Pencarian

Kaki Tiga Menjangan 7

Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung Bagian 7


Lebih baik totiang saja yang mencari akal, Totiang sekalian pasti jauh lebih pintar
dari aku." Tojin itu bernama Hian Ceng, Bibirnya tersenyum kemudian menoleh kepada
seorang laki-laki berusia setengah baya yang kumisnya sudah beruban.
"Hoan samko, kau lebih cerdas daripadaku, coba kau bilang, apa yang harus kita
lakukan?" tanyanya. Orang yang dipanggil Hoan samko itu bernama Hoan Kong. orangnya jujur lagi
polos. "Menurut pendapatku, tidak ada jalan lain kecuali langsung menemui orang she Pek
itu, Dia harus minta maaf pada kakak Ci, barulah urusan ini bisa diselesaikan. Kalau
tidak, tidak mempan menggunakan tata krama, kita terpaksa menggunakan kekerasan!"
Beberapa orang yang lain juga sudah mempunyai pikiran yang sama sejak tadi,
tetapi mereka tidak berani mengutarakannya, sekarang mendengar Hoan Kong
mengatakannya, mereka segera menyatakan setuju.
"Hoan ko benar, paling baik kalau tidak perlu menggunakan kekerasan. Tapi kalau
tidak bisa dikompromikan baik-baik, kita harus menunjukkan bahwa pihak Tian-te hwe
bukan orang-orang yang mudah dipermainkan. Kakak Ci sudah dihina seperti ini, kita
tidak boleh berdiam diri!" kata mereka serentak.
Siau Po menoleh kepada Gan Tiau dan Hian Ceng. "Nah, bagaimana pendapat
kalian berdua?" "Apalagi yang dapat kita lakukan?" sahut Gan Tiau.
Hian Ceng hanya tersenyum, dia tidak memberikan komentar apa-apa. Siau Po
memperhatikan tojin itu lekat-lekat. Diam-diam dia berpikir dalam hati.
"Dia tidak mengatakan apa-apa, kelak apabila terjadi sesuatu, tentu mudah baginya
untuk menyangkal Baik! Aku justru akan mendesaknya terus!"
"Toatiang, apakah kau menganggap pendapat kakak Hoan masih kurang
sempurna?" Sengaja dia mengajukan pertanyaan itu.
"Bukannya kurang sempurna, tapi biar bagaimana kita harus berhati-hati, untuk
menempur pihak Bhok onghu, pertama kita tidak boleh kalah. Kedua, kita tidak boleh
membunuh orang, kalau pihak sana sampai ada yang jatuh korban, urusannya bisa
gawat!" sahut Hian Ceng.
"Lalu, bagaimana kalau kakak Ci tidak bisa sembuh lagi?"
Hian Ceng menganggukkan kepalanya. "ltulah yang aku khawatirkan!"
"Kalau begitu, pikirkanlah cara yang lebih bermanfaat, kalian toh lebih
berpengalaman dari aku."
"Sebenarnya hiocu hebat sekali!" kata Hian Ceng.
"Totianglah yang terlalu merendahkan diri sendiri!" sahut Siau Po tidak mau kalah.
Keduanya pun tertawa lebar. Akhirnya mereka berunding, kebanyakan menyetujui
usul Hoan Kong tadi, Kemudian Siau Po diminta untuk memimpin mereka menuju Bhok
onghu. Mereka ingin menegur serta meminta keadilan dari pihak pangeran itu, mereka
menyembunyikan senjata masing-masing. Siau Po memesan kepada mereka agar
bersabar seandainya harus terjadi bentrokan, biarkan pihak sana yang memulainya
terlebih dahulu. "Namun kita membutuhkan beberapa orang lagi yang kepandaiannya tinggi," kata
Hian Ceng. Dia mengusulkan beberapa busu sebagai saksi agar jangan sampai dituduh
Tian-te hwe yang sengaja mencari keributan.
"Kita juga harus berjaga-jaga agar kelak tidak disalahkan oleh Cong tocu!"
"Lebih baik mengundang orang-orang yang kepandaiannya benar-benar tinggi." kata
Siau Po yang terpaksa menurut pada suara orang banyak, Dia yakin orang-orang Bhok
onghu pasti lihay sekali, buktinya Mau Sip-pat pun segan kepada mereka.
Hian Ceng tersenyum. "Kita mengundang orang yang mempunyai nama dan sudah lanjut usia saja, Yang
penting mereka menjadi saksi, bukan membantu kita berkelahi."
"Yang sudah tua dan mempunyai nama, otomatis kepandaiannya tinggi juga, jadi kita
mendapatkan semuanya!" kata Gan Tiau.
"Lalu, siapa yang akan kita undang?" tanya Hoan Kong.
Mereka berunding kembali, saksi itu harus mempunyai nama besar, tidak bersahabat
dengan pembesar negeri dan harus mempunyai kesan yang baik terhadap Tian-te hwe.
"Ja... ngan un... dang o... rang... lu... ar," tiba-tiba Ci lautau yang baru tersadar
berkata dengan suara dipaksakan.
"Apakah saudara Ci tidak setuju kalau kita mengundang orang luar?" tanya Hoan
Kong. "Ya... Wi hiocu... bekerja di istana... tidak boleh ada yang mengetahui... bahwa dia...
kenal dengan kita. Bi,., sa membahaya...kannya. Urusan...nya juga... ga... wat...."
Baru sekarang mereka ingat bahwa Siau Po adalah mata-mata perkumpulan Tian-te
hwe yang disengajakan berdiam di istana untuk mengintai gerak-gerik musuh. Rahasia
ini sekali-sekali tidak boleh bocor Cong tocu juga menugaskannya untuk urusan besar,
bukan urusan remeh seperti ini.
"Kalau begitu, sebaiknya hiocu tidak ikut dengan kami. Biar kami saja yang berbicara
dengan orang she Pek itu, bagaimana hasilnya akan kita laporkan kepada hiocu
kemudian." justru sekarang Siau Po berkeras untuk ikut.
"Aku harus ikut. Untuk mencegah agar rahasia ini jangan bocor. kita tidak usah
mengundang saksi...." Siau Po memang agak jeri terhadap orang-orang Bhok onghu,
tapi dia penasaran ingin menyaksikan jalannya peristiwa itu.
"Kalau begitu, sebaiknya kita atur begini saja. Hiocu adalah atasan kami, hiocu mau
ikut, kita tidak boleh melarang atau mencegahnya. Kami yang bawahan harus turut apa
yang dikatakan sang ketua, sekarang sebaiknya hiocu merubah dandanannya sedikit
agar tidak ada orang yang mengenali.,.," kata Hian Ceng.
Siau Po setuju dengan pikirannya. "Bagus-bagus sekali!"
Ci lautau juga setuju, bahkan dia berkata:
"Kalau diatur dengan cara demikian, kita boleh mengundang saksi, cuma kalian
harus waspada, Nah, hiocu hendak menyamar sebagai apa?"
Pandangan setiap orang tertuju pada Siau Po. Bocah itu pun berpikir: "Lebih baik
menyamar sebagai pengemis atau anak hartawan?" Dia memang kagum sekali melihat
dandanan anak-anak orang kaya di Yang-ciu dan ingin sekali menirunya, Apalagi
sekarang dia mempunyai banyak uang.
Dengan cepat dia mengambil keputusan Siau Po langsung mengeluarkan uang
sejumlah seribu lima ratus tail, masing-masing terdiri dari uang kertas senilai lima
ratusan, Kemudian dia menyodorkan uang itu sambil berkata:
"Nah, siapa saudara yang bersedia menolong aku membeli seperangkat pakaian
yang indah?" Semua orang merasa heran karena jumlah uang itu terlalu banyak.
"Jangan khawatir soal uang. Aku punya banyak," kata Siau Po. "Yang penting
pakaiannya, makin bagus makin baik. Beli juga beberapa permata agar tidak ada orang
yang menyangka aku ini thay-kam."
"Hiocu benar!" kata Hian Ceng. "Saudara Kho, tolong kau pergi membelikan
keperluan Wi hiocu!"
Gan Tiau menerima baik tugas ini.
Siau Po sendiri menambahkan lagi sepuluh tail, "Tidak apa kita mengeluarkan uang
sekali-sekali!" katanya, Tindakannya itu membuat orang-orang dalam ruangan itu jadi
heran, Siau Po mengeluarkan uang lagi sebanyak tiga ribu lima ratus tail kemudian
disodorkan kepada Hian Ceng.
"Kita baru berkenalan belum sempat aku membelikan tanda mata apa-apa. Harap
totiang sudi menerima sedikit uang ini. Uang ini aku dapat dari bangsa Tatcu, boleh
dibilang perak haram!"
Bocah ini ingin mengatakan "uang yang tidak halal," tapi dia jaga ucapan itu.
Karenanya dia mengatakan "perak haram."
Tian-te Hwe melarang anggotanya menerima uang tidak halal, itulah sebabnya Gan
Tiau dan yang lainnya termasuk orang miskin, Melihat jumlah uang yang begitu banyak,
mereka sampai terkesima. Memang Siau Po bermaksud mengatakan uang yang tidak
halal, tapi kata-kata yang tercetus dari mulutnya justru perak haram, Dengan demikian
berarti haram bagi bangsa Tatcu namun halal bagi mereka. Karena itu dengan senang
hati mereka menerimanya. "Kita harus berpencar untuk mengundang beberapa orang saksi," kata Hian Ceng.
"Karena itu, hari ini tidak sempat lagi kita pergi ke tempat Bhok ong-ya. Besok saja
kita tunggu kedatangan Wi hiocu, Jam berapa kira-kira hiocu bisa datang kemari?"
"Pagi aku banyak pekerjaan. selewatnya tengah hari baru sempat." sahut Siau Po.
Dengan demikian mereka pun bubar.
Malam itu, Siau Po senang sekali sehingga di lupa berlatih, Besok paginya dia
menuju ke kama tulis raja untuk menyelesaikan pekerjaannya. Siang harinya dia
membawa uang cukup banyak, lalu per ke toko emas dan membeli sebuah cincin
bermata hijau dan sebuah kopiah yang dihiasi sebutir batu kumala putih yang besar
dengan dikelilingi empat butir mutiara.
Siau Po menghabiskan delapan ribu tail perak untuk semua itu, Dari toko mas
tersebut, ia langsung menuju toko obat di mana Gan Tiau yang lainnya sedang
menunggu. Di sana dia diberitahukan bahwa mereka telah berhasil mengundang empat orang
saksi yang terdiri dari busu, guru silat ternama. Seorangnya dihadiahkan seratus tail,
Siau Po merasa jumlah itu terlalu kecil. Lima ratus tail perorangnya baru selesai
Setelah itu giliran Gan Tiau menunjukkan belanjaannya, Dia membeli seperangkat
pakaian yang lengkap dengan kaos kaki bahkan sepatunya, Juga baju luar yang
panjang serta rompi dari kulit rusa.
Bagian lehernya dihiasi bulu yang indah. Menurut Gan Tiau, baju itu merupakan
pesanan khusus yang dikerjakan sampai larut malam, Ongkosnya saja hampir lima tail
perak. "Tidak mahal, tidak mahal!" kata Siau Po yang mendapatkan pakaian yang indah itu,
Malah uangnya masih lebih banyak.
Setelah itu cepat-cepat dia berdandan. Kemudian mereka berangkat. Siau Po naik
joli, hal ini memang disengaja agar dalam perjalanan dia tidak terlihat oleh siapa pun.
Pertama-tama mereka menuju sebelah timur kota di mana terdapat sebuah ekspedisi
bernama Bu seng piaukiok untuk menjemput keempat orang saksi yang telah diundang.
Mereka terdiri dari Ma Pok-jin, guru silat Tan Twi, Yau Cun Tay-i, tabib yang mengobati
Ci lautau, Lui It-siau ahli ilmu kebal dari Tiatpou san, dan Ong Bu-seng, kepala Piau
su (piautau) dari Bu-seng piaukiok.
Empat ahli silat itu sudah mendengar bahwa hiocu dari Tian-te hwe itu seorang yang
usianya masih muda sekali, namun mereka tidak menyangka begitu mudanya sehingga
masih seorang bocah cilik. Mana tampangnya juga mirip seorang anak hartawan atau
putera orang berpangkat, Mereka semua mengagumi nama Tan kin-lam dan mereka
percaya muridnya pasti bukan orang sembarangan Karena itu tidak berani mereka
memandang sebelah mata. Hanya sejenak mereka duduk untuk saling berkenalan, kemudian mereka-langsung
berangkat menuju tempat orang she Pek di Yangciu, Selain Siau Po yang naik joli, Ma
Pok-jin, Yau Cun juga demikian sedangkan Lui It-siau dan Ong Bu-seng menunggang
kuda. sisanya berjalan kaki.
Setibanya di depan rumah orang she Pek yang dindingnya berwarna merah, Kho
Gan-tiau bermaksud mengetuk pintu, namun saat itu juga dari dalam rumah
berkumandang suara tangisan.
Semua menjadi heran sekarang mereka baru melihat di kanan kiri pintu tergantung
lampion pintu dari kain putih, tanda berkabung, Melihat hal itu, Kho Gan-tiau tidak
berani mengetuk pintu tersebut keras-keras.
Beberapa saat kemudian pintu gerbang gedung itu baru dibuka oleh seorang koanke
(pengurus rumah tangga) yang sudah berusia lanjut, Kho Gan-tiau segera menyodorkan
lima lembar kartu nama sembari berkata:
"Beberapa tuan serta saudara dari Bu-seng piaukiok, Tan-twi bun dan Tian-te hwe
datang mengunjungi Pek thayhiap dan Pek jihiap!"
Mendengar disebutnya nama Tian-te hwe, sepasang alis orang tua itu langsung
menjungkit ke atas. Matanya mendelik lebar-tebar kepada para tamunya. Setelah itu dia
berlalu tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Ma Pok-jin sudah tua, namun sikapnya berangasan. "Budak tidak tahu diri!" katanya
sengit. "Ma loya benar!" sahut Siau Po.
Tidak lama kemudian muncullah seorang pria berusia kurang lebih tiga puluh tahun.
Tubuhnya tinggi besar dan mengenakan pakaian berkabung, matanya masih merah dan
membengkak, bekas air mata masih terlihat jelas. Dia merangkapkan kedua tangannya
untuk menjura. "Wi Hiocu, Ma loyacu, Ong Cong piautau serta tuan-tuan semua, terimalah hormatku!
Aku Pek Han-hong menyatakan maaf karena tidak dapat menyambut dari jauh!"
Ma Pok-jin yang tidak sabaran langsung bertanya:
"Pek Jihiap sedang berkabung, Bolehkah kami tahu siapa dalam keluarga jihiap yang
mengalami kemalangan?"
"Itulah kakakku Pek Han-siong!" sahut Pek Han-hong.
"Aih, sayang sekali! Pek tayhiap adalah panglima yang sangat diandalkan oleh Bhok
onghu, Namanya dalam dunia kangouw sudah terkenal sekali, Namun beliau toh masih
muda dan perkasa, penyakit apakah yang dideritanya sehingga tidak tertolong lagi?"
tanya Ma Pok-jin kembali.
Mendengar pertanyaan itu, tidak terduga-duga Pek Han-hong menatap lawannya
dengan sorot mata gusar. "Ma loya, aku menghargai kau sebagai seorang tokoh tua dalam dunia persilatan.
Aku juga menyambut kedatanganmu dengan hormat, Tapi sekarang kau sengaja
menghina kami, padahal kau sudah tahu, tapi kau masih pura-pura menanyakannya?"
teriaknya sinis. Siau Po bingung mengapa orang itu tiba-tiba menjadi marah, Saking terkejutnya dia
sampai menyurut mundur satu Iangkah.
Ma Pok-jin mengusap-usap janggutnya.
"Heran! Benar-benar heran!" katanya setelah tertegun "Justru karena lohu tidak tahu,
maka lohu bertanya, Kenapa lohu malah dikatakan sudah tahu masih pura-pura
bertanya" Apa maksudmu" walaupun jihiap sedang berduka karena kehilangan
saudara, tidak sepatutnya menimpakan kesedihan dengan marah kepada orang lain!"
"Ma loyacu dan tuan-tuan yang lainnya, silahkan duduk dulu!" kata Pek Han-hong
berusaha meredam emosinya.
"Duduk ya duduk!" kata Ma Pok-jin yang masih mendongkol "Memangnya kami
takut?" Dia menoleh kepada Siau Po dan berkata, "Wi hiocu, silahkan duduk di atas!"
"Tidak!" sahut Siau Po. "Silahkan Ma loyacu saja."
Pek Han-hong sudah melihat kartu nama yang dibawakan oleh pengurus rumah
tangganya. Memang ada sehelai diantaranya yang bertuliskan nama Wi hiocu dengan
nama lengkapnya Siau Po. Tapi dia tidak menyangka orangnya masih seorang bocah cilik yang kekanakkanakan,
tiba-tiba dia menyambar tangan Siau Po dan membentak dengan suara
garang. "Kaukah Wi hiocu dari Tian-te hwe?"
Siau Po terkejut setengah mati. Tanpa dapat mempertahankan diri lagi dia
mengeluarkan seruan tertahan Dia tidak menyangka akan diserang secara mendadak
sehingga dia tidak sempat menghindarkan diri.
Tangannya langsung terasa nyeri dan panas karena cekalan Pek Han-hong yang
keras, Bahkan dia hampir jatuh semaput dan air matanya langsung mengucur keluar.
"Kami semua merupakan tamu-tamu Anda, Pek jihiap, Harap jangan terlalu
menghina!" bentak Hian Ceng tojin sambil meluncurkan sebuah serangan ke iga
lawannya. Pek Han-hong heran mendapat kenyataan bahwa seorang hiocu dari Ceng-bok tong
ternyata demikian lemah, Cepat-cepat dia melepaskan cekalan tangannya dan
menyurut mundur sehingga terhindar dari serangan Hian Ceng tojin.
"Maaf!" katanya.
Siau Po berdiri terpaku, Sebagian tubuhnya terasa kelu, Alisnya mengerut dan
wajahnya menyeringai menahan sakit, diam-diam dia menyusut air matanya.
Bukan hanya Pek Han-hong saja yang terkejut melihat Siau Po demikian tidak
berdaya, bahkan Ma Pok-jin, Ong Bu-seng dan lainnya juga merasa heran. Bukankah
bocah ini muridnya ketua Tian-te hwe, Tan Kin-lam" Mengapa ia tidak sanggup
menghindarkan diri dari serangan Pek Han-hong malah menjerit kesakitan dan
meneteskan air mata! Wajah Hian Ceng dan anggota Tian-tc hwe lainnya jadi jengah serta merah padam
saking malunya. "Maaf!" kata Pek Han-hong kembali "Sungguh malang nasib kakakku yang mati di
tangan anggota Tian-te hwe. itulah sebabnya aku tidak bisa mengendalikan diri
sehingga...." "Apa?" tanya Ma Pok-jin dan yang lainnya setelah mendengar kata-kata itu.
"Apa" Pek tayhiap mati di tangan anggota Tian-te hwe" Tidak mungkin!" teriak yang
lainnya. Pek Han-hong kesal sekali sampai membanting-banting kakinya di atas tanah.
"Kalian bilang tidak mungkin?" tanyanya gusar. "Lalu kalian kira kakakku hanya purapura
mati" silahkan kalian lihat sendiri, Mari!" Kemudian dia pun mengulurkan
tangannya kembali untuk mencekal Siau Po.
Kali ini Hian Ceng dan Hoan Kong sudah berjaga-jaga. Begitu si tuan rumah
menggerakkan tangannya, merekapun mengirimkan serangan ke arah dada dan
punggung Pek Han Hong. Han Hong melihat datangnya serangan, batal dia mencekal tangan Wi Siau-po. justru


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia segera menangkis untuk melindungi diri. Hian Ceng menarik kembali tangan kirinya
lalu menyerang dengan tangan kanannya, sementara itu, tangan Hoan Kong beradu
dengan tangan Pek Han-hong.
Laki-laki she Pek ini menggeser tubuhnya sedikit untuk menghindarkan diri dari
serangan Hian Ceng, tanpa menunda waktu lagi dia mengirimkan sebuah totokan ke
arah kerongkongan Hoan Kong.
Hian Ceng menghindarkan diri, sedangkan Hoan Kong juga menyurut mundur tiga
tindak sehingga punggungnya membentur dinding. Sungguh hebat kepandaian Pek
Han-hong, dalam waktu yang bersamaan dia sanggup mendesak Hoan Kong
mengundurkan diri sekaligus membuat Hian Ceng kerepotan melindungi diri.
"Apakah kau benar-benar ingin berkelahi?" bentak Hoan Kong yang gusar karena
tangannya masih terasa nyeri akibat beradu dengan tangan lawan, dia maju lagi dengan
niat melakukan penyerangan.
"Kakakku sudah mati. Aku pun enggan hidup lebih lama lagi!" teriak Pek Han-hong
tak kalah kalapnya, "Kawanan anjing Tian-te hwe, majulah kalian semuanya!"
"Tahan!" seru Yau Cun si tabib yang mempunyai kesabaran luar biasa, "Mungkin
dibalik semua ini telah terjadi kesalahpahaman Bukankah Pek jihiap menuduh bahwa
kakaknya telah dibunuh oleh anggota Tian-te hwe" Bagaimana duduk persoalan yang
sebenarnya" Dapatkah Pek jihiap menjelaskan lebih lanjut?" tanyanya.
"Mari kalian ikut denganku!" ajak Pek Han-hong sambil mendahului yang lainnya
masuk ke ruangan dalam dengan langkah lebar.
Yau Cun beserta yang lainnya segera mengikuti. Mereka tidak merasa takut
meskipun sadar telah masuk ke dalam sarang harimau, sesampainya di dalam ruangan,
mereka menghentikan langkal kakinya karena melihat sebuah peti mati di kamar
belakang di mana di dalamnya terlihat sesosok tubuh yang membujur dan bagian
kepala serta kakinya tampak jelas.
Pek Han-hong menyingkap tirai kemudian berteriak dengan keras:
"Toako, kau mati penasaran sekarang aku hendak membunuh beberapa ekor anjing
Tian-te hwe untuk membalaskan sakit hatimu!" Meskipun suaranya keras, namun agak
serak karena sudah terlalu banyak menangis.
Yau Cun beserta Ma Pok-jin, Lui It-siau dan Ong Bu-seng maju menghampiri peti
mati itu. Mereka dapat melihat dengan tegas bahwa mayat yang terbujur di dalamnya
memang Pek Han-sing. Yau Cun mendekati mayat itu dan memegang lengannya.
Han Hong tertawa dingin. "Kalau kau sanggup menghidupkan kakakku kembali, aku
akan menyembah sebanyak selaksa kali di hadapanmu!"
Yau Cun menarik nafas panjang. "Pek Jihiap," katanya sabar. "Seseorang yang
sudah meninggal, tidak mungkin bisa dihidupkan kembali, Aku harap kau bisa
mengendalikan kesedihanmu.... sekarang ada sesuatu yang ingin kutanyakan
kepadamu, benarkah orang Tian-te hwe yang membunuh kakakmu" Apakah dugaanmu
itu tidak keliru?" "Aku... keliru?" Pek Han-hong mengulangi pertanyaan itu dengan mata mendelik,
Yau Cun merasa terharu, dia tahu Pek Han-hong benar-benar sedih atas kematian
kakaknya, bahkan Hoan Kong pun menahan emosinya, sehingga dia dapat berpikir
dengan kepala dingin. "Dia baru saja kehilangan kakaknya, tidak heran dia sampai tidak dapat
mempertahankan kemarahan hatinya."
Pek Han-hong berdiri tegak di depan peti mati kakaknya sambil bertolak pinggang.
Dia berteriak dengan suara lantang:
"Orang yang membunuh kakakku adalah Ci lautao si penjual koyo dari Tian-te hwe.
Aku pernah dengar bahwa nama asli orang itu ialah Ci Tian-coan. julukannya Pat-pek
Wan-kau (Si kera bertangan delapan) dan merupakan anggota Cam-tay tong di Tian-te
hwe Benar bukan" Apakah kalian masih ingin menyangkal?"
Hoan Kong dan yang lainnya saling menatap dengan perasaan bingung, kedatangan
mereka justru untuk mencari keadilan bagi Ci tian-coan, rekan mereka sendiri, Siapa
nyana, justru mereka mendengar kabar kematian Han Siong yang menurut adiknya
binasa di tangan Ci itu. Saking gundahnya, Hoan Kong menarik nafas panjang dan berkata:
"Pek loji, Ci Tian-coan yang kau sebutkan itu memang benar orang Tian-te hwe, tapi
dia... dia...." "Ada apa dengan dia?" tanya Han Hong,
"Dia telah terluka parah oleh toakomu," sahut Hoan Kong yang masih merasa sedih,
"Keadaannya sangat mengenaskan bahkan nafasnya tinggal satu-satu, Bahkan
sekarang kami sendiri tidak tahu apakah dia masih hidup atau sudah mati, justru
kedatangan kami ingin menanyakan mengapa kau sampai menyerang kakak kami
sedemikian rupa, siapa sangka... aih!"
Tapi Pek Han-hong sedang dilanda kesedihan yang tidak terkatakan, mana mungkin
dia bisa mengendalikan kemarahannya"
"Jangan kata kakak kalian itu belum mati, biar sudah mampus sekalipun, selembar
jiwa anjingnya tidak cukup untuk mengganti jiwa toako kami!"
Hoan Kong menjadi gusar sekali melihat orang tidak dapat diajak berkompromi
secara baik-baik. "Bicaramu sungguh kotor!" tegurnya keras. "Apakah kau pantas disebut sebagai
orang rimba persilatan" sekarang katakan, apa sebenarnya yang kau inginkan?"
"Aku... tak tahu...," teriak Pek Han-hong. "Aku hendak membasmi kamu orang-orang
Tian-te hwe yang mirip anjing pun tidak! Aku ingin membunuh kalian semua, semua!"
Selesai berkata, tuan rumah itu langsung menyambar sebatang golok yang
menggeletak di sisi mayat kakaknya.
Seiring dengan berkelebatan sinar golok, tubuh Pek Han-hong pun menerjang ke
arah para tamunya. Hoan Kong dan lainnya yang menyaksikan keadaan itu, segera
menghunus senjata masing-masing untuk berjaga-jaga.
"Jangan bergerak!" Tiba-tiba terdengar teriakan yang memekakkan telinga.
Lui It-siau segera mencelat maju ke depan peti mati. sepasang kapaknya diangkat
tinggi-tinggi. "Pek Jihiap, bila kau berniat membinasakan orang, bunuhlah aku terlebih dahulu!"
katanya lantang. Sesuai dengan namanya, yakni Lui yang berarti guntur dan Siau yang berarti siulan,
suaranya memang seperti geledek yang mengejutkan.
Pek Han-hong demikian kalapnya sehingga lupa diri, teriakan itu menyadarkannya
kembali. "Untuk apa aku membunuhmu" Kau toh bukan pembunuh kakakku!"
"Begitu pula dengan sahabat-sahabat dari Tian-te hwe ini. Mereka juga bukan orang
yang membunuh kakakmu, Lagipula anggota Tian-te hwe paling tidak berjumlah lima
puluh laksa jiwa, apakah kau sanggup membunuh semuanya?" sahut Lui It-siau.
"Aku tidak perduli!" teriak Han Hong. "Ketemu satu akan kubunuh satu, ketemu dua
aku bunuh dua!" Tepat pada saat itu, di luar rumah terdengar suara derap kaki kuda yang sedang
mendatangi. Sesaat kemudian suaranya berhenti di depan rumah tersebut.
"Mungkin tentara kerajaan!" kata Yau Cun, "Simpan senjata kalian!"
Hoan Kong semua menurut, mereka mendekati Lui It-siau. Han Hong pun terpaksa
menyimpa kembali senjatanya, namun dia masih berkata dengan garang.
"Sekalipun yang datang raja langit, aku tidak takut!"
Sekejap kemudian terdengar suara ketukan pintu, lalu disusul teriakan seseorang,
"Pek jite (adik kedua) aku yang datang!" Seiring suaranya, tampak seseorang
meloncati tembok pekarangan kemudian menerjang ke dalam rumah.
Orang yang datang usianya kurang lebih empat puluh tahun, pakaiannya berwarna
ungu, tampangnya gagah namun wajahnya pucat sekali.
"0h... benar rupanya Pek Toate.... Pek toate.," serunya dengan suara bergetar.
Han Hong melempar golok di tangannya lalu menghambur ke depan.
"Oh, Sou siko, toako... dia... dia...." Tanpa dapat menahan kepedihan hatinya lagi, dia
menangis meraung-raung. Kho Gan-tiau langsung bisa menduga siapa adanya orang itu.
"Kemungkinan besar dia inilah sin Jiu kisu Soukong yang termasuk salah satu
keciang keluarga Bhok...."
Pada saat itu pintu telah dibuka dan muncullah belasan orang yang serombongan
dengan orang she Sou itu. Di antara mereka terdapat beberapa perempuan, mereka
langsung mendekati peti mati Pek Han-Siong dan beberapa perempuan itupun
menangis tersedu-sedu. Rupanya di antara mereka adalah istri-istrinya Pek Han-siong dan Pek Han hong.
Menyaksikan situasi itu, Hoan Kong jadi tida enak hati, Mereka menjadi malu sendiri
Lagipula dalam keadaan seperti ini, tentu mereka tidak bisa bicara secara baik-baik.
Karena itu, mereka saling lirik dengan yang lainnya, kemudian masing-masing
melangkahkan kaki dengan maksud meninggalkan tempat itu.
"Eh, kalian mau kabur?" bentak Pek Han-hong yang melihat gerak-gerik para
tamunya. "Tidak bisa!" Dia langsung menerjang ke arah Hoan Kong yang
membelakanginya. "Siapa yang mau kabur?" bentak Hong Kong marah. Dia menoleh serta menangkis,
Ketika melangkah, dia memang sudah meningkatkan kewaspadaan. Karena itu, dia
tahu dirinya diserang, Yan Cun dan yang lainnya juga melihat keadaan itu, mereka terpaksa menghentikan
langkah kakinya. Tampak orang she Sou itu maju ke depan.
"Siapakah tuan-tuan ini?" tanyanya, "Maaf, aku belum mengenal mereka!"
"Merekalah anjing-anjing dari Tian-te hwe!" teriak Han Hong gusar "Toako justru
dibunuh oleh mereka."
Mendengar kata-kata itu, orang-orang yang sedang menangis dengan sedih segera
mencelat ke depan dan menghunus senjata masing-masing. Mereka mengambil posisi
mengurung, semuanya menatap dengan pandangan bengis dan penuh kebencian.
Ong Bu-seng tertawa lebar.
"Ma toako, saudara Lui, Yau tayhu, kapan kita masuk menjadi anggota Tian-te hwe"
Orang-orang semacam kita, meskipun kita memohon, rasanya juga belum tentu
diterima!" Orang she Sou itu menjura kepada empat orang itu.
"Oh, rupanya tuan-tuan ini bukan orang dari Tian-te hwe" Dan yang dipanggil Yau
tayhu ini kalau tidak salah bernama Yau Cun, bukan" Aku yang rendah Sou Kong, kami
baru mendapat kabar bahwa adik Pek yang besar sudah menutup mata. itulah
sebabnya kami segera datang dari Wanpeng. Saking berduka, kami jadi lupa
berkenalan dengan tuan-tuan sekalian Harap maafkan!" katanya sambil menjura sekali
lagi. Ong Bu-seng membalas hormat sambil tersenyum. "Selamat berjumpa! sungguh
bukan nama kosong julukan Sin Jiu kisu. pandanganmu jauh dan jiwamu gagah
perkasa!" Selesai berkata, piautau ini segera memperkenalkan rekan-rekannya, Pertama-tama
dia menunjuk kepada Wi Siau-po.
"lnilah Wi hiocu bagian Ceng-bok tong dari Tian-te hwe!"
Sou Kong tahu bahwa Tian-te hwe mempunyai sepuluh bagian atau tong dan setiap
tong dipimpin oleh seorang hiocu yang gagah, Karena itulah dia menatap Siau Po
dengan heran, karena hiocu yang satu ini masih terlalu muda. Dia juga bingung melihat
dandanan bocah itu yang demikian mentereng.
"Maaf! Sudah lama kami mendengar nama besarmu!" katanya sambil menjura.
Selesai Ong Bu-seng memperkenalkan diri, Sou Kong juga memperkenalkan
rombongannya, Di antaranya terdapat dua orang adik seperguruannya, sedangkan
mereka bertiga juga termasuk saudara seperguruan dengan kakak adik she Pek. Ada
lagi muridnya Sou Kong serta nyonya Han Siong dan nyonya Han Hong.
"Pek jihiap!" kata Yau Cun dengan nada lembut "Sebenarnya persoalan apa yang
membuat kalian berkelahi dengan anggota Tian-te hwe" Aku harap kau sudi
menjelaskan. Nama Bhok onghu dari Inlam sangat terkenal di dunia persilatan
sedangkan peraturan Tian-te hwe juga keras sekali, Tidak biasanya mereka bertindak
kasar atau berlaku kurang sopan terhadap sesama pecinta negara.
Menurut pendapatku yang rendah, urusan ini tidak boleh kita selesaikan dengan
kekerasan. Kami berempat yakni Ma loyacu, Lui toako, Ong piautau dan aku sendiri,
pada hakekatnya tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan Tian-te hwe. Dan kami
juga tidak bersahabat akrab dengan pihak kalian.
Tetapi justru kami bersedia menjadi orang tengah bagi kalian. Karena itu, sudi
kiranya kalian memandang muka kami dengan memberi penjelasan selengkapnya,
Kami benar-benar bermaksud baik. Bahkan kalau bisa kami ingin mendamaikan."
Ong Bu-seng juga langsung memberikan pendapatnya sebelum pihak tuan rumah
sempat mengatakan apa-apa.
"Bicara sejujurnya, Pek jihiap sekalian, sahabat-sahabatnya dari Tian-te hwe ini
sesungguhnya tidak tahu bahwa Pek tayhiap telah tiada, Kalau tidak, mana mungkin
mereka berani datang mengganggu kalian yang sedang tertimpa kemalangan..."
"Lalu, apa sebenarnya maksud kedatangan Wi hiocu dan tuan-tuan semuanya ke
tempat kami ini?" tanya Sou Kong.
Ong Bu-seng tersenyum lagi.
"Kami tidak berani berdusta, Kedatangan kami ini disebabkan pihak Tian-te hwe yang
mengatakan bahwa saudara mereka yakni Ci Tian-coan telah terluka parah di tangan
kedua saudara Pek. Kami para orang tua ini diminta untuk mewakilkan mereka
menanyakan duduk persoalan yang sebenarnya..."
"Kalau begitu, kalian datang kemari untuk menegur dan menghukum kami semua?"
"Kami tidak berani." sahut Ong Bu-seng cepat. "Kami adalah orang-orang kangouw
yang hidup mengandalkan rasa persahabatan Kami tidak berani sembarangan
mengambil tindakan. Dalam urusan ini, siapa benar dan siapa salah, biarlah keadilan
yang menentukan dan keadilan adalah suara terbanyak. Kita tidak berbicara tanpa
mengandalkan hati nurani kita!"
Sou Kong menganggukkan kepalanya.
"Ong Cong piautau benar, Nah, silahkan kalian duduk dulu!" katanya sambil memberi
isyarat kepada rekan-rekannya untuk menyimpan kembali senjata masing-masing.
Kecuali Pek Han-hong, semuanya menuruti nasehat Sou Kong, Kemudian kedua
belah pihak mengambil tempat duduk masing-masing. Sou Kong juga duduk, tetapi
beberapa rekannya tidak, karena kekurangan kursi.
"Pek jite," kata Sou Kong pada tuan rumah, "Coba kau jelaskan duduk persoalan
yang sebenarnya agar orang-orang dalam ruangan ini dapat mengerti."
Pek Han-hong menarik nafas panjang.
"Kemarin dulu, kurang lebih menjelang siang hari...." Baru berkata sampai di sini,
kemarahannya meluap lagi. Tangannya bergerak, goloknya dilemparkan ke atas lantai
sehingga ada dua potong ubin yang somplak.
Setelah itu dia mengatur pernapasannya sebentar kemudian baru melanjutkan
kembali, "Siang itu aku duduk bersama kakak di sebuah kedai arak dekat Thianko,
Tibatiba datanglah seorang pembesar negeri bersama empat orang pengikutnya. Keempat
pengikutnya itu sungguh tidak enak dilihat.
Cara bicaranya kasar dan tidak bersopan-santun sedikitpun Mereka memesan arak
dan makanan dengan lagak seperti tuan besar, Mereka juga berbicara dengan aksen
Inlam." "Oh, mereka berbicara dengan aksen Inlam?" tanya Sou Kong.
"lya," sahut Han Hong. "ltulah sebabnya aku dan kakak segera memasang telinga."
Hoan Kong tahu bahwa keluarga Bhok berkuasa di Inlam, Kedua keluarga Sou dan
Pek juga berasal dari Inlam, Tentu saja mereka menaruh perhatian pada orang-orang
propinsi itu. "Sembari minum arak, si pembesar berkali-kali mencela barang hidangan yang
menurutnya tidak lezat. Dan keempat pengikutnya segera meniru, Toako merasa
tertarik, otomatis dia ikut bicara, Mengetahui bahwa kita pun berasal dari Inlam,
pembesar itu mengundang kami bersantap ber-sama-sama. Karena itu kami pindah
duduk, Toako ingin mendengar segala sesuatu yang berkaitan dengan Inlam, karena
kita sudah lama sekali pindah kemari.
Kemudian diketahui bahwa pembesar itu bernama Yo It-hong dan atas keputusan Go
Sam-kui, dia telah diangkat menjadi camat wilayah Kiokceng!"
"Tadi kau mengatakan bahwa mereka berbicara dengan aksen Inlam?" tanya Sou
Kong. "lya, tapi dia berasal dari Tayli, Menurut peraturan, orang Inlam tidak boleh
memangku jabatan di wilayahnya sendiri, namun Yo It-hong mengatakan bahwa dia
tidak memperdulikan segala macam peraturan itu karena ia diangkat langsung oleh
Peng See-ong!" "Oh, nenek moyangnya!" seru Hoan Kong sengit "Baru diangkat oleh si pengkhianat
Go Sam-kui saja, sudah begitu sombong!"
Han Hong melirik ke arah tamunya itu dan mengangguk perlahan.
"Saudara... Hoan, kau benar," katanya kemudian. "Ketika itu aku pun mempunyai
pikiran yang sama denganmu, namun Toako ingin mendengar kabar tentang Inlam,
itulah sebabnya dia pura-pura senang menemani pembesar itu berbicara. Bahkan toako
sengaja mengangkat-angkatnya, pembesar itu senang sekali, Semakin kata-katanya
mengenai Go Sam-kui. sekarang ini, semua pembesar yang pangkatnya tinggi maupun
rendah, adalah hasil pengangkatan Go Sam-kui. Bahkan banyak pembesar di ketiga
propinsi sucoan, Kwisay dan Kuiciu juga hasil pemilihan wilayah baratnya Go Sam-kui.
Katanya, biasanya bila raja mengangkat seorang pembesar, Go Sam-kui langsung
menempatkan orangnya terlebih dahulu, sehingga pembesar yang dipilih raja itu
ketinggalan Menurut Go Sam-kui jasanya sangat besar. Karena dialah, bangsa Boanciu
dapat merampas seluruh Tionggoan, itulah sebabnya dia sangat dipercaya dan
apapun usulnya tidak pernah ditolak oleh raja?"
"Apa yang dikatakan pembesar itu memang benar," Ong Bu-seng turut memberikan
komentar "Ketika aku pergi ke beberapa propinsi barat daya untuk mengantar barang, di
Inlam dan Kuicu aku dengar sendiri, orang-orang di sana hanya tahu Go Sam-kui,


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka tidak pernah tahu titah dari raja!"
"Menurut pembesar itu," kata Pek Han-hong melanjutkan kisahnya, "Menurut
peraturan yang ada, siapa yang menjadi camat, dia harus pergi dulu ke kotaraja untuk
menghadap raja dan nanti Sri Bagindalah yang akan mengangkatnya secara sah.
Tetapi kalau camat yang diangkat oleh Go Sam-kui, kedatangannya hanya untuk
formalitas saja, semakin banyak orang itu minum, ucapannya juga semakin jumawa,
Toako sengaja mengatakan bahwa dengan pembesar Yo yang menjadi camat, berarti
orang Inlam mengepalai orang Inlam sendiri, Tentu penduduk Inlam sangat berbahagia
karenanya, Mendengar kata-kata toako, pembesar Yo itu tertawa terbahak-bahak. Dia
berkata: "Hal itu sudah tentu!" justru tepat pada saat dia mengucapkan kata-kata itu,
di meja lain ada seseorang yang berteriak.
"Oh, bangsat tua. Dia benar-benar musuh kita semua!" Terus orang itu melompat
bangun, Tampak wajahnya merah padam karena menahan kemarahan."
"Apakah kata-kata itu diucapkan oleh Pat-pil Wan-kan Ci Tian-coan, setan tua itu?"
tanya Sou Kong. "Memang dia!" sahut Han Hong. "Bangsat tua itu duduk di dekat jendela sembari
minum arak, dia terus menambahkan, katanya kalau orang setempat memangku
jabatan di asalnya sendiri, rakyat semakin diperas habis-habisan, Sebetulnya, kita toh
sedang berbicara, siapa suruh dia banyak mulut?"
Hian Ceng tertawa datar. "Pek jihiap, kata-katanya Ci samko kami tidak salah, bukan?"
Han Hong terdiam sejenak, sulit baginya untuk menjawab pertanyaan itu, Sesaat
kemudian dia baru berkata kembali.
"Kata-katanya memang tidak salah, aku juga tidak mengatakan dia salah,.. tapi,
untuk apa dia ikut campur dalam pembicaraan orang lain" Coba kalau dia diam saja,
tentu tidak akan timbul urusan sepelik ini di antara kita."
Melihat hati Han Hong masih panas, Hian Cen pun tidak mengatakan apa-apa lagi.
Pek Han-hong melanjutkan keterangannya.
"Yo It-hong marah sekali mendengar kata-kata orang itu, Dia menggebrak meja
keras-keras dan menoleh ke arah orang yang berbicara, Dia melihat orang itu sudah tua
dan punggungnya bungkuk, di sampingnya ada sebuah kotak obat yang sudah kumal
dan kotor. Mengetahui bahwa orang itu hanya seorang penjual obat, pembesar itu langsung
menyentaknya dengan suara bengis: "Tua bangka tidak tahu mampus, apa yang kau
katakan. Keempat pengikutnya pun menghampiri dan mendamprat bahkan salah
satunya langsung merenggut leher pakaian orang itu.
Ketika itu mataku benar-benar lamur, aku tidak tahu orang itu mengerti ilmu silat
karenanya aku maju untuk memisahkan mereka, Maksudku hanya untuk meredakan
suasana yang mulai panas,"
"Pek jihiap, tindakanmu benar sekali, Kau patut disebut pemuda yang gagah perkasa
dan berhati mulia," kata Hian Ceng memuji. Dia memang sengaja berkata demikian,
agar hatinya tuan rumah itu tidak panas terus.
Dengan demikian mereka bisa mencari penyelesaiannya, Bukakah pihaknya yang
meraih kemenangan" Pek Han-siong sudah mati, sedangkan ci Samko hanya terluka
parah, sebaiknya mereka bisa berdamai saja.
Tapi ternyata Han Hong tidak kena diangkat-angkat, dia malah tambah marah.
Matanya menatap ke arah Hian Ceng dengan mendelik.
"Orang gagah apanya" Aku justru menyesal mataku tidak mengenal orang, Aku tidak
melihat bahwa bangsat tua itu sangat licik malah aku menyangkanya manusia baikbaik.
Ketika itu Yo It-hong sudah berkaok-kaok bahwa orang itu berani memberontak
serta mencaci-maki dengan kalang kabut. Dia mengatakan bahwa orang kota raja
kebanyakan licik dan harus dihukum!"
"Pembesar anjing itu sungguh keterlaluan!" maki Hoan Kong yang mendongkol
"Sudah di Inlam berani memeras rakyat, di kota raja pun dia hendak mengunjuk
kuasanya!" "Buat menghina, pembesar itu tidak dapat berbuat sesukanya. Dia mengatakan
bahwa dia ingin meringkus orang itu untuk diserahkan kepada pembesar setempat
supaya dihukum rangket empat puluh rotan, Dia akan mengalungi leher orang itu
kemudian digiring di jalan raya agar dapat disaksikan oleh orang banyak,
Mendengar ucapan si pembesar itu, si bangsat tua itu tertawa terbahak-bahak, Dia
malah berkata: Tuan camat yang mulia, dari tadi mulutmu berkaok-kaok terus, apakah
kau tidak merasa letih" Biar aku yang hina memberimu selembar koyo agar mulutmu itu
tertutup rapat!" Habis berkata dia membuka kotak obatnya dan mengeluarkan sehelai
koyo yang langsung di sobek lapisannya!"
Semua orang yang ada dalam ruangan itu jadi tertarik hatinya dan ikut
mendengarkan dengan perhatian penuh.
"MuIanya aku heran melihat orang she Ci itu tidak takut terhadap pembesar negeri,"
kata Pek Han-hong melanjutkan penuturannya, "Aku bersama toako hanya
memperhatikan saja. Biasanya, kalau koyo akan ditempelkan harus digarang di atas api
dulu agar obatnya meleleh. Tetapi tidak demikian halnya dengan bangsat tua itu. Dia
menjepit koyo itu dengan kedua telapak tangannya dan obat itu langsung lumer.
Tenaga dalamnya hebat sekali, sementara itu, Yo It-hong masih juga memerintahkan
orangnya untuk meringkus si bangsat tua!"
Bagian 14 Selama Pek Han-hong bercerita, Siau Po berpikir "Bagus, tentu pertunjukannya
bagus sekali, Aku akan mendengarkan dengan seksama!"
"Menduga bahwa bangsat tua itu pasti sangat lihay, aku membiarkan saja tindakan
pembesar dan keempat pengikutnya itu, Salah seorang sok jago, dia mengatakan
bahwa dia akan maju sendiri menghadapi lawan, dia benar-benar maju ke depan
bangsat tua itu!" "Kau mau beli obat?" tanya bangsat tua itu, "Nah, ini obatnya!" Dia pun meletakkan
obat itu di tangan si pengikut."
"Pengikut itu menjadi gusar."
"Hai, anjing tua! Apa sebenarnya yang kau inginkan" bentaknya, sambil maju terus
ke depan." "Orang tua itu mendorong perwira atau mungkin tukang pukul tersebut, tangannya
yang satu tetap meluncur ke depan dan koyo yang masih panas itu langsung
ditempelkan di mulut pembesar itu. Karena nyeri, pembesar itu sampai berkaok-kaok,
namun karena mulutnya tersumpal, tidak ada suara yang keluar dari kerongkongannya
kecuali Akkk.... Uuukkkkk!"
Mendengar cerita yang seru itu, Siau Po sampai tidak dapat menahan rasa gelinya
sehingga tertawa terpingkal-pingkal dan tepuk tangan keras-keras.
Pek Han-hong menolehkan kepalanya dan mendelik kepada si bocah, Siau Po jadi
ngeri melihat sinar matanya yang bengis sehingga tawanya tidak dapat dilanjutkan lagi.
"Bagaimana kelanjutannya?" tanya Sou Kong.
"Pembesar itu jadi kelabakan dan berusaha melepaskan koyo panas yang
menyumpal bibirnya. Si bangsat tua itu tidak berdiam diri, Tangannya bergerak dengan
cepat menyambar ke empat pengikut itu satu per satu kemudian melempar mereka
sambil berteriak: "Cepat kau bantu pembesarmu itu!" Entah bagaimana cara bangsat
tua itu melakukannya, tahu-tahu tangan ke empat pengikut itu meluncur ke depan dan
menampar muka pembesar itu secara bergantian pembesar itu semakin kesakitan,
suaranya seperti ayam disembelih dan dalam sekejap mata kedua pipinya sudah
bengap tidak karuan dan merah padam!"
Kembali Siau Po tertawa geli, Dia lupa sikap garang Pek Han-hong dan matanya
sengaja dialihkan ke tempat lain sehingga tidak perlu melihatnya.
Sou Kong menganggukkan kepalanya.
"Orang tua itu dijuluki Pat-pi Wan-hau, tidak heran kalau gerakan tangannya lihay
sekali, Konon ilmu Kim na-tay hoat nya hebat sekali, Ternyata sekarang telah terbukti."
Pek Han-hong melanjutkan cerita nya.
"Kakakku tertawa menyaksikan peristiwa itu. Pada saat itu, penonton mulai ramai,
sebab rumah makan itu memang cukup laris, Si bangsat tua terus bergaya. Dia sengaja
berteriak-teriak seakan-akan membela pembesar itu, "Jangan! jangan kalian pukuli
atasanmu itu!" katanya. Tubuhnya mencelat ke sana ke mari, Tampaknya dia sedang
menghindarkan diri dari sasaran keempat pengikut tersebut, tetapi sebetulnya dia
malah menambah tamparan pada Yo It-hong. Dia baru berhenti setelah pembesar itu
roboh pingsan di atas tanah. Sibuklah keempat pengikut itu menolong junjungannya.
Namun sebetulnya mereka masih bingung, apa yang telah terjadi, Malah mereka
menduga sedang diganggu setan usil.
Tanpa banyak bicara lagi, mereka menggotong si pembesar dan meninggalkan
rumah makan itu dengan terbirit-birit. Pemilik rumah makan hanya bisa
menggelenggelengkan kepalanya sambil mengelus dada, Tentu saja dia tidak berani meminta ganti
rugi kepada pengikut pembesar itu!"
"Bagus! Bagus!" seru Hong Kong tertawa terbahak-bahak. "Segala pembesar anjing
memang harus diberi pelajaran Terutama kaki tangannya Go Sam-kui. perbuatan Ci
samko sama artinya dengan melampiaskan kejengkelan di hati rakyat Eh, Pek jihiap....
Mengapa waktu itu kau tidak membantu Ci samko menghajar anjing pembesar itu
dengan beberapa bogem mentahmu?"
Pek Han-hong semakin mendongkol mendengar pertanyaan yang bersifat sindiran
itu. "Bangsat tua itu kan hanya ingin memamerkan kepandaiannya, buat apa aku ikut
campur" Lagi pula dia yang sedang menghajar orang bukan dirinya yang sedang
dihajar, untuk apa aku membantu nya?" sahutnya kesal.
"Pek jihiap benar!" kata Hian Ceng ikut memberi komentar.
"Huh!" Pek Han-hong mendengus dingin. "Setelah rombongan pembesar itu berlalu,
toako memanggil pemilik rumah makan dan mengatakan bahwa dia akan menggantikan
semua kerugiannya, Bangsat tua itu tertawa dan mengucapkan terima kasih atas
ucapan toako itu. Kemudian toako mengundang bangsat tua itu untuk minum bersama. Tahu apa yang
dikatakannya" Dia berbicara dengan suara perlahan. Terima kasih! Terima kasih!
Memang sudah lama aku dengar nama besar kalian berdua. Sungguh beruntung hari ini
kita dapat berjumpa! Mendengar kata-katanya, toako terkejut Rupanya dia sudah tahu dengan jelas siapa
kami adanya, sebaliknya kami justru tidak tahu siapa orang itu.
Lalu toako pun berkata: "Kami benar-benar merasa malu, Bolehkah kami mengetahui
siapa nama loyacu yang mulia?" Bangsat tua itu tertawa dan menjawab "Aku yang
rendah bernama Ci Tian-coan. Harap maafkan. Karena tidak dapat menahan emosi,
aku telah menunjukkan lagak yang berlebihan di hadapan saudara berdua, ilmu yang
buruk dan hanya membuat bahan tertawaan saja."
Saat itu kami masih belum tahu siapa adanya Ci Tian-coan itu. Namun karena dia
memberi pelajaran pada pembesar musuh, kami yakin bahwa kami merupakan orangorang
dari golongan yang sama, Mungkin kalau bangsat tua itu tidak turun tangan, lama
kelamaan kami akan menghajarnya juga. setelah itu kami duduk bersama-sama dan
berbincang-bincang sembari menikmati arak.
Tampaknya ada kecocokan di antara kami, Karena merasa kurang leluasa berbicara
di rumah makan itu, toako langsung mengundang orang she Ci itu ke rumah kami,"
"Ah!" seru Hong Kong tertahan, "Jadi Ci samko telah datang ke tempat ini dan
akhirnya berkelahi dengan kalian?"
"Siapa bilang kami berkelahi di sini?" kata Pek Han-hong dengan mata mendelik.
"Mana mungkin kami membiarkan orang mengacau di rumah kami sendiri" itu namanya
penghinaan!" Hian Ceng tojin menganggukkan kepalanya dan berkata: "Pek-si Siang-eng adalah
orang-orang gagah didunia kangouw, Tidak mungkin mereka berkelahi dengan orang di
rumahnya sendiri!" Pek Han-hong tersenyum kecil mendengar pendeta itu memujinya, Dia sempat
mengucapkan terima kasih, Kemudian dia melanjutkan ceritanya.
"Dengan segala kehormatan dan keramah tamahan kami mengundang bangsat tua
itu singgah di rumah kami. Setelah itu kami menanyakan bagaimana dia bisa mengenali
kami berdua, Bangsat tua itu tidak menutupi dirinya.
Dia mengatakan dengan terus terang bahwa dia adalah anggota Tian-te hwe. Dan
sejak kami datang ke kotaraja dia sudah tahu siapa adanya kami berdua, Menurutnya,
dia memang bermaksud berkenalan dengan kami dan kalau bisa menjadi sahabat kami.
Bangsat tua itu benar-benar pandai bicara sehingga kami percaya sepenuhnya, Dia
juga mengatakan bahwa dia memang sengaja menghajar pembesar anjing itu agar
perhatian kami tertarik dan dia menggunakan kesempatan itu untuk berkenalan dengan
kami. Kami hampir menganggapnya sebagai orang baik-baik, Karena itu pula kami
membicarakan usaha kita menentang pemerintah Boan. Kami juga merundingkan
kemungkinan membangkitkan kembali kerajaan Beng, Kami bertiga, Bukan! Hanya
berdua serta seekor anjing, semakin lama semakin merasa cocok satu dengan lainnya!"
Siau Po mendongkol juga mendengar ucapan Pek Han-hong. Terang-terangan dia
sudah mengatakan "kami bertiga," eh... tiba-tiba malah mangganti ucapannya dengan
"hanya dua orang dan seekor anjing!" Kata-katanya itu benar-benar merupakan
penghinaan bagi Ci lautao, Bocah itu tidak dapat menahan dirinya lagi dan berkata.
"Dua orang manusia dan seekor anjing, mereka langsung merasa cocok satu dengan
lainnya!" Mendengar ucapannya si thay-kam cilik, Hoan Kong tersenyum, Yang lainnya juga
merasa geli sehingga rasanya ingin tertawa tapi akhirnya ditahan juga karena tidak
enak dengan tuan rumah yang sedang berduka.
Pek jihiap benar-benar marah mendengar kata-kata Siau Po. Matanya menyorotkan
sinar kebencian. "Setan cilik, kau sengaja mengoceh sembarangan."
Mendengar teguran yang kasar itu, Hoan Kong merasa tidak puas. Biar bagaimana
pun Siau Po adalah ketuanya.
"Pek jihiap, ini adalah hiocu kami, Biar usianya masih muda, dia tetap merupakan
ketua dari Ceng-bok tong. Dan semua anggota perkumpulan kami, tanpa ada yang
terkecuali, harus menghormatinya!"
"Kalau memang hiocu, kenapa?" tanya Pek Han-hong seakan menantang.
Sou Kong cepat-cepat menengahi.
"Saudaraku ini sedang berduka, Karena itu belum bisa mengendalikan emosinya
ketika berbicara, Harap Wi hiocu memakluminya."
Orang she Sou ini sudah banyak pengalaman dan dia tahu sampai di mana tingginya
kedudukan seorang hiocu dalam perkumpulan Tian-te hwe.
Pek Han-hong sendiri juga langsung tersadar. Dia sengaja memalingkan wajahnya
ke arah lain agar tidak perlu bertemu pandang dengan Siau Po. Terdengar dia
melanjutkan kata-katanya kembali.
"Setelah itu, kami bertiga...."
"Bukan bertiga!" tukas Siau Po. "Hanya dua orang dan seekor anjing!"
Han Hong benar-benar marah, meskipun kata-kata itu dia sendiri yang
mengucapkannya, Wajahnya sampai marah padam dan telunjuknya menuding Siau Po.
"Kau! Kau!" Pek Han-hong tidak meneruskan kata-katanya karena tiba-tiba dia dapat
menguasai dirinya kembali Dia segera menarik nafas panjang-panjang kemudian baru
melanjutkan ceritanya, "Kita lantas membicarakan urusan menentang kerajaan Ceng dan membangun
kembali kerajaan Beng. Kita juga membayangkan setelah kerajaan Ceng dibasmi, kami
akan mengangkat kembali keturunan Sri Baginda Hong Bu untuk menduduki tahta
kerajaan Kata toako, setelah Sri Baginda wafat, hanya ada satu turunannya yang
cerdas dan pandai dan sekarang sedang menyembunyikan diri di daerah pegunungan.
Bangsat tua itu malah menyahut bahwa raja yang sah ada di Taiwan dan dalam
keadaan baik-baik saja."
Ketika Pek Han-hong bercerita sampai di sini, baik Sou Kong, Yaou Cun, Ong Buseng
dan yang lainnya baru mengerti apa yang menjadi pokok perselisihan antara
kedua saudara Pek dan Ci Tian-coan. Rupanya kedua belah pihak sama-sama
berkeras bahwa junjungannyalah raja yang sah.
Tatkala Kaisar Cong Ceng, raja terakhir dinasti Beng, mati menggantung diri di bukit
Bwesan, bangsa Boanciu merampas seluruh Tionggoan, Sisa keluarga kerajaan Beng,
yakni pangeran Hok ong, pangeran Lou ong dan pangeran Tong ong mengangkat diri
menjadi raja di tempat masing-masing.
Ketiga pangeran itu bukan bekerja sama atau mengalah untuk saudara yang lainnya,
tetapi justru bersaing sehingga menjadi musuh. walaupun ada pangeran yang telah
wafat, namun para menterinya yang setia tetap menjunjung pangeran tersebut dan
tetap berselisih paham dengan pihak pangeran lainnya.
Pek Han-hong meneruskan penuturannya.
"Mendengar ucapan si bangsat tua itu, aku langsung bertanya: "Kapan raja kami
pergi ke Tai-wan?" Bangsat tua itu menyahut: "Yang kumaksudkan adalah putra muda
Sri Baginda Liong bu, bukan anak cucunya Kui ong!"
Kemudian toako berkata, "Ci loyacu, kau adalah seorang patriot yang gagah perkasa,
kami dua bersaudara sangat mengagumi mu, Tapi mengenai urusan negara yang
besar, rupanya paham kita berbeda, Setelah Baginda Ceng ceng wafat, Hok ong
bangkit mengangkat dirinya sendiri. Tapi kemudian Hok ong tertawan tentara Boan,
itulah sebabnya Tong ong menggantikan kedudukannya, sayangnya umur Tong ong
juga tidak panjang, beliau juga berkorban demi negara.
Setelah itu, muncullah Sri Baginda Eng lok kami, dan ketika baginda ini juga
mengorbankan diri, sudah sepantasnya kalau kedudukan beliau digantikan oleh anak
cucunya sendiri!" "Liong bu" adalah tahun kerajaan ketika Tong ong naik tahta, sedangkan "Eng lok"
adalah tahun kerajaan ketika Kui ong naik tahta, Sampai sekarang para pengikutnya
semua menyebut junjungannya dengan tahun pemerintahan masing-masing Bahkan
lama kelamaan menjadi sebutan bagi umur.


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba-tiba terdengar Hong Kong menukas, "Pek jihiap, harap kau tidak berkecil hati.
Setelah wafatnya raja Liong bu, dia digantikan oleh saudaranya, raja Ciau bu yang
berkuasa di Kui Ciu Tidak disangka-sangka, Kui ong mengirim pasukannya untuk
menyerang Ciau bu. Bukankah mereka semua masih keturunan kaisar Cong ceng"
Mereka bukan menghajar bangsa Tatcu yang telah merampas seluruh Tionggoan,
tetapi malah bergontokan antara saudara sendiri.Bukankah itu suatu kekeliruan yang
sangat besar?" Han Hong tidak senang dengan pertanyaan itu.
Karena itu dia menjawab dengan suara keras. "Nada bicaranya si bangsat tua itu
tidak berbeda dengan cara kau bertanya sekarang, Bukankah kaisar Liong bu kami
berniat baik" Dia mengutus menterinya ke Kuiciu untuk meminta secara baik-baik agar
Tong ong bersedia meletakkan tahta kerajaannya itu, Siapa nyana menteri itu malah
dibunuh. Untuk membangun sebuah kerajaan yang kuat, terlebih dahulu harus ada
kekompakan di pihak sendiri, bukan" Perbuatan Tong ong tidak dapat dibenarkan sama
sekali itu namanya pemberontakan menentang atasan dan dialah biang bencana!"
Hoan Kong tertawa dingin.
"Dalam peperangan di Samsui, aku yang rendah juga mengambil bagian, Ketika itu,
pihak siapakah yang kalah?" tanyanya dengan bibir dicibirkan.
Pek Han-hong marah sekali sampai-sampai dia berjingkrakan.
"Kau masih juga mengungkit kembali hutang lama itu?"
Siau Po tidak memperdulikan kegusaran orang itu.
"Hoan toako," tanyanya pada Hong Kong. "Bagaimana sih jalannya peperangan di
Samsui itu?" Hoan Kong tertawa. "Kui ong telah mendengar hasutan dari menterinya yang berkhianat, Kui ong
kemudian mengirimkan seorang panglimanya yang bernama Lim Kui-teng membawa
pasukan perangnya menyerang Kuiciu...."
"Hoan toako," tukas Sou Kong, "Keteranganmu itu tidak sesuai dengan
kenyataannya, Tong ong yang mula-mula mengirim pasukannya menyerang Tiaukeng,
karena itu terpaksa Sri Baginda kami menyambut serangan itu!"
Perselisihan paham ini menghalangi kelanjutan cerita Pek Han-hong, persoalan lama
menimbulkan perasaan emosi di hati kedua belah pihak. Mereka sama-sama egois
terhadap paham yang mereka pegang.
Yau Cun segera mengibaskan tangannya melihat suasana menjadi panas, mungkin
setiap saat golok dan senjata tajam pun bisa ikut mengambil bagian dalam perdebatan
itu. "Sudah! Sudah!" kata si tabib menengahi "Apa gunanya menyebut-nyebut urusan
yang telah lalu" Tidak perduli siapa yang menang dan siapa yang kalah, hal itu tidak
membawa kegemilangan bagi kita, sebab pada akhirnya kedua pihak sama-sama
dijatuhkan oleh bangsa Tatcu!"
Mendengar kata-kata itu, baik Pek Han-hong maupun Hoan Kong sama-sama
bungkam, mereka merasa malu pada diri sendiri.
"Pek jite, bagaimana kelanjutan ceritamu tadi?" kata Sou Kong.
"Ucapan bangsat tua itu persis seperti kata-kata tuan Hong barusan...." Pek Hanhong
masih juga menyebut Ci laotoa sebagai bangsat tua.
"Pembicaraan kita semakin lama semakin keras, siapa pun tidak ada yang sudi
mengalah Saking marahnya, toako menggebrak meja keras-keras sehingga meja itu
menjadi hancur berantakan peristiwa itu tidak membuat bangsat tua itu jeri, dia malah
tertawa dingin sembari berkata:
"Setelah alasanmu kalah kuat, aku malah ingin menggunakan kekerasan" Nama
besarnya Pek-si Siang Eng dari Bhok onghu memang sangat terkenal, meskipun aku
hanya seorang anggota tidak berarti dalam Tian-te hwe, tapi bukan berarti aku harus
merasa takut terhadap kalian!"
Pek Han-hong menghentikan kata-katanya sejenak untuk mengedarkan
pandangannya ke sekeliling, setelah itu baru dia melanjutkan kembali "Kata-katanya itu
sungguh tidak enak didengar Benar-benar merupakan penghinaan bagi keluarga Bhok,
Tapi toako masih berusaha bersikap sabar, dia hanya berkata:
"Aku memecahkan meja yang memang milikku sendiri, apa urusannya dengan kau"
Mengapa kau menghina Bhok onghu" Siapa yang kau andalkan sehingga kau begitu
berani" Sampai di situ pertengkaran kami, lalu toako dan bangsat tua itu mengadakan
perjanjian untuk menyelesaikan persoalan lewat pertempuran malam itu juga di Tiantan."
Mendengar hal itu, Sou Kong menarik nafas panjang sebagai tanda penyesalan dan
kegundahan hati nya. "Rupanya masalah ini timbul karena urusan yang sepele saja..."
Tengah malam itu juga kita pergi ke Tian tan," kata Han Hong, "Kalian tentu tahu
tempat pemujaan yang ada di kota Peking itu. sesampainya di sana, tanpa bicara
sepatah katapun, kedua pihak langsung terlibat pertempuran"
"Tentunya dua lawan satu!" tukas Siau Po. "Eh, entah Pek tayhiap yang maju terlebih
dahulu atau Pek jihiap?"
Wajah Pek Han-hong merah padam disindir sedemikian rupa. Saking marahnya dia
langsung berteriak. "Kami dua bersaudara memang selalu turun tangan bersama-sama. Berhadapan
dengan satu musuh, kami berdua. Berhadapan dengan seratus musuh, sama juga!"
Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Oh, rupanya begitu!" kata Siau Po yang mulutnya tajam, "Jadi, kalau berhadapan
dengan aku, seorang bocah cilik, kalian turun tangan berdua juga?"
Bukan main gusarnya Pek Han-hong yang ditanya sedemikian rupa, ia merasa
terhina, karenanya sebelah tangannya langsung melayang ke kepala Siau Po.
Sou Kong segera mencegah tindakan saudaranya itu.
"Jangan, Pek jite!"
Han Hong memberontak. "Bocah ini sudah menghina kami secara kelewatan !"
Siau Po diam saja, Meskipun hatinya masih ingin menggoda terus, namun dia dapat
melihat orang she Pek itu benar-benar marah,
"Jite, lebih baik kita kesampingkan urusan yang tidak berarti ceritakan lebih lanjut
bagaimana orang she Ci itu bisa mencelakai Pek toate!" kata Sou Kong mengingatkan.
Pek Han-kong mendelik terlebih dahulu kepada Siau Po sebelum meneruskan
ceritanya. "Pada suatu hari nanti aku akan membeset kulitmu dan mencabik-cabik daging di
seluruh tubuhmu!" ancamnya.
Siau Po tidak menggubris orang yang sedang marah itu, sementara itu, Hoan Kong
tersenyum ketika mendengar ucapan Sou Kong.
"Sou samhiap, barusan kau mengatakan bahwa Pek tayhiap telah dicelakai oleh Ci
samko kami. Kata "mencelakai" itu sungguh tidak tepat Bukankah kau sudah
mendengar sendiri bahwa mereka mengadakan pertemuan di Tian-tan untuk bertempur
Dan Ci toako seorang diri melawan kedua saudara Pek. Dia pun tidak menggunakan
akal licik apa-apa. Dengan demikian pertempuran berlangsung dengan adil, Mana boleh
kau mengatakan mencelakai?" katanya.
"kenyataannya toako kami memang mati dicelakai orang she Ci itu!" teriak Pek Hanhong
yang emosinya terbangkit kembali "Sebelum pergi ke Tiantan, kedua pihak sudah
mengadakan perjanjian Toako sempat berkata kepadaku, "Meskipun tua bangka itu
sungguh menyebalkan, tetapi bagaimana pun dia berasal dari golongan yang sama
dengan kita dan bertujuan merobohkan kerajaan Ceng,
Memandang perkumpulan Tian-te hwe, pertempuran harus dibatasi dengan saling
towel saja, jangan sampai mencelakai lawannya, jadi kita tidak boleh membunuhnya."
Siapa tahu bangsat tua itu benar-benar kejam dan sadis. Dia justru menurunkan
tangan jahat terhadap toako sehingga selembar jiwanya melayang!"
"Bagaimana caranya bangsat tua itu mencelakai Pek toate?" tanya Sou Kong.
Tampaknya orang yang satu ini lebih dapat mengendalikan diri dan bijaksana. Dia
ingin mendapatkan keterangan sejelasnya dari rekannya itu.
"Kedua pihak langsung terlibat pertempuran Sampai empat puluh jurus masih belum
ada kepastian siapa yang menang dan siapa yang kalah Setelah berkelahi lagi
beberapa saat, tiba-tiba bangsat tua itu melompat mundur dari arena kemudian
memberi hormat sambil berkata: "Aku yang rendah merasa kagum." Hari ini tidak ada
yang menang maupun kalah, rasanya tidak perlu pertempuran ini dilanjutkan! ilmu silat
Bhok onghu benar-benar hebat Tidak heran namanya bisa terkenal sampai ke seluruh
penjuru dunia!" "Kalau begitu, bukankah anjurannya baik sekali karena perdamaian bisa tercapai
dengan dihentikannya pertempuran itu?" tanya Sou Kong.
"Tapi, kakak Sou tidak melihat sikapnya ketika berbicara!" kata Han Hong dengan
nada mendongkol "Apa kakak mengira maksudnya baik" Dia tersenyum dingin Hal itu
membuktikan bahwa dia tidak memandang sebelah mata kepada kita, Pasti dia
menganggap Pek-si Suang Eng dari Bhok onghu tidak sanggup mengalahkan dia yang
kedudukannya rendah dalam Tian-te hwe, meskipun kami menghadapinya dengan dua
lawan satu! itu juga berarti bahwa percuma nama kami terkenal kalau hanya kepulan
asap belaka, itulah sebabnya aku merasa tidak senang dan berkata kepadanya: "Kalau
belum ada yang menang atau kalah, kita harus bertempur terus sampai ada
penyelesaiannya!" Bangsat tua itu menyambut tantangan Kami pun terlibat pertempuran kembali, Kali ini
aku menggunakan tipu jurus Liong-teng Hou-you (Naga melesat harimau melompat),
Setelah mencelat ke atas, dari ketinggian aku menyerang ke bawah, Bangsat tua itu
kena ditipu. Dia menghindar ke samping, padahal kami dua bersaudara sudah melatih ilmu itu
sampai sempurna. Toako menggunakan jurus Heng Siau Ciang-kun (Menyapu seribu
tentara dengan posisi melintang) kaki kiri menendang ke kanan sedangkan tangan
kanan menyerang ke kiri, Dengan demikian, bangsat tua itu tidak bisa menyingkir
lagi..." kata Pek Han Hong menjelaskan jalannya pertempuran.
Hian Ceng menganggukkan kepalanya, "Jurus itu memang membuat orang
kelabakan karena baik menghindar ke kiri maupun ke sana posisinya tetap serba salah,
Lihay sekali!" "Tapi si bangsat tua itu mengerutkan tubuhnya." Terdengar Han Hong menjelaskan
kembali "Tiba-tiba dia menerjang dada toako. Toako segera melindungi bagian dada dengan
kedua tangannya, sembari tertawa dia berkata: "Nah! Kau kalah!" tapi baru saja ucapan
toako selesai, dalam waktu yang bersamaan terdengar suara yang keras. Suara
benturan!" Rupanya hantaman si bangsat tua itu berhasil mengenai toako, Dua pukulan
sekaligus, sasarannya perut dan dada. sebenarnya toako mengingat hubungan sesama
kaum persilatan sehingga tidak mau mencelakai lawannya, Kedua tangannya
hanyadiusapkan ke arah lawan tanpa mengandung tenaga yang dahsyat Siapa sangka
hati bangsat tua itu benar-benar beracun! Dia justru menurunkan tangan jahat! Melihat
keadaan itu, aku langsung menyerangnya dengan jurus Kao-san Liu-sui (Gunung tinggiAir mengalir) Aku hajar punggung bangsat tua itu sehingga dia terhuyung mundur
beberapa tindak, namun saat itu toako pun sudah jatuh tertunduk. MuIutnya
memuntahkan darah segar beberapa kali.
Aku terkejut setengah mati, segera aku menghambur ke hadapan toako untuk
mengangkatnya bangun Ketika itu si bangsat tua tertawa dingin. Kemudian dia
mengambil langkah seribu, Aku memondong toako untuk membawanya pulang, Tapi di
tengah jalan, kakak hanya sempat berkata:
"Balaskan sakit hatiku!" kemudian menghembuskan nafas terakhir Sou Samko, kalau
sakit hati ini tidak bisa terbalas, percuma kita hidup sebagai manusia!"
Selesai berkata, tanpa dapat mempertahankan diri lagi, air mata Han hong mengucur
dengan deras. Hian Ceng menoleh kepada temannya.
"Hong liok-ko, tadi Pek jihiap menyebutkan beberapa jurus yang telah mereka
gunakan dalam pertempuran Bagaimana kalau kita mencobanya?"
Orang yang dipanggil Hong liok-ko itu sebenarnya bernama Ci Tiong, Tampangnya
biasa-biasa saja, Tidak ada keistimewaan apa pun, malah mirip orang tua yang tidak
berdaya. Sejak hari sebelumnya ketika berkenalan di toko obat, orang ini tidak pernah
membuka suara sedikit pun, Siau Po juga tidak begitu memperhatikannya, Mendengar
kata-kata Hian Ceng tojin itu, dia hanya menganggukkan kepalanya terus bangun.
Begitu berdiri, dia langsung menghantam ke arah Hian Ceng dengan sebelah telapak
tangannya! Hian Ceng menangkis serangan itu, Setelah itu
dia membungkukkan tubuhnya sedikit dan kedua tangannya berbarengan
menghantam ke depan. Sampai di tengah jalan kelima jari tangannya ditekuk sehingga
membentuk cakar dan gerakannya pun mirip kera. Dengan cara demikian dia meniru
gerakan Ci Tian coan yang berjuluk kera bertangan delapan.
Hong Ci-tiong menghindar ke kiri kemudian ke kanan, Setelah itu kakinya menutul
dan tubuhnya mencelat ke udara, dari atas dia meluncur turun kembali dengan
mengirimkan serangan. "Bagus!" seru Yau Cun. "ltulah jurus Liong-teng Hou-you!"
Belum habis kumandang suara si tabib, Hian Ceng sudah menghindarkan diri, Tapi
Hong Ci-tiong tidak berhenti sampai di situ, Dia mengulangi serangannya, Tangannya
menghantam ke samping kiri.
Semua orang dapat melihat dengan tegas bahwa gerakan yang dilakukannya persis
seperti apa yang dituturkan Pek Han-hong barusan, yakni juru Heng Siau Ciang-kun.
Gerakan Hong liok-ko itu sungguh hebat, terdengar sorakan kawan-kawannya yang
merasa kagum. Kedua orang itu dapat menirukan gerakan Han Siong dan Han Hong
dengan baik. "Nah, Pek Jihiap, Begitu bukan jalannya pertempuran di Tiantan?" tanya Hian Ceng.
Wajah Pek Han-hong menjadi pucat pasi, Tojin itu sungguh-sungguh lihay, Gerakan
keduanya memang tepat sekali sehingga dia terpaksa menganggukkan kepalanya.
Sementara itu, Siau Po dan rekan-rekan nya juga memuji tiruan gerakan Hian Ceng
dan Hong liok-ko. Di dalam hati, Han Hong sendiri juga merasa kagum sekaligus heran, Laki-laki yang
tampangnya biasa-biasa saja itu membuat pikirannya bingung, Bagaimana dia bisa
mengerti ilmu yang dikuasai mereka dua bersaudara" siapakah dia sebenarnya"
Hong Ci-tiong menoleh ke arah Hian Ceng sambil berkata.
"Totiang, harap lotiang melepaskan jubah itu sebentar Maaf!"
Hian Ceng tojin merasa heran dan terkejut Dia tidak mengerti maksud kawannya itu.
Tapi dia menurut juga, Segera dia melepaskan jubah luarnya, justru ketika dia
mengibaskan jubahnya itu, tampak dua helai koyakan ujung jubah tertiup angin dan
melayang-layang di udara, Karena itu dia langsung merentangkan jubahnya tersebut
sehingga dia dapat melihat ada dua bagian yang berlobang dengan bekas telapak
tangan. Meskipun tojin itu berwatak sabar dan tenang, namun tak urung dia terkejut juga
sehingga wajahnya menjadi merah. Biarpun mereka hanya bermain-main, namun
hatinya merasa kagum juga, Bagaimana kalau tadi mereka bertempur dengan serius"
Cepat-cepat dia meraba bagian dadanya dan hatinya pun menjadi lega ketika
mengetahui dadanya tidak terasa sakit.
Ketika orang-orang masih terdiam saking kagumnya, terdengar Hong Ci tiong
berkata kembali kepada tuan rumah.
"Pek jihiap, Pek tahyiap jauh lebih lihay dari aku yang rendah, Tentunya dapat
dibayangkan luka yang diderita oleh Ci toako kami. Apalagi bagian punggungnya juga
terhajar oleh jurus Kao-san Liu-sui yang hebat, Dengan demikian luka yang diderita Ci
toako ada kemungkinan bisa merenggut selembar jiwanya."
Siau Po termenung seorang diri. Diam-diam dia berpikir dalam hati.
"Hay kongkong semasa hidupnya pernah menghajar aku. Tampaknya ia hanya
mengusapkan tangannya di bagian dada bajuku, Rupanya tipu jurus ini yang
digunakannya." Sou Kong memperhatikan Han Hong yang memang sedang menatap kepadanya,
Keduanya tampak tidak bersemangat, mereka sudah melihat dengan jelas kelihayan
Hong Ci-tiong. Dan dari gerakan yang ditirunya tadi, dapat dibuktikan bahwa Ci Tian-cong turun
tangan karena terpaksa, dengan demikian, sulit bagi mereka untuk menuntut balas bagi
kematian Pek tayhiap. Akhirnya Sou Kong berdiri dan berkata, "Tuan Hong, ilmu silatmu lihay sekali, Kau
membuat aku yang rendah merasa kagumi seandainya Pek toate mempunyai ilmu silat
yang sebanding denganmu saja, tentu dia tidak bisa dibinasakan oleh orang she Ci!"
Hoan Kong merangkapkan sepasang tangannya dan memberi hormat kepada Sou
Kong, Dia mewakili Hong liok-ko menjawab pujian tadi.
"Hari ini kami telah datang mengganggu kalian. sekarang ijinkanlah kami memohon
diri." "Tunggu sebentar!" kata Hian Ceng. Mari kita memberi hormat pada Pek tayhiap! Aku
harap kejadian ini tidak sampai merenggangkan hubungan baik antara Bhok onghu
dengan Tian-te hwe...." Selesai berkata, dia segera mendahului yang lainnya
melangkah ke daIam. Pek Han-hong maju ke depan dan mengulurkan tangannya untuk mencegah,
Terdengar dia tertawa dingin.
"Toako mati tidak meram, Sudahlah, Kalian tidak perlu berpura-pura!" teriaknya
marah. "Pek jihiap," kata Hian Ceng yang terkenal lebih sabar "Jangan katakan pertandingan
yang telah berlangsung antara pihak kami dengan kalian dua bersaudara adalah atas
sukarela, dan Ci toako memang telah kesalahan tangan, seandainya Ci toako sengaja
melakukannya sekalipun, kau tidak dapat menyalahkan dan membenci seluruh anggota
Tian-te hwe. Kami ingin memberi hormat kepada jenazah Pek tayhiap untuk terakhir kalinya
sebagaimana peraturan yang ada dalam dunia kangouw."
Mendengar kata-kata itu, Sou Kong segera ikut memberikan komentarnya.
"Jite, apa yang dikatakan totiang memang benar Kita tidak boleh bersikap kurang


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sopan." Pek Han-hong tidak mencegah lagi. Seluruh rombongan itu langsung maju ke depan
peti mati untuk sama-sama menganggukkan kepala sambil membungkuk dan memberi
hormat Siau Po sendiri menjatuhkan dirinya berlutut dan terlihat mulutnya
berkomatkomit. "Hai, apa yang kau katakan?" bentak Han Hong dengan wajah garang.
"Aku hanya bersembahyang kepada Pek tayhiap," sahut si bocah cilik itu, " Apa
urusannya denganmu?"
"Suaramu tidak jelas, entah apa yang kau katakan!" kata Pek Han-hong.
"Kau mau tahu?" tanya Siau Po. "Aku bilang begini: Pek tayhiap, kau berangkatlah
terlebih dahulu Aku yang rendah Wi Siau-po telah dihajar oleh adikmu sehingga seluruh
tubuhku babak belur, mungkin selembar jiwaku ini tidak dapat dipertahankan terlalu
lama lagi, Beberapa hari lagi, kalau aku berpulang ke alam baka, tentu kita akan bersua
di sana!" "Kapan aku menghajarmu?" tanya Pek Han-hong mendongkol
"Kau mau lihat buktinya?" tanya Siau Po kembali Dia segera menarik lengan bajunya
ke atas dan memperlihatkan tangannya yang bekas tercekat sehingga bertanda biru
matang, "Nah, apakah ini bukan bekas hajaranmu?"
Sou Kong menoleh kepada Pek Han-hong yang diam saja, Dia merasa kurang puas,
karena itu dia berkata kepada Siau Po.
"Wi hiocu, urusan ini tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat, aku rasa
sebaiknya lain kali saja kita bicarakan kembali."
"Sebenarnya sih tidak apa-apa, cuma.,, aku khawatir luka yang kuderita ini terlalu
parah sehingga tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Kapan waktu saja ada kemungkinan
dijemput oleh Giam Lo-ong. Kalau ini sampai terjadi, berarti tidak ada kesempatan lagi
bagi kita untuk membicarakan urusan ini."
Pikiran Sou Kong bergerak dengan cepat, "Bocah ini dapat berbicara dengan lancar,
rona wajahnya juga memperlihatkan kesehatannya yang baik, mengapa dia bicara
seperti itu" Apabila seseorang dalam keadaan terluka, apalagi parah, tent keadaannya
tidak demikian! Karena itu dia segera paham bahwa bocah itu memang sengaja
mempermainkan mereka, Mengapa dalam perkumpulan Tian-te hwe yang tersohor bisa
ada seorang hiocu yang sedemikian rupa?"
"Tak usah khawatir, Wi hiocu," katanya kemudian, "Kau pasti berumur panjang
sampai seratus tahun! Kalau kami semua sudah mati, kau masih bisa hidup beberapa
puluh tahun lagi." "Tetapi sekarang aku merasa perutku sakit sekali," sahut Siau Po. "Jangan-jangan
ususku sudah berbelit-belit dan pencernaanku tidak dapat bekerja lagi, mungkin aku
tidak bisa bertahan sampai besok.... Hong liok-ko, Hian Ceng totiang, kala aku sampai
mati, janganlah kalian mencari Pek jihiap untuk membalas dendam, Di dalam dunia
kangouw, kita harus saling menghargai, karena itu jangan sekali-sekali menimbulkan
masalah yang bisa menghancurkan hubungan baik antara Tian-te hwe dengan pihak
Bhok onghu.,,." Rekan-rekannya hanya tersenyum mendengar kata-kata Siau Po. sedangkan Sou
Kong tida menggubrisnya lagi. Hanya sepasang alisnya yang mengerut, Tanpa banyak
bicara lagi, dia mengantar para tamunya keluar.
Setelah itu, Hian Ceng toji juga mengucapkan terima kasih atas bantuan yang
diberikan oleh Ma Pok-jin, Yau Cun, Lui It-sia dan Ong Bu-seng, akhirnya rombongan
anggota Tian-te hwe beserta Yau Cun, kembali ke rumah obat Namun, sesampainya di
tempat itu, mereka langsung terkejut setengah mati.
Tampaknya telah terjadi sesuatu yang luar biasa, meja terbolak-balik, Laci-laci telah
dikeluarkan dari tempatnya, hampir semuanya bergeletakan di atas lantai. Obat-obatan
bertumpahan di mana-mana, Dan ketika mereka masuk ke dalam serta memanggilmanggil,
tidak terdengar sahutan sama sekali.
Mereka segera merasa curiga, karena toko obat itu ada pegawainya yang
mengawasi, tapi mengapa sekarang tidak ada seorangpun yang memberikan jawaban,
Ketika mereka masuk ke halaman dalam, semuanya menjadi terperanjat Disana terkulai
tiga sosok mayat yang dikenali sebagai pemilik toko yang gemuk beserta dua orang
pegawainya. "Lekas tutup pintu!" teriak Hian Ceng tojin, "Jangan biarkan orang luar masuk. Cepat
lihat keadaan Ci toako!" Dia segera mendahului yang lainnya lari ke ruang bawah tanah.
"Ci toako! Ci toako!" panggil nya panik, Yang lain pun mengikuti tindakannya.
Sesampainya di ruang bawah tanah itu, semuanya menjadi tertegun, Ci Tian-coan
tidak ada lagi di balai-balai tempatnya berbaring.
"Neneknya!" teriak Hoan Kong yang marah sekali "Mari kita kembali ke Bhok onghu
untuk mengadu jiwa dengan mereka!" Dia langsung mencurigai bahwa semua ini
merupakan hasil perbuatan orang-orang Bhok onghu.
"Lekas undang Ong cong piautau dan lainny untuk menjadi saksi!" kata Hian Ceng
tojin. "Selagi kita membuang-buang waktu mengundang mereka, mungkin jiwa Ci toako
sudah melayang!" kata Hoan Kong yang kebingungan.
"Kalau mereka memang berniat membunuh Ci toako, tentu mereka sudah
melakukannya di sini tanpa bersusah payah membawanya pergi." Hian Ceng tojin
mengemukakan pendapatnya. "Karena mereka membawanya, maka dapat dipastikan
bahwa untuk sementara keadaan Ci toako tidak perlu dikhawatirkan."
Hoan Kong tersadar Mereka segera keluar dan menitahkan beberapa rekannya untuk
mengundang kembali Ong Bu-seng serta ketiga kawannya. Dalam sekejap saja mereka
sudah datang. Ketika mengetahui duduknya persoalan, keempat orang itu juga merasa
marah sekali. "Jangan menunda waktu lagi!" kata Ong piautau. "Sekarang juga kita kembali ke
sana!" Bergegas mereka menuju rumah keluarga Pe Pek Han-hong segera keluar ketika
diberitahukan kedatangan orang Tian-te hwe yang belum ia pergi, Dia muncul di muka
pintu dan tertawa dingin:
"Ada keperluan apa tuan-tuan kembali lagi sini?"
"Pek jihiap!"kata Hoan Kong dengan nada keras. "Kau sudah tahu mengapa, buat
apa kau malah menanyakannya" perbuatanmu kali ini benar-benar menjatuhkan pamor
Bhok onghu dan juga wibawamu sendiri!"
Pek Han-hong menatapnya dengan tampang kebingungan.
"Mengapa harus kehilangan pamor" perbuatan apa yang telah kulakukan?" tanyanya
heran. "Mana Ci toako kami?" tanya Hong Kong kembali "Lekas serahkan! Kau
menggunakan kesempatan ketika kami tidak ada di rumah untuk datang menyatroni
tempat kami itu dan membinasakan tiga orang pegawai Hwe-cun tong serta menculik Ci
toako, perbuatanmu itu sungguh rendah!"
Pek Han-hong semakin bingung, "Kau hanya mengacau! Apa kalian sudah gila" Apa
itu Hwe-cun tong" Apa yang kau maksudkan dengan tiga pegawai yang mati?"
Tepat pada saat itu, Sou Kong keluar dari dalam, dia sempat mendengar
pertengkaran itu. "Ada keperluan apakah sehingga tuan-tuan datang kembali?" tanyanya sabar.
"Sou samhiap!" Lui It-siau ikut bicara, "Kali ini pihakmulah yang tidak benar, manusia
tidak boleh lupa dengan tata krama serta etiket, Andaikata kalian ingin membalas sakit
hati, tapi caranya bukan sembarang membunuh orang yang tidak bersalah dan
menculik orang yang sedang terluka. Betapa beraninya kalian melakukan hal ini di
kotaraja!" Sou Kong menoleh kepada Pek Han-hong.
"Apa sedang mereka bicarakan?" tanyanya bingung.
"Mana aku tahu?" sahut Pek Han-hong. "Aku sendiri tidak mengerti!"
Ong Bu-seng segera berkata: "Sou samhiap, Pek jihiap! Di tempat tinggal anggota
Tian-te hwe kami menemukan tiga orang yang mati terbunuh, Sedangkan bayangan Ci
suhu tidak kelihatan lagi, Hal ini berarti dia telah diculik, Karena itulah kami datang
kemari. Siapa yang salah dan siapa yang benar akan kita pertimbangkan nanti! Sekaran
marilah kita bicara baik-baik. Di samping itu, aku mohon sudilah kiranya Sou samhiap
dan Pek jihiap memandang muka kami agar membebaskan Ci suhu dulu!"
Sou Kong menjadi penasaran "Ci Tian-coan telah diculik?" tanyanya. "Sungguh
aneh! Oh, rupanya tuan-tuan menyangka kamilah yang melakukannya" Tapi tuan-tuan
sekarang lihat sendiri! Bukankah sejak tadi kami ada di sini bersama tuan-tuan
sekalian" Kami toh tidak mungkin memisahkan diri untuk melakukan hal lainnya.
"Sudah tentu bukan kalian sendiri yang melakukannya!" kata Hoan Kong. Tapi kalian
bisa menugaskan orang-orang kalian untuk turun tangan. Tentunya bukan hal yang
sulit, bukan?" "Kalau tuan-tuan tidak percaya kepada kami, apa lagi yang bisa kami katakan?" kata
Sou Kong "Apa mungkin tuan-tuan ingin menggeledah agar lebih yakin" silahkan
rnasuk!" Sebelum rombongan orang-orang Tian-te hwe sempat menjawab, Pek Han-hong
sudah berkata: "Kata-kata Sin Jiu kisu biasanya satu bilang satu, dua bilang dua. Dia tidak pernah
berdusta, Biar aku katakan secara terus terang, Kalau orang she Ci itu sampai terjatuh
ke tanganku, pasti aku akan langsung menghabisinya, siapa yang kebanyakan waktu
menculiknya dan memberinya makan?"
Sou Kong masih bisa bersikap sabar.
"Di balik semua ini pasti ada sesuatu yang tersembunyi katanya. "Maaf, tuan-tuan.
Tapi, bolehkah kalian mengajak aku ke tempat kejadian untuk melihat-lihat?"
Hoan Kong dan yang lain-Iainnya jadi sangsi, tampaknya baik Sou Kong maupun Pek
Han-hong bcnar-benar tidak mengetahui urusan itu.
"Sou samhiap," kata Hoan Kong. Kami semua ingin mendengar satu patah kata
darimu saja. sebenarnya Ci toako kami telah terjatuh ke tangan kalian atau tidak?"
Sou Kong menggelengkan kepalanya.
"Tidak!" sahutnya tegas, "Dan aku berani menjamin bahwa Pek Jihiap juga tidak ada
sangkut pautnya dengan urusan ini!"
Nama Sou Kong sudah terkenal sebagai tokoh kangouw yang jujur. Hal ini
membuktikan bahwa apa yang dikatakannya tidak mungkin dusta.
"Kalau begitu, Sou samhiap," kata Hian Ceng tojin kemudian, "Silahkan kalian datang
ke tempat kami." Pek Han-hong dan Sou Kong menerima baik undangan itu. Mereka segera kembali
ke Hwe-cu tong. Keduanya memeriksa dengan teliti mayat ketiga pegawai toko obat
tersebut. Para mayat itu terhajar oleh tangan yang berat sehingga tulang bagian dada
dan iga pada patah dan remuk. Namun pukulan itu biasa-biasa saja, jadi sulit
membedakan ilmu apa yang digunakan atau berasal dari partai mana.
"Biar bagaimana kita harus bersama-sama menyelidiki sampai tuntas," kata Sou
Kong, Setelah itu, dia termenung sekian lama, kemudian baru berkata lagi, "Kalau tidak,
kita akan menghadapi penasaran yang tidak dapat dijelaskan untuk selamanya!"
Dari toko obat itu, mereka menuju ruang rahasia, Pihak Tian-te hwe tidak keberatan
orang luar mengetahui tempat rahasia mereka itu. Di sini Sou Kong dan Pek Han-hong
juga tidak berhasil mendapat petunjuk apa-apa. Oleh karena itu akhirnya terjadi
kesepakatan bahwa mereka akan menyelidiki urusan ini bersama-sama.
Karena hari sudah sore, kedua belah pihak pun berpisah, Yau Cu beserta ketiga
rekannya juga segera memohon diri.
Sebelum berpisah, Hoan Kong sempat berkata.
"Sou samhiap, Pek jihiap, Harap kalian ketahui nanti malam kami akan membakar
tempat ini untuk menghapus segala jejak."
Sou Kong menganggukkan kepalanya.
"Kami sudah memeriksanya dengan teliti," sahutnya, "Memang ada baiknya tempat
ini dibakar sampai habis, di sekitar tidak ada rumah penduduk dengan demikian tidak
akan merugikan orang lain lagi pula pihak pembesar negeri juga tidak bisa
mencurigainya." Siau Po senang sekali mendengar usul pembakaran rumah obat itu, Tentu dia setuju
sekali. "Wi hiocu," kata Hian Ceng tojin kemudian "Hari sudah mulai gelap, sebaiknya kau
segera kembali ke istana, Pembakaran rumah ini hanyalah sebuah urusan kecil, karena
itu tidak perlu merepotkan Wi hiocu, Aku yakin tidak akan terjadi peristiwa apa-apa."
Siau Po tertawa lebar. "Totiang dan saudara-saudara sekalian, aku harap kalian tidak usah mengangkatangkat
aku demikian tinggi. Meskipun aku sudah menjadi hiocu, tetapi dalam urusan
apa pun aku masih kalah dengan kalian, Aku ingin berdiam di sini sekedar menyaksikan
saja," Hian Ceng tojin ikut tertawa.
"Bukan begitu, Wi hiocu," katanya, "Ada baiknya hiocu ketahui bahwa pembakaran
akan dilakukan mulai tengah malam, Kami juga akan berpencar untuk melakukan
pengawasan agar penduduk di sekitar sini tidak menjadi terkejut atau ketakutan
sedangkan bagi hiocu, satu malam tidak pulang ke istana tentu bisa menimbulkan
pertanyaan." Siau Po menganggukkan kepalanya, Apa yang dikatakan imam itu memang benar
Setelah makan malam, pintu istana akan dikunci dan dijaga ketat. Tidak ada orang yang
bisa keluar masuk tanpa ijin. tidak terkecuali Wi Siau-po. Tidak baik apabila dia
sampai tidak pulang sepanjang malam.
"Sayang sekali," katanya penuh penyesalan "Tentu menyenangkan kalau aku bisa
menjadi orang pertama yang menyulut api!"
Mendengar ucapannya, Kho Gan-tiau segera menghampiri dan berbisik.
"Hiocu, kalau lain kali kita akan membakar rumah lagi, tentu kami akan mengundang
Wi hiocu sebagai orang pertama yang menyulutnya!"
Siau Po gembira sekali sehingga dia menggenggam tangan Kho Gan-tiau erat-erat.
"lngat janjimu, Kho toako!" katanya, "Jangan kau melupakannya!"
"Perintah Hiocu tidak mungkin kami yang rendah berani melupakan!" sahut Kho Gantiau.
Siau Po tertawa gembira. "Bagaimana kalau besok pagi ke lorong Yang-ciu untuk membakar rumah keluarga
Pek?" katanya mengusulkan.
Kho Gan-tiau terkejut setengah mati mendengar ucapan bocah itu.
"Ini... ini bukan urusan main-rnain. Kita harus mempertimbangkannya baik-baik,
karena gawat kalau sampai Cong tocu mengetahuinya."
Disebutnya nama ketua pusat itu, hilanglah kegembiraan Siau Po. ia segera
mengganti pakaiannya kembali dan dibungkusnya pakaiannya yang baru serta mewah
itu, sementara itu, Gan Tiau berjalan keluar dan memeriksa sekitar tempat itu dengan
seksama. Setelah yakin tidak ada orang yang mencurigakan, ia masuk lagi ke dalam dan
mengiringi Siau Po meninggalkan tempat itu dengan joli untuk kembali ke istana.
Di tengah jalan, ketika masih berada di dalam joli, seorang anggota Tian-te hwe yang
ikut mengiringi berkata kepada Siau Po.
"Wi hiocu, besok kalau hiocu ada waktu, datanglah ke dapur Siang-sian tong untuk
melihat-lihat!" "Memangnya ada apa di sana?" tanya Siau Po bingung.
"Tidak ada apa-apa!" sahut orang itu sembari ngeloyor pergi.
Siau Po mencoba mengingat-ingat, tapi dia lupa siapa nama orang itu. Tampangnya
agak ketolol-tololan dengan kumis tipis dan janggut seperti kambing, Dia juga ikut ke
rumah keluarga Pek. Namun tadinya Siau Po mengira bahwa dia salah satu pegawai
toko obat Hwe-cun tong. Dia merasa heran mengapa orang itu berpesan demikian.
Mengingat Siang-sian tong adalah wilayah tugasnya Siau Po, maka besok paginya
dia langsung ke dapur istana itu. para bawahannya menjadi repot, mereka
menyambutnya dengan penuh hormat. Pertama-tama dia disuguhi teh hangat.
Anehnya, dia tidak melihat sesuatu yang istimewa di tempat tersebut.
Ketika thay-kam kesayangan Sri Baginda itu hendak kembali ke kamarnya, tiba-tiba
dia melihat datangnya seorang thay-kam yang bertugas berbelanja di pasar, Di
belakangnya mengikuti seseorang yang membawa sebuah timbangan besar, sembari
berjalan orang itu tertawa cekikikan.
"Benar, benar! Apa pun yang dikatakan kong-kong, pasti tidak salah lagi!"
Siau Po merasa terperanjat juga heran, Sebab dia mengenali orang itu sebagai
anggota Tian-te hwe yang menyarankan agar dia datang ke dapur Siang-sian tong
kemarin. Thay-kam yang tugasnya berbelanja itu segera memberi hormat kepada atasannya.
Siau Po menganggukkan kepalanya sambil menunjuk kepada kawannya yang
membawa timbangan itu. "Siapa dia?" Thay-kam itu tertawa. "Dia biasa dipanggil Cian laopan (tauke Cian), pemilik toko daging Cian Hin-liong di
pintu kota utara, Kami baru saja berkenalan dan hari ini sengaja dia datang membawa
sepuluh ekor daging babi sebagai tanda persahabatan."
Cian laopan segera bertekuk lutut memberi hormat pada thay-kam gadungan kita.
"Kongkong ibarat ayah bunda yang membesarkan kami. Hari ini sungguh beruntung
aku yang rendah dapat memberi hormat kepada kongkong. Rupanya ini berkat
keluhuran budi nenek moyang kami di jaman dahulu!"
Siau Po tertawa. "Sudahlah! Tidak usah banyak peradatan!" katanya, sedangkan dalam hati dia
berpikir "Mau apa dia masuk ke dalam istana" Mengapa dia tidak mengatakan langsung
saja kemarin apabila ada keperluan apa-apa?"
Cian laopan berdiri sambil tersenyum.
"Maksud kami mengirim daging ke istana agar toko kami menjadi laris, Memang kami
sengaja menjualnya lebih murah dari toko daging lainnya.
Kalau khalayak ramai mengetahui bahwa ibu suri, Sri Baginda, para pangeran
ataupun kongkong sekalian membeli daging dari toko kami, tentu kami merasa
bergengsi dan bisa dianggap sebagai toko daging nomor satu di kota ini!"
Sekali lagi dia menjura. Kemudian dia mengeluarkan tiga lembar cek yang lalu


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diserahkannya kepada Siau Po.
"Di sini ada sejumlah uang yang tidak ada nilainya, harap kongkong terima agar
dapat dibagi-kan kepada para bawahan kongkong!"
Siau Po menyambut tiga lembar cek itu. Dia melihat masing-masing bernilai lima
ratus tail, lho" inikan jumlah yang kuberikan kepada Kho Dan-tiau kemarin untuk itu dia
sampai tertegun saking heran...
Cian Laopan melakicart bibirnya ke arah thay-kam tukang masak, Siau Po mengerti
isyarat yang diberikannya, Dia maju dan berkata:
"Cian laopan benar-benar baik hati" kemudian dia serahkan ketiga lembar cek itu
kepada thay-kam tukang belanja dan berkata. terimalah uang ini agar dapat dibagi kali
rata dengan kawan-kawanmu Aku sendiri tidak usah..."
Bukan main gembiranya thay-kam itu. Jumlah seribu lima ratus tahil tidak kecil
sehingga dia pun mengucapkan terima kasih berkali-kali. Namun dia berpikir juga dalam
hati, "Biar bagaimana, aku harus menyisihkan buat kongkong.
Terdengar Cian laupan berkata kembali:
"Kongkong sangat menyayangi para bawahan. Bagus sekali Hal ini membuktikan
kebaikan hati kongkong. Tapi kongkong tidak menerima apa pun dariku. Hal ini
membuat perasaanku jadi tida enak. Sekarang begini saja, Aku mempunyai dua ekor
babi Hok-leng hoa-tiau yang besarnya lua biasa. Nanti aku akan menyembelih dua ekor,
Satu untuk ibu suri dan seekor lagi untuk kongkong sendiri. Khusus untuk kongkong
punya, akan ku antar ke kamar kongkong!"
"Apa artinya babi Hok-Ieng hoa-tiau?" tanya Siau Po. "Namanya aneh sekali, aku
belum pernah mendengarnya."
"ltulah babi istimewa yang dipelihara menurut resep peninggalan leluhurku," kata
Cian laopan menjelaskan. "Pertama-tama harus dipilih babi dari turunan yang bagus.
Kemudian cara pemeliharaannya sebagai berikut. Babi yang baru berhenti menyusu
pada induknya harus diberi makan dengan campuran Hok feng, tong som dan beberapa
macam obat-obatan lainnya ditambah sebutir telur serta seekor arak Hoa tiau yang
telah lama direndam dalam arak.,.,"
Belum habis ucapan Cian laopan, para thay-kam sudah tertawa geli, Sebab
pemeliharaan babi dengan cara demikian sungguh luar biasa. jangan kata menemui,
mendengar saja baru kali ini, bahkan ada yang bertanya.
"Mengapa harus memelihara babi dengan cara sesusah itu" Biayanya saja sudah
ratusan tail!" "Ongkosnya tidak menjadi persoalan," sahut Cian laopan, "Yang menjadi masalah
justru diperlukan ketekunan khusus dan cara perawatan yang memakan waktu lama."
"Bagus!" seru Siau Po. "Biar bagaimanapun daging babi seperti itu harus kucicipi!"
"Baik, kongkong," sahut Cian laopan "Eh, nanti siang kira-kira jam berapa aku boleh
mengantar babi itu ke kamar kongkong?"
Siau Po berpikir sebentar.
"Antara jam Bi-sie dan Sin-sie saja," sahutnya kemudian, Maksudnya kurang lebih
pukul tiga siang. "Baik, kongkong!" kata Cian laopan yang kembali memberi hormat lalu memohon diri.
"Kongkong," kata thay-kam tadi. "Kalau nanti kongkong bertemu dengan Sri Baginda,
harap kongkong tidak mengungkit urusan ini..."
"Kenapa?" tanya Siau Po.
"Ada peraturan dalam istana yang melarang disuguhkannya barang-barang makanan
yang langka terhadap keluarga raja, Sebab apabila ada yang sakit karena makanan itu,
kitalah yang terancam bahaya, bisa-bisa batok kepala kita menggelinding dari
tempatnya." Siau Po menganggukkan kepalanya. "Baik!"
"Lagipula," lanjut thay-kam tadi kembali, "Kalau seandainya Sri Baginda menjadi
ketagihan, di mana lagi kita harus mencari babi yang dipelihara dengan berbagai
keistimewaan itu" Bukankah kita hanya mencari penyakit bagi diri kita sendiri?"
Siau Po tertawa. "Pikiranmu tepat sekali!"
"Sedangkan ada peraturan turun temuran bahwa sayur mayur maupun hidangan
yang disajika untuk ibu suri maupun Sri Baginda tidak boleh yang baru atau segar," kata
thay-kam itu kembali Siau Po sampai tertegun mendengar keterangannya.
"Kalau tidak boleh makan yang segar, apakah Sri Baginda dan ibu suri harus
menyantap hidangan yang sudah disimpan satu hari atau satu malam" Sudah beberapa
bulan dia menjadi kepala Siang-sian tong, tapi baru hari dia mendengar ada peraturan
seperti itu "Bukan begitu, kongkong," kata thay-kam tadi tertawa. "Yang kumaksudkan bukan
demikian, Hanya beberapa macam makanan, umpamanya yang dalam satu tahun
hanya bermusim satu atau dua kali, seperti rebung. itu juga bisa terancam hukum
gantung." Tidak mungkin! Bukankah Sri Baginda dan ibu suri sangat bijaksana dan adil?" kata
Siau Po. "Tapi peraturan itu sudah ada sejak jaman dinasti Beng, Kami hanya bekerja menurut
peraturan yang ada."
Siau Po heran sekali, Namun dia tidak mengatakan apa-apa lagi, segera dia menuju
kamar tulis untuk melayani Sri Baginda, Selesai bertugas, dia kembali ke dapur.
Tidak lama kemudian Cian laopan muncul bersama empat orang pegawainya yang
menggotong dua ekor babi yang besarnya memang luar biasa, Mungkin berat masingmasing
mencapai tiga kwintaj. Setelah memberi hormat kepada Siau Po, Cian laopan berkata.
"Kongkong, kalau setiap pagi kongkong makan daging babi Hok-Ieng hoa-tiau ini,
pasti baik sekali untuk kesehatan apalagi yang dipanggang! Yang seekor ini akan
kuantar ke kamar kongkong agar besok pagi dapat dipotong-potong dan dimasak,
sisanya bisa diawetkan!"
Bagian 15 Siau Po segera mempunyai dugaan. Dia menganggukkan kepalanya.
"Baik!" katanya, "Pikiranmu benar-benar sempurna, sekarang kau ikut denganku!"
Cian laopan mengangguk Seekor babi ditinggalkan di dapur dan seekor lagi bersama
tiga orang pegawainya digotong ke kamar Siau Po. sesampainya di sana, ketiga
pegawainya disuruh pergi kembali ke dapur untuk menunggu di sana. Dia sendiri
langsung merapatkan pintu kamar thay-kam gadungan itu.
"Wi hiocu," katanya setelah mereka tinggal berdua. "Apakah di sini tidak ada orang
lain lagi?" Siau Po yang sejak tadi memperhatikan gerak-gerik Cian laopan itu segera
menggelengkan kepalanya. Cian laopan langsung membalikkan tubuh babi yang besar itu. Ternyata di bagian
bawah perutnya terdapat jahitan yang ditempel lagi dengan selapi kulit babi lainnya.
"Di dalam perut babi itu pasti tersimpan sesuat yang aneh...." pikir Siau Po dalam
hati, Kemudian dia memperhatikan dengan seksama, Sekian lama dia berdiam diri. Dia
menduga benda yang te( simpan dalam perut babi itu kemungkinan senjati senjata
tajam. "Mungkinkah orang-orang Tian-te hwe berencana untuk menyerbu istana?"
Karena mempunyai pikiran seperti itu, jantungnya jadi berdebar-debar dengan
kencang. Cian laopan segera memutuskan benang jahit pada perut babi itu, Dari dalamnya dia
mengeluarkan sebuah bungkusan yang besar sekali, kemudian diangkatnya dan
kemudian di buka. "Akh!" Mulut Siau Pb sampai mengeluarkan jeritan tertahan, ketika matanya sudah
melihat dengan tegas. Rupanya dalam bungkusan besar itu berisi tubuh seseorang. Tubuhnya kecil dan
kurus, rabutnya panjang, Usianya sekitar dua atau tiga belas tahun. pakaiannya tipis
sekali. Dia seorang bocah perempuan, matanya terpejam dan tubuhnya tidak bergerak tapi
dadanya naik turun menandakan bahwa dia masih hidup.
"Siapa nona ini?" tanya Siau Po. suaranya perlahan karena khawatir terdengar
orang, "Untuk apa kau membawanya kemari?"
"Dia kuncu dari Bhok onghu," sahut Cian laopan dengan suara yang sama pelannya.
Kuncu adalah puteri bangsawan.
Siau Po semakin heran. Matanya membelalak lebar-lebar.
"Kuncu dari Bhok onghu?" tanyanya menegaskan.
"Benar!" sahut Cian Iaopan, "Dialah adik kandung dari Siau ongya dari Bhok onghu!
Mereka menculik Ci toako kita, maka kita pun menculik putri kecil ini sebagai sandera.
Dengan demikian mereka tentu tidak berani mengganggu keselamatan jiwa Ci toako!"
Siau Po bingung sekaligus gembira, memang hanya inilah satu-satunya jalan untuk
menjamin keselamatan Ci Tian-coan.
"Bagus! Tapi, bagaimana kau bisa menculik kuncu ini?"
"Kemarin, ketika Wi hiocu dan yang lainnya menuju keluarga Pek, kami berdiam di
rumah, justru saat itulah kami mendengar kedatangan Go Eng-him di kotaraja, Dia
adalah putra sulungnya Go Sam-kui si pengkhianat bangsa!"
"Aneh!" pikir Siau Po dalam hatinya, "Ada keperluan apa putra Go Sam-kui datang ke
kotaraja" "Kemudian kami masih menerima berita lainnya." Cian laopan melanjutkan
keterangannya "Yakni kabarnya putra Bhok ongnya, si pangera muda yang datang
dengan serombongan orang."
Siau Po menganggukkan kepalanya.
"Tentunya mereka ingin membunuh putranya Go Sam-kui, bukan?"
"Benar!" sahut Cian Iaopan, Tapi si pengkhianat cilik itu di jaga dengan ketat, Dia
dilindungi beberapa pengawal yang kepandaiannya tinggi. Dengan demikian tidak
mudah apabila ingin mem-bunuhnya, setelah mendapat kabar itu, kami segera mencari
keterangan lebih jauh. Kami pergi ke tempat persinggahan keluarga Bhok ong-ya itu. Tempat itu kosong.
Rupanya mereka juga sedang menyelidiki Go Eng-him. Yang ada hanya si kuncu cilik
beserta dua orang budak perempuan. Sungguh merupakan saat yang tepat untuk turun
tangan...." "Karena itu, kau langsung membekuknya, begitu?"
Cian laopan menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
"Betul!" sahutnya. "Nona ini masih kecil, tapi bagi Bhok onghu, dia bagaikan si
burung Hong, Asal dia ada dalam genggaman kita, Ci toako pasti akan dilayani secara
baik-baik!" "Cian toako, jasamu ini besar sekali!" kata Siau Po memuji.
"Terima kasih atas penghargaan hiocu."
"Sekarang kita sudah berhasil menawan si kuncu cilik apa yang selanjutnya harus
kita lakukan ?" tanya Siau Po.
"Urusan ini kalau dibilang besar, sebetulnya tidak, tapi dibilang kecil tidak juga.
Terserah hiocu saja bagaimana menanganinya!"
Siau Po merenung beberapa saat, tetapi dia tidak menemukan jalan keluarnya,
Karena itu, dia bertanya kepada si Cian.
"Bagaimana menurut pendapatmu sendiri?" "Untuk sementara sebaiknya nona ini
disembunyikan di tempat yang aman," kata si Cian mengemukakan pendapatnya,
"Tempat itu harus sedemikian rahasianya sehingga tidak dicurigai oleh pihak Bhok ongya.
Juga harus dijaga baik-baik agar tidak ditemukan. Tidak sedikit jumlah orang Bhok
onghu yang datang ke kota ini. Selain keempat orangnya diandalkan, yakni dari
keluarga Lau, Pek. Pui dan Sou masih ada sejumlah orang lainnya.
Lagipula mereka mengetahui persis setiap pangkalan kita dan pasti akan terus di
awasi. Asal ada sedikit saja gerak gerik kita yang mencurigakan mereka pasti akan
mendatangi kita dan meminta pertanggungan jawab kita."
Siau Po tertawa, Si Cian ini jenaka juga dan cocok dengan wataknya sendiri Karena
itu, Siau Po langsung menyukainya.
"Cian toako, mari duduk," katanya ramah, "Biarlah kita berbincang-bincang sejenak!"
"Baik, terima kasih!" sahut si Cian, Dia langsung duduk di atas sebuah kursi.
Kemudian dia berkata kembali "Aku sengaja membawa nona ini dalam perut babi agar
dapat mengelabui para siwi serta menjaga dari mata-mata Bhok onghu, Ada beberapa
orangnya yang lihay sekali sehingga kita harus berhati-hati. Apabila kuncu tidak
disembunyikan dalam istana, mereka pasti akan berhasil menemukannya!"
"Jadi kau ingin agar si kuncu cilik disembunyikan di sini?" tanya Siau Po.
"Tidak berani aku yang rendah mengatakan demikian," sahut si Cian. "Hal ini
terserah hiocu sendiri Aku yang rendah memang menganggap istana adalah tempat
yang paling aman. Biarpun orang-orang Bhok ong-ya lihay sekali, mereka pasti tidak
sanggup melawan para siwi istana, Kalau kuncu ini disembunyikan di sini, jangan kata
mereka tidak akan menduganya, seandainya pun mereka bisa menerkanya, tidak
mungkin mereka berani datang menyerbu kemari untuk menolongnya, seandainya
mereka berani, tentu Sri Baginda bangsa Tatcu sudah kena diculik oleh mereka. Hanya
ada satu hal yang aku mohon hiocu dapat memaafkan, yakni aku telah membawa si
kuncu cilik ini kemari sehingga hiocu akan menemui banyak kesulitan..."
Diam-diam Siau Po berpikir dalam hati.
"Sudah tahu akan menyulitkan aku, tapi kau masih melakukannya juga. Buat apa kau
meminta maaf" Tapi, pikirannya memang bagus, istana merupakan satu-satunya
tempat yang paling aman, Tinggal kesulitannya saja... Eh, mungkinkah kau ingin
menguji keberanianku" Kita lihat saja nanti!"
Siau Po segera mengembangkan senyuman yang lebar dan berkata, "Pendapatmu
bagus sekali! Baiklah, kau boleh sembunyikan kuncu cilik ini di sini!"
"Bagus, hiocu! Asal hiocu sudah menyanggupi tentu akan kuselesaikan urusan
lainnya, Aku yakin pihak Bhok onghu juga tidak kecewa apabila putri kesayangan ini
disembunyikan dalam istana, tentu lain halnya kalau disembunyikan dalam tempat
pembantaian yang bau amis serta banyak darah terceceran!"
Siau Po tertawa. "Betul! Lagipula setiap hari dia bisa diberi makan Hok-leng, tongsom dan Hoa-tiau
seperti babi peliharaanmu!"
Si Cian tertawa geli walaupun wajahnya agak merah karena jengah.
"Lagipula sebagai seorang putri bangsawan, tentu namanya akan tercemar kalau
setiap hari dia berkumpul dengan pria-pria tukang jagal babi, sebaliknya di sini, dia
akan aman bersama hiocu!"
"Kenapa begitu?" tanya Siau Po bingung.
"Bukankah hiocu masih muda sekali dan bekerja dalam istana pula?" sahut si Cian
agak gugup, itulah sebabnya aku mengatakan aman...."
Bocah cilik itu memperhatikan lekat-lekat. Di melihat si Cian agak risih, dia langsung
dapat menerka apa alasannya berkata demikian.
"Maksudmu, karena aku seorang thay-kam, bukan" Dengan demikian nama baik
kuncu ini tidak akan tercemar?"
Tentu saja Siau Po dapat menerka jalan pikirannya si Cian. Karena selain Kin-Iam,
tidak ada seorang pun yang tahu bahwa dia adalah seoran thay-kam gadungan. Bahkan
saudara angkatnya sendiri, Mau Sip-pat mengira bahwa dia sudah dikebiri oleh Hay
kongkong dalam keadaan terpaksa.
"Ketika aku membawa kuncu kemari," kata si Cian mengalihkan bahan pembicaraan
"Aku sudah menotok jalan darah Sin-tong hiat dan Yang-tong hiat di punggungnya, juga
jalan darah Tian-cu hiat di belakang tengkuknya, Karena itu dia tidak dapat bergerak
serta tidak dapat berbicara, jikalau hiocu akan memberinya makanan, jalan darahnya
harus dibebaskan terlebih dahulu, Namun sebelumnya kau harus menotok dulu jalan
darah Hoan-tiau hiat di pahanya agar dia tidak dapat melarikan diri, orang-orang Bhok
onghu lihay-lihay. Meskipun nona ini masih kecil dan lemah lembut, tapi sebaiknya kita
berjaga-jaga." Siau Po tidak paham jalan darah yang diuraikan si Cian, Tapi dia merasa gengsi
untuk mengakuinya, Dia pikir, tentunya memalukan apabila dia mengakui bahwa
sebagai seorang hiocu dia masih belum mengerti ilmu menotok jalan darah, bahkan
membebaskan totokan pun belum bisa.
"Pasti dia akan memandang hina padaku?" pikir bocah itu selanjutnya, "Lagipula, apa
susahnya mengurus seorang nona cilik?" Karena itu dia langsung menganggukkan
kepalanya dan berkata: "Baiklah, aku sudah tahu!"
"Hiongcu, tolong pinjamkan sebatang goIok!" kata si Cian, - "Untuk apa dia
meminjam golok?" tanyanya dalam hati, namun ia mengeluarkan juga pisau belatinya
dan menyodorkannya kepada si Cian.
Si Cian menerima pisau itu kemudian menggunakannya untuk menggores daging
babi. Dia langsung terkesima karena tanpa perlu mengerahkan tenaga ia bisa
memotong tubuh babi yang gemuk itu dengan mudah.
"Sungguh pisau yang luar biasa tajamnya!" puji si Cian yang segera mengutungkan
kedua kaki depan babi itu. "Hiocu, simpanlah kaki babi in untuk dipanggang. sisanya
boleh kau serahkan kepada tukang masak. sekarang aku ingin mohon diri. Lain hari,
apabial ada berita dari perkumpulan kita aku akan datang memberitahukannya kepada
hiocu!" "Baik!" kata Siau Po sambil menyimpan kembali pisau belatinya, Dia memperhatikan
si kuncu cilik itu sekilas lalu bertanya: "Kapan kau akan datang lagi untuk menjemput
nona ini?" sebenarnya di ingin mengatakan bahwa terlalu berbahaya apabila si nona
ditinggalkan agak lama dalam istana.
Ya sebagai seorang hiocu dari Tian-te hwe, dia malu dikatakan penakut Dia juga
tidak ingin wibawanya jatuh di mata orang lain.
Si Cian tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan itu.
"Lihat saja perkembangannya nanti!" katanya kemudian sambil mengundurkan diri.
Siau Po segera mengunci pintu kamarnya rapat-rapat, Dia juga memeriksa seluruh
jendelanya dengan teliti, Setelah itu dia duduk di sisi tempat tidur untuk
memperhatikan si kuncu cilik. Sebenarnya si nona cilik itu juga sedang mengawasi Siau Po. Ketika mengetahui si
bocah menoleh kepadanya, dia segera memejamkan matanya, namun pandangan


Kaki Tiga Menjangan Pangeran Menjangan Duke Of Moon Deer Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka sudah sempat bentrok.
Siau Po tertawa. "Kau tidak dapat bergerak maupun berbicara, sebaiknya kau rebah saja dengan
tenang, ini merupakan jalan terbaik untukmu!"
Pakaian si nona tampak bersih. Rupanya si Cian memperhatikan pembungkusnya
baik-baik dan babinya juga pasti sudah dicuci berkali-kali.
Siau Po menarik selimut untuk menutupi tubuh gadis cilik itu. Kemudian dia
memperhatikan lekat-lekat wajahnya pucat pasi, sepasang alisnya justru lentik sekali,
dan terus bergerak-gerak, Mungkin karena perasaannya yang takut atau cemas.
"Jangan takut!" kata Siau Po. "Aku tidak akan membunuhmu Lewat beberapa hari
nanti, aku akan membebaskanmu!"
Nona itu membuka matanya sekejap lalu di pejamkan kembali, Siau Po merasa puas,
Diam diam dia berpikir dalam hati, "Kau berasal dari keluarga Bhok yang menggetarkan
seluruh dunia kangouw, Lihat saja ketika melakukan perjalanan di wilayah Kangouw,
hanya karena ucapan sedikit saja, aku dianggap bersalah oleh seorang turunan Keciang
sehingga Mau Sip-pat, si setan bernyali kecil mencambuki aku setengah mampus!
Dasa neneknya!" Siau Po memperhatikan tangannya yang memar karena cekalan Pek Han-hong yang
keras, Dia menggumam seorang diri.
"Han Hong, manusia celaka! Kakakmu yang mati, kau mengumbar kemarahannya
malah kepadaku. Lihat! Sampai detik ini tanganku masih biru matang akibat
perbuatanmu! Malah rasa nyerinya sampai berdenyut-denyut.
Siapa nyana, putri kesayangan keluarga Bhok ini malah terjatuh ke tanganku,
sekarang apa pun yang kuinginkan baik mencaci maki atau merotaninya, aku dapat
melakukannya sesuka hatiku. Dia toh tidak sanggup berkutik sedikit pun!" Membawa
pikiran demikian dia tertawa sendiri.
Si nona cilik membuka matanya kembali ketika mendengar suara tawa Siau Po. Dia
memperhatikan orang di hadapannya, Sekali lagi Siau Po tertawa dan berkata.
"Betul, kau adalah seorang putri bangsawan, lalu kau menganggap dirimu hebat,
bukan" Tapi aku tidak takut padamu!" Tanpa berpikir panjang lagi, dia menampar pipi
gadis cilik itu berkali-kali.
Wajah si kuncu itu jadi merah dan bengap, Air matanya juga langsung bercucuran
Rupanya dia sangat kesakitan.
"Jangan menangis!" bentak Siau Po. "Kau harus mendengar apa pun laranganku!"
Namun nona itu tidak dapat menahan rasa sakit di pipi dan juga rasa sedih di
hatinya, air matanya justru mengucur semakin deras.
Siau Po menjadi marah. "Nona bandel dan bau!" bentaknya sekali lagi. Kembali dia menampar pipinya,
Kemudian dia menjambak rambut gadis itu lalu menariknya sehingga tubuh si nona
terangkat "Ayo, kau masih berani menangis atau tidak?"
Air mata si nona masih terus mengalir. "Buka matamu!" kata Siau Po ketus, "Lihat
aku!" Si nona malah memejamkan matanya erat-erat.
"Hai, kau kira ini istanamu! ini bukan Bhok onghu, tahu" Biarpun keempat pengawal
keluargamu lihay-lihay, tapi suatu hari nanti mereka akan bertemu denganku, Saat itu
aku akan membunuh serta mencincang tubuh mereka sehingga berkeping-keping. Ayo,
buka matamu tidak?" Siau Po seperti orang kalap, Tapi si nona tidak mau menggubrisnya. Matanya tetap
terpejam "Baik!" kata si bocah cilik kemudian jambakannya dilepas, "Kau tetap tidak mau
membuka matamu" Lalu buat apa kau memiliki mata yang jelek itu" Lebih baik dikorek
keluar saja dan akan kujadikan santapan dengan arak!"
Dia langsung mengeluarkan pisau belatinya dan menggerak-gerakkannya di depan
wajah gadis cilik itu. Tubuh si nona gemetar namun dia tidak membuka matanya, Siau Po kewalahan
juga, Ternyata si nona tidak mempan ancaman.
"Kau tetap tidak mau membuka matamu?" tanyanya dengan nada keras, "Aku justru
ingin kau membukanya! Ayo kita mengadu kelihayan, lihat apakah kau putri bau yang
menang dan aku, Kui kongkong yang kalah" sekarang aku tidak jadi mengorek biji
matamu. Kautahu yang menang apabila aku melakukannya, Untuk selamanya kau tidak
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 17 Pendekar Pemabuk Karya Kho Ping Hoo Golok Bulan Sabit 11
^