Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 16

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 16


mudah bertemunya, Tidak perlu mengeluarkan tenaga, tanpa perlu membuang waktu,
Kui kong kong, hari ini aku dapat bertemu denganmu di sini, benar-benar seperti sudah
mati dan hidup kembali."
Siau Po tertawa. "Aku juga beruntung sekali dapat bertemu denganmu di sini." katanya dengan berani
"Aku seperti hidup kembali untuk keenam kalinya, iya,., malah seperti hidup kembali
untuk kesembilan kalinya, "
Dalam hatinya Siau Po berpikir, barangnya toh sudah dilihat, percuma bila dia
menyangkal terus, Sekarang, yang paling penting baginya hanya mencari akal untuk
melarikan diri, Dia harus melihat-lihat situasi dalam mengambil tindakan, Atau seperti
pepatah orang yang sedang berperang, prajurit datang, panglima menghadang, Banjir
datang, ambil tanah untuk menguruknya.
Si orang tua menjadi bingung mendengar jawaban Siau Po, Apa sih artinya hidup
kembali untuk keenam atau kesembilan kalinya" Tanyanya dalam hati, Tapi otaknya
bekerja dengan cepat Dia langsung bertanya kepada Siau Po.
"Kui kong kong, bukankah kau sedang menuju kuil Ceng Liang si di gunung Ngo Tay
san?" Siau Po sengaja memperlihatkan tampang kagum dan heran.
"Apa saja kau tahu, benar-benar orang yang sulit dihadapi," pikirnya dalam hati, Tapi
dia segera tertawa geli dan berkata, "Tuan, kau benar-benar hebat ilmunya tinggi
sekali, kau juga pandai menjampi sehingga melebihi kehebatan seorang imam yang berasal
dari gunung Mau san. pantas saja nama perkumpulan agama kalian, yakni Sin Liong
kau terkenal sampai ke seantero dunia, Sudah lama aku yang rendah mendengar
tentang ilmu perkumpulan kalian yang sakti, Hari ini aku menyaksikannya dengan mata
kepala sendiri Aku benar-benar kagum sekali." Demikianlah Siau Po yang cerdik
mengalihkan bahan pembicaraan.
Tanpa disadari, orang tua itu terbawa arus.
"Dari mana kau tahu tentang Sin Liong kau?" tanya si orang tua.
"Aku mendengarnya dari putera Gouw Sam Kui, yakni Gouw Eng Him." sahut Siau
Po seenaknya, "Gouw Eng Him datang ke Kota raja karena menerima perintah ayahnya
untuk mengantarkan upeti. Dia mempunyai seorang bawahan yang bernama Yo Ek Ci,
orangnya gagah sekali, Mereka telah merundingkan urusan membasmi Sin Liong kau.
Mereka tahu di dalam Sin Liong kau ada seorang Ang kaucu yang kepandaiannya tinggi
sekali, Kaucu itu juga mempunyai pengikut yang banyak sekali, Tapi mereka tidak takut
Mereka telah mendapatkan sebuah kitab yang berjudul Si Cap Ji Cin Keng yang
menurut mereka hebat sekali, Kitab itu didapatkan dari seorang kepala pemimpin
bendera sulam biru."
Mendengar keterangannya, si orang tua semakin heran, Dia pernah mendengar
kedua nama Gouw Eng Him dan Yo Ek Ci. Dan memang benar, ada seorang anggota
Sin Liong kau yang menjadi pemimpin bendera sulam biru, Hal itu dia ketahui secara
kebetulan kurang lebih satu bulan yang laIu. Ketika itu dia mendengar disebut-sebutnya
nama kitab Si Cap Ji Cin Keng itu, tetapi mengenai isinya, dia tidak tahu sedikit pun.
Karena itu, hatinya menjadi tertarik mendengar keterangan Siau Po.
"Antara Peng Si Ong dengan pihak Kami tidak ada permusuhan apa-apa, mengapa
dia ingin menimbulkan masalah" Mengapa dia ingin menumpas kami" Bukankah itu
berarti dia sudah bosan hidup?"
"Menurut Gouw Eng Him," kata Siau Po. "Memang benar di antara Peng Si Ong dan
Sin Liong kau tidak ada permusuhan apa-apa. Bahkan mereka sangat mengagumi
kepandaian Ang kaucu, persoalannya terletak pada Sin Liong kau yang sudah berhasil
mendapatkan kitab Si Cap Ji Cin Keng, Menurutnya, kitab itu sangat aneh dan
berharga, biar bagaimana kitab itu harus dirampas, Bukankah di dalam perkumpulan
kalian ada seorang wanita yang tubuhnya gemuk dan namanya Liu Yan" Bukankah dia
sekarang berada di dalam istana?"
Orang tua itu semakin heran.
"Eh, bagaimana kau bisa mengetahui hal itu?"
Siau Po sebetulnya sedang mengaco belo, tapi apa yang dikatakannya memang
beralasan. "Aku kenal dengan Liu toaci itu," katanya mengarang terus, "Kami merupakan
sahabat baik. Pada suatu hati, Liu toaci melakukan kesalahan terhadap ibu suri, karena
itu Hong thay hou ingin membunuhnya, Untung saja aku berhasil mengetahui hal
tersebut. Aku segera menolongnya, aku menyembunyikan Liu toaci di bawah kolong
tempat tidur, Dengan demikian, sia-sia belaka ibu suri mencarinya di seluruh istana,
Karena kejadian itu, Liu taoci merasa bersyukur sekali Dia juga menasehati aku untuk
masuk saja menjadi anggota Sin Liong kau. Menurutnya, kaucu Sin Liong kau sangat
suka terhadap anak kecil dan pasti akan menyukai aku, Kalau hal itu sampai terjadi,
maka aku akan memperoleh banyak keuntungan."
"Oh!" seru si orang tua yang dengan sendirinya semakin percaya terhadap apa yang
diocehkan oleh Siau Po. "Coba kau katakan, mengapa ibu suri ingin membunuh Liu Yan?"
"Menurut keterangan yang aku dengar dari Li taoci, urusannya menyangkut sebuah
rahasia besar." sahut Siau Po. "Dia mau mengatakannya kepadaku, apabila aku berjanji
tidak akan mengatakannya atau memberitahukan kepada siapa pun juga. itulah
sebabnya sekarang aku tidak bisa mengatakannya kepadamu Tapi secara singkat aku
dapat memberitahukan bahwa urusannya berhubungan dengan kedatangan seorang
laki-Iaki yang menyamar sebagai dayang dalam istana dan orang itu ternyata berkepala
gundul." "Eh" itulah Teng Peng Lam!" seru si orang tua tanpa sadar "Jadi kau juga tahu
urusan Teng toako yang menyelinap ke dalam istana?"
Sungguh kebetulan bagi Siau Po. jadi si dayang palsu itu rupanya kakak seperguruan
si orang tua ini, Tapi Siau Po tidak menunjukkan perubahan apa-apa. Dia hanya
tersenyum dan berkata kembali.
"Ciong samya, hal ini menyangkut rahasia yang besar sekali jangan sampai kau
bocorkan kepada orang lain. Kalau tidak, kau akan menghadapi ancaman bahaya yang
besar sekali Tidak apa-apalah kalau kita bicara berdua, tapi kalau sampai ada orang
lain mendengarnya, bisa gawat. Meskipun kepada orang yang paling kau percaya, kau
tetap harus berhati-hati! Kalau rahasia ini sampai bocor dan diketahui oleh Ang kaucu,
aku yakin kau sendiri tidak sanggup bertanggung jawab."
Setelah berdiam di dalam istana sekian lama, Siau Po sudah paham apa yang
disebut rahasia, yakni sesuatu yang sekali-sekali tidak boleh dibocorkan taruhannya
berat Bahkan batang leher juga bisa dipenggal, atau setidak-tidaknya pangkat bisa
copot sekarang dia menggunakannya untuk menggertak si orang tua, ternyata dia
berhasil. Tapi si orang tua she Ciong ini sendiri mempunyai pikiran yang lain.
"Mengapa aku begitu bodoh bicara secara terbuka dengan bocah ini?", pikirnya
dalam hati,. Ternyata banyak urusan mengenai perkumpulan kami yang diketahuinya,
Ah! Biar bagaimana, dia sebaiknya disingkirkan saja.
Meskipun sudah mempunyai pemikiran demikian, dia tidak segera turun tangan. Dia
masih ingin mengorek keterangan dari Siau Po.
"Apa yang kau bicarakan dengan Teng toako?" tanyanya sambil pura-pura tertawa.
"Mengenai pembicaraanku dengan Teng toako-mu itu," sahut Siau Po. "Antara
lainnya adalah pesannya kepadaku, bila kelak aku mendapat kesempatan bertemu
dengan Ang kaucu, maka aku harus menceritakan semuanya sampai jelas."
"Oh, begitu?" kata si orang tua, Dalam hatinya dia kebingungan apakah dia harus
mempertemukan bocah ini dengan kaucunya" Lalu dia ingat dengan tugasnya sendiri
Kaucu memerintahkan dia untuk mencari seseorang, Karena itu dia berpikir lagi, -Untuk menemukan orang itu, mungkin aku bisa berhasil lewat perantara bocah ini. -Dia segera memasang wajah ramah dan suara yang manis untuk berkata kepada
Siau Po. "Saudara kecil, kau hendak pergi ke Ngo Tay san, di sana kau pasti bertemu
dengan Sui Tong yang pangkatnya Hu congkoan, bukan?"
Mendengar pertanyaan itu, Siau Po berpikir dengan cepat
-- Dia tahu aku hendak pergi ke Ngo Tay san dan dia juga tahu perihal Sui Tong,
semua ini pasti diketahuinya dari si nenek sihir, Thay hou menyuruh si laki-laki
berkepala gundul itu menyamar sebagai dayang dan ternyata laki-laki itu seorang
anggota Sin Liong kau dan bahkan kakak seperguruan orang tua ini pula, Dengan
demikian, sudah terang Thay hou juga anggota Sin Liong kau! sekarang aku terjatuh ke
tangan orang-orang dari perkumpulan ini, kemungkinanku untuk dapat hidup jauh lebih
tipis dari pada kesempatan untuk mati, aku harus pandai-pandai membawa diri Dia
sengaja menunjukkan mimik wajah orang yang terkejut sekali.
"Oh, Ciong samya, sumber beritamu hebat sekali!" katanya memuji. "Rupanya kau
juga tahu tentang Sui Hu cong koan?"
Si orang tua tersenyum Rupanya hatinya senang sekali mendapat pujian dari Siau
Po. "Malah aku juga tahu perihal orang yang kedudukannya lebih tinggi berlaksa kali lipat
dibandingkan dengan Sui Tong."
-- Aih! Celaka, celaka --, Siau Po mengeluh dalam hati, rupanya persoalan apa pun
sudah dibeberkan oleh si nenek sihir, Kecuali kaisar Sun Ti, siapa lagi yang
kedudukannya demikian tinggi" -Terdengar si orang tua berkata kembali,
"Saudara kecil, sebaiknya kau jangan menutupi urusan apa pun dariku, sekarang kau
katakan padaku, kepergianmu ke Ngo Tay san ini disebabkan mendapat perintah atau
untuk urusanmu pribadi?"
Siau Po menjawab dengan cepat.
"Aku toh seorang thay kam dalam istana, Tanpa perintah, mana berani aku lancang
meninggalkan kerajaan" Apakah kau pikir aku ini sudah bosan hidup?"
"Dengan demikian, berarti kau menerima titah dari Sri Baginda, bukan?"
Siau Po memperlihatkan tampang keheranan.
"Sri Baginda?" tanyanya menegaskan "Sri Baginda katamu" Ha... ha... ha... Kali ini
berita yang kau terima tidak benar. Sri Baginda mana tahu urusan di Ngo Tay san?"
Orang tua itu menatap Siau Po dengan tajam.
"Kalau bukan Sri Baginda, lalu siapa?"
"Nah, coba kau terka!" kata Siau Po yang senang mempermainkan orang tua itu.
"Mungkinkah kau dititah oleh ibu suri?" tanya orang tua itu kembali.
Siau Po tertawa. "Ternyata Ciong samya pintar sekali!" pujinya, "Sekali tebak saja langsung mengenai
sasaran, Di dalam istana, orang yang mengetahui urusan di Ngo Tay san ini cuma ada
dua orang dan satu setan."
Ciong samya merasa heran.
"Dua orang dan satu setan?"
"Betul! Dua orang dan satu setan." sahut Siau Po memberikan kepastian.
"Siapa-siapa saja mereka itu?" tanya si orang tua kembali.
"Dua orang itu, yakni ibu suri dan aku sendiri." sahut Siau Po.
"Dan setan yang kau katakan?"
"Setan itu, tentu saja arwah penasarannya Hay kong kong." sahut Siau Po. "Dia kena
pukulan Hoa Kut Bian Ciangnya ibu suri."
Si orang tua terkejut setengah mati.
"Hoa Kut Bian Ciang?" tanyanya, "Kau bilang Hoa Kut Bian Ciang?"
"lya, tidak salah." sahut Siau Po, "Memang Hoa Kut Bian Ciang."
"Jadi kau diutus oleh ibu suri?" tanya si orang tua kembali, "Apa yang harus kau
lakukan?" Siau Po tersenyum. "Thay hou dan kau orang tua terhitung orang sendiri, maka sebaiknya kau tanyakan
saja kepadanya!" Si orang tua terdiam, Hatinya menjadi bingung.
"Oh, jadi ibu suri yang menyuruh kau ke gunung Ngo Tay san?" dia menggumam
seorang diri seakan sedang mengajukan pertanyaan kepada Siau Po.
"Thay hou juga berkata padaku," kata Siau Po kembali. "Katanya, urusan ini telah
dibicarakan dengan Ang koucu dan Ang kaucu setuju sekali.
Thay hou juga berpesan kepadaku agar aku bekerja hati-hati, Asal aku berhasil maka
aku akan mendapatkan hadiah besar dan Ang kaucu sendiri akan memberikan aku
sesuatu yang sangat berharga."
Sengaja berkali-kali Siau Po menyebutkan nama Ang kaucu, Dia menduga si orang
tua takut sekali terhadap ketuanya dan kalau dia sering menyebutnya, mungkin orang
tua ini tidak berani mencelakainya..."
Kenyataannya, meskipun dalam Ciong samya meragukan kata-kata Siau Po, tapi dia
tidak berani sembarang bertindak Dia merasa lebih baik dirinya percaya daripada tidak
sama sekali, Karena itu, dia tidak segera turun tangan.
"Keenam orang yang ada di luar itu, apakah semuanya bawahanmu?" tanya orang
tua itu kembali. "Mereka semua orang-orang dari istana," sahut Siau Po. "Kedua gadis itu merupakan
dayang-dayangnya Thay hou, sedangkan keempat laki-laki yang ikut bersamaku adalah
para gi cian siwi, pengawal-pengawal pribadi Thay hou, ibu suri pula yang
memerintahkan mereka ikut aku melaksanakan tugas ini. Tapi mereka tidak tahu
menahu urusan Sin Liong kau, karena ini merupakan rahasia besar. Tidak mungkin
Thay hou memberitahukan urusan ini kepada mereka."
Ketika berbicara, Siau Po sempat melihat orang tua itu tertawa mengejek, hatinya
langsung mempunyai dugaan yang buruk, Maka dia lantas bertanya.
"Kenapa" Kau tidak percaya keteranganku ini?"
Orang tua itu memperdengarkan suara tertawa dingin.
"Orang-orangnya Bhok onghu dari In Lam setia sekali terhadap kerajaan Beng, mana
mungkin menjadi Gi cian siwi dari kerajaan kami" Kalau kau hendak membual, carilah
alasan yang lebih tepat!" katanya.
Siau Po tertawa terbahak-bahak.
"Hei, apa yang kau tertawakan?" tanya si orang tua. Dia tidak tahu bahwa dirinya
telah berhasil memecahkan kebohongan orang, Karena itu, Siau Po sengaja tertawa
terbahak-bahak agar orang tua itu menjadi bimbang kembali.
Siau Po masih tertawa, Sesaat kemudian dia baru berkata.
"Orang yang paling dibenci oleh keluarga Bhok bukan Thay hou atau Sri Baginda,
mungkin kau sendiri tidak tahu."
"Mana mungkin aku tidak tahu" Yang paling dibenci oleh keluarga Bhok sudah pasti
Gouw Sam Kui." Sekali lagi Siau Po menunjukkan mimik kagum.
"Hebat!" serunya, "Ciong samya memang benar-benar lihay." Tanpa menunggu
komentar dari orang tua itu, dia segera melanjutkan kata-katanya. "Ciong samya,
biarlah aku berkata terus terang kepadamu. Orang Bhok ongya bekerja pada Thay hou,
tujuan utamanya adalah untuk mencelakai Gouw Sam Kui agar dihukum mati beserta
seluruh keIuarganya. Kalau perlu, segala anjing dan ayam peliharaannya pun tidak
ketinggalan jangankan di dalam istana kaisar, di dalam istana Peng Si Ong pun ada
orangnya Bhok onghu, sebetulnya ini merupakan rahasia besar, tapi tidak apa-apa aku
memberitahukan kepadamu, asal kau jangan membocorkannya saja!"
Ciong samya menganggukkan kepalanya.
"Oh, rupanya begitu." katanya, Tapi di dalam hati dia hanya percaya setengahnya
saja, Diam-diam dia mengambil keputusan -- sekarang biar aku periksa dulu beberapa
orang yang di luar itu untuk mendapat kenyataan Aku ingin tahu apakah pengakuan
kedua belah pihak sama atau tidak, sebaiknya aku mulai dari si nona muda, anak masih
bau kencur begitu biasanya jarang berdusta."
Karena itu dia segera membuka pintu dan melangkah ke luar, Siau Po terkejut
setengah mati. "Eh, kau mau ke mana" ini kan rumah hantu. jangan kau tinggal aku sendirian di
sini!" "Aku akan segera kembali." sahut si orang tua meneruskan langkah kakinya.
Siau Po benar-benar bingung, Sesaat kemudian terdengar suara teguran yang
nyaring. "Hei! Kalian semua pergi ke mana?"
Kembali Siau Po terkejut hatinya, Dia mengenali suara si orang tua yang
mengandung kekhawatiran "Apakah me... reka semua tidak... ada di depan?" tanyanya.
"Ke mana kalian?" teriak si orang tua kembali "Kalian ada di mana?"
Pertanyaan itu diajukan dengan suara yang lebih keras lagi, tetapi keadaan tetap
sunyi senyap, tidak terdengar jawaban dari seorang pun.
Sesaat kemudian, Siau Po mendengar suara langkah kaki berlari-lari, lalu suara pintu
ditendang dan terakhir kembali terdengar suara langkah kaki yang berlari, tapi arahnya
kembali ke tempat semula, Dan ternyata pada saat itu juga tampak si orang tua
menerobos masuk. Hati Siau Po terkejut Dia melihat wajah orang tua itu berubah menjadi pucat pasi,
seakan tidak ada setetes pun darah yang mengalir di dalamnya, Matanya membelalak
dam menyiratkan sinar kebingungan.
"Me... reka... semua te... lah lenyap!" Akhirnya orang tua itu dapat bersuara juga
setelah berdiri terpaku sekian lama.
"Apa,., kah mere... ka dilarikan setan?" tanya Siau Po dengan nada takut, "Ce... pat!
Cepat kita tinggalkan tempat ini!"
"Mana bisa?" bentak si orang tua, Tangannya bertumpu pada meja dan meja itu
bergetar Hal ini menandakan betapa khawatir dan bingungnya hati orang tua itu.
Kemudian dia melangkah ke arah pintu dan melongok ke luar.
"Hei! Di mana kalian" Di mana kalian semua?"
Meskipun dia mengulangi lagi pertanyaan itu, tetap saja tidak terdengar adanya
jawaban, Tapi si orang tua masih memasang telinga, Kesunyian masih mencekam
rumah itu. Walaupun usianya sudah tua dan pengalamannya banyak, tetap saja hatinya gelisah,
Sekian lama dia berdiri terpaku, akhirnya dia melangkah mundur ke dalam, pintu kamar
dirapatkan lalu dipalangkan. Matanya melirik kearah Siau Po yang sedang ketakutan.
Siau Po menatap orang tua itu lekat-lekat, Tampak dia menggertakkan giginya eraterat


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan kulit wajahnya berubah-ubah, Sekilas tampak pucat pasi, sekejap kemudian
kebiru-biruan. Sebetulnya hujan sudah berhenti cukup lama, tetapi tiba-tiba menjadi deras kembali
seperti ada berputuh-puluh ember air yang dijatuhkan dari langit
"Oh! Hujan lagi?" terdengar orang tua itu menggumam seorang diri. Tampaknya dia
terkejut sekali. Sesaat kemudian, terdengar suara seseorang dari arah ruangan pendopo, Meskipun
hujan lebat sekali, tapi suara itu bisa terdengar jelas.
"Ciong losam, kemarilah!"
Suara itu suara seorang wanita dan terdengar merdu sekali, Tapi Siau Po dapat
mengenali bahwa itu bukan suara Kim Peng atau pun Pui Ie.
"Setan perempuan!" teriak Siau Po dalam kagetnya, Rasa takutnya muncul kembali.
"Siapa yang memanggil aku si orang tua?" tanya orang tua itu sengaja mengeraskan
suaranya. Namun tidak terdengar suara sahutan dari arah pendopo, hanya suara tetesan air
hujan yang membisingkan. Si orang tua menolehkan wajahnya menatap Siau Po. Si bocah juga sedang
memperhatikannya, Untuk sesaat mereka saling menatap, Keduanya berdiam diri,
Seluruh bulu kuduk mereka seakan meremang.
Namun kesunyian tidak berlangsung lama, kembali terdengar suara wanita tadi.
"Ciong losam, ke luarlah!" Demikian katanya, Suara itu membuat perasaan menjadi
tidak enak. Dalam keadaan seperti itu, si orang tua masih dapat menabahkan hatinya, Mendadak
dia menendang pintu kamar sehingga menjublak, Setelah itu dia mencelat ke luar,
Rupanya dia ingin menyusul suara panggilan itu agar orangnya tidak keburu
menghilang. "Jangan ke luar!" teriak Siau Po.
Tapi orang itu sudah menghilang di balik pintu, sesampainya di ruangan pendopo,
orang tua itu tertegun, Keadaan di sana tetap sunyi senyap, Tidak ada seorang pun
yang ada di sana, Tidak terdengar suara apa pun, juga suara langkah kaki orang yang
sedang berlari. Kalau toh ada suara yang masuk, hanyalah suara angin yang membawa tampiasan
air hujan, Hawa dalam ruangan itu menjadi dingin sekali.
Siau Po sampai menggigil seluruh tubuhnya, dia bermaksud berteriak tapi tidak
berani. Suasana mencekam di sekitarnya membuat hatinya takut.
Braakkk! Tiba-tiba terdengar suara menggabruk.
Rupanya pintu pendopo itu tertutup sendi karena hembusan angin yang kencang,
Keduanya terdiam, mata mereka membelalak tapi otak mereka bekerja. Dalam hati
mereka menduga-duga Suara siapakah yang terdengar tadi" Dari mana datangnya"
Dan ke mana orangnya menghilang"
Pikiran Siau Po sendiri ikut melayang-layang.
-- Ah! Aku tahu sekarangl Setan hanya menganggu orang dewasa, tidak
mengganggu anak kecil -- hiburnya sendiri Atau... sudah banyak manusia yang mereka
makan sehingga perut mereka sudah kenyang, Aih! Yang penting hari cepat pagi.,., Sekonyong-konyong berhembus lagi angin yang dingin tadi Lilin dalan ruangan itu
sampai padam sehingga keadaan menjadi gelap gulita.
Siau Po ketakutan sehingga dia menjerit-jeri, tiba-tiba dalam ruangan itu bertambah
lagi satu setan... Dalam pandangan Siau Po, setan itu berdiri tepat di depannya. Ruangan itu memang
gelap dan tubuh setan itu bagai sesosok bayangan hitam.
"Eh, jangan... jangan kau ganggu aku!" katanya gugup, "A... ku sendiri juga sudah
menjadi setan seperti engkau, Kita adalah orang sendiri.... Tak ada gunanya kau...."
"Jangan takut!" kata setan itu dengan nada dingin, "Aku tidak akan mengganggumu."
Terdengar jelas bahwa suara itu ke luar dari mulut seorang wanita, Mendengar suara
itu, hati Siau Po menjadi agak tenang.
"Kau sudah mengatakan tidak akan menggang-guku, aku yakin kau akan memegang
janjimu." kata Siau Po. "Seorang yang gagah harus menjaga ucap-annya, Kalau kau
sampai mengganggu artinya kaulah yang setan...."
"Aku bukan setan, aku juga bukan segala macam orang gagah." kata wanita itu, "Aku
ingin bertanya kepadamu, di kerajaan, Go Pay yang berpangkat tinggi itu, apakah
benar-benar mati di tanganmu?"
"Benarkah kau bukan setan?" tanya Siau Po tanpa menjawab pertanyaan wanita itu.
"Kau musuh Go Pay atau sahabatnya?"
Dibalas dengan pertanyaan sedemikian rupa, wanita itu tidak memberikan
jawabannya. itulah sebabnya Siau Po menjadi ragu lagi Benarkah dia bukan setan"
Kalau dia musuh Go Pay, paling baik memang berterus terang, tapi kalau dia
sahabatnya Go Pay, jiwanya bisa terancam bahaya, otaknya bekerja keras memikirkan
langkah yang harus diambilnya.
- Aih! Sudahlah! --, pikirnya lebih jauh, -- Biar, aku pertaruhkan nyawaku, Kalau
dugaanku benar, dia tentu akan menganggap aku sebagai seoran pahlawan,
Sebaliknya, kalau aku salah, paling-paling selembar nyawaku ini akan melayang di
tangan nya. -Dengan membawa pikiran demikian, dia segera berkata dengan suara lantang.
"Memang benar Lohulah yang membunuh Go Pay. Apa yang kau inginkan" Dengan
satu tikaman di perut nya, lohu mengirim dia pulang ke alam baka, Rohnya langsung
menghadap Raja Akherat, Kau ingin membalaskan dendamnya" Silahkan! Kalau lohu
sampai mengernyitkan kening sedikit saja, aku bukannya seorang eng hiong atau
hohan." Wanita itu tidak menjawab, dia malah bertanya ragu, suaranya masih dingin seperti
sebelumnya. "Mengapa kau membunuh Go Pay?"
Kembali pikiran Siau Po bergerak dengan cepat,
-- Kalau kau memang sahabat Go Pay, biar pun aku timpakan kesalahan pada Sri
Baginda, tidak ada gunanya juga, kau pasti tidak akan mengampuni aku. Kalau kau
musuhnya, hm.... - Dengan membawa pikiran demikian, dia segera menjawab dengan
berani. "Go Pay mengangkangi pemerintahan tidak terhitung banyaknya rakyat yang mati
gara-gara dia. Oleh karena itu, meskipun aku masih muda sekali, aku sangat membenci
nya. Kebetulan sekali dia berbuat kesalahan terhadap Sri Baginda, maka aku
menggunakan kesempatan itu untuk membunuhnya. Seorang laki-Iaki, berani berbuat,
berani pula bertanggung jawab, Aku akan mengatakan terus terang kepadamu,
walaupun seandainya Go Pay tidak berbuat kesalahan terhadap raja, aku tetap akan
mencari kesempatan untuk membunuhnya, Demi membalaskan sakit hati rakyat."
Apa yang diucapkan Siau Po sebenarnya hanya meniru kata-kata para anggota Ceng
Bok Tong. Untuk membunuh Go Pay, dia mendapat perintah dari raja, Apa yang terjadi
berlainan dengan ceritanya.
Mendengar keterangan Siau Po, untuk sesaat wanita itu membungkam, jantung Siau
Po berdegup-degup, hatinya bertanya-tanya, Dia sebetulnya musuh atau sahabat Go
Pay" Dugaannya tepat atau salah"
Sesaat kemudian terasa ada angin yang berhembus lewat, tampak wanita itu, entah
setan atau bukan, melesat ke luar dari kamar itu.
Siau Po berusaha menggerakkan tubuhnya, di terkejut setengah mati, ternyata dia
tidak bisa berkutik sedikit pun. Rupanya wanita itu telah menotoknya.
Celaka! pikirnya dalam hati, Sekarang, setelah ditinggal sendirian, Siau Po dapat
berpikir denga tenang, Dia yakin wanita itu bukan setan, melain kan seorang manusia
seperti dirinya, Tiba-tiba serangkum angin menghembus kembali, tubuhnya menggigil
kedinginan sebab pakaiannya belum kering sama sekali.
Ketika hatinya dilanda kegelisahan dan kebingungan, tiba-tiba ia melihat sinar api
yang sedang menuju ke arahnya dengan perlahan-laha Dia segera memperhatikan
dengan seksama, Hati nya tercekat
"Setan jangkung! Setan jangkung!" serunya lirih. Dia berdiam diri dan menatap ke
arah api it lekat-lekat Semakin lama api itu semakin mendekat, cahayanya tidak terlalu tajam, hatinya
menjadi agak lega, Ternyata hanya sebuah lentera yang ditenteng oleh seorang
perempuan atau setan bergaun putih Meskipun demikian, cepat-cepat dia merapatkan
kedua matanya, dia tidak berani memperhatikan terlalu lama.
Meskipun sepasang matanya telah dipejamkan tapi telinganya masih dapat
mendengar suara langkah kaki yang semakin dekat dan akhirnya berhenti tepat di
depannya, jantung Siau Po berdegup semakin kencang.
Tiba-tiba Siau Po mendengar suara tawa seorang gadis yang kemudian bertanya
kepadanya. "Eh, kenapa kau memejamkan matamu?"
Suara itu halus dan merdu.
"Jangan kau takut-takuti diriku!" kata Siau Po dengan suara gemetar "Aku tidak
berani melihat ke arahmu."
Setan perempuan itu kembali tertawa.
"Apakah kau takut melihat darah mengalir dari hidung dan mataku" Atau kau takut
melihat lidahku yang menjulur ke luar?" tanyanya, "Cobalah berani-kan dirimu melihat
aku sebentar saja.,.!"
"Aku tidak akan kena diperdayakan olehmu!" teriak Siau Po. "Pasti rambutmu riapriapan
dan wajahmu penuh dengan noda darah, apanya yang bagus dilihat?"
Setan perempuan itu tertawa geli. Tiba-tiba dia meniup Siau Po.
Mula-mula Siau Po terkejut, kemudian dia merasa angin yang timbul dari hembusan
mulut perempuan itu terasa hangat sebagaimana umumnya ke luar dari mulut manusia,
Hidungnya juga mencium bau harum yang tipis, ia merasa heran, karena itu dia
membuka matanya sedikit untuk mengintip.
Apa yang dilihatnya" Wajah penuh noda dengan rambut panjang beriap-riap" Tidak!
Justru kebalikannya, Dia melihat selembar wajah putih halus, alis bak bulan sabit dan
bibir yang mungil Wajah yang cantik dan penuh dengan senyuman yang manis.
Siau Po mengintip lagi. Dia membuka sepasang matanya lebar-lebar. sekarang dia
dapat melihat dengan tegas, bahwa yang di pikirnya sebagai setan perempuan, ternyata
seorang nona cilik yang wajahnya manis sekali Siau Po menduga usianya paling banter
empat belas atau lima belas tahunan, wajahnya cantik, Rambutnya digelung menjadi
dua. Nona itu sedang menatapnya dengan bibir tersenyum.
Bagian 33 "Kau benar-benar bukan hantu?" tanyanya kemudian.
Nona itu tertawa. "Aku setan." sahutnya, "Setan yang menggantung diri."
Siau Po memperhatikannya kembali dengan seksama, Nona itu tertawa lagi dan
berkata. "Kau sanggup membunuh seorang penjahat, dapat dikatakan nyalimu besar sekali,
Mengapa kau justru takut menghadapi setan yang mati menggantung diri" Mengapa
nyalimu jadi begitu kecil?"
Siau Po menarik nafas untuk melegakan hatinya.
"Aku tidak takut pada manusia, Aku hanya takut kepada setan."
Lagi-lagi nona itu tertawa geli.
"Kau tahu jalan darah mana pada tubuhmu yang tertotok?" tanyanya.
"Mana aku tahu?" sahut Siau Po.
Nona muda itu menekan bahu Siau Po beberapa kali, kemudian menepuk
pinggangnya sebanyak tiga kail
Setelah itu, Siau Po dapat menggerakkan kaki dan tangannya kembali Dia
mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Hatinya senang sekali sehingga dia tertawa
lebar. "Rupanya kau pandai ilmu menotok, bagus!" katanya.
"Belum lama aku mempelajarinya," sahut si nona, "Malah hari ini baru pertama kali
aku mempraktekkannya."
Sembari berkata, nona itu menekan lagi ketiak Siau Po dan pinggangnya sehingga
bocah itu berjingkrakan karena kegelian
"Jangan! Jangan!" katanya sembari tertawa geli
Kedua kakinya juga sudah dapat bergerak dengan leluasa,
"Kau menggetitiki aku sampai aku kegelian." katanya, "Sekarang aku akan membalas
menggelitikmu." Dia benar-benar melangkah maju mendekati nona itu.
Gadis cilik itu melangkah mundur dan menjulurkan lidahnya, Dia bermaksud menyaru
sebagai setan untuk menakut-nakuti Siau Po, tapi dia gagal.
Tampangnya justru lucu sekali, dan menarik hati,
Siau Po menjulurkan tangannya untuk menarik lidah gadis itu, tapi gadis itu
menghindarkan diri, dia tertawa,
"Nah, kau sekarang tidak takut lagi pada setan gantung diri,"
"Kau mempunyai bayangan dan hawa yang ke luar dari mulutmu terasa hangat." kata
Siau Po. "Jadi kau manusia biasa, bukan setan?"
Nona itu memperhatikannya lekat-lekat.
"Aku kuntilanak, bukan setan biasa." katanya.
Siau Po tertegun Dia memperhatikan gadis itu, wajahnya cantik, halus dan kulitnya
mulus. "Bukan!" katanya, "Kuntilanak tidak bisa berbicara dan kakinya tidak dapat ditekuk."
Nona itu tertawa. "Kalau begitu, aku siluman musang." katanya kembali.
Siau Po juga tertawa. "Aku tidak takut siluman musang." katanya, Tapi dalam hati ia sempat ragu, Benarkah dia siluman musang" --, diam-diam dia berjalan ke belakang nona itu dan
memperhatikan pinggulnya.
Kembali nona itu tertawa.
"Aku adalah siluman musang yang sudah berusia seribu tahun, ilmuku sudah
mencapai kesempurnaan karenanya aku tidak mempunyai ekor lagi." katanya.
Siau Po tersenyum. "Kalau aku dipermainkan oleh siluman musang secantik engkau, mati pun aku tidak
menyesal." Wajah si nona menjadi merah padam. Dia menjadi jengah,
"Ah, kau genit" katanya, "Tadi kau takut setan, sekarang kau malah jadi nakal."
Siau Po memang takut terhadap setan penasaran atau kuntilanak, tapi dia tidak
begitu takut kepada siluman musang. Sebaliknya, dia suka sekali terhadap nona cilik
yang baru dikenalnya ini. Dia mendapat kenyataan bahwa nona ini lebih menarik dari
pada Kiam Peng atau pun Pui Ie. Rasanya dia langsung saja akrab dengannya.
"Nona, siapakah namamu?"
"Namaku Song Ji." sahut nona itu, Song artinya sepasang.
"Bagus!" kata Siau Po. "Tapi, sepasang kaki yang harum atau sepasang kaos kaki
yang bau?" Si nona tidak marah, malah tertawa.
"Kaki yang harum atau kaos kaki yang bau, sama saja." katanya, "Terserah engkau
sendiri! Tapi Kui kong kong, pakaianmu basah kuyup, pasti tidak enak dikenakan
silahkan kau pergi ke sana untuk mengeringkannya, Tapi kami mempunyai sedikit
kesulitan di sini." "Apa itu?" tanya Siau Po,
"Kami tidak mempunyai pakaian laki-laki." sahut Song Ji.
Hati Siau Po kembali terkejut.
- Ah, -- serunya dalam hati. - Apakah rumah ini benar-benar dihuni oleh setan
perempuan semua" -Tentu saja Song Ji tidak dapat menduga jalan pikirannya, Dia segera mengangkat
lenteranya tinggi-tinggi.
"Silahkan masuk!" katanya.
Siau Po berdiri dengan tegak. Hatinya meras bimbang. Nona itu terus berjalan,
sampai di ambang pintu, dia menoleh dan tersenyum.
"Kalau kau memakai baju perempuan, tentu kau takut ketimpa sial, bukan?" katanya.
"Kala tidak, begini saja. Kau naik ke atas tempat tidur dan tunggu di balik selimut
mengeringkan pakaian bukan pekerjaan yang memakan waktu lama."
Siau Po merasa gadis cilik itu baik sekali dan sarannya juga bagus, Dia tidak bisa
menolaknya dia akhirnya dia masuk ke dalam kamar.
"Bagaimana dengan kawan-kawanku yang lain ke mana mereka semuanya?" tanya
Siau Po. Song Ji melambatkan langkah kakinya agar mereka bisa berjalan berdampingan.
"Sam nay nay telah berpesan kepadaku agar aku tidak berbicara terlalu banyak
denganmu." katanya "Kau sabarlah sebentar, setelah kau mengisi perut nanti Sam nay
nay sendiri yang akan mengatakannya kepadamu."
Siau Po menganggukkan kepalanya, Memang dia sudah lapar sekali. ingin sekali dia
mengisi perutnya dengan makanan Dia juga tidak menanyakan siapa yang dipanggil
Sam nay nay itu. Dialah nyonya ketiga yang pernah bertemu dengannya tadi.
Song Ji mengajak Siau Po menelusuri sebuah koridor panjang yang gelap, Mereka
sampai di dalam sebuah kamar. Di sana mula-mula Song Ji menyulut sebatang lilin,
Tampak kamar itu diperlengkapi dengan sederhana, Hanya ada sebuah meja dan
sebuah tempat tidur, Semua terlihat bersih, Tempat tidurnya juga sudah dipasang sprei
serta kelambu. Sambil menyingkapkan kelambu, Song Ji berkata.
"Kui siangkong, maril Naiklah ke atas pembaringan setelah itu kau lemparkan
pakaianmu kepadaku!"
Siau Po sekarang sudah percaya penuh terhadap si nona, dia menurut Dia segera
naik ke atas tempat tidur kemudian menurunkan kelambunya, Dia membuka
pakaiannya dan melemparkannya kepada si nona, Dia sendiri menarik sehelai selimut
untuk menutupi tubuhnya. "Aku akan pergi mencari makanan untukmu sekalian Kau suka makan bacang yang
manis atau yang asin?" tanya Song Ji sambil menerima pakaian Siau Po dan berjalan
ke arah pintu. Siau Po tertawa. "Aku sedang kelaparan, makan yang mana pun boleh." sahutnya, "Mungkin bacang
tanah lempungpun aku bisa makan saat ini."


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nona itu tertawa geli mendengar kata-kata Siau Po. Dia langsung meninggalkan
kamar itu. Siau Po tidak perlu menunggu terlalu lama. Sekejap kemudian, hidungnya sudah
mencium bau harum daging yang lezat, Song Ji muncul di pintu kamar dan membawa
sebuah nampan di tangannya, Dia segera mendekati tempat tidur dan menyingkap
kelambunya. Siau Po melihat ada empat buah bacang yang sudah dibuka pembungkusnya, Bukan
main senang nya hati si bocah. Segera dia menyambar sumpit dari atas nampan dan
digunakan untuk menyumpit bacang itu.
Tanpa menunda lebih lama lagi dia seger memasukkan bacang itu ke dalam
muIutnya, Di mengunyah dengan cepat, terasa bacang itu leza sekali.
"Song Ji," katanya setelah menikmati setengah dari bacang itu. "Bacang ini enak
sekali seperti bacang Ouw Ciu."
Memang, kalau bicara soal bacang, bacang dari Ouw Ciu Ciat Kanglah yang paling
terkenal. Yang-ciu ada orang yang menjual bacang sepert itu. Para tamu yang
berpelesir di Li Cun Wan sering menyuruh Siau Po membelinya. Bacang itu te bungkus
rapat, tapi setiap kali disuruh, dia mengorek ujungnya untuk mencoba rasanya. Selama
tinggal di utara, dia tidak pernah mendapat kesempatan untuk mencicipinya lagi.
Song Ji heran mendengar kata-kata bocah itu.
"Ah! Rupanya kau kenal juga makanan Iezat!" katanya. "Bagaimana kau bisa tahu ini
bacang dari Ouw Ciu?"
"Ah! Jadi ini benar-benar bacang dari Ouw Ciu?" serunya sembari mengunyah "Di
tempat ini, di mana bisa membeli bacang seperti ini?"
"Bukannya boleh beli." kata Song Ji tertawa geli Dia merasa bocah itu jenaka sekali
"Bacang ini buatan siluman musang."
Siau Po pun tertawa. "Benar-benar seorang siluman musang pandai memasak!" Tiba-tiba dia ingat tingkah
Ciong samya, karena itu dia segera menambahkan "Usianya sama seperti usia langit."
Song Ji ikut tertawa, Tapi dia segera berkata.
"Nah, kau makanlah perlahan-lahan, aku akan mengeringkan pakaianmu.,,." Dia baru
berjalan satu langkah ketika menoleh kembali memandang Siau Po. "Apakah kau
merasa takut?" Rasa takut Siau Po memang sudah berkurang setengahnya.
"Asal kau lekas kembali!" katanya, "Baikl" sahut Song Ji. Dia langsung meninggalkan
kamar itu. Siau Po makan bacang dengan perlahan-lahan. Tidak lama kemudian dia
mendengar suara langkah kaki, dia mengintai Ternyata si nona telah kembali dengan
sebuah setrikaan yang sudah diisi bara arang untuk menyetrika pakaiannya, Dengan
demikian, si nona bisa bekerja sembari menemaninya,
Dari keempat bacang itu, ada dua yang rasanya manis dan dua lagi rasanya asin,
Siau Po menghabiskan tiga biji.
"Apakah kau yang membungkus sendiri bacang ini?" tanyanya setelah kenyang
makan. "Sam nay nay yang membuat bumbunya, aku hanya membantu." sahut Song Ji.
Siau Po dapat mengenali aksen nona itu seperti aksen orang Kang Lam. Karena itu
dia segera bertanya. "Apakah kau berasal dari Ouw Ciu?" Song Ji agak ragu menjawab pertanyaan itu,
"pakaianmu hampir kering," katanya kemudia "Sebentar lagi kalau kau bertemu dengan
Sam na nay, kau bisa menanyakan kepadanya sendiri sama saja bukan?"
Suara itu lembut dan kata-katanya sopan sekali "Tentu saja boleh." kata Siau Po
cepat "Mengapa tidak?" ia menyingkapkan kelambunya dan memperhatikan gadis cilik
itu bekerja. Song Ji mengangkat wajahnya dan menoleh. Dia memandang Siau Po seraya
tersenyum manis Kemudian dia berkata dengan suara penuh perhatian.
"Kau tidak berpakaian hati-hati masuk angin"
Tiba-tiba kambuh lagi penyakit Siau Po yang suka menggoda orang itu, Dia tertawa
dan berkata "Kalau aku melompat ke luar, meskipun tanpa berpakaian, aku tidak akan masuk
angin...." Nona itu terkejut sekali mendengar ucapan Siau Po, dia segera menundukkan
kepalanya, kemudian dia melirik sedikit, akhirnya dia tertawa geli, Siau Po tidak
melompat turun, tapi dia justru menutup seluruh tubuhnya dari atas kepala sampai ke
ujung kaki dengan selimut.
Sekejap saja, pekerjaan nona itu sudah selesai Dia membawa pakaian Siau Po ke
tempat tidur dan menyodorkannya ke dalam kelambu.
"Cepat kau berpakaian!" katanya.
Siau Po menurut Setelah dia mengenakan bajunya kembali, Song Ji membantu
mengancinginya, Kemudian dia mengambil sisir.
"Sini! Aku jalin kembali kuncirmu yang sudah kusut itu!" katanya sekali lagi.
Siau Po senang sekali Dia membiarkan rambutnya disisir lalu dikepang. Selama itu
dia dapat mencium bau harum tubuh seorang gadis.
"0h.... Rupanya siluman musang mempunyai hati yang demikian baik! Kalau
semuanya seperti engkau, tentu aku tidak perlu merasa takut lagi."
Song Ji tertawa perlahan.
"Kau menyebut-nyebut siluman musang, sungguh tidak enak didengar." katanya,
"Aku toh bukan siluman musang,"
"Oh ya" Kalau kau bukan siluman musang, tentu kau seorang dewi yang agung."
kata Siau Po. "Aku juga bukan dewi." sahut Song Ji tertawa. "Aku hanya seorang budak cilik."
"Aku seorang thay kam kecil dan kau seorang budak cilik." kata Siau Po. "Kalau
begitu, kita sama-sama bekerja melayani orang, kita benar-benar merupakan pasangan
yang cocok." "Tetapi kita tidak dapat disamakan." sahut Song Ji. "Kau melayani seorang raja dan
aku hanya melayani seorang nyonya, perbedaan kita bagai bumi dan langit."
Sementara itu, Song Ji sudah selesai mengepang rambut Siau Po. ia berkata
kembali. "Aku tidak biasa mengepang rambut seorang laki-laki, entah ada kesalahan atau
tidak?" Siau Po menarik kuncirnya ke depan kemudia melihatnya sekilas,
"Bagus!" pujinya, "Sebenarnya, aku paling segan menguncir rambutku sendiri Lebih
baik lagi kalau kau dapat membantu aku menjalin rambut setiap pagi."
"Aku tidak mempunyai rejeki melayani sian kong." kata Song ji. "Kau seorang
pahlawan besar. Hari ini aku mendapat kesempatan menguncir rambutmu, berarti
peruntunganku sudah bagus sekali."
"Aih! jangan suka merendahkan diri sendiri" kata Siau Po. "Kau seorang gadis yang
cantik dan baik hati, Kau mau menjalin rambutku, meskipu hanya satu kali, berarti
peruntungankulah yangbagus."
Wajah si nona menjadi merah saking jengahnya.
"Aku bicara yang sesungguhnya, mengapa kau justru menggoda aku?"
"Tidak, tidak!" kata Siau Po cepat "Aku juga bicara setulus hati."
Song Ji tersenyum. "Sam nay nay berpesan," katanya kemudian, "Kalau Kui siang kong tidak keberatan,
nay nay mengundangmu duduk di ruangan belakang."
"Bagus!" kata Siau Po. "Tapi, apakah sam siau ya (Tuan nomor tiga) mu tidak ada di
rumah?" Mendengar pertanyaan itu, Song Ji mengeluarkan seruan tertahan yang perlahan.
"Oh! Sam siau ya sudah menutup mata." katanya.
Tiba-tiba saja serangkum perasaan dingin menyelinap dalam hati Siau Po. Dia ingat
di dalam rumah itu terdapat banyak meja abu. Tapi dia tidak berani menanyakan apaapa.
Setelah mengiakan, dia mengikuti nona itu menuju ruangan dalam.
Mereka tiba di sebuah aula yang tidak seberapa besar Di sana dia dipersilahkan
duduk oleh si nona cilik yang langsung menyuguhkan secangkir teh hangat untuknya.
Beberapa menit kemudian, terdengarlah suara langkah kaki yang ringan, Lalu disusul
dengan munculnya seorang wanita bergaun putih sebagai tanda bahwa dia sedang
berkabung. "Ah, Kui kong kong tentu sudah letih sekali dalam perjalanan." katanya ketika sampai
di dalam aula kecil itu. Dia juga menjura dengan sikap yang hormat sekali.
Siau Po cepat-cepat berdiri dan membalas penghormatan si nyonya.
"Maaf, cayhe tidak pantas mendapat kehormatan yang semakin tinggi." katanya,
"Kui kong kong, silahkan duduk!" ujar nyonya muda itu.
"Terima kasih!" kata Siau Po. Dia melihat usia nyonya itu paling banter dua puluh
lima tahunan. Tanpa memakai bedak pun, wajahnya sudah putih sekali, bahkan
menjurus kepucat-pucatan, Kedua matanya merah, hal ini membuktikan bahwa dia baru
saja menangis, Di bawah cahaya lentera, tampak bayangan tubuh nyonya muda itu.
-- Dia bukan setan! --, pikir Siau Po dalam hati, Meskipun demikian, ketika duduk,
hatinya merasa kurang tenang juga, Dia segera berkata, "Terima kasih atas bacang
yang disediakan Nyonya, bacang itu benar-benar lezat."
"Aku tidak berani menerima panggilan itu, Ku kong kong," kata wanita itu, "Suamiku
almarhum she Cung. Sudah berapa lamakah Kui kong kon tinggal dalam istana?"
Mendengar pertanyaan itu, Siau Po berpikir dalam hatinya.
- Dalam kegelapan tadi ada seorang wanita yang bertanya kepadaku tentang urusan
Go Pay, aku telah mengaku terus terang bahwa akulah yang membunuhnya, Kemudian
budak Song Ji dititahkan untuk menemui aku dan mengantarkan bacang untuk mengisi
perut. Perlakuannya pun ramah, Ternyata dugaanku tidak salah sedikit pun. Karena
mendapat pikiran itu, dia segera menjawab, "Baru sekitar dua tahun."
"Kong kong, apakah kau bersedia menceritakan kepadaku lebih jelas jalannya
kejadian ketika kau membunuh pengkhianat Go Pay itu?" tanya si nyonya muda
kembali. Hati Siau Po tenang mendengar nyonya muda ini menyebut Go Pay sebagai si
pengkhianat, karena itu pula dia mau memberikan keterangan yang selengkapnya,
Yakni bagaimana raja menitahkan-nya menawan Go Pay, tapi orang itu mengadakan
perlawanan Karena itulah para thay-kam yang lainnya segera turun tangan sehingga
orang itu berhasil dibekuk dan dibunuh, Mula-mula ia menyiram matanya dengan abu.
Dia menutupi urusan kaisar Kong Hi yang ikut mengeroyok.
Nyonya Cung mendengarkan dengan penuh perhatian hanya sekali-kali dia
mengeluarkan seruan kagum dan heran ketika Siau Po menceritakan bagaimana dia
menghempaskan abu ke mata Go Pay, Padahal Siau Po mengisahkannya dengan cara
mengikuti lagak si tukang cerita yang sering didengarnya sehingga menarik sekali.
peristiwa itu memang dialaminya sendiri sehingga dapat dimengerti kalau dia dapat
menuturkannya dengan baik.
"Kalau demikian, cerita yang tersebar di luaran tidak sepenuhnya benar." kata
nyonya Cung. "Menurut apa yang kudengar, ilmu silat Kui kong kong tinggi sekali, Kong
kong telah melayani Go Pay sampai tiga ratus jurus, lalu dengan sebuah tipu jurus yang
lihay, akhirnya Kui kong kong baru berhasil menaklukkannya. Memang aneh kalau
mengingat Go Pay adalah jago nomor satu bagi bangsa Boan Ciu, tapi ternyata dia bisa
dikalahkan dengan mudah. Padahal usia Kui kong kong masih demikian muda, biarpun
kepandaian Kong kong lebih tinggi sepuluh kali lipat dari sekarang, tidak mudah juga
bagi kong kong untuk merobohkannya."
Siau Po tertawa lebar, Kemudian dia berkata.
"Kalau kami berhadapan secara biasa, mungkin seratus orang Siau Kui cu sekali pun
belum tentu sanggup membekuknya."
"Lalu, bagaimana si jahanam Go Pay itu sampa menemui kematiannya?" tanya
Nyonya Cung, Kembali benak Siau Po bekerja.
- Sudah terang nyonya ini bukan siluman atau setan perempuan, dia pasti seorang
tokoh dunia kang ouw yang kepandaiannya tinggi sekali, Kalau aku menyebut nama
Tian Te hwe, mungkin akan membawa manfaat baik bagiku, -Karena itulah Siau Po menjelaskan lebih jauh bahwa raja menyuruhnya menyelidiki
perihal Go Pay. Bagaimana kebetulan pihak Tian Te hwe juga mengirim orangorangnya
menyerbu ke dalam istana Kong Cin ong, Tadinya dia menyangka komplotan
itu merupakan orang-orangnya Go Pay. Dia menceritakan bagaimana dia menyelundup
ke dalam istana dan akhirnya berhasil membunuh Go Pay.
"Kemudian aku baru tahu bahwa komplotan itu juga memusuhi Go Pay dan
merupakan anggota-anggota Tian Te hwe, Ketika mengetahui aku telah berhasil
membunuh Go Pay, mereka merasa bersyukur sekali sebab orang itu sudah banyak
menyebabkan penderitaan bagi rakyat Dan boleh dikatakan aku juga telah membantu
mereka membalaskan sakit hati."
Nyonya Cung itu menganggukkan kepalanya.
"Jadi, itulah sebabnya Kui kong kong diterima menjadi murid Tan Cong tocu dari Tian
Te hwe serta diangkat pula menjadi ketua dari bagian Ceng Bok Tong." katanya.
-- Aih! --, dalam hatinya Siau Po mengeluh, --ternyata urusan apa pun telah kau
ketahui, tapi kau masih menanyakannya juga, - Meskipun demikian, dia segera berkata,
"Semua itu hanya kebetulan saja, sebenarnya aku tidak mempunyai kebisaan apa-apa.
Dan aku menjadi ketua bagian Ceng Bok Tong sebetulnya hanya menyandang sebuah
nama saja." Dengan berani Siau Po mengatakan hal itu, meskipun dia belum jelas di pihak
manakah si nyonya itu berada.
Nyonya Cung berdiam diri sekian lama, Akhirnya dia baru berkata kembali.
"Kui kong kong, ketika kau menyerang Go Pay tempo hari, jurus apakah yang kau
gunakan" Dapatkah kong kong menunjukkannya kepadaku?"
Siau Po memperhatikan wajah wanita itu sejenak, dia melihat mata Nyonya Cung itu
menyorotkan sinar yang tajam sekali, Diam-diam dia berpikir dalam hati.
- Nyonya ini agak aneh, Dia seakan mengerti ilmu sesat, Apabila aku mengoceh
sembarangan mungkin dia akan mengetahuinya, Mungkin ada baiknya aku berterus
terang saja. -Dengan membawa pikiran demikian, Siau P segera berdiri
"Sebetulnya seranganku itu tidak patut dianggap sebagai jurus silat." katanya, Dia
segera men gerakkan kedua tangannya dan menambahkan "Karena kaget dan bingung,
aku menyerangnya secara sembarangan saja. Begini...."
Nyonya muda itu menganggukkan kepalanya, ,
"Kong kong, silahkan duduk kembali!" katany Kemudian dia menghampiri budaknya,
"Eh, Song Ji mengapa kau tidak mengeluarkan kembang gula Kui Hoa tong buatan
kita?" Tanpa menunggu jawaban si gadis cilik, ia segera membalikkan tubuhnya dan
masuk ke dalam. -- Dia ingin menghadiahkan kembang gula untukku, tentu dia tidak mengandung niat
jahat, --pikir Siau Po dalam hati, Dia hanya mengangguk sedikit ketika nyonya itu
meninggalkannya, Namun sesaat kemudian, sebuah ingatan melintas dalam benaknya,
-- Benarkah dia hendak menyuguhkan kembang gula untukku" Bagaimana kalau dalam
kembang gula itu dicampur cacing atau binatang serangga lainnya" sementara itu, Song Ji segera melaksanakan perintah nyonyanya, Dia masuk ke
dalam dan sebentar kemudian sudah kembali lagi dengan membawa sebuah nampan di
tangan, Di atas nampan itu tampak beberapa macam kembang gula, Dengan bibir
menyunggingkan senyuman dia berkata.
"Kui kong kong, silahkan!" Siau Po mengiyakan sampai berkali-kali, tapi tidak
menjulurkan tangannya untuk mengambil kembang gula itu. Di dalam hati dia berkata.
-- Biar bagaimana, aku tidak boleh rakus. celaka kalau segala macam belatung
menari-nari dalam perutku, -Siau Po hanya berharap agar fajar cepat-cepat menyingsing Lewat sekian lama, Siau
Po merasa aneh, Dia mendengar suara berkibarnya ujung pakaian, kemudian secara
samar-samar dia mendapatkan banyak pasang mata yang mengintai ke arah nya. Apa
yang diinginkan orang-orang itu"
Tepat disaat Siau Po sedang menduga-duga, tiba-tiba dari belakang jendela dia
mendengar suara seorang wanita yang usianya pasti tidak muda lagi.
"Kui kongkong, kau telah berhasil membunuh Go Pay, Kau telah membalaskan sakit
hati kami yang sedalam lautan, Budimu besar sekali, bagaimana kami harus membalas
nya ?" Menyusul kata-kata itu, daun jendela pun terpentang lebar-lebar. Di sana tampak
berpuluh-puluh wanita yang mengenakan pakaian serba putih sedang menjatuhkan diri
berlutut ke arahnya. "Ah!" seru Siau Po terkejut, Cepat-cepat dia membalas penghormatan itu.
Para wanita itu berlutut sambil mengangguk-anggukkan kepalanya menyembah, dan
Siau Po terpaksa mengangguk-angguk juga untuk membalas penghormatan mereka.
Setelah saling menyembah, daun jendela mendadak tertutup kembali lalu disusul
dengan terdengarnya suara wanita tua tadi,
"ln kong (tuan penolong), janganlah In kong memakai banyak peradatan, kami tidak
pantas menerima penghormatan In kong itu."
Setelah wanita itu selesai bicara, terdengarlah isak tangis para wanita lainnya, Siau
Po merasa heran dipanggil In kong yakni tuan penolong, Diam diam dia merasa bulu
romanya meremang, Kemudian suara isak tangis itu semakin kecil dan akhirnya lenyap,
rupanya para wanita itu sudah pergi jauh Siau Po merasa dirinya seperti baru terjaga
dari mimpi. - Arwah-arwah siapakah sebenarnya yang kulihat tadi" -, tanyanya kepada dirinya
sendiri Tidak lama kemudian, ketika Siau Po masih termangu-mangu, Nyonya Cung dan
Song Ji telah muncul kembali.
"Kui siangkong, aku harap kau jangan heran atau bingung." kata nyonya ketiga itu,
"Mereka-mereka yang tinggal di sini, semuanya merupakan korban-korban keganasan
Go Pay semasa hidupnya. Mereka berasal dari keluarga orang-orang gagah dan
pecinta negara, Rata-rata mereka sudah tidak bersuami, dan si manusia jahat Go Pay
itulah yang mencelakai itulah sebabnya mereka datang kemari untuk menyampaikan
rasa terima kasih dan bersyukur karena Kui siangkong telah membalaskan sakit hati
mereka." "Kalau begitu," tanya Siau Po yang masih juga merasa bingung, "Apakah Cung


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

samya juga telah menjadi korban keganasan Go Pay?"
Yang di maksud dengan Cung samya, sudah pasti almarhum suami Sam nay nay itu.
Nyonya Cung menundukkan kepalanya.
"Benar!" katanya dengan suara lirih dan wajahnya menunjukkan perasaan duka yang
dalam. "Di sini, boleh dibilang setiap hari kami menangis sampai mengeluarkan air mata
darah memikirkan sakit hati yang belum terbalaskan. Kami benar-benar tidak
menyangka si penjahat besar itu akhirnya mati di tangan Kui siangkong dalam waktu
yang begitu cepat." "Sebenarnya aku tidak berjasa apa-apa." kata Siau Po merendah "Boleh dibilang aku
berhasil membunuh Go Pay hanya karena kebetulan saja, Kalau benar-benar ingin
melakukannya, tentu tidak begitu mudah."
Pada saat itu Song Ji yang membawa sebuah buntalan di tangannya segera
meletakkannya di atas meja, Siau Po mengenali buntalan itu sebagai miliknya.
Terdengar Nyonya Cung berkata kembali
"Kui siangkong, kau telah berjasa kepada kami, Budimu besar sekali Sudah
selayaknya apabila kami melayanimu sebaik-baiknya, Tapi kami yang tinggal di sini,
semuanya kaum wanita dan sudah menjadi janda pula, Dengan demikian, banyak sekali
kekurangan pada diri kami, Karena itu, setelah kami berunding, kami mengambil
keputusan untuk menghadiahkan sedikit barang bingkisan sebagai tanda terima kasih
kami terhadap Kui siangkong. Namun dalam hal ini, kami juga menemui sedikit
kesulitan, Apa yang harus kami berikan, kalau dilihat dari isi buntalan Kui siangkong,
terang kau sudah tidak membutuhkan apa-apa. Dan kami yang merupakan orang-orang
desa, mana mempunyai barang berharga untuk diberikan Mengenai kitab ilmu silat dan
yang lainnya, Kui siangkong juga tidak membutuhkan karena sudah memiliki seorang
guru yang kepandaiannya tinggi seperti Tan congtocu dari Tian Te hwe. Dengan kitab
yang siangkong miliki, asal siangkong bisa memahaminya serta giat berlatih, mungkin
siangkong bisa menjadi seorang jago tanpa tandingan. Setidaknya lebih dari cukup bagi
kong kong kalau hanya untuk membela diri, itulah sebabnya, kami benar-benar bingung
bingkisan apa yang harus kami berikan kepada siang-kong...."
Siau Po merasa terharu mendengar kata-kata Nyonya Cung, sekarang dia sudah
mengerti semuanya. "Sudahlah, jangan kalian berlaku sungkan!" katanya kemudian, "Bagiku sendiri,
sudah lebih dari cukup apabila Sam nay nay bersedia mengatakan di mana kawankawanku
berada sekarang." Nyonya Cung merenung sejenak sebelum menjawab
"Inkong sudah menanyakan perihal mereka, sesungguhnya tidak berani kami
menutupinya." sahut wanita itu, "Hanya ada satu hal yang memberatkan kami, yakni
apabila inkong mengetahuinya, maka hanya kerugianlah yang akan inkong dapatkan
Maka dari itu, kami hanya menjelaskan secara singkat Mereka adalah sahabat-sahabat
In-kong, karena itu kami akan melakukan apa saja agar tidak terjadi apa-apa pada diri
mereka itu. Nanti, apabila saatnya sudah sampai, kami akan berusaha agar mereka
dapat bertemu lagi dengan inkong."
Mendapat jawaban yang luar biasa itu, Siau Po jadi berpikir ia menganggap
sebaiknya dia turuti saja kata-kata wanita itu, Nyonya ini pasti dapat dipercaya,
Karena itu dia menganggukkan kepalanya dan matanya menatap ke arah jendela.
- Aih! Hari belum terang juga... -- pikirnya dalam hati,
Tampaknya nyonya Cung mengerti apa yang dipikirkan Siau Po.
"lnkong, ke mana tujuan inkong besok?" tanyanya.
" Siau Po berpikir dengan cepat, -- Dia pasti sudah mendengarkan pembicaraanku
dengan Ciong losam, tidak mungkin lagi aku membohonginya.... Maka dia segera
menjawab, "Aku hendak pergi ke gunung Ngo tay san di propinsi Shoa say."
"Dari sini ke Ngo Tay san bukan perjalana yang dekat," kata si nyonya, "Dan
melakukan perjalanan seorang diri lebih banyak bahayanya, Oleh karena itu, aku
berniat menghadiahkan sesuatu kepada inkong dan harap inkong jangan menolaknya."
Siau Po tertawa. "Kalau orang menghadiahkan sesuatu denga niat baik, mana mungkin aku bisa
menolaknya." sahutnya,
"Bagus!" kata Nyonya Cung, Kemudian dia menunjuk kepada Song Ji. "Budak Song
Ji ini sudah mengikuti aku sejak lama, sekarang aku hendak menghadiahkan nya
kepada inkong, Aku harap inkong sudi mengajaknya agar dalam perjalanan ada orang
yang mengurus dan melayanimu"
Siau Po tidak menyangka akan mendapat hadiah yang demikian. Hatinya terkejut
berbareng senang, Sejak pertama bertemu, dia memang sudah menyukai budak ini,
Dengan mempunyai seorang pelayan, dia jadi tidak perlu repot-repot, Tapi perjalanan
menuju gunung Ngo Tay san cukup jauh, Malah bisa berbahaya, apakah tidak
menyulitkan apabila dia membawa gadis cilik itu turut serta dengannya"
"Nyonya..." katanya kemudian, "Aku senang sekali nyonya menghadiahkan Song Ji
kepadaku, untuk itu, terlebih dahulu aku mengucapkan terima kasih, tapi...."
Song Ji menundukkan kepalanya, namun ekor matanya melirik ke arah Siau Po.
wajahnya tampak merah padam saking jengahnya,
"Apakah yang menjadi kesulitanmu, inkong?" tanya Nyonya Cung,
"Aku pergi ke gunung Ngo Tay san untuk menyelesaikan sebuah tugas yang tidak
mudah." sahut Siau Po. "Oleh karena itu, aku khawatir diriku jadi kurang leIuasa..."
"Kalau hanya itu yang menjadikan keberatan di hati inkong, tidak perlu inkong
memusingkannya." kata Nyonya Cung pula, "Meskipun usia Song Ji masih kecil, tapi dia
sudah pandai bekerja, Otaknya cerdas dan orangnya lincah, Tidak mungkin di
merepotkan inkong atau menimbulkan kesulitan apa-apa. Mengenai hal ini, sebaiknya
inkong tenangkan hati!"
Siau Po menoleh kepada Song Ji.
"Song Ji." tanyanya langsung kepada si gadis cilik itu, "Apakah kau bersedia ikut
denganku?" "Sam nay nay telah memerintahkan agar aku mengikuti siangkong supaya dapat
memberikan pelayanan." sahut Song Ji. "Sudah tentu aku haru menuruti perintah itu."
"Bukan begitu." kata Siau Po yang ingin mendapatkan ketegasan "Yang penting kau
sendiri apakah kau bersedia atau tidak, Aku khawatir banyak kesulitan yang akan kita
temui dan kita hadapi.."
"Aku tidak takut terhadap kesulitan apa pun." sahut si nona cilik tegas.
"Kau baru menjawab pertanyaanku yang kedua tapi yang pertama belum kau jawab."
kata Siau Po "Kau memang tidak takut bahaya karena Sam nay nay telah
menghadiahkan kau untukku, Tapi kau belum mengatakan apakah kau sendiri bersedia
ikut denganku atau tidak."
"Kami hanyalah para budak, mana mungkin ada kata untuk menyatakan pikiran
kami." sahut Song Ji. "Siangkong mengajukan pertanyaan seperti ini, artinya siangkong
sangat memperhatikan diriku, Nyonya menyuruh aku melayani siangkong, apa pun
akan kulakukan agar aku dapat melaksanakan tugasku itu dengan sebaik-baiknya,
Kalau siangkong bersikap baik kepadaku berarti nasibku memang baik pula,
Sebaliknya, apabila siangkong bersikap buruk kepadaku, artinya nasibku memang
buruk...." Mendapat jawaban seperti itu, Siau Po jadi tertawa.
"Sudah pasti nasibmu baik, aku tidak akan membiarkan kau menderita." katanya.
Song Ji tersenyum tersipu-sipu. Dalam hatinya dia bersyukur.
"Song Ji.,." terdengar Nyonya Cung berkata pula, "Berilah hormat kepada Kui
siangkong dan ucapkan terima kasih. selanjutnya kau merupakan orangnya sendiri."
Song Ji mengangkat wajahnya, sepasang matanya tampak merah, Dia segera
menjatuhkan dirinya berlutut di hadapan Nyonya Cung dan menangis terisak-isak.
"Nyonya... aku... aku.,., "Dia tidak sanggup meneruskan kata-katanya karena
tenggorokannya serasa tersendat.
Nyonya Cung mengusap-usap kepala gadis itu dengan penuh kasih sayang.
"Kui siangkong muda dan gagah, Namanya juga sudah terkenal sekali." katanya,
"Kau harus melayaninya baik-baik! Barusan Kui siangkong telah menjanjikan bahwa dia
akan memperlakukanmu baik-baik."
"Baik, Nyonya!" sahut Song Ji yang langsung memutar tubuhnya dan berlutut kepada
Siau Po. "Sudah, jangan sungkan-sungkan!" kata Siau Po yang memegang tangan Song Ji
dan membangunkannya, Kemudian dia membuka buntalannya dan mengeluarkan
seuntai kalung mutiara, Sembari tertawa dia menyerahkan kepada Song Ji. "Nah, inilah
hadiah dariku untuk pertemuan kita yang pertama ini!"
Setidaknya mutiara itu berharga empat ata lima ribu tail perak, Kalau dengan harga
itu orang ingin membeli budak, maka dia bisa mendapatka beberapa puluh orang.
Song Ji menerima dengan kedua tangannya.
"Terima kasih, siangkong!" katanya, Kemudian dia langsung mengenakan mutiara itu
di lehernya yang putih, Meskipun dia mengenakan pakaia yang kasar, tapi mutiara itu
tetap demikian bercahaya dan membuat wajahnya semakin cantik dan manis.
Nyonya Cung memperhatikan sambil tersenyum
Kemudian dia bertanya kepada Siau Po.
"lnkong, kau hendak menuju gunung Ngo Tay san, bagaimana caramu melakukan
tugas di sana, secara terang-terangan atau dirahasiakan?"
"Tentu saja secara rahasia." sahut Siau Po.
"Kalau begitu, sebaiknya inkong bertindak hati-hati dan waspada!" pesan nyonya itu."
Di gunung Ngo Tay san, banyak kuil yang terpecah dalam beberapa golongan hijau dan
kuning, Di sana juga berdiam orang-orang yang biasa mendapat sebutan harimau tidur
atau naga bersembunyi...."
"Aku mengerti." sahut Siau Po. "Terima kasih atas nasehat Nyonya!"
Nyonya Cung segera berdiri.
"Nah, inkong, selamat jalan dan sampai bertemu lagi!" katanya, "Maaf, aku tidak
mengantar lebih jauh." Kemudian dia menoleh kepada budak-nya dan berkata, "Song Ji,
begitu kau ke luar dari pintu rumah ini, kau bukan lagi orang keluarga Cung, karena
itu, selanjutnya, apa pun yang kau lakukan dan kau ucapkan, tidak ada sangkut pautnya
lagi dengan aku, majikan lamamu, Andaikata di luar rumahku ini, kau berani bertindak
sembarangan atau main gila, keluarga Cung kita tidak bisa melindungimu lagi"
Kata-kata itu diucapkan dengan nada serius dan penuh wibawa.
"lya!" sahut Song Ji sembari menganggukkan kepalanya.
Nyonya rumah itu menoleh kembali kepada Siau Po dan menjura dalam-dalam
kemudian membalikkan tubuhnya masuk ke dalam, Siau Po cepat-cepat membalas
penghormatan itu lalu memperhatikan nyonya itu pergi.
Tidak lama kemudian, pada kertas jendela tampak sinar keputihan, itu tanda sang
fajar tela menyingsing Song Ji segera masuk ke dalam untuk mengambil
perbekalannya, lalu dia mengambil buntalan Siau Po yang digondolnya menjadi satu.
"Mari kita berangkat!" ajak Siau Po.
"Baik!" sahut nona cilik yang menundukka kepalanya, Tampaknya dia bersedih
karena harus meninggalkan rumah yang dihuninya sejak keci Dia juga berduka
meninggalkan Nyonya Cung yang telah memperlakukannya dengan baik sekali.
Siau Po ke luar dari pintu gerbang dan si nona cilik mengikutinya, Hujan deras sudah
lama be henti tapi air di daerah pegunungan itu masi mengalir dengan cepat. Suaranya
terdengar jelas dan berkumandang di mana-mana.
Setelah berjalan beberapa tindak, Siau Po menoleh ke belakang, ke arah rumah
yang baru saja ditinggalkannya, Dia melihat kabut melayang-layang di depan rumah,
Dan dalam waktu yang singkat, seluruh rumah itu tidak tampak lagi kare tertutup kabut
yang tebal. "Aih!" Terdengar bocah itu menarik nafas dalam-dalam. "Pengalaman tadi malam
benar-benar seperti sebuah impian, Song Ji, apa maksud kata-kata terakhir nyonya
Cung kepadamu tadi?"
"Sam nay nay menekankan kepadaku, bahwa selanjutnya aku harus melayanimu.
Karena itu, segala perbuatanku maupun kata-kata yang kuucapkan tidak ada
sangkutannya lagi dengan keluarga Cung."
"Lalu, bagaimana dengan kawan-kawanku sekalian" Ke mana perginya mereka itu"
Dapatkah kau memberikan keterangan kepadaku?" tanya Siau Po kembali.
Ditanya sedemikian rupa, Song Ji jadi tertegun
"Kawan-kawan siangkong itu telah ditawan oleh pihak Sin Liong kau." sahutnya
selang sejenak, "Tapi nay nay telah berjanji akan berusaha menolong mereka."
"Apakah majikanmu itu pandai ilmu silat?"
"lya, Bahkan kepandaiannya hebat sekali." sahut Song Ji.
Siau Po menggelengkan kepalanya berkali-kali.
"Tubuhnya kelihatan begitu lemah sehingga akan roboh bila tertiup angin yang agak
kencang saja, Bagaimana dia bisa berkepandaian tinggi" Dan seandainya dia benarbenar
pandai, mengapa Sam siauya bisa terbunuh di tangan Go Pay?" tanya Siau Po
tidak mengerti. "Disaat tuan besar dan tuan ketiga dan yang lainnya terbunuh, jumlah
keseluruhannya mungkin ada puluhan jiwa, mereka semua tidak ada yang mengerti
ilmu silat," kata Song Ji menjelaskan "Para laki-laki dibawa ke Kota Pe King untuk
dihukum mati dan kaum wanitanya dibuang ke Ningkuta untuk dijadikan budak,
untunglah di tengah jalan mereka bertemu dengan seorang tuan penolong, para
pengiring yang akan membawa mereka untuk dibuang, berhasil dibunuh dan para
perempuan desa kami dibebaskan kemudian dibawa dan ditempatkan di rumah besar
tadi, Bahkan Sam nay nay diajar ilmu silat oleh tuan penolongnya..."
Mendengar keterangan itu, Siau Po baru mengerti persoalan yang sebenarnya. Pada
saat itu cuaca sudah cerah sekali Matahari telah memperlihatkan kejayaannya di ufuk
timur Hujan besar sepanjang malam seakan dedaunan tampak lebih hijau dan
pemandangan lebih segar. Hampir saja Siau Po percaya bahwa yang ditemuinya tadi
malam adalah para hantu perempuan
"Di dalam salah satu kamar di rumah Nyonya Cung itu, terdapat banyak meja abu
dan abu jenasah." kata Siau Po kemudian "Apakah semua itu abu jenasah dari tuantuan
tua dan muda kalian?"
"Benar." sahut Song Ji. "Kami tinggal di dalam gunung, Kami tidak pernah
berhubungan dengan orang luar. Karena itu, apabila ada orang dusun yang ingin tahu
dan datang melongok, kami tidak menghiraukannya, Mula-mula memang ada beberapa
orang dusun yang datang dan melihat-lihat tapi mereka kabur sendiri setelah melihat
banyak meja abu dalam kamar Kalau ada yang lebih nekat dan ingin mencari tahu, kami
pun menyamar sebagai hantu untuk menakut-nakuti mereka agar tidak berani kembali
lagi, itulah sebabnya rumah itu kemudian dikenal sebagai rumah hantu dan selama satu
tahun belakangan ini, tidak ada orang yang berani menginjakkan kakinya di rumah itu.
Di luar dugaan kami, siangkong dan rombongan kalian datang tadi malam Nay nay
segera berpesan, sakit hati belum terbalaskan, maka segala sesuatu yang menyangkut
diri kita harus dirahasiakan Karena itulah nama-nama di atas meja abu segera
disingkirkan katanya tidak baik kalau nama-nama itu sampai diketahui pihak luar."
"Mungkin itulah sebabnya kalian menawan orang-orangku dan juga anggota Sin
Liong kau?" tanya Siau Po.
Song Ji menganggukkan kepalanya.
"Ketika tadi malam siangkong menanyakan urusan ini kepadaku, aku tidak berani
memberikan jawabannya." sahut gadis cilik itu, "Tapi tadi Nay nay telah mengatakan
bahwa selanjutnya aku harus melayani dan mengurusi Kui siangkong, karena itu, tidak
ada halangannya apabila sekarang aku berkata terus terang."
Senang sekali hati Siau Po mendengar kata-kata gadis itu.
"Kau benar!" katanya, "Sekarang aku juga ingin berterus-terang kepadamu. Namaku
yang sebenarnya Wi Siau Po dan Kui kong kong itu hanya samaran belaka, Karena itu,
sekarang kau adalah orang keluarga Wi, bukan keluarga Kui."
Song Ji sendiri senang mendengar keterangan itu.
"Siangkong telah memberitahukan kepadaku she dan nama yang sebenarnya, hal ini
membuat aku benar-benar bersyukur ini berarti siangkong percaya penuh kepadaku
dan aku berjanji tidak akan membocorkan rahasia siangkong ini."
Siau Po tertawa. "Sebetulnya, nama asliku ini juga bukan suatu yang harus dirahasiakan." Katanya
menjelaskan pula. "Diantara saudara-saudaraku dalam perkumpulan Tian Te hwe,
hampir sebagian besar telah mengetahuinya."
"Beberapa orang kawan siangkong itu mula-mula kena diringkus oleh orang-orang
Sin Liong kau. Sam nay nay mengetahui hal tersebut dan mengintip jalannya
pertarungan Beliau mendapatkan bahwa orang-orang Sin Liong kau memang hebat
sekali, Mereka pandai ilmu menjampi...."
"lya, mereka memang pandai membaca-baca mantera," kata Siau Po sambil tertawa.
"Bunyi manteranya begini Ang kaucu memiliki kepandaian yang luar biasa, Usianya
sama dengan usia langit Aku sendiri juga pandai membaca mantera sepert itu.,.,"
"Menurut Sam nay nay, mula-mula dia merasa heran, mengapa setelah menjampi
tenaga mereka berubah menjadi semakin kuat Nay nay mengintai dan memasang mata
dari luar jendela. Setelah itu nay nay mengambil tindakan Dia menyuruh orang
memadamkan api dan kemudian menggunakan jala untuk membekuk mereka."
"Bagus!" Puji Siau Po sembari menepuk paha-nya. "Tentunya menarik sekali
membekuk orang dengan menggunakan jala!"
"Menurut Sam nay nay, sebetulnya kepandaian Ciong losam dan yang lainnya biasabiasa
saja." kata Song Ji yang ikut tertawa, "Di belakang gunung kami ada sebuah
telaga besar Diwaktu malam hari kami biasa pergi menjala ke telaga, Ketika masih
tinggal di Ouw Ciu, rumah kami juga dekat dengan telaga. Bahkan telaga Thay Ouw
yang terkenal sekali, Kami mempunyai banyak perahu yang kami sewakan kepada para
nelayan Nay nay sering memperhatikan bagaimana mereka menebarkan jalanya
kemudian dia mempelajarinya."
"Jadi kalian benar-benar orang Ouw Ciu!" kata Siau Po. "Pantas saja bacang buatan
kalian lezat sekali! Sekarang coba kau jelaskan lebih terperinci bagaimana duduknya
persoalan sehingga Sam siauya kena ditawan dan dibunuh oleh Go Pay?"
"Menurut Sam nay nay, urusan ini menyangkut perkara Bun ji yok." kata Song Ji


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjelaskan. "Bun cu jiok?" seru Siau Po menegaskan "Aneh sekali, Masa nyamuk mempunyai
daging?" Bun Cu jiok artinya daging nyamuk.
Sebetulnya yang dikatakan Song Ji adalah Bun ji yok yakni pelanggaran karena
tulisan yang menentang pemerintahan. Jadi ada hubungannya dengan politik, tapi Siau
Po yang tidak pernah sekolah mana mungkin mengerti. Dia hanya mengambil
kesimpulan dari bunyi lafal yang didengarnya.
"Bukan Bun cu jiok, tapi Bun ji yok." kata Son Ji menjelaskan "Toa siauya kami
adalah seorang yang terpelajar Setelah matanya menjadi buta, di menulis sebuah buku
yang isinya mencaci maki bangsa Boan Ciu...."
"Hebat betuI!" puji Siau Po. "Sudah buta saja masih bisa menulis karangan,
sedangkan aku yang tidak buta, kalau membaca surat malah aku tidak mengenalinya,
Rupanya aku ini yang dinamaka buta melek!"
Song Ji tersenyum, tapi dia tidak mengataka apa-apa,
"Menurut Sam nay nay, jamannya tidak te" jaman sekarang ini, lebih baik orang buta
huruf, dalam rumah kami, setiap orang, baik yang tua maupun yang muda, asalkan
kaum pria semuanya berpendidikan tinggi Dan setiap tulisan yang mereka hasilkan,
tidak ada yang tidak terkenal. Tapi justru karena karangannya itu pula, mereka menjadi
celaka, Yang laki-laki dihukum mati dan yang perempuan harus dibuang ke Ningkuta
untuk dijadikan budak, Tapi, meskipun demikian, Nyonya tetap mengatakan bahwa
karena adanya larangan dari pemerintah Boan Ciu yang tidak mengijinkan siapa pun
membuat karangan, kita justru harus belajar ilmu sastra lebih giat Dengan demikian,
niat pemerintah Boan Ciu yang hendak mengekang kita dan menjadikan kita sebagai
bangsa yang bodoh tidak tercapai."
"Bagaimana dengan engkau sendiri?" tanya Siau Po. "Apakah kau juga mengerti ilmu
surat dan bisa membuat karangan?"
Song Ji tersenyum manis. "Aih! Siangkong memang pandai bergurau," katanya, "Sebagai seorang budak kecil,
mana mungkin aku bisa membuat karangan" Sam nay nay memang mengajari aku ilmu
membaca dan menulis, tapi aku baru mempelajari tujuh delapan jilid buku saja."
"Ah!" Siau Po mengeluarkan seruan tertahan "Kalau begitu, kau lebih hebat
dibandingkan aku. Kau sudah mempelajari tujuh delapan jilid buku, sedangkan aku
hanya mengenal tujuh delapan huruf saja!"
Kembali Song Ji tertawa. "Siangkong tidak mengerti ilmu sastra karena itulah Nyonya menyukaimu" katanya
pula, "Menurut Nyonya, hanya anak yang mencelakai keluarganya saja yang belajar
ilmu sastra sekarang ini."
"Menurut pandanganku si jahanam Go Pay itu tidak mengerti ilmu sastra." kata Siau
Po. "Jangan-jangan semua perbuatannya hanya merupakan hasutan dari orang-orang
yang pandai mengambil muka saja!"
"Memang benar." sahut Song Ji. "Kitab yang dikarang Toa siauya kami berjudul Beng
Si, yakni hikayat kerajaan Beng, Di dalamnya terdapat tulisan yang mencaci maki
bangsa Boan Ciu. Konon di kerajaan ada seorang manusia busuk bernama Gou Ci Eng,
dia membawa kitab itu dan diserahkannya kepada Go Pay. Dialah yang melaporkan
apa yang tersirat di dalam kitab itu, sehingga malapetaka pun terjadi, Beberapa ratus
jiwa menjadi korban, Dan penjual buku sampai pembeli dan pembacanya di tangkap,
Mereka ditawan kemudian dipenggal kepalanya, Siangkong, selama di kota raja,
apakah ka pernah mendengar nama Gouw Ci Eng itu?"
"Tidak, aku belum pernah mendengar nama orang itu apalagi bertemu dengannya."
sahut Sia Po. "Perlahan-lahan saja kita cari dia nanti, Akhir nya pasti akan kita
temukan, Eh, Song Ji... ak hendak menukar kau dengan seseorang."
Si nona cilik terkejut setengah mati Dia langsung mengangkat wajahnya dan
memperhatikan Siau Po lekat-lekat.
"Kau hendak mempersembahkan aku kepada orang lain?" tanyanya dengan suara
bergetar. "Bukan dipersembahkan tapi ditukar dirimu dengan seorang lainnya." kata Siau Po
membetulkan Nona cilik itu masih menatapnya tajam, Mata-nya merah, hampir saja dia menangis.
"Ditukar dengan seseorang?" tanyanya tidak mengerti "Bagaimana caranya?"
"Begini." kata Siau Po menjelaskan "Sam nay nay menghadiahkan kau untukku.
Karena itu aku hendak membalas budinya dengan cara yang sama. Sebab budi seperti
ini memang sulit dibalasnya, Sekarang, setelah mendengar ceritamu, aku mungkin bisa
mendapat kesempatan Aku akan berusaha membekuk Gouw Ci Eng untuk
dipersembahkan kepada Sam nay nay. Dengan demikian, bukankah aku telah
membalas budi kebaikannya?"
Mendengar penjelasan Siau Po, hati Song Ji menjadi lega, Dari hampir menangis,
dia menjadi tertawa gembira.
"Aih, kau membuat aku terkejut saja!" katanya, Tadinya aku mengira siangkong tidak
menyukai aku lagi." Hati Siau Po senang sekali, Dia tersenyum.
"Kalau aku tidak menyukaimu, kau langsung saja menjadi bingung." katanya,
"Sudahlah, kau tidak perlu khawatir Tenangkan saja hatimu. Biar-pun orang meletakkan
gunung emas di hadapanku, tidak akan aku menukarnya dengan dirimu."
Selagi berbicara, mereka sudah berjalan sampai di kaki bukit Udara tampak cerah
sekali, Memang demikianlah halnya kalau habis turun hujan deras, Dunia seakan baru
berganti rupa, Suasana jadi berbeda jauh dibandingkan ketika mereka sampai di rumah
Nyonya Cung yang disebut rumah hantu.
Untuk sejenak, Siau Po sempat merenung dan mengerti mengapa keluarga Cung
demikian membenci bangsa Boan Ciu. Dia juga memikirkan rombongan Ci Tian Coan
yang tentunya berada di tempat yang berbahaya sekali.
Tidak lama kemudian, tibalah mereka di sebuai pasar, Siau Po segera mencari kedai
mi. Mereka masuk ke dalam dan Siau Po langsung duduk di sebuah kursi, Song Ji juga
ikut masuk, tapi dia hanya berdiri disamping Siau Po.
Melihat sikap gadis cilik itu, Siau Po tertawa.
"Jangan kau sungkan-sungkan!" katanya, "Mari duduk di sini, kita makan bersamasama!"
Tidak bisa!" sahut Song Ji. "Aku hanya seorang budak, mana boleh aku duduk
semeja denganmu Tidak ada aturannya!"
"Perduli amat dengan segala peraturan!" kata Siau Po. "Kalau aku bilang boleh, tentu
saja boleh. Lagipula, kalau kau harus menunggu sampai aku selesai makan, kau baru
makan, berapa banyak waktu yang harus tersia-sia karenanya?"
"Bukan begitu, siangkong!" sahut Song Ji. Dia menyadari sekali kedudukannya
sebagai seoran budak, "Setelah siangkong selesai makan, kita boleh langsung
berangkat Bagiku tidak jadi masalah, aku bisa membeli beberapa biji bakpao dan
makan sembari melakukan perjalanan Dengan demikian kita tidak perlu membuangbuang
waktu, bukan?" Siau Po menatap Song Ji kemudian menarik nafas panjang,
"Aku mempunyai kebiasaan yang aneh, Kalau aku makan sendirian, perutku ini
langsung ngadat, Kalau aku makan tanpa ditemani, sebentar lagi perutku pasti mulas
dan sakit sekali." Song Ji tertawa, Terpaksa dia menarik sebuah bangku dan duduk di ujung meja.
Siau Po segera memakan minya, Baru dia menyumpit tiga kali, tampak beberapa
orang Ihama (pendeta-pendeta yang beragama Buddha di Tibet) memasuki kedai itu
dan langsung duduk di meja yang dekat dengan jalan besar.
"Cepat sediakan mi untuk kami! Cepat!" teriak seorang pendeta dengan suara
nyaring. sedangkan pendeta yang satu lagi memperhatikan kalung mutiara di leher
Song Ji. Kalung itu memang menarik perhatian karena ukurannya besar-besar dan
cahayanya menyilaukan mata, Pendeta itu menyikut kawannya yang ketiga dan orang
itu pun ikut memperhatikan
-- Celaka! -- Keluh Siau Po dalam hati, Dia dapat menduga gerak-gerik orang yang
mencurigakan Tanpa menunda waktu lagi dia memanggil pelayan kedai itu dan
diberikannya uang sebanyak satu tail serta minta dicarikan kereta yang besar. Dia
menyantap minya cepat-cepat.
Tidak lama kemudian, kereta pesanannya pun datang, Siau Po segera mengajak
Song Ji naik kereta tersebut untuk melanjutkan perjalanan Mereka tidak berjalan kaki
Kereta itu dilarikan dengan kencang.
Baru menempuh beberapa li perjalanan dari bagian belakang sudah terdengar derap
langkah kaki kuda, Mendengar suara itu, Siau Po segera menolehkan wajahnya dan
tampak ketiga pendeta Ihama tadi sedang menghambur ke arah mereka dengan
kudanya masing-masing. "Ketiga manusia jahat itu ingin merampas kalungmu, kau berikan saja." katanya
kepada Song Ji "Nanti aku belikan lagi yang lebih besar dan lebih indah!"
"Baik!" sahut Song Ji sambil menganggukkan kepalanya.
"Berhenti! Berhenti!" Segera terdengar suara bentakan berulang-utang dari ketiga
lhama te sebut "Kusir kereta! Berhenti!"
Kusir kereta itu menurut Dia segera menahan gerakan keretanya, Siau Po dan Song
Ji juga tidak melarang, Dengan demikian, dalam sekejap mat ketiga lhama tadi sudah
maju melewati kereta mereka dan menghadang di depannya.
"Bocah-bocah berdua, turunlah kalian dari kereta!" Terdengar suara bentakan bengis
dari salah seorang lhama itu.
Siau Po membungkam, tapi dia juga tidak turun dari keretanya, Song Ji segera
melepaskan kalung rnutiaranya dan menyodorkan nya ke luar kereta.
"Kalian toh cuma mengincar kalung ini. Siang-kongku mengatakan agar aku
menyerahkannya kepada kalian, Ambillah!"
Salah seorang pendeta yang tubuhnya tinggi besar dan gemuk tidak segera
menyambut kalung itu, justru dengan tangannya yang besarnya seperti kipas itu, dia
menyambar tangan Song Ji kemudian ditariknya, Gerakannya gesit sekali, Tahu-tahu
dia sudah mencekal kedua lengan gadis itu.
Siau Po terkejut setengah mati, Dia langsung berteriak
"Kalian mau uang" Ambillah! jangan kalian bersikap kasar!"
Justru ketika dia berkaok-kaok itulah, dia melihat sesosok bayangan besar berwarna
kuning berjumpalitan di tengah udara dan melesat cepat sekali.
"Sungguh kepandaian yang lihay sekali!" puji Siau Po. Dia tidak terkejut, hanya
merasa kagum saja. Bagian 34 Tapi aneh, Ihama itu bukan mendarat dengan kaki terlebih dahulu, tapi justru
kepalanya yang ada di bagian bawah. Bukankah itu berarti dia akan jatuh nyungsep"
Tidak ampun lagi, kepala itu amblas ke dalam tanah yang lembek dan masuk sampai
sebatas dada, Yang tampak hanya bagian pinggang dan kedua kakinya yang merontaronta.
Dari kagum, Siau Po menjadi kaget dan heran, Dia tidak mengerti tipuan apa yang
dipamerkan Ihama itu.,., Kedua Ihama lainnya juga terkejut setengah mati, Mereka segera menerjang ke
depan untuk menolong kawannya yang melesak ke dalam tanah, Ketika di angkat ke
atas, tampak bagian atas tubuhnya, terutama di bagian wajah dan kepala penuh
dengan lumpur hitam, Untung saja hujan deras tadi malam telah membuat tanah di
daerah itu menjadi lunak, kalau tidak, kepala Ihama itu pasti sudah pecah terhantam
tanah yang keras. Biar bagaimana, Siau Po jadi tertawa menyaksikan hal itu. Tapi ia ingat diri mereka
yang masih dalam keadaan berbahaya, Karena itu, dia segera berkata kepada si kusir
kereta. "Kau masih belum melarikan kereta juga?" sementara itu, tangan Song Ji masih
menggenggam kalung mutiaranya.
"Siangkong!" katanya kepada Siau Po. "Apakah kalung ini tetap diberikan kepada
mereka?" Belum sempat Siau Po memberikan jawaban. Kedua lhama yang membantu
rekannya ke luar dari tanah berlumpur, sudah langsung saja menghunus goloknya dan
menghambur ke arah kereta.
Song Ji segera merebut cambuk yang dipegan kusir kereta dan dalam sekejap mata,
tahu-tahu golok pendeta itu sudah terlilit dan tertarik Son Ji mengulurkan tangan
kirinya dan dengan mudah dia berhasil merampas golok tersebut Sedangkan cambuk di tangan
kanannya digerakkan kembali Kali ini golok pendeta yang satunya lagi ikut terlepas dari
genggaman dan berhasil dirampas olehnya.
Lhama yang ketiga berdiri terpaku, Pandangan matanya menyorotkan sinar
kekaguman Sesaat kemudian dia baru berteriak
"Ayo!" Tubuhnya langsung menerjang ke dep dan tahu-tahu ngusruk ke depan kereta
karena cambuk Song Ji sudah melilit lehernya, sedang golok ditangannya juga ikut
terampas, Hebat sekali penderitaan lhama yang satu ini. Matanya terbelalak yang kelihatan
hanya bagian putihnya saja, Lidahnya menjulur ke luar karena Iilitan di lehernya ketat
sekali. Kedua lhama lainnya segera bergerak, mereka menyerang dari kiri dan kanan,
Tampaknya mereka hendak memberikan pertolongan kepada kawannya yang terlilit
cambuk di tangan Song Ji itu,
Meskipun diserang dari dua arah, Song Ji segera menyingkir dengan mencelat ke
atas, Sebelah kakinya bertumpu pada atap kereta, sedangkan kakinya yang sebelah
lagi menginjak kepala salah seorang lhama itu, Song Ji tidak berdiam diri Kakinya
langsung terangkat naik dan mendupak kedua lhama lainnya, Mereka langsung
terjungkal roboh. sementara itu, Song Ji berjumpalitan di udara, Cambuk di tangan
kanannya menghajar lhama yang barusan kepalanya diinjak olehnya. Dalam sekejap
mata ketiga lhama itu sudah terkulai tidak sadarkan diri di atas tanah.
Siau Po dapat menyaksikan peristiwa itu dengan jelas, hatinya menjadi senang sekali
sehingga dia berjingkrakan, Sebab sekarang dia baru mengerti apa yang telah terjadi.
"Oh, Song Ji!" teriaknya. Ternyata kau begitu lihay!" katanya.
Nona cilik itu tersenyum, "Kepandaianku belum berarti," sahutnya, "Dasar ketiga
pendeta itu saja yang tidak berguna!"
"Kalau tahu begini," kata Siau Po kembali "Tidak perlu aku merasa khawatir atau
kebingungan. Barusan aku mencemaskan keselamatanmu."
Selesai berkata, Siau Po melompat turun dari keretanya dan menghampiri salah
seorang lhama itu kemudian mendupaknya keras-keras.
"Hei, kalian bertiga, apa pekerjaanmu?" Lhama itu dalam keadaan tidak sadarkan
diri, Tentu saja dia tidak bisa menjawab pertanyaan Siau Po.
Song Ji juga menghampiri lhama itu kemudian menendang punggungnya, Dengan
demikian si lhama itu tersadar dari pingsannya,
"Kau dengar atau tidak?" tanya nona itu. "Siang-kong bertanya kepadamu, apakah
pekerjaan kalian sebenarnya?"
Pendeta itu menatap Song Ji lekat-lekat "Nona..." katanya, "Apakah nona mengerti
ilmu dewa?" Song Ji tersenyum. "Cepat katakan!" bentaknya dengan suara garang. "Apa sebenarnya pekerjaan
kalian?" "Aku,., aku." sahut si lhama dengan suara g gup. "Kami... adalah para lhama dari kuil
Bun Cu I di puncak Ngo Tay san...."
"Apanya lama-lama?" bentak Song Ji. "tidak menanyakan engkau lama atau
sebentar" Mengapa kau mengoceh yang bukan-bukan?"
"Lhama artinya pendeta Agama Buddha di Tibet." kata Siau Po menjelaskan.
"Oh, jadi kalian ini kaum pendeta?" tanya Song Ji kembali, "Kalau memang seorang
pendeta, mengapa kau tidak mencukur gundul kepalamu?"
"Kami para Ihama, bukan pendeta." sahut orang yang ditanya.
"Apa" Kau masih membandel juga?" kata Song Ji yang kembali menendang pantat
lhama itu. Kali ini dia menendang urat darah orang itu yang membuat dirinya seperti
digigit oleh ribuan ekor semut. Tanpa dapat dipertahankan lagi, lhama itu menjerit dan
mengerang karena seluruh tubuhnya terasa gatal sekali, suaranya semakin lama
semakin lirih.... Kedua lhama lainnya tersadar sendiri mendengar suara erangan kawannya itu.
Mereka merasa heran dan terkejut kemudian terdengar mereka berbicara dalam bahasa
Tibet Setelah itu, lhama yang menderita kegatalan itu berkata kepada Song Ji.
"Nona... nona yang baik," katanya, "Kami adalah kaum pendeta, Apa pun yang nona
katakan, kami akan menurutinya. Tapi, cepat... nona bebaskan jalan darahku ini.,.!"
Song Ji tertawa. "Apa yang nonamu katakan, tidak ada hitungannya. Apa yang benar adalah
perkataannya siang-kongku ini. Nah, siangkong. Apa yang ingin kau katakan?"
Siau Po merasa geli sekali, tapi dia menahan tertawanya.
"Kalian adalah orang-orang yang menyucikan diri, mengapa kalian ingin merampas
milik orang lain?" "Iya... kami memang patut mati!" kata salah seorang lhama tersebut. "Lain kali kami
tidak berani lagi..."
"Apa kalian pikir masih ada lain kali?" tanya Siau Po.
"Sekali kami katakan tidak berani, biar pun seratus tahun kemudian, artinya kami
tidak berani lagi melakukan hal ini." sahut salah seorang lhama.
"Kalian bukan berdiam di dalam kuil membaca doa di sana, malah keluyuran ke
mana-mana, apa yang sedang kalian lakukan?" tanya Siau Po.
"Kami... kami dititah guru kami turun gunung...."
"Apakah guru kalian menitahkan kalian turu gunung untuk merampas harta benda
milik orang lain?" "Bukan.... Kami akan pergi ke Kotaraja...." Kata-kata si lhama yang gemuk jadi
berhenti karena seorang rekannya memberi isyarat dengan memperdengarkan suara
terbatuk-batuk.. Siau Po sangat cerdik, mendengar suara batuk batuk itu, dia segera melirik. Dia
sempat melihat salah seorang lhama mengedipi kawannya dan mencegahnya bicara


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebih lanjut. Tadinya Siau Po menduga pendeta itu ingin merampas kalung mutiara Song Ji
sehingga dia ketakutan sebetulnya para lhama pergi ke Kerajaan bukanlah suatu hal
yang aneh. Dia tahu para lhama dari Tibet sangat dihormati bangsa Boan Ciu. Kalau didalam
istana ada upacara keagamaan, pasti para lhama diundang untuk membaca doa.
Karena istana raja sendiri berbuat demikian tentu para pangeran dan menteri lainnya
juga menirunya, Hal ini membuat para lhama di Kerajaan raja besar kepala dan sering
melakukan hal-hal yang menentang hukum.
Siau Po sudah berpikir untuk menyiksa para lhama itu dan memberi mereka
pelajaran Setelah itu dia baru membebaskan mereka, Tidak tahunya, ia melihat tingkah
laku para lhama itu yang mencurigakan. Dia menduga bahwa mengandung maksud
tertentu dan bukan pergi ke Kerajaan hanya untuk membaca doa saja.
"Oh, rupanya kalian bertiga sedang bermain gila!" katanya dengan suara garang.
"Song Ji, tendang lagi mereka masing-masing satu kali, biar mereka menjerit-jerit
kesakitan Setelah itu kita baru melanjutkan perjalanan!"
"Baik!" sahut Song Ji. Dia juga mencurigai gerak gerik si lhama gemuk dan segera
dia menendang keras-keras. Yang diincarnya jalan darah yang tadi juga.
Lhama itu kontan menjerit keras, Song Ji menghampiri lagi lhama yang menjadi
korbannya tadi dan siap menendang pula, Lhama itu ketakutan setengah mati. Dia
sudah merasakan penderitaannya yang hebat, karena itu, sebelum ditendang, si lhama
langsung berkata. "Jangan tendang aku, jangan tendang aku!. Nanti aku akan bicara! Se... benarnya
guru kami mengirim kami ke Kerajaan untuk membawa dan menyampaikan sepucuk
surat...." "Surat?" "Iya...." "Mana surat itu?"
"Surat itu bukan untukmu, jadi aku tidak dapat menyerahkannya kepada kalian
berdua, Kalau guru kami mengetahuinya, kami pasti akan celaka, Kemungkinan kami
malah akan dibunuhnya...."
"Keluarkan surat itu!" bentak Siau Po. Dia tidak menghiraukan keberatan lhama itu.
"Kalau tidak, akan kusuruh nona ini menendang lagi jalan darahmu."
Siau Po berkata sambil menghampiri lhama itu, Orang itu ketakutan setengah mati.
Dia tahu anak muda itu bukan hanya sekedar menggertak. Dia takut jalan darahnya
ditendang lagi, Karena itu dia menjadi bingung sekali.
"Jangan tendang aku!" teriaknya panik, "Surat itu tidak ada padaku."
"Jangan banyak bicarat Pokoknya, keluarkan surat itu!"
Lhama itu ketakutan. Dia segera menghampiri kedua kawannya dan mengajak
mereka berbicara dengan bahasa Tibet. Si lhama gemuk juga menjawab dengan
bahasa yang sama, Tidak jelas apa yang mereka katakan, tapi Siau Po dapat menduga
bahwa si gemuk itu melarang rekannya memberikan surat itu kepada mereka, Siau Po
menjadi sengit sekali, Dihampirinya lhama bertubuh gemuk itu kemudian didupaknya
bagian belakang kepalanya dengan keras sehingga orang itu terkulai tidak sadarkan
diri. Pendeta yang ketiga dapat melihat dengan jelas semua yang terjadi di depan
matanya, Dia segera merogoh kantongnya dan mengeluarkan surat yang dimaksud
Surat itu terbungkus rapi dengan kertas minyak, Dengan kedua tangannya dia
menyerahkan surat itu kepada Siau Po.
Siau Po segera menerima surat itu dan Song Ji merogoh kantongnya sendiri
mengambil sebuah gunting kecil dan digunakannya untuk membantu Siau Po membuka
pembungkus surat itu. Memang benar, bungkusan itu berisi surat yang bagian luarnya terdapat dua baris
huruf dalam bahasa Tibet.
"Kepada siapa surat ini ditujukan?" tanya Siau Po.
"Untuk paman guru kami." sahut lhama gemuk itu.
Siau Po segera merobek amplop surat tersebut. Melihat tindakannya, kedua lhama
yang masih sadar langsung mengeluarkan seruan tertahan saking bingungnya.
Surat itu ditulis dengan sehelai kertas kuning. Tulisannya menggunakan bahasa
Tibet, Di bawahnya ada tulisan panjang yang menggunakan tinta merah seperti hu atau
(kertas penangkal setan), Entah apa bunyinya, jangankan surat itu ditulis dalam bahasa
Tibet, meskipun ditulis dalam bahasa Cina sekalipun, Siau Po juga tidak bisa
membacanya. Dia segera menyerahkan surat itu kepada Song Ji.
Song Ji mengulurkan tangannya menyambut surat itu, Gadis itu melihatnya dengan
seksama, tapi dia juga tidak mengerti arti tulisan itu. Namun dia memang cerdas, dia
segera menoleh pada si lhama yang pendek dan berkata.
"Siangkong menanyakan arti tulisan dalam surat ini. Apa bunyinya" Kalau kau
berbohong, aku akan menendangmu sekali lagi, Dan kali ini, aku tidak akan
membebaskan dirimu, kau akan kubiarkan dalam keadaan tertotok untuk selamalamanya."
Sembari berkata, Song Ji menyodorkan surat itu, Si lhama menerimanya, dan
melihatnya berulang kali, tapi tidak membacanya, "Ini... ini..." katanya dengan gugup,
"Apanya yang ini... ini terus" Cepat bicara!" bentak Siau Po.
"Iya.,, iya," kata si lhama ketakutan "Surat in berbunyi: Apa.,, yang kakak tanyakan
tentang orang itu...."
Baru berkata beberapa patah kata, kawannya yang satu lagi, bukan si gemuk, segera
berbicara dengan menggunakan bahasa mereka, Tapi dia juga hanya sempat berbicara
beberapa patah kata saja.
Tiba-tiba Song Ji menggerakkan kakinya menendang lhama itu. Meskipun gadis itu
tidak mengerti apa yang dikatakan orang itu barusan, tapi dia yakin tujuannya pasti
ingin mencegah rekannya berbicara lebih lanjut.
Orang yang kena tendangan itu langsung menjerit keras dan berkaok-kaok. Dia
ditendang jalan darahnya yang sama, jadi dia juga merasakan penderitaan seperti
rekannya tadi. Si lhama yang membaca isi surat itu jadi ketakutan setengah mati, wajahnya pucat
pasi. "Da... lam... surat itu dikatakan bahwa... orang yang kita cari tidak berhasil
ditemukan, karena itu tentu tidak ada di gunung Ngo Tay san...."
Siau Po menatap orang itu dengan pandangan tajam, Dia melihat orang itu membaca
dengan tersendat-sendat dan matanya terus berputaran ke sana ke mari.
"-- Aku tidak mengerti bahasa yang mereka gunakan, tapi dapat dipastikan bahwa dia
sedang berdusta." pikirnya dalam hati, -- Oh, pendeta tolol, berdusta saja tidak bisa!
--, karena itu dia segera berkata, "Manusia ini sedang membohongi aku."
"Hai manusia busuk!" teriak Song Ji. "Dia benar-benar tidak boleh diampuni."
Sebelah kakin langsung diangkat dan menendang jalan darah Thia hoat si Ihama itu
sehingga orang itu langsung menjerit sekeras-kerasnya.
"Kau... kau bunuhlah aku. Kakak seperguruan ku tadi sudah mengatakan apabila isi
surat itu dibertahukan, maka kami bertiga akan kehilangan nyawa, Maka itu, kau bunuh
saja aku!" "Jangan perdulikan dia! Mari kita pergi!" ka Siau Po, Selesai berkata, Siau Po
melompat naik ke atas keretanya, Song Ji mengikutinya.
Sementara itu, si kusir benar-benar kagum. Dia telah menyaksikan semuanya, Dia
tidak menyangka nona tanggung itu sanggup melawan tiga orang lhama tersebut.
Di atas kereta, Siau Po membisiki Song Ji "Di depan sana, bila kita sampai di sebuah
pasar atau pun kota, kau harus mengganti pakaian untuk menyamar sebaiknya kalung
mutiara itu kau simpan saja."
"Baik." sahut Song Ji. "Bagaimana aku harus merubah dandananku?" Siau Po
tertawa. "Kau menyamar menjadi seorang bocah laki-laki!" katanya.
Song Ji ikut tertawa. Kereta berjalan kurang lebih tiga puluh li dan sampailah mereka di sebuah pasar.
Siau Po turun dari kereta, tidak memperpanjang sewaannya.
Setelah mendapatkan penginapan dia memberi uang pada Song Ji dan
menyuruhnya membeli pakaian.
Nona cilik itu menurut. Tidak lama dia pergi, ternyata dia sudah kembali dengan
barang belanjaannya, setibanya di dalam kamar, dia langsung berdandan Sesaat
kemudian dia sudah berubah menjadi seorang Sitong atau kacung pelayan seorang
sastrawan Dengan demikian, perjalanan selanjutnya membuat Song Ji tidak lagi menarik
perhatian. Namun ada satu hal yang patut disayangkan, meskipun kepandaiannya
cukup tinggi, tapi pengalamannya kurang sekali Begitu pula pengetahuan umumnya. Di
dalam segala hal, dia selalu menurut apa yang dikatakan Siau Po. Sebaliknya, Siau Po
cerdas dan sudah cukup banyak pengalaman tapi dia lemah dalam ilmu membaca dan
menulis. Pada suatu hari, tibalah mereka di tapal batas propinsi Shoa Say. Dari tempat ini,
dari kecamatan Hu Peng yang masih termasuk wilayah Tit-le, mereka menuju ke barat
Setelah melewati tembok besar Ban Li tiang ceng, mereka sampai di kota Liong Ki
kwan. inilah jalan untuk menuju ke bagian timur dari gunung Ngo Tay san. jalannya
penuh dengan bebatuan. Di sana juga terdapat banyak tebing dan puncak yang tinggi,
Kemudian mereka juga mampir di kuil Yong Coan si, untuk mencari keterangan tentang
kuil Ceng Liang si. Ngo Tay san luas dan lebar, Kuil Ceng liang si terdapat di antara kedua puncak Lam
tay dan Tion tay. Terpisah dari kuil Yong Coan si, letak kuil Cen Liang si sendiri
masih cukup jauh. Siau Po bermalam di dusun Lou Ki Cung yan terletak di sisi kuil Yong Coan si, Malam
itu, selesai bersantap, dia merenungkan kembali gerak-gerik pendeta Yong Coan si
yang melayaninya berbicara.
Dia merasa pendeta itu kurang begitu memperhatikannya, Mungkin karena dia hanya
seorang kacung yang tidak dihargai Ketika dia meminta keterangan dari si pendeta
tentang jalanan menuju kuil Ceng Liang si, hwesio itu mengatakan.
"Jalanan ke sana jauh dan sulit ditempuh, Untuk apa kau pergi ke kuil Ceng Liang
si,.?" - Rupanya perjalanan menuju kuil Ceng Lian si agak sulit ditempuh - Demikian
pikirnya dalam hati -- Aku harus menemukan jalan keluarnya. Kalau sulit mencapai
tempat itu, berarti sukar pula bagiku untuk bertemu dengan kaisar Sun Ti. -Sembari menikmati teh hangatnya, otak Siau Po terus bekerja.
-- Dengan uang, setan pun dapat diperintah. --pikirnya kemudian - Mustahil para
pendeta di kuil Yong Coan si tidak menyukai uang" Aku ingat kisah yang dituturkan
tukang cerita yang ambil bagian peranan Lou Ti Cim yang naik ke puncak gunung Ngo
Tay san untuk menjadi pendeta dalam kisah Sui Hu Coan. Dalam cerita itu, dikatakan
dermawan Tio telah banyak menyumbangkan uang untuk kuil itu. Lou Ti Cim suka
mengacau, Dengan seenaknya dia makan daging dan minum arak, tapi si pendeta tua
yang menjadi gurunya tidak marah. Mungkin ada baiknya bila aku datang kembali untuk
pura-pura melakukan amal Aku akan menyebarkan uang-ku di sana, kemudian aku
akan menetap di kuil itu, Mustahil si pendeta tua akan memaksakan diri mengusirku" -Siau Po sudah memikirkan rencahanya, tapi untuk melaksanakannya masih
memerlukan sedikit waktu, Di tempat itu dan sekitarnya, uang goan pio seharga lima
ratus tail saja sulit di tukar. Karena itu, terpaksa mereka kembali ke Hu Peng untuk
menukar uang kecil. Mereka juga membeli beberapa perangkat pakaian baru untuk
menyalin dandanannya. - Aku tidak mengerti urusan sembahyang, mungkin aku akan membuka kedokku
sendiri --pikirnya lebih jauh, - sebaiknya aku belajar dulu di kuil lain.... -Dengan membawa pikiran seperti itu, Siau Po segera menuju sebuah kuil yang
terdapat di kecamatan Hu Peng. setibanya di sana dia berlutut dan menyembah di
depan Pou Sat, setelah itu datang seorang pendeta yang menyodorkan buku derma
kepadanya. -- Aku ingin menderma, tapi apa yang harus kutuliskan" --, tanya Siau Po dalam
hatinya, Akhir-nya dia mengeluarkan sehelai goan pio senilai lima puluh tail perak
sehingga si pendeta menjadi terkejut setengah mati melihat jumlah yang demikian
besar. -- Tuan ini sungguh murah hati, jarang ada orang yang seperti ia di jaman ini -- pikir
pendeta itu. Karena itu, pendeta tersebut segera mengundang Siau Po bersantap dalam kuilnya,
Dia mengucapkan terima kasih dan melayani Siau Po dengan baik sekali, Dia duduk
menemani dan tidak lupa memuji sang tamu yang dikatakan pasti akan mendapat
berkah karena kemurahan hatinya itu.
Dia mengatakan tamunya akan mendapat perlindungan dari Pou Sat dan
Bodhisatwa, bila sudah dewasa kelak akan berhasil lulus dalam menempuh ujian di
istana dan akan hidup bahagia bersama banyak anak cucunya.
Di dalam hatinya, Siau Po tertawa geli.
-- Ya, kau boleh saja menepuk-nepuk pinggulku, -- pikirnya. - Aku toh buta huruf,
man mungkin aku lulus dalam ujian, apalagi ujian di Istana! Sama saja kau menyindir
aku secara terang-terangan. -- Tapi di luarnya, dia tidak menunjukkan perasaan apaapa,
hanya bertanya. "Lo suhu, aku berniat mengadakan upacara sembahyang besar di gunung Ngo Tay
san, tapi aku tidak mengerti apa-apa tentang hal itu, Karena itu, sudilah kiranya Lo
suhu memberikan petunjuknya!"
"Bagus sekali, sicu." kata si pendeta, "Tapi kuil yang memuja sang Buddha ada di
mana-mana dan semuanya sama saja, Kalau hanya ingin mengadakan upacara
sembahyang, sebaiknya sicu bikin di sini saja. Kuil kami dapat menyiapkan semuanya
dengan sempurna. Untuk apa harus melelahkan diri ke gunung Ngo Tay san yang
begitu jauh letaknya?" Siau Po segera menggelengkan kepalanya.
"Tidak bisa!" katanya. "Aku harus bersembahyang di gunung Ngo Tay san, karena
itulah janji yang sudah kuucapkan, sekarang begini saja, Lo suhu tolong carikan satu
orang untuk menjadi pembantuku Dan tentu saja aku akan memberikan uang sebagai
upahnya, Ini!" Tidak kepalang tanggung, Siau Po menyodorkan uang sebanyak lima puluh tail
perak, Tentu saja pendeta itu menjadi senang sekali.
"Gampang! Gampang!" katanya, Dia ingat saudara misannya yang membantu di kuil
Meskipun bukan seorang pendeta, tapi urusan mengadakan upacara sembahyang saja
tidak menjadi masalah baginya. pasti dia dapat membantu tamunya ini.
Karena itu, dia langsung memanggil saudara misannya untuk dipertemukan dengan
tamunya itu. Saudara misannya itu bernama le Pat. Dia pandai berbicara, Siau Po senang
mendapat pembantu seperti itu, Dia langsung mengajaknya pulang ke penginapan
kemudian dia mengeluarkan uang menyuruh le Pat membelikan segala macam
keperluan yang dibutuhkan.
le Pat pandai berbelanja. Bahkan dia membeli seperangkat pakaian untuk dirinya
sendiri Dia juga membelikan pakaian yang mentereng untuk Siau Po. Katanya, sebagai
pengikut seorang hartawan dia harus menyesuaikan dirinya, Harga pakaiannya sendiri
hanya lima tail. Alasan itu memang masuk akal Siau Po dapa menerimanya, Dia juga menyuruh le
Pat membelikan lagi beberapa perangkat pakaian untuk Song Ji. Setelah itu bersamasama
mereka berangkat ke Liong Coan Kwan Sesudah melintasiny mereka langsung
menuju selatan, menuju Gunung Ngo Tay san.
Barang-barang keperluan bersembahyang digotong oleh delapan orang kuli.
perjalanan ini melalui banyak kuil, Malamnya mereka singgah di kuil Le Keng si,
keesokan harinya rombongan itu menuju ke utara, Setelah sampai di kuil Kim Kok si,
beberapa li di sebelah barat terletak kuil Ceng Lia si yang letaknya di puncak bukit
Ceng Liang san. Siau Po kecewa ketika melihat kuil itu, melihat keadaannya tidak berbeda dengan
kuil-kuil lainnya dan jauh sekali dari bayangan Siau Po sebelumnya.
-- Kalau raja tua ingin menyucikan diri, seharusnya beliau memilih kuil yang besar
dan namanya tersohor. Masa dia memilih kuil seperti itu" Pasti Hay kong kong
mengoceh sembarangan Kemungkinan kaisar Sun Ti tidak berada di sini. -- pikirnya
dalam hati. le Pat yang pertama-tama masuk ke dalam pintu gerbang kuil, Dia langsung
menemui Ti Kek Ceng (Pendeta yang bertugas menyambut tamu), memberitahukan
tentang kedatangan seorang hartawan besar dari Kerajaan yang ingin bersembahyang
di kuil itu, Pendeta itu senang sekali, dia segera mengabarkan berita itu kepada gurunya, yakni
pendeta Teng Kong yang usianya sudah lanjut, Siau Po langsung dipertemukan dengan
pendeta itu, pendeta itu menanyakan maksud Siau Po mengadakan upacara
sembahyang. Kembali Siau Po merasa kecewa melihat tampang si pendeta. orangnya bertubuh
jangkung dan kurus kering, kedua matanya agak tertutup, seperti orang yang tidak
mempunyai semangat sedikit pun. Tapi Siau Po tetap menjawab pertanyaannya.
"Aku ingin bersembahyang selama tujuh hari tujuh malam untuk arwahku dan temantemannya
yang telah meninggal dunia."
Tampaknya Teng Kong merasa heran mendengar jawaban itu.
"Di Kotaraja terdapat banyak kuil yang besar, mengapa sicu justru datang ke kuil
sejauh ini?" tanyanya.
"Tentu saja ada sebabnya, suhu." sahut Siau Po. "Pada tanggal lima belas bulan
yang lalu, ibuku bermimpi bertemu dengan arwah ayahku, Beliau mengatakan agar aku
mengadakan upacara sembahyang di kuil Ceng Liang si, Ngo Tay san. Menurut ibuku,
ayah mengatakan hal ini demi menebus dosa ayah agar mereka tidak tersiksa lebih
lama dalam neraka," Siau Po hanya mengoceh sembarangan Sebab dia sendiri tidak tahu siapa ayahnya
dan dia juga tidak tahu apakah ayahnya itu masih hidup atau sudah mati. Ketika


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memberikan jawaban, dalam hatinya dia tertawa sendiri.
"Oh, begitu rupanya." kata Teng Kong. Tapi ada satu hal yang perlu sicu ketahui,
mimpi adalah sesuatu yang sulit dijelaskan. Kebanyakan orang percaya, bila di siang
hari kita mengingat sesuatu terlalu dalam, maka malam hari kita akan memimpikannya,
Kita tidak dapat mempercayai sebuah mimpi begitu saja..."
"Tapi, suhu.,." kata Siau Po. "Masih ada persoalan lainnya, Pepatah mengatakan,
lebih baik percaya dari pada tidak, Karena itu, katakanlah impian ibuku itu tidak
benar, toh lebih baik aku menyembahyanginya. Bagaimana kalau ternyata impian itu benar dan
aku tidak menurut" Bagaimana kalau arwah ayahku di dalam neraka disiksa oleh Gu
tau be bin (Mahluk-mahluk berkepala kerbau dan berwajah kuda)" Bagaimana hatiku
bisa tenang" Lagipula, aku sedang melaksanakan titah ibuku yang mengatakan bahwa
beliau berjodoh dengan kepala pendeta kuil Ceng Liang si. Biar bagaimana,
sembahyang besar ini harus dilakukan di sini."
Berkata demikian, si anak aneh ini pun berpikir dalam hatinya.
- Kalau kau memang berjodoh dengan ibuku, pergilah ke Li Cun wan di Yang-ciu dan
bersenang-senang di sana...
Teng Kong segera memperdengarkan suara yang kurang puas.
"Sicu, ada sesuatu hal yang sicu tidak mengerti." katanya, "Sebetulnya kuil kami ini
termasuk golongan Sian Cong (Khusus menerima orang-orang yang ingin menyucikan
diri), kami tidak biasa melakukan upacara sembahyangan, sembahyang seperti itu
biasanya diadakan dalam kuil golongan Ceng Tou Cong. Kuil sejenis itu banyak
terdapat di daerah Ngo Tay san ini. Umpamanya kuil Kim Kok si, kuil Pau Ci si, kuil Tay
Hud si, dan kuil Yan Keng si. sebaiknya sicu pergi saja kesalah satu kuil tersebut.
Siau Po merasa heran pendeta di Hu Peng saja memandang tinggi kuil Ceng Lang si.
Di balik semua ini pasti ada sebab-musababnya, Dia mencoba meminta lagi, tapi Teng
Kong tetap menolaknya. Bahkan pendeta itu bangkit dan berkata kepada pendeta yang
bertugas menyambut tamu. "Tunjukkanlah jalan pada sicu ini bagaimana mencapai kuil Kin Kok si, Maafkan lolap
(panggilan seorang pendeta untuk dirinya sendiri), aku tidak dapat menemani sicu lebih
lama lagi." Siau Po jadi kebingungan "Lo suhu, kalau begitu, sudilah kiranya kau
menerima barang-barang yang diperlukan para pendeta di sini!" katanya, "Di dalamnya
ada jubah, kopiah, serta uang yang hendak kami amalkan..."
"Terima kasih, sicul" kata Teng Kong yang tampaknya tidak tertarik meskipun barang
bawaan Siau Po banyak sekali
Siau Po benar-benar penasaran. Dia berkata kembali
"lbuku berpesan, aku harus menyerahkan barang-barang ini langsung ke tangan
setiap suhu yang ada di sini. Tidak terkecuali tukang masak, tukang kebun dan yang
lainnya. Semua sudah disediakan bagiannya masing-masing. Barang yang aku sedia
kan cukup untuk delapan ratus orang. Kalau masih kurang, aku harus membelinya
lagi...." "lni pun sudah cukup, sicu, Malah kebanyakan. sahut si pendeta, "Jumlah pendeta di
dalam kuil kami hanya empat ratus lima puluh orang, Kalau sicu tetap mendesak,
baiklah, Sicu tinggalkan saja bagian untuk empat ratus lima puluh orang."
Siau Po menganggukkan kepalanya, tapi dia masih berkata.
"Dapatkah Lo suhu memanggilkan semua anggota kuil agar berkumpul di sini"
Dengan demikian, aku bisa menyerahkannya dengan kedua tanganku sendiri inilah
pesan yang dititipkan ibuku, aku tidak berani melanggarnya."
Tiba-tiba Teng Kong mengangkat kepalanya, sekilas tampak matanya menyorotkan
sinar berkilau bagai kiiat, tapi hanya sekejap kemudian dia menundukkan kepalanya
kembali setelah itu dia merangkapkan sepasang tangannya dan memuji Sang Buddha.
"Baiklah! Aku akan mengiringi kehendak sicu," katanya kemudian, Dia langsung
membalikkan tubuhnya dan melangkah ke dalam
Siau Po merasa heran, Dia memperhatikan tubuh si pendeta yang tinggi dan kurus.
Dia jadi mendongkol sendiri melihat sikap si pendeta itu, Dia mengangkat cawan tehnya
Pendekar Pedang Dari Bu Tong 15 Si Racun Dari Barat See Tok Ouw Yang Hong Tay Toan Karya Jin Yong Tapak Tapak Jejak Gajahmada 5
^