Pencarian

Pedang Pelangi 5

Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok Bagian 5


Setiap kali orang lain mengankat cawan, dia segera mengangkat cawan pula serta meneguk habis isinya.
Hee Im hong semakin girang lagi setelah menyaksikan kejadian tersebut, sebab hal ini akan semakin permudah usahanya untuk melaksanakan rencana yang telah dipersiapkan-semua hidangan yang berada diatas meja rata rata merupakan hidangan yang lezat, dalam suasana gembira, mereka makan dan minum dengan penuh kebebasan Pada saat itulah, sang dayang telah kehabisan arak sehingga mengundurkan diri dengan membawa poci kosong, tapi dayang yang lain segera maju pula dengan membawa poci yang lain-
"Pocu," soh Han sim segera berkata sambil bangkit berdiri,
"biar hamba sekali lagi menghormati dirimu dengan secawan arak."
Setelah menghormati sang pocu, otomatis selanjutnya dia akan menghormati sang ketua pelatih.
Hee Im hong mengangguk tanda mengerti katanya sambil tertawa terbahak bahak: "Baik, malam ini kita harus minum sampai sepuas puasnya" Mereka berdua segera saling meneguk habis isi cawan masing masing
Dalam pada itu, sidayang yang mengundurkan diri tadi sudah muncul kembali sambil membawa poci dengan penuh arak.
Seperti sengaja tak sengaja, Soh Han sim segera memandang sekejap kearah dayang tersebut.
Sang dayang segera menundukkan kepalanya dan memenuhi cawan kosong didepan Soh Han sim dengan arak.
Soh Han sim sengaja mengangkat kepalanya, kemudian berseru:
"Mengapa tidak kau lihat, bukankah cawan didepan cong kau tau juga kosong" Masa cawanku yang dipenuhi arak lebih dulu" Ayo cepat kau penuhi pula cawan cong kautau yang kosong dengan arak"
Dayang tersebut mengiakan, sesudah memenuhi cawan Soh Han sim dengan arak. diapun menutupi juga cawan Ju it koay dengan arak. Serta merta Soh Han sim mengangkat cawannya seraya berkata:
"Tidak kunyana kalau takaran minum arak dari cong kautau benar benar hebat, orang kuno bilang. Bila arak bertemu dengan penggemarnya, sepuluh cawanpun terasa kurang.
Mari, mari, mari, biar kuhormati dirimu dengan tiga cawan arak lagi."
Arak yang berada dalam cawannya berasal dari satu poci dengan arak yang dituangkan kedalam cawan Ju it koay, seharusnya kejadian macam ini tak bakal akan menimbulkah kecurigaan diri Ju it koay.
-oo0dw0oo Jilid: 10 Padahal dengan waktu Ju It koay yang terbuka, pada hakekatnya dia memang tidak terlalu memperlihatkan hal semacam itu ia segera tertawa tergelak sesudah mendengar perkataan tersebut:
"Haaa haaa, perkataan congkoan memang benar, kalau minum arak secawan demi secawan rasanya menjadi jemu sendiri, tiga cawan sekaligus baru akan menarik sekali" Maka kedua orang itupun meneguk arak tiga cawan sekaligus.
Si dayang tadi terpaksa harus berdiri di sisi Ju It koay agar bisa memenuhi tiga cawan arak baginya.
Dipihak Soh Han sim terpaksa dayang yang kedua harus berdiri pula disisinya untuk melayani.
Menyusul kemudian si bangau abu-abu Jin Siu, si golok pemutus nyawa To It hui siterbang diatas rumput Sun Kok piau dan sikuda langit Be cuan gi secara beruntun menghormati Ju It koay dengan tiga cawan arak sekaligus.
Tampaknya Ju It koay mempunyai kebiasaan minum arak yang sangat hebat, diapun paling gampang bersahabat dengan orang ditambah lagi dia memang ingin bertemu dengan orang orang yang berada dihadapannya tak heran kalau setiap kali orang mengangkat cawannya, ia segera menanggapi tanpa menolak.
Tak selang beberapa saat kemudian sepoci arak yang berada ditangan dayang tersebut telah diteguknya pula sampai habis.
Isi poci arak tersebut kecuali secawan yang pertama untuk memenuhi cawan dari Coh Han sim, boleh dibilang semuanya tertuang kedalam perut Ju It koay.
Pada mulanya, ketika Hee Im hong melihat Ju It koay minum arak bersama Soh Han sim, wajahnya masih menunjukkan kewaspadaan dan rasa was was yang tinggi, kemudian setelah melihat sepoci arak telah dihabiskan olehnya, ia menjadi tenang dengan segera.
Sambil mengelus jenggotnya dengan senyum dikulum, ia mulai mengawasi kedua orang itu saling meneguk.
Pada saat itulah, tiba tiba terdengar Ju It koay berseru tertahan lalu melompat bangun.
Diam diam Hee Im hong sangat terkejut cepat cepat dia melompat bangun pula sambil pura pura bertanya : "Cong kau tau, mengapa kau ?"
Tongkat besi Ju It koay terletak dibelakang sandaran kursinya, namun ia sama sekali tidak mengambilnya, dengan berdiri disatu kaki ia berdiri tegak dengan mata merah membara dan rambut berdiri kaku bagai tombak, lalu sambil memegangi keningnya dengan kedua belah tangan ia berseru
: "Oooh... kepala... kepala hamba... sungguh... pening sekali..." Tampaknya orang ini belum menaruh kecurigaan apa apa.
Diam diam Soh Han sim memandang ke arah Hee Im hong sambil menggelengkan kepalanya berulang kali sebagai tanda bahwa ia sudah hampir mendekati saatnya, kemudian dengan senyum tak senyum katanya
"Cong kautau, mungkin kau minum arak kelewat banyak"
"Ada... ada yang tidak beres..."
Ucapan Ju It koay sudah mulai tak jelas tubuhnya mulai gontai dan kaki kirinya yang menginjak tanah mulai bergoyang tiada hentinya, lalu maju dua tiga langkah dengan sempoyongan.
Mendadak ia memperdengarkan suara tertawa aneh yang menyeramkan, telapak tangannya segera diayunkan ke depan dan membacok sebuah bangku kayu yang berada di hadapannya. "Braaaakkk.."
Bangku kayu itu seketika terbacok sehingga hancur berkeping keping dan berantakan kemana mana.
Bayangkan saja betapa kuatnya kursi tersebut, biarpun seseorang memiliki kekuatan yang sangat besarpun mustahil bisa menghancurkan bangku itu sehingga berkeping keping, paling banter bangku hanya akan patah menjadi empat lima bagian belaka.
Tapi kenyataan berbicara lain, dari sini bisa dibayangkan betapa dahsyat dan sempurnanya tenaga dalam yang dimiliki manusia bernama Ju It koay ini.
Kali ini, Hee Im hong sendiripun berdiri tertegun dibuatnya, paras mukanya kelihatan agak berubah.
Jin Siu, To It hiu Sun Kok piau serta Be Cuan gi berempat berubah juga paras mukanya dengan hebat, tanpa sadar mereka mundur selangkah bersama sama dan masing masing menyiapkan senjata yang tersoren d iping gangnya.
Soh Han sim yang menyaksikan kejadian tersebut buru buru menggoyangkan tangannya berulang kali sambil mencegah:
"Cong kautau hanya mabuk biasa, kalian tak usah ribut dulu..."
Tampaknya Ju It koay sudah mulai kehilangan kejernihan otaknya, sehabis menghancurkan kursi kayu tadi, ia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak dengan suara yang aneh, begitu kerasnya gelak tertawa tersebut membuat seluruh bangunan rumah sampai turun bergetar keras.
Bagaimanapun jua, kaki kanannya sudah cacad, ia tak akan mampu berdiri tegak pada kaki kirinya, ditengah gelak tertawa yang amat keras itulah, dia mulai sempoyongan lalu meluncur kemuka...
Bukan Cuma begitu, setelah berjumpalitan sejauh tujuh delapan depa, tiba tiba sepasang tangannya dipakai untuk memeluk kepalanya, kemudian dengan kepala dibawah dan kaki diatas, ia mulai berdiri secara terbalik.
Tampaknya rasa sakit yang mencekam kepalanya membuat ia tak mampu bertahan lagi, tubuhnya mulai berputar putar diatas tanah bagaikan sebuah gangsingan. Hee Im hong yang melihat kejadian ini kembali berpikir didalam hati kecilnya:
"Rupanya dia memang tidak bohong, ilmu yang dilatih memang ilmu To cho kang dari Tiang pey pay diluar perbatasan"
Dengan bukti yang tertera didepan matanya ini, maka Hee Im hong menaruh kepercayaan yang semakin mendalam lagi atas asal usul serta identitas dari Ju It koay.
To cho kang atau ilmu membalik adalah sejenis ilmu tenaga dalam yang termashur dari Tiang pek pay hampir boleh dibilang semua umat persilatan didunia ini mengenalinya.
Konon ilmu membalik dari Tiang pek pay itu berasal dari wilayah yang disebut See ih, selain dapat menyempurnakan tenaga dalam yang dimiliki seseorang, dapat pula membolak balikkan aliran darah ditubuh manusia, sehingga tidak kuatir ditotok jalan darahnya oleh seseorang.
Dalam pada itu Hee Im hong, Soh Han sim dan Jin Siu sekalian empat orang pelatih ditambah lagi dengan dua orang dayang dayang berbaju hijau yang pucat pias karena ketakutan, telah berdiri menjauhi arena, mereka mengawasi Ju It koay yang sedang berputar putar diatas tanah itu dengan mulut membungkam, seolah olah sedang menyaksikan ia bermain akrobatik saja.
Untuk beberapa saat tersebut, suasana dalam ruangan pun terasa sepi hening dan tak kedengaran sedikit suara pun.
Kalau ada suara yang terdengar, maka itulah suara ujung baju Ju It koay yang menggelembung dan menimbulkan suara desiran tajam disaat ia sedang berputar kencang diatas tanah.
Tubuhnya, bagaikan gangsingan saja, makin berputar semakin cepat pula gerakannya.
Gejala semacam ini memperlihatkan bahwa racun yang mengeran didalam tubuhnya sudah mulai bereaksi.
Walaupun kejernihan pikiran Ju It koay sudah hilang lenyap sekarang, namun tenaga dalamnya yang begitu sempurna sama sekali tidak hilang, justru karena terjadinya pertentangan antara daya kerja obat dengan tenaga dalam yang dimilikinya, maka ia baru memperlihatkan gerakan yang aneh tersebut.
Kejadian semacam ini berlangsung hampir seperempat jam lamanya, kemudian gangsingan tersebut baru lambat laun semakin melamban-Kemudian-.. "Blaaammm"
Tubuh Ju It koay terjengkang ke atas tanah dengan menimbulkan suara yang keras, lalu ia tak berkutik lagi.
"Soh congkoan-.." dengan rasa kuatir Hee Im hong segera berpaling ke arah Soh Han
Soh Han sim tertawa seram, dia mengulapkan tangan kanannya, dan berseru kepada dua orang dayang berbaju hijau itu:
"Cong kautau mabuk setelah minum arak, saat ini dia tentu letih sekali, cepat kalian bimbing mereka untuk beristirahat dalam ruang tamu agung "
Kedua orang dayang itu mengiakan dan maju bersama sama, kemudian setelah memayang Ju It koay, mereka berlalu menuju ke ruangan tamu agung. Mereka juga segera bangkit berdiri untuk memohon diri. Buru Im Hong bertanya:
"soh congkoan, sampai kapan Ju It koay baru akan mendusin kembali..."
"Tenaga dalam yang dimilikinya amat sempurna, itulah sebabnya sesudah menelan bubuk pembingung pikiran, ia masih dapat meronta dan bertahan selama banyak waktu, namun akibatnya banyak sekali tenaga dalamnya yang hilang, mungkin dia harus tidur sampai esok pagi sebelum dapat mend us in kembali."
Ternyata didalam poci arak tadi, secara diam diam ia telah mencampurkan bubuk pembingung pikiran adalah obat rahasia dari keluarga Un di wilayah Leng lam, keluarga Un dari Leng lam memang termashur sekali didalam dunia persilatan karena kehebatan obat pemabuknya.
Bubuk pembingung pikiran konon terbuat dari bau bauan yang khusus didatangkan dari wilayah See ih, daya kerjanya amat hebat dan menghasilkan daya pengaruh yang luar biasa.
Setelah diolah menjadi bubuk pembingung pikiran oleh keluarga Un, maka barang siapa makan obat tersebut, maka dia akan kehilangan kejernihan otaknya serta menjadi budak sepanjang hidup walaupun begitu tenaga dalam serta ilmu silatnya sama sekali tak terpengaruh.
Mereka yang terkena obat tersebut, keadaannya tak jauh berbeda seperti keadaan manusia biasa, orang lain tidak akan menyangka kalau ia sudah terkena obat pembingung pikiran yang sangat dahsyat...
Keluarga Un dari Leng lam selalu menganggap bubuk pembingung pikiran tersebut sebagai benda mestika konon, setiap miligram bubuk tersebut dijual dengan harga beribu ribu tahil perak.
Begitulah sambil tersenyum Hee Im hong segera berkata:
"Kalau memang begitu, hal ini lebih baik lagi"
"Apakah pocu benar benar percaya dengan apa yang dia katakan?" tanya Soh Han kemudian dengan suara dalam.
"Kenapa " Apakah kau masih menaruh curiga atas maksud kedatangannya kemari ?"
"Benar" Hee Im hong segera tertawa tergelak.
"Ha a... haaa, haa... biarpun dia datang dengan membawa suatu maksud dan tujuan tertentu, namun setelah menelan bubuk pembingung pikiran, apa lagi yang mampu dia lakukan
?" Soh Han sim kembali tertawa seram.
"Biarpun ia sudah makan bubuk pembingung pikiran tapi apakah maksud dan tujuannya datang kemari " Siapa saja komplotannya" Kita kan mesti menyelidikinya sampai jelas?"
"Yaa, ucapan Soh congkoan memang benar" sahut Hee Im hong dengan perasaan seram
Malam sudah semakin kelam, hari ini Puan cu im bisa melewati hidupnya dalam suasana yang amat tenang.
Gurunya memerintahkan agar ia jangan bertindak secara sembarangan hingga tidak menimbulkan kecurigaan empek Hee nya, karena itu seharian penuh ia tak pernah keluar dari halaman timur barang selangkah pun-..
Dalam menganggurnya, dia pun mengeluarkan kitab ilmu pedang Kiu kiong kiam boh pemberian ci kiam cap sah sih walaupun menggunakan jari tangan sebagai pengganti pedang namun teh nik ilmu pedang dipahami olehnya. Apalagi penjelasan yang tercantum dalam Kiu kiong kiam boh tersebut jelas sekali, diantaranya terdapat pula catatan petunjuk dari empeknya hal ini membuat setiap jurus dan setiap gerakan bisa dipahami olehnya dengan cepat.
Oleh karena itulah terdapat banyak jurus serangan yang bisa dipahami olehnya, terutama sekali ilmu langkah Kiu kiong poh hoat yang penuh dengan seluk beluk yang aneh dan membingungkan hal ini menambah keasyikan untuk belajar.
Demikianlah, waktu selama satu harian penuh akhirnya dihabiskan didalam mempelajari ilmu pedang tersebut.
Selesai bersantap malam, pagi sekali ia sudah memadamkan lentera dan tidur, bahkan sebentar kemudian sudah terlelap tidur dengan amat nyenyaknya Mendadak...
Didalam lelap tidurnya yang nyenyak. Dia seperti mendengar ada orang sedang mengetuk jendela kamarnya dari luar.
Bagi seorang yang belajar silat, meskipun dalam tidurnya ia tetap menjaga kesigapan dan kewaspadaannya.
Apalagi Huan Cu im sudah belajar silat semenjak kecil, dilatih oleh seorang guru yang pandai hingga tenaga dalamnya mencapai puncak kesempurnaan, begitu suara tersebut terdengar, dengan cepat ia dapat menangkapnya.
Pemuda itu sangat terkejut dan segera melompat bangun, ia melompat turun dari pembaringannya serta mendekati jendela sambil bertanya lirih. "Siapa disitu"
"Aku" jawab orang diluar jendela lirih "ayo cepat keluar"
Sebenarnya Huan cu im mengira gurunya yang datang tapi sekarang ia mendapat tahu kalau suara tersebut tidak mirip dengan suara gurunya, pemuda itu menjadi curiga.
"Siapa kau" Kembali dia menegur.
Namun orang yang berada diluar jendela itu tidak bersuara lagi.
Kecurigaan Huan cu im semakin menjadi jadi, dengan cepat ia menyambar pedang pelangi hijaunya dan membuka jendela lalu melompat keluar, namun suasana disekeliling situ amat hening, kecuali angin malam yang berhembus lewat sama sekali tak nampak sesosok bayangan manusiapUn-Kejadian ini membuat hatinya semakin murung, ia merasa cemas karena dipermainkan orang.
Pada saat itulah mendadak dari kejauhan sana tampak sesosok bayangan manusia sedang menggapai ke arahnya kemudian melejit kembali keudara dan bagaikan elang raksasa melayang keluar dari pagar pekarangan-Huan cu im tidak mengetahui siapakah orang tersebut dan ada urusan apa datang mencarinya" Tapi setelah memperoleh dua kali pengalaman pada dua malam sebelumnya, ia lantas menduga kalau orang itu adalah Manusia berjalan malam yang mungkin sedang menyusup masuk kedalam benteng keluarga Hee.
Waktu itu dia menjadi teringat lagi dengan sinona yang menyaru sebagai Ci giok. Dia tak tahu siapa gerangan orang itu, maka setelah melihat sipenjalan malam sekarang, pemuda ini lantas menduga kalau orang tersebut bisa jadi sekomplotan dengan ci giok gadungan, satu ingatan pun segera melintas didalam benaknya:
"Mengapa aku tidak menanyakan soal jejak Ci giok gadungan tersebut kepada orang ini?"
Teringat akan hal tersebut, ia pun menarik napas panjang, menjejakkan kakinya ke tanah dan segera melakukan pengejaran secara ketat...
Menunggu ia sudah melampaui pagar pekarangan, orang itu sudah berada dua tiga belas kaki jauhnya.
Sewaktu orang itu melihat Huan cu im menyusulnya dari belakang, ternyata ia tidak berbicara sekejap pun, malahan membalikan badan dan meluncur kemuka semakin cepat.
Huan cu im yang sudah mengambil keputusan untuk melakukan pengejaran tentu saja dia enggan melepaskan musuhnya dengan begitu saja, sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya ia melakukan pengerajan secepatnya dari belakang.
Tampaknya orang yang bergerak didepan itu sangat menguasahi keadaan didalam benteng keluarga Hee, setelah keluar dari pekarangan halaman timur, ia masih tetap memimpin dimuka dengan amat cepatnya.
Oleh sebab itu, walaupun sudah mengejar dengan ketat dari belakang, ternyata tak berhasil menyusul orang tersebut.
Sungguh cepat gerakan tubuh orang itu, kadang kala ia berjalan di tempat yang tersembunyi, kadang kala berjalan ditempat yang terbuka namun anehnya semua jalan yang ditempuh adalah jalan yang sepi dan sama sekali tak nampak seorang centeng pun yang melakukan perondaan di seputar sana. Tak selang berapa saat kemudian mereka sudah keluar dari benteng keluarga Hee, bukan berhenti, ternyata orang itu malahan semakin mempercepat gerakan tubuhnya Huan cu im yang tak ingin ketinggalan terlampau jauh terpaksa harus menarik napas panjang dan mengerahkan segenap ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya untuk mengejar.
Semakin lama kedua orang itu bergerak semakin cepat, semakin berkejaran semakin jauh mereka bergerak, tatkala Huan cu im hampir berhasil menyusul orang itu mendadak orang yang berada didepan itu berkelebat masuk ke dalam sebuah hutan-Huan cu im mengejar sampai ditepi hutan dan segera menghentikan langkahnya secara mendadak. Pikirnya:
"Suhu pernah bilang, bila menjumpai hutan jangan masuk secara sembarangan, hal ini disebabkan hutan penuh dengan pepohonan yang bisa dipakai tempat persembunyian bila berjalan dalam keadaan begini maka kita lebih mudah disergap. Orang tadi memancing aku sampai disini lalu menyusup kedalam hutan secara tiba tiba, jangan-jangan ia sudah mempersiapkan jebakan atau perangkap ditempat ini"
Aku tak boleh sampai tertipu oleh muslihat muslihatnya."
Berpikir demikian, diapun berhenti didepan hutan sambil berteriak keras:
"Sobat, apa maksudmu memancing aku datang kemari"
Harap kau segera membari penjelasan-"
Berapa saat dia menunggu, namun suasana dalam hutan tersebut masih tetap hening dan sama sekali tidak terdengar suara jawaban-sekali lagi Huan cu im berseru :
"Aku sama sekali tidak bermusuhan dengan sobat tapi ditengah malam buta kau telah memancing aku datang kemari, apakah kau memang sengaja hendak mengajak aku bergurau ?"
Bersamaan dengan selesainya seruan tersebut, dari dalam hutan segera terdengar seseorang tertawa.
Menyusul kemudian, dari sebelah kiri hutan melompat keluar sesosok bayangan manusia sambil berkata:
"Huan kongcu, aku berada disini."
Kali ini suara tersebut kedengaran lebih nyaring, lebih merdu dan lembut, sudah jelas suara dari seorang wanita.
Buru buru Huan Cu im berpaling ke arah mana suara tersebut namun ia segera dibuat tertegun Dibawah sinar rembulan, ternyata disitu telah berdiri seorang gadis berbaju ungu
Gadis itu kelihatannya baru berusia enam tujuh belas tahunan berwajah cantik dan menawan hati alis matanya lentik, mu*** dan jelas tertera sifat kekanak kanakannya yang masih tebal.
Gadis tersebut ternyata masih ter**** karena belum pernah ****nya
Sementara itu, si nona dengan sepasang matanya yang bulat besar sedang mengawasi Huan cu im dan menutupi bibirnya sambil tertawa ringan-Huan cu im memandang sekejap kearahnya, kemudian bertanya: "Barusan, apakah nona yang telah memancing aku datang kemari ?"
"Kalau bukan aku, siapakah menurut pendapatmu...
?"jawab sinona hambar.
"Siapa pula nona"
Kali ini gadis berbaju ungu itu tertawa cekikikan. "Masa kau tidak dapat mengenali suaraku ini?"
"Aku tak bisa mengenalinya"
"Kalau begitu coba kau tebak" kata si nona lagi sambil mengerdipkan matanya berulang kali.
"Jika nona tidak menjelaskan, bagaimana mungkin aku bisa menebaknya secara tepat?"
Gadis cantik berbaju ungu itu segera maju selangkah kemuka, kemudian sambil mendongakkan kepalanya dia berkata lagi :
"Sekarang coba kau perhatikan dengan seksama, apakah kau pernah berjumpa denganku disuatu tempat ?"
Huan cu im mempunyai ketajaman mata yang dapat melihat didalam kegelapan, sedari tadi ia sudah dapat melihat wajah nona tersebut dengan jelas sekali apalagi sesudah diperhatikan lebih seksama, tampak olehnya nona itu mempunyai wajah yang merah dengan gerak gerik yang manja, kontan saja jantungnya berdebar semakin keras.
"Nona, aku merasa asing sekali dengan wajah nona, agaknya kita belum pernah bersua muka" sahutnya kemudian sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aduuh mak. Kau benar benar seorang manusia balok"
Tapi setelah mendepak depakkan kakinya berulang kali, sambil tertawa manis ia berkata lagi :
"Baiklah, aku bernama Siang Siau Un, sudah dengar dengan jelas...?" Biarpun ucapannya amat cepat, namun kedengarannya amat tajam dan jelas.
"Ooh, rupanya nona Siang" buru buru Huan cu im menjura berulang kali
siang Siau Un tertawa cekikikan, kemudian sambil membungkukkan badannya ia berkata pula
"Ooh, rupanya Huan kongcu"
Huan cu im menjadi tertawa geli, ia merasa nona ini memang sangat nakal tanyanya kemudian dengan senyuman dikulum "Nona ada urusan apakah kau mencariku"
"Tentu saja ada urusan penting" jawab Siang Siau Un manja, "terus terang saja kukatakan kepadamu, aku adalah jelmaan dari malaikat Tay pek seng kun yang sengaja datang ke alam semesta ini untuk menyelamatkan jiwamu."
"oooh nona Harap kau jangan bergurau terus, ada urusan apa sih " Harap kau jelaskan kepadaku."
"Kau anggap aku sedang bergurau denganmu ?"
Huan cu im menjadi sangat keheranan, terutama setelah melihat gadis itu berbicara dengan wajah bersungguh sungguh maka tanyanya kemudian-"Apakah nona bukan lagi bergurau dengan aku?"
"Siapa bilang demikian " Kau tahu aku harus menempuh perjalanan sejauh dua tiga puluh li sebelum sampai disini, masa aku perlunya Cuma mengajak kau bergurau" Apa gunanya gurauan seperti itu ?"
" Lantas dikarenakan persoalan apakah nona mengajak aku datang kemari?"
"Bukankah sudah kukatakan kepadamu tadi " Aku datang untuk menolong jiwamu "
"Menolong aku " Nona maksudkan aku sedang menghadapi mara bahaya, maka nona sengaja datang menolongku ?"
Siang Siauw-un manggut manggut
"Benar perkataanmu itu, jika kau tidak menghadapi mara bahaya, maka malaikat Tay pek seng kun akan datang menyelamatkan jiwamu ?" Huan cu im segera tertawa.
"Kalau begitu, kuharap nona suka menjelaskan, sebenarnya mara bahaya apakah yang sedang kuhadapi ?"
"Sebelum menemui ajalnya, bukankah Lo koan keh menyuruh kau meninggalkan benteng keluarga Hee untuk pergi kekota Kim leng" Mengapa kau tak menuruti permintaannya?"
Huan cu im tertegun seketika, kemudian tanyanya keheranan : "Darimana kau bisa tahu?"
"Bahkan aku pun bisa tahu kalau kau hendak pergi kekota Kim leng untuk mencari pemilik perusahaan ekspedisi Seng kipiau kiok yang bernama Seng Bian tong, Seng lo piautau, bukankah begitu ?"
Huan cu im segera mengawasi wajah nona itu lekat lekat, sampai lama kemudian ia baru bertanya :
"sebenarnya siapakah kau?"
"Aku adalah jelmaan dari malaikat Tay pek seng kun" sekali lagi Siang Siau un tertawa lebar.
Begitu ia tertawa, segera terlihatlah dua baris giginya yang putih bersih, ini membuatnya nampak lebih genit lebih nakal dan lebih menarik hati.
"Bagaimana kalau kita berbicara secara bersungguh sungguh saja " pinta Huan Cu im kemudian-
"Siapa bilang aku sedang bergurau " Aku memang lagi berbicara dengan bersungguh sungguh..." kemudian setelah berhenti sejenak. Dia menambahkan : "Aku pun ingin memberitahukan satu hal lagi kepadamu..."
" Katakanlah" Siang Siau-un maju ke depan, lalu bisiknya:
"Bukankah gurumu telah bergabung dengan keluarga Hee untuk menjabat sebagai ketua pelatih mereka?"
Diam diam Huan cu im merasa sangat keheranan, ia tak tahu siapa gerangan nona Siang tersebut tapi agaknya dia seperti banyak megnetahui tentang persoalan yang menyangkut dirinya.
Maka dia sengaja bertanya lagi dengan sikap keheranan
"Guruku " Aku tak punya guru "
"Hei, kau ingin membohongi siapa ?" seru Siang Siau un segera sambil mencibirkan bibirnya, " masa ju It koay bukan gurumu" Sudah jelas kudengar kau menyebutnya sebagai suhu, maka aku bakal salah mendengar...?"
"Nona..." Tidak sampai pemuda itu berbicara, kembali Siang Siau un telah berkata lagi:
"Bagaimana kalau kau menunggu sampai aku selesai berbicara" Aku ingin memberitahukan satu hal lagi kepadamu, dan masalah ini menyangkut soal keadaan gurumu."
"Mengapa dengan guruku ?" tanya sang pemuda tanpa sadar.
"Nah, sekarang kau sudah mengaku bukan ?" Siang Siauun tertawa bangga, lalu dengan bersungguh sungguh dia melanjutkan, "hari ini gurumu sudah datang memangku jabatan tengah hari tadi Hee pocu mengadakan perjamuan untuk menghormatinya, didalam arak rupanya mereka telah campuri dengan semacam obat..."
"Apa kau bilang?" Huan cu im merasakan hatinya sangat terperanjat dengan gelisah ia mendesak. "obat racun apa yang dicampurkan kedalam arak?"
"Akupun juga tak tahu racun apa yang dicampurkan kedalam arak, tetapi aku yakin obat racun itu tentu obat racun dari jenis yang paling keras dan ganas."
"Dari mana kau bisa tahu?"
"Eeei, apa kau lupa, aku toh jelmaan dari malaikat Tay pek seng kun..."
"Tahukah kau bagaimana keadaan guruku selanjutnya?"
"Setelah menghabiskan sepoci arak. Ia membacok hancur sebuah bangku, kemudian tubuhnya berjumpalitan dan mulai berputar kencang diatas tanah seperti sebuah gangsingan."
"Jumpalitan ditanah dan berputar seperti sebuah gangsingan?"
Lama sekali Huan cu im termenung, kemudian ia berkata lebih lanjut:
"oh benar, sudah pasti racun jahat yang telah menyerang tubuhnya, apa kau tahu siapa yang telah mencampurkan racun itu kedalam poci arak?"
Siang Siau un menggeleng . "Tidak aku tidak tahu"
"Terima kasih banyak nona atas petunjukmu" seru Huan cu im kemudian.
Sesudah menjura dia membalikkan badan dan siap beranjak pergi dari situ
"Eeeh, eehh... mau kemana?" gadis itu segera berteriak keras.
"Aku harus pulang secepatnya."
"Jangan, kau tidak boleh pulang" teriak Siang Siau un lagi dengan wajah memucat.
"Mengapa aku tak boleh pulang" Aku harus bertanya kepada empek Hee siapa yang telah meracuni guruku sehingga beliau tewas?"
"Huh, kau ini memang keterlaluan, siapa sih yang bilang kalau gurumu telah mati?" Huan Cu imjadi naik pitam, ia berseru pula penuh amarah:
"Gutuku sudah menghabiskan sepoci arak beracun, badannya sampai berputarputar seperti gangsingan, ini jelas berarti racun jahat itu mulai bekerja didalam tubuhnya."
"Kau jangan terburu napsu dulu dengarkan cerita sampai selesai..." kata Siang siau un sambil mendepak depakkan kakinya dengan gelisah,
" kemudian kulihat gurumu tergeletak diatas tanah, ketika Hee pocu menyuruh orang untuk menggotongnya ke gedung tamu agung agar beristirahat, aku dengar ia berkata bahwa besok pagi gurumu bakal sadar kembali, coba bayangkan sendiri, masa gurumu sudah mati?"
"Kalau begitu bukan obat racun yang diminum" kata Huan cu im kemudian sambil menghembuskan napas lega.
"Siapa yang bilang obat peracun?" kata Siau un "tetapi aku yakin mereka pasti mempunyai sesuatu rencana busuk..."
"Mereka mempunyai rencana busuk"
"soal itu tidak kuketahui, tapi aku lihat kau tak bisa berdiam terlalu lama lagi di dalam benteng keluarga Hee"
Baru saja ia berbicara sampai disitu mendadak dari balik hutan menyelinap masuk sesosok bayangan manusia orang itu berada lima enam kaki jauhnya dari kedua orang itu.
Tetapi berhubung gerakan tubuhnya sangat ringan bagaikan segulung asap, maka ia bisa datang tanpa berisik ataupun menimbulkan sedikit suarapun, akibatnya kedua orang itu sama sekali tidak merasakan atas kehadiran orang ketiga.
"Kenapa?" terdengar Huan cu im bertanya.
"Apakah kau lupa, bukankah lo koan-keh menyuruh kau pergi keperusahaan Seng kipiau kik di kota Kim leng ?"
"Ya, aku belum lupa."
"Nah, itulah dia," kata Siang Siau un sambil tertawa manis,
" malam ini aku sengaja memancing kau datang kemari tak lain karena hendak mengajak kau pergi ke Kim leng ?"
"Tidak. Aku harus pulang dulu ke benteng."
"Jadi kau tak percaya dengan perkataanku"
"Aku percaya, tapi aku harus pulang dulu ke benteng."
Siang Siau un jadi sangat mendongkol, serunya kemudian dengan nada jengkel :
"Kau memang manusia dungu yang tak tahu kebaikan orang, hmmm Agaknya kau memang benar benar ingin menjadi menantunya Benteng keluarga Hee, jadi kau merasa enggan untuk pergi."
Sehabis berkata dia mendepak depakkan kakinya berulang kali sambil siap beranjak pergi, tapi ia berpaling kemudian sambil menambahkan ^
"Selanjutnya aku pun tak akan datang mencarimu lagi." Dia membalikkan badan dan melompat pergi dari situ.
Huan cu im hanya mengawasi bayangan tubuh yang kecil mungil itu sambil menggelengkan kepalanya berulang kali lalu dia membalikkan badan dan meneruskan perjalanannya menuju kembali kearah Benteng keluaga Hee.
Sementara itu Siang Siau un telah menghentikan gerakan tubuhnya setelah meluncur sejauh belasan kaki, dia membalikkan badannya kembali, dalam anggapan gadis itu Huan cu im tentu masih berdiri ditempat semula.
Siapa tahu Huan cu im telah beranjak pergi dari tempat semula.
Peristiwa ini kontan saja diterima oleh gadis itu sebagai penghinaan yang tak pernah dialami sebelumnya, dia mendepakkan kakinya dengan jengkel dan siap berlalu dari situ.
Mendadak... " Nona, jangan pergi dulu" seseorang menegur dari belakang tubuhnya dengan suara keras.
Siang Siau un tertegun lalu berpaling, dari balik hutan ia saksikan sesosok bayangan manusia yang tinggi besar sedang berjalan menuju kearahnya.
Orang itu berwajah segi empat dengan jenggot hitam yang panjang, ia mengenakanjubah biru dan mempunyai sepasang mata yang bersinar tajam.
Walaupun langkahnya tidak terlampau cepat, namun justru memancarkan sinar kewibawaan yang amat besar.
Melihat kemunculan orang itu, diam diam siang Siau un merasa terkejut, tapi dia sengaja mengerling sekejap kearahnya sambil menegur : "Hei, kau sedang berbicara dengan aku ?"
"Betul " sahut kakek berjubah biru itu sambil tersenyum,
"aku ingin mengajak nona berbincang bincang sebentar."
Sementara mengucapkan beberapa patah kata tersebut, ia sudah berjalan menuju kedepan Siang Siau un dan menghentikan langkahnya.
Diam diam siang Siau un bersiap siaga untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan, kemudian tegurnya ketus.
"Siapa kau " Aku toh tak kenal denganmu apa yang hendak kau perbincangkan ?" Kakek berjubah biru itu tersenyum, sambil mengelus jenggotnya ia berkata "Aku adalah Hee Im hong, tentunya nona tahu bukan"
"Aku tidak tahu"
Hee Im hong masih tetap tersenyum, kembali ia berkata:
"Bukankah kau kenal sangat akrab dengan Huan cu im yang barusan pergi itu ?"
"Aku tidak tahu"
"Jika kau tak akrab dengannya, masa kau akan mengajaknya datang kemari ?"
"Aku tidak tahu. Apakah Cuma kata kata itu saja yang hendak kau sampaikan " Apakah sudah selesai sekarang ?"
Sehabis berkata ia membalikkan badan dan bersiap beran jakpergi dari situ.
"Pertanyaanku belum selesai kuutarakan, apa nona yakin bisa pergi dari sini ?"
Siang Siau un nampak sedikit gelisah, tapi diluar ia tetap bersikap ketus.
"Mau apa kau ?"
Hee Im hong mendehem sebentar, sambil tetap mengelus jenggotnya yang hitam itu berkata,
"Aku sama sekali tidak bermaksud menyulitkan dirimu, aku hanya berharap kau bersedia menjawab dengan sejujurnya semua pertanyaanku, setelah itu, aku pasti akan membiarkan kau pergi dari sini"
"Apa yang ingin kau tanyakan ?"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Hee Im hong, ditatapnya wajah gadis itu lekat lekat, kemudian tanyanya.
"Sekarang katakan dulu kau datang darimana" Siang Siau un tertawa cekikikan-
"Aku bernama Dewi tentu saja datangnya dari kahyangan"
Hee Im hong segera menarik wajahnya sambil mendengus.
"Nona cilik, aku harap kaujangan mengaco belo tak karuan dihadapanku, aku tak akan memberi keuntungan bagi seorang gadis yang kelewat binal." "Lantas apa yang mesti kulakukan?"
"Menjawab semua pertanyaanku dengan sejujurnya"
"Baik, tanyalah "
Sekali lagi Hee im hong mengawasi wajah Siang Siau un dengan sorot mata setajam sembilu, kemudian baru bertanya:
"Kaukah orang yang telah menyelundup masuk kedalam benteng keluarga Hee, menyaru sebagai ci Giok dan menyelamatkan Ji giok?"
"Bukan, bukan aku" sahut Siang Siau un sambil menggeleng.


Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau bukan kau, siapakah dia?"
"Kalau bukan aku yaa bukan aku, mana aku tahu siapakah orang itu...?"
"Baik, sekarang katakan dulu siapa namamu?"
"Aku bernama Siau un"
"Kau tak punya nama marga?"
"Suhu hanya memanggil Siau un kepadaku, kalau dia orang tua tidak memberitahukan kepadaku, mana aku bisa tahu?"
"Siapa pula gurumu?"
Siang Siau un mengerdipkan matanya berulang kali, lalu menjawab:
"Suhu yaa suhu, sejak kecil aku hanya memanggil suhu kepadanya, suhu tak pernah memberitahukan kepadaku siapa namanya, mana aku tahu siapakah suhuku itu?"
"Mana suhumu sekarang?"
siang Siau un segera menunjuk kedepan sana.
"Suhu menyuruh aku menunggunya disini, mungkin sebentar lagi akan menyusul kemari."
"Bagaimana ceritanya sampai kau kenal dengan keponakanku itu...?"
"Dia..." Tiba tiba selembar wajah nona itu berubah menjadi semu merah, tapi segera katanya
"Dia tidak kenal aku, akupun tidak kenalnya, suhuku yang menyuruh aku memancingnya datang kemari"
"Ada urusan apa dia mesti dipancing kemari?"
oooodowoooo "Bukankah semua pembicaraan kami sudah kau dengar?"
seru Siang Siau un- "Aku minta kau yang mengatakannya kepadaku"
"Suhu menyuruh dia pergi ke Kim leng"
"Mau apa ke Kim leng?"
"Pergi ke perusahaan Seng kipiau klok dan mencari berita tentang jejak ayahnya"
"Ehmmm, selain itu?" tanya Hee im hong kemudian-Melihat kakek itu tidak menaruh curiga, diam diam Siang Siau un merasa lega sekali, pikirinya kemudian-
"Jadi apa yang kubicarakan semula tak sampai terdengar olehnya..."
Berpikir demikian, ia lantas menggeleng
"Sudah tak ada lagi"
"Kau tidak membohongi aku ?"
"Mengapa aku mesti membohongi dirimu " orang lain memancingnya keluar dengan maksud baik, dia enggan menurutinya, benar benar sia sia belaka pekerjaanku kali ini...
sialan " Gadis itu sengaja menunjukkan sikap mengambek dan mendongkol.
"Baiklah" ujar Hee Im hong kemudian, "kalah toh kau tidak membohongi aku, lebih baik ikutilah aku untuk pergi ke benteng keluarga Hee..."
Diam diam siang siau un merasa terkejut setelah mendengar perkataan tersebut, dengan gelisah ia berseru,
"Mengapa aku harus mengikuti kau pergi ke benteng keluarga Hee" Aku toh tidakpunya urusan disitu ?"
"Tidak apa apa" Hee im hong tertawa dengan suara dalam,
"aku hanya menginginkan kau menjadi tamu selama beberapa hari di benteng kami."
Rupanya gadis itu sudah mempersiapkan jalan mundurnya dengan sebaiknya, begitu selesai berkata, mendadak ia menarik badannya dan secepat kliat melompat mundur ke belakang.
Lompatan ini paling tidak mencapai jarak sejauh satu kaki empat lima depa, kemudian membalikkan badan dan kabur secepat cepatnya menjauhi tempat tersebut.
Sewaktu ia melompat ke belakang tadi, Hee Im hong jelas terlihat tidak bergerak sama sekali, ketika ia membalikkan badan, dihadapannya pun jelas tak nampak sesosok bayangan manusia pun.
Namun setelah dia melesat ke depan sejauh lima kaki, tahu tahu dihadapan mukanya sudah bertambah dengan sesosok bayangan manusia yang tinggi besar, kini Hee im hong telah berdiri hanya satu kaki saja dihadapan matanya.
"Heeeh heeh heeh selama berada dihadapanku, ingin kulihat dengan cara apakah kau hendak melarikan diri.^.?"
Gelak tertawa Hee im hong seperti mengandung semacam daya getaran yang tak berwujud, ini membuat Siang Siau un merasa amat terperanjat, bukan saja telinganya dibikin tergetar keras sampai mendengung, bahkan kepalanya ikut dibikin pusing karena getaran yang keras tadi.
Daripada menyerah kalah dengan begitu saja, tentu lebih baik beradu jiwa dengan sepenuh tenaga.
Mendadak Siang Siau un mencabut keluar sebilah pedang pendek. Diantara cahaya pedang yang berkilauan, ia lepaskan sebuah tusukan ke tubuh Hee im hong.
Berbicara dari taraf kepandaian silat yang dimiliki gadis tersebut, tentu saja ia tak akan mampu melukai Hee im hong, tapi saat itulah mendadak terdengar seseorang membentak dengan suara yang tua tapi nyaring.
"Murid ku, jangan bertingkah kurang ajar"
suara bentakan itu berasal dari bawah sebatang pohon yang besar ditengah jalan raya. Persisnya pohon itu terletak di belakang tubuh Hee Im hong.
Seperti diketahui Siang Siau un berlarian menelusuri jalan raya, sedang Hee im hong menghadang dihadapannya, jadi orang itu berada dibelakang Hee Im hong tapi dimuka Siang siau un.
Dengan perasaan terkesiap buru buru Hee Im hong berpaling sambil membalikkan tubuhnya, ia jumpai dibawah sebuah pohon besar, lebih kurang empat lima kaki dihadapannya, duduk seorang nenek pengemis yang rambutnya telah beruban.
Dengan sorot mata yang tajam, dalam sekilas pandangan wajah Hee Im hong sudah melihat dengan jelas bahwa nenek pengemis itu berwajah panjang mirip keledai, sepasang matanya terpejam hingga nampak bagaikan sebuah garis, sekilas pandangan orang akan melihat mata itu seperti melek.
Tak melek pejam pun tak pejam.
Disampingnya tergeletak sebatang tongkat Ta kau pang yang panjangnya delapan depa, dibawah sinar rembulan, tongkat tersebut memancarkan sinar hijau yang gemerlapan-Begitu melihat tongkat Ta kau pang yang berwarna hijau itu, sekali lagi Hee Im hong merasakan hatinya bergetar keras.
Sementara itu kedengaran si nenek pengemis sedang berkata.
"oooh, Hee pocu rupanya " Maaf, maaf sekali lagi, bila muridku telah melakukan kesalahan, harap pocu sudi memaafkan dirinya"
"Sialan kau nenek pengemis" batin Siang Siau un segera, siapakah yang menjadi muridmu ?"
Tentu saja ingatan tadi hanya melintas di dalam benaknya dan tak sampai diutarakan keluar.
Sebab ia sudah melihat bahwa langkah Hee Im hong mulai limbung dan ragu sejak bertemu dengan si nenek pengemis tersebut, ini menandakan kalau dia merasa sangat ngeri dan ketakutan atas kehadiran nenek pengemis itu. Ternyata apa yang diduganya memang benar.
Ternyata Hee Im hong berseru tertahan, kemudian buru buru menjura seraya berkata.
"oooh, aku kira siapa, rupanya Sin kay popo yang berada disini, maaf, maaf sekali lagi. Kalau toh nona kecil itu adalah murid cianpwee, tentu saja aku tak berani menegurnya, apa yang kulakukan tadi tak lebih hanya mengajak muridmu bergurau, harap cianpwee jangan sampai menjadi gusar."
Nenek pengemis itu tertawa.
"Aaah, Hee pocu terlalu menyanjung aku si nenek, bila pocu tak ada urusan lain, silahkan saja pergi" Hee Im hong kembali tertawa paksa.
"Cianpwee telah berkunjung ke wilayah kami, hal ini benar benar merupakan suatu kebanggaan untuk aku orang she Hee, sudah sewajarnya bila cianpwee berkunjung serta menginap selama berapa hari dalam benteng kami, agar aku orang she Hee dapat menjadi seorang tuan rumah yang baik"
"Maksud baik pocu biar aku si nenek terima didalam hati saja." Ucap nenek pengemis itu sambil mendehem, "aku si nenek paling benci dengan segala macam macam tata cara, bila berkunjung tentu kunjungi langsung nah Heepocu boleh pergi sekarang..."
Buru buru Hee Im hong menjura:
"Kalau memang begitu, aku orang she Hee akan menerima perintah dan mohon diri"
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan melejit ketengah udara, seperti seekor bangau abu abu, dalam sekejap mata bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.
Mendadak si nenek pengemis itu membuka habis matanya sehingga tampak serentetan cahaya matanya yang tajam bagaikan sembilu, terdengar ia bergumam seorang diri:
"Suatu ilmu langkah Pek poh leng siu (seratus langkah melambung diudara) yang hebat, agaknya Hee Im hong sengaja hendak mempamerkan kemampuannya dihadapanku"
Kemudian setelah berpaling, katanya lagi.
"Hei muridku ayo kemari, mengapa kau masih berdiri termangu mangu disana?"
Tentu saja perkataan itu khusus ditujukan kepada Siang Siau un yang masih berdiri di hadapannya.
Siang Siau un tidak maju menghampirinya, Cuma ia berpikir dihati kecilnya " Hee Im hong sudah pergi sekarang buat apa sih kau mesti bersungguh hati?" Namun diluarnya diapun menjura sambil berkata.
"Nenek. Terima kasih banyak atas bantuanmu yang menolong boanpwee sampai terlepas dari persoalan, maaf kalau boanpwee mesti pergi dulu karena masih ada urusan lain-"
Tidak menunggu jawaban sampai nenek pengemis itu menjawab, ia sudah membalikkan badan dan kabur dari situ.
Siapa tahu meskipun dia sudah lari sejauh tujuh delapan langkah, namun ujung bajunya seperti ditarik seseorang dari belakang, kendatipun ia sudah mengeluarkan segenap kekuatan yang dimilikinya, namun selalu gagal untuk melepaskan diri.
Kejadian tersebut menimbulkan rasa heran dalam hatinya, maka diapun berhenti seraya berpaling.
Nenek pengemis itu masih saja duduk bersandar pada akar pohon, dia duduk tak duduk, berbaring tak berbaring, sepasang matanya terpejam rapat, mulutnya membungkam dan badannya tak bergerak, seakan akan orang yang bikin susah dirinya bukan dia.
Dalam penasarannya dia berusaha meronta dengan sekuat tenaga, siapa tahu semakin besar tenaga yang dipakai untuk kabur kedepan, semakin besar pula tenaga yang membetotnya dari belakang.
Akibat dari saling membetot tersebut, hampir saja tubuhnya roboh terjengkang ke atas tanah.
Kejadian ini kontan saja mengobarkan hawa amarah nona itu dengan perasaan mendongkol dia mencabut pedang pendeknya, kemudian sambil memutar badan, senjatanya dipakai untuk membacok sekenanya ke belakang.
Namun tak sesosok bayangan manusiapun yang terlihat.
Untuk sesaat dia menjadi mati kutunya, mau menangis tak bisa mau tertawa pun tak dapat, namun ia mengetahui dengan pasti, si nenek pengemislah yang sedang bermain gila dengannya.
Dengan cepat ia menghentikan gerakannya, baru saja akan bersuara...
Mendadak terdengar suara tertawa terkekeh kekeh berkumandang memecahkan keheningan-
"Hei rekan tua, buat apa sih kau mengganggu anak gadis orang "
Suara itu berasal dari seorang kakek.
Siang Siau un yang mendengar seruan mana segera berpikir dalam hati. "Aaah, rupanya memang si nenek pengemis yang sedang bermain gila..."
Terdengar si nenek pengemis menyahut dengan ketus.
"Kau tak usah banyak tanya"
"oooh, teringat aku sekarang" kata si kakek lagi, "bukankah bocah perempuan ini adalah putrinya Siang Han hui dari Hoa san " orang lain kan tidak mengusiknya ?"
"Heei, aku suruh kau jangan banyak bertanya, lebih baik kau tak usah banyak tanya" teriak si nenek lagi dingin,
"pokoknya aku si nenek sudah menerima bocah perempuan ini sebagai muridku, tapi dia tak mau mengakui, memangnya dengan andalkan namaku Pit gan kay poo (nenek pengemis bermata sipit) belum cocok untuk menjadi gurunya" Nah coba kau pikir apa aku tak pantas mengusiknya."
Menangkap nama Pit gan kay poo, Siang Sian un menjadi terperanjat sekali, pikirnya kemudian-
"Tak heran kalau Hee Im hong menunjukkan sikap yang begitu menaruh hormat setelah bertemu dengannya tadi"
Kemudian ia berpikir lebih jauh.
"Kalau begitu, si kakek yang berbicara barusan adalah Siau biu sin kay (pengemis sakti berwajah senyum) aku pernah dengar yaya membicarakan tentang sepasang kakek dan nenek pengemis ini. Konon mereka adalah supeknya ketua kay pang saat ini, usia mereka berdua sudah mencapai sembilan puluh tahunan sedang kepandaian silatnya telah mencapai puncak kesempurnaan"
Berpikir demikian, cepat cepat dia menjatuhkan diri berlutut seraya berseru: "Suhu, maafkan kebodohan tecu, sesungguhnya tecu masih ada urusan penting lainnya..."
Belum selesai ia berkata kepalanya sudah dibongkokkan, namun bayangan tubuh si nenek pengemis tadi sudah tak nampak lagi di bawah pohon besar itu.
Sementara dia masih tertegun, kedengaran suara bisikan lembut berkumandang datang dari kejauhan.
"Bocah perempuan, bini tuaku sudah pergi, sebatang serat pancing langit dan ilmu Ki khong kijin (menangkap orang ditengah udara) yang ia tinggalkan itu dihadiahkan untukmu, semoga kau bisa melatihnya dengan rajin-" Ternyata suara itu berasal dari si kakek.
Mendengar perkataan tersebut, siang siau un segera meraba kepunggung sendiri benar juga, ternyata ada seutas tali serat yang lembut seperti rambut telah mengait bajunya pada ujung benang tadi terdapat pula sebuah pancing, persis seperti mata kail yang biasa dipakai untuk memancing Ikan-Dengan mengikuti asal tali tersebut, ia berjalan menuju kebawah pohon, ujung senar rupanya diikat pada sebatang akar pohon yang besar.
Cepat cepat dia menggulung tali senar tersebut berikut mata kailnya dan disimpan dalam saku.
Ketika diperhatikan lagi, ternyata ditempat bekas tempat duduk nenek pengemis tadi, dijumpai pula secarik kertas.
Ketika kertas itu diambil dan diperiksa isinya, tampak olehnya bagian atas kertas tersebut tertera empat huruf besar yang berbunyi : "Li Khong kiau hoat", (ilmu pancing lewat udara).
Tak terlukiskan rasa gembira gadis itu, cepat cepat kertas itu dimasukkan kedalam sakunya lalu berpikir :
"Asal aku telah berhasil mempelajari ilmu yang diajari suhu, maka selanjutnya aku tak perlu untuk berkelahi dengan orang lagi. Aku bisa mengail musuh dari jauh serta membekuknya tanpa susah payah, waah... ini baru kejutan namanya" Cepat cepat dia beranjakpergi dan meninggalkan tempat itu...
0000 (dw) oooo Huan cu im berlarian kencang menuju ke arah benteng keluarga Hee, ditengah jalan mendadak ia mendengar ada orang memanggilnya dengan suara lirih. "Muridku, cepat berhenti"
Huan cu im dapat mengenali suara itu sebagai suara gurunya, ia tertegun dan cepat cepat menghentikan langkahnya. Kedengaran suhunya berkata lagi. "cepat datang ke hutan sebelah kanan"
Huan cu im menurut dan menjejakkan kakinya meluncur ke hutan sebelah kanan-Benar juga, dibalik kegelapan ia menjumpai gurunya sedang duduk diatas sebatang pohon besar, dengan perasaan gembira ia pun berteriak keras. "Suhu..."
"Ssst..." buru buru Ju It koay menempelkan^ ari telunjuknya diatas bibir, lalu bisiknya "Hee Im hong juga datang, kau mesti berhati hati jika berbicara "
"Empek Hee juga datang kemari?" tanya pemuda itu keheranan
"Ya, barusan saja dia lewat menuju kesana"
Huan cu im tidak menguatirkan empek Heenya, yang paling dikuatirkan adalah keadaan gurunya, maka dengan perasaan gelisah ia lantas bertanya:
"Suhu, aku dengar kau orang tua minum arak sampai mabuk tengah hari tadi, badanmu tidak merasa tak enak bukan?"
Ju It koay membelai cambangnya yang lebat lalu tersenyum^
"Rupanya kau sudah mendengar tentang persoalan ini dari budak she Siang" Kau takut suhumu keracunan bukan?"
"Kalau begitu suhu tidak keracunan"jadi Siang Siau un yang membohongi tecu?"
"Tidak. Dia tak membohongimu " Ju it koay semakin merendahkan nada suaranya, "Soh Han sim memang sudah mencampuri arak yang kuminum dengan obat racun, untung sekali aku sudah membuat persiapan sebelumnya dengan menelan pil anti bisa. Inilah yang menyebabkan aku tetap selamat."
"Mengapa sih empek Hee menyuruh Soh Han sim mencampuri arakmu dengan obat beracun?"
"Aaai, cerita ini panjang sekali untuk dikisahkan, dan akupun tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan semua ini kepadamu, pokoknya Hee im hong mempunyai ambisi yang sangat besar, dia sudah menjaring banyak sekali jago jago dari golongan lurus maupun sesat untuk berbakti kepadanya. Obat racun yang dipergunakan mereka bernama bubuk pembingun sukma, barang siapa menelan obat tadi maka meski kejernihan otaknya tak sampai hilang dan ilmu silatnya tetap utuh, namun mereka akan taat, patuh dan tunduk kepada semua perintahnya, selama hidup tak akan berpikiran cabang, menurut dugaanku setiap umat persilatan yang pernah berkunjung ke Benteng keluarga Hee sebagian besar telah dicekoki obat tersebut hingga menjadi anak buah kepercayaannya, bisa dibayangkan apa akibatnya bila keadaan seperti ini dibiarkan berlangsung terus."
"Aaah, begitu seriuskah masalahnya?" tanya Huan cu im.
Kembali Ju It koay menghela napas panjang.
"Sebenarnya antara aku dengan Hee Im hong hanya terjalin sedikit urusan perselisihan pribadi, namun belakangan ini kulihat dalam dunia persilatan telah dilanda arus yang besar, itulah sebabnya sengaja kuterima tawarannya untuk menjabat sebagai ketua pelatih dengan maksud agar tetap berdiam disitu sambil mengawasi gerak gerik mereka.
Walaupun begitu, namun aku tak boleh berdiam lebih lama lagi didalam benteng keluarga Hee ini."
"Maksud suhu, tecu harus segera meninggalkan Benteng keluarga Hee...?" tanya Huan cu im tertegun.
"Benar, kau harus menuruti perkataan dari lo koan keh, berangkat ke Kim leng untuk mencari lopiautau, dia mempunyai hubungan persahabatan dengan kakek serta ayahmu, asal berdiam ditempat tinggalnya akupun dapat merasa berlega hati."
"Bila tecu tetap tinggal di Benteng keluarga Hee, bukankah akan menjadi pembantu yang setia untuk suhu?" Ju It koay tertawa,
"Muridku, kau kelewat memandang rendah kemampuan dari Benteng keluarga Hee, dengan kehadiranmu di benteng ini, bukan saja tak akan mampu membantu apa apa untuk gurumu bahkan justru akan menyulitkan diriku hal inilah yang menjadi alasanku mengapa kau mesti pergi meninggalkan sini."
"Sekalipun harus pergi, paling tidak tecu kan mesti memberitahukan niatku ini kepada empek Hee."
"Menurut aturan, ia memang seharusnya berbuat demikian"
Ju It koay segera tertawa.
"Bila kau menyampaikan hal tersebut kepadanya, bagaimana mungkin bisa pergi dari situ ?"
"Sudahlah, tak usah banyak bicara lagi" kata Ju It koay sambil tersenyum, "sebentar setelah Hee Im hong sudah lewat, kaupun harus pergi dari sini."
Tidak menunggu sampai Huan cu im menyelesaikan kata katanya, kembali ia menambahkan-
"Bila bertemu dengan Seng Bian tang nanti, jangan sekali kali kau singgung tentang diriku, ayo, masih ada satu hal lagi yang penting kau harus menyampaikan kepada Siang ciangbunjin dari Hoa san pay bahwa Cing im totiang dari Go bipay serta Lou Siu tong sekalian bisa jadi sudah diracuni oleh Hee Im hong sehingga condong kepadanya. Ingatkan kepadanya bahwa setiap perkataan mereka tak boleh dipercayai dengan begitu saja..."
Baru saja berbicara sampai disini, mendadak ia membentak dengan suara rendah: "Muridku, jangan berisik"
Belum sampai ucapan itu diutarakan, "Sreet" sesosok bayangan manusia telah meluncur lewat bagaikan kilatan halilintar, bayangan meluncur ditengah jalan besar dan bergerak dengan kecepatan luar biasa.
Dengan wajah berubah Ju It koay berbisik kemudian-
"Waah kesempurnaan ilmu silat yang dimiliki Hee Im hong nampaknya jauh lebih sempurna daripada sepuluh tahun berselang"
"Suhu, apakah baangan manusia yang melintas lewat tadi adalah empek Hee?" tanya an cu im.
"Ehmm" Ju It koay membenarkan, "sekarang aku harus pergi muridku, disini terdapat enam puluh tahil perak.
Simpanlah dan kau gunakan sebagai ongkos dijalan, sepanjang jalan aku mesti berhati hati..."
Selesai berkata, ia susupkan sekantung uang perak ketangan Huan cu im.
Baru saja si anak muda itu hendak bertanya lagi, siapa tahu baru saja mendongakkan kepala, bayangan tubuh gurunya sudah lenyap entah kemana. Diam diam ia merasa terkesiap sekali, pikirnya kemudian:
"Tampaknya meski ilmu meringankan tubuh yang dimiliki empek Hee telah mencapai puncak kesempurnaan, tapi jika dibandingkan dengan kemampuan suhu, dia masih kalah satu tingkat "
Berpikir demikian, diam diam diapun menyelinap keluar dari dalam hutan itu.
Perlu diketahui, dia belum pernah pergi jauh, setelah mendengarpesan dari gurunya sekarang, dimana dia harus pergi ke perusahaan Seng ki piau kiok di kota Kim leng tanpa pamit, hatinya segera timbul perasaan tak enak, dia beranggapan bila hal ini dilaksanakan maka ia akan bersalah kepada empak Hee nya.
Namun apa boleh buat" Perintah gurunya tak bisa dibantah lagi, terpaksa dia mesti melaksanakannya juga .
Setelah melangkah keluar dari hutan, di depan situ terbentang sebuah jalan raya, sayang sekali dia tak mengetahui harus menempuh arah manakah untuk menuju ke kota Kim leng "
Untuk beberapa saat lamanya si anak muda itu menjadi tertegun
Mendadak kedengaran ada orang berteriak keras : "Ihei, bukankah didepan situ adalah Huan kongcu" Sudah, sudah beres, akhirnya berhasil ditemukan juga "
Baru saja suara itu berkumandang, sesosok bayangan manusia sudah meluncur datang dengan kecepatan tinggi.
Huan cu im kenal dengan orang ini, sebab dia adalah pelatih dari Benteng keluarga Hee si kuda langit Be Cuan gi.
Mengikuti dibelakang Be Cuan gi adalah empat lima orang lelaki kekar, mereka semua adalah para centeng dari Benteng keluarga hee.
Diam diam Huan cu im berkerut kening, gurunya memerintahkan agar dia berangkat meninggalkan Benteng keluarga Hee, tapi nyatanya ia berhasil ditemukan kembali oleh mereka, berarti dia tak akan berhasil melaksanakan perintah tersebut.
Dalam keadaan demikian, terpaksa dia harus menyongsong kedatangan mereka dan berkata sambil menjura :
"Pelatih Be, kedatangan kalian memang kebetulan sekali, aku sedang tersesat dan tidak tahu jalan manakah yang harus ditempuh untuk kembali ke benteng." Be Cuan gi tersenyum.
"Aku dan Suan Kok piau mendapat perintah dari pocu untuk secara terpisah mencari Huan kongu, setelah kongcu berhasil ditemukan mari kita pulang bersama sama"
"silahkan " sahut anak muda itu.
"Mari ikutilah aku"
Huan cu im tidak mengatakan apa apa lagi dengannya, masing masing lantas mengerahkan ilmu meringankan tubuh untuk kembali ke benteng keluarga Hee.
Waktu itu Hee Im hong masih menunggu di kamar baca Huan cu im lantas melangkah masuk ke dalam ruangan sambil berseru. " Empek Hee"
Melihat anak muda itu telah kembali sambil mengelus jenggotnya Hee Im hong tersenyum, ujarnya.
"Aaah, legalah hatiku setelah hiantit kembali ke benteng, menurut laporan yang kudengar, konon hiantit keluar benteng karena mengejar seorang wanita aku takut kau dipecundangi orang, itulah sebabnya kutitipkan kepada Sun Kok piau serta Bee cuan gi agar menyusulmu serta mengajakmu kembali"
"Terima kasih banyak atas perhatian dari empek Hee, sebetulnya siautit sudah kembali semejak tadi, namun berhubung malam sangat gelap. Lagi pula tidak kukenali jalan kembali, akhirnya keponakanpun tersesat."
-oo0dw0oo Jilid: 11 Perkataan ini segera dipercayai oleh Hee Im hong, sebab dia memang menyaksikan Huan cu im kembali ke Benteng.
Karenanya dia manggut manggut seraya berkata "Apakah hiantit kenal dengan asal usul perempuan itu?"
Pada dasarnya Huan cu im memang seorang yang cerdik, teringat bagaimana empek Hee nya melintas lewat didalam hutan tadi ia lantas menduga bisa tadi jejaknya sudah dikuntil semenjak tadi. Karenanya dia menggeleng seraya menjawab:
"Dia mengaku she Siang, tapi keponakan tidak mengenal sama sekali dengannya"
"Sungguhkah hiantit tidak mengenalnya ?" ujar Hee Im hong tersenyum, "semisalnya setiap gerak geriknya, tingkah lakunya atau suaranya sewaktu berbicara, apakah tiada yang kau kenal ?"
Huan cu im jadi tertegun, serunya kemudian: "Keponakan benar benar tak dapat melihatnya"
"Tidakkah orang itu mirip dengan orang yang menyaru sebagai ci giok...?"
"Dia... dia adalah orang yang menyaru sebagai ci giok ?"
Huan cu im terperanjat "sayang sekali keponakan tidak terlalu memperhatikan hal tersebut" Hee Im hong mengangkat kepalanya, lalu bertanya lagi :
"Ia telah memancing hiantit meninggaikan benteng, apa sih yang ia bicarakan denganmu?"
Sudah jelas nada suara ini mengandung nada menyelidip.
Padahal apa yang mereka bicarakan tadi, ada sebagian kecil yang sudah terdengar olehnya. Merah padam selembar wajah Huan cu im, sahutnya agak tergagap: "Dia... dia mengajak siautit pergi ke Kim leng..."
Hee Im hong puas sekali setelah mendengar jawaban tersebut, ternyata Huan cu im tidak membohonginya, maka katanya kemudian sambil tertawa:
"Semasa lo koan keh masih hidup, iapun pernah menyinggung tentang persoalan ini dan minta kau untuk pergi ke Kim leng, padahal jika kau ingin ke Kim leng untuk bermain, akupun tidak keberatan. Ehmmm... sekarang malam sudah kelam, lebih baik hiantit kembali ke kamar untuk beristirahat dulu "
Betapa leganya perasaan Huan cu im karena empek Hee nya tidak banyak bertanya diapun mengiakan, mengundurkan diri dari kamar baca dan kembali ke gedung timur. Sementara itu Hee Im hong mengelus jenggotnya sambil termenung seorang diri:
"Budak itu dari marga Siang, mungkinkah dia adalah putri Siang Han hui " Agaknya ia sudah jatuh hati kepada keponakan Huan-"
Yaa, dugaan ini memang cukup beralasan, andaikata seorang gadis tidak jatuh hati kepada seseorang, masa dia akan mengajaknya untuk pergi ke Kim leng " Ia masih teringat akan ucapan Siang Siau un kepada Huan cu im waktu itu :
"Hmm, rupanya kau benar benar ingin menjadi menantunya Benteng keluarga Hee, karena itu kau merasa berat untuk pergi dari situ..."
Tanpa terasa Hee Im hong bertepuk tangan dengan bangga lalu berseru setelah tertawa tergelak.
"Ya a, betul Aku mesti berbuat begini "
^oooodowoooo^ Keesokan harinya, ciu Kay seng si congkoan dari benteng keluarga Hee telah pulang dari dusun Kim gou cun dia pun membawa surat dari Huan Tay nio, satu untuk Hee Im hong sebagai rasa terima kasihnya atas perhatian pocu itu terhadap putranya, sedang yang lain untuk anaknya dengan pesan agar ia tetap tinggal dalam Benteng keluarga Hee dan mesti menuruti semua perkataan dari empeknya itu.
Membaca surat itu, Hee Im hong merasa sangat puas, kepada ciu Kay seng ia manggut manggut seraya berkata :
"Bagus, bagus sekali, cin congkoan, cara kerjamu sangat memuaskan hatiku"
Buru buru ciu Kay seng membungkukkan badannya sambil memberi hormat. "Aaah sudah sepantasnya bila hamba berbuat begini"
Hee Im hong mengangkat kepalanya kemudian sambil memandang keluarpintu, lalu serunya: "Kim koansi"
"Siap" Kim Koansi menjawab sambil buru buru masuk ke dalam, lalu dengan tangan diluruskan ke bawah ia bertanya:
"Pocu, ada perintah apa ?"
"Pergilah ke kuil cu im an dan undang popo agar menjumpai aku di kamar baca." Kim koansi mengiakan dan buru buru berlalu.
Tak selang berapa saat kemudian, ia sudah mengajak Ho popo menuju ke kamar baca. Serunya setelah masuk ke pintu ruangan^ "Lapor pocu, Hopopo telah datang."
"Suruh dia masuk"
Ho popo melangkah masuk ke kamar baca, kemudian memberi hormat. "Hopopo memberi hormat untuk pocu"
"Hopopo tak usah banyak adat, silahkah duduk" kata Hee Im hong sambil mengulapkan tangannya dengan senyum dikulum.
"Kamar baca pocu, mana ada tempat buat aku si nenek Ho
?" Kembali Hee Im hong tersenyum.
"Kau adalah mak inang dari Yong ji, selama beberapa tahun kaulah yang selalu merawat dan memperhatikan anak Yong sudah banyak waktu kuanggap kau sebagai orang sendiri kapan sih kutunjuk sikap memandangmu sebagai orang bawahan atau orang luar?"
"Terima kasih banyak atas kesudian pocu memandang tinggi aku si nenek Ho"
"Duduklah dulu, aku ada urusan yang akan kurundingkan denganmu"
"Kalau begitu aku si nenek Ho akan permisi untuk duduk"
Setelah mengambil tempat duduk dibagian bawah, iapun bertanya. "Pocu ada urusan apa?"
"Hopopo" ucap Hee Im hong sambil tersenyum tahukah kau, tahun ini anak Yong sudah berumur berapa?"
"Tahun ini nona berusia sembilan belas tahun"
"Ehm," Hee Im hong tersenyum sambil manggut manggut,
"betul, sudah masanya untuk kawin-"
Hopopo segera mengangkat kepalanya dan tertegun, serunya kemudian : "Maksud pocu, apakah kau hendak..."
"Yaa, aku memang bermaksud demikian" Hee Im hong membenarkan, "Itulah sebabnya kuajak kau merundingkan persoalan ini."
"Pocu..." Ia hanya menyebut kata pocu, sedang kata kata selanjutnya tidak diutarakan, jelas ia sedang menunggu keterangan dari pocunya.
Ooodowooo "Yaa, aku si nenek Ho pernah dengar dia adalah Huan ji-ya sudah lama dia bersaudara dengan pocu. Tatkala aku si nenek masih mengikuti nyonya dulu, pernah kujumpai Huan jiya, konon semenjak sepuluh tahun berselang ia pergi meninggalkan rumah dan hingga kini belum juga ada kabar beritanya ?"
"Benar" Hee Im hong mengangguk. "Huanjite mempunyai seorang putra yang bernama Huan cu im, tahun ini berusia enam belas tahun, berapa hari berselang ia mendapat perintah dari ibunya untuk datang ke benteng kita..."
Menyinggung soal Huan cu im Hopopo merasakan hatinya berdebar keras, ia tak berani menengok Pocu nya barang sekejap pun. Terdengar Hee Im hong berkata lebih jauh :
"orang ini berwatak baik, berilmu silat bagus, dia merupakan pilihan yang cocok sekali..."
"Aku si nenek hanya seorang bawahan urusan macam begini sudah sepantasnya diputuskan oleh pocu sendiri, Cuma..."
Setelah mengucapkan Cuma tiba tiba ia berhenti berbicara dan tidak dilanjutkan lagi
"Hopopo mempunyai usul apa silahkansaja diutarakan, ibu anak Yong sudah meninggal lama sedang kau adalah mak inangnya, sejak kecil anak Yong memang kau yang rawat.
Karena itulah aku mengundang kedatanganmu untuk mendengar apa pendapatmu tentang usulku ini."
"Ucapan Pocu kelewat serius, aku si nenek hanya merasa bahwa usia Nona sudah cukup dewasa karena itu tentang soal perkawinan yang merupakan masalah besar, sudah sepantasnya bila kita dengarkan dulu pendapatnya pribadi."
"Ehmm, betul juga" Hee Im hong mengangguk aku pun berpendapat demikian, "Cuma sekarang waktunya masih terlampau awal, aku pikir lebih baik temukan dulu mereka berdua."
"coba kita lihat bagaimanakah pendapat anak Yong. Ehmm aku rasa kata kataku ini kurang leluasa untuk disampaikan sendiri kepada anak Yong, karena itu lebih baik kau saja yang mencari tahu pendapatnya tentu saja kau pun tak perlu berterus terang kepadanya, bila membiarkan anak Yong merasa sendiri hal ini lebih tepat lagi. Dengan demikian aku pun bisa mengutus orang untuk membicarakan hal tersebut dengan Nyonya Huan"
"Bagaimana dengan nyonya Sin ?" tanya Hopopo agak ragu.
"Anak Yong mempunyai kesan yang terlalu mendalam atas ibu tirinya (nyonya Sin). Justru karena perselisihan paham itu membuat ibu tirinya harus menyingkir ke Locu san. Biarpun hari ini dia akan datang kemari, namun aku pikir lebih baik anak Yong saja yang mengambil keputusan atas persoalan ini"
"oya..." ia berhenti sebentar, kemudian meneruskan lagi,
"sore nanti, sau ceng bu dari keluarga Tong di Szuchuan suami istri dan Ban sau cengcu kakak beradik dari bukit Hong san akan berkujung ke benteng kita ini, diantara mereka turut hadir dua orang wanita. Itulah sebabnya ciu nie (nyonya Sin) harus datang kemari. Coba kau sampaikan kepada anak Yong, suruh diapun turut hadir agar bertemu dengan nyonya Sin?"
"Tidak apa apa" sahut Hee Im hong, "kedua keluarga tersebut mempunyai hubungan yang cukup baik dengan kita, apalagi dengan kehadiran tamu dari luar, mereka ibu dan anak pun tak bakal terjadi perselisihan apa apa, selain itu akupUn hendak menggunakan kesempatan ini untuk mengundang Huan cu im turut menghadirinya, dengan begitu kita bisa mempertemukan anak Yong serta cu im tanpa menimbulkan jejak. Seetlah pertemuan nanti, tidak ada salahnya bila kau selidiki kesannya, bagaimanakah kesannya terhadap cu im, lalu laporkan kepadaku. Cuma jangan kau terangkan hal ini kepada anak Yong..."
Diam diam Hopopo merasa geli, padahal nona sudah pernah bertemu dengan Huan siangkong, tentu saja hal ini Cuma dipendam didalam hati dan tidak sampai diutarakan keluar.
Maka diapun manggut manggut: "Ya a, aku si nenek mengerti"
"Baik, sekarang pulanglah, sore nanti temani anak Yong kemari."
"Kalau begitu aku sinenek mohon diri lebih dulu"
OooodwoooO Sore itu, Huan cu im berdiri seorang diri didepan rak bunga sambil termangu mangu.
Sekembalinya kedalam kamar semalam, semalaman suntuk ia tak bisa tidur nyenyak, kini hatinya terasa semakin gundah.
Suhu menitahkan kepadanya agar berangkat ke Kim leng mencari cong piautau dari perusahaan eng biantong, alhasil dia gagalpergi dari situ, apa yang mesti dikatakan kepada gurunya nanti"
Bila dia hendak ke Kim leng, bagaimana pula membuka suara kepada empak Hee"
Hal tersebut sebenarnya sudah cukup menyusahkan dirinya, apalagi kini cin cong koan telah pulang dan membawa surat ibunya yang berpesan agar ia tetap tinggal dalam benteng keluarga Hee serta tak boleh mengikuti adat sendiri, terutama sekali ia tak pernah keluar rumah maka dilarang berkelana dalam dunia persilatan, ia diminta menuruti semua perkataan dari empeknya...
Dengan demikian, apa pula yang mesti dia lakukan sekarang" Kalau bisa, dia ingin sekali beretmu dengan gurunya serta merundingkan persoalan ini dengannya.
"Huan kongcu " Suara teguran yang merdu dan lembut bergema datang dari belakang tubuhnya.
Cepat cepat Huan cu im berpaling, dilihatnya ci giok telah berjalan mendekat dengan langkah lemah gemulai, sepasang matanya berkedip indah begitu mendekat ia pun menegur sambil tertawa lirihi "Apa sih yang sedang kau pikirkan?"
Tiba tiba Huan cu im merasa bahwa nada suara maupun gerak g erik nona ini mirip sekali dengan ci giok yang dulu (yakni ci giok yang dibantu mencabut keluar jarum Bwee hoa ciam dari tubuhnya itu), untuk sesaat ia menjadi tertegun dan mengawasi nona itu dengan wajah termangu...
Ditatap seperti ini, merah jengah selembar wajah ci giok. Ia menundukkan kepalanya rendah rendah lalu berbisik.


Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kongcu, mengapa sih kau hanya mengawasi budak terus menerus?"
Semakin dipandang Huan cu im merasa dia semakin mirip dengan ci giok yang dulu, akhirnya dengan tergagap ia berseru "Kau..."
Sebetulnya dia ingin bertanya kepadanya "Sesungguhnya kau adalah ci giok yang dulu atau bukan?"
Tapi, tentu saja kata kata semacam itu tak baik diutarakan keluar secara terang terangan
"Kenapa dengan budak?" tanya ci giok sedih.
"Dulu, aku pernah berkenalan dengan seorang teman, dia mempunyai wajah yang mirip sekali dengan nona..."
"Maka kau ingin bertanya kepadaku, apakah aku adalah dia?" kata ci giok sambil tertawa ringan-Nada ucapan serta suara tertawa ringannya ternyata mirip pula dengan Siang Siau un.
Hampir saja Huan cu im curiga kalau telinganya telah salah mendengar, untuk berapa saat ia merasa ci giok yang berada dihadapannya sekarang sangat mencurigakan- ci giok tidak membiarkan pemuda itu berbicara lagi, ia menunjuk ke depan pintu lalu berbisik. "Sst, ada orang datang "
Kemudian ia melangkah masuk ke dalam ruangan- ketika Huan cu im berpaling ia jumpai Kim koansi sedang melangkah masuk ke dalam pintu halaman, begitu berjumpa dengan Huan cu im, buru buru ia menjura seraya berkata: "Huan kongcu, kau diundang pocu"
"sekarang pocu berada dimana?"
"Di ruang tamu bagian depan, barusan telah datang berapa orang tamu agung, pocu pun segera mengutus hamba untuk datang mengundang Huan kongcu."
"Siapa saja yang datang ?"
"Sore ini telah datang dua rombongan tamu, rombongan pertama datang dari propinsi Szuchuan, mereka adalah sau cengcu dari keluarga Tong yakni Tong Huan bun beserta istrinya yang baru saja dinikahi, sedangkan rombongan kedua adalah sau cengcu dari keluarga Ban dibukit Hing san, Ban Sian ceng dan adik perempuannya si burung hong hijau Ban Hui jin. Untuk menjamu kehadiran dua keluarga besar ini, Sim hujin pun sudah berangkat dari bukit Locu san untuk hadir pula disini..."
"Apakah selama ini Sim hujin hanya berdiam dibukit Locu san dan jarang kembali ke benteng ?" Kim Koansi tertawa.
"Diatas bukit Lo cu san pun terdapat sebuah Benteng keluarga Hee, tempat tersebut malah jauh lebih besar daripada tempat ini, sebetulnya pocu sendiri yang mengurusi benteng tersebut, tapi sekarang benteng itu sudah diserahkan kepenguasaannya kepada Sim hujin- ini yang menyebabkan nonya Sin jarang sekali pulang sini." Huan cu im segera mengikuti Kim koansi menuju ke ruang tamu bagian depan.
Tiba didepan pintu, Kim koansi berhenti seraya berkata:
"Silahkan masuk Huan kongcu"
Huan cu im melangkah masuk ke dalam ruangan, ia jumpai dalam ruangan sudah hadir dua oarng pria dan dua orang wanita mereka sedang berbincang bincang dengan tuan rumah.
Kempat orang itu masih muda muda, usianya diantara dua puluh tahunan, yang lelaki tampan dan gagah, sedang yang perempuan cantik dan lembut, agaknya mereka adalah kedua orang sau cengcu dari keluarga Tong di Szuchuan serta keluarga Ban dari Hong san-Disamping Hee Im hong duduk seorang nyonya berbaju hijau yang mengenakan untaian mutiara pada sanggulnya perempuan itu berdandan menyolok sekali, mungkin dialah istri muda dari empeknya, nyonya sin.
Ketika Hee Im hong melihat Huan cu im berjalan masuk ke dalam ruangan, sambil tersenyum ia lantas berseru:
"Keponakan Huan cepat kemari mati kuperkenalkan dengan dua orang sahabat muda kita..."
Sementara Hee Im hong berbicara, keempat tamu itu sudah bangkit berdiri.
Hee Im hong lantas menunjuk ke arah seorang pemuda berbaju biru serta seorang nyonya muda bergaun merah yang duduk disampingnya sambil berkata:
"Mereka berdua adalah sau cengcu dari keluarga Tong di Szuchuan, Tong Bun huan Tong lote beserta Tong sau hujin (nyonya muda Tong)"
Lalu sambil menunjuk seorang pemuda berjubah periente dan seorang nona bergaun hijau disisinya ia perkenalkan lebih jauh
"Sedangkah kedua orang ini adalah sau cengcu dari keluarga Ban di bukit Hong san, Ban Sian cing, Ban lote serta adik perempuannya, orang menyebutnya si burung hong hijau Ban Huijin, nona Ban-"
Lalu sambil tersenyum ia berkata lagi:
"Dan dia adalah putra seorang saudara angkatku, Huan cu im keponakan Huan. Ayahnya disebut orang sebagai sijago berbaju hijau Huan Tay seng kalau dibicarakan tentunya kalian sudah tahu bukan"
Atas perkenalan tersebut, kedua belah pihak pun saling memberi hormat sambil mengucapkan kata kata merendah.
Kemudian dengan senyum dikulum Hee Im hong baru menuding kearah nyonya berbaju hijau itu sambil berkata kepada Huan cu im:
"Keponakan Huan mari dia adalah bibimu, hari ini kau baru pertama kali bertemu dengannya"
Buru buru Huan cu im maju kemuka dan memanggil dengan hormat: "Bibi Hee"
Sin hujin tersenyum cerah serunya genit:
"Huan toa kuanjin, kulihat kau halus dan lembut penuh dengan sopan santun, mirip benar dirimu dengan seorang siangkong anak sekolahan yang baru lulus dari ujian negara aku dengar dari pocu tadi, konon ilmu silatmu sangat tangguh hingga Thian tiong busu yang sudah memperoleh latihan ketat dari benteng kami pun tidak mampu menghadapimu, tak heran kalau empek Hee mu begitu memuji muji akan kehebatanmu"
Merah dadu selembar wajah Huan cu im oleh perkataan tersebut, ia menjadi tergagap: "Aah, kesemuanya ini Cuma pujian dari empek Hee." Kembali Sin hujin tersenyum.
"Mari, silahkan duduk semua, setelah berada dalam benteng keluarga Hee, berarti kita semua adalah orang sendiri, harap kalian tak usah sungkan sungkan lagi."
Sementara itu si burung hong hijau dari bukit Hong an Ban huijin telah melirk sekejap kearah Huan cu im sambil diam diam memperhatikan ketampanan wajahnya, merah dadu selembar wajahnya kemudian, gerak geriknya jadi serba salah dan penuh dengan pancaran sinar mata yang aneh.
Saat itulah dari depan ruangan terdengar lagi suara langkah manusia, kemudian muncul seorang nona berbaju putih, dibelakangnya mengikuti Hopopo yang berbaju hijau.
Nona berbaju putih itu tak lain adalah Hee giok yong yang diam dikuil cu im an hari ini wajahnya tak bercadar sehingga nampak kecantikan wajahnya yang menawan hanya sayang mukanya rada pucat, namun tidak sampai menutupi keayuannya.
Setelah berada dalam ruangan dan melihat kehadiran Sin hujin disitu, paras muka nona Hee segera berubah menjadi dingin seperti es, namun ia tetap meneruskan langkahnya menuju ke hadapan Hee Im hong.
"Ayahkah yang mengundang putrimu ?" ia bertanya sambil memberi hormat. Hee Im hong mengelus jenggotnya sambil tersenyum:
"Anak Yong, hari ini kita telah kedatangan berapa orang tamu agung muda, diantaranya terdapat Tong sau hujin serta nona Ban, mereka berdua adalah pendekar pendekar wanita yang gagah perkasa, itulah sebabnya aku sengaja mengundangmu agar menemani mereka, mari, mari, biar kuperkenalkan mereka semua..."
Mula mula ia perkenalkan dulu Tong Bun huan suami istri, serta Ban Sian ceng kakak beradik, kemudian baru menunjuk ke arah Huan cu im sembari berkata.
"Dia adalah putra paman Huan mu Huan cu im, tentunya kau masih ingat bukan semasa masih kecil dulu, Huan jisiek mu paling sayang dengan kau, setiap kali datang kemari pertama tama kaulah yang dibopong lebih dulu, coba kau lihat cu im sudah begini dewasa, ia berusia tiga tahun lebih muda daripada umurmu, selanjutnya kalian boleh saling membahasai kakak beradik"
Kemudian kepada Huan cu im, katanya pula:
"la bernama Giok yong, aku pun masih ingat ketika suatu hari kau datang bersama ibumu, giok yong menarik tanganmu sambil memanggil adik bahkan terus menerus memberi gula gula untukmu"
Perkataan itu kontan sama membuat paras muka Huan cu im serta Hee Giok yang berubah menjadi merah dadu.
Buru buru Huan cu im memberi hormat sambil berseru:
"Siaute menjumpai enci Giok yong"
Selembar wajah Hee Giok yang berubah menjadi merah dadu, buru buru ia membalas hormat sambil memanggil lirih,
"Adik cu im" Kemudian semua orang kembali mengambil tempat duduk.
Siburung hong hijau Ban Huijin duduk disamping Hee Giok yang, katanya dengan gembira:
"Enci Hee, siumoay dengar kau adalah murid dari Kiu hoa sinnie, dalam dunia persilatan sinni disebutjago nomor wahid di kalangan Buddha aku yakin cici pasti sudah lama siumoay ingin berjumpa dengan cici. Kebetulan sekali engkoh ku mendapat perintah datang ke Kim leng kali ini sekalian datang menjenguk Hee cianpwee, maka akupun mengikutinya, padahal ibuku tidak lega membiarkan aku pergi..."
"Enci Ban kelewat sungkan" kata Hee Giok yang,
"siaumoaypun sudah lama mendengar kalau ilmu pedang keluarga Ban di bukit Hong san menjagoi dunia persilatan-Sedang siaumoay tidak lebih Cuma seorang murid tercatat dari suhu, yang kupelajari tak lebih seperseribu kemampuan guruku kalau dibicarakan Cuma membikin wajah siaumoay jadi merah saja..."
Begitulah kalau dua orang nona bertemu muka, mereka segera mengobrol tiada habisnya.
Berbeda dengan Tong sau hujin, bagaimanapun ia sudah kawin dan tak selincah gadis remaja, karenanya dia hanya duduk mendampingi suaminya serta jarang sekali berbicara.
"Ban sau heng telah datang sehari terlambat" ucap Hee Im hong sambil tertawa "cing ing totiang dari Go bipay baru berangkat kemarin, agaknya dia hendak naik kebukitBu tong, itu berarti di kota Kim leng tinggal Siang Ciangbunjin dari Hoa sanpay seorang, bila Ban sauheng berangkat kesitu, paling banter kau hanya akan berjumpa dengan Siang ciangbunjin seorang. Sebenarnya aku berniat mengundang siang toheng agar berdiam pula selama beberapa hari dibenteng kami, kemudian ketika aku dengar kepergian Siang toheng ke Kim leng, lantaran urusan pribadi Hoa sanpay nya, karena itu niat tersebut kuurungkan- Ban sauheng bila kau telah bersua dengan Siang toheng, ajaklah dia berdiam selama berapa hari dibenteng kami dalam perjalanan pulang nanti, agar aku bisa mewujudkan keinginanku itu"
"Berhubung saat pertemuan sudah semakin dekat cianpweepun merupakan seorang tokoh yang tersohor, karenanya ibuku menitahkan boanpwee datang kemari untuk memberi kabar kepada cianpwee" kata Ban Sian ceng kemudian-
"Aaah mana, mana, pertemuan puncak dibukit Hong san masih ada satu bulan lagi. Pertemuan puncak inipun diselenggarakan secara bergilir oleh partai kalian bersama Hoa sanpay serta Go bipay, aku merasa kurang baik untuk turut mengemukakan pendapat sebelum pertemuan puncak ini diselenggarakan" Lalu kepada Tong Bun huan katanya pula sambil tertawa:
"Bukankah Ban sauheng hendak pergi ke Kim leng untuk menyambut kedatangan ketua Hoa sanpay dan Go bipay " Tak baik kau berdiam terlalu lama dalam benteng kami, tapi Tong sauheng suami istri tidak gampang berkunjung ke timur, sedangkan saat diselenggarakannya pertemuan puncak pun masih jauh, bagaimana bila kau berdiam saja disini?"
"Mengganggu ketengangan cianpwee membuat hatiku rikuh saja" buru buru Tong Bun huan memberi hormat.
Hee Im hong segera tertawa tergelak:
"Haaahh... haaahh... haaahh... padahal ketika aku menuju Szuchuan tempo hari, hampir sebulan lebih aku berdiam di dalam benteng kalian, bahkan aku merasa cocok sekali berbincang bincang dengan ayahmu, sewakti aku hendak berpamitan, ayahmu malah bersikeras hendak menahan kepergianku, kami adalah sobat lama, jadi selama kalian suami istri berdiam dibenteng ini anggaplah seperti berdiam di rumah sendiri."
Dalam pada itu langit sudah menjadi gelap. Centeng telah memasang lentera didalam ruangan, dua orang pelayan telah menyiapkan pula meja perjamuan disebelah kiri ruangan sambil mempersilahkan pocu dan nyonya menemani tamunya bersantap
Dalam perjamuan mana, Huan cu im dan Ban Sian Ceng serta Tong Bun huan berbincang bincang amat asik, sedangkan Hee Giok yang, Ban huijin berdua asyik pula berbicara.
Diantara sekian orang, Sin hujin lah yang menaruh perhatian paling khusus terhadap Huan cu im, tiada hentinya dia menyumpit sayur untuknya.
Perjamuan ini berlangsung penuh kegembiraan, Ban Sian Ceng serta Tong Bun huan juga mulai dipengaruhi arak.
Akhirnya Hee Giok yang bangkit berdiri lebih dulu untuk memohon diri, sebelum beranjak pergi, ia berpaling ke arah Huan cu im dan berbisik lirih "Setiap waktu kunantikan kunjunganmu ke kuil cu im an "
"Siaute pasti akan ke situ untuk mengunjungi enci" Huan cu im buru buru menjawab. Hee Giok yang tersenyum, kemudian baru berlalu dari ruangan diiringin Hopopo.
Pembicaraan antara kedua orang itu tentu saja diperhatikan pula oleh Hee Im hong terutama sekali kuil cu im an merupakan tempat abu dari cu hujin (ibu kandung Giok ya) Dihari hari biasa, tiada orang yang diijinkan untuk berkunjung kesitu, bahkan diutarakan sebelum pergi hal ini tentu saja bukan Cuma bertujuan basa basi saja, dari sini bisa disimpulkan bahwa dia menaruh kesan yang sangat baik atas diri Huan cu im
Menyaksikan hal tersebut diam diam Hee Im hong merasa gembira sekali dia lantas bangkit berdiri, kemudian katanya sambil mengelus jenggotnya:
"Ban sauheng Tong sauheng, harap duduk dikamar bacaku, aku berharap bisa bertukar pandangan dengan kalian berdua tentang pertemuan puncak dibukit Hong san nanti"
Ban Sian ceng dan Tong Bun huan bersama sama bangkit berdiri seraya serunya "Kami akan menuruti perkataan cianpwee"
Sin hujin turut bangkit berdiri, kemudian katanya pula sambil tertawa:
"Tong sau hujin, nona Han, ayo ikut aku keruang belakang saja..."
Huan cu im yang menyaksikan hal ini buru buru menjura:
"Empek Hee, bibi Hee, kalau begitu biar keponakan mohon diri lebih dulu."
Hee Im hong mengangguk. "Ya a, waktu memang sudah malam, lebih baik keponakan pulang untuk beristirahat"
Sesudah mohon diri kepada Ban Sian ceng dan Tong bun huan, Huan cu im mengundurkan diri dari ruang tamu untuk kembali kekamarnya.
Dari situ dia harus melewati dua buah halaman dengan gedung yang besar, tatkala menelusuri sebuah beranda, tiba tiba ia mendengar ada orang sedang berbisik:
"Kau tunggu saja disini, sekarang pocu baru saja mengajak mereka menuju kamar baca, belum sampai waktunya."
Bisikan itu sangat lirih, tetapi bagi Huan cu im yang belajar ilmu tenaga dalam, suara yang berada sepuluh kakijauhnya pun dapat ia dengar dengan jelas sekali.
Begitu bisikan tersebut menyusup ke dalam telinganya, tergerak hatinya dengan segera pikirinya:
"Sudah jelas suara pembicaraaan itu berasal dari ciu congkoan, jangan-jangan ia telah bersekongkol dengan orang lain untuk melakukan suatu perbuatan yang tidak menguntungkan empek Hee ?"
Ketika ingatan tersebut melintas lewat di dalam benaknya, pemuda itu segera menyelinap ke samping beranda dan menyembunyikan diri di balik kegelapan-
Dari situ ia perhatikan keadaan diseputar sana dengan lebih seksama lagi, ternyata pembicaraan tadi berasal dari sebuah kamar yang berada disebelah kiri.
Dengan peringan langkah kakinya, pelan pelan dia berjalan menuju ke bawah jendela, kemudian mengintip ke dalam ruangan tersebut.
Di dalam ruangan itu tak bersinar suasana gelap gulita, namun hal tersebut tidak menyulitkan Huan cu im yang mampu melihat didalam kegelapan malam.
Asal tiada lentera, ia cukup memejamkan matanya sebentar. Ketika membuka matanya kembali, segala sesuatunya sudah terlihat olehnya dengan jelas.
Ruang kamar tersebut tidak terlalu besar, waktu itu ciu congkoan sudah pergi, agaknya ia sudah selesai berbicara, disana hanya duduk seseorang.
Orang itu memakai jubah panjang berwarna biru langit, berwajah tampan, alis mata tebal dan bermata jeli.
Ternyata orang itu adalah sau Cengcu dari keluarga Tong dipropinsi Szuehuan, Tong Bun huan adanya.
Orang itu baru saja berpisah dengannya, sudah barang tentu Huan cu im dapat mengenalinya, ini membuatnya bertambah curiga, persoalan apakah yang dikasak kusukkan Tong Bun huan dengan ciu Kay seng" Mungkinkah mereka mempunyai suatu rencana tertentu"
"Tapi... aaah Ini tidak benar. Baru saja ia meninggalkan ruang tamu sedang empek Hee juga telah mengajak Tong Bun huan serta Ban Sian Ceng pergi ke kamar baca semestinya mereka berada di kamar baca sekarang mengapa orang itu bisa muncul disitu?"
Mau apa ciu congkoan mengajaknya ke situ" Mengapa pula orang itu disuruh menunggu sebentar lagi "
Untuk beberapa saat timbul pelbagai kecurigaan didalam hatinya, hal ini membuat Huan cu im segera menyembunyikan diri disitu dia ingin tahu apa gerangan yang telah terjadi.
Waktu berlalu dengan cepat, kurang lebih seperempat jam kemudian baru kedengaran suara langkah kaki manusia yang ringan lagi cepat memasuki ruangan itu.
Cepat cepat Huan cu im mengintip ke dalam ruangan lewat celah jendela, dilihatnya ciu Kay seng masuk dengan langkah tergesa-gesa sambil berbisik: "cepat ikut aku, sudah waktunya"
Tong Bun huan bangkit berdiri dengan cepat kemudian mengangguk. Bersama ciu Kay seng keluar dari ruangan tersebut.
Huan cu im tertawa dingin didalam hati, buru buru dia mengundurkan diri kebalik kegelapan-Dalam pada itu, ciu Kay seng telah mengajak Tong Bun huan menelusuri serambi rumah, mereka berdua tak ada yang berbicara, kedua orang itu berjalan menuju kekamar baca dengan mulut terbungkam dalam seribu bahasa .
Huan cu im kuatir jejaknya diketahui mereka, ia peringan langkah kakinya serta membuntuti dibelakang mereka dari kejauhan-Tak lama kemudian sampailah mereka di depan pintu kamar baca, didepan kamar baca kebetulan terdapat sebuah kebun bunga yang luas, diam diam Huan cU im menyelinap kebalik gerombolan bunga itu.
Sementara itu ciu Kay seng telah mengulapkan tangannya kebelakang memberi tanda kepada Tong Bun huan agar menunggu disana, sedang ia sendiri maju kedepan dan mengetuk pintu tiga kali.
Kemudian ciu Kay seng menggapai ke arah Tong Bun huan, yang digapai buru buru menghampirinya, secara beruntun ia bersama ciu Kay seng masuk kedalam kamar, seorang dayang berbaju hijau cepat cepat merapatkan pintu kembali.
Menyaksikan semua peristiwa tersebut, Huan cu im kembali berpikir di hati:
"Tampaknya mereka benar benar sedang melaksanakan suatu rencana busuk secara diam diam sehingga dayang yang meladeni empek Hee di kamar baca pun kena mereka suap.
Hmm.... Kalau aku tidak melihat masih mendingan, setelah kujumpai malam ini aku bertekad akan membongkar rencana busuk ini sampai tuntas "
Berpikir sampai disitu, dia lantas melompat keluar dari tempat persembunyiannya dan meng hampiri jendela .
Jendela itu merupakan sederet jendela yang menghadap ke selatan, jendela itu tidak tertutup namun disekat dengan kain korden berwarna kuning yang kedua ujungnya berkibar bila terhembus angin.
Huan cu im berdiri dengan punggung menempel diatas dinding, lalu dari bawah jendela ia mengintip ke dalam.
Suasana didalam kamar baca itu terang benderang bermandikan cahaya, empek Hee duduk diatas kursi kebesaran agaknya Ban Sian ceng telah berlalu dari situ.
Tak jauh dari sisi empek Hee, tepatnya di atas sebuah bangku duduk pula seorang lelaki berjubah biru, ternyata orang itu adalah Tong Bun huan-Baru saja Huan cu im dibuat tertegun oleh peristiwa yang berada didepan mata, ia kembali dikejutkan oleh pemandangan berikut. Ternyata ciu Kay seng telah muncul pula di dalam kamar baca didampingi seorang Tong Bun huan lagi, apa gerangan yang telah terjadi" Mungkinkah terdapat dua orang Tong Bun huan"
Sementara itu Tong Bun huan yang diajak masuk oleh ciu Kay seng telah memberi hormat kepada Hee Im hong sambil berkata: "Hamba menjumpai pocu"
Hee Im hong mengelus jenggotnya sambil mengangguk.
Kemudian sambil mengangkat kepalanya ia bertanya^
"Apakah segala sesuatunya sudah tiada persoalan lagi?"
"Yaa, hamba sudah berhasil menghapalkan segala sesuatunya" jawab Tong Bun huan dengan hormat.
"Kalau begitu bagus sekali..."
Disaat Hee im hong mengangkat kepalanya itu, tiba tiba sorot matanya dialihkan ke arah tempat persembunyian Huan cu im.
Baru saja si anak muda itu terkejut tiba tiba telinganya menangkap suara bentakan lirih dari gurunya. "Muridku, cepat mundur "
Huan cu im tidak mempunyai kesempatan untuk berpikir lagi, cepat dia melompat mundur dari situ.
Namun baru saja tubuhnya berdiri tegak. Dihadapan matanya telah bertambah dengan sesosok bayangan manusia tinggi besar orang itu tak lain adalah empek Hee.
Kejut dan terkesiap menyelimuti perasaan Huan cu im, dengan wajah merah padam panggilnya kemudian dengan suara rikuh. "Empek Hee."
Orang yang munculkan diri bersama Hee Im hong adalah Ju It koay, ia melayang turun tiga depa dibelakang Huan cu im seperti sekilas cahaya petir berwarna hitam menati tubuhnya sudah mencapai tanah, tongkat besinya baru berbunyi keras karena mengetuk permukaan tanah...
Sebenarnya paras muka Hee Im hong diliputi keseriusan, namun setelah mengetahui orang yang berada diluar jendala adalah Huan cu im, sekulum senyuman segera menghiasi bibirnya, sambil mengelus jenggotnya yang terurai didada, katanya sambil tertawa ramah. "Aku mengira siapa yang datang, rupanya Huan hiantit." Agak tergagap Huan cu im berkata:
"Ketika siautit akan pulang kekamar tadi, diberanda kudengar ciu congkoan sedang berbicara dengan seseorang yang menyuruhnya menunggu sebentar karena sekarang belum waktunya, siautit mengira dia telah bersekongkol dengan orang luar hendak melakukan suatu tindakan yang merugikan empek Hee, karena itu akupun menguntil dibelakang mereka sampai disini..."
"Tak usah dikatakan lagi" tukas Hee Im hong sambil mengulapkan tangannya, kemudian kepadaJu It koay yang berada dibelakang pemuda itu katanya pula sambil tersenyum,
"Ketua pelatih, disini sudah tak ada urusan lagi"
Ju It koay memberi hormat kemudian melejit ke tengah udara, disitu tubuhnya berputar kencang bagaikan sebuah gangsingan, lalu meluncur ke halaman lain-Memandang gerakan tubuh yang sangat indah itu, tanpa terasa Hee Im hong manggut manggut berulang kali, kemudian ujarnya kepada Huan cu im sambil tersenyum :
"Huan hiantit, setelah kau datang kemari, duduklah sebentar didalam kamar bacaku "
Sambil berkata ia menarik tangan Huan cu im dan pelanpelan masuk ke dalam kamar bacanya.
Waktu itu dayang berbaju hijau tersebut sudah membukakan pintu, ketika Huan cu im sudah masuk kedalam kamar baca, ia tidak menjumpai Tong Bun huan yang berbaring diatas meja tadi, tapi dikursi telah duduk pula seorang Tong Bun huan yang lain-Sewaktu melihat Hee Im hong masuk ke dalam kamar baca, dengan hormat sekali ia lantas bangkit berdiri.
Dari sikap hormat orang itu terhadap Hee Im hong, Huan cu im segera dapat menduga kalau orang ini adalah Tong Bun huan yang dibawa ciu Kay seng, jadi bukan Tong Bun huan yang berbaring diatas meja seperti apa yang terlihatnya tadi.
Hanya tidak diketahui olehnya dibawa ke manakah Tong Bun huan yang tergeletak di meja tadi"
Sudah pasti Tong Bun huan yang berada dihadapannya sekarang adalah Tong Bun huan gadungan, tapi aneh, mengapa empek Heenya justru mempersiapkan seorang Tong Bun huan gadungan"
Sementara dia masih berpikir tiada hentinya, Hee Im hong telah tertawa terbahak bahak sambil berkata:
"Tong sauheng, silahkan duduk. Kita semua adalah orang sendiri, dikemudian hari tak usah beriaku sungkan sungkan seperti ini"
Tong Bun huan mengiakan berulang kali kemudian baru mengambil tempat duduk.
Dengan pandangan mata yang tajam Hee Im hong memandang sekejap ke arah ciu Kay seng, kemudian ujarnya :
"Ketika aku menyuruh kau mengundang datang Tong sauheng, waktu itu aku sedang membicarakan soal pertemuan puncak dibukit Hong san bersama Ban sauheng, aku suruh kau pergi memanggilnya sejenak lagi" Kenapa kau malah ke situ dan menyuruh Tong sauheng yang menunggu sebentar "
Kau tidak pantas mengatakan hal demikian, apa lagi perkataanmu itu sampai kedengaran Huan hiantit dimana ia mengira kau telah bersekongkol dengan orang luar untuk mencelakai diriku betul hal ini tak sampai terjadi kesalahan paham, namun menunjukkan kalau cara kerjamu tidak benar"
Biarpun Huan cu im tidak tahu apa sebabnya Hee Im hong mempersiapkan seorang Tong Bun huan gadungan, namun semua peristiwa yang telah dialami dan disaksikan dengan mata kepala sendiri ini tentu saja tak bisa dihapuskan hanya oleh beberapa patah kata dari empek Heenya saja.
Dengan ketakutan buru buru ciu Kay seng menjawab:
"Hamba memang bersalah, hamba memang tak pantas mengucapkan kata kata yang tak senonoh terhadap Tong san cengcu, lain kali hamba tidak berani lagi"
Tong Bun huan gadungan yang duduk di samping, cepat cepat bangkit berdiri seraya menjura, katanya:
"ciu congkoan hanya suruh boanpwee menunggu sebentar tanpa mengucapkan perkataan lain, harap cianpwee sudi memaafkan-" Hee Im hong tertawa hambar.
"Baiklah, oleh karena Tong sauheng telah mintakan maaf bagimu, kali ini kuampuni kesalahanmu sekali saja."
"Terima kasih pocu" cepat cepat ciu Kay seng memberi hormat. Huan cu im turut bangkit berdiri pula katanya :
"Empek Hee, bila kau dan saudara Tong masih ada urusan yang hendak dibicarakan biarlah siautit mohon diri lebih dulu."
"Baik, pergilah" Hee Im hong manggut manggut.
Setelah mohon diri kepada Tong Bun huan, Huan cu im mengundurkan diri dan kembali kekamarnya.
Sepeninggal pemuda itu, ciu Kay seng baru berkata dengan perasaan kuatir : "Pocu, aku lihat Huan kongcu telah menyaksikan semua perbuatan kita"
"Tidak jadi soal aku bisa mengatasi hal tersebut" jawab Hee Im hong seraya menggeleng. Kemudian kepada Tong Bun huan, katanya pula
"Nah sekarang kaupun boleh pergi beristirahat, Cuma jangan sampai menunjukkan hal hal yang mencurigakan-"
Kepada seorang dayang berbaju hijau yang berdiri disisinya, Hee Im hong segera memerintahkan ^
"Kau hantariah Tong sau cengcu kembali ke kamarnya."
"Budak terima perintah" dayang itu menjura.
Lalu sambil berpaling katanya pula :
"Tong sau cengcu, silahkan mengikuti budak"
Ia lantas melangkah keluar dari kamar baca itu.
Setelah meninggalkan Hee pocu Tong Bun huan mengikuti dayang berbaju hijau itu keluar dari kamar baca, menelusuri beranda dan menuju ke gedung tamu agung.
Tiba didepan pintu gedung, dayang berbaju hijau itu berhenti, lalu bisiknya sambil mencibir bibir.
"cepatlah masuk ke dalam, sau hujin sedang menunggu kedatanganmu..."
Tong Bun huan sangat gembira, ia memegang bahu dayang tadi dan bisiknya sambil tertawa:
"Aku tak akan melupakan kebaikan cici"
Berubah wajah dayang berbaju hijau itu, dia mengelak ke samping dan menegur dengan suara berat " Kau pingin mampus "
Baru saja Tong Bun huan hendak minta maaf seorang dayang berbaju hijau telah muncul dari balik gedung tamu agung.
Ketika melihat Tong Bun huan, ia segera memberi hormat sambil menyapa "oooh, rupanya Tong sau cengcu telah kembali"
Dayang berbaju hijau yang menjadi penunjuk jalan tadi segera berkata. "Tempat ini dilayani oleh enci Kui hiang, budak mohon diri lebih dulu"
Dayang dari gedung tamu agung itu segera memberi hormat lagi seraya berkata: "Tong sau cengcu, silahkan"
Tong Bun huan mendeham pelan, lalu dengan membusungkan dada naik keatas loteng.
Kui hiang mengikuti dibelakangnya hingga tiba diloteng, kemudian mengetuk pintu dua kali.
Dari dalam kamar terdengar suara Tong sau hujin bertanya
"Siapa diluar?"
"Sau hujin Tong sau cengcu telah kembali" sahut Kui hiang.
Pintu kamar segera dibuka orang, Tong sau hujin dengan senyuman dikulum menyongsong kedatangan Tong Bun huan didepan pintu. Kui hiang tidak ikut masuk, dari pintu luar dia berseru cepat: "Budak mohon diri lebih dulu". Dan kemudian merapatkan pintunya kembali.
Tong Bun huan gadungan segera memperiihatkan sikap yang halus dan sopan, menyambut kedatangan Tong sau hujin, katanya sambil tersenyum ramah ^ "istriku, aku telah kembali"
Tong sau hujin mengeriing sekejap kearahnya lalu menegur lirih :
"Hei, dari mana kau pelajari istilah opera macam begitu"
Istriku istriku... kalau sampai kedengaran orang bisa ditertawakan nanti"
Senyum tak senyum Tong Bun huan gadungan mendekati perempuan itu, kembali ia berkata
"Kalau aku tidak memanggil istriku kepadamu, lantas aku mesti memanggil dengan sebutan apa"
Sekali lagi Tong sau hujin mengeriing sekejap kearahnya, kemudian dengan wajah memerah sahutnya lirih:
"Biasanya kau memanggil aku apa, masa lupa?"
Tong Bun huan gadungan meletakan sepasang tangannya diatas bahunya, lalu mencium rambutnya yang mulus, setelah itu katanya lagi sambil tertawa lirih
"Sekarang kita kan berada dalam kamar, apa salahnya bila kau mengatakannya sendiri kepadaku" Itu kan lebih asyik rasanya?"
"Tidak- aku tak mau bicara" sahut Tong sau hujin sambil menggoyang kan pinggulnya.
Tong Bun huan gadungan terangsang oleh tingkah laku perempuan muda itu, ia menempelkan bibirnya ke pipi Tong sau hujin, lalu berbisik. "Ayo cepat katakan, kalau tidak kucium bibirmu"
"Kau berani?" seru Tong sau hujin sambil mengkilik kilik pinggulnya dengan kedua belah tangan-Dengan sambaran cepat Tong Bun huan gadungan mencium bibir si perempuan muda itu, lalu tertawa tergelak.
"Haaahh... haahhh... haaah.. aku tak akan takut kegelian, silahkan saja mengkilik kilik diriku"
Tong sau hujin mengkilik kilik pinggulnya berulang kali, ternyata ia memang tak takut geli serta membiarkan perempuan muda itu berbuat sekehendak hatinya.
Diam diam Tong sau hujin keheranan, ia tahu dengan pasti suaminya takut geli, mengapa ia seperti menjadi kebal pada malam ini"
Tanpa terasa perempuan muda itu mengangkat kepalanya serta mengawasi lelaki yang berada dihadapannya dengan wajah tertegun
"Aaah, ada yang tak beres.." Tiba tiba saja ia saksikan sepasang mata lelaki itu sedang memandang kearahnya dengan penuh bernapsu, sepasang biji matanya merah membara serta memancarkan sifat kerakusan yang luar biasa.
Sorot mata tersebut mengingatkannya pada sinar mata serigala kelaparan, padahal belum pernah ia jumpai sinar mata semacam ini dari mata suaminya.
Dihari hari biasa suaminya selalu memandang wajahnya dengan sinar mata yang lembut. Sorot mata penuh kasih sayang, bukan napsu birahi macam binatang seperti apa yang dipertunjukkan lelaki tersebut kepadanya Kesemuanya itu kontan saja menimbulkan kecurigaan dihati kecil perempuan muda itu.
"Yaaa, ada yang tak beres lagi.." Gelak tertawa inipun tidak betul, gelak tertawa suaminya lembut dan halus, tapi gelak tertawa orang ini... suara tertawanya membuat orang menjadi ngeri dan berdiri semua bulu kuduknya.
Untuk sesaat perempuan muda itu menjadi seram dan mundur selangkah tanpa terasa, ditatapnya wajah Tong Bun huan gadungan lekat lekat, kemudian tegurnya : "Mengapa sih kau malam ini " mengapa suaramu pun turut berubah..."
Tong Bun huan gadungan segera menyadari atas kesilafan sendiri, cepat cepat dia mendehem menjawab:
"Aah, tadi aku sudah minum arak berapa cawan sehingga kerongkonganku terasa kering sekali dan gatal gatal aneh, tapi tak mengapa, mungkin gejala begini akan hilang setelah kubasahi kerongkonganku dengan air..."
Dia membalikkan badan menuju kemeja dan mengambil sebuah poci, kemudian poci tersebut diangkat dan diteguknya dengan begitu saja sebanyak beberapa tegukan-Perlu diketahui, Tong sau hujin baru tiga bulan kawin dengan Tong sau cengcu, tapi ia tahu meski suaminya anak keturunan dari keluarga persilatan, namun orangnya halus lembut dan penuh tata kesopanan, dihari hari biasa dia selalu menuang air tehnya kedalam cawan sebelum diminum, dan boleh dibilang tak pernah meneguk secara langsung dari poci teh seperti perbuatan orang kasar begini.
Sebagai putri kesayangan dari ciok Lip sam, ketua perguruan Seng gi bun, ciok Siu go terhitung seorang perempuan yang teliti dan pintar, begitu timbul kecurigaan dalam hati kecilnya diam diam dia meningkatkan kewaspadaan diri tanpa menunjukkan perubahan tersebut diatas wajahnya.
Begitulah, dengan suara yang merdu d iapun berkata lagi:
"Eeeh, kenapa sih kau hanya tahu meneguk air teh sehingga memanggil akupun tidak ?"
Tong Bun huan gadungan menyeka mulutnya dengan ujung baju, kemudian baru menyahut sambil tertawa:
"Kau suka aku memanggilmu dengan sebutan apa " Sebut saja dengan nama itu, bukan begitu ?"
Tong sau hujin mengiakan sambil beriagak tersipu sipu malu, bisiknya kemudian :
"Nama kecilku kan Tin cu, dihari hari biasa kan kau memanggil adik cu kepadaku, mengapa tidak kau sebut yang sama pada hari ini...?"
Pelan pelan Tong Bun huan gadungan berjalan menghampirinya, kemudian sambil tertawa cabul ia berkata :
"Baik, baik, aku akan memanggilmu adik cu, adikku sekarang waktu malam, ayo kita tidur saja"
Kali ini Tong sau hujin sudah dapat membuktikan secara jelas sekali, orang yang berada dihadapannya memang betul betul bukan suaminya, sudah jelas ada orang sedang menyaru sebagai suaminya untuk menodai dirinya.
Kenyataan ini kontan saja membuat perasaan perempuan muda ini terkesiap. Tanpa terasa dia mundur berulang kali sehingga akhirnya tiba ditepi pembaringan Memandang perempuan muda itu, Tong Bun huan tertawa semakin cabul, bagaikan harimau lapar menubruk domba, ia menubruk keatas tubuh perempuan itu sambil berseru: "Adik cu, mari kita nikmati malam ini..."
Hanya perkataan itu yang diucapkan, sebelum menyelesaikan ia sudah tiba dimuka tubuh perempuan itu.
Maksudnya, setelah berhasil memeluk tubuhnya, barulah kata berikut diucapkan, bukankah hal ini akan menambah romantisnya suasana"
Tapi pada saat itulah ia mendengar suara gemerincingan nyaring, kemudian cahaya perak berkelebat lewat, sebilah pedang sudah ditempelkan diatas ulu hatinya.
Dengan wajah hijau membesi, bahkan tangan yang memegang pedangpun kelihatan gemetar keras, Tong sau hujin membentak keras ^
"Jika kau berani maju mendekat kubuat ulu hatimu berlubang tertembus pedang ini "
Tong Bun huan gadungan sangat terkejut dan cepat cepat menghentikan langkahnya. "Adik cu, kau... kau..." serunya dengan wajah pucat pias.
"Tutup mulut " bentak Tong sau hujin sambil tetap menempelkan pedangnya diatas ulu hati lawan, "Kau bilang sekarang, siapakah kau...?"
"Aku... aku..." Tong Bun huan mengangkatnya sambil tertawa getir, "tentu saja aku adalah Tong Bun huan, mengapa sih kau?"
"Bajingan laknat, kau berani menyamar sebagai suamiku"
Sudah bosan hidup rupanya?" teriak Tong sau hujin makin gusar. "Kau... kau..."
Tangan kirinya mengebas ke depan sementara tubuhnya mundur selangkah dengan cepat.
Kebasan itu persis menghantam diatas tubuh pedang tersebut sehingga senjata mana terpental kebelakang, menyusul kemudian tubuhnya mendesak maju kedepan, dimana tangan kanannya berkelebat lewat, tahu tahu ia sudah mencengkeram tangan kanan Tong sau hujin yang menggenggam pedang itu
Tampaknya Tong sau hujin tidak menduga sampai kesitu, pergelangan tangannya segera kena dicengkeram.
Sambil tertawa cabul Tong Bun huan gadungan segera berkata lagi
"Bukankah semenjak tadi sudah kukatakan, mari kita nikmati malam ini dengan penuh kesahduan, siapa suruh kau mencari penyakit sendiri, sekarang..."
Mendadak ia saksikan Tong sau hujin sama sekali tidak meronta, sebaliknya hanya memandang kearahnya sambil tertawa dingin, hal ini membuatnya keheranan-Sudah jelas perempuan muda itu berhasil membongkar penyaruannya. Mengapa dia malah tak meronta" Atau mungkin ia sudah pasrah pada nasib dan bersedia ditiduri olehnya"
Tanpa terasa sinar matanya dialihkan ke arah pergelangan tangannya yang mencengkeram, lengan itu putih halus, empuk dan lembut, sudah jelas berada dalam cengkeraman sendiri.
Tapi kemudian ia melihat pada punggung tangan sendiri, entah sedari kapan ternyata sudah tertancap sebatang jarum perak yang lembut seperti bulu kerbau, jarum tersebut memancarkan sinar keperak perakan yang amat menyilaukan mata. Hampir saja ia menjerit kaget, ternyata jarum itu sudah dipolesi dengan racun jahat.
Dia... adalah nyonya muda dari keluarga Tong diSzichuan, sudah pasti jarum itu pun merupakan senjata rahasia menunggal dari keluarga Tong, "Siau li gin bong" atau cahaya perak dibalik baju yang merupakan jarum sakti pencabut nyawa yang diwariskan kepada para menantu keluarga Tong.
Tak heran kalau tangan sendiri yang sedang mencengkeram pergelangan tangan lawan sama sekali tidak merasakan apa apa, lengan tersebut sudah menjadi kaku dan mati rasa.
Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan cahaya perak dibalik baju dari keluarga Tong merupakan senjata rahasia dengan racun yang sangat ganas, barang siapa saja terkena racun itu maka dalam waktu singkat dia akan kehilangan tenaga dalamnya, sekujur badan menjadi kaku dan mati rasa.
Kecuali obat penawar dari keluarga Tong, boleh dibilang racun tersebut tak akan dipulihkan dengan obat apapun, bila dua belas jam kemudian tidak peroleh bantuan, dia akan tewas dengan tubuh mengejang keras.
Dalam pada itu Tong sau hujin telah meronta serta melepaskan diri dari cengkeraman Tong Bun huan gadungan, kemudian katanya dingin: "sekarang berbicaralah, siapakah kau sebenarnya ?"
Pada saat itu, seluruh lengan kanan Tong Bun huan telah mati rasa dan menjadi cacad, walaupun demikian, ia justru berhasil menenangkan kembali hatinya. Sambil mengulurkan tangan kanannya ia berseru "Bawa kemari"
"Apa yang kau minta?"
"Tentu saja obat pemunahnya" Tong sau hujin segera mendengus dingin:
"Hmm, kau menghendaki obat pemunah" Berarti kau menghendaki nyawamu" Boleh saja kuserahkan obat pemunah tersebut kepadamu, Cuma kau harus berbicara terus terang lebih dulu kepadaku"
Tong Bun huan tertawa dengan suara dalam
"Tentu saja aku menginginkan keselamatan jiwaku, tapi akupun ingin tahu, apakah sau hujin sudah tidak menghendaki nyawa suamimu lagi...?" Tong sau hujin jadi tertegun, kemudian serunya gusar. "Kau sedang menggertakku?"
"Heeeh... heeeh... heeeh... kenyataan memang begitu"
jengek Tong Bun huan gadungan sambil tertawa dingin,
"apabila aku mati, aku kuatir Tong sau cengcu..."
"Bailah, asal kau bersedia memberitahukan kepadaku dimanakah suamiku sekarang siapa pula yang mendalangi perbuatan terkutukmu itu, aku segera akan menyerahkan obat penawar racun itu kepadamu"
"Sau hujin, kau anggap aku adalah seorang bocah berusia tiga tahun...?" jengek Tong Bun huan gadungan sinis.
"Lantas, apa maumu?" tanya Tong sau hujin dengan kening berkerut kencang.
"Sau hujin mesti memberikan dulu obat penawar racun itu kepadaku, kemudian baru kuajak kau menjumpai Tong sau cengcu"


Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Badai Awan Angin 8 Gelang Perasa Serial Tujuh Senjata (4) Karya Gu Long Medali Wasiat 15
^