Pencarian

Pedang Pelangi 11

Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok Bagian 11


Padahal Huan cu im yang semenjak kecil sudah melatih ilmu Hwee sin pat ciang ini secara matang, dia dapat menggunakan tenaga pukulan sesuai dengan kehendak hatinya.
Berhubung pihak lawan hanya seorang perempuan muda, maka dalam serangan tersebut dia tak lebih hanya menggunakan tenaga sebesar dua tiga bagian saja Perlu diketahui, keempat dayang yang berada disisi perempuan cantik itu sudah berada ditebing Sian hoa gay semenjak masih kecil, semua kepandaian silat yang dimilikinya berasal dari didikan perempuan cantik itu, meski namanya saja majikan dan pelayan, padahal hubungan mereka lebih akrab daripada hubungan seorang guru terhadap muridnya.
Berbicara tentang kepandaian silat yang mereka miliki, dalam dunia persilatan masih termasuk jago kelas satu yang berilmu tinggi, siapa tahu hanya dalam sekali gebrakan saja dayangnya berhasil dihajar sampai mencelat oleh Huan cu im, tak heran kalau perempuan cantik berambut perak itu diam diam merasa terkejut.
Setelah berhasil berdiri tegak. tiba tiba Sau hoa menutul sepasang kakinya keatas tanah dan menerjang balik seperti kupu kupu ditengah bunga. begitu sampai dihadapan Hua cu im, dengan wajah hijau membesi serunya ketus^
"Apa yang terjadi tak lebih hanya jurus pertama, kau belum tentu bisa dianggap sudah menang"
"Nona, kau harus memahami tentang satu hal" kata Huan cu im sambil tersenyum "Apa yang harus kupahami?"
"Aku tak ingin melukai orang karena berada dihadapan siancu, dalam hal ini nona harus mengerti, dengan mengandalkan kemampuan yang dimiliki nona seorang, kau masih bukan tandinganku"
saking mendongkolnya hampir Sau hoa menangis, segera bentaknya keras keras:
"Paling tidak aku harus mencoba tiga jurus lagi, aku hendak membunuh dirimu dalam dua jurus berikut "
Kalau begitu nona sudah dibuat marah, maka bukan saja mulutnya berbicara semau sendiri, bahkan serangan yang dilancarkan juga tak pakai aturan-OoodwooO
Jilid: 22 Begitu selesai berkata, sepasang tangan dengan kesepuluh jari tangannya segera direntangkan seperti bunga anggrek, lalu kuku tangan kanannya mencengkeram jalan darang Yu bun hiat didada, tangan kirinya membentuk selapis bayangan cakar yang seakan akan hendak tenggorokan musuh, tapi dalam sekejap mata itu juga dia membalik arah dan sepasang kukunya yang tajam menyergap sepasang mata Huan cu im.
Andaikata terkena oleh serangan tersebut dapat dipastikan sepasang biji mata pemuda tersebut tentu akan terluka oleh sambaran ujung jari yang tajam itu, boleh dibilang ancaman tersebut benar benar amat keji dan mengerikan-Huan cu im sudah berulang kali menghadapi musuh tangguh, pengalamannya boleh dibilang sudah bertambah banyak secara otomatis diapun dapat memanfaatkan setiap peluang yang dijumpainya, tak sampai Sau hoa mendesak lebih kedepan, dia sudah memutar badannya sambil melepaskan sebuah pukulan dengan tangan kanannya.
Kali iinipun dia masih tetap mempergunakan tenaga sebesar tiga bagian, hanya saja kali ini dia menyerang bahu Sau hoa meski serangan tersebut sangat ringan, namun cukup berat bagi Sau hoa yang menerimanya ia segera mendengus tertahan dan tubuhnya segera terlempar sejauh beberapa kaki ke belakang.
Untung saja Huan cu im masih berbelas kasihan kepadanya sehingga tenaga pukulannya segera dikurangi dengan satu bagian lagi ketika mengenai bahunya.
Untung juga kepandaian silat yang dimiliki cukup tangguh, sehingga sewaktu badannya terlempar kedepan, dia sempat berjumpalitan berapa kali untuk menghilangkan sebagian dari tenaga pukulan karenanya setelah berjumpalitan sejauh tujuh delapan depa dari posisi semula, ia dapat segera melompat bangun kembali.
Sejak belajar ilmu silat, belum pernah ia menderita kekalahan seperti apa yang dialaminya pada malam ini rasa malu yang dirasakan membuat dayang itu menjadi nekad sambil membentak keras dia segera mempersiapkan diri untuk melancarkan terkaman lagi.
"cau hoa, tahan" tiba tiba perempuan cantik berambut perak itu membentak keras.
Sau hoa sudah bersiap sedia melancarkan terkaman dia segera menghentikan langkahnya sesudah mendengar seruan tersebut, sambil menurunkan kembali tangannya, dia mengangkat kepala dan berseru :
"Budak masih ada kesempatan satu jurus"
"Apa yang ia katakan benar, kau seorang diri bukan tandingannya..."
Kemudian sambil berpaling ke arah tiga orang dayang berbaju hijau lainnya, kembali dia berkata:
"Kalian bertiga boleh maju bersama, sambutlah beberapa jurus darinya..."
Dari tiga orang dayang tersebut, seorang masih berdiri dibelakang tubuhnya dan dua orang yang lain sedang menggusur Leng Bwee oh dan Ay Ang tho kini dua orang yang berdiri di samping dua gadis tersebut segera mengiakan setelah mendapat perintah dan serentak mengepung Huan cu im.
Ay Ang tho sama sekali tidak menyangka kalau Huan cu im mempunyai kepandaian silat yang begitu tangguh, saking gembiranya dia sampai berseri, matanya yang jeli dikedipkan berulang kali dan bibirnya yang kecil mungil dicibirkan hingga nampak baris giginya yang putih dan kecil.
Sambil memegangi lengan Leng Bwee oh, dia berbisik lirih :
"Toaci, enci Bwee, menurut kau dapatkah dia..."
Agaknya Leng Bwee oh masih menaruh perasaan waspada terhadap supeknya ini, cepat cepat dia menikutnya pelan sambil berbisik : "Ngo moay berada didepan supek kau tidak boleh kehilangan adat."
Leng Kang to sendiripun merasa sedikit agak tercengang melihat kelihayan ilmu silat yang dimiliki Huan cu im, nampaknya hal ini sama sekali berada diluar dugaannya.
Kini, setelah menyaksikan perempuan cantik berambut perak itu memerintahkan keempat dayangnya untuk maju bersama, tanpa terasa dia mulai menguatirkan keselamatan jiwa Huan cu im pikirnya dalam hati :
"Andaikata saudara Huan tak sanggup menahan diri, haruskah aku turun tangan untuk membantunya ?"
Dalam pada itu keempat dayang berbaju hijau yang meluncur ke arena itu sudah mengambil polisi mengepung dan masing masing menempati satu kedudukan tertentu.
cukup ditinjau dari keadaan mereka itu biar seseorang yang tidak mempunyai pengalaman dalam menghadapi musuh pun pasti dapat melihat kalau orang orang itu sudah terlatih sekali dalam ilmu barisan itu merupakan kemampuan yang diandalkan.
Huan cu im kalau dibilang berpengalaman, maka dia tak lebih hanya anak ayam yang baru terjun ke arena.
Sudah jelas pihak lawan telah membentuk barisan Su siu tin untuk mengurungnya di tengah arena, bila komando diberikan maka serangan segera akan dilancarkan kearahnya dari empat penjuru.
Tapi pemuda itu sama sekali tidak mengambil persiapan apapun, malahan sambil menjura kepada keempat orang nona itu ujarnya sambil tertawa : "Harap nona berempat sudi memberi petunjuk..."
Adapun pemimpin dari keempat dayang ini adalah Sau hoa, setelah berulang kali dipentaikan oleh angin pukulan yang dilancarkan Huan cu im, dalam hati kecilnya telah timbul perasaan yang amat mendendam maka begitu melihat musuhnya masih berbicara dengan sikap yang santai dia segera manfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaik baiknya. Mendadak ia bersiul nyaring.
Siulan tersebut tak lain adalah kode rahasia mereka untuk melancarkan serangan serentak keempat orang dayang itu bergerak cepat, tampak empat sosok bayangan hijau menerjang kemuka cakar maut tendangan kilat semuanya ditujukan kearah jalan darah penting ditubuh pemuda itu.
Gerakannya kali ini benar benar cepat bagaikan sambaran petir.
Tapi Huan cu im sudah membuat persiapan semenjak tadi, ia bukan seorang kutu buku sungguhan, sudah barang tentu dia tidak sedemikian bodohnya sampai sempat menjura dan menyapa orang kendatipun dirinya sudah dikurung.
Perlu diketahui, tindakan yang dilakukan olehnya barusan sebenarnya tak lain untuk memancing perhatian musuh sebab ilmu pukulan Hwee sin pat elang ajaran gurunya memang terdapat semacam jurus simpanan yang khusus dipakai untuk menghadapi ancaman musuh dari empat penjuru, tapi untuk mempergunakan jurus serangan tersebut maka tubuhnya mesti ikut berputar mengikuti gerakan serangannya tadi.
Maka dari itu diapun menjura keempat penjuru sebagai tameng dari usahanya untuk mempersiapkan diri sebaik baiknya.
Disaat keempat sosok bayangan hijau itu menerjang datang inilah, sepasang tangan Huan cu im yang sedang menjura itu mendadak direntangkan kesamping lalu tangan kanannya mengikuti gerakan perputaran badannya melancarkan sebuah sapuan ke depan-Gerakan yang dilakukan olehnya kali ini pada hakekatnya dilancarkan bersamaan waktunya ketika keempat dayang itu melancarkan serangan, dimana telapak tangan kanannya melancarkan sapuan segera terasalah segulung desingan angin berpusing meluncur kedepan dan berkembang keluar dimana akhirnya membentuk segulung kekuatan maha dahsyat yang segera memancar ke empat penjuru.
Belum lagi keempat dayang itu berhasil mendekati Huan cu im tampak empat sosok bayangan manusia sudah terlempar ke tengah udara oleh pusaran angin kencang itu.
Berkilat sepasang mata perempuan cantik berambut perak itu setelah melihat gerakan mana dia segera bangkit berdiri sambil bentaknya keras keras : "Tahan "
Melihat serangan mereka gagal total bahkan kena dilempar sejauh tujuh delapan depa oleh lawan dalam satu gebrakan saja, keempat dayang itu sama dibuat terkejut dan berdiri tertegun dengan wajah pucat, perasaan kaget dan gugup memancar keluar dari balik matanya
setelah memandang sekejap ke arah perempuan cantik berambut perak itu, dipimpin oleh Sau hoa, mereka berlutut bersama sambil bisiknya : "Budak benar benar tak becus..."
"Tak ada urusan dengan kalian, mundur semua dari sini"
kata perempuan cantik itu sambil mengulapkan tangannya Keempat orang dayang itu mengiakan dan segera mengundurkan diri dari situ dan kembali ke belakang tubuh perempuan cantik tersebut.
Dari sikap keempat dayang yang begitu kebetulan terhadap perempuan cantik tersebut, Huan cu im bisa menduga betapa keras dan ketatnya cara mendidik dari perempuan cantik itu.
Lama kelamaan timbul juga perasaan tak tega dari hati kecilnya, dia segera menjura kepada keempat dayang itu sambil ujarnya "Nona berempat, maafkanlah kekasaranku"
Dengan sorot mata yang tajam perempuan cantik berambut perak itu mengawasi Huan cu im tanpa berkedip^ sekian lama kemudian dia baru manggut manggut sambil katanya : "Kau bernama Huan apa?"
"Huan cu im "jawab pemuda itu sambil menjura.
"Apakah ayahmu bernama Huan Tay seng?" kembali perempuan cantik itu bertanya dengan pelan
"Benar, apakah siancu kenal dengan ayahku?"
"Bukan hanya kenal saja" dengus perempuan cantik itu senyum tak senyum, "bukankah ilmu pukulan Sian hong ciang yang kau pergunakan adalah ajaran dari ayahmu?"
"Ayah sudah sepuluh tahun meninggalkan rumah dan sampai sekarang belum ada kabarnya, malah aku sedang berusaha menemukan jejak ayahku."
"Hmm, ternyata tidak meleset dari apa yang kuduga" seru perempuan cantik itu kemudian dengan wajah berubah.
Satu ingatan segera melintas dalam benak Huan cu im setelah mendengar perkataan itu, cepat cepat dia bertanya:
"Apakah siancu mengetahui kabar berita tentang ayahku?"
Mencorong sinar tajam dari balik mata perempuan cantik itu, sesudah tertawa seram katanya :
"Tidak bakal meleset, apa yang aku duga rasanya mendekati benarnya..."
"Sungguh?" Huan cu im berseru penuh kegembiraan, cepat cepat dia maju memberi hormat sambil ujarnya lagi,
"bersediakah siancu untuk memberitahukan jejak ayahku" Aku tentu akan merasa berterima kasih sekali..."
"Kecuali aku, mungkin dikolong langit dewasa ini tiada orang kedua yang akan tahu tentang kabar berita ayahmu lagi."
Kemudian sesudah tertawa terkekeh, perempuan cantik itu berkata lebih jauh :
"Tentu saja aku bersedia memberi tahukan kepadamu, bahkan aku akan menghantarkanmu sendiri untuk mencari perempuan yang tak tahu malu itu dan menyelamatkan ayahmu"
Huan cu im segera merasakan suara tertawanya sangat tinggi melengking dan amat menusuk pendengaran seakan akan dibalik kesemuanya itu masih terkandung perasaan benci yang tak terlukiskan dengan kata, hal ini segera membangkitkan kewaspadaannya.
"Siancu maksudkan ayahku sudah dikurung orang?"
tanyanya kemudian- "Tempat itu adalah neraka perempuan, mungkin ayahmu malah menganggap sebagai dusun yang nyaman" seru perempuan cantik itu dengan penuh kebencian-Dari pembicaraan tersebut, Huan cu im dapat mendengar bahwa ayahnya seperti diikat oleh seorang perempuan, tapi sejak kecil ia sudah sering mendengar dari ibu maupun pengurus rumah tangganya bahwa ayahnya ialah seorang lelaki sejati, tak nanti dia akan meninggalkan ibu hanya dikarenakan terpikat seorang perempuan-Dia percaya ayahnya tak mungkin akan meninggalkan orang dikasihi dengan begitu saja. Maka segera serunya keras : "Tidak ayah bukan manusia sebangsa itu"
Sekali lagi perempuan cantik berambut perak itu tertawa terkekeh kekeh, suara tertawanya sangat tinggi melengking dan tajam sekali, kembali ujarnya dengan suara tajam.
"Huan cu im, kau anggap ayahmu adalah manusia macam apa" Tahukah kau, semasa muda mudanya dulu dia amat romantis" Bukankah kau hendak mencari ayahmu" Aku tentu akan mencarikan sampai ketemu."
Huan cu im berpaling dan memandang sekejap kearah Leng Kang to serta Leng Bwee oh dan Ay Ang tho berdua, lalu katanya :
"Aku memang keluar rumah untuk mencari ayahku, sudah barang tentu aku akan merasa sangat berterima kasih bila siancu dapat membantuku untuk menemukan kembali jejak dari ayahku, cuma kepergianku mencari ayahku sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan saudara Leng maupun kedua orang nona ini, dapatkah siancu membebaskan mereka semua lebih dulu ?"
"Tidak bisa" tukas perempuan cantik berambut perak itu,
"aku bersedia membawamu kesitu, otomatis mereka pun harus pergi pula bersama samamu, kau anggap aku bakal menyusahkan mereka ?"
"Harap siancu maklum" Leng Kang to segera menukas,
"bukannya aku tidak bersedia untuk pergi bersama sama saudara Huan sesungguhnya didalam perkumpulan kami telah terjadi peristiwa besar, dan aku harus ikuti peraturan kami semua"
"Perkataan siancu benar, suhuku telah dibunuh orang, dan aku sedang difitnah orang...?"
"Jadi coa coan tiong sudah mati diracuni orang " Haahh..
haahh... haah... kematian yang amat tepat, dia memang sudah sepantasnya mampus" tukas perempuan cantik berambut perak itu sambil tertawa terkekeh kekeh lagi.
Leng Kang to yang mendengar ucapan tersebut menjadi naik pitam, segera serunya dengan gusar:
"Aku mengerti siancu sebagai seorang Bu lim cianpwee mengapa kau justru mengucapkan kata kata seperti itu?"
Mencorong sinar tajam dari balik mata perempuan cantik berambut perak itu katanya dengan suara dalam:
"Tempo dulu andaikata bukan coa coan tiong yang suka mencampuri urusan orang, aku Hoa Siang siang tak bakal kalah ditangan perempuan rendah itu, aku tidak mencari balas kepadanya, hal ini sudah terhitung cukup sungkan kepadanya." Ternyata perempuan ini bernama Hoa Siang siang.
Baik Leng Kang to maupun Huan cu im tidak habis mengerti apa yang dimaksudkan tapi kalau didengar dari nada pembicaraannya, dapat dilihat kalau diantara dia dengan ketua Kaypang coa coan tiong pernah terjalin perselisihan-Persoalan angkatan yang lebih tua tentu saja tidak diketahui Leng Kang to, karenanya dia tak berani banyak berbicara.
Leng Bwee oh dan Ay Ang tho lebih lebih tak berani buka suara selama berada di hadapannya.
Hoa Siang siang segera mengulapkan tangannya kemudian berkata:
"Sudahlah percuma kalian banyak berbicara, persoalan ini tak perlu ditunda tunda lagi mari kita segera berangkat. Sau hoa, coba kau perintah kepada mereka untuk menyiapkan empat buah kereta."
Sau hoa segera mengiakan, memberi hormat dan tergesa gesa melangkah keluar dari situ. Huan cu im segera menjura pula seraya berkata:
"Terima kasih banyak siancu, gara gara mencari ayahku, aku mesti merepotkan siancu"
"Gara gara mencari ayahmu?" Hoa Siang siang segera tertawa terkekeh kekeh, "aku tak pernah bekerja demi orang lain, aku tak lebih hanya menaruh rasa mendongkol dan ingin membalas dendam terhadap perempuan rendah yang tak tahu malu itu "
Huan cu im segera merasa keanehan dari perempuan itu, ia merasa perempuan tersebut sebentar gusar, sebentar gentar, sorot matanya sebentar memancarkan kesengitan sebentar lagi memancarkan kebencian, membuat orang tak bisa meraba bagaimanakah perasaannya yang sebenarnya.
Tapi untuk mengetahui kabar berita tentang ayahnya, terpaksa dia harus bersabar diri Tak selang berapa saat kemudian Sau hoa sudah masuk kembali sambil melapor :
"Lapor majikan, kereta kuda telah disiapkan didepan "
"Bagus sekali," kata Hoa Siang siang sambil mengangguk
"Kalian berempat masing masing berdua menggusur mereka pergi dari sini." Ay Ang tho segera berseru :
"Supek, bila kau orang tua menghendaki boanpwee berdua turut serta dalam perjalanan ini, boanpwee berdua tak berani membantah, cuma tak usah menggusur kami pergi dari sini."
"Kau anggap aku hendak kemana." jengek Hoa Siang siang sambil tertawa dingin "aku justru hendak pergi mencari guru kalian yang tak tahu malu, kalau aku tidak menggusur kalian pergi, siapa tahu kalau secara diam diam kalian kabur untuk memberi laporan ?"
Selesai berkata dia segera mengulapkan tangannya, dua orang dayangnyapun tidak banyak bicara, mereka segera menggusur pergi Leng Bwee oh dan Ay Ang tho dari situ.
Ketika Huan cu im mendengar orang yang hendak mereka cari adalah guru dari dua orang nona tersebut yaitu ketua perkumpulan Pek hoa pang, hatinya merasa sangat terkejut, namun diapun merasa tidak leluasa untuk bertanya lebih jauh.
Melihat kedua orang dayangnya menggusur pergi dua orang nona tersebut, sekulum senyuman bangga segera menghiasi wajah Hoa Siang siang, dia berpaling dan memandang sekejap ke arah Huan cu im serta Leng Kang to kemudian katanya lagi :
"Ikutilah aku pergi dari sini"
Selesai berkata dia segera beranjak lebih dulu meninggalkan tempat tersebut.
Sau hoa dan seorang dayang lainnya segera mengikuti dibelakangnya berlalu dari situ.
Huan cu im dan Leng Kang to saling berpandangan sekejap. terpaksa mereka harus mengikuti dibelakangnya.
Dibawah tebing telah siap empat buah kereta kuda yang indah dan megah serta berwarna hitam berkilat.
Disisi depan kuda digantung dua buah lentera bersegi enam yang bergoyang kian kemari ketika terhembus angin, nampak indah dan sangat menarik hati.
Didepan setiap kereta kuda itu masing masing berdiri seorang lelaki kekar berbaju hijau yang membawa caping lebar pada punggungnya, mereka berdiri dengan sikap hormat dan dada dibusungkan sudah jelas orang orang itu adalah sang kusir kereta.
Ketika Hoa siang siang tiba disebuah kereta kuda, Sau Hoa dan seorang pelayan yang lain segera menuju ke depan membantu untuk membukakan tirai. Hoa siang siang segera naik keatas kereta kemudian sambil berpaling katanya :
"Suruh mereka naik ke atas."
Sau Hoa segera berseru kepada Huan cu im dan Leng Kang to berdua : "Siancu suruh kalian naik keatas kereta"
Huan cu im memandang sekejap ke arah kereta kuda yang berada dibelakangnya, lalu pikirnya :
"Entah siapa saja yang berada di dalam ketiga kereta itu ?"
Dia segera mengangkat tangannya seraya berkata ^
"Silahkan saudara Leng."
ooodowooo Sesudah masuk kedalam ruangan kereta itu, mereka berdua dapat merasakan bahwa ruangan kereta tersebut sangat lebar. karena Hoa Siang siang sudah duduk dibagian tengah, terpaksa mereka duduk disudut sebelah kiri.
Setelah Sau hoa dan seorang dayang yang lain naik keatas kereta merekapun duduk disebelah kanan.
Sang kusir segera menurunkan tirai kereta kemudian tanpa diperintah lagi dia pun melompat naik keatas kereta, mengayunkan cambuknya dan menjalankan kereta tersebut menuju kedepan
Huan cu im dapat mendengar kalau kereta kuda yang merepa tumpangi ikut berjalan dipaling muka, sedangkan tiga buah kereta yang lain mengikuti dari belakang.
Kereta berjalan amat tenang tapi cepat dengan ruangan yang lebar, mereka dapat duduk dengan nyaman- Sepanjang jalan kecuali terdengar derap suara kaki kuda dan putaran roda kereta sama sekali tidak terasa menderita.
Sementara itu Hoa siang siang telah memejamkan matanya untuk mengatur pernapasan-Sekalipun d idalam hati kecil Huan cu im dan Leng Kang to masih dicekam oleh banyak persoalan yang mencurigakan, namun berhubung Hoa Siang siang sedang mengatur napas maka merekapun tak berani membicarakannya entah mengapa mereka seperti menaruh beberapa bagian perasaan segan dan takut terhadap perempuan tersebut.
Sau Hoa dan seorang pelayan yang lain tak berani pula mengantuk seakan akan takut kalau keuda orang itu akan memanfaatkan kesempatan untuk melarikan diri, sorot matanya tajam ditujukan ke arah kedua orang itu tanpa berkedip.
Selama berada dalam ruangan kereta, tak seorangpun yang berbicara, otomatis suasana amat sepi, lambat laun Huan cu im Leng Kang to memejamkan matanya juga untuk beristirahat.
Kereta melaju sangat cepat, waktupun berlalu dengan cepatnya, dari malam hari kini pagi haripun menjelang.
Tapi kereta itu masih berjalan terus tiada hentinya, sepanjang perjalananpun tidak berhenti untuk beristirahat, karena diatas kereta sudah tersedia rangsum dan air maka merekapun bersantap d idalam kereta.
Biarpun Huan cu im sama sekali tak berpengalaman namun diapun dapat menduga kalau keempat buah kereta tersebut sama sekali tidak melalui kota ataupun dusun, semua jalan yang dilewati terpencil dan sepi.
Hari ini perjalanan dilanjutkan sampai hari menjelang malam baru beristirahat di luar sebuah hutan orang orang yang berada dalam keretapun dapat turun dari kereta untuk menggerakkan tubuh dan melemaskan otot
Tempat itu berupa sebuah tanah yang terpencil selain bayangan bukit yang remang remang dari kejauhan sana didepan tak nampak dusun, dibelakang tak nampak bayangan rumah, pada hakekatnya sulit bagimu untuk menduga tempat macam apakah itu "
Ketika fajar mulai menyingsing, keempat kereta itu mulai melanjutkan perjalanannya lagi, sampai hari menjadi gelap kereta baru berhenti, namun kereta itu lagi lagi berhenti ditepi hutan pemandangannya sesuai dengan pemandangan semalam.
Perjalanan ini benar benar merupakan sebuah perjalanan yang penuh rahasia setelah mengalami dua hari lambat laun Huan cu im dan Leng Kang to mulai terbiasa dengan keadaan tersebut, kecuali waktu beristirahat mereka dapat berbincang bincang, setelah berada dalam kereta tak seorang pun diantara mereka yang berbicara.
Demikianlah keadaannya selama tiga hari barulah pada senja hari keempat buah kereta tersebut baru mendekati sebuah kaki bukit, dibawah kaki bukit terdapat sebuah bangunan kecil yang dikelilingi pagar pekarangan yang sangat tinggi.
Ketika keempat buah kereta itu tiba di depan gedung tersebut, tiba tiba pintu gerbang terbuka lebar, maka kereta kereta itu pun bergerak memasuki pintu gerbang dan berputar menuju kesuatu jalanan yang berada disebelah kiri.
Ketika rombongan kereta sudah lewat, pintu gerbang tertutup kembali, dan diujung jalanan sebelah kiri terdapat lagi sepasang pintu gerbang yang segera terbuka ketika kereta kereta itu tiba disitu.
Dengan sangat teratur kereta kereta itu segera menerobos masuk ke dalam dan berhenti dibelakang gedung.
Dengan cepat kusir kereta melompat turun dari kereta dan membukakan pintu.
Sau Hoa (Menyapu bunga) dan Song hoa (mengubur bunga) segera melompat turun dari kereta, disusul kemudian oleh Hoa Siang siang baru kemudian disusul Leng Kang to dan Huan cu im.
Tetapi setelah turun dari kereta malam ini, mereka segera menjumpai keadaannya sama sekali berbeda dengan keadaan dimasa lampau, tampaknya mereka sudah tiba ditempat yang dituju, karena kereta kereta kuda itu sudah berhenti didepan sebuah beranda besar.
Delapan buah lentera yang berada diatas undak undakan itu membuat suasana dalam halaman terang benderang.
Dua puluh empat orang gadis berbaju bunga dan membawa pedang berdiri berjajar dimuka pintu, cahaya pedang yang bersinar tajam membuat sikap mereka nampak amat berwibawa.
Kedua puluh empat orang perempuan itu berusia antara dua puluh tahunan, semuanya berperawakan langsing dan memiliki ketinggian badan yang hampir seimbang, sekali terdiri dari kaum hawa namun sikap dan gerak gerik mereka justru nampak keren dan gagah.
Dipihak lain berdiri Leng Bwee oh, Ay Ang tho serta dua orang dayang berbaju hijau menggusur mereka kedua orang dayang itu bernama Ti hoa (pemetik bunga) dan cu hoa (mencangkul bunga).
Diam diam Huan cu im manggut manggut selama tiga hari ini dia tak habis mengerti aoa isi dari ketiga buah kereta kuda lainnya, ternyata isinya adalah sepasukan wanita Hoa Siang siang sama sekali tak memandang sekejappun kearah mereka dia langsung menaiki anak tangga menuju keruangan-Huan cu im Leng Kang to, Leng Bwee oh dan Ay Ang tho ditambah keempat dayang segera mengikuti pula dari belakang.
Ditengah ruangan bermandikan cahaya lentera, sebuah meja perjamuan telah disiapkan dengan lengkap. seakan akan perjamuan tersebut memang khusus disediakan untuk mengundang tamu terhormat.
Hoa Siang siang langsung menempati kursi utama sementara seorang dayang segera menyodorkan sebuah baskom perak.
Hoa Siang siang segera merendam sepasang tangannya yang putih dan indah itu kedalam air baskom, lalu seorang dayang lain menyodorkan sebuah handuk panas.
Hoa Siang siang kembali menerimanya untuk disekakan keatas wajahnya dari jari tangannya, semua perbuatannya itu dilakukan dengan indah dan lembut. Tak lama kemudian kedua orang dayang itu sudah mengundurkan diri dari situ.
Setelah itulah Hoa siang siang baru mengangkat kepalannya dan berkata kepada keempat orang itu sambil tertawa.
"Selama tiga hari beruntun kalian tentu tak pernah makan dengan nikmat, mari, setelah tiba di perkampungan Sau Hoa san ceng ku ini, sudah sepantasnya aku menjadi tuan rumah yang baik, nah silahkan duduk"
Ternyata ia berbicara dengan sikap yang jauh lebih sungkan.
"Dengan kehadiran supek disini tecu merasa tak punya hak untuk ikut duduk" cepat cepat Leng Bwee oh berkata seraya menjura, Hoa siang siang segera tersenyum^
"Kalian berempat adalah tamu yang pertama kali mengunjungi perkampungan Sau hoa san ceng ku ini selama dua puluh tahun terakhir, setelah kupersilahkan kalian untuk duduk, silahkan saja kalian duduk. tak usah sungkan tak usah terikat adat"
Leng Bwee oh tak berani membangkang, dia segera mengiakan lalu memandang sekejap kearah Huan cu im dan Leng Kang to sebelum masing masing mengambil tempat duduk.
Dua orang dayang segera muncul menghidangkan air teh disusul kemudian muncul berapa orang dayang yang menghantar arak dan sayur.
Seorang dayang berbaju hijau dengan poci perak ditangan memenuhi pula cawan semua orang dengan arak.
Sedang Sau hoa sekalian berempat hanya berdiri berjejer dibelakang tubuh Hoa Siang siang.
Selang berapa saat kemudian Hoa Siang siang baru mengangkat cawan araknya dan berkata:
"Mari kita keringkan secawan arak"
Selesai berkata ia segera meneguk lagi isi cawannya sampai kering
Huan cu im menundukkan kepalanya memperhatikan sekejap isi cawan tersebut, ternyata arak itu berwarna bening dan kental seperti getah, entah arak apa namanya.
Namun berhubung tuan rumah sudah mengeringkan cawannya terpaksa dia pun turut meneguk isinya, terasa arak itu harum dan segar seperti madu.
Leng Kang to paling terbuka orangnya diantara berapa orang itu, karenanya dia pula yang mengeringkan isi cawan itu paling cepat, sedangkan Leng Bwee oh dan Ay Ang tho dibawah tekanan supeknya terpaksa ikut meneguk pula isi cawan itu.
Malam ini, sikap Hoa Siang siang seakan akan berubah menjadi orang lain, melihat semua orang telah mengeringkan isi cawannya, sambil tertawa senyum dia lantas berkata:
"Arak bunga mawarku ini manis lagi harum, tak ada salahnya bila kalian meneguk berapa cawan lebih banyak"
Dayang berbaju hijau segera muncul untuk memenuhi cawan masing masing dengan arak Huan cu im segera bangkit berdiri lalu katanya sambil mengangkat cawannya:
"Terima kasih banyak untuk perjamuan dari siancu, biarlah kubalas siancu dengan secawan arak pula"
Dengan sorot mata yang lembut Hoa Siang siang memandang sekejap kearahnya, lalu katanya sambil tertawa^
"Kau sama manisnya seperti ayahmu. aai... dua puluh tahun lewat bagaikan sambaran kilat, rambut seorang gadis pun sudah beruban-.."
Ia seperti amat tersentuh oleh keadaan tersebut segera diangkatnya cawan sendiri dan meneguknya sampai habis.
Menggunakan kesempatan tersebut Huan cu im segera bertanya:
"Bukankah siancu telah menyanggupi untuk mencarikan ayahku, sampai kapan beliau baru bisa ditemukan?" Hoa siang siang tertawa licik,
"Tak lama lagi, sekarang kita sudah sampai diperkampungan Sau hoa san ceng ku ini, tak sampai tiga hari lagi, kau tentu dapat bersua dengan ayahmu"
"Kalau begitu terima kasih sebelumnya untuk siancu"
Hoa siang siang segera mengalihkan pandangan matanya dan memandang sekejap orang orang itu kemudian katanya:
"Silahkan kalian semua makan sayur"
Hidangan yang lezat dihidangkan beruntun, bukan saja masakannya lezatpun mewah d membuat orang merasa lapar, bahkan banyak diantara hidangan tersebut yang tidak diketahui namanya namun Huan cu im merasa amat enak setelah dimakan.
Leng Bwee oh Ay Ang tho yang menyaksikan sikap supeknya pada malam ini amat cerah, merekapun bersikap lebih santai dan leluasa, hidangan pun segera dimakan dengan lahap.
Arak bunga mawar itu meski tidak keras, ternyata cukup mendatangkan rasa mabuk bagi mereka semua.
Hoa Siang siang segera bangkit berdiri lalu pesannya kepada Sau Hoa:
"Bawalah kedua orang tua lelaki itu untuk beristirahat dikamar tamu, sedangkan chu hoa ajak kedua kakak beradik itu beristirahat di belakang."
Sau hoa dan chu hoa segera mengiakan dan masing masing mengundurkan diri untuk melaksanakan tugasnya.
sementara Hoa Siang siang sendiri kembali ke ruang timur, tempat itu merupakan sebuah kursi malas sedang cang hoa menghidangkan air teh.
"Mana Hong Su koh?" tiba tiba Hoa Siang siang berpaling sambil bertanya, "apakah dia sudah datang?"
"Bibi Hong telah kembali sore tadi, sekarang dia sedang menunggu diluar," sahut cang hoa cepat.
"Suruh dia masuk ke dalam."
cang hoa mengiakan dan segera mengundurkan diri dari tempat tersebut.
Tak lama kemudian Sau hoa dan chu Hoa telah muncul kembali disusul oleh cang hoa yang membawa serta seorang perempuan setengah umur yang berusia empat puluh tahun-Ketika berjumpa dengan Hoa Siang siang, perempuan setengah umur itu segera maju ke depan, berlutut dan katanya pelan : "Budak Hong su koh menemui siancu"
Hoa Siang siang segera mengangkat tangannya dan berkata sambil tersenyum^
"Silahkan bangun, kita sudah berkumpul sedari kecil, setelah berjumpa kembali, mengapa kau mesti banyak adat?"
Hong Su koh bangkit berdiri, lalu katanya sambil tertawa paksa:
"Bagaimanapun juga siancu adalah majikan dan budak adalah pelayan, adat kesopanan tak bisa dihilangkan dengan begitu saja"
"Duduklah dulu, aku hendak berbicara denganmu"
Hong Su koh mengiakan dan duduk dikursi yang telah tersedia, lalu baru ujarnya: "Ada persoalan apa siancu mengundang kedatangan budak?"
"Kau adalah orang lama dalam perkumpulan Pek hoa pang, aku dengar Tin tin si perempuan rendah itu pernah melahirkan seorang anak gadis pada enam belas tahun berselang, apakah anaknya berada juga di perkumpulan Pek hoa pang?"
"Soal ini budak kurang jelas"
Tiba tiba Hoa Siang siang menarik muka dan mendengus :
"Apakah kau masih berusaha untuk merahasiakan persoalan ini demi perempuan rendah itu" Memangnya aku bukan majikanmu?"
"Harap siancu jangan marah," cepat cepat Hong Su koh berkata dengan gugup, "budak tak berani membohongi siancu, budak... sesungguhnya budak tidak tahu secara jelas karena... budak orangnya cerewet, maka sudah lama aku tak bertemu dengan pangcu. orang orang yang dipercayai adalah orang orangnya sendiri, sedang budak cuma mengurusi persoalan bagian luar..."
"Tapi paling tidak kau toh pernah mendengar sesuatu?"
tanya Hoa Siang siang lagi dengan wajah yang lebih tenang.
"Dulu aku pernah mendengar kalau bayi perempuan itu dipelihara diluar gunung, kemudian tak pernah ada kabar beritanya lagi, sebagaimana diketahui semua anggota Pek hoa pang kebanyakan adalah bayi bayi terlantar yang dipelihara diluar bukit, setelah berusia empat lima tahun, mereka baru dibawa kembali ke gunung untuk diberi pendidikan, oleh karena itu.. budak kurang begitu tahu"
"coba kau pikirkan sekali lagi, apakah bayi perempuan itu mempunyai suatu tanda atau suatu ciri badan yang istimewa?"
"Aaai... ada, ada" seru Hong Su koh sambil tertawa licik,
"budak teringat sekarang, belasan tahun berselang budak mendapat tahu dari Hoa hiang, katanya bayi perempuan itu berwajah mirip dengan pang cu, yang paling aneh ialah diatas dadanya terdapat sebuah tahi lalat, ciri tersebut kudengar karena suatu kesempatan yang tak disengaja"
Hoa Siang siang tertawa, tertawanya begitu keji, begitu licik dan menggidikkan hati, katanya sambil manggut manggut:
"Bagus, bagus sekali..."
Kemudian menggapai kearah Sau hoa, dia berkata lebih lanjut:
"Bawa kemari benda itu"
Sau hoa mengiakan dan segera mempersembahkan sebuah kotak yang terbungkus .
Hoa siang siang menerima bungkusan itu dan membuka penutupnya, lalu mengambil keluar sebuah mutiara besar, setiap benda itu besarnya seperti buah tho, bulat dan bersinar, semuanya berjumlah belasan butir lebih. Kemudian sambil mendongakkan kepalanya dia berkata:
"Aku lihat kedua belas mutiara ini memancarkan sinar yang bersih dan berkilauan akan kuhadiahkan semua untukmu"
Lalu dia masukkan kembali mutiara mutiara tersebut kedalam kantongnya, mengikat kembali dan diangsurkan kemuka.
Dengan sorot mata rakus Hong Su koh melirik sekecap bungkusan itu, kemudian katanya sambil tertawa:
"Setiap tahun siancu tentu membagi hadiah, tapi mutiara yang begitu berharga tak berani budak menerimanya..."
"Itu sih tak terhitung seberapa" kata Hoa siang siang dengan suara hambar, "di kemudian hari aku masih ada urusan lain yang minta kepadamu untuk melaksanakannya, ambil saja semua benda itu"
"Budak adalah orangnya siancu, persoalan apapun yang siancu perlukan, asal diperintahkan saja niscaya akan budak lakukan, tapi hadiah besar dari siancu ini tak berani menerimanya, tapi... tapi jika dipaksa pun, budak akan menerimanya juga" Dengan cepat dia menerima bungkusan itu lalu dimasukkan ke dalam saku.
"Apakah perempuan rendah itu tahu ketika kau datang kemari?" tanya Hoa siang siang kemudian Hong Su koh tertawa paksa.
"Sekarang budak mendapat tugas mengurusi urusan diluar, jadi saban hari kerja ku diluaran saja, sudah barang tentu pangcu tidak akan tahu"
"Bagus sekali, kalau begitu kau boleh mengundurkan diri lebih dahulu"
Dengan diiringi ucapan beribu ribu terima kasih, Hong Su koh segera mohon diri dari situ.
Sepeninggal Hong su koh, Hoa Siang siang membalikkan badan dan berseru kepada chu hoa:
"cepat kau undang kemari Ay Ang tho, aku hendak mengajukan pertayaan kepadanya"
chu hoa mengiakan dan segera mengundurkan diri dari situ, tak lama kemudian dia telah muncul kembali sambil mengajak Ay Ang tho. cepat cepat Ay Ang tho maju kemuka dan memberi hormat seraya berkata: "Ada urusan apa supek memanggil tecu menghadap?"
"Ehmmm..." dengan sepasang matanya yang jeli dan tajam, Hoa Siang siang mengamati wajah Ay Ang tho tiada hentinya, lalu sambil tersenyum ia berkata, "duduklah dahulu, supek hendak mengajakmu berbincang bincang"
"Persoalan apakah yang hendak supek tanyakan" Biar tecu menjawabnya sambil berdiri saja"
Hoa siang siang segera menariknya agar duduk dibangku disisinya, setelah itu ujarnya lagi dengan ramah:
"Suhumu dan supek adalah kakak beradik sekandung, jadi kita boleh dibilang bukan orang luar lagi, jadi berada dihadapan supek. kau tak usah kelewat sopan dan menuruti tata krama"
Seperti terkejut menerima anugrah tersebut, cepat cepat Ay Ang tho menahut dengan nada takut: "Baik.. baik."
Hoa Siang siang segera berpaling sambil berseru:
"Kalian semua boleh keluar dulu, takperlu melayani kami lagi disini."
Sau hoa sekalian berempat sama sama membungkukkan badan memberi hormat lalu mengundurkan diri dari situ.
Ay Ang tho tidak mengetahui persoalan apakah yang hendak dibicarakan supeknya itu, sebagai seorang gadis yang dihari hari biasa selalu polos, terbuka dan tak pernah bersyak wasangka, kali ini berdebar debar juga hatinya.
Dengan senyuman dikulum dan wajah yang amat ramah, Hoa siang siang segera bertanya: "Ang tho, berapa sih usiamu tahun ini?"
"Tahun ini tecu berusia enam belas" jawab Ay Ang tho agak ketakutan-
"Ehmm..." Siang siang manggut manggut, "jadi kau dilahirkan pada bulan lima?"
"Benar" "Baikkah sikap gurumu kepadamu?"
"Selama ini suhu selalu bersikap baik sekali kepada tecu, kebaikannya melebih ibu kandung sendiri"
Hoa Siang siang segera tertawa dingin, tapi kembali dia bertanya: "Terhadap orang lain, dia tentu bersikap galak dan keras bukan-..?"
"Suhu dia orang tua selalu bersikap baik dan ramah terhdap setiap suci moay yang berada disitu, semuanya disayang sama rata, tak pernah beliau pilih kasih atau membeda bedakan antara yang satu dengan lainnya."
"Ehmmm..." sekali lagi Hoa siang siang mengangguk.
Kemudian dia mengangkat cawan air tehnya dan menghirup setegukan, sesudah itu sambil mengangkat kepala dia bertanya lagi: "Tahukah kau tentang asal usulmu?"
"Tecu pernah dengar, hampir setiap anggota Pek hoa pang terdiri dari bayi bayi buangan yang terpencar dari berbagai wilayah yang berbeda, dimana oleh pihak perkumpulan dititipkan kepada keluarga yang ada diluar bukit,jadi siapa pun tidak mengetahui tentang asal usul mereka sendiri"
"Yang katakan tadi hanya berlaku untuk para anggota Pek hoa pang yang lain," ujar Hoa Siang siang sambil tertawa hambar, kemudian setelah berhenti sejenak. terusnya lebih jauh, "tapi kau... semestinya boleh dibilang paling istimewa"
"Bagaimanakah keistimewaan tecu?" tanya Ay Ang tho semakin keheranan disamping ingin tahu.
"Benarkah kau tidak mengetahui tentang asal usulmu sendiri ?"
"Tecu benar benar tidak tahu"


Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hoa Siang siang kembali tertawa seram.
"Kau tahu ibu kandungmu tidak lain adalah suhumu sendiri..."
"Aaah Hal ini tidak mungkin-.." teriak Ay Ang tho dengan perasaan kaget bercampur keheranan-Dengan sorot mata yang tajam bagaikan sembilu, Hoa Siang siang mengamati wajah Ay Ang tho dari atas hingga kebawah, kemudian katanya lebih jauh :
"Sejak pandangan pertama ku sewaktu bertemu dengan kau tadi, aku sudah mengenali kau sebagai putri kandung Hoa Tin tin"
"Tidak... Tidak mungkin-.. Mengapa suhu tak pernah membicarakan persoalan itu dengan tecu?" jerit Ay Ang tho.
Hoa siang siag tertawa semakin keji dan menyeramkan:
"Setelah dia melakukan perbuatan terkutuk yang memalukan, bayangkan saja, apakah dia masih punya muka untuk menyampaikannya kepadamu" Lagi pula jika ketua Pek hoa pang ingin kawin dengan orang, perkawinan itu toh mesti diselenggarakan secara terang terangan dan diketahui umum, bukan main serong dengan lelaki lain secara diam diam dan main sembunyi"
"Suhu bukan manusia semacam ini, dia... tak mungkin melakukan perbuatan semacam ini," jerit Ay Ang tho terkejut dan gemetar. sekali lagi Hoa Siang siang tertawa dingin:
"Dari mana kau tahu kalau dia tak mungkin melakukan perbuatan tersebut " Setelah dia berbuat serong dengan laki laki, untuk menjaga mukanya, memangnya dia akan menceritakan aibnya itu kepada seorang budak cilik macam kau?"
Tidak sampai Ay Ang tho buka suara, dia telah berkata lebih jauh:
"Baik, kalau begitu aku ingin bertanya kepadamu, apakah diatas dadamu terdapat sebuah tahi lalat berwarna merah?"
Dengan wajah merah padam karena jengah dan suara gemetar sahut Ay Ang tho. "Aku..."
"Ayoh kemari dan tunjukkan kepadaku"
"Aku... aku... tidak punya..." seruAy Ang tho dengan perasaan malu bercampur gelisah.
Hoa Siang siang segera tertawa dingin, dengan cepat dia menarik gadis itu kehadapannya, kemudian berseru:
"Pokoknya aku harus melihatnya"
Dengan cepat tangan kanannya menyambar kemuka dan-..
"Sreet" pakaian bagian dadanya segera robek menjadi dua bagian
Dengan begitu maka seluruh dada Ay Ang tho yang montok menonjol besar itu menongol semuanya dari balik pakaian, ternyata betul juga, pada lekukan dalam antara kedua payudaranya itu memang terdapat sebuah tahi lalat berwarna merah darah
Dengan perasaan malu bercampur gelisah Ay Ang tho menututpi payudaranya dengan kedua belah tangan, sementara mulutnya menjerit lengking saking kagetnya.
"Plok" Hoa Siang siang melepaskan sebuah tamparan keras kewajahnya sambil membentak ketus:
"Perempuan tak tahu malu, siapa namamu" IHmm, kau masih berani menyangkal bukan anaknya Hoa Tin tin?"
"Tecu benar benar tidak tahu..." keluh Ay Ang tho dengan air mata bercucuran. Hoa siang siang kembali tertawa seram:
"oleh karena diatas dada Hoa Tin tin, ibu kandungmu itu terdapat juga sebuah tahi lalat berwarna merah, maka kau yang jadi anaknya pun terdapat tanda yang sama, sekarang kau sudah mengerti?"
Kemudian selesai berkata dia bertepuk tangan dua kali sambil berseru: "Pengawal..."
Sau hoa sekalian berempat yang berada di luar pintu serentak maju kedalam ruangan setelah mendengar pang gila n tersebut, sambil memberi hormat serunya^ "Budak siap"
Sambil menuding kearah Ay Ang tho, Hoa Siang siang segera berseru keras: "Gusur dia pergi dari sini"
chu hoa dan Ti hoa segera menyahut dan maju kedepan, lalu menggusur pergi Ay Ang tho dari situ.
Sekulum senyuman yang licik dan keji segera menghiasi wajah Hoa Siang siang, mendadak dia menggapai kearah Sau hoa.
cepat cepat Sau hoa maju menghampiri, Hoa Siang siang pun menempelkan bibirnya disisi telinga orang itu serta membisikkan sesuatu.
Sau hoa segera membungkukkan badannya menerima perintah dan mengundurkan diri dari situ.
Huan cu im dan Leng Kang to dipersilahkan menempati kamar tamu yang amat megah, ruangan tersebut sangat indah dengan perabot yang mewah dan menawan, pepohonan yang rindang dan aneka bunga yang harum baunya membuat suasana disekeliling tempat itu sangat menawan hati.
Berhubung kedua orang itu menyaksikan pelayanan yang diberikan Hoa Siang siang selama ini sangat ramah dan sedikitpun tiada maksud jahat, maka kewaspadaan mereka yang ditingkatkan beberapa hari permulaan, tanpa terasa diperkendor kembali.
Embun bunga mawar meski tidak memabukkan seperti alkohol, tak urung mereka toh merasakan badannya ringan dan kepalanya terasa berat, maka sekembalinya kedalam kamar, kedua orang itupun melepaskan pakaian dan pergi tidur.
Setelah tiga malam berturut turut harus tidur tidur ayam diatas kereta, sudah barang tentu mereka tak pernah tertidur nyenyak, tak heran kalau begitu menempel kasur, kedua orang itu sudah tertidur sangat nyenyak.
Entah berapa saat sudah lewat, dalam kenyenyakan tidurnya, tiba tiba Huan cu im merasa seperti dibangunkan orang.
Biasanya bagi seorang yang belajar ilmu silat, kendatipun dalam keadaan tertidur nyenyak. mereka selalu sigap dan tajam pendengarannya, sayang sekali Huan cu im terlampau lelah dan mengantuk malam ini, sehingga ia tak merasa sama sekali kalau ada orang telah menyusup kedalam kamarnya Tapi begitu ada orang mendorong tubuhnya, ia segera mendusin dari tidurnya, ketika membuka mata, segera dikenali orang itu sebagai Sau hoa, seorang diantara empat dayang Hoa Siang siang.
Ketika itu Sau hoa berdiri didepan pembaringannya dengan membawa sebuah lentera. cepat cepat Huan cu im melompat bangun, lalu sambil menengok kearahnya dia berseru:
"Nona..." "Aku mendapat tugas untuk mengundangmu, ayoh cepat bangun" seru Sau hoa ketus.
"Agaknya majikan mereka Hoa Siang siang memang seorang manusia yang sangat aneh" demikian Huan cu im berpikir, "masa ditengah malam buta selagi orang sedang tertidur nyenyak pun, disuruhnya seorang palayan untuk membangunkan orang."
Terpaksa pemuda itu melompat turun dari atas pembaringannya, mengenakan pakaian luar dan bertanya:
"Tahukah nona, ada urusan apa siancu mengundangku?"
"Asal kau sudah menghadap nanti, urusan toh akan kau ketahui sendiri..." ucap Sau hoa dengan wajah dingin kaku dan membalikkan badannya. Huan cu im mengenakan bajunya baik baik, menggembel pedangnya lalu berkata. "Silahkan nona "
Sau hoa tidak berbicara lagi, dia membalikkan badan dan segera beranjakpergi dari situ.
Dengan mulut membungkam Huan cu im mengikutinya keluar dari kamar tamu, menembusi kebun bunga dan entah mereka lewat berapa buah bangunan rumah berikutnya.
Sau hoa yang berjalan di depan akhirnya berhenti dan memutar badan setelah memasuki sebuah pintu dan tiba disebuah halaman kecil, sambil mengeluarkan sebuah kain hitam dari sakunya, dia berkata:
"Tempat ini merupakan tempat terlarang dari perkampungan Sau hoa san ceng, kau harus menutup sepasang matamu sebelum boleh masuk kesitu"
"Kalau toh perkampungan kalian mempunyai peraturan begini, sudah tentu aku harus melaksanakan sesuai dengan peraturan, harap nona serahka kain hitam itu kepadaku, biar kuikatkan sendiri keatas wajahku" kata Huan cu im sambil tertawa.
"Tidak-aku yang akan mengikatkan untukmu" kata Sau hoa dingin.
"Baiklah" kata Huan cu im kemudian, "kalau begitu merepotkan nona untuk mengikatkan buat diriku"
Sau hoa segera menggantungkan lentera itu diatas tiang ruangan, kemudian mengeluarkan kain hitam itu dan menghampiri Huan cu im, tapi berhubung tubuhnya lebih pendek daripada perawakan si anak muda itu, maka katanya kembali^ "coba kau berjongkoklah sedikit "
Huan cu im menurut dan segera berjongkok, maka Sau hoa pun mengikatkan kain hitam itu diatas matanya dan mengikat tali simpul dibelakang kepalanya itu.
Selama ini boleh dibilang dia tak pernah berdekatan dengan seorang lelaki, tapi sekarang, untuk mengikatkan tali simpul di belakang kepala Huan cu im maka tubuh mereka berada hampir berdekatan satu dengan lainnya, tiba tiba saja dia mengendus bau lelaki yang tawar tapi amat merangsang perasaannya.
Padahal bau itu sangat tipis dan tawar, tetapi bagi seorang gadis perawan semacam ia justru mendatangkan reaksi yang amat kuat, entah mengapa tiba tiba saja perasaannya menjadi kalut, hatinya berdebar keras, tangannya menjadi gemetar dan sekujur badannya terasa panas, akibatnya ikatan tali simpul itu belum juga selesai dilakukan-..
Semakin gelisah hatinya semakin sulit tali itu diselesaikan dan semakin kalut juga perasaannya.
Huan cu im yang tunggu punya tunggu tetapi belum juga nampak pekerjaan itu selesai, akhirnya bertanya: "Nona, sudahkah selesai?"
"Belum..." jawab Sau hoa pelan-Nada suaranya yang semula dingin dan kaku, kini telah berubah menjadi sangat lambat. "Perlukah kubantu dirimu ?"
tanya pemuda itu lagi. "Kau... kau... tidak... tidak usah..." nada suara Sau hoa kedengaran agak gemetar.
Akhirnya dia selesai juga mengikatkan tali pengikat mata tersebut, sekalipun dalam hati kecilnya dia ingin sekali berada dalam posisi demikian lagi, tapi dia tak berani berbuat demikian-cuma satu perasaan aneh dirasakan olehnya selama ini, yaitu selama tubuhnya berdekatan dengan tubuh pemuda itu, maka timbul suatu perasaan hangat dari tubuhnya, dan perasaan ini belum pernah dirasakan sebelumnya.
Dengan wajah bersemu merah karena jengah, diam diam ia mendesis lirih, kemudian dengan memperdengarkan suaranya yang dingin dan hambar katanya pula: "Nah sudah selesai "
Huan cu im segera bangkit berdiri, tapi katanya kemudian-
"Setelah mataku kau ikat dengan kain hitam, bagaimana caraku untuk berjalan?"
Sau hoa yang sementara itu sudah mengambil kembali lampu lenteranya, segera menarik tangan pemuda itu seraya berkata: "Mari kutarik kau untuk meneruskan perjalanan"
Ketika tangannya menyentuh tangan pemuda itu, kembali secara tiba tiba sau hoa merasakan tubuhnya seperti disambar aliran listrik yang bertegangan tinggi, sekujur badannya segera gemetar keras sekali.
"Apakah nona merasa kedinginan?" Huan cu im segera menegur, "aku dapat merasakan tubuhmu sedang gemetar..."
Tangan Sau hoa memang sedang gemetar keras, tentu saja pemuda itu tak tahu kalau hatinya jauh lebih hebat gemetarnya daripada gemetar ditangan-Sebetulnya Sau hoa ingin mendengarkan suaranya yang lebih dingin dan kaku, tapi sayang berhubung hatinya sedang gemetar, secara otomatis suaranya turut terpengaruh juga.
Maka katanya kemudian dengan sedihi "Aaai, kau ini... mari kita segera berangkat"
Dengan menarik tangan pemuda itu, dia berjalan menaiki anak tangga batu, memasuki ruangan gedung lalu belok kearah sebuah bangunan rumah lain-Tiba tiba Sau hoa menghentikan langkahnya sambil berkata: "Berdirilah disitu jangan bergerak" Huan cu im menurut dan berhenti.
Tiba tiba dia mendengar suara gemerincingan nyaring, seperti ada sesuatu benda berat yang sedang digeser, diam diam pemuda itu berpikir dengan keheranan:
"Aneh betul, apa sih yang sedang dia lakukan?"
Sementara masih termenung, kedengaran Sau hoa sudah berkata:
"Nah selesai sekarang kau boleh ikut aku turun kebawah"
Kembali sebuah tangan menarik tangannya.
Lama kelamaan Huan cu im habis sudah kesabarannya, tak tahan lagi dia bertanya: "Bukankah siancu mengundangku"
Tempat macam apakah tempat ini..."."
"Kau tak usah banyak tanya"
Setelah menarik maju beberapa langkah, dari belakang tubuhnya kembali bergema suara gemerincing yang sangat nyaring. Terdengar Sau hoa berpesan lagi^
"Kita sedang menuruti undak undakan batu, kau mesti berjalan dengan berhati hati sekali, jangan sampai membiarkan tubuhmu terjerembab ke muka."
Dalam hati kecilnya Huan cu im merasa semakin curiga, namun ia menurut saja dengan menuruti undak undakan batu itu secara pelan pelan-Untung saja ada Sau hoa yang menggandengnya, sehingga pemuda itu tidak menjumpai banyak kesulitan-Dalam keadaan beginilah dia menuruti belasan buah undak undakan sebelum secara tiba tiba Sau hoa berhenti berjalan
"Sudah sampaikah nona?" tanya Huan cu im kemudian
"Belum " Dimulut Sau hoa menjawab demikian, sementara tubuhnya sudah membalik kemudian bisiknya lirih:
"Majikan tak akan mendengar pembicaraan kita selama kita berada disini, kau harus ingat baik baik, dikolong langit hanya binatang saja yang akan berbuat semaunya dengan saudara sendiri"
"Apa maksudmu?" tanya Huan cu im dengan perasaan heran dan tak habis mengerti. Dengan sedih Sau hoa berkata:
"Aku hanya dapat mengatakan demikian saja, semoga kau dapat memahami maksudku itu serta mengingatnya selalu didalam hati, sebetulnya aku tak boleh menyampaikan kata kata tersebut kepadamu, bila sangsi ketahuan majikanku, aku pasti akan dijatuhi hukuman mati, tapi berhubung...
berhubung aku... aku merasa kau adalah orang baik baik..."
"Kalau dugaanku tak salah, tempat ini pastilah sebuah kurungan bawah tanah" kata Huan cu im keheranan,
"mengapa sih siancu menyuruh nona membawaku ke tempat seperti ini?"
"Majikan menyuruh kau datang menjumpai seseorang"
Tiba tiba saja Huan cu im merasakan hatinya bergetar keras, segera pikirnya:
"Hoa Siang siang telah berjanji akan membantuku mencari ayah, mungkinkah ayah disekap orang ditempat ini?" Berpikir sampai disitu, cepat cepat dia bertanya. "Siapa sih orang itu?"
"Setelah berjumpa nanti, kau toh akan mengetahui dengan sendirinya." kata Sau hoa dingin-
"Kalau begitu mari kita cepatan sedikit"
Sau hoa mendengus, lalu menggandeng tangan pemuda itu dan meneruskan perjalanannya turun kebawah.
Undak undakan batu itu paling tidak mencapai tiga empat puluh undakan lebih, ketika selesai menuruni undak undakan tersebut, Sau hoa baru berkata dingin: "sekarang berdirilah dulu jangan bergerak"
Huan cu im sungguh dibuat tak habis mengerti oleh perubahan suara Sau hoa yang sebentar sedih, sebentar lembut, tapi sebentar kemudian secara tiba tiba berubah menjadi dingin dan sangat kaku, pikirnya dalam hati:
"Hoa Siang siang sendiripun terhitung manusia yang gampang marah ataupun gembira tidak heran kalau para dayangnya ketularan watak seperti itu, suka berubah watak dalam sekejap mata."
Menyusul kemudian ia mendengar suara kunci pintu baja dibuka orang dan Sau hoa mendorong punggungnya kuat kuat sehingga dia maju ke depan-
"Sekarang kau boleh masuk ke dalam" kata dayang itu ketus, "ada seseorang sedang menantikan dirimu disana "
Sebagaimana diketahui, sepasang mata Huan cu im dikerudungi kain hitam sehingga ia takpernah menyangka kalau tubuhnya bakal didorong orang dari belakang, tak kuasa lagi badannya terhuyung maju sejauh empat lima langkah ke depan-Blaam
Dari arah belakang dia mendengar suara benturan amat keras seperti ada orang menutup pintu baja keras keras, kemudian disusul pula suara kunci yang berputar seperti mengunci sebuah pintu.
Dengan keheranan Huan cu im segera berseru: "Nona, sudah kau dengar suara suara itu?" Tak terdengar suara jawaban dari Sau hoa.
"Bolehkah kulepaskan kain hitam penutup mataku ini?"
kembali Huan cu im bertanya.
Namun tiada terdengar juga suara jawaban dari Sau hoa.
Diam diam Huan cu im merasa sangat keheranan, pikirnya lebih jauh
"Barusan aku mendengar suara pintu besi yang ditutup rapat rapat, jangan jangan dia telah menyekapku ditempat ini
?" OoodwooO Jilid: 23 Cara kerja IHoa Siang siang memang sangat aneh dan sukar diduga orang sebelumnya.
Pada setengah malam sebelumnya mereka dijamu secara mewah dan diberi kamar tamu yang indah dan mewah, tapi setengah malam buta lalu disekap diruangan bawah tanah...
sebenarnya apa maksud dan tujuannya itu"
Dengan suatu gerakan yang cepat dia melepaskan kain hitam yang menutupi matanya lalu mencoba memperlihatkan sekeliling tempat itu, benar juga dalam kegelapan yang mencekam sekeliling tempat itu, ia dapat mengenali tempat itu sebagai sebuah ruangan bawah tanah.
ooodowoooo "Jangan jangan ayahku disekap di dalam ruangan bawah tanah ini..." mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya Berpikir demikian cepat cepat saja dia maju kemuka sambil melakukan pencarian
Di atas dinding batu ruangan itu tergantung sebuah lentera minyak. Huan Cu Im segera menyulut lentera tersebut sehingga secara sinar memancari luas kemana mana Di dalam ruangan itu terdapat sebuah pembaringan, di atas pembaringan kelihatan seseorang duduk di situ, hanya saja orang itu duduk membelakanginya ditambah lagi sinar lenteranya kelewat redup sehingga dia hanya sempat melihat sebagai sesosok bayangan manusia belaka Pelan pelan dia berjalan mendekati pembaringan tersebut Semakin berjalan ke depan, semakin dekat dengan bayangan manusia itu, mendadak Huan Cu Im merasa keadaan semakin tidak beres, ternyata orang yang duduk di atas pembaringan kayu itu adalah seorang wanita muda...
Tanpa terasa dia menghentikan langkahnya sambil menegur :
"Siapakah nona ?"
Tiba tiba nona itu membalikkan badan, lalu berseru agak terkejut : "Kau... kau adalah Huan sauhiap..."
Suaranya penuh kemanjaan dan kelembutan, tapi disertai juga oleh perasaan terkejut bercampur gembira ternyata gadis itu adalah Ay Ang tho.
Sudah barang tentu kejadian ini sama sekali berbeda diluar dugaan Huan Cu Im dia tak menyangka kalau Hoa Siang siang menyuruh dia datang menjumpai Ay Ang tho. Tapi, mengapa pula gadis itu disekap seorang diri d idalam ruangan bawah tanah " setelah tertegun sejenak segera katanya "oooh, rupanya nona Ay, kau..."
Kiranya sejak Hoa Siang siang merobek pakaian Ay Ang Tho dan mengatakan gurunya, ketua Pek hoa pang adalah ibu kandungnya, gadis tersebut mulai disekap didalam ruangan bawah tanah itu.
Sekalipun gadis ini tak pernah tahu secara pasti apa yang menyebabkan permusuhan antara supek dengan suhunya, tapi paling tidak ia pernah mendengar tentang sikap kedua orang yang ibarat air dengan api itu.
Oleh sebab itu sejak supeknya menuduh dia sebagai putri gurunya dan menyekapnya didalam ruangan tersebut, ia tak tahu hukuman apa yang bakal dijatuhkan supeknya kepadanya, suatu perasaan takut yang tak terlukiskan dengan kata sempat membuat menangis tersedu sedu hingga bengkak sepasang matanya.
Waktu itu sebetulnya dia sedang putus asa karena tak mungkin bisa lolos dari situ siapa tahu saat itulah Huan Cu Im telah menampakkan diri di sana.
Sebagaimana diketahui juga, Huan Cu Im adalah pangeran berkuda putih yang merupakan pujaan hatinya kalau bukan demikian diapun tak akan pergi ke San Sin Bio bersama toasucinya untuk menyelamatkan dirinya.
Dengan keadaan dan suasana seperti ini Ay Ang Tho merasa seakan akan telah bertemu dengan sanak keluarga sendiri saja, ia seperti lupa kalau pakaiannya robek robek dia pun seperti lupa kalau Huan Cu Im tak lebih hanya seorang teman yang belum lama dikenalnya.
Tiba tiba saja ia menubruk kedepan menjatuhkan diri kedalam pelukannya, lalu menangis tersedu sedu.
Huan Cu Im lebih lebih tidak menyangka kalau gadis itu bakal menubruk kedalam pelukannya tapi setelah si nona menubruk datang sudah barang tentu dia tak sempat menampiknya
Huan Cu Im yang sekarang sudah kaya dengan pengalaman, segera terduga olehnya bahwa gadis itu bisa jadi telah menerima suatu siksaan batin yang amat berat hingga ia berbuat demikian, tentu saja pemuda itu pun tak akan mendorong badan si nona dari pelukan.
Karena diapun mementangkan tangannya lebar lebar dan membiarkan gadis tersebut bersandar diatas dadanya.
Ruangan bawah tanah itu memang sangat gelap. tapi pemuda itu masih dapat melihat rambutnya yang kusut, wajahnya yang pucat pias, terutama butiran air mata yang membasahi wajahnya bagaikan mutiara yang putus benang, sebutir demi sebutir jatuh berderai membasahi pipinya, membuat gadis itu nampak lebih mengenaskan dan patut dikasihani... Dengan lembut dibelainya rambut si gadis, lalu katanya dengan suara yang halus:
"Nona Ay, kau tentu baru saja mengalami siksaan batin yang sangat besar bagaimana ceritanya sampai kau disekap ditempat ini Sekarang duduklah dahulu, agar kita bisa bercerita secara pelan pelan"
Ay Ang Tho manggut manggut dan pelan pelan meninggalkan pelukannya, tapi sekejap kemudian dia seperti menjumpai pakaiannya yang robek sehingga nampak sepasang payudaranya yang menonjol keluar Dengan cepat gadis itu mendesis lirih, selembar wajahnya berubah menjadi merah padam karena jengahnya cepat cepat dia menutupi dadanya dengan kedua belah tangan, lalu sambil miringkan badannya dia kembali kepembaringan dan duduk membelakangi sementara jantungnya berdebar sangat keras, untuk beberapa saat lamanya tak sepatah katapun yang mampu diutarakan-Huan Cu Im sendiri mengira gadis itu terlampau kaget sehingga sikapnya menjadi ketakut takutan, hatinya merasa semakin iba.
Pelan pelan dia berjalan mendekatinya, lalu duduk disisinya dan berbisik lembut.
"Nona Ay, sebetulnya siksaan batin macam apakah yang kau alami" Mana temanmu nona Leng?"
Sambil tetap menutupi payudaranya dengan kedua belah tangan dan duduk membelakangi pemuda tersebut, sahut Ay Ang tho:
"Aku tidak tahu apakah enci Bwee ikut disekap atau tidak.
aku bisa disekap disini karena supek mengundangku untuk berbicara"
"Apa saja yang ditanyakan siancu kepadamu?"
"Dia bilang aku adalah putri suhuku, kemudian.. merobek pula pakaian yang kupakai..."
Baru sekarang Huan Cu Im mengira kalau gadis itu enggan membalikkan badan berhubung pakaiannya robek. maka diapun bertanya lebih jauh: "Hanya karena persoalan ini saja maka dia menyekapmu ditempat ini?"
"Benar" Ay Ang Tho manggut manggut.
"Padahal setahuku, siancu ini dengan gurumu adalah saudara kandung, tapi heran mengapa mereka justru berselisih, sebetulnya persoalan apa yang membuat mereka saling bermusuhan?"
"Aku sendiripun tidak tahu" Ay Ang Tho menggeleng.
Kemudian setelah berhenti sejenak. dia pun bertanya pula dengan suara sedihi "Bagaimana dengan kau" Mengapa pula kau disekap mereka ditempat seperti ini?"
"Siapa yang tahu" Siancu memerintahkan seorang dayangnya datang mengundangku di kamar tamu, dia bilang aku disuruh menengok seseorang, sesampainya disini Sau hoa segera mengunci pintu ruangan dari luar mungkin dia menyuruh aku datang menengok nona"
Sekujur badan Ay Ang Tho gemetar keras, sepasang tangannya yang menutupi payudaranya lebih diperketat lagi, serunya agak terkejut: "supek menyuruh kau datang menengok aku, kau... kau..."
Melihat sikap ketakutan yang tiba tiba diperlihatkan gadis itu, Huan Cu Im merasa amat keheranan, dia segera menegur
"Nona apakah kau merasa kedinginan" Beristirahatlah sebentar diatas pembaringan bukankah diatas pembaringan terdapat selimut tebal."
Bagaikan seekor burung yang nyaris terkena panah, Ay Ang Tho segera bangkit berdiri dan berdiri membelakanginya dengan perasaan makin ketakutan-
"Tidak tidak... aku... aku tidak tahu" serunya cepat cepat
"Apa sih yang nona takuti?"
"Supek tidak bermaksud baik," keluh Ay Ang Tho sambil menangis, "itulah sebabnya kau disuruh datang untuk mencemoohku menghinaku dan.. dan merusakku sampai mati pun aku tak akan mengabulkan."
Kali ini Huan Cu Im dapat menangkap apa yang diartikan sinona, tanpa terasa merah padam selembar wajahnya, dia segera berseru:
"Nona, kau telah berpikir sampai dimana" Aku bukan manusia seperti itu..."
Tanpa terasa Ay Ang Tho membalikkan badannya kembali, dengan wajah memerah karena jengah dan air mata membekas dipipinya, dia berkata cepat:
"Aku tahu kau bukan manusia semacam itu mungkin juga kaupun dipaksa datang kemari, akulah yang salah menuduhmu, maaf"
Melihat sepasang tangan nona itu selalu disilangkan di depan dadanya untuk menutupi payudaranya yang menongol keluar, Huan Cu Im tahu pakaian yang dipakai tentu sudah robek ditangan Hoa Siang siang, iapun melepaskan jubah luarnya dan dikenakan diatas tubuh si nona baru berkata :
"Kenakan dulu pakaianku ini, biar jelek yang penting dapat dimanfaatkan bukan?"
Dengan penuh rasa terima kasih Ay Ang Tho melirik sekejap kearahnya, lalu berbisik sedih:
"Kau sangat baik..."
Sambil membalikkan badan ia kenakan jubah panjang itu, sudah barang tentu jubah lelaki yang dikenakan itu sangat kedodoran terutama bagian lengan, pinggang dan kerah atas Menyaksikan keadaan sendiri, Ay Ang Tho segera menggerak gerakkan sepasang lengannya dan berseru sambil tertawa
"Kalau melihat tampangku sekarang dengan pakaianmu, aku jadi teringat dengan badut dipanggung sandiwara..."
Menyaksikan potongan badannya dengan pakaian yang kedodoran itu tak tahan Huan Cu Im tertawa geli, ujarnya
"Nona Ay, sudah semalam suntuk kau tidak tidur, apakah kau ingin beristirahat sebentar ?"
"Tidak- aku tidak akan beristirahat" sahut Ay Ang Tho dengan wajah merah jengah, "kalau kau mengantuk silahkan beristirahat sendiri"
"Aku bisa duduk dilantai untuk bersemedi sebentar nona tidak usah bersungkan sungkan denganku"
Ay Ang Tho memandang pembaringan kayu itu sekejap.
lalu katanya tergagap : "Aku..." "Nona harus tahu, posisi kita sekarang amat berbahaya, jadi yang penting bagi kita sekarang adalah beristirahat yang cukup sehingga kesegaran badan bisa pulih kembali, itulah sebabnya bila ada kesempatan untuk beristirahat kau harus pergunakan kesempatan itu dengan sebaik baiknya bila kondisi badan baik, segala persoalan baru dapat diatasi. Nah, aku rasa malam sudah larut sekarang, aku harus duduk bersemedi lebih dulu" seusai berkata, diapun duduk bersila di atas tanah
"Tidakkah kau merasa kedinginan dengan duduk diatas lantai?" tanya Ay Ang Tho tiba tiba.
"Tidak mungkin. sewaktu aku belajar ilmu dengan guruku dulu, biar ditengah malam musim salju yang bekupun aku harus duduk semedi disebuah batu besar diatas gunung hingga fajar menyingsing"
Sambil menutupi bibirnya dengan tangan dan menguap. Ay Ang Tho berkata kemudian "Aku benar benar merasa rada ngantuk"
"Kalau begitu cepatlah pergi tidur dan jaga kondisi badan sebaik baiknya, siapa tahu kalau besok pagi kita akan memperoleh kesempatan untuk melarikan diri dari sini."
"Sungguh?" seru sinona.
Ia segera membaringkan diri diatas pembaringan dengan muka berhadap kedinding ruangan dan menarik selimut untuk ditutupkan tubuh sendiri. Huan Cu Im sendiripun tak berbicara lagi, pelan-pelan ia pejamkan matanya... Selang berapa saat kemudian Ay Ang Tho membalikkan badan dan memanggil :
"Aku tak bisa tidur, bagaimana kalau kaupun tak usah bersemedi" Mari kita gunakan waktu yang ada sambil berbincangan?"
Sambil berkata dia turun dari pembaringan dan pelan pelan berjalan kebelakang tubuh Huan Cu im.
Tapi Huan Cu Im sama sekali tak menggubris dia masih tetap duduk tak bergerak diatas tanah dengan sepasang mata dipejamkan rapat rapat.
Diam diam Ay Ang Tho tertawa geli, sebab keadaan sianak muda itu benar benar persis seorang Hwesio tua.
Dasar sifat kekanak kanakannya belum hilang, dan lagi dia pun sudah terbiasa bergurau dengan saudara saudara seperguruannya dalam Pek hoa pang dihari hari biasa maka secara diam diam dia mencabut selembar rambutnya lalu dikilik kilikan ke dalam lubang telinga pemuda tersebut...
Waktu itu, baru saja Huan Cu Im selesai menghimpun hawa murninya ketika secara tiba tiba lubang telinganya terasa gatal sekali, terpaksa hawa murni yang baru terhimpun itu pelan pelan dibuyarkan kembali lalu cepat cepat mengkorek lubang telinganya dengan jari tangan-Ay Ang Tho yang menyaksikan kejadian ini segera tertawa cekikikan :
"Ayoh sekarang mau kulihat apakah kau bisa duduk mematung seperti seorang Hwesio tua lagi atau tidak ?"
Begitu Huan Cu Im membuka matanya, dia sudah melihat Ay Ang Tho berdiri di hadapannya dengan senyuman dikulum.
Sebagai pemuda yang baru menanjak dewasa melihat senyuman Ay Ang Tho yang begitu ayu, indah dan menggairahkan itu , terangsang juga hatinya, tapi cepat cepat dia mengendalikan diri dan menenangkan kembali perasaannya "Nona cepatlah pergi tidur" dia berkata pelan,
"fajar segera akan menyingsing"
"Aku kan tak bisa tidur, kau harus menemani aku berbincang bincang..." seru Ay Ang Tho dengan manja, dia malahan duduk disisi pemuda itu.
"Andaikata kita bakal dikurung disini dan siancu tidak setuju melepaskan kita dari sini waktu luang untuk berbincang bincang bakal tersedia sangat banyak. paling baik adalah beristirahat diwaktu malam, dengan begitu kondisi badan kita baru akan segar kembali pada keesokan harinya"
"Aaah tidak bila supek tak mau melepaskan kita dari sini kita toh tak bisa membedakan kapan siang dan kapan malam yang benar justru waktu tidur bakal tersedia sangat banyak.
ataukah kau kuatir tak punya waktu untuk tidur" Sekarang aku tak bisa tidur, bila kau tertidur sekarang maka bila sampai waktunya aku ingin tidur kau justru sudah mendusin, menanti kau mau tidur, akupun telah mendusin bukankah ini berarti untuk selamanya tiada kesempatan buat kita untuk berbincang bincang" Pokoknya aku tak ambil perduli, kau mesti menemani aku untuk kongkou"
"Tapi apa yang hendak kita perbincangkan?"
Ay Ang Tho bertopang dagu sambil mengawasi wajah Huan Cu im, kemudian baru katanya: "Huan toako, bagaimana kalau membicarakan soal kau saja?"
"Apa yang menarik untuk dibicarakan tentang diriku?"
"Banyak sekali" seru Ay Ang Tho dengan pasti, "seperti misalnya apa saja yang pernah kau lakukan sewaktu masih kecil dulu" Siapa saja yang berada dirumahmu?" Huan Cu Im yang tak sanggup direcoki terus akhirnya mengalah juga ia berkata:
"sewaktu masih kecil aku berdiam didusun, sering kali aku naik gunung seorang diri, disitu aku memanjat pohon untuk menangkap burung, kadangkala memanjat pohon untuk menangkap tupai, tapi tupai tupai itu cepat sekali larinya hingga susah ditangkap. Suatu hari kujumpai ada seekor tupai bersembunyi di dalam liang pohon, maka aku pun merogoh ke dalam liang tersebut dan berhasil menarik sebuah ekor, waktu kubetot keluar dengan sekuat tenaga, kau apakah yang berhasil kudapat " Ternyata seekor ular beracun yang bertubuh belang belang..."
"Aaah" Ay Ang Tho menjerit kaget tapi segera protesnya,
"aku paling benci dengan ular, lebih baik kau jangan bercerita soal itu, coba kau ceritakan saja ada siapa dirumahmu ?"
"Ayahku sudah sepuluh tahun lebih meninggalkan rumah, dirumah hanya ibuku seorang"
"Apakah kau tidak mempunyai saudara?" tanya Ay Ang Tho sambil mengerdipkan matanya.
"Tidak ada" "Waah kau tentu amat kesepian " Ehm mmm, apakah tidak mempunyai seseorang yang sangat... sangat baik sekali kepadamu?"
"Manusia macam apa yang kau maksud?"
"Aaai..." Ay Ang Tho menghela napas pelan- "mengapa sih pertanyaan semacam inipun tidak kau pahami" Maksudku apakah kau mempunyai... tee... teman istimewa yang baik...
baik sekali kepadamu?"
"Tiang lo kanan dari perkumpulan Kaypang yang disebut orang Pengemis penakluk harimau Lian Sam Sin adalah sahabat yang sangat baik denganku, aku malah memanggilnya engkoh tua kepadanya."
"Siapa sih yang menanyakan persoalan ini kepadamu?"
seru Ay Ang Tho agak mendongkol
"Lantas apa yang kau tanyakan?"
Dengan wajah bersemu merah karena jengah kata nona itu
: "Aku ingin bertanya, apakah kau pernah mempunyai hubungan yang baik sekali dengan anak perempuan" "
Merah dadu juga selembar wajah Huan Cu Im menghadapi pertanyaan ini, dengan cepat dia menggeleng : "Tidak punya"
"Kau bohong" seru Ay Ang Tho sambil cemberut, "sewaktu bertemu di tepi telaga Mo ciu oh tempo hari, bukankah kau berjalan bersama seorang nona, siapakah nona itu ?"
"oh, dia adalah nona Ban dari keluarga persilatan di bukit Hong san, aku datang ke Kim leng bersama mereka kakak beradik dua orang, waktu itu kakaknya tak punya waktu, maka dia minta aku yang menemaninya berpesiar ke telaga Mo ciu oh"
Sambil melototkan sepasang matanya, Ay Ang Tho mengawasi wajah pemuda itu lekat lekat, lalu tanyanya lagi :
"Bukankah hubungan kalian baik sekali?"
"Nona Ban memanggil aku Huan toako, dan akupun hanya menganggap dia sebagai adik saja."
"Kalau akupun memanggil Huan toako kepadamu apakah kau akan menganggap aku sebagai adikmu ?"
"Bila kau memanggil toako kepadaku, sudah barang tentu akupun akan menganggapmu sebagai adikku pula."
"Huan toako," dengan sepasang mata yang bening dan kepala diangkat, Ay Ang Tho segera memanggil, Kemudian serunya pula :
"Ayoh kaupun harus memanggil adik kepadaku "
Biarpun Ban Huijin termasuk genit lagi cantik, tapi dibalik kemanjaan dan keayuannya terselip pula sikap yang angkuh, berbeda dengan nona ini dibalik kemanjaannya justru terselip sikap polos dan alimnya, perempuan yang manja, polos dan alim pasti akan terasa manis sekali untuk dipandang.
Kembali Huan Cu Im merasakan hatinya berdebar keras, dia segera memanggil : "Adikku..."
Ay Ang Tho mendesis lirih kemudian menubruk kedalam rangkulannya.
Huan Cu Im adalah seorang pemuda yang berdarah panas, bagaimana mungkin dia bisa menahan godaan dan rangsangan yang begini besarnya " Kontan saja detak jantungnya semakin bertambah cepat serta merta dia balas merangkul gadis itu dan membenamkan kepalanya diatas dada sendiri lalu kepalanya makin lama semakin merendah dan akhirnya mulai menciumi rambutnya
Gadis itu sama sekali tidak bergerak hal ini membuat Huan Cu Im semakin terangsang dan ingin sekali maju selangkah lagi dengan mengecup bibirnya
Tapi pada saat itulah dia teringat kembali dengan Ci Giok yang berada di benteng keluarga Hee, dia amat mencintai gadis itu sebab dia sangat pintar dan anggun, sudah jelas bukan seorang pelayan
Gadis itu merupakan gadis pertama yang masuk kedalam lubuk hatinya, baik dulu maupun sekarang orang yang dicintai untuk pertama kalinya memang paling sukar dihapus dari dalam benaknya.
Mendadak saja dia sadar dari rangsangan Ay Ang Tho telah melepaskan budi kepadanya, dan sekarang mereka sama sama berada dalam keadaan gawat, dia hanya bisa menganggap nona itu sebagai adik kecil saja Dia memang menyayanginya, itu berarti harus lebih melindunginya, biarpun ada perasaan cinta, cinta itu hanya terbatas pada perasaan cinta kasih kakak terhadap adiknya, dia tak boleh mempermainkannya, apalagi melakukan tindakan lebih jauh.
Secara tiba tiba saja pikirannya menjadi lebih terbuka, dibelainya rambut si nona dengan penuh kasih sayang, lalu bisiknya dengan lembut :
"Adikku, coba katakanlah bagaimanakah perasaanmu setelah kita menjadi kakak beradik sekarang?"
Sembari membenamkan kepalanya didalam pelukan pemuda itu, sahut Ay Ang Tho "Aku merasa sangat gembira.
Huan toako kau memang sangat baik sekali..."
"Kalau memang begitu, kau harus menuruti perkataan toako, ayoh cepat kembali keatas pembaringan dan beristirahat sebentar, siapa tahu setelah terang tanah nanti, siancu bakal membebaskan kita berdua..."
Ay Ang Tho masih saja membenamkan kepalanya kedalam pangkuan pemuda itu, sambil menggeleng berulang kali dia berseru : "Tidak mungkin, supek tak bakal membebaskan aku"
"Bila dia tak akan membebaskan kita maka, kita lebih lebih harus beristirahat dengan cepat, simpan tenaga, atur kondisi badan dengan begitu baru bisa mencari akal untuk kabur dari sini, adikku yang manis, turuti perkataan toakomu, beristirahatlah sejenak, akupun harus bersemedi."
Pelan pelan Ay Ang Tho bangkit berdiri wajahnya bersemu merah dan matanya bening seperti air, sambil memandang pemuda tersebut katanya kemudian dengan lirih "Baiklah"
Dengan perasaan yang apa boleh buat pelan pelan dia bangkit berdiri lalu sambil cemberut kembali keatas pembaringannya serta membaringkan diri.
Huan Cu Im menengok sekejap ke arahnya, melihat gadis itu tak berselimut, tanpa terasa dia menggelengkan kepalanya berulang kali, terpaksa dia bangkit berdiri dan menghampiri pembaringan lalu menengok ke wajahnya
Ternyata gadis itu sudah tertidur nyenyak, maka diapun menarik selembar selimut dan pelan-pelan ditutupkan keatas tubuhnya.
Kemudian dia balik ketempat semula dan duduk bersila sambil mengatur pernapasan dan mulai bersemedi Di bawah sinar lampu yang amat redup setelah kedua orang itu menjadi tenang kembali suasana d idalam ruangan batu itupun bertambah hening bertambah gelap...
Entah berapa lama sudah lewat, mendadak terdengar suara pintu yang dibuka orang bergema datang
Huan Cu Im segera tersentak bangun dari semedinya dan bangkit berdiri, sedangkan Ay Ang Tho berlagak seolah olah tidak mendengar dia malah membalikkan badan dan tidur menghadap ke dinding
Setelah pintu ruangan dibuka, muncullah Ti hoa, ditangan kirinya dia membawa lentera dan tangan kanannya membawa kotak berisi makanan, wajahnya kelihatan amat dingin dan kaku, setelah meletakkan kotak makanan ke atas meja, dia menengok sekejap ke arah Ay Ang Tho yang berbaring di atas pembaringan, kemudian katanya sambil tertawa dingin "Kalian boleh sarapan sekarang"
"Aku ingin bertemu dengan siancu, dapatkah nona sampaikan pesanku ini kepadanya?" kata Huan Cu im.


Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hari ini majikan repot sekali, tak ada waktu untuk berjumpa denganmu" jawab Ti hoa ketus.
"Sebetulnya apa maksud siancu dengan menyekap diriku bersama nona Ay diruang bawah tanah ini ?"
"Tanyakan sendiri kepada majikan bila kau bertemu dengannya nanti"
Habis berkata dia membalikkan badan, siap beranjak pergi dari situ, tapi secara tiba tiba saja dia memandang sekejap ke arah Huan Cu Im dengan pandangan lirih lalu menegur
"Semalam apa saja yang telah dikatakan enci Sau hoa kepadamu..."
"Tidak- dia tidak berkata apa apa"
"Tidak ?" Ti hoa tertawa dingin "kalau tidak mengatakan apa apa, mengapa lidahnya dipotong oleh majikan ?"
"Apa ?" Huan Cu Im amat terkejut, "lidah nona Sau hoa telah dipotong oleh siancu " Mengapa begitu ?"
"Hm semuanya gara gara kau " seru Ti hoa dengan penuh perasaan dendam.
Begitu selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ, menyusul kemudian pintu baja itupun dikunci kembali
Memandang pintu baja yang ditutup kembali itu, Huan Cu Im menghela napas pelan
"Aaai, gara gara sepatah kata saja, masa terhadap pelayan sendiri yang sudah bertahun tahun mengikutinya pun dia tega turun tangan keji " orang ini betul betul kelewat keji dan tidak berperikemanusiaan "
Ay Ang Tho segera melompat bangun dari atas pembaringan lalu bertanya :
"Huan toako sebetulnya apa sih yang dikatakan kepadamu
?" "Padahal tidak mengatakan apa apa, hanya sepatah kata yang amat biasa "
Dengan sepasang matanya yang jeli dan berkilat Ay Ang Tho mengawasi wajahnya lekat lekat, kemudian mendesak lebih jauh
"Ia pasti telah mengucapkan kata kata istimewa kepadamu, ayoh cepat beritahukan kepadaku"
"Dia bilang : Di kolong langit ini hanya binatang saja yang dapat berbuat tak karuan terhadap saudara kandung sendiri."
"Berbuat tak karuan ?" tanya Ay Ang Tho keheranan, "apa yang dimaksudkan dengan perbuatan tak karuan itu?"
Biarpun dia telah berumur enam belas tahun, tapi berhubung selama ini hanya bergaul dengan saudara saudara sesama anggota Pek hoa pang saja, dan boleh dibilang tak pernah berhubungan dengan orang lelaki, maka ia sama sekali tidak tahu tentang hubungan antara lelaki dan perempuan.
Sebaliknya Huan Cu Im mendapat pendidikan yang ketat dari ibunya semasa kecil, sudah barang tentu diapun setengah mengerti setengah tidak. hanya saja setelah dia berkelana dan bergaul dengan orang selama berada diluar belakangan ini, otomatis pengetahuan yang diperolehnya pun semakin bertambah banyak, kata "perbuatan tak karuan- itu segera dapat diartikan kemasalah tersebut, cuma saja bagaimana mungkin ia dapat menjelaskan soal itu kepada seorang gadis"
Maka dari itu dia menggelengkan kepalanya berulang kali sambil berkata : "Aku sendiripun tidak jelas apa maksud dari perkataannya itu"
"Aku pikir perkataannya itu tentu mempunyai suatu maksud tertentu, kalau tidak masa disebabkan sepatah kata yang tiada arti pentingnya, mengapa supek sampai menjatuhi hukuman yang begitu berat kepadanya dengan memotong lidahnya?"
"Aku rasa siancu adalah seorang perempuan yang berjiwa sempit berpikiran cupat dan seseorang yang mudah berubah perasaan mungkin saja dia tak senang karena Sau hoa mengajakku berbicara, karena itu di dalam gusarnya diapun memotong lidahnya."
"Ia seperti menaruh perhatian khusus kepadamu...?" tiba tiba Ay Ang Tho berkata dengan dingin.
"Gara gara harus berbicara denganku, sau hoa harus menerima siksaan yang begitu keji bayangkan saja bagaimana rasanya seseorang yang sehat walafiat tahu tahu dipotong lidahnya, bukankah dia akan menderita cacad untuk selamanya?"
Huan Cu Im tertegun, ditengoknya wajah si nona lalu serunya sambil tertawa : "Heran, mengapa sih kau berpikir sejauh itu ?"
"Aku tak akan berpikir sejauh ini, cuma kalau kau memang mencintainya, setelah bebas nanti kau bisa minta Sau hoa dari tangan supekku untuk dijadikan ensoku, tanggung sepanjang hidupmu kau tak bakal diomeli bibimu..."
Mendadak dia merasa perkataan itu menggelikan sekali sehingga tanpa terasa lagi dia tertawa cekikikan.
Sambil tersenyum Huan Cu Im berkata pula.
"Kau memang benar benar nakal sekali, sudahlah, kita harus sarapan dulu"
Bagaikan sekuntum awan merah, Ay Ang Tho melayang kedepan meja dan membuka kotak makanan tersebut serta mengeluarkan empat piring sayur, sebaskom nasi, sepiring berisi dua biji bakpao besar serta dua pasang sumpit, kemudian meletakkan kotak makanan itu kelantai dan mengisi mangkuk dengan nasi.
Sebuah meja yang kecil segera dipenuhi dengan pelbagai hidangan tersebut
"Terima kasih..." kata Huan Cu im
"Bila siaumoay mengambilkan nasi untuk toako, apakah kaupun harus berterima kasih?" ucap Ay Ang Tho sambil tertawa.
"Inilah yang dinamakan tata krama kehidupan suami dan istri pun harus saling hormat menghormati, harga menghargai, sudah tentu saudarapun harus saling bersungkan sungkan"
Walaupun perkataan itu diutarakan tanpa mengandung maksud lebih mendalam, akan tetapi merah padam juga selembar wajah Ay Ang Tho sesudah mendengar kata "suami istri" tersebut, pikirinya :
"Di tempat ini hanya terdapat sebuah pembaringan dan sebuah meja, bukan aku dan dia berduaan persis seperti laki bini keluarga miskin dibawah kaki bukit sana?"
Sekalipun merasa agak malu, toh terasa juga manis dan hangat dihati, gembiranya bukan alang kepalang.
Sementara itu Huan Cu Im telah duduk di sebuah bangku dihadapannya, ketika melihat Ay Ang Tho masih berdiri disisi meja dengan kepala tertunduk. dia lalu menegur "Ayohlah duduk dan bersantap. kalau nasinya sudah dingin tentu tak enak "
Setelah ditegur Ay Ang Tho baru duduk di hadapannya dan bersantap dengan kepala tertunduk.
Huan Cu Im mengambil sepotong bakpao besar dan disodorkan ke hadapannya sambil berkata lagi
"Kedua bakpao ini, satu untukmu "
"Aku tidak mau, aku sudah cukup makan semangkuk bubur bakpao itu untuk kau saja"
Huan Cu Im ambil bakpao itu dan pelan-pelan melalapnya, tak selang berapa saat sebiji bakpao sudah habis termakan, ketika merasa kurang kenyang, dia mengambil lagi bakpao yang kedua dan memotongnya separuh lalu makan lagi semangkuk bubur sebelum perutnya terasa kenyang.
Memandang ke wajah pemuda itu, Ay Ang Tho segera bertanya sambil tertawa "Masih sisa separuh mengapa tidak kau makan juga?"
"cukup" sahut Huan Cu Im sambil tertawa, "bakpao ini kelewat besar, satu setengah biji sudah cukup untuk mengganjal perutku yang lapar"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, mendadak ditemukan Ay Ang Tho cuma berdiri tak bergerak, ketika sorot mata mereka bertemu, tampak olehnya sorot mata sinona yang bening dan jeli sedang mengawasinya dengan mesra, seakan akan dibalik pandangan itu terselip cinta kasih yang membara.
Anehnya, dari wajah nona itu tiba tiba muncul warna merah yang menyelimuti seluruh pipinya seakan akan dilapisi oleh selapis warna merah yang membuat gadis itu nampak lebih cantik bergairah dan membangkitkan daya rangsangan yang besar
Huan Cu Im segera merasa terangsang sekali menyaksikan keadaan tersebut, tiba tiba saja timbul hawa panas dari dalam tubuhnya, mula mula dia mengira hawa panas itu timbul akibat dia makan bubur panas itu.
Tapi lambat laun dia merasa hawa panas yang hangat menggairahkan itu pelan pelan menyebar dari pusar kemana mana dan menimbulkan keinginan yang aneh sekali, sementara Ay Ang Tho yang berada dihadapannya terlihat kian lama kian bertambah menarik.
Pelan-pelan dia bangkit berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekati Ay Ang tho.
Bagaimana pun juga Ay Ang Tho masih seorang gadis perawan, sekalipun dia terangsang pula napsu birahinya, selain sorot matanya yang bening mengawasi pemuda itu, ia kelihatan masih ragu atau lebih dikatakan merasa rada takut takut.
Tapi setelah Huan Cu Im berjalan menghampirinya, gadis itupun tak kuasa menahan diri serta menyambut kedatangannya
Sebenarnya kedua orang itu masih terpisahkan oleh sebuah meja, tapi ibarat besi yang terhisap besi semberani, mula mula mereka masih bergerak amat lambat, tapi begitu saling berdekatan, tiba tiba saja daya hisap yang timbul pun semakin bertambah kuat. Ay Ang Tho mendesis lirih kemudian menubruk kedalam rangkulannya...
Huan Cu Im tidak membuatnya kecewa, mengimbangi gerakan tersebut ia rentangkan sepasang tangannya lebar lebar dan memeluk si nona erat erat.
Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah saling berpelukan sangat erat, ketika Huan Cu Im mengendus bau harum yang tersebar kuat dari tubuh Ay Ang tho, peredaran darah dalam tubuhnya segera berdebar semakin kuat, napsu birahinya berkobar semakin membara, tak tahan lagi dia menundukkan kepalanya dan mengecup bibir si nona dengan penuh bernapsu.
Bagaikan tersentuh aliran listrik bertegangan tinggi, Ay Ang Tho segera memejamkan matanya rapat rapat, sekujur badannya terasa amat lemas sehingga hampir saja tak mampu berdiri tegak.
Huan Cu Im sudah kehilangan kesadaran pikirannya merah membara sepasang pipinya dan merah berapi sorot matanya, napsunya memburu sehingga kedengaran ngos ngosan, bagaikan sudah tak mampu untuk menahan diri lagi, tiba tiba ia bopong tubuh si nona dan berjalan menuju ke pembaringan.
Dalam keadaan sadar tak sadar dan dipengaruhi kobaran napsu birahi, tiba tiba terdengar Ay Ang Tho mengeluh lirih:
"Huan toako, kau... kau hendak berbuat apa?"
Biarpun panggilan "Huan toako" diucapkan pelan, namun segera menyadarkan Huan Cu Im yang sedang terpengaruh napsu birahi itu dari rangsangan, ia menjadi tertegun, lalu serunya sambil menatap wajah sinona. "Kau... kau adalah...
nona Ay..." cepat cepat dia melepaskan genggamannya atas sepasang tangan nona tersebut.
Dengan wajah tersipu sipu malu kembali Ay Ang Tho berkata :
"Aku adalah adikmu"
"Ya a, kau memang adikku, adikku..."
Sebenarnya pikiran dan kesadaran Huan Cu Im masih melayang dan belum sadar secara penuh, namun setelah mendengar kata "adikku" tersebut, secara tiba tiba saja ia teringat kembali dengan peringatan dari Sau hoa waktu itu:
"Dikolong langit hanya binatang saja yang dapat berbuat tak senonoh dengan saudara sendiri"
Ia menjadi amat terperanjat, pikirannya yang kalut pun serta merta menjadi terang kembali, segera katanya agak tersipu sipu :
"Aku.. aku memang pantas mati... aku telah menganggapmu sebagai adik kandungku sendiri, tapi... tapi aku akan berbuat tak senonoh kepadamu?"
"Aku tak akan menyalahkan dirimu, kau, kau tidak melakukan perbuatan tak senonoh" sahut Ay Ang Tho lirih.
Akhirnya dia dapat memahami juga apa maksud yang sesungguhnya dari kata "tak senonoh" tersebut, mukanya kontan saja berubah menjadi semakin merah.
Sebagaimana diketahui, semenjak masih kecil dulu Huan Cu Im telah berlatih ilmu tenaga dalam aliran lurus, oleh sebab itu kendatipun pikirannya sudah menjadi terang kembali, toh ia masih dapat merasakan sesuatu gejala yang sangat aneh timbul dalam tubuhnya, dengan perasaan terkesiap bercampur kaget segera pikirnya
"Mustahil aku bisa melakukan perbuatan semacam ini tanpa sesuatu sebab musabab, ah... Jangan jangan ada orang telah mencampuri sejenis obat perangsang ke dalam hidangan sarapanku tadi?" Kemudian ia berpikir lebih jauh:
"Yaa, betul Dia toh tidak makan bakpao yang tersedia, ini berarti obat perangsang itu telah dicampurkan kedalam bubur tersebut... Berpikir sampai disini, diapun segera berkata dengan lirih: "celaka nona Ay, mereka telah mencampuri bubur tadi dengan obat perangsang"
Ay Ang Tho sama sekali tidak menanggapi seruan tersebut, sebab kali ini dia terangsang kembali oleh bekerjanya obat perangsang yang bekerja dalam tubuhnya, kalau tadi dia masih malu malu kucing, maka kali ini gadis tersebut tak sanggup menahan diri lagi.
Dengan sepasang mata merah membara, tiba tiba ia berbisik lembut: "Engkoh sayang, ke... kemarilah kau, panggillah adikmu dengan mesrah..."
Seketika itu juga Huan Cu Im merasakan hatinya sangat terangsang, tapi dengan cepat ia sadar kembali akan keadaan yang gawat, cepat cepat dia berteriak: "Nona Ay... adikku, segeralah sadarlah diri, kita telah dipecundangi orang"
"Tidak- aku tidak merasakan apa apa... aku merasa sangat nyaman. oooh Huan toako, aku... aku sangat mengharapkan pelukan hangatmu..."
Sepasang pipinya nampak membara, biji matanya yang jeli berkilat kilat penuh godaan-sebagai seorang gadis yang berparas menawan, kali ini nampak jauh lebih cantik menawan dan mempesona hati, ditambah pula seusai berkata, pelanpelan dia maju ke depan menghampiri si anak muda tersebut...
Huan Cu Im sendiripun dapat merasakan kobaran api rangsangan yang serasa membakar seluruh tubuhnya apalagi pikirannya makin terhanyut oleh suasana erotik tersebut, kesemuanya ini membuatnya semakin panik dan gelisah.
Tapi justru lantaran kegelisahan dan kepanikannya, peluh dingin sempat bercucuran keluar membasahi seluruh tubuhnya yang membuat pemuda itu nampak jauh lebih tenang kembali.
Ia menanti sampai nona itu mendekatinya, lalu mencengkam tangannya dan menggencet kuku jari tangannya keras keras.
"Aduuuh" Ay Ang Tho menjerit kesakitan "Huan toako, mengapa sih kau ini" Aduuuh... sakit benar jari tanganku kau gencet"
"cepatlah sadarkan diri, kita sudah diracuni oleh siancu dengan obat perangsang" seru Huan Cu Im lagi.
sakit yang menyerang secara tiba tiba segera menyadarkan Ay Ang Tho dari pengaruh rangsangan dia segera berseru tertahan-
"Aaah, jangan jangan dia telah menggunakan bubuk penghancur cinta Hoa hun jui cing san?"
"Kau mempunyai obat penawarnya?" tanya sang pemuda.
"Tidak..." Ay Ang Tho menggeleng, "aku pernah mendengar congkoan kami Hoa hiang bercerita, bahwa diapun pernah mencelakai suhu dengan obat perangsang Hoa hunjui cing san tempo dulu, aah, ada akal..."
Dengan cepat dia merogoh kedalam sakunya dan mengeluarkan sebuah botol porselen, kemudian ujarnya lebih jauh:
"Isi botol ini adalah embun seratus bunga penolak racun Pek hoa ciat tok liok, cepatlah kau teguk sedikit, entah bisa tidak dipakai untuk memusnahkan pengaruh obat perangsang tersebut?"
cepat cepat Huan Cu Im menerimanya dan membuka penutup botol itu lalu diteguk berapa puluh tetes, ia tak berani menghabiskan isinya tapi meninggalkan separuh lagi untuk Ay Ang tho, katanya kemudian : "Kau sendiri harus segera meneguknya"
Ketika Pek hoa ciat tok liok masuk ke dalam tubuhnya, pemuda itu segera merasakan hawa dingin yang menyegarkan menyusup ke seluruh tubuhnya, pikiran dan kesadarannya menjadi terang, hawa panas yang membakar badannyapun turut berkurang banyak.
Ay Ang Tho segera meneguk habis sisa obat yang masih tertinggal dalam botol itu, setelah badannya menjadi segar kembali, dia baru berkata dengan wajah tersipu.
"Supek memang jahat sekali, masa dalam buburpun dia sengaja mencampuri obat perangsang yang terkutuk itu..."
Kemudian setelah berpikir, kembali katanya lagi:
"Huan toako, selama tersekap disini, kita perlu makan, bagaimana kalau dia mencampuri lagi makanan untuk kita dengan obat perangsang" Toako, kita mesti mencari akal untuk melarikan diri dari sini"
"Tempat ini adalah sebuah ruang bawah tanah yang sangat kuat, pintu luar terbuat dari baja asli yang dikunci dari luar, bagaimana cara kita untuk kabur dari situ?" Tapi setelah berpikir sejenak, kembali katanya:
"Aaah, ada akal, siancu pasti belum tahu kalau kita sudah minum obat penawar racun Pek hoa ciattok liok sehingga obat perangsangnya telah berhasil dipunahkan, tengah hari nanti pasti mereka akan mengutus orang lagi untuk mengirim hidangan untuk kita, waktu itu kita bisa berpura pura pingsan, begitu utusan mereka masuk, kita sergap dia dan membekuknya, lalu kita gunakan kesempatan itu untuk melarikan diri dari situ"
"Huan toako, siasatmu itu sangat hebat..." seru Ay Ang Tho sambil bertepuk tangan kegirangan-Siapa tahu belum sampai perkataan itu diucapkan, mendadak terdengar suara tertawa berkumandang datang dari luarpintu baja, menyusul kemudian terdengar suara Hoa Siang siang berkata.
"Kalian sedang bermimpi disiang hari bolong, huuh, sekalipun pek hoa ciat tok liok dapat mencegah bekerjanya api birahi dalam tubuh kalian, hal itu hanya bersifat sementara waktu, jangan kau anggap dapat memunahkan racun Hoa hunjui ciang san ku secara seratus persen"
"Sebentar kalian pasti akan tahu sendiri bahwa supek berbuat demikian sesungguhnya demi kebaikan kalian- Budak Ay, bukankah kau sangat mencintai bocah muda she Huan itu"
Nah, aku toh telah membantumu untuk memenuhi apa yang kau inginkan" Gurumu telah kuundang datang, paling lambat hari ini pasti sudah sampai disini, bila kalian sudah kawin nanti, malam nanti aku tentu akan menyelenggarakan perjamuan yang meriah untuk kalian berdua pengantin baru"
Tak terkirakan rasa gusar Huan Cu Im setelah mendengar perkataan itu, segera bentaknya keras keras
"Hoa siancu, apa sih gunanya kau celakai orang lain tanpa menguntungkan dirimu sendiri" AKu tahu, kau tentu menaruh perasaan dendam terhadap ayahku, maka kau sengaja menipu kami datang kemari.Jika kau menganggap dirimu sebagai tokoh persilatan yang punya nama, sepantasnya kalau membebaskan aku dari sini, biar ada membayar hutang ayahku tempo dulu dengan melangsungkan pertarungan terbuka denganmu, sekalipun aku sadar masih bukan tandinganmu, tetapi aku tak akan menyesal untuk mati..."
Hoa Siang siang yang berada diluar pintu segera tertawa terkekeh kekeh.
"Heee... heee... heeeh.. kau keliru besar, hubunganku dengan ayahmu bukan saja tidak bermusuhan, malah masih berbau famili, terus terang saja kuberitahukan kepadamu, adikku adalah kekasih gelap ayahmu, dulu ia rela dipergundik ayahmu, malah sempat melahirkan pula seorang putri baginya..."
"Kau ngaco belo" bentak Huan Cu Im penuh amarah, tapi tiba tiba saja dia teringat akan suatu persoalan-Ay Ang Tho pernah bercerita, Hoa Siang siang menuduhnya sebagai putri gurunya, malah merobek pula pakaian yang dikenakan.
Kini Hoa Siang siang mengatakan pula bahwa gurunya Ay Ang Tho adalah kekasih gelap ayahnya, bahkan melahirkan pula seorang putri bagi dirinya.
Mungkinkah kejadian itu benar" Benarkah Ay Ang Tho adalah adiknya seayah lain ibu" Mendadak ia teringat pula dengan perkataan Sau Hoa semalam
"Dikolong langit ini hanya binatang yang melakukan perbuatan tak senonoh dengan saudara kandung sendiri"
Kemudian dia pun sempat berkata pula kepadanya:
"Bila perkataanku ini kedengaran majikanku, dia pasti akan menjatuhkan hukuman mati kepadaku"
Hal ini berarti Sau hoa telah mengetahui rencana keji dari Hoa Siang siang sehingga secara diam diam memperingatkan kepadanya agar tidak sembarangan melakukan perbuatan tak senonoh.
Tak heran kalau dalam gusarnya Hoa Siang siang telah memotong lidah Sau hoa. Sementara itu, Hoa Siang siang yang berada diluar pintu baja telah tertawa terkekeh kekeh dengan penuh rasa bangga ketika tidak mendengar lagi suara jawaban dari Huan Cu im, ujarnya kemudian-
"Tentunya kau sudah mengerti bukan sekarang" Hoa Tin tin tidak setia kawan lebih dulu kepadaku, maka akan kusuruh dia cicipi buah kegetiran atas perbuatannya itu, ketika ia tiba disini nanti, kalian sudah selesai melakukan hubungan intim, paling baik lagi kalau akibat dari perbuatan intim tersebut, budak kecil itu menjadi bunting juga seperti ibunya dulu, waah, waktu itu suasananya pasti menggembirakan sekali"
"Kau... perempuan siluman berhati bengis, kau perempuan tak tahu malu... kau tidak pantas disebut manusia" umpat Huan Cu Im dengan penuh amarah.
"Ehmm, umpatan yang amat sedap. tapi percuma sebab tak lama lagi obat perangsang itu akan mulai bekerja lagi, akupun segan banyak berbicara lagi denganmu"
Seusai perkataan itu berkumandang, suasana disekitar sana menjadi hening dan tidak kedengaran lagi suara apa pun-Dengan sekujur badan gemetar keras Ay Ang Tho segera berbisik, "Huan toako, sungguhkah apa yang dia katakan itu?"
"Kemungkinan besar apa yang dia katakan memang benar"
"Lalu... lalu bagaimana kita sekarang?" tanya gadis itu lagi dengan wajah murung. "Kita harus berupaya untuk keluar dari sini"
"Tapi pintu baja itu..."
Huan Cu Im tidak menjawab, otaknya segera berputar kencang untuk berusaha mencari jalan keluar dari kesulitan yang dihadapi itu.
Siapa tahu begitu ia berusaha memeras otak. tiba tiba saja terasa olehnya rasa masgul, murung dan kobaran hawa panas yang luar biasa memenuhi seluruh benaknya, bagaimana pun dia berusaha untuk berpikir nyatanya bayangan yang muncul di hadapannya adalah senyum tersipu sipu dari Ay Ang Tho yang cantik, lembut dan penuh kemesraan-Lama kelamaan pemuda itu tak mampu lagi untuk mengendalikan kobaran nafsu birahi yang semakin membara itu, tiba tiba ia berteriak keras dan menubruk ke muka serta memeluk tubuh Ay Ang Tho erat erat, lalu secara brutal menundukkan kepalanya dan menciumi bibirnya yang mungil...
Ay Ang Tho masih seorang gadis perawan yang selama ini belum pernah dijamah lelaki manapun sebagai seorang gadis remaja dia selalu berharap ada orang yang memadu cinta dengannya secara halus, lembut dan penuh kemesraan-Andaikata ada lelaki yang bisa merayunya dengan halus dan penuh kehangatan, tak bisa disangkal lagi, gadis tersebut tentu akan hanyut oleh badai asmara.
Tapi sayang sekali Huan Cu Im yang sedang terpengaruh obat perangsang telah kehilangan semua kontrolnya, tindak tanduknya sekarang selain kasar dan ganas, lagipula brutal dan menyeramkan.
Biarpun saat itu Ay Ang Tho sendiri juga terpengaruh oleh kobaran api birahi, tapi ia segera dibuat terkejut oleh sikap kasar dan brutal dari pemuda itu.
Akibatnya semua rangsangan dan kobaran napsu birahi yang mulai memuncak serta pikiran serta kesadarannya yang mulai hilang menjadi sadar dan hilang kembali.
Ketika Huan Cu Im memeluknya erat erat serta berusaha menciumi bibirnya, tiba tiba saja gadis itu menggigit bibir Huan Cu Im keras keras.
Akibat dari gigitan tersebut Huan Cu Im segera menjerit kesakitan dan melepaskan kembali pelukannya .
"Huan toako. kau harus mencari akal dengan segera, kita mesti tinggalkan tempat ini secepatnya" kata Ay Ang Tho lagi dengan suara lirih.
Atas gigitan yang amat keras itu, Huan Cu Im segera sadar pula dari pengaruh birahi yang membara, ia tahu bahwa obat perangsang yang berada didalam tubuhnya telah mulai bekerja, kemungkinan besar pengaruh racun itu dapat membuatnya melakukan perbuatan tidak senonoh.
Begitu sadar dari keadaannya, Huan Cu Im merasa kaget bercampur malu sekali, dengan cepat dia meloloskan pedang pelangi hijaunya dan diiringi suara bentakan keras langsung menerjang kearah pintu baja, pedangnya diayunkan menusuk pintu itu dengan keras.
Sesungguhnya tindakan nekad ini dilakukan karena dorongan rasa malu dan menyesal yang bercampur aduk dalam hatinya, jadi tanpa memperhitungkan apakah tusukannya akan berhasil atau tidak menjebolkan pintu baja itu.
Siapa tahu ketika pedangnya ditusukkan ke depan, mendadak terdengar suara gemerincing nyaring, disusul kemudian pedang mestikanya itu sudah tembusi pintu tadi hingga tinggal gagangnya
Kejadian yang sama sekali di luar dugaan Huan Cu Im ini dengan cepat membuat pemuda itu tertegun bercampur kegirangan.
Dengan perasaan gembira yang meluap luap. Ay Ang Tho segera berteriak keras.
"Huan toako, kita telah berhasil, cepat kau tebas kutung palang pintu yang berada di depan"
Tidak sampai gadis itu berkata, Huan Cu Im telah mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya untuk mengayunkan pedang pelangi Hijau tersebut berulang kali diatas pintu baja.
Didalam delapan bacokan pedang yang beruntun, palang pintu diluar sudah kena ditebas sampai kutung, lalu "Duukk"
dengan sebuah tendangan keras, pintu baja itu sudah dihajar sampai roboh.
Tidak membuang waktu lagi, pemuda itu segera menerobos keluar dari lubang pintu dan menerjang kedepan seperti harimau kelaparan-Ketika tiba diluar pintu, pemuda itu menemukan lagi sebuah pintu baja disebelah kiri yang dikunci pula dengan sebuah gembokan besar, tanpa membuang waktu pemuda itu mengayunkan pula pedangnya mengutungi gembokan tersebut dan membuka pintunya.
Tampak olehnya Leng Kang to dengan sepasang mata merah berapi api sedang memeluk tubuh Leng Bwee oh kencang kencang, sepasang muda mudi itu sedang bermesraan dengan penuh hawa nafsu sehingga tak seorangpun diantara mereka yang tahu kalau pintu besi telah dibuka orang.
Sebagaimana diketahui, sebetulnya Huan Cu Im sendiripun sedang terpengaruh oleh obat perangsang yang sedang bekerja, selama ini dia dapat menerjang keluar dari pintu hanya mengandalkan setitik pikiran yang jernih, oleh karena itu setelah menyaksikan sepasang muda mudi itu sedang berpelukan itu, tanpa terasa ia tertawa terbahak bahak dan lari naik keatas undak undakan batu.
Ay Ang Tho yang mengikuti dibelakangnya segera berteriak keras-"Huan toako tunggu aku..."
Saat itu Leng Kang to serta Leng Bwee oh sudah terjerumus kedalam kobaran birahi yang memuncak, kesadaran mereka yang sudah hampir punah tiba tiba saja disadarkan kembali oleh suara gelak tertawa yang amat nyaring itu.
Leng Bwee oh adalah murid pertama dari ketua perkumpulan Pek hoa pang, sudah barang tentu dia cukup mengetahui akan kehebatan dari daya kerja obat perangsang Hoa hunjui cing san tersebut.
Mula mula dia masih sanggup mempertahankan diri dari godaan, tapi kemudian setelah Leng Kang to mulai memeluknya erat erat, kobaran napsu birahinya tak terkendalikan lagi dan diapun mengikuti kemauan pemuda tersebut untuk bermesrahan secara hangat.
Untunglah disaat yang paling kritis inilah Leng Bwee oh dibuat sadar oleh suara gelak tertawa yang amat keras itu, dengan cepat dia menjewer telinga Leng Kang to keras keras sampai berdarah.
Sedemikian kerasnya jeweran itu, Leng Kang to yang merasa amat kesakitan segera tersadar pula dari pengaruh napsu birahi. cepat cepat Leng Bwee oh berseru: "Leng sauhiap. kita cepat kabur"
Dengan cepat dia menarik tangan Leng Kang to dan segera kabur keluar pintu:
Dalam pada itu, Huan Cu Im yang menyaksikan adegan mesrah dari Leng Kang to serta Leng Bwee oh segera merasakan kobaran napsu birahi dalam tubuhnya semakin membara.
Hawa panas yang membara didalam tubuhnya itu begitu kuat dan dahsyatnya sehingga dia hampir saja tak mampu untuk menahan diri.
Untung saja kesadarannya otaknya belum sampai hilang punah sama sekali, dalam situasi yang amat gawat, diapun menggunakan gelak tertawa yang keras untuk membuyarkan kobaran hawa panas didalam badannya.
Dengan sekuat tenaga dia mendaki undak undakan batu itu dan lari secepatnya ke depan, begitu kerasnya dia lari sehingga teriakan dari Ay Ang Tho yang berada dibelakang tubuhnya pun sama sekali tak kedengaran.
Dalam waktu singkat dia telah tiba diujung undak undakan batu itu, sebuah pintu kayu yang amat tebal dan berat kembali menghalangi jalan perginya.
Pintu baja yang begitu tebal dan kuatpun tak mampu menahan terjangan pedang mestika dari Huan Cu im, sudah tentu pemuda itu tak acuh terhadap sebuah pintu kayu biasa, sambil membentak keras pedangnya segera diputar kencang dan tubuhnya menerjang maju ke depan-Ternyata diluar pintu kayu itu berupa sebuah almari kayu, ketika pedangnya diayunkan ke muka dibarengi sebuah tendangan keras, entah barang apa saja yang hancur berantakan akibat dari terjangannya itu.
Suara benturan keras yang amat nyaring pun bergema memecahkan keheningan, di tengah debu dan pasir yang beterbangan, pemuda itu sudah menerobos keluar dari balik almari kayu itu.
Ternyata dia berada didalam sebuah ruangan Budha.
Ay Ang tho, Leng Kang to serta Leng Bwee oh segera menyusul pula dibelakangnya muncul dari balik almari.
Huan Cu Im tak berani berayal lagi setelah mengetahui bahwa kobaran nafsu birahi didalam tubuhnya agak berkurang setelah dia menerjang keluar dari pintu kayu itu, tanpa buang waktu lagi dia menerjang lebih ke depan dengan senjata terhunus.
Suara gemuruh dan pecahan benda yang bergema nyaring dalam ruangan Budha itu mengejutkan pula semua penghuni yang berada disekitar bangunan itu.
Ketika Huan Cu Im tiba di depan pintu, dia saksikan bayangan manusia berkelebatan lewat dari balik pepohonan, kemudian muncul dua orang gadis berbaju bunga bunga yang membawa cangkul bunga.
Kedua orang gadis itu segera menghadang jalan perginya, kemudian diiringi bentakan, cangkul bunganya disilangkan didepan dada untuk menghalangi kepergiannya itu.
Waktu itu, sepasang mata Huan Cu Im telah berubah menjadi merah membara, suaranya kedengaran agak parau dan mukanya menyeringai seram.
Ketika melihat jalan perginya dihadang orang, sekali lagi dia membentak keras, pedang pelangi hijaunya diputar membentuk satu lingkaran didepan tubuh kemudian didorong ke depan-"Traang, traang "
Kekaisaran Rajawali Emas 6 Prabarini Karya Putu Praba Darana Si Racun Dari Barat 3
^