Pencarian

Pedang Pelangi 2

Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok Bagian 2


orang itu mengeluarkan sekeping uang perak dan diletakkan diatas telapak tangannya, kemudian berkata:
"Asal loko bersedia menerangkan bagaimana kau bisa tahu kalau aku sedang menunggu orang disini, uang perak ini akan menjadi milikmu."
AGaknya pengemis tua itu mengharapkan hadiah beberapa rence uang tembaga, maka menyaksikan orang itu mengeluarkan sekeping uang perak yang beratnya mencapai dua tiga tahil perak. kontan saja sepasang matanya terbelalak lebar, setelah menelan air liur dan tertawa paksa, katanya:
"Baik, aku akan berbicara, tadi aku sipengemis tua sedang merasa kelaparan karena sudah dua hari tidak bersantap.
perutku benar benar laparnya setengah mati."
"Sudah kukatakan barusan- tukas orang itu dengan cepat,
"asal kau bersedia menerangkan, uang perakku ini akan menjadi milikmu dan cukup bagimu utnuk bersantap sampai tujuh delapan kali, oleh sebab itu, kurangilah kata katamu yang sama sekali tak berguna itu."
"Betul, betul, hamba memang tidak lagi berbicara yang tak berguna." SEtelah tertawa paksa, pengemis tua itu berkata lebih jauh:
"Kurang lebih satu jam berselang, ketika hamba sedang berada didalam hutan sana, kusaksikan ada seekor burung merpati yang sedang terbang merendah."
"Bagaimana dengan burung merpati tersebut?" tanya orang itu cepat.
"Hamba sudah pandai bermain ketapil semenjak kecil."
Dari dalam sakunya dia mengeluarkan sebuah ketapil yang terbuat dari otot kerbau dari dalam sakunya, kemudian diacungkan didepan orang tersebut, kemudian katanya lebih jauh:
"Ketika hamba melihat ada burung merpati sedang terbang merendah, tentu saja hamba tak akan melepaskan kesempatan tersebut dengan begitu saja maka dengan batu kusambit burung itu sampai jatuh. siapa tahu burung merpati itu adalah seekor burung merpati yang membawa sebuah tabung surat dibawahnya,jelas merupakan seekor burung merpati pos....."
"Apakah isi suratnya kau baca?" buru buru orang itu bertanya.
"Kalau tidak aku baca, mana mungkin bisa kuketahui kalau kau sedang menunggu orang disini dan bermaksud untuk membunuh seorang lo koan keh yang bernama Huan apa......"
"Kau...." mendadak mencorong sinar buas dari balik matanya,lalu dengan suara menggeledek dia membentak.
"Keparat" "sreet" sebuah ayunan golok Yan leng to langsung dibacokkan keatas bahu pengemis tersebut.
"Toaya apa yang sudah kau katakan sudah termasuk hitungan, uang perak ini seharunsnya menjadi milikku."
sambil berkata ia lantas merampas uang perak tersebut.
Gerakan dari kedua orang itu dilakukan hampir pada saat yang bersamaan, tahu tahu pengemis tua itu sudah merebut uang perak itu dalam gengamannya.
Tetapi bacokan golok itupun segera menyambar pula keatas tengkuk sipengemis tua tersebut.
orang itu hanya merasakan tangan kirinya menjadi kendor, tahu tahu uang peraknya sudah kena dirampas, tapi bersamaan itu juga tangan kanannya ikut menjadi kendor.
Rupanya sewaktu golok Yan leng to tersebut hampir membacok ditubuh pengemis tua tersebut, sipengemis yang berhasil merebut uang perak itu menjadi kegirangan setengah mati dan mundur selangkah kebelakang, dengan begitu bacokan goloknya yang mengancam si pengemis itupun segera mengenai sasaran yang kosong.
sudah barang tentu orang itu tidak mau diam, mendadak dia maju lagi ke depan sambil memutar golok Yan leng to nya, cahaya golok berkilauan dan langsung menghujam ke ulu hati pengemis tua tersebut.
Bacokan golok itu sangat cepat, hampir boleh dibilang tak sempat untuk dihadapi. Tak sempat bagi pengemis tua tersebut untuk mundur lagi, dia segera menjerit kaget.
Dalam anggapan orang itu, tusukan goloknya sudah pasti akan berhasil menembusi ulu hati orang, siapa tahu setelah diamati dengan lebih seksama, ternyata Yan leng to nya entah sejak kapan sudah dijepit dibawah ketiak kanan pengemis itu.
sekarang dia baru benar-benar merasa amat terperanjat.
sambil tertawa terpaksa, pengemis tua itu segera berkata:
"Toaya, buat apa kau harus berbuat demikian" Masa gara gara sekeping uang perak saja kau hendak membunuh orang"
Baiklah kalau toh engkau hendak membunuh, uang perakmu lebih baik kukembalikan saja, nah toaya, ambillah"
Telapak tangan kirinya segera didorong kearah hadapan orang tersebut....
Tatkala orang itu menyaksikan goloknya kena dijepit dengan sekuat tenaga dia berusaha untuk mencabutnya lepas, siapa tahu tidak berhasil dilepaskan-Maka ketika dilihatnya pengemis itu mendorong uang yang berada diatas telapak tangan kirinya ke atas dadanya, dalam keadaan terkejut, dia tak sempat untuk menarik kembali goloknya, terpaksa ia mengendorkan cengkeramannya dan melompat mundur kebelakang. Memandang orang itu, sipengemis mengangkat bahu sambil tertawa, ejeknya:
"Toaya, bagaimana kau"Jadi uang ini sudah tidak kau maui lagi" Masa golokpun sudah tidak maui lagi?"
Mula-mula dia masukkan dulu uangnya kedalam saku, kemudian baru mengambil golok itu dengan tangan kirinya, setelah memandang sekejap kearah ujung golok, katanya sambil tertawa terkekeh kekeh:
"HeeeHh...... heeeHh...... heeeHh...... toaya, tampaknya golokmu itu sudah pernah membunuh beberapa orang" Aku dapat mendengus bau darah yang amat tebal dari ujung golok ini, cuma kalau golok ini hendak dipakai untuk membunuh aku sipengemis tua, aku pikir kurang begitu tajam. Apakah toaya tidak percaya?" sembari berkata dia lantas maju pula selangkah kearah depan-Menyaksikan pengemis tua itu maju dengan golok terhunus, pemimpin dari rombongan manusia berkerudung itu menjadi ketakutan- Cepat-cepat dia mundur selangkah. sambil tertawa cekikikan pengemis tua itu berkata lagi:
"Berbicara sesungguhnya, golok ini kurang kuat apalagi jika dibandingkan dengan jari tanganku ini"
Dengan tangan kirinya dia permainkan golok tersebut, sementara kedua jari tangan kanannya mengepit ujung golok tersebut kemudian menyentil keatas senjata tersebut.
"Traaaaangggg......" ternyata ujung golok itu patah menjadi dua bagian, patahannya dengan merubah menjadi setitik cahaya tajam langsung meluncur keatas dahan pohon siong yang berada tiga kaki jauhnya itu dan menancap hingga lenyap dibalik dahan pohon tersebut.
selesai berdemontrasi, sambil tertawa bangga pengemis tua itu berkata lagi:
"Nah, apa aku bilang" Tidak salah bukan" Toaya adalah seorang jagoan termashur dalam dunia persilatan, apabila menggunakan golok besi semacam ini, apakah hal tersebut tidak akan merusak nama baik orang tua saja?"
Kemudian setelah membuang kutungan golok tersebut keatas tanah, sambil tersenyum kembali ujarnya:
"Namun aku sipengemis tua harus mengucapkan terima kasih atas hadiah uang dari toaya, bila toaya tidak ada pesan lain, aku sipengemis tua akan segera pergi kedusun depan sana untuk minum arak." Dia membalikkan badan dan siap berlalu dari situ.
sekarang pemimpin manusia berkerudung itu baru sadar kalau telah berjumpa dengan jago lihay, dengan mengandalkan kepandaian silat yang dimilikinya sudah pasti bukan tandingan orang, maka mendengar orang itu mendadak pergi buru-buru serunya sambil menjura.
"saudara, harap tunggu sebentar."
"Toaya, kau masih ada urusan apa lagi?" tanya sipengemis tua itu sambil berpaling.
"Kepandaian silat saudara benar-benar amat lihay tapi sikap saudara yang pandai menyembunyikan kepandaian lebih mengagumkan diriku lagi."
"Mana, mana....."
Pemimpin manusia berkerudung itu berkata lebih jauh.
"Kalau toh saudara sudah memperlihatkan kelihayan ilmu silatmu, tentunya tidak keberatan bukan untuk meninggalkan nama sebelum pergi.....?"
"Nama?" pengemis tua itu menggelengkan kepalanya berulang kali, "sayang sekali aku sipengemis tua tidak mempunyai nama ?"
Tokkk Tongkat pendeknya ditutulkan keatas permukaan tanah lalu melompat sejauh satu kaki lebih, mendadak dia berhenti sambil berpaling katanya lagi,
"AaaaHh, betul toaya memimpin anak buah untuk melakukan tugas disini sekembalinya nanti pasti akan memberi pertanggungan jawab juga begini saja katakan kalau aku sipengemis tua adalah Ci It koay...."
selesai berkata dia langtas meneruskan perjalanannya lagi berlalu dari tempat tersebut....
sepeninggal pengemis itu, pemimpin manusia berkerudung itu baru mengambil golok Yan leng to nya yang kutung dari atas tanah dan dimasukkan kembali kedalam sarung, kemudian gumamnya....
"Ci It koay...." Heran, mengapa belum pernah kedengaran manusia lihay yang menggunakan nama tersebut dalam dunia persilatan?"
Terpaksa sambil turun tangan untuk membebaskan jalan darah dari anak buah lainnya yang tertotok. dia berusaha untuk menghimpun ingatannya dan berpikir siapa gerangan ci It koay tersebut.
Beberapa saat sudah lewat, akan tetapi dia belum berhasil juga menemukan jawabannya, siapakah Ci It koay tersebut masih tetap merupakan suatu teka teki besar baginya.
Dalam keadaan apa boleh buat akhirnya dia mengajak beberapa orang manusia berkerudung itu untuk berlalu dari situ.
ooo000dw000ooo Benteng Hee keh poo terletak ditepi telaga Hong ci oh, terletak antara kota su yang dan Hway im.
Jalan raya yang lebar beralaskan batu langsung berhubungan dengan jelas milik pemerintah, panjangnya belasan li dan dirindangi oleh pepohonan dikedua sisi jalannya.
Hee keh poo baru didirikan sepuluh tahun, bangunannya menempati daerah seluas tiga li perseft, sekeliling benteng dilapisi dinding pekarangan yang kokoh dan megah, persis sebuah benteng kecil.
Pemilik benteng itu, Hway lam tayhiap Hee Im hong merupakan seorang pendekar yang terpandang dimata umat hitam maupun putih, pergaulannya luas dan terhitung seorang yang bijaksana dan sosial.
Tak heran kalau setahun empat musim benteng Hee keh poo selalu dikunjungi umat persilatan, semua orang yang kebetulan lewat atau memang sengaja mampir disitu, selalu merasa dirinya seakan akan menjadi tamu agung dalam benteng tersebut.
Untung saja gedung itu dilengkapi dengan banyak ruangan, bila yang berkunjung adalah tamu dari golongan putih, maka dia akan ditempatkan dalam gedung khusus orang-orang golongan putih, demikian juga bila yang berkunjung kaum hitam, mereka disambut pada ruang kaum hitam.
Tak heran kalau dalam benteng keluarga Hee belum pernah terjadi perselisihan maupun pertikaian baik orang orang dari golongan putih maupun golongan hitam semuanya bisa hidup secara damai.
Nama besar Hway lam tayhiap pun kian hari kian bertambah cemerlang dan ternama, nama besar Hee keh poo boleh dibilang diketahui oleh setiap umat persilatan baik ditujuh propinsi selatan sungai besar maupun enam propinsi di utara.
Hari ini diatas jalan berbatu didepan benteng kembali diramaikan bunyi derap kaki kuda.
Menyusul kemudian muncul dua ekor kuda yang dinaiki dua lelaki, satu tua yang satu muda.
Yang muda berusia enam tujuh belas tahun dan berwajah tampan, ia nampak kekar dan perkasa.
sedangkan yang tua berpunggung agak bungkuk rambutnya beruban dan berjenggot putih sebuah huncwee terselip dipinggangnya.
Biarpun usianya telah lanjut, namun ia masih kelihatan segar, sepasang matanya bercahaya tajam.
Kedua orang ini tak lain adalah Huan cu im dan pengurus rumah tangganya Huan Gi yang sedang dalam perjalanan menuju ke benteng keluarga Hee.
Tiba dipintu gerbang, Huan Gi segera melompat turun dari kudanya dan mengetuk pintu.
Pintu disebelah kanan terbuka dan muncul seorang lelaki berbaju hijau, setelah mengamati Huan Gi sekejap, ia menjura dan menegur sambil tertawa: "Hei orang tua, kau mencari siapa ?"
"Engkoh cilik, tolong laporkan kepada pocu bahwa putra seorang sahabatnya Huan cu im minta berjumpa" buru buru Huan Gi menjawab sambil tertawa.
"orang tua siapa yang kau maksudkan sebagai Huan cu im itu?"
"Majikan muda lohu."
"Kalian datang darimana?"
"Lu kang." "Kau bilang majikan mudamu adalah putra seorang sahabat karib pocu?"
"Benar majikan kami adalah Cing san khek (jago berbaju hijau) Huan Tay seng, dia adalah sahabat karib pocu."
Nama besar Jago berbaju hijau Huan Tay-seng sudah cukup termashur dalam dunia persilatan, tapi sudah sepuluh tahun tak pernah disinggung orang lagi. Lelaki berbaju hijau itu berseru tertahan, buru buru ia berseru:
"ooooh, harap kau orang tua dan Huan kongcu menanti sebentar, segera ku laporkan kedatangan kalian kepada congkoan."
Tak selang beberapa saat, lelaki berbaju hijau itu muncul kembali mengiringi seseorang.
orang itu berusia empat puluh lima enam tahunan, berperawakan sedang, alis mata tipis dan mata kecil, bentuk mukanya kurus dan memelihara kumis yang tipis.
Dengan mengenakan jubah biru dia berjalan penuh gaya, seakan akan kedudukannya amat terhormat.
setibanya didepa n pintu, tidak menunggu lelaki berbaju hijau itu berbicara, ia sudah menjura sambil tertawa:
"siaute Cui Kay-seng, bial tidak mengetahui kehadiran Huan kongcu, harap sudi dimaafkan."
Huan Gi tahu orang ini pastilah congkoan dari gedung keluarga Hee, tapi kalau didengar logat suaranya seperti pernah dikenal, hanya dia lupa dimanakah mereka pernah bersua.
Buru buru serunya sambil membalikkan badan:
"sauya, mungkin orang ini adalah congkoan dari gedung keluarga Hee...."
Huan cu-im segera maju kedepan dan berkata:
"cui congkoan terlalu merendah, aku khusus kemari untuk menyambangi empek Hee."
"Huan kongcu dan lo koan keh sudah datang dari jauh, silahkan masuk kedalam untuk minum teh."
Huan cu-im dan Huan Gi segera dipersilahkan masuk pintu gerbang, melewati pintu lapis kedua dan menelusuri serambi panjang sebelum sampai di suatu halaman disisi kiri ruang tengah.
Permukaan tanah disekitar sana dilapis batu hjau, sisi halamanpenuh dengan bambu panjang yang dihiasi aneka bunga, betul betul indah dan mesra.
Cui Kay seng mempersilahkan tamunya duduk setelah air teh dihidangkan diapun berkata, "Huan kongcu, silahkan minum teh."
"cui congkoan, aku datang kemari khusus untuk menyambangi empek Hee, harap congkoan-...."
"Baik, baik,.." tukas Ciu Kay seng sambil manggut manggut
"hanya saja......"
"Ciu congkoan, apakah ada yang kurang leluasa?" tanya Huan Gi curiga. Yang dimaksudkan kurang leluasa, artinya Hee pocu segan bertemu mereka.
sebagai seorang congkoan, tentu saja Ciu Kay seng mempunyai pengalaman yang luas dalam dunia persilatan tentu saja diapun dapat menangkap arti lain dari ucapan Huan Gi tersebut.
Buru-buru dia menggoyangkan tangannya berulang kali seraya menyahut.
"Bukan, bukan begitu, harap lo koan keh jangan salah paham, aku tidak bermaksud demikian, sesungguhnya semenjak tiga hari berselang pocu telah pergi."
Dalam hati kecilnya Huan Gi tertawa dingin, tapi diluar katanya cepat: "WaaaHh, kalau begitu kedatangan sauya kami kurang beruntung.....?"
"Betul, betul" Ciu Kay seng tertawa paksa, " mungkin lusa pocu baru kembali"
Huan cu im memandang sekejap kearah Huan Gi kemudian katanya: "Kalau begitu lusa kita balik kemari lagi"
"Ooooh, tidak usah. Tidak usah" seru Ciu Kay seng lagi sambil menggoyangkan tangannya berulang kali, "dari jauh Huan kongcu datang kemari, masa kau akan pergi dengan begitu saja" Apalagi pocu dengan Huan Toaya juga terhitung bersahabat karib dimasa lalu, uan Kongcu, lo koan keh, kita sama sama bukan orang luar, setibanya dibenteng keluarga Hee anggap saja seperti dalam rumah sendiri, biarpun pocu tidak ada juga sama saja. Harap kalian berdua berdiam disini saja toh satu dua hari lagi pocu akan kembali."
Tidak menunggu kedua orang itu bersuara, dia menyambung lagi sambil tertawa:
"Pocu banyak urusan, dalam satu bulan pasti ada delapan sampai sepuluh hari tidak berada dirumah, dulu Huan toaya juga sering berkunjung kemari, bila pocu tak ada dia lantas tinggal disini...."
"Ucapan Huan toaya memang betul, sebagai saudara sendiri kenapa mesti dibedakan antara kau dan aku"
sesampainya di benteng keluarga Hee, sama juga seperti kembali kedusun Kim gou cun....."
"Ayah sering berkunjung kemari?" menyinggung soal ayahnya, tanpa terasa Huan cu im bertanya.
"Yaaa, sepuluh tahun berselang dia sering kemari tapi sepuluh tahun belakangan ini Huan toaya tak pernah kembali lagi, tahun pertama sejak tidak berkunjung kemari Pocu merasa keheranan dan pernah mengirim seorang centeng kedusun Kim gou cun-"
" Kemudian diperoleh kabar Huan toaya tak pernah pulang kerumah, berita ini membuatnya sangat gelisah dan berusaha mencari kabar Huan toaya dimana mana, namun tak seorang umat persilatanpun yang pernah bersua dengan Huan toaya...."
Huan cu im segera merasakan hatinya menjadi berat, semula dia berniat minta bantuan empek Hee-nya untuk menemukan ayahnya, tapi kalau didengar ucapan tersebut agaknya empek Hee-nya pun tidak mengetahui kabar berita ayahnya. Berpikir demikian, cepat dia menyela: "Apakah sampai kini belum juga diperoleh kabar?" Ciu Kay seng menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Selama sepuluh tahun terakhir ini, tak seharipun pocu lupa dengan nasib Huan toaya, asal ada orang pulang dari Leng lam ataupun gurun pasir, dia pasti bertanya kepada mereka adakah menerima berita tentang Huan toaya tapi selama ini tiada kabar yang diperoleh...."
Huan cu im sangat terharu oleh perkataan itu, katanya cepat:
"Sebenarnya kedatanganku kali ini tak lain adalah untuk mencari kabar tentang ayahku"
"Huan kongcu tak usah kuatir, aku pernah mendengar cerita daripocu, konon Huan toaya memiliki ilmu silat yang hebat, sepuluh tahun tidak melihat wujudnya, bagi orang biasa mungkin dianggap lenyap. tapi bagi seseorang yang berlatih ilmu, hal semacam ini bukan suatu kejadian yang aneh."
"Ooooh....." mencorong sinar tajam dari balik mata Huan cu im, "apakah maksud empek Hee berkata demikian?"
"Waktu itu aku sendiripun merasa keheranan setelah mendengar perkataan dari pocu" ucap Ciu Kay seng sambil tertawa, "kemudia pocu berkata bahwa Huan toaya adalah seorang manusia yang gila ilmu silat, siapa tahu disuatu tempat terpencil ia bertemu jago lihay dan disitu dia perdalam ilmunya?"
"Bagi seorang yang sudah gila ilmu silat, untuk peroleh kemajuan, meninggalkan anak istri selama puluhan tahun bukanlah sesuatu yang aneh, kalau tidak. dengan nama besar Huan toaya yang dikenal setiap orang, mengapa tak nampak batang lehernya, bahkan pulang kerumahpun tak pernah?"
Timbul kembali harapan di hati Huan cu im setelah mendengar perkataan itu, katanya kemudian:
"Yaaam betul juga perkataan ciu congkoan, mungkin saja ayah sedang berlatih diri disuatu tempat"
"Pocu yang mengatakan kesemuanya itu kepadaku"
kembali Ciu Kay seng tertawa, "Pocu sangat erat hubungannnya dtngan Huan toaya, tidak heran kalau tabiat Huan toaya sangat dikenal oleh pocu kami."
Huan Gi yang berada disampingnya segera manggut manggut tanda setuju, katanya pula sambil tersenyum:
"Perkara ini memang boleh dipercaya, sejak kecil toaya kami ini memang sudah gila silat, lohu masih ingat ketika dia berusia tiga belas tahun, waktu itu dia sedang berada dikota Kim leng, entah mendengar dari siapa, dia mendapat tahu kalau hong tiang dari kuil su soat si adalah seorang padri lihay...."
"Dia lantas menganggap padri tersebut seorang jago persilatan yang berilmu tinggi, suatu hari diam diam dia pergi kekuil su soat ni seorang diri untuk mencari hwesio tersebut dan ingin mengangkatnya sebagai guru, gara gara ulahnya semua anggot biro ekspedisi jadi gempar, kami harus mencarinya setengah harian sebelum berhasil di temukan kembali."
Setelah mendengar ucapan dari pengurus rumah tangganya ini, Huan cu-im makin percaya lagi. ujarnya kemudian-
"Kalau begitu tak salah lagi, perkataan dari empek Hee pasti benar." Memanfaatkan kesempatan itu ciu Kay seng cepat berkata lagi
"Inilah sebabnya Huan kongcu tak usah cemas, biarpun tak usah dicari suatu ketika Huan toaya pasti akan muncul sendiri secara tiba-tiba, untuk sementara waktu lebih baik Huan kongcu berdia disini saja, toh lusa pocu sudah kembali."
Kemudian setelah tertawa paksa, dia menambahkan
"Didalam benteng kami masih tersedia sebuah ruangan khusus untuk Huan toaya menginap. asal Huan toaya kemari, tak usah dihantarpun dia akan langsung kesitu."
"Sekarang Huan kongcu datang berkunjung lebih baik berdiamlah diruangan khusus itu, sudah sepuluh tahun kami tetap mempertahankan wujudnya seperti semula, tiap hari pasti ada orang yang membersihkan ruangan itu, maksudnya agar setiap saat bisa dipakai jika Huan toaya telah kembali."
Huan Gi amat terharu oleh perkataan itu.
"Aaah pocu betul betul terlalu sayang dengan sahabat karibnya....." Ciu Kay seng segera tertawa.
"Pocu dan Huan toaya bukan cuma sahabat saja, mereka adalah saudara angkat" Tidak menanti kedua orang itu buka suara, dia menyambung lebih jauh sambil tertawa:
"Ketika ku dengar kedatangan Huan kongcu tadi, segera ku ingat kalau tempat asal kongcu tak lain adalah tempat asal Huan toaya, apalagi jika Huan kongcu masuk dan menginap disini nanti pasti akan semakin akrab hubungan kami, mari kuhantar kalian berdua untuk melihat lihat." Seraya berkata dia lantas bangkit berdiri.
Huan Cu im turut bangkit berdiri: "Terima kasih banyak Ciu congkoan-"
"Huan kongcu tak usah merendah, ayo ikuti aku."
Mendadak Huan Gi seperti teringat akan sesuatu, dia segera berseru: "Ciu congkoan, tiba tiba saja aku teringat akan suatu persoalan-"
"Oooh, kau teringat apa?"
"Toaya kami adalah saudara angkat pocu kalian, biarpun pocu sedang keluar rumah tapi sauya kami baru pertama kali ini berkunjung kemari, semestinya kalau ia menyambangi pocu hujin lebih dulu."
"Perkataanmu memang betul, cuma...."
"Apa pendapat Ciu congkoan" Harap diutarakan secara langsung" Huan Gi memandang sekejap kearahnya.
"Yang kau maksudkan tentunya cu hujin bukan?" ciu Kay seng tertawa paksa.
"Benar, kalau dihitung hitung belasan tahun berselang aku pernah berkunjung ke bukit sik bun san dan berjumpa sekali dengan cu hujin."
"sayang Cu hujin sudah meninggal sembilan tahun lamanya..."
"ooooh, rupanya Cu hujin sudah meninggal dunia, apakah pocu kawin lagi?" Huan Gi terkejut.
"Pocu mempunyai gedung yang besar dan pekerjaan yang bertumpuk, tentu saja dia harus mempunyai seorang pembantu untuk mengurusi kesemuanya itu, nyonya sin kami telah dinikahi delapan tahun berselang....."
"Kalau toh pocu sudah mengawini sin hujin berarti sin hujin adalah bibi sauya kami, semestinya dia pergi menyambanginya."
"Sin hujin orangnya suka akan ketenangan, dia paling benci berdiam ditempat keramaian... biasanya dia hidup di bukit Lou Cu san......"
"Lohupun masih ingat agaknya Cu hujin mempunyai seorang putri yang berusia tiga tahun lebih tua daripada sauya kami, tahun ini semestinya dia sudah berusia sembilan belas."
"Waaah, hebat amat daya ingatanmu"
suara tertawa ciu Kay seng kelihatan seperti agak dipaksakan, kemudian buru-buru dia mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, katanya,
"Mari ku bawa jalan buat kongcu. Yang penting kita menuju keruangan untuk beristirahat lebih dulu."
Cara ini memang merupakan suatu cara yang terbaik untuk menghindarkan diri dari suatu kesulitan-
"Silahkan ciu congkian"
Maka dengan dipimpin oleh ciu Kay seng, berangkatlah mereka menuju kepintu sudut timur, memasuki sebuah kebun bunga yang sangat indah.
Dengan menelusuri aneka bunga yang berwarna warni, mereka memasuki sebuah pintu pekarangan yang berbentuk bulat.
Dan akhirnya sampailah mereka didepan sebuah ruangan yang indah dan menawan hati.
Baru mereka sampai didepan ruangan, seorang gadis berbaju hijau yang berusia tujuh delapan belas tahunan telah muncul menyambut kedatangan mereka lalu sambil membungkukkan badannya memberi hormat katanya: "Budak Ji giok menhunjuk hormat buat congkoan."
"Ji giok. cepat jumpai Huan kongcu dan Lo koan keh."
ji giok mengiakan dan buru buru memberi hormat kepada Huan cu im berdua dengan kepala tertunduk.
"Budak Ji giok menjumpai Huan kongcu dan Lo koan keh."
Huan cu im belum pernah berbincang dengan kaum wanita, merah padam selembar wajahnya mendengar ucapan itu.
"silahkan nona segera bangkit."
Ji giok bangkit berdiri dan berdiri disamping dengan kepala semakin ditundukkan, katanya kemudian dengan manja.....
"Huan kongcu, sebutan nona tak berani budak terima, lain kali harap kongcu menyebutkan nama budak saja...." Lalu kepada Huan Gi katanya pula,
"Lo koan keh, serahkan saja barang perbekalan Huan kongcu kepada budak "
sambil berkata dia menerima buntalan dari tangan Huan Gi.
Terpaksa Huan Gi menyerahkan buntalan tersebut
"Terima kasih nona."
"Tak perlu sungkan sungkan."
Maka Ciu Kay sengpun berkata pula
"silahkan masuk Huan kongcu"
Ketika Huan cu im melangkah masuk kedalam ruangan, tampak dibagian tengah dari ruangan tersebut adalah sebuah ruangan tamu kecil, dibagian tengah dinding tergantung sebuah lukisan yang sangat indah.
sedangkan dikedua belah sisinya tergantung pula lukisan lukisan indah lainnya.
Pada bagian tengah merupakan sebuah meja dengan enam buah kursi antik, semuanyan diatur dengan indah dan rapi.
sambil membuka pintu kamar sebelah kiri, Ciu Kay seng berkata:
"Tempat ini adalah kamar baca Huan toaya sering membaca buku dalam ruangan ini, kadang kala diapun bermain catur bersama pocu disana."
Huan cu im melangkah masuk. kamar baca itu memang indah selain pintu masuk pada dinding sebelah kiri dan kanan merupakan dua deret almari buku, banyak kitab bacaan yang disimpan rapi disana, sedangkan pada bagian yang lain merupakan sebuah jendela yang besar, dari situ orang dapat menikmati aneka bunga dikebun-Dibawah jendela adalah sebuah meja baca, diatas meja terdapat alat alat tulis, sebuah cawan antik serta sejilid kitab syair ciptaan Li Tay pak. Ujar Ciu Kay-seng kemudian sambil tersenyum:
"sudah sepuluh tahun keadaan kamar baca ini tidak berubah, cawan antik ini merupakan cawan teh yang sering digunakan Huan toaya. Kita syair Li tay adalah kitab yang paling digemari Huan toaya dihari hari biasa...."
selama dirumah, Huan cu im jarang sekali mendengar ibunya membicarakan tentang ayahnya, tapi kini baru tiba di benteng keluarga Hee, ia sudah banyak mendengar tentang ayahnya dimasa yang lalu, bisa dibayangkan betapa gembiranya dia.
"Perkataan ciu congkoan memang benar" kata Huan Gi sambil tersenyum, "lohu memang sering kali mendengar toaya membawakan senandung lagi, rupanya syair ciptaan Li Tay pak."
Ciu Kay seng tertawa, dia lantas mengajak kadua orang itu keluar dari kamar baca dan menuju keruang sebelah barat.
Tempat itu adalah kamar tidur, katanya kemudian, "seprai dan selimut selalu tersedia, bila Huan kongcu berdiam disini, pasti akan mendatangkan kesan lebih akrab."
"Disini hanya tersedia sebuah pembaringan, lo koan keh harus tidur dimana?" tanya Huan cu im kemudian.
"sesungguhnya kamar ini merupakan kamar dari Huan toaya, oleh sebab Huan kongcu berkunjung kemari, sudah sepantasnya kalau kau tinggal disini, sedangkan tempat tidur lo koan keh tak perlu dikuatirkan, aku pasti akan mengaturkan baginya."
"ciu congkoan tak usah repot repot" kata Huan Gi cepat,
"biar aku tidur dibawah lantai saja, sauya kami baru pertama kali ini keluar rumah, lohan perlu menemaninya selalu."
"soal ini....." ciu Kay seng termenung sebentar kemudian manggut manggut, "begini pun ada baiknya juga, tidur dilantai sih tidak usah dibelakang mana masih terdapat tiga buah ruang kecil, sebuah untuk tempat tidur Ji giok sedangkan yang lain kosong, terpaksa kami harus menyiksa lo koan keh...."
"Kita toh orang sendiri, mengapa mesti memakai istilah demikian" Bagi lohan tidur dilantaipun sudah lebih dari cukup,"
"Lo koan keh, mari kita pergi melihat lihat" seru Huan cu im tiba-tiba.
"Biar budak yang membawa jalan" ji giok segera menyambung. selesai berkata dia lantas berjalan lebih dulu didepan-Ciu Kay seng mengikuti kedua orang tamunya dari belakang, mereka keluar dari ruang tidur menuju ke pintu samping, diluarnya berupa beranda yang luas, kemudian terdapat tiga bilik kecil.
sambil menunjuk kearah bilik bilik kecil itu ciu Kay seng kembali berkata:
"Kamar disebelah kiri adalah kamar tidurJi giok. bagian tengah untuk menyimpan barang sedang disebelah kanan tetap kosong, lo koan keh silahkan melihat sendiri, kalau cocok biar Ji giok suruh orang membereskan."
sementara dia masih berbicara Ji giok sudah membuka pintu bilik tersebut.
Bilik itu kosong, kecuali selembar pembaringan, dua buah kursi dan sebuah rak untuk cuci muka, tidak nampak benda yang lain, debu tebal melekat dimana mana tapi asal dibersihkan, ruangan tersebut tampaknya cukup nyaman-Huan Gi segera tertawa terbahak bahak:
"Haaaa..... haaa..... haaaa...... Ciu congkoan, tempat ini sangat bagus, sebentar biar lohan sendiri yang membereskannya......"
"Asal lo koan keh tidak menampik, segalanya dapat diatur"
ciu Kay seng tertawa, "apalagi jauh jauh kemari kau adalah tamu kami, masa mesti turun tangan sendiri?" Kemudian sambil berpaling, pesannya:
"Ji Giok, coba kau suruh seorang centeng untuk membersihkan bilik ini lalu pasang seprei dan selimut, bila ada yang kurang minta saja keruang depan-"
"Budak terima perintah."
"Nah Huan kongcu, silahkan duduk didepan" kata Ciu Kay seng kemudian-...
Mereka bertiga kembali keruang tamu didepan sana dan duduk. Ji giok segera datang menghidangkan air teh dan mundur kembali. sambil tersenyum Ciu Kay seng kembali berkata:
"Kalian berdua baru datang dan sekarang sudah memperoleh tempat untuk beristirahat, bila membutuhkan sesuatu, kalian tak usah sungkan sungkan, minta saja langsung kepada Ji giok. sepanjang jalan menempuh perjalanan cepat kalian pasti lelah, silahkan beristirahat. Kita berjumpa lagi nanti."
"silahkan ciu congkoan mengundurkan diri, kami tidak perlu pelayanan lagi."
"Kalau begitu aku mohon diri dulu"
Dia membalikkan badan dan segera mengundurkan diri.
sepeninggal congkoan tersebut, Huan cu im mengambil cawan air teh dan meneguk setengah. Kemudian sambil berjalan kedepan pintu katanya: "Hmmmmm..... tempat ini bagus sekali."
"Yaaa, Hee toaya memang selalu teringat dengan sahabatnya, ruangan sebesar ini ternyata dibiarkan tetap kosong hanya untuk memperingati Huan toaya....."
Huan cu im tidak mengetahui bagaimanakah perasaan pengurus rumah tangganya ini, dengan gembira dia berkata pula:
"Lo koan keh, sejak kecil sampai dewasa, jarang sekali kudengar tentang segala perbuatan ayahku, hari ini kita baru sampai dirumah empek Hee, banyak sudah kejadian yang kudengar, seperti misalnya ayah menyukai syair Li Tay pek.
akupun dapat merasakan ayah pasti menyukai aneka bunga, kalau tidak mengapa disekitar ruangan ini dikelilingi oleh bunga yang begitu indah?"
sementara pembicaraan masih berlangsung Ji giok telah muncul sambil membawa poci berisi air, katanya kemudian sambil tersenyum: "Huan kongcu, budak membawakan air untukmu."
"Terima kasih nona"
"Tak perlu berterima kasih" ji giok memenuhi poci air teh mereka dengan air mendidih, kemudian terusnya, "bila kongcu atau lo koan keh membutuhkan sesuatu, setiap saat katakan saja kepada budak...."
"Apakah nona selalu tinggal disini?" tanya Huan cu-im mendadak.
Menurut pemikirannya, seandainya budak ini sudah lama berdiam disini, sudah barang tentu dia mengetahui tentang masa silam ayahnya, tapi ingatan lain kembali melintas, usia budak ini paling banter sebaya dengan usianya itu berarti sepuluh tahun berselang dia masih seorang bocah perempuan yang berusia lima enam tahunan
-oo0dw0oo JILID : 4 Sambil tersenyum Ji Giok menyahut:
"Baru kemaren budak dipindahkan kemari."
"Nona Ji Giok dipindahkan dari mana?" tanya Huan Gi.
"Budak semua betul digedung bagian belakang, tapi lantaran usia budak paling kecil maka ciucongkoan hilang. Usia Huan kongcu tidak besar, maka untuk melayani Huan kongcu mesti seseorang yang berusia lebih muda darinya itulah sebabnya ciu congkoan memindahkan aku kemari."
Tertegun Huan Gi setelah mendengar ucapan tersebut, pikirnya dengan cepat:
"Heran, padahal kami berdua baru hari ini sampai disini, rupanya sejak kemarin ciu congkoan sudah mengetahui atas maksud kunjungan kami" Sementara itu Ji Giok sudah melanjutkan sambil tertawa:
"Untuk dipindahkan kemari, budak secara langsung dinaikkan dua tingkatan, kesemuanya ini tak lain adalah berkat rejeki dari Huan kongcu."
"Ooooh, jadi kalianpun dibagi bagi dalam tingkatan yang berbeda?"
"Tentu saja, semula budak tak lebih cuma seorang budak kecil yang ditugaskan membersihkan gedung belakang, budak hanya berasal dari tingkat ketiga, tapi untuk dipindahkan kemari dan bertugas khusus melayani jago jago persilatan yang berkedudukan dalam dunia persilatan, atau tamu tamu golongan putih yang terhormat, orang itu harus berasal dari tingkat pertama."
sekali lagi Huan Gi merasa tertegun terutama setelah mendengar ucapan yang terakhir itu, segera pikirnya:
"Bukankah Ciu Kay seng menerangkan kalau tempat ini adalah kamar bekas dipakai Huan toaya dimasa lalu" Mengapa budak ini justru menerangkan kalau tempat ini khusus untuk melayani para jago persilatan atau tamu tamu golongan putih"
Mengapa dia mesti membohongi kami berdua dengan cerita cerita semacam itu?" Tampaknya Huan Cu im merasakan juga hal itu, dengan cepat dia bertanya:
"Nona Ji Giok. jadi maksudmu tempat ini hanya khusus dipakai untuk melayani para jago persilatan atau tamu tamu dari golongan putih?"
Mendadak paras muka Ji Giok berubah sangat hebat, dia seperti menyadari kalau telah salah berbicara, dengan perasaan ketakutan buru buru dia membantah:
"oooh.... budak kurang jelas maaf bu.... budak belum lama dioper kemari, jadi budak kurang jelas."
"Nona Ji Giok tak usah takut kami tak bakal memberitahukan kesemuanya ini kepada Ciu Congkoan" hibur Huan Gi tersenyum.
Lambat laun paras muka Ji Giok pulih kembali seperti sediakala, ia berkata "Budak juga tahu, lo koan keh adalah orang baik,"
"Apakah Ciu congkoan sangat galak terhadap anak buahnya?" Huan Gi sengaja bertanya.
Ji giok tidak langsung menjawab pertanyaan itu, dia celingukan sebentar ketempat luaran sana, beberapa saat kemudian baru sahutnya
"Bila budak sampai salah berbicara maka sebagai akibatnya akan peroleh hukuman yang amat keras, sedemikian hebatnya sampai budak sendiripun tak dapat melukiskannya dengan kata kata."
"Bagaimana sih kerasnya?"
"Budak sendiripun kurang tahu, pokoknya amat mengerikan."
Ketika mengutarakan perkataan tersebut, tampak paras mukanya diliputi oleh rasa takut dan ngeri yang sangat tebal.


Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ji Giok berpikir sebentar, kemudian ujarnya lagi dengan suara yang lirih.
"Tahun berselang, kemudian ada seorang tamu lewat disini dan mampir dibenteng kami, waktu itu enci Giok hoa yang ditugaskan melayaninya, enci Giok hoa paling baik orangnya diantara rekan rekan budak lainnya. Entah apa yang telah ia bicarakan dengan tamu tersebut, sepeninggal tamu tersebut, Ciu congkoan menuduhnya telah membocorkan rahasia benteng, kemudian tahu tahu enci Giok hoa hilang lenyap dengan begitu saja......"
Mendadak selapis perasaan seram dan ngeri menghiasi wajahnya, agak lama kemudian ia baru melanjutkan agak tergugup.
"Akhirnya budak dapat tahu, rupanya Giok hoa cici telah dibunuh secara keji."
"Aaaah masa begitu?" Huan cu im berseru. Paras muka Ji Giok semakin berubah.....
"Huan kongcu harap kau jangan menanyakan soal ini kepada siapa saja."
oooooo0dw0oooooo Huan Gi segera menggoyangkan tangannya berulang kali sambil menghibur.
"sauya tak akan menanyakan persoalan ini kepada siapa saja, kau tak usah kuatir." Ji giok menarik napas panjang panjang.
"Yaaa, budak sendiripun hanya mendengar dari cerita orang. oya, kongcu dan lo koan keh adalah orang baik baik, selama berdiam dibenteng ini alangkah baiknya kalau tidak banyak menanyakan soal soal yang menyangkut rahasia benteng ini." Huan Gi manggut manggut....
"Ehmmm, aku tahu. sudah berapa tahun nona berada didalam benteng ini....?"
"sudah setahun lebih."
"Dirumahmu masih ada siapa saja?"
"Masih ada seorang ibu dan seorang kakak, kakakku juga bertugas dalam benteng ini."
"Nona pernah pulang kerumah?"
"Belum, menurut peraturan dari benteng ini barang siapa sudah masuk dan bertugas dalam benteng maka ia tidak diperkenankan pulang lagi. sementara kehidupan ibuku dijamin sepenuhnya oleh pihak benteng...."
Ketika berbicara sampai disini, dia berseru lalu katanya lagi.
"Budak segera pergi, aku mesti memberi tahukan kepada pelayan lain untuk membereskan balik buat lo koan keh."
Dengan cepat dia mengundurkan diri dari ruangan tersebut. sepeninggal budak itu, Huan cu im segera berseru:
"Lo koan keh, tempat ini....."
Tidak sampai ucapan tersebut dilanjutkan Huan Gi sudah menggoyangkan tangannya sambil menukas:
"sauya mesti ingat, paling baik kalau kau menganggap apa yang telah didengar apalagi sampai ditanyakan kepada Ciu congkoan nanti."
"Maksud mu perkataannya tadi bukan sungguhan?"
"Tidak" paras muka Huan Gi berubah sangat serius, "ia berbicara sejujurnya, tapi semua masalah tersebut tak ada hubungannya dengan kita, jadi paling baik kalau kita berlagak seolah olah tidak tahu."
"Aku lihat dibalik kesemuanya ini pasti terdapat sesuatu rahasia besar"
Paras muka Huan Gi berubah hebat, cepat cepat dia menukas:
"sauya, selama melakukan perjalanan di tempat luaran, yang paling penting adalah kurangi berbicara yang tak berguna, lebih lebih lagi jangan berlagak sok pintar, yang merupakan pantangan terbesar bagi umat persilatan pada umumnya adalah menyelidiki rahasia pribadi orang lain, akibat yang kecil paling banter terjadi permusuhan. Tapi kalau besar akibatnya bisa kehilangan nyawa, dalam hal ini kau mesti mengingatnya baik baik."
Kemudian setelah termenung sebentar, dia melanjutkan lagi dengan suara rendah. "Menurut pendapat lohan, kita tak boleh berdiam kelewat lama disini."
"Tapi empek Hee baru kembali lusa."
"SEtelah sampai disini, tentu saja kita harus menunggu sekembalinya Hee pocu, bila kau bertemu dengan empek Hee nanti, cukup kau tanyakan soal berita toaya saja dengan harapan ia dapat membantumu untuk menemukan jejak toaya kemudian kita segera berangkat kekota kim leng."
"Lo koan keh, mau apa kita ke Kim leng?"
"Dulu, ayahmu pernah membuka biro ekspedisi di kota Kim leng, puluhan tahun lamanya dia bekerja disitu, jadi banyak sahabat karibnya yang tinggal dikota tersebut. Lohan sendiripun mempunyai banyak kenalan disana, setibanya disitu, bisa jadi kita akan peroleh kabar berita tentang toaya."
"Lo koan keh, mengapa tak kau katakan semenjak dulu?"
seru Huan CU im girang. Huan Gi segera tertawa,
"sebab Hee pocu adalah saudara angkat toaya, maka langkah pertama bagi kita sudah semestinya berkunjung dulu kemari......., tapi kalau dibicarakan kembali, perkenalan toaya dengan Hee pocu waktu itupun berlangsung dikota Kim leng"
Mereka berdua berbincang bincang didepan ruang tamu, sementara masih asyik berbicara tampak dua orang lelaki berbaju hijau muncul dengan membawa nampan berisi hidangan. setelah mengatur hidangan tersebut dimeja, mereka segera mengundurkan diri
Mereka tak berbicara, juga tak memperhatikan Huan cu im berdua, seakan akan tugas mereka hanya menghantar hidangan dan kemudian mengundurkan diri secepatnya. Diam diam Huan Gi memperhatikan gerak gerik keempat lelaki tersebut, ternyata gerak gerik mereka sangat enteng dan gesit, sudah jelas merupakan jago jago persilatan yang berilmu tinggi. Kenyataan tersebut serta merta meningkatkan kewaspadaan didalam hatinya.
setelah keempat orang lelaki berbaju hijau itu mengundurkan diri, menyusul kemudian Ciu Kay seng muncul kembali dan berkata sambil tersenyum:
"Berhubung pocu tidak ada, aku sengaja menyuruh koki untuk menyiapkan beberapa macam hidangan sebagai perjamuan untuk menyambut kedatangan Huan kongcu serta lo koan keh........"
"Aaaah, Ciu congkoan tak usah repot repot."
"Biar Huan kongcu baru pertama kali ini datang berkunjung namun hubungan Huan kongcu dengan benteng keluarga Hee berbeda, bila aku tidak menjadi seorang tuan rumah yang baik. pocu pasti akan mengumpat diriku habis habisan bila tahu hal itu."
Kemudian tidak menunggu sampai kedua orang itu menjawab, dia sudah mempersilahkan sambil serunya berulang kali:
"silahkan, silahkan, silahkan Huan kongcu mengambil tempat duduk."
SEtelah saling mengalah, akhirnya Huan cu im menempati kursi utama sedangkan Huan Gi dan ciu Kay seng masing masin menempati disisi kiri dan kanannya. Ji giok dengan cekatan memenuhi cawan semua orang dengan arak wangi.
"Huan kongcu, kuhormati secawan arak untukmu" kata Ciu Kay seng kemudian sambil bangkit berdiri ia mengangkat cawannya. SElesai berkata, dia meneguk habis isinya dalam satu tegukan.
"Aku tidak dapat minum arak" tampik Huan cu im.
Tapi setelah dilihatnya Ciu Kay seng mengeringkan isi cawannya, terpaksa diapun mengeringkan juga isi cawannya.
Buru buru Ji Giok menuangkan arak untuk mereka berdua.
sekali lagi Ciu Kay seng bangkit berdiri kali ini dia berkata kepada Huan Gi sambil tersenyum:
"Lo koan keh, kau adalah pembantu tiga generasi dari gedung keluarga Huan jadi kalau dihitung hitung kau masih terhitung cianpwee ku, cawan arak ini sengaja kupersembahkan sebagai rasa hormatku untukmu."
sekali teguk ia habiskan pula isi cawannya. orang yang sudah berusia lanjut biasanya paling senang disanjung orang, apalagi sanjungan dari Ciu Kay seng kedengaran begitu halus dan sangat bersahaja. Huan Gi segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh..... ucapan ciu Congkoan terlalu sungkan, mari lohanpun menghormati Ciu congkoan dengan secawan arak pula." Ia pun meneguk habis isi cawannya.
Huan cu im tidak terbiasa minum arak. maka dia hanya bersantap belaka.
Ciu Kay seng maupun Huan Gi seolah olah amat cocok satu sama lainnya, makin berbincang semakin cocok maka cawan demi cawan arakpun mengalir terus kedalam perut. Tak lama kemudian, kedua orang itu sudah dipengaruhi oleh air kata kata (arak).
Mendadak Huan Gi seperti teringat sesuatu dia merasa baik perawakan tubuh Ciu Kay seng maupun nada suara pembicaraannya persis seperti lelaki berkerudung yang memimpin penyerbuan kerumah majikannya sepuluh tahun berselang.
Dengan diperolehnya penemuan tersebut hatinya semakin tenggelam, pengaruh alkoholnya hilang separuh sementara kewaspadaannya ditingkatkan.
Namun diluaran dia masih bersikap seperti mabuk. sambil mengangkat cawannya ia menegur sambil tertawa:
"ciu congkoan, pernahkan kau berkunjung ke dusun Kim gou cun?"
Ciu Kay seng seperti merasa terkejut dengan pertanyaan itu, namun dengan cepat wajahnya telah pulih kembali seperti sediakala, sahutnya sambil tertawa
"Aaaah, belum pernah. Pocu sering keluar benteng, padahal urusan disini amat banyak bagaimana mungkin aku punya waktu untuk berjalan jalan."
"Betul juga perkataanmu itu, lohan lupa kalau Ciu congkoan adalah seorang yang sibuk" Kemudian sambil meneguk arak.
dia melanjutkan kembali sambil tertawa:
"Bila Ciu congkoan punya waktu senggang, berkunjunglah kedusun Kim gou cun, biar lohan bisa menjadi tuan rumah yang baik untuk menemani kau minum arak sampai puas."
"Bila ada kesempatan, aku memang kepingin berkunjung kesana."
"Tahun ini ciu congkoan baru berusia empat puluh tahunan?"
"Tidak, sudah hampir lima puluh."
"Eehmmm, masa pertengahan, memang masa ini merupakan masa keemasan bagi seseorang. oyaa..... Ciu congkoan berasal dari perguruan mana."
Pertanyaan inilah baru merupakan pertanyaan yang utama, namun bila tanpa diembel embeli basa basi tak mungkin pertanyaan semacam itu bisa dilontarkan dengan begitu saja.
sebagai orang yang berpengalaman luas dalam dunia persilatan, ia tahu bagaimana teknik untuk bertanya sehingga tujuan sebenarnya sama sekali terselubung.
"Aaaah, perguruan kecil saja, aku berasal dari Thong long bun...."
Coba kalau bukan lagi terpengaruh arak. tidak nanti dia akan menjawab pertanyaan tersebut, tapi sekarang apa saja diutarakkan dengan begitu saja. Berkilat sepasang mata Huan Gi, segera pikirnya dihati:
"Ternyata dugaanku tidak salah, biarpun pemimpin manusia berkerudung yang melancarkan penyerbuan malam itu berusaha untuk merahasiakan identitasnya sendiri, tapi permainan cakarnya jauh lebih banyak daripada permainan pukulannya, siapapUn dapat mengetahui kalau gerak jurus serangannya berasal dari perguruan Thong long bun." Berpikir demikian, tanpa sadar dia berseru "itulah dia........"
"Lo koan keh, apa kau bilang?" paras muka Ciu Kay seng berubah hebat.
Huan Gi sangat terkejut tapi cepat cepat dia berkata sambil tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh.... ooh, lohan maksudkan itulah dia. Aku jadi teringat belasan tahun berselang, ketika toaya baru pulang dari benteng kalian, dia sangat memuji kelihayan ilmu cakar maut Ciu congkoan."
"Ketika itu lohan baru berusia enam puluh tahun biar usianya sudah tua, hatiku tidak tua aku berhasrat bila ada kesempatan pasti akan mencoba beberapa jurus serangan dari Ciu congkoan. siapa tahu dalam waktu singkat empat lima belas tahunan sudah lebat, kini aku sudah tua dan tidak memiliki ambisi seperti dahulu lagi."
"Lo koan keh merendah saja" ciu Kay seng tertawa,
"akupun pernah mendengar orang berkata, konon lo koan keh berasal dari Eng jiau bun, dan selama hidup belum pernah lupa untuk melatih diri, bisa dibayangkan tenaga dalammu tentu amat sempurna, bila ada kesempatan akupun ingin sekali menyaksikan kehebatanmu." Dalam hati kecilnya Huan Gi tertawa dingin pikirnya:
"darimana kau bisa tahu kalau aku berasal dari perguruan Eng jiau bun" darimana pula kau tahu jika latihan tak bisa mendengar......?"
Tapi diluarnya segera tertawa terbahak bahak, ujarnya:
"ciu congkoan terlalu gemar bergurau, sudah belasan tahun lohan tak pernah melatih diri, orangnya sudah tua dan tulangnya sudah pada mengeropos. Mana mungkin aku mempunyai kepandaian yang bisa diandalkan?"
Ciu Kau seng segera mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain kembali dia berkata: "Kita hanya tahu minum arak melulu sampai Huan kongcu terlupakan..."
"Aaah, tidak apa apa, aku toh tak pandai minum arak. tak nyana kalau takaran minum lo koan keh sangat hebat." Huan Gi tertawa terbahak bahak.
^Haaahhhh.... haaaahhhh..... haaahhh.... masa sauya belum pernah melihat lohan minum arak" Dulu sewaktu lohan masih muda, aku tidak pernah mengenal kata " mabuk", sekarang sudah tak berguna lagi, baru minum beberapa cawan, jantungku sudah mulai berdebar amat keras."
"Di waktu waktu biasa akupun jarang minum arak" buru buru ciu Kay seng berkata pula, "hari in aku merasa cocok sekali dengan lo koan keh sehingga tanpa terasa banyak minum arak. padahal aku sudah tidak tahan semenjak tadi."
Ketiga orang itu segera bangkit bersama sama, Ji Giok datang memberi tiga helai handuk panas.
sambi menyeka wajahnya, Ciu Kay seng berkata lagi:
"Kedatangan Huan kongcu telah kukabarkan kepada pocu dengan melalui burung merpati pos, bila tiada aral melintang mungkin besok pocu sudah sampai kembali dibenteng."
Mendengar soal burung merpati pos sekali lagi Huan Gi merasakan hatinya tergerak, dia jadi teringat kembali dengan seekor burung merpati pos yang dilihatnya pagi tadi ketika mereka sedang menyebrangi sungai.
"Terima kasih banyak atas perhatian dari Ciu congkoan"
Huan cu im segera berseru.
"Aaah kongcu lagi lagi sungkan hal ini sudah merupakan kewajibanku...." Berbicara sampai disini, dia lantas bangkit berdiri untuk memohon diri.
Bagaimanapun juga Huan Gi memang sudah tua, setelah kebanyakan minum arak dia betul betul agak mabuk. mukanya merah agak membara dan sepasang alis matanya berkenyit dia seperti sedang memikirkan sesuatu persoalan.
"Lo koan keh, mari kuhantar kau kekamarmu untuk berisitrahat" kata Huan cu im kemudian.
Huan Gi berpaling melihat Ji Giok tidak hadir disitu, dia segera berbisik:
"sauya, lohan tidak mabuk. Lohan sedang berpikir, sehabis bertemu Hee toaya esok, lebih baik kita secepatnya berangkat ke Kim leng...."
"Apa yang sedang lo koan keh pikirkan?" tanya Huan cu im sambil menatap wajahnya lekat lekat.
"Aaah, tidak ada apa apa" Huan Gi tertawa, "Mungkin lohan sudah terlalu lama meninggalkan Kim leng, maka begitu teringat Kim leng lohan jadi ingin terburu buru berangkat kesitu."
^oooo0dw^oooo^ Keesokan harinya tatkala tengah hari baru tiba Ji Giok dengan langkah terburu buru berlarian masuk kedalam ruangan, kemudian serunya: "Huan kongcu, lo koan keh, pocu telah pulang"
"Nona Ji Giok. kau mendengar dari siapa?" buru buru Huan Gi bertanya.
"Ketika budak berada didapur, kebetulan kudengar sinenek dari ruang bawah mengatakan hal tersebut, dia adalah orang yang ditugaskan melayani pocu, kedatangannya kedapur adalah untuk memesan tiga mangkuk bakmi untuk pocu begitu budak mendengar berita ini cepat cepat aku datang memberitahukan kepada kalian berdua."
"Terima kasih nona, kini empek Hee berada dimana?" tanya Huan cu im dengan wajah berseri.
Dia ingin terburu buru menjumpai saudara angkat ayahnya, tentu saja sekalian mencari tahu kabar berita tentang ayahnya. Ji giok segera tersenyum.
"Pocu baru saja pulang, paling tidak dia toh mesti beristirahat dulu sejenak. seusai bersantap nanti, pasti akan diutus Ciu congkoan untuk mengundang kongcu."
"Perkataan nona Ji Giok memang benar" Huan Gi manggut manggut, "pocu baru saja pulang, dia memang perlu beristirahat dulu."
"Biar budak siapkan air teh buat kongcu" kata Ji Giok kemudian sambil membelokkan badan dan berlalu.
sepeninggal sang budak Huan Gi segera berpesan:
"Sauya harus sangat baik baik bila bertemu dengan Hee toaya nanti, kau harus bilang kalau kepergian kita kali ini hanya berniat mencari toaya dan berharap ia bisa membantumu mencarikan tahu jejak dari toaya.
Bila Hee toaya bersikeras menahan kita untuk menahan kita untuk berdiam beberapa hari lagi disini, kau bilang saja kalau kita harus berangkat dulu ke Kim leng, sekembalinya dari Kim leng saja baru mampir lagi"
Huan cu im yang menyaksikan pembantu tuanya ini selalu mengajak dirinya pergi ke Kim leng menjadi sangat keheranan, bukankah suhunya sendiri malah menganjurkan kepadamu agar datang mencari empek Hee nya...."
Tatkala dia minta ijin kepada ibunya untuk mengunjungi empek Hee, lo koan keh nampak sangat gembira, malah mengatakan kalau ilmu silat empek Hee sangat lihay dan dia bisa minta petunjuk dari padanya.
Tapi sekarang entah apa sebabnya tahu tahu lo koan keh sudah berubah pikiran dan selalu mendesaknya agar pergi ke Kim leng.
Melihat lo koan keh berbicara dengan serius apalagi semenjak kecil dia memang amat menyayanginya, dia merasa tak baik untuk menampik niat baiknya maka diapun manggut manggut.
"setelah bersua dengan empek Hee nanti pasti akan kuutarakan seperti apa yang lo koan keh katakan-"
Huan Gi menghembuskan napas panjang.
"Lohan terburu buru ingin ke Kim leng, hal ini tak lain agar lebih cepat bisa menemukan toaya, sebab bila ada beberapa orang yang membantu usaha pencarian ini, bagaimanapun juga jauh lebih dari pengharapan."
Belum habis dia berkata, Ji Giok dengan membawa teko air telah munculkan diri sambil menyambung :
"Lo koan keh apakah kalian berniat pergi setelah bertemu pocu nanti" Mengapa tidak berdiam beberapa hari lagi?"
Walaupun dia sedang berbicara dengan lo koan keh, namun sepasang matanya yang jeli justru mengawasi wajah Huan cu im dengan penuh pengharapan
"sauya datang untuk mencari toaya, tentu saja banyak tempat harus dikunjungi olehnya sekalian menyambangi beberapa orang sahabat ayahmu dulu" kata Huan Gi.
"Benar juga perkataan lo koan keh, bila kalian tak ada urusan, budak sungguh berharap kalian mau berdiam beberapa hari lagi disini sebelum pergi."
"Kami hanya pergi ke Kim leng sebentar sekembalinya dari situ tentu akan mampir lagi."
"sungguh?" seru Ji guk dengan wajah berseri.
sementara itu, dari ruang depan terdengar suara langkah kaki manusia yang berjalan mendekat, buru buru Ji Giok mengundurkan diri dari situ.
Ciu Kay seng mundur dengan langkah tergesa gesa, dengan senyum dikulum dia berkata sambil menjura:
"Pocu telah culang, ia sengaja mengutus aku untuk mengundang Huan kongcu agar bersua dikamar baca"
"Cepat amat pocu sudah kembali" seru Huan Gi. Kembali Ciu Kay seng tertawa paksa:
" Ketika pocu mendengar Huan kongcu telah datang, dia buru buru berangkat pulang, belum lagi duduk dia sudah menyuruh aku mengundang Huan kongcu agar menghadap."
"Lo koan keh, kalau begitu mari kita kesana selekasnya, jangan biarkan empek Hee menunggu terlalu lama" seru Huan cu im kemudian-
"Aku akan membawakan jalan buat Huan kongcu" Ciu Kay seng segera berkata sambil tertawa.
Ia membalikkan badan dan berjalan keluar dari halaman, sementara Huan cu im dan Huan Gi mengikuti dibelakangnya.
setelah masuk keluar ruangan dan halaman yang ditumbuhi pepohonan bambu, akhirnya mereka sampai disebuah gedung yang dikelilingi aneka tumbuhan-Ciu Kay seng segera menaiki tangga batu dan berkata dengan hormat:
" Lapor pocu, Huan kongcu telah datang."
"Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh...." gelak tertawa nyaring bergema dari balik kamar baca, "cepat silahkan masuk."
Ciu Kay seng menyingkir kesamping untuk memberi jalan, kemudian berbisik, "Pocu mengundang kalian agar masuk"
sebelum berjumpa dengan empek Hee, Huan cu im merasa ingin terburu buru menjumpainya.
Tapi sekarang, setelah hampir menjumpainya, dia malahan merasakan hatinya tak tentram.
Buru buru dia membereskan pakaiannya dan melangkah masuk kedalam kamar baca.
Tampak seorang kakek berperawakan tinggi besar dan berwajah merah segar muncul dari ruangan menyambut kedatangannya. Huan Gi yang mengikuti dibelakangnya segera berbisik, "sauya, cepat menjumpai Hee pocu."
Mendengar perkataan tersebut Huan Cu im segera menjatuhkan diri berlutut sambil katanya:
"Keponakan Huan Cu im menjumpai empek Hee" Hee Im hong tertawa terbahak bahak. "Hiantit, lo koan keh, cepat bangun"
Baru saja Huan Cu im berlutut, dia merasa ada dua buah tangan yang tebal tapi lembut membimbingnya bangun.
sambil menarik tangan Huan Cu im, dengan wajah berseru Hee Im hong berkata lagi:
"Lohu masih ingat pada belasan tahun berselang, sewaktu bertemu dengan hiantit. Ketika itu hiantit baru berusia dua tiga tahun, aku paling suka membopongmu karena mulutmu manis, setiap bertemu aku segera memanggil empek tiada habisnya. Haaahhh... haaahhh.... haaahhh..... waktu memang berlalu amat cepat, dalam sekejap mata hiantit sudah tumbuh menjadi dewasa"
sembari berkata, tiada hentinya dia amati tubuhnya Huan kongcu dari atas hingga kebawah, sikapnya hangat dan penuh perhatian.
Huan Cu im hanya merasakan dibalik kelembutan tangan yang menggengam tangannya, terasa ada segulung hawa hangat yang mengalir masuk kedalam tubuhnya, dia merasa sangat terharu.
Hee Im hong segera menariknya agar duduk disampingnya, kemudian sambil mendongakkan kepala katanya pula: "Lo koan keh silahkan duduk"
"selama berada dikamar baca Hee toaya, masa budak tua punya hak untuk duduk?" Kembali Hee Im hong tertawa terbahak bahak,
"Haaahhh... haaahhh.... lo koan keh adalah pembantu setia keluarga Huan selama tiga generasi, bahkan Tay seng sendiripun dibesarkan olehmu, padahal aku dan Tay seng adalah saudara angkat, hubungan kami melebihi saudara kandung, selama berada disini, apa bedanya dengan di keluarga Huan" Kau sudah tua lagi, masa harus dibiarkan berdiri melulu" Ayo cepat silahkan duduk"
"kalau begitu budak menerimanya." Dengan hormat Haun Gi mengambil tempat duduk.
sementara itu Huan Cu im telah memperhatikan empek Heenya dengan penuh seksama, dia merasa empeknya mempunyai wajah yang lebar dengan telinga besar, alis matanya tebal dan matanya besar, hidung, mulutnya lebar, meskipun sedang bergurau namun wajahnya selalu nampak keren dan berwibawa....
"Baru semalam aku mendapat tahu akan kehadiran hiantit dibenteng kami" kata Hee Im hong sambil berpaling, "maka pagi tadi aku segera berangkat pulang, kerasan bukan hiantit tinggal dibenteng ini?"
"Yaaaa, kerasan-"
Pelan pelan Hee Im hong melepaskan tangan Huan cu im, kemudian sambil mengelus jenggotnya yang hitam dia berkata lagi sambil manggut manggut.
"Asal kerasan saja malah baik, setelah sampai disini hiantit boleh menganggap tempat ini sebagai rumah sendiri, tak usah sungkan."
"Kedatangan siautit kali ini, pertama karena ingin mencari tahu kabar berita tentang ayahku yang sudah banyak tahun tak pernah kembali. Kedua ingin mohon bantuan empek Hee untuk mencari kabar berita tentang ayahku karena empek Hee mempunyai pergaulan yang cukup luas."
"Ayahmu adalah adik angkatku, tiada masalah yang dirahasiakan olehnya dihadapanku, sebelum pulang kerumah sepuluh tahun berselang, dia masih sempat berdiam selama dua hari dibenteng ini, namun tiada masalah apapun yang pernah dia bicarakan denganku."
"kalau begitu, empek Hee juga tidak mengetahui kemana perginya ayahku?"
"Kemudian aku dengar ayahmu sudah lama meninggalkan rumah dan tak pernah pulang kembali, bahkan setahun lamanya dia pun tak pernah berkunjung kemari, aku merasa amat keheranan waktu itu, berapa kali aku utus orang untuk mencari berita ke dusun Kim gou cun tapi ibumu juga bilang tak tahu menahu."
setelah berhenti sejenak, tidak sampai Huan cu-im buka suara, dia menyambung lebih jauh.
"Aku menjadi sangat gelisah segera kuutus orang untuk mencari kabar berita ayahmu diempat penjuru tapi anehnya seluruh umat persilatan tak ada yang pernah bertemu dengan ayahmu, aku pernah berpikir lebih mendalam lagi, dengan nama besar ayahmu dalam dunia persilatan, tak pernah ada perselisihan ataupun permusuhan besar yang dilakukan olehnya berarti tak mungkin ada suatu ancaman bahaya baginya dari pihak lain. Maka setelah pikir punya pikir akhirnya kuambil kesimpulan."
"Bagaimanakah kesimpulan empek Hee?"
Hee Im hong mengelus jenggotnya sambil tertawa:
"Selama hidupnya ayahmu paling suka ilmu silat. Mungkin saja dalam suatu kesempatan berpesiar kesuatu tempat, ia telah berjumpa dengan seorang tokoh sakti dan melatih diri lebih tekun lagi ditempat tersebut....."
Berbicara sampai disitu kembali dia berhenti sejenak.
kemudian baru sambungnya lagi sambil tertawa:
"SEpuluh tahun sekarang sudah lewat dalam pandangan orang biasa memang merupakan suatu jangka waktu yang amat panjang, tapi bagi seseorang yang berlatih silat, sepuluh tahun bukan suatu jangka waktu yang terlalu panjang, sebab kepandaian yang mendalam sering kali belum bisa berhasil dikuasai dalam sepuluh tahun saja."
"Namun kalau dibicarakan kembali, sudah sepuluh tahun ayahmu meninggalkan rumah biarpun dia hidup mengasingkan diri ditengah gunung yang sepi untuk berlatih sejenis ilmu semestinya saatnya untuk muncul kembali sudah tiba, maka aku harap hiantit tak usah gelisah, siapa tahu beberapa hari lagi ayahmu bakal muncul dengan sendirinya."
"Sesungguhnya kedatangan siautit kali ini adalah untuk mencari jejak ayahku harap empek Hee sudi membantu usahaku ini."
"ooooh, tentu saja" Hee Im hong tersenyum, "aku dan ayahmu sangat akrab, tak usah hiantit katakan pun selama sepuluh tahun terakhir ini aku selalu memikirkan keselamatannya, asal kujumpai sahabat dunia persilatan yang baru pulang dari tempat jauh, pasti kutanyakan sekitar jejak ayahmu."
"Terima kasih banyak empek Hee, atas perhatianmu."
"Untung hiantit dan lo koan keh telah datang, sebenarnya akupun sedang menguatirkan kalian- Dulu hiantit masih kecil, aku kuatir istri adikku tak lega hati, kini hiantit telah dewasa, tentunya diapun tidak usah kuatir lagi bukan-"
"Bila kalian tidak kemari, akupun berencana hendak mengundang hiantit untuk datang ke benteng kami serta mempersilahkan kau berdiam disini saja, aku percaya kau pasti dapat menemukan ayahmu."
"Ketika siautit hendak meninggalkan rumah ibu telah berpesan agar siautit dan lo koan keh berangkat ke Kim-leng setelah berjumpa dengan empek Hee."
Ucapan ini sudah jelas merupakan ajaran dari Huan Gi. Hee Im hong tertegun sehabis mendengar perkataan itu, serunya dengan cepat: "Apakah hiantit tidak berdiam beberapa hari dulu disini" Mau apa kau ke Kim leng?"
"Menurut ibuku, dimasa lalu leluhurku pernah membuka biro ekspedisi di Kim leng disitu banyak teman lamanya berdiam setelah siautit keluar rumah sudah sepantasnya pula untuk manyambangi mereka satu persatu siapa tahu masih ada orang yang mengetahui kabar berita ayahku."
Hee Im hong tertawa terbahak bahak....
"Haaahhh.... haaahhh.... perkataan ibumu ada benar juga, cuma congpiautau dari beberapa perusahaan biro ekspedisi merupakan sobat karib dari lohu, bila mereka peroleh kabar berita tentang ayahmu niscaya akan diutus orang untuk mengabarkan kepadaku. Hiantit boleh berdiam disini saja, apalagi kau toh belum pernah keluar rumah, buat apa mesti menempuh perjalanan jauh?"
"Kasih sayang pocu sungguh mengharukan hati kamu,"
Huan Gi berkata, "tapi saUya baru pertama kali ini terjun kedUnia persilatan sudah sewajibnya dia mengunjungi mereka satu persatu sebab hal ini menyangkut sopan santun."
"Maksud toan nio, dia memang ingin menitipkan sauya kepada pocu agar banyak peroleh bimbingan. Itulah sebabnya budak berniat menemani sauya untuk mengunjungi Kim leng lebih dulu, barulah sekembalinya dari Kim leng kami akan mengganggu lagi." Hee Im hong manggut manggut, katanya kemudian sambil tertawa:
"Kalau toh hal ini memang maksud dari adik iparku, memang baik juga kalian mengunjungi Kim leng, namun aku pikir tak usah terburu napsu, kalau toh sudah kemari, kalian harus berdiam beberapa hari dulu."
Huan Gi merasa tak baik untuk banyak berbicara lagi, terpaksa dia mengiakan berulang kali.
Hee Im hong baru berpaling dan bertanya sambil tersenyum:
"Tahun ini hiantit sudah berusia enam belas tahun, sudah pernah belajar ilmu silat?" MErah padam selembar wajah Huan cu im.
"siau tit pernah berlatih beberapa tahun, tapi semuanya ajaran dari lo koan keh."
sekali lagi Hee Im hong manggut manggut sambil tertawa.
"Ilmu silat yang dilatih Lo koan keh adalah ilmu aliran Eng jiau bun, dengan dasar kepandaian silatnya, bila kau ingin berlatih kepandaian lain dikemudian hari, maka kau telah peroleh fondasi yang cukup kuat."
"Pocu terlalu memuji, dengan sedikit kepandaian yang kumiliki ini dihadapan pocu ibarat kunang kunang dan rembulan, tak bisa dibilang seberapa. sedangkan sauya juga baru belajar beberapa tahun ilmu silat kasaran, dia masih banyak membutuhkan petunjuk pocu."
"Itu mah tak usah dibicarakan lagi" Hee Im hong mengelus jenggotnya sambil tertawa, "aku memang tidak berputra, hiantit sudah kuanggap sebagai putra sendiri, berapapun kepandaian yang kumiliki pasti akan kuwariskan semuanya, selewatnya hari ini aku ingin melihat dahulu bagaimanakah hasil latihanmu selama ini?" Huan cu im menjadi kegirangan setengah mati.
"Asal empek Hee bersedia mengajarkan kepada siautit, hal ini merupakan suatu keberuntungan bagi diri siautit."
sementara pembicaraan sedang berlangsung tampak Ciu Kay seng muncul dengan tergesa gesa, kemudian dengan sikap yang munduk munduk ia berkata:
"oooh..." tanpa terasa Hee Im hong bangkit berdiri, "Ceng im totiang berada dimana sekarang?"
"Hamba tempatkan diruang tamu sebelah depan."
SEmentara itu Huan Gi telah mengerling memberi tanda kepada Huan cu im, kemudian sambil bangkit berdiri ia berkata:
"Sauya, pocu ada tamu sedang berkunjung, mari kita mengundurkan diri lebih dulu untuk sementara."
"Empek Hee, keponakan hendak memohon diri" kata Huan cu im sambil bangkit pula.
"Duduk saja kalian disini" kata Hee Im hong, "cing im totiang dari Go bi san adalah tamu yang jarang datang, aku harus pergi menyambut kedatangannya." sambil berkata buru buru dia beranjak pergi dari sana.
Huan cu im dengan mengajak pembantunya Huan Gi mengundurkan diri pula dari situ.
Baru melewati beranda samping, tiba tiba dari depan sana muncul seseorang tapi ketika bertemu dengan kedua orang itu, tiba tiba dia membalikkan badan sambil berkelit.
Huan Gi segera merasakan bentuk badan orang itu seperti sangat dikenal, apalagi gerak geriknya sangat mencurigakan, hal ini menambah kecurigaannya. Dengan suatu gerakan cepat dia melompat kemuka, kemudian hardiknya lirih:
"Berhenti" sebenarnya orang itu berniat menghindar, dihardik oleh Huan Gi, nampaknya orang itu semakin gugup, tanpa berbicara mendadak ia melarikan diri terbirit birit.
Jangan dilihat usia Huan Gi sudah menanjak tua, kepandaian silat yang dimilikinya tak pernah ditangguhkan sedikitpun sudah barang tentu dia tak sudi membiarkan mangsa dihadapannya lolos dengan begitu saja, sambil tertawa dingin ia melejit kemuka. "Weeesssss"
seperti seekor burung elang yang terbang diangkasa, dia melayang melalui atas kepala orang itu dan turun dihadapannya kemudian sambil memegang bahunya ia menghardik:
"Lohan suruh kau berhenti, mengapa kau malah ingin kabur dengan gugup,....?"
setelah usahanya untuk melarikan diri tak berhasil terpaksa orang itu menutupi wajahnya dengan ujung baju dan menyahut dengan kepala tertunduk:
"Hamba baru datang, karena tersesat dan takut diumpat congkoan maka hamba jadi ketakutan, harap kau orang tua sudai mengampuni hamba."
"Lo koan keh, siapakah orang ini?" Huan cu im yang memburu datang segera menegur.
"gerak gerik orang ini sangat mencurigakan, karena itu lohan sengaja mengejar kemari"
"Mungkin saja dia memang baru datang dan tidak mengenal jalan, maka wajahnya kelihatan gugup, lo koan keh, lepaskan dia saja."
"Benar, benar, harap kau orang tua suka melepaskan aku"
seru orang itu pula berulang kali.
Rasa curiga Huan Gi belum lenyap dengan begitu saja, apalagi orang itu tak pernah memperlihatkan wajahnya, sambil mendengus ia segera mebentak. "Dongakkan kepalamu"
Kemudian sambil menepiskan tangan kirinya yang dipakai untuk menutupi paras mukanya, dia amati wajah orang itu dengan seksama, namun dengan cepat ia menjadi tertegun-
"Hei, bukankah kau adalah ong Lo su?" dia berteriak.
Biarpun orang itu mengenakan pakaian centeng, namun dalam sekilas pandangan saja ia dapat mengenali orang ini sebagai ong Lo su, seorang tetangga gedung keluarga Huan yang hidup membujang sebagai penjual kayu bakar.
"Bukan bukan" orang itu menggelengkan kepalanya berulang kali sambil memperlihatkan rasa kaget dan gugup,
"hamba bukan ong Losu, hamba adalah Thio Tek liok yang baru datang."
ong Lo su tiba tiba berubah menjadi Thio Tek liok. nama memang bisa ditukar tapi mukanya yang kurus dan hitam karena terbakar matahari tak mungkin bisa dirubah dengan begitu saja.
"Kau kenal dengan aku?" kembali Huan Gi menegur sambil memperkencang cengkeramannya. "Tidak. hamba tak pernah ketemu dengan kau orang tua"
"Kau juga tak pernah berkunjung ke dusun Kim gou cun?"
"Selama ini hamba berdiam diwilayah Hwaypak, belum pernah melangkah masuk kewilayah Kim gou cun, kau orang tua pasti sudah salah orang."
Huan Gi mendengus sambil melepaskan cengkeramannya, lalu katanya sambil manggut manggut.
"Hmm, kalau begitu aku memang sudah salah melihat orang, kalau begitu pergilah"
orang itu mengiakan berulang kali dan segera kabur terbirit birit meninggalkan tempat itu.
"Lo koan keh" kata Huan cu im kemudian sepeninggal orang itu, "aku lihat orang itu memang mirip sekali dengan ong Lo su."
Dalam pada itu paras muka Huan Gi nampak serius sekali dia hanya mengiakan tanpa berbicara.
Tiba kembali dihalaman sebelah timur, Ji Giok menyambut kedatangan mereka sambil berkata:
"Huan kongcu, lo koan keh kalian sudah kembali" Apakah telah menjumpai pocu?"
Huan cu im yang berusia hampir sebaya dengan dayang itu lagipula dia belum pernah berhubungan dengan kaum wanita, menghadapi penyambutan tersebut dia hanya manggut manggut dan tergagap tak mampu mengucapakn sepatah katapun.
SEdang Huan Gi berkerut kenign seakan akan ada sesuatu yang mengganjal hatinya, kembali diruang tamu, dia lantas duduk dan menghisap huncweenya tanpa berbicara.
Ji giok yang menyaksikan kedua orang itu tidak berbicara, diapun merasa canggung untuk banyak bertanya, maka dua cawan air teh panas segera dihidangkan-Agaknya selama ini Huan Gi sedang memikirkan bagaimana ceritanya sehingga ong Lo su bisa tiba di benteng keluarga Hee.
Ia mulai membayangkan sejak ong Lo su pindah kedusun Kim gou cun enam tujuh tahun berselang, dimana dia pindah justru bertetangga dengan gedung keluarga Huan- hingga penemuannya semalam atas nada suara dan perawakan badan ciu Kay seng yang hampir mirip dengan lelaki berkerudung hitam yang memimpin penyerbuan kegedung keluarga Huan pada sepuluh tahun berselang.
Ketika beberapa peristiwa itu dihubungkan satu dengan lainnya, dia merasa persoalan ini tidak sederhana, bahkan kadangkala perasaannya seperti duduk diatas jarum, gelisah dan tak tenang. Hal ini membuat kakek ini menghisap huncweenya semakin gencar.
setengah harian sudah lewat dalam keadaan hening, lama kelamaan habis sudah kesabaran Huan cu im, sambil mendongakkan kepalanya dia segera menegur:
"Lo koan keh, aku lihat paras mukamu kurang baik, apakah kau lelah" Masuklah untuk beristirahat"
"Baiklah" Huan Gi manggut manggut setelah menghembuskan asap huncweenya, "aku akan mohon diri lebih dulu."
Dengan membawa huncweeya, dia mengundurkan diri dari situ.
Memandang bayangan punggung lo koan keh yang menjauh, tiba tiba Ji Giok berbisik, "Mengapa sih lo koan keh?"
Ia mengerdipkan sepasang biji matanya yang bulat dan jeli sambil menunjukkan sikap cerdik tapi binal.
Huan cu im tak berani memandang ke arahnya, dia menggelengkan kepalanya sambil menyahut: "Entahlah"
"Budak lihat dia seperti mempunyai rahasia hati" kembali Ji Giok berkata sambil menggigit bibirnya.
"Lo koan keh selama ini polos dan periang dia tak pernah merahasiakan sesuatu didalam hatinya, mustahil dia mempunyai suatu rahasia dalam hatinya."
"Tapi budak bisa melihat, agaknya beban pikiran lo koan keh sangat berat." Huan cu im tertawa setelah didesak berulang kali.
"saban hari lo koan keh ribut hendak pergi ke Kim leng, mungkin dia merasa tak senang hati setelah empek Hee menahan kami untuk berdiam beberapa hari lagi disini." Ji giok tertawa cekikikan.
"setelah datang, memang sepantasnya berdiam beberapa hari sebelum pergi, kalau hanya urusan sepele saja ia tak gembira, bukankah perbuatannya seperti anak kecil?"
Malam itu, diruang tengah bangunan timur diselenggarakan perjamuan yang amat meriah.
Ruangan terang benderang bermandikan cahaya, dua orang gadis berbaju hijau, seorang membawa poci perak untuk menuangkan arak. yang lain sibuk menghidangkan sayur yang masih hangat, sibuknya bukan kepalang, padahal tamu dan tuan rumah hanya dua orang, sang tuan rumah adalah Hee Im hong, sedangkan tamunya adalah Huan cu im.


Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perjamuan pada malam ini memang sengaja diselenggarakan untuk menyambut kedatangan keponakannnya.
Didepan halaman sisi gedung, terlihat pula kesibukan lain, suasana disanapun terang benderang bermandikan cahaya.
Hidangan yang disiapkan disitu tak kalah mewahnya dengan hidangan diruang dalam.
Yang hadir dalam perjamuan inipun hanya dua orang, yang satu adalah congkoan benteng keluarga Hee yakni ciu Kay seng sedangkan yang lain adalah lo koan keh Huan Gi.
PErjamuan ini memang diselenggarakan oleh sang pocu, tetapi berhubung sang pocu dan Huan cu im punya hubungan sebagai paman dan keponakan, tentu saja perjamuan tersebut tidak bisa membiarkan congkoan dan pengurus rumah tangga untuk turut menghadirinya.
Tatkala perjamuan dikedua belah pihak sudah buyar, Huan cu im tidak mabuk. Ini disebabkan dia memang tidak minum arak. tentu saja paman Hoe nya tak akan memaksa dia untuk minum.
Berbeda sekali dengan Huan Gi serta ciu Kay seng, pada hakekatnya kedua orang ini memang sama sama gentong arak, pada akhir perjamuan tersebut, kedua belah pihak sudah mabuk kepayang.
Kembali ke gedung timur Ji Giok telah menyiapkan air teh kental untuk Huan kongcu dan Huan Gi.
Huan Gi hanya duduk sebentar menghisap huncweenya, kemudian kembali kekamar untuk beristirahat.
setelah meneguk air teh Huan cu im turut bangkit berdiri Ji giok segera menghampiri sambil bertanya
"Budak sudah menyiapkan air untuk membersihkan badan apakah Huan kongcu akan mandi?"
"Tidak usah, kau boleh pergi beristirahat, oya, aku lihat lo koan keh kelewat banyak minum pada malam ini harap kau ambilkan air teh untuknya"
"Kongcu tak usah kuatir, budak mengerti" dayang itu segera mengundurkan diri Kembali kekamarnya, Huan cu im menutup kamar, melepaskan sepatu dan tidur.
Dalam lelapnya ia tertidur, mendadak terdengar ada orang mengetuk pintu sambil berseru
"Huan kongcu, Huan kongcu...."
Jelas suara teriakan Ji Giok biarpun ketukannya tidak gencar, suaranya justru amat gelisah.
"Nona Ji Giok, apa yang terjadi?" tanya Huan cu im sambil bangkit berdiri.
"Kongcu, cepat buka pintu, lo koan keh"
Buru buru Huan cu im mengenakanj ubahnya dan sambil membetulkan kancingnya dia lari keluar sambil bertanya lagi:
"Mengapa dengan lo koan keh?"
"Aku lihat..... aku lihat lo koan keh kurang..... kurang beres keadaanya....." jawab Ji Giok dengan wajah gugup bercampur amat gelisah. Huan cu im semakin gelisah mendengar perkataan itu.
"Bagaimana tidak beresnya?"
"Cepatlah ikuti kau"
sembari berkata, buru buru dia beranjak keluar dari dalam ruangan tersebut. sambil menyusul dibelakangnya, Huan cu im kembali bertanya: "Nona Ji Giok. sebenarnya apa yang telah terjadi dengan diri lo koan keh?"
"Barusan lo koan keh muntah muntah hebat" sahut Ji Giok sambil mempercepat langkahnya, "kemudian-.... kemudian....."
"Bagaimana kemudian?" Huan cu im semakin tegang.
"Dia.... dia sudah pingsan dua kali, setiap kali mendusin dia memanggil nama kongcu, oleh karena budak lihat keadaannya semakin tidak beres, maka kuundang kongcu agar menyusul kesana."
"SElama ini lo koan keh selalu sehat wal'afiat tanpa kekurangan sesuatu apapun mengapa dia bisa pingsan sampai dua kali?" pemuda itu bertambah gelisah.
"Budak sendiri juga tak tahu, ia seperti kena angin duduk...."
sementara pembicaraan berlangsung, mereka sudah tiba didepan pintu ka kamar lo koan keh, pintu masih terbuka lebar, cahaya lentera didalam sana remang remang dan sama sekali tak kedengaran sedikit suarapun . Ji Giok segera menghentikan langkahnya dan menyingkir kesamping untuk memberi jalan lewat bagi Huan cu im kemudian dia baru mengikuti dibelakangnya. Dengan perasaan sangat gelisah Huan cu im menyerbu masuk kedalam ruangan, dia saksikan pengurus rumah tangganya sudah tergeletak diatas pembaringan tak berkutik matanya mendelong besar sementara napasnya bertambah lemah. Cepat cepat dia datang menghampirinya. "Lo koan keh......"
Hanya tiga patah kata itu yang sempat diutarakan, karena air matanya sudah jatuh bercucuran. sorot mata yang semula sudah medelong, pelan pelan tampak bergerak lagi setelah Huan Gi mendengar panggilan tersebut, dia menengok sekejap wajah Huan cu im dengan sorot mata yang sayu, lalu sambil menggerakkan bibirnya yang kaku, ia berkata dengan susah payah: "sau.... sau.... cepat..... cepat......."
Begitu lirih dan kaku suaranya sehingga hampir saja susah ditangkap artinya.
"Lo koan keh, kau tak boleh banyak berbicara" tukas Huan cu im cepat, "segera akan ku cari Ciu cong koan untuk mencarikan seorang tabib untukmu, dengan cepat kau pasti akan sembuh kembali....."
Huan Gi sama sekali tidak mengerdipkan matanya, namun dua baris air mata telah bercucuran membasahi ujung matanya, ia tak berbicara banyak.
sementara itu Huan cu im telah membalikkan badan dan siap beranjak pergi setelah mengucapkan perkataan tadi.
"Huan kongcu" tiba tiba Ji Giok berbisik dengan air mata berlinang: "lo koan keh..."
Suaranya menjadi sesengukkan sehingga dia menutupi mulutnya dengan sapu tangan dan tidak berbicara pula.
" Nona Ji Giok" Huan cu im berkata sambil membalikkan badan, "tolong kau tetap berada disini untuk merawatnya, biar ku cari Ciu congkoan untuk mencarikan seorang tabib baginya"
"Huan kongcu, coba kau tengok keadaan lo koan keh, mungkin dia sudah tak bisa bertahan lebih lama lagi"
Perkataan tersebut ibarat guntur yang membelah bumi disiang hari bolong, Huan cu im menjadi tertegun dan cepat cepat lari kembali ketepi pembaringan-
-oo0dw0oo JILID : 5 Betul juga, paras muka lo koan keh sudah berubah menjadi pucat keabu abuan, matanya semakin mendelong dan cahayanya sudah pudar sama sekali, bahkan dengus napaspun seolah olah sudah hampir berhenti.
Mati, yaa, dia sudah menghentikan napasnya yang terakhir untuk kembali kealam baka.
Huan cU im menjadi tertegun, ia seperti tidak percaya kalau si orang tua yang segar bugar dalam beberapa saat berselang, kini telah meninggalkannya dengan begitu cepat. Tiba tiba ia menubruk kedepan memeluk tubuh lo koan keh sambil berseru "Lo koan keh..."
Sambil menjatuhkan diri berlutut dia menangis tersedu sedu.
Haun Gi adalah orang yang mengemong dirinya semenjak kecil, dia sering main kuda kudaan dengan menunggang diatas punggungnya dulu, selama sepuluh tahun terakhir, dia juga yang telah mewariskan ilmu silat kepadanya. Boleh dibilang, semenjak dia masih kecil hingga dewasa, belum pernah sekalipun mereka berpisah.
Tapi sekarang lo koan keh telah meninggalkan dia secara tiba tiba bagaimana mungkin pemuda itu tidak bersedih hati dan menangis tersedu sedu"
Memandang sang pemuda yang menangis tersedu Ji Giok turut beriba hati sehingga tanpa terasa titik air mata turut jatuh berlinang.
Selang beberapa saat kemudian Ji Giok baru menyeka air matanya sambil berbisik:
"Huan kongcu, orang yang sudah mati tak mungkin bisa hidup kembali, kini lo koan keh telah pergi menangis pun tak ada gunanya...."
Mendadak Huan Cu im seperti teringat sesuatu, sambil mendongakkan kepalanya ia bertanya:
"Nona Ji Giok. apakah lo koan keh telah membicarakan sesuatu denganmu tadi" Dengan sangat cekatan Ji Giok memandang sekejap ke halaman muka lalu berbisik: "Ada orang datang rupanya...."
Betul juga, menyusul suara langkah kaki manusia yang bergema datang dari halaman depan, tampak Congkoan Ciu Kay seng berjalan masuk dengan langkah tergesa gesa. Begitu berada didalam ruangan, ia lantas menjura kearah Huan cu im sambil berkata:
"ooooh... rupanya Huan kongcu juga berada disini, barusan aku mendapat laporan dari centeng yang meronda malam, mengatakan bahwa disini kedengaran suara isak tangis, entah apa yang telah terjadi?"
Buru buru Ji Giok maju menyambut sambil menjawab:
"Budak baru saja akan melapor kepada congkoan, lo koan keh telah meninggal dunia."
"Lhoo..." Mengapa lo koan keh meninggal dunia?" seru Ciu Kay seng sambil melangkah masuk kedalam ruangan, "
penyakit apa yang diderita olehnya" Mengapa lo koan keh mengapa kau tidak segera datang melapor?"
Dia berjalan menghampiri pembaringan dan meneliti sebentar jenasah lo koan keh, setelah itu dengan air mata berlinang katanya:
"Ooooh, Lo koan keh. Pada santap malam tadi kau masih kelihatan segar bugar, menagapa begitu cepat kau telah pergi" Tahukah kau, betapa hormat dan kagumku kepadamu?" Lalu sambil menyeka air matanya, dia berkata pula kepada Huan cu im: "Ketika lo koan keh hendak berangkat, apakah Huan kongcu hadir pula disini?"
"Nona Ji Giok yang memanggilku" sahut Huan cu im dengan air mata bercucuran, "dia mengatakan keadaan lo koan keh tidak beres, siapa tahu ketika aku menyusul kemari, ia sudah tak mampu untuk berbicara lagi" Ciu Kay seng segera berpaling sambil menegur
"Ji giok, apakah lo koan keh pernah meninggalkan sesuatu pesan terakhir padamu?" Ji giok amat terkejut, sambil menundukkan kepalanya buru buru dia menjawab:
"Sewaktu budak berada dalam kamar tadi kudengar lo koan keh muntah muntah, karena itu aku datang kemari, budak mengambilkan secawan air teh untuknya sambil membersihkan tumpahan didepan pembaringan, mendadak budak lihat lo koan keh membuka mulutnya sambil memandang kearah budak. la seperti hendak mengucapkan sesuatu namun tak sanggup bersuara apa apa, oleh karena budak melihat keadaannya tidak beres, maka segera kuundang Huan kongcu kemari, lo koan keh sama sekali tidak meninggalkan pesan apa apa"
Huan cu im yang mendengar perkataan tersebut, dalam hati kecilnya segera berpikir:
"Apa yang dikatakan Ji Giok jelas bukan kata kata yang sesungguhnya, tapi mengapa dia harus membohongi ciu congkoan?"
sementara itu Ciu congkoan telah berkata setelah termenung sebentar: "Kalau begitu dia pasti terkena angin duduk"
Kemudian sambil membalikkan badan dan menjura, ia berkata kembali:
"Huan kongcu, kematian lo koan keh yang tak disangka sangka sungguh mengharukan kami semua, segera akan kulaporkan kejadian ini kepada pocu agar diambil persiapan untuk upacara penguburan baginya."
sesuai berkata, dia membalikkan badan dan buru buru berlalu dari tempat itu. sepeninggal Ciu Kay seng, Huan cu im baru berpaling sambil menegur.
Nona Ji Giok tidak langsung menjawab, dia berjalan dulu kedepan pintu dan menengok sekejap keluar halaman, kemudian baru sahutnya dengan suara lirih:
"Ketika lo koan keh muntah muntah, budak sudah hadir pula disini, dia muntah muntah banyak sekali sehingga pada akhirnya darahpun turut ditumpahkan keluar."
"Aaaai.... dia sudah lanjut usia tidak seharusnya ia minum arak sebanyak itu" Huan Cu im bercucuran air mata dengan sedih.
"Waktu itu, budakpun berkata demikian namun lo koan keh segera menggelengkan kepalanya setelah mendengar perkataan itu Dia bilang arak yang diminum tidak memabukkan dirinya, sekalipun mabuk juga tak bakal muntah, karena dia memaksanya keluar dengan menggunakan hawa murni yang dimilikinya."
"Budakpun lantas bertanya bila sudah ditumpahkan apakah keadaannya akan bertambah segar" Dia tidak menjawab kecuali memejamkan mata dan bersemedi. Waktu itu budak tidak berani mengusiknya. Aku segera membersihkan kotoran dari tanah. Pada saat itulah mendadak kudengar lo koan keh menghela napas panjang sambil berkata lohan mungkin tidak bisa hidup lebih lama lagi....."
"Maka kaupun datang memanggil aku?" sela sang pemuda.
"Tidak. lo koan keh bilang saat itu aku tak boleh pergi memanggil kongcu"
"Mengapa demikian?"
"Lo koan keh bertanya kepada budak apakah bersedia membantunya, budak mengangguk dan menyahut, lo koan keh adalah orang baik, maka apa yang kau suruh, budak pasti akan melaksanakannya tanpa membantah. Lo koan kehpun lantas berkata dia mempunyai suatu pesan yang penting sekali artinya minta kepada budak untuk menyampaikan kepada kongcu, tapi selain kongcu siapapun tak boleh diberi tahu."
"Pesan apakah itu" Tentu sangat penting artinya?"
"Lo koan keh bilang, perkataan itu baru bisa diberitahukan kepadamu bila dia telah meninggal dunia."
"Bolehkah nona memberitahukan kepadaku sekarang juga?"
"Harap kongcu dengarkan dulu perkataan budak hingga selesai, pada waktu itu lo koan keh gemetar keras, tapi dia melarang budak memberitahukan kejadian tersebut kepadamu...."
"Mengapa begitu?"
"Ia bilang demi kebaikan kongcu sendiri, ia minta bila dia sudah tak mampu bersuara lagi budak baru boleh menyampaikan peristiwa tersebut kepada kongcu, apa yang kukatakan kepada Ciu congkoan tadi pun merupakan kata kata yang diajarkan lo koan keh."
"Mengapa lo koan keh harus berbuat demikian?" Dengan air mata bercucuran tiba tiba Huan cu im bertanya:
"Bersediakah nona untuk memberitahukan kepada ku pesan terakhir dari lo koan keh?" SElama pembicaraan tadi berlangsung Ji Giok selalu berdiri didepan pintu, sekarang dia mendekati Huan cu im secara tiba tiba dan berbisik
"Lo koan keh suruh budak memberitahukan kepada kongcu, tempat ini tak boleh didiami terlalu lama kau harus segera pergi ke Kim leng untuk mencari cong piautau dari biro ekspedisi seng ji ***tak terbaca*** yang bernama seng hian tong."
"Tempat ini tak boleh didiami terlalu lama?" Huan Cu im nampak tertegun setelah mend engar perkataan itu.
Dengan lembut Ji Giok manggut manggut, bisiknya:
"Budak sendiripun merasa bahwa kongcu tidak boleh berdiam kelewat lama disini bila jenasah lo koan keh telah dikebumikan nanti, lebih baik turuti saja nasehat lo koan keh dan segeralah berangkat ke kota Kim leng."
"Apakah nona juga beranggapan aku harus selekasnya meninggalkan tempat ini?" Ji Giok menundukkan kepalanya rendah rendah:
"Budak merasa lo koankeh sangat setia kepada kongcu, apa yang dia ucapkan tak bakal bisa salah lagi."
sementara pembicaraan berlangsung sampai disitu, tampak Hee Im hong dimuka dan ciu Kay seng dibelakang, tergesa gesa sedang berjalan mendekat.
Buru buru Huan cu im maju menyambut kedatangannya dan berkata sambil menjura:
"Empek Hee, lo koan keh,... dia sudah meninggal dunia."
Menyinggung lo koan keh, tak tahan air matanya kembali jatuh bercucuran.
"Peristiwa ini sungguh diluar dugaan" Hoe Im hong berkata dengan wajah pedih, "lohu dengar dari Ciu congkoan, konon lo koan keh mati karena terserang angin dudu. Aaaaai....
bila berbicara dari usianya, dia telah mencapai delapan puluh tahun, boleh dibilang usianya cukup tinggi, cuma kejadiannya benar benar kelewat mendadak." sembari berkata dia melangkah masuk lebih dulu kedalam kamar.
Oooooo0dw0ooooooO Ji giok segera maju pula sambil menjatuhkan diri berlutut:
"Budak menjumpai pocu"
Hee Im hong mengulapkan tangannya sambil melanjutkan langkahnya menuju kedepan pembaringan, setelah memeriksa sendiri keadaan jenasah dari Huan Gi dia berkata dengan nada sedih:
"Lo koan keh, kau adalah pembantu setia dari keluarga Huan selama tiga generasi. Kini tugasmu sudah mencapai saat terakhir, beristirahatlah dengan tenang. soal Huan hiantit, biar aku yang akan merawatnya baik baik, kau tak usah kuatir lagi"
setelah menjura dua kali dia baru berpaling sambil berkata lagi:
"Keponakanku orang yang sudah mati tak mungkin dapat hidup kembali, apalagi usia lo koan keh sudah amat tua, biar hidup seratus tahunpun akhirnya toh akan berpulang juga kealam baka, aku harap keponakan jangan terlalu bersedih hati."
"Perkataan empek Hee memang benar."
"Aku telah memberitahukan kepada Ciu congkoan bahwa lo koan keh adalah pembantu setia keluarga Huan, maka sudah sewajarnya bila ia dikuburkan dengan segala upacara kehormatan. Nah, sudahlah, ayo turut aku kedepan, biar urusan disini diselesaikan sendiri oleh ciu congkoan-..."
selesai berkata, dia lantas beranjak pergi dari situ.
Huan cu im mengikuti dibelakangnya menuju keruang tamu didepan sana. setelah mengambil tempat duduk dikursi utama, Hee Im hong kembali berkata: "Hiantit, duduklah"
Huan cu im mengiakan dan mengambil tempat duduk disampingnya.
setelah suasana hening sebentar, Hee Im hong baru berkata dengan ramah:
"selama ini, hubungan keluarga Hee dan keluarga Huan bagaikan saudara kandung sendiri, selama berada dihadapanku keponakan tak usah kelewat menuruti adat."
Kembali Huan cu im mengiakan.
"semula, aku bermaksud untuk menahanmu untuk berdiam selama beberapa hari disini" kata Hee Im hong lagi, "bila situasi disekitar sini sudah cukup kaupahami, baru akan kulihat apakah ilmu silat yang kau latih sudah masuk hitungan atau belum." Kemudian setelah berhenti sejenak. dia melanjutkan lagi:
"Tapi setelah kematian lo koan keh secara tiba tiba, maka kupikir bila kau menganggur sepanjang hari, sudah pasti kau akan selalu sedih dan teringat akan lo koan keh, itulah sebabnya aku telah memutuskan sejak lusa akan kulatih sendiri kepandaian silat hiantit setiap pagi, mula mula akan ku lihat dulu sampai dimana taraf kepandaian yang kau miliki, kemudian baru kuajarkan kepandaianku, entah bagaimanakah pendapat hiantit?"
Betapa gembiranya Huan Cu im ketika mendengar janji empek Heenya yang akan mewariskan ilmu silat kepadanya, berbicara sebenarnya, dia merasa gembira sekali untuk menerima tawaran tersebut.
Tapi pesan terakhir dari Huan Gi segera mengiang kembali disisi telinganya, ia disuruh secepatnya berangkat ke kota Kim leng untuk bergabung dengan seng bian tong,, cong piausu dari biro ekspedisi seng kipiau kiok, apa yang mesti dilakukan sekarang"
Terbayang kesemuanya ini, perasaan sangsi segera menyelimuti seluruh wajahnya, ia berkata:
"Empek Hee bersedia memberi petunjuk ilmu silat kepadaku, sesungguhnya hal ini merupakan pucuk dicintai ulam tiba bagi keponakan, cuma..."
sebagai pemuda ingusan yang belum berpengalaman, ia tidak pandai berbasa basi, itulah sebabnya setelah mengucapkan kata "cuma", pemuda itu tak sanggup lagi untuk melanjutkan kata katanya.
Hee Im hong mengawasi wajah pemuda itu lekat lekat, kemudian tertawa ramah:
"Kesulitan apakah yang sebenarnya hiantit hadapi" Empek Hee adalah saudara angkat ayahmu, katakan saja secara bebas."
"Bagaimanapun juga lo koan keh adalah pembantu keluarga kami selama tiga generasi, setelah kematiannya, siautit merasa wajib untuk melindungi layannya kembali kedusun Kim gou cun sambil mencarikan tempat yang cocok untuk mengubur jenasahnya, siautitpun berniat sekalian melaparkan kepada ibuku tentang kesediaan empek Hee untuk mewariskan ilmu silat kepadaku. Dengan demikian ibu tidak usah kuatir."
AGaknya dia berniat untuk pulang dulu kerumah dan merundingkan persoalan ini dengan ibunya sebelum mengambil keputusan
sambil mengelus jenggotnya Hee Im hong tertawa terbahak bahak:
"Haaahhh.... hhaaahhh.... hiantit terlalu memikirkan yang bukan bukan, padahal soal la yon lo koan keh telah kuserahkan pertanggungan jawabnya kepada Ciu congkoan, tapi jalan pemikiran hiantit memang tak salah, bagaimanapun jua lo koan keh memang pembantu setia dari keluarga Huan selama tiga generasi, memang sudah sepantasnya bila layannya dikuburkan disamping kuburan keluarga Huan."
"Meskipun demikian, hiantit tak perlu berangkat sendiri lagi pula dalam peristiwa ini ibumu juga tak perlu direpotkan, besok biar kuutus Ciu congkoan untuk mengawal sendiri layan tersebut menuju kedusun Kim gou cu."
"Tentang segala keperluan pekuburan ciu congkoan bisa mengatur semuanya dan sampai beres. Hian tit cukup menulis sepucuk surat yang melaporkan kepada ibumu bahwa hiantit berada disini, aku yakin ibumu pasti akan berlega hati."
setelah mendengar perkataan ini, Huan cu im merasa sungkan untuk banyak berbicara lagi, terpaksa dia manggut manggut.
"Kalau toh empek Hee telah berkata demikian, tentu saja siautit akan menuruti perintah empek."
Hee Im hong tertawa puas, dia manggut manggut dan berkata lagi:
"Hiantit mesti mengerti, hubunganku dengan ayahku bagaikan hubungan saudara. Kau adalah putra adik angkatku, berarti pula keponakanku sendiri, sudah barang tentu empek Hee berharap kau dapat maju dan sukses dalam perjuangan."
"Bila dikemudian hari kaupun bisa membantu empek Hee untuk menegakkan keadilan dalam dunia persilatan, maka dari itu empek sengaja menahanmu disini, dalam hal ini keponakan pasti mengerti bukan ?"
Ia berbicara dengan ramah dan bersungguh sungguh, sikapnya amat simpatik.
"Keponakan mengerti" Huan cu im manggut manggut.
"Tentang ayahmu" sambung Hoe Im hong lebih jauh,
"semenjak berpisah sepuluh tahun berselang, hingga kini belum juga ada kabar beritanya, bukan sengaja empek membual, tujuh propinsi diselatan dan enam propinsi diutara boleh dibilang punya hubungan semua dengan benteng keluarga Hee."
"seandainya berita tentang ayahmu ditemukan, berita tersebut dengan cepat akan tersiar kemari, jadi hiantit cukup berdiam disini saja. Kau tidak perlu mengembara untuk mencari ayahmu. Dengan berbuat demikian, justru halmana lebih bermanfaat bagimu, dalam hal ini hiantit tentu semakin dapat legakan hati."
Huan cu im merasa apa yang dikatakan empek Hee memang sejujurnya, lagipula gurunya juga pernah berkata demikian, maka sambil mendongakkan kepalanya dia berkata:
"Kalau begitu soal pencarian ayahku akan kuserahkan semuanya kepada empek Hee"
"Ha ha ha ha ha buat apa mesti dibicarakan lagi ?" Hee Im hong tertawa tergelak, "nah cukup waktu masih kelewat pagi, keponakanpun harus beristirahat." sambil berkata ia bangkit berdiri dan melangkah keluar dari ruangan itu.
Buru buru Huan cu im menghantar empeknya itu sampai keluar dari pintu ruangan. sambil melangkah keluar, kembali Hee Im hong berpaling dan katanya sambil tertawa:
"lbumu mendidikmu kelewat menuruti tata kesopanan padahal empek bukan orang luar, mengapa kau mesti kelewat sungkan ?"
^ooooo0dw0ooooo^ Keesokan harinya, ketika Huan cu im bangun dari tidurnya dan membuka pintu, dia lihat ada seorang dayang berbaju hijau yang berwajah asing berdiri disana sambil membawa sebuah baskom berisi air.
Begitu melihat pemuda itu munculkan diri, dayang tadi segera menyapa dengan lembut.
"Huan kongcu, silahkan mencuci muka " suaranya halus, lembut dan sangat enak didengar. Ternyata orang itu bukan Ji giok.
sepintas lalu dayang berbaju hijau ini nampak lebih tua satu dua tahun daripada Ji Giok, perawakannya tinggi semampai, pinggangnya ramping dan sewaktu berbicara matanya nampak bening, pipinya merah dan senyuman yang tersungging diujung bibirnya nampak begitu manis, indah dan menawan-
Ketika dayang itu melihat Huan cu im sedang memandang kearahnya tanpa berkedip, tiba tiba pipinya berubah menjadi semu merah, sambil menundukkan kepalanya dia berkata lagi.
"Huan kongcu, silahkan mencuci muka"
"Nona baru datang?"
"Benar" dayang itu mengiakan, " budak bernama Ci giok.
selanjutnya kongcu boleh menyebut ci giok kepada budak."
"Mana Ji Giok ?"
Mendadak ia menunjukkan sikap yang amat menaruh perhatian atas diri Ji Giok sesuatu sikap yang dia sendiripun tak tahu apa sebabnya bisa demikian.
"Adik Ji Giok sedang tak enak badan- maka congkoan mengutus budak untuk melayani Huan kongcu"
"Ji Giok sakit " Bukankah semalam dia masih segar bugar, mengapa mendadak bisa jatuh sakit?" Tiba tiba Huan Cu im teringat kembali bagaimana Ciu congkoan bertanya kepaa Ji Giok tentang pesan terakhir Huan Gi semalam, sedang Ji Giok memberi jawaban sesuai dengan apa yang diajarkan oleh lo koan keh,jangan jangan ciu congkoan tidak percaya maka dia sengaja menyingkirkan Ji Giok dari situ"
Menyusul kemudian iapun teringat kembali akan perkataan dari Ji Giok. bila salah berbicara maka besar kemungkinan akan menerima hukuman yang amat keji, bahkan perbuatan seperti Ji Giok yang membocorkan rahasia, bisa jadi akan diganjar hukuman mati.
Membayangkan kesemuanya itu, tiba tiba saja jantungnya terasa menyusut kencang, tanpa sadar dia mengawasi wajah Ci giok saat bertanya: "sekarang dia berada dimana?"
Tiba tiba Ci giok menutupi bibirnya sambil tertawa cekikikan
"Adik Ji Giok cuma bilang tak enak badan, coba lihat betapa gelisahnya..."
Huan cu imjadi rikuh sendiri karena ditertawakan orang, buru buru ia berkata lagi:
"Aaaaah, aku hanya bertanya sekenanya saja."
"kalau begitu cepatlah Huan kongcu mencuci muka hari ini, Ciu congkoan akan mengawal layan lo koan keh pulang ke dusun Kim gou cun, selesai sarapan nanti Huan kongcu harus segera menulis surat untuk lo hujin, sebentar ciu congkoan akan datang untuk mengambilnya . "
Huan cu im manggut manggut, cepat dia membersihkan muka, lalu selesai sarapan dia kembali kekamar untuk menulis surat dan melaparkan peristiwa yang menimpa lo koan keh kepada ibunya.
Tak lama kemudian ciu Kay seng telah datang, ia datang memberitahu kalau jenasah lo koan keh akan dimasukkan kedalam peti mati dan berharap kedatangan Huan cu im.
Benteng keluarga Hee adalah suatu keluarga yang kaya raya dan berpengaruh, oleh karena sang pocu telah berpesan kepada Ciu congkoan agar memberikan upacara yang megah untuk jenasah lo koan keh, terutama sekali Ciu Kay seng memang berniat mengambil hati Huan cu im, maka semua persiapan atas layan lo koan keh telah diatur dengan cara amat sempurna, jauh lebih megah daripada kematian seorang hartawan yang kaya raya. Tidak heran kalau Huan cu im benar benar merasa berterima kasih sekali.
ATas perintah Heepocu, Ciu Kay seng mempersiapkan pula delapan macam hadiah yang aneka ragam serta tiga ribu tahil perak, ditambah seorang dayang yang khusus untuk melayani Huan Toa nio.
Huan cu im yang melihat semua kebaikan tersebut menjadi amat rikuh, berulang kali dia berusaha untuk menampik. Tapi Hee Im hong kembali berkata:
"Hiantit, mengapa sih kau mesti berlaku sungkan terhadap empek Hee" sebetulnya aku malah mengira ayahmu masih mempunyai beberapa tabungan- setelah kedatangan kalian, empek baru tahu dari Ciu congkoan yang mendengar dari lo koan keh tentang keadaan rumah tanggamu, rupanya kalian hidup menggantungkan diripada beberapa puluh bau sawah.
Aaaai..... kesemuanya ini memang kesalahan empek. sejak ayahmu meninggalkan rumah, aku tak pernah memperhatikan rumah tanggamu dengan baik baik,"
"Coba hiantit bayangkan, setelah empek mengetahui akan kejadian tersebut, betapa sedih dan menyesalnya hatiku.
Maksudku mengutus Ciu congkoan kesana tak lebih karena kuingin dia mewakili untuk minta maaf kepada ibumu, padahal berapa sih nilai dari benda benda itu" Apakah aku sebagai saudara angkat ayahmu tidak sepantasnya memperhatikan istri saudara sendiri?"
oleh karena dia telah berkata demikian maka Huan cu im merasa tak enak untuk menampik lagi.
siang hari itu, Hee pocu datang sendiri untuk memberi hormat terakhirnya kepada lo koan keh, Huan cu im turut memberi hormat sambil menangis sedih.
Akhirnya Ciu Kay seng dengan membawa delapan orang centengnya menggotong peti mati lo koan keh naik keatas kereta dan berangkat untuk menempuh perjalanan.
sekembalinya dari menghantar keberangkatan jenasah, Huan cu im seorang diri kembali ke gedung timur, bisa dibayangkan betapa murung dan masgulnya anak muda tersebut waktu itu.
Lo koan keh bukan cuma bergaul dengannya semenjak dia masih kecil, dalam kunjungannya kebenteng keluarga Hee kali ini, mereka berdua sama sama memasuki gedung megah itu, tapi baru dua hari, lo koan keh telah pergi meninggalkannya secara tiba tiba sehingga kini tinggal dia seorang diri, bagaimana mungkin perasaannya tidak sedih"
Dengan sepasang mata berkaca kaca dia berjalan menelusuri kebun bunga menuju ke gedung tempat kediamannya.
Ditengah perjalanan, tiba tiba dari balik semak disisi kanan jalan dia mendengar ada dua orang sedang kasak kusuk.
sejak dia mempelajari tenaga dalam dari gurunya, ketajaman mata maupun pendengarannya sudah melebihi manusia biasa, tidak heran kalau dia dapat menangkap bahwa orang yang sedang kasak kusuk itu adalah seorang pria dengan seorang wanita. Terdengar si pria berkata dengan lirih: " Waktunya kita tetapkan kentongan kedua malam nanti."
"Aku mengerti" sahut sang perempuan-Walaupun suara perempuan itu sangat lirih, namun nada suaranya halus dan lembut. Dalam sekilas pendengaran saja dapat diketahui kalau dia adalah Ci giok.
Pada jaman itu, memang sudah umum terjadi bahwa seorang dayang dan seorang centeng melakukan hubungan gelap atau perjanjian rahasia, karena itu Huan cu im berlagak seakan akan tidak mendengar dan meneruskan langkahnya kedepan
siapa sangka baru saja berjalan sejauh enam tujuh langkah, tiba tiba terdengar lelaki itu berkata lagi:
"Mungkinkah pembicaraan kita akan terdengar olehnya?"
"Tidak mungkin, orang she Huan itu tak lebih cuma seorang anak ayam yang baru menetas."
"Kalau begitu aku pergi dulu."
Menyusul pembicaraan tersebut, terdengar suara desingan lirih bergema lewat, orang tadi meluncur keluar dari halaman gedung dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Menyaksikan hal tersebut, Huan cu im segera berpikir:
"Hanya seorang centeng dari benteng Hee saja dia sudah memiliki gerakan tubuh yang begitu cepat, kalau begitu kepandaian silat yang dimiliki empek Hee pasti lebih hebat lagi"
Belum sempat ia duduk setibanya di kamar baca Ci giok telah muncul pula dibelakang tubuhnya, malah sambil menjura katanya,
"Huan kongcu telah kembali, peti mati lo koan keh pasti sudah diberangkatkan?"
sewaktu berbicara bukan cuma suaranya yang halus lembut, lagipula senyumannya menawan hati, menimbulkan suatu daya tarik yang luar biasa.
"Bagus, bagus sekali" demikian Huan cu im berpikir dihati, "
dibelakang ku kau mengatakan aku sebagai anak ayam yang baru menetas, sekarang bila berada dihadapanku kau begitu menyanjungku"
SEmentara itu Ci giok telah mengerdipkan matanya dan berkata lagi sambil tersenyum.
"Huan kongcu, apa yang sedang kau pikirkan dalam hati?"
Huan cu im terkejut sekali menghadapi pertanyaan tersebut diam diam pikirnya:
"Teliti dan cerdas amat jalan pemikiran budak ini"
Tapi diluarnya dia berlagak pilon sahutnya dengan hambar:
"Aaaah, aku tidak berpikir apa apa"
"Budak akan menuangkan air teh untuk kongcu" kata Ci giok kemudian sambil membalikkan badan.
Huan cu im tidak menggubris dirinya dan duduk seorang diri dimeja baca, diambilnya sejilid kitab syair dari Li Tay pak dan dibalik balik dua halaman, tapi ia tak tahu apa yang sedang dibacanya.
Dalam hati kecilnya dia selalu dihantui dengan perkataan dari lo koan keh menjelang ajalnya, dia tidak diperkenankan berdiam lebih lama lagi disana tapi disuruh pergi ke kota Kim lang dan mencari cong piautau dari biro ekspedisi seng kipiaUkiok yang bernama seng bian tong.
Tapi apakah hubungan antara seng Bian tong dengan ayahnya" Hingga kini dia belum juga habis mengerti.
Lagipula empek Hee adalah saudara angkat ayahnya dan bersikap baik kepadanya, apa dia harus pergi dengan begitu saja" bukankah gurunya juga berpesan agar dia datang mencari empek Hee"
sekarang, apa yang harus dia perbuat" Menuruti perkataan dari lo koan keh" Atau tidak usah"
sorot matanya dialihkan keluar jendela dan termangu, begitu termangunya hingga tidak dirasakan olehnya Ci giok sudah berdiri disisinya.
"Huan kongcu, silahkan minum teh" ujar ci giok sambil meletakkan cawan tehnya keatas meja.
"TErima kasih nona" sahut sang pemuda agak terkejut.
Kembali Ci giok tertawa manis.
"Eeehh...... Huan kongcu, mengapa kau malah bersikap begitu sungkan terhadap budak" oya, aku lihat Hua kongcu seperti dibebani oleh suatu masalah yang mengganjal dalam hati?"
sebenarnya Huan cu im tidak memandang kearahnya, sekarang dia menutup bukunya dan mendongakkan kepalanya.
"Tidak ada" sahutnya.
"Biar Huan kongcu tidak mengatakannya, budakpun dapat melihatnya sendiri." kata Ci giok lagi sambil tertawa manis.
"Apa yang bisa kau lihat?" ci giok tertawa misterius.
"Masa kongcu memaksa budak untuk mengutarakannya?"
"Coba kau katakan"
sambil menunjukkan jari tangannya Ci giok bertanya lagi sambil tertawa rendah. "Kongcu merasa masgul dan tak senang hati karena sedang teringat akan seseorang."
"oya?" "Kongcu pasti menganggap pelayanan budak kurang baik, maka kau jadi teringat selalu dengan adik Ji Giok, bukankah begitu?"
Merah padam selembar wajah Huan cu im setelah mendengar perkataan itu, serunya sambil tertawa:
"Aaaah, nona ini memang suka memikirkan yang bukan bukan"
"Benarkan budak memikirkan yang bukan bukan?" ci giok mengerling genit, "menurut budak. justru kongcu sendiri yang kelewat romantis."
"Noan, kau jangan sembarangan berbicara" tegur Huan cu im dengan wajah serius.
"Harap Huan kongcu sudi memaafkan kesilafan budak"
"Tidak. aku tidak berani menegurmu"
"Terima kasih Huan kongcu" ci giok menundukkan kepalanya.
"SEkarang aku ingin duduk tenang seorang diri, kau boleh keluar dari sini"
ci giok mengiakan dan mengerling sekejap kearah pemuda itu sebelum mengundurkan diri.
Huan cu im duduk beberapa kali dengan pikiran dan perasaan yang amat gundah, kemudian ia bangkit berdiri dan menuju ke jendela sebelah selatan, disitu ia berdiri termangu mangu entah kemana larinya pikirannya...
Lambat laun udara semakin gelap. tapi dua masih berdiri seorang diri didepan jendela tanpa berkutik, Ci giok muncul dengan membawa lentera, sapanya lembut:
"Huan kongcu, silahkan bersantap"
Huan cu im menyahut sekenanya dan mengikutinya menuju kekamar baca, disebuah meja kecil terlihat hidangan telah dipersiapkan-
"Kongcu mau minum arak ?" kemudian ci giok bertanya.
"Tidak. aku tidak minum arak"
"Budak tahu kalau kongcu tidak minum arak. maka tidak ku sertakan poci araknya mari budak ambilkan nasi untukmu."
SEjak berdiam digedung timur ini, Huan cu im selalu bersantap bersama lo koan keh, malam ini dia harus bersantap seorang diri, tak terasa lagi perasaan murung dan kesal kembali menyelimuti perasaannya .
Peristiwa Merah Salju 4 Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen Dendam Si Anak Haram 8
^