Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 18

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 18


yang tidak terkatakan. Sambil menepuk pahanya keras-keras, dia berseru.
"Oh, perempuan hina itu! Seharusnya.,, aku... aku pecat dia sejak dulu! Tidak
disangka, karena kebimbangan sesaat, akibatnya jadi begini...."
Dulu, Kaisar Sun Ti memang mempunyai pikiran untuk memecat permaisuri dan
mengangkat Teng Gok hui selir kesayangannya sebagai penggantinya, Tapi
keinginannya selalu ditentang oleh Hong Thay hou. seandainya Teng Gok Hui tidak
menutup mata, mungkin sekarang dialah yang menjadi permaisuri
Siau Po melanjutkan kembali kata-katanya.
"Hati Lo hongya telah tawar sehingga memilih kehidupan seperti sekarang ini,
mungkin bagi Lo hongya sekarang, mati atau hidup tidaklah ada perbedaannya, Namun,
tidak demikian halnya dengan Sri Baginda yang masih muda, Kuburan Toan Keng
honghou tidak boleh di rusak dan buku catatannya sama sekali tidak boleh
dimusnahkan!" "Benar! Apa yang kau katakan memang benar," sahut Heng Ti yang sudah terkena
pengaruh cerita si bocah.
"Oleh karena itu, Lo Hongya, sudah seharusnya Lo Hongya berlalu dari tempat ini
untuk menyelamatkan diri, Lo hongya harus menyingkir dari tangan jahat Thay hou,"
kata Siau Po kembali "Rencana Hong thay hou yang pertama adalah menyingkirkan Lo
hongya, kemudian Sri Baginda yang masih muda, Dan yang terakhir adalah
membongkar kuburan Toan Keng honghou, Asal rencananya yang pertama mengalami
kegagalan, dia pasti tidak berani mewujudkan rencananya yang lain lagi."
Mendengar sampai di sini, habis sudah kesadaran pikiran mantan Kaisar Sun Ti.
"Untung ada engkau," katanya pada si bocah. "Kalau tidak, semua bisa celaka. Adik,
mari kita pergi!" "Baik." sahut Heng Tian. Tangan kanannya mencekal senjatanya yang berat,
sedangkan tangan kirinya menolak daun pintu,
Begitu daun pintu terbentang, tampak seorang hwesio berdiri menghadang jalan ke
luar itu. "Siapa?" tegur Heng Tian sebelum sempat melihat wajah orang itu. Malah senjatanya
sudah diangkat dan siap digerakkan
"Mau ke mana kalian?" tanya hwesio itu tanpa memperdulikan teguran Heng Tian,
Heng Tian terkejut. "Oh, suhu!" serunya tertahan Dia segera melemparkan senjatanya dan
merangkapkan sepasang tangannya untuk memberi hormat.
"Suhu!" Heng Ti juga segera menyapa hwesio itu yang ternyata Giok Lim taysu.
"Aku sudah mendengar semua pembicaraan kalian," katanya dengan nada sabar.
-- oh, celaka --, gerutu Siau Po yang merasa menyesal
"Urusan penasaran dalam dunia ini harus dipecahkan dengan kesabaran, semuanya
harus dihilangkan dan dilupakan," kata Giok Lim taysu kembali "Menyingkir bukan jalan
ke luar yang sempurna, Ada sebab, pasti ada akibat, Sekali dosa sudah menyertai
tubuh kita, maka seluruh yang ada dalam diri kita merupakan dosa."
Heng Ti menjatuhkan dirinya berlutut di hadapan Giok Lim taysu,
"Suhu benar, tecu (murid) sudah mengerti sekarang." katanya.
"Mungkin masih belum mengerti sekali," kata Giok Lim taysu, "Kalau bekas istrimu itu
datang mencarimu, biarkanlah dia datang. Sang Buddha kita maha Pengasih, Beliau
dapat membawa pengikutnya ke tempat yang aman. Katanya dia masih penasaran
kepadamu, membencimu, bahkan ingin membunuhmu Kalau kau menyingkir dosa itu
tetap ada. Kalau kau mengutus orang membunuhnya, dosamu semakin berat."
"lya, benar!" sahut Heng Ti yang tubuhnya basah oleh keringat dingin.
- Ah! Dasar bangsat gundul tidak tahu diri! --maki Siau Po dalam hatinya, Dia merasa
panas sekali karena hwesio tua ini bermaksud menggagalkan usahanya, -- Kalau aku
mencacimu, menghajarmu dan membunuhmu, apakah kau akan membiarkan nya "
Apakah kau mengijinkan aku memenggal kepalamu yang gundul itu" -Terdengar Giok Lim taysu berkata kembali
"Mengenai Ihama dari Tibet yang ingin menawanmu, berarti ia mencari dosa untuk
dirinya sendiri Dia ingin mencelakai rakyat jelata, dia ingin merampas dunia, Dalam hal
ini, kita memang tidak boleh membiarkan ia berbuat sesuka hatinya, sekarang ini, kalian
tidak bisa tinggal lebih lama lagi di sini sebaiknya kalian ikut aku ke kuil kecil di
belakang!" Selesai berkata, Giok Lim taysu langsung membalikkan tubuhnya lalu berjalan pergi
Heng Ti dan Heng Tian segera mengikuti di belakang gurunya, Siau Po yang hatinya
panas, langsung berpikir - Kalau usahaku ini sampai gagal, sekembalinya kerajaan
nanti, aku tidak bisa memberikan pertanggungjawaban kepada-sang raja cilik, percuma
aku dianugerahi baju Makwa kuning. sebaiknya aku ikut saja dengan mereka! -Siau Po mengajak Song Ji berjalan di belakang ketiga hwesio itu. setibanya di kuil
kecil yang dimaksudkan, Giok Lim taysu tetap tidak memperdulikan Siau Po dan Song
Ji. Malah seakan dia tidak melihat mereka berdua sama sekali. Hwesio itu langsung
duduk bersemedi dan Heng Ti pun mengikuti tindakannya itu.
Heng Tian melihat ke sekitarnya, dia mencari alas duduk untuk bersemedi tetapi dia
tidak berhasil menemukan satu pun. Terpaksa dia duduk bersemedi tanpa alas
disamping kakak seperguruan nya.
Kalau Giok Lim taysu bersemedi dengan memejamkan kedua matanya dan tanpa
bergeming sedikit pun, Heng Tian justru sempat celingak-celinguk ke sana ke mari, dan
menatap ke atas. Akhirnya dia baru memejamkan kedua matanya dan meletakkan
kedua tangannya di atas dengkul kakinya, namun sikapnya tetap tidak bisa khusuk
karena sesekali tangannya meraba senjata yang dikhawatirkan akan hilang.
Heng Ti sendiri duduk mematung seperti gurunya. Siau Po memberi isyarat kepada
Song Ji dengan gaya yang lucu, dia segera duduk bersila di dekat Heng Tian, Song ji
menuruti perbuatannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Watak Siau Po memang mirip si Raja kera Sun Go Kong yang tidak pernah biasa
diam. Duduk berdiam diri terlalu lama merupakan siksaan yang tak terkatakan baginya,
Mungkin lebih menderita dari pada kehilangan jiwanya sekali pun, Dia juga bingung
menghadapi perubahan sikap Heng Ti yang dipengaruhi gurunya itu, Setelah duduk
berdiam diri sekian lama, akhirnya dia menoleh ke sana ke mari, lalu menarik telapak
tangan Song Ji dan digelitikinya.
Song Ji kegelian, tapi gadis itu berusaha untuk menahan dirinya agar jangan sampai
tertawa. Sementara itu, Siau Po berpikir kembali dalam hatinya.
-- Tampaknya Heng Ti sudah berniat mengikuti ucapan gurunya, bagaimana baiknya
sekarang" sebaiknya aku tunggu terus, masa hwesio tua itu tidak ingin membuang air
kecil atau air besar" Asal dia pergi, aku akan membujuk Heng Ti agar melarikan diri
dari tempat ini.... Dengan membawa pikiran demikian, Siau Po menguarkan hatinya untuk duduk terus
bersama yang lainnya. Ruangan itu sejak semula tetap sunyi senyap, Tidak lama kemudian terdengar suara
derap langkah kaki sedang mendatangi. Bahkan semakin lama suara itu semakin jelas,
Kalau ditilik dari suaranya, jumlah orang yang datang itu tidak sedikit dan tujuannya
sudah pasti kuil Ceng Liang si.
Rupanya Heng Tian juga sudah mendengar suara itu. Dia segera menyambar
senjatanya dan mementangkan matanya lebar-lebar untuk mengawasi keadaan di luar
kuil kecil itu. Tampak Giok Lim taysu, si hwesio tua itu masih duduk bersemedi tanpa bergerak
sedikit pun. Ketika Heng Tian melihat sikap gurunya itu, dia segera meletakkan
senjatanya kembali dan duduk bersemedi dengan mata terpejam.
Sementara itu, Siau Po juga sudah mendengar suara gemuruh langkah kaki orangorang
berlarian ke sana ke mari, Rupanya orang-orang itu sedang mencari sesuatu,
Mungkin karena tidak berhasil menemukan apa yang dicarinya, sampai sekian lama
suara itu masih terdengar juga.
-- jelas mereka datang ke kuil Ceng Liang si ini untuk mencari Lo hongya - pikirnya,
Kalau mereka tidak berhasil menemukannya dimana-mana, akhirnya mereka pasti
mencari ke tempat ini juga, Baiklah, bangsat tua berkepala gunduI! Aku ingin lihat
bagaimana caramu menghadapi orang itu nanti! Keadaan di kuil itu masih demikian mencekam, Giok Lim taysu masih bersemedi
dengan tenang, Beberapa saat kemudian, suara berisik itu tidak terdengar lagi, Hanya
terdengar langkah kaki orang-orang yang mendatangi kuil kecil itu, Bahkan dalam
sekejap mata, mereka pun sudah sampai.
"Geledah kuil itu!" terdengar seseorang berteriak dengan suara lantang.
Heng Tian langsung melompat bangun, Dia menyambar senjatanya kemudian
menghambur ke depan pintu kuil serta berdiri tegak di tengah-tengahnya dengan sikap
menghadang. Siau Po juga langsung berdiri, lalu berlari ke jendela untuk melihat ke luar. Di bawah
cahaya rembulan tampak segerombolan orang yang seakan hanya bagian kepalanya
yang terlihat jelas, Bocah tanggung itu menoleh kepada Giok Lim taysu, Tampak
Hwesio tua itu bersama Heng Ti tetap duduk tanpa bergeming sedikitpun.
"Bagaimana sekarang?" Tanya Song Ji kepada tuan mudanya, Gadis itu juga ikut
pergi ke bawah jendela. "Kita tunggu sampai gerombolan itu menyerbu masuk," kata Siau Po. ucapannya lirih
sekali, "Setelah itu kita tolong si Raja tua dan kita bawa lari lewat pintu belakang."
Song Ji menganggukkan kepalanya, Siau Po melanjutkan kembali kata-katanya.
"Kau ingat, apabila sebentar lagi kita terpaksa berpisah, nanti kita harus berkumpul
lagi di kuil Leng Keng si."
Kembali Song Ji mengganggukkan kepalanya,
"Tapi... aku khawatir tidak kuat menggendong si Raja tua terlalu lama," katanya,
"Kalau keadaannya terpaksa sekali, kau seret saja.,." kata Siau Po.
Tepat pada saat itulah di luar kuil terdengar suara yang berisik.
"Hai, siapa itu yang bergerak sembarangan?"
"Bekuk dia!" "Jangan biarkan dia lolos!"
"Celaka! Cepat tangkap!"
Kemudian Siau Po melihat dua sosok bayangan yang berkelebat melewati Heng Tian
dan terus menerobos ke dalam kuil, setibanya di dalam, mereka segera memberi
hormat kepada Giok Lim taysu lalu duduk bersemedi di sampingnya.
Ternyata mereka dua orang hwesio berjubah abu-abu. Anehnya, meskipun ada Heng
Tian yang tubuhnya begitu tinggi besar, kedua hwesio itu bisa menyusup masuk tanpa
menemui kesulitan apa-apa.
Tiba-tiba di luar kuil terdengar lagi suara teriakan
"Ada lagi orang yang datang!"
"Halangi!" "Cepat bekuk!" "Buk! Buk!" Yang terdengar belakangan ini adalah suara tubuh orang yang terbanting
di atas tanah. Setelah itu, kembali tampak dua sosok berjubah abu-abu menerobos memasuki kuil
seperti kedua orang yang pertama, mereka juga memberi hormat kepada Giok Lim
taysu lalu duduk bersila di sudut ruangan.
Sejak awal hingga akhir tidak terdengar seorang pun dari mereka yang membuka
muIutnya. Lalu, setiap kali terdengar suara bentakan yang berisik, pasti ada pasangan hwesio
yang menerobos memasuki kuil dan meniru tindakan keempat orang hwesio yang
pertama. Dengan demikian, ruang yang kecil itu menjadi sempit pasangan hwesio yang
menerobos ke dalam sudah mencapai pasangan ke sembilan jadi jumlah semuanya
ada delapan belas orang hwesio.
Siau Po segera mengenali, salah satu dari para hwesio itu justru Teng Kong, kepala
hwesio di Ceng Liang si. Diam-diam dia menjadi heran juga gembira. Hatinya agak lega,
dan kagum melihat kepandaian para hwesio tersebut.
Kalau tujuh belas hwesio yang lainnya mempunyai kepandaian yang setaraf dengan
Teng Kong saja, biarpun musuh berjumlah lebih banyak lagi, rasanya tidak perlu
dikhawatirkan -- pikirnya.
Di luar kuil itu, gerombolan tadi kembali menimbulkan suara yang gaduh, tetapi tidak
seorang pun yang berani menerobos ke dalamnya, Mereka hanya berkaok-kaok di luar.
Setelah lewat sekian lama, dari luar terdengar suara seseorang yang dapat
dipastikan orangnya sudah berusia lanjut dan berbeda dengan suara-suara yang
berkaok-kaok sebelumnya. "Pihak Siau Lim Sie bersikeras hendak membela kuil Ceng Liang si. Apakah hal ini
berarti Siau Lim Pai juga bersedia memikul segala tanggung jawabnya?"
Dari dalam kuil tidak terdengar suara sahutan. Sesaat kemudian, terdengar si orang
tua berkata kembali. "Baiklah, Hari ini kami memandang muka terangnya Cap Pek Lohan dari Siau Lim
Sie. Nah! Mari kita pergi!"
Gemuruh suara diluar menyusul ucapan si orang tua, tetapi hanya sebentar saja,
kemudian suasana menjadi hening kembali Ternyata mereka benar-benar pergi.
Sementara itu, secara diam-diam Siau Po memperhatikan ke delapan belas hwesio
yang disebut Cap Pek Lohan (delapan belas Lo han) dari Siau Lim Sie oleh orang tua
tadi, Hwesio yang tertua berusia sekitar tujuh atau delapan puluh tahun, Dan yang
termuda berusia kurang lebih dua puluhan tahun, Tinggi pendek tubuh mereka tidak
sama, demikian pula gemuk atau kurusnya. Wajah mereka pun ada yang buruk dan ada
yang tampan, jubah mereka agak melembung menandakan bahwa mereka membekal
senjata masing-masing. Orang tua tadi menyebut mereka delapan belas lohan, tentunya Teng Kong termasuk
salah satu anggota lohan tersebut - pikir Siau Po kembali -- Giok Liam taysu, si
keledai gundul merasa yakin akan keselamatan Heng Ti. Dia mengandalkan delapan belas
Lohan ini. Rupanya sejak semula dia sudah mengadakan perjanjian dengan pihak Siau
Limsi, Entah sampai kapan mereka akan duduk bersemedi seperti itu" Masa aku harus
mengikuti cara-cara mereka" --
Dengan membawa pikiran demikian, Siau Po segera bangkit dan menghampiri Heng
Ti. Dia memberi hormat dengan menekuk kedua lututnya.
"Lo suhu, di sini ada Cap Pek Lohan yang menjaga keselamatan Lo suhu, Aku yakin
Lo suhu akan baik-baik saja, Karenanya, sekarang aku hendak memohon diri. Apakah
Lo suhu mempunyai pesan sesuatu?"
Heng Ti membuka kedua matanya, Dia tersenyum.
"Aku sudah merepotkan dirimu," katanya, "Pulanglah kau ke kerajaan dan sampaikan
pada majikanmu bahwa dia tidak perlu datang ke Gunung Ngo Tay san ini karena
hanya akan mengganggu ketenanganku saja. seandainya dia berkeras hendak datang,
aku tetap tidak akan menemuinya. Harap kau sampaikan kepadanya, Untuk mencapai
keamanan dan ketenangan dalam suatu negara, ada beberapa patah kata yang harus
diingatnya baik-baik. Yakni "Jangan menambah pajak untuk selama-Iamanya. Kalau dia
dapat menuruti pesanku ini, berarti dia sudah berbakti kepadaku dan hatiku sudah tidak
kepalang gembiranya."
"lya, baik," sahut Siau Po singkat.
Heng Ti mengeluarkan sebuah kitab dari balik jubahnya,
"Di sini ada sejilid kitab," katanya, "Serahkanlah pada majikanmu! Katakan
kepadanya bahwa segala urusan di dunia ini sebaiknya biarkan berkembang dengan
wajar, jangan sekali-sekali dipaksakan. Paling bagus kalau kita bisa membuat rakyat
merasa damai dan sejahtera! Dan, seandainya rakyat di seluruh negeri ini
menginginkan kepergian kita, sebaiknya kita pergi dan kembali ke tempat asal kita!"
Sembari berkata Heng Ti menepuk bungkusannya perlahan-lahan.
Siau Po segera teringat apa yang pernah dikatakan oleh To Hong Eng.
-- Mungkinkah isinya juga sejilid kitab Si Cap Ji Cin keng" Bibi To mengatakan
bahwa ketika bangsa Boan Ciu memasuki kota perbatasan, mereka selalu ingat jumlah
rakyatnya yang kecil sekali bila dibandingkan dengan bangsa Han yang jumlahnya
besar sekali Jadi, bangsa Bong Ciu belum tentu bisa menduduki Tiong goan untuk
selamanya. Apabila bangsa Bong Ciu berhasil diusir kembali ke Kwan gwa, kitab Si Cap
Ji Cin keng itu sangat diperlukan, karena di dalamnya tertera tempat penyimpanan harta
karun yang besar. Asal bisa mendapatkan kembali harta itu, bangsa Bong Ciu dapat
hidup sejahtera di negeri asalnya, - Dengan berpikir demikian, Siau Po segera
mengulurkan tangannya menyambut kitab tersebut
"Sekarang kau boleh pergi!" kata Heng Ti setelah Siau Po menerima kitab yang
disodorkannya. "Baik." sahut Siau Po sambit menyembah kembali.
"Tidak berani aku menerima penghormatanmu ini!" kata Heng Ti. "Sicu, silahkan
bangun!" Siau Po bangun kemudian membalikkan tubuhnya, Baru berjalan dua langkah, tibatiba
suatu ingatan melintas dalam benaknya, timbul sifat kekanak-kanakannya, sifat
yang nakal dan jahil. Dia segera berpaling kepada Giok Lim taysu.
"Lo hwesio!" sapanya, "Kau sudah duduk bersila begitu lama, Apakah kau tidak ingin
membuang air kecil?"
Giok Lim taysu diam saja, Dia seakan tidak mendengar pertanyaan itu, Siau Po
merasa hwesio itu jenaka sekali. Dia melanjutkan langkah kakinya menuju pintu.
"Katakan juga kepada majikanmu," tiba-tiba kembali terdengar suara Heng Ti.
"Apabila ibunya kembali melakukan kejahatan, seorang ibu untuk selamanya tetap
merupakan ibu. jangan sekali-sekali dia melanggar peraturan adat dan jangan
sekalisekali merasa penasaran atau menyesalinya!"
"Baik!" sahut Siau Po. Dalam hatinya dia justru meyakinkan dirinya sendiri -- Pesan
seperti ini tidak mungkin aku sampaikan kepada Sri Baginda.
Sekembalinya ke Leng Keng si, Siau Po langsung masuk kamarnya, Mula-mula dia
mengunci pintu, kemudian membuka bungkusan yang diserahkan oleh Heng Ti.
Ternyata isinya memang kitab Si Cap Ji Cin keng.
Yang satu ini kain pembungkusnya berwarna kuning, Dia segera teringat keterangan
yang diberikan oleh To Hong Eng mengenai mantan kaisar tua itu. Tetapi dia
mendengar sendiri Heng Ti mengatakan "Apabila seluruh rakyat menginginkan


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepergian kita, maka kita harus pulang ke tempat asal dari mana kita datang!"
Bangsa Boan Ciu berasal dari Kwan gwa, yakni Mancuria. Dari sana mereka
menyerbu Tiong goan dan mendudukinya, Apabila mereka pulang tentu tujuannya
Kwan gwa. Mantan kaisar itu menepuk-nepuk bungkusannya ketika mengucapkan
pesannya. Tentu dia ingin mengatakan bahwa setelah kembali ke Kwan gwa, bangsa
Boan ciu bisa mengandalkan kitabnya yang menyebutkan tempat penyimpanan harta
karun itu. Siau Po berpikir pula dalam halinya, -- Lo hongya menyuruh aku menyerahkan kitab
ini kepada Siau Hian cu. sekarang tinggal keputusanku sendiri, aku mau
menyerahkannya atau tidak" Di tanganku sudah ada enam jilid kitab Si Cap Ji Cin keng
ini, ditambah yang satu ini, jumlahnya jadi tujuh. Untuk melengkapkan keseluruhannya
yang berjumlah delapan, aku tinggal mencari satu lagi, Kalau kitab ini aku serahkan
kepada Siau Hian cu, maka ke enam jilid kitab yang ada padaku menjadi tidak berharga
lagi, Bukankah Lo hongya sendiri yang melarang Siau Hian cu datang ke Ngo tay san"
Bahkan dia mengatakan apabila Sri Baginda memaksa juga untuk datang, dia juga tidak
akan menemuinya, Dengan demikian, berarti sampai mati pun tidak ada saksi, bukan"
Bukankah kitab ini seakan diberikan secara suka rela kepadaku " Maka, kalau aku tidak
menelannya sendiri, mungkin sikapku akan dicela oleh leluhur-leluhur keluarga Wi."
Meskipun benaknya sudah berpikir panjang lebar, tapi hatinya masih dilanda
kebimbangan. Dia ingat perlakuan kaisar Kong Hi kepadanya sangat baik, dia disayang
serta dipercaya penuh. Dengan menelan kitab ini, bukankah dia seperti tidak
menghargai raja yang merupakan sahabatnya juga" perasaannya benar-benar tidak
tenang... Tapi, otaknya kembali berputar untuk menenangkan hatinya yang bimbang.
- Hari ini, kalau aku tidak menyuruh Song Ji menolong si raja tua, pasti dia sudah
ditawan oleh para lhama dari Tibet dan dibawa pergi, Kalau hal itu sampai terjadi,
kitab itu pasti dibawa sekalian. Karena itu, perbuatanku mengambil kitab ini sama saja aku
boleh merampasnya dari tangan para lhama itu.
Dengan demikian, apa yang kulakukan tidak bisa dikatakan keterlaluan bukan" Boleh
juga dikatakan bahwa Lo hongya merasa berterima kasih kepadaku sehingga dia
menghadiahkan kitab ini untukku, Pantas, bukan" Lebih penting mana, jiwa atau sejilid
kitab" Tentunya jiwa lebih penting seratus kali lipat dari pada sejilid kitab, Dengan
memberikan kitab ini saja, Lo hongya baru membalas budiku sebanyak seperseratus
bagian, Berarti dia masih berhutang padaku sebanyak sembilan puluh sembilan bagian.
Tentu saja kelak dia harus memikirkan cara untuk membalas budiku yang masih tersisa
banyak itu -Setelah berpikir sampai sejauh ini, hati Siau Po baru lega, Karena itu, keesokan hari
nya, dia mengajak Song Ji dan Ie Pat turun gunung, Dalam perjalanan, hatinya
berbunga-bunga, Bukankah dia telah berhasil menemui kaisar Sun Ti bahkan
menyelamatkannya dari ancaman maut" Bukankah dia juga memperoleh kitab yang
berharga ini" Di pihak lain, tanpa disangka-sangka dia juga mendapat seorang
pembantu selihay dan secantik Song Ji serta menurut"
Mereka baru menempuh perjalanan sejauh sepuluh li. Saat itu mereka masih berada
di pegunungan dan tengah berjalan terus, tiba-tiba Siau Po melihat di depannya ada
seorang tosu yang bertubuh tinggi sekali sedang berjalan menghampirinya.
Tinggi tosu ini sangat luar biasa, hampir seimbang dengan Heng Tian, kecuali
tubuhnya yang kurus, Si pendeta kepala Teng Kong sudah terhitung kurus, tapi tosu ini
masih lebih kurus lagi, wajahnya demikian cekung seakan hanya terbungkus kulit tanpa
daging sedikit pun. Kedua matanya dalam sekali sehingga mirip mayat hidup, sedangkan jubah yang
dikenakannya begitu besar sehingga tampangnya seperti gantungan baju.
Biar bagaimana, tercekat juga hati Siau Po melihat tampang tosu itu, dia sampai tidak
berani menatapnya, wajahnya sengaja dipalingkan ke arah yang lain. Dia juga jalan di
pinggiran dan membiarkan tosu itu melewatinya.
Bagian 37 Lalu, tibalah saat yang mendebarkan hati si bocah tanggung. Tepat di depan Siau
Po, tosu itu menghentikan langkah kakinya,
"Apakah kau baru datang dari Ceng Liang si?" Tiba-tiba tosu itu bertanya sambil
menatap Siau Po lekat-lekat.
"Bukan," sahut Siau Po cepat "Kami datang dari Leng Keng si." Apa yang
dikatakannya memang benar. Bukankah semalam dia menginap di Leng Keng si"
Sekonyong-konyong tosu itu mengulurkan tangannya untuk memegang bahu kiri
Siau Po lalu membalikkan tubuhnya dengan cepat Dengan demikian mereka jadi berdiri
berhadapan dan tidak menyamping seperti sebelumnya.
"Apakah kau Siau Kui Cu, thay-kam dari kerajaan?" tanya tosu itu kembali, (Tosu
adalah pendeta agama To),
Hati Siau Po tercekat Apalagi dia merasa cekalan tangan si pendeta yang masih
memelihara rambutnya itu membuat seluruh tubuhnya menjadi lemas seakan tidak
mengandung tenaga sedikit pun.
"Kau ngaco!" sahutnya dengan berani. sedangkan mimik wajahnya tidak
menunjukkan perubahan apa-apa. "Kau lihat sendiri, apakah tampangku ini mirip
seorang thay-kam" Aku Wi kongcu dari Yang-ciu."
Tepat pada saat itu, Songji pun turut bicara.
"Lekas lepaskan tanganmu!" tegurnya pada tosu itu, "Mengapa kau begitu tidak tahu
aturan terhadap kongcuku?"
Tosu itu mengulurkan tangannya yang satu lagi dengan maksud menekan bahu Song
Ji. "Kalau mendengar dari nada suaramu, tampaknya kau juga seorang thay-kam cilik,"
katanya. Song Ji menggeser tubuhnya sedikit, dengan demikian serangan tosu itu tidak
mengenai sasarannya. Di samping itu, dia sendiri mengulurkan tangannya untuk
menotok jalan darah Thian Hou di tubuh tosu tersebut Song Ji memang lihay sekali.
Sekali saja jari tangannya bergerak, tepat mengenai tubuh si tosu sehingga terdengar
suara Tukk! Tapi dalam waktu yang bersamaan pula, Song Ji mengeluarkan seruan tertahan,
sebab dia merasa jari tangannya seperti menotok lempengan besi yang keras, jari
tangannya sakit sekali serasa seperti mau patah.
Tepat pada saat dia mengeluarkan seruan tertahan itulah, bahunya pun terasa nyeri,
Sebab di luar dugaannya, tahu-tahu bahunya sudah kena dicengkeram oleh tosu itu.
Tangan yang jarinya panjang-panjang dan besarnya seperti kipas.
"Hm! Hm!" Tosu itu mendengus dingin, "Thay-kam cilik, usiamu masih muda, tapi
kepandaianmu sudah tinggi, Ya, kau sudah lihay sekali."
Song Ji tidak menyahut, sebelah kakinya membentur benda yang keras dan sakitnya
tidak terkatakan. "Thay-kam cilik, ilmu silatmu benar-benar hebat! Benar-benar hebat!" terdengar tosu
itu memuji kembali. Song Ji merasa penasaran, hatinya panas sekali.
"Aku bukan thay-kam ci!ik!" teriaknya marah. "Kaulah yang thay-kam cilik! Aduh!" Dia
menjerit lagi. Tosu itu tertawa. "Coba kau pandang aku! Apakah aku mirip seorang thay-kam cilik?" tanyanya sambil
tertawa lagi. "Lekas lepaskan cekatan tanganmu!" bentak Song Ji. Dia tidak mau melayani tosu itu
berbicara, Meskipun Song Ji kesakitan tapi dia sama sekali tidak takut, "Kalau kau
tidak melepaskan cekalan tanganmu, waspadalah! Aku akan mencaci maki dirimu!"
Tosu itu tidak menghiraukan kata-kata Song Ji.
"Kau sudah menotok aku bahkan menendang tulang keringku, tapi aku toh tidak
takut, Masa sekarang aku harus takut mendengar caci makimu" ilmu silatmu lihay
sekali, tentunya kau orang dari istana, Aku harus menggeledah dirimu terlebih dahulu!"
Song Ji memang berani, dia tidak mau kalah bicara.
"llmu silatmu lebih lihay dari aku, tentunya engkaulah orang dari istana!" katanya
membalikkan kata-kata si tosu.
"Aih! Thay-kam cilik!" tegur si tosu. "Kenapa kau cerewet sekali?"
Selesai berkata, tosu itu naik ke atas gunung, Tangan kirinya mengangkat tubuh Siau
Po, sedangkan tangan kanannya menenteng si gadis yang bernyali besar. Langkah
kakinya ringan sekali, Dia tidak memperdulikan kedua bocah yang berteriak-teriak itu.
Larinya cepat sekali seakan dia tidak membawa beban apa pun.
Ie Pat dan yang lainnya berdiri terpaku, Mereka bingung juga takut.
Setelah mendaki beberapa tombak, si tosu masih terus berlari, Baginya, jalanan yang
mendaki itu seperti jalanan yang datar saja, Dia seakan tidak mengalami kesulitan apa
pun. Siau Po hanya dapat mendengar suara bersiurnya angin, Dalam hati ia berkata.
- Tosu ini lihay sekali, Apakah dia malaikat atau siluman gunung ini" -Setelah berlari sekian larna, tiba-tiba tosu itu melepaskan cekalannya, Kedua
tawanannya dilepaskan ke atas tanah, kemudian dia menuding sambil membentak.
"Sekarang kalian bicara! Kalau kalian berkeras kepala, aku akan membawa kalian ke
puncak gunung ini kemudian melemparkan kalian ke dalam jurang!"
Tosu itu menunjuk ke arah puncak yang tinggi, yang sebagiannya tertutup awan yang
tebak. "Baik, suhu, Aku akan bicara terus terang, "Dia adalah... aku...."
"Bicara yang benar! Dia, kau apa?" bentak si tosu yang berangasan itu.
"Dia adalah,., istriku." sahut Siau Po terpaksa.
Mendengar ucapannya, baik tosu itu maupun Song Ji sama-sama terkejut Bahkan
wajah si gadis cilik menjadi merah padam.
Sedangkan si tosu menjadi heran, bagaimana seorang bocah cilik sudah mempunyai
istri" "Apa" Istri?" tanyanya menegaskan.
Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Suhu, biarlah aku berbicara terus terang kepadamu," katanya pula, "Sebenarnya
aku seorang kongcu, putera seorang hartawan dari Kota Pe King, Aku tertarik kepada
nona, putri tetanggaku ini. karenanya kami telah sama-sama berjanji untuk hidup
bersama-sama sampai hari tua, janji itu kami buat secara diam-diam di taman bunga,
Ayah nona ini tidak menyetujui hubungan kami, karena itulah aku mengajak nona ini
minggat dari rumah, Suhu lihat sendiri, dia seorang gadis, Mana mungkin menjadi
thaykam" Tentu saja dia marah! Kalau suhu tetap tidak percaya, buka saja kopiahnya!"
Tosu itu mengikuti perkataan Siau Po. Dia membuka kopiah Song Ji sehingga
tampaklah rambutnya yang panjang dan indah.
Di jaman kerajaan Ceng, kecuali imam (tosu) atau hwesio, setiap laki-laki harus
mencukur bagian depan rambutnya sehingga hanya tersisa bagian belakangnya untuk
dijadikan kuncir panjang.
Tapi rambut Song Ji lengkap, bagian depannya masih penuh dan bagian
belakangnya juga terurai panjang sehingga dapat dipastikan bahwa dia memang
seorang perempuan. "Suhu, aku mohon," kata Siau Po yang pandai bicara, "Janganlah serahkan kami
kepada pihak pembesar negeri, sebab aku bisa kehilangan nyawaku Suhu, aku
bersedia memberimu uang sebanyak seribu tail asal kau membebaskan kami...."
"Sekarang terbukti sudah bahwa kalian bukan thay-kam," kata tosu itu kemudian.
"Thay-kam tidak mungkin melarikan anak gadis orang. Ha ha ha ha! Kau masih kecil
tapi nyalimu sudah besar sekali!" Sembari berkata, tosu itu melepaskan cekalannya
pada bahu Siau Po. "Untuk apa kalian datang ke Ngo Tay san?" tanyanya kembali.
"Kami pergi ke Leng Keng si untuk bersembahyang pada Sang Bodhisatva." sahut
Siau Po yang tidak pernah kehilangan akal "Kami memohon perlindunganNya, Semoga
aku, pemuda yang malang ini berhasil menjadi Conggoan, dan dia... kelak setelah
menjadi istriku akan dipanggil It Pin hujin...."
Siau Po memang pandai berbicara, Kata-katanya tentang pemuda hartawan yang
malang dan mengikat janji di taman bunga, semuanya ia cangkok dari tukang cerita di
Kota Yang-ciu. sedangkan Cong goan artinya mahasiswa yang lulus pertama dalam
ujian di istana dan It Pin hujin adalah sebutan untuk para isteri seorang menteri atau
jenderal. Tosu itu berpikir sejenak.
"Kalau begitu, aku yang salah duga, kalian pergilah!" katanya kemudian.
Bukan main senangnya hati Siau Po.
"Terima kasih, suhu, terima kasih!" katanya berulang-ulang, bersama-sama Song Ji,
dia memberi hormat kemudian diajaknya turun gunung.
"Aih, tidak benar!" tiba-tiba tosu itu berseru. Setelah kedua pemuda-pemudi itu
berjalan beberapa langkah, "Eh, kalian kembali!"
Mau tidak mau, Siau Po terpaksa kembali bersama Song Ji.
"Eh, nona kecil!" Tegur tosu itu. "llmu silatmu baik sekali Kau telah menotok dan
menendang aku satu kali juga, Sampai sekarang aku masih merasa sakit." Dia
langsung meraba jalan darahnya yang tadi ditotok Song Ji. Kemudian tosu itu bertanya
lagi, "Nona, siapakah yang mengajarkan ilmu silat kepadamu" Tergolong partai
manakah kepandaianmu itu?"
Wajah Song Ji jadi merah, Gadis itu tidak biasa berbohong sehingga sulit baginya
menjawab pertanyaan itu, Dia juga tidak suka menjelaskan golongan partai
persilatannya, Karena itu, dia hanya menggelengkan kepalanya.
Siau Po yang cerdas, segera mewakili gadis itu menjawab.
"Dia mewarisi ilmu silat keluarganya yang diajarkan turun temurun. Ibunyalah yang
mengajarkannya." "Apa she nona ini?" tanya tosu itu kembali.
"Ini... ini... aih!" sahut Siau Po ragu-ragu. "Rasa-nya kurang leluasa menyebut she
keluarganya...." Si bocah nakal mengembangkan seulas senyuman.
"Apanya yang tidak leluasa?" bentak tosu itu, "Lekas katakan!"
"Kami dari keluarga Cung." sahut Song Ji mendahului Siau Po.
"Keluarga Cung?" ulang si tosu sambil menggeleng gelengkan kepalanya, "Tidak
benar! Kau pasti berbohong! Di kolong langit ini tidak ada keluarga Cung yang ilmu
silatnya terkenal Apalagi mengajarkan seorang anak perempuan sampai begini lihay!"
"Aneh!" kata Siau Po yang menjadi berani dan tertawa lebar. "Suhu, di kolong langit
ini, banyak sekali orang yang pandai ilmu silat, Bagaimana kau bisa mengenal mereka
semuanya?" "Diam kau!" bentak tosu itu dengan nada gusar "Aku sedang bertanya kepada si
nona kecil ini, jangan kau ikut campur!" Selesai berkata, tosu itu bahkan mendorong
tubuh Siau Po dengan perlahan.
Si bocah takut terluka, dia tahu tosu ini lihay sekali, Karena itu, sebelum tangan
orang itu sempat menyentuhnya, dia sudah menghindarkan diri terlebih dahulu, Dia
menggunakan tipu jurus "Hong Heng Cau Yan" (Angin berhembus, rumput rebah)
sehingga dia berhasil menyelamatkan dirinya, sementara itu, dia juga menggerakkan
kedua tangannya. Tangan kirinya diangkat ke atas untuk melindungi dirinya, sedangkan
tangan kanan melancarkan serangan.
Tosu itu terkejut setengah mati. Dia mengulurkan tangannya untuk menyambar dada
Siau Po. Sebelumnya, dia menghindarkan diri terlebih dahulu dari serangan si bocah.
Siau Po cerdik sekali, Gerakannya sangat lincah Dia memiringkan dadanya ke
samping, begitu tubuhnya bebas, tangannya melayang lagi, jurus yang digunakannya
kali ini ialah "Leng Coa Jut Tong" (UIar sakti keluar dari goa).
Dia memainkannya dengan bagus sekali, Tidak syak lagi, lehernya tosu itu langsung
terkena tamparannya, Namun dalam waktu yang bersamaan, dia pun menjerit sekeraskerasnya
karena tangannya seperti menghantam besi sehingga ia merasa kesakitan.
Mendengar majikannya menjerit kesakitan, Song Ji segera melompat maju untuk
menyerang tosu itu. Sementara itu, dada Siau Po sudah terkena sambaran tosu itu. Hal ini karena si tosu
gesit sekali, sembari menghindarkan diri, dia balas menjambak dada Siau Po. Dengan
demikian, sekaligus juga dia sanggup melayani si nona cilik.
Song Ji melakukan pertarungan dengan hati-hati, dia sadar betapa lihaynya lawan
yang satu ini. Gadis itu memperlihatkan kegesitan dan kelincahannya, Meskipun
demikian, dia tetap kewalahan, sebab tubuh tosu itu kebal terhadap pukulan, ilmu tosu
itu bernama Kim Cung Tiau (Tudung lonceng emas) dan Tiat Pou San (Baju besi)
sehingga dia tidak usah khawatir terhadap totokan, tinju atau pukulan yang dilancarkan
lawan. Dalam beberapa jurus saja, Song Ji sudah tidak berdaya dibuatnya, Kepandaiannya
tidak berarti banyak bagi si tosu, Sesaat kemudian, tosu itu sudah menatap Siau Po
lekat-lekat dan bertanya kepadanya.
"Kau mengatakan bahwa kau anak seorang hartawan tapi mengapa kau mengerti
ilmu "Kim Na Jiu" dari golongan Sin Liong To di Liau Tong?"
Siau Po memang pemberani Dengan suara lantang dia menjawab
"Aku toh anak seorang hartawan, lalu mengapa aku tidak boleh mempelajari ilmu Sin
Liong To" Apakah hanya anak orang miskin yang boleh mempelajari ilmu itu?" Dia
sengaja mengucapkan kata-kata itu untuk memperpanjang waktu. Maksudnya ingin
mencari jalan untuk melarikan diri, Diam-diam dia berpikir dalam hati.
-- ilmu Sin Liong To di Liau Tong" ilmu apakah itu" Oh.,, Aku ingat sekarang! Hay
Tay Hu si kura-kura tua pernah mengatakan bahwa Thay Hou berusaha menutupi
dirinya seakan-akan orang dari Bu Tong Pai, padahal dia sebenarnya memiliki ilmu Coa
To yang terletak di Liau Tong. Coa To itu pasti sama dengan Sin Liong To. Apa
bedanya naga dan ular" Iya... dapat dipastikan bahwa si nenek sihir itu mempunyai
hubungan dengan orang Sin Liong To. Tentu saja, nama ular tidak enak didengar, maka
mereka menggantinya dengan nama Sin Liong (naga sakti)! ilmu silat Siau Hian cu
diajarkan oleh si nenek sihir. Karena aku sering berlatih bersamanya, sedikit banyaknya
aku jadi memahami ilmu Sin Liong To juga -Begitu bencinya Siau Po kepada Hong Thay Hou sehingga terus-terusan dia
menyebutnya sebagai perempuan hina dan si nenek sihir


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu, terdengar suara bentakan si tosu yang mengandung kegusaran
"Ngaco! Ayo katakan yang sebenarnya, siapakah gurumu?"
Siau Po berpikir cepat - Kalau aku mengakui bahwa Thay Houlah yang mengajarkan ilmu silat kepadaku,
sama saja aku mengakui diriku seorang thay-kam., - Karena itu dia segera
menggunakan alasan yang lain.
"Aku diajarkan ilmu silat olah teman pamanku.... Dia bernama bibi Liu Yan. orangnya
gemuk...." "Nona Liu Yan?" tanya tosu itu mengulangi kata-kata Siau Po. "la sahabat
pamanmu" siapakah pamanmu itu?"
"Pamanku itu bernama.... Wi Toa Po," sahut Siau Po sembarangan. Dia
mengimbangi Toa Po dengan namanya sendiri, Toa Po artinya mustika besar,
sedangkan Siau Po artinya mustika kecil, "Pamanku itu mata keranjang, Di kerajaan
kawan wanitanya banyak sekali dan dia termasuk orang royal, Menghamburkan uang
sebanyak seribu tail sehari bukan masalah bagi nya. Dia tampan seperti artis pemain
sandiwara di panggung pertunjukan Karena itulah bibi Liu tergila-gila kepadanya sering
nona yang gemuk itu datang ke rumah kami pada jam tiga tengah malam dan masuknya
melompati tembok taman bunga yang ada di belakang, Memang aku yang merengekrengek
kepadanya agar diajarkan ilmu silat Kemudian aku memang diwarisinya
beberapa jurus." Tosu itu ragu-ragu mendengar cerita Siau Po.
"Bagaimana dengan pamanmu sendiri" Apakah dia mengerti ilmu silat?" tanyanya.
Siau Po tertawa lebar mendengar pertanyaan itu.
"Pamanku pandai ilmu silat asmara, Dia sering dipiting batang lehernya oleh nona
Liu, tapi dia malah kesenangan Bahkan ketika nona itu mengangkat tubuhnya naik
turun, dia mendiamkan saja, Tapi pamanku itu memang lucu sekali, Sekali waktu aku
pernah mendengarnya mengatakan: "Nah, ini yang dinamakan anak mengangkat ayah",
mendengar kata-katanya nona Liu ikut tertawa bahkan membalasnya dengan
mengatakan "lni belum apa-apa, kelak pasti ada cucu yang menenteng kakeknya"
Kata-kata Siau Po itu sebenarnya hanya sembarangan mengoceh, Dia sedang
mempermainkan tosu itu yang karena peraturan agama tidak boleh berdekatan dengan
kaum wanita, Tapi tosu itu tidak gusar Dia malah minta penjelasan yang lebih lanjut
tentang Liu Yan. Dengan senang hati Siau Po melanjutkan ceritanya.
"Bibi Liu Yanku itu senang memakai sepatu sulam merah. Oh, suhu, aku menduga
kau pasti mencintainya.... Benar bukan" Kapan saja kalau suhu bertemu dengannya,
suhu boleh tidur dengannya dan aku yakin keesokan harinya dia tidak akan bangun lagi
untuk selama-lamanya!"
Gusar sekali tosu itu mendengar ocehan si bocah, Dia memang tidak tahu Liu Yan
sudah mati dan tidak mungkin bisa bangun kembali, Dan bocah itu memang sengaja
mempermainkannya. "Bocah cilik, kau mengoceh sembarangan!" bentaknya, Tapi dia mulai mempercayai
keterangan yang diberikan oleh Siau Po. Perlahan-lahan dia menepuk perut Siau Po
untuk membebaskannya dari totokan, Dan dia tidak berhasil karena tangannya
menyentuh kita Si Cap Ji Cin Keng yang disimpan Siau Po di balik pakaiannya.
"Eh, barang apa itu?" tanyanya,
"Oh, ini uang yang aku curi dan kubawa kabur dari rumah," sahut Siau Po dengan
hati tercekat "Ngaco! Mana mungkin kau membawa uang begitu banyak?" Tanpa menunda waktu
dia segera mengulurkan tangannya dan merogoh-rogoh tubuh Siau Po dan
mengeluarkan bungkusan kitab itu. Ketika dia membukanya, saat itu juga dia jadi
tertegun, kemudian wajahnya menjadi berseri-seri.
"Si Cap Ji Cin keng! Si Cap Ji Cin keng!"
Kemudian tosu itu membungkus kembali kitab itu sampai rapi lalu dimasukkannya ke
dalam saku pakaian, Kembali dia menjambak dada Siau Po dan diangkatnya tinggitinggi.
"Dari mana kau mendapatkan kitab ini?" tanyanya dengan suara garang.
Sulit sekali menjawab pertanyaan itu, apalagi hati Siau Po sedang terkejut dan
khawatir kehilangan kitabnya itu, Tapi untung saja otaknya cerdas sekali, Dia
menabahkan hatinya dan berusaha tertawa lebar.
"Kau menanyakan kitabku itu" Oh, ceritanya panjang sekali, Akan memakan waktu
lama untuk menceritakannya...."
Siau Po terus mengulur waktu, Selain ingin mendapatkan kebebasan, Siau Po juga
berharap dapat merebut kitabnya kembali, Karena itu, dia perlu mengasah otaknya
untuk mencari keterangan yang masuk akal...
"Cepat katakan! Dari mana kau mendapatkan kitab itu?" bentak tosu itu sekali lagi,
"Siapa yang memberikannya kepadamu?"
Belum lagi Siau Po sempat menjawab pertanyaan itu, dari kejauhan tampak
serombongan hwesio sedang berjalan mendatangi Tampaknya mereka Cap Pek Lohan
dari biara Siau Lim Sie yang membantu Heng Ti mengusir para Ihama dari Tibet, Ketika
dia menoleh ke arah barat, ternyata dari sana juga sedang datang beberapa orang
hwesio sehingga jumlahnya menjadi belasan orang.
-- Bagus! -- seru Siau Po dalam hatinya, Dia merasa senang -- Tosu bangsat, biar
pun kepandaianmu lebih hebat lagi dari sekarang, tidak mungkin kau sanggup melawan
Cap Pek Lohan dari Siau Lim Sie! -"Cepat katakan!" bentak tosu itu. "Ayo, cepat katakan!"
Sekarang tosu itu juga melihat munculnya beberapa orang hwesio dari arah timur,
barat dan utara. Dia tidak memperdulikan orang-orang itu tapi dia bertanya kepada Siau
Po. "Mengapa beberapa orang hwesio itu datang ke mari?"
Tampaknya Siau Po sudah memikirkan pertanyaan itu. Dengan seenaknya dia
menjawab . "Para hwesio itu telah mendengar tentang kehebatanmu, sekarang mereka datang
untuk mengangkat kau menjadi guru."
Sudah sampai di hadapan si tosu dan sepasang muda-mudi itu. Bahkan hwesio yang
usianya sudah lanjut dan aliasnya panjang langsung memberi hormat dan menyapa.
"Taysu, apakah taysu ini Poan Toato Ay Cun cia dari Liau Tong?"
Ketika itu tubuh Siau Po masih diangkat tinggi-tinggi oleh si taysu, tapi mendengar
pertanyaan itu dia jadi tertawa terbahak-bahak, Menurutnya, pertanyaan itu aneh sekali.
Poan tauto artinya tosu gemuk, sedangkan Ay Cun cia berarti Cun cia pendek, Cuncia
adalah sebutan suci bagi para pengikut Buddha, Tetapi kenyataannya tosu itu bertubuh
tinggi kurus, Apakah hwesio itu matanya buta" Tidak! Terang dia bisa melihat Lalu,
mengapa dia menyebut tosu itu dengan sebutan yang demikian menggelikan" Ataukah
hwesio itu sengaja mengejeknya"
Tosu itu menggelengkan kepalanya,
"Betul! Akulah Poan Tauto Ay Cun cia! Kalian bisa mengetahui namaku, Hal ini
berarti kalian bukan orang sembarangan Nah, taysu, siapakah kau sebenarnya?"
"Gelar lolap Teng Sim dari Siau Lim Sie," sahut hwesio beralis panjang itu,
"Kedudukanku di dalam biara sebagai ketua dari ruang Tat Mo Ih. Dan ketujuh belas
suhu ini rekan-rekan lolap yang juga anggota ruang Tat Mo Ih."
sedang mendatangi itu dan berseru, "Lebih baik kalian menggelinding pergi dari sini,
jangan ganggu aku dengan segala macam kerewelan!"
Suaranya yang keras bergema di sekitar lembah itu kedengarannya penuh wibawa.
Rombongan ke delapan belas Lohan dari Siai Lim Sie itu tidak menghiraukan
seruannya, Mereki seakan tidak mendengar apa-apa. Para Lohan iti terus mendaki ke
atas dan tidak lama kemudian
"Aku tidak pernah menerima murid," katanya
Mendengar pertanyaan itu, tosu itu segera menjawab dengan suara lantang.
Kemudian dia menghadap ke arah para hwesio yan
"Oh!" seru tosu itu yang nadanya tidak garang lagi seperti sebelumnya, "Kiranya
delapan belas Lohan dari Tat Mo Ih telah berkumpul di sini, Aku hanya seorang diri,
tidak bisa aku melayani kalian semua...."
Teng Sim segera merangkapkan sepasang tangannya,
"Di antara kita satu dengan yang lain tidak terlibat permusuhan atau persengketaan
apa pun, bahkan kita sama-sama merupakan pengikut Buddha. Bagaimana taysu bisa
mengatakan soal perkelahian?" katanya dengan nada sabar "Kedua Cun cia gemuk dan
kurus dari Liau Tong mempunyai nama yang terkenal sekali karena ilmu silatnya yang
lihay, Kami justru merasa kagum sekali, Kami juga merasa gembira atas keberuntungan
kami dapat bertemu dengan taysu di sini."
Setelah Teng Sim selesai berkata, ketujuh belas rekannya yang lain segera memberi
hormat sehingga tosu itu repot membalas penghormatan mereka.
"Untuk apakah kalian datang ke Ngo Tay san ini?" tanya tosu itu kemudian.
Teng Sim tidak menjawab pertanyaan Ay Cun cia, dia malah menunjuk kepada Siau
Po. "Sicu kecil ini mempunyai hubungan yang erat dengan biara Siau Lim Sie kami, oleh
karena itu, kami mohon sudilah kiranya taysu bermurah hati membebaskannya...."
Ay Cun cia memperhatikan hwesio itu. Dia tampak ragu-ragu. Tapi pihak lawan
adalah ke-delapan belas Lohan yang sudah terkenal dari Siau Lim Sie, sedangkan dia
hanya seorang diri, sanggupkah dia melawan mereka" Tentu lain halnya kalau mereka
berkelahi satu lawan satu.
"Baiklah," sahutnya kemudian, "Dengan memandang wajah taysu, aku akan
melepaskannya," tosu itu langsung menurunkan tubuh Siau Po. setelah itu dia menepuk
perut bocah itu untuk membebaskan totokannya.
Begitu berdiri tegak, Siau Po mengulurkan tangannya ke hadapan tosu itu.
"Mana kitabku?" katanya, "Kitab itu merupakan pemberian sahabat dari delapan
belas suhu ini agar aku membawanya ke Siau Lim Sie dan akan diserahkan kepada
Hong Tio biara itu."
"Apa?" tanya Ay Cun cia gusar "Apa hubungannya kitab ini dengan pihak Siau Lim
Sie?" "Pokoknya kau telah merampas kitab milikku!" sahut Siau Po dengan berani "Kitab itu
diserahkan oleh seorang suhu tua yang meminta aku menyerahkannya kepada
seseorang, Urusan ini penting sekali, Biar bagaimana kau harus mengembalikan kitab
itu!" "Kau mengoceh tidak karuan!" kata tosu itu yang langsung mencelat ke bawah untuk
turun gunung. Tiga orang hwesio Siau Lim Sie segera lompat ke depan dengan tangan terulur guna
menyambar orang itu. Ay Cun cia tidak ingin melayani, dia menggeser tubuhnya ke samping untuk
menghindarkan diri. Tubuhnya tinggi kurus, meskipun tampaknya kaku tapi gerakannya
justru gesit dan lincah sekali walaupun sambaran tangan ke tiga hwesio itu lihay sekali
namun tidak mengenai sasarannya!
Menyaksikan keadaan itu, empat orang hwesio lainnya segera turun tangan, Mereka
menghambur ke depan untuk menghadang dengan merentangkan kedua tangannya.
Terdengar seruan nyaring dari mulut Ay Cun cia, kedua tangannya didorongkan ke
depan dengan jurus "Ngo Teng Kay san", setelah itu dia mencelat lagi.
Keempat hwesio itu berusaha merintangi kembali Mereka menyerang serentak
Ketika mereka menangkis, merasa tenaga tolakan lawan keras sekali sedangkan si tosu
merasa serangan yang dilancarkan keempat hwesio itu berbeda-beda, Dua yang di kiri
menyarang dengan tenaga yang kuat, sedangkan dua yang di kanan menyerang
dengan tenaga lunak, Begitu lunaknya sehingga mirip membentur tumpukan kapas.
- Ah! --, seru tosu itu dalam hatinya, -- Aku sudah mendengar bahwa ilmu silat Siau
Lim Pai lihay sekali, sekarang aku telah membuktikannya sendiri Mereka benar-benar
tidak Boleh dianggap enteng.
Tosu itu segera berusaha membebaskan diri, tapi tiga hwesio lainnya sudah
mendesaknya dari belakang. Dia menjejakkan kakinya di atas tanah untuk mencelat ke
atas dan menghindarkan diri dari serangan empat kepalan tangan.
Sembari melompati dia menolehkan kepalanya ke belakang. Ternyata serangan yang
dilancarkan mereka memang berbeda-beda dan dari arah yang berlawanan pula, itulah
serangan cengkeraman Naga, Kuku Hari-mau, dan Cakar Garuda.
Diam-diam hatinya merasa jeri Dia tidak berani berlaku ayal Dia memutar tubuh
sambil melompat ke arah Siau Po untuk menyambar bocah itu dengan tangan
kanannya, Setelah mendarat di atas tanah, dia membentak dengan nada bengis.
"Kalian ingin melihat dia mati atau hidup?"
Gerakan tosu itu cepat sekali dan tahu-tahu Siau Po telah tercekal olehnya.
Ke delapan belas Lohan dari Siau Lim Sie itu segera mengambil posisi mengurung.
Teng Sim merangkapkan sepasang tangannya dan berkata.
"Kitab sicu ini merupakan kitab yang sangat penting, oleh karena itu, kami mohon
sudilah taysu mengembalikannya. Dengan demikian taysu telah mendirikan pahala,
Atas itu, kami semua juga akan merasa bersyukur dan berterima kasih!"
Ay Cun cia mengangkat tubuh Siau Po tinggi-tinggi, tangannya yang sebelah lagi
mengancam batok kepala bocah itu, Tosu itu tidak menghiraukan Teng Sim, malah
tanpa berkata apa-apa lagi, dia membawa Siau Po lari ke arah utara.
Ancaman itu hebat sekali, seandainya pihak Siau Lim Sie memaksakan kehendak
mereka untuk meminta kembali kitab Si Cap Ji Ciang Keng, maka dia akan menghajar
batok kepala Siau Po agar mati seketika.
Dalam keadaan seperti ini, beramai-ramai mereka menyebut nama Sang Buddha
kemudian mundur serempak untuk membuka jalan.
Tosu itu langsung berlari sambil membawa Siau Po. Gerakannya gesit dan cepat
Tujuannya ke arah utara. Meskipun sempat ragu-ragu, akhirnya ke delapan belas Lo han dari Siau Lim Sie itu
menyusul juga, Mereka segera mengerahkan ilmu meringankan tubuh agar tidak
ketinggalan terlalu jauh atau kehilangan jejak orang yang disusul itu.
Pada saat itu, Song Ji juga sudah lari menyusul Dia dibebaskan totokannya oleh
salah seorang hwesio. Saking khawatirnya, dia berlari kencang sekali. Tapi dia
mengalami kesulitan untuk mengejar apalagi menyusul tosu itu, Hal ini karena dia kalah
tenaga dalam disebabkan usianya yang masih muda.
Gadis cilik itu bingung sekali sehingga tanpa sadar dia menangis, namun tidak
menghentikan langkah kakinya.
Sebaliknya, di sebelah depan, para hwesio itu juga belum berhasil mengejar Ay Cun
cia. Tidak lama kemudian, baru tampak Ay Cun cia membawa Siau Po mendaki puncak
sebelah utara, para hwesio tetap mengejarnya, Hanya ada satu jalan untuk mendaki
puncak itu dan sempit pula, Karena itu, mereka terpaksa berlari dengan antri atau
berbaris satu per satu. Ketika Song Ji menyusul sampai di kaki bukit itu, tenaganya sudah habis. Dia
mendongakkan kepalanya untuk melihat ke atas, Tampak puncak bukit itu bagai
menyusup ke dalam gumpalan awan yang tebal.
Hatinya khawatir sekali, kalau tosu itu sampai tergelincir tamatlah riwayatnya
bersama-sama Siau Po, Tidak jadi masalah kalau hanya tosu itu yang mati, tapi,.,
bagaimana kalau Siau Po yang....
Ketika gadis cilik ini sedang melihat ke atas, tiba-tiba terdengarlah suara yang
bergemuruh, disusul dengan berloncatannya para hwesio, Rupanya dari atas
bergelindingan puluhan batu yang ukurannya berbeda-beda.
Tentunya Ay Cun cia mendupak batu di sana sini agar para hwesio itu mengalami
kesulitan mengejarnya. Di antara para hwesio itu, Teng Kong tertinggal di bagian paling belakang, Lukanya
yang terjadi karena bertarung dengan Hong Hu Kok masih belum sembuh betuI,
tenaganya jadi jauh berkurang.
"HongTio!" teriak Song ji memanggilnya, "Hong Tio!"
Teng Kong menoleh, kemudian dia menghentikan langkah kakinya, Dihampirinya
Song Ji yang tampaknya sudah letih sekali dan tampangnya menyiratkan kekhawatiran,
Teng Kong segera menghiburnya.
"Jangan cemas, tidak mungkin dia mencelakai kongcumu!" katanya, Setetah itu dia
menarik tangan gadis cilik itu. Dia tidak merasa jengah, pertama karena usia Song Ji
masih belia, kedua gadis itu juga memerlukan bantuannya, Dengan ditarik olehnya,
Song Ji bisa mendaki terus, Bagi Song Ji, keadaan dirinya ibarat seorang yang
terombang ambing di tengah lautan dan tiba-tiba menemukan selembar papan untuk
dijadikan pegangan sehingga perasaannya menjadi agak lega.
"Hong Tio," kembali Song Ji bertanya, "Benarkah dia tidak akan mencelakai
kongcu?" "Tidak, tidak mungkin," sahut Teng Kong yang terpaksa menjawab demikian
meskipun dia tahu watak Ay Cun cia kejam sekali
Puncak yang mereka daki merupakan puncak bagian selatan, Lam tay dari Ngo Tay
san. Dapat dimengerti bahwa puncak itu membahayakan tapi untungnya jalan tidak
terjal hanya berkelok-kelok sehingga akhirnya Teng kong dapat juga menyusul
rekanrekannya. Tampak mereka tengah mengurung sebuah kuil Dapat dipastikan bahwa Ay Cun cia
sudah membawa Siau Po ke dalam kuil tersebut
Ngo Tay san mempunyai lima puncak dan setiap puncak terdapat sebuah kuil. Di
puncak gunung itu bersemayam seorang tokoh Bodhisatva yakni Bun cu Pou sat. Dari
sanalah dahulu kala sang Dewi menyiarkan khotbahnya.
Ke lima puncak itu masing-masing dididami seorang tokoh Bodhisatva atau Buncu
Pou sat yang berlainan Hal ini karena Bun cu Pou sat memiliki kepandaian yang tinggi
sekali dan sering memperlihatkan wujud yang berlainan di bagian Tong Tay, yakni
puncak sebelah timur, ada sebuah kuil yang bernama Bong Hay Si, yang dipuja Cong
Beng Bun cu. Di Tiong Tay, puncak yang terletak di tengah-tengah, yakni puncak Cui Giam Hong,
ada kuil bernama Yau Kau si, yang dipuja di sana ialah Ji Tong Bun cu.
Di Si Tay, yakni puncak barat atau lebih terkenal dengan nama puncak Kwa Goat
Hong, terdapat kuil Hoat Lui si dan di Lam Tay, puncak selatan atau disebut juga
puncak Kim Siau hong, terdapat kuil Pou Ci si dan yang dipuja di sana adalah Ti Hui
Bun cu. Yang terakhir inilah yang didatangi para hwesio karena mengikuti jejak Ay Cun


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cia. "Kongcu! Kongcu!" teriak Song ji begitu berkumpul dengan para hwesio lainnya.
Dari dalam kuil tidak terdengar sahutan apa-apa, Hati Song Ji jadi tegang, Dia
mengkhawatirkan keselamatan Siau Po. Karena itu, dia langsung menghambur ke
depan untuk memasuki kuil
"Jangan!" cegah Teng Kong sambil mengulurkan tangannya untuk menarik Song Ji.
Tapi Song Ji lincah sekali, Teng Kong tidak berhasil mencekalnya, Dia lari terus ke
dalam pendopo, tampak Ay Cun cia sedang berdiri dengan tangan kiri memegang Siau
Po. "Kongcu!" Teriak Song Ji. "Apakah tosu jahat itu mencelakaimu?"
"Jangan khawatir!" sahut si bocah nakal, "Tidak mungkin dia berani mengganggu
seujung rambut ku." Ay Cun cia marah mendengar kata-katanya.
"Siapa bilang aku tidak berani?" tanyanya dengan suara garang.
Siau Po memang pemberani Dia malah tertawa lebar.
"Kalau kau mencelakai aku," katanya, "Walau pun hanya seujung rambutku saja,
nanti kau aka diringkus oleh ke delapan belas Lo han di depan sana dan kau akan
dibuat menjadi manusia gemuk dan kate, Kalau hal itu sampai terjadi, celakalah kau
seumur hidupmu. Bisa-bisa kau malah pulang ke asalmu."
Tampak Ay Cun cia terkejut setengah mati.
"Apa katamu?" tanyanya, "PuIang ke asalku Bagaimana kau bisa tahu?"
Siau Po mengawasi tosu di depannya, Sebenarnya dia tidak tahu apa-apa. Katakatanya
tadi hanya ingin mempermainkan si tosu dan menggertaknya saja, Tidak
tahunya dia malah mengetahui borok di dalam hati si tosu. Tapi pada dasarnya dia
memang pandai melihat mimik wajah orang,
"Tentu saja aku tahu," jawabnya sembarangan
Setelah melihat si tosu cemas sekali, Dia sengaja memperlihatkan senyuman ejekan.
Ay Cun cia berusaha menenangkan dirinya, "Mereka pasti tidak sanggup
melakukannya," sahutnya masih dengan nada yang garang, Meskipun demikian, Siau
Po dapat merasakan tangan tosu itu agak bergetar.
"Mereka memang tidak tahu, tapi lain halnya dengan Giok Liam taysu." kata Siau Po.
"Asal mereka pergi ke Ceng Liang si untuk menanyakannya, mereka pasti akan tahu."
Hati Ay Cun cia semakin tercekat "Giok Lim taysu ada di Ceng Liang si?" tanyanya.
Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Kalau kau tidak percaya, pergilah kau ke sana dan buktikan sendiri! Di sana kau
akan mendapat kenyataan."
Tiba-tiba Ay Cun cia menjadi gusar.
"Untuk apa aku ke sana?" katanya dengan suara keras, "Walaupun harus mati, aku
tidak akan kesana." "Kitab Si Cap Ji Cin Keng itu, Giok Lim taysu yang memberikannya kepadaku." kata
Siau Po, "Meskipun kau tidak menemuinya, dia pasti akan mencarimu.," Ay Cun cia
mendadak bersikap seperti orang kalap, Dengan kaki kanannya, dia mendupak sebuah
batu besar yang terdapat di depannya sehingga tembok kuil itu retak dan pasir-pasir
berhamburan Kemudian dia berkaok-kaok dengan keras.
"Kalau Giok Lim taysu datang ke puncak gunung ini, aku yang akan membunuhnya
terlebih dahulu, Kata-kataku berat seperti gunung Ngo Ta san ini Sekali aku
mengucapkannya, aku akan melaksanakannya."
Di dalam hatinya Siau Po mengeluh
-- Celaka! Aku telah salah bicara, Entah mengapa dia begitu membenci Giok Lim
taysu, Kalau hwesio itu benar-benar datang ke puncak gunung ini, jangan-jangan jiwaku
sendiri sulit dipertahankan lagi! "Untuk apa kau ikut ke mari?" tanya Ay Cun cia kepada Song Ji yang sejak tadi
mendengarkan percakapan di antara mereka berdua, "Apakah kau juga sudah bosan
hidup?" "Dengan kongcu, aku telah berjanji sehidup semati." sahutnya dengan berani "Kalau
kau mencelakai dia, aku akan mengadu jiwa denganmu."
"Setan alas!" teriak si tosu. "Apa sih keanehan bocah ini" Hh, bocah cilik, apakah kau
mencintai nya?" Wajah Song Ji menjadi merah padam mendengar pertanyaan tosu, Untuk sesaat
gadis itu membungkam, sejenak kemudian dia baru berkata.
"Kongcu orang baik, sedangkan kau jahat."
Bersamaan dengan ucapan Song Ji, ke delapan belas Lo han di luar kuil
memperdengarkan suara pujian.
"Amitabha! Amitabha! Buddha maha pengasih dan penyayang!"
Mendengar pujian itu, wajah si tosu jadi pucat pasi Kembali terdengar suara ke
delapan Lo han dari Siau Lim Sie itu, kali ini ditujukan kepada tosu.
"Ay Cun cia! Bebaskanlah sicu kecil itu dan kembalikanlah kitabnya!"
Tubuh Ay Cun cia bergetar Tosu itu melepas cekalan tangan kiri nya. Dengan
demikian, Siau Po jadi bebas, kemudian dia menutupi kedua telinganya dengan
sepasang tangannya, Hal ini karena suara para hwesio itu seakan memekakkan
gendang telinganya dan dia tidak suka mendengarnya.
Peluang itu digunakan Songji untuk memeluk dan mengangkat tubuh Siau Po yang
kemudian dibawanya kabur.
Ay Cun cia melihat perbuatan Song Ji. Tosu itu segera mengulurkan tangannya untuk
mencengkeram, tapi mengalami kegagalan Gerakan tubuh Song Ji lincah dan licin
seperti seekor belut Tetapi tosu itu memang lihay sekali Ketika dia menjambak untuk
kedua kalinya, Song Ji tidak dapat menghindar lagi, dan langsung mencengkeram.
Lagi-lagi terdengar suara pujian para hwesio di luar kuil.
"Amitabha! Amitabha! Buddha maha pengasih dan Penyayang! Ay Cun cia, kau
seorang tokoh berkenamaan di dunia Bu lim, sekarang kau melayani seorang gadis
cilik, apakah kau tidak takut dirimu akan menjadi bahan tertawaan?"
Pertanyaan itu diajukan dengan nada yang penuh kesabaran, Siau Po yang
mendengarnya merasa kurang puas, Dia merasa sikap para hwesio itu terlalu lunak.
Kembali hati Ay Cun cia bagai ditikam mendengar ucapan itu. Hawa amarah dalam
dadanya seakan meluap-luap.
"Kalau kalian tetap menggunakan ilmu siluman itu," teriaknya keras kepada para
hwesio itu. "AwasI Aku tidak akan berlaku sungkan lagi! Aku akan mengambil tindakan
tegas! Aku akan membunuh bocah ini kemudian merusak kitabnya, Aku ingin tahu, apa
yang dapat kalian lakukan!"
Ternyata ancaman itu berhasil. Para hwesio itu langsung berhenti mengeluarkan
suara pujiannya. "Ay Cun cia," terdengar suara Teng Kong bertanya, "Apa yang kau inginkan agar kau
mau melepaskan bocah itu dan mengembalikan kitabnya?"
"Asal kalian berjanji tidak mengganggu aku lagi aku segera melepaskan bocah ini,"
sahut Ay Cun cia. "Tetapi mengenai kitabnya, maaf, aku tidak bisa mengembalikannya!"
Para hwesio itu membungkam, Tentu mereks sedang berpikir keras.
Ay Cun cia kembali menotok jalan darah Siai Po dan Song Ji, kemudian dia melihat
ke sekitarnya yang sunyi sekali, Dia ingin mencari jalan untuk meloloskan diri, justru
pada saat itulah tampak ke delapan hwesio itu berjalan mendekai tempatnya. Lima
orang hwesio memisahkan dirinya di sebelah kiri, lima lainnya di kanan, mereka
mengambil sikap mengepung.
Melihat hal itu, Ay Cun cia jadi mendongkol sekali.
"Kalau kalian berani, mari kita bertarung satu lawan satu!" teriaknya, "Dengan satu
per satu, kalian boleh menguji kepandaianku! sekalipun kalian menghadapi aku secara
bergiliran, aku tidak takut!"
Teng Kong merangkapkan kedua tangannya.
"Maafkan kami!" katanya, "Maaf kalau sikap kami kurang hormati Kami akan maju
bersama-sama." Ay Cun cia mengangkat kaki kirinya untuk dijejakkan di atas kepala Siau Po.
Kemudian dia mendengus dingin, "Hm! Hm!" Dia bermaksud memperingatkan, asal
hwesio itu maju lagi, terlebih dahulu dia akan membunuh Siau Po.
Siau Po tercekat hatinya dan cemas ketika mencium bau busuk dari sepatu tosu itu,
Tiba-tiba saja pikirannya menjadi gelap sehingga dia tidak tahu bagaimana harus
menyelamatkan diri, Totokan tosu itu membuatnya tidak bisa berkutik.
Song ji juga tidak berdaya, Bersama-sama kong-cunya, dia memperhatikan Ay Cun
cia yang sedang mengawasi para hwesio dengan tatapan tajam, Semuanya berdiam diri
untuk memutar otaknya, Mata Siau Po jelalatan di sekitar pendopo. Dia ingin mencari sesuatu yang dapat
digunakan untuk mengalihkan perhatian tosu dan dengan demikian para hwesio itu
dapat maju serentak menolongnya, Dia sengaja menghindarkan diri dari tatapan tosu
yang tajam. Tapi, karena kaki tosu itu ada di atas kepalanya, Siau Po tidak leluasa melihat ke
sekitarnya kecuali keluar justru pada saat itulah dia melihat sebuah batu besar
berbentuk kura-kura di luar kuil, Di punggung arca kura-kura itu terdapat sebuah batu
lainnya yang penuh dengan ukiran huruf, Selain itu, dia tidak bisa melihat apa-apa
lagi, Tapi dasar otaknya memang cerdas, batu itu saja sudah cukup baginya untuk
memikirkan sebuah akal. "Eh, Ay suhu!" demikian katanya, "Kau lihat ayahmu tengah mendekam di halaman
dengan punggungnya menggendong sebongkah batu besar yang beratnya mungkin
mencapai ribuan kati, Tidakkah dia terlalu capek" Kalau kau tidak cepat-cepat
menolongnya, kau sungguh anak yang tida berbakti!"
"Apa yang kau maksudkan dengan ayahmu mendekam di halaman luar?" bentak
tosu itu. "Janga ngoceh sembarangan!"
Siau Po tidak memperdulikannya, dia hanya bertanya.
"Kitab Si Cap Ji Cin Keng terdiri dari delapan jilid, kau hanya mendapatkan satu,
masih sisa tujuh lainnya. Apa gunanya kalau hanya memiliki satu jilid saja?"
"Di mana tujuh jilid lainnya?" tanya tosu itu segera. "Apakah kau mengetahuinya?"
"Tentu saja aku tahu," sahut Siau Po kalem.
"Di mana tempatnya?" tanya tosu itu dengan nada mendesak "Lekas beritahukan
kepadaku, kalau tidak aku akan menginjak batok kepalamu biar jadi bubur!"
"Tadinya aku tidak tahu," sahut Siau Po. "Baru saja aku mengetahuinya."
"Baru saja kau mengetahuinya?" tanya si tosu bingung. "Apa maksudmu?"
Di punggung arca kura-kura itu terdapat banyak ukiran hurufnya. Siau Po tidak tahu
apa bunyinya, sebab dia buta huruf, karena itu dia pura-pura membaca dengan
perlahan-lahan. "Kitab Si Cap Ji Cin keng semuanya terdiri dari delapan jilid, Kitab yang pertama
terletak di propinsi Ho Lam, entah di kuil apa atau gunung apa, sebab ada beberapa
huruf yang tidak aku kenal...."
"Huruf-huruf mana?" tanya Ay Cun cia yang ikut memperhatikan punggung kura-kura
itu, "Toh semua tulisannya jelas sekali..?"
Siau Po tidak menjawab pertanyaannya, dia masih memperhatikan punggung kurakura
itu dengan seksama. "Kitab yang kedua terletak di propinsi Sho Say di gunung Pit Ki san," kembali dia
pura-pura membaca. "Entah dalam wihara apa.... Suhu, dua huruf itu aku tidak kenal,
ukirannya pun samar-samar Kepandaianmu tinggi dan kau pun berpendidikan tinggi,
coba kau ke sana melihatnya sendiri..."
Ay Cun cia percaya dengan kata-kata Siau Po Dia mengangkat tubuh bocah itu dan
dibawanya ke dekat batu kura-kura itu. Tetapi huruf yang terukir di batu itu adalah
huruf Toan Ji. Dia sendiri tidak mengerti huruf model itu.
"Kitab yang ketiga terletak di propinsi Su Coan wilayah kota Seng Tou, tapi apa nama
gunungnya aku tidak tahu, Aku tidak kenal huruf-huruf itu... kata Siau Po yang
melanjutkan bacaannya. Memang Ay Cun cia pernah mendengar tentang kitab Si Cap Ji Cin Keng yang terdiri
dari delapan jilid, Dan ke delapan jilid kitab itu harus disatukan baru ada gunanya,
tetapi di mana adanya kitab-kitab tersebut, dia sama sekali tidak tahu, itulah sebabnya dia
percaya dengan ocehan Siau Po. Dia segera menggeser kakinya dari kepala si bocah
dan membangunkannya. "Di mana tersimpan kitab ke empat?" tanyanya.
Siau Po pura-pura mengawasi batu itu. Dia menolehkan kepala ke kanan ke kiri,
kemudia menggeleng beberapa kali.
"Aku tidak dapat melihat hurufnya dengan tegas..." sahutnya
Ay Cun cia menenteng tubuh bocah itu dan dibawanya maju tiga langkah sehingga
jarak mereka dengan batu itu semakin dekat, kemudian dia menatap Siau Po lekat-lekat
seakan bertanya dengan sinar matanya.
"Aduh... kepalaku gatal sekali!" teriak Siau Po tiba-tiba,
"Apa katamu?" tanya tosu itu.
"Kuil ini banyak kutunya, ada kutu yang melompat ke atas kepalaku," sahut si bocah
yang cerdik. "Dia menggigit kulit kepalaku sehingga aku kegatalan, Ay Cun cia, coba
kau cari dan tangkap kutu itu. Kepalaku gatal sekali sehingga aku tidak dapat melihat
dengan jelas...." Ay Cun cia membuka kopiah bocah itu, kemudian mengacak-acak rambut Siau Po
dengan jari tangannya yang panjang-panjang. Maksudnya tentu ingin mencari kutu
yang dikatakan Siau Po. "Bagaimana" Apakah gatainya sudah berkurang?"
"Belum," sahut Siau Po. "Aih... aih... kutu itu pindah ke sebelah kiri, sedangkan kau
menggaruk sebelah kanan. Ya percuma saja, gatalnya semakin bertambah-tambah...."
Ay Cun cia menggaruk sebelah kiri,
"Eh, eh!" seru si bocah sekali lagi, "Eh, dia pindah ke bawah, Di dekat tengkuk,
apakah kau melihatnya?"
Ay Cun memperhatikan Tosu itu bukan orang toloI, Dia langsung menyadari bahwa
Siau Po sedang mempermainkannya. Tapi dia ingin mengetahui bunyi huruf-huruf yang
tertera di atas batuI itu, karena itu, dia menepuk punggung Siau Pol untuk
membebaskan jalan darahnya, Kecuali itu dia pun meletakkan tangan kirinya di atas
bahu bocah itu agar dia tidak melarikan diri.
"Nah! Kau garuk saja sendiri!" katanya karena tidak ingin dipermainkan terus oleh
Siau Po. "Aduh! Kutu ini jahat sekali! Mungkin sudah ada tiga tahun dia tidak pernah
menghisap darah manusia. Tadinya dia pasti pendek gemuk dan sekarang dia menjadi
kurus kering, Sialnya dia menumpahkan kemarahannya kepadaku dan menggigit aku
habis-habisan!" Sembari berkata, Siau Po menyusupkan tangan nya ke balik pakaian dan menggaruk
di sana sini. Ay Cun cia tahu, secara tidak langsung bocah ini sedang menyindirnya. Tapi dia
membiarkan saja Tosu itu pura-pura tidak tahu. Dia hanya bertanya kembali.
"Di mana letaknya kitab yang ke empat?"
"Kitab yang ke empat terletak di propinsi Hi Lam, di gunung Siong." sahut Siau Po
yang menghentikan ucapannya sejenak dan berpura-pura memperhatikan ukiran di
punggung kura-kura itu dengan serrius, "Entah gunung apa, di dalam kuil Siau Lim Sie,
di Tat... entah apa ih...."
"Apa?" seru Ay Cun cia terkejut "Di simpan dalam kuil Siau Lim Sie, ruang Tat Mo
Ih?" Sengaja Siau Po memberikan keterangan yang ngawur itu, Karena dia melihat
kenyataan bahwa Ay Cun cia tidak suka terhadap para hwesio dari Siau Lim Sie dan dia
yakin tosu itu tidak berani menyatroni ruang Tat Mo Ih yang terdapat dalam kuil Siau
Lim Sie. "Entahlah, pokoknya tulisannya Tat entah apa ih..." sahutnya, "Eh, Ay Cun cia, kalau
kau tahu semua tulisan ini, untuk apa kau menyuruh aku membacanya" Kalau kau buta
huruf, katakan saja terus terang! Ah, aku tahu sekarang! Tentunya kau sedang menguji
aku, bukan" sayangnya banyak huruf yang aku tidak tahu,..."
Tosu itu diam saja. Rona wajahnya berubah-ubah. Hal ini membuktikan bahwa dia
merasa jengah Beberapa kali dia melirik ke arah para hwesio dari Siau Lim Sie,
tentunya hatinya merasa bimbang.
Siau Po memperhatikan sikap tosu dengan seksama, Dia juga melirik ke sekitarnya,
lalu diam-diam dia menarik ke luar pisau belatinya dari dalam kaos kakinya untuk
disimpan di dalam sakunya, Gerakannya lincah sekali.
"Di mana tersimpan jilid yang ke lima?" tany Ay cun cia kemudian,
Perihal Siau Lim Sie yang merupakan sebuah partai persilatan terbesar yang ada di
dunia kangouw, sebenarnya Siau Po mendengar dari mulut Ha Tay Hu. Selain itu, dia
juga tahu Bu Tong Pai da Kong Tong Pai pun termasuk partai persilatan yang besar dan
ternama, Sebab si nenek sihir pernah berusaha meyakinkan Hay kongkong bahwa
dirinya berasal dari partai Bu Tong pai, sedangkan Hay kongkong sendiri berasal dari
Kong Tong Pai. Itulah sebabnya dia segera memberitahukan bahwa atas punggung
kura-kura itu tertulis bahwa kitab lima ada di partai Bu Tong Pai dan kitab ke enam ada
di Kong Tong Pai. Mendengar keterangannya, wajah Ay Cun cia yang sudah muram berubah semakin
kelam. Kemudian dia menanyakan tentang kitab yang ke tujuh dan yang terakhir.
"Kitab yang ke tujuh didapatkan oleh keluar Bhok yang ada di Inlam," sahut Siau Po,
Dia mmang cerdik, dan tidak kenal takut "Dan kitab yang ke delapan, katanya ada di
dalam istana yang sebut Peng Si onghu yang ada di propinsi In lam juga...."
Siau Po sengaja menyebut Bhok onghu, karena dia sangat benci kepada Pek Han
Hong yang pernah menyakitinya, Dia berharap Ay Cun cia akan datang ke sana dan
menimbulkan kesulitan bagi mereka, Karena itu pula, dia sekalian menyebut Peng Si
onghu, Mendengar keterangan tentang tempat tersimpannya kitab ke delapan, Ay Cun cia
agak heran. "Kau mengatakan kitab yang ke delapan ada di dalam istana Peng Si onghu?"
tanyanya menegaskan

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Entahlah, Peng si onghu atau bukan..." sahut Siau Po. "Aku tidak begitu kenal
dengan huruf-hurufnya...."
"Ngaco!" bentak Ay Cun cia dengan nada garang, "Batu berukiran itu setidaknya
sudah berusia seribu tahun, sedangkan berapa usia Go Sam Kui sekarang" Di atas
batu berusia seribu tahunan, mana mungkin terukir nama Peng Si Ong?"
Memang warna batu serta kura-kura itu sudah tua dan berlumut pula, Dalam hal ini,
dasar usia Siau Po masih terlalu muda, dia tidak pernah berpikir sejauh itu, Menyebut
nama berbagai partai, memang masih bisa diterima, tapi menyebut namanya Go Sam
Kui, lain sekali - Ah, celaka! celaka --, keluhnya dalam hati, Dia insyaf atas kekeliruannya, Dasar
otaknya cerdik, dia tidak jadi panik, Dengan tenang dia berkata. "Aku sudah
mengatakan bahwa aku tidak kenal semua huruf itu, Kalau sekarang ada Peng Si Ong,
mungkin saja jaman dulu ada Kau Si Ong, Miau Si ong atau Ku Si Ong, Oh, Ay Cun cia,
biar aku katakan terus terang kepadamu, Huruf-huruf miring ke sana-sini, banyak sekali
lekukannya, kai nanya jadi sulit dikenali Kau sendiri mengal mengerti, mengapa kau
tidak membacanya sendii Kalau memang tidak tahu, katakan saja tidak tahu, tidak usah
berpura-pura, Di depan ada para hwesio yang semuanya berpendidikan tinggi, kalau di
depan mereka kau membaca secara serampangi apakah kau tidak takut menjadi bahan
tertawaan. Kata-kata Kau, Miau dan Ku yang diucapkan Siau Po tadi artinya anjing, kucing dan
kura-kura. Sengaja Siau Po menyebutkan kata-kata itu untuk mempermainkan si tosu.
Ay Cun cia membungkam. Rona wajahnya kembali berubah-ubah. Memang benar
apa yang dikatakan Siau Po. Kali ini dia tidak menjadi marah. Malah ia menganggukkan
kepalanya. "Memang benar Aku tidak kenal satu huruf-huruf yang seperti cacing itu." ujarnya
kemudian, "Jadi, kemungkinan itu bukan huruf Pengsi Ong, lalu bagaimana dengan
huruf-huruf selanjutnya?"
- Sungguh berbahaya! - keluh Siau Po dalam hatinya, -- Untung aku bisa
mengelabuinya. sekarang aku harus menggunakan kata-kata yang biasa dan ucapan
yang manis agar hatinya menjadi tenang, Tadi dia mengatakan tentang pulau Coa yang
sama dengan Sin Liong To, dia juga kenal dengan si gendut Liu Yan, kemungkinan dia
berasal dari Sin Liong kau... -Dengan membawa pikiran itu, Siau Po segera menelengkan kepalanya dan berpurapura
memperhatikan batu berukiran itu lagi.
"Huruf-huruf yang ada di bawah mirip dengan tulisan Siu (umur) serta huruf Thian
(langit)," katanya kemudian "Aih! Thian apa ya?"
Tampaknya Ay Cun cia tertarik sekali dengan keterangannya.
"Coba lihat yang tegas!" katanya memerintahkan "Huruf Siu dan Thian, lalu apa
lagi?" "Tampaknya mirip dengan huruf Ci,,." kata Siau "o. "Ah! itulah huruf Siu I Thian Ci!"
Mendengar keterangan itu, tiba-tiba wajah Ay Cun cia jadi berseri-seri, Siu I Thian Ci
artinya berusia panjang seperti langit, Dia sampai menggosok-gosokkan kedua
tangannya. "Benar! Benar!" serunya gembira, "Apa tulisan lainnya?"
"Huruf-huruf ini sudah tua dan aneh pula," kata tiau Po. "Sungguh susah
mengenalinya, Ya, ya... ada luruf Hong, ada tiga huruf Hong kaucu, Ada juga dua huruf
Sin dan Liong, Nah, lihat ini! Ada huruf "in Tong Kong Tay (Artinya kepandaian yang
dahsyat) Tiba-tiba si tosu berjingkrak kegirangan.
"Benarkah Hong kaucu demikian beruntung sehingga usianya sama dengan usia
langit?" katanya, benarkah ukiran ini sudah tua sekali umurnya?"
"Di batu ini terdapat peringatan bagi Kaisar Tong Thay Cong Lie Si Bin. Beliau
memerintahkan Cin Siok Po beserta Tia Kau Kim membuat batu peringatan ini. Di sini
pun tertera jelas nama guru besar atau penasehat agung jaman dinasti itu, yakni Kunsu
Ci Bou Kong yang pandai meramal kejadian yang akan terjadi seribu tahun mendatang
atau pun seribu tahun yang telah lalu.
Beliau telah meramalkan bahwa pada seribu tahun kemudian akan muncul seorang
Hong kaucu, yakni ketua sekti agama dari Sin Liong kau yang kesaktiannya bagai dewa
dan usianya panjang seperti usia langit."
Siau Po mengetahui nama-nama kaisar seperti menteri-menteri besar di jalan dahulu
kala karena sering menonton pertunjukan wayang orang ketika masih di Yang-ciu. Dia
sendiri tidak menyangka ocehannya itu akan berhasil mengelabui tosu itu sedangkan
tentang kesaktian dan kesetiaan para pengikut Hong Kaucu, Siau Po mendengarnya di
rumah keluarga Cung ketika ciong losam berbicara dengan rekan-rekannya.
Ay Cun cia menggaruk-garuk kepalanya denga mulut melongo.
"Entab di belakang batu itu masih terdapat tulisannya atau tidak?" kata Siau Po
kemudian. "Ya, mungkin saja," kata Ay Cun cia yang tertarik sekali Dia segera berjalan ke
belakang bat itu untuk memeriksanya.
Bagian 38 Tepat pada saat itu, Siau Po segera melompat satu tindak untuk mundur ke
belakang, Tosu itu terkejut setengah mati, Dia mengulurkan tangannya untuk menjambret
bocah itu, Tapi empat orang hwesio dari Siau Lim Sie yang ada di kiri dan kanan segera
maju mengibaskan tangannya yang sedang meluncur itu.
Dengan demikian, dia terpaksa membela dirinya terlebih dahulu,
Siau Po berhasil lolos, dia segera bersembunyi di belakang para hwesio lainnya,
sedangkan empat hwesio lagi segera berhambur ke depan untuk memberikan bantuan
kepada para rekannya. sekarang Ay Cun cia dikepung oleh delapan orang hwesio yang
langsung melancarkan serangan kepadanya.
Kena atau tidak, dia tetap diserang, Dengan demikian ke delapan hwesio itu seperti
bukan menghadapi lawan, mereka seakan sedang mengajak si tosu berlatih silat.
Ay Cun cia mengadakan perlawanan sepasang tangannya digunakan untuk
melindungi diri dari serangan delapan orang lawan, Kadang kala dia membalas
menyerang, Tampaknya dia sanggup mempertahankan diri, Tidak tampak tanda-tanda
dia keteter atau kewalahan Satu kali dia menoleh ke arah batu besar berukiran itu,
tangannya langsung terhajar oleh seorang hwesio, tapi dengan lincah dia bisa
membalasnya. Hwesio yang satu ini segera mengundurkan diri untuk digantikan oleh seorang kawan
nya. Lewat beberapa jurus, paha Ay Cun cia kena tendangan. Dia segera membalas
dengan menghantamkan kedua tangannya ke depan berulang-ulang. Dengan demikian
ke delapan hwesio itu menyurut mundur.
"Tahan!" teriaknya kemudian
Delapan hwesio itu menyurut mundur lagi dua langkah, kemudian mereka
memperhatikan si tosu lekat-lekat.
"Hari ini aku yang hanya seorang diri tidak dapat melawan kalian yang jumlahnya
jauh lebih banyak," kata Ay Cun cia terus terang, "kitab ini aku serahkan kepada
kalian." Dia langsung merogoh sakunya dan mengeluarkan kitab yang dimaksudkan.
Teng Sim mengerahkan tenaga dalam untuk mempersiapkan diri apabila terjadi halhal
yang tidak diinginkan Kemudian dia baru mengulurkan tangan kanannya untuk
menyambut kitab yang disodorkan.
Di luar dugaan, ternyata Ay Cun ia benar-benar menyerahkan kitab itu tanpa
melakukan tindakan apa-apa, malah tosu itu tersenyum
"Teng Kong taysu!" katanya, "Kalian delapan belas Lo han dari Siau Lim Sie
mempunyai nama yang telah menggetarkan kolong langit Kalau kalian delapan belas
orang menghadapi aku seorang diri, apakah kalian tidak merasa merendahkan diri
sendiri?" Teng Kong yang ditegur segera merangkapkan sepasang tangannya.
"Maaf!" katanya sambil membungkuk dalam-dalam "Kalau kami menghadapimu satu
per satu, terus terang kami bukan tandinganmu," kemudian dia mengulapkan tangan
kirinya, Rekan-rekannya yang lain langsung mengundurkan diri melihat isyarat itu.
Mereka khawatir si tosu akan mencekal Siau Po lagi, Karenanya, enam orang hwesio
segera mengelilinginya dengan maksud melindungi.
Ay Cun cia membalikkan tubuhnya ke arah Siau Po.
"Wi sicu," katanya dengan nada sabar. "Ada sebuah permintaan yang ingin aku
ajukan Aku harap kau bersedia mengabulkannya."
"Urusan apa?" tanya Siau Po,
"Aku ingin mengundang kau ke pulau Sin Liong to selama beberapa hari sebagai
tamuku." Tosu itu menjelaskan permintaannya,
Siau Po terkejut setengah mati. Para hwesio dari Siau Lim Sie pun heran
mendengarnya, "Apa?" tanya Siau Po. "Kau ingin mengundang aku ke pulau Sin Liong to" Untuk
apa" Tempat itu...."
"Harap kau jangan salah paham, Wi sicu," kata Ay Cun cia, "Aku sudah menyerahkan
kitabmu kepada Teng Kong taysu, dengan demikian urusan di antara kita telah selesai
Kalau kau bersedia datang ke Sin Liong to, kami para anggota Sin Liong kau, baik yang
tua maupun yang muda akan menerimamu dengan penuh kehormatan. Setelah kau
bertemu dengan Hong kaucu, kami akan meng antarkan kau pulang dengan selamat
tanpa kurang sesuatu apa pun." Sembari berkata, tosu itu menatap Siau Po lekat-lekat.
Dia sadar bocah itu masih merasa ragu-ragu atau kurang percaya. Cepat-cepat dia
melanjutkan kata-katanya.
"Aku harap Teng Kong taysu bersedia menjadi saksi! Kata-kata yang telah diucapkan
Ay Cun ci bukan sekedar bualan belaka."
Teng Kong tahu tosu itu memang termasuk golongan sesat, tapi dia tidak pernah
melakukan kejahatan besar. Dia bersama sahabatnya yang bertubuh pendek gemuk
memang selalu memegang teguh kata-katanya.
"Apa yang Cun cia katakan, memang dapat di percaya. Hal ini diketahui baik oleh
semua orang, Tapi, Wi sicu ini sedang mempunyai urusan yang penting, Mungkin untuk
sementara belum sempat dia datang ke pulau Sin Liong To.,,."
"BetuI! Aku memang mempunyai urusan yang penting sekali." tukas Siau Po cepat.
"Lain kali apabila aku mempunyai waktu luang, aku pasti akan datang ke pulau Sin
Liong to untuk menjenguk Ay Cun cia serta Hong kaucu."
"Kau harus mengatakan Hong kaucu dan Poa tauto sebawahannya," cela Ay Cun
cia. "Di kolong langit ini, tidak ada seorang pun yang boleh ada di atas Hong kaucu,
jangan sekali-kali menyebut nama orang lain di depan nama beliau, perbuatan itu
benar-benar tidak menghormat dan merupakan hal penting yang harus diingat!"
Siau Po tertawa. "Bagaimana dengan Sri Baginda raja?"
"Tetap Hong kaucu terlebih dahulu baru kaisar." sahut Ay Cun cia, Nadanya jelas dan
tegas, seakan sebuah pernyataan yang tidak dapat diganggu gugat. "Hal kedua yang
harus diperhatikan adalah, di hadapan Hong kaucu, tidak boleh memanggil seseorang
dengan sebutan Cun Cia atau cin jin. Di dunia ini hanya ada seorang Hong kaucu yang
kedudukannya paling tinggi dan agung.
Siau Po sampai meleletkan lidahnya saking heran dan kagum
"Kalau Hong kaucu benar-benar begitu hebat, aku semakin tidak berani
menemuinya," katanya.
"Tapi Hong kaucu orangnya penuh welas asih dan penyayang." kata Ay Cun cia
menjelaskan "Beliau telah melepas budi ke seantero dunia ini, Orang seperti engkau ini,
Wi sicu, berotak cerdas, gesit dan masih muda, Hong kaucu pasti senang melihatmu
Kalau kau mengadakan perjalanan ke Sin Liong To, aku yakin sepulangnya kau akan
mendapatkan banyak keuntungan Hong kaucu pasti akan memberikan hadiah yang
istimewa buatmu. Hal itu tidak perlu dikatakan lagi. Bahkan, ada kemungkinan, bila hati
Hong kaucu sedang gembira, dia akan mengajarkan kau satu dua jurus ilmu yang sakti,
Dengan demikian, kelak kau akan menjadi orang yang paling gagah dan jago di kolong
langit ini, seumur hidupmu kau akan merasakan kesenangan yang tidak terkirakan "
Ay Cun cia bicara dengan tampang serius, perubahan sikapnya ini sungguh
mengejutkan Padahal tadinya dia tidak memandang sebelah mata pada Siau Po,
bahkan ingin menginjak kepalanya sehingga hancur lebur seperti bubur.
Sekarang dia memuji Siau Po gagah dan cerdas. Dia juga selalu memanggil Siau Po
dengan sebutan sicu, malah dia takut suaranya kurang jelas sehingga ketika berbicara
dia membungkukkan tubuhnya sedikit agar dekat dengan telinga si bocah.
Sementara itu, Siau Po teringat akan pesan To Hong Eng. Terutama ketika berada di
rumah keluarga Cung, dia telah melihat gerak gerik Ciong losam dan rekan-rekannya,
Dia juga teringat akan ibu suri, Liu Yan serta laki-Iaki yang menyamar sebagai dayang,
Karena itu, kesannya terhadap Sin Liong kau memang sudah kurang baik.
Tapi dia harus mengakui bahwa di antara para anggota Sin Liong kau yang pernah
dia temui, Ay Cun cia inilah terhitung yang paling jujur dan poIos. Dia juga sportif,
hanya sayang dia juga agak sembrono dan wataknya keras kepala.
- Sekarang dia mengundang aku ke Sin Liong To, tampaknya dia mengandung
maksud kurang baik....- pikirnya dalam hati, - Kata-katanya sekarang memang manis
dan sungkan, mungkin saja karena dia jeri menghadapi ke delapan belas Lo han dari
Siau Lim Sie ini, Tapi kalau para hwesio ini sudah pergi, kemungkinan dia akan
memperlakukan aku dengan sewenang-wenang! Kalau hal itu sampai terjadi, siapa
yang dapat mengendalikannya lagi" Siapa yang dapat menolong aku" --Karena berpikir
demikian, dia segera menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak mau pergi," katanya menolak undangan si tosu.
Wajah Ay Cun cia langsung berubah kelam dan mengandung penyesalan. Perlahanlahan
tosu itu menegakkan tubuhnya dan matanya menatap ke arah delapan hwesio
dari Siau Lim Sie dan berkata dengan suara lirih.
"Sicu kecil," katanya, "Bagaimana menurut pandanganmu bila ilmu silatku
dibandingkan dengan ke delapan belas orang taysu ini?"
"Masing-masing ada kelebihannya." sahut Siau Po.
"Masing-masing ada kelebihannya?" tanyanya mengulangi dengan nada gusar dan
mata mendelik, "Bagaimana kalau mereka disuruh bertarung denganku satu per satu?"
"Kalau satu lawan satu, mungkin kau yang menang," sahut Siau Po. "Tapi kalau satu
lawan delapan belas, sudah pasti kau yang kalah, itulah sebabnya mengapa aku
mengatakan kalian mempunyai kelebihan masing-masing. Kalau satu lawan satu masih
kau yang kalah juga, apalagi yang harus dibandingkan?"
Meskipun ucapan Siau Po selalu berputar balik ke sana ke mari, tapi Ay Cun cia tidak
menjadi marah, dia malah tertawa.
"Pernahkah kau melihat orang yang ilmunya setinggi ilmuku?" tanyanya pada Siau
Po. "Tentu saja pernah," sahut Siau Po cepat dan lancar "llmu kepandaianmu juga biasabiasa
saja: Orang yang kepandaiannya lebih hebat sepuluh kali lipat darimu saja, aku
sudah cukup banyak melihatnya."
Siau Po masih saja memutar lidahnya yang tajam. Bocah itu memang pandai melihat
gelagat sembari berbicara, dia memperhatikan orang tosi itu lekat-lekat, Tidak tampak
perasaan takut sedikit pun pada dirinya,
Tiba-tiba Ay Cun cian menjadi marah kembali sekonyong-konyong dia menjulurkan
tangannya ke depan untuk membekuk Siau Po.
Begitu tosu itu melompat ke depan, empat orang hwesio segera mengeluarkan suara
pujian kemudian maju menghadang sehingga gagallah serangan si tosu.
"Ayo, katakan!" teriak Ay Cun cia. "Siapa yang lebih lihay sepuluh kali lipat dari
aku?" Sebenarnya Siau Po hanya sembarangan mengoceh saja, Ditanya sedemikian rupa,
dia jadi terdiam. Memang dia belum dapat membayangkan siapa orangnya yang lebih
jago dari tosu ini. Kemungkinan gurunya sendiri, Tan Kin Lam, belum tentu sanggup
mengalahkan Ay Cun cia. Melihat bocah itu terdiam, puaslah hati si tosu, "Lihat!" katanya, "Kau tidak sanggup
menyebutkan siapa orangnya, bukan" Kau memang sembarangan mengoceh, bukan?"
Siau Po cerdas sekali, Dalam keadaan terdesak, memang dia sempat bingung, Tapi
otaknya langsung berputar. Sesaat kemudian, dia segera berkata.
"Siapa bilang aku tidak bisa menyebutkannya" Tadinya aku hanya berpikir tidak ingin
memberitahukannya kepadamu Aku khawatir kau akan terkejut setengah mati. Baiklah,
sekarang aku akan memberitahukannya kepadamu, Orang yang jauh lebih gagah dan
hebat dari padamu yakni Tan Kin Lam, Cong tocu dari Tian Te hwe. Aku pernah
menyaksikan dia bertarung melawan empat orang tosu di kota Pe King, Dengan kedua
tangannya dia menyambar ke empat tosu itu. Bayangkan saja, setiap tosu beratnya
mungkin paling tidak dua atau tiga ratus kati. Tapi begitu menghentakkan kakinya, dia
sanggup melompati tembok kota dengan menenteng empat orang tosu itu.
Dibandingkan dengan Cong tocu itu kau pasti masih kalah jauh."
"Huh!" Ay Cun cia mendengus dingin, Dia memang pernah mendengar nama besar
Tan Kin Lam, tapi dia ragu kalau orang itu demikian lihay sehingga sanggup menenteng
empat orang tosu sekaligus sedangkan tangannya hanya sepasang.
Apalagi sambil melompati tembok kota. Karena itu dia tertawa mengejek. "Kau hanya
membual!" Orang kedua yang ilmu silatnya tinggi sekali ialah seorang nyonya muda yang
disebut Sio Kian (si kaki kecil) dari Kang-lam. Sembari berbicara Siao Po melirik ke
arah Song Ji. Gadis itu menggoyang-goyangkan tangannya agar dia jangan melanjutkan
kata-katanya. Tapi Siau Po tidak memperdulikannya. "Nyonya muda itu pernah bertarung melawan
tiga puluh enam orang tosu dari Bu tong pay. Dia dikurung oleh tiga puluh enam orang
tosu itu. Entah apa nama barisan mereka itu..."
"Para tosu itu bertangan kosong atau mengunakan senjata?" tanya Ay Cun cia.
"Pedang." sahut Siau Po.
"Barisan itu dinamakan Cin Bu Kiam Tin, ilmu barisan rahasia dengan pedang Cin
Bu." kata Ay Cun-cia menjelaskan.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Oh, Poan tauto, ternyata pengetahuanmu luas sekali dan kaupun sudah banyak
pengalaman, sehingga kau tahu tentang barisan Cin Bu Kiam. Ketiga puluh enam tosu
itu mengurung si nyonya muda dengan masing-masing mencekal sebatang pedang.
Sedangkan di pihak si nyonya, selain bertangan kosong, dia juga menggendong
seorang anak..." Ay Cun ia tertegun mendengar keterangan Si Po.
"Apa ?" tanyanya seakan kurang percaya dengan pendengarannya sendiri. "Nyonya
muda itu menggendong seorang anak. Dan dia melakukannya sembari bertarung
dengan para tosu dari Bu tong pay?"
"Benar." sahut Siao Po. "Memang apanya yang aneh" Nyonya muda itu malah
menggendong sepasang anak kembar. Kedua-duanya lucu dan montok-montok."
Sengaja Siao Po membual dengan mengangkat tinggi si Nyonya muda. Bahkan anak
yang tadinya seorang sekarang malah menjadi sepasang anak kembar.
Kemudian dia menambahkan lagi. "Sembari berkelahi, nyonya muda itu juga harus
membujuk kedua anak kembarnya agar jangan menangis. Dia berkata: "Anak-anak
manis, jangan menangis. Kalian lihat ibumu bermain sulap!" selesai berkata, nyonya
muda itu langsung menerjang ke arah para tosu itu. Gerakannya lincah sekali,
tangannya menjulur ke sana kemari dengan cepat. Dalam sekejap mata dia berhasil
merampas pedang para tosu itu lalu satu persatu dia menotok mereka sehingga tidak
berdaya. Si Nyonya muda membiarkan anaknya membetot-betot janggut dan kumis
para tosu itu sehingga mereka menjadi gusar. Sedangkan kedua anaknya justru tertawa
kegirangan." Bu Tong Pai sama terkenalnya dengan Siau Lim Pai, mungkin hanya kalah usia saja,
ilmu silatnya lihay, karena itu, sengaja Siau Po memilih partai itu sebagai bahan
ceritanya sebab dia mendapat kenyataan bahwa Ay Cun cia tidak mungkin sanggup
memecahkan- barisan Lo han tin.
Ay Cun cia berdiam diri, tampaknya dia sedang berpikir keras, Kemudian dia menarik
nafas dalam-dalam. "Aih! Di kolong langit ini ternyata ada ilmu silat yang demikian lihay!" katanya kagum
dan takluk "Kepandaian nyonya muda itu pasti lebih tinggi daripada Tan Kim Lam yang
hanya sanggup menenteng empat orang lawan sambil melompati tembok kota!"
Siau Po merasa puas melihat si tosu percaya dengan ocehannya.
"Biar aku katakan terus terang kepadamu, nyonya muda itu adalah ibu angkatku,"
katanya kemudian. Sementara itu, hati Song Ji menjadi lega mendengar cerita Siau Po. Tadinya dia
mengira Siau Po akan mengatakan tentang nyonya ketiga dari keluarga Cung yang
pernah menjadi majikannya.
Tapi setelah mendengar kelanjutan cerita Siau Po tentang si nyonya yang
mempunyai anak kembar bahkan mengakui si nyonya sebagai ibu angkatnya, dia
langsung sadar bahwa Siau Po hanya membual untuk mempermainkan tosu tersebut.
Mana mungkin ada nyonya selihay itu di dunia ini"
Ay Cun cia justru percaya penuh dengan ocehan Siau Po. Hatinya menjadi kagum
juga tercekat. "Apa" Nyonya muda itu ibu angkatmu?" tanyanya, "Apakah nyonya muda itu dari
keluarga she" Di kolong langit ini ternyata ada seorang nyonya muda yang demikian
lihay tapi aku kok belum pernah mendengarnya?"
Siau Po tertawa. "Di dalam dunia persilatan orang yang kepandaiannya tinggi, jumlahnya banyak
sekali," katanya, "Umpama saja istriku ini...." Siau Po menunjuk ke arah Song Ji. "Kau
lihat tubuhnya kecil langsing, tampaknya lemah tetapi tidak disangka dia begitu lihay,
bukan?" Wajah Song Ji jadi merah padam.
"Bukan." katanya jengah. "Wi siauya, jangan kau bicara yang bukan-bukan?"
Ay Cun cia menyadari bahwa ilmu silat gadis itu memang hebat sekali Apabila dia
sendiri kurang lihay, mungkin sudah sejak semula dia roboh di tangan Song Ji. Karena
kata-kata Siau Po memang ada benarnya, ia pun menganggukkan kepalanya.
"Kau benar," katanya, "Karena Sicu tidak bersedia memenuhi undangan ke pulau Sin
Liong To, ya sudahlah Tidak apa-apa. Tuan-tuan sekalian, di sini Poan tauto
mengucapkan selamat jalan."
"Taysu, silahkan taysulah yang berangkat terlebih dahulu!" kata Siau Po cepat.
Sikap Siau Po sungkan dan penuh hormat padahal dia memang ingin tosu itu
berangkat terlebih dahulu atau lekas-lekas mengangkat kaki dari tempat itu. Dengan
demikian, kalau si tosu menuju ke timur, dia akan mengambil arah sebelah barat Dan
kalau dia menuju ke utara, Siau Po akan mengambil arah selatan Dengan kata lain, dia
tidak ingin bertemu dengan tosu itu lagi
Tapi Ay Cun cia menggelengkan kepalanya.
"Sicu, silahkan sicu berangkat terlebih dahulu!" katanya, "Aku ingin mencatat dulu
bunyi huruf-huruf yang terukir di atas batu ini."
Siau Po yakin ucapannya bukan hanya sekedar dusta, Dia tadinya tidak menyangka
si tosu akan percaya sepenuh hati terhadap apa yang diocehkannya, Tanpa menunda
waktu lagi, dia segera mengajak Song Ji serta kedelapan hwesio meninggalkan puncak
Kim Siu Hong tersebut. Teng Sim mengeluarkan kitab Si Cap Ji Cin keng dan mengembalikannya kepada
Siau Po. "Sicu, apakah sicu benar-benar langsung pulang ke kota Pe King?" tanyanya.
"Benar." sahut si bocah, "Ada apa, taysu?"
"Kami menerima perintah dari Giok Lim taysu untuk mengantarkan sicu sampai di
kerajaan," sahut hwesio itu.
Mendengar kata-katanya, Siau Po senang sekali.
"Bagus, Bagus sekali," katanya, "Aku justru sedang bingung kalau tosu tadi tidak mau
menyudahi urusan ini dan mengganggu aku lagi dalam perjalanan Tapi, kalau taysu
sekalian melindungi aku dalam perjalanan, siapa yang menjaga keselamatan Heng Ti
taysu?" "Sicu tidak perlu mengkhawatirkan masalah itu," kata Teng Sim. "Giok Lim taysu
telah mempunyai rencana tersendiri."
Siau Po menganggukkan kepalanya, sekarang dia percaya penuh terhadap Giok Lim
taysu, meskipun hwesio itu bersemedi dengan memejamkan mata, tapi dia memang
telah mengatur segala sesuatunya dengan sempurna. Kalau ditilik dari keadaan
luarnya, dia bersemedi dengan khusyuk sekali Mungkin langit runtuh pun dia tidak akan
perduli Tapi sebetulnya dia tenang dan hebat. Satu hal yang pasti, dengan diantar oleh
para hwesio ini, dia tidak mengkhawatirkan apa pun lagi.
Mereka segera melakukan perjalanan menuju kerajaan. Pada suatu hari, tibalah
mereka di luar tembok kerajaan. Di sana kedelapan belas Lohan dari Siau Lim Sie
berpamitan dengan Siau Po.
"Sicu, kita sudah sampai di tujuan, sekarang kami akan kembali ke kuil kami," kata
Teng Sim. "Terima kasih, Taysu sekalian!" kata Siau Po. "Kalian sudah bercapek lelah
mengantarkan aku. Kalian baik sekali Nah, terimalah hormatku!" Dia langsung
menjatuhkan dirinya berlutut dan menyembah.
Teng Sim mengulurkan tangannya membangunkan Siau Po. Dia mencegah anak itu
memberi hormat secara berlebihan
"Perjalanan yang kita lakukan tidak bedanya dengan berpesiar, Sicu, Sedikit pun
kami tidak merasa lelah, Sungguh menarik hati melihat pemandangan alam yang indah
dari Shoa Say ke kota Pe King ini. Sicu tidak perlu sungkan atau pun banyak
peradatan!" Siau Po mempunyai uang dalam jumlah yang banyak sekali. Sejak berangkat dari
Ngo Tay san dia sudah menyewa sembilan belas buah kereta, Dia dan Song Ji duduk di
atas sebuah kereta, sedangkan para hwesio dari Siau Lim Sie masing-masing
menduduki sebuah kereta, Ie Pat diperintahkan berangkat sehari sebelumnya untuk
mempersiapkan makanan, minuman, atau penginapan Para hwesio itu dilayani dengan
baik sepanjang perjalanan, meskipun mereka semua Cia Cai atau berpantang daging
dan makanan sayur mayur saja, tapi mereka merasa puas. Apalagi sepanjang
perjalanan Siau Po memberikan tip dengan royal kepada para pelayan rumah makan
maupun penginapan. Kedua belah pihak sama-sama berat untuk berpisah, Para hwesio itu sangat
menyukai Siau Po yang sikapnya hormat serta pandai membawa diri. Bahkan bicaranya
pun selalu menyenangkan. Bocah itu sendiri merasa berat berpisah dengan para
hwesio itu, dia sampai mengeluarkan air mata.
"Siancay! Siancay!" Teng Sim mengeluarkan kata pujian "Sicu kecil, janganlah kau
bersedih hati Kalau ada jodoh, sudilah kiranya kau berkunjung ke Siau Lim Sie agar kita
dapat berjumpa lagi!"
"Aku pasti akan datang" kata Siau Po sambil menangis terisak-isak.
"Sicu," kata Teng Sim kemudian "Kita akan berpisah, ijinkanlah aku berbicara terus
terang, Menurut penglihatanku, tampaknya sicu terkena semacam racun. Secara diamdiam
aku pernah berusaha mengusir racun itu, tapi tidak berhasil. Karenanya aku jadi
heran, apa jenis racun itu sebenarnya?"
Siau Po menganggukkan kepalanya, Memang benar, sejak diracuni oleh Hay Tay
Hu, sering dia merasakan nyeri di dadanya, atau lambungnya, Dan rasa nyeri itu
semakin terasa serta menjadi sering, Kalau datangnya cepat, perginya cepat pula,
Karena itu penderitaannya agak berkurang, Namun, sejak dihajar oleh ibu suri, luka itu
semakin parah, Tapi dia tidak menghiraukannya. Pertama karena dia masih muda,
selain itu pikirannya juga terbuka dan tidak begitu mengkhawatirkannya, Sekarang,
setelah mendengar ucapan Teng Sim, dia baru teringat kembali sehingga tanpa sadar
dia mengucurkan air mata kembali.
"Aku dicelakai oleh dua orang jahat," katanya menjelaskan "Yang pertama
menaburkan racun dalam makananku, yang kedua menghajar aku sehingga terluka
parah." Teng Sim berdiam diri sejenak, kemudian dia baru berkata lagi.
"Kalau begitu, sicu, sebaiknya kau harus banyak melakukan amal, Dengan demikian
diharapkan segala yang buruk dapat diubah menjadi kebaikan Mengenai racun yang
mengendap dalam tubuh seandainya kau tidak sanggup menyembuhkann silakan kau
datang ke Siau Liam si, di sana aku hwesio tua akan berusaha menyembuhkannya!"
Senang sekali hati Siau Po mendengar janji ini. Dia berlutut dan menganggukkan
kepalanya berkali-kali serta mengucapkan terima kasih.
"Bangunlah, sicu!" kata Teng Sim sembari membangunkannya sekali lagi.
Sampai di situ, kedua belah pihak pun berpisah.
Sementara itu, Song Ji bingung mendengar pembicaraan kedua orang itu tentang
luka serta racun yang mengendap dalam tubuh Siau Po.
"Siauya," katanya dengan merubah panggil nya yang sebelumnya Kongcu itu.
"Ternyata kau keracunan dan terluka puIa, Bagaimana keadaan sekarang" Apakah kau
masih merasakan sakitnya?"
Selesai bertanya, tanpa sempat menunggu jawaban Siau Po, gadis kecil itu sudah
menangis tersedu-sedu, Hal ini membuktikan bahwa dia cemas sekali terhadap
keselamatan Siau Po. Si bocah tanggung tertawa.
"Eh, kenapa kau menangis?" tanyanya, "aku tidak merasa sakit sedikit pun." Dia
mengangkat lengan bajunya kemudian digunakan untuk menghapus air mata Song Ji.
Wajah gadis kecil itu berubah merah padam, ia merasa jengah sekali.
"Siauya," katanya, "Aku rasa sebaiknya beberapa hari lagi kita pergi ke Siau Lim Sie
dan minta taysu tadi mengobatimu."
"Baik." kata Siau Po memberikan janjinya, "Kebetulan Teng Tong si hwesio muda
baik sekali kepadaku, aku ingin bermain-main dengannya."
Di antara kedelapan belas hwesio dari Siau Lim sie yang tergabung dalam Cap Pek
Lo Han, usia Teng Tong yang termuda, Dia baru berumur dua puluh empat tahun,
Tetapi dia cerdas, giat, rajin, serta tekun, Belakangan ilmu silatnya mengalami banyak
kemajuan sehingga terpilih menjadi salah satu anggota Lo Han Tin. Selama dalam
perjalanan, ia memang cocok sekali dengan Siau Po.
Begitu tiba di kota kerajaan, Song Ji mendecak kagum, Kota itu begitu ramai dan
indah, Dia sampai terpana menyaksikan segalanya.
Semasuknya ke Se Mui, pintu kota sebelah barat, Siau Po langsung mengajak Song
Ji menuju hotel Ji Kwi. Dia minta disediakan kamar kelas satu dan telah merencanakan
untuk membiarkan Song Ji menetap di sana saja, Dengan demikian keesokan harinya,
bila dia menemui junjungannya, dia tidak kan mengalami kerepotan Dia harus
memberikan laporan tentang hasil perjalanannya.
Malam itu, setelah menyuruh Songj Ji kembali ke kamarnya, gadis itu mendapatkan
kamar yang terpisah Siau Po sendiri mulai bekerja, Sejak siang harinya dia memang
sudah merencanakan apa yan harus ia lakukan dan semuanya pun telah dipersiapkan,
Setelah mengunci pintu, Siau Po mengeluarkan pisau belatinya yang tajam. Setelah
menggeser meja, ia membuat lobang di kolong meja itu untuk menyimpan kitabnya,
Kitab Si Cap Ji Ci keng telah dibungkus rapih dengan kain minjak dan dimasukkan
dalam kotak baju itu segera disimpannya dalam lubang itu. Setelah dimasukkan kitab itu
ke dalamnya temboknya pun dipelester kembali dengan semen yang telah disiapkan
sebelumnya. Habis menyimpan kitabnya Siau Po dapat mengeluarkan napas lega, Dia berpikir
dari suatu perangkat terdiri dari delapan jilid, Dia sudah menyelesaikan tujuh jilid,
Maka dia tinggal menyelesaikan satu jilid lagi kemudian dia dapat pergi ke tempat simpanan
harta bangsa Boan Ciu guna mencari. Menggali dan mendapatkannya,
"Tetapi aku harus mengelabui kaisar Kong Hi" pikirnya kemudian,
"Tegakah aku mendustainya?"
Siau Po merasa tidak enak sendiri menipu Kaisar, yang menyayangi dan
menyukainya, hingga ia pun menyukainya sebagai sahabat layaknya.
"Dengan susah payah aku mendapatkan kitab ini dari tangan Ay Cun cia. jika tidak
diselesaikan tentu kitab ini akan jatuh entah pada tangan siapa. Tak apa toh sekarang
kitab ini sudah jatuh ke tanganku."
Berpikir demikian, Siau Po dapat menenangkan hatinya, lantas membuka pintu
kamarnya, Tiba-tiba dia merasakan nyeri pada lambungnya.
"Oh celaka si kura-kura dan si moler bangkotan itu." Dia mendamprat dalam hati
sebab tiba-tiba saja luka dalam tubuhnya kumat, nyerinya bukan main, Maka dia harus
menungkuli diri guna melawan penyakit tersebut.
Besok paginya, Siau Po memerintahkan Ie Pat pergi dan mencari kereta, Dia ingin
mengajak Song Ji makan di rumah makan besar agar gadis itu terbuka matanya, Buat
Siau Po sendiri ia ingin membeli pakaian thay-kam lengkap dengan topinya agar ia
dapat menghadap raja dengan pakaian baru.
Jika pakaian thay-kam sukar didapatkan dia akan berdandan saja selaku siwi,
pengawal raja, Kalau ia memasuki istana dengan pakaian sebagai siwi, pasti semua
siwi lainnya akan memperhatikannya. Tapi itu tidak mengapa, ia toh siwi sejati, Dan
raja sendiri yang mengangkatnya menjadi Gie Cian Siwi Hu Cokoang.
Berpikir demikian, lega rasanya dan Song Ji pun girang.
"Ya begini saja," katanya dalam hati, "Buat apa berdandan sebagai Thay-kam,
seorang kebiri" Betapa agungnya seorang pengawal pribadi raja, Lohu akan memasuki
istana dan keraton dengna memakai baju Makwa kuning."
Demikian bersama Song Ji, thay-kam ini menaiki kereta yang dipesannya, Sewaktu
berbicara dia juga meniru lagu orang Pakha, Orang kota, bahkan orang kaya raya.
"Lebih dahulu kita pergi ke rumah makan Kweeseng," kata Siau Po pada kusir kereta.
"Masakan di sana semua lezat."
Sang kusir menyahut "ya" lantas naik dan duduk di sisinya, Dia memuji keledai
penarik kereta yang disewa ini. Keledai semacam ini didapat dari propinsi Soa Sai.
Siau Po gembira sekali, ia tidak memperhatikan jalannya kereta, Dan ia baru terkejut
setelah kereta itu tiba di luar kota.
"Eh, eh, aku ingin pergi ke See Tan kenapa sekarang keluar kota?"
"Ya, ini sebab si keledai bandel itu," kata sais kereta, "Setelah sampai di jalan
menuju luar kota tak mau ia memutar dan berbalik arah."
Siau Po tertawa begitu juga Song Ji. Mereka menganggap binatang itu lucu.
"Ah, sekalipun keledai di kota itu banyak lagaknya," kata Ie Pat.
Dari gerbong kota, kereta menuju utara, sudah kira-kira satu lie jauhnya, sang
keledai tak mau kembali, Demikian melihat Siau Po menjadi curiga.
"Eh, Kusir!" sapanya, "Jangan main gila! Ayo kembali!"
Kusir itu menyahut, lalu membentak keledainya.
"Kembali Tak Jie. Kembali! Ayo kembali!"
Tak Jie nama sang keledai, Setelah itu ber-getarlah cambuk itu berulang-ulang kali,
tetapi binatang itu tetap lari ke utara.
"Hai! Keledai busuk!" teriak kusir mengumpat binatang piaraannya itu. "Aku suruh
kau kembali, kenapa kau lari terus" Tak Jie berhenti! Berhenti! Berhenti. Oh, binatang
celaka!" Keledai itu kabur terus. Tiba-tiba muncul dua penunggang kuda di tengah-tengah jalan, Dari sisi jalan
mereka ingin memotong jalan kereta, tubuh mereka besar dan keren-keren.
Siau Po melihat dua penunggang kuda itu.
"Turun tangan!" ia berkata pada Song Ji. ia sendiri pun sedang bersiap karena
adanya gelagat buruk, Memang lagak si kusir sudah mengundang kecurigaannya.
Si nona kecil mengerti dan segera bertindak ia menotok pinggang si kusir dan kusir
itu pun jatuh terhuyung-huyung dari atas kereta, Sedang mulutnya mengeluarkan
jeritan. Hampir dia menimpa si penunggang kuda, Si penunggang kuda melompat dari
kudanya untuk naik ke atas kereta.
Tanpa banyak bicara Song Ji menyambut orang itu dengan satu totokan, Orang itu
rupanya lihay, Dia dapat berkelit sambil ingin menangkap tangan si nona.
Si nona berlaku cerdik, dia memutar telapak tangannya dan tangan yang satunya
dipakai menepuk muka orang itu. Si penunggang kuda itu menangkis dengan tangan


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kirinya, dan tangan kanan nya menjulur ke bahu si nona.
Sama-sama mereka bertarung di atas kereta Sulit mereka itu bertarung dan tak dapat
lebih leluasa. Kereta pun kabur terus. "Bagaimana, eh?" tanya penunggang kuda yang lain, "Apa yang terjadi?"
Pertanyaan itu tidak ada jawabannya. Sebaliknya terdengar suara menggelebuk
disusul denga jatuhnya si teman dari atas kereta, Sebab Song Ji telah menghajar orang
itu dengan satu tonjokan keras.
Orang itu kaget dan gusar, segera ia menyambuk rambut si nona. Song Ji yang
melihat datangnya cambuk itu segera memapak menyambut dengan cekalannya, dan
menyusul dengan lemparannya yang membuat sang penunggang kuda itu tersungkur
dari punggung kudanya. Saking kaget dan khawatirnya penunggang kuda itu melepaskan cambuknya dan
berteriak-teriak. Song Ji tidak menghiraukan ia menyambar tali kendali keledai lalu diserahkannya
kepada Ie pat seraya berkata, "Kau kendalikan kereta ini!"
"Aku,., aku... tak bisa." sahut orang itu.
Song Ji ke depan untuk mewakili menjadi kusir sebenarnya ia tak dapat memegang
kendali, namun ia terus mencoba, ia menarik tali kendali seraya berseru, "Tak Ji, Tak
Jie!" Seperti si kusir tadi, sedangkan tangan kirinya dikendorkan dan tangan kanannya
dikeraskan. Keledai itu pun memutar haluan, sama sekali ia tidak bandel.
Di saat itu tampak penunggang kuda itu menghambur mendatangi suara derap
langkah kaki kuda terdengar nyata.
Siau Po kaget sekali, ia menarik keretanya untuk dilarikan ke samping, Para
penunggang kuda itu pun memutar kudanya lalu mengejar terus.
Tidak lama kemudian kereta keledai itu pun telah dapat dikurung oleh para
penunggang kuda yang jumlahnya lebih sepuluh orang.
Siau Po melihat belasan penunggang kuda itu masing-masing memegang senjata.
"Sekarang ini hari terang benderang, Di sini pula termasuk tempat kakinya sri
baginda raja, Apakah benar kalian berani melakukan perampokan?"
Salah seorang penunggang kuda tertawa.
"Kami utusan-utusan yang ditugaskan mengundang tamu-tamu." katanya, "Kami
bukannya kawanan perampok atau berandal, Wie Kong Cu! Tuan kami mengundang
kalian untuk minum arak!"
Siau Po tetap curiga dan menatap semua penunggang kuda itu.
"Siapa majikan kalian itu?" tanyanya.
"Jikalau Kong cu sudah bertemu, Kong cu pasti mengenalnya." sahut orang itu.
"Jikalau majikan kami bukan sahabat Kong cu, mana dapat Kong cu mengundang
Anak Berandalan 9 Pusaka Rimba Hijau Karya Tse Yung Hamukti Palapa 4
^