Pedang Pelangi 22
Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok Bagian 22
Begitu menyerbu masuk ke dalam kamar dan melihat si nenek berbaju hitam itu bagaikan bertemu dengan musuh besar saja, ciu gwat dan ciu kui segera membentak keras.
Seorang dari kiri dan yang lain dari kanan, serentak mereka menyerbu kedepan, dua belah pedang pendek mereka secepat sambaran kilat melancarkan sergapan kilat.
Dengan terjun kedua orang itu ke dalam arena pertarungan, daya tekananyang menghimpit Siang Ci unpun menjadi berkurang, bukannya mundur nona itu malah mendesak maju lebih ke depan, dengan mengimbangi serangan dari kedua orang nona lainnya, dia mengkhususkan diri ancaman tangan musuh.
Nenek berbaju hitam itu makin gusar lagi setelah melihat kedua orang dayang yang telah tertotok jalan darahnya tadi, kini turut menyerangnya.
Tapi untuk menghadapi siang Ci un seorang yang ilmu silatnya tidak begitu tinggi pun untuk sesaat dia sudah dibikin kewalahan dan tak sanggup untuk merobohkannya, apalagi dengan bertambahnya dua bilah pedang pendek dari kedua orang budak yang menyerang dengan menggunakan ilmu pedang Biau hoat lian hoa kiam dari Kia hoa sinni, posisinya makin terdesak.
Sambil tertawa seram ia segera membentak keras:
"Budak sialan, aku tak akan puas sebelum dapat membacok mampus kalian beberapa orang budak "
Sepasang tangannya segera digetarkan berulang kali, kemudian langsung menyerbu ke balik cahaya pedang mereka, kelima jari tangannya yang mirip cakar elang itu khusus mengancam pedang mereka bertiga.
Sayang sekali Siang Ci un, ciu gwat dan ciu kui sudah cukup mengetahui akan kelihayan musuhnya, ketika menyaksikan nenek itu selalu mengincar pedangnya, mereka pun menghindarkan diri dari pertarungan langsung.
Setiap kali nenek itu melakukan terkaman, merekapun berkelit ke samping, mereka mengurung musuhnya dari posisi tiga penjuru.
Disaat lain mengancam seseorang, maka dua orang lainnya segera memanfaatkan kesempatan untuk menyerang, Tapi bila kau mengalihkan ancamannya kepihak lain, kedua orang yang lain pun segera menyergap atau menyerang dari sisi yang berbeda, begitu seterusnya.
Akibat dari taktik bergerilya ini, nenek berbaju hitam itu menjadi kelabakan setengah mati, seperti lagi bermain petak saja mereka saling kejar mengejar, hindar menghindar.
Tiba tiba Siang Siau un merasa tertarik, sambil tertawa cekikikan segera serunya: "Eeehh... jangan bermain sendiri, aku ikut satu ?"
Sambil berseru, ia segera terjunkan diri ke dalam arena secepat hembusan angin.
Alat pancingnya yang terbuat dari bambu itu panjangnya mencapai delapan depa lebih belum lagi tubuhnya mendesak tiba, sebuah serangan yang amat cepat telah mengancam punggung si nenek berbaju hitam itu.
Biasanya, sambaran alat pancing sepanjang delapan depa itu pasti akan membawa deruan suara yang keras. Tapi dalam kenyataan, gerak alat pancing Siang Siau un hanya menerbitkan suara yang lembut, tak jauh berbeda dengan suara desingan angin serangan jari, tentu saja ilmu yang digunakan adalah kepandaian khusus dari si nenek pengemis bermata buta.
Sejak melihat alat pengail berwarna hijau ditangan Siang Siau un tadi, nenek berbaju hitam itu sudah merasa amat masgul, sebab dia tahu andaikata tidak memiliki jurus yang tangguh, mustahil seorang nona kecil akan menggunakan alat pancing yang begitu panjang sebagai alat senjatanya.
Maka ketika merasakan datangnya desingan angin serangan yang mengancam bahu kirinya, diam diam ia tertawa dingin, sambil miringkan badan, tiba tiba tangan kirinya melakukan gerakan menyambar ke belakang Dalam anggapannya, sebuah alat pengail yang begitu kecil, sudah pasti tak akan mampu menahan desingan serangan jari tangannya, siapa tahu ancamannya tersebut ternyata mengenai sasaran yang kosong.
Bukan begitu saja, malah tangannya secara tiba tiba terasa sakit bagaikan ditusuk dengan gurdi, ternyata ujung alat pengail itu sudah menghajar tangannya.
Betul rasa sakitnya tak seberapa hebat tapi rasa kagetnya tak terlukiskan dengan kata tanpa terasa dia berpikir:
"Kepandaian apakah yang telah digunakan budak ini"
Mengapa begitu aneh?"
Sementara itu, siang Ci un serta ciu gwat dan ciu kui yang melihat Siang Siau un telah terjun pula ke dalam arena, segera merasakan semangatnya makin berkobar, serangan mereka pun bertambah ketat.
Diantara kilatan Cahaya pedang, jurus jurus serangan aneh dilancarkan berulang kali dan mengurung si nenek berbaju hitam itu rapat rapat.
Diantara mereka semua, tentu saja serangan alat pengail dari Siang Siau un dan yang paling hebat dan luar biasa, sebentar tongkatnya menyerang ke atas, sebentar ke bawah, sejenak mengancam bahu si nenek berbaju hitam, sebentar lagi mengancam kaki musuh kesemuanya ini membuat lawannya menjadi kerepotan setengah mati.
Sayang sekali Siang Siau un masih kecil, tenaga dalamnya tidak memadahi hingga dia tak mampun menyalurkan hawa murninya ke dalam tongkat pengailnya, karena itu walaupun tusukannya bersarang telak ditubuh lawan, hal ini tidak terlalu menimbulkan rasa sakit tapi sebaliknya justru membuat nenek berbaju hitam itu menjadi amat gusar dan amat tidak tenteram.
Huan Cu Im yang telah dibebaskan dari pengaruh totokan Im jiu Ceng hiat oleh ilmu can hoa cinya Hee Giok yang, kini sedang duduk bersemedi untuk mengatur pernafasan, dalam keadaan demikian ia sekali tak berani banyak berkutik.
Dalam pada itu Ji Giok telah menyodorkan pedang pelangi milik nonanya kepada gadis tersebut.
Sebagai seorang gadis yang berpengalaman, sudah barang tentu Hee Giok yong juga tahu kalau waktu itu Huan Cu Im sedang bersemedi dan berada dalam keadaan paling kritis, dimana ia tak boleh memperoleh gangguan orang lain sehingga menyebabkan peredaran hawa murninya meleset dan mengalami jalan api menuju ke neraka.
Melihat ciu gwat, ciu kui, Ci Giok dan seorang nona berbaju ungu yang bersenjata tongkat pengail telah berhasil mengurung nenek berbaju hitam itu rapat rapat, dia pun berdiri didepan pembaringan dengan pedang terhunus untuk melindungi keselamatannya Huan Cu im.
(Hingga sekarang dia masih belum memahami maksud dari kedatangan si nenek berbaju hitam yang sebenarnya, yaitu menggunakan kesempatan disaat dia sedang lemah akibat habis mengobati Huan Cu Im dengan ilmu can hoa cinya untuk menghabisi nyawanya).
Dalam pada itu, si nenek berbaju hitam itu betul betul merasa gusar sekali setelah dipecundangi Siang Siau un dengan permainan senjata pengailnya, paras mukanya yang kurus kering itu dilapisi hawa dingin yang menggidikkan hati, sementara hawa pembunuhan yang memancar keluar dari balik matanya makin lama semakin bertambah tebal.
"Weess..." Mendadak dia melancarkan sebuah totokan kearah ciu gwat lalu bagaikan sambaran bayangan setan dia berputar ke samping ciu kui dan menyambar pergelangan tangan dayang itu dengan kecepatan tinggi.
Semua gerakan tersebut benar benar dilancarkan dengan kecepatan luar biasa, bersamaan waktunya d isaat ia mencengkeram ciu kui dengan tangan kirinya, tangan kanannya telah ditarik kembali, lalu sambil dipentangkan lebar lebar dia cengkeram batok kepala ciu kui...
Andaikata batok kepala tersebut benar benar sampai kena dicengkeram, niscaya batok kepala ciu kui akan hancur berantakan tak kelihatan bentuknya lagi, atau tidak pasti akan muncul lima buah lubang besar.
Padahal waktu itu Siang Ci un ciu gwat telah didesak mundur olehnya pada satu jurus sebelumnya, hal ini membuatnya tak sempat untuk membantu lagi.
Sedangkan Hee Giok yang berjaga jaga di depan pembaringan, hal ini membuatnya tak mungkin memberi bantuan.
Melihat ciu kui hampir tewas terterkam oleh cakar tajam nenek berbaju hitam itu, semua orang merasakan hatinya tertekat.
Tatkala cakar maut nenek itu tinggal lima inci dari atas ubun ubun ciu kui inilah, tiba tiba ia merasakan pergelangan tangannya mengencang, seakan akan terikat oleh seutar benang lembut, hal mana membuat serangannya tak mampu dilanjutkan kembali. Mendadak terdengar Siang Siau un berseru sambil tertawa cekikikan : "Hey nenek jahat, hayo cepat lepaskan dia"
Ternyata entah sejak kapan diujung alat pengail itu telah dipasang senar panjang yang berhasil mengkait tangan kanan nenek berbaju hitam itu hingga tergantung ditengah udara.
Sementara nona itu tertawa bangga sembari mengangkat alat pengailnya tinggi tinggi ke tengah udara.
Sebagai seorang jagoan yang berilmu tinggi, tentu saja nenek berbaju hitam itu tidak memandang sebelah matapun terhadap seutar senar tipis, sambil mendengus dingin ia mengerahkan tenaga dalamnya ke dalam pergelangan tangan kanannya kemudian dibetot kebawah.
Siapa tahu meskipun senar itu kecil dan lembut, nyatanya sangat kuat lagi keras, biarpun lawan meronta dengan sekuat tenaga yang terjadi senar tersebut hanya ikut bergetar diudara, usahanya untuk melepaskan diri sama sekali tidak berhasil.
Siang Ci un dan ciu gwat yang menyaksikan tangan kanan lawannya kena dibelenggu benang kaitan lawan, tentu saja enggan melepaskan kesempatan yang sangat baik itu dengan begitu saja, sepasang pedang segera digetarkan keras kemudian bersama sama menerkam kedepan...
Tampaknya si nenek berbaju hitam itu sama sekali tidak menyangka kalau seutas senar yang begitu lembut, ternyata memiliki daya kekuatan yang begitu hebat, melihat usahanya untuk memutuskan tali senar tersebut tidak berhasli, dengan cepat ia menarik ciu kui dan dihadangkan dihadapan mukanya sebagai tameng, lalu bentaknya keras keras : "Siapa yang berani kemari ?"
"Hey nenek jahat" seru siang Siau un cepat, "bila kau tidak membebaskannya, aku pun tak akan membebaskan dirimu"
Nenek berbaju hitam itu mendengus gusar, berulang kali tangan kanannya digetarkan keras keras.
Namun senar pengail itu bukan saja sangat kuat, lagi pula dikarenakan bentuknya lembut, maka semakin dia bergetar keras, makin kencang pula senar itu memiliki lengannya sehingga nyaris terbenam ke dalam kulit badan sakitnya bukan kepalang.
la segera mengerti, bilamana ia berani meronta lagi, itu berarti kulit badannya akan semakin robek dan terluka.
Dalam gelisah dan gusarnya, ia segera membentak keras :
"Hey budak cilik, bila kau mengharapkan kubebaskan orang ini, kau harus mengendorkan dulu tali senarmu itu"
Seperti diketahui, tangan kanannya terpanCing hingga terangkat tinggi diangkasa, dengan muka bengis dan marah, ia nampak mengenaskan sekali. Siang Siau un segera tertawa dingin:
"Huuh... merdu amat, perkataanmu itu melebihi suara nyanyian, kalau kau tidak melepaskan saudaraku lebih dulu, siapa yang bakal percaya dengan ucapanmu itu?"
ciu kui yang diCengkeram pergelangan tangannya saat itu merasakan kesakitan yang luar biasa, tulang belulangnya serasa mau rontok dan hancur. Sambil menggigit bibir menahan diri, ia segera berteriak keras keras:
"Nona, kalian jangan melepaskan orang ini tangkap saja bajingan tua ini lebih dulu serta ditanya maksud kedatangannya... aah nenek bajingan, biar kau meremukan tulang tanganku ini, jangan harap kau bisa... bisa meninggalkan kuil Cu Im an dalam keadaan selamat pada malam ini..."
Ancaman itu kontan saja mengejutkan hati si nenek berbaju hitam itu, diam diam pikirnya:
"Kalau ditinjau dari situasi, sekarang ini keempat dayang tersebut sudah jelas susah dihadapi apalagi kalau waktu makin berlarut dan kondisi badan Hee Giok yang makin pulih kembali, bila sandera ini tidak segera kubebaskan, bisa jadi aku benar benar tak akan mampu lolos dari tempat ini."
Sementara dia masih berpikir, Hee Giok yang telah berkata
: "Bebaskan dulu ciu kui, aku bersedia membebaskan kau dari sini"
"Bisa dipercayakan perkataan nona Hee" tegur nenek berbaju hitam itu dengan suara dalam.
Hee Giok yang segera tertawa dingin:
"Setiap perkataan yang telah diucapkan, tentu saja dapat dipercaya"
"Baik" kata nenek berbaju hitam itu kemudian dengan suara dalam, "aku akan membebaskan dia lebih dulu"
Dengan cepat dia mengendorkan kelima jari tangannya serta membebaskan cengkeramannya atas pergelangan tangan ciu kui.
Hee Giok yang segera berpaling ke arah siang Siau un dan katanya pula: "Adik kecil, harap kau sudi memandang wajahku dengan kebebaskan dirinya" Siang Siau un mengerutkan hidungnya lalu mendengus:
"Hmmm, terlalu keenakan nenek peyot ini"
la segera menggetarkan alat pengailnya yang membelenggu pergelangan tangan nenek berbaju hitam itu, dan terlepaslah tersebut dari ikatan.
Dengan sorot matanya yang tajam bagaikan sembilu, nenek berbaju hitam itu melotot sekejap kearah siang Siau un, lalu setelah tertawa seram katanya:
"Hay budak cilik, hutang apa yang kau buat pada malam ini tak pernah akan kulupakan"
Siang Siau un segera menarik kembali senar pengailnya seraya mencibirkan bibirnya
"Huuuh, kau sedang mimpi mungkin, kalau sampai bertemu lagi denganku lain kali aku pasti akan memancingmu sampai tergantung balik..."
Nenek berbaju hitam itu tidak banyak berbicara lagi, ia segera berkelebat lewat dan cepat cepat kabur keluar pintu.
"Troook..." Mendadak terdengar suara tongkat besi diketukan keras keras ke atas tanah, disusul kemudian terdengar seseorang membentak dengan suara keras: "Nenek siluman, kau jangan keburu pergi dulu"
"Aah...Ju congkautau telah datang" Siang Ci un yang mendengar suara itu segera berseru kegirangan.
"Blaamm..." Kembali terdengar suara benturan keras bergema diluar pintu kamar, agaknya kedua orang tersebut telah saling beradu satu pukulan disana.
"Haah... haah... haah..." kembali terdengar Ju It koay tertawa tergelak, lalu membentak.
"Nenek busuk, kau ingin beradu pukulan denganku"
Hmm... masih ketinggalan jauh "
Sebetulnya nenek berbaju hitam itu sudah menerjang keluar dari pintu ruangan, tapi kini didesak mundur kembali kedalam ruangan ,rambutnya yang beruban tampak terurai tak karuan dan bergoncang sendiri meski tidak terhembus angin, selangkah demi selangkah tubuhnya mundur terus kebelakang.
"Siapakah kau?" bentaknya kemudian dengan suara yang menyeramkan.
Ju It koay segera menghentikan toya besinya ke atas tanah, lalu serunya sambil tertawa nyaring :
"Kau menanyakan tentang aku" Aku sih tak pernah berganti nama marga maupun nama besarku, orang memanggilku Ju It koay ketua pelatih dari benteng keluarga Hee, siapa pula kau?"
Ketika Siang Ci un, ciu gwat dan ciu kui se kalian melihat si nenek berbaju hitam itu telah terdesak mundur kembali ke dalam ruangan, serentak menyerbu ke depan serta mengurungnya secara ketat.
Hee Giok yang kuatir nenek itu menjadi kalap dan menyerang Huan Cu Im yang sedang bersemedi karena posisinya terjepit, maka dengan suatu gerakan cepat dia meloloskan pedang pelangi dari sarungnya kemudian pelan pelan mundur ke depan pembaringan dan bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan-..
Dibawah timpaan sinar lentera, tubuh pedang pelangi itu membiaskan selapis cahaya hijau yang menyilaukan mata dan sangat menggidikkan hati.
"Aku yang tua..."
Baru saja si nenek berbaju hitam itu mengucapan dua patah kata, tiba tiba matanya berkeliaran sekejap ke sekeliling tempat itu kemudian bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya langsung menerjang kearah jendela disebelah timur.
"Blaaammm. . . "
Ditengah benturan keras, kedua lembar daun jendela itu kena ditumbuk olehnya sampai ambruk. sementara ia segera melesat keluar dari jendela dengan cepatnya.
Oleh karena Ju It koay telah menghadang di depan pintu, terpaksa dia melarikan diri dengan menjebol jendela.
Ju It koay sama sekali tidak melakukan pengejaran, hanya bentaknya dengan suara keras:
"Nenek bengis, hebat juga kepandaianmu untuk meloloskan diri..."
Maksud kedatangannya kesitu ternyata bukan menghadang kepergian si nenek berbaju hitam itu, tapi untuk menengok keadaan dari Huan Cu im, itulah sebabnya tiada niat sama sekali baginya untuk melakukan pengejaran-Kepada Hee Giok yang dia segera menjura seraya bertanya :
"Huan kongcu tidak apa apa bukan" Maaf kalau kedatanganku terlambat satu langkah"
"Terima kasih banyak atas perhatian cong kautau, adik Cu Im tidak apa apa..."
"Bagus sekali kalau begitu" kata Ju It koay kemudian, "aku dengar Huan kongCu telah tertotok jalan darahnya oleh ilmu Im jiupit hiat, apakah nona yang telah memunahkan pengaruh totokan tersebut dengan ilmu jari can hoa Ci ?"
Rupanya dia mendengar kesemuanya itu dari Ci Giok.
Hee Giok yang segera meng ia kan, ujarnya kemudian hambar :
"Adik Cu Im sedang bersemedi, tapi ia sudah sembuh kembali seperti sedia kala"
"oooh... ooh... aku benar benar mesti berterima kasih kepada nona "Ju It koay segera menjura, "maaf kalau aku tak bisa berdiam kelewat lama disini, biar aku melakukan ronda diluar sana, maaf..."
Habis berkata ia lantas menghentakkan toya besinya ke atas tanah, kemudian membalikkan badan dan mengundurkan diri dari situ dengan gerakan cepat. Hee Giok yang yang melihat kejadian itu segera berpikir didalam hatinya.
"Jika dilihat gerak gerik Ju It koay, tampaknya dia amat menguatirkan keselamatan adik Cu im, padahal dia cacad kakinya, tapi ayah toh mengundangnya untuk menjadi ketua pelatih bagi Benteng keluarga Hee, bisa jadi ilmu silat yang dimiliki orang ini sangat lihay"
Ia segera membalikkan badan dan berkata kepada Siang Siau un:
"Adik kecil, banyak terima kasih atas bantuanmu pada malam ini, kau tentunya bukan anggota benteng keluarga Hee bukan" Sampai kini aku belum menanyakan siapa namamu ?"
Siang Ci un cepat cepat mengerdipkan matanya kearah adiknya sebagai tanda agar dia jangan mengatakan identitasnya sendiri, kemudian sambil memberi hormat kepada Hee Giok yong, katanya:
"Nona, budak sudah tiada urusan disini karenanya ingin memohon diri lebih dulu"
Sambil tersenyum Hee Giok yang segera berkata :
"Kau bernama Ci Giok bukan" Tampaknya ilmu pedang yang kau miliki hebat sekali lain kali seringlah bermain kemari..."
"Terima kasih nona"
Ciu gwat segera ikut berbicara pula :
"Enci Ci Giok. untung kau datang membantu kami pada malam ini, sekarang sudah larut malam, kamipun tak akan menahanmu lebih lama, tapi seringlah bermain ke kuil Cu Im an, bukankah nona yang menyuruh kau sering kemari?"
"Aku pasti akan datang" jawab Siang Ci un sambil tersenyum ramah.
"Mari kami hantar kau keluar" kata ciu kui. Sedang Ho Popo berkata pula:
"Nona Ci Giok terima kasih banyak atas bantuanmu, maaf kalau aku tidak menghantar kepergianmu"
"Ho Popo tak usah kelewat sungkan"
Maka dengan dihantar oleh ciu gwat dan ciu kui, berangkatlah Siang Ci un meninggalkan tempat tersebut.
Sementara itu Hee Giok yang telah berkata kepada Siang Siau un dengan ramah : "Silahkan duduk adikku"
"Aku bernama Siang Siau un, dikemudian hari panggil saja sebagai Siau un"
"Adik siau un, aku bernama Giok yang"
Siang Siau un segera manggut manggut: "Yaa, aku sudah tahu"
"Kau mengetahui namaku" tanya Hee Giok yang dengan perasaan sekejap dan mengucapkan juga sepatah kata sebelum menyambar guci araknya untuk menghindar, pada hakekatnya peristiwa semacam ini mustahil dapat terjadi (?"sambungan yang aneh...?")
"orang menyebut guruku sebagai sinenek pengemis bermata buta, dia adalah sahabat karib Kiu hoa sinni semenjak puluhan tahun berselang, nah tentunya enci Giok yang sudah mengerti bukan sekarang ?"
"oooh..." Hee Giok yang berseru tertahan, kemudian dengan gembira serunya lebih jauh:
"Mengerti aku sekarang, seringkali kudengar guruku memuji akan kelihayan ilmu silat yang dimilikisi nenek pengemis locianpwee, konon permainan toya Tah kau pangnya tiada tandaingan di dunia ini... oya adik Siau un, apakah permainan toya bambu yang barusan kau gunakan adalah bagian dari ilmu Tah kaupang hoat yag amat termashur itu?"
"Sayang sekali tenaga dalam yagn siau moay miliki masih teramat cetek. sehingga walaupun berhasil mengajar tubuhnya, namun tak berhasil melukainya"
Pembicaraan makin berlangsung kedua orang itupum berlangsung lebih akrab, tak pelak lagi kedua orang itu segera terlibat dalam pembicaraan yang sangat asyik.
Sementara itu Huan Cu Im telah menyelesaikan semedinya danpelan pelan membuka matanya kembali.
"Aaah, Huan kongCu telah mendusin kembali"
Serentak Hee Giok yang dan Siang Siau un berpaling ke arah samping pembaringan-Saat itu Huan Cu Im telah melangkah turun dari pembaringan, sambil menjura kepada Hee Giok yang, segera ujarnya:
"Syukurlah semua jalan darah siaute yang tertotok telah berhasil dipunahkan, kesemuanya ini tak lain berkat anugerah dari cici..."
Merah membara selembar pipi Hee Giok yang karena perkataan itu, agak tersipu ia segera bertanya:
"Adik Cu im, tatkala mengatur pernapasan tadi, apakah kau sudah merasa sembuh sama sekali?"
"Yaa, sama sekali telah sembuh"
Sambil tertawa Siang Siau un segera berjalan menghampirinya, kemudian berkata: "Huan kongCu, masih kenal dengan aku?"
Huan Cu Im memandang sekejap ke arahnya, kemudian menyahut: "Yaa... rasanya nona seperti kukenal baik..."
"Eeei... rupanya kalian saling mengenal?" Hee Giok yang segera menegur pula dengan keheranan.
Siang Siau un segera tertawa Cekikikan:
"Aku sih masih mengenalinya, tapi dia mungkin sudah tidak teringat lagi" Mendadak Huan Cu Im berseru tertahan
"Aaah... teringat aku sekarang, bukankah nona pernah membujukku agar pergi ke kota Kim leng pada tiga bulan berselang?"
"Ehmm... betul, selain itu apa lagi yang kau ingat?"
"Suatu ketika, aku pun melihat nona sedang berjalan bersama seorang nenek..."
"Dia adalah guruku" seru Siang Siau un cepat.
Lalu sambil tertawa misterius dia melanjutkan:
"pada malam itu, kami telah menyelamatkan seseorang dari cengkeraman maut"
"Siapakah dia?" Hee Giok yang segera bertanya.
"Hiihh... hii.. hiiih... orang itu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Huan kongcu" ucap Siang Siau un sambil tertawa cekikikan-Satu ingatan segera melintas dalam benak Huan Cu im, segera tanyanya dengan gelisah "Apakah dia adalah Yap Ling?" Siang Siau un mengangguk.
"Tepat sekali dugaanmu, memang Yap Ling yang telah ditolong suhu dari tangan seorang nenek berbaju hitam, dan sekarang dia telah menjadi kakak seperguruanku "
"oooh... rupanya Yap Ling sudah mengangkat suhUmU
sebagai gurUnya, tapi siapa sih gurumu itu ?" tanya pemuda.
"Suhunya adik siau un bukan lain adalah nenek pengemis bermata tunggal locianpwee" sela Hee Giok yang. "oya... adik Siau un, barusan kau bilang kalau suhumu telah menyelamatkan Yap Ling dari cengkeraman seorang nenek berbaju hitam, apakah si nenek berbaju hitam itu adalah nenek berbaju hitam yang kita temui malam ini...?"
"Agaknya memang dia, tapi gerakan tubuhnya pada malam itu terlalu cepat sehingga aku sendiripun tak sempat memperhatikan dengan seksama"
"Pasti orang itu" kembali Hee Giok yang berseru. "bisa jadi kedatangannya pada malam ini adalah untuk menghabisi nyawa adik Cu im..."
"Benar" sambung Huan Cu Im pula, "aku masih mengenali nada logat pembicaraannya, katika memperalat seorang hartawan kampung untuk membokong tempo hari, diapun mengenakan baju berwarna hitam serta berbicara dengan nada suara yang dingin menyeramkan"
"Kalau memang kau sudah mengenali suaranya, kenapa tidak dikatakan sedari tadi?" omel Hee Giok yang.
"Habis waktu itu aku sedang bersemedi, bagaimana mungkin bisa berbicara ?"
"Huuh tahu kalau dia, semestinya jangan kita biarkan dia kabur dengan begitu saja"
Tiba tiba Huan Cu Im seperti teringat akan sesuatu, sambil bertepuk tangan segera serunya:
"Aaah... benar, tahu sekarang siapa dia yang sebenarnya..."
"Siapa dia?" cepat cepat Giok yang bertanya.
"Dialah wakil congkoan dari bukit Lou Cu san"
"Darimana kau tahu?" tanya Giok yang dengan paras muka berubah hebat.
"Malam itu, ketika sedang mengutil Yap Ling, tiba tiba kudengar ada orang sedang berbicara dibawah jendela dekat kamarku, dia bertanya kepada Yap Ling apakah tugas sudah telah selesai dilaksanakan. Suara orang itu kedengaran amat dingin dan menyeramkan, maka ketika aku berhasil menyelamatkan jiwa Yap Ling diperkampungan keluarga Ki akupun bertanya kepada nya, siapa yang telah diajak berbicara pada berselang, Yap Ling bilang seorang itu adalah wakil congkoannya"
la kuatir Hee Giok yang menaruh kesalah pahaman karena ia pernah melakukan perjalanan bersama Yap Ling, karenanya kisah pengalamannya itu dilakukan perubahan dimana perlu.
Tergerak hati Hee Giok yang sehabis mendengar penjelasan tersebut buru buru tanyanya
"Kau mengatakan, dialah yang telah menculikmu dari rumah petani sampai di bukit Lou Cu san, kalau begitu kemungkinan besar dia pula yang telah menancapkan jarum Im kheh ciam kedalam tubuhmu ?"
"Aku tidak tahu apakah dia yang telah menancapkan jarum Im khek Im ciam ke tubuhku atau bukan, tapi tak salah kalau dialah wakil congkoan dari Lou Cu San"
-oo0dw0oo Jilid: 45 "Sebetulnya dendam sakit hati apa sih yang terjalin antara mereka denganmu " Mengapa mereka harus menotok jalan darahmu dengan ilmu Im jiu Ceng hiat kemudian menusukkan pula jarum Im khek Ciam kedalam tubuhmu ?"
Kemudian setelah berhenti dengan wajah penuh emosi dia berkata lagi :
"Tapi beginipun ada baiknya juga, setelah mengetahui bahwa dia adalah wakil congkoan dari Lou Cu san, besok kita naik kebukit Lou Cu san, akan kutegur perempuan she Sim itu, mengapa dia menyuruh wakil congkoannya mendatangi kuil Cu Im an ditengah malam buta..."
"Sekalipun kau kesitu juga percuma, andai kata Sim hujin mencari orang lain yang dilakukan sebagai wakil congkoannya, kau sendiri toh tidak mengetahui secara pasti "
Hee Giok yang segera mendengus dingin :
"Hmmm, aku toh bukan seorang bocah kecil berusia tiga tahun, masa dia bisa membohongi aku?"
"Siapa sih Sim hujin itu?" tiba tiba Siang Siau un pura pura bertanya.
"Dia adalah ibu tiriku"
"Lalu siapakah kakak seperguruan dari Sim hujin?"
"Entahlah, itulah sebabnya aku hendak berkunjung sendiri ke bukit Lou Cu san serta melakukan penyelidikan hingga jelas
" "Enci Giok yong, apakah kau sudah mengetahui identitas serta asal usul mereka?"
Hee Giok yang segera menggeleng.
"Aku belum tahu, perempuan she Sim itu licik dan pandai sekali, aku rasa ayah sendiri pun belum tentu mengetahui asal usul mereka secara jelas "
"Aaah, belum tentu begitu. Menurut hasil pengamatanku, empek Hee pasti mengetahui asal usul mereka, hanya saja dia enggan mengatakannya kepada kita"
"Aku rasa andaikata nenek berbaju hitam yang datang pada malam ini adalah wakil congkoan dari bukit Lou Cu san, maka orang yang telah menancapkan jarum Im khek ciam ke tubuh Huan Cu Im pasti bukan orang tersebut" ucap Siang Siau un.
"Atas dasar apa kau berkata begitu?"
"Im khek ciam adalah semacam ilmu lihay dari golongan sesat, bila toh si nenek berbaju hitam itu mengerti ilmu Im khek ciam mengapa tidak ia pergunakan kepandaian tersebut diatas terkepung oleh kita tadi...?"
Hee Giok yang segera manggut manggut.
"Betul juga perkataan ini, dalam keadaan terdesak tadi seharusnya dia sudah menggunakan ilmu Im khek ciam tersebut untuk mempertahankan diri, atau paling tidak ciu gwat, ciu kui dan Ci Giok bertiga pasti akan terluka ditangannya"
Siang Siau un segera mencibirkan bibirnya sambil berseru:
"Huuuh, apa sih hebatnya ilmu Im khek ciam yang merupakan kepandaian dari golongan sesat itu" Tak nanti kepandaian itu bisa melukai ciciku " Tanpa sadar ia telah membuka rahasia.
Hee Giok yang segera memandang sekejap ke arahnya sambil bertanya:
"Adikku, siapa sih cicimu itu?"
Sadar kalau telah terlanjur bicara, siang Siau un jadi jengah sendiri, lagipula perkataan yang sudah terlanjur diutarakan tak mungkin bisa ditarik kembali, maka segera katanya lagi:
"Akupun tak berniat membohongimu lagi, ciciku bernama siang Ci un..."
"Kapan kau pernah membohongi aku ?" tanya Hee Giok yang semakin keheranan- "apa pula sangkutpautnya dengan cicimu?"
"Tentu saja ada" jawab Siang Siau un setelah mengerling sekejap kearah Huan Cu im, ciciku tak lain adalah Ci Giok"
"ooh... diam diam Huan Cu Im berseru tertahan, "ternyata Ci Giok adalah encinya"
Sementara itu Hee Giok yang pun merasa agak terCengang atas kejadian tersebut, hal ini sama sekali diluar dugaannya, ia segera bereru lagi : "Mengapa encimu bisa berada di dalam benteng keluarga Hee...?"
"Aai,,, panjang sekali untuk diceritakan-.."
Kemudian setelah memandang sekejap ke arah Huan Cu Im dan Hee Giok yang sambil tertawa, Siang Siau un berkata lebih jauh :
"Asal kalian berjanji akan merahasiakan persoalan ini, tentu akan kuberitahukan kepada kalian berdua"
"Aku janji rahasia ini tak bakal bocor" seru Huan Cu Im tanpa berpikir panjang.
"Adik kecil, tak usah jual mahal lagi" seru Hee Giok yang pula, "tak usah kuatir, tak bakal kuceritakan rahasia ini kepada orang lain"
"Sesungguhnya ayahku adalah siang Han hui, ketua Hoa san pay sekarang" kata Siang Siau un kemudian.
Tak pelak lagi Huan Cu Im segera dibuat tertegun sehabis mendengar perkataan itu, dia tak mengira kalau Ci Giok sebetulnya adalah putri sulung empek Siang. Tiba tiba ia teringat sesuatu:
"Aaah, tak salah lagi, bukakah sewaktu akan berangkat ke Kim leng tempo hari, Ci Giok telah menitip sepucuk surat untuk empek Siang...?"
Siang Han hui, ketua Hoa san Pay adalah seorang tokoh persilatan yang amat termashur diantara sembilan partai besar, tentu saja Hee Giok yang pernah mendengar nama tersebut orang, tanpa terasa diapun dibuat tertegun.
"Adik kecil" serunya kemudian, "ternyata kau adalah putri kesayangan siang Ciangbunjin, aaah... cicimu..."
Ia memutar biji matanya yang jeli sekejap. lalu terusnya dengan nada curiga:
"Sebagai putri Siang ciangbunjin, mengapa ia bisa menjadi seorang dayang di benteng kami?"
Persoalan ini pun merupakan masalah yang ingin diketahui oleh Huan Cu im, maka tanpa terasa sorot mata mereka berdua bersama sama dialihkan ke wajah siang Siau un
"cici ku bisa menjadi dayang disini, karena dia hendak menyelidiki jejak Im khek Ciam tersebut."
"Menyelidiki Im khek ciam?" Hee Giok yang semakin keheranan, "kalau begitu kalianpun sudah mengetahui kalau antara Im khek ciam dengan perempuan she Sim itu sebetulnya mempunyai hubungan yang sangat erat."
"Soal itu sih aku sendiri kurang jelas" Siang Siau un menggeleng, "aku hanya tahu ibuku telah tewas diujung jarum Im khek ciam yang jahat dan teramat keji itu."
sekali lagi Hee Giok yang dibuat tertegun oleh perkataan tersebut, segera tanyanya. "Jadi bibipun tewas oleh jarum Im khek ciam?"
Siang Siau un manggut manggut tak tahan matanya menjadi merah dan segera katanya lagi.
"Benar, peristiwa ini berlangsung pada sepuluh tahun berselang, waktu itu ibu sedang mengajak kakak dan adik kami berdua dalam perjalanan menuju ke kuil Yang su Bio dibukit Tlong lam san, tiba tiba saja ibu merasa hatinya sakit lalu roboh terjengkang ke atas tanah, hanya didalam setengah jam saja beliau telah pergi meninggalkan kami untuk selamanya..."
Berubah hebat paras muka Hee Giok yang setelah mendengar penuturan itu, dia menggertak giginya kencang kencang lalu mengangguk. "Ya, keadaannya persis seperti ibuku mati."
Terdengar Siang Siau un berkata lebih jauh:
"Kemudian ayah mendapat kabar dan segera menyusul datang, ketika diperiksa dengan seksama, diketahui ada sebutir tanda hijau kehitam-hitaman didada ibuku, konon gejala kematian semacam itu merupakan tanda khas dari ilmu Im khek jui sim clan yang merupakan ilmu jahat andalan Tay Im kau dimasa lalu..."
"Tay Im kau ?" seru Hee Giok yang dengan perasaan terkejut bercampur keheranan.
Siang Siau un tidak menanggapi dia berkata lebih jauh
"Kemudian setelah ayah melakukan penyelidikan dengan seksama, baru diketahui disaat ibu menemui ajalnya waktu itu, disekitar kuil Yang su Bio sama sekali tiada jago persilatan yang kebetulan lewat disitu, hanya pada saat yang sama ada sepasang kakak beradik dari keluarga sim yang bersembahyang juga didalam kuil Nyoo yu bio, katanya setelah sembahyang dikuil, adiknya akan menikah jauh ke Hway lam"
"Aaah... ternyata memang mereka?" seru Hee Giok yang sambil menggertak giginya, "jadi disebabkan persoalan inilah, ayahmu baru mengutus kakakmu datang kemari?"
"Tidak, kedatangan cici keBenteng keluarga Hee baru berlangsung satu tahun berselang."
Setelah berhenti sejenak, Siang Siau un berkata lebih lanjut
: "Tatkala mendengar berita tersebut, ayah segera merasakan hatinya tergerak. sebab kebetulan sekali ketua Tay Im kau waktu itu memang berasal dari marga Sim..."
"Mungkin ada sangkut pautnya dengan perempuan she Sim itu ?" cepat cepat Hee Giok yong bertanya.
"Waaah, kalau soal itu sih aku kurang tahu" ucap Siang Siau un. Kemudian setelah berhenti sejenak, diapun berkata lebih jauh :
"Berhubungan ayahku merasa peristiwa ini berlangsung amat tepat dan kebetulan sekali waktunya, maka ia bertekad akan melakukan penyelidikan sampai tuntas..."
"Bagaimana dengan hasil penyelidikan ayahmu" Apakah telah diperoleh sesuatu petunjuk ?""
Tak heran kalau dia menaruh perhatian khusus atas persoalan ini karena peristiwa itu memang mempunyai hubungan yang erat sekali dengan kematian ibunya. Siang Siau un berkata lebih jauh :
"Menurut hasil penyelidikan ayahku dijumpai bahwa Sim hujin yang menjadi istri kedua ayahmu ini memiliki identitas yang sangat ruwet..."
Mendadak ia tutup mulut dan tidak melanjutkan kata katanya lagi.
"oooh adikku, katakanlah segera sungguh membuat hatiku sangat gelisah..." ucap Hee Giok yang.
"Menurut hasil penyelidikan ayahku, ayahmu berkenalan dengan Sim hujin ketika mereka berpesiar dengan perahu disungai chin hway ho..."
Sekali lagi paras muka Hee Giok yang berubah sangat hebat, katanya kemudian dengan suara dingin :
"Hmmm sejak semula aku sudah tahu bahwa ia berasal dari keluarga yang tak beres."
"Tapi dalam penyelidikan atas asal usul yang menyangkut dua bersaudara Sim itu, ayahku menjumpai kesulitan, ada yang bilang dia adalah seorang gadis yang berasal dari bawah bukit Tay pak san, ada pula yang mengatakan dia adalah putri seseorang di wilayah Kang lam, tapi sewaktu diselidiki lebih jauh ditemukan juga bahwa dia adalah seorang pelacur murahan dari dunia persilatan, sebentar lagi berubah jadi pelacur yang sering beroperasi disungai chin hway ho."
"Aneh benar, mengapa dia bisa mempunyai identitas begitu banyak...?"
"sepanjang saat ayahku melakukan penyelidikan atas identitas keluarga Sim, sudah dua kali beliau menghadapi serangan yang luar biasa, ancaman tersebut datangnya amat tiba tiba dan menggunakan cara yang paling keji, sudah jelas penyerangnya adalah seorang tokoh silat yang berilmu tinggi, namun kedua serangan tersebut semuanya gagal tapi merekapun selalu berhasil melarikan diri menurut perasaan ayah besar kemungkinan mereka punya hubungan yang erat dengan dua bersaudara Sim, atau paling tidak tindakan yang dilakukan ayahku telah menimbulkan perasaan tak tenang dihati mereka..."
"Bagaimana selanjutnya?" tanya Giok yang dengan perasaan tak sabar.
"Tapi sejak Sim hujin kawin dengan ayahmu, ia tak pernah muncUlkan diri kembali di dalam dUnia persilatan, bahkan kabar berita tentang kakaknya juga lenyap tak berbekas, tak seorangpUn yang mengetahui kabar beritanya lagi..."
Kemudian sesudah berhenti sejenak. dia berkata lebih jauh :
"Menurut dugaan ayah, besar kemungkinan kakak beradik dua orang itu menyembunyikan diri didalam benteng keluarga Hee, tapi karena sulit buat orang luar untuk penyelidikan, maka terpaksa cici dikirim kemari dengan nama samaran Ci Giok. tujuannya tak lain adalah untuk menyelidiki persoalan tersebut..."
Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Adik kecil, terima kasih banyak atas kesediaanmu untuk berbicara sejujurnya kepadaku" seru Giok yang kemudian.
Lalu setelah berhenti sejenak. sambil menggertak giginya kencang kencang ia berkata lebih jauh:
"ibuku tewas juga diuJung Im khek ciam itu berarti kita mempunyai musuh yang sama, mari kita bersama sama berjuang untuk balas dendam kepada perempuan she Sim itu"
"Kalau begitu nasibku masih terhitung mujur sekali" seru Huan Cu Im kemudian, "karena dia hanya menotok beberapa buah jalan darahku dengan ilmu Im khek Ci dan tidak sampai merenggut nyawaku, coba kalau ia membunuhku dengan jarum Im kek ciam, waah, tragis sekali, habis anak untuk membalasan dendam bagikupun tidak kupunyai"
Siang Siau un segera tertawa cekikikan sambil menggoda :
"Idiih... kau benar benar tak tahu malu, kawin saja belum sudah pingin punya anak"
Merah padam selembar wajah Huan Cu Im sehabis mendengar perkataan itu, demikian juga dengan Hee Giok yang, pikirnya pipinya bersemu merah dan gerak geriknya menjadi tersipu sipu.
Ji Giok yang Cerdik segera melumerkan suasana yang serba rikuh itu sambil berseru: "Nona, perlukah kuundang datang enci Ci Giok ?"
Perkataan itu segera menyadarkan kembali Hee Giok yang, cepat cepat dia mengangguk dan berseru dengan gembira :
"Bagus bagus sekali, cepatlah pergi, malam ini kita harus berunding dengan sebaik baiknya, kita harus menyusun rencana Yang masak sebelum berangkat ke bukit Lou Cu san bersama sama..."
cepat Cepat Ji Giok berlalu dari situ.
"Eeei Ji Giok. tunggu sebentar " mendadak Ho Popo berseru keras. Kemudian sambil berpaling katanya:
"Nona, sekarang sudah larut malam, lebih baik kita undang besok saja..."
"Tidak. Ji Giok, pergilah sekarang juga" seru Giok yang sambil mengulapkan tangannya berulang kali, "apa yang mesti kita kuatirkan" Biar tengah malampun bukan masalah, kita harus merundingkan persoalan ini dengan sebaik baiknya sebelum pergi tidur"
Ji Giok segera mengiakan, kemudian membalikkan badan dan cepat cepat mengundurkan diri dari situ.
"Adik Cu im" kata Giok yang kembali, "lebih baik kita duduk duduk diluar saja, ciu gwat, pergilah masak air dan siapkan sepocu air teh, sehingga bila nona Siang telah datang nanti, kita dapat minum teh sambil merundingkan persoalan ini.
Semua orang segera beranjak dari tempat duduknya dan pindah ke ruang tamu. Hee Giok yang segera berpaling kearah ciu kui dan katanya lagi:
"ciu kui, lebih baik kau berdiri diluar saja, perhatikan kalau ada orang menyadap pembicaraan kami, Cuma kau mesti berhati hati kali ini jangan sampai dipeCundangi orang lagi..."
Merah padam selembar wajah ciu kui sahutnya segera.
"Tidak nanti nona, budak akan tingkatkan kewaspadaan."
Selesai berkata, ia menyiapkan pedang pendeknya kemudian melangkah keluar dari ruangan-Tak selang berapa saat kemudian Ji Giok telah muncul kembali bersama Siang Ci un. Hee Giok yang segera bangkit berdiri, katanya sambil tertawa.
"cici Siang pandai betul kau menipu kami semua rikuh rasanya hatiku karena selama berapa hari belakangan ini aku bersikap kurang hormat kepadamu, padahal kau adalah putri Siang ciangbunjin yang terhormat."
Siang Ci un segera melotot sekejap kearah Siang Siau un, kemudian katanya :
"Siau un, pasti kau yang banyak mulut dengan membocorkan rahasiaku ini kepada nona" Lalu sambil berpaling kearah Hee Giok yang, katanya pula sambil tertawa
: "Maafkanlah nona, siaumoay terpaksa harus berbuat begitu..."
Hee Giok yang segera menggenggam tangannya erat erat dan berseru lagi sambil tertawa:
"Harap cici jangan berkata begitu, kita mempunyai musuh yang sama, lebih baik kita saling menyebut sebagai saudara saja" Siang Ci un segera tertawa manis.
"Asal Cici berkata begitu, tentu adik tak berani membangkang..." ucapnya. Hee Giok yang makin gembira lagi.
"Hayo kemari, kita saling menyebut usia, coba lihat siapa yang pantas menjadi cici"
"Aaai... peduli berapa pun usia yang bakal kalian sebut, yang pasti selama hidup aku tetap akan menjadi si adik yang terkecil..." gerutu Siang Siau un.
Siang Ci un segera berpaling seraya berseru : "Kau memang selamanya tetap seorang budak Cilik..."
"Tahun ini aku berusia sembilan belas, dan kau ?" kata Giok yang selanjutnya.
"Kalau begitu kau tetap akan menjadi ciciku tahun ini aku berusia delapan belas dilahirkan pada bulan dua belas ?"
"Aku enam belas tahun" sambUng Siau un.
"Waaah... kalau begitu aku adalah toa Ci " seru Giok yang kegirangan-
"Yaa, dan seperti apa yang dikatakan, aku tetap si adik yang terkecil" sambUng Siau
pelan pelan siang Ci un melepaskan topeng kulit manusia dari atas wajahnya, kemudian setelah membenahi rambutnya yang kuSut berkata sambil tertawa : "Mulai sekarang aku tak akan menjadi Ci Giok lagi ?"
"Aaah, rupanya kau mengenakan topeng kulit manusia"
seru Giok yang terkejut bercampur keheranan, "waah... bagus benar topengmu itu.Ji moay (adik kedua) wajahmu nampak jauh lebih Cantik tanpa topeng tersebut"
"Toacu memang suka menggoda..." seru Ci un dengan muka bersemu merah.
"Tidak aku tidak menggoda, perkataanku ini sejujurnya, kalau tak perCaya coba bertanyalah kepada adik Cu im, bukankah wajahmu kelihatan lebih cantik tanpa topeng itu?"
Ketiga orang nona itu berusia hampir sebaya, apa lagi setelah hubungan mereka bertambah akrab dengan panggilan saudara, boleh dibilang Huan Cu Im sudah tersingkir sama sekali dari pergaulan tersebut.
Seorang diri pemuda itu hanya duduk disamping tanpa mengucapkan sepatah katapun
Untung ciu gwat segera muncul menghidangkan air teh, maka untuk mengisi waktu senggangnya dia mengangkat Cawan dan pelan pelan menghirup air tehnya.
Berhadapan dengan Hee Giok yang yang lembut dan anggun, Siang Ci un yang cantik jelita dan Siang Siau un yang binal dan masih kekanak kanakan, hampir saja dia merasakan matanya silau, untuk berapa waktu dia hanya bisa duduk dengan wajah termangu mangu...
Ketika Hee Giok yang menyebut namanya secara tiba tiba, ia segera tersentak kaget dan melompat bangun dari tempat duduknya agak gugup ia berseru : "Enci Giok yang, kau memanggil siaute?"
"Aaakh... tidak ada urusan denganmu di sini." cepat cepat Ci un berkata dengan wajah bersemu merah.
"Aaakh, tak mungkin, dengan jelas siaute mendengar cici Giok yang memang gilku."
ci un segera Cemberut, katanya sambil tertawa : "Toad bilang, kau harus memanggil ji Ci kepadaku"
cepat cepat Huan Cu Im bangkit berdiri sambil menjura dalam dalam, ucapnya:
"Benar, benar... kau memang lebih tua sebulan daripada siaute, sudah sewajarnya kalau siaute memanggil ji Ci kepadamu"
Atas panggilan tersebut, tiba tiba Ci un merasa rikuh sendiri, maka dengan wajah bersemu merah segera katanya :
"Huuh... persis seperti seorang kutu buku"
sedangkan Siau un berseru sambil bertepuk tangan kegirangan:
"Horee... malam ini kita sudah menetapkan aturannya, Toaci, jici, samko dan aku sumoay, kau tetap seorang adik kecil dihadapan mereka berdua, hanya aku seorang yang akan memanggilmu samko"
"Daripada menjadi kakak, mendingan jadi seorang adik"
sahut Huan Cu Im kegirangan pula, "sebab setelah menjadi adik, sang cici tentu akan lebih memperhatikan"
"Kalau begitu, semua kalian harus memperhatikan aku si adik paling cilik," sambUng siau un.
"Yaa, tentu saja..."
Dalampada itu Hee Giok yang telah menyampaikan kepada siang Ci un tentang kematian ibunya diujung Im khek ciam, maka kedua orang itupun segera terlibat dalam pembicaraan yang amat asyik.
Melihat itu, siau un segera mengomel:
"Toaci, jici, apa sih yang sedang kalian bicarakan ?"
"Ssstt... jangan ribut dulu" seru Ci un seraya berpaling.
"Kalau ada urusan lebih baik dibicarkan bersama sama dengan kami, toh kalian berdua tak bisa memecahkan persoalan itu sendirian, mengapa tidak mengajak serta kami berdua ?"
"Tunggulah sebentar, asal masalahnya telah dirundingkan tentu akan dibicarakan denganmu, sana, berbinoang binoanglah dengan samko"
"Huuuh... toh kau yang senang berbincang bincang dengan samko, mengapa bukan yang berbicara dengan samko?" sahut Siau un.
Kontan saja selembar pipi Ci un berubah menjadi merah padam, segera bentaknya:
"Huusss... bicara sembarang saja, kau nanti"
Hee Giok yang cepat cepat melerai, katanya sambil tertawa:
"Eei... masa antar saudara sendiri juga ribut ribut Adik kecil, kau tak usah gelisah dulu, duduklah sebentar dan dengarkan perkataanku" Siang Siau un manggut manggut dan segera duduk. Hee Giok yang segera berkata:
"begini urusannya aku dan ji moay telah berunding tadi, besok pagi kita beristirahat seharian penuh, menanti hari sudah malam kita baru akan berangkat ke bukit Lou Cu san, tapi kita semua mesti berdandan sebagai pria agar tidak sampai memanCing perhatian pihak lawan"
saking girangnya Siang Siau un segera meloncat loncat, katanya dengan gembira:
"Oooh... bagus sekali, betul, keberangkatan kita kali ini paling tidak harus menimbulkan kerugian yang cukup besar dipihak mereka"
"Aaah...?" Mendadak ia seperti teringat akan sesuatu setelah berseru tertahan katanya kepada siang Ci un:
"cici, perlukah kita memberi kabar kepada Ju locianpwee..."
"Aku rasa tidak perlu" sahut Siang Ci un sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Siapa sih yang kalian maksudkan?" Hee Giok yang segera bertanya.
"oooh, dia adalah Ju Congkautau, urusannya disini sudah kelewat banyak. kita tak usah merepotkan dirinya lagi"
Tiba tiba saja timbul satu perasaan dihati kecil Giok yang, la merasa kedatangan Ju It koay dalam Benteng keluarga Hee pun mempunyai maksud tertentu, seakan akan terdapat suatu rahasia yang menyelubungi orang orang itu.
Namun ingatan tersebut hanya selintas lewat dengan begitu saja, karena siang Ci un telah mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, maka diapun merasa rikuh untuk banyak bertanya lagi.
la sendiri memang dapat merasakan bahwa dalam beberapa tahun belakangan ini, ayahnya mempunyai banyak rahasia yang tak boleh diketahui orang, bisa jadi hal inipun menyebabkan timbulnya banyak kesalah pahaman orang lain terhadap ayahnya.
oooooooo siang Siau un yang belum hilang sifat kekanak kanakannya, begitu mendengar mereka semua akan berperan sebagai lelaki, diapun segera menirukan langkah lebar seorang pria dan berjalan kesana kemari sambil ujarnya diiringi suara tertawa cekikikan :
"Benar benar menarik, barusan saja saling menyebut sebagai toaci dan jici, dalam waktu singkat akan berubah lagi menjadi toako jiko dan samko..."
Hee Giok yang segera berpaling ke arah Huan Cu Im dan bertanya dengan lembut. "Adik Cu im, apakah kau mempunyai sesuatu usul atau pendapat yang lain ?" Huan Cu Im tersenyum.
"Setelah cici berdua mengambil keputusan, tentu saja siaute selain menyatakan setuju, tak akan mempunyai usul lain, hanya saja..."
"Hanya saja kenapa ?"
"Samko, bukankah kau mengatakan tak ada usul lain, lantas dari mana pula datangnya perkataan hanya itu ?" sela Siang Siau un cepat.
"Kalau toh kau bermaksud tak akan memberitahukan rencana ini kepada empek Hee, lebih baik gerak gerik kita dilakukan dengan sangat rahasia, kalau tidak, belum lagi bukit Lou Cu san tercapai, kita sudah disusul oleh empek Hee"
"Itulah sebabnya kuputuskan akan berangkat besok malam saja, menunggu waktu ayah tahu akan hal ini, paling tidak waktunya sudah kelewat fajar keesokan harinya, waktu mungkin kita sudah sampai di Lou Cu san-.."
"Tidak bisa" Huan Cu Im segera menggeleng, "sekalipun tengah hari lusa kita telah tiba ditempat tujuan toh tak bisa memasuki disiang hari."
"Yaa, benar juga perkataan itu" seru Hee Giok yang sambil manggut manggut, "andai kata kita tak mendatangi bukit Lou Cu san di siang hari, perempuan she Sim itu tentu akan meningkatkan kewaspadaannya."
Dengan pandangan penuh rasa cinta Siang Ci un memandang sekejap kearah pemuda itu, kemudian tanyanya :
"Lantas apa yang kita lakukan menurut pendapatmu?"
"Menurut pendapat siaute lebih baik kita berputar ketelaga Ang bioh saja dengan begitu lusa malam mungkin kita telah sampai dikota Yu tay sia lalu mencari penginapan untuk beristirahat dan makan kenyang, setelah larut malam kita baru melakukan penyelidikan dibukit tersebut dengan berbuat demikian maka tindakan ini tak akan sampai menimbulkan keCurigaan dan perhatian pihak Lou Cu san."
Sambil tersenyum Siang Ci un segera berpaling katanya.
"Toako, benar juga perkataan itu, bagaimana menurut pendapatmu sekarang?"
"Kalau begitu, kita turuti saja perkataannya itu."
Hee Giok yang segera termenung sejenak kemudian sambil berpaling kearah Ho Popo, kembali katanya.
"Ho Popo kita butuh lima stel pakaian pria coba kau bersama ciu gwat dan ciu kui kerjakan seCepatnya."
Ho Popo tertawa dan manggut manggut.
"soal menyiapkan lima stel pakaian lelaki sih bukan menjadi masalah tapi aku kuatir sekali dengan perjalanan kalian kebukit Lou Cu san. Andaikata si nenek berbaju hitam yang baru datang tadi benar benar adalah anak buahnya perempuan she Sim itu maka setelah kegagalannya pada malam ini, mereka tentu akan berjaga jaga terhadap pembalasan kita."
"Aaah tidak mungkin" Hee Giok yang tersenyum
"bagaimana mungkin ia dapat menduga kalau aku bakal mendatangi bukit Lou Cu san ditengah malam buta" Ho Popo, kau tak usah menguatirkan kami..."
"Baik, baik, aku tak akan menguatirkan kalian" Ho Popo tertawa, "nah, sekarang sudah larut malam, lagi pula Huan sauya baru bebas dari pengaruh totokan, kalian harus pergi beristirahat dulu."
"Baiklah" Giok yang segera bangkit berdiri, "jimoay, sammoay, hayo kita tidur bersama didalam kamarku"
Habis berkata dia lantas mengajak Siang Ci un dan Siang Siau un beranjak pergi dari situ.
Ho Popo berlalu paling belakang, kepada Huan Cu Im segera pesannya:
"Huan sauya, beristirahatlah secukup mungkin "
ooooooo Keesokan harinya, pagi pagi sekali Ho Popo telah bangun dari tidurnya, ia segera mengajak ciu gwat dan ciu kui untuk bekerja keras mempersiapkan lima stel pakaian lelaki.
Baru saja matahari menyinari atas pelataran, dari pintu gerbang kuil Cu Im an sudah kedengaran ada orang mengetuk pintu.
Waktu itu Ji Giok sedang berlatih silat didepan beranda rumah, cepat cepat dia memburu keluar dan membukakan pintu.
Tapi setelah mengetahui kalau orang yang muncul adalah congkoan ciu Kay seng, hatinya menjadi amat terkejut. cepat cepat dia memberi hormat sambil ucapnya : "Selamat pagi ciu congkoan "
ciu Kay seng segera memperlihatkan sekulum senyuman diujung bibirnya, sambil manggut manggut katanya : "Selamat pagi nona Ji Giok"
Dengan langkah lebar dia berjalan masuk kedalam ruangan-Ji Giok segera bertanya lagi: "Ada urusan apa ciu congkoan?"
"oooh... tidak apa apa" ciu Kay seng tetap mengulumkan senyumannya, "aku hanya ingin menanyakan satu hal kepadamu"
Dengan perasaan terkejut bercampur curiga Ji Giok memandang sekejap ke arahnya kemudian bertanya:
"Persoalan apakah yang ingin Ciu congkoan tanyakan kepada budak?"
Setelah mendengus pelan, ciu Kay seng bertanya:
"Bukankah semalam kau pergi mencari Ci Giok?"
Ternyata kedatangannya disebabkan urusan Ci Giok. Ji Giok segera manggut manggut membenarkan-
"Aaa, ada urusan apa Ciu congkoan menanyakanku persoalan ini...?" ia balik bertanya
"Apakah Ci Giok telah datang kemari bersama sama dirimu?"
"Tidak... tidak sama sekali, setiap malam budak memang pergi menengok enci Ci Giok bila ada waktu senggang, tapi dengan cepat balik kembali kemari, kenapa dengan enci Ci Giok?"
"Dia telah lenyap"
"Lenyap?" Ji Giok berlagak kaget, "kemanakah dia telah pergi?"
"Karena itulah aku sengaja datang kemari untuk bertanya kepadamu," ucap Ciu Kay seng sembari bertopang dagu,
"semalam apa saja yang telah kalian bicarakan?"
"Tidak, kami tidak berbicara apa apa," sahut Ji Giok sambil mundur selangkah tanpa terasa, "dia sendiripun tak mengatakan apa apa..."
"Jujurkah perkataanmu itu?" jengek Ciu Kay seng sambil tertawa seram.
"Jadi Ciu congkoan tidak percaya ?" ji Giok balas menatapnya lekat lekat.
"Aku tahu, selama ini Ci Giok selalu berhubungan sangat baik denganmu, ketika dia akan melarikan diri semalam kebetulan kau pun telah berkunjung kekamarnya, oleh sebab itu kau tak akan lolos dari persoalan ini. Karena kuanjurkan kepadamu agar beritahukan saja kepadaku secara terus terang sebenarnya ia sudah kabur kemana ?"
"Aku benar benar tidak tahu" sahut Ji Giok kaget bercampur ketakutan. Pada saat itulah mendadak terdengar Ho Popo menegur dari dalam gedung : " Ji Giok. kau sedang berbicara dengan siapa ?"
"Ho Popo, Ciu congkoan telah datang"
"Mau apa dia datang kemari ?" tegur Ho Popo ketus.
Sambil berkata dia segera melangkah keluar dari balik ruangan gedung. Bagaikan bertemu dengan bintang penolong saja, cepat cepat Ji Giok berseru :
"Ho popo, Ciu congkoan mengatakan enci Ci Giok yang bertugas di gedung sebelah timur telah lenyap. dia sengaja datang mencari enci Ci Giok."
Buru buru ciu congkoan melangkah maju kedepan, lalu ujarnya sambil menjura : "Selamat bersua Ho popo."
Dengan wajah dingin dan kaku Ho popo segera mendengus dingin :
"Hmm... apa urusannya antara hilangnya seorang dayang dari gedung timur dengan urusan kami" Mau apa kau datang ke kuil Cu Im an ini?"
Cepat cepat Ciu Kay seng tertawa paksa.
"Harap Ho Popojangan salah paham, berhubung selama ada orang melihat nona Ji Giok telah pergi ke gedung timur mencari Ci Giok, sedang pagi ini Ci Giok telah lenyap tak berbekas, maka aku datang mencari nona Ji Giok menanyakan persoalan ini..."
"Kalau begitu Ciu congkoan mencurigai Ji Giok telah mengajak Ci Giok datang ke mari " Bagus sekali, mengapa kau tidak mengajak beberapa orang untuk menggeledah setiap sudit gedung Cu Im an ini ?"
Cepat cepat Ciu Kay seng menjura sambil tertawa paksa :
"Aaah... aku yang rendah tidak berani, aku rendah tidak berani"
"Asal Ciu congkoan tahu diri saja itu lebih bagus" dengus Ho Popo, "hilangnya seorang dayang toh cuma urusan sepele, kenapa kau justru mengganggu ketenangan kuil Cu Im an"
Apakah Poocu yang menyuruh kau berbuat begini?"
"oooh... bukan, bukan. "Setelah mengucapkan dua patah kata "bukan", kembali ia berkata lagi sambil tertawa paksa.
"Aku hanya ingin mencari nona Ji Giok untuk menanyakan duduknya persoalan."
Hoo Popo segera menarik mukanya sambil berseru.
"Sekarang nona belum bangun tidur Ciu congkoan, lebih baik kau pergi saja dari sini kalau sampai nona terbangun dari tidurnya aku si nenek tak berani bertanggung jawab."
"Baik, baik,.." Ciu Kay seng segera menjura berulang kali,
"aku tak akan datang mengganggu lagi."
Dengan suara keras kembali Ho Popo membentak.
"Ingat baik baik Ciu congkoan, lain kali jangan datang lagi ke kuil Cu Im an ini, mengerti ?"
"Baik, baik,.." Ciu Kay seng mengiakan berulang kali, cepat cepat ia membalikkan badan dan beranjak pergi meninggalkan tempat itu. Dengan suara keras Ho Popo berteriak lagi :
"Ingat baik baik Ji Giok. lain kali kecuali Pocu sendiri yang datang berkunjung, siapa saja dilarang masuk kemari"
"Baik,.." jawab Ji Giok, la segera menutup rapat pintu gerbang.
ooooooo Tengah hari itu, diruang tamu kuil Cu Im an diselenggarakan sebuah perjamuan yang amat meriah.
hidangan yang tersedia pun beraneka ragam dan terdiri dari masakan masakan yang mewah dan lezat.
Ayam panggang dan Ang sio bak adalah hidangan yang dimasak sendiri oleh Ho Popo. Nenek tersebut benar benar amat sibuk hari ini, selain harus membantu Ciu gwat dan Ciu kui untuk menjahit pakaian lelaki, diapun mesti meluangkan waktu untuk memasak sendiri didapur.
Tamunya terdiri dari tiga orang, mereka adalah Huan Cu im, Siang Ci un dan Siang Siau un, sedangkan tuan rumahnya tentu saja Hee Giok yang.
Setelah dilakukan pengurutan menurut tingkat usia dan mengangkat saudara, hubungan mereka bertiga pagi ini kelihatan lebih akrab dan hangat.
Dimeja perjamuan disediakan pula arak yaitu arak bunga anggrek yang tersohor karena keharumannya .
Sebagaimana diketahui, dalam kuil Cu Im an ditanam beratus ratus pot bunga anggrek, sebab Cu (ibu kandung Giok yang) dulu paling senang menanam bunga anggrek. Setiap hari menjadi tugas Ho Popo untuk menyirami serta memberi rabuk.
Tiap tahun bila benteng keluarga Hee membuat arak. tentu ada sepuluh guci yang dikirim ke kuil Cu Im an untuk menghormati Cu hujin almarhum, maka Ho Popo pun memetik bunga anggrek dan melekatkannya di atas guci arak dengan lumpur.
Lama kelamaan, bau harumnya bunga anggrek pun meresap kedalam arak. sehingga bila diminum akan membawa harumnya bunga anggrek.
Itulah sebab arak tersebut dinamakan arak bunga anggrek dan merupakan buatan kuil Cu Im an sendiri Waktu itu Ciu gwat dan Ciu kui sedang sibuk menjahit pakaian, dengan begitu hanya Ji Giok seorang yang melayani perjamuan tersebut.
Tuan rumah dan tamu berempat sama sama tidak mengikat diri dalam tata cara, karena itu perjamuan berlangsung hangat, meriah dan penuh gurauan.
Disaat perjamuan masih berlangsung dengan ramai inilah, mendadak ada orang mengetuk pintu kuil.
Dengan kening berkerut Hee Giok yang segera mengomel :
"Siapa lagi yang mengetuk pintu" Ji Giok. coba kau keluar dan tengoklah, kalau Ciu Kay seng yang datang, katakan saja kalau kami sedang bersantap. suruh dia pergi selekasnya"
Ji Giok mengiakan dan buru buru keluar untuk membukakan pintu gerbang.
Tapi setelah megnetahui siapa yang datang, ia menjadi tertegun dan buru buru menjatuhkan diri berlutut sambil berkata: "Budak menjumpai Poocu"
Ternyata yang datang adalah Hee Im hong. Sambil tertawa ia segera berkata kepada dayang itu: "Bangunlah Ji Giok.
mana nona?" "Nona sedang bersantap..."
"Bagus sekali" Hee Im hong segera melangkah masuk ke dalam ruangan.
Ji Giok sangat gelisah, namun dia pun tak berani menghalangi jalan perginya, terpaksa setelah menutup pintu rapat rapat dia berjalan mengikuti dibelakangnya.
Baru saja Hee Im hong melangkah masuk ke dalam ruangan, ia sudah mendengar Hee Im hong berseru.
"Ji Giok. apakah kau telah mengusir pergi Ciu Kay seng dari sana ?"
Hee Im hong mendengar perkataan itu segera tertawa terbahak bahak : "Haa... haa... haa... anak Cay, ayah datang"
Menyusul perkataan itu segera melangkah masuk kedalam ruangan, kemudian katanya sambil tersenyum :
"oooh, rupanya kau sedang ada tamu anak Cay ?"
Hee Giok yang sendiripun merasa agak tertegun setelah mengetahui kalau yang datang adalah ayahnya, cepat cepat dia bangkit berdiri seraya berseru : "Ayah"
Huan Cu Im dan Siang Ci un dua bersaudara segera ikut bangkit berdiri pula.
Sambil tersenyum kembali Hee Im hong berkata :
"Silahkan duduk semua, kalian tak perlu sungkan sungkan..."
Terpaksa Hee Giok yang harus memperkenaikan Siang Ci un dua bersaudara kepada ayahnya :
"Ayah, kedua orang ini adalah adik seperguruanku, Ci un dan Siau un" Kemudian sambil berpaling kearah Siang Ci un berdua, katanya pula : "Dan dia adalah ayahku"
Cepat cepat Siang Ci un berdua bangkit berdiri dan memberi hormat sambil serunya "Empek"
Setelah Siang Ci un melepaskan topengnya, tentu saja Hee Im hong tidak mengenalinya lagi sebagai Ci Giok. mendengar ucapan tersebut segera katanya sambil tertawa tergelak.
"Haaahh... haaahh... haaahh... bagus, bagus sekali ternyata nona berdua adalah murid kesayangan sinni, baik baikah guru kalian?"
Terpaksa Siang Ci un harus memberi hormat seraya menjawab sekenanya: "Suhu berada dalam keadaan baik baik"
Hee Giok yang segera bertanya: "Apakah suhu telah bersantap?"
"Ehmmm... silahkan duduk semua, ayah telah bersantap"
sambil Hee Im hong sambil tersenyum, "karena aku masih menguatirkan keadaan keponakan Huan yang tertotok jalan darahnya, maka khusus aku datang kemari untuk menengoknya"
Hee Giok yang berkata: "Semalam aku telah membebaskan adik Cu Im dari pengaruh totokan pada tiga buah jalan darahnya, sayang tenaga dalamku sangat rendah hingga tak bisa membebaskan secara keseluruhan sekaligus, karenanya malam nanti siauli akan bekerja keras lagi"
Hee Im hong segera manggut manggut.
"Benar, semalam ayah lupa memberitahukan kepadamu, berhubung jalan darah keponakan Huan sudah tertotok kelewat lama, maka untuk membebaskannya dari pengaruh totokan dibutuhkan tenaga dalam yang sangat besar, oleh sebab itu dibagi jadi empat hari kerja saja, malam nanti kau cukup membebaskan dua buah jalan darahnya, lalu besok membebaskan nadi jin meh dan tok mehnya dan sampai malam lusa, jalan nadi Im hui mehnya baru dibebaskan, dengan demikian pengorbanan tenaga dalammu tak akan terlalu besar"
Hee Giok yang mengangguk berulang kali.
"Benar juga perkataan ayah, siaulipun berpendapat demikian-.."
"Bagus sekali kalau begitu" ucap Hee Im hong kemudian sambil manggut manggut, "baiklah, kehadiranku disini mungkin akan mengganggu gurauan kalian anak muda, silahkan bersantap. biar ayah mohon diri lebih dulu, malam nanti aku akan datang membantumu, agar selama kau melakukan pekerjaan berat sekali untuk mengobati luka keponakan Huan, akupun dapat melindungi keselamatanmu"
"Aaa, ayah Kau orang tua tak perlu datang lagi" cepat cepat Hee Giok yang berseru, "dengan bantuan kedua orang adik seperguruanku ini,rasanya kekuatan kami sudah cukup, bila kau orang tua ikut datang malah..."
Dia sengaja tidak melanjutkan kata2nya.
"Baik, baik" ucapkan Hee Im hong kemudian sambil tertawa, "begitu pun ada baiknya juga, kalian kakak beradik satu perguruan tentu susah untuk saling bertemu muka, biar ayah tidak mengganggu kalian lagi"
Habis berkata dia lantas membalikkan badan dan meninggalkan tempat itu.
Menanti ayahnya pergi, tak tahan lagi Hee Giok yang menjulurkan lidahnya sambil berbisik :
"oooh sungguh berbahaya, jika ayah benar benar datang malam nanti, rencana kita pasti akan berantakan"
Seusai bersantap malam, Hee Giok yang dan Siang Ci un kakak beradik pergi berganti pakaian pria dengan dibantu oleh Ciu gwat serta Ciu kui, semuanya membawa senjata tajam, kemudian bersama Huan Cu Im sehingga jumlahnya berenam, diam diam meninggalkan kuil Cu Im an menuju ke bukit Lou Cu san-Benteng keluarga Hee terletak antara Su yang dengan wilayah Hway im, sedangkan telaga ang Ci oh terletak diutara sementara pesanggrahan keluarga Hee dibukit Lou Cu san terletak diselatan telaga tersebut.
Antara wilayah utara dan selatan, ditengahnya terbentang telaga Ang Ci oh yang luas.
Dihari hari biasa, hubungan antara Benteng keluarga Hee dengan bukit Lou Cu san selalu diselenggarakan menggunakan jalan air, dengan perabu cepat yang dibuat khusus oleh benteng keluarga Hee maka perjalanan sejauh delapan puluh li bisa ditempuh dalam waktu singkat.
oleh karena itulah daerah diseputar telaga Ang Ci oh, boleh dibilang sudah berada dibawah kekuasaan keluarga Hee.
Hee Giok yang serta Siang Ci un bertiga khusus datang ke bukit Lou Cu san untuk menyelidiki sebab kematian ibu mereka oleh ilmu Im khek ciam, karena itulah mereka sengaja menghindari pengawasan mata matapihak Benteng keluarga Hee.
Untuk itu mereka harus berganti dengan menempuh perjalanan darat, mereka harus berputar dari timur telaga Ang Ci oh menuju keselatan dengan menelusuri sungai, padang ilalang dan jembatan besar.
Dengan berjalan memutar ini, berarti mereka harus menempuh perjalanan tambahan sejauh Seratus empat puluh lima li lebih...
Dalam rombongan tersebut, kecuali Huan Cu Im maka ilmu Silat Hee Giok yang serta Siang Ci un yang terhitung agak tinggi, tenaga dalam Siang Siau un agak selisih sedikit dari mereka sedang Ciu gwat dan Ciu kui berilmu paling rendah.
Tak heran kalau sepanjang menempuh perjalanan, bukan saja mereka selalu tertinggal jauh, lagi pula seringkali harus berhenti untuk melepaskan lelah.
Begitulah, dengan perjalanan semacam itu mereka baru tiba dikota kan gi sia pada sore hari kedua.
Dikota tersebut terdapat sebuah jalan raya, disisi jalan raya terdapat sebuah rumah penginapan, tapi karena sedikit tamu yang menginap disana, maka suasana disitu terasa agak remang remang.
Rumah penginapan ini bernama Yu gi ceng yang terdiri dari tiga deret toko, didepan merupakan rumah makan dan dibelakanglah terletak rumah penginapan tersebut.
Baru tiba dijalan raya, mereka berenam sudah membaca tulisan Yu gi ceng tersebut dengan jelas.
Siang Siau un segera berseru
"Samko, disini terdapat rumah penginapan mari kita segera menyusul ke situ" Siang Ci un segera berpesan :
"Eeeh, kau tak boleh berbicara, biar dia saja yang berbicara dengan orang lain mengerti ?"
"Eei, kenapa kau tidak memanggilnya " Dia, dia melulu, siapa kah dia itu ?"
Merah dadu selembar wajah Siang Ci un karena jengah, segera bentaknya : "Huus, jangan sembarangan bicara"
Dengan dipimpin oleh Huan Cu im, berangkatlah mereka menuju kedepan rumah penginapan tersebut.
seorang pelayan segera munculkan diri menyambut kedatangan mereka tanya nya : "Apa kah kek koan akan menginap disini?"
Huan Cu Im segera manggut manggut
"Benar, kami telah menempuh perjalanan semalam suntuk.
minta tiga buah kamar"
Pelayan itu memandang sekejap ke belakang, lalu bertanya: "Berapa orang sih kek- koan ?"
Sementara itu Hee Giok yang dan Siang Ci un sekalian telah bermunculan pula disitu. "Kami semuanya berenam, siapkanlah yang terbaik untuk kami semua..."
Ketika pelayan itu menyaksikan dari keenam orang itu ada lima orang diantaranya yang membawa bungkusan kain berbentuk panjang (tongkat bambu Siang Siau un berbentuk panjang, walaupun nampaknya terbuat dari bambu sebetulnya dibuat dari baja yang bisa ditekuk menjadi tiga bagian, kalau tidak dipakai maka panjangnya cuma dua depa sehingga mudah dibawa dan tidak nampak orang lain) maka sikapnya menjadi lebih menghormat lagi.
"oooh... ada" sahutnya berulang kali, "silahkan kek-koan sekalian mengikuti hamba"
Dia segera berjalan lebih dulu didepan dengan mengajak tamunya naik ke atas loteng.
Benar juga suasana diatas loteng jauh lebihnya man dan terdiri dari tujuh delapan
buah kamar, lantai ruangan bersih tanpa debu, sehingga dalam sekilas pandangan saja dapat diketahui bahwa tamu yang menginap disitu kebanyakan adalah orang yang berpendidikan.
Menanti pelayan membukakan pintu kamar, terlihatlah perabot disitu meski sederhana namun semuanya serba bersih sehingga tak salah kalau dibandingkan dengan kamar kelas satu dikota besar.
Dengan cepat pelayan itu berkata lagi :
"Silahkan kek koan sekalian beristirahat dulu, hamba akan menyiapkan air untuk mencuci muka".
Selesai berkata dia segera membalikkan badan dan segera mengundurkan diri dari situ.
Dengan suara rendah Siang Siau un segera berbisik :
"Eeei, kita berenam, bagaimana caranya membagi diri nanti...?"
Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siang Siau un berkata : "Aku dan toako satu kamar, Khu Heng (nama samaran ciu gwat) dan Khu Hoat (nama samaran ciu kui) sekamar, tentu saja kau tidur sekamar dengan samko"
Merah dadu selembar wajah Siang siau un setelah mendengar perkataan itu, segera serunya :
"Mengapa bukan kau yang tidur sekamar dengan samko ?"
Cepat cepat Hee Giok yang menarik tangan Siang Siau un sambil bisiknya :
"Kau tidur sekamar dengan samte hanya sebagai alasan untuk membohongi orang lain jika sipelayan sudah pergi nanti, kau boleh pindah kesini, kita tidur sekamar tiga orang"
Dengan suara mendongkol Siang Siau un segera mengomel:
"Baiklah, suruh tidur sekamar dengan samko pun tak apalah, masa samko bakal makan aku"
Sementara ia masih mengomel, muncul dua orang pelayan yang membawakan air cuci muka bagi mereka.
Menyusul kemudian sepoci air teh dengan tiga cawan pun dihantar kedalam kamar. Terdengar pelayan itu berkata lagi sambil tertawa:
"Kek koan, air teh ini diseduh dengan daun teh hasil bukit Yu gi san kami, baunya harum dan rasanya sedap. silahkan kek koan mencicipinya, tanggung kalian pasti akan suka"
Sembari berkata sepasang matanya segera menengok kearah Huan Cu im, seakan akan sedang menantikan sesuatu.
Tentu saja dia sedang menunggu jawaban dari Huan Cu Im sebagai berikut: "aku memang suka dengan air teh hasil bukit Yu gi san ini.."
Sebab bila itulah jawabannya, maka jawaban tersebut memang betul dan sedang ditunggu.
Sayang Huan Cu Im tidak memahami arti perkataannya itu, dia segera manggut manggut dan berkata sambil tertawa:
-oo0dw0oo Jilid: 46 "Kalau begitu letakkan saja disitu"
Pelayan itu menjadi tertegun, lalu segera tanyanya :
"Jadi kek koan sekalian bukan datang ke mari untuk berpesiar ke atas gunung ?"
"Yaa, kami memang datang kemari untuk berpesiar"
"Nah itulah dia" kembali pelayan itu berkata sambil tertawa, boleh aku tahu siapa nama kek koan dan berasal dari mana ?"
Siang Siau Un segera menyela dengan tak sabar :
"Hey, kami toh menginap disini bukan secara gratis, maU
apa kau tanyakan persoalan tersebut ?"
Pelayan itu nampak agak tertegun, kamudian sambil mengawasi Huan Cu Im dan tertawa paksa, kembali ujarnya :
"Bukankah kek koan ini berkata akan Berpesiar ke bukit "
Apakah kalian bukan mendaki bukit untuk melihat rembulan ?"
"Hey, apa sih yang sedang kau bicarakan?"
Siang Siau Un segera menegur dengan kening berkerut.
"ooo... ooh... ti... tidak apa apa... tidak apa apa..."
Dengan cepat pelayan itu memberi hormat kemudian cepat cepat mengundurkan diri dari situ.
Siang Siau Un segera membuat muka setan dan berkata lagi sambil tertawa :
"Samko, bagaimana menurut pendapatmu cerewet amat pelayan itu... huuh, kalau bukan aku mengusirnya dengan kata kata yang kasar, mungkin dia masih mencoba untuk ribut terus denganmu..."
Siang Ci Un segera mendengus dingin :
"Hmmm, dasar budak tolol, masakau tidak merasa kalau ia sedang mengajak kita berb icara dengan kata sandi?"
"Mengajak kita berbicara dengan kata kata sandi?" Siang Siau Un menjadi tertegun "jiko, apakah kau yakin dengan hal tersebut Kata sandi apa yang telah dia utarakan?"
"Darimana aku tahu?" Siang Ci Un menggelengkan kepalanya berulang kali, "tentu saja hanya orang orang mereka yang memahami arti dari kata kata sandi tersebut."
"Lantas darimana kau bisa tahu kalau perkataan yang diucapkan pelayan tersebut merupakan kata kata sandi?"
"Pada ucapannya yang pertama tadi, ia mengatakan bahwa air teh yang disuguhkan merupakan teh baru yang dipetik dari Lip hee, padahal daun teh hanya terdiri dari dua jenis, yakni dipetik sebelum hujan dan daun teh sebelum musim terang, mana ada yang dipetik dari Lip hee..." Bukankah hal ini menunjukkan kalau kata tersebut merupakan kata kata sandi
?" "Ehmmm..." Siang Siau Un manggut manggut, "selain itu ?"
"Kedua, ia selalu mendesak kita untuk menjawab apakah datang untuk mendaki gunung, padahal Yu tay hanya terdapat sebuah Be an san, tempat itu bukan nama gunung juga bukan tempat kenamaan, mengapa orang harus jauh jauh kemari untuk mendaki gunung " Nah, kata 'mendaki gunung' disini jelas merupakan kata sandi pula".
Sebetulnya Siang Siau Un menganggap pembicaraan tadi merupakan pembicaraan yang sangat umum, tapi setelah mendengar penjelasan dari cicinya, ia segera berpendapat bahwa perkataan dari pelayan tadi nyatanya memang mengandung maksud tertentu. Karena itu dia segera bertanya kembali: "Apa lagi yang berhasil kau dengar?"
"Tentu saja masih ada yang lain-.." ucap Siang Ci Un, kemudian setelah berhenti sejenak untuk menarik napas panjang, dia berkata lebih jauh :
"Kata kata yang paling menyolok adalah 'Naik gunung untuk melihat Rembulan', di sekitar tempat ini toh tiada tempat kenamaan yang biasanya dipakai untuk menikmati rembulan, selain itu malam ini bukan malam tanggal lima belas disaat bulan purnama bukankah hal ini menunjukkan kalau kata katanya tentang 'naik gunung menikmati bulan'
hanya kata sandi belaka..." Bukankah kata kata tersebut hanya dipakai untuk mengartikan sesuatu?"
Hee Giok yang yang baru selesai membersihkan muka dan berjalan keluar dari ruangan, segera menyela :
"Jite, kau benar benar teliti sekali, coba kalau aku, tak mungkin perkataan semacam itu akan kuperhatikan secara serius."
"Kalau begitu, pelayan tersebut pasti seorang penyamun."
seru Siang Siau Un kemudian-Selesai berkata, dia segera membalikkan badandan siap berlari turun dari loteng.
"Hey, mau apa kau?" Siang Ci Un segera menegur.
"Akan kucari orang itu dan memeriksanya dengan seksama"
"Hayo cepat kembali" bentak Siang Ci Un dengan suara rendah, "kau tidak usah membuat keonaran disini, bila kau sampai berbuat demikian, nisCaya tindakanmu ini akan menyebabkan musuh kabur lebih dulu, ini namanya
'menggebuk rumput mengejutkan ular'..."
"Yaaa, benar," sambung Hee Giok yang pula, "sute, selama berada diluar rumah, kau harus dapat mengedalikan emosi, jika tidak urusan besar bisa berantakan jadinya"
"Hmmm, kalian memang sentimen, semuanya memusuhi aku seorang..." omel Siang Siau Un sambil Cemberut.
"Bukan sentimen, tapi kalau kau sampai berbuat semaUnya sendiri tanpa disertai rencana yang matang, bukan saja tak akan menghasilkan apa apa, sebaliknya urusan besar bisa berantakan- Nah menurut pendapatku rumah penginapan ini sangat mencurigakan. Jangan-jangan rumah penginapan hitam?" bisik Siang Siau Un tiba tiba membelalakkan matanya lebar lebar.
"Aaah, tidak mungkin" Siang Siau Un segera menggeleng.
Hee Giok yang belum pernah keluar rumah, tentu saja tidak mengetahui secara jelas hal ikhwal tentang persoalan semacam itu, tak tertahankan ia segera bertanya : "Lantas rumah penginapan apakah itu ?"
Huan Cu Im yang selama ini membungkam diri, tiba tiba ikut menimbrung:
"Setelah disinggung oleh jiko tadi, tiba tiba siaute jadi teringat akan suatu persoalan, bukankah tempat ini dekat sekali letaknya dengan bukit Lou cu san" Ini berarti wilayah disekitar tempat ini termasuk dalam wilayah kekuasaan bukit Lou cu san, tak heran kalau banyak jago persilatan yang seringkali melakukan perjalanan diseputar tempat ini, ditinjau dari sini, bisa penginapan ini ada hubungannya dengan pihak Lou cu san"
"Yaaa, jawaban tersebut memang tepat sekali" seru Siang Ci Un segera sambil tertawa manis, "menurut pendapatku, pada hakekatnya rumah penginapan ini memang khusus dibuka oleh pihak Lou cu san-"
"Masa penginapan ini dibuka oleh pihak Lou cu san ?" bisik Hee Giok yang dengan perasaan amat terkejut.
"Tak bakal salah..." ucap Siang Siau Un lagi, "ketika Jaman Liang sanpek tempo hari, bukankah pihak pemberontakpun membuka sebuah kedai arak disebrang benteng air mereka yang khusus dipakai untuk menyambut para jagoan persilatan yang bermaksud mengunjungi atau menyambangi benteng pemberontak tersebut ?"
"Ehmm, benar juga perkataan ini " dengan kening berkerut Hee Giok yang segera termenung sejenak. kemudian katanya lebih jauh, "seandainya penginapan ini benar benar dibuka oleh pihak Lou cu san, berarti jejak kita beberapa orang sudah bocor dan diketahui mereka..."
Siang Ci Un segera merogoh kedalam saku dan mengeluarkan selembar topeng kulit manusia, topeng itu adalah topeng yang pernah dikenakan tempo hari, sambil diserahkan kepada Hee Giok yang katanya:
"Rombongan kita terdiri dari enam orang belum tentu mereka dapat mengenali kita satu persatu tapi yang penting saat ini adalah kau, sekalipun sipelayan penginapan itu tidak mengenali dirimu, tapi orang orang Lou cu san tentu banyak yang mengenalimu, karenanya kenakanlah topeng kulit manusia ini secepatnya."
Sambil menerima topeng kulit manusia itu, Hee Giok yang segera bertanya.
"Selama hidup aku tak pernah mengenakan topeng, bagaimana sih caranya mengenakan topeng ini?"
Siang Ci Un segera mengajarkan kepadanya bagaimana caranya membentangkan topeng tersebut lebih dulu, kemudian bagaimana caranya dikenakan di wajah, kemudian menempelkan lapisan tersebut pada bagian muka dan sisi telinganya, setelah itu baru berkata,
"Nah, beres sudah sekarang."
Sambil meraba lapisan kulit muka yang dikena diwajahnya itu, Hee Giok yang segera berkata:
"Rasanya kok kurang leluasa begini..."
"Kalau sudah terbiasa nanti, perasaan tersebut kau bisa lenyap dengan sendirinya" sahut Siang Ci Un sambil tertawa.
"Lantas apa yang harus kita perbuat sekarang?"
"Sedapat mungkin kita tak usah menggubris mereka, laksanakan saja semua pekerjaan kita sesuai dengan apa yang telah direncanakan semula"
Dalam pada itu seorang pelayan yang lain telah muncul didepan pintu kamar, sambil tertawa paksa orang itu bertanya:
"Tuan tuan sekalian tentunya belum sarapan bukan" Kalian pingin makan apa?"
"Hidangan apa saja yang terdapat disini?" tanya Huan Cu Im dengan cepat.
"Tempat kami tersedia bubur ayam, bakmi, makanan kecil maupun wedang ronde, pokoknya lengkap untuk sarapan"
"Ehmm,... kami baru saja menempuh perjalanan semalam suntuk, selesai bersantap nanti akan tidur dulu dengan sepuasnya, begini saja, coba siapkan bubur ayam dan tiga jenis hidangan kecil, tapi harus disiapkan secepatnya"
Pelayan itu segera mengiakan dan mengundurkan diri dari situ, tak selang berapa saat kemudian hidangan yang dipesan telah dihantar kedalam kamar. Huan Cu Im kembali berkata sambil mengulapkan tangannya: "Kami tak perlu pelayananmu lagi, kau boleh tinggalkan tempat ini..."
Setelah pelayan itu mengundurkan diri, semua orang pun segera menyerbu hidangan yang ada, maklumlah, setelah menempuh perjalanan semalaman suntuk. perut mereka sudah keroncongan sedari tadi.
Selesai sarapan, merekapun kembali ke kamar masing masing untuk beristirahat, tiga buah kamar menutup pintu hampir bersamaan waktunya...
Setelah tidak tidur semalam suntuk, kali ini mereka betul betul tertidur nyenyak sekali.
Hanya Huan Cu Im seorang yang tetap duduk bersila diatas pembaringan sambil mengatur pernapasan, hal ini memang sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya segala sesuatu yang tidak diinginkan-Padahal hal ini sebetulnya tidak usah dilakukan, sebab betapa pun beraninya seseorang, tak mungkin ada yang berani bertindak Sembarangan dipagi hari begini.
Menjelang tengah hari, pelayan itu muncul kembali didepan pintu kamar, tapi berhubung tamu tamunya tidur nyenyak. ia tak berani mengganggu ketenangan tamunya dan Secara diam diam mengundurkan diri kembali.
Menjelang magrib, Semua orang baru mendusin dari tidurnya, pelayanpun segera muncul menyiapkan air untuk mencuci muka, setelah itu katanya sambil tertawa paksa: "Kek koan, apakah kalian akan bersantap malam diluar saja?" Tapi kemudian tambahnya pula dengan cepat :
"Padahal rumah makan Ki eng lo yang tepat berada diseberang penginapan ini, mau bersantap sendiri disana, atau hamba yang pesankan untuk dibawa kemari, sesungguhnya tidak jauh berbeda, terserah pada keinginan tuan sendiri."
"Samte" Siang Ci Un segera menimbrung "Malam ini kita malas untuk bersantap di luar..., suruh saja dia hantar hidangan ke dalam kamar..."
Pelayan itu cepat cepat mengiakan :
"Kek koan ingin memesan sayur apa" Biar hamba segera pesankan kerumah makan Ki eng lo."
"Begini saja" ujar Huan Cu Im, "siapkan hidangan yang menjadi keistimewaan rumah makan itu..."
"Keatas kekkoan ingin minum apa ?"
"Kami semua tidak minum arak ?"
"Baik, baiklah kalau begitu..."
Sambil mengiakan berulang kali, cepat cepat pelayan itu memberi hormat dan mengundurkan diri dari situ.
Semua orang membersihkan muka, sementara langit sudah semakin menggelap.
Tak lama kemudian lentera pun dipasang, hidangan segera muncul didalam kamar, untuk itu ditengah ruangan kamar telah mereka siapkan sebuah meja perjamuan sehingga semua orang bisa bersantap bersama sama.
Hidangan dari rumah makan Ki eng lo memang lezat sekali, sekalipun hanya terjadi dari delapan macam yang semuanya merupakan hidangan setempat, namun mempunyai cita rasa yang tidak memalukan.
Selesai bersantap. pelayan muncul menghidangkan air teh, malam itu semua orang tidak keluar penginapan, mereka hanya melewatkan sisa waktu dengan berbincang bincang, kemudian kembali ke kamar masing masing untuk beristirahat.
Segala sesuatunya berjalan dengan tenang dan lancar, siapa pun tak akan menduga kalau pada malam itu, orang orang tersebut akan melakukan suatu aksi.
Menjelang kentongan pertama, secara diam diam semua orang bangun tidur sambil mempersiapkan diri, kemudian dengan mengetuk pintu dinding kamar sebagai kode rahasia, serentak mereka membuke jendela belakang dan menerobos keluar dari kamar.
Waktu itu, semua lampu penerangan di dalam rumah penginapan telah dipadamkan, rakyat dikota Yu tay memang sudah terbiasa tidur sejak sore hari, sehingga tak heran kalau suasana waktu itu amat sepi, hening dan remang remang.
Suasana yang gelap hanya diterangi oleh kerlipan bintang diangkasa serta secercah sinar yang muncul dari kejauhan Sana.
Keenam orang itu berhenti Sejenak diatas atap rumah, kemudian dengan dipimpin oleh Huan Cu Im, ia mengulapkan tangannya dan bergerak lebih duluan.
Kelima orang lainnya segera mengikuti pula dari belakang, bagaikan beberapa gulung asap hitam, beberapa orang itu bergerak meninggalkan rumah penginapan dengan kecepatan tinggi.
Tak lama mereka melewati tembok kota dan menempuh perjalanan sejauh dua lie lebih mendadak dari arah belakang sana terdengar suara ledakan mercon yang sangat keras.
"Blummm..." Menyusul suara ledakan itu, terlihatlah sekilas Cahaya bunga api berwarna merah membumbung tinggi ke angkasa.
Siang Ci Un menghentikan perjalanannya sambil berpaling kebelakang, kemudian serunya dengan nada tercengang :
"Aaah, coba lihat.. Ada orang melepaskan bom udara "
"Yaaa, tampaknya bom udara itu dilepaskan dari kota Yu tay san" sambung Siang Siau Un
"Jite, bagaimana menurut pendapatmu?" seru Hee Giok yang kemudian, "jangan jangan pihak lawan telah mengetahul jejak kita"
"Aaah, bagaimana mUngkin bisa terjadi" Sewaktu keluar dari rumah penginapan tadi toh tak seorang manusia pun yang tahu " bantah Siang Siau Un segera
"Ehmmm, kemungkinan juga hanya suatu kejadian yang kebetulan" kata Siang Siau Un kemudian, "bisa jadi pihak kota Yu tay san melepaskan bom udara karena persoalan yang lain, tapi bisa juga bom udara itu dilepaskan karena mereka menaruh curiga kepada kita toh rumah penginapan itu mempunyai hubungan yang erat dengan pihak lawan?"
Dengan penuh emosi Hee Giok yang segera berseru:
"Bagaimana pun juga , kita toh sudah keluar rumah, biarpun jejak kita sudah ketahuan, pokoknya kita tetap melanjutkan rencana kita semula..."
"Betul" sambung Siang Siau Un dengan cepat, "kalau tidak masuk kesarang harimau bagaimana mungkin bisa memperoleh anak macan" Sekalipun bukit Lou cu san adalah sarang naga gua harimau, kita harus tetap mendatanginya "
"Yaa, rencana sih harus tetap dilaksanakan seperti semula"
ucap Siang Ci Un, "tapi kalian harus ingat bahwa maksud kedatangan kita kali ini adalah untuk menyelidiki sipenyerang dengan jarum im khek ciam tersebut alangkah baiknya kalau kedatangan kita ini tak sampai mengejutkan pihak pihak mereka, tapi kalau mereka sudah melakukan persiapan, ini berarti posisi kita menjadi tidak menguntungkan, sebab musuh berada ditempat gelap sedangkan kita berada ditempat terang. gerak gerik kita semua pasti berada dibawah pengawasan orang"
"Jadi menurut pendapatmu, kita urungkan saja rencana malam ini...?" seru Siang Siau Un cepat.
"Urungkan rencana sih tidak perlu, tapi gerak gerik kita selanjutnya harus lebih berhati hati lagi"
"Itu mah tak perlu dipesan lagi" seru Siang Siau Un jengkel,
"hayo kita percepat langkah kita "
Sebagai jago jago muda yang berdarah panas, tentu saja orang itu enggan mengurungkan rencana semula hanya dikarenakan pihak lawan telah melepas bom udara.
Begitulah, dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh masing masing, berangkat keenam orang itu menuju ke bukit Lou cu san-Perjalanan sejauh belasan li hanya ditempuh dalam sepertanak nasi saja, kini bukit Lou cu san telah berada didepan mata. Pesanggrahan keluarga Hee yang megah dan angker dan nampak gelap gulita dicekam kegelapan malam.
Sebagai anggota keluarga Hee, semestinya Hee Giok yang hapal sekali dengan keadaan di dalam Pesanggrahan keluarga Hee tersebut, tadi setelah melompat naik ke atas pekarangan rumah, ia segera berbisik lirih:
"Sst, sejak kedatangan perempuan she Sim itu aku tidak begitu menguasahi lagi keadaan didalam pesanggrahan ini, tapi kalau dugaanku tak salah, perempuan she Sim itu pasti berdiam digedung tengah, sementara gedung sebelah muka dikhususkan bagi para pelindung perkampungan ini, lebih baik kita hindari saja gedung muka, asal tidak mengusik mereka, rasanya penghadanganpun bisa dikurangi. Sebelah kiri perkampungan sana merupakan sebuah hutan yang menjurus keatas bukit, bila kita tembusi dulu hutan itu kemudia baru masuk kegedung tengah, rasanya banyak rintangan yang bisa kita hindari."
"Apakah hutan tersebut tidak diberi penjaga ?" tanya Huan Cu Im keheranan. Hee Giok yang segera tertawa.
"Penjagaan pasti ada, itulah sebabnya setelah tiba ditepi hutan nanti rombongan kita mesti dipeCah menjadi kelompok kelompok kecil yang masing masing arah yang berbeda, tapi yang penting kita harus menerobos masuk kedalam hutan itu dengan kecepatan paling tinggi paling baik lagi jika kita dapat merobohkan para penjaga dalam hutan tersebut tanpa mereka sadari. Sementara itu Siang Siau Un telah menyiapkan alat pancingnya yang segera dibetot sampai panjang, kemudian katanya:
"Kalau begitu kita berpisah disini saja, daripada jejak kita keburu ketahuan lawan"
Maka mereka pun merundingkan kode rahasia untuk mengadakan kontak nanti, yaitu dengan mematahkan seuntai ranting pohon lalu menggoyangkan ke tengah udara, suara gemirincing daun diujung ranting itulah menandakan kode rahasia pihak sendiri.
Maka berangkatlah Huan Cu Im dan Siang Ci Un kakak beradik meninggalkan tempat itu, dengan meminjam kegelapan malam menerobos masuk kedalam hutan melalui arah yang berbeda: Hee Giok yang segera berpaling kerah Ciu Gwat dan ciu kul sambil berpesan:
"Sekarang kalian berjalanlah lebih dulu didepan, kita masuk melalui jalan kecil di sebelah kiri, tetapi ingat, ketika hampir tiba dalam hutan nanti, kalian harus berhenti sejenak sebelum meneruskan perjalanan dengan langkah lambat, perhatikan kiri kanan dengan seksama sebelum meneruskan perjalanan-"
"Budak mengerti" Ciu Gwat dan Ciu Kui segera menganggUk.
"Baik, sekarang kalian boleh berangkat lebih dulu." bisik Hee Giok yang. Ciu Gwat dan ciu kul menurut, mereka segera berjalan menuju kearah kiri hutan.
Hee Giok yang sendiri baru berjalan setelah kedua orang budaknya berlalu dua kaki lebih dulu, tapi disaat Ciu Gwat dan Ciu Kui hampir mencapai tepi hutan itulah, mendadak ia meluncur dari samping, dengan kecepatan seperti seekor burung elang yang terbang melintas, dia menerobos masuk kebalik hutan
Sebagaimana diketahui, tentu saja kepandaian silat yang mereka pelajari adalah kepandaian silat dari Kiu hoa sinnie.
Sekalipun mereka belum mempunyai kesempatan untuk bertarung melawan orang sehingga tidak mengetahui sampai dimanakah taraf ilmu silat yang dimiliki namun berbicara dari kepandaian silat yang mereka miliki sekarang, sesungguhnya masih jauh lebih tinggi daripada kebanyakan jago persilatan lainnya.
Tatkala tiba ditepi hutan, kedua orang itu segera teringat dengan pesan nonanya.
Bila tiba didepan hutan nanti, berhentilah sejenak kemudian meneruskan perjalanan dengan langkah pelan, perhatikan kiri dan kanan, perhatikan dulu suasana disekeliling tempat itu sampai jelas sebelum meneruskan perjalanan-Kedua orang itu sama sekali tak menyangka kalau tujuan nonanya adalah agar mereka memancing perhatian lawan, mereka masih menyangka kalau orang berjalan malam yang bertemu dihutan harus berbuat begitu lebih dulu sebelum memasukinya.
Itulah sebabnya ketika tiba ditepi hutan mereka segera berhenti sejenak sambil menengok kekiri kanan, setelah yakin kalau di sekitar sana tiada orang lain, mereka baru meneruskan perjalanan dengan langkah pelan Selama hidup, baru pertama kali ini mereka menjadi "orang yang berjalan malam", tak heran kalau pekerjaan ini dirasakan segar dan amat merangsang perasaan tegang.
Sekalipun tidak menjumpai musuh yang melakukan penghadangan, mereka toh tidak bertindak gegabah, dengan memasang mata dan telinga baik baik mereka meneruskan perjalanannya menuju ketengah hutan, sementara tangannya yang memegang gagang pedang terasa basah oleh keringat saking tegangnya.
Menanti mereka berpaling kebelakang dan tidak menjumpai bayangan nonanya, kedua orang itu segera menganggap majikannya masih tertinggal dibelakang sana, karenanya desingan langkah yang ringan dan sangat berhati hati mereka meneruskan perjalanan kembali.
Padahal Hee Giok yang sudah menerobos masuk kedalam hutan mendahului mereka waktu itu ia sudah bersembunyi dibelakang sebatang pohon besar sambil memperhatikan keadaan disekitar sana, apakah ada yang bersembunyi atau tidak. andaikata ada maka dia akan menyergap mereka secepat kilat sebelum lawan sempat bertindak lebih dulu, sebab hanya berbuat demikianlah musuh bisa dirobohkan tanpa menimbulkan banyak suara berisik.
Siapa tahu meskipun Ciu Gwat dan Ciu Kui telah berada berapa tombak didalam hutan ternyata tak sesosok bayangan manusia yang menampakkan diri untuk melancarkan serangan, suasana tetap hening dan sepi sementara kedua orang itu tetap meneruskan perjalanannya memasuki hutan tersebut tanpa hadangan. Pelan pelan Hee Giok yang mematahkan sebatang ranting pohon, kemudian dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan meminjam kegelapan malam yang mencekam seluruh jagad, ia menerobos maju mendahului kedua orang dayangnya dan melanjutkan pemeriksaannya.
Hutan yang lebat dan luas ini membentang dari kaki bukit hingga mencapaipuncak gunung, letaknya persis berada disebelah kiri pesanggrahan keluarga Hee.
Makin kedalam menerobos Hutan tersebut makin gelap gulita suasana disekelilingnya.
Biarpun Ciu Gwat dan Ciu Kui sama sekali tidak berpengalaman didalam dunia persilatan, namun kenyataannya sepanjang perjalanan mereka tidak menjumpai hadangan apapun.
Kejadian tersebut tentu saja amat mencengangkan hati Hee Giok yang, mungkinkah pihak Lou cu san tidak melakukan penjagaan atau persiapan apa pun"
Sebagai mana diketahui, pesanggrahan keluarga Hee terletak dikaki bukit, dengan mengambil jalan menembusi hutan berarti menjauhi kaki bukit tersebut, kemudian dari lambung gunung mereka balik kembali kebawah sebelum mencapai sisi kiri dinding pekarangan pesanggrahan tersebut.
Sekarang, Hee Giok yang telah mendahului Ciu Gwat dan Ciu Kui meluncur turun lebih dulu ditepi hutan, tempat itu merupakan tempat yang telah ditetapkan sebagai tempat pertemuan-Baru saja tubuhnya melayang turun ke atas tanah, dari sisi hutan tak jauh dari posisinya segera terdengarlah suara ranting pohon yang bergoyang.
Suara itu adalah kode rahasia mereka, maka Hee Giok yang segera menggoyangkan pula ranting pohon yang berada ditangannya
Dalam waktu singkat terdengarlah desingan angin lembut bergema membelah angkasa tampak tiga sosok bayangan manusia meluncur datang dari tiga arah yang berbeda.
Tampaklah Huan Cu Im, Siang Ci Un dan Siang Siau Un bertiga melayang turun ke atas tanah hampir bersamaan waktunya. Dengan suara lirih Huan Cu Im segera katanya :
"Toako, apakah kau telah menemukan pos penjagaan disekitar sana...?"
Hee Giok yang segera menggeleng.
"Tidak, aku menyuruh Khu Heng dan Khu Hoat berjalan dimuka untuk memancing kemunculan musuh, ternyata sepanjang jalan tenang dan sekali tidak terlihat sesuatu apa pun, jangan lagi manusia, bayanganpun tak kelihatan"
"Kalau begitu aneh sekali " bisik Siang Ci Un kemudian dengan suara pelan-"Kenapa begitu kalianpun tidak menemukan penjagaan?"
"Yaa, sama sekali tidak" sahut Siang Siau Un, "seolah olah hutan tersebut memang tanpa penjagaan"
"Tadinya aku masih mengira para penjaga telah kalian robohkan lebih dahulu karena kamu masuk kedalam hutan lebih duluan"
"Waah... kalau begitu keadaannya jadi kurang beres " kata Siang Ci Un kemudian.
Baru saja dia berbicara sampai disitu, tampak Ciu Gwat dan Ciu Kui telah muncul pula dari balik hutan-
"Apanya yang tidak beres?" Siang Siau Un segera bertanya,
"mungkin saja mereka tidak menaruh penjagaan didalam hutan ini?"
"Tidak mungkin" Siang Ci Un menggelengkan kepalanya berulang kali "hutan ini merupakan satu satunya wilayah yang bisa dimanfaatkan orang luar untuk mendekati pesanggrahan mereka, baik ada kejadian ataupun tidak mustahil mereka tak akan meletakkan penjagaan disekitar tempat ini untuk mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan."
"Tapi kenyataannya mereka toh sama sekali tidak memasang penjagaan disekitar tempat ini"
"Justru karena itulah kuanggap kejadian ini diluar kebiasaan" kata Siang Ci Un dengan wajah amat serius, kemudian lanjutnya kembali, "ketenangan yang diluar dugaan ini justru menandakan kalau persoalannya diluar kebiasaan.
aaahh..." Mendadak ia teringat kembali dengan bom udara yang mereka saksikan sesaat setelah meninggalkan kota tadi, sehingga tanpa terasa dia berseru tertahan.
Huan Cu Im segera mendekatinya sambil bertanya : "Jiko, apa yang sedang kau pikirkan?"
Agar perkataan itu bisa diutarakan dengan lirih, maka pemuda tersebut sengaja berdiri sangat dekat dengannya.
Siang Ci Un dapat mengendus bau hawa lelakian yang sangat kuat dari tubuh pemuda tersebut, tiba tiba saja hatinya berdebar keras, ia dapat merasakan betapa panasnya selembar mukanya waktu itu. Dengan suara agak tergagap segera sahutnya: "Aku... aku sedang berpikir..."
Dengan sekuat tenaga dia berusaha mengendalikan ketenangan hatinya, kemudian berkata lagi dengan lirih:
"Ketika kita baru meninggalkan kota tadi, bukankah terlihat ada bom udara yang dilepaskan orang. Jangan jangan dikosongkannya hutan ini dari penjagaan memang sengaja mereka melakukan untuk memancing musuh memasuki wilayah mereka ke dalam ?"
"Bagaimana juga kita kan sudah sampai disini, biar merupakan siasat atau jebakan, kita tetap harus memasukinya seperti rencana semula" seru Siang Siau Un cepat.
"Tidak." Siang Ci Un menggelengkan kepalanya dengan cepat, "kalau mereka sampai berani memancing kita untuk masuk kedalam, berarti mereka sudah melakukan persiapan secara matang dan tinggal menunggu kita masuk perangkap.
tapi mungkin juga hal ini mereka lakukan disebabkan kekuatan mereka terlalu minim sehingga mustahil untuk membendung serbuah musuh dari luar, karenanya mereka lebih suka memilih menjebak kita dalam hutan..."
"Jite, menurut pendapatmu apa yang mesti kita lakukan sekarang?" tanya Hee Giok yang.
Siang Ci Un memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, lalu katanya lirih:
"Tentu saja kita harus berusaha untuk bisa masuk kedalam, tapi bila jumlah rombongan kelewat besar, maka sasaranpun jadi lebih jelas dan terang, oleh sebab itu aku rasa kita berenam harus memisahkan Khu Heng dan Khu Hoat tetap bersiaga disini, sebab disinilah letak jalan mundur kita, kita wajib mempersiapkan kekuatan untuk membantu kita setiap saat, tapi jejak kalian tak boleh sampai ketahuan..."
Rupanya dia kuatir kepandaian silat Ciu Gwat dan Ciu Kui yang terlalu cetek bukan saja tak akan membantu usaha mereka nanti, sebaliknya membuat gerak gerik mereka lebih tak leluasa, karenanya dia putuskan untuk meninggalkan kedua orang dayang tersebut diluar hutan saja.
Hee Giok yang segera manggut manggut tanda setuju:
"Nah, kalian dengar sendiri, setelah kami masuk nanti, Carilah sebuah pohon besar untuk menyembunyikan diri, bilamana keadaan memaksa, pergunakanlah jarum untuk melindungi diri."
"Budak mengerti" sahut Ciu Gwat cepat.
Siang Siau Un yang berada disampingnya cepat cepat menimbrung:
"Eeei, kalian lagi lagi salah menyebut, seharusnya membahasai diri dengan hamba."
"Jite, bagaimana dengan kita sendiri?" sementara itu Hee Giok yang telah bertanya lagi.
Siang Ci Un merasa rikuh untuk berjalan serombongan dengan Huan Cu Im, terpaksa katanya:
"Silahkan toako dan samte berangkat lebih dulu, biar aku dan sute satu kelompok kita harus membagi diri dalam dua kelompok yang mengambil arah berbeda, dengan begitu selain bisa mengacaukan perhatian musuh, pun dapat saling bantu membantu,jika satu pihak menjumpai bahaya, maka rombongan lain bisa memberi bantuan, keadaan ini akan jauh lebih baik ketimbang kita berempat menempuh perjalanan bersama sama..."
"Aaah, aku ingin satu regu dengan samko tidak enak melakukan perjalanan bersamamu huuh, baru satu langkah aku berjalan, kau tentu susah ribut dua patah kata, pasti menjemukan suasananya nanti..."
"Justru karena kau nakal maka harus satu regu denganku"
ujar Siang Ci Un ketus. "kau toh mengerti, tempat ini adalah sarang naga gua harimau, memangnya tempat untuk berekreasi?"
"Aku tak bakal takut dengan Cecunguk Cecunguk itu"
bantah Siang Siau Un segera "bagaimana samko" Kau bersedia satu regu denganku bukan...?" Terpaksa Huan Cu Im harus manggut manggut.
"Baiklah, lebih baik kita memang melakukan perjalanan bersama sama" Dengan wajah berseri seri karena kegirangan, Siang Siau Un segera berteriak:
"Nah bagaimana jiko" Kau sudah mendengar sendiri bukan" samko bersedia menempuh perjalanan bersamaku"
cepat cepat Hee Giok yang menyela:
"Kalau memang sute ingin berada satu regu dengan samte, biarlah mereka berjalan bersama"
Sambil berpaling Siang Ci Un berpesan-
"Kau boleh saja berada bersama samko tapi ingat, jangan kelewat terburu nafsu. "Tak usah kuatir, pokoknya aku akan menuruti semua nasehat samko"
Siang Ci Un tidak banyak berbicara lagi dia segera menuding ke arah bangunan gedung pesanggrahan keluarga Hee dalam kegelapan sana, kemudian berbisik kembali:
"Aku dan toako akan menuju ke gedung bagian tengah langsung dari sini, sedang samte dan sute boleh menelusuri hutan dengan menyelinap masuk lewat belakang, andaikata bertemu dengan sergapan musuh, kalian harus memberikan perlawanan secara menyendiri, jangan bergabung dengan kami lagi di gedung tengah, sebab bila berbuat demikian maka bisa jadi jejak kita yang berada di tengah gedung bakal ketahuan lawan"
"Bila sampai menemui keadaan seperti ini, lebih baik kalian mengundurkan diri saja, jangan kelewat asyik terlibat dalam pertarungan, bila keadaan tidak betul betul gawat dan berbahaya, jangan melepaskan kode rahasia untuk minta bantuan, kode bahaya kita adalah berpekik panjang..."
Siang Siau Un segera manggut manggut.
"Kami tak bakal menemui bahaya apapun bila ada musuh yang melakukan penghadangan, kami pasti dapat menyelesaikannya secara tuntas."
Berbicara sampai disini, dia segera menarik ujung baju Huan Cu Im sambil katanya lagi :
"Samko mari kita berangkat."
Dengan cepat dia membalikkan badan dan melompat pergi lebih dulu, mereka menuju kegedung pesanggrahan tersebut dengan berjalan menelusuri hutan-Terpaksa Huan Cu Im harus mengikuti di belakangnya dengan gerakan cepat.
Menanti sampai kedua orang itu sudah pergi jauh, Hee Giok yang dan Siang Ci Un baru melompat ketengah udara dan seperti dua titik Cahaya petir mereka meluncur ke muka langsung menerobos masuk melalui dinding pekarangan yang tinggi.
Siang Siau Un menunggu sampai Huan Cu Im menyusul dan sengaja melakukan perjalanan berdampingan dengannya, sambil berpaling dan Cemberut tiba tiba ia berseru: "Samko "
"Sttt... kita sudah hampir tiba didaerah musuh, lebih baik jangan berbicara dulu" sela Huan Cu Im cepat.
"Aku kan cuma ingin bertanya sepatah kata saja kepadamu
" seru nona itu semakin cemberut.
Terpaksa Huan Cu Im menghentikan langkahnya, kemudian seraya berpaling tanyanya "Apa sih yang ingin kau tanyakan?"
Siang Siau Un segera tertawa cekikikan, dengan mata berkedip katanya lirih : "Aku ingin bertanya, sebetulnya kau lebih suka toako atau jiko?"
Merah jengah selembar wajah Huan Cu Im setelah mendengar pertanyaan itu, segera serunya :
"Aneh benar kau ini, mengapa kau tanyakan persoalan macam begitu dalam keadaan seperti ini?"
"Aku pingin tahu" kata Siang Siau Un sambil mengerdipkan sepasang matanya dengan nakaL
Huan Cu Im segera berpikir :
"Jelas budak ini kecil orangnya tapi besar pikirannya, baik, biar aku mengajaknya bergurau."
Berpikir sampai disitu ia lantas tertawa dan bisiknya lirih :
"Yang samko paling cintai adalah kau"
Bagaimanapun juga Siang Siau Un masih seorang nona kecil, kontan saja ia jadi tersipu sipu sehabis mendengar perkataan itu, serunya kemudian dengan manja. "Aah...
samko jahat..." Dengan cepat dia membalikkan badandan meneruskan perjalanannya dengan langkah cepat.
sebenarnya Huan Cu Im hanya bermaksud mengajaknya bergurau dan membuatnya jengah, sungguh tak disangka olehnya sinona malah kabur dengan Cepatnya karena jengah.
Padahal tempat itu adalah wilayah pesanggrahan keluarga Hee, sudah jelas dia tak akan bisa berteriak dengan suara keras, itulah sebabnya melihat nona itu berlarian cepat, buru buru dia mengejarnya dari belakang.
Berbicara soal tenaga dalam, tentu saja kemampuan yang dimiliki Siang Siau Un masih ketinggalan jauh bila dibandingkan kemampuan Huan Cu Im karena itu dalam menempuh perjalanan jauh Huan Cu Im yang ditunjang oleh tenaga dalam yang sempurna dapat berlari cepat dan riang tanpa membuang banyak tenaga lain dengan Siang Siau Un setelah berlarian sekian waktu, dia akan terengah engah dan mandi keringat...
Tapi sekarang, mereka hanya menempuh jarak pendek.
ditambah lagi Siang Siau Un cerdas dan sedang menempuh perjalanan dalam kegelapan malam, otomatis dia tak akan berlarian secara lurus.
Sebentar saja ia telah melewati dinding pekarangan dan belok ke sana putar kemari dengan cepatnya.
Untung sekali dalam gedung pesanggrahan tersebut penuh dengan pepohonan dan tempat kegelapan, sehingga jejak mereka tidak mudah ketahuan lawan-Tapi Huan Cu Im yang kepayahan harus mengikuti dari belakang, sekejap mata kemudian ia sudah kehilangan jejak dari nona tersebut.
Kejadian tersebut tentu saja sangat menggelisahkan hati Huan Cu Im, gedung yang dihadapinya begitu besar dan luas, kemanakah dia harus menemukan kembali jejak nona tersebut
" Sementara dia sedang melakukan pengamatan disekeliling sana, mendadak dari arah barat sana berkumandang datang suara bentrokan senjata tajam yang ramai sekali. Dengan perasaan terCekat Huan Cu Im segera berpikir:
"Waaah..., Siang Siau Un pasti sudah terlibat dalam pertarungan yang seru melawan musuh "
Mengetahui akan hal tersebut, pemuda tak dapat ragu ragu lagi, ia segera menjejakkan sepasang kakinya keatas tanah dan berkelebat menuju kearah mana berasalnya suara tersebut.
Baru saja dia meluncur ketengah udara melintasi sebuah bangunan rumah, mendadak terdengar suara gelak tertawa yang panjang, keras melengking bergema memecahkan keheningan, disusul kemudian terdengar seseorang mendengus tertahan.
Huan Cu Im merasa gelak tertawa tersebut sangat dikenal olehnya, satu ingatan segera melintas didalam benaknya.
Cepat cepat dia berkelebat kesamping dan menyembunyikan diri dibalik kegelapan di sisi kanan gedung tersebut, baru saja ia mengintip keluar, terdengar suara nyaring tadi telah berseru kembali tertawa dingin :
"Hmmm... tak nanti mereka bisa melarikan diri dari sekitar sini, hayo kalian cepat membekuknya "
Walaupun suara bentakan tersebut berasal dari gedung lain yang rasanya terletak disebelah barat, namun ditengah malam yang begini hening, suara tersebut dapat terdengar dengan jelas sekali.
Huan Cu Im mengenali suara yang nyaring dan sedikit melengking itu dengan amat jelas kembali satu ingatan melintas dalam benaknya, kembali dia berpikir :
"Kalau didengar dari nada pembicaraan orang ini, bukankah dia adalah pejabat ketua Kay pang saat ini Kwa Tiang tay"
aaah, benar, dia adalah Lengcu emas, ini berarti tempat ini merupakan daerah komplotannya tak heran kalau dia bisa muncul di Lou cu san"
Belum lama dia menyembunyikan diri mendadak terdengar olehnya suara dengusan nafas seseorang yang berasal dari suatu tempat tak jauh dari posisinya.
Perlu diketahui, semenjak dia belajar ilmu Hong lui ing dari pengemis sakti berwajah senyum Yu It man, tenaga dalam yang dimilikinya telah memperoleh kemajuan pesat, ketajaman mata dan pendengarannya juga bertambah hebat, sehingga suara yang berada dari seputar berapa kaki darinya dapat ditangkap olehnya secara jelas sekali.
Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekarang ia mendengar ada orang bersembunyi disisinya, lagipula dengus napas orang itu sangat memburu, kalau bukan Siang Siau Un lantas siapa lagi"
"Tampaknya budak cilik ini memang sengaja menjauhi aku..."
Berpikir begitu, tiba tiba saja dia membalikkan badan dan berkata sambil tertawa rendah:
"Kau tak usah menyembunyikan diri, aku sudah mengetahui jejakmu sedari tadi..."
Pedang Berkarat Pena Beraksara 5 Prabarini Karya Putu Praba Darana Senja Jatuh Di Pajajaran 10
Begitu menyerbu masuk ke dalam kamar dan melihat si nenek berbaju hitam itu bagaikan bertemu dengan musuh besar saja, ciu gwat dan ciu kui segera membentak keras.
Seorang dari kiri dan yang lain dari kanan, serentak mereka menyerbu kedepan, dua belah pedang pendek mereka secepat sambaran kilat melancarkan sergapan kilat.
Dengan terjun kedua orang itu ke dalam arena pertarungan, daya tekananyang menghimpit Siang Ci unpun menjadi berkurang, bukannya mundur nona itu malah mendesak maju lebih ke depan, dengan mengimbangi serangan dari kedua orang nona lainnya, dia mengkhususkan diri ancaman tangan musuh.
Nenek berbaju hitam itu makin gusar lagi setelah melihat kedua orang dayang yang telah tertotok jalan darahnya tadi, kini turut menyerangnya.
Tapi untuk menghadapi siang Ci un seorang yang ilmu silatnya tidak begitu tinggi pun untuk sesaat dia sudah dibikin kewalahan dan tak sanggup untuk merobohkannya, apalagi dengan bertambahnya dua bilah pedang pendek dari kedua orang budak yang menyerang dengan menggunakan ilmu pedang Biau hoat lian hoa kiam dari Kia hoa sinni, posisinya makin terdesak.
Sambil tertawa seram ia segera membentak keras:
"Budak sialan, aku tak akan puas sebelum dapat membacok mampus kalian beberapa orang budak "
Sepasang tangannya segera digetarkan berulang kali, kemudian langsung menyerbu ke balik cahaya pedang mereka, kelima jari tangannya yang mirip cakar elang itu khusus mengancam pedang mereka bertiga.
Sayang sekali Siang Ci un, ciu gwat dan ciu kui sudah cukup mengetahui akan kelihayan musuhnya, ketika menyaksikan nenek itu selalu mengincar pedangnya, mereka pun menghindarkan diri dari pertarungan langsung.
Setiap kali nenek itu melakukan terkaman, merekapun berkelit ke samping, mereka mengurung musuhnya dari posisi tiga penjuru.
Disaat lain mengancam seseorang, maka dua orang lainnya segera memanfaatkan kesempatan untuk menyerang, Tapi bila kau mengalihkan ancamannya kepihak lain, kedua orang yang lain pun segera menyergap atau menyerang dari sisi yang berbeda, begitu seterusnya.
Akibat dari taktik bergerilya ini, nenek berbaju hitam itu menjadi kelabakan setengah mati, seperti lagi bermain petak saja mereka saling kejar mengejar, hindar menghindar.
Tiba tiba Siang Siau un merasa tertarik, sambil tertawa cekikikan segera serunya: "Eeehh... jangan bermain sendiri, aku ikut satu ?"
Sambil berseru, ia segera terjunkan diri ke dalam arena secepat hembusan angin.
Alat pancingnya yang terbuat dari bambu itu panjangnya mencapai delapan depa lebih belum lagi tubuhnya mendesak tiba, sebuah serangan yang amat cepat telah mengancam punggung si nenek berbaju hitam itu.
Biasanya, sambaran alat pancing sepanjang delapan depa itu pasti akan membawa deruan suara yang keras. Tapi dalam kenyataan, gerak alat pancing Siang Siau un hanya menerbitkan suara yang lembut, tak jauh berbeda dengan suara desingan angin serangan jari, tentu saja ilmu yang digunakan adalah kepandaian khusus dari si nenek pengemis bermata buta.
Sejak melihat alat pengail berwarna hijau ditangan Siang Siau un tadi, nenek berbaju hitam itu sudah merasa amat masgul, sebab dia tahu andaikata tidak memiliki jurus yang tangguh, mustahil seorang nona kecil akan menggunakan alat pancing yang begitu panjang sebagai alat senjatanya.
Maka ketika merasakan datangnya desingan angin serangan yang mengancam bahu kirinya, diam diam ia tertawa dingin, sambil miringkan badan, tiba tiba tangan kirinya melakukan gerakan menyambar ke belakang Dalam anggapannya, sebuah alat pengail yang begitu kecil, sudah pasti tak akan mampu menahan desingan serangan jari tangannya, siapa tahu ancamannya tersebut ternyata mengenai sasaran yang kosong.
Bukan begitu saja, malah tangannya secara tiba tiba terasa sakit bagaikan ditusuk dengan gurdi, ternyata ujung alat pengail itu sudah menghajar tangannya.
Betul rasa sakitnya tak seberapa hebat tapi rasa kagetnya tak terlukiskan dengan kata tanpa terasa dia berpikir:
"Kepandaian apakah yang telah digunakan budak ini"
Mengapa begitu aneh?"
Sementara itu, siang Ci un serta ciu gwat dan ciu kui yang melihat Siang Siau un telah terjun pula ke dalam arena, segera merasakan semangatnya makin berkobar, serangan mereka pun bertambah ketat.
Diantara kilatan Cahaya pedang, jurus jurus serangan aneh dilancarkan berulang kali dan mengurung si nenek berbaju hitam itu rapat rapat.
Diantara mereka semua, tentu saja serangan alat pengail dari Siang Siau un dan yang paling hebat dan luar biasa, sebentar tongkatnya menyerang ke atas, sebentar ke bawah, sejenak mengancam bahu si nenek berbaju hitam, sebentar lagi mengancam kaki musuh kesemuanya ini membuat lawannya menjadi kerepotan setengah mati.
Sayang sekali Siang Siau un masih kecil, tenaga dalamnya tidak memadahi hingga dia tak mampun menyalurkan hawa murninya ke dalam tongkat pengailnya, karena itu walaupun tusukannya bersarang telak ditubuh lawan, hal ini tidak terlalu menimbulkan rasa sakit tapi sebaliknya justru membuat nenek berbaju hitam itu menjadi amat gusar dan amat tidak tenteram.
Huan Cu Im yang telah dibebaskan dari pengaruh totokan Im jiu Ceng hiat oleh ilmu can hoa cinya Hee Giok yang, kini sedang duduk bersemedi untuk mengatur pernafasan, dalam keadaan demikian ia sekali tak berani banyak berkutik.
Dalam pada itu Ji Giok telah menyodorkan pedang pelangi milik nonanya kepada gadis tersebut.
Sebagai seorang gadis yang berpengalaman, sudah barang tentu Hee Giok yong juga tahu kalau waktu itu Huan Cu Im sedang bersemedi dan berada dalam keadaan paling kritis, dimana ia tak boleh memperoleh gangguan orang lain sehingga menyebabkan peredaran hawa murninya meleset dan mengalami jalan api menuju ke neraka.
Melihat ciu gwat, ciu kui, Ci Giok dan seorang nona berbaju ungu yang bersenjata tongkat pengail telah berhasil mengurung nenek berbaju hitam itu rapat rapat, dia pun berdiri didepan pembaringan dengan pedang terhunus untuk melindungi keselamatannya Huan Cu im.
(Hingga sekarang dia masih belum memahami maksud dari kedatangan si nenek berbaju hitam yang sebenarnya, yaitu menggunakan kesempatan disaat dia sedang lemah akibat habis mengobati Huan Cu Im dengan ilmu can hoa cinya untuk menghabisi nyawanya).
Dalam pada itu, si nenek berbaju hitam itu betul betul merasa gusar sekali setelah dipecundangi Siang Siau un dengan permainan senjata pengailnya, paras mukanya yang kurus kering itu dilapisi hawa dingin yang menggidikkan hati, sementara hawa pembunuhan yang memancar keluar dari balik matanya makin lama semakin bertambah tebal.
"Weess..." Mendadak dia melancarkan sebuah totokan kearah ciu gwat lalu bagaikan sambaran bayangan setan dia berputar ke samping ciu kui dan menyambar pergelangan tangan dayang itu dengan kecepatan tinggi.
Semua gerakan tersebut benar benar dilancarkan dengan kecepatan luar biasa, bersamaan waktunya d isaat ia mencengkeram ciu kui dengan tangan kirinya, tangan kanannya telah ditarik kembali, lalu sambil dipentangkan lebar lebar dia cengkeram batok kepala ciu kui...
Andaikata batok kepala tersebut benar benar sampai kena dicengkeram, niscaya batok kepala ciu kui akan hancur berantakan tak kelihatan bentuknya lagi, atau tidak pasti akan muncul lima buah lubang besar.
Padahal waktu itu Siang Ci un ciu gwat telah didesak mundur olehnya pada satu jurus sebelumnya, hal ini membuatnya tak sempat untuk membantu lagi.
Sedangkan Hee Giok yang berjaga jaga di depan pembaringan, hal ini membuatnya tak mungkin memberi bantuan.
Melihat ciu kui hampir tewas terterkam oleh cakar tajam nenek berbaju hitam itu, semua orang merasakan hatinya tertekat.
Tatkala cakar maut nenek itu tinggal lima inci dari atas ubun ubun ciu kui inilah, tiba tiba ia merasakan pergelangan tangannya mengencang, seakan akan terikat oleh seutar benang lembut, hal mana membuat serangannya tak mampu dilanjutkan kembali. Mendadak terdengar Siang Siau un berseru sambil tertawa cekikikan : "Hey nenek jahat, hayo cepat lepaskan dia"
Ternyata entah sejak kapan diujung alat pengail itu telah dipasang senar panjang yang berhasil mengkait tangan kanan nenek berbaju hitam itu hingga tergantung ditengah udara.
Sementara nona itu tertawa bangga sembari mengangkat alat pengailnya tinggi tinggi ke tengah udara.
Sebagai seorang jagoan yang berilmu tinggi, tentu saja nenek berbaju hitam itu tidak memandang sebelah matapun terhadap seutar senar tipis, sambil mendengus dingin ia mengerahkan tenaga dalamnya ke dalam pergelangan tangan kanannya kemudian dibetot kebawah.
Siapa tahu meskipun senar itu kecil dan lembut, nyatanya sangat kuat lagi keras, biarpun lawan meronta dengan sekuat tenaga yang terjadi senar tersebut hanya ikut bergetar diudara, usahanya untuk melepaskan diri sama sekali tidak berhasil.
Siang Ci un dan ciu gwat yang menyaksikan tangan kanan lawannya kena dibelenggu benang kaitan lawan, tentu saja enggan melepaskan kesempatan yang sangat baik itu dengan begitu saja, sepasang pedang segera digetarkan keras kemudian bersama sama menerkam kedepan...
Tampaknya si nenek berbaju hitam itu sama sekali tidak menyangka kalau seutas senar yang begitu lembut, ternyata memiliki daya kekuatan yang begitu hebat, melihat usahanya untuk memutuskan tali senar tersebut tidak berhasli, dengan cepat ia menarik ciu kui dan dihadangkan dihadapan mukanya sebagai tameng, lalu bentaknya keras keras : "Siapa yang berani kemari ?"
"Hey nenek jahat" seru siang Siau un cepat, "bila kau tidak membebaskannya, aku pun tak akan membebaskan dirimu"
Nenek berbaju hitam itu mendengus gusar, berulang kali tangan kanannya digetarkan keras keras.
Namun senar pengail itu bukan saja sangat kuat, lagi pula dikarenakan bentuknya lembut, maka semakin dia bergetar keras, makin kencang pula senar itu memiliki lengannya sehingga nyaris terbenam ke dalam kulit badan sakitnya bukan kepalang.
la segera mengerti, bilamana ia berani meronta lagi, itu berarti kulit badannya akan semakin robek dan terluka.
Dalam gelisah dan gusarnya, ia segera membentak keras :
"Hey budak cilik, bila kau mengharapkan kubebaskan orang ini, kau harus mengendorkan dulu tali senarmu itu"
Seperti diketahui, tangan kanannya terpanCing hingga terangkat tinggi diangkasa, dengan muka bengis dan marah, ia nampak mengenaskan sekali. Siang Siau un segera tertawa dingin:
"Huuh... merdu amat, perkataanmu itu melebihi suara nyanyian, kalau kau tidak melepaskan saudaraku lebih dulu, siapa yang bakal percaya dengan ucapanmu itu?"
ciu kui yang diCengkeram pergelangan tangannya saat itu merasakan kesakitan yang luar biasa, tulang belulangnya serasa mau rontok dan hancur. Sambil menggigit bibir menahan diri, ia segera berteriak keras keras:
"Nona, kalian jangan melepaskan orang ini tangkap saja bajingan tua ini lebih dulu serta ditanya maksud kedatangannya... aah nenek bajingan, biar kau meremukan tulang tanganku ini, jangan harap kau bisa... bisa meninggalkan kuil Cu Im an dalam keadaan selamat pada malam ini..."
Ancaman itu kontan saja mengejutkan hati si nenek berbaju hitam itu, diam diam pikirnya:
"Kalau ditinjau dari situasi, sekarang ini keempat dayang tersebut sudah jelas susah dihadapi apalagi kalau waktu makin berlarut dan kondisi badan Hee Giok yang makin pulih kembali, bila sandera ini tidak segera kubebaskan, bisa jadi aku benar benar tak akan mampu lolos dari tempat ini."
Sementara dia masih berpikir, Hee Giok yang telah berkata
: "Bebaskan dulu ciu kui, aku bersedia membebaskan kau dari sini"
"Bisa dipercayakan perkataan nona Hee" tegur nenek berbaju hitam itu dengan suara dalam.
Hee Giok yang segera tertawa dingin:
"Setiap perkataan yang telah diucapkan, tentu saja dapat dipercaya"
"Baik" kata nenek berbaju hitam itu kemudian dengan suara dalam, "aku akan membebaskan dia lebih dulu"
Dengan cepat dia mengendorkan kelima jari tangannya serta membebaskan cengkeramannya atas pergelangan tangan ciu kui.
Hee Giok yang segera berpaling ke arah siang Siau un dan katanya pula: "Adik kecil, harap kau sudi memandang wajahku dengan kebebaskan dirinya" Siang Siau un mengerutkan hidungnya lalu mendengus:
"Hmmm, terlalu keenakan nenek peyot ini"
la segera menggetarkan alat pengailnya yang membelenggu pergelangan tangan nenek berbaju hitam itu, dan terlepaslah tersebut dari ikatan.
Dengan sorot matanya yang tajam bagaikan sembilu, nenek berbaju hitam itu melotot sekejap kearah siang Siau un, lalu setelah tertawa seram katanya:
"Hay budak cilik, hutang apa yang kau buat pada malam ini tak pernah akan kulupakan"
Siang Siau un segera menarik kembali senar pengailnya seraya mencibirkan bibirnya
"Huuuh, kau sedang mimpi mungkin, kalau sampai bertemu lagi denganku lain kali aku pasti akan memancingmu sampai tergantung balik..."
Nenek berbaju hitam itu tidak banyak berbicara lagi, ia segera berkelebat lewat dan cepat cepat kabur keluar pintu.
"Troook..." Mendadak terdengar suara tongkat besi diketukan keras keras ke atas tanah, disusul kemudian terdengar seseorang membentak dengan suara keras: "Nenek siluman, kau jangan keburu pergi dulu"
"Aah...Ju congkautau telah datang" Siang Ci un yang mendengar suara itu segera berseru kegirangan.
"Blaamm..." Kembali terdengar suara benturan keras bergema diluar pintu kamar, agaknya kedua orang tersebut telah saling beradu satu pukulan disana.
"Haah... haah... haah..." kembali terdengar Ju It koay tertawa tergelak, lalu membentak.
"Nenek busuk, kau ingin beradu pukulan denganku"
Hmm... masih ketinggalan jauh "
Sebetulnya nenek berbaju hitam itu sudah menerjang keluar dari pintu ruangan, tapi kini didesak mundur kembali kedalam ruangan ,rambutnya yang beruban tampak terurai tak karuan dan bergoncang sendiri meski tidak terhembus angin, selangkah demi selangkah tubuhnya mundur terus kebelakang.
"Siapakah kau?" bentaknya kemudian dengan suara yang menyeramkan.
Ju It koay segera menghentikan toya besinya ke atas tanah, lalu serunya sambil tertawa nyaring :
"Kau menanyakan tentang aku" Aku sih tak pernah berganti nama marga maupun nama besarku, orang memanggilku Ju It koay ketua pelatih dari benteng keluarga Hee, siapa pula kau?"
Ketika Siang Ci un, ciu gwat dan ciu kui se kalian melihat si nenek berbaju hitam itu telah terdesak mundur kembali ke dalam ruangan, serentak menyerbu ke depan serta mengurungnya secara ketat.
Hee Giok yang kuatir nenek itu menjadi kalap dan menyerang Huan Cu Im yang sedang bersemedi karena posisinya terjepit, maka dengan suatu gerakan cepat dia meloloskan pedang pelangi dari sarungnya kemudian pelan pelan mundur ke depan pembaringan dan bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan-..
Dibawah timpaan sinar lentera, tubuh pedang pelangi itu membiaskan selapis cahaya hijau yang menyilaukan mata dan sangat menggidikkan hati.
"Aku yang tua..."
Baru saja si nenek berbaju hitam itu mengucapan dua patah kata, tiba tiba matanya berkeliaran sekejap ke sekeliling tempat itu kemudian bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya langsung menerjang kearah jendela disebelah timur.
"Blaaammm. . . "
Ditengah benturan keras, kedua lembar daun jendela itu kena ditumbuk olehnya sampai ambruk. sementara ia segera melesat keluar dari jendela dengan cepatnya.
Oleh karena Ju It koay telah menghadang di depan pintu, terpaksa dia melarikan diri dengan menjebol jendela.
Ju It koay sama sekali tidak melakukan pengejaran, hanya bentaknya dengan suara keras:
"Nenek bengis, hebat juga kepandaianmu untuk meloloskan diri..."
Maksud kedatangannya kesitu ternyata bukan menghadang kepergian si nenek berbaju hitam itu, tapi untuk menengok keadaan dari Huan Cu im, itulah sebabnya tiada niat sama sekali baginya untuk melakukan pengejaran-Kepada Hee Giok yang dia segera menjura seraya bertanya :
"Huan kongcu tidak apa apa bukan" Maaf kalau kedatanganku terlambat satu langkah"
"Terima kasih banyak atas perhatian cong kautau, adik Cu Im tidak apa apa..."
"Bagus sekali kalau begitu" kata Ju It koay kemudian, "aku dengar Huan kongCu telah tertotok jalan darahnya oleh ilmu Im jiupit hiat, apakah nona yang telah memunahkan pengaruh totokan tersebut dengan ilmu jari can hoa Ci ?"
Rupanya dia mendengar kesemuanya itu dari Ci Giok.
Hee Giok yang segera meng ia kan, ujarnya kemudian hambar :
"Adik Cu Im sedang bersemedi, tapi ia sudah sembuh kembali seperti sedia kala"
"oooh... ooh... aku benar benar mesti berterima kasih kepada nona "Ju It koay segera menjura, "maaf kalau aku tak bisa berdiam kelewat lama disini, biar aku melakukan ronda diluar sana, maaf..."
Habis berkata ia lantas menghentakkan toya besinya ke atas tanah, kemudian membalikkan badan dan mengundurkan diri dari situ dengan gerakan cepat. Hee Giok yang yang melihat kejadian itu segera berpikir didalam hatinya.
"Jika dilihat gerak gerik Ju It koay, tampaknya dia amat menguatirkan keselamatan adik Cu im, padahal dia cacad kakinya, tapi ayah toh mengundangnya untuk menjadi ketua pelatih bagi Benteng keluarga Hee, bisa jadi ilmu silat yang dimiliki orang ini sangat lihay"
Ia segera membalikkan badan dan berkata kepada Siang Siau un:
"Adik kecil, banyak terima kasih atas bantuanmu pada malam ini, kau tentunya bukan anggota benteng keluarga Hee bukan" Sampai kini aku belum menanyakan siapa namamu ?"
Siang Ci un cepat cepat mengerdipkan matanya kearah adiknya sebagai tanda agar dia jangan mengatakan identitasnya sendiri, kemudian sambil memberi hormat kepada Hee Giok yong, katanya:
"Nona, budak sudah tiada urusan disini karenanya ingin memohon diri lebih dulu"
Sambil tersenyum Hee Giok yang segera berkata :
"Kau bernama Ci Giok bukan" Tampaknya ilmu pedang yang kau miliki hebat sekali lain kali seringlah bermain kemari..."
"Terima kasih nona"
Ciu gwat segera ikut berbicara pula :
"Enci Ci Giok. untung kau datang membantu kami pada malam ini, sekarang sudah larut malam, kamipun tak akan menahanmu lebih lama, tapi seringlah bermain ke kuil Cu Im an, bukankah nona yang menyuruh kau sering kemari?"
"Aku pasti akan datang" jawab Siang Ci un sambil tersenyum ramah.
"Mari kami hantar kau keluar" kata ciu kui. Sedang Ho Popo berkata pula:
"Nona Ci Giok terima kasih banyak atas bantuanmu, maaf kalau aku tidak menghantar kepergianmu"
"Ho Popo tak usah kelewat sungkan"
Maka dengan dihantar oleh ciu gwat dan ciu kui, berangkatlah Siang Ci un meninggalkan tempat tersebut.
Sementara itu Hee Giok yang telah berkata kepada Siang Siau un dengan ramah : "Silahkan duduk adikku"
"Aku bernama Siang Siau un, dikemudian hari panggil saja sebagai Siau un"
"Adik siau un, aku bernama Giok yang"
Siang Siau un segera manggut manggut: "Yaa, aku sudah tahu"
"Kau mengetahui namaku" tanya Hee Giok yang dengan perasaan sekejap dan mengucapkan juga sepatah kata sebelum menyambar guci araknya untuk menghindar, pada hakekatnya peristiwa semacam ini mustahil dapat terjadi (?"sambungan yang aneh...?")
"orang menyebut guruku sebagai sinenek pengemis bermata buta, dia adalah sahabat karib Kiu hoa sinni semenjak puluhan tahun berselang, nah tentunya enci Giok yang sudah mengerti bukan sekarang ?"
"oooh..." Hee Giok yang berseru tertahan, kemudian dengan gembira serunya lebih jauh:
"Mengerti aku sekarang, seringkali kudengar guruku memuji akan kelihayan ilmu silat yang dimilikisi nenek pengemis locianpwee, konon permainan toya Tah kau pangnya tiada tandaingan di dunia ini... oya adik Siau un, apakah permainan toya bambu yang barusan kau gunakan adalah bagian dari ilmu Tah kaupang hoat yag amat termashur itu?"
"Sayang sekali tenaga dalam yagn siau moay miliki masih teramat cetek. sehingga walaupun berhasil mengajar tubuhnya, namun tak berhasil melukainya"
Pembicaraan makin berlangsung kedua orang itupum berlangsung lebih akrab, tak pelak lagi kedua orang itu segera terlibat dalam pembicaraan yang sangat asyik.
Sementara itu Huan Cu Im telah menyelesaikan semedinya danpelan pelan membuka matanya kembali.
"Aaah, Huan kongCu telah mendusin kembali"
Serentak Hee Giok yang dan Siang Siau un berpaling ke arah samping pembaringan-Saat itu Huan Cu Im telah melangkah turun dari pembaringan, sambil menjura kepada Hee Giok yang, segera ujarnya:
"Syukurlah semua jalan darah siaute yang tertotok telah berhasil dipunahkan, kesemuanya ini tak lain berkat anugerah dari cici..."
Merah membara selembar pipi Hee Giok yang karena perkataan itu, agak tersipu ia segera bertanya:
"Adik Cu im, tatkala mengatur pernapasan tadi, apakah kau sudah merasa sembuh sama sekali?"
"Yaa, sama sekali telah sembuh"
Sambil tertawa Siang Siau un segera berjalan menghampirinya, kemudian berkata: "Huan kongCu, masih kenal dengan aku?"
Huan Cu Im memandang sekejap ke arahnya, kemudian menyahut: "Yaa... rasanya nona seperti kukenal baik..."
"Eeei... rupanya kalian saling mengenal?" Hee Giok yang segera menegur pula dengan keheranan.
Siang Siau un segera tertawa Cekikikan:
"Aku sih masih mengenalinya, tapi dia mungkin sudah tidak teringat lagi" Mendadak Huan Cu Im berseru tertahan
"Aaah... teringat aku sekarang, bukankah nona pernah membujukku agar pergi ke kota Kim leng pada tiga bulan berselang?"
"Ehmm... betul, selain itu apa lagi yang kau ingat?"
"Suatu ketika, aku pun melihat nona sedang berjalan bersama seorang nenek..."
"Dia adalah guruku" seru Siang Siau un cepat.
Lalu sambil tertawa misterius dia melanjutkan:
"pada malam itu, kami telah menyelamatkan seseorang dari cengkeraman maut"
"Siapakah dia?" Hee Giok yang segera bertanya.
"Hiihh... hii.. hiiih... orang itu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Huan kongcu" ucap Siang Siau un sambil tertawa cekikikan-Satu ingatan segera melintas dalam benak Huan Cu im, segera tanyanya dengan gelisah "Apakah dia adalah Yap Ling?" Siang Siau un mengangguk.
"Tepat sekali dugaanmu, memang Yap Ling yang telah ditolong suhu dari tangan seorang nenek berbaju hitam, dan sekarang dia telah menjadi kakak seperguruanku "
"oooh... rupanya Yap Ling sudah mengangkat suhUmU
sebagai gurUnya, tapi siapa sih gurumu itu ?" tanya pemuda.
"Suhunya adik siau un bukan lain adalah nenek pengemis bermata tunggal locianpwee" sela Hee Giok yang. "oya... adik Siau un, barusan kau bilang kalau suhumu telah menyelamatkan Yap Ling dari cengkeraman seorang nenek berbaju hitam, apakah si nenek berbaju hitam itu adalah nenek berbaju hitam yang kita temui malam ini...?"
"Agaknya memang dia, tapi gerakan tubuhnya pada malam itu terlalu cepat sehingga aku sendiripun tak sempat memperhatikan dengan seksama"
"Pasti orang itu" kembali Hee Giok yang berseru. "bisa jadi kedatangannya pada malam ini adalah untuk menghabisi nyawa adik Cu im..."
"Benar" sambung Huan Cu Im pula, "aku masih mengenali nada logat pembicaraannya, katika memperalat seorang hartawan kampung untuk membokong tempo hari, diapun mengenakan baju berwarna hitam serta berbicara dengan nada suara yang dingin menyeramkan"
"Kalau memang kau sudah mengenali suaranya, kenapa tidak dikatakan sedari tadi?" omel Hee Giok yang.
"Habis waktu itu aku sedang bersemedi, bagaimana mungkin bisa berbicara ?"
"Huuh tahu kalau dia, semestinya jangan kita biarkan dia kabur dengan begitu saja"
Tiba tiba Huan Cu Im seperti teringat akan sesuatu, sambil bertepuk tangan segera serunya:
"Aaah... benar, tahu sekarang siapa dia yang sebenarnya..."
"Siapa dia?" cepat cepat Giok yang bertanya.
"Dialah wakil congkoan dari bukit Lou Cu san"
"Darimana kau tahu?" tanya Giok yang dengan paras muka berubah hebat.
"Malam itu, ketika sedang mengutil Yap Ling, tiba tiba kudengar ada orang sedang berbicara dibawah jendela dekat kamarku, dia bertanya kepada Yap Ling apakah tugas sudah telah selesai dilaksanakan. Suara orang itu kedengaran amat dingin dan menyeramkan, maka ketika aku berhasil menyelamatkan jiwa Yap Ling diperkampungan keluarga Ki akupun bertanya kepada nya, siapa yang telah diajak berbicara pada berselang, Yap Ling bilang seorang itu adalah wakil congkoannya"
la kuatir Hee Giok yang menaruh kesalah pahaman karena ia pernah melakukan perjalanan bersama Yap Ling, karenanya kisah pengalamannya itu dilakukan perubahan dimana perlu.
Tergerak hati Hee Giok yang sehabis mendengar penjelasan tersebut buru buru tanyanya
"Kau mengatakan, dialah yang telah menculikmu dari rumah petani sampai di bukit Lou Cu san, kalau begitu kemungkinan besar dia pula yang telah menancapkan jarum Im kheh ciam kedalam tubuhmu ?"
"Aku tidak tahu apakah dia yang telah menancapkan jarum Im khek Im ciam ke tubuhku atau bukan, tapi tak salah kalau dialah wakil congkoan dari Lou Cu San"
-oo0dw0oo Jilid: 45 "Sebetulnya dendam sakit hati apa sih yang terjalin antara mereka denganmu " Mengapa mereka harus menotok jalan darahmu dengan ilmu Im jiu Ceng hiat kemudian menusukkan pula jarum Im khek Ciam kedalam tubuhmu ?"
Kemudian setelah berhenti dengan wajah penuh emosi dia berkata lagi :
"Tapi beginipun ada baiknya juga, setelah mengetahui bahwa dia adalah wakil congkoan dari Lou Cu san, besok kita naik kebukit Lou Cu san, akan kutegur perempuan she Sim itu, mengapa dia menyuruh wakil congkoannya mendatangi kuil Cu Im an ditengah malam buta..."
"Sekalipun kau kesitu juga percuma, andai kata Sim hujin mencari orang lain yang dilakukan sebagai wakil congkoannya, kau sendiri toh tidak mengetahui secara pasti "
Hee Giok yang segera mendengus dingin :
"Hmmm, aku toh bukan seorang bocah kecil berusia tiga tahun, masa dia bisa membohongi aku?"
"Siapa sih Sim hujin itu?" tiba tiba Siang Siau un pura pura bertanya.
"Dia adalah ibu tiriku"
"Lalu siapakah kakak seperguruan dari Sim hujin?"
"Entahlah, itulah sebabnya aku hendak berkunjung sendiri ke bukit Lou Cu san serta melakukan penyelidikan hingga jelas
" "Enci Giok yong, apakah kau sudah mengetahui identitas serta asal usul mereka?"
Hee Giok yang segera menggeleng.
"Aku belum tahu, perempuan she Sim itu licik dan pandai sekali, aku rasa ayah sendiri pun belum tentu mengetahui asal usul mereka secara jelas "
"Aaah, belum tentu begitu. Menurut hasil pengamatanku, empek Hee pasti mengetahui asal usul mereka, hanya saja dia enggan mengatakannya kepada kita"
"Aku rasa andaikata nenek berbaju hitam yang datang pada malam ini adalah wakil congkoan dari bukit Lou Cu san, maka orang yang telah menancapkan jarum Im khek ciam ke tubuh Huan Cu Im pasti bukan orang tersebut" ucap Siang Siau un.
"Atas dasar apa kau berkata begitu?"
"Im khek ciam adalah semacam ilmu lihay dari golongan sesat, bila toh si nenek berbaju hitam itu mengerti ilmu Im khek ciam mengapa tidak ia pergunakan kepandaian tersebut diatas terkepung oleh kita tadi...?"
Hee Giok yang segera manggut manggut.
"Betul juga perkataan ini, dalam keadaan terdesak tadi seharusnya dia sudah menggunakan ilmu Im khek ciam tersebut untuk mempertahankan diri, atau paling tidak ciu gwat, ciu kui dan Ci Giok bertiga pasti akan terluka ditangannya"
Siang Siau un segera mencibirkan bibirnya sambil berseru:
"Huuuh, apa sih hebatnya ilmu Im khek ciam yang merupakan kepandaian dari golongan sesat itu" Tak nanti kepandaian itu bisa melukai ciciku " Tanpa sadar ia telah membuka rahasia.
Hee Giok yang segera memandang sekejap ke arahnya sambil bertanya:
"Adikku, siapa sih cicimu itu?"
Sadar kalau telah terlanjur bicara, siang Siau un jadi jengah sendiri, lagipula perkataan yang sudah terlanjur diutarakan tak mungkin bisa ditarik kembali, maka segera katanya lagi:
"Akupun tak berniat membohongimu lagi, ciciku bernama siang Ci un..."
"Kapan kau pernah membohongi aku ?" tanya Hee Giok yang semakin keheranan- "apa pula sangkutpautnya dengan cicimu?"
"Tentu saja ada" jawab Siang Siau un setelah mengerling sekejap kearah Huan Cu im, ciciku tak lain adalah Ci Giok"
"ooh... diam diam Huan Cu Im berseru tertahan, "ternyata Ci Giok adalah encinya"
Sementara itu Hee Giok yang pun merasa agak terCengang atas kejadian tersebut, hal ini sama sekali diluar dugaannya, ia segera bereru lagi : "Mengapa encimu bisa berada di dalam benteng keluarga Hee...?"
"Aai,,, panjang sekali untuk diceritakan-.."
Kemudian setelah memandang sekejap ke arah Huan Cu Im dan Hee Giok yang sambil tertawa, Siang Siau un berkata lebih jauh :
"Asal kalian berjanji akan merahasiakan persoalan ini, tentu akan kuberitahukan kepada kalian berdua"
"Aku janji rahasia ini tak bakal bocor" seru Huan Cu Im tanpa berpikir panjang.
"Adik kecil, tak usah jual mahal lagi" seru Hee Giok yang pula, "tak usah kuatir, tak bakal kuceritakan rahasia ini kepada orang lain"
"Sesungguhnya ayahku adalah siang Han hui, ketua Hoa san pay sekarang" kata Siang Siau un kemudian.
Tak pelak lagi Huan Cu Im segera dibuat tertegun sehabis mendengar perkataan itu, dia tak mengira kalau Ci Giok sebetulnya adalah putri sulung empek Siang. Tiba tiba ia teringat sesuatu:
"Aaah, tak salah lagi, bukakah sewaktu akan berangkat ke Kim leng tempo hari, Ci Giok telah menitip sepucuk surat untuk empek Siang...?"
Siang Han hui, ketua Hoa san Pay adalah seorang tokoh persilatan yang amat termashur diantara sembilan partai besar, tentu saja Hee Giok yang pernah mendengar nama tersebut orang, tanpa terasa diapun dibuat tertegun.
"Adik kecil" serunya kemudian, "ternyata kau adalah putri kesayangan siang Ciangbunjin, aaah... cicimu..."
Ia memutar biji matanya yang jeli sekejap. lalu terusnya dengan nada curiga:
"Sebagai putri Siang ciangbunjin, mengapa ia bisa menjadi seorang dayang di benteng kami?"
Persoalan ini pun merupakan masalah yang ingin diketahui oleh Huan Cu im, maka tanpa terasa sorot mata mereka berdua bersama sama dialihkan ke wajah siang Siau un
"cici ku bisa menjadi dayang disini, karena dia hendak menyelidiki jejak Im khek Ciam tersebut."
"Menyelidiki Im khek ciam?" Hee Giok yang semakin keheranan, "kalau begitu kalianpun sudah mengetahui kalau antara Im khek ciam dengan perempuan she Sim itu sebetulnya mempunyai hubungan yang sangat erat."
"Soal itu sih aku sendiri kurang jelas" Siang Siau un menggeleng, "aku hanya tahu ibuku telah tewas diujung jarum Im khek ciam yang jahat dan teramat keji itu."
sekali lagi Hee Giok yang dibuat tertegun oleh perkataan tersebut, segera tanyanya. "Jadi bibipun tewas oleh jarum Im khek ciam?"
Siang Siau un manggut manggut tak tahan matanya menjadi merah dan segera katanya lagi.
"Benar, peristiwa ini berlangsung pada sepuluh tahun berselang, waktu itu ibu sedang mengajak kakak dan adik kami berdua dalam perjalanan menuju ke kuil Yang su Bio dibukit Tlong lam san, tiba tiba saja ibu merasa hatinya sakit lalu roboh terjengkang ke atas tanah, hanya didalam setengah jam saja beliau telah pergi meninggalkan kami untuk selamanya..."
Berubah hebat paras muka Hee Giok yang setelah mendengar penuturan itu, dia menggertak giginya kencang kencang lalu mengangguk. "Ya, keadaannya persis seperti ibuku mati."
Terdengar Siang Siau un berkata lebih jauh:
"Kemudian ayah mendapat kabar dan segera menyusul datang, ketika diperiksa dengan seksama, diketahui ada sebutir tanda hijau kehitam-hitaman didada ibuku, konon gejala kematian semacam itu merupakan tanda khas dari ilmu Im khek jui sim clan yang merupakan ilmu jahat andalan Tay Im kau dimasa lalu..."
"Tay Im kau ?" seru Hee Giok yang dengan perasaan terkejut bercampur keheranan.
Siang Siau un tidak menanggapi dia berkata lebih jauh
"Kemudian setelah ayah melakukan penyelidikan dengan seksama, baru diketahui disaat ibu menemui ajalnya waktu itu, disekitar kuil Yang su Bio sama sekali tiada jago persilatan yang kebetulan lewat disitu, hanya pada saat yang sama ada sepasang kakak beradik dari keluarga sim yang bersembahyang juga didalam kuil Nyoo yu bio, katanya setelah sembahyang dikuil, adiknya akan menikah jauh ke Hway lam"
"Aaah... ternyata memang mereka?" seru Hee Giok yang sambil menggertak giginya, "jadi disebabkan persoalan inilah, ayahmu baru mengutus kakakmu datang kemari?"
"Tidak, kedatangan cici keBenteng keluarga Hee baru berlangsung satu tahun berselang."
Setelah berhenti sejenak, Siang Siau un berkata lebih lanjut
: "Tatkala mendengar berita tersebut, ayah segera merasakan hatinya tergerak. sebab kebetulan sekali ketua Tay Im kau waktu itu memang berasal dari marga Sim..."
"Mungkin ada sangkut pautnya dengan perempuan she Sim itu ?" cepat cepat Hee Giok yong bertanya.
"Waaah, kalau soal itu sih aku kurang tahu" ucap Siang Siau un. Kemudian setelah berhenti sejenak, diapun berkata lebih jauh :
"Berhubungan ayahku merasa peristiwa ini berlangsung amat tepat dan kebetulan sekali waktunya, maka ia bertekad akan melakukan penyelidikan sampai tuntas..."
"Bagaimana dengan hasil penyelidikan ayahmu" Apakah telah diperoleh sesuatu petunjuk ?""
Tak heran kalau dia menaruh perhatian khusus atas persoalan ini karena peristiwa itu memang mempunyai hubungan yang erat sekali dengan kematian ibunya. Siang Siau un berkata lebih jauh :
"Menurut hasil penyelidikan ayahku dijumpai bahwa Sim hujin yang menjadi istri kedua ayahmu ini memiliki identitas yang sangat ruwet..."
Mendadak ia tutup mulut dan tidak melanjutkan kata katanya lagi.
"oooh adikku, katakanlah segera sungguh membuat hatiku sangat gelisah..." ucap Hee Giok yang.
"Menurut hasil penyelidikan ayahku, ayahmu berkenalan dengan Sim hujin ketika mereka berpesiar dengan perahu disungai chin hway ho..."
Sekali lagi paras muka Hee Giok yang berubah sangat hebat, katanya kemudian dengan suara dingin :
"Hmmm sejak semula aku sudah tahu bahwa ia berasal dari keluarga yang tak beres."
"Tapi dalam penyelidikan atas asal usul yang menyangkut dua bersaudara Sim itu, ayahku menjumpai kesulitan, ada yang bilang dia adalah seorang gadis yang berasal dari bawah bukit Tay pak san, ada pula yang mengatakan dia adalah putri seseorang di wilayah Kang lam, tapi sewaktu diselidiki lebih jauh ditemukan juga bahwa dia adalah seorang pelacur murahan dari dunia persilatan, sebentar lagi berubah jadi pelacur yang sering beroperasi disungai chin hway ho."
"Aneh benar, mengapa dia bisa mempunyai identitas begitu banyak...?"
"sepanjang saat ayahku melakukan penyelidikan atas identitas keluarga Sim, sudah dua kali beliau menghadapi serangan yang luar biasa, ancaman tersebut datangnya amat tiba tiba dan menggunakan cara yang paling keji, sudah jelas penyerangnya adalah seorang tokoh silat yang berilmu tinggi, namun kedua serangan tersebut semuanya gagal tapi merekapun selalu berhasil melarikan diri menurut perasaan ayah besar kemungkinan mereka punya hubungan yang erat dengan dua bersaudara Sim, atau paling tidak tindakan yang dilakukan ayahku telah menimbulkan perasaan tak tenang dihati mereka..."
"Bagaimana selanjutnya?" tanya Giok yang dengan perasaan tak sabar.
"Tapi sejak Sim hujin kawin dengan ayahmu, ia tak pernah muncUlkan diri kembali di dalam dUnia persilatan, bahkan kabar berita tentang kakaknya juga lenyap tak berbekas, tak seorangpUn yang mengetahui kabar beritanya lagi..."
Kemudian sesudah berhenti sejenak. dia berkata lebih jauh :
"Menurut dugaan ayah, besar kemungkinan kakak beradik dua orang itu menyembunyikan diri didalam benteng keluarga Hee, tapi karena sulit buat orang luar untuk penyelidikan, maka terpaksa cici dikirim kemari dengan nama samaran Ci Giok. tujuannya tak lain adalah untuk menyelidiki persoalan tersebut..."
Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Adik kecil, terima kasih banyak atas kesediaanmu untuk berbicara sejujurnya kepadaku" seru Giok yang kemudian.
Lalu setelah berhenti sejenak. sambil menggertak giginya kencang kencang ia berkata lebih jauh:
"ibuku tewas juga diuJung Im khek ciam itu berarti kita mempunyai musuh yang sama, mari kita bersama sama berjuang untuk balas dendam kepada perempuan she Sim itu"
"Kalau begitu nasibku masih terhitung mujur sekali" seru Huan Cu Im kemudian, "karena dia hanya menotok beberapa buah jalan darahku dengan ilmu Im khek Ci dan tidak sampai merenggut nyawaku, coba kalau ia membunuhku dengan jarum Im kek ciam, waah, tragis sekali, habis anak untuk membalasan dendam bagikupun tidak kupunyai"
Siang Siau un segera tertawa cekikikan sambil menggoda :
"Idiih... kau benar benar tak tahu malu, kawin saja belum sudah pingin punya anak"
Merah padam selembar wajah Huan Cu Im sehabis mendengar perkataan itu, demikian juga dengan Hee Giok yang, pikirnya pipinya bersemu merah dan gerak geriknya menjadi tersipu sipu.
Ji Giok yang Cerdik segera melumerkan suasana yang serba rikuh itu sambil berseru: "Nona, perlukah kuundang datang enci Ci Giok ?"
Perkataan itu segera menyadarkan kembali Hee Giok yang, cepat cepat dia mengangguk dan berseru dengan gembira :
"Bagus bagus sekali, cepatlah pergi, malam ini kita harus berunding dengan sebaik baiknya, kita harus menyusun rencana Yang masak sebelum berangkat ke bukit Lou Cu san bersama sama..."
cepat Cepat Ji Giok berlalu dari situ.
"Eeei Ji Giok. tunggu sebentar " mendadak Ho Popo berseru keras. Kemudian sambil berpaling katanya:
"Nona, sekarang sudah larut malam, lebih baik kita undang besok saja..."
"Tidak. Ji Giok, pergilah sekarang juga" seru Giok yang sambil mengulapkan tangannya berulang kali, "apa yang mesti kita kuatirkan" Biar tengah malampun bukan masalah, kita harus merundingkan persoalan ini dengan sebaik baiknya sebelum pergi tidur"
Ji Giok segera mengiakan, kemudian membalikkan badan dan cepat cepat mengundurkan diri dari situ.
"Adik Cu im" kata Giok yang kembali, "lebih baik kita duduk duduk diluar saja, ciu gwat, pergilah masak air dan siapkan sepocu air teh, sehingga bila nona Siang telah datang nanti, kita dapat minum teh sambil merundingkan persoalan ini.
Semua orang segera beranjak dari tempat duduknya dan pindah ke ruang tamu. Hee Giok yang segera berpaling kearah ciu kui dan katanya lagi:
"ciu kui, lebih baik kau berdiri diluar saja, perhatikan kalau ada orang menyadap pembicaraan kami, Cuma kau mesti berhati hati kali ini jangan sampai dipeCundangi orang lagi..."
Merah padam selembar wajah ciu kui sahutnya segera.
"Tidak nanti nona, budak akan tingkatkan kewaspadaan."
Selesai berkata, ia menyiapkan pedang pendeknya kemudian melangkah keluar dari ruangan-Tak selang berapa saat kemudian Ji Giok telah muncul kembali bersama Siang Ci un. Hee Giok yang segera bangkit berdiri, katanya sambil tertawa.
"cici Siang pandai betul kau menipu kami semua rikuh rasanya hatiku karena selama berapa hari belakangan ini aku bersikap kurang hormat kepadamu, padahal kau adalah putri Siang ciangbunjin yang terhormat."
Siang Ci un segera melotot sekejap kearah Siang Siau un, kemudian katanya :
"Siau un, pasti kau yang banyak mulut dengan membocorkan rahasiaku ini kepada nona" Lalu sambil berpaling kearah Hee Giok yang, katanya pula sambil tertawa
: "Maafkanlah nona, siaumoay terpaksa harus berbuat begitu..."
Hee Giok yang segera menggenggam tangannya erat erat dan berseru lagi sambil tertawa:
"Harap cici jangan berkata begitu, kita mempunyai musuh yang sama, lebih baik kita saling menyebut sebagai saudara saja" Siang Ci un segera tertawa manis.
"Asal Cici berkata begitu, tentu adik tak berani membangkang..." ucapnya. Hee Giok yang makin gembira lagi.
"Hayo kemari, kita saling menyebut usia, coba lihat siapa yang pantas menjadi cici"
"Aaai... peduli berapa pun usia yang bakal kalian sebut, yang pasti selama hidup aku tetap akan menjadi si adik yang terkecil..." gerutu Siang Siau un.
Siang Ci un segera berpaling seraya berseru : "Kau memang selamanya tetap seorang budak Cilik..."
"Tahun ini aku berusia sembilan belas, dan kau ?" kata Giok yang selanjutnya.
"Kalau begitu kau tetap akan menjadi ciciku tahun ini aku berusia delapan belas dilahirkan pada bulan dua belas ?"
"Aku enam belas tahun" sambUng Siau un.
"Waaah... kalau begitu aku adalah toa Ci " seru Giok yang kegirangan-
"Yaa, dan seperti apa yang dikatakan, aku tetap si adik yang terkecil" sambUng Siau
pelan pelan siang Ci un melepaskan topeng kulit manusia dari atas wajahnya, kemudian setelah membenahi rambutnya yang kuSut berkata sambil tertawa : "Mulai sekarang aku tak akan menjadi Ci Giok lagi ?"
"Aaah, rupanya kau mengenakan topeng kulit manusia"
seru Giok yang terkejut bercampur keheranan, "waah... bagus benar topengmu itu.Ji moay (adik kedua) wajahmu nampak jauh lebih Cantik tanpa topeng tersebut"
"Toacu memang suka menggoda..." seru Ci un dengan muka bersemu merah.
"Tidak aku tidak menggoda, perkataanku ini sejujurnya, kalau tak perCaya coba bertanyalah kepada adik Cu im, bukankah wajahmu kelihatan lebih cantik tanpa topeng itu?"
Ketiga orang nona itu berusia hampir sebaya, apa lagi setelah hubungan mereka bertambah akrab dengan panggilan saudara, boleh dibilang Huan Cu Im sudah tersingkir sama sekali dari pergaulan tersebut.
Seorang diri pemuda itu hanya duduk disamping tanpa mengucapkan sepatah katapun
Untung ciu gwat segera muncul menghidangkan air teh, maka untuk mengisi waktu senggangnya dia mengangkat Cawan dan pelan pelan menghirup air tehnya.
Berhadapan dengan Hee Giok yang yang lembut dan anggun, Siang Ci un yang cantik jelita dan Siang Siau un yang binal dan masih kekanak kanakan, hampir saja dia merasakan matanya silau, untuk berapa waktu dia hanya bisa duduk dengan wajah termangu mangu...
Ketika Hee Giok yang menyebut namanya secara tiba tiba, ia segera tersentak kaget dan melompat bangun dari tempat duduknya agak gugup ia berseru : "Enci Giok yang, kau memanggil siaute?"
"Aaakh... tidak ada urusan denganmu di sini." cepat cepat Ci un berkata dengan wajah bersemu merah.
"Aaakh, tak mungkin, dengan jelas siaute mendengar cici Giok yang memang gilku."
ci un segera Cemberut, katanya sambil tertawa : "Toad bilang, kau harus memanggil ji Ci kepadaku"
cepat cepat Huan Cu Im bangkit berdiri sambil menjura dalam dalam, ucapnya:
"Benar, benar... kau memang lebih tua sebulan daripada siaute, sudah sewajarnya kalau siaute memanggil ji Ci kepadamu"
Atas panggilan tersebut, tiba tiba Ci un merasa rikuh sendiri, maka dengan wajah bersemu merah segera katanya :
"Huuh... persis seperti seorang kutu buku"
sedangkan Siau un berseru sambil bertepuk tangan kegirangan:
"Horee... malam ini kita sudah menetapkan aturannya, Toaci, jici, samko dan aku sumoay, kau tetap seorang adik kecil dihadapan mereka berdua, hanya aku seorang yang akan memanggilmu samko"
"Daripada menjadi kakak, mendingan jadi seorang adik"
sahut Huan Cu Im kegirangan pula, "sebab setelah menjadi adik, sang cici tentu akan lebih memperhatikan"
"Kalau begitu, semua kalian harus memperhatikan aku si adik paling cilik," sambUng siau un.
"Yaa, tentu saja..."
Dalampada itu Hee Giok yang telah menyampaikan kepada siang Ci un tentang kematian ibunya diujung Im khek ciam, maka kedua orang itupun segera terlibat dalam pembicaraan yang amat asyik.
Melihat itu, siau un segera mengomel:
"Toaci, jici, apa sih yang sedang kalian bicarakan ?"
"Ssstt... jangan ribut dulu" seru Ci un seraya berpaling.
"Kalau ada urusan lebih baik dibicarkan bersama sama dengan kami, toh kalian berdua tak bisa memecahkan persoalan itu sendirian, mengapa tidak mengajak serta kami berdua ?"
"Tunggulah sebentar, asal masalahnya telah dirundingkan tentu akan dibicarakan denganmu, sana, berbinoang binoanglah dengan samko"
"Huuuh... toh kau yang senang berbincang bincang dengan samko, mengapa bukan yang berbicara dengan samko?" sahut Siau un.
Kontan saja selembar pipi Ci un berubah menjadi merah padam, segera bentaknya:
"Huusss... bicara sembarang saja, kau nanti"
Hee Giok yang cepat cepat melerai, katanya sambil tertawa:
"Eei... masa antar saudara sendiri juga ribut ribut Adik kecil, kau tak usah gelisah dulu, duduklah sebentar dan dengarkan perkataanku" Siang Siau un manggut manggut dan segera duduk. Hee Giok yang segera berkata:
"begini urusannya aku dan ji moay telah berunding tadi, besok pagi kita beristirahat seharian penuh, menanti hari sudah malam kita baru akan berangkat ke bukit Lou Cu san, tapi kita semua mesti berdandan sebagai pria agar tidak sampai memanCing perhatian pihak lawan"
saking girangnya Siang Siau un segera meloncat loncat, katanya dengan gembira:
"Oooh... bagus sekali, betul, keberangkatan kita kali ini paling tidak harus menimbulkan kerugian yang cukup besar dipihak mereka"
"Aaah...?" Mendadak ia seperti teringat akan sesuatu setelah berseru tertahan katanya kepada siang Ci un:
"cici, perlukah kita memberi kabar kepada Ju locianpwee..."
"Aku rasa tidak perlu" sahut Siang Ci un sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Siapa sih yang kalian maksudkan?" Hee Giok yang segera bertanya.
"oooh, dia adalah Ju Congkautau, urusannya disini sudah kelewat banyak. kita tak usah merepotkan dirinya lagi"
Tiba tiba saja timbul satu perasaan dihati kecil Giok yang, la merasa kedatangan Ju It koay dalam Benteng keluarga Hee pun mempunyai maksud tertentu, seakan akan terdapat suatu rahasia yang menyelubungi orang orang itu.
Namun ingatan tersebut hanya selintas lewat dengan begitu saja, karena siang Ci un telah mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, maka diapun merasa rikuh untuk banyak bertanya lagi.
la sendiri memang dapat merasakan bahwa dalam beberapa tahun belakangan ini, ayahnya mempunyai banyak rahasia yang tak boleh diketahui orang, bisa jadi hal inipun menyebabkan timbulnya banyak kesalah pahaman orang lain terhadap ayahnya.
oooooooo siang Siau un yang belum hilang sifat kekanak kanakannya, begitu mendengar mereka semua akan berperan sebagai lelaki, diapun segera menirukan langkah lebar seorang pria dan berjalan kesana kemari sambil ujarnya diiringi suara tertawa cekikikan :
"Benar benar menarik, barusan saja saling menyebut sebagai toaci dan jici, dalam waktu singkat akan berubah lagi menjadi toako jiko dan samko..."
Hee Giok yang segera berpaling ke arah Huan Cu Im dan bertanya dengan lembut. "Adik Cu im, apakah kau mempunyai sesuatu usul atau pendapat yang lain ?" Huan Cu Im tersenyum.
"Setelah cici berdua mengambil keputusan, tentu saja siaute selain menyatakan setuju, tak akan mempunyai usul lain, hanya saja..."
"Hanya saja kenapa ?"
"Samko, bukankah kau mengatakan tak ada usul lain, lantas dari mana pula datangnya perkataan hanya itu ?" sela Siang Siau un cepat.
"Kalau toh kau bermaksud tak akan memberitahukan rencana ini kepada empek Hee, lebih baik gerak gerik kita dilakukan dengan sangat rahasia, kalau tidak, belum lagi bukit Lou Cu san tercapai, kita sudah disusul oleh empek Hee"
"Itulah sebabnya kuputuskan akan berangkat besok malam saja, menunggu waktu ayah tahu akan hal ini, paling tidak waktunya sudah kelewat fajar keesokan harinya, waktu mungkin kita sudah sampai di Lou Cu san-.."
"Tidak bisa" Huan Cu Im segera menggeleng, "sekalipun tengah hari lusa kita telah tiba ditempat tujuan toh tak bisa memasuki disiang hari."
"Yaa, benar juga perkataan itu" seru Hee Giok yang sambil manggut manggut, "andai kata kita tak mendatangi bukit Lou Cu san di siang hari, perempuan she Sim itu tentu akan meningkatkan kewaspadaannya."
Dengan pandangan penuh rasa cinta Siang Ci un memandang sekejap kearah pemuda itu, kemudian tanyanya :
"Lantas apa yang kita lakukan menurut pendapatmu?"
"Menurut pendapat siaute lebih baik kita berputar ketelaga Ang bioh saja dengan begitu lusa malam mungkin kita telah sampai dikota Yu tay sia lalu mencari penginapan untuk beristirahat dan makan kenyang, setelah larut malam kita baru melakukan penyelidikan dibukit tersebut dengan berbuat demikian maka tindakan ini tak akan sampai menimbulkan keCurigaan dan perhatian pihak Lou Cu san."
Sambil tersenyum Siang Ci un segera berpaling katanya.
"Toako, benar juga perkataan itu, bagaimana menurut pendapatmu sekarang?"
"Kalau begitu, kita turuti saja perkataannya itu."
Hee Giok yang segera termenung sejenak kemudian sambil berpaling kearah Ho Popo, kembali katanya.
"Ho Popo kita butuh lima stel pakaian pria coba kau bersama ciu gwat dan ciu kui kerjakan seCepatnya."
Ho Popo tertawa dan manggut manggut.
"soal menyiapkan lima stel pakaian lelaki sih bukan menjadi masalah tapi aku kuatir sekali dengan perjalanan kalian kebukit Lou Cu san. Andaikata si nenek berbaju hitam yang baru datang tadi benar benar adalah anak buahnya perempuan she Sim itu maka setelah kegagalannya pada malam ini, mereka tentu akan berjaga jaga terhadap pembalasan kita."
"Aaah tidak mungkin" Hee Giok yang tersenyum
"bagaimana mungkin ia dapat menduga kalau aku bakal mendatangi bukit Lou Cu san ditengah malam buta" Ho Popo, kau tak usah menguatirkan kami..."
"Baik, baik, aku tak akan menguatirkan kalian" Ho Popo tertawa, "nah, sekarang sudah larut malam, lagi pula Huan sauya baru bebas dari pengaruh totokan, kalian harus pergi beristirahat dulu."
"Baiklah" Giok yang segera bangkit berdiri, "jimoay, sammoay, hayo kita tidur bersama didalam kamarku"
Habis berkata dia lantas mengajak Siang Ci un dan Siang Siau un beranjak pergi dari situ.
Ho Popo berlalu paling belakang, kepada Huan Cu Im segera pesannya:
"Huan sauya, beristirahatlah secukup mungkin "
ooooooo Keesokan harinya, pagi pagi sekali Ho Popo telah bangun dari tidurnya, ia segera mengajak ciu gwat dan ciu kui untuk bekerja keras mempersiapkan lima stel pakaian lelaki.
Baru saja matahari menyinari atas pelataran, dari pintu gerbang kuil Cu Im an sudah kedengaran ada orang mengetuk pintu.
Waktu itu Ji Giok sedang berlatih silat didepan beranda rumah, cepat cepat dia memburu keluar dan membukakan pintu.
Tapi setelah mengetahui kalau orang yang muncul adalah congkoan ciu Kay seng, hatinya menjadi amat terkejut. cepat cepat dia memberi hormat sambil ucapnya : "Selamat pagi ciu congkoan "
ciu Kay seng segera memperlihatkan sekulum senyuman diujung bibirnya, sambil manggut manggut katanya : "Selamat pagi nona Ji Giok"
Dengan langkah lebar dia berjalan masuk kedalam ruangan-Ji Giok segera bertanya lagi: "Ada urusan apa ciu congkoan?"
"oooh... tidak apa apa" ciu Kay seng tetap mengulumkan senyumannya, "aku hanya ingin menanyakan satu hal kepadamu"
Dengan perasaan terkejut bercampur curiga Ji Giok memandang sekejap ke arahnya kemudian bertanya:
"Persoalan apakah yang ingin Ciu congkoan tanyakan kepada budak?"
Setelah mendengus pelan, ciu Kay seng bertanya:
"Bukankah semalam kau pergi mencari Ci Giok?"
Ternyata kedatangannya disebabkan urusan Ci Giok. Ji Giok segera manggut manggut membenarkan-
"Aaa, ada urusan apa Ciu congkoan menanyakanku persoalan ini...?" ia balik bertanya
"Apakah Ci Giok telah datang kemari bersama sama dirimu?"
"Tidak... tidak sama sekali, setiap malam budak memang pergi menengok enci Ci Giok bila ada waktu senggang, tapi dengan cepat balik kembali kemari, kenapa dengan enci Ci Giok?"
"Dia telah lenyap"
"Lenyap?" Ji Giok berlagak kaget, "kemanakah dia telah pergi?"
"Karena itulah aku sengaja datang kemari untuk bertanya kepadamu," ucap Ciu Kay seng sembari bertopang dagu,
"semalam apa saja yang telah kalian bicarakan?"
"Tidak, kami tidak berbicara apa apa," sahut Ji Giok sambil mundur selangkah tanpa terasa, "dia sendiripun tak mengatakan apa apa..."
"Jujurkah perkataanmu itu?" jengek Ciu Kay seng sambil tertawa seram.
"Jadi Ciu congkoan tidak percaya ?" ji Giok balas menatapnya lekat lekat.
"Aku tahu, selama ini Ci Giok selalu berhubungan sangat baik denganmu, ketika dia akan melarikan diri semalam kebetulan kau pun telah berkunjung kekamarnya, oleh sebab itu kau tak akan lolos dari persoalan ini. Karena kuanjurkan kepadamu agar beritahukan saja kepadaku secara terus terang sebenarnya ia sudah kabur kemana ?"
"Aku benar benar tidak tahu" sahut Ji Giok kaget bercampur ketakutan. Pada saat itulah mendadak terdengar Ho Popo menegur dari dalam gedung : " Ji Giok. kau sedang berbicara dengan siapa ?"
"Ho Popo, Ciu congkoan telah datang"
"Mau apa dia datang kemari ?" tegur Ho Popo ketus.
Sambil berkata dia segera melangkah keluar dari balik ruangan gedung. Bagaikan bertemu dengan bintang penolong saja, cepat cepat Ji Giok berseru :
"Ho popo, Ciu congkoan mengatakan enci Ci Giok yang bertugas di gedung sebelah timur telah lenyap. dia sengaja datang mencari enci Ci Giok."
Buru buru ciu congkoan melangkah maju kedepan, lalu ujarnya sambil menjura : "Selamat bersua Ho popo."
Dengan wajah dingin dan kaku Ho popo segera mendengus dingin :
"Hmm... apa urusannya antara hilangnya seorang dayang dari gedung timur dengan urusan kami" Mau apa kau datang ke kuil Cu Im an ini?"
Cepat cepat Ciu Kay seng tertawa paksa.
"Harap Ho Popojangan salah paham, berhubung selama ada orang melihat nona Ji Giok telah pergi ke gedung timur mencari Ci Giok, sedang pagi ini Ci Giok telah lenyap tak berbekas, maka aku datang mencari nona Ji Giok menanyakan persoalan ini..."
"Kalau begitu Ciu congkoan mencurigai Ji Giok telah mengajak Ci Giok datang ke mari " Bagus sekali, mengapa kau tidak mengajak beberapa orang untuk menggeledah setiap sudit gedung Cu Im an ini ?"
Cepat cepat Ciu Kay seng menjura sambil tertawa paksa :
"Aaah... aku yang rendah tidak berani, aku rendah tidak berani"
"Asal Ciu congkoan tahu diri saja itu lebih bagus" dengus Ho Popo, "hilangnya seorang dayang toh cuma urusan sepele, kenapa kau justru mengganggu ketenangan kuil Cu Im an"
Apakah Poocu yang menyuruh kau berbuat begini?"
"oooh... bukan, bukan. "Setelah mengucapkan dua patah kata "bukan", kembali ia berkata lagi sambil tertawa paksa.
"Aku hanya ingin mencari nona Ji Giok untuk menanyakan duduknya persoalan."
Hoo Popo segera menarik mukanya sambil berseru.
"Sekarang nona belum bangun tidur Ciu congkoan, lebih baik kau pergi saja dari sini kalau sampai nona terbangun dari tidurnya aku si nenek tak berani bertanggung jawab."
"Baik, baik,.." Ciu Kay seng segera menjura berulang kali,
"aku tak akan datang mengganggu lagi."
Dengan suara keras kembali Ho Popo membentak.
"Ingat baik baik Ciu congkoan, lain kali jangan datang lagi ke kuil Cu Im an ini, mengerti ?"
"Baik, baik,.." Ciu Kay seng mengiakan berulang kali, cepat cepat ia membalikkan badan dan beranjak pergi meninggalkan tempat itu. Dengan suara keras Ho Popo berteriak lagi :
"Ingat baik baik Ji Giok. lain kali kecuali Pocu sendiri yang datang berkunjung, siapa saja dilarang masuk kemari"
"Baik,.." jawab Ji Giok, la segera menutup rapat pintu gerbang.
ooooooo Tengah hari itu, diruang tamu kuil Cu Im an diselenggarakan sebuah perjamuan yang amat meriah.
hidangan yang tersedia pun beraneka ragam dan terdiri dari masakan masakan yang mewah dan lezat.
Ayam panggang dan Ang sio bak adalah hidangan yang dimasak sendiri oleh Ho Popo. Nenek tersebut benar benar amat sibuk hari ini, selain harus membantu Ciu gwat dan Ciu kui untuk menjahit pakaian lelaki, diapun mesti meluangkan waktu untuk memasak sendiri didapur.
Tamunya terdiri dari tiga orang, mereka adalah Huan Cu im, Siang Ci un dan Siang Siau un, sedangkan tuan rumahnya tentu saja Hee Giok yang.
Setelah dilakukan pengurutan menurut tingkat usia dan mengangkat saudara, hubungan mereka bertiga pagi ini kelihatan lebih akrab dan hangat.
Dimeja perjamuan disediakan pula arak yaitu arak bunga anggrek yang tersohor karena keharumannya .
Sebagaimana diketahui, dalam kuil Cu Im an ditanam beratus ratus pot bunga anggrek, sebab Cu (ibu kandung Giok yang) dulu paling senang menanam bunga anggrek. Setiap hari menjadi tugas Ho Popo untuk menyirami serta memberi rabuk.
Tiap tahun bila benteng keluarga Hee membuat arak. tentu ada sepuluh guci yang dikirim ke kuil Cu Im an untuk menghormati Cu hujin almarhum, maka Ho Popo pun memetik bunga anggrek dan melekatkannya di atas guci arak dengan lumpur.
Lama kelamaan, bau harumnya bunga anggrek pun meresap kedalam arak. sehingga bila diminum akan membawa harumnya bunga anggrek.
Itulah sebab arak tersebut dinamakan arak bunga anggrek dan merupakan buatan kuil Cu Im an sendiri Waktu itu Ciu gwat dan Ciu kui sedang sibuk menjahit pakaian, dengan begitu hanya Ji Giok seorang yang melayani perjamuan tersebut.
Tuan rumah dan tamu berempat sama sama tidak mengikat diri dalam tata cara, karena itu perjamuan berlangsung hangat, meriah dan penuh gurauan.
Disaat perjamuan masih berlangsung dengan ramai inilah, mendadak ada orang mengetuk pintu kuil.
Dengan kening berkerut Hee Giok yang segera mengomel :
"Siapa lagi yang mengetuk pintu" Ji Giok. coba kau keluar dan tengoklah, kalau Ciu Kay seng yang datang, katakan saja kalau kami sedang bersantap. suruh dia pergi selekasnya"
Ji Giok mengiakan dan buru buru keluar untuk membukakan pintu gerbang.
Tapi setelah megnetahui siapa yang datang, ia menjadi tertegun dan buru buru menjatuhkan diri berlutut sambil berkata: "Budak menjumpai Poocu"
Ternyata yang datang adalah Hee Im hong. Sambil tertawa ia segera berkata kepada dayang itu: "Bangunlah Ji Giok.
mana nona?" "Nona sedang bersantap..."
"Bagus sekali" Hee Im hong segera melangkah masuk ke dalam ruangan.
Ji Giok sangat gelisah, namun dia pun tak berani menghalangi jalan perginya, terpaksa setelah menutup pintu rapat rapat dia berjalan mengikuti dibelakangnya.
Baru saja Hee Im hong melangkah masuk ke dalam ruangan, ia sudah mendengar Hee Im hong berseru.
"Ji Giok. apakah kau telah mengusir pergi Ciu Kay seng dari sana ?"
Hee Im hong mendengar perkataan itu segera tertawa terbahak bahak : "Haa... haa... haa... anak Cay, ayah datang"
Menyusul perkataan itu segera melangkah masuk kedalam ruangan, kemudian katanya sambil tersenyum :
"oooh, rupanya kau sedang ada tamu anak Cay ?"
Hee Giok yang sendiripun merasa agak tertegun setelah mengetahui kalau yang datang adalah ayahnya, cepat cepat dia bangkit berdiri seraya berseru : "Ayah"
Huan Cu Im dan Siang Ci un dua bersaudara segera ikut bangkit berdiri pula.
Sambil tersenyum kembali Hee Im hong berkata :
"Silahkan duduk semua, kalian tak perlu sungkan sungkan..."
Terpaksa Hee Giok yang harus memperkenaikan Siang Ci un dua bersaudara kepada ayahnya :
"Ayah, kedua orang ini adalah adik seperguruanku, Ci un dan Siau un" Kemudian sambil berpaling kearah Siang Ci un berdua, katanya pula : "Dan dia adalah ayahku"
Cepat cepat Siang Ci un berdua bangkit berdiri dan memberi hormat sambil serunya "Empek"
Setelah Siang Ci un melepaskan topengnya, tentu saja Hee Im hong tidak mengenalinya lagi sebagai Ci Giok. mendengar ucapan tersebut segera katanya sambil tertawa tergelak.
"Haaahh... haaahh... haaahh... bagus, bagus sekali ternyata nona berdua adalah murid kesayangan sinni, baik baikah guru kalian?"
Terpaksa Siang Ci un harus memberi hormat seraya menjawab sekenanya: "Suhu berada dalam keadaan baik baik"
Hee Giok yang segera bertanya: "Apakah suhu telah bersantap?"
"Ehmmm... silahkan duduk semua, ayah telah bersantap"
sambil Hee Im hong sambil tersenyum, "karena aku masih menguatirkan keadaan keponakan Huan yang tertotok jalan darahnya, maka khusus aku datang kemari untuk menengoknya"
Hee Giok yang berkata: "Semalam aku telah membebaskan adik Cu Im dari pengaruh totokan pada tiga buah jalan darahnya, sayang tenaga dalamku sangat rendah hingga tak bisa membebaskan secara keseluruhan sekaligus, karenanya malam nanti siauli akan bekerja keras lagi"
Hee Im hong segera manggut manggut.
"Benar, semalam ayah lupa memberitahukan kepadamu, berhubung jalan darah keponakan Huan sudah tertotok kelewat lama, maka untuk membebaskannya dari pengaruh totokan dibutuhkan tenaga dalam yang sangat besar, oleh sebab itu dibagi jadi empat hari kerja saja, malam nanti kau cukup membebaskan dua buah jalan darahnya, lalu besok membebaskan nadi jin meh dan tok mehnya dan sampai malam lusa, jalan nadi Im hui mehnya baru dibebaskan, dengan demikian pengorbanan tenaga dalammu tak akan terlalu besar"
Hee Giok yang mengangguk berulang kali.
"Benar juga perkataan ayah, siaulipun berpendapat demikian-.."
"Bagus sekali kalau begitu" ucap Hee Im hong kemudian sambil manggut manggut, "baiklah, kehadiranku disini mungkin akan mengganggu gurauan kalian anak muda, silahkan bersantap. biar ayah mohon diri lebih dulu, malam nanti aku akan datang membantumu, agar selama kau melakukan pekerjaan berat sekali untuk mengobati luka keponakan Huan, akupun dapat melindungi keselamatanmu"
"Aaa, ayah Kau orang tua tak perlu datang lagi" cepat cepat Hee Giok yang berseru, "dengan bantuan kedua orang adik seperguruanku ini,rasanya kekuatan kami sudah cukup, bila kau orang tua ikut datang malah..."
Dia sengaja tidak melanjutkan kata2nya.
"Baik, baik" ucapkan Hee Im hong kemudian sambil tertawa, "begitu pun ada baiknya juga, kalian kakak beradik satu perguruan tentu susah untuk saling bertemu muka, biar ayah tidak mengganggu kalian lagi"
Habis berkata dia lantas membalikkan badan dan meninggalkan tempat itu.
Menanti ayahnya pergi, tak tahan lagi Hee Giok yang menjulurkan lidahnya sambil berbisik :
"oooh sungguh berbahaya, jika ayah benar benar datang malam nanti, rencana kita pasti akan berantakan"
Seusai bersantap malam, Hee Giok yang dan Siang Ci un kakak beradik pergi berganti pakaian pria dengan dibantu oleh Ciu gwat serta Ciu kui, semuanya membawa senjata tajam, kemudian bersama Huan Cu Im sehingga jumlahnya berenam, diam diam meninggalkan kuil Cu Im an menuju ke bukit Lou Cu san-Benteng keluarga Hee terletak antara Su yang dengan wilayah Hway im, sedangkan telaga ang Ci oh terletak diutara sementara pesanggrahan keluarga Hee dibukit Lou Cu san terletak diselatan telaga tersebut.
Antara wilayah utara dan selatan, ditengahnya terbentang telaga Ang Ci oh yang luas.
Dihari hari biasa, hubungan antara Benteng keluarga Hee dengan bukit Lou Cu san selalu diselenggarakan menggunakan jalan air, dengan perabu cepat yang dibuat khusus oleh benteng keluarga Hee maka perjalanan sejauh delapan puluh li bisa ditempuh dalam waktu singkat.
oleh karena itulah daerah diseputar telaga Ang Ci oh, boleh dibilang sudah berada dibawah kekuasaan keluarga Hee.
Hee Giok yang serta Siang Ci un bertiga khusus datang ke bukit Lou Cu san untuk menyelidiki sebab kematian ibu mereka oleh ilmu Im khek ciam, karena itulah mereka sengaja menghindari pengawasan mata matapihak Benteng keluarga Hee.
Untuk itu mereka harus berganti dengan menempuh perjalanan darat, mereka harus berputar dari timur telaga Ang Ci oh menuju keselatan dengan menelusuri sungai, padang ilalang dan jembatan besar.
Dengan berjalan memutar ini, berarti mereka harus menempuh perjalanan tambahan sejauh Seratus empat puluh lima li lebih...
Dalam rombongan tersebut, kecuali Huan Cu Im maka ilmu Silat Hee Giok yang serta Siang Ci un yang terhitung agak tinggi, tenaga dalam Siang Siau un agak selisih sedikit dari mereka sedang Ciu gwat dan Ciu kui berilmu paling rendah.
Tak heran kalau sepanjang menempuh perjalanan, bukan saja mereka selalu tertinggal jauh, lagi pula seringkali harus berhenti untuk melepaskan lelah.
Begitulah, dengan perjalanan semacam itu mereka baru tiba dikota kan gi sia pada sore hari kedua.
Dikota tersebut terdapat sebuah jalan raya, disisi jalan raya terdapat sebuah rumah penginapan, tapi karena sedikit tamu yang menginap disana, maka suasana disitu terasa agak remang remang.
Rumah penginapan ini bernama Yu gi ceng yang terdiri dari tiga deret toko, didepan merupakan rumah makan dan dibelakanglah terletak rumah penginapan tersebut.
Baru tiba dijalan raya, mereka berenam sudah membaca tulisan Yu gi ceng tersebut dengan jelas.
Siang Siau un segera berseru
"Samko, disini terdapat rumah penginapan mari kita segera menyusul ke situ" Siang Ci un segera berpesan :
"Eeeh, kau tak boleh berbicara, biar dia saja yang berbicara dengan orang lain mengerti ?"
"Eei, kenapa kau tidak memanggilnya " Dia, dia melulu, siapa kah dia itu ?"
Merah dadu selembar wajah Siang Ci un karena jengah, segera bentaknya : "Huus, jangan sembarangan bicara"
Dengan dipimpin oleh Huan Cu im, berangkatlah mereka menuju kedepan rumah penginapan tersebut.
seorang pelayan segera munculkan diri menyambut kedatangan mereka tanya nya : "Apa kah kek koan akan menginap disini?"
Huan Cu Im segera manggut manggut
"Benar, kami telah menempuh perjalanan semalam suntuk.
minta tiga buah kamar"
Pelayan itu memandang sekejap ke belakang, lalu bertanya: "Berapa orang sih kek- koan ?"
Sementara itu Hee Giok yang dan Siang Ci un sekalian telah bermunculan pula disitu. "Kami semuanya berenam, siapkanlah yang terbaik untuk kami semua..."
Ketika pelayan itu menyaksikan dari keenam orang itu ada lima orang diantaranya yang membawa bungkusan kain berbentuk panjang (tongkat bambu Siang Siau un berbentuk panjang, walaupun nampaknya terbuat dari bambu sebetulnya dibuat dari baja yang bisa ditekuk menjadi tiga bagian, kalau tidak dipakai maka panjangnya cuma dua depa sehingga mudah dibawa dan tidak nampak orang lain) maka sikapnya menjadi lebih menghormat lagi.
"oooh... ada" sahutnya berulang kali, "silahkan kek-koan sekalian mengikuti hamba"
Dia segera berjalan lebih dulu didepan dengan mengajak tamunya naik ke atas loteng.
Benar juga suasana diatas loteng jauh lebihnya man dan terdiri dari tujuh delapan
buah kamar, lantai ruangan bersih tanpa debu, sehingga dalam sekilas pandangan saja dapat diketahui bahwa tamu yang menginap disitu kebanyakan adalah orang yang berpendidikan.
Menanti pelayan membukakan pintu kamar, terlihatlah perabot disitu meski sederhana namun semuanya serba bersih sehingga tak salah kalau dibandingkan dengan kamar kelas satu dikota besar.
Dengan cepat pelayan itu berkata lagi :
"Silahkan kek koan sekalian beristirahat dulu, hamba akan menyiapkan air untuk mencuci muka".
Selesai berkata dia segera membalikkan badan dan segera mengundurkan diri dari situ.
Dengan suara rendah Siang Siau un segera berbisik :
"Eeei, kita berenam, bagaimana caranya membagi diri nanti...?"
Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siang Siau un berkata : "Aku dan toako satu kamar, Khu Heng (nama samaran ciu gwat) dan Khu Hoat (nama samaran ciu kui) sekamar, tentu saja kau tidur sekamar dengan samko"
Merah dadu selembar wajah Siang siau un setelah mendengar perkataan itu, segera serunya :
"Mengapa bukan kau yang tidur sekamar dengan samko ?"
Cepat cepat Hee Giok yang menarik tangan Siang Siau un sambil bisiknya :
"Kau tidur sekamar dengan samte hanya sebagai alasan untuk membohongi orang lain jika sipelayan sudah pergi nanti, kau boleh pindah kesini, kita tidur sekamar tiga orang"
Dengan suara mendongkol Siang Siau un segera mengomel:
"Baiklah, suruh tidur sekamar dengan samko pun tak apalah, masa samko bakal makan aku"
Sementara ia masih mengomel, muncul dua orang pelayan yang membawakan air cuci muka bagi mereka.
Menyusul kemudian sepoci air teh dengan tiga cawan pun dihantar kedalam kamar. Terdengar pelayan itu berkata lagi sambil tertawa:
"Kek koan, air teh ini diseduh dengan daun teh hasil bukit Yu gi san kami, baunya harum dan rasanya sedap. silahkan kek koan mencicipinya, tanggung kalian pasti akan suka"
Sembari berkata sepasang matanya segera menengok kearah Huan Cu im, seakan akan sedang menantikan sesuatu.
Tentu saja dia sedang menunggu jawaban dari Huan Cu Im sebagai berikut: "aku memang suka dengan air teh hasil bukit Yu gi san ini.."
Sebab bila itulah jawabannya, maka jawaban tersebut memang betul dan sedang ditunggu.
Sayang Huan Cu Im tidak memahami arti perkataannya itu, dia segera manggut manggut dan berkata sambil tertawa:
-oo0dw0oo Jilid: 46 "Kalau begitu letakkan saja disitu"
Pelayan itu menjadi tertegun, lalu segera tanyanya :
"Jadi kek koan sekalian bukan datang ke mari untuk berpesiar ke atas gunung ?"
"Yaa, kami memang datang kemari untuk berpesiar"
"Nah itulah dia" kembali pelayan itu berkata sambil tertawa, boleh aku tahu siapa nama kek koan dan berasal dari mana ?"
Siang Siau Un segera menyela dengan tak sabar :
"Hey, kami toh menginap disini bukan secara gratis, maU
apa kau tanyakan persoalan tersebut ?"
Pelayan itu nampak agak tertegun, kamudian sambil mengawasi Huan Cu Im dan tertawa paksa, kembali ujarnya :
"Bukankah kek koan ini berkata akan Berpesiar ke bukit "
Apakah kalian bukan mendaki bukit untuk melihat rembulan ?"
"Hey, apa sih yang sedang kau bicarakan?"
Siang Siau Un segera menegur dengan kening berkerut.
"ooo... ooh... ti... tidak apa apa... tidak apa apa..."
Dengan cepat pelayan itu memberi hormat kemudian cepat cepat mengundurkan diri dari situ.
Siang Siau Un segera membuat muka setan dan berkata lagi sambil tertawa :
"Samko, bagaimana menurut pendapatmu cerewet amat pelayan itu... huuh, kalau bukan aku mengusirnya dengan kata kata yang kasar, mungkin dia masih mencoba untuk ribut terus denganmu..."
Siang Ci Un segera mendengus dingin :
"Hmmm, dasar budak tolol, masakau tidak merasa kalau ia sedang mengajak kita berb icara dengan kata sandi?"
"Mengajak kita berbicara dengan kata kata sandi?" Siang Siau Un menjadi tertegun "jiko, apakah kau yakin dengan hal tersebut Kata sandi apa yang telah dia utarakan?"
"Darimana aku tahu?" Siang Ci Un menggelengkan kepalanya berulang kali, "tentu saja hanya orang orang mereka yang memahami arti dari kata kata sandi tersebut."
"Lantas darimana kau bisa tahu kalau perkataan yang diucapkan pelayan tersebut merupakan kata kata sandi?"
"Pada ucapannya yang pertama tadi, ia mengatakan bahwa air teh yang disuguhkan merupakan teh baru yang dipetik dari Lip hee, padahal daun teh hanya terdiri dari dua jenis, yakni dipetik sebelum hujan dan daun teh sebelum musim terang, mana ada yang dipetik dari Lip hee..." Bukankah hal ini menunjukkan kalau kata tersebut merupakan kata kata sandi
?" "Ehmmm..." Siang Siau Un manggut manggut, "selain itu ?"
"Kedua, ia selalu mendesak kita untuk menjawab apakah datang untuk mendaki gunung, padahal Yu tay hanya terdapat sebuah Be an san, tempat itu bukan nama gunung juga bukan tempat kenamaan, mengapa orang harus jauh jauh kemari untuk mendaki gunung " Nah, kata 'mendaki gunung' disini jelas merupakan kata sandi pula".
Sebetulnya Siang Siau Un menganggap pembicaraan tadi merupakan pembicaraan yang sangat umum, tapi setelah mendengar penjelasan dari cicinya, ia segera berpendapat bahwa perkataan dari pelayan tadi nyatanya memang mengandung maksud tertentu. Karena itu dia segera bertanya kembali: "Apa lagi yang berhasil kau dengar?"
"Tentu saja masih ada yang lain-.." ucap Siang Ci Un, kemudian setelah berhenti sejenak untuk menarik napas panjang, dia berkata lebih jauh :
"Kata kata yang paling menyolok adalah 'Naik gunung untuk melihat Rembulan', di sekitar tempat ini toh tiada tempat kenamaan yang biasanya dipakai untuk menikmati rembulan, selain itu malam ini bukan malam tanggal lima belas disaat bulan purnama bukankah hal ini menunjukkan kalau kata katanya tentang 'naik gunung menikmati bulan'
hanya kata sandi belaka..." Bukankah kata kata tersebut hanya dipakai untuk mengartikan sesuatu?"
Hee Giok yang yang baru selesai membersihkan muka dan berjalan keluar dari ruangan, segera menyela :
"Jite, kau benar benar teliti sekali, coba kalau aku, tak mungkin perkataan semacam itu akan kuperhatikan secara serius."
"Kalau begitu, pelayan tersebut pasti seorang penyamun."
seru Siang Siau Un kemudian-Selesai berkata, dia segera membalikkan badandan siap berlari turun dari loteng.
"Hey, mau apa kau?" Siang Ci Un segera menegur.
"Akan kucari orang itu dan memeriksanya dengan seksama"
"Hayo cepat kembali" bentak Siang Ci Un dengan suara rendah, "kau tidak usah membuat keonaran disini, bila kau sampai berbuat demikian, nisCaya tindakanmu ini akan menyebabkan musuh kabur lebih dulu, ini namanya
'menggebuk rumput mengejutkan ular'..."
"Yaaa, benar," sambung Hee Giok yang pula, "sute, selama berada diluar rumah, kau harus dapat mengedalikan emosi, jika tidak urusan besar bisa berantakan jadinya"
"Hmmm, kalian memang sentimen, semuanya memusuhi aku seorang..." omel Siang Siau Un sambil Cemberut.
"Bukan sentimen, tapi kalau kau sampai berbuat semaUnya sendiri tanpa disertai rencana yang matang, bukan saja tak akan menghasilkan apa apa, sebaliknya urusan besar bisa berantakan- Nah menurut pendapatku rumah penginapan ini sangat mencurigakan. Jangan-jangan rumah penginapan hitam?" bisik Siang Siau Un tiba tiba membelalakkan matanya lebar lebar.
"Aaah, tidak mungkin" Siang Siau Un segera menggeleng.
Hee Giok yang belum pernah keluar rumah, tentu saja tidak mengetahui secara jelas hal ikhwal tentang persoalan semacam itu, tak tertahankan ia segera bertanya : "Lantas rumah penginapan apakah itu ?"
Huan Cu Im yang selama ini membungkam diri, tiba tiba ikut menimbrung:
"Setelah disinggung oleh jiko tadi, tiba tiba siaute jadi teringat akan suatu persoalan, bukankah tempat ini dekat sekali letaknya dengan bukit Lou cu san" Ini berarti wilayah disekitar tempat ini termasuk dalam wilayah kekuasaan bukit Lou cu san, tak heran kalau banyak jago persilatan yang seringkali melakukan perjalanan diseputar tempat ini, ditinjau dari sini, bisa penginapan ini ada hubungannya dengan pihak Lou cu san"
"Yaaa, jawaban tersebut memang tepat sekali" seru Siang Ci Un segera sambil tertawa manis, "menurut pendapatku, pada hakekatnya rumah penginapan ini memang khusus dibuka oleh pihak Lou cu san-"
"Masa penginapan ini dibuka oleh pihak Lou cu san ?" bisik Hee Giok yang dengan perasaan amat terkejut.
"Tak bakal salah..." ucap Siang Siau Un lagi, "ketika Jaman Liang sanpek tempo hari, bukankah pihak pemberontakpun membuka sebuah kedai arak disebrang benteng air mereka yang khusus dipakai untuk menyambut para jagoan persilatan yang bermaksud mengunjungi atau menyambangi benteng pemberontak tersebut ?"
"Ehmm, benar juga perkataan ini " dengan kening berkerut Hee Giok yang segera termenung sejenak. kemudian katanya lebih jauh, "seandainya penginapan ini benar benar dibuka oleh pihak Lou cu san, berarti jejak kita beberapa orang sudah bocor dan diketahui mereka..."
Siang Ci Un segera merogoh kedalam saku dan mengeluarkan selembar topeng kulit manusia, topeng itu adalah topeng yang pernah dikenakan tempo hari, sambil diserahkan kepada Hee Giok yang katanya:
"Rombongan kita terdiri dari enam orang belum tentu mereka dapat mengenali kita satu persatu tapi yang penting saat ini adalah kau, sekalipun sipelayan penginapan itu tidak mengenali dirimu, tapi orang orang Lou cu san tentu banyak yang mengenalimu, karenanya kenakanlah topeng kulit manusia ini secepatnya."
Sambil menerima topeng kulit manusia itu, Hee Giok yang segera bertanya.
"Selama hidup aku tak pernah mengenakan topeng, bagaimana sih caranya mengenakan topeng ini?"
Siang Ci Un segera mengajarkan kepadanya bagaimana caranya membentangkan topeng tersebut lebih dulu, kemudian bagaimana caranya dikenakan di wajah, kemudian menempelkan lapisan tersebut pada bagian muka dan sisi telinganya, setelah itu baru berkata,
"Nah, beres sudah sekarang."
Sambil meraba lapisan kulit muka yang dikena diwajahnya itu, Hee Giok yang segera berkata:
"Rasanya kok kurang leluasa begini..."
"Kalau sudah terbiasa nanti, perasaan tersebut kau bisa lenyap dengan sendirinya" sahut Siang Ci Un sambil tertawa.
"Lantas apa yang harus kita perbuat sekarang?"
"Sedapat mungkin kita tak usah menggubris mereka, laksanakan saja semua pekerjaan kita sesuai dengan apa yang telah direncanakan semula"
Dalam pada itu seorang pelayan yang lain telah muncul didepan pintu kamar, sambil tertawa paksa orang itu bertanya:
"Tuan tuan sekalian tentunya belum sarapan bukan" Kalian pingin makan apa?"
"Hidangan apa saja yang terdapat disini?" tanya Huan Cu Im dengan cepat.
"Tempat kami tersedia bubur ayam, bakmi, makanan kecil maupun wedang ronde, pokoknya lengkap untuk sarapan"
"Ehmm,... kami baru saja menempuh perjalanan semalam suntuk, selesai bersantap nanti akan tidur dulu dengan sepuasnya, begini saja, coba siapkan bubur ayam dan tiga jenis hidangan kecil, tapi harus disiapkan secepatnya"
Pelayan itu segera mengiakan dan mengundurkan diri dari situ, tak selang berapa saat kemudian hidangan yang dipesan telah dihantar kedalam kamar. Huan Cu Im kembali berkata sambil mengulapkan tangannya: "Kami tak perlu pelayananmu lagi, kau boleh tinggalkan tempat ini..."
Setelah pelayan itu mengundurkan diri, semua orang pun segera menyerbu hidangan yang ada, maklumlah, setelah menempuh perjalanan semalaman suntuk. perut mereka sudah keroncongan sedari tadi.
Selesai sarapan, merekapun kembali ke kamar masing masing untuk beristirahat, tiga buah kamar menutup pintu hampir bersamaan waktunya...
Setelah tidak tidur semalam suntuk, kali ini mereka betul betul tertidur nyenyak sekali.
Hanya Huan Cu Im seorang yang tetap duduk bersila diatas pembaringan sambil mengatur pernapasan, hal ini memang sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya segala sesuatu yang tidak diinginkan-Padahal hal ini sebetulnya tidak usah dilakukan, sebab betapa pun beraninya seseorang, tak mungkin ada yang berani bertindak Sembarangan dipagi hari begini.
Menjelang tengah hari, pelayan itu muncul kembali didepan pintu kamar, tapi berhubung tamu tamunya tidur nyenyak. ia tak berani mengganggu ketenangan tamunya dan Secara diam diam mengundurkan diri kembali.
Menjelang magrib, Semua orang baru mendusin dari tidurnya, pelayanpun segera muncul menyiapkan air untuk mencuci muka, setelah itu katanya sambil tertawa paksa: "Kek koan, apakah kalian akan bersantap malam diluar saja?" Tapi kemudian tambahnya pula dengan cepat :
"Padahal rumah makan Ki eng lo yang tepat berada diseberang penginapan ini, mau bersantap sendiri disana, atau hamba yang pesankan untuk dibawa kemari, sesungguhnya tidak jauh berbeda, terserah pada keinginan tuan sendiri."
"Samte" Siang Ci Un segera menimbrung "Malam ini kita malas untuk bersantap di luar..., suruh saja dia hantar hidangan ke dalam kamar..."
Pelayan itu cepat cepat mengiakan :
"Kek koan ingin memesan sayur apa" Biar hamba segera pesankan kerumah makan Ki eng lo."
"Begini saja" ujar Huan Cu Im, "siapkan hidangan yang menjadi keistimewaan rumah makan itu..."
"Keatas kekkoan ingin minum apa ?"
"Kami semua tidak minum arak ?"
"Baik, baiklah kalau begitu..."
Sambil mengiakan berulang kali, cepat cepat pelayan itu memberi hormat dan mengundurkan diri dari situ.
Semua orang membersihkan muka, sementara langit sudah semakin menggelap.
Tak lama kemudian lentera pun dipasang, hidangan segera muncul didalam kamar, untuk itu ditengah ruangan kamar telah mereka siapkan sebuah meja perjamuan sehingga semua orang bisa bersantap bersama sama.
Hidangan dari rumah makan Ki eng lo memang lezat sekali, sekalipun hanya terjadi dari delapan macam yang semuanya merupakan hidangan setempat, namun mempunyai cita rasa yang tidak memalukan.
Selesai bersantap. pelayan muncul menghidangkan air teh, malam itu semua orang tidak keluar penginapan, mereka hanya melewatkan sisa waktu dengan berbincang bincang, kemudian kembali ke kamar masing masing untuk beristirahat.
Segala sesuatunya berjalan dengan tenang dan lancar, siapa pun tak akan menduga kalau pada malam itu, orang orang tersebut akan melakukan suatu aksi.
Menjelang kentongan pertama, secara diam diam semua orang bangun tidur sambil mempersiapkan diri, kemudian dengan mengetuk pintu dinding kamar sebagai kode rahasia, serentak mereka membuke jendela belakang dan menerobos keluar dari kamar.
Waktu itu, semua lampu penerangan di dalam rumah penginapan telah dipadamkan, rakyat dikota Yu tay memang sudah terbiasa tidur sejak sore hari, sehingga tak heran kalau suasana waktu itu amat sepi, hening dan remang remang.
Suasana yang gelap hanya diterangi oleh kerlipan bintang diangkasa serta secercah sinar yang muncul dari kejauhan Sana.
Keenam orang itu berhenti Sejenak diatas atap rumah, kemudian dengan dipimpin oleh Huan Cu Im, ia mengulapkan tangannya dan bergerak lebih duluan.
Kelima orang lainnya segera mengikuti pula dari belakang, bagaikan beberapa gulung asap hitam, beberapa orang itu bergerak meninggalkan rumah penginapan dengan kecepatan tinggi.
Tak lama mereka melewati tembok kota dan menempuh perjalanan sejauh dua lie lebih mendadak dari arah belakang sana terdengar suara ledakan mercon yang sangat keras.
"Blummm..." Menyusul suara ledakan itu, terlihatlah sekilas Cahaya bunga api berwarna merah membumbung tinggi ke angkasa.
Siang Ci Un menghentikan perjalanannya sambil berpaling kebelakang, kemudian serunya dengan nada tercengang :
"Aaah, coba lihat.. Ada orang melepaskan bom udara "
"Yaaa, tampaknya bom udara itu dilepaskan dari kota Yu tay san" sambung Siang Siau Un
"Jite, bagaimana menurut pendapatmu?" seru Hee Giok yang kemudian, "jangan jangan pihak lawan telah mengetahul jejak kita"
"Aaah, bagaimana mUngkin bisa terjadi" Sewaktu keluar dari rumah penginapan tadi toh tak seorang manusia pun yang tahu " bantah Siang Siau Un segera
"Ehmmm, kemungkinan juga hanya suatu kejadian yang kebetulan" kata Siang Siau Un kemudian, "bisa jadi pihak kota Yu tay san melepaskan bom udara karena persoalan yang lain, tapi bisa juga bom udara itu dilepaskan karena mereka menaruh curiga kepada kita toh rumah penginapan itu mempunyai hubungan yang erat dengan pihak lawan?"
Dengan penuh emosi Hee Giok yang segera berseru:
"Bagaimana pun juga , kita toh sudah keluar rumah, biarpun jejak kita sudah ketahuan, pokoknya kita tetap melanjutkan rencana kita semula..."
"Betul" sambung Siang Siau Un dengan cepat, "kalau tidak masuk kesarang harimau bagaimana mungkin bisa memperoleh anak macan" Sekalipun bukit Lou cu san adalah sarang naga gua harimau, kita harus tetap mendatanginya "
"Yaa, rencana sih harus tetap dilaksanakan seperti semula"
ucap Siang Ci Un, "tapi kalian harus ingat bahwa maksud kedatangan kita kali ini adalah untuk menyelidiki sipenyerang dengan jarum im khek ciam tersebut alangkah baiknya kalau kedatangan kita ini tak sampai mengejutkan pihak pihak mereka, tapi kalau mereka sudah melakukan persiapan, ini berarti posisi kita menjadi tidak menguntungkan, sebab musuh berada ditempat gelap sedangkan kita berada ditempat terang. gerak gerik kita semua pasti berada dibawah pengawasan orang"
"Jadi menurut pendapatmu, kita urungkan saja rencana malam ini...?" seru Siang Siau Un cepat.
"Urungkan rencana sih tidak perlu, tapi gerak gerik kita selanjutnya harus lebih berhati hati lagi"
"Itu mah tak perlu dipesan lagi" seru Siang Siau Un jengkel,
"hayo kita percepat langkah kita "
Sebagai jago jago muda yang berdarah panas, tentu saja orang itu enggan mengurungkan rencana semula hanya dikarenakan pihak lawan telah melepas bom udara.
Begitulah, dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh masing masing, berangkat keenam orang itu menuju ke bukit Lou cu san-Perjalanan sejauh belasan li hanya ditempuh dalam sepertanak nasi saja, kini bukit Lou cu san telah berada didepan mata. Pesanggrahan keluarga Hee yang megah dan angker dan nampak gelap gulita dicekam kegelapan malam.
Sebagai anggota keluarga Hee, semestinya Hee Giok yang hapal sekali dengan keadaan di dalam Pesanggrahan keluarga Hee tersebut, tadi setelah melompat naik ke atas pekarangan rumah, ia segera berbisik lirih:
"Sst, sejak kedatangan perempuan she Sim itu aku tidak begitu menguasahi lagi keadaan didalam pesanggrahan ini, tapi kalau dugaanku tak salah, perempuan she Sim itu pasti berdiam digedung tengah, sementara gedung sebelah muka dikhususkan bagi para pelindung perkampungan ini, lebih baik kita hindari saja gedung muka, asal tidak mengusik mereka, rasanya penghadanganpun bisa dikurangi. Sebelah kiri perkampungan sana merupakan sebuah hutan yang menjurus keatas bukit, bila kita tembusi dulu hutan itu kemudia baru masuk kegedung tengah, rasanya banyak rintangan yang bisa kita hindari."
"Apakah hutan tersebut tidak diberi penjaga ?" tanya Huan Cu Im keheranan. Hee Giok yang segera tertawa.
"Penjagaan pasti ada, itulah sebabnya setelah tiba ditepi hutan nanti rombongan kita mesti dipeCah menjadi kelompok kelompok kecil yang masing masing arah yang berbeda, tapi yang penting kita harus menerobos masuk kedalam hutan itu dengan kecepatan paling tinggi paling baik lagi jika kita dapat merobohkan para penjaga dalam hutan tersebut tanpa mereka sadari. Sementara itu Siang Siau Un telah menyiapkan alat pancingnya yang segera dibetot sampai panjang, kemudian katanya:
"Kalau begitu kita berpisah disini saja, daripada jejak kita keburu ketahuan lawan"
Maka mereka pun merundingkan kode rahasia untuk mengadakan kontak nanti, yaitu dengan mematahkan seuntai ranting pohon lalu menggoyangkan ke tengah udara, suara gemirincing daun diujung ranting itulah menandakan kode rahasia pihak sendiri.
Maka berangkatlah Huan Cu Im dan Siang Ci Un kakak beradik meninggalkan tempat itu, dengan meminjam kegelapan malam menerobos masuk kedalam hutan melalui arah yang berbeda: Hee Giok yang segera berpaling kerah Ciu Gwat dan ciu kul sambil berpesan:
"Sekarang kalian berjalanlah lebih dulu didepan, kita masuk melalui jalan kecil di sebelah kiri, tetapi ingat, ketika hampir tiba dalam hutan nanti, kalian harus berhenti sejenak sebelum meneruskan perjalanan dengan langkah lambat, perhatikan kiri kanan dengan seksama sebelum meneruskan perjalanan-"
"Budak mengerti" Ciu Gwat dan Ciu Kui segera menganggUk.
"Baik, sekarang kalian boleh berangkat lebih dulu." bisik Hee Giok yang. Ciu Gwat dan ciu kul menurut, mereka segera berjalan menuju kearah kiri hutan.
Hee Giok yang sendiri baru berjalan setelah kedua orang budaknya berlalu dua kaki lebih dulu, tapi disaat Ciu Gwat dan Ciu Kui hampir mencapai tepi hutan itulah, mendadak ia meluncur dari samping, dengan kecepatan seperti seekor burung elang yang terbang melintas, dia menerobos masuk kebalik hutan
Sebagaimana diketahui, tentu saja kepandaian silat yang mereka pelajari adalah kepandaian silat dari Kiu hoa sinnie.
Sekalipun mereka belum mempunyai kesempatan untuk bertarung melawan orang sehingga tidak mengetahui sampai dimanakah taraf ilmu silat yang dimiliki namun berbicara dari kepandaian silat yang mereka miliki sekarang, sesungguhnya masih jauh lebih tinggi daripada kebanyakan jago persilatan lainnya.
Tatkala tiba ditepi hutan, kedua orang itu segera teringat dengan pesan nonanya.
Bila tiba didepan hutan nanti, berhentilah sejenak kemudian meneruskan perjalanan dengan langkah pelan, perhatikan kiri dan kanan, perhatikan dulu suasana disekeliling tempat itu sampai jelas sebelum meneruskan perjalanan-Kedua orang itu sama sekali tak menyangka kalau tujuan nonanya adalah agar mereka memancing perhatian lawan, mereka masih menyangka kalau orang berjalan malam yang bertemu dihutan harus berbuat begitu lebih dulu sebelum memasukinya.
Itulah sebabnya ketika tiba ditepi hutan mereka segera berhenti sejenak sambil menengok kekiri kanan, setelah yakin kalau di sekitar sana tiada orang lain, mereka baru meneruskan perjalanan dengan langkah pelan Selama hidup, baru pertama kali ini mereka menjadi "orang yang berjalan malam", tak heran kalau pekerjaan ini dirasakan segar dan amat merangsang perasaan tegang.
Sekalipun tidak menjumpai musuh yang melakukan penghadangan, mereka toh tidak bertindak gegabah, dengan memasang mata dan telinga baik baik mereka meneruskan perjalanannya menuju ketengah hutan, sementara tangannya yang memegang gagang pedang terasa basah oleh keringat saking tegangnya.
Menanti mereka berpaling kebelakang dan tidak menjumpai bayangan nonanya, kedua orang itu segera menganggap majikannya masih tertinggal dibelakang sana, karenanya desingan langkah yang ringan dan sangat berhati hati mereka meneruskan perjalanan kembali.
Padahal Hee Giok yang sudah menerobos masuk kedalam hutan mendahului mereka waktu itu ia sudah bersembunyi dibelakang sebatang pohon besar sambil memperhatikan keadaan disekitar sana, apakah ada yang bersembunyi atau tidak. andaikata ada maka dia akan menyergap mereka secepat kilat sebelum lawan sempat bertindak lebih dulu, sebab hanya berbuat demikianlah musuh bisa dirobohkan tanpa menimbulkan banyak suara berisik.
Siapa tahu meskipun Ciu Gwat dan Ciu Kui telah berada berapa tombak didalam hutan ternyata tak sesosok bayangan manusia yang menampakkan diri untuk melancarkan serangan, suasana tetap hening dan sepi sementara kedua orang itu tetap meneruskan perjalanannya memasuki hutan tersebut tanpa hadangan. Pelan pelan Hee Giok yang mematahkan sebatang ranting pohon, kemudian dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan meminjam kegelapan malam yang mencekam seluruh jagad, ia menerobos maju mendahului kedua orang dayangnya dan melanjutkan pemeriksaannya.
Hutan yang lebat dan luas ini membentang dari kaki bukit hingga mencapaipuncak gunung, letaknya persis berada disebelah kiri pesanggrahan keluarga Hee.
Makin kedalam menerobos Hutan tersebut makin gelap gulita suasana disekelilingnya.
Biarpun Ciu Gwat dan Ciu Kui sama sekali tidak berpengalaman didalam dunia persilatan, namun kenyataannya sepanjang perjalanan mereka tidak menjumpai hadangan apapun.
Kejadian tersebut tentu saja amat mencengangkan hati Hee Giok yang, mungkinkah pihak Lou cu san tidak melakukan penjagaan atau persiapan apa pun"
Sebagai mana diketahui, pesanggrahan keluarga Hee terletak dikaki bukit, dengan mengambil jalan menembusi hutan berarti menjauhi kaki bukit tersebut, kemudian dari lambung gunung mereka balik kembali kebawah sebelum mencapai sisi kiri dinding pekarangan pesanggrahan tersebut.
Sekarang, Hee Giok yang telah mendahului Ciu Gwat dan Ciu Kui meluncur turun lebih dulu ditepi hutan, tempat itu merupakan tempat yang telah ditetapkan sebagai tempat pertemuan-Baru saja tubuhnya melayang turun ke atas tanah, dari sisi hutan tak jauh dari posisinya segera terdengarlah suara ranting pohon yang bergoyang.
Suara itu adalah kode rahasia mereka, maka Hee Giok yang segera menggoyangkan pula ranting pohon yang berada ditangannya
Dalam waktu singkat terdengarlah desingan angin lembut bergema membelah angkasa tampak tiga sosok bayangan manusia meluncur datang dari tiga arah yang berbeda.
Tampaklah Huan Cu Im, Siang Ci Un dan Siang Siau Un bertiga melayang turun ke atas tanah hampir bersamaan waktunya. Dengan suara lirih Huan Cu Im segera katanya :
"Toako, apakah kau telah menemukan pos penjagaan disekitar sana...?"
Hee Giok yang segera menggeleng.
"Tidak, aku menyuruh Khu Heng dan Khu Hoat berjalan dimuka untuk memancing kemunculan musuh, ternyata sepanjang jalan tenang dan sekali tidak terlihat sesuatu apa pun, jangan lagi manusia, bayanganpun tak kelihatan"
"Kalau begitu aneh sekali " bisik Siang Ci Un kemudian dengan suara pelan-"Kenapa begitu kalianpun tidak menemukan penjagaan?"
"Yaa, sama sekali tidak" sahut Siang Siau Un, "seolah olah hutan tersebut memang tanpa penjagaan"
"Tadinya aku masih mengira para penjaga telah kalian robohkan lebih dahulu karena kamu masuk kedalam hutan lebih duluan"
"Waah... kalau begitu keadaannya jadi kurang beres " kata Siang Ci Un kemudian.
Baru saja dia berbicara sampai disitu, tampak Ciu Gwat dan Ciu Kui telah muncul pula dari balik hutan-
"Apanya yang tidak beres?" Siang Siau Un segera bertanya,
"mungkin saja mereka tidak menaruh penjagaan didalam hutan ini?"
"Tidak mungkin" Siang Ci Un menggelengkan kepalanya berulang kali "hutan ini merupakan satu satunya wilayah yang bisa dimanfaatkan orang luar untuk mendekati pesanggrahan mereka, baik ada kejadian ataupun tidak mustahil mereka tak akan meletakkan penjagaan disekitar tempat ini untuk mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan."
"Tapi kenyataannya mereka toh sama sekali tidak memasang penjagaan disekitar tempat ini"
"Justru karena itulah kuanggap kejadian ini diluar kebiasaan" kata Siang Ci Un dengan wajah amat serius, kemudian lanjutnya kembali, "ketenangan yang diluar dugaan ini justru menandakan kalau persoalannya diluar kebiasaan.
aaahh..." Mendadak ia teringat kembali dengan bom udara yang mereka saksikan sesaat setelah meninggalkan kota tadi, sehingga tanpa terasa dia berseru tertahan.
Huan Cu Im segera mendekatinya sambil bertanya : "Jiko, apa yang sedang kau pikirkan?"
Agar perkataan itu bisa diutarakan dengan lirih, maka pemuda tersebut sengaja berdiri sangat dekat dengannya.
Siang Ci Un dapat mengendus bau hawa lelakian yang sangat kuat dari tubuh pemuda tersebut, tiba tiba saja hatinya berdebar keras, ia dapat merasakan betapa panasnya selembar mukanya waktu itu. Dengan suara agak tergagap segera sahutnya: "Aku... aku sedang berpikir..."
Dengan sekuat tenaga dia berusaha mengendalikan ketenangan hatinya, kemudian berkata lagi dengan lirih:
"Ketika kita baru meninggalkan kota tadi, bukankah terlihat ada bom udara yang dilepaskan orang. Jangan jangan dikosongkannya hutan ini dari penjagaan memang sengaja mereka melakukan untuk memancing musuh memasuki wilayah mereka ke dalam ?"
"Bagaimana juga kita kan sudah sampai disini, biar merupakan siasat atau jebakan, kita tetap harus memasukinya seperti rencana semula" seru Siang Siau Un cepat.
"Tidak." Siang Ci Un menggelengkan kepalanya dengan cepat, "kalau mereka sampai berani memancing kita untuk masuk kedalam, berarti mereka sudah melakukan persiapan secara matang dan tinggal menunggu kita masuk perangkap.
tapi mungkin juga hal ini mereka lakukan disebabkan kekuatan mereka terlalu minim sehingga mustahil untuk membendung serbuah musuh dari luar, karenanya mereka lebih suka memilih menjebak kita dalam hutan..."
"Jite, menurut pendapatmu apa yang mesti kita lakukan sekarang?" tanya Hee Giok yang.
Siang Ci Un memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, lalu katanya lirih:
"Tentu saja kita harus berusaha untuk bisa masuk kedalam, tapi bila jumlah rombongan kelewat besar, maka sasaranpun jadi lebih jelas dan terang, oleh sebab itu aku rasa kita berenam harus memisahkan Khu Heng dan Khu Hoat tetap bersiaga disini, sebab disinilah letak jalan mundur kita, kita wajib mempersiapkan kekuatan untuk membantu kita setiap saat, tapi jejak kalian tak boleh sampai ketahuan..."
Rupanya dia kuatir kepandaian silat Ciu Gwat dan Ciu Kui yang terlalu cetek bukan saja tak akan membantu usaha mereka nanti, sebaliknya membuat gerak gerik mereka lebih tak leluasa, karenanya dia putuskan untuk meninggalkan kedua orang dayang tersebut diluar hutan saja.
Hee Giok yang segera manggut manggut tanda setuju:
"Nah, kalian dengar sendiri, setelah kami masuk nanti, Carilah sebuah pohon besar untuk menyembunyikan diri, bilamana keadaan memaksa, pergunakanlah jarum untuk melindungi diri."
"Budak mengerti" sahut Ciu Gwat cepat.
Siang Siau Un yang berada disampingnya cepat cepat menimbrung:
"Eeei, kalian lagi lagi salah menyebut, seharusnya membahasai diri dengan hamba."
"Jite, bagaimana dengan kita sendiri?" sementara itu Hee Giok yang telah bertanya lagi.
Siang Ci Un merasa rikuh untuk berjalan serombongan dengan Huan Cu Im, terpaksa katanya:
"Silahkan toako dan samte berangkat lebih dulu, biar aku dan sute satu kelompok kita harus membagi diri dalam dua kelompok yang mengambil arah berbeda, dengan begitu selain bisa mengacaukan perhatian musuh, pun dapat saling bantu membantu,jika satu pihak menjumpai bahaya, maka rombongan lain bisa memberi bantuan, keadaan ini akan jauh lebih baik ketimbang kita berempat menempuh perjalanan bersama sama..."
"Aaah, aku ingin satu regu dengan samko tidak enak melakukan perjalanan bersamamu huuh, baru satu langkah aku berjalan, kau tentu susah ribut dua patah kata, pasti menjemukan suasananya nanti..."
"Justru karena kau nakal maka harus satu regu denganku"
ujar Siang Ci Un ketus. "kau toh mengerti, tempat ini adalah sarang naga gua harimau, memangnya tempat untuk berekreasi?"
"Aku tak bakal takut dengan Cecunguk Cecunguk itu"
bantah Siang Siau Un segera "bagaimana samko" Kau bersedia satu regu denganku bukan...?" Terpaksa Huan Cu Im harus manggut manggut.
"Baiklah, lebih baik kita memang melakukan perjalanan bersama sama" Dengan wajah berseri seri karena kegirangan, Siang Siau Un segera berteriak:
"Nah bagaimana jiko" Kau sudah mendengar sendiri bukan" samko bersedia menempuh perjalanan bersamaku"
cepat cepat Hee Giok yang menyela:
"Kalau memang sute ingin berada satu regu dengan samte, biarlah mereka berjalan bersama"
Sambil berpaling Siang Ci Un berpesan-
"Kau boleh saja berada bersama samko tapi ingat, jangan kelewat terburu nafsu. "Tak usah kuatir, pokoknya aku akan menuruti semua nasehat samko"
Siang Ci Un tidak banyak berbicara lagi dia segera menuding ke arah bangunan gedung pesanggrahan keluarga Hee dalam kegelapan sana, kemudian berbisik kembali:
"Aku dan toako akan menuju ke gedung bagian tengah langsung dari sini, sedang samte dan sute boleh menelusuri hutan dengan menyelinap masuk lewat belakang, andaikata bertemu dengan sergapan musuh, kalian harus memberikan perlawanan secara menyendiri, jangan bergabung dengan kami lagi di gedung tengah, sebab bila berbuat demikian maka bisa jadi jejak kita yang berada di tengah gedung bakal ketahuan lawan"
"Bila sampai menemui keadaan seperti ini, lebih baik kalian mengundurkan diri saja, jangan kelewat asyik terlibat dalam pertarungan, bila keadaan tidak betul betul gawat dan berbahaya, jangan melepaskan kode rahasia untuk minta bantuan, kode bahaya kita adalah berpekik panjang..."
Siang Siau Un segera manggut manggut.
"Kami tak bakal menemui bahaya apapun bila ada musuh yang melakukan penghadangan, kami pasti dapat menyelesaikannya secara tuntas."
Berbicara sampai disini, dia segera menarik ujung baju Huan Cu Im sambil katanya lagi :
"Samko mari kita berangkat."
Dengan cepat dia membalikkan badan dan melompat pergi lebih dulu, mereka menuju kegedung pesanggrahan tersebut dengan berjalan menelusuri hutan-Terpaksa Huan Cu Im harus mengikuti di belakangnya dengan gerakan cepat.
Menanti sampai kedua orang itu sudah pergi jauh, Hee Giok yang dan Siang Ci Un baru melompat ketengah udara dan seperti dua titik Cahaya petir mereka meluncur ke muka langsung menerobos masuk melalui dinding pekarangan yang tinggi.
Siang Siau Un menunggu sampai Huan Cu Im menyusul dan sengaja melakukan perjalanan berdampingan dengannya, sambil berpaling dan Cemberut tiba tiba ia berseru: "Samko "
"Sttt... kita sudah hampir tiba didaerah musuh, lebih baik jangan berbicara dulu" sela Huan Cu Im cepat.
"Aku kan cuma ingin bertanya sepatah kata saja kepadamu
" seru nona itu semakin cemberut.
Terpaksa Huan Cu Im menghentikan langkahnya, kemudian seraya berpaling tanyanya "Apa sih yang ingin kau tanyakan?"
Siang Siau Un segera tertawa cekikikan, dengan mata berkedip katanya lirih : "Aku ingin bertanya, sebetulnya kau lebih suka toako atau jiko?"
Merah jengah selembar wajah Huan Cu Im setelah mendengar pertanyaan itu, segera serunya :
"Aneh benar kau ini, mengapa kau tanyakan persoalan macam begitu dalam keadaan seperti ini?"
"Aku pingin tahu" kata Siang Siau Un sambil mengerdipkan sepasang matanya dengan nakaL
Huan Cu Im segera berpikir :
"Jelas budak ini kecil orangnya tapi besar pikirannya, baik, biar aku mengajaknya bergurau."
Berpikir sampai disitu ia lantas tertawa dan bisiknya lirih :
"Yang samko paling cintai adalah kau"
Bagaimanapun juga Siang Siau Un masih seorang nona kecil, kontan saja ia jadi tersipu sipu sehabis mendengar perkataan itu, serunya kemudian dengan manja. "Aah...
samko jahat..." Dengan cepat dia membalikkan badandan meneruskan perjalanannya dengan langkah cepat.
sebenarnya Huan Cu Im hanya bermaksud mengajaknya bergurau dan membuatnya jengah, sungguh tak disangka olehnya sinona malah kabur dengan Cepatnya karena jengah.
Padahal tempat itu adalah wilayah pesanggrahan keluarga Hee, sudah jelas dia tak akan bisa berteriak dengan suara keras, itulah sebabnya melihat nona itu berlarian cepat, buru buru dia mengejarnya dari belakang.
Berbicara soal tenaga dalam, tentu saja kemampuan yang dimiliki Siang Siau Un masih ketinggalan jauh bila dibandingkan kemampuan Huan Cu Im karena itu dalam menempuh perjalanan jauh Huan Cu Im yang ditunjang oleh tenaga dalam yang sempurna dapat berlari cepat dan riang tanpa membuang banyak tenaga lain dengan Siang Siau Un setelah berlarian sekian waktu, dia akan terengah engah dan mandi keringat...
Tapi sekarang, mereka hanya menempuh jarak pendek.
ditambah lagi Siang Siau Un cerdas dan sedang menempuh perjalanan dalam kegelapan malam, otomatis dia tak akan berlarian secara lurus.
Sebentar saja ia telah melewati dinding pekarangan dan belok ke sana putar kemari dengan cepatnya.
Untung sekali dalam gedung pesanggrahan tersebut penuh dengan pepohonan dan tempat kegelapan, sehingga jejak mereka tidak mudah ketahuan lawan-Tapi Huan Cu Im yang kepayahan harus mengikuti dari belakang, sekejap mata kemudian ia sudah kehilangan jejak dari nona tersebut.
Kejadian tersebut tentu saja sangat menggelisahkan hati Huan Cu Im, gedung yang dihadapinya begitu besar dan luas, kemanakah dia harus menemukan kembali jejak nona tersebut
" Sementara dia sedang melakukan pengamatan disekeliling sana, mendadak dari arah barat sana berkumandang datang suara bentrokan senjata tajam yang ramai sekali. Dengan perasaan terCekat Huan Cu Im segera berpikir:
"Waaah..., Siang Siau Un pasti sudah terlibat dalam pertarungan yang seru melawan musuh "
Mengetahui akan hal tersebut, pemuda tak dapat ragu ragu lagi, ia segera menjejakkan sepasang kakinya keatas tanah dan berkelebat menuju kearah mana berasalnya suara tersebut.
Baru saja dia meluncur ketengah udara melintasi sebuah bangunan rumah, mendadak terdengar suara gelak tertawa yang panjang, keras melengking bergema memecahkan keheningan, disusul kemudian terdengar seseorang mendengus tertahan.
Huan Cu Im merasa gelak tertawa tersebut sangat dikenal olehnya, satu ingatan segera melintas didalam benaknya.
Cepat cepat dia berkelebat kesamping dan menyembunyikan diri dibalik kegelapan di sisi kanan gedung tersebut, baru saja ia mengintip keluar, terdengar suara nyaring tadi telah berseru kembali tertawa dingin :
"Hmmm... tak nanti mereka bisa melarikan diri dari sekitar sini, hayo kalian cepat membekuknya "
Walaupun suara bentakan tersebut berasal dari gedung lain yang rasanya terletak disebelah barat, namun ditengah malam yang begini hening, suara tersebut dapat terdengar dengan jelas sekali.
Huan Cu Im mengenali suara yang nyaring dan sedikit melengking itu dengan amat jelas kembali satu ingatan melintas dalam benaknya, kembali dia berpikir :
"Kalau didengar dari nada pembicaraan orang ini, bukankah dia adalah pejabat ketua Kay pang saat ini Kwa Tiang tay"
aaah, benar, dia adalah Lengcu emas, ini berarti tempat ini merupakan daerah komplotannya tak heran kalau dia bisa muncul di Lou cu san"
Belum lama dia menyembunyikan diri mendadak terdengar olehnya suara dengusan nafas seseorang yang berasal dari suatu tempat tak jauh dari posisinya.
Perlu diketahui, semenjak dia belajar ilmu Hong lui ing dari pengemis sakti berwajah senyum Yu It man, tenaga dalam yang dimilikinya telah memperoleh kemajuan pesat, ketajaman mata dan pendengarannya juga bertambah hebat, sehingga suara yang berada dari seputar berapa kaki darinya dapat ditangkap olehnya secara jelas sekali.
Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekarang ia mendengar ada orang bersembunyi disisinya, lagipula dengus napas orang itu sangat memburu, kalau bukan Siang Siau Un lantas siapa lagi"
"Tampaknya budak cilik ini memang sengaja menjauhi aku..."
Berpikir begitu, tiba tiba saja dia membalikkan badan dan berkata sambil tertawa rendah:
"Kau tak usah menyembunyikan diri, aku sudah mengetahui jejakmu sedari tadi..."
Pedang Berkarat Pena Beraksara 5 Prabarini Karya Putu Praba Darana Senja Jatuh Di Pajajaran 10