Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 43

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 43


semuanya merasa terkejut dan mereka berkata.
"Tempo hari ketika Kok Seng Ya bermaksud merebut kembali Taiwan dari SetanSetan Berambut Merah, kapal-kapal beliau pun mengalami kesulitan untuk melalui
gundukan tanah serta pasir di Lu Ji Bun.
Tidak disangka-sangka datang gelombang besar sehingga mereka berhasil
melaIuinya. sekarang kejadian yang sama terulang kembali. Ternyata ini sudah
merupakan takdir yang Kuasa, percuma rasanya kalau kita tetap bertempur, sebab
yang hancur pasti kita sendiri."
The Kek Song yang mendengar pasukan Angkatan Laut pihak kerajaan sudah
berhasil menerobos Lu Ji Bun, langsung saja ketakutan setengah mati. Dia sendiri tidak
tahu lagi apa yang harus dilakukan Pang Ci Hoan menasehatinya agar menyerah saja.
Tanpa berpikir panjang lagi dia segera menyetujui usul gurunya itu, Tapi dia juga
khawatir Sie Long akan membalas dendam kepadanya dengan menghancurkan
keturunan Kok Seng Ya. itulah sebabnya Liu Kok Han menulis sepucuk surat kepada
Sie Long dengan menyatakan bahwa mereka bersedia menyerah tapi keamanan anak
cucu Kok Seng Ya harus dijamin.
Apabila tidak, seluruh rakyat Taiwan bersedia bertempur terus meskipun sampai
orang terakhir Sie Long segera menyetujuinya. Dia menjamin bahwa dirinya tidak akan
mengingat kembali hutang lama.
Apabila hal itu sampai terjadi, biarlah dia disambar petir dan putus keturunan
Akhirnya dengan adanya sumpah berat dari Sie Long, The Kek Song, Pang Ci Hoan,
Liu Kok Hian beserta ratusan prajurit Taiwan lainnya pun menyatakan takluk serta
dibawa pulang ke Kotaraja.
Keturunan langsung dari mantan Kaisar Dinasti Beng yakni Cu Sut Kui bunuh diri
saking kecewanya, Lima orang istri-istrinya mengikuti jejaknya, Dengan demikian
keturunan Dinasti Beng pun putus sampai di situ.
Dalam hati Siau Po berpikir
-- Keturunan langsung dari mantan Kaisar Dinasti Beng ini memilih jalan bunuh diri
karena tahu tidak mungkin kerajaannya dapat bangkit kembali. Tapi begitu-begitu masih
ada lima orang istrinya yang menemani kematiannya, seandainya suatu hari aku Wi
Siau Po terpaksa bunuh diri, entah berapa di antara ke tujuh istriku ini yang sudi
menemaniku" Song Ji tidak perlu diragukan lagi kesetiaannya, Kalau Kian Leng kongcu tidak usah
diharap, sisanya yang lima orang mungkin harus lempar dadu untuk menentukan mati
hidup mereka. Apabila Pui Ie yang kebagian melempar dadu, dia pasti main gila, agar
aku yang sudah mati saat itu menjadi tumbal baginya, -Lim Heng Cu melanjutkan kisahnya kembali, Dia mengatakan bahwa Sie Long
ternyata orang yang menepati janji, Dia memang tidak mempersuIit keturunan Kok Seng
Ya, bahkan dia sendiri mendatangi Kuil Seng Peng Ong Bio untuk bersembahyang, Di
sana dia menangis dengan sedih.
"Dia menulis sebuah puisi yang isinya dalam sekali, Kata-katanya pun bagus, Puisi
itu dipersembahkan kepada Kok Seng Ya," kata Ang Cao yang langsung membacakan
puisi itu agar didengar oleh Siau Po.
Tapi dasar bocah itu tidak pernah bersekolah, kata-kata biasa saja kadang-kadang
sulit dimengerti olehnya, Apalagi puisi yang mengandung arti mendalam, Dia sampai
termangu-mangu mendengar Ang Cao menirukan isi puisi itu.
"Apa sih yang diocehkannya?" tanya Siau Po pada Lim Heng Cu.
"Yang dimaksudkan dengan "Lu Tiong Ciong Su" adalah Go Cu Sai. Dulu Go Cu Sai
ini berhasil menghancurkan negara Chu. Setelah itu dia menggali kembali kuburan Chu
Peng Ong dan mencambuk jenasah raja itu sebanyak tiga ratus kali. Maksudnya untuk
membalas dendam atas kematian ayah dan kakaknya yang dibunuh oleh raja tersebut
Sie Long mengatakan bahwa bagaimana pun busuknya hati sendiri, dia tidak mungkin
melakukan hal yang demikian sadis."
Siau Po tertawa dingin mendengarnya.
"Huh! Memangnya dia berani" Biarpun Kok Seng Ya sudah meninggal, dia masih
ketakutan setengah mati, Dia sudah menghancurkan seluruh kehidupan keturunan Kok
Seng Ya. Jangan-jangan arwah Kok Seng Ya akan mendatanginya dan membuat
hidupnya dihantui ketakutan itulah sebabnya dia cepat-cepat mengunjungi makam Kok
Seng Ya serta pura-pura bersikap jantan Padahal dalam hati dia pasti memohon
pengampunan Orang ini licik sekali, kalian jangan sampai kena dikelabui olehnya."
Lim Heng Cu dan Ang Cao segera mengiakan.
"Cerita tentang Go Cu Sai pernah kulihat dalam pertunjukan sandiwara, Ada bagian
di mana dia menghadapi cobaan berat sekali sehingga dalam semalaman saja
rambutnya berubah putih semua, bukan?" kata Siau Po pula.
"Betul, ingatan Hu ya ternyata baik sekali," sahut Ang Cao.
Siau Po sudah lama sekali tidak mendengar cerita, Karena itu dia segera
menanyakan sejarah kehidupan Go Cu Sai. Kebetulan Ang Cao juga pernah mengikuti
ujian untuk menjadi Siu Cai (Pelajar), meskipun akhirnya gagal tapi setidaknya perutnya
pernah terisi tinta sehingga cerita sejarah-sejarah yang terkenal masih diingatnya
dengan baik. Dia menjawab semua pertanyaan Siau Po sehingga pemuda itu semakin
bersemangat mendengarkannya.
"SeIama di pulau ini aku merasa iseng sekali. Untung ada saudara berdua yang
berkunjung ke sini dan menceritakan kisah-kisah yang menarik ini. sebaiknya kalian
berdua tinggal beberapa hari lagi, jangan tergesa-gesa pulang ke Kotaraja," kata Siau
Po. "Kami berdua merupakan prajurit Taiwan yang telah menyerahkan diri, Tadi malam
pembicaraan kami telah membuat kesal hati Sie Ciangkun, Apabila orang itu berniat
mencelakai kami, mudahnya tentu seperti menginjak semut di tanah. Apabila dia
menambahkan sedikit fitnah di hadapan Sri Baginda, kemungkinan malah kepala kami
akan dipenggal dulu dan benar tidaknya baru diselidiki belakangan. Andaikan kepala
sudah dipenggal dan kasusnya tidak diselidiki lagi, rasanya juga tidak ada orang yang
akan menanyakannya, Wi Tayjin, mohon kau bicarakan kepada Sie Ciangkun, kalau
bisa kami berdua tinggalkan di sini saja untuk melayani Wi Tayjin," kata Lim Heng Cu.
Siau Po justru senang sekali mendengarnya, "Ang toako, bagaimana menurut
pendapatmu?" tanyanya.
Tadi malam hamba sudah merundingkan hal ini dengan Lim toako, Apabila tidak
mendapat pertolongan dari Wi Tayjin, kali ini kemungkinan kami berdua akan mati
tanpa kuburan," sahut Ang Cao.
"Apabila kalian berdua mengikuti aku, aku ingin kalian menurut apa kataku," kata
Siau Po. Lim Heng Cu dan Ang Cao segera berdiri dan menjura dalam-dalam.
"Apa pun yang diperintahkan oleh Wi Tayjin, kami akan laksanakan dengan
sesungguh hati," sahut mereka serentak.
Siau Po semakin senang, Dalam hati dia berpikir.
- Dengan adanya bantuan dari kedua orang ini, tentu tidak sulit bagiku untuk kabur
dari tempat setan ini, -Ketika mengutus Perwira tua dan lima ratus orang prajuritnya, Kaisar Kong Hi sudah
berpesan wanti-wanti agar jangan membiarkan Siau Po atau pun keluarganya
meninggalkan pulau Tong Sip to biar satu langkah pun.
Padahal Perwira tua itu bukan jenis orang yang otaknya encer. Kebisaannya pun
tidak seberapa, tapi terhadap firman Kaisar, biar kepalanya dipenggal tujuh belas kali
mereka juga tidak berani melanggarnya.
Kong Hi memerintahkan dia untuk menjaga Siau Po dengan ketat, maka dia pun
memperhatikan pemuda itu ke mana pun dia pergi siang dan malam, Sebetulnya, kalau
Siau Po berniat membunuh perwira tua itu, mudahnya seperti membalikkan telapak
tangan saja. Namun, biarpun dia membunuh habis lima ratus prajurit yang menjaga di pulau itu,
tetap saja dia tidak bisa melarikan diri tanpa adanya sepotong perahu pun. sedangkan
Lim Heng Cu dan Ang Cao merupakan Komandan Angkatan Laut di Taiwan dulu,
Mengenai pembuatan perahu tentu sudah dikuasai penuh oleh mereka.
Malam itu, kembali dia mengundang Sie Long, Namun yang hadir bersama orang itu
kali ini hanya Lim Heng Cu dan Ang Cao. Hal ini memang sudah diatur oleh Siau Po.
Setelah berbincang-bincang sedikit, Siau Po berkata.
"Sie Ciangkun, sebaiknya kau tinggal di sini satu dua bulan lagi."
"SebetuInya hamba juga ingin berdekatan dengan Wi Tayjin lebih lama lagi, dengan
demikian hamba bisa sering-sering mendengar nasehat Tayjin yang berharga, Tapi
Taiwan baru berhasil kita rebut kembali, maka kami tidak bisa meninggalkannya terlalu
lama. Mungkin besok kami sudah harus memohon diri dengan Tayjin," sahut Sie Long.
"Barusan kau bilang ingin berdekatan denganku lebih lama agar bisa sering-sering
mendapat nasehatku yang berharga, Entah apa yang kau katakan ini benar atau hanya
ingin menyenangkan hatiku saja?" tanya Siau Po.
"Tentu saja benar, Hal ini merupakan kata hati hamba yang tulus, Dulu Hamba
mengikuti Wi Tayjin, kita sudah pernah memimpin pasukan ke pulau Tong Slp to ini
untuk meledakkan Sin Liong to. Tiap hari hamba mendapat pengarahan dari Wi Tayjin,
Disam-ping itu hamba juga diajak bersenda gurau serta main judi dan minum arak,
Harihari yang kita lalui dulu benar-benar menyenangkan," sahut Sie Long.
Siau Po tertawa. "Apabila kau bisa merasakan kembali hari-hari seperti itu, apakah kau akan merasa
senang?" tanyanya. "Tentu saja senang, Kelak apabila mendapat tugas berat dari Sri Baginda, hamba
akan memohon agar hamba bisa diikut sertakan dengan pasukan yang dipimpin oleh Wi
Tayjin." Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Mudah sekali Kalau kau ingin menyertaiku, mendengar gurauanku atau bermain judi
bersamaku, sebetulnya tidak ada kesulitan sedikit pun. Besok kita bersama-sama
berangkat ke Taiwan saja," katanya tenang.
Sie Long terkejut setengah mati, dia sampai melonjak bangun.
"Ini... ini Sri Baginda belum menurunkan firman mengenai hal ini, hamba... tidak
berani memutuskannya, Harap Wi Tayjin sudi memaafkan," sahut Pembesar itu gugup,
Siau Po tertawa. "Aku toh tidak bermaksud melakukan apa-apa di Taiwan, cuma mendengar cerita
kalian yang seru, Aku jadi penasaran, katanya di Taipei dan di Taiwan sudah berdiri
kota-kota yang indahnya tidak kalah dengan Kotaraja, aku jadi ingin melihatnya.
Lagipula, sesampainya di Taiwan, kau bisa sering-sering mendengar nasehatku yang
berharga bukan" Kata-kata ini kau sendiri yang keluarkan Aku justru melihat bahwa kau
orangnya cukup baik, sedangkan dulu kau sudah pernah ikut denganku.
Kita toh majikan dan bawahan lama, maka hubungan kita mana bisa di-samakan
dengan orang-orang lainnya" itulah sebabnya aku bersusah payah memikirkan jalan
agar kita bisa selalu berkumpul bersama.
Aku akan pergi ke Taiwan untuk bermain-main selama satu dua bulan, setelah itu
aku akan kembali lagi ke sini, Kalau kau tidak bilang kepada siapa-siapa dan aku juga
diam saja, tidak akan ada seorang manusia atau seekor setan pun yang tahu, terlebihIebih lagi Sri Baginda."
Sikap Sie Long jadi serba salah, kembali dia menjura dalam-dalam.
"Wi Tayjin, urusan ini benar-benar sulit Tayjin menurunkan perintah, seharusnya
hamba menurut. Namun seandainya Sri Baginda menuntut kelak, hamba benar-benar
tidak berani mempertanggung-jawabkannya, Apabila hamba tidak memberikan laporan
terlebih dahulu, berarti hamba melakukan kesalahan yang besar sekali, maka hamba
benar-benar tidak berani melakukannya."
Siau Po tertawa. "Silahkan duduk, silahkan duduk, Kalau kau tidak mau juga tidak apa-apa. Tidak
perlu kita bicarakan lagi hal ini," katanya.
Sie Long seperti terlepas dari beban yang berat. Berkali-kali dia mengiakan baru
duduk kembali di kursi nya.
Kembali Siau Po mengembangkan seulas senyuman.
"Bicara soal membohongi atasan, entah sudah berapa banyak aku melakukannya
terhadap Sri Baginda. Tapi Raja kita memang bijaksana dan besar jiwanya, Setelah
mengetahui kebohonganku, beliau pun cuma memaki-maki beberapa kata lalu berbuat
seakan tidak pernah terjadi apa-apa," katanya.
"BetuI, betul, Semua orang mengatakan bahwa Sri Baginda sangat memperhatikan
Wi Tayjin, jarang sekali hal demikian terjadi, Malah sejak jaman dulu belum pernah
hamba mendengar ada orang biasa yang hubungannya bisa begitu dekat dengan
seorang Kaisar, sedangkan hamba hanya seorang pejabat kecil yang tipis jodohnya,
mana berani hamba berharap akan mendapat rejeki seperti Wi Tayjin?" sahut Sie Long.
Siau Po tersenyum. "Kata-kata Sie Ciangkun seakan menunjukkan bahwa nyalimu kecil sekali, padahal
aku tahu bahwa kau seorang pemberani. Aku dengar kau mengunjungi makam Kok
Seng Ya setelah berhasil menaklukkan Taiwan. Bahkan kau juga menulis sebuah puisi
yang bagus sekali, bukan?"
"Menjawab kepada Wi Tayjin: sebetulnya panggilan seperti Kok Seng Ya tidak boleh
dipergunakan lagi, Kok Seng (Marga Negara) yang sekarang tentu sudah tidak sama
lagi, Bila kita ingin menyebut The Seng Kong dengan panggilan yang lebih sungkan,
maka kita hanya boleh mengatakan "Cian Beng Gi Seng" (Marga pemberian dari Dinasti
Beng yang sebelumnya), Oleh karena itu, dalam puisi tersebut hamba hanya
menyebutnya sebagai Gi Heng (Marga pemberian)," sahut Sie Long.
Dia sudah menduga, apabila dia menolak permintaan Siau Po untuk pergi ke Taiwan,
anak muda itu pasti mencari kesulitan bagi dirinya atau mencari-cari kesalahannya,
Sebetulnya, sebutan "Kok Seng Ya" sudah terlanjur menjadi kebiasaan bagi semua
orang, namun The Seng Kong mendapat anugerah marga Cu yang merupakan marga
dari kaisar dinasti Beng, bukan marga dari dinasti Ceng sekarang.
Apabila Siau Po segera mencari kesalahannya hanya karena dia menyebut nama
tersebut, dia bisa melaporkannya kepada Sri Baginda bahwa Sie Long tidak pernah
melupakan dinasti Beng, tentu dirinya akan celaka, Kemungkinan dia malah akan
menghadapi bencana besar. itulah sebabnya sebelum hal ini terjadi dia segera
menjelaskannya terlebih dahulu,
Sebetulnya Siau Po tidak berpendidikan sama sekali, Hubungan apa pun dari katakata
di atas tentu tidak pernah dibayangkannya, justru karena penjelasan Sie Long
barusan, dia malah bisa menangkap apa penyakitnya.
"Sie Ciangkun pernah mendapat bimbingan dari Dinasti Beng, maka tidak
mengherankan kalau masih mengingat terus Gi Seng (Marga pemberian Kaisar) dari
Dinasti sebelumnya, Kalau Sie Ciangkun benar-benar setia terhadap Kerajaan Ceng
kita yang besar, seharusnya Sie Ciangkun menyebut The Seng Kong sebagai Huan
Seng (Marga Pemberontak), Wi Seng (Marga Pengkhianat), Fei Seng (Marga Penjahat)
atau Kau Seng (Marga anjing)," kata Siau Po.
Sie Long menundukkan kepalanya tanpa mengatakan apa-apa, Meskipun dalam hati
dia tidak terlalu memusingkan apa yang dikatakan Siau Po, tapi dia merasa tidak boleh
membicarakan hal ini terlalu banyak dengan pemuda itu. Ternyata sebutan Gi Seng
yang ditulisnya dalam puisi juga dianggap bahwa dirinya masih terus mengingat dinasti
sebelumnya. "Puisi yang dibuat oleh Sie Ciangkun waktu itu pasti bagus sekali kata-katanya,
Bolehkah Sie Ciangkun mengucapkannya kembali agar aku bisa ikut mcngetahuinya?"
tanya Siau Po. Sie Long hanya tahu bagaimana memimpin pasukan untuk berperang, mana bisa
membuat puisi segala" Puisi yang dipersembahkannya tempo hari didepan makam Kok
Seng Ya sebetulnya merupakan karangan seorang Guru besar dalam istana, Dia
meminta orang itu menuliskan sebuah puisi yang kata-katanya bagus.
Kebetulan guru besar itu mengajar anak-anak para pembesar tinggi membaca dan
menulis. Setiap puisi yang ditulisnya mengandung ketulusan hati yang menyentuh
perasaan siapa pun yang membacanya, Sie Long saja sudah sering mendapat pujian
saking bagusnya puisi itu.
Padahal kebanyakan orang juga tahu bahwa puisi tersebut bukan hasil karyanya
sendiri Saking bangga nya, Sie Long sampai menghapal puisi itu diluar kepala, Dengan
demikian orang-orang akan menganggap bahwa dialah yang menulis puisi itu. Tentu
saja ini menurut jalan pikirannya sendiri Karena itu dia segera berkata.
"Hamba akan membacakannya untuk Wi Tayjin, Harap Wi Tayjin jangan
menertawakan kebodohan hamba."
Dia langsung berdiri dan membacakan isi puisi tersebut.
Siau Po mendengarkannya, kemudian sambil manggut-manggut dia berkata.
"Puisi yang bagus sekali, benar-benar bagus! Biar kepalaku ini dipenggal sekali pun
aku tidak mungkin bisa membuatnya, jangan kata hasil karya sendiri, walaupun orang
lain yang membuatnya dan aku tinggal menghapalkannya saja, dalam waktu sepuluh
hari mungkin hanya tiga empat patah kata yang bisa kuingat Ternyata Sie Ciangkun
cerdas sekali, Aku sungguh merasa kagum!"
Wajah Sie Long berubah kemerah-merahan.
- Kau toh sudah tahu bukan aku yang menulis puisi itu. Orang lain yang membuatnya
dan aku tinggal menghapalkan saja. Tapi kau sengaja menyindirku sedemikian rupa,
Kalau begitu aku tidak perlu banyak cakap lagi denganmu -- pikirnya dalam hati.
"Di dalam puisi itu ada disebut "Lu Tiong Ciong Su, I So Put Wi, Sie Ciangkun tentu
tahu bahwa pendidikanku rendah sekali sehingga tidak memahami kata-kata yang
dalam. Entah apa artinya kalimat tersebut?" tanya Siau Po pula.
"Yang dimaksud ialah Go Cu Sai. Ketika itu Go Cu Sai kabur dari negara Chu dan
pergi ke negara Go, dia sampai ke tepi sungai serta bertemu dengan seorang nelayan,
Nelayan itu menggunakan rakit untuk menyeberangkannya lalu mencari nasi baginya,
Go Cui Sai khawatir prajurit dari negara Chu akan mengejarnya, maka dia bersembunyi
di antara ilalang yang lebat.
Begitu si nelayan kembali, dia melihat ada orang yang bersembunyi di dalam ilalang,
maka dia berteriak: "Orang di dalam ilalang, orang di dalam ilalang, apakah kau si
prajurit miskin?", Kemudian hari Go Cu Sai berbalik memimpin prajurit negara Go untuk menyerang
negara Chu. Dia menggali kembali jenasah Chu Peng Ong dan mencambuknya
sebanyak tiga ratus kali.
Dengan demikian dia bermaksud membalaskan kematian ayah dan kakaknya, Gi


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seng... eh, The Seng Kong juga pernah membunuh seluruh keluarga hamba, penduduk
Taiwan khawatir hamba masih merasa sakit hati dan menggali kembali jenasah The
Seng Kong lalu menghancurkannya.
Dalam puisi itu hamba menyatakan bahwa hal itu tidak mungkin hamba lakukan,
Arwah The Seng Kong di alam baka boleh merasa tenang dan prajurit serta penduduk
Taiwan pun tidak perlu mencemaskannya." sahut Sie Long.
"Rupanya begitu, Sie Ciangkun sedang menyamakan dirinya dengan Go Cu Sai,"
kata Siau Po. "Go Cu Say adalah seorang pahlawan besar, seorang pendekar sejati, mana
mungkin hamba menyamainya " Hanya saja seluruh keluarga Go Cu Sai tertimpa
bencana. Dia seorang diri melarikan diri, akhirnya memimpin pasukan kembali
menyerang negara Chu untuk membalas dendam. Bagian ini mirip dengan apa yang
dialami oleh hamba," sahut Sie Long.
Siau Po menganggukkan kepalanya. "Semoga akhir cerita yang dialami oleh Sie
Ciangkun berbeda dengan Go Cu Sai, kalau tidak benar-benar runyam urusannya," kata
pemuda itu pula. Sie Long segera teringat bahwa Go Cu Sai telah mendirikan jasa besar bagi negara
Go, namun akhirnya dia dibunuh pula oleh Raja negara itu. Tanpa terasa wajahnya
berubah hebat, dan tangannya yang menggenggam cawan arak terus bergetar saking
takutnya. Siau Po menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kabarnya setelah membangun jasa
besar, Go Cu Sai berubah sombong, sikapnya terhadap Raja Go jadi kurang ajar. Sie
Ciangkun, kalau kau menyamakan dirimu dengan Go Cu Sai, sebenarnya tidak cocok,
Dan puisi yang kau tulis itu tentunya sekarang sudah menyebar sampai ke Kotaraja,
pasti Sri Baginda juga sudah mengetahui isinya.
Apabila tidak ada orang yang membantu menjelaskan duduk persoalannya di
hadapan Sri Baginda, rasanya... he.,, he... sih, sayang sekali, jasa besar yang sudah
kau dirikan kemungkinan akan tenggelam ke dasar lautan," katanya.
Sie Long cepat-cepat menyahut.
"Perlu Tayjin ketahui, hamba tidak mengatakan bahwa hamba menjadi Go Cu Sai
atau menyamakan diri hamba dengan orang itu.,, Antara kedua hal ini perbeda... annya
besar sekali." "Puisimu itu sudah menyebar ke mana-mana. Perihal Sie Ciangkun menyamakan diri
sendiri dengan Go Cu Say juga sudah diketahui oleh semua orang," kata Siau Po pula.
Sie Long langsung berdiri dan dengan suara bergetar dia berkata.
"Sri Baginda sangat cerdas, beliau pun berjiwa besar, Bawahannya yang telah
berjasa pasti dilindungi dengan aman. Hamba dapat melayani seorang majikan yang
baik, kalau dibandingkan dengan Go Su Cai, peruntungan hamba jauh lebih bagus."
"Apa yang kau katakan memang benar. Apa maksud sesungguhnya yang terkandung
dalam hati Go Cu Sai saat itu, tentu saja hamba tidak tahu, Tapi di dalam pertunjukan
sandiwara, hamba pernah melihat kisahnya. Ketika Raja Go akan membunuhnya, Go
Cu Sai berkata: "Koreklah mataku dan letakkan di atas pintu gerbang kota, agar kelak aku bisa
menyaksikan prajurit lain menyerbu ke Kotaraja dan menghancurkan kekuasaan Raja
Go. Kalau tidak salah akhirnya negara Go memang berhasil dihancurkan. Sie Ciangkun
Bun Bu Cuan Cai (Ahli silat dan sastra), tentunya paham benar sejarah ini, iya kan?"
tanya Siau Po. BuIu kuduk di tengkuk Sie Long seakan berdiri semua, Sejak mengingat kematian Go
Cu Sai setelah berhasil mendirikan jasa besar, hatinya sudah tidak tenang.
Waktu itu dia belum mengingat kata-kata terakhir Go Cu Sai di saat menjelang
kematiannya, Dalam puisi yang dibacakannya di hadapan makam Kok Seng Ya,
memang dia menyatakan bahwa dirinya tidak akan melakukan apa yang pernah dibuat
oleh Go Cu Sai. Namun setidaknya anggapan orang bahwa dia menyamakan dirinya dengan Go Cu
Sai sudah merasuk dalam kepala, Kata-kata yang digunakannya dalam puisi itu ialah
tentang perlakuan Go Cu Sai "Membalas dendam dengan mencambuk jenasah raja-nya
sebanyak tiga ratus kali", tapi Siau Po justru menghubungkannya dengan "Menyindir
negara yang sudah hancur"
Kalau saja ada orang yang membesar besarkan persoalan ini di hadapan Sri
Baginda, dosanya bisa tidak terkatakan. Berarti jiwanya terancam bahaya, Apalagi
mulut Siau Po yang pandai mengarang yang bukan-bukan, bila orang ini sampai
memberi laporan kepada Sri Baginda, meskipun bagaimana bijaksananya raja ini,
mungkin dia tidak akan dihukum, namun dirinya otomatis merasa kurang enak sendiri.
Untuk amannya bisa saja dia mengundurkan diri dari jabatannya, Tapi untuk
selamanya jangan harap bisa hidup senang Iagi. Apalagi kalau Siau Po menambah
minyak di atas api dengan mengatakan bahwa dalam pikirannya sudah membayangkan
bahwa kelak Raja tidak akan menghargai jasanya dan suatu hari akan membunuhnya,
maka dalam hati dia pun mengharap bahwa akan datang prajurit negara lain yang
menghancurkan Kerajaan Ceng. Membayangkan kepandaian Siau Po mengadu
domba, rasanya batok kepala di atas batang lehernya sulit dipertahankan lagi.
Dalam waktu yang singkat berbagai pemikiran terus maju mundur dalam benaknya,
Dia menyesali dirinya sendiri yang pergi menyembahyangi makam The Seng Kong,
Terlebih lagi menyuruh si Guru besar dalam istana membuat puisi yang ada kaitannya
dengan Go Cu Sai. Sekarang buntutnya justru digenggam erat oleh si budak setan ini, Untuk beberapa
saat dia berdiri termangu-mangu. Tubuhnya gemetar, dia tidak tahu kata-kata apalagi
yang harus dikemukakan untuk berdebat dengan Siau Po.
"Sie Ciangkun, sejak menduduki tahta kerajaan, pertama-tama urusan besar apa
yang berhasil beliau tangani?" Tiba-tiba Siau Po bertanya.
"Membunuh Pengkhianat Go Pay," sahut Sie Long,
"BetuI, Go Pay memang seorang pengkhianat, tapi jasanya terhadap kerajaan cukup
besar, Beberapa kali dia memimpin pasukan untuk berperang dan selalu kembali
dengan kemenangan Ketika Sri Baginda pernah berkata: "Seandainya aku membunuh
Go Pay, takutnya ada orang yang menganggap aku tidak mengingat jasa bawahannya,
Entah burung atau busur apa, hamba tidak begitu mengingatnya lagi."
"Burung mati busurnya disembunyikan," tukas Sie Long.
"BetuI, Benar bukan" Bahkan kau sendiri juga menyebut Sri Baginda demikian," kata
Siau Po. "Tidak, tidak," sahut Sie Long cepat. "Hamba tidak mengatai Sri Baginda, hanya
menjelaskan pepatah yang dimaksudkan."
"Kau menggunakan pepatah untuk mengibaratkan cara Sri Baginda membunuh Go
Pay, bukan?" tanya Siau Po pura-pura bodoh.
Sie Long semakin gugup. Tayjin mengatakan pepatah tentang,., entah bu-rung... atau busur.,, apa, hamba
hanya menjawab pertanyaan Tayjin, Sama sekali hamba tidak berani menyindir Sri
Baginda," sahutnya cepat.
Kedua bola mata Siau Po memandangnya dengan curiga sehingga Sie Long
semakin deg-degan. Sejak jaman dahulu, apabila ada orang yang membangga-banggakan hasil kerjanya
sendiri, Raja pasti benci sekali, Mulut orang itu tidak perlu mengatakan apa-apa, asal
tindakannya menunjukkan bahwa dia mempunyai harapan atau cita-cita untuk
membanggakan dirinya sendiri, sudah terhitung dosa besar dan kebanyakan mendapat
hukuman penggal kepala. Hati Sie Long sejak tadi memang sudah cemas, maka berusaha menjaga
perkataannya, Namun tak disangka Siau Po dengan cerdik memancingnya sehingga dia
mengucapkan "Burung mati busurnya disembunyikan".
Begitu ucapan itu keluar, dia baru sadar ada yang tidak beres, Benar saja, Siau Po
segera memegang perkataannya bahwa dia menyindir Raja, Apalagi Siau Po tidak
seorang diri, ada Lim Heng Cu dan Ang Cao yang bisa dibawa untuk menjadi saksi, Bila
dia ingin mengingkar juga rasanya tidak begitu mudah.
"Sie Ciangkun mengatakan "Burungnya dibunuh, busurnya disembunyikan" atau kirakira
begitu, Apa maksudnya menyindir Sri Baginda atau bukan, aku tidak tahu, Tapi di
dalam istana banyak guru besar, guru kecil, ahli Sastra dan sebagainya, mengapa kita
tidak meminta pendapat mereka saja"
Namun hari-hari yang kulalui bersama Sri Baginda cukup lama, rasanya beliau suka
mendengar orang menyebutnya "Niau Seng Hi Tong", bukan "Niau Cing Kou Can"
Memang sama-sama ada burungnya, tapi mungkin isi kata-katanya jauh berbcda, Yang
satu burung yang jinak, dan satunya lagi pasti burung buas, betul bukan?" kata Siau Po.
Sie Long terkejut juga marah, Dalam hati dia berpikir -- Kalau sudah begini namanya
kepalang tanggung, Kau toh bermaksud mencelakakan diriku, maka lebih baik kubunuh
dulu kalian bertiga, dengan demikian berarti aku tidak membiarkan akar bencana terus
bertumbuh Dengan berpikir demikian, sepasang matanya langsung berubah menjadi buas.
Siau Po juga melihat perubahan mimik wajahnya. Hatinya diam-diam terkesiap juga,
namun dia memaksakan dirinya untuk tersenyum.
"Ternyata apa yang sudah diucapkan oleh Sie Ciangkun, kuda mati pun sulit
menyandaknya, Di depan mata sekarang kau hanya mempunyai dua pilihan, Satu,
segera membunuhku serta saudara Lim dan saudara Ang. Setelah itu kau juga harus
membunuh semua istri dan anak-anakku.
Terakhir bawa seluruh prajurit yang ada di sini ke Taiwan dan mengangkat diri sendiri
sebagai raja, Tapi kau harus pikirkan baik-baik, prajurit yang kau bawa ini merupakan
prajurit kerajaan Ceng, belum tentu mereka sudi memberontak bersamamu sedangkan
sisa prajurit yang ada di Taiwan kebanyakan juga tidak suka mengikutimu."
Sebetulnya hati Sie Long memang sedang mempertimbangkan kemungkinan ini, tapi
segera dibongkar niatnya oleh Siau Po, Amarahnya semakin meluap, namun dia juga
menyadari kedudukannya sehingga tidak berani memutuskannya secara terangterangan.
"Hamba tidak mempunyai niat itu sedikit pun. Tayjin tidak perlu curiga, karena
perbuatan demikian hanya memperbesar kesalahan hamba saja, Tapi entah apa pilihan
kedua yang dikemukakan Tayjin, bolehkah hamba mendengarnya agar mengetahui
petunjuk Tayjin yang berharga?" tanyanya dengan nada menghormat.
Mendengar nada suaranya yang berubah lembut, hati Siau Po membesar kembali
Dia mengangkat sebelah kakinya lalu digoyang-goyangkan seperti lagak tuan besar.
Pilihan kedua adalah memberikan bantuan kepada siaute dan kedua saudara Lim
serta Ang. Tadi ketika menyebut nama Sri Baginda, Sie Ciangkun anda mengucapkan
sepatah kata "Niau", Anggap saja Sie Ciangkun mengatakan bahwa Hong Siang ibarat
"Niau Seng Hi Tong", itu bagus sekali.
Kelak apabila bertemu dengan Sri Baginda, aku akan mengatakan bahwa dia
mempunyai seorang bawahan yang setia dan menjunjung tinggi rajanya, Bahwa dia
juga selalu mengingat budi besar Hong Siang.
Dan dia mengatakan bahwa Go Cu Sai adalah manusia yang lupa budi. Raja Go
telah mengerahkan pasukannya untuk membantu orang itu membalas dendam, dengan
demikian seharusnya dia menuruti perintah majikannya walaupun disuruh terjun ke bara
api atau menyelam ke dasar laut.
Mana boleh dia mengeluarkan kata-kata yang membanggakan dirinya sendiri
sehingga seakan mengejek rajanya" seandainya waktu itu Sie Ciangkun yang menjadi
Go Cu Sai, dapat dijamin kalau negara Go akan jaya selama-lamanya, jangan kata
hanya seorang wanita cantik seperti Si She, malah Tung She, Nan She, Pei She, (Si
artinya barat, padahal itu merupakan nama seorang wanita cantik di jaman tersebut,
namun Siau Po justru menyebut Tung, Nan Pei yang artinya timur, selatan utara
sebagai olok-o!ok atas diri Sie Long) semuanya akan dikumpulkan oleh Sie Ciangkun
untuk dipersembahkan kepada raja Go.
Bagian 89 Yang diingat oleh Go Cu Sai hanya kepentingan dirinya sendiri, sedangkan yang
diingat oleh Sie Ciangkun justru kepentingan kerajaan Ceng kita yang besar, Orang
yang hatinya baik, pasti mendapat balasan yang baik pula.
Apabila kelak Sri Baginda memberikan anugerah sesuai dengan jasa masingmasing,
Sie Ciangkun pasti merupakan orang pertama yang mendapat pangkat
tertinggi" kata pemuda itu panjang lebar.
Kata-kata yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan Sie Long ini jelas
membuat orang itu gembira sekali, Kemarahannya menguap entah ke mana, Cepatcepat
dia berdiri dan menjura kepada Siau Po.
"Seandainya Tayjin sudi mengucapkan kata-kata yang demikian indah di hadapan Sri
Baginda, untuk selamanya hamba tidak berani melupakan budi besar Tayjin ini."
Siau Po juga berdiri dan membalas penghormatan Sie Long, lalu berkata sambil
tersenyum. "Ucapan itu toh tidak merugikan diriku, bahkan bisa membawa keberuntungan.
Apalagi kalau suasana hatiku sedang baik, aku malah bisa menambahkan beberapa
ucapan yang lebih manis lagi."
Dalam hati Sie Long berpikir.
-- Kalau aku tidak mengajakmu ke Taiwan kali ini, mana mungkin suasana hatimu si
budak busuk bisa menjadi baik" - Dia duduk kembali di kursinya lalu berkata.
Taiwan baru saja berhasil kita taklukkan, jelas keadaannya masih kacau balau,
Hamba bermaksud mengusulkan kepada Sri Baginda agar mengutus seorang yang
berwibawa dan sanggup menyenangkan hati rakyat untuk mengurus rakyat di sana.
Orang yang hamba maksudkan tentunya Wi Tayjin adanya, Hamba akan segera
kembali ke Kotaraja untuk menyusun kalimat yang baik kemudian menyerahkannya
kepada Sri Baginda, Setelah ada persetujuan dari beliau, pasti akan datang firman Sri
Baginda yang mengutus Wi Tayjin berangkat ke Taiwan."
Siau Po menggelengkan kepalanya.
"Kau mau pulang dulu ke Kotaraja, lalu menyusun kalimat yang bagus untuk
mengajukan usulmu kepada Sri Baginda, menunggu sampai Sri Baginda membaca,
mempertimbangkannya lagi dan kalau setuju baru mengirimkan firmannya kemari"
Waktu yang dihabiskan untuk pulang pergi serta tetek-bengek lainnya mungkin tidak
cukup lima bulan atau setengah tahun.
Takutnya pada waktu itu gosip yang sampai di telinga Sri Baginda kalau tidak ada
seribu kata, paling tidaknya ada delapan ratus kata, Urusan seperti ini tidak bisa
ditunda biar satu dua hari pun. sebaiknya Sie Ciangkun segera mencari seorang pembesar
kepercayaan Sri Baginda untuk menyertaimu ke Taiwan serta membuktikan bahwa kau
tidak bermaksud mengangkat dirimu menjadi raja di sana.
Di luaran ada desas-desus bahwa kau malah sudah memilih gelar yang akan kau
pakai setelah menjadi raja kelak. Kalau tidak salah namanya "Tai Beng Taiwan Ceng
Hai Ong" (Raja yang menguasai lautan di Taiwan dengan bendera Dinasti Beng) Apa
benar?" Mendengar gelar "Tai Beng Taiwan Ceng Hai Ong", Sie Long terkejut setengah mati.
Dalam hati dia berpikir, Siau Po toh tinggal di atas pulau yang terpencil darimana bisa
mendengar desas-desus tentang dirinya" Paling-paling si budak busuk ini yang
mengada-ada. Tapi kalau ucapan ini sampai ke Kota-raja, mungkin para pejabat
kerajaan pun akan mempercayainya dan dirinya pasti akan mati tanpa kuburan, -Karenanya cepat-cepat dia berkata.
"ltu kan kabar burung, Wi Tayjin jangan percaya begitu saja."
"BetuI," sahut Siau Po. "Aku kan kenal kau sudah lama, Tentu saja aku tidak
mempercayainya. Tapi Sie Ciangkun menyerbu ke Taiwan kali ini, orang yang dibunuh
pun pasti banyak sekali Dengan demikian permusuhan yang ditanam juga tidak sedikit
jumlahnya Entah ada berapa pembesar di istana yang sudi mengorbankan seluruh
keluarganya untuk membela Sie Ciangkun?"
Hati Sie Long semakin berdebar-debar, Dia tahu tidak ada pejabat tinggi di istana
yang akrab sekali dengannya, Kalau tidak, dulu dia juga tidak terlunta-lunta di
Kotaraja sekian lama tanpa ada orang yang memberikan jalan keluar bagi masalahnya.
Satu-satunya orang yang pernah menanam budi dengan mengangkat derajatnya
justru pemuda yang ada di depan matanya sekarang ini. Karena itu, dia segera
mengkertakkan giginya dan berkata. "Petunjuk berharga yang diberikan Tayjin sudah banyak sekali, untuk itu hamba
merasa berterima kasih sekali, Karena waktunya sudah mendesak sekali, hamba
memberanikan diri mengajak Tayjin berangkat besok juga agar sesampainya di Taiwan.
Tayjin bisa menyelidiki benar tidaknya desas-desus yang tersiar di luaran."
Siau Po gembira sekali mendengarnya, tapi dia beranggapan bahwa Sie Long sendiri
yang memohon kepadanya, Maka lebih baik dia mempersulit sedikit dan jangan secara
mencolok menyetujui permintaannya.
"Kalau menilik dari persahabatan kita selama ini, sebetulnya tidak menjadi masalah
apabila kita berangkat ke Taiwan untuk membersihkan nama baik Sie Ciangkun, Akan
tetapi karena aku sudah terlalu lama tinggal di pulau ini, aku khawatir tidak terbiasa
lagi naik kapal. Mungkin aku bisa mabuk laut. Lagi-pula aku sudah terbiasa berkumpul
dengan anak istri-istriku, rasanya aku berat meninggalkan mereka begitu saja," kata
pemuda itu seolah segan-segan.
Dalam hati Sie Long memaki.
- Kau juga sudah pernah berlayar entah berapa ratus kali dan selamanya aku belum
pernah kau mabuk maknya punya lautan! Meskipun demikian, di luarnya dia tersenyum dan berkata.
"lstri-istri, serta anak-anak Tayjin tentunya harus ikut menyertai, Hamba akan memilih
kapal yang paling besar untuk Tayjin sekeluarga, apalagi bulan-bulan sekarang lautan
sedang tenang, tidak akan ada ombak atau badai besar. Harap Tayjin tidak perlu
mengkhawatirkan hal ini."
Siau Po mengerutkan keningnya.
"Kalau begitu terpaksa siaute berusaha mengatasi kesulitan yang akan dihadapi dan
ikut dengan Sie Ciangkun," katanya.
Sie Long cepat-cepat mengucapkan terima kasih.
Pada hari kedua, Siau Po mengajak ke tujuh istri, dua putra dan seorang putrinya
naik ke atas kapal yang telah disiapkan oleh Sie Long, Perwira Peng yang bertugas
menjaganya di pulau itu bermaksud menghalangi kepergian mereka, tapi Sie Long


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

segera meringkusnya, lalu mengikatnya dengan tali pada batang pohon. Dengan
demikian mereka segera berangkat meninggalkan pulau Tong Sip to tersebut.
Siau Po memandangi pulau terpencil yang telah menjadi tempat tinggalnya selama
bertahun-tahun, bibirnya tersenyum.
"Pemilik sudah meninggalkan pulaunya, sekarang namanya tidak boleh Tong Sip to
lagi. Kita harus mencari nama yang lebih sesuai baginya."
"Betul," sahut Sie Long. "Kalau menurut pendapat Tayjin, nama apa yang sesuai bagi
pulau ini?" Siau Po merenung sejenak kemudian berkata.
"Firman pertama dari Sri Baginda ada menyebutkan bahwa Tio Bung Ong
mempunyai seorang sahabat yang gemar memancing, Han Kong Bu juga mempunyai
seorang kawan yakni Cu Yan Ling yang suka memancing. Pokoknya setiap raja yang
bijaksana pasti ada menterinya yang hobby memancing. sedangkan Sri Baginda sendiri
juga mengutus aku berdiam di pulau ini untuk memancing, Kalau begitu kita namakan
saja "Tiau Hi To" (PuIau memancing Ikan)."
Sie Long bertepuk tangan sambil bersorak.
"Tidak ada nama yang lebih bagus daripada nama yang dipilihkan oleh Tayjin
sekarang, pertama sesuai dengan amanat yang diberikan oleh Sri Baginda, kedua
menyamakan diri Wi Tayjin dengan Ciang Thai Kong dan Cu Yan Ling yang merupakan
Bun Bu Cuan Cai pada jamannya, Betul, mulai sekarang kita harus menyebutnya
sebagai Tiau Hi To."
Siau Po tertawa. "Tapi aku yang bergelar Tong Sip Hou sekarang juga terpaksa mengganti gelarnya
sebagai Tiau Hi Hou. Lain kali kalau aku naik pangkat lagi, gelar yang kugunakan
berubah pula menjadi entah Tiau Hi apa Kong, Kedengarannya jadi tidak enak."
Sie Long juga ikut tertawa.
"Hi Kong mendapat rejeki, yang lain juga kebagian. Enak kok didengarnya," sahutnya
tidak mau kalah. Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Hong Siang menganugerahi aku gelar Tong Sip Pak, lalu naik lagi menjadi Tong Sip
Hou. Kalau dibayangkan kembali memang enak juga kedengarannya, namun beberapa
istriku yang merasa kurang puas, Mungkin kelak kalau meminta Hong Siang
menggantinya menjadi Tiau Hi Hou, mereka juga akan berubah pikiran."
Diam-diam Sie Long merasa geli.
-- Apa sih gelar Tong Sip Pak atau Tong Sip Hou, itukan kelakuan Hong Siang untuk
mengambil hatimu. Lagipula sebenarnya gelar itu lebih tepat sebagai ejekan bahwa kau
bukanlah apa-apa di matanya, Biarpun diganti dengan Tiau Hi Hou, kedengarannya
juga tetap saja enggak enak! Seperti biasanya, Sie Long selalu lain di hati, lain di mulut, Terdengar dia berkata.
"Sejak dulu ada sebutan "Hi Ciau Ken Tuk" Coba bayangkan saja, nelayan malah
menduduki peringkat pertama, sedangkan orang yang sekolah malah berbaris paling
terakhir Bila Tayjin kelak diganti gelarnya menjadi Tiau Hi Hou (Pangeran Memancing
Ikan), berarti tingkatan Tayjin sudah lebih tinggi daripada segala ahli sastra yang ada
di istana." Mengenai apakah pulau memancing ikan itu sama dengan pulau Tiau Hi Tai To yang
artinya sama tapi adanya di abad berikutnya, sayangnya dalam buku sejarah tidak ada
disebutkan kaitannya, sayangnya tidak ada jejak Siau Po yang dapat ditemukan,
meskipun diketahui pada awal pemerintahan Kaisar Kong Hi, pernah ada penduduk
yang tinggal cukup lama di pulau tersebut dan bahkan ada jejak para prajuritnya pula.
Tidak sampai satu hari, Siau Po dan keluarganya beserta Sie Long, Lim Heng Cu,
Ang Cao dan yang lainnya sudah tiba di Taiwan, Mereka berlabuh di daerah Ang Peng
Hu. Lim Heng Cu dan Ang Cao sebagai juru mudi menunjukkan bagaimana The Seng
Kong memasuki wilayah tersebut tempo dulu. Mereka juga menceritakan bagaimana
pasukan mereka membuat Setan-Setan Berambut Merah terkocar-kacir.
Tentu saja Siau Po senang sekali mendengar cerita itu. Karena Sie Long sudah
membawanya ke Taiwan, kata-kata yang diucapkannya juga tidak menusuk hati
ataupun menyindir orang itu lagi.
Di markas tentara yang ada di daerah itu, Sie Long mengadakan perjamuan besarbesaran.
Ketika mereka sedang bersantap dengan lahap, tiba-tiba terdengar seorang
prajurit berseru bahwa ada Firman Kaisar dari Kotaraja.
Sie Long segera keluar menyambut datangnya firman tersebut Begitu kembali,
wajahnya tampak berubah. "Wi Tayjin, Kaisar mengutus orang untuk memeriksa dan melakukan penjagaan di
Taiwan, Celakalah kita kali ini!" katanya.
"Lho, memangnya kenapa?" tanya Siau Po heran.
"Begini, keadaan di Kotaraja sedang kekurangan tenaga, Sri Baginda memutuskan
akan mengutus orang untuk melakukan pemeriksaan dan penjagaan di Taiwan, Apabila
perinciannya tidak menguntungkan bahwa lebih banyak penduduk setempat yang
berpihak kepada kita, maka ada kemungkinan pulau ini akan ditutup, Menjadi wilayah
Otoriter. Penduduk setempat diungsikan ke pedalaman, mereka hanya boleh mencari makan
dari hasil kebun dan ladang setempat Dan prajurit yang menjaga di sini juga tidak perlu
terlalu banyak, Dalam firmannya Sri Baginda menyatakan bahwa negara sedang
mengadakan penghematan besar-besaran untuk menjaga segala kemungkinan.
Apabila pulau ini tidak bisa menghasilkan banyak, lebih baik jangan dipergunakan,"
sahut Sie Long menjelaskan Siau Po merenung sejenak, lalu bertanya.
"Apakah Sie Ciangkun tahu apa maksud sebenarnya dari para pejabat di Kotaraja"
Aku yakin ada orang yang membakar Sri Baginda untuk melakukan hal ini."
Sie Long terkejut setengah mati.
"Apakah benar desas-desus tentang Go Cu Sai telah sampai ke Kotaraja?" Dia
malah berbalik tanya dengan suara gemetar.
Siau Po tersenyum. "Ada pepatah yang mengatakan "Tidak ada asap yang tidak tercium baunya",
Ternyata ungkapan ini memang benar, omongan yang baik tetangga belum tentu tahu,
sedangkan ocehan yang tidak-tidak dalam jangka waktu sekejap saja bisa menyebar
sampai ribuan li jauhnya.
Desas-desus tentang Sie Ciangkun yang ingin menggelarkan diri sendiri sebagai "Tai
Beng Taiwan Ceng Hai Ong" mungkin saja sudah tersebar sampai ke Kotaraja."
"Lalu, bagaimana sekarang?" tanya Sie Long cemas. "Jumlah penduduk Taiwan
lebih dari puluhan laksa orang, Mereka sudah tinggal di sini selama puluhan tahun,
tentunya mereka sudah terbiasa, Apabila dalam waktu singkat mereka tiba-tiba
diperintahkan mengungsi ke pedalaman, bagaimana mereka harus melewati hari"
Kalau kita memaksakan, pasti terjadi perubahan hebat.
Lagipula, bila tentara kita meninggalkan pulau ini, pasti Setan-Setan Berambut Merah
itu akan datang kembali untuk mengangkatnya. Untuk apa kita bersusah payah
merebutnya tempo hari kalau akhirnya dihadiahkan pula kepada para Setan Berambut
Merah" Tentunya para penduduk Taiwan pasti merasa semakin tidak puas."
Siau Po merenung sejenak.
"Urusan seberat apa pun, pasti ada jalan ke luarnya, Raja sangat mencintai
rakyatnya, Yang penting Sie Ciangkun harus berbicara atas nama rakyat. Kemungkinan
akhirnya Sri Baginda justru akan berpihak kepadamu," katanya kemudian.
Hati Sie Long terasa agak lapang mendengar ucapannya.
Tapi, bagaimana kalau kabar angin yang buruk sudah menyebar sampai ke istana"
sedangkan hamba justru mengusulkan untuk mempertahankan Pulau Taiwan ini,
kemungkinan Sri Baginda. mempunyai pikiran bahwa hamba benar-benar bermaksud
mengkhianatinya." "Sekarang sebaiknya kau cepat-cepat kembali ke Kotaraja dan menjelaskan
semuanya kepada Sri Baginda, Kalau kau sudah sampai di sana, segala desas-desus
tentang niatmu mengangkat diri sendiri menjadi raja di Taiwan tentu tidak dipercayai
oleh siapa pun," sahut Siau Po.
Sie Long menepuk pahanya keras-keras.
"Betul, betul! petunjuk Tayjin memang selalu tepat. Besok juga hamba akan
berangkat. Tiba-tiba suatu ingatan melintas dalam benaknya sehingga dia melanjutkan
"Para pejabat yang ada di Taiwan biar dipimpin oleh Tayjin sendiri Sri Baginda paling
percaya pada Tayjin, Asal Tayjin bersedia menduduki jabatan ini, para menteri di istana
tidak ada seorang pun yang berani memprotesnya."
Siau Po gembira sekali mendengarnya, Dalam hati dia berpikir bahwa tidak ada
salahnya dia menjabat sebagai pembesar di Taiwan. Karenanya, sembari tersenyum
dia berkata. "Kau toh belum menerima Firman Kaisar, masa seenaknya menyerahkan pasukan
dan para pejabat di sini untuk kukepalai, Bagaimana kalau sampai Sri Baginda
menyalahkan dirimu untuk masalah ini?"
Mendengar pertanyaannya, hati Sie Long menjadi bimbang kembali.
-- pemuda ini murid Tan Kin Lam, malah anggota perkumpulan Thian Te hwee pula,
Meskipun Sri Baginda sangat menyayanginya, tapi selama beberapa tahun ini dia justru
dikurung di atas pulau Tong Sip to tanpa diberi tugas apa-apa.
Kalau tiba-tiba dia memimpin sejumlah pasukan perang dan akhirnya dia mengajak
sisa-sisa anggota Thian Te hwee untuk memberontak terhadap kerajaan, aku... akulah
orang pertama yang akan dijatuhi hukuman mati... - pikirnya dalam hati.
Sie Long merenung sejenak, akhirnya dia mendapat ide yang bagus.
- Yang penting aku harus membawa seluruh pasukan Angkatan Laut Tanpa mereka
pemuda ini tentu tidak bisa melakukan apa-apa. Kalau dia sampai berani mengajak
anggota Thian Te hwee untuk memberontak juga, aku tinggal memimpin Pasukan
Angkatan Laut untuk kembali menyerangnya. Dalam waktu singkat seluruh isi pulau ini
akan rata menjadi tanah, - pikirnya Iagi. Karena sudah mendapat keputusan, dia segera
berkata. "Kalau para prajurit Angkatan Darat diserahkan kepada orang lain, mungkin Sri
Baginda akan menyalahkan hamba, Tapi kalau diserahkan kepada Tayjin, beliau pasti
setuju sekali." Perjamuan makan pun dihentikan saat itu juga, Pada malam yang sama, Sie Long
segera memerintahkan sejumlah perwira dan pejabat yang bertugas di Taiwan untuk
menemui Siau Po dan menyampaikan bahwa mulai keesokan harinya seluruh pasukan
Angkatan Darat maupun urusan politik yang ada di pulau tersebut telah dialihkan
kepada pemuda itu. Dia juga menyuruh seorang Ahli Sastra untuk menuliskan sepucuk surat atas nama
Siau Po, yang isinya menyatakan permohonan maaf tentang pengambiI-alihan tugas
Sie Long tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, tapi dia berjanji untuk setia terhadap
negara. Hal ini dilakukan demi seluruh rakyat Taiwan yang sudah kerasan tinggal di pulau
tersebuL Apabila secara tiba-tiba mereka diungsikan ke Pedalaman, Siau Po khawatir
akan timbul pertentangan yang akhirnya mengakibatkan jatuh korban lagi.
Setelah masalah ini selesai, ternyata tanpa sadar mereka telah sibuk sepanjang
malam. Pada hari itu juga Sie Long sudah mempersiapkan diri untuk naik ke atas kapal.
Tiba-tiba Siau Po bertanya.
"Sebetulnya masih ada satu persoalan lagi, entah kau sudah mempersiapkannya
belum?" "Urusan apa yang Tayjin maksudkan?"
"Sumbangan," sahut Siau Po.
"Sumbangan?" Sie Long menjadi bingung mendengarnya.
"Betul. Kali ini kau berhasil merebut Pulau Taiwan, Di dalam istana terdapat banyak
Menteri serta pembesar Tinggi, Entah hadiah apa saja yang telah kau berikan kepada
mereka?" kata Siau Po.
Sie Long tertegun sejenak, lalu menjawab.
"Tugas ini diberikan langsung oleh Sri Baginda, Hamba beserta pasukan
mempertaruhkan nyawa untuk merebut pulau ini, Para menteri dan pembesar tinggal di
istana toh tidak mengeluarkan tenaga sedikit pun."
Siau Po menggelengkan kepalanya.
"Lo Sie oh Lo Sie, begitu berhasil kau langsung lupa diri. Penyakitmu terus kumat,
Kali ini engkau telah mendirikan jasa besar dengan merebut Pulau Taiwan,
OrangTiraikasih website http://cerita-silat.co.cc/
orang pasti mengira kau mendapat rejeki banyak, namun ditelan sendiri, Memangnya
para Menteri dan pembesar di istana tidak menjadi silau matanya?"
Sie Long menjadi cemas. "Tayjin penuh pengertian, apabila Sie Long mengantongi sekeping uang perak saja
dari pulau ini, biarlah sekembalinya ke Kotaraja nanti aku mendapat hukuman penggal
kepala," katanya cepat.
"Sekarang kau toh sudah menjadi pembesar kerajaan Ceng, tapi orang lain belum
tentu sudi menjadi bawahan pemerintah Ceng, apalagi orang Han sendiri. Semakin kau
bersikap rendah diri, orang semakin curiga terhadapmu. Mereka tentu menduga bahwa
kau telah menghabiskan uang banyak guna menyodok penduduk Taiwan atau prajurit
The Seng Kong sehingga kau berhasil dengan mudah. Aih, kau benar-benar bodoh!
Jadi ketika kembali ke Kotaraja kau tidak membawa apa pun?" tanya Siau Po
menyelidik. "Hasil bumi atau hasil tambang Taiwan banyak sekali. Rumput obat, rotan, kayu
balok dan sebagainya memang aku ada membawa sedikit," sahut Sie Long.
Siau Po tertawa terbahak-bahak, Pertama-tama wajah Sie Long sampai merah
jengah dibuatnya, namun akhirnya dia menjadi sadar. Karena itu dia menjura dalamdalam
kepada Siau Po. "Terima kasih atas petunjuk Tayjin. Hampir saja hamba tertimpa musibah," katanya.
Siau Po memanggil beberapa orang bawahannya lalu berkata.
"Kepergian Sie Ciangkun adalah untuk memohon kelonggaran hati Sri Baginda demi
kita semua, Apabila tugasnya sampai mengalami kegagalan, kemungkinan batok
kepala kita sulit dipertahankan Urusan yang menyangkut jiwa kita bersama ini, masa
harus Sie Ciangkun sendiri yang menanggungnya" Saudara-saudara sekalian, cepat
kalian mencari derma dari para penduduk!"
Sie Long memang jujur sekali, Sejak menguasai Taiwan, dia belum pernah
mengambil uang seperak pun dari rakyat Begitu tugasnya diambil alih oleh Siau Po,
tindakan pertama si pemuda justru meminta sumbangan "Garansi Jiwa" dari para
penduduk. Tadinya para penduduk yang mendengar berita bahwa mereka akan diungsikan ke
Pedalaman, tidak ada satu pun yang tidak merasa cemas karenanya. Belakangan
mereka mendapat kabar bahwa Sie Ciangkun telah menerima saran dari Wi Hu ya
untuk berangkat ke Kotaraja guna membicarakan masalah ini, itulah sebabnya tidak ada
seorang pun yang keberatan memberikan sumbangan "Garansi Jiwa" yang diajukan
oleh Siau Po. Mereka malah menyumbang dengan suka hati, Untung saja rakyat Taiwan rata-rata
hidup makmur Dalam waktu setengah hari saja, anak buah Siau Po sudah berhasil
mengumpulkan Tiga puluh laksa tail lebih.
Siau Po juga menyuruh para prajurit serta pembesar setempat untuk merogoh
kantong sendiri dan mengumpulkan lagi uang sebanyak enam puluh laksa tail lebih
sehingga jumlahnya menjadi seratus laksa tail.
Dia pula yang menentukan siapa yang harus mengeluarkan uang lebih banyak dan
siapa pula yang mengeluarkan jumlah yang lebih sedikit Sie Long jadi terharu melihat
sikapnya, Sampai kentungan pertama tengah malam, kapalnya baru berangkat.
Keesokan harinya Siau Po mengadakan pertemuan Hampir seluruh prajurit dan
pembesar setempat hadir, Dia berkata kepada mereka.
"Tadi malam Sie Ciangkun sudah berangkat menuju Kotaraja. sebelumnya kami
mengadakan kalkulasi, rasanya jumlah uang yang berhasil dikumpulkan masih kurang
seratus laksa lebih, saudaramu ini justru mengkhawatirkan nasib para penduduk di sini,
akhirnya dengan berat hati aku menyerahkan sejumlah ternak dan perhiasan milik ke
tujuh istriku untuk diserahkan kepada Sie Ciangkun guna melengkapkan jumlah yang
kurang itu. Aih, ternyata menjadi pejabat di Taiwan ini tidak mudah juga, Baru satu
hari aku memang ku jabatan, ternyata sudah rugi seratus laksa tail lebih. Padahal perhiasan
dan ternak-ternak itu merupakan harta kami yang terakhir." Tampak Siau Po menarik
nafas panjang. Tayjin berjiwa besar dan tangannya selalu terbuka untuk menolong yang lemah, Hal
ini menunjukkan perhatian Tayjin yang besar terhadap rakyat Taiwan. Namun Tayjin
tidak perlu khawatir, penduduk Taiwan sudah diberikan pengertian bahwa enam puluh
laksa tail milik para prajurit dan pembesar setempat yang dibawa oleh Sie Ciangkun
hanya merupakan pinjaman karena keadaan yang sudah terlalu mendesak.
Mereka berjanji akan mengumpulkan uang untuk membayarnya kembali, otomatis
jumlah perhiasan istri-istri Tayjin beserta ternak pemeliharaan yang seharga seratus
laksa tail lebih itu juga harus diperhitungkan dan para penduduklah yang akan
mengembalikan nya kelak," sahut seorang pembesar setempat.
Siau Po menganggukkan kepalanya, "Kalian masing-masing juga mengeluarkan
uang sampai-sampai kewalahan memenuhi kekurangannya, Urusan ini tentunya aku
juga tahu. pembesar yang kedudukannya lebih tinggi harus mengeluarkan laksaan tail,
sedangkan yang kedudukannya lebih rendah setidaknya juga harus mengeluarkan
ribuan tail. Semua rela berkorban, kalau dipikir-pikir bukan lain demi rakyat juga, Dana ini sudah
pasti dikembalikan namun kita yang jadi pembesar setempat juga tidak boleh
keterlaluan kita tidak boleh menghitung bunga kepada rakyat jelata, Biarlah kita
dirugikan sedikit, asal modalnya bisa kembali, ya sudah, ini yang dinamakan "Mencintai
rakyat seperti anak sendiri." katanya.
Para pembesar dan prajurit setempat gembira sekali mendengar kata-katanya.
serentak mereka menganggukkan kepalanya sambil mengucapkan terima kasih,
Mereka merasa bahwa pembesar yang satu ini pandai mengambil hati rakyat. Ternyata


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia lebih baik dari pembesar mana pun yang pernah mereka temui.
Beberapa hari kemudian, Siau Po menyuruh anak buahnya untuk mempersiapkan
keperluan persembahyangan, Mereka akan bersembahyang ke makam The Seng
Kong. Padahal Siau Po hanya ingin melihat bagaimana sebetulnya tokoh yang dulunya
disegani orang itu. Sesampainya di depan makam yang besar itu, Siau Po mendongakkan kepalanya,
Dia melihat patung The Seng Kong duduk di akar lebar wajahnya bulat, di atas bibir
maupun di dagunya terdapat beberapa lembar bulu halus, kedua telinganya besar, tapi
matanya sipit sekali. Alisnya melengkung, dahinya yang tinggi menunjukkan mimik pengasih dan
berwibawa, Namun kelihatannya seperti orang tua biasa saja, tidak terlihat kesan
seorang pendekar besar atau pahlawan bangsa pada jamannya.
Dalam pandangan Siau Po malah lebih mirip seorang guru, pemuda itu tampak agak
kecewa melihatnya. Dia bertanya kepada seorang prajurit yang menyertainya.
"Apakah tampang Kok Seng Ya memang seperti ini?"
Lim Heng Cu yang kebetulan diajaknya menjawab pertanyaan Siau Po.
"Wajah asli Kok Seng Ya memang begini. Pada dasarnya Kok Seng Ya adalah
seorang yang terpelajar Oleh karena itu, meskipun dia seorang pendekar besar dan
pahlawan bangsa, namun tampangnya tetap lembut."
"Oh, rupanya begitu." Dia melihat di kedua sisi patung Kok Seng Ya terdapat lagi dua
patung manusia yang bentuknya lebih kecil. Yang kiri perempuan dan yang kanan
patung seorang laki-Iaki, Maka Siau Po bertanya lagi, "Siapa kedua orang ini?"
"Yang perempuan ialah permaisuri Tong. sedangkan yang laki-laki itu Si Ong Ya,"
sahut Lim Heng Cu. "Apa itu Si Ong Ya?" tanya Siau Po pula.
"Dialah putera Kok Seng Ya yang kemudian mengambil alih jabatannya."
"Oh! Tentunya dialah The Keng, Kalau diperhatikan memang ada kemiripan dengan
si budak busuk The Kek Song. Di mana patung Tan Kun su, guruku?" tanya Siau Po.
"Tidak ada patung Tan Kun su," sahut Lim Heng Cu.
"Permaisuri Tong ini jahatnya bukan main, turunkan saja patungnya! Dan cepat suruh
orang membuat patung guruku lalu letakkan di sini agar dapat menemani Kok Seng Ya!"
kata Siau Po. Lim Heng Cu gembira sekali mendengarnya, Dia langsung naik ke atas altar untuk
menurunkan patung permaisuri Tong. Siau Po sendiri segera menjatuhkan diri berlutut
dan menyembah beberapa kali kepada patung Kok Seng Ya.
"Kok Seng Ya, kau adalah seorang pendekar besar juga pahlawan bangsa, Hari ini
aku Wi Siau Po menyembah di hadapanmu karena kau memang pantas menerimanya.
Nenek tua ini jahat sekali, kalau setiap hari dia menemanimu, arwahmu pasti merasa
marah karenanya, sebab sudah terlalu banyak urusan keluargamu yang dikacaukan
olehnya, sekarang aku membantumu menurunkan patungnya dan menggantikannya
dengan patung guruku agar dapat menemanimu," katanya,
Begitu teringat kembali pada gurunya yang mati secara mengenaskan, tanpa terasa
air mata Siau Po mengalir dengan deras,
Seluruh rakyat di Taiwan sangat membenci permaisuri Tong, sedangkan Tang Eng
Hoa berjiwa luhur, pendidikannya tinggi, ilmu silatnya lihai, namun dia tidak pernah
sombong, Apa pun yang menyangkut kepentingan rakyat Taiwan selalu didahulukan.
penduduk Taiwan menjulukinya sebagai "Cu Kek Liang dari Taiwan"
Ketika Tan Kek Song menjadi pimpinan di Taiwan, tidak ada seorang penduduk pun
yang berani mengucapkan sepatah kata yang buruk tentang permaisuri.
Mereka juga tidak berani mengatakan hal yang baik tentang Tan Eng Hoa (Nama asli
Tan Kin Lam), sekarang Siau Po menurunkan perintah "Membasmi Tong, mengangkat
Tan", rakyat merasa gembira sekali, apalagi mereka mendengar Siau Po menyembah di
hadapan patung Kok Seng Ya sambil menangis sedih, rakyat Taiwan merasa terharu
sekali. Meskipun Wi Tayjin ini dianggap agak mata duitan, namun pertama dia merupakan
murid Tan Kun su, setidaknya rakyat Taiwan ikut menghargai dan mencintainya. Kedua
Sie Long telah membawa pasukan untuk menyerbu ke Taiwan sehingga sisa-sisa
pecinta tanah air dari Dinasti Beng menjadi hancur sejak hari itu. itulah sebabnya,
meskipun diam-diam di kalangan rakyat ada ungkapan tentang "Sie yang pengkhianat
dan Wi yang serakah"
Namun mereka juga merasa bahwa Wi Tayjin ini orangnya ramah serta lebih
mengutamakan kepentingan rakyat, jadi mereka juga berharap agar Wi Tayjin ini akan
memimpin di Taiwan untuk selamanya dan paling bagus kalau Sie Long tidak usah
kembali lagi. Tapi harapan tinggal harapan, beberapa bulan kemudian ternyata Sie Long kembali
dengan membawa serta pasukan Angkatan Lautnya.
Siau Po menyambutnya di pelabuhan, Tampak Sie Long keluar dari kapal bersama
seorang pembesar berpakaian mentereng, tubuhnya tinggi besar Ketika melompat ke
atas papan penyeberangan terdengar pembesar itu berseru.
"Saudara Wi, apa kabar" Kakakmu ini rindu sekali terhadapmu!"
Ternyata dia adalah So Ngo Ta. Tentu saja Siau Po jadi gembira sekali, Cepat-cepat
dia menghambur ke depan, kemudian keduanya saling berjabatan tangan dan tertawa
terbahak-bahak. Wajah So Ngo Ta tampak berseri-seri.
"Adikku, kabar baik, kabar baik, Sri Baginda mengirim Firman yang menyatakan
bahwa kau di mintanya datang ke Kotaraja," katanya.
Gembira dan sedih berkecamuk dalam batin Siau Po. Diam-diam dia berpikir.
- Kalau dari semula aku memang ingin ke Pe King, tentu sekarang aku sudah ada di
sana, Si Raja cilik orangnya keras kepala, dia tidak akan menyerah terhadap
kemauannya, Kalau aku tidak berjanji akan membasmi perkumpulan Thian Te hwee, dia
tidak mungkin mau menemuiku, Sie Long tertawa terkekeh-kekeh, "Sri Baginda memang berjiwa besar. Benar-benar
tidak ada yang bisa menandinginya, Sri Baginda sudah mengabulkan permintaan kita
untuk tidak memindahkan rakyat ke daerah pedalaman," katanya ikut memberi
keterangan. Selama beberapa bulan terakhir ini, baik rakyat maupun prajurit di Taiwan terus
merasa khawatir, jangan-jangan Kaisar tetap pada pendiriannya ingin mengosongkan
pulau Taiwan dan mengungsikan mereka ke daerah pedalaman.
Banyak yang mengatakan bahwa mulut seorang Raja adalah "Emas", apa yang
sudah dikatakannya tidak mungkin ditarik kembali Mendengar kata-kata Sie Long
barusan, prajurit maupun rakyat Taiwan yang ikut menyambut kedatangan pembesar itu
langsung bersorak gembira, Mereka serentak berseru.
"Ban Sui! Ban Sui! Ban Sui!" (Artinya Semoga panjang Umur bagi sang Raja),
Kabar yang menggembirakan ini sudah menyebar sampai seluruh pelosok dalam
waktu yang singkat Di mana-mana terdengar seruan syukur dan terima kasih. Bahkan
ada yang mulai memasang petasan serta kembang api seakan sedang merayakan hari
bersejarah Bisingnya malah melebihi malam tahun baru.
So Ngo Ta membacakan firman Kaisar, isinya menyatakan bahwa Siau Po telah
berjasa, ada hadiah yang menantinya di Kotaraja, Dengan kepandaian serta
kecerdasan otaknya, Kaisar Kong Hi menyatakan bahwa dia lebih berguna apabila
menetap di Pe King. Siau Po berlutut serta mengucapkan terima kasih. Kedua orang itu segera masuk ke
dalam rumah untuk mengadakan pembicaraan rahasia.
Setelah sampai di ruangan dalam So Ngo Ta berkata.
"Siaute, mukamu kali ini benar-benar terang, Sri Baginda khawatir kau ragu
mengambil keputusan, karena itu aku ditugaskan untuk mengiringimu. Tahukah kau
tugas apa yang direncanakan Sri Baginda untukmu?"
Siau Po menggelengkan kepalanya.
"Sri Baginda sangat cerdas, apa yang ada dalam benaknya, kita-kita sebagai
hambanya mana mungkin bisa menerkanya begitu saja!"
So Ngo Ta mendekatkan bibirnya ke telinga Siau Po seakan takut pembicaraannya
terdengar oleh orang lain.
"Menggempur negara Lo Sat," katanya lirih.
Siau Po sempat tertegun sejenak, kemudian melonjak bangun.
"Bagus sekali!" serunya.
"Hong Siang mengatakan bahwa begitu kau mengetahui hal ini, kau pasti kegirangan
setengah mati. Ternyata apa yang dikatakan beliau memang tepat Adikku, sejak jaman
pemerintahan Kaisar Sun Ti, negara Lo Sat telah menduduki daerah sekitar sungai Hek
Liong Ciang kita. Sikap mereka sangat kejam. sedangkan Kaisar kita yang dahulu serta
Sri Baginda sekarang berjiwa lapang, mereka tidak terlalu berhitungan dalam hal ini.
Siapa kira Bangsa Lo Sat ini sudah dikasih hati malah minta ampela, tanah yang
mereka kuasai semakin lama semakin luas. Misalnya Liau Tong, Daerah itu sebetulnya
milik Bangsa Ceng kami, bagaimana mungkin dikuasai oleh Setan Lo Sat seenaknya
saja" Sekarang masalah Go Sam kui dan Pulau Taiwan sudah diselesaikan.
Dunia boleh dibilang sudah tenteram Maka Hong Siang mengambil keputusan untuk
merebut kembali daerah yang dikuasai oleh Setan Lo Sat," kata So Ngo Ta
menjelaskan. Selama beberapa tahun belakangan ini Siau Po tinggal di Pulau Tong Sip to yang
terpencil, saking isengnya dia sampai main kartu setiap hari. Begitu mendapat kabar
ini, hatinya senang sekali sampai mulutnya yang terbuka lebar lupa dirapatkan kembali.
So Ngo Ta berkata pula. "Demi kepentingan bersama, Hong Siang sudah beberapa kali mengirimkan
firmannya ke Negara Lo Sat. Tapi dari awal hingga akhir, pihak sana tidak pernah
memberikan jawaban Kemudian utusan dari HoIIand menyampaikan kabar, meskipun
Negara Lo Sat besar sekali, namun rakyatnya rata-rata bodoh, tidak ada satu pun yang
mengerti Bahasa Tionghoa, Seiiap kali mendapat firman dari Kaisar, mereka malah
kebingungan. Karena itu mereka memilih untuk tidak memberikan jawaban apa-apa. Namun prajurit
Negara Lo Sat yang datang untuk memperluas kekuasaan mereka justru tidak pernah
berhenti Sri Baginda berkata bahwa kita Bangsa Tionghoa adalah bangsa yang
berprikemanusiaan, jadi kita tidak boleh menyalahkan bangsa yang bodoh.
Pertama-tama yang harus kita lakukan adalah membuat mereka mengerti bahwa
mereka telah melakukan kesalahan. Mudah-mudahan mereka menyadarinya, Namun
apabila dengan cara yang lunak mereka masih belum bisa memahami terpaksa kita
harus mengambil tindakan kekerasan. Diantara para pembesar di istana, hanya Wi
siaute seorang yang mengerti bahasa negara lo Sat."
Diam-diam Siau Po berpikir.
-- Rupanya karena aku mengerti Bahasa Lo Sat, si Raja cilik baru mengalah
terhadapku -So Ngo Ta tersenyum.
"Adik Wi dapat mengerti Bahasa Lo Sat, tentunya hebat sekali, Namun masih ada hal
lainnya yang lebih mengagumkan lagi Dengar-dengar Negara Lo Sat ini diperintah oleh
seorang ratu. Kalau tidak salah ratu ini merupakan kenalan lama Adik Wi, bukan?"
Siau Po tertawa terbahak-bahak.
"Tubuh wanita Lo Sat penuh dengan bulu berwarna keemasan. Kalau ditilik dari
tampangnya, Ratu Sophia ini cukup cantik, sayangnya kalau diraba kulitnya terasa agak
kasar." So Ngo Ta tertawa. "Sri Baginda justru memilih Adik Wi berangkat ke sana, agar tidak menemui banyak
kesulitan. Mungkin sebaiknya Adik Wi meraba kulitnya beberapa kali," katanya.
Siau Po menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Tidak berselera," sahutnya.
"Siapa tahu kalau Adik Wi sudi mengelusnya beberapa kali, kedua negara langsung
berbaikan, Jadi kita tidak perlu berperang yang bisa menjatuhkan korban banyak.
Bukankah ini sebuah cara yang ajaib untuk merukunkan kedua belah pihak?" kata So
Ngo Ta pula. Siau Po tertawa geli. "Rupanya Sri Baginda bukan mengutus aku untuk berperang, tapi menyuruh aku
mengeluarkan ilmu "Cap Pek Mo Sin Fang" (llmu ajaib delapan belas rabaan)! Ha ha ha
ha!" Dia langsung bernyanyi, "Raba ya raba, raba sana raba sini, raba rambut Ratu Lo
Sat yang berwarna keemasan Wi Siau Po dan So toako sama-sama menikmati!"
Kedua orang itu pun tertawa terbahak-bahak.
Keesokan harinya Siau Po membawa istri-istri dan anak-anaknya berangkat ke Pe
King. sebelumnya dia menyuruh beberapa prajurit menggotong ke kapal berbagai intan
permata serta uang emas hadiah dari rakyat Taiwan.
Dia juga mengatakan kepada Sie Long, bahwa dia menginginkan Kepala Komandan
pasukan di Taiwan yakni Ho Yu, juga Lim Heng Cu, Ang Cao serta lima ratus orang
prajurit pilihan untuk menyertainya.
Sie Long tahu keberangkatan Siau Po kali ini karena mendapat tugas berat dari raja,
Lagi-pula dia sedang mengambil hati Siau Po agar bicara yang baik-baik tentang dirinya
di hadapan raja. Sudah pasti dia setuju seratus persen dengan permintaan Siau Po, bahkan dia juga
menghadiahkan berbagai macam benda yang berharga kepada anak muda itu.
Rakyat Taiwan sudah tahu bahwa Sri Baginda tidak jadi memindahkan mereka ke
pedalaman. Dalam hal ini jasa Siau Po lah yang paling besar Mereka merasa terharu
sekali, Menjelang keberangkatan anak muda ini, rakyat yang bermaksud mengantarkannya
sampai berdesakan. Ketika dia berniat naik ke atas kapal, dua orang tua menghampirinya dan
melepaskan sepatu yang dikenakannya sebagai kenang-kenangan. Tradisi ini memang
sudah lama terdapat di Pulau Taiwan.
Namun biasanya hanya orang-orang berpangkat tinggi atau pahlawan besar yang
mendapat kehormatan tersebut sedangkan Siau Po hanya menjadi pimpinan di pulau
tersebut selama beberapa bulan. Boleh dibilang dia merupakan orang pertama dan
mungkin juga yang terakhir mendapat kehormatan "Lepas Sepatu untuk Tanda Mata"
dalam sejarah Pulau Taiwan dengan jabatan sesingkat itu. upacara penembakan
meriam sebagai tanda menghantarkan keberangkatannya pun terus bergema tanpa
berhenti. Tidak sampai satu hari mereka sudah sampai di perbatasan Setelah turun dari kapal,
rombongan Siau Po dan So Ngo Ta meneruskan perjalanan dengan naik kereta kuda
yang semuanya sudah dipersiapkan sebelumnya.
Dengan melalui Thian Cing, mereka pun tiba di Kotaraja, Melihat pintu gerbang kota,
hati Siau Po seakan berbunga-bunga. Kenangan lama pun melintas dalam benaknya,
Begitu masuk kota, dia segera memohon untuk bertemu dengan Raja.
Kaisar Kong Hi berkenan menemuinya di ruang perpustakaan. Siau Po berjalan ke
hadapannya, lalu menjatuhkan diri berlutut dan menyembah.
Belum lagi dia berdiri, perasaan senang dan terharu berkecamuk dalam batinnya,
Tanpa dapat ditahan lagi air matanya mengalir dan dia pun menangis tersedu-sedu.
Melihat kedatangan Siau Po, hati Kong Hi setengah senang, setengah marah, Diamdiam
dia berpikir -- Anak ini benar-benar tidak tahu aturan, nyatanya dia masih berani
menolak firman raja. Kali ini memang ada tugas yang harus dikerjakannya, namun
sebaiknya aku bersikap agak keras terhadapnya agar kepalanya tidak semakin besar
dan sikapnya menjadi semakin sombong, Sampai saat itu aku bisa kewalahan
menghadapinya Meskipun hatinya berpikir demikian, tapi melihat Siau Po yang datang-datang
langsung menangis keras-keras, Kong Hi mau tidak mau menjadi lunak juga sikapnya.
"Maknya, kenapa bocah ini begitu melihat Locu langsung menangis keras-keras?"
serunya pura-pura marah. "Hamba mengira seumur hidup ini hamba tidak akan bertemu lagi dengan Sri
Baginda, Namun hari ini kita dapat bertemu lagi, hamba benar-benar senang sekali,"
sahut Siau Po tersedu-sedu.
Kaisar Kong Hi tertawa. "Bangun, bangun! Biar aku lihat kau lebih jelas!" katanya.
Siau Po bangkit wajahnya penuh dengan air-mata, namun dia memaksakan diri
untuk mengembangkan senyuman yang paling indah.
Kaisar Kong Hi semakin geli melihatnya. Tertawanya pun semakin lebar.
"Maknya! Bocah ini juga sudah jauh lebih tinggi sekarang!" Jiwa kekanakkanakannya
timbul seketika. Dia langsung turun dari undakan tangga lalu berdiri sejajar
dengan Siau Po untuk membandingkan siapa yang lebih tinggi di antara mereka
berdua. Siau Po tahu raja itu ingin membandingkan siapa yang tinggi atau siapa yang lebih
pendek di antara mereka. Namun Kong Hi adalah seorang raja, sebagai seorang
hamba, mana boleh Siau Po melebihinya" Oleh karena itu dia segera menekuk lututnya
sedikit agar tampak dia yang lebih pendek.
Kaisar Kong Hi mengangkat tangannya ke atas dan mensejajarkan kepala mereka,
ternyata dirinya lebih tinggi kurang lebih satu inci, Sembari tertawa dia berkata.
"Wah, tinggi kita hampir sama!" Dia membalikkan tubuhnya lalu berjalan beberapa
langkah, "Siau Kui Cu, berapa putra dan putri yang telah kau hasilkan selama ini?"
"Hambamu tidak berguna, selama ini baru menghasilkan dua orang putra dan
seorang putri," sahut Siau Po.
Kaisar Kong Hi tertawa terbahak-bahak.
"Untuk urusan ini ternyata aku lebih unggul darimu, Aku sudah mempunyai empat
orang putra dan tiga orang putri."
"Sri Baginda berjiwa besar, tentu saja lebih hebat dari hambamu ini," sahut Siau Po
pula. Kong Hi tertawa. "Setelah lewat beberapa tahun ternyata pengetahuanmu masih belum ada kemajuan,
Punya anak berapa orang kek apa urusannya dengan berjiwa besar?"
"Dulu Tio Bun Ong mempunyai seratus orang anak. Dengan demikian setiap raja
yang baik selalu mempunyai banyak anak," sahut Siau Po tidak mau kalah.
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Kaisar Kong Hi sambil tersenyum.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sri Baginda mengutus hamba untuk memancing ikan di pulau terpencil Hubungan
kita laksana Tio Bun Ong dan Ciang Tai Kongnya, Urusan Tio Bun Ong tentu saja
hamba harus menanyakannya sampai jelas, jangan sampai tidak bisa memberikan
jawaban apabila suatu hari Sri Baginda menanyakannya kepada hamba," sahut Siau
Po. Selama beberapa tahun belakangan ini Kaisar Kong Hi selalu sibuk mencari akal dan
menentukan siasat untuk menggempur Go Sam Kui serta merebut Pulau Taiwan.
Begitu sibuknya dia sampai kurang tidur, Dia juga kehilangan seorang menteri seperti
Siau Po yang sering bercanda serta pandai mengambil hati. Kadang-kadang raja yang
masih muda ini sampai merasa jenuh, ingin rasanya melepaskan semua urusannya
untuk bersantap sekarang dia dapat bertemu kembali dengan Siau Po, tentu saja
hatinya merasa gembira sekali.
Setelah berbincang-bincang sejenak, Kaisar Kong Hi menanyakan kehidupannya di
Pulau Tong Sip to, juga meminta keterangan tentang keadaan Pulau Taiwan serta sikap
rakyat di sana. Taiwan merupakan pulau yang subur. Hawanya sejuk, hasil bumi dan hasil
pertambangan maupun pertanian banyak sekali, Rakyat di sana hidup makmur Ketika
mengetahui Sri Baginda mengijinkan mereka tetap tinggal di pulau itu, mereka merasa
terharu sekali Setiap orang mengatakan bahwa Sri Baginda benar-benar Niau Seng Hi
Tong." Kong Hi menganggukkan kepalanya.
"Sie Long mengutamakan politik yang menentramkan hati rakyat Para penduduk di
sana sudah kerasan hidup di Taiwan. Apabila kita memaksakan mereka untuk
mengungsi ke Pedalaman, tentu saja mereka bingung bagaimana harus mencari
makan. Para Menteri di istana tidak memahami keadaan di Taiwan, karena itu mereka
sembarangan memberikan usul. Untung urusannya tidak sempat menjadi runyam.
Dalam hal ini, jasa Sie Liong dan engkau benar-benar tidak kecil."
Siau Po segera menjatuhkan diri berlutut. Sambil menyembah dia berkata.
"Sudah beberapa kali hamba menolak Firman Kaisar, Biar dipenggal kepalanya
sebanyak tujuh belas kali juga sudah semestinya, Karena itu, apa pun yang telah
hamba lakukan, harap Sri Baginda tidak menyebutnya sebagai jasa. Hamba hanya
memohon agar Sri Baginda sudi mengampuni jiwa hamba dan agar untuk selamanya
hamba diijinkan berada dekat dengan Sri Baginda agar dapat memberikan pelayanan."
Seperti biasa, kalau diberi kesempatan untuk bicara, Siau Po pasti ngelantur ke
mana-mana, dengan kata lain semakin ngelunjak. Kaisar Kong Hi tertawa
mendengarnya. "Kau sendiri sadar bahwa kepalamu dipenggal tujuh belas kali juga masih pantas,
sayangnya batok kepalamu tidak sampai tujuh belas, kalau tidak, aku pasti akan
memenggal enam belas diantaranya."
"BetuI, betul Hamba juga tidak menginginkan batok kepala banyak-banyak, satu saja
sudah cukup, Asal masih tersisa satu mulut untuk makan dan berbicara, hati hamba
juga sudah cukup puas," sahut Siau Po.
"Batok kepalamu yang tinggal satu ini dapat atau tidak dipertahankan tergantung dari
kesetiaanmu mulai sekarang. juga tergantung apakah kau masih berani menentang
Firman Kaisar atau tidak," kata Kaisar Kong Hi.
"Pokoknya hamba akan mendahulukan kesetiaan mulai tekarang, Hati penuh
kesetiaan, membesarkan nyali demi kesetiaan, dan setia membela negara."
Kong Hi tertawa mendengarnya.
"Rupanya pepatah tentang kesetiaan yang kau ingat banyak juga. Apakah masih ada
yang lainnya?" "Di dalam benak hamba hanya ada satu kata "Setia", tentu saja masih ada beberapa
yang hamba ingat Misalnya, "seorang laki-Iaki sejati setia mencintai negaranya",
"Menteri yang setia tidak takut mati", juga "Setia dan jujur merupakan modal utama..."
"Bangunlah! Kalau orang seperti kau dapat dikatakan setia dan jujur, maka tidak ada
manusia licik lagi di dunia ini," tukas Kaisar Kong Hi.
"Harap Sri Baginda ketahui, hamba benar-benar setia terhadap Sri Baginda,
Terhadap orang lain, kesetiaan hamba hanya setengah-setengah, Malah kadangkadang
agak licik sedikit Sifat hamba memang bukan seratus persen baik, tentunya Sri
Baginda lebih mengerti daripada hamba.
Namun, terhadap Sri Baginda memang hamba harus setia, sedangkan terhadap
teman hamba harus "solider", Di saat kesetiaan serta kesolideran tidak dapat diperoleh
dalam waktu yang bersamaan, terpaksa hamba menyulitkan kepala dengan
bersembunyi di pulau Tong Sip to yang terpencil kata Siau Po.
"Kau tidak perlu khawatir, urusannya kita boleh bicarakan di muka, aku tidak akan
meminta kau pergi membasmi perkumpulan Thian Te hwee," kata Kaisar Kong Hi
sambil melipatkan tangannya ke belakang dan berjalan beberapa langkah.
Perlahan-lahan dia melanjutkan "Kau mempunyai rasa solider terhadap temmantemanmu,
itu merupakan hal yang baik, aku tidak akan menyalahkanmu. Manusiamanusia
suci sejak jaman dahulu kala juga mengutamakan kesetiaan dan jiwa
memaafkan. Yang dimaksudkan sudah barang tentu bukan hanya kesetiaan terhadap atasan atau
pun memaafkan bawahan, namun hal ini mempunyai arti yang luas, Setia terhadap
kawan dan memaafkan sesamanya juga termasuk di dalamnya, sebetulnya dua kata
setia dan memaafkan selalu berkaitan dengan erat.
Kau memilih mati daripada mencelakai teman, kau rela kehilangan kekayaan serta
nama besar karena tidak sudi mencelakai sahabat, hal ini boleh dikatakan bukan urusan
yang mudah. Kalau kau tidak bersedia menjual temanmu, tentu kau juga tidak akan
menjual aku. Siau Kui cu, aku memaafkan kesalahanmu bukan hanya karena jasa-jasa yang
pernah kau dirikan, bukan karena kita pernah menjadi teman di saat kecil, tapi karena
kau menghargai kesetiakawanan, pandanganmu ini bukan hal yang buruk," ujar Kaisar
Kong Hi menjelaskan. Mata Siau Po sampai merah saking terharunya, Kemudian dengan mengeraskan hati
dia berkata. "Hamba... tidak mengerti apa-apa tentang hal ini, hanya saja hamba merasa... tidak
seharusnya kita berbuat sesuatu yang buruk apabila orang... itu baik terhadap
hamba...." Kong Hi mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Tapi ratu dari Negara Lo Sat itu juga baik terhadapmu sedangkan sekarang aku
memberikan tugas kepadamu untuk menggempurnya, bagaimana?"
Siau Po menutup mulut dengan sebelah tangannya kemudian tertawa geli.
"Dia pernah dikurung oleh orang, hampir saja selembar jiwanya melayang, Aku yang
mengajarkan bagaimana harus menggunakan senapan api untuk menimbulkan
kekacauan sehingga nyawanya berhasil diselamatkan bahkan mendapat kedudukan
tinggi. Berarti aku sudah menanam budi kepadanya, Apabila dia berani mengerahkan
pasukan untuk merebut wilayah Sri Baginda, tentu kita tidak bisa membiarkannya,
perempuan yang satu ini pandai bersandiwara.
Hari ini berdekatan dengan si A, besoknya merayu si B. orangnya memang boleh
juga, cuma tidak boleh dipercaya seratus persen sayangnya negara Lo Sat letaknya
jauh dari sini, kalau tidak, sekarang juga hamba akan membawa pasukan besar untuk
meringkus ratu itu agar Sri baginda dapat melihatnya sendiri. Tentunya
menyenangkan!" "Negara Lo Sat sangat jauh, kalimat ini penting sekali artinya. Karena itu, biar
bagaimana pun kita harus memenangkan peperangan ini. Meskipun perbekalan senjata
mereka lebih lengkap, namun jarak mereka jauh, kita dekat. Bila peperangan ini terjadi
di wilayah perbatasan sungai Hek Liong Ciang, keuntungan justru ada di pihak kita.
Bayangkan, untuk mencapai ke perbatasan mereka harus menempuh perjalanan
yang panjang, Manusia atau pun hewan mempunyai tenaga yang terbatas, begitu
sampai kondisi mereka sudah payah, sedangkan kita masih segar bugar.
Apalagi mereka akan menemui kesulitan untuk membawa bermacam-macam
perbekalan seperti ransum, amunisi, obat-obatan, dan jumlah yang diperlukan pasti
banyak, Aku sendiri sudah mengadakan berbagai persiapan.
Sebelum peperangan dimulai, aku sudah mengutus beberapa orang untuk
menyiapkan ransum dalam jumlah yang banyak, Lagi-pula aku juga menghubungi
daerah Mongol untuk mengirimkan makanan secara teratur sehingga kita tidak akan
kekurangan Selain itu Mongolia juga sudah kupenngatkan agar tidak melakukan
transaksi apa pun dengan pihak Lo Sat.
Dengan demikian mereka akan kewalahan mencari perbekalan makanan atau yang
lainnya bila kehabisan Dan yang terpenting daerah perbatasan telah dijaga ketat oleh
orang-orangku. Setiap bertemu dengan kereta atau kuda milik Negara Lo Sat, aku
menyuruh mereka membakar dan membunuh binatang-binatang itu, Bagaimana
menurutmu siasat yang kujalankan ini?" tanya Kaisar Kong Hi.
Siau Po senang sekali. "Siasat Sri Baginda bagus sekali, mirip dengan pepatah yang mengatakan entah
berapa burung yang dibidik atau apanya yang mati sekaligus gitu, Dari sepuluh bagian,
tampaknya sembilan setengah bagiannya kita yang akan memenangkan peperangan
ini," katanya penuh semangat.
"Belum tentu, Lo Sat adalah sebuah negara besar. Menurut seorang bawahanku,
yakni Lam Huai Jin, negara itu bahkan lebih luas daripada negara Tiongkok kita, jangan
sekali-sekali memandang ringan pihak musuh.
Bila kita sampai kalah dalam peperangan ini, bukan saja kita kehilangan wilayah Liau
Tong, tapi seluruh negara akan ikut terguncang karenanya, sedangkan bila pihak
mereka yang mengalami kekalahan, tidak banyak pengaruh yang mereka rasakan.
Paling-paling mereka mengundurkan diri ke daerah Barat, Karena itu, dalam
peperangan ini, kita hanya boleh menang tidak boleh kalah, Kalau sampai kau kalah,
aku akan segera mengirim bala pasukan ke sana, Hal yang pertama kuperintahkan
adalah memenggal batok kepalamu." Kata-kata ini diucapkan Kaisar Kong Hi dengan
nada yang tajam. "Harap Sri Baginda berpandangan optimis. Kalau batok kepalaku ini dipertahankan,
Bangsa Lo Sat bisa memenggalnya juga, Yang pasti hamba tidak akan membiarkan Sri
Baginda yang memenggal batok kepala ini," sahut Siau Po.
"Baguslah kalau kau mengerti hal ini, Para tentara berlatih untuk bersikap kejam,
serta perang juga merupakan masalah yang berbahaya, Siapa pun tidak dapat
memastikan bahwa kemenangan ada di pihaknya.
Aku hanya meminta agar kau tidak menyepelekan setiap persoalan. Perang bukan
suatu permainan, bukan pula sebuah tantangan," kata Kong Hi.
"Baik," sahut Siau Po penuh hormat.
"SebetuInya, kalau hanya memimpin pasukan untuk berperang, kau juga tidak perlu
ikut serta, Namun kita menantang Negara Lo Sat hanya ingin agar mereka sadar bahwa
kita bukan bangsa yang diam saja diperlakukan semena-mena, Agar mereka tahu
kekuatan kita dan mundur dengan sendirinya, itulah sebabnya aku ingin mengalahkan
mereka. Dengan demikian mereka merasa berhutang budi dan kedua negara bisa rukun untuk
selanjutnya, Dan tanah kita yang berhasil mereka kuasai tentu akan dikembalikan pada
kita, Apabila kita bersikap kejam, maksudku setelah menang perang seluruh prajurit
mereka kita bunuh, maka pimpinan negara Lo Sat pasti akan marah sekali.
Mereka akan mengirimkan seluruh kekuatannya untuk menyerbu kita, walaupun
belum tentu kita kalah, tapi prajurit serta rakyat yang menjadi korban pasti banyak
sekali Namun kalau kita bisa berdamai tanpa perlu menggerakkan senjata, itulah yang terbaik.
Apabila kau sanggup membujuk ratu dari Negara Lo Sat itu untuk menarik kembali
pasukannya yang ditempatkan di daerah kita, pasti akan menguntungkan kedua belah
pihak." Bagian 90 "Begitu bertemu dengan pasukan Lo Sat, hamba akan menyampaikan Firman Sri
Baginda dan meminta mereka menyampaikannya kepada Ratu Sophia," sahut Siau Po.
"Aku sudah mengundang beberapa orang Profesor Barat datang ke sini dan meminta
mereka menjelaskan sejarah Negara Barat serta letak tanah dan Hong Sui, juga
keadaan politik di sana..."
"Bagus, bagus sekali. Mengetahui kondisi musuh seperti mengetahui keadaan diri
sendiri Dengan demikian kita pasti mendapatkan kemenangan," tukas Siau Po.
Kaisar Kong Hi tersenyum.
"Para profesor mengatakan bahwa bangsa Lo Sat benci kelemahan tapi takut
terhadap yang keras, Semakin kita bersikap lunak, semakin tinggi kepala kita
diinjaknya. Semakin lama sikap mereka semakin berani.
Mereka harus kita beri sedikit pelajaran bahwa bangsa kita bukan bangsa yang bisa
dipermainkan Karena itu, di satu pihak kita mengerahkan pasukan besar Kalau mereka
ingin berperang, layani saja.
Di sisi lain kita juga menunjukkan adat ketimuran kita bahwa kita bukan bangsa yang
tidak beradab, kita tidak akan memaksakan kehendak dengan semena-mena," katanya.
"Hamba mengerti sepenuhnya, Seakan main layang-layang, kita harus tahu kapan
menarik benangnya dan kapan harus menguIurnya. Seperti apa yang pernah dilakukan
oleh Cu Kek Liang, kita akan membuat musuh takluk sedalam-dalamnya sehingga kelak
mereka tidak berani bertindak sewenang-wenang lagi," sahut Siau Po.
Kaisar Kong Hi tertawa terkekeh-kekeh.
"Betul, begitulah maksudku."
Siau Po melihat senyumnya yang aneh seakan menyimpan suatu rahasia, Diamdiam
dia memutar otaknya, kemudian suatu ingatan melintas dalam benaknya.
"Seperti Sri Baginda menekan hamba dengan cara halus sehingga hamba merasa
berterima kasih sekaligus takut. Dengan demikian mulai sekarang hamba juga tidak
akan berbuat macam-macam lagi. Siau Kui Cu sendiri seperti Sun Go Kong, untuk
selamanya tidak dapat melepaskan diri dari Ban Sui Ya, si Ju Lay Hud!" ujarnya sambil
tertawa. Kong Hi tertawa. "Usiamu sudah bertambah beberapa tahun, Semakin lama kau jadi semakin rendah
hati, Kalau kau benar-benar ingin melepaskan diri dari telapak tanganku kau kira aku
sanggup mencengkerammu terus?"
"Hamba merasa aman dan damai dalam genggaman tangan Sri Baginda, mengapa
hamba harus melarikan diri?" sahut Siau Po yang cerdas.
"Keberhasilan kami membereskan Go Sam Kui, jasamu terhitung besar juga,
Meskipun kau tidak sempat menikmati akhir ceritanya, namun sekarang aku akan
menugaskan kau memimpin sejumlah besar pasukan untuk menggempur Negara Lo
Sat Kota Ya Lung Ke dekat dengan puncak Gunung Lu Ting San (Gunung Menjangan),
maka aku menganugerahkan gelar Pangeran Gunung Menjangan Tingkat Tiga
sekaligus sebagai panglima perang.
Dalam mengatasi masalah perang, biar Peng Cun si Komandan Pasukan, Panglima
dari Hek Liong Ciang Lu Pu Sut, dan Panglima dari Ling Ku Ta yakni Pa Hai Ciangkun
yang akan membantumu Mengenai surat menyurat, So Ngo Ta lah yang akan
melayanimu Pertama-tama kita kerahkan pasukan berkuda sebanyak lima laksa orang
dan pasukan Angkatan Laut berjumlah lima ribu.
Apabila masih belum cukup, berapa banyak yang kau inginkan masih tersedia,
perbekalan yang kami siapkan cukup untuk keperluan para prajurit selama tiga tahun
penuh. Untuk menyerang musuh, kami sudah mempersiapkan meriam tiga ratus lima
puluh buah, sedangkan sebagai pertahanan kami menyediakan lima puluh buah
meriam. Cukup?" tanya Kaisar Kong Hi.
Setiap kali Kaisar Kong Hi mengucapkan sepatah kata, Siau Po langsung
mengucapkan terima kasih. Ketika Kong Hi menyelesaikan ucapannya, dia segera
menjatuhkan diri berlutut lalu menyembah beberapa kali.
"Jumlah pasukan berkuda serta prajurit Negara Lo Sat yang berada di Ya Lung Ke
dan Ni Pu Ju tidak lebih dari enam ribu orang, Kita mengerahkan pasukan sebanyak
delapan kali lipat dari mereka, rasanya sudah lebih dari cukup. Asal kau tidak ceroboh
menjatuhkan wibawa kami Bangsa Tionghoa," kata Kaisar Kong Hi pula.
"Dalam peperangan ini hamba toh mewakili Sri Baginda, Kalau ada sedikit celah saja
yang terlihay tentu kita akan dipandang rendah oleh Bangsa Lo Sat. Harap Sri Baginda
tidak mengkhawatirkan hal ini."
"Bagus, Apakah masih ada hal lain yang kau perlukan?" tanya Kaisar Kong Hi.
"Dari Taiwan hamba membawa lima ratusan prajurit Mereka sudah pernah berperang
melawan Setan-Setan Berambut Merah, karena itu pandai menggunakan senjata api.
Hamba bermaksud membawa mereka dalam menghadapi Negara Lo Sat kali ini," kata
Siau Po. Kong Hi senang sekali mendengarnya.
"Bagus sekali Para prajurit The Seng Kong pernah mengalahkan Setan-Setan
Berambut Merah dari HoIland, Kau bisa membawa mereka para prajurit itu, berarti
kepercayaan kita terhadap kekuatan sendiri bertambah lagi tiga bagian, Tadinya aku
khawatir persenjataan Bangsa Lo Sat terlalu hebat sehingga banyak prajurit kita yang
akan menjadi korban."
"Sebagian prajurit harus menggunakan perisai dari baja, perisai sejenis ini bisa
digunakan untuk menahan peluru, Setelah itu mereka menggulingkan diri ke depan dan
menebas kaki musuh dengan golok besar Cara ini mungkin dapat dipraktekkan nanti,"
kata Siau Po memberikan pendapatnya.
"Bagus sekali!" seru Kaisar Kong Hi gembira.
"Hamba mempunyai seorang selir yang dulu pernah mengikuti hamba ke Moskow,
Dia mahir sekali Bahasa Lo Sat. Hamba bermaksud mengajukan permohonan kepada
Sri Baginda agar mengijinkan dia menyertai kami sebagai prajurit dalam peperangan
ini," kata Siau Po pula.
Dalam undang-undang Dinasti Ceng, setiap panglima yang berangkat perang tidak
boleh ada yang membawa keluarganya, Hal ini dianggap sebagai dosa besar itulah
sebabnya Siau Po mengajukan permohonan terlebih dahulu.
Kaisar Kong Hi menganggukkan kepalanya beberapa kali.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku mengerti. Baik-baiklah kau menunaikan tugasmu!"
Sekali lagi Siau Po berlutut menyembah serta memohon diri, Ketika sampai di depan
pintu, terdengar Kaisar Kong Hi bertanya.
"Aku dengar bahwa gurumu, Tan Eng Hoa dibunuh oleh The Kek Song, benarkah?"
Siau Po tertegun. "Betul," sahutnya kemudian.
"The Kek Song sudah menyatakan takluk terhadap pemerintahan Ceng, Aku sudah
berjanji untuk tidak menyulitkan keturunan The Seng Kong, harap kau juga berbuat
sama," kata Kong Hi pula.
Siau Po terpaksa memberikan janjinya.
Ketika berangkat menuju Kotaraja ini, diam-diam Siau Po sudah bertekad untuk
menemui The Kek Song agar dapat melampiaskan kedongkolan hatinya.
Siapa sangka, apa pun yang dipikirkannya selalu dapat ditebak oleh si Raja Cilik
sehingga belum sempat kesampaian niatnya, dia sudah harus berjanji Apabila dia tetap
mengganggu The Kek Song, maka berarti sekali lagi dia menentang Firman Kaisar.
Dalam hati Siau Po berpikir.
-- Masa dendam terhadap si budak busuk yang membunuh guruku harus dilupakan
begitu saja" --Dia berjalan dengan kepala tertunduk, tiba-tiba ada seseorang yang
berkata. "Saudara Wi, selamat!"
Siau Po merasa suara itu tidak asing bagi telinganya. Dia segera mendongakkan
kepalanya, tampak seorang laki-laki bertubuh besar serta bahunya lebar, Orang itu
sedang menatapnya dengan tersenyum simpul.
Ternyata dialah si Komandan para siwi yang dulu akrab sekali dengannya, yakni To
Lung, Rasa terkejutnya jangan dikatakan lagi, Hari itu terang-terangan dia telah
menikam orang ini di dalam rumahnya sendiri. Apakah yang datang ini arwah nya yang
merasa penasaran" Untuk sesaat tubuhnya sampai gemetaran Rasa-nya ingin sekali membalikkan
tubuhnya untuk melarikan diri, juga terlintas keinginan untuk berlutut memohon
pengampunan dari orang itu.
Namun sepasang kakinya bagai terpantek di atas tanah, dia sama sekali tidak
sanggup menggerakkannya, Bagian bawah tubuhnya seperti lumpuh, hampir saja dia
terkencing-kencing di celana.
To Lung menghampiri Siau Po dan menarik tangannya.
"Saudaraku yang baik, berapa tahun kita tidak bertemu, Kakakmu ini sudah rindu
sekali, Rasanya selama ini kau pasti senang sekali, Dengar-dengar kau disuruh
memancing ikan di atas pulau Tong Sip to oleh Sri Baginda, Beberapa kali beliau
menaikkan pangkatmu, aku jadi gembira mengetahuinya," katanya sambil tertawa.
Siau Po dapat merasakan tangannya yang hangat Matahari menyinari koridor
panjang itu. Di sisi To Lung terlihat bayangannya, kalau begitu dia tentu bukan setan
gentayangan Rasa takutnya sirna seketika, lalu terdengar dia menjawab dengan suara
seperti gumaman. "Ya, ya." Dia masih khawatir To Lung menaruh dendam terhadapnya, Jangan-jangan
dia ingin mengadakan perhitungan atas hutang lama, Namun dia yakin pisau belatinya
yang tajam jelas menancap di punggung orang ini, mengapa dia tidak mati" pikirannya
sedang kusut, bagaimana dia bisa berpikir dengan jernih"
Terdengar To Lung berkata pula.
"Tempo hari, ketika berada di rumahmu, kakakmu ini telah dibokong oleh seseorang,
namun untung Saudara Wi berhasil mengenyahkan musuh itu. Dengan demikian
selembar jiwa ini bisa dipertahankan. Selama ini aku belum mendapat kesempatan
untuk menyatakan terima kasihku kepadamu, namun dalam hati aku selalu
mengingatnya. sedangkan kau masih menitipkan hadiah lewat Sie Long, aku benarbenar
malu jadinya." Siau Po memperhatikan mimik wajah orang itu, tampaknya dia tidak berbohong,
Dalam hati dia berpikir lagi.
-- Dia seorang komandan para siwi, berarti bawahan yang selalu dekat dengan Sri
Baginda, Ketika Sie Long membagi-bagikan hadiah, dia pasti kebagian juga, Mungkin
dia menanyakan diriku kepada Sie long dan orang itu sengaja mengatakan bahwa
hadiah-hadiah itu merupakan titipanku, Dia takut aku memburuk-burukkan namanya di
depan si Raja Cilik, lagipula, dengan menunjukkan keakrabannya denganku, dia tidak
perlu khawatir orang-orang di istana ini memberikan kesulitan bagi dirinya.
Tapi, mengapa To lung mengatakan bahwa aku telah mengusir orang yang
membokongnya, hal ini benar-benar membuat kepala pusing!
To Lung melihat wajah Siau Po pucat pasi, orangnya juga seperti orang linglung, Dia
menduga bahwa Siau Po baru saja mendapat teguran dari Kaisar Kong Hi, maka dia
menghiburnya dengan berkata,
"Akhir-akhir ini watak Sri Baginda memang kurang baik, ini disebabkan kekesalannya
terhadap negara Lo Sat yang terlalu merendahkan derajat kita, Saudara Wi tidak perlu
khawatir Nanti setelah selesai bertugas, kita pergi mencari makan yang enak agar
meringankan beban hati."
"Budi Sri Baginda besar sekali, barusan beliau menaikkan pangkatku lagi, justru aku
merasa berterima kasih sekali, entah dengan cara apa aku baru bisa membalas budi
beliau," sahut Siau Po.
To Lung tertawa. "Selamat! Selamat! Saudara Wi memang pandai, melakukan tugas apa pun selalu
sempurna, selalu mengurangi permasalahan Hong Siang kita. Maka sudah
sepantasnya kalau setiap kali mendapat anugerah kenaikan pangkat dari beliau."
Siau Po merasakan sikap To Lung terhadapnya sangat akrab, pandangannya juga
menyiratkan kekaguman LagipuIa orang ini selalu bersikap terbuka dan terang-terangan
dalam menghadapi apa pun. Tidak mungkin dia bisa bersandiwara sebaik ini. Rasa
takut dan khawatirnya pun sirna seketika, Dia baru bisa tertawa lepas.
"To toako, harap kau tunggu sebentar saudaramu ini dari tadi kebelet kencing, Tadi
Sri Baginda menyatakan ingin bertemu, dan pesan yang disampaikannya banyak sekali,
Dari tadi aku menahan diri, sekarang benar-benar tidak sanggup menahannya lagi,"
katanya, To Lung tertawa terbahak-bahak. Dia tahu, apabila raja ingin bertemu dengan
menteri-menteri atau bawahannya, maka sebelum pertemuan itu selesai, hambahambanya
tidak boleh memohon diri dengan alasan apa pun. Kalau hamba-hambanya
kebelet ingin buang air kecil, maka situasinya bisa jadi sulit sekali, Tapi dasar Sri
Baginda memang sayang sekali kepada Siau Po.
Terhadap bawahan yang lain, sang raja juga tidak pernah berbincang-bincang begitu
lama. Kalau terhadap hambanya yang lain, biasanya Kong Hi hanya menyampaikan
pesannya satu dua patah kata lalu menyuruh mereka mengundurkan diri, Dengan
demikian mereka juga tidak sampai kebelet buang air kecil.
Selama ini hubungan To lung dengan Siau Po memang dekat sekali Hari ini
keduanya dapat berjumpa kembali, tentu saja hati mereka merasa senang, Oleh karena
itu To Lung segera menarik tangan Siau Po dan mengantarkannya ke rumah pondok, Di
luar pintu dia menunggu Siau Po menyelesaikan hajatnya.
Tempo hari Siau Po terpaksa membokong To Lung karena dia terdesak untuk
menolong guru serta saudara-saudaranya dari perkumpulan Thian Te hwee, sekarang
dia teringat lagi bahwa selamanya sikap To Lung terhadapnya sangat baik, maka dalam
hati dia merasa menyesal juga.
Tak disangka To Lung ternyata tidak mati, malah tidak sedikit pun tampak sikap
menyalahkan Siau Po atas kejadian yang latu, Oleh karena itu dia cepat-cepat
menumpahkan air seninya yang sudah penuh, Begitu keluar dari rumah pondok
(Sekarang kita sebut toilet) itu, dia pura-pura menanyakan kejadian tempo hari.
"Ketika aku tersadar tempo hari, ternyata aku sudah pingsan selama tiga hari empat
malam. Menurut Tabib Kwan, untung letak jantungku agak berbeda dengan orang
biasa, yakni lebih ke kanan sedikit, sehingga yang tertikam justru limpa, kalau tidak,
aku pasti sudah mati. Dia juga mengatakan bahwa orang yang kedudukan jantungnya seperti jantungku ini,
dalam sepuluh laksa manusia di dunia ini, mungkin hanya ada satu saja yang sama,"
kata To Lung menjelaskan Dalam hati Siau Po berkata,
- Memalukan, rupanya begitu maka dia tidak mati! - sedangkan di luarnya dia
tersenyum dan berkata, "Selama ini aku tahu bahwa To toako adalah manusia yang
baik serta jujur, tidak tahunya hatinya malah miring, Kalau miring artinya kan tidak
adil, Tidak adil terhadap siapa" istri muda atau anak-anak?"
To Lung tertegun sejenak, kemudian dia sadar bahwa Siau Po sedang bergurau
dengannya, maka dia pun tertawa.
"Kalau adik Wi tidak mengungkitnya, aku sendiri juga tidak punya ingatan, Memang
selama ini aku sayang sekali terhadap selirku yang ke delapan, ini pasti disebabkan
kedudukan hatiku yang miring sedikit," sahutnya geli.
Kedua orang itu pun tertawa terbahak-bahak, lalu Siau Po berkata pula.
"Penyerang gelap itu mempunyai ilmu yang tinggi sekali Mula-mula aku juga tidak
sadar bahwa dia ingin membokong Toako."
"Memang betuI," sahut To Lung yang kemudian merendahkan suaranya serta
melanjutkan "Kebetulan waktu itu Kian Leng kongcu datang menemui adik Wi. Urusan
ini siapa pun tidak ada yang berani menanyakannya, Hampir tiga bulan aku merawat diri
akhirnya baru sembuh total, Sri Baginda menyampaikan Firman yang isinya
mengatakan bahwa adik Wi telah menyelamatkan jiwaku ini dengan gagah berani,
dengan tangan sendiri adik Wi berhasil membunuh penyerang gelap itu. Apa yang
terjadi kemudian tidak perlu diceritakan dengan terperinci lagi, pokoknya kakakmu ini
telah berhutang nyawa kepada mu."
Muka Siau Po sebenarnya cukup tebal Dari jaman perkenalannya dengan Kaisar
Kong Hi saja sudah sulit menemukan tandingannya Tapi mendengar kata-kata To Lung
barusan, wajahnya agak merah juga.
Dia baru sadar bahwa sekali lagi Kaisar Kong Hi telah menyelamatkan mukanya.
Pertama, Kong Hi yang mengatakannya sendiri, dengan demikian sudah barang tentu
To Lung percaya se-penuhnya.
Kedua, urusan ini ada sangkut pautnya dengan Kian Leng kongcu, Orang-orang di
istana sadar, masalah yang menyangkut keluarga sang raja ini sebaiknya jangan
banyak dibicarakan Meskipun dalam hati mereka merasa curiga, namun lebih aman
kalau mereka pura-pura tidak tahu. Kalau bukan karena Kaisar Kong Hi sendiri, ingin
mengarang sebuah cerita untuk menutupi kejadian ini juga bukan hal yang mudah.
Diam-diam Siau Po merasa malu, dia berjanji untuk melakukan yang terbaik untuk
membalas jasa orang yang jujur dan tulus terhadapnya ini. Maka dia berkata.
"To toako, dari Taiwan adikmu ini membawa beberapa macam tanda mata, nanti aku
akan menyuruh orang mengantarnya ke rumah To toako."
To Lung mengibaskan tangannya berkali-kali.
"Jangan, jangan, Kita kan orang sendiri, buat apa bersikap demikian sungkan"
Tempo hari hadiah yang dibawakan Sie Long saja sudah terlalu banyak."
"Tiba-tiba suatu ingatan melintas dalam benak Siau Po.
-- Urusan ini toh lebih banyak untungnya daripada ruginya, seandainya Sri Baginda
mengetahui-nya, aku juga tidak akan dikatakan menentang Fir-man Kaisar, -- pikirnya.
"To toako, setelah menyatakan takluk terhadap Kerajaan Ceng, bagaimana keadaan
si bocah The Kek Song?" tanyanya kemudian.
"Sikap Hong Siang terhadapnya masih lumayan juga, dia dianugerahi pangkat
pangeran Tingkat Satu, Bocah ini tidak becus apa-apa, tapi berkat rejeki leluhurnya
maka dia bisa memperoleh pangkat yang lebih tinggi dari adik Wi sendiri," sahut To
Lung. "Tempo hari kita mempermainkannya dengan mendesaknya berhutang pada para
siwi sebanyak selaksa tail, akhirnya adikmu ini yang membayarnya Apakah To toako
masih ingat peristiwa itu?" tanya Siau Po pula.
To Lung tertawa terbahak-bahak.
Tentu saja ingat. Bagaimana dengan nona yang adik Wi sukai itu" Kalau dia masih
ikut dengan The Kek Song, biar sekarang kita rebut dia kembali."
Siau Po tersenyum. "Nona itu sudah cukup lama menjadi istriku, bahkan sudah melahirkan seorang putra
dariku," katanya. To Lung tertawa lebar. "Selamat, selamat! Kalau tidak, kita akan mendatangi si bocah The Kek Song itu,
tidak perduli pangkatnya Pangeran Tingkat Satu kek, tingkat dua kek, yang penting
kedudukannya toh pangkat kosong. Aku jamin kentut pun dia tidak berani. Pangeran
yang telah takluk ini setiap hari pasti merasa cemas, sikapnya seperti kerbau dicucuk
hidungnya, takut kalau ada sedikit kesalahan saja Sri Baginda akan meringkusnya
untuk dihukum mati karena dianggap akan memberontak lagi."
"Kita juga tidak perlu menghinanya, Tapi membunuh harus membayar dengan
jiwanya, hutang uang bayar uang, ini toh sudah merupakan undang-undang yang tidak
tertuIis. jangankan dia cuma Pangeran-pangeranan, biarpun dia pangeran beneran, dia
juga tidak boleh melupakan hutangnya begitu saja," kata Siau Po.
"Benar, benar," sahut To Lung, "Tempo hari dia berhutang kepada Adik Wi sebanyak
selaksa tail, banyak siwi yang menjadi saksinya, sekarang juga kita mencarinya untuk
menagih hutang." Siau Po tersenyum. "Bocah ini memang keterlaluan Kalau cuma selaksa tail masih tidak apa-apa.
Belakangan dia malah meminjam lagi sejumlah besar uang, bahkan aku masih
menyimpan bon pernyataan hutangnya, Keluarga The selama tiga generasi menjadi
raja di Tai-wan, mana mungkin hartanya cuma sedikit" Pasti diam-diam dia
membawanya ke Kotaraja, The Seng Kong dan The Keng adalah laki-laki sejati,
manusia baik-baik yang tidak mungkin atau memeras rakyat.
Namun si bocah busuk The Kek Song ini lain lagi, mana mungkin dia bersikap
sungkan-sungkan terhadap rakyat" Satu hari saja dia menjadi Ongya, kemungkinan
pemasukannya seratus laksa tail, dua hari berarti dua ratus laksa tail. Coba hitung
sendiri, sudah berapa lama dia menjadi Ongya di Taiwan, berapa kira-kira uang rakyat
yang telah diperasnya?"
To Lung meleletkan lidahnya.
"Hebat, hebat!" serunya.
"Sebentar nanti aku akan kembali membawa pernyataan hutangnya, Uang ini aku
sendiri tidak menginginkannya lagi." kata Siau Po.
To Lung cepat-cepat menukas.
"Saudaramu ini akan membantumu menagih hutang, kurang sepeser pun tidak boleh.
Aku akan membawa beberapa orang siwi sebagai saksi mata."
"Jumlah hutangnya terlalu besar Tempo hari si bocah busuk ini pandai sekali
berfoya-foya. Dia memakai uang seperti menuangkan air saja. Kalau suruh dia bayar
sekaligus, pasti keberatan Begini saja, Toako bawa orang menagih hutang, kalau dalam
sepuluh hari dia tidak mengeluarkan uangnya, suruh dia buat satu pernyataan lagi
bahwa hutangnya sekarang harus dibayarkan kepada para siwi sekalian.
Setiap siwi memegang satu lembar jumlahnya boleh seribu tail atau dua ribu tail, Siwi
mana yang berhasil menagihnya maka uang itu pun menjadi miliknya," kata Siau Po.
"Mana boleh" Para siwi di sini rata-rata bekas bawahan adik Wi. Kalau hanya
membantu adik Wi menagih sedikit hutang saja, toh tidak usah diberikan imbalan?"
sahut To Lung. "Mereka merupakan bekas bawahanku yang baik, juga terhitung sahabat dan
saudaraku yang baik, Selama beberapa tahun ini pangkatku terus dinaikkan oleh Sri
Baginda, Namun karena berada di pulau yang terpencil aku tidak bisa memberikan
keuntungan apa-apa bagi mereka. Rasanya aku jadi tidak enak hati, Beberapa ratus
laksa tail ini biar dibagi rata kepada para saudara siwi saja," kata Siau Po
memaksakan. To Lung terkejut setengah mati.
"Apa" Jum... lahnya men... capai beberapa ratus laksa tail?" tanyanya dengan suara
bergetar. Siau Po tersenyum. "Jumlah yang sebenarnya sih tidak seberapa, tapi dengan sedikit permainan, sedikit
bunga, sedikit renten di sana-sini, otomatis jumlahnya jadi banyak, Dari jumlah ini,
harap To toako ambil dulu beberapa bagian."
To Lung hampir saja tidak percaya dengan pendengarannya sendiri. Tampak dia
bergumam seorang diri. "Beberapa ratus laksa tail" Apakah jumlahnya tidak terlalu banyak?"
"ltulah makanya dia harus membagikannya menjadi beberapa surat pernyataan.
Dengan demikian To toako dan para saudara siwi tidak terlalu susah menagihnya,"
sahut Siau Po. Kemudian dia merendahkan suaranya.
"Sebaiknya jangan menyebut-nyebut namaku dalam urusan ini. Kalau sampai para
menteri di istana tahu, mereka tentu menganggap aku membungakan uang. Biar
bagaimana itu terhitung sebuah dosa, Kalau para siwi yang menagih, mereka mengira
The Kek Song memang ada hutang dengan mereka, Urusan ini tidak akan dipersoalkan
panjang lebar." To Lung mengiakan. Dalam hati dia berjanji kalau hutang ini sudah tertagih, lebih dari
setengahnya harus dikembalikan kepada Siau Po. walaupun pemuda ini royal serta
berjiwa besar, tapi jangan sampai tidak kembali modal sama sekali.
Siau Po merasa senang sekali, Dia berpikir bahwa To Lung pasti akan membawa
rombongan para siwi serta prajurit yang rakus akan uang untuk menagih piutang. Kali
ini kepala The Kek Song pasti pusing tujuh keliling dibuatnya, walaupun Sri Baginda
sudah berpesan bahwa dia tidak boleh menyulitkan The Kek Song atas dendamnya
terhadap kematian sang guru namun perbuatannya kali ini bisa membuat si anak muda
dari Taiwan itu bangkrut seketika.
Dia yakin The Kek Song tidak berani mengungkap masalah ini Kalau pun sampai ada
yang tahu, paling-paling mereka mengira hal ini merupakan urusan pribadi para siwi


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang menagih piutang terhadap The Kek Song.
Dan kemungkinan mereka menduga si bocah Kek Song yang menyerahkan diri ke
Kotaraja menjadi stress sehingga setiap hari pergi berjudi sedangkan uangnya adalah
hasil pinjaman sana sini dari para siwi Bagaimanapun tidak ada kaitannya dengan diri
Siau Po. Begitu keluar dari istana, So Ngo Ta, Kong Cin Ong, Li Wei serta sejumlah pembesar
lainnya sudah menanti di depan gerbang. Mereka memberikan selamat kepada Siau
Po, lalu mengiringinya keluar bersama.
Sesampainya di sebuah lorong, Siau Po melihat sebuah gedung mewah dan jauh
lebih besar dari gedung miliknya dulu, Di depan atas pintu gerbang rumah itu
tergantung sebuah papan besar, Namun tidak ada satu huruf pun yang tertera di
dalamnya. Siau Po memang tidak pernah bersekolah Huruf yang dikenalinya juga cuma
satu dua. Namun setidaknya dia masih bisa membedakan papan yang ada tulisannya
atau tidak, Karena itu dia berdiri tertegun melihat pemandangan di depannya. !
Kong Cin Ong tertawa. "Saudara Wi, budi Sri Baginda memang besar sekali terhadapmu Dulu gedung Pak
Ciak hu milikmu pernah terbakar, sedangkan kau tidak ada di Kota-raja. Ketika Sri
Elang Terbang Di Dataran Luas 12 Kisah Flarion Putera Sang Naga Langit Karya Junaidi Halim Ronggeng Dukuh Paruk 2
^