Pencarian

Pedang Kunang Kunang 6

Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong Bagian 6


"Sekarang belum tahu, siapa tabib yang pandai itu.
Tetapi setelah ia sembuh, akan ku ajari ilmu silat agar dia
dapat menuntut balas atas kematian orang tuanya.
Tetapi bila ........ "
"Bila tak bisa sembuh?"
"Dia sudah memutuskan untuk masuk menjadi rahib
366 dan takkan menikah selama-lamanya." Serasa tersayatlah hati Gak Lui mendengar keterangan itu. Dua
butir airmata menitik keluar.
"Dia... amat baik sekali ...... baiklah, untuk sementara
waktu ini aku takkan menemuinya...... kedua adikangkatku telah cianpwe tolong semua. Budi besar itu
pasti ..... akan kubalas"
"Itu suatu kewajiban didalam dunia persilalatan. Tak
perlu membalas budi, hanya saja..... "
"Silahkan sungkan!" cianpwes mengatakan, harap jangan "Berapakah sebenarnya adik angkatmu itu?" tanya
Permaisuri Biru dengan nada agak keras. Merah telinga
Gak Lui, sahutnya ; "Aku Puaya taci-angkat dan dua
orang adik angkat. "Banyak juga!" " .
"Bagaimana hubunganmu dengan mereka ?"
"Baik sekali" "Justeru ini ......" Permaisuri Biru hentikan kata2-nya
lalu beralih soal :"Kita tak kenal sebelumnya. Aku tak
berhak mencampuri urusan pribadimu. Hanya menilik
pancaran matamu, kelak engkau tentu berhasil gemilang
dalam ilmu silat. Usiamupun cukup panjang. Tetapi
engkau akan menderita didalam soal asmara. Jika......."
"Jika bagaimana" "
"Jika dalam hidupmu timbul lagi seorang wanita,
engkau pasti akan mengalami penderitaan hebat.
"Benarkah?" "Ilmu mengarang dari tampang muka, mengatakan
367 begitu. Catat sajalah dalam hatimu. Mungkin wanita yang
keempat itu takkan muncul dalam kehidupanmu. "
Sesaat tersiraplah darah Gak Lui. la teringatlah akan
ramalan si Raja Sungai. Juga mengatakan bahwa dia
bakal mengalami peristiwa kehidupan yang aneh.
"Dapatkah cianpwe mengatakan sedikit tentang hal2
yang akan kuderita itu?" tanyanya setengah kurang
percaya. "Kepandaianku ....... masih belum mencapai tingkatan
itu. Jika engkau berjumpa dengan suamiku Kaisar
Persilatan. Dia tentu dapat memberi keterangan yang
lebih jelas lagi." "Oh....." Gak Lui mendengus. Kemudian ia bertanya
apakah Ki cianpwe benar2 datang ke Tiong-goan?"
"Sudah setengah tahun yang lalu."
"Ah....., aku tak tahu ........"
"Tak-apa, lanjutkan saja ceriteramu," kata Permaisuri
Biru agak ramah. Setelah merenung sejenak, Gak Lui
melanjutkan kata2nya : "Dalam soal membalas sakit hati
ini, sesungguhnya aku tak ingin mencari bantuan orang.
Tetapi Maharaja persilatan dengan gerombolannya,
memang mengganas di dunia persilatan ....... " .
"Ya, kutahu. Bukankah maksudmu hendak mengatakan mengapa Kaisar tinggal diam saja?" tukas
Permaisuri Biru. "Benar, apabila Ki cianpwe tak menghendaki nama
partai Thian- liong-pay dan pribadinya tercemar, beliau
pasti takkan berpeluk tangan membiarkan gerombolan
Maharaja malang melintang dalam dunia persilatan"
Permaisuri Biru menghela napas. Merenung 368 beberapa saat, ia berkata tenang : "Sekali-kali bukan
karena kami Kaisar dan Empat Permaisuri itu tak punya
rasa Keadilan. Tetapi sesungguhnya memang tak
berdaya turun tangan."
"Aku tak, mengerti !"
Kepala Permaisuri Biru itu agak berguncang
sehingga tanda swastika bergemerlapan. Semangat Gak
Lui serentak tertarik oleh pertandaan itu.
"Alasannya sederhana sekali. Tetapi pada waktu
sekarang merupakan rahasia besar dalam dunia
persilatan. Setelah kuberitahu kepadamu, engkau tak
boleh bilang kepada siapapun juga."
"Baik, aku berjanji takkan mengatakan kepada lain
orang," kata Gak Lui.
Maka berceritalah Permaisuri Biru : "Suhu dari Kaisar
Persilatan yalah paderi sakti Thian Liong, pada masa itu
kepandaiannya menjagoi dunia persilatan. Sudah tentudia banyak membunuh tokoh jahat. Dua-puluh tahun
yang lalu, Kaisar telah menumpas ke Lima aliran Jahat.
Merupakan suatu pertempuran berdarah yang hebat
sekali. Sejak itu ia sadar. Sepuluh tahun yang lalu ia
menghadap gurunya untuk menerima ajaran2 ke-agamaan. Pada saat itu ia bersumpah bahwa partai Thian-liongpay takkan membunuh orang lagi." .
"Oohh......!" desus Gak Lui.
"Itulah sebabnya maka kami tak dapat turun tangan.
Bahkan tak berani menerima murid karena kuatir akan
terlibat pergo!akan berdarah sehingga melanggar
sumpah itu" "Lalu bagaimana cianpwe hendak memberi pelajaran
ilmusilat kepada Siu-mey dan adik Lian?"
369 "Sebenarnya aku adalah murid dari Ceng Ling lolo.
Dapatlah kuajarkan dia ilmupedang Ceng-ling kiam-hwat.
Bidadari Tong- ting anak-murid perguruan Raja-setan Im
Hong. Dapat memberikan kepandaiannya kepada gadis
ular Siu-mey." "Aliran Baik atau Jahatkah Raja-setan Im Hong itu"
tanya Gak Lui. "Pada masa itu merupakan momok besar yang hebat
sekali kepandaiannya. Pernah mengusir partai.
Gelandangan dari telaga Tong Ting!"
"Kalau begitu, jangan sajal" teriak Gak Lui, betapapun
hebatnya kepandaian itu tetapi aku tak memperbolehkan
Siu-mey menganut aliran jahat!"
Permaisuri Biru gelengkan kepala:
"Jangan merangsang dulu! Dalam hal, itu memang
ada persoalannya." "Aliran Putih dan Jahat laksana api dengan air. Tak
mungkin berkumpul" "Ilmu jahat untuk mengorbankan jiwa orang lain. Dewi
Tong Ting sudah tak mau menggunakan lagi. Tak nanti ia
akan mengajarkan kepada Siu-mey. Selain ilmu jahat itu,
Bidadari Tong Ting masih memiliki lain2 ilmu yang sakti
dan tak tergolong aliran jahat"
"MAKSUD CIANPWE......."
"Golongan Baik dan Jahat itu tergantung dari peribadi
orang. Misalnya, murid penghianat Thiat Wat itu,
bukankah dia juga berasal dari aliran Putih" Adakah
sekarang ia masih menganggap sebagai orang baik?"
"Memang benar" sahut Gak Lui, "tetapi lebih baik
kalau kita tak usah mempelajari ilmu itu saja! "
370 Diam2 Permaisuri Biru memuji atas sikap Gak Lui
yang keras kepala. Maka dicarilah akal untuk memberi
penerangan lebih lanjut. "Sebagai seorang murid dari Bu-san-kiam-pay,
bagaimanakah paadanganmu terhadap perguruanmu
itu?" tanyanya. "Sudah tentu termasuk aliran Putih!"
"Dari sudut apa?"
"Sejak turun menurun selalu berwatak ksatriya!"
"Hmm .... apakah engkau sudah menguasai ilmu
pedang Thian- lui-kuay-kiam?"
"Kutahu engkau tak bisa. Tetapi adakah engkau
sedikit2 mengetahui tentang intinya?"
"Katanya hebat sekali. Selain ilmu Liok-to-sin-thong
dari Kaum perguruan agama, tak dapat menandingi
Thian-lui-kuay-kiam itu."
"Hanya itu saja?" Gak Lui bersangsi lalu balas
bertanya: "Apakah cianpwe mengetahui lebih jelas?"
"Tahu satu dua saja!"
"Apakah Bu-san pay itu tak termasuk aliran Cengpay" "
"Saat ini ....... sukar dikata!"
"Hai!........ " Gak Lui berteriak kaget, "cianpwe...,
engkau... engkau ...... harus menerangkan"
"Baik," kata Permaisuri Biru, aku hendak tuturkan
dulu dari asal mulanya."
Gak Lui mengiakan dengan nada gemetar. Memang
selalu ada saja orang sakti dalam partai Bu-san-pay itu.
371 Terutama pedang pusaka Thian-lui-kuay-kiam, perbawanya tiada yang sanggup menandingi. Tetapi .....
hal itu belum menjamin bahwa perguruan Bu-san-pay
termasuk aliran Ceng-pay.
"Oo.... " "Kemudian setelah tiba pada jamannya Bu-san It Ho,
selain kepandaiannya tinggi dia pun tak mau
menceburkan diri dalam golak pertentangan dunia
persilatan. Oleh karenanya, dia mendapat perindahan
dari kaum persilatan. Tetapi yang paling mendapat rasa
kekaguman orang yalah, bahwasanya dia telah
membekukan pedang Thian-lui-kuay-kiam itu !"
"Apakah keburukan, pedang itu ?"
"Kabarnya ...... pada waktu pembuatannya, pedang
Thian-lui- kuay-kiam itu tidak didinginkan dengan air
melainkan dengan disiram darah orang !"
"ini ..... ini ..... orang baik atau burukkah yang
dijadikan korban itu ?"
"Sampai sekarang belum ada orang yang
mengetahuinya. Yang nyata, pedang itu memiliki
pancaran sinar berwarna merah macam darah manusia.
Dan gerakan pedang itu menimbulkan deru sambaran
macam kilat. Musuh tentu panik dan kacau lalu melayang
jiwanya. Bu-san It Ho menganggap pedang itu ganas
sekali. Maka ia bersumpah untuk membekukannja. Asal
pedang itu jangan sampai keluar di dunia persilatan lagi."
"Dimanakah kakek guruku menyimpan pedang itu ?"
"Itu suatu peristiwa lampau dalam dunia persilatan.
Kalau engkau tak tahu, tanyakan saja pada angkatan tua
dalam perguruanmul" Hati Gak Lui terasa sayu. Kemudian ia bertanya pula:
372 "Empat saudara seperguruan dari ayahku, satu demi satu
telah dibunuh musuh. Dan .... hanya......."
"Siapa ?" tukas Permaisuri Biru.
"Paman guru yang tertua dan sudah diusir dari
perguruan, tetapi entah siapa namanya !"
"Ahh..... " Permaisuri Biro tergetar hatinya.
"Cianpwe tentu dapat menerangkan rahasia itu ......."
merasa tentu ada sesuatu sebab, maka Gak Lui lalu
mendesak. "Untuk menduga-duga, tentu kurang tepat. Tetapi
timbul juga beberapa kecurigaanku," sahut Permaisuri
Biru. "Mengenai apa ?"
"Terhadap tokoh Maharaja Persilatan yang sakti dan
gelap asal usul-nya itu, pernah juga kurenungkan. Orang
sebagai dia tak mungkin tak punya sejarah. Tetapi
anehnya seluruh tokoh persilatan tak tahu riwayatnya.
Keteranganmu tadi, menimbulkan kecurigaan.".
Tergetarlah perasaan Gak Lui. Dengan geram ia
berseru : "Benar....!, memang pernah kudengar bibi guru
menuturkan bahwa akibat dari sesuatu hal maka paman
guruku itu telah diusir dari perguruan rasanya tentu ada
hubungan dengan pedang itu ....... eh, orang macam
begitu, mengapa aku menyebutnya sebagai Paman guru.
Aku hendak mengadakan pembersihan dalam perguruanku Bu-san!"
Permaisuri Biru berdiam sebentar lalu berkata
dengan serius: "Jalan pikiranmu memang tak salah.
Tetapi engkau harus hati2 bertindak! Karena sekali dia
seorang murid yang sudah diusir dari perguruan, jika
memang tak pernah bertindak salah, maka dia tetap
373 paman guru yang wajib engkau hormati. Apabila sampai
terjadi salah faham karena masing2 tak mengetahui
alasannya, maka berarti kalian akan saling bunuh
membunuh sesama saudara seperguruan. Itu berarti
suatu dosa! Jika hal itu benar2 terjadi, maka partai Busan-pay lah yang bertanggung jawab atas pembunuhan
dalam dunia persilatan ini. Maka beban untuk
membersihkan nama baik perguruanmu, terletak di


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahumu seorang. Berhasil atau gagal, tentu tak luput dari
penilaian orang" Kepala Gak Lui serasa berdenyut-denyut keras
seperti dipalu besi. Benaknya serasa nanar: "Ah, kiranya
dalam perguruanku terdapat rahasia besar semacam itu
.... Ayah bundaku, ayah- angkat, bibi guru, paman guru
dan entah berapa banyak tokoh2 persilatan Putih yang
menjadi korban dari rahasia itu." Tetapi betapapun
halnya, Maharaja dan si Hidung gerumpung, tak mungkin
tarhindar dari pertanggungan jawab dalam peristiwa itu.
Tetapi siapakah gerangan kedua orang yang misterius itu
" Apakah mereka memang benar dua orang tokoh atau
hanya seorang saja " Dan siapa pula diantara kedua
orang itu yang merupakan murid hianat dari partai Busan-pay " Siapakah yang hendak mencuri pedang Thianlui-kiam dari tempat simpanannya " Melihat pemuda itu
tenggelam dalam renungan, Permaisuri Biru, segera
masuk ke dalam hutan untuk menjenguk Hong Lian.
Tiba2 wajah Gak Lui beringas dan dengan tegang
regang ia menghambur teriakan keras: "Pedang Kilat
...........!" JILID 8 DALAM renungannya, dalam Gak Lui melalu-lalang
374 peristiwa yang telah terjadi. Musuh menari-nari dan
tertawa-tawa seperti setan bergembira ria di bawah hujan
darah. Sedang orang tuanya dan beberapa tokoh
persilatan yang tak berdosa, susul menyusul roboh
dalam genangan darah. "Darah.....! Darah.....! Darah ....!" Langit bercucuran
airmata, tangis menghambur dan bumi seolah- olah
tergenang darah. Sekonyong-konyong, lautan darah itu
mengangkat gelombang dahsyat. Seolah-olah terjadi
gempa bumi yang hebat. Hujan darah dan angin prahara
meledakkan lautan darah itu. Darah berhamburan
menjadi gumpalan kabut dan awan, tulang2 kerangkapun
bertebaran menghias hutan dan gunung. Di tengah
tumpukan mayat itu, tertancap sebatang pedang yang
berkilauan memancar sinar merah darah, .. itulah pedang
Kilat !. Begitu melihat pedang pusaka itu, musuhpun
segera hendak mengambilnya. Gak Lui hendak gunakan
Sapu Jagad pukulan jarak jauh. Tetapi begitu ulurkan
tangan, ia menggigil. "Pedang yang disimpan kakek guru, apakah layak
kuambil " Pedang itu amat ganas"
"Apabila diambil tentu akan menimbulkan akibat2
buruk !" Karena ia tertegun, musuhpun dapat terus
melanjutkan usahanya untuk mengambil pedang itu.
"Manusia ada yang baik dan jahat. Pedang tak ada yang
disebut ganas atau baik. Ah...., tunggu apa lagi!"
Gak Lui tersadar dan secepat kilat pedang itupun
sudah diraih ke dalam tangannya. Bum..... begitu pedang
berkilat, dunia seolah-olah meledak. Musuh2-nya
merintih-rintih, tubuhnya hancur lebur beterbangan di
udara. Dia sendiripun terlempar melayang-layang di
375 udara. Dengan masih mencekal pedang Kilat, tiba2 ia
berobah seperti manusia gila yang hiiang sifat kemanusiaannya. Dia berobah menjadi makhluk yang
ganas ........ " "Lautan dendam tiada bertepi, hanya berpaling ke
belakang akan tampak daratan. Gak Lui, sudahlah,
jangan melamun terus !"
Tiba2 terdengar suara bentakan halus yang
menyadarkan Gak Lui dari lamunannya. Mengangkat
kepala, ia kucurkan keringat dingin ketika matanya
tertumbuk akan tanda Swastika pada kening Permaisuri
Biru. "Gak Lui, adikmu Lian itu cepat akan tersadar.
Sebelum berpisah, apakah engkau hendak menyampaikan pesan apa2!" Gak Lui menghela napas
panjang dan menyahut dengan nada bersungguh :
"Dalam renungan tadi hampir saja aku tersesat kearah
Co- hwe-jip-mo. Untunglah ...........
"Tak usah sungkan, engkau berwatak lurus. Kelak
engkau tentu dapat membersihkan nama perguruanmu !"
kata Permaisuri Biru. "Kalau begitu ....... harap sampaikan pada adik Lian.
Kudo'akan dia lekas sembuh. Tentang paman The, aku
tentu berusaha sekuat tenaga untuk menolongnya !"
"Baik." "Oleh karena cianpwe tak menghendaki hanya
ucapan terima kasih saja maka apabila cianpwe hendak
menyuruh apa2, silahkan bilang !"
Permaisuri merenung sejenak, sahutnya : "Partai
Thian-liong-pay kami, tiada punya murid.Tetapi aku
mempunyai seorang anak yang bernama Ki Hud-kong,
376 yang kini mengembara dalam dunia persilatan. Sudah
tentu dia tak mau sembarangan membunuh orang. Tetapi
mengingat umurnya belum cukup 16 tahun, darahnya
tentu masih panas. Maharaja dan gerombolannya
memang mengandung maksud tak baik terhadap anakku
itu. Terus terang saja, sebagai seorang ibu aku sungguh
tak tega " Melihat wanita yang sakti itu bersikap sebagai
seorang ibu yang penuh kasih sayang, kepada
puteranya, terharulah Gak Lui. Iapun teringat akan
ibunya yang entah mati entah hidup. Ibu yang sejak kecil
belum pernah dilihat wajahnya
"Asal aku mampu, tentu akan melakukan pesan
cianpwe dengan sekuat tenagaku. Tetapi entah
bagaimana roman muka putera cianpwe itu" Bagaimana
aku dapat mengenalinya?"
"Dia... wajahnyapun bertutup kerudung hitam.........."
"Apakah takut dikenal orang?"
"Dia takut diketahui musuh !"
"Ciri2 lainnya?"
"Dahinyapun terdapat tanda Swastika seperti dahiku
ini. Tetapi... mungkin dia tak mau mengenakannya."
"Ah...., tak apalah," sahut Gak Lui, "aku tentu
mempunyai akal untuk mengenalinya. Harap cianpwe
jangan kuatir." Dari balik kain kerudung mukanya, tampak
mata Permaisuri Biru itu memancar rasa terimakasih.
Tiba2 ia mengajukan lain soal, tanyanya: "Sebelum
berpisah, aku hendak bertanya padamu tentang sebuah
soal. Tadi ketika berhadapan dengan musuh, engkau
terus berganti arah hendak menuju kebarat itu apakah
karena dalam hatimu timbul kesangsian ?"
377 "Hm ........." Gak Lui, merenung lalu mengangguk,
"Memang agak aneh." Permaisuri Biru tak mau
menjelaskan lebih lanjut melainkan berganti pertanyaan :
"Tadi engkau telah menyambut aku dengan kehormatan ,
Tiga serangan pedang. Sekarang akupun hendak
mengembalikannya dengan tiga buah serangan juga!"
Gak Lui terlongong. Berbeda sekali ucapan wanita itu
yang tadi dengan sekarang: Namun karena Permaisuri
Biru hendak mengembalikan ketiga serangan Pedang itu,
Gak Luipun tak dapat menolak. la tertawa nyaring lalu
menjawab dengan Penuh semangat :
"Sungguh beruntung sekali karena cianpwe hendak
memberi pelajaran kepadaku. Oleh karena tadi cianpwe
melayani dengan tangan kosong, sekarang akupun tak
berani menggunakan Pedang !"
"Seharusnya memang begitu !" kata Permaisuri Biru
seraya mengambil pedang dari seorang Topeng Besi.
"Hati-hatilah!"
serunya. Serentak pedang berhamburan seperti sinar pelangi yang menabur tubuh
Gak Lui. Gak Lui memperhatikan gerak wanita itu, seraya
menduga arah yang hendak ditujunya lalu menggunakan
ilmu Meringankan- tubuh untuk berlincahan menghindar.
Tetapi ternyata lawan jauh lebih lihay dari yang
diduganya. Tampak pedang Permaisuri Biru itu seperti
berkelebat ketimur tetapi tahu-tahupun sudah siapmenunggu disebelah barat. Sekalipun Gak Lui gunakan
gerak Rajawali-rentang-sayap untuk melambung keudara
lalu bergeliatan menghindar dalam gerak Awan-mengalir
ribuan-li, tetapi tetap tak dapat lolos. Sinar berhamburan
dan pada lain saat sinar pedang itupun bersatu pula dan
lenyap. Begitu meluncur ketanah, dengan kemalumaluan Gak Lui berkata : "Ah...., apa yang kuunjukkan
tadi hanya permainan yang jelek....".
378 "Tak perlu terburu-buru. Ketiga jurus tadi hanya
semacam pameran saja. Kita masih harus bertanding lagi
!" seru Permaisuri Biru.
"Mengapa ?" Gak Lui terbeliak.
"Ketiga jurus yang engkau mainkan tadi, sudah
kuketahui semua. Dan sekarang engkau tentu tak tahu
bagaimana aku hendak turun tangan. Maka lebih dulu
kuperlihatkan permainanku itu. Setelah itu baru kita
bertanding sungguh2 Tergeraklah hati Gak Lui. Ia
merenungkan ketiga jurus permainan pedang wanita itu.
Tiba2 dilihatnya lawan mulai menyerang. Jurusnya
sama dengan yang tadi tatapi jauh lebih cepat lagi. Gak
Lui terpaksa melayani dengan hati-hati dan tumpahkan
seluruh kepandaiannya. Hebat benar serangan tiga jurus
pedang itu. Sinar pedang berhamburan dan bayangan
orangnya pun lenyap. Kedua sosok tubuh, itu tak ubah
seperti burung hong menari dan naga bercengkerama.
Hanya beberapa saat mereka bertempur dan
berpencaran pula. Gak Lui tegak berdiri dengan khidmat
seraya berseru dengan rasa penuh terima kasih :
"Dengan menggunakan nama hendak mengembalikan
ketiga pedang tadi cianpwe telah berkenan memberikan
pelajaran ilmu pedang yang istimewa kepadaku. Entah
apakah nama jurus ilmu pedang itu?"
Permaisuri Biru lemparkan pedangnya. Pedang
melayang tepat disisi kepala si Topeng Besi. Sinar
matanya yang berkilat kilat, tampak meredup tenang lagi
lalu menjawablah ia akan pertanyaan Gak Lui. "Partai
Thian-liong-pay mempunyai ilmu yang disebut Ni-coanngo-heng-tay hwat atau Lima-unsur- menyungsang-arah.
Tadi kugunakan ilmu itu untuk memikat musuh. Tetapi
kalau engkau hendak menuntut balas tentu harus
membunuh orang. Maka aku tak mau mengajarkan ilmu
379 itu kepadamu. Dan apa yang kupertunjukkan tadi
hanyalah sebagai petunjuk rahasia agar engkau selami
sendiri." "Ya, kusudah jelas. Pada serangan yang pertama
tadi, memang kulayani dengan sungguh-sungguh seperti
menghadapi seorang lawan sakti. Tetapi pada serangan
yang kedua-kali, hanya. kugunakan cara menghindar
saja." "Engkau benar," kata, Permaisuri Biru, "memang
jurus jurus permainanku tadi khusus untuk menghadapi
lawan sakti. Maka apabila engkau berhadapan dengan
Maharaja mungkin jurus itu dapat meringankan bebanmu
!" Kemudian Permaisuri Biru menunjuk kesebelah
barat, ujamya pula : "Aku masih mempunyai urusan
untuk tinggal disini. Silahkan engkau pergi kesana ! "
Gak Lui tahu maksud Permaisuri Biru. Wanita itu
kuatir kalau ia akan mengejar Maharaja dan timbul halhal yang tak diinginkan. Atas maksud baik Permaisuri
Biru, Gak Lui pun tak mau membantah. Segera la minta
diri. Sebelum berpisah, ia menghirup napas dalam2.
Seketika ia mencium bau yang harum. Walaupun bau itu
tidak keras tetapi cukuplah baginya untuk mengenal
Permaisuri Biru dikelak kemudian hari.
Setelah melihat pemuda itu berjalan jauh, Permaisuri
Biru menghela napas kecil. Hatinya kejut-kejut girang,
penuh dengan berbagai perasaan syukur. Setelah itu ia
segera masuk lagi kedalam hutan, lalu membawa HongLian yang masih tidur nyenyak. Pada saat ia hendak
tinggalkan tempat itu, tiba-tiba hatinya tersentuh. Sejenak
ia memandang kearah mayat yang menggeletak ditanah.
Merangkapkan kedua tangannya kedada ia mengucap
380 Omitohud. Kemudian. la segera hendak mengubur mayat
itu dan mengemasi pedangnya. Tiba-tiba pedang itu
menimbulkan kecurigaan, pikirnya : "Ah...., mukanya tak
asing bagiku. Kiranya anak buah Bu-tong-pay. Tetapi
siapakah dia" " Segera ia mengangkat topeng besi yang
beratnya puluhan kati itu untuk dibuka dan dilihat siapa
orangnya. Tetapi dalam kerudung kepala besi itu rupanya
diberi alat pekakas dan karena sudah bertahun-tahun
lamanya dan berkarat, Permaisuri Biru tak berani
sembarangan membukanya dengan paksa. Tetapi
karena sampai beberapa lama belum juga ia mampu
membuka, akhirnya ia gunakan tenaga. Sekalipun begitu,
hampir sepeminum teh barulah terdengar topeng itu
berderak-derak. Begitu topeng ter-buka maka menggelindinglah sebutir kepala orang. Orang itu
rambutnya sudah putih semua.
"Celaka !" Permaisuri Biru terkejut dan berseru kaget;
"aku kenal padanya. Dia adalah Ceng Ci totiang dari Butong-pay: Ah, mengapa ia mati begitu mengenaskan"
Adakah dia termasuk salah seorang dari murid-muridkelima partai persilatan yang berkhianat itu" Tidak...!
Pasti tidak.....! Peribadi Ceng Ci totiang lurus dan bersih
Kalau lain orang mungkin tetapi kalau Ceng Ci tak
mungkin menilik gelagatnya, tentu ada sesuatu rahasia
yang terselip dalam peristiwa itu. Gak Lui tentu salah
membunuh orang ! Ah..., walaupun pemuda itu tergolong
orang Ceng-Pay (Aliran Putih), tetapi menilik caranya ia


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membunuh orang sedemikian ganasnya, apakah tak
muugkin kelak dia akan menjadi momok ganas dalam
dunia persilatan...!"
Merenung beberapa saat, Permaisuri Biru tak dapat
menemukan jawabannya. Karena sudah lama ia tak
mencampuri urusan dunia persilatan dan baru pada saat
itu ia mendengar cerita dari Gak Lui tentang situasi dunia
381 persilatan dewasa itu, ia tak dapat menarik kesimpulan
apa2. Karena dalam pandangannya, segala peristiwa itu
tak terhindar dari Sebab dan Akibat. Tiba2 ia menghela
napas kecil, ujarnya seorang diri : "Ah, balas dendam
dalam dunia persilatan memang tiada putus2nya. Jika
aku mau terjun lagi kedunia persilatan, tentu takkan
terhindar membunuh orang. Hal itu, pasti akan
melanggar sumpahku! Lebih baik kusembuhkan luka
gadis Hong-Lian itu. Dan biarlah mereka kaum muda itu
yang kelak menyelesaikan peristiwa mereka sendiri.
Tentang kematian Ceng Ci totiang, baiklah kukirimkan
kepalanya ke Bu-tong-san Akan kutulis surat
menerangkan apa yang kuketahui dalam peristiwa itu.
Dan biarlah mereka yang memutuskan soal itu
sendiri......." Setelah memutuskan langkah, dengan gunakan
tenaga-dalam ia membuat lubang lalu menanam mayat
dan topeng besi. Setelah ditimbuni dengan daun2 dan
ranting kering agar jangan menarik perhatian orang, ia
segera memanggul Hong-Lian dan terus melesat pergi.
HUTAN kembali sunyi senyap seperti semula. Tetapi
kesunyian itu hanya sementara waktu saja. Karena tak
berapa lama, tiba- tiba sesosok tubuh yang aneh
menyerupai setan muncul ditempat itu. Ternyata yang
datang itu adalah Gak Lui. Mengapa Gak Lui yang sudah
pergi sampai setengah hari lamanya itu tiba-tiba dapat
muncul lagi kesitu". Menurut peribadinya tak mungkin
pemuda seperti dia akan bersembunyi disekitar hutan
situ dan mengintai gerak-gerik Permaisuri Biru.
Kedatangannya lagi kehutan itu adalah karena
disebabkan oleh dua buah hal yang menghantui
pikirannya. Pertama, orang yang bersuit aneh tadi
kemungkinan tentulah si Maharaja. Dendam kesumat
yang telah mendarah daging dalam hatinya, walaupun
382 untuk sementara dapat diendapkan oleh Permaisuri Biru,
tetapi akhirnya meletus juga. Ia makin bernafsu untuk
mengejar musuh itu. Kedua, siapakah sesungguhnya
yang tersembunyi dibalik topeng besi itu" Topeng Besi
merupakan teka teki besar dalam dunia persilatan. Tadi
ia lupa untuk memeriksa batang kepala korban itu. Oleh
karenanya maka ia tergopoh-gopoh kembali lagi. Tetapi
ketika ia tiba dihutan itu dan memandang kesekeliling, ia
menjerit tertahan dan sunyi senyap. Bekas2 noda darah
yang berceceran ditanah, hilang lenyap. Tubuh dan butir
kepala yang bertopeng besi dan pedang ....... lenyap
semua. "Tentulah Permaisuri Biru mengubur mereka. Dan
tentulah........ ditanam disekitar sini ......" pikirnya. Ia
segera menggunakan kelebihan hidungnya yang tajam
untuk menyedot napas. "Ah...., bau harum dari Permaisuri Biru itu sudah
menipis sekali. Tetapi masih bertebaran dalam hutan ini,
menyelubungi bau anyir dari darah" kata Gak Lui sambil
kerutkan alis. Diam2 pemuda itu menimang : "Karena
bau darah tak dapat kucium, dan tak mungkin hendak
kubongkar seluruh tanah hutan ini, maka satu2nya jalan
terpaksa aku harus menyusulnya dan menanyakan
tentang kepala orang itu...."
Setelah menetapkan keputusan, segera ia menyusuri
jejak dari bau harum yang ditinggalkan Permaisuri Biru,
melintasi hutan. Tetapi setiba ditepi hutan, bau barum
itupun lenyap. Betapapua ia hendak menyedot napas
sedalam"dalamnya namun tak berhasil ia membau hawa
harum itu. Dengan begitu ia kehilangan jejak.
"Permaisuri Biru memiliki tenaga-dalam yang amat
tinggi. Gerakan tubuhnya pun amat cepat sekali. Dengan
begitu sukar untuk mengejarnya ......" kata Gak Lui
383 seorang diri dengan rasa kecewa. Tiba2 ia hentikan
langkah, serunya: "Ah...., biarlah! Toh kalau bukan murid
hianat, Topeng Besi yang terbunuh itu tentu bangsa
durjana. Biarlah tak usah kuperiksa kepala orang itu.
Lebih baik kupergi kegunung Pek-wan-san mencari jejak
musuh !" Tak berapa lama tibalah ia kembali ketempat tinggal
Pukulan sakti The Thay. Tampak beratus batang pedang
yang tergantung pada dinding rumah dan lumpang besi
untuk menempa pedang telah hancur lebur. Benda itu
rupanya dihancurkan orang dengan tenaga dalam.
Serentak terkenanglah Gak Lui akan orang tua yang
berwatak terus terang serta puterinya Hong-Lian yang
wajar kekanak- kanakan itu. Kedua ayah dan anak itu
telah mengasingkan diri ditempat yang sunyi jauh dari
pergaulan ramai. Tetapi adalah karena hendakmembantu dirinya, kedua ayah dan puterinya itu telah
hancur berantakan .......
"Ah, musuh memang ganas sekali ..... hutang darah,
ya hutang darah musuh itu makin menumpuk. Dia harus
membayar hutang2nya itu........"
Gak Lui membulatkan tekad sambil berjalan mondarmandir diruang pondok. Tiba2 hidungnya mencium bau
yang keras. Sejenak memandang keadaan ruang itu,
cepat ia melesat keluar mengejar. Bayang2 puncak
gunung seolah-olah berlari-lari melewati dirinya. Bintang2
diam2 telah bermunculan menghias cakrawala. Gak Lui
lari secepat angin. Dibawah sinar bintang, dilihatnya
sesosok tubuh menyerupai setan hutan tengah ber-lari
kencang sekali. Dan tak henti- hentinya mahluk aneh itu
mengeluarkan siulan yang aneh. Pemandangan itu
menggetarkan hati Gak Lui. la menyedot napas dan
membaui bermacam bebauan. Jelas bayang2 disebelah
384 muka itu terdiri dari beberapa orang. Maka ia segera
percepat larinya dengan gunakan gerak lari Awanberarak-seribu-li.
Lebih kurang terpisah berpuluh tombak, tiba2
bayangan hitam itu berpaling dan terus menyelinap
kedalam gerombol hutan disebelah kiri. Rupanya tanpa
sadar Gak Lui terpengaruh dan menurutkan arah
pandang bayangan hitam itu. Dan segera ia melihat
dalam keremangan malam yang gelap, tampak sebuah
biara kecil. Orang aneh itupun rupanya hendak menujukebiara itu. Gak Lui cepat menghampiri tempat itu.
Karena hutan dan malam amat sunyi, ia segera dapat
mendengar suara suitan pelahan. Arahnya dari suitan
pelahan dari jarak beberapa li. Dibawah sinar bintang
tampak sosok2 bayangan melintas hutan. Dalam
sekejab, kedua sosok tubuh misterius saling bertemu.
Keduanya menggerakan tangan seperti sedang
berunding. Karena jaraknya jauh, Gak Lui tak dapat
mendengar jelas. "Ah...., bagaimana ini?" pikir Gak Lui yang hendak
merencanakan untuk mendengar pembicaraan mereka.
Saat itu ia belum jelas siapakah mereka, kawan atau
lawan. Ia tak mau membikin kejut mereka. Sekonyongkonyong sosok hitam itu berulang kali menunjuk kearah
biara dalam hutan. Kemudian keduanya serempak
menuju kebiara itu. "Hm...., mereka tentu hendak berunding dalam biara
itu. Mengapa aku tak mau mendahului mereka " Gak Lui
mendapat pikiran lalu dengan hati2 sekali ia bergerak
menyusup kedalam biara. Ia bersembunyi dibawah meja
sembahyangan. Tak berapa lama, kedua sosok tubuh
tiba dimuka pintu. Ternyata mereka mengenakan pakaian
hitam dan berkerudung muka warna hitam juga. Dari
385 lubang mata, tampak mata mereka berkilat-kilat
memandang kesekeliling. Rupanya hendak masuk.
Tetapi tiba2 salah seorang mengangkat tangan kanan
dan berkata memberi peringatan: "Jangan tergesa-gesa!
Mungkin dalam biara terdapat orang!"
Kawannya mendengus dingin : "Ada orangpun tak
jadi soal. Dengan kepandaian kita, masakan tak mampu
menghadapi ......" Orang tadi mendesis pelahan lain
menyahut dengan serius : "Soal ini adalah perintah dari Maharaya sendiri. Jelas
sebuah rahasia. Apabila ada orang yang meayelundup
dalam tempat ini dan mencuri dengar pembicaraan kita,
pasti celaka.!" Ia menyurut mundur dua langkah lalu
memberi isyarat tangan. "Saudara yang memeriksa dalam biara, aku yang
manyelidiki diluar........." Mendengar itu tergetarlah hati
Gak Lui. Untunglah karena minum darah buaya purba,
matanya bertambah tajam. Sekalipun malam tiada bulan
dan hanya disinari bintang-bintang, tetapi ia masih dapat
melihat jelas keadaan dalam biara itu. Saat itu orang
aneh yang hendak menyelidiki keadaan diluar, pun
segera melangkah keluar. Sedang kawannya yang
diminta memeriksa dalam biara, juga segera masuk. Ia
memandang segenap sudut dari biara itu. Dengan hati2
sekali Gak Lui mengisar tubuh dan menutup pernapasan.
Ia tak mau membikin kaget orang itu karena hendak
mendengar apa yang mereka bicarakan nanti. la,
menurutkan pandang matanya kesetiap langkah dan
gerakan orang itu. Tiba2 ketika matanya memandang
kearah lantai yang bertutup dengan debu tebal, hampir
saja Gak Lui berteriak kaget. Kiranya pada debu tebal itu
terdapat bekas telapak kakinya. Tadi karena ia tergopoh
masuk maka ia tak memperhatikan soal itu. Sekalipun
386 bekas telapak kaki itu sangat tipis namun tentu tak dapat
terhindar dari mata seorang tokoh silat. Tetapi pada
detik2 yang amat menegangkan, siorang berkerudung
tak memperhatikan lantai melainkan memandang keatas
papan nama yang tergantung diatas serambi. Mulutnya
berseru : "Biara Malaekat Gunung! Tempat begini tentu
jarang diketahui orang "
Gak Lui segera mendapat pikiran. Hati-hati sekali ia
julurkan tangan kiri dan kerahkan tenaga-dalam Algojodunia. Dari telapak tangannya, meluncur hawa dalam
kearah telapak kaki pada permukaan debu dilantai itu.
Pada saat siorang aneh melangkah masuk kedalam
ruang, bekas telapak kaki itupun sudah lenyap tertimbun
debu. Dan serempak pada saat itu, orang aneh yang
memeriksa diluar tadipun muncul seraya bertanya :
"Bagaimana didalam?"
"Tak ada setan apa2 !" sahut kawannya yang
memeriksa didalam. "Benarkah?" "Kalau tak percaya, silahkan periksa sendiri!" Orang
aneh itu menundukkan kepala melihat lantai. Kecuali
bekas telapak kaki mereka berdua, tak ada lain2 jejak
yang mencurigakan. "Sudahlah, sudahlah!" tiba2 orang aneh yang
memeriksa bagian dalam tadi berseru seraya membuka
kerudung mukanya. Dengan wajah menyeringai
bertanyalah ia dengan nada yang tak sabar:
"Sesungguhnya soal apa sajakah sehingga membuat
engkau Penjaga Neraka begitu tegang" Mengapa
engkau tak mau membuka kain kerudung mukamu dan
bicara dengan bebas?"
387 Orang yang dipanggil Penjaga Neraka itu, tetap
memandang dulu kesekeliling sudut setelah itu baru
membuka kain kerudungnya. Sikapnya yang plintatplintut itu makin menimbulkan kecurigaan Gak Lui. Diam2
ia memperhatikan wajah orang itu dengan seksama.
"Kalau kukatakan.....engkau tentu akan melonjak
kaget," kata si Penjaga Neraka itu. "sekarang Maharaja
sudah tiba disini. Aku mendapat perintah untuk
memanggil jago2 sakti disekitar daerah sini untuk
berkumpul di istana Yok-ong menerima titah......."
"ini ...... sungguh ....... aneh ........ semua rencana
yang kita jalankan mengapa tiba2 dirobah begini rupa" "
kawannya terkejut. "Sudahlah, jangan ribut2 ini-itu. Sekarang hendak
kukatakan apa tugasmu, agar jangan sampai terlantar. !"
seru Penjaga Neraka. "Tugas apakah itu?"
"Kali....... ini yang menghadap berjumlah besar......
Tetapi karena orang2 itu sama mengenakan-kerudung
muka maka aku dan engkau ditugaskan untuk
memeriksa bukti2 yang mereka bawa. Engkau yang
memeriksa orang2 Kay-pang dari lain2. Aku yang
memeriksa anak buah Maharaja. Jika ada yang
mencurigakan, kita harus memeriksanya dengan
pertanyaan...." kata Penjaga Neraka.
"Bertanya bagaimana" Apakah ada kata2 sandi yang
ditentukan?" tanya orang itu pula.
"Temponya amat mendesak sehingga tak sempat
menetapkan kata2 sandi. Maka aku dan engkaulah yang
ditunjuk untuk mengajukan pertanyaan pada mereka.
Boleh bertanya apa saja tentu kita segera tahu nada
388 mereka mencurigakan atau tidak"
"Apakah kalau mereka itu terbukti salah lalu kita
hukum mati?" "Tidak, jika mencurigakan, harap ditawan hidup dan
biarkan Maharaja yang memeriksanya sendiri !"
"Sungguh mengherankan ! Adakah Maharaja curiga
kalau ada tokoh2 sakti yang menyelundup dalam
pertemuan itu?" "Entahlah, aku kurang terang." Namun orang yang
berwajah menyeringai itu gelengkan kepala tak percaya :
"Ah, mengapa engkau tetap main sembunyi kepadaku"
Engkau sudah belasan tahun ikut pada Maharaja. Soal
itu mungkin dapat mengelabuhi engkau tetapi masakan
dapat mengingusi aku si Jo Bin Sucia?"


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Penjaga Neraka tertegun sejenak lalu berkata pula:
"Menurut dugaanku, penjagaan itu ditujukan terhadap
seorang jago muda sakti !"
"Jago muda sakti......! Siapakah namanya?" tanya Jo
Bin sucia atau Utusan Berwajah buruk.
"Gak Lui !" Mendengar itu tergetarlah hati Gak Lui.
Sedang si Wajah buruk malah tertawa mengekeh dan
berseru: "Kukira tokoh sakti yang bagaimana, kiranya
hanya anak yang masih belum hilang ingusnya itu.
Marilah kita lekas2 menuju ke istana Yok-ong. Budak itu
datangpun baik, tidak datangpun lebih baik......."
"Sudahlah, jangan menepuk dada dulu ! Kita sudah
mendapat tugas, lebih pagi datang kesana lebih baik.
Apalagi jika benar- benar sampai bertempur, budak itu
sudah banyak merubuhkan jago2 sakti.... "
"Hm, aku tak percaya....!" kata si Wajahburuk. Diamdiam Gak Lui terkejut, pikirnya :"Huh, mengapa sudah
389 dua kali ini Maharaja hendak mencari aku" Apakah yang
hendak ditanyakan kepadaku" Menilik gelagat, orang itu
tentu mempunyai hubungan dengan partai perguruanku.
Mungkin hendak menanyakan tentang Empat Pedang
Busan, mungkin........"
BARU ia merenung sampai disini tiba-tiba si Wajah
buruk kedengaran bertanya pula : "Saudara lm, ada
sebuah hal yang kurasa aneh. Maukah engkau
menerangkan" " "Kalau bisa, tentu akan kuterangkan !"
"Maharaja yang begitu sakti mengapa harus memakai
kain kerudung muka" Kurasa banyaklah diantara orang2
itu yang ingin sekali melihat wajah aseli dari Maharaja!.
Dan lagi, kelima Topeng Besi dari lima partai persilatan
itu, mengapa ...." "Hm....., engkau lagi2 begitu. Tak usah bertanya,
nanti pada suatu hari engkau tentu akan jelas sendiri."
"Jadi engkau sebenarnya sudah tahu tetapi tak mau
bilang?" "Aku masih ingin hidup beberapa waktu lagi!"
"Bolehkah aku menduganya " "
"Lebih baik jangan !"
"Mengapa" "
"Menduga salah sama artinya dengan tak menduga!"
"Kalau dapat menduga tepat?"
"Berarti hari kematianmu sudah tiba !"
Si Wajah buruk tertegun. Beberapa saat kemudian ia
berkata seorang diri : "Kurasa Maharaja itu, tentu
memiliki wajah yang tak boleh dilihat orang. Mungkin
390 karena cacad hidung atau telinganya sahingga wajahnya
lebih buruk dari aku.......!"
Baru berkata begitu tiba- tiba Penjaga Neraka itu
tergetar tubuhnya: dan cepat membentak bengis : "Tutup
mulutmu! Jika engkau masih ngaco belo tak keruan,
jangan sesalkan aku tak kenal persahabatan dan
melaporkan engkau pada Maharaja !"
Ancaman Penjaga Neraka itu ternyata mempunyai
daya kekuatan yang besar. Si wajah-buruk seperti
terbungkam. "Heran....," diam2 dalam kolong meja Gak Lui
menimang dalam hati, menurut keterangan mendiang Gihu (ayah angkat), pada batang pedang milik si Hidung
Gerumpung itu terdapat bekas guratan huruf silang.
Tetapi kalau menurut keterangan Bok Kiam- su, orang
yang datang kepadanya untuk membikin betul
pedangnya itu, baik kata2 maupun nada suaranya tiada
mencurigakan. Kalau begitu pembunuh itu sukar
ditentukan, seorang atau dua orang. Tetapi pembicaraan
kedua anak buah Maharaja itu, memberi bukti yang
nyata. Mungkin Maharaja itu tak lain yalah Hidung
Gerumpung itu sendiri. Oleh karena luka pada hidungnya
itu sudah ditutup maka nada bicaranyapun tak berbeda
dengan orang biasa. Hanya saja ia tetap mengenakan
kerudung muka karena takut dilihat orang !"
Tengah Gak Lui tiba pada pemikiran begitu, tiba2
terdengarlah langkah kedua orang itu keluar dari biara.
Sejenak memandang cuaca, berkatalah Penjaga Neraka.
"Waktu sudah hampir habis, mari kita berangkat.
Ingat, nanti yang akan menghadap Maharaja berjumlah
28 tokoh dari berbagai partai persilatan. Tak boleh
kurang dan lebih !" kata Penjaga Neraka.
391 "Kalau begitu yang membawa Ki-pay (lencana emas)
tak boleh masuk?" tanya si WajahBuruk.
"Benar....! Mereka harus menunggu diistana Yokong!" Terdengar kesiur angin dari kedua orang yang
melesat keluar dari biara.
Gak Lui hendak meringkus Penjaga Neraka itu.
Karena orang itu rupanya tahu banyak sekali tentang
rahasia Maharaya. Tetapi tiba-tiba ia mendapat pikiran
lain: "Apalagi orang itu juga serupa dengan Tabib jahat Li
Hui-ting yang tahan siksaan, bukankah malah akan
membubarkan pertemuan Maharaya dengan tokohtokoh persilatan itu?"
Akhirnya ia memutuskan lebih baik diam2 mengikuti
pertemuan itu untuk membekuk Maharaya. Ia segera
keluar dari biara dan menyusul kedua orang tadi.
Istana Yok-ong-kiong merupakan sebuah bangunan
yang terlantar. Ruangan besar dalam istana itu gelap dan
menyeramkan. Diluar istana telah penuh berpuluh orang
yang mukanya memakai kain kerudung. Seratusan
tombak dari pintu gerbang, tampak dua orang yang
menyeramkan sedang melakukan pemeriksaan kepada
orang2 yang hadir disitu. Yang membawa Kim-pay,
semua disuruh menunggu diluar istana. Sedang yang
membawa pertandaan rahasia dari batu mustika,
dipersilahkan masuk kedalam. Selain pertanyaan dari
kedua orang petugas yang menimbulkan suara berisik
pelahan itu, sekalian yang hadir tak ada yang buka
suara. Keadaan disekeliling istana itu sunyi sekali. Tiada
seorangpun yang berani bicara, lebih2 berani
sembarangan bergerak. Karena kesibukan pemeriksaan
tanda pengenal dan suasana yang diliputi ketakutan dan
keseraman itu maka tiada seorangpun memperhatikan
bahwa dibalik sebatang pohon tua yang menjulang, tinggi
392 sekali, bersembunyi sesosok tubuh yang tak lain adalah
Gak Lui. Dia juga mengenakan pakaian warna hitam dan
mukanyapun dikerudungi dengan kain hitam pula.
Tangan kiri memegang sebuah Kim-pay dan tangan
kanan menggenggam sebuah batu mustika. Diam2 ia
menghitung jumlah orang yang datang.
"Duapuluh lima.....! Duapuluh enam...... duapuluh
tujuh...... !" Yang diperboleh masuk kedalam istana, dari
jumlah 28 orang hanya kurang seorang saja. Mereka
telah datang semua. Tetapi yang seorang itu, masih
belum tampak datang ...... mungkin terlambat. Gak Lui
memperhatikan kedua anak buah Maharaja yang
menjaga pintu, antara lain si Penjaga Neraka dan si
Wajah Buruk. Dilihatnya kedua orang itu juga gelisah dan
tak sabar. Berulang kali mereka mengangkat kepala dan
memandang kesebelah muka. Gak Lui segera berkisar
tempat, pikirnya : "Tentulah waktunya sudah tiba ! Orang
itu tentu tak datang. Aku harus lekas2 menggunakan
kesempatan untuk menerobos masuk agar jangan
membuang waktu yang berharga....." Dengan hati2 sekali
Gak Lui meluncur turun dari pohon dan dengan gerakan
yang sukar diketahui orang, ia sudah tiba dimuka pintu
gerbang. Tetapi serempak dengan itu, dari pohon
disebelah muka, juga tampak sesosok tubuh meluncur
turun dan menyusulnya. "Hai, siapakah dia ......?" diam2 Gak Lui terkejut
sekali. Cepat ia lambatkan jalannya dan orang itupun
sudah berada disebelahnya. Bermula Gak Lui segera
hendak menunjukkan pengenal batu mustika agar lekas2
masuk kedalam istana. Tetapi karena orang yang tak
dikenal itu muncul, maka ia agak terlambat. Penjaga
Neraka dan si Wajah Burukpun terkejut. Tetapi orang tak
dikenal itu tak menghiraukan lalu cepat2 mendahului
menunjukkan benda pengenal, sebuah batu mustika
393 yang berkilau-kilauan. Gak Lui tergetar hatinya. Namun ia
tak kehilangan kesadaran. Cepat iapun mengacungkan
tangan kiri yang memegang Kim - pay. Penjaga Neraka
dan kawan2nya, menatap tanda pengenal yang
ditunjukkan kedua orang itu dengan seksama. Gak Lui
cepat melepaskan pengerahan tenaga dalam, agar sorot
matanya tak diketahui penjaga. Tetapi orang yang
datang bersamanya itu, pandang matanya masih
memancar sinar yang berkilat-kilat. Diam2 Gak Lui heran
: "Aneh, orang ini umurnya sebaya dengan aku tetapi
matanya memancar sinar yang begitu berwibawa......"
Tetapi Gak Lui tak sempat memperhatikan. orang itu
karena ia segera melihat bibir Penjaga Neraka itu
bergerak-gerak. Gak Lui mengeluh kaget: "Celaka,
rupanya dia curiga, tentu akan mengajukan pertanyaan....." Cepat ia mengatupkan tangan dan sebelum
diperintah sudah terus melesat keluar biara. Untunglah
karena Penjaga Neraka sedang menumpahkan perhatian
kepada pendatang yang mengunjukkan pengenal batu
mustika itu, maka tak sempat mengurus Gak Lui. Tepat
pada saat Gak Lui melesat keluar gedung, ia mendengar
pendatang aneh itu berseru pelahan : "Akulah......" terus
melangkah masuk kedalam ruang.
"Uh....., menilik keadaannya jelas dia bukan kaum
dujana tua tetapi mengapa dapat melalui penjagaan"
Apakah dia seorang jago muda dari ke-9 partai
persilatan" Ataukah utusan dari lain perguruan" Tetapi
tak peduli siapa dia, yang jelas dia telah mengganggu
sehingga aku tak dapat masuk kedalam gedung.....!"
Terpaksa Gak Lui gunakan telinganya yang tajam untuk
berusaha mendengarkan apa yang berlangsung dalam
394 gedung. Dalam usaha itu ia menyelinap mendekati
jendela. Lebih kurang satu tombak dari jendela tiba" dari
dalam gedung itu terdengar suara orang berseru
menggeledek: "Tangkap mata 2.....!" Teriakan itu begitu
mendadak sekali sehingga Gak Lui pun terkejut, pikirnya
: "Adakah dia mengetahui diriku ....... " Bum ........ bum
...... terdengar dua buah pukulan beradu keras. Kerasnya
mirip dengan ledakan. Angin dari pukulan itu berhambur
keluar dari jendela sehingga kain kerudung mukanya ikut
bergoncang-goncang. "Celaka.... ! Pukulan orang itu dahsyat sekali,
kemungkinan pemuda tadi tak dapat lolos ...... baru ia
memikir begitu, perobahan yang terjadi dalam gedung
berlangsung lebih cepat. SEKETIKA dari gedung yang gelap ruangannya itu,
melayang keluar sesosok tubuh. Ternyata sosok tubuh
itu adalah pemuda yang masuk tadi. Dengan gunakan
ilmu meringankan tubuh yang tinggi, ia melayang keluar.
Dibelakangnya diikuti oleh 3 orang berkerudung muka
yang menyerangnya dengan pukulan dan pedang. Cepat
Gak Lui dapat memastikan bahwa orang yang berteriak
menggeledek tadi tentu si Maharaja. Dan dia tentu tak
ikut mengejar melainkan masih berada dalam gedung.
Gak Lui tak sempat memikirkan untuk membantu
pemuda itu lagi, ia harus menggunakan kesempatan
sebaik itu untuk menyerang Maharaja. Selain itu ternyata
pemuda itupun cerdas dan tangkas sekali.
Walaupun ia tahu bahwa disekeliling penjuru terdapat
musuh tetapi ia tak gentar sedikitpun juga. Bukannya
melarikan diri kearah lapangan kosong, ia malah
condongkan diri melayang kearah kawanan orang yang
sedang menunggu diluar istana itu. Kawanan orang yang
berada diluar gedung itu memang terdiri dari kaum
395 penjahat tetapi mereka pun tak berani bertindak sebelum
mendapat perintah. Mereka membiarkan ketiga orang
berkerudung itu mengejar pemuda tadi. Karena kuatir
mengganggu maka kawanan orang itupun segera
menyisih kesamping. Melihat itu si pemuda itu bergerak
cepat sekali sehingga tinggalkan pengejarkan beberapa
tombak dibelakang. Dalam sekejap mata, pemuda itu
menyelinap kesamping Gak Lui.
"Lekas menyingkir, durjana itu sakti benar!" seru
pemuda itu pelahan seraya melesat kebelakang. Gak Lui
terkejut dan berpaling tetapi pemuda itu sudah jauh.
Hanya bau harum yang menghambur dari tubuh pemuda
itu masih terasa menyentuh hidung Gak Lui. Gak Lui
makin kaget. Ia tak asing lagi dengan bau harum itu.
Dipandangnya sosok tubuh pemuda itu dan diam-diam ia
berdoa agar pemuda itu dapat selamat lolos dari bahaya.
Tetapi rombongan anak buah Maharaja yang berkumpul
dalam istana itu, banyak sekali jumlahnya.
Sekelompok tokoh-tokoh yang berjumlah belasan
orang segera memburu keluar dari belakang gedung
sehingga pemuda itu terkepung dari muka dan belakang.
Dan tiba-tiba pula, pintu gerbang istana itu terbuka
sendiri. Dalam ruang gedung yang gelap seram, belasan
jago jago sakti tengah mengerumuni sesosok tubuh yang
mirip dengan sebuah patung batu. Walaupun orang itu
mukanya tertutup kain kerudung tetapi dari sikapnya
yang congkak dapatlah diduga ia tentu seorang tokoh
yang berpengaruh dan ganas sekali.......
"Heh..., heh..., heh ...." orang aneh itu tertawa
mengekeh. Sengaja nadanya dibuat seseram mungkin
untuk menutup suaranya yang parau. Tergetar tegang


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hati Gak Lui mendengar tertawa aneh itu. Diam- diam ia
menduga, orang itu tentulah si Maharaja. Cepat ia
396 salurkan tenaga dalam dan, mengisar langkah kemuka.
Bersiap- siap untuk menerobos barisan musuh yang
ketat agar sekali serang ia dapat menusuk orang aneh
itu. "Budak bernyali besar ! Engkau murid dari perguruan
mana ?" tiba2 orang aneh itu berseru kepada pemuda
tadi. Nadanya tetap dilantangkan tinggi.
"Engkau tak perlu takut !" sahut pemuda itu.
"Heh..., heh.....! Boleh juga kegarangamu itu, budak!
Bukankah namamu Gak Lui !"
"Bukan ...!" "Bukan....?" "Siapa sudi membohongimu ...!" Orang aneh itu
terbeliak. Matanya berkilat-kilat memancar api. Kemudian
ia berseru memberi perintah : "Sam-coat, dengarlah
perintah..!" "Ya.... !" ketiga orang berkurudung yang memburu
pemuda itu tadi serempak berseru. Nadanya amat
menghormat. Mereka bertiga disebut Samcoat atau
lengkapnya Hong-ke-sam-coat atau Tiga Algojo dari
istana Maharaja. "Apakah kalian sudah mengetahui aliran perguruan
budak itu ?" "Hatur bertahu kepada Maharaja, bahwa kami belum
......" "Hm ...," orang aneh itu mendengus gemuruh lalu
membentak :"Coba seranglah lagi !"
"Baik !" Ketiga Algojo itu serempak ayunkan tangan
menghantam pemuda itu. Keganasan pukulan ketiga
Algojo itu benar2 membuat orang leletkan lidah. Pemuda
397 tak dikenal itupun tak berani menangkis. Dengan gerak
yang aneh ia berputar kaki seraya mencabut pedangnya
yang berbentuk aneh. Pedang berwarna kebiru-biruan
tetapi sinarnya memancar burat2 merah datang macam
lidah ular. Sret ....... pedang menerobos pukulan lawan
dan ujung pedang dapat menusuk pecah kayu salah
seorang Algojo itu. Jurus serangan pedang itu benar2
luar biasa sekali. Diam2 Gak Lui menghela napas
longgar. Karena tak berhasil menyerang, ketiga Algojo
itupun menyurut mundur tiga langkah. Diluar dugaan
orang aneh tadi tak marah karena tiga Algojonya gagal,
kebalikannya ia malah tertawa seram dan puas : "Ho....,
kiranya engkau ini anaknya Li Leng-ci, ha..., ha...., ha,
....." Munculnya putera dari Kaisar Persilatan Li Liong-ci,
benar-benar mengejutkan sekalian anak buah Maharaja
yang hadir disitu. Diam-diam mereka terbeliak kaget dan
kucurkan keringat dingin. Juga Gak Lui terkejut seperti
disambar petir. "Ah...., kiranya Li Hud-kong! Ibunya permaisuri Biru
telah menolong adik Hong-lian Sedang Dewi Tongtingpun telah menolong adik Siu-mey. Budi itu harus
dibalas sepenuhnya ......" Serentak Gak Luipun bersuit
dan laksana seekor burung rajawali, ia gunakan gerak
Rajawali merentang-sayap untuk melayang diudara dan
terus meluncur turun dimuka pemuda Li Hud-kong. Dan
serentak mencabut kedua pedangnya, ia berseru garang
: "lnilah Gak Lui, hayo, serahkanlah jiwamu, Maharaja
durjana !" Gerakan Gak Lui itu makin menambah kejut sekali
anak buah Maharaja yang berada disitu. Tring..., tring....,
tring...., mereka berhamburan mencabut senjata masingmasing. Suasana penuh dengan ketegangan yang
398 menyala-nyala. Tetapi diluar dugaan, orang aneh yang
diduga Maharaja itu malah makin gembira. Maju
selangkah ia tertawa mengekeh : "lnilah yang dikata,
pucuk dicinta, ulam tiba. Dicari kemana-mana tak dapat,
kiranya malah datang sendiri. Dua orang budak yang
hendak kucari, malam ini muncul bersama sama ......"
"Yang hendak, mencari kepadamu untuk menyelesaikan perhitungan, adalah aku. Dan saudara Li
ini ...... sama sekali tiada sangkut pautnya! bentak Gak
Lui lantang. Sambil kebutkan lengan jubahnya, orang
aneh itu menjahut dengan nada iblis : "Aku hendak
mencari bapaknya ......."
"Tutup mulut! Kalau engkau memang berani, carilah
Kaisar. Cara-cara yang engkau gunakan untuk
menangkap puteranya, sungguh hina dan pengecut !"
bentak Gak Lui. Maharaja itu tertegun sejenak, Diam2 ia mengatur
siasat, ujarnya : "Kalau begitu, engkau menginginkan aku
supaya melepaskannya ?"
"Hm......." "Anggaplah engkau hati ksatrya. Dapat kulepasnya
tetapi harus menjawab sebuah pertanyaan !"
Karena hati merangsang, seketika Gak Lui berseru
menyambut: "Pertanyaan apa.....?"
"Jika ehgkau hendak menolongnya, engkau harus
menjawab pertanyaanku itu. Kalau tak mau pun tak
memaksa dan tiada perundingan lagi !"
Gak Lui terdesak dalam kesulitan. Jika ia tak mau
memberi jawaban tentu akan melihat pada pemuda Li
Hud-kong itu. Tetapi kalau menjawab, ia kuatir orang
akan menanyakan tentang perguruannya Dengan begitu
399 berarti ia melangar sumpahnya ........ Ia merenung
beberapa saat. Tiba2 wajahnya berobah cerah dan
dengan lantang ia berseru : "Baik, aku bersedia
menjawab pertanyaanmu. Lepaskan ia pergi dulu.....!"
Orang berkerudung hitam itu tertawa mengekeh lalu
berseru memberi perintah kepada anak buahnya supaya
memberi jalan kepada pemuda Li Hud-kong. Kawanan
anakbuah Maharaja itu segera menyisih kesamping
untuk memberi jalan kapada pemuda itu."
Tetapi diluar dugaan Li Hud-kong bukan ngacir pergi,
melainkan malah maju kemuka dan tertawa nyaring :
"Maksudmu melepas aku pergi. supaya aku tak dapat
saling berhubungan dengan dia, bukan ?"
"Hm ...... " "Kalau begitu aku tetap
menyaksikan ramai2 disini !"
tinggal disini untuk "Oh ...!" kawanan anak buah Maharaja serempak
mendesah kaget. Seorang Gak Lui saja sudah cukup merepotkan
apalagi tambah putera dari Kaisar Persilatan. Benar2
menyulitkan sekali. Kalau sampai Kaisar dan Empat
Permaisuri akan minta pertanggungan jawab, akibatnya
tentu sukar dibayangkan. Tetapi Maharaja sudah siap
dengan lain rencana. Segera ia tertawa seram : "Baik
....!" Gak Lui gugup sampai kucurkan keringat dingin,
serunya dengan berbisik : "Saudara Li, aku telah
menerima permintaan ayahmu. Aku tak dapat
membiarkan engkau dalam bahaya. Maka kuminta
engkau lekas tinggalkan tempat ini !"
Sejenak Li Hud-kong menatap Gak Lui lalu 400 memandang kedalam gedung. la sengaja melantangkan
suaranya : "Saudara Gak, engkau terlalu jujur. Sekalipun
meluluskan aku pergi, tetapi sebenarnya dia hendak
menipumu dengan mengajukan pertanyaan. Setelah itu
dia tentu tetap akan mengejar aku lagi. Maka tetap
tinggal disini atau pergi, sama saja artinya ......."
"Ngaco!" bentak Maharaja, "kata2ku sekokoh gunung.
Masakan aku sudi menipu kalian anak yang belum hilang
ingusnya!" Li Hud-kong menyeringai: "Kalau begitu, omonganmu
itu selalu menepati maksudnya?"
"Sudah tentu...!"
"Saudara Gak," seru Li Hud-kong, seraya berpaling,
situa itu menyatakan kalau akan menepati janji. Kalau
begitu sekalipun aku tinggal di sini, dia tentu takkan
mengganggu aku. Harap engkau jangan kuatir......."
Gak Lui gelengkan kepala: "Tidak, orang itu tak boleh
dipercaya!"` "Uh, takut apa" Kalau dia berani menganggu
selembar rambutku saja, berarti dia seorang manusia
hina yang tak punya moral" Tanya jawab kedua pemuda
yang bermaksud menelanjangi akal bulus Maharaja,
telah membuat Maharaja marah bukan buatan sehingga
pakaiannya sampai gemetar.
"Tutup mulut, dengarkan aku hendak mengumumkan,
bahwa kali ini aku takkan mengganggu padamu budak
liar. Hayo, Gak Lui, lekas engkau bersiap menjawab
pertanyaanku!" "Baik, silahkan bertanya! Aku pasti akan merjawab...!"
sahut Gak Lui. Maharaja itu menundukkan kepala.... Setelah jerpikir
401 beberapa jenak ia mulai bertanya: "Dimanakah sekarang
...... gurumu?" Pertanyaan itu tak pernah diduga Gak Lui.
Seketika Gak Lui tertegun. Walaupum sederhana
kedengarannya pertanyaan itu, namun lingkupannya
cukup luas, meliputi asal usul perguruannya, serta
tempat beradanya guru dan para angkatan tua dari
perguruannya. Dengan begitu ia harus menerangkan
dengan jelas. Tetapi dari lain segi, pertanyaan itu jugamembuktikan beberapa kesimpulan. Pertama, bahwa
Maharaja yang belum pernah kenal padanya tetapi
dalam pertanyaannya tidak menyebutkan nama
perguruannya melainkan terus langsung menanyakan
tentang gurunya. Jelas hal ini menunjukkan bahwa
Maharaja itu sudah kenal pada perguruan Bu-san.
Bahkan kemungkinan memang ada hubungannya!
Kedua, tidak menanyakan dirinya melainkan gurunya.
Kemungkinan orang itu adalah yang mencelakai orang
tuanya dahulu. Dalam pertanyan itu, rupanya Maharaja
hendak menyelidiki jejak Pedang Bidadari dan Pedang
Iblis. Tempo hari pembunuh itu tak sempat membunuh
ayah-angkat Gak Lui. Dan setelah ayah angkat Gak Lui
mengajarkan ilmu pedang Memapas-emas-memotongmustika, maka Gak Lui telah menggemparkan dunia
persilatan karena tindakannya memapasi pedang tokoh2
persilatan. Dengan begitu dapatlah Maharaja menduga,
bahwa si Pedang Aneh atau, ayah angkat Gak Lui itu
bukan saja masih hidup pun malah punya murid.
Kemungkinan Maharaja masih ingin mencari tahu
anggauta Empat-pedang-Bu-san yang masih hidup.
Dengan pertanyaan itu dapatlah diduga bahwa Maharaja
itu memang mempunyai rasa ketakutan terhadap Empatpedang-Bu- san.
Setelah membayangkan dugaan2 itu, maka Gak Lui
segera menarik kesimpulan: "Mengapa kakek guru
402 khusus mengajar 4 muridnya untuk menghadapi musuh,
tentulah bermaksud bahwa ilmu pedang itu harus
dilakukan oleh keempat orang baru benar2 memancar
kedahsyatan dan kesaktian untuk menumpas-musuh.
Andaikata aku dapat mewakili ayah, tak mungkin
Maharaja itu begitu ketakutan ...... apakah .... apakah
ayahku masih hidup dan menyembunyikan diri di gunung
yang sepi ...... " RUPANYA Maharaja tak sabar menunggu jawaban
Gak Lui yang tak kunjung datang itu : "Engkau sudah
dapat menjawab atau belum?"
Gak Lui terbeliak dan cepat menjawab: "Jangan
terburu-buru! Aku sedang berpikir!"
Dipandangnya orang aneh itu dengan tajam, pikirnya:
"Huh..., siapakah engkau ini sesungguhnya" Apakah
engkau ini murid pertama dari kakek guru yang diusir dari
perguruan itu" Apakah kecuali takut kepada Empatpedang-Bu-san, engkau mempertalikan namaku dengan
ilmu Pedang Kilat itu" Sampai dimanakah pengetahuanmu tentang soal itu........" Tiba2 Gak Lui
mendapat akal. Ia akan menjawab dengan terus terang
tetapi takkan menyinggung tentang keadaan Empatpedang-Bu-san. Maka menyahutlah ia dengan lantang :
"Hm...., dengarkanlah, aku hendak menjawab ......."
"Bagus......! Bagus........!" seru Maharaja lalu mulai
bertanya : "Katakanlah mulai dari suhumu !"
"Aku tak punya guru....!"
"Hah........!" "Kuulangi lagi, aku tak punya guru!"
"Engkau ...... engkau hendak menyangkal .......?"
403 "Tutup mulutmu.......!" teriak Gak Lui, "aku tak pernah
bohong.....! sekalipun kepada orang semacam engkau,
akupun tak mau bohong...........!"
Karena marahnya, Maharaja sampai gemetar.
Seketika timbul pikiran hendak turun tangan menghajar
anak itu. Tetapi pada lain saat, hatinya tenang lagi.
"Tak mungkin.....! Lalu dari mana engkau belajar ilmu
silat kalau tak punya guru ?" katanya.


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat sikap orang begitu tegang, Gak Lui geli dalam
hati. Maka menyahutlah ia dengan dingin: "Sekalipun aku
belajar silat pada beberapa paman, tetapi tiada
seorangpun yang kuangkat menjadi guru!"
Kata2 itu memang benar, baik ayah angkatnya si
Pedang lblis maupun bibi gurunya Pedang Bidadari, telah
memberinya pelajaran silat. Tetapi mereka bukanlah
gurunya yang resmi. Dengan setengah kurang percaya,
Maharaja menegas lalu ayah bundamu.......... ?"
"Itu soal lain lagi. Aku tak perlu menjawabnya! " kata
Gak Lui. "Mengapa?" "Yang engkau tanyakan adalah para angkatan tua
dari perguruanku, bukan menanyakan tentang asal usul
orangtuaku!" "Uh ........!" rupanya Maharaja tak menduga kalau
pemuda itu akan memberi jawaban yang begitu rupa
sehingga tergetarlah hati dan badannya.
"Tetapi aku dapat memberitahukan kepadamu
tentang peristiwa lampau yang dialami oleh para
angkatan tua perguruanku ......." Gak Lui menyusuli
kata2. 404 "Peristiwa apakah itu?" seru Maharaja dengan nada
tergetar tegang. "Dalam perguruan, dari halangan angkatan tua
pernah ada seorang yang diusir dari perguruanku!"
"Hm......, siapakah dia?" dengan nada tak mengunjuk
keheranan, Maharaja menegas.
"Sudah tahu mengapa bertanya pula?" kata Gak Lui
setengah mengejek. "Apakah maksudmu?" Maharaja hendak menutupi diri
dengan balas bertanya tetapi ternyata malah ketahuan
belangnya. "Maksudku, da!am hati engkau sudah tahu mengapa
pura2 masih tak mengerti! "
Maharaja tak berkata lagi melainkan berdiri tegak
dengan mata berkilat-kilat. Suasana hening lelap, tegang
regang. Sekalian orang termasuk Li Hud-kong, tak
mengerti apa yang dimaksud dalam pembicaraan Gak
Lui dengan Maharaja. Hanya Gak Lui yang dapat
mengetahui jelas dan makin yakin dalam kesimpulannya
bahwa Maharaja itu memang asalnya dari Bu-san.
Sekarang tinggal menyelidiki adakah Maharaja itu benar
murid Bu-san yang diusir dari perguruan itu" Jika benar,
orang itu adalah paman gurunya yang tertua sendiri.
Adakah hidungnya cacad" Atau apakah ia mempunyai
hubungan dengan si Hidung Gerumpung itu" Belum ia
sampai melaksanakan, rencana penyelidikannya, tiba2
orang itu tertawa ringan: "Soal2 sekecil itu, kiranya tak
perlu kujawab ........"
"Adakah engkau tak ingin menanyakan tentang
angkatan tua dari perguruanku?" tukas Gak Lui.
"Heh..., heh..., heh...!" orang itu tertawa mengekeh,
405 "tetapi beberapa kali engkau telah merusakkan urusanku
yang penting. Dosamu tak berampun lagi. Kecuali
engkau dapat menerangkan alasannya yang kuat,
barulah dapat kupertimbangkan lagi. Kalau tidak, istana
Yok-ong itu bakal menjadi tempat kuburmu !"
Diam2 Gak Lui geli dalam hati karena melihat sikap
Maharaja itu. Ia memutuskan untuk memberitahukan
tentang keputusannya hendak menuntut balas kepada
Maharaja itu agar dia kaget.
"Hidupmu penuh berlumuran darah. Dosamu
menumpuk setinggi gunung. Setiap orang persilatan
yang menjunjung Kebenaran dan Keadilan, tentu berhak
membasmimu. Dan ketahuilah, bahwa aku memang
mengemban tugas dari sebuah perguruan untuk
membasmi seorang muridnya yang murtad !" seru Gak
Lui. "Heh..., heh..., heh...!" orang itu mengekeh,
"bukankah engkau tadi mengatakan tak pernah berguru
pada seseorang " Atas hak apa engkau berani
mencampuri urusan perguruan orang ?"
"Sungguh mengecewakan sekali kalau engkau
berkata begitu. Tindakanku itu adalah melaksanakan
pesan dari angkatan tua perguruanku!"
Mendengar itu meluaplah hawa pembunuhan di
wajah Maharaja. Ia tertawa iblis: "Baik, hari ini juga aku
hendak menawanmu. Masakan para angkatan tua
perguruanmu itu takkan datang menanyakan kemari.
Tiga Algojo, dengarkan perintahku !"
"Tutup mulutmu...!" bentak Gak Lui seraya mainkan
sepasang pedangnya, "kalau engkau memang berani,
mengapa tak engkau sendiri yang akan menerima
kematian !" 406 Maharaja sejenak merenung lalu tertawa iblis :
"Baik....! Akan kulihat sampai dimana kepandaianmu itu
....!" Dalam berkata itu, Maharaja sudah melesat
menerobos kedalam kepungan. Sudah tentu rombongan
anakbuahnya terkejut sekali. Mereka merasa heran
mengapa dalam kedudukan sebagai Maharaja. harus
turun tangan sendiri. Li Hud-kongpun terkejut juga. Ia
heran meagapa Gak Lui tak mau tinggalkan tempat ini
dan bahkan menantang pada Maharaja. Maharaja
sesungguhnya tak mengetahui jelas apakah Empatpedang-Bu-san itu masih hidup dan dimana tempat
tinggalnya. Ia hendak menyelidiki hal itu dari ilmupedang
yang dimainkan Gak Lui nanti. Gak Lui tahu juga hal itu.
Tetapi ia tak peduli. Dalam pertandingan dengan Maharaja ia hendak
menggunakan kesempatan untuk membalas dendam.
Diam2 ia kerahkan tenaga-dalam dan memandang
Maharaja dengan beringas. Maharaja dingin dan angkuh
sikapnya. Sedikitpun ia tak memandang mata kepada
anakmuda itu. Dengan bersembunyi dibawah kerudung
muka warna hitam, ia gunakan tenaga-dalam yang sakti
untuk menutup pernapasannya sehingga hidung Gak Lui
yang tajam itu dapat mencium suatu ciri pengenal dari
lawannya. Li Hud-kong gugup. Tiba2 ia tertawa dan
loncat ke tengah untuk menghadap Maharaja, serunya :
"Sebelum bertanding aku mempunyai saran."
"Bukan urusanmu! Jangan ikut campur!" bentak
Maharaja dengan deliki mata.
"Heh..., heh..., heh...!" Li Hud-kong tertawa
menghina, engkau selalu memandang rendah pada
orang tetapi anehnya engkau takut setengah mati
kepada Gak Lui. Engkau telah mengunjukkan
kelemahanmu sendiri dan sedikitpun tak punya wibawa!"
407 Maharaja tak mau melayani pemuda itu dan segera minta
Gak Lui supaya mengatakan bagaimana cara
pertandingan, itu akan dilakukan.
"Sungguh kecewa engkau memakai gelar Maharaja!",
kembali Li Hud-kong nyeletuk, "Ayahku, diberi gelar
kehormatan Kaisar oleh kaum persilatan. Beliau tak
pernah membanggakan gelar itu dan tak pernah
menghina pada orang ....."
Kata2 Li Hud-kong itu benar2 membangkitkan
rangsangan kemarahan Maharaja. Seketika ia meraung
keras: "Cukup...!"
"Tetapi aku belum selesai bicara," masih Li Hud-kong
tak mau diam, "Jika engkau sungguh2 hendak pegang
gengsi, engkau harus mengalah menerima serangan!"
"Tak perlu", tukas Gak Lui penuh dendam, "kita akan
adu pukulan dan pedang secara berimbang. Siapa sudi
menerima kemurahannya ......!"
"Baik!" seru Maharaja dengan tertawa sinis, "kalau
begitu, biarlah aku yang lebih dulu menerima tiga jurus
serangan pedangmu. Setelah itu baru aku balas
menyerang dengan 3 jurus ilmupedang. Hal itu untuk
menjaga mulut iseng yang menuduh aku orangtua
menindas seorang anak muda !"
"Kalau pertandingan itu tiada yang kalah dan menang
?" Li Hud- kong berseru gopoh.
"Ini ... , akan kubebaskan ia pergi !" Sekalipun belum
tahu sampai dimana kepandaian Gak Lui, tetapi Li Hudkong menimang bahwa dapat kesempatan untuk
menyerang lebih dulu sampai tiga kali, sudah merupakan
kemurahan bagi Gak Lui. Andaikata tak berhasil dalam
penyerangan itu, Gak Luipun masih ada harapan untuk
408 terhindar dari tiga serangan Maharaja.
Setelah mempertimbangkan hal itu, Li Hud-kong pun
segera menyingkir ke samping agar mereka dapat mulai
bertanding. Gak Luipun segera mainkan pedang. Dengan
gerak yang luar biasa cepatnya, ia lancarkan ilmu
pedang tiga jurus dari perguruan Bu-san .... Tetapi setiap
kali pedang Gak Lui menyambar, lawan tentu sudah
menghindar. Dengan begitu jelaslah bahwa Maharaja itu
memang faham akan ilmupedang itu. Kalau tidak
masakan ia mampu menghindar dengan tepat sekali.
Bukan melainkan Gak Lui, pun Li Hud-kong terkejut
sekali menyaksikan kelihayan Maharaja. Bermula ia kira
ilmu pedang yang dimainkan Gak Lui itu luar biasa
hebatnya. Dilengkapi dengan pedang Pelangi, tentulah
Gak Lui akan mampu mengalahkan lawan. Wajah Gak
Lui merah padam terbakar oleh dendam kesumat yang
menyala-nyala. Saat itu seluruh semangat dan
perhatiannya hanya tertumpah untuk membunuh musuh.
Saat itu tiga buah serangan Gak Lui sudah selesai tanpa
mendapat hasil suatu apa. Maharaja tak mau banyak
bicara lagi. Ia segera mencabut pedang dan terus
menyerang dengan hebat. Tiga buah serangan Gak Lui tadi memberi Maharaja
suatu pengertian akan asal usul pemuda itu. Diam2 ia
terkejut atas kelihayan Gak Lui. Anak itu harus lekas
dihancurkan atau kalau tidak kelak tentu merupakan
bahaya besar. Sret..., sret..., sret...! Maharajapun segera lancarkan
tiga jurus ilmupedang. Cepatnya bukan kepalang dan
setiap jurus merupakan ilmu simpanan dari tiap partai
persilatan besar. Li Hud-kong menjerit tertahan. Ia
benar2 terkejut-mencemaskan keselamatan Gak Lui.
Tetapi yang dicemaskan itu ternyata tak kurang sesuatu.
409 Pemuda itu bergerak aneh. Walaupun gerakannya
lamban tetapi ternyata suatu ilmu gerak- tubuh yang
mengagumkan sekali. Dalam beberapa kejap, ketiga
serangan pedang Maharajapun sudah selesai. Ternyata
Gak Lui masih segar bugar iak kurang suatu apa.
"Bagus !" Li Hud-kong berteriak memuji. Tetapi baru
ia mengucap pujan, Gak Lui yang sudah tak dapat
menguasai diri, tiba2 bergerak menusuk muka lawan. Ia
hendak mengetahui siapakah sesungguhnya muka
dibalik kerudung hitam itu. Karena tiga jurus serangannya
dengan pedang tak mampu melukai Gak Lui, Maharaja
terpesona kaget. Ia tak tahu bahwa pemuda itu telah
diberi pelajaran oleh Permaisuri Biru ilmu Berjalan
menyongsong Lima Unsur atau Ni-co-ngo-heng.
Oleh karena sudah tak boleh membalas serangan
Gak Lui, maka Maharajapun mencari akal untuk
menyelesaikan pemuda itu. Serangan mendadak dari
Gak Lui itu malah memberi dalih untuk bertindak
terhadap anakmuda itu. Sungguh suatu keuntungan yang
tak pernah diharapkan. Maharaja mengisar diri ke
samping lalu mendengus ejek:
"Engkau sendiri yang cari mati ....." serentak ia
hantamkan tangan kirinya ke arah Gak Lui. Pukulan yang
dilambari tenaga-sakti itu hebatnya bukan olah-olah.
Sambil masih memutar pedang, Gak Lui mengisar ke
samping lalu gunakan pukulan Algojo Dunia untuk
menyedot tenaga pukulan lawan. Tetapi tenaga dalam
Maharaja itu luar biasa kuatnya.
Bum .......! terdengar letupan. Dada Gak Lui termakan
pukulan itu. Tubuhnya bagai layang2 putus tali,
melayang sampai 2 tombak jauhnya.
Mata Gak Lui berkunang-kunang penglihatannya.
410 Kepalanya berputar-putar seperti menghambur ribuan
bintang. Untunglah ia dapat menggunakan pedang untuk
menahan diri dari kerubuhan.
"AH..., aku terlalu emosi dan melanggar pesan gihu
.....seharusnya aku mencari ilmu pedang dari ayahku
dulu. Jurus ilmu pedang itu, kemungkinan baru dapat
411 membunuhnya ....., jika tenagaku masih belum memadai,
aku harus mengeluarkan pedang Kilat. Walaupun
pedang itu benda ganas tetapi terhadap musuh, memang
perlu digunakan ......." dalam kekalahan Gak Lui
menimang- nimang. Tetapi setelah mendapat hasil,
Maharaja tak mau memberi ampun lagi. Segera ia
menyambar dengan ilmu Kin-na-jin dari partai Siau-lim-si.
Gak Lui hendak ditawan hidup. Tetapi seketika itu Li
Hud-kong membabat pergelangan tangan Maharaja.
Betapa tinggi kesaktian Maharaja, namun ia kenal juga
akan pedang pusaka milik Kaisar Persilatan. Hatinya
tergetas dan cepat2 ia menarik pulang pedang.
"Omonganmu berlaku atau tidak ....!" bentak Li Hudkong.
"Aku tak pernah mungkir janji, tetapi dia sendiri yang
cari gara2!" sahut Maharaja.
"Cari gara2" Bukankah engkau sudah setuju untuk
melepaskannya apabila pertandingan itu tiada yang
kalah dan menang?" "Setelah tiga jurus, tak seharusnya dia menyerang
aku lagi !" "Dan engkaupun tak boleh memukul lagi !" sahut Li
Hud-kong tak kalah tangkasnya.
"Apakah engkau menghendaki supaya aku diam saja
menerima tusukannya" "


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ha... ha..., ha..., ha"
"Engkau menertawakan apa" " teriak Maharaja.
"Kutertawakan kanakan itu!" sikapmu yang masih kekanak- "Apa maksudmu?"
412 "Bukankah engkau menganggap kepandaian Gak Lui
itu setingkat dengan engkau?"
"Budak hina itu masakan mampu menandingi aku!"
teriak Maharaja. "Benar!" seru Li Hud-kong, "dengan mengandalkan
ketuaanmu engkau hendak membanggakan diri sebagai
Maharaja Persilatan. Tetapi apabila bertempur engkau
berkaok-kaok minta untung. Menurut penilaianku ....."
"Hm........,!" "Jelas engkau mengerahkan anak buahmu untuk
menyerang tetapi engkau masih berlagak garang!"
"Heh..., heh...., heh...., heh....!" Maharaja mengekeh
marah, "panjang lebar engkau bicara itu tak lain minta
supaya kulepaskan dia bukan?"
"Itupun kalau engkau masih menghormati janjimu !"
"Baik, kali ini aku hendak memberi kelonggaran.
Tetapi ........" "Tetapi apa" Apakah masih hendak engkau berikuti
dengan perjanjian lain lagi?"
"Tidak, bukan perjanjian melainkan suatu keterangan"
sahut Maharaja. "Katakanlah !" "Akan kulepas kalian pergi dan takkan kuperintah
anakbuahku untuk merintangi. Akupun takkan menyerang lagi. Tetapi kalau kalian tak mampu pergi dari
sini, janganlah menyalahkan aku !"
Diam2 Li Hud-kong merasa heran, pikirnya: "Tidak
suruh orang merintangi dan tidak menyerang. Dengan
kepandaian kami berdua, masakan tak dapat tinggalkan
413 tempat ini. Tentulah dia mempunyai rencana lain lagi.....,
harus dijaga kemungkinan itu .........."
Tepat pada saat itu Gak Luipun sudah selesai
melakukan pernapasan dan berjalan menghampiri.
Melihat itu Li Hud-kong cepat mengambil keputusan. Ia
menyurut mundur seraya diam2 ulurkan jari menutuk
jalan darah Gak Lui, terus dirangkul pinggangnya:
"Sudahlah, mari kita pergi. Lihatlah saja mereka hendak
gunakan siasat apa lagi ...."
Karena ditutuk jalandarahnya, Gak Lui tak dapat
barkutik. Ia hanya dapat memandang orang2 yang hadir
di situ dengan penuh dendam amarah. Tiba2 Li Hudkong berseru: "Naiklah......!" Tubuh Gak Lui diangkatnya
dan dibawa melambung sampai tiga tumbak ke udara,
lalu meluncur keluar dari gedung Yok-ong-kiong. Tetapi
tiba2 terdengar suitan aneh, makin lama makin
melengking tinggi. Nadanya macam burung kukuk-beluk
merintih-rintih atau setan menangis pilu. Li Hud-kong
yang saat itu tengah melayang diudara. Segera ia
merasakan tubuhnya menggigil dingin sehingga terpaksa
meluncur turun. Untunglah dalam saat genting itu ia
mendapat pikiran. Dengan sisa tenaganya ia menutuk
terbuka jalan darah Gak Lui. Bum...., bum.... kedua
pemuda itu susul menyusul jatuh ketanah. Mukanya
penuh berlumuran debu dan tulang2 nya terasa sakit.
Bagi Gak Lui suitan itu sudah tak asing lagi.
Teringatlah ia bagaimana kawanan anak buah Maharaja
seperti Ceng Ci, Thian Wat, Wi Cun dan gerombolan
Topeng Besi itu tak pernah menggunakan kata2 untuk
bicara. Segala perintah tentu menggunakan suitan.
Bahwa ternyata dari mulut Maharajapun mengeluarkan
suitan semacam itu, Gak Lui benar2 terkejut sekali.
Cepat ia hendak kerahkan tenaga-dalam, tetapi, ah ......
414 sedikitpun ia tak dapat menggerakkan tenaga itu. Ia meronta2 bergeliatan hendak merangkak bangun, tetapi, ah
.... benar2 ia tak punya tenaga untuk bangun! Dengan
paksakan diri Gak Lui memungut kembali sepasang
pedangnya tadi. Setelah itu ia memandang kearah Li
Hud-kong dan berkata dengan ter-putus2 : "Maaf ........
aku telah melibatkan engkau ..... terutama ..... aku telah
........ mengabaikan ........ pesan ayahmu !"
Li Hud-kong gelengkan kepala. Dibalik kerudung,
tampak sepasang matanya yang ber-kilat2. Tiba2 ia
ulurkan tangan kirinya yang gemetar dan merogoh
kedalam baju, pada lain saat tangannya telah
menggenggam sebuah batu mustika berhias tanda
Swastika emas. Benda symbol dari kaum Buddha itu
ternyata mempunyai daya khasiat yang hebat. Dengan
benda itulah Li Hud-kong dapat menyilaukan mata
Penjaga Akhirat sehingga ia dapat bebas masuk kedalam
gedung Yok-ong-kiong. Dan saat itu begitu Li Hud-kong
mengeluarkan benda mustika itu, tiba2 semangat kedua
pemuda itu timbul lagi, Serentak mereka loncat bangun.
Memang suitan iblis itu berasal dari Maharaja. Ia hendak
menggunakan suitan yang disebut Suitan-iblis-penawanjiwa untuk menangkap Gak Lui dan Li -Hud-kong.
Dengan menawan Li Hud-kong, ia tentu dapat memberi
tekanan kepada Kaisar dan Keempat Permaisuri. Dan
dapat pula menekan Gak Lui supaya memberi
keterangan mengenai tempat beradanya Empat-pedangBu-san
Setitikpun ia tak menyangka bahwa rencananya itu
akan gagal. Kedua pemuda itu ternyata mampu bangun
lagi setelah rubuh. Maharaja terkejut sekali. Segera ia
menghambur suitan-iblis lebih keras. Tenaga-dalam yang
memancar dari suitan itu, menimbulkan hawa dingin yang
menggigit tulang. Bum..., bum ..... kedua pemuda itupun
415 rubuh lagi. Keduanya cepat2 memandang kearah benda,
mustika Swastika itu lagi. Tetapi pandangan mata kedua
pemuda itu makin lama makin kabur.
Serasa benda mustika dan keadaan disekelilingnya
makin gelap dan makin jauh....... Maharaja yang tegak
berdiri pada jarak berpuluh langkah, tampak menggagah
laksana sebuah gunung. Beberapa saat lagi, ia tentu
berhasil memberantakkan semangat dan jiwa kedua
pemuda itu. Maka tanpa kenal ampun pula, ia terus
hamburkan suitannya mautnya.
Pada saat Maharaja tengah mengumbar nafsu
melancarkan suitan mautnya, tiba2 dari arah puncak
bukit disebelah muka terdengar suara orang berseru
nyaring : " O mi ...... to ........ hud......!" Nadanya yang
amat dan ramah tetapi kumandangnya bergema hebat
sekali. Sebagai seorang tokoh berilmu, cepat Maharaja
dapat menyadari bahwa pendatang itu seorang manusia
yang sakti. Cepat ia tumpahkan seluruh tenaga dalamnya
untuk menghapus suara orang itu dengan Suitan-iblispenawan-jiwanya. Tetapi suara doa itu laksana
gelombang samudera yang dahsyat. Kumandangnya
makin lama, menyelubungi udara dan seluruh bumi. Dan
....... Suitan iblis dari Maharaja terdesak.....!
Adu tenaga-dalam melalui hamburan suara diudara.
itu benar2 suatu peristiwa yang jarang terjadi di dalam
dunia persilatan. Beberapa saat kemudian, kawanan
anak buah Maharaja itupun tercengkam dalam
kumandang doa itu. Mereka lepaskan tangan yang
menutup telinganya dan mulai terkena pengaruh
kumandang doa itu. Pada saat Maharaja sedikit demi sedikit mulai
menarik pulang suitannya, diam2 hatinya terkejut sekali.
Kumandang doa itu, benar-benar mempunyai kekuatan
416 yang luar biasa sehingga suitannya tertekan lenyap
Dengan pandangan mata yang penuh kecemasan,
dilihatnya kedua pemuda tadi bangun dari tanah lalu
ayunkan langkah menuju kearah sumber suara
kumandang doa itu. "Kalah....!, Kalah.....!" hati Maharaja menghambur
putus asa. Suitannya pun segera menyurut tinggal
setombak luasnya. Nafsu pembunuhan yang memenuhi
dadanyapun mulai lenyap. Aneh..., benar2 aneh....!
Begitu nafsu pembunuhan dalam hati Maharaja itu
lenyap, kumandang doa itupun serempak berhenti juga.
Saat itu suasana gedung Yok-ong-kiong sunyi
senyap. Kawanan anakbuah Maharaja itupun tundukkan
kepala. Hati mereka terkejut, nyalipun berhamburan
.......... Diufuk timur tampak memburat merah. Fajar mulai
menyingsing. Dan pada lain saat, bayangan kedua
pemuda itupun lenyap. "Siapakah dia......." Apakah Kaisar Li Liong-ci.........?"
tiba2 Maharaja bertanya dalam hati "kalau benar dia,
ah....., tak mungkin aku dapat menjagoi dunia......!"
Benak Maharaja penuh dilingkari rasa kecemasan
dan kebingungan. Kemunculan orang dengan kumandang puji do'a keganasan itu, benar2 membuyarkan impiannya........! Tiba2 ia teringat pada diri
Gak Lui. Serentak ia teringat akan Pedang Kilat.
"Pedang Kilat....! Pedang ganas yang tiada
tandingan. Kecuali dengan ilmu sakti Liok-to-sin-thong,
tak mungkin dapat melawan....! Kalau orang yang
mengucap doa Omitohud itu bunar2 faham akan ilmu
sakti Liok-to-sin-thong, tak mungkin, ia mau mengampuni
jiwaku ! Benar, dia tentu tak menguasai ilmu sakti itu !
417 Jika demikian, apabila aku dapat memperoleh Pedang
Kilat, tentulah orang itu dapat kubasmi. Dan akan
terkabullah keinginanku menjagoi dunia persilatan ........."
Memikirkan hal itu, sepasang mata Maharaja kembali
memancar sinar berkilat-kilat. Ia tahu dimana beradanya
pedang ganas itu. Dan cara bagaimana ia dapat
mengambilnya dari tempat penyimpanan pun ia sudah
mempunyai rencana. Maka ia segera menengadah
memandang ke langit dan tertawa nyaring. Apabila
Maharaja sedang merayakan rencana kemenangannya
dengan tertawa sepuas-puasnya, adalah saat itu Gak Lui
yang sedang mengikuti daya kumandang doa Omitohud,
tiba2 terkejut girang karena mendapatkan Li Hud-kong
berada di sampingnya. "Mari kita berangkat ....!" tiba2 Li Hud-kong berseru
pelahan. Saat itu Gak Lui sudah tenang kembali. Ia
anggukkan kepala. Setelah menyarungkan pedang
kepunggung, ia segera mengikuti Li Hud-kong menyusup
kedalam hutan. Tetapi ternyata Li Hud-kong tak menuju
ketempat orang yang melantangkan doa Omitohud itu
melainkan melesat kesamping. Dengan lari seperti orang
kejar-kejaran, dalam beberapa saat saja, mereka sudah
tiba dibagian dalam hutan. Saat itu Li Hud-kong berhenti
dan lepaskan jubah hitam yang terlalu besar bagi ukuran
badannya. Kalau tak salah, menurut keterangan
Permaisuri Biru, Li Hud-kong itu masih mengenakan kain
penutup muka. "Maaf ....." baru Gak Lui berkata begitu, Li Hud-kong
sudah membuka: "Saudara Gak, aku tak punya banyak
waktu untuk bicara. Aku harus lekas2 pergi.....!"
"Ah...., mengapa terburu-buru?"
"Ayahku sudah tiba. Jika tahu aku berani gegabah
418 menyelidiki Maharaja, beliau tentu marah ......!"
"Oh..., orang yang melantang doa Omitohud untuk
menindas tindakan Maharaja itu, ayahmu Kaisar
Persilatan sendiri ?"
"Tak mungkin salah!"
"Kalau begitu apabila aku berjumpa beliau, takkan
kuceritakan tentang dirimu, "
Li Hud-kong tertawa riang: "Mungkin engkau ketemu
tetapi tak mungkin engkau mengenalnya."
"Apakah ayahmu juga menyaru?"
"Ini ....., aku tak dapat mengatakan......" kata Li Hudkong. Kemudian setelah sejenak bersangsi, ia
melanjutkan bicaranya dan berkata pula: "Tetapi aku
bermaksud hendak angkat saudara dengan engkau.
Bagaimana pendapatmu?"
Gak Lui tertawa nyaring: "Bagus sekali!, hanya aku
telah mengabaikan perintah ayahmu. Suruh aku
membantumu, kebalikannya malah menyangkut dirimu
dalam kesulitan ......."
"Ah, jangan berkata begitu. Apabila saudara Gak tak
muncul, aku tentu kalah melawan Tiga Algojo itu. Hal itu
kalau diketahui ayah, beliau tentu marah!" Kedua
pemuda itu saling tertawa. Setelah itu mereka segera
melakukan upacara mengangkat saudara. Habis itu Li
Hud-kong berbangkit memberi hormat: "Engkoh Lui aku
harus pergi sekarang. Di sekeliling tempat ini banyak
jago2 sakti. Silahkan engkau berjalan ke muka saja........"
pemuda itu terus loncat beberapa tombak jauhnya. Gak
Lui tak sempat mengucapkan pesan, kecuali
menanyakan siapakah yang dimaksud dengan jago sakti
itu. 419 "......... Thian Lok totiang", seru Li Hud-kong! yang
sudah masuk ke dalam hutan. Gak Lui terkejut. Apabila


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benar Thian Lok totiang berada di sekitar tempat situ, jika
sampai bertemu tentu akan timbul salah faham. Diam2 ia
kerahkan hawa murni dan lalu gerakkan urat2 tubuhnya.
Tetapi ia merasa bagian belakang kepalanya masih agak
sakit. "Ah, suitan Maharaja itu benar2 hebat sekali.
Nyatanya masih meninggalkan bekas sakit di kepalaku.
Aku harus melakukan pernapasan dengan sungguh2........." Gak Lui memutuskan untuk mencari tempat guna
beristirahat. Tiba2 ketika memandang ke hutan di
sebelah muka, ia terkejut dan mundur selangkah. Dua
sosok tubuh melesat keluar dari hutan itu. Yang seorang
adalah Thian Lok totiang, ketua partai Ceng-sia- pay.
Dan yang satu seorang paderi tua berjubah kelabu,
entah siapa. Karena menyadari tenaganya belum pulih,
Gak Lui tak ingin bentrok dengan mereka, tetapipun tak
leluasa untuk melarikan diri. Pada saat itu Thian Lok
totiang dan paderi tua itupun sudah melesat ke muka.
Disusul oleh munculnya 18 orang paderi yang segera
mengepung Gak Lui. Kemunculan 18 paderi itu
menyadarkan pikiran Gak Lui. Partai Siau-lim-si memiliki
barisan Cap-pe-lo-han-tin yang termasyhur.
PADERI TUA itu jelas tentulah Hui Hong taysu, ketua
partai Siau- lim-si! Gak Lui menghela napas. Buru2 ia
memberi hormat. Tetapi belum sempat berkata apa2,
Thian Lok totiangpun segera mendengus marah dan
berseru : "Ketika digunung Pek-wan-san, engkau
beruntung mampu lolos. Tetapi bagaimanapun akhirnya
engkau takkan terlepas dari jaring kematian........."
"Harap totiang suka bersabar........."
420 "Tak ada yang perlu dibicarakan lagi ! Sekarang Hui
Hong taysu telah memimpin 18 anak-murid Siau-lim-si.
Jangan harap engkau mampu lolos lagi !" seru Thian Lok
totiang. Gak Lui menatap ketua Ceng-sia-pay tajam2 lalu
berpaling menghadap Hui Hong taysu: "Taysu kali ini
turun gunung sendiri tentulah disebabkan peristiwa murid
Siau-lim-si si Pedang Api itu. Saat ini aku belum dapat
memberi penjelasan. Harap dimaafkan !"
Hui Hong taysu kerutkan alis, ujarnya : "Soal itu soal
kedua ......." "Lalu apakah taysu mencurigai diriku ?"
"Bukan karena aku menduga sembarangan. Tetapi
tadi aku telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri
engkau menghancurkan jubah hitam. Terpaksa aku
harus menarik kesimpulan begitu !"
Habis berkata ketua Siau-lim-si itu memandang
kearah robekan jubah yang tadi di-robek2 Gak Lui.
Melihat sikap paderi itu, Gak Lui terpaksa menuturkan
peristiwa yang dialami malam tadi.
"Apakah engkau melihat sendiri suteku Hui Ki itu ?"
tanya Hui Hong taysu. "Hui Ki " Apakah saudara seperguruan taysu yang
lenyap ?" "Benar, kami sudah berpisah selama belasan tahun.
Tak nyana tiba2 dia muncul dan mendesak aku supaya
menyerahkan kedudukan ketua !"
Tiba2 Gak Lui teringat sesuatu, serunya : "Apakah
taysu telah memeriksa tulisannya ?"
"Memang benar2 tulisannya, tetapi ......"
"Mengapa ?" 421 "Aku tak percaya kalau dia berhaianat........!"
Gak Lui merenung sejenak, lalu berkata : "Kali ini
yang hadir dalam pertemuan dengan Maharaja, semua
mengenakan kain kerudung muka sehingga tak dapat
dikenal mukanya. Tetapi memang dari kalangan partai
Siau-lim-si terdapat seorang anggotanya. Dan Thian Wat
totiang dari Ceng-sia-pay memang benar2 hadir dalam
pertemuan itu ........" Mendengar itu Thian Lok totiang
cepat nyeletuk : "Taysu, betapapun halnya, keterangan
Gak Lui itu tak dapat dipercaya.......!"
"Maksudmu ... ?" tanya Hui Hong taysu.
"Dia sendiri adalah anakbuah Maharaja !" sahut Thian
Lok totiang.. "Aku tak memaksa engkau harus percaya !" teriak
Gak Lui dengan gemetar karena marah, "tetapi gedung
Yok ong-kiong itu dekat dari sini. Apabila sampai
diketahui oleh anakbuah Maharaja, mungkin ... kita akan
terjaring semua !" "Heh..., heh..., heh...! Jangan menggertak orang,
jangan engkau pura2 menjadi orang baik. Omonganmu
tadi tentu bohong semua....!"
Sikap kedua ketua partai itu masing2 berbeda. Oleh
karena sudah mempunyai prasangka jelek maka Thian
Lok totiang tak mau mengerti semua alasan yang
dikatakan Gak Lui tadi. Sedang Hui Hong taysu masih
meragu. Oleh karena mencemaskan kedatangan orang2
Maharaja sehingga urusan akan menjadi lebih runyam
maka berkatalah Gak Lui dengan nada bersungguh
kepada ketua Siau-lim-si :
"Taysu, harap jangan mendengarkan ucapannya.
Jika taysu menyangsikan diriku, silahkan bertanya
422 kepada Hwat Hong taysu. Dia tentu dapat memberi
kesaksian bahwa aku bukan golongan Hitam. Pula
mengingat taysu dengan Hwat Hong taysu itu sesama
kaum agama, kiranya taysu pasti percaya penuh kepada
keterangannya." Thian Lok totiang mengekeh. Karena marahnya ia
sampai pucat lalu berkata kepada Hui Hong taysu :
"Cobalah dengarkan. Bukankah dia hendak mengadu
domba sesama murid agama. Jelas kalau dia bermaksud
jahat........." Jawab Hui Hong taysu : "Bukan tak percaya pada
totiang. Tetapi omongannya itu memang beralasan juga."
"Beralasan !" teriak Thian Lok totiang, apakah engkau
benar2 hendak bertanya ke Heng-san ?"
"Sudah tentu ......"
Kemarahan Thian Lok totiang makin meluap. Dengan
deliki mata ia segera mencabut pedang dan berseru :
"Kuundang engkau ber-sama2 menangkapnya. Siapa
tahu setelah mendengar sepatah dua patah kata2-nya,
taysu terus berobah pendiriannya. Baiklah....! Hubungan
antara partai Ceng-sia-pay dengan Siau- lim-si hari ini
juga kuputuskan. Aku tak percaya kalau tak mampu
menangkapnya sendiri.........!"
Ucapan dari ketua Ceng-sia-pay itu memang serius
sekali. Karena hal itu menyangkut hubungan kedua
partai yang sudah berjalan ratusan tahun lamanya, Hui
Hong taysupun tidak tak berani menganggap remeh.
Tubuhnya berputar dan sambil mencekal pedang ia
berdiri di samping Thian Lok totiang. Gak Lui tak mudah
cepat2 terangsang. Ia menghela napas dingin lalu
memberi penjelasan kepada Thian Lok totiang lagi:
"Mengapa totiang masih mencurigai diriku. Wi Ti dan Wi
423 Tun kedua lo-cianpwe dari partai Kong-tong-pay, pernah
bertemu aku di gedung Leng-koan-tian. Keduanya
adalah imam yang bermartabat tinggi. Merekapun dapat
memberi kesaksian tentang diriku ......."
"Heh..., heh..., heh!...." sambil mengekeh, tanpa
menunggu sampai Gak Lui habis bicara, Thian Lok
totiang tertawa mengejeknya. Gak Lui tertegun heran.
"Ho..., engkau masih berani menyinggung nama
partai Kong- tong-pay" Ketua Kong-tong-pay Wi Ih
totiang sudah turun gunung bersama ketiga saudara
seperguruannya dan 49 murid2 Kong- tongpay angkatan
kedua!" "Aneh....!" Gak Lui tertegun. Pikirnya: "Mengenai
jumlah orangnya, dia salah mengatakan. Pihak Kongtong-pay itu terdiri dari Tujuh Pedang Kong Tong.
Dikurangi dengan Wi Ih ketua Kongtong-pay dan seorang
marid yang berhianat yakni Wi Cun, maka seharusnya
ketujuh tokoh pedang Kong-tong-pay itu masih berjumlah
lima orang. Mengapa dia mengatakan hanya tiga
orang.....!" Maka bertanyalah Gak Lui dengan berani: "Wi Ti
totiang pernah meluluskan aku hendak menghadap dan
memberitahukan keadaan diriku kepada ketua Kongtong-pay. Agar Kong-tong-pay waspada menjaga
muridnya yang berhianat. Mengapa..... ketua partai itu
malah memimpin rombongan jago2 Kong-tong-pay turun
gunung...." "Apakah Wi Ti totiang berdua itu ...."
"Apakah engkau tak tahu?"
"Tidak! " "Mereka di tengah jalan telah dibunuh oleh anakbuah
424 Maharaja ....." "Ah ..." Gak Lui mengeluh kaget sehingga tubuhnya
gemetar, "apakah engkau mencurigai aku?"
"Aku bukan manusia yang mudah mencurigai orang
dengan semena- menanya. Sekarang ada saksi yang
boleh dipercaya....l"
"Siapa" Apakah dari golongan Ceng-pay .... ?"
"Dia adalah Tanghong Giok ketua partai Kun-lun-pay!
Coba katakan, apakah dia tak cukup digolongkan
sebagai orang Ceng- pay .... ?"
"Ah ........." untuk kedua kalinya Gak Lui mendesuh
kaget, "silahkan menerangkan yang jelas!"
"Hm ....." Thian Lok totiang mendengus. Ia anggap
Gak Lui itu sudah tahu tetapi masih pura2 bertanya.
Diam2 ia kerahkan tenaga murni, siap dilancarkan.
Mendengar peristiwa itu, marahlah ketua Siaulim- si.
Serentak ia maju selangkah dan berkata dengan dingin :
"Wi Ti totiang berdua telah dicegat dan dibunuh oleh
segerombolan penyerang yang berkerudung muka. Pada
saat Tanghong Giok tiba, keadaan Wi Ti totiang sudah
payah sekali. Ketika ditanya siapa pembunuhnya, Wi Ti
totiang mengatakan kalau engkau ........."
"Tak mungkin!" teriak Gak Lui.
"Itu suatu kenyataan yang berbicara!"
"Aku hendak bertanya kepada Tanghong cianpwe
tentang peristiwa yang dijumpai saat itu!" seru Gak Lui.
"Hm..., baiklah. Mari engkau ikut kami untuk dipadu
bertiga agar dapat diketahui engkau bersalah atau
tidak?" 425 "Aku sendiri dapat menanyakan tak perlu harus
bersama taysu!" "Apakah engkau tak takut pada barisan pedang Lohan-tin Siau- lim-si" "
"Maaf, ini bukan soal takut atau tidak!"
Keduannya makin lama makin berdebat seru. Melihat
itu Thian Lok totiang nyeletuk dingin: "Taysu, dia tentu
sedia pembantu yang lihay di belakangnya, silahkan
taysu menyisih kesamping .......!" ia cepat menutup kata
dengan sebuah serangan yang luar biasa ganasnya.
Serangan pedang itu termasuk ilmu istimewa dari partai
Ceng-sia-pay. Dalam kemarahan, ia hendak menggunakan
kesempatan selagi Gak Lui tak bersiap, menusuknya
mati. Tetapi dia tak tahu bahwa Gak Lui telah minum
darah buaya purba sehingga tenaganya bertambah kuat.
Cepat ia loncat menghindar sehingga serangan
mendadak itu tak berhasil melukainya.
Pada saat Gak Lui masih melambung di udara, ia
marah melihat keganasan orang. Maka iapun segera
balas menyerang dengan tiga gerakan pedang. Tring...,
tring..., tring....... Terdengar dering gemerincing senjata
becadu keras dan saat itu tampak Thian Lok totiang
tergetar kesemutan tangannya. Ia terhuyung mundur
beberapa langkah...... Melihat itu Gak Lui tak mau terlibat
dalam pertempuran dengan kedua ketua partai
persilatan. Ia hendak melayang keluar dan meloloskan
diri. Tetapi tiba2 Hui Hong taysu lepaskan pukulan, Kekgong-ciang. Suatu pukulan dari jarak jauh yang dilambari
tenaga dalam hebat,. 426 JILID 9 Tring, tring, tring ... terdengar suara orang mencabut
pedang dari empat penjuru. Delapan belas paderi Siaulim-si, berjajar-jajar dalam barisan Lo-han-tin yang
terkenal. Gak Lui berjumpalitan untuk menghindari
serangan pukulan Biat- gong-ciang dari Hui Hong taysu.
Setelah melayang turun dan tegak di tanah, pemuda itu
berseru dengan nada sarat: "Taysu, totiang! Mengapa
kalian selalu mendesak aku saja" Siapakah yang
bertanggung jawab akibatnya nanti ?"
Paderi Siau-lim itu kerutkan
Pada saat ia hendak menyahut,
orang berseru dalam nada yang
Gak sauhiap tak perlu takut,
melindungimu !" dahi dan deliki mata. tiba2 terdengar suara aneh: "Heh, heh, heh!
aku berada di sini Dan muncullah orang yang berteriak itu. Sekalian
orang terkejut berpaling. Pendatang itu seorang tua
berambut merah hidung besar dan mulutnyapun merah.
Wajahnya menyeramkan sekali. Gak Lui seperti pernah
dengar nada suara orang itu tetapi ia lupa. Maka
berserulah ia: "Siapakah engkau ?"
Rambut merah itu tertawa seram: "Masakan siauhiap
lupa kepadaku ?" "Aku tak kenal padamu !"
"Hi, hi, tak perlu siauhiap kuatir mengunjuk diri,
Ketiga Algojo Maharaja berada di sekitar tempat ini !"


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"O, Tiga Algojo dari Maharaja ?" serempak Gak Lui,
Thian Lok totiang dan Hui Hong taysu berseru kaget.
"Benar, aku Malaekat Rambut-merah Lau Ih-jiang,
telah menerima titah dari Maharaja untuk membantu
siauhiap !" orang itu memperkenalkan diri. Imam dan
427 Paderi ketua dari partai persilatan itu tampak berobah
wajahnya. Karena mereka kenal Malaekat Berambutmerah itu seorang tokoh kelas satu dalam golongan
Hitam. Jarang orang itu muncul di dunia persilatan. Maka
sungguh mengherankan bahwa diapun menjadi anak
buah Maharaja yang diangkat menjadi salah seorang dari
Tiga Algojo. Dan dengan keterangannya bahwa dia
disuruh membantu Gak Lui, menandakan bahwa pemuda
itu jelas juga kaki tangan Maharaja.
Hui Hong taysu kecewa sekali karena tadi hampir
saja ia dikelabuhi anak muda itu. Sedangkan Thian Lok
totiang marah dan mempertimbangkan langkah untuk
menghadapi musuh. "Seorang Gak Lui masih mudah diatasi. Tetapi
dengan munculnya si Rambut-merah, keadaannya
berlainan. Apalagi kedua Algojo Maharaja juga berada di
sekeliling tempat ini," demikian imam itu menimangnimang.
Gak Luipun marah sekali sehingga tangan dan
kakinya terasa dingin. Tetapi justeru dingin itu
menyebabkan hatinya tenang. Ia tahu bahwa si Rambut
Merah itu memang diperintah Maharaja. Tetapi sebelum
kedua kawannya yang lain datang, dia tentu tak berani
turun tangan. Tetapi ternyata kedatangan Rambut Merah
itu kebetulan dalam situasi yang keruh sehingga dengan
cerdik sekali Rambut Merah itu menggunakan
kesempitan untuk memojokkan Gak Lui.
Dengan beberapa perkataan itu, dapatlah ia
mengadu Gak Lui dengan ketua Ceng-sia-pay dan Siaulim-pay. Apabila kedua fihak sama2 terluka, barulah ia
turun tangan untuk menindak mereka. Dengan mata
menyala kemarahan, Gak Lui melirik si Rambut Merah
tetapi dengan cerdik orang itu tertawa tawa : "Heh, heh
428 siauhiap, kutahu perangaimu. Engkau tak suka dibantu
dalam hal ini akupun dapat memaklumi dan hanya akan
melihat saja di samping, bagaimana nanti engkau akan
menjagal kawanan imam hidung kerbau dan paderi
gundul !" Ucapan itu cukup beracun dan licik sekali. Sekaligus
ia dapat mengadu domba kedua belah fihak dengan ia
sendiri bebas melihat di samping. Thian Lok totiang
tertawa nyaring: "Apakah kata2mu itu dapat kami anggap
berlaku?" Rambut Merah melirik dan menyahut: "Menghadapi
kawanan calon2 mayat seperti kalian, rasanya Gak
siauhiap sudah kelebihan tenaga..."
"Yang kutanyakan, apakah engkau ..."
"O, aku membantu atau tidak, terserah kehendakku
sendiri ! Tetapi demi memandang muka Gak siauhiap,
rasanya aku tak mau sembarangan turun tangan !"
"Bagus !" seru Thian Lok totiang menggeram, "akan
kulenyapkan kalian satu demi satu..."
Anak ketua Ceng-sia pay itu menutup kata2nya
dengan sebuah serangan pedang yang hebat kepada
Gak Lui. Gak Lui terpaksa mengisar tubuh lalu mainkan
pedangnya bagaikan naga bercengkerama di laut.
Ditambah pula dengan pancaran tenaga-dalam yang
menyedot, dapatlah ia memaksa ketua Ceng-sia-pay itu
mundur dua langkah, setelah itu tangan kiri Gak Lui
mencabut pedang Pelangi. Pedang pusaka yang telah
ditempa baru itu, dalam tangannya yang disaluri dengan
tenaga-murni penuh, berhamburan laksana petir
menyambar-nyambar. Dengan mencabut pedang pusaka itu, tujuan Gak Lui
429 supaya lekas2 dapat menerobos ke luar dari kepungan.
Dengan demikian ia segera dapat membekuk si Rambut
Merah. Tetapi Hui Hong taysu yang sudah keracunan
kata2 si Rambut Merah, mempunyai prasangka jelek
terhadap Gak Lui. Ia anggap dengan mencabut pedang
Pelangi itu, jelas Gak Lui hendak melakukan
pembunuhan secara kejam. Dengan mendengus marah,
ketua Siau-lim-si segera memberi perintah. Ke-18
paderipun segera bergerak cepat sehingga perbawa dari
barisan Lo-han-tin itu makin mendahsyat. Baik
menyerang maupun bertahan, barisan Lo-han tin itu amat
ketat sekali. Hui Hong taysu yang pemimpin barisan itu-pun
menyerang dengan bengis. Tangan kiri melancarkan
pukulan maut, tangan kanan mainkan pedang dalam
jurus ilmu pedang Tat-mo kiam. Begitu melangkah maju,
ujung pedang ditusukkan ke dada dan bawah ketiak Gak
Lui. Sambil memperhatikan gerak gerik si Rambut Merah,
Gak Lui mainkan pedang untuk menang dan balas
menyerang. Gak Lui memang menghadapi tekanan
berat. Dia diserang oleh Thian Lok totiang yang berada di
sebelah kiri. Ketua Ceng-sia- pay itu mahir dalam ilmu
pedang Tui-hong kiam dan memiliki tenaga-dalam Tunyang-cin-gi yang tinggi. Sedang di sebelah kanan ia
diancam oleh Hui Hong taysu, ketua Siau-lim-si yang
memiliki tenaga-dalam Pancha-sin-kang dan ilmu pedang
Tat-mo- kiam yang sakti. Kedua-duanya merupakan ilmu
yang jarang tandingannya dalam dunia persilatan.
Sedang di sekelilingnya ia dikepung oleh barisan Lo-hantin yang termasyhur. Untunglah ilmu pedang yang
dimainkan Gak Lui itu termasuk jurus2 yang aneh. Ilmu
meringankan tubuh Awan-berarak-seribu- li yang
dimilikinya itu dapat membuat gerakannya secepat angin
430 meniup. Dan ilmu pedangnya dalam jurus Burung-hongmerentang-sayap, dapat ditebarkan suatu sinar pedang
yang seolah-olah membungkus tubuhnya. Dengan
demikian dapatlah ia bertahan diri dan bahkan apabila
ada kesempatan, ia dapat juga melakukan serangan
balasan. Dan ketambahan pula dengan pedang pusaka
semacam pedang Pelangi yang dapat memapas segala
logam seperti memapas tanah liat, dapatlah ia
memperoleh keleluasaan. Rambut Merah terlongong menyaksikan kehebatan
ilmu pedang. Tring .... terdengar dering tajam sekali.
Thian Lok totiang menyurut mundur tiga langkah.
Pedangnyapun hanya tinggal separoh saja. Dan pada
saat ketua Ceng-sia-pay itu mundur, terbukalah sebuah
lubang. Dengan kecepatan kilat menyambar, Gak Lui
terus menyelinap ke luar dan tiba di samping barisan Lo
han-tin. Ketiga tokoh itu terkejut sekali. Cepat mereka
memasuki barisan dan ayunkan pedang serta pukulan
untuk menghadang. Menghadapi barisan pedang itu,
tiba2 Gak Lui berhenti. Dan saat itu tiga buah tabasan
pedang dan tiga pukulan memburu kepadanya. Tak
boleh tidak, anak itu tentu binasa. Bahkan Rambut Merah
yang menyaksikan keadaan itu sampai mendesus kaget
dan terus hendak bergerak menolongnya. Dalam saat2
maut hendak merenggut, entah dengan tata gerak
bagaimana, dalam dua tiga kali geliatan tubuh, Gak Lui
sudah dapat menerobos ke luar. Rambut Merah masih
tegang dan belum dapat memikirkan daya untuk
menolong, tahu2 wut, wut, dua batang pedang
menyambar ke arahnya. "Celaka !" ia hendak menjerit tetapi tak sempat lagi.
Dalam bingung ia terus jatuhkan diri bergelundungan.....
Cret, cret .... dua batang pohon kecil di belakangnya,
telah terbabat kutung. Malaekat Rambut Merah terlepas
431 dari ujung jarum. Dan begitu lolos, timbullah segera
pikirannya yang jahat. Ia hendak mempergunakan
kesempatan jarak dekat dengan Gak Lui, untuk merebut
pedang Pelangi. Tetapi baru ia loncat bangun dari tanah,
Gak Lui sudah gunakan pukulan tenaga-sedot Algojodunia.
Malaekat Rambut Merah terkejut karena merasa
tersedot. Dalam gugup ia hendak berputar tubuh dan
balas menyerang. Tetapi baru ia berputar tubuh, sebuah
hantaman dahsyat tepat menghantam dadanya, duk ....
Terdengar lengking jeritan ngeri disusul hamburan darah
segar. Tetapi selekas jeritan ngeri itu sirap, terdengar
pula suara tertawa mengejek. Ternyata dalam beberapa
kejab itu telah terjadi serangan yang hebat. Begitu
menyedot, Gak Lui terus taburkan pedang tetapi masih
dapat dihindari oleh Rambut Merah, ia susuli lagi dengan
pukulan Algojo dunia dan berhasil menghantam dada
iblis itu. Tetapi Gak Lui terkejut karena Rambut Merah itu
setelah menjerit lalu tertawa mengejek. Ternyata iblis itu
dalam keadaan terdesak, rangkapkan kedua tangannya
untuk melindungi dadanya. Malaekat Rambut Merah itu
juga bukan tokoh sembarangan. Ia seorang iblis
golongan Hitam yang memiliki tenaga-dalam hebat
sekali. Walaupun pukulan Algojo-dunia itu termasuk jurus
yang luar biasa, tetapi tak sampai meremukkan dada iblis
itu. Rambut Merah memang seorang iblis tua yang julig
dan licik. Dengan tahankan sakit ia tertawa mengejek.
Siasat itu berhasil mempesonakan Gak Lui. Pada saat
pemuda itu tertegun, secepat kilat iblis itu sudah loncat
masuk ke dalam hutan. Gak Lui tak mau mengejar. Ia
simpan sepasang pedangnya lalu berputar tubuh hendak
memungut pedang Pelangi yang masih di tanah. Tetapi
anak muda itu tak memperhatikan bahaya yang
432 mengancam di belakangnya. Ia kira setelah menghajar
Rambut Merah, tentulah salah faham Thian Lok totiang
dan Hui Hong taysu akan terhapus. Tetapi karena
kejadian itu berlangsung amat cepat sekali, sukarlah
untuk menjernihkan suasana kemarahan kedua ketua
partai persilatan itu. Pada saat Gak Lui sedang menghantam Rambut
Merah tadi, Thian Lok totiang pun bergegas memburu
datang. Dan pada saat Gak Lui memungut pedang, ketua
Ceng-sia-pay itu sudah berada dua meter di
belakangnya. Bum .... imam itu sudah lepaskan sebuah
hantaman dengan tenaga-dalam Tun-yang-cin-gi ke
punggung pemuda itu. Seketika Gak Lui rasakan
pandang matanya gelap, kepala berputar-putar dan
tubuh mencelat sampai dua tombak jauhnya serta
beberapa kali muntah darah ! Setelah mendapat hasil,
Thian Lok totiang tak mau memberi ampun lagi. Pada
saat Gak Lui limbung, ia memburu dan hendak
menghantamnya lagi. "Siauhiap, awas!" tiba2 dari dalam hutan terdengar
suara si Rambut Merah. Dan peringatan itu memang
tepat sekali waktunya. Serentak Gak Luipun gelagapan
dari limbungnya dan pedang segera dihamburkan bagai
kilat menyambar-nyambar. Thian Lok totiang yang
pedangnya sudah kutung, saat itu hanya menyerang
dengan tangan kosong. Sudah tentu ia tak berani
menangkis taburan pedang itu. Ia cepat2 mundur. Tetapi
saat itu Hui Hong taysu dengan 18 muridnyapun
memburu tiba, terus mengembangkan barisan pedang.
Gak Lui terkurung sinar pedang dari delapan penjuru.
"Siauhiap, cepat mengisar ke samping satu tombak,
lekas !" terdengar pula si Rambut Merah berteriak. Saat
itu mata Gak Lui masih kunang2. Ia belum dapat melihat
433 jelas barisan lawan. Tetapi mengisar ke samping satu
tombak, memang satu2nya jalan menghindar yang paling
tepat. Maka iapun segera melintang ke samping dan
menghindari taburan 9 pedang.
"Maju dua meter.... mundur tiga langkah ....!" kembali
si Rambut Merah yang bersembunyi di balik pohon,
memberi petunjuk. Karena masih dalam keadaan tak
sadar, terpaksa Gak Lui menuruti petunjuk itu. Yang
penting ia harus dapat terhindar dari pedang maut
barisan pedang Lo han kiam-tin. Saat itu Thian Lok
totiang dan Hui Hong taysu tak dapat berpikir lain kecuali
makin yakin bahwa kedua orang itu memang sekomplot.
Mereka tak dapat memikirkan mengapa tadi Gak Lui
menyerang si Rambut Merah.
Karena terpecah perhatiannya memikirkan keadaan
Gak Lui dan si Rambut Merah, serangan kedua imam
dan paderi itu agak lambat dan kesempatan itu dapat
memberi napas kepada Gak Lui untuk merebut kembali
situasi pertempuran. Kini pemuda itu dapat pula
mengembangkan sepasang pedangnya dengan lancar.
Dan apabila ada kesempatan, tentulah ia dapat
menerobos pula dari kepungan barisan musuh. Pada
saat kesempatan itu hampir tiba, tiba2 si Rambut Merah
mengoceh dari belakang pohon: "Ah, siauhiap,
pukulanmu tadi terlalu berat, tidak seperti bermain
sandiwara. Tulangku terluka sehingga memberi
kemurahan kepada kawanan paderi kepala gundul itu...."
"O, kiranya tadi mereka hanya pura2 saja !" baik
Thian Lok maupun Hui Hong segera menarik kesimpulan.
Dan serangan merekapun segera menggencar lagi.
"Siauhiap, saat inipun engkau juga menderita luka.
Tak baik kalau bertempur terlalu lama. Jika mengijinkan
aku membantumu, pasti engkau lebih cepat keluar dari
434 kepungan...." Sungguh licin dan licik sekali iblis Rambut Merah itu.
Nadanya memberi nasehat dan minta ijin hendak
membantu tetapi sesungguhnya ia memberi tahu kepada
Thian Lok dan Hui Hong akan keadaan Gak Lui yang
sudah terluka itu agar barisan pedang Lo han-kiam tin
mengadakan penjagaan yang ketat, jangan sampai
pemuda itu dapat lolos. Ternyata tipu muslihat iblis itu
termakan rombongan orang2 Siau- lim dan Ceng-sia,
mereka segera menyerang makin gencar.
Kini Gak Lui hanya mempunyai sebuah cara untuk
menghadapi mereka. Ialah tata gerak yang diajarkan oleh


Pedang Kunang Kunang Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Permaisuri Biru kepadanya, segera ia gunakan langkah
istimewa itu dan dengan gerakan yang cepat ia berusaha
keluar dari dinding sinar pedang. Dengan susah payah
akhirnya ia melihat suatu kesempatan.
"Siauhiap, di sebelah kiri ada lubang, lekas engkau
terobos !" belum Gak Lui bertindak, si Rambut Merah
sudah mendahului berseru. Tetapi ternyata musuh juga
bergerak cepat. Baru Gak Lui bergerak, Hui Hong taysu
sudah mendahului melangkah maju setindak dan
menutup lubang itu dengan 6 buah serangan pedang.
Gak Lui seperti meledak dadanya. Karena teriakan si
Rambut Merah itulah maka jalan-keluar telah ditutup Hui
Hong taysu. Nadanya seperti memberi petunjuk kepada
Gak Lui tetapi sesungguhnya Rambut Merah itu memberi
peringatan kepada musuh supaya menutup lubang
kelemahan itu. Memang siasat Rambut Merah hendak mengadu
domba kedua belah fihak agar sama2 remuk. Setelah itu
barulah ia turun tangan untuk menyelesaikan kedua
fihak. Gak Lui tak dapat berbuat apa2 kecuali lontarkan
pandang kemarahan ke arah pohon tempat bersembunyi
435 si Rambut Merah. Tiba2 Rambut Merah munculkan
kepala dari balik batang pohon dan tertawa sinis: "Heh,
heh, tak perlu siauhiap gelisah. Sekalipun barisan
pedang Lo han-kiam-tin itu lihay, tetapi karena si-imam
jahat ikut menyelundup di dalam, menyebabkan paderi
kepala gundul tak leluasa bergerak ...."
Kata2 itu sebenarnya hendak diucapkan Hui Hong
taysu kepada Thian Lok totiang. Barisan Lo-han-kiam-tin
itu hanya berisi 18 orang dengan dia sendiri (Hui Hong)
yang berada di tengah atau poros barisan untuk memberi
komando. Dengan bertambahnya Thian Lok totiang
dalam barisan itu, memang mengganggu jalannya
barisan itu. Tetapi Thian Lok totiang itu seorang ketua
partai persilatan. Dan juga bertujuan hendak membantu,
sudah tentu Hui Hong taysu sungkan untuk memintanya
keluar. Maka betapalah girang paderi Siau-lim itu ketika
si Rambut Merah sudah mengatakan hal itu kepada Gak
Lui. Mendengar itu, wajah Thian Lok totiang berobah dan
segera ia menyadari kedudukannya. Tanpa diminta Hui
Hong, ia sudah terus melepas keluar dari barisan. Dan
memang benar. Selekas imam itu keluar, barisan Lo hankiam-tin segera tampak lebih hebat perbawanya. Tiba2
Gak Lui mendapat pikiran. Kalau berkali2 ia dicelakai
Rambut Merah dengan lidahnya yang tajam, mengapa ia
tak mau membalas juga. Maka sambil memutar pedang
untuk menghalau serangan Lo han-kiam-tin, ia segera
berseru ke arah pohon : "Rambut Merah! Thian Lok totiang sudah keluar dari
barisan, engkaupun harus berhati-hati juga...." Walaupun
licin dan liciknya si Rambut Merah namun setitikpun ia
tak menyangka kalau akan menerima serangan belasan
kata2 yang tajam dari Gak Lui.
436 Pada saat ia tertegun, imam ketua partai ketua Cengsia pay pun sudah menyerbunya! Terdengar pekik
bentakan dan deru angin pukulan menyambar- nyambar
dalam hutan itu. Dan tersenyumlah Gak Lui: "Hm,
sekarang aku bisa lolos. Dengan tenaga kedua partai
persilatan dan barisan Lo-han kiam-tin, tentulah dapat
melenyapkan si Rambut Merah itu...." pikirnya. Dengan
kemantapan pikiran itu, ia segera mengembangkan
jurus2 istimewa. Sepasang pedangnya makin menghebat. Pada saat2
yang genting, tiba2 Hui Hong taysu gunakan jurus Tatmo kiam untuk menusuk dada Gak Lui. Tetapi pemuda
itu menangkisnya dengan jurus Menjolok-bintang
memetik-rembulan. Lalu pedang Pelangi di tangan kiri
ditaburkan ke udara untuk menabas leher lawan. Jika
kena, tak ampun lagi kepala ketua Siau-lim si itu tentu
akan terpisah dari tubuhnya. Jaraknya begitu dekat
sekali. Jangankan ke 18 anggauta barisan Lo han-kiamtin itu, bahkan Hui Hong taysu sendiri juga tak berdaya
untuk menghindar lagi. Tetapi untuk menyelamatkan diri,
Kisah Para Penggetar Langit 10 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Menjenguk Cakrawala 6
^