Pencarian

Pedang Pelangi 1

Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok Bagian 1


Judul Asli : Jay Hong Ci'en
Karya : Tong Hong Giok (Tong Fang Yi)
Saduran : Tjan ID Ebook oleh : Dewi KZ dan "aaa"
Composed by: Cersilanda. JILID : 1 BUKIT BATU disebelah telaga cau oh tidak begitu tinggi namun curam dan terjal terutama tebing sebelah utara yang dekat telaga, tebing yang terjal mencapai ratusan kaki lebih.
Dipucak bukit itu penuh dengan batu cadas yang berserakan, belasan batang pohon cemara tua melingkari tanah datar yang tidak begitu luas, tanah yang berumput lembut terletak lebih tinggi membuat orang bisa menyaksikan pemandangan alam disekitarnya dengan jelas.
Malam itu kentongan pertama baru lewat rembulan tergantung diawang-awang menyinari pohon siong yang bergoyang terhembus angin-Tiba-tiba, tampak sesosok bayangan manusia meluncur keatas tebing itu dengan kecepatan tinggi.
Dia adalah seorang lelaki berjubah panjang warna hijau, beralis mata tebal, mata jeli dan berusia empat puluh tahun-Tiba diatas tebing dengan sorot mata yang jeli dia memandang sekejap sekeliling tempat itu, seakan akan sedang mencari sesuatu.
"Heran, bukankah kentongan pertama baru lewat?" dia menggumam sendirian. Pada saat itulah terdengar seseorang menegur dengan suara yang dalam dan menyeramkan
"Huan tayhiap, tepat sekali kedatanganmu."
Manusia berbaju hijau yang disebut "Huan tayhiap" itu kelihatan tertegun dan berpaling segera dari belakang sebuah batu cadas pelan-pelan berjalan keluar seseorang.
orang itu berperawakan ceking dan jangkung mukanya semu emas dan mengenakan baju berwarna hijau, gerak geriknya mendatangkan suatu kesan aneh bagi yang memandang. Diam-diam manusia berbaju hijau itu berkerut kening kemudian menjura sahutnya:
"Aku adalah Huan Tay-seng, mungkin saudara adalah Lenghou Cu, Lenghou tayhiap yang mengundang kedatanganku kemari?"
Rupanya orang ini adalah Cing-san-khek (jago berbaju hijau) Huan Tay-seng, seorang jagoan yang nama besarnya sudah termashur baik di utara maupun selatan sungai besar.
Jago ini berdiam di dusun Kim-gou cun dibawah bukit Pek seksan tersebut.
"Benar, benar" Lenghhou Cu tertawa terbahak-bahak,
"Cuma aku mah bukan tayhiap-tayhiappan, sebutan tayhiap tidak cocok bagiku"
Meski lagi tertawa, namun mimik wajah nyonya tidak menampilkan sedikit senyumanpun, sementara sepasang matanya memancarkan sinar tajam yang berkilauan dibalik kegelapan malam.
" Entah ada urusan apa loko mengundang kedatanganku kemari?" tanya Huan tay seng kemudian.
"siaute sengaja mengundang Huan tayhiap karena ingin menanyakan satu hal kepadamu." Kata yang terakhir sengaja dia tarik panjang kemudian tidak teruskan lebih jauh.
"Katakan saja loko, bila kuketahui pasti akan ku utarakan."
"Beberapa tahun berselang siaute mendengar orang berkata, Huan tayhiap dan Hway lam tayhiap (pendekar dari Hway lam) Hwee Im hong, Hee tayhiap berhasil mendapatkan sejilid kitab pusaka peninggalan Hong lui bun dalam sebuah bukit batu digunung wan san, kemudian membagi kitab itu menjadi dua dan masing masing memperoleh ilmu sian hongciang (pukulan angin berpusing) dan Lui hwe ci (ilmu jari api guntur), entah benarkah ada kejadian seperti ini?"
Diam diam Huan Tay-seng merasa keheranan, sebab kecuali dia pribadi dan kakak angkatnya Hee Im hong, bahkan isterinya sendiri pun tidak mengetahui akan soal ini tentu saja orang lain tak akan mengetahuinya, namun darimana orang ini bisa tahu" sambil tersenyum dia lantas bertanya: "Dari siapa loko mendengar akan hal ini?"
"Dari siapa ku dengar berita ini, aku rasa masalah tersebut tidak penting, cukup bagi Huan tayhiap untk memberitahukan saja kepada siaute, betulkah ada kejadian seperti itu?"
Kemudian setelah tertawa seram, sambungnya lebih jauh:
"Huan tayhiap adalah seorang pendekar, pendekar yang bisa dipercaya perkataannya, asal kau katakan bahwa peristiwa semacam ini, apa yang kudengar hanya isapan jempol belaka, siaute akan segera mengundurkan diri dan tak akan mengusik dirimu lagi. Aku percaya dengan nama besar Huan tayhiap diwilayah utara dan selatan sungai besar, aku tak nanti akan membohongi siaute."
sudah barang tentu sijago berbaju hijau Huan Tay seng tak akan berbohong, katanya kemudian sambil tersenyum:
"Andaikata benar-benar telah terjadi hal seperti ini, entah bagaimanakah sikap lohu?" Mencorong sinar tajam dari balik mata Lenghou Cu, setelah tertawa tergelak sahutnya:
"Haaahhh........ haaahhh.......... haaahhh........ Huan tayhiap tak usah kuatir, siaute tidak bermaksud mengincar kitab pusaka itu, dihadapan Huan tayhiap. siaute pun tak berani mempunyai ingatan seperti itu. Cuma.......
sebagaimana diketahui, siaute gemar belajar, ilmu silat dari sembilan partai tiga belas aliran hampir boleh dibilang telah siaute saksikan semua."
"Dari sekian banyak aliran, hanya ilmu silat dari Hong lui bun dan perguruan Mi tiong bun dari see ih yang belum kusaksikan, aku sebenarnya punya rencana untuk berkunjung kewilayah see ih dan merasakan kelihayan ilmu silat Mi tiong bun, tapi setelah kudengar bahwa Huan tayhiap dan Hee tayhiap telah memperoleh ilmu silat Hong lui bun, timbullah niatku untuk menyaksikan kelihayan tersebut dan sengaja mengundang kedatangan Huan tayhiap untuk merasakan kehebatan sian-hong-ciang tersebut, tentunya Huan tayhiap tidak akan keberatan bukan?"
Huan Tay-seng segera berpikir:
"Besar amat lagak orang ini, dia bilang ilmu silat dari sembilan perguruan dan tiga belas aliran pernah disaksikan semua. Kalau benar begitu, tak mungkin kalau nama Lenghou Cu terbenam dan tak dikenal seoerti ini, tapi aku memang belum pernah mendengar namanya.
"Aaaah, dia sudah tahu kalau aku berhasil memperoleh ilmu sian-hong-ciang, ini berarti segala sesuatunya telah diselidiki hingga jelas kalau orang lain sudah berbicara dengan sejelas-jelasnya, tentu saja akupun tidak usah menyangkal lagi."
Berpikir demikian, tanpa terasa dia berpaling kearah Lenghou Cu dan pelan-pelang berkata:
" Tiada persoalan yang tak boleh diucapkan kepada orang lain, kalau toh loko sudah menyinggungnya, akupun tak usah mengetahui, betul, aku memang mendapat bagian dari ilmu sian-hong-ciang, tapi berhubung sudah lama kitab itu terpendam, yang berhasil kami temuka juga hanya buku salinannya yang tidak lengkap apalagi sim hoat tenaga dalamnya juga tak ada maka agak sulit bagiku untuk melatihnya, tidak banyak yang berhasil kupahami dan hingga kini sudah lama tertunda latihannya. Aku kuatir akan membuat loko menjadi kecewa."
"Huan thiap tak sungkan-sungkan" Lenghou Cu tertawa licik, "siaute hanya terdorong rasa ingin tahu saja asal Huan tayhiap sudi memperlihatkan satu dua jurus agar menambah pengetahuan siaute, hal ini sudah lebih dari cukup."
"Aku telah mengutarakan sejujurnya, apakah loko tidak percaya?" Lenghou Cu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh.......... haaahhhh........ haaaahhhh.. .. .. siapa yang akan mempercayai perkataan dari Huan tayhiap itu?"
"Bila loko enggan percaya, yaa apa boleh buat lagi, aku tak bisa mengucapkan apa-apa lagi. Maaf, aku tak bisa menemanimu lebih lama lagi."
sesudah berkata dia menjura dan membalikkan badan siap berlalu dari situ.
"Berhenti" tiba-tiba Lenghou Cu membentak nyaring. Nada suaranya sekarang kasar dan sama sekali tidak bernada sahabat.
Huan Tay-seng yang dibentak secara kasar agar naik pitam juga dibuatnya dia membalikkan badan lalu menegur.
"saudara masih ada petunjuk apa lagi?" Lenghou Cu tertawa seram.
"Heeeeeehhhhh....... heeeehhhhhh......... heeeehhhh.......
dengan susah payah siaute mengundang kehadiran Huan tayhiap. masa Huan tayhiap akan berlalu dengan begitu saja?"
"Jadi maksud loko?"
"Huan tayhiap sudah lama termasyur , banyak pengalaman sudah yang kau miliki, tentu saja kepandaian silat yang kau milikipun tidak lemah namun menurut pendapat siaute, diantara sekian banyak kepandaian silat yang dimiliki Huan tayhiap. yang paling lihay tak lain hanya sian-hong-ciang yang kau latih selama lima tahun itu"
"Apa maksud loko?"
"Tidak apa-apa" mendadak mencorong sinar aneh dari balik mata Lenghou Cu, " maksud siaute, Huan tayhiap adalah seorang jagi yang berilmu tinggi namun tak mau menunjukkan kelihayannya, tapi menurut pendapat siaute, bila seseorang sudah dihadapkan pada masalah mati dan hidup, otomatis dia akan mengeluarkan semua kepandaian silat yang dimilikinya untuk dipakai melindungi diri."
Huan Tay-seng segera berkerut kening, mencorong sinar tajam yang menggidikkan hati dari balik matanya, kemudian dengan suara dalam dia berkata: "Loko, apakah kau berniat mengajakku berkelahi?"
"Haaaahhh........ haaaahhhh....... haaaahhhh...... seorang sastrawan dan seorang yang belajar silat, meski terbagi menjadi bun (sastra) dan bu (silat) namun kedua-duanya mempunyai suatu penyakit yang hampir mirip antara satu dengan yang lainnya."
"oya?" Huan Tay-seng tidak menanggapi lebih jauh.
Terdengar Lenghou Cu berkata kembali.
" Hasil karya sastra merupakan hasil dari seorang sastrawan, tapi harus ada yang memaksa, sebab bila tidak dipaksa, hasil karyanya tak akan baik.
Begitu pula dengan orang yang belajar silat, biasanya dia hanya menyembunyikan ilmunya saja, bila tidak ada yang mendesak. dia tak akan turun tangan, oleh sebab itu demi memenuhi rasa ingin tahu siaute, terpaksa akan kupaksa Huan tayhiap untuk melakukan perlawanan."
selesai berkata, telapak tangan kirinya diayunkan kedepan melepaskan sebuah pukulan.
orang silat bilang: Bila seorang ahli turun tangan segera akan diketahui berisi atau tidak. Begitu serangan Lenghou Cu tersebut dilontarkan- segera terasalah ada gulungan angin tajam yang menyapu kearah depan.
" Hebat juga ilmu silat orang ini" Huan tay-seng segera berpikir didalam hati. sambil tertawa dingin ia lantas menjengek: "Loko, yakinkah kau bisa memaksa diriku?"
Mendadak dia membalikkan tubuhnya sambil melepaskan sebuah pukulan dengan tangan kiri.
Perputaran tubuhnya ini persis berhasil menghindarkan diri dari serangan lawan, sementara telapak tangan kirinya yang diayunkan kemukapun hanya mendorong pergi serangan lawan yang mendekati tubuhnya, oleh sebab itu tak bisa dikatakan sebagai suatu serangan balasan.
Jago berbaju hijau Huan Tay-seng sudah lama termashur, tentu saja dia tak akan bertarung dengan sembarangan orang.
Padahal serangan tangan kiri Lenghou Cu tadipun hanya bermaksud untuk mencoba-coba, begitu dilihatnya Huan Tayseng hanya membalikkan badan menghindarkan diri dari serangan, diapun tidak melancarkan serangan lebih jauh.
"Heeehhhh...... heeeehhhhh...... itulah sebabnya siaute sengaja hendak mencoba," jengeknya sambil tertawa seram.
Walaupun dimulut dia tetap merendah, namun tubuhnya sudah melejit ketengah udara, tangan kanannya dengan jurus Nao ting kay-san (Ngo-ting membuka bukit) menghantam bahu kiri Huan Tay-seng.
serangan yang dilepaskan dengan tangan kanan inilah baru merupakan serangan yang sesungguhnya.
Bacokan itu mengayun dari atas hingga kebawah dengan gerakan seperti kampak membelah bukit, kekuatannya boleh dibilang mencapai ribuan kati.
Huan Tay-seng benar-benar amat mendongkol ia merasa tak punya dendam ataupun sakit hati dengan lawan, namun nyatanya musuh menerkam dengan sepenuh tenaga. Dengan kening berkerut tegurnya kemudian dengan suara dingin bagaikan es:
"Lenghou loko, buat apa kau mesti memaksanya?"
Tubuhnya mundur selangkah dan berkelit sejauh tiga depa.
Kemudian tangan kirinya menggunakan jurus Thian-ong-toutha (raja langit menyunggih pagoda) menyongsong datangnya bacokan itu dengan penghimpunan tenaga murni.
Yang seorang membacok sementara yang lain menyambut, kalau dibicarakan memang lamban, padahal kecepatan yang digunakan kedua belah pihak sama-sama cepatnya seperti sambaran kilat.
"Blaaaaaammmm" ketika sepasang tangan saling beradu, segera timbullah segulung pukulan angin berpusing yang menderu deru.
Lenghou Cu tertawa tergelak. tubuhnya berjumpalitan ditengah udara lalu melayang turun kembali ketanah, lalu setelah berpusing tiba-tiba ia maju kembali sambil berseru:
"Huan tayhiap. silahkan mencoba beberapa jurus pukulan siaute lagi....."
Begitu selesai berkata, sepasang telapak tangannya segera melancarkan serangkaian serangan berantai, bayangan telapak tangan berlapis lapis, sekejap kemudian dia sudah melepaskan tiga belas buah pukulan dahsyat.
Tenaga dalam yang dimiliki orang ini memang benar-benar luar biasa, serangkaian serangan gencar yang dilepaskan olehnya itu hampir semuanya disertai dengan deruan angin puyuh yang hampir saja membuat orang tak berkesempatan untuk berganti napas.
Didalam anggapan Huan Tay-seng, bila ia sudah menyambut serangan lawan dengan kekerasan, paling tidak musuh akan mundur teratur.
Tapi setelah bentrokan tersebut, ia baru sadar kalau kekuatan mereka berdua sebenarnya berimbang diam2 ia merasa terkesiap sekali.
"Entah siapakah orang ini dan berasal dari mana" Tenaga dalam yang dimilikinya benar-benar amat lihay, mana mungkin dia adalah seorang manusia tanpa nama dalam dunia persilatan?"
Disaat dia masih melamun inilah, Lenghou Cu sudah melancarkan serangkaian serangan berantai yang menggulung tiba bagaikan amukan ombak ditengah samudra.
Huan Tay-seng telah sadar kalau malam itu sudah bertemu dengan musuh tangguh kalau toh pihak lawan sudah datang mencarinya berarti ia tak akan mengakhiri pertarungan dengan begitu saja.
Berpikir demikian cepat-cepat dia menghimpun tenaga dalamnya dan mundur beberapa langkah kebelakang, namun dia pun hanya berhasil menghindari tiga buah pukulan lawan.
Dengan suara dalam, ia lantas menegur:
"Loko, apakah kau bersikeras hendak adu kekerasan denganku?"
"Benar" Begitu menyahut, serangan yang keempat segera dilontarkan kearah depan.
"Baik" seru Huan Tay-seng keras.
Hawa murninya segera dihimpun kedalam telapak tangannya dan melancarkan serangan balasan, sambil miringkan tubuh melepaskan pukulan tangan kiri dipakai untuk menangkis ancaman, sementara tangan kanannya melepaskan dengan buah pukulan-Rupanya dia ingin menggunakan serangan kilat untuk melihat cara lawan bergerak mengigos maupun menangkis kemudian mencoba untuk menduga aliran ilmu silatnya.
Dengan tangan kirinya itulah Huan Tay-seng mematahkan sepuluh buah serangan musuh, sedangkan tiga yang terakhir dihindari dengan melompat muncul kebelakang.
sebaliknya Lenghou cu juga mengigos kesana kemari menghindari diri dari delapan buah serangan balasan dari Huan Tay seng, ternyata semuanya berhasil dihindari.
Agak sangsi juga Huan Tayoseng setelah gagal menemukan aliran ilmu silat lawan kendatipun ia sudah melepaskan delapan buah pukulan, untuk sementara waktu dia jadi ragu, apakah harus berhenti saja ataukah melanjutkan serangannya" Lenghou Cu kembali tertawa terbahak-bahak
"Huaaaahhhh......... haaahhhh........ ilmu silat yang dimiliki Huan tayhiap benar-benar sangat lihay, malam ini siaute betul-betul telah menemukan lawan yang serasi."
Walaupun sedang tertawa, paras muka orang ini maih tetap dingin dan kaku, sedikitpun tanpa perubahan emosi.
Huan Tay-seng yang menyaksikan hal ini merasa tersentak hatinya, cepat dia berpikir.
Jangan-jangan orang ini mengenakan topeng.
Tapi setelah termenung sejenak. dia berpikir lebih jauh.
Tapi mengapa pula dia harus mengenakan topeng untuk menutupi wajah aslinya "
Makin pikir hatinya semakin curiga sehingga untuk beberapa saat tak mengucapkan sepatah katapun-Melihat lawanya membungkam, Lenghou Cu berkata lebih jauh. "Huan tayhiap. mengapa kau tidak melancarkan serangan lagi?"
Berkilat sepasang mata Huan Tay-seng, bentaknya dengan suara dalam: "sobat, sebenarnya siapakah kau?"
"siaute adalah Lenghou cu, bukankah sudah kuutarakan sedari tadi........?"
"Bukankah wajahmu bukan wajahmu asli?" kembali Huan Tay-seng mendesak.
"Heeee......... heee.......... heeh.......... Huan tayhiap.
tampaknya kau menaruh curiga terhadap siaute?" seru Lenghou cu sambil tertawa seram,
"selama hidup siaute tak pernah berganti nama maupun marga. Lenghou Cu hanya seorang manusia tak bernama dalam dunia persilatan, masa aku akan mencatut nama orang lain?" Tiba-tiba Huan Tay-seng tertawa nyaring juga:
"Haaahhhh...... haaahhh...... haaahhhh........ sekalipun loko enggan menjawab, aku yakin masih sanggup untuk memeriksa sendiri"
Berbicara sampai disitu, mendadak bentaknya dengan sepasang alis mata berkenyit: "sobat, berhati-hatilah kau"
Tangan kanannya diangkat dan diayunkan kedepan, sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan kedepan serangan ini dilancarkan dengan menghimpun segenap tenaga dalam yang dimiliki, pukulan udara kosong ini benarbenar hebat, segulung angin pukulan yang dahsyat langsung menyapu keudara.
"Tampaknya Huan tayhiap sedang mendesak siaute?"
jengek Lenghou cu sambil tertawa dingin-sepasang telapak tangannya yang disilangkan didepan dada ditekuk setengah lalu mendorong kesamping kiri Didalam melepaskan pukulan udara kosong ini, Huan Tayseng boleh dibilang sudah menghimpun tenaga dalamnya sebesar tujuh delapan bagian. Tujuannya yang terutama adalah untuk menyelidiki sampai dimanakah taraf tenaga dalam yang dimiliki lawa.
Sebab melepaskan pukulan udara kosong hanya bisa dilancarkan dengan mengandalkan tenaga murni dengan kekuatan satu bagian- orang baru bisa melancarkan satu bagian-sedikitpun tak dapat menipu dan cocok untuk mencoba kekuatan lawan. Dengan cepatnya tenaga pukulan kedua orang itu saling bertemu satu sama lainnya.
Dalam anggapan Huan Tay-seng, meskipun pihak lawan sanggup untk menerima pukulan udara kosong tersebut, paling tidak tubuhnya akan terdesak mundur sejauh satu- dua bagian.
siapa tahu begitu sepasang pukulan saling bertemu, tibatiba saja dia merasakan tenaga serangan yang dilancarkan itu tahu-tahu sudah dipunahkan oleh segulung kekuatan dingin yang lembut, bahkan tenaga pantulannya tersapu hingga lenyap tak berbekas. Tak terlukiskan rasa terkejutnya setelah menghadapi kejadian ini, segera pikirnya: "Jangan-jangan orang ini merupakan jagoan dari Tiang-pek-pay?"
Baru saja ingatan tersebut melintas lewat, tangan kirinya diangkat, jari tangannya seperti tombak secepat kilat menyodok jalan Hian-ki-hiat ditubuh lawan.
serangan balasan yang dilancarkan olehnya itu dilepaskan tanpa sungkan-sungkan, dimana jari tangannya disodok.
terdengar suara desingan tajam seperti anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur kearah depan-Lenghou Cu sama sekali tidak gugup, ujung baju tangan kanannya dikebaskan kedepan dan melepaskan selapis kabut udara yang melindungi depan dada.
Dengan begitu, maka sodokan jari tangan Huan Tay seng tadipun kena dipunahkan oleh segulung udara lembut yang dingin dari kebasan ujung bajunya.
Tidak sampai Huan Tay-seng melancarkan serangan lagi, Lenghou Cu berseru dengan suara dingin
"Huan tayhiap. kau sudah melancarkan dua jurus serangan, jurus yang ketiga sudah sepantasnya bila siaute yang lancarkan bukan?"
"silahkan saja loko"
Lenghou Cu mengawasi lawanya lekat-lekat, hawa murninya dihimpun lalu tangan kirinya dari atas menuju kedalam melepaskan pukulan dahsyat kemuka.
serangan ini kalau dibilang merupakan tabokan, maka lebih cocok kalau dibilang sebagai mengangkat tangannya belaka, karena mirip sekali dengan gerakan orang melepaskan piau.
Terutama sekali ketika mengangkat tangan tersebut, sewaktu menghimpun tenaga, pukulan itu nampaknya ganas, namun setelah angin serangannya dilepaskan ternyata tidak cukup dahsyat sebaliknya hanya berupa hembusan angin yang lembut.
sejak pukulan dari serangan jarinya dipunahkan dengan tenaga lembut lawan, Huan Tay seng telah menduga kalau musuhnya kemungkinan besar adalah orang Tiang Pek Pay diluar perbatasan.
orang orang Tiang Pek Pay jarang sekali berkelana kedalam daratan Tiong-goan- ilmu silatnya amat aneh dan beraliran im kang yang bersifat dingin.
Menghadapi musuh yang begitu tangguh, tentu saja ia tak berani gegabah, sambil berdiri tegak. hawa murninya dihimpun dan sepasang telapak tangannya pelan-pelan diangkat kedepan dada.
Menunggu serangan pukulan berhawa dingin musuh sudah hampir tiba didepan mata, sepasang telapak tangannya baru didorong kedepan menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Terdengar deruan angin puyuh menderu deru, angin berpusing menggulung didepan tubuh kedua orang itu, pada saat yang bersamaan kedua gulung angin serangan itu segera punah tak berbekas.
Tidak begitu saja, disaat sepasang tangan mereka saling membentur itulah, mendadak tangan mereka saling membentur itulah, mendadak tangan kanan Lenghou Cu melepaskan sebuah pukulan lagi dengan tangan kanannya langsung menyergap ke iga kiri Huan Tay-seng tanpa menimbulkan sedikit suarapun.
sepasang tangan Huan Tay-seng sedang didorong kedepan sejajar dengan dada, kedua gulung angin kekuatan inicun mengikuti deruan angin bemusing langsung menggulung dan lenyap tak berbekas.
Betapa terperanjatnya Huan Tay-seng setelah secara tibatiba muncul segulung angin pukulan berhawa dingin yang menyergap keiga kirinya, cepat-cepat ia mundur kebelakang, mengayunkan telapak tangannya melepaskan satu pukulan dan lolos dari ancaman musuh.
Peristiwa ini dengan cepat membangkitkan amarah Huan Tay-seng, mencorong sinar tajam dari balik matanya, setelah tertawa tergelak serunya dengan lantang:
"Aku sama sekali tiada ikatan dendam atau sakit hati dengan Lenghou loko, mengapa kau menyergapku secara licik" Apakah kau tidak merasa cara kerjamu itu kebangetan."
Lenghou cu tertawa terkekeh.
"sebagai seorang panglima perang yang pintar, dia tak segan menggunakan siasat perang untuk menghadapi lawannya, yang penting musuh bisa ditaklukkan bukan" siapa bilang kalau siaute main menyergap secara licik?"
"Baik, beranikah kau menyambut sebuah pukulanku lagi?"
dengus Huan Tay-seng kemudian dengan gusar.
sepasang bahunya bergetar dan tubuhnya menerjang maju kemuka, tangan kanannya diangkat lalu dengan jurus Topithoa-san (membacok bukit hoa san) langsung menghantam batok kepala lawan.
Menghadapi ancaman tersebut, kembali Lenghou Cu tertawa tergelak.
"Haaaahhhh.......... haaaahhhh........ haaaahhhhh.........
siapa bilang siaute tidak berani?"
Hawa murninya disalurkan kedalam telapak tangan kemudian menyongsong datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.
"Plaaaaakkkk" sepasang telapak tangan saling membentur dan menimbulkan suara keras, dalam bentrokan tersebut kedua belah pihak sama sama berniat untk menahan diri, siapapun enggan untuk menarik kembali serangannya lebih dahulu. Dengan suara yang menyeramkan Lenghou Cu segera berseru:
"Huan tayhiap. kami masih mempunyai tangan kiri yang menganggur, mengapa kita biarkan mereka berdiam diri saja?"
Ditengah pembicaraan tersebut, tangan kirinya langsung diayunkan kemuka menhantam dada lawan
"Bagus sekali" dengus Huan Tay-seng dengan gusar.
Bersamaan waktunya diapun mengangkat tangan kirinya dan menyambut ancaman lawan.
Dalam waktu singkat keempat telapak tangan mereka sudah saling menempel satu sama lainnya dan masing-masing mengerahkan tenaga dalamnya yang makin lama semakin dahsyat ketubuh lawan.
Beberapa saat lamanya mereka tak berkutik dari posisi semula, jelas tenaga dalam yang mereka berdua miliki seimbang dan siapapun tak bisa mengungguli yang lain.
Pada saat itulah, kurang lebih satu kaki dari arena pertarungan, tepatnya dibelakang sebuah batu besar, diamdiam muncul sesosok bayangan manusia yang berperawakan tinggi besar.
Agaknya orang itu sudah lama bersembunyi disana, gerak geriknya amat aneh dan mencurigakan, sementara wajahnya ditutupi dengan selembar kain hitam sehingga tidak nampak jelas raut wajahnya.
Hanya sepasang matanya saja yang jeli mencorongkan sinar tajam penuh kebanggaan dan kelicikan.
Lambat laun bayangan manusia yang tinggi besar itu makin lama semakin mendekati kedua orang itu.
Tanpa menimbulkan sedikit suarapun orang itu langsung menyelinap kebelakang tubuh Huan Tay-seng, ketika jaraknya tinggal delapan depa, ia segera berhenti tangan kirinya pelanpelan diangkat dan ditujukan kearah punggung Huan Tayseng kemudian sebuah sodokan jari tangannya dilontarkan kedepan.
Padahal Huan Tay-seng dan Lenghou Cu sedang beradu tangan dalam ketika itu, tentu saja dia tak ada waktu untuk menggubris sergapan yang datangnya dari arah belakang.
Menanti serangan jari tangan itu sudah hampir tiba disamping tubuhnya, dia baru menyadari hal ini.
Untuk sesaat tak sempat lagi baginya untuk menghindar, dalam gugupnya dia memutar setengah badannya secara paksa dan......
"Bluuuukkkk" angin serangan tersebut menumbuk diatas tulang iga kanannya membuat seluruh badan bergetar keras, hampir saja tenaga dalamnya menjadi buyar. Dalam kejut dan terkesiapnya dia berpekik lirih, "Aaaah, mungkinkah Li......"
Menyusul ayunan tangan kanannya, ia terpental oleh serangan jari tangan tadi dan mencelat keluar dari tebing yang tingginya ratusan kaki itu.
Tapi disaat tangan kirinya diayunkan kedepan tadi, diamdiam ia telah melepaskan pula ilmu sian-hong-ciang yang dilatih dan ditekuni selama lima tahun terakhir ini.
sementara bayangan manusia yang tinggi besar itu buruburu mundur kebelakang begitu berhasil menyarangkan serangannya ketubuh lawan.
Lenghou Cu tidak mengetahui sampai kesitu melihat Huan Tay-seng mencelat kebelakang, sedangkan dia masih tetap berdiri ditempat semula, mulutnya segera memperdengarkan suara tertawa terkekeh yang amat menyeramkan.
"Heeehhhh..... heeehhhh...... heeehhhh..... sayang sekali siaute belum sempat menyaksikan kelihayan dari ilmu sianhong-ciang."
Belum selesai dia berkata, mendadak terasa ada segulung angin pukulan menyambar lewat dari belakang tubuhnya, tenaga serangan tersebut nyatanya membawa tenaga berputar yang kuat langsung menggulung ketubuh sendiri.
Dalam posisi demikian tak sempat lagi baginya untuk menghindarkan diri, terasa angin serangan tersebut kian lama menggulung tiba semakin kencang, seluruh tubuhnya boleh dibilang sudah terkurung sama sekali dibalik ancaman tersebut.
Dalam keadaan demikian, kendatipun kau memiliki tenaga dalam yang bagaimanapun lihaynya juga tak akan mampu untuk dikerahkan keluar.
Angin berpusing yang amat kencang itu menyapu tiba dengan membawa terus angin serangan yang menderu deru, dalam waktu singkat tubuh Lenghou Cu sudah terbawa oleh gulungan angin berpusing itu kearah jurang dan lenyap tak berbekas.
Kini, tinggal bayangan tinggi besar yang berada diatas puncak tebing saja berdiri seorang diri ditempat, gumamnya selesai menyaksikan semua peristiwa tersebut.
" Ilmu pukulan angin berpusing sian-hong-ciang benarbenar lihay sekali "
oooooo0ooooo Tengah malam sudah menjelang, semua orang dalam dusun Kim gou cun telah terlelap dalam tidurnya.
Penduduk dusun yang sebagian besar hidup sebagai petani, memang sibuk dan bekerja keras disiang hari, tidur nyenyak dimalam hari.
Meskipun baru kentongan kedua, namun dalam perasaan orang dusun sudah melebihi tengah malam, sebagai orang sederhana, mereka memang tak ada kebiasaan keluar malam.
Didalam dusun Kim gou cun, terdapat sebuah sungai kecil yang membelah dusun itu menjadi utara dan selatan.
Diatas tikungan sungai kecil pada pantai selatan terdapat sederet bangunan rumah bata, disitulah jago berbaju hijau Huan Tay-seng berdiam diri selama ini.
Meskipun Huan Tay-seng masih terhitung seorang manusia kenamaan dalam dunia persilatan, namun kehidupannya amat sederhana .Jumlah anggota keluarganya juga sedikit, sawah seluas tiga puluh bau cukup untuk menghidupi sekeluarga.
Malam ini, meski kegelapan telah mencekam seluruh jagad, cahaya lentera masih memancar keluar dari rumah keluarga Huan.
Huan Tay-nio, istri Huan Tay-seng sedang menyulam dibawah cahaya lentera.
Bila suami yang bepergian belum pulang, dia memang selalu mengisi waktu senggangnya dengan menyulam ataujahit menjahit, sebab dia memang seorang istri yang saleh dan rajin-Pelayan tua Huan Gi duduk seorang diri disudut pintu sambil menghisap huncwee, majikan belum pulang majikan perempuan sedang menyulam maka diapun harus ikut bertahan juga.
Padahal sudah berulang kali Huan Tay-nio menganjurkan kepadanya agar tidur lebih dulu, namun Huan Gi menampik, dia lebih suka untuk duduk disudut ruangan sambil menghisap huncwee dan tertidur ayam.
Berbicara soal Huan Gi, dia pun bukan manusia sembarangan, dikala majikan tua (ayah Huan seng) masih membuka perusahaan piau kiok di kota Kim teng, dia sudah mengikuti majikan tua malang melintang diutara dan selatan sungai besar, golok dan panah sakunya boleh dibilang merupakan senjata andalannya yang paling disegani oleh setiap lawannya......
Kini usianya memang sudah lanjut, punggungnya sudah membungkuk. tapi bila kau mengajaknya membicarakan soal pengalamannya dulu, pasti dia akan bercerita dengan asyik.
Kini kantongan ketiga sudah makin menjelang tiba.
Diluar pintu, dikejauhan sana terdengar suara anjing menggonggong, Huan Gi sudah hampir berumur tujuh puluh tahunan namun ketajaman pendengarannya masih mengagumkan, betul dia lagi menghisap huncwee sambil tidur ayam, tapi begitu anjing menggonggong, dia segera melompat bangun sambil berseru: "Toaya telah pulang"
Huan Tay-nio memang sudah sejak tadi menantikan kedatangan suaminya, mendengar ucapan itu, ia segera berhenti bekerja.
Mendadak suara anjing menggonggong itu terhenti, sebagai seorang jago yang berpengalaman, Huan Gi segera merasakan sesuatu keanehan, serta merta dia melompat bangun.
Anjing hanya akan menggonggong bila bertemu orang asing, apalagi kalau sudah menggonggong, mengapa bisa berhenti secara tiba-tiba" Kecuali....................
Huan Tay-nio memandang dengan keheranan tidak tahan ia lantas menegur: "Lo Koan-keh (pengurus rumah tua), kenapa?"
"Aaaahhhh, tidak apa apa" sahut Huan Gi sambil tertawa,
"budak seperti mendengar suara anjing menggonggong, kemudian suara itu hilang secara tiba-tiba." Huan Tay-nio turut tertawa.
"Aaaahhhh gonggongan anjing juga diurusi, apa sih anehnya?"
"soalnya gonggongan tersebut berhenti secara tiba-tiba....."
Justru karena berpikir sampai kesitu, maka Huan Gi lantas memasang telinga baik-baik untuk mendengarkan dengan lebih seksama, meski diluarnya ia tetap tenang dan menghisap huncweenya dengan santai.
Akhirnya dia seperti menangkap suatu suara aneh, sambil mendongakkan kepalanya dia membentak,
"siapa yang berada diluar?"
Blaaammm.... pintu ruangan ditendang orang keras-keras hingga ambruk.
Kemudian bagaikan gulungan angin puyuh, muncul tiga orang lelaki berkerudung hitam yang membawa golok tajam.
Punggung Huan Gi yang semula membungkuk. serentak menjadi tegak kembali, sambil melintangkan huncweenya didepan dada, ditatapnya ketiga orang itu lekat-lekat, kemudian tegurnya sambil menghadang.
"Kalian bertiga berasal dari aliran mana" Mengapa ditengah malam buta datang kemari" Apa yang hendak kalian lakukan?"
sejak menyerbu kedalam ruangan rumah, ketiga orang lelaki berkerudung itu tak mengucapkan sepatah katapun-, dengan dua di kiri, satu dikanan, mereka hanya mengawasi wajah Huan Gi tanpa bersuara.
Dari depan pintu, kembali muncul seorang lelaki berkerudung kain hitam bedanya ia tidak membawa golok.
Begitu muncul, orang itu lantas menjura dan menegur dengan suara yang dingin menyeramkan:
"Lo koan keh tak usah gugup, kami hanya ingin bertanya, benarkah tempat ini merupakan tempat tinggal dari siJago berbaju hijau Huan Tayhiap?"
"Menggelikan Dimasa lalu, lohu sudah menjelajahi tujuh propinsi diselatan dan enam propinsi di utara, menghadapi keadaan seperti ini masa lohu sampai dibikin gugup?"
Walaupun diluar berkata demikian, namun Huan Gi menjadi semakin curiga, sudah jelas, kalau pihak lawan tahu tempat ini merupakan tempat tinggal Huan toaya, bukan saja berani menyerbu masuk. bahkan sikapnya begitu kasar jelas kedatangan mereka tidak bermaksud baik.
Maka sambil menarik muka serunya:
"Betul, ada urusan apa sobat mendatangi rumah keluarga Huan?"
"Apakah Huan tayhiap tidak ada dirumah?"
"Ada dirumah atau tidak sama saja, bila ada persoalan sampaikan saja kepada lohu." Pimpinan dari lelaki berkerudung itu segera tertawa seram.
"Heeehhh...... heeeehhhh..........jadi kalau begitu Huan tayhiap benar2 tidak berada dirumah."
sementara itu Huan Tay-nio sudah mengundurkan diri ke sisi pintu kamar sebelah kanan walaupun dia berusaha keras untuk menenangkan diri toh berubah juga paras mukanya.
Dasar kaum wanita, tidak pandai ilmu silat lagi, tentu saja keder juga hatinya setelah menyaksikan keadaan seperti ini.
Huan Gi mengernyitkan alis matanya yang telah memutih itu, kemudian menegur lagi dengan suara dalam:
"sobat, sebenarnya kau ada urusan apa?"
"Tidak apa apa........." lelaki berkerudung itu menengok sekejap ke kiri dan kekanan kemudian melanjutkan, "aku hanya ingin melihat lihat saja dalam ruangan ini." Huan Gi menjadi naik pitam.
"Kalau toh kalian sudah mengetahui bahwa tempat ini merupakan rumah tinggal Huan toaya, mengapa begitu berani mencari gara-gara disini," bentaknya. Kembali lelaki berbaju hitam itu tertawa ringan.
"Lo koan-keh, dari mana datangnya api amarah sebesar itu" Kami toh cuma melihat-lihat dan tidak berniat melukai orang" Lebih baik lo koan-keh jangan mencoba untuk mencari gara-gara lagi."
Berapi-api sepasang mata Huan Gi menhadapi situasi demikian, huncwee ditangannya segera diangkat, kemudian katanya sambil tertawa seram.
"Haaahhhh...... haaahhh...... haaahhh......, kalau begitu, kau harus bertanya dulu kepada senjata lohu ini, apakah dia setuju atau tidak?"
"Aaaah, hampir saja aku lupa kalau lo koan keh pun seorang ahli silat kalau memang begitu urusan lebih mudah untuk dibereskan"
selesai berkata, dengan jari tengah dan jari telunjuk tangan kanannya, dia langsung menyodok keatas bahu lawan.
"Serangan bagus" sahut Huan Gi dengan suara dalam.
Telapak tangan kirinya berubah menjadi serangan telapak tangan untuk melindungi dada, setelah mundur setengah langkah, huncwee ditengah kanannya langsung diketokkan kedepan menggunakan jurus Cupittiam kek (pena merah menutul jidat).
Jangan kau lihat usianya yang sudah lanjut, baik sewaktu melancarkan serangan, maupun sewaktu menangkis dan bertahan, semuanya dilakukan dengan mantap dan cekatan ternyata dia menggunakan taktik dengan serangan menghadapi serangan untuk menghadapi lawannya.
Melihat serangannya gagal total, cepat-cepat lelaki berkerudung hitam itu miringkan tubuhnya kesamping untuk menghindarkan diri dari serangan huncwee Huan Gi, kemudian serunya sambil tertawa seram: "Lo koan keh, kau benar benar sangat hebat."
Tangan kanannya membuat satu lingkaran lain dengan jari tangan yang dikeraskan bagaikan tombak, dia sodok urat nadi pada tangan kanan pengurus rumah tangga tua itu. Huan Gi menjadi naik darah segera bentaknya dengan suara dalam,
"Kau anggap lohu hanya memiliki kepandaian seperti ini saja?"
Tangan kirinya disilangkan didepan dada kemudian direntangkan kelima jari tangannya seperti cakar dan kaki kirinya menerobos maju kedepan secepat kilat menggunakan Tay lek eng jiau kang (ilmu cakar garuda) dia cengkeram dada lawan.
Agaknya lelaki berbaju hitam itu sama sekali tidak menyangka kalau si kakek masih memiliki kepandaian yang begitu tangguh, buru-buru dia mundur selangkah kemudian secara beruntun sepasang telapak tangannya melancarkan tiga buah serangan berantai sebelum berhasil mendesak mundur Huan Gi.
Jangan dilihat Huan Gi sudah lanjut usia, ternyata dia masih cukup berangasan, begitu kena terdesak mundur satu langkah, dia segara mempertaruhkan jiwa tuanya untuk menyerbu lebih kedepan.
Tangan kirinya masih tetap mempergunakan ilmu eng jiau kang untuk mencengkeram tubuh lawan, sementara huncwee ditangan kanannya secara beruntun melepaskan lima jurus serangan berantai.
Terutama sekali senjata huncwenya itu khusus digunakan sebagai pengancam jalan darah hampir setiap serangan yang dilepaskan, sasarannya tak pernah terlepas dari jalan darah penting ditubuh lelaki berkerudung hitam.
Menyaksikan kegagalannya untuk meraih kemenangan dengan mengandalkan tangan kosong, tampaknya lelaki berbaju hitam itu tak berani bertarung lebih jauh, mendadak permainan serangannya berubah, sepasang tangannya seperti serangan jari tangan, seperti pula serangan telapak tangan, sebentar menyodok sebentar lagi manabok. secara beruntun melancarkan serangkaian ancaman yang dahsyat.
Dalam waktu singkat bayangan jari tangan itu sudah menyelimuti angkasa, serangan telapak tangan tajam bagaikan bacokan golok dengan perubahan yang pelik dan menghimpun jurus serangan dari pelbagai aliran, meluruk bersama kedepan, kedahsyatannya benar-benar luar biasa.
Bagaimanapun juga, Huan Gi sudah berusia lanjut, setelah bergebrak beberapa kali, akhirnya dia merasakan lengan kirinya menjadi kesemutan dan tidak mampu lagi untuk membendung serangannya.
Tidak ampun, tubuhnya terkena tiga kali totokan, huncwenya terjatuh ketanah dan tubuhnyapun ikut roboh terkapar diatas tanah.
Huan Tay-nio menjadi amat terperanjat setelah menyaksikan peristiwa tersebut, teriaknya cepat:
"Kau apakan Lo koan keh kami?" Lelaki berbaju hitam itu tertawa seram.
"Heeehhh..... heeehhh...... tak usah kuatir Tay nio, lo koan keh kalian hanya kena kutotok saja jalan darahnya."
selesai berkata dia lantas berjalan maju kedepan menghampiri perempuan itu.
Huan Tay-nio mundur ketakutan kedepan pintu kamar, kemudian sambil memandang kearah manusia berbaju hitam itu, serunya. "Apa yang hendak kau lakukan?"
"sudah kukatakan tadi, aku hanya ingin melihat lihat kedalam ruangan ini."
Mendadak sikap Huan Tay-nio seperti lebih tabah, dia menghadang didepan pintu kemudian serunya dengan lantang:
"Kalian inginkan barang apa" silahkan saja diambil, tapi jangan kau usik si bocah yang sedang tidur didalam kamar."
Didunia ini memang hanya sang ibu yang selalu berusaha untuk melindungi putranya, meskipun sedang menghadapi ancaman bahaya yang bagaimanapun besarnya.
"Tak usah kuatir Tay-nio, sudah kukatakan kalau aku tak akan melukai orang," kata lelaki berbaju hitam itu dengan cepat.
selesai berkata jari tangannya segera disodok kedepan melancarkan sebuah totokan.


Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Huan Tay-nio tak mampu untuk menghindarkan diri, tentu saja ia segera roboh karena tertotok.
Lelaki berbaju hitam itu tertawa bangga, dia membalikkan badan dan berjalan menuju kedepan pintu, kemudian bertepuk tangan satu kali. Tepukan tangan tersebut tak salah lagi sebagai suatu kode rahasia...........
Baru selesai dia bertepuk. dari depan pintu kembali muncul sesosok bayangan manusia yang tinggi besar.
orang inipun mengenakan selembar kain hitam yang menutupi raut wajahnya sementara gerakan tubuhnya ringan dan cekatan, lagipula seperti sangat hapal dengan keadaan dalam rumah keluarga Huan tersebut, dengan cepat dia sudah menyelinap keruangan sebelah timur.
Disanalah letak tempat berlatih silat dan membaca buku dari sijago berbaju hijau Huan Tay-seng dihari-hari biasa, setiap orang dilarang memasuki tempat itu, termasuk juga Huan Tay-nio sendiri
Begitu bayangan tinggi besar itu masuk kedalam, lelaki yang berbaju hitam tadi segera mengerakkan tangannya kearah tiga orang lelaki bersenjata golok itu.
Dengan cepat ketiga orang lelaki bersenjata golok itu mengundurkan diri dari ruangan dan cepat menyebarkan diri ke luar ruangan.
Kini, didalam ruang tamu hanya tinggal manusia berbaju hitam itu seorang diri, dia tetap berdiri tak berkutik ditempat semula, mungkin karena majikannya si manusia tinggi besar itu tidak meninggalkan pesan apa-apa, maka dia tak berani bertindak secara sembarangan-Tampaknya manusia bertubuh tinggi besar itu sedang mencari sesuatu benda, terdengar dari ruangan sebelah timursana suara laci dan almari yang dibongkar orang serta suara buku yang dilemparkan keatas tanah.
setengah kentongan kemudian, bayangan manusia tinggi besar itu baru mengundurkan diri dari ruangan sebelah timur dan menuju keruangan sebelah barat.
Ruangan barat merupakan kamar tidur dari Huan Tay-nio dan anaknya Jago berbaju hijau Huan Tay-seng mempunyai seorang putra yang bernama Huan cu-im tahun ini baru berusia enam tahun, dan kini ia sudah tidur nyenyak.
Ketika manusia tinggi besar itu menyelinap masuk kedalam kamar, maka pandangan matanya yang pertama adalah memandang wajah Huan cu-im, dari balik matanya yang tajam mendadak memancar keluar sinar kebuasan dan kekejian yang menggidikkan hati.
Dengan suatu lompatan lebar dia memburu kesamping pembaringan, lalu mengangkat tangan kanannya dan menggunakan jari tangannya yang lurus seperti tombak dia siap menyodok jidat bocah tersebut.
Tapi dalam detik itulah, tatkala sorot matanya membentur dengan wajah Huan cu-im yang merah dadu seperti buah apel lalu senyuman manis yang mengulum diujung bibirnya meski lagi tertidur nyenyak, dia menjadi tak tega. Bocah itu nampak begitu lucu, begitu polos dan menarik hati......
Akhirnya sinar mata penuh hawa pembunuhan yang semula memancar keluar dari balik mata manusia tinggi besar itu mendadak berubah menjadi lembut dan lebih ramah, sementara jari tangannya yang siap menyodok jidatnyapun berubah arah hanya menotok jalan darah tidurnya.
Menyusul kemudian, diapun melakukan penggeledahan pula secara besar-besaran didalam ruangan sebelah barat ini.
Dia menggeledah dengan amat teliti, setiap peti, setiap almari, setiap laci dan setiap pakaian diperiksa semua dengan seksama, bahkan pembaringan, selimut, badan tak ada yang lolos dari penggeledahannya..
Padahal diluar ruangan kamar berdiri seorang lelaki berkerudung hitam, sedangkan diluar pintu masih ada tiga orang lelaki besenjata golok, tapi dia tak memerintahkan kepada mereka untuk membantunya melakukan penggeledahan, seakan akan dia baru merasa lega setelah diperiksa dan digeledah sendiri.
Akhirnya kentongan kelimapun menjelang datang, dari kejauhan sana secara lamat lamat terdengar suara ayam berkokok.
Namun manusia bertubuh tinggi besar itu belum juga berhasil menemukan sesuatu, dia mendongakkan kepalanya memandang cuaca diluar, akhirnya dia membalikkan badan siap mengundurkan diri dari sana.
saat itulah, lagi-lagi sorot matanya membentur dengan wajah Huan Cu-im yang sedang tertidur nyenyak. satu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya. "Membabat rumput keakar-akarnya"
segulung hawa napsu membunuh kembali menyelimuti benaknya, jari tangannya pelan pelan diangkat kembali siap melancarkan serangan maut kebawah.
Mendadak dia seperti mendengar ada suara lembut yang halus sedang memanggilnya dengan mesra "Empek......"
Mendadak tangannya terasa lemas kembali, hatinya terasa menjadi lembek. "Bocah ini tak bersalah, apa salahnya kalau kuampuni selembar jiwanya?"
Mendadak dia menerjang keluar dari ruangan itu dan beranjak pergi dari rumah tersebut.
Begitu manusia tinggi besar itu berlalu, manusia berkerudung hitam itupun segera membawa ketiga orang lelaki bergolok tadi turut berlalu dari sana.
Malam yang kelabu dan penuh dengan ancaman mara bahayapun akhirnya dapat dilalui.
oooooo0dw)oooooo Semenjak peristiwa itu Jago berbaju hijau Huan Tay seng tak pernah pulang kembali kerumahnya, orang persilatan juga tak pernah melihat si jago berbaju hijau pula.
Ombak belakang sungai tiangkang selalu mendorong yang sudah lewat, generasi yang barupun muncul kembali.
Dalam waktu singkat sepuluh tahun sudah lewat orang persilatanpun sudah mulai melupakan nama si Jago berbaju hijau Huan Tay-seng.
Ooooo0dw0oooo Penduduk dusun yang sebagian petani pun masih seperti dulu, pagi hari berangkat kesawah bekerja keras seharian penuh, lalu malam pulang kerumah dan tidur.
selama sepuluh tahun ini Huan Tay-nio nampak jauh lebih tua dan sayu, meskipun orang persilatan sudah makin melupakan jago berbaju hijau Huan Tay-seng namun dalam hati Huang Tay-nio, suaminya tetap merupakan suami yang hidup hanya dia belum pulang saja dari bepergian.
si pengurus rumah tangga Huan Gi tentu saja semakin tua lagi, rambutnya makin berubah, punggungnya makin bongkok tapi ilmu silatnya tak pernah dilalaikan.
sejak dirobohkan oleh manusia berkerudung hitam pada sepuluh tahun berselang, ia tak pernah merasa puas, selama sepuluh tahun belakangan dia selalu melatih ilmu Toa lek eng jiau kangnya lebih tekun-sering kali dia bersumbar:
"Bila anakan kelinci itu berani datang lagi, lohu pasti akan mencengkeram batok kepala bajingannya sampai hancur."
orang ini boleh dibilang tua-tua keladi, makin tua makin jadi, tentu saja jadi lebih tangguh dan kuat.
Terutama sekali sejak majikannya tidak kembali, bukan saja ia mengoper tanggung jawabnya utnuk melindungi keselamatan keluarga majikannya, juga selalu menjadi guru yang memberi petunjuk dasar bagi majikan mudanya Huan cu-im. seringkali ia berkata begini:
"Ilmu silat lohu tidak terhitung tinggi, kebanyakanpun aku maju karena memperoleh petunjuk dari majikan tua (ayah Huan cu-im), ilmuku juga merupakan ilmu silat keluarga Huan-Majikan kecil, bila umurmu sudah menanjak lebih dewasa, kau boleh berkelana untuk mencari guru pandai, tapi dasarnya harus dipupuk mulai sekarang, oleh sebab itu lohu hanya bisa memupuk dasar silat majikan kecil belaka."
-oo0dw0oo JILID : 2 Tahun ini Huan cu Im berusia enam belas tahun, bukan saja berwajah tampan, tubuhnya juga kekar dan berotot, kesumanya ini adalah berkat jasa dari Huan Gi.
Sejak majikan kecilnya berusia enam belas tahun, dia telah mengajarkan ilmu silat kepadanya, dasar silatnya ditimpa sangat baik dan kuat sekali.
Semua ilmu golok, panah saku ilmu menotok jalan darah yang dimiliki Lo Koan keh telah dipelajari dengan baik, bahkan ilmu simpanan Huan Gi yakni ilmu Tay lek eng jiau kangpun telah dilatih mencapai beberapa bagian kesempurnaan, batang pohon siong yang besar dapat dicengkeram olehnya hingga meninggaikan bekas lima jari tangan yang sangat jelas.
Hati lo koan keh merasa bangga sekali, dia seringkali memuji muji bakat majikan mudanya yang dibilang amat bagus dan pintar, bila ada guru pandai yang bersedia memberi petunjuk, sudah pasti dia akan menjadi termashur di dunia persilatan-Berbicara soal guru pandai, sesungguhnya Huan cu-im telah mengangkat seseorang menjadi gurunya, hanya peristiwa ini dirahasiakan dihadapan ibu maupun pengurus rumah tangga tua itu.
Peristiwa ini terjadi pada tiga tahun berselang, waktu itu Huan cu-im baru berusia tiga belas tahun, musim semi itu Huan Gi baru saja mengajarkan jurus seratus delapan dari ilmu Eng jiau kang yang merupakan ilmu ki-na jiu hoat.
Ilmu Ki na jiu hoat merupakan teknik ilmu silat untuk pertarungan jarak dekat, selain dipakai untuk menghindari serangan musuh juga dapat digunakan untuk mencengkeram lawan dikala pihak lawan berkelit.....
setiap kali hendak mewariskan kepandaian silatnya, Huan Gi selalu mengajak bocah itu melatih diri ditengah hutan bambu diatas bukit tersebut, sebab hutan bambu itu tumbuh secara alami dan amat lebat untuk melatih ilmu silat semacam ini memang merupakan suatu tempat yang ideal.
suatu hari Huan Gi sedang pergi kekota untuk membeli kebutuhan sehari-hari, Huan Cu-im pun seorang diri berlatih ilmu Yu sin ki na jiu hoat diatas bukit.
sementara dia masih berlatih menghindarkan diri diantara pohon bambu yang lebat mendadak terdengar ada seseorang mendehem sambil memuji dengan suara nyaring. " Engkoh cilik, gerakanmu benar-benar lincah sekali"
Ketika mendengar ada orang berbicara tanpa terasa Huan Cu-im menghentikan gerakan tubuhnya dan berpaling, ia segera menyaksikan ada seorang pengemis yang berpakaian compang camping dengan membawa sebuah tongkat pendek sedang memandang kearahnya sambil tersenyum.
Huan cu im mengawasinya sekejap lain tidak menggubris lagi, dia melanjutkan latihan dengan tekun.
Mendadak terdengar pengemis tua itu menghela napas dan berkata lebih lanjut:
"Latihan tersebut mana membuang tenaga, setelah dikuasaipun belum tentu bisa digunakan."
selesai berkata dia lantas membalikkan badan berlalu dari tempat itu.
Meskipun Huan cu im baru berusia tiga belas tahun, tapi dihari hari biasa dia selalu mwendengar pujian dari pengurus rumah tangganya yang dibilang berbakat baik, dan bagaimana setelah menguasai seratus delapan jurus ilmu Yu sin ki na jiu hoat tersebut, meski ada empat lima orang lelaki kekarpun tak akan mampu mendekati tubuhnya.
Maka tak heran kalau hatinya menjadi takpuas sesudah mendengar perkataan itu, dengan cepat dia menyelinap keluar dan berteriak dengan keras: "Hei apa kau bilang tadi?"
Pengemis tua itu berpaling lalu tertawa,
"Lohu hanya bergurau saja, harap engkoh cilik jangan menganggap sebagai sungguhan."
"Tidak" desak Huan cu-im lebih jauh "tadi kau bicara dengan serius, kau mengatakan aku tak bisa menggunakan ilmu tersebut meski sudah kulatih dengan tekun, bukankah demikian?"
Pengemis tua itu manggut-manggut,
"Ya a, lohu memang berkata demikian, sebab tenaga yang engkoh cilik gunakan hanya tenaga kasar, bukan tenaga murni, bila sudah kau kuasai, paling banter hanya bisa dipakai untuk bertarung melawan orang."
Huan cu im segera mendengus, meski hatinya agak mendongkol, namun setelah menyaksikan pengemis itu kehilangan sebuah kaki kanannya, sewaktu berjalan juga agak terpincang-pincang, tanpa terasa dia mengulapkan tangannya sambil berseru: "Pergilah kau, aku tak akan ribut-ribut lagi denganmu."
Pengemis tua itu nampak tercengang, sekali lagi dia mengawasi Huan cu-im lekat-lekat, kemudian diam-diam mengangguk sambil membalikkan badan ia lantas berkata: "
Engkoh cilik, tampaknya kau sebetulnya ada niat untuk ribut dengan lohu?"
"Benar, sebenarnya aku hendak mencoba kemampuanmu setelah mendengar ucapanmu tadi, tapi berhubung kau adalah orang cacad, maka aku tak baik untuk ribut denganmu."
"Mengapa tak baik ribut dengan orang cacad?"
"lbuku pernah berpesan bila bertemu orang cacad harus membantunya, masa sekarang aku harus ribut denganmu?"
Pengemis tua itu segera tertawa.
"Tidak menjadi soal, tak ada salahnya bila engkoh cilik ingin mencoba, kau akan segera membuktikan sendiri ilmu yang kau latih tersebut bisa dipakai atau tidak." Huan cu im menggelengkan kepalanya lagi.
"Tidak. aku tidak boleh mencoba lo koan keh pun sering kali memperingatkan kepadaku berlatih silat untuk melindungi diri, bukan untuk gagah-gagahan dan sok jagoan, apalagi mencari gara-gara dengan orang lain-"
"sudah lohu katakan tidak mengapa ya tidak mengapa, engkoh cilik begini saja, asal kau berhasil menangkap ujung baju lohu, maka anggap saja kau memang hebat." Huan cu-im merasa amat takpuas, segera pikirnya:
"sudah tujuh tahun aku melatih diri, masa untuk menangkap ujung bajumu itupun tidak mampu?"
Karena merasa tak puas otomatis wajahnya menunjukkan perasaan tidak percaya.
sambil tertawa pengemis tua itu berkata lagi:
"Mari, engkoh cilik, kau tak usah kuatir menarik robek pakaianku ini, silahkansaja turun tangan."
Bagaimanapun juga Huan cu-im adalah seorang bocah, dia lantas manggut-manggut. "Baik, kalau begitu aku akan segera turun tangan."
Tangan kanannya diayunkan kedepan, langsung mencengkeram atas bahu pengemis tua itu. "Kelewat lamban"
seru si pengemis tua tersebut, ia sama sekali tidak berkelit.
Huan cu-im menyaksikan jari tangannya segera akan mampir diatas bahu pengemis tua itu, tapi pada saat itulah, si pengemis yang sebenarnya berdiri dihadapan mukanya tadi mendadak lenyap tak berbekas dalam tertegunnya cepatcepat dia menghentikan gerakan serangannya lebih jauh.
Terdengar pengemis tua itu berkata dari belakang tubuhnya sambil tertawa.
" Engkoh cilik, bukankah kau telah melatih ilmu Yu sin ki na jiu hoat" Mengapa tidak membalikkan badan sambil melancarkan cengkeraman mautmu....?"
Mendengar ucapan mana Huan cu-im benar-benar memutar tangan kanannya sementara tubuhnya ikut berputar kencang mengikuti cengkeraman kearah belakang.
sesungguhnya gerakan ini paling sukar dipelajari, diapun dilakukan dengan kecepatan yang bertambah.
Tapi menanti dia membalikkan tubuhnya, pengemis tua itu sudah tidak nampak batang hidung lagi.
" Gerakan inipun terlalu lamban, bagaimana mungkin bisa mencengkeram lohu?"
suara dari pengemis tua itu masih saja berkumandang datang dari belakang tubuhnya.
Kali ini Huan cu-im bertindak lebih cerdik, tidak menanti sampai lawannya selesai berbicara, dia sudah membalikkan badan sambil melancarkan sebuah cengkeraman lagi.
sayang meski bocah itu cepat, orang tua tersebutjauh lebih cepat lagi, bayangan tubuh dari pengemis tua itu belum nampak juga. Akhirnya Huan cu-im menghentikan gerakannya sembari berkata:
"Kalau kau bersembunyi terus dibelakang tubuhku, bagaimana mungkin aku bisa menangkapmu" " Pengemis tua itu segera tertawa,
"Waaaah, nampaknya engkoh cilik belum juga mau takluk"
Huan cu-im hanya merasakan pandangan matanya kabur dan tahu-tahu pengemis itu sudah muncul kembali dihadapannya dan memandang kearahnya sambil tersenyum......
"Lotiang, cepat amat gerakan tubuhmu"
Mendadak dia turun tangan mencengkeram kearah urat nadi pada pergelangan tangan kiri pengemis tua itu.
Tidak melihat bagaimana pengemis tua itu bergerak. tahutahu dia hanya merasakan cengkeramannya mengenai sasaran kosong.
Menanti dia dapat melihat jelas kembali, pengemis tua itu masih tetap berdiri diposisi semula.
Kenyataan ini membuat hatinya tak percaya, tiba-tiba saja tangan kirinya bergerak sambil mencengkeram lagi siku lawan.
Kali ini dia dapat melihat dengan jelas, pengemis tua itu memang tidak berkelit, namun cengkeramannya lagi lagi mengenai sasaran kosong seakan akan tubuh si pengemis tua itu tidak berujud...
Kejut dan keheranan segera menghiasi wajah Huan cu-im dia tidak menyerang lagi karena dia tahu, sekalipun ia menyerang sampai tua juga percuma.
sambil tertawa pengemis tua itu segera meluruskan tangan kanannya kedepan kemudian katanya:
"Engkoh cilik, mari kita mencoba dengan cara lain, mari kau boleh mencengkeram urat nadi lohu kuat kuat, coba akan kulihat apakah kau mampu mencengkeramku?"
Ia membiarkan lengannya dicengkeram orang, mungkinkah dia tak mampu untuk mencengkeram tangan lawan"
Tentu saja Huan cu-im tidak percaya, sambil berpaling dia bertanya:
"Lotiang, kau suruh aku mencengkeram tanganmu kuatkuat, apakah kau hendak meronta dan melepaskan diri dari cengkeramanku?" Pengemis itu tertawa.
" Engkoh cilik, cengkeramlah lebih dulu, kau akan segera mengetahui apa yang bakal terjadi, lohu tidak perlu meronta."
"Tidak perlu meronta?" Huan cu-im merasa keheranan dan ingin tahu, maka diapun manggut-manggut tanda setuju.
"Baik" serunya.
Dengan kelima jari tangannya direntangkan lebar-lebar, dia cengkeram urat nadi pengemis tua tersebut.
Pengemis tua itu memandang kearahnya sambil tertawa, lalu katanya: " Engkoh cilik, kau harus memegangnya kecang-kencang"
Tentu saja Huan cu-im mencengkeram erat-erat, dia telah mengerahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya untuk mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan lawan.
siapa tahu, pada saat itulah mendadak pergelangan tangan pengemis tua itu bergetar keras mengikuti getaran tersebut, terasa ada segulung tenaga tanpa wujud yang mengembang keatas.
seketika itu juga kelima jari tangan Huan cu-im tak mampu mengerahkan tenaganya lagi untuk mencengkeram.
Bukan begitu saja, bahkan kelima jari tangannya pun kena dipentalkan oleh suatu kekuatan tanpa wujud sehingga membuat telapak tangannya terpental setinggi beberapa inci.
sekarang Huan cu-im baru terperanjat, teriaknya cepat:
"Lotiang, kau bisa ilmu sihir?"
"HaaaHh..... haaaHh...... haaaHh...... ini mah bukan ilmu sihir" seru pengemis tua itu sambi tertawa terbahak bahak.
"tentunya engkoh cilik masih teringat dengan perkataan lohu bukan" oleh sebab tenaga yang digunakan engkoh cilik hanyalah kekuatan kasar, bukan kekuatan murni, maka asalkan lohu mengeluarkan tenaga murni, serta merta tanganmu pun akan tergetar lepas."
sekarang Huan cu-im baru merasa benar-benar takluk, buru-buru dia menjatuhkan diri berlutut sembari berseru:
"Supaya lotiang adalah seorang jago lihay, aku seringkali mendengar lo koan keh bilang katanya dia hanya bisa menempa dasar silatku saja, bila ingin mempelajari dari ilmu silat yang baik harus mengangkat guru pandai, ilmu silat yang lotiang miliki sangat lihay, aku bersedia untuk mengangkat dirimu menjadi guruku."
"Bagus, bagus sekali......" pengemis tua itu segera membangunkan sang bocah dan memandang dengan penuh kasih sayang " engkoh cilik memang memiliki bakat yang amat bagus, dasar silat yang kau miliki juga baik, tentu saja lohu bergembira bisa menerimamu menjadi murid tapi bukan sekarang, kini lo koan keh hampir kembali, kaupun boleh pulang ke rumah."
"Jadi lotiang keberatan menerimaku sebagai muridmu?"
tanya Huan cu-im kecewa. "Lohu telah berjanji akan menerimamu sebagai muridku, tentu saja aku akan menerimamu, cuma lohu tak mau diketahui orang, sekembalinya kerumah nantipun kau tak usah memberitahukan hal ini kepada ibumu dan lo koan keh bila malam sudah tiba dan kentongan sudah lewat, datanglah seorang diri kemari, lohu akan menunggumu disini."
"Mengangkat guru adalah suatu kejadian yang terbuka dan tidak melanggar tata kesopanan, mengapa tak boleh memberitakan kepada ibuku dan lo koan keh?"
"Aaaaai, kau masih kecil dan tidak mengetahui liciknya orang persilatan, betul seperti ucapanmu tadi, lohu menerimamu sebagai murid dan kau mengangkatku sebagai guru adalah pekerjaan yang baik dan tidak melanggar peraturan dunia persilatan, tapi dengan demikian orang lain pasti akan mengetahui akan hal ini. oleh sebab itu kau harus merahasiakan kejadian ini kepada orang rumah, kalau pagi kau mesti tetap berbuat seperti sekarang belajar silat dari Lo koan keh, jangan terlalu menyolok kalau berlatih."
"Mengapa harus begitu?" desak Huan cu-im.
"sebab lohu sedang menghindari seorang musuh besarku.
Itulah sebabnya aku baru muncul disini, bila ada orang tahu kalau lohu berada disini, pasti mereka akan datang mencariku, itulah sebabnya kau harus menutup mulut rapat-rapat dan tidak membicarakan persoalan ini dengan siapapun."
Mendengar ucapan itu Huan cu-im segera manggutmanggut.
"Aku tahu, aku tak akan berbicara."
"Baik, sekarang kau boleh pulang dulu, tapi ingat, kentongan pertama malam nanti jangan lupa datang kemari lagi." Huan cu-im manggut- manggut.
"Aku akan mengingatnya selalu suhu, nah aku pergi dulu"
Dengan gembira ia segera turun gunung dan berlalu dari situ.
Memandang bayangan punggung yang menjauh, pengemis tua itu manggut manggut.
"Ehm, anak pintar memang bisa dididik"
Dia mengambil sebutir batu lalu disentilkan kedalam hutan.
Disisi hutan bambu sana tampak seseorang sedang tertidur melingkar dalam semak belukar, tiba-tiba ia berkelejit dan berseru tertahan, kemudian sambil menggosok matanya dan menggelengkan kepalanya berulang kali dia berkata:
"sialan, mengapa aku bisa tertidur disini" sepagian molor terus, sepikul kayu bakarpun tidak berhasil kuperoleh?"
orang ini berdandan tukang penebang kayu, usianya antara empatpuluh tahunan, berwajah kurus dan hitam terkena matahari, dia tak lain adalah ouw Lo si, tetangga keluarga Huan- sudah enam tujuh tahunan lamanya dia pindah kedusun Kim gou cun, masih bujangan dan penghidupannya dengan mencari kayu bakar.
setiap hari, bila Huan cu-im mengikuti Lo koan keh naik gunung berlatih ilmu, dia pun membawa pikiran dan beberapa utas tali untuk menebang kayu.
Hari ini entah mengapa ia bisa tertidur didalam rumput, sekarang terpaksa harus pulang dengan tubuh lemas.
Kentongan pertama baru lewat, diam diam seorang diri Huan cu-im naik keatas bukit.
Pengemis tua itu datang duluan dan sedang duduk diatas batu besar, sambil mengelus jenggot, katanya sambil tersenyum: "Engkoh cilik, kau sudah datang?"
"Benar" sahut Huan Cu-im.
Dia berjalan kedepan pengemis tua itu kemudian menjatuhkan diri berlutut, katanya: "Suhu diatas, tecu Huan Cu-im memberi hormat untukmu."
selesai berkata dia lantas menjalankan penghormatan besar sebanyak delapan kali. "Bagus Bagus Bangunlah muridku"
kata pengemis tua itu kemudian. sementara diantara kelopak matanya tampak air mata mengembang.
Huan Cu-im tampak bangkit berdiri sambil memandang kearah pengemis tua, kembali ujarnya:
"Suhu, sekarang tecu telah mengangkatmu sebagai guru, tapi tecu belum tahu siapakah kau orang tua?"
Pengemis tua itu manggut- manggut.
"Pertanyaanmu memang benar, setelah mengangkat guru memang sepantasnya mengetahui siapakah gurunya, suhumu she Ci, berhubung sepanjang tahun membawa sebuah tongkat pendek. maka aku bernama Ci It koay (Ci si tongkat)."
"Tapi ada pula yang memanggilku ci It koay (Ci si manusia aneh) karena watakku memang aneh sekali, aku merasa kedua nama ini memang cocok sekali, terutama Ci It Koay (Ci si manusia aneh) rasanya enak kedengarannya daripada Ci si tongkat maka akupun menyebutku sebagai Ci It koay ( Ci simanusia aneh), cuma...... meskipun nama ini sudah ku beritahukan kepadamu, kau tak boleh menyinggungnya dihadapan orang lain, ingat?"
"Tecu akan mengingatnya selalu."
"Bagus sekali, sekarang waktunya sudah tak banyak lagi muridku kau duduklah, aku akan segera mengajarkan teori Ko koatnya kepadamu..." Huan Cu-im menurut dan dudukkemudian bertanya: "suhu, aku hendak mempelajari apa darimu?" Mendengar pertanyaan itu ci It koay segera tertawa:
"Muridku, kau sudah belajar ilmu pukulan selama banyak tahun dengan si pengurus rumah tangga tua, cuma selama ini belum pernah bersemedi. Maka aku akan mengajarkan Ko koat tentang ilmu mengatur napas."
"Lo koan kek juga mengajarkan ilmu Tay lok eng jiau kang kepada tecu, apakah ilmu tersebut bukan semacam ilmu?"
"Tay lek eng jiau kang merupakan suatu ilmu tenaga luar, sedangkan ilmu yang kuajarkan sekarang adalah ilmu tenaga dalam. Kau harus tahu orang pernah bilang ilmu mengatur napas melatih tenaga, ilmu luar melatih otot."
"oleh sebab itu latihan kungfu yang kau pelajari selama ini merupakan aliran keras yang bersifat melatih otot sebaliknya lweekang melatih tenaga murni, dengan tenaga murni yang lembut, kita bisa mengatasi ilmu luar yang keras."
"Mulai sekarang, saban pagi hari kau masih tetap mengikuti lo koan keh belajar ilmu, sedang malampun kau tak perlu saban hari datang kemari. setelah suhu mengajarkan ko koatnya nanti, saban malam kau harus bersemedi untuk mengatur napas, bilamana pergi aku akan muncul untuk memberi petunjuk kepadamu."
Dia lantas mengajarkan bagaimana caranya bersila, bagaimana caranya berkonsentrasi, menghilangkan pikiran dan bagaimana caranya mengatur napas......
Menanti Huan cu-im telah memahami semua dia baru berkata sambil manggut manggut. "Bagus, malam ini pelajaran hanya sampai disini, sekarang kau boleh pulang."
Hua Cu-im masih ingin mengucapkan sesuatu lagi, siapa tahu ketika ia mendongakkan kepalanya gurunya yang jelas masih duduk dihadapannyaitu dalam waktu singkat telah lenyap tak berbekas.
sekarang dia semakin yakin kalau gurunya adalah seorang tokoh silat yang berilmu tinggi, maka sambil menjura keudara dia berseru "Tecu akan pergi dulu"
Dengan penuh kegembiraan, dia berangkat turun gunung.
Kembali ke rumah, diam-diam dia memanjat tembok peka rangan dan menyelundup masuk kedalam ruangan, lalu melepaskan pakaian dan naik kepembaringan untuk bersila, dengan mengikuti ko-koat ajaran gurunya, ia mulai mencoba untuk mengatur napas.
siapa tahu, meski sudah berlangsung sekian lama, namun pikirannya masih tetap kalut, napasnya berat dan belum juga bisa tenang.
Pada saat inilah, disisi telinganya berkumandang suara bisikan yang amat lirih sekali seperti suara nyamuk:
"Muridku, napas yang ditarik dan napas yang dibuang harus dilakukan secara teratur, bila tarik napas maka masukkan udara kedalam perut, kemudian ditelan. pikiran harus tenang sebelum napas bisa teratur, dengan begitu semedi baru bisa berlangsung secara sempurna."
Jelas suara itu berasal dari gurunya.
Huan cu-im tahu kalau suhunya berada diluarjendela sambil memberi petunjuk kepadanya, maka ia tak berani berayal lagi, dengan mengikuti petunjuk dari gurunya itu, ia mengosongkan pikiran dan pelan-pelan mengatur napas.
Entah berapa lama sudah ia berbuat demikian, lambat laun pikirannya menjadi kosong dan berada dalam keadaan lupa diri, menanti sadar kembali fajar telah menyingsing.
Ia benar-benar merasa terkejut bercampur keheranan, ternyata ia sudah duduk semalaman tanpa tidur, namun tubuhnya masih tetap segar, jauh lebih segar daripada tidur semalaman suntuk.
Semenjak saat itulah tiap malam Huan cu-im selalu duduk bersila mengatur napas, gurunya juga setiap malam seperti muncul disamping memberi petunjuk. Ada kalanya disaat dia melakukan kesalahan, meski gurunya berada diluar jendela namun seakan akan menyaksikan dengan mata kepala sendiri saja, dengan cepat ia memberi petunjuk.
Tiga bula kemudian, Huan cu-im merasakan ketajaman mata maupun pendengarannya sud jauh lebih maju daripada dulu, gerakan langkahnya lebih gesit dan cekatan, apalagi kalau digunakan untuk melatih ilmu Yu sin ki na jiu dan Tay lek eng jiau kang ajaran lo koan keh tersebut semuanya bisa dilakukan dengan lebih leluasa.
Huan Gi tidak tahu kalau bocah itu memperoleh petunjuk dari guru lain dan secara diam-diam melatih tenaga dalam, dia menganggap keberhasilan yang dicapai Huan cu-im itu merupakan hasil latihannya yang tekun sudah barang tentu hanya menjadi girang setengah mati.
Tiga bulan kemudian, cu It koay mulai mengajarkan serangkaian ilmu pedang yang dimainkan dengan jari tangan serta delapan gerakan ilmu pukulan sian sin hoat ciang, ilmu pukulan ini diharuskan berlatih dengan mengkombinasikan ilmu Yu sin ki na jiu.
Tiga tahun lewat dengan cepat, siang malam Huan cu-im melatih diri dengan tekun, boleh dibilang semua ilmu silat ajaran gurunya dan lo koan keh telah dilatihnya hingga hapal diluar kepala, semuanya dilakukan dengan matang dan sempurna.
oooooo0dw0oooooo Malam itu ketika kentongan pertama baru lewat, secara diam-diam Huan cu-im ngeloyor pergi dari rumahnya dan berkunjung kembali keatas bukit kecil itu.
Inilah perjalanan yang ditempuh setiap hari, bila malam tiba dia tentu naik keatas gunung untuk berlatih silat, ada kalanya gurunya tidak datang, maka diapun berlatih seorang diri disana.
Ada kalanya secara beruntun sampai beberapa hari tidak nampak gurunya muncul, maka dia pun berlatih sendiri, bila selesai latihan, diapun pulang sendiri kerumah. Hal ini sudah merupakan suatu kebiasaan baginya.
Padahal semenjak Cu It Koay menerima muridnya ini, tidak seharipun ia meninggalkan sisinya, hanya saja Huan cu-im tidak mengetahui akan hal ini.
Karena dia tidak melihat gurunya menampakkan diri, maka dikiranya gurunya tidak datang.
Malam ini, dia datang lebih awal, tapi sewaktu naik keatas bukit, dijumpai suhunya sudah duduk diatas batu besar, buruburu dia maju memberi hormat sambil berseru: "Suhu"
Ci It- koay memandang kearahnya lalu manggut- manggut, ujarnya dengan lembut:
"Muridku, kau datang lebih awal, ehmmm, duduklah, suhu ada persoalan hendak dibicarakan denganmu."
Huan Cu-im merasa agak keheranan, cepat-cepat tanyanya: "suhu, apakah malam ini tecu tak usah berlatih lagi?"
"Kau telah melatih semua ilmumu, asal dikemudian hari mau berlatih lebih tekun, kemajuan yang pesat pasti akan tercapai. Malam ini kau tak usah berlatih lagi, duduklah suhu ada persoalan yang hendak dibicarakan denganmu."
Huan cu-im adalah seorang bocah yang pintar, dari nada pembicaraan gurunya, dia sudah mendengar kalau gurunya ada persoalan penting yang hendak dibicarakan dengannya malam ini.
setelah memandang gurunya sekejap. diapun duduk disisinya sembari bertanya, "Suhu, kau orang tua ada urusan?"
"Benar" ci It Koay manggut manggut sambil tertawa, "kau sudah tiga tahun berlatih silat denganku, segenap kemampuan yang kumiliki juga telah kuajarkan semua kepadamu, meski usiamu masih kecil, kesempurnaanmu belum cukup tapi ilmu silat kita selalu dianggap sebagai ilmu silat lurus. Kungfu berarti ilmu yang harus dilatih dengan sungguh sungguh. satu bagian kau berlatih, satu bagian pula hasil yang kau raih, bila kau berlatih sepuluh bagian, maka sepuluh bagian pula hasilmu."
"Tentu saja soal waktu dan pengalaman juga merupakan modal besar yang penting, hal itu pun tak bisa dicapai dalam sekejap mata namun kesemuanya ini harus dilatih dan dicari olehmu sendiri, suhu tak mampu untuk memberikan hal semacam ini kepadamu."
"Suhu, apa yang kau katakan telah tecu pahami serius."
"Asal sudah paham, hal ini lebih baik lagi" setelah tertawa Ci It Koay berkata lebih jauh, "maksud suhu, gara-gara harus mendidikmu, suhu telah berdiam selama tiga tahun disini. Kini segenap kepandaian silat yang kumiliki juga telah ku wariskan kepadamu."
Huan Cu-im sudah dapat mendengar nada pembicaraan dari gurunya ini maka sebelum gurunya berkata lebih lanjut dia berseru dengan nada terkejut. "suhu, kau orang tua hendak pergi?"
sambil tersenyum Ci It koay manggut2.
"sebenarnya aku masih ada satu persoalan yang harus diselesaikan tapi demi kau, aku sudah menundanya hingga kini, sekarang aku harus melakukan perjalanan jauh."
Mengetahui kalau gurunya akan pergi, Huan cu im segera menjatuhkan diri berlutut, serunya dengan air mata mengembang dalam kelopak matanya.
"suhu kau orang tua hendak kemana" Besok tecu akan melapor kepada ibuku, bagaimana bila tecu mengikuti kau orang tua?"
Ci It Koay segera membelai kepalanya dengan penuh kasih sayang, bagaikan seorang ayah menyayangi anaknya lalu ujarnya sambil tertawa ramah:
"Muridku, bangunlah tempat yang hendak ku kunjungi terletak jauh, jauh sekali dari sini. Kau mana boleh mengikuti diriku?"
Huan cu-im menyela air matanya dan bangkit, kemudian sambil duduk kembali disisi gurunya dia bertanya:
"suhu sampai kapan kau baru akan beli kemari?"
"Tentu saja aku akan balik kemari. Hanya belum kuketahui kapan waktunya."
" Lantas?" Ci It Koay menggoyangkan tangannya berulang kali, tidak sampai dia meneruskan kata katanya, dia telah menukas:
"sebelum aku pergi jauh, ada beberapa persoalan harus kau perhatikan dengan seksama."
"Baik" setelah mengelus jenggotnya, pelan-pelan Ci lo Koay berkata:
"Pertama, ilmu Hwee sin ciang ajaran suhu harus kau kombinasikan didalam seratus delapan ilmu Yu sin ki na jiu dari aliran Eng jiau kang, hal ini agar kau bisa menggunakannya lebih lincah dan hidup.
Tapi kedelapan jurus serangan itu merupakan jurus sakti penolong hasil ciptaanku sendiri, bila digunakan pasti akan melukai orang jika apabila keadaan tidak sangat mendesak.
kau tidak boleh mempergunakannya secara sembarangan, sekalipun dengan orang yang paling dekat hubungannya dengan diripun, kepandaian ini tak boleh dibocorkan.
Mengerti?" "Akan tecu ingat sekali."
"Kedua, walaupun tahun ini, tapi dengan kepandaian silat yang kau miliki, kecuali kesempurnaannya yang masih kurang, asal bertemu dengan seorang jago silat kelas satu, rasanya masih lebih dari cukup untuk menghadapinya, cita cita dari seorang lelaki berada d it empat samudra, maka kau harus pergi untuk melatih diri."
Huan cu-im segera berhasil menangkap kesempatan yang baik dan tentu saja dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut dengan begitu saja. Tidak sampai gurunya selesai berbicara, dengan wajah berseri, cepat cepat dia berseru:
"Suhu, itulah sebabnya tecu ingin mengikuti kau orang tua saja"
"Aku bukan bermaksud demikian."
"Tidak ada salahnya bila aku berterus terang kepadamu"
tukas Ci It Koay lagi, "dulu aku dan ayahmu adalah sahabat karib."
Menyinggung soal ayahnya, tanpa terasa perasaan halus Huan cu-im tersentuh kembali.
Sejak kecil kesannya terhadap ayahnya sangat kagum, dia mendengar dari ibu dan lo koan keh bahwa ayahnya sedang pergi, tetapi selama banyak tahun ini ayahnya belum pernah kembali kerumah.
Dia amat rindu kepada ayahnya, sangat berharap pada suatu hari ayahnya bisa balik kembali pulang.
Maka dengan membelalakkan matanya lebar-lebar, dia lantas bertanya dengan keheranan:
"suhu, rupanya kau orang tua adalah sobat ayahku, tahukah kau, ayahku kini berada dimana?"
sepasang mata ci ft koay agak basah, dengan cepat dia menggelengkan kepalanya berkali kali.
"Entahlah aku sudah berpisah selama sepuluh tahun lebih dengannya." Huan Cu-im menjadi amat kecewa.
"Aaaaaaai entah kemana perginya ayahku" selama banyak tahun, dia takpernah pulang untuk menengok kami."
"Tatkala kau berusia enam tahun, ayahmu telah pergi meninggalkan rumah karena suatu persoalan bila dihitung hingga sekarang, paling tidak sudah sepuluh tahun lebih."
Tidak menunggu sampai Huan cu-im membuka suara, dia menyambung lebih jauh.
"Oleh sebab itu, maksudku usiamu sekarang tidak bisa dianggap kecil lagi kau sudah seharusnya pergi ke dunia persilatan untuk mencari pengalaman sekalian mencari berita tentang ayahmu."
" Ucapan suhu memang benar, aku.... aku harus pergi mencari ayahku" kata Huan cu-im sambil menangis.
"Ayahmu mempunyai seorang kakak angkat yang bernama Huan im hong, orang-orang menyebutnya sebagai Hway Lam tayhiap. dia mempunyai hubungan saudara angkat dengan ayahmu dan berdiam ditelaga Ang ci oh."
"Tak ada salahnya kau minta ijin dulu kepada ibumu kemudian pergi mencarinya, nama besar Hoe tayhiap dalam dunia persilatan amat termashur, pergaulannya juga luas, siapa tahu kalau dia mengetahui kabar berita tentang ayahmu?" Huan cu-im menjadi kegirangan-
"Ya a, dari ibupun aku pernah mendengar tentang empek Hway, konon dia pernah berkunjung kerumahku dulu, kini sudah banyak tahun tak pernah berkirim surat."
"Hway Lam tayhiap seorang yang suka membantu kaum lemah dan luas pergaulannya terhadap usahamu untuk mencari jejak ayahmu. sudah pasti akan memberikan bantuan yang amat besar, bila kau pergi mencarinya, aku rasa ibumu pasti akan berlega hati."
"Apakah suhu pun kenal dengan empek Hee?" ci ft koay segera menggeleng,
"Aku tidak begitu kenal dengannya, ooya.... bila bertemu dengannya kaupun tak usah menyinggung soal gurumu.
Katakan saja kalau ilmu silatmu itu berasal dari Lo koan keh."
"Tecu mengerti"
Ci It koay segera manggut manggut.
"Baiklah, muridku sejak kini kau harus baik baik untuk menjaga diri......."
Tergerak hati Huan cu-im setelah mendengar ucapan itu, dia mendongakkan kepalanya lalu bertanya
"Suhu, kau hendak pergi?"
Ketika mengucapkan perkataan itu, wajahnya menampilkan perasaan berat hati untuk berpisah.
ci It Koay segera tertawa terbahak bahak.
"HaaaHh... haaaHh... haaaHh... aku memang akan pergi.
Apa yang telah kubicarakan dengan mu pada malam ini harap kau sudi mengingatnya selalu di dalam hati."
"Tecu pasti akan mengingatnya selalu" kata Huan cu-im dengan air mata bercucuran.
"Bagus, sekarang kau boleh pergi"


Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali lagi Huan cu-im menjatuhkan diri berlutut diatas tanah, kemudian katanya:
"setelah berpisah pada malam ini, entah sampai kapan tecu baru bisa bersua lagi dengan suhu?" ci It Koay tertawa.
" Walaupun aku hendak pergi jauh, tak lama kemudian juga akan kembali, setiap saat kita bisa bersua kembali d idalam dunia persilatan"
"Kau orang tua harus menetapkan waktunya."
"Dalam perjalanan ku saat ini, sulit bagiku untuk menetapkan waktunya, tapi setelah kembali kemari, pasti akan kucari dirimu. Nah... waktu sudah tidak pagi, muridku, kau boleh culang sekarang."
sekali lagi Huan cu-im menyembah beberapa kali sebelum berdiri, katanya sambil menyeka air mata:
"Suhu, kalau begitu tecu akan pulang dulu."
Meskipun dimulut dia bilang hendak pulang namun sekarang kakinya sama sekali tidak bergerak. sepasang matanya hanya mengawasi wajah gurunya dengan perasaan berat. sambil tersenyum Ci It Koay berkata:
"Bocah bodoh, perpisahan kita sekarang hanya perpisahan untuk sementara, aku akan segera kembali lagi kemari. Kini usiamu juga tidak kecil, sebagai seorang lelaki sejati, seorang jantan, masa sikapmu seperti anak anak saja" Cepatlah pulang, aku harus berangkat pula dari sini......"
Pelan-pelan dia berjalan menuruni bukit, tapi baru beberapa langkah, dia tak tahan menengok kembali kebelakang, Tapi waktu itu bayangan gurunya sudah tak nampak lagi.
Fajar telah menyingsing, Huan tay-nio sudah bangun dan sedang memberi makan ayam dihalaman belakang.
Huan Gi juga sudah bangun dia dengan menyapu pekarangan luar.
semalam sekembalinya kerumah, Huan cu-im memikirkan terus ancaman dari gurunya, hampir semalaman suntuk tak dapat tidur. Ayah telah pergi, hingga kini sudah hampir sepuluh tahun lebih. sepuluh tahun tak pernah kembali, sepuluh tahun tiada kabar beritanya.......
Ucapan dari suhunya memang benar, sebagai seorang lelaki yang berusia tidak muda lagi, sudah seharusnya dia mengembara ke dalam dunia persilatan untuk mencari ayahnya, walaupun harus sampai keujung langitpun,jejak ayahnya harus ditemukan.
Maka setelah fajar menyingsing, buru-buru dia membersihkan muka dan menuju ke halaman depan untuk mencari ibunya. "Ibu......."
Huan Tay-nio memandang sekejap kearah putranya dengan penuh kasih sayang, lalu katanya sambil tersenyum.
"Nak, kau tidak berlatih ilmu didepan sana" Ada urusan apa mencariku......?"
Huan cu-im manggut- manggut.
"Ibu, ananda ada satu persoalan yang hendak dirundingkan dengan ibu....."
"Ooooh, kalau begitu kita kembali kedalam......"
Huan Cu-im mengikuti dibelakang ibunya berjalan masuk kedalam ruangan, setelah duduk. Huan Tay-nio bertanya:
"Nak, ada urusan apa yang hendak dirundingkan"
sekarang, kau boleh membicarakannya."
"Ibu, ananda hendak pergi mencari ayah" kata Huan cu-im setelah termenung sejenak.
Huan Tay-nio merasa terperanjat sekali sehabis mendengar perkataan itu, sambil memandang putranya dia berseru:
"Mengapa kau mempunyai ingatan untuk pergi mencari ayahmu?"
Huan cu-im segera menjatuhkan diri berlutut didepan ibunya, lalu dengan air mata bercucuran katanya:
"Ibu, semalam ananda telah berpikir semalaman sejak ayah pergi sampai sekarang sudah sepuluh tahun lebih, selama sepuluh tahunpun ayah tak pernah kembali kesini, sedikit beritapun tentangnya tiada."
"Dulu ananda masih kecil, tetapi sekarang ananda sudah dewasa, maka ananda hendak pergi mencari ayah dan ibu.
Kabulkanlah permintaan ananda ini......"
Menyinggung kembali soal suaminya, Huan Tay-nio merasa amat pedih sampai airmatanya jatuh bercucuran, sambil memeluk kepala putranya dia berkata:
"Anakku, bila kau mempunyai rasa bakti semacam itu, ibu merasa amat gembira, cuma usiamu masih amat kecil."
Huan cu-im mendongakkan kepalanya, lalu katanya dengan cepat:
"Ibu, tahun ini ananda sudah berusia enam belas tahun padahal ananda sudah sepuluh tahun belajar silat, kalau hanya busu saja dalam dunia persilatan, mereka sudah bukan tandingan ananda lagi, ananda sekarang masih mampu untuk melindungi diri sendiri, ibu, kabulkanlah permintaan ananda ini."
"Nak, bangunlah" ujar Huan Tay-nio sambil menyeka air mata.
Dengan girang Huan Cu-im melompat bangun serunya dengan amat gembira:
"Ibu, jadi kau telah setuju?"
"Kapan ibu bilang sudah setuju?"
"Ibu, bukankah kau suruh ananda bangun?"
"Bukankah kau bilang ada urusan hendak dirundingkan dengan ibu" Berunding berarti mencari penyesuaian pendapat antara kau dan aku, masa belum lagi dibicarakan, ibu lantas menyetujuinya" "
"Ibu, kau hendak mencari penyesuaian pendapat apa lagi?"
"Duduklah dulu nak. ibu hendak bertanya dulu kepadamu."
Huan cu-im menurut dan segera duduk didepan ibunya, kemudian katanya:
"ibu, kau ingin bertanya soal apa?"
"Kau masih kecil, hendak kemanakah kau akan mencari ayahmu?"
"Ananda telah teringat akan seseorang."
"Siapa?" "Empek Hee, empek Hee yang disebut orang sebagai Hway lam tayhiap."
"Bagaimana ceritanya kau bisa teringat dengan empek Hee?"
"Ananda pikir, kalau toh empek Hee disebut orang sebagai Hway lam tayhiap. berarti hubungannya pasti luas, dia pasti akan mengetahui kabar berita tentang ayah."
Diam-diam Huan Tay-nio mengangguk. katanya kemudian:
" Tapi sudah cukup lama kita tak pernah saling berhubungan dengan empek Hee"
"Menurut apa yang ananda ketahui, empek Hee dengan ayah mempunyai hubungan sebagai saudara angkat sekalipun sudah banyak tahun tak pernah surat-suratan namun hubungan itu toh ada. Ananda pikir ada baiknya untuk mencari berita tentang ayah, dia pasti akan membantuku untuk menemukan ayah."
Mendadak Huan Tay-nio seperti teringat akan sesuatu, ia merasa perkataan semacam itu tidak mirip dengan ucapan seorang bocah, maka sambil menatapnya lekat-lekat dia bertanya: "Nak, apakah lo koan keh yang mengajarkan katakata tersebut kepadamu?"
Huan cu im menjadi tertegun, belum sempat dia mengucapkan sesuatu, terdengar Huan Gi si Lo koan keh sudah menimbrung:
"Tay-nio, soal apa yang budah tua ajarkan kepadanya?"
sambil berseru dia berjalan mendekat.
"Im ji bilang hendak pergi mencari ayahnya."
Mendengar ucapan tersebut, Huan Gi segera membusungkan dada dan memandang ke arah Huan cu-im, kemudian katanya sambil tersenyum:
"Bagus sekali budak tua tidak pernah membicarakan soal ini, Tapi dihati memang selalu memikirkan, toaya sudah banyak tahun meninggalkan rumah. selama ini diapun tidak ada kabar beritanya, sekarang siauya sudah besar, memang sudah sepantasnya kalau dia meninggalkan rumah untuk mengembara, sekalian mencari berita tentang toaya didalam dunia persilatan-"
"Lo koan keh memang benar, toaya sudah sepuluh tahun meninggalkan rumah dan dia memang pantas untuk mencari beritanya dalam dunia persilatan, tapi usia imji masih kecil."
"ibu, ananda sudah tidak kecil, apalagi sudah belajar ilmu selama sepuluh tahun" buru-buru Huan cu-im berseru, "ibu coba kau lihat kepandaian ananda ini lemah atau tidak?"
Ketika dia menyaksikan di tepi pintu terdapat sebuah palang pintu diambilnya palang pintu tersebut, kemudian dengan jari tengah dan jari telunjuk tangan kirinya dia menyodok kayu tadi hingga tembus.
Padahal palang kayu itu terbuat dari kayu yang sangat keras, maklum palang kayu pada saat itu merupakan kekuatan utama untuk menahan pintu, maka tebalnyapun mencapai enam inci.
Tapi kenyataannya, hanya sekali ayunan tangan saja kedua jari tangannya telah tembusi kayu tersebut.
Kepandaian semacam ini, mungkin Huan Gi sendiripun tak mampu untuk melaksanakannya.
Huan Gi segera membelalakan matanya lebar-lebar dan memandangnya tanpa berkedip. selang beberapa saat kemudian dia baru berkata: "Siauya, siapa yang mengajarkan ilmu tersebut kepadamu?"
Meski usianya sudah lanjut, bukan berarti matanya sudah melamur dan gampang dikelabui.
"Ilmu tersebut merupakan hasil latihanku sendiri, saban hari, bila aku sedang berlatih Eng jiu ki na jiu didalam hutan bambu, aku selalu melatihnya dengan sungguh sungguh, kadang kala akupun berlatih untuk menjojoh dengan jari tanganku karena cara ini lebih kuat dan bertenaga penuh."
"Oleh karena itu, setiap hari ku latih kedua juri tanganku ini untuk menusuk batu cadas. Kemaren, sewaktu kugunakan tenaga, ternyata batu cadas itu muncul sebuah lubang kecil.
Itulah sebabnya sengaja kudemonstrasikan dihadapan ibu pada hari ini"
Cerita ini tentu saja hanya cerita karangan yang disusun olehnya untuk menghadapi keadaan tersebut.
Mendadak Huan Gi menundukkan kepalanya dan berkata dengan lirih: "Aaaaaai, sayang sekali "
"Lo koan keh, apanya yang sayang ?" tanya Huan Tay-nio dengan cepat.
Dengan wajah sedih Huan GI berkata:
"sauya berbakat bagus dan merupakan seseorang yang amat cocok untuk berlatih ilmu, sayang dia tidak pernah memperoleh petunjuk dari guru pandai, kalau hanya mengandalkan ilmu silat kucing kaki tiga ajaran budak tua mah..... benar benar sudah memendam bakat alam"
Kemudian setelah termenung sebentar, dia berkata lebih jauh:
"Budak tua sangat setuju, bila sauya hendak pergi mencari toaya. Bukan saja dapat mencari pengalaman diluar, bahkan bisa pula mencari guru kenamaan dengan begitu bakat alam sauya menjadi tidak terpendam terus disini."
"Imji bilang, dia akan mencari empek Hee nya"
"Apakah sauya maksudkan Hway lam tayhiap Hee toaya ?"
Huan Tay-nio manggut manggut.
"Benar" Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik sinar mata Huan Gi, wajahnya pun menunjukkan rasa gembira seakan-akan dia teringat akan sesuatu yang menggembirakan hatinya.
Dengan cepat dia mengangguk berulang kali, lalu katanya:
"Dahulu, Hee toaya angkat nama bersama-sama loya.
Mereka berdua pun terikat hubungan sebagai saudara angkat, apalagi dulupun pernah berdiam selama beberapa hari disini."
"sejak toaya pergi sepuluh tahun berselang, antara dua keluarga tak pernah berhubungan surat lagi, bila sauya ingin berkunjung kerumah Hee toaya, hal ini memang merupakan suatu ide yang sangat bagus sekali......"
Tiba tiba Huan Tay-nio tertawa, lalu menyela.
"SEjak tadi aku sudah tahu kalau ucapan fmji hendak mencari Hee toako adalah atas anjuran dari lo koan keh."
"Bukan, buka ide dari budak tua" cepat cepat Huan Gi menggoyangkan tangannya berulang kali "budak tua tak pernah menyinggung soal Heetoaya dengan sauya."
setelah berhenti sejenak. sambungnya lebih jauh:
"Namun usul dari sauya memang ada benarnya juga. Hee toaya menganggap setiap orang yang berada di empat samudra sebagai saudara, setiap orang tentu akan mengacungkan ibu jarinya bila menyinggung nama Hee toaya bahkan menghormatinya sebagai tayhiap sudah pasti Hee toaya mengetahui akanjejak dari toaya." Huan Tay-nio menghela napas panjang.
"Aaaaaaaaai, hal ini sukar untuk dibicarakan-kami semua sebagai keluarga langsung dari toaya pun tak pernah mendapatkan kabar berita tentang dirimu."
"Kita tak bisa membandingkan demikian, nama Hee toaya dalam dunia persilatan cukup termashur. Diapun pandai bergaul dan mempunyai teman banyak. lagipula banyak orang yang masuk keluar dalam gedungnya, tentu saja kabar beritanya jauh lebih lancar dan tajam bila sauya pergi mencarinya sudah pasti ia akan berhasil mendapatkan berita tentang toaya."
"Bukankah kita dua keluarga masih termasuk hubungan saudara angkat" Dia pasti akan sepuluh kali lipat lebih tangguh daripada mempelajari jurus kasaran dari budak tua."
Tergerak juga hati Huan Tay-nio sesudah mendengar perkataan itu dia lantas manggut manggut.
"Dulu Lo koan keh sering mengikuti kongkong berkelana mengunjungi berbagai wilayah. Pengetahuan maupun pengalamannya amat luas bila kau mengatakan bahwa Imji harus pergi mencari empek Heenya, hal ini tentu tak bakal salah lagi cuma aku tetap mengUatirkan usia Imji yang masih kecil......"
Huan Gi tertawa terbahak bahak.
"HaaaHh..... haaaHh..... haaaHh..... tahun ini sauya telah berusia enam belas tahun, dia sudah bisa dianggap telah dewasa, padahal ketika toaya masih berusia lima belas tahun dulu, dia sudah mengikuti budak pergi ke kota Kim leng dengan menyandang golok dan menunggang kuda, semua orang menghormatinya sebagai saupiautau Apabila toa nio merasa kuatir, bagaimana bila budak tua saja yang menemani sauya untuk berangkat ke Hway lam?"
Huan Tay-nio berpikir sebentar, kemudian manggutmanggut.
"Kalau toh Lo koan keh telah berkata begitu, tentu saja aku harus menyetujuinya."
Huan cu-im menjadi amat kegirangan serunya dengan cepat:
"lbu, jadi kau telah setuju?"
Begitulah, akhirnya diputuskan Huan cu-im akan berangkat menuju ke Hway lam ditemani oleh Huan Gi
^ooooo0dw0oooo^ Dari dusun Kim gou-cun yang terletak dibukit Pek shia san dalam propinsi An- hwee sampai di benteng keluarga Hee diutara telaga Ang ci oh didekat su yang propinsi Kang siok.
perjalanan yang ditempuh sebenarnya tidak terlalu jauh, namun berhubung lalu lintas ketika itu tidak lancar, maka perjalanan mana boleh dianggap sebagai suatu perjalanan jauh.
Pagi ini, Huan cu-im berpamitan kepada ibunya dan bersama Huan Gi berangkat meninggalkan dusun Kim gou cun menuju ke benteng keluarga Hee....
setelah tiba di kota su shia, mereka membeli dua ekor kuda untuk meneruskan perjalanannya menuju ke utara.
Meskipun Huan Gi sudah belasan tahun ini pernah keluar masuk. namun bagaimanapun juga dia adalah seorang jago kawakan dalam dunia persilatan, dengan didampingi seorang jago kawakan seperti ini, tentu saja Huan cu-im tak usah berlalu memusingkan segala persoalan yang tetek bengek.
Hari ini mereka tiba didermaga Peng ki dan menggunakan perahu untuk meneruskan perjalanannya.
Menunding bukit Cing san dikejauhan sana Huan G i berkata:
"Tempat itulah yang dinamakan sik bun san, tempat tinggal Hee toaya berada disana, tapi kemudian dia pindah ketepi telaga Ang ci oh semenjak sepuluh tahun berselang"
"Mengapa empek Hee pindah ketelaga Ang cioh..."
"Mungkin Hee toaya memang menyukai telaga Ang cioh"
sementara pembicaraan masih berlangsung mendadak terdengar suara mendesing berkumandang dari atas kepala, ketika mereka mendongakkan kepalanya tampak seekor burung merpati terbang lewat dari atas kepala mereka menuju ke pantai sebelah utara. Memandang burung merpati itu, Huan Gi segera berbisik: "Seekor burung merpati pos "
"Merpati pos ?"
"Merpati pos adalah seekor burung merpati yang bertugas membawa surat, lohu hanya heran, kenapa dia terbang melintas diatas kepala kita......" sungguh aneh."
Tak lama kemudian mereka sudah naik kedarat.
Pada saat itulah, mendadak Huan Gi merasakan lagi segulungan desingan angin tajam menyambar kearah tubuhnya, cepat-cepat dia menggerakkan tangannya untuk meraup kebelakang, dengan cepat dia berhasil menangkap sebuah benda.
Benda tersebut terasa enteng dan tipis seperti selembar kertas yang digulung, dengan perasaan heran dia lantas memeriksa, betul juga, benda itu adalah segulung kertas.
"Siapa yang menyambit surat ini" Apa maksudnya?" dengan cepat dia berpikir. Kertas itu segera dibuka dan diperiksa isinya, terbacalah beberapa kalimat disitu: "Didepan ada bahaya, tapi kalian tak boleh turun tangan-"
Jelas sebuah surat peringatan. Buru-buru Huan Gi memeriksa disekeliling tempat itu, sayang banyak orang berlalu lalang disana, bagaimana mungkin bisa menemukan si pelempar surat itu diantara sekian banyak orang"
-oo0dw0oo JILID : 3 Ketika Huan cu-im menyaksikan paras muka Huan Gi agak berubah, dengan cepat dia bertanya:
"Lo koan keh, ada apa?"
Huan Gi sebenarnya ingin merahasiakan kejadian semacam ini didepan pemuda yang berdarah panas, maka sambil menyodorkan surat itu katanya: "Periksalah sendiri sauya"
Huan cu-im menerima surat itu dan diperhatikan sekejap, kemudian bertanya: "Siapa yang menulis surat ini?"
"Baru saja ada orang yang melemparkan kearah kita."
"Tapi apa maksudnya?"
"ORang itu seakan akan sedang memperingatkan kepada kita kalau didepan sana ada persoalan dan kita tak usah mencampuri persoalan tersebut."
Sejak belajar silat, Huan cu im belum pernah menjajal kepandaiannya, maka semangatnya menjadi berkobar setelah mendengar kalau didepan situ kemungkinan besar akan terjadi suatu peristiwa.
"Lo koan keh, menurut pendapatmu, peristiwa apakah yang akan terjadi.....?"
"Sulit untuk dikatakan, bisa jadi merampok atau membegal atau mungkin ada orang hendak mmbalas dendam. Ya a a, pokoknya banyak peristiwa yang terjadi dalam dunia persilatan-"
"Lo koan keh, seandainya menjumpai peristiwa perampokan atau pembunuhan atau penodongan, apakah kita tak boleh mencampurinya?"
"Menurut peraturan dunia persilatan, bila orang lain sudah memberi peringatan, maka kita tak boleh mencampurinya."
"Tapi kalau dia sedang melakukan suatu perbuatan yang merugikan orang banyak, apakah kitapun tak boleh mencampurinya?"
"Bukan begitu masalahnya, sekalipun pihak lawan telah mengirimkan pesan dan pemberitahuan tersebut, namun apabila masalahnya yang kita hadapi adalah peristiwa yang merugikan orang banyak. tentu saja kita tak dapat berpeluk tangan belaka, namun jika masalah tersebut tidak menyangkut masalah kita pribadi, kalau bisa tak usah turun tangan- Tentu saja hal ini lebih baik lagi."
"Tapi, mengapa dia memberi surat peringatan itu kepadamu?"
"Mungkin pihak lawan sudah tahu kalau kita adalah orang yang pandai bersilat."
sambil berjalan sambil berbincang bincang tengah hari itu mereka meneruskan perjalanannya setelah beristirahat sebentar untuk mengisi perut.
setelah berjalan tujuh delapan li kemudian tempat yang mereka lewati makin lama semakin sedih, didepan jauh dari dusun, dibelakangpun jauh dari kota, kecuali pepohonan cemara yang lebat, di kedua sisi jalan penuh dengan semak belukar yang tinggi. Huan Gi yang duduk dikudanya mulai menggundel dihati:
"Yang dimaksudkan orang tadi sebagai didepan ada gangguan, mungkinkah ditempat ini?"
Baru habis ingatan tersebut melintas, mendadak dari balik semak belukar berkumandang suara suitan keras, lalu nampak berpuluh sosok bayangan manusia berlompatan keluar dari balik semak belukar yang amat lebat itu.
oooo0oooo Belasan orang manusia itu rata-rata mengenakan kain kerudung hitam untuk menutupi wajah sehingga tinggal sepasang matanya saja yang kelihatan- sambil menggenggam senjata tajam, dengan garangnya orang-orang itu menghadang jalan pergi mereka.
Huan Gi menjadi tertegun, dalam surat peringatan tersebut dengan jelas diterangkan agar mereka berdua jangan mencampuri urusan orang, tapi kenyataannya sekarang, orang orang itu justru muncul untuk mencari gara-gara dengan mereka berdua.
sebelum mereka sempat berbuat sesuatu, terdengar pemimpin dari orang orang itu sudah membentak keras:
"sobat, bila tahu diri, harap turun dari kuda kalian"
Huan Gi memandang sekejap orang orang itu, kemudian sambil menjura tanyanya: "Tolong tanya saudara sekalian berasal dari aliran mana?"
"Kau tak usah banyak bertanya, yang penting sekarang, turun dulu dari kuda kalian-"
"Baiklah" ucap Huan Gi sambil mengangguk. Lalu sembari berpaling, katanya lagi:
"sauya, mari kita turun dari kuda, coba kita lihat apa lagi yang hendak dia katakan?" sementara berbicara, diam-diam dia memberi tandan dengan kerdipan mata kepada Huan Cuim agar dia menahan diri dan jangan bertindak secara gegabah.
Tanpa membantah, kedua orang itu segera melompat turun dari punggung kuda masing masing.
setelah kedua orang itu turun, pemimpin manusia berkerudung itu mengulapkan tangannya kepada Huan cu-im dan berseru: "Sekarang kau boleh menyingkir."
"Mengapa aku harus menyingkir?" tanya sang pemuda.
"Sebab urusan ini tiada sangkut pautnya dengan dirimu, sebagai seorang muda, lebih baik jangan mengorbankan jiwa dengan percuma."
" Hanya mengandalkan kekuatan dari kalian beberapa orang?"
Anak muda memang gampang naik darah, apalagi kalau ucapan lawan kurang sedap kedengarannya, jarang ada yang mampu untuk menahan diri
Huan Gi sendiripun merasa keheranan setelah mendengar dari nada ucapannya yang jelas ditujukan kepadanya, buruburu dia berseru:
"sauya, harap kau mundur dulu, lohU ingin bertanya kepada mereka."
Walaupun Huan cu-im merasa enggan, namun dia tak ingin membantah ucapan pengurus rumah tangganya ini, maka dia melangkah mundur satu tindak kebelakang.
Tahun ini Huan Gi telah berusia delapan puluh tahun, tapi dia tidak pernah merasakan dirinya sudah tua, bukan saja ilmu silatnyapun sudah memperoleh kemajuan yang pesat.
Baginya, meski lawan terdiri dari belasan orang, namun dia yakin masih mampu untuk menghadapinya .
Sebagai seorang jago kawakan yang berpengalaman sekali, Huan Gi juga tahu kalau si pemberi peringatan tadi sengaja mengirim surat peringatan kepadanya karena orang itu mempunyai maksud tertentu, dia tak ingin bertindak kelewat gegabah sehingga dipecundangi orang lain-Tatkala sauyanya sudah mundur, dia maju kedepan dan segera menegur sambil menjura:
"Sobat, kalau kudengar dari nada pembicaraanmu itu, tampaknya kalian seperti sengaja hendak mencari gara-gara dengan lohu?"
"Betul, kami memang hendak mencari kau si orang tua"
sahut orang itu dingin. Menganggap pihaknya terdiri dari belasan orang, sedangkan musuh ada dua orang, tentu saja dia tidak memandang sebelah matapun terhadap Huan Gi, otomatis lagak bicaranyapun menjadi lebih besar.
"Apakah kalian tidak salah mencari orang?" tanya Huan Gi lagi dengan wajah keheranan.
"Tak bakal salah"
Huan Gi benar-benar merasa keheranan setengah mati, tak tahan dia bertanya lagi: "Kalau begitu coba kalian sebutkan, siapakah lohu?"
"Bukankah kau adalah Huan Gi?" kata pemimpin rombongan manusia berkerudung itu
"Betul, lohu memang Huan Gi"
"Nah, itulah dia"
Dia segera mengulapkan golok Yun leng to nya kearah enam tujuh orang yang mengurung Huan Gi itu, kemudian bentaknya: "Maju semua"
Ternyata mereka bertiga belas, kecuali pemimpin rombongan, tujuh orang mengurung Huan Gi sementara lima orang mengerubuti Huan cu-im.
Ditinjau dari hal ini, jelaslah sudah kalau orang-orang itu memusatkan segenap perhatiannya keatas tubuh lo koan keh tersebut, sedangkan terhadap Huan cu-im hanya dilakukan pengawasan agar pemuda itu tak dapat berlalu dari situ.
Betapa gusarnya Huan Gi ketika mendengar orang itu menurunkan perintah untuk melakukan serangan, dengan mata melotot bentaknya keras-keras
Bentakan ini amat nyaring, suaranya seperti genta yang dibunyikan bertalu talu sungguh menggetarkan perasaan orang.
"Apalagi yang hendak kau katakan?" seru orang itu.
"Lohu merasa tak pernah mempunyai dendam atau sakit hati dengan kalian semua atas dasar apa kalian datang mencari gara-gara dengan lohu......?"
"Tiada alasan apa-apa, anggap saja kami menginginkan selembar nyawamu itu" Huan cu im turut naik darah dengan kening berkerut dia segera membentak nyaring:
"Hei, lo koan keh sedang bertanya secara serius kepadamu, jangan menjawab dengan seenaknya sendiri"
Huan Gi segera menggoyangkan tangannya berulang kali mencegah si anak muda itu berkata lebih lanjut, kemudian setelah meloloskan huncweenya, dia berkata sambil tertawa nyaring:
"Sobat, lebih baik jangan bermain sembunyi macam kurakura, terhitung jagoan macam apakah dirimu itu" Boleh saja apabila kalian menginginkan nyawa lohu, tapi lepaskan dahulu kain kerudung hitam kalian itu....." Pemimpin rombongan tersebut tertawa seram.
"HeeeHh..... heeeHh.... heeeHh..... kau ingin mengetahui siapakah aku" Bagus sekali, silahkan saja tanya kepada si raja akhirat....."
Berbicara sampai disitu, tangan kirinya segera diulapkan sambil membentak: "Bacok dia sampai mampus"
Tujuh orang lelaki yang mengurung Huan Gi itu tetap menggenggam senjatanya sambil melakukan gerakan seperti hendak melakukan terkaman, namun mereka sama sekali tidak bergerak.
Dengan cepat pemimpin itu dapat merasakan sesuatu yang aneh, segera bentaknya: "Kalian tidak cepat....."
Mendadak seluruh tubuh mereka bergetar keras, ucapan selanjutnya tak mampu dilanjutkan lagi.
Pada saat itulah dari sisi telaga Huan Gi menangkap serentetan orang suara lembut yang berbisik,
"Lo koan keh, sekarang kalian boleh pergi."
Huan Gi tertegun ketika ia menengok kembali kearah pemimpin rombongan tersebut ia saksikan sorot mata orang itu menunjukkan perasaan gelisah, namun mereka tetap berdiri kaku ditempat semula.
Menyaksikan kenyataan tersebut, dengan cepat dia mendapat tahu kalau ada jago lihay yang secara diam-diam telah membantu mereka dengan menotokjalan darah orang orang itu.
Sudah barang tentu orang yang menolong mereka sekarang tak lain adalah orang yang memberikan peringatan kepadanya dengan lempengan gulungan keras tadi...
MEskipun pelbagai kecurigaan memenuhi benaknya, namun dia tak tahu bagaimana untuk memecahkannya .
seperti, mengapa orang orang itu muncul dengan wajah berkerudung ditengah siang hari bolong dan menghadang jalan perginya.
Dengan mereka, boleh dibilang dia tak punya dendam sakit hati apapun, mengapa mereka hendak membunuhnya" Apa yang sebenarnya telah terjadi"
sebenarnya dia ingin merobek kain kerudung lawan dan melihat siapakah gerangan pemimpin rombongan tersebut"
Tapi bagaimanapun juga dia adalah seorang jago kawakan yang memahami akan pantangan dalam dunia persilatan, apalagi disitupun ada jago lihay yang membantu mereka secara diam-diam, kini orang tersebut menyuruh mereka pergi dahulu, hal ini sudah pasti karena ada alasan satu tujuan tertentu. setelah berpikir sampai disitu, sambil membalikkan badan dia lantas berseru kepada si anak muda itu: "sauya mari kita pergi saja"
Huan Cu-im memandang sekejap kearah belasan orang manusia berkerudung yang mengurung disekeliling mereka berdua dengan ragu, kemudian serunya: "Mereka...."
"sauya tak usah menggubris mereka, lebih baik kita pergi saja tanpa banyak berbicara."
"Lo koan keh, apakah kau yang telah berhasil menguasai mereka?" seru Huan cu-im lagi dengan perasaan terperanjat.
"sauya tak usah banyak bertanya, naik saja keatas kudamu, nanti lohu akan memberitahukan semuanya itu kepadamu secara pelan pelan-..."
Huan cu im tidak bertanya lagi, dia menurut dan segera naik keatas kuda, kemudian menarik tali lesnya dan meneruskan perjalanan menuju kedepan-Anehnya, belasan orang lelaki berkerudung itu masih tetap berdiri ditempat semula dengan posisi tak berubah, bahkan pemimpin merekapun hanya bisa membelalakkan matanya membiarkan kedua orang itu berlalu dari situ tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Menanti bayangan punggung dari dua orang itu sudah pergi jauh, dari balik pepohonan siong disebelah kanan jalan muncul seseorang yang berjalan sambil terpincang pincang.
orang itu berambut panjang sebahu, memakai baju compang camping dan membawa sebuah karung goni bobrok dibahu kanannya dengan sebuah tongkat pendek dibawah ketiak kanannya.
sewaktu berjalan dia akan terbongkok bongkok sambil terpincang pincang, ketika ujung tongkatnya menyentuh tanah, segera menimbulkan suatu getaran keras. Ternyata orang itu adalah seorang pengemis tua.
oleh karena dia jalan terpincang, tentu saja langkahnya tidak terlalu cepat, menanti dia sudah berhasil mencapai samping pemimpin rombongan tersebut dengan susah payah, tangan kirinya baru menepuk diatas bahu orang itu dan menegur sambil tersenyum: "Toaya, apakah kau sedang mengantuk?"
Pemimpin rombongan manusia berkerudung itu merasakan seluruh tubuhnya bergetar seperti melepaskan suatu beban berat saja, dalam waktu singkatjalan darahnya yang tertotokpun menjadi bebas kembali.
Menghadapi kenyataan tersebut, dengan perasaan terkejut ditatapnya pengemis tua itu lekat-lekat, kemudian tegurnya:
"siapakah kau?"
"Menurut toaya, siapakah diriku ini?" pengemis tua itu balik bertanya sambil melirik sekejap kearahnya.
"ooooh, kalau begitu kaulah yang telah membebaskan jalan darahku barusan?"
Pengemis tua itu memperlihatkan bibirnya dan tertawa lebar, serunya dengan cepat. "Aku mah hanya bisa makan, siapa bilang aku pandai membebaskan jalan darah orang."
"HeeeHh.... heeeHh.... heeeHH..... sobat, kau benar benar seorang lihay yang tak mau memperlihatkan kelihayannya, barusan kau telah membantu untuk membebaskan jalan darahku, jelas hal ini merupakan suatu kebaikan dan aku merasa berterima kasih sekali, loko, buat apa kau harus menampik?"
Mendadak mencorong sinar tajam dari balik mata pengemis tua itu, setelah tertawa licik dia berkata:
"sesungguhnya aku hanya secara kebetulan saja lewat disini, oleh karena ku lihat toaya sekalian hanya berdiri terus tak bergerak. aku mengira kalian tak sabar menunggu orang sehingga mereka mengantuk. maka kuatir kalau merasa lelah karena kelewat lama berdiri aku membantumu untuk membebaskan jalan darahmu. apakah toaya hendak memerseni beberapa tahil untukku?"
orang itu mencorongkan sinar tajam dari balik matanya, mendadak ia bertanya: "Darimana kau bisa tahu kalau aku sedang menunggu orang ditempat ini?"
Pengemis tua itu mengangkat bahunya sambil tertawa,
"Soal ini mah....."
Mendadak ia berhenti berbicara dan tidak melanjutkan kembali kata katanya.
"Loko, bukankah kau menginginkan hadiah beberapa rence mata uang tembaga?" tanya orang itu.
Pengemis tua itu nampak gembira sekali, dia menganggukkan kepalanya berulang kali,
"Benar, benar, aku.... siaujin memang telah membantu toaya untuk membebaskan jalan darahmu, silahkan saja toaya memberi hadiah sekehendak hati toaya."
Raja Pedang 4 Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Kisah Sepasang Rajawali 6
^