Pencarian

Pendekar Sakti Welas Asih 3

Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana Bagian 3


padamu, supaya ia tahu bahwa aku sampai sekarang tetap
cinta padamu." "iih..tidak mau..kau bikin aku malau san-ko." teriak Swat-hong
"sudah..sudah"mari kita dengarkan apa kata Jin-te." sahut
Bao-san "tidak..katakan dulu apa yang terjadi !?"
"baik aku akan katakan, maka dengarlah !" sahut Bao-san
"begini, piauwkiok yang membawa beras yang dikirimkan Lauwsicu sudah datang kemarin malam, namun ternyata beras itu
lapuk dan rusak." "eh..kok bisa begitu ?" sela Swat-hong
"itulah aku pun heran dan segera pergi besoknya ke kantor
piauwkiok itu untuk menanyakan hal itu."
"lalu apa jawab mereka ?"
"mereka bilang tidak mau tahu sih, namun aku bilang aku akan
perkarakan mereka ke pengadilan, nah bagaimana akhirnya
kita dengar dulu cerita Jin-te
"apakah kamu ketemu kakakmu di tempat piauwkiok itu Jin-te
?" "benar cici, aku ketemu twako ditempat itu
"apa yang mereka lakukan pada kakakmu ?" tanya swat-hong
tajam "cici, mereka memang keterlalauan, jadi aku katakan urusan
164 bisa diselesaikan dengan bicara, makanya aku malam itu
sambil jalan-jalan melihat kota, aku mendatangi mereka untuk
membicarakan urusan itu." sahut Han-jin
"aku yakin mereka memukul kakakmu. tapi tidak apa, bukankah
engkau sudah selesaikan adikku ?" sela Swat-hong
"sudah cici, tunggu sebentar, aku kekamar untuk mengambil
sesuatu." sahut Han-jin meninggalkan kakak dan cicinya.
"kamu jangan marah-marah begitu dong sayang, tidak baik
untuk kandunganmu." bisik Bao-san
"iya aku tidak marah lagi San-ko, kalian demikian hebat
menjaga perasaanku, sehingga pandai mengalihkan
perhatianku," sahut Swat-hong
"tapi benar loh aku suka dirimu yang nyelutuk itu." bisik Bao-san
"ih..ceriwis.." bisik Swat-hong senyum manis dan manja
"kalau begitu cium aku."
"his..kamu kira adikku tidak dengar bisik-bisik kita ini ?"
"eh..benarkah ia dengar sampai kekamarnya dibelakang ?"
tanya Bao-san meragu, Swat-hong mengangguk, Bao-san
terdiam sambil senyum simpul, Swat-hong menunduk main
mata pada suaminya. Han-jin datang membawa sekatong uang dan meletakkan
diatas meja "apa ini jin-te ?" tanya Bao-san heran
"ini adalah ganti rugi yang kami bicarakan semalam, menurut
catatan dari she-lauw mitra Bao-twako bahwa harga
tanggungan beras itu seratus lima puluh tahil perak."
165 "benar Jin-te ." sela Bao-san
"nah pangcu itu setuju mengganti seharga tanggungan, dan
juga saya minta keuntungan sebesar empat puluh lima tail
perak." "yah memang sekisar itulah keuntungannya, tapi itu jarang,
paling tinggi perkiraan saya empat puluh tiga tail emas." sela
Bao-san "kemudian si pangcu juga saya minta ganti rugi selama dua
minggu, karena resikonya mulai hari ini Bao-twako tidak
berjualan karena kehabisan stok, dan mereka menyetujui, dan
saya hitung pendapatan twako dua puluh delapan tail perak
selama dua minggu itu, namun oleh si pangcu malah mau
memberikan empat puluh dua tail perak, lalu kami total
sehingga terjumlah dua ratus tiga puluh tujuh tail perak, dan
oleh si pangcu menggenapkan menjadi dua ratus lima puluh tail
perak, dan inilah uangnya sebanyak dua puluh lima tail emas."
ujar Han-jin. "bagaimana sedetail itu kamu memperhitungkannya Jin-te,
sunggguh jumlah itu melebihi harapanku." ujar Bao-san
tercenung "sudahlah Bao-twako, kita syukuri bahwa musibah berakhir
dengan baik, terlebih jika memang melebihi harapan kita."
sahut Han-jin "kamu benar Jin-te, kalau demikian selesailah sudah perkara
itu." sela Bao-san. "lalu sekarang apa yang hendak Bao-twako lakukan ?" tanya
Han-jin 166 "sekarang pergilah kedepan panggilkan A-cin dan A-leng."
sahut Bao-san. Han-jin berdiri dan keluar rumah memanggil Acin dan A-leng.
"A-cin dan kamu A-leng kita harus segera mencari beras
kedesa peng-kin, kamu jumpai Liu-cungcu mana tahu dia
punya padi yang siap digiling, kalau ada setidaknya lima karung
beras, kamu bantu dan tunggu ia menggiling padi, jika lebih itu
lebih baik." ujar Bao-san
"baik loya." sahut A-cin
"Bao-twako saya juga ingin ikut cin-twako ke desa peng-kin."
sela Han-jin "kamu kan baru datang Jin-te ?" sela Swat-hong
"cici, aku disini sampai keponakanku lahir, jadi bolehkan aku
bekerja membantu Bao-twako." sahut Han-jin, Swat-hong
melihat suaminya "baiklah Jin-te, berangkatlah bersama A-cin, semoga kalian
dapatkan beras untuk kita jual besok." sahut Bao-san, Han-jin
tersenyum senang, lalu dia dan han-jin berangkat kedesa pengkin dengan kereta kuda, perjalanan mereka hanya tiga jam
sudah sampai kedesa Peng-kin, A-cin menemui Liu-cungcu,
kepala desa peng-kin "ada apa A-cin ?" tanya Liu-cungcu yang berumur empat puluh
tahun lebih "begini cungcu, apakah cungcu ada padi yang siap digiling ?"
"ada A-cin dan saya sedang menggilingnya sekarang." sahut
Liu-cungcu 167 "berapa banyak cungcu ?"
"hanya tiga karung beras, A-cin, kami juga sedang bingung."
"kenapa cungcu ?" tanya A-cin
"kami disini sudah panen tiga hari yang lalu, namun hari ini
kami tidak bisa panen, padahal masih banyak yang harus
dipanen, jika saya dapat memenen semua padi saya, maka
akan dapat delapan karung beras."
"kenapa paman tidak bisa memanen padi ?" sela Han-jin
"semalam ada ular besar ditengah sawah, jadi kami takut
memanen padi." jawab Liu-cungcu
"eh..seberapa besar ularnya cungcu ?" tanya A-cin
"uihh..ularnya besar sekali, kepalanya saja sebesar kepala
kerbau, tubuhnya dua pelukan orang dewasa, dan panjangnya
sekitar lima tombak, kami waswas ular itu masuk kedalam
kampung, maka habislah kami." sahut Liu-cungcu
"paman".dimanakah areal persawahan penduduk ?" tanya
Han-jin "dikaki bukit sana koncu." sahut Liu-cung-cu
"apa yang hendak kongcu lakukan ?" tanya A-cin
"saya akan kesana, dan kalau bisa cungcu bersiap untuk
memanen padi." "ah..kami takut kongcu." sela Liu-cungcu pucat
"tunggulah disini, sebentar saya kesana." ujar Han-jin.
Kwaa-han-jin keluar dari desa, lalu dengan dua lompatan luar
biasa dia berlari kearah bukit yang ditunjuk Liu-cungcu, dan
dalam waktu hitungan beberapa menit Han-jin sudah sampai di
168 area persawahan, dan dia medengar desahan aneh ditengah
sawah, ular besar berwarna kuning melintang ditengah
persawahan yang luas, Han-jin mendekati ekor ular yang besar
ekornya sebesar kelapa yang berada tepat dipematang sawah,
ular itu tidak menyadari keberadaan Han-jin, dengan
cengkraman yang kuat Han-jin mencengkram ekor ular dan
menyentaknya sekali dengan kekuatan luar biasa berhawa
"Yang" "rek"tassss?" terdengar suara urat yang putus, ular itu
langsung mati dengan keadaan gosong karena seluruh urat
ditubuhnya putus dan terbakar, Han-jin menelusuri tubuh ular
itu hingga mendapatkan kepalanya yang memang luar biasa
besar. "crak?" dengan sekali bacok kepala ular itu putus, dan
tubuhnya dilempar Han-jin kea rah lembah yang bukan areal
persawahan. Han-jin kembali kekampung, Liu-cung-cu terkesiap melihat
Han-jin sudah kembali, walhal baru setengah jam , dan
ditangannya ada kepala ular yang dibicarakannya
"paman"ularnya sudah mati, kalau memang hari ini bisa
penen, maka panenlah !" ujar Han-jin.
"baik kongcu, saya akan bilang pada penduduk, lalu dia
menyuruh anaknya untuk mengumpulkan semua penduduk,
desa yang terdiri dari seratus kepala rumah tangga itu
berkumpul "sicu semua, hari ini aku hanya ingin mengatakan bahwa kita
bisa panen kembali, bagi yang berkemas hendak mengungsi,
169 batalkanlah niat kalian, karena ular yang semalam kita lihat
sudah mati dan kepalanya ini." ujar Liu-cungcu sambil
membuka karung dimana kepala ular dia bungkus setelah
menerima dari tanagan Han-jin.
"wah..bagaimana bisa mati dan kepalanya ada bersama
cungcu ?" tanya seorang warga
"kita kedatangan tamu dari she-taihap dari Taiyuan, jadi
bagaimananya hal itu tidak penting, legenda she-taihap bukan
hal baru bagi kita." ujar Liu-cungcu
"dimana she-taihap sekarang ?" tanya warga tadi
"dia berada dirumahku, dan sebenarnya mereka hendak
membeli beras kesini karena Bao-sicu pedagang beras
menyuruh adik iparnya dan pembantunya untuk datang kesini."
"tapi cungcu kita tidak bisa panen hari ini, karena hari sudah
menjelang siang." ujar seorang warga
"aku juga berpendapat demikian, namun kalau bisa, hasil yang
kita panen dua hari ini kita giling untuk kita jual kepada Baosicu." ujar Liu-cungcu.
"aku kira pendapat cungcu itu tepat, kalau memang she-bao
membutuhkan beras saya, saya akan jual padanya." sela
seorang warga yang termasuk golongan tua dikampung itu,
semuanya setuju. "berapakah perkarung akan kita jual kepada Bao-sicu yang
sudah menyamankan kampung kita dari ular besar itu ?" tanya
Liu-cungcu "saya setuju perkarung delapan tahil perak." sela seorang
golongan tua." 170 "saya setuju, walaupun biasanya Bao-sicu membeli beras saya
dua belas tahil perak perkarung, tapi kali ini saya akan jual
delapan tahil perak." jawab wakil kepala desa.
"setuju.." sahut mereka serempak, lalu merekapun berbondongbondong menggiling padi mereka.
A-cin yang mendengar semua warga mau menjual beras pada
mereka bingung dan melihat Han-jin
"berapa cin-twako biasanya Bao-twako membeli beras pamancungcu ?"
"beras warga disini sangat bagus kongcu, dan biasanya loya
membayar mereka dua belas tail perak perkarung." Jawab Acin
"tapi kali ini semua warga akan menjual delapan tahil perak
perkarung taihap." sela Liu-cung
"eh..kenapa begitu ?" tanya Han-jin heran
"saya atas nama warga mengucapkan banyak terimakasih
kepada she-taihap yang telah membuat desa kami aman
kembali, jadi sebagai ungkapan terimakasih, kami akan jual
perkarung delapan tahil perak kepada Bao-sicu." sahut Liucungcu
"dan kami tidak panen hari ini karena hari sudah siang, dan
sekarang warga beramai-ramai menggiling padinya untuk dijual
pada Bao-sicu." ujar Liu-cungcu
"uang yang kami bawa mungkin kurang Liu-cungcu." sela A-cin
"tidak masalah A-cin, besok kalian bayar, warga akan setuju,
171 dan pakailah nanti kereta kuda milik warga untuk membawa
beras itu nanti malam." ujar Liu-cungcu.
Ketika malam tiba, para warga mendatangi kediaman cungcu
sambil membawa beras yang sudah digiling, mereka bertemu
dengan Han-jin dan A-cin, ungakapan rasa terimakasih mereka
sampaikan pada Han-jin, dari semua beras milik warga, maka
panen dua hari itu terkumpul dua ratus tujuh puluh karung
"paman dan para sicu semua, kami sangat berterimakasih atas
penyedian beras ini untuk dagangan kakak ipar saya, namun
saya yakin kakak ipar saya tidak memeiliki modal untuk
membayar ini semua, jadi kami ambil hanya sepuluh karung
saja, dan itupun sebagian akan kami bayar besok." ujar Han-jin
"she-taihap, aku Can-lung seorang warga tertua dikampung ini,
apa yang telah she-taihap lakukan hari ini pada kami, seakan
menyelamatkan kami dari lobang kematian, beberapa warga
kami tadi pagi sudah hendak pergi dari sini untuk
menyelamatkan diri, namun ternyata taihap datang dan
menyelamatkan seluruh warga ini, terimaksih ini she-taihap
bukan hari ini, tapi untuk selama-lamanya, karena warga
kampung ini hakikatnya hidup kembali karena kehadiran taihap,
jadi aku ingin sampaikan pada Bao-sicu di Taiyuan, juallah
beras kami ini, jika sudah laku maka bayarlah delapan tahil
perak perkarung pada kami."
"setuju"setuju.." sahut warga serempak
172 "bao-sicu dan she-taihap harus menerima ini untuk selamanya,
sampai seratus kepala keluarga dikampung ini tidak ada lagi
keturunannya." ujar Can-lung
"bukankah itu berlebihan kakek ?" tanya Han-jin
"tidak berlebihan she-taihap, delapan tahil perak sudah lebih
dari cukup bagi kami, dan ini juga adalah urusan dagang, dan
kami merasa tidak dirugikan, dimanakah berlebihannya taihap
?" sahut Can-lung, Han-jin terdiam melihat kebenaran kakek itu.
"baiklah kakek dan sicu yang baik, aku akan sampaikan pada
kakak iparku perjanjian dagang ini, semoga Thian memberikan
balasan kebaikan kepada kita semua." ujar Han-jin, lalu para
warga pun menaikkan beras kedalam kereta, tiap kereta
memuat dua puluh karung beras, sehingga kereta yang
berangkat malam itu empat belas kereta kuda, tiga belas milik
warga yang dikusiri tiga belas pemuda yang dipimpin oleh Liucungcu, dan satu millik Bao-san, menjelang pagi mereka
sampai di rumah Bao-san. Bao-san dan Swat-hong amat terkejut


Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"ada apa ini Liu-sicu ?" tanyanya heran sambil melihat A-cin
dan Han-jin "Bao-sicu, seluruh warga memutuskan menjual beras kepada
Bao-sicu, setiap kami panen, kami akan mengirimkan beras
untuk Bao-sicu jual, dan jika sudah terjual, maka warga akan
menerima delapan tahil perak perkarung, dan sekarang ada
dua ratus tujuh puluh karung, beberapa hari lagi kami akan
panen, dan akan kami kirim kesini." ujar Liu-cungcu
173 "liu-sicu ini amat mengejutkan kami dan kami bingung." sela
Swat-hong "she-taihap tidak perlu bingung, ini hanya kerjasama dagang,
kami pemasok dan Baao-sicu penjual, jika laku, kami minta
delapan tahil perak perkarung, bukankah itu hal tidak rumit shetaihap ?" sahut Liu-cungcu.
"aku mengerti Liu-sicu, namun kenapa bisa demikian, sehingga
kami menerima anugrah yang besar ini ?"
"hehehe..hahaha" Bao-sicu, untuk itu biarlah she-taihap, adik
ipar sicu yang menjelaskan," sahut Liu-cungcu, sementara Baosan dan Liu-cungcu bicara, tiga belas pemuda, Han-jin, A-cin
dan A-leng menurunkan semua muatan kereta, setelah selesai
"Bao-sicu, kami harus bersegera pulang, sehingga kami dapat
sampai saat matahari terbit kekampung, dan dapat memanen
padi kami." ujar Liu-cungcu.
"baiklah kalau begitu Liu-sicu dan terimakasih banyak." sahut
Bao-san, Liu-cungcu mengangguk, dan memutar kereta kuda,
iringan tiga belas kereta kuda itu meninggalkan kota Taiyuan.
Kwaa-swat-hong dan suaminya duduk bersama Han-jin diruang
tengah, ketiganya saling berpandangan
"Jin-te apa yang telah terjadi, sehingga Thian memberi hal luar
biasa ini pada kita."
"sebenarnya aku hanya membunuh ular yang masuk
kepersawahan mereka Bao-twako." jawab Han-jin
"ular " sebesar apa ularnya Jin-te ?"
"ularnya memang sangat besar, dua pelukan orang dewasa
174 dan panjangnya lebih kurang lima tombak." jawab Han-jin, Baosan melonggo mendengar ada ular sebesar itu.
"jadi hal ini semua ungkapan terimakasih mereka Jin-te ?" sela
enciknya "benar cici, dan karena ini merupakan dagang, aku tidak bisa
bilang apa-apa." sahut Han-jin.
Berkat kedatangan Han-jin, dagangan Bao-san semakin cepat
berkembang, kampung peng-kin sebagai pemasok beras bagi
Bao-san, setiap enam bulan mendapat pasokan delapan ratus
karung beras sampai seribu karung beras, dan setiap karung
Bao-san mendapat untung delapan tahil perak perkarung,
sehingga kemungkinan untung yang didapat dalam enam bulan
sebesar enam ratus empat puluh tahil emas, dan kenyataannya
enam bulan kemudian, toko beras Bao-san bertambah enam
toko, sehingga ia memiliki tujuh buah toko di Taiyuan,
disamping rumah barunya yang besar dan megah disebelah
barat kota. Disebuah Bukoan sebelah timur Kota chang-an hari itu
didatangi banyak kalangan kangowu, didepan gerbang
halaman terpampang pelakat dengan tulisan indah yang
bertuliskan "Tiuaw-eng-bukoan" (perguruan bayangan rajawali),
kauwsu dari bukoan ini adalah phang-bai laki-laki gagah
berumur lima puluh tahun, ia dijuluki "kwi-tiauw-eng" (bayangan
rajawali iblis) muridnya ada sekitar seratus lebih.
175 Phang-bai ikut menghadiri pertemuan di hutan kongciak, dan
menyaksikan hal yang terjadi disana, setelah kembali
keperguruannya, dia lalu mengundang rekan-rekannya sealiran
daro golongan hek-to, niat ini termotipasi setelah melihat kwiban-ciang dan kwi-san-hengcia, undangan itu berjalan hingga
sepuluh bulan, sehari sebelum hari pertemuan, para
undangannya pun datang, tamunya yang pertama datang
adalah tiga sahabatnya yaitu "kui-peng" (garuda siluman),
"giam-ci" (si jari maut) dan seorang wanita cantik berumur
empat puluh tiga tahun yang berjulukan "see-bi-kui" (siluman
cantik dari barat), siangnya datang empat orang lagi, salah
satunya adalah "tai-twi" (tendangan badai) dan tiga lainnya
adalah "tung-mo-san" (kipas setan dari timur), "mo-miuaw"
(sikucing setan) dan "Koai-ma" (si kuda gila), menjelang sore
dua orang wanita paruh baya datang, keduanya adalah "angmou-kui-bo" (biang iblis berambut merah) dan "tok-lian" (si
teratai beracun), saat malam seorang biksu datang, tubuhnya
tinggi dan kekar,umurnya lima puluh tahun, alis matanya
berjuntai panjang, ia adalah "liong-kek" (naga kutub), kemudian
malamnya enam tamu yang sangat diharapkannya
berdatangan, yaitu "Kwi-ban-ciang", "kwi-san-hengcia", "kuithian", "kui-tee", "lam-liong-sian" dan "pak-giamlo-sianli".
Setelah makan pagi, semua tamunya dibawa ke ruang
lianbutia, enam belas tamunya duduk dikursi dan meja yang
telah disediakan, sisi kanan dan kiri ruangan masing-masing
delapan pasang kursi dan meja, aneka macam makanan
dihidangkan, arak terbaik disuguhkan.
176 "saya berbahagia sekali enam belas undangan saya, dapat
diperkenankan oleh para cianpwe dan sicu semua, dan saya
ucapkan selamat datang pada para cianpwe dan sicu semua."
ujar Phang-bai sambil menjura ke sisi kanan dan kiri, enam
belas tamunya membalas bersamaan.
"para cianpwe dan sicu semua, saya sengaja mengundang
para cianpwe dan sicu datang ketempat saya ini, tiada lain
tiada bukan adalah untuk membicarakan hal sehubungan
dengan pernyataan Kwi-ban-ciang cianpwe yang saat di hutan
kongciak menantang golongan pek-to, oleh karena pernyataan
yang gagah itu, maka saya terbetik niat untuk mengumpulkan
kita semua di tempat saya ini." ujar Phang-bai
"apa yang kamu lakukan ini kwi-tiauw-eng sangat tepat, dan
dengan berkumpulnya kita disini, maka akan banyak hal yang
dapat kita lakukan untuk menggaungkan kembali aliram kita."
sela kwi-ban-ciang "benar kata kwi-ban-ciang, selama ini aliran kita terbenam oleh
gaung she-taihap, dan kita dibuat membisu oleh sepak terjang
mereka." sela kwi-san-hengcia
"memang demikianlah jiwi-cianpwe tujuan saya mengumpulkan
kita hari ini, sedikit kami ingin minta jiwi-cianpwe
menyampaikan ihwal keadaan aliran kita selama ini." ujar
Phang-bai, lalu kwi-ban-ciang berdiri
"memang perlu kita kilas balik perjalanan aliran kita, sehingga
kita dapat menyusun rencana kita kedepan, jadi karena saya
salah seorang paling tua pada pertemuan ini, maka saya ingin
177 menyampaikan ihwal aliran kita selama ini." ujar kwi-ban-ciang.
"ceritakanlah cianpwe, kami akan mendengarkannya." sela
Phang-bai "rekan-rekan semua dan sicu yang berbahagia, aliran kita
sudah sangat lama tidak ada gaungnya, sejak kemunculan
Kim-khong-taihap lima ratus tahun yang silam, apakah
golongan ada usaha untuk keluar dari keterpurukan "
jawabanya ada, salah satunya adalah sukong kami sendiri
"pah-sim-sai-jin" bahkan su-kong kami pernah berhasil
membunuh banyak she-taihap di empat wilayah, bahkan luar
biasanya sukong kami berhasil membunuhi she-taihap yang
berada di pulau kura-kura. Saat itu aliran hek-to mulai mencuat
namun ketika she-taihap yang selamat dari pembantaian di
pulau kura-kura muncul dengan julukan Im-yang-sin-taihap,
maka aliran kita terpuruk kembali hingga hari ini." urai kwi-banciang, lalu kemudian ia duduk kembali
"sicu semua kita sudah dengar kwi-ban-siang-cianpwe sudah
menceritakan kilas balik aliran kita yang berhadapan lurus
dengan she-taihap, jadi kesimpulannya bahwa jika kita ingin
aliran kita bergaung kembali maka she-taihap harus kita
lenyapkan." sela Phang-bai.
"hal itu memeng benar kwi-eng-tiauw, dan kita sudah
berkumpul disini, dua cianpwe juga sudah hadir, maka marilah
kita bicarakan rencana kita dalam menghadapi she-taihap."
sela giam-ci 178 "benar dan rencana yang kita susun mestilah jeli dan penuh
perhitungan." sela see-bi-kui, semuanya mengangguk setuju
"baiklah cianpwe dan sicu semua, saya akan coba
menyampaikan buah pikiran, sejak pertemuan di hutan
kongciak, dimana she-taihap dikeroyok oleh jiwi-cianpwe, saya
melihat she-taihap terdesak hebat, itu artinya seorang shetaihap akan kalah dengan jiwi-cianpwe, kemudian tiga dari kita
seperti lam-liong-sian, kui-thian, kui-tee dan pak-giamlo-sianli
dapat mendesak she-taihap, maka menurut hitungan saya,
empat atau lima dari kita akan mampu mendesak dan
membunuh she-taihap." ujar Phang-bai
"itu memang benar dan perhitungan kwi-eng-tiuaw tepat,
namun ketika seorang she-taihap yang menunggang rajawali
datang, kita tidak pungkiri bahwa enam dari pemuka kita yang
ada disini hampir celaka." sela "tai-twi"
"maksudnya Jin-sin-taihap ?" tanya "kwi-san-hengcia"
"benar cianpwe." sahut "tai-twi"
"memang jin-sin-taihap sungguh membuat kita tercengang, tapi
kita tidak boleh buntu untuk menghadapinya." ujar Kwi-sanhengcia
"jika ditilik sampai hari ini maka saya berkesimpulan bahwa kita
harus bertahap menghadapi she-taihap." sela lam-liong-sian
"maksudnya bagaimana lam-liong-sian ?" tanya liong-kek
"maksudnya kita harus menyusun rencana awal untuk
menumpas she-taihap seperti tiga she-taihap yang berhadapan
dengan kami berenam, kemudian baru rencana untuk
179 menghadapi she-taihap seperti Jin-sin-taihap." sahut lam-lionsian
"benar saya sangat sependapat dengan lam-liong-sian." sela
Pak-giamlo-sianli, semuanya mengangguk menyetujui.
"jika kita sepakati, maka marilah kita susun rencana awal
menghadapi she-taihap, silahkan kepada cianpwe dan sicu
menyampaikan ide dan pemikirannya !" ujar Phang-bai
"menurut saya yang pertama, kita harus hitung keberadaan
she-taihap di empat wilayah." sela kui-thian
"benar sehingga kita bisa membuat sterategi yang baik." sela
tok-lian "menurut penyelidikan dari murid-murid saya, keberadaan shetaihap ada di lima titik, yakni pertama jelas pulau kura-kura,
kemudian shang-hai, lokyang, shinyang, Wuhan." ujar Phangbai
"jika sudah demikian usaha kwi-tiuaw-eng sungguh luar biasa,
dan memudahkan kita untuk melanjutkan rencana." Sela angmou-kui-bo."
"benar lalu apa rencana kita selanjutnya ?" tanya koai-ma
"baik, karena kita telah mengetahui bahwa she-taihap berada di
lima titik, maka kita yang ada disni akan dibagi tiga dalam satu
kali aksi, dan kapan aksi akan dimulai, nanti kita bicarakan
setelah menentukan siapa bertemu siapa." ujar lam-liong-sian.
"dan menurut saya, untuk menentukan siapa bertemu siapa,
sebaiknya jiwi-cianpwe yang menentukan." sela mo-miauw
"dan sebelum penentuan siapa bertemu siapa menurut saya
180 setelah mengetahu lima titik keberadaan she-taihap, maka titik
yang masuk rencana awal hanyalah empat titik, yakni lokyang,
sinyang, wuhan, dan shanghai." sela Tok-lian
"kenapa demikian tok-lian ?" tanya phang-bai
"kita haru sadari bahwa pulau kura-kura merupakan akar shetaihao, mereka berjubel disana, kalau sudah begitu bagaimana
ia masuk rencana awal ?" sahut Tok-lian
"benar juga pemikiran tok-lian, tempat itu jika kita masukkan
rencana awal maka hanya kebinasaan yang kita dapatkan" sela
giam-ci, semuanya mengangguk setuju
"hmh"jika demikian rencana awal menurut saya tiga titik saja."
ujar Phang-bai "kenapa tiga titik kwi-tiuaw-eng ?" tanya liong-kek
"karena she-taihap di shinyang ada dua yakni putri sulung dan
murid langsung im-yang-sin-taihap." sahut Phang-bai
"benar, shinyang juga tidak bisa kita masukkan pada rencana
awal, dan itu sudah tepat menurut saya sesuai dengan yang
saya katakana tadi bahwa rencana awal kita akan dibagi pada
tiga kelompok." sela Lam-liong-sian.
"baiklah lanjutkanlah lam-liong-sian !" sela Tok-lian
"nah..bagaimana tadi, apakah kita akan serahkan siapa
bertemu siapa ditetukan oleh jiwi-cianpwe ?" tanya Lam-liongsian
"setujuuu"." jawab mereka serempak
"baik kalau begitu, untuk dua titik kami sudah dapat gambaran,
hanya untuk titik ketiga kita perlukan uji coba, jadi sebaiknya
kita keluar untuk melakukannya." ujar Kwi-san-hengcia, lalu
181 merekapun keluar, maka sebelas orang dari mereka di uji oleh
Kwi-ban-ciang dan kwi-san-hengcia.
Uji coba berlansung sampai sore hari, dan malamnya setelah
makan malam mereka melanjutkan pertemuan
"setelah kita adakan uji coba maka siapa bertemu siapa sudah
dapat kami tentukan." ujar Kwi-san-hengcia, semuanya dengan
serius mendengarkan "kelompok yang pertama terdiri dari tujuh orang, yakni liongkek,ang-mou-kuibo, giam-ci, kwi-tiauw-eng, tok-lian, tai-twi, dan
kui-peng, kemudian kelompok yang kedua terdiri dari enam
orang yakni, lam-liong-sian, pak-giamlo-sianli, kui-thian, kui-tee,
see-bi-kui, tung-mo-san, dan kelompok yang ketiga terdiri dari
empat orang yakni saya sendiri, kwi-ban-ciang, mo-miauw dan
koai-ma." ujar kwi-san-hengcia, semuanya mengangguk tanda
setuju "dan kelompok pertama ke kota wuhan, kelompok kedua ke
kota shanghai, dan kelompok ketiga ke lokyang, dan bagimana
nama-nama she-taihap, apakah kamu mengetahuinya kwitiauw-eng ?" ujar kwi-san-hengcia
"she-taihap yang di wuhan bernama Kwaa-hoa-mei, yang
berada di shanghai kwaa-yun-peng, dan yang ada di lokyang
kwaa-sin-liong." sahut Phang-bai.
"baik kalau demikian, tiap kelompok ingan nama sasarannya."
Ujar kwi-san-hengcia "lalu kapan kita akan bergerak cianpwe ?" tanya tok-lian
"kita akan berangkat dari sini menuju sasaran masing-masing
182 besok lusa." jawab kwi-san-hengcia
"dan juga kalian harus ingat bahwa setiap kelompok hanya
mampu mengalahkan seorang dari she-taihap." sela kwi-banciang
"benar, jadi kalian harus beraksi jika she-taihap sendirian." Kwisian-hengcia menambahkan, semuanya menagngguk mengerti
"baik kita sudah sepakat untuk menjalankan rencana awal, lalu
kapan lagi kita bertemu untuk membicarakan rencana kedua ?"
tanya Phang-bai, semuanya menoleh pada kwi-san-hengcia,
kwi-san hengcia berembuk sebentar dengan kwi-ban-ciang
"kita akan membicarakan rencana kedua di tempat lam-liongsian di Guangdong tujuh bulan didepan." Jawab kwi-sanhengcia, merekapun mengangguk menyetujui, setekah itu
acara minum-minum sambil ngalor-ngidul kesana kemari
hingga larut malam. Besok malamnya Kwi-tiuaw-eng mengadakan pesta untuk
semua tamunya, nyanyian dan tarian di tampilkan, dan
tentunya gadis-gadis penghibur dikota chang-an didatangkan,
dan diantara mereka ada empat wanita tidak mau ketinggalan
ambil jatah untuk pesta mesum, lam-liong-sian kesengsem


Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pada see-bi-kui, ang-mou-kuibo digaet giam-ci, tung-mo-san di
ajak oleh pak-giamlo-sianli, tok-lian bergulung-gulung dengan
kui-peng, pesta yang amat semarak dan panas, keesokan
harinya kelompok kedua berangkat yang dipimpin oleh lamliong-sian, dua jam kemudian kelompok ketiga berangkat
dipimpin oleh kwi-ban-ciang, dan setelah siang kelompok
183 pertama berangkat yang dipimpin oleh kwi-tiuaw-eng, tujuh
belas dedengkot hek-to itu meninggalkan kota chang-an untuk
menjalankan misi yang terencana.
Sebelah selatan kota Wuhan, keluarga Kwee-jun-bao sedang
mengadakan pesta pernikahan putri bungsunya kwee-lin yang
berumur dua puluh tahun, kwee-lin dipersunting seorang
pemuda anak zhang-cungcu yang bernama Zhang-feng, Kweejun-bao yang berumur lima puluh tiga tahun, dan istrinya Kwaahoa-mei yang berumur lima puluh satu tahun memiliki tiga
orang anak, yang seulung bernama Kwee-hui-bi berumur dua
puluh lima tahun, yang kedua Kwee-bun berumur dua puluh
tiga tahun, keduanya sudah berumah tangga.
Dua hari sebelum pesta pernikahan, Kwee-hui-bi bersama
suami dan anaknya tiba dari kota nanchao, dan keesokan
harinya Kwee-bun dan istrinya yang sedang hamil datang dari
khangshi, kemudian pada hari pesta, para undangan pun
datang berbondong-bondong, para tetangga yang terlibat
sebagai penyambut tamu, dengan hangat menyambut
undangan yang datang, para undangan terdiri dari sahabatsahabat Jun-bao dari kalangan kauwsu dan puluhan pendekar
dari kalangan kangowu, disamping itu juga dari kalangan
pemerintahan juga ikut menyemarakkan pernikahan tersebut,
karena sebagai cungcu, she-zhang juga punya relasi yang
banyak. 184 Li-suhu seorang biksu yang didatangkan dari sebuah kelenteng
di pusat kota memimpin upacara pernikahan, kedua pengantin
disandingkan, sementara Li-suhu dan para muridnya
berliangkem dan membacakan doa kepada para dewa
"sujud pada dewa langit..!" seru Li-suhu, kedua pengantinpun
sujud tiga kalai "sujud pada dewa bumi"! "seru Li-suhu. Kedua pengantin
sujud kembali "sujud pada kedua ibu bapak"!" Kedua pengantin menghadap
ayah ibu mereka yang duduk dikursi, lalu keduanya sujud tiga
kali, dan yang terakhir mereka sujud pada jaum kerabat dan
sekaligus ucapan terimaksih pada para undangan.
Setelah upacara pernikahan selesai, dilanjutkan acara makan
dan minum serta pemberian kado oleh para undangan, temu
wicara, obrolan ramah tamah yang diselingi nyanyian
rombongan penghibur, menjadikan suasana demikian meriah
dan semarak, setelah siang berganti malam, para tamu
undangan pun pamit diiringi ucapan terimakasih dari kedua
mempelai dan keluarga, para undangan pun sudah pulang,
yang tinggal hanya tetangga dekat dan kerabat dekat, kedua
pengantin pun memasuki kamar pengantin dengan rasa
bahagia. Tiga hari setelah pernikahan Kwee-lin pun diboyong suaminya
kedesa Yulan sebelah utara kota Wuhan, tangis isak Kwee-lin
yang berpisah dengan kedua orang tuanya mengiringi
keberangkatannya menuju rumah suaminya, Jun-bao dan
185 istrinya melepas kepergian anaknya bungsu dengan restu dan
harapan semoga keluarga yang dibina putrinya langgeng,
setelah Kwee-lin berangkat, keesokan harinya kwee-hui-bi dan
Kwee-bun kembali kekota masing-masing.
Kini tinggalah suami istri yang sudah berumur itu berdua
bersama seorang pelayan, Jun-bao sebagai pedagang obat
mulai membuka tokonya setelah tutup lebih seminggu, Jun-bao
dan istrinya hanya dibantu seorang pegawai dalam
menjalankan dagangannya, keluarga Jun-bao hanyalah
keluarga sederhana, namun mereka sangat dihormati orang
disekitarnya, demikian juga para aparat pemerintah kota
Wuhan, karena keberadaan keluarga kwee tabir bagi segala
tindak kejahatan, semua orang tahu bahwa Jun-bao adalah
pesilat handal yang tegas pada tindak kejahatan, sejak masa
mudanya ia dan kedua saudara seperguruannya menjadi
pendekar yang selalu menindak kezaliman dan kesewenangwenangan, sehingga Jun-bao dijuluki "wuhan-pek-tiauw"
(rajawali putih dari wuhan).
Terlebih setelah orang mengetahui bahwa kwee-hujin adalah
she-taihap, maka makin ciut nyali penjahat untuk coba-coba
bertindak menyimpang di kota wuhan, Jun-bao sendiri sudah
demikian hebat dan terkenal kemampuannya sejak masa muda,
apalagilah setelah diketahui Kwee-hujin juga bukan orang
biasa, bahkan tidak dipungkiri istri she-kwee itu lebih hebat lagi
dibanding she-kwee sendiri.
186 Hari itu dari gerbang sebelag selatan kota muncul tujuh orang
yang sudah kita kenal sebagai kelompok pertama yang akan
mengadakan misi pelenyapan she-taihap, kwi-tiauw-eng
membawa enam rekannya memasuki sebuah likoan untuk
istirahat dan menyusun strategi untuk menjalankan misi,
setelah istirahat sehari semalam, tujuh orang itu mengadakan
pertemuan dikamar kwi-tiauw-eng
"tempat tinggal she-taihap yang bernama Kwaa-hoa-mei tinggal
diselatan kota, jadi hal yang pertama kita lakukan adalah
membaca keadaan she-taihap, satu hal lagi yang mesti kita
perhatikan bahwa suaminya adalah pendekar yang terkenal
dikota ini dan sekitarnya." ujar Kwi-tiauw-eng
"dari penyelidikan muridmu dulu, apakah menurutmu
keberadaan suaminya merupakan hambatan bagi kita untuk
membunuh she-taihap ?" tanya ang-mou-kuibo
"kalau menurut saya suaminya akan menjadi halangan bagi kita
kalau keduanya langsung berhadapan dengan kita." sahut Kwitiuaw-eng
"kalau begitu kita harus pasang taktik memisahkan keduanya."
sela kui-peng "benar, hal itu harus kita pikirkan setelah membaca keadaan
she-taihap." ujar liong-kek.
"baik kalau begitu, jadi nanti siang tok-lian pergilah kesana
untuk membeli obat penawar racun, dan racun apa tentunya
tok-lian lebih paham." ujar Kwi-tiuaw-eng, Tok-lian mengangguk
menyanggupi. 187 "baik nanti malam kita bertemu lagi setelah mendapat laporan
dari Tok-lian." ujar Kwi-tiuaw-eng, llau merekapun bubar,
setelah makan siang, tok-lian keluar menuju toko obat shekwee, beberapa orang pembeli sedang dilayani A-meng
pegawai Jun-bao "A-meng ! aku butuh obat luka bakar ." ujar seorang lelaki paruh
baya "ooh, sebentar kao-siok, aku akan ambilkan." sahut A-meng,
lalu menarik sebuah laci diantara banyak laci lemari yang
berada ditoko itu, A-meng membungkus obat berupa serbuk,
dan memberikannya kepada lelaki she-kao, lalu she-kao
membayar dan segera pergi
"kouwnio, mau obat apa ?" tanya A-meng ramah
"aku mau membeli balsem." sahut wanita wanita itu, lalu Ameng mengambil balsem, setelah membayar wanita itu pun
pergi. A-meng melihat tok-lian mendekati toko, dia menyambut
dengan senyum ramah "sicu ! apakah ada obat penawar racun " tanya Tok-lian
"racun apakah itu kouwnio ?" tanya A-meng
"racun katak merah." jawab Tok-lian
"maaf kouwnio obat penawar racun itu tidak ada." ujar A-meng
"maaf apakah pemilik toko ini seorang shinse ?" tanya Tok-lian
"boleh dikatakan begitu, karena loya juga mengobati orang
sakit." jawab A-meng
"pernahkah loyamu mengobati orang yang kena racun ?"
"pernah, yang saya tahu, loya pernah mengobati orang yang
188 terkena racun." "apakah loyamu ada atau sedang keluar ?"
"loya memang sedang keluar mengambil beberapa bahan
obat." "apakah loyamu akan lama kembalinya ?"
"biasanya nanti malam loya baru kembali." jawab A-meng
"lalu didalam rumah ada siapa saja, yang bisa saya memberi
tahu saya tentang obat racun katak merah ?"
"didalam rumah hanya ada hujin, tapi hujin tidak mengerti soal
pengobatan." "anaknya mungkin ada yang tahu ?"
"anak beliau juga tidak ada, bahkan seminggu yang lalu putri
bungsu beliau sudah menikah.
"jadi dirumah hanya tinggal berdua saja ?"
"benar kouwnio, tapi kalau kouwnio mencari tabib, sebaiknya
kouwnio menemui Wan-sinse, dia seorang tabib yang bagus."
sahut A-meng "baiklah kalau begitu, terimakasih atas informasinya, saya akan
coba menemui wan-sinse "alamatnya di gang ketujuh di sebelah barat kota, kouwnio."
ujar A-meng "baik sekali lagi terimakasih." sahut Tok-lian.
Tok-lian kembali ke penginapan, lalu malamnya ketujuh orang
itu berkumpul lagi "bagaimana hasil penyelidikanmu Tok-lian ?" tanya ang-mouwkuibo
189 "she-taihap hanya berdua dengan suaminya, anak-anaknya
semua sudah berkeluarga." Jawab Tok-lian
"lalu apa selanjutnya yang kita lakukan ?" sela Tai-twi
"jika demikian kita harus memisahkan keduanya, jadi kita harus
membunuh suaminya terlebih dahulu." sahut Kwi-tiauw-eng
"hal itu bisa kita lakukan, dan saya bisa meminta suaminya
keluar dari rumah." sela Tok-lian
"kalau begitu bagus, dan kita bisa membunuhnya sekarang."
ujar peng-kui "tidak malam ini peng-kui, tapi besok saja, saya akan temui
suaminya dan meminta tolong untuk mengobati seseorang."
sela Tok-lian "lalu kemana ia akan dibawa ?" tanya lam-kek
"kita tunggu tok-lian di luar gerbang utara." sela kwi-tiuaw-eng
"baik kalau begitu, besok kita bersamaan keluar, kami akan
menunggumu di luar gerbang utara tiok-lian." sela giam-ci, lalu
mereka bubar dan kembali kekamar masing-masing.
Keesokan harinya tujuh orang itu keluar, Tok-lian menuju
kediaman Kwee-jun-bao dan enam rekannya menuju gerbang
utara "eh..kouwnio lagi, bagaimana apa kouwnio sudah menemui
Wan-sinse ?" "itulah masalahnya sicu, tadi pagi saya kesana, tapi wan-sinse
sedang keluar, jadi saya kembali kesini, loyamu ada kan ?"
"ada, sebentar saya panggilkan." sahut A-meng, A-meng masuk
kedalam rumah, dan kemudian keluar bersama Jun-bao
190 "ada apa kouwnio ?" tanya Jun-bao ramah
"begini loya, suami saya kena racun, bisakah loya ketempatku
untuk memeriksa suamiku ?"
"suami kouwnio kena racun apa ?" tanya Jun-bao
"saya juga tidak tahu, untuk itu saya minta tolong supaya loya
memeriksanya." "tapi kouwnio mencari obat penawar racun katak merah." sela
A-meng "benar sicu, karena kata pembantu kami yang ikut bersama
suami saya ketika itu, katanya suami saya kena racun katak
merah, tapi semalam adik seperguruannya datang, dan
mengatakan bukan racun katak merah, dan saya tanya racun
apa, sute itu mengatakan racun teratai hati." sahut Tok-lian
"saya tidak mengerti loya, jadi tolonglah periksa dulu suami
saya." ujar Tok-lian memelas cemas dan sedih
"dimana kalian tinggal kouwnio ?" tanya Jun-bao
"kami tinggal di sebelah gerbang utara." jawab Tok-lian
"baiklah, saya akan ikut kouwnio kesana." ujar Jun-bao
"terimakasih loya, terimakasih." ujar Tok-lian, kemudian Junbao masuk kedalam
"mei-moi, saya keluar sebentar untuk memeriksa seorang
pasien." ujar Jun-bao
"baiklah, dan hati-hati Bao-ko." sahut Hoa-mei, Jun-bao
mengangguk dan keluar, Tok-lian membawa jun-bao kesebelah
utara kota, dan tok-lian terus berjalan ke luar gerbang kota
"apakah kalian tinggal diluar gerbang kota ?" tanya jun-bao
heran 191 "benar loya, marilah tidak jauh lagi rumah saya" sahut Tok-lian,
lalu Jun-bao terus mengikuti tok-lian,
"nah didalam hutan itu rumah saya, marilah loya." ujar Tok-lian
"suami kouwnio kerja apa " sehingga kalian tinggal didalam
hutan " "suamiku seorang pemburu, kami hanya tinggal bertiga, saya,
suami saya dan seorang pembantu." sahut Tok-lian demikian
tenang dan pandainya mengelabui Jun-bao
Tiba-tiba enam orang muncul serempak mengelilingi tok-lian
dan Jun-bao "siapa kalian ?" tanya Jun-bao
"seraaang"!" teriak Tok-lian sambil membokong punggung
Jun-bao, Jun-bao yang waspada, merasakan angin pukulan
Tok-lian, dengan gesit ia berguling kedepan sehingga pukulan
Tok-lian luput, namun tiga pukulan datang bertubi-tubi
"wuut..sing..sing?" Jun-bao mencabut pedangnya untuk
menghalau pukulan "buk..des?" tiga yang menyerangnya menarik serangan,
namun saat Jun-bao berdiri, tai-twi dan peng-kui berhasil
membokongnya dari belakang, sebuah pukulan dari peng-kui
menghantam punggung dan sebuah tendangan tai-twi
menghantam lambung, Jun-bao terhempas ketanah, ia muntah
darah hingga dua kali, nafasnya sangat sesak, belum lagi ia
menguasai keadaan dirinya,
"cep"wus?" tiga buah jarum teratai hati menancap di perut,
dada dan kening Jun-bao, ditambah pukulan sakti hawa
beracun dari Ang-mou-kuibo menerpa tubuh Jun-bao, seketika
192 Jun-bao tewas mengenaskan dengan luka yang amat parah,
racun teratai yang diserap tubuhnya ditambah hawa racun dari
pukulan membuat organ dalam tubuh Jun-bao matang
membiru, mulutnya mengeluarkan busa berwarna hijau
kehitaman. "bagaimana sekarang, apakah kita akan langsung kerumah
she-taihap ?" tanya ang-mou-kuibo
"tidak usah, pasti dia akan datang menemui kita, jadi kita
tunggu saja disini." Jawab Kwi-tiuaw-eng
"lalu mayat ini bagaimana ?" sela giam-ci


Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"kita gantung dipohon ditepi hutan, sehingga ia melihatnya."
sahut kwi-tiauw-eng "lalu sambil tertawa-tawa tai-twi dan peng-kui menggantung
Jun-bao dengan kaki diatas.
Hari sudah sore Hoa-mei masih menunggu suaminya tanpa
menduga macam-macam, namun ketika malam tiba hatinya
mulai gelisah, lalu Hoa-mei menemui A-meng yang sedang
istirahat di belakang setelah mandi
"A-meng ! kemana loya memeriksa pasien ?" tanya Hoa-mei
"loya bersama perempuan itu pergi ke sebelah utara kota,
hujin." jawab A-meng
"kamu tahu alamatnya disana ?" tanya Hoa-mei
"tidak tahu hujin." Jawab A-meng meringis
"ciri-ciri wanita yang membawa loya bagaimana ?"
"wanita paruh baya berumur empat puluh tahun, wajahnya
cantik berkulit putih, dan didagunya ada tahi lalat, dan
193 rambutnya digelung dan memakai tusuk rambut dengan
gagang bulat berbentuk daun teratai." jawab A-meng
"sudah kamu jaga rumah, saya akan menyusul kesana !" ujar
Hoa-mei, A-meng mengangguk, hatinya juga jadi gelisah.
Hoa-mei sampai disebelah utara kota, dia jadi bingung
bagaimana menemukan suaminya di perumahan penduduk
yang padat itu "Kwee-hujin sedang apa disini ?" tanya seorang lelaki berumur
empat tahun lebih "oh"Yo-kauwsu, aku hendak mencari suamiku, untuk
mengobati pasien di sini." sahut Hoa-mei
"alamatnya apa kwee-taihap tidak memberi tahu ?" tanya Yokauwsu
"itulah Yo-kauwsu, makanya aku jadi bingung begini, dari tadi
pagi berangkat sampai malam ini belum kembali." ujar Hoa-mei
"apa kwee-hujin tahu, dengan siapa kwee-taihap kesini ?"
"dengan seorang wanita cantik berumur empat puluh tahun dan
ada tahi-lalat didagunya, dan juga tusuk rambutnya berbentuk
daun teratai." "hmh"sepertinya tidak ada wanita seperti itu disini Kweehujin." sela Yo-kauwsu
"benarkah Yo-kauwsu ?" tanya Hoa-mei mulai curiga dan
menduga hal yang tidak baik
":benar Kwee-hujin, tapi tunggu sebentar, marilah kita kedalam
dulu, saya akan coba tanyakan para murid mana tahu mereka
mengetahui wanita itu." ujar Yo-kauwsu
"baiklah Yo-kauwsu dan terimakasih." sahut Hoa-mei
194 Yo-kauwsu membawa Hoa-mei masuk kedalam rumahnya, dan
memanggil semua muridnya yang berjumlah delapan puluh
orang "kalian semua, pernah tidak melihat wanita cantik berumur
empat puluh tahun, dan ada tahi lalat didagunya tinggal
disekitar gerbang utara ini ?" tanya Yo-kauwsu
"wanita seperti itu tidak ada tinggal disini suhu." jawab murid
utamanya, dan juga para muridnya mengangguk, tiba-tiba putri
To-kauwsu yang berumur enam belas tahun menerobos masuk
"eh..maaf ayah aku tidak tahu ayah sedang ada pertemuan."
ujarnya dengan memelas "tidak apa cing-ji, ayah hanya sebentar mengumpulkan muridmurid ayah." sahut ayahnya senyum.
"hi..hi" eh ternyata kwee-hujin sedang bertamu." ujar Yo-suicing sambil menjura hormat pada Kwee-hujin
"sebenarnya kwee-hujin kesini hendak mencari kwee-pek yang
tadi kesini mengobati seorang pasien." sela Yo-kauwsu
"kwee-taihap tadi pagi saya lihat bersama seorang wanita
ayah." ujar sui-cin "hah"kemana kamu lihat kwee-taihap dibawa perempuan itu,
cin-ji ?" tanya Yo-kauwsu
"aku melihat kwee-taihap keluar gerbang kota bersama wanita
itu" jawab sui-cin "oh..kalau begitu aku harus mencarinya keluar gerbang kota,
terimaksih yo-kauwsu, dan terimakasih cin-ji." ujar Hoa-mei
dengan wajah sedikit gembira.
195 "baiklah Kwee-hujin, semoga Kwee-hujin dapat menemukan
kwee-taihap." sahut Yo-kauwsu, lalu Hoa-mei keluar dari rumah
Yo-kauwsu dan berlari dengan cepat menuju keluar gerbang
utara, dalam sekejap Hoa-mei sudah berada di tepi hutan yang
gelap gulita, namun pandangan she-taihap ini luar biasa,
dikeremangan bulan sepotong ia melihat benda menggantung
dipohon "jasad manusia." Pikirnya, lalu ia melompat memutuskan tali
ketika ia melihat wajah jasad tergantung itu dengan seksama,
jantungnya berdegup, hatinya teriris, ternyata jasad itu adalah
jasad suaminya, namun telinganya yang tajam sudah
menangkap gerakan disampinya
"siapa kalian dan cepat keluar !" teriak Hoa-mei dengan sikap
waspada dan berdiri disamping mayat suaminya, tidak lama
tujuh orang pun muncul dari belukar hutan
"kamukah wanita yang membawa suami saya kesini ?" tanya
Hoa-mei dengan nada dingin pada Tok-lian yang berada
disamping kanannya "benar, dan kami sengaja memancingmu datang kesini." Jawab
Tok-lian dengan tenang "hmh"kenapa kalian membunuh suamiku ?" tanya Hoa-mei
"hi..hi"hi"karena istrinya she-taihap, maka kami harus
bunuh." sela ang-mou-kuibo
"dan juga kami hendak membunuhmu." sela lam-kek
"siapakah kalian bertujuh ?" tanya Hoa-mei
"kami adalah aliran hek-to, dan kamu tahu pasti kenapa kami
196 harus membunuhmu." sahut giam-ci dengan senyum sinis.
"kalian mau maju bersama atau bagaimana ?" tantang Hoa-mei
"seraang..!" teriak Lam-kek, tujuh orang itu segera menyerang
Hoa-mei, Hoa-mei menyambut ketujuh lawannya dengan
kekuatan dan kegesitan yang luar biasa, ilmu im-yang-sian-sinlie berusaha menghalau dan membalas serangan-serangan
tujuh dedengkot hek-to itu
"dhuar"dhuar?" dua ledakan terdengar akibat dua tenaga
sakti yang beradu, hutan itu tanah diarea itu bergetar, ang-moukwi, kui-peng mundur lima langkah, kwi-tiauw-eng, lam-kek dan
tai-twi mundur empat langkah, sementara hoa-mei kakinya
melesak ketanah hingga mata kaki.
Pertempuran berlanjut dengan seru, dua ratus jurus telah
berlalu, Hoa-mei mulai tertekan, lalu dengan cepat ia merubah
jurusnya dengan menggunakan Im-yang-bun-sin-im-hoat,
gerakan menulis yang indah dan luar biasa, lawannya laksana
air bah menyerang Hoa-mei, empat orang menghadapi jurus
hoa-mei tang sakti, tiga orang bersiap-siap membokong
menunggu peluang dari sela-sela empat rekannya, yang selalu
siap mengambil peluang adalah ang-mou-kuibo, tok-lian, dan
lam-kek, ang-mou-kuibo dengan pukulan hawa beracunnya
yang bernama "tok-hong-ciang" (telapak angin racun) Tok-lian
dengan "sim-lian-ciam" (jarum teratai hati) dan pukulan "ho-lianciang" (telapak teratai api) sementara lam-kek dengan pukulan
"lam-hong-swat-ciang" (telapak salju angin selatan)
197 Hoa-mei dengan sabar dan tenang menghadapi tujuh lawan
yang kosen dan memiliki kerjasama yang baik, "tin-liong-siulian"
merupakan dasar ketenangannya, karena nafasnya membuat
ia dalam kondisi yang prima, "siu-to-po-in" merupakan
bentengnya dari serangan gelap dari tiga lawan yang
mengintainya, sembari mendesak empat lawannya dengan imyang-bun-sin-im-hoat, ketujuh lawannya meleltkan lidah melihat
betapa she-taihap ini luar biasa, beberapa pukulan ang-binkuibo dan lam-kek sudah mengenai sasaran, namun kondisi
hoa-mei masih gesit dan kokoh, sementara empat lawannya
yang menghadapi jurusnya sudah mandi keringat, bahkan taitwi sudah mendapat sebuah pukulan yang membuat ia sesak
dan berhenti sesaat, tai-twi langsung bergerak ketika giam-ci
menjerit merasakan totokan pada bahunya, dan untungnya
daya kekuatan serangan Hoa-mei tidak membuat ia sempat
terluka dalam, karena sin-kang hoa-mei yang terpecah. Dan
terlebih sin-kang itu digunakan juga untuk siu-to-po-in dan tinliong-siulian.
Giam-ci hanya merasakan nyeri sesaat, dan rasa nyeri itu
dipaksakan untuk mebali mendesak Hoa-mei, she-taihap benarbenar diuji ke uletannya, tiga ratus jurus berlalu, tujuh lawannya
sudah mulai kecapean, namun demi misi mereka terus
berusaha merobohkan nenek tua yang luar biasa dan sakti itu,
Hoa mei merubah lagi jurusnya dengan Im-yang-pat-sin-imhoat, Hoa-mei dapat kembali memperbaiki kedudukannya,
pukulan-pukulan jarak jauh dengan suara gemerisik yang lebih
kentara dari Im-yang-bun-sin-im-hoat membuat empat
198 lawannya kalang kabut, namun dua pukulan dari ang-moukuibo dan lam-kek menerpa tubuhnya, dan sebuah jarum dari
sepuluh jarum yang dilempar tok-lian mengenai paha Hoa-mei,
sin-kangnya terpaksa terpokus sesaat pada ilmu siu-to-po-in,
dan malangnya empat lawannya sudah menyusulkan serangan,
dengan gerakan langkah luar biasa Hoa-mei dapat mengelak,
tiga senjata lawan, namun pedang pedang kwi-tiauw-eng tidak
bisa dielakkan "srat?" sebuah sabetan melukai bahu dan punggungnya.
Hoa-mei tanpa gugup dan meringis mulai lagi menyusun
gerakan, pertempuran terus berlansung, hingga malam
berakhir, dan suasana pagi pun datang, namun hutan itu sudah
porak-poranda laksana diamuk badai, matahari belum lagi
terbit, hanya safak merah yang mengarak diufuk timur, Hoa-mei
dengan luar biasa bergerak, sebuah pukulan tingkat delapan
dari Im-yang-pat-sin-im-hoat mengenai tubuh tai-twi, namun
Hoa-mei haarus menerima tiga pukulan lagi dari tiga oraang
pengintainya, hoa-mei terduduk dengan nafas sesak, tiga
lawannya terus bergerak mengayun kan senjata tanpa
menggubris tai-twi yang sudah tewas seketika dengan tubuh
membiru kedinginan. Hoa-mei menagkap golok peng-kui dan suling giam-ci, hoa-mei
berpoksai mengindarkan tusukan kwi-tiuaw-eng, dan tiga dua
pukulan dan serangkai jarum menyambutnya diudara, Hoa-mei
dengan indah bergerak mengelak laksana gerakan kucing
diudara, jarum tok-lian luput demikian juga pukulan lam-kek,
199 namun pukulan ang-mou-kuibo menyerempet pundaknya,
peng-kui dan giam-ci tiba-tiba mengirimkan pukulan sakti
"brush..dess.." dua pukulan itu telak menerpa tubuh Hoa-mei,
kekuatan siu-to-po-in kembali bergerak menahan dua hawa
yang hendak menerobos. Hoa-mei ambruk ketanah, dan lima lawanya segera
memburunya dengan pukulan dan senjata, hoa-moi tersudut
bersandar dipohon "kreeek?"kreekkkk..berhentiii?"!" suara teriakan seekor
rajawali yang disusul sebuah teriakan luar biasa membuat lima
lawan itu bergetar sehingga terjungkal, namun sebuah jarum
tok-lian yang meluncur menembus betis hao-mei sementara
yang jarum yang lain rontok, dalam sekejap burung rajawali
melintas dan sebuah tubuh manusia meluncur luar biasa ke
arah pertempuran, Kwaa-han-jin berdiri tegak membekangi
hoa-mei, enam lawan itu langsung melarikan diri setelah
menyadari siapa yang datang, Kwaa-han-jin menghadap Hoa
mei yang lemah tersandar, mata keduanya saling bertatapan,
Kwaa-han-jin yang berkebetulan menuju Wuhan untuk
menemui enciknya Hoa-mei, melihat pertempuran menjelang
akhir itu dari atas, sama hal dengan rajawalinya, sehingga
rajawali itu memekik yang disusul teriakan Kwaa-han-jin.
Kwaa-han-jin sebagaimana kita ketahui berada di Taiyuan
bersama enciknya swat-hong, kehidupan Bao-san berubah
drastis, saat umur kandungan swat-hong sembilan bulan, ia
melahirkan anaknya di rumah baru dan megah dengan
200 beberapa pembantu, kelahiran bayi laki-laki disambut oleh Baosan dengan tangis bahagia, Swat-hong ternyata selamat
melahirkan bayinya walaupun umurnya saat itu lima puluh
tahun, Bao-san menciumi istrinya, sementara Kwaa-han-jin
sedang berada disalah satu toko Bao-san dikawasan selatan,
saat sore hari Kwaa-han-jin disambut Bao-san dengan wajah
gembira "Jin-te..cepat keponakanmu sudah lahir tadi siang, ayok.." seru
Bao-san, secercah senyuman menghias wajah Han-jin, dengan
hati bahagia ia mengikuti Bao-san kedalam kamar
"jin-te .." seru swat-hong memanggil adiknya saat muncul
dipintu, Han-jin mendekati kakaknya
"bagaimana keadaanmu cici, baik-baik, bukan ?" tanya Han-jin
sambil memegang jemari kakaknya
"berkat doamu adikku, aku baik dan selamat." Jawab Swathong dengan berkaca-kaca
"hehehe".hehhee..syukurlah cici, aih kepoanakan.." ujar hanjin sambil merengkuh keponakannya yang tidur disamping
swat-hong "laki-laki apa perempuan cici ?" tanya Han-jin
"keponakanmu laki-laki jin-te." sela Bao-san dengan senyum
"hahaha..heheh..hmh"harumnya keponakanku." ujar Han-jin
sambil memnciumi keponakannya
"jin-te keponakanmu belum diberi nama, saya dan encikmu
sepekat supaya kamu menamainya." ujar Bao-san.
"aku yang akan memberi nama twako ?"
201 "benar jin-te, siapakah nama keponakanmu ?" sela Swat-hong
:hmh"sebentar aku pikir saat aku mandi." sahut Han-jin
memberikan bayi pada Bao-san, lalu ia pergi keluar dan mandi,
setelah mandi Han-jin datang lagi
"sudah kamu dapat nama keponakanmu jin-te ?" tanya swathong
"sudah cici, aku sudah dapat nama untuk keponakanku."
"siapakah namanya Jin-te ?" sela Bao-san
"namanya adalah Bao-jin-han." jawab Han-jin
"hehehe".hahaha"nama yang bagus jin-te, itu serapan dari
namamu sendiri yang dibalik." ujar Bao-san, Han-jin
mengangguk sambil senyum.
Keesokan harinya Kwaa-goat-niu dan suaminya Tang-tihu
datang menjenguk kelahiran adik misannya,
"jin-siok"! seru goat-niu ketika melihat paman mudanya
sedang bicara dengan pelayan
"hehehe..goat-niu kalian sudah datang.
"benar siok, bagaimana keadaan bibi hong ?" tanya goat-niu
"keadaan bibimu baik, dia sedang berada dikamar beserta
pamanmu Bao-twako." sahut Han-jin, Goat-niu adalah putri
sulung dari dai Kwaa-kun-bao di pulau kura-kura, suaminya
Tang-yuan adalah tihu kota itu, suami istri itu masuk dan
melihat bibi dan pamannya didalam kamar
"kalian sudah datang yuan-ji !?" sapa Ba-san
"benar san-siok." sahut Tang-yuan, Goat-niu langsung
mendekati bibinya swat-hong dan menggendong adik misannya
"siapa nama adikku bibi-hong ?" tanya Goat-niu
202 "pamanmu han-jin memberi nama pada adikmu Bao-jin-han."
Jawab Swat-hong sambil senyum.
Tang-yuan setelah lewat siang kembali kerumah
"jin-siok, kapan ke pulau kura-kura menemui ayah ?" tanya
goat-niu

Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"secepatnya paman akan kesana, dan paman masih akan
berada disini setelah jin-han berumur sebulan." sahut Han-jin
"jika paman menemui ayah, sampaikan paman bahwa keadaan
kami baik-baik saja." ujar
Goat-niu "tentu niu-ji, apakah kalian akan pulang ?"
"benar jin-siok, kami pulang dulu." sahut Goat-niu
"baik, hati-hati dijalan yuan-ji." ujar Han-jin, lalu tang-yuan dan
goat niu masuk kekereta kuda.
Kebahagiaan Bao-san dan istri semakin semarak, harta
melimpah, dan juga mendapatkan anak sebagai anugrah,
Kwaa-han-jin bersyukur mendapatkan kakaknya memperoleh
nikmat yang luar biasa., dan sebulan kemudian, Kwaa-han-jin
pemit pada Bao-san dan swat-hong untuk berangkat ke
lokyang, dengan hati bahagia Swat-hong melepas adiiknya
"Jin-te, sampaikan salam rindu dariku untuk liong-te, mei-cici,
bao-te dan peng-te."
"baik cici, aku akan sampaiakan jika bertemu mereka." sahut
Han-jin, kemudian ia pun meninggalkan kota Taiyuan.
203 Dua hari kemudian Han-jin sedang melintasi sebuah lembah,
dan suara teriakan datang dari angkasa, Han-jin mengongak
ternyata rajawali miliknya, dengan suitan ia memanggil rajawali,
rajawali itu turun mendekat, Han-jin melompat dan naik keatas
punggung rajawali "bagaimana keadaanmu pek-thouw ?" sapa Han-jin dekat
kepala pek-thouw "kreek..krekkkk?" pekik pek-thouw nyaring, kelihatan rajawali
itu senang bertemu majikannya, dia membumbung tinggi dan
meliuk-likkan terbangnya menunjukkan kegembiraannya,
dengan tertawa Han-jin menciumi kepala rajawali.
"pek-thouw kita kesebelah sana !" ujar Han-jin sambil menunjuk
kearah selatan, burung itu meliuk kearah selatan melintasi
hutan, lembah dan bebukitan, dua hari kemudian perkotaan
nampak dari atas "kita kesana Pek-thouw." ujar Han-jin sambil menjuk kota
dibawah, disebuah hutan Han-jin turun
"pek-thouw kamu jangan jauh dari kota ini, aku akan
memanggilmu kembali..!" teriak Han-jin
"krekkk.." sahut pek-thouw sambil membumbung tinggi, Han-jin
berlari kearah kota yang dia lihat dari atas, dan ternyata kota
yang besar itu adalah Lokyang, dengan hati senang Han-jin
memasuki kita dan menuju selatan kota
"lopek boleh aku bertanya ?" tanya Han-jin
"ada apa anak muda ?" sela lelaki tua penjual buah
"dimanakah disini kediaman kwaa pedagang obat ?" tanya Han204
jin "ooh..she-taihap,, kamu lurus terus jalan ini, nah.., gang kedua
setelah tikungan ada rumah bertingkat, itu rumah she-taihap."
jawab orang tua itu "baik, terimakasih lopek, oh iya tolong buah leci dan melonya
dibungkus lopek." ujar han-jin, sipedagnag dengan senyum
membungkus buah leci dan melon
"berapa lopek ?"
"empat ketip saja anak muda." sahut penjual
"kalu begitu tolong dibuat jadi satu tahil tembaga." ujar Han-jin,
pedagang itu lalu membungkus lagi buah melon dan leci.
Han-jin berjalan sambil menenteng kantong berisi buah, tidak
berapa lama ia pun sampai didepan rumah Kwaa-sin-liong,
seorang pemuda tampan hampir sebaya dengan Han-jin
datang menyambut, dia adalah Kwaa-tan-bouw
"sicu siapa " dan hendak bertemu siapa ?" tanya Kwaa-tanbouw
"maaf apakah ini rumah kwa-sin-liong ?" tanya Han-jin
"benar sicu, dan sicu ini siapa ?" tanya Tan-bouw
"aku kwaa-han-jin ingin bertemu." Jawab Han-jin
"oh..marilah masuk, saya akan memanggil ayahku." ujar Tanbouw sambil mempersilahkan tamunya masuk, Han-jin masuk
dan duduk diberanda rumah
Tidak lama Kwaa-sin-liong dan istrinya muncul bersama Tanbouw, Kwaa-han-jin berdiri menyambut kedatangan kakaknya
dengan senyum, Kwaa-sin-liong menatap tamu mudanya
205 "Liong-ko mungkin heran dengan kedatanganku." ujar Han-jin,
mendengar panggilan pemuda itu padanya, membuat suami
istri itu heran "siapakah kamu anak muda ?"
"saya adalah adikmu liong-ko, nama saya Kwaa-han-jin." Jawab
Han-jin "bagaimana bisa jin-sicu, ayahku menjadi kakakmu ?" sela Tanbouw heran
"karena Kwaa-han-bu adalah ayahku." jawab Han-jin
"hah..ayah"oh"benarkah ?" sela Sin-liong pucat
"benar liong-ko, aku adikmu yang lahir dimasa tua ibu kweekim-in."
"oh adikku. Han-jin"mari..mari jin-te bagaimanakah keadaan
ayah ?" ujar Sin-liong sambil menarik adiknya masuk kedalam
"tan-bouw terkesima, demikian juga dengan ibunya
"liong-ko, ibu sudah meninggal saat melahirkan aku, dan ayah
juga menyusul lebih setahun yang lalu." ujar Han-jin, kwaa-sinliong menunduk dan terdiam sesaat sambil memejamkan mata,
kemudian mata dan pipinya yang basah diusapnya dan
menatap adiknya yang masih muda itu
"jin-te kedatanganmu sungguh membuat aku dan keluarga
bahagia, bouw-ji beri hormat pada siokmu !" ujar Sin-liong
"siok ! aku tan-bouw memberi hormat dan maaf atas
kelancangan tecu." ujar Tan-bouw sambil berlutut
"hehehee.. bangkitlah bouwji, tidak ada yang perlu dimaafkan,
kakakmu gan-bao juga sudah bertemu denganku."
206 "kamu sudah bertemu dengan keponakanmu gan-bao, Jin-te ?"
sela Sin-liong "sudah liong-ko, bahkan dengan kwaa-hong dan Kwaa-yangbun." sahut Han-jin
imana kalian bertemu jin-te ?" tanya Kwaa-hujin
"kami bertemu di hutan kongciak soso, dan mereka telah saya
bawa ketempat ayah dan ibu dimakamkan." Jawab Han-jin
"dimanakah itu jin-te ?" tanya Sin-liong
"di Qingdao tepatnya di goat-kok." jawab Han-jin
"berapa umurmu sekarang Jin-te ?" tanya sin-liong
"saat ini aku sudah berumur delapan belas tahun, aku sudah
menemui eng-cici dan keluarga di Sinyang, dan aku juga sudah
bertemu dengan Hong-cici dan keluarga di Taiyuan, dan
setelah dari sini aku akan ke Wuhan atau ke pulau kura-kura,
atau ke shanghai." "hehehe..hahaha..syukurlah jin-te, perjalanan muhibah ini tentu
sangat mencengangkan saudara-saudaramu yang tidak
menduga keberadaan dirimu." ujar Sin-liong. Han-jin
menganguk dan tersenyum "soso aku tadi beli buah ." ujar Han-jin sambil memberikan
kantong yang ada ditangannya
"hi..hi"mana jin-te, biar dibawa kebelakang." sahut istri sinliong, sambil tersenyum, kedatangan Han-jin sangat
menyenangkan hati sin-liong dan keluarga, malam itu mereka
bercerita banyak hingga larut malam, keesokan harinya Tanbouw membawa pamannya jalan-jalan dikota lokyang, bahkan
esoknya lagi Sin-liong mengajak adiknya untuk berlatih, hal
207 yang sama dirasakan Yo-seng, dirasakan Sin-liong, dan
rahasianya pun dia dapat tahu setelah diberitahu Han-jin, hari
keempat Kwaa-tan-bouw juga tidak mau ketinggalan, mengajak
pamannya latihan. Hari kelima Han-jin pun pamit untuk melanjutkan perjalanan,
Han-jin dilepas kakaknya dengan senyuman arif, Han-jin
meninggalkan kota Lokyang, dan menurut saran kakaknya sinliong ia menuju Wuhan, Han-jin pun memenuhi saran itu,
sesampai dihutan dipinggir kota lokyang, Han-jin bersuit
memanggil pek-thouw, rajawali raksasa itu pun datang melintasi
hutan, beberapa warga yang melihat rajawali itu berteriak-teriak
melihat rajawali raksasa itu, Han-jin dari kerimbunan hutan
melenting ke atas dan duduk di punggung rajawali, sekilas ia
melihat kebawah bebrapa warga yang sedang menggarap
sawah di pinggir hutan itu melampai padanya karena
takhubnya, Han-jin membalas sambil senyum
"pek-thouw kita kesana !" ujar Han-jin sambil menunjuk ke arah
selatan dari kota lokyang, ia tahu dari kakaknya bahwa Wuhan
ada di wilayah barat, dengan kecepatan luar biasa pek-thouw
melesat ke wilayah barat, pekikannya yang luar biasa nyaring
merobek angin dan awan yang mengambang, seminggu
kemudian pada saat pagi, Han-jin melintasi hutan dimana Hoamei dalam pertarungan yang akan menewaskannya.
"bagaimana keadaanmu nyonya ?" tanya Han-jin pada Hoa-mei
"keadaanku cukup parah taihap, dan terimakasih telah
208 menyelamatkanku." Jawab Hoa-mei
"dua mayat itu siapakah nyonya ?" tanya Han-jin
"yang itu mayat suamiku, aku sampai kesini untuk mencarinya,
namun ternyata suamiku sudah jadi mayat, hiks..hiks.." sahut
Hoa-mei dengan hati pilu dan ia pun terisak sendu, Han-jin
melangkah mendekati mayat Jun-bao, dan mengangkatnya
kedepan Hoa-mei yang sesugukan, lalu dengan sebuah kayu,
Han-jin masuk kedalam hutan dan mencongkel tanah, dalam
wakti singkat ia menggali lobang, kemudian mengangkat mayat
tai-twi dan menguburkannya.
Hal itu dikerjakannya sepanjang Hoa-mei terisa, menangisi
mayat suaminya "nyonya dimanakah suami nyonya akan dikubur ?"
"taihap bawalah kami kedalam kota, kami tinggal disana, aku
harus menyemayamkan suamiku beberapa hari dirumah." sahut
Hoa-mei "marilah kegendong nyonya." ujar Han-jin mendekati Hoa-mei,
hoa-mei menatap pemuda belia itu
"kamu sungguh baik hati taihap, siapakah namamu ?"
"namaku Han-jin, nyonya." jawab Han-jin
"she-han ?" tanya Hoa-mei
"bukan, tapi she-kwaa." sahut Han-jin
"bagaimana caramu membawa kami taihap ?" tanya Hoa-mei
"nyonya naiklah keatas punggungku dan suami nyonya akan
kubopong." jawab Han-jin, Hoa-mei ngangkat tangannya, dan
Han-jin menariknya dengan lembut dan Hoa-mei pun sudah
berada dipunggung Han-jin.
209 Kwaa-han-jin membopong mayat Jun-bao dan bergerak
dengan cepat, lari Han-jin amat mengejuitkan hati hoa-mei, lari
yang dilakukan Han-jin tidak berbeda dengan larinya, Hoa-mei
diam memeluk leher Han-jin, hatinya berdegup kencang
merasakan hangatnya aura pemuda yang menggendongnya
"kita terus keselatan taihap, rumahku ada disana." bisik Hoamei, Han-jin melintasi kota diatas atap-atap rumah penduduk,
dipagi hari yang cerah karena matahari baru saja terbit, dan
kemudian Han-jin sampai kedepan rumah Hoa-mei
A-meng yang gelisah disepan rumah terkejut dan berlari
mendapatkan Han-jin yang menggendong tuannya
"hujin apa yang terjadi ?" tanya A-meng
"sediakan air untuk minum taihap, kita masuk kedalam taihap,"
ujar Hao-mei, Han-jin memasuki rumah, lalu meletakkan mayat
Jun-bao di ranjang dan menurunkan Hoa-mei.
Dua jarum yang menancap di kaki Hoa-mei membuat dia tidak
bisa tidak bisa bergerak "nyonya, siapakah tabib yang harus saya temui untuk
menyembuhkan luka nyonya."
"kamu minum dulu taihap, biar A-meng yang melakukannya."
ujar Hoa-mei, tidak berapa lama ah-cen pembatu rumah Hoamei membawa sepoci air teh hangat dan tiga cangkir, dia
terkejut bahwa loya nya sudah terbujur tewas
"tuangkanlah minumnya ah-ceng dan katakana kepada A-meng
untuk menemui Wan-sinse." ujar Hoa-mei
"baik hujin." sahut Ah-ceng dengan buru-buru
210 "minumlah taihap, aku hendak bersiulian sebentar." ujar Hoamei, Han-jin demikian salut melihat ketenangan Hoa-mei
menghadapi hal yang dialaminya, namun rasa kagum itu
berubah dengan rasa terkejut, karena siulian yang dilakaukan
Hoa-mei itu persis sama dengan apa yang dimilikinya, letak
posisi dan semua cara menarik nafas yang terangkum dalam
ilmu siu-to-po-in, Han-jin terenyuh melihat wajah yang mulai
menua itu, Han-jin sudah memastikan inilah enciknya Hoa-mei,
Han-jin diam membiarkan enciknya bersiulian, sementara ia
membersihkan mulut kakak iparnya yang penuh bercak racun.
Bahkan ia keluar menggendong jun-bao dan memanggil Ahceng untuk membawakan air hangat, lalu ia menngosok bercak
darah dan kotoran pada tubuh jun-bao, Ah-ceng membawakan
baju bersih dan memberikannya kepada Han-jin, Han-jin
membuka baju Jun-bao yang penuh noda darah, dan
menggantinya dengan baju bersih, wajah pucat jun-bao sudah
bersih, bebrapa tetangga datang menayakan hal apa yang
terjadi, beberapa ibu-ibu terisak menangis sedih.
"paman"aku butuh peti mayat, diamanakah bisa aku dapatkan
?" tanya Han-jin pada seorang lelaki tetangga kakaknya
"oh..aku akan segera mengambilnya ketempat tukang peti."
sahut lelaki itu, lalu ia dan seorang lelaki lain berlari-lari keluar,
saat peti datang, A-meng dan Wan-sinse pun tiba, Han-jin
meletakkan mayat kakak iparnya didalam peti, dan bebrapa
tetanggapun masuk untuk menyalakan dupa di atas altar
211 Kwaa-han-jin dan A-meng membawa Wan-sinse kekamar, Hoamei baru saja selesaia dengan siulian nya dan berbaring,
"wan-sinse, terimaksih telah datang
"ahh..kwee-hujin, itu sudah tugasku, mana aku periksa dulu,"
sahut Wan-sinse sambil mendekati ranjang, Wan-sinse
terperangah ketika melihat dua jarum yang tertancap dip aha
dan betis hoa-mei. "bagaimana keadaanku wan-sinse ?" tanya Hoa-mei
"tubuhmu sepertinya sudah tida berhawa racun lagi, namun
luka akibat jarum ini akan membusuk dalam tiga hari dan akan
mengerogoti tubuhmu kwee-hujin." jawab wan-sinse
"apakah ada obatnya wan-sinse " tanya Hoa-mei
"itulah yang membuatku cemas hujin, obatnya hanya darah
katak putih, sementara katak itu tidak saya miliki." sahut Wansinse
"dimanakah kita mendapatkan katak putih sinse ?" sela Han-jin,
Hoa-mei dan Wan-sinse menatap Han-jin
"anak muda, katak putih ada di "kongciak-kok" (lembah merak)
sebelah barat kota Kangshi, perjalanan kesana memakan
waktu paling cepat dua puluh hari bolak balik." ujar Wan-sinse.
"jika terjadi pembusukan apakah katak itu masih berhasiat ?"
tanya Han-jin "masih berhasiat anak muda, tapi dua puluh hari itu sama
artinya tubuh hujin sudah membusuk setengah." jawab Wansinse
"lalu seberapa besar pengaruh katak putih saat sudah
membusuk setengah "hasiatnya cukup ampuh, hanya jika darah kataknya dapat
212 banyak, tapi apakah hujin bertahan sampai saat itu aku tidak
tahu" sahut Wan-sinse
"berapa katak yang diperlukan jika untuk tubuh yang busuk
setengah ?"

Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"tiga puluh ekor lebih dari cukup, terlebih kalau dapat bunga
teratai putih." sahut Wan-sinse
"dimana dapat bunga teratai putih, wan-sinse ?"
"dua puluh li dari gerbang kota utara ada lembah berawa,
disana ada teratai putih." sahut Wan-sinse
"baik, aku akan berangkat ke kangsi dan tolong wan-sinse jaga
encikku." sahut Han-jin dan menghilang dari kamar itu, hanya
Hoa-mei yang menangkap gerakan Han-jin, hatinya berdegup,
dia tidak mengenal pemuda belia ber she-kwaa itu, namun ia
dipanggil dengan encik, dia yakin mereka punya pertalian
setidaknya hal ilmu, Hoa-mei mencoba mengingat semua anakanak saudaranya, dan tidak ada yang bernama Han-jin,
perkiraan yang ada hanya sekitar saudaranya, karena pathong-heng-te tidak akan menguasai "goat-koan-sim-hang"
(menunggang sukma menutup rembulan).
Kwaa-han-jin menuju gerbang selatan, dan siutannya terdengar
bergema, tidak lama pek-thouw memekik diudara, Han-jin
langsung melenting keudara saat pek-thouw terbang
mendekatinya. "kita kearah sana pek-thouw !" ujar Han-jin menunjuk kedepan,
pek-thouw memekik serombongan piauwkiok yang menruni
bukit terkejut, namun burung rajawali melintas dengan cepat
213 dan membumbung tinggi, besok paginya Han-jin sudah sampai
dikangshi, untungnya dari atas ia melihat seekor meraj di dahan
katu disebuah lembah, Han-jin turun kelembah itu.
"kita mengitari lembah ini pek-thouw, pek-thouw pun terbang
rendah, Han-jin mengawasi dengan tajam kebawah, dan
disebuah rawa dia lihat banyak katak putih melompat.
"kita kesana pek-thouw.." ujar Han-jin, lalu rajawali itu berputar,
dan Han-jin melompat dan mendarat di tepi rawa, sesaat ia
memperhatikan katak-katak putih yang berenang di permukaan
air. Kwaa-han-jin melompat dan menyambar dua katak putih yang
berkejaran, lalu dia masukan kedalam keranjang yan ia
sediakan, lalu han-jin duduk lagi dan mengawasi rawa, empat
ekot katak muncul dan berenang beriring, Han-jin melompat
dan menyambar dengan cepat, empat katak dapat
ditangkapnya, lalu ia mengintai lagi, tiga puluh katak ia
dapatkan sebelum siang hari.
Kwaa-han-jin bersuit memanggil rajawali yang mengitari lembah
itu, pek-thouw mendekat, "kita kembali pek-thouw !" ujar Han-jin, rajawali itu memekik
nyaring dan membumbung tinggi dan kemudian meluncur
melintasi awan, esok paginya Han-jin sudah sampai di kota
Wuhan, kita kesana dulu pek-thouw." ujar Han-jin menunjuk kesebelah
utara kota wuhan, dan dari ketinggian ia melihar rawa yang
dimaksud Wan-sinse, dan ketika rajawali terbang rendah, Han214
jin melihat teratai dengan bunga putih sedang mekar, Han-jin
turun dan memetik lima bunga teratai putih, lalu ia kembali
kepunggung rajawali dan berpatah bali kekota wuhan,
sesampai dihutan dimana enciknya bertempur Han-jin turun
"Pek-thouw. istirahatlah !" ujar Han-jin, rajawali memekik dan
membumbung tinggi, Han-jin bergerak cepat, saat matahari
naik sepenggalah dari ufuk timur, Han-jin sudah tiba di rumah
kakaknya, para tetangga masih banyak yang melayat
A-meng menyambutnya di halaman rumah
"bagaimana taihap ?" tanya A-meng
"aku sudah dapatkan, apa Wan-sinse ada dirumah."
"beliau sudah kerumahnya taihap ?"
"kalau begitu pergilah panggil lagi." perintah Han-jin
"baik taihap aku akan segera kesana." sahut A-meng dan
langsung berlari. Han-jin memasuki kamar Hoa-mei, Hoa mei menatap Han-jin,
paha dan betisnya sudah berair dan membusuk
"mei-cici, aku sudah kembali dengan membawa obatmu." ujar
Han-jin "hiks..hiks"uuuu..uuuu"siapakah kamu taihap "
"aku adikmu cici, ayah kita Kwaa-han-bu dan ibuku kwee-kim-in
"ayah"ibu".ibu"ibu"." jerit memanggil ibunya,
"jin-te ceritakanlah padaku dengan baik dan jelas !" ujar Hoamei
215 "cici, aku adikmu yang dilahirkan ibu kwee-kim-in dalam usia
tua, ibu meninggal saat melahirkan ku, dan ayah kita juga
sudah meninggal setahun lebih yang llalu, dari tiga keponakan
kita kwaa-hong, gan-bao dan yang-bun aku mengetahui
keberadaan kalian, aku sudah menemui eng-cici, hong-cici dan
liong-ko, dan dari lokyang aku datang untuk menemuimu cici."
ujar Han-jin "jin-te"hiks..mendekatlah adikku." ujar Hoa-mei, Han-jin
mendekat, Hoa-mei memeluk adiknya dan menciuminya, saat
aku kau gendong adikku, aku merasakan detakan luar biasa,
tidak kusangka detakan itu hentakan darah yang bertemu,
auramu demikian dekat rasanya, ternyata engakau adalah
adikku sendiri." ujar Hoa-mei masih mengecup pipi dan kening
adiknya. "bagaimana keadaan diluar adikku ?" tanya Hoa-mei
"kwee-twako masih disemayamkan, apakah cici hendak melihat
twako ?" "aku sudah berada diruang altar semalam, sebaiknya aku disini,
karena kaki ku sudah basah dan membusuk." ujar Hoa-mei
"jangan cemas cici, A-meng tadi sudah saya suruh menemui
Wan-sinse dan obat cici sudah didapatkan." ujar Han-jin, Hoamemoleh dan melihat keranjang kantong dan bunga teratai
putih "bagaimana secepat itu adikku, hanya dua hari kamu bolak
balik dari sini ke khangsi ?" tanya Hoa-mei takjub pada adiknya
"aku berangkat bersama pek-thouw cici."
"pek-thouw " siapa pek-thouw ?" tanya Hoa-mei
216 "pek-thouw rajawali peliharaan ayah cici." jawab Han-jin
"oh..apakah ia ada disekitar kota ini ?"
"benar cici, dia saya suruh istirahat disebelah utara kota."
"ibu"ibu"apa yang terjadi ibu"uuu..uuu?" tiba-tiba teriakan
histeris datang dari luar, Kwee-lin datang mendapatkan ibunya.
Kwee-lin memeluk ibunya dengan uraian air mata, saat ia
mendengar musibah semalam, langsung tengah malam itu ia
dan suaminya berangkat ke wuhan, hanya dia yang dekat
dengan ibunya, hanya perjalanan setengah hari dari kota
wuhan "lin-ji jangan histeris begitu, tidak baik." tegur ibunya, Kwee-lin
sesugukan dan kemudian menghapus air matanya, Han-jin
menatap keponakannya yang juga menatapnya
"lin-ji beri hormat pada pamanmu Kwaa-han-jin !" perintah Hoamei
"paman " " serunya meragu menatap ibunya
"benar, segeralah memberi hormat !" perintah Hoa-mei
"aku kwee-lin memberi hormat pada siok-siok." ujar Kwee-lin
sambil berlutut, saat itu Zhang-feng dan Wan-sinse masuk
kekamar, Kwee-lin melampabai suaminya dan mengajaknya
berlutut "ini suami saya siok-siok." ujar Kwee-lin
"saya zhang-feng memberi hormat pada siok-siok." sela Zhangfeng bersujud tiga kali
"bangkitlah feng-ji, dan lin-ji, paman senang kalian telah
datang." ujar Han-jin, keduanya pun bangkit
217 "taihap bagaimana bisa secepat itu ?" tanya Wan-sinse heran
dan tidak percaya "nanti saya ceritakan Wan-sinse, sekarang ini lah obat encikku."
sahut Han-jin sambil memberikan kantong keranjang dan
bunga teratai putih, Wan-sinse melihat katak putih yang
banyak, kepalanya menggeleng-geleng tidak percaya, lalu dia
pun mulai menggodok darah katak putih, dalam wajan obatnya,
dia hanya memerlukan tiga ekor katak putih untuk mengobati
luka Hoa-mei, darah yang sudah diramu dengan obat bubuknya
dan bunga teratai putih disiramkan keluka Hoa-mei, suara
bersesis terdengar, darah itu menggelembung seperti air yang
baru mendididih. "besok pagi darah ini disiramkan lagi sebagian, dan besoknya
lagi sebagian, setelah itu kaki kwee-hujin akan sembuh total,
seharusnya seminggu baru luka ini mongering, namun karena
darah ini telah dicampur bunga teratai putih, saya yakin tiga
hari sembuh." ujar Wan-sinse
"terimakasih Wan-sinse." sahut Hoa-mei
"baik , lalu bagaimana dengan suamimu hujin ?" tanya Wansinse
"karena lin-ji sudah datang, maka suamiku akan dikebumikan
menjelang sore." ujar Hoa-mei
"dan katak ini masih tersisa banyak wan-sinse tentu sinse
memerlukannya." sela Han-jin sambil memberikan kantong
keranjang dan dua siung bunga teratai.
"hehehe"benar sekali taihap, terimakasih atas pemberian luar
biasa ini." sahut Wan-sinse.
218 Jasad Jun-bao pun dikebumikan pada waktu sore, setelah itu
Hoa-mei yang digendong adiknya Han-jin meninggalkan
pemakaman dan kembali kerumah, para tetanggapun kembali
kerumah masing-masing, dan memang benar perkiraan Wansinse, pada hari keempat luka itu sudah hilang tidak berbekas,
Zhang-feng dank wee-lin kembali kerumahnya didesa Yulan,
dan hoa-mei ditemani adiknya Han-jin.
Enam orang hek-to melarikan diri, mereka tidak berani kembali
kedalam kota, dan lansung saja meninggalkan kota Wuhan
"apa menurutmu she-taihap akan tewas
"dia akan tewas dengan tubuh membusuk, kalau tidak diobati."
sahut Tok-lian "aku heran bagaimana ia bisa demikian kuat menahan pukulanpukulan kita." sela ang-mou-kuibo.
"satu dari kita tewas dan belum tentu she-taihap tewas." sesal
kui-peng "mau bagaimana lagi, jin-sin-taihap tiba-tiba datang, kalau tidak
kita sudah dapat membunuhnya." sela kwi-tiuaw-eng.
Lima hari kemudian mereka melihat seorang pemuda
beristirahat disebuah hutan
"itu nampaknya she-taihap." bisik tok-lian
"benar dia salah seorang yang melawan dua cianpwe." sela
Kwi-tiuaw-eng, lalu mereka mendekati pemuda yanag ternyata
Kwaa-yang-bun yang hendak menuju Wuhan
"she-taihap bersiaplah untuk mampus !" teriak lam-kek, lalu
enam orang itu menyerang Kwaa-yang-bun
219 "kalian siapa " kenapa tiba-tiba menyeraang ?" tanya Kwaayang-bun sambil bergerak gesit
"kami adalah musuhmu dan akan membunuhmu." teriak kuipeng, serangan meraka datang bertubi-tubi, Kwaa-Yang-bun
harus mengerahkan kegesitannya, im-yang-sian-sin-lie di
mainkan dengan gesit dan kuat.
Enam hek-to itu memulai lagi trik serangan sebagaimana pada
Hoa-mei, kali ini yang menintai adalah tok-lian dengan Angmou-kuibo, sementara giam-ci, lam-kek, kwi-tiuaw-eng dan kuipeng menghadapi jurus kwaa-yang-bun, tekanan enam hek-to
luar biasa, dan Kwaa-yang-bun pada jurus keseratus lima puluh
sudah menerima pukulan yang dikirim Ang-mou-kuibo, Kwaayang-bun, sama hal dengan bibinya Hoa-mei, pendekar ini
dengan tenang dan telaten menghadapi enam pengeroyoknya,
jurus Im-yang-bun-sin-im-hoat dikeluarkan dengan gesit, enam
lawannya mendapat perlawanan berat.
Pertempuran berlansung ketat dan kuat, berkurangnya satu
dari rekan mereka merupakan hal yang merugikan untuk
menghadapi she-taihap, perlawanan ini berlaku a lot, terlebih
dari siang sampai hampir pagi pertempuran itu masing
berlansung dengan seru, Yang-bun dengan siu-to-po-in dan tinliong-siulian bergerak dengan luwes walaupun serangan enam
lawannya menderu-deru, namun untuk membuat lawan muda
ini keok sangat sulit, demikian juga sebaliknya Yang-bun harus
membagi kekuatanya untuk dua ilmu pertahanannya sambil
menyerang dengan sebagian sin-kang.
220 Siang pun sudah datang, pertempuran sudah sehari semalam,
nafas enam hek-to sudah empis-empisan, dan Yang-bun juga
tidak demikian kuat untuk merobohkan lawan-lawannya, Yangbun melihat kesempatan setelah menjelang sore, dengan
pukulan im-yang-pat-sin-im-hoat tingkat delapan, dua pukulan
luar biasa itu bersarang di tubuh kui-peng dan giam-ci, namun
dua jarum dari Tok-lian tidak bisa dihindarkan, dan menancap
di bahu dan dadanya, untungnya siu-to-po-in masih punya daya
tahan, lain hal dengan kui-peng dan giam-ci, mereka tewas
seketika, tubuh kui-peng membiru dingin, sementara giam-ci
tubuhnya gosong terbakar.
Ang-mou-kwi dan Tok-lian segera lari setelah melihat kedua
rekannya mati, Lam-kek dan kwi-tiauw-eng masih berusah
melepaskan diri dari desakan jurus Yang-bun yang luar biasa,
dan sunggu mereka tidak dapat melepaskan diri dari kurungan
luar biasa jurus Im-yang-pat-sin-im-hoat
"buk"buk"dess..desss.." Yang-bun menghadiahkan masingmasing lawannya satu pukulan dan satu tendangan, akibattnya
kwi-tiauw eng muntah darah dan mati seketika karena tubuh
atasnya gosong dan tubuh bawahnya menghijau dingin,
sebaliknya lam-kek tubuh atasnya membiru dingin sementara
bagian bawahnya gosong terbakar.
Yang-bun duduk memenangkan diri, hal itu diperlukannya
sehingga pagi hari, dengan luka jarum di pundaknya ia berjalan
meninggal;kan hutan, namun baru setengah hari bahunya
terasa berdenyut 221 "kreekkkk".." terdengar pekikan dari atas, Yang-bun
mendongak, lalu melambai-lambai
"pek-thouw".pek-thouww.." teriak Yang-bun, pek-thouw kenal
dengan Yang-bun karena yang paling lama di goat-kok adalah
Yang-bun, dan bebrapa kali ia menunggangi rajawali sebelum
ia meninggalkan lembah itu,
"pek-thouw apakah jin-siok disekitar sini ?"
"kerekk..krekkkk" pekik pek-thouw, yang-bun makin merasa
nyeri, dan mukanya meringis, pek-thouw mendekat seakan
mengajak yang-bun naik, yang-bun mengerti lalu ia melompat
ketasa rajawali, pek-thouw terbang menuju kota wuhan, rajawali
itu mengirai kota sambil memekik kuat, Han-jin dan hoa-mei
mendengar pekikan yang merobek angkasa kota wuhan, Hanjin keluar dan mendongak ke atas lalu ia bersuit, rajawali meliuk
setelah melihat Han-jin. Rajawali terbang begitu rendah membuat warga terpana dan
terkejut sehingga mereka keluar dari rumah, rajawali
menjatuhkan tubuh Yang-bun yang lemah, Han-jin yang melihat
tubuh manusia jatuh dari punggung rajawalinya, segera
menyambut dengan lompatan luar biasa, dan menagkap tubuh
itu "jin-siok.." seru Yang-bun pingsan, Han-jin turun dan segera
masuk kedalam "itu siapa Jin-te ?" tanya Hoa-mei
"ini keponakan kita Yang-bun anak peng-ko." sahut Han-jin
"ah..dia terkena jarum wanita itu." ujar Hoa-mei
222 "kita harus membawanya ketempat Wan-sinse cici." ujar Hanjin,
"cepat ikuti saya, kita akan kesana.:" sahut Hoa-mei, dua shetaihap bergerak cepat menuju tempat wan-sinse
"taihap"kwee-hujin ada apakah !?" tanya wan-sinse yang


Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kebetulan menjemur ramuan obat di halaman rumahnya
"wan-sinse tolong keponakanku dia terkena jarum yang sama
denganku." ujar Hoa-mei
"oh..cepat bawa kedalam, biar aku godok obatnya ." sahut
Wan-sinse, Han-jin merobek baju Yang bun, Wan-sinse
mambawa obat darah katak putih yang dengan cekatan ia
godok dengan teratai putih, jarum sudah dikeluarkan Han-jin,
luka itupun diolesakan keluka, suara mendesis terdengar,
namun hanya sebentar, setelah itu Yang-bun sadar
"jin-siok..! panggilnya lemah
"aku disini bun-ji bagimana " apa yang kamu rasakan ?"
"dia tidak apa-apa lagi taihap, untungnya kalian she-taihap
memiliki hal-hal yang menakjubkan." sela Wan-sinse.
"tapi kenapa keponakanku pingsan Wan-sinse ?" tanya Hoamei
"karena luka ini dekat sekali dengan jantung, dan nyeri akibat
mau pembusukan membuat degup jantung itu kencang dan
membuat darah cepat mengalir menembus syaraf di otak,
kalian tenang saja, bawalah ia kembali dia sudah tidak apaapa." sahut Wan-sinse
"terimakasih wan-sinse." ujar Hoa-mei, lalu Yang-bun pun
223 dibawa pulang, menjelang malam mereka sampai dirumah Hoamei, Yang-bun dibaringkan diranjang.
"jin-siok kita dimanakah ?" tanya Yang-bun
"kita di tempat bibimu Hoa-mei." Jawab Jin-sin
"bibi mei, syukurlah aku bertemu juga dengan bibi." ujar Yangbun menjura pada bibinya
"bibi juga merasa senang dengan kedatanganmu bun-ji." sahut
Hoa-mei "bagaimana keadaan ayah dan ibumu ?"
"ayah dan ibu baik-baik bibi, dimanakah paman dan saudarasaudara misanku ?"
"saudara-saudara misanmu sudah berumah tangga semua
bun-ji, dan tentang pamanmu, kita baru-baru ini mengalami
musibah, pamanmu sudah meninggal." sahut Hoa-mei
"oh, bagaimana paman meninggal bibi ?"
"nantilah kita bercerita, mari kita makan dulu." sahut Hoa-mei,
lalu merekapun menuju ruang makan.
Ah-ceng menghidangkan makanan, lalu ketiganya makan
"bagaimana engkau bertemu dengan perempuan itu bun-ji ?"
tanya Hoa-mei "perempuan " perempuan yang mana maksud bibi ?"
"perempuan yang mencelakaimu dengan jarum." Jelas Hoa-mei
"ooh, saya sedang istirahat di sebuah hutan, lalu enam orang
yang mengaku hek-to datang dan tiba-tiba menyerang saya."
"apa alasan mereka menyerangmu ?" sela Han-jin
224 "tidak jelas juga, hanya dari seorang dari mereka berkata
karena saya she-taihap."
"bibimu juga baru beberapa hari yang lalu bertemu dengan
mereka di hutan sebelah utara, mereka telah membunuh
pamanmu dan melukai bibimu." Ujar Han-jin
"terus bagaimana luka bibi ?" tanya Yang-bun
"luka bibi sudah sembuh dua hari yang lalu, untung pamanmu
Han-jin datang, kalau tidak, mungkin bibi akan mengalami hal
yang sama dengan pamanmu." jawab Hoa-mei
"jadi paman dibunuh oleh mereka ?" tanya Yang-bun
"benar bun-ji, awalnya pamanmu diajak untuk mengobati
pasien oleh wanita bejarum teratai itu, tapi rupanya itu hanya
tipu daya, karena sampai malam pamanmu tidak datang maka
saya cari keutara kota, dan mendapatkan pamanmu sudah
tewas dan digantung disebuah pohon."
"mereka itu siapakah sebenarnya bibi ?" tanya Yang-bun
"bibi juga tidak tahu, namun seperti katamu mereka dari aliran
hek-to dan akan membunuhi she-taihap, awalnya mereka
bertujuh, dan sebelum bibi kepayahan, bibi berhasil membunuh
seorang dari mereka, namun saat paman mu Han-jin datang
mereka langsung melarikan diri." sahut Hoa-mei.
"apakah jin-siok pernah bertemu mereka ?" tanya Yang-bun
pada Han-jin "paman rasa tidak pernah bertemu mereka." jawab Han-jin
"hmh"kalau mereka tidak pernah bertemu paman, berarti
mereka pernah melihat paman." gumam Yang-bun
225 "tentunya demikianlah bun-ji, paman yakin mereka melihat
paman di hutan kongciak saat pertemuan disana."
"benar saya yakin juga mereka melihat paman disana, dan dari
mereka bertujuh, sekarang mereka tinggal berdua." ujar Yangbun
"apakah kamu berhasil mengalahkan mereka ?" sela Hoa-mei
"benar bibi, empat dari mereka berhasil saya bunuh dan dua
perempuan dari rekanan mereka melarikan diri." jawab Yangbun
"bagaimana cara mereka menghadapimu bun-ji ?" tanya Hoamei
"formasi mereka mengeroyok sangat bagus, empat orang
mengeroyokku, dan dua yang lain mengintai menyerang dari
sela-sela empat rekannya."
"hal yang sama juga mereka melakukan saat menghadapi bibi."
gumam Hoa-mei "kalau ditelusuri dari cara kerja mereka, mereka ini telah
merencanakan dengan baik, dan kalau tujuan mereka shetaihap bisa jadi tujuh orang itu satu kelompok dari banyak
kelompok yang dibentuk." ujar Han-jin
"benar jin-te, saya juga berpikiran demikian, dan juga mereka
telah membaca kekeuatan dari seorang she-taihap, sehingga
mereka membunuh tawakomu dulu baru menghadapi saya."
sela Hoa-mei. "apakah menurut jin-siok ini hubungannya dengan pertemuan di
hutan kongciak ?" sela
226 Yang-bun "apa yang terjadi di hutan kongciak bun-ji ?" tanya Hoa-mei
"saya dan dua misan saya menghadapi enam orang luar biasa
yang mengaku hek-to dan sangat memusuhi kita, pada saat itu
memang kami terdesak hebat oleh serangan enam orang itu,
dan untungnya jin-siok datang, sehingga kami pun selamat."
"hmh..jadi mereka mengetahui kekuatan seorang she-taihap
pada saat itu, dan mereka semua hadir dan menyaksikan,
sehingga mereka membuat formasi seperti itu." gumam Hoamei
"siapa-siapakah enam orang itu bun-ji ?" tanya Hoa-mei
"yang paling hebat diantara enam orang itu ada dua orang
cianpwe, dan julukannya kalau tidak salah adalah kwi-banciang dan kwi-sian-hengcia."
"lalu yang empat orang lagi ?" sela Han-jin
"yang empat orang lagi adalah lam-liong-sian, pak-giamli-sianli,
kui-thian dan kui-tee."
"apakah salah satu dari mereka berenam ada diantara tujuh
orang yang datang kesini ?" tanya Hoa-mei
"tidak ada bibi." Jawab Yang-bun
"kalau begitu tujuh orang ini benar satu kelompok yang
sasarannya adalah saya, dan kelompok yang lain bergerak
ketempat keluarga kita yang lain."
"perkiraan bibi mungkin benar sekali." sahut Yang-bun
"dan melihat bahwa mereka melarikan diri ketika jin-te datang,
namun menyerang tiba-tiba kepadamu bun-ji, berarti kelompok
yang lain akan ke lokyang dan shanghai." ujar Hoa-mei.
"kenapa hanya lokyang dan shanghai bibi ?" sela Yang-bun
227 "karena hanya she-taihap yang lok-yang dan shanghai yang
mampu mereka perkirakan bisa dikalahkan, sebagaimana yang
saya alami." sahut Hoa-mei
"di lokyang ada ada liong-pek, Tan-bouw dan Gan-bao, di
shanghai ada ayah dan bi-moi."
"benar, tapi mereka akan mudah melakukan hal yang sama,
yaiitu memancing she-taihap untuk keluar dan dikeroyok
bersama-sama." ujar Hoa-mei.
"kalau bagitu bagaimana menurut bibi ?" tanya Yang-bun
"sebaiknya besok kamu berangkat persama pamnmu Han-jin ke
shanghai, semoga saja kalian belum terlambat, dan ayahmu
belum didatangi kelompok dari mereka."
"bagaimana menurut jin-siok ?" tanya Yang-oun menoleh pada
Han-jin "jika perkiraan cici benar sebaiknya memang begitu, namun
lebih baik jika cici juga ikut dengan kami ke shanghai" ujar Hanjin.
"benar bibi, ikutlah ke shanghai, karena memang itulah yang
terbaik melihat situasi kita yang genting." sela Yang-bun
"baiklah kalau begitu, besok kita akan berangkat." sahut Hoamei.
Keesokan harinya Hoa-mei memerintahkan A-meng tetap
membuka toko, selama ia tidak ada
"jika siocia atau kongcu datang saya harus jawab apa hujin ?"
"katakan pada mereka, saya sedang ke shanghai dan mungkin
akan lama berada di pulau kura-kura." sahut Hoa-mei
228 "baiklah saya akan ingat pesan hujin." ujar A-meng, lelu ketiga
she-taihap meninggalkan kota Wuhan, sesampai di gerbang
selatan, Han-jin bersuit, dan tidak lama pekkan rajawali
merobek angkasa, rajawali terbang rendah, lalu Han-jin
menngandeng cic dan keponakannya melenting keudara dan
mendarat di punggung rajawali
"perjalanan kita akan lebih cepat dengan ini cici." ujar Han-jin
"inikah peliharaan ayah jin-te ?" sela Hoa-mei haru
"benar cici, bun-ji sudah menungganginya." sahut Han-jin
"benar bibi, bahkan selama sebulan aku bersamanya di
qingdao." sela Yang-bun, pemandangan bumi dari atas
sungguh menakjubkan hati Hoa-mei.
Mari kita melihat keadaan di kota shanghai, kota shanghai
adalah kota yang besar dan dihuni banyak penduduk dari
berbagai etnis dan bangsa, hal ini karena kota shanghai adalah
kota pesisir pantai, kota Shanghai juga banyak disinggahi
kapal-kapal besar, sehingga kota itu memiliki pelabuhan yang
besar dan megah, dipadati banyak kuli dan pekerja, kapal-kapal
itu kebanyakan adalah kapal milik orang asing yang juga
berdiam di kota shanghai, seperti orang jepang, turki ataupun
orang eropa, suasana ramai dan hiruk pikuk sangat terasa
dikota itu. Siang itu enam orang kalangan rimba hijau memasuki kota
Shanghai, mereka itu adalah kelompok kedua dalam misi
pelenyapan she-taihap yang dipimpin oleh Lam-liong-sian,
Lam-liong-sian membawa lima rekannya untuk memasuki
229 likoan, "selamat datang di shanghai tuan, silahkan duduk dan
mencicipi menu yang kami sediakan." Sambut seorang pelayan
"pelayan hidangkanlah makanan dan menu terlezat kalian, dan
juga siapkan tiga kamar besar untuk kami." Ujar Lam-liong-sian
"baik kongcu, menu terlezat akan segera kami hidangkan, dan
pesanan kamar juga akan kami persiapkan." sahut pelayan dan
segera meninggalkan mereka.
Tidak lama kemudian hidangan pun datang, bermacam jenis
ikan dengan beraneka macam masakan dihidangkan, setelah
semuanya dihidangkan, enam orang pesilat tangguh itu makan
dengan lahap, setelah selesai makan, kemudian mereka masuk
kekamar masing-masing, Lam-liong-sian sekamar dengan tungmo-san, dua she-gui satu kamar, see-bi-kui dengan pak-giamlosianli satu kamar, mereka melewatkan siang hari itu dengan
istirahat dan tidur untuk mengilangkan kepenatan dari
perjalanan jauh. See-bi-kui setelah makan tidak bisa tidur, lalu ia keluar untuk
menikmati keramaian kota, beberapa pekerja kasar bersuit
menggodanya, see-bi-kui yang bagor senyum nakal, sehingga
membuat para kuli makin blingsatan,
"eh..eh..kerja..kerja..!" teriak sang mandor namun matanya juga
tidak lekang dari wajah cantik see-bi-kui yang mempesona, si
mandor yang berusia tiga puluh lima tahun itu mendekat
"hehehe..maaf siocia, mereka itu pantang melihat wanita
cantik." ujar si mandor senyum cengengesan, see-bi-kui
230 menunduk "kalau tuan bagaimana " apa pantang juga melihat wanita
cantik ?" tanya see-bi-kui sambil melirik nakal.
"hehehe?" simandor nyengir kuda sambil garuk kepala yang
tidak gatal "hi..hi"tuan tentu capek kerja seharian yah ?"
"yah namanya juga kerja tentu capek siocia." sahut simandor
"apakah siocia orang baru dikota ini sehingga tertarik datang
kepelantaran pelabuhan ini ?"
"benar tuan, aku baru saja datang, dan sangat suka melihat
pemandangan laut "kenapa sendirian siocia, apa tidak dengan teman ?"
"temanku kecapean dan tidur dipenginapan, jadi aku hanya
sendirian, apa tuan mau menemani saya ?" sahut see-bi-kui
sengan kerlingan dan senyum yang menggoda, simandor
makin deg-deg kan "tentu aku mau menemani siocia, terlebih siocia sungguh cantik
dan menawan." sahut si mandor merayu
"hihi..hi" tuan bisa saja, apakah tidak mengganggu pekerjaan
tuan ?" "hehehe..hehehe" tentu tidak siocia, aku yang mengepalai
pekerja itu, jadi aku ini sangat santai." sahut si mandor
membusungkan dada sambil senyum
"ooh, pantas kalau begitu, tuan disamping tampan juga
berposisi tinggi." ujar See-bi-kui, mendengar pujian wanita
cantik itu si mandor senyum dan hidungnya kembang kempis
231 "siocia marilah kita masuk kedalam kapal, dari sana
pemandangan lautnya lebih dekat dan juga kita bisa berteduh."
ujar simandor dengan senyum, see-bi-kui mengangguk lembut,
si mandor dengan senang mengajak see-bi-kui masuk kedalam
kapal besar "aku Gao-sang siocia, dan siapalah nama siocia ?"
"aku Ma-bi-eng twako, hmhh".disini memang teduh dan
melihat ombak dengan dekat sangat menyenangkan, hi..hi?"
sahut see-bi-kui terlihat senang
"eng-moi apakah kamu hanya berkunjung kekota ini atau akan
menetap ?" "aku hanya berkunjung sang-ko, emangnya kenapa ?"
"ah..tidakapa eng-moi, kamu memang luar biasa cantik."
"hi..hi"kamu juga sang-ko, wajahmu tampan dan tubuhmu
kekar." "benarkah eng-moi ?" sela Gao-sang dengan senyum memikat,
bi-eng mengangguk manja "sang-ko apakah ada orang mengintai kita ?" tanya bi-eng
sambil mengedipkan sebelah matanya, gao-san clingak clinguk
"tentu tidak, tidak ada yang berani masuk kesini tanpa
seizinku." Jawab Gao-sang, sambil meremas jemari bi-eng
Bi-eng merebahkan badannya sambil senyum menatap redup
pada Gao-sang, gao-sang makin sesak
"lakukan dengan pelan sang-ko." bisik bi-eng, saat wajah Gasang mendekati wajahnya, perkataan itu menyalakan langsung
birahi Ga-sang, dengan lembut ia mengecup dan melumat bibir
232

Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bi-eng, bi-eng mendesah dan membalas dengan hangat,
Gaosang makin menuntut lebih, pakaian bi-eng dibuka seiring
nafasnya yang menggebu, Bi-eng mengerang manja, selama
dua jam mereka berada didalam kamar kapal bergulung-gulung
menikmati amukan birahi yang panas.
"sang-ko kamu mau kan membantu saya ?"
"tentu eng-moi sayang, aku akan siap membantumu."
"sang-ko kalau kamu orang lama disini, kamu kenal tidak
dengan seorang bernama Kwaa-yun-peng ?"
"tentu saja kenal, dia itu orang sakti yang terkenal di daerah ini,
kenapa dengan she-kwaa itu eng-moi ?"
"ceritakanlah padaku tentang she-kwa itu."
"hmh"dia adalah kauwsu pek-lek-twi, dan muridnya sangat
banyak" "bagaimana dengan kelurganya ?"
"saya dengar kauwsu itu hanya punya dua anak, boleh aku
tahu kenapa eng-moi menayakan perihal pendekar itu ?"
"dia ada hutang nyawa dengan saya, sang-ko." sahut Bi-eng
sambil mengelus-elus dada Gao-sang yang telanjang
"apakah kamu berniat membalas dendam padanya ?" tanya
Gao-sang, Bi-eng mengangguk tegas
"menurutmu sang-ko bagaimanakah cara membalas sakit
hatiku supaya berhasil ?" ujar Bi-eng sambil mengecup dada
Gao-sang "she-kwaa itu memang orang sakti, tapi saya yakin dia tidak
akan melawan senjata api atau mesiu peledak." sahut Gao233
sang "tapi dimana saya dapat senjata api atau mesiu peledak ?"
"hehehe..hahaha"aku ka nada sayang, aku bisa memberimu
mesiu peledak, majikanku orang eropa akan kukibuli untuk
mendapatkan mesiu peledak itu untukmu." ujar Gao-sang
dengan tawa renyah "oh..benarkah sayang, cup..cup.." sela Bi-eng sambil mengecup
pipi dan bibir Gao-sang, sesaat mereka saling pagut
"kapankah sang-ko dapat memberikan mesiu peledak itu
padaku ?" "besok aku bisa dapatkan untukmu sayang." sahut Gao-sang
"mesiu peledak itu bagaimana cara kerjanya ?"
"mesiu peledak itu hanya sebesar buah melon, dan jika pin nya
ditarik dan dilemparkan, maka dimana ia jatuh tempat itu akan
meledak penuh jilatan api yang menyambar, ledakannya akan
merubuhkan bangunan."
"oh, sedemikian kuatkan peledak itu, san-ko sayang."
"benar sayang, datanglah lagi besok, aku akan berikan padamu
satu peti yang isinya seratus peledak."
"terimaksih sayang, aku besok akan datang lagi, ahh..aku
senang sekali akan dapat membalaskan sakit hatiku selama
ini." ujar Bi-eng, lalu merekapun kembali diamuk nafsu
sehingga kembali keduanya mendaki berpacu hentakan birahi.
Menjelang sore Bi-eng kembali kepenginapan, ia mandi dan
berganti pakaian, dan saat malam mereka berenam berkumpul
dikamar Lam-liong-sian 234 "hal yang pertama kita lakukan adalah mengetahui kediaman
she-taihap dan sekaligus menyelidiki keadaannya." ujar Lamliong-sian
"aku sudah mengetahui keadaan she-taihap." sela Bi-eng
"eh sudah " kalau begitu katakanlah see-bi-kui, sehingga kita
dapat menyusun rencana selanjutnya." ujar Lam-liong-sian
"she-taihap tinggal di sebelah barat kota, dia seorang kauwsu
dari perguruan pek-lek-twi dengan murid yang sangat banyak."
"berapa she-taihap yang ada di dalam rumah itu ?" sela Pakgiamlo-sianli
"ada tiga she-taihap." jawab see-bi-kui
"hmh..kalau begitu kita harus memancing satu-satu supaya kita
dapat menghadapinya." ujar tung-mo-san
"saya puny aide yang lebih baik." sela see-bi-kui
"apa idemu itu ?" tanya thian-kui
"bagaimana kalau kita menggunakan peledak untuk membunuh
she-taihap "peledak " dimana kita dapatkan peledak ?" sela tee-kui
"saya punya teman yang bisa memberikan peledak itu pada
saya besok." "peledak ini bagaimana kerjanya ?" tanya lam-liong-sian
"katanya sangat mudah, karena peledak ini besarnya haya
sebesar buah melon, dan kita hanya melemparkannya setelah
kawat pinnya dilepas."
"lalu kekauatannya bagaimana ?" sela Pak-giamlo-sianli
"kekuatannya sangat besar, karena bisa merubuhkan
bangunan." sahut See-bi-kui
235 "berapa banyak yang akan kamu dapatkan dari temanmu itu ?"
"aku akan dapatkan satu peti berisi seratus peledak." sahut
see-bi-kui "dengan bahan peledak itu bagaimana strategi kita untuk
membunuh she-taihap ?"
"saya kira walaupun kita bahan peledak, kita harus melihat
peluang dimana she-taihap tidak siap." ujar tung-mo-san
"benar dan itu hanya saat mereka tidur." sela see-bi-kui
"baiklah kalau begitu, besok bawalah peledak itu see-bi-kui,
sehingga kita dapat beraksi pada malamnya." ujar Lam-liongsian, see-bi-kui mengangguk, lalu merekapun bubar dan
kembali kekamar masing-masing
"siapa temanmu itu see-bi-kui ?" tanya pak-giamlo-sianli sambil
membuka bajunya dan memakai gaun tidur yang tipis
"dia seorang mandor dipelabuhan dan bekerja dengan orang
berambut perak." Sahut See-bi-kui sambil memakai gaunnya,
lalu keduanya baring diranjang
"kamu nampaknya baru dapat itu yah ?" goda suma-hoa
"hi"hi"mandor itu luar biasa," sahut bi-eng
"apakah mandor itu tampan ?" tanya suma-hoa penasaran
"lumayan tampan, ototnya kuat walaupun sudah berumur
"hi..hi..justru yang sudah berumur itu yang bikin blingsatan."
sela suma-hoa "apakah kamu mau ikut besok ?"
"hihihi".hihihihi..kalau bisa kenapa tidak." sahut suma-hoa
236 cekikikan, lalu merekapun tidur sambil membicarakan hal-hal
yang mengundang birahi. Keesokan harinya Ma-bi-eng dan suma-hoa pergi kepelabuhan,
para pekerja makin riuh rendah menggoda kedua wanita cantik
itu, saat Ga-sang datang semuanya diam, namun seorang dari
mereka nyelutuk "Gao-kongcu membuat iri saja, kemarin satu, hari ini dua,
cantik-cantik pula itu."
"hehehe..hehehe..kalian ini rebut saja, ayok kembali bekerja
"eh..gao-kongcu mau kemana, " hahaha..hahaha?" tanya
seorang pekerja dan disambut tawa yang lain
"hehehe"aku lagi ada pekerjaan, kalian kerja dan jangan
malas-malas." ujar Ga-sang sambil melangkah mendekati Bieng dan suma-hoa
"sang-ko, ini suma-hoa temanku, aku datang untuk barang
yang koko janjikan." ujar Bi-eng dengan senyum manja
"mari kita kedalam kapal, disana kita bicara dengan enak." ujar
Gao-sang, lalu ketiganya masuk kedalam kapal
"kamu baik sekali pada bi-eng sang-ko." puji suma-hoa
"hehehe"aku senang bisa membantu wanita-wanita cantik
seperti kalian." "hi..hi..apakah aku juga cantik Sang-ko." tannya suma-hoa
mengerling manja dan senyum menggoda,
"hehehe..kalian memang cantik dan seksi."
"kami ingin mengucapkan terimakasih atas kebaikan hati sangko." ujar Bi-eng dengan manja sambil mengecup bibir Ga-sang.
237 Gao-sang bergetar, terlebih tangannya diraih suma-hoa dan
meletakkan didadanya yang lembut, kontan jemari Gao-sang
meremas bendak lunak milik Suma-hoa, Gao-sang terangsang
tanpa kendali, kedua wanita itu juga sangat menginginkannya,
kekuatan Gao-sang diuji, kedua wanita itu siap digilir oleh gaosang, gao-sang merasa tertantang, dengan hentakan laksana
gelombang badai menunggangi kedua gadis seksi dan cantik
itu, erangan keduanya membuat birahi Gao-sang meledakledak tanpa henti.
Setelah pesta mesum itu mereda, ketiganya terkapar dilantai
kapal, Gao-sang merasakan lelah yang melelapkan, setelah
nafasnya tenang. "sang-ko apakah peledak itu bisa kami ambil ?"
"bisa eng-moi, itu peti dibawa kursi itu bahan peledaknya."
sahut Gao-sang "ah..sang-ko kamu memang baik dan sangat menyenangkan."
sela Suma-hoa sambil mengelus-elus Gao-sang, elusan dan
rabaan itu memancing kembali rangsangan birahi Gao-sang,
Suma-hoa dengan pandainya mengambil posisi diatas dan
membuat Gao-san merem melek kenikmatan, dua wanita sakti
tanpa harga diri itu sangat berpengalaman dalam hal-hal
mesum seperti itu, sehingga ketika mereka keluar dari kapal,
Gao-sang tidak ikut keluar bersama mereka, suma-hoa dan Mabi-eng dengan gerakan kilat meninggalkan pelabuhan,
sementara Gao-sang yang masih terduduk telanjang tidak bisa
berdiri sangking capeknya.
238 Kwaa-yun-peng sebagaimana biasa mengawasai muridmuridnya yang sedang berlatih, tiba-tiba putrinya kwaa-han-bi
muncul "ayah, hari ini kita jadi kerumah hui-siok,?"
"jadi, apa ibumu sudah siap ?"
"sudah ayah, dan tinggal menunggu ayah saja."
"baiklah kalau begitu, ayah akan bersiap-siap." ujar Kwaa-yunpeng dan masuk kedalam rumah, hari itu Bao-hui, kakak dari
Bao-ci-lan istrinya sedang mengadakan ulang tahun ke lima
puluh lima, dan mereka diundang untuk merayakannya.
Tamu-tamu di rumah Bao-hui sudah banyak yang berdatangan,
Bao-hui dan istri menyambut tamu dengan senyuman dan
limpahan ucapan terimaksih, kedatangan adik iparnya Kwaayun-peng disambut dengan pelukan
"kalian sudah datang kwaa-te, bagaimana dengan bun-ji "
apakah ia belum kembali ?"
"belum hui-ko."
"eh..padahal sudah tiga tahun Kwaa-te."
"benar hui-ko, mungkin masih kerasan berkelana dan singgah
dirumah saudara-saudaraku.
"hehehe..marilah kwaa-te, silahkan duduk." ujar Bao-hui
membawa adik iparnya ketempat duduk yang telah disediakan,
lalu seorang tamu lagi datang, ia adalah kam-sin-bu, wakil
kungcu kota shanghai, ia datang bersama anak dan istrinya,
Bao-hui dengan ramah menyambutnya dan mempersilahkan
duduk berdekatan dengan meja Kwaa-yun-peng
239 "hehe..she-taihap ternyata sudah datang." sapanya dengan
ramah "benar kam-sicu, dan kami juga baru tiba." sahut Kwaa-yunpeng
"ini putra sulungku Kam-kui, ayok kui-ji, beri hormat pada kweetaihap."
"saya Kam-kui memberi hormat pada paman-kwaa."
"hehehe.. duduklah anak baik, kui-ji sudah berapa usiamu ?"
tanya Kwaa-yun-peng "tahun ini aku genap dua puluh dua tahun paman." sahut Kamkui
"dan dia sudah lulus ujian negara dan tinggal menunggu
penempatan." sela Kam-sin-bu
"ohh, syukurlah kalau begitu, apa keahlianmu Kui-ji ?"
"aku belajar hukum dan tata negara paman." jawab Kam-kui
Tiba-tiba Kwaa-hang-bi datang mendekati ayahnya
"eh"paman kam, terimalah hormat dari saya, paman." Ujar
Kwaa-hang-bi sambil menjura
"hehehe..anak baik, baru setahun tidak lihat, ternyata kamu
sudah besar bi-ji, kamu darimana tadi ?"
"hihi..aku tadi menemui kakak misan dibelakang paman."
"oh..begitu, oh-ya ini Kam-kui anak paman." ujar Kam-sin-bu
"selamat bertemu kuo-twako, aku kwaa-hang-bi."
"selamat bertemu bi-moi." sahut kam-kui balas menjura, lalu
terdengar suara Bao-hui berbicara, Hang-bi segera duduk
dekat ibunya. 240 "terimakasih kepada para sicu dan kaum kerabat yang telah
sudi memenuhi undangan pesta ulang tahun saya yang kelima
puluh lima." Kionghi..kionghi.." sahut para undangan serempak
"terimakasih, dan untuk memeriahkan acara ini kami akan
mengadakan pementasan drama." ujar Bao-hui, lalu layar pun
dibuka, disambut tepuk tangan para undangan, pimpinan
drama muncul dari balik layar
"sicu yang terhormat dan para undangan sekalian, pertama
saya ucapkan selamat kepada Bao-wangwe yang sedang
berulang tahun yang kelima puluh lima puluh lima, semoga
panjang umur dan diberi rezeki yang melimpah." ujar pimpinan
drama, dan Bao-hui mengangguk dengan senyum
"sicu sekalian, untuk memeriahkan suasana pesta, kali ini kami
akan mementaskan drama yang berjudul perjalanan kebarat,
dan selamat menikmati." ujar pimpinan drama dan disambut
tepuk riuh rendah dari para undangan, pimpinan kembali
kebalik layar, dan tidak berapa lama layar pun dibuka, seorang
pemain berlakon sebagai biksu tang sedang duduk berliankem,
lalu muncul seorang dewi dari atas, dan mengamanatkan
sesuatu pada biksu-tang, alur cerita yang demikian apik
ditampilakan para pemain, para undangan sangat antusias
menikmati alur cerita dalam drama sambil makan dan minum.
Tiga jam kemudian pementasanpun selesai, dan acara musik
dan nyanyianpun berkumandang, pesta Bao-hui sangat
semarak hingga akhir acara, tengah malam acara itu selesai,
241 lalu para undangan pun berpamitan pada Bao-hui dan istri
untuk pulang kembali "ayah"aku besok pagi saja pulang, hui-cici memintaku tadi
untuk menginap disini." ujar Hang-bi
"baiklah kalau begitu, ayah dan ibu duluan pulangnya." sahut
Kwaa-yun-peng, hang-bi mengangguk dan berlari kebelakang
bersama kakak misannya Bao-bi-hui, sementara Kwaa-yunpeng dan istrinya naik kedalam kereta kuda dilepas oleh Baohui.
Sesampai dirumah, suami istri itupun istirahat, mereka tertidur
pulas, tidak lama enam orang mendekati rumah Bao-yun-peng
dengan mengendap-endap, lalu melemparkan bahan peledak
ke arah rumah bao-yun-peng
"tak" suara benda keras jatauh menimpa atap, Kwaa-yun-peng
terduduk "dhuar"dhuar"dhuar"dhuar..dhuar"dhuar?" ledakan
pertama menghancurkan atap kamar kwaa-yun-peng, refelek
gerakan she-taihap melompat dari atas ranjang kearah pintu
kamar, hatinya terkejut ketika melihat istrinya sontak bangun
dan tiba-tiba lima ledakan susul menyusul membuat kamar itu
luluh lantak, tubuh Bao-ci-lan hancur, karena dua buah peledak
jatuh diranjangnya dan meledak, Bao-yun-peng pada ledakan
berikutnya menjebol daun pintu kamarnya, namun lima ledakan
itu melemparkan tubuhnya keluar dan tubuhnya dijilat api.


Pendekar Sakti Welas Asih Jin Sin Taihiap Karya Rajakelana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bao-yun-peng berlari keluar dan melompat kekolam, sementara
rumahnya terus meledak puluhan kali, bahkan tiga rumah
242 disamping rumahnya terdengar juga ledakan, api kian menyala
dan melalap rumah disekitarnya, jerit histeris terdengar dirumah
yang tidak dilalap api, sebagian besar tubuh Bao-yun-peng
terbakar, bahkan matanya sebelah kena serpihan sehingga
mata itu keluar dari rongganya, Bao-yun-peng masih hidup
walaupun dia mengambang di permukaan kolam, tidak ada
orang yang berani memasuki areal bangunan yang sudah luluh
lantak dan menyisakan api yang masih berkobar.
Seratus peledak telah dihabiskan oleh enam hek-to, dan
dengan gesit mereka meninggalkan keterkejutan dan
kepanikan warga, sampai pagi hari orang-orang masih
berkerumun dari kejauhan, polisi datang untuk mengamankan
area, saat matahari terbit Bao-hui dan Hang-bi datang, Hang-bi
dengan gerakan luar biasa melintasi diatas kepala kerumunan
orang, Coa-ciangbu tidak bisa menahan tindakan Hang-bi,
Hang-bi memanggil-manggil ayah dan ibunya, namun hanya
kresek bangunan yang dimakan api yang menjawabnya, ketika
dia berdiri dipagar rumah tetangganya yang sudah runtuh, ia
melihat jasad mengambang dikolam, dengan sigap laksana
wallet ia berpoksai dan mendarat ditepi kolam.
Hang-bi menjerit histeris melihat ternyata jasad itu jasad
ayahnya yang sudah hitam gosong, Hang-bi mengangkat tubuh
ayahnya dari kolam, lalu memegang nadi ayahnya, dan dia
merasakan masih berdenyut, lalu Hang-bi segera
menggendong ayahnya dan keluar dari tumpukan bangunan,
Coa-ciangbu berlari menyambut Hang-bi
243 "aduhhh..she-taihap.." keluhnya
"apakah ayahmu masih hidup bi-ji ?" sela Bao-hui
"masih paman." jawab Hang-bi
"kalau begitu cepat kerumah Lou-sinse." sela Bao-hui sambil
berlari, Hang-bi segera mengikuti pamannya, menuju tempat
Lou-sinse, Hang-bi jauh lebih dulu sampai dari pamannya.
Lou-sinse langsung memeriksa denyut nadi Kwaa-yun-peng,
lalu memberinya pel dan memaksa masuk ketenggorokan
Kwaa-yun-peng, kemudian Lou-sinse menarik pecahan kayu
pada mata kanan Kwaa-yun-peng, setelah itu ia mengambil
lipatan penyimpanan jarumnya, dan menusuk beberapa bagian
dikepala Kwaa-yun-peng, Kwaa-yun-peng tidak lama siuman,
sebelah matanya terbuka, namun semuanya kabur dan tidak
jelas "diamanakah aku ?"
"ayah..ayah..uuu"uuuu?" seru hang-bi sambil menangis
"oh"bi-ji, kita dimana ini ?"
"dirumah Lou-sinse ayah."
"oh"lou-sinse..terimakasih." ujar Kwaa-yun-peng
"syukurlah she-taihap kamu masih bisa bertahan, sekarang
jangan banyak pikiran, aku akan mengobati luka tubuhmu yang
terbakar." sahut Lou-sinse
"baiklah sinse, bi-ji kamu keluarlah dan jangan larut dalam
kesedihan." ujar Kwaa-yun-peng, Hang-bi keluar dan duduk
dikursi "bagaimana bi-ji ?" sela suara dari luar, ternyata Bao-hui sudah
sampai 244 "ayah sedang diobati lou-sinse paman."
"apakah ayahmu sudah siuman ?"
"sudah paman dan ayah sudah bicara denganku, dan
sepertinya mata ayah yang sebelah tidak berfungsi."
"ah"apa sebenarnya yang terjadi, apa ayahmu ada masalah
dengan orang-orang asing?"
"setahuku tidak ada paman."
"baiklah bi-ji kamu tunggulah ayahmu, paman akan bicarakan
ini kepada pejabat kam." ujar Bao-hui, Hang-bi mengangguk,
lalu Bao-hui meninggalkan rumah Lou-sinse.
Kasus peledakan kediaman Kwaa-yu-peng marak dibicarakan,
para pejabat turun untuk menyaksikan tempat kejadian, dua
hari kemudian Kwaa-yang-bun memasuki gerbang kota
shanghai bersama paman dan bibinya, mereka terkejut melihat
arela perumahan mereka hanya tinggal tumpukan hitam
"apa yang terjadi ?" gumam Hoa-mei, Yang-bun menanyakan
oarng-orang yang masih banyak menyaksikan reruntuhan
bangunan, seorang tetangga mereka mendekat
"kamu sudah datang bun-ji."
"paman kao apa yang terjadi dan bagaimana dengan
keluargaku ?" "ayahmu saya dengar selamat, sekarang ia berada di rumah
pamanmu Bao-hui." "oh..baik dan terimakasih paman kao, kami akan segera
kerumah paman." sahut Yang-bun. Yang-bun mengajak Han-jin
dan Hoa-mei ketempat Bao-hui
245 Kwaa-hang-bi yang melihat kakaknya datang lansung berlari
sambil menangis dan memeluk kakaknya
"ada apa bi-moi, apa yang terjadi ?"
"rumah kita diledakkan orang, ibu tidak selamat dan enam
puluh murid ayah tewas, dan dua puluh orang luka terbakar."
"bun-ji kamu sudah datang !?"
"benar paman, bagaimana dengan ayah ?"
"masuk dan temuilah ayahmu." sahut Bao-hui, lalu merekapun
Tangan Geledek 19 Golok Kumala Hijau Serial 7 Senjata Karya Gu Long Menjenguk Cakrawala 6
^