Naga Sasra Dan Sabuk Inten 14
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja Bagian 14
titik pun yang dapat menunjukkan arah lenyapnya kedua
pusaka yang sedang menjadi rebutan oleh beberapa pihak
itu. A kibat dari itu, pasti akan menyangkut Gajah Sora pula.
Makin lama waktu yang diperlukan untuk menemukan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
kedua keris itu, semakin lama pula waktu pembebasan yang
akan diberikan kepadanya. Mahesa Jenar hanya dapat
berdoa, mudah-mudahan Paningron dan Gajah Alit dapat
menolong meringankan tuduhan yang dibebankan kepada
Gajah Sora. Tetapi ketika Mahesa Jenar baru asyik berangan-angan,
tiba-tiba terdengarlah derap kuda yang semakin lama
semakin dekat. Karena itu segera didukungnya Arya yang
masih tidur, dibawa masuk ke dalam semak-semak yang
rimbun. Untunglah bahwa Arya yang kelelahan itu tidak
terbangun. Sedang Mahesa Jenar, dengan hati-hati sekali
mengintip dari celah-celah rapatnya dedaunan ke arah
suara kuda-kuda itu. Sebentar kemudian dari balik tikungan semak-semak
muncullah tiga orang berkuda. Melihat tiga orang itu, dada
Mahesa Jenar menjadi berdebar-debar. Mereka adalah
sepasang Uling dari Rawa Pening, disertai oleh Sri Gunting.
Menilik perbekalan mereka, maka Mahesa Jenar dapat
mengetahui bahwa dua bersaudara Uling itu akan
menempuh perjalanan yang jauh. Mula-mula timbul
keinginan Mahesa Jenar untuk menghadang mereka serta
langsung membinasakan mereka. Tetapi tiba-tiba diingatnya pesan Ki Paniling, bahwa ia dinasehatkan untuk
tidak bertindak tergesa-gesa. Ia harus tahu pasti bahwa
tindakannya benar-benar akan menguntungkan. Sedang
pada saat itu, ia masih belum yakin bahwa ia seorang diri
dapat mengalahkan orang-orang itu. Apalagi ia sedang
membawa Arya. Kalau sampai terjadi sesuatu atas anak itu,
maka letak kesalahan ada padanya. Karena itu akhirnya,
Mahesa Jenar hanya mengintip dengan dada yang bergetar
menahan perasaannya. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Ketika ketiga orang itu lenyap dari pandangan matanya,
Mahesa Jenar segera menyadari, betapa semakin sulitnya
pekerjaan yang akan dilakukan. Dengan melihat kedua
orang itu Mahesa Jenar dapat menerka, bahwa pasti tidak
saja sepasang Uling itu yang pergi merantau, tetapi pasti
juga tokoh-tokoh hitam yang lain, menempuh perjalanan
dan bertebaran ke segenap penjuru untuk dahulu-
mendahului menemukan Keris-keris Kyai Nagasasra dan
Kyai Sabuk Inten. Kalau saja ia bertemu dengan Uling,
Lawa Ijo, Jaka Soka dan sebagainya, bagaimanapun masih
ada kemungkinan bagi Mahesa Jenar untuk menyelamatkan
diri. Tetapi bagaimana halnya kalau di perjalanan ia
berjumpa dengan tokoh-tokoh tua seperti Pasingsingan,
Sima Rodra tua, Bugel Kaliki dan barangkali tokoh-tokoh tua
yang berdiri di belakang Sepasang Uling dan Jaka Soka,
atau guru-guru mereka, yang ternyata juga mengingini
pusaka-pusaka itu" Terhadap mereka tidak akan banyak
yang dapat dilakukan. Untunglah sampai saat ini beberapa
kali jiwanya selalu terselamatkan oleh pertolongan mereka
dari angkatan yang sebaya. Tetapi kalau tak seorangpun
dari mereka yang melihat, pasti bahwa tinggal nama
Mahesa Jenar saja yang mungkin masih sering disebut-
sebut orang. Mengingat hal itu, tiba-tiba dirasanya bulu
tengkuknya berdiri. Tetapi ketika segera menyusul gema
yang berkumandang di rongga hatinya, gema suara orang
tua yang tak dikenalnya, yang mengatakan bahwa Keris
Nagasasra dan Sabuk Inten berada di dalam kekerasan
hatinya serta usahanya, maka nyala tekad di dalam hatinya
berkobar semakin besar, sebesar nyala api di lubang
kepundan Gunung Merapi, yang tak akan dapat padam oleh
hujan selebat apapun serta angin sekencang apapun.
Sementara itu Arya telah menggeliat pula. Ketika ia
membuka matanya maka yang pertama-tama dilakukan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
adalah berteriak memanggil, "Paman..., Paman Mahesa
Jenar...." "Sst...!" desis Mahesa Jenar. "Kenapa kau berteriak,
Arya...?" Dengan pandangan yang masih diliputi oleh keragu-
raguan, Arya mengawasi Mahesa Jenar tanpa berkedip.
Sambungnya, "Paman tidak meninggalkan aku lagi bukan?"
Mahesa Jenar tertawa kosong, dengan penuh pengertian
atas kecemasan yang mencengkam perasaan Arya.
Jawabnya, "Kalau aku akan meninggalkan engkau,
bukankah lebih baik pada saat kau sedang tidur?"
Mendengar jawaban Mahesa Jenar, Arya menjadi percaya
bahwa pamannya tidak akan pergi meninggalkannya.
Setelah beberapa kali menggeliat, segera Arya duduk di
samping Mahesa Jenar. "Sudah tidak lelah lagi kau Arya?" tanya Mahesa Jenar.
"Bukankah sejak tadi aku tidak lelah Paman?" jawab
anak itu. Terdengar Mahesa Jenar tertawa pendek, katanya
meneruskan, Bagus kalau begitu. Nah sekarang kau sudah
siap untuk berjalan lagi?"
"Tentu Paman, tentu aku siap berjalan setiap saat,"
sahut Arya. "Kalau begitu, mari kita berjalan, ajak Mahesa Jenar.
Oleh ajakan itu segera Arya meloncat berdiri dengan
sigapnya. Memang setelah ia tertidur beberapa lama,
tubuhnya telah menjadi segar kembali.
"Kita sekarang kembali ke rumah kita sebentar Arya,"
ajak Mahesa Jenar meneruskan.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Kenapa hanya sebentar Paman?" tanya Arya.
"Biarlah kami tinggalkan rumah itu. Rumah dimana kau
hampir saja mengalami bencana," jawab Mahesa Jenar,
seterusnya ia menerangkan, "Arya, rumah itu ternyata
sudah diketahui oleh orang-orang yang ingin membunuhmu. Karena itu bukankah lebih baik kalau kita
pergi" Kita mampir sebentar hanyalah untuk mengambil
tombak pusaka Banyubiru Kyai Bancak. Biarlah tombak itu
kau bawa serta. Supaya tidak mencurigakan, nanti
sebaiknya kita lepas tangkainya."
"Baiklah Paman," jawab Arya sambil menganggukkan
kepalanya. Kemudian berangkatlah mereka berdua meneruskan
perjalanan. Tidak lama kemudian matahari tenggelam di
ujung barat langit. Dalam kegelapan, mereka tetap meneruskan perjalanan.
Mahesa Jenar yang berpandangan tajam dapat menempuh
perjalanan dengan tidak banyak menemui kesulitan, sambil
menggandeng Arya Salaka. Belum sampai tengah malam, mereka berdua telah tiba
di pedukuhan dimana telah mereka bangun tempat untuk
berteduh. Pada pagi harinya, tetangga-tetangga Mahesa Jenar yang
baik hati, ketika mengetahui bahwa Mahesa Jenar telah
berhasil menemukan anak yang mereka anggap anak
Mahesa Jenar sendiri, dengan selamat, segera berkerumun
untuk mengucapkan syukur. Mereka bertanya bergantian
tak ada henti-hentinya sehingga Mahesa Jenar kerepotan
untuk menjawabnya. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tetapi kemudian, mereka, tetangga-tetangga yang baik
itu menjadi tercengang-cengang ketika tiba-tiba saja
Mahesa Jenar mohon diri kepada mereka untuk pergi
meneruskan perantauannya seperti ketika belum menetap
di pedukuhan itu. Para tetangga yang menganggap Mahesa
Jenar sebagai seorang petani yang banyak memberikan
sesuluh kepada mereka, menjadi agak kecewa. Kata salah
seorang dari mereka, "Adakah kami berbuat kesalahan
terhadap Angger?" "Tidak, Bapak," sahut Mahesa Jenar cepat. "Sama sekali
tidak." "Atau barangkali Adi marah kepada kami?" sambung
yang lain, "Karena kami tidak dapat melindungi anak Adi?"
"Juga tidak," jawab Mahesa Jenar. "Tidak ada kesalahan
saudara-saudara kepada kami".
"Lalu kenapa Adi mau pergi?" tanya seseorang pula.
Mahesa Jenar agak bingung menjawab pertanyaan itu.
Tetapi akhirnya ia berkata, "Saudara-saudaraku yang baik.
Aku ingin berjalan semata-mata karena kegemaranku
merantau. Aku ingin menunjukkan beberapa pengalaman
kepada anakku ini. Sebab aku bercita-cita bahwa kelak
nasib anakku ini harus lebih baik dari nasibku sendiri."
Para tetangga yang ramah itu pun mengangguk-
anggukkan kepala. Agaknya Mahesa Jenar sudah tidak
dapat di tahan lagi. Karena itu dengan berat hati mereka
lepas Mahesa Jenar dan anaknya berjalan.
Pada suatu saat kami akan datang kembali, kata Mahesa
Jenar kepada mereka yang mengantar sampai ke ujung
desa. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Setelah itu, mulailah Mahesa Jenar dengan perantauannya kembali. Tetapi kali ini Mahesa Jenar tidak
berjalan sendiri. ----------o-dwkzOarema-o----------
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
II Mula-mula Mahesa Jenar dan Arya Salaka berjalan ke
arah selatan, tetapi kemudian mereka membelok ke barat
dan terus ke utara. Untuk sementara mereka berjalan asal
saja menjauhi daerah kekuasaan Lembu Sora. Di bawah
baju A rya Salaka terseliplah tombak pusaka Banyubiru yang
telah dilepas dari tangkainya, yang dibalut rapi dengan kulit
kayu. Di perjalanan pagi itu Mahesa Jenar tidak banyak
berkata-kata. Pikirannya diliputi oleh kegelapan yang
menyelubungi keris-keris pusaka Demak yang hilang.
Sampai saat itu ia sama sekali masih belum tahu kemana
dan bagaimana harus mencari kedua keris itu. Apa yang
dilakukan adalah seperti meraba-raba di dalam kelam.
Tetapi disamping itu masih ada yang harus dilakukan.
Membentuk Arya menjadi seorang jantan. Dan mengantarnya kembali ke daerah perdikan Banyubiru.
Sedang Arya Salaka agaknya sama sekali tidak
menghiraukan apa-apa. Dalam cerah matahari pagi, ia
berjalan agak di depan dengan riangnya. Ia berlari-lari
selincah anak kijang, tanpa perasaan takut serta prasangka
apa-apa, dalam irama nyanyi burung-burung liar yang
berloncat-loncatan di rerumputan yang hijau segar.
Sekali-sekali Arya mengambil batu serta dilemparkan
kearah gerombolan burung-burung yang asyik mematuk-
matuk biji-biji rumput, yang kemudian karena terkejut
beterbangan berputar-putar, tetapi sesaat kemudian
burung-burung itu kembali hinggap di rerumputan.
Tiba-tiba Arya Salaka terhenti ketika didengarnya Mahesa
Jenar memanggil. Ketika ia menoleh, dilihatnya pamannya
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
sudah agak jauh tertinggal di belakang. Karena itu Arya
segera duduk di atas batu untuk menanti Mahesa Jenar.
"Arya..." kata Mahesa Jenar setelah mereka berjalan
bersama-sama. "Aku mempunyai pikiran bahwa untuk
keselamatanmu kau harus berusaha sejauh-jauhnya agar
kau tak dikenal orang. Karena itu Arya, aku berpendapat
bahwa sebaiknya nama panggilanmu harus diganti. Sebab,
selama kau masih mengenakan namamu yang sekarang,
Arya Salaka, maka orang-orang yang akan mencarimu
dengan mudahnya akan dapat menemukan kau. Sebab
namamu adalah nama yang jarang-jarang dipakai orang.
Maka sekarang kau ingin mengubah namamu dengan nama
lain?" Arya memandang wajah Mahesa Jenar dengan herannya,
katanya,. "Apakah kalau aku berganti nama, orang tak
mengenal aku lagi?" "Bukan begitu Arya," jawab Mahesa Jenar. "Tetapi
setidak-tidaknya orang tidak mendengar lagi nama Arya
Salaka. Bukankah dengan mendengar namamu orang dapat
menemukanmu?" Arya Salaka mengangguk-anggukkan kepalanya. Agaknya
ia sudah mengerti maksud Mahesa Jenar. Tetapi tiba-tiba ia
bertanya, "Paman, meskipun namaku sudah diganti, tetapi
apabila seseorang berkata tentang seorang anak yang
berjalan bersama-sama dengan Mahesa Jenar, bukankah
segera orang mengenal aku" Sebab yang selalu berjalan
bersama-sama dengan Arya Salaka adalah Mahesa Jenar."
"Kau benar-benar cerdas Arya," jawab Mahesa Jenar
sambil tertawa, "Aku setuju dengan pendapatmu. Kalau
begitu, marilah kita bersama-sama mengganti nama."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Mendengar pendapat itu Arya Salaka tertawa berderai.
Agaknya hal itu merupakan suatu hal yang lucu. Melihat
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Arya tertawa, Mahesa Jenar pun tertawa.
"Nah, Arya... siapakah nama yang pantas buat
mengganti namamu?" tanya Mahesa Jenar kemudian.
Arya tampak mengerutkan keningnya, tetapi beberapa
lama kemudian ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
Katanya, "Terserahlah kepada paman."
Mahesa Jenar mengangguk-anggukkan kepalanya sambil
berpikir. Nama apakah yang sepantasnya diberikan buat
anak itu. Tiba-tiba terlintaslah suatu nama yang tepat
diberikan kepada Arya Salaka. Katanya, "Arya, kau tahu
bahwa namaku adalah Mahesa Jenar. Mahesa adalah
sejenis binatang bertanduk. Maksud dari nama itu adalah
supaya aku mempunyai kesigapan dan ketangguhan seperti
Mahesa. Sedang harapanku, kau harus lebih hebat
daripadaku. Karena itu aku akan memberi nama kepadamu
dengan nama yang lebih hebat pula. Bukankah nama
ayahmu hebat pula" Gajah Sora. Dan ayahmu benar-benar
hebat seperti seekor gajah. Nah, dengarlah Arya, aku akan
memberimu nama Handaka."
"Handaka..." ulang Arya, "Apakah Handaka itu?"
"Handaka adalah nama binatang bertanduk pula," jawab
Mahesa Jenar. "Tetapi jauh lebih hebat dari Mahesa Jenar.
Sebab Handaka berarti banteng."
Mendengar uraian Mahesa Jenar, hati Arya Salaka
bergetar. Maka dengan bangga ia berkata, "Aku pernah
mendengar ayah berceritera tentang seekor banteng."
"Apa kata ayahmu?" tanya Mahesa Jenar.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Banteng adalah binatang yang hebat sekali," jawab
Arya. "Nah, kalau begitu sekarang aku memanggil kau,
Handaka," kata Mahesa Jenar meneruskan, "Tetapi
siapakah kelanjutan nama itu?"
"Handaka Sora, seperti nama ayah," usul A rya.
"Tetapi orang akan masih dapat mengenal kau dalam
hubungan nama dengan ayahmu," jawab Mahesa Jenar.
"Juga seandainya kau bernama Handaka Jenar. Orang akan
menghubungkan dengan nama Mahesa Jenar."
"Lalu apakah yang baik menurut Paman?" tanya Arya
Salaka. "Begini Arya... aku mempunyai nama yang baik.
Dengarlah.... Nama lengkapmu adalah Bagus Handaka.
Bagaimana pendapatmu?"
Mata Arya menjadi berkilat-kilat. "Bagus... Paman. Bagus
sekali. Nah, sejak saat ini aku bernama Bagus Handaka."
Mahesa Jenar mengangguk-anggukkan kepalanya. Lalu
katanya, "Dan sekarang siapakah namaku?"
"Terserahlah kepada Paman," jawab Bagus Handaka.
"Jangan panggil aku Paman. Panggil aku Bapak untuk
seterusnya." "Baiklah Bapak."
"Bagus Handaka, dengarlah. Aku akan memakai nama
seorang petani biasa. Sejak saat ini panggilah aku dengan
nama Manahan, Bapak Manahan."
"Baiklah Bapak Manahan."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Bagus. Kita sekarang sudah merupakan orang baru.
Meskipun apa yang kita lakukan adalah kelanjutan usaha
kita sebelumnya. Kau harus kembali ke Banyubiru kelak.
Dengan atau tidak dengan kekerasan."
"Tentu Paman... eh... Bapak. Sebab tanah itu bagiku
merupakan Tanah Pusaka sekaligus tanah tercinta."
Manahan dengan menepuk pundak Bagus Handaka
berkata pula, "Bagus Handaka, karena semuanya itu, kau
mulai saat ini harus melatih diri dengan tekun dan sungguh-
sungguh. Supaya kau kelak tidak akan ketinggalan dengan
anak pamanmu Lembu Sora."
"Adi Sawung Sariti?" potong Bagus Handaka.
Manahan mengangguk. Katanya meneruskan, "Anak itu
pun sekarang pasti mengalami penggemblengan. Supaya
kelak dapat menjadi anak hebat pula. Karena itu kau jangan
sampai kalah." "Baik Bapak, aku akan mencoba untuk berlatih sekuat-
kuat tenagaku, supaya aku tidak mengecewakan Bapak
Manahan serta ayah Gajah Sora," jawab Bagus Handaka.
"Bagus Handaka. Masa yang akan datang ini bagimu
adalah suatu masa pembajaan diri," desis Bagus Handaka.
Kemudian setelah itu, mereka saling berdiam diri, hanyut
dalam arus angan-angan masing-masing.
Di langit, matahari masih memancar dengan cemerlang
memanasi gunung serta lembah-lembah.
Itulah permulaan dari suatu masa yang panjang, yang
akan penuh dengan latihan olah kanuragan jaya kasantikan
bagi Arya Salaka, yang kemudian bernama Bagus Handaka.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Ternyata ia memang seorang anak yang tangkas dan
cerdas. Memiliki kekuatan jasmaniah yang hebat pula.
Dalam perantauan mereka dari satu tempat ke lain tempat,
mereka sama sekali hidup dalam keprihatinan. Manahan
dan Bagus Handaka tidak lebih dari dua orang bapak dan
anak yang miskin. Apabila mereka merambah hutan, maka
yang dimakan adalah buah-buahan yang dapat mereka
jumpai di perjalanan mereka. Sedangkan apabila mereka
melalui jalan-jalan kota, mereka berusaha untuk mendapatkan pekerjaan apapun yang dapat mereka
lakukan. Tetapi karena semuanya itu mereka lakukan dengan
suatu keyakinan bagi masa datang, maka hal itu sama
sekali tidak menimbulkan gangguan apapun dalam diri
mereka. Baik jasmaniah maupun tekad yang tersimpan di
dalam dada mereka. Di dalam masa perantauan itu, satu hal yang tak seorang
pun mengetahui, adalah, bahwa setiap saat Bagus Handaka
selalu menerima latihan-latihan yang berat dan teratur dari
gurunya. Setiap pagi, bila matahari belum menampakkan
diri, Bagus Handaka harus sudah melakukan latihan berlari-lari dan
kemudian dengan alat apa saja yang mungkin dipergunakan, cabang-cabang pohon, ia harus melakukan
latihan tangan dengan bergantung dan berayun. Disamping
itu, sedikit demi sedikit Manahan mengajarinya pula
gerakan-gerakan pembelaan diri dengan segala unsur-
unsurnya. Bagus Handaka menerima semua pelajaran dari gurunya
dengan tekad yang bulat, hati yang mantap. Karena itu
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
semua pelajaran dengan cepatnya dapat dikuasainya
dengan baik. Maka beberapa lama kemudian perjalanan mereka
sampai ke pantai utara. Seterusnya mereka menyusur
pantai membelok ke arah barat, menerobos hutan-hutan
rimba yang kadang-kadang masih sangat lebat.
Tetapi semuanya itu tidak menghalangi pertumbuhan
Bagus Handaka. Tubuhnya semakin lama menjadi semakin
kekar dan kuat, sedang geraknya menjadi semakin sigap.
Akhirnya mereka sampai ke suatu daerah pedukuhan
yang kecil, dimana para penduduknya hidup sebagai
nelayan. Di samping itu mereka gemar berburu kalong,
sejenis binatang malam yang mirip dengan kelelawar, tetapi
lebih besar dan pemakan buah-buahan. Meskipun ada juga
diantara mereka yang bercocok tanam, tetapi penghidupan
sebagai seorang petani agak tidak begitu menarik
perhatian. Di pedukuhan itulah Manahan dan Bagus Handaka
berhenti berjalan. Mereka menyatakan diri untuk tinggal
bersama-sama di padepokan itu. Meskipun penduduknya
tampaknya agak bersikap kasar, namun sebenarnya hati
mereka tulus. Karena itu Manahan dan anaknya diterima
oleh mereka dengan tangan terbuka.
Di pedukuhan itulah Manahan menambah jumlah mereka
yang mengolah tanah pertanian. Dengan tidak mencolok
Manahan membawa cara-cara baru dalam pengolahan
tanah dan cara-cara pengairan yang agak teratur. Karena
itu dalam waktu singkat Manahan telah menjadi orang yang
disenangi oleh penduduk pedukuhan itu.
Sedang di pedukuhan itu, Bagus Handaka mendapat
kesenangan baru. Dengan para nelayan kadang-kadang ia
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
ikut serta berlayar menangkap ikan. Adalah mengherankan
bahwa Handaka yang belum begitu lama hidup di kalangan
para nelayan, kesigapannya telah hampir melampaui
pemuda-pemuda nelayan yang sebayanya. Agaknya
kesenangannya bermain-main di Rawa Pening, serta
kegemarannya menangkap Uling, merupakan bekal yang
baik bagi seorang nelayan. Apalagi darah pelaut yang
mengalir dalam tubuh ayahnya, Gajah Sora, agaknya
melimpah juga kepada anak ini. Ditambah lagi dengan
latihan-latihan keprigelan yang diterimanya dari Manahan.
Dengan demikian Handaka pun menjadi cepat terkenal
diantara teman-temannya. Bahkan orang-orang tua pun
kemudian mengaguminya. Tetapi ada kegemaran Handaka yang lain, yang tidak
sama dengan pemuda-pemuda nelayan pada umumnya.
Handaka mempunyai kegemaran menyepi apabila semua
pekerjaannya sudah selesai. Kadang-kadang ia betah duduk
lama-lama di pasir pantai yang sepi. Memandang ke arah
laut yang luas. Pada gelombang-gelombang yang selalu
bergerak disapu angin. Apabila malam gelap yang turu, serta saat berlatih telah
lampau, juga apabila ia tidak turuta serta ke laut, maka ia
lebih senang duduk di pantai dari pada pergi tidur. Apabila
tubuhnya terasa lelah sekali, di pasir pantailah Handaka
merebahkan diri, yang kadang-kadang ketika terdengar
ayam berkokok menjelang matahari terbit, ia baru bangkit
dan berjalan pulang ke pondoknya.
Manahan sama sekali tidak keberatan atas kelakuan
muridnya itu. Ia mengharap bahwa dengan demikian Bagus
Handaka mendapat ketenangan dan pengendapan. Dalam
kesepian yang demikian kadang-kadang ditemukannya
masalah-masalah besar dalam perjuangan masa depan.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karena itu ia sama sekali tak mengganggunya. Dibiarkannya
Handaka pada saat terluangnya menyepikan diri, sedang
Manahan sendiri waktu-waktu luangnya selalu diisi dengan
duduk-duduk di sudut desa bersama-sama dengan para
petani yang menunggui sawahnya yang sering diganggu
oleh babi hutan. Dalam keadaan yang demikian banyaklah
masalah-masalah yang dapat diberikan kepada para petani
secara tidak langsung. Tetapi pada suatu malam terjadilah suatu hal yang
mengejutkan. Saat itu, ketika malam kelam membalut
pantai, Handaka sedang duduk seperti biasa merenungi
lampu-lampu perahu nelayan yang hilir-mudik di laut. Tiba-
tiba dilihatnya seseorang berjalan lurus ke arahnya. Di
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dalam gelap malam, Handaka tidak segera mengenal
siapakah orang itu. Tetapi ia tahu pasti bahwa orang itu
bukanlah Manahan. Ketika orang itu sudah berdiri dekat di hadapannya,
mendadak tanpa berkata apa-apa orang itu langsung
menyerangnya. Mula-mula Handaka terkejut bukan main,
tetapi kemudian ia sadar bahwa ia harus membebaskan
dirinya. Karena itu segera ia meloncat menghindar. Tetapi
penyerangnya tidak membiarkannya lolos, malahan kembali
ia menyerang lebih hebat. Untuk beberapa saat Handaka
menjadi ragu. Apakah salahnya dan siapakah orang itu"
Sambil meloncat menghindar, ia berteriak, "Siapakah kau,
dan apakah sebabnya kau menyerang aku?"
Tetapi penyerang itu sama sekali tak menghiraukannya.
Dengan penuh nafsu orang itu menyerang terus.
Akhirnya karena tak ada kemungkinan lain, Handaka
terpaksa melayaninya. Mula-mula ia masih berusaha untuk
meyakinkan orang itu, bahwa mungkin ia keliru. Sebab
selama ini Handaka merasa tak ada seorang pun yang
memusuhinya di seluruh pedukuhan nelayan itu.
Tetapi ia menjadi terkejut sekali ketika orang yang
menyerangnya itu berkata dengan suara yang dalam,
"Bagus Handaka, kau sekarang tidak akan dapat
melepaskan diri dari tanganku."
Sekali lagi ia mencoba bertanya, "Apakah hubunganmu
dengan diriku sehingga kau bermaksud menangkap aku"
Dan siapakah sebenarnya kau ini?"
Orang itu tidak menjawab, tetapi tertawanya yang
nyaring terdengar sangat mengerikan. Dan berbareng
dengan itu serangannya menjadi bertambah cepat dan
mendesak. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tetapi Bagus Handaka sekarang bukanlah Arya Salaka
dua tahun yang lalu. Bagus Handaka adalah seorang
pemuda yang meskipun umurnya belum lebih dari 15 tahun,
namun karena gemblengan yang menempa dirinya setiap
saat, maka ia adalah seorang pemuda yang tangkas dan
kuat. Karena itu ia dapat berkelahi dengan tenang dan
lincah. Sehingga serangan-serangan orang yang tak
dikenalnya itu beberapa kali dapat dihindarinya dengan
mudah. Tetapi ia tidak dapat terus-menerus menghindar dan
mengelak. Sebab orang yang menyerangnya menjadi
semakin marah. Gerak-geriknya semakin cepat dan
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbahaya. Karena itu, akhirnya Bagus Handaka terpaksa
melakukan serangan-serangan pula, sebagai suatu cara
terbaik untuk mempertahankan diri.
Perkelahian itu semakin lama menjadi semakin hebat.
Namun di masa-masa yang pendek, Bagus Handaka sempat
mengamat-amati wajah penyerangnya. Orang itu agaknya
telah berumur sedikit lebih tua dari gurunya. Wajahnya
tampak bengis dan berkumis tebal. Selebihnya ia tidak
begitu jelas. Kecuali orang itu selalu bergerak, juga karena
malam yang kelam. Untunglah bahwa orang itu tidak memiliki ilmu yang
tinggi, sehingga meskipun Bagus Handaka pantas menjadi
anaknya, tetapi dalam perkelahian itu, meskipun ia harus
bekerja keras, ia sama sekali tidak perlu cemas akan
kesudahan dari pertempuran itu.
Setelah mereka bertempur beberapa lama, akhirnya
Bagus Handaka mendengar desah nafas lawannya semakin
lama semakin cepat. Ia menjadi bergembira, karena dengan
demikian ia tahu bahwa sebentar lagi lawannya akan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
kehabisan nafas. Karena itu, ia tidak perlu untuk
melawannya dengan sungguh-sungguh. Ia cukup mengganggunya sehingga apabila nafas orang itu telah
benar-benar tersekat, maka ia dengan mudah akan dapat
menangkapnya. Mungkin gurunya tahu siapakah orang itu.
Tetapi agaknya penyerang itu menyadari kelemahannya.
Karena itu, dengan tergesa-gesa orang itu meloncat
mundur sebelum kehabisan nafas dan berusaha melarikan
diri. Tetapi Bagus Handaka sama sekali tak melepaskannya.
Cepat ia berusaha mengejarnya. Namun ia menjadi
keheran-heranan. Orang yang nafasnya tinggal seujung
kuku itu, masih dapat melarikan diri dari kejarannya.
Bagus Handaka berhenti mengejar ketika orang itu
menyusup ke dalam semak-semak yang rimbun. Sulitlah
baginya untuk mencari seseorang di dalam gelapnya malam
diantara semak-semak itu.
Setelah puas merenungi semak-semak itu, kemudian
dengan langkah yang berat Bagus Handaka berjalan pulang
ke pondoknya. Di dalam otaknya terjadilah suatu keributan.
Ia sibuk menebak-nebak, siapakah orang yang dengan tiba-
tiba saja menyerangnya. Bukan karena suatu kekeliruan,
tetapi benar-benar dirinyalah yang dicari.
Sampai di pondoknya segera ia mencari gurunya. Tetapi
ternyata Manahan masih belum pulang. Bagus Handaka
yang tahu akan kebiasaan gurunya segera pergi menyusul
ke pojok desa. Tetapi akhirnya ia menjadi ragu. Apakah hal yang
demikian saja sudah merupakan suatu hal yang perlu
dibicarakan dengan gurunya. Apakah dalam hal-hal yang
kecil tidak cukup kalau diselesaikannya sendiri.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karena pikiran itu maka Bagus Handaka kemudian
membatalkan maksudnya untuk menyatakan peristiwa yang
baru saja dialami itu kepada gurunya. Sehingga ketika ia
sampai di pojok desa, dan ketika ia sudah duduk di antara
para petani dan nelayan yang sedang tidak turun ke laut, ia
sama sekali tak berkata apapun mengenai peristiwa yang
baru saja terjadi. Ia tidak mau mengganggu Manahan
dengan soal-soal yang remeh-remeh.
Tetapi apa yang dialami kemudian adalah sangat
memusingkan kepalanya. Pada malam berikutnya, ketika ia
sedang berbuat seperti kebiasaannya, tiba-tiba datanglah
seseorang yang juga tanpa sebab menyerangnya. Tetapi
orang ini adalah orang yang lain dari yang menyerangnya
kemarin. Orang ini agaknya sudah jauh lebih tua dari
gurunya. Seperti malam sebelumnya, Bagus Handaka berusaha
pula meyakinkan bahwa mungkin orang itu keliru. Tetapi
juga seperti malam sebelumnya, Bagus Handaka terkejut
dan keheran-heranan ketika orang yang menyerangnya itu
berkata dengan suara yang tinggi, "Tak usah kau
mengelakkan diri. Soalnya sudah cukup jelas. Dan kau
harus menyerah kepadaku sebelum orang lain berhasil
menangkapmu mati atau hidup."
Maka bersaling-silanglah teka-teki di dalam kepala Bagus
Handaka. Apakah sebabnya maka hal ini bisa tejadi" Tiba-
tiba ia teringat kepada orang-orang yang beberapa tahun
yang lalu memburunya. Adakah orang-orang ini juga terdiri
dari gerombolan yang sama" Karena itu dengan keras
Bagus Handaka berkata, "Hai orang tua yang tak tahu diri,
adakah kau termasuk dalam gerombolan orang-orang yang
akan membunuhku beberapa tahun yang lalu?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Terdengar orang itu tertawa dengan nada yang tinggi.
Jawabnya, "Aku tidak mengenal orang-orang lain yang
memburumu. Tetapi aku memerlukan kau seperti orang-
orang lain yang barangkali juga memerlukan."
Bagus Handaka menjadi semakin bingung. Katanya,
"Adakah hubungan semua itu dengan tanah perdikan
Banyubiru?" "Banyubiru?" bertanya orang tua itu dengan heran. "Aku
belum pernah mendengar nama Tanah Perdikan Banyubiru." "Lalu apa perlumu menangkap aku?" potong Handaka.
Sekali lagi orang tua itu memperdengarkan suara
tertawanya yang semakin tinggi. Tetapi bersamaan dengan
itu serangan menjadi bertambah cepat dan berbahaya.
Bagus Handaka pun kemudian tidak bertanya-tanya lagi.
Ia menjadi jengkel sekali atas kejadian-kejadian itu. Karena
itu ia bertekad untuk menangkap penyerangnya kali ini.
Tetapi ternyata orang tua ini mempunyai ilmu yang agak
lebih tinggi dari orang yang menyerang kemarin. Meskipun
umurnya sudah lanjut, namun geraknya masih sangat
membahayakan. Serangannya datang tiba-tiba dan kadang-
kadang tak terduga. Mula-mula Bagus Handaka menjadi agak mengalami
kesulitan. Ia belum pernah melihat beberapa dari unsur-
unsur gerak lawannya. Tetapi karena orang tua itu agaknya
belum memiliki unsur-unsur gerak yang banyak macamnya,
maka serangannya selalu dilakukan berulang kali dengan
unsur-unsur gerak yang hanya ada beberapa macam itu
saja. Meskipun unsur-unsur gerak itu mula-mula agak
membingungkannya, tetapi lambat laun dapat dikuasainya.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Apalagi karena Bagus Handaka sendiri telah banyak
menerima bahan-bahan serta ilmu yang cukup banyak dari
gurunya. Malahan ketika mereka telah bertempur beberapa lama,
Bagus Handaka mulai dapat mengenal ilmu lawannya
dengan baik. Karena itu seperti malam sebelumnya, ia tidak
perlu mengkhawatirkan dirinya. Ia pasti akan dapat
mengatasi lawannya yang sudah tua itu. Tetapi karena kali
ini ia benar-benar ingin menangkap penyerang itu, maka
Bagus Handaka selalu berusaha untuk dengan secepat-
cepatnya menjatuhkan lawannya, meskipun hal itu tidak
dapat dilakukannya dengan mudah.
Akhirnya, ketika orang tua itu merasa bahwa Bagus
Handaka bukanlah anak-anak yang dengan mudahnya
dapat ditakut-takuti serta dengan mudahnya dapat
ditangkap, bahkan malahan dalam beberapa hal Bagus
Handaka dapat melebihinya, maka tak ada jalan lain
daripada melarikan diri. Apalagi ketika ternyata Bagus Handaka dapat melawannya dengan mempergunakan bagian-bagian dari
unsur-unsur geraknya sendiri. Orang tua itu menjadi
bertambah takut lagi. Cepat-cepat ia meloncat mundur beberapa langkah, dan
kemudian berusaha untuk berlari secepat-cepatnya. Bagus
Handaka yang sudah mengira hal itu akan terjadi, segera
meloncat menghadang. Tetapi orang tua itu seakan-akan
telah dapat memperhitungkan pula tindakan Bagus
Handaka, karena demikian Bagus Handaka melontarkan diri,
demikian orang tua itu membalik ke arah yang berlawanan,
dan seperti terbang orang itu berlari masuk ke dalam
semak-semak yang gelap. Bagus Handaka yang SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
mengejarnya menjadi keheran-heranan. Meskipun ternyata
ilmunya tidak kalah tinggi, bahkan beberapa unsur gerak
orang tua itu malahan telah dapat dikuasai, namun dalam
hal berlari ternyata ia masih kalah. Karena itu dengan hati
yang semakin jengkel Bagus Handaka terpaksa melepaskan
orang tua itu pergi. Dengan kejadian-kejadian itu, teka teki yang melibat
dirinya menjadi semakin kisruh. Ia mencoba mengingat-
ingat semua kejadian yang pernah dialami, namun ia sama
sekali tak dapat menghubungkannya dengan peristiwa dua
malam terakhir itu. Tetapi Bagus Handaka adalah seorang pemuda yang
berani, cerdas dan banyak hal yang ingin diketahui. Karena
itulah maka, setelah mengalami peristiwa dua malam
berturut-turut, malahan ia ingin untuk mengetahui apakah
yang akan terjadi seterusnya. Ia ingin melihat apakah pada
malam-malam berikutnya akan terjadi pula hal-hal
semacam itu. Malahan ia mengharap kedatangan salah
seorang diantaranya, sehingga apabila orang itu dapat
ditangkapnya, maka pastilah latar belakang dari peristiwa-
peristiwa itu dapat disingkapkan. Namun sampai sedemikian
jauh Bagus Handaka masih belum merasa perlu untuk
menyampaikan masalah itu kepada gurunya. Nanti apabila
salah seorang dari mereka dapat ditangkapnya, barulah
Bagus Handaka bermaksud membawa orang itu kepada
Manahan. Pada malam berikutnya Bagus Handaka sengaja
menghindarkan diri dari beberapa kawannya yang sering
mengajaknya turun ke laut. Dengan demikian maka ia
dapat leluasa pergi ke pantai untuk menanti peristiwa yang
aneh, yang barangkali masih ada kelanjutannya.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Dan apa yang dinantinya benar-benar datang.
Ketika angin laut menghembus perlahan-lahan mempermainkan buih di pantai, Bagus Handaka dikejutkan
oleh sebuah bayangan yang seolah-olah muncul saja dari
dalam laut, dan dengan langkah yang cepat langsung
menuju ke arahnya. Meskipun Bagus Handaka sengaja menanti kejadian itu,
namun hatinya tergetar juga. Dua malam berturut-turut ia
mengalami serangan dari orang yang tak dikenalnya. Tetapi
orang-orang itu datang dari arah semak-semak, sedangkan
kali ini orang itu muncul seakan-akan dari dalam air.
Ketika orang itu sudah semakin dekat, Bagus Handaka
segera meloncat berdiri serta mempersiapkan diri. Sebab
menilik gerak serta arah datangnya, maka orang ini pasti
lebih berbahaya dari dua orang yang pernah dilawannya.
Melihat Bagus Handaka berdiri serta mempersiapkan diri,
orang itu terhenti. Agaknya ia heran melihat sikap Handaka.
Tetapi kemudian terdengar ia tertawa pendek, menyeramkan. Katanya, "Aku tidak akan keliru lagi.
Bukankah kau yang bernama Bagus Handaka?"
Di dalam gelap, Bagus Handaka mencoba mengawasi
wajah orang itu. Tetapi yang dapat diketahuinya adalah,
orang itu janggut serta kumisnya tumbuh lebat sekali,
sehingga menutupi hampir seluruh lubang mulut serta
hidungnya. Selain dari itu tak ada lagi kesan yang
diperolehnya. Dengan suara yang mantap, Bagus Handaka menjawab,
"Ya, aku Bagus Handaka. Kau mau apa?"
Kembali terdengar suara tertawa pendek yang menyeramkan. Katanya, "Kau memang berani Handaka.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Aku kira kau akan memungkiri dirimu. Kau tidak takut
mendapat bahaya?" "Kenapa aku mesti takut. Aku sudah mengira bahwa kau
akan berkata seperti orang-orang yang
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pernah menyerangku dua malam berturut-turut meskipun orangnya
tidak sama," potong Bagus Handaka.
Agaknya orang itu heran mendengar kata-kata Handaka,
sehingga ia bertanya, "Dua malam berturut-turut kau
mendapat serangan?" Sekarang Bagus Handaka yang tertawa berderai.
Jawabnya, "Aku bukan anak-anak yang masih pantas kau
bohongi dengan cara demikian. Adakah suatu peristiwa
kebetulan sampai tiga kali berturut-turut dengan cara yang
sama?" Mendengar jawaban Bagus Handaka, orang itu berdesis,
"Agaknya mereka telah mendahului aku." Lalu tiba-tiba ia
berkata kepada Bagus Handaka, "Tetapi kenapa kau masih
sempat bermain-main di sini. Kalau apa yang kau katakan
benar, aku kira kau sudah tergantung mati di tengah Alas
Roban." Mau tidak mau jantung Handaka tergetar hebat
mendengar kata-kata itu. Apakah sebabnya orang-orang itu
memburunya dan akan menggantungnya di Alas Roban..."
Karena itu pula ia menjadi marah sekali. Ia tidak pernah
merasa berbuat salah kepada orang lain, tetapi kenapa ada
orang yang menginginkan kematiannya"
Kemudian dengan tidak menunggu lebih lama lagi, Bagus
Handaka meloncat mendahului menyerang orang itu.
Serangannya hebat sekali dengan mengerahkan segenap
tenaga yang ada. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Orang yang berkumis dan berjanggut lebat itu agaknya
terkejut sekali. Ia tidak mengira bahwa Bagus Handaka
akan memulai lebih dahulu. Cepat ia meloncat ke samping.
Tetapi Bagus Handaka tidak membiarkannya. Disusullah
serangan itu dengan serangan berikutnya. Serangan itu
datangnya cepat sekali, sehingga orang asing itu tidak
sempat mengelakkan dirinya. Karena itu cepat-cepat ia
berusaha menahan serangan Bagus Handaka dengan kedua
tangan yang disilangkan di muka dadanya.
Maka terjadilah suatu benturan yang keras. Bagus
Handaka terdorong beberapa langkah surut, tetapi orang itu
pun tak dapat bertahan pada tempatnya dan terlempar
beberapa langkah pula. Dengan demikian masing-masing
mengetahui bahwa kekuatan mereka berimbang. Maka
untuk memenangkan pertempuran selanjutnya adalah
terletak pada keprigelan dan ketinggian ilmu masing-
masing. Karena itu segera Bagus Handaka mempersiapkan
dirinya. Ia merasa bahwa apabila orang itu dapat
mengalahkannya, maka taruhannya adalah nyawanya. Ia
tidak mau mati bergantungan di tengah-tengah Alas Roban,
dan bangkainya nanti akan menjadi makanan burung
gagak. Sesaat berikutnya terjadilah pertempuran yang dahsyat.
Masing-masing mempergunakan segenap tenaganya serta
segenap ilmunya. Meskipun Bagus Handaka masih terlalu
muda untuk melawan orang yang berjanggut dan berkumis
lebat itu, namun karena latihan-latihan berat yang pernah
dilakukan selama ini, maka ia pun tidak mengecewakan.
Sebaliknya orang asing itu pun ternyata bukan pula seperti
dua orang yang menyerangnya malam-malam sebelumnya.
Sehingga dengan demikian perkelahian itu berlangsung
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dengan serunya. Hanya kadang-kadang saja Bagus
Handaka dikejutkan oleh gerakan-gerakan yang aneh-aneh
yang dilakukan oleh lawannya. Tetapi karena lawannya itu
pun agaknya belum menguasai benar-benar ilmunya itu,
sehingga pelaksanaannya masih belum seperti yang
diharapkan. Bagus Handaka yang lincah dan kuat itu dapat
untuk beberapa kali menyelamatkan diri dari serangan-
serangan yang demikian. Setelah mereka bertempur beberapa lama maka
terasalah oleh Handaka bahwa meskipun kekuatan orang
itu dapat menyamainya tetapi ia masih dapat membanggakan kelincahannya. Orang itu agaknya terlalu
memberatkan serangan-serangannya pada kekuatan tenaga
serta beberapa unsur geraknya yang meskipun berbahaya
tetapi belum dapat dilakukannya dengan lancar. Karena itu
lambat laun ia merasa bahwa ia akan dapat berhasil
mengatasinya. Sebaliknya orang asing itu akhirnya kehabisan akal.
Semua ilmu serta tenaganya sudah dicurahkannya, namun
ia sama sekali tidak berhasil menangkap anak yang
dicarinya itu. Meskipun beberapa kali ia berhasil mengenai
tubuh Bagus Handaka, namun ia sendiri dapat dikenai oleh
anak itu dua kali lipat. Dengan demikian maka sudah tidak ada harapan lagi
baginya untuk memenangkan pertempuran itu. Maka
akhirnya orang itu putus asa, dan menyerang membabi
buta dengan ilmu andalannya. Dengan demikian bagi Bagus
Handaka, malahan menguntungkan sekali. Sebab dengan
membabi buta, lawannya telah kehilangan sebagian dari
pengamatan diri serta kewaspadaan. Karena itulah agaknya
Bagus Handaka semakin lama semakin berada dalam
keadaan yang menguntungkan.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tetapi hampir seperti kejadian-kejadian pada malam-
malam sebelumnya, orang itu pun kemudian meloncat
melarikan diri. Juga kali ini Bagus Handaka sama sekali tak
berhasil mengejarnya. A palagi orang aneh yang muncul dari
dalam air itu berlari terjun ke dalam air pula.
Ketika orang itu lenyap, Bagus Handaka berdiri bertolak
pinggang di batas air. Dadanya melonjak-lonjak dipenuhi
oleh kemarahan, keheranan dan kengerian yang bercampur
aduk. Tiga malam ia mengalami peristiwa yang disaput oleh
kabut rahasia. Apakah kejadian ini akan berlangsung
berlarut-larut..." Tetapi jiwa keingintahuan Bagus Handaka tiba-tiba
menguasai perasaannya kembali. Bagaimana dengan
malam keempat" Kalau hal ini disampaikan kepada
gurunya, mungkin kejadiannya akan berubah. Ia ingin
melihat para penyerang itu datang berturut-turut sampai
orang yang terakhir. Lalu apakah yang terjadi sesudah
itu..." Demikianlah kembali pada malam keempat. Bagus
Handaka mencari-cari alasan untuk tidak terjun ke laut.
Kawan-kawannya yang mengajaknya sama sekali tidak
curiga bahwa Bagus Handaka sedang melakukan suatu
perbuatan yang aneh namun sebenarnya penuh dengan
bahaya. Dan apa yang diharapkan kali inipun benar-benar datang
pula. Dengan penuh pertanyaan di dalam hati Bagus Handaka
berjuang dengan sekuat tenaga untuk menangkap
penyerangnya. Namun kali inipun ia tidak berhasil. Malahan
orang keempat ini berhasil menghantam pergelangan
tangan kirinya sehingga terasa sangat sakit. Untunglah
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
bahwa akhirnya ia masih dapat mengalahkan orang itu,
meskipun ia tidak pula berhasil menangkapnya.
Demikian pula pada malam kelima. Otak bagus Handaka
rasa-rasanya hampir meledak memikirkan hal itu. Apalagi
ketika orang kelima ini ternyata memiliki ilmu yang cukup
tinggi. Tidak seperti keempat orang sebelumnya, yang datang
dari jurusan yang tidak sama, namun kedatangan mereka
itu dapat diketahui sebelumnya, meskipun ada dua
diantaranya yang datang dari jurusan yang aneh, dari laut.
Tetapi orang kelima ini jauh lebih aneh lagi. Tahu-tahu
orang itu sudah berdiri di belakang Bagus Handaka dengan
suara garang dibarengi dengan suara tertawa yang
menyeramkan ia berkata, "Bagus Handaka, kau mau
melarikan dirimu kemana lagi. Berbulan-bulan aku
mencarimu, dan sekarang aku menemukan kau di sini."
Empat malam berturut-turut Bagus Handaka sudah
bertempur dengan orang-orang yang tak dikenal, dan
empat kali pula ia berhasil mengalahkan mereka. Namun
kali ini bulu tengkuknya meremang juga. Wajah orang ini
sama sekali bersih, hanya alisnya agak terlalu lebat dan
hampir bertemu di atas hidungnya. Tetapi wajah yang
bersih itu seakan-akan memancarkan udara maut dari
setiap lubang-lubangnya. Kemudian terdengar kembali orang itu berkata, "Ha,
agaknya kau sudah ketakutan. Aku kira kau anak yang
berani. Bukankah kau murid seorang perkasa yang
menamakan dirinya Manahan" Sayang kalau murid
Manahan sepengecut kau ini."
Bagus Handaka adalah seorang anak yang berani.
Meskipun hatinya tergetar pula menghadapi sesuatu, tetapi
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
ia tidak akan menilai seseorang berlebih-lebihan. Apalagi
orang itu telah menghinanya dengan menyebut-nyebut
nama gurunya. Karena itu ia menjadi marah sekali. Dengan
mulut yang terkatub rapat serta gigi yang gemeretak, Bagus
Handaka tidak menanti orang itu selesai berkata. Seperti
seekor banteng luka ia dengan dahsyatnya menyerang
orang itu. Orang yang mendapat serangan itu agaknya terkejut.
Tetapi dengan tangkasnya ia menggeser kakinya sehingga
ia terbebas dari serangan Bagus Handaka. Tetapi Bagus
Handaka yang hatinya sudah terbakar oleh kemarahan itu,
dengan cepatnya menyerang pula. Sekali lagi orang itu
terpaksa mengelakkan diri, tetapi agaknya ia tidak mau
diserang terus-menerus. Kemudian dengan garangnya ia
pun menyerang kembali. Namun ternyata Bagus Handaka
memiliki kelincahan yang cukup pula, sehingga serangan
orang itu dapat dielakkannya. Kemudian terjadilah suatu
pertempuran yang hebat. Masing-masing melancarkan
serangan-serangan yang dahsyat dan berbahaya. Tetapi
masing-masing ternyata memiliki kegesitan dan ketahanan
yang cukup. Bagus Handaka yang telah bertempur empat malam
berturut-turut dan memenangkan setiap pertempuran,
ternyata sangat mempengaruhi jiwanya. Ia semakin
percaya kepada kekuatan dirinya sendiri. Dan perasaan
yang demikian sangat membantu keadaannya pada malam
kelima itu. Meskipun ia merasa bahwa orang kelima ini
memiliki ilmu yang lebih tinggi dari orang-orang
sebelumnya, namun hatinya yang telah dibesarkan oleh
peristiwa-peristiwa empat malam sebelumnya menjadikannya tetap tatag dan tenang.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tetapi suatu hal yang kurang menguntungkan bagi
Bagus Handaka, adalah karena orang itu jauh lebih besar
dan lebih tinggi, maka kesempatan orang itu untuk
mengenainya agak lebih banyak. Tangan serta kakinya yang
agak lebih panjang, ternyata mempengaruhi jalan
pertempuran itu. Rupa-rupanya orang itu mempergunakan keuntungan itu
sebaik-baiknya. Ia selalu melawan serangan Bagus Handaka
dengan serangan pula. Beberapa kali Bagus Handaka dapat
dikenai dengan cara demikian sebelum tangannya sempat
menyentuh tubuh orang itu. Sehingga Bagus Handaka
menjadi semakin marah dan bertempur mati-matian.
Ternyata kali ini lawannya benar-benar tangguh. Orang
itu licin seperti belut, serta lincah seperti singgat. Beberapa
kali, apabila serangan-serangan Bagus Handaka agaknya
sudah tidak dapat dihindari, tiba-tiba saja ia melenting
beberapa langkah, dan kemudian dengan cara yang sama ia
telah menyerang kembali. Menghadapi serangan yang demikian Bagus Handaka
merasa agak sulit. Dengan menjatuhkan diri ia mencoba
membebaskan dirinya. Tetapi orang itu tidak membiarkan
Bagus Handaka lolos. Dengan kakinya yang kokoh ia
meloncat kearah dada anak itu. Sekali lagi Bagus Handaka
berguling. Tetapi sekali lagi orang itu melakukan serangan
yang sama pula sebelum Handaka sempat berdiri. Bagus
Handaka kemudian menjadi agak gugup. Berapa kali ia
harus bergulung-gulung di pasir pantai itu. Tiba-tiba ia
teringat kepada lawan-lawannya yang pernah dikalahkannya. Ada beberapa unsur gerak yang dapat
dikuasainya. Karena itu ketika sekali lagi Bagus Handaka
mendapat serangan dengan cara yang sama, setelah ia
berhasil menggeser tubuhnya, cepat-cepat ia menangkap
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
pergelangan kaki lawannya. Dengan mempergunakan daya
dorongnya sendiri, Bagus Handaka ternyata berhasil
menjatuhkan orang itu, dengan menghantam betisnya. Ia
sendiri pernah pula mengalami hal yang demikian. Ketika
orang itu terjatuh dan berguling-guling, kesempatan itu
cepat dipergunakan oleh Bagus Handaka untuk berdiri.
Tetapi demikian ia berdiri, orang itupun dengan suatu gerak
seperti roda yang bergulung telah berdiri di hadapannya
pula. Bagus Handaka, melihat hal itu menjadi bertambah
marah. Matanya menjadi merah menyala-nyala dan
dadanya berdegupan. Dengan dahsyatnya ia melontar maju
menyerang dada orang itu. Serangan itu demikian tak
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
terduga-duga sehingga orang asing itu tak sempat
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengelak. Karena itulah maka dadanya terpaksa terhantam
hebat. Terhuyung-huyung ia terdorong beberapa langkah
surut. Bagus Handaka tidak mau melepaskan kesempatan
itu lagi. Dengan garangnya ia memburu dan sekali lagi
menghantamnya. Sayang bahwa kali ini orang itu sempat
memiringkan tubuhnya, sehingga serangan Bagus Handaka
tidak mengenai sasarannya, bahkan ia sendiri hampir-
hampir kehilangan keseimbangan. Dalam saat yang
demikian, tampak lawannya mengayunkan tangannya
dengan dahsyatnya. Melihat serangan itu, Bagus Handaka
agak bingung. Tiba-tiba tanpa sadar Bagus Handaka telah
mempergunakan unsur-unsur gerak yang pernah ditiru-
tirukannya dari lawan-lawannya sebelumnya. Cepat ia
sedikit merendahkan diri, menangkap tangan orang itu
sambil memutar tubuhnya, dan dengan bantuan tenaga
berat lawannya. Bagus Handaka menarik orang itu
melampau pundaknya. Dengan kerasnya orang itu
terlempar keatas lewat diatas pundaknya dan terbanting di
pasir pantai. Tetapi sekali lagi Bagus Handaka keheran-heranan.
Demikian orang itu terbanting, demikian ia bergulung-
gulung dan dengan cepatnya bangkit kembali. Namun
sesaat kemudian ia sadar bahwa lawannya adalah orang
yang luar biasa. Karena itu demikian orang itu berdiri,
demikian kaki Bagus Handaka terlontar mengenai perutnya.
Sekali lagi orang itu terdorong beberapa langkah ke
belakang. Tetapi seterusnya ketika Bagus Handaka
menyusul menyerang dagu orang itu, maka orang itu pun
menghantamnya. Kali ini Bagus Handaka mengalami
kembali hal yang sangat merugikannya. Tangannya agak
lebih pendek dari tangan lawannya. Dengan demikian
sebelum tangannya menyentuh dagu orang itu, terasa
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
wajahnya seperti tersentuh bara. Dengan kerasnya
wajahnya terangkat dan ia terlempar beberapa langkah
surut, dan kemudian jatuh terlentang. Serangan itu disusul
dengan suatu serangan yang garang sekali. Seperti seekor
harimau, lawannya menerkam selagi Handaka belum
sempat bangun. Maka tidak ada suatu cara yang mungkin
untuk membebaskan dirinya kecuali dengan kedua kakinya
Bagus Handaka menghantam tubuh orang yang seperti
melayang ke arahnya. Akibatnya adalah bebat sekali. Orang
itu terlempar ke udara. Kali ini Bagus Handaka juga menjadi
keheran-heranan. Dengan gerak yang bagus orang itu
melingkar di udara dan jatuh pada punggungnya untuk
kemudian berguling dua kali. Setelah itu dengan cepatnya
ia meloncat berdiri. Pada saat itu Bagus Handaka pun telah
berdiri. Keringatnya mengalir membasahi seluruh tubuhnya,
yang hampir seluruhnya terbalut oleh debu-debu pasir
pantai. Sebenarnya Bagus Handaka pada saat itu telah
menjadi gelisah sekali. Lawannya ternyata benar-benar licin
seperti belut. Tetapi kemudian terjadilah suatu hal di luar dugaan.
Orang itu tiba-tiba menjadi gelisah dan liar. Nafasnya
mengalir dengan derasnya. Bagus Handaka melihat
keadaan itu, sehingga kelegaan membersit di hatinya. Ia
tahu bahwa lawannya telah kehabisan tenaga. Karena itu ia
tidak mau memberi kesempatan lagi. Cepat ia melangkah
maju dan menyerangnya dengan hebat. Ternyata orang itu
telah hampir tidak mampu melawannya. Beberapa kali
Bagus Handaka berhasil menghantamnya sampai orang itu
terhuyung-huyung dan roboh. Sekali lagi kegembiraan
membayang di wajah Bagus Handaka. Orang yang hebat ini
pasti akan dapat ditangkapnya. Tetapi ketika sekali lagi ia
maju menyerang, tiba-tiba orang itu melemparkan
segenggam pasir ke arah matanya. Cepat-cepat Handaka
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
memalingkan mukanya, namun beberapa butir pasir telah
menyebabkan matanya terasa nyeri sekali. Ketika ia sedang
sibuk membersihkan mata itu, terasa sebuah hantaman
mengenai punggungnya. Untunglah bahwa tenaga orang itu, telah hampir separo
lenyap, sehingga dengan demikian hantamannya telah tidak
lebih dari sebuah dorongan saja. Meskipun demikian,
karena Bagus Handaka sama sekali tidak menduga bahwa
lawannya akan berbuat curang, menjadi sangat terkejut dan
jatuh tertelungkup. Dengan marahnya Handaka cepat
memutar tubuhnya, untuk menanti serangan berikutnya,
yang dapat saja dilakukan dengan curang oleh lawannya
itu. Tetapi Bagus Handaka menjadi terkejut sekali sehingga
tubuhnya menjadi gemetar. Orang yang sudah kehabisan
tenaga dan hampir saja dapat ditangkapnya itu lenyap
seperti debu dibawa angin. Beberapa kali Bagus Handaka
mengusap-usap matanya yang masih terasa agak nyeri,
tetapi orang itu benar-benar telah lenyap. Perlahan-lahan ia
bangkit dan duduk di atas pasir. Dilayangkannya
pandangannya ke segenap malam, tetapi di pantai yang
luas itu, pastilah ia tak dapat melihat seseorang. Bulu
tengkuknya tiba-tiba terasa meremang. Meskipun ia selama
ini mendapat didikan untuk tidak takut kepada hantu,
namun mengalami peristiwa ini, hatinya bergetar juga.
Kecuali itu, terasa pula kengerian merayapi perasaannya.
Untunglah kali ini ia masih dapat membebaskan diri,
meskipun hampir saja ia kehilangan akal.
Lalu bagaimana dengan malam besok"
Sekarang Bagus Handaka tidak berani main-main lagi.
Kalau besok datang seseorang menyerangnya, dan memiliki
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
sedikit saja kelebihan dari orang ini, maka pasti ia tidak
dapat melawannya. Sedangkan kalau para penyerang itu
dapat menangkapnya, hampir pasti bahwa dirinya benar-
benar akan digantung di tengah-tengah Alas Roban.
Karena itu akhirnya Bagus Handaka memutuskan untuk
menyampaikan segala peristiwa yang pernah dialami itu
kepada gurunya, serta menyerahkan segala penyelesaiannya kepadanya.
Pada saat Bagus Handaka melangkah pulang ke
pondoknya, terdengarlah ayam jantan berkokok bersahut-
sahutan. Di langit sebelah timur sudah mulai tampak
membayang warna fajar, diantar oleh angin pagi yang
sejuk. Namun tubuh Bagus Handaka justru mulai merasa
nyeri dan sakit-sakit. Empat malam sebelumnya ia
bertempur terus-menerus, tetapi tidak pernah ia merasakan
lelah, letih dan sakit-sakit seperti saat itu.
Sampai di pondok, ia melihat Manahan telah bangun dan
menunggui api. Agaknya ia sedang merebus air. Cepat-
cepat Bagus Handaka mendekatinya dan berkata, "Bapak,
biarlah aku yang merebus air dan jagung."
Manahan tersenyum melihat kedatangan Bagus Handaka,
katanya bertanya, "Apakah kau turun ke laut Handaka?"
"Tidak, Bapak," jawab Handaka singkat.
"Dari pantai...?" tanya Manahan lebih lanjut. Bagus
Handaka menganggukkan kepalanya. Dalam cahaya api
barulah Bagus Handaka melihat tubuhnya merah-merah
biru dan berdarah di beberapa tempat. Ketika Manahan
melihat luka-luka itu, serta melihat wajah Handaka yang
pucat dan nafasnya yang kurang teratur, ia menjadi
keheran-heranan. Maka kemudian ia bertanya, "Handaka,
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
apakah yang terjadi" Apakah kau berselisih dengan kawan-
kawanmu, sehingga kau berkelahi?"
"Tidak, Bapak," jawab Handaka.
"Lalu kenapa kau?" desak Manahan.
Bagus Handaka yang memang telah berkeputusan untuk
menyampaikan keadaan yang dialaminya lima malam
berturut-turut itu pun segera duduk disamping Manahan,
dan segera mengalirlah ceritera dari mulutnya. Sejak malam
pertama sampai malam terakhir, lengkap dengan bentuk-
bentuk wajah dari orang-orang yang menyerangnya.
Mendengar ceritera Bagus Handaka itu, Manahan
menarik alisnya. Memang ia pun menjadi keheranan-
heranan, apakah pamrih orang-orang itu menyerang Bagus
Handaka. "Handaka..., kenapa kau baru sekarang mengatakan
semua kejadian itu kepadaku?" tanya Manahan.
Dengan jujur Handaka mengatakan segala keinginannya
untuk mengetahui kelanjutan peristiwa-peristiwa itu, serta
keinginannya untuk menyelesaikan masalah itu sendiri.
Manahan mengangguk-anggukkan kepalanya. Sebenarnya di dalam hatinya berkobar pula kemarahan
ketika ia mendengar bahwa orang kelima yang menyerang
Bagus Handaka itu telah menyebut-nyebut namanya.
Padahal pada saat orang itu ia hanya melawan seorang
anak-anak. "Handaka..." kata Manahan kemudian, "Pergilah kau
besok sekali lagi ke pantai. Aku akan melihat siapakah yang
selalu datang itu." SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Mendengar kesanggupan gurunya, Handaka menjadi
bergembira. Besok apabila benar-benar ada seseorang yang
datang menyerangnya, meskipun kepandaiannya berlipat
tiga, namun pasti orang itu akan dapat ditangkap oleh
gurunya. Karena itu ia tersenyum-senyum sendiri.
Dipandanginya api yang berkobar-kobar di hadapannya,
yang bergerak-gerak seolah-olah menari-nari riang. Dan
sebentar kemudian mendidihlah air yang dipanasinya.
Segera ia bangkit untuk mengambil daun serai serta gula
kelapa. Itulah kegemaran gurunya, air serai bergula kelapa.
Hari itu rasa-rasanya panjang sekali bagi Bagus Handaka.
Matahari seolah-olah menjalani garis edar dengan
malasnya. Sehari itu ia merasa amat malas untuk bermain-
main dengan kawan-kawannya. Dihabiskannya waktunya
dengan berangan-angan. Namun akhirnya, perlahan-lahan
datanglah senja. Langit yang cerah dengan gumpalan-
gumpalan mega yang berarak-arak mulai dirayapi oleh
warna-warna lembayung. Bagus Handaka yang hampir tidak
sabar itu memaki-maki di dalam hati. Kenapa kedatangan
malam tidak saja langsung tanpa melewati senja"
Setelah melampaui masa-masa yang menjengkelkan,
kemudian malam turun dengan tabir hitamnya. Bagus
Handaka segera berangkat ke pantai, dimana ia biasa
duduk-duduk memandangi ombak lautan. Manahan sengaja
tidak berangkat bersama-sama supaya kehadirannya tidak
diketahui. Ketika Manahan telah sampai di pantai pula,
segera ia bersembunyi dengan membaringkan dirinya di
belakang sebuah puntuk pasir tak begitu jauh dari Bagus
Handaka. Bersamaan dengan semakin gelapnya malam, hati Bagus
Handaka menjadi semakin tegang dan gelisah. Jangan-
jangan orang-orang yang menyerangnya telah mengetahui
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
bahwa gurunya berada di tempat itu, sehingga para
penyerang itu tidak berani mendekatinya.
Dan dalam kesempatan itu, ia mencoba pula mengingat-
ingat kelima orang yang datang berturut-turut setiap
malam. Masing-masing menyatakan bahwa mereka satu
sama lain tidak berhubungan. Sejak semula ia sudah tidak
percaya. Tetapi yang mengherankan, bahwa seolah-olah
kedatangan mereka telah diatur sedemikian, sehingga
setiap orang yang datang pasti memiliki kepandaian
setingkat lebih tinggi dari orang sebelumnya. Tiba-tiba
ketika sedang berangan-angan, Bagus Handaka dikejutkan
oleh suara tertawa dekat di sampingnya. Suara itu
terdengar nyaring dan menggetarkan hatinya. Cepat ia
meloncat bangkit dan bersiap. Perasaannya telah mengatakan kepadanya bahwa orang ini pasti salah
seorang yang datang untuk menyerangnya pula seperti
malam-malam yang lewat. Ketika ia memandang wajah
orang itu, hatinya menjadi bertambah berdebar-debar.
Wajah orang itu sama sekali tidak mirip dengan wajah
manusia. Barangkali demikian itulah wajah hantu yang
ditakuti oleh anak-anak. Beberapa bintil-bintil sebesar biji
rambutan bertebaran hampir di seluruh wajah itu. Gigi-
giginya tampak berleret pada saat orang itu tertawa.
Kemudian disela-sela tertawanya ia berkata, "Siapakah
nama anak muda yang bermain-main di pantai di malam
hari...?" Meskipun sebenarnya Bagus Handaka ngeri juga melihat
wajah itu, namun karena ia merasa bahwa gurunya berada
di dekatnya, hatinya menjadi tabah pula. Maka jawabnya
lantang, "Kenapa kau bertanya" Kau pasti sudah tahu pula
siapa aku. Dan kau pasti akan menangkapku seperti yang
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
pernah dilakukan oleh lima orang sebelum kau datang,
pada malam-malam sebelum malam ini."
Mendengar kata-kata Bagus Handaka itu, tertawanya
menjadi bertambah keras. Katanya, "Bagus... bagus, jadi
sebelum ini telah datang lima orang mendahului aku"
Agaknya monyet-monyet itu ingin menerima hadiah pula
dengan menangkap anak ini. Dan kau dapat mengalahkan
mereka berlima?" "Mereka datang satu-persatu," jawab Handaka.
"Alangkah bodohnya mereka," sambung orang berwajah
iblis itu. "Tentu kau dapat mengalahkannya."
"Jangan banyak bicara," potong Bagus Handaka dengan
beraninya, "Jangan coba bohongi aku. Kau pasti telah
bersekongkol dengan mereka. Dan barangkali kau malam
ini akan mencoba menangkap aku bersama-sama. Ayo
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
datanglah berenam." Kembali orang yang menakutkan itu tertawa berderai-
derai sampai seluruh tubuhnya bergetar. Katanya, "Hebat,
kau memang hebat. Tetapi jangan terlalu sombong. Sebab
malam ini nyawamu benar-benar akan lenyap. Aku harus
menangkap kau, mati atau hidup. Meskipun kalau aku
membawamu hidup-hidup hadiahnya akan berlipat banyaknya. Sebab pertunjukan membunuh Bagus Handaka
akan dapat mendatangkan uang yang banyak sekali."
Tanpa sadar, bulu tengkuk Bagus Handaka serentak
berdiri. Perkataan orang berwajah menakutkan itu sangat
mempengaruhi perasaannya. Apakah sebenarnya latar
belakang dari semua kejadian ini" Kenapa orang itu
menyebut-nyebut pertunjukan membunuh Bagus Handaka"
Mau tidak mau Bagus Handaka menjadi ngeri juga. Ia
sudah membayangkan dirinya diikat di tengah-tengah
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
lapangan, kemudian setiap orang diperkenankan untuk
melukainya, sampai mati. Tetapi apa salahnya"
Tiba-tiba ia menjadi marah sekali. Ini hanyalah suatu
gertakan saja. Karena itu ia menjawab sambil berteriak
keras-keras, "Jangan coba-coba takut-takuti aku." Namun
demikian terasa suara Handaka bergetar pula.
Mendengar teriakan Bagus Handaka, orang itu sekali lagi
tertawa keras-keras. "Jangan berbohong pula. Kau sudah
ketakutan bukan" Bagus..., semakin takut kau, semakin
lucu pertunjukan itu jadinya."
Sekarang Bagus Handaka benar-benar menjadi marah
sekali. Ternyata orang itu telah menghinanya. Karena itu
segera ia meloncat dan langsung menyerang leher dengan
jari-jarinya. Orang itu, yang masih enak tertawa, ternyata terkejut
melihat kecepatan bergerak Bagus Handaka, sehingga
tertawanya segera terhenti. Desisnya, "Memang kau anak
berani. Tetapi hati-hatilah." Sambil berkata demikian ia
merendahkan dirinya, dan dengan kakinya ia menghantam
lambung Bagus Handaka. Bagus Handaka yang menyerang
dengan sekuat tenaga, tidak sempat menarik serangannya,
maka yang dapat dilakukan adalah memukul kaki itu
dengan tangannya ke samping. Ternyata usahanya berhasil
pula. Orang itu terputar sedikit dan dengan demikian
lambungnya dapat diselamatkan, meskipun tangannya yang
berbenturan dengan kaki orang itu terasa sakit. Dengan
demikian Bagus Handaka segera dapat mengetahui, bahwa
orang ini mempunyai ilmu diatas orang-orang yang pernah
menyerangnya. Tetapi meskipun demikian ia sama sekali
tidak gentar ketika diingatnya bahwa gurunya telah
menungguinya. Mengingat hal itu, segera Bagus Handaka
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
menjadi bertambah tatag, karena itu serangannya menjadi
bertambah sengit. Tetapi perlawanan orang itu bertambah
sengit pula. Bahkan ia pun telah menyerangnya dengan
gerak-gerak yang sangat membingungkan dan berbahaya
sekali. Namun ternyata Bagus Handaka telah memberikan
perlawanan dengan gigih. Setiap serangan yang datang,
bagaimanapun berbahayanya, Handaka selalu dapat
menghindarkan dirinya. Malahan tidak jarang pula iapun
berhasil membalas serangan-serangan itu dengan serangan-serangan yang tak kalah berbahayanya. Namun
serangan-serangan itu pun selalu tidak berhasil pula.
Maka pertempuran itu semakin lama menjadi bertambah
hebat dan cepat. Masing-masing menyerang dan menghindar berganti-ganti, sehingga tampaknya kedua
orang itu seperti bayangan yang sedang libat-melibat
dengan cepatnya, semakin lama semakin cepat. Tetapi
kemudian ternyata bahwa Bagus Handaka tidak dapat
menyamai kecepatan gerak lawannya, sehingga tiba-tiba
terasa punggungnya terdorong oleh suatu kekuatan yang
besar sekali. Dengan derasnya ia terlempar ke udara.
Mengalami peristiwa itu hati Bagus Handaka berdesir. Untuk
beberapa saat ia menjadi bingung. Tetapi untunglah bahwa
otaknya yang cerdas dapat bekerja dengan cepat. Ia
pernah menyaksikan lawannya terlempar ke udara pula,
namun ia dapat jatuh dengan enaknya, seolah-olah sama
sekali tidak terasakan sesuatu. Maka tanpa dikehendakinya
sendiri Bagus Handaka menirukan gerak-gerak yang pernah
disaksikannya itu. Cepat-cepat ia berusaha melingkarkan
diri dan menjatuhkan diri pada punggungnya, yang
kemudian dilanjutkan dengan berguling sampai dua kali.
Setelah itu ia melenting berdiri.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Untunglah bahwa Bagus Handaka telah dibekali dengan
olah keprigelan yang cukup, serta kekuatan jasmaniah yang
besar, sehingga meskipun gerak-geraknya masih belum
sempurna, namun ia tidak pula mengalami sesuatu.
Melihat cara Bagus Handaka membebaskan diri dengan
cara yang demikian, terdengar lawannya tertawa keras-
keras sambil berkata, "Hai monyet kecil, dari mana kau
belajar berjungkir balik demikian..." Untunglah bahwa kau
mengenal cara yang baik untuk menyelamatkan dirimu."
Bagus Handaka tidak sempat menjawab kata-kata itu.
Dengan darah yang mendidih ia meloncat maju kembali
untuk menyerang lawannya sejadi-jadinya. Tangannya
bergerak berganti-ganti mengarah ke segenap tubuh
lawannya, sedang kakinya bergerak dengan lincahnya di
atas pasir pantai. Tetapi ternyata lawannya tidak kalah
lincah pula. Karena itu, maka untuk beberapa lama serangan-
serangannya tidak dapat menyentuh tubuh lawannya sama
sekali. Bahkan ketika ia mencoba untuk menyerang mata
lawannya dengan jarinya, maka tiba-tiba terasa kepalanya
berguncang hebat. Guncangan yang pertama, disusul
dengan yang kedua. Untunglah dalam keadaan terakhir
Bagus Handaka masih sempat melihat sebuah kepalan
tangan sekali lagi mengarah ke pelipisnya. Cepat-cepat ia
memalingkan wajahnya. Tangan itu dengan derasnya
menyambar tidak lebih dari tebal daun padi di muka
hidungnya. Untunglah bahwa Bagus Handaka masih dapat
bekerja cepat. Tangan itu segera ditangkapnya, serta
sambil merendahkan diri ia pergunakan tenaga dorong serta
berat badan lawannya sendiri untuk membantingnya ke
tanah lewat pundaknya. Dengan kerasnya orang itu
terpelanting. Tetapi meski ia jatuh terlentang namun ia
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
berusaha jatuh di atas kedua kaki serta pundaknya saja
yang menyentuh tanah. Bagus Handaka tidak mau
membiarkannya dalam sikap yang demikian, cepat-cepat ia
menyerang lagi lawannya sebelum sempat memperbaiki
keadaannya. Dengan kakinya ia menghantam dada orang
yang masih terlentang itu. Gerak Bagus Handaka
sedemikian cepatnya sehingga lawannya tidak sempat
menghindarinya. Maka terdengarlah keluhan pendek. Tetapi
sesaat kemudian kaki lawannya itu dengan cepatnya
menyapu kakinya, sehingga Bagus Handaka jatuh
terbanting pula. Ketika ia kemudian tegak, lawannya telah berdiri di
hadapannya pula. Bahkan dengan suatu lontaran dahsyat ia
menyerang ke arah dadanya. Dengan cepatnya Bagus
Handaka merendahkan dirinya, dan bersamaan dengan itu
ia menjulurkan kakinya lurus-lurus, sehingga dengan
demikian ia berhasil mengenai perut lawannya. Agaknya
lawannya sama sekali tidak menyangka bahwa Bagus
Handaka akan menyerang selagi ia melakukan serangan
yang sedemikian cepat. Karena itu ia terdorong keras
beberapa langkah surut disusul dengan serangan Bagus
Handaka yang dahsyat pula.
Demikianlah pertempuran itu berlangsung semakin hebat
dan cepat. Pada malam kelima, Bagus Handaka yang
hampir merasa dapat dikalahkan, ternyata memiliki nafas
yang lebih baik dari lawannya sehingga akhirnya lawannya
menjadi lemas karena kehabisan nafas. Tetapi orang
keenam ini agaknya mempunyai nafas lebih baik dari kuda.
Karena itu semakin lama terasa Bagus Handaka semakin
terdesak, tenaganya semakin lama semakin berkurang pula
setelah ia berjuang mati-matian untuk mempertahankan
dirinya. Akhirnya pertempuran itu pun menjadi berat
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
sebelah. Beberapa kali Bagus Handaka terpaksa terlempar,
terbanting dan kadang-kadang perutnya terasa terguncang-
guncang hebat. Dari mulut serta hidung melelehlah darah
segar. Sampai sedemikian jauh Bagus Handaka tidak melihat
gurunya datang membantunya. Bahkan ketika matanya
sudah mulai berkunang-kunang pun Manahan masih belum
menampakkan dirinya. Ia menjadi keheran-heranan.
Apakah sebenarnya maksud Manahan dengan membiarkannya demikian" Seolah-olah segenap sisa-sisa
tenaganya ia tetap melawan dengan beraninya. Sampai
beberapa saat kemudian ketika ia terbanting diatas pasir
dan seolah-olah ia sudah sama sekali tidak dapat bergerak
lagi, dilihatnya orang berwajah menakutkan itu tertawa
berderai sambil selangkah demi selangkah mendekatinya.
Bagus Handaka tidak tahu lagi bagaimana ia harus
melawan. Tangannya serasa sudah membeku dan darahnya
seolah-olah sudah tidak mengalir lagi.
Dalam keadaan yang demikian tiba-tiba orang itu, yang
sudah tinggal beberapa langkah dari padanya, terhenyak
dan memandang ke suatu titik. Maka sekali lagi meledaklah
tertawanya yang mengerikan, disusul dengan suaranya
yang menggelegar, "Hai, kaukah itu" Jadi kau datang pula
untuk membantu muridmu...?"
Mendengar suara orang itu, melonjaklah sebuah
kegembiraan di hati Bagus Handaka. Agaknya gurunya telah
datang. Dan apa yang diduganya adalah benar. Ketika ia
mengangkat mukanya, dilihatnya Manahan berjalan dengan
tenangnya ke arah orang yang berwajah mirip hantu itu.
Melihat gurunya datang, tiba-tiba Bagus Handaka merasa
bahwa akan datanglah saatnya ia mengetahui latar
belakang dari semua peristiwa-peristiwa itu.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Ketika Manahan telah berdiri di muka orang berwajah
jelek itu terdengarlah orang berwajah menakutkan itu
berkata, "Kaukah yang bernama Manahan?"
Manahan menganggukkan kepalanya sambil menjawab,
"Kenapa kau tanyakan itu" Bukankah kau sudah pasti
bahwa guru Bagus Handaka bernama Manahan?"
Kembali terdengar orang itu tertawa berderai sehingga
suaranya memenuhi pantai. "Aku tidak mengira bahwa
Manahan orangnya seperti kau ini."
Terdengarlah Manahan menjawab sambil tersenyum,
"Lalu dari mana kau tahu bahwa aku bernama Manahan?"
"Karena kau datang pada saat Bagus Handaka sudah
tidak dapat bergerak lagi. Aku kira tidak ada orang lain
yang akan menolongnya, selain gurunya," sahut orang itu.
"Lalu apa anehnya aku ini?" tanya Manahan pula.
"Aku jadi kecewa melihat tampangmu. Seharusnya kau
berwajah seperti asahan batu, berkumis lebat dan bertubuh
seperti orang hutan. Supaya ujudmu sesuai dengan
namamu yang terkenal itu."
"Tak ada orang yang mengenal aku sebagai seorang
yang seharusnya bertubuh demikian. Aku adalah seorang
petani yang tidak lebih dari menggarap sawah setiap hari,"
jawab Manahan. Mendengar jawaban Manahan yang masih bernada
dingin itu, Bagus Handaka bertambah heran pula. Kenapa
gurunya tidak saja langsung menghantamnya sampai
pingsan. Apalagi orang itu telah menghinanya pula.
Kemudian, dalam gelap malam Handaka melihat orang
berwajah menakutkan itu menyeringai, benar-benar seperti
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
hantu. Namun Manahan sama sekali tidak bergerak dari
tempatnya. Bahkan masih saja ia tersenyum-senyum.
"Bagus.... Kau adalah seorang petani yang baik,
Manahan. Pekerjaan petani adalah pekerjaan yang mulia
pula. Tanpa petani maka banyaklah orang yang kelaparan.
Tetapi daerah pertanian bukankah daerah pelarian" Apabila
seseorang telah berputus asa dalam melaksanakan
tugasnya sendiri, maka kemudian orang itu menerjunkan
diri dalam daerah pertanian. Bukankah demikian...?"
Mendengar kata-kata orang itu tampaklah wajah
Manahan berkerut. Segera senyumnya lenyap dari bibirnya.
Namun tak sepatah katapun ia menjawab. Sehingga
kemudian terdengar orang yang menakutkan itu meneruskan, "Atau barangkali kau sudah bercita-cita untuk
menjadi seorang tuan tanah yang kaya raya, yang dapat
menandingi kekayaan demang Gunung Kidul?"
----------o-dwkzOarema-o----------
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
III Hampir terlonjak Manahan mendengar kata-kata itu.
Juga Bagus Handaka menjadi keheran-heranan. Kemana
arah bicara orang yang berwajah hantu itu. Tetapi ia
menjadi semakin tidak sabar ketika ia masih saja melihat
Manahan tegak seperti patung. Bahkan kemudian ia
menjadi bertambah tidak mengerti ketika kemudian orang
itu berkata, "Bagus Handaka..., untunglah gurumu datang,
sehingga aku tidak berhasil menangkap kau untuk satu
pertunjukan yang menarik di daerahku. Tetapi hati-hatilah
lain kali aku datang lagi."
Setelah itu segera ia meloncat dan melarikan diri seperti
terbang di gelap malam. "Bapak...!" teriak Bagus Handaka.
Manahan memandang anak itu dengan wajah yang
dingin pula. Sambil berdiri perlahan-lahan Bagus Handaka mendekati
gurunya sambil berkata pula, "Kenapa Bapak membiarkan
orang itu pergi" Selama ini aku ingin menangkap salah
seorang diantaranya. Dengan hadirnya Bapak di sini aku
mengharap bahwa aku akan dapat mengetahui alasan
mereka menyerang aku. Tetapi Bapak membiarkan orang
itu pergi." "Bagus Handaka," kata Manahan tidak menjawab
pertanyaan anak itu. "Bagaimana keadaan tubuhmu?"
"Sakit, Bapak," jawabnya agak jengkel. "Tetapi
bagaimana dengan orang tadi?"
"Kau sudah dapat bergerak kembali?" sambung Manahan
tanpa menghiraukan kata-kata Bagus Handaka.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Sudah, Bapak..." jawab Handaka masih belum mengerti.
"Bagus.... Bersiaplah. Aku adalah orang ketujuh yang
akan menangkapmu," kata Manahan tiba-tiba.
"Bapak... apakah artinya ini?" tanya Handaka semakin
bingung. "Aku adalah orang ketujuh yang akan menangkap kau
dan akan menyerahkan kau kepada orang yang menyuruh
mereka datang berturut-turut selama enam malam. Aku
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
sekarang sudah tahu, siapakah orang yang berdiri di
belakang mereka. Dan aku juga ingin menerima hadiah itu
supaya aku dapat kaya-raya seperti Demang Gunung Kidul.
Jelas?" Handaka mendengar kata-kata gurunya seperti orang
bermimpi. Tetapi tiba-tiba ia melihat gurunya benar-benar
bersiap untuk menyerangnya. Sehingga ia menjadi
bertambah bingung. "Handaka..." kata Manahan kemudian, "Terserahlah
padamu, apakah kau masih ingin hidup atau tidak. Aku
tidak mempunyai kepentingan dengan kau lagi. Kau harus
melawan aku. Kalau tidak, aku akan membawamu hidup-
hidup. Kalau kau mau melawan, aku beri kau keringanan.
Aku akan membawa kau setelah kau aku binasakan, supaya
kau tidak menjadi bahan pertunjukan."
Agaknya Handaka sadar bahwa ia tidak bermimpi. Ia
harus memilih dua hal yang sama-sama tak dikehendaki.
Karena itu ia menjadi bingung sekali. Tetapi ia tidak sempat
berpikir-pikir lebih lanjut. Sebab tiba-tiba gurunya telah
melangkah dan menghantam lambung. Maka dengan gerak
naluriah Handaka menghindarkan diri. Dengan kekuatan
yang ada padanya ia melenting tinggi dan kemudian jatuh
berguling-guling menjauhi gurunya. Tetapi Manahan
mengejar terus sambil melepaskan serangan-serangan yang
sangat berbahaya dan bersungguh-sungguh. Ia memang
pernah berlatih dengan gurunya seperti ia harus berkelahi
sungguh sungguh, namun terasa bahwa selama itu gurunya
selalu menyesuaikan diri dengan gerak-geraknya. Tetapi
kali ini Manahan benar-benar telah menyerangnya dengan
pukulan-pukulan yang dapat membinasakan.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karena itu, Bagus Handaka menjadi benar-benar tidak
tahu apa yang harus dilakukan kecuali meloncat-loncat
berlari, berguling dan cara-cara lain untuk menghindari
serangan-serangan Manahan. Namun demikian Manahan
menyerang terus seperti orang kehilangan akal.
Tetapi kemudian muncullah suatu pikiran yang agak
jernih dalam otak Bagus Handaka. Tiba-tiba ia merasa
bahwa saat ini adalah saat terakhir baginya untuk
menunjukkan kepada gurunya, ketekunan serta kesungguhannya selama ini dalam menerima segala ilmu
serta pelajarannya. Ia sudah pasti, bahwa kalau benar-benar gurunya akan
membunuhnya, maka saat terakhir ini akan dipergunakan
sebaik-baiknya. Ia harus dapat menunjukkan kepada
gurunya hasil-hasil yang telah dicapainya dalam olah
kanuragan. Meskipun Handaka menjadi semakin tidak mengerti
kepada sifat-sifat gurunya, karena ketakutan-ketakutannya
yang kadang-kadang aneh, misalnya beberapa tahun yang
lalu, tiba-tiba saja ia ditinggal berlari jauh sekali sampai ia
merasa bahwa tidak akan mungkin dapat menemukannya,
tetapi tiba-tiba gurunya itu, yang pada saat itu bernama
Mahesa Jenar datang kembali kepadanya, yang kemudian
untuk beberapa tahun melatihnya dengan tekun. Sekarang
tiba-tiba gurunya itu berbuat keanehan lagi. Tetapi agaknya
kali ini gurunya tidak lagi bermain-main. Sebab apabila ia
lengah, maka pastilah nyawanya akan melayang.
Namun demikian, apabila hal itu sudah dikehendaki oleh
gurunya, maka yang dapat dilakukan adalah menyenangkan
hati gurunya pada saat terakhir itu. Ia harus menunjukkan
kepada gurunya hasil pelajaran yang diterimanya selama ini
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian ia akan dapat
membesarkan hati gurunya itu yang telah berjerih payah
mendidiknya. Mendapat pikiran yang demikian, maka tiba-tiba Bagus
Handaka merasa seolah-olah telah menerima segala
kekuatannya kembali. Seolah-olah badannya merasa
bertambah segar dan sehat. Tanpa mengenal ketakutan
atas kematian yang bakal datang, Handaka kemudian
bergerak dengan cepat seperti seorang anak-anak yang
menari-nari riang menjelang ayahnya pulang dari rantau.
Dengan demikian maka ia telah berbuat sebaik-baiknya
untuk melawan gurunya yang sangat disegani serta
dicintainya itu. Maka, pertempuran itu segera berjalan semakin cepat.
Bagus Handaka telah berusaha untuk mengurangi tekanan
Manahan dengan menyerangnya pula berkali-kali. Ia tiba-
tiba saja merasa bahwa ia telah dapat melayani gurunya
jauh lebih baik daripada saat-saat yang lampau. Dengan
tangkasnya ia menyerang, melenting, kemudian melingkar
di udara kalau kebetulan ia terlempar oleh pukulan-pukulan
gurunya yang dahsyat. Ia sudah berusaha sebaik-baiknya.
Dalam keadaan yang demikian, setitik pun tak ada
maksud Handaka untuk mencoba menyelamatkan dirinya.
Sebab adalah tidak mungkin sama sekali baginya berbuat
demikian. Jadi yang dilakukan itu adalah benar-benar suatu
pernyataan kebaktian seorang murid terhadap gurunya.
Sebab bagaimanapun, Manahan adalah gurunya.
Manahan adalah seorang yang perkasa, yang pernah
menjabat sebagai seorang perwira pasukan pengawal raja.
Karena itu kemampuannya pun luar biasa. Apalagi
sebenarnya tenaga Bagus Handaka telah berada jauh di
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
bawah kekuatannya, karena sebelumnya ia sudah harus
bertempur mati-matian melawan seorang yang berwajah
seperti hantu. Daya perlawanan Bagus Handaka pun segera tampak
surut. Dengan demikian maka serangan-serangan Manahan
pun semakin banyak mengenai tubuhnya.
Meskipun demikian, Bagus Handaka sama sekali tidak
mengeluh. Dengan tenaganya yang semakin lama semakin
lemah itu ia tetap melawan sedapat-dapatnya.
Tetapi apa yang dapat dilakukannya adalah tidak
seberapa lama. Sebuah serangan Manahan yang dahsyat
datang mengarah ke lambungnya. Dengan tenaga yang
masih ada padanya, Bagus Handaka mencoba menghindari
serangan itu dengan memiringkan tubuhnya, tetapi ia tidak
berhasil. Dengan kerasnya ia terlempar beberapa langkah
dan kemudian jatuh terbanting. Yang dapat dilakukannya
hanyalah mencoba menyelamatkan tubuhnya dengan
berusaha menjatuhkan diri sebaik-baiknya. Dan apa yang
diusahakan itu sebagian dapat berhasil. Namun setelah itu,
kembali seluruh tulang-tulangnya terasa telah terlepas.
Tubuhnya menjadi lemas dan darahnya seolah-olah tidak
mengalir lagi. Bagaimanapun ia berusaha namun ia sudah
tidak mampu lagi menggerakkan bagian-bagian dari
tubuhnya. Meskipun demikian, Bagus Handaka tetap tidak
mengeluh sama sekali. Dengan dada menengadah ia
menanti apapun yang bakal terjadi. Sekilas dilihatnya langit
yang biru gelap ditaburi bintang-bintang seperti jutaan
lampu yang tergantung jauh sekali di udara, dengan
sinarnya, yang berkedip-kedip mengelilingi bintang raksasa
Bima Sakti yang melintang ke utara.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Kemudian dilihatnya gurunya, yang diakunya sebagai
ayahnya setelah ayahnya yang sebenarnya pergi meninggalkannya, berjalan mendekatinya. Dan Bagus
Handaka telah siap menerima apapun yang akan dilakukan
oleh gurunya itu, meskipun untuk sesaat terlintas pula
wajah-wajah ayahnya Gajah Sora. Ibunya, serta wajah-
wajah yang pernah dikenalnya. Wajah-wajah bengis yang
pernah akan membunuhnya pada saat ia ditolong oleh
seorang yang menamakan dirinya Sarayuda, serta wajah
keenam orang yang datang berturut-turut menyerangnya.
Dan sekarang yang berada di depannya adalah gurunya,
Manahan yang sebenarnya dikenalnya dengan nama
Mahesa Jenar, yang menyatakan dirinya sebagai orang
yang ketujuh. Dengan sekuat tenaga perasaannya, Bagus Handaka
mencoba melenyapkan semua bayangan yang berturut-
turut datang mengganggu otaknya. Dipusatkannya pikirannya untuk menghadapi apapun yang bakal terjadi,
dengan tabahnya. Dan tiba-tiba dirasanya tangan gurunya itu meraba-raba
tubuhnya. Memijat-mijat tangannya dan kemudian dengan
suara yang rendah berkata, "Tidakkah kau dapat bergerak
lagi Handaka?" Dengan mata yang cerah, Bagus Handaka memandangi
wajah gurunya. Jawabnya, "Aku sudah berusaha sebaik-
baiknya, Bapak." Kemudian tampaklah Manahan merenungi anak itu.
Alisnya yang lebat bergerak-gerak karena kerut-kerut di
keningnya. Seolah-olah ia sedang menghitung setiap titik di
permukaan tubuh muridnya. Sesaat kemudian terdengarlah
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Manahan menarik nafas dalam-dalam serta mengangguk-
anggukkan kepalanya. Lalu terdengar ia bertanya kembali, "Adakah dengan cara
demikian kau melawan orang-orang yang menyerangmu
enam malam berturut-turut?"
Bagus Handaka tidak segera mengerti maksud pertanyaan gurunya. Karena untuk beberapa saat ia tidak
menjawab, terdengar kembali Manahan berkata, "Ingat-
ingatlah apa yang telah kau lakukan selama enam malam
berturut-turut." Bagus Handaka semakin tidak mengerti. Tetapi ia
menjawab juga, "Bapak, selama itu aku pun telah berusaha
sebaik-baiknya melawan mereka. Bahkan aku sudah
mencoba untuk menangkap salah seorang diantaranya.
Tetapi aku tidak berhasil."
Sekali lagi Manahan mengangguk-anggukkan kepalanya,
sedangkan Bagus Handaka menjadi bertambah bingung.
Apalagi ketika kemudian dilihatkan gurunya tersenyum
sambil membangunkannya. "Duduklah Handaka. Dan
cobalah menggerak-gerakkan tubuhmu perlahan-lahan."
Dengan otak yang dipenuhi oleh berbagai pertanyaan,
Bagus Handaka mencoba sedapat-dapatnya untuk bangun
dan kemudian bertahan duduk di atas pasir pantai. Adakah
gurunya menunggu sampai ia mampu untuk melawannya
kembali..." Tetapi, ternyata Manahan tidak berbuat demikian. Juga
ternyata gurunya itu tidak membunuhnya. Malahan
kemudian gurunya itu duduk pula di sampingnya dan
dengan wajah yang jernih berkata, "Sudahkah kau ingat
keenam orang yang menyerangmu?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sambil mengangguk, Bagus Handaka menjawab
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekenanya saja, "Sudah, Bapak."
"Baik..". sahut Manahan, "Kau pernah berkata kepadaku
tentang wajah-wajah dari kelima orang itu, sedang orang
yang keenam telah aku saksikan sendiri. Tetapi kau belum
pernah menceriterakan kepadaku bagaimanakah bentuk
tubuh kelima orang yang menyerangmu itu."
Untuk sesaat Bagus Handaka jadi termenung. Memang
selama itu ia belum pernah menyebut-nyebut bentuk tubuh
lawan-lawannya. Dan sekarang tiba-tiba gurunya menanyakan hal itu. Maka dicobanya sekali lagi untuk
membayangkan kembali kelima orang itu berturut-turut.
"Bagaimanakah dengan orang yang pertama?" tanya
Manahan. Dengan masih mencoba mengingat-ingat orang itu Bagus
Handaka menjawab, "Orang itu bertubuh tegap tinggi dan
berdada bidang." "Orang kedua?" desak Manahan.
Dengan mengingat-ingat mengerti sepenuhnya maksud
pertanyaan gurunya, karena itu setelah merenung beberapa
lama ia menjawab hampir berteriak, "Semuanya bertubuh
tegap tinggi dan berdada bidang."
"Lalu bagaimanakah pendapatmu mengenai mereka itu?"
tanya Manahan pula. Bagus Handaka diam menimbang-nimbang. Tetapi
kemudian ia berkata, "Itu adalah aneh, Bapak. Tubuh
mereka berenam hampir bersamaan. Hanya wajah
merekalah yang agaknya berbeda-beda."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Kau yakin bahwa wajah mereka berbeda-beda?" desak
Manahan. Mendengar pertanyaan gurunya, tiba-tiba Handaka
menjadi ragu. Memang sepintas lalu, apalagi di dalam
gelapnya malam, wajah-wajah mereka tampak berbeda-
beda. "Sayang, aku tak dapat menangkapnya," gumam Bagus
Handaka. Terdengarlah Manahan tertawa pendek, lalu katanya,
"Inginkah kau menangkapnya?"
"Ya," jawab Handaka. "Aku ingin tahu kenapa mereka
menyerang aku." "Dan kenapa aku menjadi orang ketujuh?" tanya
Manahan pula. Bagus Handaka menatap Manahan dengan pandangan
yang aneh. Apa yang terjadi lima malam berturut-turut
telah cukup memusingkan kepalanya. Apalagi malam yang
keenam itu. Segalanya menjadi semakin kabur dan penuh
teka-teki. Melihat Bagus Handaka kebingungan, berkatalah Manahan, "Handaka.... Meskipun aku tidak menyaksikan,
namun aku berani meyakinkan bahwa keenam orang yang
menyerangmu berturut-turut itu pasti mempunyai persamaan bentuk tubuh. Dan ketahuilah Handaka bahwa
kau jangan mimpi untuk dapat menangkapnya."
Mata Handaka masih memancarkan pertanyaan- pertanyaan yang membingungkan. Katanya, "Tetapi orang
yang pertama, kedua dan ketiga adalah orang-orang yang
belum memiliki ilmu yang cukup tinggi. Sehingga aku
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
mempunyai kemungkinan yang besar untuk dapat
menangkapnya." Mendengar kata-kata itu Manahan tersenyum. Jawabnya,
"Meskipun demikian, bukankah ternyata kau tidak mampu
menangkapnya?" Bagus Handaka mengangguk mengiyakan.
"Jangankan kau Handaka," sambung Manahan, "Sedang
aku pun tidak berani bermimpi untuk dapat menangkapnya." Mendengar perkataan itu Handaka terkejut bukan main,
sampai ia tergeser ke samping. Matanya semakin
membayangkan kebingungan yang memenuhi hatinya.
"Handaka..." kata Manahan seterusnya dengan perasaan
iba, "Sudah sewajarnya kalau kau menjadi bingung
karenanya." Handaka mendengarkan kata-kata gurunya itu dengan
saksama, meskipun sikap gurunya itu tidak kalah
membingungkan pula. "Pertama-tama ketahuilah, bahwa apa yang aku lakukan,
tidaklah benar-benar seperti apa yang aku katakan. Otakku
masih cukup sehat untuk tidak melakukan hal-hal seperti
itu. Sedang apa yang aku lakukan, adalah untuk
meyakinkan dugaanku terhadap keenam orang yang telah
menyerangmu enam malam berturut-turut. Dengan caraku
itu aku kemudian yakin siapakah orang-orang yang datang
berturut-turut itu."
"Guru..." potong Handaka dengan penuh haru, "Jadi
Bapak tidak benar-benar mau membunuhku?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Mendengar pertanyaan Bagus Handaka, Manahan jadi
terharu. Jawabnya sambil membelai kepala anak itu,
"Kenapa aku akan membunuhmu?"
"Bukankah Bapak sendiri berkata demikian?" jawab
Handaka. "Dan kau telah mencoba mempertahankan dirimu?"
tanya Manahan pula. "Tidak, Bapak.... Aku sama sekali tidak berusaha untuk
menyelamatkan diri, tetapi aku hanya bermaksud untuk
menunjukkan hasil pelajaran-pelajaran yang aku terima
selama ini pada saat-saat terakhir."
Diam-diam Manahan memuji di dalam hati. Benar-benar
anak ini berhati bersih dan setia. Karena itu Manahan
menjadi semakin terharu. Namun demikian ia berusaha
agar wajahnya sama sekali tidak membayangkan perasaannya. "Handaka..." kata Manahan kemudian, "Baiklah aku
beritahukan dugaanku atas semua kejadian-kejadian yang
berlaku itu, supaya kau tidak terlalu lama menebak."
Handaka menjadi sangat tertarik. Karena itu ia
menggeser duduknya semakin dekat dengan gurunya.
"Handaka...." Manahan melanjutkan, "Mengucapkan
syukur atas semua peristiwa yang berlaku enam malam
berturut-turut. Meskipun barangkali untuk dua-tiga hari
tubuhmu akan masih terasa sakit-sakit, namun setelah itu
kau akan berbangga karenanya."
"Apakah yang dapat aku banggakan Bapak?" tanya
Handaka. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Manahan tersenyum, lalu jawabnya, "Aku telah mencoba
untuk memancingmu dalam suatu perkelahian. Apapun
alasanmu tetapi kau telah berbuat sebaik-baiknya. Sedang
apa yang kau lakukan sebagian adalah bukan hasil
pelajaran yang aku berikan."
"Bapak..." potong Handaka, "Kenapa kau berbuat
demikian. Aku tidak pernah belajar kepada siapapun kecuali
kepada Bapak." Kembali Manahan tersenyum. Katanya, "Meskipun
andaikata unsur-unsur itu tidak kau miliki sekarang,
kemudian aku pun akan memberikannya pula. Tetapi
kemajuan yang kau capai selama lima hari akan sama
dengan kemajuan yang akan kau capai dalam waktu
berbulan-bulan apabila hal itu kau pelajari dariku, serta
dalam keadaan yang biasa."
Masih saja Handaka belum mengerti maksud gurunya.
Sehingga kemudian Manahan berkata pula, "Handaka...,
menurut dugaanku orang yang datang enam malam
berturut-turut itu adalah orang yang sama."
"Orang yang sama?" tanya Handaka keheran-heranan.
"Ya," jawab Manahan. Orang itu hanya mengubah
mukanya sedikit dengan menggores-goreskan warna-warna
hitam dan kadang-kadang memasang kumis dan janggut
palsu. "Tetapi tingkat kepandaiannya sama sekali tidak sama,
Bapak," potong Handaka.
Sekali lagi Manahan tersenyum. Jawabnya, "Itulah
sebabnya kepandaianmu meningkat dengan wajar, meskipun waktunya dipercepat. Dan ketahuilah bahwa yang
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dapat berbuat demikian hanyalah orang-orang sakti yang
berilmu mumpuni." Handaka menjadi termenung karenanya.
"Jadi apakah maksudnya menyerangku..." Dan kenapa
dikatakannya bahwa orang-orang itu akan menangkap aku
untuk sebuah pertunjukan pembunuhan...?" tanya Handaka. "Satu-satunya cara untuk memaksamu bekerja sekeras-
kerasnya adalah menakut-nakutimu dengan cara demikian,"
jawab Manahan. Bagus Handaka menarik nafas dalam-dalam. Mengertilah
ia sekarang bahwa orang yang datang setiap malam itu
sama sekali tidak akan membunuhnya seperti gurunya itu
pula. "Adakah Bapak mengenal orang yang datang setiap
malam itu?" tanya Handaka kemudian.
Manahan menggelengkan kepalanya. Jawabnya, "Aku
tidak tahu. Meskipun aku telah berusaha mengenal gerak-
geraknya sebaik-baiknya namun aku tetap tidak dapat
mengatakan siapakah dia. Apalagi apa yang diberikan
kepadamu selama ini ternyata adalah urut-urutan pelajaran
dari ilmuku sendiri yang akan aku berikan pula kepadamu."
Sekarang semuanya menjadi agak jelas bagi Handaka.
Ternyata orang itu datang kepadanya dengan maksud baik.
Menuntunnya untuk berlatih lebih keras. Dan tahulah ia
sekarang kenapa pada malam-malam pertama, kedua dan
ketiga orang itu seolah-olah hanya memiliki unsur-unsur
gerak yang itu-itu saja, sehingga dengan demikian ia
berhasil menguasai unsur-unsur itu, serta kemudian pada
malam-malam berikutnya tanpa disengajanya unsur-unsur
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
itu terselip pada gerak-gerak perlawanannya, sedang
lawan-lawannya dapat memberikan perlawanan sebaik-
baiknya dan diulang-ulangnya pula.
Karena itu, dadanya jadi bergelora. Apalagi ketika
gurunya berkata, "Handaka... orang yang datang berturut-
turut itu pastilah seorang yang sakti, jauh lebih sakti dari
gurumu ini. Itulah sebabnya aku sama sekali tidak berusaha
untuk menangkapnya, sebab hal itu pasti akan sia-sia. Hal
itu juga ternyata pula, bahwa orang itu dapat mengetahui
bahwa aku berada di sekitar ini meskipun aku telah
bersembunyi sebaik-baiknya."
Handaka mengangguk-anggukkan kepalanya. Hal itu
sama sekali tak pernah dibayangkan sebelumnya, bahwa
seorang yang sakti, bahkan lebih sakti dari gurunya, datang
kepadanya dengan cara-cara yang aneh. Katanya, "Jadi
Bapak diketahuinya sebelum Bapak menampakkan diri?"
"Tidak hanya itu saja Handaka..." Manahan meneruskan,
"Sedang aku pun telah menerima nasihatnya pula."
"Nasihat untuk Bapak?" tanya Handaka terkejut.
Manahan mengangguk-anggukkan kepalanya. Jawabnya,
"Bukankah orang itu berkata kepadaku bahwa pertanian
bukanlah daerah pelarian. Bukan daerah tempat orang-
orang yang berputus asa apabila kewajibannya sendiri
sudah tak dapat ditunaikan...?"
Handaka memandang Manahan dengan mata yang
bertanya-tanya. Ia sama sekali tidak tahu maksud
perkataan itu. Sampai Manahan melanjutkan, "Handaka...,
barangkali kau sama sekali tak dapat menghubungkan
perkataan-perkataan itu dengan keadaan kita. Tetapi
ketahuilah bahwa ada sesuatu hal yang selama ini belum
pernah aku katakan kepadamu, sebab kau masih aku
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
anggap terlalu kanak-kanak. Sekarang, aku kira kau telah
cukup dewasa untuk mengetahui lebih banyak hal tentang
keadaan kita. Keadaan serta kewajiban-kewajibanku dan
keadaan serta kewajiban-kewajibanmu."
Bagus Handaka mendengarkan setiap kata gurunya
dengan saksama. Sakit-sakitnya di seluruh tubuhnya sudah
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak dirasakannya lagi. Sementara itu angin malam bertiup
lemah, dan bintang-bintang di langit telah mengubah
susunannya. bintang Waluku telah jauh condong di barat,
sedang bintang Bima Sakti telah mulai mengabur pada
kedua ujungnya, jauh di selatan dan utara.
"Bagus Handaka...." Manahan meneruskan perlahan-
lahan. "Sebenarnya saat ini aku sedang mengemban suatu
tugas yang berat. Tugas yang tidak boleh diketahui oleh
orang lain. Sekarang, karena kau telah cukup dewasa,
ternyata seorang sakti yang tak dikenal telah berkenan
langsung mengajarmu, maka baiklah aku berterus-terang
pula. Saat ini aku sedang berusaha untuk mencari dua
pusaka Istana yang hilang, berwujud keris yang bernama
Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten."
Handaka mendengarkan ceritera gurunya sampai tidak
sempat berkedip. Sedang Manahan kemudian berceritera
tentang kedua keris yang pernah diketemukannya bersama
ayahnya, Gajah Sora. Tetapi keris itu kemudian hilang
kembali. Dan karena itu pula maka ayahnya terpaksa
menghadap Sultan Demak untuk mempertanggungjawabkan hilangnya kedua pusaka itu.
Sepeninggal Gajah Sora, Banyubiru kemudian ditimpa oleh
banyak malapetaka dan Bagus Handaka sendiri hidupnya
selalu terancam bahaya. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Untunglah bahwa Paman Lembu Sora segera bertindak,"
desis Bagus Handaka, "Dengan demikian pasti Ibu serta
Banyubiru dapat diselamatkan."
Mendengar kata-kata Bagus Handaka itu Manahan
menarik nafas dalam-dalam. Sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya ia berkata dengan suara sayu, "Kau keliru Bagus
Handaka." "Keliru?" sela Handaka terkejut.
"Ya, kau keliru". Manahan menjelaskan, "Sayang bahwa
pamanmu sama sekali tidak berbuat demikian. Meskipun
apa yang dikatakan kepada semua warga Banyubiru,
pamanmu telah berusaha menyelamatkan ibumu serta
daerah perdikan itu, namun nyatanya tidaklah demikian.
Sebab pamanmulah sebenarnya sumber keributan itu."
Handaka menjadi semakin tidak mengerti. Ia melihat
sendiri ketika itu pamannya telah membantu ayahnya
menghalau gerombolan yang menyerang Banyubiru.
Bahkan kemudian ibunya telah memerintahkan Sawungrana
untuk meminta bantuan pamannya pula ketika kemudian
timbul hura-hara. "Bagus Handaka..." sambung Manahan, "Ketahuilah,
pamanmulah yang berusaha untuk menyingkirkan ayahmu.
Karena pamanmu ingin menguasai seluruh daerah perdikan
Pangrantunan Lama. Karena itu ia telah berusaha untuk
menyingkirkan kau pula, yang pasti akan menjadi
penghalang usahanya itu."
Mendengar kata-kata terakhir itu, menggigillah tubuh
Bagus Handaka karena kemarahan yang mencengkam
perasaannya. Ia sama sekali tidak mengira, bahwa apa
yang terjadi adalah kebalikan dari dugaannya.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Benarkah apa yang Bapak katakan...?" Handaka
bertanya untuk mendapat suatu kepastian.
"Aku telah berkata sebenarnya," jawab Manahan.
"Tetapi kenapa Bapak baru mengatakan itu kepadaku
sekarang?" "Aku menganggap bahwa sebelum ini, kau belum cukup
dewasa, Handaka," jawab Manahan pula.
Tetapi agaknya Handaka tidak puas mendengar
keterangan itu, maka ia mendesak, "Dan kenapa pada saat
itu Bapak tidak berbuat sesuatu untuk mencegah perbuatan
itu?" Manahan membenarkan letak duduknya. Ia dapat
mengerti sepenuhnya pergolakan perasaan muridnya.
Dengan sabar Manahan menjelaskan, "Handaka....., waktu
itu aku tidak dapat berbuat apa-apa. Aku tidak dapat
menunjukkan bukti-bukti kejahatan yang telah dilakukan
oleh pamanmu. Juga karena kelicinan pamanmu, di
hadapan ayahmu aku pernah hampir-hampir dibinasakan
oleh Laskar Banyubiru sendiri, karena mereka curiga
kepadaku tentang hilangnya kedua keris itu. Untunglah
bahwa ayahmu sempat mencegahnya. Kemudian aku tidak
yakin bahwa kecurigaan para pimpinan Laskar Banyubiru itu
kepadaku telah lenyap dari hati mereka seluruhnya atau
baru sebagian saja dari antara mereka."
Mendengar penjelasan gurunya, Bagus Handaka semakin
terbakar hatinya. Matanya kemudian menjadi merah
menyalakan kemarahannya. Giginya terdengar gemeretak
serta denyut jantungnya bertambah cepat. Dan tiba-tiba
saja lenyaplah segala perasaan sakit dan nyeri. Meskipun
masih agak tertatih-tatih ia bangkit berdiri serta dengan
suara lantang ia berkata, "Bapak..., apapun yang terjadi
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
atasku, aku tidak ambil pusing. Besok pada saat matahari
terbit aku minta ijin Bapak untuk kembali ke Banyubiru. Aku
atau Paman Lembu Sora yang akan binasa tidaklah menjadi
soal. Tetapi aku harus menuntut balas."
"Handaka..." kata Manahan masih setenang tadi,
"Duduklah." Handaka dengan tidak sabar memandangi Manahan yang
masih saja duduk di pasir pantai. Katanya, "Tidakkah
sekarang sudah saatnya Bapak..." Kita harus bertindak
tegas. " "Duduklah Handaka...." Meskipun Manahan berkata
perlahan-lahan, namun nadanya penuh dengan tekanan,
sehingga Handaka tidak dapat berbuat lain, kecuali duduk
kembali di sisi gurunya. "Handaka..." sambung Manahan, "Aku dapat mengerti
sepenuhnya perasaan yang bergelora di dalam dadamu.
Tetapi jangan membiasakan diri bertindak tergesa-gesa.
Membunuh pamanmu Lembu Sora barangkali tidaklah
terlalu sulit, meskipun bagaimana saktinya. Tetapi akibat
dari perbuatan itu sudahkah menjadi perhatianmu" Setidak-
tidaknya pasti akan timbul permusuhan antara Pamingit dan
Banyubiru. Kalau benar demikian, maka di antara kedua
daerah perdikan itu pasti akan ditelan oleh masa depan
yang suram." Setelah diam sejenak, Manahan melanjutkan, "Dalam
kekalutan itu akan hadirlah kekuatan-kekuatan dari pihak
lain yang akan menelan Pamingit dan Banyubiru sekaligus.
Sebab dalam hal ini golongan hitam pasti tidak akan tinggal
diam. Mereka pasti akan mempergunakan kesempatan
sebaik-baiknya. Kemudian dapatlah dipastikan bahwa di
atas mayat-mayat laskar Pamingit dan Banyubiru akan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
berkibar bendera-bendera mereka, bendera yang bergambarkan harimau hitam, sepasang uling yang
berlilitan, kelelawar raksasa berkepala serigala, ular laut
yang ganas. Setelah itu lenyaplah sudah nama daerah
perdikan Pamingit dan Banyubiru sekaligus. Lenyap pulalah
hasil jerih payah eyangmu Sora Dipayana yang dengan
memeras keringat dan darah membangun kedua daerah
perdikan itu. Lenyap pulalah nama kebesaran keluarga Sora
yang selama ini disegani oleh daerah-daerah lain, bahkan
sampai ke Istana Demak. Yang ada kemudian tinggallah
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
nama-nama Sima Rodra, Uling Rawa Pening, Lawa Ijo, dan
Jaka Soka." Bagus Handaka adalah seorang anak yang cerdik. Karena
itu segera ia dapat menangkap maksud gurunya. Namun
meskipun demikian amat sulitlah baginya untuk mengendalikan perasaannya.
Maka bertanyalah ia, "Bapak, kalau demikian apakah kita
biarkan saja Paman Lembu Sora tidak terhukum atas
kesalahannya itu?" "Itu pasti Handaka," jawab Manahan. "Siapa yang
bersalah harus dihukum. Tetapi kita harus menjaga agar
kita dapat menarik garis antara pamanmu Lembu Sora dan
orang-orangnya yang sama sekali tidak tahu-menahu,
sehingga dengan demikian pertumpahan darah yang luas
dapat terhindar. Itu adalah tugasmu Handaka, meyakinkan
orang-orang Pamingit dan Banyubiru, bahwa pamanmu
telah berbuat suatu dosa yang harus dipertanggungjawabkan."
Bagus Handaka menjadi tertegun diam. Perkataan
Manahan itu seolah-olah satu demi satu menyusup ke
dalam dadanya serta mendinginkan hatinya. Sadarlah
bahwa pekerjaan yang dihadapinya bukanlah pekerjaan
yang dapat dilakukan dengan tergesa-gesa, tetapi harus
ditempuhnya dengan penuh kebijaksanaan.
"Lalu apakah yang harus aku lakukan Bapak?" tanya
Handaka kemudian. Untuk beberapa saat Manahan tidak menjawab. Ia
sendiri masih belum tahu dengan pasti, apa yang akan
dilakukannya. Namun demikian ia kemudian menjawab,
"Handaka, kita harus meninggalkan pedukuhan ini. Aku
harus tetap berusaha mencari keris-keris Kyai Nagasasra
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dan Kyai Sabuk Inten. Disamping itu ada baiknya kalau kita
mencari berita tentang Banyubiru dan perkembangannya
setelah kau tinggalkan. Kemudian baru kau menentukan
cara untuk memecahkan masalahnya. Meskipun kau
sebenarnya belum dewasa penuh, namun aku kira kau telah
cukup untuk memulai pekerjaan yang besar itu, dengan
kehati-hatian dan yang mungkin memerlukan waktu tidak
sehari dua hari, tetapi setahun dua tahun, bahkan mungkin
lebih dari itu." Bagus Handaka memperhatikan setiap kata gurunya
yang menambah keyakinannya bahwa pekerjaan yang
betapapun beratnya itu pasti akan dapat diselesaikan.
Namun ia sadar bahwa jalan yang akan ditempuhnya
bukanlah jalan yang lurus dan licin, tetapi pasti akan penuh
dengan rintangan dan bahaya.
Namun ia sadar pula bahwa apa yang dilakukannya nanti
seharusnya tidak menyingkir dari bahaya-bahaya itu, tetapi
ia harus berani menghadapi serta mengatasinya.
Kemudian untuk sesaat mereka saling berdiam diri.
Masing-masing tenggelam dalam angan-angan serta
gambaran-gambaran masa yang akan datang. Masa yang
pasti akan penuh dengan perjuangan.
"Bagus Handaka...."
Kemudian terdengar Manahan memulai, "Marilah kita
pulang. Sejak besok kita harus sudah berkemas-kemas. Kita
tinggal menunggu padi yang sudah menguning. Setelah itu
baiklah kita melanjutkan perantauan kita untuk menemukan
kedua pusaka itu, beserta mempersiapkan diri untuk
mendapatkan kembali tanah pusaka yang kau tinggalkan.
Sekarang bekalmu telah jauh lebih banyak dari lima atau
enam hari yang lalu."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Bagaimanapun Bagus Handaka masih belum begitu yakin
kepada kata-kata gurunya. Benarkah ilmunya sudah
sedemikian menanjak sehingga gurunya merasa bahwa
bekalnya telah cukup banyak" Karena itu bertanyalah ia
meyakinkan, "Bapak, benarkah ilmuku telah jauh lebih
banyak dari lima atau enam hari yang lalu...?"
Mendengar pertanyaan muridnya, Manahan tersenyum.
"Bagus Handaka..., aku telah mengujimu. Dalam keadaan
payah dan luka-luka kau mampu melawan aku sampai
beberapa lama. Hal itu tidak akan dapat kau lakukan lima
atau enam hari yang lalu. Bahkan aku telah mencoba untuk
menyerangmu dengan bersungguh-sungguh walaupun
masih dalam batas-batas tertentu. Tetapi kau nyata-nyata
telah bertambah jauh. Karena itu maka yang akan aku
berikan kepadamu seterusnya tinggallah tingkat yang
tertinggi." Oleh keterangan-keterangan itu, diam-diam Bagus
Handaka jadi berbangga. Beberapa kali bibirnya bergerak-
gerak mengucapkan terima kasih kepada orang yang tak
dikenalnya, namun tak sepatah kata pun yang meluncur
keluar. Kemudian berjalanlah mereka berdua perlahan-lahan
sepanjang pantai menuju ke pondoknya. Di sepanjang jalan
hampir tak ada kata-kata yang mereka ucapkan. Apalagi
Bagus Handaka, yang sedang merenungi dirinya sendiri.
Dicobanya mengingat-ingat kembali segala peristiwa yang
pernah dialaminya dengan lebih saksama. Dicobanya
mengingat-ingat setiap gerak yang pernah dilakukan dan
yang pernah disaksikan. Akhirnya ia dapat mengambil
kesimpulan, bahwa memang banyak unsur-unsur yang
tanpa sesadarnya telah dimiliki dan bahkan telah
dikuasainya dengan baik. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Maka, sejak matahari terbit di pagi harinya, Bagus
Handaka mulai berkemas-kemas. Sesuai dengan perintah
gurunya, apabila padi telah dituai, maka mereka segera
akan meninggalkan pedukuhan Tegal Arang, untuk
meneruskan perjalanan ke tempat yang tak ditentukan.
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun sesuai dengan harapan gurunya untuk mengetahui perkembangan Banyubiru, maka mereka pasti
akan mendekati tempat itu, dengan harapan bahwa mereka
sudah tidak akan dikenal lagi setelah hampir tiga tahun
meninggalkan tempat itu. Bila perlu, mereka akan
mempergunakan penyamaran.
Demikianlah, tidak sampai dua pekan, padi telah masak.
Tetapi demikian orang pergi menuai, demikian Manahan
dan Bagus Handaka mulai minta diri kepada tetangga-
tetangganya, bahwa ia tidak dapat tinggal lebih lama lagi di
pedukuhan itu. Tentu saja, hal itu sangat mengejutkan
mereka, yang mengira bahwa Manahan dan anaknya akan
tetap tinggal bersama mereka sampai hari tuanya.
"He..., kau mau kemana lagi Manahan?" tanya salah
seorang dari mereka yang bertubuh pendek, kasar dan
berambut tegak, "Kami telah menerima kau dengan baik,
tetapi kau agaknya tidak betah tinggal di pantai."
Meskipun kata-kata itu diucapkan dalam nada yang kasar
seperti tubuhnya, namun sebenarnya itu adalah suatu
pernyataan yang jujur dari rasa persahabatannya.
"Maafkan Kakang," jawab Manahan. "Aku terpaksa
meninggalkan kalian karena aku masih mempunyai
pekerjaan yang lain"
"Apa yang harus kau kerjakan?" tanya yang lain, seorang
nelayan yang kurus dan berkumis tipis.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Aku masih harus mencari bapakku," jawab Manahan
berbohong. Orang yang kurus dan berkumis tipis itu mengerutkan
keningnya, lalu sambungnya, "Kemana bapakmu pergi...?"
Pangeran Anggadipati 4 Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong Kelelawar Hijau 10
titik pun yang dapat menunjukkan arah lenyapnya kedua
pusaka yang sedang menjadi rebutan oleh beberapa pihak
itu. A kibat dari itu, pasti akan menyangkut Gajah Sora pula.
Makin lama waktu yang diperlukan untuk menemukan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
kedua keris itu, semakin lama pula waktu pembebasan yang
akan diberikan kepadanya. Mahesa Jenar hanya dapat
berdoa, mudah-mudahan Paningron dan Gajah Alit dapat
menolong meringankan tuduhan yang dibebankan kepada
Gajah Sora. Tetapi ketika Mahesa Jenar baru asyik berangan-angan,
tiba-tiba terdengarlah derap kuda yang semakin lama
semakin dekat. Karena itu segera didukungnya Arya yang
masih tidur, dibawa masuk ke dalam semak-semak yang
rimbun. Untunglah bahwa Arya yang kelelahan itu tidak
terbangun. Sedang Mahesa Jenar, dengan hati-hati sekali
mengintip dari celah-celah rapatnya dedaunan ke arah
suara kuda-kuda itu. Sebentar kemudian dari balik tikungan semak-semak
muncullah tiga orang berkuda. Melihat tiga orang itu, dada
Mahesa Jenar menjadi berdebar-debar. Mereka adalah
sepasang Uling dari Rawa Pening, disertai oleh Sri Gunting.
Menilik perbekalan mereka, maka Mahesa Jenar dapat
mengetahui bahwa dua bersaudara Uling itu akan
menempuh perjalanan yang jauh. Mula-mula timbul
keinginan Mahesa Jenar untuk menghadang mereka serta
langsung membinasakan mereka. Tetapi tiba-tiba diingatnya pesan Ki Paniling, bahwa ia dinasehatkan untuk
tidak bertindak tergesa-gesa. Ia harus tahu pasti bahwa
tindakannya benar-benar akan menguntungkan. Sedang
pada saat itu, ia masih belum yakin bahwa ia seorang diri
dapat mengalahkan orang-orang itu. Apalagi ia sedang
membawa Arya. Kalau sampai terjadi sesuatu atas anak itu,
maka letak kesalahan ada padanya. Karena itu akhirnya,
Mahesa Jenar hanya mengintip dengan dada yang bergetar
menahan perasaannya. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Ketika ketiga orang itu lenyap dari pandangan matanya,
Mahesa Jenar segera menyadari, betapa semakin sulitnya
pekerjaan yang akan dilakukan. Dengan melihat kedua
orang itu Mahesa Jenar dapat menerka, bahwa pasti tidak
saja sepasang Uling itu yang pergi merantau, tetapi pasti
juga tokoh-tokoh hitam yang lain, menempuh perjalanan
dan bertebaran ke segenap penjuru untuk dahulu-
mendahului menemukan Keris-keris Kyai Nagasasra dan
Kyai Sabuk Inten. Kalau saja ia bertemu dengan Uling,
Lawa Ijo, Jaka Soka dan sebagainya, bagaimanapun masih
ada kemungkinan bagi Mahesa Jenar untuk menyelamatkan
diri. Tetapi bagaimana halnya kalau di perjalanan ia
berjumpa dengan tokoh-tokoh tua seperti Pasingsingan,
Sima Rodra tua, Bugel Kaliki dan barangkali tokoh-tokoh tua
yang berdiri di belakang Sepasang Uling dan Jaka Soka,
atau guru-guru mereka, yang ternyata juga mengingini
pusaka-pusaka itu" Terhadap mereka tidak akan banyak
yang dapat dilakukan. Untunglah sampai saat ini beberapa
kali jiwanya selalu terselamatkan oleh pertolongan mereka
dari angkatan yang sebaya. Tetapi kalau tak seorangpun
dari mereka yang melihat, pasti bahwa tinggal nama
Mahesa Jenar saja yang mungkin masih sering disebut-
sebut orang. Mengingat hal itu, tiba-tiba dirasanya bulu
tengkuknya berdiri. Tetapi ketika segera menyusul gema
yang berkumandang di rongga hatinya, gema suara orang
tua yang tak dikenalnya, yang mengatakan bahwa Keris
Nagasasra dan Sabuk Inten berada di dalam kekerasan
hatinya serta usahanya, maka nyala tekad di dalam hatinya
berkobar semakin besar, sebesar nyala api di lubang
kepundan Gunung Merapi, yang tak akan dapat padam oleh
hujan selebat apapun serta angin sekencang apapun.
Sementara itu Arya telah menggeliat pula. Ketika ia
membuka matanya maka yang pertama-tama dilakukan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
adalah berteriak memanggil, "Paman..., Paman Mahesa
Jenar...." "Sst...!" desis Mahesa Jenar. "Kenapa kau berteriak,
Arya...?" Dengan pandangan yang masih diliputi oleh keragu-
raguan, Arya mengawasi Mahesa Jenar tanpa berkedip.
Sambungnya, "Paman tidak meninggalkan aku lagi bukan?"
Mahesa Jenar tertawa kosong, dengan penuh pengertian
atas kecemasan yang mencengkam perasaan Arya.
Jawabnya, "Kalau aku akan meninggalkan engkau,
bukankah lebih baik pada saat kau sedang tidur?"
Mendengar jawaban Mahesa Jenar, Arya menjadi percaya
bahwa pamannya tidak akan pergi meninggalkannya.
Setelah beberapa kali menggeliat, segera Arya duduk di
samping Mahesa Jenar. "Sudah tidak lelah lagi kau Arya?" tanya Mahesa Jenar.
"Bukankah sejak tadi aku tidak lelah Paman?" jawab
anak itu. Terdengar Mahesa Jenar tertawa pendek, katanya
meneruskan, Bagus kalau begitu. Nah sekarang kau sudah
siap untuk berjalan lagi?"
"Tentu Paman, tentu aku siap berjalan setiap saat,"
sahut Arya. "Kalau begitu, mari kita berjalan, ajak Mahesa Jenar.
Oleh ajakan itu segera Arya meloncat berdiri dengan
sigapnya. Memang setelah ia tertidur beberapa lama,
tubuhnya telah menjadi segar kembali.
"Kita sekarang kembali ke rumah kita sebentar Arya,"
ajak Mahesa Jenar meneruskan.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Kenapa hanya sebentar Paman?" tanya Arya.
"Biarlah kami tinggalkan rumah itu. Rumah dimana kau
hampir saja mengalami bencana," jawab Mahesa Jenar,
seterusnya ia menerangkan, "Arya, rumah itu ternyata
sudah diketahui oleh orang-orang yang ingin membunuhmu. Karena itu bukankah lebih baik kalau kita
pergi" Kita mampir sebentar hanyalah untuk mengambil
tombak pusaka Banyubiru Kyai Bancak. Biarlah tombak itu
kau bawa serta. Supaya tidak mencurigakan, nanti
sebaiknya kita lepas tangkainya."
"Baiklah Paman," jawab Arya sambil menganggukkan
kepalanya. Kemudian berangkatlah mereka berdua meneruskan
perjalanan. Tidak lama kemudian matahari tenggelam di
ujung barat langit. Dalam kegelapan, mereka tetap meneruskan perjalanan.
Mahesa Jenar yang berpandangan tajam dapat menempuh
perjalanan dengan tidak banyak menemui kesulitan, sambil
menggandeng Arya Salaka. Belum sampai tengah malam, mereka berdua telah tiba
di pedukuhan dimana telah mereka bangun tempat untuk
berteduh. Pada pagi harinya, tetangga-tetangga Mahesa Jenar yang
baik hati, ketika mengetahui bahwa Mahesa Jenar telah
berhasil menemukan anak yang mereka anggap anak
Mahesa Jenar sendiri, dengan selamat, segera berkerumun
untuk mengucapkan syukur. Mereka bertanya bergantian
tak ada henti-hentinya sehingga Mahesa Jenar kerepotan
untuk menjawabnya. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tetapi kemudian, mereka, tetangga-tetangga yang baik
itu menjadi tercengang-cengang ketika tiba-tiba saja
Mahesa Jenar mohon diri kepada mereka untuk pergi
meneruskan perantauannya seperti ketika belum menetap
di pedukuhan itu. Para tetangga yang menganggap Mahesa
Jenar sebagai seorang petani yang banyak memberikan
sesuluh kepada mereka, menjadi agak kecewa. Kata salah
seorang dari mereka, "Adakah kami berbuat kesalahan
terhadap Angger?" "Tidak, Bapak," sahut Mahesa Jenar cepat. "Sama sekali
tidak." "Atau barangkali Adi marah kepada kami?" sambung
yang lain, "Karena kami tidak dapat melindungi anak Adi?"
"Juga tidak," jawab Mahesa Jenar. "Tidak ada kesalahan
saudara-saudara kepada kami".
"Lalu kenapa Adi mau pergi?" tanya seseorang pula.
Mahesa Jenar agak bingung menjawab pertanyaan itu.
Tetapi akhirnya ia berkata, "Saudara-saudaraku yang baik.
Aku ingin berjalan semata-mata karena kegemaranku
merantau. Aku ingin menunjukkan beberapa pengalaman
kepada anakku ini. Sebab aku bercita-cita bahwa kelak
nasib anakku ini harus lebih baik dari nasibku sendiri."
Para tetangga yang ramah itu pun mengangguk-
anggukkan kepala. Agaknya Mahesa Jenar sudah tidak
dapat di tahan lagi. Karena itu dengan berat hati mereka
lepas Mahesa Jenar dan anaknya berjalan.
Pada suatu saat kami akan datang kembali, kata Mahesa
Jenar kepada mereka yang mengantar sampai ke ujung
desa. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Setelah itu, mulailah Mahesa Jenar dengan perantauannya kembali. Tetapi kali ini Mahesa Jenar tidak
berjalan sendiri. ----------o-dwkzOarema-o----------
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
II Mula-mula Mahesa Jenar dan Arya Salaka berjalan ke
arah selatan, tetapi kemudian mereka membelok ke barat
dan terus ke utara. Untuk sementara mereka berjalan asal
saja menjauhi daerah kekuasaan Lembu Sora. Di bawah
baju A rya Salaka terseliplah tombak pusaka Banyubiru yang
telah dilepas dari tangkainya, yang dibalut rapi dengan kulit
kayu. Di perjalanan pagi itu Mahesa Jenar tidak banyak
berkata-kata. Pikirannya diliputi oleh kegelapan yang
menyelubungi keris-keris pusaka Demak yang hilang.
Sampai saat itu ia sama sekali masih belum tahu kemana
dan bagaimana harus mencari kedua keris itu. Apa yang
dilakukan adalah seperti meraba-raba di dalam kelam.
Tetapi disamping itu masih ada yang harus dilakukan.
Membentuk Arya menjadi seorang jantan. Dan mengantarnya kembali ke daerah perdikan Banyubiru.
Sedang Arya Salaka agaknya sama sekali tidak
menghiraukan apa-apa. Dalam cerah matahari pagi, ia
berjalan agak di depan dengan riangnya. Ia berlari-lari
selincah anak kijang, tanpa perasaan takut serta prasangka
apa-apa, dalam irama nyanyi burung-burung liar yang
berloncat-loncatan di rerumputan yang hijau segar.
Sekali-sekali Arya mengambil batu serta dilemparkan
kearah gerombolan burung-burung yang asyik mematuk-
matuk biji-biji rumput, yang kemudian karena terkejut
beterbangan berputar-putar, tetapi sesaat kemudian
burung-burung itu kembali hinggap di rerumputan.
Tiba-tiba Arya Salaka terhenti ketika didengarnya Mahesa
Jenar memanggil. Ketika ia menoleh, dilihatnya pamannya
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
sudah agak jauh tertinggal di belakang. Karena itu Arya
segera duduk di atas batu untuk menanti Mahesa Jenar.
"Arya..." kata Mahesa Jenar setelah mereka berjalan
bersama-sama. "Aku mempunyai pikiran bahwa untuk
keselamatanmu kau harus berusaha sejauh-jauhnya agar
kau tak dikenal orang. Karena itu Arya, aku berpendapat
bahwa sebaiknya nama panggilanmu harus diganti. Sebab,
selama kau masih mengenakan namamu yang sekarang,
Arya Salaka, maka orang-orang yang akan mencarimu
dengan mudahnya akan dapat menemukan kau. Sebab
namamu adalah nama yang jarang-jarang dipakai orang.
Maka sekarang kau ingin mengubah namamu dengan nama
lain?" Arya memandang wajah Mahesa Jenar dengan herannya,
katanya,. "Apakah kalau aku berganti nama, orang tak
mengenal aku lagi?" "Bukan begitu Arya," jawab Mahesa Jenar. "Tetapi
setidak-tidaknya orang tidak mendengar lagi nama Arya
Salaka. Bukankah dengan mendengar namamu orang dapat
menemukanmu?" Arya Salaka mengangguk-anggukkan kepalanya. Agaknya
ia sudah mengerti maksud Mahesa Jenar. Tetapi tiba-tiba ia
bertanya, "Paman, meskipun namaku sudah diganti, tetapi
apabila seseorang berkata tentang seorang anak yang
berjalan bersama-sama dengan Mahesa Jenar, bukankah
segera orang mengenal aku" Sebab yang selalu berjalan
bersama-sama dengan Arya Salaka adalah Mahesa Jenar."
"Kau benar-benar cerdas Arya," jawab Mahesa Jenar
sambil tertawa, "Aku setuju dengan pendapatmu. Kalau
begitu, marilah kita bersama-sama mengganti nama."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Mendengar pendapat itu Arya Salaka tertawa berderai.
Agaknya hal itu merupakan suatu hal yang lucu. Melihat
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Arya tertawa, Mahesa Jenar pun tertawa.
"Nah, Arya... siapakah nama yang pantas buat
mengganti namamu?" tanya Mahesa Jenar kemudian.
Arya tampak mengerutkan keningnya, tetapi beberapa
lama kemudian ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
Katanya, "Terserahlah kepada paman."
Mahesa Jenar mengangguk-anggukkan kepalanya sambil
berpikir. Nama apakah yang sepantasnya diberikan buat
anak itu. Tiba-tiba terlintaslah suatu nama yang tepat
diberikan kepada Arya Salaka. Katanya, "Arya, kau tahu
bahwa namaku adalah Mahesa Jenar. Mahesa adalah
sejenis binatang bertanduk. Maksud dari nama itu adalah
supaya aku mempunyai kesigapan dan ketangguhan seperti
Mahesa. Sedang harapanku, kau harus lebih hebat
daripadaku. Karena itu aku akan memberi nama kepadamu
dengan nama yang lebih hebat pula. Bukankah nama
ayahmu hebat pula" Gajah Sora. Dan ayahmu benar-benar
hebat seperti seekor gajah. Nah, dengarlah Arya, aku akan
memberimu nama Handaka."
"Handaka..." ulang Arya, "Apakah Handaka itu?"
"Handaka adalah nama binatang bertanduk pula," jawab
Mahesa Jenar. "Tetapi jauh lebih hebat dari Mahesa Jenar.
Sebab Handaka berarti banteng."
Mendengar uraian Mahesa Jenar, hati Arya Salaka
bergetar. Maka dengan bangga ia berkata, "Aku pernah
mendengar ayah berceritera tentang seekor banteng."
"Apa kata ayahmu?" tanya Mahesa Jenar.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Banteng adalah binatang yang hebat sekali," jawab
Arya. "Nah, kalau begitu sekarang aku memanggil kau,
Handaka," kata Mahesa Jenar meneruskan, "Tetapi
siapakah kelanjutan nama itu?"
"Handaka Sora, seperti nama ayah," usul A rya.
"Tetapi orang akan masih dapat mengenal kau dalam
hubungan nama dengan ayahmu," jawab Mahesa Jenar.
"Juga seandainya kau bernama Handaka Jenar. Orang akan
menghubungkan dengan nama Mahesa Jenar."
"Lalu apakah yang baik menurut Paman?" tanya Arya
Salaka. "Begini Arya... aku mempunyai nama yang baik.
Dengarlah.... Nama lengkapmu adalah Bagus Handaka.
Bagaimana pendapatmu?"
Mata Arya menjadi berkilat-kilat. "Bagus... Paman. Bagus
sekali. Nah, sejak saat ini aku bernama Bagus Handaka."
Mahesa Jenar mengangguk-anggukkan kepalanya. Lalu
katanya, "Dan sekarang siapakah namaku?"
"Terserahlah kepada Paman," jawab Bagus Handaka.
"Jangan panggil aku Paman. Panggil aku Bapak untuk
seterusnya." "Baiklah Bapak."
"Bagus Handaka, dengarlah. Aku akan memakai nama
seorang petani biasa. Sejak saat ini panggilah aku dengan
nama Manahan, Bapak Manahan."
"Baiklah Bapak Manahan."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Bagus. Kita sekarang sudah merupakan orang baru.
Meskipun apa yang kita lakukan adalah kelanjutan usaha
kita sebelumnya. Kau harus kembali ke Banyubiru kelak.
Dengan atau tidak dengan kekerasan."
"Tentu Paman... eh... Bapak. Sebab tanah itu bagiku
merupakan Tanah Pusaka sekaligus tanah tercinta."
Manahan dengan menepuk pundak Bagus Handaka
berkata pula, "Bagus Handaka, karena semuanya itu, kau
mulai saat ini harus melatih diri dengan tekun dan sungguh-
sungguh. Supaya kau kelak tidak akan ketinggalan dengan
anak pamanmu Lembu Sora."
"Adi Sawung Sariti?" potong Bagus Handaka.
Manahan mengangguk. Katanya meneruskan, "Anak itu
pun sekarang pasti mengalami penggemblengan. Supaya
kelak dapat menjadi anak hebat pula. Karena itu kau jangan
sampai kalah." "Baik Bapak, aku akan mencoba untuk berlatih sekuat-
kuat tenagaku, supaya aku tidak mengecewakan Bapak
Manahan serta ayah Gajah Sora," jawab Bagus Handaka.
"Bagus Handaka. Masa yang akan datang ini bagimu
adalah suatu masa pembajaan diri," desis Bagus Handaka.
Kemudian setelah itu, mereka saling berdiam diri, hanyut
dalam arus angan-angan masing-masing.
Di langit, matahari masih memancar dengan cemerlang
memanasi gunung serta lembah-lembah.
Itulah permulaan dari suatu masa yang panjang, yang
akan penuh dengan latihan olah kanuragan jaya kasantikan
bagi Arya Salaka, yang kemudian bernama Bagus Handaka.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Ternyata ia memang seorang anak yang tangkas dan
cerdas. Memiliki kekuatan jasmaniah yang hebat pula.
Dalam perantauan mereka dari satu tempat ke lain tempat,
mereka sama sekali hidup dalam keprihatinan. Manahan
dan Bagus Handaka tidak lebih dari dua orang bapak dan
anak yang miskin. Apabila mereka merambah hutan, maka
yang dimakan adalah buah-buahan yang dapat mereka
jumpai di perjalanan mereka. Sedangkan apabila mereka
melalui jalan-jalan kota, mereka berusaha untuk mendapatkan pekerjaan apapun yang dapat mereka
lakukan. Tetapi karena semuanya itu mereka lakukan dengan
suatu keyakinan bagi masa datang, maka hal itu sama
sekali tidak menimbulkan gangguan apapun dalam diri
mereka. Baik jasmaniah maupun tekad yang tersimpan di
dalam dada mereka. Di dalam masa perantauan itu, satu hal yang tak seorang
pun mengetahui, adalah, bahwa setiap saat Bagus Handaka
selalu menerima latihan-latihan yang berat dan teratur dari
gurunya. Setiap pagi, bila matahari belum menampakkan
diri, Bagus Handaka harus sudah melakukan latihan berlari-lari dan
kemudian dengan alat apa saja yang mungkin dipergunakan, cabang-cabang pohon, ia harus melakukan
latihan tangan dengan bergantung dan berayun. Disamping
itu, sedikit demi sedikit Manahan mengajarinya pula
gerakan-gerakan pembelaan diri dengan segala unsur-
unsurnya. Bagus Handaka menerima semua pelajaran dari gurunya
dengan tekad yang bulat, hati yang mantap. Karena itu
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
semua pelajaran dengan cepatnya dapat dikuasainya
dengan baik. Maka beberapa lama kemudian perjalanan mereka
sampai ke pantai utara. Seterusnya mereka menyusur
pantai membelok ke arah barat, menerobos hutan-hutan
rimba yang kadang-kadang masih sangat lebat.
Tetapi semuanya itu tidak menghalangi pertumbuhan
Bagus Handaka. Tubuhnya semakin lama menjadi semakin
kekar dan kuat, sedang geraknya menjadi semakin sigap.
Akhirnya mereka sampai ke suatu daerah pedukuhan
yang kecil, dimana para penduduknya hidup sebagai
nelayan. Di samping itu mereka gemar berburu kalong,
sejenis binatang malam yang mirip dengan kelelawar, tetapi
lebih besar dan pemakan buah-buahan. Meskipun ada juga
diantara mereka yang bercocok tanam, tetapi penghidupan
sebagai seorang petani agak tidak begitu menarik
perhatian. Di pedukuhan itulah Manahan dan Bagus Handaka
berhenti berjalan. Mereka menyatakan diri untuk tinggal
bersama-sama di padepokan itu. Meskipun penduduknya
tampaknya agak bersikap kasar, namun sebenarnya hati
mereka tulus. Karena itu Manahan dan anaknya diterima
oleh mereka dengan tangan terbuka.
Di pedukuhan itulah Manahan menambah jumlah mereka
yang mengolah tanah pertanian. Dengan tidak mencolok
Manahan membawa cara-cara baru dalam pengolahan
tanah dan cara-cara pengairan yang agak teratur. Karena
itu dalam waktu singkat Manahan telah menjadi orang yang
disenangi oleh penduduk pedukuhan itu.
Sedang di pedukuhan itu, Bagus Handaka mendapat
kesenangan baru. Dengan para nelayan kadang-kadang ia
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
ikut serta berlayar menangkap ikan. Adalah mengherankan
bahwa Handaka yang belum begitu lama hidup di kalangan
para nelayan, kesigapannya telah hampir melampaui
pemuda-pemuda nelayan yang sebayanya. Agaknya
kesenangannya bermain-main di Rawa Pening, serta
kegemarannya menangkap Uling, merupakan bekal yang
baik bagi seorang nelayan. Apalagi darah pelaut yang
mengalir dalam tubuh ayahnya, Gajah Sora, agaknya
melimpah juga kepada anak ini. Ditambah lagi dengan
latihan-latihan keprigelan yang diterimanya dari Manahan.
Dengan demikian Handaka pun menjadi cepat terkenal
diantara teman-temannya. Bahkan orang-orang tua pun
kemudian mengaguminya. Tetapi ada kegemaran Handaka yang lain, yang tidak
sama dengan pemuda-pemuda nelayan pada umumnya.
Handaka mempunyai kegemaran menyepi apabila semua
pekerjaannya sudah selesai. Kadang-kadang ia betah duduk
lama-lama di pasir pantai yang sepi. Memandang ke arah
laut yang luas. Pada gelombang-gelombang yang selalu
bergerak disapu angin. Apabila malam gelap yang turu, serta saat berlatih telah
lampau, juga apabila ia tidak turuta serta ke laut, maka ia
lebih senang duduk di pantai dari pada pergi tidur. Apabila
tubuhnya terasa lelah sekali, di pasir pantailah Handaka
merebahkan diri, yang kadang-kadang ketika terdengar
ayam berkokok menjelang matahari terbit, ia baru bangkit
dan berjalan pulang ke pondoknya.
Manahan sama sekali tidak keberatan atas kelakuan
muridnya itu. Ia mengharap bahwa dengan demikian Bagus
Handaka mendapat ketenangan dan pengendapan. Dalam
kesepian yang demikian kadang-kadang ditemukannya
masalah-masalah besar dalam perjuangan masa depan.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karena itu ia sama sekali tak mengganggunya. Dibiarkannya
Handaka pada saat terluangnya menyepikan diri, sedang
Manahan sendiri waktu-waktu luangnya selalu diisi dengan
duduk-duduk di sudut desa bersama-sama dengan para
petani yang menunggui sawahnya yang sering diganggu
oleh babi hutan. Dalam keadaan yang demikian banyaklah
masalah-masalah yang dapat diberikan kepada para petani
secara tidak langsung. Tetapi pada suatu malam terjadilah suatu hal yang
mengejutkan. Saat itu, ketika malam kelam membalut
pantai, Handaka sedang duduk seperti biasa merenungi
lampu-lampu perahu nelayan yang hilir-mudik di laut. Tiba-
tiba dilihatnya seseorang berjalan lurus ke arahnya. Di
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dalam gelap malam, Handaka tidak segera mengenal
siapakah orang itu. Tetapi ia tahu pasti bahwa orang itu
bukanlah Manahan. Ketika orang itu sudah berdiri dekat di hadapannya,
mendadak tanpa berkata apa-apa orang itu langsung
menyerangnya. Mula-mula Handaka terkejut bukan main,
tetapi kemudian ia sadar bahwa ia harus membebaskan
dirinya. Karena itu segera ia meloncat menghindar. Tetapi
penyerangnya tidak membiarkannya lolos, malahan kembali
ia menyerang lebih hebat. Untuk beberapa saat Handaka
menjadi ragu. Apakah salahnya dan siapakah orang itu"
Sambil meloncat menghindar, ia berteriak, "Siapakah kau,
dan apakah sebabnya kau menyerang aku?"
Tetapi penyerang itu sama sekali tak menghiraukannya.
Dengan penuh nafsu orang itu menyerang terus.
Akhirnya karena tak ada kemungkinan lain, Handaka
terpaksa melayaninya. Mula-mula ia masih berusaha untuk
meyakinkan orang itu, bahwa mungkin ia keliru. Sebab
selama ini Handaka merasa tak ada seorang pun yang
memusuhinya di seluruh pedukuhan nelayan itu.
Tetapi ia menjadi terkejut sekali ketika orang yang
menyerangnya itu berkata dengan suara yang dalam,
"Bagus Handaka, kau sekarang tidak akan dapat
melepaskan diri dari tanganku."
Sekali lagi ia mencoba bertanya, "Apakah hubunganmu
dengan diriku sehingga kau bermaksud menangkap aku"
Dan siapakah sebenarnya kau ini?"
Orang itu tidak menjawab, tetapi tertawanya yang
nyaring terdengar sangat mengerikan. Dan berbareng
dengan itu serangannya menjadi bertambah cepat dan
mendesak. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tetapi Bagus Handaka sekarang bukanlah Arya Salaka
dua tahun yang lalu. Bagus Handaka adalah seorang
pemuda yang meskipun umurnya belum lebih dari 15 tahun,
namun karena gemblengan yang menempa dirinya setiap
saat, maka ia adalah seorang pemuda yang tangkas dan
kuat. Karena itu ia dapat berkelahi dengan tenang dan
lincah. Sehingga serangan-serangan orang yang tak
dikenalnya itu beberapa kali dapat dihindarinya dengan
mudah. Tetapi ia tidak dapat terus-menerus menghindar dan
mengelak. Sebab orang yang menyerangnya menjadi
semakin marah. Gerak-geriknya semakin cepat dan
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbahaya. Karena itu, akhirnya Bagus Handaka terpaksa
melakukan serangan-serangan pula, sebagai suatu cara
terbaik untuk mempertahankan diri.
Perkelahian itu semakin lama menjadi semakin hebat.
Namun di masa-masa yang pendek, Bagus Handaka sempat
mengamat-amati wajah penyerangnya. Orang itu agaknya
telah berumur sedikit lebih tua dari gurunya. Wajahnya
tampak bengis dan berkumis tebal. Selebihnya ia tidak
begitu jelas. Kecuali orang itu selalu bergerak, juga karena
malam yang kelam. Untunglah bahwa orang itu tidak memiliki ilmu yang
tinggi, sehingga meskipun Bagus Handaka pantas menjadi
anaknya, tetapi dalam perkelahian itu, meskipun ia harus
bekerja keras, ia sama sekali tidak perlu cemas akan
kesudahan dari pertempuran itu.
Setelah mereka bertempur beberapa lama, akhirnya
Bagus Handaka mendengar desah nafas lawannya semakin
lama semakin cepat. Ia menjadi bergembira, karena dengan
demikian ia tahu bahwa sebentar lagi lawannya akan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
kehabisan nafas. Karena itu, ia tidak perlu untuk
melawannya dengan sungguh-sungguh. Ia cukup mengganggunya sehingga apabila nafas orang itu telah
benar-benar tersekat, maka ia dengan mudah akan dapat
menangkapnya. Mungkin gurunya tahu siapakah orang itu.
Tetapi agaknya penyerang itu menyadari kelemahannya.
Karena itu, dengan tergesa-gesa orang itu meloncat
mundur sebelum kehabisan nafas dan berusaha melarikan
diri. Tetapi Bagus Handaka sama sekali tak melepaskannya.
Cepat ia berusaha mengejarnya. Namun ia menjadi
keheran-heranan. Orang yang nafasnya tinggal seujung
kuku itu, masih dapat melarikan diri dari kejarannya.
Bagus Handaka berhenti mengejar ketika orang itu
menyusup ke dalam semak-semak yang rimbun. Sulitlah
baginya untuk mencari seseorang di dalam gelapnya malam
diantara semak-semak itu.
Setelah puas merenungi semak-semak itu, kemudian
dengan langkah yang berat Bagus Handaka berjalan pulang
ke pondoknya. Di dalam otaknya terjadilah suatu keributan.
Ia sibuk menebak-nebak, siapakah orang yang dengan tiba-
tiba saja menyerangnya. Bukan karena suatu kekeliruan,
tetapi benar-benar dirinyalah yang dicari.
Sampai di pondoknya segera ia mencari gurunya. Tetapi
ternyata Manahan masih belum pulang. Bagus Handaka
yang tahu akan kebiasaan gurunya segera pergi menyusul
ke pojok desa. Tetapi akhirnya ia menjadi ragu. Apakah hal yang
demikian saja sudah merupakan suatu hal yang perlu
dibicarakan dengan gurunya. Apakah dalam hal-hal yang
kecil tidak cukup kalau diselesaikannya sendiri.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karena pikiran itu maka Bagus Handaka kemudian
membatalkan maksudnya untuk menyatakan peristiwa yang
baru saja dialami itu kepada gurunya. Sehingga ketika ia
sampai di pojok desa, dan ketika ia sudah duduk di antara
para petani dan nelayan yang sedang tidak turun ke laut, ia
sama sekali tak berkata apapun mengenai peristiwa yang
baru saja terjadi. Ia tidak mau mengganggu Manahan
dengan soal-soal yang remeh-remeh.
Tetapi apa yang dialami kemudian adalah sangat
memusingkan kepalanya. Pada malam berikutnya, ketika ia
sedang berbuat seperti kebiasaannya, tiba-tiba datanglah
seseorang yang juga tanpa sebab menyerangnya. Tetapi
orang ini adalah orang yang lain dari yang menyerangnya
kemarin. Orang ini agaknya sudah jauh lebih tua dari
gurunya. Seperti malam sebelumnya, Bagus Handaka berusaha
pula meyakinkan bahwa mungkin orang itu keliru. Tetapi
juga seperti malam sebelumnya, Bagus Handaka terkejut
dan keheran-heranan ketika orang yang menyerangnya itu
berkata dengan suara yang tinggi, "Tak usah kau
mengelakkan diri. Soalnya sudah cukup jelas. Dan kau
harus menyerah kepadaku sebelum orang lain berhasil
menangkapmu mati atau hidup."
Maka bersaling-silanglah teka-teki di dalam kepala Bagus
Handaka. Apakah sebabnya maka hal ini bisa tejadi" Tiba-
tiba ia teringat kepada orang-orang yang beberapa tahun
yang lalu memburunya. Adakah orang-orang ini juga terdiri
dari gerombolan yang sama" Karena itu dengan keras
Bagus Handaka berkata, "Hai orang tua yang tak tahu diri,
adakah kau termasuk dalam gerombolan orang-orang yang
akan membunuhku beberapa tahun yang lalu?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Terdengar orang itu tertawa dengan nada yang tinggi.
Jawabnya, "Aku tidak mengenal orang-orang lain yang
memburumu. Tetapi aku memerlukan kau seperti orang-
orang lain yang barangkali juga memerlukan."
Bagus Handaka menjadi semakin bingung. Katanya,
"Adakah hubungan semua itu dengan tanah perdikan
Banyubiru?" "Banyubiru?" bertanya orang tua itu dengan heran. "Aku
belum pernah mendengar nama Tanah Perdikan Banyubiru." "Lalu apa perlumu menangkap aku?" potong Handaka.
Sekali lagi orang tua itu memperdengarkan suara
tertawanya yang semakin tinggi. Tetapi bersamaan dengan
itu serangan menjadi bertambah cepat dan berbahaya.
Bagus Handaka pun kemudian tidak bertanya-tanya lagi.
Ia menjadi jengkel sekali atas kejadian-kejadian itu. Karena
itu ia bertekad untuk menangkap penyerangnya kali ini.
Tetapi ternyata orang tua ini mempunyai ilmu yang agak
lebih tinggi dari orang yang menyerang kemarin. Meskipun
umurnya sudah lanjut, namun geraknya masih sangat
membahayakan. Serangannya datang tiba-tiba dan kadang-
kadang tak terduga. Mula-mula Bagus Handaka menjadi agak mengalami
kesulitan. Ia belum pernah melihat beberapa dari unsur-
unsur gerak lawannya. Tetapi karena orang tua itu agaknya
belum memiliki unsur-unsur gerak yang banyak macamnya,
maka serangannya selalu dilakukan berulang kali dengan
unsur-unsur gerak yang hanya ada beberapa macam itu
saja. Meskipun unsur-unsur gerak itu mula-mula agak
membingungkannya, tetapi lambat laun dapat dikuasainya.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Apalagi karena Bagus Handaka sendiri telah banyak
menerima bahan-bahan serta ilmu yang cukup banyak dari
gurunya. Malahan ketika mereka telah bertempur beberapa lama,
Bagus Handaka mulai dapat mengenal ilmu lawannya
dengan baik. Karena itu seperti malam sebelumnya, ia tidak
perlu mengkhawatirkan dirinya. Ia pasti akan dapat
mengatasi lawannya yang sudah tua itu. Tetapi karena kali
ini ia benar-benar ingin menangkap penyerang itu, maka
Bagus Handaka selalu berusaha untuk dengan secepat-
cepatnya menjatuhkan lawannya, meskipun hal itu tidak
dapat dilakukannya dengan mudah.
Akhirnya, ketika orang tua itu merasa bahwa Bagus
Handaka bukanlah anak-anak yang dengan mudahnya
dapat ditakut-takuti serta dengan mudahnya dapat
ditangkap, bahkan malahan dalam beberapa hal Bagus
Handaka dapat melebihinya, maka tak ada jalan lain
daripada melarikan diri. Apalagi ketika ternyata Bagus Handaka dapat melawannya dengan mempergunakan bagian-bagian dari
unsur-unsur geraknya sendiri. Orang tua itu menjadi
bertambah takut lagi. Cepat-cepat ia meloncat mundur beberapa langkah, dan
kemudian berusaha untuk berlari secepat-cepatnya. Bagus
Handaka yang sudah mengira hal itu akan terjadi, segera
meloncat menghadang. Tetapi orang tua itu seakan-akan
telah dapat memperhitungkan pula tindakan Bagus
Handaka, karena demikian Bagus Handaka melontarkan diri,
demikian orang tua itu membalik ke arah yang berlawanan,
dan seperti terbang orang itu berlari masuk ke dalam
semak-semak yang gelap. Bagus Handaka yang SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
mengejarnya menjadi keheran-heranan. Meskipun ternyata
ilmunya tidak kalah tinggi, bahkan beberapa unsur gerak
orang tua itu malahan telah dapat dikuasai, namun dalam
hal berlari ternyata ia masih kalah. Karena itu dengan hati
yang semakin jengkel Bagus Handaka terpaksa melepaskan
orang tua itu pergi. Dengan kejadian-kejadian itu, teka teki yang melibat
dirinya menjadi semakin kisruh. Ia mencoba mengingat-
ingat semua kejadian yang pernah dialami, namun ia sama
sekali tak dapat menghubungkannya dengan peristiwa dua
malam terakhir itu. Tetapi Bagus Handaka adalah seorang pemuda yang
berani, cerdas dan banyak hal yang ingin diketahui. Karena
itulah maka, setelah mengalami peristiwa dua malam
berturut-turut, malahan ia ingin untuk mengetahui apakah
yang akan terjadi seterusnya. Ia ingin melihat apakah pada
malam-malam berikutnya akan terjadi pula hal-hal
semacam itu. Malahan ia mengharap kedatangan salah
seorang diantaranya, sehingga apabila orang itu dapat
ditangkapnya, maka pastilah latar belakang dari peristiwa-
peristiwa itu dapat disingkapkan. Namun sampai sedemikian
jauh Bagus Handaka masih belum merasa perlu untuk
menyampaikan masalah itu kepada gurunya. Nanti apabila
salah seorang dari mereka dapat ditangkapnya, barulah
Bagus Handaka bermaksud membawa orang itu kepada
Manahan. Pada malam berikutnya Bagus Handaka sengaja
menghindarkan diri dari beberapa kawannya yang sering
mengajaknya turun ke laut. Dengan demikian maka ia
dapat leluasa pergi ke pantai untuk menanti peristiwa yang
aneh, yang barangkali masih ada kelanjutannya.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Dan apa yang dinantinya benar-benar datang.
Ketika angin laut menghembus perlahan-lahan mempermainkan buih di pantai, Bagus Handaka dikejutkan
oleh sebuah bayangan yang seolah-olah muncul saja dari
dalam laut, dan dengan langkah yang cepat langsung
menuju ke arahnya. Meskipun Bagus Handaka sengaja menanti kejadian itu,
namun hatinya tergetar juga. Dua malam berturut-turut ia
mengalami serangan dari orang yang tak dikenalnya. Tetapi
orang-orang itu datang dari arah semak-semak, sedangkan
kali ini orang itu muncul seakan-akan dari dalam air.
Ketika orang itu sudah semakin dekat, Bagus Handaka
segera meloncat berdiri serta mempersiapkan diri. Sebab
menilik gerak serta arah datangnya, maka orang ini pasti
lebih berbahaya dari dua orang yang pernah dilawannya.
Melihat Bagus Handaka berdiri serta mempersiapkan diri,
orang itu terhenti. Agaknya ia heran melihat sikap Handaka.
Tetapi kemudian terdengar ia tertawa pendek, menyeramkan. Katanya, "Aku tidak akan keliru lagi.
Bukankah kau yang bernama Bagus Handaka?"
Di dalam gelap, Bagus Handaka mencoba mengawasi
wajah orang itu. Tetapi yang dapat diketahuinya adalah,
orang itu janggut serta kumisnya tumbuh lebat sekali,
sehingga menutupi hampir seluruh lubang mulut serta
hidungnya. Selain dari itu tak ada lagi kesan yang
diperolehnya. Dengan suara yang mantap, Bagus Handaka menjawab,
"Ya, aku Bagus Handaka. Kau mau apa?"
Kembali terdengar suara tertawa pendek yang menyeramkan. Katanya, "Kau memang berani Handaka.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Aku kira kau akan memungkiri dirimu. Kau tidak takut
mendapat bahaya?" "Kenapa aku mesti takut. Aku sudah mengira bahwa kau
akan berkata seperti orang-orang yang
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pernah menyerangku dua malam berturut-turut meskipun orangnya
tidak sama," potong Bagus Handaka.
Agaknya orang itu heran mendengar kata-kata Handaka,
sehingga ia bertanya, "Dua malam berturut-turut kau
mendapat serangan?" Sekarang Bagus Handaka yang tertawa berderai.
Jawabnya, "Aku bukan anak-anak yang masih pantas kau
bohongi dengan cara demikian. Adakah suatu peristiwa
kebetulan sampai tiga kali berturut-turut dengan cara yang
sama?" Mendengar jawaban Bagus Handaka, orang itu berdesis,
"Agaknya mereka telah mendahului aku." Lalu tiba-tiba ia
berkata kepada Bagus Handaka, "Tetapi kenapa kau masih
sempat bermain-main di sini. Kalau apa yang kau katakan
benar, aku kira kau sudah tergantung mati di tengah Alas
Roban." Mau tidak mau jantung Handaka tergetar hebat
mendengar kata-kata itu. Apakah sebabnya orang-orang itu
memburunya dan akan menggantungnya di Alas Roban..."
Karena itu pula ia menjadi marah sekali. Ia tidak pernah
merasa berbuat salah kepada orang lain, tetapi kenapa ada
orang yang menginginkan kematiannya"
Kemudian dengan tidak menunggu lebih lama lagi, Bagus
Handaka meloncat mendahului menyerang orang itu.
Serangannya hebat sekali dengan mengerahkan segenap
tenaga yang ada. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Orang yang berkumis dan berjanggut lebat itu agaknya
terkejut sekali. Ia tidak mengira bahwa Bagus Handaka
akan memulai lebih dahulu. Cepat ia meloncat ke samping.
Tetapi Bagus Handaka tidak membiarkannya. Disusullah
serangan itu dengan serangan berikutnya. Serangan itu
datangnya cepat sekali, sehingga orang asing itu tidak
sempat mengelakkan dirinya. Karena itu cepat-cepat ia
berusaha menahan serangan Bagus Handaka dengan kedua
tangan yang disilangkan di muka dadanya.
Maka terjadilah suatu benturan yang keras. Bagus
Handaka terdorong beberapa langkah surut, tetapi orang itu
pun tak dapat bertahan pada tempatnya dan terlempar
beberapa langkah pula. Dengan demikian masing-masing
mengetahui bahwa kekuatan mereka berimbang. Maka
untuk memenangkan pertempuran selanjutnya adalah
terletak pada keprigelan dan ketinggian ilmu masing-
masing. Karena itu segera Bagus Handaka mempersiapkan
dirinya. Ia merasa bahwa apabila orang itu dapat
mengalahkannya, maka taruhannya adalah nyawanya. Ia
tidak mau mati bergantungan di tengah-tengah Alas Roban,
dan bangkainya nanti akan menjadi makanan burung
gagak. Sesaat berikutnya terjadilah pertempuran yang dahsyat.
Masing-masing mempergunakan segenap tenaganya serta
segenap ilmunya. Meskipun Bagus Handaka masih terlalu
muda untuk melawan orang yang berjanggut dan berkumis
lebat itu, namun karena latihan-latihan berat yang pernah
dilakukan selama ini, maka ia pun tidak mengecewakan.
Sebaliknya orang asing itu pun ternyata bukan pula seperti
dua orang yang menyerangnya malam-malam sebelumnya.
Sehingga dengan demikian perkelahian itu berlangsung
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dengan serunya. Hanya kadang-kadang saja Bagus
Handaka dikejutkan oleh gerakan-gerakan yang aneh-aneh
yang dilakukan oleh lawannya. Tetapi karena lawannya itu
pun agaknya belum menguasai benar-benar ilmunya itu,
sehingga pelaksanaannya masih belum seperti yang
diharapkan. Bagus Handaka yang lincah dan kuat itu dapat
untuk beberapa kali menyelamatkan diri dari serangan-
serangan yang demikian. Setelah mereka bertempur beberapa lama maka
terasalah oleh Handaka bahwa meskipun kekuatan orang
itu dapat menyamainya tetapi ia masih dapat membanggakan kelincahannya. Orang itu agaknya terlalu
memberatkan serangan-serangannya pada kekuatan tenaga
serta beberapa unsur geraknya yang meskipun berbahaya
tetapi belum dapat dilakukannya dengan lancar. Karena itu
lambat laun ia merasa bahwa ia akan dapat berhasil
mengatasinya. Sebaliknya orang asing itu akhirnya kehabisan akal.
Semua ilmu serta tenaganya sudah dicurahkannya, namun
ia sama sekali tidak berhasil menangkap anak yang
dicarinya itu. Meskipun beberapa kali ia berhasil mengenai
tubuh Bagus Handaka, namun ia sendiri dapat dikenai oleh
anak itu dua kali lipat. Dengan demikian maka sudah tidak ada harapan lagi
baginya untuk memenangkan pertempuran itu. Maka
akhirnya orang itu putus asa, dan menyerang membabi
buta dengan ilmu andalannya. Dengan demikian bagi Bagus
Handaka, malahan menguntungkan sekali. Sebab dengan
membabi buta, lawannya telah kehilangan sebagian dari
pengamatan diri serta kewaspadaan. Karena itulah agaknya
Bagus Handaka semakin lama semakin berada dalam
keadaan yang menguntungkan.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tetapi hampir seperti kejadian-kejadian pada malam-
malam sebelumnya, orang itu pun kemudian meloncat
melarikan diri. Juga kali ini Bagus Handaka sama sekali tak
berhasil mengejarnya. A palagi orang aneh yang muncul dari
dalam air itu berlari terjun ke dalam air pula.
Ketika orang itu lenyap, Bagus Handaka berdiri bertolak
pinggang di batas air. Dadanya melonjak-lonjak dipenuhi
oleh kemarahan, keheranan dan kengerian yang bercampur
aduk. Tiga malam ia mengalami peristiwa yang disaput oleh
kabut rahasia. Apakah kejadian ini akan berlangsung
berlarut-larut..." Tetapi jiwa keingintahuan Bagus Handaka tiba-tiba
menguasai perasaannya kembali. Bagaimana dengan
malam keempat" Kalau hal ini disampaikan kepada
gurunya, mungkin kejadiannya akan berubah. Ia ingin
melihat para penyerang itu datang berturut-turut sampai
orang yang terakhir. Lalu apakah yang terjadi sesudah
itu..." Demikianlah kembali pada malam keempat. Bagus
Handaka mencari-cari alasan untuk tidak terjun ke laut.
Kawan-kawannya yang mengajaknya sama sekali tidak
curiga bahwa Bagus Handaka sedang melakukan suatu
perbuatan yang aneh namun sebenarnya penuh dengan
bahaya. Dan apa yang diharapkan kali inipun benar-benar datang
pula. Dengan penuh pertanyaan di dalam hati Bagus Handaka
berjuang dengan sekuat tenaga untuk menangkap
penyerangnya. Namun kali inipun ia tidak berhasil. Malahan
orang keempat ini berhasil menghantam pergelangan
tangan kirinya sehingga terasa sangat sakit. Untunglah
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
bahwa akhirnya ia masih dapat mengalahkan orang itu,
meskipun ia tidak pula berhasil menangkapnya.
Demikian pula pada malam kelima. Otak bagus Handaka
rasa-rasanya hampir meledak memikirkan hal itu. Apalagi
ketika orang kelima ini ternyata memiliki ilmu yang cukup
tinggi. Tidak seperti keempat orang sebelumnya, yang datang
dari jurusan yang tidak sama, namun kedatangan mereka
itu dapat diketahui sebelumnya, meskipun ada dua
diantaranya yang datang dari jurusan yang aneh, dari laut.
Tetapi orang kelima ini jauh lebih aneh lagi. Tahu-tahu
orang itu sudah berdiri di belakang Bagus Handaka dengan
suara garang dibarengi dengan suara tertawa yang
menyeramkan ia berkata, "Bagus Handaka, kau mau
melarikan dirimu kemana lagi. Berbulan-bulan aku
mencarimu, dan sekarang aku menemukan kau di sini."
Empat malam berturut-turut Bagus Handaka sudah
bertempur dengan orang-orang yang tak dikenal, dan
empat kali pula ia berhasil mengalahkan mereka. Namun
kali ini bulu tengkuknya meremang juga. Wajah orang ini
sama sekali bersih, hanya alisnya agak terlalu lebat dan
hampir bertemu di atas hidungnya. Tetapi wajah yang
bersih itu seakan-akan memancarkan udara maut dari
setiap lubang-lubangnya. Kemudian terdengar kembali orang itu berkata, "Ha,
agaknya kau sudah ketakutan. Aku kira kau anak yang
berani. Bukankah kau murid seorang perkasa yang
menamakan dirinya Manahan" Sayang kalau murid
Manahan sepengecut kau ini."
Bagus Handaka adalah seorang anak yang berani.
Meskipun hatinya tergetar pula menghadapi sesuatu, tetapi
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
ia tidak akan menilai seseorang berlebih-lebihan. Apalagi
orang itu telah menghinanya dengan menyebut-nyebut
nama gurunya. Karena itu ia menjadi marah sekali. Dengan
mulut yang terkatub rapat serta gigi yang gemeretak, Bagus
Handaka tidak menanti orang itu selesai berkata. Seperti
seekor banteng luka ia dengan dahsyatnya menyerang
orang itu. Orang yang mendapat serangan itu agaknya terkejut.
Tetapi dengan tangkasnya ia menggeser kakinya sehingga
ia terbebas dari serangan Bagus Handaka. Tetapi Bagus
Handaka yang hatinya sudah terbakar oleh kemarahan itu,
dengan cepatnya menyerang pula. Sekali lagi orang itu
terpaksa mengelakkan diri, tetapi agaknya ia tidak mau
diserang terus-menerus. Kemudian dengan garangnya ia
pun menyerang kembali. Namun ternyata Bagus Handaka
memiliki kelincahan yang cukup pula, sehingga serangan
orang itu dapat dielakkannya. Kemudian terjadilah suatu
pertempuran yang hebat. Masing-masing melancarkan
serangan-serangan yang dahsyat dan berbahaya. Tetapi
masing-masing ternyata memiliki kegesitan dan ketahanan
yang cukup. Bagus Handaka yang telah bertempur empat malam
berturut-turut dan memenangkan setiap pertempuran,
ternyata sangat mempengaruhi jiwanya. Ia semakin
percaya kepada kekuatan dirinya sendiri. Dan perasaan
yang demikian sangat membantu keadaannya pada malam
kelima itu. Meskipun ia merasa bahwa orang kelima ini
memiliki ilmu yang lebih tinggi dari orang-orang
sebelumnya, namun hatinya yang telah dibesarkan oleh
peristiwa-peristiwa empat malam sebelumnya menjadikannya tetap tatag dan tenang.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Tetapi suatu hal yang kurang menguntungkan bagi
Bagus Handaka, adalah karena orang itu jauh lebih besar
dan lebih tinggi, maka kesempatan orang itu untuk
mengenainya agak lebih banyak. Tangan serta kakinya yang
agak lebih panjang, ternyata mempengaruhi jalan
pertempuran itu. Rupa-rupanya orang itu mempergunakan keuntungan itu
sebaik-baiknya. Ia selalu melawan serangan Bagus Handaka
dengan serangan pula. Beberapa kali Bagus Handaka dapat
dikenai dengan cara demikian sebelum tangannya sempat
menyentuh tubuh orang itu. Sehingga Bagus Handaka
menjadi semakin marah dan bertempur mati-matian.
Ternyata kali ini lawannya benar-benar tangguh. Orang
itu licin seperti belut, serta lincah seperti singgat. Beberapa
kali, apabila serangan-serangan Bagus Handaka agaknya
sudah tidak dapat dihindari, tiba-tiba saja ia melenting
beberapa langkah, dan kemudian dengan cara yang sama ia
telah menyerang kembali. Menghadapi serangan yang demikian Bagus Handaka
merasa agak sulit. Dengan menjatuhkan diri ia mencoba
membebaskan dirinya. Tetapi orang itu tidak membiarkan
Bagus Handaka lolos. Dengan kakinya yang kokoh ia
meloncat kearah dada anak itu. Sekali lagi Bagus Handaka
berguling. Tetapi sekali lagi orang itu melakukan serangan
yang sama pula sebelum Handaka sempat berdiri. Bagus
Handaka kemudian menjadi agak gugup. Berapa kali ia
harus bergulung-gulung di pasir pantai itu. Tiba-tiba ia
teringat kepada lawan-lawannya yang pernah dikalahkannya. Ada beberapa unsur gerak yang dapat
dikuasainya. Karena itu ketika sekali lagi Bagus Handaka
mendapat serangan dengan cara yang sama, setelah ia
berhasil menggeser tubuhnya, cepat-cepat ia menangkap
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
pergelangan kaki lawannya. Dengan mempergunakan daya
dorongnya sendiri, Bagus Handaka ternyata berhasil
menjatuhkan orang itu, dengan menghantam betisnya. Ia
sendiri pernah pula mengalami hal yang demikian. Ketika
orang itu terjatuh dan berguling-guling, kesempatan itu
cepat dipergunakan oleh Bagus Handaka untuk berdiri.
Tetapi demikian ia berdiri, orang itupun dengan suatu gerak
seperti roda yang bergulung telah berdiri di hadapannya
pula. Bagus Handaka, melihat hal itu menjadi bertambah
marah. Matanya menjadi merah menyala-nyala dan
dadanya berdegupan. Dengan dahsyatnya ia melontar maju
menyerang dada orang itu. Serangan itu demikian tak
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
terduga-duga sehingga orang asing itu tak sempat
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengelak. Karena itulah maka dadanya terpaksa terhantam
hebat. Terhuyung-huyung ia terdorong beberapa langkah
surut. Bagus Handaka tidak mau melepaskan kesempatan
itu lagi. Dengan garangnya ia memburu dan sekali lagi
menghantamnya. Sayang bahwa kali ini orang itu sempat
memiringkan tubuhnya, sehingga serangan Bagus Handaka
tidak mengenai sasarannya, bahkan ia sendiri hampir-
hampir kehilangan keseimbangan. Dalam saat yang
demikian, tampak lawannya mengayunkan tangannya
dengan dahsyatnya. Melihat serangan itu, Bagus Handaka
agak bingung. Tiba-tiba tanpa sadar Bagus Handaka telah
mempergunakan unsur-unsur gerak yang pernah ditiru-
tirukannya dari lawan-lawannya sebelumnya. Cepat ia
sedikit merendahkan diri, menangkap tangan orang itu
sambil memutar tubuhnya, dan dengan bantuan tenaga
berat lawannya. Bagus Handaka menarik orang itu
melampau pundaknya. Dengan kerasnya orang itu
terlempar keatas lewat diatas pundaknya dan terbanting di
pasir pantai. Tetapi sekali lagi Bagus Handaka keheran-heranan.
Demikian orang itu terbanting, demikian ia bergulung-
gulung dan dengan cepatnya bangkit kembali. Namun
sesaat kemudian ia sadar bahwa lawannya adalah orang
yang luar biasa. Karena itu demikian orang itu berdiri,
demikian kaki Bagus Handaka terlontar mengenai perutnya.
Sekali lagi orang itu terdorong beberapa langkah ke
belakang. Tetapi seterusnya ketika Bagus Handaka
menyusul menyerang dagu orang itu, maka orang itu pun
menghantamnya. Kali ini Bagus Handaka mengalami
kembali hal yang sangat merugikannya. Tangannya agak
lebih pendek dari tangan lawannya. Dengan demikian
sebelum tangannya menyentuh dagu orang itu, terasa
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
wajahnya seperti tersentuh bara. Dengan kerasnya
wajahnya terangkat dan ia terlempar beberapa langkah
surut, dan kemudian jatuh terlentang. Serangan itu disusul
dengan suatu serangan yang garang sekali. Seperti seekor
harimau, lawannya menerkam selagi Handaka belum
sempat bangun. Maka tidak ada suatu cara yang mungkin
untuk membebaskan dirinya kecuali dengan kedua kakinya
Bagus Handaka menghantam tubuh orang yang seperti
melayang ke arahnya. Akibatnya adalah bebat sekali. Orang
itu terlempar ke udara. Kali ini Bagus Handaka juga menjadi
keheran-heranan. Dengan gerak yang bagus orang itu
melingkar di udara dan jatuh pada punggungnya untuk
kemudian berguling dua kali. Setelah itu dengan cepatnya
ia meloncat berdiri. Pada saat itu Bagus Handaka pun telah
berdiri. Keringatnya mengalir membasahi seluruh tubuhnya,
yang hampir seluruhnya terbalut oleh debu-debu pasir
pantai. Sebenarnya Bagus Handaka pada saat itu telah
menjadi gelisah sekali. Lawannya ternyata benar-benar licin
seperti belut. Tetapi kemudian terjadilah suatu hal di luar dugaan.
Orang itu tiba-tiba menjadi gelisah dan liar. Nafasnya
mengalir dengan derasnya. Bagus Handaka melihat
keadaan itu, sehingga kelegaan membersit di hatinya. Ia
tahu bahwa lawannya telah kehabisan tenaga. Karena itu ia
tidak mau memberi kesempatan lagi. Cepat ia melangkah
maju dan menyerangnya dengan hebat. Ternyata orang itu
telah hampir tidak mampu melawannya. Beberapa kali
Bagus Handaka berhasil menghantamnya sampai orang itu
terhuyung-huyung dan roboh. Sekali lagi kegembiraan
membayang di wajah Bagus Handaka. Orang yang hebat ini
pasti akan dapat ditangkapnya. Tetapi ketika sekali lagi ia
maju menyerang, tiba-tiba orang itu melemparkan
segenggam pasir ke arah matanya. Cepat-cepat Handaka
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
memalingkan mukanya, namun beberapa butir pasir telah
menyebabkan matanya terasa nyeri sekali. Ketika ia sedang
sibuk membersihkan mata itu, terasa sebuah hantaman
mengenai punggungnya. Untunglah bahwa tenaga orang itu, telah hampir separo
lenyap, sehingga dengan demikian hantamannya telah tidak
lebih dari sebuah dorongan saja. Meskipun demikian,
karena Bagus Handaka sama sekali tidak menduga bahwa
lawannya akan berbuat curang, menjadi sangat terkejut dan
jatuh tertelungkup. Dengan marahnya Handaka cepat
memutar tubuhnya, untuk menanti serangan berikutnya,
yang dapat saja dilakukan dengan curang oleh lawannya
itu. Tetapi Bagus Handaka menjadi terkejut sekali sehingga
tubuhnya menjadi gemetar. Orang yang sudah kehabisan
tenaga dan hampir saja dapat ditangkapnya itu lenyap
seperti debu dibawa angin. Beberapa kali Bagus Handaka
mengusap-usap matanya yang masih terasa agak nyeri,
tetapi orang itu benar-benar telah lenyap. Perlahan-lahan ia
bangkit dan duduk di atas pasir. Dilayangkannya
pandangannya ke segenap malam, tetapi di pantai yang
luas itu, pastilah ia tak dapat melihat seseorang. Bulu
tengkuknya tiba-tiba terasa meremang. Meskipun ia selama
ini mendapat didikan untuk tidak takut kepada hantu,
namun mengalami peristiwa ini, hatinya bergetar juga.
Kecuali itu, terasa pula kengerian merayapi perasaannya.
Untunglah kali ini ia masih dapat membebaskan diri,
meskipun hampir saja ia kehilangan akal.
Lalu bagaimana dengan malam besok"
Sekarang Bagus Handaka tidak berani main-main lagi.
Kalau besok datang seseorang menyerangnya, dan memiliki
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
sedikit saja kelebihan dari orang ini, maka pasti ia tidak
dapat melawannya. Sedangkan kalau para penyerang itu
dapat menangkapnya, hampir pasti bahwa dirinya benar-
benar akan digantung di tengah-tengah Alas Roban.
Karena itu akhirnya Bagus Handaka memutuskan untuk
menyampaikan segala peristiwa yang pernah dialami itu
kepada gurunya, serta menyerahkan segala penyelesaiannya kepadanya.
Pada saat Bagus Handaka melangkah pulang ke
pondoknya, terdengarlah ayam jantan berkokok bersahut-
sahutan. Di langit sebelah timur sudah mulai tampak
membayang warna fajar, diantar oleh angin pagi yang
sejuk. Namun tubuh Bagus Handaka justru mulai merasa
nyeri dan sakit-sakit. Empat malam sebelumnya ia
bertempur terus-menerus, tetapi tidak pernah ia merasakan
lelah, letih dan sakit-sakit seperti saat itu.
Sampai di pondok, ia melihat Manahan telah bangun dan
menunggui api. Agaknya ia sedang merebus air. Cepat-
cepat Bagus Handaka mendekatinya dan berkata, "Bapak,
biarlah aku yang merebus air dan jagung."
Manahan tersenyum melihat kedatangan Bagus Handaka,
katanya bertanya, "Apakah kau turun ke laut Handaka?"
"Tidak, Bapak," jawab Handaka singkat.
"Dari pantai...?" tanya Manahan lebih lanjut. Bagus
Handaka menganggukkan kepalanya. Dalam cahaya api
barulah Bagus Handaka melihat tubuhnya merah-merah
biru dan berdarah di beberapa tempat. Ketika Manahan
melihat luka-luka itu, serta melihat wajah Handaka yang
pucat dan nafasnya yang kurang teratur, ia menjadi
keheran-heranan. Maka kemudian ia bertanya, "Handaka,
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
apakah yang terjadi" Apakah kau berselisih dengan kawan-
kawanmu, sehingga kau berkelahi?"
"Tidak, Bapak," jawab Handaka.
"Lalu kenapa kau?" desak Manahan.
Bagus Handaka yang memang telah berkeputusan untuk
menyampaikan keadaan yang dialaminya lima malam
berturut-turut itu pun segera duduk disamping Manahan,
dan segera mengalirlah ceritera dari mulutnya. Sejak malam
pertama sampai malam terakhir, lengkap dengan bentuk-
bentuk wajah dari orang-orang yang menyerangnya.
Mendengar ceritera Bagus Handaka itu, Manahan
menarik alisnya. Memang ia pun menjadi keheranan-
heranan, apakah pamrih orang-orang itu menyerang Bagus
Handaka. "Handaka..., kenapa kau baru sekarang mengatakan
semua kejadian itu kepadaku?" tanya Manahan.
Dengan jujur Handaka mengatakan segala keinginannya
untuk mengetahui kelanjutan peristiwa-peristiwa itu, serta
keinginannya untuk menyelesaikan masalah itu sendiri.
Manahan mengangguk-anggukkan kepalanya. Sebenarnya di dalam hatinya berkobar pula kemarahan
ketika ia mendengar bahwa orang kelima yang menyerang
Bagus Handaka itu telah menyebut-nyebut namanya.
Padahal pada saat orang itu ia hanya melawan seorang
anak-anak. "Handaka..." kata Manahan kemudian, "Pergilah kau
besok sekali lagi ke pantai. Aku akan melihat siapakah yang
selalu datang itu." SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Mendengar kesanggupan gurunya, Handaka menjadi
bergembira. Besok apabila benar-benar ada seseorang yang
datang menyerangnya, meskipun kepandaiannya berlipat
tiga, namun pasti orang itu akan dapat ditangkap oleh
gurunya. Karena itu ia tersenyum-senyum sendiri.
Dipandanginya api yang berkobar-kobar di hadapannya,
yang bergerak-gerak seolah-olah menari-nari riang. Dan
sebentar kemudian mendidihlah air yang dipanasinya.
Segera ia bangkit untuk mengambil daun serai serta gula
kelapa. Itulah kegemaran gurunya, air serai bergula kelapa.
Hari itu rasa-rasanya panjang sekali bagi Bagus Handaka.
Matahari seolah-olah menjalani garis edar dengan
malasnya. Sehari itu ia merasa amat malas untuk bermain-
main dengan kawan-kawannya. Dihabiskannya waktunya
dengan berangan-angan. Namun akhirnya, perlahan-lahan
datanglah senja. Langit yang cerah dengan gumpalan-
gumpalan mega yang berarak-arak mulai dirayapi oleh
warna-warna lembayung. Bagus Handaka yang hampir tidak
sabar itu memaki-maki di dalam hati. Kenapa kedatangan
malam tidak saja langsung tanpa melewati senja"
Setelah melampaui masa-masa yang menjengkelkan,
kemudian malam turun dengan tabir hitamnya. Bagus
Handaka segera berangkat ke pantai, dimana ia biasa
duduk-duduk memandangi ombak lautan. Manahan sengaja
tidak berangkat bersama-sama supaya kehadirannya tidak
diketahui. Ketika Manahan telah sampai di pantai pula,
segera ia bersembunyi dengan membaringkan dirinya di
belakang sebuah puntuk pasir tak begitu jauh dari Bagus
Handaka. Bersamaan dengan semakin gelapnya malam, hati Bagus
Handaka menjadi semakin tegang dan gelisah. Jangan-
jangan orang-orang yang menyerangnya telah mengetahui
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
bahwa gurunya berada di tempat itu, sehingga para
penyerang itu tidak berani mendekatinya.
Dan dalam kesempatan itu, ia mencoba pula mengingat-
ingat kelima orang yang datang berturut-turut setiap
malam. Masing-masing menyatakan bahwa mereka satu
sama lain tidak berhubungan. Sejak semula ia sudah tidak
percaya. Tetapi yang mengherankan, bahwa seolah-olah
kedatangan mereka telah diatur sedemikian, sehingga
setiap orang yang datang pasti memiliki kepandaian
setingkat lebih tinggi dari orang sebelumnya. Tiba-tiba
ketika sedang berangan-angan, Bagus Handaka dikejutkan
oleh suara tertawa dekat di sampingnya. Suara itu
terdengar nyaring dan menggetarkan hatinya. Cepat ia
meloncat bangkit dan bersiap. Perasaannya telah mengatakan kepadanya bahwa orang ini pasti salah
seorang yang datang untuk menyerangnya pula seperti
malam-malam yang lewat. Ketika ia memandang wajah
orang itu, hatinya menjadi bertambah berdebar-debar.
Wajah orang itu sama sekali tidak mirip dengan wajah
manusia. Barangkali demikian itulah wajah hantu yang
ditakuti oleh anak-anak. Beberapa bintil-bintil sebesar biji
rambutan bertebaran hampir di seluruh wajah itu. Gigi-
giginya tampak berleret pada saat orang itu tertawa.
Kemudian disela-sela tertawanya ia berkata, "Siapakah
nama anak muda yang bermain-main di pantai di malam
hari...?" Meskipun sebenarnya Bagus Handaka ngeri juga melihat
wajah itu, namun karena ia merasa bahwa gurunya berada
di dekatnya, hatinya menjadi tabah pula. Maka jawabnya
lantang, "Kenapa kau bertanya" Kau pasti sudah tahu pula
siapa aku. Dan kau pasti akan menangkapku seperti yang
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
pernah dilakukan oleh lima orang sebelum kau datang,
pada malam-malam sebelum malam ini."
Mendengar kata-kata Bagus Handaka itu, tertawanya
menjadi bertambah keras. Katanya, "Bagus... bagus, jadi
sebelum ini telah datang lima orang mendahului aku"
Agaknya monyet-monyet itu ingin menerima hadiah pula
dengan menangkap anak ini. Dan kau dapat mengalahkan
mereka berlima?" "Mereka datang satu-persatu," jawab Handaka.
"Alangkah bodohnya mereka," sambung orang berwajah
iblis itu. "Tentu kau dapat mengalahkannya."
"Jangan banyak bicara," potong Bagus Handaka dengan
beraninya, "Jangan coba bohongi aku. Kau pasti telah
bersekongkol dengan mereka. Dan barangkali kau malam
ini akan mencoba menangkap aku bersama-sama. Ayo
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
datanglah berenam." Kembali orang yang menakutkan itu tertawa berderai-
derai sampai seluruh tubuhnya bergetar. Katanya, "Hebat,
kau memang hebat. Tetapi jangan terlalu sombong. Sebab
malam ini nyawamu benar-benar akan lenyap. Aku harus
menangkap kau, mati atau hidup. Meskipun kalau aku
membawamu hidup-hidup hadiahnya akan berlipat banyaknya. Sebab pertunjukan membunuh Bagus Handaka
akan dapat mendatangkan uang yang banyak sekali."
Tanpa sadar, bulu tengkuk Bagus Handaka serentak
berdiri. Perkataan orang berwajah menakutkan itu sangat
mempengaruhi perasaannya. Apakah sebenarnya latar
belakang dari semua kejadian ini" Kenapa orang itu
menyebut-nyebut pertunjukan membunuh Bagus Handaka"
Mau tidak mau Bagus Handaka menjadi ngeri juga. Ia
sudah membayangkan dirinya diikat di tengah-tengah
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
lapangan, kemudian setiap orang diperkenankan untuk
melukainya, sampai mati. Tetapi apa salahnya"
Tiba-tiba ia menjadi marah sekali. Ini hanyalah suatu
gertakan saja. Karena itu ia menjawab sambil berteriak
keras-keras, "Jangan coba-coba takut-takuti aku." Namun
demikian terasa suara Handaka bergetar pula.
Mendengar teriakan Bagus Handaka, orang itu sekali lagi
tertawa keras-keras. "Jangan berbohong pula. Kau sudah
ketakutan bukan" Bagus..., semakin takut kau, semakin
lucu pertunjukan itu jadinya."
Sekarang Bagus Handaka benar-benar menjadi marah
sekali. Ternyata orang itu telah menghinanya. Karena itu
segera ia meloncat dan langsung menyerang leher dengan
jari-jarinya. Orang itu, yang masih enak tertawa, ternyata terkejut
melihat kecepatan bergerak Bagus Handaka, sehingga
tertawanya segera terhenti. Desisnya, "Memang kau anak
berani. Tetapi hati-hatilah." Sambil berkata demikian ia
merendahkan dirinya, dan dengan kakinya ia menghantam
lambung Bagus Handaka. Bagus Handaka yang menyerang
dengan sekuat tenaga, tidak sempat menarik serangannya,
maka yang dapat dilakukan adalah memukul kaki itu
dengan tangannya ke samping. Ternyata usahanya berhasil
pula. Orang itu terputar sedikit dan dengan demikian
lambungnya dapat diselamatkan, meskipun tangannya yang
berbenturan dengan kaki orang itu terasa sakit. Dengan
demikian Bagus Handaka segera dapat mengetahui, bahwa
orang ini mempunyai ilmu diatas orang-orang yang pernah
menyerangnya. Tetapi meskipun demikian ia sama sekali
tidak gentar ketika diingatnya bahwa gurunya telah
menungguinya. Mengingat hal itu, segera Bagus Handaka
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
menjadi bertambah tatag, karena itu serangannya menjadi
bertambah sengit. Tetapi perlawanan orang itu bertambah
sengit pula. Bahkan ia pun telah menyerangnya dengan
gerak-gerak yang sangat membingungkan dan berbahaya
sekali. Namun ternyata Bagus Handaka telah memberikan
perlawanan dengan gigih. Setiap serangan yang datang,
bagaimanapun berbahayanya, Handaka selalu dapat
menghindarkan dirinya. Malahan tidak jarang pula iapun
berhasil membalas serangan-serangan itu dengan serangan-serangan yang tak kalah berbahayanya. Namun
serangan-serangan itu pun selalu tidak berhasil pula.
Maka pertempuran itu semakin lama menjadi bertambah
hebat dan cepat. Masing-masing menyerang dan menghindar berganti-ganti, sehingga tampaknya kedua
orang itu seperti bayangan yang sedang libat-melibat
dengan cepatnya, semakin lama semakin cepat. Tetapi
kemudian ternyata bahwa Bagus Handaka tidak dapat
menyamai kecepatan gerak lawannya, sehingga tiba-tiba
terasa punggungnya terdorong oleh suatu kekuatan yang
besar sekali. Dengan derasnya ia terlempar ke udara.
Mengalami peristiwa itu hati Bagus Handaka berdesir. Untuk
beberapa saat ia menjadi bingung. Tetapi untunglah bahwa
otaknya yang cerdas dapat bekerja dengan cepat. Ia
pernah menyaksikan lawannya terlempar ke udara pula,
namun ia dapat jatuh dengan enaknya, seolah-olah sama
sekali tidak terasakan sesuatu. Maka tanpa dikehendakinya
sendiri Bagus Handaka menirukan gerak-gerak yang pernah
disaksikannya itu. Cepat-cepat ia berusaha melingkarkan
diri dan menjatuhkan diri pada punggungnya, yang
kemudian dilanjutkan dengan berguling sampai dua kali.
Setelah itu ia melenting berdiri.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Untunglah bahwa Bagus Handaka telah dibekali dengan
olah keprigelan yang cukup, serta kekuatan jasmaniah yang
besar, sehingga meskipun gerak-geraknya masih belum
sempurna, namun ia tidak pula mengalami sesuatu.
Melihat cara Bagus Handaka membebaskan diri dengan
cara yang demikian, terdengar lawannya tertawa keras-
keras sambil berkata, "Hai monyet kecil, dari mana kau
belajar berjungkir balik demikian..." Untunglah bahwa kau
mengenal cara yang baik untuk menyelamatkan dirimu."
Bagus Handaka tidak sempat menjawab kata-kata itu.
Dengan darah yang mendidih ia meloncat maju kembali
untuk menyerang lawannya sejadi-jadinya. Tangannya
bergerak berganti-ganti mengarah ke segenap tubuh
lawannya, sedang kakinya bergerak dengan lincahnya di
atas pasir pantai. Tetapi ternyata lawannya tidak kalah
lincah pula. Karena itu, maka untuk beberapa lama serangan-
serangannya tidak dapat menyentuh tubuh lawannya sama
sekali. Bahkan ketika ia mencoba untuk menyerang mata
lawannya dengan jarinya, maka tiba-tiba terasa kepalanya
berguncang hebat. Guncangan yang pertama, disusul
dengan yang kedua. Untunglah dalam keadaan terakhir
Bagus Handaka masih sempat melihat sebuah kepalan
tangan sekali lagi mengarah ke pelipisnya. Cepat-cepat ia
memalingkan wajahnya. Tangan itu dengan derasnya
menyambar tidak lebih dari tebal daun padi di muka
hidungnya. Untunglah bahwa Bagus Handaka masih dapat
bekerja cepat. Tangan itu segera ditangkapnya, serta
sambil merendahkan diri ia pergunakan tenaga dorong serta
berat badan lawannya sendiri untuk membantingnya ke
tanah lewat pundaknya. Dengan kerasnya orang itu
terpelanting. Tetapi meski ia jatuh terlentang namun ia
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
berusaha jatuh di atas kedua kaki serta pundaknya saja
yang menyentuh tanah. Bagus Handaka tidak mau
membiarkannya dalam sikap yang demikian, cepat-cepat ia
menyerang lagi lawannya sebelum sempat memperbaiki
keadaannya. Dengan kakinya ia menghantam dada orang
yang masih terlentang itu. Gerak Bagus Handaka
sedemikian cepatnya sehingga lawannya tidak sempat
menghindarinya. Maka terdengarlah keluhan pendek. Tetapi
sesaat kemudian kaki lawannya itu dengan cepatnya
menyapu kakinya, sehingga Bagus Handaka jatuh
terbanting pula. Ketika ia kemudian tegak, lawannya telah berdiri di
hadapannya pula. Bahkan dengan suatu lontaran dahsyat ia
menyerang ke arah dadanya. Dengan cepatnya Bagus
Handaka merendahkan dirinya, dan bersamaan dengan itu
ia menjulurkan kakinya lurus-lurus, sehingga dengan
demikian ia berhasil mengenai perut lawannya. Agaknya
lawannya sama sekali tidak menyangka bahwa Bagus
Handaka akan menyerang selagi ia melakukan serangan
yang sedemikian cepat. Karena itu ia terdorong keras
beberapa langkah surut disusul dengan serangan Bagus
Handaka yang dahsyat pula.
Demikianlah pertempuran itu berlangsung semakin hebat
dan cepat. Pada malam kelima, Bagus Handaka yang
hampir merasa dapat dikalahkan, ternyata memiliki nafas
yang lebih baik dari lawannya sehingga akhirnya lawannya
menjadi lemas karena kehabisan nafas. Tetapi orang
keenam ini agaknya mempunyai nafas lebih baik dari kuda.
Karena itu semakin lama terasa Bagus Handaka semakin
terdesak, tenaganya semakin lama semakin berkurang pula
setelah ia berjuang mati-matian untuk mempertahankan
dirinya. Akhirnya pertempuran itu pun menjadi berat
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
sebelah. Beberapa kali Bagus Handaka terpaksa terlempar,
terbanting dan kadang-kadang perutnya terasa terguncang-
guncang hebat. Dari mulut serta hidung melelehlah darah
segar. Sampai sedemikian jauh Bagus Handaka tidak melihat
gurunya datang membantunya. Bahkan ketika matanya
sudah mulai berkunang-kunang pun Manahan masih belum
menampakkan dirinya. Ia menjadi keheran-heranan.
Apakah sebenarnya maksud Manahan dengan membiarkannya demikian" Seolah-olah segenap sisa-sisa
tenaganya ia tetap melawan dengan beraninya. Sampai
beberapa saat kemudian ketika ia terbanting diatas pasir
dan seolah-olah ia sudah sama sekali tidak dapat bergerak
lagi, dilihatnya orang berwajah menakutkan itu tertawa
berderai sambil selangkah demi selangkah mendekatinya.
Bagus Handaka tidak tahu lagi bagaimana ia harus
melawan. Tangannya serasa sudah membeku dan darahnya
seolah-olah sudah tidak mengalir lagi.
Dalam keadaan yang demikian tiba-tiba orang itu, yang
sudah tinggal beberapa langkah dari padanya, terhenyak
dan memandang ke suatu titik. Maka sekali lagi meledaklah
tertawanya yang mengerikan, disusul dengan suaranya
yang menggelegar, "Hai, kaukah itu" Jadi kau datang pula
untuk membantu muridmu...?"
Mendengar suara orang itu, melonjaklah sebuah
kegembiraan di hati Bagus Handaka. Agaknya gurunya telah
datang. Dan apa yang diduganya adalah benar. Ketika ia
mengangkat mukanya, dilihatnya Manahan berjalan dengan
tenangnya ke arah orang yang berwajah mirip hantu itu.
Melihat gurunya datang, tiba-tiba Bagus Handaka merasa
bahwa akan datanglah saatnya ia mengetahui latar
belakang dari semua peristiwa-peristiwa itu.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Ketika Manahan telah berdiri di muka orang berwajah
jelek itu terdengarlah orang berwajah menakutkan itu
berkata, "Kaukah yang bernama Manahan?"
Manahan menganggukkan kepalanya sambil menjawab,
"Kenapa kau tanyakan itu" Bukankah kau sudah pasti
bahwa guru Bagus Handaka bernama Manahan?"
Kembali terdengar orang itu tertawa berderai sehingga
suaranya memenuhi pantai. "Aku tidak mengira bahwa
Manahan orangnya seperti kau ini."
Terdengarlah Manahan menjawab sambil tersenyum,
"Lalu dari mana kau tahu bahwa aku bernama Manahan?"
"Karena kau datang pada saat Bagus Handaka sudah
tidak dapat bergerak lagi. Aku kira tidak ada orang lain
yang akan menolongnya, selain gurunya," sahut orang itu.
"Lalu apa anehnya aku ini?" tanya Manahan pula.
"Aku jadi kecewa melihat tampangmu. Seharusnya kau
berwajah seperti asahan batu, berkumis lebat dan bertubuh
seperti orang hutan. Supaya ujudmu sesuai dengan
namamu yang terkenal itu."
"Tak ada orang yang mengenal aku sebagai seorang
yang seharusnya bertubuh demikian. Aku adalah seorang
petani yang tidak lebih dari menggarap sawah setiap hari,"
jawab Manahan. Mendengar jawaban Manahan yang masih bernada
dingin itu, Bagus Handaka bertambah heran pula. Kenapa
gurunya tidak saja langsung menghantamnya sampai
pingsan. Apalagi orang itu telah menghinanya pula.
Kemudian, dalam gelap malam Handaka melihat orang
berwajah menakutkan itu menyeringai, benar-benar seperti
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
hantu. Namun Manahan sama sekali tidak bergerak dari
tempatnya. Bahkan masih saja ia tersenyum-senyum.
"Bagus.... Kau adalah seorang petani yang baik,
Manahan. Pekerjaan petani adalah pekerjaan yang mulia
pula. Tanpa petani maka banyaklah orang yang kelaparan.
Tetapi daerah pertanian bukankah daerah pelarian" Apabila
seseorang telah berputus asa dalam melaksanakan
tugasnya sendiri, maka kemudian orang itu menerjunkan
diri dalam daerah pertanian. Bukankah demikian...?"
Mendengar kata-kata orang itu tampaklah wajah
Manahan berkerut. Segera senyumnya lenyap dari bibirnya.
Namun tak sepatah katapun ia menjawab. Sehingga
kemudian terdengar orang yang menakutkan itu meneruskan, "Atau barangkali kau sudah bercita-cita untuk
menjadi seorang tuan tanah yang kaya raya, yang dapat
menandingi kekayaan demang Gunung Kidul?"
----------o-dwkzOarema-o----------
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
III Hampir terlonjak Manahan mendengar kata-kata itu.
Juga Bagus Handaka menjadi keheran-heranan. Kemana
arah bicara orang yang berwajah hantu itu. Tetapi ia
menjadi semakin tidak sabar ketika ia masih saja melihat
Manahan tegak seperti patung. Bahkan kemudian ia
menjadi bertambah tidak mengerti ketika kemudian orang
itu berkata, "Bagus Handaka..., untunglah gurumu datang,
sehingga aku tidak berhasil menangkap kau untuk satu
pertunjukan yang menarik di daerahku. Tetapi hati-hatilah
lain kali aku datang lagi."
Setelah itu segera ia meloncat dan melarikan diri seperti
terbang di gelap malam. "Bapak...!" teriak Bagus Handaka.
Manahan memandang anak itu dengan wajah yang
dingin pula. Sambil berdiri perlahan-lahan Bagus Handaka mendekati
gurunya sambil berkata pula, "Kenapa Bapak membiarkan
orang itu pergi" Selama ini aku ingin menangkap salah
seorang diantaranya. Dengan hadirnya Bapak di sini aku
mengharap bahwa aku akan dapat mengetahui alasan
mereka menyerang aku. Tetapi Bapak membiarkan orang
itu pergi." "Bagus Handaka," kata Manahan tidak menjawab
pertanyaan anak itu. "Bagaimana keadaan tubuhmu?"
"Sakit, Bapak," jawabnya agak jengkel. "Tetapi
bagaimana dengan orang tadi?"
"Kau sudah dapat bergerak kembali?" sambung Manahan
tanpa menghiraukan kata-kata Bagus Handaka.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Sudah, Bapak..." jawab Handaka masih belum mengerti.
"Bagus.... Bersiaplah. Aku adalah orang ketujuh yang
akan menangkapmu," kata Manahan tiba-tiba.
"Bapak... apakah artinya ini?" tanya Handaka semakin
bingung. "Aku adalah orang ketujuh yang akan menangkap kau
dan akan menyerahkan kau kepada orang yang menyuruh
mereka datang berturut-turut selama enam malam. Aku
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
sekarang sudah tahu, siapakah orang yang berdiri di
belakang mereka. Dan aku juga ingin menerima hadiah itu
supaya aku dapat kaya-raya seperti Demang Gunung Kidul.
Jelas?" Handaka mendengar kata-kata gurunya seperti orang
bermimpi. Tetapi tiba-tiba ia melihat gurunya benar-benar
bersiap untuk menyerangnya. Sehingga ia menjadi
bertambah bingung. "Handaka..." kata Manahan kemudian, "Terserahlah
padamu, apakah kau masih ingin hidup atau tidak. Aku
tidak mempunyai kepentingan dengan kau lagi. Kau harus
melawan aku. Kalau tidak, aku akan membawamu hidup-
hidup. Kalau kau mau melawan, aku beri kau keringanan.
Aku akan membawa kau setelah kau aku binasakan, supaya
kau tidak menjadi bahan pertunjukan."
Agaknya Handaka sadar bahwa ia tidak bermimpi. Ia
harus memilih dua hal yang sama-sama tak dikehendaki.
Karena itu ia menjadi bingung sekali. Tetapi ia tidak sempat
berpikir-pikir lebih lanjut. Sebab tiba-tiba gurunya telah
melangkah dan menghantam lambung. Maka dengan gerak
naluriah Handaka menghindarkan diri. Dengan kekuatan
yang ada padanya ia melenting tinggi dan kemudian jatuh
berguling-guling menjauhi gurunya. Tetapi Manahan
mengejar terus sambil melepaskan serangan-serangan yang
sangat berbahaya dan bersungguh-sungguh. Ia memang
pernah berlatih dengan gurunya seperti ia harus berkelahi
sungguh sungguh, namun terasa bahwa selama itu gurunya
selalu menyesuaikan diri dengan gerak-geraknya. Tetapi
kali ini Manahan benar-benar telah menyerangnya dengan
pukulan-pukulan yang dapat membinasakan.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Karena itu, Bagus Handaka menjadi benar-benar tidak
tahu apa yang harus dilakukan kecuali meloncat-loncat
berlari, berguling dan cara-cara lain untuk menghindari
serangan-serangan Manahan. Namun demikian Manahan
menyerang terus seperti orang kehilangan akal.
Tetapi kemudian muncullah suatu pikiran yang agak
jernih dalam otak Bagus Handaka. Tiba-tiba ia merasa
bahwa saat ini adalah saat terakhir baginya untuk
menunjukkan kepada gurunya, ketekunan serta kesungguhannya selama ini dalam menerima segala ilmu
serta pelajarannya. Ia sudah pasti, bahwa kalau benar-benar gurunya akan
membunuhnya, maka saat terakhir ini akan dipergunakan
sebaik-baiknya. Ia harus dapat menunjukkan kepada
gurunya hasil-hasil yang telah dicapainya dalam olah
kanuragan. Meskipun Handaka menjadi semakin tidak mengerti
kepada sifat-sifat gurunya, karena ketakutan-ketakutannya
yang kadang-kadang aneh, misalnya beberapa tahun yang
lalu, tiba-tiba saja ia ditinggal berlari jauh sekali sampai ia
merasa bahwa tidak akan mungkin dapat menemukannya,
tetapi tiba-tiba gurunya itu, yang pada saat itu bernama
Mahesa Jenar datang kembali kepadanya, yang kemudian
untuk beberapa tahun melatihnya dengan tekun. Sekarang
tiba-tiba gurunya itu berbuat keanehan lagi. Tetapi agaknya
kali ini gurunya tidak lagi bermain-main. Sebab apabila ia
lengah, maka pastilah nyawanya akan melayang.
Namun demikian, apabila hal itu sudah dikehendaki oleh
gurunya, maka yang dapat dilakukan adalah menyenangkan
hati gurunya pada saat terakhir itu. Ia harus menunjukkan
kepada gurunya hasil pelajaran yang diterimanya selama ini
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian ia akan dapat
membesarkan hati gurunya itu yang telah berjerih payah
mendidiknya. Mendapat pikiran yang demikian, maka tiba-tiba Bagus
Handaka merasa seolah-olah telah menerima segala
kekuatannya kembali. Seolah-olah badannya merasa
bertambah segar dan sehat. Tanpa mengenal ketakutan
atas kematian yang bakal datang, Handaka kemudian
bergerak dengan cepat seperti seorang anak-anak yang
menari-nari riang menjelang ayahnya pulang dari rantau.
Dengan demikian maka ia telah berbuat sebaik-baiknya
untuk melawan gurunya yang sangat disegani serta
dicintainya itu. Maka, pertempuran itu segera berjalan semakin cepat.
Bagus Handaka telah berusaha untuk mengurangi tekanan
Manahan dengan menyerangnya pula berkali-kali. Ia tiba-
tiba saja merasa bahwa ia telah dapat melayani gurunya
jauh lebih baik daripada saat-saat yang lampau. Dengan
tangkasnya ia menyerang, melenting, kemudian melingkar
di udara kalau kebetulan ia terlempar oleh pukulan-pukulan
gurunya yang dahsyat. Ia sudah berusaha sebaik-baiknya.
Dalam keadaan yang demikian, setitik pun tak ada
maksud Handaka untuk mencoba menyelamatkan dirinya.
Sebab adalah tidak mungkin sama sekali baginya berbuat
demikian. Jadi yang dilakukan itu adalah benar-benar suatu
pernyataan kebaktian seorang murid terhadap gurunya.
Sebab bagaimanapun, Manahan adalah gurunya.
Manahan adalah seorang yang perkasa, yang pernah
menjabat sebagai seorang perwira pasukan pengawal raja.
Karena itu kemampuannya pun luar biasa. Apalagi
sebenarnya tenaga Bagus Handaka telah berada jauh di
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
bawah kekuatannya, karena sebelumnya ia sudah harus
bertempur mati-matian melawan seorang yang berwajah
seperti hantu. Daya perlawanan Bagus Handaka pun segera tampak
surut. Dengan demikian maka serangan-serangan Manahan
pun semakin banyak mengenai tubuhnya.
Meskipun demikian, Bagus Handaka sama sekali tidak
mengeluh. Dengan tenaganya yang semakin lama semakin
lemah itu ia tetap melawan sedapat-dapatnya.
Tetapi apa yang dapat dilakukannya adalah tidak
seberapa lama. Sebuah serangan Manahan yang dahsyat
datang mengarah ke lambungnya. Dengan tenaga yang
masih ada padanya, Bagus Handaka mencoba menghindari
serangan itu dengan memiringkan tubuhnya, tetapi ia tidak
berhasil. Dengan kerasnya ia terlempar beberapa langkah
dan kemudian jatuh terbanting. Yang dapat dilakukannya
hanyalah mencoba menyelamatkan tubuhnya dengan
berusaha menjatuhkan diri sebaik-baiknya. Dan apa yang
diusahakan itu sebagian dapat berhasil. Namun setelah itu,
kembali seluruh tulang-tulangnya terasa telah terlepas.
Tubuhnya menjadi lemas dan darahnya seolah-olah tidak
mengalir lagi. Bagaimanapun ia berusaha namun ia sudah
tidak mampu lagi menggerakkan bagian-bagian dari
tubuhnya. Meskipun demikian, Bagus Handaka tetap tidak
mengeluh sama sekali. Dengan dada menengadah ia
menanti apapun yang bakal terjadi. Sekilas dilihatnya langit
yang biru gelap ditaburi bintang-bintang seperti jutaan
lampu yang tergantung jauh sekali di udara, dengan
sinarnya, yang berkedip-kedip mengelilingi bintang raksasa
Bima Sakti yang melintang ke utara.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Kemudian dilihatnya gurunya, yang diakunya sebagai
ayahnya setelah ayahnya yang sebenarnya pergi meninggalkannya, berjalan mendekatinya. Dan Bagus
Handaka telah siap menerima apapun yang akan dilakukan
oleh gurunya itu, meskipun untuk sesaat terlintas pula
wajah-wajah ayahnya Gajah Sora. Ibunya, serta wajah-
wajah yang pernah dikenalnya. Wajah-wajah bengis yang
pernah akan membunuhnya pada saat ia ditolong oleh
seorang yang menamakan dirinya Sarayuda, serta wajah
keenam orang yang datang berturut-turut menyerangnya.
Dan sekarang yang berada di depannya adalah gurunya,
Manahan yang sebenarnya dikenalnya dengan nama
Mahesa Jenar, yang menyatakan dirinya sebagai orang
yang ketujuh. Dengan sekuat tenaga perasaannya, Bagus Handaka
mencoba melenyapkan semua bayangan yang berturut-
turut datang mengganggu otaknya. Dipusatkannya pikirannya untuk menghadapi apapun yang bakal terjadi,
dengan tabahnya. Dan tiba-tiba dirasanya tangan gurunya itu meraba-raba
tubuhnya. Memijat-mijat tangannya dan kemudian dengan
suara yang rendah berkata, "Tidakkah kau dapat bergerak
lagi Handaka?" Dengan mata yang cerah, Bagus Handaka memandangi
wajah gurunya. Jawabnya, "Aku sudah berusaha sebaik-
baiknya, Bapak." Kemudian tampaklah Manahan merenungi anak itu.
Alisnya yang lebat bergerak-gerak karena kerut-kerut di
keningnya. Seolah-olah ia sedang menghitung setiap titik di
permukaan tubuh muridnya. Sesaat kemudian terdengarlah
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Manahan menarik nafas dalam-dalam serta mengangguk-
anggukkan kepalanya. Lalu terdengar ia bertanya kembali, "Adakah dengan cara
demikian kau melawan orang-orang yang menyerangmu
enam malam berturut-turut?"
Bagus Handaka tidak segera mengerti maksud pertanyaan gurunya. Karena untuk beberapa saat ia tidak
menjawab, terdengar kembali Manahan berkata, "Ingat-
ingatlah apa yang telah kau lakukan selama enam malam
berturut-turut." Bagus Handaka semakin tidak mengerti. Tetapi ia
menjawab juga, "Bapak, selama itu aku pun telah berusaha
sebaik-baiknya melawan mereka. Bahkan aku sudah
mencoba untuk menangkap salah seorang diantaranya.
Tetapi aku tidak berhasil."
Sekali lagi Manahan mengangguk-anggukkan kepalanya,
sedangkan Bagus Handaka menjadi bertambah bingung.
Apalagi ketika kemudian dilihatkan gurunya tersenyum
sambil membangunkannya. "Duduklah Handaka. Dan
cobalah menggerak-gerakkan tubuhmu perlahan-lahan."
Dengan otak yang dipenuhi oleh berbagai pertanyaan,
Bagus Handaka mencoba sedapat-dapatnya untuk bangun
dan kemudian bertahan duduk di atas pasir pantai. Adakah
gurunya menunggu sampai ia mampu untuk melawannya
kembali..." Tetapi, ternyata Manahan tidak berbuat demikian. Juga
ternyata gurunya itu tidak membunuhnya. Malahan
kemudian gurunya itu duduk pula di sampingnya dan
dengan wajah yang jernih berkata, "Sudahkah kau ingat
keenam orang yang menyerangmu?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Sambil mengangguk, Bagus Handaka menjawab
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekenanya saja, "Sudah, Bapak."
"Baik..". sahut Manahan, "Kau pernah berkata kepadaku
tentang wajah-wajah dari kelima orang itu, sedang orang
yang keenam telah aku saksikan sendiri. Tetapi kau belum
pernah menceriterakan kepadaku bagaimanakah bentuk
tubuh kelima orang yang menyerangmu itu."
Untuk sesaat Bagus Handaka jadi termenung. Memang
selama itu ia belum pernah menyebut-nyebut bentuk tubuh
lawan-lawannya. Dan sekarang tiba-tiba gurunya menanyakan hal itu. Maka dicobanya sekali lagi untuk
membayangkan kembali kelima orang itu berturut-turut.
"Bagaimanakah dengan orang yang pertama?" tanya
Manahan. Dengan masih mencoba mengingat-ingat orang itu Bagus
Handaka menjawab, "Orang itu bertubuh tegap tinggi dan
berdada bidang." "Orang kedua?" desak Manahan.
Dengan mengingat-ingat mengerti sepenuhnya maksud
pertanyaan gurunya, karena itu setelah merenung beberapa
lama ia menjawab hampir berteriak, "Semuanya bertubuh
tegap tinggi dan berdada bidang."
"Lalu bagaimanakah pendapatmu mengenai mereka itu?"
tanya Manahan pula. Bagus Handaka diam menimbang-nimbang. Tetapi
kemudian ia berkata, "Itu adalah aneh, Bapak. Tubuh
mereka berenam hampir bersamaan. Hanya wajah
merekalah yang agaknya berbeda-beda."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Kau yakin bahwa wajah mereka berbeda-beda?" desak
Manahan. Mendengar pertanyaan gurunya, tiba-tiba Handaka
menjadi ragu. Memang sepintas lalu, apalagi di dalam
gelapnya malam, wajah-wajah mereka tampak berbeda-
beda. "Sayang, aku tak dapat menangkapnya," gumam Bagus
Handaka. Terdengarlah Manahan tertawa pendek, lalu katanya,
"Inginkah kau menangkapnya?"
"Ya," jawab Handaka. "Aku ingin tahu kenapa mereka
menyerang aku." "Dan kenapa aku menjadi orang ketujuh?" tanya
Manahan pula. Bagus Handaka menatap Manahan dengan pandangan
yang aneh. Apa yang terjadi lima malam berturut-turut
telah cukup memusingkan kepalanya. Apalagi malam yang
keenam itu. Segalanya menjadi semakin kabur dan penuh
teka-teki. Melihat Bagus Handaka kebingungan, berkatalah Manahan, "Handaka.... Meskipun aku tidak menyaksikan,
namun aku berani meyakinkan bahwa keenam orang yang
menyerangmu berturut-turut itu pasti mempunyai persamaan bentuk tubuh. Dan ketahuilah Handaka bahwa
kau jangan mimpi untuk dapat menangkapnya."
Mata Handaka masih memancarkan pertanyaan- pertanyaan yang membingungkan. Katanya, "Tetapi orang
yang pertama, kedua dan ketiga adalah orang-orang yang
belum memiliki ilmu yang cukup tinggi. Sehingga aku
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
mempunyai kemungkinan yang besar untuk dapat
menangkapnya." Mendengar kata-kata itu Manahan tersenyum. Jawabnya,
"Meskipun demikian, bukankah ternyata kau tidak mampu
menangkapnya?" Bagus Handaka mengangguk mengiyakan.
"Jangankan kau Handaka," sambung Manahan, "Sedang
aku pun tidak berani bermimpi untuk dapat menangkapnya." Mendengar perkataan itu Handaka terkejut bukan main,
sampai ia tergeser ke samping. Matanya semakin
membayangkan kebingungan yang memenuhi hatinya.
"Handaka..." kata Manahan seterusnya dengan perasaan
iba, "Sudah sewajarnya kalau kau menjadi bingung
karenanya." Handaka mendengarkan kata-kata gurunya itu dengan
saksama, meskipun sikap gurunya itu tidak kalah
membingungkan pula. "Pertama-tama ketahuilah, bahwa apa yang aku lakukan,
tidaklah benar-benar seperti apa yang aku katakan. Otakku
masih cukup sehat untuk tidak melakukan hal-hal seperti
itu. Sedang apa yang aku lakukan, adalah untuk
meyakinkan dugaanku terhadap keenam orang yang telah
menyerangmu enam malam berturut-turut. Dengan caraku
itu aku kemudian yakin siapakah orang-orang yang datang
berturut-turut itu."
"Guru..." potong Handaka dengan penuh haru, "Jadi
Bapak tidak benar-benar mau membunuhku?"
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Mendengar pertanyaan Bagus Handaka, Manahan jadi
terharu. Jawabnya sambil membelai kepala anak itu,
"Kenapa aku akan membunuhmu?"
"Bukankah Bapak sendiri berkata demikian?" jawab
Handaka. "Dan kau telah mencoba mempertahankan dirimu?"
tanya Manahan pula. "Tidak, Bapak.... Aku sama sekali tidak berusaha untuk
menyelamatkan diri, tetapi aku hanya bermaksud untuk
menunjukkan hasil pelajaran-pelajaran yang aku terima
selama ini pada saat-saat terakhir."
Diam-diam Manahan memuji di dalam hati. Benar-benar
anak ini berhati bersih dan setia. Karena itu Manahan
menjadi semakin terharu. Namun demikian ia berusaha
agar wajahnya sama sekali tidak membayangkan perasaannya. "Handaka..." kata Manahan kemudian, "Baiklah aku
beritahukan dugaanku atas semua kejadian-kejadian yang
berlaku itu, supaya kau tidak terlalu lama menebak."
Handaka menjadi sangat tertarik. Karena itu ia
menggeser duduknya semakin dekat dengan gurunya.
"Handaka...." Manahan melanjutkan, "Mengucapkan
syukur atas semua peristiwa yang berlaku enam malam
berturut-turut. Meskipun barangkali untuk dua-tiga hari
tubuhmu akan masih terasa sakit-sakit, namun setelah itu
kau akan berbangga karenanya."
"Apakah yang dapat aku banggakan Bapak?" tanya
Handaka. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Manahan tersenyum, lalu jawabnya, "Aku telah mencoba
untuk memancingmu dalam suatu perkelahian. Apapun
alasanmu tetapi kau telah berbuat sebaik-baiknya. Sedang
apa yang kau lakukan sebagian adalah bukan hasil
pelajaran yang aku berikan."
"Bapak..." potong Handaka, "Kenapa kau berbuat
demikian. Aku tidak pernah belajar kepada siapapun kecuali
kepada Bapak." Kembali Manahan tersenyum. Katanya, "Meskipun
andaikata unsur-unsur itu tidak kau miliki sekarang,
kemudian aku pun akan memberikannya pula. Tetapi
kemajuan yang kau capai selama lima hari akan sama
dengan kemajuan yang akan kau capai dalam waktu
berbulan-bulan apabila hal itu kau pelajari dariku, serta
dalam keadaan yang biasa."
Masih saja Handaka belum mengerti maksud gurunya.
Sehingga kemudian Manahan berkata pula, "Handaka...,
menurut dugaanku orang yang datang enam malam
berturut-turut itu adalah orang yang sama."
"Orang yang sama?" tanya Handaka keheran-heranan.
"Ya," jawab Manahan. Orang itu hanya mengubah
mukanya sedikit dengan menggores-goreskan warna-warna
hitam dan kadang-kadang memasang kumis dan janggut
palsu. "Tetapi tingkat kepandaiannya sama sekali tidak sama,
Bapak," potong Handaka.
Sekali lagi Manahan tersenyum. Jawabnya, "Itulah
sebabnya kepandaianmu meningkat dengan wajar, meskipun waktunya dipercepat. Dan ketahuilah bahwa yang
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dapat berbuat demikian hanyalah orang-orang sakti yang
berilmu mumpuni." Handaka menjadi termenung karenanya.
"Jadi apakah maksudnya menyerangku..." Dan kenapa
dikatakannya bahwa orang-orang itu akan menangkap aku
untuk sebuah pertunjukan pembunuhan...?" tanya Handaka. "Satu-satunya cara untuk memaksamu bekerja sekeras-
kerasnya adalah menakut-nakutimu dengan cara demikian,"
jawab Manahan. Bagus Handaka menarik nafas dalam-dalam. Mengertilah
ia sekarang bahwa orang yang datang setiap malam itu
sama sekali tidak akan membunuhnya seperti gurunya itu
pula. "Adakah Bapak mengenal orang yang datang setiap
malam itu?" tanya Handaka kemudian.
Manahan menggelengkan kepalanya. Jawabnya, "Aku
tidak tahu. Meskipun aku telah berusaha mengenal gerak-
geraknya sebaik-baiknya namun aku tetap tidak dapat
mengatakan siapakah dia. Apalagi apa yang diberikan
kepadamu selama ini ternyata adalah urut-urutan pelajaran
dari ilmuku sendiri yang akan aku berikan pula kepadamu."
Sekarang semuanya menjadi agak jelas bagi Handaka.
Ternyata orang itu datang kepadanya dengan maksud baik.
Menuntunnya untuk berlatih lebih keras. Dan tahulah ia
sekarang kenapa pada malam-malam pertama, kedua dan
ketiga orang itu seolah-olah hanya memiliki unsur-unsur
gerak yang itu-itu saja, sehingga dengan demikian ia
berhasil menguasai unsur-unsur itu, serta kemudian pada
malam-malam berikutnya tanpa disengajanya unsur-unsur
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
itu terselip pada gerak-gerak perlawanannya, sedang
lawan-lawannya dapat memberikan perlawanan sebaik-
baiknya dan diulang-ulangnya pula.
Karena itu, dadanya jadi bergelora. Apalagi ketika
gurunya berkata, "Handaka... orang yang datang berturut-
turut itu pastilah seorang yang sakti, jauh lebih sakti dari
gurumu ini. Itulah sebabnya aku sama sekali tidak berusaha
untuk menangkapnya, sebab hal itu pasti akan sia-sia. Hal
itu juga ternyata pula, bahwa orang itu dapat mengetahui
bahwa aku berada di sekitar ini meskipun aku telah
bersembunyi sebaik-baiknya."
Handaka mengangguk-anggukkan kepalanya. Hal itu
sama sekali tak pernah dibayangkan sebelumnya, bahwa
seorang yang sakti, bahkan lebih sakti dari gurunya, datang
kepadanya dengan cara-cara yang aneh. Katanya, "Jadi
Bapak diketahuinya sebelum Bapak menampakkan diri?"
"Tidak hanya itu saja Handaka..." Manahan meneruskan,
"Sedang aku pun telah menerima nasihatnya pula."
"Nasihat untuk Bapak?" tanya Handaka terkejut.
Manahan mengangguk-anggukkan kepalanya. Jawabnya,
"Bukankah orang itu berkata kepadaku bahwa pertanian
bukanlah daerah pelarian. Bukan daerah tempat orang-
orang yang berputus asa apabila kewajibannya sendiri
sudah tak dapat ditunaikan...?"
Handaka memandang Manahan dengan mata yang
bertanya-tanya. Ia sama sekali tidak tahu maksud
perkataan itu. Sampai Manahan melanjutkan, "Handaka...,
barangkali kau sama sekali tak dapat menghubungkan
perkataan-perkataan itu dengan keadaan kita. Tetapi
ketahuilah bahwa ada sesuatu hal yang selama ini belum
pernah aku katakan kepadamu, sebab kau masih aku
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
anggap terlalu kanak-kanak. Sekarang, aku kira kau telah
cukup dewasa untuk mengetahui lebih banyak hal tentang
keadaan kita. Keadaan serta kewajiban-kewajibanku dan
keadaan serta kewajiban-kewajibanmu."
Bagus Handaka mendengarkan setiap kata gurunya
dengan saksama. Sakit-sakitnya di seluruh tubuhnya sudah
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak dirasakannya lagi. Sementara itu angin malam bertiup
lemah, dan bintang-bintang di langit telah mengubah
susunannya. bintang Waluku telah jauh condong di barat,
sedang bintang Bima Sakti telah mulai mengabur pada
kedua ujungnya, jauh di selatan dan utara.
"Bagus Handaka...." Manahan meneruskan perlahan-
lahan. "Sebenarnya saat ini aku sedang mengemban suatu
tugas yang berat. Tugas yang tidak boleh diketahui oleh
orang lain. Sekarang, karena kau telah cukup dewasa,
ternyata seorang sakti yang tak dikenal telah berkenan
langsung mengajarmu, maka baiklah aku berterus-terang
pula. Saat ini aku sedang berusaha untuk mencari dua
pusaka Istana yang hilang, berwujud keris yang bernama
Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten."
Handaka mendengarkan ceritera gurunya sampai tidak
sempat berkedip. Sedang Manahan kemudian berceritera
tentang kedua keris yang pernah diketemukannya bersama
ayahnya, Gajah Sora. Tetapi keris itu kemudian hilang
kembali. Dan karena itu pula maka ayahnya terpaksa
menghadap Sultan Demak untuk mempertanggungjawabkan hilangnya kedua pusaka itu.
Sepeninggal Gajah Sora, Banyubiru kemudian ditimpa oleh
banyak malapetaka dan Bagus Handaka sendiri hidupnya
selalu terancam bahaya. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Untunglah bahwa Paman Lembu Sora segera bertindak,"
desis Bagus Handaka, "Dengan demikian pasti Ibu serta
Banyubiru dapat diselamatkan."
Mendengar kata-kata Bagus Handaka itu Manahan
menarik nafas dalam-dalam. Sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya ia berkata dengan suara sayu, "Kau keliru Bagus
Handaka." "Keliru?" sela Handaka terkejut.
"Ya, kau keliru". Manahan menjelaskan, "Sayang bahwa
pamanmu sama sekali tidak berbuat demikian. Meskipun
apa yang dikatakan kepada semua warga Banyubiru,
pamanmu telah berusaha menyelamatkan ibumu serta
daerah perdikan itu, namun nyatanya tidaklah demikian.
Sebab pamanmulah sebenarnya sumber keributan itu."
Handaka menjadi semakin tidak mengerti. Ia melihat
sendiri ketika itu pamannya telah membantu ayahnya
menghalau gerombolan yang menyerang Banyubiru.
Bahkan kemudian ibunya telah memerintahkan Sawungrana
untuk meminta bantuan pamannya pula ketika kemudian
timbul hura-hara. "Bagus Handaka..." sambung Manahan, "Ketahuilah,
pamanmulah yang berusaha untuk menyingkirkan ayahmu.
Karena pamanmu ingin menguasai seluruh daerah perdikan
Pangrantunan Lama. Karena itu ia telah berusaha untuk
menyingkirkan kau pula, yang pasti akan menjadi
penghalang usahanya itu."
Mendengar kata-kata terakhir itu, menggigillah tubuh
Bagus Handaka karena kemarahan yang mencengkam
perasaannya. Ia sama sekali tidak mengira, bahwa apa
yang terjadi adalah kebalikan dari dugaannya.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Benarkah apa yang Bapak katakan...?" Handaka
bertanya untuk mendapat suatu kepastian.
"Aku telah berkata sebenarnya," jawab Manahan.
"Tetapi kenapa Bapak baru mengatakan itu kepadaku
sekarang?" "Aku menganggap bahwa sebelum ini, kau belum cukup
dewasa, Handaka," jawab Manahan pula.
Tetapi agaknya Handaka tidak puas mendengar
keterangan itu, maka ia mendesak, "Dan kenapa pada saat
itu Bapak tidak berbuat sesuatu untuk mencegah perbuatan
itu?" Manahan membenarkan letak duduknya. Ia dapat
mengerti sepenuhnya pergolakan perasaan muridnya.
Dengan sabar Manahan menjelaskan, "Handaka....., waktu
itu aku tidak dapat berbuat apa-apa. Aku tidak dapat
menunjukkan bukti-bukti kejahatan yang telah dilakukan
oleh pamanmu. Juga karena kelicinan pamanmu, di
hadapan ayahmu aku pernah hampir-hampir dibinasakan
oleh Laskar Banyubiru sendiri, karena mereka curiga
kepadaku tentang hilangnya kedua keris itu. Untunglah
bahwa ayahmu sempat mencegahnya. Kemudian aku tidak
yakin bahwa kecurigaan para pimpinan Laskar Banyubiru itu
kepadaku telah lenyap dari hati mereka seluruhnya atau
baru sebagian saja dari antara mereka."
Mendengar penjelasan gurunya, Bagus Handaka semakin
terbakar hatinya. Matanya kemudian menjadi merah
menyalakan kemarahannya. Giginya terdengar gemeretak
serta denyut jantungnya bertambah cepat. Dan tiba-tiba
saja lenyaplah segala perasaan sakit dan nyeri. Meskipun
masih agak tertatih-tatih ia bangkit berdiri serta dengan
suara lantang ia berkata, "Bapak..., apapun yang terjadi
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
atasku, aku tidak ambil pusing. Besok pada saat matahari
terbit aku minta ijin Bapak untuk kembali ke Banyubiru. Aku
atau Paman Lembu Sora yang akan binasa tidaklah menjadi
soal. Tetapi aku harus menuntut balas."
"Handaka..." kata Manahan masih setenang tadi,
"Duduklah." Handaka dengan tidak sabar memandangi Manahan yang
masih saja duduk di pasir pantai. Katanya, "Tidakkah
sekarang sudah saatnya Bapak..." Kita harus bertindak
tegas. " "Duduklah Handaka...." Meskipun Manahan berkata
perlahan-lahan, namun nadanya penuh dengan tekanan,
sehingga Handaka tidak dapat berbuat lain, kecuali duduk
kembali di sisi gurunya. "Handaka..." sambung Manahan, "Aku dapat mengerti
sepenuhnya perasaan yang bergelora di dalam dadamu.
Tetapi jangan membiasakan diri bertindak tergesa-gesa.
Membunuh pamanmu Lembu Sora barangkali tidaklah
terlalu sulit, meskipun bagaimana saktinya. Tetapi akibat
dari perbuatan itu sudahkah menjadi perhatianmu" Setidak-
tidaknya pasti akan timbul permusuhan antara Pamingit dan
Banyubiru. Kalau benar demikian, maka di antara kedua
daerah perdikan itu pasti akan ditelan oleh masa depan
yang suram." Setelah diam sejenak, Manahan melanjutkan, "Dalam
kekalutan itu akan hadirlah kekuatan-kekuatan dari pihak
lain yang akan menelan Pamingit dan Banyubiru sekaligus.
Sebab dalam hal ini golongan hitam pasti tidak akan tinggal
diam. Mereka pasti akan mempergunakan kesempatan
sebaik-baiknya. Kemudian dapatlah dipastikan bahwa di
atas mayat-mayat laskar Pamingit dan Banyubiru akan
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
berkibar bendera-bendera mereka, bendera yang bergambarkan harimau hitam, sepasang uling yang
berlilitan, kelelawar raksasa berkepala serigala, ular laut
yang ganas. Setelah itu lenyaplah sudah nama daerah
perdikan Pamingit dan Banyubiru sekaligus. Lenyap pulalah
hasil jerih payah eyangmu Sora Dipayana yang dengan
memeras keringat dan darah membangun kedua daerah
perdikan itu. Lenyap pulalah nama kebesaran keluarga Sora
yang selama ini disegani oleh daerah-daerah lain, bahkan
sampai ke Istana Demak. Yang ada kemudian tinggallah
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
nama-nama Sima Rodra, Uling Rawa Pening, Lawa Ijo, dan
Jaka Soka." Bagus Handaka adalah seorang anak yang cerdik. Karena
itu segera ia dapat menangkap maksud gurunya. Namun
meskipun demikian amat sulitlah baginya untuk mengendalikan perasaannya.
Maka bertanyalah ia, "Bapak, kalau demikian apakah kita
biarkan saja Paman Lembu Sora tidak terhukum atas
kesalahannya itu?" "Itu pasti Handaka," jawab Manahan. "Siapa yang
bersalah harus dihukum. Tetapi kita harus menjaga agar
kita dapat menarik garis antara pamanmu Lembu Sora dan
orang-orangnya yang sama sekali tidak tahu-menahu,
sehingga dengan demikian pertumpahan darah yang luas
dapat terhindar. Itu adalah tugasmu Handaka, meyakinkan
orang-orang Pamingit dan Banyubiru, bahwa pamanmu
telah berbuat suatu dosa yang harus dipertanggungjawabkan."
Bagus Handaka menjadi tertegun diam. Perkataan
Manahan itu seolah-olah satu demi satu menyusup ke
dalam dadanya serta mendinginkan hatinya. Sadarlah
bahwa pekerjaan yang dihadapinya bukanlah pekerjaan
yang dapat dilakukan dengan tergesa-gesa, tetapi harus
ditempuhnya dengan penuh kebijaksanaan.
"Lalu apakah yang harus aku lakukan Bapak?" tanya
Handaka kemudian. Untuk beberapa saat Manahan tidak menjawab. Ia
sendiri masih belum tahu dengan pasti, apa yang akan
dilakukannya. Namun demikian ia kemudian menjawab,
"Handaka, kita harus meninggalkan pedukuhan ini. Aku
harus tetap berusaha mencari keris-keris Kyai Nagasasra
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
dan Kyai Sabuk Inten. Disamping itu ada baiknya kalau kita
mencari berita tentang Banyubiru dan perkembangannya
setelah kau tinggalkan. Kemudian baru kau menentukan
cara untuk memecahkan masalahnya. Meskipun kau
sebenarnya belum dewasa penuh, namun aku kira kau telah
cukup untuk memulai pekerjaan yang besar itu, dengan
kehati-hatian dan yang mungkin memerlukan waktu tidak
sehari dua hari, tetapi setahun dua tahun, bahkan mungkin
lebih dari itu." Bagus Handaka memperhatikan setiap kata gurunya
yang menambah keyakinannya bahwa pekerjaan yang
betapapun beratnya itu pasti akan dapat diselesaikan.
Namun ia sadar bahwa jalan yang akan ditempuhnya
bukanlah jalan yang lurus dan licin, tetapi pasti akan penuh
dengan rintangan dan bahaya.
Namun ia sadar pula bahwa apa yang dilakukannya nanti
seharusnya tidak menyingkir dari bahaya-bahaya itu, tetapi
ia harus berani menghadapi serta mengatasinya.
Kemudian untuk sesaat mereka saling berdiam diri.
Masing-masing tenggelam dalam angan-angan serta
gambaran-gambaran masa yang akan datang. Masa yang
pasti akan penuh dengan perjuangan.
"Bagus Handaka...."
Kemudian terdengar Manahan memulai, "Marilah kita
pulang. Sejak besok kita harus sudah berkemas-kemas. Kita
tinggal menunggu padi yang sudah menguning. Setelah itu
baiklah kita melanjutkan perantauan kita untuk menemukan
kedua pusaka itu, beserta mempersiapkan diri untuk
mendapatkan kembali tanah pusaka yang kau tinggalkan.
Sekarang bekalmu telah jauh lebih banyak dari lima atau
enam hari yang lalu."
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Bagaimanapun Bagus Handaka masih belum begitu yakin
kepada kata-kata gurunya. Benarkah ilmunya sudah
sedemikian menanjak sehingga gurunya merasa bahwa
bekalnya telah cukup banyak" Karena itu bertanyalah ia
meyakinkan, "Bapak, benarkah ilmuku telah jauh lebih
banyak dari lima atau enam hari yang lalu...?"
Mendengar pertanyaan muridnya, Manahan tersenyum.
"Bagus Handaka..., aku telah mengujimu. Dalam keadaan
payah dan luka-luka kau mampu melawan aku sampai
beberapa lama. Hal itu tidak akan dapat kau lakukan lima
atau enam hari yang lalu. Bahkan aku telah mencoba untuk
menyerangmu dengan bersungguh-sungguh walaupun
masih dalam batas-batas tertentu. Tetapi kau nyata-nyata
telah bertambah jauh. Karena itu maka yang akan aku
berikan kepadamu seterusnya tinggallah tingkat yang
tertinggi." Oleh keterangan-keterangan itu, diam-diam Bagus
Handaka jadi berbangga. Beberapa kali bibirnya bergerak-
gerak mengucapkan terima kasih kepada orang yang tak
dikenalnya, namun tak sepatah kata pun yang meluncur
keluar. Kemudian berjalanlah mereka berdua perlahan-lahan
sepanjang pantai menuju ke pondoknya. Di sepanjang jalan
hampir tak ada kata-kata yang mereka ucapkan. Apalagi
Bagus Handaka, yang sedang merenungi dirinya sendiri.
Dicobanya mengingat-ingat kembali segala peristiwa yang
pernah dialaminya dengan lebih saksama. Dicobanya
mengingat-ingat setiap gerak yang pernah dilakukan dan
yang pernah disaksikan. Akhirnya ia dapat mengambil
kesimpulan, bahwa memang banyak unsur-unsur yang
tanpa sesadarnya telah dimiliki dan bahkan telah
dikuasainya dengan baik. SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
Maka, sejak matahari terbit di pagi harinya, Bagus
Handaka mulai berkemas-kemas. Sesuai dengan perintah
gurunya, apabila padi telah dituai, maka mereka segera
akan meninggalkan pedukuhan Tegal Arang, untuk
meneruskan perjalanan ke tempat yang tak ditentukan.
Naga Sasra Dan Sabuk Inten Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun sesuai dengan harapan gurunya untuk mengetahui perkembangan Banyubiru, maka mereka pasti
akan mendekati tempat itu, dengan harapan bahwa mereka
sudah tidak akan dikenal lagi setelah hampir tiga tahun
meninggalkan tempat itu. Bila perlu, mereka akan
mempergunakan penyamaran.
Demikianlah, tidak sampai dua pekan, padi telah masak.
Tetapi demikian orang pergi menuai, demikian Manahan
dan Bagus Handaka mulai minta diri kepada tetangga-
tetangganya, bahwa ia tidak dapat tinggal lebih lama lagi di
pedukuhan itu. Tentu saja, hal itu sangat mengejutkan
mereka, yang mengira bahwa Manahan dan anaknya akan
tetap tinggal bersama mereka sampai hari tuanya.
"He..., kau mau kemana lagi Manahan?" tanya salah
seorang dari mereka yang bertubuh pendek, kasar dan
berambut tegak, "Kami telah menerima kau dengan baik,
tetapi kau agaknya tidak betah tinggal di pantai."
Meskipun kata-kata itu diucapkan dalam nada yang kasar
seperti tubuhnya, namun sebenarnya itu adalah suatu
pernyataan yang jujur dari rasa persahabatannya.
"Maafkan Kakang," jawab Manahan. "Aku terpaksa
meninggalkan kalian karena aku masih mempunyai
pekerjaan yang lain"
"Apa yang harus kau kerjakan?" tanya yang lain, seorang
nelayan yang kurus dan berkumis tipis.
SH. Mintardja " Tiraikasih http://kangzusi.com/
"Aku masih harus mencari bapakku," jawab Manahan
berbohong. Orang yang kurus dan berkumis tipis itu mengerutkan
keningnya, lalu sambungnya, "Kemana bapakmu pergi...?"
Pangeran Anggadipati 4 Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong Kelelawar Hijau 10