Pencarian

Pusaka Pulau Es 6

Pusaka Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Bagian 6


Ketika perahu itu tiba di seberang sungai, dari perahu mereka dapat melihat seorang wanita berpakaian putih sedang dikeroyok oleh belasan orang yang memegang pedang. Wanita itu bersenjatakan sabuk sutera putih dan gerakannya ringan seperti seekor burung bangau putih.
Namun, belasan orang pengeroyoknya itu membentuk barisan pedang yang lihai sekali sehingga wanita itu agaknya berada dalam keadaah berbahaya dan ke manapun ia bergerak, selalu ia bertemu dengan pedang para pengeroyok yang sudah mengepungnya dengan barisan yang teratur rapi.
Kai-ong Lu Tong Ki berkata kepada Han Li.
gHan Li, kalau melihat perkelahian itu, apa
yang akan kulakukan" Kau hendak membantu pihak yang mana"
h Han Li berdiri di perahu dan memandang sejenak.
gAku akan melerai dan menegur belasan
orang yang mengeroyok seorang wanita itu, Suhu. Kalau mereka tidak mau menurut, tentu aku akan membantu wanita itu. Ia amat lihai, akan tetapi para pengeroyoknya menggunakan barisan yang amat kuat.
h gEngkau benar dan lakukanlah!
h kata kakek pengemis itu sambil tersenyum. Mendengar
ucapan gurunya, Han Li segera melompat ke darat dan lari menghampiri mereka yang sedang bertanding. Han Li telah mencabut pedangnya dan menerjang para pengeroyok sambil berseru,
gTahan senjata! h Dua orang pengeroyok yang pedangnya bertemu dengan Han
Li terkejut karena pedang mereka terpental, hampir terlepas dari pegangan. Yang lain lalu berhenti mengeroyok gadis berpakaian putih yang bukan lain adalah Souw Cu In itu gBerhenti dulu!
h kata Han Li sambil memandang kepada Cu In.
gKalian ini belasan orang laki-laki mengapa mengeroyok seorang wanita" Itu curang namanya!
h gSiapa kau berani mencampuri urusan kami"
h gTidak peduli aku siapa akan tetapi kalau melihat kecurangan aku tidak akan tinggal diam.
Kalau kalian ini bertanding satu lawan satu aku tentu tidak akan campur tangan.
h gPerempuan ini lancang. Hajar saja!
h terdengar teriakan mereka dan kembali mereka
bergerak dengan teratur dan menggerakkan pedang untuk menyerang, sekali ini bukan hanya Cu In yang dikeroyok, akan tetapi juga Han Li.
Han Li menggerakkan pedangnya dan Cu In menggerakkan sabuk suteranya. Gerakan kedua orang gadis ini begitu hebatnya sehingga barisan pedang itu mulai menjadi kacau.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
205 Akan tetapi tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan semua pengeroyok mengundurkan diri mendengar bentakan ini dan di situ telah muncul seorang kakek berusia enam puluhan tahun yang memegang sebatang tongkat dan mendatangi tempat itu dengan terpincangpincang.
Ternyata kaki kiri kakek ini timpang sehingga jalannya terpincang-pincang. Melihat kakek itu, Cu In terkejut karena dia mengenal kakek itu sebagai Toat-beng Kiam-sian Lo Cit yang amat lihai itu. Baru-baru ini dia dan Keng Han dapat meloloskan diri dari pengeroyokan kakek ini bersama anak buahnya. Tadi ketika dia menyeberangi sungai dan di daratan timur bertemu dengan belasan orang itu yang mengeroyoknya dengan pedang, dia sudah menduga bahwa mereka tentulah anak buah Kwi-kiam-pang. Agaknya di antara mereka ada yang mengenal ia yang pernah bermusuhan dengan Toat-beng Kiam-sian Lo Cit.
gHa-ha-ha, kiranya engkau!
h Kakek itu menuding ke arah Cu In.
gSekarang jangan harap engkau akan dapat lolos dari tanganku!
h Berkata demikian kakek itu lalu menggerakkan tongkat pedangnya menyerang Cu In. Gadis ini mengelak dan Han Li membantu, akan tetapi para anak buah Kwi-kiam-pang sudah maju pula mengeroyoknya. Serangan Lo Cit terhadap Cu In amat hebatnya sehingga dalam waktu pendek saja Cu In sudah terdesak hebat. Juga Han Li yang dikeroyok anak buah Kwi-kiam-pang yang mernbentuk barisan telah terdesak.
Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa.
gHa-ha-ha, Pangcu dari Kwi-kiam-pang ternyata
hanyalah seorang pengecut yang mengeroyok dua orang gadis muda!
h Mendengar ucapan itu, Toat-beng Kiam-sian Lo Cit meloncat mundur untuk melihat. Ketika melihat seorang kakek berpakaian tambal-tambalan, dia mengerutkan alisnya. Dia menudingkan tongkat pedangnya ke arah muka pengemis itu dan membentak,
gBukankah engkau Lu Tong Ki yang di juluki Kai-ong" Mau apa engkau mencampuri urusan
pribadiku! h gHeh-heh-heh, tentu saja aku mencampuri karena yang dikeroyok itu adalah muridku.
Bebaskan kedua orang gadis itu dan aku tidak akan mencampuri urusanmu lagi.
h Lo Cit sebetulnya merasa jerih terhadap kakek yang namanya terkenal sekali di antara para datuk itu, akan tetapi dia berbesar hati karena di situ terdapat belasan orang murid-murid utamanya yang sudah pandai membentuk barisan pedang yang amat lihai.
gKalahkan dulu kami kalau engkau ingin bebas!
h tantangnya dan dia sudah
menggerakkan pedang yang tersembunyi dalam tongkatnya itu untuk menyerang Kai-ong.
Melihat pimpinan mereka sudah menyerang kakek pengemis yang baru tiba itu, anak buah Kwi-kiam-pang kembali menyerbu ke arah Cu In dan Han Li. Dua orang gadis itu menggerakkan senjata mereka dan bekerja sama melakukan perlawanan.
Pertempuran antara Lo Cit melawan Kai-ong amat ramai dan hebatnya. Ternyata tingkat kepandaian mereka seimbang, hanya Kai-ong memiliki kecepatan yang lebih dari lawannya sehingga serangan tongkatnya membuat Li Cit agak kewalahan. Biarpun ilmu pedang Lo Cit amat dahsyat, akan tetapi karena gerakannya kalah cepat, dialah yang terdesak.
Sementara itu, setelah kini dibantu Han Li, Cu In mengamuk dan dapat mendesak para pengeroyoknya. Anak buah Kwi-kiam-pang yang membentuk kiamtin (barisan pedang) mulai Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
206 kacau dan kocar-kacir diamuk dua orang gadis perkasa itu.
Namun Kai-ong agaknya maklum bahwa kalau datang lebih banyak anak buah Kwi-kiam-pang, tentu keadaan mereka menjadi berbahaya sekali. Juga dia maklum bahwa Dewa Pedang itu mempunyai anak perempuan dan murid yang lihai. Kalau mereka datang mengeroyok, kekuatan mereka bertambah dan tentu dia bersama dua orang gadis itu menjadi repot, dia memutar tongkatnya dengan cepat membuat Lo Cit terkejut dan mundur.
gLo Cit, biarlah lain kali saja kita lanjutkan perkelahian ini, aku masih mempunyai banyak urusan. Han Li dan engkau Nona, mari kita pergi!
h Sebetulnya Han Li dan Cu In merasa heran mengapa orang tua itu mengajak mereka pergi, padahal keadaan mereka tidak kalah, bahkan sedang mendesak lawan. Akan tetapi Han Li tidak berani membantah perintah gurunya.
gEnci, mari kita pergi! h ajaknya kepada Cu In. Cu In sendiri maklum bahwa tanpa
bantuan gadis dan gurunya itu, tentu ia akan celaka di tangan musuh, maka ia pun melompat keluar dari gelanggang perkelahian dan mengikuti Han Li yang sudah melarikan diri bersama gurunya.
Melihat tiga orang itu melarikan diri, Lo Cit yang tahu diri tidak mengejar. Keadaannya tadi sudah terdesak, jelas kekuatan musuh lebih besar. Mengejar berarti mencari penyakit, maka dia pun tidak mau mengejar, dan mengajak anak buahnya untuk kembali ke bukit Kwi-san.
Setelah yakin bahwa mereka tidak dikejar, Kai-ong berhenti berlari dan dua orang gadis itu pun berhenti. Kai-ong tertawa-tawa,
gHeh-heh-heh, baru sekali ini aku berlari-larian seperti
orang dikejar anjing! h gAkan tetapi, Suhu. Kita sama sekali tidak kalah, malah kita mendesak lawan, kenapa Suhu mengajak kami melarikan diri"
h gBenar, Locianpwe, orang-orang Kwi-kiam-pang adalah orang-orang jahat yang perlu dihajar. Kenapa Locianpwe mengajak kami melarikan diri"
h tanya pula Cu In dengan hati
penasaran. gHeh-heh-heh, kalian tahu. Kalau aku mengajak kalian melarikan diri itu adalah untuk keselamatan kalian! Aku mengenal Kwi-kiam-pang. Selain mereka itu lihai, juga mereka licik dan curang sekali, suka mempergunakan alat-alat rahasia dan jumlah mereka banyak. Kalau yang lain-lain berdatangan, bagaimana aku akan mampu menyelamatkan kalian. Lebih baik pergi selagi mereka terdesak sehingga mereka tidak berani mengejar, heh-heh-heh!
h gSudah lama aku mendengar kecerdikan Kai-ong, dan ternyata memang Locianpwe cerdik sekali!
h puji Cu In. gEh" Engkau mengenal nama julukanku"
h gSudah lama aku mengenalnya, Locianpwe dan hari ini aku beruntung mendapat
pertolongan Locianpwe dan Adik ini.
h gEnci, tidak ada kata tolong-menolong. Sudah menjadi kewajiban kami untuk turun tangan menentang yang jahat. Enci, namaku Yo Han Li, dan bolehkah kami tahu siapa nama Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
207 Enci" h gHemmm, melihat ilmu pedangmu tadi engkau tentu puteri dari Pendekar Tangan Sakti Yo Han dan Si Bangau Merah, bukan"
h gAh, Enci ternyata berpandangan luas dan memiliki banyak pengalaman sehingga mengenal pula ilmu pedangku. Siapakah engkau, Enci yang baik"
h gNamaku Souw Cu In dari Beng-san.
h gHe-he-heh, engkau dari Beng-san" Melihat sepak terjangmu yang hebat dengan sabuk suteramu, tentu engkau ini murid Ang Hwa Nio-nio. Benurkah"
h Cu In memberi hormat. gLocianpwe berpandangan luas dan tentu mengenal Subo.
h Kai-ong mengerutkan alisnya.
gHemm, siapa tidak mengenal Ang Hwa Nio-nio dan
muridnya Bi-kiam Nio-cu yang tanpa berkedip suka membunuhi orang" Nama mereka terkenal sekali!
hMendengar ini, Cu In juga mengerutkan alisnya. Ia sendiri harus mengakui
bahwa subonya dan sucinya amat kejam terhadap kaum pria. Salah sedikit saja tentu akan mereka bunuh! Ia sendiri tidak demikian dan selalu menentang perbuatan yang kejam itu. dan karena ini pula ia selalu menyembunyikan mukanya agar tidak dilihat pria dan tidak ada pria yang tertarik kepadanya, agar dia tidak usah menyakiti atau membunuh pria itu.
gSubo dan suci memang tersohor, aku lebih suka tidak dikenal orang.
g katanya perlahan dan suaranya mengandung penyesalan besar.
gSekarang aku harus pergi, dan sekali lagi
terima kasih atas pertolongan Ji-wi (Kalian)!
h Setelah berkata demikian, gadis berpakaian
putih itu lalu berkelebat lenyap dari situ. Han Li menghela napas panjang.
gSayang sekali ia pergi. Aku ingin berkenalan lebih lanjut dan ingin melihat wajahnya, Suhu.
h gAh, sudahlah. Lebih baik ia lekas pergi dan tidak bersama kita agar kita tidak berurusan dengannya. Ia menyembunyikan mukanya tentu bukan tanpa sebab, apalagi kalau mengingat watak suci dan subonya.
h gKenapa suci dan subonya, Suhu"
h gMereka adalah pembunuh-pembunuh kejam. Kalau ada laki-laki berani menegur atau memuji atau bahkan memandang mereka terlalu lama laki-laki itu tentu akan dibunuhnya!
Mereka itu pembenci kaum pria yang sudah hampir gila barangkali!
h gAhhh....! Akan tetapi aku melihat enci Souw Cu In tadi begitu lemah lembut dan aku yakin dia pasti memiliki wajah yang cantik sekali.
h gHemmm, siapa tahu" Menurut pengalamanku, wanita yang memiliki wajah cantik tentu selalu ingin memamerkan kecantikannya itu, bukan malah disembunyikan di balik cadar. Aku ragu apakah ia memiliki wajah cantik, seperti yang kauduga!
h gAkan tetapi, wajahnya bagian atas demikian indahnya, terutama sepasang matanya. Tidak mungkin kalau dari hidung ke bawah tidak sempurna.
h gSudahlah, bagaimanapun juga, ia hendak menyembunyikan diri di balik cadar. Itu adalah Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
208 haknya. Sekarang, mari kita lanjutkan perjalanan kita.
h Guru dan murid ini melanjutkan perjalanan dan makin lama Han Li semakin sayang kepada gurunya. Gurunya bersikap manis budi, lemah lembut dan mengajarkan ilmu tongkat dengan sungguh-sungguh. Ia merasa seolah melakukan perjalanan bersama kakeknya sendiri.
Para pendekar dan ketua perkumpulan persilatan besar seperti Siauw-lim-pai, Kun-lun-pai dan yang lain-lain merasa heran sekali melihat sikap Thian It Tosu ketua Bu-tong-pai yang secara tiba-tiba begitu bersemangat untuk memberontak terhadap kerajaan Ceng. Dan yang lebih mengherankan mereka lagi adalah betapa ketua ini sekarang tidak segan untuk bekerja sama dengan perkumpulan-perkumpulan sesat seperti Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai. Bahkan banyak tokoh Bu-tong-pai sendiri merasa heran akan sikap ketua mereka ini. Akan tetapi karena Thian It Tosu mempunyai alasan yang kuat, yaitu untuk berjuang harus menyatukan segala kekuatan, mereka pun tidak berani membantah.
Pada suatu hari Thian It Tosu memanggil para sute dan muridnya dalam suatu rapat. Ketua Bu-tong-pai ini masih merasa tidak enak dan tidak sehat badannya sehingga suaranya juga masih parau. "Pinto merasa tidak sehat dan untuk memulihkan kesehatan, pinto harus beristirahat dan bersamadhi. Selama pinto bersamadhi, tidak seorang pun boleh mengganggu pinto.
h Para sute dan murid menyatakan setuju dan tidak akan melanggar perintah ketua itu. Thian It Tosu yang bertubuh tinggi besar itu menghela napas lega.
gMasih ada satu pesanan lagi. Kalau dalam beberapa hari ini datang seorang pemuda bernama Gulam Sang, harap kalian menerimanya sebagai seorang tamu kehormatan dan melayaninya sebaik-baiknya. Dia adalah seorang tokoh Lama Jubah Kuning yang berilmu tinggi dan dia sudah menjanjikan kerja sama dengan pinto. Para Lama Jubah Kuning akan menjadi sekutu kita dalam perjuangan.
h Kembali semua orang menyatakan taat akan pesan itu. Dan sejak hari itu Thian It Tosu mengurung diri di dalam sebuah ruangan tertutup untuk bersamadhi.
Pesan Thian It Tosu benar terjadi. Tiga hari kemudian muncullah seorang pemuda gagah dan tampan, bermuka bundar dengan mata lebar, di Bu-tong-pai dan mengaku bernama Gulam Sang.
gAku bernama Gulam Sang berasal dari Tibet. Aku sudah menerima pesan dari Thian It Tosu untuk bergabung di sini. Dapatkah aku bertemu dengan Thian It Tosu"
h gKetua kami sedang bersamadhi dan sama sekali tidak boleh diganggu, akan tetapi beliau sudah memesan kepada kami agar menerima Kongcu (Tuan Muda) sebagai tamu terhormat. Silakan Kongcu menanti di sini sampai suhu keluar dari tempat pertapaannya sehingga dapat bertemu dan bicara.
h gAh, tidak mengapa kalau begitu. Memang tidak baik mengganggu pangcu (ketua) yang sedang bersamadhi. Baiklah, aku akan tinggal di sini menunggu sampai beliau keluar dan aku dapat melewatkan waktuku dengan berjalan-jalan menikmati keindahan Pegunungan Bu-tongpai. Para tosu dan murid Bu-tong-pai diam-diam merasa heran dan tidak senang karena Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
209 Gulam Sang yang dikatakan seorang tokoh Lama Jubah Kuning itu ternyata minum arak dan makan daging.
Ketika Gulam Sang melihat keheranan mereka, dia tertawa dan memberi alasan.
gDahulu aku memang seorang pendeta Lama yang tentu saja pantang minum arak dan makan daging.
Akan tetapi karena sekarang aku menjadi orang biasa, bukan pendeta lagi, maka pantangan itu pun aku tinggalkan.
h Dan setiap hari Gulam Sang meninggalkan Bu-tong-pai, setelah hari mulai gelap baru kembali. Tak seorang pun mengetahui apa saja yang dikerjakan orang aneh ini.
Tiga hari kemudian, Thian It Tosu keluar dari ruangan samadhinya. Selama tiga hari itu, hanya seorang saja diperbolehkan memasuki ruangan samadhi, yaitu Thian Tan Tosu, seorang sutenya, untuk mengirim makanan. Tentu saja begitu keluar dari ruangan samadhinya, gKetua kami sedang bersamadhi dan sama sekali tidak boleh diganggu, akan tetapi beliau sudah memesan kepada kami agar menerima Kongcu (Tuan Muda) sebagai tamu terhormat.
Silakan Kongcu menanti di sini sampai suhu keluar dari tempat pertapaannya sehingga dapat bertemu dan bicara.
h gAh, tidak mengapa kalau begitu. Memang tidak baik mengganggu pangcu (ketua) yang sedang bersamadhi. Baiklah, aku akan tinggal di sini menunggu sampai beliau keluar dan aku dapat melewatkan waktuku dengan berjalan-jalan menikmati keindahan Pegunungan Bu-tongpai. Para tosu dan murid Bu-tong-pai diam-diam merasa heran dan tidak senang karena Gulam Sang yang dikatakan seorang tokoh Lama Jubah Kuning itu ternyata minum arak dan makan daging.
Ketika Gulam Sang melihat keheranan mereka, dia tertawa dan memberi alasan.
gDahulu aku memang seorang pendeta Lama yang tentu saja pantang minum arak dan makan daging.
Akan tetapi karena sekarang aku menjadi orang biasa, bukan pendeta lagi, maka pantangan itu pun aku tinggalkan.
h Dan setiap hari Gulam Sang meninggalkan Bu-tong-pai, setelah hari mulai gelap baru kembali. Tak seorang pun mengetahui apa saja yang dikerjakan orang aneh ini. Tiga hari kemudian, Thian It Tosu keluar dari ruangan samadhinya. Selama tiga hari itu, hanya seorang saja diperbolehkan memasuki ruangan samadhi, yaitu Thian Tan Tosu, seorang sutenya, untuk mengirim makanan. Tentu saja begitu keluar dari ruangan samadhinya,
Thian It Tosu menerima pelaporan tentang kunjungan Gulam Sang.
gBiarkanlah kalau dia pergi setiap hari, karena tentu dia ada hubungannya dengan usaha perjuangan kita. Kalau dia pulang, suruh Thian Tan Tosu mengantarnya memasuki kamar samadhiku. Pinto akan menemuinya di sana.
h Tidak lama Thian It Tosu keluar, setelah
menerima laporan-laporan, dia pun masuk lagi ke dalam kamar itu. Dan sore harinya, Gulam Sang pulang ke Bu-tong-pai. Para tosu memberitahu kepadanya bahwa Thian It Tosu tadi memesan agar dia diajak masuk ke ruangan samadhi. Gulam Sang menjadi gembira dan diantar oleh Thian Tan Tosu, dia pun masuk ke dalam ruangan samadhi itu.
Tidak ada seorang pun mengetahui apa yang mereka bicarakan. Bahkan Thian Tan Tosu juga tidak tahu karena setelah membawa Gulam Sang masuk, dia pun disuruh keluar lagi. Sampai Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
210 jauh malam barulah Gulam Sang keluar dari ruangan itu lalu memasuki kamarnya sendiri.
Pada keesokan harinya, Gulam Sang berpamit dari para tosu karena dia hendak pergi ke kota raja untuk mengadakan kontak hubungan dengan sekutunya di sana.
gMalam tadi hal itu sudah kubicarakan dengan Thian It Tosu dan kau sudah berpamit kepadanya. Kalau beliau keluar, katakan saja bahwa aku sudah berangkat ke kota raja.
h demikian pesannya kepada para tosu Bu-tong-pai.
h Dan setelah Gulam Sang berangkat pergi, pada keesokan harinya Thian It Tosu sudah keluar dari kamar samadhinya dan memimpin Bu-tong-pai seperti biasa. Akan tetapi banyak terjadi hal yang membingungkan para tosu yang lain. Thian It Tosu seringkali menerima kunjungan tokoh-tokoh Pek-lian-pai, Pat-kwa-pai dan bahkan tokoh-tokoh dari dunia sesat! Mereka tidak diijinkan hadir dalam pertemuan itu sehingga tidak tahu apa yang dibicarakan oleh ketua mereka dengan tokoh-tokoh sesat itu. Dan para tosu Bu-tong-pai hanya dapat merasa heran dan khawatir.
Pada suatu hari, terjadilah hal yang menggemparkan para tokoh dan murid Bu-tong-pai. Hari itu kembali Thian It Tosu menerima beberapa orang Pek-lian-pai. Menjelang sidang, terdengar suara gaduh dan para tosu yang berlari menuju ke ruangan sidang yang tertutup itu, melihat tubuh seorang tosu terlempar keluar dan ketika mereka semua melihat, ternyata tubuh itu adalah Beng An Tosu yang telah tewas!
Selagi mereka ramai membicarakan hal itu, Thian It Tosu muncul dengan mata bersinar-sinar penuh kemarahan,
gItulah jadinya kalau ada yang lancang berani mengintai dan
mendengarkan percakapan kami. Pinto kira yang mengintai itu tentu mata-mata musuh, maka pinto menyerangnya sehingga dia tewas. Kiranya dia adalah sute (adik seperguruan) Beng An Tosu sendiri! Biarlah hal ini menjadi peringatan bagi kalian agar jangan ada yang berani lancang mendengarkan atau mengintai kami!
h Semua anggauta Bu-tong-pai benar-benar merasa heran bukan main. Beng An Tosu merupakan seorang tosu yang jujur dan setia, bahkan biasanya amat dipercaya oleh Thian It Tosu. Dan sekarang Beng An Tosu tewas di tangan ketua mereka sendiri! Mulailah para tosu Bu-tong-pai merasa tidak puas dan menduga bahwa ketua mereka agaknya sudah dipengaruhi oleh para tokoh sesat itu. Akan tetapi apa yang dapat mereka lakukan"
Pada suatu hari, banyak tamu berdatangan dan berkunjung ke Bu-tongpai. Mereka disambut oleh Thian It Tosu sendiri. Kepada para anggauta Bu-tong-pai yang terheran-heran melihat hadirnya para tokoh dan datuk sesat, Thiat It Tosu memperingatkan mereka bahwa untuk berhasilnya perjuangan, dia tidak mempedulikan golongan dari mana yang akan
membantunya. Memang istimewa para tamu yang berdatangan di waktu itu. Thian-yang-cu dari Bu-tong-pai yang merupakan murid utama dari Thian It Tosu, dan juga Thian Tan Tosu, dipercaya untuk membantu ketua Bu-tong-pai itu menyambut para tamu. Selain dua orang tosu ini, tidak ada orang lain boleh mencampuri dan hanya menjadi penonton dari jauh saja.
Tokoh-tokoh besar dari dunia persilatan golongan sesat berdatangan. Koai Tosu tokoh Patkwa-pai bersama beberapa orang temannya anggauta Pat-kwa-pai datang lebih dulu.
Kemudian Thian-yang-ji tokoh Pek-lian-pai juga bersama belasan orang kawannya.
Kemudian muncul pula Swat-hai Lo-kwi yang sudah tua dan rambutnya sudah putih semua itu! Swat-hai Lo-kwi datang bersama Tung-hai Lo-mo yang tidak pernah ketinggalan Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
211 membawa dayung bajanya. Bahkan Ban-tok Kwi-ong, datuk sesat dari selatan itu juga muncul. Mereka semua dipersilakan masuk ke dalam ruangan besar tertutup, mengadakan rapat yang penuh rahasia sehingga anak buah Bu-tong-pai sendiri tidak ada yang boleh mendengarkan. Thian It Tosu yang memimpin rapat itu nampak bersemangat dan gembira sekali. Dengan berapi-api dia berkata,
gSaudara sekalian, kita tidak perlu mempedulikan
para pejuang yang tidak mau bekerja dengan kita. Setidaknya mereka itu pasti tidak akan membantu pemerintah Mancu.
h gPangcu kapan kita bergerak" Aku sudah tidak sabar lagi untuk melihat hancurnya kerajaan Ceng!
h kata Swathai Lo-kwi. gBenar, aku pun sudah siap dengan sedikitnya lima puluh orang teman untuk mulai bergerak menyerang musuh!
h kata Tung-hai Lo-mo. gHarap saudara sekalian bersabar. Kita harus sabar dan memakai perhitungan yang masak, gkata Thian It Tosu.
gKalian masih ingat ketika pertemuan dahulu itu" Gadis yang
memperingatkan kita agar jangan memberontak itu telah kami selidiki dan ternyata dara itu adalah puteri dari Putera Mahkota!
h gAhhh....!! h Semua orang berseru kaget.
gJangan panik! Karena itu, kita harus berhati-hati karena tentu gadis itu akan bercerita kepada ayahnya dan tentu keadaan kita telah diamati dari jauh dan mungkin pemerintah telah menyebar mata-mata. Kalau kita bergerak, baru mengumpulkan banyak orang saja sudah akan ketahuan dan sebelum kita bergerak, tentu kita akan dipukul lebih dulu, dan kita harus ingat bahwa kekuatan pasukan pemerintah amat besar.
hLalu bagaimana kita akan bergerak dan
mulai perjuang" h tanya Ban-tok Kwiong. gSabar! Kita harus menggunakan siasat. Kami perhitungkan, kalau beberapa orang di antara kita yang berilmu tinggi, seperti Swat-hai. Lo-kwi, Tung-hai Lomo, Ban-tok Kwi-ong dan beberapa orang lagi pergi ke kota raja dan berhasil menyusup ke dalam istana, akan mudah bagi kita untuk membunuh kaisar dan Putera Mahkota! Kalau hal itu terjadi, tentu akan terjadi kekacauan di istana dan kita akan berusah ajar yang menjadi pengganti kaisar orang yang berpihak kepada kita. Semua itu akan diatur oleh sekutu kita yang kini juga sedang berada di kota raja, yaitu Gulam Sang.
h gAh, Lama Jubah Kuning itu"
h terdengar beberapa orang bertanya.
gBenar, akan tetapi sekarang dia bukanlah pendeta Lama lagi. Dia sudah menghubungi beberapa orang hartawan yang akan membiayai semua rencana kita, juga dia akan berhubungan dengan para pangeran di istana. Kalau pangeran pilihan kita yang menggantikan menjadi kaisar, tentu segalanya akan mudah diatut selanjutnya.
h gAkan tetapi, tidak mudah menyusup ke dalam istana. Pekerjaan itu berbahaya dan nyawa taruhannya.
h kata Swat-hai Lo-kwi. Harap Lo-kwi jangan khawatir. Hal itu pun serahkan saja kepada Gulam Sang Kongcu. Dia yang akan mengatur sehingga kalian semua akan menyusup ke dalam istana tanpa dicurigai.
Misalnya menjadi guru silat seorang pangeran, atau ahli pengobatan dari pangeran lain, atau juga pembantu baru. Pendeknya, kalian akan dapat masuk ke istana dengan berterang, tentu Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
212 saja dengan menyamar. Semua itu telah direncanakan oleh Gulam Sang Kongcu. Kalian tinggal menanti berita selanjutnya dari kami.
Telah lama kita tinggalkan Tao Seng dan Tao San, dua orang pangeran yang telah dijatuhi hukuman buang oleh kaisar karena usaha mereka untuk membunuh Putera Mahkota Tao Kuang, akan tetapi mengalami kegagalan karena Pangeran Tao Kuang ditolong oleh Liang Cun yang berjuluk Sin-tung Koai-jin dan puterinya, yaitu Liang Siok Cu. Seperti telah diceritakah di bagian depan, Liang Siok Cu kemudian menjadi selir Pangeran Tao Kuang yang kemudian melahirkan Tao Kwi Hong.
Bagaimana dengan dua orang pangeran yang dibuang itu" Mereka dijatuhi hukuman buang selama dua puluh tahun dan telah dilupakan orang. Akan tetapi, mereka tidaklah lenyap begitu saja. Juga mereka tidak mati dalam pembuangan mereka, walaupun mereka hidup sengsara.
Tidak, mereka masih hidup dan pada suatu hari mereka bahkan kembali ke kota raja karena hukuman mereka telah habis. Keluarga kaisar bersikap tak acuh kepada mereka yang dianggap telah melakukan kejahatan yang memalukan.
Tao Seng dan adik tirinya, Tao San, kini telah menjadi dua orang laki-laki setengah tua. Tao Seng kini berusia empat puluh lima tahun dan Tao San berusia empat puluh empat tahun.
Mereka mengumpulkan harta kekayaan mereka dan menjadi pedagang yang berhasil. Mereka menjadi kaya raya dan untuk membuang riwayat yang memalukan di waktu yang lalu. Tao Seng kini memakai nama Ji dan terkenal dengan sebutan Ji Wan-gwe (Hartawan Ji), sedangkan Tao San menggunakan nama San Wan-gwe (Hartawan San). Hanya keluarga kaisar saja yang tahu bahwa Ji Wan-gwe dan San Wan-gwe adalah bekas Pangeran Tao Seng dan Tao San. Karena ketika mereka dihukum buang masih muda, maka setelah lewat dua puluh tahun, mereka sudah tidak mempunyai keluarga lagi. Setelah menjadi hartawan, keduanya lalu mengambil isteri dan membentuk keluarga baru. Keliru kalau ada yang menganggap bahwa kedua orang pangeran itu telah menjadi jera atau sadar akan kesalahan mereka. Sama sekali tidak dan sebaliknya malah. Peristiwa hukuman bagi mereka itu mendatangkan dendam kesumat yang membuat mereka tidak segan untuk mencari jalan membalas dendam mereka.
Di dalam pembuangan mereka di barat, pada suatu hari Pangeran Tao Seng bertemu dengan seorang pemuda yang menarik hatinya. Ketika itu dia berusia empat puluh tahun dan pemuda itu berusia dua puluh lima tahun. Pemuda itu menarik perhatiannya karena pemuda itu memiliki ilmu silat yang tinggi bahkan pandai pula dalam ilmu sihir. Pemuda itu adalah Gulam Sang! Gulam Sang sendiri adalah seorang pelarian dari Tibet. Dia adalah murid para pendeta Lama termasuk Dalai Lama, akan tetapi akhirnya dia berkhianat dan memihak Pendeta Lama Jubah Kuning untuk memberontak. Maka dia dikejar-kejar dan melarikan diri ke timur sampai bertemu dengan Pangeran Tao Seng. Mungkin karena nasib sama, mereka segera menjadi akrab, dan akhirnya Pangeran Tao Seng melihat bahwa pemuda itu kelak akan amat berguna baginya, maka dia lalu mengangkat Gulam Sang sebagai puteranya! Mula-mula Gulam Sang merasa ragu untuk menerimanya, karena walaupun Tao Seng adalah seorang pangeran akan tetapi pangeran buangan! Akan tetapi Pangeran Tao Seng lalu menceritakan ambisinya. Dia hendak membalas dendam dan merebut kekuasaan kaisar! Kalau dia berhasil menjadi kaisar, maka dia akan mengangkat Gulam Sang menjadi Pangeran Mahkota yang kelak akan menggantikan dia menjadi kaisar. Janji muluk inilah yang menarik hati Gulam Sang dan akhirnya dia menerima menjadi putera Pangeran Tao Seng.
Demikianlah, setelah hukuman mereka habis dan Pangeran Tao Seng bersama Pangeran Tao San kembali ke timur, Gulam Sang juga ikut pergi ke kota raja Peking, di mana dia dikenal Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
213 sebagai putera Tao Seng yang. bernama Tai Lam Sang.
Kita mempunyai cita-cita besar, demikian Tao Seng bicara kepada Tao San dan Gulam Sang.
Akan tetapi jangan dikira mudah saja .untuk membuat cita-cita kita menjadi kenyataan.
Selama lima tahun ini engkau banyak belajar dariku, Lam Sang. Engkau mempelajari sastra dan budaya sehingga tahu bagaimana untuk menjadi seorang pribumi. Akan tetapi untuk dapat berhasil, engkau harus pergi menghubungi orang-orang di dunia kang-ouw. Terutama sekali hubungilah Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai, dan dalam hubungan itu sebaiknya kalau engkau menggunakan namamu sendiri dan mengaku saja dari Lama Jubah Kuning. Kita harus menyusun kekuatan dan untuk itu, engkaulah yang harus bertugas mengadakan hubungan-hubungan dengan mereka. Kalau saatnya sudah tiba, baru kita turun tangan.
Tao Seng mengajak Tao San dan Gulam Sang bercakap-cakap tentang rencananya.
Semua rencana diatur oleh Tao Seng dan pelaksananya adalah Gulam Sang yang memiliki kecerdikan dan kepandaian luar biasa. Dengan mudahnya, melalui ilmu silatnya yang tinggi dan ilmu sihirnya, dia dapat mempengaruhi Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai. Didatanginya para pimpinan kedua perkumpulan, itu dan di depan mereka dia membuktikan kehebatan kepandaiannya. Setelah mendengar bahwa Gulam Sang adalah seorang Tibet dan dari Lama Jubah Kuning, mereka semua percaya dan menariknya sebagai sekutu dan sahabat.
Tercapailah rencana pertama dari Tao Seng, yaitu mencari sekutu yang memiliki banyak anak buah dan yang memusuhi pemerintah.
Lam Sang, aku tahu benar bahwa orang pribumi bangsa Han pada umumnya tidak suka akan pemerintah Mancu yang mereka anggap sebagai penjajah. Mereka itu mendendam dan mereka belum ada yang sungguh-sungguh bergerak karena merasa kekuatan mereka belum ada. Akan tetapi, begitu kekuatan mereka dianggap cukup, tentu mereka bergerak menyerang pemerintah. Karena itu, tugasmu ke dua adalah membujuk partai-partai bersih, para pendekar, terutama dari Siauw-lim-pai, Bu-tong-pai, Kun-lun-pai, dan lain-lain. Mereka itu kalau dipersatukan, merupakan kekuatan yang amat besar karena mereka memiliki pendekar-pendekar yang sakti. Nah, engkau harus mencari akal bagaimana untuk dapat mempengaruhi mereka sehingga mereka mau diajak bersekutu dan memberontak.
Kembali Tao Seng membuat rencana yang amat cerdik. Ditambah dengan kecerdikan nya sendiri, Gulam Sang lalu mulai bergerak. Dia melakukan penyelidikan terhadap perkumpulan-peckumpulan silat besar itu dan mencari kelemahan kelemahan mereka. Akan tetapi sukar sekali menemukan kelemahan mereka, sampai akhirnya dia mendengar betapa ketua Bu-tongpai yang bernama Thian It Tosu berada dalam keadaan yang tidak sehat. Akan tetapi kekuasaan tosu itu besar sekali. Setiap katanya merupakan hukum bagi para anak murid Butong-pai dan lebih dari itu, Bu-tong-pai terkenal di antara semua partai dan dihormati. Kalau saja dia dapat menguasai Bu-tong-pai! Dengan pikiran ini dia lalu mulai mempelajari keadaan Thian It Tosu, kebiasaan-kebiasaannya, tingkah lakunya. Ketua yang berusia enam puluh tahun itu bertubuh tinggi besar, mirip dengan tubuhnya. Ini merupakan modal utama baginya.
Setelah mempelajari dengan baik, mulailah dia bertindak. Mula-mula dia menguji diri sendiri.
Dengan ilmunya menyamar, dia menggunakan topeng tipis terbuat dari karet yang menutupi mukanya sehingga mukanya berubah menjadi muka Thian It Tosu, lengkap dengan jenggot dan kumisnya yang panjang. Topeng itu demikian sempurna sehingga kalau tidak dikupas dari mukanya, tidak akan ada yang tahu bahwa dia memakai topeng. Pakaiannya pun persis dengan pakaian jubah tosu dan pada suatu senja, alam cuaca remang-remang, dia pun berjalan Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
214 dekat Bu-tong-san dan sengaja berjalan berpapasan dengan lima orang murid Bu-tong-pai.
Melihat dia serta merta lima orang murid itu memberi hormat dan menyebutnya suhu.
Dia menirukan suara Thiat It Tosu. Hemmm, sudah larut senja begini baru pulang. Kalian dari mana"
Kami pergi berburu dan sekalian mencari kayu bakar, Suhu. jawab kelima orang murid itu.
Gulam Sang merasa gembira sekali karena ujiannya terhadap dirinya sendiri yang menyamar sebagai Thian It Tosu berhasil baik. Pada lain harinya, dia sengaja muncul di siang hari menemui murid-murid yang sedang bekerja di luar dan tidak ada seorang pun murid yang meragukan bahwa dia adalah Thian It Tosu.
Setelah yakin benar baru dia melanjutkan rencananya. Dia melakukan pengintaian dan pada suatu hari dia melihat Thian-tan Tosu dan Thian-yang-cu pergi berdua turun gunung. Dia sudah menyelidiki dengan jelas siapa adanya dua orang tosu ini. Thian-tan Tosu adalah sute dari Thian It Tosu sedangkan Thian-yang-cu adalah seorang murid utama, dari Thian It Tosu.


Pusaka Pulau Es Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia juga sudah mempelajari keadaan dua orang tosu ini dan maklum bahwa dia mampu menalukkannya, baik dengan ilmu silat maupun dengan ilmu sihirnya. Dengan menyamar sebagai Thian It Tosu, di tempat yang sunyi di lereng bukit dia muncul menghadang dua orang yang sedang melakukan perjalanan itu.
Begitu bertemu dengan Thian It Tosu palsu ini, Thian-tan Tosu dan Thian-yangcu segera memberi hormat.
Suheng....! Suhu....! Hemmm, Sute dan Thian-yang-cu, kalian hendak pergi ke mana" tanya Gulam Sang atau Thian It Tosu palsu itu.
Kedua orang itu memandang heran. Apakah Suheng sudah lupa lagi" Baru tadi Suheng yang minta kami untuk mencari sumbangan ke kota, untuk membeli bahan pakaian kita semua.
Oh, benar juga, Sute, sudah lama pinto tidak melihat kemajuan ilmu silatmu. Juga engkau Thian-yang-cu. Sebagai murid utama engkau harus memiliki ilmu silat yang
tinggi. h gSaya mohon petunjuk, Suheng
h kata Thian-tan Tosu. gTeecu (murid) mohon petunjuk Suhu,
h kata Thian-yang-cu. gBaik, sekarang kalian berdua coba untuk bertanding dengan pinto agar pinto dapat melihat di mana letak kekurangan-kekuranganmu. Maju dan seranglah!
h gTeecu tidak berani, Suhu.
h gBerani atau tidak, engkau harus melawanku bertanding. Kalau tidak, bagaimana pinto mengetahui kelemahanmu dan memberi petunjuk"
h gSuheng, akhir-akhir ini kesehatan Suheng terganggu, sungguh tidak baik mengeluarkan banyak tenaga untuk berlatih.
h Thian-tan Tosu juga mencegah.
gSute, engkau tidak memperoleh banyak kemajuan, untuk melawanmu bertanding, pinto tidak perlu menggunakan banyak tenaga. Kalau kalian sungkan menyerang lebih dulu, baiklah pinto yang menyerang lebih dulu. Lihat pukulan!
h Dengan cepat Thian It Tosu menyerang
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
215 dengan pukulan kedua tangannya ke arah dua orang itu.
Akan tetapi Thian-yang-cu dan Thiantan Tosu dapat mengelak dengan sigapnya dan kedua orang ini tidak dapat menolak lagi. Mereka harus mengeluarkan kepandaiannya agar dinilai oleh sang ketua. Akan tetapi serangan mereka dapat dielakkan oleh tosu yang selama ini nampak kurang sehat itu. Gerakannya demikian cepatnya sehingga serangan dua orang tokoh Bu-tong-pai itu mengenai angin saja. Kemudian, terdengar Thian It Tosu membentak, kedua kakinya ditekuk rendah, kedua tangan didorongkan ke depan dan akibatnya, Thian-tan Tosu terhuyung ke belakang dan Thian-yang-cu terpental beberapa meter jauhnya!
Kedua orang itu terkejut bukan main. Mereka tidak mengenal pukulan sang ketua, pukulan aneh dengan kaki ditekuk itu, akan tetapi daya pukulan itu sungguh dahsyat bukan main.
Thian-yang-cu yang ilmu silatnya sudah cukup tinggi merasa sesak dadanya, sedangkan Thian-tan Tosu merasa kepalanya pening. Thian-yang-cu segera memberi hormat dan berkata dengan malu-malu.
gTeecu memang bodoh dan lemah.
h Dia merasa malu sekali bahwa
menghadapi gurunya, mengeroyok pula dengan paman gurunya, mereka berdua dikalahkan dalam beberapa gebrakan saja! Itu pun suhunya menahan tenaganya. Kalau tenaga sinkang yang dahsyat itu dikeluarkan semua, mungkin mereka berdua tidak mampu bangkit lagi.
gWah, suheng agaknya telah menciptakan jurus pukulan baru yang amat hebat!
h kata pula Thian-tan Tosu dengan kagum.
gHemmm, kalian yang bodoh, kalian yang lemah, tidak ada kemajuan sama sekali.
Sungguh menyebalkan dan menyedihkan sekali!
h gSuhu....! h gSuheng....! h gDiam! Kalian membuatku kecewa. Kalau kepandaian kalian hanya sebegitu saja, padahal kalian adalah dua orang terpenting sesudah pinto, apa jadinya nanti dengan Bu-tong-pai"
Akan menjadi bahan tertawaan saja. Dengar baik-baik, aku melarang kalian membicarakan lagi tentang latihan kita tadi! Mengerti"
h gBaik, Suheng. h gBaik, Suhu. h Thian It Tosu sudah tidak mempedulikan keduanya lagi dan membalikkan tubuhnya lalu berkelebat cepat lenyap dari situ. Thian-tan Tosu dan Thian-yang-cu saling pandang dengan heran. Mengapa ketua mereka yang biasanya ramah dan halus lembut tutur sapanya itu mendadak menjadi begitu galak" Akan tetapi larangan tadi amat berkesan di dalam hati mereka dan suara ketua itu seolah masih berdengung berulang-ulang di telinga mereka.
gThian-yang-cu, kaupikir bagaimana baiknya sekarang"
h gSusiok (Paman Guru), sebaiknya kita kembali dan menghadap Suhu, mohon agar diajari ilmu pukulan baru yang dahsyat tadi.
h Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
216 gKalau dia marah" h gBiar kita tanggung berdua. Pelajaran itu penting sekali untuk memperkuat Bu-tong-pai, Susiok. Dan memang sudah sepatutnya kalau suhu mengajarkan kepada kita.
h gAkan tetapi karena dia sudah melarang kita membicarkkan hal itu, tentu berarti dia tidak suka terdengar oleh orang lain. Maka, kita harus mencari saat yang tepat selagi suheng berada seorang diri untuk menghadapi dan mohon diberi pelajaran itu.
h Kedua orang itu lalu kembali ke Bu-tong-pai. Dan pada sore harinya, ketika Thian It Tosu sedang berjalan-jalan di taman bunga perkumpulan itu seorang diri dan di sekitar tempat itu sunyi tidak nampak seorang pun murid Bu-tong-pai, muncullah Thian-tan Tosu dan Thian-yang-cu, segera berlutut di depan Thian It Tosu sedangkan Thian-tan Tosu memberi hormat dengan membungkuk dan mengangkat kedua tangan di depan dada.
Thian It Tosu adalah seorang tosu yang ramah dan lembut, akan tetapi dia pun keras memegang disiplin dan semua peraturan Bu-tong-pai harus ditaati. Merasa terganggu ketika berjalan-jalah itu, dia mengerutkan alisnya dan bertanya kepada mereka dengan singkat, gApa maksudnya ini" Kalian mau apa"
h Dua orang itu menjadi gentar mendengar pertanyaan singkat itu. Mereka mengira bahwa Thian It Tosu marah, dan sebelum mereka sempat menjawab tiba-tiba terdengar suara lembut di belakang mereka.
gSiancai-siancai-siancai....! Dari mana datangnya orang yang berani menyamar sebagai pinto"
h Ketika dua orang menoleh, mereka terpengaruh melihat ada seorang Thian It Tosu yang lain berada di situ. Semuanya sama, bentuk tubuhnya, wajahnya, suaranya. Hanya bedanya, yang baru muncul ini bersuara lembut, sedangkan yang pertama tadi nampak marah.
Dengan sendirinya kedua orang itu berpihak kepada yang baru datang. Yang pertama itulah yang palsu. Mereka berani memastikan hal itu. Bukankah yang pertama bersikap aneh dan keras terhadap mereka bahkan merobohkan mereka dengan pukulan aneh dan ampuh"
gSuheng, orang itu adalah orang yang memalsukan dan menyamar sebagai Suheng!
h kata Thian-tan Tosu kepada tosu yang baru muncul.
gBenar, Suhu! Harap Suhu memberi hajaran kepadanya. Akan tetapi dia lihai sekali, Suhu.
h kata pula Thian-yang-cu dan keduanya sudah meloncat ke belakang tosu yang baru muncul.
Thian It Tosu yang pertama tercengang.
gEh, lelucon macam apa ini" Pinto Thian It Tosu.
Saudara siapakah dan mengapa menyamar sebagai pinto"
h " gSiancai....! Ini yang dinamakan maling teriak maling. Sute dan kau Thian-yang-cu, karena kesehatanku masih terganggu, bantulah pinto menangkap maling ini!
h Biarpun gentar menghadapi ketua palsu yang amat lihai itu, namun karena sekarang Thian It Tosu berada dengan mereka, kedua orang itu menjadi berani dan cepat mereka menyerang Thian It Tosu yang pertama. Kakek itu mengelak dan menangkis, lalu berseru,
gSute! Thian-yang-cu, ini adalah pinto, Thian It Tosu! Kalian tertipu!
h gHemmm, manusia jahat. Engkaulah yang menipu. Sejak dahulu Thian It Tosu adalah Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
217 pinto! h bentak tosu kedua dan dia pun segera menyerang dan mengeroyok Thian It Tosu pertama.
Tosu itu mencoba untuk melawan, akan tetapi sebuah tamparan tosu kedua mengenai pundaknya. Agaknya tosu pertama itu memang sedang terganggu kesehatannya sehingga gerakannya. Tidaklah setangkas tosu kedua. Dia terhuyung dan kesempatan itu dipergunakan oleh tosu kedua untuk mengirim pukulan tamparan yang amat kuat ke dadanya.
gBukkk....!! h Tosu itu terpelanting, muntah darah dan pingsan.
gBiarkan pinto yang menangani, mungkin dia masih berbahaya. Kita bawa ke tempat tahanan bawah tanah. Pinto ingin mengetahui siapa saja kawan-kawannya dan apa maksudnya menyelundup masuk menyamar sebagai pinto.
h Tosu kedua dengan ringan sekali
memanggul tubuh tosu pertama yang pingsan.
Thian-tan Tosu dan Thian-yang-cu mendahului Thian It Tosu pergi ke tempat tanahan bawah tanah yang kebetulan kosong. Tidak ada seorang pun murid Bu-tong-pai yang melihat semua peristiwa ini.
Setelah tiba di dalam kamar tahanan bawah tanah yang berpintu dan berjeruji besi itu, Thian It Tosu menurunkan tawanannya ke atas lantai.
gBiar kita periksa dia dan membuka kedoknya!
h kata Thian-tan Tosu. Thian-yang-cu
juga ingin sekali melihat siapa adanya orang yang menyamar sebagai Thian It Tosu, maka bersama susioknya dia sudah berjongkok dan keduanya lalu mulai menarik-narik kumis dan jenggot Thian, It Tosu yang palsu. Akan tetapi betapapun mereka menarik-narik, jenggot dan kumis itu tidak dapat terlepas dan ketika mereka meraba-raba muka tosu itu, juga kulit muka itu aseli dan tidak memakai kedok apa pun. Kedua orang itu saling pandang dan terkejut, lalu meloncat dan membalikkan tubuh menghadapi tosu kedua.
gDia aseli! h kata Thian-tan Tosu dengan muka berubah pucat. Kalau begitu engkau yang
palsu! h Thian It Tosui palsu yang sebetulnya bukan lain adalah Gulam Sang itu tertawa dan berdiri menghadang di pintu kamar tahanan.
gHa-ha-ha! Memang aku bukan Thian It Tosu. Aku
membutuhkan pribadinya hanya untuk beberapa bulan saja. Kalau urusanku sudah selesai, akan kukembalikan kepada Thian It Tosu. Sementara ini dia harus tinggal di sini sebagai tawananku!
h gJahanam! Siapa engkau yang begini jahat"
h bentak Thian-yang-cu marah.
gSiapa aku kau tidak perlu tahu. Yang jelas, kalian harus menurut semua kehendakku atau kakek ini akan mati di sini, baru kemudian kalian menyusulnya.
h Thian-tan Tosu dan Thian-yang-cu mendahului Thian It Tosu pergi ke tempat tanahan bawah tanah yang kebetulan kosong. Tidak ada seorang pun murid Bu-tong-pai yang melihat semua peristiwa ini. Setelah tiba di dalam kamar tahanan bawah tanah yang berpintu dan berjeruji besi itu, Thian It Tosu menurunkan tawanannya ke atas lantai.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
218 gBiar kita periksa dia dan membuka kedoknya!
h kata Thian-tan Tosu. Thian-yang-cu
juga ingin sekali melihat siapa adanya orang yang menyamar sebagai Thian It Tosu, maka bersama susioknya dia sudah berjongkok dan keduanya lalu mulai menarik-narik kumis dan jenggot Thian, It Tosu yang palsu. Akan tetapi betapapun mereka menarik-narik, jenggot dan kumis itu tidak dapat terlepas dan ketika mereka meraba-raba muka tosu itu, juga kulit muka itu aseli dan tidak memakai kedok apa pun. Kedua orang itu saling pandang dan terkejut, lalu meloncat dan membalikkan tubuh menghadapi tosu kedua.
gDia aseli! h kata Thian-tan Tosu dengan muka berubah pucat. Kalau begitu engkau yang
palsu! h Thian It Tosui palsu yang sebetulnya bukan lain adalah Gulam Sang itu tertawa dan berdiri menghadang di pintu kamar tahanan.
gHa-ha-ha! Memang aku bukan Thian It Tosu. Aku
membutuhkan pribadinya hanya untuk beberapa bulan saja. Kalau urusanku sudah selesai, akan kukembalikan kepada Thian It Tosu. Sementara ini dia harus tinggal di sini sebagai tawananku!
h gJahanam! Siapa engkau yang begini jahat"
hbentak Thian-yang-cu marah.
gSiapa aku kau tidak perlu tahu. Yang jelas, kalian harus menurut semua kehendakku atau kakek ini akan mati di sini, baru kemudian kalian menyusulnya.
h gKami akan mengadu nyawa denganmu!
h Thian-tan Tosu membentak marah dan dia
sudah menyerang ke arah ketua palsu itu. Akan tetapi tangan Gulam Sang menampar dan tubuh Thian-tan Tosu terlempar dan roboh. Thian-yang-cu juga menyerang, akan tetapi sama saja, dalam segebrakan saja dia pun roboh. Dan sebelum kedua orang itu bangkit lagi, secepat kilat Gulam Sang menggerakkan jari tangannya menotok dan dua orang itu tidak mampu bergerak lagi, rebah telentang di samping tubuh Thian It Tosu yang masih pingsan.
Gulam Sang kini berjongkok di dekat mereka dan suaranya terdengar penuh wibawa. Kiranya dia menggunakan sihirnya untuk mempengaruhi dua orang yang telah ditotoknya itu, gDengar baik-baik, Thian-tan Tosu dan Thian-yang-cu! Nyawa ketua kalian telah berada di tanganku. Dia telah kupukul dengan pukulan beracun dan hanya aku yang memegang obat penawarnya. Kalau tidak kuberi obat, dalam waktu sebulan dia akan mati dengan tubuh hancur. Kalau kuberi obat penawar, dia hanya akan menderita sakit, akan tetapi dalam waktu tiga bulan dia akan sembuh sama sekali. Kalian berdua juga berada di tanganku, akan tetapi aku akan membebaskan kalian dan memberi obat penawar kepada ketua kalian kalau kalian berjanji akan taat kepadaku. Kalau tidak taat, kalian bertiga dan semua murid Bu-tong-pai akan kubunuh!
h Biarpun berada di bawah pengaruh sihir, Thian-tan Tosu masih dapat membantah, gKalau
kami harus menaatimu untuk melakukan kejahatan, lebih baik engkau bunuh kami sekarang juga!
h gHa-ha-ha, siapa yang akan berbuat jahat" Aku bukan penjahat, melainkan pejuang. Aku hanya hendak meminjam Bu-tonng-pai untuk mempersatukan semua tenaga dan
menggerakkan mereka untuk memberontak, terhadap penjajah. Bagaimana, maukah kalian berdua berjanji"
hThian-tan Tosu berpikir sejenak. Kalau memang tidak diharuskan
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
219 melakukan kejahatan, melainkan untuk perjuangan, lebih baik dia taat agar Thian It Tosu tidak terbunuh. Orang ini amat licik dan lihai bukan main, sedangkan Thian It Tosu berada dalam keadaan tidak sehat dan lemah sehingga sukar dicari lawan yang dapat mengimbangi orang aneh ini.
gAku berjanji akan taat asal bukan untuk kejahatan!
h katanya dan mendengar ucapan
susioknya, Thian-yang-cu juga mengikutinya dan mengucapkan janjinya pula.
Gulam Sang tertawa senang, lalu dia membuka jubah Thian It Tosu, memperlihatkan dada tosu itu kepada dua orang tokoh Bu-tong-pai. Ternyata di dada itu terdapat tanda telapak jari lima buah yang menghitam. Orang ini bukan hanya menggertak. Pukulannya memang beracun dan nyawa Thiat It Tosu berada di tangannya.
Gulam Sang lalu memulihkan kedua orang tokoh Bu-tong-pai itu dari totokannya. Dia tidak khawatir kalau mereka itu akan memberontak, karena selain mereka sudah berjanji, juga mereka telah dipengaruhi kekuatan sihirnya sehingga dia mampu mengendalikan pikiran mereka.
gGosokkan minyak ini pada telapak tangan hitam di dadanya dan minumkan pil ini padanya. Racun itu perlahan-lahan akan meninggalkanya dan setelah lewat tiga bulan dia akan sembuh sama sekali.
h Gulam Sang mengeluarkan obat-obat itu dan Thian-tan Tosu
lalu mengobati suhengnya. Ketika siuman Thian It Tosu mencoba untuk bangkit duduk, segera ditopang oleh murid dan sutenya. Dia memandang ke arah Gulam Sang.
gApa artinya semua ini" Siapakah engkau"
Thian It Tosu, aku tidak berniat buruk. Aku hanya ingin meminjam namamu dan Bu-tong-pai untuk menggerakkan semua tenaga para pejuang untuk mulai dengan pemberontakan terhadap pemerintah penjajah. Kalau niatku sudah terlaksana dan tercapai, akan kukembalikan Butong-pai kepadamu. Akan tetapi kalau engkau mencoba untuk menghalangiku engkau, akan mati bersama seluruh muridmu. Bu-tong-pai akan kuhancurkan!
h gSiancai....! Melakukan pemberontakan sekarang merupakan kebodohan. Engkau tidak akan berhasil....
h kata Thian It Tosu lemah.
gHa-ha-ha, kita sama-sama melihatnya nanti!
h Tiba-tiba Gulam Sang bersuit dan
muncullah lima orang yang gerakannya ringan dan cekatan. Mereka adalah tokoh-tokoh Peklian-pai yang sudah bersekutu dengan Gulam Sang. Kiranya mereka sejak tadi melakukan pengintaian dan ketika Thian It Tosu dibawa masuk kamar tahanan bawah tanah, mereka juga membayangi.
gApa yang harus kita lakukan, Kongcu"
h tanya seorang di antara lima orang itu.
gKalian berjaga di sini dan begitu ada gerakan untuk memberontak dari orang-orang Butong-pai, kalian lebih dulu bunuh kakek ini!
Baik, Kongcu. gNah, Thian Tan Tosu. Engkau setiap hari dua kali harus membawakan makanan dan minuman untuk Thian It Tosu dan lima orang penjaganya. Tidak boleh ada orang lain kecuali kalian berdua yang mengetahui bahwa Thian It Tosu ditawan di sini dan bahwa yang menjadi Thian It Tosu adalah aku.
h Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
220 Thian It Tosu palsu itu lalu mengajak dua orang yang diaku sebagai sutenya dan muridnya itu untuk keluar dari tempat tahanan tanpa terlihat orang lain, meninggalkan Thian It Tosu bersama lima orang penjaganya.
Demikianlah, mulai hari itu yang memimpin Bu-tong-pai adalah Thian It Tosu yang palsu.
Dengan pandainya Gulam Sang sebagai Thiat It Tosu menggunakan alasan bahwa badannya tidak sehat untuk beristirahat dan bersamadhi dalam kamarnya. Kalau sudah berada di kamar samadhinya, dengan mudah dia mengubah dirinya menjadi Gulam Sang yang diterima sebagai
gtamu terhormat h dari Bu-tong-pai. Dan dengan penyamaran itu pula dia
mengundang semua partai besar dan tokoh persilatan, menghasut mereka untuk bekerja, sama melakukan pemberontakan. Tentu saja dia juga bersekutu dengan Pek-lian-pai, Pak-kwa-pai dan para tokoh dari datuk sesat, sesuai seperti yang direncanakan Pangeran Tao Seng! Semua itu adalah siasat Pangeran Tao Seng yang dilaksahakan oleh Gulam Sang.
Akan tetapi tempat seperti yang diramalkan Thiat It tosu, pertemuan itu gagal karena penolakan Yo Han ketua Thiar-li-pang. Apalagi dengan munculnya Tao Kwi Hong yang mengancam mereka dan sepak terjang Keng Han yang mencari tahu sebab permusuhan gurunya, Gosang Lama dengan Bu-tong-pai. Ketika Thian It Tosu palsu ditanya tentang permusuhan dengan Gosang Lama, dia terkejut sekali. Akan tetapi dasar orang cerdik, Gulam Sang pandai mencari alasan tentang sebab permusuhan itu dan menjatuhkan kesalahannya di pundak Gosang Lama, atau ayah kandungnya sendiri! Ketika sebagai Gulam Sang dia bertemu, Keng Han yang dianggapnya sebagai teman karena dia adalah putera gurunya, Gulam Sang berhasil pula mengajak pemuda itu untuk bekerja sama, bahkan memberi alamat Ji Wan-gwe di kota raja yang banyak mengetahui tentang keadaan Pangeran Tao Seng. Tentu saja secepatnya dia mengirim utusan dengan pemberitahuan kepada Pangeran Tao Seng atau ayah angkatnya itu bahwa akan datang seorang pemuda bernama Keng Han yang mencari tahu tentang Pangeran Tao Seng yang diakui sebagai ayah kandungnya. Juga dia memberi tahu bahwa Keng Han memiliki ilmu silat yang amat lihai sehingga kalau perlu pemuda itu dapat dimanfaatkan.
Yang merasa tersiksa hatinya adalah Thian-yang-cu dan Thian-tan Tosu. Mereka merasa tidak berdaya karena takut akan ancaman. Gulam Sang untuk membunuh Thian It Tosu yang selalu dijaga oleh lima orang jagoan dari Pek-lian-pai itu. Juga mereka tahu benar akan kelihaian Gulam Sang yang mungkin akan melaksanakan ancamannya yaitu membasmi Bu-tong-pai kalau rahasianya terbongkar.
Keng Han merasa kagum dan terpesona ketika dia tiba di kota raja. Belum pernah dia melihat bangunan-bangunan sebesar dan seindah itu. Dia benar-benar seperti seorang dusun yang baru pertama kali memasuki sebuah kota besar.
Tidak sukar baginya mencari rumah Hartawan Ji karena nama itu sudah terkenal di kota raja.
Dan dia pun mengunjungi rumah itu, sebuah gedung besar yang mempunyai pintu gerbang besar dan tebal, dijaga pula oleh orang-orang yang nampaknya seperti tukang-tukang pukul atau ahli-ahli silat.
Kepada para penjaga pintu ini dia mengaku bernama Si Keng Han dan ingin menghadap Hartawan Ji karena urusan penting. Dia disuruh menanti sebentar sementara seorang penjaga melaporkan ke dalam tak lama kemudian dipersilakan memasuki kamar tamu yang besar dan mewah. Keng Han memandangi semua keindahan itu. Gambar-gambar, sajak-sajak, hiasan-Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
221 hiasan dan bahkan meja kursi di situ berukir indah. Oleh pengawal yang mengantarnya dia dipersilakan duduk menanti dan pengawal itu sendiri lalu keluar lagi.
Bunyi langkah kaki membuat jantung Keng Han berdebar tegang. Benarkah cerita Gulam Sang bahwa dia akan mendapat keterangan yang lebih jelas tentang ayahnya" Begitu tuan rumah muncul, dia cepat bangkit berdiri dan memberi hormat sambil mengamati wajah orang itu. Dia melihat seorang laki-laki berusia empat puluh lima tahun yang masih gagah dan tampan, berpakaian sutera sebagaimana pakaian seorang hartawan. Sebaliknya, tuan rumah itu yang bukan lain adalah Pangeran Tao Seng sendiri juga mengamati pemuda yang kini memberi hormat didepannya. Diam-diam dia merasa kagum dan bangga. Puteranya! Akan tetapi tidak terasa ada keharuan dalam hati yang sudah mengeras itu, melainkan perasaan girang karena mungkin dia akan mendapatkan seorang pembantu yang amat berguna.
gMaafkan, Tuan.... h gJangan sebut aku tuan, panggil saja paman.
h kata Pangeran Tao Seng atau Hatawan Ji
ramah. gMaafkan kalau kedatangan saya ini mengganggu kesibukan Paman.
h gAh, tidak mengapa. Silakan duduk dan, perkenalkanlah siapa dirimu dan ada kepentingan apa ingin bertemu denganku.
hKeng Han mengambil tempat duduk. Bantalan kursinya
lunak sekali, enak diduduki,
gNama saya Si Keng Han, Paman, dan nama Paman
diperkenalkan kepada saya oleh seorang sahabat yang bernama Gulam Sang.
h gAha, begitukah" Gulam Sang itu adalah putera angkatku sendiri.
h Baru sekarang Keng Han mengetahui dan dia pun terkejut. Kiranya putera gurunya itu telah diambil anak oleh hartawan ini.
gKalau begitu semua keterangannya tentang Paman tentu
benar semua. h gKeterangan apakah tentang diriku"
h gBahwa Paman pernah mengenal ayah kandung saya dan mengetahui tentang semua
peristiwa yang menimpa diri ayah kandung saya.
h gSiapakah ayah kandungmu"
h gDahulu ayah kandung saya adalah seorang pangeran, namanya Pangeran Tao Seng.
h gAkan tetapi bukankah namamu Si Keng Han nama margamu Si"
h gItu hanya untuk penyamaran saja, Paman. Tidak baik kiranya kalau saya menggunakan nama keluarga istana, hanya akan menarik perhatian orang saja.
h Tao Seng mengangguk-angguk, menyatakan bahwa dia mengerti. Lalu apa yang hendak kautanyakan tentang Pangeran Tao Seng" Siapa pula ibumu dan di mana ia sekarang
,berada" h Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
222 hSaya hendak mencari ayah kandung saya akan tetapi saya mendengar bahwa ayah saya difitnah orang sehingga dihukum buang. Ibu saya adalah seorang wanita Khitan, puteri kepala suku. Ibu yang mengutus saya pergi mencari ayah kandung saya karena setelah meninggalkan ibu selama dua puluh tahun, dia tidak pernah memberi kabar sedikit pun.
h Ji Wan-gwe kini merasa yakin bahwa yang berhadapan dengan dia adalah putera kandungnya, putera Silani. Bahkan dia yang dahulu memesan kepada Silani. bahwa kalau isterinya itu melahirkan seorang anak laki-laki agar diberi nama Tao Keng Han! Akan tetapi kalau ada sedikit getaran pada jantungnya karena terharu bertemu putera kandungnya, ingatannya akan cita-citanya lebih besar dan lebih kuat sehingga dia dapat menekan perasaannya. Dia menghela napas besar seperti orang bersedih, padahal napas panjang itu untuk menekan rasa harunya.
gMenyedihkan sekali nasib ayahmu itu, Kongcu. Ketahuilah bahwa saya dahulu menjadi pengawal dari ayah kandungmu. Bahkan ketika Pangeran Tao Seng dibuang ke barat, saya tetap mengikutinya untuk menemani dan melayaninya. Dia memang terkena fitnah, Kongcu.
h gDemikian kata Gulam Sang. Bukankah ayah seorang pangeran mahkota" Bagaimana dia bisa terkena fitnah dan siapa. pula yang memfitnahnya"
h gSemua itu terjadi karena iri hati. Salah seorang pangeran lain yang bernama Tao Kuang merasa iri hati karena ayahmu yang terpilih sebagai pangeran mahkota. Maka dia lalu melakukan fitnah menuduh ayahmu hendak memberontak dan membunuh kaisar. Memang ada bukti-bukti karena bukti itu memang sudah disediakan lebih dulu oleh Pangeran Tao Kuang. Ayahmu dituduh hendak membunuh kaisar dan membunuh Pangeran Tao Kuang, maka dia dihukum buang selama dua puluh tahun. Saya mengikutinya sampai di tempat pembuangannya.
h gAh, kasihan sekali ayah kandungku! Dan sekarang dia berada di
mana, Paman Ji" h Hartawan Ji menghela napas lagi.
gAgaknya Pangeran Tao Kuang tidak puas karena
ayahmu hanya dihukum buang. Dia menghendaki kematian ayahmu maka dia menyuruh orang untuk menyusul ke barat, dan di sana orang-orangnya berhasil meracuni ayahmu sehingga meninggal dunia!
h gAhhh....!! h Keng Han menundukkan mukanya karena tidak ingin kelihatan menangis
atau berduka. Sampai lama keduanya diam, kemudian terdengar Hartawan Ji berkata dengan suara yang mengandung kemarahan.
gAkan tetapi kita tidak tinggal diam Kongcu! Dendam sedalam lautan ini harus ditebus dengan kematian Pangeran Tao Kuang dan kaisar!
h Akan tetapi bagaimana mungkin, Paman" Kita hanyalah orang-orang biasa, bagaimana mungkin dapat menentang kekuasaan yang memiliki ratusan ribu pasukan"
h gKita tidak bergerak sendiri, Kongcu. Dengarlah. Dengan bantuan anakku Gulam Sang kita telah menghimpun persekutuan yang cukup kuat. Banyak partai persilatan besar, para tokoh kang-ouw yang sakti, sudah siap membantu. Kalau engkau suka membantu, kiranya tidak akan sukar untuk membunuh Pangeran Tao Kuang atau bahkan kaisar sekalipun.
h gTentu Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
223 saja saya suka membantu. Di mana jenazah ayahku dimakamkan, Pamain Ji"


Pusaka Pulau Es Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

h gAtas permintaannya sendiri sebelum dia meninggal, jenazahnya diperabukan, akan tetapi sampai sekarang abunya belum dapat kukubur atau kubuang ke laut. Aku masih takut kalau-kalau ada yang tahu dan mengenalku sebagai pengawal ayahmu, bisa celaka aku. Abu jenazah itu masih kusimpan di rumah ini, kubuatkani sebuah meja abu. Kalau Kongcu hendak bersembahyang di depan meja abu, silakan, Kongcu.
h Keng Han berterima kasih sekali dan dia lalu mengikuti tuan rumah memasuki ruangan dalam yang hiasannya lebih indah dan mereka tiba di sebuah kamar di mana terdapat sebuah meja dan abu itu tersimpan didalam sebuah bejana dari perak. Tidak ada tulisan apa pun di situ dan hal ini dapat dimengerti Keng Han karena hartawan itu tidak ingin ketahuan bahwa dia bekas pengawal Pangeran Tao Seng. Keng Han lalu bersembahyang dan berlutut di depan meja abu itu. Dia terkenang kepada ibunya dan, hatinya seperti diremas. Lima tahun lebih dia meninggalkan ibunya dengan harapan akan dapat bertemu ayahnya. Siapa kira sekarang dia hanya dapat bersembahyang di depan abunya.
Ayah, saya bersumpah untuk membalas dendam kematian ayah!" katanya kuat-kuat dan Hartawan Ji yang berdiri di belakangnya tersenyum penuh arti. Setelah bersembahyang mereka bercakap-cakap lagi berdua saja, di ruangan lain. "Untuk membunuh kaisar memang merupakan hal yang sulit karena kaisar selalu terkurung rapat oleh para pengawalnya. Akan tetapi membunuh Pangeran Tao Kuang yang kini menjadi Putera Mahkota itu tentu lebih mudah. Dia tidak terjaga begitu ketat. Hanya saja, Pangeran Tao Kuang mempunyai seorang selir yang pandai ilmu silat. Tadinya ayah mertuanya juga berada di sana, akan tetapi setelah ayah mertuanya meninggal, yang perlu diperhitungkan adalah selirnya itu. Apakah engkau berani menyerbu ke sana dan melawan selirnya yang lihai itu?"
"Untuk membalas dendam, saya berani melakukan apa saya, Paman Ji!"
"Bagus! Kalau begitu engkau tinggallah disini beberapa waktu lamanya untuk mempelajari keadaan dalam Istana Pangeran Mahkota. Setelah hafal akan keadaan di sana barulah engkau bergerak. Apakah engkau membutuhkan bantuan, Tao-kongcu?"
"Tidak dalam hal ini jangan sampai Paman tersangkut. Untuk membalaskan dendam ayah, biar aku sendiri yang bertanggung jawab."
"Baiklah, kalau begitu akan kuusahakan menemukan denah istana pangeran mahkota itu sehingga engkau akan lebih mudah bergerak kalau sudah berhasil masuk ke sana."
Keng Han mengucapkan terima kasih dan merasa gembira sekali. Biarpun dia tidak dapat bertemu dengan ayahnya, kalau dia dapat membalaskan sakit hatinya, dia sudah merasa puas.
Tentu hal ini juga merupakan hiburan bagi ibunya mendengar tentang kematian ayah kandungnya.
Yo Han Li dan Kai-ong Lu Tong Ki memasuki kota raja. Sejak kecil Han Li tinggal di Bukit Naga dan biarpun dia pernah melihat kota besar, akan tetapi baru sekali ini dara ini melihat Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
224 kota raja, maka banyak hal yang membuatnya menjadi bengong! Banyaknya toko, rumah penginapan dan rumah makan yang serba besar, taman-taman yang besar dan indah, banyaknya orang berlalu lalang, pagoda-pagoda yang nampak dari jauh di lereng bukit, semua itu membuatnya berulang kali memuji.
"Uh, apa sih bagusnya semua itu" Hanya dapat dipandang akan tetapi tidak dapat dirasakan!
Lihat nanti kalau kita bisa mendapatkan hidangan kaisar atau pangeran, baru engkau akan benar-benar kagum! Hidangan-hidangan itu bukan hanya dapat dipandang dan dicium sedapnya, akan tetapi juga dapat dirasakan dengan lidah! Wahhh, mulutku menjadi basah mengingat semua itu."
Han Li tersenyum geli. Gurunya ini yang diingat hanya makanan saja. Selama ini, hampir setiap hari ia harus memasak makanan untuk gurunya yang mengatakan bahwa ia pandai memasak dan bahwa masakannya sedap sekali.
"Engkau berbakat seni memasak, Han Li!" pujinya berulang-ulang. "Tahukah engkau bahwa memasak itu merupakan seni yang tinggi nilainya" Cara mengerat daging atau memotong sayurnya, cara membesarkan atau mengecilkan apinya berapa lamanya memasak, semua itu mengandung seni tersendiri. Bumbu-bumbu sederhana saja di tangan seorang ahli akan mendatangkan kelezatan pada masakan. Apa saja yang dimasak oleh seorang yang berbakat seni memasak, tentu enak!"
Gurunya memang tukang makan. Kalau perlu dia akan mencuri makanan! Pernah ketika mereka lewat sebuah rumah makan yang memamerkan bebek panggang, Kai-ong berjalan dekat rumah makan itu dan ketika dia keluar dari situ, di bawah baju rombengnya sudah tersembunyi seekor bebek panggang utuh. Dilahapnya bebek panggang itu di sepanjang jalan sambil memberi komentar tentang rasa bebek panggang itu. Jarang ada makanan yang dipuji kakek ini, ada saja kekurangannya, kurang asin atau terlalu manis, terlalu kering dan sebagainya. Kalau sekarang sebelum merasakan hidangan istana dia sudah memuji setinggi langit, Han Li percaya bahwa hidangan itu tentu benar-benar istimewa.
Ketika mereka berjalan lewat depan sebuah gedung seperti istana, Kai-ong berhenti. "Ahhh, itu rumah Pangeran Mahkota. Aku yakin hidangan masakan di sini tidak kalah lezat daripada yang berada di istana kaisar. Kaisar sudah terlalu tua tentu giginya sudah banyak yang ompong dan masakannya tentu yang lunak-lunak saja. Berbeda dengan masakan di istana Pangeran Mahkota, tentu lengkap dengan yang agak keras. Han Li, kitamakan di dapur Pangeran Mahkota saja!"
Han Li memandang dengan khawatir. Di depan istana itu saja sudah terdapat perajurit pengawal yang berjaga. Tentu istana itu di jaga ketat. Bagaimana mereka dapat makan di dapur istana ini" Han Li merasa ngeri kalau sampai ketahuan dan dikeroyok lalu ditangkap.
Alangkah malunya. Ditangkap sebagai pencuri makanan!
"Akan tetapi gedung itu tentu dijaga ketat, Suhu." "Heh-heh-heh, tentu saja. Akan tetapi apa artinya segelintir penjaga itu untuk kita. Mari ikuti aku!" Kai-ong lalu mengambil jalan memutar dan tibalah mereka di luar tembok pagar yang mengelilingi gedung itu bagian belakang. Setelah melihat bahwa di situ tidak ada orang, Kai-ong mengajak muridnya untuk meloncati pagar tembok yang tinggi itu. Mula-mula Kai-ong yang lebih dulu melompat dan dia sudah mendekam di atas pagar tembok. Han Li menyusul. Dengan gerakan ringan bagaikan seekor burung ia melayang naik ke atas pagar tembok dan mendekam di sebelah Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
225 gurunya. Ternyata di sebelah dalam pagar tembok itu terdapat sebuah taman yang amat indah.
"Nah, sudah kuduga. Tentu dalamnya sebuah taman atau kebun. Mari kita loncat ke dalam dan kau bersembunyi di belakang rumpun bambu di sana itu!" Kai-ong memberi petunjuk dan keduanya lalu berlompatan masuk. Han Li segera lari ke belakang rumpun bambu seperti yang dikehendaki Kai-ong, sementara kakek itu sendiri berindap-indap menghampiri bangunan itu dari belakang.
Han Li memandang dengan khawatir. Di depan istana itu saja sudah terdapat perajurit pengawal yang berjaga. Tentu istana itu di jaga ketat. Bagaimana mereka dapat makan di dapur istana ini" Han Li merasa ngeri kalau sampai ketahuan dan dikeroyok lalu ditangkap.
Alangkah malunya. Ditangkap sebagai pencuri makanan! "Akan tetapi gedung itu tentu dijaga ketat, Suhu."
"Heh-heh-heh, tentu saja. Akan tetapi apa artinya segelintir penjaga itu untuk kita. Mari ikuti aku!" Kai-ong lalu mengambil jalan memutar dan tibalah mereka di luar tembok pagar yang mengelilingi gedung itu bagian belakang. Setelah melihat bahwa di situ tidak ada orang, Kaiong mengajak muridnya untuk meloncati pagar tembok yang tinggi itu. Mula-mula Kai-ong yang lebih dulu melompat dan dia sudah mendekam di atas pagar tembok. Han Li menyusul.
Dengan gerakan ringan bagaikan seekor burung ia melayang naik ke atas pagar tembok dan mendekam di sebelah gurunya. Ternyata di sebelah dalam pagar tembok itu terdapat sebuah taman yang amat indah. "Nah, sudah kuduga. Tentu dalamnya sebuah taman atau kebun. Mari kita loncat ke dalam dan kau bersembunyi di belakang rumpun bambu di sana itu!" Kai-ong memberi petunjuk dan keduanya lalu berlompatan masuk. Han Li segera lari ke belakang rumpun bambu seperti yang dikehendaki Kai-ong, sementara kakek itu sendiri berindap-indap menghampiri bangunan itu dari belakang.
Bagaikan sebuah bayangan, Kai-ong menyelinap masuk. Han Li yang disuruh bersembunyi hanya menanti. Jantungnya berdebar tegang. Bagaimana kalau mereka ketahuan" Ia tidak takut akan ancaman pengeroyokan, hanya merasa malu kalau sampai ketahuan masuk ke rumah orang untuk mencuri makanan!
Tak lama kemudian, Kai-ong muncul lagi dan memberi isyarat dengan tangan kepada Han Li untuk mengikutinya. Kiranya kakek tadi lebih dahulu menyelidiki di mana adanya dapur istana itu. Han Li berlari menghampirinya dan keduanya lalu menyelinap masuk melalui pintu belakang. Tiba-tiba Kai-ong menarik tangan Han Li untuk bersembunyi. Baru saja Han Li bersembunyi di balik tembok, ia melihat tiga orang pengawal yang membawa tombak lewat di dekat mereka. Untung mereka sudah bersembunyi. Terlambat sebentar saja mereka tentu sudah ketahuan!
Setelah tiga orang pengawal itu lewat, kembali Kai-ong mengajak Han Li melanjutkan perjalanan memasuki bagian yang lebih dalam di istana itu. Setibanya di dapur, Han Li melihat ada kesibukan di dalam dapur. Kai-ong memberi isyarat untuk mengikutinya dan kakek itu lalu melayang naik ke atas dapur. Han Li mencontoh perbuatan gurunya dan kini mereka mendekam di atas atap dapur mengintai ke bawah.
Sebelum dapat melihat apa-apa, lebih dulu hidung Han Li disambut bau masakan yang amat sedap. Cepat ia mengintai dan melihat lima orang koki sedang membuat masakan. Bermacam-macam masakan itu.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
226 "Hemmm, udang besar saus tomat itu nampak menggapai-gapai kepadaku," bisik Kai-ong dan dia menjilat bibirnya sendiri. Han Li merasa geli dan juga heran ketika gurunya mengeluarkan segulung tali yang di ujungnya dipasangi besi kaitan seperti sebuah pancing! Ia baru mengerti setelah gurunya menurunkan pancing itu ke bawah dan menanti sampai para koki itu lengah, barulah dia mengayun pancingnya dan besi kaitan itu dengan tepat sekali mengait seekor udang goreng saus tomat yang segera ditariknya ke atas. Segera ditangkapnya udang yang masih panas itu dan dimakannya dengan lahap sekali.
"Wah, enaknya bukan main!" Dia memuji dan di lain saat dia sudah mengait seekor lagi yang lalu diberikan kepada Han Li. Sebetulnya Han Li tidak berselera makan masakan curian itu, akan tetapi ia tidak mau mengecewakan gurunya, maka dimakannya udang itu. Ternyata memang lezat sekali. Setelah menghabiskan lima ekor udang besar, dan selagi matanya mencari-cari masakan lain, di bawah terjadi keributan. Si tukang masak udang goreng saus tomat itu yang membuat ribut. "Heiii!! Udangku, ke mana" A Sam, jangan main-main kau!"
tegurnya kepada temannya yang sedang memasak masakan ayam tanpa tulang. "Tentu engkau yang makan udang-udangku. Tinggal setengahnya!"
"Ngawur! Siapa makan udang-udangmu" Sejak tadi aku mempersiapkan masakanku sendiri, mana ada waktu untuk memperhatiakn udangmu, apalagi mencurinya dan memakannya."
"Akan tetapi udang besar itu tadinya berjumlah belasan ekor, sekarang tinggal delapan ekor lagi! Yang berada di dekatku hanya engkau. Siapa lagi yang mencurinya kalau bukan engkau!"
"Aku tidak mencuri udangmu. Jangan main tuduh sembarangan kau!"
Teman-teman yang lain melerai. "Sudahlah, mungkin dimakan kucing."
"Tidak ada kucing masuk ke sini." bantah koki udang yang merasa kehilangan. Sementara itu, di dalam keributan itu selagi para koki bicara dan lengah, seekor ayam tanpa tulang telah melayang naik ke atas. Kai-ong membaginya dengan Han Li dan mereka makan masakan istimewa. Ayam itu masih utuh, akan tetapi ketika digigit, sama sekali tidak ada tulangnya dan ayam itu diisi cacahan daging dengan bumbunya yang sedap.
"Heiii....! Mana ayamku?" tiba-tiba Asam yang tadi dituduh mencuri udang, berteriak.
"Ayam apa lagi!" tanya teman-temannya.
"Tadi masih di sini, baru saja kuangkat dari tempat masak. Semua ada lima ekor, akan tetapi lihat, hanya tingga empat ekor. Yang seekor lagi terbang ke mana?"
"Mana ada ayam tanpa tulang itu dapat terbang?"
"Tentu ada yang mencuri dan menyembunyikan. A-cui, engkau tadi menuduh aku mencuri udang-udangmu, agaknya engkau hendak membalas dan engkau yang menyembunyikan ayamku!"
"Kau gila! Aku tidak mencuri ayammu!" A-cui membentak. Dua orang itu sudah saling mengacungkan pisau dapur yang tajam, akan tetapi dilerai temantemannya. Akhirnya keributan itu mereda dan mereka melanjutkan pekerjaan mereka.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
227 Sementara itu, seekor ayam cabut tulang tadi telah habis memasuki perut Kai-ong dan Han Li.
Kai-ong menjilati jari-jari tangannya yang berlepotan minyak dan menggumam, "Wah, enak.... lezat....!"
"Suhu, aku sudah kenyang. Mari kita pergi dari sini." bisik Han Li. .
"Wah, nanti dulu. Baru mencicipi sedikit sudah mau pulang! Dan lagi, makan seperti ini kurang enak. Aku ingin mencicipi masakan rebung kaki biruang itu, dan itu ada swi-ke pemakan burung, dan panggang bebeknya, goreng burung merpati, wah, masih begitu banyak dan engkau mengajak pulang. Nanti dulu ah!" Kai-ong mematahkan ujung genting diremasnya menjadi potongan kecil-kecil lalu mulai menyambitkan ke bawah.
"Aduh, siapa memukul kepalaku?" teriak seorang koki gendut sambil menggosok-gosok kepalanya yang botak.
"Aduh! Aku juga dipukul. Kamu yang memukul kepalaku, ya?" teriak A-sam dan dia langsung saja menuduh A-cui. Acui menjadi marah lagi.
"Siapa yang memukul" Aduh, siapa mengetuk kepalaku?"
Kemudian terdengar mereka semua mengaduh dan suasana menjadi kacau. Dalam keadaan seperti itu, Kai-ong memberi isyarat kepada Han Li dan mengajak gadis itu melayang turun ke dalam dapur! Dengan cekatan, Kai-ong sudah mengambil semangkok sop ayam muda dan sambil berjongkok dan bersembunyi di belakang meja dia menyambar pula sepasang sumpit dan mulailah dia makan dengan lahapnya. Dia memberi isyarat kepada Han Li agar meniru perbuatannya. Akan tetapi Han Li yang juga ikut bersembunyi di belakang meja menggerakkan pundaknya, lalu menyambar sepotong bak-pauw dan memakannya. Bak-pauw adalah sebuah roti biasa yang berisi daging dan sayur, akan tetapi bak-pauw yang terdapat dalam dapur Pangeran Mahkota ini lain rasanya. Memang enak sekali.
Setelah mencicipi berbagai macam masakan, Kai-ong ingin minum dan merangkaklah dia ke tempat penyimpanan guci-guci arak. Dibukanya sebuah guci dan dituangkan isinya begitu saja ke mulutnya.
"Heiii, ke mana masakan goreng burung merpatiku?"
"Dan kenapa sop ayam muda ini tinggal sedikit?"
"Ca rebung muda kaki biruangku juga tinggal sedikit!"
"Wah, bau arak! Jangan-jangan ada guci arak yang pecah!",
Lima orang koki itu ribut-ribut dan mencari ke sana ke mari. Tentu saja guru dan murid itu sibuk berloncatan ke sana ke mari untuk menyembunyikan diri. Akan tetapi Kai-ong yang keenakan minum arak, tidak sempat lagi bersembunyi. Seorang di antara lima. koki itu melihatnya dan berteriak, "Wah, ini dia malingnya. Seorang pengemis tua!"
"Celaka, masakan kita diusiknya, banyak yang dimakannya. Apakah keluarga pangeran hanya mendapatkan sisanya?"
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
228 "Hayo kita tangkap pencuri itu!" Dua orang sudah menerjang maju untuk menangkap Kaiong, akan tetapi Han Li melompat ke depan. Lima orang koki itu terbelalak ketika melihat seorang gadis cantik melindungi kakek itu.
"Paman sekalian, maafkanlah kami yang sudah mencicipi sedikit masakan kalian. Suhu, mari kita pergi!"
"Heh-heh-heh, nanti dulu, Han Li. Kabarnya Pangeran Mahkota adalah seorang dermawan.
Siapa kira, makanan untuk keluarganya, demikian mewah sedangkan di luar istananya, banyak rakyat kelaparan!" Kai-ong minum terus dan nampaknya seperti sudah mabuk. "Mari kita lapor ke dalam!" Lima orang koki itu lalu berlarian keluar dari dalam dapur.
"Suhu, mari kita cepat pergi. Para pengawal tentu segera berdatangan!"
"Heh-heh-heh, aku tidak pernah melarikan diri dari dapur sebelum perutku benar-benar kenyang. Mari kita makan dengan leluasa, Han Li. Begini lebih enak. Ini ada nasi dari Hang-ciu, nasinya lembut dan harum sedap." Kai-ong tidak mau pergi malah kini duduk menghadapi meja, menyambar mangkok dan sumpit lalu mulai makan dengan lahapnya.
Han Li membanting-banting kaki dengan bingung. Sudah terdengar suara banyak kaki lari ke tempat itu. "Wah, ini bagaimana, Suhu" Mereka sudah berdatangan!" "Biarkan saja. Kalau mereka berani mengganggu aku makan, akan kuhajar! Nih, kau makan nasi, Han Li. Atau ingin buah-buahan segar. Itu di sana banyak anggur, buah leci dan apel. Tinggal pilih mana yang kau suka, heh-heh-heh!"
"Akan tetapi, Suhu....!" Han Li tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena pada saat itu di ambang pintu dapur telah bermunculan pasukan pengawal yang belasan orang jumlahnya.
Seorang komandan pengawal menudingkan goloknya ke arah Kai-ong yang sedang melahap makanan,
"Pencuri busuk, engkau mengacau di dapur istana pangeran?"
"Heh-heh-heh, makanan ini datangnya dari perahan keringat rakyat, apakah kami tidak boleh merasakannya" Aku mendengar bahwa Pangeran Mahkota adalah seorang yang dermawan dan bijaksana. Apakah dia tidak mengijinkan kami mencicipi makanan ini?" kata Kai-ong sambil menggigit paha ayam dan menyeringai ke arah para pengawal.
"Keparat, berani engkau....!"
"Tahan dulu, Ciangkun. Biarkan kami bicara dengan mereka!" tiba-tiba terdengar suara lembut dan perwira pengawal itu terpaksa mundur lagi karena yang menegurnya adalah Pangeran Mahkota Tao Kuang sendiri.
Han Li dan Kai-ong memandang penuh perhatian dan melihat munculnya seorang laki-laki bangsawan yang tampan dan berwibawa. Usianya sekitar empat puluh tahun. Di sebelah kanannya berdiri seorang wanita cantik dan di sebelah kirinya berdiri seorang gadis manis.
Baik wanita cantik maupun gadis manis itu membawa sebatang pedang di punggung mereka sehingga mereka nampak anggun dan juga gagah. Pria itu adalah Pangeran Mahkota Tao Kuang. Gadis manis itu bukan lain adalah Tao Kwi Hong dan wanita cantik itu ibunya.
Mereka tadi sedang bersiap hendak makan siang ketika mendengar laporan para koki bahwa Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
229 di dapur terdapat kakek pengemis yang mencuri makanan. Pangeran Mahkota Tao Kuang tertarik mendengar ini dan dikawal oleh Tao Kwi Hong dan ibunya, Liang Siok Cu, mereka bergegas menuju ke dapur.
Pangeran Mahkota Tao Kuang memiliki watak seperti kakeknya, yaitu suka bergaul dan menghargai orang-orang kang-ouw. Maka, begitu melihat kakek berpakaian pengemis itu bersama seorang gadis cantik yang mendatangkan kekacauan di dapurnya, dia melarang para pengawal turun tangan. Dia sendiri lalu mengangkat kedua tangan ke depan dada sebagai pemberian hormat dan berkata dengan lembut, "Apakah kunjungan Locianpwe dan Nona ini hanya untuk mencicipi makanan?"
"Habis, untuk apa lagi" Kami tidak mempunyai urusan dengan Pangeran Mahkota Tao Kuang, heh-heh-heh!" kata Kai-ong.
"Kamilah Pangeran Mahkota Tao Kuang. Kalau begitu, biarlah kami mengundang Locianpwe dan Nona untuk makan bersama!" Penawaran ini diajukan dengan sikap lembut dan manis sehingga Han Li merasa tidak enak dan malu sendiri.
"Kau dengar itu, Han Li?" kata Kai-ong sambil tertawa girang. "Sudah lama aku mendengar bahwa Pangeran Mahkota Tao Kuang adalah seorang yang bijaksana dan sekarang terbukti kebenaran berita itu. Terima kasih, Pangeran, kami menerima undanganmu itu, ha-ha-ha!"
Han Li diam saja akan tetapi merasa tidak enak hati. Sejak kecil ia mendengar tentang penjajahan bangsa Mancu terhadap negara dan bangsanya. Ia sendiri adalah puteri ketua Thian-li-pang yang bercita-cita memerdekakan bangsa dan sekarang ia diundang makan bersama oleh keluarga Pangeran Mahkota bangsa Mancu! Akan tetapi, menolak pun tidak mungkin karena gurunya sudah menerima, maka ia pun mengikuti saja ketika mereka dipersilakan masuk ke dalam ruangan makan yang luas.
Setelah mereka duduk menghadapi meja makan, hidangan-hidangan yang paling lezat disuguhkan. Pangeran Tao Kuang memberi isyarat kepada pelayan untuk mengisi arak dalam cawan-cawan perak di depan tamunya lalu menyulangi dua orang tamunya dengan secawan arak. "Silakan Ji-wi (Anda Berdua) minum untuk ucapan selamat datang kami dan untuk perkenalan ini."
Sambil tersenyum lebar Kai-ong minum secawan arak itu dan Han Li hanya mencontoh gurunya, Pangeran Tao Kuang memperkenalkan selirnya dan puterinya lalu bertanya,
"Siapakah nama Locianpwe yang terhormat dan siapa pula Nona ini?"
"Heh-heh-heh, Pangeran. Terima kasih bahwa Paduka suka menyambut kami orang-orang biasa dengan ramah tamah. Saya bernama Lu Tong Ki orang biasa saja, bahkan pengemis yang tidak pernah minta-minta."
"Lu Tong Ki...." Apakah bukan Kai-ong (Raja Pengemis) Lu Tong Ki?" tiba-tiba Liang Siok Cu bertanya dengan kaget.
"Heh-heh-heh, saya hanyalah rajanya para pengemis, Nyonya."
"Mendiang ayahku Liang Cun, sering bicara tentang Locianpwe." kata nyonya itu kagum.
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
230 Kini sepasang mata Lu Tong Ki terbelalak, "Liang Cun" Ah, Sin-tung Koai-jin sudah meninggal dunia dan Nyonya adalah puterinya" Pantas, kalian begini ramah. Kiranya keturunan seorang datuk dari Thai-san!"
"Ha-ha-ha, kiranya kita berada di antara orang sendiri!" Pangeran Tao Kuang tertawa gembira.
"Dan engkau, Enci yang baik, siapakah namamu?" tiba-tiba Kwi Hong bertanya kepada Han Li sambil memandang gadis itu penuh perhatian. "Apakah engkau murid Locianpwe ini'?"
"Benar, aku murid Suhu, namaku Yo Han Li," jawab Han Li singkat.
Mereka mulai makan dan minum. Setelah selesai makan di mana Kai-ong dapat memuaskan seleranya, tiba-tiba Raja Pengemis itu tertawa dan mengelus perutnya. "Aihhh, kalau setiap hari makan begini, dalam waktu sebulan aku akan menjadi orang gendut!"
Semua orang tertawa dan Kai-ong kembali berkata, "Ha-ha-ha, Pangeran tentu tidak menduga siapa adanya nona yang mengaku saya sebagai gurunya ini.
Sesungguhnya ia jauh lebih terkenal dari pada saya yang hanya raja kaum pengemis. Ibunya terkenal dengan julukan Si Bangau Merah, ayahnya lebih terkenal lagi dengan julukan Pendekar Tangan Sakti yang juga menjadi ketua Thiani-pang...."
"Ahhh....!!" Liang Siok Cu berseru kaget sambil memandang Han Li, sedangkan wajah Pangeran Tao Kuang juga berubah agak pucat. Akan tetapi Kwi Hong berseru girang,
"Aih, kiranya Enci ini puteri Paman Yo" Senang sekali bertemu dengan puteri Paman Yo Han!"
"Kwi Hong, apakah engkau mengenal ketua Thian-li-pang?" tanya Pangeran Mahkota Tao Kuang, sedangkan isterinya siap untuk melindungi suaminya kalau-kalau puteri pemberontak itu mempunyai niat jahat.
"Ayah, aku tidak tahu apakah paman Yo itu ketua Thian-li-pang. Yang aku ketahui dia adalah seorang yang gagah perkasa dan telah menolongku dari pengeroyokan pemberontak Pek-lian-pai dan Pat-kwa-pai. Aku kagum sekali kepadanya!"
Han Li tadi terkejut bukan main mendengar gurunya memperkenalkan ayahnya sebagai ketua Thian-li-pang, akan tetapi ia merasa heran dan juga lega mendengar bahwa Kwi Hong pernah ditolong ayahnya. Ketika ia melirik ke arah gurunya. Ia melihat Kai-ong tersenyumsenyum kepadanya dan ia pun dapat menduga bahwa gurunya sengaja menyebut Thian-li-pang untuk menguji sampai di mana ketulusan hati dan kebijaksanaan Pangeran Mahkota itu! Dan memang sebenarnya begitulah. Maklum bahwa ucapannya tadi bisa mendatangkan bahaya, maka diam-diam Kai-ong juga sudah bersiap-siap. Dia cerdik sekali dan andaikata disebutnya Thian-li-pang itu membuat Pangeran Mahkota marah dan mengerahkan pasukan
pengawalnya, dia tentu akan bertindak menawan sang pangeran lebih dulu agar dia dan muridnya dapat keluar dari istana itu dengan aman!
Akan tetapi dia pun merasa lega ketika ucapan Kwi Hong membuyarkan suasana yang tegang tadi. Kini Pangeran Mahkota yang berkata kepada Han Li,suaranya mengandung perasaan Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
231 heran. "Aneh sekali! Ketua Thian-li-pang menolong puteriku dan hari ini aku menjamu puterinya! Dan semua orang tahu bahwa Thian-li-pang adalah sebuah perkumpulan yang berjiwa pemberontak!". Ayah saya tidak pernah membenci perorangan, Pangeran. Yang ditentangnya adalah penjajah dan penindasan!" jawab Han Li dengan tegas.
"Heh-heh-heh, dalam anggapan Paduka memang Thian-li-pang pemberontak, Pangeran." kata pula Kai-ong. "Akan tetapi dalam anggapan kami rakyat jelata, Thian-li-pang berjiwa pendekar dan pejuang."
"Berjuang untuk apa?" Pangeran Mahkota mendesak.
"Berjuang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, berjuang untuk kemerdekaan tanah air dan bangsa." kata pula Kai-ong dan ketika mengucapkan kata-kata ini, dia tidak lagi tertawa melainkan berkata dengan suara dan wajah serius.
"Sama saja, itu pemberontakan namanya, menentang pihak yang berkuasa." bantah Pangeran Mahkota Tao-Kuang.
"Harap Paduka mempertimbangkan dengan hati dan kepala yang tenang dan dingin." kata pula Kai-ong. "Coba Paduka tempatkan diri Paduka sebagai rakyat kami. Apakah Paduka tidak mempunyai keinginan untuk memerdekakan tanah air dan bangsa dari belenggu penjajah" Salahkah itu kalau seseorang bercita-cita untuk kebebasan dan kemerdekaan bangsanya?"
Pangeran Tao Kuang mengangguk-angguk. "Mungkin juga kami akan berpendirian yang sama. Akan tetapi kami bukan penindas. Kami menganggap bangsa Han seperti bangsa sendiri. Kami ingin menjalankan pemerintahan yang adil, ingin menyejahterakan rakyat."
"Kami percaya, Pangeran. Akan tetapi yang ditentang oleh para pejuang adalah pemerintahan penjajah, bukan perorangan, seperti dikatakan murid saya Han Li tadi."
"Akan tetapi sekarang terbukti bahwa di antara kita tidak ada kebencian atau permusuhan.
Anak kami telah diselamatkan ketua Thian-li-pang dan anak ketua Thian-li-pang kami undang makan menjadi tamu terhormat kami!" kata Pangeran Tao Kuang sambil tersenyum.
"Ayah, kuharap enci Han Li menjadi tamu kita untuk beberapa waktu lamanya. Aku ingin mengenalnya lebih dekat dan berbincang-bincang tentang ilmu silat dengannya!" kata Kwi Hong kepada ayahnya.
Pangeran Mahkota Tao Kuang mengangguk dan tersenyum ramah kepada Kai-ong, "Aku tidak keberatan dan mereka ini boleh tinggal di istana sebagai tamu berapa lama pun mereka kehendaki!"
Kai-ong tertawa. "Bagus! Aku suka sekali tinggal di sini beberapa lamanya sampai puas makan enak setiap hari, Han Li, kita tinggal di sini sampai bosan!"
Kwi Hong merasa gembira sekali. Dengan senyum manis ia bangkit menghampiri Han Li dan menggandeng tangan gadis itu. "Mari kita melihat-lihat taman, enci Han Li. Dan kutunjukkan kamarmu di mana engkau boleh tinggal!"
Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
232 Kedua orang gadis itu pergi dan meninggalkan Kai-ong yang diajak bercakap-cakap oleh Pangeran Tao Kuang. Raja pengemis itu bersama muridnya menjadi tamu dari Pangeran Mahkota!
Cu In tidak peduli bahwa dirinya menjadi pusat perhatian orang-orang yang dijumpainya di jalan dalam kota raja.
Mukanya yang tertutup sutera putih dari batas hidung ke bawah itulah yang menarik perhatian orang. Akan tetapi tidak ada seorang pun mengganggunya. Tentu mereka itu mengira bahwa ia seorang wanita dari Turki atau negara Islam lainnya. Wanita-wanita Islam biasanya menutup mukanya dengan cadar seperti itu.
Tidak sukar bagi Cu In untuk mendapat keterangan di mana adanya rumah Panglima The Sun Tek. The-ciangkun adalah seorang panglima yang terkenal di kota raja. Dialah yang memimpin pasukan memadamkan pemberontakan di selatan. The-ciangkun seorang panglima yang bukan hanya pandai ilmu perang, akan tetapi juga seorang yang memiliki ilmu silat tinggi.
Cu In tidak tahu orang macam apa adanya The Sun Tek. Yang penting baginya adalah bahwa ia harus membunuh orang itu. Menurut gurunya, panglima The itu adalah musuh besar gurunya, dan lebih daripada itu, panglima The itulah yang membunuh ayah bundanya sehingga ia menjadi seorang yatim piatu sejak masih bayi! Dan sejak bayi ia dipelihara oleh subonya, maka kini tugas untuk membunuh musuh besar subonya itu akan dilaksanakan sebaik mungkin. Bukan hanya untuk membalas budi gurunya, melainkan juga untuk membalas dendam ayah bundanya.
Cui In merasa agak heran namun girang melihat kenyataan bahwa rumah itu tidak dijaga regu keamanan seperti rumah para panglima tinggi lainnya. Rumah itu dari luar nampak sunyi saja.
Cui In lalu mengelilingi pagar tembok rumah itu dan ternyata rumah itu memiliki pekarangan dan taman yang luas sekali.
Hari itu panas sekali. Matahari telah naik tinggi. Bagaikan seekor burung saja ringannya, Cui In sudah melompati pagar tembok di bagian belakang rumah itu dan mendekam di atas untuk mengintai ke sebelah dalam pagar. Ternyata di sebelah dalamnya terdapat sebuah taman yang luas, penuh dengan bunga warna warni yang sedang berkembang sehingga suasana di taman itu nyaman dan indah sekali. Ia melompat turun ke sebelah, dalam dan menyelinap di antara pohon-pohon. Agak jauh di tengah taman itu terdapat sebuAh pondok dengan dinding Rendah dan bagian atasnya terbuka. Semacam tempat untuk duduk bersantai menikmati keindahan taman. Di depan pondok itu terdapat sebuah kolam ikan dengan bunga teratai dan ikan-ikan emas berenang di dalam kolam. Gemercik suara air di kolam yang jatuh dari sebuah pancuran mendatangkan suara yang menyejukkan hati.
Cui In cepat menyusup ke balik rumpun bunga. Ia melihat seorang laki-laki melangkah seenaknya dengan santai menuju ke panggung atau pondok itu, memasukinya dan duduk di atas bangku menghadapi kolam ikan. Cui In mengintai dan melihat bahwa pria itu berusia lima puluh tahun lebih, akan tetapi rambut kepalanya sudah banyak beruban. Rambut itu dikuncir ke belakang dan diikat dengan sutera biru. Wajah yang mulai berkerut merut itu masih nampak tampan dan gagah. Akan tetapi sinar matanya mengandung duka. Sampai lama pria itu termenung memandangi kolam ikan dan berulang kali dia menghela napas panjang.
Tiba-tiba pria itu menengadahkan mukanya, memandangi awan yang berarak di angkasa, dan Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
233 dia membaca sajak. "Seperti awan bergerak di angkasa kita bercanda penuh suka dan tawa sumpah saling mencinta saling setia berbahagia memadu asmara semua itu hilang musnah ketika angin datang menerpa kita berpisah dan merana yang tertinggal hanyalah air mata!"
Cu In tertegum. Ia mengenal betul sajak itu karena gurunya, Ang Hwa Nio-nio, sering menyanyikan sajak itu dalam sebuah lagu yang sedih. Dan sekarang pria itu bersajak yang sama! Karena perasaan terguncang, tubuh Cu In membuat gerakan. Biarpun gerakan itu tidak menimbulkan suara keras, akan tetapi pria itu memutar tubuhnya dan terdengar suaranya lantang,
"Sobat, tidak ada gunanya lagi engkau bersembunyi. Aku telah mengetahui keberadaanmu di situ!" Pria itu memandang ke arah Cu In.
Cu In terpaksa muncul dari balik rumpun bunga lalu menghampiri pondok itu. Pria itu nampak terkejut dan terheran-heran melihat bahwa yang muncul adalah seorang gadis yang mukanya ditutup cadar putih, pakaiannya juga serba putih. "Siapa engkau" Apa keperluanmu datang ke tempat ini tanpa diundang?" tanya pria itu dan suaranya mengandung wibawa yang kuat.
Akan tetapi Cu In tidak menjawab, melainkan balas bertanya, "Apakah engkau yang bernama The Sun Tek?"
"Tidak salah, akulah The Sun Tek. Siapakah engkau, Nona?"
"Namaku Souw Cu In dan aku datang ke sini untuk membunuhmu, The Sun Tek!"
The Sun Tek tidak menjadi terkejut mendengar pengakuan itu. Sebagai seorang panglima besar, dia tahu bahwa banyak orang menginginkan kematiannya untuk membalas dendam karena dia sudah sering menghancurkan usaha pemberontakan di mana-mana sehingga tidaklah aneh kalau ada yang mendendam kepadanya. Sering pula terdapat usaha orang-orang yang memusuhinya untuk membunuhnya. Akan tetapi baru sekarang usaha itu akan dilakukan seorang gadis muda. Hal ini mendatangkan rasa penasaran dalam hatinya.
"Membunuh orang tentu ada alasannya yang kuat, Nona. Kenapa engkau hendak membunuhku. Kita belum pernah bertemu dan di antara kita tidak terdapat urusan apa pun!"
"Kita memang tidak pernah bertemu akan tetapi engkau keliru kalau mengira di antara kita tidak pernah terdapat urusan apa pun. Alasanku datang untuk membunuhmu ini cukup kuat.
Pertama, aku hendak membalaskan dendam kematian ayah bundaku yang telah kaubunuh!
Dan kedua, aku datang mewakili guruku yang menjadi musuh besarmu!"
The Sun Tek mengerutkan alisnya. Kedudukannya sebagai panglima besar yang memimpin pasukan memang banyak resikonya. Entah berapa banyak orang yang dapat menaruh dendam kepadanya karena orang tuanya terbunuh dalam perang.
"Hemmm, siapakah nama ayah bundamu itu, Nona" Aku tidak merasa pernah membunuh orang, kecuali tentu saja dalam perang. Apakah ayah bundamu tewas dalam peperangan melawan pasukanku?" "Aku tidak tahu siapa ayah bundaku, tidak pernah mengenalnya karena Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
234 sejak aku masih bayi engkau telah membunuh mereka."
"Lalu bagaimana engkau dapat tahu bahwa aku pembunuh mereka?"
"Guruku yang memberi tahu."
"Aha, gurumu yang kauwakili untuk menghadapi aku sebagai musuh besarnya itu" Dan siapa gerangan nama gurumu itu, Nona?"
"Guruku adalah Ang Hwa Nio-nio!"
The Sun Tek membelalakkan kedua matanya, lalu wajahnya nampak muram dan mengandung duka. "Ahhh, Hong Bwe.... Hong Bwe, sampai begitu mendalamkah bencimu kepadaku"
Bertahun tahun aku mencarimu dan kini tiba-tiba muncul muridmu untuk membunuhku?"
Cu In tidak mengerti apa yang dimaksudkan pria itu. Ia sudah melolos sabuk suteranya dan berkata, "The Sun Tek, bersiaplah engkau untuk menghadapi seranganku!"
"Nanti dulu, nona Souw. Bersabarlah karena aku tidak akan pernah melarikan diri darimu.
Engkau tidak dapat membunuh orang begitu saja tanpa alasan yang kuat. Engkau harus yakin benar bahwa aku adalah pembunuh orang tuamu. Dan tentang permusuhanku dengan gurumu Ang Hwa Nio-nio itu, tidakkah engkau ingin untuk mengetahui sebab sebabnya?" "Aku hanya mendengar tentang kematian ayah bundaku dari guruku, dan kalau guruku sampai menganggap bahwa engkau musuh besarnya, tentulah engkau telah melakukan hal yang amat jahat terhadap subo."
"Tahan dulu dan dengarlah sebentar penjelasanku. Aku melihatmu sekarang ini, tiada ubahnya seperti ia ketika itu! Bentuk tubuhmu, matamu itu, dan suaramu! Engkau seperti pinang dibelah dua dengan Hong Bwe! Karena itulah aku ingin engkau mendengar penjelasanku."
Cu In meragu. Ia tidak mengenal siapa itu Hong Bwe, akan tetapi ia pun tidak dapat menolak keinginan orang tua ini untuk menceritakan persoalannya dengan gurunya. Ia pun meragukan, jangan-jangan bukan orang ini pembunuh ayah bundanya dan subonya berceritademikian agar ia membenci orang ini. "Sesukamu, bicaralah, akan tetapi jangan harap aku akan percaya begitu saja keteranganmu."
"Percaya atau tidak terserah. Terima kasih kalau engkau suka untuk mendengar ceritaku.
Silakan duduk, nona Souw." The Sun Tek mempersilakan Cu In duduk dan gadis ini pun mengambil tempat duduk berhadapan dengan panglima itu, terhalang meja kecil.
Setelah menghela napas panjang beberapa kali, The Sun Tek berkata, "Aku tidak tahu sampai tingkat apa ilmu silatmu, akan tetapi kalau gurumu sudah mengutusmu untuk membunuhku, aku percaya bahwa engkau tentu cukup lihai. Barangkali aku akan terbunuh olehmu, maka aku senang bahwa engkau suka mendengar ceritaku. Terjadinya cerita ini kurang lebih dua puluh tahun yang lalu. Ketika itu, aku belum menjadi seorang panglima, akan tetapi aku suka bertualang di dunia kang-ouw dan mengenal banyak tokoh kang-ouw. Aku lalu bertemu seorang gadis kang-ouw bernama Sim Hong Bwe. Kami berkenalan dan saling jatuh cinta.
Ketika itulah aku melamar pekerjaan sebagai seorang perwira muda. Karena orang tuaku mengenal panglima yang bertugas menerima para perwira muda, maka aku pun dapat diterima Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
235 sebagai seorang perwira. Orang tuaku lalu mendesakku untuk menikah. Ketika aku memberitahu bahwa aku telah mempunyai seorang pilihan hati, yaitu Sim Hong Bwe, ayahku marah. Menikah dengan seorang gadis kang-ouw" Tidak, katanya. Karena aku telah mempunyai tugas dan kedudukan, aku harus menikah dengan seorang gadis baik-baik, dari keluarga yang terhormat. Aku tidak mampu membantah ayahku dan terpaksa aku menerima saja dijodohkan seorang gadis puteri seorang bangsawan." Sampai di sini The Sun Tek menghentikan ceritanya, agaknya dia mengingat kembali peristiwa yang membuatnya selalu berduka itu. Dia memandang kepada Cu In, akan tetapi Cu In tidak mengacuhkannya karena ia tidak, tahu apa hubungannya semua itu dengan tugasnya membunuh musuh besarnya ini.
"Aku harus menghadapi kemarahan Sim Hong Bwe. Ia tidak mau mendengar alasanku, bahkan ia menolak keras ketika aku mengusulkan agar ia suka menjadi selirku. Kalau hanya sebagai selir, tentu ayahku tidak akan keberatan. Akan tetapi Hong Bwe menolak dan menuntut agar aku menikahinya sebagai isteri yang sah. Aku tidak mungkin memenuhi permintaannya dan ia menjadi demikian marah sehingga meninggalkan aku begitu saja.
Padahal, pada waktu itu ia telah mengandung! Ia mengandung anakku dan sejak itu aku tidak pernah dapat menemukan. Aku selalu mencarinya, bahkan sampai sekarang aku masih mencarinya. Akan tetapi ia menghilang begitu aku dapat menemukan tempat persembunyian.
Aku mendengar bahwa ia telah melahirkan seorang anak perempuan, akan tetapi tidak pernah aku melihat anakku itu pula."
Cu In mengamati wajah di depannya dengan tajam dan penuh selidik. Wajah itu kelihatan jujur dan tidak berbohong. Ia menjadi bingung ketika mulai dapat menangkap bahwa yang disebut Hong Bwe itu tentulah nama kecil subonya. Akan tetapi subonya tidak mempunyai anak perempuan! Anak laki-laki pun tidak. Subonya tidak mempunyai anak!
"Nah, demikianlah keadaannya, nona Souw. Sim Hong Bwe itu adalah gurumu. Aku sudah mendengar bahwa ia memakai nama Ang Hwa Nio-nio karena di rambutnya selalu ada kembang merah. Dan itu adalah kesenangan dan kebiasaan Hong Bwe, menghias rambutnya dengan bunga merah. Itulah sebabnya maka ia membenciku dan mengutusmu untuk
membunuhku. Akan tetapi aku mencintainya, sampai sekarang masih tetap mencintainya.
Sekarang isteriku telah meninggal dunia karena sakit, dan aku mengharapkan Hong Bwe untuk menjadi isteriku. Akan tetapi, agaknya ia tidak dapat memaafkan aku. Nona Souw, engkau muridnya, tentu engkau mengerti bagaimana keadaannya dengan puterinya. Sudah besarkah sekarang anakku itu" Siapa pula namanya?"
Cu In menggeleng kepalanya. "Subo tidak mempunyai seorang puteri, juga tidak mempunyai putera. Subo tidak pernah menikah dan tidak mempunyai anak." Ia tidak menceritakan betapa subonya amat benci kepada laki-laki, bahkan sejak ia masih kecil ia pun dilatih untuk membenci dan tidak percaya kepada pria, terutama kepada pria yang mencintanya! Agaknya sakit hati subonya kepada The Sun Tek demikian mendalam, membuat ia menjadi pembenci laki-laki. "Nah, demikianlah ceritaku. Aku tidak pernah membunuh orang begitu saja karena urusan pribadi. Kalau aku membunuh orang, tentu hal itu terjadi dalam perang. Maka, aku merasa tidak pernah membunuh ayah bundamu. Mungkin ayahmu berada dalam pasukan musuh sehingga dalam perang aku membunuhnya, akan tetapi tidak mungkin ibumu juga ikut berperang. Aku yakin bahwa itu hanya suatu akal dari Hong Bwe untuk membuat engkau membenci padaku dan membalas dendam kematian ayah bundamu. Dan melihat keadaan dirimu, walaupun mukamu tertutup cadar, aku hampir yakin bahwa engkaulah anak itu, Nona!
Engkaulah anak dari Hong Bwe sendiri. Engkaulah anakku. Perasaanku mengatakan demikian. Suaramu dan pandang matamu itu tidak dapat menipuku. Itulah suara dan mata Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
236 Hong Bwe! Ya Tuhan demikian bencikah ia kepadaku sehingga ia ingin melihat anakku sendiri membunuhku?"
Cu In bangkit berdiri. Mukanya menjadi pucat. Kemungkinan itu menyerbu pikirannya. Besar sekali kemungkinan apa yang diduga orang tua ini benar. Ia sendiri mempunyai perasaan yang aneh terhadap panglima ini. Tidak ada rasa benci, bahkan ada perasaan iba kepadanya.
Jangan-jangan dia benar ayahnya!
Pada saat itu terdengar bentakan suara lembut, "Cu In, cepat laksanakan perintahku. Jangan dengar dia dan bunuhlah musuh besar kita itu!" Yang muncul adalah Ang Hwa Nio-nio.
Mukanya kemerahan dan sepasang matanya mencorong penuh kebencian ditujukan kepada The Sun Tek.
Panglima itu melangkah maju menghampiri, "Hong Bwe....! Ah, bertahun-tahun aku mencarimu, Hong Bwe. Akan tetapi engkau selalu menyingkir. Kembalilah kepadaku, Hong Bwe dah sekarang aku dapat memenuhi permintaanmu. Engkau dapat menjadi isteriku. Dan anak kita! Bukankah nona Souw ini anak kita" Begitu kejamkah engkau menyuruh anak kita untuk membunuhku?"
"Kejam katamu" Orang seperti engkau ini masih bisa mengatakan orang lain kejam" Engkau yang membuat aku hidup sengsara dan merana selama dua puluh tahun! Engkaulah manusia yang paling kejam di dunia. Cu In, cepat kau bunuh dia!"
Akan tetapi kini Cu In memandang kepada subonya dengan sinar mata penuh tuntutan. "Subo, benarkah dia itu ayahku?"
"Hemmm, Cu In, jangan sebut subo kepadanya, melainkan ibu!" kata The Sun Tek, kini hampir yakin bahwa gadis itu pasti anaknya dari Hong Bwe.
"Tidak peduli dia. itu apamu, engkau harus membunuhnya. Sekarang juga! Hayo, cepat serang dan bunuh dia!" kembali Ang Hwa Nio-nio membentak, suaranya bercampur tangis saking jengkel hatinya.
"Akan tetapi, Su.... bo....!" "Tidak ada tetapi, hayo laksanakan perintahku!"
"Tidak! Kalau benar dia itu ayahku, aku tidak akan membunuhnya!"
"Kau.... kau.... berani membantah perintahku" Dari kecil kaukubesarkan, kupelihara, kudidik, hanya untuk melaksanakan keinginanku ini. Kalau engkau tidak mau, aku akan membunuhmu di depan matanya!" Ang Hwa Nio-nio menggertak sambil menghunus pedangnya.
"Jawab dulu, apakah benar dia itu ayahku dan engkau ibuku" Kalau sudah kaujawab, baru aku akan menentukan sikapku."
"Ya atau tidak, engkau harus membunuhnya atau engkau akan kubunuh sendiri!"
"Tidak! Aku tidak mau!"
"Kalau begitu mampuslah kau di depan matanya!" Ang Hwa Nio-nio lalu menggerakkan pedangnya dan menyerang Cu In dengan ganasnya. Cu In meloncat ke belakang akan tetapi Pusaka Pulau Es > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
237 pedang gurunya mengejar terus.
"Tranggg....!" Pedang itu tertangkis dan terpental oleh sebatang pedang lain, yaitu pedang dalam tangan The Sun Tek.
"Hong Bwe, tahan dulu! Apakah engkau sudah menjadi gila" Gila oleh dendam yang kaubuat sendiri" Hong Bwe, aku memang bersalah kepadamu, kesalahan karena keadaan, karena desakan orang tua. Aku bersedia minta maaf kepadamu sejak lama, dan aku bersedia menerimamu sebagai isteriku yang sah. Mengapa engkau masih mendendam, dan hendak memaksa anak kita membunuhku" Kalau dia tidak mau engkau akan membunuhnya di depan mataku" Begitu kejamkah hatimu, Hong Bwe" Tidak ingatkah engkau betapa dahulu kita saling mencinta dan sampai sekarang pun aku masih mencintamu" Hong Bwe, aku menyesal sekali, aku minta maaf kepadamu, aku mohon ampun kepadamu. Kalau engkau masih mendehdam, nah, ini dadaku, tusuklah dan aku tidak akan melawanmu. Aku rela mati di tanganmu kalau hal itu akan membahagiakan hatimu. Akan tetapi jangan paksa anakku membunuhku!" Sim Hong Bwe atau Ang Hwa Nionio tertegun, memandang pria itu dan tiba-tiba tangannya gemetar, pedangnya terlepas dari tangannya, lalu telunjuknya menuding ke arah muka The Sun Tek. "Kau.... kau.... ahhhhh....! " Tubuhnya terhuyung dan ia tentu akan jatuh kalau tidak cepat The Sun Tek merangkul dan memapahnya. Akan tetapi Ang Hwa Nionio telah jatuh pingsan dalam rangkulannya.
Dendam Empu Bharada 26 Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu Misteri Rumah Berdarah 3
^