Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 6

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 6


Mau Sip-pat antusias. "Lie Lek-si terharu mendengar ketulusan Mau Sip-pat. Suara derap kaki kuda
semakin jelas, tampaklah belasan penunggang kuda sedang mendatangi. Tiga di
antaranya segera mendahului yang lainnya, Begitu tiba, mereka langsung melompat
turun dari kuda masing-masing.
Lie Lek-si menyambut ketiga orang itu, mereka langsung berjabat tangan dengan
akrab sekali, Siau Po mendengar seseorang berkata.
"Cong tocu ada di depan menunggu, Lie toako, Kwan hucu dan saudara-saudara
yang lain, mari kita menyambutnya!"
Lie Lek-si menganggukkan kepalanya, Bersama-sama Kwan An-ki, Ki Piu-ceng, Cui
toucu beserta yang lainnya segera keluar. Mau Sip-pat merasa kecewa.
"Apakah Cong tocu tidak datang kemari?" tanyanya pada seseorang, Dia tidak
memperoleh jawaban, tampang yang lainnya juga menyiratkan kekecewaan yang sama
sepertinya. Sesaat kemudian, datang lagi seorang penunggang kudanya yang langsung
menyebutkan nama tiga belas orang, ketiga belas orang inilah yang sedang dinantikan
oleh Cong tocu mereka. "Mau toako," panggil Siau Po. "Bukankah usia Cong tocu itu sudah lanjut sekali?"
Mau Sip-pat tidak diajak oleh rombongan yang menyambut ke depan.
"A... ku belum pernah melihatnya," sahut Ma Sip-pat dengan nada kecewa, "Berapa
banyak orang dunia kangouw yang ingin bertemu dengannya namun ini memang bukan
hal yang mudah..." Siau Po merasa tidak puas melihat sikap Ma Sip-pat.
"Huh! Banyak amat lagaknya! Apanya yang hebat" Lohu sih tidak berniat bertemu
dengannya." katanya terus-terang.
Tiga ratusan anggota Ceng-bok tong masih berbaris menanti, namun ada beberapa
di antaranya yang sudah merasa pegal sehingga duduk berjongkok.
"Tuan Mau," kata seseorang di antaranya, " baiknya tuan Mau istirahat saja di dalam,
kalau Cong tocu datang, nanti kami akan kirim orang untuk memberitahukannya
kepadamu." "Tidak!" sahut Sip pat sambil menggeleng kepalanya, pada dasarnya adat orang
yang satu ini memang keras sekali Siau Po yang paling tahu persis.
"Biar aku menunggu di sini sampai Cong tocu datang, Kalau aku tidak berbuat
demikian, itu namanya aku tidak menghormatinya, Entahlah, apakah dalam hidup ini
aku mempunyai peruntungan untuk bertemu dengannya atau tidak."
Siau Po hanya mendengarkan dengan berdiam diri, memang sejak di Yang-ciu, Mau
Sip-pat sudah menyatakan kekagumannya kepada Tocu perkumpulan Tian te hwe ini,
itulah sebabnya dia mendumel terus karena keinginannya untuk bertemu demikian kuat.
Beberapa saat kemudian, kembali terdengar suara derap kaki kuda, serentak semua
orang yang sedang duduk maupun berjongkok langsung berdiri, mereka menjulurkan
kepalanya ke depan dengan harapan ada panggilan lagi dari tocu atau ketua pusat
mereka. Kali ini muncul empat orang penunggang kuda, salah satunya yang menjadi
pemimpin langsung menghampiri Mau Sip-pat kemudian menjura daIam-dalam.
"Cong tocu mengundang tuan Mau Sip-pat dan tuan Wi Siau Po untuk bertemu
muka!" Bukan main senangnya hati Mau Sip-pat. Dia sampai meloncat turun dari
usungannya, namun sesaat kemudian dia langsung menjerit keras dan roboh jatuh.
Kegembiraan yang meluap-luap membuat dirinya lupa bahwa tubuhnya masih
menderita sakit, tapi dia menahan rasa nyeri itu.
"Mari kita pergi!" katanya penuh semangat. Wi Siau Po juga senang sekali Tapi
alasannya lain dengan Mau Sip-pat.
"Orang biasanya memanggil aku dengan sebutan kongkong, sehingga aku merasa
sebal, Baru kali ini ada yang memanggil aku tuan. Ya, baru pertama kali! Tuan Wi Siau
Po!" pikirnya antusias.
Mau Sip-pat mengucapkan terima kasih. Dua orang segera menggotongnya ke atas
usungan. sedangkan seorang lainnya menyodorkan seekor kuda kepada Siau Po agar
bocah itu menungganginya.
Sejenak kemudian semuanya berjalan beriringan, mereka membelok ke kanan di
mana ada sebuah jalan kecil. Di antara jarak tertentu, selalu ada dua atau tiga orang
yang melakukan penjagaan Ada yang berdiri dan ada juga yang duduk.
Setiap melewati orang-orang itu, utusan yang ditugaskan menjemput Mau Sip-pat
dan Siau Po selalu menunjukkan dua atau tiga jari tangannya. Hanya saja gerakan
tangannya berbeda-beda, Rupanya itu semacam kode di antara mereka.
Baik Mau Sip-pat maupun Siau Po sama-sama tidak mengerti arti kode itu, yang jelas
itulah tanda rahasia dari perkumpulan Tian-te hwe.
Mereka berjalan terus sejauh dua belas atau tiga belas li. akhirnya mereka tiba di
depan sebuah gedung yang besar dengan pekarangan yang luas sekali, Di sana juga
terdapat puluhan penjaga.
Orang yang menjadi utusan itu segera melompat turun dari kudanya dengan diikuti
rekan-rekannya yang lain, mereka menggerakkan tangannya memberi isyarat. Melihat
itu, seorang penjaga langsung berkata dengan suara Iantang, "Tamu-tamu sudah
datang!" Pintu gerbang pun segera dibuka, muncullah Lie Lek-si bersama Kwan An-ki dan dua
orang lainnya yang belum pernah dilihat oleh Mau Sip-pat maupun Siau Po. Mereka
semua menjura dengan merangkapkan kedua tangannya dan salah satu dari kedua
orang itu segera berkata.
"Tuan Mau, Tuan Wi, selamat datang! Cong tocu kami sudah menunggu kalian
berdua!" Bukan main senangnya hati Siau Po. Diam-diam dia berpikir dalam hati.
"Ah, benar-benar aku sudah tua!" sementara itu, Sip Pat berusaha untuk bangkit, tapi
dia langsung terjatuh kembali sambil menahan nyeri.
"Aduh, bagaimana aku harus memberi hormat kepada Tocu.... Aduh!"
"Sudahlah, Tuan Mau," kata Lie Lek-si. "Kau toh sedang terluka, Tidak usah banyak
peradatan!" Siau Po bergegas membalas penghormatan mereka, Sip Pat langsung digotong
kembali menuju aula pertemuan.
Sampai di sana, seorang penjaga berkata kepada Siau Po.
"Tuan Wi, harap tunggu sebentar di sini! Cong tocu ingin berbicara lebih dulu dengan
Tuan Mau!" Siau Po mengangkat bahunya dengan tampang apa boleh buat, Mau Sip-pat
langsung diusung ke dalam, Siau Po dipersilahkan duduk, teh dan beberapa macam
kue segera disajikan di depannya, Siau Po mencicipi sepotong kue. Dia berkata dalam
hati. "Kue ini lain sekali rasanya dengan kue yang dihidangkan dalam istana."
Karena kue yang tidak lezat itu, pandangan Siau Po terhadap Cong tocu
perkumpulan Tian-te hwe agak meremehkan Tapi karena perutnya lapar, dia makan
cukup banyak juga. Kurang lebih setengah kentungan kemudian, Lie Lek-si dan yang lainnya muncul lagi,
Kali ini yang mengiringinya ada seorang kakek yang janggutnya sudah memutih dan
panjang sekali. Dia mengatakan kepada Siau Po bahwa ketua mereka sudah
menunggu di dalam. Saat itu Siau Po sedang makan sepotong kue, mendengar kata orang tua itu, dia
repot membersihkan mulutnya dan mengelapkan tangannya di pakaian lalu menjura
kepada beberapa orang itu. Akhirnya dia diajak ke ruangan dalam.
Sampai di depan sebuah ruangan, orang tua itu langsung menyingkap tirai
penyekatnya sambil berkata.
"Siau Pek-liong Wi Siau-Po sudah datang!"
Mendengar kata-kata itu, hati Siau Po merasa heran juga senang, Tadi dia dipanggil
dengan sebutan tuan, sekarang malah ada yang menyebut julukannya Siau Pek-liong
atau si naga kecil putih.
"Pasti Mau toako sudah menceritakan semuanya sehingga mereka tahu julukanku!"
pikirnya dalam hati. Di dalam ruangan tampak seorang laki-laki setengah baya bangun dari duduknya
dan menyambut Siau Po dengan senyuman Iebar. "Silahkan masuk!" katanya, Siau Po
langsung masuk ke dalam kamar Kwan An-ki segera memperkenalkan inilah Tan Cong
tocu kami!" Siau Po mendapat kenyataan bahwa orang ini mempunyai sifat penyabar namun
sepasang matanya menyorotkan kewibawaan besar Diam-diam hatinya tercekat dan
tanpa disadari dia menjatuhkan diri berlutut dan memberi hormat.
Laki-laki setengah baya dengan dandanan sastrawan itu tersenyum ramah.
"Bangunlah!" katanya sambil mencekal lengan Siau Po. "Tidak perlu banyak
peradatan!" Siau Po terkejut juga heran, Cekalan tangan ketua perkumpulan Tian-te hwe itu
membuat tubuhnya terasa panas dan bergetar Dia tidak sanggup berlutut lebih lama.
"Saudara kecil, kau telah membinasakan Go Pay yang terkenal sebagai orang gagah
nomor satu bangsa Boanciu. Dengan demikian berarti kau telah membalaskan sakit hati
orang banyak yang menjadi korban keganasan si jahat itu. Karena itu pula, dalam waktu
yang singkat namamu sudah terkenal kemana-mana, Kau benar-benar orang langka
yang sulit dicari duanya di dunia ini!"
Sebetulnya Siau Po termasuk manusia kulit badak, Biasanya dia akan menerima
pujian seperti itu dengan bangga, Tapi kali ini, mendengar suara Tan Cong tocu yang
demikian lantang dan berwibawa, wajahnya jadi merah padam.
Laki-laki setengah baya itu menunjuk ke arah sebuah kursi.
"Silahkan duduk!"
Siau Po menurut, dia duduk di tempat yang ditunjuk sambil mengucapkan terima
kasih. Sementara itu, Lie Lek-si dan yang lainnya tetap berdiri dengan tangan lurus ke
bawah. Cong tocu itu tersenyum dan berkata kemba "Menurut tuan Mau Sip-pat, saudara
kecil telah membinasakan seorang kepala siwi di gunung Te Seng San wilayah
Yangciu, Untuk seorang yang baru tampil di dunia kangouw, jasamu ini sudah terhitung
besar sekali, Saudara kecil, dapatkah menceritakan bagaimana caranya kau dapat
membunuh Go Pay, si manusia dorna itu?"
Perlahan-lahan Siau Po mengangkat kepala, ketika pandangan matanya bertemu
dengan sinar mata tokoh Tian-te hwe itu, jantungnya langsung berdegup-degup dengan
keras. Dia tidak berani berbohong.
Karena itu, dia segera menceritakan dengan terus-terang perihal terbekuknya Go
Pay dan bagaimana dia berhasil membunuhnya ketika masih berada dalam kamar
tahanan, Dia juga tidak menutupi bahwa dia disayang oleh kaisar kerajaan Ceng.
Ketua Tian-te hwe itu menganggukkan kepalanya berkali-kali mendengarkan
penuturan Siau Po. "Kiranya begitu! Saudara kecil, dengan demikian berarti ilmu silatmu lain alirannya
dengan tuan Mau. Di luar tampaknya kau seperti menguasai ilmu Siaulim pai,
sedangkan di dalamnya kau memahami ilmu Kong tong pai! Saudara kecil, bolehkah
aku mengetahui siapa gurumu itu?"
Diam-diam Siau Po merasa terkejut dan kagum.
"Benar-benar tajam mata Cong tocu ini. Dari ceritaku saja dia dapat menebak aliran
ilmu yang kupelajari pikirnya.
Cong tocu tersenyum melihat Siau Po yang terdiam.
"Aku dapat melihatnya dari gerak-gerikmu. caramu berjalan menunjukkan bahwa kau
adalah orang Siau lim pai. Aku tidak dapat menduga sampai mana dasar tenaga dalam
yang kau miliki. Tapi dari cckalanku tadi, aku tahu kau mempelajari inti tenaga dalam
Kong tong pai. Terus-terang saja, aku juga heran dengan bercampur aduknya ilmu yang
kau pelajari itu." "Sebenarnya si kura-kura tua itu tidak mengajarkan aku ilmu silat yang sejati, hanya
mengajarkan dengan keliru saja," sahut Siau Po.
Pengetahuan Cong tocu dari perkumpulan Tian-te hwe ini luas sekali, tapi dia tidak
pernah mendengar adanya orang yang dijuluki si kura-kura. Karena itu dia memandang
Siau Po dengan heran. "Siapa si kura-kura tua itu?"
Siau Po tertawa. "Si kura-kura tua adalah Hay kongkong! Nama aslinya Hay Tai-hu, Aku dan Mau
toako ditawan olehnya kemudian dibawa ke istana." Berkata sampai di situ, Siau Po
terkejut sendiri. Dia khawatir Mau Sip-pat sudah menceritakan semuanya denga
terusterang kepada Cong tocu ini. Apalagi sebelumnya dia mengaku ditangkap oleh Go Pay
namun sekarang dia mengatakan bahwa Hay kon kong yang menawannya.
Otaknya bekerja dengan cepat Dia segera menambahkan. "Kura-kura tua itu
mendapat perintah dari Go Pay, dialah yang menawan kami. Go Pay adalah seorang
menteri yang kedudukannya tinggi sekali, Tentu dia merasa gengsi turun tangan
sendiri!" Cong tocu diam-diam berpikir dalam hatinya, "Hay Tai-hu" Hay Tai-hu" Apakah di
dalam partai Kongtong pai ada tokoh sehebat itu?"
"Eh, saudara kecil, coba kau mainkan beberapa jurus ilmu yang diajarkannya
kepadamu," kata tocu itu kemudian
Siau Po merasa malu menunjukkan ilmu yang belum matang itu. Karena itu dia
berkata. "Si kura-kura tua hanya mengajarkan aku ilmu palsu, Dia sangat membenci aku,
sebab aku telah membuat matanya menjadi buta, itulah sebabnya dia menggunakan
akal apa saja untuk mencelakakan aku, ilmu ajarannya tidak pantas dilihat orang!"
Cong tocu tidak memaksa, dia hanya mengibaskan tangannya, Kepalanya manggut
beberapa kali, Dia mengerti Siau Po tidak ingin menunjukkannya di hadapan orang
banyak. Tentu saja Kwan An-ki dan yang lainnya juga maklum. Mereka segera
mengundurkan diri. Pintu ruangan itu pun ditutup rapat, Cong tocu bertanya lagi kepada
Siau Po. "Bagaimana caranya kau membutakan mata si kura-kura tua itu?"
Siau Po merasa serba salah menghadapi orang yang mempunyai wibawa besar
seperti Cong tocu ini, karenanya dia mengambil keputusan untuk berbicara sejujurnya,
Dia pun menceritakan bagaimana dia meracuni Hay kongkong sehingga matanya buta.
Dia juga menceritakan tentang Siau Kui cu yang dibunuhnya kemudian dia menyaru
sebagai si thay-kam cilik itu.
Cong tocu terkejut sekaligus merasa lucu, Dia menganggap bocah ini memang luar
biasa, otaknya cerdik dan nyalinya pun besar, Tapi dia masih ingin menguji apakah
bocah ini bicara sejujurnya atau tidak. Tiba-tiba tangannya menjulur ke depan secepat
kilat ke arah selangkangan Siau Po. Dalam sekejapan mata dia sudah menarik
tangannya kembali sambil menghela nafas lega. Ternyata bocah ini memang belum
dikebiri. "Bagus! Bagus!" katanya kemudian sambil tertawa, "Tadinya aku masih ragu
sehingga sulit rasanya mengambil keputusan, ternyata kau memang belum dikebiri,
saudara kecil!" Tangan kirinya menepuk meja seakan teringat sesuatu yang penting.
"Aih! inilah yang harus aku lakukan, Ya, dengan demikian saudara In ada
keturunannya dan Cen bok tong pun ada yang memimpin."
Siau Po bingung, Dia tidak mengerti apa ya dikatakan Cong tocu itu. Karenanya dia
hanya memperhatikan dengan seksama. Hatinya lega melihat wajah Cong tocu itu
berseri-seri. Kalau laki-laki itu berwajah kelam, hatinya pasti akan gentar
menghadapinya. Cong tocu itu memangku tangannya sambil berjalan mondar-mandir. Terdengar dia
menggumam seorang diri. "Apa yang dilakukan oleh perkumpulan Tian-hwe adalah perbuatan yang tidak
pernah dilakukan orang lain sebelumnya. semuanya boleh dibilang akulah yang
bertindak, segala perbuatan yang mengejutkan orang banyak, Namun, apa artinya
semua ini?" Siau Po masih memperhatikan terus, Dia benar-benar tidak mengerti apa yang
dimaksudkan oleh Cong tocu itu.
"Di sini hanya ada kita berdua, Kau tidak perlu malu-malu. Coba kau mainkan seluruh
ilmu silat yang pernah diajarkan Hay Tai-hu kepadamu, Aku ingin melihatnya, tidak
perduli ilmu itu asli atau palsu," katanya kemudian.
Baru sekarang Siau Po mengerti mengapa Kwan An-ki dan yang lainnya disuruh
mengundurkan diri. "Kalau ajaran Hay kongkong tidak benar, harap jangan ditertawakan," kata bocah itu.
"Tentang itu kau tidak perlu khawatir," sahut Cong tocu sambil tersenyum.
Siau Po tidak berani banyak bicara lagi, Dia segera menjalankan Taycu Taypi Cianyap
jiu yang diajarkan oleh Hay kongkong, Cong tocu memperhatikan dengan seksama
sejak awal sehingga selesai Kepa-lanya manggut-manggut,
"Bagus! Rupanya kau juga pernah mempelajari ilmu Taykim-na hoat dari Siaulim pai,
benar kan?" Siau Po menganggukkan kepalanya, tadinya dia tidak berniat menunjukkan tetapi
ternyata Cong tocu ini dapat mengetahui segalanya dengan tepat. Dia pun tidak berani
menutupi lagi, "Tujuan si kura-kura tua mengajarkan ilmu padaku hanya untuk menguji ilmu kaisar,"
katanya, Dia pun segera memainkan jurus-jurus ilmu Taykim-na hoat tersebut.
Cong tocu tertawa. "Bagus!"
"Sudah sejak semula aku tahu akan ditertawakan!" sahut Siau Po setengah
menggerutu. "Aku tidak menertawakan, justru aku senang melihatnya," kata Cong tocu sambil
tersenyum. "Daya ingatmu baik sekali dan kecerdasan otakmu juga sukar dicari
tandingannya. Kau seorang anak yang berbakat. Barusan kau memainkan jurus Pek be
huan te (Kuda putih mengais tanah) sebetulnya Hay kongkong memang sengaja


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengajarkanmu secara keliru, tapi ketika kau menjalankan sampa jurus Le-hi toksu
(lkan lele melompat-lompat) kau dapat mengikuti perubahannya, Bagus sekali!"
Mendengar kata-kata Cong tocu itu, Siau Po berpikir dalam hatinya.
"Rupanya ilmu Cong tocu ini jauh lebih tinggi dari Hay kongkong. Kalau dia sudi
mengajarkan ilmu silat kepadaku, tentu aku akan lihay sekali. Tidak perlu lagi aku
menjadi pahlawan gadungan, aku bisa menjadi seorang pendekar besar."
Tanpa terasa dia melirik ke arah Cong tocu, tidak tahunya saat itu sang ketua
perkumpulan Tian-te hwe itu juga sedang mengawasinya dengan tajam.
Biasanya Siau Po sangat berani, meskipun terhadap kaisar Kong Hi maupun Hong
thayhou dia juga tidak merasa takut, namun menghadapi tokoh yang satu ini, entah
mengapa dia tidak tahan menatap sinar matanya yang tajam dan mengandung wibawa
itu. "Tahukah kau apa tujuan utama Tian-te hwe?" tanya Cong tocu dengan nada sabar.
"Tian-te hwe ingin membantu bangsa Han membasmi bangsa Tatcu, Bahkan kalau
mungkin ingin membangkitkan kembali kerajaan Beng!" sahut Siau Po.
Cong tocu menganggukkan kepalanya berkali-kali. "Benar! sekarang aku ingin
bertanya, maukah kau masuk menjadi anggota Tian-te hwe dan menjadi saudara kami
semua?" Siau Po senang sekali mendengar tawaran itu, "Bagus! Bagus sekali!" Selama di
Yangciu, sudah sering Siau Po mendengar sepak terjang yang dilakukan perkumpulan
itu. Dan sebenarnya perkumpulan itu bukan rahasia lagi bagi rakyat maupun pihak
kerajaan, Semua orang sudah mengetahuinya. Dan Siau Po sendiri sudah Iama sekali
mengaguminya, "Cuma, aku khawatir... aku tidak mempunyai peruntungan untuk masuk
sebagai anggotanya."
"Kalau ada niatmu untuk masuk menjadi anggota perkumpulan kami, sebetulnya
tidak sulit, hanya ada satu hal yang harus kau ketahui, perkumpulan kami mempunyai
peraturan yang keras. Siapa yang melanggarnya, baik sengaja atau tidak, akan
mendapat hukuman berat. Karena itu kau harus mempertimbangkannya matangmatang!"
"Mengenai hal itu, aku sudah tahu, Karena nya aku tidak perlu pertimbangkan lagi,"
sahut Siau Po. "Apa pun peraturan kalian, akan kutaati semuanya. Cong tocu, asal kau
bersedia menerima aku menjadi anggota, sulit rasanya melukiskan kegembiraan hatiku
ini." Senyum di wajah Cong tocu sirna seketika, "Urusan ini sangat penting. Menyangkut
soal mati dan hidup, bukan sebuah permainan seperti yang kau bayangkan!" kata Cong
tocu dengan tampang serius.
"Aku mengerti, Cong tocu, Aku pun tidak berani menganggapnya sebagai permainan,
Sudah lama aku mendengar tentang perkumpulan Tian-te hwe yang melakukan
berbagai perbuatan mulia, Sepak terjangnya selalu menggetarkan langit dan bumi! Hal
sepenting ini mana boleh dianggap permainan anak kecil?"
"Bagus kalau kau memang mau tahu?" kat Cong tocu itu kembali Bibirnya tersenyum.
"Untuk masuk menjadi anggota Tian-te hwe ada dua puluh enam sumpah yang harus
kau ucapkan dan sepuluh larangan yang tidak boleh kau langgar, kalau tidak, maka bisa
mendapat hukuman berat!"
Sewaktu mengucapkan kata-kata ini, suara Cong tocu itu serius dan berwibawa
sekali, Terdengar dia menambahkan kembali: "Di antaranya ada beberapa aturan yang
belum berlaku padamu, mengingat usiamu yang masih kecil, namun ada satu peraturan
yang harus kau ingat baik-baik, bunyinya begini: Seorang anggota perkumpulan kami
harus jujur dan lurus, tidak boleh berdusta atau berpura-pura! Nah, dapatkah kau
mentaati peraturan yang satu ini?"
Siau Po tertegun, Dia menatap ketua pusat itu lekat-lekat.
"Terhadap Cong tocu sendiri, sudah pasti aku tidak berani berdusta, Tetapi
bagaimana dengan saudara-saudara yang lain" Toh, tidak mungkin aku bicara
sejujurnya sampai ke hal-hal yang paling kecil?"
"Tentu saja urusan kecil tidak masuk hitungan, Yang dimaksudkan di sini adalah
urusan penting dan yang menyangkut orang banyak!" sahut Cong tocu.
"Baik!" sahut Siau Po. "Ada lagi, bolehkah aku berjudi dengan saudara-saudara yang
lain" Bolehkah aku menggunakan cara-cara tertentu untuk mengakali orang lain?"
Cong tocu memperhatikan Siau Po dengan tajam. Dia tidak menyangka bocah
sekecil itu akan mengajukan pertanyaan demikian, namun dia tetap tersenyum.
"Berjudi itu tidak, meskipun perkumpulan kami tidak memiliki aturan khusus yang
melarangnya. Demikian pula dengan mengakali orang, perkumpulan kami juga tidak
memiliki larangan untuk hal yang satu ini. Tapi kau harus ingat, apabila kebohongan
atau kecuranganmu diketahui oleh saudara yang lain, ada kemungkinan kau akan
dihajar setengah mati. Apakah kau mau kepalamu dikemplangi orang banyak hanya
karena hal yang tidak berarti?"
Siau Po tertawa lebar mendengar kata-kata Cong tocu itu. Hal ini membuktikan
bahwa bagaimanapun Siau Po masih seorang bocah yang polos namun keberaniannya
patut dipuji "Pasti mereka tidak tahu kalau telah diakali. Lagipula, dalam berjudi, aku tidak perlu
menggunakan akal apa pun karena sembilan puluh persen uang mereka akan pindah
ke kantongku!" Cong tocu itu enggan membicarakan soal perjudian Hal itu memang tidak dilarang,
Demikian juga minum arak. Kedua hal itu memang suka dilakukan orang-orang gagah
meskipun dia sendiri kurang menyenanginya.
"Sekarang ada satu hal lagi yang ingin kutanya kan kepadamu, maukah kau
mengangkat aku sebagai guru?" tanya Cong tocu.
Siau Po tertegun, tapi hanya sebentar, hatinya senang tidak terkatakan.
"Oh!" Dia langsung menjatuhkan diri berlutut di depan Cong tocu kemudian
menyembah berkali-kali dan memanggil: "Suhu!"
Kali ini Cong tocu membiarkan saja. Setelah Siau Po menyembah sampai belasan
kali, baru dia menghentikannya. "Sudah cukup!"
Siau Po pun berdiri, wajahnya berseri-seri menunjukkan hatinya yang gembira sekali.
"Sekarang kau dengar baik-baik," kata Cong tocu, "Aku she Tan bernama Kin-lam.
Nama Tan Kin-Iam ini hanya nama yang dipakai dalam perkumpulan kita, Kau telah
menjadi muridku, ada baiknya kau tahu namaku yang asIi, yaitu Tan Eng-hoa."
Ketika menyebut nama aslinya, Tan Kin-lam sengaja merendahkan suaranya
sehingga hanya Siau Po yang dapat mendengarnya.
"Baik, suhu!" sahut Siau Po penuh hormat "Tecu akan mengingatnya baik-baik dan
tidak akan membocorkan rahasia ini kepada siapa pun!"
Tan Kin-lam menatap muridnya lekat-lekat kemudian berkata dengan nada sabar.
"Sekarang hubungan kita adalah guru dan murid. Kita juga harus berhati tulus antara
satu dengan yang lainnya, terus terang saja aku katakan, otakmu itu terlalu cerdik,
bahkan banyak bicara dan menjurus ke licik. sifatmu itu tidak cocok dengan watakku
sendiri Tapi mengapa aku mengambilmu sebagai murid" Tentu saja ada alasannya,
yakni demi kepentingan perkumpulan kita ini!"
"Suhu, tecu berjanji akan merubah sifat buruk ini agar kelak dapat menjadi orang
baik-baik!" sahut Siau Po.
"Negara bisa diubah, mengubah watak seseorang justru lebih sulit dari menemukan
jarum di tengah samudera, Kau sadar dan kau berjanji, tapi aku tahu kau tidak dapat
berubah banyak, Tapi aku sudah mengeluarkan ucapanku. Baiklah... kau masih muda,
perasaanmu mudah berubah atau terpengaruh. Lagipula kau belum pernah melakuka
perbuatan-perbuatan yang tercela. Karena itu, kau harus mengingat kata-kataku baikbaik,
Terhadap murid, aku mempunyai peraturan yang keras. Kalau kau sampai
melanggar peraturan, terutama mengkhianati perkumpulan kita, aku tidak segan-sega
mencabut nyawamu. Ingat, aku dapat melakukannya semudah membalikkan telapak
tangan dan dalam hal ini aku juga tidak mengenal belas kasihan! kata Tan Kin-lam
serius. Selesai berkata, Tan Kin-lam menggebrak meja di hadapannya sehingga ujungnya
menjadi gompal kemudian dia meremas pecahan kayu itu sehing hancur seperti debu
yang bertaburan. Mata Siau Po membelalak lebar saking kagumnya. Tanpa dapat ditahan lagi dia
menjulurkab lidahnya. Sungguh hebat gurunya ini, Namun sejenak kemudian dia
merasa gembira sekali atas peruntungannya yang bagus.
"Suhu, aku berjanji tidak akan melakukan perbuatan yang tercela, seandainya satu
kali saja aku melakukan perbuatan jahat, kau boleh pelintir batang leherku ini sampai
putus. Tapi suhu, sebelumnya aku ingin mengatakan terlebih dahulu, Kalau leherku
putus, tentu tidak bisa lagi menerima ajaran ilmu darimu!"
"Ya, kau ingat baik-baik!" kata Tan Kin-lam. "Satu kali saja kau melakukan kejahatan,
kita bukan lagi guru dan murid!"
"Bagaimana kalau dua kali?"
"Diam! jangan memutar lidah! Kita membicarakan hal yang serius!" hardik Tan Kinlam
yang mulai kewalahan menghadapi muridnya yang satu ini.
"Baik, suhu," sahut Siau Po, Namun dalam hatinya dia berkata, "Bagaimana kalau
aku hanya berbuat setengah kesalahan?"
"Dengar!" kata Tan Kin-lam kembali "Sekarang aku telah menerima kau sebagai
murid, tapi aku tidak mempunyai banyak peluang untuk mengajarkan ilmu kepadamu,
Karena itu...." Laki-laki setengah baya itu mengeluarkan sejilid kitab tipis dari dalam
saku bajunya. "Kitab ini berisi inti ilmu tenaga dalam, Kau bacalah dengan teliti,
kemudian ikuti gambar-gambar petunjuk yang ada di dalamnya."
Siau Po menganggukkan kepalanya.
Tan Kin-lam segera membalikkan halaman kitab itu satu persatu dan menunjukkan
cara berlatih menurut gambar yang ada. Dia menjelaskannya dengan terperinci sampai
Siau Po mengerti. Tetapi Siau Po masih kecil, lagipula dia belum begitu paham ilmu silat, jadi sulit
baginya untuk memahaminya secara keseluruhan Namun dia berusaha memusatkan
segenap perhaliannya. Hampir satu jam lamanya Tan Kin-lam memberikan penjelasan, kemudian ia berkata:
"Pelajaran ini mempunyai syarat yang terpenting, yakni kesungguhan hati, Hal ini
memang akan menimbulkan kesulitan untukmu karena dasar ilmu yang kau pelajari
sudah berbeda dengan yang tertera dalam kitab ini. Tapi asal kau belajar dengan tekun,
bersungguh-sungguh, tetap akan membawa faedah yang tidak kecil bagimu, Dan
apabila sedang berlatih kau merasakan kepalamu pusing atau matamu berkunangTiraikasih
website http://cerita-silat.co.cc/
kunang, kau harus segera menghentikannya. Sampai perasaanmu sudah membaik
kembali, baru kau boleh melatihnya kembali. Apabila kau berkeras melanjutkan di saat
kau merasa sakit kepala atau tidak enak badan, akibatnya bisa berbahaya sekali ingat
baik-baik!" "Baik, suhu," sahut Siau Po sambil mengucapkan terima kasih dengan menjatuhkan
diri berlutut dan menyembah tiga kali, setelah itu baru memasukkan kitab itu ke dalam
saku bajunya. "Kau terhitung muridku yang keempat," kata Tan Kin-lam menjelaskan selanjutnya,
Mungkin kau juga akan menjadi muridku yang terakhir dan termuda. Urusan Tian-te
hwe yang harus ditanggulangi masih menumpuk, karena itu aku tidak bisa menerima
murid terlalu banyak. Kau harus ingat, dalam dunia persilatan, derajatku tidak rendah, namaku juga tidak
pernah cacat, karena itu sebagai muridku, jangan sekali-sekali kau melakukan
perbuatan yang dapat membuat aku kehilangan muka!"
"Baik, suhu," sahut Siau Po. "Tapi...."
"Tapi apa?" "Memang aku tidak akan mencemarkan nama baik suhu, tapi bagaimana kalau hal
itu terjadi di luar kehendakku" Umpamanya aku dikalahkan orang dalam perkelahian
lalu aku kena ditawan dan diangkat kesana kemari seperti layaknya benda mati. Kalau
hal itu sampai terjadi, aku mohon suhu dapat memaafkannya...."
Tan Kin-lam mengerutkan keningnya, bocah ini memang luar biasa, Ada-ada saja
pertanyaan yang terpikirkan olehnya, Untuk sesaat dia merasa lucu, sekaligus diamdiam
mengeluh dalam hati, Akhirnya dia menarik nafas panjang.
"Aku telah menerimamu sebagai murid. Mungkin ini merupakan suatu kesalahan
terbesar yang pernah aku lakukan seumur hidup. Tapi, biar bagaimana aku tetap akan
menjalaninya. Semua ini demi kepentingan perkumpulan kita, Siau Po, sebentar lagi
kau harus berhadapan dengan berbagai urusan perkumpulan ingat baik-baik apa yang
telah aku katakan kepadamu tadi, Asal kau pandai membawa diri, jangan banyak mulut
atau bicara sembarangan aku yakin tidak ada masalah bagimu!"
"Baik, suhu!" sahut Siau Po. Matanya menatap Tan Kin-lam lekat-lekat
"Apa yang ingin kau katakan?" tanya Tan Kin-lam yang dapat menerka ada sesuatu
yang ingin dibicarakan oleh muridnya itu.
Tecu ingin menjelaskan Apabila tecu berbicara, tecu akan berbicara hal-hal yang
beralasan, tidak nanti Tecu berbicara sembarangan."
"Bagus! Mulai sekarang kau harus kurangi bicaramu!" kata sang guru.
Diam-diam Tan Kin-lam berpikir dalam hati, "Entah berapa banyak orang-orang
gagah berbicara denganku, Biasanya mereka selalu berpikir dahulu matang-matang
sebelum mengemukakan pikirannya, Tidak seperti bocah ini yang ceplas-ceplos
seenaknya, Dia sungguh berani dan juga bandel sekali." Kemudian dia berdiri dan
berjalan menuju pintu, Setelah itu dia menoleh dan berkata: "lkutlah denganku!"
Siau Po segera menghambur ke depan dan membukakan pintu serta
mempersilahkan gurunya keluar terlebih dahuln Setelah itu baru dia mengikuti dari
belakang terus menuju aula pertemuan.
Di dalam aula sudah berkumpul dua puluh orang lebih, ketika mereka melihat
kehadiran Tan Kin-Iam, semuanya langsung berdiri dengan sikap hormat.
Tan Kin-lam menganggukkan kepalanya kemudian duduk di atas kursi yang kedua,
Siau Po merasa heran mengapa seorang ketua duduk di kursi yang kedua dan bukan
yang pertama. Diam-diam dia berpikir dalam hati:
"Mungkinkah suhu bukan tokoh yang kedudukannya paiing tinggi dalam perkumpulan
ini" Apakah masih ada orang yang lebih tinggi lagi kedudukannya daripada suhu?"
Sementara itu, terdengar Tan Kin-lam berkata: "Saudara-saudara! Hari ini aku telah
menerima seorang murid yang paiing kecil!" Tangannya menunjuk kepada Siau Po, "lni
dia orangnya!" Seluruh anggota perkumpulan itu langsung mengucapkan selamat dengan menjura.
"Selamat, Cong tocu!" Mereka juga memberi selamat kepada Siau Po.
"Sekarang giliranmu memberi hormat kepada para pekhu dan sidehu-mu!" kata Kin
lam kepada Siau Po. Siau Po menurut, dia segera menjatuhkan diri berlutut di atas tanah serta memberi
hormat kepada para pamannya sekalian dan mengucapkan terima kasih.
Setelah itu, Lie Lek-si mengenalkannya kepada sembilan hiocu dari perkumpulan itu,
Hiocu adalah ketua dari setiap seksi. Selain itu masih ada Hu hiocu, yakni wakil ketua
setiap seksi. Siau Po jadi repot berlutut dan menyembah ke sana-sini. untung saja ketika memberi
hormat kepada para Hu hio cu, belum sempat menyembah, mereka sudah
mencegahnya. "Jangan sungkan, saudara kecil silahkan bangun!" Mereka juga memberi hormat
dengan berlutut Siau Po segera menghambur ke depan untuk mencegah mereka,
peraturan pada zaman itu memang demikian.
Jumlah para paman tua muda itu semuanya ada dua puluh orang lebih, Siau Po tidak
dapat mengingat mereka satu per satu. Karena itu dia berkata kepada dirinya sendiri:
"Mereka adalah orang-orang penting, Biar nanti perlahan-lahan aku akan mengingat
nama mereka satu per satu."
Setelah upacara perkenalan selesai, Tan Kin-lam baru berkata kembali.
"Saudara sekalian, aku telah menerima Siau Po sebagai murid, harap kalian pun
dapat menerimanya sebagai saudara kita dalam perkumpulan Tian-te hwe!"
"Bagus!" Orang banyak menyatakan persetujuannya.
Bahkan Coa tek-tiong, yakni hiocu dari Lian hoa tong yang rambut dan kumis serta
janggutnya sudah memutih langsung berkata.
"Sejak jaman dulu kala, guru yang pandai selalu menghasilkan murid yang hebat,
Murid Cong tocu ini akan menjadi seorang pendekar muda dan akan membuat jasa
besar bagi perkumpulan kita, aku yakin sekali akan hal itu!"
Hiocu dari Ki-hou tong, yakni Ma Tiau-hin mempunyai wajah yang selalu berseri-seri,
tubuhnya gemuk pendek, dan sekarang dia ikut memberikan komentar.
"Hari ini kita berkenalan dengan saudara Wi, tapi kami tidak memberikan tanda mata
apa pun. Karena itu, aku mengajukan diri sebagai pengantar bersama-sama Coan hiocu
untuk menjadi perantara bagi saudara kecil yang mengajaknya masuk menjadi anggota
Tian-te hwe. Entah bagaimana pendapat Coa hiocu?"
Coa Tek Tiong langsung tertawa lebar.
"Bagus! Aku setuju sekali! Cara ini juga tidak perlu mengorek kantong mengeluarkan
uang!" katanya. Mendengar ucapan itu, orang banyak merasa lucu dan tertawa.
"Siau Po. Cepat bilang terima kasih kepada kedua pamanmu!" kata Tan Kin-lam
kepada muridnya. "lni merupakan suatu keberuntungan bagimu!"
Siau Po menurut, dia segera menjatuhkan diri berlutut kemudian menganggukkan
kepalanya serta menyatakan rasa terima kasih kepada kedua hiocu tersebut.
"Saudara sekalian, peraturan kita sangat keras, sedangkan muridku ini masih terlalu
muda dan kelewat cerdik, Aku khawatir dia akan ceroboh dalam mengambil tindakan
atau melakukan suatu yang keliru. Oleh karena itu, saudara Ma dan saudara Coa,
kalian adalah perantara, aku harap selanjutnya kalian bersedia mengawasi muridku ini
dan memberikan petunjuk kepadanya agar jangan salah jalan. Kalau ada urusan apaapa,
jangan kalian sungkan-sungkan menegurnya!" kata Tan Kin-lam kembali.
"Cong tocu terlalu merendah, mana mungkin murid Cong tocu melakukan hal yang
keliru?" sahut Coa Tek-tiong.
"Aku tidak merendahkan diri, justru apa yang kukatakan adalah hal yang sejujurnya.
Terhadap muridku ini, perasaanku selalu khawatir saja. Andaikata kalian beramai-ramai
sudi mengawasi dan memberikan petunjuk kepadanya, berarti kalian juga membantu
aku menenangkan perasaan ini sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan." kata


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cong tocu. Ma Tiau-hin tertawa lebar.
"Kalau mengawasi saudara Wi, kami tidak berani. Tetapi mengingat usianya yang
memang masil muda, kalau ada urusan apa-apa, kami akan bicar terus-terang saja dan
memberikan petunjuk dengan sejelas-jelasnya!"
Siau Po mendengarkan semua pembicaraan itu, diam-diam dia mendumel dalam
hati. "Memangnya kesalahan apa yang aku lakukan" Mengapa suhu terus khawatir aku
akan melakukan hal yang keliru" Si kura-kura tua toh bukan guruku, itulah sebabnya
aku membuat kedua matanya buta. Tetapi suhu justru guruku yang sejati, tidak mungkin
aku mencelakakan dirinya, Kalau begini banyak orang yang mengawasiku, bagaimana
aku bisa berkutik lagi?"
Melihat muridnya diam saja dan hiocu lainnya juga tidak memberikan komentar lagi,
Tan Kin-lam baru berkata lagi.
"Saudara Lie, aku minta sudi kiranya kau mengatur meja sembahyang, Hari ini juga
kita akan melakukan upacara menerima Wi Siau-po sebagai anggota Tian-te hwe!"
"Baik, Cong tocu!" sahut Lie Lek-si.
"Menurut peraturan kita, seandainya ada seorang yang ingin masuk menjadi
anggota, setelah ada orang yang menjadi perantaranya, kita masih harus menyelidiki
asal-usulnya dan perbuatan apa saja yang pernah dilakukannya di masa lalu. Paling
tidak kita memerlukan waktu setengah sampai satu tahun untuk memperoleh kepastian
apakah dia pantas masuk menjadi anggota perkumpulan kita, Dalam hal ini, Wi Siau Po
mendapat pengecualian Kedudukannya dalam istana kerajaan Ceng dan rasa
sayangnya kaisar terhadap anak ini, membuat dirinya patut mendapat keistimewaan
sebelumnya, aku ingin mengatakan, bahwa bukan aku memanjakannya, tapi karena
aku yakin, hubungannya yang erat dengan kaisar kerajaan Ceng akan membawa
manfaat bagi kita." "Kami mengerti," sahut beberapa hiocu, Mereka merasa Siau Po memang patut
mendapat keistimewaan. Apalagi dia telah membangun jasa besar meskipun
dilakukannya tanpa sengaja untuk perkumpulan mereka.
Hiocu dari Hong Sun-tong yang tubuhnya tinggi besar dan janggutnya hitam pekat,
Pui Tay-hong, ikut memberikan suara.
"Semua ini merupakan kemurahan hati Thian yang kuasa dengan memberikan kita
seseorang saudara yang menjadi orang kepercayaan kaisar bangsa Tatcu. Mungkin
memang sudah takdir bahwa kerajaan Ceng akan hancur dan kerajaan Beng kita akan
bangkit kembali ini yang dinamakan, "paham diri sendiri, tahu diri lawan," dengan
demikian seratus kali berperang, seratus kali pula kita akan meraih kemenangan. Siapa
di antara kita yang tidak mengerti isi hati Cong tocu?"
Siau Po sangat cerdik, dari pembicaraan yang berlangsung dia maklum apa yang
terkandung dalam benak Tan Kin-lam. Diam-diam dia berpikir.
"Kalian semua memperlakukan aku demikian baik, ternyata ada udang dibalik batu.
Rupanya kalian ingin menjadikan aku mata-mata di kerajaaa musuh. Lalu, apa yang
harus kulakukan" Apakah aku harus menuruti keinginan mereka?"
Sementara itu, Coa Tek-Liong langsung menuturkan sejarah berdirinya perkumpulan
Tian-te hwe. Juga mengenai peraturan-peraturannya yang harus ditaati.
"Pendiri perkumpulan kami berjuluk Kok Sing-ya. Nama aslinya The Seng-kong.
Mula-mula Kok Sing-ya memimpin pasukan perangnya menyerbu wilayah Kanglam,
namun ketika menderita kegagalan beliau mengundurkan diri ke kepulauan Taiwan.
Sebelum mengundurkan diri, Kok Sing-ya menerima usul Cong tocu kita untuk
membuat sebuah perkumpulan, dengan demikian berdirilah Tian-te hwe. Saat itu Cong
tocu kita masih menjadi penasehat perang Kok Sing-ya, sedangkan aku bersama
saudara Pui, saudara Ma, saudara Ouw, saudara Lie serta saudara In almarhum yang
merupakan hiocu dari Ceng-bok tong masih menjadi perwira dalam pasukan Kok Singya."
Mengenai Kok Sing-ya, Siau Po memang pernah mendengarnya. Dia tahu Kok Singya
adalah The Seng-kong yang mendapat anugerah marga "Cu" dari kaisar dinasti
Beng. "Cu" adalah marga dari pendiri kerajaan Beng, itulah sebabnya dia mendapat julukan
Kok Sing-ya (tuan agung yang menggunakan marga negara) Nama Kok Sing-ya paling
terkenal di propinsi Kangsou, Ciatkang, Hokkian dan Kwitang, Beliau menutup mata di
permulaan dinasti Ceng, tidak lama setelah kaisar Kong Hi naik tahta.
Meskipun beliau telah tiada, tapi rakyat masih menghormatinya karena semangatnya
yang menyala-nyala membela kepentingan negara.
"Tentara kita sendiri berpusat di Kanglam, Karena tidak mungkin semuanya
mengundurkan diri ke Taiwan, maka sebagiannya ada yang mundur ke Emui. Atas titah
Kok Sing-ya, Cong tocu tidak ikut mengundurkan diri, sebab Tian-te hwe tidak boleh
tanpa pemimpin, Cong tocu diperintahkan untuk menghubungi semua bekas pengikut
Kok Sing-ya. Mereka pun menjadi anggota Tian-te hwe, mereka tidak perlu melalui tentara lagi,
sebab asal-usul dan riwayat hidup mereka telah diketahui dengan jelas, sedangkan
penelitian terhadap orang luar hanya untuk berjaga-jaga agar jangan sampai ada matamata
musuh yang menyusup ke dalam."
Bagian 12 Penuturan hiocu itu tidak ditukas oleh siapa pun. Siau Po juga mendengarkan
dengan penuh perhatian. Ketika melanjutkan kembali ceritanya, wajahnya tampak
penuh semangat. "Ketika angkatan perang kita keluar dari Tai-wan dulu, jumlah semuanya mencapai
tujuh belas laksa jiwa, yang terbagi sebagai berikut: Lima laksa pasukan berkuda, lima
laksa pasukan bahari, dan lima laksa pasukan jalan, sedangkan dua pasukan lainnya
terdiri dari selaksa pasukan gerilya, Selaksa lagi disebut pasukan orang besi, Hal ini
karena mereka mengenakan baju besi dan menggunakan tombak panjang sebagai
senjata. Tugas mereka khususnya untuk mengait kaki lawan dan kaki kuda tunggangan
musuh, sedangkan mereka tidak akan terluka oleh anak panah karena mengenakan
baju besi, itulah sebabnya ketika terjadi pertempuran di bukit Yanghong dan wilayahnya
Tinkang, dengan dua ribu tentaranya, Cong tocu berhasil melabrak musuh yang
jumlahnya delapan belas ribu jiwa, Saat itu aku sendiri menjadi tentara pasukan ke
delapan. Sewaktu kami menyerang musuh, kami mendengar mereka berteriak, "Malu...
malu, chihu... chihu...."
Siau Po menjadi tertarik, tapi dia mengerti apa yang dimaksud dengan kata-kata
terakhir hiocu itu. "Apa artinya "malu dan chihu?"
"Malu artinya mama, sedangkan chihu artinya kabur. Jadi tentara musuh berteriak,
Mama... mama... kabur... kabur!"
Orang-orang dalam ruangan itu ikut tertawa mendengar ceritanya yang lucu.
"Coa hiocu, ceritamu memang menyenangkan, apalagi mengenai pertempuran di
Tinkang itu, Tapi kalau kau cerita terus, mungkin tiga hari tiga malam juga tidak akan
selesai. Bisa-bisa sampai kumis saudara Wi sudah tumbuh."
Tiba-tiba Ma Tiau-hin menghentikan kata-katanya, Sebab dia teringat bahwa seorang
thay-kam tidak mungkin tumbuh kumis, diam-diam dia melirik ke arah Siau Po. Untung
saja bocah itu memperlihatkan wajah kurang senang, Dia khawatir bocah itu akan
tersinggung karenanya. Tepat pada saat itu, Lie Lek-si muncul dan melaporkan bahwa meja sembahyang
telah selesai diatur Tan Kin-lam langsung mengajak semuanya menuju pendopo
belakang. Siau Po melihat di atas meja sembahyang ada dua buah Cengpai (tanda peringatan)
yang masing-masing bertulisan "Tanda peringatan arwah kaisar dinasti Beng dan tanda
peringatan Jenderal besar Ciau Tou-tay ciangkun merangkap pangeran Yan Peng-kun
dari dinasti Beng, The Seng-kong."
Di atas meja juga teratur rapi berbagai macam persembahan, misalnya kepala babi,
kambing, ayam dan ikan. Dalam tempat perabuan tertancap tujuh batang hio.
Semua orang langsung menjatuhkan diri berlutut memberi hormat pada kedua
lengpai tersebut, sementara itu, Coa Tek-tiong mengambil sehelai kertas dari atas meja
sembahyang kemudian membacanya.
"Langit dan bumi saksinya, kami bersumpah akan membangun kembali kerajaan
Beng, Kami akan membasmi bangsa Tatcu, Kami bersedia hidup dan mati bersama,
seperti tiga saudara dari zaman tiga Negara. Kami berjanji akan menjadi saudara antara
yang satu dengan yang Iainnya, kami mengakui langit sebagai ayah dan bumi sebagai
ibu, matahari sebagai saudara laki-laki dan rembulan sebagai saudara perempuan.
Kami juga menghormati Ngo-cou dan Si-cou Ban In-liong serta keluarga Hong!
Hari lahir kami jatuh pada jam cu-sie tanggal dua puluh lima bulan ketujuh tahun
Khe-in. Kami semua, baik dari dua kota raja maupun tiga belas propinsi, kami tetap satu
hati satu tubuh. Bagi pemerintah sekarang, kami bukanlah apa-apa.
Kalau hati kami tergerak, semua hanya karena ingin membangun kembali kerajaan
Beng yang maha besar. Kami berjanji akan melaksanakan apa pun perintah Tan KinIam, kami akan menjelajahi lima sungai dan mengarungi empat lautan, demi
menemukan rekan-rekan sejiwa dalam perjuangan. Dengan ini kami meneteskan darah
kami sebagai penguat sumpah dan para malaikatlah yang menjadi saksinya!"
Selesai membacakan kertas ikrar itu, Coa Tek-tiong berkata kepada Siau Po.
"Saudara Wi, kita mencontoh apa yang dilakukan tiga saudara angkat dari jaman
Sam Kok (tiga negara) kau mengerti bukan?"
"Aku mengerti," sahut Siau Po. Tiga saudara angkat dari jaman Sam Kok adalah Lau
Pi, Kwan Kong dan Tio Hui. Mereka tidak terlahir dalam hari bulan dan tahun yang
sama namun bersedia mati dalam hari bulan dan tahun yang sama!"
"Betul!" kata Coa Tek-tiong. "Sekarang kau masuk menjadi anggota Tian-te hwe,
dengan demikian kita menjadi saudara satu dengan yang Iainnya, Kami juga menjadi
saudara dari Cong tocu, dan karena kau sudah menjadi murid beliau, otomatis kami
semua sekaligus juga menjadi pekhu dan siok-siokhu-mu.
Dulu, kalau bertemu dengan kami, kau harus berlutut dan menyembah, nanti setelah
masuk menjadi anggota yang berarti kita bersaudara, kau tidak perlu lagi melakukan
peradatan seperti itu!"
"Baik!" sahut Siau Po. Dalam hatinya dia berkata sendiri, "Bagus sekali!"
Coa Tek-tiong berkata kembali: "Kita orang-orang dari Tian-te hwe juga disebut kaum
Hong Bun. Kata Hong diambil dari tahun kerajaan Sri Baginda Beng Thaycou, yakni
Hong Bu. Pemimpin kita yang pertama, seperti yang sudah kau ketahui adalah Kok
Sing-ya atau Ban In-liong.
Kita tidak berani sembarang menyebut nama asli Kok Sing-ya karena hal itu
berbahaya sekali, Bisa-bisa kita diringkus bangsa Tatcu! Itulah sebabnya kami
menyebut Kok Sing-ya dengan panggilan Ban In-liong. Ban artinya laksa, di sini
mempunyai makna sebagai rakyat negeri kita yang jumlahnya ratusan ribu laksa jiwa,
sedangkan In-liong berarti mega mengiringi naga.
Dengan demikian Ban In-liong bisa berarti rakyat seluruh negeri mengiringi pemimpin
sesakti naga, Saudara Wi, ini adalah rahasia perkumpulan kita, jangan sekali-sekali kau
menyampaikannya kepada siapa pun, termasuk Mau Sip-pat saudara angkatmu sendiri.
Harap kau ingat baik-baik pesanku ini!"
Siau Po menganggukkan kepalanya: "Aku mengerti!"
"Yang dimaksudkan dengan jam cu-sie tanggal dua puluh lima bulan ketujuh tahun
Khe-in adalah waktu lahirnya perkumpulan kita ini. Ngo-cou adalah lima leluhur
perkumpulan kita, mereka adalah lima tokoh gagah perkasa yang telah mengorbankan
nyawanya demi kepentingan negara.
Leluhur kami yang pertama adalah Kam Hui. Sewaktu pasukan perang kami
menyerang Kangleng, aku memimpin sepasukan tentara Tin-peng, Atas titahnya Cong
tocu, aku bersembunyi di luar pintu kota sebelah barat Bangsa Tatcu...."
"Coa hiocu!" tukas Ma Tiau-hin tiba-tiba. "Urusan pertempuran di kota Kangleng, kau
bisa ceritakan perlahan-lahan kelak, tentu masih belum terlambat."
Coa Tek-tiong tersenyum meskipun ceritanya diputus oleh Ma Tiau-hin. Perlahanlahan
dia menepuk dahinya sendiri.
"Benar! Benar! Menceritakan pengalaman seru yang telah berlalu pasti tidak
habishabisnya, Baik-nya sekarang aku jelaskan saja soal peraturan dan segala larangan
yang ada dalam perkumpulan kita," Coa Tek-tiong langsung menjelaskan hal-hal yang
perlu kepada Siau Po. Siau Po pun mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Baiklah!" kata Siau Po. "Aku telah mengerti dan akan mentaati semuanya!"
Ma tiau-hin segera mengambil sebuah mangkok yang telah diisi dengan arak. Setiap
orang yang ada dalam ruangan itu menusuk jari tengah tangan mereka dengan sebuah
jarum, kemudian meneteskan darahnya ke dalam mangkok berisi arak itu. perbuatan ini
diikuti oleh Siau Po. Kemudian mereka meminum satu teguk arak yang telah bercampur dengan darah
tersebut, dengan demikian berarti upacara telah selesai dan mereka pun sudah menjadi
saudara antara satu dengan yang lainnya, semuanya merangkul Siau Po dan memberi
hormat sekali lagi kepadanya.
Setelah itu, terdengar Tan Kin-lam berkata lagi: "Partai kami terdiri dari sepuluh
tong. Di depan ada lima pong dari lima tong dan demikian pula di belakang, Kelima tong
depan adalah Kian Hong-tong, Hong Sun-tong, Ki Hou-tong, Cam Tay-tong dan Hung
Hua-tong. Kelima tong di belakang terdiri dari Ceng-bok tong, Cik Hwe-tong, Pek Kim-tong, Han
Sui-tong dan Oey Tou-tong. sembilan hiocu dari sembilan tong telah berkumpul di sini,
kecuali Ceng-bok tong yang tidak mempunyai hiocu karena In hiocu telah mati di tangan
Go Pay. Sampai sekarang lowongan ini belum terisi. Setelah kematian In hiocu, para saudara
dari Ceng-bok tong pernah mengangkat sumpah di depan abu penghormatan saudara
Ban In-liong, bahwa siapa pun yang dapat membinasakan Go Pay, berarti dia telah
membalaskan sakit hati In hiocu dan orang itu akan diangkat menjadi hiocu Ceng-bok
tong sebagai pengganti In hiocu, Nah, saudara sekalian, benarkah kalian pernah
mengucapkan sumpah seperti itu?"
Serentak semua anggota Ceng bok-tong membenarkan kata-kata Cong hiocu
mereka. "Benar!" Dengan sorot mata yang tajam, Tan Kin-lam mengedarkan pandangannya ke
sekeliling ruangan, Kemudian dia berkata lagi dengan nada lembut:
"Bukankah pernah terjadi perselisihan antara para saudara dari Ceng-bok tong
pemilihan seorang ketua sebagai pengganti In hiocu" Bukankah perselisihan itu jadi
reda karena kalian semua mengingat kepentingan perkumpulan ini" Nah, sampai
sekarang masalah itu masih terkatung-katung.
Bagaimana hal ini dapat dibiarkan saja" Tentu tidak baik akibatnya nanti, Bukankah
Ceng-bok tong merupakan bagian yang penting dalam perkumpulan Tian-te hwe, sebab
bagian inilah yang mengepalai seluruh saudara-saudara kita dari wilayah di sekitar
Kanglam. Kekosongan ini akan merugikan kita dan menguntungkan pihak musuh!"
Semua anggota perkumpulan itu terdiam mendengar kata-kata ketua mereka, karena
apa yang dikemukakannya memang beralasan
"Sekarang aku ingin tanya, benarkah musuh besar kita Go Pay dibunuh oleh saudara
Wi Siau Po" Apakah benar saudara sekalian telah mengetahui bahkan beberapa di
antaranya menyaksikan dengan mata kepala sendiri?" tanya Tan Kin-Iam kembali.
"Ya, benar," sahut Lie Lek-si dan Kwan An-ki. Lie-Lek-si malah menambahkan. "Kita
semua sudah mengangkat sumpah di depan abu penghormatan Ban In-Iiong, kita tidak
boleh mengingkari apa yang pernah kita ucapkan.
Kalau sumpah itu hanya angin busuk belaka, untuk apa lain kali kita mengangkat
sumpah lagi" Saudara Wi Siau Po memang masih muda, tapi aku Lie Lek-si bersedia
mengangkatnya sebagai hiocu kami, hiocu dari Ceng-bok tong!"
Tentu saja Lie Lek-si paham apa arti ucapan Cong tocu tadi, karena itu dia langsung
mendahului menyatakan pendapatnya.
Kwan An-ki juga ingin memberikan pendapatnya, tetapi sudah didahului oleh Lie Leksi.
Diam-diam dia berpikir dalam hati:
"Bocah itu telah menjadi murid Cong tocu, dengan demikian dia bukan orang
sembarangan. Lie Lek-si tidak berbeda dengan aku yang menginginkan kedudukan
hiocu, namun sekarang ini kesempatan sudah tidak ada. Mendengar kata-kata Cong
tocu barusan, Lie Lek-si menyadari maksud hati Cong tocu tersebut Sungguh pandai
dia mengikuti perkembangan sehingga langsung mengemukakan pendapatnya,
semestinya aku tidak boleh kalah dengannya!"
Itulah sebabnya Kwan An-ki segera berkata: "Benar sekali apa yang dikatakan Lie
toako, saudara Wi sangat cerdas. Di bawah bimbingan Cong tocu, kelak dia akan
menjadi seorang pemuda yang bisa menggemparkan dunia kangouw, Ya! Kwan An-ki
juga bersedia mengangkatnya sebagai ketua Ceng-bok tong!"
Mendengar kata-kata itu, Wi Siau Po langsung mencelat bangun, dia
menggoyangkan tangannya berulang kali.
"Tidak bisa! Tidak bisa! Apa itu hiocu atau joucu" Aku tidak sudi!" katanya,
Sebetulnya hiocu berarti seorang ketua dari suatu seksi dalam sebuah perkumpulan
namun dalam kata-kata sehari-harinya hiocu juga bisa berarti tuan yang harum itulah
sebabnya Siau Po yang bengal mengatakan hiocu atau joucu "tuan yang bau."
Sepasang mata Tan Kin-lam mendelik lebar-lebar dan mimik wajahnya menyiratkan
kewibawaan. "Apa yang kau ocehkan?" bentaknya, Siau Po pun tidak berani mengatakan apa-apa
lagi. Tan Kin-lam melanjutkan kata-katanya kembali. "Bocah ini telah membunuh Go Pay.
Hal ini tidak pernah terlintas dalam bayangan kita, namun ternyata toh terjadi. Oleh
karena itu, sudah sepantasnya kita menepati sumpah yang pernah kita ucapkan di
hadapan abu penghormatan toako Ban In-liong! Bukankah kita telah bersumpah akan
mengangkat orang yang berhasil membunuh Go Pay sebagai hiocu Ceng-bok tong"
Justru karena ingin mengangkatnya sebagai hiocu, aku baru menerimanya sebagai
murid. Jadi bukan sebaliknya, Anak ini mempunyai bakat besar, juga cerdik. Di
kemudian hari entah berapa banyak kesulitan yang harus kuhadapi karenanya!"
"Cong tocu, kami semua mengerti maksud hati tocu yang memikirkan kepentingan


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kita semua," kata Pui Tay-cong ketua dari Hong Sun-tong, "Bukankah Cong tocu
tadinya tidak mengenal saudara Wi, sebagaimana halnya saudara Wi juga tidak
mengenal Cong tocu" Kedua pihak tidak ada hubungan apa-apa sampai bisa bertemu
dihari ini. Memang sikap Cong tocu yang lain dari biasanya cukup mengejutkan, namun
kami mengerti semua ini demi kepentingan kita bersama.
Karena itu pula harap Cong tocu tidak perlu khawatir, meskipun usia saudara Wi
masih sangat muda, tapi kami yakin dia tidak akan melakukan sesuatu yang tidak
diharapkan! Apalagi dengan adanya Lie toako dan Kwan hucu yang membantu sekuat
tenaga." Tan Kin-lam menganggukkan kepalanya, "Kita memilih Wi Siau-po sebagai hiocu
hanya untuk mewujudkan sumpah yang telah kita ikrarkan di hadapan arwah Ban InLiong toako," katanya kemudian "Apakah saudara Wi bisa menjadi hiocu untuk
selamanya atau hanya untuk satu kali saja, masalahnya lain lagi. Yang penting kita
telah memenuhi sumpah yang telah kita ucapkan, seandainya besok dia berani main
gila atau menghalang-halangi pekerjaan kita yang ingin mengusir bangsa Boan, kita
boleh segera memecatnya tanpa ragu-ragu! Lie toako, saudara Kwan, aku harap kalian
bersedia membantunya. Andaikata anak ini melakukan sesuatu yang tidak benar,
jangan segan-segan meIaporkannya kepadaku, jangan kalian menutupinya!" Lie Lek-si
dan Kwan An-ki menganggukkan kepalanya serentak.
"Baik, Cong tocu," sahut mereka bersamaan, Tan Kin-lam memutar tubuhnya
kemudian menjatuhkan diri berlutut di depan meja abu. Dia mengambil tiga batang hio
yang kemudian disulutnya lalu diangkatnya tinggi ke atas.
"Sebawahan Tan Kin-lam dengan ini bersumpah di hadapan toako Ban In-liong,
apabila murid kami yang baru Wi Siau-po melanggar aturan serta kurang bijaksana
dalam mengambil tindakan, kami akan segera memecatnya, Kami mengangkatnya
sebagai hiocu karena ingin mewujudkan sumpah yang telah kami ucapkan. Apabila Tan
Kin-lam tidak mentaati sumpah itu, biarlah arwah Ban toako menurunkan kutukannya
kepadaku!" Selesai berkata, Tan Kin-lam segera menyembah beberapa kali lalu menancapkan
hio di tempat dupa sembahyang dan menganggukkan kepalanya lagi sebanyak belasan
kali. "Dengan berbuat demikian, Cong tocu telah menunjukkan kebijaksanaannya yang
tidak mementingkan diri sendiri, Kami semua menjunjung tinggi Cong tocu!" terdengar
suara banyak orang mengomentari.
Siau Po justru mempunyai pandangan yang berbeda, Diam-diam dia berpikir dalam
hati: "Bagus! Aku kira kalian bermaksud baik mengangkat aku sebagai hiocu, tidak
tahunya kalian hanya menjadikan aku jembatan penyeberangan. Apabila kalian sudah
sampai di tujuan, jembatan pun akan dirobohkan kembali. Hari ini kalian mengangkat
aku sebagai hiocu yang untuk mewujudkan sumpah yang telah kalian ucapkan, besok
kalian bisa mencari seribu satu alasan untukk memecatku. Yang penting kalian tidak
mengingkari sumpah kalian sendiri, dan pada waktu itu, mungkin Lie toako atau Kwan
hucu yang akan menggantikan kedudukanku. Dengan demikian kalian tidak menyalahi
aturan!" Berpikir sampai di sini, dia segera berkata dengan suara lantang. "Suhu, aku tidak
mau menjadi hiocu!" Suaranya memang lantang, namun menyiratkan ketenangan sehingga Tan Kin-lam
menatap muridnya itu dengan heran. Bahkan orang yang ada di dalam ruangan itu ikut
menjadi bingung. "Apa katamu?" tanya Tan Kin-Iam.
"Aku tidak bisa menjadi hiocu!" sahut Siau Po tegas, "Aku juga tidak menginginkan
jabatan tersebut !" "Kalau merasa tidak sanggup, kau bisa belajar perlahan-lahan," kata Tan Kin-lam
"Aku dapat membantumu, demikian juga saudara Lie serta saudara Kwan. Mereka telah
memberikan kesanggupannya untuk membantumu, jabatan hiocu dari Tian-te hwe
adalah sebuah kedudukan yang tinggi, Mengapa kau malah menolaknya?"
Siau Po menggelengkan kepalanya, "Aku tidak suka kedudukan itu, Sebab hari ini
aku diangkat menjadi hiocu, mungkin besok kau akan memecatku. Daripada mendapat
malu, lebih baik aku tolak jabatan itu, tanpa kedudukan, aku dapat melakukan apa pun
yang aku inginkan Begitu aku menjadi hiocu, aku seumpama telur yang didatangi setiap
orang untuk dicari tulangnya! DaIam sekejap mata telur itu akan pecah dan habislah
semuanya!" "Telur ayam kan tidak ada tulangnya?" tanya Tan Kin-lam. "Biar pun orang
mencarinya, tetap saja mereka tidak bisa menemukannya."
"Tapi telur dapat menetas menjadi anak ayam," sahut Siau Po. "Sedangkan anak
ayam pasti ada tulangnya, Taruhlah tidak ada tulangnya, tapi asal orang mengambil
telur itu lalu dipecahkan dan bagian merah serta putih telurnya diaduk menjadi satu,
maka habislah sudah!"
Para hadirin menjadi tertawa mendengarkan kata-katanya yang lucu.
Tan Kin-lam tetap bersikap sabar: "Kau kira usaha kami perkumpulan Tian-te hwe
seperti permainan anak-anak" Asal kau tidak melakukan kesalahan, setiap orang akan
menghormatimu sebagai seorang ketua yang bijaksana dari Ceng-bok tong. Siapa yang
berani memperlakukan kau dengan kurang hormat" Taruh kata mereka tidak
menghargai kau sebagai seorang ketua, mereka tetap akan menghormati kau sebagai
muridku !" Siau Po merenung sejenak.
"Baiklah!" kata bocah itu akhirnya, "Sebaiknya sekarang kita bicara dulu secara
terus-terang. Kalau di kemudian hari kalian tidak menyukai aku menjadi ketua hiocu
Ceng-bok tong, aku harap kalian bicara sejujurnya, aku akan mengundurkan diri secara
sukarela, Aku tidak mau kalau kalian sampai sembarangan menuduh aku berbuat
kesalahan, atau menyeret aku tanpa alasan yang pasti lalu memenggal kepalaku!"
Tan Kin-lam mengernyitkan keningnya, "Kau benar-benar suka saling tawar. Seperti
apa yang telah kukatakan sebelumnya, Asal kau tidak berbuat kesalahan, siapa yang
akan menuduhmu sembarangan atau memenggal kepalamu" justru sebaliknya, apabila
bangsa Tatcu menghajar atau membunuhmu, maka seluruh anggota perkumpulan Tiante
hwe akan membelamu dan membalaskan sakit hatimu! Siau Po, seorang laki-laki
sejati, berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Demi keadilan, dia tidak akan
mundur atau menyerah begitu saja. Sekali kau masuk menjadi anggota Tian-te hwe,
maka kau harus berani dan pantang mundur demi membela kepentingan negara, Siapa
yang hanya mengutamakan dirinya pribadi, apakah pantas dia disebut orang gagah?"
Mendengar diungkitnya soal orang gagah, hati Siau Po jadi tertarik. Dia teringat
tukang dongeng yang sering mengisahkan cerita-cerita tentang orang-orang gagah di
zaman dulu. "Benar sekali, suhu! Paling-paling juga batok kepalaku ini dipenggal, toh delapan
belas tahun kemudian aku akan menjelma lagi menjadi manusia."
Kata-kata yang diucapkan Siau Po biasanya dicetuskan oleh orang yang sedang
digiring algojo menuju tiang gantungan atau akan menjalani hukuman mati dengan
kepalanya dipenggal orang-orang dalam ruangan itu langsung memberikan sambutan
meriah atas ucapannya itu!
Tan Kin-lam juga ikut tertawa dan berkata: "Menjadi hiocu adalah suatu hal yang
menggembirakan, mana dapat disamakan dengan orang yang akan menjalani hukuman
mati" Lihatlah ke sembilan hiocu yang lain, mereka menjalankan tugas dengan senang
hati, Kau seharusnya mencontoh mereka!"
Kwan An-ki segera menghampiri Siau Po lalu memberi hormat dengan
membungkukkan tubuhnya rendah-rendah.
"Sebawahan Kwan An-ki menghadap hiocu!" katanya.
Mendapat penghormatan seperti itu, Siau Po tidak menolak atau membalas. Dia
langsung menoleh kepada Tan Kin-lam sambil bertanya:
"Suhu, apa yang harus tecu lakukan?"
"Kau harus membalas hormat!" sahut Tan Kin-lam.
"Kwan hucu, apa kabar?" kata si bocah sambil merangkapkan kedua tangannya
menjura, Tan Kin-lam tersenyum mendengar ucapan Siau Po.
"Sebutan Kwan hucu hanya panggilan umum karena itulah julukannya saudara
Kwan, Tapi di saat melangsungkan upacara seperti ini, kau harus memanggilnya Kwan
jiko!" Siau Po menurut, sekali lagi dia menjura sambil berkata. "Kwan jiko, apa kabar?"
Kwan An-ki hanya tersenyurn, sementara itu, Lie Lek-si menyesal karena telah
didahului oleh Kwan An-ki. Bergegas dia juga maju ke depan dan memberi hormat
kepada hiocu barunya itu. Setelahnya, sembilan hiocu yang lain pun melakukan hal
yang sama. Selesai upacara, mereka duduk berkumpul di aula pertemuan. Cong tocu dan
sepuluh hiocu dari perkumpulan itu pun terlibat pembicaraan yang berkaitan dengan
urusan partai. Ceng-Bok tong adalah seksi pertama dari kelima hou-tong atau tong belakang, Dan
terhitung bagian keenam dalam perkumpulan Tian-te hwe itulah sebabnya Siau Po
duduk di kursi deretan pertama sebelah kanan, Dan rasanya lucu melihat di sebelahnya
duduk orang yang sudah tua dan janggutnya sudah memutih semua.
Lie Lek-si, Kwan An-ki dan yang lainnya segera mengundurkan diri. Di dalam
ruangan itu hanya tinggal Tan Kin-lam dan sepuluh orang hiocu dari sepuluh bagian
perkumpulan Tian-te-hwe. Di tengah ruangan ada sebuah kursi kosong, Tan Kin-lam menunjuk ke arah kursi itu
dan berkata kepada Siau Po.
"Kursi itu adalah kursi kedudukan Cu Sam thaycu!" Dia menunjuk lagi ke kursi
kosong lainnya yang terletak di sebelah kursi pertama tadi, "Dan itulah kursi kedudukan
yang disediakan bagi The ongya dari Taiwan, Kalau kita sedang mengadakan rapat dan
keduanya tidak dapat hadir, maka kedua kursi itu dibiarkan kosong.,."
Tan Kin-Iam menghentikan kata-katanya sejenak kemudian baru melanjutkan
kembali, "Saudara-saudara sekalian, silahkan saudara sekalian melaporkan dahulu
segala sesuatu yang menyangkut wilayah kalian masing-masing."
Ada baiknya kita jelaskan terlebih dahulu mengenai perkumpulan Tian-te hwe.
Kelima tong di depan yaitu Lian-hoa tong mempunyai kekuasaan di propinsi Hokkian,
Tong kedua, yakni Hong-sun tong berkuasa di propinsi Kwitang, Tong ketiga, Ki-hou
tong menguasai propinsi Kwisai, Tong ke-empat, Cam-tay tong bermarkas di dua
propinsi, yakni Ouwlam dan Ouwpak, sedangkan tong kelima, Hong-hoa tong
menguasai propinsi Ciatkang.
Kemudian kelima houtong, yakni tong belakang, Ceng-bok tong berkuasa di
Kangsou, Cik-hwe tong di Kwiciu, Si-kim tong di Sicuan, Hian-sui tong di Inlam dan
Oey-tou tong di Tiong ciu, Hoalam,
Pertama-tama hiocu Coa tek-tiong yang melaporkan usaha mereka di Hokkian,
kemudian menyusul hiocu Pui Tay-hong dari Kwitang.
Tidak tertarik hati Siau Po mendengarkan laporan itu, kesatu karena dia memang
tidak mengerti kedua dia juga tidak tertarik terhadap masalah itu. Dia lebih senang
membicarakan soal perjudian Sampai giliran hiocu keempat yakni Lim Eng-tiau dari
Hian-sui tong, baru hatinya tergerak.
Lim Eng-tiau memberikan laporan dengan penuh nafsu sekali, Kadang-kadang dia
malah menyelipkan umpatan serta cacian, itulah sebabnya Siau Po tambah tertarik
mendengarkan kata-katanya.
"Go Sam-kui, penjahat besar itu, dia sangat menentang kita bangsa Han. Dia
memusuhi kita di mana saja. semenjak tahun yang lalu sampai sekarang, belum ada
sepuluh bulan namanya, sudah ada seratus tujuh puluh sembilan anggota perkumpulan
kita yang mati di tangannya.
Dia benar-benar telur busuk, induk kambing! Dialah musuh dari keturunanku! Tiga
kali berusaha membunuhnya secara diam-diam, selalu aku menemui kegagalan. Dia
mempunyai banyak pembantu yang lihay.
Terakhir malah aku sendiri yang turun tangan, celakanya bukan hanya tidak berhasil!
bahkan lengan kiriku jadi kutung! Manusia itu benar-benar raja kejahatan. Pada suatu
hari nanti, pasti dia beserta seluruh keturunannya akan jatuh dalam genggaman kita,
Pada waktu itu, aku ingin menghancur leburkan seluruh tubuhnya!"
Mendengar disebutnya nama Go Sam-kui, para hiocu yang lain juga ikut marah dan
panas, Siau Po sendiri pernah mendengar nama Go Sam-kui ketika di Yangciu, Dialah
pengkhianat bangsa Han yang telah memimpin pasukan Boanciu masuk ke Tiong-goan
untuk menyerang, kemudian merampas kerajaan.
Go Sam-kui juga si raja jahat yang menjadi biang keladi pembunuhan di Yangciu,
Entah berapa banyak rakyat yang dikorbankannya di saat itu. Berkat jasanya ini pula,
dia diangkat menjadi Peng-seng ong, raja muda yang menguasai wilayah barat,
tepatnya di propinsi Inlam.
Setiap menyebut nama Go Sam-kui, rakyat bangsa Han pasti akan mengepalkan
tinjunya dan mengkertakkan gigi erat-erat karena mereka membenci orang itu sampai
ke tulang sumsum. Karena itu, Siau Po juga tidak heran mendengar hiocu Hian-sui tong
memaki dengan demikian hebatnya.
Dipelopori oleh hiocu Lim Eng-tiau, kedelapan hiocu yang lainnya segera membuka
suara ikut mencaci Go Sam-kui. Untung saja di sana terdapat Tan Kin-lam, kalau tidak,
mungkin mereka sudah mengeluarkan segala macam cacian terkotor yang pernah ada.
Siau Po senang sekali mendengar caci maki mereka, baginya semua kata-kata itu
adalah makanan sehari-hari. Tanpa dapat mempertahankan diri lagi, dia ikut memaki.
Akhirnya gaduhlah ruangan itu karena caci maki yang keras dan saling sahut menyahut.
"Cukup! Cukup!" seru Tan Kin-lam sambil mengibaskan tangannya berkali-kali, "Di
seluruh negara, bangsa Han setiap hari mencaci dan mengutuk Go Sam-kui, tapi
sampai hari ini dia masih tetap sehat wal "afiat dan bahkan masih menjadi seorang raja
muda, sedangkan percobaan pembunuhan atas dirinya selalu gagal!"
Mendengar kata-kata sang ketua, Lie Si-kay dari Hong-hoa tong yang tubuhnya
pendek kecil dan agak pendiam ikut memberikan pendapatnya:
"Menurut pandanganku yang rendah, seandainya kita menyerang ke Inlam dan
menghabisi Go Sam-kui, tindakan itu masih belum berarti banyak bagi perkumpulan
kita, apalagi orang ini adalah pengkhianat besar bangsa, satu kali bacokan terlalu enak
baginya.Dia pantas menjalani berbagai siksaan berat seperti yang dialami tawanantawanan
yang pernah jatuh ke tangannya!"
Tan Kin-lam menganggukkan kepalanya.
"Hiocu memang benar, Sekarang, dapatkah hiocu memberikan pendapatmu yang
berharga?" "Urusan ini besar sekali, Lebih baik kita rundingkan bersama-sama. Aku sendiri tidak
mempunyai pandangan apa-apa. Cong tocu saja yang memberikan petunjuk!"
"Memang urusan ini bukan main besamya, maka benarlah bahwa kita harus
merundingkannya bersama..." kata Tan Kin-lam. "Siapa juga tahu, pikiran satu orang
pendek, pikiran dua orang panjang. sedangkan jumlah kita ada sepuluh, ch... bukan,
sebelas! Tentu kita bisa memikirkan sebuah akal yang baik."
Tan Kin-lam menghentikan kata-katanya sejenak, pandangannya mengedarkan
orang-orang yang berkumpul dalam ruangan itu, baru dia kemudian melanjutkan
kembali. "Kita ingin membunuh Go Sam-kui, tujuannya bukan hanya untuk membalas sakit
hati para saudara kita, tetapi untuk rakyat yang tercekam olehnya! Kedudukan Go Samkui
di Inlam kuat sekali Mungkin Tian-te hwe kita tidak sanggup membasminya...."
"Biar bagaimanapun kita toh harus berusaha menghancurkannya!" kata Lim Eng-tiau.
"Kita bisa mengadu jiwa dengannya!"
"Sampai sebegitu jauh, buktinya kau belum berhasil, bahkan kau kehilangan sebelah
lenganmu!" tukas Coa Tek-tiong.
"Apakah kau sengaja menghina aku atau ingin menertawakan kegagalanku?" tanya
Lim Eng-tiau dengan wajah kurang senang.
"Aku hanya bercanda," sahut Coa Tek-tiong yang sadar telah kelepasan bicara, dia
segera menoleh kepada Tan Kin-lam dengan bibir tersenyum. "Cong tocu, harap
maafkan sikapku barusan."
Kin-lam mengetahui bahwa hati Lim Eng-tiau masih panas mendengar ucapan Coa
Tek-tiong. Dia tidak ingin urusan ini jadi berkepanjangan.
"Saudara Lim," katanya dengan nada sabar. "Membunuh Go Sam-kui adalah cita-cita
setiap bangsa Han. Orang terus berharap bahkan sampai memimpikannya, Jadi bukan
berarti hanya tugasmu seorang saja. Kalau bicara terus terang, kita semua juga belum
tentu bisa berhasil membunuhnya, namun kita toh tidak boleh putus asa begitu saja!"
Kemarahan dalam hati Lim Eng-tiau sirap mendengar ucapan Cong tocunya.
"Apa yang Cong tocu katakan memang benar!"
Terdengar Tan Kin-lam berkata kembali: "Untuk membunuh Go Sam-kui rasanya kita
harus bekerja sama dengan partai persilatan lainnya, dengan demikian baru kita bisa
mempunyai kekuatan yang besar. Di Inlam, Go Sam-kui mempunyai pasukan perang
yang jumlahnya laksaan jiwa, belum lagi pendamping-pendampingnya yang berilmu
tinggi, inilah yang membuat kita menghadapi kesulitan untuk membasminya..."
Terutama Siaulim pai dan Butong pai, kita harus berupaya untuk mengajak mereka
bekerja sama, karena selain murid-murid mereka banyak, kepandaian mereka juga
tinggi-tinggi!" tukas Coa Tek-tiong.
"Aku ragu kalau pihak Siaulim pai bersedia bekerja sama dengan kita, menurut apa
yang kuketahui ketua Siaulim pai, yakni Beng Seng taisu, lebih mengutamakan soal
agama daripada urusan politik..." kata Yau Pit-tat, hiocu dari Oey-tou tong,
"Sejak beberapa tahun yang lalu, dia malah mengeluarkan peraturan baru. Para
murid kuil itu, baik yang hwesio atau yang preman, tidak boleh sembarangan terjun ke
dunia kangouw, Hal ini disebabkan kekhawatiran si taisu tua itu bahwa akan terbit
keonaran yang tidak diinginkan, Karena itu, aku rasa tidak mudah bagi kita untuk
mengharapkan dukungannya."
"Pihak Butong juga bersikap hampir tidak berbeda dengan Siaulim pai," kata Ouw
Tek-ti, hiocu dari Cam-tay tong di wilayah Ouwkong.
"In Gan tojin, pengurus kuil Cin-bu-koan, sudah lama tidak akur dengan kakaknya, In
Ho tojin, Di antara murid kedua belah pihak pun seperti ada ganjalan apa-apa. Aku
khawatir..."

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hiocu itu tidak dapat melanjutkan kata-katanya, tapi semua orang sudah maklum
memang sulit mengharapkan kerja sama dari pihak Siau lim pai maupun Bu tong pai.
"Kalau memang sulit mengharapkan kerja sama dari kedua partai itu, tidak ada
salahnya kalau kita bergerak sendiri saja!" kata Lim Eng-tiau.
"Biar bagaimana, kita tidak boleh terburu nafsu..." tukas Tan Kin-lam. "Kita toh tahu
bahwa di dunia ini, partai persilatan tidak terdiri dari Siaulim pai dan Butong pai
saja." Mendengar kata-kata ketua mereka, beberapa hiocu langsung mengajukan nama
Gobi pai dan Kaypang, Terutama Kaypang yang terkenal setia kawan serta jujur.
"Pokoknya, kalau kita belum mendapat kepastian, sebaiknya kita jangan
sembarangan membicarakan urusan, hal tersebut merupakan rahasia yang harus kita
jaga baik-baik!" kata Tan Kin-lam.
"BetuI!" sahut Pui Tay-hong. "Jangan kita memaksakan kehendak dan jangan sampai
kita kena batunya atau mendapat malu!"
"Yang penting kita harus bisa menyimpan rahasia." Sekali lagi Tan Kin-Iam
menegaskan "Kalau rahasia kita bocor, Go Sam-kui pasti akan membuat penjagaan
yang ketat..." "Karena itu, mulai sekarang kita tidak boleh lancang. Untuk mendapatkan kerja sama
dari pihak lain, kita tidak boleh gegabah, Harus ada persetujuan terlebih dahulu dari
Cong tocu, jangan sekali-sekali mengambil keputusan sendiri!" kata Lie Si-kay.
"ltu benar!" seru beberapa orang lainnya sepakat.
"Sekarang kita belum bisa mengambil keputusan, karena itu, tiga bulan kemudian
kita berkumpul lagi di Tiangsi, OuwIam, dan kau, Siau Po, kau kembalikan ke istana,
Urusan Ceng-Bok tong boleh diserahkan saja kepada Lie toako dan Kwan hucu. Dalam
rapat di Tiangsi kau juga tidak usah hadir," kata Tan Kin-lam selanjutnya.
"Baik," sahut sang murid.
Tan Kin-lam menarik tangan Siau Po kemudian mengajaknya masuk ke dalam kamar
tadi. "Kau dengar kata-kataku ini," katanya kepada Siau Po. "Di dalam kota Peking, ada
seorang kakek penjual koyo (obat tempel) di sebuah tempat yang bernama Thiankio,
orang itu she Ci. Kalau orang lain menjual koyo berwarna hitam, koyonya justru
berwarna separuh hijau dan separuh lagi merah seandainya hendak menghubungi aku,
kau pergi saja ke Thiankio dan temui si Ci itu.
Agar tidak terjadi kesalahan dan dapat saling percaya, ada pembicaraan yang telah
diatur begini: Kau harus menanyakan kepada dia, apakah dia menjual koyo pembasmi
racun dan obat yang dapat membuat mata buta menjadi melek kembali. Nanti dia akan
menjawab, "obatnya ada, tapi harganya mahal sekali, YAKNI TIGA TAIL UANG EMAS
DAN TIGA TAIL UANG PERAK!" Kau tawar, apakah dia menjualnya dengan harga lima
tail uang emas dan lima tail uang perak, Setelah itu dia pasti tahu siapa dirimu."
Hati Siau Po jadi tertarik Dia tertawa lebar "Orang minta harga tiga tail, kita malah
menawar lima tail, di dunia ini mana ada peraturan seperti itu?"
"ltu merupakan isyarat kita, mendengar kau menawar lebih tinggi, dia tentu akan
menanyakan apa alasannya, Kau harus mengatakan bahwa tawaran itu sama sekali
tidak mahal. Malah kalau mata yang buta bisa melek kembali, kau bersedia menjadi
kerbau atau kuda baginya.
Nanti dia akan berkata, "Bumi bergetar, tanjakan tinggi dan parit di gunung indah."
Dan kau harus menjawab: "Pintu menghadap laut besar, tiga sungai mengalir menjadi
satu laksaan tahun lamanya."
Dia akan bertanya lagi: "Di sisi paseban bunga merah, di ruangan yang mana?"
Kau harus menjawab, "Ruang kayu hijau, yakni Ceng-bok tong."
Kemudian dia tentu bertanya lagi "Berapa batang hio yang disulut dalam ruangan
itu?" Kau jawab: "Lima batang hio." Lima batang hio artinya kelima hiocu. Dalam
perkumpulan kedudukanmu jauh lebih tinggi daripadanya. Karena itu, bila ada urusan
apa-apa, kau boleh perintahkan dia untuk melaksanakannya."
"Siau Po mengingat baik-baik semua tanya jawab yang aneh itu. Kin-lam juga
mengujinya beberapa kali sampai dia hapal betul."
"Meskipun orang tua she Ci itu kedudukannya rendah, tapi kepandaiannya justru baik
sekali, Karena itu, jangan sekali-sekali kau bersikap kurang ajar kepadanya!"
"Baik, suhu!" sahut Siau Po.
Kin Lam menerangkan beberapa teori ilmu silat yang harus dilatih oleh Siau Po.
Kemudian baru dia berkata kembali:
"Siau Po, kita mempunyai tugas masing-masing yang harus dilaksanakan. Karena
itu, kita tidak dapat berkumpul lama-Iama. Nanti sesampai di istana, kau boleh
melaporkan bahwa kau telah diculik para penjahat, kemudian di malam hari kau
berhasil meloloskan diri dengan membunuh penjagaan.
Juga kau mengatakan boleh bahwa mereka datang ke tempat di mana kau ditahan,
yakni tempat ini. Kepala Go Pay akan kupendam di kebun sayur belakang rumah ini.
Kau boleh gali dan ambil kepala itu sebagai bukti. Dengan demikian kau tidak akan
dicurigai." Siau Po menganggukkan kepalanya, "Bagaimana dengan suhu dan yang lainnya"
Apakah suhu ingin menyingkir dari tempat ini?"
Tan Kin-lam mengangguk "Kalau kau sudah pergi, kami pun akan berlalu dari sini,
kau tidak perlu khawatir!" Tan Kin-lam membelai kepala muridnya itu. "Siau Po, aku
harap kau akan menjadi anak yang baik. Bila ada waktu luang, aku akan datang ke kota
raja dan mengajarkan ilmu silat kepadamu."
Siau Po mengangguk "Ya, Suhu," katanya.
"Bagus, Nak. Pergilah, Kau harus berhati-hati, Bangsa Tatcu sangat licik, meskipun
otakmu cerdas sekali, tapi kau masih kurang pengalaman."
"Suhu!" panggil Siau Po sambil menundukkan kepalanya, "Sebetulnya aku tidak
kerasan lama-lama di istana, kapan kiranya aku bisa ikut suhu mengembara?"
Tan Kin-lam memperhatikan muridnya lekat-lekat.
"Sabarlah kau untuk beberapa tahun. Berusahalah untuk membuat jasa bagi
perkumpulan kita, Nanti setelah kau agak dewasa di mana suaramu sudah pecah dan
kumismu mulai tumbuh, tentu kau tidak dapat menyamar sebagai thay-kam lagi, itulah
saatnya kau meninggalkan istana!"
Siau Po juga memperhatikan gurunya lekat-lekat, diam-diam dia berpikir dalam hati.
"Baiklah, aku akan berdiam di dalam istana saja, di sana aku bebas melakukan apa
pun yang aku suka, kalian toh tidak mungkin mengetahuinya. Dengan demikian, kalian
juga tidak menemukan alasan untuk memecat aku sebagai hiocu.
Setelah lewat beberapa tahun, kepandaianku juga akan bertambah tinggi. Kalau aku
sudah lihay, kalian belum tentu berani menentangku lagi!"
Oleh karena itu, pikirannya yang tadi gundah menjadi gembira. Sebelum berangkat,
Siau Po menemui Mau Sip-pat untuk mengucapkan selamat berpisah.
Siau Po tidak menceritakan apa-apa, meskipun Mau Sip-pat banyak bertanya. LakiIaki itu tidak tahu kalau adik angkatnya sudah menjadi hiocu Ceng-bok tong, bahkan
diterima sebagai murid oleh Tan Kin-lam. Hatinya prihatin sekali.
Di samping itu, Siau Po juga telah mendapatkan semua barangnya kembali, juga
pisau belatinya yang luar biasa tajamnya itu, Ketika ia akan berangkat, Siau Po
diberikan seekor kuda dan diantarkan oleh Tan Kin-lam sampai di depan pintu.
sedangkan Kwan An-ki, Lie Lek-si serta yang lainnya mengantar sampai sejauh tiga li.
Siau Po menanyakan sampai jelas jalan menuju kota raja, Kemudian dia melarikan
kudanya dengan cepat ke tempat tujuannya itu, Ketika dia sampai dikota raja, hari
sudah menjelang malam, Tanpa menunda waktu lagi, dia menuju istana dan
menghadap kaisar Kong Hi.
Kaisar Kong Hi telah menerima laporan dari anak buahnya bahwa Siau Po diculik
oleh antek-antek Go Pay. Dia menduga bahwa thay-kam kesayangannya itu telah
dicelakai oleh mereka. Dia juga sudah menitahkan seorang jenderal, dengan membawa pasukan pergi
mencari orang-orang yang bertanggung jawab atas kejadian ini. Meskipun puluhan
orang telah ditangkap dan diinterogasi, tetap saja tidak ada hasilnya.
Justru tepat di saat kaisar Kong Hi pusing memikirkan keselamatan thay-kam
gadungan itu, tiba-tiba dia mendapat laporan bahwa Siau Po sudah pulang, bukan main
gembiranya hati raja cilik itu.
"Lekas perintahkan dia menghadap secepatnya!"
Tidak lama kemudian, Siau Po pun menghadap dan memberi hormat kepada sang
raja. "Oh! Siau Kui cu... bagaimana kau bisa meloloskan diri dari tangan musuh?"
tanyanya dengan nada terharu.
Siau Po telah diajari bagaimana harus berdusta, dia juga sudah memikirkan katakata
yang harus diucapkannya sepanjang perjalanan. Karena itu dia tidak mendapat
kesulitan sedikit pun dalam mengisahkannya.
Dia menceritakan bagaimana dia ditawan oleh pihak musuh, bagaimana dia dibawa
dengan dimasukkan ke dalam sebuah drum lalu dijejali buah tho. Dia juga menceritakan
bahwa dia akan dibunuh untuk menjadi korban, bahkan meja sembahyang sudah
disediakan. Sampai akhirnya ada salah seorang dari rombongan penjahat itu yang mengusulkan
agar hukumannya ditunda duIu, dia pun dikurung dalam sebuah kamar gelap. Dia
kemudian berhasil meloloskan diri setelah membunuh seorang penjaga.
Siau Po mengatakan bahwa dia bersembunyi dibalik pepohonan yang lebat sampai
akhirnya dia berhasil mencuri seekor kuda dan kabur pulang ke istana dengan jalan
memutar! Cerita karangannya dikisahkan dengan bagus sehingga kaisar Kong Hi tidak curiga
sedikit pun. Bahkan kaisar Kong Hi merasa gembira sekali sehingga dia menepuk bahu
thay-kam gadungan itu berkali-kali.
"Hebat kau, Siau Kui cu, Tentunya kau sudah banyak mengalami penderitaan!" kata
raja itu. "Tidak apa, Sri Baginda," sahut bocah yang cerdik itu, "Sri Baginda, antek-anteknya
Go Pay banyak sekali, Mereka harus dicari dan ditumpas, Hamba tahu di mana
letaknya sarang persembunyian mereka. Bagaimana kalau sekarang juga kita
membawa pasukan untuk menyerang dan sekaligus menumpas mereka?"
"Bagus!" seru kaisar Kong Hi, "Lekas kau ajak So Ngo-tu dan pimpin lima ribu tentara
berkuda untuk menawan para pemberontak itu!"
Siau Po menerima baik perintah itu. Dia tidak beristirahat lagi. ia segera menyuruh
bawahannya menyampaikan perintah itu kepada So Ngo-tu. setelah itu dia segera
mengganti pakaiannya. Sekejap kemudian dia sudah berjalan bersama So Ngo-tu untuk menjalankan tugas
yang diberikan kaisar Tentu saja dia bertindak sebagai penunjuk jalan.
Di tengah jalan pasukan tersebut disusul oleh orang suruhannya Kong cin ong,
karena pangeran itu bermaksud mengirimkan kuda Giok-ho cong yang sudah
dihadiahkan kepada Siau Po. Ketika sudah naik ke atas punggung kuda, penampilan
Siau Po jadi berwibawa sekali.
Tatkala pasukan tentara itu tiba di tempat Siau Po tertawan, sarang itu sudah kosong
melompong. Namun, atas anjuran si thay-kam gadungan, So Ngo-tu memerintahkan
orangnya untuk mengadakan pemeriksaan.
Kepala Go Pay digali dari dalam tanah kebun belakang, Di sana terdapat sebuah
lengpai yang bertuliskan Tempat bersemayamnya arwah Yang MuIia Go Pay
berpangkat Siau Po dari kerajaan Ceng yang Maha Besar."
Di sana juga terdapat beberapa batang kayu yang berukir kata-kata pujian untuk
orang gagah nomor satu dari bangsa Boan, dapat dipastikan bahwa Tan Kin-Iam telah
mengatur semuanya dengan seksama demi memperkuat ceritanya Siau Po.
Mereka pun kembali ke istana. Meski tidak ada seorang tawanan pun yang berhasil
didapatkan, tapi So Ngo-tu dapat menghaturkan kepalanya Go Pay serta lengpai dan
beberapa batang kayu berukir huruf-huruf itu. Kaisar Kong Hi merasa puas sekali dan
menganggap panglimanya sudah berjasa besar kali ini.
"Selidikilah terus urusan ini!" katanya kepada So Ngo-tu.
Siau Po juga senang sekali, Apalagi membayangkan bahwa raja pun telah kena
diperdaya olehnya. Begitu masuk ke dalam kamarnya sendiri, Siau Po langsung
menghitung uang yang diberikan So Ngo-tu kepadanya, jumlahnya mencapai empat
puluh enam laksa enam ribu lima ratus tail perak, semestinya dia menerima jumlah
yang kurang satu laksa, tapi So Ngo-tu memang ingin menyenangkan hatinya dengan
mengurangi bagiannya sendiri, dan Siau Po memang senang sekali menerimanya!
Setelah menyimpan uangnya, Siau Po segera mengeluarkan kitab kecil pemberian
Tan Kin-lam. Kitab itu berisi ilmu tenaga dalam. Dia langsung duduk bersila dengan
sikap orang bersemedi. Tapi belum sampai setengah jam, dia sudah letih dan
mengantuk. Karena itu dia pun tertidur pulas.
Keesokan paginya, setelah terjaga dari tidurnya dan membasuh muka serta
mengganti pakaiannya kembali, Siau Po pun menghadap raja, Dia menyelesaikan tugas
cepat-cepat. Siang hari dia kembali ke kamarnya sendiri untuk melatih diri, Tapi, seperti juga
kemarin, belum lama berlatih, dia sudah merasa capek dan tertidur
Rupanya kitab ilmu tenaga dalam yang diberikan Tan Kin-lam sangat sulit dipelajari.
Untuk berhasil, orang yang mempelajarinya harus mempunyai minat, tekad serta
ketekunan yang besar Siau Po cukup cerdas, minat pun ada, sayangnya ketekunannya
kurang. Ketika Siau Po terjaga kembali, hari sudah larut malam, Diam-diam ia berpikir dalam
hati. "Suhu menyuruh aku mempelajari kitab ini, tetapi isinya sama sekali tidak menarik"
Siau Po segera membalikkan halaman kitab itu. Selain gambar orang masih terdapat
banyak huruf-huruf di dalamnya, Sayangnya, Siau Po tidak bisa membaca, seandainya
bisa, kata-kata dalam kitab itu tentu akan memberikan bantuan kepadanya, Akhirnya
Siau Po menarik nafas panjang dan menyimpan kembali kitab itu.
Ketika menerima Siau Po sebagai murid, Tan Kin-lam melakukan satu kesalahan.
Dia tidak menanyakan apakah muridnya itu bisa membaca atau tidak. Mungkin bukan
hanya Kin Lam yang tidak terpikir sejauh itu.
Mengingat Siau Po sangat disayangi oleh Sri Baginda dan thayhou, orang lain pasti
tidak mempunyai keraguan terhadapnya, sebenarnya semua penjelasan itu tidak sulit di
mengerti, sayangnya Siau Po memang tidak bisa!
"Bagaimana kalau aku bertemu lagi dengan suhu kelak?" pikirnya sambil rebah di
tempat tidur Bagaimana kalau suhu ingin melihat sampai di mana kemajuanku" Tentu
suhu akan kecewa.... Kemudian dia bangkit kembali dan mengeluarkan kitab pemberian Tan Kin-lam
kemudian dia duduk bersila lagi. Belum berapa lama rasa kantuknya sudah menyerang
lagi. Siau Po berusaha mempertahankan diri sekuatnya biarpun matanya terasa berat
dan sulit diajak berkompromi.
"Aih! keluh Siau Po dalam hati, "Suhu orangnya baik dan kepandaiannya tinggi
sekali, sayang sekali pelajarannya tidak menarik sebagaimana halnya pelajaran Hay
kongkong!" Teringat akan pelajaran Hay kongkong, semangat Siau Po terbangkit kembali, cepat
dia mengambil kitab ilmu silat si thay-kam tua itu. Dia segera membukanya dan berlatih
menurut gambar yang tertera dalam kitab itu.
Baru bersila tidak berapa lama, Siau Po sudah merasa ada hawa hangat yang
mengalir dalam tubuhnya, diam-diam dia berkata dalam hati.
"Menurut keterangan suhu, habis berlatih hawa hangat memang akan keluar Karena
kalau aku mempelajari kitab yang diberikan suhu, hawa hangat itu tidak terasa"
Mengapa justru terasa begitu cepat kalau aku mempelajari ilmu si kura-kura tua?"
Siau Po juga merasa tubuhnya nyaman sekali.
Mempelajari kedua kitab tersebut, ilmu kepandaian Siau Po maju pesat, Tanpa
disadarinya, dia menggabungkan kedua macam ilmu tersebut, Kalau pelajaran yang
satu mengalami kesulitan, dia akan beralih kepada pelajaran yang lainnya, demikian
pula sebaliknya. Dalam waktu sembilan hari, Siau Po sudah selesai mempelajari gambar pertama dari
kitab Hay kongkong, sementara itu, dia juga tetap dibantu oleh kitab dari gurunya.
Setiap kali berlatih, seluruh tubuh Siau Po pasti basah oleh keringat dan terasa nyaman
sekali, Namun dia sendiri tidak menyadari kemajuan yang diperolehnya dari gabungan
kedua pelajaran itu. Semakin hari Siau Po semakin bersemangat, asal dia sudah selesai melayani Sri
Baginda, dia akan mengunci diri di kamar untuk berlatih. Setiap tanggal dua dan enam
belas ada pula thay-kam yang datang mengantarkan uang perak sebesar dua ribu tail
untuknya. So Ngo-tu mengeluarkan uang yang tidak sedikit dan membagi-bagikannya kepada
beberapa selir raja, thay-kam dan siwi yang berpengaruh atas nama Siau Po.
Hal ini membuat kedudukan thay-kam gadungan itu semakin kuat, dalam waktu
beberapa bulan saja Siau Po sudah disukai oleh berbagai kalangan dalam istana, Di
mana saja dia muncul, selalu disambut dengan ramah. Bahkan raja sendiri juga
semakin menyayanginya. Musim gugur telah berlalu, datanglah musim dingin. Suatu hari, di saat Siau Po
selesai melayani raja, tiba-tiba dia teringat akan gurunya.
"Suhu telah berpesan, apabila aku mempunyai urusan yang ingin dibicarakan dengan
suhu, aku boleh mencari si Ci, penjual koyo di Thianko, walaupun aku tidak mempunyai
urusan apa-apa, tapi sekarang aku mempunyai waktu senggang, ada baiknya aku ke
tempat itu. Siapa tahu suhu ada di sana! Aku harus bertemu secepatnya, agar
kepandaianku mengalami kemajuan!"
Dengan membawa pikiran demikian, Siau Po keluar dari istana, Setelah jalan
berputaran beberapa kali, dia mampir di sebuah kedai teh, Di sana ada tukang dongeng
yang sedang bercerita, Siau Po duduk menikmati secawan teh panas sambil memasang
telinga mendengarkan Kisah yang dituturkan adalah "Eng Liat-toan." sebetulnya Siau
Po sudah sering mendengar cerita yang satu ini, tapi karena tukang dongengnya pintar
mengisahkan cerita itu, perhatian Siau Po sampai terpusat penuh.
Dia terus mendengarkan dan tidak disadari bahwa hari sudah menjelang malam,
dengan demikian hari itu dia tidak jadi menemui si Ci penjual koyo tersebut.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di hari kedua kembali Siau Po keluar dari istana, tapi dia hanya berputar-putar saja,
kemudian mendengarkan cerita lagi, Hari itu, pikirannya juga dilanda kebimbangan Dia
merasa rindu kepada gurunya, namun dia juga khawatir dirinya akan ditegur, karena
pelajarannya yang tidak mengalami kemajuan, bisa-bisa dia dipecat dari jabatannya
sebagai hiocu dari Ceng-bok tong....
"Bukankah lebih enak jadi thay-kam saja?" pernah tersirat pikiran itu dalam
benaknya, Tapi dia merasa kehidupan seperti ini tiada artinya, meskipun dia bebas
melakukan apa saja. Namun, dia juga tidak ingin menjabat sebagai seorang hiocu untuk selamanya, Dia
memang ingin bertemu dengan gurunya, namun tidak ada kepentingan apa-apa yang
harus dibicarakan "Buat apa aku mencari si Ci penjual koyo itu" Kalau sampai mulutku
kelepasan bicara atau membocorkan rahasia Tian-te hwe dan menimbulkan bencana
bagi perkumpulan itu, celakalah aku!" pikirnya kemudian.
Satu bulan lebih kembali berlalu, dari tujuh puluh dua gambar yang tertera dalam
kitab Hay kongkong, dia sudah menguasai dua puluh satu di antaranya. Dia merasa
tubuhnya segar dan ringan, gerakan kakinya cepat dan ini membuat hati Siau Po
menjadi gembira. Pada suatu hari, Siau Po pergi lagi ke kedai teh. Dia ingin mendengar kisah yang
dituturkan si tukang dongeng, Kisah yang dituturkannya masih "Eng Liat-toan" Pelayan
kedai itu sudah menyediakan tempat duduk karena mereka semua tahu bahwa dia
adalah thay-kam kesayangan Sri Baginda, Siau Po selalu disajikan teh yang baik. Dia
juga merasa senang karena orang-orang di sana sangat menghormatinya, Sedikitsedikit
dia dipanggil Kongkong, Siau Po sedang mendengarkan dengan asyik, ketika ada seseorang yang berdiri di
sisinya sambil berkata: "Numpang duduk!"
Siau Po menolehkan kepalanya dan dia melihat seseorang sudah duduk di
sebelahnya. Bocah itu jadi kurang senang, sepasang alisnya menjungkit ke atas.
Orang itu tidak menghiraukan sikap kurang senang yang diperlihatkan Siau Po. Dia
malah berkata dengan suara perlahan:
"Aku yang rendah mempunyai koyo yang mujarab dan ingin kujual kepada kongkong.
Coba kongkong lihat dulu!"
Siau Po memperhatikan, dia melihat orang itu meletakkan koyo di atas meja. Yang
aneh, koyo itu warnanya separuh merah dan separuhnya lagi hijau, Siau Po langsung
bertanya: "Obat apakah itu?"
"Ini obat untuk menghilangkan racun dan menyembuhkan mata yang buta sehingga
melek kembali sahut orang itu, Dengan suara yang lirih dia menambahkan "Ada
namanya, Ki-ceng Hok-beng!"
"Ki-ceng hok-beng", adalah kata-kata sandi perkumpulan Tian-te hwe Arti
sebenarnya memang memusnahkan racun dan membuat mata buta melek kembali
Tetapi bagi perkumpulan Tian-te hwe sendiri artinya lain lagi, yaitu mengusir Ceng dan
membangun kembali Beng. Siau Po memperhatikan orang itu Iekat-lekat. Usianya sekitar tiga puluh tahun,
tampangnya gagah, dengan demikian orang itu berbeda dengan apa yang pernah
dilukiskan oleh gurunya. Menurut gurunya Ci lotau orangnya sudah tua, Tapi dia
bertanya juga. "Berapa harga obatmu ini?"
"Tiga tail uang perak dan tiga tail uang emas."
"Apakah kau mau menjualnya dengan harga lima tail uang perak dan lima tail uang
emas?" "Apakah tawaran itu tidak terlalu tinggi?"
"Tidak tinggi, tidak tinggi! Asal obatnya benar-benar manjur, dapat menghilangkan
segala macam racun dan dapat pula membuat mata yang buta melek kembali. Bahkan
jika benar-benar demikian manjur, aku bersedia menjadi kerbau atau kudamu! Sama
sekali tidak mahal!" sahut Siau Po.
Orang itu mendorong obatnya ke hadapan Siau Po sambil berkata lagi dengan suara
lirih: "Kongkong... aku ingin bicara denganmu." Tanpa menunggu sahutan dari Siau Po,
dia langsung ngeloyor pergi.
Siau Po segera meletakkan uang dua ratus bun di atas meja, Setelah itu dia bangun
dan berjalan pergi, Orang itu berdiri di depan kedai, Melihat Siau Po melangkah keluar,
dia segera menuju ke arah timur. Kemudian dia menikung ke sebuah gang kecil, Di
tengah jalan dia menghentikan langkah kakinya.
"Bumi bergetar, tanjakan tinggi, parit di pegunungan indah," kata nya.
Mendengar ucapannya, Siau Po langsung menyahut.
"Pintu menghadap laut besar. Tiga sungai mengalir menjadi satu laksaan tahun
lamanya." Tan-pa menanti jawaban orang itu, dia bertanya, "Tuan, ini paseban merah,
tuan dari ruang yang mana?"
"Aku dari Ruang Bunga Merah."
"Berapa hio yang disulut dalam ruangan itu?" tanya Siau Po kembali.
"Tiga batang!" sahut orang itu.
Bagian 13 Siau Po menganggukkan kepalanya, Diam-diam dia berpikir dalam hati,
kedudukanmu lebih rendah dua tingkat daripadaku.
Terdengar orang itu bertanya lagi:
"Kakak, apakah kakak ini Wi hiocu yang menyulut lima batang hio dari Ruang Kayu
Hijau?" "Benar!" sahut Siau Po. Diam-diam dia berpikir kembali "Usiamu lebih jauh tua, tapi
kau memanggilku kakak. Enak sekali didengarnya! Mengapa tidak sekalian saja
memanggil kakek atau paman ?"
"Aku yang rendah she Kho bernama Gan-tiau dari Hong-hua tong. Sudah lama aku
mendengar nama besar Wi hiocu, namun sampai sekarang baru sempat bertemu muka,
ini benar-benar keberuntungan bagiku!" kata orang itu.
Tentu saja Siau Po senang sekali, tapi dia memang pandai menutupinya.
"Kakak Kho hanya memuji saja! Kita toh orang-orang sendiri, jangan kau sungkan!"
"Wi hiocu, di dalam tong kakak ada seorang saudara Ci yang biasa menjual koyo di
Thianko, Hari ini dia telah diserang oleh seseorang sehingga terluka parah. Karena
itulah aku sengaja datang untuk melaporkan kepada kakak!" kata orang she Kho itu.
Siau Po terkejut setengah mati.
"Aku tahu saudara Ci itu," katanya, "Selama ini aku selalu sibuk sehingga belum
sempat aku menemuinya. Bagaimana lukanya dan siapa yang menyerangnya ?"
"Kita tidak bisa berbicara di sini." kata orang she Kho itu. "Silahkan hiocu ikut
denganku!" Siau Po menganggukkan kepalanya. Dia langsung mengikuti di belakang orang itu.
setelah melewati tujuh delapan gang, Gan Tiau sampai di sebuah lorong kecil, Mereka
masuk ke dalam sebuah toko obat yang atasnya terdapat tiga huruf besar namun tidak
dimengerti oleh Siau Po. Di dalam Kho Gan-tiau berbisik kepada seseorang yang tubuhnya gemuk. Terdengar
orang itu menyahut: "Ya, ya!" beberapa kali, Setelah itu dia mengangguk kepada para
tamunya dan berkata: "Tuan sekalian ingin membeli obat pilihan, silahkan masuk ke dalam!" Dia pun
mengantarkan tamu-tamunya ke dalam setelah merapatkan pintu.
Di dalam ruangan, orang itu membuka papan lantai yang kemudian terlihatlah
sebuah celah gelap. Setelah itu dia turun ke bawah lewat undakan batu yang terdapat di
dalamnya. Ruangan bawah tanah itu demikian gelap sehingga Siau Po merasa curiga, Diamdiam
dia berkata dalam hatinya.
"Benarkah mereka ini orang-orang Tian-te hwe" Celaka kalau tempat ini rumah
jagal..." Meskipun demikian, dia tetap mengikuti di belakang Kho Gan-tiau.
Untunglah setelah berjalan sepuluh langkah, mereka sudah sampai di depan sebuah
pintu, Si pengantar membuka pintu tersebut kemudian mengajak mereka masuk ke
dalamnya, Ruangan itu mempunyai penerangan sehingga semuanya dapat terlihat
jelas. Ukurannya kecil, jumlah orang di dalamnya ada lima, sedangkan orang keenam
sedang terbaring di atas sebuah balai-balai yang rendah. Dengan bertambahnya tiga
orang, ruangan itu menjadi sesak
"Saudara-saudara, inilah Wi hiocu dari Ceng-bok tong!" kata Kho Gan-tiau
memperkenalkan. Kelima orang itu segera bangkit dan memberi hormat serta menyambut kedatangan
Siau Po dengan gembira, Siau Po merangkapkan sepasang tangannya dan membalas
dengan menjura. Gan Tiau menunjuk kepada orang yang terbaring di atas balai-balai.
"ltu kakak Ci, karena sedang terluka dia tidak dapat memberi hormat kepada hiocu!"
"Tidak apa, tidak apa," sahut Siau Po yang segera menghampiri orang itu.
Wajah si Ci pucat sekali, seperti tidak ada darah yang mengalir dalam tubuhnya,
sepasang matanya dipejamkan rapat-rapat. Nafasnya perlahan sekali, ada noda darah
di permukaan kumisnya yang sudah memutih.
"Siapakah yang melukai kakak Ci ini?" tanya Siau Po. "Apakah begundal Tatcu?"
"Bukan," sahut Gan Tiau sambil menggelengkan kepalanya, "Yang melukainya
adalah orangnya Bhok ong-ya dari Inlam."
Hati Siau Po benar-benar tercekat mendengarnya. Dia benar-benar tidak habis
mengerti dibuatnya. "Orangnya Bhok ong-ya dari Inlam" Bukankah keluarga itu juga para pecinta negara
seperti halnya kita?" tanyanya kemudian.
Gan Tiau menggelengkan kepalanya.
"Menurut kakak Ci, ketika dengan susah payah dia berhasil kembali ke rumah obat
Hwe-cun tong ini, dengan terputus-putus dia sempat mengatakan bahwa orang yang
melukainya adalah dua anak muda she Pek dari Bhok ong-ya."
"She Pek?" tanya Siau Po menegaskan "Bukankah mereka adalah putra-putra salah
satu dari keempat Keciang keluarga Bhok?"
"Bisa jadi." sahut Gan Tiau. "Menurut kakak Ci, pertikaian mula-mula terjadi karena
kedua pihak berdebat soal Tong dan Kui. Saking sengitnya, mereka bercekcok,
akhirnya mereka jadi menggunakan kekerasan otomatis dengan seorang diri kakak Ci
tidak sanggup melawan dua pengeroyoknya itu."
"Dua orang mengeroyok seorang lawan bukanlah perbuatan yang gagah!" kata Siau
Po. "Tapi, apakah Tong dan Kui itu?"
Kho Gan-tiau segera menjelaskan: "Bhok ong-ya termasuk keluarga yang
mendukung Kui ong. sedangkan kami dari pihak Tian-te hwe dulunya merupakan
bawahan Tong ong. Kakak Ci bertempur justru karena ingin membela pangeran
junjungannya." Siau Po masih belum mengerti juga, "Apa yang dimaksud dengan orang-orangnya
Kui ong dan Tong ong?"
Kho Gan Tiau menjelaskan lebih lanjut "Kui ong bukanlah raja yang sah. Tong ong
kami barulah raja yang sesungguhnya!"
Di antara kelima orang yang sejak semula sudah ada dalam ruangan itu, terdapat
seorang tojin berusia kurang lebih lima puluh tahun. Dia merasa keterangan yang
diberikan Kho Gan-tiau kurang jelas, karena itu dia segera menukas:
"Wi hiocu, ketika dulu Lie Cong menyerbu ke kota raja Peking dan memaksakan
kematian kaisar Cong Ceng dari dinasti Beng, Go Sam-kui juga memimpin angkatan
perang kerajaan Ceng menyerbu ke Tionggoan, Dalam hal ini dia berhasil, sehingga
seluruh Tionggoan kena dirampas lalu diduduki tentara musuh.
Pada saat itulah, para menteri yang setia dan para orang-orang gagah mendukung
anak cucunya Sri Baginda Beng thay-cou menjadi raja, Pertama-tama Hok ong dari
Lam-khia yang menjadi raja. Ketika Hok ong berhasil dibunuh oleh bangsa Tatcu, di
propinsi Hokkian, orang-orang mendukung Tong ong.
Tong ong didukung oleh keluarga Kok-sing ya, dengan demikian dialah raja yang
resmi, sementara itu, di dua propinsi Kwisay dan Inlam, ada kelompok lainnya yang
mendukung Kui ong serta ada lagi kelompok ketiga di Ciatkang yang mendukung Lau
ong. Merekalah raja-raja yang palsu!"
Mendengar keterangan itu, Siau Po langsung memberikan komentar.
"Langit tidak mungkin dihuni dua matahari dan rakyat pun tidak bisa di bawah
pimpinan dua orang raja, Kalau sudah ada Tong ong, maka Kui ong dan Lau ong tidak
boleh dipilih lagi."
"Memang!" kata Gan Tiau, "Apa yang dikatakan hiocu tepat sekali!"
"Tapi pihak Kwisay dan Ciatkang mempunyai pikiran yang berbeda, mereka tamak
akan kedudukan tinggl, mereka berkeras bahwa pangeran-pangeran yang didukung
oleh pihak masing-masinglah raja yang sah!" Tojin itu menghentikan kata-katanya
sejenak, setelah mengatur pernafasan, dia baru melanjutkan kembali:
"Apa yang terjadi kemudian" Baik Tong ong, Kui ong maupun Lau ong mengalami
kegagalan. Tapi sampai sekarang semua orang masih tidak mau berhenti berusaha,
mereka sibuk mencari turunan dari ketiga raja tersebut untuk dipilih kembali. Bangsa
Han tetap ingin membangun kerajaan Beng, untuk itu tentu saja kerajaan Ceng harus
diusir dulu. Ketiga pihak tetap mendukung junjungan masing-masing, Pihak yang pro kepada Kui
ong dan Lau ong mengatakan Tian te hwe sebagai pendukung Tong ong. Hal ini
memang tidak salah, karena kitalah sah. Pihak yang mendukung Kui ong dan Lau ong
hanya ingin merebut kedudukan saja,"
"Oh! sekarang aku mengerti...," kata Siau Po menganggukkan kepalanya. "Jadi pihak
Bhok ong-hu merupakan kelompok yang mendukung Kui ong, bukan?"
"Benar!" sahut tojin itu. "Selama belasan tahun, tiga kelompok ini terus berebutan
satu dengan lainnya."
Siau Po teringat ketika-mengadakan perjalanan dengan Mau Sip-pat, di sebelah
utara Kangou mereka bertemu dengan kedua kakak beradik she Pek. Di sebabkan
sedikit ucapannya, Siau Po sampai kena dicambuki Mau Sip-pat habis-habisan. Sejak
itu kesannya kepada kedua saudara Pek sudah kurang baik.
"Kalau Tong ong adalah raja yang sah, kedua kelompok lainnya tidak patut
memperebutkannya lagi, Bukankah menurut kata orang Bhok ong-ya itu berhati mulia"
Aku khawatir, kalau suatu hari beliau menutup mata, mungkin orang-orangnya akan
main gila" "Apa yang dikatakan Wi hiocu memang benar." kata Gan Tiau dan yang lainnya
serentak. "Sebenarnya para orang-orang gagah dalam dunia kangouw selalu menghormati
Bhok ong-ya." kata tojin itu melanjutkan keterangannya. "Buktinya kalau ada yang
melihat bendera putih dengan sulaman biru, orang selalu mengalah. Mungkin hal itulah
yang membuat orang-orang Bhok ong-ya menjadi besar kepala, sehingga sikap mereka
menjadi garang, itulah sebabnya kesabaran kakak Ci jadi habis.
Sejak dulu sampai sekarang, kakak Ci memang sangat menghormati Tong ong, tentu
dia tidak senang pangeran pujaannya dicela orang lain. Perasaan kakak Ci sangat
halus, mendengar orang menyebut nama almarhum Sri Baginda saja, air matanya
langsung menetes." "Tadi kakak Ci sempat tersadar sebentar dan mengharap kita semua akan
membalaskan sakit hatinya." tukas Kho Gan-tiau. "Sekarang, orang yang berwenang di
wilayah ini hanya Wi hiocu seorang. Karena itu pula, menurut peraturan, kami harus
melaporkan hal ini kepadamu. Yang menjadi masalah, justru yang kita hadapi adalah
pihak Bhok onghu yang merupakan pecinta negara seperti haInya kita, Coba kalau
orang lain yang menjadi lawan kita, urusannya tentu tidak sepelik ini."
Siau Po hanya mendengarkan dengan berdiam diri.
"Kata kakak Ci, sebetulnya sudah sejak beberapa bulan yang lalu dia mengharapkan
kedatangan Wi hiocu, Dia melihat hiocu berbelanja atau mendengar cerita di kedai
teh...." "Oh rupanya dia telah melihat aku...."
"Ya," kata Gan Tiau, "Menurut kakak Ci, apabila Wi hiocu mempunyai keperluan,
tentu akan menemuinya sesuai dengan apa yang telah dikatakan Cong tocu. itulah
sebabnya, meskipun dia melihat Wi hiocu, tidak berani sembarangan menyapa."
Siau Po menganggukkan kepalanya, Dia memperhatikan si Ci lekat-lekat, kemudian
dia berpikir dalam hati. "Kiranya si rase tua ini sudah mengenaliku dan sering menguntitku kemana-mana
sehingga dia tahu apa saja yang kulakukan. Bagaimana kalau dia bertemu dengan suhu
lalu mengoceh yang bukan-bukan" Ah, lebih baik dia tidak dapat disembuhkan lagi dan
langsung mati, Dengan demikian bereslah semuanya!"
"Setelah kami berunding, akhirnya kami bersepakat untuk mengundang Wi hiocu
kemari." kata si imam kembali "Kami berharap Wi hiocu dapat menyelesaikan urusan
ini." Mendengar kata-kata tojin itu, kembali Siau Po berpikir.
"Aku toh masih bocah cilik, memangnya apa yang bisa kulakukan?" Biarpun begitu,
Siau Po merasa bangga karena orang-orang menghormatinya.
Kemudian terdengar salah satu dari kelima orang yang mula-mula ada dalam
ruangan berkata: "Pihak kami sering mengalah, karena kami menghormati Bhok ong-ya. Tapi kalau
bicara tentang membela negara, Kok-sing ya kami telah membangun jasa yang banyak
sekali." "Kalau kita mengalah lima bagian, mereka harus membalasnya sepuluh bagian," kata
seorang lainnya sengit. "Tapi justru karena kita mengalah, mereka jadi besar kepala.
Apakah kita harus berlaku sungkan terus menerus" Kalau urusan ini tidak dapat
diselesaikan, apa yang akan terjadi kelak"
Pasti kita akan digilas habis-habisan dan diinjak-injak sampai kita tidak sanggup
mengangkat wajah lagi di kalangan masyarakat. Lalu, pada saat itu, bagaimana kita
harus melewati hari-hari" Dengan mengurung diri?"
Ketiga orang lainnya juga ikut menyatakan perasaan kurang puasnya, "Karena itu,


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apa yang harus kita lakukan, terserah hiocu saja!" kata tojin tadi kembali.
Pandangan mata orang-orang dalam ruangan terpusat pada diri hiocu yang masih
muda itu. Siau Po sendiri kebingungan Kalau urusan lain, mungkin tidak sulit baginya untuk
mengambil keputusan. Tetapi urusan ini menyangkut perkumpulan Tian-te hwe,
masalah besar, Siau Po sendiri tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Apalagi dia
tidak mempunyai pengalaman sama sekali. Dia berbalik mengawasi orang-orang itu
dengan tajam. Tiba-tiba orang yang barusan berbicara dengan suara lantang mengembangkan
senyuman, Siau Po heran. Tadi dia sengit sekali, kenapa sekarang dia tersenyum, apa
yang sedang tersirat dalam benaknya " Dia juga melihat sinar mata orang itu yang
menyorotkan kelicikan. Siau Po bukanlah Siau Po kalau dia tidak bisa menebak apa yang sedang terpikir
oleh orang itu. "Ah! Rupanya mereka bermaksud menyeret aku ke dalam lumpur supaya kelak
apabila ada apa-apa, aku yang bertanggung jawab, seandainya ada teguran dari Cong
tocu, mereka tentu akan lepas tangan. Mereka toh sudah melaporkan hal ini kepadaku
dan meminta saran dariku" Tidak! Aku tidak akan membiarkan diriku terjerumus dalam
siasat mereka!" katanya dalam hati.
Bocah yang cerdik ini pura-pura menundukkan kepalanya untuk berpikir, sesaat
kemudian dia baru mengangkat wajahnya dan berkata:
"Saudara sekalian, walaupun aku menjadi hio-cu, tapi jabatan itu kudapatkan secara
kebetulan karena aku berhasil membunuh Go Pay. Sesungguhnya aku tidak
mempunyai kepandaian apa-apa dan tidak sanggup mengajukan pemikiran apapun
Pendekar Kembar 7 Pedang Tetesan Air Mata Ying Xiong Wu Lei A Hero Without Tears Karya Khu Lung Hina Kelana 5
^