Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 15

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 15


uang perak sebanyak tujuh delapan potong, Mendadak dia menundukkan kepalanya
dan menyambitkan potong-an-potongan uang perak itu ke arah kepala kuda Lau It-cou.
sebetulnya Siau Po tidak pernah belajar ilmu menyambitkan senjata rahasia, tetapi
karena dia sekaligus menimpuk beberapa potong uang perak, jadi kebetulan salah
satunya mengenai mata kiri kuda yang ditunggangi Lau It-cou.
Kuda itu tersentak kaget saking nyerinya, Binatang itu langsung kabur tanpa dapat
dikendalikan lagi. Malah arah yang diambilnya ialah tepi jalan yang ada tanjakannya,
Lau It-cou khawatir kudanya akan terjungkal dan dirinya pasti akan luka-luka terbanting
dari atas kuda. Karena itu dia segera melompat turun dari kudanya dan membiarkan binatang itu lari
terus. "Kurang ajar!" teriak pemuda itu dengan hati mendongkol.
Sebaliknya Siau Po masih kabur terus dengan keretanya, Dia melongokkan
kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak, tangannya melambai-lambai kepada Lau Itcou.
"Lau toako! Kau belum pandai menunggangi kuda, Biar aku nasihati, sebaiknya kau
tangkap seekor kura-kura kemudian kau tunggangi untuk mengejar aku!"
Meskipun hatinya panas sekali, Lau It-cou tidak memperdulikan Siau Po. Dia
menggunakan segenap tenaganya untuk mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya
guna mengejar kereta Siau Po.
Si bocah khawatir juga, Kembali dia menghentakkan tali laso kudanya, Beberapa kali
di menoleh ke belakang dan mendapatkan lawannya masih mengejar terus, Tampaknya
lari It Cou cepat sekali. jarak di antara keduanya tinggal dua tiga puluh tombak, dia
malah mempercepat langkah kakinya.
"Celaka kalau sampai tersusul olehnya!" pikir Siau Po. "Rasanya sulit bagiku untuk
meloloskan diri!" Kembali Siau Po mengasah otaknya. Kemudian dia mengeluarkan pisaunya sekali
lagi untuk menusuk pantat kuda itu. Maksudnya agar larinya lebih cepat lagi, Ternyata
dugaan keliru, Kuda itu panik sekali karena kesakitan Binatang itu memutar tubuhnya
dan malah lari ke arah Lau It-cou!
"Celaka! Celaka!" teriak Siau Po dalam hati, Dia segera menarik tali laso kereta itu
kuat-kuat, maksudnya agar kereta itu tertahan dan berputar ke arah semula, Tapi
tenaganya kalah kuat, kereta masih meluncur terus.
"Benar-benar celaka!" lagi-lagi Siau Po berteriak dalam hati,
Melihat gelagat yang kurang baik itu, Siau Po jadi nekad, Dia melepaskan tali laso
kuda itu kemudian melompat turun dari keretanya, Setelah itu dia lari ke tepi jalan
untuk menyelusup ke dalam hutan, Dia bermaksud menyembunyikan diri di balik pepohonan
yang rimbun. Karena kereta itu kaburnya ke arah Lau It-cou, jarak antara kuda dan kereta semakin
dekat. Begitu Siau Po melompat turun, Lau It-cou pun menyusulnya!
Sekarang jarak mereka semakin dekat, hanya tinggal beberapa tindak saja, Dengan
sekali lompatan saja, tangan Lau It-cou sudah menjulur ke depan untuk mencengkeram
bagian belakang leher baju Siau Po.
Si bocah cilik tercekat hatinya, Dia merasa takut, tapi berpikir untuk membela diri,
Dia harus melakukan perlawanan. Dengan pisau belatinya ia menikam ke belakang.
Lau It-cou adalah murid pertama dari Tiat-pwe Cong Liong Liu Tay-hong yang
merupakan jago nomor satu di antara keempat ke-ciang atau pelindung keluarga Bhok.
Dapat dibayangkan kehebatan ilmu silatnya dan tentu jauh diatas Siau Po. Dengan satu
gerakan tangan kanan yang menggunakan jurus "Heng-in Liu-sui (Awan berarak,
sungai "mengalir) secara mudah dia berhasil mencekal lengan Siau Po yang kemudian
langsung ditelikungnya. Dengan demikian, otomatis pisau yang tadinya mengincar Lau
It-cou sekarang malah mengancam dirinya sendiri.
"Bangsat kecil! Kau masih berani melawan?" bentak pemuda itu.
Siau Po terkejut juga takut, Lengannya terasi nyeri dan lehernya juga terancam pisau
belatinyi sendiri Dia maklum sekali ketajaman pisau itu Apabila Lau It-cou menekan
tangannya sedikit lagi tenggorokannya pasti bolong oleh pisau belatinyi sendiri Tapi
dasar anak bengal dan otaknya cemerlang, bukannya memohon pengampunan dia
malah tertawa. "Lau toako!" katanya, "Mari kita bicara baik-baik! Kita kan orang sendiri Mengapa kau
memperlakukan aku seperti ini?"
"Fuh!" Lau It-cou membuang ludah ke atas tanah, "Masih berani kau mengatakan
orang sendiri" Ketika di dalam istana, berani sekali kau mengelabui Pui sumoay!,
Mengapa kau berani tidur di atas tempat tidur dengannya" Tidak bisa tidak, kau harus
kubunuh!" Ketika berbicara, urat-urat hijau di pelipisnya bertonjolan, Matanya menyorotkan sinar
kemarahan Tampangnya sungguh menyeramkan!
Sekarang Siau Po baru mengerti apa sebab kemarahan Lau It-cou. Dia hanya
merasa heran bagaimana Lau It-cou bisa tahu apa yang terjadi antara dirinya dengan
Pui Ie. Dia juga sadar dirinya tengah menghadapi ancaman maut. Tangannya tercekal
erat, sedangkan pisau belati mengancam lehernya, Dia tidak berkutik sama sekali, tapi
masih saja Siau Po tertawa.
"Lau toako, nona Pui adalah jantung hatimu," katanya, "Bagaimana aku berani
bersikap kurang ajar terhadapnya" Di dalam hati nona Pui hanya ada kau seorang, Kau
tahu" Siang malam hanya engkau yang dipikirkannya!"
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya It-Cou. Dia jadi suka bicara dan hawa amarahnya
agak mereda. "Karena dia memohon padaku agar membebaskan kau dari penjara," sahut Siau Po.
"Seperti kau ketahui, kau toh benar-benar bebas sekarang, Aku tidak bisa melukiskan,
betapa senangnya nona Pui ketika mengetahui kau sudah selamat!"
Mendadak hati It Cou jadi panas kembali Dia menggertakkan giginya erat-erat.
"Kau si telur anjing! Lohu tidak sudi menerima budimu!" teriaknya garang, "Kau
tolong aku, syukur. Tidak kau tolong juga tidak apa-apa. Tapi, mengapa kau harus
menipu adik seperguruanku agar sudi menikah denganmu, menjadi istrimu?"
"Ah, toako!" seru Siau Po yang cerdik, "Mana ada kejadian seperti itu" Siapa yang
mengatakannya " Nona cantik dan manis laksana bunga seperti nona Pui Ie hanya
pantas bersanding dengan Lau toako yang gagah dan tampan!"
Kembali hawa amarah dalam dada Lau It-cou reda tiga bagian. Hatinya senang
mendengar pujian bagi dirinya serta kekasihnya.
"Masih kau menyangkal tanyanya pula, "Benar atau tidak kalau adik Pui-ku itu sudah
menyatakan kesediaannya untuk menikah denganmu?"
Siau Po bukannya menjawab, malah tertawa terbahak-bahak.
"Apa yang kau tertawakan?" bentak It Cou i heran, matanya menatap si bocah
dengan tajam. "Eh, Lau toako, ke sini dulu, Aku ingin bertanya kepadamu," sabut Siau Po. "Apakah
seorang thay-kam atau orang yang sudah dikebiri bisa menikah?"
Lau It-cou langsung berdiri terpaku mendengar pertanyaan bocah itu. Dia menatap
Siau Po Iekat-lekat, pikirannya kacau, Dia mengasah otaknya dan akhirnya dia tertawa
terbahak-bahak, Memang benar, mana mungkin seorang thay-kam bisa menikah"
Meskipun tertawa, It Cou tidak segera melepaskan cekalannya pada tangan Siau Po.
"Sekarang giliran aku yang bertanya," katanya. "Mengapa kau membohongi adik Pui
sehingga dia menyatakan kesediaannya menikah denganmu" Mengapa kau
mengatakan padanya bahwa kau ingin menikahinya?"
Kembali Siau Po tertawa. "Lau toako, bolehkah aku bertanya kepadamu?" kata Siau Po. "Dari mana kau
mendengar hal ini?" "Aku mendengar sendiri ketika adik Pui berbicara dengan Siau kun cun!" sahut It
Cou. "Kau pikir aku berbohong?"
"Toako, mereka sedang berbicara berdua atau kakak Pui sendiri yang
mengatakannya kepadamu?" tanya Siau Po ingin mendapat kepastian.
It Cou diam. Hatinya ragu-ragu.
"Mereka berdua sedang berbicara," sahutnya selang sejenak.
Sebetulnya duduk persoalannya begini: Ketika Ci Tian-coan mengantarkan nona Pui
dan nona Bhok menuju dusun Cioki cung, di tengah perjalanan mereka bertemu dengan
Gouw Lip-sin dan Go Piu. Ketika ditahan dalam istana, Gouw Lip-sin mengalami
berbagai siksaan. Tubuhnya terluka di sana-sini. Untung saja ototnya tidak ada yang
putus, Karena itu dia naik kereta dan bermaksud mencari tabib di dusun Cioki cung,
Tentu saja pertemuan itu menggembirakan kedua belah pihak, Cuma, tampak
perbedaan pada diri It Cou serta Pui Ie. Sikap mereka tawar sekali, Tidak akrab dan
ramah sebagaimana biasanya.
It Cou justru merasa heran. Dia merasa penasaran dan kurang puas, Dia ingin
mengetahui apa yang menyebabkan perubahan si nona. Beberapa kali dia mengajak
Pui le memisahkan diri dengan yang lainnya agar mereka bisa bicara berdua, tapi Pui le
selalu mencari alasan dan selalu berada di samping Kiam Peng seakan tidak sudi
berpisah sedetik pun dengan Siau kuncu itu.
Lama-lama It Cou semakin bingung. Dia tidak tahu apa sebabnya dan tidak dapat
menerkanya, Saking penasaran, satu kali dia mencoba mendesak Tidak disangkasangka
Pui le justru berkata terus terang bahwa hubungan mereka selanjutnya hanya
antara kakak dan adik seperguruan saja, lain tidak. Pui le juga meminta dia jangan
mengungkit yang telah lalu dan menyuruh It Cou melupakannya!
Pada saat itu hati It Cou tercekat Dia juga merasa bingung.
"Sumoay, ada apa sebenarnya?" tanyanya penasaran.
"Tidak apa-apa," sahut Pui le dingin dan singkat.
It Cou menarik tangan gadis itu dan menggenggamnya, "Su... moay..." katanya,
"Kau...?" Pui le mengibaskan tangan sukonya itu,
"Berlakulah sopan sedikit, Lau suko!" katanya ketus.
It Cou tertegun Dia merasa kecewa dan malu.
Malam itu, di dalam kamarnya Lau It-cou sulit pulas, Dia bergolek kesana kemari.
pikirannya ruwet. Ada apa dengan kekasihnya" Akhirnya dia turun dari tempat tidur dan
berjalan keluar, Kemudian dia menuju kamar Pui le dan Kiam Peng, Di dekat jendela,
dia memasang telinga. Kebetulan sekali, kedua nona itu sedang berbincang-bincang.
"Cici, kau perlakukan dia demikian tawar, apakah kau tidak khawatir hatinya menjadi
sedih?" terdengar suara Kiam Peng bertanya.
"Habis, apa lagi yang dapat kulakukan?" sahut Pui Ie. "Biarlah sekarang hatinya
sedih. Lama-lama dia akan biasa kembali. Waktu akan menyembuhkan segala macam
duka..." "Apakah... cici... sudah yakin akan menikah dengan si bocah Wi Siau-po?" tanya
Kiam Peng kembali, "Dia masih begitu muda, mana mungkin cici menjadi istrinya?"
Ditanya seperti itu, Pui le menatap Kiam Peng lekat-lekat
"Kau sendiri ingin menikah dengan kunyuk kecil itu sehingga kau menganjurkan aku
kembali kepada Lau suko, benar bukan?"
"Bukan! Bukan!" sangkal Kiam Peng cepat "Kau saja yang menikah dengan kunyuk
kecil itu!" Pui Ie menarik nafas panjang. "Aku sudah berjanji, bahkan bersumpah!" katanya.
"Mana mungkin aku melupakannya" Pada saat itu, aku bilang begini: Raja Langit di
atas dan Ratu Bumi di bawah, kalau Kui kongkong berhasil menoIong Lau suko
sehingga dapat meloloskan diri dengan selamat, aku Pui Ie bersedia menikah
dengannya dan menjadi istrinya untuk seumur hidupnya! Andaikata aku mengingkari
janjiku ini, biarlah aku merasakan berlaksa penderitaan terlebih dahulu sebelum
menjelang kematian Bahkan aku juga menambahkan, "Siau kuncu menjadi saksinya!"
Bukan" Nah, aku tidak melupakan apa yang pernah kuucapkan, dan tentunya kau juga
tidak melupakannya, bukan?"
"Memang kau telah mengucapkan sumpah itu," kata Kiam Peng, "Tapi aku rasa si
kunyuk kecil itu hanya bergurau, bukan serius!"
"Main-main atau serius, sama saja bagiku!" kata Pui Ie tegas. "Kita kaum perempuan,
sekali kita sudah berjanji akan menyerahkan diri, tidak dapat kita tarik pulang
kembali! Sudah selayaknya kita mengikuti seorang laki-laki untuk selama-lamanya. Lagipula...
lagipula...." "Lagipula apa?" tanya Kiam Peng.
"Aku telah memikirkannya matang-matang," sahut Pui Ie. "Seandainya dia tidak
serius dan janjiku itu dapat ditarik kembali, tapi... kita sudah pernah berbaring di
atas satu tempat tidur dengannya dan sama-sama mengenakan sehelai selimut...."
Tiba-tiba saja Kiam Peng tertawa geli.
"Kunyuk itu memang luar biasa nakalnya," katanya. "Malah dia membawa-bawa
cerita Eng Liat-toan yang katanya sama dengan apa yang kita alami. Saat itu dia
mengatakan: Bhok ongya mengamankan propinsi Inlam dengan tiga batang anak
panahnya, Kui kongkong merangkul sepasang nona cantik dengan kedua belah
lengannya, Suci, waktu itu dia benar-benar memelukmu, bukan?"
Pui Ie menghela nafas agar dadanya tidak begitu sesak.
Sementara itu, bukan main bingungnya perasaan It Cou mendengar pembicaraan
kedua gadis itu. Hatinya menjadi panas sekaligus sedih, Urusan ini terasa sulit
baginya, Pui Ie bersedia menyerahkan diri pada Siau Po atau Kui kongkong karena telah
menolong dirinya bebas dari tempat musuh.
Tanpa pertolongan bocah itu, kemungkinan sekarang kepalanya sudah terpisah dari
batang lehernya dan jadi setan gentayangan Kepalanya menjadi pusing dan kedua
lututnya terasa lemas dan tubuhnya terhuyung-huyung hampir jatuh. Dia berusaha
menekan hawa amarah dalam dadanya.
Kemudian dia mendengar lagi suara Pui Ie yang berkata:
"Memang dia masih muda sekali, tapi dia pandai bicara, Tidak kalah dengan orang
dewasa, Yang terutama, dia memperlakukan kita dengan baik sekali, Budinya terhadap
kita besar sekali, bukankah dia yang menolong kita melarikan diri dari istana" Bahkan
di dalam istana, dia tidak memperdulikan segala ancaman maut untuk melindungi kita,
sekarang kita telah berpisah dengannya, Entah kapan kita baru bisa berjumpa
kembali..?" Kembali Kiam Peng tertawa.
"Suci, rupanya kau sedang memikirkannya?" tanyanya, "Apakah kau merasa rindu
padanya?" "Lalu, kalau aku memang memikirkannya dan rindu kepadanya, bagaimana?" Pui Ie
balik bertanya. "Sebenarnya, suci," kata Kiam Peng, "Aku juga tengah memikirkannya, Beberapa kali
sudah aku mengajaknya datang bersama-sama ke dusun Cioki ji cung ini, tapi dia selalu
menolak, Katanya dia mempunyai tugas yang penting sekali, Cici, coba kau terka,
apakah dia berbicara yang sebenarnya atau hanya ingin mengelabui kita?"
"Ketika singgah di rumah makan, aku pernah mendengar dia berbicara dengan kusir
kereta," kata Pui Ie, "Dia menanyakan jalanan menuju Shoa Say, Mungkin dia akan
pergi ke sana..." "Dia masih muda sekali dan sekarang melakukan perjalanan seorang diri, Bukankah
berbahaya sekali ?" kata Kiam Peng, "Bagaimana kalau dia bertemu dengan penjahat?"
Pui Ie menarik nafas panjang.
"Pernah terpikir olehku untuk berbicara dengan Ci loyacu agar dia tidak usah
mengantarkan kita, ingin aku meminta orang tua itu untuk melindungi dia, tapi Ci loyacu
pasti tidak akan menerimanya...."
"Cici...." "Apa, moaymoay?"
"Ah, tidak apa-apa.,,." Tampaknya Kiam Peng membatalkan apa yang ingin
dikatakannya. "Sayangnya kita berdua masih sama-sama terluka..." kata Pui Ie, Kalau tidak, pasti
kita bisa pergi bersamanya ke Shoa Say.,,."
Mendengar pembicaraan kedua nona itu, kepala Lau It-cou semakin berat,
mendadak tubuhnya limbung dan kepalanya membentur jendela, Kakinya tidak dapat
berdiri tegak. "Siapa?" bentak Kiam Peng dan Pui Ie yang merasa terkejut sekali.
It Cou tidak sampai jatuh, Rasa sakit di kepalanya yang terbentur menyadarkannya.
Hatinya panas sekali sehingga tidak mendengar suara bentakan kedua nona itu, Dia
malah berteriak dalam hati.
"Aku akan membunuh bocah itu! Aku harus membunuhnya!"
Lau It-cou segera lari keluar rumah untuk mencari kudanya dan terus melarikannya,
Dia mengambil arah barat karena menurut pembicaraan Pui le tadi, bocah kurang ajar
itu berangkat ke Shoa Say.
Sampai terang tanah, Lau It-cou masih melarikan kudanya, tapi sekarang dia sering
bertanya kepada orang-orang mana jalan menuju ke Shoa say. Setiap kali bertemu
kereta yang sedang bergerak, dia selalu bertanya pada kusirnya: "Apakah
penumpangmu seorang bocah cilik?"
Demikianlah Lau It-cou memberikan keterangannya ketika Siau Po meminta
penjelasan sekarang Siau Po tahu bahwa Lau It-cou hanya mendengar sebagian saja
dari pembicaraan antara Pui le serta Kiam Peng.
Karena itu, dia segera tertawa dan berkata, "Lau toako, ternyata kau sudah ditipu
oleh adik seperguruanmu itu!"
"Aku ditipu Pui Ie?" tanya Lau It-cou bingung, "Bagaimana caranya?"
"Duduk persoalan yang sebenarnya begini, Lau toako," kata Siau Po dengan nada
sabar "Ketika terkurung di dalam istana, nona Pui pernah berkata kepadaku, bahwa dia
sungguh-sungguh berniat menolongmu tapi sebaliknya selama ini kau selalu bersikap
acuh tak acuh kepadanya, Menurutnya kau kurang perhatian." It Cou heran sekali.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mana ada kejadian seperti itu?" katanya. "Mana mungkin aku bersikap acuh tak
acuh kepadanya?" "Bukankah kau pernah menghadiahkan sebuah tusuk konde kepadanya?" tanya Siau
Po. "Tusuk konde itu berbentuk bunga Bwe?"
"Benar!" sahut It Cou penuh semangat "Bagaimana kau bisa mengetahuinya?"
"Ketika bertempur di istana, tusuk konde itu terjatuh," kata Siau Po. "Nona Pui
kebingungan setengah mati, karena tusuk konde itu merupakan hadiah dari kekasihnya,
Menurutnya, tusuk konde itu tidak boleh hilang, Biar bagaimana dia harus
mendapatkannya kembali Demi tusuk konde itu, dia bersedia mengadu jiwa!"
It Cou terdiam, pandangannya termangu-mangu.
"Oh, dia begitu baik kepadaku?" tanyanya kemudian
"Pasti!" sahut Siau Po. "Masa dia berbohong dalam keadaan seperti itu?"
"Lalu, bagaimana?" tanya It Cou yang jadi tertarik. "Kau mencekal aku begini keras,
aku kesakitan setengah mati!" kata thay-kam palsu yang cerdik ini. "Mana mungkin aku
berbicara dengan leluasa?"
"Baik!" kata Lau It-cou yang kemarahannya sudah reda setengah bagian. Dia juga
yakin bocah itu tidak sanggup meloloskan diri dari tangannya.
Setelah melepaskan cekalannya dia bertanya, "Apa yang terjadi kemudian?"
Perlahan-Iahan Siau Po menyimpan pisau belati di dalam kaos kakinya, Kemudian
dia juga menggunakan kesempatan itu untuk mengurut tangannya yang biru matang
serta bengkak karena cekalan Lau It-cou yang keras. Setelah itu dia berkata.
"Orang-orangnya Bhok onghu paling pintar dan gemar memencet tangan lawan,"
katanya, "Kau begitu, Pek Han-hong juga begitu! lya, memang benar Mengapa aku
sampai lupa! ilmu Ku-jiau jiu dari keluar Bhok memang sudah terkenal sekali!"
Kata-kata Siau Po itu merupakan sindiran tajam. Karena Ku-jiau jiu artinya "llmu
cakar kura-kura." Lau It-cou tidak menaruh perhatian pada ucapan Siau Po itu. Dia juga tidak dapat
menangkap makna yang terselip di dalamnya.
"Bagaimana sikap Pui sumoay setelah kehilangan tusuk konde pemberianku itu?"
"Dengan ilmu Ku-jiau jiu, kau telah membuat tanganku bengkak dan sakit Aku harus
mengatur pernafasan dulu baru bisa bicara dengan lancar." Kata Siau Po yang masih
juga mempermainkan si pemuda keblinger itu. Dia sengaja memperpanjang waktu agar
otaknya bisa bekerja mencari akal, pokoknya dia harus bisa meloloskan diri tanpa
kurang apa-apa. "Biarkan aku beristirahat sebentar Urusan ini penting sekali dan
menyangkut apakah kau akan mendapatkan istrimu atau tidak!"
Dia terus mengurut-urut tangannya yang biru matang, sementara itu, Lau It-cou
sekarang sudah mengerti apa artinya kata Ku-jiau jiu yang diucapkan Siau Po, tapi dia
tidak memperdulikannya, perhatiannya sedang terpusat pada hal lainnya, Apalagi Siau
Po mengatakan "ada sangkutannya apakah kau akan mendapatkan istrimu atau tidak?"
"Cepat kau ceritakan!" desak It Cou, "Sudah, jangan bertele-tele lagi!"
"Mari duduk dulu.,." ajak Siau Po dengan saban lari kita istirahat sejenak. Setelah
pernafasanku lurus, tentu aku bisa bercerita dengan lancar, Kau pasti mendapatkan
keterangan yang kau inginkan.?"
Lau tidak mau, It Cou terpaksa menuruti ajakan si bocah tersebut
Siaupo berjalan ke bawah sebatang pohon yang rimbun dan duduk di sana, It Cou
menghampiri dan duduk di sisinya, Dia tidak mau jauh-jauh dengan Siau Po karena
khawatir bocah yang licin itu akan kabur darinya.
Siau Po menarik nafas panjang beberapa kali, "Sayang... sayang,.," katanya
berulang kali. "Apanya yang sayang?" tanya It Cou sambil mengawasi wajah bocah itu.
"Sayang sekali nona Pui tidak ada di sini.,." sahut Siau Po sambil memperlihatkan
tampang muram, "Coba kalau dia ada di sini dan duduk berdampingan denganmu, tentu
bahagia sekali bila kalian dapat berbicara berduaan dengan mesra!"
Senang sekali hati It Cou mendengar ucapan bocah itu. Tanpa sadar ia tersenyum.
"Bagaimana kau mempunyai pikiran seperti itu?" tanyanya,
"Karena aku pernah mendengar perkataan nona Pui," sahut Siau Po, "Hari itu, ketika
tusuk kondenya hilang, nona Pui langsung nekat Dia menerjang tiga pos dalam istana
yang dijaga para siwi, Meskipun dia sendiri terluka, tapi dia juga merobohkan tiga
orang pengawal Akhirnya dia berhasil mendapatkan tusuk kondenya kembali, Tahukah kau
apa bagaimana pikirannya saat itu?"
It Cou menggelengkan kepalanya, Dia masih menunggu kata-kata Siau Po.
"Saat itu aku berkata kepadanya: "Nona, mengapa kau begitu bodoh" Berapa sih
harganya sebuah tusuk konde sampai kau harus menempuh bahaya sebesar ini" Nanti
aku akan memberimu uang sebanyak seribu tail dan kau bisa memesan tusuk konde
seperti itu sampai empat ribuan batang. Biarpun nona memakainya secara bergantian
siang dan malam, berarti dalam satu tahun setiap hari kau akan memakai tusuk konde
baru, Nah, tahukah kau apa jawaban nona Pui?"
Sekali lagi It Cou menggelengkan kepalanya.
"Nona itu langsung berkata begini kepadaku: "Kau anak kecil tahu apa" ini hadiah
dari Lau suko yang baik hati dan sangat mencintaiku! Meskipun kau menghadiahkan
seribu batang atau selaksa batang tusuk konde yang dibuat dari emas murni dan
bertaburan mutiara, tetap saja tidak bisa menyamai tusuk konde pemberian Lau sukoku
ini! Bagiku, yang penting hadiah ini dari Lau suko, tidak perduli bahannya dari perak,
tembaga atau besi rongsokan sekalipun Nah, Lau toako, coba kau pikir, bukankah nona
Pui itu tolol sekali?"
Bukannya mendongkol atau marah, Lau It-cou malah tertawa lebar ia merasa katakata
bocah di sampingnya itu lucu sekali.
"Aku ingin bertanya kepadamu," kata It Cou. "Apakah sepanjang malam itu sumoay
hanya membicarakan soal tusuk konde saja?"
"Lau suko, Siau Po tidak menjawab, dia malah bertanya, "Lau toako, kau mencuri
dengan pembicaraan mereka hampir sepanjang malam?"
Wajah It Cou jadi merah padam, Dia tidak menyangka akan mendapat pertanyaan
seperti itu dari Siau Po.
"Sebenarnya aku tidak bermaksud mencuri dengar pembicaraan mereka," katanya
dengan maksud membersihkan diri, "Malam itu aku terbangun karena ingin membuang
air kecil, Ketika lewat di sisi kamar mereka, aku mendengar suara pembicaraan
mereka...." "Nah, Lau toako! perbuatanmu itu tidak dapat dibenarkan!" kata Siau Po. "Masa kau
tidak bisa membuang air kecil di tempat lain" Kenapa kau justru memilih bawah jendela
kamar kedua nona itu" Apakah kau tidak khawatir air senimu itu akan memancarkan
bau harum semerbak sehingga nona pujaan hatimu itu jadi mabuk kepayang
karenanya, sedangkan kedua nona itu begitu cantik dan rupawan?"
It Cou semakin jengah. "lya, iya. Kau benar!" sahutnya, "Kemudian, apalagi yang dikatakan adik
seperguruanku itu?" Rupanya pemuda ini tertarik sekali dengan cerita Siau Po sehingga dia tidak jemujemunya
mengajukan pertanyaan. "Perutku kosong, aku lapar sekali," kata Siau Po. "Aku kehabisan tenaga untuk
bercerita. Sudilah kiranya kau pergi membelikan makanan agar aku bisa mengisi perut
Setelah perutku kenyang, aku bisa bercerita panjang lebar dan hatimu pasti akan
tergetar mendengarnya!"
"Apanya yang menggetarkan hati?" tanya It Cou. "Pui sumoay adalah seorang gadis
yang polos dan tulus, Belum pernah dia mengucapkan kata-kata yang tidak senonoh...."
"Betul!" kata Siau Po. "Dia memang tulus dan polos. Dia tidak pernah mengucapkan
kata-kata yang tidak sopan, tapi aku ingat dia pernah mengatakan "Lau sukoku yang
baik hati, Lau sukoku yang gagah dan tampan!" Nah, kata-kata itu manis sekali bukan"
Entahlah bagaimana perasaanmu, menurutku kata-katanya itu enak sekali
kedengarannya." Hati It Cou benar-benar senang mendengar keterangan Siau Po. Tapi dia masih
belum yakin. "Benar?" tanyanya, "Benarkah Pui sumoay pernah berkata demikian?"
"Benar atau tidak, terserah dirimu sendiri, Lau toako!" kata Siau Po. "Aku hanya
mengatakan apa yang menjadi kenyataan! Nah, sudahlah, aku akan pergi mencari
makanan, Maafkan aku, toako!"
Selesai berkata Siau Po langsung berdiri, It Cou sedang penasaran mendengar
cerita bocah itu, mana mau dia melepaskannya begitu saja" Dia segera menekan bahu
bocah itu. "Sabar saudara Wi," katanya, "Jangan terburu-buru pergi. Aku membekal ransum
kering, silahkan makan! Nanti, kalau kau sudah selesai bercerita, aku akan
mengajakmu ke kota di depan sana, Kita cari sebuah rumah makan, Aku ingin
mengundangmu makan dan minum sebagai permintaan maaf atas kesalahan pahaman
ini," Lau It-cou segera mengeluarkan sebuah bungkusan yang berisi kue kering, Lalu
disodorkannya ke hadapan bocah itu.
Siau Po mengambil satu potong kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya. Setelah
dikunyah, dia merasa kue itu tidak ada sari manisnya, Rasanya tawar sekali.
"Kue apa ini?" tanyanya sembari mengambil sepotong lagi dan diserahkannya
kepada Lau It-cou. Lau It-cou menyambut kue itu dan memasukkannya ke dalam mulut.
"Kue ini memang keras, tidak enak, Tapi lumayanlah untuk mengganjal perut,"
katanya, Siau Po memeriksa kue lainnya, semuanya terdiri dari beberapa jenis.
"Bagaimana dengan yang ini?" Dia mengambil beberapa potong kemudian dibolakbalikkannya
satu per satu, "Ah! Ada-ada saja!" Aku mau buang air kecil," katanya
sambari berjalan menuju belakang pohon dan membuka celananya.
It Cou membiarkan Siau Po pergi, tapi dia tetap mengawasinya, sebentar saja Siau
Po sudah kembali lagi dan duduk di samping Lau It-cou. Dia membolak-balik lagi
sepotong kue kemudian memasukkannya ke dalam mulut untuk dicicipi.
It Cou sendiri sudah merasa letih karena mengejar bocah itu sepanjang malam, Dia
menjemput sepotong kue dan memakannya, Perutnya juga sudah lapar, tapi dia masih
ingin tahu kelanjutan cerita Siau Po.
"Apa benar Pui sumoay berkata begitu di hadapan Siau kuncu" Mungkinkah dia
hanya mempermainkan perasaanku?"
"Aku toh bukannya belatung dalam perut sumoaymu itu, mana aku tahu apa yang
dipikirnya?" sahut Siau Po, "Kan kau kakak seperguruannya yang paling baik dan dekat.
Mengapa kau tidak tahu sifatnya" Kok, kau malah tanya kepadaku?"
"Sudahlah, adik," kata It Cou. "Tadi aku salah paham kepadamu. Aku harap kau suka
memaklumi perasaanku Saudaraku, aku minta kau mau menceritakan semuanya
kepadaku." "Kalau begitu, baiklah aku bicara terus terang," kata Siau Po. "Nona Pui, adik
seperguruanmu itu memang manis dan cantik sekali seandainya aku bukan seorang
thay-kam, tentu aku suka sekali bisa menikah dengannya, tapi ada satu hal yang perlu
aku jelaskan, Meskipun aku tidak bisa menikah dengannya,.. aku khawatir kau juga
tidak mempunyai kesempatanmu."
It Cou merasa heran, Dia menatap Siau Po lekat-lekat.
"Kenapa?" desaknya.
"Jangan terburu nafsu, sobat!" katanya saban "Nanti perlahan-lahan aku akan
menjelaskan sebabnya...."
"Ah! Kau sengaja main gila! Caramu ini benar-benar membuat nafsu makanku
hilang!!" bentak It Cou. Baru saja selesai berkata, tiba-tiba tubuhnya terhuyunghuyung.
"Eh, kenapa kau?" tanya Siau Po dengan tampang keheranan "Apakah kau tiba-tiba
jadi sakit" Atau kuemu itu kurang bersih?"
"Apa katamu?" tanya It Cou. Dia berusaha untuk bangun, tapi mendadak dia
merasakan tubuhnya lemas, tenaganya tidak ada sehingga dia menggeletak di atas
tanah dekat bawah pohon. Tiba-tiba saja Siau Po tertawa terbahak-bahak Dengan sebelah kakinya, dia
menendang pantat Lau It Cou.
"Eh, mengapa di kuemu ada obat biusnya" Aneh bukan ?"
It Cou roboh dengan mengeluarkan seruan tertanam Ketika Siau Po menendangnya,
dia tidak merasakan apa-apa lagi.
TAMAT (Bagian Pertama) Apa sebenarnya yang terjadi pada diri Lau it-cou" Apakah dia pun kena diperdayai
oleh Wi Siau Po, si bocah nakal" Bagaimana ke lanjutan kisah asmara antara Pui Ie,
Lau It-cou dan Wi Siau Poyang terlibat cinta segi tiga itu" ikutilah bagian ke II dari
kisah Kaki Tiga Manjangan ini! Bagian Kedua Bagian 31 Pada kisah yang terdahulu, diceritakan tentang Lau It Cou, murid Tiat Pwe Cong
Liong Liu Tay Hong tiba-tiba merasa kepalanya pusing setelah makan kue kering
bersama si Thay-kam cilik, Wi Siau Po.
Bahkan ketika bocah nakal itu menendangnya berkali-kali, Lau It Cau tidak
merasakan apa-apa lagi, Siau Po langsung memperlihatkan senyum penuh
kebanggaan. Dia membuka ikat pinggang Lau It Cou kemudian digunakannya untuk
membelenggu tangan orang itu.
Di dekat sebatang kayu ada sebuah batu besar Siau Po berusaha menggesernya,
kebetulan di bawah batu besar itu ada sebuah lubang, karena itu Siau Po
menggesernya terus sehingga mulut lubang itu terbuka lebar Setelah itu dia
mengeluarkan bebatuan yang terdapat di dalam lubang itu dan menggali tanahnya
sehingga lubang itu menjadi bertambah dalam dan lebar
"Hari ini Lohu akan menguburmu hidup-hidup di dalam lubang ini." kata Siau Po
sembari tertawa, meskipun dia bicara seorang diri, Kemudian ia mengangkat tubuh Lau
It Cou, dimasukkannya ke lubang itu dengan posisi berdiri dan punggung bersandar
pada dinding lubang. Setelah itu dia menimbuni lubang itu kembali dengan pasir dan
bebatuan sampai batas leher Lau It Cou.
Sekali lagi Siau Po tertawa senang, Tampaknya dia puas sekali dengan hasil
kerjanya sendiri, Perlahan-lahan dia berjalan ke tepi sungai, dibukanya jubah luarnya
kemudian dicelupkannya ke dalam air. Dia berjalan balik kembali, lalu berhenti di depan
anak muda yang sedang tidak sadarkan diri itu.
Siau Po mengangkat jubah basah itu tinggi-tinggi kemudian diperasnya sehingga
airnya mengalir turun dan membasahi seluruh kepala dan wajah Lau It Cou.
Dengan demikian, lambat laun Lau It Cou siuman, Dia kebingungan matanya
jelalatan ke sekitarnya, Dia ingin menggerakkan kaki dan tangannya tapi tidak ada
kesanggupan sama sekali. Hal ini membuat hatinya tercekat Dia mulai menerka-nerka
apa yang terjadi pada dirinya. Di hadapannya duduk bersila Siau Po dengan wajah
penuh senyuman, bahkan sekali-sekali tampak dia tertawa geli, kedua tangannya
berpangku di atas lututnya,
Pasti aku telah di akali olehnya.,., pikir Lau It Cou dalam hati, Dia menyesal dirinya
sendiri yang ceroboh, tapi dia berusaha menenangkan dirinya.
"Hai, saudara kecil, jangan main-main!" katanya sambil tertawa, Sia-sia dia berusaha
mengerahkan tenaganya untuk memutuskan ikat pinggang yang membelenggunya.
"Oh, dasar bangsat gila perempuan!" maki Siau Po. "Tahukah kau betapa pentingnya
urusan yang sedang aku hadapi" Kau kira aku ada waktu bergurau dengan engkau, si
bangsat bau!" Bocah ini memang luar biasa, Sembari memaki, kakinya mengayun pula menendang
rahang pemuda itu sehingga darah bercucuran. Mulutnya tidak berhenti mencaci.
"Nona Pui itu istriku, Orang seperti kau berpikir untuk menikahinya" Hm! Bangsat
bau! Kau sudah menghajar lohu sehingga lohu kesakitan serta menderita, sekarang
lohu akan menuntut balas padamu! Pertama-tama aku akan memotong telingamu
kemudian menebas hidungmu, Iya, aku akan mengerat satu per satu!"
Selesai berkata Siau Po mencabut pisau belatinya, lalu dia membungkuk dan
mengacung-acung-kan pisaunya di depan wajah Lau It Cou dengan tampang
mengancam. Bukan kepalang terkejutnya hati Lau It Cou.
"Oh, saudara,., saudara Wi yang baik," katanya, "Wi hiocu, sudilah kau memandang
keluarga Bhok dan berlaku murah hati"
"Bagus sekali kau, ya!" maki Siau Po. "Manusia macam apa engkau ini" Dari dalam
tahanan di istana aku menolong dirimu sehingga mendapatkan kebebasan kembali
seperti sekarang ini. Mengapa kau membalas air susu dengan air tuba" Kenapa kau
ingin membunuhku" Hm, orang yang kepandaiannya seperti kau ini, mana mungkin
sanggup membunuh aku seorang tokoh besar" sekarang kau malah meminta aku
memandang muka keluarga Bhok, tapi bagaimana ketika kau meringkusku" Mengapa
kau sendiri tidak memandang muka Tian Te hwe kami?"
"lya, aku telah berbuat kekeIiruan..." sahut Lau It Cou mengakui
"Aku akan membacok kepalamu sebanyak tiga ratus enam puluh kali." kata Siau Po.
"Dengan cara demikian, barulah hilang rasa penasaran dihatiku."
Siau Po menarik kuncir It Cou kemudian di tebasnya dengan pisau belati sehingga
putus, setelah itu dia mengayunkan pisaunya bolak-balik dan dalam sekejap mata
rambut di kepala Lau It Cou jadi tidak karuan bentuknya, Sebagian besar botak dan di
beberapa bagian tersisa rambutnya sedikit-sedikit.
Rupanya hati Siau Po masih panas.
"Bangsat gundul kepingin mampus!" makinya untuk kesekian kali. "Hati lohu paling
panas kalau melihat biksu (pendeta), apalagi yang gundulnya kepalang tanggung,
Kemarahan di dalam dada ini seakan-akan meluap-luap, karena itu tidak bisa tidak, aku
harus membunuhmu!" Meskipun takut setengah mati, Lau It Cou masih berusaha untuk tertawa. Dia
berharap anak nakal itu hanya bergurau dengannya.
"Oh, Wi hiocu yang baik, cayce (aku yang rendah) bukan pendeta," sahutnya. Dia
berusaha menentramkan hatinya yang terguncang keras.
"Setan alas!" bentak Siau Po. "Bagaimana kau berani mengatakan bahwa dirimu


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bukan pendeta" Lalu mengapa kepalamu di cukur plontos seperti itu" Apakah kau ber
maksud mendustai aku tuan besarmu ini?"
Li it Cou menjadi bingung, Hatinya juga cemas sekali, Kuncirnya sudah hilang dan
kepalanya tiga per empat botak, Dalam hatinya dia mengeluh.
"Kan kau yang memotong rambutku, mengapa kau malah memaki-maki aku" Tapi
dia masih menyayangi jiwanya sendiri, tidak berani dia menyahut karena takut Siau Po
akan semakin marah, Dia berusaha tertawa dan berkata. "Wi hiocu, seribu salah
selaksa kekeliruan, semuanya aku yang melakukannya, Wi hiocu, kau adalah seorang
yang berbudi luhur, aku mohon sudilah kiranya kau bersikap murah hati..!"
Kali ini It Cou mengucapkan kata-kata yang merendah Dia sudah kewalahan
menghadapi bocah yang luar biasa ini, Dia sangat menyayangi jiwanya dan tidak sudi
mati konyol dengan cara sedemikian rupa.
"Baiklah!" kata Siau Po kemudian "Sekarang aku ingin bertanya dulu kepadamu, Kau
kenal Nona Pui Ie, bukan" Jawablah, istri siapa nona itu?" Bukan main bingungnya hati
It Cou. "Dia... dia..." ucapannya terputus-putus, Dia tidak dapat melanjutkan ucapannya
seperti orang yang kehabisan kata-kata saking takut dan cemas. Baginya sulit sekali
menduga isi hati Siau Po. Dia sedang bergurau atau benar-benar marah"
"Dia,., dia... apa?" bentak Siau Po. "Lekas jawab!"
Kembali pisau belatinya yang tajam di gerak-gerakkan di depan muka Lau It Cou.
It Cou semakin bingung, Dia berpikir keras, Celaka kalau sampai dia kehilangan
telinga atau hidungnya, urusannya bisa gawat Selain sakit, dia juga harus menderita
malu. "Dia... dia tentu istrimu, Wi hiocu!" katanya dengan susah payah,
Siau Po tertawa. "Dia,., siapa?" tanyanya sekali lagi, "Bicara yang jelas! Siapa dia yang kau katakan"
Lohu ingin mendapatkan kepastian darimu!"
"Aku.... Maksudku.,., Pui sumoay." sahut Lau It Cou dengan terpaksa, "Dia adalah
istri Wi hiocu." Siau Po tertawa lagi. "Sekarang kita bicara blak-blakan." katanya, "Lekas kau katakan, apakah aku ini
sahabatmu?" Lega juga hati Lau It Cou mendengar nada suara Siau Po yang sudah mulai lunak,
Lekas-lekas dia menjawab.
"Sebenarnya siaujin (orang yang hina ini) tidak berani mengangkat diri sendiri terlalu
tinggi, siaujin tidak pantas mengagulkan diri, Tapi kalau Wi hiocu sudi menganggap
siaujin sebagai sahabat, siaujin ibarat mendapatkan rembulan jatuh...."
"Baik! Aku suka menjadi temanmu." kata Siau Po kemudian "Di dalam dunia kang
ouw, orang harus mengingat istri sahabatnya sendiri. Lain kali, bila kau berani main
gila lagi, awas! Jaga botak kepalamu baik-baik! sekarang coba kau bersumpah dan buktikan
bahwa kau benar-benar sudah tobat, Aku ingin mendapat keyakinan bahwa lain kali kau
tidak berani main gila lagi. Bersumpahlah!"
Di dalam hatinya, Lau It Cou mengeluh. Hebat sekali desakan si bocah nakal ini. Dia
menyesali dirinya yang begitu bodoh sehingga kena diakali olehnya dan berbalik kena
ditawan. "Tidak apa-apa kalau kau tidak sudi bicara." Kata Siau Po. "Memang aku sudah tahu
lagak setanmu. Kau mengandung maksud buruk. Di dalam hatimu kau sudah mengatur
rencana untuk mempermainkan istriku."
Tanpa kepalang tanggung lagi, Siau Po langsung saja menyebut Pui Ie sebagai
istrinya, It Cou ngeri melihat pisau belati Siau Po masih terus digerak-gerakkan.
"Tidak! Tidak!" katanya, "Terhadap Nyonya Wi hiocu, tentu aku tidak berani main
gila...." "Awas!" ancam Siau Po, "Tapi bagaimana kelak" Bagaimana bila kau menatapnya
terus dan mengajaknya bicara, meskipun hanya sepatah kata?" Bocah ini masih
mendesak terus.. "Tidak mungkin aku melupakannya," sahut Lau It Cou, "Aku bersumpah, kalau aku
sampai melakukannya, biarlah aku dihukum Langit (Thian atau Tuhan) dan di kutuk
Bumi." "Kalau kau berani melakukan hal itu, kaulah si kura-kura, kaulah si manusia hina!"
kata Siau Po. "Ya, ya.,." sahut Lau It Cou dengan wajah meringis,
"lya, iya apanya?" tanya si bocah yang selalu iseng itu.
"lya," sahut Lau It Cou, "Kalau kelak aku mendekati Pui sumoay atau mengajaknya
bicara, akulah si kura-kura, Akulah manusia hina!"
Siau Po tertawa terbahak-bahak.
"Kalau begitu, baiklah." katanya, "Aku akan mengampunimu. Tapi kau harus
merasakan air kencingku terlebih dahulu!" Sembari berkata, Siau Po pura-pura akan
membuka celananya, Tepat pada saat itulah terdengar suara seruan seseorang.
"Me... mengapa kau terlalu menghina orang?"
Terkejut sekali hati Siau Po, terlebih-lebih dia mengenati suara perempuan itu,
Sekejap kemudian dia merasa senang sekali, Segera dia menoleh ke arah hutan dari
mana suara itu berasal. Tampak tiga orang muncul dari dalam hutan, yang berjalan paling depan adalah Pui
Ie, adik seperguruan Lau It Cou, Yang nomor dua adalah Bhok Kiam Peng, Siau kuncu
dari Bhok onghu, sedangkan orang yang berjalan paling belakang bukan lain daripada
Ci Tian Coan, Ah... ternyata di belakangnya mengiringi dua orang Iainnya, Mereka
adalah Gouw Lip Sin beserta muridnya Go Piu.
Kiranya sudah cukup lama mereka berlima berdiam dalam hutan dan menyaksikan
serta mendengar semua yang berlangsung antara Siau Po dan Lau It Cou, Dan ketika
Siau Po hendak menyiram wajah pemuda itu dengan air kencingnya, terpaksa Pui Ie
mengeluarkan suara memperingatkannya lalu menampilkan diri.
Dengan demikian, Kiam Peng, Tian Coan, Gouw Lip Sin dan Go Piu terpaksa
mengikutinya. "Oh, rupanya kalian sudah ada disini?" kata Siau Po. Dia merasa gembira sekali,
"Baiklah! Dengan memandang Gouw loya cu, aku akan membebaskanmu dari guyuran
air kencing." Tian Coan tidak mengatakan apa-apa, Dia segera berjalan ke depan It Cou dan
menolongnya ke luar dari lubang itu, It Cou merasa malu sekali, Dia hanya berdiam diri
dengan kepala di tundukkan.
"Keponakanku!" kata Lip Sin kepada pemuda she Lau itu, "Mengapa kau membalas
kebaikan dengan kejahatan" Bukankah jiwa kita sama-sama telah diselamatkan
olehnya" Mengapa kau yang lebih tua justru menghina yang muda" Mengapa kau
meringkusnya" Bagaimana kalau gurumu sampai mengetahui urusan ini?"
Gouw Lip Sin menggelengkan kepalanya berkali-kali sambil menarik nafas panjang,
Hal ini membuktikan bahwa hatinya kecewa sekali melihat tindak-tanduk Lau It Cou.
"Kita yang berkecimpung di dalam dunia kang ouw.". katanya kembali suaranya
tawar dan tidak enak didengar oleh Lau It Cou. "Yang harus kita utamakan adalah Gi Ki
(menyayangi sesamanya dan mencintai negara, Dengan kata lain berjiwa sportif atau
berjiwa patriot), Sebagai tokoh dalam dunia kang ouw, apalagi dari golongan lurus, kita
harus berbudi luhur. Mengapa jiwamu justru demikian rendah, suka berprasangka dan
sirik" Mengapa kau menurunkan tangan jahat terhadap orang sendiri" Mengapa kau
melupakan budi dan menyia-nyiakan kepribadianmu" sikapmu yang demikian, bahkan
tidak pantas disamakan dengan babi atau pun anjing."
Gouw Lip Sin membuang ludah saking marahnya.
"Kau telah menelikung tangan Wi hiocu, kau bahkan mengancam tenggorokannya
dengan senjata tajam!" kata orang tua itu kembali dengan nada sengit, "Bagaimana
kalau kau berbuat sedikit kesalahan dengan menggerakkan tanganmu tadi dan Wi hiocu
jadi terluka karenanya" Bagaimana kalau jiwanya sampai melayang karena
perbuatanmu yang konyol itu" Coba jawab!"
It Cou merasa malu sekali Tiba-tiba hatinya jadi panas dan dia pun lupa diri.
"Satu jiwa ditukar dengan satu jiwa!" teriaknya keras, "Aku akan mengganti jiwanya
itu!" Lip Sin semakin marah melihat sikap pemuda itu.
"Hm!" terdengar dia mendengus dingin. "Enak saja kau bicara! Apakah dirimu
seorang eng hiong (pahlawan) atau hohan (orang gagah)" Dengan selembar jiwamu,
kau kira dapat menggantikan jiwa Wi hiocu dari Tian Te hwe" Lagipula, bicara tentang
jiwamu,.. dari mana datangnya jiwa yang masih menyangkut dalam tubuhmu itu"
mungkinkah kau masih hidup sampai sekarang ini kalau kau tidak di tolong oleh Wi
hiocu" Kau melupakan budi besar orang, kau bukan membalasnya saja sudah
merupakan sikap yang tidak terpuji Apalagi kau melakukan perbuatan yang demikian
rendah. perbuatanmu itu sungguh terkutuk...."
It Cou menyesal Dia jadi malu berbareng kesal. Dia sadar bahwa apa yang
dilakukannya memang salah, Tapi dia menganggap paman gurunya itu terlalu
mendikte, Lagipula, rahasianya telah di ketahui oleh Pui Ie.
Mereka pasti telah mendengar pembicaraannya dengan Siau Po. Dia juga ditegur
sedemikian rupa oleh Gouw Lip Sin di depan Pui Ie dan yang lainnya, Karena menderita
malu besar, di tidak memandang lagi paman gurunya.
"Gou susiok (paman guru Gouw), semuanya telah terjadi, ibarat nasi telah menjadi
bubur. katanya nyaring, "Apalagi yang dapat kulakukan sekarang" Bukankah orang she
Wi itu dalam keadaan baik-baik saja" Bagiku, memang tidak ada jalan lain lagi, silahkan
susiok sendiri saja yang melakukan!"
Lip Sin sampai berjingkrak-jingkrak saking marahnya, Tangannya menuding wajah
Lau It Co dengan gemetar.
"Lau It Cou!" bentaknya keras, "Begini rupanya kau memperlakukan paman gurumu"
Tentunya di matamu tidak ada lagi orang yang lebih tua atau lebih muda dari padamu!
Apakah kau ingin bertarung dengan aku?"
"Aku tidak berkata demikian dan aku juga bukan tandinganmu." sahut Lau It Cou.
"Lalu,., kalau kau merasa dirimu cukup hebat untuk menandingi aku, maka kau pasti
akan melawan aku, bukan?" kata Gouw Lip Sin denga suara menyindir "Lau It Cou,
perbuatanmu sungguh tidak pantas! Selama di dalam istana saja, kau sudah
menunjukkan sikap tamak akan kehidupan, sebaliknya takut menghadapi kematian.
Begitu mendengar kepalamu akan dipenggal, cepat-cepat kau memohon pengampunan
dan menyebut namamu, Karena memandang Liu suko, aku tidak memberitahukan soal
kepengecutanmu itu padanya, Tapi sekarang" Hm! Syukur kau bukan muridku,
nasibmu masih cukup bagus."
Dengan kata-katanya, Gouw Lip Sin seakan bermaksud mengatakan, seandainya
Lau It Cou adalah muridnya, tentu dia sudah mengambil tindakan dengan menghukum
mati pemuda itu. It Cou menundukkan kepalanya, Dia merasa malu sekali, Dia tidak menyangka
paman gurunya akan membuka rahasia tentang kepengecutannya ketika berada dalam
istana, wajahnya menjadi pucat pasi dan terbungkam.
Siau Po melihat keadaannya sudah menang di atas angin, dia segera tertawa dan
berkata dengan nada manis.
"Sudah! Sudah! Gouw loyacu, Lau toako dengan aku hanya bergurau saja, kami
bukan bersungguh-sungguh, Gouw loyacu, aku mohon kepadamu Segala urusan yang
sudah lalu, harap jangan kau sampaikan kepada Liu loyacu!"
"Kalau demikian kemauanmu, Wi hiocu, aku tinggal menurut saja." sahut Gouw Lip
Sin. Kemudian dia menoleh kepada Lau It Cou dan berkata, "Nah, kau lihat! Betapa
luhur kepribadian Wi hiocu. perbuatannya selalu mengagumkan dan hatinya juga luar
biasa sabar." Siau Po tidak ingin urusan ini semakin panjang. Dia sengaja mengalihkan pokok
pembicaraan dengan menoleh pada Kiam Peng serta Pui Ie.
"Bagaimana kalian bisa sampai di sini?" tanyanya sambil tersenyum.
Bhok Kiam Peng belum sempat menjawab, Pui Ie sudah mendahuluinya.
"Kau ke mari!" katanya kepada Siau Po. "Aku ingin berbicara denganmu."
Siau Po memperlihatkan senyuman yang manis ketika dia menghampiri gadis itu,
Hati Lau It Cou semakin panas menyaksikan keakraban Pui Ie dengan si bocah nakal,
Rasa cemburunya meluap tanpa dapat ditahan lagi, Biar bagaimana, nona itu adalah
tunangannya, Karena itu tangannya segera meraba gagang golok dengan niat
menghunusnya segera.... Tiba-tiba.... Plokkk! Terdengar sebuah suara yang nyaring sekali Siau Po terkejut setengah mati
dan pipinya terasa sakit Ternyata Pui Ie sudah menempeIengnya. Dia langsung
melompat mundur sambil membekap pipinya.
"Kau... mengapa kau memukul aku?" tegurnya pada Pui Ie. Hatinya langsung saja
menjadi panas. Pui Ie menatapnya dengan sorotan tajam, wajahnya pun garang sekali. Tapi kulit
wajahnya merah padam karena sekaligus dia juga merasa jengah.
"Kau menganggap aku orang macam apa?" tanyanya sinis, "Apa yang kau katakan
pada Lau suko" Di belakang orang, mengapa kau suka bicara tidak karuan?"
"Tidak." sahut Siau Po. "Aku tidak membicarakan hal yang buruk tentang dirimu."
"Kau masih berani menyangkal?" bentak Piu Ie. "Aku telah mendengar semuanya
dengan jelas, Kamu berdua.,., Iya... kamu berdua memang bukan manusia baik-baik."
Sembari berkata, air mata Pui Ie telah mengucur dengan deras membasahi pipinya.
Ci Tian Coan sejak tadi diam saja, Dia merasa dirinya tidak boleh berpihak pada
siapa pun. Dia harus menganggap muda-mudi itu sedang bergurau sebagaimana
biasanya orang yang tengah dilanda asmara, sebentar baik, sebentar bertengkar Dan
hal ini harus dihentikan apabila tidak ingin menjadi persoalan yang berlarut-larut, Dia
juga harus menjaga agar tidak terjadi pertikaian antara Tian Te hwe dan keluarga Bhok
hanya karena urusan muda-mudi ini, Karena itu dia segera tertawa dan berkata.
"Wi hiocu, Lau suheng, kalian telah sama-sama merasakan sedikit penderitaan,
sebaiknya urusannya diselesaikan sampai di sini saja, Aku si orang she Ci ini sudah
tua, perutku tidak kuat menahan lapar, Ayolah kita cari sebuah rumah makan untuk
mengisi perut dam minum arak sampai puas!"
Seiring dengan ucapan orang tua itu, tiba-tiba saja angin bertiup kencang dari barat
daya dan tetesan air hujan sekonyong-konyong berjatuhan dari langit.
"Aneh!" kata Toan Coan, "Sekarang kan bulan sepuluh, mengapa tidak karu-karuan
turun hujan?" Dia segera menoIehkan kepalanya ke arah barat daya. Di kejauhan
tampak angin sedang berhembus mengarak gumpalan awan-awan hitam, "Mungkin
hujan akan turun deras sekali, Cepat kita cari tempat berlindung!"
Semua orang setuju dengan usul Ci Tian Coan, pembicaraan pun dihentikan untuk
sementara. Dengan tergesa-gesa mereka segera meninggalkan tempat itu dan menuju
barat mengikuti jalan besar.
Pui le dan Kiam Peng dalam keadaan belum sehat menemui kesulitan Mereka tidak
dapat berjalan cepat sebaliknya sang hujan turun semakin deras.
Tian Coan mengerti kesulitan yang dihadapi kedua nona itu, karenanya dia tidak
berani ber!ari-lari dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh, Siau Po dan yang
lainnya juga terpaksa mengimbangi kedua orang nona itu.
Celakanya di tempat itu tidak tampak apa-apa. jangan kata rumah penduduk, sebuah
gubuk atau sebuah tempat persinggahan yang biasanya suka tersedia di pinggir jalan
pun tidak ada. Tidak berapa lama kemudian, mereka basah kuyup, Meskipun demikian, semuanya
tetap berjalan perlahan-lahan mengimbangi Pui le dan Kiam Peng.
Mungkin hanya Siau Po sendiri yang tidak merasa kesal atau bingung, Dengan
berjalan bersama kedua nona manis itu, hatinya malah senang sehingga berulang kali
dia tertawa, "Lebih baik kita jalan perlahan-Iahan, Bagi kita toh sama saja, sudah kepalang
tanggung, jalan perlahan-Iahan, basah, jalan cepat, basah juga."
Tian Coan semua berdiam diri, Tidak ada yang memberikan komentar apa-apa. Tapi
mereka memang tidak tergesa-gesa lagi.
Tidak berapa lama kemudian, telinga rombongan itu mendengar suara gemericiknya
air yang sedang mengaIir. Dalam sekejap mereka sudah tiba di tepi sebuah sungai,
Mereka segera berjalan menyusun tepi sungai tersebut.
Berjalan kurang lebih setengah li. Mata Siau Po dan yang lainnya melihat ada
sebuah perkampungan di hadapan mereka, Karena itu semuanya menjadi gembira
sekali Tanpa terasa, mereka mempercepat langkah kaki, Tapi setelah mendekat,
mereka menjadi kecewa. Rupanya rumah yang mereka lihat dari kejauhan tadi, merupakan rumah berhala
yang tersebar di sana sini dan keadaannya sudah tua serta rusak, Apa lagi bagian
pintunya, sudah keropos dan bobrok,
Tapi meskipun demikian, tempat itu masih lumayan untuk dipakai sebagai peneduh
dari air hujan, Mereka segera memilih salah satu kuil yang keadaannya agak baik, Begitu mereka
sampai di dalam, hidung Pui le langsung mencium bau lembab yang tidak enak,
Mendadak gadis itu mengernyitkan sepasang alisnya, Karena memaksakan diri berjalan
terlalu cepat, luka di dadanya terasa sakit kembali. Dia berdiam diri sambil
menggertakkan giginya. Tian Coan memang sudah tua, tapi orangnya rajin, Dia segera mencari kayu bakar.
Orang tua itu tidak menemukan kesulitan sama sekali, sebab di sana terdapat banyak
meja dan kursi bobrok. Dia segera mengambil beberapa buah dan dipatah-patahkannya
kaki-kaki meja serta kursi tersebut Ke-mudian dia menumpukkannya di
tengah-tengah ruangan lalu dinyalakannya.
Sesaat kemudian, api unggun mulai berkobar Mereka segera duduk berkeliling di
sekitarnya agar pakaian mereka cepat kering dan tubuh mereka terasa hangat.
Di luar kuil, udara semakin gelap dan hujan semakin menjadi-jadi, Ci Tian Coan
memang pandai bekerja, Dia segera mengeluarkan ransum kering kemudian dibagibagikan
kepada setiap orang, Dengan demikian, paling tidak perut mendapat sedikit
ganjalan serta tidak menjadi sakit karenanya.
Sembari mengunyah kue kering, Kiam Peng menatap Siau Po seraya tertawa.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa yang kau lakukan pada kue Lau suka tadi?" tanyanya.
Siau Po mengedipkan matanya pada gadis cilik itu.
"Tidak." katanya, "Aku tidak melakukan apa-apa."
"Kau masih menyangkal?" kata si nona, "Lalu, kenapa tiba-tiba Lau suko tidak
sadarkan diri seperti orang yang kena Bong Hoan Yok?"
"Oh, dia kena Bong Hoan Yok?" Siau Po balik bertanya dengan sikap pura-pura
bodoh, "Kapan dia terkena obat bius itu" Mengapa aku tidak tahu" Ah! Tidak mungkin!
Bukankah barusan dia masih baik-baik saja dan duduk menghangatkan tubuhnya?"
"Hm!" Kiam Peng mendengus dingin, "Sudahlah! Kau memang pandai berpura-pura,
Aku tidak sudi berbicara denganmu!"
Pui Ie duduk berdiam diri, telinganya mendengar percakapan kedua orang itu.
otaknya terus berputar, hatinya bimbang dan menduga-duga.
Pertama-tama ketika Lau It Cou meringkus Siau Po, jarak Pui Ie masih jauh dari
kedua orang itu, Dia tidak dapat melihat dengan tegas, Setelah keduanya duduk
berdampingan di bawah pohon dan berbincang-bincang, Pui Ie baru mengendap-endap
mendekati sehingga dia dapat melihat keadaan kedua orang itu serta dapat mendengar
pembicaraan yang berlangsung dengan jelas. Dia melihat dengan tegas kue kering itu
dikeluarkan dari buntalan milik Lau It Cou. Kemudian Lau It Cou selalu mengawasi Siau
Po agar tidak melarikan diri, Yang aneh justru tiba-tiba saja Lau It Cou terkulai
roboh. Sementara itu, Siau Po tertawa dan berkata.
"Mungkinkah Lau suko mengidap semacam penyakit seperti ayan yang dapat
membuatnya pingsan sewaktu-waktu?"
Mendengar ucapan Siau Po, Lau It Cou gusar sekali Dia langsung menjingkrak
bangun. "Kau.,, kau.,.!" bentaknya hanya sepatah kata saja,
Pui Ie mendelik kepada si bocah nakal.
"Kemari kau!" panggilnya.
"Apakah kau ingin menampar aku lagi?" tanya Siau Po. "Aku tidak sudi dekat
denganmu!" "Bukan!" sahut Pui Ie. "Lain kali kau jangan bicara yang bukan-bukan lagi di hadapan
Lau suko. Kau masih kecil, kau harus hati-hati dengan kata-katamu, Dari mulut juga,
orang bisa mendapatkan kesan baik di dirimu!"
Siau Po meleletkan lidahnya, Dia membungkam.
It Cou merasa puas melihat Pui Ie telah membelanya sebanyak dua kail Di dalam
hatinya dia berkata.... Setan cilik ini benar-benar busuk, justru hati Pui sumoay baik sekali...
Di dalam rombongan itu, usia Ci Tian yang paling tua. Tapi dia terhitung bawahan
Siau Po. Karena itu dia tidak berani turut campur Gouw Lip Sin dan Go Piu juga lebih
tua dari Siau Po, namun mereka telah berhutang budi sehingga tidak leluasa
mengatakan apa pun. Nona Bhok sendiri sudah mengatakan dia tidak sudi berbicara
banyak lagi. dengan si bocah, Maka di tempat itu, hanya Pui Ie seorang yang bisa
mengendalikannya dan meredakan suasana yang tidak enak pada kedua pihak.
Ketujuh orang itu tetap duduk mengelilingi api unggun, Cuaca tetap gelap dan hujan
masih mengucur deras, Karena kuil itu sudah tua sekali, terdapat kebocoran di sana sini
yang membuat lantainya menjadi basah, Hampir tidak ada bagian yang kering, Tiba-tiba
air hujan menetes membasahi bahu Siau Po sehingga dia terpaksa menggeser sedikit,
namun disitu pun bocor. "Kemari kau!" panggil Pui Ie. "Disini tidak bocor."
Siau Po tidak menyahut Hanya matanya saja yang melirik ke arah si nona.
"Kemari!" Panggil Pui Ie sekali lagi. "Jangan takuti Aku tidak akan memukulmu lagi."
Siau Po tertawa kecil, Perlahan-lahan dia pindah ke samping gadis itu.
Pui Ie segera membisiki Kian Peng dan gadis cilik itu pun menganggukkan kepalanya
sambil tertawa. Kemudian dia membisiki Siau Po.
"Barusan Pui suci mengatakan bahwa dia dan engkau adalah orang sendiri itulah
sebabnya dia berani memukul dan memarahi dirimu, Dia juga berharap selanjutnya kau
jangan mengganggu Lau suko lagi. Dan Pui suci meminta aku menanyakan kepadamu,
apakah kau sudah mengerti maksudnya?"
Siau Po mengawasi Siau kuncu dengan pandangan termangu-mangu.
"Apa sih artinya orang sendiri?" tanyanya dengan berbisik-bisik juga di telinga si
nona yang kulitnya putih serta lembut "Aku tidak mengerti...." Kiam Peng sendiri tidak
tahu apa artinya, karena itulah dia berbisik lagi kepada Pui le untuk menanyakannya.
Mendengar pertanyaan yang diajukan si bocah nakal, Pui le mendelikkan matanya,
tapi dia berbisik juga kepada Kiam Peng.
"Kau katakan kepadanya bahwa aku telah bersumpah dan sumpah itu berlaku untuk
seumur hidup. Karena itu dia tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa lagi!"
"Kembali Kiam Peng membisiki Siau Po apa yang dikatakan Pui Ie,
"Baik!" sahut Siau Po. "Jadi Nona Pui dengan aku adalah orang sendiri" Lalu,
bagaimana dengan dirimu?"
Wajah Siau kuncu jadi merah padam ditanya sedemikian rupa.
"Fuh!" Sebelah tangannya langsung melayang.
Siau Po menghindar dengan gesit, kemudian tertawa dan menoleh kepada Pui Ie.
Dia menganggukkan kepalanya kepada gadis itu.
Pui le membalas tatapannya, merasa agak jengah tapi hatinya senang sekali
wajahnya semakin cantik dan mempesona sementara itu, Lau It Cou hanya
memperhatikan tingkah laku ketiga remaja itu, Dia tidak dapat mendengar pembicaraan
mereka, Duduknya memang agak jauh dan mereka berbicara dengan berbisik-bisik
pula. Apa yang sempat tertangkap oleh telinganya hanya kata-kata "Lau suko" dan "orang
sendiri" Rupanya mereka menganggap aku orang luar.,., pikirnya, Hatinya panas sekali.
Mendadak saja rasa cemburu memenuhi dadanya, Dalam pandangannya, Pui le itu
tetap kekasihnya. "Coba kau tanyakan kepadanya," bisik Pui le kepada Kiam Peng, "Sebenarnya akal
apa yang digunakan olehnya sehingga Lau suko jadi tidak berdaya?"
Nona Bhok menurut Dia menanyakannya kepada Siau Po. Bocah nakal itu
memperhatikan Pui Ie. Dia mendapat kenyataan gadis itu ingin sekali mengetahui
persoalan yang sebenarnya, Karena melihat nona itu tidak marah lagi, Siau Po pun mau
menjelaskannya, Dia berbisik di telinga Siau kuncu.
"Ketika aku membuang air kecil, aku membelakanginya, Aku menggunakan tangan
kiri untuk menaburkan Bong Hoan Yok pada kue keringnya, sedangkan kue yang
kumakan, kugenggam dengan tangan kananku, karenanya tidak terkena obat bius itu,
Nah, sekarang kau sudah mengerti, bukan?" sahutnya sambil tersenyum.
"Oh, rupanya demikian." kata Kiam Peng yang langsung menyampaikan penjelasan
Siau Po kepada Pui Ie. "Dari mana kau mendapatkan obat bius itu?" tanya Kiam Peng kemudian.
"Aku mendapatkannya dari salah seorang siwi di istana." kata Siau Po menjelaskan
"Justru obat bius itu pula yang digunakan ketika aku menyelamatkan Lau suko
meloloskan diri dari istana."
Kiam Peng mengangguk sekarang dia benar-benar sudah mengerti. Pada saat itu
hujan masih turun, bahkan semakin deras, Suara di atas genting bising sekali, Karena
itu, Siau Po terpaksa mengeraskan suaranya ketika membisiki si gadis.
It cou masih memperhatikan bagaimana kedua nona itu saling berbisik kemudian
Siau kuncu berbisikan lagi dengan Siau Po. Dia menjadi gelisah sendiri. Akhirnya dia
berjingkrak bangun untuk berdiri, lalu menyenderkan tubuhnya pada sebuah tiang
dengan keras karena perasaannya sengit sekali, sekonyong-konyong terdengar suara
derakan yang keras dari atas genteng, rupanya beberapa genteng jatuh karena
goncangan pada tiang tadi.
"Celaka!" teriak Ci Tian Coan, "Kuil ini akan rubuh, cepat keluar!"
Semua orang merasa terkejut Tidak terkecuali Lau It Cou sendiri ia memang sudah
mengelak ketika beberapa genteng terjatuh tadi. semuanya langsung melonjak bangun
dan berhamburan lari ke luar dari kuil tua itu.
Belum seberapa jauh mereka berlari, tiba-tiba terdengarlah suara yang bergemuruh
dan memekakkan telinga. Ternyata seluruh sisa bangunan kuil itu ambruk sehingga
tidak berbentuk lagi. Dalam waktu yang hampir bersamaan, dari kejauhan terdengar suara samar-samar
derap kaki kuda datang ke arah mereka, Kalau ditilik dari suaranya, kemungkinan
jumlahnya mencapai belasan ekor, dan datangnya dari arah timur laut Bahkan dalam
sekejap mata, belasan penunggang kuda itu pun sudah tiba di hadapan mereka.
Terdengar suara seseorang yang usianya sudah lanjut berkata,
"Sayang sekali! Di sini ada sebuah kuil yang cukup besar, tapi sudah roboh."
"Hai, sahabat!" mendadak salah seorang penunggang kuda menegur Ci Tian Coan
yang maaih berkumpul menjadi satu dengan rekan-rekannya karena mereka memang
belum sempat ke mana-mana, "Sedang apa kalian di sini?"
"Barusan kami meneduh di dalam kuil," sahut Ci Tian Coan. "Apa mau dikata, tibatiba
kuil itu roboh terlanda hujan deras dan angin kencang, Hampir saja kami semua
mati tertimpanya." "Kurang ajar benar!" Terdengar gerutuan penunggang kuda yang ketiga. "Sudah
hujan besar, tempat meneduh pun tidak ada! Lihat saja, kuil yang lainnya pun tidak ada
yang utuh!" "Tio losam, bagaimana sekarang?" Terdengar suara orang ke empat, "Kuil di sini
sudah rubuh semuanya, apakah masih ada tempat meneduh yang lainnya ?"
Tempat untuk meneduh sih ada, tapi tidak berbed jauh dengan kuil-kuil rusak itu.,."
kata orang tua yang pertama.
"Yang betul, ada atau tidak?" bentak seorang lainnya, Ditilik dari suaranya,
tampaknya orang yang satu ini lebih berangasan.
"Ada. Letaknya di sebelah barat daya, Di dalam lembah." sahut orang yang di tegur
"Sebenarnya tempat itu merupakan sebuah rumah hantu. Hantu yang menghuni di
dalamnya juga jahat sekali, Tidak ada seorang pun yang berani berdiam di tempat itu
itulah sebabnya aku mengatakan tidak berbeda dengan kuil-kuil rusak itu...."
Mendengar kata-kata si orang tua, beberapa temannya langsung tertawa terbahakbahak.
Beberapa teman yang lain mencaci dan menggerutu.
"Lohu tidak takut setan!" teriak seseorang.
"Malah lebih bagus kalau ada hantunya," teriak seorang lainnya lagi, "Kita tangkap
saja dan kita jadikan hidangan pengisi perut!"
"Lekas tunjukkan jalannya! Kita toh bukan sedang mandi, untuk apa kita berdiam di
sini lama-lama" Memangnya enak ditimpa air hujan terus-terusan?"
Orang yang dipanggil Tio losam berkata kembali
"Tuan-tuan, aku yang tua tidak menyayangi selembar jiwa ini tetapi sesungguhnya
aku tidak berani Tuan-tuan, aku ingatkan, kita jangan pergi ke tempat itu. Lebih baik
kita menuju utara saja, kurang lebih tiga puluh li lagi ada sebuah pasar...."
"Hujan begini lebat kita harus menempuh perjalanan sejauh tiga puluh li lagi?" bentak
beberapa penunggang kuda serentak "Sudahlah, jangan banyak bacot! jumlah kita toh
banyak, mengapa kita harus takut kepada setan?"
"Baiklah kalau begitu!" kata Tio losam. "Mari kita pergi ke barat daya, setelah
membelok ditikungan bukit sana, kita memasuki Iembah. Disana hanya ada sebuah
jalan, tidak mungkin kita ke-sasar!"
Para penunggang kuda lainnya tidak menunggu kata-katanya selesai, mereka segera
melarikan ku-da-kudanya ke arah yang disebutkan tadi. Tio losam justru sebaliknya. Dia
menunggang keledai, setelah ragu-ragu sejenak, dia memutar balik keledainya ke arah
tenggara, arah mereka datang tadi.
"Gouw jiko, Wi hiocu!" panggil Ci Tian Coan, "Bagaimana kita?"
"Menurut aku,.," sahut Gouw Lip Sin yang langsung menghentikan kata-katanya.
Sebab dia merasa seharusnya Siau Po menentukan keputusan yang harus mereka
ambil, Karena itu dia melanjutkan "Sebaiknya Wi hiocu saja yang mengambil
keputusan...." Siau Po memang aneh. Dia cerdas dan berani, tetapi terhadap setan atau hantu,
justru paling takut, Mungkin karena usianya masih terlalu muda dan pengaruh sejak
kecil sering ditakut-takuti cerita setan.
"Biar paman Gouw saja yang memutuskan.,." sahutnya cepat.
"Sebenarnya apa sih yang dinamakan setan?" kata Gouw Lip Sin. "ltu toh hanya
ocehan orang kampung yang pikirannya masih bodoh, Kalau pun benar ada setan, kita
pun tidak perlu takut, Kita pasti bisa melawan!"
"Bukan begitu..." kata Siau Po. "Ada setan yang tidak berwujud dan tahu-tahu muncul
di depan kita sehingga kita tidak sempat lari lagi..."
Lau It Cou merasa tidak puas mendengar ucapan Siau Po, saingannya, Karena itu
dia segera menukas dengan suara keras.
"Kita berkecimpung di dalam kang ouw, mana ada yang takut terhadap hantu atau
setan" Mana bisa kita kehujanan terus seperti ini" Bisa-bisa kita semua jatuh
sakit.,,." Tubuh Kiam Peng menggigil Kebetulan Siau Po melihatnya, pikirannya segera
terbuka. "Baiklah! Mari kita pergi kesana! Tapi, aku ingatkan kalian agar berhati-hati apabila
bertemu dengan setan!"
Kemudian mereka bertujuh pun berjalan menuju barat daya seperti yang dikatakan
Tio losam tadi, Cuaca masih gelap, agak sukar bagi mereka menemukan jalanan,
Untung saja mereka melihat sesuatu yang berkilauan Rupanya sebuah saluran air.
"Kalau kita tidak berhasil menemukan jalanan.,." kata Siau Po. "lni yang dinamakan
"Setan menghajar tembok" artinya, setan telah menyesatkan langkah kita."
"Tapi saluran ini justru menunjukkan jalan," kata Tian Coan, "Kita tinggal
mengikutinya saja!" "Benar!" Sahut Lip Sin yang segera mendahului lainnya.
Mereka bertujuh pun berjalan mengikuti saluran air itu. Meskipun lambat, tapi mereka
toh bisa meneruskan perjalanan.
Tidak lama kemudian, dari arah sebelah kiri yang terdapat banyak pepohonan lebat,
terdengar suara ringkikan kuda. Mereka yakin itulah suara kuda-kuda rombongan tadi.
"Entah siapa orang-orang itu,.," tanya Tian Coan dalam hatinya, Hatinya diliputi
kecurigaan Tapi ada Gouw Lip Sin bersama kami, meskipun seandainya mereka berniat
jahat, asal kepandaiannya tidak terlalu tinggi, maka tidak perlu terlalu dicemaskan,
Karena itu dia pun jalan terus tanpa mengutarakan perasaannya.
Mereka tetap berjalan terus mengikuti aliran sungai, Tapi sekarang arahnya menuju
dalam hutan, jalanan di sana tidak rata, kadang-kadang tinggi, kadang-kadang rendah.
Begitu melangkah ke dalam lembah, mereka dapat merasakan kegelapan yang
terlebih parah, Tiba-tiba telinga mereka mendengar suara gedoran pintu, Hal ini
membuktikan bahwa di sana memang terdapat rumah penduduk.
Siau Po terkejut sekaligus senang, Dia terkejut bila mengingat tentang setan yang
dikatakan Tio losam tadi. Hatinya senang karena mengetahui adanya rumah untuk
berteduh. Tiba-tiba Siau Po merasa ada sebuah tangan yang menjamahnya. Tangan yang
halus dan lembut itu langsung menariknya kemudian telinganya mendengar suara yang
merdu. "Jangan takut!" Siau Po segera mengenalinya sebagai suara Pui Ie.
Suara gedoran pintu masih terdengar Hal ini menandakan bahwa pintu masih belum
dibukakan juga, Siau Po dan yang lainnya maju terus. Akhirnya mereka tiba di dekat
rombongan itu. Mungkin karena kesal menunggu, sekarang mereka pun berteriakteriak.
"Lekas bukakan pintu! Cepat! Kami orang-orang yang kehujanan dan ingin numpang
berteduh. Teriakan itu tidak mendapat jawaban. Pintu tetap tidak dibukakan, Dari dalam rumah
tidak terdengar suara apa pun. Keadaan di tempat itu tetap sunyi senyap.
"Rupanya rumah itu kosong, Tidak ada penghuninya!" teriak seseorang.
Tio losam sudah mengatakan bahwa inilah rumah hantu." kata seseorang. "Mungkin
dia benar. Siapa yang berani sembarangan masuk ke dalam rumah ini" Mungkin kita
harus melompat lewat tembok apabila ingin masuk ke dalamnya."
Seiring dengan ucapan itu, tampak dua berkas cahaya berkelebat. Rupanya dua
orang segera melompat naik ke atas tembok pagar sembari menghunus golok masingmasing.
Sesaat kemudian pintu pekarangan sudah terpentang lebar karena di buka oleh
kedua orang tadi, Dengan demikian semua orang yang ada di luar bisa masuk kedaIam.
Begitu masuk, tampaklah sebuah halaman, Ci Tian Coan mengajak rekan-rekannya
masuk ke dalam. Diam-diam dia berpikir.
"Mereka orang-orang dari dunia kang ouw, tapi kalau di tilik dari gerak-geriknya,
kepandaian mereka tidak seberapa tinggi."
Di hadapan mereka terdapat sebuah pendopo yang luas, Rombongan itu segera
masuk ke dalam. Salah seorang dari penunggang kuda itu membuka buntalannya dan
mengeluarkan batu api kemudian menyulut lilin yang terdapat di atas meja, Dalam
sekejap mata ruangan itu jadi terang. perasaan setiap orang pun terasa lebih lega.
Meja dan kursi yang terdapat dalam ruangan itu terbuat dari kayu cendana, Hal ini
membuktikan bahwa bekas penghuni rumah itu seseorang yang berperasaan halus,
Seleranya untuk perabotan rumah tangga pun cukup tinggi.
Tian Coan memperhatikan keadaan di dalam ruangan itu, dalam hatinya dia berpikir.
"Meja dan kursi-kursi di sini bersih tanpa debu sedikit pun. Lantai pun tersapu bersih.
Mengapa rumah ini tidak ada penghuninya?"
Ternyata bukan hanya Tian Coan saja yang berpikiran demikian Salah seorang dari
penunggang kuda itu pun mengeluarkan seruan heran.
"Rumah ini bersih sekali, pasti ada penghuninya !"
"Hai! Hai!" teriak seseorang lainnya, "Hai! Apakah ada orang yang menghuni rumah
ini" Apakah ada orang di dalam?"
Ruangan pendopo itu besar serta tinggi, Suara teriakan orang tersebut langsung
berkumandang ke mana-mana menimbulkan gema, Tapi lambat laun suara itu
menghilang dan kesunyian kembali melanda, Hanya suara air hujan yang berderai jatuh


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di atas genteng menimbulkan kebisingan yang mencekam.
Untuk sesaat orang-orang dari rombongan itu berdiam diri dan saling memperhatikan
Mimik wajah mereka menyiratkan perasaan heran.
Kemudian salah satunya yang sudah lanjut usia dan rambutnya penuh uban menegur
Ci Tian Coan "Tuan-tuan sekalian, apakah kalian orang-orang dunia Kang ouw?"
Ci Tian Coan hanya menggelengkan kepalanya.
"Aku yang rendah she Kho." sahutnya kemudian "Rombongan kami terdiri dari sanak
saudara dan keluarga, Kami ingin pergi ke Shoa say untuk menjenguk famili, sayangnya
hujan turun dengan deras sehingga kami terpaksa singgah di sini, Bagaimana dengan
tuan-tuan sendiri" siapakah she dan nama tuan besar yang mulia?"
Orang itu menganggukkan kepalanya, tapi dia tidak langsung memberikan jawaban
Diam-diam dia memperhatikan rombongan Ci Tian Coan, Dia mendapat kenyataan
bahwa di antaranya ada beberapa wanita dan ada bocah cilik pula. Dia tidak merasa
curiga sedikit pun. Tapi dia tetap tidak memberikan jawaban dan hanya berkata dengan
suara menggumam. "Rumah ini aneh sekali!"
Kembali terdengar seseorang lainnya berteriak lantang,
"Hai! Apakah di dalam rumah ada penghuninya" Atau para penghuninya sudah
mampus semua?" Tak perlu diragukan lagi kalau orang itu sudah kesal sekali sehingga tegurannya jadi
sengit. Beberapa menit kembali berlalu, tetap saja tidak ada jawaban dari dalam rumah.
Akhirnya orang tua tadi menunjuk enam orangnya seraya memerintahkan.
"Kalian berenam masuk terus sampai ke dalam dan lihat, apakah rumah ini benarbenar
kosong?" Orang tua itu langsung menghampiri sebuah kursi dan duduk di sana, Enam orang
yang ditunjuknya segera mengiyakan, Mereka mencabut senjatanya masing-masing
lalu terus melangkah ke dalam. Salah satu diantaranya membawa sebatang lilin
sebagai penerangan Ketika mereka berjalan ke dalam, langkah mereka perlahan sekali,
Agaknya mereka bersikap hati-hati dan teliti.
Hal ini juga menunjukkan bahwa mereka sudah siap menghadapi segala
kemungkinan Setelah masuk jauh ke dalam, terdengarlah suara panggilan dan gedoran
dari keenam orang itu, Rupanya mereka memeriksa setiap ruangan dan mencoba
memanggil-manggil untuk meyakinkan bahwa dalam rumah itu tidak ada penghuninya.
Setelah lewat beberapa detik, suara panggilan dan gedoran pun tidak terdengar lagi.
Tentunya keenam orang itu sudah pergi jauh ke belakang.
Sambil menantikan, si orang tua menunjuk kepada empat orang lainnya sambil
memerintahkan. "Kalian pergi mencari kayu untuk obor, kemudian susul mereka ke dalam!"
Mereka menuruti perintah itu, Keempat orang itu segera ke luar melaksanakan tugas
yang di perintahkan itu. Siau Po dan yang lainnya tidak mengambil tindakan apa-apa. Dia hanya
memperhatikan gerak-gerik rombongan penunggang kuda itu. Mereka duduk berkumpul
di bawah jendela besar ruangan pendopo, semuanya memang sengaja memisahkan diri
dari rombongan tersebut. Dengan kepergian sepuluh orang tadi, dalam ruangan itu masih tersisa delapan
orang dari rombongan tersebut Mereka semua mengenakan pakaian yang serupa,
Kemungkinan seragam dari suatu perkumpulan tertentu. Mungkin juga para piau su
(pegawai sebuah ekspedisi) yang sedang menjalankan tugas mengawal semacam
barang. Cukup lama Siau Po berdiam diri, akhirnya dia bertanya juga kepada Pui Ie.
"Cici, coba kau katakan, apakah benar rumah ini berhantu?"
"Kemungkinan memang ada." sahut gadis itu. "Mana sih ada rumah yang belum
pernah kematian penghuninya?"
Tubuh Siau Po bergidik Dia meringkukkan tubuhnya sedikit padahal dia tidak pernah
takut terhadap apa pun, tetapi mendengar setan, nyalinya langsung ciut.
"Para setan di dunia ini paling benci kepada orang yang menghina sesarang yang
berhati baik dan suka terhadap orang yang benar-benar jahat.
Apalagi bocah tanggung, Sebab kalau orang dewasa hawanya hangat, setan jadi
takut Bahkan segala setan, baik yang mati dibunuh atau pun yang menggantung diri,
jarang berani mendekati orang dewasa!" kata Lau It Cou menggunakan kesempatan itu
sebaik-baiknya,.. Diam-diam Pui Ie menjulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Siau Po.
"Manusia takut kepada setan, tapi setan lebih takut lagi kepada manusia, Asal ada
cahaya api atau terang, setan pasti akan lari ketakutan." katanya menghibur hati Siau
Po. Kemudian terdengar suara langkah kaki yang riuh, Ternyata ke enam orang yang
pertama pergi tadi sudah muncul kembali Tampak jelas wajah mereka menyiratkan
perasaan yang heran tidak kepalang tanggung, Hampir serentak mereka memberikan
laporannya "Tidak tampak seorang pun di mana-mana, tapi setiap ruangan terawat dengan baik."
"Seluruh tempat tidur di alasi sprei dan kelambu, semuanya bersih, Di depan setiap
pembaringan ada sepasang sandal wanita."
"Di dalam lemari yang ada dalam setiap ruangan, penuh dengan pakaian wanita,
Tidak tampak sepotong pun pakaian pria."
Tiba-tiba Lau It Cou berteriak dengan nyaring.
"Setan perempuan! Setan perempuan! Tidak salah lagi rumah ini dihuni oleh setan
perempuan!" Suaranya begitu keras sehingga pandangan semua mata tertuju padanya, tapi tidak
ada seorang pun yang memberikan komentar.
Setelah hening sejenak, si orang tua baru mengajukan pertanyaan.
"Ada barang apa saja yang terdapat di dapur?"
"Piring-piring dan mangkok-mangkok telah tercuci bersih." sahut salah seorang
bawahannya, "Tetapi tidak ada sebutir beras pun di dalam pendaringan."
Tepat pada saat itu, dari dalam rumah terdengar suara berisik keempat orang yang
menjadi rombongan kedua tadi, Mereka berteriak-teriak aneh sambil berlari serabutan,
Ketika masuk ke dalam, mereka semua membawa obor yang masih menyala, sekarang
obor mereka telah padam semua.
"Orang mati! Banyak orang mati!" Terdengar suara teriakan mereka yang jelas,
Wajah mereka menyiratkan perasaan terkejut sekaligus takut.
"Kalian hanya membuat keributan! Aku kira kalian telah bertemu dengan lawan yang
tangguh." tegur si orang tua. "Ternyata kalian hanya melihat orang mati. Kalau hanya
mayat, apa yang perlu di takuti?"
"Bukan takut" sahut orang-orang itu, "Kami hanya merasa aneh."
"Apanya yang aneh?" tanya orang tua itu kembali "Cepat katakan!"
"Di ruang sebelah timur... terdapat banyak leng tong (meja abu orang mati), Di manamana
ada, entah berapa banyak jumlahnya.-." sahut seseorang.
"Apakah ada jenasah atau peti matinya?" tanya si orang tua kembali.
Dua orang yang terakhir langsung saling lirik.
"Tidak... tidak jelas..." sahut mereka. "Rasanya tidak ada...."
"Kalau begitu, cepat kalian persiapkan obor-obor lagi! Kita masuk bersama-sama.
Kemungkinan tempat ini merupakan sebuah rumah abu. Bukan-kah tidak
mengherankan kalau banyak leng tong-nya?"
Cara bicara si orang tua enak sekali, tapi nadanya mengandung sedikit
kebimbangan. Rupanya dia sendiri ikut terpengaruh bahwa tempat itu bukan rumah
sembarangan. Orang-orang dari rombongan itu segera bekerja, Tidak sulit bagi mereka untuk
membuat obor, sebab mereka tinggal mematahkan kaki meja dan kursi, Dalam sekejap
mata pekerjaan mereka pun selesai Beramai-ramai mereka masuk ke dalam.
"Biar aku ikut pergi melihat!" kata Tian Coan "Gouw toako, harap kalian tunggu dulu
di sini!" selesai berkata, Ci Tian Coan segera menyusul orang-orang rombongan itu.
"Suhu," tanya Go Pi kepada gurunya. "Siapakah orang-orang dari rombongan itu?"
"Entahlah!" sahut Gouw Lip Sin. "Aku tidak mengenali atau membedakan orangorang
dari golongan mana mereka itu. Kalau ditilik dari aksen-nya, tampaknya, mereka
orang-orang dari Ki barat. Tampang mereka juga tidak mirip dengan pembesar sipil
Mungkinkah mereka rombongan orang-orang yang sering menyelundupkan barang
gelap" Tapi mereka semua berkosong tangan Tidak ada yang membawa apa pun."
"Rombongan itu bukan orang-orang yang perlu diperhatikan secara istimewa."
terdengar suara Lau It Cou menukas, "Yang perlu dikhawatirkan justru para hantu
perempuan di rumah ini. Mereka tentunya lihay-lihay sekali."
Pemuda ini selalu menyebut-nyebut soal setan, seakan sengaja ingin menimbulkan
perang dingin dengan Siau Po. Rupanya dia masih merasa panas dan mendendam
dalam hati. Sembari berbicara, Lau It Cou melirik ke arah si bocah sambil menjulurkan lidahnya
dan membelalakkan matanya, wajahnya menunjukkan seakan dia pun ketakutan.
Siau Po bergidik, Dia menggenggam tangan Pui Ie erat-erat. Telapak tangannya
terasa dingin sekali, karena itu Pui Ie juga menggenggamnya erat-erat agar dia bisa
merasakan sedikit kehangatan
"Lau... suko!" panggil Kiam Peng, "Kau jangan menakut-nakuti orang!" Tentu saja dia
dapat menduga maksud hati pemuda itu. sedangkan dia sendiri pun merasa agak takut.
"Siau kuncu, kau tidak perlu khawatir!" kata Lau It Cou. "Kau putri seorang
bangsawan, setan apa pun tidak akan berani mendekatimu. Setiap setan yang melihat
kau pasti akan lari terbirit-birit Mereka tidak akan berani mengganggumu, Kau tahu,
setan jahat paling sebal melihat thay-kam yang perempuan bukan, laki-laki pun bukan."
Sepasang alis Pui le langsung menjungkit ke atas, Dia mendongkol sekali melihat
tingkah kakak seperguruannya yang semakin konyol Hampir saja dia membuka
mulutnya memaki Untung saja dia masih bisa mengekang diri.
Tidak lama kemudian, terdengarlah suara ramai langkah kaki yang mendatangi
Ternyata orang-orang yang masuk kedalam tadi sudah ke luar kembali.
Melihat tampang orang-orang itu, hati Siau Po menjadi agak lega, sehingga dia
menarik nafas panjang. "Memang benar." kata Tian Coan kepada rombongannya dengan suara perlahan
sekali "Di dalam setiap kamar ada empat puluh meja abu. Dan disetiap meja dirawat
enam atau tujuh buah leng wi (Tempat abu jenasah), Rupanya di atas setiap meja
disimpan abu jenasah sebuah keluarga...."
"Hm! Hm!" Lau It Cou memperdengarkan suaranya yang tawar, "Dengan demikian,
berarti di dalam rumah ini terhuni beberapa ratus setan jahat?"
Tian Coan menggeleng-gelengkan kepalanya, Seumur hidupnya, baru kali ini dia
menghadapi pengalaman yang demikian aneh, Sesaat kemudian dia baru berkata
kembali dengan nada sabar.
"Yang anehnya, di atas setiap meja terpasang lilin...."
Kiam Peng, Siau Po, dan Pui le merasa heran sehingga serentak mengeluarkan
seruan terkejut. "Ketika kami sampai di ruangan dalam tadi, lilin itu masih belum dinyalakan." salah
seorang dari rombongan penunggang kuda yang tadi masuk kedalam memberikan
keterangan. "Apa kau tidak salah ingat?" tanya si orang tua.
Keempat pengikut itu saling memandang sejenak, kemudian sama-sama
menggelengkan kepalanya. "Kalau begitu, kita bukan bertemu dengan setan." kata si orang tua setelah lewat
sejenak, "Sebaliknya, kita justru bertemu dengan orang-orang yang lihay sekali Bukan
hal yang mudah apabila ingin menyalakan lilin dari empat puluh buah leng tong,
siapakah kiranya orang yang demikian hebat" Kho loyacu, bagaimana pendapatmu,
benar atau tidak apa yang kukatakan ini?"
Pertanyaan itu ditujukan kepada Ci Tian Coan yang mengaku dirinya she Kho.
Ci Tian Coan berlagak tolol.
"Kemungkinan kita telah melanggar peraturan tuan rumah tanpa setahu kita."
sahutnya. "Tidak ada salahnya kalau kita memberi hormat dihadapan leng tong-leng
tong itu...." "Hm!" Orang tua itu mendengus dingin, Sesaat kemudian dia baru berkata dengan
suara lantang. "Tuan-tuan yang terhormat! Kami sedang melakukan perjalanan Ketika
lewat di tempat tuan ini, kami terhalang oleh hujan deras, oleh karena itu kami lancang
masuk ke rumah Tuan ini untuk berlindung, Tuan yang terhormat apakah Tuan sudi
menemui kami?" Sesaat kembali berlalu, meskipun suara si orang tua lantang sekali, bahkan
menggaung di dalam rumah, tetapi tetap saja tidak ada jawaban.
Si orang tua menggeleng-gelengkan kepalanya, Dia menunggu lagi beberapa saat,
lalu berkata lagi dengan suara yang lebih keras.
"Kalau tuan rumah tidak bersedia bertemu dengan kami yang hanya terdiri dari
orang-orang kasar ini, harap Tuan sudi memaafkan kami yang lancang berlindung di
sini. sebentar lagi, apabila hujan sudah reda, kami semua akan berangkat melanjutkan
perjalanan." Sembari berkata, orang tua itu menggerakkan tangannya memberi isyarat kepada
rekan-rekannya agar jangan membuka suara, Dengan demikian mereka bisa samasama
memasang telinga. Bagian 32 Akan tetapi, sampai sekian lama tetap saja tidak ada jawaban atau pun teguran.
"Ciong losam," kata seseorang. "Perduli apa dia manusia atau hantu, kita tunggu saja
sampai pagi, lalu kita pergi saja dari sini. sebaiknya sebelum kita berangkat, kita
bakar saja dulu tempat ini sampai ludes."
Tampaknya orang yang satu ini agak berangasan dan tidak sabaran.
Si orang tua menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Urusan penting kita masih belum terlaksanakan, jangan kita mencari kesulitan lain."
katanya, "Marilah kita duduk bersama!"
Mereka pun duduk beristirahat Pakaian mereka basah kuyup, Mereka duduk
mengitari api unggun untuk mengeringkan pakaiannya, Salah satu orang dari
rombongan itu mengeluarkan poci araknya, Dibukanya tutup poci itu kemudian
diserahkannya kepada orang tua tadi untuk meneguknya agar perutnya hangat
Setelah menenggak beberapa teguk arak, si orang tua kembali menolehkan
kepalanya ke arah rombongan Siau Po. Sinar matanya berhenti pada diri Ci Tian Coan.
"Kho loyacu, tadi kau mengatakan bahwa kalian terdiri dari orang-orang sendiri,
tetapi mengapa aksen bicara kalian berlainan?" tanyanya.
Ci Tian Coan tertawa. "Loyacu, telingamu sangat tajam." pujinya. "Anda tentunya seorang tokoh dunia kang
ouw yang sudah banyak pengalaman dan luas pengetahuannya. sebenarnya
keponakanku ini telah menikah di propinsi In Lam. sedangkan adik perempuanku yang
kedua menikah di propinsi Shoa Say. Begitulah kami terpencar Satu di timur, satu di
barat. Selama belasan tahun juga sukar mendapatkan kesempatan untuk bertemu."
Orang tua itu menganggukkan kepalanya, kembali dia meneguk arak yang ada dalam
poci. Sekali-sekali matanya masih melirik kearah rombongan Ci Tian Coan.
"Apakah Tuan-tuan ini datang dari Pe King?" tanyanya kembali.
"Betul." sahut Tian Coan.
"Numpang tanya, selama dalam perjalanan apakah kalian melihat seorang thay-kam
muda yang usianya sekitar lima belas tahun?" tanya orang tua itu pula.
Mendengar pertanyaan itu, jantung Ci Tian Coan langsung berdegup keras. Untung
saja dia sudah berpengalaman menghadapi bahaya sebesar apa pun sehingga dia
dapat menyembunyikan perasaan hatinya dengan baik.
Orang tua itu tidak menaruh curiga apa-apa meskipun pada saat itu sedang
menatapnya. Sebaliknya, wajah Go Piu dan Kiam Peng langsung berubah hebat,
Untungnya, justru tidak ada orang yang memperhatikan mereka.
"Thay-kam?" Tanya Ci Tian Coan berlagak pilon. "Di kerajaan thay kam-thay kam
memang banyak sekali, Ada yang tua dan ada juga yang muda, aku sendiri sempat
bertemu dengan beberapa di-antaranya."
"Yang aku tanyakan ialah yang kau temui dalam perjalanan menuju ke sini." kata si
orang tua menjelaskan "Bukan yang ada di Kotaraja."
"Oh, loyacu, pertanyaanmu itu benar-benar tidak tepat." kata Ci Tian Coan yang terus
memainkan peranannya, "Menurut peraturan dari pemerintah Ceng kita yang agung,
sekali saja seorang thay kam berani melangkahkan kakinya ke luar dari Kotaraja, dia
akan segera mendapat hukuman mati. Thay-kam jaman sekarang tidak bisa
dibandingkan dengan thay kam kerajaan Beng yang lagaknya sok benar. Karena itu
pula, sekarang tidak ada seorang thay-kam pun yang berani meninggalkan Kotaraja
dengan sembarangan."
Sengaja Ci Tian Coan memuji kerajaan Ceng yang agung dan mencela kerajaan
Beng. "Oh!" seru si orang tua yang langsung sadar bahwa dia telah salah bicara. Cepatcepat
dia menambahkan "Siapa tahu dia ke luar dengan cara menyamar?"
Tian Coan menggelengkan kepalanya dengan penuh keyakinan.
"Tidak mungkin!" katanya. "Mana ada thay kam yang nyalinya begitu besar" Tapi,
eh.... Loyacu, mohon tanya, bagaimana tampang thay-kam muda yang kau maksudkan
itu" Siapa tahu sekembalinya dari Shoa say, aku bisa membantu mencari tahu tentang
dirinya...." "Hm!" orang tua itu mendengus dingin, "Terima kasih, Entah pada saat itu, umurnya
masih panjang atau sudah terputus!"
Diam-diam otak Ci Tian Coan langsung berputar
"Dia mencari thay kam cilik, Mungkinkah Wi hiocu yang di maksudkannya"
Rombongan orang tua ini bukan orang-orang dari pihak Tian Te hwe atau Bhok onghu,
sudah pasti mereka mempunyai maksud buruk, sebaiknya aku meminta penjelasan dari
mereka, Tapi aku harus hati-hati agar mereka jangan sampai curiga, Lebih baik aku
memancingnya dengan akal saja..."


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan membawa pikiran demikian, Ci Tian Coan segera berkata.
"Loyacu, mengenai thay-kam cilik di kerajaan hanya ada satu yang terkenal sekali
Namanya tersohor sampai ke mana-mana. Mungkin kau juga pernah mendengar
tentang dirinya, Dialah si thay-kam cilik yang memotong leher Go Pay dan sudah
membangun jasa besar sekali."
Orang tua itu membelalakkan matanya Iebar-lebar.
"Oh" Apakah yang kau maksudkan itu thay kam cilik yang bernama Siau Kuicu?"
"Kalau bukan dia, siapa lagi?" sahut Tian Coan seenaknya, "Nyali bocah itu sungguh
besar, ilmu silatnya juga lihay sekali, Pokoknya, dia bukan sembarang orang."
"Bagaimana tampang bocah itu?" tanya si orang tua, " Apakah kau pernah
melihatnya?" "Ya!" sahut Tian Coan, "Kui kong kong itu paling sering mondar-mandir di dalam kota
Pe King. Aku rasa hampir setiap orang yang tinggal di Kotaraja pernah meIihatnya. Kui
kong kong itu berkulit hitam, tubuhnya gemuk pendek dan usianya paling sedikit sudah
ada delapan belasan, pasti tidak ada yang percaya bahwa usianya baru lima belasan."
Ketika itu Pui Ie masih menggenggam tangan Siau Po erat-erat, sedangkan sikut
Kiam Peng menempel di punggung bocah itu, Meskipun agak tegang, tapi hampir saja
mereka tertawa geli mendengar lukisan Ci Tian Coan tentang Siau Po.
Otak Siau Po sendiri sedang berputaran Kalau tadi dia selalu memikirkan soal setan,
sekarang dia malah memikirkan sikap orang tua she Ciong itu.
"Oh, begitu?" kata si orang tua, "Tapi menurut yang aku dengar, justru kebalikannya,
Kabarnya usia Kui kong kong baru empat belas atau lima belas tahunan, hanya saja
otaknya cerdas dan licik, Menurut aku malah ada sedikit kemiripan dengan
keponakanmu itu...."
Sembari berkata, si orang tua tertawa terbahak-bahak dan matanya menatap tajam
kearah Siau Po. Orang tua itu menyebut Siau Po keponakan Ci Tian Coan, karena memang
demikianlah pengakuan tokoh Tian Te hwe tersebut sedangkan Gouw Lip Sin diakui
sebagai moayhu, suami adik perempuannya.
Tepat pada saat itulah, terdengar Lau It Cou ikut berbicara.
"Menurut apa yang kudengar, Kui kong kong itu orangnya jelek, hina dina, dan tidak
tahu malu, Dia juga pandai menggunakan Bong Hoan Yok. Ketika membinasakan Go
Pay, sebelumnya dia sudah membiusnya dulu, Kalau tidak, mana mungkin bangsat
bernyali kecil dan takut setan itu sanggup menghabisi nyawa orang itu!"
Dia langsung menoleh kepada Siau Po dan berkata dengan wajah menunjukkan
kegembiraan "Piaute (saudara misan), coba kau katakan, bukankah apa yang
kuucapkan ini benar adanya?"
Gouw Lip Sin marah sekali, mendadak sebelah tangannya melayang untuk
menampar pipi pemuda itu.
Tapi It Cou sudah terbebas dari belenggu Siau Po. Dia dapat melihat datangnya
serangan dan berhasil mengelakkan diri, Setelah itu dia langsung berjingkrak bangun.
Lip Sin juga bangkit. Dia ingin melakukan penyerangan kembali. Secara berturutturut
dia mengerahkan tipu jurus Tiau Thian Cui (Menghadap kaisar) dan "Kim Ma Su
Hong" (Kuda emas meringkik di antara hembusan angin), Kedua jurus itu merupakan
ilmu keluarga Bhok, Dia melakukannya tanpa perpikir panjang lagi karena hatinya
panas mendengar Lau It Cou menghina tuan penolongnya.
Meskipun demikian, Lau It Cou tetap dapat menghindarkan diri tanpa melakukan
serangan balasan Dan saat itu, justru orang tua she Ciong itu langsung mencelat
bangun dari kursinya dan tertawa terbahak-bahak.
"Bagus! Bagus!" serunya, "Tuan-tuan sekalian, sungguh sempurna penyamaran
kalian!" Begitu orang tua itu bangun, kawan-kawannya yang lain pun langsung ikut bangkit.
Gouw Lip Sin terkejut setengah mati. Dia mengerti bahaya, Karena itu, dia segera
menghunus golok pendeknya lalu langsung di tebaskan ke arah kiri, kepala salah satu
orang dari rombongan itu segera terlepas dari batang lehernya. Setelah itu dia menusuk
ke kanan sehingga seorang lagi tertembus tenggorokannya dan mati seketika.
Menyaksikan hal itu, si orang tua segera meraba pinggangnya, mengeluarkan
sepasang poan koan pit (senjata pendek dengan ujung runcing seperti potlot), Kedua
senjata itu diadukan satu dengan lainnya sehingga menimbulkan luara dentingan yang
memekakkan telinga, Siapa saja yang mendengar suara itu pasti merasa giginya ngilu.
Setelah membentrokkan senjatanya, si orang tua tidak hanya berdiri diam, Dia
segera bergerak dan melakukan penyerangan dengan sepasang senjatanya yang
istimewa itu, Dengan pit kiri dia mengincar tenggorokan Gouw Lip Sin, sedangkan pit
kanannya mengancam dada Ci Tian Coan.
Serangan bukan serangan biasa, tampaknya seperti tusukan, tapi sebenarnya
merupakan sebuah totokan.
Sungguh hebat orang tua ini, dalam waktu yang bersamaan, dia telah mengirimkan
serangan sekaligus kepada dua orang.
Ci Tian Coan dapat menghindarkan diri dari serangan yang lebih pantas disebut
bokongan itu, sementara itu, tangan kirinya langsung meluncur ke mata salah seorang
lawannya, sedangkan tangan kanannya menyambar ke tangan orang itu untuk
merampas goloknya. Orang yang mendapat serangan mendadak itu panik sekali, Tahu-tahu goloknya
sudah berpindah tangan dan menjerit histeris sebab di saat itu, golok itu sendiri sudah
amblas ke dalam perutnya.
Setelah berhasil merobohkan orang itu, Ci Tian Coan membinasakan seorang musuh
lagi yang menerjang ke arahnya, Dia merasa sudah kepalang tanggung, Gouw Lip Sin
tidak dapat menahan kesabaran sehingga rahasia mereka terbongkar. Terpaksa dia
pun harus memberikan perlawanan Dia tahu jumlah pihak lawan lebih besar, sedangkan
di pihaknya sendiri, ada dua orang yang terluka dan tidak dapat diandalkan.
Pada saat itu, Go Piu juga sudah turun tangan, sedangkan Lau It Cou sempat raguragu
sejenak, tapi akhirnya dia mengeluarkan juga joan piannya (Sejenis ruyung yang
sifatnya tunak) dan turun ke arena pertarungan.
Siau Po juga sempat bimbang, Dia juga ikut terjun ke arena, tapi hatinya merasa
ngeri terhadap si orang tua. Disamping itu, dia yakin dirinya sanggup melayani yang
lainnya, Siau Po segera bersiap sedia dengan pisau mustikanya, Tapi, ketika
bermaksud maju, Pui Ie menarik tangannya.
"Pihak kita pasti menang, kau tidak perlu ikut campur!" katanya kepada si bocah.
Mendengar kata-katanya, Siau Po berpikir dalam hati.
"Aku juga sudah menduga pihak kita yang akan menang, justru karena itu aku mau
turun tangan agar perkelahian ini dapat diselesaikan dengan cepat Kalau gelagatnya
pihak kita yang akan kalah, tentu aku sudah memikirkan cara untuk meninggalkan
tempat ini." Tiba-tiba terdengar suara yang melengking, ternyata si orang tua menggesekkan
sepasang poan koan pitnya dan tampaklah rekan-rekannya segera berlarian
menghampirinya. Dalam sekejap mata semuanya sudah berkumpul dan terbentuklah
sebuah tim atau barisan. Mereka tidak berhimpitan satu dengan yang lainnya,
melainkan posisinya agak berjauhan.
Ci Tian Coan dan Gouw Lip Sin merasa heran, keduanya lantas mundur satu
langkah, Mata mereka memperhatikan pihak lawan lekat-lekat.
Go Piu penasaran Dia maju ke depan. Tiba-tiba dia diserang oleh empat orang
lawannya, Yang dua membacok ke arah bahunya sedangkan dua yang lainnya segera
menerjang ke arahnya untuk menangkis serangan goloknya.
Go Piu menjerit keras sebab salah satu golok lawannya telah berhasil mengenai
bahunya. "Anak Piu, mundur!" teriak Gouw Lip Sin.
Muridnya itu segera mencelat ke belakang, Hanya dalam waktu sekejap mata saja,
keadaan jadi terbalik sekarang pihak lawanlah yang lebih unggul.
Ci Tian Coan berdiri di depan Siau Po dan kedua gadis itu. Maksudnya untuk
melindungi mereka sembari bersiaga menghadapi serangan tawan. Matanya melirik ke
sana ke mari. Orang tua dari pihak lawan mengangkat senjatanya tinggi-tinggi sambil berseru.
"Ang kaucu selaksa tahun tetap awet muda. Untuk selama-lamanya merasakan
kebahagiaan ibarat para dewata! Umurnya sama dengan Thian!" Suara itu begitu keras
sehingga seisi rumah itu seakan bergetar karena nya. sedangkan tingkahnya lebih mirip
orang kalap. Thian Coan merasa terkejut juga bingung, Apa sebenarnya yang sedang di lakukan
oleh orang tua itu" Sebaliknya, Siau Po justru terkejut mendengar orang tua itu menyebut nama Ang
kuacu, Mendadak dia ingat terhadap kaucu itu. Tanpa dapat dipertahankan lagi dia
berteriak. "Sin Liong kau! Mereka adalah anggota dari Sin Liong kau!"
Kali ini, bukan hanya pihaknya sendiri, bahkan orang tua dan rekan-rekannya juga
terkejut mendengar seruannya itu. Wajah si orang tua langsung berubah pucat pasi.
"Eh, kau juga tahu tentang Sin Liong kau?" tanyanya heran, Tapi dia tidak menunggu
jawaban dari Siau Po. Dia segera berseru lagi, malah lebih keras dari sebelumnya,
"Kepandaian Ang kaucu sungguh luar biasa! Setiap kali bertarung setiap kali pula kita
meraih kemenangan. Tak ada benteng sekokoh apa pun yang tidak dapat kami
hancurkan! Tidak ada musuh yang tidak dapat dikalahkan! Bagai angin topan yang
melanda, musuh-musuh lari ketakutan dan kabur sejauh-jauhnya!"
Kembali Tian Coan dan yang lainnya dilanda kebingungan bahkan hati mereka
menjadi ngeri. Mereka merasa musuh-musuh yang dihadapi kali ini aneh sekali, Belum
pernah ada musuh seperti ini. Berhadapan dengan lawan sambil berteriak seperti
sedang membaca mantera. "Mereka mengerti ilmu sesat." kata Siau Po memperingatkan "Awas! jangan sampai
terpengaruh Cepat kita maju serentak!"
Suara orang tua yang sedang membaca mantera aneh itu semakin lama semakin
keras. Bahkan sekarang di ikuti oleh kawan-kawannya.
"Di bawah bimbingan Ang kaucu, para murid mempunyai kegagahan seratus kali lipat
Satu orang dapat menghadapi seratus lawan, Seratus orang dapat menghadapi selaksa
lawan, Mata Ang kaucu laksana mata dewa, seperti cahaya mentari yang menerangi
empat penjuru angin, Seluruh murid berdaya membasmi musuh, Ang kaucu sendiri
yang akan menaikkan pangkat atau kedudukannya, seluruh murid rela mati membela
agamanya, semuanya akan naik ke langit menuju surga!"
Kali ini, setelah berteriak, merekapun melakukan penyerangan serentak.
Tian Coan dan yang lainnya segera maju menyambut. Tapi mereka merasa bukan
main herannya. Berbeda dengan semula, pihak musuh tiba-tiba berubah jauh lebih
gagah dan perkasa, Setiap serangan dan bacokan mereka hebat sekali, Seakan dalam
waktu singkat, kepandaian mereka telah mengalami kemajuan dua kali lipat Mereka
bertempur dengan kalap. Baru beberapa jurus saja, Go Piu dan Lau It Cou sudah berhasil dirobohkan,
Menyusul Siau Po, Kiam peng, dan Pui Ie terhajar jatuh, Kiam Peng terluka di bagian
lengan, sedangkan Pui Ie terhajar di bagian kakinya dan Siau Po terpukul di bagian
punggung. Untung saja dia mengenakan baju mustikanya sehingga tidak terluka parah, Hanya
merasakan sedikit nyeri saja, Tubuhnya bergulingan diatas tanah, Sejenak kemudian,
Gouw Lip Sin dan Ci Tian Coan juga dapat dirobohkan dengan mudah. Kedua orang itu
ditotok oleh musuhnya yang sudah tua.
Setelah itu, si orang tua kembali berkaok-kaok dengan nyaring.
"Kepandaian Ang kaucu sungguh luar biasa, Usianya sama dengan usia langit"
Namun, berbeda dengan tadi, setelah berteriak-teriak kali ini, orang-orang itu langsung
jatuh terduduk dengan keringat bercucuran di dahi, Nafas mereka tersengal-sengal
sebagai bukti bahwa mereka baru saja menguras tenaga habis-habisan.
Padahal, pertempuran tadi hanya memakan waktu yang singkat sekali, tapi keadaan
mereka seperti baru saja bertarung selama berjam-jam....
Untung Siau Po dan yang lainnya tidak terluka parah, Diam-diam si bocah berpikir
dalam hatinya. "Rupanya mereka menggunakan ilmu gaib, Mereka pandai ilmu siluman, pantas saja
bibi To ketakutan mendengar disebutnya nama Sin Liong kau. Kenyataannya, mereka
memang luar biasa lihay!"
Si orang tua duduk bersila untuk beristirahat, matanya di pejamkan Tetapi tidak lama
kemudian, dia bangkit kembali. Mula-muIa dia menyusutkan keringatnya, kemudian
berjalan mondar-mandir dalam ruangan pendopo.
Beberapa saat kemudian, teman-temannya yang lain ikut berdiri pula, Terdengar si
orang tua berkata kepada Ci Tian Coan.
"Kalian semua ikut aku membaca doa. Pertama-tama kalian harus dengarkan dulu
baik-baik. Aku membaca sepatah, kalian mengikuti Nah! Kita mulai sekarang! Ang
kaucu kepandaiannya sungguh luar biasa dan usianya seperti usia langit."
Tapi Ci Tian Coan bukannya membaca doa seperti yang di perintahkan dia malah
membuka mulut memakinya. "Kalian semua bangsa siluman! Kalian ingin berlagak menjadi dewa atau kaum
dedemit, itu terserah kalian. Tapi kalau meminta lohu menuruti lagakmu yang konyol itu,
sama saja kalian sedang bermimpi di tengah hari bolong."
Orang tua itu menjadi gusar, Dengan Poan koan pitnya, dia mengetok dahi Tian
Coan sampai mengucurkan darah, Tapi Ci Tian Coan tetap memaki.
"Bangsat anjing! Turunan siluman!"
Orang tua itu tidak memperdulikannya. Kali ini dia menoleh kepada Gouw Lip Sin.
"Bagaimana engkau" Kau mau membaca doa yang ku ajarkan atau tidak?" tanya
nya. Orang tua ini memang benar-benar aneh, belum lagi Gouw Lip Sin memberikan
jawabannya, dahinya juga sudah kena ketokannya, Setelah itu dia langsung menoleh
kepada Go Piu. "Usia nenekmu sama dengan umur anjing!" Teriak Go Piu sebelum si orang tua
bertanya ke-padanya, Pemuda itu sama sekali tidak takut meskipun dia sudah melihat contoh yang
ditunjukkan si orang tua di hadapannya, Orang tua itu marah sekali, langsung
menghajar Go Pui dengan senjatanya yang khas. Bahkan kali ini dia mengerahkan
tenaga se-kuatnya sehingga pemuda itu roboh seketika dan tidak sadarkan diri.
"Begitukah cara dan tingkah laku seorang laki-laki sejati?" teriak Gouw Lip Sin gusar,
"Oh, ibumu bau! Lebih baik bunuh saja aku!"
Orang tua itu tetap tidak menghiraukannya, Dia juga tidak memukul Gouw Lip Sin
lagi, senjatanya di angkat ke atas tinggi-tinggi dan di tudingkannya kepada Lau It Cou.
"Bagaimana engkau" Kau mau membaca doa atau tidak?"
"Aku.,, aku.,." pemuda itu kebingungan
"Ayo baca!" bentak orang tua itu. "Kepandaian Ang kaucu sungguh luar biasa,
usianya sama dengan usia langit."
"Ang kaucu.... Ang kaucu..." kata Lau It Cou dengan suara terputus-putus.
Orang tua itu langsung menggerakkan senjatanya mengetok dahi Lau It Cou.
"Baca terus!" perintahnya bengis, "Cepat!"
"Iya,., iya.,." sahut Lau It Cou gugup, "Ang kaucu.,, usianya seperti usia langit."
Orang tua itu tertawa terbahak-bahak.
"Beginilah orang yang mengenal selatan." pujinya. "Begini baru patut disebut sebagai
orang gagah. Bocah cilik, dengan demikian kau tidak usah merasakan banyak
penderitaan!" Sekarang si orang tua mendekati Siau Po.
"Hai, setan cilik! Kau mau membaca doa atau tidak?"
"Tidak usah!" sahut Siau Po.
"Tidak usah?" tanya si orang tua heran, "Kenapa?"
"Sebab Wi kaucu lihay luar biasa, usianya seperti usia langit, Untuk selama-lamanya
dia akan mendapat kebahagiaan abadi dan rejekinya menyerupai sang dewa, Setiap
kali berperang, Wi kaucu tidak pernah kalah, Kekalahan tidak pernah terjadi karena
tidak ada perang. Menyerang dia tidak pernah kalah, mengalahkan dia tidak perlu
menyerang, Wi kaucu mengangkat kalian semuanya naik ke surga bersama-sama."
Sengaja Siau Po mengganti kata-kata Ang kaucu dengan "Wi kaucu", Selesai berdoa
dia selalu berdehem dan pembacaan doanya dilakukan dengan cepat sekali sehingga
orang tidak mendengar perbedaan ucapannya.
"Anak ini cerdas sekali." puji orang tua itu senang, "Anak pintar."
Kemudian orang tua itu menghampiri Pui Ie. Dia meraba-raba dagu gadis itu, "Oh,
anak manis, wajahmu tidak ada celanya." katanya, "Kau ikutlah aku membaca doa!"
"Aku tidak mau!" kata Pui Ie sambil membuang muka.
Orang tua itu mengangkat senjatanya tinggi-tinggi dan siap di ketokkan, tapi tiba-tiba
dia membatalkannya karena tertarik pada kecantikan Pui Ie. Dia mengarahkan poan
koan pitnya pada pipi si gadis yang halus.
"Kau mau membaca doa atau tidak?" tanya si orang tua sekali lagi.
"Biar aku saja yang mewakilinya," Tukas Siau Po, "Aku jamin doaku lebih enak
didengar daripada doanya."
"Siapa sudi kau yang mewakilkan?" bentak si orang tua. Dia mengetok bahu Pui Ie
sehingga gadis cantik itu menjerit kesakitan
Justru pada saat itulah salah seorang rekan orang tua itu mengeluarkan suara
tertawa yang menyakitkan telinga dan berkata,
"Ciang samya, kalau gadis itu tidak mau berdoa, kita buka saja pakaian nya!"
"Bagus! Bagus!" seru yang lainnya. "lde itu bagus sekali."
"Eh, mengapa kalian menghina seorang anak perempuan" Bukankah kalian ingin
mencari si thay kam cilik" Aku tahu di mana dia berada." kata Lau It Cou.
"Kau tahu?" tanya si orang tua cepat "Di mana dia" Lekas katakan!"
"Asal kau berjanji untuk tidak mengganggu gadis itu, aku akan mengatakannya
kepadamu." sahut Lau It Cou. Tapi kalau tidak, meskipun kau bunuh aku, aku tidak
akan membuka mulut."
"Suko!" teriak Pui Ie dengan setengah menjerit "Jangan kau perdulikan aku!"
Orang tua itu tertawa.

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baik!" sahutnya. "Aku berjanji tidak akan mengganggu gadis itu."
"Apakah kata-katamu itu dapat di percaya ?" tanya Lau It Cou.
"Apa yang pernah tercetus dari mulutku, Ciong samya, pasti benar." jawab si orang
tua. "Thay-kam yang ku maksudkan ialah thay-kam yang telah membinasakan Go Pay.
Namanya Siau Kui Cu. Kau benar-benar tahu di mana dia berada?"
It Cou menganggukkan kepalanya.
"Benar!" sahutnya. "Dia itu jauh di ujung langit, dekat di depan mata."
Si orang tua senang bukan main sehingga hampir saja dia berjingkrakan, Kemudian
telunjuknya menunjuk kepada Siau Po.
"Diakah yang kau maksudkan?"
Pui Ie segera ikut bicara,
"Bocah cilik seperti dia ini mana mungkin sanggup mengalahkan Go Pay?" katanya,
"Jangan kau dengarkan ocehannya!"
"Memang dialah orangnya!" seru It Cou dengan nada ingin meyakinkan Dengan
berani dia menentang perkataan Pui Ie yang pernah menjadi pacarnya. "Dia pandai
menggunakan Bong Hoan Yok. Tanpa obat bius itu, tentu dia tidak sanggup membunuh
Go Pay si orang gagah nomor satu dari bangsa Boan Ciu."
Orang tua itu tampak bimbang sejenak, Kalau dia harus percaya, memang
kelihatannya Siau Po masih kecil sekali Tapi nada bicara Lau It Cou begitu serius.
"Benarkah kau yang membunuh Go Pay?" tanya si orang tua kepada Siau Po.
"Benar," sahut bocah cilik itu, "Lalu, kau mau apa" Dan kalau bukan aku yang
membunuhnya, apa pula yang akan kau lakukan?"
"Nenek moyangmu bejat!" maki si orang tua. "Tampaknya kau ada sedikit keturunan
sesat, Ayo geledah tubuhnya!"
Dua orang anak buahnya segera menghampiri Siau Po. Mereka merebut buntalan
Siau Po dan menuangkan isinya di atas meja,
Si orang tua merasa heran dan kagum sekali, Di dalam buntalan Siau Po ternyata
terdapat banyak mutiara, intan permata, uang perak, dan uang emas.
"Aih! ini pasti barang-barang dari istana." katanya. "Dan ini...." Dia melihat setumpuk
Goan pio atau cek yang nilai setiap lembarannya paling rendah lima ratus tail.
jumlahnya mungkin mencapai laksaan tail, "Tidak salah lagi. Dia pasti Siau Kui cu!"
Kemudian dia juga melihat dua jilid kitab ilmu silat, Orang tua ini langsung
mengucapkan seruan. "Sedikit pun tidak salah. Lihatlah.... ini kitab warisan Hay kong kong, kitab ilmu
tenaga dalam dari Kong Tong pai. Nah, bawa dia ke kamar sana, aku ingin memeriksa
lebih lanjut!" Seseorang langsung memondong tubuh Siau Po, di bawa nya ke dalam, Dua orang
lainnya membungkus kembali buntalan yang ada di atas meja, sedangkan orang yang
keempat menyalakan lilin untuk dipakai menerangi jalan.
Mereka menuju kamar sebelah timur
"Kamu semua boleh mundur duIu." kata si orang tua setelah masuk ke dalam kamar.
Keempat orang itu langsung mengundurkan diri dan pintu kamar pun dirapatkan,
Tampaknya si orang tua gembira sekali, Dia berjalan mondar-mandir dalam kamar itu
sambil memainkan tangannya. wajahnya berseri-seri, dia menggumam seorang diri.
"Dicari sampai sepatu besi rusak, tidak bisa ditemukan Sekalinya sudah jodoh, begitu
Jala Pedang Jaring Sutra 1 Kuda Besi Kuda Hitam Dari Istana Biru Karya S D Liong Dendam Empu Bharada 12
^