisih
...... Bi Li, sedikit saja selisihnya. Kalau aku tadi terburu nafsu dan menarik tambang di mana kau digantung ..... ah,
ngeri aku membayangkan ! Cui Kong manusia keparat harus
kuhancurkan kepalanya!"
Bi Li nampak kecewa. "Jadi kau belum berhasil
menewaskan mereka ?"
"Sayang sekali belum. Aku mendengar rintihanmu dan
terpaksa kutinggalkan mereka untuk menolongmu."
Bi Li melepaskan diri dari pelukan Tiang Bu. "Tiang Bu,
kau memang benar. Kau lebih benar ketika melarangku
4 datang ke pulau ini. Sekarang ternyata aku hanya menjadi
penghalang, malah guruku tewas di tangan mereka.
"Tidak, Bi Li. Mati hi dup berada di tangan Thian.
Memang agaknya sudah menjadi suratan nasib Ang ji u-
toanio untuk tewas oleh mereka. Akan tetapi kita masih
mempunyai banyak harapan untuk mengejar dan mencari
mereka. Hayo ke luar dari tempat terkutuk ini."
Sambil menggandeng tangan Bi Li, Tiang Bu
mengajaknya ke luar. Sesampainya di luar, ia dapat melihat
keadaan kekasihnya. Memang tidak apa-apa, hanya agak
pucat karena mengalami ancaman maut yang menge rikan
tadi. Ia menjadi lega. Akan tetapi sekarang sudah tidak kelihatan lagi
bayangan Liok Kong Ji maupun Cui Kong. Namun Tiang Bu
tidak putus-asa dan ia mengajak Bi Li terus mencari dan
memeriksa di sebelah dalam atau di tengah pulau.
-oo(mch)oo- Sementara itu, di pantai Palau Pek-houw to juga terjadi
hal yang menarik. Serombongan orang gagah dipimpin oleh
Wan Sin Hong mendatangi dengan dua buah perahu ke
pulau itu. Inilah rombongan yang dilihat oleh kaki tangan
Liok Kong Ji dan dilaporkan, membuat Kong Ji menjadi
gelisah sekali. Apalagi ketika Kong Ji dan Cui Kong berhasil
melepaskan diri dari desakan Tiang Bu dan hendak
melarikan diri dengan perahu, mereka melihat dua perahu
ini mendatangi, Kong Ji terpaksa kembali lagi ke pulau dan
keadaannya sepetti terjepit.
Wan Sin Hong kali ini tidak datang sendiri dan tidak mau
kepalang usahanya membalas de ndam kepada musuh
besarnya. Ia maklum akan kelihaian Kong Ji yang dibantu
oleh Cui Kong, Cun Gi Tosu, dan banyak lagi orang-orang
gagah yang berhasil dibujuk menjadi kaki tangan Liok Kong
Ji. Karena tidak berbasil bertemu dengan Tiang Bu yang
5 akan menjadi pembantu kuat baginya, Wan Sin Hong datang
membawa beberapa orang tokoh yang berkepandaian cukup
tinggi. Di antara kawan kawannya itu kelihatan muridnya
sendiri, Coa Lee Goat dan suaminya, Wan Sun. Juga
isterinya tidak ketinggal an, yaitu Hui-eng Niocu Siok Li Hwa yang sudah sembuh dari luka-lukanya ketika bertempur
melawan Liok Cui Kong di Pulau Kim-bun-to. Li Hwa
mempunyai sakit hati besar sekali terhadap Liok Kong Ji dan
kaki tangannya, bukan saja karena anaknya diculik oleh
Cun Gi Tosu, juga karena peristiwa di Kim-bun-to, di mana
Cui Kong mengamuk dan menyebar maut itu.
Selain keluarga gagah parkas a ini, ikut juga Bu Kek
Siansu ketua Bu-tong-pai, tosu tinggi kurus jenggot panjang
itu, dan Pang Soan Tojin ketua Tang-san pai, tosu gemuk
berjenggot pendek. Selain dua orang tokoh tua ini, masih
ada lagi Huang-ho Sian-jin si datuk bajak dari Sungai Huang
ho bersama dua orang pute rinya, Ang Lian yang lincah
jenaka dan Pek Lian yang cantik pendiam dan berpakaian
pria. Juga masih ada dua orang lagi, yaitu H ok Tek Hwesio
dari Siauw lim pai dan Ciu Lee Tai, seorang laki-laki muda
berusia tiga puluh tahun, berwajah tampan dan gagah. Ciu
Lee Tai ini se orang yang bersemangat sekali, pengagum Wan-
bengcu dan biarpun ia agak bodoh, namun ia juj ur dan
berkepandaian lumayan. Sebetulnya, Wan Sin Hong maklum bahwa tingkat
kepandaian Ciu Lee Tai dan Hok Tek Hwesio masih
terlampau rendah kalau dibandingkan dengan kelihaian Liok
Kong Ji dengan kawan kawannya, akan tet api karena
mereka ini orang segolongan dan mereka ikut dengan suka
rela, ia pikir lumayan untuk melayani penjaga-penjaga kaki
tangan Liok Kong Ji. Demikianlah, rombongan yang terdiri dari sebelas orang
ini mendarat dengan hati-hail dan dengan senjata di tangan.
Mereka semua sudah maklum bahwa mereka menghadapi
6 orang-orang jahat yang amat lihai kepandaiannya. Di
sepanjang perjalanan. Ciu Lee Tai yang biarpun sudah
berusia tiga puluh tahun tapi masih tetap single
(membujang) itu, agaknya amat tertarik kepada Ang Lian,
dara jel ita yang bersikap lincah jenaka dan agak genit itu.
Sedemikian jauh, si jaka tua ini selalu "tahan hinaan" dan mencemoohkan setiap orang gadis yang memandang
kepadanya dengan kagum melihat ketampanan dan
kegagahannya. Akan tetapi begitu ia bertemu dengan Ang Lian dan
melihat senyum dan kerling mata gadis ini, jatuhlah
keangkuhannya. Senyum dan kerling itu langsung
menembus jantungnya dan membuat dia tergila-gila !
Si bujang ini beberapa kali melirik-lirik, mengajak
senyum dan pendeknya mempergunakan segala macam
siasat untuk memikat si dara jetita, akan tetapi kali ini ia
"bertemu batunya." Semua aksinya tidak digubris oleh Ang Lian, bahkan Ang Lian bersikap jinak-jinak merpati, kadang-kadang nampak mudah didekati akan tetapi kalau orang
bersungguh-sungguh ia terbang menjauh Sikap beginilah
yang membuat hati sang jaka jatuh bangun.
Tentu saja, se dogol -dogolnya, Ciu Lee Tai tidak berani
be rterus terang dengan kata kata menyatakan perasaan
hatinya, apa lagi ia sering melihat wajah datuk bajak Huang-
ho Sian-jin yang keren galak dan matanya melotot.
Habislah nyalinya kalau ia melihat bapak dara pujaannya
itu. Namun, saking dalamnya asmara menggerogoti
jantungnya, si dogol ini sampai menghadap Wan Sin Hong


Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan dengan muka mere ngek ia mohon bantuan pendekar ini.
"Wan-bengcu." katanya dengan mukanya yang tampan
menjadi merah seperti kepiting dipanggang. Siauwte hendak
mengajukan permohonan kepada bengcu dan mengharap
ke murahan hati bengcu."
7 Wan Sin Hong sudah lama kenal pemuda tua ini dan ia
memang suka kepada Cui Lee Tai yang jujur dan dogol
namun berjiwa ksatria. Bahkan dahulu ia berkenan
menurunkan dua ti ga macam ilmu pukulan kepada si dogol
ini. Mendengar permohonan disertai wajah yang
bersungguh-sungguh itu, ia tersenyum.
"Kita berada di te ngah perjalanan, di atas laut. Kau
hendak minta aku membantumu dalam hal apakah, Lee Tai
?" Wan Sin Hong memang memanggil namanya begitu saja,
inipun kemauan Lee Tai sendiri yang ingin diaku sebagai
anak buah atau murid. Demikian besar kagumnya terhadap
Wan Sin Hong. "Sebetulnya bukan sekarang. Siauwte hanya minta
kesediaan bengcu untuk membantuku dalam urusan ini,
kelak kalau urusan penyerbuan ke Pulau Pek-houw-to
selesai. Apakah bengcu bersedia ?"
"Ha, kau ini aneh sekali. Tentu saja aku bersedia
membantumu. Akan tetapi, bagaimana kalau dalam
penyerbuan yang amat be rbahaya ini kau atau aku tewas ?"
"Kalau begitu ?" kalau begitu. ...... tentu saja tidak jadi
aku ?" kawin?""
"Eh kawin ...... ?"
Muka pemuda itu menjadi makin merah. "Begini, bengcu.
Sebetulnya siauwte hendak minta tolong agar bengcu
suka........... suka me njadi........... me njadi perantara.
Siauwte telah berusia tiga puluh tahun, dahulu ayah ibu
minta siauwte menikah akan tetapi siauwte bel um sanggup
menjalani karena memang belum ada yang cocok. Sekarang
ayah ibu sudah tidak ada dan siauwte kerap kali merasa
be rdosa dan berse dih tak dapat memuaskan hati orang tua.
Sekarang siauwte bertemu dengan gadis yang mencocoki
hati. Kiranya kalau siauwte bisa me nikah dengan dia. arwah
ayah-bunda siauwte akan menjadi puas."
8 Sin Hong tidak ketawa lagi. Malah ia menjadi amat
terharu, teringat akan keadaannya sendiri. Diapun menikah
setelah us ianya tiga puluhan lebih, dan tentang orang
tuanya........... juga tidak meli hat pernikahannya. Dengan
suara s ungguh-s ungguh ia menjawab.
"Baik. Lee Tai. Te nangkanlah hati mu. Tentu aku suka
menjadi wakil orang tuamu untuk mengawinkan kau. Tidak
tahu gadis manakah yang kaupenujui ?"
"Puteri ...... pute ri Huang-ho Sian-jin ......"
"Aahhh, dia........... " Yang mana ?"
"Yang kedua, bengcu. Itu yang namanya Ang Lian yang
senyumnya manis kerlingnya tajam?".."
Sin Hong tak dapat menahan senyumnya dan i a
mengangguk-angguk. "Itu soal mudah. Huang-ho Sian-jin
adalah sahabat karibku, kalau aku yang mintakan kiranya
tak akan sukar. Hanya aku khawatir anaknya sendiri yang
akan rewel. Kalau dia tidak setuju, anak seperti Ang Lian itu tentu akan menolak keras. Bagaimana pendapatmu, apakah
dia juga........... ada hati kepadamu ?"
"Entahl ah, bengcu. Akan tetapi dia sering kali tersenyum dan melirik. Akan kuselidiki hal itu. Asal Wan-bengcu sudah
bersedia membantu, hatiku sudah lega dan banyak banyak
terimakasih." Tanpa dapat dicegah lagi si dogol lalu
menjatuhkan diri berlutut dan pai-kui sampai tujuh kali.
"Sudah, sudah, hasilnya masih belum tentu kau sudah
je ngkang-jengking seperti ayam makan padi."
Dengan hati gembira dan besar sekali Ciu Le e Tai
mengundurkan diri dan semenjak saat itu lebih berani
melirik-lirik ke arah Ang Lian. Bahkan pada suatu ketika, ia
mendapat kesempatan mendekati Ang Lian di atas perahu
dan berbisik. "Nona, kalau kelak urus an ini beres, aku akan mengirim
wali me ngajukan lamaran kepadamu."
9 Tentu saja Ang Lian melengak. Selama hidupnya belum
pernah ia bertmu dengan orang yang begini terus terang dan
tidak kenal malu. Gadis ini dengan lagak mangejek meludah
ke dalam laut dan melihat di situ tidak ada orang
memperhatikan mereka, berkata perlahan.
"Enak saja kau mengomong. Kau bisa apa sih mau
melamarku?" Lee Tai mengangkat dadanya yang memang bidang dan
tegap. "Aku Ciu Lee Tai, di barat terkenal dengan julukan Kang-thouw ciang (Si Kepalan Baja) dan siapa yang tidak
tunduk terhadap golokku ?" ia menepuk-nepuk golok di
pinggangnya, golok besar yang memang amat lihai kalau ia
mainkan. Ang Lian menjebikan bibirnya yang merah membuat hati
Lee Tai menjadi gemas terpincut. Biarpun orang ini dogol,
namun Ang Lian diam-diam suka juga melihat ketegapan
tubuh dan ketampanan wajah Ciu Lee Tai.
"Dengar baik-baik, dogol. Tidak sembarang orang bisa
mendapatkan diriku. kecuali kalau ia berkepandaian tinggi."
Bicura begini, Ang Lian teringat akan Tiang Bu yang
membuat cicinya, Pek Lian, tergila-gila dan teringat selalu.
"Be gini syaratnya. Kalau kau bisa mengalahkan manusia
iblis Liok Kong Ji, aku bersedia menerima lamaranmu. Nah,
pergilah." Ciu Lee Tai bers eri wajahnya. Ingin ia menari-nari
kegirangan dan saking girangnya ia sampai lupa diri
dan.......... melompat ke dalam air! Tentu saja semua orang
di dalam dua perahu itu menjadi panik melihat tidak karu-
keruan sebabnya, si dogol itu melompat ke dalam laut dan
be renang ke sana ke mari sambil bernyanyi nyanyi.
"Lee Tai, kau sedang apa-apaan?" tegur Wan Sin Hong terheran-heran.
10 Baru Lee Tai sadar akan keadaannya yang memang tidak
sewajarnya itu, maka cepat -cepat ia memut ar otaknya yang
puntul untuk mencari jawaban. Akhirnya ia menjawab,
"Wan-bengcu. aku meras a kepanasan dan ingin mandi
sebentar menyegarkan tubuh." Cui Lee Tai meras a bangga
akan jawabannya yang langsung ini, tanda bahwa ia cerdik !
Akan tetapi jawabannya membuat se mua orang tertawa
sehingga ia menjadi kebingungan. Apa lagi ketika ia melihat
Ang Lian cekikikan mentertawakannya, ia makin bingung
dan penasaran. "Apa tidak boleh mandi?" tanyanya mendongkol sambil menyambar pinggiran perahu dan merayap naik dengan
pakaian basah kuyup. "Mana ada orang mandi dengan pakaian lengkap" Dan
membawa-bawa golok pula, apekah kau hendak me nyerang
istana Hai-liong-ong di dasar laut?" kata Wan Sun sambil menahan kegelian hatinya.
Cin Lee Tai menunduk, memandang pakaiannya yang
basah kuyup. Ia tak dapat menjawab, hanya buru-buru
memasuki kamar perahu untuk bertukar pakaian kering.
Akan tapi kege mbiraannya tidak lenyap, tidak perduli ia
ditertawakan orang, hatinya sebesar gunung. Liok Kong Ji"
Itu syaratnya" Jangankan harus mengalahkan Liok Kong Ji
biar harus melawan seribu orang Liok Kong Ji ia takkan
gentar asal hadiahnya Ang Lian. Akan kutabas batang leher
Liok Kong Ji dengan golokku, pikirnya.
Pikiran hal membuat ia datang lagi menghadap Sin Hong.
"Ada apa lagi, Lee Tai" Harap kau jangan sekali-kali lagi terjun dan mandi di laut, banyak ikan hiu di sini, kalau kau
dikeroyok hiu, biar aku sendiri takkan dapat menolong
nyawamu." "Wan-bengcu, apakah Liok Kong Ji itu sudah pasti
berada di pulau itu?"
11 "Tentu saja, memang kita sedang mencari dia. Me ngapa?"
"Harap bengcu memberi kesempatan kepadaku untuk
menghadapi iblis itu. Siauwte ingin sekali menabas batang
lehernya dengan golokku ini, jangan sampai didahului orang
lain !" Wan Sin Hong maklum akan keberanian orang she Ciu
ini yang luar biasa, juga maklum akan kedogolannya. Akan
tetapi mendengar ini, benar-benar perutnya menjadi sakit
karena menahan tawa. Dia sendiri belum tentu dapat
menahan Liok Kong Ji, dan si dogol ini bersumbar hendak
menebas batang leher Liok Kong Ji ! Benar-benar seperti
see kor katak hendak membunuh kerbau. Akan tetapi Sin
Hong berperasaan halus, tidak mau mengecewakan atau
menyinggung perasaan hati orang lain, maka ia mengangguk
dan menjawab, `Baiklah, Lee Tai. Asalkan dapat berlaku hati-hati, dia
lihai sekali." "Jangan khawatir, bengcu. Golokku biasanya ampuh
sekali menghadapi orang jahat."
Ciu Lee Tai menjadi makin gembira. Semenjak saat itu, ia
kelihatan berseri dan gembira dan bernyanyi-nyanyi.
Memang suaranya merdu, sehingga kege mbiraan si dogol ini
menghibur orang-orang lain dan membuat orang lain
ge mbira pula. Akan tetapi kecuali Ang Lian, tidak ada orang
lain yang dapat menduga mengapa si dogol itu demikian
gembira. Hanya Ang Lian, yang tahu dan diam diam gadis
jenaka ini terharu juga. Ia dapat me njajaki hati Lee Tai dan tahu bahwa pemuda dogol itu sudah membayangkan akan
dapat menewaskan Liok Kong Ji dengan mudah.
"Sayang........." Ang Lian be rkali-kali menarik napas
panjang dan berbisik-bisik kepada diri sendiri. "Sayang ia tidak selihai Tiang Bu...."
Sin Hong membawa rombongannya mendarat di pantai
yang datar dan sunyi. Mere ka berlompatan ke darat dengan
12 hati-hati sekali. Mereka merasa heoran dan curiga melihat
pantai itu tidak terjaga dan sunyi sekali. Sin Hong lalu
membagi tugas. Huang-ho Sian jin dan dua orang puterinya
diberi tugas menjaga perahu-perahu di pantai agar perahu
perahu itu tidak sampai diganggu musuh. Kemudian dengan
delapan orang kawan lainnya Sin Hong memasuki hutan di
pulau itu me nuju ke tengah pulau.
Mereka menjadi makin heran melihat beberapa orang
penjaga menggeletak, terluka atau tewas. Bahkan mere ka
mene mukan lima orang yang berpakaian berwarna
menggeletak menjadi mayat.
"Eh. bukankah ini Lam-thian-chit-ong," kata Hok Tek
Hwesio yang mengenal tokoh-tokoh selatan ini. "Mana lagi yang dua" Masih ada dua orang yang berpakaian hit am dan
putih, kemana mereka dan siapa yang bisa me mbunuh
mereka ini" Mereka terkenal lihai dengan Chit-seng-tin
mereka." Wan Sin Hong juga merasa heran. Ia sudah mendengar
bahwa tujuh orang perampok ini menjadi kaki tangan Liok
Kong Ji. Kiranya hanya satu orang yang dapat mengalahkan
mereka dan orang itu tentu Tiang Bu. Benarkah pemuda itu
sudah menyerbu ke sini"
Ia mengajak kawan-kawannya maju terus. Di rumah
gedung tempat tinggal Liok Kong Ji sunyi sekali. Di sana sini be rgeletakan para penjaga. Sin Hong mendesak seorang
penjaga yang luka tertotok. Ia membebaskan totokannya dan
bertanya. "Siapa yang menyerbu ke sini dan melukai kalian ?"
"Hamba tidak tahu. Seorang manusia berkepandaian
seperti setan. Pe rgi datang tidak meninggallan bekas dan
tahu-tahu kami roboh ?"" orang itu menerangkan karena
ia memang tidak mengenal Tiang Bu yang merobohkannya.
"Di mana Liok Kong Ji ?"
13 "Tidak tahu, mungkin keluar menghadapi musuh."
Sin Hong tidak mau perdulikan lagi orang itu dan
mengajak kawan-kawannya maju terus. Akan tetapi Ciu Lee
Tai yang merasa kecewa karena Ang Lian tidak diajak
menyerbu dan tetpisah dari sampingnya, melampiaskan
kemarahannya dengan menendang orang itu yang seketika
putus nyawanya. "Lee Tai, jangan lancang membunuh orang!" te gur Sin
Hong. "Bengcu, orang seperti ini adalah setengah iblis, kalau
tidak dibunuh kelak tentu menjadi penjahat pula mengacau
rakyat." bantah Lee Tai.
Sin Hong menganggap pendapat ini betul j uga
sungguhpun hatinya tidak mengijinkan orang berlaku
kejam. Memang Sin Hong terkenal sebagai seorang pendekar
yang halus budinya, tidak mau memburuh kalau tidak
penting dan terpaksa sekali.
Ketika mereka memasuki rumah gedung itu, di dalamnya
hanya terdapat para selir dan para pelayan wanita. Mereka
ini semua biarpun sudah mempelajari ilmu silat, sekarang
tidak berani berkutik dan berlutut minta diampuni jiwanya.
Juga dari mereka ini Sin Hong tidak bisa mendapat
ke terangan di mana adanya Liok Kong Ji, Liok Cui Kong dan
Cun Gi Tosu. Akan tetapi, ia mendapat petunjuk di mana
adanya pondok Cun Gi Tosu, dan mendengar pula banwa
Leng Leng dibawa pergi oleh tosu itu ke pondoknya.
Wan Sin Hong mengajak rombongannya me nyus ul ke
pondok itu! Alangkah kage tnya ket ika tiba di depan pondok,
ia melihat tosu buntung itu sudah menggeletak tak
bernyawa di atas tanah. "Ada yang mendahulul kita!" Teriaknya dan ia berlari-lari, diikuti oleh isterinya, memasuki pondok Cun Gi Tosu untuk
mencari anak mereka, Leng Leng. Akan tetapi di dalam
14 pondok hanya terdapat seorang pelayan wanita yang
menangis ketakutan. "Hayo lekas bilang, di mana adanya Leng-ji ?" Li Hwa membentak sambil menempelkan pedangnya di batang leher
pelayan itu yang me njadi makin ketakutan.
"Tadi .......... tadi di sini .......... hamba yang bertugas mengasuhnya.......... lalu datang Liok-loya dan Liok-kongcu.......... nona Leng Leng dibawa pergi.......... !"
"Ke mana ?" tanya Sin Hong yang berobah air mukanya
mendengar bahwa anaknya dibawa Liok Kong Ji.
"Mana hamba tahu" Ampun, hamba tidak bersalah apa-
apa.........." Sin Hong tidak perdulikan lagi pelayan itu, bersama
isterinya dan yang lain lain ia menggeledah ke dalam, akan
tetapi betul saja, tak dapat ia menemukan anaknya di dalam
pondok. "Tentu ia membawa Leng-ji lari ke luar. Hayo cari," kata
Sin Hong dan keluarlah mereka. Sesampainya di luar, Sin
Hong lalu membagi rombongannya. Dia sendiri bersama
isterinya, Wan Sun dan Coa Lee Goat menuju ke kiri dan dia
minta supaya rombongan lain yaitu Bu Kek Siansu, Pang


Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Soan Tojin, Ho Tek Hwesio, dan Ciu Lee Tai mencari di
sebelah kanan. Dengan cara begini Sin Hong hendak
mengepung dan memotong jalan Liok Kong Ji dan Cui Kong.
-oo(mch)oo- Sementara itu, Tiang Bu dan Bi Li juga mencari terus,
keluar masuk gua-gua yang banyak terdapat di pesisir batu
karang itu. Akan tetapi belum juga mereka dapat
mene mukan musuh-musuh mereka.
Tiang Bu mendapat akal. Ia naik ke sebatang pohon
besar dan tinggi, lalu mengintai puncak pohon itu sampai
beberapa lama. Usahanya ini terhasil karena tak lama
15 kemudian ia melihat bayangan dua orang yang dikejar-
kejarnya itu bersembunyi di antara batu karang yang
bentuknya seperti menara-menara kecil. Yang membuat ia
terheran adalah ketika melihat Kong Ji memondong seorang
anak perempuan kecil . la cepat melompat turun dan bersama Bi Li lari ke arah
tempat itu. Setelah dekat menyelinap di antara batu karang
dengan hati-hati. Akhirnya ia muncul di depan Liok Kong Ji
dan Liok Cui Kong yang tentu saja menjadi kaget setengah
mati. "Liok Kong Ji, kau sekarang hendak lari ke manakah ?"
Tiang Bu mengejek dan siap untuk menye rang.
Liok Kong Ji menjadi bingung. Untuk lari memang
mudah, akan tetapi ia tahu bahwa Tiang Bu dapat
mengejarnya. Untuk mempe rgunakan bocah yang
dipondongnya juga tidak mungkin karena Tiang Bu mana
mau mempe rdulikan bocah itu" Adanya ia membawa Leng
Leng adalah untuk dipergunakan sebagai perisai terhadap
Wan Sin Hong. Kalau Wan Sin Hong dan kawan kawannya
yang mengurungnya, dengan mudah ia dapat
menyelamatkan diri dengan mengancam nyawa bocah itu.
Cui Kong juga tidak melihat jalan keluar lagi kecuali
menyerang mati -matian. Maka ia lalu menggerakkan
huncwenya, langsung menyerang Tiang Bu dengan sengit.
Liok Kong Ji terpaksa menotok Leng Le ng agar anak itu
jangan dapat lari, menaruh bocah itu di atas tanah dan
iapun membantu Cui Kong. Dengan maju berdua mereka
masih dapat bertahan menghadapi amukan Tiang Bu yang
luar biasa lihainya itu. Bi Li tahu diri. Biarpun ia merasa gemas dan benci sekali
melihat dua orang musuh besarnya itu, akan tetapi ia cukup
maklum bahwa kalau ia melawan atau membantu Tiang Bu,
bantuannya itu tidak banyak artinya, bahkan dapat
mengacaukan permainan silat Tiang Bu. Maka ia berdiri saja
menonton. Ia percaya penuh akan kesaktian kekasihnya,
16 namun tidak urung ia berdebar gelisah juga melihat pedang
di tangan Kong Ji menyambar-nyamhar seperti kilat dan
huncwe di tangan Cui Kong bergerak ganas diselingi
semburan asap hitam yang ia sudah merasai sendiri
keganasannya. Seperti juga tadi, Tiang Bu melayani ayah dan anak itu
dengan tenang, namun setiap gerakannya mengandung
tenaga dalam sehingga tanpa ia kelit, asap hitam itu sudah
buyar sendiri terpukul hawa sinkang yang keluar dari
sepasang tangannya. Pe rtempuran berjalan seru, sengit dan
mati-matian. Ketika mendapat kesempatan baik, huncwo maut di
tangan Cui Kong menyambar ke arah kepala Tiang Bu
dengan pukulan yang te ntu akan meremukkan kepala itu
apa bila mengenai sasaran, sedang pedang di tangan Kong Ji
menusuk ulu hati, dengan gerakan memutar yang sudah
diperhitungkan masak-masak dan amat sukar dielakkan.
Tiang Bu sengaja berlaku lambut sampai Bi Li
mengeluarkan jeritan tertahan. Ketika huncwe itu sudah
menyentuh rambut kepalanya, tiba.tiba Tiang Bu
menggerakkan jari tangannya ke atas, menyentil huncwe itu
dari atas sehingea huncwe menyelonong ke bawah dan tepat
menangkis pedang Kong Ji yang menusuk ulu hatinya.
"Traangg.......... !" Sepasang senjata bertemu keras. Api berpijar dan di lain saat pedang di tangan Kong Ji sudah
terampas oleh Tiang Bu sedangkan huncwe maut itu sudah
terlepas dari tangan Cui Kong! Tentu saja dalam pertemuan
senjata itu, Cui Kong kalah kuat oleh ayah angkatnya dan
huncwenya sampai terlempar, sedangkan Tiang Bu
mempergunakan kesempatan baik itu untuk merampas
pedang Kong Ji. Dapat dibayangkan betapa kaget dan gentarnya Liok
Kong Ji dan Cui Kong yang sudah kehi langan senjata.
Hampir berbare ng mereka menghujankan Hek-tok-ciam ke
arah Tiring Bu. Akan tetapi sambil tertawa menyeramkan,
17 Tiang Bu memutar pedang rampasan nya dan se mua jarum
runtuh ke bawah, bahkan ada yang membalik dan
menyambar dua orang pele pas jarum itu sendiri!
Memang Kong Ji dan Cui Kong orang-orang licik sekali.
Dalam keadaan te rdesak dan senjata dilucuti dan Tiang Bu
yang parkasa malah kini berpedang, mereka masih mampu
mempergunakan siasat cerdik. secepat kilat Kong Ji
menyambar tubuh Leng Le ng di atas tanah dan
mempergunakan bocah ini sebagai se njata ! Ia memegang
kedua kaki Leng Leng dan memutar tubuh itu untuk
menghadapi serangan Tiang Bu.
"Tiang Bu, jangan lukai bocah itu?"!" Bi Li menjerit.
Gadis ini tidak ingin mel ihat Tiang Bu membunuh bocah
yang mungil itu. Akan te tapi, tanpi cegahannya, Tiang Bu
sendiri tidak sudi membunuh bocah yang tidak diketahui
siapa itu. Hatinya tidak sekejam dan ia terpaksa mengalah
mundur, menyelipkan pedang rampasan di pinggang dan
maju lagi dengan kedua tangan kosong untuk mencoba
merampas bocah itu dari tangan manusia iblis Liok Kong Ji.
Pada saat itu, Cui Kong yang licik j uga menyerang lagi
dengan Hek- tok ciam, akan tetapi tidak ditujukan kepada
Tiang Bu, melainkan ke arah .......... Bi Li !
Namun, kalau hanya diserang senjata rahasia saja,
kepandaian Bi Li cukup tinggi untuk menghindarkan dengan
elakan manis dan kebutan tangan kanannya ia dapat
menyelamatkan diri. Akan tetapi Cui Kong telah dapat
melompat jauh meninggalkan tempat itu Kong Ji me nyusul.
Ketiks Tiang Bu he ndak mengejarnya, ia membentak,
"Terimalah popwe (jimat) ini !" Sambil membentak begitu, tubuh Leng Leng ia lontarkan sekuat tenaga ke arah Tiang
Bu! Sungguh kejam manusia ini, untuk menyelamatkan diri
ia tak segan-segan untuk membunuh siapapun juga.
Tiang Bi kaget sekali. Kalau tubuh bocah itu tidak ia
terima, tentu bocah itu akan mati terbanting pada batu-batu
18 karang. Ia lalu bersiap dan dengan kedua tangannya ia
menangkap tubuh bocah itu di udara. Ternyata Leng Le ng
sudah lemas dan pingsan. Ketika diputar-putar tadi saja
Leng Leng sudah merasa pening dan sukar bernapas,
membuatnya pingsan. Tiang Bu menyerahkan bocah ini kepada Bi Li dan ia
hendak menge jar, akan tetapi dua orang mushnnya sudah
lenyap, tidak ketahuan ke mana perginya. Ia membanting-
banting kaki. Lagi-lagi dua orang musuh itu terlepas dari
tangannya be rkat kelicikan me reka.
"Aku harus dapatkan mereka, aku harus basmi mereka !"
gerutunya. Bersama Bi Li ia mencari terus, akan tetapi sementara itu
siang telah berganti senja dan udara mulai gel ap. Leng Leng
siuman dari pingsannya dan menangis .
"Diam, nak, diam.......... siapa namamu ?" tanya Bi Li
menimang nimang bocah itu.
"Leng Leng ...... mana Sam-ma?" tanya anak itu
menanyakan inang pengasuhnya.
Bi Li merasa s ayang kepada bocah yang m ungil ini,
sambil mengelus kepalanya ia bertanya tentang ayah ibu
bocah itu, akan tetapi Le ng Leng yang baru saja mengalami
banyak penderitaan semenjak "bibi Ce ng Ceng" terbunuh,
tak dapat banyak memberi keterangan. Ia hanya menangis
dan berkali-kali berkata,
"Paman Kong Ji jahat sekali. ......, jahat sekali.......... "
Akhirnya setelah dihibur dan dibuai oleh Bi Li, ia te rtidur
dalam pang kuan Bi Li. "Heran, bocah ini siapakah dan anak siapakah. Kecil-
kecil ia sudah tahu bahwa Kong Ji jahat." kata Bi Li kepada
Tiang Bu. Akan tetapi Tiang Bu memberi isyarat supaya jangan
berisik sambil menuding ke depan. Ketika Bi Li
19 memperhatikan, benar saja dari arah itu terdengar suara
orang bicara, makin lama makin keras, tanda bahwa dua
orang yang bicara itu sedang berjalan mendekati tempat
mereka. "Dengan bocah itu di tanganmu, kau tak dapat menjaga
diri dengan sempurna, lebih baik kau menanti di balik batu
karang." Tiang Bu berbicara kepada kekasihnya. Bi Li
mengangguk. Memang, kalau fihak musuh muncul dan
terjadi pertempuran. tentu saja dengan adanya bocah itu ia
takkan dapat melakukan pembelaan dari dengan baik, apa
lagi kalau harus melindungi Leng Leng. Tanpa banyak
membantah ia lalu pergi membawa Leng Leng yang sedang
tidur itu, menyelinap di balik batu karang. bersembunyi
sambil mengintai ke arah Tiang Bu.
Keadaan sudah mulai remang-remang, Tiang Bu tidak
mengenal muka dua orang yang datang memasuki hutan itu,
hanya tahu bahwa dua orang itu adalah seorang pemuda
dan seorang gadis. Ia mengira bahwa mereka ini tentulah
kawan-kawan Liok Kong Ji maka tiba-tiba ia melompat ke
luar dan membentak, "Kalian siapa dan di mana Liok Kong Ji?" Ia sudah siap
untuk menyerang tokoh dua orang itu.
Dua orang itu kage t bukan kepalang, akan tetapi pemuda
itu segera berseru girang. "Tiang Bu.......... "
Gadis itupun berseru kaget dengan sikap jenaka. "Ya
De wa Maha Agung! Kiranya saudara Tiang Bu ini.......... ?"
Ah, bertahun-tahun enci Pek Lian merindukan dan menanti-
nanti, tidak tahunya dapat bertemu di tempat se perti ini.
Kalau ini bukan jodoh namanya, entah disebut apa !"
"Ang Lian, jangan main-main !" pemuda itu me mbentak si gadis baju merah yang jenaka.
Tiang Bu melengak. Tidak tahunya " pemuda?" itu adalah
Pek Lian, gadis yang dulu pernah ia kagumi, gadis cantik
20 yang bijaksana dan lihai bersama Ang Lian adiknya. Dua
orang gadis puteri Huang-ho Sian-ji n.
"Adik Pek Lian dan Ang Lian....... ! Kiranya kalian ini"
Bagaimana kalian bisa berada di sini dan dengan s iapa
kalian datang," Saking girangnya Ang Lian melangkah maju dan
memegang kedua tangan Tiang Bu. "Saudara Tiang Bu,
benar-benar girang hatiku dapat bertemu dengan kau di
tempat setan ini. Kalau ada kau di sini, aku tidak takut lagi biar ada lima orang Liok Kong Ji muncul. Dan enci Pek Lian
tentu se ratus kali lebih girang dari pada aku. Kau tahu, ayah juga ikut datang bersama Wan-bengcu dan yang lain-lain.
Mereka juga tentu girang dapat berte mu dengan kau. Baik
sekali pertemuan ini, lengkap selengkap-lengkapnya. Biar
aku nanti bicarakan urusan perjodohanmu dengan enci Pek
Lian." "Hush, Ang Lian....... " Pe k Lian mencegah dengan muka berubah me rah sekali.
"Hush apa lagi " Bukankah kau selalu merindukan dia
ini" Sekarang sudah berhadapan muka, pakai malu-malu
apa lagi " Aku akan bicarakan dengan ayah dan Wan
bengcu.........." "Se tan, jangan sembarang bicara ! Kalau ..........
kuceritakan kepada Ciu twako ......" Pek Lian balas
menggoda. Menelengar ini, Ang Lian menjadi kewalahan dan
tak berani banyak bicara lagi.
Sementara itu, mendengar kata-kata dari Ang Lian ini,
Tiang Bu menjadi bingung s ekali. Percuma saja mencegah
seorang gadis se perti Ang Lian berhenti mengoce h.
"Aku sedang mengejar-ngejar Liok Kong Ji," katanya
ke mudian. Ia melirik beberapa kali ke arah tempat
persembunyian Bi Li dan sebelum ia memanggil Bi Li, gadis
ini sudah mucul sambil memondong Leng Le ng.
21 Pek Lian dan Ang Lian kaget lagi, me mandang kepada Bi
Li dengan penuh curiga. "Apakah dia ini seorang selir Liok Kong Ji ?" tanya Ang
Lian yang lancang mulut dan salah duga.
"Nona Ang Li an, jangan salah duga. Dia ini adalah nona
Wan Bi Li dan,......"
"Astaganaga .......... !" Ang Lian meloncat dan meme luk Bi Li dengan mesra. " Maafkan aku, enci Bi Li. Kau boleh
tampar mulutku yang lancangg. Aduh.......... jadi kau ini
adik Wan Sun twako" Pantas ". pantas akan tetapi ...." ia
melihat lengan kiri yang buntung itu dan tak dapat
melanjutkan kata-katanya, akan tetapi dari sepasang
matanya mengucur air mata. Biarpun ia kasar dan jujur,
namun hati Ang Lian baik sekali ia terharu melihat lengan
tangan Bi Li buntung dan ia tak pernah mendengar tentang
hal ini. Sebaliknya, Bi Li mempunyai hati yang keras. Ia maklum
apa yang menyebabkan Ang Lian mengucurkan air mata. Ini
saja sudah melenyapkan kemendongkolan hatinya ketika
Ang Lian mengira dia "selir" Liok Kong Ji.
"Adik yang manis kau mau tahu" Lenganku ini buntung
oleh pedang Liok Kong Ji."
Ang Lian membanting-banting kakinya. "Bangsat besar
Liok Kong Ji. Kali ini ia takkan mampu lolos dari hukuman!
Enci Bi Li, tahukah kau, kakakmu juga berada dengan kami
?" Ang Lian mengira bahwa BI Li tentu akan girang sekali
mendengar ini, akan tetapi Bi Li malah mengerutkan kening,
agaknya berita itu tidak menggembirakan hatinya benar.
Memang, dalam keadaannya seperti sekarang, buntung
lengannya. Ia sudah tawar hatinya untuk bertemu dengan
siapa juga. Memilukan saja, pikirnya.
22 "Anak ini?". anak siapakah?" tanya Pek Lian, sikapnya
hati-hati dan sejak munculnya Bi Li, ia mendapat firasat
yang tidak menyedapkan hatinya. Berkali-kali ia memandang


Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari Tiang Bu kepada Bi Li dan hatinya menduga-duga.
"Dia itu kami rampas dari tangan Liok Kong Ji. Tiang Bu
menerangkan. "Kami sendiri tidak tahu dia anak anak siapa, hanya namanya Le ng Leng."
"Ahh, dia ini anak Wan bengcu!" Ang Lian berkata girang sambil meraih Leng Leng dari pondongan Bi Li sampai bocah
itu sadar dari tidurnya dan memandang bingung. "Benar, dia anak Wan-bengcu. Bukankan namamu Wan Leng, anak
manis?" Leng Leng mengangguk-angguk kepada gadis yang tak
dikenalnya ini. Ang Lian menciuminya, "Syuknr, syukur,
syukur ...... alangkah akan girangnya hati Wan bengcu dan
isterinya ...... !" Karena percakapan itu tidak karuan juntrungnya, Tiang
Bu lalu minta dua orang gadis itu menceritakan
keadaannya. Ang Lian menyerahltan Leng Leng yang diminta
oleh Pek Lian, kemudian ia bercerita.
"Kami sebelas orang datang untuk menyerbu Pek-houw-
to, akan tetapi t ak menjumpal siapa-siapa ke cuali para seli r dan pe layan wanita yang tidak berarti. Ayah, aku dan enci
Pek Lian ini sebetulnya bertugas me njaga perahu. Akan
tetapi karena sudah hampir sore mereka belum kembali,
ayah lalu memperkenankan aku dan enci Pek Lian untuk
menyusul mereka. Sebelum kami bertemu dengan seseoraug
di antaea mereka, tahu-tahu malah bertemu dengan kau dan
ternyata Leng-ji s udah tertolong. Menurut keterangan Wan-
bengcu, Leng-ji ini dibawa ke sini oleh Cun Gi Tosu."
Tiang Bu mengangguk-angguk. Ia merasa girang sekali
bahwa bocah yang ditolongnya itu ternyata puteri Wan Sin
Hong. Ngeri ia memikirkan kalau sampai bocah itu tewas
dalam pertempuran tadi. 23 `Keadaan di sini masih amat berbahaya," katanya
kemudian kepada dua orang gadis enci adik itu. "Liok Kong Ji dan Liok Cui Kong masih berkeliaran dan sedang kami
kejar-kejar. Lebih baik kalian kembali kepada ayah kalian
dan bawalah Leng-ji ini agar aman dan terlindung di sana,
sambil menanti kembalinya Wan-siok-siok."
Ang Ltan meugangguk-angguk, akan tetapi Pek Lian
berkata. "Apakah ...... apakah tidak baik kalau aku
membantumu menghadapi Liok Kong Ji ?"
Sebelum Tiang Bu menjawab, Bi Li be rkata, "Tiang Bu,
tentu baik sekali kalau".. enci Pek Lian ini membantumu.
Tentu dia memiliki kepandaian tinggi dan karenanya kau
akan lebih kuat kedudukanmu."
Tiang Bu seorang yang perasa sekali. Dalam ucapan ini ia
menangkap nada yang membayangkan hati sakit, maka ia
bingung dan cepat ia berkata kepada Pek Lian.
"Nona Pek Lian, bukan aku tidak mengharap bantuanmu.
Akan tetapi harus kauket ahui bahwa ilmu kepandaian Liok
Kong Ji dan Liok Cui Kong lihai sekali. Kau bukan lawan
mereka." Ketika meli hat pandang mata Pek Lian be ralih kepada Bi
Li seakan-akan bertanya mengapa kalau Bi Li boleh bersama
dia, Tiang Bu cepat berkata, "Ketahuilah, nona Wan Bi Li adalah sebagai murid terkasih dari Ang jiu Mo-li dan
memiliki kepandaian yang le bih tinggi tingkatnya diri pada
kalian, masih tidak mampu membantuku mengalahkan Liok
Kong Ji dan Liok Cui Kong."
Mendengar ini, dua orang e nci adik itu merasa kagum
kepada Bi Li. Kiranya nona butung ini lebih lihai malah dari
pada mereka ! Akhirnya mereka lalu menurut, membawa
pergi Leng Leng untuk kembali kepada ayah mereka yang
masih menanti di pantai me njaga perahu.
Tiang Bu dan Bi Li terus mencari jejak Liok Kong Ji dan
Liok Cui Kong. Akan tetapi malam tiba dan sepasang muda-
24 mudi ini terpaksa melewatkan malam gelap di dalam sebuah
gua untuk berlindung dari serangan hawa dingin.
Tiang Bu yang amat memperhatikan Bi Li melihat
pe rubahan pada sikap gadis itu. Setiap kali bertemu
pandang, dari sepasang mata di a itu memancar sinar
ke marahan yang aneh. Semua ini ia dapat me lihat di bawah
penerangan api unggun yang ia buat untuk mengusir
nyamuk yang banyak terdapat di dalam gua di tepi pantai
itu. Ia menduga-duga dan ke cerdikannya me mbuat ia dapat
mengetahui bahwa gadis ini tentu merasa cemburu dan
penasaran karena kata-kata yang keluar dari mulut Ang Lian
yang amat lancang tadi tentang Pak Lian yang rindu
kepadanya ! Dugaannya memang tepat dan hal ini
dinyatakan oleh Bi Li yang kini mulai membuka mulut
bicara setelah sejak tadi diam cemberut saja.
"Tiang Bu, kau tentu sudah kenal baik sekali dengan
Huang ho Sian-jin, bukan?"
Diam-diam Tiang Bu geli hatinya. Ia tahu bahwa gadis ini
sebetulnya hendak bertanya bahwa ia mengenal baik dua
orang gadis puteri Huang-ho Sian-jin tadi, akan tetapi Bi Li
sengaja bicara me mutar. "Tidak," jawabnya sungguh-sungguh dan jujur. "Baru
satu kali aku bertemu dengan orang yang gagah itu." Ia
menceritakan bahwa dahulu ia menolong piauwsu yang
dirampas barang-barang berharganya oleh Ang-Lian dan Pek
Lian, kemudian ternyata bahwa barang-barang berharga itu
dirampas oleh anak Huang-ho Sian jin untuk dibagi -bagi kan
kepada rakyat yang menjadi korban banjir.
"P antas saja kalau be gitu. Ayahnya seorang tokoh besar
yang gagah budiman, dua orang gadis itupun gagah dan
cantik-cantik sekali, apalagi yang bernama Pek Lian tadi.
Tiang Bu, kau patut menjadi mantu Huang-ho Sian-jin !"
Nah, ini dia maksud hatinya yang penuh cemburu, pikir
Tiang Bu. 25 "Bi Li mengapa kau bicara begitu " Jangan
kauperhatikan ucapan Ang Lian yang sejak dulu memang
tukang menggoda orang dan bicaranya sangat sembrono.
Ang Lian masih seperti anak-anak, kalau bicara tidak tahu
kira-kira dan mudah saja menjodoh-jodohkan orang."
"Tiang Bu, apakah kau tidak be rani me ngaaku bahwa
Pek Lian seorang gadis cantik dan gagah ?" Bi Li memandang
tajam. "Memang," jawab Tiang Bu jujur, "tak dapat disangkal lagi, Pek Lian seorang gadis yang cantik. Akan tetapi hatiku
telah tertawan oleh seorang gadis lain bernama Wan Bi
Li.......... " "Siapa ketahui hati laki-laki " Tiang Bu, kan lebih cocok
dan setimpal kalau berdampingano dengan Pe k Lian."
"Bi Li, harap kau sudahi percakapan ini"!" Tiang Bu
memegang tangan Bi Li dengan mesra. "Kau sudah
mengetahui isi hatiku. Selain enkau, tak mungkin di dunia
ini ada wanita yang dapat kucinta seperti aku mencintaimu."
Akan tetapi Bi Li tak dapat melupakan sinar mata yang
memancar keluar dari mata Pek Lian ketika gadis
berpakaian pria itu memandang Tiang Bu, penuh kasih
sayang dan ke kaguman. Mendengar ucapan Tiang Bu ini, ia
menunduk dan pikirannya melayang-layang.
"Tiang Bu, kalau urusan di pulau ini sudah selesai, apa
ke hendakmu selanjutnya ?" akhirnya dia bertanya perlahan.
"Pertama tama, minta Wan-siok-s iok mengurus
pernikahan kita !" jawabnya tegas.
Cahaya keme rahan dari api unggun menyembunyikan
warna merah yang menjalari muka Bi Li. Ia masih
menunduk dan menarik tangannya yang dipegang Tiang Bu,
lalu jari-jari tangan itu bermain-main dengan se helai
rumput. "Setelah itu..........?" desaknya.
26 "Setelah itu" Ah. Bi Li. Alangkah bahagianya kalau kita
sudah menjadi suami isteri. Cita-citaku hanya untuk
membahagiakan hidupmu. Sisa hidupku akan
kupergunakan untuk menyenangkan hatimu. Aku ingin
merantau ke seluruh permukaan bumi ini bersamamu akan
kuajak kau menjelajah di empat penjuru duni a! Bukankah
senang sekali ?" Kembali ia meme gang tangan Bi Li yang
berkulit halus. Ucapan ini membuat hati Bi Li terasa perih sekali. Tak
dapat disangkal lagi, ia mencinta pemuda ini, mencinta
dengan sepenuh hati karena segala gerak-gerik dan tindak-
tanduk pemuda ini benar-benar memikat hatinya. Akan
tetapi ucapan tadi, pergi merantau be rdua di empat penjuru
dunia, benar-benar mendatangkan bayangan dan renungan
yang membuat hatinya perih. Ia dapat membayangkan
betapa dia dengan lengan buntungnya mengawani Tiang Bu
di mana-mana. Tiang Bu, s eorang pemuda yang gagah perkasa, yang
kelak pasti akan dipuji-puji oleh dunia kangouw karena
selain memiliki kepandaian tinggi juga mempunyai pribudi
luhur, dengan seorang isteri berlengan buntung dan yang
hanya akan menjadi tontonan yang menggelikan orang !
Tiang Bu dikagumi dan dipuji puja. sedangkan dia sebagai
isterinya akan selalu menerima pandang mata orang yang
memandang dengan sinar mata mengandung kasihan
bahkan ejekan! Akan kuatkah hati Tiang Bu manghadapi ini
semua" Kelak akan tiba saatnya Tiang Bu bertemu dengan
seorang seorang gadis cantik jelita yang lebih gagah dari
padanya, gadis yang utuh badannya, tidak buntung
lengannya. Dan Tiang Bu akan jatuh hati betul-betul, dia
akan.... ..akan dilupakan !
"Tidak.......... tidak.......... !" Bi Li menutupi jari-jari tangannya ke depan mukanya yang menjadi pucat.
"Bi Li " kau kenapa ...... .?"
27 Bi Li dapat menguasai hatinya yang terkacau oleh
bayangan tadi. Ia menggeleng kepalanya dan berkata. "Aku tidak mau merantau, hal itu hanya akan memalukan saja,
Tiang Bu. Dengan lengan seperti ini........... "
"Aku tidak malu, Bi Li ! Bahkan kebuntungan lenganmu
itulah yang menambah besarnya cintaku kepadamu. Akan
kuperlihatka kepada dunia bahwa aku bangga mempunya
kau di sampingku, bahwa aku sama sekali tidak malu
karena kau cacad. Coba, siapa berani mengejek atau
menghinamu karena cacadmu tentu akan kuhajar habis-
habisan !" Bi Li terharu sekali. Ia percaya akan cinta kasih pemuda
saperti Tiang Bu ini, dan tidak terasa lagi tangannya
memegang lengan pemuda itu dengan penuh terima kasih.
Kemudian ia menarik kembali tangannya dan bertanya,
"Tiang Bu, andaikata.......... ini andaikata saja ......
perjodoban kita tidak dapat berlangsung, apa yang hendak
kaukerjakan?" Dengan pertanyaan ini Bi Li bendak
memancing dan menjenguk isi hati kekasihnya, sampai di
mana besarnya cinta kasih pemuda ini.
Wajah Tiang Bu berubah. "Tidak akan ada yang
menghalangi perjodohan kita, Bi Li. Iblis sekalipun tidak!
Kecuali ...... kecuali kalau kau yang t idak mau menerima
persembahan cintaku.......... apa boleh buat, kalau demikian
halnya, aku bersumpah takkan mau menikah dengan l ain
orang, aku....... aku akan mengundurkan diri dan menjadi
seorang pertapa di Omei-san.
Suara yang keluar dari bibir Tiang Bu ini adalah suara
hatinya, maka terdengar menggetar mengharukan, membuat
Bi Li tak dapat menahan isak tangisnya. Hati gadis ini tidak
karuan, girang, bahagia, tercampur duka, haru, dan
khawatir. Dia diam saja ketika Tiang Bu meme luk dan
menghiburnya. Akhirnya ia pulas dengan kepala di atas
pangkuan Tiang Bu yang menjaganya semalam penuh agar
28 tubuh kakasihnya tidak diganggu nyamuk yang masih saja
berseliweran biarpun api unggun masih bernyala terus.
-oo(mch)oo- Pada keesokan harinya, pagi-pagi Tiang Bu bersama Bi Li
sudah mulai lagi me ncari jejak Liok Kong Ji dan Cui Kong
yang masih belum juga dapat ditemukan di mana
sembunyinya. "Mereka tak mungkin ke luar dari pulau ini," kata Tiang
Bu. Setelah Wan siok-siok dan kawan-kawannya datang
dengan perahu, tentu Wan-siok-siok tidak begitu bodoh
untuk meninggalkan penjagaan di pantai. Menurut Ang Lian
dan Pe k Lian. Huang-ho Sian-ji ditinggalkan di pantai, tentu kakek itu me lakukan perondaan dan akan melihat apabila
Liok Kong Ji meni nggalkan pulau dan tentu akan memberi
isyarat kepada Wan-siok-siok. Aku yakin mereka itu masih
bersembunyi dalam gua-gua yang banyak terdapat di pesisir
ini." Bi Li juga berpendapat demikian dan dua orang muda ini
mulai me ncari terus tanpa mengenal lelah. Juga rombongan
Wan Sin Hong mencari cari, akan tetapi mereka itu berada di
lain jurusan dan tidak mencari dalam gua-gua di pesisir
batu karang. Tempat ini memang agak tersembunyi dan
hanya Tiang Bu yang sudah sampai di situ lebi h dulu.
Memang dugaan Tiang Bu tepat sekali. Liok Kong Ji tidak
berani meninggalkan pulau, bahkan tidak berani keluar dari
tempat persembunyiannya karena maklum bahwa musuh-
musuhnya yang banyak jumlahnya berkeliaran di atas pulau
itu. Sekali saja ia terlihat, ia akan mengalami pengepungan
dan sukar menyelamatkan diri lagi. Ia tahu bahwa sekali ini
yang mengejarnya orang-orang pandai dari pelbagai
kalangan dan andaikata ia dapat melawan Wan Sin Hong,
belum tentu ia akan dapat melepaskan diri dari tangan Tiang
Bu. 29 Berdua dengan putera angkatnya. Li ok Kong Ji
bersembunyi di dalam sebuah gua besar yang menjadi
tempat rahasia di mana ia menyimpan kitab-ki tabnya, dan
gua itu tertutup oleh sebuah batu besar yang amat berat.
Setelah ia memasuki gua itu bersama Liok Cui Kong lalu
mengangkat batu itu dari dalam, menyeretnya ke depan gua
dan menurunkannya di depan gua sehingga sepintas
pandang saja orang takkan tahu bahwa di batu besar itu
terdapat sebuah gua yang mulutnya kecil saja, akan tetapi
sebetulnya kalau dimasuki mulut gua yang hanya tiga kaki
tinggi dan dua kaki lebarnya itu, membawa orang ke dalam
sebuah gua yang besar dan luas penuh dengan perabot-
perabot rumah seperti meja kursi, tempat tidur dan yang
semuanya terbuat dari pada kayu-kayu yang baik dan
mahal. Juga di dalam gua itu dihias amat mewahnya,
diterangi lampu minyak dan dinding-dindingrya yang
tertutup papan itu digantungi gambar gambar indah.
Pendeknya, di sebelah dalam merupakan ruangan atau
kamar tidur besar yang mewah dan enak ditinggali.
Maklum akan kelahaian ayah dan anak yan dikejar .


Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke jarnya, Tiang Bu tidak membuang pedang yang dapat ia
rampas dari tangan Liok Kong Ji. Bahkan sekarang ia
mencari-cari dengan pedang di tangan. sedangkan Bi Li
be rjalan di belakangnya Akhirnya Tiang Bu dan Bi Li berdiri
di depan batu karang yang me nutup mulut gua kecil. Tiang
Bu menaruh curiga karena di dekat situ ia melihat tapak
kaki yang tidak begitu jelas, tanda bahwa orang yang lewat
di situ memiliki ginkang tinggi dan sengaja berlaku hati-hati supaya tidak keli hatan tapak kakinya.
Tapak-tapak kaki itu lenyap di situ dan tidak terdapat
sebuahpun gua di dekat situ, maka hal itu amat
mencurigakan hatinya. "Tiang Bu, batu ini baru saja dipindahkan ke sini. Lihat,
rumput-rumput di bawahnya tertindih dan rusak. Kalau
sudah lama di sini, tentu tidak ada rumput tertindih.
30 Rumput-rumput ini masih hidup dan segar," kata Bi Li
menuding ke bawah. Benar saja, memang ada rumput yang te rtindih batu
besar itu. Tiang Bu menjadi girang dan kagum akan
ke awasan mata Bi Li ia mengerahkan tenaga di tangan kiri
dan sekali mendorong, batu karang yang me nutupi mulut
gua itu roboh, kelihatanlah sebuah mulut gua kecil itu.
Tiang Bu tercengang meli hat bahwa di balik batu karang
itu hanya terdapat gua yang lobangnya sekecil itu. Ia merasa
ragu- ragu dan mulai memandang ke sana ke mari mencari-
cari jejak. Ketika ia hendak pergi dari situ, kembali Bi Li
berkata, `Nanti dulu, Tiang Bu. Aku merasa curiga melihat gua
kecil ini. Kauperhatikan baik-baik, gua ini begini gelap, ini hanya menandakan bahwa dalamnya besar. Siapa tahu
kalau-kalau mereka bersembunyi di sini. Memang tempat ini
merupakan persembunyian yang baik dan tidak
mencurigakan, maka harus diselidiki baik. baik."
Tiang Bu sadar dan cepat berkata, "Kau be tul, Bi Li.
Kautunggu saja di sini, bi ar aku menyerbu masuk !"
Bi Li memegang lengan Tiang Bu yang sudah hendak
melompat ke dalam gua kecil itu.
"Nanti dulu jangan terburu-buru Tiang Bu. Gua ini
mulutnya amat kecil . Kalau betul-betul mereka berada di
dalam dan me nyerang selagi kau melompat masuk, apakah
tidak berbahaya se kali" Aku teringat ketika dahulu bersama
ayah Pangerau Wanyen Ci Lun memburu binatang hutan.
Ayah me nyuruh orang-orangnya mengasapi gua untuk
memancing ke luar macan dan binatang buas lain. Apakah
tidak lebih baik kita sekarang membakari daun dan ranting
kering di depan gua dan meniup as apnya ke dalam untuk
memaksa mereka keluar. Kalau sudah berada di luar gua,
te rserah kepadamu karena aku percaya kau akan dapat
melawan mereka." 31 Tiang Bu tersenyum. Sebetulnya ia tidak takut sama
sekali, akan tetapi karena melihat sikap Bi Li demikian
bersungguh-sungguh dan gadis itu amat mengkhawatirkan
keselamatannya, ia tak tega membantah.
"Sesukamulah " jawabnya tertawa. "Akupun ingin sekali
membuat Liok Kong Ji dan Liok Cui Kong terserang asap dan
tak dapat be rnapas. Alangkah akan lucunya kalau mereka
terpaksa ke luar sambil batuk-batuk tak dapat bernapas."
Ucapan ini dikeluarkan dengan keras oleh Tiang Bu agar
terde ngar dari dalam gua. Ucapan ini saja sudah merupakan
pancing dan ancaman. Maksudnya berhasil baik karena
tiba- tiba terdengar suara mendesis dan dari dalam gua yang
kecil mulutnya itu ke luarlah asap hitam bergulung-gulung.
Tiang Bu melompat ke belakang dan meneorong Bi Li untuk
mundur. Ia mengenal asap dari huncwe maut Cui Kong dan
tahu bahwa dua orang musuhnya betul-betul be rada di
dalam gua it u. Ting Bu memutar pedangnya ketika melihat sinar-sinar
hitam me nyambar pula dari dalam gua. It ulah senjata-
senjata rahasia hek-tok-ciam yang dilepas oleh Liok Kong Ji
untuk menyusul senjata rahasia asap biasa yang
disemburkan oleh Cui Kong.
Memang kali ini Liok Kong Ji dan Liok Cui Kong yang
biasanya amat licin dan cerdik itu kena diakali oleh Tiang Bu dan Bi Li. Mendengar usul Bi Li untuk me ngasapi gua itu,
mereka menjadi terkejut setengah mati. Tentu saja mereka
tidak sudi dijadikan seperti dua ekor tikus yang terpaksa
keluar lemas karena lubangnya diasapi. Menghadapi
serangan, mereka masih dapat mempergunakan ilmu
kepandaian untuk melindungi diri, akan tetapi kalau gua itu
dipe nuhi asap. berapa lamakah mereka dapat bertahan "
Maka dengan hati kecut mereka terpaksa membuka jalan
keluar dan menghujankan se njata rahasia mereka.
Betapapun lihainya ilmu s ilat Tiang Bu pemuda ini tidak
berani berlaku gegabah menye rbu ke dalam gua. Senj ata
32 rahasia dua orang itu cukup berbahaya, apa lagi hek-tok-
ciam itu dilepas di antara asap hitam, tidak ke tihatan dan
amat berbahaya kalau ia terkena Hek-tok-ciam, sungguhpun
ia dapat mengobatinya, namun tentu akan banyak
mengurangi daya serang dan daya tempur menghadapi ayah
dan anak angkat yang be rkepandaian tinggi itu.
"Liok Kong Ji dan Liok Cui Kong manusia-manusia iblis.
Keluarlah untuk menebus dosa-dosamu !" kata Tiang Bu,
siap menanti mereka. Sambil terus melepaskan jarum-jarumnya, Liok Kong Ji
akhirnya melompat keluar, di ikuti oleh Cui Kong yang
memegang huncwe mautnya. Kini Liok Kong Ji juga sudah
memegang pedang lagi, karena dalam gua itu memong
te rsedia beberapa batang pedangnya yang baik baik.
"Bocah durhaka, kali ini aku tidak ampunkan kau lagi !"
kata Liok Kong Ji sambil memutar pedangnya melakukan
serangan kilat dituruti pula oleh Cui Kong.
Tiang Bu tahu bahwa ucapan itu hanya gertakan belaka,
namun ia tidak berlaku sembrono dan tidak mau
memandang rendah kepada dua orang musuhnya yang
sudah berkali-kali mengakali dan lolos dari desakannya itu.
Cepat ia memutar pedang rampasannya dan menangkis
serangan lawan lalu membalas dengan hebat dan tidak
kalah sengitnya. Serangan tangan kosong saja Tiang Bu
sudah mampu mendesak dua orang lawannya itu, apa lagi ia
menggunakan pedang. Sebentar saja Kong Ji dan Cui Kong hanya bisa main
mundur dan ke mana saja me reka meloncat, selalu mereka
dibayangi dan dikurung oleh sinar pedang Tiang Bu.
Memang pemuda ini sudah mewarisi ilmu kepandaian yang
luar biasa dan berkali kali Li ok Kong Ji sampai merasa
kagum bukan main. Ilmu pedang yang dimainkan oleh Liok
Kong Ji adalah ilmu pedang sakti yang jarang bisa dilawan
orang, lihai dan selain cepat dan kuat, juga membingungkan
lawan. 33 Kiranya sukar mencari orang yang akan kuat menandingi
ilmu pedang Liok Kong Ji pada masa itu. Juga Liok Cui Kong
memiliki kepandaian gabungan, sebagian ia pelajari dari
Kong Ji dan se bagian pula ia dapatkan dari gurunya, Cun Gi
Tosu. Pemuda inipun amat lihai ilmu silatnya, apa lagi
huncwe mautnya merupakan senjata ganjil yang amat sukar
diduga gerakan gerakannya.
Namun dua orang ini tidak berdaya menghadapi Tiang
Bu. Di dalam permainan Tiang Bu terdapat segala dasar
pertahanan yang maha kuat , yang sukar sekali dite mnbus
oleh serangan-serangan dua orang itu. Desakan-desakan
Tiang Bu sebaliknya amat berat mereka rasakan,
sungguhpun untuk merobohkan mereka juga bukan
merupakan hal mudah ba gi Tiang Bu.
Ayah dan anak angkat itu dapat bekerja sama baik
sekali. Mereka telah maklum akan kelihaian Tiang Bu den
ketika mereka bersembunyi di dalam gua. Liok Kong Ji
sudah me ngatur siasat bertanding menghadapi Tiang Bu. Ia
telah memberi petunjuk kepada Cui Kong dan sekarang
petunjuk itu dipraktekkan. Keduanya tidak bergerak sendiri-
sendiri terpisah, melai nkan bergabung menjadi satu, saling
melindungi dan saling membantu. Inilah yang membuat
Tiang Bu menghadapi kesukaran untuk segera mengalahkan
mereka. Kedudukan mereka memang kuat, bagai tembok
baja ! Bi Li menonton pertempuran itu dengan gemas. Ia
merasa penasaran tak dapat membantu kekasihnya dan
beberapa kali ia mengepal-ngepal tangannya yang tinggal
satu dan memandang marah penuh kebencian kepada orang
itu, terutama kepada Liok Kong Ji yang sudah membuntungi
lengannya. Ingin ia se gera melihat musuh besar yang sudah
membuat hidupnya hampa dan tubuhnya bercacad ini
segera roboh binasa di bawah pedang Tiang Bu. Akan tetapi
tiba-tiba ia melihat perubahan dan kini Tiang Bu hanya
34 mendesak Cui Kong seorang, seakan-akan tidak bermaksud
merobohkan Kong Ji. Bi Li mengerutkan keningnya. Apa Tiang Bu tiba-ti ba
meras a kasihan dan tidak tega membunuh orang yang
sebetulnya masih ayahnya sendiri itu " Timbul keraguan dan
"perang" dalam pikiran Bi Li ia teringat akan ayahnya
sendiri. Ayahnya yang sejati, Kwan Kok Sun, juga bukan
seorang manusia baikt-baik, bahkan dahulunya amat
terkenal jahat. Demikian pula Tiang Bu. Sudah sepatutnya
kalau Tiang Bu ragu-ragu untuk membunuh ayab sendiri.
Akan tetapi ayah Tiang Bu itu telah membikin buntung
lengannya, dosa yang tak dapat ia ampunkan lagi !
Kekhawatiran Bi Li ini sebetul nya kosong belaka. Tiang
Bu sama sekali tidak merasa kasihan kepada Liok Kong Ji.
Ia amat banci kepada orang yang mengaku sebagai ayahnya
ini dan ia akan tega membunuhnya. Dia bukatnya
berkasihan kepada Kong Ji, akan tetapi dia sedang
menjalankan s iasatnya. Menghadapi ayah dan anak angkat
yang dapat bekerja sama dengan baik betul-betul Tiang Bu
menemukan kesukaran untuk mencari ke menangan
secepatnya. Pertahanan dua orang itu kuat bukan main. Oleh karena
itu Tiang Bu lali mengambil keputusan untuk menyerang
dan mendesak seorang di antara dua pengeroyoknya. Dan di
antara dua oraug itu, Cui Kong paling lemah, maka ia lalu
memusatkan perhatiannya kepada Cui Kong dan
menghujankan serangan-serangan hebat kepada pemuda
itu. Tentu saja Cui Kong menjadi gelagapan. Biasanya kalau
ada lawan menyerangnya, tangkisan huncwenya dapat
membuat serangan lawannya buyar dan gagal, akan tetapi
kali ini, makin ditangkis pedang di tangan Tiang Bu menjadi
makin ganas, se olah-olah tangkisan huncwe itu menambah
daya serangnya ! Biarpun Liok Kong Ji s udah cepat-cepat
membantu untuk menangkisnya dan bahkan menyerang
35 Tiang Bu dengan dahsyat. Tetap s aja Cui Kong tak dapat
menghindarkan lagi sebuah tusukan pedang yang amat
cepat mengarah perutnya. Ia mempergunakan segala kelincahannya untuk
mengelak dari tusukan yang sudah tak mungkin ditangkis
lagi itu, akan tetapi ia hanya berhasil menyelamatkan
perutnya, tidak dapat lagi menolong pahanya yang te rtusuk
pedang sampai tembus. Ketika pedang dicabut, darah mengalir deras dari paha
itu. Tiang Bu hendak menyusulkan tusukan maut ke dua.
namun Cui Kong yang berteriak kesakitan itu sudah
membuang diri ke atas tanah dan menangkis tusukan ini
dengan huncwenya. Terdengar suara keras dan huncwe itu
terlepas dari tangannya, namun ia selamat dan segera
menggerakkan tubuh bergulingan sampai jauh dan baru
berhenti kare na di belakangnya adalah tebing batu karang
yang amat curam. Di sini ia merintih-rintih sambil berusaha
membebat luka di pahanya dengan baju yang dirobeknya.
Darah amat banyak mengucur, membuat kepalanya pe ning.
Kemudian Cui Kong terguling pingsan !
Melihat ini, Bi Li yang sudah menjadi kegirangan segera
berlari me nyambar huncwe Cui Kong yang me nggeletak di
atas tanah, kemudian ia berlari menghampiri Cui Kong yang
sudah pingsan itu untuk memberi pukulan terakhir.
"Bi Li, jangan dekati dia.......... ..!" Tiang Bu yang masi h bertanding dengan Kong Ji itu melarang. Pemuda ini biarpun
melihat Cui Kong sudah terguling dan tidak bergerak seperti
mati, masih saja curiga dan takut kal au-kalau kekasihnya
menjadi korban kelicikan Cui Kong. Akan tetapi Bi Li yang
sudah sakit hati itu, mana mau dilarang " Ia makin gemas
dan sekali melompat ia sudah tiba di dekat Cui Kong, lalu
mengayun huncwe itu ke arab kepala Cui Kong !
Tepat dugaan Tiang Bu. Sebe tulnya Cui Kong tidak
pingsan, hanya pura-pura pingsan, untuk menyelamatkan
diri dan mencegah Tiang Bu me nyerang terus. Sama sekali ia
36 tidak mengira bahwa Bi Li akan mengej ar dan
menyerangnya. Biarpun mat anya tertutup, ia dapat
mendengar sambaran angin pukulan huncwenya. Cepat ia
menggulingkan tubuh dan kepala sehingsa huncwe di
tangan Bi Li itu menghantam batu, menimbulkan suara
keras dan bunga api berpijar membarengi muncratnya batu
yang remuk terkena pukulan huncwe !
Bi Li penasaran dan mengejar lagi, mengirim serangan
hebat. Terpaksa Cui Kong melompat berdiri, akan tetapi
terguling roboh lagi karena pahanya teras a sakit se kali.
Namun dalam mengelak, ia terkena huncwe pada
pundaknya, membuat ia mengerang kesakitan Bi Li
memukul terus, ditangkis oleh lengan kiri Cui Kong.
"Krak !" Tulang lengan itu patah. Tenaga lweekang Cui
Kong sudah banyak berkurang karena lukanya yang hebat,
maka tidak kuat menerima pukulan huncwe. Sebelum Cui
Ko berhasil mengembalikan kese imbangan tubuhnya, Bi Li
sudah menyerang lagi ! "Mampuslah kau jahanam !" se ru Bi Li dengan gemas, huncwenya kini mendorong dada Cui Kong untuk membuat
pemuda terjengkang ke belakang di mana tebing batu karang
siap menerima tubuh pemuda itu untuk dilempar ke bawah
di mana gelombang laut mengganas kelaparan !
Tidak ada jalan mengelak atau menangkis lagi. Cui Kong
berlaku nekat, tidak mel indungi tubuhnya melainkan


Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menubruk ke depan dengan kedua tangan me ncengkeram
atau memeluk. "Awas, Bi Li.......... !" Tiang Bu berseru dan meninggalkan Kong Ji karena melihat bahaya me ngancam Bi Li. Namun
terlambat! Cui Kong yang sudah nekat dan ingin mati
mengajak lawan itu, berhasil mencengkeram lengan tangan
Bi Li yang memegang huncwe dan mendorong dada
sedemikian hebatnya sehingga tubuh Cui Kong mencelat ke
belakang membawa tubuh Bi Li bersama. Dua orang itu
37 te rgelincir masuk ke tepi batu karang dan melayang ke
bawah diiri ngi pekik mengerikan dari Cui Kong.
"Bi Li ......!!" Tiang Bu menjerit dan berlari ke tempat itu, tidak perduli lagi pada Kong Ji yang terus saja
mempergunakan kesempatan baik itu untuk lari
menyelamalkan diri. Setibanya di pinggir tebing, Tiang Bu melonguk ke bawah
dan pucatlah wajahnya. Jauh sekali di bawah, puluhan
tombak jauhnya, hanya kelihatan arus ombak menggelora
kepulih putihan. berbuih-buih seperti mulut iblis yang haus
akan darah. Ia hendak meloncat, akan tetapi se gera
kesadarannya melarangnya. Kalau ia meloncat turun, tipis
harapan akan selamat. Apa gunanya membuang jiwa secara
sia-sia belaka" Kong Ji masih belum terbunuh dan pula,
menolong Bi Li harus dil akukan dengan jalan sewajarnya,
bukan dengan jalan membunuh diri. Mengingat akan ini,
TiangBu segera berlari lari ke kanan kiri untuk mencari
tebing yang tidak curam, dari mana ia akan mencari perahu
dan me nuju ke tempat di mana Bi Li tadi jutuh bersama Cui
Kong. Sukar sekali me ncari perahu di situ karena perahu-
perahu bajak sudah ia tenggelamkan semua. Akhirnya ia
menggunakan pedangnya menebang sebatang pohon dan
menggunakan batang pohon itu untuk perahu ist imewa
Dengan batang pohon ini ia mendayung menuju ke tempat di
mana tadi Bi Li terjatuh.
Akan tetapi ia sudah membuang terlalu banyak waktu,
Ketika mencari-cari tebing kemudian mencari perahu lalu
menebang pohon untuk perahu, ia telah membuang waktu
satu jam lebih. Biarpun begitu, ke tika ia tiba di bawah tebing curam itu, ia masih sempat melihat tubuh Cui Kong yang
sudah me njadi mayat itu bergerak-gerak di permukaan air
laut yang kini sudah menjadi terang, agaknya sudah
kekenyangan karena mendapatkan dua mangsa manusia itu.
Ketika Tiang Bu mendekat, ia me rasa ngeri juga melihat
38 bahwa mayat Cui Kong it u bergerak-gerak karena dibuat
berebutan oleh beberapa ekor ikan hiu yang ganas dan buas!
Tubuh Bi Li tidak kelihatan sama sekali.
Dengan perahu istimewanya itu Tiang Bu mendayung ke
sana ke mari mencari-cari sambit memanggil nama
kekasihnya, "Bi Li ?".! Bi Li ?"..!"
Tiupan angin laut membuat suaranya hilang tak
berbekas. Sia-sia ia mencari-cari tidak kelihatan tubuh yang
ia cari-cari. Tiba-tiba ia melihat sesuatu yang membuat
kerongkongannya serasa tersumbat. Matanya terbelalak
memandang ke arah benda itu, mukanya pucat dan bibirnya
be rgerak-gerak menyebut "Bi Li........." tanpa mengeluarkan
suara. Benda itu adalah robekan baju Bi Li di bagian lenhan dan
pundak, robek sama sekali seperli ditarik dengan paksa dari
tubuh kekasihnya itu. Ia menoleh ke arah mayat Cui Kong
yang masih diseret-seret oleh ikan-ikan ganas itu. Tak te rasa lagi air mata bercucuran dari sepas ang mata Tiang Bu.
"Bi Li?"." Ia dapat membayangkan betapa kekasi hnya
itu sudah lebih dulu menjadi mangsa ikan, mayatnya
diseret-seret dan ditarik-tarik oleh ikan-ikan hiu itu sehingga bajunya robek-robek dan terapung di sini. Dengan isak
tertahan Tiang Bu membawa pedangnya me loncat ke dalam
air dan menyambar robekan baju itu.
"Bi Li.......... !" Ia mendekap robekan baju itu ke dadanya sambil mendongak ke angkasa, air matanya bercucuran.
Tiba-tiba batang pohon itu bergerak miring dan hal ini
menyadarkan Tiang Bu dari pada kesedi han yang membuat
ia lupa diri itu. Dilihatnya seekor ikan hiu me raba-raba
perahu aneh itu dengan moncongnya. Melihat ikan ini,
bangkit kemarahan Tiang Bu.
39 "Bedebah, kau yang membunuh Bi Li !" Pedangnya
berkelebat dan kepala ikan itu terbelah dua. Air menjadi
merah dan tubuh ikan itu terapung dengan perut di atas.
Darah ikan itu se bentar saja mendatangkan banyak ikan
hiu yang serta merta menyerbu dan menyerang bangkai hiu
tadi. Melihat betapa lahapnya ikan-ikan itu memperebutkan
daging ikan hiu, Tiang Bu menjadi marah. Dalam pandang
mat anya, seakan-akan yang diperebutkan itu bukan bangkai
hiu, melainkan mayat kekasihnya Bi Li !
"Binatang iblis, kalian jahat dan keji !" makinya dan
pe dangnya berkelebat. Sebentar saja laut di bagian itu
pe nuh dengan bangkai ikan hiu. Sampai lelah sekali tubuh
Tiang Bu mengamuk dan membunuhi ikan hiu. Akhirnya ia
teringat bahwa perbuatannya ini seperti perbuatan orang
gila. Ia lelah lahir batin, dan dalam keadaan setengah
pingsan Tiang Bu menjatuhkan diri di atas batang pohon
yang ia jadikan perahu. Laut mulai mengombnak lagi dan
batang pe hon itu dipermainkan, didorong-dorong sampai ke
tepi. Dengan hati hancur Tiang Bu mendarat sambil
mendekap robekan kain baju Bi Li. Air matanya kembali
jatuh berderai kalau ia teringat be tapa kekasihnya itu tewas dalam keadaan menyedihkan, bahkan tidak dimakamkan.
Teringat ini, Tiang Bu lalu menggunakan pedang rampasan
itu untuk menggali tanah, cukup dalam seperti kalau orang
hendak mengubur jenazah manusia.
Setelah itu ia berlari ke dalam gua di mana tadi Kong Ji
bersembunyi dan dia me ndapatkan apa yang dicarinva, yaitu
lilin dan hio. Sekembalinya di tanah galian, dengan penuh
khidmat Tiang Bo "mengubur" robekan baju Bi Li yarg ia anggap sebagai pengganti jenazah kekasihnya. Ia melakukan
upacara pemakaman ini sambil menangis dan menyebut -
nyebut nama Bi Li berulang-ulang.
Ia lalu menguruk kembali lubang itu. Dengan pedangnya
Tiang Bu membuat bongpai sederhana dari batu karang. Ia
40 tidak perduli pedang itu menjadi rusak karenanya, malah
setelah rampung membuat bongpai, ia membuang pedang
rampasan itu. Setelah itu ia lalu menyalakan lilin dan hio,
bersembahyang dengan penuh khidmat dan sedi h. Ia
berlutut di depan bongpai (baru nisan) itu dan berkata
keras-keras, "Bi Li, kau mengasolah dengan tenang. Aku bersumpah
bahwa sebelum membunuh Liok Kong Ji untuk
membalaskan sakit hatimu aku takkan berhenti.
Kautunggulah aku di alam baka. karena setelah tugasku aku
akan hidup sebagai pert apa di Omei-san sampai datang
saatku menyusulmu." Ucapan ini diulangi berkali-kali dan sampai lama ia
berlutut di depan "makam." Demikian khidmatnya ia
bersembahyang sampai telinganya yang biasanya amat tajam
itu tidak mendengar datangnya beberapa orang yang berdiri
di belakangnya dan memandang dengan terheran-heran dan
penuh keharuan. Akhirnya seorang di ant ara mereka yang
bertubuh gagah dan masih muda, mendengar nama Bi Li
disebut-sebut Tiang Bu, nampak kaget sekali dan bertanya,
"Kau bilang.......... Bi Li ..... Bi Li mati" Apakah itu
kuburan Bi Li adikku....?" menudingkan telunjuknya ke arah
makam itu. Tiang Bu menoleh dan melihat Wan Sin Hong berdiri
sambil bersedakap di sit u, me mandangnya dengan mata
mengandung kasih s ayang besar. Yang bertanya tadi adalah
Wan Sun, kakak angkat Bi Li, putera dari mendi ang
Pangaran Wanyen Ci Lun dan Gak Soan Li, atau saudaranya
sendiri, saudara sekandung berlainan ayah! Orang ketiga
adalah seorang tosu tua yang ia tidak kenal.
"Tiang Bu koko, saudara tuaku yang gagah parkasa,
betulkah itu makam Wan Bi Li adikku.. ..... ,?" Kembali Wan Sun bertanya s ambil menghampiri Tiang Bu. Tiang Bu
menjadi makin terharu. Inilah adiknya seibu berlainan ayah.
41 Inilah anak kandung lbunya. Ia melompat berdiri dan
memeluk Wan Sun, tak tertahan lagi ia menangis terisak.
"Dia .......... dia sudah mati ...... " hanya itu yang dapat ia katakan, kemudian ia manjatuhkan diri berlutut di de pan
Wan Sin Hong. Wan Sun cepat berlutut di depan makam s ambil
menyalakan lilin kemudian ia berdiri dan bersembahyang,
mulutnva berkemak-kemik, air matanya menit ik turun.
Terbayang semua pengalamannya ketika kecil dan menjelang
dewasa. Bi Li wanita yang sebetulnya merupakan cinta
pertamanya sebelum ia bertemu dengan Coa Lee G oat.
Wan Sin Hong menyuruh Tiang Bu berdiri dan ia
memandang kepada pemuda ini penuh perhatian. Alangkah
bedanya dengan ayahnya, pi kir Sin Hong. Bocah tidak
bardosa yang kini menanggung akibat dari dosa ayahnya
yang jahat se kali. "Tiang Bu, coba kaucoritakan bagaimana Bi Li sampai
te was dan bagaimana hasilnya usahamu mencari musuh
kita" Kau tent u datang untuk mencari ayah dan anak iblis
itu bukan?" (Bersambung jilid ke XXVI)
42 (PEK LUI ENG) Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo Scan djvu : syauqy_arr Convert & edit : MCH Jilid XXVI "BETUL seperti apa yang paman Wan Sin Hong katakan,
siauwtit datang untuk membalas dendam dan me ngakhiri
kejahatan manusia-manus ia iblis Liok Kong Ji dan Liok Cui
Kong. Kemudian Bi Li menyusul bersama gurunya, Ang-jiu
toanio. Sayang sekali mere ka berdua telah tewas pula di
tangan ayah dan anak iblis itu !" kata Tiang Bu gemas.
"Memang Liok Kong Ji sudah terlampau banyak
melakukan perbuatan jahat, keganasannya melebihi iblis
dan ia telah banyak mengorbankan nyawa orang-orang
gagah. Bahkan Pek-thouw-tiauw-ong bersama isterinya dan
puterinya juga tewas semua di pulau ini," kala Sin Hong
sambil menarik napas panjang. "Cetakanya, dia menyuruh
anak angkatnya yang sama jahatnya dengan ayahnya itu
untuk mengacau di Kim-bun-to sehingga ayah ibumu juga
te was olehnya ...... .!!"
"Mendengar ini, kekagetan Tiang Bu seperti orang
disambar petir. Ia hanya dapat memandang dengan mata
terbelalak dan mulut te rnganga, kemudian kedua tangannya
be rge rak memukul ke arah batu karang.
1 "Brakkk".. !" Batu karang yang besar itu hancur lebur di
bagian yang terpukul, debu mengebul dan Tiang Bu
muntahkan darah ! Ternyata dendam dan sakit hati
ditambah kedukaan yang hebat tadi telah menindih
jantungnya, membuat dadanya seperti hampir meledak.
Tahu bahwa sinkangnya yang sudah kuat sekali itu dapat
membahayakan nyawanya sendiri, pemuda ini
melampiaskan amarah dan nafsunya kepada batu karang,
kemudian pukulan itu melepaskan sebagian besar tekanan
pada dadanya, membuat ia muntah darah, akan tetapi
nyawanya tertolong. Sin Hong mengangguk-angguk dan membiarkan Tiang Bu
menjatuhkan diri berlutut sambil menangisi kematian ayah
bundanya yang biarpun hanya ayah bunda angkat, namun
ia cinta seperti orang tua sendiri.
"Bai k sekali kau dapat menghilangkan kemarahan yang
menindih hatimu, Tiang Bu. Seorang laki-laki gagah tidak
saja harus berani menghadapi lawan tangguh, juga harus
kuat menahan pukulan batin, harus tahan menderita.
Segala apa di dunia ini memang nampak bersifat dua macam
yang bertentangan, sesuai dengan hukum Im Yang (positive/
negative). Hanya orang budiman yang sudah mencapai
keselarasan batin yang penglihatannya tidak me mbedakan
unsur dua berte ntangan itu. Semua diterima sama saja,
penuh keyakinan bahwa segala sesuatu yang menimpa diri
memang sudah semestinya de mikian. Suka dan duka
merupakan bumbu-bumbu hidup, kalau kita tidak tahu
merasakan duka, bagaimana kenikmatan suka dapat terasa"
Sekarang tenangkanlah semangatmu dan coba kauceritakan
bagaimana pengalamanmu di pulau ini."
Mendengar wejangan Sin Hong yang amat dikaguminya
itu, Tiang Bu menjadi lebih tenang. Ia lalu menceritakan
semua pengalamannya sejak mendarat sampai tadi bertemu
daegan Wan Sin Hong, Wan Sun, dan tosu yang bukan lain
adalah Bu Kek Siansu ketua Bu-tong-pai.
2 Merdengar akan kamatian Cui Kong, Wan Sin Hong
menarik napas panjang. "Memang sama saja. Baik atau
jahat akhirnya akan mati juga. Akan tetapi kalau sudah
tahu ada baik dan buruk dalam perbuatan dan langkah
hidup, me ngapa menjauhkan kebaikan mengejar
keburukan" Cui Kong sudah meninggal dunia tinggal Liok
Kong Ji. Kaukira di mana dia bersembunyi, Tiang Bu?"
"Siauwtit tak dapat menduganya. Wan-pek-pek. Orang
itu memang amat licin dan penuh siasat. Aku malah
khawatirkan dia sudah berhasil menyelamatkan diri,
minggat dari pulau ini."
Sin Hong menggeleng kepala. "Tak mungkin. Kami sudah
mengatur dan pulau ini sudah kami kurung dengan
mengawasan teliti. Huang-ho Sian.jin dan kedua orang
puterinya sudah selalu mengelilingi pulau dengan perahu-
perahu mereka. Tak mungkin Liok Kong Ji dapat lolos kali
ini. Hanya aku belum menyapaikan terima kasihku
kepadamu bahwa kau telah berhasil merampas Leng-ji dari
tangan Liok Kong Ji yang jahat."
Tiang Bu merasa lega. "Syukurlati anak pek-pek sudah
selamat. Sekarang dimana adik Leng Leng itu ?"
Sin Hong lalu menceritakan keadaannya. Sampai penat
mengelilingi Pulau Pek houw-to belum juga mereka
mendapatkan je jak Liok Kong Ji. Kemudian dua rombongan
mereka sudah bertemu dan be rkumpul kembali tanpa hasil.
Hanya mereka menjadi amat kegirangan terutama sekali


Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wan Sin Hong dan isterinya ketika melihat Leng Leng sudah
berada di situ dibawa oleh Pak Lian dan Ang Lian.
Leng Le ng segera didekap oleh ibunya, dan Wan Sin Hong
dengan wajah berseri berkata kepada Pek Lian. "Pek Lian
dan Ang Lian, kalian telah berjasa besar mengembalikan
anakku. Tak tahu apa yang harus kulakukan untuk
membalas budi kalian."
3 Ang Lian yang kenes itu tertawa jenaka. "Hadiah untuk
enci Pek Lian hanya satu macam, asal Wan t aihi ap suka
menjodohkannya dengan Tiang Bu, cukuplah ".."
"Ang Lian. tutup mulutmu !" Pek Lian membentak marah, akan tetapi mukanya menjadi merah "Wan-taihiap, harap
jangan percaya mulut adikku yang lancang itu. Sebetulnya,
kami enci adik mana becus merampas adik Leng dari tangan
Liok Kong Ji yang lihai " Kami berdua hanya
mengantarkannya saja ke sini, yang merampasnya dari
tangan musuh adalah .......... Tiang Bu. Kami berdua
berjumpa dengan dia dan dialah yang menyuruh kami
membawa adik Leng ke sini sedangkan dia sendiri mas ih
melanjutkan usahanya mencari jej ak musuh-musuh kita."
"Bersama seorang gadis cantik sekali akan tetapi
lengannva buntung !" Ang Lian menyambung.
"Bi Li.......... !" Wan Sun berseru kaget mendengar ini".
"Betul, nona itu adalah adik saudara Wan Sun ini," kata
pula Ang Lian. Mendengar ini, Wan Sin Hong segera mengajak Wan Sun
dan Bu Kek Siansu untuk menyusul ke daerah batu karang
itu. Kawan-kawan yang lain disuruh menanti dan secara
bergiliran meronda dengan perahu agar Liok Kong Ji tidak
dapat malarikan diri minggst dari pulau.
Demikianlah, setelah akhirnya rombongan tiga orang ini
bertemu dengan Tiang Bu, ternyata Bi Li telah tawas dan
potongan baju dikubur oleh Tiang Bu. Semua orang menjadi
terharu sekali dan diam-diam tahu bahwa Tiang Bu benar-
benar amat mecinta Bi Li. Wan Sin Hong merasa menyesal
bukan main. Jodoh yang setimpal sekali, pikirnya. Tiang Bu
dan Bi Li keduanya keturunan orang-orang jahat akan tetapi
menjadi baik dalam asuhan orang-orang baik. Sayang Bi Li
meninggal dalam keadaan begini menyedihkan ......
"Kalau begitu penjahat Liok Kong Ji tentu mas ih
menyembunyikan diri." kata Bu Kek Siansu yang semenjak
4 dahulu telah menjadi musuh Liok Kong Ji. "Lebih baik
sekarang kita mengerahkan tenaga untuk mencarinya. Kali
Mutiara Hitam 14 Sebilah Pedang Mustika Karya Liang Ie Shen Tiga Dara Pendekar Siauw Lim 2
^