Pencarian

Pedang Pelangi 23

Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok Bagian 23


Siapa tahu baru saja dia selesai berbicara tampaklah sesosok bayangan manusia yang kecil mungil menerjang keluar dari tempat persembunyiannya dan keluar menuju ke semula dengan kecepatan bagaikan kilat
Melihat nona itu kabur kembali ke arah pagar pekarangan, Huan Cu Im mengira gadis tersebut sedang mengambek.
maka segera pikirnya : "Aku toh Cuma mengajakmu bergurau, kau malah menjadi bersungguh sungguh, sekarang kita sedang berada dalam perjalanan untuk melakukan penyelidikan di bukit Lou cu san, kenapa kau malah mengudurkan diri dari sini tanpa sebab musabab?"
Berpikir begitu, cepat cepat dia melakukan pengejaran secara ketat, sambil mengejar, serunya dengan suara lirih.
"Sute, kau jangan nakal lagi, hayo cepat berhenti."
Siapa tahu bayangan manusa yang kecil mungil itu sama sekali tidak menggubris, dia malah kabur semakin cepat lagi.
Terpaksa Huan Cu Im harus mempercepat pengejarannya, kembali dia berseru: "Sute, hayo ceat berhenti, kau jangan kelewat menuruti nafsu sendiri."
Dalam waktu singkat mereka telah melalui dua buah bangunan gedung dan kini sudah sampai disebuah tanah pelataran itu langsung berhubungan dengan bagian belakang gedung karena batas tanah tadi adalah pagar pekarangan yang tinggi.
Ketika berada satu kaki dari batas pekarangan tersebt,mendadak bayangan manusia yang kecil mungil itu menjejakkan kakinya keatas tanah, lalu melejit ke udara dan melintasi pagar pekarangan tersebut dengan cepat.
Baru saja tubuhnya melejit keduara, Huan Cu Im telah memburu kesitu, dan saat itulah tampak nona itu berjumaplitan beberapa kali sebelum kakinya mencapai diatas pagar pekarangan, kemudian roboh terjungkal keatas tanah.
Dengan perasaan amat terkejut cepat cepat Juan cu im memburu kedepan serta menyambar tubuh itu kedalam pelukannya, kemudian ia baru bertanya lirih:
"Sute, apakah kau terluka?"
Namun setelah menundukkan kepalanya dan melihat jelas raut wajah nona tersebut dia baru tahu kalau nona yang berada dalam pelukannya sekarang bukan Siang Siau Un melainkan seorang nona kecil yang bergaun hijau.
Dalam sekilas pandangan saja, Huan Cu Im dapat mengenali orang tersebut, ternyata dia adalah Cui Cui, si dayang yang pernah melayaninya sewaktu berada dalam kamar baca pesanggrahan keluarga Hee di Lou cu san Waktu itu dayang tersebut memejamkan matanya rapat rapat, selembar wajahnya yang cantik menarik dan selalu tersungging senyuman manis itu, kini berada dalam keadaan pucatpias seperti mayat.
Dari keadaannya itu dapat diketahui bahwa luka dalam yang dideritanya parah sekali tak heran kalau pagar pekarangan setinggi satu kakipun tak sanggup dilampauinya.
"Dimanakah letak luka yang dideritanya?" ingatan tersebut segera melintas lewat didalam benaknya.
Sambil membopong tubuh nona tersebut perasaan Huan Cu Impenuh diliputi keragu raguan, dengan cepat dia menghimpun tenaga dan melejit ketengah udara. lalu setelah melalui pagar pekarangan, dia langsung menerobos masuk kedalam hutan
Disuatu tempat yang agak tersembunyi, dia menurunkan tubuh Cui Cui dan mendudukkannya di atas tanah, setelah itu tangan kanannya ditempelkan ke atas jalan darah Leng tay hiat dipunggungnya, menarik nafas dan pelan pelan menyalurkan hawa murninya ke dalam tubuh nona tersebut.
Setelah menderita luka parah, Cui Cui masih harus menempuh perjalanan jauh dengan langkah tergesa gesa, akibatnya ia menjadi sesak napas dan jatuh tak sadarkan diri.
Namun setelah memperoleh bantuan penyaluran hawa murni dari Huan Cu Im, napasnya yang tersumbat menjadi lancar kembali, ia lantas mengeluh pelan dan membuka matanya kembali.
Dengan cepat nona itu mengetahui bahwa ia telah ditolong seseorang, tapi siapa kah penolongnya " Ia meronta dan berusaha untuk menengok kebelakang.
Melihat nona itu meronta, Huan Cu Im mengerti bahwa dayang tersebut telah sadar dari pingsannya, cepat cepat dia berbisik :
"Cui Cui luka yang kau derita begitu parah sekali, lebih baik jangan bergerak dulu"
"Siapa kah kau?" tanya Cui Cui lemah.
"Aku adalah Huan Cu Im, sudah, jangan berbicara dulu"
"Aaah" kejut dan gembira Cui Cui segera berseru, "kau adalah Huan kongcu... budak budak sudah tidak apa apa, kau tak usah membantuku dengan tenaga dalam lagi, ada... ada satu persoalan penting... budak... budak ingin mohon bantuan kongcu... harap kongcu segera hentikan pertolonganmu."
Sambil berkata, dayang itu berusaha untuk meronta bangun.
Terpaksa Huan Cu Im harus menarik kembali tangannya sambil bertanya:
"Cui Cui, persoalan apa sih yang kau maksudkan?"
Cui Cui membalikkan badan, mendadak ia bertekuk lutut dan menyembah kepada pemuda tersebut sambil katanya:
"Kongcu, terimalah hormat budak.. harap kongcu sudi menyelamatkan jiwa seseorang..."
Huan Cu Im menjadi kelabakan, buru buru dia menggoyangkan tangannya berulang kali sambil berseru :
"Eeei... kau jangan berbuat demikian, bila ingin menyampaikan sesuatu, berdirilah dulu sebelum berbicara"
Cui Cui segera bangkit berdiri, selintas pengharapan muncul menghiasi wajahnya yang pucat, sambil mengawasi pemuda tersebut bisiknya lirih :
"Huan kongcu, kau pasti harus menolongnya budak mohon kepadamu.... persoalan ini merupakan suatu masalah yang penting sekali..."
"Cui Cui, tenangkan dulu hatimu dan berbicaralah pelan pelan, sebenarnya siapa sih yang ingin kau tolong ?"
"Dia adalah Sam Siang tayhiap Yu Hua liong "
Begitu mendengar nama "Sam siang tayhiap Yu Hua liong"
disebut, Huan Cu Im berdiri tertegun, segera tanyanya cepat :
"Jadi Sam siang tayhiap telah terjatuh ke tangan orang orang Lou cu san?"
"Benar" Cui Cui mengangguk. "Yu tayhiap telah mereka tangkap dan kini disekap dalam sebuah ruangan bawah tanah, kau pasti tahu letaknya, bukankah kaupun pernah disekap didalam ruang bawah tanah" Ruangan tersebut terletak di..."
Belum habis perkataan itu diutarakan, mendadak dia mengerang kesakitan, paras mukanya berubah hebat dan tubuhnya sempoyongan hampir roboh ketanah...
Huan Cu Im menjadi terperanjat sekali setelah menyaksikan kejadian itu, buru buru tanyanya:
"Cui Cui, kenapa kau?"
Cui Cui membuka mulutnya lebar lebar bisiknya terputus putus: "Di... di... ka... kamar... kamar baca..."
Untuk mengucapkan "kamar baca" pun nona itu sudah kepayahan, hanya begitu Selesai berkata ia tak sanggup menahan diri lagi dan segera roboh terjungkal keatas tanah.
Setelah roboh keatas tanah inilah, Huan Cu Im baru melihat bahwa punggung nona tersebut telah ditembusi sebatang piau terbang yang menancap hampir menembusi punggungnya, dari keadaannya yang parah bisa disimpulkan kalau jiwa gadis tersebut tak akan tertolong lagi.
Diam diam Huan Cu Im menghela napas panjang, gumamnya lirih :
"Kau tak usah kuatir Cui Cui, aku menyanggupi permintaanmu itu, pasti aku akan laksanakan kehendakmu itu dan menyelamatkan Yu tayhiap dari sekapan"
Selesai berkata, dia segera mengangkat kepalanya, lebih kurang tiga kaki dihadapannya, dibawah sebatang pohon besar tampaklah sesosok bayangan manusia berdiri disitu Dengan tenaga dalamnya yang sempurna dan mampu melihat dalam kegelapan, dalam sekilas pandangan ia sudah mengenali orang itu sebagai tiang lo pelatih dari Kay pang Ong Tin Hay adanya.
Dengan wajah penuh amarah dia mendengus berat berat, kemudian melangkah maju mendekatinya sambil mendengus dingin: "Jadi kau yang telah membunuh Cui Cui?"
Ong Tin Hay mengamati lawannya dengan seksama, ia segera mengenalinya sebagai Huan Cu Im, maka sambil tertawa seram serunya: "Bocah keparat, rupanya kau"
Hawa napsu membunuh yang sangat tebal telah menyelimuti seluruh wajah Huan Cu Im, serunya dengan suara dalam:
"Aku ingin tahu, benarkah kau yang membunuh Cui Cui dengan piau terbang?"
"Benar, akulah yang telah membunuhnya, mau apa kau?"
"Benar sekali " bentak Huan Cu Im dengan marah, "aku harus membayar selembar jiwanya dengan jiwamu "
Sambil mendesak maju ke muka, sepasang tangannya segera didorong kedepan melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Serangan tersebut dilancarkan dalam keadaan gusar, tak heran kalau tenaga kekuatan yang terkandung benar benar luar biasa hebatnya.
Boleh dibilang Ong Tin Hay sama sekali tak punya kesempatan untuk melancarkan serangan balasan, tiba tiba ia menjerit kesakitan, lalu terlihat tubuhnya mencelat sejauh beberapa kaki lebih dengan kecepatan luar biasa.
"Kraaakkk... kraaakkk..."
Secara beruntun tubuhnya menubruk dua batang pohon besar yang menyebabkan pepohonan tersebut tumbang keatas tanah sebelum akhirnya dia sendiripun jatuh keatas tanah.
Dalam kenyataannya, ketika ia menjerit kesakitan tadi, isi perutnya sudah terhajar hancur oleh tenaga pukulan yang dilepaskan Huan Cu Im bisa dibayangkan sendiri apakah dia masih mampu untuk hidup lebih lanjut. Mimpipun Huan Cu Im tidak mengira kalau tenaga pukulan yang dilancarkan olehnya bisa memiliki daya kemampuan begitu dahsyat, untuk sesaat lamanya dia menjadi termangu mangu.
Pada saat itulah dia mendengar suara desingan lirih bergema membelah keheningan, kemudian tampaklah sesosok bayangan manusia melayang turun dari atas pohon.
"Siapa?"" Huan Cu Im segera menghardik dengan suara dalam.
"Samko aku yang datang " Ternyata orang itu adalah Siang Siau Un.
"Kemana saja kau telah pergi?" Huan Cu Im segera menegur. Dengan paras muka bersemu merah, Siang Siau Un segera berkata:
"Ketika melihat kau lari masuk kedalam hutan sambil membopong seorang nona, kukira... kukira... maka aku tak berani ikut masuk kemari."
Saking jengahnya nona itu tak mampu untuk melanjutkan kata katanya.
Tentu saja Huan Cu Im dapat menangkap arti yang sebenarnya dari ucapan tersebut tanpa terasa wajahnya bersemu merah pula dibuatnya, agak tersipu sipu ia menjelaskan
"Nona itu adalah Cui Cui dia terluka parah karenanya aku terpaksa harus membopongnya masuk kehutan dan mengobati lukanya dengan tenaga dalam, aaai... sayang sekali kau datang terlambat."
Sambil membereskan rambutnya yang kusut, Siang Siau Un segera berkata.
"Setelah mend engar suara bentakmu aku baru masuk kehutan untuk melihat yang terjadi, samko, sungguh tak kusangka kenapa pukulanmu begitu dahsyat dan mengerikan hati, siapa sih korbannya ini...?"
"Dia bernama Ong Tin Hay, seorang tiang lo dari Kay pang dia juga yang telah membunuh Cui Cui dengan piau terbang."
"Apakah Cui Cui adalah nona yang terluka itu" Huan Cu Im segera mengangguk:
-oo0dw0oo Jilid: 47 "Sesungguhnya dia adalah seorang yang bertugas dikamar baca bukit Lou Cu san, sungguh tak disangka ternyata dia adalah seorang mata mata yang sengaja menyusup kemari"
"oooh..." Siang Siau Un membelalakkan matanya lebar lebar, "dari mana kau bisa tahu?"
"Dia mohon kepadaku untuk menolong seseorang, orang itu disekap mereka dalam sebuah ruang bawah tanah"
"Apakah tidak dijelaskan olehnya siapakah orang itu ?"
"Sudah, ia telah menerangkan kepadaku, dia adalah Sam siang tayhiap Yu Hu liong"
"Aaah" Siang Siau Un segera berseru tertahan, kemudian Cepat Cepat tanyanya, "dimanakah dia sekarang?"
"Cui Cui hanya sempat menerangkan kalau orang itu berada di kamar baca, selesai mengatakan perkataan tersebut, dia sudah tertimpa musibah"
"Samko, tahukah kau dimanakah letak kamar baca itu?"
seru Siang Siau Un kemudian dengan Cemas,
"mari kita tengok ke sana aku pernah mendengar suhu dia orang tua berkata, asal kita bisa menemukan Yu tayhiap.
maka semua rahasia dibalik badai besar yang menimpa dunia persilatan selama inipun bakal tersingkap. tapi sayang jejak Yu tayhiap telah lenyap hampir tiga puluh tahun lamanya, tak seorang manusia pun yang mengetahui kabar beritanya."
"Mula mula suhu menaruh curiga kalau dia berada didalam Benteng keluarga Hee, sehingga kedatanganku ke benteng keluarga Hee kali inipun bermaksud mencari cici untuk menanyakan soal Yu tayhiap"
Kemudian tak sampai Huan Cu Im sempat berbicara, dia telah menyambung lebih jauh "Samko, bukankah kau pernah disekap mereka didalam ruang bawah tanah" Apakah ruang bawah tanah tersebut terletak didalam kamar baca...?"
"Rasanya bukan" sahut Huan Cu Im sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Hayo kita berangkat " seru Siang Siau Un segera sambil menarik ujung baju Huan Cu Im "asal kita bisa menemukan letak kamar baca tersebut, rasanya tidak sulit untuk menemukan letak ruang bawah tanah tersebut"
Habis berkata, dia segera berlarian keluar dari hutan tersebut dengan langkah tergesa gesa.
Huan Cu Im segera ditariknya sampai ikut lari beberapa langkah, dengan cepat dia berbisik: "Nanti dulu "
"Kau masih ada urusan apa lagi?" tanya Siang Siau Un sembari berpaling.
"Tahukah kau dimana letak kamar baca?"
"Apakah kau sudah mengetahulnya?"
"Kamar baca letaknya digedung muka, padahal tempat ini terletak digedung belakang, apabila masuk lewat sini maka kita mesti melewati gedung tengah lebih dulu sebelum tiba digedung muka, jika sampai berbuat begini, bukankah langkah kita ini bakal mengejutkan semua penghuni yang berada di ketiga gedung tersebut" Kalau suasana sudah menjadi gempar, bagaimana kia bisa menolong orang ?"
"Lantas apa yang mesti kia lakukan sekarang ?" tanya Siang Siau Un dengan wajah termangu.
Huan Cu Im sama sekali tidak menanggapi pertanyaan tersebut, kembali ia berkata lebih jauh :
"Selain dari pada itu, toako dan jiko sudah masuk sekian lama tanpa ada kabar beritanya, tiga toh tok boleh bertindak sendiri sendiri tanpa memikirkan keselamatan mereka"
Siang Siau Un dibuat kehabisan daya oleh perkataan tersebut, dengan gelisah dia segera berseru:
"Makanya aku kan bertanya kepadamu apa yang mesti kita lakukan sekarang?"
"Kau jangan buru buru menempuh perjalanan, biar aku berpikir sejenak..."
"Kau mau berpiklr, ayohlah berpikir dengan cepat," seru Siang Siau Un segera tanpa melepaskan cekalannya.
Huan Cu Im termenung beberapa saat lamanya, kemudian baru berseru lirih:
"Aaah, aku punya akal bukankah tadi toako dan jiko masuk lewat gedung tengah, sedang kita diminta masuk lewat gedung belakang, jelas tujuannya adalah untuk jumlah kita sehingga tak sampai jejak kita ketahuan musuh, tapi sekarang kita harus pergi ke gedung muka untuk menolong orang apabila masuk lewat gedung belakang dan mesti menempuh dua gedung lebih dulu jejak kita akan lebih gampang ketahuan, tapi jika kita masuk langsung dari gedung muka, maka tujuan kita menjadi lebih tegas dan jelas."
"oleh sebab itu lebih baik masuk melalui gedung tengah saja, asal belok ke gedung sebelah muka, kamar baca empek Hee terletak digedung muka dekat halaman sebelah timur jalan menuju ke situ agak terpencil dan tak usah mengganggu orang orang dalam gedung selain itu kita pun tak sampai mengacaukan rencana toako dan jiko... nah, mengapa tidak kita coba bertindak begini saja" Bagaimana menurut pendapatmu?"
Siang Siau Un segera tertawa cekikikan:
"Aaah masa untuk mendapatkan ide semacam inipun kau harus membuang sekian waktu " Baiklah, hayo kita segera berangkat"
Kedua orang itu segera menelusuri hutan dan cepat cepat balik kembali ke tempat semula (yaitu tempat dimana mereka berpisah dengan Hee Giok yang serta Siang Ci Un tadi).
Baru saja mereka lewat tiba ditempat tersebut, Ciu Gwat telah melompat turun dari atas pohon sambil berbisik : "Huan cungcu ?"
"Apakah toako dan jiko sudah ada beritanya ?" Huan Cu Im segera bertanya. Dengan cepat Ciu Gwat menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Sama sekali tak ada beritanya sejak tadi budak bersembunyi diatas pohon sambil mengamati keadaan disekitar sini, namun ditempat ini maupun dalam gedung gerak gerik apa pun"
Huan Cu Im segera manggut manggut:
"Kalau begitu Cepatlalh kembali keatas pohon, kami akan masuk kedalam."
Ciu Gwat segera memberi hormat dan balik kembali keatas pohon besar.
Huan Cu Im segera memberi tanda kepada Siang Siau Un, dan berangkat mereka berdua melintasi tanah lapang.
Huan Cu Im berjalan dimuka sedang Siang Siau Un menyusul dibelakang, kedua orang itu melewati pagar pekarangan secara beruntun.
Tampaklah gedung disekitar situ berada dalam keadaan gelap gulita, tak setitik Cahayapun yang nampak. juga tak kedengaran suara manusia, seakan-akan semua penghuni gedung tersebut sudah terlelap tidur dengan nyenyak sekali.
Kalau digedung belakang tadi masih kedengaran suara bentrokan senjata, maka suasana ditempat ini begitu hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Bukankah Hee Giok yang dan Siang Ci Un sudah datang kesana sekian waktu" Mengapa merekapun tak nampak batang hidungnya
Huan Cu Im mulai menggerutu dalam hati kecilnya, cepat dia memberi tanda kepada Siang Siau Un kemudian bersama sama melayang turun kedalam halaman-Semula dia bermaksud menelusUri beranda sebelah timur kemudian menuju kehalaman timur.
Akan tetapi berhubung ia menjumpai gedung tersebut berada dalam keheningan yang luar biasa, lagipula sama sekali tidak menemukan bayangan tubuh Hee Giok yang maupun Siang Ci Un, pemuda tersebut segera berpendapat bahwa keadaannya mencurigakan sekali cepat dia menghentikan langkahnya, lalu sambil berpaling bisiknya lirih.
"Tampaknya situasi di sekitar tempat ini sangat mencurigakan, aku rasa lebih baik kita menemukan toako dan jiko lebih dulu sebelum berbicara jauh"
Siang Siau Un tidak berbicara, dia hanya mengangguk berulang kali...
Huan Cu Im segera melangkah naik keatas undak undakan batu dan melewati beranda menuju kepintu samping.
Tempat itu merupakan sebuah ruang tamu yang lebar dan luas, suasana terasa hening, sepi dan sama sekali tak terdengar sedikit suarapun, seakan akan tempat itu sama sekali tak ada kehidupan.
Menghadapi situasi yang begini sepi, Siang Siau Un menjadi rada takut, segera bisiknya
"Samko mustahil gedung pesanggrahan keluarga Hee yang berada dibukit Lou cu san ini dibiarkan kosong tanpa penjagaan barang sedikitpun juga, keadaan ini benar benar mencurigakan sekali."
"Ssstt..." cepat cepat Huan Cu Im menghalangi nona itu berbicara lebih jauh.
Mereka berdua segera menelusuri beranda dan masuk kembali kesebuah halaman gedung lain-Sementara berjalan, mendadak Huan Cu Im menarik tangan Siang Siau Un seraya berbisik: "Ada orang datang "
Dengan tenaga dalamnya yang begitu sempurna, ketajaman mata dan pendengarannya memang sangat mengagumkan, cepat cepat mereka berdua menyembunyikan diri ke balik kegelapan.
Benar juga , tak selang berapa saat kemudian tampaklah dua sosok bayangan manusia meluncur datang bagaikan burung elang terbang di angkasa, dalam waktu singkat mereka sudah melayang turun di depan gedung tersebut.
Ternyata kedua orang itu adalah lelaki kekar yang mengenakan pakaian ringkas untuk berjalan malam tingkah laku maupun gerak gerik mereka sangat berhati hati, setelah memperhatikan sekejap keadaan disekeliling tempat itu, salah seorang diantaranya yang berada didepan segera berbisik:
"Sungguh aneh, mengapa bukit Lou cu san seperti tanpa penjagaan sama sekali?"
Orang yang berada dibelakang segera menyahut:
"Bagaimanapun juga kitakan sudah sampai disini, peduli amat ada penjagaan atau tidak^ itu kan bukan urusan penting. Sute ayoh berangkat, tempat tinggal Sim hujin berada dibelakang, mari kita tengok kebelakang sana"
selesai berkata, kedua orang itu kembali berkelebat pergi meninggalkan tempat itu. Dengan keheranan Huan Cu Im segera berpikir
"Jika didengar dari nada pembicaraannya jelas mereka datang untuk mencari gara gara dengan pihak Lou Cusan, bukankah kamipun sedang mencari tempat tinggal perempuan she Sim itu " Mengapa tidak mengikuti dibelakang mereka saja
?" Berpikir sampai disitu, cepat cepat dia berbisik dengan suara lirih : "Mari kita cepat pergi dari sini"
Dalam pembicaraan mana, kedua orang berada didepan telah melompat naik ke atas atap rumah dan berada tepat lima kaki dari hadapannya.
Dengan cepat Huan Cu Im menghimpun tenaga dalamnya sambil melompat naik ke atas atap rumah, kemudian menguntitnya dari kejauhan.
Siang Siau Un tak mau ketinggalan, dengan cepat nona itu menyusul pula dibelakangnya.
Dengan memanfaatkan kegelapan malam yang menyelimuti seluruh angkasa, mereka berusaha untuk mempertahankan sellsih jarak dengan kedua orang yang berada di depan itu sejauh empat lima kaki.
Pesanggrahan keluarga Hee memang sangat luas, biarpun hanya gedung bagian tengah namun terbagi pula dalam beberapa halaman gedung.
Begitulah, keempat orang tersebut, dua di muka dan dua di belakang segera melewati dua buah bangunan gedung sebelum secara tiba tiba kedua orang yang berada didepan melayang turun keatas tanah.
Menanti Huan Cu Im berdua menyusul pula kesitu, mereka telah kehilangan jejak kedua orang tersebut, ini berarti mereka telah menyelinap kedalam beranda rumah.
Dengan pandangan yang tajam Huan Cu Im segera memeriksa sekejap sekeliling tempat, baru saja dia akan menyusul ke bawah, saat itulah ia menyaksikan ada dua sosok bayangan manusia sedang bergerak mendekat dari ujung rumah sebelah barat.
Biarpun selisihnya jarak kedua belah pihak terpaut tujuh delapan kaki, namun dengan ketajaman matanya yang jeli, dalam sekilas pandangan saja ia sudah mengenali kedua orang tersebut sebagai Hee Giok yang serta Siang Ci Un.
Rupanya kedua orang itu berusaha melakukan penyelidikan sekian lama tanpa hasil yang memuaskan, sampai pada akhirnya tibalah ditempat tersebut. Dengan Cepat pemuda itu berpaling kearah Siang Siau Un sambil bisiknya:
"Toako dan jiko telah datang"
Baru selesai ia berkata, Hee Giok yang dan Siang Ci Un telah menjumpai mereka pula dan segera melayang datang.
Dengan perasaan gemnira cepat cepat Siang Siau Un menyongsong kedepan, tanyanya kemudian dengan suara lirih:
"Toako, jiko, apakah kalian telah berhasil menemukan sesuatu?" Dengan cepat Siang Ci Un menggeleng
"Belum, seluruh gedung ini dicekam dalam kegelapan total, tak seorang manusia pun yang kelihatan"
"Aneh, masa tak ada manusianya disini?"
Belum habis perkataan itu diutarakan, mendadak pelataran rumah terdengar seseorang berseru dengan suara yang dingin menyeramkan dan tinggi melengking :
"Sudah sekian lama kalian berempat berlarian diatas atap rumah, kalau sudah linu kakinya, silahkan duduk beristirahat dalam ruangan, sudah sekian lama kunantikan kedatangan kalian"
Bersama dengan selesainya perkataan ini, dari balik beranda disisi rumah tengah segera bermunculan delapan buah lentera yang menerangi seluruh pelataran gedung itu bagaikan disiang hari.
Bukan Cuma begitu, dari empat penjuru disekeliling atap rumah pun segera bermunculan dua puluhan sosok bayangan manusia yang segera mengepung keempat orang itu rapat rapat.
Huan Cu Im segera mengalihkan pandangan matanya kesekeliling tempat itu, dengan cepat ia menjumpai bahwa kedua orang manusia berjalan malam yang memimpin perjalanan mereka sejak tadi pun kini berada di antara rombongan pengepung.
Dengan cepat ia sadar kalau dirinya sudah ditipu orang, jelas sudah kalau semua yang berlangsung merupakan perangkap yang telah diatur lawan secara rapi, mereka sengaja berperan sebagai manusia berjalan malam dan memancing mereka berdua datang kesitu. Sementara itu Hee Giok yang telah berpaling dan berseru sambil tertawa dingin:
"Mereka toh sudah menegur kita, mari kita turun kebawah "
Tanpa menunggu jawaban lagi, ia segera menjejakkan kakinya keatas rumah dan melayang turun ketengah halaman gedung.
Tentu saja Siang Ci Un, Siang Siau Un dan Huan Cu Im harus mengikuti dibelakangnya.
Setibanya ditengah halaman gedung, mereka baru melihat dengan jelas bahwa orang yang berada diatas pelataran dan menegur mereka tadi tak lain adalah sinenek berbaju hitam, yang berambut putih dan bermuka seperti keledai.
Disebelah kiri kanan nenek tersebut, masing masing berdiri sebelas orang perempuan muda bergaun hitam, usia mereka rata rata baru mencapai dua puluh tahunan.
Dari nada pembicaraannya, Huan Cu Im segera mengenali orang tersebut sebagai wakil congkoan yang berbicara dengan Yap Ling pada malam itu, yakni sinenek berbaju hitam yang telah menyatroni kuil cu im an berapa malam berselang.
Ditinjau dari sini, dapat pula disimpulkan bahwa sebelas orang nona berbaju hitam yang berdiri dibelakang tubuhnya tak lain adalah dua belas tusuk konde emas, tapi sekarang kehilangan seorang anggotanya yakni Yap Ling sehingga jumlahnya menjadi sebelas orang.
Sementara itu Siang Siau Un pun segera dapat mengenali si nenek berbaju hitam itu sebagai orang yang telah menculik Yap Ling waktu itu kemudian berhasil dibuat lari ketakutan oleh gurunya.
Hanya Hee Giok yang dan Siang Ci Un berdua yang tidak dapat mengenali, sebab paras muka si nenek berbaju hitam yang mendatangi kuil cu im an malam itu berbeda sekali dengan paras muka si nenek sekarang.
Perbedaan pada raut wajahnya memang bukan suatu kejadian aneh, sebab bisa jadi ia telah mengenakan topeng kulit manusianya pada malam itu.
Dengan pandangan mata yang tajam, dalam sekilas pandangan nenek berbaju hitam itupun segera mengenali Huan Cu Im, Siang Ci Un dan Siang Siau Un bertiga hanya saja dia tidak mengetahui asal usul dari dua bersaudara Siang Ci Un.
Hanya Hee Giok yang yang mengenakan topeng kulit manusia yang sama sekali tak dikenal olehnya.
Dalam waktu singkat paras mukanya berubah hebat, serunya kemudian sambil tertawa melengking:
"Kukira siapa yang telah berangkat dari kota Yu tay Ceng menuju kemari, hee... hee... ternyata hanya kalian beberapa orang. Hey Huan Cu Im, besar amat nyalimu, dengan susah payah Hee Poocu membebaskan dirimu bahkan menyelamatkan pula kau dari pengaruh totokan, tapi kenyataannya kau justru membawa orang untuk menyerang Pesanggrahan keluarga Hee..."
Ditinjau dari perkataannya itu terbukti sudah bahwa rumah penginapan yang dibuka dikota Yu tay ceng memang sebuah rumah penginapan yang diusahakan pihak Lou cusan sehingga dia telah memperoleh laporan sejak semula.
Tak heran pula kalau perjalanan mereka memasuki Pesanggrahan tersebut sama sekali tidak menemukan hadangan apa saja, ternyata mereka sedang mematuhi siasat untuk memancing musuhnya masuk perangkap.
"Jadi kau adalah wakil congkoan ?" tanya Huan Cu Im kemudian sambil tersenyum.
"Benar" "Kalau begitu tak salah lagi, rupanya kau lah yang telah menyuruh orang dusun menipuku dulu dan kau juga yang telah menculikku datang ke bukit Lou cu san, apakah kau pula yang telah menyerang kuil Cu im an diBenteng keluarga Hee belum lama berselang" Adapun kedatanganku pada malam ini, tak lain untuk menanyakan dua hal kepadamu"
"Apa yang hendak kau tanyakan?"
"Pertama, setelah mengetahui bahwa kaulah yang telah menculikku serta membawanya ke bukit Lou cu san, kalau begitu kau juga yang telah menotokan jalan darah Imjiu ceng hiat ke tubuhku?"
Pertanyaan ini memang sangat diplomatis, ia tidak menyebut soal jarum im khek ciam tapi menyinggung soal ilmu totokan im jiu ceng hiat, sebab bila nenek ini yang melakukan totokan dengan im jiu ceng hiat, secara otomatis dia pula yang telah mempergunakan jarum Im khek ciam tersebut.
Hee Giok yang, Siang Ci Un dan Siang Siau Un segera mengalihkan keenam buah mata mereka ke wajah nenek tersebut serta mengawasinya tanpa berkedip. mereka ingin tahu bagaimana jawabnya.
Andaikata nenek itu mengangguk, ini berarti dialah musuh besar yang telah membunuh ibu mereka selama ini.
Namun sinenek berbaju hitam tidak memberikan jawabannya, ia malah bertanya kembali dengan suara yang menyeramkan: "Apa pula persoalan yang kedua?"
"Pertanyaanku yang pertama belum kaujawab "
"Katakan dulu semuanya, otomatis aku akan memberikan jawaban untukmu"
"Baik" kata Huan Cu Im kemudian, "pertanyaan kedua yang ingin kuajukan adalah pesanggrahan keluarga Hee dibukit Lou cusan apakah benar milik Benteng keluarga Hee" Kalau toh kau adalah wakil congkoan dari Pesanggrahan keluarga Hee, apa sebabnya kau menyerang kuil Cu im an dalam benteng keluarga Hee pada berapa malam berselang" Siapa yang menyuruhmu berbuat demikian ?"
Pertanyaan yang terakhir ini segera membuat paras muka nenek berbaju hitam itu berubah hebat, ia segera tertawa lengking:
"Huan Cu Im, kau bertanya kelewat banyak dan kau tidak seharusnya datang lagi ke Lou cu san ini setelah pihak kami membebaskan dirimu tempo hari"
"Aku toh sudah muncul disini sekarang, apa pula hendak kau lakukan?" Nenek berbaju hitam itu segera tertawa seram:
"Ini namanya menghantarkan sendiri ke dalam perangkap.
mencari mampus untuk diri sendiri"
Rupanya dia hanya menganggap Huan Cu Im seorang sebagai musuhnya yang paling utama, sedang ketiga orang lainnya dianggap cuma sebagai pembantu pembantunya saja.
Mendengar perkataan itu Huan Cu Im segera tertawa terbahak bahak:
"Haaahhh... haaahhh... haaahh...peduli amat aku datang untuk menghantar diri ataukah mengantar kematian sendiri, masalah ini hanya soal kecil, yang penting kau harus menjawab kedua pertanyaanku lebih dahulu"
Kembali paras muka nenek berbaju hitam itu berubah hebat, setelah tertawa seram ia berkata :
"Lebih baik kau tanyakan sendiri kedua pertanyaan tersebut kepada nenek moyangmu nanti "
Agaknya hawa nafsu membunuh telah menyelimuti seluruh wajahnya. Huan Cu Im segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.
"Haa... haa... haa... wakil congkoan, aku kuatir kau tak akan mudah lolos dengan begitu saja, bila kau enggan menjawab pertanyaanku tadi"
"Bocah keparat, besar amat bacotmu" Umpat sinenek sambil menyeringai seram.
"Apa yang telah kuucapkan tentu akan kulaksanakan pula dengan sebaik baiknya, kalau tak percaya, silahkan untuk dibuktikan sendiri."
Baru saja selesai berkata, tiba tiba terlihat sesosok bayangan manusia berkelebat lewat dan melayang turun ditengah arena dengan gerakan tubuh yang sangat cepat, hal ini menunjukkan kalau kepandaian silat yang dimiliki orang tua sangat tinggi.
Cepat cepat Huan Cu Im berpaling, ternyata orang itu adalah pejabat ketua Kay pang, Kwa Tiang tay.
Dengan wajah sedingin es nenek berbaju hitam itu segera menegur: "Kwa pangcu ada apa?"
Setelah melayang turun kedalam arena, cepat cepat Kwa Tiang tay maju berapa langkah ke depan dan berkata dengan sikap yang sangat menaruh hormat:
Lapor wakil congkoan, tianglo pelatih Ong Tin Hay telah menemui ajalnya dibunuh seseorang diluar pesanggrahan, isi perutnya hancur berantakan dan ia mati secara mengenaskan.
bisa jadi dalam perkampungan kita telah kedatangan musuh yang sangat tangguh"
Padahal dia adalah seorang ketua dari satu perkumpulan besar, tapi sikap terhadap seorang wakil congkoan ini begitu menaruh hormat, bahkan munduk munduk terhadapnya bukankah kejadian ini merupakan suatu peristiwa yang sangat aneh"
Sementara itu si nenek berbaju hitam tersebut hanya mengiakan pelan tanpa memberi komentar apa apa.
Kwa Tiang tay segera berkata kembali:
"Selain itu, siautepun hendak melaporkan kepada wakil congkoan bahwa siaute telah berhasil membekuk dua orang mata mata dari luar hutan sana"
Satu ingatan segera melintas dalam benak Hee Giok yang, namun ia tetap membungkam diri.
"Mana orangnya?" terdengar nenek berbaju hitam itu bertanya dengan suara keras.
"Sudah diluar" "Gusar mereka kemari"
"Baik" sahut Kwa Tiang tay, ia segera bertepuk tangan ke arah luarpintu sambil membentak:
"Wakil congkoan memerintahkan kepada kalian untuk menggusur masuk kedua orang mata mata tersebut"
Segera muncullah empat orang lelaki berbaju hitam yang bersenjata terhunus yang mengiring dua orang manusia berbaju hijau.
Melihat itu, si nenek berbaju hitam itu segera berseru sambil tertawa seram: "Nah, kini jumlahnya menjadi enam orang, tak seorangpun yang dapat lolos"
Sesungguhnya Hee Giok yang sangat menguatirkan keselamatan Ciu Gwat serta Ciu Kui, cepat cepat dia berpaling ke belakang.
Ternyata kedua orang manusia berbaju hijau itu tak lain adalah Ciu Gwat dan Ciu Kui yang dikuatirkan-Tampaknya jalan darah mereka sudah tertotok, buktinya sepasang tangan mereka terkulai lemas kebawah dan sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk memberikan perlawanan.
Harus diketahui, sekalipun hubungan antara Hee Giok yang dengan Ciu Gwat dan Ciu Kui adalah hubungan majikan dengan pelayan dalam kenyataan hubungan mereka justru lebih akrab daripada saudara kandung sendiri.
Bayangkan saja betapa gelisahnya nona tersebut setelah menyaksikan kedua orang itu muncul dalam ruang an digusar oleh empat orang lelaki kekar bersenjata lengkap.
Dengan suara nyaring ia segera membentak keras: "Hay cepat bebaskan kedua orang itu" Kwa Tiang tay segera tertawa seram:
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... hay bocah keparat, untuk menyelamatkan jiwa kalian berempatpun tak mampu, apa gunanya kau main membentak kepada kami?"
"Toako, coba tenangkan dulu hatimu" cepat cepat Siang Ci Un berbisik memperingatkan.
"Tidak!! aku harus memaksa mereka untuk membebaskan kedua orang itu lebih dulu" Kwa Tiang tay segera tertawa tergelak:
"Haaahh... haaahhh... haaahhh... bocah keparat, sedang mimpi nampaknya dirimu..." Huan Cu Im segera melangkah maju menghalangi dihadapan Hee Giok yang, bisiknya: Toako, biar siaute yang bertindak duluan"
Hee Giok yang tidak tahu kalau kepandaian silat yang dimiliki Huan Cu Im sebetulnya merupakan yang tertangguh diantara keenam orang tersebut, dia kuatir serangan pemuda tersebut gagal untuk membebaskan Ciu Gwat dan Ciu Kui dari cengkeraman musuh maka sambil mengulapkan tangannya ia berkata: "Tak usah, aku harus turun tangan sendiri Kemudian tanpa menunggu sampai Huan Cu Im berbicara lagi, ia sudah menggerakkan tangan kanannya dan...
"Criiingg..." Lapisan cahaya bianglala yang menyilaukan mata pun muncul diangkasa menyusul selapis hawa pedang yang menggidikkan hati menyebar ke empat penjuru danterasa menyayat badan.
Sambil menuding Kwa Tiang tay dengan ujung pedangnya, nona itu kembali membentak:
"Hey, aku toh menyuruh kalian membebaskan kedua orang itu, sudahkah kalian mendengar perkataanku ini ?"
Sementara itu nenek berbaju hitam tersebut kelihatan tertegun juga setelah melihat cehaya pelangi memancar kemana mana bersama dengan diloloskannya senjata lawan paras mukanya segera berubah hebat, serunya kemudian:
"Aaah, pedang pelangi?"
"Hmm, tak nyana kau memang berpengetahuan luas"
jengek Hee Giok yang sinis.
Dengan pandangan mata yang tajam dan mendalam nenek berbaju hitam itu menatap wajah Hee Giok yang lekat lekat, kemudian serunya lagi: "Kau adalah Hee Giok yang "
"Hmm, kau tak lebih cuma seorang wakil congkoan dari keluarga Hee berani amat kau menyebut namaku secara langsung" Hmm, kurang ajar..." Nenek berbaju hitam itu segera tertawa dingin:
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... tempat ini adalah Lou cu san, bukan benteng keluarga Hee, lebih baik kau tak usah menunjukkan lagak kenonaanmu dihadapanku, mengerti?"
"Jadi kau tidak bersedia membebaskan mereka?" Kwa Tiang tay tertawa tergelak sekali lagi
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... membebaskan mereka"
Hey budak cilik, perkataanmu jauh lebih merdu daripada nyanyianmu tiang lo pelatihku telah tewas terbunuh, aku akan mencabut pula nyawa kedua orang bocah keparat ini sebagai pengganti nyawa anak buahku itu..."
(Dia belum tahu kalau Ciu Gwat dan Ciu Kui adalah perempuan yang berperan sebagai laki2)
"Bagus sekali tampaknya kau memang ingin mampus "


Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hee Giok yang benar benar dibuat sangat gusar, sambil membentak nyaring ia mengayunkan tangan kanannya secara tiba tiba pedangnya langsUng diayUnkan ke tubuh Kwa Tiang tay sementara tubuhnya meluncur secepat petir mendekati ke empat lelaki kekar yang sedang menjaga Ciu Gwat serta Ciu Kui.
Tindakan yang dilakukan olehnya sekarang boleh dibilang cepat bagaikan sambaran kilat.
Perlu diterangkan disini bahwa Kwa Tiang tay sama sekali tidak menduga bahwa Hee Giok yang adalah murid Kiu hoa sinnie yang berkepandaian sangat lihay, diapun tidak tahu kalau pedang yang digunakan nonat tersebut merupakan senjata yang amat tajam.
Maka setelah melihat Hee Giok yang melancarkan serangan pedang ke arahnya, sementara nona itu justru berusaha merebut kembali kedua orang mata mata itu dari anak buahnya, dia mengira serangan lawan yang tertuju kearahnya hanya serangan tipuan yang bertujuan menolong orang.
Karena itu sambil tertawa tergelak ia berseru:
"Haah... haah... haah... ingin menyelamatkan orang" Tak akan segampang yang kau duga..."
Belum habis perkataan tersebut diutarakan tubuhnya sudah mendesak maju ke muka untuk menyongsong kedatangan nona tersebut.
Tangan kirinya segera direntangkan dan mencoba untuk menghadang jalan pergi Hee Giok yong.
Tapi, bagaimana mungkin ia bisa mengatasi serangan ilmu Hu kong kiam hoat (ilmu pedang pemisah cahaya) dari Hee Giok yang yang merupakan murid kesayangan dari Kiu hoa Sinni ini"
Sementara nona itu masih meluncur kemuka, sebuah tusukan pedang telah dilancarkan pula olehnya.
Tapi berhubung gerakan yang dilakukan kedua belah pihak sama sama cepatnya, maka disaat cahaya pedang pelangi membelah angkasa, pada saat yang bersamaan pula Kwa Tiang tay sedang menghadang jalan perginya dan belum lagi selesai mengutarakan kata katanya tadi.
Mendadak ia menjerit keras, percikan darah segar memancar ke empat penjuru, ternyata lengan kirinya sebatas bahu telah dloleh cahaya pedang Hee Giok yang sehingga tergagar kutung menjadi dua bagian-Saking kesakitan, pengemis itu segera mundur kebelakang dengan sempoyongan dan hampir saja roboh tak sadarkan diri...
Bersamaan waktunya dikala Kwa Tiang tay menjerit keras tadi, Hee Giok yang telah mendesak tiba dihadapan keempat orang lelaki kekar berbaju hitam itu.
Tentu saja keempat orang lelaki berbaju hitam itu merupakan anggota Kay pang, bahkan jago jago yang dibawa serta Kwa Tiang tay kali ini hampir semuanya merupakan jago-jago pilihan yang berilmu tinggi.
Karenanya disaat Hee Giok yang mendesak maju ke hadapannya, serentak keempat orang itu mengayun goloknya sambil melintasi dihadapan Ciu Gwat dan Ciu Kui untuk menghalangi jalan pergi lawan-Tapi Hee Giok yang kelewat hebat untuk mereka, tahu tahu bayangan manusia telah berkelebat lewat dan disaat pedangnya diayunkan ke depan, keempat bilah golok lawan serentak terpapas kutung menjadi beberapa bagian.
Bukan begitu saja, tangan kirinya segera diayunkan berulang kali mengeluarkan ilmu Can hoa ci untuk menotok jalan darah keempat orang itu, kemudian sambil memutar hadap. telapak tangannya diayunkan berulang kali untuk menepuk bebas jalan Ciu Gwat dan Ciu Kui yang tertotok.
Rasanya semua gerakan itu panjang untuk diuraikan, tapi dalam kenyataan gerak serangan dari Hee Giok yang ini hanya dilakukan dalam waktu yang amat singkat.
Tahu tahu saja ia telah berhasil mengutungi lengan kiri Kwa Tiang tay, merobohkan empat anggota Kay pang serta menyelamatkan kedua orang rekannya.
Nenek berbaju hitam itu sama sekali tak menyangka kalau gerak serangan dari Hee Giok yong bisa dilakukan sedemikian cepatnya sehingga si pengemis penakluk naga Kwa Tiang tay yang termashur sebagai jago nomor wahid dikolong langit pun harus kehilangan sebuah lengannya tak sampai satu gebrakan diujung pedangnya.
Sementara ia bersiap siap akan turun tangan membantu, tahu tahu saja Hee Giok yang telah berhasil menyelamatkan Ciu Gwat serta Ciu Kui dan mengundurkan diri dari situ Perasaan kaget dan gusar membuat neenk berbaju hitam itu harus menahan geramnya, begitu hebat dia menahan diri sehingga rambutnya yang beruban pada bergetar keras sementara mukanya yang bertampang keledai ditariknya panjang panjang. Katanya kemudian sambil mengangguk:
"Aku lupa kalau kau adalah murid Kiu hoa sinnie yang tangguh, ehmm... tampaknya hebat juga kepandaianmu, tapi sayang kalian telah berada dalam kepungan Lou cu san pada malam ini, biar si nikou tua itu datang sendiripun, aku tetap bersikeraS akan menahannya pula ditempat ini"
Hee Giok yang meraSa amat mendongkol karena mendengar nenek tersebut mengejek gurunya, ia segera membentak nyaring:
"Nenek jahat, besar amat perkataanmu itu huuh... apa sih kedudukanmu" Kau anggap seorang wakil congkoan adalah orang yang terhormat" Berani betul bicara Semena mena"
Siang Siau Un yang berada disisinya cepat cepat ikut menimbrung:
"Toako, keenakan kalau kau sebut wakil congkoan kepadanya, padahal dalam kenyataannya dia tak lebih cuma seorang budak tua dari Benteng keluarga Hee kalian, sekarang si pelayan tua ini berani berbicara seenaknya, bagaimana kalau kubekuk saja pelayan kurang ajar ini agar bisa diberi pendidikan bagaimana caranya menghormati majikan?"
Kata kata tersebut terang sangat menyakitkan hati, tak heran kalau nenek berbaju hitam itu menjadi teramat gusar, segera teriaknya dengan suara yang menyeramkan :
"Hee Giok yang, kau anggap aku sebagai wakil congkoan menyantap nasi dari benteng keluarga Hee kalian" Kau mesti tahu, jangan lagi dirimu, biar ayahmu sendiri juga harus menaruh hormat bila bertemu diriku, jangan lagi aku berhasil membekukmu pada malam ini, biar kujagal kau pun aku percaya ayahmu tak dapat banyak berbicara"
Kalau didengar dari nada pembicaraannya itu jelaslah sudah bahwa kedudukan nenek berbaju hitam itu bukan cuma seorang congkoan belaka.
Satu ingatan segera melintas dalam benak Siang Ci Un, diam diam dia menjawil tangan Hee Giok yang mencegah berbicara lebih jauh, kemudian sambil melangkah maju ke muka katanya.
"Waah... hebat betul kedudukan wakil congkoan yang kau jabat itu..." Sampai sampai Hee pocu sendiripun 'tak berani'
bersikap kurang hormat kepadanya... atau jangan jangan dibelakangmu masih ada kekuatan lain yang menjadi penunjangnya?"
Paras muka si nenek berbaju hitam itu segera berubah tak menentu, ditatapnya Siang Siau Un lekat lekat kemudian serunya sambil tertawa seram :
"Heeehh... heeehhh... heeehhh... mulutmu kelewat tajam, kau adalah orang pertama yang tak boleh diampunipada malam ini"
"Hmmm... inilah pertanda kalau kau telah melakukan suatu yang takut diketahui orang." jengek Siang Ci Un segera mengambil tertawa dingin.
Huan Cu Im segera menyela pula :
"Bagaimana wakil congkoan " Kau belum memberitahukan kepadaku siapa yang telah menggunakan ilmu im jiu ceng hiat untuk menotok jalan darahku...?"
"Apa gunanya setelah kau ketahui persoalan ini?"
Huan Cu Im mengernyitkan alis matanya rapat rapat lalu berseru sambil tertawa tergelak :
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... aku benci atas kekejian orang ini karena ia telah menotok jalan darahku dengan ilmu imjiu ceng hiat yang jahat, bila aku she Huan sudah mengetahui siapa orangnya, maka akan kupapas kutung sepasang lengannya, agar dia tak bisa menggunakan ilmu jahat itu lagi terhadap orang."
"Benar, potong saja sepasang tangannya..." sambung Siang Siau Un sambil mencibirkan bibirnya, "hey wakil congkoan, apakah kau takut samko ku memotong sepasang tanganmu itu ?"
Si nenek berbaju hitam itu melirik sekejap ke arah Huan Cu Im, lalu ujarnya dingin
"Huuuh..., kau anggap dengan kemampuan yang dimiliki bocah keparat ini, dia mampu memotong sepasang tanganku
?" "Kalau memang begitu, mengapa kau tak berani mengakui
?" desak Siang Siau Un segera.
Perkataan demi perkataan sangat memojokkan nenek berbaju hitam itu, memang ia bertujuan untuk memanaskan hati nenek tersebut agar dia mengatakan siapa yang telah menggunakan ilmu imjiu ceng hiat tersebut.
Biarpun nenek berbaju hitam itupun tahu bahwa musuh sedang berusaha memanasi hatinya, namun sebagai seorang manusia yang berwatak berangasan, ia tak sudi untuk mengaku kalah dengan begitu saja.
Dengan sinar mata yang berkilat kilat memancarkan cahaya tajam, ia segera membentak keras:
"Siapa bilang aku tak berani ?"
"Kalau begitu kaulah yang telah menotok jalan darah samkoku... ah, samkoku adalah Huan Cu Im... bukan begitu ?"
"Anggap saja memang aku yang berbuat, mau apa kau?"
teriak nenek berbaju hitam itu penuh amarah.
Paras muka Hee Giok yang segera berubah hebat,alis matanyapun turut berkenyit kencang.
Cepat cepat Siang Ci Un menarik ujung baju rekannya mencegah gadis itu mengumbar hawa amarahnya, kemudian baru katanya lagi: "Jadi kaupun pandai menggunakan jarum im khek ciam ?"
"Aku tidak tahu"
"Bagus sekali nenek jahat" teriak Siang Siau Un kemudian,
"akhirnya kau telah memberikan pengakuan sendiri pada malam ini"
Dengan pedang terhunus, pelan pelan Hee Giok yang mendesak maju pula kedepan, serunya sambil menggigit bibir menahan emosi:
"Nenek jahat yang berhati keji, rupanya kaupUn dapat menggunakan ilmu jarum im khek ciam... hayo jawab, apakah ibuku mati ditanganmu...?"
Pertanyaan tersebut sama sekali di luar dugaan nenek berbaju hitam itu, paras mukanya segera berubah hebat, serunya cepat.
"Aku toh tak punya dendam sakit hati apa pun dengan ibumu, buat apa kubunuh dirinya" Kau jangan menuduh yang bukan bukan."
"Bukankah kau dapat menggunakan ilmu jarum im khek ciam?" desak Hee Giok yang sambil menuding dengan ujung pedangnya. "Kalau bukan kau yang telah mencelakai ibuku, hanya kata kan siapa lagi yang bisa menggunakan ilmu jarum im khek ciam dalam dunia persilatan dewasa ini...?"
"Jika kau bertanya kepadaku, lantas aku mesti bertanya kepada siapa...?"
"Bagus sekali" ucapan Hee Giok yang kemudian dengan wajah serius dan menggigit bibir kencang kencang, "kalau begitu, terpaksa kuanggap kau sebagai musuh besar pembunuh ibuku, aku akan mencincangmu untuk membalas dendam..."
Pelan pelan pedang pelanginya diangkat ke atas, kemudian selangkah demi selangkah berjalan mendekati lawannya.
Setelah nenek berbaju hitam itu mengakui bahwa dia mengerti ilmu jarum im khek ciam, maka Siang Ci Un dan Siang Siau Un pun segera menganggapnya sebagai musuh besar pembunuh ibu mereka pula.
Tanpa terasa kedua orang itupun maju bersama mendekati nenek tersebut.
"oooh, kalian hendak mengandalkan jumlah banyak?"
jengek nenek berbaju hitam itu sambil tertawa seram, tiba tiba ia bertepuk tangan lalu teriaknya lengking, "hayo keluar semua, bekuk anjing anjing kecil ini"
Dengan bergemanya suara bentakan tersebut, maka dari sisi kiri dan kanan ruang an beranda, segera bermunculan kelompok demi kelompok manusia.
Hampir sebagian besar kawanan jago yang munculkan diri barusan dikenaloleh Huan Cu Im.
Rombongan yang muncul dari beranda sebelah kiri adalah ketua Go bipay Cing im tootiang, Dewa bermuka merah Lou Su tong si auman berbulu emas Kiang Cu tin serta si bintang meluncur Huan Tong.
Sedangkan kawanan jago yang muncul dari beranda sebelah kanan adalah Housiang siang ketua Sau hoa bun beserta keempat orang dayangnya yakni Sau hoa, Bong hoa Cu hoa dan Ti hoa.
Sementara itu dari belakang tubuhnya berkumandang pula suara gemerisik nyaring dari atas gedung sebelah selatan segera bermunculan pula puluhan sosok bayangan manusia Ketika Huan Cu Im mencoba untuk berpaling dan mengawasi pendatang tersebut, ternyata mereka adalah orang orang Kay pang yang dipimpin oleh Tiang lo bagian hukum Song Jin bin.
Hampir semua pengemis itu bersenjata tongkat besi dan bermuka bengis, tak salah kalau dikatakan sekelompok pengemis jahat.
Selembar hawa nafsu membunuh telah menyelimuti pula wajah Hee Giok yang yang cantik, dia memperhatikan sekejap kawanan jago yang mengepung disekitarnya, kemudian sambil tertawa dingin ia berkata.
"Hey nenek jahat, biarpun kau memiliki sepuluh laksa prajurit tangguh, jangan harap kau bisa meloloskan diri dari kematian pada malam ini, hanya sebelum itu nona ingin bertanya dulu kepadamu, kuharap kau bersedia pula memberi jawaban dengan sejujurnya..."
"Hey budak ingusan, berani amat kalian datang mencari gara gara dengan Lou cu san kami?" bentak Cing im totiang dingin.
"Hidung kerbau tua, kau tak usah banyak bicara," tukas Siang Siau Un cepat. Siang Ci Un yang berada di sampingnya cepat cepat menegur.
"siau un, kau tak boleh kurang ajar, bagaimanapun juga dia adalah ketua Go bipay Cing im totiang..."
"Aku tahu, tapi dia sudah takluk kepada musuh dan membantu orang jahat melakukan perbuatan busuk. orang semacam ini kenapa mesti dihormati...?"
Berubah hebat paras muka Cing im totiang setelah mendengar perkataan tersebut, ia segera membentak keras.
"Hey budak cilik, kau jangan sembarangan bicara "
Diam diam Siang Ci Un menghela napas panjang, pikirnya.
"Aai... tampaknya semua orang dari Go bipay telah kehilangan kesadaran dan pikiran yang jernih..."
Dalampada itu, ketua Sau hoa bun Hoa Siang siang yang telah bertemu dengan Huan Cu Im, segera menjengek sambil tertawa seram :
"Hmm... rupanya lagi lagi kau si bocah busuk yang datang membuat kegaduhan di sini"
Waktu itu, Hee Giok yang sama sekali tak menggubris terhadap ejek mengejek yang terjadi disekelilingnya, sambil menuding nenek berbaju hitam itu dengan pedangnya ia membentak keras :
"Hayo jawab, siapa namamu dan berasal dari marga mana?" Nenek berbaju hitam itu tertawa seram:
"IHeeehh... heeehh... heeehh... aku adalah wakil congkoan disini, tak punya nama"
"Kau tak berani mengakui?"
"Siapa bilang tak berani, hanya saja kau sibudak cilik belum berhak untuk mengetahuinya "
"Bagus sekali" Teringat kembali akan kematian ibunya diujung jarum Im khek ciam yang jahat Hee Giok yong merasakan hatinya bergolak keras dan emosinya berkobar kobar.
Begitu berterlak "bagus sekali" daripedangnya segera digetarkan keras keras kemudian sambil menjejakkan kaki, tubuh bersama pedangnya yang memancarkan cahaya pelangi, langsung meluncur ke depan dan menerjang tubuh nenek berbaju hitam itu.
Kiu hoa sinnie termashur namanya didalam dunia persilatan karena ilmu pedang terkendalinya yang hebat, tapi sayang Hee Giok yang yang masih mudadan belum sempurna dalam tenaga dalam, sehingga ia belum mampu pula mengeluarkan ilmu pedang terkendali.
Biarpun begitu, ilmu pedang Hun kong kiam yang dipergunakan sekarang mampu pula untuk menyerang musuh darijarak beberapa kaki, hanya keampuhannya masih kalah bila dibandingkan dengan kehebatan ilmu pedang terkendali.
Namun bagi orang awam yang tidak mengetahui duduk persoalan yang sesungguhnya, serangan tersebut paSti akan dianggapnya sebagai ilmu pedang terkendali yang maha dahsyat itu.
Baru saja cahaya pedang berkelebat membelah angkasa, mendadak terdengar kesebelas orang nona berbaju hitam yang berdiri dibelakang nenek berbaju hitam itu membentak bersama, lalu tempat bayangan manusia berkelebat lewat, sebelas bilah pedang serentak membentuk lapis an cahaya perak yang kuat dan tebal untuk menghadang dihadapan nenek berbaju hitam itu.
Serangan pedang dari Hee Giok yang meluncur tiba dengan kecepatan luar biasa, tak terhindarkan lagi cahaya pedang segera saling beradu satu sama lainnya. Traang... Traaang...
Traaanggg..." Di tengah suara dentingan yang sangat nyaring, sebelas bilah pedang yang membentuk sebuah jaring pedang itu telah menerima ancaman dari Hee Giok yang dengan keras lawan keras, akibatnya nona tersebut terdesak mundur sejauh dua langkah.
Akan tetapi akibat bentrokan mana, kesebelas bilah pedang tersebut terpapas kutung pula oleh babatan pedang pelangi sehingga tinggal tiga inci panjangnya.
Bentrokan yang terjadi kali ini benar benar berlangsung amat cepat dan tak terlukiskan dengan kata kata: Sejak Hee Giok yang melancarkan serangan pedang terkendalinya hingga kesebelas nona berbaju hitam itu membendung ancaman tersebut dengan serangan bersama, semuanya dilakukan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Bagi para penonton, selain mereka dapat mendengar suara bentrokan senjata yang amat nyaring, tak sebuah gerakan serangan pun yang dapat diikuti secara jelas, dalam sekejap mata semuanya telah berakhir pertarunganpun telah terhenti.
Hee Giok yang mundur dua langkah kebelakang, dan menundukkan kepalanya memeriksa sekejap pedang sendiri, kemudian katanya dengan suara dingin :
"Nenek jahat, lebih baik jangan menyuruh orang lain yang menghatar kematian untuk mewakilimu, jika merasa punya kepandaian sambut sendiri serangan berikut "
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... kau anggap aku tak berani... ?"jengek nenek berbaju hitam itu sambil tertawa seram.
"Kalau begitu, sambutlah serangan pedangku ini " hardik Giok yang dengan kening berkerut.
Tubuhnya berkelebat cepat kemuka, cahaya pedang segera membias di angkasa, serentetan cahaya pelangi disertai hawa pedang yang dingin menggidikkan langSung menyambar keperut nenek itu.
Sebelas orang nona berbaju hitam itu kembali membentak nyaring, lalu sekali lagi mereka menggerakkan pedangnya bersama sama untuk membendung ancaman tersebut.
Kali ini Hee Giok yang telah sertakan segenap tenaga yang dimilikinya didalam serangan tersebut, bisa dibayangkan betapa hebat dan dahsyat akibat yang ditimbulkan...
"Traaanggg..." Dentingan nyaring bergema memecahkan keheningan, kali ini kesebelas bilah pedang tersebut tak ada yang utuh, semuanya terpapas kutung jadi beberapa bagian.
Ditengah jeritan kaget yang amat keras, serentak kesebelas orang nona berbaju hitam itu melompat mundur kebelakang.
Sementara itu serangan pedang dari Hee Giok yang sama sekali belum berakhir, cahaya pedang yang berkilauan tetap melaju ke muka mengancam tubuh si nenek. "Traaang..."
sekali lagi terjadi bentrokan nyaring yang amat memekikkan telinga...
Entah sedari kapan, dalam genggaman nenek berbaju hitam itu telah bertambah dengan sebilah pedang lebar yang berwarna hitam pekat, dengan senjata inilah dia membendung serangan pedang pelangi nona tersebut...
Akibat dari bentrokan tersebut, tiba tiba Hee Giok yang merasakan dada sebelah kanannya amat sakit, agaknya telah tertusuk oleh sebatang jarum yang lembut tapi tajam.
Sengatan jarum yang sakit sekali itu muncul secara tiba tiba dan langsung menyerang kedalam isiperut, hal ini menyebabkan genggaman Hee Giok yang atas pedangnya menjadi mengendor dan hampir saja teriepas dari cekalan.
Nenek berbaju hitam itu segera memanfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaik baiknya, dia membalikkan pedang lebarnya dan balik menindih diatas pedang Giok yang kemudian serunya sambil tertawa seram
"Hee... hee... hee... mengapa kalian tidak segera maju untuk membekuknya ?"
Sementara itu kesebelas orang nona berbaju hitam itu telah membuang kutungan pedang mereka, begitu mendengar komando serentak mereka mengiakan dan menerjang kedepan secara bersama sama.
Huan Cu Im, Siang Ci Un, Siang Siau Un Ciu Gwat dan Ciu Kui yang menyaksikan peristiwa itu menjadi sangat terperanjat, serentak mereka menyerbu kedepan untuk memberi pertolongan.
Tampaknya nenek berbaju hitam itu telah menduga sampai disitu, sambil menuding kedepan, segera bentaknya: "Hadang mereka "
Cing im totiang, Auman berbulu emas Kiang Cu tin, si bintang lewat Huan tong, ketua Sau hoa bun, Hoa Siang siang serta anak buahnya Sau hota dan Peng hoa serentak maju kedepan dan menghadang jalan pergi kelima orang jago kita.
Huan Cu Im menjadi sangat gelisah setelah menyaksikan situasi tidak menguntung kan, sambil membentak keras dia mengeluarkan ilmu Hong lui ing di tangan kirinya untuk menerjang ke hadapan Kiam Cu tin serta Huan tong, kemudian mendorong tubuh kedua orang itu sampai mencelat sejauh satu kaki lebih.
Kemudian secepat sambaran petir tubuhnya berputar kencang mendesak ke hadapan kesebelas orang nona berbaju hitam itu, lagi lagi dia melakukan dorongan dengan ilmu Hong lui ing yang menyebabkan nona nona cantik itu roboh berjumpalitan seperti bunga yang terhembus angin kencang.
Dalam keadaan seperti ini tidak kesempetan lagi baginya untuk banyak melihat, setelah menyerbu ke Samping Hee Giok yang, pedang pelangi hijaunya segera diloloskan, kemudian-..
"Traaang" melakukan cukilan ke atas.
Setelah dua kali dia mengeluarkan ilmu Hong lui ing untuk merobohkan musuh musuhnya dan berhasil menyerobot maju kedepan, nenek berbaju hitam itu menjadi tertegun buatnya.
Belum habis ingatan kedua melintas lewat cahaya hijau yang amat menyilaukan mata telah melintas didepan mata, lalu terdengar dentingan nyaring, tahu tahu genggamannya terasa ringan-Rupanya pedang lebar berwarna hitam yang terhunus itu sudah terbabat kutung menjadi dua bagian.
Sebagaimana diketahui, pedang pelangi dan pelangi hijau merupakan sepasang pedang mestika yang amat tajam, ketika Hee Giok yang menerjang ke muka tadi, setelah kena terhadang oleh kesebelas orang nona berbaju hitam itu (untuk membabat kutung kesebelas bilah pedang mereka), tenaga yang dipergunakan dalam senjatanya telah berkurang setengah bagian. padahal pedang emas hitam yang diandaikan nenek berbaju hitam itu tebal lagi lebat,pada saat kekuatan pedang Hee Giok yang sudah mulai melemah, tangkisan dengan pedang pelanginya menjadi tak berkekuatan lagi.
Hal ini masih ditambah Hee Giok yang sebagai seorang gadis masih lemah dibidang tenaga dalam, oleh karena itulah meski dia membawa senjata tajam, namun gagal mengutungi senjata musuh.
Berbeda sekali dengan Huan Cu Im yang telah melatih ilmu Hong lui ing, tenaga dalamnya amat sempurna dan sudah jarang ada tandingannya dikolong langit, apa lagi dalam gerakan mencukil tadi, tenaga yang dipancarkan kuat sekali, secara otomatis pedang emas hitam dari nenek berbaju hitam itu berhasil dipapas kutung olehnya secara gampang...
Dalam pada itu Hee Giok yang merasakan ada segulung tenaga serangan hawa dingin yang tak berwujud menusuk jalan darah Hiat hay hiatnya (terletak satu koma tiga inci diatas tetek sebelah kanan), serangan mana membuatnya hampir saja tak dapat bernapas dan seluruh kekuatannya seolah olah lenyap tak berbekas (hal ini dikarenakan jalan darah Hiat hay merupakan nadi yang berhubungan dengan paruparu).
Ia sadar, tubuhnya pasti sudah dilukai lawannya dengan jarum im khek ciam yang sangat jahat itu, bia ia tak mempertahankan diri sekarang, tak disangkal lagi ia bakal tewas oleh senjata maut lawannya itu, otomatis dendam kesumatnya tak pernah akan terbalas.
-oo0dw0oo Jilid: 48 Ingatan itulah kemudian membuat si nona berusaha mempertahankan diri dengan sepenuh tenaga.
Untungnya, sekalipun menghadapi perubahan yang mendadak sekali diluar dugaan ini, pikirannya tak menjadi kalut, kelima jari tangan kanannya masih tetap menggenggam gagang pedangnya kencang kencang, biarpun pedang emas hitam darisi nenek berbaju hitam itu menekan terus senjatanya dengan sepenuh tenaga, sambil menggertak gigi menahan penderitaan ia mempertahankan diri terus dengan sekuat tenaga.
Sampai akhirnya babatan pedang Huan Cu Im berhasil mengutungi pedang emas hitam lawan dan daya tekanannya mendorong, Hee Giok yang baru merasakan lututnya menjadi lemah, tak ampun lagi ia jatuh terduduk ke atas tanah.
Dalam pada itu, nenek berbaju hitampun tidak menduga kalau senjata yang diandalkan Huan Cu Im adalah sebilah senjata yang amat tajam dan mampu mengatasi pedang emas hitam miliknya, dalam terkesiapnya, buru buru dia mengundurkan diri ke belakang. Huan Cu Im segera membangunkan Hee Giok yang, sambil tanyanya dengan Cemas: "Toako, mengapa kau?"
Pelan pelan 'Hee Giok' yang membuka matanya, lalu dengan suara yang lemah tak bertenaga ia menjawab.
"Aku... aku sudah terkena... ilmu jarum im khek ciam..."
Mendengar itu, tanpa sadar Huan Cu Im berpaling ke arah nenek berbaju hitam itu.
Kebetulan sekali waktu itu si nenek berbaju hitam yang sudah mundur sejauh berapa depa sedang memandang ke arahnya sambil tertawa licik, sementara jari tangannya digetarkan kemuka melepaskan serangan ke tubuh anak muda itu.
Huan Cu Im yang pernah menderita siksaan akibat terkena jarum Im khek Ciam tentu saja tak berani bertindak gegabah, sambil membentak keras dia melepaskan bacokan ke depan dengan senjata pedang pelangi hijaunya menggunakanjurus
"ombak menggulung di samudra luas"
Kemudian sambil membungkukkan badan ia memungut pedang pelangi milik Giok yang d^ tanah dan menyarungkannya kembali setelah itu baru bisiknya: "Toako, mari kita Cepat pergi"
Dengan setengah memayang setengah membopong, pemuda itu membawa Hee Giok yong mengundurkan diri dari situ.
Bacokan pedang yang dilancarkan olehnya tadi memang hebat dan mengerikan, hawa pedang yang terpancar keluar dari pedang pelangi hijaunya segera menciptakan selapis kabut berwarna hijau yang amat tebal dan menyilaukan mata.
Sesungguhnya serangan jari tangan yang dilancarkan nenek berbaju hitam itu adalah serangan im khek ciam yang maha hebat, sebagai semacam ilmu serangan hawa dingin yang merupakan ilmu sesat dari Tay im kau, serangan hawa dingin yang terpancar keluar memang hebat dan mengerikan sekali.
Akan tetapi kalau dibandingkan dengan sinar pedang yang terpancar keluar dari pedang pelangi hijaunya, serangan jari berhawa dingin itu segera hilang lenyap setelha menyentuh lapisan hawa pedang tersebut...
Agaknya nenek berbaju hitampun mengetahui akan kelihayan pedang pelangi hijau lawan, dia tak berani melancarkan serangan lagi, tanpa sadar langkahnya mundur terus ke belakang berulang kali.
Kesebelas orang nona berbaju hitam yang kehilangan senjatanya akibat dibabat pedang pelangi Hee Giok yang tadi tadipun sekarang tak berani banyak berkutik, tentu saja merekapUn tak berani mendekati Huan Cu Im yang perkasa itu.
"Hadapi mereka dengan senjata rahasia "
Dengan wajah berubah menjadi hijau membesi dan menyeringai mengerikan, nenek berbaju hitam itu mengulurkan sepasang tangannya sambil menjerit lengking, kemudian teriaknya lagi :
"Hayo Cepat bertindak. hadapi saja orang orang itu dengan senjata rahasia yang paling keji "
Dalam sewotnya dia menjadi hampir kalap. teriak teriakannya tak berbeda dengan jeritan orang gila.
Ditengah bentakan dan jeritan lengking nenek tersebut, kesebelas orang nona berbaju hitam itu segera menyebarkan diri ke sekeliling arena dan mengepung Huan Cu Im serta Hee Giok yong ditengah arena...
Tampaknya mereka telah memperoleh pendidikan yang ketat, kesebelas orang itu masing masing menempati sebuah posisi, sementara tangan kanannya secara terlatih mengenakan sarung tangan kulit kambing dan merogoh ke dalam kantung senjata rahasia masing masing.
Tak disangkal lagi mereka telah bersiap sedia melepaskan senjata rahasia untuk mereka, dan bisa diduga senjata rahasia yang digunakan pastilah senjata rahasia yang paling jahat dan beracun.
Sambil memayang tubuh Giok yang, Huan Cu Im mencoba memperhatikan situasi pertarungan dipihak lain-
Dilihatnya Siang Ci Un kakak beradik serta Ciu Gwat dan Ciu Kui telah terlibat dalam pertarungan yang amat seru melawan si Auman berbulu emas Kian cu tin, Huan Tong, Sau hoa dan Peng hoa.
Siang Ci Un kakak beradik dengan sebilah pedang melindungi badan, sebuah tongkat pengail mengobrak abrik pertahanan lawan, saat itu berhasil mendesak dan meneter kedua orang lawannya habis habisan.
Sebaliknya Ciu Gwat dan Ciu Kui yang sangat menguatirkan keselamatan majikannya begitu turun tangan mereka segera pergunakan ilmu pedang Kiu hoa kiam hoat guna mendesak musuhnya.
Namun pengalaman mereka didalam menghadapi musuh kurang luas, sebaliknya lawan mereka adalah Sau hoa dan Peng hoa yang sangat berpengalaman, meski kepandaian silat mereka mengungguli lawan, namun untuk sementara waktu keadaan tetap berimbang.
Hanya saja, kalau berbicara dari posisi secara keseluruhan, keadaan mereka memang Cukup gawat. betapa tidak" Musuh berjumlah amat banyak. malah jago jago lihay seperti cing im totiang, si Dewa bermuka merah Lo Sin tong dan Hoa Siang Siang sekalian belum lagi turun tangan.
Disamping itu, diselatan pelataran telah berkumpul pula sejumlah anggota Kay pang yang setiap saat bisa turun tangan melancarkan serangan kilat.
Kesemuanya ini menunjukkan bahwa mereka beberapa orang telah terkepung dalam perangkap musuh yang berlapis lapis, lebih celaka lagi Hee Giok yang telah terkena serangan jahat Im khek ciam,jangan lagi untuk bertarung, tenaga untuk berdiri tegakpun hampir boleh dibilang tak dimiliki lagi Sekujur tubuhnya saat itu lemah semua tak berbeda dengan segumpal kapas.
Huan Cu Im betul betul gelisah berCampur marah, sambil melintangkan pedangnya di depan dada, ia membentak dengan suara yang keras bagaikan geledek:
"Sebelas tusuk konde emas, dengarkan baik baik Aku orang she Huan tak ingin melukai kalian, tapi jika kamu semua berani menyerang kami dengan mempergunakan senjata rahasia beracun, jangan salahkan kalau aku akan bertindak kejam kepada kalian"
Bentakan yang menggelegar itu segera menggetarkan hati kesebelas orang nona berbaju hitam itu, tanpa terasa mereka saling berpandangan sekejap. otomatis tangan mereka yang merogoh ke kantong senjata itu menjadi lebih lamban.
Nenek berbaju hitam yang berdiri diatas undak undakan batu dan melihat kejadian itu segera berteriak lengking :
"Hey bocah keparat, kematian sudah didepan mata, apa gunanya kau ngebaCot besar" Hey budak sekalian, sebarkan kearah mereka itu"
Karena perintah menyerang sudah diturunkan kesebelas orang nona berbaju hitam itu tidak berani berayal lagi, serentak mereka mengayunkan tangannya kedepan menyebarkan segenggam pasir emas ketengah udara.
Waktu itu Huan Cu Im dan Hee Giok yang berdiri di tengah kepungan, sedangkan kesebelas orang nona itu berdiri pada posisi yang berbeda disekeliling mereka, dengan sendirinya pasir emas yang mereka tebarkan pun segera berkumpul diatas kepala kedua orang itu dan menimbulkan suasana remang remang.
Seandainya ada orang berani mendongakkan kepalanya untuk menyaksikan datangnya ancaman tersebut, maka akan terlihatlah beribu ribu bintang emas menyebar dimana mana dan meluncur turun seperti hujan pasir, indah sekali pemandangannya saat itu.
Sejak lawannya mengenakan sarung tangan kulit, Huan Cu Im telah mengetahui bahwa senjata rahasia yang mereka pergunakan pasti amat beracun dan hebat sekali, baru sekarang ia mendapat tahu kalau senjata yang mereka sebarkan ternyata adalah segenggam pasir emas.
Selama berkelana didalam dunia persilatan, ia memang pernah mendengar tentang keampuhan pasir emas perenggut nyawa ini, konon asal ada sebutir saja yang mengenai badan, maka luka tersebut akan membusuk dan hancur menjadi darah kental, bahkan tulang dan rambutpun tak tersisa, oleh karena keganasan dan kehebatannya, sembilan partai besar telah mengumumkan kepada seluruh umat persilatan agar tidak menggunakan senjata maut tersebut.
Menyadari akan kritisnya keadaan, pemuda itu menjadi terCekat, pikirnya tanpa terasa. "Apakah aku dan Giok yang harus tewas ditempat ini secara konyol dan mengenaskan-.."
"Tidak. aku tak boleh mati konyol dengan begini saja..."
Itulah sebabnya disaat pasir emas itu disebarkan ke udara, Huan Cu Im segera membentak keras, dengan menghimpun seluruh tenaga yang dimilikinya dia memutar pedang pelangi hijaunya satu lingkaran diatas kepala dan segera mengeluarkan ilmu Hong lui ing.
Dia tak tahu apakah ilmu tersebut bermanfaat untuk menanggulangi ancaman serius tersebut, namun setelah membuat gerakan melingkar serangannya langsung ditumpah ke arah si nenek berbaju hitam yang berdiri diatas undak undakan batu.
Akan tetapi berhubung tangan sebelah dipakai untuk memayang tubuh Giok yang dan tangan kanan memegang pedang, maka bila menanti kesebelas orang nona berbaju hitam itu menyebar pasir emasnya ia baru melepaskan pedang untuk mengeluarkan Hong lui ing,jelas keadaan sudah terlambat.
oleh sebab itulah terpaksa segenap kekuatan tubuhnya disalurkan ke dalam pedang dan menggunakan senjata itulah dia melakukan pertaruhan yang terakhir.
Dengan gerakan melingkar tadi, pedang pelangi hijaunya segera memancarkan selapis Cahaya pedang berwarna hijau yang membentuk lingkaran lingkaran lebar diatas kepala kedua orang itu.
Biarpun Cuma cahaya pedang namun berhubung ilmu yang digunakan adalah Hong lui ing, maka hawa murni yang terpancar keluar dari pedang otomatis merupakan daya hisap Hong lui ing yang maha dahsyat.
Dengan begitu, secara otomatis lingkaran sinar pedang yang terbentukpun memiliki daya peng hisap yang mengerikan-
'sreet.' Ibarat ikan paus menghisap air, senjata rahasia pasir emas yang menyebar diangkasa itu segera terhisap kedalam lingkaran cahaya hijau itu.
Mengikuti arah tudingan ujung pedangnya, pemuda itu segera memuntahkan kembali tenaga hisapannya tersebut Dengan cepat muncullah sebuah mulut celah pada lingkaran cahaya hijau itu, dan dari balik celahan cahaya hijau inilah meluncur keluar serentetan sinar emas yang langsung meluncur kedepan dan menerjang si nenek berbaju hitam yang berdiri diatas undak undakan batu.
cahaya emas yang menyembur keluar itu bukan lain adalah pasir emas yang berhasil dihisap dan diikat oleh daya hidup Hong lui ing, kini bagaikan air bah yang menjebolkan bendungan, secara serentak beribu ribu butir pasir emas itu memuntah keluar.
Mimpipun nenek berbaju hitam itu tak menyangka kalau Huan Cu Im memiliki tenaga dalam yang begitu sempurna, bahkan berhasil mengembalikan serangan pasir emas pereng gut nyawa yang maha dahsyat itu ke arahnya.
Diliputi perasaan kaget dan terkesiap. cepat cepat dia menjejakkan kakinya keatas tanah dan melesat kesamping kiri untuk meloloskan diri.
pada detik yang hampir bersamaan, semburan pasir emas itu telah menyambar datang, dalam waktu singkat lapisan batu hijau pada undak undakan batu itu bagaikan diberondong oleh serangkai mercon, diiringi ledakan yang keras dan menyemburnya asap kuning wilayah seluas satu kaki disekeliling tempat itu telah hancur berantakan dan tak nampak lagi wujudnya.
Demonstrasi kepandaian yang sangat hebat ini segera mengejutkan kesebelas orang nona berbaju hitam itu, wajah mereka pucat pias dan peluh dingin membasahi seluruh badan, untung mereka cukup cekatan dan segera menyingkir kesamping, coba kalau terlambat sedikit saja, niscaya banyak korban yang akan berjatuhan.
Tindakan yang dilakukan Huan Cu Im sekarang, hampir membuat semua hadirin terperangah dan berdiri melongo.
cing im totiang, Hoa Siang siang dan sekalian yang dibuat ngeri juga oleh kehebatannya, dengan sendirinya pandangan mereka terhadap sianak muda itupun ikut berubah.
Tentu saja kedua belah pihak yang sedang terlibat dalam pertarungan, saat itu ikut berhenti pula tanpa terasa.
Jangan lagi orang lain, sesungguhnya Huan Cu Im sendiripun hampir tak perCaya dengan kemampuan yang telah dilakukan itu dia tak mengira kalau pasir emas perenggut nyawa yang menyebar diseluruh angkasa itu berhasil disingkirkan kearah lain secara mengejutkan-Peristiwa ini kontan saja membangkitkan kembali semangatnya, dengan melintangkan pedangnya didepan dada, ia berseru sambil tertawa nyaring. "Hey nenek jahat, malam ini aku ampuni jiwamu untuk sementara waktu" Lalu sambil berpaling kearah Siang Ci Un kakak beradik, katanya pula :
"Jiko, samte, mari kita pergi, barang siapa berani menghalangi kepergian kita, aku she Huan akan menyuruh dia mampus dalam keadaan yang paling mengerikan"
Setelah mempertunjukan kebolehannya, tentu saja pemuda itu berani bicara lebih keras.
Selesai berkata, dia segera memayang tubuh Giok yong dan beranjak pergi dulu ke arah selatan.
cepat cepat Ciu Gwat dan Ciu Kui memburu ke depan sambil berseru : "Huan kongcu, biar budak yang memayang siocia "
Huan Cu Im manggut manggut dan membiarkan kedua orang itu berjalan lebih dulu sambil memayang Giok yang, Siang Ci Un dan Siang Siau Un melindungi dari sisi kiri dan kanan, sementara dia sendiri mengikuti dari belakang.
Ketika tianglo bagian hukum dari Kay pang, Song Jin bin menyaksikan cing im totiang, Hoa Siang siang dan sekalian jago lihay hanya berdiri termangu mangu di tempat tanpa melakukan sesuatu tindakan, otomatis mereka pun tak berani melakukan penghadang dan membiarkan musuh musuhnya berlalu dari situ.
Ketua Kay pang Kwa Tiang tay masih terluka parah, dengan sendirinya ia tak mampu melakukan suatu penghadangan, itulah sebabnya ketika melihat Huan Cu Im dan rombongan bergerak menuju ke arahnya, tanpa diperintah lagi para anggota Kay pang tersebut sama sama menyingkir kesamping untuk memberi jalan-Setelah meninggalkan gedUng, didepan situ terbentang sebUah tanah lapang serta dinding pagar setinggi satu kaki.
Baru saja Ciu Gwat dan Ciu Kui membawa nonanya melewati tanah lapang tersebut, mendadak terdengar Giok yong berbisik pelan: "Hentikan perjalanan "
cepat cepat Ciu Gwat dan Ciu Kui menghentikan langkahnya. Siang Ci Un yang berada disampingnya segera bertanya : "Toako, bagaimana perasaanmu sekarang?"
Hee Giok yang segera menghembuskan napas panjang, katanya:
"Nenek jahat menotok jalan darah Hiat hay dengan ilmu im khek ciam, selama ini aku gagal untuk menghimpun tenaga guna menembusi sumbatan tersebut, tapi sekarang agaknya sudah ada harapan"
Siang Ci Un menjadi kegirangan, buru buru serunya:
"Kalau begitu seCepat mencoba untuk menembusi sumbatan tersebut..."
Ia segera perintahkan kepada Ciu Gwat dan Ciu Kui untuk menurunkan nonanya keatas tanah lapang. Sementara Huan Cu Im, Siang Ci Un dan Siang Siau Un melindungi keselamatannya dari sekitar sana.
Perlu diketahui, sejak keCil Hee Giok yang sudah belajar silat dari Kiu hoa sinni, adapun tenaga dalam yang dilatih adalah Sian kang sim hoat dari golongan Budha.
Sekalipun serangan im khek ciam sangat lihay, bagaimanapun juga ilmunya tersebut merupakan ilmu sesat dari golongan hitam, setelah melalui percobaan Giok yang yang berulang ulang tanpa bosan untuk menembusi hambatan tersebut, pelan pelan jalan darah Hiat hay yang tersumbat mulai tertembus.
pada saat itulah tiba tiba terasa segulung hawa murni menerjang ke atas mengikuti pengerahannya sekuat tenaga, terjangan tersebut langsung menembusi jalan darahnya yang tersumbat sehingga menjadi lancar kembali.
Keberhasilan ini segera menggirangkan hatinya, maka setelah mengatur pernafasan Sebentar, dia membuka matanya dan berkata sambil tertawa: "Nah sudah beres, sekarang kita boleh pergi dari sini"
"Apakah nona telah sembuh" tanya Ciu Gwat.
"Tentu saja telah sembuh" Giok yang tertawa sambil membereskan rambutnya yang kusut, "kalian pun boleh melepaskan bimbingan itu"
"Kalau memang toako sudah sembuh, bagaimana kalua kita mencari nenek bajingan lagi untuk membuat perhitungan?"
usul Siang Siau Un dengan bersemangat.
"Jangan " Cegah Giok yang, "malam ini mereka telah membuat persiapan yang matang lagi pula jumlah mereka jauh lebih banyak dari pada jumlah kita, dengan kemampuan kita beberapa orang, belum tentu bisa meraih kemenangan yang berarti. Untung saja kita telah berhasil menyelidiki siapakah pembunuh ibu kita dengan ilmu im khek ciam tersebut, hitung hitung perjalanan kita pada malam ini tidak sia sia belaka."
Beberapa orang itu segera melompati tembok pekarangan dan meninggalkan pesanggrahan keluarga Hee dengan lancar dan tanpa rintangan. Sesaat kemudian, tiga empat li telah dilalui
Mendadak Giok yang memperlambat langkahnya lalu bertanya sambil berpaling :
"Adik cu im, hebat benar jurus pedang yang kau pergunakan tadi, ternyata kau bisa menggiring serangan pasir emas yang menyelimuti angkasa untuk berbalik menyerang nenek jahat itu, kepandaian apa sih itu?"
"Benar" sambung Siang Siau Unpula "jurus pedang yang digunakan samko tadi benar benar luar biasa, dalam waktu singkat begitu banyak jago telah berhasil dibuat mati kutunya karena terpesona"
"Sesungguhnya gerak serangan yang siaute pergunakan tadi bukanjurus pedang" Huan Cu Im menerangkan, "tapi hanya sebuah gerak tipuan yang hebat, namun karena terburu buru, aku tak sempat membuang pedang untuk mempergunakan sebagaimana mestinya itulah sebab^
terpaksa aku menggunakannya dengan pedang"
"Bila tenaga dalammu tidak peroleh kemajuan yang pesat, tak nanti kepandaian tersebut dapat kau pergunakan dengan sebaik baiknya," ucap Siang Ci Un sambil menatapnya penuh Cinta.
"Samko, apa sih kepandaian yang kau gunakan itu?" tanya Siau un- "kau mempelajarinya dari mana" Apakah pelatih Ju yang mengajarkan kepadamu?"
"Ilmu tersebut bernama Hong lui ing."
Kemudian sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, Huan Cu Im berkata lebih jauh "Kepandaian tersebut bukan guruku yang mengajarkan-"
"Lantas siapa yang mewariskan kepandaian tersebut kepadamu?" tanya Siang Siau Un-
"Kepandaian itu diwariskan seorang locianpwee yang bernama Yu Liong..."
"Yu Liong?" dengan perasaan ingin tahu Siang Siau Un mendesak lebih jauh, "manusia macam apakah dia itu?"
"Dia adalah seorang kakek yang bermuka kurus lagi lancip."
Secara garis besarnya dia melukiskan bentuk muka dari kakek yang bernama Yu Liong itu.
Satu ingatan segera melintas dalam benak Siang Siau Un, segera tanyanya :
"Apakah kakek itu rada kukoay dan sewaktu berbicara sering membuat lelucon dan gerak geriknya amat kocak.
terutama sekali kebiasaannya memegang batang hidung sendiri?"
"Tepat sekali.. Apa yang kau lukiskan memang sangat tepat." seru Huan Cu Im gembira. "Apakah kaupun kenal dengan dia orang tua?"
"Hey, kau kira siapakah dia?" seru Siang Siau Un sambil tertawa cekikikan. "Sejak kau menyebut ia bernama Yu Liong, aku sudah menaruh curiga kalau orang tersebut adalah dia orang tua."
"Su moay, cepat katakan, siapa sih orang itu?" tanya Hee Giok yong cepat.
"Dia adalah sukong ku"
"Masa dia adalah sukongmu?" seru Huan Cu Im terkejut bercampur keheranan.
"Buat apa aku mesti membohongimu?" sambung Siang Siau Un lebih lanjut, "dia orang tua disebut orang sebagai Pengemis sakti berwajah senyum Yu It man bukankah Man berarti pula naga" Bukankah berari Yu Liong adalah Yu it man
" Tahun ini dia orang tua telah berusia hampir seratus tahun"


Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar Benar " seru Huan Cu Im kemudian, "Yu locianpwee memang berkata bahwa tahun ini umurnya sudah mencapai sembilan puluh tujuh tahun-.."
Begitulah, sambil berbincang bincang sambil berjalan, tanpa terasa mereka telah menempuh perjalanan sejauh dua li lagi.
Tiba tiba Huan Cu Im menghentikan langkahnya lalu mendongakkan kepala dan memeriksa keadaan cuaca, ketika melihat kentongan ketiga sudah hampir menjelang, dia pun berkata : "Toako,jiko, apakah kita akan kembali keBenteng keluarga Hee...?"
"Tidak. aku tak akan pulang" sahut Hee Giok yang sambil menggelengkan kepalanya dan tertawa, "aku ingin mencari rumah petani disekitar sini dan tinggal untuk sementara waktu, aku ingin membebaskan dendam berdarah ibuku lebih dulu sebelum pulang"
"Ehmmm, begitupun ada baiknya juga " Huan Cu Im memberikan persetujuannya, "kalau begitu siaute perlu kembali kepesanggrahan keluarga Hee lebih dulu, asal kalian meninggalkan tanda rahasia disepanjang jalan, siaute pasti akan menyusul kalian nanti"
Siang Ci Un menjadi tertegun, dengan sepasang biji matanya yang jeli dia mengawasi pemuda itu lekat, kemudian tanyanya penuh perhatian: "Mau apa kau balik lagi ke sana?"
"Aku harus menolong Sam siang tayhiap Yu Huan Liong, Yu tayhiap dari cengkeraman musuh"
"Betul" sambung Siang Siau Un, "Yu tayhiap telah disekap dibawah tanah ruang baca, aku pun akan ikut ke sana"
"Darimana kau tahu tentang persoalan ini ?" tanya Siang Ci Un yang amat teliti itu.
"Kabar ini kan disampaikan oleh Cui Cui... aaai, waktu sudah makin larut malam, kenapa sih kau bertanya terus tiada habisnya...?"
Secara ringkas Huan Cu Im segera menceritakan pengalamannya bagaimana mereka berdua mendengar bentrokan senjata digedung belakang, bagaimana Cui Cui terluka dan mengatakan dimana Yu tayhiap telah disekap...
Mendengar cerita tersebut, Siang Ci Un segera berkata :
"Kalau begitu, sebelum kedatangan kita kedalam hutan tersebut, pasti ada orang lain yang telah menyelundup masih kedalam perkampungan dan meringkus semua penjaga yang berada dalam hutan, bisa jadi Cui Cui adalah orang yang dikirim untuk menyelundup masuk kesitu."
"Nah, segala sesuatunya telah kau ketahui sekarang, sudahlah, samko, kita harus segera berangkat " seru Siau un-
"Bila ingin pergi, kita harus pergi bersama," ucap Giok yang cepat, "hanya saja, setelah terjadinya pertarungan yang berlangsung cukup seru tadi, penjagaan yang mereka lakukan tentu akan semakin diperketat belum tentu usaha kita menolong orang bisa terlaksana secara mudah..."
Siang Siau Un segera tertawa cekikikan:
"Toaci, menurut pendapatku perkataanmu justru merupakan kebalikannya oleh karena kita menunjukkan diri semuanya, mereka pasti mengira sudah pergi semua, otomatis penjagaan akan diperkendor, bila kita balik lagi maka hal ini justru telah memanfaatkan keteledoran mereka..."
Hee Giok yang segera manggut manggut :
"Perkataan su moay memang beralasan sekali, baiklah, mari kita berangkat sekarang juga "
Dengan memanfaatkan kegelapan malam yang mencekam seluruh jagad, mereka berenam segera balik kembali ke Pesanggrahan keluarga Hee.
Kali ini tujuan kedatangan mereka adalah menolong orang, oleh sebab itu Huan Cu Im berenam berusaha keras untuk menghindari bentrokan yang tak perlu sehingga tak usah
"memukul rumput mengejutkan ular" lagipula jumlah jagoan tangguh dibukit Lou cu san telah diketahui banyak jumlahnya, ditambah lagi dengan orang orang Go bipay dan Sau hoa pay, sesungguhnya mereka tak boleh dipandang terlalu enteng.
Dengan mempertahankan suatu jarak tertentu, dipimpin oleh Huan Cu Im, seorang mereka mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya menyusup kegelapan dan mendekati perkampungan itu.
Huan Cu Im bergerak dipaling muka dengan mengerahkan segenap ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, seperti burung malam menembusi hutan, dalam sekali kelebatan saja ia telah menyusup kedalam pepohonan lebat.
Dengan pandangan matanya yang tajam, dalam sekilas pandangan saja ia telah melihat dibelakang sebatang pohon besar bersembunyi segumpal bayangan hitam. Tanpa terasa dia berpikir:
"Tampaknya mereka benar benar sudah membuat persiapan yang matang matang ini berarti mereka telah menduga kalau kami bakal balik lagi setelah pergi tadi..."
Berpikir sampai disitu, dengan cepat dia membungkukkan badan memungut sebutir batu, lalu disambitkan ke arah bayangan hitam tersebut keras keras.
Sebagaimana diketahui, tenaga dalam yang dimilikinya sekarang sudah amat sempurna, lagipula selisih jarak diantara mereka berdua hanya dua kaki, serangan batu yang meluncur dengan kekuatan dahsyat serta inceran yang tepat ini seketika juga berhasil merobohkan jalan darah musuh.
Baru saja dia akan membalikkan badan untuk memberi kode kepada Hee Giok yang sekalian, siapa tahu begitu dia membalikkan tubuh, tampaklah dibawah sebatang pohon besar tak jauh dibelakang tubuhnya telah muncul seorang lelaki berbaju hitam yang bersenjata lengkap sedang mengawasinya dengan mata melotot besar.
Dalam keadaan sama sekali tak berjaga begini, tentu saja Huan Cu Im terperanjat sekali, dengan cepat dia bersiap sedia melancarkan serangan dengan jari tangannya.
Tapi niat tersebut kembali diurungkan karena secara tiba tiba dia saksikan lelaki berbaju hitam itu nampaknya tidak memberikan suatu gerak gerik yang mencurigakan.
Dalam keadaan beginilah terasa desingan angin berhembus lewat, Hee Giok yang dengan suatu gerakan yang cepat telah menerobosi hutan meluncur ke sisinya.
"Adik Cu im, apa yang sedang kau lihat ?"
Terdengar gadis itu menegur lirih.
"Hati hati, didalam hutan ada penjaganya" bisik Huan Cu Im memperingatkan-
"Di mana ?" Huan Cu Im berpaling, tapi ia segera berseru tertahan setelah menyaksikan lelaki berbaju hitam itu masih berdiri tegak pada posisinya semula tanpa bergerak^
"Sungguh aneh "
Dalam pada itu Siang Ci Un dan Siang Siau Un telah menyusul tiba didalam hutan.
Sewaktu Hee Giok yang turut berpaling, tentu saja diapun telah menyaksikan hal tersebut, segera tanyanya dengan lirih:
"Kau telah merobohkan orang itu ?"
"Bukan" Hanya sepatah kata yang diucapkan, kemudian tubuhnya bergerak maju kedepan menghampiri lelaki berbaju hitam itu, setelah diperiksa dengan seksama, segera dijumpainya orang itu memang sudah ditotok jalan darahnya oleh seseorang.
Kenyataan ini semakin mencengangkan hatinya, ujarnya kemudian : "Heran, siapakah orang ini ?"
"Kalau dilihat dari potongan bajunya yang berwarna hitam, tentu saja anggota dari Lou cu san" sahut Siau un cepat.
"Bukan, maksudku siapa yang telah menotok jalan darah orang ini?"
"Coba kalian lihat, disitupun ada seorang lagi" tiba tiba Siang Ci Un berseru.
Ternyata dari sekeliling tempat mereka berhenti, hanya dalam jarak berapa kaki saja telah mereka temukan delapan orang lelaki berbaju hitam yang semuanya membawa golok terhunus dan sebuah tabung besi berwarna hitam itu adalah senjata rahasia yang amat lihay.
Dari kedelapan orang tersebut, ada yang bersembunyi dibelakang pohon, ada pula yang bersembunyi dibalik semak belukar, yang jelas wilayah hutan seluas beberapa kaki itu telah mereka jaga dalam posisi seperti sebuah kantung.
Dan posisi kantung itu persis diatur pada jalanan yang tentu dilalui orang bila ingin masuk kedalam hutan tersebut.
Seandainya sebelum kedatangan mereka orang orang tersebut belum dirobohkan orang lain, apa bila delapan buah batang tabung besi itu memuntahkan senjata rahasia bersama sama, maka biarpun kepandaian silat yang kau miliki betapapun tingginya, susah juga rasanya untuk menghindarkan diri ditengah kegelapan begini.
"Sungguh aneh," ucap Giok yong kemudian, "Siapakah yang telah mendahului kita dengan merobohkan orang orang tersebut?"
"Bukan saja orang tersebut dapat merobohkan kedelapan jago tersebut sekaligus, dia pun dapat membuat mereka semua tetap berada dalam posisinya semula," kata Siang Ci Un keheranan, "andaikata kita tidak mendekatinya, tak seorangpun akan menduga bahwa mereka telah ditotok jalan darahnya, cukup dilihat dari kemampuan tersebut, dapatlah diduga bahwa kepandaian silat yang dimiliki orang ini pasti liehay sekali.^."
"Mereka toh sudah tertotok semua, apa lagi yang perlu dipersoalkan...?" sela Siau un tiba tiba, "kalau toh sudah ada orang membukakan jalan buat kita, berarti dia pasti teman kita, waktu sudah cukup larut, lebih kita cepat cepat masuk kedalam."
"Perkataan su moay memang betul, mari kalian ikuti diriku."
Selesai berkata, dia segera bergerak lebih dulu menembusi hutan lewat sisi kiri diluar hutan bawah sebatang pohon, kembali mereka temukan dua orang lelaki berbaju hitam yang berdiri tegak disitu.
Ketika melihat kehadiran beberapa orang tersebut ternyata mereka tetap berdiri kaku di tempat semula, bergerak sedikitpun tidak bergerak.
Pemuda itu mempunyai pengalaman sebelumnya, ia tahu kedua orang ini pasti telah ditotok pula jalan darahnya karena itu sama sekali tidak digubris lagi.
Dengan menghimpun tenaga dalamnya, bagaikan melintas ditengah udara dia meluncur melalui sebidang tanah berumput dan melayang turun diatas pagar pekarangan-Setelah memperhatikan sekejap suasana di balik pagar, dengan cepatpemuda itu meluncur kembali ke bawah, Hee Giok yang, Siang Ci Un, Siang Siau Un, Ciu Gwat dan Ciu Kui segera mengikuti pula jejaknya.
Tempat itu merupakan halaman timur pesanggrahan keluarga Hee, diujung serambi terdapat pintu berbentuk bulat, dibalik pintu bulat tadi terletaklah kamar baca Hee Im hong.
Ketika tiba didepan pintu bulat tersebut, tiba tiba Huan Cu Im menghentikan langkahnya.
"Adik Cu im, tahukah kau jalan masuk menuju keruang bawah tanah di kamar baca ayah ?" tanya Giok yang setengah berbisik.
"Aku kurang tahu" jawab Huan Cu Im seraya berpaling,
"aku mendengar kesemuanya ini dari Cui Cui, sayang sebelum keterangannya selesai disampaikan, ia sudah keburu mati."
"Kalau begitu mari kita cepat masuk untuk melakukan pemeriksaan-.."
"Ssst... jangan gegabah," kembali Huan Cu Im berbisik,
"aku lihat di kamar baca ada lampu lentera."
"Tapi siapakah yang berdiam disitu?"
"Itulah sebabnya kita harus berhati hati, jangan sampai jejak kita ketahuan orang dalam"
Hee Giok yang manggut manggut sambil berpaling segera perintahnya :
"Ciu Gwat, Ciu Kui, kalian berjaga jagalah diluar, kamu berdua tak usah ikut masuk"
Dengan memperingan langkahnya keempat jago yang lain segera menyelinap masuk ke balik pintu bulat satu demi satu, untuk saja ditengah halaman gedung itu penuh dengan aneka bunga dan pepohonan yang lebat itu...
Di depan mata berjajar tiga buah bangunan ruang baca yang indah, cahaya lentera berasal dari balik jendela ruang sebelah kiri waktu itu keempat daun jendelanya berada di dalam keadaan terbuka lebar.
Saat itulah mendadak terdengar seseorang menjerit dengan suara yang tinggi melengking :
"Hey tua bangka, kau datang dari mana?"
Menyusul kemudian terdengar seseorang menjawab dengan suara yang tua dan rendah mendalam :
"Menjawab pertanyaan toa suhu, aku yang tua datang kemari untuk membunyikan kentongan, tadi..."
"Kenapa tadi" Hayo cepat katakan" perintah suara yang melengking itu lagi.
"Ketika aku yang tua kebetulan lewat di luar dan melihat dalam kamar baca ada sinar lampu, maka akupun datang kemari untuk melakukan pemeriksaan, malam sudah begini kelam, kalau memasang lentera perlu waspada agar tak sampai terjadi kebakaran eeeiii... siapa tahu kedatangan aku si tua telah diketahui toa suhu yang segera memerintahkan aku untuk masuk..."
Mendengar suara pembicaraan yang tua lagi rendah itu, satu ingatan segera melintas dalam benak Huan Cu Im, dia merasa suara tersebut sangat dikenal olehnya, bukankah berasal dari Yu Liong si orang tua yang mewariskan ilmu Hong lui ing kepadanya" Dengan perasaan girang cepat cepat dia membungkukkan badannya seraya berbisik: "Rupanya orang yang sedang berbicara adalah orang tua Yu"
"Apakah dia adalah sukongnya su moay?" tanya Hee Giok yang.
Kemudian sambil berpaling ke arah Siang Siau Un, kembali katanya dengan suara rendah
"Menurut adik Cu im, orang yang berbicara adalah sukongmu"
"Sungguh?" seru Siang Siau Un kegirangan "kalau begitu, mari kita cepat cepat masuk ke dalam "
"Kau jangan bertindak gegabah lebih dulu mari kita perhatikan dulu dengan jelas sebelum berbicara lebih jauh"
Secara pelan pelan keempat orang itu bergerak maju ke depan mendekati sederet pepohonan besar, dari situ mereka dapat menyaksikan keadaan didalam ruangan lewat jendela dengan jelas.
Kamar baca tersebut memang mempunyai perabot yang sangat indah, selain hiolo antik tempat bunga, terdapat pula lentera porselen yang memancarkan sinar putih yang sangat lembut.
Didepan jendela terletak sebuah meja panjang, disitulah duduk saling berhadapan dua orang hwesio tua yang bertubuh gemuk dan kurus.
Karena waktu itu musim panas dimana udara sangat kering, si hwesio gemuk berada dalam keadaan setengah telanjang, sepasang teteknya kelihatan terjuntai kebawah persis seperti gumpalan daging yang berlebihan-Hwesio kurus yang duduk dihadapannya mempunyai alls mata yang tebal dengan mata yang kecil, diapun mengenakan pakaian pendek berwarna kuning.
Diatas meja tersedia empat macam hidangan sayur, sementara dihadapan masing masing terletak sebuah mangkuk besar yang kelihatannya berisi arak, sebab ditepi meja terdapat sebuah guci arak yang berada dalam keadaan terbuka.
Saat itu disamping kedua orang itu tadi berdiri seorang kakek kurus yang bermuka runcing dan memakai pakaian pendek. senyuman selalu dikulum dan dandannya memang persis seperti orang yang menjaga kentongan Dalam sekilas pandangan saja Huan Cu Im segera mengenali kakek kurus tersebut tak lain adalah Yu Liong, si orang tua yang telah mewariskan ilmu sakti Hong lui ing kepadanya.
Adapun sepasang hwesio tua yang bertUbuh gemuk dan kurus itupun sudah pernah dijumpai sebelumnya, mereka adalah Toa tat Cuncu serta Tay tek sangjin dari Ngo tay san.
Dengan wajah gembira Siang Siau Un segera berbisik: "Yaa, ternyata dia adalah sukong"
Buru buru Siang Ci Un menarik ujung bajunya sambil memperingatkan dengan suara lirih: "Sstt... jangan berbicara dulu"
Sementara itu tampak Tay tek sangjin (si hwesio gemuk) sedang memicingkan matanya sambil berkata :
"Hey orang tua, aku seperti pernah bertemu denganmu.."
"Benar, benar" jawab pengemis sakti berwajah senyum sambil tertawa "setiap malam aku pasti memukul kentongan disekitar sini tentu saja toa suhu pernah bertemu denganku"
Toa tat cuncu yang mengangkat mangkuknya dan meneguk habis isinya segera membelalakan matanya yang sipit lebar lebar lalu menegur lagi dengan suara dalam : "Benarkah kau menjadi tukang kentongan disini?"
"Benar, benar..." pengemis berwajah senyum kembali membungkukkan badan berulang kali, "dahulu aku menjadi tukang kentongan di Benteng keluarga Hee, kemudian pesanggrahan ini selesai dibangun, atas kemurahan hati Poocu yang menganggap aku telah berjasa karena sudah menjadi tukang kentongan hampir dua puluhan tahun lamanya, maka ia memindahkan aku kemari dan khusus mengawasi gedung timur ini, dengan tugas tersebut maka pekerjaankupun menjadi jauh lebih ringan"
Toa tat Cuncu segera menempelkan telapak tangannya ke atas guci arak serta menghisapnya ke atas, setelah memenuhi kembali mangkuknya dengan arak, ia meletakkan guci tersebut sembari bertanya "Apakah kau pandai minum arak?"
Pengemis sakti berwajah senyum memandang sekejap kearah guci arak itu, kemudian sambil menelan air liur dan tertawa paksa jawabnya:
"Toa suhu, terus terang saja kukatakan, sejak menjadi tukang kentongan hampir puluhan tahun lamanya, aku tidak mempunyai kegemaran lain selain minum arak. orang orang disekitar sini semuanya menyebutku sebagai pemabuk..."
"Bagus sekali" Toa tat Cuncu segera mendorong mangkuk arak kehadapannya, kemudian berseru, "kalau begitu kuhadiahkan semangkuk arak ini untukmu"
Pengemis sakti berwajah senyum menjadi sangat kegirangan, tapi ditatapnya Toa tat Cuncu kemudian dengan pandangan ragu lalu katanya agak tergagap : "Toa suhu...
arak itu-kan minumanmU aku... masa aku berani..."
Dengan nada tidak sabar Tay tek sangjin menukas :
"Hey orang tua, jika suhengku menyuruh kau minum, lebih baik kau segera meminumnya^ apa lagi yang kau ributkan?"
"Baik, baik..." pengemis sakti berwajah senyum segera membungkukkan badan berulang kali, "Terima kasih banyak atas hadiah dari Toa suhu..."
Dengan suatu langkah cepat dia memburu kemuka untuk menerima mangkuk arak tersebut, kemudian setelah meneguknya satu tegukan, ia berkata sambil tertawa :
"Bila toa suhu tidak menghadiahkan kepadaku, seumur hidup jangan harap aku si tua dapat mencicipi arak berusia lima puluh tahun semacam ini, ehm... betul betul arak wangi"
Sembari berkata dia mencicipi lagi satu tegukan, menyusul kemudian tanpa sungkan sungkan lagi dia meneguk seluruh isi mangkuk
Huan Cu Im yang menyaksikan peristiwa tersebut diam diam menjadi amat geli, dengan suara lirih dia segera menerangkan asal usul dari kedua orang hwesio tua itu kepada Giok yong.
Kemudian Giok yong pun berpaling dan menyampaikan tersebut ke sisi telinga Siang Ci Un.
Mendengar bisikan tersebut, Siang Ci Un segera berkata:
"Kalau begitu kedua orang hwesio tersebut mempunyai asal usul yang luar biasa" jadi kesengajaan orang tua Yu meng goda mereka pasti mengandung suatu maksud tertentu..."
Kemudian diapun menyampaikan keterangan soal asal usul kedua orang hwesio tersebut kepada adiknya.
Sementara itu pengemis sakti berwajah senyum telah meneguk habis isi mangkuk tersebut, sambil meletakkan kembali mangkuk arak itu ke meja ia berkata sambil membungkukkan badannya:
"Terima kasih banyak atas pemberian arak dari toa suhu, benar benar banyak terima kasih, aku harus berdinas lagi sekarang..."
"Tunggu sebentar" tiba tiba Toa tat Cuncu berseru lagi.
Kemudian dengan telapak tangannya dia meng hisap kembali guci arak tersebut serta memenuhi kembali mangkuknya dengan arak setelah itu katanya: "Hey orang tua, minumlah semangkuk lagi sebelum pergi berdinas..."
"Ini... ini..." pengemis sakti berwajah senyum segera mengangkat bahu, "terus terang saja toa suhu, dihari hari biasa aku hanya minum empat tahil arak, tidak lebih, sebab kalau kebanyakan aku bisa mabuk"
"Sekalipun mabuk juga tak menjadi soal?" bentak Tay tek sangjin dengan keras, "bukankah suhengku yang memberi arak kepadamu" Apakah kau berani menolak ?"
"Baik, baik " sekali lagi pengemis sakti berwajah senyum membungkukkan badannya berulang kali sambil tertawa paksa, "minum minum... haaahh... haaahh... arak ini adalah arak bagus, sekalipun aku situa minum sampai mati karena mabuk pun tak menjadi soal..."
Dengan cepat dia mengulurkan tangannya untuk menyambut cawan tersebut, tapi kali ini, sebelum sepasang tangannya menyentuh mangkuk arak tersebut, tiba tiba ia berseru tertahan- sepasang tangannya segera memegang perut sendiri sambil terbungkuk bungkuk, serunya sambil mengerang kesakitan-
"Adduuh... sakit benar perutku... oooh... ada yang tak beres... dalam arak itu pasti ada racunnya..."
Ketika menyebut bahwa "dalam arak pasti ada racunnya"
kakinya telah melangkah maju lagi sembari merebut mangkuk arak tersebut, kemudian dengan rakusnya dia meneguk habis isi cawan tersebut.
Dengan mata melotot besar Tay tek Sangjin mengawasinya tanpa berkedip. lalu berseru:
"Bukankah kau mengatakan kalau dalam arak ada racunnya
" Kenapa isi cawan itu kau teguk kembali ?"
Setelah menghabiskan dua mangkuk besar arak wangi, pengemis sakti bermuka senyum sudah berada dalam keadaan setengah mabuk dengan wajah sedih katanya kemudian-
"Aku... aku tak pernah ambil perduli apakah itu rasa sakit, bagiku asal bisa minum beberapa teguk arak, rasa sakitpun akan hilang dengan sendirinya, tapi kedua mangkukku berisi racun, nyawaku pasti akan melayang... yaa, siapa suruh aku rakus dan minum arak pemberian orang... aai, sekalipun harus mati, aku tak akan menyesal, tapi kalau tak dapat bersua dengan wajah majikanku, rasanya aku tak akan mati dengan mata meram"
"Siapa sih majikanmu?" tanya Toa tat Cuncu Mendadak pengemis sakti berwajah senyum menjerit tertahan, lalu sambil memegangi perut sendiri dan terbungkuk bungkuk, dia mengangkat kepalanya memandang ke arah Toa tat Cuncu, katanya dengan sedih bercampur marah :
"Toa suhu, kau... kau telah mencampurkan racun penembus usus didalam arak tersebut, perutku... perutku sakit sekali..."
"Mungkinkah kesemuanya itu sungguhan?" Siang Siau Un segera berbisik dengan lirih.
"Ssstt... saksikan saja dengan hati tenang, jangan berisik dulu..." seru Siang Ci Un cepat cepat.
Dalam pada itu Toa tat cuncu telah melototkan sepasang matanya bulat bulat serta memancarkan sinar mata yang menggidikkan hati, dia berkata:
"Umat persilatan dari daratan Tlonggoan kalian sudah terbiasa menggunakan akal licik untuk menipu orang, sudah jelas kita pernah bersua muka sewaktu berada di Sau hoa san ceng, tapi kau ngotot mengaku sebagai pemukul kentongan ditempat ini, hm, kau anggap permainan busukmu dapat mengelabui mata pinceng dengan begitu saja" IHai ketahuilah aku telah mencampurkan racun yang sepuluh kali lipat lebih hebat dari pada racun penembus usus..."
Sambil berkata ia segera memperlihatkan cincin yang dikenakan dijari tengah tangan kanannya.
Cincin itu berwarna hitam pekat dan berukiran sebuah wajah dedemit yang mengerikan sekali, jelas benda itulah yang telah menyebarkan racun jahat.
Tidak menunggu sampai pengemis sakti berwajah senyum berkata lagi, Toa tat Cuncu telah berkata lebih jauh:
"Tapi kalau saudara bersedia menjawab semua pertanyaanku dengan terus terang dan blak blakan, siapa tahu aku dapat mengampuni selembar jiwamu" sudah jelas ia mempunyai obat penawar racun tersebut.
Dengan cepat pengemis sakti berwajah senyum menggelengkan kepalanya berulang kali: "Aku telah berpikir secara masak masak rasanya lebih baik mati saja daripada hidup"
Jawaban tersebut seketika itu juga membuat Toa tat Cuncu menjadi tertegun, seekor semutpun ingin hidup terus apa lagi manusia" Tapi kenyataan dia lebih suka memilih mampus, bukankah manusia ini aneh sekali " Sambil memicingkan matanya Tay tek sangjin bertanya: "Hey tua bangka, kenapa kau sudah bosan hidup didunia ini?"
Ilmu silat yang dimiliki kedua orang toa suhu amat hebat dan tangguh, sedangkan aku pun sudah terkena racun yang keji, aku hanya merasa malu kepada majikanku, oleh sebab itu lebih baik mati saja dari pada hidup menanggung derita"
"Siapa sih majikanmu?" sekali lagi Tay tek Sangjin.
Agaknya dia ingin secepatnya mengetahui siapakah majikan orang tersebut.
"orang yang sudah hampir mati selalu akan berbicara dengan sejujurnya" kata pengemis sakti berwajah senyum,
"akupun tak ingin mengelabuhi toa suhu berdua lagi, sebetulnya majikan adalah... adalah... aduuh mak... sakit betul perutku..."
Tampaknya waktu untuk bicarapun sudah tak sempat lagi, tapi kenyataannya dengan gerakan cepat dia telah menyambar mangkuk arak yang berada dihadapan Tay tek sangjin serta meneguknya secara lahap.
Seperti yang telah dia katakan tadi betapapun sakitnya penderitaan yang dialami asal sudah meneguk arak beberapa tegukan saja, rasa sakit tersebut akan segera hilang dengan sendirinya.
Tay tek sangjin tidak berusaha untuk menghalangi perbuatannya itu, sebaliknya malah membiarkan dia meneguk habis isi mangkuk araknya.
Setelah meletakkan kembali mangkuk arak itu ke meja dan menyeka ujung bibirnya Pengemis sakti berwajah senyum baru berkata lagi sambil tertawa:
"Yaa, memang beginilah tabiatku, meski isi perutku sudah berlubang tujuh delapan belas tempatpun, asal ada arak diminum maka semua rasa sakit akan hilang dengan sendirinya. aku tak takut mati, tapi paling takut kalau sakit perut.
Kadangkala bila sudah lama tak minum arak, ular ular arak dalam perutku akan mulai menggigit dinding perutku, mereka akan menggigit kencang kencang sehingga rasa sakitnya betul betul tak terlukiskan dengan kata kata, dalam keadaan begitu terpaksa kau harus menguras isi saku untuk membeli arak.
biar tak ada uang pun terpaksa harus mencuri untuk dapat membagikan jatah tersebut.
Tapi memang sungguh aneh kalau dikatakan, asal arak itu sudah mengalir keperut, maka ular ular arak dalam perutpun akan melepaskan gigitannya, dan perutku tidak akan sakit lagi, oleh sebab itu..."
Dia berbicra sambil berdiri, ludahnya muncrat kemana mana bagaikan hujan gerimis sikapnya yang sangat kocak itu hampir saja membuat Siang Siau Un tertawa cekikikan saking gelinya.
Dengan perasaan tak sabar Tay tek sangjin segera berseru:
"Cukup, cukup, tak usah kau singgung persoalan yang tak berguna seperti itu, ayoh cepat katakan, siapa majikanmu "
"Oooh... baiklah, baiklah, akan kusebutkan, akan kusebutkan" pengemis sakti berwajah senyum mengangguk tiada hentinya, "terus terang saja, majikanku adalah..^" Tapi ia sengaja berhenti berbicara dan berseru sambil tertawa :
"Toako suhu, ijinkaniah kepadaku untuk meneguk arak lagi "
Tapi ia masih berkata asal minum empat tahil arak maka bakal mabuk. tapi kenyataannya semangkuk arak sudah mencapai dua-tiga belas tahil, sedang dia telah menghabiskan tiga mangkuk besar sekaligus...
"Baik, ambillah sendiri" ucapkan Tay tek Sangjin.
"Terima kasih banyak toa suhu"
Pengemis sakti berwajah senyum segera mengambil mangkuk arak yang berada dihadapannya, mengambil guci arak dan memenuhi mangkuknya dengan arak. begitu semangkok habis diminum, dia mengisi penuh lagi mangkuknya dan meneguk kembali sampai habis.
Begitulah seterusnya sampai tiga mangkuk lebih, kemudian ia baru memenuhi semangkuk arak yang diberikan ke hadapan Tay tek sangjin sambil ujarnya dengan senyum dikulum:
"Terima kasih banyak toa suhu, silahkan kaupun minum semangkuk..."
"Nah, sekarang kau boleh menyebutkan siapa nama majikanmu itu?" desak Tay tek sangjin cepat.
"Baik, baik,.." Pengemis sakti berwajah senyum mengiakan berulang kali, "majikanku adalah... heeehh... heeehh...
heeehhh... ini namanya meminjam pengaruh arak untuk membesarkan nyali, coba kalau di hari biasa, biar kau menghajarku sampai matipun belum tentu aku berani mengakuinya..."
"Kalau begitu katakanlah cepat"
"Baik, baik..."
Pengemis sakti berwajah senyum segera miringkan tubuhnya ke samping, dengan gerakan mana maka dia persis menghindari kedua orang hwesio tersebut dengan wajahnya menghadap ke arah Huan Cu Im berempat.
Sesudah mengerdipkan matanya berulang kali, dia baru berkata . "Sebetulnya majikanku adalah... adalah Sam...
Peristiwa Bulu Merak 7 Tokoh Besar Karya Khu Lung Kampung Setan 7
^