Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 32

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 32


menjadi raja wanita seperti apa yang kau inginkan. orang-orang yang akan aku bawa ke
mari di samping gagah dan perkasa aku juga akan membawa mereka dalam jumlah
yang besar." kata Siau Po.
Dalam mengucapkan kata-katanya itu yang terakhir mendadak ia bergerak untuk
merangkul tuan putri itu.
"Oh, itu tidak dapat! Kau mau pulang dulu ke Pakhia, baru kau akan kembali lagi ke
marl, Untuk itu kau membutuhkan waktu yang tidak sebentar, atau mungkin mencapai
satu tahun lamanya, Bu-kankah dengan demikian aku telah mati dan naik kesorga?"
kata si putri. Siau Po menarik napas panjang, perkataan tuan putri itu memang benar, Memang
sangat banyak yang dibutuhkan untuk perjalanan itu, Akan tetapi bukankah itu hanya
sandiwara saja" "Oh, Tuan putri yang cantik, jikalau tuan putri akan pergi ke sorga maka aku si
menteri dari Tiongkok akan ikut denganmu ke sorga." kata Siau Po kemudian.
"Oh, Bocah cilik, kau paling pandai mendustai orang, Ya, kau hanya ingin menghibur
aku!" Setelah berkata demikian Sophia mendorong tubuh Siau Po dan berkata pula.
"Oh, anak kecil dari Tiongkok, kau tidak berguna, kau hanya pandai menepuk
punggung kerbau dan meniup kulit kuda!" katanya.
Siau Po tertawa mendengar kata-kata tuan putri yang membalikkan kata-kata itu,
yang seharusnya "menepuk punggung kuda dan meniup kulit kerbau" ia pun melihat
tuan putri itu tak memandang sebelah mata padanya, maka dalam hati Siau Po merasa
mendongkol ia lalu berkata dalam hatinya.
"Apalah caranya untuk tuan putri agar dapat menjadi raja" Sayang aku tak tahu
caranya." katanya dalam hati.
Siau Po berpengetahuan banyak hanya dari pengalamannya, sebab ia gemar
menonton sandiwara kebangsawanan, Namun sangat disayangkan dalam hal ini ia
belum pernah melihat atau menonton sandiwara tentang berdirinya kerajaan wanita dan
sebagai rajanya seorang wanita pula.
"Tentang raja wanita aku tahu bagaimana caranya ia menjadi raja seorang raja dan
mendirikan kerajaan, lalu bagaimana dengan raja-raja pria" Aku ingat mengenai Cu
Goan Ciang, dia berhasil karena ia mempunyai panglima perang yang besar seperti:
Cie Tat, Siang Gie Cun, Ouw Toa Hay, Bhok Eng...." itulah lakon cerita "Eng Liat Toan"
tentang berdirinya kerajaan Beng.
"Tatkala Lie Cu Seng memimpin tentaranya menyerbu Pakhia, kaisar Cong Ceng,
telah mati menggantung diri, Setelah itu Lie Cu Seng mengangkat dirinya menjadi raja.
Kemudian datanglah tentara Boan, yang menghajar Lie Cu Seng, Karena itu kaisar Sun
Tie, si tua bangka, lalu menjadi kaisar tua di seluruh Tiongkok, Kemudian Gouw Sam
Kui ingin menjadi raja, dia mengangkat senjata dan mengadakan pemberontakan Maka
nyatalah bahwa yang ingin menjadi raja harus mempunyai tentara dan berperang,
membuat banyak mayat-mayat manusia berserakan di mana-mana, darah manusia
bagaikan air sungai."
Mengingat akan bahaya perang, Siau Po menjadi ketakutan sendiri.
"Dan sekarang kita terkurung di sini. Dari manakah datangnya kekuatan tentara itu"
Mana dapat kita berperang" sedangkan jika kita tak berperang kita tak akan menjadi
raja?" katanya. Karena pengetahuan tentang hikayat sangatlah sedikit Siau Po tak tahu halnya
membangun negara, ia manyangka dengan mengikuti cerita wayang yang pernah
disaksikannya, hanya dengan cara berperang orang dapat menjadi raja, Di samping itu
ia hanya mengandalkan para kaisar saja, sedangkan kaisar itu pun menjadi raja karena
turunan dari ayahnya yang sekarang telah mengundurkan diri.
Banyak lakon yang diingat Siau Po, yang kesemuanya itu adalah untuk menjadi raja.
Kesemuanya itu diawali dengan peperangan yang banyak memakan kurban jiwa
manusia, Rakyat yang menderita sedangkan raja yang kaya raya. Rakyat semakin
miskin dan yang kaya semakin kaya, Hanya itu yang diketahui Siau Po.
Namun ringkasnya, semua itu sebagai bukti bahwa itulah yang Siau Po ketahui,
bahwa jika seseorang ingin menjadi raja ia haruslah berperang terlebih dahulu barulah
ia dapat menjadi raja. Dan jika ia telah menjadi raja apabila tak pandai berperang,
maka kerajaannya akan diambil alih oleh yang menang, dan kerajaan dengan sendirinya akan
runtuh... Sophia mengertakkan giginya dan mengepal keras tangannya.
"Eh kau sedang berbuat apa?" tanyanya pada Siau Po yang sedari tadi ngoceh terusmenerus
tak henti-hentinya seperti orang yang sedang kesurupan, Cerita itupun
membingungkannya. Ditanya demikian Siau Po melongo terlebih dahulu, ia seperti orang yang baru saja
sadar. "Untuk menjadi raja orang harus dapat berperang." katanya.
Sophia kembali heran. "Berperang.... Berperang dengan siapa?" tanyanya.
"Tentulah berperang dengan si moler tua Bangsa Losat itu." kata Siau Po
menerangkan. Sophia belum mengerti walaupun Siau Po sering mengatakan kata-kata "Moler Tua",
Sewaktu tuan putri itu hendak menanyakannya, daun pintu terbuka dan si komandan
muncul Komandan itu menjambak leher baju Siau Po dan berkata dengan nada yang
sangat kasar, ia lalu menarik Siau Po untuk keluar dari kamar tuan putri itu.
Sambil menutup pintu keras-keras kaki kanan komandan itu menendang kumpulan
kaki Siau Po. Siau Po merasa nyeri dan gusar, Komandan itu sangat kurang ajar apalagi telah
menendangnya dengan keras, Si Komandan tertawa mengejek, mendadak ia jadi naik
darah, Setelah komandan itu hendak mendupaknya lagi Siau Po berlompat kesamping,
Komandan itu mengulangi lagi begitu juga Siau Po berlompat-lompatan. Akhirnya Siau
Po melompat tinggi dan berdiri di pundak Komandan itu.
Itulah tipu silat yang pernah diajarkan oleh Hong Hujin, Satu di antara tiga jurus
terlihay untuk menolong orang dalam keadaan terjepit Siau Po sebenarnya belum
mempelajarinya dengan sempurna apa lagi jika ia menghadapi orang yang pandai
bermain silat, pastilah ia tidak berdaya. Tetapi dengan komandan Bangsa Losat ini Siau
Po merasa paling pandai. Dengan tak kurang cepatnya Siau Po menekan mata komandan itu.
"Jangan bergerak.... Awas matamu...!" ancamnya pada Komandan yang sudah tak
berdaya itu. Komandan itu kaget, ia dapat menerka arti dari ancaman itu, maka dengan terpaksa
ia diam saja. Dengan tangan kanannya Siau Po menarik telinga Komandan itu.
"Jalan!" perintah Siau Po yang tetap berada di punggung komandan itu, ia
menganggap komandan itu sebagai kuda tunggang.
Komandan itu menurut saja Siau Po memerintahkannya untuk jalan kearah tuan putri
dan memerintahkannya juga untuk menutup pintunya, Siau Po memerintahkannya
dengan suara keras. "Tutup pintunya dan cepat kau ambil senapan." katanya.
Sophia sangat kaget dan juga heran, tetapi ia dapat menutup pintu itu, sedangkan
Siau Po mengambil senjata milik komandan itu, dan seterusnya senjata tersebut
dipakainya untuk mengancam komandan itu.
Siau Po berlompat turun dan dengan tali kulitnya ia mengikat kaki komandan itu,
Begitu pun dengan kedua tangannya ia menggunakan tali celana komandan itu maka
dengan sendirinya celana itu pun menjadi turun.
"Ha ha ha ha!" Siau Po tertawa bersamaan dengan tuan putri itu.
Opsir itu sangat malu dan gusar, tetapi ia hanya dapat mendongkol tanpa
mengadakan perlawanan, karena kaki dan tangannya terikat. wajahnya menjadi merah
menahan rasa malu yang luar biasa itu.
Tak lama kemudian pintu itu terbuka, tampak Song Ji yang datang melihatnya.
"Tak apa-apakan siangkong?" tanyanya perlahan Tetapi setelah melihat keadaan
komandan itu, ia terperanjat heran hingga dengan sendirinya ia menjadi malu sendiri.
Siau Po menggapai memanggil Song Ji yang baru saja masuk,
"Untuk apakah menahan opsir ini?" tanya Sophia.
Ketika tadi membekuk si komandan itu Siau Po hanya bermaksud untuk membalas
amarahnya saja dan tidak berpikir apa pun. sekarang setelah ditanya tuan putri itu ia
barulah sadar, Akan tetapi karena ia sangat cerdas segera ia mendapatkan satu pikiran.
"Aku akan menyuruh seseorang untuk membunuh Czar Peter I dan juga ibunya
Czarina Natalia, Nanti jika kita berhasil kau akan menjadi raja atau kau akan
menggantikan Czarina." kata Siau Po.
Bicara Siau Po yang menggunakan bahasa Lo-sat, memang kurang lancar Akan
tetapi tuan putri dapat mengerti apa yang dimaksud oleh Siau Po. Maka tuan putri itu
lalu tertawa, dan selanjutnya ia bertanya pada opsir itu, yang sebelumnya ia sudah
memikirkan pertanyaan apa yang akan ia tanyakan itu.
Tampak opsir itu menggelengkan kepala, Siau Po mengira-ngira bahwa opsir itu
telah menolaknya. Maka ia berkata dengan suara kasar.
"Jikalau dia menolak maka lebih baik kita bunuh saja." katanya sambil mengeluarkan
pisau belatinya yang disembunyikannya dalam kaos kakinya, Dengan pisau itu Siau Po
mengerok halus berewok sebelah kanan komandan itu. Memang pisau itu sangat tajam.
"Sungguh tajam pisau itu!" kata Sophia, Muka komandan itu menjadi pucat karena
sangat takut kalau Siau Po benar-benar akan membunuhnya.
"Oh, bocah kecil ini telah menyembunyikan pisaunya dalam kaos kakinya, Sayang
sewaktu menggeledahnya aku tidak menemukannya, Anak Tiongkok ini sangat cerdas!"
katanya dalam hati. "Eh! Kau mau menyerah atau tidak" Kau mau atau tidak mengangkatku sebagai
Czarina?" tanya tuan putri itu dengan bengis.
"Bukannya aku menolak, tetapi pasti orang-orang sebawahanku akan menentangku,
Lagi pula dalam kota ini ada dua puluh tangsi tentara bersenjata api, sedangkan dalam
tangsiku hanya ada satu tangsi saja. Taruh kata kita akan memberontak tak mungkin
dapat memenangkannya, Mana dapat satu tangsi melawan sembilan belas tangsi?"
katanya. Sophia terdiam, komandan itu berbicara sangat beralasan sekali, ia hendak
menjelaskan hal itu pada Siau Po hanya ia khawatir kalau Siau Po tidak mengerti
masalah itu. Maka ia berbicara dengan bahasa isyarat, seperti halnya orang bisu saja,
dan untuk mengatakan angka dua puluh ia membuka kaki dan tangannya untuk
menunjukkan angka dua puluh.
Agak sulit untuk menerangkan dalam bahasa isyarat itu. ia hanya menggunakan
gerak-geriknya, dan entah Siau Po dapat mengerti ataukah tidak hingga memerlukan
waktu yang cukup lama untuk membuat Siau Po dapat mengerti apa yang
dimaksudkannya itu. Akhirnya Sophia diam, ia tahu bahwa komandan itu pasti akan membangkangnya,
Percuma membunuhnya toh ia tak mau menolongnya.
"Komandan ini menolak, mari kita coba dengan pembantunya!" kata Siau Po pada
tuan putri itu. "Pembantunya...?" tanya tuan putri mengulangi kata-kata Siau Po tadi.
"Ya, pembantunya, Cepat suruh ia ke mari!" kata Siau Po.
Sophia menurut, lalu dibawanya komandan itu ke depan pintu, sedangkan Sophia
menodongnya dengan senjata milik komandan itu. Setelah itu Sophia memerintahkan
komandan itu untuk memanggil komandan muda.
"Cepat kau panggil pembantumu! Kalau kau coba-coba akan melawan aku tak
segan-segan membunuhmu!" kata Sophia,
Terpaksa komandan itu menurut apa kata-kata tuan putri itu, ia lalu memanggil
komandan muda. Song Ji bersembunyi di balik pintu, Setelah si komandan muda itu muncul dan
masuk, nona itu menotok punggung komandan muda hingga ia tak dapat bergerak.
"Oh, Siangkong! Kiranya jalan darah setan-setan asing ini sama dengan orang-orang
kita. Tadinya aku sangat khawatir keduanya berlainan..." kata Song Ji.
Siau Po tertawa. "Bukannya mereka itu sama saja" Mereka mempunyai mata hidung tangan dan kaki,
demikian juga dengan jalan darahnya." kata Siau Po.
Lantas Siau Po mengambil alih pedang si komandan muda itu kepada Sophia.
"Sekarang kau perintahkan membinasakan komandannya, supaya ia memberontak.
Kalau ia menolak, suruh sebawahannya membunuhnya!" katanya.
Sophia mengerti apa yang dimaksud Siau Po, maka ia lalu berkata pada si
komandan itu. "Nah pedang ini kau pegang, dan kau harus membunuh komandanmu! Maka dengan
sendirinya kau akan menjadi pemimpin utama dari pasukanmu, Lalu kau pimpin
pasukanmu untuk mendengarkan segala perintahku! jikalau kau menolak untuk
membunuh komandanmu, aku akan memerintahkan anak buahmu untuk membunuh
kalian semua, agar dialah yang akan menggantikan menjadi komandan utama. Nah,
kau mau turut perintahku ataukah tidak?" tanyanya pada komandan muda itu, Belum
lagi si komandan itu menjawab pertanyaan tuan putrinya itu Siau Po sudah lebih dahulu
berkata pada Song Ji. "Song Ji cepat kau bebaskan dia dari totokanmu tetapi badannya saja jangan
sekalian tangannya."
Song Ji menurut, dengan cepat ia membebaskan totokan darah pada badan
komandan muda itu, Setelah itu ia menyerahkan pedang itu kepadanya, "Nah
bagaimana?" tanya Sophia pada komandan muda itu.
Tiba-tiba komandan itu mendamprat komandan muda itu, ia pun mengancam pada
komandan muda, maksudnya akan mencegahnya agar ia tidak menuruti kata-kata tuan
putri. Pikiran si komandan muda berubah dengan cepat pada dasarnya ia tidak mau
mengikuti kata-kata tuan putri walaupun pernah di antara mereka ada perselisihan,
tetapi karena komandan itu mendampratnya maka, ia menjadi panas, karena jika dia
tidak membunuh, pastilah ia yang akan dibunuhnya.
Setelah berpikir beberapa saat dia sudah dapat mengambil keputusan untuk
membunuh komandan itu, ia lalu berkata dalam hati:
"Kau sudah mencaci maki aku secara keterlaluan Kau membuat aku harus
mengambil jalan ini! jikalau aku tidak membunuhmu pastilah nanti aku yang akan
dibunuh oleh sebawahanku, Dan kaupun nantinya akan di bunuhnya pula! Untuk
apakah kami berdua mati konyol?" Pikir si komandan muda itu.
Karena berpikir demikian maka komandan muda itu tidak sangsi lagi untuk
melakukan hal yang menurutnya itu baik, Pada waktu yang sangat singkat komandan
yang muda telah menebas batang leher komandan yang tua atau komandan utama.
"Bagus!" kata Sophia, begitu juga Siau Po dan Song Ji yang menyaksikan hal itu. ia
berkata dengan bahasanya sendiri, setelah itu tuan putri Sophia menjabat tangan si
komandan muda itu seraya memujinya karena kegagahannya.
"Sekarang aku mengangkat kau menjadi komandan. Kau boleh duduk dan sekarang
mari kita berdamai!" katanya.
Komandan muda yang baru saja diangkat tuan putri itu mengerutkan keningnya, ia
tampak menyesal lalu menunjuk pada Siau Po dan Song Ji sambil berkata.
"Kedua anak-anak ini telah menggunakan ilmu gaibnya sehingga anggota tubuhku
bagian bawah tidak dapat digerakkan sama sekali..." katanya pada tuan putri.
Sophia mengangguk dan ia menoleh pada Siau Po.
"Tolong kau singkirkan ilmu gaibmu untuk membebaskan tubuhnya agar dapat
digerakkan seluruhnya seperti semula!" kata tuan putri pada Siau Po dan Song Ji.
Siau Po dan Song Ji tersenyum mendengarkan kata-kata tuan putri yang
dirasakannya lucu itu. Tanpa menunggu perintah siangkongnya Song Ji telah
membebaskan totokannya dari tubuh si komandan muda itu.
Setelah itu Sophia berkata pada si komandan yang baru saja diangkatnya itu.
"Cepat kau pergi memanggil sebawahan-sebawahanmu beserta pembantupembantunya!
Akan aku suruh anak-anak Tiongkok ini untuk membuatnya tidak
berdaya." kata tuan putri itu. sedangkan pada Siau Po dan juga Song Ji ia memberikan
keterangan. Komandan muda itu mengangguk lalu pergi, Tak lama ia sudah kembali dengan
empat orang anak buahnya, yang di perintahkan untuk berbaris di depan pintu.
Para sebawahan komandan itu menanti untuk dipanggil satu persatu, sedangkan
Song Ji sudah siap ingin menotoknya, Setelah mereka masuk satu persatu mereka
langsung ditotok oleh Song Ji, hingga mereka yang jumlahnya enam orang itu tak dapat
bergerak. Sampai disitu Sophia berkata pada semua opsir yang berada di dalam kamarnya itu:
"lni komandan barumu telah mendukung aku untuk mencari Czarina, Kita semua
akan mengerahkan pasukan perang untuk memberantas Czarina Natalia, Sekarang aku
akan bertanya pada kaiian, apakah kalian mau bekerja sama dengan aku ataukah
tidak?" "Keenam opsir itu bingung, setelah mendengarkan kata-kata tuan putrinya itu.
Sewaktu masuk kamar, mereka telah di totok, hal itu yang membuat mereka menjadi
heran. Sebagai akibatnya mereka tidak dapat menggerakkan kaki dan tangan mereka.
Mereka juga terkejut setelah melihat mayat yang ada di kamar itu. itulah mayat
komandan mereka, sehingga mereka dapat menerka-nerka apakah yang telah terjadi,
Dan mereka dapat menerka bahwa bencana telah mengancam mereka, sehingga hati
mereka menjadi sangat takut. Mereka hanya dapat saling memandang satu sama lain.
Siau Po dapat menerka kekhawatiran mereka itu, sehingga kemudian ia berkata
pada tuan putri: "Kau jelaskan pada mereka, bahwa kau akan memberontak di bawah
pimpinanmu! Kau juga menjanjikan pada mereka kenaikan pangkat gaji upah yang
besar Katakan bahwa mereka akan menjadi pejabat penting dan mempunyai banyak
uang!" kata Siau Po.
Sophia berpikir kata-kata Siau Po itu benar, Maka ia langsung saja menurut apa kata
Siau Po, tetapi agar tidak kepalang tanggung ia berkata pada si komandan muda itu:


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau panggil semua pasukanmu serta serdadumu sekalian, katakan aku ingin
berbicara dengan mereka itu!" katanya.
Komandan itu menurut, maka tak lama kemudian Sophia telah berdiri di hadapan
para serdadu dan pasukan bersenjata komandan muda itu, jumlah mereka semuanya
kira-kira seribu lebih, Di sana pun telah turut ke enam opsir yang telah di totok oleh
Song Ji. Mereka itu dijadikan contoh dari orang yang membangkang.
Segera Sophia berbicara mengenai keinginannya untuk menjadi Czarina, dan
menentang maksud dari Czarina Natalia, ia mengutarakan sebab-sebabnya, tapi
terlebih dahulu ia memuji para serdadu itu sebagai putra Losat yang gagah dan berani,
yang telah berjasa pada negara, Namun katanya.... ia telah mendapatkan upah yang
sangat rendah, sedangkan tanpa uang mereka itu tak akan mendapatkan wanita-wanita
yang cantik, tak leluasa berbelanja dan rumah-rumah mereka semua sangat kurang
pantas jika di bandingkan dengan hasil kerja mereka.
"Coba kalian lihat para hartawan di kota Moskwa ini! Mereka memiliki gedunggedung
yang bagus-bagus dan banyak pegawainya, dan istri mereka semuanya cantikcantik.
Justru kalian sebaliknya, Kalian tak memiliki semua itu, Coba kalian pikir, apakah
itu adil" Padahal kalian telah berjuang membela negara." katanya dengan
bersemangat. "Tidak adiI.... Tidak adil!" jawab mereka serempak.
"Semua orang yang berharta itu, mereka gemuk-gemuk tetapi mereka bodoh-bodoh,
habis makan mereka tidur bagaikan babi saja, jikalau mereka bertempur dengan kalian
apakah mereka itu berada di pihak yang akan menang" Apakah dalam ilmu menembak
mereka dapat melebihi kalian" Apakah ilmu pedang mereka jauh lebih pandai dari
kalian" Apakah mereka yang telah membangun negara serta meninggikan derajat
bangsa Losat" Cobalah kalian pikirkan masak-masak!" kata tuan putri mempengaruhi
mereka. Setiap pertanyaan tuan putri itu selalu saja dijawab dengan sikap menyangkal oleh
para serdadu, jawaban itu sudah Siau Po mengerti artinya dan sudah dapat dikira-kira,
Namun Siau Po tidak dapat mengerti pertanyaan yang diajukan oleh tuan putri itu. Siau
Po hanya dapat mengira-ngira bahwa anjuran itu hanyalah untuk mereka berontak di
bawah pimpinan tuan putri tetapi mereka menolak....
Masih saja Sophia berbicara.
"Kalian semua sudah sepantasnya mendapatkan kedudukan yang baik dan tinggi
Kalian sudah sepantasnya menjadi orang-orang yang hartawan dan banyak uang.
Sehingga kalian akan hidup berbahagia." kata tuan putri itu memanas-manasi para
serdadu. Para serdadu itu berseru-seru serta menyebut-nyebut tuan putri, Ada di antara
mereka yang memberanikan diri unjuk bertanya tentang cara yang harus mereka
tempuh untuk mencapai maksud itu:
"Tuan putri Sophia, jalan apakah yang harus kami tempuh untuk kami dapat naik
pangkat dan mendapatkan uang yang banyak itu?" tanya mereka dengan bersemangat
pada tuan putrinya. "Apakah kalian ingin naik pangkat?" tanya tuan putri.
"Mau!" seru mereka serempak, " Apakah kalian ingin memiliki banyak uang?" tanya
tuan putri pula. "Mau!" jawab mereka serempak pula.
"Apakah kalian mau memiliki wanita-wanita yang cantik-cantik?" tanya Sophia lagi.
"Mau.... Mau!" jawab mereka, Mendengar jawaban para tentara itu hati Sophia dapat
terhibur Apa lagi mereka semuanya dapat dipengaruhi dengan balasan kenaikan
pangkat dan harta yang berlimpah ruah.
"Bagus kalau begitu! Kalian dapat pergi dan katakan pada rekan-rekan kalian yang
berada di tangsi yang lainnya yang berjumlah sembilan belas tangsi itu! Kalian katakan
pada mereka kalau kalian datang atas perintahku Putri Sophia.... Akulah Czarina
mereka! Seluruh negara Losat pastilah mendengarkan kata-kataku. Dengan demikian
aku berjanji pada kalian, kalian semua dapat mengambil rumah dan harta para
hartawan yang ada di kota Moskwa ini. Dan sebelumnya kalian harus menggempur
para hartawan itu. siapa yang dapat berhasil membunuh para hartawan itu dialah yang
berhak mendapatkan rumah dan isinya, emasnya, kereta-nya, kudanya, pakaiannya,
dan yang paling menarik yaitu wanita-wanita cantiknya, Tegasnya kalian berhak
memiliki semuanya dari si hartawan yang kalian bantai itu. Nah... berani atau tidak
melakukan penyerbuan itu" Untuk membunuh orang, merampas hartanya dan
mengambil wanitanya?" Demikianlah kata-kata tuan putri itu dengan bersemangat.
"Berani.... Berani.... Berani! Untuk membunuh orang, merampas hartanya dan
mengambil wanita-wanita yang cantik-cantik itu mengapa kami tak berani." jawab
mereka. "Bagus, tadinya aku khawatir kalau-kalau kalian bernyali kecil dan tak berani
melakukan usaha besar" Ternyata kalian memang para serdadu yang gagah perkasa
yang memiliki keberanian yang tinggi. Nah, sekarang kalian pergi mengambil Vodka,
pilihlah yang kalian suka dan ambil sendiri di dalam gudang bawah tanah!" katanya
senang. Memang dalam istana luar ini telah tersedia berbagai macam minuman yang
kesemuanya sangat enak dan lezat-lezat yang disimpan dalam gedung bawah tanah,
Hal itu dimaksudkan untuk keluarga raja dan para menteri pembesar istana, Anggur
yang demikian jangan harap para serdadu dapat merasakannya seumur hidupnya,
Akan tetapi sekarang sungguh sangat hebat perintah tuan putri itu.
Maka meledaklah mereka kegirangan, lalu berlomba lari ke gudang untuk mengambil
minuman mewah yang belum pernah mereka rasakan, Tak lama kemudian mereka
sudah menenggak minuman itu dengan sepuas-puasnya.
"Putri Sophia, Czarina.... Hidup Czarina.... Hidup Czarina.,." kata mereka
berulangulang. Kali ini Siau Po dapat menerka kata-kata tuan putri itu, Maka ia lalu menarik ujung
baju gaun putri seraya berkata dengan perlahan:
"Sekarang suruhlah mereka untuk membinasakan keenam pemimpin mereka agar
mereka tak ragu-ragu lagi apalagi berubah pikiran!" kata Siau Po.
Mendengar penjelasan Siau Po yang dirasakan ada baiknya juga, maka Sophia
mengangguk dan menuruti kata-kata itu.
"Para orang gagah bangsa Losat, marilah kalian mendengarkan kata-kataku ini! Aku
telah memerintahkan pada kalian untuk membunuh para hartawan untuk kalian
mengambil harta, wanita dan rumahnya. Akan tetapi Czarina Natalia telah
memerintahkan pada enam orang telur busuk ini untuk membinasakan kalian dan
menghukum kalian." kata Sophia setelah mendapatkan keterangan dari Siau Po yang
maksudnya untuk membunuh keenam pasukan yang telah ditotok itu.
Sambil berkata demikian Sophia memperlihatkan keenam orang tentara yang
membantahnya. Mendengar kata-kata tuan putri itu mereka menjadi naik pitam. Mereka sangat tidak
senang dengan cara keenam orang itu, bahkan ada belasan tentara yang membawa
pedang yang sudah keluar dari sarungnya.
"Bunuh sekalian para jahanam ini!" teriak mereka sambil mengayunkan pedangnya
ke arah leher masing-masing opsir itu. Maka tak ayal lagi keenam orang itu telah
menemui ajalnya di tangan anak buah mereka sendiri.
Setelah membunuh para opsir itu pasukan yang telah terpengaruh minuman keras itu
bagaikan orang yang telah kehilangan akalnya, ia mengamuk dan mengajak kawankawannya
untuk memulai bergerak. "Mari kita mulai merampas uang, harta, dan wanita yang cantik-cantik! Kita
binasakan mereka-mereka itu!" katanya.
Melihat hal itu Sophia tambah memberikan semangat yang membuat mereka
menjadi marah. "Pergilah kalian menemui kawan-kawan kalian dari kesembilan belas tangsi itu,
jikalau ada yang tidak sepaham dengan kalian atau menentang kalian bunuh saja,
jangan tanggung-tanggung, meskipun itu para menteri atau jenderal sekalipun! Dan
setelah itu kalian rampas hartanya.... Ya rampas hartanya... wanita-wanitanya, Mereka
itu memiliki banyak sekali harta juga mutiara... kalian rampas semuanya!"
Kembali para serdadu itu berteriak-teriak, malah sekarang para serdadu itu
mengeluarkan pedang mereka masing-masing memberikan semangat pada yang
lainnya, Setelah itu mereka ke luar dan bersiap naik kudanya masing-masing lalu kabur
ke arah istana. "Kau juga turut dengan mereka! merampas harta, wanita dan tahta!" kata tuan putri
pada sang komandan muda itu. "Kau janganlah sungkan-sungkan! Yang penting kau
jangan sarnpai bentrok dengan pasukan bersenjata api itu, Bahkan sebaliknya kau
harus dapat mengajak kawan-kawanmu untuk bekerja sama dengan mereka, Lalu kau
ajak mereka itu ikut denganmu ke istana Kremlin. Di sana kau bekuk Czarina Natalia
dan juga Peter, anaknya! Tentang kekayaan istana dapat kau ambil seluruhnya, semua
itu aku hadiahkan kepadamu." kata tuan putri Sophia.
Komandan muda yang mendengar kata-kata tuan Sophia itu menjadi sangat girang,
Ternyata ia telah merobah pikirannya, Setelah tuan putri itu memerintahkannya untuk
pergi ke istana, ia langsung saja berlari ke luar dari kamar itu.
Menyaksikan kepergian orang-orang itu barulah tuan putri dapat bernapas dengan
lega, ia menjadi lemah menyaksikan hal itu, hingga ia terjatuh duduk di atas undukan
tangga, "Sungguh meletihkan!" keluhnya.
"Mari aku papah kau untuk ke dalam!" kata Siau Po.
Sophia menggelengkan kepala, "Tak usah biarlah! Mari kita naik ke atas agar kita
dapat melihat bagaimana mereka melakukan hal itu!" katanya.
Istana luar kota itu terbuat dari batu-batu kasar dan tinggi, Menara kota tingginya
delapan atau sembilan tombak, Menara itu sengaja dibuat untuk mengintai musuh,
Sebab sebelum berdiri negara Losat, dahulunya punya kekuasaan Bangsa Hertog,
Setelah ia mengalahkan saingan-saingannya, lalu membangun dengan mengangkatnya
sebagai kaisar Czar. Dia sangat khawatir kalau-kalau ada yang menyerangnya secara
mendadak maka ia membangun menara itu untuk mengintai musuh.
Dengan mengajak Siau Po mendaki puncaknya, Sophia memandang jauh ke arah
barat sehingga tampak sinar api yang berkobar di kota Moskwa, tetapi keadaan di sana
sangat tenang, Tuan putri tampak berduka, "Mengapa tak ada pertempuran"
Mungkinkah mereka semua.... Aku.... Aku sangatlah khawatir sekali." katanya.
Siau Po tidak mengetahui sifat tentara Losat, maka ia hanya dapat menghiburnya
saja. Dalam kesunyian sang malam itu secara mendadak terdengar suara tembakmenembak
dari arah yang sangat jauh tetapi masih dalam wilayah kota Moskwa,
Menyaksikan demikian Sophia secara mendadak menjadi girang,
"Pertempuran sudah muIai," katanya dengan senang. Setelah itu ia menatap tajam
ke arah suara tembak-menembak tadi.
Tak lama kemudian kota Moskwa menjadi sangat terang. Hanya kali ini bukan
berasal dari pelita atau lampu yang lainnya, melainkan dari api yang membakar secara
besar-besaran. "Mereka menggunakan api! Bagus! Menyerbu dan membakar adalah salah satu cara
yang bagus dalam pertempuran, dan keduanya harus dilakukan bersamaan." kata Siau
Po. Hanya beberapa lama kemudian api sudah tampak di beberapa penjuru kota,
mengepul sampai tinggi ke udara.
"Mereka sedang membunuh, membakar dan menyerbu kota dan masyarakat kota!
Oh, Siau Po kau memang orang yang paling cerdas yang pernah aku jumpai." kata tuan
putri itu, Siau Po tersenyum.
Sophia dan Siau Po terus saja meneliti keadaan kota, Api bukannya padam
melainkan malah sebaliknya makin menjadi-jadi, membakar gedung-gedung mewah
dan yang lainnya, Melihat hal itu tuan putri Sophia menjadi sedih sebab kejadian itu
sangatlah hebat dan luar biasa. sekarang barulah ia mendapat pikiran itu....
"Setelah membakar dan membunuh orang, habis merampas harta orang lalu apa lagi
yang kita harapkan?" tanyanya. Hal itulah yang baru saja ia ingat dan ia pikirkan
akibatnya. Ditanya demikian Siau Po menjadi terbengong-bengong, sebab ia belum
mempersiapkan jawabannya. Setelah beberapa saat kemudian baru ia menjawabnya.
"Hal itu mudah saja, Setelah merampas, pastilah mereka akan berhenti Setelah
membunuh mereka tentulah akan berhenti Yang pasti jikalau mereka itu telah puas
barulah mereka akan berhenti.
Sophia mengerutkan keningnya, "Bukan itu yang kumaksudkan." katanya, Lama
mereka bertiga mengawasi kota Moskwa, baru setelah merasakan puas dan terharu
mereka bertiga ke istana, Di sini mereka diam saja menanti laporan dari komandan
yang muda itu. Baru keesokan harinya komandan muda itu memberikan laporannya pada tuan putri
Sophia, sedangkan Sophia dan Song Ji hanya mendengarkannya, Komandan itu
memberikan laporan bahwa dua puluh tangsi tentara tadi malam telah melakukan
penyerangan pada kota Moskwa, dan mereka itu tunduk pada perintah dari tuan putri,
sedangkan keadaan di istana, mereka berhasil membinasakan Czarina Natalia, serta
harta yang menjadi sitaan di antaranya harta emas, perak, intan, berlian, dan banyak
lagi yang lainnya, Sedangkan keadaan kota sekarang sedang kacau.
Mendengar berita itu putri Sophia berjingkrak saking girangnya.
"Czarina Natalia telah di bunuh" Lalu bagaimana mengenai anaknya Peter yang
telah menjadi raja?" tanyanya pada komandan muda itu. Saking girangnya sampaisampai
ia berkata acak-acakan. "Tuan Peter sedang ditawan hidup, sekarang ia telah ditawan dalam istana Kremlin di
dalam tanah dekat gedung penyimpanan arak." kata komandan muda itu memberikan
laporannya. "Bagus.,., Bagus.... Bagus!" kata tuan putri kegirangan karena ia merasa girang
karena raja itu tidak turut dibinasakan.
Tak lama kemudian terdengar suara kaki kuda yang sangat riuh. itulah pertanda akan
datangnya pasukan tentara yang sangat besar, Sophia menjadi sangat kaget hingga
mukanya menjadi pucat pasi.
"Siapakah mereka itu yang sedang datang ke arah sini?" tanyanya pada komandan
itu. "Mereka para pangeran, para menteri dan para pembesar istana serta para jendral,
yang datang untuk mengundang tuan putri, Mereka akan mengangkat tuan putri untuk
naik menjadi raja Czarina." kata sang komandan muda yang memberikan keterangan.
Sophia merasa berlega hati dari khawatir berubah menjadi sangat senang, ia lalu
menyambar Siau Po dan merangkulnya untuk selanjutnya menciumi pipi kanan dan
kirinya. "Oh, bocah dari Tiongkok, sungguh bagus tipu dayamu itu!" katanya memuji Siau Po.
Tiba-tiba terdengar berhentinya pasukan di luar istana dan disusul dengan langkah
kaki serempak. Tak lama kemudian muncullah para menteri dan pangeran itu.
Di depan tuan putri itu, para pangeran, menteri dan para jenderal memberikan
hormat pada tuan putri yang seterusnya ia berkata:
"Para pangeran, para menteri dan para jendral telah sepakat untuk mengundang
tuan putri ke istana dan selanjutnya akan dinobatkan menjadi raja atau menjadi Czarina,
agar dengan demikian kekacauan dapat segera ditumpas habis serta keamanan dapat
dipulihkan kembali." kata salah seorang utusan itu.
Sophia mengangguk. "Bukankah si penghianat Natalia telah terbinasa" Dialah sebenarnya pemimpin
kekacauan ini." katanya dengan tenang.
"Natalia telah mengacaukan pemerintahan dan dia pun telah mencelakai banyak
menteri yang sangat setia pada negara, Maka untuk itu ia telah di hukum mati, dengan
hukuman penggal kepala." kata sang pangeran.
"Bagus.... Bagus.... Nah, marilah kita pulang ke Kremlin!" kata sang putri mengajak
mereka semua. Mendengarkan perkataan tuan putrinya mereka semua berangkat untuk menuju
istana dalam kota Moskwa, Maka dalam beberapa saat kosonglah istana tempat
istirahat itu hanya yang tinggal Siau Po dan Song Ji.
Siau Po menyesal sekali dan sangat mendongkol.
"Celaka! Ternyata putri Losat itu tak memiliki budi sama sekali! Bagaikan seorang
pembela ia telah menyia-nyiakan si perantaranya. Sudah menjadi ratu barulah ia tidak
membutuhkan kita lagi, habis manis sepah di buang!" katanya.
Song Ji tersenyum melihat tingkah siangkongnya itu.
"Siangkong.... Apakah siangkong masih mengharapkan agar siangkong diambil
menjadi ratu pria-nya" Atau permaisuri prianya" Benar atau tidak?" tanya Song Ji
sambil bergurau. "Ah, kau menggoda aku! Lihat aku akan membekukmu atau tidak?" kata Siau Po
setelah ia sadar kembali dari lamunannya.
Setelah berkata demikian Siau Po maju ingin merangkul Song Ji.
Song Ji tertawa perlahan, dan dengan mudah ia berkelit
Pada saat itu musim sedang bagus-bagusnya, Musim salju telah reda dan sekarang
sedang berlangsung musim semi, Udara hangat sudah mulai menyinari permukaan
bumi, Banyak bunga tumbuh di halaman istana, Burung yang berkicauan saling
bersahut-sahutan. Di istana luar kota kini hanya tinggal Siau Po dan Song Ji. Mereka berdua saling
diam. Hal itu bukanlah berarti kalau mereka sedang menikmati suara burung atau
melihat-lihat bunga yang sedang mekar, melainkan karena mereka itu tidak ada yang
mengganggu. Lawan satu minggu Siau Po dan Song Ji yang ditinggal pergi oleh tuan putri Sophia,
Sedang asik mereka melamun tiba-tiba dikejutkan oleh suara beberapa orang
penunggang kuda yang memasuki halaman istana luar kota itu. Setelah diselidiki
ternyata mereka itu adalah orang suruhan dari tuan putri yang diperintah untuk
menjemput mereka, Siau Po dan Song Ji menyangka kalau Sophia telah menjadi raja
atau biasa disebut Czarina,
Setibanya mereka di istana, Siau Po dan Song Ji dibawanya masuk ke dalam kamar


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tuan putri itu. Siau Po sangat kaget melihat kenyataan kalau Sophia sedang dalam kekacauan,
rambutnya acak-acakan, mukanya kusut, dan kakinya di gunakan untuk menendangnendang
tepi pembaringan. Barang-barang perabot rumah tangga semuanya hancur berantakan Tetapi setelah
melihat kedatangan Siau Po ia berubah menjadi senang, dan bergembira hingga
terdengar suaranya yang dalam beberapa hari ini diam saja.
"Bagus utusan dari Tiongkok telah tiba! sekarang kau pikirkan bagaimana caranya
menyelesaikan masalah ini!" katanya.
"Jikalau kau tidak dalam kesulitan tak bakal kau akan mengingat aku. Maka kali ini
aku harus dapat mengeduk sesuatu dari kau.,.! jangan kau menyangka bahwa kau
dengan mudah dapat mengakali aku dan mendapatkan pikiran dariku..." kata Siau Po
dalam hati. Karena berpikir demikian maka Siau Po berkata dengan sangat sabar dan perlahan:
"Sri baginda Czarina, ada kesulitan apakah?" Sophia menggelengkan kepala,
"Tidak... aku bukannya ratu mereka, mereka itu tidak sudi kalau aku menjadi ratunya."
katanya dengan nada sedih.
Semula Siau Po merasa bingung, tetapi setelah mendapatkan penjelasan barulah ia
memahaminya. Ada aturan yang mengatakan kalau wanita tak dapat menjadi Czar,
memang Czarina Natalia telah menutup mata, Akan tetapi masih banyak para menteri
yang masih mendukung pada Peter, dan mereka itu berkeras tak akan memecatnya.
Sampai sidang dilakukan berhari-hari tetap saja para jenderal dan para menteri yang
memihaknya tak mau memecatnya juga. Hanya separuh menteri dan jendral yang
memihak kepadanya, hingga masalah itu menjadi terapung-apung tak ada
penyelesaiannya. Namun di samping itu mereka yang memihak pada Sophia atau pada Peter masih
saja memikirkan diri sendiri agar kedudukan mereka tak goncang, Dan sulitnya mereka
itu sama-sama kuat dan sama-sama memiliki tentara. jikalau mereka sampai bentrok,
entah mana yang akan menang.
"lnilah soal yang besar dan aku tidak mengetahuinya, apalah dayaku ini" Yang paling
baik aku harus menyingkir dari tempat ini karena hanya itu cara yang terbaik. jikalau
mereka itu sampai mengangkat senjata aku akan mengalami celaka." kata Siau Po
dalam hati. Setelah berpikir demikian Siau Po terus mengawasi ke segala arah, Setelah itu
barulah ia berkata. "Soal mudah. Aku punya cara tetapi harus ada syarat...."
Sophia menjadi senang, mendadak harapannya timbul."
"Katakan apa syaratmu" Apa pun syarat itu aku akan berusaha mengabulkannya,
Bukankah kau ingin menjadi permaisuri pria dari aku?" tanyanya, Bukannya caranya
yang ia tanyakan tetapi syaratnya yang pertama ia tanyakan pada Siau Po.
"Untuk menjadi permaisurimu itu memang baik dan itu memang yang aku harapkan,
Namun yang terpenting yaitu kau yang tidak dapat menjadi Czarina itu." kata Siau Po.
Sophia menjadi heran. "Kenapakah?" tanya Sophia pada Siau Po.
Siau Po tersenyum saja. "Kau pastilah sudah tahu sendiri." katanya.
"Syarat-syarat ku tak sukar. Yang pertama aku menginginkan pangkat yang tinggi
yaitu pangkat jendral,., yang kedua kau harus tidak atau membatalkan berperang
dengan bangsa kami yaitu bangsa Tiongkok, Setelah kau menjalankan syarat-syaratku
itu barulah aku akan memberitahukan kuncinya agar negaramu dapat selamat dan kau
akan menjadi Czarina." kata Siau Po pada Sophia.
"ltu soal mudah, setelah aku menjadi Czarina pertama aku akan mengangkat kau
menjadi orang yang berpangkat tinggi atau yang kau sebut jendral Dan jikalau kau
ijinkan aku akan mengangkat pula kau menjadi permaisuriku. Setelah itu aku akan
membuat surat untuk kaisarmu sebagai arti perdamaian dari Bangsa Losat pada
Bangsa Tiongkok. Dan aku akan menurut apa katamu, jikalau kau menginginkan aku
bersalaman dengan kaisarmu di depan para tentara itu aku akan melakukannya, Dan
aku akan melakukan'hal yang terbaik jika kau mau melakukan pula hal yang terbaik
untukku." kata tuan putri Sophia itu pada Siau Po.
Setelah berkata demikian, Sophia mencium pipi Siau Po berulang kali dan
menanyakan apakah masih ada persyaratan yang akan diajukan.
"Bocah Tiongkok, aku pun mencintaimu, karenanya tentara Losat tak akan
menyerang Bangsa Tiongkok dan sebaiknya kita bersahabat saja. Untuk kami
berperang dengan Bangsa Tiongkok tak bakal kami dapat menang, Bangsamu itu
orangnya pandai ilmu gaib sehingga orang tak dapat berbuat apa-apa. Nah, sekarang
masih adakah syarat yang akan kuajukan lagi kepadaku?" tanyanya sambil tangannya
merangkul tubuh Siau Po dan menciuminya terus-menerus.
"Sudah tidak ada, Nah, sekarang aku akan mencari jalan yang baik untuk
masalahmu itu. Yang pertama-tama aku akan menanyakan dan mengetahui terlebih
dahulu keadaan pemerintahan Mungkin aku dapat mengambil manfaatnya dari situ."
tanya Siau Po. Putri Sophia sebenarnya pintar Melihat lagak Siau Po tuan putri itu menjadi curiga.
"Jangan macam-macam kau. Bila kau ingin kurang ajar kepadaku aku tak segansegan
membinasakan kau." ancam tuan putri itu.
Siau Po menjadi heran mendengar ancaman itu. ia lalu mengalihkan
pembicaraannya ke yang lainnya.
"Baiklah, Mari kita bicarakan saja masalah kau ingin menjadi raja atau Czarina
dengan jalan..?" katanya terputus.
"Bagaimanakah caranya" Kau tahu sendiri kalau para menteri itu sekarang telah
terpecah menjadi dua. Ada yang pro dan kontra padaku, Lalu bagaimanakah jika
mereka itu bertempur" pastilah pihakku yang akan mengalami kekalahan yang sangat
fatal" pastilah pihakku yang akan mengalami kekalahan yang sangat fatal Hal itu sangat
meng-khawatirkan aku." kata tuan putri yang tak sabar mendengar penjelasan Siau Po.
"Sekarang begini saja, kalian bersama-sama menjadi raja. Artinya kau dan Peter
sama-sama naik tahta menjadi raja, Setelah itu kau singkirkan para menteri yang
sekarang kau benci karena ia telah menentangmu, kemudian barulah secara perlahan
pula kau singkirkan Peter, Setelah kau menyingkirkan Peter barulah kau mengangkat
dirimu sebagai Czarina, Maka dengan demikian kau dapat dua keuntungan." kata Siau
Po. Sophia merasa senang mendengarkan kata-kata Siau Po.
"Namun bagaimana mengenai kata para menteri yang mengatakan bahwa wanita itu
tak dapat menjadi raja...?" tanyanya.
"Jikalau memang peraturan yang menerapkan demikian, dan kau tak dapat menjadi
raja, kau dapat menjadi kepala pemerintahan sementara!" kata Siau Po memberikan
keterangannya. "Bagaimanakah hal itu dapat terjadi?" tanya Sophia.
"Kalau bukan menjadi Czar tetapi kau tetap saja menjadi orang yang berkuasa, Buat
apa menjadi Czar kalau toh tidak berkuasa" Lebih baik menjadi pejabat pemerintah
asalkan orang lain mendengar orang itu sudah takut dan menurut apa katamu." kata
Siau Po dengan tenang. "Bagus, Bagus." kata tuan putri Sophia yang kemudian memanggil para menteri yang
mendukungnya, jumlah mereka itu lebih kecil jika dibandingkan dengan para
pendukung Peter. Kemudian kepada mereka itu tuan putri menyampaikan apa yang
dikatakan Siau Po. Para menteri itu setuju tak apa biar tuan putri tak jadi raja asalkan menjadi orang
yang berkuasa. Akan tetapi kesudahannya mereka masih masih menghendaki ada dua
Czar, yaitu Czar tua dan Czar muda.
Biar pun Peter menjadi Czar tetapi di atasnya masih ada Czar tua yaitu adik dari tuan
putri Sophia yang bernama Ivan, dan Sophia tetap menjadi Regentes.
Setelah mereka itu mengambil keputusan Sophia mengumpulkan para pasukannya,
Setelah itu ia mengundang para menteri dan para pangeran untuk memberitahukan
pada mereka tentang keputusan itu. ia menjamin tak akan sembarang dalam memecat
para menteri itu, bahkan akan menaikkan satu tingkat pada siapa yang setuju dengan
usulnya itu. Karena keputusan itu tidak mengganggu pangkat atau peraturan pemerintah, dan
para menteri yang mendukung Peter menyatakan setujunya, maka ketika salah satu
menteri memberikan kata selamat, menteri yang lainnya pun ikut memberikan kata
selamat. Bukan main puasnya hati Sophia, Kemudian ia memanggil adiknya untuk dinobatkan
menjadi Czar tua, dan Peter pun akan dikeluarkan dari tahanannya untuk dikembalikan
pada kursi kehormatannya hanya sekarang ia menjadi Czar yang muda, Setelah itu
mereka menerima kehormatan itu.
Sophia mengambil tempat duduk di bawah kedua adiknya sebagai Liop-cong-ong, ia
adalah yang memegang tampuk pimpinan sampai pada soal mempercepat atau
memberikan keputusan pada para menteri yang bersalah atau yang mendapatkan
kebaikkan, Usia adiknya, Ivan baru berumur enam belas tahun sedangkan Peter
berumur sepuluh tahun, hingga usia mereka itu masih sangat muda.
Sebagai kesudahannya Sophia memanggil Siau Po untuk menghadap kepadanya, ia
lalu mengucapkan kata terimakasihnya karena Siau Po telah berjasa kepadanya, jikalau
tidak pastilah Czarina Natalia sudah membinsakannya dalam penjara itu, serta lewat
beberapa tahun ia pasti akan memaksanya untuk mencukur kepalanya agar ia menjadi
biarawati, sehingga ia akan terkeram selama-lamanya dalam biara.
Mengingat ancaman bahaya itu ia menjadi ketakutan dengan sendirinya. Maka selain
ia memuji Siau Po, ia pun ingin memberikan hadiah dan juga pangkat yang tinggi.
Siau Po sebaliknya, ia menganggap tipu dayanya itu tidaklah berarti apa-apa di mata
bangsa Tiongkok, ia berkata dalam hati dirinya adalah orang yang tidak berarti bila di
Tiongkok tetapi di sini sangatlah di hormati, di pandang pintar sebagai Cukat Liang
alias Khong Beng. Hampir saja Siau Po berbicara yang tidak-tidak, untunglah ia ingat pada sesuatu hal,
jikalau ia dianggap pintar luar biasa, ada kemungkinan putri Sophia akan menahannya
terus menerus agar ia tinggal di negara Losat, Karena takut akan hal itu Siau Po
kemudian merubah jalan pikirannya.
"Tuan putri yang mulia, sekarang Tuan putri telah menjadi wali dari Czar, maka kelak
di kemudian hari tak sulit buat aku untuk naik pangkat dan kau akan naik tahta sebagai
Czarina, singkatnya jikalau Tuan putri berpegang pada sesuatu dan mentaatinya,
pastilah setiap orang akan takluk dan tunduk pada tuan putri." katanya kemudian.
Putri Sophia heran bercampur senang.
"Apakah itu" Cepat kau katakan!" katanya,
"Tuan putri harus dapat membuktikan setiap kata-kata yang telah diucapkan. Katakata
kaisar kami di Tiongkok adalah kata-kata emas dan setiap kata-kata yang telah
diucapkan tak bakal akan ditarik kembali atau disesali, justru itu yang harus
diwujudkan dan dijalankan sama sekali dia tidak menyesal karenanya." kata Siau Po.
"Apakah yang pernah aku janjikan padamu" Apakah kau takut kalau aku nantinya
akan menyangkalnya" Oh, anak Tiongkok yang harus dicintai kata-kata Bangsa Losat
yaitu kata-kata batu permata, karena kata-kata itu jauh lebih mahal dari pada kata-kata
emas atau perak yang kau katakan sebagai kata-kata kaisar Tiongkok atau daerah
asalmu itu." kata tuan putri Sophia pada Siau Po.
Bagian 67 Segera setelah itu Sophia mengeluarkan firmannya, yang isinya mengatakan Siau Po
mendapat pangkat kehormatan, yaitu "Graaf, gelar kedua dari raja muda, dan diberikan
pula wilayah kekuasaan dengan tentaranya, setelah itu Sophia memerintahkan pada
menterinya untuk menulis sepucuk surat yang ditujukan pada kaisar Tiongkok dan yang
ditugaskan mengirim surat itu adalah Siau Po yang dikawal oleh pasukan Kozak dan
utusan Losat. Di samping itu Siau Po dihadiahkan banyak uang emas, perak, dan juga
permata, serta banyak lagi yang lainnya.
Buat kaisar Tiongkok Sophia juga memberikan hadiah yang cukup banyak. Hal itu
dimaksudkan untuk tanda persahabatan.
Sebagai pengiring atau pelayan pribadi Siau Po, Sophia pun memilih dan
menyerahkan sejumlah pria yang tampan-tampan, agar Siau Po memperoleh
pelayanan yang menyenangkan selama dalam perjalanan itu.
Ketika tiba harinya Siau Po harus berangkat menjalankan tugas itu, Sophia berat
sekali melepaskannya, Selama beberapa bulan mereka berdua tak pernah berpisah,
dan kali ini mereka harus berpisah untuk sekian lama.
Pada suatu hari Siau Po berangkat dengan menunggang kuda pilihannya yang
diiringi dengan pasukan Kozak, ia melarikan kudanya di antara angin musim semi, dan
kaki kuda mereka terdengar sangat asyik sekali.
Hal itu membuat Siau Po senang dan ia berkata dalam hati. "Setelah aku lolos dari
ancaman maut sekarang aku dapat pulang dengan mengepalai pasukan tentaraku ini,
padahal aku hanya dapat membantunya sedikit saja pada putri itu. Semua ini berkat aku
banyak melihat dan mendengar cerita itu."
Pada suatu hari tibalah rombongan Siau Po di Tiongkok tepatnya di kota Pakhia.
Kong Cin-ong, So Ngo Ta dan yang lainnya merasa heran bercampur girang dengan
kedatangan Siau Po, apa lagi mereka melihat Siau Po pulang dengan tidak kurang
suatu apa pun, dan kedudukan sebagai utusan dari bangsa asing.
Semenjak Siau Po berangkat dengan pasukan airnya dahulu itu, ia lalu tak ada kabar
beritanya lagi, pernah beberapa kali pemerintah memerintahkan untuk mengadakan
penyelidikan tetapi hasilnya tidak ada, hingga orang melupakannya, Ketika itu
jangankan Siau Po sendiri, perahu layarnya pun tak tampak, karena itu mereka
menganggap sang badai telah membinasakannya.
Kaisar Kong Hie pun girang sekali, ia lalu memerintahkan seseorang untuk
memanggilnya menghadap. Siau Po sangat gembira menyaksikan rajanya girang, maka setelah masuk
secepatnya ia memberikan hormat pada junjungannya, dan setelah itu ia memberikan
keterangan sebelum ditanyakan.
Dahulu sewaktu kaisar Kong Hie memerintahkan untuk menghancurkan kaum Sin
Liong Lay dengan membawa pasukan air juga untuk membekuk ibu suri maka di
samping ia mentitahkan tugas hambanya, ia senang mendengar berita bahwa pulau itu
telah hancur, hanya sayang ibu suri itu telah berhasil meloloskan diri, sebaliknya Siau
Po sudah berhasil mengikat tali persahabatan antara negara Losat dengan negaranya.
Karena girangnya raja terus menanyakan hal itu sampai berulang-ulang kali sampai
jelas, Dan Siau Po menerangkan segalanya sampai pada soal putri Sophia yang
bertindak dan memperoleh kedudukannya yang agung dan berkuasa.
Kaisar Kong Hie tertawa. "Kau hebat! Dengan apakah kau mengajari wanita Bangsa Losat itu mengangkat
dirinya?" tanyanya. Siau Po tersenyum. Besoknya, Kaisar Kong Hie mengijinkan utusan kaisar itu untuk menghadapnya di
istana, Kaisar Kong Hie menyambutnya dengan baik, dan ia menerima hadiah dari putri
Losat itu. sebaliknya ia pun memberikan bingkisan kepada putri Losat berupa
barangbarang dari Tiongkok, sedangkan Siau Po ditugaskan untuk mengantarkan tamu dari
Bangsa Losat itu berkeliling. Para tamu utusan dari negara Losat itu sangat kagum
menyaksikan Tiong-kok yang telah memiliki meriam-meriam besar.
Di lain waktu setelah utusan itu pulang, kaisar Kong Hie mengangkat Siau Po
menjadi Tiong Yong Pek Graf yang setia dan gagah, hingga para menteri memberikan
kata selamat padanya. Sementara itu Siau Po mendapatkan kenyataan Oey Congpeng dan yang lainnya
belum juga pulang ke kota raja, ia menerka bahwa mereka itu takut karena kepala
perang mereka lenyap, karena itu ia lalu memerintahkan dua orang untuk memanggil
mereka pulang. Pada suatu hari Kaisar memanggil Siau Po ke kamar tulisnya untuk memperlihatkan
tiga helai surat laporan yang diletakkan di atas meja.
Siau Po mendekati surat laporan itu untuk melihat lebih jelas lagi, ia mendapatkan
kenyataan yang ia tidak mempunyai pegangan, dan ia meminta pada rajanya untuk
memberikan gambarannya. Kong Hie tersenyum, lalu mengangkat tangannya untuk memberikan isyarat dengan
jarinya, dan telapak tangannya di buka untuk memperlihatkan gerakan bacokan
sebanyak tiga kali. Melihat isyarat bacokan itu Siau Po tertawa.
"Hamba mengerti sekarang, itulah laporan dari Gouw Sam Kui, Siang Ko Hie dan
Keng Ceng Tiong, ketiga penghianat itu." jawabnya.
"Kau memang sangat cerdas! sekarang coba kau terka ketiga laporan itu!" kata
kaisar. "Sulit bagi hamba untuk menerkanya! Apakah laporan itu datangnya bersamaan?"
tanya Siau Po. "Tidak. Namun beda hari tak seberapa jauh." jawab Kaisar,
"Rupanya pikiran ketiga penghianat itu satu rupa. Apakah pikiran itu hamba tidak
dapat menerkanya, Akan tetapi isi laporan itu bernadakan kurang baik.." kata Siau Po.
Kong Hie menepuk meja, Lalu katanya "Benar terkaanmu! Laporan yang pertama
datang dari Siang Ko Hie si tua bangka, dia mengatakan yang usianya sudah lanjut,
berniat mengundurkan diri untuk pulang ke Liau tong tapi ia membiarkan putranya,
Siang Cin Sam tinggal menetap di Kwie Tang.
Menurut aku jikalau benar Siang Ko Hie ingin kembali ke Liau tong tak usah putranya
tinggal di Kwi Tang. Rupanya Kheng Tcang Toak dan Gouw Sam Kui mendengar
tentang laporan Siang Ko Hie itu lantas mereka mengajukan laporan masing-masing.
Berkata begitu raja mengambil sehelai laporan, "lni dia laporan Gouw Sam Kui,"
katanya pula, ia mengajukan alasan bahwa ia sudah lanjut usia dan lemah, Dia
menyebut tentang pengunduran dirinya dari Siang Ko Hie. Aku menduga ia hanya


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hendak mencoba-coba hatiku, berani atau tidak meluluskan permintaannya itu, jelas dia
bukannya bertindak sendiri-sendiri justru dia berserikat dengan Siang Ko Hie dan
Kheng Ceng Cong...."
Kemudian raja mengambil laporan yang kedua, "lnilah laporan Kheng Ceng, dia
menyebutkan bahwa dia sudah berperang, Dia ingin beristirahat dan demikian pula
Siang Ko Hie mau mengundurkan diri. Tapi anehnya, pernyataan mereka sama yaitu
bahwa sementara itu mereka tidak mau melepaskan kekuasaan Apakah mereka masih
memandang mata terhadapku?"
Saking mendongkolnya kaisar melepaskan atau melemparkan surat itu ke atas meja.
"Jika demikian adanya, jelas sudah maksud utamanya mereka itu." kata Siau Po.
"Oleh karenanya Sri Baginda, baiklah dikirim angkatan perang guna menghukum
mereka itu berikut semua anggota keluarganya masing-masing. Semua harus dihukum
mati kecuali semua anggota wanitanya yang harus diserahkan kepada anggota menteri"
"Jika kita menghukum mereka semua akan ada kemungkinan rakyat merasa janggal
karena mereka tidak tahu pokok masalahnya dan mereka menuduh kita keterlaluan
yaitu setelah berjasa menteri itu tidak dihargai.
Maka aku pikir lebih baik kita berhentikan saja, Dengan demikian kita dapat melihat
gerak-gerik mereka lebih jauh, syukur apabila mereka berdiam saja. Tetapi satu kali
mereka bergerak maka ada alasan untuk kita menghukumnya."
"Bagus, Sri Baginda dapat memikir sempurna!" si kacung memuji.
Raja menatap hambanya itu.
"Apakah kau memikirkan buat memimpin pasukan perang penghukum?" tanyanya
kemudian sambil tertawa. "Selain hamba ini bocah cilik, mana dapat memimpin satu angkatan perang" Paling
tepat Sri Bagindalah yang dapat memimpinnya dan hamba hanya dapat di depan
membuka jalan dan memasang jembatan sampai ke Inlam." jawab Siau Po.
Kong Hie menyerahkan rekesnya pada Pa Tay, menteri yang berpangkat Tay Kak Su
dari istana Tiong Hoa Tian merangkap Lee Pou Siangsie, ia meminta agar para menteri
membacakan atau mengutarakan masing-masing pikirannya.
"Sri Baginda, ketika orang raja muda itu mengundurkan diri bukan maksud hati yang
sungguh-sungguh tapi mereka ingin mengukur kemampuan pemerintah." kata Kong
Cing Ong Kia. Di mana ketiga-tiganya menyebut mereka tempat penting bagi segi ketentaraan, tapi
mereka minta mengundurkan diri sementara itu tempatnya tidak mau dilepaskan."
"Jadi menurutmu mereka tak usah dikeluarkan?" tanya raja.
Wee Cu Ciak tidak menjawab langsung pertanyaan junjungannya itu, tapi ia
menyebut Loo Cu yang tak suka dengan peperangan.
"Memang perang itu berbahaya karena rakyatlah yang menjadi sasaran namun
apakah kau pikir masalah tersebut akan selesai dengan memberikan hiburan?"
"Apakah kau pikir terjadi pemberontakan apabila akan terjadi pergeseran?" kata
Baginda. "Benar." sahut Boancin.
Raja lantas menanyakan pikiran Tayhaksu. "Bagaimana dengan kau?" tanyanya..
"Kedudukan ketiga raja muda disebabkan pemerintah hendak membalas jasanya,
sekarang ini mereka tidak melakukan kesalahan besar, maka kalau dipecat mereka
akan berkata bahwa pengorbanannya selama ini tidak dihargai sama sekali." jawab Lip
Tik. Siau Po mengharapkan agar orang Boangciu itu menentang pikiran para menteri
yang menentang terjadinya pemecatan.... Tapi Boangciu merasa perlu dukungan
terhadap menteri akhirnya ia pun menambahkan keterangan "Kau salah mengerti," kata
Siau Po. So Ngo mengira junjungannya itu memujinya.
"Kau pandai ilmu silat dan perang bagaimanakah pendapatmu?" kata kaisar terhadap
Tayhaksu, "Sebenarnya hamba tidak pandai, namun kebaikan hati hamba hingga
menjabat sebagai menteri... pendapat hamba kalau ketiga raja muda itu digeser ke
Liauwtong sedangkan pasukan mereka terdiri dari beberapa laskar maka itulah yang
perlu dipikir." "Apakah itu perlu dipikir" Liauwtong menjadi wilayah yang besar dan di sana terdapat
kuburan leluhur kita, Kalau raja muda mempunyai maksud serong, dengan jumlah
tentaranya itu mereka sukar dikekang."
Raja berpaling kepada Pengpao Siangsie Beng cu, menteri perang, "lnilah urusan
yang termasuk di dalam kekuasaanmu bagaimanakah pendapatmu?"
"Sri Baginda cerdas luar biasa, pandangan Baginda jauh diwaktu menghadapi segala
urusan, biasa Sri Baginda melebihi kami seratus kali lipat. Mengenai soal raja muda
itu, sebenarnya mereka digeser atau tidak itu sama-sama ada cacatnya, ada juga
keburukannya, Memikirkan masalah itu beberapa malam hamba tak dapat tidur
nyenyak." Sekarang ini menurut pikiran hamba, sebaiknya Sri Baginda sendiri yang
memutuskannya, kami semua menurut saja, Hamba percaya keputusan Sri Baginda
takkan gagal, bahkan sebaliknya itu akan berhasil baik. Akhirnya pasti tay-kit- taylie,
ban sucie-li.., berlaksa urusan terwujud dengan benar sesuai dengan apa yang telah
diharapkannya." Siau Po kagum terhadap menteri perang itu dan berkata.
"Dari seluruh menteri di istana ini tak ada yang kepandaiannya melebihi kepandaian
menteri yang satu ini. Dia sangat pandai menepuk punggung kuda. Orang semacam dia
perlu kuangkat sebagai guruku, Kelak di belakang hari mahluk ini pasti berhasil
menanjak tinggi di kepangkatan, dia akan sangat beruntung berbahagia dan mulia..."
Bocah ini berpemandangan jauh, benar seperti apa yang dia pikir, kelak di belakang
hari Beng Cu memang bakal mendapat kepercayaan yang besar sekali dari kaisar Kong
Hie. Kaisar tersenyum. "Harap Sri Baginda ketahui, hamba bukan memuji tapi ini bukti, bicara yang benar
apa yang terlihat." kata Siau Po. semenjak Kementrian peperangan mendengar berita
tentang gerak-gerik ketiga raja muda itu, baik siang maupun malam, hamba sedang
memikirkannya sehingga hamba tidak dapat istirahat dan tidur nyenyak, sampai juga tak
napsu makan, Hamba selalu memikirkan daya guna mengatasi soal rumit yang
berbahaya itu, Hamba pula berpikir keras, andaikata kekerasan harus digunakan,
bagaimanakah caranya mesti bertindak supaya gerakan tentara itu berhasil
memuaskan. Nyatanya sekarang ini Sri Baginda sangat cerdas dan sebaliknya hamba semua
sangat tolol Sebab ketika hamba berpikir keras tanpa hasil, Sri Baginda sendiri tak
kelihatan bingung, Dasarnya Sri Baginda berbintang Cie Bie Chee yang turun lahir ke
dunia, kami yang berasal orang biasa, mana sanggup menimpalinya" Demikianlah
hamba dapat menanti saja, segala perintah Baginda nanti dapat hamba
menunaikannya...." Mendengar keterangan itu, para menteri mencaci dalam dirinya, sungguh manusia
tak tahu malu berani menjilat raja di depan orang banyak secara mencolok, walaupun
mereka pada berdiam saja.
"Hai Siau Po! Kau pernah ke Inlam, bagaimana katamu tentang urusan ini?" kata
Raja. "Sri Baginda, mengenai urusan raja dan negara yang besar yang sangat penting,
hamba tidak mengerti apa-apa. Namun kata Gouw Sam Kui kepada hamba, andaikata
dibelakang hari terjadi perubahan hamba tidak boleh mengkhawatirkan apa-apa.
Pangkat hamba ini ada harapannya menanjak naik tapi tak dapat turut.
Hamba tidak tahu apa maksud kata-kata itu, terus hamba bertanya, perubahan
apakah yang akan terjadi" Dia menjawab, nanti saja setelah tiba saatnya pasti hamba
tahu sendiri. Ya, Sri Baginda, pasti Gouw Sam memberontak sekarang ini sudah sedia dengan
jubah naganya, sekarang dia telah mengumpamakan dirinya sebagai harimau yang
galak, serta menganggap Sri Baginda hanya burung kepodang...."
Kaisar hanya mengerutkan keningnya.
"Apakah arti harimau dan burung kepodang?" tanyanya.
"Maksud kata tersebut ialah Gouw Sam mempunyai tiga buah batu mustika yang
menurutnya itu sangat berharga sekali, tapi sekarang belum memuaskannya lantaran
masih ada kekurangannya, Mustika pertama sebesar telor ayam berwarna merah mirip
darah ayam, Mustika itu disulam pada kopiah kebesarannya dan katanya batu mustika
ini besar, sayang kopiahnya kecil..."
Menteri yang lainnya bingung, Mereka mengartikan sendiri artinya mereka
menginginkan kerajaan. Mustika yang lainnya berdasar putih mirip gubahan, Mustika harimau itu cuma ada
pada jaman Kaisar Tio Kong dan Cu Goan Ciang yang pernah berhasil memburunya,
Dan paling belakang yaitu Coh Coh bersama Louw Pie, satu kali Gouw Sam
meletakkan benda itu di atas kursinya... Dia bilang inilah kulit harimau yang sulit
diburu, sayang sekali kursi umum ini yang ditempatinya."
Kaisar mengangguk dalam hatinya Coh Coh tak pernah menjadi kaisar tapi dia
mengiakan saja si bocah kecil ini.
Mustika yang ketiga sebuah sekesel yang terbuat dari batu marmer berukiran gambar
panorama yang di situ terdapat sebuah pohon kayu yang sebatang pohonnya di
menclokkan untuk tempat burung kepodang.
Di bawah pohon terdapat harimau besar, Mengenai sekeselnya itu sangat berharga
makanya sayang sekali harimau mendekam dan burung menclok di tangkainya...!"
"Semua mustika itu hanya kata-katanya saja, belum tentu ada niat untuk
memberontak." "Sungguh Sri Baginda sabar dan berhati mulia! Sungguh Sri Baginda menyayangi
orang pandai! Namun syukur andaikata Gouw Sam mempunyai kesadaran dan
membalas budi pada Sri Baginda, Akan tetapi kenyataannya lain, dia memberikan
hadiah para raja-raja muda dan para menteri dalam istana tapi pada raja tidak pernah
mempersembahkan apa-apa."
Sri Baginda tertawa. "Memang Sri Baginda baik sekali, tapi Gouw Sam selalu minta uang, dan kalau
mendapatkan ditinggalkan separuh di kota raja untuk dikirim pada pembesar-pembesar,
Pernah hamba katakan, Ongya suka menghadiahkan uang dan bertangan terbuka,
Melihat itu hamba nyeri sendiri."
"Ah, tahu apa kau bocah kecil! Aku hanya menitipkannya, nanti bertahun kemudian
mereka akan membalas jasaku dan membayar utangnya dengan bunga."
"Hal itu hamba merasa tidak mengerti, hamba bertanya lagi. Ongya bagaimana
caranya membayar" Bukankah hadiah sudah diberikan secara sukarela dan bukankah
Ongya menghadiahkan pada mereka, dan bukan mereka meminta pada Ongya"
Mendengar itu dia tertawa lebar dan dia memberikan aku sekantong uang dan berkata
pada hamba agar hamba mengambil uang itu sebagai hadiah dengan syarat hamba
bercerita baik tentang dia pada Sri Baginda dan kalau Sri Baginda mau memecatnya
hambalah yang harus dapat mencegahnya, Uang itu tak ditagihnya kalau hamba
berhasil katanya." Berkata begitu Siau Po mengeluarkan sebuah kantong sulam dari sakunya terus
mengangkatnya tinggi-tinggi hingga orang dapat melihat empat hurup pada kantong itu
yang berbunyi "Peng See Ong Hu" yang artinya "lstana Peng See Ong Hu" dan menarik
talinya sehingga keluarlah benda jatuh nyaring bunyinya, Ternyata isinya sejumlah
mutiara, batu permata serta batu kumala yang indah-indah cahayanya menyilaukan
mata. Itulah yang diterima Siau Po dari Gouw Sam sebagai bahan sogokan dan sejumlah
uang dari orang-orang yang menyogoknya.
Kaisar tersenyum dan berkata, "Kau telah membuat perjalanan ke Inlam, kiranya kau
telah memperoleh hasil yang besar sekali."
"Hamba tidak menghendaki semua permata dan barang ini. Silakan Baginda
menghadiahkan semua ini kepada orang." sahut Siau Po.
"lnilah barang yang Gouw Sam Kui dapatkan untuk dihadiahkan padamu mana dapat
aku menghadiahkannya kepada orang lain lagi?"
"Tetapi Gouw Sam Kui menghadiahkan ini pada hamba agar hamba mau
mendapatkan berbicara mendustai Baginda menganggap baik dirinya dan mencegah
Sri Baginda andaikata hendak memecatnya. Hamba setia pada Baginda, tak dapat
hamba menggunakan barang ini, tak dapat hamba katakan bahwa Gouw Sam Kui itu
orang baik, setia, jujur, pendusta. inilah milik Sri Baginda sendiri dan Sri Baginda
bebas merdeka untuk menghadiahkannya kepada siapa saja.
Dengan Sri Baginda yang menghadiahkannya sendiri, Sri Baginda menjadi sudah
melepaskan budi, Hingga tak usahlah Gouw Sam Kui yang sebaliknya menjadi orang
baik yang berhasil membeli hati orang..."
Tak disangka ternyata ada musuh dalam selimut yang hampir menjadi peperangan
yang sangat besar dan menguasai Sri Baginda, Berkat hati yang mulia dan
kepercayaannya kepada Beng Cu dan Siau Po yang pandai segala muslihat Gouw Sam
Kui terbongkar semua para menteri yang merasa pernah mengalami menjadi risih dan
malu hati. itulah otak-otak licik dari sang pemberontak.
Kaisar Kong Hie tertawa bergelak.
"Sungguh kau setia, Nah semua permata ini aku hadiahkan saja kepadamu." Berkata
begitu raja pun merogoh sakunya untuk mengeluarkan sebuah arloji emas.
"Dan ini hadiah istimewa lainnya untukmu." katanya pula.
Dengan tersipu-sipu Siau Po bertekuk lutut dan mengangguk-angguk, lalu dengan
mengangkat kedua tangannya, ia menyambut hadiah itu. ia pun mengucap terima kasih
berulang-ulang, ia merasa girang bukan kepalang.
Sementara itu para menteri yang telah menerima hadiah Gouw Sam Kui merasa tak
enak hati walaupun mereka tahu Siau Po hanya mengoceh saja, Di antara mereka ada
juga yang menerima hadiah Peng See Ong dengan perantaranya kacung itu.
Toh mereka ketahui bahwa baik raja dan hambanya itu bagaikan tengah
bersandiwara, Ocehan Siau Po tak masuk di akal, Tak bakal Gouw Sam Kui bicara
sedemikian rupa dengannya, Pun heran sang raja tidak bergusar mendengar ocehan
itu. Beng Cu yang cerdas segera berkata. "Wie Touwtong sungguh mengagumkan! Kau
muda, gagah dan cerdas sekali. Terhadap Sri Baginda kau sangat setia, Bagaimana
hebat Touwtong dapat masuk ke istana Gouw Sam Kui serta mendapatkan rahasia raja
muda itu. Syukur ada Touwtong, jikalau tidak, siapa yang bakal mengetahui Gouw Sam
Kui mempunyai maksud mendurhakai, sedangkan dia sudah menerima budi besar
sekali dari negara."
Mendengar suara si raja muda, legalah hati para menteri, Mereka menyetujui katakata
itu, yang dianggap dapat merendahkan raja sekaligus mengangkat-angkat Siauw
Po. Pangeran Kong Cin-Ong dan Su Ngo Tu bersahabat kekal dengan Siau Po, mereka
dapat menerka hati si kacung. Maka mereka juga turut bicara dengan masa menindih
Gouw Sam Kui. Setelah itu beberapa orang menteri lainnya turut bicara juga bahkan di
antaranya ada yang mengatakan dipecat.
"Gouw Sam mempunyai niat mendurhakai, walau demikian bukti yang kuat masih
belum ada, Maka itu buat sementara kita bersabar Aku pikir dia harus diberi
kesempatan untuk merubah pikirannya itu, sekarang ini baiklah kalian jaga supaya
pembicaraan kita ini tidak sampai bocor dan sampai pada telinga dia itu."
Kaisar Kong Hie lantas mengeluarkan sehelai kertas kuning dari dalam sakunya dan
berkata kepada menterinya, "Coba kalian lihat, keputusanku tepat atau tidak! Ubahlah
apa yang harus dirubah!"
Menteri Pa Tay menyambut surat keputusan itu dan lantas membacanya, itulah surat
pindahan bagi Gouw Sam Kui, yang sekalian dipersilakan membawa semua
pasukannya berangkat ke kota raja, katanya untuk berdiam di dampingnya kaisar, guna
sama-sama melindungi negara.
Mendengar perintah itu, para menteri memberikan pujiannya, bahkan Beng Cu
memuji cara penulisannya, "Memang lebih baik Gouw Sam Kui menerima panggilan
agar tidak terjadi bencana perang pada rakyat." kata raja.
"Sekarang ini perlu dua utusan yang pandai untuk ke Inlam agar mereka dapat
berbicara baik dengan Gouw Sam Kui...."
Ucapan itu dengan sendirinya ditujukan pada si kacung kita karena dialah yang
dianggap paling pintar dan cerdik dalam menghadapi masalah ini.
"Jikalau tugas ini diberikan padaku, aduh... tugas yang sangat berbahaya. Waktu itu
saja mengantarkan teman intim perempuan hampir saja jiwaku melayang.... sekarang
memanggil Gouw Sam Kui berarti pemecatan, apa mungkin ia mau ikut?" pikirnya.
Siau Po ingat, bahwa kalau ia ke Inlam pasti bertemu dengan A Ko si jago hati,
Bukankah itu kesempatan baik" Akhirnya hatinya menjadi hangat.
"Siau Po pintar, pandai, cerdas, dan jujur ia juga membenci kejahatan." kata Beng
Cu. "Sri Baginda, alangkah baiknya yang diutus itu Leepou Sielong Ci Erl dan Halim
Haksu Ta Erl Lie." Akhirnya raja setuju untuk mengutus kedua menteri tersebut guna
merayu Gouw Sam Kui. Sampai di situ sidang ditutup, Baginda mengundurkan diri dan mengajak Siau Po
masuk ke dalam keraton. "Bagus Kacung, kau telah menabur duit. Kalau tidak, mungkin ada menteri yang
masih membicarakan tentang Gouw Sam Kui itu." kata Kong Hie. "Tapi Gouw Sam Kui
itu susah dilayani, Dia lihat dan semua tentara begitu juga panglima perangnya,
seandainya dia mengangkat senjata dan Bangsa Han tahu tentang ini, pasti dia akan
membantunya." "Sebenarnya Bangsa Han yang suka padanya hanyalah pengikutnya saja tapi
masyarakat banyak yang membencinya karena ia pengecut." kata Siau Po.
Kaisar mengangguk dengan serius.
Kong Hie berjalan mondar-mandir lalu menyapa Siau Po, "Kau tentu capek sekali,
Sudah beberapa kali kutugaskan keliling negara dan propinsi, kali ini kau kutugaskan
lagi ke tempat yang indah sekali,"


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tempat yang paling indah di bawah kolong langit ini adalah berdekatan dengan Sri
Baginda, Sungguh kalau mendengar suara Baginda hamba merasa lega. ini benar
hamba tidak mengumbar omongan." sahut Siau Po.
Kaisar mengangguk. "Memang benar kau lain dari pada yang lain. Aku raja dan kau hamba, tapi
sepertinya kita sudah sejodoh. jarang hal ini terjadi, Tertawa pun sudah senang rasa
hati ini." kata raja.
"Semoga seumur hidup hamba dapat melayani Baginda!" ia sukar mengeluarkan
kata-katanya karena sangat terharu.
"Baiklah! Enam puluh tahun aku menjadi raja dan enam puluh tahun pula kau jadi
hamba, Kita berhutang satu sama lain dari awal sampai akhir."
"Sri Baginda, jika Baginda memangku jabatan selama seratus tahun hamba pun akan
menjadi pelayan Baginda selama seratus tahun juga." katanya.
"Seratus tahun" Kau tahu kalau aku akan mengutus kau untuk ke Yung ciau, setelah
dari sana kau pulang ke kampung halamanmu dengan mengenakan pakaian sulam!"
kata sang raja. Siau Po tidak mengetahui apalah arti pakaian sulam itu, maka ia pun bertanya pada
sang raja mengenai pakaian sulam itu.
Kaisar tersenyum. "Di kota ini kedudukanmu sangatlah mulia, maka itu jikalau kau nanti akan pulang ke
kampung halamanmu kau harus dapat membuat mereka itu menjadi senang dan
bangga, Bukankah itu sangat bagus" Bukan dengan demikian derajat ayah bundamu
akan terangkat juga?" kata raja.
"Oh Baginda, kau sangat baik sekali terhadapku!" kata Siau Po.
Raja menatapnya. "Apakah kau kurang puas dengan itu?" tanya sang raja.
Dengan cepat Siau Po menggelengkan kepalanya yang menandakan bahwa ia
merasa sangat puas dengan pemberian raja itu.
"Jikalau kau nanti sampai di kampung halamanmu, tak ada salahnya jika kau mencari
ayahmu, Semoga saja kau diberkati Tuhan dan kalian dapat bertemu satu dengan yang
lainnya, Siau Po, aku menugaskan kau ke tempat itu adalah pekerjaan yang mudah,
kau hanya membangun tempat suci di sana." kata raja pada Siau Po.
"Bukankah itu sama dengan Kwan Tee Bio" Siau Po mempertegas karena ia belum
dapat mengetahui maksudnya."
"Ya, Demikianlah kira-kira, Tentara Ahala Ceng telah memasuki Tionghoa dan di kota
itu telah membunuh banyak orang dengan cara yang sangat kejam, dan hatiku
merasakan tidak tenang." kata raja.
"Memang peristiwa itu sangatlah kejam, Ketika itu sampai di katakan di setiap tempat
terdapat banyak mayat-mayat berserakan, dan di dalam sumur masih banyak terdapat
mayat dan tengkorak, Ketika itu hamba dan juga Baginda belum lahir, hingga kita tidak
mengalaminya!" "Demikianlah keadaannya, peristiwa itu adalah peristiwa leluhurku. Dan aku
menganggap peristiwa itu adalah perbuatanku sendiri Kau tahu atau tidak?" tanya sang
raja. "Hamba tahu Sri Baginda, dialah yang dipanggil Su Kok Pouw Su Ko Hoat, mati
karena membela tempat itu. Dialah orang gagah yang mencintai bangsa dan juga
negaranya, jika kita menyebut nama itu, orang di tempat itu pasti akan mengeluarkan air
mata, di seluruh tempat terdapat kata-kata yang isinya memujinya." Kaisar itu
mengangguk. "Ya. Dia memang seorang yang gagah dan mencintai negara dan memang orang
banyak yang menghormatinya." katanya, "Dengan membawa firmanku kau pergi ke
sana dan menggumam di depan umum yang isinya memerintahkan pada rakyat agar
mereka itu mau menghormati orang yang kita sebut tadi. Tak perduli dia itu musuh kita
ataukah bukan, karena ia adalah seorang yang gagah dan seorang laki-laki sejati,
pendekar seperti dia haruslah kita menghormati, dan sudah banyak patung untuk
tempat beribadah. Dan aku minta kepadamu supaya membagikan hadiah dariku dan
aku akan membebaskan pajak selama tiga tahun." kata sang raja, Siau Po menarik
napas. "Baginda, adalah sangat baik, makanya aku akan berlutut beberapa kali di depan
Baginda sebagai tanda hormatku." kata Siau Po.
Kaisar tertawa mendengar kata-kata hambanya itu.
"Jikalau demikian dahulu itu kau berlutut bukan sungguh-sungguh terhadapku,
melainkan hanya main-main. Benarkah itu?" tanya sang raja,
"Ada kalanya aku bersungguh-sungguh, dan ada kalanya aku hanya menjalankan
tata kehormatan saja." kata Siau Po sambil tertawa, ia mengutarakannya sangatlah
berani. Raja tertawa. "Apakah raja mempunyai cara yang baik dalam hal ini" Aku dapat menaksir jika kita
membangun tempat beribadah itu, rakyat Han akan mengetahui kalau Baginda telah
memperhatikannya, Dengan berbuat kebaikan itu kalau nanti Gouw Sam Kui dan
kawan-kawannya akan memberontak untuk membangun kerajaan Beng, rakyat akan
berkata, apalah buruknya kerajaan Ceng" Sungguh Baginda sangat cerdik dan sangat
baik hati!" kata Siau Po.
Kaisar mengangguk. "Kata-katamu itu benar, tetapi dengan aku memberikan mereka hadiah dan
membebaskan pajak bukanlah berarti aku akan mengambil hati pada mereka, Aku
hanya ingin berlaku secara jujur." kata sang raja.
"Dengan Baginda membangun tempat ibadah itu rakyat akan mengatakan kalau
menjadi pembela negara itu sangat baik sekali, tetapi jikalau menjadi penghianat itu
sangat jahat Dan jikalau Gouw Sam Kui datang akan mengadakan pemberontakan
pastilah rakyat tidak akan memandang mata padanya dan menganggapnya orang yang
tidak tahu balas budi." kata Siau Po.
"Kau benar, Kita harus mengumumkannya secara terbuka, barang siapa yang telah
menjadi pembela negara dialah orang yang beruntung, dan jika barang siapa yang telah
berkhianat pada negara, dialah orang yang akan merugi. Dengan cara itu orang takkan
mau menjadi orang yang merugi." kata raja.
Kemudian raja menceritakan sejarah bangsanya pada Siau Po, dan orang yang
diajaknya bercerita hanya diam saja tetapi kemudian ia mengangguk mengerti akan
jalan cerita itu. Maka dalam hati Siau Po berkata.
"Oh, ternyata Bangsa Boan, dan Bangsa Tartar adalah satu keturunan dengan
Bangsa Gut Put Hat Bie Cie, dari bangsa Kiam! Agaknya kau beda jauh dengan
leluhurmu!" katanya.
"Jikalau tidak salah Gunung Ong Ok San dalam propinsi Holam di sana terdapat
tentara Gouw Sam Kui yang disembunyikannya, Benarkah itu ada di sana?" tanyanya.
"Ya benar, jikalau Baginda tidak menyinggung-nyinggung masalah tentara Gouw
Sam Kui pastilah hamba telah melupakannya." kata Siau Po. "Dan hamba mengetahui
kalau Baginda akan melakukan penyerangan tetapi tidak secara tiba-tiba melainkan
langsung." katanya pula.
Kaisar tertawa. "ltu sangat tepat sekali, karena di dalam istana banyak sekali mata-mata Gouw Sam
Kui makanya jika kita mempunyai maksud pastilah ia telah mengetahuinya, jikalau ia
telah tahu dan pastilah akan mengadakan pemberontakan secepat mungkin, dan itu
sangat berbahaya, ia mengetahui kekuatan kita sebaliknya kita tidak mengetahui
kekuatannya. Karenanya jika terjadi peperangan maka kitalah yang akan mengalami kekalahan
Maka juga sudah selayaknya jika kita mengetahui kekuatan musuh kita itu, dengan
demikian jikalau kita berperang seratus kali maka dalam seratus kali juga kita akan
mengalami kemenangan."
"Semua pembesar telah tahu kalau aku telah ditegur, Akan tetapi jika Gouw Sam Kui
mempunyai mata-mata pastilah ia telah melakukan pemberontakan maka ia akan
mentertawakan Baginda." kata Siau Po.
"Sekarang kau pergi ke sana dan kau bawa pasukan yang banyak, Di sana kau harus
membuat mereka itu hancur semuanya, Kau menyerang secara tiba-tiba, sebab
pasukan itu sangat dekat dengan kota raja sehingga terlalu berbahaya." kata raja.
"Sekarang kau pergi untuk memikirkan cara mengadakan penyerangan itu, Lewat
dua hari barulah kau kembali." katanya pula.
Siau Po pergi ke luar, dan sesampainya di luar dia menjadi bingung siapakah yang
akan membantunya mengadakan peperangan itu, sebab dia sendiri tidak dapat
melakukan peperangan Dalam negaranya memang banyak terdapat tentara yang ahli
dalam peperangan tetapi mereka itu berpangkat jendral Aku tak pantas memintanya
untuk memikirkan cara mengadakan penyerangan itu.
Siau Po dari duduk lalu berdiri yang selanjutnya berjalan mundar-mandir di kamar.
Memang banyak para panglima yang ahli, tetapi mereka belum tentu ahli dalam
peperangan contohnya aku sendiri, aku orang yang berpangkat tetapi aku tak pandai
berperang. Siau Po tertawa sendiri kapan ia ingat lakonnya, ia hanya mengandalkan
kecerdikannya serta nyali yang besar. Kemudian ia mengangkat mangkuk yang besar
itu. Yang beratnya tak ada satu kati atau sedikitnya sepuluh tail, Kacung itu melihat
empat huruf besar yang tertera pada mangkuk itu, ia tak mampu membaca tapi pernah
mendengar tentang bunyinya yaitu, "Kee Koan Cin Ciak" (Menambah pangkat menaik
kedudukannya). Maka ia terpikir pula, aku Wi Siau Po, apakah karena kepandaianku maka aku
memiliki kedudukanku sebagai sekarang ini" Kepandaianku hanya menepuk punggung
kuda sampai si raja cilik puas karena aku menepuk pinggulnya. Lainnya" Sangat
berbahaya. Ah! Kalau begini rupanya benar, orang pandai tak suka menepuk punggung
dan yang suka menepuk punggung dialah orang seperti aku.
Kali ini Siau Po mengangkat kepalanya, otaknya mengingat pembesar militer yang
mana yang tidak suka menepuk punggung, ia jadi teringat pada Tan Kim Lan dan Gouw
Liok Kie. Hanya mereka itu yang hebat silatnya dan pandai memimpin perang dan ada
juga satu orang yaitu Lim Hin Cu tapi ia sudah pulang ke Tay Wan.
Tiba-tiba Siau Po ingat sesuatu, waktu itu ia mempunyai kenalan yang baik
terhadapnya yaitu seorang pembesar militer di Cian Cin. pembesar militer itu tak
memandang mata dan tak menepuk-nepuk pinggulnya. Maka lantas ia berpikir,
siapakah pembesar militer itu" Siapa gemar menepuk pinggul, dia tak mempunyai
kepandaian Siapa tak sudi menyanjung-nyanjung dia pasti pandai, siapakah si
brewokan itu" Tak sulit buat Siau Po bekerja, maka tak ayal lagi ia langsung pergi mencari Siangsie
Beng Cu di kantor Peng Pou Siangsie, ia minta segera kirim surat panggilan kilat ke
Cian Cin untuk memanggil pembesar militer brewokan itu, mestinya pembesar itu
berpangkat Letjen atau Letkol.
Beng Cu heran, Bagaimana orang berpangkat dapat dipanggil kalau She dan nama
orang itu tidak diketahui" Tapi karena ia tahu Siau Po orang kesayangannya raja, maka
ia tak dapat menolak, Permintaannya, ia segera membuat surat perintahnya yang
dialamatkan pada Congpeng kota Ciang cin, namun bunyinya minta didatangkan semua
opsir berewokan dari Congpeng itu.
Besoknya tengah hari baru saja Siau Po selesai bersandar, datanglah seorang
serdadu pengawalnya melaporkan bahwa Pengpou Siangsie Tay cin, yaitu paduka
menteri perang datang memohon bertemu. Mendengar laporan pengawalnya itu Siau
Po segera keluar untuk menemui tamunya.
Nyatanya si Beng Cu, si menteri perang diiringi oleh dua puluh opsir yang semuanya
berewokan, Ada yang berewokan hitam dan putih dan ada pula yang belang putih
hitam, Semua muka orang itu mandi peluh dan mandi debu.
"Wie Toutong." kata Beng cu sambil tertawa melihat tuan rumah menyebutnyebutnya,
"Orang yang kau minta telah kami kumpulkan di sini, silakan pilih yang
mana!" Sejenak Siau Po mengawasi para opsir brewokan itu, baru kemudian ia sadar dan
tertawa bergelak sambil berkata, "Oh, Beng Cu Taycin! Aku hanya minta satu opsir
berowokan ternyata kau dapat mengundangnya dengan sempurna, Kau dapat
menghimpun sampai dua puluh orang, Oh! Hahaha! Hahaha!"
"Aku khawatir akan aku keliru memanggil orang, maka itu aku memanggil semua!"
sahut Beng Cu sambil tertawa.
"Tak kusangka bahwa di Cian Cin banyak opsir yang berewokan!" kata Siau Po
sambil tertawa pula. Namun, belum berhenti suara si kacung... tiba-tiba saja muncul seorang berewokan
yang mendadak berkata dengan nyaring keras bagaikan guntur "Memangnya
kenapakah orang berewokan dipanggil Apakah sebagai bahan tertawaan?" tanyanya.
Siau Po dan Beng Cu terperanjat Keduanya segera menoleh ke opsir yang jelas
wajahnya tidak menunjukkan puas, Opsir itu bertubuh besar dan kekar, dia berdiri di
antara opsir lain. Mulanya Siau Po tercengang, tetapi mendadak berubah menjadi girang.
"Benar dia! Benar dia!" serunya berulang-ulang. "Saudara kaulah orang yang kau
cari!" katanya kemudian.
Tapi opsir yang satu ini masih tampak gusar.
"Dulu di Ciang Cin dalam pembicaraan aku telah menentang kau." katanya, "Maka
aku menerka, bahwa suatu waktu kau pasti mengadakan pembalasan terhadap diriku
guna melampiaskan dendammu. sekarang rupanya tiba saatnya kamu membalas
dendammu itu. Akan tetapi aku tak bersalah Taruhlah kau mencari segala alasan,
masih tak mudah untuk mencelakai aku." katanya.
"Siapakah kau?" tanya Siau Po pada si brewokan. "Apakah she dan namamu"
Mengapa kau kurang ajar dan berani di hadapan pembesar yang pangkatnya tinggi ini?"
Dalam hati si berowokan tahu bahwa itu adalah pembesar dan dia pun berkata.
"Harap paduka ketahui bahwa aku adalah Huciang Tio Liang Tong dari kota Cian
Cin." "Kau tahu siapa yang mulia ini" Dialah Tou Long Tayjin serta kebangsawanannya
adalah raja muda Cu-Ciak. Dia pula si berhati mulia serta menjadi sahabatku Kenapa
kau berlaku kurang ajar terhadapnya" Lekas kau minta maaf!"
Liang Tong terkejut juga, tetapi tetap dia tidak merasa puas, Diam-diam dia melirik
pada burgraf itu sedangkan di dalam hatinya dia berkata, "Kaulah si bocah cilik yang
pupuk di kepalamu masih belum kering, kenapa aku harus menghaturkan maaf
padamu?" Sementara itu Siau Po, sudah tertawa dan lantas berkata pada orang tersebut.
"Tio Toako jangan salah mengerti! Aku tahu atas perbuatanku yang tak selayaknya
terhadapmu dan sudah seharusnya memohon maaf padamu." katanya sambil
memandang ke opsir lain dan berkata.
"Tuan-tuan duduk masalahnya begini, ada satu urusan penting yang hendak aku
bicarakan dengan Tio Huciang, sayang aku tidak mengetahui she dan namanya, Aku
tak ingat pula, maka itu aku minta bantuan paduka menteri perang untuk memanggil
tuan-tuan beramai-ramai datang ke kota Pakhia ini, sehingga aku telah mengakibatkan
tuan capek dan lelah karena malam-malam ke sini, Tuan-tuan, sungguh aku menyesal."
Sambil berkata begitu Siau Po merangkapkan kedua tangannya kepada semua opsir.
Para opsir merasa agak bingung dengan tersipu-sipu mereka membalas menghormat.
Tio Liang Tong merasa heran melihat Siau Po dan dalam hatinya dia merasa
alangkah mulianya dan berbudi pekerti yang halus, dengan sendirinya lenyaplah sudah
rasa ketidakpuasannya itu.
Siau Po tidak memberikan kesempatan orang berbicara... lantas dia mengajak orang
masuk ke rumahnya. Beng Cu mengangguk, dia memang ingin bersahabat dengan orang kesayangannya
itu dan dia mengucapkan terima kasih sambil dia masuk ke dalam.
Beng Cu mendapat kursi pertama dan Liang Tong mendapat kursi kedua sementara
itu Siau Po di bawah kursi lainnya menemani para opsir yang tadi di tiga meja.
Liang Tong bertabiat keras tapi dia menunduk karena melihat watak Siau Po yang
berhati mulia ini, Siau Po bercerita tentang daerah Losat yang banyak kebebasan itu...
sehingga ia berpikir, Siau Po ini apakah bicaranya sembarangan dan tidak tahu malu,
dia ceriwis dan banyak merangkul wanita dan akhirnya Siau Po pun bercerita tentang
Losat itu tentang kebebasan pergaulan wanita.
Para tamu yang diundang itu maksudnya opsir yang hanya berpangkat pacong tapi
mereka di-sederajatkan bangsawan atau tamu tinggi dia merasa terharu karena
menyaksikan pesta di rumah kacung yang bukan mestinya untuk golongan mereka,
inilah yang tidak mereka sangka... dan mimpi pun bukan.
Selesai perjamuan barulah Siau Po mengajak Liang Tong masuk ke kamar tulisnya
untuk membicarakan masalah yang telah dijanjikan.
Liang Tong merasa kagum melihat berbagai kitab Siau Po. Dia merasa kagum
hingga sekarang berubah pandangannya terhadap kacung kita.... Dalam hatinya,
kacung ini masih muda tetapi tak disangka dia terpelajar tinggi... jelas ia jauh lebih
menang dari si orang bangsa kasar...!
Siau Po menatap kumpulan buku-bukunya... lantas berkata, "Tio Toaka... tak ingin
aku mendustakan kau "toako" atau "kakak", Semua buku itu aku atur untuk dipamerkan
saja... semua huruf yang aku hafal semuanya tidak lebih dari sepuluh huruf, Tiga huruf
dari namaku, Wi Siau Po dapat aku tulis lain, Dari itu sama saja aku si buta melek...."
Liong Tong minta maaf atas kejadian masa lalu terhadap Siau Po dan si kacung
berkata, "Sekarang sudah tidak ada maaf-memaafkan lagi masalah itu sudah selesai
sekarang kita saling memanggil kakak-beradik saja kau kakak dan aku si adik."
"Oh, Touwtong Tayjin!" harap tayjin tidak mengucap demikian.
Siau Po tertawa puIa. Kemudian Siau Po mempersilakan duduk dan berkata, "Toako tahu akulah si anak
mujur, Karena nasibku bagus aku berhasil melakukan beberapa hal yang berhasil
memuaskan raja, Apakah kau menyangka aku mempunyai kepandaian yang istimewa"
sebenarnya aku malu sendiri telah berhasil memperoleh kedudukanku ini. Kau lain Tio
Toako, aku tak dapat disamakan dengan kau.... Kau dapat menggunakan golok dan
tombak, Dengan itu kau membangun jasa. Ya.... Kau memperoleh kedudukanmu berkat


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepandaianmu dan kegagahanmu."
Liang Tong girang mendengar pengutaraan jujur itu.
"Adik, aku sebenarnya tidak mempunyai kelebihan yang istimewa, Aku kasar tapi
andaikata adik mempunyai sesuatu urusan silakan meminta aku untuk melakukannya
dengan pertaruhan nyawaku."
Dalam hati Siau Po girang sekali wajahnya tampak cerah.
"Sebenarnya dahulu di Cian cin... aku telah beruntung melihat kau dan aku telah
mendapatkan kau yang berwajah luar biasa dan aku menerka kau pasti bukan orang
sembarangan. Tatkala itu aku seorang utusan raja, rata-rata orang mengumpak-umpak,
mengangkat-angkat aku... tapi cuma kau seorang yang tidak berbuat demikian"
Liong Tong tampak jengah sekali.
"Aku seorang tentara yang tak pandai mengangkat-angkat pembesar seatasanku."
katanya terus terang. "Maka tayjin, waktu itu aku sama sekali tak bermaksud tak
memandang mata pada tayjin,.."
"Legakan hatimu, Toako." kata Siau Po. "Aku tak menghiraukan itu. Aku pun tak
berkecil hati terhadapmu jikalau tidak, tak bakal sekarang ini aku mencarimu Toako tahu
sampai sebegitu jauh aku beranggapan padahal biasanya aku hanya menjilat-jilat
supaya bisa naik pangkat dan memperoleh banyak uang. Akan tetapi siapa tak pandai
menjilat dialah benar-benar mempunyai kepandaian"
Mau tidak mau Liang Tong menjadi girang, sekarang ia percaya benar terhadap Siau
Po yang mulia dan berlaku terbuka terhadapnya,
"Aku sebenarnya tidak bisa menjilat atasan guna bertingkah pula terhadap sesama
rekannya, inilah tabiat kasar asal dari aku.,." katanya.
"Orang yang tidak bisa menjilat itulah yang sebenarnya mempunyai kepandaian."
Siau Po mendesak. Liang Tong membuka mulutnya tapi kata-katanya tidak keluar. Dalam hatinya dia
berkata, "Ayah bundaku yang melahirkan aku tapi yang mengenal baik diriku inilah Wi
Tayjin" Liang Tong pun bercerita tentang dirinya yang berasal dari propinsi Shoasay, Dia
berasal dari keluarga militer dan dia gagah. Setelah menghadapi beberapa kali
peperangan, pangkatnya terus naik hingga sekarang sebagai hu-ciang yang
diperolehnya berkat kepandaiannya.
Siau Po berpikiran bahwa nyatalah dia tidak sembarang melihat orang, Maka itu dia
lalu bertanya tentang siasat apa yang harus digunakan untuk atau andaikan orang
hendak menyerang gunung, Liang Tong tidak pernah membaca ilmu kitab tapi berkat pengalamannya mengadu
jiwa di medan perang laga, ia pun menurunkan beberapa jilid kitab "Su Sie Ngo Keng"
dan diletakkannya di atas meja untuk dijadikan perumpamaan garis-garis perang atau
bentang, gunung dan lembah serta sungai, dengan demikian ia dapat menjelaskan di
mana penyerangan harus dilakukan, jalan mana yang harus diambil, jalan mana tempat
mencegat musuh bahkan juga dibagian mana orang harus lari berpura kalah....
"Diumpamakan musuh berjumlah seribu jiwa lebih dan kita lima ribu, bagaimana
caranya kita harus menyerang untuk memperoleh kemenangan?" tanya Siau Po
kemudian. Si kacung mengambil uang sebagai contoh tentara dan Liang Tong menggambarkan
Diam-diam Siau Po memperhatikan secara teliti. Pada malam itu juga Liang Tong
nginap di rumah itu. Besoknya seorang diri Siau Po pergi ke istana menghadap raja untuk memberikan
jawabannya, ia membuat penguraiannya seperti Liang Tong ia hanya tak sampai
menggunakan perbagai kitab sang junjungannya.
Kong Hie berdiam sekian lama, baru kemudian ia berkata. "Siapa yang mengajarmu
siasat perang ini?" Kacung kita tidak berani berdusta. ia menyebut nama Liang Tong.
Kaisar sebelumnya sudah mendengar dari Beng Cu tentang opsir yang didatangkan
untuk menghadap Siau Po. Mendengar itu kaisar tertawa atas kejujuran si kacung.
"Cara bagaimana kau tahu Liang Tong mempunyai kepandaian tentang ilmu
perang?" tanya sang raja.
Siau Po tak mau berterus terang tentang rahasia yang diberikan oleh si berewok itu.
Si kacung dengan alasan mengatakan bahwa baru ini Sri Baginda mengutus ia ke
Ciancin, Di sana ia menyaksikan si berewokan pandai sekali melatih pasukan
tentaranya, maka ia juga lantas berpikir kalau kelak tiba saatnya harus menggunakan
kekuatan tentara terhadap Gouw Sam Kui.
Raja mengangguk. "Kau tak dapat melupakan urusan Gouw Sam Kui, itu bagus. Beda dengan di dalam
istana, mereka justru tak dapat melupakan orang tersebut yang bahkan mereka
angkatangkat supaya mereka nanti memperoleh uang pelicin. Hmm...! Bukankah sekarang ini
Tio Liang Tong berpangkat Hu-Ciang" Nah, nanti kalau kau bertemu dengannya kau
boleh menjanjikan kepadanya kenaikan kedudukan. Nanti secara istimewa aku akan
mengangkatnya menjadi congpeng supaya dia menerima budi darimu agar kemudian
dia bekerja dengan sungguh-sungguh denganmu!"
Siau Po girang mendengar kata-kata itu, ia lantas memberi hormat sambil
menghaturkan ucapan terima kasih.
Kemudian si kacung kita pulang ke rumahnya dan memberitahukan kabar kepada
Liang Tong untuk diangkat sebagai congpeng, gubernur jenderal untuk Cian Cing dan
Siau Po dikuasakan untuk mengurus segala persiapannya.
Bukan main bersyukurnya Liang Tong kepada sahabat ciliknya yang baru ini, ia
girang karena bersahabat dengan si kacung, tanpa menjilat-jilat, telah memperoleh
kenaikan pangkat Memang soal yang menggirangkan siapa saja.
Pada satu waktu tampak Siau Po dan Liang Tong sedang duduk-duduk, tiba-tiba
datanglah utusan dari Gok-Hu Gouw Eng Him yang mengundang si kacung untuk
berjamu, Kemudian si kacung pun menerima dan dia pergi bersama Liang Tong ke
rumah menantu raja. Sejak menikah dengan Kian Leng Kongcu, Eng Him telah memperoleh hadiah istana
yang terletak di Pakhia, kota raja, Maka istananya berbeda dengan istana, sementara
waktu yang semuIa. Di istana ini, dengan mengajak pembesar yang berada
bersamanya, dia ke luar menyambut tamunya, pintu besar dibentang sebab para tamu
dianggap tamu agung. "Wi Tayjin, kita adalah bersaudara." kata Eng Him. "Maka marilah kita berbincangbincang
dengan sepuas-puasnya, Di sini tidak ada orang luar kecuali beberapa tamu
dari propinsi Inlam, Aku hendak mengundang mereka buat menemani Tayjin."
Dan tuan rumah memperkenalkan tamunya kepada Tayjin, Yang satu Thio Yong
gubernur dari Inlam yang berpangkat hu-ciang bernama Ong Cin Po dan Sun Su Kek.
Segera Siau Po mengulurkan tangannya dan berpelukan erat seperti sudah
berkenalan sebelumnya, lantas dia berkata, "Kakak Ong kau bernama Po, begitu pun
aku, bedanya kau Po yang besar dan aku yang kecil, yah kita berdua sepasang Po."
Ketika sedang asik ngobrol datang pelayan ke hu-ma. Pelayan itu berkata bahwa
sang istri meminta agar sang tamu masuk ke dalam untuk membuat pertemuan,
Mendengar ucapan pelayan itu Siau Po kaget karena merasa risih, Apakah pantas
sementara itu dia punya suami"
Sebenarnya tak leluasa bertemu dengan sang puteri.,., Di dalam hatinya jadi ingat
waktu perjalanan ke in-lam, dimana saat itu Siau Po dan sang putri dalam sepanjang
perjalanan bergaul mirip suami istri pengantin baru.
Tapi si hu-ma tertawa dan berkata, "Tuan puteri sering mengatakan yang jodoh kami
adalah kau Wi Tayjin, maka sudah sepantasnyalah jikalau tayjin sebagai seorang
perantara disuguhi arak barang secawan."
Hu-ma berdiri dan mengharapkan tamunya duduk sebentar lalu mengantarkan Siau
Po masuk ke dalam. Tiba di sebuah pendopo yang mereka lewati, si hu-ma mengunci pintu belakang dan
minta bantuan terhadap Siau Po.
Siau Po heran, tetapi ia dapat menerka, Maka dengan sendirinya mukanya menjadi
merah. Kemudian ia berpikir dalam hati, Kau membutuhkan bantuanku" inikah urusan
kebiri, sehingga kau tak dapat menjadi suami sejati karenanya kau mengharapkan
bantuanku" Apakah yang kau maksudkan"
Eng Him tercengang tampak dia bingung.
"Tayjin!" katanya, "Jika bukan tayjin siapa pun tak mempunyai kesanggupanmu."
Diam-diam Siau Po berpikir, tentunya sang putri yang meminta bantuanku.
"Kalau kau membantu kami, ayahku, aku, saudaraku tak dapat nanti melupakan
bantuanmu yang sangat berharga ini, saudara Wi.!"
Siau Po berpikir, pasti Hu-ma tidak bisa memberikan keturunan dan minta bantuanku
untuk memberikan anak, sementara itu aku juga belum tentu bisa.
Siau Po berkata pada Hu-ma seandainya tidak bisa pasti ia akan malu, Tetapi Hu-ma
meminta asalkan dia bersungguh-sungguh maka kami dan anak akan berterima kasih
dan tak habis-habisnya. Eng Him maju mendekat satu tindak lalu berkata dengan perlahan-lahan.
"Sebenarnya soal pemecatan, warta beritanya belum sampai di propinsi Inlam ini.
Thio Teetok dan yang lainnya belum tahu, Maka seandainya saudara Wi dapat
mendahului bicara di hadapan Sri Baginda Raja, supaya menarik kembali perintah
pemecatan itu dan segera dikirim utusan ke Inlam, pastilah keputusan itu ditarik
kembali...." "Kau... kau maksudkan pemecatan ?" tanyanya menegaskan.
"Ya, benar,.,!" sahut Eng Him. "Bukankah itu urusan sangat besar" Makanya kalau
Wi dapat memberikan penjelasan kepada Sri Baginda karena hanya Wi lah yang
selama ini orang kepercayaannya yang sangat kuat, dan memang kata-katamulah yang
sukar didengar, pastilah pemecatan itu bakal batal dan kami akan ketolongan"
Kembali Siau Po berpikir.... Akh! Kiranya aku telah salah terka! Lucu bukan"....
Karenanya dia lantas terbahak-bahak.
"Saudara Wi, kenapa kau terbahak-bahak" Mungkinkah aku keliru?" tanya Eng Him.
"Bukan, Maaf mendadak aku ingat cerita jenaka!" jawab Siau Po.
Eng Him menjadi tidak puas dalam hatinya.
"Sekarang bolehlah kau bertingkah tetapi tunggu nanti setelah ayahku berhasil
dengan pemberontakannya! Bagaimana beliau maju dan cepat serta mudah sampai di
Pakhia, maka waktu itu pasti aku membekukmu. Kau lihat saja nanti, aku akan
membacokmu berkali-kali."
"Huma!" kata Siau Po ketika si menantu raja sedang bengong, "Besok pagi-pagi aku
pasti menghadap Sri Baginda Raja untuk mengatakan yang Gok Huma adalah iparnya
Sri Baginda sendiri dan Peng Seng Ong itu adalah besan, maka taruh kata si besan itu
tak dapat naik pangkat, tapi tak selayaknya dipecat dari jabatannya sekarang ini. Aku
pun akan mengatakan bahwa keputusan itu kurang menghargai adik perempuannya
sendiri." "Benar, benar." katanya, "Sungguh saudara Wi cerdas, di dalam tempo yang singkat
kau telah menemukan jawaban dan pikiran yang pandai, Baiklah. segalanya kami
serahkan pada saudara, Nah, sekarang mari kita menghadap tuan puteri."
Siau Po mengangguk ia pun mengikuti ketika diajak masuk lebih jauh ke dalam
istana menantu raja. Tiba di kamar tuan putri dikabarkan bahwa sang suami dan Siau
Po sudah datang. Tak lama kemudian ke luar dayang dari kamar sang puteri untuk memberitahukan
pada sang suami agar Siau Po menunggu di sisi kamar puteri.
Kemudian datanglah Kian leng kongcu menghampiri Siau Po. Kemudian tuan puteri
berkata keras, "Siau Kuicu... sudah berapa lama kau tidak mengunjungiku, apakah kau
berpikir mati" Hayo, lekas maju ke mari!"
Mendengar teguran itu Siau Po lalu tersenyum dan memberi hormat.
"Semoga Tuan puteri sehat wal'afiat serta bahagia!" demikianlah katanya.
"Sebenarnya tiap hari kongcu juga ingat namun sayang Sri Baginda justru
menugaskan pergi ke Losat dan baru beberapa hari ini saya pulang ke tanah air,.,."
"Jadi tiap hari kau melihat aku?" tanya Siau Po, Tuan putri tak dapat menahan air
matanya, dan mukanya pun berubah menjadi merah.
Siau Po lantas melihat tegas kepada si tuan puteri, Wajah wanita itu layu dan lesu, ia
menerka pastilah habis menikah dia tak mendapatkan kepuasan dari suaminya.
"Gouw Eng Him adalah seorang kebiri dan seorang nona dinikahkan dengan orang
kebiri mana ia akan merasa bahagia,.,?" kata Siau Po dalam hati.
Bagian 68 Melihat keadaan tuan puteri ia mengingat saat-saat dulu waktu bahagia bersama
dengannya dan akhirnya dia merasa kasihan melihat situasi yang dialami sang puteri.
Tuan puteri terkenang akan Sri Baginda demikian juga Sri Baginda merasa
senantiasa ingat Tuan puteri, Maka itu kata Sri Baginda, untuk beberapa hari ini Tuan
puteri akan dijemput oleh pengawal ke kota raja, agar kakak-beradik dapat berkumpul
dan berbicara.,." katanya.
Jelas sekali Siau Po mendusta dengan kata-katanya, tapi itu dilakukan demi
kebahagian sang puteri yang sakit dan menderita.
"Kapan kau bicara dengan kakak rajaku itu" Kau bilang besok aku akan bertemu!"
"Baik." sahut si kacung, "Memang aku mendapat perintah dari Huma agar besok aku
berbicara dengan sang Baginda dan sekalian mengatakan untuk menjemput Tuan
puteri pulang ke istana."
"Eng Him pun girang... bagus kalau ada kongcu yang turut bicara."
Si tuan puteri mencibirkan bibir dan terdengar tawanya.
"Dengan kakak raja aku hanya mau berbicara masalah persaudaraan dan keluarga,
tak akan membantu kau dalam urusan pemerintah dan negara," Eng Him, sang suami
kena batunya tapi dia tertawa.
"Kongcu.,, sudah setahun aku tak melihatmu, apa di Losat ada nona-nona yang
menemanimu" Benar atau tidak?"
"Mana kejadian semacam itu!" sangkalnya.
Ia mendadak kaget dan pipinya nyeri serta telinganya terhajar satu gaplokan.
"Aduh.,.!" ia memegangi telinganya.
Kian Leng Koncu tertawa. "Kau berbicara tidak jujur!"
Tangan tuan puteri melayang tapi Siau Po mengelak dan kali ini tidak kena.
Dia melirik ke suaminya dan berkata, "Aku ada urusan dengan Siau Po kau tak usah
ikut nimbrung...!" "Eh... setan... kau sudah melupakan aku!" katanya kemudian sambil memelintir
telinga Siau Po sehingga kacung itu menjerit kesakitan.
Tuan puteri mengangkat kakinya, "Orang tak berbudi,., jika aku tidak memanggil tiga
tahun juga kau tak bakalan ke sini." lanjutnya.
Siau Po melirik di sekitarnya tak ada orang, maka dia langsung saja memeluk sang
puteri dan berkata. "Janganlah kau sembarang menggerakkan tangan dan kakimu...
besok akan aku temukan kau di keraton, itu kita bisa berbincang dengan asyik."
Muka sang puteri menjadi merah.
"Omong tentang apa" Tentang kepala batumu?" tanya tuan puteri.
Dan tuan puteri mengangkat tangannya ingin menghajar tapi tak bisa karena dipeluk
erat oleh Siau Po. "Hahaha...! Siau, Kau lihat bagaimana aku menggunakan tipu muslihatku yang
dinamakan Siang Liong Cio Cu!" katanya.
Itulah tipu muslihat yang berarti, "Sepasang naga merebut mutiara."
Puteri meludah seraya dia berusaha melepaskan diri.
Siau Po tersenyum, "Jika di sini kita bergurau aku khawatir suamimu curiga, maka
baik tunggu saja besok di keraton.-.!"
Paras muka sang puteri menjadi merah.
"Dia curiga?" tanyanya, "Nah, hantu cilik kau pergilah!"
Siau Po pergi dan tertawa, Di sana tampak Eng lim sedang menemani empat
perwira, Dua perwira sedang memperebutkan dua masalah karena kelihatan ngotot,
tapi melihat Siau Po muncul keduanya menjadi bungkam.
"Apakah yang sedang kalian perebutkan?" tanya Siau Po.
"Kuda-kuda yang kami peroleh dari Inlam itu hebat-hebat." kata salah seorang dari
mereka. Siau Po pun menyuruh anak buahnya untuk mengambilkan beberapa ekor kudanya
yang semuanya itu hadiah dari Ferghena.
Mereka mengajak untuk pacuan jarak jauh antara kuda Ferghena dari Inlam tapi
bukan begitu maksudnya, Kuda Inlam umumnya cerdik.
Kuda persilangan itu kuat, kuda persilangan yang dimaksudkan bukanlah kuda
sembarangan tapi harus dibedakan kuda yang bisa dipakai berperang dan kuda untuk
mengangkut barang, "Pek-Lie-ma, itu kuda yang dapat menempuh perjalanan seratus lie (pal) dan CianLie-ma seribu (pal)."
"Hm.,.!" terdengar tawa si Congpeng. "Brigjen, kiranya masih ada orang yang
memiliki kuda pacu." katanya.
Cin Po menjadi gusar, sampai ia bangun berjingkrak.
"Kau mencari siapa anak haram?".
"Oh! sungguh kata-kata yang tak bersih dan lancang!" katanya.
Liang Tong juga tertawa dingin. "Aku bicara tentang kuda, bukan perihal manusia,
Lagian siapakah yang turunan tidak bersih serta yang ketakutan sampai mirip seorang
maling" Buat apakah orang bergusar tidak karuan?"
Cin Po jadi gusar sekali.
"Sayang di sini di istana Gok Huma!" katanya sengit "Jikalau tidak. Hm!"
"Hm apa?" tanya Liang Tong, "Apakah kau hendak menyerang aku" Benarkah?"
Menyaksikan orang berselisih paham. Thio Yong segera menyelak di tengah.
"Ah... Tuan-tuan berdua! Kalian toh baru bertemu berdua, buat apakah kalian
meributkan kuda yang tiada bedanya" Mari... mari tak usah kalian bertengkar lebih jauh
lagi!" Tak lama kemudian Siau Po membawa kudanya, ia lalu pergi ke istal di belakang
gedung untuk melihat Ong Cin Po benar seorang ahli, Begitu mengawasi Ong Cin Po
lantas bisa menyebut sifat setiap kuda itu, apa keunggulannya, apa cacatnya dan
bagaimana masing-masing tabiatnya, Hingga perawat kudanya merasa senang.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cin Po memperhatikan Giok Hoa Cong, kuda tunggang Siau Po sendiri, Kuda itu
bertubuh paset, padat, kakinya panjang, romannya tangkas, sedangkan tubuhnya yang
putih seluruhnya bagaikan di-tabur dengan titik-titik merah dadu yang berkilat Semua
orang yang melihat kuda itu kagum dan menyukainya serta memujinya.
Lain halnya dengan Ong cin Po, dia berkata, "Kuda ini memang bagus tetapi sayang
terlalu dimanja." "Kenapa demikian.." Tolong kau jelaskan!"
"Kuda pilihan ini seharusnya setiap hari ditunggangi jauh sedikitnya belasan atau
puluhan lie. Makin dilatih makin baik.... Akan tetapi dia jadi jarang ditunggangi maka
setiap hari dia bertambah bebas saja, sedangkan barang makanannya dari makanan
piIihan... ya... dia kurang latihan, kurang gerak badan, Sungguh sayang, dia seperti
anak hartawan yang terlalu disayang dan dimanjakan!"
"Ong Huciang,., mungkin kata-katamu ini hanya benar separuh, Setahuku puteraputera
orang hartawan juga ada yang berkepandaian tinggi."
Muka Cin Po menjadi merah.
"Tio Congpeng!" katanya keras. "Kenapa hari ini kau nampaknya tidak puas
terhadapku" Kau tahu sendiri, sama sekali aku tak pernah melakukan apa-apa yang
menyinggungmu!" Siau Po ke tengah dan ia tertawa, "Sudah... sudah... janganlah semacam ini menjadi
masalah! ini hanya urusan kecil saja kok. Siapa menjadi pembesar tentara, umumnya
dia tak memandang mata kepada menteri dalam istana yang usianya masih mudamuda,
itu wajar." "Akan tetapi ketahuilah, Touwtong Tayjin! Aku yang rendah, sama sekali tidak
memandang rendah terhadap tayjin."
Sampai di situ, Siau Pek menyela. "Ong Hu-ciang, sayang kuda peliharaanmu
berada di In-lam. jikalau tidak pasti sekali aku ingin melihat dan mencobanya."
Siau Pek memandang Cin Po. Tampak Cin Po masih tidak puas.
"Gok Huma sudi mengalah, Ong Huciang se-baliknya, Nah, begini saja! Aku akan
mengeluarkan uang selaksa tail, Gok Huma mengeluarkan sejumlah yang sama! Lohor
ini kita pergi ke luar kota, di sana kita mengadakan pacuan, cukup asal kemenangan
enam lintasan, Nah bagaimana?" kata Siau Pek.
Gouw Eng Him berniat menolak tetapi tiba-tiba ia ingat... bocah ini masih muda sekali
tapi tabiatnya selalu suka menang sendiri Baiklah. Aku berlagak kalah supaya dapat
aku menghadiahkan dia selaksa tail perak agar dia senang dan puas.
Karena memikir demikian putera raja ini segera menjawab "Baiklah, Mari kita
mengadu kuda dengan pertaruhan seperti katamu itu! Namun saudara Wi, seandainya
kaulah yang kalah, aku larang kau bergusar!"
Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 2 Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang Pedang Darah Bunga Iblis 8
^