Pencarian

Pedang Pelangi 6

Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok Bagian 6


"Tidak bisa" sahut Tong sau hujin tegas, "kau harus mengatakan dulu siapa yang mendalangi peristiwa ini dimana suamiku sekarang kemudian baru kuberikan separuh obat penawar racun kepadamu, bila suamiku berhasil ditemukan, barulah kuberikan pula separuh yang lain-.."
Disaat sedang berbicara itu, Tong Bun huan gadungan sudah mulai merasakan sekujur badannya kaku dan hilang rasa, ini membuatnya amat terperanjat. Sesudah mendengus dingin, katanya kemudian :
"Sekalipun aku memberitahukan kepadamu dan sau hujin bisa menolong suamimu, memangnya kau mampu lolos dari sini ?"
Mendengar ucapan mana, Tong sau hujin menjadi sangat terkejut sehingga tanpa terasa berseru tertahan ^
"Jadi maksudmu Benteng keluarga Hee..."
Tiba tiba pintu kamar dibuka orang, Sin hujin telah berdiri didepan pintu dengan senyum dikulum.
"Sau cengcu, sau hujin, kalian berdua memang kebangetan. Masi baru kawin sudah cekcok sendiri ?" katanya kemudian "bagaimanapun juga, cekcok yaa cekcok. Janganlah sempat menggunakan senjata segala, kalau sampai kena kan berabe " Untung Kui hiang cepat cepat memberi laporan sehingga aku memburu kemari, mari untung saja tak sampai terjadi apa apa dengan kalian"
Sembari berkata dia melangkah masuk ke dalam ruangan Dibelakang Sin hujin mengikuti dua orang dayang berbaju hijau, usianya masih muda, antara tujuh delapan belas tahunan, tapi wajahnya amat genit.
Berjumpa dengan Sin hujin, Tong sau hujin seperti berjumpa dengan sanak sendiri saja, buru buru dia menyarungkan kembali pedangnya dan menyongsong kedatangan perempuan itu sambil serunya :
"Hujin, kedatanganku tepat sekali, dia... dia bukan... bukan suamiku..."
"Semalam sudah berkumpul, selamanya adalah suami isteri, kau jangan berkata begitu sau hujin, cekcok diantara suami istri sudah merupakan kejadian yang lumrah, orang kuno bilang, diujung pembaringan bercekcok. Diakhir pembaringan sudah saling membaik, kalau Cuma karena urusan kecil, biat apa sih mesti bersungguh sungguh ?"
"Hujin, aku bukan lagi bercekcok dengannya, bajingan ini menyaru sebagai suamiku dia bukan suamiku yang sebenarnya" seru Tong sau hujin dengan gelisah.
Sun hujin segera menggenggam tangan kirinya dengan lembut, kemudian setelah tertawa ringan katanya :
"Aah, mana mungkin" Dia kan jelas jelas adalah Tong sau cengcu...?"
"Bukan, dia adalah orang yang menyamar sebagai suamiku... dia bukan suamiku yang sebenarnya"
"Aaah, mustahil" pelan pelan Sin hujin berkata lagi,
"biarpun Benteng keluarga Hee bukan terbuat dari dinding baja lantai besi, namun orang lain tak mungkin bisa menyelundup kemari, siapa sih yang telah makan empedu beruang sehingga berani menyaru sebagai Tong sau cengcu...?"
"Tapi kenyataannya memang demikian, dia telah menyamar sebagai suamiku" Sin hujin segera tertawa terkekeh kekeh.
"Mungkin hal ini Cuma khayalanmu saja setelah bercekcok dengannya, orang lain kan tiada alasan untuk menyamar sebagai Tong sau cengcu"
Lagi pula dia baru kembali dari kamar baca pocu, sepanjang jalanpun dihantar oleh dayang yang bertugas dikamar baca, mana mungkin bisa gadungan" Sudahlah, aku lihat kalian berdua jangan cekcok lagi, cepatlah pergi tidur"
Tong sau hujin jadi tertegun pula sesudah mendengar perkataan tersebut, diam diam pikirnya
"Betul juga perkataan ini, barusan suamiku bersama Ban sau cengcu dan Hee pocu sama sama pergi kekamar baca, tentu saja tak mungkin akan terjadi peristiwa apa apa, ditambah pula bajingan ini baru datang dari kamar baca Hee pocu yang dihantar oleh dayang yang bertugas disitu, tentu saja tak mungkin ada orang menyarunya ditengah jalan, jangan jangan-.."
Sementara itu Sin hujin telah berpaling tiba tiba ia menyaksikan sinar mata Tong Bun huan gadungan telah membuyar, wajahnya pucat keabu abuan, tangan kirinya menggenggam pergelangan tangan kanannya kencang kencang, sedang sebatang jarum perak lembut menancap diatas lengan kanannya, ia berdiri disitu tak berbicara ataupun bergerak. Melihat kejadian tersebut, ia berseru kaget sambil teriaknya tertahan:
"Sau cengcu mengapa kau" Kau... oooh, tanganmu tertancap jarum perak dari Siu li gin hong yang diajarkan kepada menantu keluarga Tong saja, kalau begitu Tong hujin yang mewariskan kepandaian ini kepadamu bukan sau hujin"
Tapi, tidak seharusnya sau hujin melukai suami sendiri dengan senjata rahasia yang begitu beracun, menurut nasehatku, lebih baik tolong dulujika suamimu, sau hujin, berikan obat penawar racun itu kepadaku kalau tidak. Keadaan bisa teriambat"
-oo0dw0oo Jilid: 12 Ia selalu bersikeras mengatakan bahwa Tong Bun huan gadungan tidaklah gadungan-Semenjak tadi Tong sau hujin sudah curiga. Sekarang dia semakin mengerti lagi, ditinjau dari apa yang terpapar dihadapan matanya sekarang, sudah jelas peristiwa penyaruan suaminya merupakan suatu rencana keji yang diatur oleh orang orang Benteng keluarga Hee, dari sini bisa disimpulkan pula kalau suaminya telah terjatuh ke tangan mereka...
Membayangkan hal tersebut, tanpa terasa hatinya menjadi bergidik, diam diam hawa murninya dihimpun kedalam lengan kirinya siap sedia meronta dari cekalan tangan kiri lawan, sedangkan tangan kanannya siap menggenggam gagang pedang, katanya kemudian: "Baiklah aku akan mengambil obat pemunahnya." Sin hujin tertawa terkekeh kekeh :
"Kesediaanmu datangnya kelewat cepat, bukankah kau mengatakan dia bukan suamimu " Mengapa kau bersedia memberi obat penawar racun kepadanya"
Tiba tiba Tong sau hujin merasa tangan kirinya yang dipegang lawan terasa gatal sekali
Sampai detik ini dia baru sadar rupanya sejak masuk sin hujin menggenggam tangan kirinya karena ia memang mempunyai suatu maksud tertentu.
Perlu diketahui, ilmu siu li gin bong yang dipelajarinya justru terletak ditangan ini berarti tujuan Sin hujin memegang tangan kirinya tadi adalah mencegah agar dia tak bisa mempergunakan senjata rahasia andalannya lagi.
Sekarang telapak tangannya terasa gatal sekali, hal tersebut meningkat kewaspadaan dalam hati Tong sau hujin, cepat cepat dia menarik tangannya sambil meronta untuk melepaskan diri dari celakan Sin hujin, kemudian sambil meraba gagang pedangnya dengan tangan kanan, ia mundur dua langkah ke belakang. Katanya kemudian sambil mengawasi wajah Sin hujin lekat lekat : "Kalau kudengar dari nada pembicaraan nyonya, agaknya..."
"Agaknya kenapa?" sin hujin tertawa, "maksudmu, kau anggap akulah yang menjadi otak atau dalang dari peristiwa ini, bukan demikian?"
"Jadi kau... kau sudah mengaku?" tanya Tong sau hujin kaget bercampur keheranan
"Anggap saja memang begitu"
"Apa maksudmu berbuat demikian?" teriak Tong sau hujin semakin terperanjat,
"Kau ingin tahu?"
"Aku hanya ingin tahu, dimanakah suamiku sekarang?"
Tertawa sesat yang menggidikkan hati segera menghias wajah Sin hujin, sambil menuding ke arah Tong Bun huan gadungan, ucapnya :
"Mulai sekarang, suamimu adalah dia, sudah jelas suamimu berada dihadapanmu buat apa kau tanyakan lagi kepadaku ?"
"Tidak... tidak " Tong sau hujin menjerit dengan perasaan yang hancur lebur, "dia gadungan, kemaa kalian larikan suamiku ?"
"Sau hujin, kau jangan panik atau ribut dulu " pelan pelan sin hujin berkata lagi "suamimu adalah Tong Bun huan, dan dihadapan matamu sekarang telah berdiri seorang Tong Bun huan yang hidup segar bugar, bukankah orang ini sudah cukup ?"
"Sreet" Tong sau hujin meloloskan pedangnya kemudian sambil menuding ke arah Sin hujin teriaknya :
"Bila kau tidak membebaskan suamiku, aku akan beradu jiwa denganmu..."
"Ku nasehatkan kepadamu, lebih baik urungkan saja niat seperti ini, apa sih bedanya antara dia dengan suamimu ?"
"Aku benar benar tak percaya, Heepocu yang begitu termashur dalam dunia persilatan sebagai pendekar besar, ternyata mempunyai istri yang terkutuk, biadab bejad moralnya dan berhati busuk kau harus memikirkan baik baik semua perbuatanmu itu, apa akibatnya dikemudian hari nanti
" Sin hujin tertawa geli.
"Tentu saja aku mengerti sangat jelas, keluarga Tong di Szuchuan serta perguruan Heng gi bun merupakan perguruan perguruan yang sukar untuk dihadapi"
"Asal kau sudah tahu, ini lebih baik lagi" Sin hujin segera tertawa terkekeh kekeh.
"Justru karena aku mengetahui kesemuanya itu dengan jelas, maka aku baru menyiapkan seorang suami baru bagimu.
Sekarang, kau harus menuruti perkataanku, setialah hidup disampingnya, dengan begitu kau akan tetap sebagai sau hujin dari keluarga Tong, tetap menjadi putri yang baik dari ayahmu, kau sama sekali tak akan kehilangan apa apa bagaimana ?"
Tong sau hujin menggertak giginya kencang kencang guna menahan luapan emosinya, kemudian dengan penuh amarah dia membentak keras.
"Kau perempuan yang tak tahu malu, tak nyana perkataan semacam ini bisa meluncur dari mulutmu, kau..."
Berbicara sampai disini, tangan kirinya ikut digerakkan ke depan-..
Ia menggerakkan tangan kirinya karena siap melepaskan jarum maut Siu li gin bong nya.
Siapa tahu, mesti pergelangan tangan kirinya sudah diangkat, namun Siu li gin bong tak ada yang memancar keluar.
Hal ini disebabkan Siu li gin bong hanya terdiri dari sebatang jarum perak yang lembut, benda itu baru bisa dibidikkan keluar jika mempergunakan suatu ilmu khusus dari keluarga Tong.
Cara khusus tersebut harus pula dikombinasikan dengan tenaga dalam yang sempurna, bila penggunaan tenaga tepat, maka serangan baru bisa dibidikkan sesuai dengan kehendak hati.
Berhubung dia baru tiga bulan menjadi menantunya keluarga Tong kepandaian itupun baru dalam taraf permulaan belajar, sudah barang tentu serangannya tidak begitu matang.
Biar begitu, biasanya dalam jarak dua kaki ia jarang meleset.
Tapi sekarang, berhasilnya jarum perak tersebut dibidikkan keluar sama sekali tak ada hubungannya dengan kepandaian tersebut, sebab disaat dia mengangkat tangannya tadi, tiba tiba saja ditemukan bahwa kelima jari tangannya sudah menjadi kaku dan mati rasa, sama sekali tidak menuruti perintahnya lagi.
Tak heran kalau peristiwa tersebut membuat Tong sau hujin merasakan hatinya tenggelam, sekarang ia baru teringat bahwa telapak tangannya pernah terasa gatal sewaktu digenggam oleh Sin hujin tadi ini membuktikan bahwa perempuan tersebut sudah berbuat curang kepadanya...
Dalam pada itu Sin hujin sedang menengok ke arahnya sambil tertawa terkekeh kekeh, lalu jengeknya :
"Kenapa" Apakah Siu li gin bong mu tak mampu memperlihatkan kehebatannya lagi" Maka nya aku toh sudah bilang tadi, urungkan saja niat macam begitu" Dengan sedikit kemampuan yang kau miliki, itu mana mungkin kau bisa lolos dari cengkeraman tangan Ji lay hud ku ini?"
Berbicara sampai disitu, ia berpaling kepada dua orang dayang yang berada dibelakangnya sambil berpesan :
"Tong sau hujin sudah letih cepat kalian membimbingnya, layanilah dengan berhati hati"
Dua orang dayang itu mengiyakan, satu dari kiri yang lain dari kanan bersama sama maju kemuka menghampiri Tong sau hujin
"Siapa yang berani mendekati aku?" bentak Tong sau hujin penuh amarah.
Dengan pedang dilintangkan didepan dada selangkah demi selangkah ia mundur terus kebelakang.
Sin hujin sama sekali tidak turun tangan dia hanya berdiri disitu dengan senyuman dikulum katanya tiba tiba :
"Keadaan sekarang sudah ibarat gendewa yang habis membidik, lebih baik letakkan senjata dan menyerah kalah saja"
Disaat Tong sau hujin sedang mundur ke belakang tadi, tiba tiba satu ingatan melintas didalam benaknya, pikirnya didalam hati :
"Sekarang suamiku sudah terjatuh ke tangan mereka, jika akupun terjatuh pula ke tangan mereka, bukankah teka taki ini tak akan terpecahkan untuk selamanya " Sekarang aku harus berusaha keras untuk melarikan diri dari sini, dengan demikian mereka baru tak berani mencelakai jiwa suamiku..."
Belum habis ingatan itu melintas lewat, dua orang dayang tadi sudah selangkah mendekatinya, cepat dia berpaling, pada jarak tiga depa dibelakangnya tampak sederet daun jendela.
Tidak sangsi lagi, Tong sau hujin segera membentak keras.
"Berhenti " Tangan kanannya dikebaskan ke depan pedangnya lalu memancarkan sekilas cahaya berbentuk kipas yang meluncur ke arah dua orang dayang tersebut, sementara sepasang kakinya segera menjejak tanah, dengan sekuat tenaga ia terjang daun jendela itu.
"Blaaamm" Diiringi suara yang keras, daun jendela itu tertumbuk hingga terbuka Tong sau hujin segera terjun kebawah loteng lewat jendela tersebut.
Berubah paras muka Sin hujin menyaksikan kejadian ini, sambil mendengus dingin gumamnya ^
"Perempuan sialan itu benar benar keras kepala"
"Hujin perlukah kita kejar?" tanya dua orang dayang itu dengan cepat.
Diatas kerutan wajah sin hujin teriintas senyuman dingin yang menggidikkan hati, sahutnya:
"Tidak usah, sewaktu kemari, aku telah menyuruh Kui hiang memberitahukan kepada ciu Congkoan, aku yakin dia tak akan mampu kabur terlalu jauh"
Baru selesai ia berkata, dari bawah loteng sana sudah kedengaran ^uara ciu Kay seng sedang berseru ^
"Hujin, apa yang terjadi diatas loteng?"
"Kau orang dungu nampaknya" hardik Sin hujin sambil mendekati daun jendela, "memangnya tidak kau lihat Tong sau hujin terjun lewat jendela?"
"Lapor hujin" seru ciu Kay seng sambil mendongakkan kepalanya, "hamba... hamba Cuma mendengar suara benturan keras, ti... tidak kulihat siapa pun"
"Kalian memang benar benar gentong nasi yang tidak berguna" umpat Sin hujin mendongkol. "masa kalian tidak melihat ia terjun lewat jendela" Ayo cepat dikejar sampai ketemu."
Ciu Kay seng mengiakan, cepat ia menjejakkan kakinya melejit keudara dan meluncur keluar halaman ooodowooo
Waktu sudah menunjukkan tengah malam lewat, tapi suasana didalam kamar baca Hee pocu masih terang benderang bermandikan cahaya lentera.
Hee Im hong duduk dikursi kebesarannya dengan wajah amat berat dan serius. Disisinya duduk sin hujin yang berdandan menyolok dengan baju warna hijau.
Dibawah mereka berdua duduk siburung berkepala sembilan Soh Han sim yang bermata seram, sedang di sampingnya berdiri lagi seseorang, dia adalah ciu Kay seng.
Kedua orang itu berstatus sebagai congkoan Benteng keluarga Hee, namun kelihatan sekali bahwa kedudukan Soh Han sim masih jauh lebih tinggi daripada kedudukan ciu Kay seng.
Sin hujin duduk di bangkunya sambil menghisap sebatang hunewee, berapa saat kemudian dengan alis mata berkenyit ia berkata:
"Kau bilang, dalam wilayah lima puluh li diseputar Benteng keluarga Hee tidak dijumpai bayangan tubuhnya" Lantas kemana ia telah pergi" Apa lagi ia sudah terkena bubuk pembuyar tenagaku yang bersifat lamban, ia tak bakal bisa kabur lebih dari lima puluh li"
"Lapor hujin, hamba telah menghubungi semua pos penjagaan agar waspada mengawasi gerak gerik Tong sau hujin, tapi laporan yang masuk kemudian mengabarkan bahwa mereka tak menemukan jejaknya" sahut ciu Kay seng takut.
"Jadi maksudmu, ia punya sayap dan bisa terbang ke angkasa?" tanya Sin hujin sambil menghisap huncweenya dalam2.
"Hamba memang ingin melaporkan sesuatu hal kepada pocu dan hujin-.."
"Katakan-" "Hamba mendengar dari Sun Kokpiau, katanya sewaktu hamba mendapat perintah dari hujin untuk menyusul ke gedung tamu agung, Sun Kokpiau kebetulan sedang meronda disekitar gedung tersebut, menurut laporannya ketika ia sedang meronda di gedung nomor tiga, dimana letaknya persis berhadapan dengan gedung loteng nomor dua, ia mendengar suara benturan keras dari atas loteng nomor dua ketika ia mendongakkan kepala, tampak ada sesosok bayangan manusia meluncut keluar dari jendela itu."
"Eeehmm, bukankah waktu itu kaupun berada dibawah loteng masa tidak kau lihat?" dengus Sin hujin dingin.
"ciu nio, biarkan ia berkata lebih jauh" tukas Hee Im hong.
Ooodowooo Setelah menarik napas panjang ciu Kay seng berkata lebih lanjut:
"Sun Kokpiau berdiri agak jauh waktu itu sehingga tidak melihat dengan jelas siapakah orang itu, dia Cuma melihat bayangan manusia itu segera terjun kebawah setelah melewati jendela . "
"Ia melompat dari jendela, tentu saja tubuhnya akan terjun kebawah" tukas Sin hujin sambil tertawa dingin.
"Tapi menurut Sun Kokpiau, bayangan hitam itu segera meluncur lagi keatas setelah terjun kebawah tadi, bahkan kecepatannya sangat tinggi, dalam sekilas pandangan saja sudah lenyap tak berbekas, dia masih mengira matanya kabur, tapi kenyataannya dialah satu satunya orang didalam benteng kita yang melihat Tong sau hujin terjun dari jendela."
"Kau anggap perempuan busuk she Tong itu sudah menjelma jadi bidadari dan kembali ke kahyangan?" kembali sin hujin menjengek dengan sinis.
Berbeda sekali dengan Hee Im hong ia tertarik sekali dengan ucapan ciu Kay seng itu, segera tanyanya: Sun Kokpiau berjuluk terbang diatas rumput, tentu saja ia dapat menangkap gerakan itu bagaimana selanjutnya"
"Ketika menyaksikan kejadian aneh itu, ia segera menyusul kemari, kebetulan bertemu dengan hamba, maka kamipun melakukan pemeriksaan yang seksama disekitar situ, alhasil kami tak berhasil menemukan setitik bayangan manusia pun.
Pada saat sewaktu Tong sau hujin terjun ke bawah tadi, hamba pun berada dibawah loteng, hanya dikarenakan tertutup oleh wuwungan rumah, maka hamba Cuma mendengar suara benturan tanpa menjumpai ada orang yang turun ke bawah, sungguh, kata kataku ini merupakan kenyataan"
"Menanti hamba menyusul ke tengah halaman, baru kudengar dari hujin bahwa Tong sau hujin telah melarikan diri dari jendela. Padahal di bawah jendela tidak terdapat tempat berpijak kaki, jika ia melompat dari jendela, niscaya akan turun ke bumi, mustahil tubuhnya dapat melejit ke udara dan melayang ke atas, hamba rasa peristiwa ini benar benar merupakan suatu teka teki yang jangat besar." Hee Im hong termenung sebentar, kemudian baru katanya:
"Perkataanmu itu memang masuk diakal, juga kejadian ini memang sangat mencurigakan, tapi hilang lenyapnya Tong sau hujin pun merupakan suatu kenyataan yang benar, ia bisa kabur dari gedung tamu agung dibawah pengawasan kalian dan lolos dari Benteng keluarga Hee sudah merupakan kejadian tak masuk akal, apalagi menurut laporan dari pelbagai pos penjagaan bahwa jejaknya sama sekali tidak terlihat dalam wilayah lima puluh li, kejadian ini semakin mengherankan lagi. Mungkinkah penjagaan dalam benteng keluarga Hee kita sedemikian teledornya sampai orang yang kabur pun tak berhasil ditemukan jejaknya"
"Hamba memang pantas dihukum, inilah keteledoran hamba dihari hari biasa dalam pengawasan" buru buru ciu Kay seng memberi hormat dengan ketakutan-Soh Han sim yang selama ini membungkam dalam seribu bahasa, tiba tiba berkata pula dengan suara dingin:
"Dalam peristiwa ini, ciu congkoan tidak bisa disalahkan Pocu, menurut pendapat hamba, bisa jadi benteng kita telah kedatangan jago lihay pada malam ini, sehingga Tong sau hujin berhasil diselamatkan olehnya."
"Tentunya Soh congkoan ada suatu pendapat lain bukan ?"
tanya Hee Im hong. "Hamba hanya berbicara berdasarkan kesimpulan yang kuambil dari laporan ciu congkoan barusan, bayangkan saja, Tong sau hujin telah terkena racun penyebar tenaga, ketika menerjang jendela dan terjun ke bawah tadi, seharusnya dia sudah kehabisan tenaga dan menurut teori dia pasti akan terjerembab ke atas tanah."
"Tapi berdasarkan kesaksian mata dari Sun Kokpiau, setelah tubuhnya terjungkal ke bawah tadi tahu tahu badannya melejit lagi ke udara bahkan dengan kecepatan sangat tinggi, dalam sekilas kelebatan saja bayangan tubuhnya sudah lenyap. Bukankah ini membuktikan ada jago lihay yang telah menyelamatkan jiwanya"
"orang ini bisa menolong Tong sau hujin disaat ciu congkoan melompat keluar dan Sun Kokpiau memburu ke tempat kejadian bahkan sama sekali tidak meninggalkan jejak.
Sudah barang tentu para centeng yang kita tugaskan dipelbagai pos penjagaan lebih lebih tak mudah untuk menemukan jejaknya."
"Ehmmm, betul juga perkataan ini" Hee Im hong manggut manggut setelah termenung sejenak. "Cuma..."
Dia hanya mengucapkan kata "Cuma" kemudian tidak melanjutkan lagi kata katanya.
"Soh congkoan, menurut pendapatmu siapakah dia?" Sin hujin segera bertanya dengan cemas.
Soh Han sim tertawa seram.
"orang yang bisa menolong seseorang dari tengah udara pada dunia persilatan dewasa ini rasanya hanya beberapa orang saja"
"Yaa betul, kemungkinan besar hasil perbuatannya..."
mendadak Hee Im hong berbisik dengan wajah berubah.
"Siapa yang kau maksudkan?" tanya Sin hujin-
"Nenek pengemis bermata sipit. Semalam aku telah berjumpa dengannya..."
"Semalam pocu telah berjumpa dengan nenek pengemis bermata sipit...?" tergerak hati soh Han sim.
"Bukankah si nenek pengemis itu sudah banyak tahun tak pernah munculkan diri dalam dunia persilatan?" tanya Sin hujin pula keheranan.
"Seorang muridnya telah menyelundup masuk ke dalam benteng kita semalam, dia telah memancing keluar Huan hiantit serta mengajaknya pergi ke Kim leng..."
"Apakah Pocu merasa Huan kongcu ada yang mencurigakan" Tanya Soh Han sim kemudian setelah mendehem.
Padahal sejak permulaan ia sudah menaruh kecurigaan terhadap Huan cu im. Hee Im hong segera menggeleng.
"curiga sih tidak. Huan hiantit tak pernah berkelana didalam dunia persilatan diapun tidak perlu untuk menipu atau membohongi diriku"
Secara ringkas dia menceritakan apa yang dialaminya semalam, kemudian menambahkan "Lagi pula aku sudah mengatur segala sesuatunya secara rapih dan bagus"
"Maksud hati pocu sudah kulihat sejak dahulu, bukankah kau berniat memungutnya sebagai menantu?" seru Sin hujin kemudian sambil tertawa merdu.
"Pocu, bagaimana menurut pendapatmu atas lenyapnya Tong sau hujin kali ini?" sela soh Han sim dingin.
Hee Im hong mengangkat kepalanya dan memandang sekejap kearahnya, kemudian baru berkata:
"Bagaimana pula menurut pendapat Soh congkoan?"
"Satu satunya jalan adalah menunda untuk sementara waktu atas semua rencana kita semula, kemudian membiarkan Tong huan turut menghadiri pertemuan puncak tersebut, bagaimanapun jua ia toh sudah kita cekoki bubuk pembingung ingatan sehingga dia hanya tahu setia kepada pocu seorang, biarpun tidak seleluasa cara kerja orang kita yang disarukan sebagai dirinya, aku pikir selisihpun tidak terlalu banyak.
Dengan demikian bila ia sampai ketemu mertuanya dalam pertemuan tersebut pun tak sampai terjadi keonaran-"
"Yaa, terpaksa kita memang harus berbuat demikian" sahut Hee Im hong seraya mengangguk.
"ciu congkoan, urusan ini kau saja yang melaksanakan"
Selama ini ciu Kay seng hanya berdiri disamping dengan sikap munduk. Pada hakekatnya ia tidak mempunyai hak untuk turut berbicara. Baru sekarang ia bisa mengiakan:
"Hamba mengerti" sahutnya cepat.
Ooooodwooooo Huan cu im telah kembali ke gedung timur, ci giok menyambut kedatangannya didepan pintu sambil menyapa :
"Kongcu sudah kembali?"
"Kau belum tidur?" tanya Huan cu im, ci giok tersenyum manis. "Kongcu kan belum pulang, masa budak berani tidur lebih dulu?"
"Sekarang kan sudah jauh malam, pergilah tidur" kata Huan cu im lagi.
Ci giok memandang pemuda itu seperti ingin mengucapkan sesuatu, namun niat tersebut kemudian diurungkan, setelah memberi hormat katanya "Kalau begitu budak mohon diri lebih dulu"
Menanti gadis itu sudah mengundurkan diri, Huan cu im baru masuk kedalam kamar tidurnya.
"Muridku, cepat kau rapatkan kembali pintu kamarmu," tiba tiba suara gurunya bergema dari balik kegelapan cepat cepat Huan cu im memadamkan lentera dan mengunci pintu kamarnya rapat rapat, kemudian bisiknya :
"Apakah suhu sudah datang sedari tadi?"
"Malam ini kau kelewat menyerempet bahaya tegur" Ju It koay lirih.
Ketika tecu mendengar suara peringatan dari suhu yang dikirim dengan ilmu menyampaikan suara "keadaan sudah terlambat tapi menurut pendapat tecu, empek Hee..."
"Tak perlu dikatakan lagi" tukasJu It koay sambil menghela napas ringan- "atas peristiwa malam ini, bisa jadi Hee pocu sudah menaruh kecurigaan kepadamu, simpanlah baik baik pil pemberianku ini, jika besok Hee pocu memanggilmu kekamar baca entah apapun yang ia bicarakan mesti kau sanggupi semuanya tanpa membantah, ingat entah minum teh atau bersantap. Kau harus segera menelan pil ini, lagi pula jangan sampai terlihat oleh siapapun."
Sambil berkata dia menyodorkan sebutir pil kehadapannya.
Setelah menerima pil itu, Huan cu im kembali bertanya: "Suhu apakah..."
"Kau tak usah banyak tanya lagi," tukas Ju It koay cepat.
"aku tak bisa berdiam terlalu lama disini, ingat saja baik baik perkataanku ini. Oya, kaupun harus perhatiakn ci giok baik baik, aku rasa perempuan ini bukan perempuan sembarangan, nah, aku harus pergi dulu"
Bayangan manusia berkelebat lewat, tahu dia sudah menerobos jendela dan keluar dari situ.
Huan cu im menyimpan pil itu baik baik sekarang ia semakin merasa, sejak kedatangannya dibenteng keluarga Hee, hampir semua kejadian yang dialami ataupun disaksikan olehnya makin lama semakin rumit rasanya, lagi pula diapun tidak bisa membedakan apakah benteng keluarga Hee tergolong pihak yang baik atau buruk.
Namun terlepas baik buruknya Benteng keluarga hee, yang pasti sikap empek Hee terhadapnya memang cukup baik.
Keesokan harinya matahari sudah berada diatas awang awang.
Diatas loteng tingkat kedua bangunan gedung tamu agung, Tong Bun huan baru sadar kembali dari impiannya, dia merasa kepalanya pusing sekali seperti mau pecah.
Ketika membuka matanya kembali, sinar mata memancar masuk lewat jendela dan terasa amat menusuk pandangan, sehingga hampir saja ia tak mampu membuka matanya lagi.
Ia bangun dan duduk. Tidak dijumpai istrinya berada disitu, atau mungkin karena sedang bertamu, maka istrinya merasa tak enak menemaninya berbaring terus di pembaringan"
Maka ia mengucak ucak matanya sambil turun dari pembaringan, dalam kamar pun tidak ditemukan bayangan tubuh istrinya.
Akhirnya Kui hiang muncul dari balik pintu sambil menyapa:
"tong sau cengcu kau sudah bangun" Biar budak siapkan air untuk cuci muka"
"Nona Kui hiang, mana sau hujin?" Tong Bun huan segera memanggilnya dengan cepat.
Mendengar ia menyinggung soal Sau hujin, Kui hiang segera menutupi bibirnya dengan tangan sambil tertawa geli, kemudian serunya: "Tong sau cengcu, masa kau tak bisa mengingatnya sama sekali?"
"Apa yang kau maksudkan?" tanya Tong Bun huan keheranan
"Tentu saja masalah antara Tong sau cengcu dengan sau hujin..."
Tong Bun huan semakin terkejut bercampur keheranan, dengan mata terbelalak serunya:
"Apa yang telah terjadi dengannya" Nona Kui hiang, cepat beritahukan kepadaku"
"ooh, kalau begitu Tong sau cengcu benar benar sudah tak dapat mengingatnya kembali" kata Kui hiang sambil mengawasi wajahnya, "beginilah kejadiannya, semalam, Tong sau cengcu dan sau hujin mungkin sudah kebanyakan minum arak sehingga mabuk. Sekembalinya sau cengcu dari kamar baca... budakpun tak jelas apa yang kemudian terjadi didalam kamar budak Cuma mendengar Tong sau cengcu sedang cekcok dengan sau hujin, budak takut kalian berkelahi terus sehingga keadaan berabe, maka buru buru kulaporkan kejadian ini kepada hujin..."
Tong Bun huan segera memegangi kepala sendiri sambil memperlihatkan rasa kaget dan tercengang.
"Aku cekcok dengan sau hujin" Apa kau dengar apa yang menyebabkan terjadinya percekcokan diantara kami berdua?"
"Budak sendiripun kurang jelas, pokoknya percekcokan kalian berdua berlangsung amat sengit..."
"oooh Thian..." Tong Bun huan segera memagangi jidat sendiri dengan perasaan lesu "Aku tidak pernah cekcok dengan Siu koh selama ini, oya, bagaimana selanjutnya"...
cepat katakan" Kui hiang pura pura berpikir sebentar, kemudian baru melanjutkan:
"Kemudian nyonya datang dan menasehati kalian berdua agar jangan cekcok. Tampaknya sau hujin seperti... seperti..."
Mendadak paras mukanya berubah menjadi merah dadu, agaknya dia seperti tak mampu untuk melanjutkan kembali kata katanya. Dengan gelisah Tong Bun huan segera berseru:
"Nona, cepat kau teruskan, agaknya istriku kenapa" Aaai, sungguh mencemaskan"
Sekali lagi Kui hiang menutupi mulutnya sambil tertawa cekikikan, kemudian baru katanya:
"Sau hujin bilang Tong sau cengcu adalah Tong sau cengcu gadungan-.."
"Gadungan?" Tong Bun huan membelalakkan matanya lebar lebar, wajahnya semakin keheranan, "dia mengatakan aku gadungan" Mana mungkin aku bisa gadungan" Oya, apakah pun sudah mabuk?"
"Menurut pendapat budak. Delapan puluh persen sau hujin sudah mabuk wajahnya saja merah padam amat menggiurkan, dia pun enggan menuruti nasehat hujin, ia bersikeras mengatakan sau cengcu bukan suaminya, ketika hujin menyuruh dua orang dayang untuk membimbingnya, ia menuduh hujin hendak mencelakai jiwanya..."
"Ngaco belo" seru Tong Bun huan sambil berkerut kening,
"bagaimana kemudian?"
"Sau hujin tak mau dibimbing oleh kedua orang dayang tersebut, tiba tiba saja ia menumbuk jendela dan terjun ke bawah."
"Aaah" Tong Bun huan menegak sekejap keara h jendela sambil berseru tertahan kemudian tanyanya lagi dengan cemas, "bagaimana kemudian..."
"Hujin sangat terkejut, cepat cepat dia mengirim orang untuk mencarinya, tapi seluruh benteng tidak ditemukan bayangan tubuh dari sau hujin akhirnya ciu congkoan mengirim beberapa rombongan untuk mencarinya, inipun tidak berhasil menemukan jejak sau hujin..."
"Aaai..." Tong Bun huan bergendong tangan sambil berjalan bolak balik macam semut diatas kuali panas, dengan amat gelisah dia berseru, "kemana... ke mana, dia telah pergi?"
"Tong sau cengcu tak usah gelisah, budak dengar dari ciu congkoan, katanya sau hujin pergi meninggalkan benteng dalam keadaan marah, mungkin dia tak enak kembali lagi kesini setelah mabuknya hilang, oleh sebab itu bisa jadi ia telah pergi ke bukit Kin kiong san"
"Aaai, tapi ia tak pernah meninggalkan rumah" keluh Tong Bun huan sambil menghela napas.
"Semalam hujin pun berkata demikian, tapi ciu congkoan berpendapat lain, dia bilang sau hujin adalah putri kesayangan ciok elangbunjin yang sudah belajar silat sedari kecil, mana mungkin ia bisa tersesat" Kemudian hujin pun masih tak lega hati, maka pagi tadi ia telah mengirim orang untuk menyusulnya kebukit Kiu kiong san."
"Kalau begitu cepat siapkan air untukku cuci muka, aku harus selekasnya pergi ke Kiu kiong san"
oooodwoooo Tengah hari itu didalam kamar baca Hee Im hong kembali disiapkan meja perjamuan . Dengan mempersiapkan meja perjamuan di dalam kamar baca ini berarti tamu yang diundang adalah tamu pria.
Meja perjamuan telah disiapkan, semuanya terdiri dari empat buah tempat duduk dengan empat cawan, hanya sayur saja yang belum dihidangkan.
Dilihat dari cara mengatur keempat cawan itu, bisa diketahui perjamuan itu dipersiapkan untuk seorang tuan rumah, seorang tamu utama dan dua orang tamu pendamping.
Kini, didalam kamar baca telah duduk tiga orang, orang pertama adalah Hee Im hong, tentu saja dia adalah tuan rumah orang kedua adalah sau cengcu dari keluarga Ban dibukit Hong san, Ban Siang cing, tentu dia adalah tamu.
Sedang orang ketiga adalah si burung berkepala sembilan Soh Han sim yang bermata mengerikan meski dia disebut sebagai salah satu congkoan dari benteng keluarga Hee, namun ditinjau dari setiap gerak geriknya sudah jelas dia merupakan tangan kanan dari Hee pocu yang kedudukannya jauh melebihi ciu Kay seng.
Kini ia tinggal di kamar baca berarti dia termasuk salah seorang tamu pendamping.
Dari keadaan ini bisa disimpulkan juga kalau Tong Bun huan telah berangkt melakukan perjalanan ke bukit Kiu kiong san untuk mencari bininya.
(Perguruan Heng gi bun terletak di bukit Kiu kiong, jadi Kiu kiong san merupakan rumah mertua Tong Bun huan).
Lantas siapakah tamu pendamping yang lalu" Teka teki ini dengan cepat terjawab, sebab dari luar kamar baca telah muncul seseorang, orang itu tak lain adalah Huan cu im.
Setibanya didalam kamar baca, Huan cu im segera menjura kepada Hee Im hong seraya berkata:
"Empek Hee, ada urusan apa kau memanggil siau^?"
Hee Im hong tertawa terbahak bahak :
"Hiantit, cepatlah duduk. Ban sauheng adalah tamu kita, sebagai sesama anak muda, tentu kalian lebih cocok untuk berbincang bincang, itulah sebabnya aku khusus menyuruh Kim koansi mengundangmu kemari untuk menemani tamu kita"
Berbicara sampai disini, ia lantas berpaling kearah Soh Hansim sambil berseru tertahan, kemudian meneruskan
"oya, kalian tentu belum pernah berkenalan bukan" Mari, biar kuperkenalkan kalian berdua, dia adalah Soh congkoan dari benteng ini." Kemudian kepada Soh Hansim, katanya pula
"Dan dia adalah keponakan Huan cu im yang sering kusinggung kepadamu"
soh Han sim segera tertawa seram.
"Huan kongcu, sudah lama kudengar namamu."
Sebenarnya kata semacam ini hanya merupakan kata kata sopan santun, namun diucapkan oleh nada suaranya yang menyeramkan itu membuat orang mendapat kesan tak baik.
Huan cu im sudah dua kali pernah bertarung melawannya, tentu saja ia cukup mengenali orang tersebut, tapi ia mesti berlagak tak kenal, katanya pula sambil tersenyum,
"Soh congkoan terlalu memuji,justru akulah yang sudah lama mendengar nama besar soh congkoan-"
Dengan sorot mata yang tajam Soh Han sim mengawasi Huan cu im, kemudian katanya lagi:
"Huan kongcu, biarpun kita baru pertama kali bertemu, tapi rasa rasanya kita seperti pernah bersua muka."
Selama berapa hari ini, boleh dibilang pengalaman Huan cu im semakin bertambah matang, mendengar ucapan tersebut iapun tertawa hambar.
"Sudah berapa hari aku berdiam dibenteng ini, siapa tahu Soh congkoan sudah pernah melihat aku."
"Huan heng, silahkan duduk dulu baru berbicara" sela Ban Sian ceng dari samping. "Kalau begitu siaute permisi untuk duduk" sahut Huan cu im sambil menjura.
Di hati kecilnya dia masih teringat akan peristiwa semalam munculnya dua orang Tong Bun huan maka tanpa terasa sorot matanya memandang sekejap kesekeliling tempat itu.
Sudah barang tentu Hee Im hong dapat menebak suara hatinya itu, sambil mengelus jenggotnya dan tertawa katanya
: "Keponakan Huan, apakah kau tidak melihat Tong sau heng berada disini" Aaai, semalam Tong sauheng suami istri dipengaruhi oleh arak sehingga cekcok hebat, dalam marahnya Tong sau hujin telah pergi meninggalkan tempat ini, akhirnya setelah Tong sau heng sadar dari mabuknya, cepat cepat dia menyusul ke Kiu kiong san untuk minta maaf kepada bininya."
Dengan mata kepala sendiri Huan cu im menyaksikan munculnya dua manusia kembar didalam kamar baca semalam, sudah barang tentu dia tak akan percaya dengan penjelasan Hee Im hong itu, tapi dia masih teringat dengan pesan gurunya yang melarangnya banyak berbicara, oleh sebab itu katanya kemudian-"Tak aneh kalau siautit tidak menjumpai saudara Tong"
Setelah duduk. Seorang dayang segera datang menghidangkan secawan air teh.
Soh Han sim pun memerintahkan.
"Semua yang diundang telah datang, perjamuan boleh dimulai"
Dayang itu mengiakan dan mengundurkan diri dengan cepat, menyusul kemudian muncul dua orang dayang menghidangkan sayur.
Hee Im hong segera mempersilahkanBan Sian ceng dan Huan cu im untuk mulai bersantap. Dalam perjamuan, Hee Im hong berkata kepada Huan cu im sambil tersenyum.
"Huan hiantit, Ban sau heng kakak beradik mendapat perintah dari Tayhujin untuk pergi ke Kim leng kali ini untuk menyongsong kedatangan ketua Hoa sanpay dan Go bi pay, sebab tahun ini pertemuan puncak di bukit Hong san diselenggarakan oleh keluarga Ban dari gunung Hong san serta Hoa san dan Go bipay, Ban sauheng kakak beradik telah memutuskan untuk berangkat besok pagi."
Setelah berhenti sejenak dan mengangkat kepalanya, dia berkata lebih jauh.
"Hal ini membuat aku teringat kembali akan keinginan Huan hiantit, bukankah kaupun ingin pergi ke Kim leng"
Apalagi kebetulan sekali Siang Ciangbunjin dari Hoa juga berdiam di Seng ki piaukiok, oleh sebab itu tak ada salahnya bila hiantit berangkat bersama sama Ban sauheng kakak beradik, sekalian mewakili diriku untuk menyampaikan salam hormatku kepada Siang ciangbunjin, entah bagaimanakah pendapat hiantit."
Mendengar empeknya mengijinkan dia untuk berangkat ke Kim leng bersama sama Ban Sian ceng kakak beradik, Huan cu im menjadi gembira sekali, sebab hal ini memang pucuk dicinta ulam tiba baginya, karenanya buru buru dia menjura seraya menjawab "Segala sesuatunya, siautit akan menuruti perintah empek Hee."
"Haah haah hah kalau begitu bagus sekali" Hee Im hong tertawa bangga, Cuma "sebelum hiantit berangkat ke Kim leng, teriebih dulu ingin kusinggung tentang satu hal kepada dirimu..."


Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

senyuman yang ramah menghiasi ujung bibirnya, sementara sorot matanya dialihkan ke wajah Huan cu im, tiba tiba saja ia berhenti berbicara. "Empek Hee ada perintah apa, siautit pasti akan menuruti dengan segera"
"Antara diriku dengan ayahmu terjalin hubungan persaudaraan yang amat akrab, hubungan kami melebihi saudara kandung sendiri, dimasa ayahmu masih hidup, ooh, bukan maksudku disaat ayahmu berada disini, dia pun selalu menuruti perkataan aku si engkoh tua, Huan hiantit, tentunya perkataanku ini bukan sengaja kubuat buat bukan-..?"
Huan cu im tidak mengerti apa maksud empek Hee nya berkata demikian, namun mau tak mau dia toh mengangguk juga. "Ucapan empek Hee memang benar..."
"Kalau begitu, urusan hiantit bisa kuputuskan sendiri untukmu bukan-..?" sambung Hee Im hong cepat.
Kemudian tak sampai Huan cu im berbicara, dia telah melanjutkan lagi dengan penuh keramahan^
"Hiantit, kemarin kau telah berjumpa dengan putriku giok yong, biarpun usianya tiga tahun lebih tua daripadamu wajahnya tidak terhitung jelek bukan" Antara aku dengan ayahmu sudah bersaudara lama, jika hubungan ini ditingkatkan sebagai berbesanan bukankah ini lebih baik lagi"
Karena itu aku punya rencana untuk menjodohkan giok yong kepada hiantit, tentunya aku tidak menampik bukan?"
Merah padam selembar wajah Huan cu im setelah mendengar perkataan itu, ia menjadi tergagap:
"Siautit... siautit masih muda, lagi pula kepergianku kali ini untuk mencari jejak ayahku, sekarang ayah belum kutemukan, ibu pun masih ada, siautit tak berani memutuskan sendiri..."
"Haaahh... haaah... haaah..." Hee Im hong tertawa tergelak. "aku adalah saudara angkat ayahmu, soal mencari ayahmu sudah merupakan bagian urusanku pula, soal ini tak usah hiantit risaukan, aku Cuma ingin bertanya kepadamu setuju tidak" Soal ini merupakan soal besar yang menyangkut kehidupanmu selanjutnya, apabila hiantit tidak menampik, aku akan menjumpai orang untuk membicarakannya dengan ibumu, tak ada salahnya jika kalian tukar cincin dulu, bagaimana pendapat hiantit?"
Hee Giok yang yang cantik, lembut dan menaruh kesan yang mendalam terhadapnya, sudah barang tentu Huan cu im setuju seratus persen, Cuma sebagai pemuda yang sok malu, apalagi berada dihadapan Ban sau cengcu dan Soh Han sim, tentu saja ia tak mampu mengutarakannya keluar.
Untuk sesaat sepasang pipinya berubah menjadi merah padam dan ia tak berani menjawab. Soh Han sim yang berada disampingnya segera menimbrung,
"Huan kongcu masih malu malu kucing, menurut pendapat hamba Huan kongcu sudah setuju."
"Aaah... haaah... haaahhh..." dengan penuh kegembiraan Hee Im hong tertawa tergelak,
"hiantit tak usah malu malu kucing, baiklah, kita tetapkan begini saja sebentar akan kuutus orang untuk membicarakan persoalan ini dengan ibumu"
Sampai disini, Ban Siau ceng segera bangkit berdiri segera mengangkat cawannya.
"Klonghi cianpwee, kiong hi saudara Huan biar keponakan mengeringkan secawan arak untuk kebahagiaan kalian"
serunya. Selesai berkata, ia teguk habis isi cawannya.
Hee Im hong dan Huan cu im bersama sama mengeringkan pula isi cawan masing masing. Menyusul kemudian Soh Han sim turut bangkit berdiri dan berkata sambil tertawa,
"Hamba pun menyampaikan ucapan selamat untuk Pocu dan Huan kongcu, terimalah secawan arak untuk pocu berdua"
Selesai berkata ia menggapai ke arah seorang dayang yang berada dibelakangnya.
Seorang dayang muncul membawa baki perak yang berisi poci arak. Soh Han sim turun tangan sendiri memenuhi cawan Pocu dan Huan kongcu dengan arak. Kemudian ia baru meneguk habis isinya.
Sambil tersenyum Hee Im hong mengeringkan cawannya.
Terpaksa Huan cu im harus mengeringkan pula isi cawannya.
Perjamuan ini diselenggarakan dalam suasana riang gembira. Tapi Huan cu im selalu merasa keheranan, dia masih teringat dengan pesan gurunya, bila ia makan atau minum sesuatu dalam kamar baca, maka jangan lupa untuk menelan pil yang diberikan gurunya itu.
Disamping itu diapun kuatir sekali atas kejadian yang disaksikan semalam, dimana ia jumpa Tong Bun huan berbaring di meja dan muncul Tong Bun huan gadungan-oleh karena itu, setelah balas menghormati Hee Im hong serta Soh Han sim dengan secawan arak. Dengan alasan mau kencing ia keluar dari kamar baca, ditempat yang tiada orang kedua, cepat cepat ia telah pil pemberian gurunya itu.
Menanti ia kembali ke kamar baca, perjamuan telah bubar, dayangpun sudah menghidangkan air teh, waktu itu Ban Sian ceng sedang berbincang bincang dengan Hee Im hong serta Soh Han sim tentang perjalanannya ke Kim leng.
Huan cu im turut duduk mendampingi mereka, tapi menggunakan kesempatan tersebut katanya kepada Hee Im hong
"Empek Hee, baru pertama kali ini siautit pergi ke Kim leng, entah apa petunjuk empek Hee?"
Sambil mengelus jenggotnya Hee Im hong tersenyum:
"Pemilik perusahaan Seng kipiaukiok di kota Kim leng, Seng Bian tong mempunyai hubungan persahabatan yang akrab sekali dengan kakek dan ayahmu, tentu saja hiantit harus pergi ke Seng ki piaukiok. Bila kau berniat untuk menemukan jejak ayahmu, memang paling tepat jika kau minta bantuan mereka, jadi aku tak usah berpesan apa apa, lagi pula sepanjang jalan ada Ban sauheng yang menemani, bukan Cuma akan menambah pengetahuanmu, pengalamanmu pun akan bertambah jadi pesanku, bila ada sesuatu persoalan, mintalah petunjuk kepada Ban sauheng, mengerti?" Huan cu im mengiakan berulang kali. Sambil tersenyum Ban sian ceng berkata pula,
"Petunjuk mah tak berani, bila dapat menempuh perjalanan bersama saudara Huan, sepanjang jalan pun tidak usah merasa kesepian-.."
"Empek Hee, apakah siautit harus berdiam terus di kota Kim leng?" kembali Huan cu im bertanya.
Hee Im hong tertawa. "Itu sih tak perlu, Ban sauheng ke situ untuk bertemu dengan Siang ciangbunjin sedang jaraknya dengan pertemuan puncak dibukit Hong san juga tinggal satu bulan lagi, ampai waktunya aku akan pergi ke Hong san, karena itu Hiantit boleh ikut bersama Ban auheng menuju ke bukit Hong san pula."
"Dalam pertemuan puncak di bukit Hong san, pelbagai jago dari perguruan besar dan partai besar akan hadir semua disitu. Pertemuan macam begini hanya akan diselenggarakan sekali setiap sepuluh tahun, jadi untuk hiantit boleh dibilang merupakan suatu kesempatan yang sangat baik, pertama bisa menambah pengalaman, kedua bisa mencari kabar tentang jejak ayahmu, bukankah hal ini bagus sekali ?"
Huan cu im sangat terharu, ia merasa Hee Im hong sangat baik kepadanya, bukan saja telah menjodohkan putrinya kepadanya, lagi pula selalu berpikir demi kepentingannya, boleh dibilang ia tidak menemukan sesuatu yang tak baik dari empeknya terhadap dia.
Tentu saja dia pun merasa tiada alasan bagi orang tua itu untuk mencelakai dirinya, hal mana dengan segera menimbulkan rasa curiganya terhadap sikap maupun tindak tanduk gurunya.
"Terima kasih banyak empek Hee " ia berkata kemudian terharu.
Hee Im hong tidak menjawab, dia hanya memandang kearahnya sambil tertawa ramah.
Pada saat itulah, tiba tiba Huan cu im mendengar suara gurunya sedang berbisik dengan ilmu menyampaikan suara.
"Nak^ sekarang kau harus berkata kepada pocu bahwa kepalamu rada pening, lalu mintalah diri kepada Pocu"
Mendengar bisikan gurunya, terpaksa Huan cu im memagangi jidat sendiri seraya berkata:
"Empek Hee, siautit merasa agak pening, keponakan ingin mohon diri lebih dulu"
"Mungkin hiantit minum arak kelewat cepat, sekarang pergilan beristirahat sejenak, tentu keadaan akan sembuh kembali" kata Hee Im hong sambil tertawa.
Huan cu im berpamitan pula kepada Ban Sian ceng serta Soh Han sim, kemudian baru mengundurkan diri dari kamar baca.
OoodwoOO Dalam perkiraannya semula, setelah gurunya menyuruh dia beralasan kepala pusing dan mengundurkan diri dari kamar baca, ia pasti menantinya diberanda atau mungkin ada perkataan yang hendak disampaikan kepadanya.
Siapa tahu meskipun sudah sampai di ruang sebelah timur, ia tidak berjumpa dengan gurunya.
Ci giok yang menunggunya didepan halaman gedung, ketika melihat Huan cu im munculkan diri, ia segera menyongsongnya sambil tersenyum, lalu tegurnya: "Huan kongcu, kau minum arak?"
Huan cu im segera teringat dengan perkataan gurunya semalam, bahwa ci giok bukan perempuan sembarangan, tergerak hatinya dengan segera, pikirnya:
"Tadi aku beralasan kepada pusing kepada empek Hee, berada dihadapannya aku pun tak boleh menunjukkan sikap yang mencurigakan..." Berpikir demikian, dia lantas memegangi kening sambil melanjutkan-
"Arak sih tidak banyak yang kuteguk. Tapi kepalaku terasa pusing sekali, hingga terpaksa harus mohon diri lebih dulu"
"Kalau begitu kongcu pasti sudah mabuk. Biar budak yang membimbingmu masuk" kata ci giok penuh perhatian-Baru saja dia hendak membimbingnya, pemuda itu cepat cepat menolak. "Tak usah merepotkan nona" Kemudian setelah tertawa terusnya,
"Aku hanya merasa kepalaku agak pening, sama sekali tidak mabuk oleh arak"
"Kalau begitu cepatlah masuk untuk beristirahat, budak akan segera buatkan teh kental untukmu"
Huan cu im masuk ke kamar bacanya yang berada di sebelah kiri dan duduk disebelah bangku dekat jendela.
Dalam pada itu ci giok telah menyeduhkan secawan teh kental sambil menyiapkan sebuah handuk panas, sambil melangkah ke dalam ruangan tegurnya lagi. "Kongcu, mengapa kau tidak beristirahat sebentar didalam kamar tidur...?"
"Aaah, biar duduk disini saja, sebentar toh akan membaik sendiri"
ci giok meletakkan cawan tehnya kemeja, lalu mengambil handuk panas itu sambil berjalan menghampirinya, katanya kemudian-
"Kongcu bersandarlah biar budak membasahi jidatmu dengan handuk panas, sebentar pusingmu pasti akan hilang dengan sendirinya"
"Biar kulakukan sendiri" kata Huan cu im cepat sambil menerima handuk itu.
"Kongcu" kata ci giok lagi dengan sedih, "kau saja tak segan segan mengobati lukaku, apa salahnya bila budak pun mengompres kepalamu dengan handuk?"
Ketika mendengar ucapan yang terakhir ini, tiba tiba Huan cu im melompat bangun, kemudian sambil memegang sepasang tangan ci giok. Serunya dengan perasaan terkejut bercampur girang:
"Jadi kau... kau adalah ci giok" Aku masih mengira kau bukan ci giok yang dulu. Tahukah kau betapa rinduku padamu selama ini..."
Ia memang selalu merindukan ci giok mungkin lantaran teriampau gembira maka semua kata kata yang terpendam dalam hatinya selama ini, diutarakan keluar tanpa tedeng aling aling.
Ci giok segera dibikin terperanjat oleh perbuatan pemuda itu, namun dihati kecilnya terasa manis dan hangat, selembar wajahnya turut berubah pula menjadi semu merah karena malu.
Dengan kepala tertunduk rendah rendah, buru buru ia berkata:
"Kongcu, lepaskan tanganmu, kalau sampai ketahuan orang kan malu...?"
"oooh maaf, aku kelewat gembira, aku kelewat gembira sampai agak lupa daratan"
Setelah melepaskan genggamannya, pemuda itu baru berkata lagi:
"Nona, mengapa tidak kau beritahukan hal ini kepadaku semenjak dulu dulu?"
"Bukankah sekarang sudah kukatakan kepadamu?" jawab ci giok tersipu sipu, "kau masih pusing, mengapa mesti bangun berdiri" Ayo cepat duduk dulu"
"Aku sudah tidak pusing lagi" sahut pemuda itu cepat "oya, malam itu kau pura pura rupanya?"
(yang dimaksudkan adalah ci giok yang tertotok jalan darahnya, terbelenggu kaki tangannya, disembunyikan dikolong ranjang dengan mulut tersumbat kain rongsok) ci giok memandang wajahnya dengan sepasang mata yang jeli, kemudian setelah tertawa rendah sahutnya.
"Kalau aku tidak berbuat begitu, mana mungkin bisa mengelabuhi Kim koansi serta Hee pocu?"
"Masa sampai aku pun kena kau kelabuhi habis habisan?"
Sikap Huan cu im sekarang seperti baru bertemu dengan sobat lama yang sudah banyak tahun tak dijumpainya saja, ia mengawasi nona itu terus menerus, lalu setelah berpikir sebentar ia bertanya lagi.
"Aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu, bersediakah nona untuk menjawabnya?"
"Ini tergantung apa yang ingin kau tanyanya" sahut si nona sambil tertawa.
"Sebenarnya siapakah nona " Bolehkah kuketahui siapa namamu yang sebenarnya ?"
"Sampai waktunya, aku pasti akan memberi tahukan hal ini kepadamu" sahut ci giok sambil mengerdipkan matanya berulang kali.
"Menurut dugaanku, nona tak akan berdiam terlalu lama lagi disini, jikalau hari ini nona tidak memberitahukan kepadaku, di kemudian hari aku mesti mencarimu kemana ?"
"Lewat berapa hari lagi kan sama saja bila keburu katakan kepadamu?"
"Besok aku hendak ke Kim leng"
"ooh, besok kongcu akan pergi ke Kim leng?"
Dengan perasaan terkejut dan diluar dugaan ci giok mengawasi pemuda itu, tapi kemudian katanya lagi sambil mengangguk,
"Ya a, kongcu memang seharusnya pergi ke Kim leng, sebab inilah pengharapan dari lo koan keh sebelum ajalnya tiba..."
Tiba tiba Huan cu im maju ke depan dan menggenggam sepasang tangannya yang kecil mungil, kemudian bisiknya.
"ci giok. Kau jangan menyebut kongcu kepadaku, aku bernama Huan cu im, panggil saja cu im kepadaku, aku tahu kaupun bukan ci giok, sudah sepantasnya bila kau memberitahukan kepadaku nama aslimu yang sebenarnya"
ci giok tertunduk malu, selembar wajahnya berubah menjadi merah sampai ke telinga, namun ia tidak meronta, ia membiarkan sepasang tangannya digenggam pemuda itu
"cu im," katanya kemudian dengan sedih, "aku masih ada tugas yang amat penting... saat ini aku belum dapat memberitahukan kepadamu, sebab... aku masih ada tugas yang amat penting untuk diselesaikan... hanya itu saja yang bisa kukatakan kepadamu, harap kau bersedia mempercayai aku"
"Aku percaya kepadamu" Huan cu im menggenggam tangannya semakin kencang, seraya mengangguk.
Kemudian ia baru melepaskan genggaman tersebut.
"Apakah pocu sudah setuju?" tanya ci giok kemudian sambil mengangkat kepalanya lagi.
"Empek Hee yang suruh aku kesana, besok aku akan berangkat bersama sama Ban sau cengcu bersaudara dari bukit Hong san-Berkilat sepasang mata ci giok setelah mendengar perkataan itu, katanya kemudian keheranan-
"Aneh betul, masa Hee pocu yang suruh kau pergi ke sana
?" "Apanya yang aneh " tanya Huan cu im tertawa. Ci giok menggeleng.
"Aku lihat persoalannya tak akan begitu sederhana, tapi aku tak tahu apa yang telah direncanakan olehnya ?"
Mendengar ucapan mana, Huan cu im lantas berpikir
"Tampaknya jalan pemikiran ci giok tak jauh berbeda dengan suhu, agaknya mereka menaruh prasangka atau pandangan yang mendalam sekali terhadap empek Hee, aaai Hal inipun tak bisa salahkan mereka, terdapat banyak halpada empek Hee memang gampang menimbulkan kecurigaan orang."
Sementara itu ci giok telah menegur setelah melihat pemuda itu termenung saja. "Apa sih yang sedang kau pikirkan?"
"oooh, tidak " Huan cu im mendongakkan kepalanya lagi sambil tertawa, "bila aku kembali dari Kim leng, apakah kau masih berada disini ?"
"Sulit untuk dikatakan" sahut Ci giok sambil tertunduk sedih, "sekalipun aku sudah tak berada disini, aku pasti dapat mencari sampai ketemu"
Berbicara sampai disini ia berseru tertahan, lalu tanyanya.
"Selama di Kim leng, kau hendak berdiam dimana ?"
"Empek Hee bilang, lopiautau dari Seng kipiaukiok mempunyai hubungan yang akrab dengan kakek serta ayahku, tentu saja aku pergi ke perusahaan Seng kipiaukiok"
Waah, itu bagus sekali" wajah ci giok segera berseri, biji matanya berputar berulang kali, kemudian terusnya, "Aku mempunyai sepucuk surat, dapatkah kau bawakan ke alamat yang kutuju ?"
"surat itu harus kuberikan kepada siapa ?"
"Alamatnya akan kutulis diatas sampul surat itu."
"Baik, kalau begitu cepatlah kau buatkan surat tersebut"
"Tadi, bukankah kau mengatakan sakit kepala " Lebih baik beristirahatlah sejenak dalam kamar "
Huan cu im mengangguk dan bangkit berdiri menuju ke kamar tidurnya, ia bukan benar benar hendak beristirahat, melainkan bila ia beristirahat maka ci giok tak usah melayaninya dan perempuan itu pun bisa kembali kekamarnya untuk menulis surat.
Tiba kembali dalam kamar, dalam senggangnya dia hendak bersemedi untuk memulihkan kekuatan, siapa sangka pikirannya terasa kalut dan tak karuan, hatinya tidak dapat ditenangkan kembali.
Sebentar ia teringat akan enci Giok yong yang cantik, lembut dan agaknya menaruh perasaan cinta kepadanya itu, hal ini bisa dilihat olehnya dari sikap maupun caranya berbicara dengan dirinya.
Hari ini, Hee Im hong telah mengumumkan soal perkawinan mereka di hadapan Ban sau cengcu serta Soh Han sim, tampaknya kejadian ini secara resmi telah diputuskan-Semenjak pertama kali ia bertemu dengan enci Giok yong biarpun dia mengenakan kain cadar, tapi ia dapat merasakan gadis itu pemurung, setelah sua muka kemarin, ia bisa membuktikan akan dugaannya itu.
Ia pun dapat melihat bahwa gadis itu amat sedih dan murung sekali, sama sekali tak memiliki perasaan gembira, ini semua menambah kesan baik serta rasa simpatiknya terhadap perempuan itu.
Kemudian diapun teringat akan Ci giok membayangkan pemandangan disaat ia membantu gadis itu membebaskan diri dari tusukan jarum bwee hoa ciam.
Kemudian ia pun membayangkan setelah kepergian ci giok (padahal Ci giok sama sekali tidak pergi, tapi waktu itu menurut anggapan Huan cu im, Ci giok telah pergi) betapa rindunya dia terhadap gadis itu bahkan setiap saat setiap detik selalu teringat akan dirinya ia sadar benih cinta telah tumbuh didalam hatinya.
Dari kedua orang nona ini, mereka sama sama berwajah cantik bak bidadari dari kahyangan, keduanya tak bisa dibandingkan satu dengan lain, bahkan bayangan tubuh mereka selalu terbayang dalam benaknya setiap kali ia memejamkan mata.
Bayangkan saja, mana mungkin ia bisa menenangkan hatinya" Apalagi dibuat untuk mengatur napas.
Karena hatinya tak tenang, maka diapun mengurungkan niatnya untuk bersemedi, dengan cepat pemuda itu membaringkan diri untuk tidur.
Entah berapa lama sudah lewat, tiba tiba ia mendengar pintu kamarnya dibuka orang, kemudian terasa ada seseorang berjalan masuk ke dalam kamarnya.
Bagi mereka yang belajar silat, pendengaran maupun pandangan mereka selalu amat tajam.
Dengan cepat Huan cu im membuka matanya, melihat yang masuk adalah ci giok. Buru buru ia bangun sambil berseru,
"oooh, rupanya kau"
"Apakah kehadiranku membangunkan dirimu ?" tanya ci giok sambil berseru tertahan-
"oooh, tidak" Huan cu im segera menggeleng, "aku Cuma membaringkan diri, belum tidur sungguhan"
"Siapa bilang kau belum tertidur sungguhnya ?" ci giok segera tertawa cekikikan, "sewaktu masuk tadi, kulihat kau sedang tertidur nyenyak" Kemudian ia mengeluarkan sepucuk surat dari sakunya, dan berkata lebih jauh, "Suratnya sudah selesai kutulis, simpanlah baik baik, jangan sampai ketahuan orang."
Huan cu im menerima surat itu, ketika dilihatnya sampul itu putih dan kosong tanpa nama dan alamat si penerima, tanpa terasa ia bertanya lagi:
"Jika tidak kau tulis nama serta alamatnya, bagaimana mungkin aku bisa menyampaikan ketempat tujuan?"
ci giok tertawa manis, sahutnya lirih:
"Aku kuatir ketahuan orang, maka sengaja kugunakan dua buah sampul, setibanya di Kim leng nanti, robeklah sampul pertama, maka akan kau jumpai nama serta alamat si penerima surat tersebut, Cuma persoalan ini penting sekali artinya harap kau jangan memberitahukan kepada siapa pun"
"Kau tak usah kuatir, pasti akan kusimpan surat ini secara berhati hati" Huan cu im mengangguk cepat.
Sementara berbicara ia telah masukkan surat itu ke dalam sakunya dan menyimpannya secara baik baik Dengan penuh perasaan berterima kasih Ci giok memandang sekejap kearahnya, kemudian baru ujarnya:
"Kuucapkan hanya terima kasih dulu kepadamu"
"Antara kau dengan aku, buat apa mesti menggunakan kata terima kasih...?" Ci giok kelihatan agak malu, tapi juga sangat gembira katanya kemudian lirih.
"Ah mm kalau begitu aku tak akan mengatakan demikian"
Tiba tiba ia berseru tertahan, lalu sambil mendongakkan kepalanya berkata:
"Aku hendak keluar dari sini, tadi Ciu congkoan datang menjengukmu, karena kulihat kau sedang tertidur nyenyak maka tidak kubangunkan dirimu, Ciu congkoan sudah bilang sebentar lagi akan balik kemari, jika ditemukan aku berada disini, tentu kurang enak jadinya, orang ini licik dan banyak tipu muslihatnya, kau mesti berhati hati terhadapnya".
Selesai berkata buru buru dia mengundurkan diri dari dalam kamar tidur.
Baru tiba diruang tamu, tampak Ciu Kay seng berjalan masuk dari luar, maka cepat dia menyongsong sambil memberi hormat:
"Budak menjumpai congkoan"
"Ehmm..." ciu Kay seng meraba raba dagunya, lalu sambil mengangkat kepala ia bertanya, "apakah Huan kongcu telah mendusin?"
"Lapor congkoan, Huan kongcu baru saja mendusin, budak akan mengambilkan air cuci muka baginya"
sekali lagi ciu Kay seng mendehem pelan ci giok membalikkan badan dan lari masuk ke dalam, serunya dengan merdu: "Huan kongcu, ciu congkoan telah datang"
Ketika Huan cu im berjalan keluar dari kamarnya, buru buru ciu Kay seng maju memberi hormat.
"Aku yang rendah menjumpai Huan kongcu"
oleh karena Pocu nya telah mengumumkan akan menjodohkan putrinya kepada Huan cu im, tentu saja ia mesti memperlihatkan sikap yang sangat menaruh hormat. Buru buru Huan cu im berkata:
"ciu congkoan tak usah banyak adat, nona ci giok telah kudengar kalau congkoan telah datang satu kali, apakah ada undangan dari empek Hee?" ciu Kay seng tertawa paksa:
"Setelah minum arak tadi kongcu kelihatan tak enak badan, hal ini membuat pocu menjadi tak tega dan menyuruh aku datang menengok. Apakah kongcu sudah merasa rada baikan?"
"Terima kasih banyak atas perhatian dari empek Hee, setelah tertidur sebentar, sekarang keadaanku sudah jauh lebih baik"
-oo0dw0oo Jilid: 13 "syukurlah kalau begitu" ucap ciu Kay seng kemudian,
"berhubung besok pagi kongcu dan Ban sau Cengcu kakak beradik hendak pergi ke Kimleng, malam ini akan diselenggarakan perjamuan perpisahan pocu khusus menitahkan kepadaku untuk datang mengundang."
"Kalau toh empek Hee yang mengundang ayo kita segera berangkat"
"Silahkan kongcu"
Kedua orang itu berjalan keluar dari gedung timur, menelusuri serambi panjang dan menuju keruang utama.
Ketika mereka sedang menelusuri serambi panjang, mendadak Huan cu im mendengar ada seorang sedang berbisik lirih:
"Muridku, tengah hari tadi Soh Han sim telah mencampuri arakmu dengan bubuk pembingung pikiran untung sekali aku telah mempersiapkan segala sesuatunya sehingga kau tak sampai cedera, Cuma setelah bertemu dengan pocu nanti kau mesti bilang kepalanya rada pusing sebab bagi mereka yang telah dicekoki bubuk pembingun pikiran, meskipun kejernihan otaknya tidak terganggu namun dia akan patuh pada perintah dan selama hidup tak akan membantah, oleh sebab itu apa saja yang dikatakan pocu nanti mesti kau sanggupi seluruhnya, jangan sekali kali kau tunjukkan sikap seperti mempertimbangkan masalah itu, nah bila kau masih ada yang mencurigakan, malam nanti akan kubicarakan lagi denganmu"
Rupanya perkataan itu diucapkan gurunya dengan ilmu menyampaikan suara.
Tanpa terasa Huan cu im menghentikan langkahnya, lalu berpikir:
"Ternyata empek Hee telah memerintahkan Soh Han sim untuk mencampur arakku dengan bubuk pembingung pikiran, tapi mengapa dia harus berbuat begini ?"
Untuk dapat menggunakan ilmu menyampaikan suara, maka seseorang harus memiliki tenaga dalam yang amat sempurna dengan begitu nada suara baru bisa dlubah menjadi getaran gelombang udara dan dikirim dengan mempergunakan tenaga dalam.
Dengan disampaikannya suara tersebut langsung ke telinga si pendengar, maka pihak ketigapun jangan harap bisa menangkap pembicaraan mana.
Itulah sebabnya ketika Ju It koay berbicara dengan Huan cu im, ciu Kay seng yang mengikuti dibelakang Huan cu im sama sekali tidak mendengar apa apa.
Hanya ketika dilihatnya Huan cu im menghentikan langkahnya secara tiba tiba, dengan cepat ia menegur. "Huan kongcu, kenapa kau?"
Huan cu im memagang jidat sendiri dengan lemas, kemudian manyahut : "Aku merasa agak pusing"
"Biar aku membimbing kongcu untuk berjalan"
"Tidak usah, aku sudah merasa rada baikan," sahut Huan cu im sambil menurunkan tangannya.
Selesai berkata, ia lantas maju kemuka dengan langkah lebar.
Tentu saja ciu Kay seng tahu, bahwa orang yang sudah dicekoki bubuk pembingung pikiran, bila telah sadar dari mabuknya, dia akan merasa pusing sekali sebab inilah gejalanya yang utama, namun keadaan tersebut lambat laun akan sembuh dengan sendirinya. Karenanya dia berjalan mengikuti dibelakang Huan cu im.
Tatkala Ju It koay sudah minum bubuk pembingung pikiran tempo hari ia beriagak sakit kepala sampai kehilangan pikiran dan bergulingan diatas tanah, ini dikarenakan Soh Han sim tahu kalau tenaga dalam yang dimiliki Ju It koay amat sempurna, kuatir kadar obatnya terlampau sedikit sedikit sehingga tak mendapat hasil, maka ia telah mencampurkan kadar obatnya lima kali dari ukuran biasa. Ju It koay dapat menduga sampai kesana, karena itu diapun beriagak lebih mirip lagi alhasil siburung berkepala sembilan Soh Han sim pun berhasil dikibuli olehnya.
Ketika Huan cu im melangkah masuk ke dalam ruangan utama, Hee Im hong suami istri serta Ban Sian Ceng kakan beradik sudah duduk menanti disitu, anak muda tersebut segera maju kedepan memberi hormat kepada empek Hee suami istri. Dengan wajah penuh perhatian Hee Im hong segera bertanya: "Huan hiantit bagaimana rasamu sekarang?"
Menyaksikan wajah Hee Im hong yang begitu ramah dan penuh perhatian ini hampir saja Huan cu im tak berani percaya kalau dialah yang memerintahkan Soh Han sim untuk meracuni araknya.
Sambil memberi hormat, katanya kemudian,
"Terima kasih banyak atas perhatian empek Hee, mungkin tengah hari tadi siautit sudah kebanyakan minum arak.
Setelah pulang dan tidur sebentar, rasanya sudah rada mendingan, meski kepalaku terasa rada rada pening."
Hee Im hong segera tersenyum,
"Sudah kubilang tadi, hiantit tak pandai minum arak dan minum kelewat cepat padahal lelaki minum arak adalah kejadian yang lumrah. Mungkin baru pertama kali ini kau minum sehingga kepalamu terasa pening, tapi tak apa, sebentar toh keadaanmu akan pulih kembali seperti sediakala"
Sin hujin yang berada disampingnya segera menyambung pula sambil tertawa:
"Huan kongcu, cepat duduk. Lain kali jika tak pandai minum, lebih baik kurangi saja minum arak"
Huan cu im mengiakan berulang kali lalu mengundurkan diri dan duduk pada deretan bangku yang terakhir.
Saat itulah Ban Hui jin berpaling dan tersenyum kearahnya sambil berseru:
"Huan kongcu, aku dengar dari kakakku katanya, aku mesti menyampaikan selamat untukmu"
Merah jengah selembar wajah Huan cu im, untuk sesaat dia tak mampu menjawab. Buru buru Sin hujin menyela sambil tertawa
"Nona Ban, persoalan ini mah masih terlalu awal untuk dibicarakan, pocu masih harus mengirim orang guna merundingkan persoalan ini dengan Huan hujin, sebentar bila kau berjumpa dengan..." sebenarnya ia hendak berkata begini
: "Sebentar, bila kau berjumpa dengan giok yong, tak usah kau singgung persoalan ini." Tapi sebelum kata kata tersebut selesai diutarakan, terdengar suara langkah kaki manusia bergema datang.
Ternyata Hee Giok yang telah masuk ke dalam ruangan utama, karena itu terpaksa dia telan kembali kata kata selanjutnya.
Ketika Ban Huijin melihat Hee Giok yong cepat cepat ia bangkit dan menyambut kedatangannya, lalu berseru : "Enci Giok, kenapa kau baru tiba sekarang ?"
Hee Giok yang segera menarik tangan Ban Huijin seraya minta maaf : "Siumoay mamang sudah rupanya aku telah membuatmu menunggu lama" Kemudian katanya lagi lirih :
"Enci Jin sebentar lagi siaumoay ada urusan hendak diberitahukan kepadamu"
"Sedari tadi aku sudah tahu memang aku ingin menyampaikan ucapan selamat kepadamu " seru Ban Huijin sambil tertawa.
"Mengapa harus mengucapkan selamat kepadaku ?" Hee Giok yang bertanya keheranan.
"Aaah, masa kau masih berlagak pilon Bukankah kau hendak memberltahukan kepadaku kalau empek telah menjodohkan kau dengan Huan kongcu ?"
"Aku mengajakmu berbicara secara serius, masa kau malah datang menggodaku..." Hee Giok yang kontan saja tersipu sipu malu.
"Siapa sih yang lagi menggodamu?" kata Ban Huijin bersungguh hati, "aku mendengar berita ini dari engkoh ku, tengah hari tadi empek sendiri yang mengumumkan perjodohanmu dengan Huan kongcu, Cuma harus menunggu persetujuan dari ibu Huan kongcu lebih dulu sebelum bisa diresmikan"
Selembar wajah Hee Giok yang segera berubah menjadi merah dadu karena jengahnya, ia berbisik lirih :
"Kenapa aku sendiri tidak tahu"
"Mungkin empek akan menunggu sampai mendapatkan persetujuan dari ibu Huan kongcu lebih dulu, baru memberitahukan berita gembira ini kepadamu" Tiba tiba Giok yang mendengus :
"Mungkin semuanya ini merupakan idee dari manusia she Sin itu, Sin hujin yang dimaksud) selama ini dia tinggal di Lo cu san dan selalu menganggapku sebagai duri dalam mata itulah sebabnya..."
"Enci Giok tak usah menuduh yang bukan bukan, oya, bukankah tadi kau bilang hendak memberitahukan sesuatu kepadaku" Apa sih yang hendak kau sampaikan kepadaku?"
"Kau tahu, semalam Tong hujin sudah tertimpa musibah ?"
bisik Hee Giok yang. Ban Huijin segera mengangguk. "Yaa siaumoay mendengar kabar ini dari engkoh ku"
"Aku lihat dibalik kejadian tersebut masih terdapat hal hal yang tidak beres" kata Hee Giok yang lagi lirih.
"Lantas apa yang tak beres ?" tanya Ban Huijin tertegun.
"Mungkin kejadian ini ada sangkut pautnya dengan perempuan she Sin itu, sebentar aku akan berbicara lebih teliti lagi kepadamu"
Begitulah kalau dua orang nona saling bertemu, mereka lantas mengobrol tiada hentinya, sudah barang tentu semua orang pun tak ada yang memperhatikan mereka.
Menanti mereka sudah berbincang sekian waktu, kedua orang itu baru kembali ke tempat duduk.
Berhubung Hee Giok yang telah diberitahukan oleh Ban Huijin bahwa ayahnya telah menjodohkan dia dengan Huan cu in,, maka sebagai seorang gadis yang pemalu, ia menjadi rikuh sekali setelah bertemu muka dengan Huan cu in,, sepasang pipinya berubah menjadi merah dadu, sikapnya kemalu maluan sehingga tidak menunjukkan kemesrahan seperti semalam.
Tentu saja Huan cu impun merasakan hal yang sama, ia tak berani menyapa gadis itu, karenanya semua perhatian ditujukan untuk berbincang bincang dengan Ban sian ceng.
Tak lama kemudian para dayang menyiapkan perjamuan, perjamuan itu khusus diselenggarakan untuk menghantar keberangkatan ketiga orang itu, sebagai tuan rumah, Hee Im hong suami istri tiada hentinya meloloh tamu mereka dengan arak.
Sementara itu, dihati kecil Huan cu im sudah timbul sebuah borok yaitu perkataan dari gurunya yang mengatakan bahwa Soh Han sim telah meracuni araknya tengah hari tadi, maka dengan alasan kepalanya masih pening ia tampik pemberian arak tersebut.
Ban Sian ceng mengira tengah hari tadi anak muda tersebut sudah mabuk maka ia tidak mencoba untuk mengajak pemuda itu minum arak. Justru nona Ban lah yang manfaatkan kesempatan tersebut untuk menghormati Huan cu im dengan arak. Lalu menghormati pula Hee Giok yang dengan secawan arak, ini membuat kedua orang itu menjadi tersipu sipu malu meski gembira dihati.
Perjamuan ini baru berakhir setelah menjelang kentongan pertama Hee Giok yang mengajak Ban Huijin untuk mengundurkan diri lebih dulu, mereka berdua segera berangkat menuju ke kuil cu im an-Sedang Huan cu im dengan alasan kepala pening mohon diri pula untuk kembali ke gedung timur.
Ketika ia tiba kembali di gedung timur, ci giok masih menunggu kedatangannya di depan pintu, ia segera menyambut kedatangan pemuda itu, begitu sang pemuda menampakkan diri, serunya :
"Huan kongcu, bukankah kau bilang kepalamu pusing "
Apakah sekarang sudah rada baikan ?"
"Aaah, itu kan alasan yang sengaja kukemukakan, kalau tidak. Malam ini aku bisa diloloh lagi sampai mabuk" sahut Huan cu im sambil tertawa. Ci giok mengerling sekejap kearahnya, kemudian bisiknya lirih :
"Kau jahat, sampai akupun percaya dengan omonganmu tadi, kau tahu aku jadi menguatirkan terus keselamatan jiwamu"
Huan cu im merasa amat terharu, tapi berhubung gurunya telah berjanji akan datang malam nanti ia tak berani banyak berbicara dengannya, buru buru serunya: "Sekarang hari sudah malam lebih baik nona cepat cepat pergi tidur..."
"Apakah kau ingin mencuci muka dulu" Biar kusiapkan air untukmu..."
"Aaah tidak usah, besok pagi aku masih harus melanjutkan perjalanan, sekarang aku perlu banyak beristirahat dulu"
Dengan sepasang mata yang jeli, ci giok mengawasi wajahnya lekat lekat, kemudian setelah mengangguk dia membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.
Melihat hati sudah larut malam Huan cu im tak berani membuang waktu lagi dia segera masuk ke dalam kamar.
Setelah menutup pintu dan menghembus padam lentera, dengan tenang ia duduk di atas bangku sambil menantikan kedatangan gurunya Sampai kentongan kedua lewat, didepan jendelanya baru terasa ada angin berhembus lewat, tahu tahu Ju It koay sudah muncul didalam kamarnya sembari berbisik:
"Muridku, kau belum tidur?"
Buru buru Huan cu im bangkit berdiri seraya berseru. "Tecu sudah menantikan kedatangan suhu semenjak tadi"
Ju It koay manggut manggut lalu duduk disebuah bangku yang berada didepannya, sambil menuding ke muka katanya:
"Kaupun duduklah, aku ada persoalan yang hendak dibicarakan denganmu" Huan cu im menurut dan segera duduk.
"Apakah hari ini pocu telah membicarakan soal perkawinan denganmu...?" tanya Ju It koay.
Bersemu merah selembar wajah Huan cu im, ia menundukkan kepalanya dan menyahut.
"Yaa, benar, tecu sudah bilang kepada empek Hee, tecu datang untuk mencari ayah kini berita ayah belum ditemukan, apalagi ibu masih ada dan tecu masih muda maka tecu tak berani mengambil keputusan atas hal tersebut"
Tiba tiba Ju It koay menghela napas pelan, katanya kemudian:
"Giok yang memang seorang bocah yang baik, Cuma... eh mm usiamu masih kelewat kecil, tentang masalah ini biar kita bicarakan dikemudian hari saja, untung saja kau segera akan meninggalkan tempat ini"
Setelah berhenti sejenak. Kembali dia berkata:
"Menurut penglihatanku, agaknya Ban sau cengcu juga telah dikerjai oleh Soh Hansim dalam minuman araknya. Aku masih mempunyai sebutir pil penawar, ambil dan simpanlah baik baik, untuk sementara waktu kau tak boleh membocorkan rahasia ini, tunggulah sampai ada kesempatan baru minumkan obat tersebut secara diam diam.
Setibanya di Kim leng dan bersua dengan Seng locianpwee tak ada salahnya bila kau ceritakan semua yang kau lihat dan dengar disini kepadanya tanpa tedeng aling aling, Cuma harus berada dalam suasana yang paling tepat, dimana tiada pihak ketiga yang turut hadir, dalam hal ini kamu mesti mengingatnya secara baik baik"
Lemudian setelah berhenti sejenak Ju It koay berkata lebih jauh "pocu belum tahu kalau bubuk pembingun pikiran yang ditanamkan kedalam tubuhmu sudah kupunahkan, setibanya di Seng ki piaukiok nanti, bisa jadi dia akan memberi suatu perintah kepadamu untuk melakukan sesuatu maka aku anjurkan dalam menghadapi persoalan apa saja, kau mesti berunding dulu dengan Seng locianpwee sebelum melakukan suatu gerakan. Nah, oleh karena perjalanan ini merupakan perjalanan yang pertama bagimu, maka kau mesti berhati hati dalam setiap tindakan, sekarang aku harus pergi dulu."
Tidak sampai Huan Cu im banyak bertanya, bayangan manusia sudah berkelebatan lewat dan menerobos keluar lewat jendela.
Huan Cu im segera menutup jendela sambil bersiap siap untuk naik ke pembaringan,
tiba tiba pintu kamarnya bergemericit, ini membuatnya tertegun.
"Siapa disitu?" tegurnya kemudian-
Dari luar pintu kedengaran Ci giok menjawab dengan lirih.
"Budak disini khusus datang untuk mengantar air teh buat kongcu."
Mendengarjawaban mana, Huan Cu im segera berpikir:


Pedang Pelangi Jay Hong Ci En Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sudah jelas kukatakan hendak tidur, mau apa dia datang kemari ditengah malam buta begini?"
Meski berpikir demikian, ia toh bangkit berdiri juga untuk membukakan pintu
Ketika pintu dibuka, Ci giok berdiri diluar sambil membawa sebuah baki berisi air teh, ia langsung masuk kedalam dan memandang sekejap kearah pemuda itu dengan sorot mata yang jeli.
"Ternyata kongcu belum tidur," katanya tertawa, "kalau begitu, tak salahlah jika budak menghantar air teh untukmu "
Sambil berkata ia letakkan baki itu ke atas meja, kemudian mengambil cawan teh dan diangsurkan kehadapan Huan Cu im, katanya dengan merdu: "Kongcu, silahkan minum teh "
Huan Cu im menerima cawan teh itu dari tangannya, kemudian berkata sambil tersenyum.
"Terima kasih nona, malam sudah larut, mengapa kau masih datang menghantar air teh untukku ?"
Pelan pelah Ci giok menundukkan kepalanya lalu menjawab
: "Sebab... sebab... besok pagi kau hendak pergi, entah sampai kapan kita baru akan bersua kembali, maka... maka..."
Kepalanya ditundukkan semakin rendah, sambungnya lirih:
"Maka aku... aku ingin kemari, untuk melihatmu lagi..."
Huan Cu im segera maju ke depan, serunya dengan amat terharu:
"Terima kasih banyak. Padahal perasaanku pun sama seperti kau, aku pun ingin sekali menengokmu lagi"
"Tadi kau bertanya siapa namaku, tapi tidak kuberitahukan hal itu kepadamu..."
"Jadi nona khusus datang kemari untuk memberitahukan nama aslimu...?"
"Tidak- sudah kubilang dikemudian hari kau pasti akan tahu dengan sendirinya"
Pelan pelan Ci giok membalikkan tubuhnya, kemudian berkata lagi dengan sedih: "Tapi aku pikir..."
"Kau mau apa ?" tukas Huan Cu im sebelum gadis itu menyelesaikan kata katanya Suara Ci giok semakin lirih bisiknya lebih jauh:
"Mungkin ketika kau pulang kemari, aku sudah tidak berada disini lagi dan tak akan bersua lagi denganku, mungkin disaat kau bertemu kembali nanti, kaupun tak akan mengenali diriku lagi"
"Aaa mana mungkin ini bisa terjadi?" seru Huan Cu im,
"selamanya aku tak akan pernah melupakan dirimu lagi"
Ci giok menggeleng, bermaksud begitu" katanya jengah: "Aku bukan
"Lantas maksudmu..."
Pelan pelan Ci giok membalikkan badan sambil membereskan rambutnya, setelah tertawa manis katanya
"Sebab ci giok yang kau kenal bukan diriku, tentu saja setelah bersua nanti kau tak akan mengenaliku lagi"
"oooh..." Huan Cu im berseru tertahan, kemudian mengawasinya dengan tercengang, "jadi wajahmu itu sudah kau saru?"
Ci giok mengangguk pelan tapi segera menggeleng kembali katanya dengan cepat:
"Jika aku hanya menyaru, semua orang yang berada disini pasti akan mengetahui perbuatanku itu sebab mereka adalah jago jago kawakan, karenanya aku hanya menghilangkan ciri ciri khas diriku saja dengan obat penyaru muka"
"Jadi maksudmu kemari adalah untuk memperlihatkan raut wajah aslimu itu kepadaku?" Cu giok mengangguk.
"Itulah alasanku yang terutama datang mencarimu ditengah malam buta begini"
"Bila kau bersedia memperlihatkan wajahmu, dengan senang hati aku akan melihatnya" kata Huan Cu im
"Kalau begitu, kau jangan mengintip dulu"
Dengan cepat sinona membalikkan badan berdiri membelakanginya, kemudian menyeka wajahnya dengan sapu tangan
Tak lama kemudian ia sudah membalikkan badan sambil berbisik lirih "Sekarang yang kau lihat adalah wajah asliku"
Sebenarnya Ci giok termasuk seorang gadis yang cantik dan lembut, tapi setelah membalikkan tubuhnya, dia seperti telah berubah menjadi seseorang yang lain-Tidak. Bentuk wajahnya memang tak bisa berubah, tapi alis matanya bagaikan semut beriring, tidak setebal tadi hidungnya lebih mancung, bibirnya merah merekah, wajahnya yang semula putih kekuning kuningan sekarang nampak putih kemerah merahan putih seperti susu dan bercahaya Pemuda itu hampir tak percaya dengan apa yang terlihat didepan mata, dalam waktu singkat gadis itu seakan akan telah berubah menjadi bidadari yang baru turun dari kahyangan-Hee Giok yang termasuk cantik tapi ia cantiknya lembut dan tenang, hanya sayang sikapnya rada dingin dan serius Siburung hong hijau Ban Huijin juga cantik, ia lincah bagaikan seekor burung nuri
Ci giok berada sekali dengan kedua orang itu, dibalik kecantikan dan kelembutan terselip pula sinar kegagahan seperti sekuntum bunga mawar yang baru mekar, penuh memancarkan hawa kehidupan yang segar dan baru.
Untuk sesaat Huan Cu im berdiri tertegun, memandangnya dengan termangu mangu bahkan sorot matanya seakan akan berat sekali untuk dialihkan dari wajah nona itu.
Sinona pun memandang ke arahnya dengan pandangan yang lembut penuh kemesraan dan perasaan cinta, sepasang pipinya kelihatan agak bersemu merah bisiknya tiba tiba dengan suara lirih:
"Sekarang, sudah kau kenal bukan ?"
"Kau... kau sangat cantik" bisik Huan Cu im agak tergagap.
Dengan wajah jengah Ci giok mengerling sekejap ke arahnya, kemudian mengomel: "Aku kan lagi bicara serius denganmu."
Huan Cu im merasakan jantungnya berdebar sangat keras, digenggamnya sepasang tangan nona itu, lalu rengeknya lirih:
"Berilah kesempatan kepadaku untuk memperhatikan wajahmu lebih seksama lagi "
Ci giok tidak meronta bahkan menurut dengan lembut, pelan-pelan ia mendongakkan kepalanya lalu bertanya: "Masa kau belum cukup melihatnya ?"
Huan Cu im memberanikan diri untuk menarik tubuhnya sehingga terjatuh ke dalam pelukannya, lalu sahutnya:
"Biar selama hidup pun aku merasa tak cukup untuk memandangi terus wajahmu"
Ia memeluk tubuhnya yang lembut dan kepalanya pelanpelan ditundukkan kebawah
Ci giok meronta pelan lalu berbisik agak gemetar:
"Kau..." Kata kata selanjutnya tak mampu diteruskan lagi sebab dua lembar bibir yang panas telah menyumbat bibirnya yang mungil.
Gadis itu tidak berbicara lagi, pemuda itupun tidak. Meski begitu kedua belah pihak sama sama dapat mendengar detak jantung masing masing
Suasana dalam ruangan menjadi hening sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun sedemikian heningnya sampai tak kedengaran suara apa pun...
"Eeehmm..." akhirnya Ci giok mendehem sambil mendorong tubuhnya, ia malu sekali sampai pipinya menjadi semerah buah apel, serunya kemudian: "Kau jahat... aku...
aku tak mau..." Selembar wajah Huan Cu impun berubah menjadi merah padam katanya kemudian agak tergagap:
"Nona, aku... aku tadi tak dapat menahan diri tadi, kau...
kau tidak marah bukan?"
"Siapa yang marah kepadamu?" Ci giok tertunduk malu, kemudian dengan sedih terusnya, "besok kau hendak pergi aku hanya ingin memberitahukan suatu hal padamu"
"Katakanlah, apa yang hendak kau beritahukan kepadaku?"
Dengan wajah memerah Ci giok tertunduk semakin rendah:
"Tempo hari... ketika kau... kau mencabutkan jarum dari...
dari tubuhku semua... semua bagian tubuhku yang suci telah kau... kau lihat... maka selama hidupku ini, kecuali kau...
aku... aku..." Tiba tiba dua titik air mata jatuh beriinang membasahi pipinya yang halus. Huan Cu im menjadi amat gelisah, cepat dia berseru:
"Nona tak usah kuatir, aku bukan seorang lelaki yang tak berperasaan aku tak akan melupakan kau untuk selamanya"
Hangat dan manis perasaan Ci giok setelah mendengar perkataan itu, meski air mata masih membasahi pipinya, ia toh sempat tertawa.
"Setelah mendengar perkataanmu itu aku pun dapat berlega hati sekarang waktu sudah larut malam, kau harus beristirahat dulu"
Kemudian ia membalikkan badan dan beranjak pergi
"Nona..." seru Huan Cu im lirih.
Ci giok berputar badan lalu berkelebat lewat dengan amat cepat, katanya sebelum berlalu dari kamar
"Kau harus tidur, aku tak akan mengganggu dirimu lagi "
ooooooodwooooooo Kim leng adalah sebuah kota yang cukup ramai.
Perusahaan Seng ki piaukiok terletak di suatu sudut kota yang cukup ramai di kota tersebut, pemiliknya seng Bian tong berusia enam puluh tiga tahun, bukan saja memiliki perawakan tubuh yang tinggi kekar, langkahnyapun masih tegap dan wajahnya masih merah bercahaya sehingga sekilas pandangan usianya seperti baru mencapai lima puluh tahunan-Dalam keadaan dan situasi seperti apa pun, kau akan selalu menyaksikan dua biji peluru besi yang selalu berputar putar ditangan piautau tua ini, karena ia memang dijuluki orang si peluru besi.
Julukan tersebut tidak diperoleh secara gampang, konon didalam saku Seng Bian tong semuanya terdapat lima biji peluru besi, setiap peluru dapat mengancam jalan darah orang secara tepat dan jitu, lagipula jika lima peluru dipergunakan bersama, tak pernah korbannya bisa selamat.
Konon semenjak ia terjun ke dunia persilatan, paling banter dia hanya menggunakan empat biji dan belum pernah menggunakan lima biji peluru bersama sama.
Seng lopiautau ini berasal dari Hoa san, dia termasuk kakak seperguruan dari ketua Hoa sanpay saat ini Siang Han hui.
Atas dasar inilah perusahaan Seng kipiau kiok selalu nomor satu di kota Kim leng dan belum pernah ada umat persilatan yang berani mengusiknya.
Sudah lama Seng lopiautau menyerahkan tampuk pimpinan perusahaannya kepada putranya Seng ceng hoa,jadi kalau begitu sebetulnya ia sudah dapat penuh berbahagia.
Tapi didalam kenyataannya ia belum pernah bisa hidup dengan aman tenteram penuh kebahagiaan-Setelah ia menyerahkan jabatan congpiautau kepada putranya dia sendiri justru menempati kedudukan yang lebih rendah dengan menjadi seorang piautau dalam perusahaan Seng ki piaukiok
Ternyata Seng lopiautau adalah seorang yang suka bergerak, dia bilang:
"Air yang mengalir tak akan berbau, rumah yang ditempati baru tak akan rusak, manusia memang dilahirkan didunia untuk bergerak kalau tidak bergerak meski besi pun akan berkarat"
Dengan menyerahkan kedudukan congpiautau kepada putranya dan menyerahkan persoalan yang memusingkan kepala kepada putrinya, dengan menjabat sebagai seorang piautau maka ia dapat mengikuti kereta barang untuk berkelana kemana mana melemaskan otot dan mengunjungi teman teman lama.
Kehadiran Seng ki piaukiok dikota Kim leng tak bisa disangkal lagi merupakan kantor cabang Hoa sanpay dikota itu asal ada orang Hoa sanpay berkunjung ke Kim leng mereka tentu akan menginap dalam perusahaan tersebut.
Kali ini ketua Hoa sanpay siang Han hui telah berkunjung ke Kim leng mereka pun berdiam dikantor perusahaan tersebut.
Oooodwoooo Ketika Huan Cu im bersama dua bersaudara Ban Sian cing tiba dikota Kim leng magrib telah menjelang tiba.
Ban Sian cing bersaudara datang ke kota itu adalah atas perintah ibu mereka untuk menyongsong ketua Hoa sanpay Siang Han hui serta ketua Go bipay Cing im totiang sebab pertemuan puncak bukit Hong san yang diselenggarakan malam ini diadakan oleh pihak Hong sanpay Hoa sanpay dan Go bipay.
(Cing im totiang sebenarnya berdiam di perusahaan Pek juan piaukiok di kota Kim leng, tapi sekarang dia telah pergi ke Bu tong san). Untuk menjumpai sang ketua, tentu saja mereka tak bisa mengunjungi pada waktu senja karena itulah Ban Sian ceng kakak beradik mencari sebuah rumah penginapan di kota sebelah barat.
Huan Cu im memang bertujuan untuk mengunjungi Seng Bian tong, karena itu setelah membersihkan badan di rumah penginapan tersebut, dia pun berpamitan kepada dua bersaudara Ban dan langsung mencari alamat perusahaan Seng ki piaukiok.
Kantor seng ki piaukiok terletak disebuah jalanan disebelah selatan kota gedungnya sangat besar didepan pintu terdapat tanah kosong yang ditumbuhi puluhan batang pohon besar, sedangkan didepannya terbentang jalan raya beralaskan batu.
Saat itu pintu gerbang perusahaan Seng ki piaukiok terbentang lebar, disebelah kiri pintu tergantung sebuah papan nama berbentuk segi panjang yang bertuliskan:
"sengko ki piau kiok"
Huan cu im melompat turun dari kudanya ditepijalan, setelah menambat kudanya di bawah sebatang pohon dia menyeberangi tanah lapang dan mendekati pintu gerbang, di situ ia jumpai ada tiga orang lelaki berbaju biru sedang duduk diatas sebuah bangku panjang.
Ketika salah seorang diantara mereka menyaksikan kedatangan Huan cu im, ia segera bangkit berdiri seraya menyapa. "Kongcu datang mencari siapa ?"
"Aku khusus datang untuk menyambangi Seng piaucu "
sahut Huan Cu im seraya menjura. Tentu saja ketiga orang lelaki itu adalah para centeng penjaga pintu gerbang Sebagai manusia yang sudah berpengalaman luas dan sepanjang tahun ikut berkelana dalam dunia persilatan, mereka tentu saja memiliki ketajaman mata yang luar biasa.
Biarpun Huan Cu im masih berusia muda namun sikapnya yang anggun dan gerak gerik^ yang gagah, ditambah pula sebilah pedang tersoren di pinggangnya membuat setiap orang akan mengetahui bahwa dia mempunyai asal usul yang termashur. Sambil tersenyum lelaki itu berkata "Kongcu silahkan masuk untuk minum teh"
Sembil berkata dia mengajak Huan cu im menyeberangi sebuah halaman dan masuk ke dalam ruang tamu.
Kemudian ia baru bertanya lagi sambil tertawa paksa.
"Kongcu, siapa namamu dan berasal dari mana " Dengan begitu akupun bisa masuk untuk memberi laporan"
"Tidak berani, aku Huan Cu im datang dari telaga Cau oh"
"silahkan kongcu duduk sebentar, biar aku yang rendah masuk ke dalam memberi laporan" kata lelaki itu lagi sungkan-
"Silahkan loko"
Lelaki itu membalikkan badan dan mengundurkan diri dari ruang tamu itu dengan langkah cepat.
Diam diam Huan Cu im mengamati sekeliling situ, ruang tamu itu sangat luas, dibagian atas terpancang sebuah papan nama yang bertuliskan empat huruf dari warna emas, tulisan itu berbunyi: "Wa bu wi yang"
Diatas dinding sekeliling ruangan tergantung pula banyak sekali papan papan nama, semuanya merupakan papan nama hadiah dari suatu perusahaan, atau pejabat dari sini dapat diketahui betapa termasyurnya nama perusahaan seng ki piaukiok dimata masyarakat
Sementara Huan Cu im masih membaca papan-papan nama itu, seorang lelaki datang menghidangkan air teh sembari berkata: "Kongcu, silahkan minum teh"
"Terima kasih" Tak lama kemudian terdengar lagi suara langkah kaki manusia berkumandang dalam ruangan seorang lelaki muda berjubah panjang warna hijau munculkan diri disitu, sambil menyuru kepada sang pemuda ia segera menyapa:
"Bila aku yang rendah teriambat menjemput kedatangan Huan Kongcu sehingga kau harus menunggu lama, harap Kongcu sudi memaafkan"
Huan Cu im dapat melihat bahwa lelaki itu paling banter berusia tiga puluh tahunan, berwajah merah tapi gagah, didengar dari nada pembicaraannya dia seperti si penganggung jawab dalam perusahaan tersebut. Maka cepat cepat dia membalas memberi hormat seraya mejawab: "Tidak berani, boleh aku tahu siapa nama saudara..."
"silahkan Huan Kongcu duduk" kata lelaki berbaju hijau itu cepat, kemudian setelah Huan Cu im duduk dan ia menemani di sampingnya barulah berkata kembali, "aku Seng Ceng hoa, bolehkah kutahu ada urusan apa Huan kongcujauh jauh datang kemari ?"
"ooh, rupanya Seng loko " kata Huan Cu im sambil menjura, sementara dalam hati kecilnya berpikir
"Entah apa hubungan orang ini dengan Seng loya cu ?"
Maka setelah memberi hormat lagi dia berkata.
"Aku khusus datang kemari untuk menyambangi pemilik perusahaan" seng Ceng hoa tersenyum.
"Akulah yang menjadi pemilik perusahaan ini, bila Huan kongcu mempunyai suatu maksud, silahkan saja diutarakan secara berterus terang..."
Ternyata lelaki muda inilah pemilik perusahaan Seng ki piaukiok yang termashur itu Huan Cu im jadi tertegun, kemudian sambil mengawasi lelaki itu kembali dia berkata.
"Kakekku dan ayahku mempunyai hubungan persahabatan yang sangat erat dengan Seng loya cu, aku jauh jauh datang dari telaga Cau oh tidak lain adalah menyambangi Seng loya"
Seng Ceng hoa segera bangkit berdiri, lalu serunya sambil tertawa tergelak.
"Huan kongcu datang dari Cau oh, jangan jangan ayahmu adalah sijago berbaju hijau Huan Tay seng..."
"Betul, yang dikatakan loko adalah ayahku" sahut Huan Cu im sambil bangkit berdiri pula.
"Haah... haah... haah... kalau begitu kita adalah orang sendiri" seru Seng Ceng hoa sambil tertawa tergelak. "sudah banyak tahun ayahku tak pernah bersua dengan Huan toa siok, dia sering kali rindu padanya, maaf kalau aku tak sungkan sungkan menyebutmu sebagai saudara Huan, silahkan duduk didalamsaja, ayahku sedang menemani ciangbunjin berbicara dalam kamar baca, ayo turuti aku"
Selesai berkata dia lantas mengajak Huan Cu im menuju ke luar.
Huan Cu im mengikuti lelaki itu menelusuri sebuah beranda dan memasuki halaman kedua, pada sekeliling halaman tampak aneka bunga yang berwarna warni, suasana di sini jauh lebih rindang dan nyaman-Seng Ceng hoa mengajak pemuda itu memasuki sebuah pintu samping disisi kiri dan menuju ke halaman lain-Dalam halaman tumbuh beberapa batang pohon pinang serta beberapa kuntum bunga anggrek yang baru mekar, baru melangkah masuk ke dalam halaman sudah terembus bau harumnya yang semerbak.
Disebelah timur sana berjajar tiga buah ruangan, lamat lamat terdengar ada orang sedang berbicara disana.
Seng Ceng hoa mendekati pintu ruangan itu, kemudian katanya sambil tertawa.
"Ayah, ada tamu dari jauh yang datang menyambangi kau orang tua"
Dari dalam ruangan segera terdengar seseorang bertanya dengan suara yang tua.
"Siapakah dia ?"
"Ananda telah mengundangnya masuk, bila ayah telah berjumpa dengannya pasti akan terkejut bercampur gembira"
kata Seng Ceng hoa tertawa. Kemudian sambil membalikkan badan katanya. "Saudara Huan, silahkan masuk"
Ruangan tersebut merupakan sebuah kamar baca berikut tempat tidur yang diatur sangat rapi dan bersih, diatas pembaringan kayu tampak dua orang duduk disana.
Orang yang duduk disebelah kiri adalah seorang lelaki setengah umur berjubah hijau yang berusia lima puluh tahunan, wajahnya tampan dan jenggotnya panjang sedada.
Ia nampak keren dan berwibawa.
Sekalipun tadi Seng Ceng hoa tidak bilang "ayah sedang menemani ciangbunjin berbicara dalam kamar baca" pun, dapat diketahui bahwa orang ini adalah seorang pendekar dari kalangan lurus.
Tentu saja dia adalah ketua Hoa sanpay Siang Han hui yang hendak dikunjungi Ban sian ceng bersaudara.
Sedang di sebelah kanan duduk seorang kakek berjubah biru yang berperawakan tinggi besar dan berwajah merah bercahaya kecuali rambut dan jenggotnya yang sudah memutih, sama sekali tidak nampak ketuaan pada orang ini.
Dia tak lain adalah Seng Bian Tong, Seng loya cu dari perusahaan Seng ki piaukiok.
Setelah masuk ke dalam ruangan, Seng Ceng hoa segera memperkenalkan Huan cu im kepada ayahnya:
"Saudara Huan, dia adalah ayahku"
Seng Bian tong tidak kenal dengan Huan cu im buru buru dia bangkit berdiri dari pembaringan dan bertanya agak tertegun-"Ceng hoa, kongcu ini..." Seng Ceng hoa tersenyum.
"Bukankah kau orang tua seringkali membicarakan Huan toa siok" Dia adalah Huan toa siok. Huan cu im"
Sementara itu Huan cu im telah maju selangkah ke depan dan berseru sambil menyembah "Aku yang muda Huan Cu im menjumpai loya cu"
"oooh" Haaahhh... haaahhh... haaahhh..." Seng Bian tong segera tertawa terbahak bahak. Sambil membangunkan Huan Cu im kembali serunya:
"Keponakanku, kau tak usah banyak beradat apakah ayahmu sudah ada kabar beritanya?"
"Belum" sahut Huan Cu im sambil bangkit berdiri, "adapun kedatanganku kemari adalah untuk mencari kabar berita tentang ayah."
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... sungguh tak nyana keponakan sudah sebesar ini" kembali Seng Bian tong berkata dengan gembira sambil mengawasi anak muda tersebut, "mari kukenalkan kepadamu, dia adalah Siang ciangbunjin dari Hoa san pay, dengan ayahmu merupakan kenalan lama, kau boleh menyebutnya sebagai Siang lopek" Huan cu im membalikkan badan dan memberi hormat kepada siang Han hui serunya
"Boanpwee menjumpai Siang lopek"
Siang Han hui bangkit berdiri kemudian ujarnya sambil tersenyum.
"Huan hiantit baru datang dari tempat yang jauh, silahkan duduk sebelum berbicara"
"Huan bengte, silahkan duduk dulu" kata Seng Ceng hoa pula, "diluar sana aku masih ada urusan lain, maaf kalau tidak bisa menemani lebih lama"
"oooh, silahkan seng loko berlalu"
Sepeninggal Seng Ceng hoa, seorang lelaki berbaju hijau datang menghidangkan air teh. Sambil tersenyum Siang Han hui bertanya "Baik baikkah ibumu ?"
"Terima kasih banyak lopek, ibu tetap sehat walafiat"
"Bagaimana dengan lokoankeh " Apakah ia pun masih tetap sehat walafiat?" tanya Seng Bian tong pula sambil mengelus jenggotnya yang memutih. Paras muka Huan Cu im segera berubah menjadi amat sedih, sahutnya, "Lo koankeh telah meninggal dunia."
"Hei, kapan peristiwa ini terjadi ?" tanya Seng Bian tong dengan wajah tertegun.
"Bulan berselang, dia menemani aku yang muda berkunjung ke benteng keluarga Hee, di situlah dia mati karena angin duduk"
"Jadi keponakan telah berjumpa dengan Hee pocu ?"
"Aku yang rendah datang dari benteng keluarga Hee, datang bersamaku adalah Ban sau cengcu kakak beradik dari bukit Hong san mereka pun datang kemari untuk menyambangi Siang lopek"
"Mengapa mereka tidak datang bersamamu ?"
"Ban Seng cing bersaudara berdiam di rumah penginapan Ban an dikota barat, mereka bermaksud akan datang menyambangi Siang lopek esok paginya"
"Ban Sian cing kakak beradik telah berada di kota Kim leng, masa mesti menginap di rumah penginapan " Tiang keng, kau panggil kiok cu kemari"
Seorang lelaki berbaju hijau yang berdiri didepan pintu segera mengiakan dan mengundurkan diri dari situ.
Tak lama kemudian Seng Ceng hoa telah muncul kembali seraya bertanya. "Ayah, ada urusan apa kau manggil ananda
?" "Ban sau cengcu Ban Seng cing kakak beradik dari keluarga Ban mendapat perintah dari ibunya untuk menyambangi ciangbunjin, sekarang mereka berdiam dirumah penginapan Ban an dikota barat, cepat kau bawa kemari kakak beradik itu, masa setelah berada di Kim leng, mereka mesti menginap dirumah penginapan ?"
"Locianpwee, biar boanpwee pergi bersama Seng loko" kata Huan Cu im kemudian sambil bangkit berdiri.
"Yaa, begitupun memang ada baiknya" kata Seng Ceng hoa cepat, "aku belum pernah berjumpa dengan Ban sau cengcu, bila ditemani saudara Huan hal ini memang lebih baik lagi"
Seng Bian tong mengelus jenggotnya yang putih, kemudian katanya kepada Huan Cu im
"Dulu ketika kakekmu masih hidup, dia adalah seorang angkatan tua dalam urusan pengawalan barang, waktu itu aku belum lama terjun ke dunia persilatan, atas kebaikan hati kakekmu, kami pun angkat saudara, aku memanggil losiok sedang dia menyebutku lote, sedang ayahmu, berhubung aku saling membahasai saudara dengan kakekmu, maka dia memanggilku toa siok"
"Padahal usiaku dengan kakekmu Cuma terpaut empat lima belas tahunan saja, maka akupun bersikeras membahasai saudara dengannya, kupanggil dia dengan sebutan lote, jadi akibatnya hubunganku dengan kakek dan ayahmu pun menjadi kacau balau tidak karuan" Kemudian setealh tersenyum kembali dia berkata.
"Sekarang keponakan membahasai diri sebagai aku yang muda berhubung hubunganku dengan ayah serta kakekmu, padahal aku dengan ayahmu pun bersaudara oleh sebab itu kurasa paling cocok apabila keponakan memanggilku sebagai lopek saja, sedang kau menyebut diri sebagai siautit, dengan demikian rasanya hubungan kita pun lebih akrab dan kekeluargaan"
"Padahal keadaan seperti ini banyak terjadi didalam dunia persilatan, inilah yang disebut masing masing berhubungan dengan masing masing, perduli amat bagaimanakan hubungan dengan nenek moyang mereka, yang penting adalah hubugnan yang terjalin sekarang. Apalagi akupun seorang yang terbuka suka gampangan, jadi kuharap kau tak usah bersikap sungkan sungkan lagi kepadaku di kemudian hari"
oleh karena Seng Bian tong bersikeras demikian, terpaksa Huan cu im harus menuruti. "Bila empek memang menitahkan begitu, siautit pun akan turut perintah saja"
"Saudara Huan, mari kita berangkat" ajak Seng Ceng hoa kemudian-
^ooodwooo^ Menjelang senja, Seng Ceng hoa dan Huan Cu im telah menjemput Ban sian ceng bersaudara pindah ke Seng ki piaukiok.
Menyusul kemudian di ruang tamu pun diselenggarakan perjamuan yang meriah untuk menyambut kedatangan Ban Sian ceng bersaudara serta Huan Cu im.
Selesai bersantap. Seng Cing hoa menemani Ban Sian ceng, Ban Huijin dan Huan Cu im naik ke loteng, tempat itu merupakan ruang khusus untuk tamu agung, setiap orang mendapat satu kamar, ruangannya semua bersih dan nyaman, dibandingkan dengan rumah penginapan tentu saja tempat inijauh lebih nyaman-Sepeninggal Seng Ceng hoa, ketiga orang itu pun masing masing kembali ke kamarnya untuk beristirahat.
^ooodowooo^ Huan Cu im mengunci kamar tidurnya lalu mengeluarkan surat yang dititipkan Ci giok kepadanya, sampul itu putih bersih dan terbungkus rapat.
Sewaktu mengeluarkan sampul surat itu, tanpa terasa Huan Cu im membayangkan kembali Ci giok. Untuk beberapa saat dia sampai berdiri termangu mangu
Sampai lama kemudian ia baru merobek sampul depan, ternyata didalamnya terdapat pula sebuah sampul surat yang lebih kecil.
Dia tak tahu Ci giok hendak menyerahkan surat itu kepada siapa ketika dibaca tulisan Ci giok kelihatan sangat indah, malah setelah membaca tulisan itu dia segera tertawa geli.
Ternyata diatas sampul surat itu bertuliskan begini :
"Tolong disampaikan kepada Huan Kong cu cu im pribadi."
Sampul itupun terbungkus sangat rapat.
"Waaah, rupanya dia menulis surat untukku" demikian pemuda itu berpikir. Huan cu im belum pernah menerima surat dari perempuan, apalagi surat cinta.
Tak teriukiskan rasa girang dan gembiranya saat itu, buru buru dia merobak sampulnya dan mengeluarkan sepucuk surat, disitu bertuliskan beberapa huruf yang berbunyi begini:
"Siang ciangbunjin dari Hoa sanpay berdiam di Seng ki piaukiok, kemungkinan besar kau akan bertemu dengannya, dia adalah seorang manusia dari golongan lurus, maka carilah sebuah kesempatan untuk menceritakan semua yang kau lihat dan kau dengar didalam benteng keluarga Hee kepadanya.
"Aku tahu, antara kau dengan Heepocu mempunyai hubungan yang cukup akrab, Tapi masalah ini mempunyai pengaruh yang amat besar terhadap keselamatan dunia persilatan, boleh dibilang menyangkut mati hidup, sengsara atau gembiranya segenap umat persilatan, karena itu kuharap kau cukup bijaksana dalam hal ini, selesai membaca harap surat ini dimusnahkan, maaf tidak kucantumkan nama"
Selesai membaca tulisan itu Huan cu im merasa sedikit agak kecewa, tapi diapun merasa agak bimbang.
Kecewa karena setelah melihat surat itu ditujukan kepadanya, dia mengira gadis itu tentu akan memberitahukan siapa namanya dalam surat tersebut, atau mungkin dia akan mengungkapkan perasaan cintanya kepada dia, tapi sekarang semua yang diharapkan sama sekali tidak ditemukan-..
Yang membuatnya bingung adalah mengapa dia bersedia menjadi seorang dayang didalam benteng keluarga Hee, mengapa pula caranya berbicara persis seperti apa yang diucapkan gurunya, seolah olah menganggap benteng keluarga Hee sebagai sumber segala kejahatan-Bahkan dia pun mengatakan bahwa mati hidup, sengsara gembiranya dunia persilatan tergantung pada tindakanya yang akan diambil, mungkinkah persoalan tersebut telah berkembang menjadi demikian gawatnya " Berpikir demikian dia pun membakar surat itu diatas lilin- Pada saat itulah, tiba tiba pintu kamarnya diketuk orang cepat cepat dia menuju ke pintu dan membukanya.
Ternyata orang yang mengetuk pintu adalah Seng Ceng hoa maka buru buru dia menyapa:
"seng loko, silahkan masuk"
seng Ceng hoa tersenyum. "Rupanya saudara Huan belum tidur ?"
"Belum, apakah Seng loko mempunyai suatu petunjuk."
"oooh, ayah yang menyuruh aku datang menengokmu, apabila saudara Huan belum tidur, silahkan kau turut aku kebawah"
"Bila lopek mengundangku, sudah pasti beliau ada urusan penting saudara Seng, ayo kita berangkat"
Kedua orang itu bersama sama turun loteng, kemudian atas petunjuk Seng Ceng hoa mereka menuju kesebuah kamar disebelah timur dan membuka pintunya. "Kamar ini merupakan kamar ayahku, silahkan saudara Huan masuk kedalam" ia berkata.
Huan Cu im melangkah masuk kedalam ruangan tapi Seng Ceng hoa tidak. Malah dia segera merapatkan pintu kamar.
Ruangan tersebut tidak terlalu besar, selain sebuah pembaringan kayu, disana hanya terdapat sebuah meja kecil yang dikelilingi empat buah kursi kayu. Seng Bian tong duduk disitu sambil mempermainkan kedua biji peluru besinya.
Ketika melihat munculnya pemuda itu, sambil tertawa ia berkata: "Lo tit, silahkan duduk"
Huan Cu im maju beberapa langkah dan berhenti dihadapannya, kemudian sambil memberi hotmat ujarnya:
"Entah ada urusan apa lopek mengundang kedatanganku?"
Seng Bian tong mengambil sebuah cawan dan diisi dengan air teh, kemudian ia baru berkata:
"Keponakanku duduklah dulu tempat ini adalah kamar pribadiku, tanpa perintahku tak seorangpun yang berani masuk. Sengaja kuundang kedatanganmu dalam suasana begini karena aku ingin menanyakan suatu masalah kepadamu."
Teringat akanpesan gurunya sebelum berpisah, cepat cepat Huan Cu im berseru:
"Sekalipun lopek tidak mengundangku kemari, siautit juga akan mencari kesempatan untuk berbicara empat mata dengan lopek."
"oya...?" seru Seng Bian tong keheranan, ditatapnya pemuda itu lekat lekat, kemudian baru bertanya,
"keponakanku kau ada urusan apa ?"
"Sebelum berangkat menuju ke sini, suhu telah berpesan kepada siautit agar setelah bertemu dengan lopek maka semua peristiwa yang kulihat dan kudengar didalam benteng keluarga Hee harus dilaporkan kepada lopek."
"oooyaaa..." Seng Bian tong segera memberikan perhatian khusus, "siapakah gurumu?"
"Suhu she Ju bernama It koay, dia orang tua cacad kaki kanannya dan selalu berjalan dengan menggunakan sebuah tongkat besi sebagai penyangganya, suhu bilang berhubung orang persilatan mengatakan watak suhu amat kukoay, karena itulah semuanya memanggil Ju It koay kepadanya..."
Seng Bian tong menaruh perhatian semakin serius, serunya agak tercengang:
"Heran kenapa aku tak pernah mendengar nama ini" Oya, aku baru datang dari benteng keluarga Hee, kapan bertemu dengan gurumu itu...?"
"Saat ini suhu menjabat sebagai ketua pelatih didalam benteng keluarga Hee"
Berkilat sinar tajam dari balik mata Seng Bian tong sesudah mendengar ucapan itu kembali ia bertanya: "Sejak kapan kau belajar silat darinya ?"
"Peristiwa ini terjadi tiga tahun berselang semua kepandaian silat yang siautit miliki berasal dari suhu"
Secara ringkas dia lantas menceritakan pengalamannya ketika mengangkat guru dan belajar silat.
Selesai mendengar kisah itu kembali Seng Bian tong bertanya.
"Waktu itu, apakah gurumu sudah menjabat ketua pelatih didalam benteng keluarga Hee?"
"Belum, suhu baru menjadi ketua pelatih didalam benteng keluarga Hee belum lama berselang"
Secara ringkas Huan Cu im menceritakan kembali kisah gurunya ketika memasuki benteng keluarga Hee belum lama berselang.
Seperti kebiasaan semula, Seng Bian tong mengelus jenggotnya yang putih sambil manggut manggut berulang kali, agaknya ia seperti sudah mengetahui akan sesuatu. Setelah termenung beberapa saat, diapun bergumam^
"Aneh, menurut apa yang kuketahui, agaknya didalam dunia persilatan belum pernah terdapat seorang manusia seperti ini..."
Dia segera mendongakkan kepalanya menengok wajah Huan Cu im, kemudian baru katanya:
"Malam ini secara khusus kuundang kau kemari, tak lain karena aku ingin mengetahui lebih jelas keadaan dalam benteng keluarga Hee, sebelum berpisah dengan keponakan suhumu berpesan pula agar kau menyampaikan apa yang terlihat dalam benteng keluarga Hee kepadaku, hal ini menunjukkan kalau gurumu ada maksud tertentu" Didalam Huan Cu im berpikir:
"Ditengah malam begini Seng lopek mengundangku menghadap. Ternyata yang ingin dia tanyakanpun keadaan didalam benteng keluarga Hee, tampaknya semua orang sudah mulai menaruh perhatian terhadap gerak gerik dalam benteng tersebut, mungkinkah di dalam benteng keluarga Hee benar benar sudah terkandung suatu peristiwa besar?"
Pendekar Pengejar Nyawa 20 Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong Pendekar Latah 31
^