Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 33

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 33


Kacung kita tertawa. "Memang secara gemilang kalah dengan rela, Mana dapat orang kalah lalu menjadi
gusar?" Kacung kita gemar berjudi dan asal berjudi gemar pula ia main curang, Maka lantas
dia menerka orang dengan cara menyampaikan itu, karena dia mau menduga yang dia
bakal kalah, Karena ini juga segera timbul ingatannya untuk main secara tidak jujur
"Oleh karena ini pertandingan besar, maka aku minta kuda yang jempolan,
bagaimana kalau pacuan dilakukan besok saja?"
Gauw Eng Him menerima baik tawaran itu, ia pikir dalam sepuluh, delapan atau
sembilan lintasan ia bakal menang, jadi sama saja ia menunda lagi satu hari.
Demikianlah Siau Po terus berpesta dan menonton wayang, tentang adu kuda tak
dibicarakan lagi, selanjutnya malah mengundang balik ke rumahnya untuk melanjutkan
pesta di rumahnya dan akhirnya Huma dan yang lainnya menerima undangan tersebut
sesampainya di rumah Siau Po, mulanya Siau Po mau mengajak bersama minum teh
tapi dia minta ijin dulu ke belakang.
"Tak usah banyak aturan menyiapkan jamuan!" kata Eng Him.
Siau Po memanggil pimpinan istalnya, "Sekarang ini kuda Giok Hoa cong dan lainnya
masih ada di gedung Gok Hu." katanya pada pegawainya, "Pergi kau ke sana untuk
mengambilnya pulang lebih dulu! Kau ajak pegawai istalnya minum arak sampai teler
dan kau berikan makanan pada kudanya supaya dia lesu tapi kau jangan sampai
membunuhnya." "Entah paduka menghendaki apa, nanti hambamu melakukannya," sahut si pegawai.
Siau Po tertawa. "Tak ada halangan bicara terus terang padamu. Duduklah! Begini.... Gok-Hu
mempunyai sejumlah kuda yang baru didatangkan dari Inlam, Semua kuda itu
disombongkan tangguh sekali dan besok aku diajaknya melombakan kuda itu dengan
kudaku, kita toh tak dapat kalah, bukan?"
Pegawai itu segera mengerti dan dia lantas tertawa.
"Jadinya paduka menginginkan hambamu memberi makan sesuatu pada sekalian
kuda Gok-Hu itu agar besok selama pacuan pihak kita pasti memperoleh
kemenangan?" tanyanya.
"Benar" sahut Siau Po terus terang, "Kau sangat cerdas! Dalam pacuan besok ada
hadiahnya, jikalau kita menang aku akan berikan prosen padamu, sekarang kau
pergilah bekerja secara diam-diam jaga supaya mereka tidak mengetahui perbuatanmu
ini uang kau bawa untuk mengundang mereka berpesta dengan nona manis, Kau bikin
mereka itu lupa daratan dengan racunmu itu!"
"Jangan khawatir Paduka! Hambamu akan bekerja dengan sempurna dan tidak
gagal." Siau Po tersenyum. "Nah, kau pergilah!" katanya.
Setelah itu ia pergi menemani Eng-him berpesta.,., ia membikin Ong Cin Po tidak
meninggalkan mereka karena ia khawatir orang she Ong akan pergi menengok
kudanya, bisa-bisa ia melolohnya.
Tio Liang Tong bagaikan gentong arak, dia melayani Cin Po sepuas-puasnya dia tak
sudi kalah minum, Maka juga, kecuali kacung kita berdua Eng-Him, keempat perwira itu
lantas roboh semuanya. Besok paginya dengan membawa perintah kaisar Kong Hie, seorang Taykam
membawa perintah memanggil Siau Po untuk datang ke istana. Tak dapat kacung kita
menyangkal perintah itu karenanya pacuan itu gagal.
Tiba di keraton, tampak Kong Hie gembira sekali, Dia tertawa dan berkata, "Eh, Siau
kui cu! Ada kabar baik yang hendak kuberitahukan padamu Siang Ko Hie dan Keng
Ceng Tiong telah menerima panggilan dan akan datang ke sini hari ini."
"Selamat Sri Baginda!" ucap Siau Po. "Dengan kedua raja muda itu datang ke kota
raja, maka Gouw Sam Kui bakal tak dapat bertepuk sebelah tangan."
Kaisar Kong Hie tertawa. "ltu artinya, tangan satu tak dapat perdengarkan suara." katanya,
"Tepat, Dan kita akan menghajarnya sampai lumpuh." kata Siau Po.
"Bagaimana andaikata Gouw Sam Kui pun meletakkan jabatannya di perbatasan dan
datang ke kota raja?" tanya Siau Po.
Mulanya Siau Po bengong sedikit, kemudian tertawa dan berkata, "ltu pun bagus, Di
kota raja ini, dia tak bakal mampu berkutik, dia pasti akan tunduk pada segala kehendak
Sri Baginda." Kaisar tersenyum. "Kiranya kau pun paham soal ini!" pujinya.
"Sampai saat itu dia bakal jadi ular-naga di laut pasir atau harimau di tanah datar."
kata Siau Po, Kong Hie tertawa. "Harimau di tanah datar dapat kau permainkan." katanya, "Selain terhadapku,
terhadap kau juga dia pasti tidak bisa bertingkah lagi."
Kembali Siau Po tersenyum.
"Benar." katanya, "Benar! Sungguh menarik hati!"
Sang raja merasa puas, ia pun tertawa.
"Berkas-berkas untuk membangun Tiong Liat Su di Yang-ciu sudah kusiapkan,
sedangkan surat perintahnya juga sudah ditulis, Kau bawalah ke Yang-ciu dan ukir di
atas batu, pilihlah hari baik untuk berangkat!" kata kaisar Kong Hi.
"Baik. seandainya penduduk di sana tidak setuju, apakah Tiong Liat Su ini tetap akan
dibangun?" tanya Siau Po.
"Entah bagaimana sikap yang akan diambil oleh Gouw Sam Kui. Tapi membangun
Tiong Liat Su adalah niat baik, seandainya Gouw Sam Kui tidak menurut, kuil ini tetap
harus dibangun." Siau Po mengiyakan, Ketika ada kesempatan, dia mengatakan tentang permintaan
Kian Leng kongcu yang ingin kembali ke istana dan memohon bertemu dengan kakak
rajanya. Kaisar Kong Hi menganggukkan kepalanya lalu memerintahkan seorang thay kam
yang berdiri di belakangnya untuk menjemput Kian Leng kongcu, Kaisar Kong Hi haus
akan pengetahuan. Dia menanyakan kepada Siau Po tentang kebiasaan Bangsa Losat
dan tradisi negara itu. juga bagaimana caranya mereka membuat senapan ketika itu.
Mengapa puteri Sophia menimbulkan keonaran juga hal-hal lainnya. Ketika
berbincangbincang itulah, Kian Leng kongcu sudah sampai di kamar tulisnya.
Begitu bertemu, Kian Leng kongcu langsung menjatuhkan diri berlutut dan memeluk
paha kakaknya, dia menangis meraung-raung.
"Hongte koko, mulai sekarang aku akan menemani kau di istana ini saja, aku tidak
mau kembali Iagi...."
Kaisar Kong Hi mengelus-elus kepalanya, "Ada apa?" tanyanya, "Apakah Gok huma
menyia-nyiakan dirimu?"
Kian Leng kongcu masih menangis terus. "Menyia-nyiakan aku?" katanya, "Hm!
Rasanya dia juga tidak seberani itu. Tapi dia... dia..." Kata-katanya terhenti dan dia
menangis pula, Dalam hati kaisar Kong Hi berkata.
-- Kau sendiri yang mengebiri dia, sehingga dia tidak sanggup menjadi seorang
suami yang sebenarnya. Kau harus menerima akibat perbuatanmu sendiri sekarang -Setelah menghibur sang puteri beberapa patah kata. Kaisar Kong Hi berkata pula,
"Sudah, sudah! jangan menangis terus! Mari temani aku bersantap!"
Kalau raja makan, tidak ada waktu tertentu, semua hanya mengikuti kesenangan
hatinya saja. Kapan jam pun dia boleh makan, Seorang kebiri yang melayani raja
segera menyiapkan hidangan Siau Po melayani dari samping.
Meskipun raja sangat menyayanginya, tetap saja tidak pantas kalau dia diajak makan
bersama, Kaisar Kong Hi menghadiahkan dia belasan mangkok sayur dan lauk-pauk
yang lezat. Dia memerintahkan seorang thay kam untuk mengantarkannya ke istana
Siau Po agar dapat disantap sekembalinya nanti.
Kian Leng kongcu minum beberapa cawan arak, wajahnya mulai merona merah.
Matanya yang mengeluarkan sinar berbinar-binar dikedip-kedipkan kepada Siau Po.
Di hadapan kaisar Kong Hi, Siau Po tidak berani menunjukkan sikap yang kurang
sopan, sinar matanya sengaja dialihkan ke tempat lain. Dia tidak berani beradu
pandang dengan si puteri, jantungnya berdebar-debar. Diam-diam dia berpikir.
-- Si kongsu sudah terlalu banyak minum, apabila mulutnya membocorkan rahasia,
batok kepalaku ini tidak dapat dipertahankan lagi. -Ketika mengantarkan Kian Leng kongcu menjadi pengantin ke Hun Lam, di
sepanjang perjalanan dia telah main serong dengan perempuan itu. Dosanya tidak bisa
dikatakan kecil. Diam-diam dia merasa menyesal, seharusnya dia jangan
menyampaikan pesan si puteri yang ingin bertemu dengan raja. Tiba-tiba Kian Leng
kongcu berkata, "Siau kuicu, isikan nasi di mangkokku!" sembari berkata dia
menyodorkan mangkoknya ke hadapan si anak muda.
Kaisar Kong Hi tertawa. "Tampaknya nafsu makanmu boleh juga." katanya.
"Begitu bertemu dengan kakak Raja, selera makanku jadi bertambah," sahut Kian
Leng kongcu. Siau Po menyendokkan nasi ke mangkok puteri itu, Dengan kedua tangannya dia
menyerahkan kembali mangkok nasi tersebut lalu diletakkannya dengan hati-hati di
hadapan sang puteri. Tangan kiri Kian Leng kongcu disusupkan ke kolong meja. Dengan keras dia
mencubit paha si anak muda. Siau Po kesakitan, tapi dia tidak berani bersuara, Bahkan
senyuman di wajahnya pun tidak berani disusutkan sedikitpun juga, Karena itu,
senyumnya jadi janggal, seperti meringis. Dalam hati dia memaki.
-- perempuan celaka! Lihat nanti aku akan membalas mencubitmu sampai biru
matang! -Baru saja pikirannya berhenti, kepalanya terasa didongakkan ke belakang dan
kembali dia merasa nyeri. Rupanya Kian Leng koncu mengulurkan tangannya untuk
menjambak kuncir rambutnya.
Kali ini sikap sang puteri sempat dilihat oleh kaisar Kong Hi.
"Kongcu toh sudah menikah, mengapa masih demikian nakal?" tegurnya sambil
tertawa. Kian Leng kongcu menunjuk kepada Siau Po sambil tertawa.
"Dia,., dia.,." katanya.
Hati Siau Po panik sekali Dia tidak tahu apa yang ingin dikatakan oleh sang puteri,
Untung saja puteri itu hanya tertawa terkekeh-kekeh.
"Hong te koko, namamu semakin lama semakin besar, tadinya aku tidak tahu, Ketika
pergi ke Hun Lam, di sepanjang perjalanan aku mendengar rakyat banyak memujimu
Kata mereka, di bawah pemerintahanmu, kehidupan mereka sekarang semakin
membaik, Hal itu karena kebijaksanaanmu, sedangkan bocah ini.,." Dia melirik sekilas
kepada Siau Po. "Pangkatnya semakin lama juga semakin tinggi, Hanya adikmu saja yang semakin
lama semakin sial nasibnya..."
Hati kaisar Kong Hi memang sedang senang, Pujian Kian Leng kongcu tepat pada
saatnya pula, Dia tertawa dan berkata.
"Orang perempuankan mengikuti rejeki suami Kalau Gouw Eng Him dan ayahnya,
Gouw Sam Kui tidak berbuat macam-macam, aku janjikan kepadamu untuk menaikkan
pangkat mereka..." Kian Leng kongcu mencibirkan bibirnya.
"Kakak raja akan menaikkan pangkat si budak Gouw Eng Him atau tidak, hal itu aku
tidak perduli. Aku ingin kakak raja menaikkan pangkatku." Kaisar Kong Hi tertawa
terbahak-bahak. "Pangkat apa yang kau inginkan?"
"Siau Kui cu pernah mengatakan bahwa puteri apa namanya dari negara Losat
menjadi ratu peperangan sekarang aku minta kau mengangkat aku menjadi panglima
besar dan tugaskan aku menuju medan perang!" sahut Kian Leng kongcu.
Sekali lagi Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak
"Orang perempuan mana bisa jadi panglima?"
"Pada jaman dahuIu, ada Yu Thay kun, Liau Kui Ing, semuanya merupakan panglima
perang yang terkenal Mengapa mereka bisa, aku tidak" Kalau kau menganggap ilmu
silatku belum becus, ayo kita bertanding sekarang juga!" tantang Kian Leng kongcu, Dia
segera bangkit dari tempat duduknya dan tertawa terkekeh-kekeh.
Kaisar Kong Hi tertawa pula.
"Kau tidak suka belajar ilmu surat. Kau sama tidak terpelajarnya seperti Siau Kui cu.
Yang kau tahu hanya cerita-cerita yang kau simak dari sandiwara saja.
Perempuanperempuan yang kau katakan dari jaman dahulu tadi, mereka dapat menjadi panglima
besar, memang benar ada, Adik perempuan Lie Sek Beng dari dinasti Tong, yakni Peng
Yang kongcu malah membantu kaisar Tong mengamankan negaranya.
Dia memimpin sepasukan tentara yang semuanya terdiri dari kaum perempuan dan
dinamakan Nio cu Kun (tentara kaum wanita), sedangkan pos penjagaannya juga
mempunyai nama, yakni Nio cu kwan (Perbatasan penjagaan para wanita). Dia
memang ahli sekali dalam bidang yang satu ini Kepandaiannya bahkan sulit ditandingi
kaum laki-laki." Kian Leng kongcu menepuk tangannya keras-keras.
"ltu dia! Hong te koko, kau menjadi raja melebihi Lie Sek Beng. Aku akan meniru
Peng Yang kongcu menjadi panglima besar, Siau Kui cu, kau ingin meniru siapa"
Hercules atau Wei Tiong Hian?"
Kaisar Kong Hi menggelengkan kepalanya berulang kali sambil tertawa terbahakbahak.
"Kembali kau mengoceh sembarangan Siau Kui cu hanya seorang thay kam palsu,
Lagipula Hercules maupun Wei Tiong Hian adalah sebawahan raja lalim, Dengan
demikian, bukankah kata-kata-mu tadi jadi mencaci aku sebagai raja yang lalim juga?"
Kian Leng kongcu tertawa.
"Maaf, Hong te koko! Dalam hal itu, aku tidak mengerti sama sekali." Meskipun
mulutnya berkata demikian, pikirannya merenungkan kata-kata kakaknya yang
menyatakan bahwa Siu Kui cu adalah seorang thay kam palsu.
Hatinya jadi berbunga-bunga, Dia segera berkata pula, "Maaf, Hong te koko, aku
harus menemui Thay hou sekarang!"
Kaisar Kong Hi tertegun, Dalam hati dia berpikir.
-- Celaka! permaisuri yang palsu telah digantikan oleh permaisuri yang asli, ibumu
sendiri sudah melarikan diri.... selamanya kaisar Kong Hi sayang sekali kepada adiknya
yang satu ini. Dia tidak ingin Kian Leng kongcu merasa berduka. Karena itu, dia segera
berkata. "Dalam beberapa hari ini, kesehatan Thay hou kurang baik. Kau tidak perlu
meresahkan dia orang tua. sebaiknya kau mengunjuk hormat di luar pintu keraton Cu
Leng Kiong saja." Kian Leng kongcu mengiyakan.
"Hong te koko, aku pergi dulu ke keraton Cu Leng Kiong, sekembalinya nanti, kita
bisa berbincang-bincang pula." Dia menoleh kepada Siau Po dan berkata kembali "Siau
Kui cu, mari kau temani aku!"
Siau Po tidak berani mengiakan Kaisar Kong Hi memberi isyarat dengan ekor
matanya, maksudnya agar si bocah mencegah kepergian Kian Leng kongcu ke keraton
Cu Leng Kiong, dengan demikian dia tidak dapat bertemu dengan Thay hou.
Siau Po yang cerdik mengerti isyarat itu, dia segera menganggukkan kepalanya dan
langsung mengiringi si puteri menuju ke keraton Cu Leng Kiong.
Siau Po segera memberi isyarat kepada seorang thay kam untuk melaporkan
kedatangan Kian Leng kongcu, Ternyata Thay hou menurunkan titah bahwa badannya
sedang kurang sehat sehingga beliau tidak ingin bertemu dengan sang puteri saat ini.
Kian Leng kongcu sudah lama sekali tidak bertemu dengan ibu nya. Karena itu dia
berkata. "Kalau Thay hou dalam keadaan kurang sehat, aku justru ingin menjenguknya." Dia
segera melangkahkan kakinya menuju pintu keraton, sejumlah thay-kam dan dayang
mana berani mencegahnya"
Dengan cepat Siau Po mendekatinya sambil berkata.
"Tuan puteri, tuan puteri, Thay hou si orang tua sedang flu, tidak boleh kena angin
sedikit pun!" "Aku akan masuk ke dalam dengan hati-hati, pokoknya tidak ada sedikit pun angin
yang ikut masuk." kata Kian Leng kongcu berkeras, Dia mendorong pintu keraton
dengan hati-hati. sesampainya di dalam, dia melihat tirai diturunkan sedangkan
kelambu juga tertutup rapi, Thay hou sedang tidur. Di depan pembaringannya menjaga
empat orang dayang. Kian Leng kongcu berkata dengan suara rendah.
Thay hou, anakmu datang menghadapi Dia segera menjatuhkan dirinya berlutut di
depan pembaringan dan menyembah beberapa kali,
Dari balik kelambu terdengar suara gumaman Thay hou yang lirih sekali.
Kian Leng kongcu mendekati tempat tidur, dia mengulurkan tangannya untuk
menyingkap kelambu Salah seorang dayang segera berkata.
"Tuan puteri, Thay hou berpesan bahwa siapa pun tidak boleh mengejutkannya."
Kian Leng kongcu mengangguk Dia menyingkapkan kelambu itu sedikit, lalu
melongokkan kepalanya ke dalam, Tampak Thay hou tidur dengan wajah menghadap
ke bagian dalam, Kian Leng kongcu memanggil dengan suara lirih.
"Thay hou! Thay hou!" Tidak terdengar sahutan dari permaisuri itu.
Kian Leng kongcu tidak berdaya, Terpaksa dia menurunkan kembali kelambu tempat
tidur permaisuri dan mengundurkan diri dengan perlahan-lahan. Hatinya terasa perih,
Tanpa dapat menahan kepiluannya, air mata Kian Leng kongcu mengucur dengan
deras. Wi Siau Po melihat kongcu belum berhasil mengetahui rahasia tentang permaisuri
perasaannya menjadi lega, Dia cepat-cepat menghibur puteri itu.
"Kongcu toh tinggal di kota raja, kapan waktu saja bisa datang ke istana, Lain kali,
apabila kesehatan Thay hou sudah agak membaik, kongcu bisa datang lagi
menjenguknya." Kian Leng kongcu merasa kata-kata Siau Po ada benarnya juga, Dia segera
menghapus air matanya.

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Entah bagaimana keadaan tempat tinggalku dulu" Aku ingin melihatnya." katanya,
Sang puteri langsung menuju tempat tinggalnya dulu, Siau Po tetap mengintil dari
belakang. Tempat tinggal Kian Leng kongcu dulu letaknya di samping Cu Leng Kiong. Dalam
sekejap saja mereka sudah sampai, setelah sang puteri menikah, tempat tinggalnya
masih dirawat dengan baik oleh para thay kam dan dayang-dayang istana, Karena itu,
keadaannya tidak berbeda sedikit pun.
Begitu sampai di ruangan pendopo, Kian Leng kongcu melihat Siau Po berdiri di
depan pintu sambil tertawa cengar-cengir. Dia tidak ikut masuk ke dalam, Wajah Kian
Leng kongcu menjadi merah padam.
"Thay kam mau mampus! Mengapa kau tidak masuk ke dalam?" tanyanya.
Sembari tersenyum, Siau Po menyahut "Aku toh seorang thay kam palsu, mana
boleh sembarangan masuk ke dalam tempat tinggal kong-cu?"
Kian Leng kongcu segera mengulurkan tangannya untuk menjewer telinga Siau Po.
"Kalau kau tidak mau masuk, biar aku seret kau masuk ke dalam!" Dia menarik
telinga Siau Po keras-keras sehingga kakinya terpaksa melangkah masuk ke dalam
ruangan. Siau Po terkejut setengah mati, Dia juga ketakutan Karena itu, dia segera berkata
dengan suara lirih. "Kongcu, di dalam istana jangan sembarangan! Aku... aku,., bisa kehilangan kepala."
Sepasang mata Kian Leng kongcu yang berbinar-binar bagai mengandung air,
Dengan manja dia berkata.
"Wi huya, aku adalah budakmu, biarlah hambamu melayanimu!" Kedua tangannya
segera diulurkan untuk memeluk si anak muda, Siau Po tertawa.
"Jangan, jangan begitu!" katanya.
"Baik." kata Kian Leng kongcu, "Sekarang aku akan menghadap Hongte koko dan
mengatakan kepadanya bahwa dalam perjalanan ke Hun Lam, kamu telah menggoda
aku dan menyuruh aku mengelabui Gouw Eng Him. sekarang kau malah
mencampakkan aku." Selesai berkata, dia langsung mencubit paha Siau Po keraskeras.
Sampai Iama-Iama sekali, keduanya baru meninggalkan ruangan bekas tempat
tinggal sang puteri, wajah Kian Leng kongcu tampak berseri-seri. Sembari tersenyum
dia berkata. "Raja menyuruh kau menceritakan tentang puteri negara Losat, mengapa belum
selesai, kau sudah mau pergi?"
"Hamba sudah letih sekali, tidak ada tenaga untuk bercerita pula." sahut Siau Po,
Kian Leng kongcu tertawa. "Lain kali kau harus menceritakan lagi pengalamanmu
menangkap siluman rubah di Liau Tong!" katanya.
Siau Po melirik dengan ekor matanya, lalu menjawab dengan suara lirih seperti tadi.
"Hamba benar-benar tidak ada tenaga lagi untuk bercerita."
Kian Leng kongcu tertawa terkekeh, tangannya segera melayang untuk menampar
pipi Siau Po. Para thay kam maupun dayang yang bekerja mengurus Cu Leng Kiong adalah
orang-orang Iama. Melihat sikap puteri itu, mereka sudah terbiasa, Sifat Kian Leng
kongcu memang manja dan keras kepala, serta suka berlaku semena-mena terhadap
orang, namun mereka berpikir
-- Kongcu sudah menikah, tapi sikapnya masih belum berubah juga. Wi tou tong
adalah orang kesayangan raja, tapi dia berani turun tangan juga.
Keduanya segera kembali ke kamar tulis raja untuk berpamitan Hari sudah mulai
gelap, Tampak di depan kaisar Kong Hi terbentang sehelai peta yang besar, Dia sedang
melihatnya dengan segenap perhatian Kian Leng kongcu berkata.
"Hong te koko, kesehatan Thay hou sedang kurang baik, jadi tidak dapat bertemu
dengan beliau Lewat beberapa hari aku baru datang lagi mengunjuk hormat."
Kaisar Kong Hi menganggukkan kepalanya.
"Beberapa hari lagi, kalau Thay hou sudah mau bertemu, kau datanglah lagi!"
katanya. Setelah itu tangannya menunjuk kepada peta dan bertanya kepada Siau Po.
"Kalian menuju Hun Lam lewat Kui Ciu, tapi kalian justru keluar dari Kuang Say, jalan
mana yang lebih mudah ditempuh?" Rupanya dia sedang mereka-reka keadaan di Hun
Lam. "Pegunungan di wilayah Hun Lam tinggi-tinggi, baik dari Kiu Ciu maupun Kuang Say,
jalannya sama sukarnya. Banyak daerah pegunungan yang tidak dapat dilalui oleh
kereta, ketika itu, kongcu naik tandu, sedangkan hamba menunggang kuda." kata Siau
Po. Kaisar Kong Hi menganggukkan kepalanya, tiba-tiba sebuah ingatan melintas dalam
benaknya, dia segera mengeluarkan perintah.
"Panggil pengurus kereta dan kuda!" katanya kepada seorang thay kam. Kemudian
dia menoleh kepada sang puteri dan berkata kembali "Kembalilah kau ke gedungmu,
kau sudah ke luar seharian, tentu suamimu menantikan kedatanganmu di rumah !"
Kian Leng kongcu mencibirkan bibirnya, "Dia pasti tidak menunggu aku." Hatinya
bermaksud ke luar bersama-sama Siau Po. Dengan demikian mereka masih bisa
bercakap-cakap, tapi kakak rajanya memanggil pengurus kereta dan kuda, tentu ada
urusan negara yang akan diselesaikannya.
"Hong te koko," katanya pula, "Hari sudah maIam. Tapi kau masih menyibukkan diri
dengan urusan negara, pada waktu dulu ayahanda raja sendiri tidak serajin engkau ini."
Hati kaisar Kong Hi terasa pilu mengingat ayahnya yang menyucikan diri di gunung
Ngo Tay san tanpa ditemani oleh sanak keluarganya.
"Ayahanda raja cerdas sekali, beliau dapat menyelesaikan suatu urusan dalam satu
jam, sedangkan aku, untuk menyelesaikan urusan yang sama mungkin memerlukan
waktu tiga jam. itu juga masih belum tentu." Kongcu tertawa.
"Aku dengar banyak orang mengatakan bahwa kakak raja berbakat dan sangat
cerdas, Sejak jaman dahulu sulit ditemukan Mereka tidak berani mengatakan kau lebih
baik dari ayahanda Raja, justru dikatakan sebagai raja yang langka sejak jaman ratusan
yang lampau." Kaisar Kong Hi tersenyum, "Dalam sejarah negara Cina, raja yang baik banyaknya
tidak terkira, misalnya raja Bun Ti dari dinasti Han, raja Kuang Bu dari dinasti yang
sama, kaisar Thay Cong dari dinasti Tong. Mereka semua dihormati orang bahkan
sampai jaman ini." Kian Leng kongcu melihat kakak rajanya tetap memandang ke arah peta meskipun
sedang berbicara dengannya, dia tidak berani banyak cakap lagi.
Matanya melirik kepada Siau Po. Tangannya tetap lurus ke bawah, sedangkan jari
tangannya menunjuk kepada Siau Po kemudian menunjuk lagi kepada dirinya sendiri
Maksudnya ingin mengatakan agar Siau Po sering menjenguknya.
Si anak muda mengerti maksudnya, Perlahan-lahan dia menganggukkan kepalanya
sedikit Kian Leng kongcu segera berpamitan kepada kaisar Kong Hi kemudian
mengundurkan diri. Beberapa saat kemudian, kaisar Kong Hi baru mendongakkan kepalanya.
"Kalau begitu, meriam yang kita buat rasanya terlalu besar dan kelewat berat, tentu
susah menariknya di jalan pegunungan."
Wi Siau Po tertegun. Dia baru sadar kalau sejak tadi kaisar Kong Hi memikirkan cara
mengirim meriam ke Hun Lam untuk menggempur Gouw Sam Kui.
"Benar, benar!" katanya, "Hamba memang ceroboh sehingga tidak terpikir persoalan
yang satu ini, sebaiknya dibuat lagi meriam yang lebih kecil, kalau bisa yang dapat
ditarik oleh dua ekor kuda, Dengan demikian jadi mudah membawanya ke Hun Lam."
"Perang di wilayah pegunungan tidak dapat mengandalkan laksaan tentara berkuda
atau senjata-senjata besar. Malah lebih menguntungkan kalau kita menggunakan
pasukan berjalan saja."
Tidak lama kemudian, tiga orang pengurus kereta sudah datang menghadap. Salah
satunya seorang laki-laki berbangsa Han, kaisar Kong Hi bertanya kepadanya.
"Apakah kuda-kuda sudah disiapkan?"
Orang itu memang pengurus khusus untuk kuda-kuda dan kereta besar yang biasa
digunakan untuk medan perang. Dia segera memberikan laporannya, Dia mengatakan
bahwa telah dipesan sejumlah kuda dari Tibet dan Mongol. Dia juga sudah membeli
sejumlah kuda dari luar perbatasan sekarang ini jumlah kuda yang mereka miliki kurang
lebih delapan laksa lima ribu ekor kuda pilihan dan saat ini masih terus dilatih serta
dirawat dengan baik. Kaisar Kong Hi senang sekali mendengarnya, dia memberikan pujiannya dan
pengurus itu cepat-cepat menyatakan perasaan terima kasih kepada junjungannya itu.
"Sri Baginda," Tiba-tiba Siau Po menyela, "Katanya kuda-kuda keluaran Hun Lam
dan kuda-kuda luar perbatasan seperti Tibet ada perbedaannya. Meskipun tubuhnya
lebih kecil tetapi tenaganya lebih besar, serta sanggup berjalan di daerah pegunungan
Entah benar atau tidak."
Kong Hi bertanya kepada para pengurus kudanya.
"Benarkah keterangan yang didapatkannya?"
"Benar Sri Baginda," jawab orang Han itu. "Kuda-kuda Hun Lam mau pun She Cuan
memang lebih ulet dan kuat mengangkat beban berat, tenaganya juga lebih kuat, kalau
digunakan untuk menempuh jalan pegunungan memang cukup baik, tapi kalau di jalan
datar, larinya kurang kencang, Dan untuk perjalanan jauh juga kalah dibandingkan
kuda-kuda dari Tibet maupun luar perbatasan. Karena alasan itulah, mengapa pasukan
tentara jarang menggunakan kuda Hun Lam maupun She Cuan."
Kaisar Kong Hi melirik kepada Siau Po sekilas, kemudian bertanya lagi kepada
pengurus kudanya. "Berapa ekor kuda Hun Lam dan She Cuan yang kita miliki?"
"Jawab Sri Baginda, di pusat ketentaraan kita di Hun Lam, jumlah kuda-kuda itu
banyak sekali. Tapi di wilayah lain justru sangat sedikit Misalnya di Ho Lam, kita
hanya mempunyai sekitar lima ratusan ekor saja."
Kaisar Kong Hi menganggukkan kepalanya, "Kalian boleh ke luar sekarang!"
katanya, Dia tidak ingin maksud hatinya diketahui oleh orang-orang itu. Setelah ketiga
sebawahannya itu mengundurkan diri, dia baru berkata kepada Siau Po.
"Untung ada kau yang mengingatkan. Besok pagi kau turunkan perintah agar
mendatangkan lebih banyak lagi kuda-kuda Hun Lam dan She Cuan. Jaga baik-baik
rahasia ini, jangan sampai diketahui pihak yang tidak berkepentingan!"
Tiba-tiba Siau Po tertawa terkekeh-kekeh, wajahnya menyiratkan kebanggaan
hatinya, Kaisar Kong Hi menjadi heran.
"Ada apa?" Siau Po tertawa. "Gouw Gokhu ada seekor kuda Hun Lam yang baru didatangkan dari sana, Dia
membual kudanya itu lebih kuat dan tenaganya lebih besar, Hamba tidak percaya,
karena itu hamba mengajaknya bertanding, Apakah kuda-kuda keluaran daerah itu
benar-benar mempunyai tenaga lebih besar, kita akan segera mengetahuinya."
Kaisar Kong Hi ikut tertawa.
"Kalau begitu, kau harus bertanding dengannya baik-baik! Bagaimana cara
pertandingannya?" tanyanya.
"Kami berjanji untuk bertanding sebanyak sepuluh babak, Yang bisa mengungguli
enam babak saja, terhitung keluar sebagai pemenang." sahut Siau Po.
"Kalau hanya bertanding sepuluh babak, bagaimana bisa tahu kuda-kuda itu benarbenar
kuat atau tidak?" kata kaisar Kong Hi. "Tahukah kau berapa jumlah kuda yang
didatangkan dari Hun Lam?"
"Aku lihat di istalnya ada sekitar lima enam puluh ekor kuda, semuanya baru
didatangkan dari Hun lam."
"Kalau begitu, sebaiknya kau bertanding dengannya sebanyak lima enam puluh
babak, Harus menempuh jarak jauh, paling baik lagi kalau lewat Say sua, jalanan
pegunungan." Dia melihat mimik wajah Siau Po agak aneh, karena itu raja segera menggumam.
"Dasar manusia tak punya guna! Kalau sampai kalah, biar aku yang menggantikan
kerugianmu." Siau Po merasa kurang leluasa untuk berterus terang kepada raja bahwa dia telah
menyuruh orang mengerjai kuda Gouw Eng Him. pertandingan kali ini, sembilan puluh
persen akan dimenangkan olehnya.
Tapi kalau raja salah mengira bahwa kuda-kuda Hun Lam tidak berguna, kelak
mungkin bisa merusak urusan besar, Karena itu, dengan tersenyum dia berkata.
"Masalahnya bukan taruhannya...."
Tiba-tiba kaisar Kong Hi menarik nafas panjang.
"Aih! Kuda-kuda Hun Lam mempunyai tenaga yang kuat, mendadak si budak Gouw
Eng Him mendatangkan begitu banyak kuda-kuda asal daerah nya, entah apa yang
direncanakannya?" Wi Siau Po tersenyum. "Tentu saja dia ingin memamerkan diri bahwa kuda-kuda asal daerahnya adalah
kuda yang baik." katanya.
Sepasang alis kaisar Kong Hi tampak berkerut.
"Tidak mungkin! Budak... itu pasti ingin melarikan diri!"
Siau Po masih belum mengerti maksudnya, Dengan heran dia bertanya.
"Maksud Sri Baginda, kabur?"
"Betul." jawab kaisar Kong Hi yang segera berteriak "Mana orang?" Dia langsung
menurunkan perintah kepada seorang thay kam. "Cepat siarkan perintah untuk menutup
sembilan pintu kota, Siapapun tidak boleh ke luar kota raja tanpa ijin tertulis dariku!
Lalu panggil Gouw Gokhu untuk menghadap!"
"Thay kam itu menurut Perintah kaisar segera dia laksanakan. sementara itu wajah
Siau Po berubah perlahan-lahan.
"Sri Baginda, masa nyali Gouw Eng Him si budak itu demikian besar sehingga berani
melarikan diri?" tanyanya.
Kaisar Kong Hi menggelengkan kepalanya.
"Semoga dugaanku keliru, kalau tidak, kita harus segera mengerahkan pasukan
tempur untuk melawan Gouw Sam Kui. sedangkan persiapan kita masih belum
matang...." "Kalau persiapan kita belum matang, persiapan Gouw Sam Kui sendiri juga belum
tentu sudah sempurna." kata Siau Po.
"Bukan begitu." kata kaisar Kong Hi. "Gouw Sam Kui, orangnya belum sampai ke
Hun Lam, tapi dia sudah membeli kuda begitu banyak dari sana." Wajah kaisar Kong Hi
tampak kelam sekali. "Dia sudah menjabat kedudukannya selama belasan tahun, sedangkan aku baru satu
dua tahun ini saja."
Siau Po hanya sanggup menghibur junjungannya.
"Tapi, persiapan Sri Baginda selama satu tahun, dapat disamakan dengan persiapan
Gow Sam Kui selama dua puluh tahun, Kecerdasan Sri Baginda berpuluh kali lipat
daripadanya." Kaisar Kong Hi mengangkat kakinya dan mendupak Siau Po satu kali. Sambil tertawa
dia berkata. "Aku menendang kau satu kali, setidaknya lebih enak dari pada tendangan Gouw
Sam Kui sebanyak dua puluh kali, Enaknya! Siau Kui cu, kau jangan menganggap
enteng Gouw Sam Kui, Orang tua itu pandai mengatur siasat perang. Lie Ki Seng yang
begitu lihay saja, juga terjungkal di tangannya, Di dalam pemerintahan sekarang, tidak
ada seorang pun yang sanggup menandinginya, Maksudku, panglima perang."
"Kita mengandalkan jumlah besar untuk mengunggulinya, Sri Baginda dapat
mengutus sepuluh orang panglima, Sepuluh lawan satu, masa tidak menang?" tanya
Siau Po, "ltu juga harus mengandalkan jenderal-jenderal yang lihay," kata kaisar Kong Hi.
"Seandainya sebawahanku ada yang setanding dengan Ci Tat, Tiong Gi Cun atau Bhok
Eng, dan Tan yu Liang dari kerajaan Beng yang terdahulu, tentu aku tidak perlu
khawatir lagi." "Kalau Sri Baginda turun dengan sendiri mengatur pasukan perang, tentu melebihi
segala Ci Tat, Tiong Gi Cun maupun Tan Yu Liang, DahuIu mereka juga turun tangan
sendiri memimpin pasukan."
"Kau memang pandai mengumpak, apalagi dengan mengatakan tentang Niau Seng
Hi Tong apa, cerdas melebihi sang Buddha.... Kalau memang pintar, tentu harus
mempunyai keahlian sendiri dalam memimpin pasukan perang, ini bukan soal mainmain,
selamanya aku tidak pernah turun ke medan perang, bagaimana dapat
menandingi Gouw Sam Kui" Biarpun berlaksa tentara berkuda, yang dikerahkan, tapi
kalau pemimpinnya tidak becus, salah sedikit saja, semuanya jadi fatal.
Dijaman dahulu, kaisar Cong Ceng mempercayai kata-kata seorang thay kam yang
bernama Ong Cin, dia menyerahkan laksaan tentaranya kepada si thay-kam ceroboh
itu. Akhirnya, bukan saja serangan mereka gagal, namun rajanya sendiri kena tertawan
oleh pihak musuh." Siau Po menunjukkan roman terkejut "Tapi, Sri Baginda.,." katanya, "Hamba jangan
disamakan, karena hamba adalah thay kam palsu!"
Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak, "Kau tidak perlu khawatir!" katanya,
"Seandainya kau seorang thay kam tulen sekalipun, aku toh bukannya kaisar Eng Tiong
di jaman kerajaan Beng, mana mungkin aku seceroboh itu mendengarkan perkataanmu
tanpa mempertimbangkannya lagi?"
"Betul! Betul!" sahut Siau Po cepat. "Sri Baginda memang cerdas sekali, Segala
sesuatu dapat diramalkan dengan tepat, Dalam cerita sandiwara ada disebutkan juga,
kalau tidak salah.... pandangan apa... sejauh ribuan li...."
"Sudahlah, kata-kata itu terlalu dalam, aku tidak akan menjelaskannya kepadamu."
tukas kaisar Kong Hi. Di saat mereka sedang berbincang-bincang itulah, seorang thay kam datang
memberikan laporannya. "Seluruh pintu kota sudah ditutup sesuai perintah Sri Baginda."
Baru saja hati kaisar Kong Hi agak lega, seorang thay kam lainnya datang pula
dengan laporannya.

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Gok Huma sedang keluar berburu, karena pintu kota sudah ditutup, jadi perintah Sri
Baginda tidak dapat disiarkan keluar."
Kaisar Kong Hi langsung menggebrak mejanya keras-keras sembari mencelat
bangun. "Ternyata dia benar-benar sudah kabur!" Kemudian dia bertanya, "Di mana Kian
Leng kongcu?" "Jawab Sri Baginda." kata thay kam itu, "Tuan puteri ada di gedungnya!"
"Kurang ajar!" teriak kaisar Kong Hi dengan sikap garang. "Budak itu benar-benar
tidak ingat cinta kasih antara suami istri sedikit pun juga!"
"Sri Baginda, sekarang juga hamba akan mengejar budak itu. Dia sudah berjanji
untuk bertanding kuda-kuda kami hari ini. Tiba-tiba dia pergi berburu, tampaknya urusan
ini memang agak kurang beres." kata Siau Po.
Kaisar Kong Hi bertanya kepada thay kam tadi, "Kapan Gouw Gokhu berangkat
berburu?" "Jawab Sri Baginda, hamba pergi ke gedung Gouw Gokhu, menurut Cong koan
rumahnya, beliau sudah berangkat sejak pagi-pagi sekali." sahut thay kam yang
ditanya. Kaisar Kong Hi mendengus dingin satu kali, "Pasti pagi-pagi sekali budak ini sudah
mendapat kabar dari Ciu Cing Tiong tentang ayahnya yang akan memberontak karena
itu dia cepat-cepat kabur!"
Kemudian dia menoleh kepada Siau Po dan berkata lagi. "Orang sudah berangkat
enam tujuh jam yang lalu, pasti sulit mengejarnya lagi. Dia sengaja mendatangkan lima
enam puluh ekor kuda dari Hun Lam, tujuannya untuk mengganti tunggangan
sepanjang perjalanan Dia pasti lari ke Kunbeng."
Diam-diam Siau Po berpikir dalam hati, -- Terkaan Sri Baginda benar-benar seperti
dewa, Mendengar Gouw Eng Him mendatangkan kuda dari Hun Lam, beliau sudah
dapat mengira kalau budak itu akan melarikan diri.
Melihat wajah kaisar Kong Hi yang murung, dia tidak berani sembarangan
mengumpak Tiba-tiba sebuah ingatan melintas dalam benaknya, maka dia berkata.
"Sri Baginda harap jangan khawatir! Mungkin hamba mempunyai jalan untuk
menangkap kembali budak itu."
"Kau mempunyai akal apa" Ngaco belo!" kata kaisar Kong Hi. "Begitu meninggalkan
kota raja, asal sudah agak jauh, dia bisa merubah dandanannya, pada saat itu,
mengenalinya pun sulit Apalagi dia menggunakan kuda-kuda yang tenaganya kuat."
Siau Po tidak tahu apakah pengurus kudanya sudah mencekoki kuda-kuda Gouw
Eng Him dengan kacang kedelai atau belum, dia tidak berani sembarangan sesumbar di
hadapan kaisar Kong Hi. Maka dia berkata.
"Setiap orang peruntungan berlainan Kita adu peruntungan saja dengan mencobacoba
mengejarnya, kalau sampai tidak tersusul juga, namanya sudah takdir."
"Baik." kata kaisar Kong Hi. Dia mengambil pitnya dan menulis beberapa huruf di
atas sehelai kertas, lalu diteranya cap kerajaan. Disodorkannya surat ijin ke luar kota
untuk Siau Po itu. "Kau bawalah sejumlah tentara, seandainya Gouw Eng Him
membangkang, ringkus saja!"
"Terima perintah!" sahut Siau Po sambil menyambut surat ijin tersebut. Tanpa
menunda waktu lagi, dia menghambur dari kamar tulis raja.
Kian Leng kongcu sedang berdiri di depan pintu istana, melihat Siau Po yang
berjalan dengan tergesa-gesa, dia langsung menegur.
"Siau Kui cu, apa yang sedang kau lakukan?"
"Anak manis, celaka! Lakimu merat!" teriaknya tanpa berhenti berlari, malah dia
mempercepat langkah kakinya.
Kian Leng kongcu mengomel.
"Thay kam mau mampus! Tidak ada sopan sedikit pun. Ayo berhenti!" teriaknya.
"Aku pergi menangkap suamimu kembali!" teriak Siau Po sambil berlari terus, "Kalau
sampai terlambat, ibarat api yang menjalar, semakin lama semakin..." ocehannya
sayup-sayup menghilang seiring dengan orangnya yang sudah kabur jauh.
Wi Siau Po kembali ke gedungnya, dia melihat Tio Liang Tong sedang menemani
Thio Yong bertiga minum arak di taman bunga, Dia segera membalikkan tubuhnya dan
memerintahkan belasan siwi untuk menangkap Thio Yong bertiga. Dalam sekejap mata
ketiga tamunya itu sudah diikat erat-erat.
Dengan penasaran Thio Yong bertanya.
"Mohon tanya kepada Wi tou tong, apakah kesalahan yang telah kami lakukan?"
"Di sini ada surat perintah penangkapan, aku tidak ada waktu banyak bicara
denganmu." kata Siau Po sambil memperlihatkan sehelai surat perintah Kemudian dia
menurunkan perintah, "Siapkan tentara sebanyak seribu orang, siwi sebanyak lima
puluh orang, suruh mereka menghadap secepatnya, jangan lupa siapkan kuda-kuda
untuk tunggangan!" Beberapa opsir segera menerima perintah itu. Siau Po menoleh kepada Tio Liang
Tong. "Tio Cong peng, si budak Gouw Eng Him sudah melarikan diri Gouw Sam Kui akan
memimpin pemberontakannya, kita harus mengejar secepatnya."
Lalu berpesan kepada beberapa opsir yang ada di sana. "Jaga ketiga orang ini baikbaik!
Tio Cong peng, mari kita berangkat!"
Sementara itu, Thio Yong dan kedua rekannya terkejut setengah mati mendengar
keterangan Siau Po, Mereka saling pandang sekilas, Thio Yong langsung berteriak.
"Wi Tayjin, kami adalah penduduk dari Si Liang, Dahulu kami menjadi guru silat di
Kam Siau, belakangan kami diangkat menjadi opsir di Hun Lam, kami bukanlah antek
Gouw Sam Kui! Kami selalu setia kepada pemerintah kerajaan Ceng! kami bahkan
selalu ditekan oleh Gouw Sam Kui, sekarang kami dipindahkan dari Hun Lam, justru
karena dia tahu kami tidak mau menurut pada perintahnya, dia takut masih merusak
usaha besarnya!" "Aku mana tahu apakah kata-katamu itu benar atau tidak?" kata Siau Po.
"Tahun lalu," kata Sun Si Kek yang turut bicara, "Kepalaku ini hampir saja dipenggal
oleh Gouw Sam Kui, untung ada sahabat Thio ini yang memohonkan pengampunannya.
Dengan demikian kepada Pie cit baru dapat dipertahankan sampai hari ini. Pie cit justru
benci sekali kepada Gouw Sam Kui."
"Kalau kami bersengkongkol dengannya," kata Thio Yong pula, "Mengapa kami tidak
ikut lari bersama-sama dengannya?"
Siau Po merasa kata-kata itu ada benarnya juga, Dengan suara dalam dia berkata.
"Baik! Kalian antek Gouw Sam Kui atau bukan, sekembalinya nanti aku akan
menyelidiki dengan seksama, Tio Cong Peng, urusan mengejar orang lebih penting, ayo
kita berangkat sekarang!"
"Tou tong tayjin, Ong Hu Ciang sudah lama mengurus kuda di Hun Lam, kuda-kuda
daerah itu, sekali lihat jejaknya saja, dia sudah bisa mengenali." kata Thio Yong.
Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Keahlian ini memang ada manfaatnya, tapi kalau dalam perjalanan kalian
melakukan yang tidak-tidak, tentu aku sulit mengatasinya."
Sun Si Kek segera berkata dengan suara lantang.
"Tou tong tayjin, kau boleh mengurung hamba di sini, bawalah sahabat Thio dan Ong
hu ciang serta, Kalau mereka memperlihatkan gerakan apa-apa, kau boleh kembali ke
sini untuk menebas batang leherku."
"Bagus, Kau benar-benar gagah, Tapi, untuk urusan ini aku belum bisa mengambil
keputusan Mari, mari! Saudara Thio, kita bermain dadu, Kalau kau menang, aku akan
menurut apa yang kau katakan Tapi kalau aku yang menang, kepala kalian bertiga
terpaksa menjadi taruhannya."
Tanpa menunggu sahutan dari Thio Yong, dia langsung berteriak kepada
bawahannya, "Bawa dadu ke mari!"
"Hamba selalu membawa dadu." kata Ong Cin Po. "Renggangkanlah ikatan ini,
hamba akan menemani tayjin bermain!"
Siau Po menjadi heran. Dia meminta seorang opsir untuk melepaskan ikatan orang
itu, Ong Cin Po mengulurkan tangannya ke dalam saku, Ternyata dia memang
mengeluarkan tiga butir dadu. Dia memutarnya di atas meja. Tangannya tampak sudah
terlatih sekali. "Mengapa kau membawa dadu dalam sakumu?" tanya Siau Po.
"Seumur hidup, Pie cit suka berjudi Karena itu, Pie cit selalu membawa dadu ke
mana saja. Kalau tidak ada orang yang diajak bertaruh, tangan kiri Pie cit akan menjadi
lawan main tangan kanan."
Hati Siau Po tertarik sekali.
"Tangan kiri lawan tangan kanan" Kalah menangnya bagaimana bisa ketahuan?"
tanyanya. "Kalau tangan kanan yang kalah, maka tangan kiri akan menghajarnya satu kali,
Demikian pula dengan tangan kiri, kalau kalah, giliran tangan kanan yang
menghajarnya." sahut Ong Cin Po.
Siau Po tertawa terbahak-bahak.
"Menyenangkan! Sungguh menyenangkan!" katanya lalu berkata dengan serius, "Lo
heng (saudara tua) mempunyai hobby yang sama denganku, berarti kau pasti orang
baik-baik, Mana orang" Lepaskan juga ikatan pada kedua jenderal ini! Ong Hu Ciang,
aku ingin bertaruh denganmu sebanyak tiga kali, siapa pun yang kalah atau menang,
kalian tetap ikut aku mengejar Gouw Eng Him. Kalau aku menang, urusan yang sudah
terjadi tidak perlu diungkit lagi, Kalau kebetulan kalian yang menang, aku akan
menyembah dan meminta maaf."
Thio Yong bertiga juga tertawa terbahak-bahak.
"Untuk itu, kami tidak pantas menerimanya."
Siau Po mengambil dadu dari atas meja, Baru saja dia ingin melemparkannya,
seorang opsir sudah masuk ke dalam ruangan itu dan melaporkannya bahwa para
tentara dan siwi yang diminta Siau Po sudah menunggu perintah dengan berkumpul di
luar gedungnya. Siau Po segera menyimpan kembali dadu itu.
"Urusan ini tidak boleh ditunda lagi, lebih penting mengejar pemberontak. Para
panglima sekalian, mari kita berangkat sekarang juga!"
Dengan membawa Thio Yong, Tio Liang Tong dan rombongan tentara serta siwi,
mereka ke luar dari pintu sebelah selatan.
Ong Cin Po berjalan di depan sebagai pembuka jalan. Setelah mengejar sampai
belasan li, dia turun dari kudanya dan memperhatikan jejak kuda di sekitar tempat itu.
"Tou tong tayjin, aneh sekali, Jejak itu menuju timur." katanya,
"Mengherankan! Dia toh akan pulang ke Inlam, seharusnya dia mengambil arah
selatan. Baiklah, kita ikut menuju timur!" katanya.
Bagian 69 Dalam hati Tio Liang Tong timbul kecurigaan -- Menuju ke timur" Benar-benar tidak
masuk akal! Mungkinkah Ong Cin Po sengaja menyesatkan jalan kami, agar Gouw Eng
Him dapat melarikan diri" -Karena mendapat pemikiran seperti itu, dia segera berkata kepada Siau Po.
"Tou tong tayjin, bolehkan Pie cit membawa sejumlah rombongan untuk mengejar ke
selatan?" Siau Po melirik sekilas ke arah Ong Cin Po, tampak wajah orang itu menyiratkan
kemarahan, dia segera berkata.
"Tidak perlu, semuanya ikut dengan petunjuk yang diberikan Ong Hu Ciang saja! Dia
yang memelihara kuda-kuda itu, tentu dia lebih mengetahuinya dari pada kita." Dia
segera memerintahkan kepada beberapa orang tentara untuk mengambil senjata dan
membiarkan Thio Yong bertiga memiIihnya.
Thio Yong mengambil sebatang golok besar, "Meskipun usia Tou tong tayjin masih
muda," katanya, "Tapi jiwanya besar sekali, Kita merupakan serdadu dari Inlam, Gouw
Sam Kui merencanakan pemberontakan, Tou tong tayjin malah mem-perlakukan kami
demikian baik dan tidak menaruh kecurigaan sedikit pun."
Wi Siau Po tertawa. "Kau tidak perlu memuji terlalu tinggi!" katanya, "Aku ini ibarat orang yang
menanamkan saham dalam satu usaha, Kalau mendapat laba, berarti untung besar,
kita akan berhasil menangkap Gouw Eng Him. Di samping itu aku juga mendapatkan
tiga orang sahabat Kalau kalah, berarti rugi besar, Paling-paling ditebas batang leher
ini oleh kalian." Thio Yong senang sekali mendengar kata-katanya.
"Kami merupakan laki-laki sejati dari wilayah barat, kami paling senang berteman
dengan orang-orang gagah, Karena Tou tong tayjin tidak keberatan menganggap kami
sebagai teman, maka untuk selanjutnya selembar jiwa ini aku serahkan kepadamu."
Dia menancapkan goloknya di dalam tanah lalu menjura dalam-dalam kepada Siau
Po, Ong Cin Po dan Sun Si Kek pun ikut menjura.
Siau Po mencelat turun dari kudanya dan membalas penghormatan ketiga orang itu.
Keempat orang itu sama-sama menjatuhkan diri berlutut dan saling memberikan
penghormatan setelah itu mereka berdiri dan tertawa terbahak-bahak.
"Tio Cong Peng, ayo kau juga ikut berlutut dan memberikan penghormatan Dengan
demikian sejak sekarang kita semua telah menjadi saudara antara satu dengan
lainnya." kata Siau Po kepada Tio Liang Tong. "Kalau ada kesenangan kita cicipi
bersama, ada kesusahan kita tanggung bersama pula."
"Aku belum percaya penuh dengan Ong Hu Ciang itu, nanti setelah kita berhasil
menemukan Gouw Eng Him, baru berlutut dan memberikan penghormatan juga masih
belum terlambat." kata Tio Liang Tong.
Ong Cin Po marah sekali mendengar kata-katanya.
"Meskipun pangkatku rendah, tapi aku tetap seorang laki-laki sejati, siapa yang
kesudian saling menghormati denganmu?" Selesai berkata, ia mencelat ke atas
kudanya lalu melarikannya ke depan mengikuti jejak yang terlihat olehnya.
Setelah menempuh perjalanan ke timur sejauh belasan li Ong Cin Po mencelat turun
lagi dari kudanya, Kembali dia memeriksa jejak kaki kuda yang tampak di atas tanah.
Sembari menggelengkan kepalanya dia berkata.
"Aneh, aneh sekali!"
"Ada apa?" tanya Thio Yong cepat.
"Jejak kaki kuda ini tidak beraturan, sepertinya bukan kuda daerah kita." kata Ong
Cin Po. Mendengar kata-katanya, Siau Po justru senang sekali, Dia tertawa terbahak-bahak.
"lni dia! Tidak salah lagi! Memang barang tulen! Sudah tentu ini jejak kaki kuda dari
Inlam!" katanya. Wajah Ong Cin Po tampak kelam.
"Bentuk jejak kakinya memang tidak salah, tapi tenaga jejakannya justru lemah
sekali, hal ini benar-benar mengherankan." katanya.
"Tidak heran, Sama sekali tidak heran." kata Siau Po. "Kuda Inlam datang ke kota
raja, tidak bedanya dengan manusia yang tidak cocok dengan iklim dan makanannya,
kuda-kuda itu jadi buang-buang air besar, Setelah lewat tujuh delapan hari, baru
terbiasa, Kalau jejak kaki kuda itu lemah, maka tidak salah lagi, pasti kuda Inlam."
Ong Cin Po melirik kepada Siau Po muda sekilas, Dia melihat mimik wajah anak
muda itu menunjukkan kejanggalan dibilang ketawa bukan, dibilang mesem juga bukan,
Hatinya jadi setengah percaya setengah tidak dengan kata-kata Siau Po, Akhirnya dia
mengejar lagi ke depan. Setelah melarikan kudanya beberapa saat, dia melihat jejak kaki kuda menuju
tenggara, Thio Yong segera berkata.
"Tou Tong tayjin, kalau dilihat dari jejak kaki kuda ini, tampaknya Gouw Eng Him
hendak melarikan diri lewat jalan laut, Karena terusan jalan ini menuju pantai, Pasti
dia sudah menyiapkan kapal atau perahu. Dengan jalan laut dia menuju Kuang Say lalu
memutar ke Inlam. Kalau benar demikian, para tentara pun tidak dapat menghalanginya
lagi." Siau Po menganggukkan kepalanya.
"BetuL Dari kota raja ke Kun Beng, jarak yang ditempuh kurang lebih sepuluh laksa
delapan ribu li, kapan waktu saja ada kemungkinan dihadang oleh tentara kerajaan
jalan lewat laut memang jauh lebih aman." katanya.
"Kalau begitu, kita harus mengajar lebih cepat lagi." kata Thio Yong.
"Kenapa?" tanya Siau Po.
"Dari kota raja sampai ke tepi laut hanya ratusan Ii, dia tidak perlu mengganti
kudanya untuk menambah kekuatan dan bisa melarikan diri se-cepatnya." sahut Thio
Yong. "Betul, betul!" puji Siau Po. "Dugaan Thio taoko ibarat dewa, benar-benar berbakat
menjadi panglima besar!"
Thio Yong mendengar si anak muda merubah panggilannya dengan menyebut Thio
toako, hatinya senang sekali.
Siau Po segera menurunkan perintah agar beberapa tentaranya segera lari
secepatnya menuju tepi pantai dan menyampaikan kepada para pengawas di sana agar
menutup jalan laut, jangan ada sebuah perahu atau kapal pun yang diijinkan berlayar
Beberapa bawahannya menerima baik perintah itu lalu pergi dengan tergesa-gesa.
Tidak lama kemudian, mereka melihat dua ekor kuda terkulai di pinggir jalan,
Ternyata memang kuda asal Inlam, Thio Yong senang sekali melihat kejadian itu.
Tou tong tayjin, ternyata jejak yang diikuti Ong Hu Ciang tidak salah." katanya.
Wajah Ong Cin Po justru muram sekali, seakan pikirannya ruwet sekali.
"Ong sam ko, mengapa kau tampak tidak senang?" tanya Siau Po.
Dalam hati Ong Cin Po menggerutu.
- Aku toh bukan anak ketiga, mengapa kau memanggil aku sam ko" Tapi dia tetap
menjawab "Kuda-kuda yang aku pelihara, semuanya merupakan kuda-kuda pilihan.
Mengapa bisa buang-buang air besar dan terkulai di pinggir jalan" seandainya Gouw
Eng Him melarikannya mati-matian, kuda-kuda ini juga tidak mungkin sedemikian tidak
punya guna. Benar-benar sayang sekali!"
Siau Po tahu orang yang satu ini sangat menyayangi kuda, dia semakin tidak berani
menceritakan soal kacang kedelai, dia hanya berkata.
"Si budak Gouw Eng Him hanya mementingkan dirinya sendiri agar dapat kabur
sejauh-jauhnya, tidak perduli meskipun kuda-kudanya mati kecapaian Dengan demikian
sia-sialah jerih payah Ong sam ko, Budak ini benar-benar tidak punya perasaan,


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mungkin dia manusia yang tidak terdiri dari darah dan daging."
"Tou tong tayjin, mengapa tayjin memanggil hamba sam ko?" tanya Ong Cin Po.
Siau Po tertawa. "Thio toako, Tio ji ko, Ong sam ko, Sun si ko, aku lihat siapa yang jenggotnya lebih
putih, maka usianya lebih tua sedikit Maka aku memanggilnya dengan menurut
penglihatanku itu." "Rupanya begitu," kata Ong Cin Po. "Satu keluarga Gouw Sam Kui memang bukan
keturunan baik-baik, orang menjadi tentara tapi tidak sayang kepada kuda, maka akhir
hidupnya pasti tragis." Selesai berkata, dia menarik nafas panjang.
Baru berjalan beberapa li, tampak ada beberapa ekor kuda lagi yang mati terkulai di
pinggir jalan. Tiba-tiba Thio Yong berkata.
Tou Tong tayjin, tampaknya kuda Gouw Eng Him salah makan sehingga tidak kuat
berjalan lagi. Tapi kita harus berjaga-jaga seandainya dia bersembunyi di dalam desa."
"Dalam hal apa pun Thio toako dapat menerka sebelumnya, siautee benar-benar
merasa kagum." kata Siau Po yang segera menyuruh orang-orangnya berpencar untuk
mencari. Ternyata, baru mencari belum berapa Iama, dari arah utara terdengar sorakan yang
nyaring. "Gouw Eng Him sudah tertangkap!"
Siau Po dan yang lainnya gembira sekali. Mereka segera mengikuti sumber suara
sorakan tadi. Dari kejauhan tampak serombongan tentara sedang berkerumun di tepi
pematang sawah. Di daerah ini tadi malam turun hujan lebat karenanya sekitar tempat itu penuh
dengan tanah lumpur dan tanah merah, Puluhan tentara menggiring beberapa orang
yang tubuhnya berlepotan tanah merah mendekati mereka.
Orang yang paling depan ternyata memang Gouw Eng Him. Tapi dia mengenakan
pakaian yang biasa dikenakan para petani, sehingga tak terlihat tampang sehari-harinya
yang mentereng dan mewah.
Siau Po mencelat turun dari kudanya, Dia segera menjura dan sambil tersenyum.
"Gouw Gokhu, apakah kau sedang bermain sandiwara" Sri Baginda tiba-tiba saja
ingin menonton pertunjukan sandiwara, siaute diperintahkan untuk mencari rombongan
pemain sandiwara, Kebetulan kau ada di sini, maka sebaiknya kau segera datang ke
istana dan tunjukkan permainanmu. Tentu bagus sekali! Ha ha ha ha ha! Kau pasti
memegang peranan menjadi pengemis bukan" ini toh cerita dalam lakon "Si budak Kim
Giok mencari jodoh."
Sejak tadi seluruh tubuh Gouw Eng Him sudah gemetar Mendengar sindiran Siau Po,
dia tidak sanggup mengucapkan sepatah kata pun juga.
Dengan penuh kebanggaan, Siau Po menggiring Gouw Eng Him kembali ke kota
raja, Ketika mereka sampai di depan gerbang istana, sudah merupakan siang pada hari
keduanya. Sementara itu, kaisar Kong Hi sudah mendapat laporan dari pasukan yang ekspres
yang sampai terlebih dahulu, Dia langsung menyuruh mereka menghadap, Wajah Siau
Po penuh dengan debu kotor Dia sengaja membiarkannya.
Begitu kaisar Kong Hi melihatnya, tentu saja timbul pikiran bahwa sebawahannya
yang satu ini benar-benar setia dan bekerja dengan kesungguhan hati. Dia
mengulurkan tangannya untuk menepuk-nepuk bahu Siau Po. sembari tersenyum dia
bertanya. "Makanya! Siau Kui cu, sebetulnya kepandaian apa yang kau miliki sampai kau
sanggup menangkap kembali si budak Gouw Eng Him?"
Siau Po tidak berani berbohong lagi, Dia berterus terang kuda-kuda milik Gouw Eng
Him yang dikasih makan kacang kedelai.
"Sebetulnya hamba hanya ingin mengalahkan dia dalam pertandingan agar dapat
memenangkan uang sebanyak selaksa tail, Dengan demikian lain kali dia tidak berani
sesumbar lagi, sekaligus hamba juga bisa punya uang untuk dihambur-hamburkan,
Kalau melaksanakan tugas demi Sri Baginda kan tidak perlu minta ongkos lagi"
Tak disangka nasib Sri Baginda benar-benar sedang dirundung bintang terang. Garagara
keisengan hamba, malah rencana Gouw Sam Kui jadi berantakan. Tampaknya,
kalau Gouw Sam Kui benar-benar ingin memberontak usahanya juga akan gagal."
Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak Dia merasa semua ini memang sudah diatur
oleh Thian Yang Kuasa. Rejekinya sendiri memang tidak kecil, Sembari tertawa dia
berkata. "Aku memang ada rejeki sebagai seorang raja, dan kau juga mempunyai
peruntungan bagus sebagai seorang panglima, Setelah ini, kau boleh beristirahat"
katanya. "Si budak Gouw Eng Him sudah dijaga ketat oleh para siwi, tergantung Sri Baginda
bagaimana hendak menanganinya." kata Siau Po.
"Untuk sementara kita jangan mengambil tindakan apa-apa," kata kaisar Kong Hi
dengan suara rendah, "Biarkan dia pulang ke istana huma, Kita tunggu gerakan apa
yang akan diambil oleh Gouw Sam Kui. Paling bagus kalau dia tahu anaknya berusaha
melarikan diri tapi berhasil ditangkap kembali, tapi sampai sedemikian jauh aku tidak
menghukumnya sedikit pun. Dengan demikian mungkin dia akan merasa berhutang
budi dan membatalkan rencana pemberontakannya."
"Betul, betul." sahut Siau Po. "Sri Baginda memang berjiwa besar, Niau Seng Hi
Tong!" "Kau perintahkan sejumlah opsir untuk berjaga di bagian depan dan belakang
gedung istana Gok hu, siapa pun yang ke luar masuk harus diperiksa dengan teliti!
Kuda-kudanya harus ditarik ke luar, seekor pun tidak boleh ditinggalkan di sana!" kata
kaisar Kong Hi kemudian. Kembali Siau Po mengiakan Kaisar Kong Hi berkata pula.
"Siapa pun yang berjasa kali ini, kau buatkan daftar namanya, semuanya akan
mendapat hadiah dan kenaikan pangkat Tidak terkecuali si tukang kuda yang memberi
kacang kedelai pada tunggangan Gouw Eng Him, dia pun patut mendapat sedikit
kenaikan pangkat Ha ha ha ha ha!"
Siau Po menjatuhkan diri berlutut serta mengucapkan terima kasih, Karena tidak bisa
menulis, maka dia menyebutkan saja nama Thio Yong, Tio Liang Tong, Ong Cin Po dan
Sun Si Kek. Thio Yong bertiga sebetulnya pembesar dari Inlam, tapi mereka tahu benar
bagaimana harus bersetia kepada Sri Baginda, Mereka telah berjasa besar dalam
penangkapan Gouw Eng Him kali ini, Hal ini membuktikan seandainya Gouw Sam Kui
akan memberontak para opsir dan pembesar sebawahannya pasti akan memihak
kepada kita." katanya.
"Bagus sekali kalau Thio Yong dan kedua rekannya tidak sekomplotan dengan Gouw
Sam Kui. Thio Yong tadinya seorang opsir di daerah Kam Siau, Tampaknya kedua
rekannya yang lain juga bukan orang lama dalam pemerintahan Gouw Sam Kui di
Inlam," kata kaisar Kong Hi.
"Dugaan Sri Baginda pasti tidak salah." sahut Siau Po.
Siau Po segera mengundurkan diri, Begitu sampai di luar, dia menyuruh para opsir
membawa Gouw Eng Him kembali ke gedungnya.
"Huma ya, di depan Sri Baginda aku telah berbicara banyak yang baik-baik mengenai
dirimu, itulah sebabnya kepalamu masih bisa dipertahankan sampai sekarang, Kalau
lain kali kau kabur lagi, bisa-bisa batok kepalaku juga ikut melayang." katanya kepada
Gouw Eng Him. Tidak hentinya Gouw Eng Him menghaturkan terima kasih, Tapi di dalam hati dia
mencaci maki. Dia tetap tidak mengerti mengapa puluhan ekor kudanya yang
merupakan kuda pilihan bisa begitu lemah dan terkulai mati di tengah jalan.
Beberapa hari kemudian, turun firman dari kaisar Kong Hi tentang kenaikan pangkat
Wi Siau Po, Thio Yong dan yang lain-lainnya. persoalan mengenai Gouw Eng Him yang
melarikan diri tidak boleh disebar luaskan, jadi hal ini masih tetap dirahasiakan hanya
dikatakan bahwa Siau Po, Thio Yong dan yang lainnya telah berhasil melaksanakan
sebuah tugas dengan baik.
Dengan kaburnya Gouw Eng Him, kaisar Kong Hi dapat menduga bahwa rencana
pemberontakan Gouw Sam Kui telah sampai pada puncaknya, Namun dengan
tertangkapnya kembali putra penghianat itu, setidaknya dapat menunda sejenak
gerakan orang itu. Dalam beberapa hari ini kaisar Kong Hi sibuk sekali, Dia turun tangan sendiri
memeriksa para tentara, juga mengeluarkan banyak uang untuk membeli kuda pilihan
dan membuat meriam serta senjata perang lainnya.
Masih ada satu hal yang memusingkan pemikiran kaisar Kong Hi, yakni persediaan
uang yang semakin menipis. Belum lagi dia harus mengeluarkan biaya untuk persiapan
melawan Taiwan, Mongol, Tibet dan negara Losat.
Untung saja urusan pulau Sin Liong to sudah diselesaikan oleh Siau Po. Akan tetapi
negara Losat adalah musuh yang kuat, sama sekali tidak dapat dipandang ringan,
Karena itu, kaisar Kong Hi merasa lebih baik menyuruh Siau Po kembali ke Yang-ciu,
kampung halamannya untuk membangun Tiong Liat su.
Dari sana dia bisa memutar ke selatan untuk menyelidiki gerak-gerik, Gouw Sam Kui
atau mencari berita mengenai negara lainnya yang bisa menjadi musuh bagi
pemerintahan kerajaan Ceng. Siau Po diperintahkan untuk membawa Thiong Yong
berempat. Hari itu, Siau Po dan Thio Yong berempat sudah bersiap untuk berangkat Tiba-tiba
Sie Long, Oey Po serta Ci Thian Coan dan Hong Ci Tiong dari Thian Te hwee datang
berkunjung, pertemuan itu sungguh menggembirakan mereka semua.
Rupanya Siau Po terperangkap dalam siasat "Bi Jin ke" (Rayuan wanita cantik) yang
dilakukan oleh Hong kaucu, Sie Long dan yang lainnya bukannya tidak berani kembali
ke kota raja, Setiap hari Sie Long naik perahu mengelilingi lautan untuk mencari jejak
Siau Po yang mungkin memerlukan pertolongan mereka.
Mereka menjelajahi setiap pulau yang ditemui, Ci Thian Coan malah pergi ke Liau
Tong, Shan Tung dan beberapa daerah lainnya untuk mencari jejak si anak muda,
Sampai akhirnya mereka mendengar Siau Po sudah kembali ke kota raja, barulah
mereka bergegas pulang untuk bertemu dengannya.
Tentu saja Siau Po tidak menceritakan pengalamannya yang memalukan Dia hanya
mengoceh sembarangan untuk menutupi hal yang sebenarnya, Di dalam hati Sie Long
dan yang lainnya kurang percaya dengan keterangan si bocah, tapi mereka tidak berani
banyak bertanya. Siau Po kembali menghadap kaisar Kong Hi untuk menyatakan jasa-jasa yang telah
dibuat oleh Sie Long dan kawan-kawan. Raja cilik itu juga memberi persen serta
menaikkan pangkat mereka, sedangkan Ci Thian Coan serta rekan-rekan dari Thian Te
hwee tidak mungkin sudi menerima hadiah dari pemerintahan Ceng, tentu saja Siau Po
juga tidak menyebutkan nama mereka, Satu hari penuh mereka bercakap-cakap,
keesokan paginya mereka baru berangkat bersama-sama.
Belum satu hari mereka sampai di kaki Gunung Ong Ok San. Secara diam-diam Siau
Po memberitahukan kepada saudara-saudaranya dari Thian Te hwee bahwa dia ingin
menumpas kepala berandal Pak Lui. Semuanya terkejut setengah mati mendengar
pemberitahuan itu. "Wi hiocu," kata Lie Liat sek, "Hal ini sekali-sekali tidak boleh dilakukan. Pak Lui
adalah orang dari kerajaan Beng. Dia orang gagah dan pahlawan besar, Kalau kita
menghancurkan Ong Ok San, berarti kita menjual tenaga bagi Bangsa Tat Cu."
"Kiranya begitu," kata Siau Po. "Tadinya aku kira sebangsa berandal yang suka
merampok rakyat kecil Tapi aku telah menerima titah dari Sri Baginda, Dalam hal ini aku
jadi sukar mengambil keputusan."
"Pangkat Wi hiocu dalam pemerintahan Ceng semakin Iama semakin tinggi, hal ini
tidak menguntungkan pihak kita." kata Hian Ceng tojin." Kalau menurut pendapatku,
sebaiknya kita bekerja sama dengan See to Pak Lui untuk memberontak saja."
The Ceng Pa menggelengkan kepalanya, "Langkah kita yang pertama justru
meminjam tenaga Tat cu untuk menghadapi si pengkhianat Gouw Sam Kui Kalau Wi
hiocu memberontak sekarang, ada kemungkinan raja Tat Cu malah bergabung dengan
Gouw Sam Kui untuk melawan kita, Dengan demikian, sia-sia lah jerih payah kita
selama ini." Siau Po memang tidak berniat memberontak terhadap kaisar Kong Hi. Mendengar
kata-kata itu, dia segera menyambutnya dengan senang.
"Betul, betul Kita harus mengenyahkan Gouw Sam Kui dulu, urusan lainnya
belakangan, Hal itu justru yang paling penting, See To Pak Lui hanya satu di antara
ratusan orang yang ada di Ong Ok San, kita tidak boleh menelantarkan urusan besar
demi satu orang saja."
"Urusan di depan mata sekarang, ialah bagaimana menangani masalah di depan
kaisar Kong Hi." kata Ci Thian Coan, "Apalagi raja Tat cu ingin membangun kuil Tiong
Liat su di Yang-ciu. ini merupakan tugas yang baik, kita tidak boleh merusakkannya."
Su Ko Hoat bernyali besar dan setia sekali Dia rela berkorban demi negara, Siapa
pun menghormatinya. Karena itu, mendengar kata-kata Ci Thoan Coan, para anggota
Tian Te hwee segera menganggukkan kepalanya, sedangkan mengenai persoalan
bagaimana menanggung jawab urusan See To Pak Lui di depan raja Tat Cu, Siau
Polah yang paling bisa diandalkan. Karena itu, pandangan mata semua orang segera
beralih kepada anak muda itu.
Sembari tertawa Siau Po berkata.
"Kalau Ong Ok San memang tidak boleh di-kutak-katik, kita kirimkan saja kepada
saudara tua See to, minta dia meninggalkan gunung ini."
Orang banyak berdiam diri, Mereka merasa usul itu kurang sempurna, Siau Po
teringat ketika dia bermain dadu untuk mempertaruhkan nyawanya, si nona cilik yang
berwajah oval dan matanya lebar dari Ong Ok Pay cukup cantik dan manis, Dalam hati,
dia berpikir. -- Aku dengar saudara tua See To toh tidak ada hubungan apa-apa. Kalau harus
melepas budi, lebih baik aku melepaskan budi untuk si nona. --Tepat pada saat itulah, Thio Yong dan Tio Liang Tong mengirimkan utusan masingmasing
dengan melaporkan bahwa mereka telah mengepung rapat gunung Ong Ok
San. Seluruh jalan ke luar telah ditutup, Rupanya ketika masuk ke wilayah Ho Lam, secara
diam-diam Siau Po sudah memberitahukan rencana memusnahkan seluruh gunung itu
kepada Thio Yong berempat.
Keempat panglimanya tidak memperlihatkan gerak-gerik apa-apa. Secara rahasia
mereka memimpin pasukan masing-masing dan menjaga ketat setiap pos penting di
gunung Ong Ok San itu. Mereka hanya menunggu perintah untuk memulai
penyerangan. Setelah mengikuti Siau Po, keempat panglima itu begitu mudah mendapat kenaikan
pangkat hanya dengan menanam jasa sepele yakni menangkap Gouw Eng Him,
mereka merasa berterima kasih sekali. Mereka berharap kali ini dapat bekerja dengan
sebaik-baiknya, karena itu, di setiap titik penting gunung itu, mereka telah meletakkan
pasukan berpanah, tentara berkuda, bahkan serdadu yang membawa senapan
panjang, mereka berharap dapat menangkap setiap anggota atau penduduk di gunung
Ong Ok San dalam keadaan hidup-hidup. Satu pun tidak boleh dibiarkan meloloskan
diri, Mereka berpikir. - Dengan tentara sejumlah lima ribu orang lebih, kalau hanya menghancurkan
seluruh Ong Ok San yang penghuninya hanya seribu jiwa lebih, apa yang perlu
diherankan" Tapi, kalau bisa menjaring semuanya dalam keadaan hidup-hidup,
sedikitnya sudah memperlihatkan kepandaian yang tidak kecil Sementara itu, Siau Po berpikir
- Kalau membekuk rombongan See To Pak Lui saja, juga bukan terhitung jasa yang
besar. Apalagi saudara-saudara dari Thian Te hwee tidak setuju. Seorang laki-laki
hidup harus mempunyai rasa setia kawan, tidak boleh menyalahi rekannya sendiri -
Justru ketika dia sedang berpikir bagaimana harus merangcang surat yang akan
dikirimkan kepada See To Pak Lui, agar mengungsikan seluruh orang-orangnya, tibatiba
dari sebelah timur terdengar suara pukulan tambur yang bising, para tentara
berteriak-teriak seperti orang kalap. Mereka memberitahukan bahwa ada sejumlah
orang yang berlari turun dari atas gunung untuk melakukan penyerangan.
Siau Po berpikir lagi. - Di hadapan sebawahan, tidak boleh menurunkan perintah untuk membiarkan
musuh IoIos, lebih baik diringkus dulu semuanya, kemudian baru memikirkan cara untuk
melepaskannya kembali Karena membawa pikiran demikian, dia segera menurunkan titahnya.
"Tangkap semua hidup-hidup! jangan melukai seorang pun." Para tentara
menyiarkan perintahnya. Tiba-tiba Siau Po menambahkan lagi. "Terlebih-Iebih kaum
wanitanya!" Diam-diam dia melirik kepada Ci Thian Coan dan Cian Lao Pan, mereka
juga sedang menatap ke arahnya.
Tanpa dapat dipertahankan lagi, wajahnya jadi merah, Dia berkata dalam hati kalian
jangan khawatir, aku sudah berpengalaman -- Kali ini tidak mungkin sama dengan
kejadian di pulau Sin Liong To, aku tidak akan terjerumus dalam perangkap "Rayuan
wanita cantik". -Siau Po membawanya rombongan Tian Te hwee ke sebelah timur gunung itu. Dari
sana mereka dapat menyaksikan situasi dengan jelas. Tampak ada ratusan orang yang
menyerbu ke bawah, sedangkan para tentara yang telah mendapat perintah dari
panglimanya, tidak berani menggunakan panah, mereka hanya menghadang serbuan
itu, sehingga dalam sekejap mata terdengarlah suara bising serta teriakan nyaring.
Orang-orang yang menyerbu ke bawah, satu persatu berhasil diringkus. Hal ini
karena jumlah tentara jauh lebih banyak. Siau Po ingin melihat siapa saja yang telah
berhasil ditangkap, tapi karena jaraknya terlalu jauh, dia tidak dapat melihat dengan
tegas. Tiba-tiba terlihat seseorang menghambur turun dengan gerakan tubuh yang lincah
dan gesit, Para tentara berusaha menghalangi tapi ternyata mereka gagah. Orang itu
dapat menyelinap di antara tentara yang demikian banyak, Hian Ceng Tojin memuji.
"Gerakan yang bagus!"
Orang itu berlari dan menyelinap terus sehingga semakin lama semakin dekat,
tampaknya beberapa puluh depa lagi dia akan mencapai kaki gunung.
"llmu orang ini tinggi sekali, mungkinkah dia See To Pak Lui sendiri?" kata Cian Lao
Pan. "See to Pak Lui adalah seorang jago tua, rasanya yang lainnya juga tidak
mungkin...."

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Belum juga kata-katanya selesai, tiba-tiba Sun Si Kek berteriak.
"Orang itu sepertinya salah seorang pengawalnya Gouw Sam Kui!" Ketika dia
berteriak, jarak orang itu sudah semakin dekat.
"Tangkap dulu, urusan lainnya belakangan!" teriak Siau Po.
Para anggota Thian Te hwee segera mengepung orang itu.
Tangan orang itu membawa sebatang golok, setiap kali mengayunkannya, pasti ada
seorang tentara yang roboh. Dengan membawa senapan panjang, Sun Si Kek
menghambur ke depan, Dengan demikian dia dapat melihat orang itu dengan jelas.
"Palang Sing! Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya.
Ternyata orang itu memang wisu kepercayaan Gouw Sam Kui yang bernama Palang
Sing. "Aku mendapat perintah dari Peng Si-ong!" teriaknya. "Aku membantu kerajaan ceng
membasmi musuh, mengapa kalian malah menghadangi aku?"
Mendengar kata-katanya, para anggota Thian Te hwee terkejut setengah mati,
Tampak di bagian pinggangnya tercantol sebuah batok kepala yang penuh berlumuran
darah, entah apakah itu kepalanya See To Pak Lui atau bukan, Orang banyak segera
mencelat ke depan dan mengepungnya.
"Wi Tou tong ada di sini, letakkan senjatamu dan menghadap beliau! Dengarkan apa
keputusan beliau nanti!" kata Sun Si Kek.
"Baik!" sahut Palang Sing, Dia memasukkan golok ke dalam sarungnya dan dengan
langkah lebar mendekati Siau Po. Dia segera berkata dengan suara lantang.
"Menghadap Tou tong tayjin!"
"Kau di sini..." kata-kata Siau Po belum sempat diteruskan, sebab tiba-tiba Palang
Sing mencelat bangun dan mengulurkan tangannya menjambak dada si bocah.
"Aduh, maknya!" teriak Siau Po sambil membalikkan tubuhnya untuk lari, tapi ilmu
Palang Sing jauh lebih tinggi dari padanya, Sambil mengeluarkan seruan nyaring,
tangan kirinya berhasil menjambret baju di bagian punggung Siau Po, sedangkan
tangan kanannya meluncur ke arah kepala dengan maksud ingin menjambak lawan.
Mendadak datang sebuah tendangan yang cepat sekali dari arah kanan.
Palang Sing mengegos sedikit untuk menghindarkan diri, orang itu kembali
menghantamnya dari depan, ternyata dialah Hong Ci Tiong.
Palang Sing mengangkat tangannya menangkis, tubuhnya terhuyung-huyung sedikit
Tiba-tiba dia merasa pinggangnya kencang sekali, rupanya Ci Thian Coan telah
memeluknya erat-erat. Cian Lao Pan mengulurkan tangannya untuk menotok dadanya.
Palang Sing mendengus satu kali, paha kiri Hong Ci Tiong disapu ke arahnya,
Palang Sing tidak dapat berdiri dengan mantap lagi, Dia jatuh tersungkur ke atas tanah,
Cian Lao Pan tadinya ingin menyambar orang itu, tapi para tentara sudah keburu
datang dan membelenggunya kemudian digiring ke hadapan Wi Siau Po.
"Pasukan besar Peng Si-ong dalam beberapa hari ini akan tiba!" teriak Palang Sing.
"Kalian yang tahu gelagat, segeralah menyerah.
Siau Po tertawa. "Peng Si-ong sudah menggerakkan pasukan perangnya" Aih, mengapa aku sampai
tidak tahu" Apakah kesehatan dia si orang tua baik-baik saja?" tanyanya.
Untuk sesaat Palang Sing tidak mengerti maksud hati Siau Po yang saat itu bersikap
ramah, Karena itu ia berkata.
"Tuan kecil, kau pernah datang ke Kun Beng, Kesan Peng Si-ong terhadapmu
lumayan baik. Beliau pernah mengatakan bahwa kau adalah orang yang pandai,
mengapa mau menjadi budak bangsat Tat Cu" Lebih baik siang-siang kau bergabung
dengan Peng Si-ong!"
Ci Thian Coan menyepak pantatnya keras-keras.
"Gouw Sam Kui adalah si pengkhianat yang tidak tahu malu, kau sebagai budaknya,
lebih tidak tahu malu lagi!" katanya.
Palang Sing gusar Dia memalingkan wajahnya dan menyemburkan ludah kepada Ci
Thian Coan, Tapi lawannya bukan orang sembarangan, dengan menggeser tubuhnya
sedikit saja, dia sudah luput dari serangan, Air liur itu malah mengenai wajahnya
seorang tentara. "Pa Loheng, ada urusan apa, kita bicarakan baik-baik, jangan marah dulu! Kau ingin
aku bergabung dengan Peng Si-ong, urusan ini bukannya tidak dapat dirundingkan
Entah apa kepentinganmu datang ke gunung Ong Ok San ini?" tanya Siau Po.
"Biar diberitahukan juga tidak apa-apa, yang penting aku telah membunuh See To
Pak Lui." sahut Palang Sing, Sembari berkata, dia melirik sekilas ke arah batok kepala
yang terselip di pinggangnya.
"Mengapa Peng Si-ong ingin membunuhnya?" tanya Siau Po.
"Kau ikut saja denganku agar dapat bertemu dengan Peng Si-ong, dia orang tua pasti
akan memberitahukannya sendiri kepadamu." sahut Palang Sing.
Ci Thian Coan dan yang lainnya jadi gusar, mereka segera mengangkat tangannya
dengan maksud memukul. Siau Po memberi isyarat dengan kedipan mata mencegah
mereka, kemudian dia memerintahkan beberapa tentara untuk membawa ke
perkemahan untuk diinterogasi.
Ternyata orang ini berkepala batu, terhadap Gouw Sam Kui setia sekali. Dia hanya
membujuk Siau Po agar bergabung dengan Gouw Sam Kui, urusan lainnya dia tidak
mengucapkan sepatah kata pun.
Ketika seluruh tubuhnya digeledah, para tentara mendapatkan sepucuk surat dalam
sebuah amplop besar berwarna merah, Siau Po menyuruh salah satu bawahannya
untuk membacakan isi surat itu. Ternyata isinya merupakan anugerah bagi See To Pak
Lui yang diberi gelar "Kui Kok Ciangkun" (Jenderal pembebas negara).
Siau Po menanyakan asal-usul surat itu, tapi Palang Sing hanya membelalakkan
matanya tanpa berkata apa-apa.
Setelah sadar dirinya tidak akan mendapatkan jawaban yang memuaskan dari
Palang Sing, Siau Po memerintahkan anak buahnya untuk menggiring pergi orang itu.
Kemudian mereka membawa beberapa penduduk Ong Ok San untuk dikompas.
Ternyata ada beberapa di antaranya yang tidak tahan pukulan sehingga dengan suka
rela menceritakan apa yang diketahuinya.
Rupanya dalam beberapa hari ini Gouw Sam Kui telah mempersiapkan pasukan
perangnya untuk mengadakan pemberontakan. Karena itu, dia memerintahkan Palang
Sing dengan membawa sejumlah serdadu untuk membujuk See To Pak Lui yang
pernah menjadi sebawahannya duIu.
Paling bagus kalau See to Pak Lui bersedia bekerja sama, tapi kalau dia sampai
menolak, maka Palang Sing boleh membunuhnya agar rahasia ini tidak tersebar ke luar.
Mendengar Gouw Sam Kui akan memberontak terhadap kerajaan Ceng, sudah
barang tentu See To Pak Lui gembira sekali, Dia langsung menyetujui permintaan
Gouw Sam Kui untuk bekerja sama.
Tetapi ketika dia menanyakannya lagi sampai jelas, dia baru tahu bahwa Gouw Sam
Kui bukannya hendak membangun kembali kerajaan Beng, melainkan ingin
mengangkat dirinya sendiri menjadi kaisar.
Hal ini terbukti dari anugerah pangkat yang diberikannya. seandainya Gouw Sam Kui
ingin membangun kembali kerajaan Beng, tentu dia tidak bisa sembarangan
menganugerahkan pangkat kepada seseorang tanpa persetujuan keluarga kerajaan
Beng yang berwenang. See To Pak Lui langsung mengingkari ucapannya tadi, dia malah meminta Palang
Sing membawa kembali surat anugerah itu kepada Gouw Sam Kui dan menyampaikan
pesannya, apabila Gouw Sam Kui ingin membangun kembali kerajaan Beng, See To
pak Lui tidak keberatan mengorbankan selembar nyawanya sekali pun.
Tapi apabila Gouw Sam Kui sendiri ingin menjadi raja, sedangkan dahulu dialah yang
mencelakai Kui Ong, tentu para pecinta negara akan menentangnya.
Palang Sing mencoba membujuk serta menasehatinya, See To Pak Lui menggebrak
meja dan membuka mulut memaki, dia mengatakan bahwa Gouw Sam Kui ibarat telah
mengirim rakyat Bangsa Han ke tepian neraka, kejahatan apa pun sanggup
dilakukannya, seandainya dia mau berubah, mungkin jasanya kelak bisa menutupi
sebagian dosanya. Kalau tidak, perbuatannya ini pasti akan mendapatkan akibat yang mengerikan
seumpama senjata makan tuan, Palang Sing tidak banyak omong lagi, malam harinya
ketika See To Pak Lui tidak bersiaga, dia mengayunkan golok untuk membunuhnya.
Malah dia menebas batok kepala orang itu, lalu dengan rekan-rekannya dia
melarikan diri turun gunung, Para anggota Ong Ok San tidak menduga akan adanya
kejadian ini. Mereka tidak keburu mengejar Tidak tahunya para tentara kerajaan sudah
mengepung gunung itu, anak buah Gom Sam Kui segera terjaring.
Di samping itu, Palang Sing sendiri langsung turun tangan terhadap Siau-Po,
Maksudnya membekuk si pembesar sebagai sandera agar dia dapat melarikan diri.
Setelah menanyakan duduk persoalan dengan jelas, Siau Po langsung mengajak
saudara-saudaranya dari Thian Te hwee untuk berunding.
"Wi hiocu, See To Pak Lui adalah seorang pahlawan besar pecinta negara," kata Lie
Liat Sek. "Tidak beruntung dia terbunuh di tangan antek si pengkhianat bangsa, Kita
harus menguburnya dengan layak."
"Aku memang mempunyai niat yang sama," kata Siau Po. Dia segera mengutarakan
maksud hatinya, orang banyak segera bersorak menyambutnya. Mereka segera
berpencar mengerjakan tugas yang diberikan.
Hari itu, para tentara tidak menyerbu ke atas gunung. Karena kepalanya terbunuh,
para anggota Ong Ok San jadi kacau balau, Siau Po hanya menyuruh orangnya
menjaga dengan ketat. Keesokan paginya, Siau Po memimpin para tentara dan anggota Thian Te hwee
dengan membawa berbagai perbekalan naik ke pertengahan gunung, Sampai di sana,
dia meminta anak buahnya menunggu. Dia sendiri bersama-sama Ci Thian Coan dan
yang lainnya naik ke atas gunung.
Setelah berjalan beberapa li, tampak belasan anak buah Ong Ok San berdiri
menghadang di tengah jalan dengan tangan masing-masing membawa sebilah golok,
Ci Thian Coan maju sendirian Tangannya membawa selembar kertas besar yang
bertulisan "Boan seng (Aku yang muda) Wi Siau Po bersama-sama Ci Thian Coan, Cian
Lao Pan, Hong Ci Tiong dan beberapa rekan lainnya datang untuk memberi hormat
kepada jenazah See To locianpwe."
Para anak murid Ong Ok San melihat kedatangan mereka tidak mengandung
maksud yang buruk, apalagi di belakang mereka ada yang menggotong sebuah peti
mati lengkap dengan lilin dan kertas sembahyang, hati mereka menjadi heran, Salah
satunya yang menjadi pimpinan segera berkata.
"Harap tunggu sebentar, aku akan ke atas untuk memberikan laporan!"
Selesai berkata, dia segera menghambur ke atas gunung, sedangkan rekannya yang
lain tetap menjaga dengan ketat Siau Po dan saudara-saudara dari Thian Te hwee
menyurut mundur sepuluh langkah, Beramai-ramai mereka duduk di atas sebuah batu
besar untuk beristirahat.
Tidak lama kemudian, dari atas gunung berjalan turun beberapa orang, Yang paling
depan ialah See To Peng, putera See To Pak Lui, Mata Siau Po terus mengawasi
bagian belakangnya, di mana berjalan seorang nona bertubuh semampai. Dialah Cin Ju
yang sedang disenangi oleh Siau Po.
Dengan suara lantang See To Peng berkata.
"Entah ada keperluan apa kalian datang ke tempat kami ini?" Sembari berkata,
tangannya meraba gagang pedang yang terselip di pinggang.
Cian Lao Pan segera menjura dalam-dalam.
"Pimpinan kami Tuan Wi mendengar kabar tentang See To Lo Eng Hiong yang
dicelakai orang, hatinya merasa tersentuh. Karena itu, dengan membawa sejumlah
orang, beliau datang untuk menghunjuk hormat."
Dari jauh See To Peng melirik Siau Po sekilas.
"Dia adalah pembesar Bangsa Tat cu, bahkan membawa sejumlah tentara
mengepung gunung ini. Tentunya dia mempunyai maksud yang tidak baik, Kalau kalian
berniat menjebak kami, harap kalian ketahui bahwa kami tidaklah begitu bodoh!"
"Mohon tanya, siapakah yang membunuh See To locianpwee?" tanya Cian Lao Pan.
"Dialah kaki tangan Gouw Sam Kui yang bernama Palang Sing, juga beberapa
anjing-anjingnya yang lain." sahut See To Peng dengan nada gusar.
Cian Lau Pan menganggukkan kepalanya.
"See To sauhiap tidak percaya dengan maksud baik kami, hal ini juga tidak dapat
disalahkan. Kami serahkan dahulu jenazah almarhum."
Dia memalingkan kepalanya sambil berteriak. "Bawa ke atas!" katanya.
Beberapa orang anggota Thian Te hwee segera meletakkan peti mati berisi mayat
See To Pak Lui, sedangkan beberapa lainnya perlahan-Iahan meng-giring seseorang
untuk ke atas. Tangan dan kaki serta kepala orang ini dibelenggu dengan rantai, dan mukanya
ditutup dengan sehelai kain hitam, Para murid Ong Ok Pay merasa heran, mereka tidak
tahu permainan apa yang sedang dilakukan oleh pihak lawan.
Begitu orang itu sampai di belakang Cian Lou Pan, seorang tentara langsung
menarik rantai belenggunya agar tidak berjalan lebih jauh.
"See To Siauhiat," kata Cian Lao Pan. "Silakan kau melihatnya!" Dia mengulurkan
tangannya untuk menarik kain hitam penutup kepala, Tampak orang itu sedang
memelototkan matanya dengan gusar. Dia adalah Palang Sing.
Begitu melihat orang itu, para murid Ong Ok Pay menjadi murka, Mereka berteriak
dengan gusar "Dialah penjahat itu, cepat bunuh saja!" terdengar suara yang bising, setiap orang
mengeluarkan senjata masing-masing dengan maksud ingin membacok habis tubuh
Palang Sing. See To Peng mengangkat kedua tangannya mencegah.
Tunggu dulu!" Dia menjura pada Cian Lau Pan sambil bertanya, "Kalian telah
membawa penjahat ini, entah bagaimana kalian ingin menanganinya?"
"Hamba sekalian sangat menghormati See To Lo Eng hiong, apa lagi tempo hari
kami berjodoh bertemu satu kali dengan See To sauhiap, Hari ini kami berhasil
meringkus penjahat ini bersama antek-anteknya, maksud kami agar dipotong tubuhnya
di hadapan mayat See To Eng Hiong, Kami berharap dengan demikian arwah Lo Eng
Hiong akan tenang di alam baka."
See To Peng tertegun, diam-diam dia berpikir, mana mungkin ada urusan yang
sebaik ini dalam dunia" Dia memalingkan kepalanya menatap Palang Sing, hatinya
setengah percaya setengah curiga, dia berpikir bahwa Bangsa Tat Cu sangat licik tentu
dibalik semua ini ada rencana tertentu.
Tiba-tiba Palang Sing membuka mulut memaki.
"Neneknya! Kau boleh menganggap Lohu seekor kura-kura, setidaknya bapakmu
yang tua itu sudah mati di tanganku..."
Tangan kanan Cian Lau Pan mencengkram punggung Palang Sing dan kaki kirinya
diangkat ke atas untuk menyepak pinggulnya, Tangan dan kaki Palang Sing dibelenggu
dengan rantai, sulit baginya untuk menghindar.
Tubuhnya terjerembab ke depan, jatuh di samping See To Peng, dan dia tidak
sanggup berdiri lagi. "lni merupakan hadiah kecil dari hamba sekalian, harap saudara yang memutuskan
bagaimana cara menangani penjahat ini."
Dia memalingkan kepalanya dan berteriak "Bawa semuanya ke atas!"
Para tentara menggiring serombongan penjahat yang tertawan, kepala mereka
semua ditutup dengan kain hitam, Begitu kain hitam dilepas, terlihatlah wajah mereka.
Ternyata mereka semua anak buah Palang Sing.
"Harap See To sauhiap membawanya sekalian!" kata Cian Lau Pan.
Sampai detik ini, baru lenyaplah kecurigaan dihati See To Peng, ia menjura dalamdalam
kepada Siau Po sambil berkata.
"Budi Tuan yang besar ini, kami dari partai Ong Ok Pai tidak akan melupakannya
untuk seumur hidup." Meskipun demikian, dalam hati dia masih berpikir.
-- Dia melepaskan budi yang demikian besar terhadap kami, entah apa yang
diinginkan nya" Kalau dia berniat meminta kami menyerah kepada Bangsa Tat Cu, hal
ini sekali-sekali tidak boleh terjadi -Siau Po segera maju ke depan dan membalas penghormatannya.
"Hari itu siautee mendapat kesempatan untuk bermain dadu dengn See To Heng dan
Nona Cin Ju, hal itu selalu terkenang dihati Entah kapan kita bisa mendapatkan
kesempatan yang sama lagi."
Dia menunjuk ke arah peti mati dan melanjutkan kata-katanya. "Di dalam peti
terdapat jenazah See To Lo Eng Hiong! Harap saudara membawanya ke atas gunung
dan menguburkannya dengan baik!"
See To Peng segera membalikkan tubuhnya dan memerintahkan beberapa orangnya
untuk membawa Palang Sing turun gunung. Para murid Ong Ok Pai semuanya merasa
berduka. Dalam hati See To Peng masih khawatir ada perangkap lainnya, Per-lahan-tahan dia
berjalan ke arah peti mati, Ternyata penutup peti itu belum dipantek, Dengan hati-hati
dia membukanya, dan tampaklah batok kepala ayahnya bersemayam di dalamnya.
Hatinya sedih sekali, Dia segera menjatuhkan diri berlutut dan menangis meraungraung,
Para murid Ong Ok Pai yang melihat sikapnya segera turut berlutut dan
menangis dengan pilu. Akhirnya See To Peng berdiri, dia memanggil empat orang anggotanya untuk
menggotong peti mati ke atas gunung, Terhadap Siau Po, dia berkata.
"Harap Tuan sudi menyalakan sebatang hio untuk almarhum ayahku!"
"Lebih baik langsung menyembah di depan layonnya saja!" kata Siau Po. Dia
menyuruh para tentara menunggu di tempat itu. Dengan membawa Song Ji, dia
mengikuti See To Peng naik ke atas gunung.
Siau Po berjalan lewat samping Cin Ju. Dengan suara rendah dia berkata.
"Nona Cin Ju, apa kabar?"
Wajah Cin Ju masih penuh dengan air mata, dia sedang menangis dengan sedih.
Matanya merah dan bengkak, Sambil mengusap air matanya dia menoleh kepada Siau
Po dan berkata. "Kau adalah Hua Cai Ciangkun?"
Siau Po senang sekali. "Kau masih mengingat aku?" tanyanya,


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wajah si nona menjadi merah padam, dengan suara lirih dia mengiakan.
Melihat wajah si nona yang merah, hati Siau Po jadi bergairah. Dia berpikir.
-- Mengapa setiap kali bertemu dengan aku, wajahnya jadi merah" Kalau pria tertawa
cengar-cengir, pasti bukan orang baik-baik. sedangkan kalau perempuan, wajahnya
merah, pasti sedang memikirkan kekasih hati, Mungkinkah dia ingin aku menjadi
suaminya" Entah siput yang aku berikan kepadanya masih ada atau tidak" Dia segera bertanya kembali dengan suara lirih, "Nona Cin Ju, barang yang aku
berikan tempo hari, apakah kau masih menyimpannya?"
Kembali wajah Cin Ju jadi merah, dia memalingkan wajahnya, tapi mulutnya
bertanya. "Barang apa" Aku tidak mengingatnya lagi." katanya.
Hati Siau Po merasa kecewa, Dia menarik nafas panjang, Pada saat itulah Cin Ju
memalingkan kepalanya kembali dan tersenyum.
"Dasar buaya!" katanya.
"Kalau aku buaya, biarlah kau jadi empangnya." kata Siau Po dengan nada yang
tidak kepalang gembiranya.
Cin Ju tidak melayaninya lagi, dia mempercepat langkah kakinya dan berjalan ke
depan, Dia mengiringi samping See To Peng.
Keempat penjuru Ong Ok San bagai sebuah perkemahan, kalau dilihat dari kejauhan
bagaikan sebuah kereta besar yang tertutup. Para anggota Ong Ok Pai tinggal di guagua
yang tersebar di sekitar tempat itu. Kalau musim dingin, mereka akan mendapat
kehangatan sedangkan musim panas, mereka tidak kegerahan.
Peti mati See To Pek Lui dimasukkan ke dalam goa Ong Bu tong, kepala dan
tubuhnya disatukan. Siau Po mengajak anak murid Thian Te hwee maju ke depan peti mati, mereka
menyalakan hio serta berlutut memberi penghormatan Dalam hatinya, dia berkata.
-- Demi mengambil hati Nona Cin, sebaiknya aku berlagak sesedih mungkin -Pura-pura menangis memang keahlian utama Siau Po. Dia mengingat kembali
dirinya yang kerap kali dihina oleh si nenek sihir (ibu suri palsu), pengalamannya yang
penuh bahaya di hadapan Hong kaucu, ditipu oleh Hong Cit, cinta A Ko yang hanya
dipersembahkan kepada The Kek Song, timbullah rasa pilu dalam hatinya, dia pun
menangis meraung-ragung. Mula-muIanya memang terasa agak dipaksakan, tapi sedetik kemudian, dia menjadi
Iancar, Semakin menangis, tampangnya semakin mengenaskan Dia malah berkata
dengan suara nyaring. "See To Lo Eng Hiong, sudah lama boanpwee mendengar nama besarmu, dalam
hati berharap dapat menjadi murid mu, biarpun hanya beberapa jurus yang dapat
dipelajari pokoknya bisa menirukan sedikit semangat hidupmu! Tidak tahunya kau
orang tua telah dicelakai oleh orang jahat Hu... hu... hu.,, hu. Bagaimana hati ini
tidak menjadi sedih karenanya?"
See To Peng, Cin Ju dan para murid Ong Ok San lainnya memang sedang bersedih,
mendengar suara tangis dan kata-katanya, tangisan mereka semakin keras, Suasana
dalam goa itu diliputi ratap tangis yang tidak henti-hentinya.
Ci Thian Coan dan yang lainnya tadinya tidak ingin menangis, tapi menghadapi
suasana yang demikian pilu, tanpa terasa mereka pun meneteskan air matanya.
Siau Po memukul dadanya dan membantingkan kakinya di atas tanah keras-keras,
Suara tangisnya semakin lama semakin nyaring. Setelah dibujuk berulang kali oleh para
murid Ong Ok Pai, dia baru menghentikan tangisnya.
Dia memerintahkan orang-orangnya untuk menggiring Palang Sing, kemudian dia
mengambil sebatang golok dan diserahkannya kepada See To Peng.
"See To sauhiap, harap kau bunuh penjahat ini untuk membalaskan dendam bagi
ayahmu!" katanya. See To Peng menggerakkan golok itu untuk menebas batok kepala Palang Sing dan
diletakkannya di atas meja sembahyang, Para murid Ong Ok Pai segera menjura
dalam-dalam dan menghaturkan terima kasih atas budi Siau Po yang besar.
Sebetulnya usia Siau Po masih terlalu muda, dia juga belum mengerti bagaimana
mengambil hati orang dengan melepas budi, Dia hanya menirunya dari salah satu lakon
sandiwara tentang Cu Kek Liang yang pernah ditontonnya, Untung saja syair-syair
dalam sandiwara itu terlalu panjang, Siau Po tidak mengingatnya sedikit pun. Kalau
tidak, apabila dia membacakannya di hadapan para murid Ong Ok Pai, rahasianya pasti
akan terbongkar. Dengan perbuatannya ini, tentu saja tidak kepalang rasa terima kasih dalam hati para
murid Ong Ok Pai. Apalagi ketika bertaruh bermain dadu dengan See To Peng hari itu,
Siau Po telah memperlihatkan keroyalannya dengan menyebarkan uang, ketika itu dia
juga telah menanam budi pada mereka.
Tapi, mengapa seorang pembesar kerajaan Ceng dapat berbuat demikian, tidak ada
seorang pun yang mengerti Cian Lao Pan mengajak See To Peng ke sudut dan
menjelaskan bahwa mereka merupakan tugas dengan menyelinap sebagai pembesar
kerajaan Ceng. Rahasianya tidak boleh dibongkar kalau tidak, usaha mereka yang besar bisa
berantakan. Karenanya, dia hanya mengoceh sembarangan tentang Siau Po, dengan
mengatakan bahwa orang yang satu ini berjiwa besar, senang bergaul dengan siapa
saja, itulah sebabnya para saudara dari Thian Te hwee menganggapnya kawan baik.
Begitu mendapat penjelasan itu, rasa penasaran dalam hati See To Peng lenyap
seketika, berulang kali dia menganggukkan kepalanya sambil menghaturkan terima
kasih, sekarang hatinya sudah lega dan jauh berbeda dengan perasaannya
sebelumnya. Selanjutnya mereka membicarakan bagaimana menangani partai Ong Ok Pai. See
To Peng mengatakan bahwa secara mendadak partai mereka mendapat musibah
seperti ini, apalagi mereka juga dikepung oleh tentara kerajaan Ceng. Hal ini belum
pernah diduga sebelumnya, sehingga dia sendiri juga bingung mengambil tindakan
yang tepat. Cian Lau Pan mengusulkan agar See To Peng dan anak buahnya masuk menjadi
anggota Tian Te hwe saja. Nama Thian Te hwee sangat terkenal, apalagi bagi para
pecinta negara, mereka sangat menghormatinya.
Mendengar usul itu, tentu saja hati See To Peng senang sekali. Dia segera mengajak
anak buahnya berunding, mereka semua menyatakan persetujuannya dan memohon
Cian lao Pan bersedia menjadi pengantar atau koneksi mereka untuk masuk menjadi
anggota partai itu. Sampai saat itu, Cian Lao Pan baru memberitahukan secara terus terang kepada
See To Peng bahwa Siau Po sebenarnya ialah seorang hiocu dari bagian Ceng Bok
tong di Thian Te hwee. Sore hari itu juga, di dalam goa Ong Bu tong dibuka rapat dengan menerima anak
murid Ong Ok pai menjadi anggota Thian Te hwe Mereka semua memberi hormat
kepada Siau Po yang selanjutnya menjadi pimpinan mereka.
Hati Siau Po sedang senang sekali, Setelah meneguk arak penghormatan yang
diberikan oleh para anggotanya, dia langsung mengusulkan untuk bermain judi. Dia
ingin bermain sepuas-puasnya dengan saudara-saudaranya yang baru.
Cian Lao Pan dan yang lainnya segera mencegah Mereka mengatakan bahwa
perjudian yang terlalu bising itu menimbulkan suasana yang kurang menghormati
almarhum See To Pek Lui. Wi Siau Po merasa perjudian tanpa taruhan uang tidak menggembirakan karena itu
dia membatalkannya, Dia menanyakan apa yang akan dilakukan para murid Ong Ok
Pai setelah upacara pemakaman selesai.
"Para murid Ong Ok Pai banyak bergaul luas di daerah Soa say dan Ho lam," kata
Lie Liat Sek. "Kalau menurut aturan perkumpulan Thian Te hwee kita, memang tidak
menjadi masalah menerima anggota dari daerah mana saja, tapi kita tidak boleh
menangani urusan yang di luar wilayah bagian kita, misalnya Ceng Bok Tong hanya
boleh menangani urusan di daerahnya sendiri. Jadi, kalau menurut pendapatku,
sebaiknya para murid Ong Ok Pai pindah ke daerah bagian kita saja."
"Betul," kata Cian Lao Pan. "Raja Tat cu memerintahkan Wi hiocu untuk
menghancurkan Ong Ok Pai, apabila para murid Ong Ok Pai tidak ada di sini lagi, tentu
mudah bagi Wi hiocu untuk memberikan alasan sebagai laporannya."
"Tepat." sahut See To Peng, "Siautee tinggal menunggu perintah saudara sekalian
saja." "See To toako," kata Siau Po. "Sekarang kita akan menuju Yang-ciu untuk
membangunkan kuil Tiong Liat su bagi Su Kek Po. Setelah itu, kita bersama-sama
menghantam Gouw Sam Kui."
See To Peng langsung bangkit dan berkata dengan suara lantang.
"Wi hiocu ingin menyerang Gouw Sam Kui, hamba See To Peng bersedia menjadi
pembuka jalan, Hamba akan memimpin para saudara semuanya untuk mengadu jiwa
dengan Gouw Sam Kui dan membalaskan dendam bagi ayahku."
Wi Siau Po merasa senang sekali mendengar janjinya.
"Tidak ada yang lebih bagus lagi dari pada hal itu," katanya, "Sekarang kalian ikutlah
aku ke Yang-ciu. Kita hanya perlu menyamar sebagai para perwira Bangsa Tat cu dan
menerima penghinaan untuk sementara."
"Demi membasmi Gouw Sam Kui, penghinaan yang bagaimana besarnya pun akan
kami telan," kata See To Peng, "Wi hiocu bisa memaksakan diri menjadi pembesar
Bangsa Tat cu, tentu kami pun bisa menjadi perwira Bangsa Tat cu. Lagipula, Lie
Toako, Ci toako dan saudara yang lainnya bukankah semua telah menyediakan diri
menyamar sebagai perwira Bangsa Tat cu?"
Malam itu juga mereka beramai-ramai memakamkan jenazah See To Pak Lui,
setelah itu mereka berbenah untuk turun gunung, Para lak-laki yang pandai berilmu silat
mengikuti Siau Po menuju Yang-ciu terlebih dahulu.
Para wanita yang lemah dibawa ke tempat yang aman dan dekat dengan markas
Tian Te Hwee bagian Ceng Bok Tong di sana ada orang yang merawat mereka.
Siau Po mengatakan pada Thio Yong dan yang lainnya.
"Para penjahat dari Ong Ok San melihat bahwa mereka telah dikepung oleh para
tentara dalam jumlah yang sangat besar, dan mereka menyadari kalau mereka telah
sulit untuk meloloskan diri, Setelah mengadakan perlawanan sedikit akhirnya mereka
menyerah Dia mengambil keputusan yang sangat besar, sebagian dari para penjahat itu
diterima sebagai tentara kerajaan."
Thio Yong dan yang lain-lainnya mengucapkan selamat pada Siau Po. Mereka
sangat kagum pada Siau Po yang dapat menyelesaikan suatu masalah tanpa harus
melalui peperangan, bahkan para penjahat Ong Ok San mau menyerahkan dirinya,
maka dengan demikian Siau Po telah mendirikan jasa yang sangat besar.
"Hal ini karena jasa para panglima yang sangat besar, Karena kalian mengepungnya
dengan ketat sehingga mereka tak dapat dengan mudah meloloskan diri meskipun
mereka memiliki sayap tentulah mereka dengan mudah dapat menyerah.
Dan kalau nanti sekembalinya ke kota raja aku melaporkan hal ini pada Sri Baginda
raja tentulah kalian akan mendapatkan hadiah dari raja yang sangat besar." kata Siau
Po pada mereka, Bagian 70 Keempat panglimanya sangat gembira mendengar kata-kata Siau Po tadi, Mereka
tahu kalau Siau Po adalah orang kesayangan Sri Baginda, dan juga tahu apa saja yang
dikatakan Siau Po pastilah akan diterima oleh Sri Baginda, maka mereka yakin akan
mendapatkan hadiah yang sangat besar dari bagindanya.
Pada mulanya Siau Po khawatir kalau-kalau Cin Ju akan ikut dengan para wanita
mengungsi ke tempat yang aman, dia ingin gadis itu menyertainya ke Yang-ciu, tetapi ia
tidak tahu apa yang harus dikatakannya sebagai alasan.
Setelah ia melihat gadis itu mengganti pakaiannya dengan pakaian laki-laki dan
berjalan bersama See To Peng, hatinya gembira tidak kepalang.
Dalam perjalanan Siau Po selalu mencari kesempatan untuk dapat bermesraan
dengan Cin Ju. Akan tetapi wanita itu selalu berjalan berdekatan dengan para
saudarasaudaranya, Setiap kali Siau Po melihat kepada Cin Ju, wanita itu hanya tersenyum
tanpa berkata sepatah kata pun.
Siau Po ingin sekali berkata sepatah dua patah kata dengan gadis itu, tetapi dari
awal perjalanan hingga akhir Siau Po tidak ada kesempatan untuk itu.
Hal itu menjadikan hatinya resah, seandainya hanya sebagai seorang pembesar
kerajaan Ceng tentulah Siau Po sudah berterus terang berkata secara terbuka pada Cin
Ju. Tetapi karena kedudukannya sebagai seorang Hio Cu dari Thian Te hwee, maka ia
merasa tidak enak jika terlihat oleh saudara-saudaranya yang lain. Oleh karena itu ia
menahan keinginan hatinya dan menunggu kesempatan yang lebih baik.
Sepanjang perjalanan banyak yang menyambut mereka dan kesemuanya itu adalah
para pembesar setempat. Mereka pun banyak yang memberikan hadiah pada Siau Po
dan tentu saja Siau Po tidak menolaknya.
Ketika menuju ke selatan, bawaan mereka semakin berat saja, Siau Po mengatakan
pada saudara-saudaranya dari Thian Te hwee bahwa ada baiknya ia menerima hadiahhadiah
itu, toh kesemuanya itu adalah hasil memeras dan rakyat yang dilakukan oleh
para pembesar-pembesar itu, dan kemungkinan kelak ada faedahnya khususnya untuk
pergerakan mereka. Ci Thian Coan dan yang lainnya hanya mengangguk setuju.
Belum satu hari mereka tiba di Yang-ciu, dua pembesar setempat yaitu Ma Kit Kiu
dan juga Kian Leng serta para pembesar yang lainnya segera menemui Siau Po.
Mereka mengadakan acara penyambutan pada Siau Po dan rombongan jarak mereka
hanya beberapa Li dari perbatasan kota.
Pada mulanya Siau Po ditempatkan di salah satu rumah pembesar kota itu, tetapi
karena penjagaan di sana terlalu ketat, maka anak muda itu tidak merasa kerasan
tinggal di tempat itu, Siau Po mengatakan pada pembesar itu bahwa ia akan pindah ke
tempat yang lain. Tujuannya pindah tempat tinggal ialah Siau Po ingin dekat dengan bekas tempat
tinggalnya yang dahulu yakni rumah pelesiran Li Cun Wan, Siau Po ingin
membanggakan kedudukannya yang sekarang ini dan sebenarnya Siau Po berniat akan
berhenti pada usia yang masih sangat muda itu.
Siau Po berniat akan membangun tempat pelesiran yang lebih indah dan juga sangat
mewah di Li Cun Wan dari kekayaannya sekarang, dan hal itu pastilah ia akan
merasakan hidup senang sampai akhir tua nanti.
Ada satu lagi niatnya dalam hati yakni akan memetik semua bunga-bunga obat yang
ada di depan kuil Tan Ci Si, karena bunga-bunga obat kota Yang-ciu memang sangat
terkenal. Di kuil itu tumbuh dengan subur bunga-bunga obat yang jumlahnya sangatlah
banyak sekali, bahkan besar-besar dan jenisnya berlain-lainan.
Siau Po ingat sewaktu ia berusia sepuluh tahun ia pernah bermain-main di depan kuil
itu dengan serombongan kawan-kawannya. Melihat bunga-bunga yang cantik itu Siau
Po memetik dua kuntum untuk dimainkannya, namun perbuatannya itu telah diketahui
oleh salah satu Hwesio dari kuil tersebut. Dua kuntum bunga yang telah dipetiknya itu
diambil kembali dan bahkan Siau Po terkena dua kali tamparan oleh orang itu.
Siau Po meronta-ronta menendang, memukul bahkan sampai menggigit Hwesio itu.
Akan tetapi karena tubuhnya tubuh Siau Po masih kecil dan usianya pun masih sangat
muda maka ia dengan mudah dapat didorong oleh Hwesio itu sehingga jatuh
terjerembab di atas tanah dan ditambah dengan tendangan beberapa kali dari orang itu.
Melihat hal itu rombongan kawan-kawan Siau Po menjadi sangat kalap, Mereka ikut
menyerbu Hwe Ciu itu, dan beberapa orang di antaranya ada yang mengambil bungabunga
obat itu. Hwesio yang melihat anak-anak itu mengambil bunga-bunga obat itu ia menjadi
bingung, maka lalu berteriak-teriak histeris.
Mendengar teriakan Hwesio itu kawan-kawannya yang berada di dalam kuil itu berlari
ke luar dan membawa kayu di tangannya, Mereka sampai di tempat itu para Hwesio itu
langsung menyerang kawan-kawan Siau Po, sehingga anak-anak itu kena terhajar
beberapa kali. Yang paling celaka yaitu Siau Po, karena sesudah terkena tendangan ia juga terkena
beberapa kali pukulan di kepalanya sehingga kepalanya menjadi benjoI sebesar telur
ayam. Ketika kembali ke tempat pelesiran Li Cun Wan Siau Po dipukul beberapa kali oleh
ibunya, dan dihukum tidak boleh makan malam, Meskipun pada akhirnya Siau Po
berhasil mencuri makanan dari dalam dapur, tetapi peristiwa memetik bunga di kuil Tan
Ci Si membuatnya menjadi dendam dalam hati.
Pada hari kedua Siau Po datang ke kuil itu dari jauh ia sudah memaki-maki dalam
hati. "Dari Ji Lay Hud ibu para Hwesio sampai ke cucu Adam aku bersumpah, pada suatu
hari Lohu akan memetik habis bunga-bunga di kuil ini. Lohu juga akan meratakan kuil ini
dengan tanah dan mcmbakarnya sampai habis. Pada saat itu kalian baru tahu siapa
sebenarnya aku." Siau Po terus saja memaki sampai serombongan Hwesio mengejarnya ke luar,
Melihat banyaknya Hwesio yang ke luar, Siau Po langsung mengambil langkah seribu.
Peristiwa itu telah lama berlalu dan Siau Po pun telah melupakannya, Akan tetapi kali
Siau Po kembali lagi ke Yang-ciu, melihat suasana dan keadaan sekitarnya ia jadi
teringat kembali peristiwa itu.
Siau Po langsung mengatakan pada salah seorang perwira di Yang-ciu, bahwa ia
mempunyai niat untuk mengunjungi kuil tersebut, dan kalau perlu akan tinggal di sana.
Perwira tersebut lalu berpikir dalam hati.
-- Tan Cie Sie adalah tempat, para umat Budha dan dilarang untuk orang umum dan
itu sudah berlaku sejak ribuan tahun yang lalu, dan tak pernah ada salah seorang
pembesar yang ada tinggal di dalamnya, takutnya hal ini dapat menimbulkan keonaran Setelah berpikir demikian perwira itu lalu berkata.
"Jawab Tayjin, kuil Tan Cie Sie memang memiliki pemandangan yang indah sekali,
Pie Cit sungguh sangat kagum terhadap pandangan Tayjin yang sangat tinggi. Akan
tetapi dalam kuil Tan Cie Sie ada larangan meminum-minuman arak dan juga
sembarangan bertindak, takutnya hal ini dapat membuat Tayjin menjadi tidak leluasa."
"Mengapa pusing-pusing?" kata Siau Po. "Bukankah kita dapat memindahkan semua
patung-patung pemujaan yang ada di dalam kuil itu" Maka dengan demikian sudah
tidak ada larangan lagi, dan kita dapat berbuat sesuka hati kita."


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perwira itu terkejut mendengar kata-kata Siau Po.
"Bagaimana mungkin patung-patung pemujaan itu boleh dipindahkan karena hal ini
dapat menimbulkan bencana." katanya dalam hati, "Apalagi rakyat di kota Yang Cu
sangat menghormati dewa-dewa yang dipuja dalam kuil itu, kemungkinan mereka
semua akan memberontak pada para pemimpin di kota itu!"
Karena itu perwira itu segera memberi hormat pada Siau Po dan berkata dengan
suara yang perlahan. "Sahut Tayjin! Kota Yang Cu memang terkenal dengan bunga-bunganya. Karena di
sepanjang perjalanan Tayjin telah capai dan lelah, maka sesampainya di tempat ini
hamba tentunya akan memberikan pelayanan yang baik, Untuk itu hamba telah
memanggilkan beberapa orang penyanyi wanita yang mereka itu sangat cantik.
Mereka juga pandai memainkan kecapi dan menyanyi, tentunya Tayjin akan merasa
puas, namun karena di dalam kuil tempat tidurnya keras, dan para Hwesio tidak enak
dipandang, maka hal ini tidak akan menyenangkan Tayjin." katanya.
Siau Po berpikir, bahwa apa yang dikatakan perwira itu memang ada benarnya.
"Kalau menurut pendapatmu kira-kira di mana aku dapat tinggal, sehingga hatiku
menjadi se-nang?" tanyanya sambil tertawa.
"Di dalam kota Yang-ciu, ada seorang saudagar yang bernama Hou Yan. Rumah
saudagar itu penuh dengan bunga-bunga dan ia mempunyai niat untuk melayani Tayjin
dengan baik. Sejak mendengar kedatangan Tayjin ia telah mempersiapkan segala sesuatunya,
tetapi karena pangkatnya terlalu rendah, maka ia tak dapat berkata apa-apa.
Seandainya Tayjin tidak keberatan, cobalah tinggal barang beberapa hari di sana!"
jawab perwira itu. Orang She Ho ini memang seorang yang sangat kaya raya, Ketika Siau Po masih
kecil, sering bermain di luar tembok halamannya, dan dari dalam sering terdengar suara
kelentingan yang merdu. Hati Siau Po kagum mendengar suara itu, sayangnya ia tak ada kesempatan untuk
melihat ke dalam. Siau Po ingin tahu bunyi-bunyian apa yang terdengar sampai di luar
itu, karena itu ia lalu berkata.
"Bagus! Coba saja kita menginap di sana barang beberapa hari, kalau memang tidak
cocok kita dapat pindah ke tempat yang lainnya, Di kota Yang-ciu saudagar garam
memang banyak sekali, kita dapat tinggal di sini beberapa hari dan di sana beberapa
hari tentulah mereka tidak akan miskin karenanya."
Rumah Hou Yan itu ternyata sangat indah, di halamannya saja terdapat batu-batuan
yang dibuat menyerupai gunung-gunung dan dipahat dengan indah, Bunga-bunganya
sangat serasi karena ditata dengan rapi dan baik sekali.
Ada jembatan kecil yang di bawahnya terdapat air mengalir sungguh pemandangan
yang menyegarkan, sekali lihat saja Siau Po sudah dapat mengira-ngira sudah
seberapa banyak uang yang telah dihabiskan untuk membangun tempat itu, Dalam hati
Siau Po merasa sangat kagum, Anak muda itu berjanji bahwa pada suatu hari kelak ia
akan membuat rumah yang seperti itu.
Kemudian Siau Po memerintahkan para tentara untuk masuk ke dalam dan
membawakan barang-barangnya. Thio Yong dan yang lainnya tinggal di sana
sedangkan yang lainnya yaitu para tentara dan opsir-opsir bawahan berpencaran
tinggal di rumah-rumah para pembesar setempat dan juga rumah-rumah para
penduduk. Sebenarnya keindahan dan juga kemewahan kota Yang-ciu sudah terkenal sejak
lama, Pada jaman dinasti Tong ada pepatah yang mengatakan. Hamparan mutiara
sejauh sepuluh Lie, dua puluh empat jembatan menghiasi bukit Bahkan sampai jaman
dinasti Ceng kehidupan para saudagar-saudagar garam di sana semakin subur saja.
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang 15 Pendekar Tongkat Dari Liongsan Liong-san Tung-hiap Karya Kho Ping Hoo Perawan Lembah Wilis 22
^