Bloon Cari Jodoh 18
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 18
tubuh orang, tetapi Lau-ma rasakan jarinya itu seperti
terlanda oleh suatu arus tenaga yang kuat sehingga
lengannya hampir lunglai. Ia benar2 terkejut.
Dan lebih terkejut pula ketika maju manyerang lagi,
ternyata Huru Hara juga sudah siap tempur pula.
"Ih, jelas dia terkena tutukan jariku, mengapa dia masih
tetap segar bugar?" pikir Lau-ma.
Cret, cret ..... Kembali dua buah tutukan jari Lau- ma nyasar pada
dada dan iga Huru Hara. Huru Hara mendesis dan
terhuyung mundur. Tetapi Lau-ma pun tertegun.
"Aneh, aneh benar," gumamnya dalam hati. Mengapa
setiap kali jarinya mengenai tubuh Huru Hara tentu tubuh
orang itu memancarkan arus tenaga refleks.
"Baru dua jurus," seru Huru Hara, hayo lanjutkan lagi
sampai sepuluh jurus."
Lau-ma makin penasaran. Jarinya menari-nari bagaikan
beratus bayang2 setan menyambar maut. Huru Hara tetap
tak membalas menyerang, hanya menghindar saja. Namun
cara menghindar setelah melalui dua jurus serangan lawan,
sudah mulai teratur. "Siocia, ilmusilat apakah yang dimainkan wanita itu?"
tanya Ah Liu kepada Su Tiau Ing. Ah Liu sejak kecil ikut
pada keluarga Su. Walau pun seorang pelayan tetapi dalam
pergaulan sehari-hari dia lebih menyerupai seorang kawan
daripada dajang. Dan memang Su Tiau Ing tidak
menganggapnya sebagai pelayan tetapi seorang
kepercayaan. Oleh karena Tiau Ing tak punya saudara laki
ataupun perempuan, dia sayang pada Ah Liu.
Sebenarnya mentri Su Go Hwat tak mempunyai pikiran
untuk memberi pelajaran ilmusilat kepada puterinya.
Apalagi sebagai seorang mentri pertahanan, dia sibuk
dengan tugas2 negara. Tetapi pada suatu hari datanglah seorang rahib yang
hendak minta idin dan sumbangan pada mentri Su guna
membangun sebuah vihara. Kebetulan mentri Su tak
dirumah. Penjaga2 menolak kedatangan rahib itu secara
kasar. Terjadi ribut2. Kebetulan Su Tiau Ing yang waktu itu
baru berumur 10-an tahun lari dari dalam. Dia tidak melihat
ada ribut2 di depan pintu itu. Entah karena apa, kaki Tiau
terselimpat dan jatuh. Rupanya keras juga jatuhnya itu
hingga dia pingsan. Melihat itu rahib memaksa hendak maju untuk
menolong tetapi penjaga tetap merintangi. Rupanya rahib
itu hilang kesabarannya. Sekali dorong beberapa penjaga
yang bertubuh kekar terpelanting jatuh mencium lantai.
Rahib mendukung Tiau Ing dibawa masuk.
Sebenarnya rahib itu hendak menyembuhkan Tiau Ing
yang menderita gegar otak tetapi penjaga2 yang dihajar tadi
datang pula dengan membawa belasan prajurit. Mereka
hendak menahan rahib itu. Rahib terpaksa menghajar
mereka sampai pontang panting. Kemudian rahib itu
memberi pertolongan pada Tiau Ing, meminumkan obat
dan mengurut-urut tubuhnya.
Dua jam kemudian datanglah mentri Su heran melihat
keadaan rumahnya yang kacau seperti habis dijadikan
gelanggang pertempuran. Bujang tua memberi laporan
tentang peristiwa yang terjadi di gedung kediamannya
mentri. Mentri terkejut dan gopoh menuju ke kamar putri.
Dilihatnya Tiau Ing sedang tidur dan dijaga oleh seorang
rahib setengah tua yang tengah bersemedhi..
Setelah Tiau Ing sembuh, mentri Su Go Hwa berterima
kasih kepada rahib itu dan menyerahkan Tiau Ing supaya
diambil anak-angkat karena rahib itulah yang telah
menyelamatkan jiwa Tiau Ing.
Mendengar keterangan rahib bahwa Tiau Ing
sesungguhnya mempunyai bakat tulang yang bagus untuk
mempelajari ilmusilat, mentri pun mengijinkan. Sejak itu
Tiau Ing diberi pelajaran ilmusilat oleh rahib itu. Ah Liu
juga gemar dan dia sering mengikuti latihan2 yang
dilakukan Tiau Ing. Tiga tahun kemudian rahib itu baru
meninggalkan rumah kediaman mentri. Hanya kadang dia
datang untuk menjenguk kemajuan ilmusilat yang dipelajari
Tiau Ing. Mendengar pertanyaan Ah Liu, Tiau Ing kerutkan dahi,
"Entahlah, aku juga tak tahu. Suhu pun tak pernah
menceritakan tentang ilmusilat semacam itu."
"Tetapi pendekar aneh itu lebih istimewa siocia," kata
An Liu, lihattah, dia tak mau balas menyerang dan
membiarkan dirinya diserang oleh wanita itu. Dan anehnya
diapun dapat mengikuti segala gerak dan gaya serangan
lawan. Hm, ilmusilat wanita itu aneh tetapi gerak gerik
pendekar itu lebih aneh lagi."
"Ya, kini kita baru mendapat pengalaman bahwa ilmu
silat itu tak terbatas tingginya alirannyapun bermacammacam.
Engkau harus berlatih pelajaran silat yang engkau
miliki itu, Liu," kata Tiau Ing.
"Tentu, siocia," kata Ah Liu, "atau memang berpendapat
bahwa penting bigi kita kaum wanita yang dianggap lemah
itu memiliki ilmu - untuk bela diri. Kalau perlu untuk
menyikat orang jahat,"
"Ah Liu, lihatlah ..... ," tiba2 Tiau Ing berseru supaya Ah
Liu memperhatikan gelanggang pertempuran.
Ternyata pada waktu keduanya bercakap-cakap itu
pertempuran sudah mencapai delapan jurus. Wanita itu
tetap tak mampu merubuhkan Huru Hara.
"Masih dua jurus lagi," seru Huru Hara, "hayo,
keluarkanlah semua kepandaianmu !"
Tiba2 wanita itu hentikan serangannya. berdiri tegak,
pada lain saat dia mulai menjambaki rambutnya sendiri,
menarik-narik telinga dan hidungnya. Sepasang matanya
berobah mengerikan dan sekonyong- konyong dia
meringkik-ringkik seperti setan kelaparan.
Sekalian orang yang berada di tempat itu seketika seperti
orarg yang kena pesona. Mereka terlongong-longong
kehilangan semangat dan kesadaran pikirannya.
Tampak Huru Hara sesaat juga kesima. Wajahnya
kosong. Tetapi beberapa saat kemudian air mukanya mulai
merah berseri lagi. Melihat itu wanita Lau-ma menerjangnya lagi dengan
masih meringkik-ringkik seperti binatang buas.
Rupanya Huru Hara mengkal. Diapun menirukan gaya
orang, ikut meringkik-ringkik. Sepinlas pandang, kedua
orang itu mirip dengan dua sosok setan yang sedang
bercanda. Bluk , . beberapa saat kemudian tiba2 wanita itu jatuh
terduduk dan pejamkan mata. Mukanya pucat lesi.
Huru Hara juga pejamkan mata tetapi masih berdiri
tegak. "Lau ..... ," baru Ma Giok Cu hendak memanggil wanita
itu mengangkat tangan memberi isyarat supaya gadis itu
jangan menganggunya dulu.
Ma Giok Cu terkejut. Ia tahu kalau Lau-ma itu
menderita luka- dalam, atau paling tidak kehabisan tenaga.
"Hm, bangsat itu harus kuhajar. Mumpung dia sedang
pejamkan mata memulangkan tenaga, harus kudahului,"
pikir Ma Giok Cu. Diam2 dia merogoh saku bajunya dan
mengeluarkan senjata rahasia yang bentuknya seperti biji
teratai, namanya thi-lian-cu. Sekali ayun, ia taburkan thilian-
cu kearah Huru Hara. Tetapi serempak dengan itu sesosok tubuh kecil berayun
ke tempat Huru Hara dan menyeruduk kaki Huru Hara
hingga Huru Hara terpelanting.
"Gila engkau, Ah Liong ! Mengapa engkau menanduk
aku ?" teriak Huru Hara serta tahu apa yang membentur
kakinya itu. "Jangan salah faham engkoh: Gadis itu, lempar benda
kecil kepadamu, lihatlah buktinya." Ah Liong lari
menjemput sebatang thi-lian-cu yang jatuh di tanah,
diberikan kepada Huru Hara.
"Hm, siapakah yang hendak menyerang secara
menggelap kepadaku itu ?" tanyanya.
"Gadis itu !" Ah Liong menuding kearah Giok Cu.
"Benarkah itu, nona ?" tegur Huru Hara
"Ya," jawab Ma Giok Cu, "siapa suruh kau melukai Liumaku
?" ''Siapa yang melukainya ?"
'Engkau !" "Hm, mentang2 engkau ini puteri seorang mentri lalu
seenakmu sendiri saja menuduh orang. Engkau dan
sekalian orang yang berada tentu tahu, bahwa wanita itu
yang menyerang aku hanya bertahan. Dia terluka karena
ulah-tingkahnya sendiri yang hendak mempertunjukkan
ilmu Setan-meringkik."
"Hm, engkoh Liang, tolong tangkapkan pendekar liar
itu," tiba2 Tiau Ing berseru.
Setelah menyaksikan kepandaian Huru Hara
menghadapi Thay-san. Hun Ti Siang dan terakhir Lau-ma,
tergetarlah hati Su Hong Liang. Ia tahu kenapa Thay-san
yang bertenaga seperti gajah, ia-pun kenal siapa Hun Ti
Siang yang punya pukulan berhawa panas seperti api. Ia
pun pernah mendengar bahwa Lau-ma, inang pengasuh
yang memomong Ma Giok Cu sejak kecil, adalah suhu dari
Ma Giok Cu. Memang kabarnya Lau-ma itu dulu berasal
dari isteri seorang ketua perguruan silat dan memiliki
kepandaian tinggi. Apa yang di lihatnya tadi, membuktikan
bahwa kabar2 tentang diri Lau-ma itu memang sungguh
terbukti kebenarannya . Setelah tiga jago itu berturut-turut dikalahkan Huru
Hara, Su Hong Liang sadar kalau Huru Hara itu selain
pendekar aneh memang seorang jago silat yang luar biasa
anehnya. Sebenarnya seruan Ma Giok.Cu itu membuat Su Hong
Liang salah tingkah. Kalau ia menurutinya, ia sungkan
kepada Su Tiau Ing. Tentulah Tiau Ing akan menuduh dia
menerima cinta Ma Giok Cu. Padahal, diam2 dia suka
kepada Tiau Ing yang lebih cantik.
Dengan modal wajahnya yang tampan dan pandai
bicara, Su Hong Liang memang banyak menjadi rebutan
para siocia2 (gadis2 orang berpangkat), termasuk Ma Giok
Cu puteri dari mentri tay-haksu (perdana mentri) Ma Su In
yang paling berkuasa di kerajaan.
Su Tiau Ing lebih halus dan ramah, Ma Giok Cu manja
dan berhati tinggi. Tetapi karena takut dan perlu
menggunakan kekuasaan ayahnya (Ma Su Ing), Su Hong
Liang memerlukan Ma Seng Ing juga.
"Engkoh Liang, jangan, orang itu hebat sekali
kepandaiannya.," Su Tiau Ing mencegah. Mendengar itu
marahlah Ma Giok Cu," Apa" Engkau berani melarang
engkoh Liang " Hm, kalau aku yang minta tolong, engkoh
Liang tentu bersedia, Kutahu bagaimana hati engkoh Liang
terhadap diriku." "Terserah, itu urusan kalian," sahut Tiau Ing," tetapi
sebagai saudara. aku berhak untuk memikirkan kepentingan
engkoh Liang." "Saudara " Hm, kalau engkau tahu bagaimana janji
engkoh Liang kepadaku, engkau tentu malu mengatakan
begitu. Apa sih hak seorang saudara saja ?" bantah Ma Glok
Cu. Su Hong Liang terkejut. Ia hendak membantah. Karena
selama ini tak pernah ia memberi satu janji kepada Ma
Giok Cu, walaupun hubungannya baik. Ia tahu puteri
mentri tay- hak Ma Su Ing itu memang jatuh hati
kepadanya. Mendengar perang mulut antara kedua sio-cia itu, Su
Hong Liang makin bingung. Untung saat itu salah seorang
dari kawannya yang bertubuh kecil tegap, segera berseru.
"Su kong-cu, serahkan manusia itu kepadaku , ..."
"O, terima kasih Ciong wisu," sahut Su Hong Liang
legah. Orang itu bernama Ciong Wi Ho, menjabat angkat wi-su
(pengawal keraton). Sebenarnya sebagai wi-su, dia harus
menjaga keselamatan raja tapi ternyata dia diambil oleh Ma
Su Ing untuk menjaga pengawal peribadinya.
Tak mudah menjadi anggauta wi-su dalam keraton.
Tentu jago yang berkepandaian tinggi baru dapat diterima.
Dan Ciong Wi Ho itu memang hebat kepandaiannya. Dia
seorang jago ilmusilat kun (kera) yang tiada tandingannya.
Rupanya Su Hong Lang masih kuatir kalau-kalau Ciong
Wi Ho kalah. Dia segera suruh kedua pengwalnya, Thaysan
dan Hun Ti Siang untuk membantu. Hun Ti Siang terus
saja maju ke tempat Huru Hara tetapi Thay-san menolak.
"Hai, kenapa engkau ?" tegur Su Hung Liang.
"Dia seorang pendekar yang jempol. Aku kagum
kepadanya," sahut si tinggi besar.
"Lalu engkau takut ?"
"Bukan takut tetapi aku memang harus menghormati
seorang jago yang hebat."
"Lho, engkau ini kan orangku. Mengapa kau tak mau
kuperintah ?" seru Su Hong Liang.
"Banat., kongcu," sahut si tinggi besar Thian san," tetapi
dulu kan aku sudah berjanji. Aku minta kebebasan untuk
memilih musuh. Dan lagi, sewaktu-waktu aku dapat minta
berhenti. Bukan kongcu meluluskan ?"
"Gila I" teriak Su Hong Liang, "saat ini justeru tenagamu
diperlukan mengapa engkau hendak membelot ?"
"Suruhlah aku menempur siapa saja tapi jangan dengan
pendekar itu." "Engkau takut. bukan" Cis, pengecut !"
"Bukan takut tetapi aku kagum kepadanya. Terhadap
orang yang kukagumi aku tak bisa menyerangnya."
"Apa yang engkau kagumi " Kepandaiannya" Huh, apa
arti kepandaian seseorang ,saja " Aku lebih punya
kekuasaan dari dia, Aku mempunyai paman seorang mentri
pertahanan. Dan ayah Ma Giok Cu siocia itu adalah mentri
yang paling berkuasa. Kalau engkau mau kerja kepadaku,
kelak engkau tentu akan mendapat pangkat yang tinggi."
"Terima kasih, kongcu," sahut si tinggi besar, "aku sudah
biasa hidup berkeliaran di hutan gunung Thay-san. Aku tak
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menginginkan pangkat yang tinggi. Aku bingung kalau
menjadi pembesar ...."
'Hi, hi, hi ..... ," tiba2 terdengar suara yang tertawa
mengikik. Ketika Hong Liang berpaling ternyata yang tertawa itu
adalah si dara Ah Liu. "Engkau budak gila ! Mengapa tertawa ?" seraya deliki
mata. "Geli kongcu," sahut Ah Liu.
"Geli apa ?" "Bahwa ternyata di dunia ini masih terdapat orang yang
berhati polos seperti si tinggi besar itu. Orang lain berlombalomba
hendak mencari pangkat dia malah tak mau
mendapat pangkat karena bingung kalau menjadi pembesar,
hi, hi, ............."
"Itu baru seorang yang perwira !" tiba2 pula teriak
melengking. Ketika Hong Liang waling ternyata
yangberseru itu adalah sisetan kuncung, Ah Liong.
"Bangsat cilik, jangan ikut campur!" teriak Su Hong
Liang. "Aku punya mulut, punya telinga. Siapa yang larang aku
tertawa dan bicara ?" sahut Ah Liong sembari bercekak
pinggang. "Jahanam engkau !" Hong Liang menuding bocah itu.
"Hai. cici engkau boleh tertawa mengikik mengapa aku
dilarang oleh tuanmu itu ?" teriak Ah Liong kepada Ah Liu.
"Kalau engkau merasa bebas, silakan tertawa, "seru Ah
Liu." "Apa engkau senang kalau aku tertawa
"Mengapa tidak senang ?"
"Jadi engkau setuju kan ?"
"Lho, orang senang tentu setuju," seru Ah Liong.
"Belum tentu," bantah Ah Liu," aku sering mendengar
orang tertawa karena tertawa itu buat orang sehat. Tetapi
belum tentu aku setuju."
"Jangan cerewet saja !" bentak Su Hong Liang.
"Tuh, rasain sekarang engkau, cici !" Ah Liong.
"Engkau juga, setan cilik !" bentak Hong Liong.
"Eh, hak apa engkau melarang aku tertawa dan bicara ?"
Ah Liong tak sabar juga. "Thay-san, hajar bocah liar itu !" kembali Hong Liang
berseru memberi perintah. Tetapi si tinggi besar menolak
lagi, "Dia tak bersalah."
"Lho, engkau berani membantah lagi ?"
"Mengapa tidak engkau sendiri yang menghajar aku ?"
lengking Ah Liong. "Bajingan cilik, engkau kira aku tak berani?" Su Hong
Liang terus maju menghampiri. "Berhenti !' tiba2 Huru
Hara maju. "Aku hendak menghajar bocah itu, bukan engkau !"
"Lebih baik engkau menghajar aku saja, kalau engkau
berani. Jangan musuhi anak kecil.
"Engkoh Hok, biarkan dia maju," seru Ah Long.
"Ah Liong, jangan cari perkara," seru Huru Hara," kalau
tidak mengingat pamannya, Su Go Hwat tayjin itu seorang
yang bijaksana, mungkin dia sudah kuremuk tulangnya."
"Engkoh Liang, sudahlah, jangan melayani dia," seru
Thu Ing. Dia kuatir akan keselamatan Hong Liang kalau
bertempur melawan Huru Hara
"Engkoh Liang, jangan takut. Kalau dia berani
mengganggumu akan kulaporkan kepada ayah biar dia
ditangkap," Ma Giok Cu tak mau ketinggatan. Bahkan dia
menunjukkan kekuasaan ayahnya.
Huru Hara tertawa, "Ho, engkau kira aku takut dengan
kekuasaan ayahmu. Aku bukan bawahan ayahmu. Aku tak
bersalah melanggar undang-undang, mengapa aku takut ?"
"Hai, mengapa sama dengan pendirianku ?" tiba-tiba si
tinggi besar Thay-san melengking,
Ciong Beng Ho, wisu (pengawal istana) yang menyertai
perjalanan Su Hong Liang, ikut bicara, "Su kongcu, kongcu
masih punya tugas penting. "Kurasa tak perlu meladeni
segala orang liar disini"."
Su Hong Liang memang cerdik. Dia tahu gelagat tak
menguntungkan apabila tetap berkeras hendak menghadapi
Huru Hara. Kedua kalinya, ia sudah mendapat firasat
bahwa kemunculan ke dua gadis, puteri mentri tay-haksu
Ma Su In dan puteri mentri pertahanan Su Go Hwat itu
tentu akan menimbulkan kesulitan kepadanya. Ia tahu
bahwa Ma Giok Cu jatuh hati kepadanya. Begitu pula Su
Tiau Ing juga lebih tertarik kepadanya daripada kepada Bok
Kian. Kalau nanti ia pergi bersama Ma Giok Cu, Tiau Ing
tentu tak senang. Tetapi kalau dia pergi bersama Ma Tiau
Ing, Ma Giok Cu tentu marah. Lebih baik ia lekas2 pergi
meninggalkan kedua gadis itu.
"Baik, Ciong wisu, mari kita Ianjutkan perjalanan lagi,"
kata Su Hong Liang terus manceplak kudanya.
"Engkoh Liang, mengapa lama engkau tak pulang?" seru
Tiau Ing. "Engkoh Liang, ayah sangat mengharap kedatanganmu.
Ada urusan penting," kata Ma Giok Cu tak mau kalah.
"Maaf, Ing moay dan nona Ma, aku masih ada suatu
tugas penting yang harus kuselesaikan," kata Su Hong
Liang seraya mencongklangkan kudanya. Hong Ti Siang
dan kedua wisupun mengikutinya.
"Hai, mengapa tidak ikut?" teriak Ah Liu kepada si tinggi
besar Thay-san. "Kongcu marah kepadaku. Dia tak mengajak aku," kata
si tinggi besar. Bok Kian menganggap bahwa saat itu dia harus lekas2
berangkat juga. Ia mengajak Huru Hara dan Ah Liong.
Setelah ketiga pemuda itu pergi maka Ah Liong bertanya
lagi, "Hai, bung tinggi, mengapa engkau tak ikut?"
"Mengapa harus ikut" Aku belum kenal dan merekapun
tidak mengajak," sahut Thay-san.
Kini yang masih berada di tempat ini Su Tian Ing
bersama Ah Liu dan Ma Giok Cu bersama Lau ma yang
masih duduk memulangkan tenaga.
"Mengapa engkau tidak ikut pada kongcu?" tegur Ma
Giok Ca kepada Ah Liu. Sebenarnya ucapannya itu
ditujukan kepada Su Tiau Ing.
"Ikut atau tidak, aku hanya mendengar perintah
siociaku," sahut Ah Liu.
"Uh, silakan ajak siociamu ikut dia. Toh tak lama lagi,
dia akan menjadi menantu dari mentri haksu," gumam Ma
Giok Cu. Su Tiau Ing tetkesiap. Tetapi sebelum ia membuka
mulut, Ah Liu yang tahu akan isi hati tuannya segera
mewakili bertanya, "Mentri taykaksu" Apakah bukan Ma
Su Ing tayjin?" "Hm, apakah didalam kerajaan Beng terdapat mentri tayhaksu
yang lain?" "Ah, aku hanya bertanya, siocia. Harap jangan marah,"
kata Ah Liu, "jika begitu bukankah Ma Su Ing tayjin itu
ayah siocia sendiri?"
"Kalau sudah tahu, mengapa harus bertanya lagi?" balas
Ma Giok Cu, "engkau seorang budak mengapa mau tahu
aja" Apakah engkau merasa sakit kalau Su kongcu akan
menikah dengan aku?"
"Ah Liu, kita pergi . .. , " Su Tiau Ing terus loncat keatas
pelana kudanya dan segera kaburkan binatang itu. Ah Liu
juga mau ikut tetapi dia berpaling kepada si tinggi besar
Thay-sa "Hai, bung, engkau hendak kemana?"
"Entah, aku sendiri juga tak tahu," sahut Thay- san.
"Bagaimana kalau ikut pada siociaku?"
"Terserah kalau begitu," sahut Thay-san, "tapi aku tak
mau terikat. Kalau perintah siociamu aku tak setuju, aku
tak mau melakukan. Juga setiap kali aku hendak pergi, aku
harus diidinkan pergi, jangan dihalangi. Pendek kata, aku
mau ikut tetapi tak mau terikat."
"Lekas engkau lari di belakangku!" seru Ah Liu seraya
mencongklangkan kudanya. Dan si tinggi besar Thaysanpun
segera lari mengikuti di lakang kuda Ah Liu.
Tetapi Ah Liu heran dan terkejut. Dia hanya terlambat
beberapa saat karena harus mengurus Thay-san. Tetapi
ternyata sudah melarikan kudanya sampai beberapa li, dia
tak melihat Su Tiau Ing. "Siocia! Siocia .... ! " teriak Ah Liu ketika ia berhenti
disebuah hutan yang sepi.
"Hai, siocia siapa yang engkau teriaki itu?" tiba2 si tinggi
besar Thay-san yang tiba, segera menyeru.
"Limbung engkau! Siocia siapa lagi kalau bukan siociaku
sendiri!" "Kalau begitu engkau salah cara memanggilnya."
"Salah bagaimana?"
"Beginilah caranya," kata Thay-san lalu menarik napas
dan sesaat kemudian menghambur teriak, "Siociaku . . . !
Siociakuuuuu .... ! " Suara keras seperti geledek sehingga
gemanya sampai bertebaran di empat penjuru.
"Engkau gila!" teriak Ah Liu, "berhentil"
"Kenapa?" si Thay- san terlongong.
"Masakan meneriaki begitu macam?" seru Liu,
"sudahlah, jangan seperti orang gila! Engkau ke timur, aku
ke barat. Nanti kita kembali di sini lagi . . . " " habis
berkata Ah Liu terus larikan kudanya menuju ke barat.
Thay-san juga lantas lari ke timur. Beberapa saat
kemudian dia berhenti, "Dia suruh aku ke timur ini untuk
apa" Dia tak bilang apa2. Celaka!"
Dia terus berputar diri dan balik ketempat jang tadi
untuk mencari Ah Liu. Tetapi baru beberapa langkah. dia
terkejut, "O, tentulah dia cari nonanya. Ya, benar . ... ," dia
berputar dan terus lari ke timur.
Thay-san memang agak tolol dan pelupa. Tadi Ah Liu
pesan, setelah lari ketimur, bertemu atau tidak dengan Tian
Ing, harus kembali lagi ke tempat semula. Tetapi Thay-san
lupa. Dia lari ke timur tanpa berhenti. Pokoknya asal lari
saja. Entah sudah berapa puluh li dia berlari tak tahu. Pokok
selama napasnya masih kuat akan tetap lari. Haripun
pelahan-lahan mulai gelap tetapi dia tak menghiraukan.
Sepanjang jalan dia terus lari, melintas lembah, naik
gunung. Akhirnya ketika fajar menyingsing lagi, kehabisan napas
dan jatuh tersungkur ke tanah. "Wah, ngantuk sekali nih . ..
, " dia terus mendengkur.
Entah berapa jam dia tidur. Ketika ia buka mata ternyata
hari sudah sore. Lebih terkejut lagi ketika ia merasa berada
di sebuah ruangan. "Gila, dimana aku ini?" dia bangun hendak lari. Tetapi
empat penjuru ruangan terbuat daripada tembok. Dia tak
dapat keluar. Tiba2 ia melihat pintu lalu dihampirinya dan
dihantamnya, bam . . . . Terdengar bunyi macam meriam berdentum. Pintu itu
terbuat daripada besi. Suaranya seperti gunung roboh tetapi
tetap tak pecah. Dia marah. Dengan singsingkan lengan baju, dia mulai
menghimpun tenaga dan dihantamnya pintu itu sekuatkuatnya,
huhhhh .. . . dia menjerit sekeras-kerasnya karena
hantamannya itu. mengenai tempat kasong sehingga tinju
terus meluncur menghantam tanah dan diapun ikut jatuh
menyusur tanah. Pada lain saat dia rasakan punggungnya diinjak oleh
beberapa kaki orang dan diringkus.
"Hai, apa salahku?" teriaknya ketika diangkat berdiri
oleh beberapa orang. Ternyata ketika ia menghantam pintu tadi kebetulan dari
luar, beberapa orang telah memburu pintu itu sehingga
hantamannya mengenai angin Dan dia terus diringkus oleh
beberapa orang. "Siapa engkau ini!" bentak salah seorang dari kawanan
lelaki yang meringkusnya itu.
"Aku Thay- san!"
"Hus, Thay-san itu gunung!' bentak salah seorang lelaki.
"Itu memang namaku," seru si tinggi besar.
"Ha, ha, ha," beberapa lelaki itu tertawa geli, "namamu
Thay-san" Lalu mengapa engkau tidur di tengah jalan?"
"Aku ngantuk sekali."
"Apa engkau tak punya rumah?"
"Punya tetapi jauh di Thay-san sana."
"Engkau dari mana dan hendak kemana?"
"Aku bersama dengan Su kongcu .. . .
"Siapa Su kongcu itu?"
"Su kongcu adalah putera keponakan mentri Su Go
Hwat tayjin." "Siapa nama yang lengkap dari Su kongcu itu?"
"Eh, mengapa engkau bertanya begitu melilit sekali"
Siapa kalian ini?" "Jika engkau mau menjawab dengan jujur akan
kubawamu kehadapan pimpinan kami. Mungkin engkau
akan mendapat kebebasan."
"Kebebasan" Apakah aku tak bebas?"
"Tergantung dari sikap dan keteranganmu. Engkau bisa
bebas, pun bisa tidak."
"Huh!" seru Thay-san, "tempat apa ini?"
"Inilah markas besar dari barisan Sukarela."
"Barisan apa itu?"
"Barisan orang2 terutama kaum pendekar yang secara
suka rela akan berjuang."
"O, kalian ini anggauta barisan itu?"
"Ya." "Mengapa kalian menangkap aku?"
"Karena engkau tidur mendengkur di tengah jalan maka
kubawa engkau kemari untuk di periksa. Mungkin engkau
ini seorang mata-mata."
"Hus! Aku dijadikan pengawal dari Su kong-cu. Barisan
Suka Rela itu membantu kerajaan Beng atau kerajaan
Ceng?" "Yang berhak menjawab pertanyaan itu adalah pimpinan
kami." "Siapa pimpinan kalian?"
"Engkau akan tahu sendiri nanti."
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"O, apakah kalian hendak menghadapkan aku kepada
pimpinan kalian?" "Ya," sahut penjaga, "mari ikut."
Thay-san dibawa ke sebuah ruangan yang menyerupai
sebuah guha. Ketika hendak memasuki guha itu, matanya
ditutup dengan kain hitam.
"Nah, sudah sampai," kata penjaga seraya membuka
kain penutup mata Thay-san.
Thay-san dibawa masuk kedalam sebuah tempat. Disitu
terdapat sebuah patung yang berwajah seram. Tak lama
kemudian muncullah seorang pemuda yang gagah, diiring
oleh dua orang pengawal bersenjata pedang panjang.
"Siapa namamu?" tegur pemuda itu.
"Thay-san." "Itu nama gunung!"
"Bukan, itu namaku."
"Hm, mengapa engkau berada ditengah jalan. Apa
engkau tak tahu bahwa jalan itu sudah termasuk wilayah
kekuasaan kami?" "Kuanggap jalan diseluruh negeri ini adalah milik
negara. Mengapa aku harus tahu jalan mana yang dikuasai
oleh orang orangmu?"
"Jangan bandel."
"Hus, aku bicara secara terus terang. Apanya yang
bandel." "Katakan mengapa engkau tidur di jalan."
"Ngantuk." "Hanya orang sinting kalau ngantuk terus tidur di
sembarang tempat." "Hus! Ngantuk itu ibarat orang yang hendak buang hajat.
Kalau sudah menyerang, wah, tak dapat ditahan lagi."
Pemuda itu terpaksa tersenyum mendengar kata2 Thaysan.
Diam2 ia tahu bahwa Thay-san itu seorang yang polos
setengah linglung. "Apa pekerjaanmu?"
"Pengawal." "Pengawal siapa"
"Su kongcu, putera keponakan mentri Su Go Hwat."
"Jangan bohong!" bentak pemuda itu terkejut.
"Hus! Siapa yang bohong" Aku memang pengawal dari
Su kongcu. Tak percaya" Panggil Su kongcu kemari untuk
dipadu." "Mana Su kongcu sekarang?"
"Entah, dia mengatakan hendak menyelesaikan tugas
yang penting." "Mengapa engkau tak diajaknya?"
"Aku sendiri juga tak tahu mengapa tiba2 dia tak
mengajakku." "Kan kemana engkau sekarang ?"
"Aku bertemu dengan pembantu Su siocia. Ia
menawarkan aku kalau-kalau mau ikut pada siocia. Akupun
mau saja." "Siapa yang engkau sebut Su siocia itu?"
"Engkau memang geblok," gumam Thay-san sehingga
orang itu merah mukanya, "siapa lagi Su-siocia itu kalau
bukan puteri dari mentri Su Go Hwat."
"Gila !" teriak orang itu, "puteri dari Su Go Hwat pengpoh-
siang-si itu ?" "Apa engkau tuli ?" balas Thay-san.
Orang yang sikap dan wibawanya seperti pimpinan
disitu, memang bermula terkejut karena si tinggi besar
sering menyemprotnya dengan kata "hus". Tetapi setelah
tahu bahwa si Thay-san memang kurang waras. dia pun tak
marah. Bahkan dimaki `goblok. dan `tuli`, diapun tak
marah. "Dimana Su siocia itu ?" tanya pimpinan itu,
"Gila !" teriak Thay-san, "kalau aku tahu dimana Su
siocia, tentu aku sudah ikut."
"Apa engkau hendak mencarinya ?"
"Apa engkau tahu ?" balas Thay-san.
Orang itu kerutkan kening. Pada lain saat memberi
perintah kepada kedua pengawalnya.
"Bawa dia ke kamar tahanan nona itu. Suruh dia
mengenalnya siapa," katanya.
Thay- san terus dibawa ke sebuah tempat yang lebih
dalam. disitu terdapat sebuah bangunan. Pada tiap ruangan,
pintunya bukan kayu tetapi terali besi.
Thay- san diajak menghampiri sebuah ruangan dan dari
pintu terali besi ruang itu, kedua pengawal menunjuk
kedalam seraya bertanya, "Apa engkau kenal dengan nona
itu ?" Thay-san memandang kesebelah dalam. Dilihatnya
seorang nona sedang duduk diam, bertopang dagu. Nona
itu cantik tetapi wajahnya tampak murung dan kecewa.
"Nona Su .... !" tiba2 Thay-san berteri memanggil.
Nona itu terhenyak. "Nona Su, " Apakah engkau bukan nona Su Tiau Ing ?"
teriak si tinggi besar. Nona itu agak terkejut. "Nona Su, mengapa engkau diam " Apa engkau tak
dapat bicara lagi teriak si tinggi besar tanpa menghiraukan
suatu apa. "Siapa nona itu," tanya kedua pengawal.
"Ini kan nona Su Tiau Ing."
"Siapa nona Su Tiau Ing itu ?"
"Puteri dari mentri Su Go Hwi."
"Uh...," kedua pengawal itu terkejut.
"Hai, lekas keluarkan nona itu," bentak Thay-san.
"Gila, mana aku berani ?"
"Hus, .mengapa takut ?"
"Pemimpin kamilah yang berhak mengeluarkannya.
Sebelum mendapat perintahnya, kami berdua tak berani.
Mari kita laporkan kepada pimpinan."
"Tidak !" tiba2 Thay-san menjambak kepala pengawal
itu, "lekas buka atau tidak !"
Tindakan si tinggi besar itu tak diduga-duga sehingga
kedua pengawal itu harus meringis kesakitan karena
rambutnya dijambak sekeras-kerasnya.
"Engkau gila !" teriak mereka.
"Lekas buka !" "Kami tak punya anak kuncinya."
"Bohong !" PLakkkkk ..... tiba2 si tinggi besar membenturkan kepala
kedua pengawal itu sekerasnya sehingga menimbulkan
suara seperti buah kelapa pecah.
Tak ampun lagi kedua pengawal itupun rubuh ke tanah.
"Nona Su, nona Su, lekas buka pintu !" tek Thay-san
seraya mengguncang-guncang terali sekuat-kuatnya.
Nona itu berbangkit dan berseru penuh keheranan,
"Siapa yang engkau panggil nona Su itu " Disini tak ada
lain orang kecuali aku !"
"Ya, memang engkau sendiri !"
"Aku ?" nona itu menegas.
"Ya," sahut Thay-san, "bukankah engkau nom Su Tiau
Ing, puteri mentri Su yang masyhur itu ?"
"Gila !" "Siapa yang gila ?"
"Engkau." "Kenapa ?" "Aku bukan Su Tiau Ing, puteri mentri Go Hwat tayjin."
"Tidak bisa !" teriak si tinggi besar, "engkau ini nona Su
Tiau Ing. M:ngapa engkau menolak dirimu sendiri."
"Ah engkau memang limbung !"
"Tidak, aku tidak limbung. Aku masih waras. Barusan
kemarin aku bertemu dengan engkau dan dara yang
menjadi pembantumu itu. Masa engkau sudah lupa " Aku
kan orang yang datang bersama dengan Su kongcu yang
katanya cngkoh misanmu."
Nona itu tercengang. "Aku mempunya engkoh " Ah, engkau bukan limbung
tetapi benar2 sudah gila !"
"Lekas buka pintu !" teriak Thay-san.
"Tidak bisa. Pintu dikunci dari luar."
"O, kalau begitu tunggu dulu," Thay-san terus lari
menuju ke ruang tempat pemimpin. Pemimpin itu masih
duduk menunggu laporan. Dia terkejut ketika melihat Thaysan
kembali seorang diri. "Mana kuncinya," begitu datang Thay-san terus berseru.
"Kunci apa?" "Kunci ruang berpintu terali besi itu."
"Buat apa engkau minta kunci?"
"Aku hendak melepaskan nona itu. Mengapa engkau
menahannya disitu?" "Siapa nona itu?"
"Engkau tidak tahu siapa dia?"
Pemimpin itu gelengkan kepala.
"Goblok!" damprat Thay-san, "dia adalah nona Su Tiau
Ing." "Su Tiau Ing" Siapa Su Tiau Ing itu?"
"Puteri mentri Su Go Hwat yang termasyhur."
"Hai!" pemimpin itu berseru kaget, "puteri mentri
pertahanan Su Go Hwat tayjin?"
"Jangan ribut! Lekas serahkan kuncinya," bentak Thaysan.
Pemimpin itu kerutkan dahi, "Tidak, aku tidak
membawa kuaci. Yang membawa kunci adalah pimpinan
kami yang nomor satu."
"Mana dia?" "Dia sedang keluar."
"Kalau begitu, pintu itu harus kujebol," kata Thay-san
seraya lari keluar lagi. "Orang itu terpaksa menyusul.
"Nona Su, celaka, kuncinya dibawa kipala mereka.
Tetapi jangan kuatir, akan kujebol pintu ini," seru Thay-san
ketika tiba di depan ruang tahanan. Dia terus kerahkan
tenaganya untuk menarik terali besi itu.
"Hai, jangan gila-gilaan engkau!" bentak pemimpin yang
tiba disitu dan melihat tingkah Thay san.
"Apa" Engkau berani melarang aku hendak
mengeluarkan nona Su?"
"Gila! Yang berkuasa disini adalah aku. mengapa engkau
berani berbuat seenakmu sendiri"
"Hus! Nona Su kan puteri mentri, mengapa engkau
jebluskan dalam ruang tahanan?" .Thay san balas
membentak. "Jangan lancang!" orang itu ulurkan tangan
mencengkeram bahu Thay san. Entah bagaima Thay-san,
seperti tak bertenaga lagi. Dia hendak meronta tetapi tak
mampu. "Kalau kuremas tulang pi-peh-kutmu, engkau pasti cacat
seumur hidup!" bentak orang itu.
Merah padam muka Thay-san. Dia heran mengapa
tenaganya hilang sama sekali. Bahkan untuk menendang
saja dia tak kuat. "Apa engkau mau membunuh aku?" teriak orang tinggi
besar itu. "Belum perlu," kata pemimpin, "tergantung dari
sikapmu. Kalau engkau menurut, bukan saja jiwamu
selamat, pun engkau akan kuangkat sebagai pengawalku."
'Siapa engkau?" "Aku adalah pimpinan barisan Suka Rela."
"Tidak sudi!" "Apa" Tidak sudi" Mengapa?"
"Engkau jahat karena menahan nona Su. Kalau engkau
mau mengeluarkan dia, baru aku mau tunduk."
"Stt," desis pemimpin seraya menarik tubuh Thay-san ke
dekatnya dan lalu membisiki ke dekat telinganya, "dia
adalah puteri mentri pertahanan kerajaan Beng. Dia akan
kujadikan sandera." "Hah?" Thay-san terbeliak, "mengapa akan engkau
jadikan sandera" Bukankah barisan Suka Rela itu berjuang
membantu kerajaan Beng?"
"Jangan bicara keras2," kata pemimpin itu, Barisan Suka
Rela bekerja bebas. Kita nanti lihat pihak mana yang besar
dan kuat, kita bantu."
"Kalau fihak kerajaan Ceng yang menang?"
"Kita bantu mereka."
"Penghi . . . auhhhhh," sebelum sempat menyelesaikan
kata-katanya, Thay-san sudah menjerit kesakitan karena
bahunya diremas. "Kalau engkau berani menentang aku, tulang bahumu
tentu kuremuk!" "Aduh," Thay-san bernapas longgar setelah cengkeraman
orang itu dikendorkan, "aku tak ngerti mengapa engkau
hendak menyandera nona Su."
"Dengarkan," kata orang itu, "dengan mempunyai
sandera nona Su, kita dapat menekan mentri Su Go Hwat
agar menurut permintaan kita."
"Engkau hendak minta apa?"
"Tergantung pada keadaan nanti. Pokoknya kita punya
sandera yang berharga maka jangan engkau lepaskan dia,
tahu?" Kedua orang itu berada tepat dimuka pintu terali karena
tadi Thay-san habis berusaha untuk menjebol pintu, tahu2
dia sudah dicengkeram bahunya oleh pemimpin barisan
Suka Rela itu. "Ketahuilah," bisik pemimpin itu pula, bahwa Su kongcu
. . . . " "Su kongcu siapa!" tukas Thay-san.
"Su kongcu yang engkau kawal itu."
"Dia putera keponakan mentri Su Go Hwat."
"Benar, memang dia adalah Su Hong Liang kongcu,
keponakan dari mentri Su Go Hwat."
"O, lalu?" "Dia adalah pimpinan kami yang tertinggi ..... "
"Bagus!" teriak Thay-san.
"Apanya yang bagus?"
"Kalau dia tahu nona Su berada disini, engkau tentu
dihajar Su kongcu dan diperintahkan mengeluarkan nona
Su." "Hi, hi, hi," pemimpin itu tertawa geli.
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa-apaan engkau tertawa !" bentak Thay-san,
"Engkau tak tahu, goblok," kata orang itu tetengah
berbisik, "Su kongcu adalah pemimpin kami. Tak mungkin
dia marah kepadaku dan tak mungkin dia mau
mengeluarkan nona Su."
"Apa katamu, bang ..... " baru Thay-san hendak memaki,
cengkeraman orang itu ciperkeras lagi sehingga si tinggi
besar menguak kesakitan. Tetapi entah bagaimana tiba2 tangan orang itu terasa
mengendor dan makin mengandor, Ketika Thay-san
meronta, orang itupun terdorong mundur.
"Jangan meliar !' seru orang itu dengan masih tegak
seperti patung. "Engkau kira aku takut kepadamu " Nih, terimalah, plok
..... ," Thay-san menampar mulut orang itu sekeraskerasnya
sehingga sebuah giginya sampai tanggat dan
mulutnya menghambur darah. Tetapi orang itu tetap tegak
diam tak mau membalas. "Hai, mengapa engkau tak mau membalas ?" seru Thaysan.
"Dia tertutuk jalandarahnya ..... " tiba2 terdengar sebuah
suara lembut. Ketika Thay-san berpaling, dia berjingkrak
kaget. Ternyata yang bicara itu adalah si gadis cantik yang
berada dalam ruangan. Gadis itu entah kapan sudah berdiri
dibelakang pintu terali. "Siapa yang menutuknya ?" seru Thay-san
"Ini," gadis itu acungkan sebuah benda lipatan yang
terbuat daripada kulit. "Itu kan payung !"
"Ya, memang ini payung. Di kututuk punggungnya
dengan ujung payung ini."
"Oh, engkau hebat nona Su "." puji Thay-san.
"Dalam sejam kemudian, dia tentu dapat bergerak lagi,"
kata gadis itu. "O, kalau begitu dia harus kuringkus dulu," kata Thaysan
terus menghampiri orang itu.
"Jangan kurang ajar ! Kalau aku berteriak anakbuahku
tentu ..... haup?". ," dia tak dapat melanjulkan kata2nya
karena mulutnya didekap tangan Thay san dan dengan
sebuah tebasan tangan kearah lehar, orang itupun pingsan.
"Bagus!" seru si gadis itu, "lekas buka pintu."
tu." "Tak ada kuncinya."
"Goblok ! Geledah badan mereka bertiga."
"O, benar nona Su," seru Thay-san terus menggeledah
baju pemimpin barisan Suka Relu itu dan, "hola, inilah
kuncinya. Dia membohongi aku !"
Setelah pintu dibuka, keluarlah nona itu, "Lekas ikat
orang itu dan masukkan kedalam ruangan," perintahnya.
Dengan cepat Thay-san melaksanakan perintah. Bukan
saja kaki dan tangan orang itu diikat, dan mulutnya
disumbat dengan robekan bajunya, setelah itu pintu dikunci
lagi. "Berikan kuncinya kepadaku," kata si nona. Ia
menyimpan kunci itu dalam bajunya.
"Sekarang kita hendak kemana,. nona Su ?". tanya Thaysan.
Nona itu cepat dapat mengetahui bahwa Thay-san itu
seorang pcmuda tolol tetapi limbung. bahkan dia dianggap
sebagai Su Tiau Ing, Tetapi tak apa, pikirnya. Yang penting
Thay-san itu memang bermaksud baik hendak
menolongnya. Masalah nama, biarlah saja.
"Kita harus cepat2 keluar dari tempat ini," kata gadis itu
seraya ayunkan langkah. Beberapa saat berjalan, nona itu berhenti. Thay-san
menegur, "Kenapa berhenti nona Su ?"
"Jalanan keluar hanya melalui pintu depan dan disana
dijaga orang. Kita harus cari akal," nona itu mengerut dahi,
"apa engkau membawa korek ?"
"Aku tidak merokok mengapa bawa korek," sahut Thaysan.
Nona itu terus ayunkan langkah.
"Hai, kemana engkau ?" seru Thay-san seraya menyusul.
"Cari korek ke dapur," sahut nona itu. Setelah melalui
beberapa ruangan, akhirnya mereka berhasil menemukan
tempat itu. Dan mereka berhasil mendapatkan korek serta
minyak, "Buat apa ?" tanya Thay-san.
"Bakar sarang ini," sahut nona itu dengan ringkas.
"Ho, bagus nona Su," sambut si tinggi besar dengan
gembira. Mereka membakar dapur setelah itu menggeratak ke lain
ruangan dan membakar baberapa tempat. Api cepat
berkobar besar. Tak berapa lama terdengarlah hiruk pikuk
orang berlari kian-kemari untuk memadamkan kebakaran.
Nona itu bersama Thay-san lari ke pintu luar. Disitu
masih terdapat empat penjaga. Dengan mudah keempat
orang itu dapat dibekuk dan dibanting si tinggi besar hingga
tak berkutik. Maka dapatlah si nona dan Thay-san keluar.
"Kita hendak kemana rona Su ?" Thay-san dalam
perjalanan. "Mencari orang," kata si nona.
"Siapa" Apakah gadis yang . . . hai, kemana dia?" tiba2
Thay-san menjerit kaget sehingga nona itupun ikut terkejut,
"Siapa?" tegurnya.
"Dia," sahut Thay-san terus lari kembali.
"Hai, kemana engkau?" tanya si nona.
"Kembali tempat kita berjanji."
"Dengan siapa engkau berjanji?" seru sinona, tapi si
tinggi besar sudah lari jauh. Nona itu geleng2 kepala, "Ah,
tambah seorang limbung lagi. Rupanya dunia ini penuh
dengan orang linglung dan limbung. Kakek Lo Kun
limbung, Uk Uk pengung dan ini tambah lagi seorang
linglung. Siapakah nona itu" Ternyata dia adalah Liok Sian Li. Mengapa dapat
tertawan dalam markas barisan Suka Rela. Baiklah kita
mundur sebentar. Bersama kakek Lo Kun dan si Uk Uk, Sian Li menuju ke
Shoa-tang untuk mencari Blo`on. Tapi ternyata saat itu
Shoa-tang sudah geger karena diserang pasukan Ceng.
"Ah, lebih baik ke San-se saja," kata Sian Li.
Entah bagaimana ketika tiba disebuah hutan dan
bermalam di sebuah kuil tua, Sian Li mendengar derap
orang berlari-lari. Karena Lo Kun dan Uk Uk sudah tidur,
Sian Li keluar seorang diri.
Dalam kegelapan malam ia melihat sesosok tubuh
sedang berlari dan dikejar oleh beberapa be!as orang.
Tiba2 orang itupun berhenti dan menghadapi
pengejarnya, "Ho, engkau kira aku takut kepada kalian?"
"Kakek cebol, engkau berani lari?" teriak kawanan orang
yang mengejarnya itu. Ternyata mereka adalah sekelompok
orang2 yang bersenjata. "Lekas tangkap!" teriak salah seorang yang menjadi
pimpinan mereka. "Hai, tunggu!" tiba2 Sian Li lari menghampiri. Orang2
itupun terkejut. "Mengapa kalian hendak mengeroyok seorang kakek
tua"' seru Sian Li. Dia tak senang menyaksikan perbuatan
yang tak adil semacam itu.
"O, budak perempuan, mengapa engkau malam2 keluar
rumah?" seru salah seorang.
"Mungkin bukan manusia tetapi bargsa jin."
"Ya, tentulah kuntilanak yang suka keluar malam
mencari mangsa orang lelaki ?""
"Bangsat!" teriak Sian Li marah seraya menampar orang
itu. Terjadi pertempuran. Kawanan orang bersenjata itu
pontang panting menghadapi Sian Li dan si kakek.
Akhirnya mereka mundur. "Kakek, tunggulah disini," Sian Li terus mengejar
kawanan orang itu. Rupanya dia masih belum puas.
Tetapi bala bantuan orang itu, muncul. Bahkan
jumlahnya lebih banyak lagi. Walaupun Sian Li cukup
tangguh tetapi karena dikeroyok berpuluh orang yang
bersenjata, dia kewalahan juga. Dan celakanya ternyata
salah seorang dari kawanan pengeroyok itu menggunakan
jaring untuk menjaring. Akhirnya Sian Li dapat ditangkap.
"Tangkap kakek cebol itu," seru pimpinan mereka.
Tetapi kakek pendek itu sudah tak ada di tempatnya lagi.
Demikian asal mula maka Sian Li tahu2 dapat berada
dalam ruang tahanan di markas pasukan Suka Rela.
Siapakah kakek itu" Dia tak lain adalah kakek Cian-li-ji
yang ditangkap oleh anakbuah barisan Suka Rela. Setelah
tenaganya pulih, dia dapat meringkus seorang penjaga dan
meloloskan diri. Tetapi belum berapa lama diapun dikejar.
Sebenarnya dia hendak mencegah agar Sian Li jangan
mengejar tetapi Sian Li sudah lari jauh. Cian-li ji hendak
menyusul tetapi tiba-tiba mendengar suara orang yang
menangis. Dia terus mencari ke tempat orang, itu. Maka ketika
kawanan anakbuah barisan Suka Rela mencarinya, Cian-liji
sudah tak ada ditempat tadi.
Cian- li-ji memiliki telinga yang luar biasa tajamnya. Dia
dapat menangkap suara sampai jarak satu li. Setelah
melintasi beberapa bukit, akhirnya tibalah ia disebuah
lembah yang curam. Ia turun kedalam lembah dan akhirnya
mendapatkan bahwa suara tangis itu berasal dari sebuah
guha batu yang telah tertutup. Tetapi ia tahu jelas bahwa
suara tangis itu berasal dari seorang wanita.
"O, apakah nona yang menolong aku tadi," pikirnya.
Dia juga seorang kakek yang sederhana cara berpikirnya.
Karena tadi bertemu dengan orang nona maka dia terus
menarik kesimpulan kalau yang menangis itu tentulah nona
itu. Padahal kalau pikirannya agak waras, dia tentu sudah
dapat mengetahui kalau Sian Li sedang mengejar kawanan
anakbuah Suka Rela, tak mungkin ia berada dalam sebuah
guha dan menangis. "Nona, mengapa engkau menangis disitu," serunya dari
celah lubang gunduk batu yang menutup pintu guha.
Suara tangis itu berhenti tetapi tak ada nyahutan.
"Nona mengapa engkau berada disitu?" Cian li-ji
mengulang pula, "dan mengapa engkau menangis " Apakah
engkau terluka ?" "Siapa itu ?" tiba2 terdengar suara dari dalam guha.
"Aku kakek yang engkau bantu tadi."
"Kakek siapa ?"
"Cian-li-ji." "Cian-li-ji " Siapa itu ?"
"Eh, engkau ini bagaimana nona " Barusan saja engkau
melihat aku dikejar kawanan anakbuah barisan Suka Rela,
mengapa engkau sudah lupa?"
"Aku tak tahu siapa engkau, pergilah ! Jangan ganggu
aku !" teriak orang dalam guha itu.
"Eh, jangan marah," kata Cian-li-ji, "bukalah pintu dan
engkau tentu tahu siapa diriku ini."
"Tidak ! Jangan ganggu aku !"
Cian-li ji terkejut, Mengapa tiba2 saja nona iru begitu
ketus kepadanya. Pada hal baru beberapa saat dia
menolongnya. Sian-li-ji terus angkat kaki tetapi baru
beberapa langkah dia berhenti, "ah dia sudah membantu
aku, akupun harus membantunya. Mungkin dia ditangkap
kawanan berandal Suka Rela itu lalu dimasukkan dalam
guha dan menutup dengan batu besar. Dia menangis
lantaran tak mampu keluar. O, benar, benar. Aku harus
menolongnya .. . . "
Dia terus lari kembali ke guha dan berusaha untuk
membuka pintu guha. "Hai, apa-apaan itu?" tegur suara dari dalam guha,
Tetapi Cian-li-ji tak mau menghiraukan. Dia terus
mendorong dan mendorong sehingga akhirnya batu itu
dapat terkisar ke samping.
"Nona keluarlah . .. , " Cian-li-ji terus maju hendak
mengajak orang dalam guha itu keluar. Tetapi alangkah
kejutnya ketika orang itu menusuknya dengan pedang.
"Haya, celaka . . . " Cian-li- ji loncat keluar, "mengapa
engkau malah menyerang aku?"
Orang dari dalam guha itupun melesat keluar dan
menyerang Cian li-ji. Sudah tentu Cian-li-ji sibuk bukan
kepalang. Dia berloncatan kian kemari untuk menghidar.
Orang itupun diam2 heran. Dia tak kenal siapa kakek
pendek itu. Tetapi dia kagum gerakan kakek itu.
Diserangnya dengan ilmu pedang Gwat-li- kiam-hwat yang
lihay namun kakek itu tetap dapat menghindar.
"Nona, tunggu dulu, kita bicara secara baik2," seru Cianli-
ji. Melihat kakek itu tak mau balas menyerang timbullah
rasa kasihan dalam hati nona itu. Ia hentikan serangannya.
"Mau bicara apa engkau?" tegurnya.
"Mengapa engkau menyerang aku?"
"Mengapa engkau mengganggu aku?"
"Ih, aku tidak mengganggu. Aku hendak menolongmu
karena mendengar engkau menangis."
"Aku tidak minta pertolonganmu."
"Eh, engkau memang aneh nona. Barusan engkau telah
membantu aku waktu aku dikejar anakbuah barisan Suka
Rela. Mengapa sekarang engkau bersikap begitu ketus
kepadaku?" "Ngaco! Siapa yang membantumu?"
"Uh, bagaimana engkau ini. Siapa lagi bukan engkau.
Masa baru beberapa menit engkau sudah lupa."
"Apa engkau waras?"
"Lho, aku tidak gila."
"Kalau pikiranmu waras mengapa engkau mengoceh tak
keruan. Aku tak pernah bertemu dengan engkau apalagi
membantumu." "Ah, jangan begitu dong, nona. Walaupun sudah tua
tetapi pikiranku masih belum pikun. Jelas engkaulah yang
menolong aku menghajar kawanan anakbuah barisan Suka
Rela tadi," Nona itu banting2 kaki karena jengkel. Dia tak lain
adalah Su Tiau Ing yang dicari Ah Liu dan si tinggi besar
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Thay-san tadi. Memang peristiwa dalam dunia ini kadang aneh dan
tidak diduga- duga. Seperti apa yang terjadi dalam peristiwa
Tiau Ing. Ah Liu dan Thay-san mencarinya. Thay san yang
mencari ke timur, karena ngantuk terus tidur di tengah jalan
dan ditangkap kawanan anak buah barisan Suka Rela lalu
dibawa kedalam markas mereka. Secara kebetulan dia
bertemu dengan Sian Li. Tetapi Thay-san yang limbung
menganggap Sian Li adalah Tiau Ing. Bagaimanapun Sian
Li heran menjelaskan, tidak dianggap oleh orang tinggi
besar itu. Dan sekarang kebalikannya, Cian-li-ji yang berhasil
meloloskan diri dari tawanan barisan Suka Rela karena
dikejar anakbuah barisan Suka Rela telah bertemu dengan
Sian Li. Sian Li mengejar kawanan anakbuah barisan Suka
Rela itu tetapi ditangkap dan ditawan.
Lalu Cian-li-ji mendengar suara orang nangis.
Didapatinya yang menangis itu berada dalam guha. Dia
mendoroug batu penutup guha menemukan seorang nona
dalam guha itu. Ternyata nona itu adalah Tiau Ing tetapi
Cian li-ji keras menganggapnya sebagai San Li, nona yang
membantunya tadi. Jadi Thay-san menganggap Sian Li itu Tiau Ing dan
Cian- li-ji menganggap Tiau Ing itu Sian Li. Ahhhhhh
?"?". Mengapa Tiau Ing berada dalam guha "
Ternyata waktu mendengar kata2 Ma Giok Cu bahwa Su
Hong Liang akan menikah dengan puteri mentri tay-haksu
Ma Su Ing, serasa gelap pandang mata Su Tiau Ing.
Diam2 Su Tiau Ing memang lebih menaruh perhatian
kepada Su Hong Liang daripada kepada Bok Kian. Su
Hong Liang lebih tampan. lebih pandai bicara dan lebih
pandai memikat dari Bok Kian. Dan tampaknya Su Hong
Liang memang berusaha untuk merebut hati Tiau Ing.
Tetapi Su Tiau Ing masih ragu2. Su Hong Liang itu putera
dari peh-hu (empeh) Tiau Ing atau engkoh dan Su Go
Hwat. Keduanya tunggal she yaitu sama2 she Su. Menurut
adat istiadat pada masa itu, perkawinan antar she yang
sama, tidak dibenarkan. Tetapi entah bagaimana ketika mendengar ucapan Ma
Giok Cu bahwa Su Hong Liang bakal menikah dengan Ma
Giok Cu, kepala Su Tiau Ing menjadi pusing seketika. Dia
merasa dunia itu kosong melompong. Hidup itu tiada
artinya hambar. Dia terus mencongklangkan kuda
sekencang-kencangnya. Dia membiarkan dirinya hendak
dibawa kemana oleh kudanya.
Setelah beberapa waktu menyerahkan diri dalam ketidakketentuannya,
maka akhirnya dia tiba di sebuah lembah.
Tiba2 ia mendapat pikiran. Ia loncat dari kudanya dan
menuruni lembah. Ia mendapatkan sebuah guha. Ia
menutup diri dalam guha itu. Ia tak tahu apa yang akan
dilakukannya. Hanya ia merasa bahwa hidup itu sudah
terasa hampa baginya. Ia hendak mengunci diri dalam
kesunyian. Entah sampai berapa lama ia sendiri tak tahu.
Memang apabila Su Tiau Ing mempunyai perasaan
demikian, dapat dimaklumi. Ia puteri seorang mentri besar.
Hidupnya serba kecukupan dan manja. Sejak kecil ia sudah
ditinggal ibunya maka sang ayah dalam kesibukan tugas2
negara masih tetap menyelinapkan waktu khusus untuk
memberi perhatian dan kasih sayang kepada puterinya.
Seorang gadis yang berangkat dewasa dalam curahan
kemewahan dan kemanjaan, seorang gadis remaja yang
baru mulai mengenal apa yang disebut asmara, tiba-tiba
segala impiannya yang indah telah hancur berantakan bagai
kaca dibanting ke batu. Sudah barang tentu hal itu
membuat dia menderita shock yang menggoncangkan
jiwanya. Memang dalam soal asmara, pikiran dapat peka
tetapipun juga dapat gelap. Sebenarnya Su Tiau lng itu
cerdas pikirannya. Seharusnya dia meminta keterangan
kepada Su Hong Liang tentang kebenaran dari ucapan Ma
Giok Cu. Tetapi kecerdasannya itu sedanng ditelan amukan
pikirannya yang gelap. Diganggu kakek Cian-li-ji, dia marah dan menyerangnya.
Setelah menumpahkan kemarahan dan tak berhasil melukai
Cian li-ji, akhirnya kemarahan yang meluap-luap itu mulai
menurun. Dan turunnya kemarahan pun mulai menyiak
kegelapan pikirannya. Pelahan-tahan pikirannya mulai tenang dan jernih. Ia
menilai kakek Cian-li-ji bukan orang jahat. Jelas kakek itu
hendak memberi pertolong kepadanya. Mungkin kakek itu
salah faham atau salah lihat. Tadi mungkin kakek itu
bertemu dengan seorang nona yang membantunya maka
kakek itu lalu mengira kalau dia (Su Tiau Ing) adalah nona
itu. Ya, benar, tentulah demikian.
"Hm, engkau mengatakan tadi bertemu dengan aku."
kata Tiau Ing, "di mana engkau bertemu dan itu waktu aku
sedang mengapa, coba engkau ceritakan."
"Ih, engkau masih muda mengapa engkau begitu pelupa
?" "Sudahlah, tolong ceritakan bagaimana duduk
perkaranya tadi.," Cian-li-ji lalu bercerita. Mulai dari dia disekap orangorang
barisan Suka Rela sampai dia berhasil meloloskan
diri, dikejar pasukan Suka Rela dan muncullah seorang
nona yang membantunya, "Engkaulah nona itu. apa engkau
lupa ?" Yah, bagaimana lagi. Kalau berhadapan dengan kakek
selimbung itu, apa mau dikata. Apa ruginya kalau dia
mengiakan saja, Tiau Ing.
Timbul suatu keheranan dalam hati Ing mengapa barisan
Suka Rela malah menahan kakek itu. Dan heran pula ia,
siapakah sesungguhnya nona yang muncul membantu
kakek Cia-li ji untuk menghajar anakbuah barisan Suka
Rela itu. Dalam diri kakek itu banyaklah Su Ing menghadapi
rahasia-rahasia yang aneh. Apakah pendekar Huru Hara itu
" Apakah rasanya ia pernah mendengar juga tentang
pendekar semacam itu. "Paling baik aku mengakui saja sebagai nona yang
membantunya itu, mungkin nanti dapat mengetahui lebih
banyak persoalan aneh dari dia," pikir Su Tiau Ing.
"O, ya, aku memang lupa." katanya.
"Nah, itu baru seorang nona yang baik, kata Cian-li- ji,
"tetapi siapakah engkau ini " kenapa engkau membantu aku
?" Su Tiau Ing gelagapan. Apakah mengakui siapa dirinya"
''Sudah kakek, engkau boleh panggil siapa saja," katanya.
"Dan mengapa engkau menangis dalam gua" Apakah
kawanan anakbuah barisan Suka Rela itu menghina
engkau?" tanya Cian-li-ji.
"Ah, tidak apa2, aku menangis karena jengkel, " kata Su
Tian Ing. "Jengkel" jengkel kepada siapa?"
"Jengkel kepada manusia di dunia ini."
"Lho, kalau begitu engkau juga jengkel kepadaku."
"Bukan engkau tetapi kepada seorang pemuda yang tak
tahu membalas budi orang."
"Siapa dia" Bilanglah, akan kucari pemuda itu dan
kuhajarnya!" "Kakek," kata Tiau Ing, "apakah engkau pernah
beristeri?" "Ya, dulu, pernah satu kali."
"Lalu dimana isterimu?"
"Sudah meninggal."
"O," seru Tiau Ing, "apakah engkau setia kepada
isterimu itu?" "Sudah tentu setia. Mengapa?"
"Apakah dulu sebelum menikah, engkau pernah pacaran
dengan isterimu?" "Ah. jaman dulu tidak ada model pacaran. Aku melihat,
aku terus suka dan diapun kebenaran juga suka, lalu kita
menikah. Itu saja aku sudah beruntung. Banyak pemuda2
jamanku yang tak dapat memilih jodoh, tetapi dipilihkan
oleh orangtuanya." "Andaikata engkau berjanji kepada seorang gadis untuk
menikahinya, apakah engkau harus menetapi janji atau
engkau boleh mengingkari janji dan kawin dengan lain
gadis?" "Aku tak mengerti maksudmu."
"Maksudku, apakah lelaki itu mempunyai hak untuk
mengingkari janji?" "Kurasa tidak."
"Apakah lelaki itu tidak punya kesetiaan terhadap
wanita?" "Kurasa juga tidak."
"Apakah lelaki itu boleh mempermainkan wanita?"
"Kurasa tidak."
"Kalau ada lelaki yang berbuat begitu, apa katamu,
kakek?" "Sebagai sesama lelaki, aku tak suka terhadap lelaki
semacam itu. Lelaki yang suka memainkan hati wanita,
patut dihajar." "Hm," desuh Su Tiau Ing.
"Eh, tetapi siapakah lelaki itu" Apakah engkau
dipermainkan oleh seorang lelaki" Siapa namanya" Aku
bersumpah akan membalaskan sakit hatimu, nona."
"Lho, mengapa kakek sampai bertindak begitu?"
"Setiap kebaikan yang diterima Cian-li-ji tentu akan
dibalas. Setiap hinaan tentu akan dihimpaskan. Engkau
membantu aku dan akupun harus membantumu."
Su Tiau Ing sebenarnya masih ragu2 untuk mengatakan.
Bagaimanapun juga, Su Hong Liang itu masih engkoh
sepupuhnya. Tetapi tiba2 kakek Cian-li-ji membantah,
"Lekas bilang, siapa dia " Awas, kalau engkau tak mau
bilang !" Sudah tentu Su Tiau Ing tercengang berhadapan dengan
kakek yang begitu limbung pikirannya.
"Ih, mengapi engkau malah mengancam aku," tegurnya.
"Engkau menghina aku !"
Su Tiau Ing makin heran. Ia merasa tak menghina
mengapa kakek itu marah, "siapa yang menghina engkau,
kakek ?" "Engkau," sahut Cian li ji, "engkau telah membantu aku
tetapi engkau tak mau memberi kesempatan kepadaku
untuk balas membantu engkau. Apakah itu bukan berarti
menghina aku. Mentang2 aku ini sudah tua, dikira tak
mampu membantumu. Hayo, lekas sebutkan siapa nama
orang itu. Kalau bertemu, tentu kupelintir batang lehernya
...." Pikir Su Tiau Ing, jelas kalau Cian-li-ji seorang kakek
linglung. Masakan dia sempat bertemu dengan Su Hong
Liang. Dan kalau toh bertemu, juga tipis, kemungkinan
kakek itu mampu berbuat apa2 terhadap Su Hong Liang.
Biar kukatakan, agar hatinya puas," pikir Tiau Ing.
"Dia seorang pemuda yang bernama Hong Liang,
keponakan dari menteri Su Go Hwat."
"Cukup!" tukas Cian- ji, "kalau aku ketemu orang yang
bernama Su Hong Liang tentu kan kuhajar sampai minta
ampun." "Hm," dengus Su Tiau Ing dalam hati.
"Nona hendak kemana kita sekarang?" tanya Cian-li-ji.
"Kita?" Su Tiau Ing menegas.
"Ya, kita berdua."
"Engkau sendiri hendak kemana?" tanya Tiau Ing.
"Aku hendak mencari keponakanku pendekar Huru
Hara," sahut Cian-li-ji, "dan engkau?"
"Aku sih tak punya tujuan."
"Jika begitu mari kita bersama-sama. Kalau nanti engkau
hendak menuju ke lain tempat, silahkan."
Akhirnya Su Tiau Ing kena dibujuk Cian li ji. Keduanya
segera tinggalkan lembah itu.
Sekarang kita ikuti perjalanan si An Liu menuju ke barat.
Setelah beberapa saat berjalan dan tepat tak mendapatkan
Tiau Ing dia heran, "In, kemanakah siocia?"
Dia kembali ketempat ia berjanji akan bertemu Thay-san.
Tetapi ternyata orang tinggi besar itu tak tampak.
"Ih, kemana saja orang tinggi besar itu ?" pikirnya. Hari
itu sudah hampir gelap, "ah, tak baik kalau bermalam
disini. Aku harus cari tempat untuk bermalam."
Dia terus ayunkan langkah menuju ke timur. Ia harus
dapat berjumpa dengan Thay-san yang tadi juga menuju ke
timur. Tak berapa lama berjalan, dari jauh ia melihat sebuah
kuil tua. Dia segera mempercepat langkah menuju ke kuil
tua itu. "Ah, lumayan juga tempat ini. Malam ini baik aku tidur
disini saja," katanya. Dia lalu membersihkan tempat
disudut ruang dan terus rebahkan diri.
Belum lagi mata dapat dipejamkan. Tiba2 ia mendengar
suara orang berteriak, "Hai, kemana Sian-li ?"
Dan menyusul kedengaran suara orang mengomel,
"Huh, jangan mengganggu orang tidur !"
"Tetapi kakek, ci Sian Li tak ada," kata yang pertama
yang nadanya seperti seorang anak. "Dia kan seorang gadis,
tentu tak mau tidur bersama kita. Sudahlah, hayo tidur
lagi," kata orang yang nadanya seperti orang tua.
Memang kedua orang itu tak lain adalah Uk Uk dan Lo
Kun. Semula mereka bertiga dengan Sian Li. Adalah karena
Sian Li mendengar suara orang berlari diluar kuil ( Clan-li-ji
) maka dia terus keluar meninggalkan kedua kawan yang
masih mendengkur. Kini Uk Uk bangun karena hendak kencing. Dia terkejut
karena Sian Li tak ada maka dia membangunkan Lo Kun.
Lo Kun masih segan bangun. Dia terus memejamkan mata
lagi. "Ih, ada suara napas orang," pikir Uk Uk. Dia terus
merangkak dan menuju ke ruang sudut. Ternyata ia melihat
sesosok tubuh sudah rebah.
"O, engkau disini ci Sian Li," serunya kepada orang itu.
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sudah tentu Ah Liu yang baru liyer-liyer hendak jatuh
pulas, terkejut mendengar suara itu. Dia membuka mata
dan menggeliat duduk. "Siapa engkau!" tegurnya ketika melihat seorang bocah
laki sedang memandangnya dari jarak beberapa meter.
"Eh, ci Sian Li, mengapa" Aku kan Uk Uk," seru Uk Uk.
"Siapa Uk Uk" Itu bukan nama. Itu anjing
menggonggong," seru Ah Liu.
"Lho, aku kenapa" Mengapa aku lupa kepada engkau?"
seru Uk Uk. Dia kumat lagi tentang memutar-balikkan dari
istilah aku dan engkau. Baginya aku herarti engkau. Dan
engkau berarti aku. Kalau menyebut dirinya dia bilang kau.
Dan kalau menyebut orang lain, bukan bilang 'engkau ' ,
tetapi aku. "Hai, engkau ini manusia atau setan?" teriak Ah-Liu.
"Lho, aku ini kenapa" Mengapa aku lupa kepada
engkau?" Uk Uk mengulang teriakannya.
"Gila!" Ah Liu melonjak bangun, "siapa engkau?"
"Aneh sekali aku ini, ci Siang Li . . . . "
"Aku bukan Sian Li!" seru Ah Liu.
"Eh, mungkin aku sedang kemasukan setan penunggu
kuil tua ini. Masakan aku lupa diriku sendiri. Bukankah aku
ini Sian Li?" "Setan!" Ah Liu makin keras dugaannya bahwa bocah
kuncung yang omongannya tak keruan itu tentu bangsa
setan. Bahkan dia terus menghantam Uk Uk.
Karena mengira Sian Li yang memukul, Uk diam saja.
Akibatnya, kepalanya kena terpukul dan menjeritlah Uk Uk
sekeras kerasnya, "Aaaaaahhhhh?"?". mengapa aku
ini ci Sian Li" Apa engkau bersalah kepada aku?"
"P.ok . . . ". karena gemas Ah Liu menendang hingga Uk
Uk terguling-guling ke lantai.
Uk Uk lari menghampiri Lo Kun dan menguncang tubuh
kakek yang masih enak-enak mendenngkur itu, "Kakek Lo,
kakek Lo, ci Sian Li .ngamuk. Dia kesurupan setan kuil ini.
Masakan engkau ditendang dan ditempeleng sekeras-keras.
Nth lihat, kepala engkau sampai benjut ..... "
"Tidur saja Uk Uk, jangan mengurus Sian Li .. ..... " Lo
Kun beringsut lalu tidur lagi.
"Lho, kakek Lo, kenapa aku " Ci Sian kemasukan setan
dan mengamuk, mengapa aku diam srja ?" teriak Uk Uk.
"Sudahlah Uk, jangan mengganggu lain orang. Tidur
sajalah." kata Lo Kun.
Uk Uk tak puas. Dia terus menyeret tubuh kakek itu
keluar ruang depan, "Tuh lihatlah, kakek Lo, ci Sian Li
masih marah ....." Ah Liu makin heran. Melihat perwujudan kedua orang
itu dia makin keras menduga. kalau Lo Kun dan Uk Uk itu
tentulah bangsa setan penunggu kuil disitu.
"Huh, apa engkau kira aku takut pada setan cebol dan
setan kuncung semacam kalian ?" seru A Liu.
Dia maju dan ayunkan tangannya ....
-oo0dw0oo- Jilid 28. Ngalor Ngidul Uk Uk terkejut. Dia loncat menghindar. Tetapi Lo Kun
yang masih meram, harus menerima pukulan Ah Liu,
plakkkk ....,.... Lo Kun menggeliat tetapi tidak bangun. Hanya mulutnya
yang mendesus kesakitan, "Ah, anak manis, jangan terlalu
bengis .... ," "Eh, setan cebol ini malah mengejel aku," pikir Ah Liu.
Dia mengirim tendangan lagi, plokkkkk.....
"Eh, mengapa engkau marah, nona manis?" seru Lo kun
yang matanya masih meram.
Ah Liu makin penasaran. Sebuah pukulan dan sebuah
tendangan, tak dapat membuat mahluk yang disangkanya
setan cebol itu kesakitan.
Ah Liu maju dan mendupak perut Lo Kun tapi
kebetulan, mungkin sedang bermimpi Lo Kun ulurkan
tangan dan menyambar kaki Ah Liu, "Ai, nona manis......"
Blukkkkk..... Tiba2 Ah Liu jatuh terbanting ke lantai, mata kakinya
kena disaut tangan Lo Kun sehingga dara itu jatuh.
"Ai, kakimu kecil tetapi jarimu kenapa besar- besar ?"
seru Lo Kun sambil menyeret kaki Liu.
Sudah tentu Ah Liu kaget setengah mati. Dia keroncalan
hendak melepaskan diri. Dalam pada itu ia memperhatikan
bahwa kakek cebol itu masih meram seperti orang tidur.
"Ih, dia masih tidur. Mengapa mampu menyambar
kakiku ?" pikirnya. Akhirnya ia mendapat akal. Dia biarkan
kakinya diseret begitu sudah dekat pada si kakek, Ah Liu
terus bergerak. Dasar Ah Liu itu juga gadis yang nakal. Dia tak mau
menampar atau memukul melainkan menggunakan kuncir
rambutnya untuk menusuk lubang hidung Lo Kun.
"Aih .,. ah. ah, ah, ahinpgrgg....." tiba2 Lo Kun
berbangkis sekerasnya. ''Ih, kurang waras kakek ini,. sudah berbangkis mengapa
matanya masih meram ?" pikir A Liu ketika melihat
keadaan Lo Kun. Cepat gadis itu mendapat akal untuk memberi pelajaran
pada Lo Kun. Dia meraup batu kerikil dan cepat
melolohkan ke mulut Lo Kun.
"Auhhhh, buffF ....... ," kali ini Lo Kun benar2 ketemu
batunya. Batu yang masih terbungkus tanah itu rasanya tak
keruan sehingga Lo Kun harus menyemburkannya keluar.
Tetapi dia tetap meram. Dikili hidungnya sampai berbangkis, dilolohi batu
mulutnya, tetap Lo Kun meram saja. Melihat itu Uk Uk
yang mengira Ah Liu itu sebagai Sian Li, ikut mendongkol.
"Nih, ci Sian, masukkanlah kedalam mulutnya.
Tanggung kali ini kakek Lo Kun tentu bangun," Uk Uk
menghampiri dan mengangsurkan se jemput benda putih.
Sebenarnya Ah Liu tak kenal siapa Uk Uk, siapa Lo
Kun. Tetapi karena terangsang oleh rasa dongkol terhadap
Lo Kun yang bandel, tanpa disadari dia menerima
pemberian Uk Uk itu, tanyanya, "Apa ini?"
"Garam," kata Uk Uk.
"Garam?" tanya Ah Liu, "dari mana engkau
memperolehnya?" "Aku paling doyan asin. Kemana saja aku selalu
membawa garam. Dengan garam aku dapat memakan
segala sayur mentah."
Ah Liu membetot hidung Lo Kun sehingga karena tak
dapat bernapas Lo Kun ngangakan mulut. Cepat Ah Liu
terus masukkan garam itu kedalam mulutnya.
"Ahhh, asin .......... ai nona manis, masakanmu kok asin
begini. Kata orang, perempuan yang masakannya asin itu
pertanda minta kawin, hu huh, huh....," tiba2 Lo Kun
mengoceh tak ruan sembari mulut beikomat kamit
memainkan lidahnya. "Gila," bentak Ah L:u. Tetapi dia benar2 heran dan tobat
melihat kakek itu. Mulut dimasuki garam pun tetap tidur. Ia
memandang Uk Uk. "Apakah kalau tidur dia memang begini! tanyanya.
"Jangan kuatir ci Sian," kata Uk Uk seraya terus
berbangkit lalu menggeledah tubuh Lo Kun, "nih. dia......"
Ah Liu terkejut. Itulah buli-buli arak. Buat apa bocah itu
mengambilnya. "Memang kalau sudah tidur, dengan cara apa saja tak
dapat kita membangunkannya sebelum dia bangun sendiri.
Tetapi dengan arak ini tentu bangun !" kata Uk Uk.
"Arak ?" Ah L:u menegas
"Ya, mari kita minum," Uk Uk membuka sumbat bulibuli
lalu meneguknya, geluguk, gfll guk, "wah, enaknya....."
"Ci Sian, aku juga harus minum," Uk Uk
mengangsurkan buli-buli itu kepada Ah Liu.
Ah Liu menolak karena dia tak pernah minum.
"Lho, aku harus minum, kalau tidak dia tentu tak mau
bangun," kata Uk Uk.
Ah Liu kerutkan alis. Uk Uk menyebut 'aku' harus
minum arak. Bukankah dia sudah minum, Mengapa dia
masih mengatakan lagi "
"Eh, bukankah engkau sudah minum ?" tegurnya.
"Belum, aku belum minum," sahut Uk Uk. Ah Liu
melongo, '"Eh, siapa yang engkau maksudkan dengan kata
'aku" itu ?" "Aku yang ini'" Uk Uk menuding pada Ah Liu.
Ah Liu terkejut, lalu menegas lagi, "Dan yang mana
'engkau" itu ?"
"Ini engkau," Uk Uk menunjuk pada dirinya sendiri.
"Oh, Ah Liu mengeluh. Anak ini memang tidak waras,
Masakan kata 'aku' dan 'engkau', dibalik artinya. Untung
aku meminta penjelasan, kalau tidak tentu pembicaraan
menjadi runyam. "Lekas, ci Sian, aku minumlah," kata Uk Uk seraya
mendesakkan buli-buli ke muka Ah Liu.
Ah Liu berpikir. Kalau memang begitn sjaratnya, apa
boleh buat. Masakan kalau hanya minum seteguk saja dia
akan mabuk. Ah Liu menyambuti dan meneguknya sedikit.
Eh, ternyata rasanya manis2 harum. Jika begitu apa
salahnya kalau ia minum lebih banyak lagi " Dan terus dia
meneguk sampai beberapa kali.
"Hai, kurang ajar engkau budak perempuan masakan
arakku hendak engkau habiskan," tiba2 Lo Kun melek dan
terus menyambar buli-buli di tangan Ah Liu. Kemudian
diteguknya, geluguk-geluguk.
"Hai, Sian Li, mengapa engkau juga doyan arak" Siapa
yang suruh engkau minum?" seru Lo Kun.
Blukkkk .... tiba2 Ah Liu terkulai rebah ke lantai.
Ternyata arak Lo Kun itu tergolong arak berat. Minum
seteguk saja kalau bukan peminum kelas berat tentu sudah
pusing. Apalagi Ah Liu tidak pernah minum. Dan karena
merasa enak, ia minum sampai beberapa teguk. Sudah tentu
dia terus jatuh tak sadarkan diri lagi.
"Hai, kenapa engkau Sian Li," seru Lo Kun terkejut. Dia
juga belum memeriksa terang si gadis dihadapannya itu.
Dia mengira Ah Liu itu Sian Li.
"Ci Sian, bangunlah," seru Uk Uk pula, masakan
engkong sudah bangun, aku malah ganti yang tidur, eh,
benar, benar .......... " entah bagai mana Uk Uk juga terus
rebah ke lantai. "Gila engkau Uk!" teriak Lo Kun seraya menjiwir telinga
Uk Uk, "engkau membangunkan aku mengapa setelah aku
bangun, engkau terus tidur !"
"Itu kan sudah adil, eng .., kong ..."
"Hus, adil bagaimana ?"
"Tadi engkong yang tidur, engkau dan ci Sian bangun.
Sekarang aku bangun, seharusnya engkau dan ci Sian tidur,
Bergiliran yang jaga."
"O, benar, benar," kata Lo Kun, "tetapi aku belum
kenyang yang tidur. Bagaimana kalau aku tidur lagi dan
engkau yang jaga dulu ?"
"Ya, memang begitu. Aku yang jaga dan engkau yang
tidur," seru Uk LIk.
"Mati.....," diam2 Lo Kun mengeluh. Dia teringat bahwa
Uk Uk itu kalau bilang 'aku' itu berarti engkau. Dan kalau
berkata 'engkau' itu artinya aku.
"Tetapi Uk ?""
"Engkong sudah bilang sendiri, mengapa mau menjilat
kembali ?" cepat Uk Uk menukas.
Lo Kun tertegun. Dia memang selalu memberi ajaran
kepada Uk Uk bahwa orang yang baik itu harus selalu
menepati janjinya. Sekarang Uk Uk menggunakan senjata
itu untuk memukul Lo Kun.
'Ya, baiklah, tetapi jangan lama2. Nanti kalau engkau
sudah ngantuk, aku tentu akan engkau bangunkan," kata Lo
Kun. Tetapi Uk Uk sudah tak menyahut. Lo Kun tinggal
melek seorang diri, "Sialan, anak- anak ini. Masakan orang
lagi enak2 tidur, dibangunkan. Setelah aku bangun mereka
terus tidur." Lo Kun sayang pada Uk Uk karena sejak kecil dialah
yang merawatnya. Oleh karena itu walaupun mulut
mengomel tetapi dia tak marah.
Tiba2 ia merasa hendak kencing. Maka dia pun segera
keluar. Diluar masih gelap. Tengah dia mencari tempat
yang sepi, sekonyong konyong dia mendengar suara orang
berjalan. Dan tak lama dari ujung jalan muncul belasan
orang. "Wah, hari begini malam kemana kita harus mencarinya
?" seru salah seorang.
''Ya, memang Li thau-leng kalau memberi perintah
seenaknya saja. Kalau tidak menurut kita tentu diberi
hukuman." sambut kawannya.
"Hm, orang tinggi besar itu memang keparat,
menyusahkan kita saja," gerutu yang lain."
"Tetapi kita memang bersalah," kata salah seorang yang
bernada lain. "coba pikirkan, baru beberapa hari seorang
tawanan lolos, sekarang kembali ada tawanan yang lolos
lagi. Apalagi menurut thauleng, nona yang kita tawan itu
penting sekali." "O, makanya Li thaucu begitu marah." kata orang yang
lain, "kalau kita dapat menangkap si tinggi besar, kita bakal
mendapat hadiah besar."
"Eh, kawan, bagaimana kalau beristirahat dulu di kuil
tua itu. Malam2- begini mencari orang, sangat sukar. Lebih
baik kita mengasuh dikuil itu besok pagi baru kita lanjutkan
pencarian kita lagi," usul salah seorang.
Rupanya usul itu disetujui kawan-kawannya. Mereka
terus menuju ke kuil tua. Hampir tiba di dekat kuil, tiba2
muncul seorang kakek cebol.
"Hai, apakah itu bukan kakek pendek yang melarikan
diri ?" teriak salah seorang dari kawanan pendatang itu.
"Ya, benar ! Hayo kita ringkus !" seru yang lain.
Duabelas orang itu terus lari menyerbu kakek pendek yang
bukan lain kakek Lo Kun. Lo Kun mendengar pembicaraan
mereka. "Kurang ajar, kalau mereka menempati kuil tentulah
kedua cucuku terganggu. Lebih baik kutendang mereka."
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pikir Lo Kun yang terus maju di tengah jalan.
Kawanan orang itu adalah anakbuah pasukan Suka Rela.
Mereka diperintah oleh pimpinan untuk mengejar Thay-san
dan Sian Li yang loloskan diri. Begitu melihat Lo Kun,
mereka terus menganggapnya sebagai kakek Cian li-ji.
Memang kedua kakek itu sama tingginya dan sama pula
memelihara jenggot panjang yang menjulai sampai ke dada.
Maka sepintas pandang sukar membedakan, apalagi pada
malam hari. "Ho, engkau mau mengeroyok aku " Boleh, boleh," seru
Lo Kun seraya menyingsingkan lengan baju, "tunggu....." ia
mendorongkan tangan kepada kawanan anakbuah barisan
Suka Rela yang hendak menerjang. Beberapa orang itu
terhenti dan beberapa yang tersurut mundur. Mereka
merasa seperti dilanda angin keras.
Tiba2 Lo Kun terus ngacir masuk kedalam gerumbul.
'Hai. hendak lari kemana engkau setan cebol ?" teriak
beberapa anakbuah barisan seraya terus mengejar. Tetapi
mereka tertegun dan terlongong-longong melongo, ketika
melihat apa yang sedang dilakukan kakek cebol itu.
Ternyata Lo Kun sedang buang air alias kencing.
Melihat beberapa orang memburunya, dia berseru, 'Lho,
mengapa ada orang kecing mau melihat " Mau minum air
kencing?" Sudah tentu beberapa orang itu gelagapan dan mundur.
"Hm, kawanan manusia itu memang harus diberi
pelajaran, biar kapok," pikir Lo Kun dan dia terus mencari
akal. Tiba2 ia melihat sebatang pohon pepaya, "bagus,
rasain lu nanti," katanya seraya menghampiri pohon
pepaya. Daunnya dihilangkan dan kini dia mendapat
sebatang pelepah pepaya yang ujungnya buntet. Kemudian
dia mencurahkan air seninya kedalam tabung pelepah
pepaya itu. "Nah, sekarang badanku sudah ringan, perut tidak
mondol-mondol lagi," serunya ketika kembali kehadapan
kawanan anakbuah barisan Suka Rela, "silakan kalian
menyerang." Duabelas anakbuah barisan Suka Rela segera menyerbu
seperti kawanan serigala yang berebut mangsa. Tetapi cepat
pula Lo Kun memutar tabung pelepah pepaya tadi untuk
disongsongkan ke mulut mereka.
"Auh ....... auh ....... buhhhh ....... aduh bau-nya .......
huakkkk ....... huakkkk .......... "
Terdengar silih berganti suara anakbuah barisan Suka
Rela itu menjerit, berkaok dan muntah-muntah.
Apa yang terjadi" Ternyata kakek yang masih suka ugal-ugalan itu
menggunakan pelepah pepaya berisi airkseni untuk
menabur muka kawanan orang itu.
Orang tua memang air seninya berbau keras. Tetapi bau
air seni kakek Lo Kun memang luar biasa. Pernah pada
suatu hari ketika bermalam di sebuah hutan, karena sehari
suntuk harus berjalan naik turun gunung dan menahan
lapar, pada malamnya Uk Uk tidur dengan pulas sekali.
Menjelang pagi, anak itu tetap tak mau dibangunkan. Lo
Kun sayang pada anak itu. Dia tak mau menampar atau
menyelentik telinga anak itu. Lalu apa akal untuk
membangunkan anak itu"
'Hm. rasain lu," katanya lalu kencing dekat Uk Uk. Saat
itu kontan saja Uk Uk termelenting bangun dan mendekap
hidungnya. Air seni Lo Kun memang bukan buatan duilah setan
baunya. Ada lagi ceritanya yang lucu. Waktu masih kecil, Uk Uk
pernah jatuh sakit. Badan menggigil panas dan hidung
tersumbat. Dia menangis sakit. Karena bingung dan gugup,
akhirnya Lo Kun keki. Dia mengambil botol dan mengisi
dengan seninya. "Coba sedotlah," katanya kepada Uk Uk. Percaya kalau
kakek itu akan memberi makan Uk Uk pun lalu
menyedotnya, uffff "...
"Hai, hidungku tembus sekarang," teriak Uk Uk dengan
gembira. Dia jengkel dengan hidungnya yang tersumbat
sehingga tak dapat bernapas. Begitu hidungnya sudah
lancar, dia kegirangar kali, "Hai, sungguh obat mujarab"..!
Dia terus menyedotnya berulang kuli, uff, tiff ....
huakkkk .... tiba2 dia muntah- dan melemparkan botol itu.
Lo Kun mengikuti tingkah ulah anak gendut itu dengan
tertawa. Habis muntah2, anak itu tidur. Dan waktu bangun
dia sudah sembuh sama sekali dari sakitnga.
"Obat apa itu eng ....... engkong ....... , " tanya Uk Uk.
"Wasiat," sahut kakek Lo Kun singkat.
"Wah, manjur sekali," kata Uk Uk, teta ........tetapi .......
meng ....... apa ....... baunya kok begitu ...... keras, ya .... "
Kakek Lo Kun hanya tersenyum. Yang penting Uk Uk
sembuh. Titik. Juga ada lagi sebuah cerita lucu. Juga terjadi dalam
hutan ketika Lo Kun dan Uk Uk menempuh perjalanan.
Hutan itu sebuah rimba belantara yang jarang didatangi
orang. Orang mengatakan bahwa di hutan itu terdapat
harimau yang buas. Tetapi Lo Kun tak menggubris.
Begitu tiba di tengah hutan, entah dari mana tiba2
sesosok tubuh sebesar anak kerbau loncat ke hadapan Lo
Kun dan Uk Uk dan menghamburkan aum yang sedahsyat
gunung meletus. Karena terkejut, Uk Uk sampai jatuhkan
diri dan menutupi mukanya, "Hih, ngeri ...."
Juga Lo Kun terkejut bukan kepalang. Tanpa disadari
timbul juga rasa seram dalam hati hingga kedua kakinya
gemetar keras dan tali celananya menjadi basah. Dia
terkencing tak terasa. Aummmm ....... terdengar harimau itu mengaum keras
dan ....... berputar diri terus lari ngiprit.
Uk Uk membuka mata, "Hai, kemana binatang yang
menyeramkan itu ...... huak ........ diapun juga muntah2,
terus mendekap hidungnya kencang2.
"Eng ....... eng ....... kong, ngompol ..... " serunya.
Lo Kun yang semula masih terlongong-longong melihat
harimau lari ngiprit dan Uk Uk muntah2, terkejut
mendengar teriak Uk Uk. memandang ke celananya, "Haya
.... celaka dia terus lari kesebuah sungai dan terjun untuk
menghilangkan bau air seni di celananya.
Demikian keistimewaan dari air seni seorang kakek aneh
semacam Lo Kun. Dan ketika air seni itu menabur muka kawanan
anakbuah barisan Suka Rela, tanpa ampun lagi merekapun
bubar tak keruan. "Ha, ha. ha, ha ..... " Lo Kun tertawa terbahak- bahak.
Baru dia tertawa tiba-tiba terdengar suara yang amat
gemuruh. "Hujan," pikirnya. Tetapi ketika menengadahkan kepala,
bukan kepalang kejutnya. Ternyata suara gemuruh seperti
gunung roboh itu bukan hujan melainkan kawanan tawon
yang jumlahnya ratusan ribu. Tawon itu secara massal,
brrgelombang turun kebawah hendak menyerang Lo Kun.
"Haya, celaka!" teriak Lo Kun yang terus lari sipat
kuping. Dari mana dan mengapa kawanan tawon itu mengamuk
" Ternyata cipratan air seni kakek Lo Kun telah
menimbulkan bau yang menyengat. Dan terbawa angin
maka bau itupun melayang keatas. Di atas pohon terdapat
sarang tawon. Rupanya sekalipun tawon, juga ternutup
hidungnya waktu diserang bau yang keras itu. Mereka
ngamuk dan penyerang manusia yang memancarkan bau
itu. Betapapun kencang lari Lo Kun tetapi karena kawanan
tawon itu terdiri dari ratusan ribu, maka tak urung muka
dan tubuh Lo Kun kena disengat. Dia tak menghiraukan
apa-apa lagi teus lari sekencang-kencangnya. Dia lupa
untuk kembali kedalam kuil dan lari tanpa tujuan.
Entah sudah berapa puluh li dia berlari, waktu merasa
tak dikejar tawon lagi, barulah dia berhenti lalu duduk
dibawah pohon. '"Sial dangkal," serunya seorang diri, "gara2 ngebet
kencing sampai mukaku begap semua, " terus mengusapusap
kedua pipinya yang berobah bengap seperti bakpau.
Tengah dia masih mendongkol dan kesakitan tiba"
terdengar suara orang sedang berjalan mendatangi dan
bicara, "Nona Su, kemana saja kita ini?" terdengar suara
seorang lelaki berseru. ''Sudahlah, jangan banyak tanya. Pokokti kita jalan
sampai dimana, situlah kita nanti berunding lagi." sahut
seorang wanita muda. "Wah, tetapi kalau malam2 begini berjalan apa tidak
berbahaya?" tanya yang lelaki lagi.
"Ai, lalu apa harus tidur di tengah hutan?"
"Aku sih biasa kalau tidur di tengah hutan, tetapi nona
tentu tidak," jawab si lelaki, "hai apakah itu ....... " " tiba2
pula ia berteriak kaget, segera menuding kearah sebatang
pohon di muka. "O, kayaknya seorang lelaki tua," kata si gadis itu.
'Uh. bukan, tentu bangsa setan. Memang di tengah hutan
yang jarang diinjak manusia, tentu masih terdapat bangsa
setan. Mana ada makhluk sependek itu?" kata si lelaki yang
bertubuh tidak besar. Ketika dekat, nona itu terkejut, "Apakah itu bukan kakek
Lo Kun?" katanya seorang diri.
"Lo Kun" Hai, sungguh kebetulan sekali," kata lelaki
tinggi besar itu terus lari menghampiri Lo K'un dan tanpa
berkata ba atau bu, dia mencengkeram tubuh Lo Kun,
diangkat dan terus dibanting ke dalam semak2, "Mampus lu
setan tua ....!" Gadis itu itu terbeliak, "Hai, mengapa engkau banting
dia?" "Bukankah dia Lo Kun" Si Lo Kun itu adalah setan
penunggu gunung Thay-san yang kukang ajar, suka
menjahili orang. Aku pernah dijegal kakiku sampai aku
jatuh terguling-guling ke dalam lembah. Sekarang aku
hendak membalas dendam kepadanya," seru lelaki tinggi
besar yang tak lain adalah Thay-san.
Malam itu Thay-san dan Sian Li ( tetapi Thian-san
kukuh menganggap nona itu adalah Su Tiau Ing ) ,
melanjutkan penjalanan. Mereka melintasi sebuah hutan
yang kebetulan terdapat kakek Lo Kun yang sedang
beristirahat. "Tetapi dia bulan setan," kata Sian Li.
"Jelas setan," teriak Thay san, "sudahlah nona Su,
engkau ini puteri seorang mentri kerajaan tentu belum
pernah datang ke gunung Thay-san. Sedang aku ini berasal
dari gunung itu, maka tahu jelas siapa setan cebol yang jahil
dari gunung itu." Sian Li tak mau menjawab melainkan menghampiri
untuk menjenguk kedalam semak. Dilihatnya kakek itu
sedang keroncalan dan bergeliat bangun.
"Ho, setan cebol, rasain lu. Hayo kalau berani keluar,
tentu akan kulempar kedalam jurang," seru Thay-san yang
juga menghampiri. "Tetapi dia bukan setan. Kalau setan tentu dapat
menghilang." bantah Sian Li.
"Benar, tetapi kalau kesiangan dan ketahuan apalagi
dapat dipegang manusia, setan itu lumer dan tak dapat
menghilang lagi." "Tidak, dia bukan setan !"
"Ai nona Su, mengapa engkau malah membela setan
cebol " Biarin saja dia mati atau setengah mati," kata Thaysan.
"Bangsat engkau raksasa, mengapa engkau melempar
aku kedalam semak berduri ?" tiba2 Lo Kun loncat keluar
dari dalam semak. "Lho, engkau bisa bicara sekarang, setan cebol ?" seru
Thay-san. "Edan engkau !" teriak Lo Kun, "kecil-kecil aku memang
bisa bicara." "Siapa namamu ?" tegur Thay-san.
"Lo Kun.? 'Nah, itu dia. Eagkau memang si Lo Kun setan cebol dari
gunung Thay-san yarg pernah mengait kakiku sampai aku
jatuh kedalam jurang dulu ....," Thay-san terus menubruk
tetapi kali ini Lo Kun sudah siap. Dia menghindar.
"Gila !" teriak Lo Kun, "aku bukan setan aku manusia !"
"Jahanam, setan berani membohongi manusia,". teriak
Thay-san yang menerkam lagi. Tetapi Lo Kun juga
menghindar lagi. 'Hai, apakah engkau bukan Sian Li "'' tiba2 Lo Kun
berteriak ketika berdiri dekat dengan Sian Li.
Tetapi sebelum Sian Li menjawab, tiba2 pula Thay-san
sudah menjerit, 'Setan cebol, jangan ngaco belo ! Siapa yang
engkau panggil Sian Li."
"Anak perempuan itu."
"Linglung! Dia bukan Sian Li tetapi nona Su Tau Ing,
puteri dari mentri Su Go Hwat.
'Limbung !" balas Lo Kun, "dia jelas Sian Li cucuku
sendiri," "E, setan cebol ini kalau tidak kuhajar sampai mampus
tentu masih mengacau saja. Masa puteri seorang mentri
kerajaan diaku sebagai cucunya.
Thay san menyingsing lengan bajunya dia meninju Lo
Kun, brakkkkk........ Lo Kur menghindar dan sebatang
pohon. sebesar betis, tumbang karena terkena tinju Thaysan.
"Berhenti!" bentak Sian Li ketika melihat Thay-san
hendak menyerang lagi. Thay-an menurut. Entah
bagaimana dia taat kepada Sian Li yang dikiranya Su Tian
Ing itu. "Mengapa nona Su ?" yanyanya.
"Segala urusan diurus dulu dengan baik, kalau sudah tak
dapat diurus, baru dengan tinju," kata San Li.
"Apanya lagi yang perlu diurus " Jelas dia itu setan cebol
dari gunung Thay-san."
"Kurasa bukan," kata Sian Li. "dia bisa bicara, bisa
bergerak, tentulah bangsa manusia.
"Engkau gila Sian Li," seru Lo Kun, "masa aku ini
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bangsa setan....." Sian Li makin terkejut. Dia makin mendapat dugaan
bahwa ......, "Apakah kakek ini........"
"Setan cebol, engkau jelas bangsa setan. Kalau tidak
masa bicaramu ngoceh tak keruan. Dia bukan Sian Li tetapi
nona Su Tiau Ing," tiba2 tinggi besar Thay-san menukas.
"Engkau ini memang orang gila," teriak Lo Kun, "dia
jelas cucuku yang bernama Sian Li, masa kini engkau
anggap nona Su Tiau Ing."
"Persetan dengan Sian Li !"
"Lho, persetan juga dengan Su Tiau Ing !" balas Lo Kun.
"Kakek Lo Kun," tiba2 Sian Si berseru.
Kini rupanya setelah memandang jelas sampai berapa
saat barulah Sian Li percaya kalau kakek itu memang Lo
Kun. Tadi dia sangsi karena wajah Lo Kun berobah gemuk
akibat begap disengat tawon.
"O, sekarang engkau baru percaya " Masa .....hai, tidak !"
tiba2 Lo Kun menjerit. "Mengapa ?" Sian Li terkejut.
"Tetapi Sian Li kan masih tidur, mengapa tahu2
gentayangan bersama seorang raksasa " Kalau
begitu.....kurang ajar engkau !" teriak Lo Kun.
"Lho, kenapa kakek Lo ?"
"Engkaulah yang bangsa setan !" teriak Lo Kun," ya,
benar, engkau setan perempuan dan setan raksasa .........."
Sian Li melongo, "Aku masih tidur?" menegas, "dimana
aku tidur ?" "Engkau dan Uk Uk tadi membangunkan aku, setelah
aku bangun, kalian berdua terus tidur. Ya. aku ingat jelas
hal itu. Mengapa sekarang tiba2 engkau keluyuran disini "
Tak mungkin, tak mungkin. Engkau tentu bangsa
kuntilanak .,..." "Kakek Lo, aku ini Sian Li aseli."
"Tidak !" Lo Kun menolak, "Sian Li
tidur dalam kuil." "Tidak kakek Lo Kun" teriak Sian Li
"Jangan banyak mulul, kuntilanak!" teriak Lo Kun
seraya menampar. Karena tak menyangka kalau kakek itu
akan menampar, Sian Li terkejut dan pipinyapun kena.
plak.....! "Lho, engkau berani menampar nona Su ?" teriak Thaysan
terus menerjang Lo Kun. Kali ini Lo Kun jengkel. Dia tak mau menghindar
melainkan menyongsong dengan pukulan.
Bunkkkkk......si tinggi besar mencelat sampai beberapa
langkah tetapi Lo Kun juga terlempar ke belakang.
"Sialan," gumam Lo Kun dalam hati, "kalau terus
menerus disini, kedua setan itu tentu akan menggoda aku
saja ........" D a terus lari. "Hai, setan cebol, mau lari kemana engkau!" teriak Thaysan
lalu mengejarnya. Sian Li yang masih termangu-mangu karena pipinya
ditampar itu, terkejut tetapi sudah terlambat. Kedua orang
itu sudah menghilang dalam kegelapan.
Sian Li menghela napas dan geleng2 kepala. Mengapa
malam ini aku mengalami beberapa peristiwa yang aneh ?"
Ia teringat karena keluar mendengar suara orang lari, dia
ditangkap kawanan anakbuah barisan Suka Rela.
Kemudian dia ditolong oleh seorang pemuda tinggi besar
bernama Thay-san, Thay-san menganggapnya sebagai Su
Tiau Ing puteri dari mentri Su Go Hwat. Eh, sekarang
bertemu dengan Lo Kun dan celakanya kakek itu
menganggap dia bukan Sian Li tetapi setan. Dan kalau
menurut omongan kakek itu, Sian Li masih tidur di kuil.
"Aneh, kalau begitu dalam kuil itu tentu terdapat seorang
nona. Lalu siapakah nona itu?" pikirnya, "benar2 peristiwa
gila. Aku akan mencari ke kuil itu .... "
Kita tinggalkan Sian Li yang sedang mencari kuil tempat
ia bermalam. Sekarang mari kita ikuti perjalanan kedua
orang limbung, kakek Lo Kun dan Thay-san yang sedang
kejar mengejar. Setelah naik turun beberapa bukit dan tiba disebuah
gerumbul pohon, tiba2 Lo Kun berhenti. Tak lama
kemudian Thay-sanpun tiba.
"Mengapa berhenti?" tanya Thay-san.
"Napasku habis, kita beristirahat dulu," sahut Lo Kun.
"O, benar, aku juga putus napasku," kata Thay-san.
Keduanya lalu duduk di bawah pohon. Lo Kun
mengeluarkan buli-buli arak dan menenggaknya. Bau arak
yang harum, menampar hidung Thay-san."
"Engkau curang!" seru Thay-san ketika Lo Kun menutup
buli-buli araknya. "Mengapa?"
"Kalau engkau ksatrya, engkau harus memberi aku
minum arak juga supaya aku dapat mengejarmu. Kalau
tidak, huh, engkau seorang rendah budi!"
"Hus, rendah budi bagaimana?"
"Ya, dong, kalau mau disuruh mengejar, yang mengejar
juga harus diberi minum!"
"O, benar, benar," Lo Kun terus memberikan buli-buli
kepada Thay-san. Memang keduanya termasuk orang gemblung. Mereka
sebenarnya bermusuhan tetapi Thay-san sudah keblinger
pikirannya, dia mengira kejar mengejar. Dan celakanya Lo
Kun juga menerima begitu saja alasan Thay-san.
Setelah minum beberapa teguk, Thay-san berkata, "wah,
enaknya .......... "
"Hus, gila, mana buli-buli itu, jangan engkau habiskan,"
Lo Kun terus menyambar buli-arak.
Beberapa saat kemudian, Lo Kun berdiri dan berseru,
"Hayo, kita mulai lagi, kejarlah aku ..." Tanpa
menghiraukan suatu apa dia terus lari.
Thay-san mendengar seruan Lo Kun tetapi entah
bagaimana matanya terasa mengantuk sekali. Begitu hebat
rasa kantuk itu menyerang dirinya hingga, bluk ..... dia
terus tidur meloso di bawah pohon.
Lo Kun lari dan lari tanpa menghiraukan suatu apa. Dia
tak mau berpaling untuk melihat apakah Thay-san masih
mengejar atau tidak. Beberapa saat lemudian, dia berhenti lagi dan terus
membuka buli-buli dan meneguk isinya.
"Eh, kemana si raksasa tadi?" tiba2 ia berpaling.
Pada saat itu muncullah dua orang lelaki bertubuh tinggi
besar. Tetapi bukan Thay-san.
"Hai, setan, mengapa engkau memecah dirimu menjadi
dua ?" teriak Lo Kun marah.
"Hus, siapa engkau kakek cebol !" bentak kedua lelaki
gagah perkasa itu. "Lho, apakah engkau bukan yang mengejar aku tadi ?"
seru Lo Kun. 'Siapa yang mengejarmu ?"
"Ho, engkau ini benar2 setan bukau manusia, kalau
manusia tentu tak dapat memecah menjadi dua ganti
pakaian begitu !" seru Lo Kun.
"Hou te, mungkin dia seorang kakek gila," kata yang
seorang. Hou-te artinya adik Hou.
Kedua orang itu memang kakek beradik. Kakaknya
bernama Gu Liong dan adiknya Gu Hou. Dulunya mereka
bekerja sebagai penebang kayu. Kemudian mereka masuk
menjadi lasykar barisan Suka Rela. Karena keduanya
berasal dari daerah itu maka mereka ditugaskan oleh
pimpinannya untuk mencari Thay-san dan Sian Li bahkan
kakek Cian-li-ji yang telah lolos dari tawanan.
"Tetapi kalau menurut perawakannya kakek ini seperti
kakek yang meloloskan diri tempo hari," kata Gu Liong,
"kemungkinan dia pura2 seperti orang linglung supaya
terhindar dari kecurigaan."
"Lalu bagaimana maksud engkoh?" tanya Gu Hou.
"Tangkap saja dia dan bawa ke markas Kalau memang
dia itu kakek yang tempo hari lolos, ya sudah. Tetapi kalau
bukan, kita lepas lagi. Pokok kita sudah mendapat hasil
supaya jangan dimarahi pimpinan."
Gu Hou setuju akan pendapat engkohnya. keduanya
segera mengepung Lo Kun. 'Hai, kakek cebol, engkau menyerah atau tidak?" seru
kedua kakak beradik itu. "Hus, aku menyerah kepada siapa?"
"Akan kami bawa engkau kedalam markas."
''Edan engkau, markas mana?"
"Markas barisan Suka Rela."
"Mengapa?" ?"Bukankah engkau kakek yang beberapa hari
meloloskan diri dari tawanan kita?"
"Edan ! Tahu saja tidak dimana markas itu mengapa
engkau berani menuduh begitu " seru Lo Kun.
"Tidak!" bentak Gu Hou, "engkau harus mengaku. Kalau
tidak, akan kami lempar kedalam jurang,"
"Mengaku bagaimana "Pokoknya engkau harus mengakui bahwa engkau benar
kakek yaug lolos itu."
"Aku bukan orang itu !"
"Tidak peduli engkau orang itu atau bukan, engkau harus
mengaku sebagai orang itu.
'Eh, kalian hendak cari perkara, ya ?" Lo Kun seraya
menggulung lengan bajunya, kalian kira aku takut kepada
kalian berdua ?" "Eh, kakek, engkau berani melawan " rasakanlah tinjuku
ini," seru Gu Hou seraya ia meninju.
Lo Kun menghindar kesamping tetapi Gu Liong .sudah
menyambutnya. Terpaksa Lo Kun mengendapkan tubuh
kebawah tetapi Gu Hoi sudah menyongsong dengan
tendangan. Lo Kun ngegos ke kiri, kembali disitu kaki Gu
Liong sudah siap mendupaknya.
"VVut.... tiba2 Lo Kun mencelat ke atas dan menabok
kepala kedua orang itu, plak" plak.....
Gu L;org dan Gu Liong rasakan kepala pusing. Tabokan
kakek itu cukup keras. "Hou-te, mengapa kita kalah dengan seorang kakek cebol
saja?" seru Gu Liong seraya mencabut senjatanya, sebatang
kapak besar. Gu Hou juga mencabut senjatanya, sebatang beliungraksasa,
"Nah, engkau mau menyerah atau nekad melawan.
Tetapi kuperingakan, beliungku tak pernah gagal untuk
memenggal kepala orang. Tak percaya, lihatlah?"" dia
menghampiri sebatang pohon dan ayunkan beliungnya,
kraakkkk, bum .... pohon itupun tumbang.
"Ha, ha." Lo Kun tertawa, "engkau kira aku takut "
Engkau kira aku juga tak punya senjata wasiat "
"Silakan mengeluarkannya."
"Begini," kata Lo Kun, "senjata wasiatku itu jarang
kupakai kalau tak terpaksa. Dan setiap keluar tentu harus
ada hasilnya." "Sudahlah, engkau mau mengajak apa ?" tukas Gu Hou.
"Bertaruh," kata Lo Kun.
"Bertaruh apa ?" Gu Hou heran.
"Kalau aku kalah, aku menyerah. Terserah mau kalian
jadikan apa saja diriku nanti," kata Lo Kun, "tetapi kalau
aku menang, kalianpun harus menurut apa perintahku.
Berani ?" "Baik," serempak kakak beradik Gu itu berteriak, "hayo,
kita mulai!" "Tunggu du'u," kakek itu terus lari kedalam gerumbul
pohon. Dia hendak mencari pohon pepaya tetapi tak
bertemu. Tiba2 ia melihat ada gerumbul pohon bambu.
Cepat2 dia menghambil dan memotong sebatang. Setelah
dipotong, dia t mihh satu ruas, ujungnya dilubangi.
Kemudian! kencing dalam tabung bambu itu.
"Ha. ha, cukup dengan tabung bambu ini kalian tentu
sudah menyerah," kata Lo Kun. I
"Hub, apa-apaan engkau kakek cebol," ejek Gu Hou.
"Tetapi ada sebuah perjanjian lagi," kata Lo Kun, "kalah
atau menang, kita tak boleh lari."
"Tentu, siapa yang mau melarikan diri menghadapi
engkau, kakek cebol," kembali Gu Hou mengejek.
"Baik, kita mulai sekarang," kata Lo Kun. Gu Liong
mengambil tempat di muka dan Gu Hou di belakang Lo
Kun. Tetapi Lo Kun diam saja.
"Serang!" teriak Gu Liong seraya menghantam dengan
kapaknya. Dan Gu Houpun ayun beliungnya.
Lo Kun mengendap ke bawah, selekas kapak dan beliung
lewat diatas kepalanya, dengan kecepatan seperti kucing
melompat, dia menabur isi tabung itu kemuka Gu Liong
lalu loncat ke hadapan Gu Hou dan menabur mukanya.
"Huakkkk.....huakkkkkk.....kedua kakak beradik itu
muntah2 dan mendekap hidungnya. Tetapi setiap kali
melepaskan dekapannya, kembali mereka muntah2 lagi.
Mengapa " Ternyata air seni kakek Lo Kun itu melekat pada muka
dan hidung mereka sehingga baunya tak mau hilang,
"Celaka.....!" teriak Gu Liong.
"Minta ampunnnn.....," seru Gu Hou. Keduanya terus
lari. "Hai, kalian hendak ingkar janji ya ?" teriak Lo Kun
seraya mengejar, Ternyata kedua saudara itu mencari sangai maka begitu
melihat ada sebuah telaga, mereka terus loncat kedalam
telaga itu. Beberapa saat kemudian mereka baru naik ke darat.
Disitu Lo Kunpun sudah menunggu, "Ha , bagaimana
kalian ?" "Jangan kuatir, kakek," seru Gu Liong," kami takkan
ingkar janji." "Jadi kalian mau menyerah, kan ?"
"Tentu, tentu."
"Benar ?" "Ya." "Mengapa kalian menyerah " Siapa yang suruh
menyerah ?" "Eh, bagaimana engkau ini, paman," seru Liong, "kan
tadi kita sudah berjanji begitu."
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Berjanji" O, ya, benar, benar. Lalu sekarang
bagaimana?" "Terserah kepadamu. Kami kan sudah menyerah."
"Kalian harus ikut aku dan menurut yang
kuperintahkan!" "Baik," kata kedua saudara Gu itu. Keduanya berasal
dari gunung sehingga alam pikiran dan sikap mcrekapun
masih polos dan jujur. Karena sudah kalah janji,
merekapun lalu ikut pada Lo Kun.
"Tetapi bagaimana dengan pimpinan barisan Suka Rela
nanti?" tanya Gu Liong.
"Apa" Barisan Suka Rela?"
"Ya, kami memang masuk menjadi anggauta barisan
Suka Rela. Tetapi karena kami sudah kalah, maka kamipun
akan ikut kepadamu. Tetapi bagaimana kalau pimpinan
barisan Suka Rela sampai menangkap kami?"
"Siapa pimpinan barisan Suka Rela itu?" tanya Lo Kun.
"Li Tiong Ki." '
"Siapa Li Tiong Ki?"
"Putera dari panglima barisan Tani, Li Cu Seng."
"Siapa Li Cu Seng?"
"Manusia." "Lho, mengapa engkau menjawab begitu?"
"Karena aku tahu dia tentu manusia, tak tahu siapa
namanya dan orang mana."
"O, benar," kata Lo Kun, "soal pimpinan barisan Suka
Rela, serahkan saja kepadaku. Tetapi omong2, barisan Suka
Rela itu berfihak kepada siapa saja?"
"Kerajaan Beng."
"Bagus!" teriak Lo Kun, "kalau begitu kalian kubebaskan
dan boleh ?kembali kepada barisanmu lagi."
"Tidak!" teriak Gu Liong dan Gu Hou.
"Lho, mengapa?"
"Karena setelah kupikir-pikir barisan Suka Rela itu
ternyata bukan sungguh2 berfihak pada kerajaan Beng."
"Lho, aneh. Lalu berfihak kepada siapa?"
"Menilik gelagatnya kepada kerajaan Ceng."
"Apa buktinya?"
"Begini," kata Gu Liong, "kemarin kami menangkap
seorang tinggi besar yang sedang tidur di tengah jalan. Dia
mengaku bernama Thay-san. Pimpinan kami menanyainya.
Dia mengatakan kalau menjadi pengawal dari Su kongcu
..." "Siapa Su kongcu itu?"
"Putera keponakan dari mentri kerajaan Beng, Go Hwat
tayjin." "'O, siapa nama Su kongcu itu?"
"Su Hong Liang," kata Gu Liong, "pimpinan kami tak
percaya lalu suruh orang membawanya ke kamar tahanan
untuk mengenali seorarg nona yang kami tawan. Dan
ternyata orang tinggi besar itu mengatakan kalau nona yang
tertawan itu adalah nona Su, puteri dan mentri ; Go Hwat
itu." 'Gila !" teriak Lo Kun, "mengapa mentri Go Hwat saja "
Apa lain orang tidak ada ?"
"Kalau memang dia puteri dari mentri itu, mau diapakan
lagi " Apa suruh dia menjadi putri lain mentri ?" Gu Hou
agak mendongkol. "Setelah tahu bahwa nona yang kami tawan itu putri dari
mentri Su, pimpinan kami suruh menjaganya dengan ketat.
Katanya nona itu akan dijadikan sandera untuk memaksa
mentri Su Go Hwat menurut kemauan barisan Suka Rela."
"Edan," seru Lo Kun," mau apa barisan Suka Rela itu
kepada mentri Su ?" "Sebenarnya masih ada seorang pimpinan lagi yang lebih
atas dari pimpinan kami Li Tian Ki itu. Tetapi orang itu tak
mau unjuk diri secara terang-terangan. Dia selalu
mengenakan kedok muka apabila berkunjung ke markas
kami." "Siapa namanya ?"
"Juga tak ada orang tahu. Tetapi menurut kabar dari
kawan2, orang itu orang she Su juga,
"Haya, lagi2 orang she Su," seru Lo Kun, "Apakah dunia
ini hanya orang she Su melulu?"
"Habis, kalau memang dia orang she Su, apa harus
diganti?" balas Gu Hou.
"Teruskan ceritamu!"
"Dari beberapa kawan, aku mendapat keterangan bahwa
barisan Suka Rela itu jangan terlalu bersikap memusuhi
kerajaan Beng .......... "
"Bagus!" tukas Lo Kun.
"Tetapi juga jangan memusuhi kerajaan Ceng,"
melanjutkan Gu Hou. "Gila!" teriak Lo Kun, "kerajaan Ceng itu jelas musuh
kita, bagaimana tidak boleh dimusuhi?"
"Karena mereka hendak naik dua perahu."
"Naik dua perahu" Mana perahunya?"
"Perahunya bukan perahu sungguh tetapi kedua kerajaan
yang saling bermusuhan itu."
"Kerajaan mengapa disamakan dengan perahu?"
"Ah, itu kan hanya ibarat saja."
"O, mengapa tadi tak bilang begitu?" kata Lo Kun, "lalu,
apa barisan Suka Rela itu hendak ikut sana ikut sini?"
"Bukan," sahut Gu Liong, "mereka hendak menunggu
siapa yang menang. Kalau kerajaan Beng yang menang,
mereka ikut kerajaan Beng menghancurkan pasukan Cing.
Tetapi kalau kerajaan Ceng yang menang, mereka segera
akan menggabungkan diri untuk menghancurkankan
kerajaan Beng." "Banci!" teriak Lo Kun," apakah pemimpin barisan Suka
Rela itu orang banci?"
"Tidak, dia seorang pemuda."
"Kalau orang laki mengapa pendiriand begitu ?"
"Silakan tanya kepadanya sendiri," seru Gu Hou.
"Tidak." sahut Lo Kun, "kalianlah yang wajib bertanya
kepadanya. Sekarang kalian boleh kembali kedalam barisan
Suka Rela dan menanyakan hal itu kepada pimpinan. Kalau
dia tak mempunyai pendirian yang tegas, ikut kerajaan
Beng atau ikut Ceng, bilang kepada mereka, suruh
pimpinan itu mundur saja."
"Tidak mau," seru Gu Liong, "aku dan adikku tidak mau
kembali ke barisan itu."
"Lho, kenapa ?"
"Bukankah aku harus ikut engkau ?"
"Tak perlu, kalian kubebaskan."
"Benar ?" "Ya, sejak saat ini kalian bebas, tak ikut aku dan tak
perlu menurut perintahku."
"Baik terima kasih," kata kedua saudara. Lo Kun terus
berputar tubuh dan hendak melanjutkan perjalanan kembali
ke kuil tua, tapi kedua saudara Cu itu tetap mengikutinya.
Karena harus mencari jalan ke arah kuil yang letaknya ia
agak lupa maka Lo Kun harus menggunakan waktu cukup
lama baru tiba di kuil itu. Dari jauh dia melihat tiga sosok
manusia sedang berdiri di halaman kuil. Ada dua orang
yang saling tuding menuding.
Lo Kun cepat lari. Dia kuatir ada orang yang
mengangggu Uk Uk dan Sian Li. Begitu tiba, dia terkejut.
Ternyata ketika orang yang berada di halaman itu adalah
Uk Uk, Sian Li dan seorang lelaki tinggi besar. Eh,
bukankah dia si Thay-san "
Saat itu Thay-san sedang otot-ototan dengan Sian Li
(palsu) dan Uk Uk. "Ah, engkaulah nona Su, mengapa menyangkal ?"
teriaknya menuding Sian Li atau yang sebenarnya adalah
Ah Liu, bujang dara dari Su Tiau Ing.
"Eh, orang tinggi, engkau ini bagaimana, aku kan si Ah
Liu yang bersama engkau hendak mencari nona Su," seru
nona itu. "Ti".dakkkk," teriak Uk Uk, aku bukan Ah Liu, aku ini
ci Sian Li." "Hai," teriak Thay san, "engkau ini anak waras atau gila
" Engkau bukan Ah Liu juga bukan ci Sian Li, engkau ini
bocah laki genduk !"
"Orang tinggi," balas Uk Uk, "aku gila, ya?"
"O, makanya." sahut Thay-san yang tak mengerti akan
adat kebiasaan Uk Uk yang mengartikan kata 'aku" itu
dimaksudkan "engkau".
"Engkau tidak tahu Thay-san," tiba2 Ah Liu melengking,
"bahwa yang dimaksud oleh anak ini dengan kata "engkau'
adalah "aku". Kalau dia bilang "aku", itu artinya "engkau".
Dia memang membalikkan arti kata "engkau" dengan
"aku"." I "Kalau begitu, dia mengatakan aku yang gila?" seru
Thay-san. "Memang begitu maksudnya."
"Kurang ajar, engkau, bocah gendut. Aku bilang apakah
engkau yang gila?" seru Thay-san.
"Ya, memang aku ini gila." sahut Uk Uk.
"Kurang ajar!" setelah tahu kalau Uk Uk memang
membalikkan istilah "aku" dengan "engkau", Thay-san terus
menampar kepala bocah itu.
Tetapi tamparannya luput dan tiba2 dia jerit keras,
"Matiiiiik .........., " tangannya terus mendekap pinggang
celananya. "Mengapa?" seru Ah Liu.
"Sialan benar," kata Thay-san terus lari ke balik
gerumbul. Ternyata tali kolor celananya telah ditarik Uk Uk
sampai putus. Sebenarnya Uk Uk tidak mempunyai kebiasaan menarik
putus tali celana orang, sepertinya Ah Liong. Tetapi entah
bagaimana, dia kepada si Thay-san yang tinggi besar. Dia
mau melukai orang itu melainkan cukup memberinya
keripuhan setengah mati. Setelan Thay-san pergi mengumpat, Uk Uk menegur Ah
Liu, "Ci Sian, mengapa aku sekarang sikap aneh" Mengapa
aku mengatakan kalau bukan ci Sian?"
"Ya, benar, Uk," tiba2 terdengar Lo Kun berseru. Dia tak
tahan melihat peristiwa yang berlangsung ditempat itu.
"O, eng ....... kong, koag .... aku datang .....mengapa
engkong pergi ....?"
"Siapa pergi?" 'Waktu engkau tidur bersama .... sama ci Sian, engkong
lenyap. Kemana saja?"
"Aku hendak buang air kecil. Tiba2 ada beeberapa
kawanan anakbuah barisan Suka Rela yang hendak
bermalam dalam kuil. Lalu aku ..."
'Tidak eng....... engkong ....... engkau masih tidur .......
tak mungkin eng ....... engkau keluar.. "
"Bocah edan," pikir Lo Kun yang menyadari adat
kebiasaan Uk Uk berkata dengan "aku' menjadi 'engkau'.
'Ya, bukan aku tetapi engkau yang keluar dan
menghadang kawanan anakbuah barisan Suka Rela itu.
Lalu engkau bertempur dan mereka kalah tetapi celaka Uk
.......... " "Bagaimana eng ....... engkong ........ "
Lo Kun lalu menceritakan pengalamannya diserang
kawanan tawon dan akhirnya bertemu dengan Thay-san.
Dia dapat lolos akan tetapi dihajar oleh kedua saudara Gu
yang juga bertubuh tinggi besar seperti Thay-san. Mereka
tempur dan kedua saudara itu kalah. Terus kedua saudara
itu juga anakbuah barisan Suka Rela. Dia hendak ikut Lo
Kun tetapi Lo membebaskan dan suruh kedua saudara itu
kembali ke markas barisannya untuk menanyai pendirian
pemimpin barisan Suka Rela.
"Benar, benar, memang begitu," tiba2 terdengar suara
orang berseru. Ketika Lo Kun berputar ke belakang ternyata
kedua saudara Gu sudah berada dibelakangnya.
"Hai, mengapa kalian kemari?" tegur Lo Kun.
"Aku tak mau pulang ke barisan lagi. Aku hendak ikut
engkau paman cebol," sahut Gu Liong.
"Hus, mau ikut orang mengapa mengejek aku seorang
cebol ?" "Habis kalau engkau memang pendek, apakah harus
kukatakan tinggi ?" sahut Gu Liong.
"Sudahlah, jangan banyak membantah," tukas Lo Kun,
"mengapa kalian hendak ikut aku."
"Engkau seorang kakek yang baik. Aku senang ikut
engkau dari pada ikut barisan Suka Rela yang banci itu."
'Wah, bagaimana ?" Lo Kun garuk2 kepala,
rombonganku sudah dua orang, cucuku Uk Uk dan cucuku
Sian Li. Kalau tambah dua lagi yang begitu besar seperti
raksasa, bagai aku dapat memberi makan."
"Biar dah eng ..... engkong . ".. engkau suka dengan
kedua engkoh tinggi itu," seru Uk Uk, "kalau lelah kita kan
dapat minta gendong kepada mereka ?"
"Hus, apa mereka mau?" seru Lo Kun.
"Mau, mau," sahut Gu Liong
"Tetapi apakah makanmu banyak, engkoh tinggi ?" seru
Uk Uk. "Ya, cukupan." "Hai mengapa ada orang yang menyamai aku tingginya."
tiba2 Thay-san keluar dari balik gerumbul setelah
memperbaiki celananya. "Lho, engkau juga tinggi besar ?" seru Gu Lion g, "siapa
engkau ?" "Thay-san dan engkau?"
Kedua saudara Gu itu memperkenalkan diri.
"Apa maksudmu kemari ?" tegur Thay-san.
"Mau ikut kakek cebol itu."
"O, benar, memang kakek cebol dan bocah gendut itu
perlu orang2 semacam engkau yang dapat digunakan jadi
kuda kalau perlu," kata Thay-san.
"Hus, jangan ngaco!" bentak Gu Hou.
Thay-san tak menggubris, dia terus berpaling kearah Ah
Liu, "Nona Su......"
"Gila engkau !" tcriak Ah Liu,' "aku bukan nona Su, coba
pandanglah aku. Masakan engkau lupa kepadaku yang
bersama-sama engkau hendak mencari nona Su itu "
"Apa iya ! O, benar2 engkau apa bukan Ah Liu ?" seru
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Thay- san. "Itu dia," teriak Ah Liu, "kiranya engkau sudah ingat
sekarang." "Tidak bisa !" teriak Uk Uk, "dia bukan Ah Liu, dia
adalah ci Sian Li, taciku."
'"Gila engkau ! seru Thay-san.
"Ya, memang aku gila !"
Thay-san terkedap. Ia ingat kalau anak ini memutarbalikkan
arti 'aku' dengan "engkau'.
"Hai bocah gendut, jangan gila-gilaan. Dia bukan
tacimu. Dia adalah Ah Liu, kawanku yang baru," Thay-san
terus ulurkan tangan hendak menggandeng tangan Ah Liu.
Tetapi saat itu Uk Uk sudah maju dan melonjak, plak".
plak tahu2 kedua pipi Thay-san ditamparnya.
"Lo, berani menampar pipiku," Thay-san marah dan
menghantam Uk Uk. Tetapi pada saat itu Gu Liong dan Gu
Hou sudah melesat menjotos Thay-san.
"Berhenti l'' teriak Lo Kun karena menyapih peristiwa
perkelahian yang acak-acakan itu. Gi Liong dan Gu Hou
menurut. Tetapi Thay-san tetap menjotos mereka, duk, duk
.... kedua saudara Gu itu telempar jatuh.
"Hai, raksasa liar, aku curang!" teriak Uk Uk menuding
Thay-san. "Apanya yang curang?"
'"Engkong sudah suruh aku berhenti, mengapa aku
masih memukul orang ?"
"Eh, gendut, aku kan bukan budak engkong ku,
mengapa, harus menurut perintahnnya "''
"'Raksasa liar, rasakan pukulanku," Uk Uk terus
menjotos. Thay-san tertawa dan menangkis. Ia kira kalau
adu pukulan anak itu tentu patah tulangnya. Tetapi ternyata
Uk Uk tak mau beradu pukulan melainkan endapkan tindju
dan tubuh kebawah terus menghantam telapak kaki Thayisan
keras-kerasnya. "Aduhhhhhhh," Thay-san menjerit dan terlatih-tatih
mundur seraya mengangkat kaki kiranya yang terpukul itu.
Melihat itu Ah Liu kasihan. Dia menghampiri Uk Uk
dan menabok kepalanya, plak..... "Bocah kurangajar,
mengapa melukai orang !"'
"Lho, ci Sian mengapa aku memukul engkau " Bukankah
engkau hendak membela aku ?"
'"Siapa sudi menerima pertolonganmu. Dia memang
kawanku, mau apa !" "Eng .... engbong..... ci Sian .... suka sama raksasa hutan
itu ....." teriak Uk Uk.
Lo Kun maju menghampiri kemuka Ah Liu, "Apakah
engkau benar bukan Sian Li?"
"Sejak didalam kuil aku sudah mengatakan kalau bukan
Sian Li tetapi anak gendut itu tetap memaksa aku menjadi
Sian Li. Salah siapa?"
"Uk, ini bukan Sian Li," akhirnya Lo Kun memberi
keterangan. "O, makanya dia berani menampar kepalamu," kata Uk
Uk lalu menjerit, "Huh, cabul, cabul .... "
"'Kenapa Uk?" Lo Kun terkejut.
"Kalau bukan ci Sian Li mengapa dia berani tidur
disampingmu, engkong. Apakah itu bukan gadis cabul
namanya?" "Gila!" teriak Ah Liu yang merah mukanya "Aku kan
Para Ksatria Penjaga Majapahit 17 Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D Geger Dunia Persilatan 10
tubuh orang, tetapi Lau-ma rasakan jarinya itu seperti
terlanda oleh suatu arus tenaga yang kuat sehingga
lengannya hampir lunglai. Ia benar2 terkejut.
Dan lebih terkejut pula ketika maju manyerang lagi,
ternyata Huru Hara juga sudah siap tempur pula.
"Ih, jelas dia terkena tutukan jariku, mengapa dia masih
tetap segar bugar?" pikir Lau-ma.
Cret, cret ..... Kembali dua buah tutukan jari Lau- ma nyasar pada
dada dan iga Huru Hara. Huru Hara mendesis dan
terhuyung mundur. Tetapi Lau-ma pun tertegun.
"Aneh, aneh benar," gumamnya dalam hati. Mengapa
setiap kali jarinya mengenai tubuh Huru Hara tentu tubuh
orang itu memancarkan arus tenaga refleks.
"Baru dua jurus," seru Huru Hara, hayo lanjutkan lagi
sampai sepuluh jurus."
Lau-ma makin penasaran. Jarinya menari-nari bagaikan
beratus bayang2 setan menyambar maut. Huru Hara tetap
tak membalas menyerang, hanya menghindar saja. Namun
cara menghindar setelah melalui dua jurus serangan lawan,
sudah mulai teratur. "Siocia, ilmusilat apakah yang dimainkan wanita itu?"
tanya Ah Liu kepada Su Tiau Ing. Ah Liu sejak kecil ikut
pada keluarga Su. Walau pun seorang pelayan tetapi dalam
pergaulan sehari-hari dia lebih menyerupai seorang kawan
daripada dajang. Dan memang Su Tiau Ing tidak
menganggapnya sebagai pelayan tetapi seorang
kepercayaan. Oleh karena Tiau Ing tak punya saudara laki
ataupun perempuan, dia sayang pada Ah Liu.
Sebenarnya mentri Su Go Hwat tak mempunyai pikiran
untuk memberi pelajaran ilmusilat kepada puterinya.
Apalagi sebagai seorang mentri pertahanan, dia sibuk
dengan tugas2 negara. Tetapi pada suatu hari datanglah seorang rahib yang
hendak minta idin dan sumbangan pada mentri Su guna
membangun sebuah vihara. Kebetulan mentri Su tak
dirumah. Penjaga2 menolak kedatangan rahib itu secara
kasar. Terjadi ribut2. Kebetulan Su Tiau Ing yang waktu itu
baru berumur 10-an tahun lari dari dalam. Dia tidak melihat
ada ribut2 di depan pintu itu. Entah karena apa, kaki Tiau
terselimpat dan jatuh. Rupanya keras juga jatuhnya itu
hingga dia pingsan. Melihat itu rahib memaksa hendak maju untuk
menolong tetapi penjaga tetap merintangi. Rupanya rahib
itu hilang kesabarannya. Sekali dorong beberapa penjaga
yang bertubuh kekar terpelanting jatuh mencium lantai.
Rahib mendukung Tiau Ing dibawa masuk.
Sebenarnya rahib itu hendak menyembuhkan Tiau Ing
yang menderita gegar otak tetapi penjaga2 yang dihajar tadi
datang pula dengan membawa belasan prajurit. Mereka
hendak menahan rahib itu. Rahib terpaksa menghajar
mereka sampai pontang panting. Kemudian rahib itu
memberi pertolongan pada Tiau Ing, meminumkan obat
dan mengurut-urut tubuhnya.
Dua jam kemudian datanglah mentri Su heran melihat
keadaan rumahnya yang kacau seperti habis dijadikan
gelanggang pertempuran. Bujang tua memberi laporan
tentang peristiwa yang terjadi di gedung kediamannya
mentri. Mentri terkejut dan gopoh menuju ke kamar putri.
Dilihatnya Tiau Ing sedang tidur dan dijaga oleh seorang
rahib setengah tua yang tengah bersemedhi..
Setelah Tiau Ing sembuh, mentri Su Go Hwa berterima
kasih kepada rahib itu dan menyerahkan Tiau Ing supaya
diambil anak-angkat karena rahib itulah yang telah
menyelamatkan jiwa Tiau Ing.
Mendengar keterangan rahib bahwa Tiau Ing
sesungguhnya mempunyai bakat tulang yang bagus untuk
mempelajari ilmusilat, mentri pun mengijinkan. Sejak itu
Tiau Ing diberi pelajaran ilmusilat oleh rahib itu. Ah Liu
juga gemar dan dia sering mengikuti latihan2 yang
dilakukan Tiau Ing. Tiga tahun kemudian rahib itu baru
meninggalkan rumah kediaman mentri. Hanya kadang dia
datang untuk menjenguk kemajuan ilmusilat yang dipelajari
Tiau Ing. Mendengar pertanyaan Ah Liu, Tiau Ing kerutkan dahi,
"Entahlah, aku juga tak tahu. Suhu pun tak pernah
menceritakan tentang ilmusilat semacam itu."
"Tetapi pendekar aneh itu lebih istimewa siocia," kata
An Liu, lihattah, dia tak mau balas menyerang dan
membiarkan dirinya diserang oleh wanita itu. Dan anehnya
diapun dapat mengikuti segala gerak dan gaya serangan
lawan. Hm, ilmusilat wanita itu aneh tetapi gerak gerik
pendekar itu lebih aneh lagi."
"Ya, kini kita baru mendapat pengalaman bahwa ilmu
silat itu tak terbatas tingginya alirannyapun bermacammacam.
Engkau harus berlatih pelajaran silat yang engkau
miliki itu, Liu," kata Tiau Ing.
"Tentu, siocia," kata Ah Liu, "atau memang berpendapat
bahwa penting bigi kita kaum wanita yang dianggap lemah
itu memiliki ilmu - untuk bela diri. Kalau perlu untuk
menyikat orang jahat,"
"Ah Liu, lihatlah ..... ," tiba2 Tiau Ing berseru supaya Ah
Liu memperhatikan gelanggang pertempuran.
Ternyata pada waktu keduanya bercakap-cakap itu
pertempuran sudah mencapai delapan jurus. Wanita itu
tetap tak mampu merubuhkan Huru Hara.
"Masih dua jurus lagi," seru Huru Hara, "hayo,
keluarkanlah semua kepandaianmu !"
Tiba2 wanita itu hentikan serangannya. berdiri tegak,
pada lain saat dia mulai menjambaki rambutnya sendiri,
menarik-narik telinga dan hidungnya. Sepasang matanya
berobah mengerikan dan sekonyong- konyong dia
meringkik-ringkik seperti setan kelaparan.
Sekalian orang yang berada di tempat itu seketika seperti
orarg yang kena pesona. Mereka terlongong-longong
kehilangan semangat dan kesadaran pikirannya.
Tampak Huru Hara sesaat juga kesima. Wajahnya
kosong. Tetapi beberapa saat kemudian air mukanya mulai
merah berseri lagi. Melihat itu wanita Lau-ma menerjangnya lagi dengan
masih meringkik-ringkik seperti binatang buas.
Rupanya Huru Hara mengkal. Diapun menirukan gaya
orang, ikut meringkik-ringkik. Sepinlas pandang, kedua
orang itu mirip dengan dua sosok setan yang sedang
bercanda. Bluk , . beberapa saat kemudian tiba2 wanita itu jatuh
terduduk dan pejamkan mata. Mukanya pucat lesi.
Huru Hara juga pejamkan mata tetapi masih berdiri
tegak. "Lau ..... ," baru Ma Giok Cu hendak memanggil wanita
itu mengangkat tangan memberi isyarat supaya gadis itu
jangan menganggunya dulu.
Ma Giok Cu terkejut. Ia tahu kalau Lau-ma itu
menderita luka- dalam, atau paling tidak kehabisan tenaga.
"Hm, bangsat itu harus kuhajar. Mumpung dia sedang
pejamkan mata memulangkan tenaga, harus kudahului,"
pikir Ma Giok Cu. Diam2 dia merogoh saku bajunya dan
mengeluarkan senjata rahasia yang bentuknya seperti biji
teratai, namanya thi-lian-cu. Sekali ayun, ia taburkan thilian-
cu kearah Huru Hara. Tetapi serempak dengan itu sesosok tubuh kecil berayun
ke tempat Huru Hara dan menyeruduk kaki Huru Hara
hingga Huru Hara terpelanting.
"Gila engkau, Ah Liong ! Mengapa engkau menanduk
aku ?" teriak Huru Hara serta tahu apa yang membentur
kakinya itu. "Jangan salah faham engkoh: Gadis itu, lempar benda
kecil kepadamu, lihatlah buktinya." Ah Liong lari
menjemput sebatang thi-lian-cu yang jatuh di tanah,
diberikan kepada Huru Hara.
"Hm, siapakah yang hendak menyerang secara
menggelap kepadaku itu ?" tanyanya.
"Gadis itu !" Ah Liong menuding kearah Giok Cu.
"Benarkah itu, nona ?" tegur Huru Hara
"Ya," jawab Ma Giok Cu, "siapa suruh kau melukai Liumaku
?" ''Siapa yang melukainya ?"
'Engkau !" "Hm, mentang2 engkau ini puteri seorang mentri lalu
seenakmu sendiri saja menuduh orang. Engkau dan
sekalian orang yang berada tentu tahu, bahwa wanita itu
yang menyerang aku hanya bertahan. Dia terluka karena
ulah-tingkahnya sendiri yang hendak mempertunjukkan
ilmu Setan-meringkik."
"Hm, engkoh Liang, tolong tangkapkan pendekar liar
itu," tiba2 Tiau Ing berseru.
Setelah menyaksikan kepandaian Huru Hara
menghadapi Thay-san. Hun Ti Siang dan terakhir Lau-ma,
tergetarlah hati Su Hong Liang. Ia tahu kenapa Thay-san
yang bertenaga seperti gajah, ia-pun kenal siapa Hun Ti
Siang yang punya pukulan berhawa panas seperti api. Ia
pun pernah mendengar bahwa Lau-ma, inang pengasuh
yang memomong Ma Giok Cu sejak kecil, adalah suhu dari
Ma Giok Cu. Memang kabarnya Lau-ma itu dulu berasal
dari isteri seorang ketua perguruan silat dan memiliki
kepandaian tinggi. Apa yang di lihatnya tadi, membuktikan
bahwa kabar2 tentang diri Lau-ma itu memang sungguh
terbukti kebenarannya . Setelah tiga jago itu berturut-turut dikalahkan Huru
Hara, Su Hong Liang sadar kalau Huru Hara itu selain
pendekar aneh memang seorang jago silat yang luar biasa
anehnya. Sebenarnya seruan Ma Giok.Cu itu membuat Su Hong
Liang salah tingkah. Kalau ia menurutinya, ia sungkan
kepada Su Tiau Ing. Tentulah Tiau Ing akan menuduh dia
menerima cinta Ma Giok Cu. Padahal, diam2 dia suka
kepada Tiau Ing yang lebih cantik.
Dengan modal wajahnya yang tampan dan pandai
bicara, Su Hong Liang memang banyak menjadi rebutan
para siocia2 (gadis2 orang berpangkat), termasuk Ma Giok
Cu puteri dari mentri tay-haksu (perdana mentri) Ma Su In
yang paling berkuasa di kerajaan.
Su Tiau Ing lebih halus dan ramah, Ma Giok Cu manja
dan berhati tinggi. Tetapi karena takut dan perlu
menggunakan kekuasaan ayahnya (Ma Su Ing), Su Hong
Liang memerlukan Ma Seng Ing juga.
"Engkoh Liang, jangan, orang itu hebat sekali
kepandaiannya.," Su Tiau Ing mencegah. Mendengar itu
marahlah Ma Giok Cu," Apa" Engkau berani melarang
engkoh Liang " Hm, kalau aku yang minta tolong, engkoh
Liang tentu bersedia, Kutahu bagaimana hati engkoh Liang
terhadap diriku." "Terserah, itu urusan kalian," sahut Tiau Ing," tetapi
sebagai saudara. aku berhak untuk memikirkan kepentingan
engkoh Liang." "Saudara " Hm, kalau engkau tahu bagaimana janji
engkoh Liang kepadaku, engkau tentu malu mengatakan
begitu. Apa sih hak seorang saudara saja ?" bantah Ma Glok
Cu. Su Hong Liang terkejut. Ia hendak membantah. Karena
selama ini tak pernah ia memberi satu janji kepada Ma
Giok Cu, walaupun hubungannya baik. Ia tahu puteri
mentri tay- hak Ma Su Ing itu memang jatuh hati
kepadanya. Mendengar perang mulut antara kedua sio-cia itu, Su
Hong Liang makin bingung. Untung saat itu salah seorang
dari kawannya yang bertubuh kecil tegap, segera berseru.
"Su kong-cu, serahkan manusia itu kepadaku , ..."
"O, terima kasih Ciong wisu," sahut Su Hong Liang
legah. Orang itu bernama Ciong Wi Ho, menjabat angkat wi-su
(pengawal keraton). Sebenarnya sebagai wi-su, dia harus
menjaga keselamatan raja tapi ternyata dia diambil oleh Ma
Su Ing untuk menjaga pengawal peribadinya.
Tak mudah menjadi anggauta wi-su dalam keraton.
Tentu jago yang berkepandaian tinggi baru dapat diterima.
Dan Ciong Wi Ho itu memang hebat kepandaiannya. Dia
seorang jago ilmusilat kun (kera) yang tiada tandingannya.
Rupanya Su Hong Lang masih kuatir kalau-kalau Ciong
Wi Ho kalah. Dia segera suruh kedua pengwalnya, Thaysan
dan Hun Ti Siang untuk membantu. Hun Ti Siang terus
saja maju ke tempat Huru Hara tetapi Thay-san menolak.
"Hai, kenapa engkau ?" tegur Su Hung Liang.
"Dia seorang pendekar yang jempol. Aku kagum
kepadanya," sahut si tinggi besar.
"Lalu engkau takut ?"
"Bukan takut tetapi aku memang harus menghormati
seorang jago yang hebat."
"Lho, engkau ini kan orangku. Mengapa kau tak mau
kuperintah ?" seru Su Hong Liang.
"Banat., kongcu," sahut si tinggi besar Thian san," tetapi
dulu kan aku sudah berjanji. Aku minta kebebasan untuk
memilih musuh. Dan lagi, sewaktu-waktu aku dapat minta
berhenti. Bukan kongcu meluluskan ?"
"Gila I" teriak Su Hong Liang, "saat ini justeru tenagamu
diperlukan mengapa engkau hendak membelot ?"
"Suruhlah aku menempur siapa saja tapi jangan dengan
pendekar itu." "Engkau takut. bukan" Cis, pengecut !"
"Bukan takut tetapi aku kagum kepadanya. Terhadap
orang yang kukagumi aku tak bisa menyerangnya."
"Apa yang engkau kagumi " Kepandaiannya" Huh, apa
arti kepandaian seseorang ,saja " Aku lebih punya
kekuasaan dari dia, Aku mempunyai paman seorang mentri
pertahanan. Dan ayah Ma Giok Cu siocia itu adalah mentri
yang paling berkuasa. Kalau engkau mau kerja kepadaku,
kelak engkau tentu akan mendapat pangkat yang tinggi."
"Terima kasih, kongcu," sahut si tinggi besar, "aku sudah
biasa hidup berkeliaran di hutan gunung Thay-san. Aku tak
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menginginkan pangkat yang tinggi. Aku bingung kalau
menjadi pembesar ...."
'Hi, hi, hi ..... ," tiba2 terdengar suara yang tertawa
mengikik. Ketika Hong Liang berpaling ternyata yang tertawa itu
adalah si dara Ah Liu. "Engkau budak gila ! Mengapa tertawa ?" seraya deliki
mata. "Geli kongcu," sahut Ah Liu.
"Geli apa ?" "Bahwa ternyata di dunia ini masih terdapat orang yang
berhati polos seperti si tinggi besar itu. Orang lain berlombalomba
hendak mencari pangkat dia malah tak mau
mendapat pangkat karena bingung kalau menjadi pembesar,
hi, hi, ............."
"Itu baru seorang yang perwira !" tiba2 pula teriak
melengking. Ketika Hong Liang waling ternyata
yangberseru itu adalah sisetan kuncung, Ah Liong.
"Bangsat cilik, jangan ikut campur!" teriak Su Hong
Liang. "Aku punya mulut, punya telinga. Siapa yang larang aku
tertawa dan bicara ?" sahut Ah Liong sembari bercekak
pinggang. "Jahanam engkau !" Hong Liang menuding bocah itu.
"Hai. cici engkau boleh tertawa mengikik mengapa aku
dilarang oleh tuanmu itu ?" teriak Ah Liong kepada Ah Liu.
"Kalau engkau merasa bebas, silakan tertawa, "seru Ah
Liu." "Apa engkau senang kalau aku tertawa
"Mengapa tidak senang ?"
"Jadi engkau setuju kan ?"
"Lho, orang senang tentu setuju," seru Ah Liong.
"Belum tentu," bantah Ah Liu," aku sering mendengar
orang tertawa karena tertawa itu buat orang sehat. Tetapi
belum tentu aku setuju."
"Jangan cerewet saja !" bentak Su Hong Liang.
"Tuh, rasain sekarang engkau, cici !" Ah Liong.
"Engkau juga, setan cilik !" bentak Hong Liong.
"Eh, hak apa engkau melarang aku tertawa dan bicara ?"
Ah Liong tak sabar juga. "Thay-san, hajar bocah liar itu !" kembali Hong Liang
berseru memberi perintah. Tetapi si tinggi besar menolak
lagi, "Dia tak bersalah."
"Lho, engkau berani membantah lagi ?"
"Mengapa tidak engkau sendiri yang menghajar aku ?"
lengking Ah Liong. "Bajingan cilik, engkau kira aku tak berani?" Su Hong
Liang terus maju menghampiri. "Berhenti !' tiba2 Huru
Hara maju. "Aku hendak menghajar bocah itu, bukan engkau !"
"Lebih baik engkau menghajar aku saja, kalau engkau
berani. Jangan musuhi anak kecil.
"Engkoh Hok, biarkan dia maju," seru Ah Long.
"Ah Liong, jangan cari perkara," seru Huru Hara," kalau
tidak mengingat pamannya, Su Go Hwat tayjin itu seorang
yang bijaksana, mungkin dia sudah kuremuk tulangnya."
"Engkoh Liang, sudahlah, jangan melayani dia," seru
Thu Ing. Dia kuatir akan keselamatan Hong Liang kalau
bertempur melawan Huru Hara
"Engkoh Liang, jangan takut. Kalau dia berani
mengganggumu akan kulaporkan kepada ayah biar dia
ditangkap," Ma Giok Cu tak mau ketinggatan. Bahkan dia
menunjukkan kekuasaan ayahnya.
Huru Hara tertawa, "Ho, engkau kira aku takut dengan
kekuasaan ayahmu. Aku bukan bawahan ayahmu. Aku tak
bersalah melanggar undang-undang, mengapa aku takut ?"
"Hai, mengapa sama dengan pendirianku ?" tiba-tiba si
tinggi besar Thay-san melengking,
Ciong Beng Ho, wisu (pengawal istana) yang menyertai
perjalanan Su Hong Liang, ikut bicara, "Su kongcu, kongcu
masih punya tugas penting. "Kurasa tak perlu meladeni
segala orang liar disini"."
Su Hong Liang memang cerdik. Dia tahu gelagat tak
menguntungkan apabila tetap berkeras hendak menghadapi
Huru Hara. Kedua kalinya, ia sudah mendapat firasat
bahwa kemunculan ke dua gadis, puteri mentri tay-haksu
Ma Su In dan puteri mentri pertahanan Su Go Hwat itu
tentu akan menimbulkan kesulitan kepadanya. Ia tahu
bahwa Ma Giok Cu jatuh hati kepadanya. Begitu pula Su
Tiau Ing juga lebih tertarik kepadanya daripada kepada Bok
Kian. Kalau nanti ia pergi bersama Ma Giok Cu, Tiau Ing
tentu tak senang. Tetapi kalau dia pergi bersama Ma Tiau
Ing, Ma Giok Cu tentu marah. Lebih baik ia lekas2 pergi
meninggalkan kedua gadis itu.
"Baik, Ciong wisu, mari kita Ianjutkan perjalanan lagi,"
kata Su Hong Liang terus manceplak kudanya.
"Engkoh Liang, mengapa lama engkau tak pulang?" seru
Tiau Ing. "Engkoh Liang, ayah sangat mengharap kedatanganmu.
Ada urusan penting," kata Ma Giok Cu tak mau kalah.
"Maaf, Ing moay dan nona Ma, aku masih ada suatu
tugas penting yang harus kuselesaikan," kata Su Hong
Liang seraya mencongklangkan kudanya. Hong Ti Siang
dan kedua wisupun mengikutinya.
"Hai, mengapa tidak ikut?" teriak Ah Liu kepada si tinggi
besar Thay-san. "Kongcu marah kepadaku. Dia tak mengajak aku," kata
si tinggi besar. Bok Kian menganggap bahwa saat itu dia harus lekas2
berangkat juga. Ia mengajak Huru Hara dan Ah Liong.
Setelah ketiga pemuda itu pergi maka Ah Liong bertanya
lagi, "Hai, bung tinggi, mengapa engkau tak ikut?"
"Mengapa harus ikut" Aku belum kenal dan merekapun
tidak mengajak," sahut Thay-san.
Kini yang masih berada di tempat ini Su Tian Ing
bersama Ah Liu dan Ma Giok Cu bersama Lau ma yang
masih duduk memulangkan tenaga.
"Mengapa engkau tidak ikut pada kongcu?" tegur Ma
Giok Ca kepada Ah Liu. Sebenarnya ucapannya itu
ditujukan kepada Su Tiau Ing.
"Ikut atau tidak, aku hanya mendengar perintah
siociaku," sahut Ah Liu.
"Uh, silakan ajak siociamu ikut dia. Toh tak lama lagi,
dia akan menjadi menantu dari mentri haksu," gumam Ma
Giok Cu. Su Tiau Ing tetkesiap. Tetapi sebelum ia membuka
mulut, Ah Liu yang tahu akan isi hati tuannya segera
mewakili bertanya, "Mentri taykaksu" Apakah bukan Ma
Su Ing tayjin?" "Hm, apakah didalam kerajaan Beng terdapat mentri tayhaksu
yang lain?" "Ah, aku hanya bertanya, siocia. Harap jangan marah,"
kata Ah Liu, "jika begitu bukankah Ma Su Ing tayjin itu
ayah siocia sendiri?"
"Kalau sudah tahu, mengapa harus bertanya lagi?" balas
Ma Giok Cu, "engkau seorang budak mengapa mau tahu
aja" Apakah engkau merasa sakit kalau Su kongcu akan
menikah dengan aku?"
"Ah Liu, kita pergi . .. , " Su Tiau Ing terus loncat keatas
pelana kudanya dan segera kaburkan binatang itu. Ah Liu
juga mau ikut tetapi dia berpaling kepada si tinggi besar
Thay-sa "Hai, bung, engkau hendak kemana?"
"Entah, aku sendiri juga tak tahu," sahut Thay- san.
"Bagaimana kalau ikut pada siociaku?"
"Terserah kalau begitu," sahut Thay-san, "tapi aku tak
mau terikat. Kalau perintah siociamu aku tak setuju, aku
tak mau melakukan. Juga setiap kali aku hendak pergi, aku
harus diidinkan pergi, jangan dihalangi. Pendek kata, aku
mau ikut tetapi tak mau terikat."
"Lekas engkau lari di belakangku!" seru Ah Liu seraya
mencongklangkan kudanya. Dan si tinggi besar Thaysanpun
segera lari mengikuti di lakang kuda Ah Liu.
Tetapi Ah Liu heran dan terkejut. Dia hanya terlambat
beberapa saat karena harus mengurus Thay-san. Tetapi
ternyata sudah melarikan kudanya sampai beberapa li, dia
tak melihat Su Tiau Ing. "Siocia! Siocia .... ! " teriak Ah Liu ketika ia berhenti
disebuah hutan yang sepi.
"Hai, siocia siapa yang engkau teriaki itu?" tiba2 si tinggi
besar Thay-san yang tiba, segera menyeru.
"Limbung engkau! Siocia siapa lagi kalau bukan siociaku
sendiri!" "Kalau begitu engkau salah cara memanggilnya."
"Salah bagaimana?"
"Beginilah caranya," kata Thay-san lalu menarik napas
dan sesaat kemudian menghambur teriak, "Siociaku . . . !
Siociakuuuuu .... ! " Suara keras seperti geledek sehingga
gemanya sampai bertebaran di empat penjuru.
"Engkau gila!" teriak Ah Liu, "berhentil"
"Kenapa?" si Thay- san terlongong.
"Masakan meneriaki begitu macam?" seru Liu,
"sudahlah, jangan seperti orang gila! Engkau ke timur, aku
ke barat. Nanti kita kembali di sini lagi . . . " " habis
berkata Ah Liu terus larikan kudanya menuju ke barat.
Thay-san juga lantas lari ke timur. Beberapa saat
kemudian dia berhenti, "Dia suruh aku ke timur ini untuk
apa" Dia tak bilang apa2. Celaka!"
Dia terus berputar diri dan balik ketempat jang tadi
untuk mencari Ah Liu. Tetapi baru beberapa langkah. dia
terkejut, "O, tentulah dia cari nonanya. Ya, benar . ... ," dia
berputar dan terus lari ke timur.
Thay-san memang agak tolol dan pelupa. Tadi Ah Liu
pesan, setelah lari ketimur, bertemu atau tidak dengan Tian
Ing, harus kembali lagi ke tempat semula. Tetapi Thay-san
lupa. Dia lari ke timur tanpa berhenti. Pokoknya asal lari
saja. Entah sudah berapa puluh li dia berlari tak tahu. Pokok
selama napasnya masih kuat akan tetap lari. Haripun
pelahan-lahan mulai gelap tetapi dia tak menghiraukan.
Sepanjang jalan dia terus lari, melintas lembah, naik
gunung. Akhirnya ketika fajar menyingsing lagi, kehabisan napas
dan jatuh tersungkur ke tanah. "Wah, ngantuk sekali nih . ..
, " dia terus mendengkur.
Entah berapa jam dia tidur. Ketika ia buka mata ternyata
hari sudah sore. Lebih terkejut lagi ketika ia merasa berada
di sebuah ruangan. "Gila, dimana aku ini?" dia bangun hendak lari. Tetapi
empat penjuru ruangan terbuat daripada tembok. Dia tak
dapat keluar. Tiba2 ia melihat pintu lalu dihampirinya dan
dihantamnya, bam . . . . Terdengar bunyi macam meriam berdentum. Pintu itu
terbuat daripada besi. Suaranya seperti gunung roboh tetapi
tetap tak pecah. Dia marah. Dengan singsingkan lengan baju, dia mulai
menghimpun tenaga dan dihantamnya pintu itu sekuatkuatnya,
huhhhh .. . . dia menjerit sekeras-kerasnya karena
hantamannya itu. mengenai tempat kasong sehingga tinju
terus meluncur menghantam tanah dan diapun ikut jatuh
menyusur tanah. Pada lain saat dia rasakan punggungnya diinjak oleh
beberapa kaki orang dan diringkus.
"Hai, apa salahku?" teriaknya ketika diangkat berdiri
oleh beberapa orang. Ternyata ketika ia menghantam pintu tadi kebetulan dari
luar, beberapa orang telah memburu pintu itu sehingga
hantamannya mengenai angin Dan dia terus diringkus oleh
beberapa orang. "Siapa engkau ini!" bentak salah seorang dari kawanan
lelaki yang meringkusnya itu.
"Aku Thay- san!"
"Hus, Thay-san itu gunung!' bentak salah seorang lelaki.
"Itu memang namaku," seru si tinggi besar.
"Ha, ha, ha," beberapa lelaki itu tertawa geli, "namamu
Thay-san" Lalu mengapa engkau tidur di tengah jalan?"
"Aku ngantuk sekali."
"Apa engkau tak punya rumah?"
"Punya tetapi jauh di Thay-san sana."
"Engkau dari mana dan hendak kemana?"
"Aku bersama dengan Su kongcu .. . .
"Siapa Su kongcu itu?"
"Su kongcu adalah putera keponakan mentri Su Go
Hwat tayjin." "Siapa nama yang lengkap dari Su kongcu itu?"
"Eh, mengapa engkau bertanya begitu melilit sekali"
Siapa kalian ini?" "Jika engkau mau menjawab dengan jujur akan
kubawamu kehadapan pimpinan kami. Mungkin engkau
akan mendapat kebebasan."
"Kebebasan" Apakah aku tak bebas?"
"Tergantung dari sikap dan keteranganmu. Engkau bisa
bebas, pun bisa tidak."
"Huh!" seru Thay-san, "tempat apa ini?"
"Inilah markas besar dari barisan Sukarela."
"Barisan apa itu?"
"Barisan orang2 terutama kaum pendekar yang secara
suka rela akan berjuang."
"O, kalian ini anggauta barisan itu?"
"Ya." "Mengapa kalian menangkap aku?"
"Karena engkau tidur mendengkur di tengah jalan maka
kubawa engkau kemari untuk di periksa. Mungkin engkau
ini seorang mata-mata."
"Hus! Aku dijadikan pengawal dari Su kong-cu. Barisan
Suka Rela itu membantu kerajaan Beng atau kerajaan
Ceng?" "Yang berhak menjawab pertanyaan itu adalah pimpinan
kami." "Siapa pimpinan kalian?"
"Engkau akan tahu sendiri nanti."
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"O, apakah kalian hendak menghadapkan aku kepada
pimpinan kalian?" "Ya," sahut penjaga, "mari ikut."
Thay-san dibawa ke sebuah ruangan yang menyerupai
sebuah guha. Ketika hendak memasuki guha itu, matanya
ditutup dengan kain hitam.
"Nah, sudah sampai," kata penjaga seraya membuka
kain penutup mata Thay-san.
Thay-san dibawa masuk kedalam sebuah tempat. Disitu
terdapat sebuah patung yang berwajah seram. Tak lama
kemudian muncullah seorang pemuda yang gagah, diiring
oleh dua orang pengawal bersenjata pedang panjang.
"Siapa namamu?" tegur pemuda itu.
"Thay-san." "Itu nama gunung!"
"Bukan, itu namaku."
"Hm, mengapa engkau berada ditengah jalan. Apa
engkau tak tahu bahwa jalan itu sudah termasuk wilayah
kekuasaan kami?" "Kuanggap jalan diseluruh negeri ini adalah milik
negara. Mengapa aku harus tahu jalan mana yang dikuasai
oleh orang orangmu?"
"Jangan bandel."
"Hus, aku bicara secara terus terang. Apanya yang
bandel." "Katakan mengapa engkau tidur di jalan."
"Ngantuk." "Hanya orang sinting kalau ngantuk terus tidur di
sembarang tempat." "Hus! Ngantuk itu ibarat orang yang hendak buang hajat.
Kalau sudah menyerang, wah, tak dapat ditahan lagi."
Pemuda itu terpaksa tersenyum mendengar kata2 Thaysan.
Diam2 ia tahu bahwa Thay-san itu seorang yang polos
setengah linglung. "Apa pekerjaanmu?"
"Pengawal." "Pengawal siapa"
"Su kongcu, putera keponakan mentri Su Go Hwat."
"Jangan bohong!" bentak pemuda itu terkejut.
"Hus! Siapa yang bohong" Aku memang pengawal dari
Su kongcu. Tak percaya" Panggil Su kongcu kemari untuk
dipadu." "Mana Su kongcu sekarang?"
"Entah, dia mengatakan hendak menyelesaikan tugas
yang penting." "Mengapa engkau tak diajaknya?"
"Aku sendiri juga tak tahu mengapa tiba2 dia tak
mengajakku." "Kan kemana engkau sekarang ?"
"Aku bertemu dengan pembantu Su siocia. Ia
menawarkan aku kalau-kalau mau ikut pada siocia. Akupun
mau saja." "Siapa yang engkau sebut Su siocia itu?"
"Engkau memang geblok," gumam Thay-san sehingga
orang itu merah mukanya, "siapa lagi Su-siocia itu kalau
bukan puteri dari mentri Su Go Hwat."
"Gila !" teriak orang itu, "puteri dari Su Go Hwat pengpoh-
siang-si itu ?" "Apa engkau tuli ?" balas Thay-san.
Orang yang sikap dan wibawanya seperti pimpinan
disitu, memang bermula terkejut karena si tinggi besar
sering menyemprotnya dengan kata "hus". Tetapi setelah
tahu bahwa si Thay-san memang kurang waras. dia pun tak
marah. Bahkan dimaki `goblok. dan `tuli`, diapun tak
marah. "Dimana Su siocia itu ?" tanya pimpinan itu,
"Gila !" teriak Thay-san, "kalau aku tahu dimana Su
siocia, tentu aku sudah ikut."
"Apa engkau hendak mencarinya ?"
"Apa engkau tahu ?" balas Thay-san.
Orang itu kerutkan kening. Pada lain saat memberi
perintah kepada kedua pengawalnya.
"Bawa dia ke kamar tahanan nona itu. Suruh dia
mengenalnya siapa," katanya.
Thay- san terus dibawa ke sebuah tempat yang lebih
dalam. disitu terdapat sebuah bangunan. Pada tiap ruangan,
pintunya bukan kayu tetapi terali besi.
Thay- san diajak menghampiri sebuah ruangan dan dari
pintu terali besi ruang itu, kedua pengawal menunjuk
kedalam seraya bertanya, "Apa engkau kenal dengan nona
itu ?" Thay-san memandang kesebelah dalam. Dilihatnya
seorang nona sedang duduk diam, bertopang dagu. Nona
itu cantik tetapi wajahnya tampak murung dan kecewa.
"Nona Su .... !" tiba2 Thay-san berteri memanggil.
Nona itu terhenyak. "Nona Su, " Apakah engkau bukan nona Su Tiau Ing ?"
teriak si tinggi besar. Nona itu agak terkejut. "Nona Su, mengapa engkau diam " Apa engkau tak
dapat bicara lagi teriak si tinggi besar tanpa menghiraukan
suatu apa. "Siapa nona itu," tanya kedua pengawal.
"Ini kan nona Su Tiau Ing."
"Siapa nona Su Tiau Ing itu ?"
"Puteri dari mentri Su Go Hwi."
"Uh...," kedua pengawal itu terkejut.
"Hai, lekas keluarkan nona itu," bentak Thay-san.
"Gila, mana aku berani ?"
"Hus, .mengapa takut ?"
"Pemimpin kamilah yang berhak mengeluarkannya.
Sebelum mendapat perintahnya, kami berdua tak berani.
Mari kita laporkan kepada pimpinan."
"Tidak !" tiba2 Thay-san menjambak kepala pengawal
itu, "lekas buka atau tidak !"
Tindakan si tinggi besar itu tak diduga-duga sehingga
kedua pengawal itu harus meringis kesakitan karena
rambutnya dijambak sekeras-kerasnya.
"Engkau gila !" teriak mereka.
"Lekas buka !" "Kami tak punya anak kuncinya."
"Bohong !" PLakkkkk ..... tiba2 si tinggi besar membenturkan kepala
kedua pengawal itu sekerasnya sehingga menimbulkan
suara seperti buah kelapa pecah.
Tak ampun lagi kedua pengawal itupun rubuh ke tanah.
"Nona Su, nona Su, lekas buka pintu !" tek Thay-san
seraya mengguncang-guncang terali sekuat-kuatnya.
Nona itu berbangkit dan berseru penuh keheranan,
"Siapa yang engkau panggil nona Su itu " Disini tak ada
lain orang kecuali aku !"
"Ya, memang engkau sendiri !"
"Aku ?" nona itu menegas.
"Ya," sahut Thay-san, "bukankah engkau nom Su Tiau
Ing, puteri mentri Su yang masyhur itu ?"
"Gila !" "Siapa yang gila ?"
"Engkau." "Kenapa ?" "Aku bukan Su Tiau Ing, puteri mentri Go Hwat tayjin."
"Tidak bisa !" teriak si tinggi besar, "engkau ini nona Su
Tiau Ing. M:ngapa engkau menolak dirimu sendiri."
"Ah engkau memang limbung !"
"Tidak, aku tidak limbung. Aku masih waras. Barusan
kemarin aku bertemu dengan engkau dan dara yang
menjadi pembantumu itu. Masa engkau sudah lupa " Aku
kan orang yang datang bersama dengan Su kongcu yang
katanya cngkoh misanmu."
Nona itu tercengang. "Aku mempunya engkoh " Ah, engkau bukan limbung
tetapi benar2 sudah gila !"
"Lekas buka pintu !" teriak Thay-san.
"Tidak bisa. Pintu dikunci dari luar."
"O, kalau begitu tunggu dulu," Thay-san terus lari
menuju ke ruang tempat pemimpin. Pemimpin itu masih
duduk menunggu laporan. Dia terkejut ketika melihat Thaysan
kembali seorang diri. "Mana kuncinya," begitu datang Thay-san terus berseru.
"Kunci apa?" "Kunci ruang berpintu terali besi itu."
"Buat apa engkau minta kunci?"
"Aku hendak melepaskan nona itu. Mengapa engkau
menahannya disitu?" "Siapa nona itu?"
"Engkau tidak tahu siapa dia?"
Pemimpin itu gelengkan kepala.
"Goblok!" damprat Thay-san, "dia adalah nona Su Tiau
Ing." "Su Tiau Ing" Siapa Su Tiau Ing itu?"
"Puteri mentri Su Go Hwat yang termasyhur."
"Hai!" pemimpin itu berseru kaget, "puteri mentri
pertahanan Su Go Hwat tayjin?"
"Jangan ribut! Lekas serahkan kuncinya," bentak Thaysan.
Pemimpin itu kerutkan dahi, "Tidak, aku tidak
membawa kuaci. Yang membawa kunci adalah pimpinan
kami yang nomor satu."
"Mana dia?" "Dia sedang keluar."
"Kalau begitu, pintu itu harus kujebol," kata Thay-san
seraya lari keluar lagi. "Orang itu terpaksa menyusul.
"Nona Su, celaka, kuncinya dibawa kipala mereka.
Tetapi jangan kuatir, akan kujebol pintu ini," seru Thay-san
ketika tiba di depan ruang tahanan. Dia terus kerahkan
tenaganya untuk menarik terali besi itu.
"Hai, jangan gila-gilaan engkau!" bentak pemimpin yang
tiba disitu dan melihat tingkah Thay san.
"Apa" Engkau berani melarang aku hendak
mengeluarkan nona Su?"
"Gila! Yang berkuasa disini adalah aku. mengapa engkau
berani berbuat seenakmu sendiri"
"Hus! Nona Su kan puteri mentri, mengapa engkau
jebluskan dalam ruang tahanan?" .Thay san balas
membentak. "Jangan lancang!" orang itu ulurkan tangan
mencengkeram bahu Thay san. Entah bagaima Thay-san,
seperti tak bertenaga lagi. Dia hendak meronta tetapi tak
mampu. "Kalau kuremas tulang pi-peh-kutmu, engkau pasti cacat
seumur hidup!" bentak orang itu.
Merah padam muka Thay-san. Dia heran mengapa
tenaganya hilang sama sekali. Bahkan untuk menendang
saja dia tak kuat. "Apa engkau mau membunuh aku?" teriak orang tinggi
besar itu. "Belum perlu," kata pemimpin, "tergantung dari
sikapmu. Kalau engkau menurut, bukan saja jiwamu
selamat, pun engkau akan kuangkat sebagai pengawalku."
'Siapa engkau?" "Aku adalah pimpinan barisan Suka Rela."
"Tidak sudi!" "Apa" Tidak sudi" Mengapa?"
"Engkau jahat karena menahan nona Su. Kalau engkau
mau mengeluarkan dia, baru aku mau tunduk."
"Stt," desis pemimpin seraya menarik tubuh Thay-san ke
dekatnya dan lalu membisiki ke dekat telinganya, "dia
adalah puteri mentri pertahanan kerajaan Beng. Dia akan
kujadikan sandera." "Hah?" Thay-san terbeliak, "mengapa akan engkau
jadikan sandera" Bukankah barisan Suka Rela itu berjuang
membantu kerajaan Beng?"
"Jangan bicara keras2," kata pemimpin itu, Barisan Suka
Rela bekerja bebas. Kita nanti lihat pihak mana yang besar
dan kuat, kita bantu."
"Kalau fihak kerajaan Ceng yang menang?"
"Kita bantu mereka."
"Penghi . . . auhhhhh," sebelum sempat menyelesaikan
kata-katanya, Thay-san sudah menjerit kesakitan karena
bahunya diremas. "Kalau engkau berani menentang aku, tulang bahumu
tentu kuremuk!" "Aduh," Thay-san bernapas longgar setelah cengkeraman
orang itu dikendorkan, "aku tak ngerti mengapa engkau
hendak menyandera nona Su."
"Dengarkan," kata orang itu, "dengan mempunyai
sandera nona Su, kita dapat menekan mentri Su Go Hwat
agar menurut permintaan kita."
"Engkau hendak minta apa?"
"Tergantung pada keadaan nanti. Pokoknya kita punya
sandera yang berharga maka jangan engkau lepaskan dia,
tahu?" Kedua orang itu berada tepat dimuka pintu terali karena
tadi Thay-san habis berusaha untuk menjebol pintu, tahu2
dia sudah dicengkeram bahunya oleh pemimpin barisan
Suka Rela itu. "Ketahuilah," bisik pemimpin itu pula, bahwa Su kongcu
. . . . " "Su kongcu siapa!" tukas Thay-san.
"Su kongcu yang engkau kawal itu."
"Dia putera keponakan mentri Su Go Hwat."
"Benar, memang dia adalah Su Hong Liang kongcu,
keponakan dari mentri Su Go Hwat."
"O, lalu?" "Dia adalah pimpinan kami yang tertinggi ..... "
"Bagus!" teriak Thay-san.
"Apanya yang bagus?"
"Kalau dia tahu nona Su berada disini, engkau tentu
dihajar Su kongcu dan diperintahkan mengeluarkan nona
Su." "Hi, hi, hi," pemimpin itu tertawa geli.
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa-apaan engkau tertawa !" bentak Thay-san,
"Engkau tak tahu, goblok," kata orang itu tetengah
berbisik, "Su kongcu adalah pemimpin kami. Tak mungkin
dia marah kepadaku dan tak mungkin dia mau
mengeluarkan nona Su."
"Apa katamu, bang ..... " baru Thay-san hendak memaki,
cengkeraman orang itu ciperkeras lagi sehingga si tinggi
besar menguak kesakitan. Tetapi entah bagaimana tiba2 tangan orang itu terasa
mengendor dan makin mengandor, Ketika Thay-san
meronta, orang itupun terdorong mundur.
"Jangan meliar !' seru orang itu dengan masih tegak
seperti patung. "Engkau kira aku takut kepadamu " Nih, terimalah, plok
..... ," Thay-san menampar mulut orang itu sekeraskerasnya
sehingga sebuah giginya sampai tanggat dan
mulutnya menghambur darah. Tetapi orang itu tetap tegak
diam tak mau membalas. "Hai, mengapa engkau tak mau membalas ?" seru Thaysan.
"Dia tertutuk jalandarahnya ..... " tiba2 terdengar sebuah
suara lembut. Ketika Thay-san berpaling, dia berjingkrak
kaget. Ternyata yang bicara itu adalah si gadis cantik yang
berada dalam ruangan. Gadis itu entah kapan sudah berdiri
dibelakang pintu terali. "Siapa yang menutuknya ?" seru Thay-san
"Ini," gadis itu acungkan sebuah benda lipatan yang
terbuat daripada kulit. "Itu kan payung !"
"Ya, memang ini payung. Di kututuk punggungnya
dengan ujung payung ini."
"Oh, engkau hebat nona Su "." puji Thay-san.
"Dalam sejam kemudian, dia tentu dapat bergerak lagi,"
kata gadis itu. "O, kalau begitu dia harus kuringkus dulu," kata Thaysan
terus menghampiri orang itu.
"Jangan kurang ajar ! Kalau aku berteriak anakbuahku
tentu ..... haup?". ," dia tak dapat melanjulkan kata2nya
karena mulutnya didekap tangan Thay san dan dengan
sebuah tebasan tangan kearah lehar, orang itupun pingsan.
"Bagus!" seru si gadis itu, "lekas buka pintu."
tu." "Tak ada kuncinya."
"Goblok ! Geledah badan mereka bertiga."
"O, benar nona Su," seru Thay-san terus menggeledah
baju pemimpin barisan Suka Relu itu dan, "hola, inilah
kuncinya. Dia membohongi aku !"
Setelah pintu dibuka, keluarlah nona itu, "Lekas ikat
orang itu dan masukkan kedalam ruangan," perintahnya.
Dengan cepat Thay-san melaksanakan perintah. Bukan
saja kaki dan tangan orang itu diikat, dan mulutnya
disumbat dengan robekan bajunya, setelah itu pintu dikunci
lagi. "Berikan kuncinya kepadaku," kata si nona. Ia
menyimpan kunci itu dalam bajunya.
"Sekarang kita hendak kemana,. nona Su ?". tanya Thaysan.
Nona itu cepat dapat mengetahui bahwa Thay-san itu
seorang pcmuda tolol tetapi limbung. bahkan dia dianggap
sebagai Su Tiau Ing, Tetapi tak apa, pikirnya. Yang penting
Thay-san itu memang bermaksud baik hendak
menolongnya. Masalah nama, biarlah saja.
"Kita harus cepat2 keluar dari tempat ini," kata gadis itu
seraya ayunkan langkah. Beberapa saat berjalan, nona itu berhenti. Thay-san
menegur, "Kenapa berhenti nona Su ?"
"Jalanan keluar hanya melalui pintu depan dan disana
dijaga orang. Kita harus cari akal," nona itu mengerut dahi,
"apa engkau membawa korek ?"
"Aku tidak merokok mengapa bawa korek," sahut Thaysan.
Nona itu terus ayunkan langkah.
"Hai, kemana engkau ?" seru Thay-san seraya menyusul.
"Cari korek ke dapur," sahut nona itu. Setelah melalui
beberapa ruangan, akhirnya mereka berhasil menemukan
tempat itu. Dan mereka berhasil mendapatkan korek serta
minyak, "Buat apa ?" tanya Thay-san.
"Bakar sarang ini," sahut nona itu dengan ringkas.
"Ho, bagus nona Su," sambut si tinggi besar dengan
gembira. Mereka membakar dapur setelah itu menggeratak ke lain
ruangan dan membakar baberapa tempat. Api cepat
berkobar besar. Tak berapa lama terdengarlah hiruk pikuk
orang berlari kian-kemari untuk memadamkan kebakaran.
Nona itu bersama Thay-san lari ke pintu luar. Disitu
masih terdapat empat penjaga. Dengan mudah keempat
orang itu dapat dibekuk dan dibanting si tinggi besar hingga
tak berkutik. Maka dapatlah si nona dan Thay-san keluar.
"Kita hendak kemana rona Su ?" Thay-san dalam
perjalanan. "Mencari orang," kata si nona.
"Siapa" Apakah gadis yang . . . hai, kemana dia?" tiba2
Thay-san menjerit kaget sehingga nona itupun ikut terkejut,
"Siapa?" tegurnya.
"Dia," sahut Thay-san terus lari kembali.
"Hai, kemana engkau?" tanya si nona.
"Kembali tempat kita berjanji."
"Dengan siapa engkau berjanji?" seru sinona, tapi si
tinggi besar sudah lari jauh. Nona itu geleng2 kepala, "Ah,
tambah seorang limbung lagi. Rupanya dunia ini penuh
dengan orang linglung dan limbung. Kakek Lo Kun
limbung, Uk Uk pengung dan ini tambah lagi seorang
linglung. Siapakah nona itu" Ternyata dia adalah Liok Sian Li. Mengapa dapat
tertawan dalam markas barisan Suka Rela. Baiklah kita
mundur sebentar. Bersama kakek Lo Kun dan si Uk Uk, Sian Li menuju ke
Shoa-tang untuk mencari Blo`on. Tapi ternyata saat itu
Shoa-tang sudah geger karena diserang pasukan Ceng.
"Ah, lebih baik ke San-se saja," kata Sian Li.
Entah bagaimana ketika tiba disebuah hutan dan
bermalam di sebuah kuil tua, Sian Li mendengar derap
orang berlari-lari. Karena Lo Kun dan Uk Uk sudah tidur,
Sian Li keluar seorang diri.
Dalam kegelapan malam ia melihat sesosok tubuh
sedang berlari dan dikejar oleh beberapa be!as orang.
Tiba2 orang itupun berhenti dan menghadapi
pengejarnya, "Ho, engkau kira aku takut kepada kalian?"
"Kakek cebol, engkau berani lari?" teriak kawanan orang
yang mengejarnya itu. Ternyata mereka adalah sekelompok
orang2 yang bersenjata. "Lekas tangkap!" teriak salah seorang yang menjadi
pimpinan mereka. "Hai, tunggu!" tiba2 Sian Li lari menghampiri. Orang2
itupun terkejut. "Mengapa kalian hendak mengeroyok seorang kakek
tua"' seru Sian Li. Dia tak senang menyaksikan perbuatan
yang tak adil semacam itu.
"O, budak perempuan, mengapa engkau malam2 keluar
rumah?" seru salah seorang.
"Mungkin bukan manusia tetapi bargsa jin."
"Ya, tentulah kuntilanak yang suka keluar malam
mencari mangsa orang lelaki ?""
"Bangsat!" teriak Sian Li marah seraya menampar orang
itu. Terjadi pertempuran. Kawanan orang bersenjata itu
pontang panting menghadapi Sian Li dan si kakek.
Akhirnya mereka mundur. "Kakek, tunggulah disini," Sian Li terus mengejar
kawanan orang itu. Rupanya dia masih belum puas.
Tetapi bala bantuan orang itu, muncul. Bahkan
jumlahnya lebih banyak lagi. Walaupun Sian Li cukup
tangguh tetapi karena dikeroyok berpuluh orang yang
bersenjata, dia kewalahan juga. Dan celakanya ternyata
salah seorang dari kawanan pengeroyok itu menggunakan
jaring untuk menjaring. Akhirnya Sian Li dapat ditangkap.
"Tangkap kakek cebol itu," seru pimpinan mereka.
Tetapi kakek pendek itu sudah tak ada di tempatnya lagi.
Demikian asal mula maka Sian Li tahu2 dapat berada
dalam ruang tahanan di markas pasukan Suka Rela.
Siapakah kakek itu" Dia tak lain adalah kakek Cian-li-ji
yang ditangkap oleh anakbuah barisan Suka Rela. Setelah
tenaganya pulih, dia dapat meringkus seorang penjaga dan
meloloskan diri. Tetapi belum berapa lama diapun dikejar.
Sebenarnya dia hendak mencegah agar Sian Li jangan
mengejar tetapi Sian Li sudah lari jauh. Cian-li ji hendak
menyusul tetapi tiba-tiba mendengar suara orang yang
menangis. Dia terus mencari ke tempat orang, itu. Maka ketika
kawanan anakbuah barisan Suka Rela mencarinya, Cian-liji
sudah tak ada ditempat tadi.
Cian- li-ji memiliki telinga yang luar biasa tajamnya. Dia
dapat menangkap suara sampai jarak satu li. Setelah
melintasi beberapa bukit, akhirnya tibalah ia disebuah
lembah yang curam. Ia turun kedalam lembah dan akhirnya
mendapatkan bahwa suara tangis itu berasal dari sebuah
guha batu yang telah tertutup. Tetapi ia tahu jelas bahwa
suara tangis itu berasal dari seorang wanita.
"O, apakah nona yang menolong aku tadi," pikirnya.
Dia juga seorang kakek yang sederhana cara berpikirnya.
Karena tadi bertemu dengan orang nona maka dia terus
menarik kesimpulan kalau yang menangis itu tentulah nona
itu. Padahal kalau pikirannya agak waras, dia tentu sudah
dapat mengetahui kalau Sian Li sedang mengejar kawanan
anakbuah Suka Rela, tak mungkin ia berada dalam sebuah
guha dan menangis. "Nona, mengapa engkau menangis disitu," serunya dari
celah lubang gunduk batu yang menutup pintu guha.
Suara tangis itu berhenti tetapi tak ada nyahutan.
"Nona mengapa engkau berada disitu?" Cian li-ji
mengulang pula, "dan mengapa engkau menangis " Apakah
engkau terluka ?" "Siapa itu ?" tiba2 terdengar suara dari dalam guha.
"Aku kakek yang engkau bantu tadi."
"Kakek siapa ?"
"Cian-li-ji." "Cian-li-ji " Siapa itu ?"
"Eh, engkau ini bagaimana nona " Barusan saja engkau
melihat aku dikejar kawanan anakbuah barisan Suka Rela,
mengapa engkau sudah lupa?"
"Aku tak tahu siapa engkau, pergilah ! Jangan ganggu
aku !" teriak orang dalam guha itu.
"Eh, jangan marah," kata Cian-li-ji, "bukalah pintu dan
engkau tentu tahu siapa diriku ini."
"Tidak ! Jangan ganggu aku !"
Cian-li ji terkejut, Mengapa tiba2 saja nona iru begitu
ketus kepadanya. Pada hal baru beberapa saat dia
menolongnya. Sian-li-ji terus angkat kaki tetapi baru
beberapa langkah dia berhenti, "ah dia sudah membantu
aku, akupun harus membantunya. Mungkin dia ditangkap
kawanan berandal Suka Rela itu lalu dimasukkan dalam
guha dan menutup dengan batu besar. Dia menangis
lantaran tak mampu keluar. O, benar, benar. Aku harus
menolongnya .. . . "
Dia terus lari kembali ke guha dan berusaha untuk
membuka pintu guha. "Hai, apa-apaan itu?" tegur suara dari dalam guha,
Tetapi Cian-li-ji tak mau menghiraukan. Dia terus
mendorong dan mendorong sehingga akhirnya batu itu
dapat terkisar ke samping.
"Nona keluarlah . .. , " Cian-li-ji terus maju hendak
mengajak orang dalam guha itu keluar. Tetapi alangkah
kejutnya ketika orang itu menusuknya dengan pedang.
"Haya, celaka . . . " Cian-li- ji loncat keluar, "mengapa
engkau malah menyerang aku?"
Orang dari dalam guha itupun melesat keluar dan
menyerang Cian li-ji. Sudah tentu Cian-li-ji sibuk bukan
kepalang. Dia berloncatan kian kemari untuk menghidar.
Orang itupun diam2 heran. Dia tak kenal siapa kakek
pendek itu. Tetapi dia kagum gerakan kakek itu.
Diserangnya dengan ilmu pedang Gwat-li- kiam-hwat yang
lihay namun kakek itu tetap dapat menghindar.
"Nona, tunggu dulu, kita bicara secara baik2," seru Cianli-
ji. Melihat kakek itu tak mau balas menyerang timbullah
rasa kasihan dalam hati nona itu. Ia hentikan serangannya.
"Mau bicara apa engkau?" tegurnya.
"Mengapa engkau menyerang aku?"
"Mengapa engkau mengganggu aku?"
"Ih, aku tidak mengganggu. Aku hendak menolongmu
karena mendengar engkau menangis."
"Aku tidak minta pertolonganmu."
"Eh, engkau memang aneh nona. Barusan engkau telah
membantu aku waktu aku dikejar anakbuah barisan Suka
Rela. Mengapa sekarang engkau bersikap begitu ketus
kepadaku?" "Ngaco! Siapa yang membantumu?"
"Uh, bagaimana engkau ini. Siapa lagi bukan engkau.
Masa baru beberapa menit engkau sudah lupa."
"Apa engkau waras?"
"Lho, aku tidak gila."
"Kalau pikiranmu waras mengapa engkau mengoceh tak
keruan. Aku tak pernah bertemu dengan engkau apalagi
membantumu." "Ah, jangan begitu dong, nona. Walaupun sudah tua
tetapi pikiranku masih belum pikun. Jelas engkaulah yang
menolong aku menghajar kawanan anakbuah barisan Suka
Rela tadi," Nona itu banting2 kaki karena jengkel. Dia tak lain
adalah Su Tiau Ing yang dicari Ah Liu dan si tinggi besar
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Thay-san tadi. Memang peristiwa dalam dunia ini kadang aneh dan
tidak diduga- duga. Seperti apa yang terjadi dalam peristiwa
Tiau Ing. Ah Liu dan Thay-san mencarinya. Thay san yang
mencari ke timur, karena ngantuk terus tidur di tengah jalan
dan ditangkap kawanan anak buah barisan Suka Rela lalu
dibawa kedalam markas mereka. Secara kebetulan dia
bertemu dengan Sian Li. Tetapi Thay-san yang limbung
menganggap Sian Li adalah Tiau Ing. Bagaimanapun Sian
Li heran menjelaskan, tidak dianggap oleh orang tinggi
besar itu. Dan sekarang kebalikannya, Cian-li-ji yang berhasil
meloloskan diri dari tawanan barisan Suka Rela karena
dikejar anakbuah barisan Suka Rela telah bertemu dengan
Sian Li. Sian Li mengejar kawanan anakbuah barisan Suka
Rela itu tetapi ditangkap dan ditawan.
Lalu Cian-li-ji mendengar suara orang nangis.
Didapatinya yang menangis itu berada dalam guha. Dia
mendoroug batu penutup guha menemukan seorang nona
dalam guha itu. Ternyata nona itu adalah Tiau Ing tetapi
Cian li-ji keras menganggapnya sebagai San Li, nona yang
membantunya tadi. Jadi Thay-san menganggap Sian Li itu Tiau Ing dan
Cian- li-ji menganggap Tiau Ing itu Sian Li. Ahhhhhh
?"?". Mengapa Tiau Ing berada dalam guha "
Ternyata waktu mendengar kata2 Ma Giok Cu bahwa Su
Hong Liang akan menikah dengan puteri mentri tay-haksu
Ma Su Ing, serasa gelap pandang mata Su Tiau Ing.
Diam2 Su Tiau Ing memang lebih menaruh perhatian
kepada Su Hong Liang daripada kepada Bok Kian. Su
Hong Liang lebih tampan. lebih pandai bicara dan lebih
pandai memikat dari Bok Kian. Dan tampaknya Su Hong
Liang memang berusaha untuk merebut hati Tiau Ing.
Tetapi Su Tiau Ing masih ragu2. Su Hong Liang itu putera
dari peh-hu (empeh) Tiau Ing atau engkoh dan Su Go
Hwat. Keduanya tunggal she yaitu sama2 she Su. Menurut
adat istiadat pada masa itu, perkawinan antar she yang
sama, tidak dibenarkan. Tetapi entah bagaimana ketika mendengar ucapan Ma
Giok Cu bahwa Su Hong Liang bakal menikah dengan Ma
Giok Cu, kepala Su Tiau Ing menjadi pusing seketika. Dia
merasa dunia itu kosong melompong. Hidup itu tiada
artinya hambar. Dia terus mencongklangkan kuda
sekencang-kencangnya. Dia membiarkan dirinya hendak
dibawa kemana oleh kudanya.
Setelah beberapa waktu menyerahkan diri dalam ketidakketentuannya,
maka akhirnya dia tiba di sebuah lembah.
Tiba2 ia mendapat pikiran. Ia loncat dari kudanya dan
menuruni lembah. Ia mendapatkan sebuah guha. Ia
menutup diri dalam guha itu. Ia tak tahu apa yang akan
dilakukannya. Hanya ia merasa bahwa hidup itu sudah
terasa hampa baginya. Ia hendak mengunci diri dalam
kesunyian. Entah sampai berapa lama ia sendiri tak tahu.
Memang apabila Su Tiau Ing mempunyai perasaan
demikian, dapat dimaklumi. Ia puteri seorang mentri besar.
Hidupnya serba kecukupan dan manja. Sejak kecil ia sudah
ditinggal ibunya maka sang ayah dalam kesibukan tugas2
negara masih tetap menyelinapkan waktu khusus untuk
memberi perhatian dan kasih sayang kepada puterinya.
Seorang gadis yang berangkat dewasa dalam curahan
kemewahan dan kemanjaan, seorang gadis remaja yang
baru mulai mengenal apa yang disebut asmara, tiba-tiba
segala impiannya yang indah telah hancur berantakan bagai
kaca dibanting ke batu. Sudah barang tentu hal itu
membuat dia menderita shock yang menggoncangkan
jiwanya. Memang dalam soal asmara, pikiran dapat peka
tetapipun juga dapat gelap. Sebenarnya Su Tiau lng itu
cerdas pikirannya. Seharusnya dia meminta keterangan
kepada Su Hong Liang tentang kebenaran dari ucapan Ma
Giok Cu. Tetapi kecerdasannya itu sedanng ditelan amukan
pikirannya yang gelap. Diganggu kakek Cian-li-ji, dia marah dan menyerangnya.
Setelah menumpahkan kemarahan dan tak berhasil melukai
Cian li-ji, akhirnya kemarahan yang meluap-luap itu mulai
menurun. Dan turunnya kemarahan pun mulai menyiak
kegelapan pikirannya. Pelahan-tahan pikirannya mulai tenang dan jernih. Ia
menilai kakek Cian-li-ji bukan orang jahat. Jelas kakek itu
hendak memberi pertolong kepadanya. Mungkin kakek itu
salah faham atau salah lihat. Tadi mungkin kakek itu
bertemu dengan seorang nona yang membantunya maka
kakek itu lalu mengira kalau dia (Su Tiau Ing) adalah nona
itu. Ya, benar, tentulah demikian.
"Hm, engkau mengatakan tadi bertemu dengan aku."
kata Tiau Ing, "di mana engkau bertemu dan itu waktu aku
sedang mengapa, coba engkau ceritakan."
"Ih, engkau masih muda mengapa engkau begitu pelupa
?" "Sudahlah, tolong ceritakan bagaimana duduk
perkaranya tadi.," Cian-li-ji lalu bercerita. Mulai dari dia disekap orangorang
barisan Suka Rela sampai dia berhasil meloloskan
diri, dikejar pasukan Suka Rela dan muncullah seorang
nona yang membantunya, "Engkaulah nona itu. apa engkau
lupa ?" Yah, bagaimana lagi. Kalau berhadapan dengan kakek
selimbung itu, apa mau dikata. Apa ruginya kalau dia
mengiakan saja, Tiau Ing.
Timbul suatu keheranan dalam hati Ing mengapa barisan
Suka Rela malah menahan kakek itu. Dan heran pula ia,
siapakah sesungguhnya nona yang muncul membantu
kakek Cia-li ji untuk menghajar anakbuah barisan Suka
Rela itu. Dalam diri kakek itu banyaklah Su Ing menghadapi
rahasia-rahasia yang aneh. Apakah pendekar Huru Hara itu
" Apakah rasanya ia pernah mendengar juga tentang
pendekar semacam itu. "Paling baik aku mengakui saja sebagai nona yang
membantunya itu, mungkin nanti dapat mengetahui lebih
banyak persoalan aneh dari dia," pikir Su Tiau Ing.
"O, ya, aku memang lupa." katanya.
"Nah, itu baru seorang nona yang baik, kata Cian-li- ji,
"tetapi siapakah engkau ini " kenapa engkau membantu aku
?" Su Tiau Ing gelagapan. Apakah mengakui siapa dirinya"
''Sudah kakek, engkau boleh panggil siapa saja," katanya.
"Dan mengapa engkau menangis dalam gua" Apakah
kawanan anakbuah barisan Suka Rela itu menghina
engkau?" tanya Cian-li-ji.
"Ah, tidak apa2, aku menangis karena jengkel, " kata Su
Tian Ing. "Jengkel" jengkel kepada siapa?"
"Jengkel kepada manusia di dunia ini."
"Lho, kalau begitu engkau juga jengkel kepadaku."
"Bukan engkau tetapi kepada seorang pemuda yang tak
tahu membalas budi orang."
"Siapa dia" Bilanglah, akan kucari pemuda itu dan
kuhajarnya!" "Kakek," kata Tiau Ing, "apakah engkau pernah
beristeri?" "Ya, dulu, pernah satu kali."
"Lalu dimana isterimu?"
"Sudah meninggal."
"O," seru Tiau Ing, "apakah engkau setia kepada
isterimu itu?" "Sudah tentu setia. Mengapa?"
"Apakah dulu sebelum menikah, engkau pernah pacaran
dengan isterimu?" "Ah. jaman dulu tidak ada model pacaran. Aku melihat,
aku terus suka dan diapun kebenaran juga suka, lalu kita
menikah. Itu saja aku sudah beruntung. Banyak pemuda2
jamanku yang tak dapat memilih jodoh, tetapi dipilihkan
oleh orangtuanya." "Andaikata engkau berjanji kepada seorang gadis untuk
menikahinya, apakah engkau harus menetapi janji atau
engkau boleh mengingkari janji dan kawin dengan lain
gadis?" "Aku tak mengerti maksudmu."
"Maksudku, apakah lelaki itu mempunyai hak untuk
mengingkari janji?" "Kurasa tidak."
"Apakah lelaki itu tidak punya kesetiaan terhadap
wanita?" "Kurasa juga tidak."
"Apakah lelaki itu boleh mempermainkan wanita?"
"Kurasa tidak."
"Kalau ada lelaki yang berbuat begitu, apa katamu,
kakek?" "Sebagai sesama lelaki, aku tak suka terhadap lelaki
semacam itu. Lelaki yang suka memainkan hati wanita,
patut dihajar." "Hm," desuh Su Tiau Ing.
"Eh, tetapi siapakah lelaki itu" Apakah engkau
dipermainkan oleh seorang lelaki" Siapa namanya" Aku
bersumpah akan membalaskan sakit hatimu, nona."
"Lho, mengapa kakek sampai bertindak begitu?"
"Setiap kebaikan yang diterima Cian-li-ji tentu akan
dibalas. Setiap hinaan tentu akan dihimpaskan. Engkau
membantu aku dan akupun harus membantumu."
Su Tiau Ing sebenarnya masih ragu2 untuk mengatakan.
Bagaimanapun juga, Su Hong Liang itu masih engkoh
sepupuhnya. Tetapi tiba2 kakek Cian-li-ji membantah,
"Lekas bilang, siapa dia " Awas, kalau engkau tak mau
bilang !" Sudah tentu Su Tiau Ing tercengang berhadapan dengan
kakek yang begitu limbung pikirannya.
"Ih, mengapi engkau malah mengancam aku," tegurnya.
"Engkau menghina aku !"
Su Tiau Ing makin heran. Ia merasa tak menghina
mengapa kakek itu marah, "siapa yang menghina engkau,
kakek ?" "Engkau," sahut Cian li ji, "engkau telah membantu aku
tetapi engkau tak mau memberi kesempatan kepadaku
untuk balas membantu engkau. Apakah itu bukan berarti
menghina aku. Mentang2 aku ini sudah tua, dikira tak
mampu membantumu. Hayo, lekas sebutkan siapa nama
orang itu. Kalau bertemu, tentu kupelintir batang lehernya
...." Pikir Su Tiau Ing, jelas kalau Cian-li-ji seorang kakek
linglung. Masakan dia sempat bertemu dengan Su Hong
Liang. Dan kalau toh bertemu, juga tipis, kemungkinan
kakek itu mampu berbuat apa2 terhadap Su Hong Liang.
Biar kukatakan, agar hatinya puas," pikir Tiau Ing.
"Dia seorang pemuda yang bernama Hong Liang,
keponakan dari menteri Su Go Hwat."
"Cukup!" tukas Cian- ji, "kalau aku ketemu orang yang
bernama Su Hong Liang tentu kan kuhajar sampai minta
ampun." "Hm," dengus Su Tiau Ing dalam hati.
"Nona hendak kemana kita sekarang?" tanya Cian-li-ji.
"Kita?" Su Tiau Ing menegas.
"Ya, kita berdua."
"Engkau sendiri hendak kemana?" tanya Tiau Ing.
"Aku hendak mencari keponakanku pendekar Huru
Hara," sahut Cian-li-ji, "dan engkau?"
"Aku sih tak punya tujuan."
"Jika begitu mari kita bersama-sama. Kalau nanti engkau
hendak menuju ke lain tempat, silahkan."
Akhirnya Su Tiau Ing kena dibujuk Cian li ji. Keduanya
segera tinggalkan lembah itu.
Sekarang kita ikuti perjalanan si An Liu menuju ke barat.
Setelah beberapa saat berjalan dan tepat tak mendapatkan
Tiau Ing dia heran, "In, kemanakah siocia?"
Dia kembali ketempat ia berjanji akan bertemu Thay-san.
Tetapi ternyata orang tinggi besar itu tak tampak.
"Ih, kemana saja orang tinggi besar itu ?" pikirnya. Hari
itu sudah hampir gelap, "ah, tak baik kalau bermalam
disini. Aku harus cari tempat untuk bermalam."
Dia terus ayunkan langkah menuju ke timur. Ia harus
dapat berjumpa dengan Thay-san yang tadi juga menuju ke
timur. Tak berapa lama berjalan, dari jauh ia melihat sebuah
kuil tua. Dia segera mempercepat langkah menuju ke kuil
tua itu. "Ah, lumayan juga tempat ini. Malam ini baik aku tidur
disini saja," katanya. Dia lalu membersihkan tempat
disudut ruang dan terus rebahkan diri.
Belum lagi mata dapat dipejamkan. Tiba2 ia mendengar
suara orang berteriak, "Hai, kemana Sian-li ?"
Dan menyusul kedengaran suara orang mengomel,
"Huh, jangan mengganggu orang tidur !"
"Tetapi kakek, ci Sian Li tak ada," kata yang pertama
yang nadanya seperti seorang anak. "Dia kan seorang gadis,
tentu tak mau tidur bersama kita. Sudahlah, hayo tidur
lagi," kata orang yang nadanya seperti orang tua.
Memang kedua orang itu tak lain adalah Uk Uk dan Lo
Kun. Semula mereka bertiga dengan Sian Li. Adalah karena
Sian Li mendengar suara orang berlari diluar kuil ( Clan-li-ji
) maka dia terus keluar meninggalkan kedua kawan yang
masih mendengkur. Kini Uk Uk bangun karena hendak kencing. Dia terkejut
karena Sian Li tak ada maka dia membangunkan Lo Kun.
Lo Kun masih segan bangun. Dia terus memejamkan mata
lagi. "Ih, ada suara napas orang," pikir Uk Uk. Dia terus
merangkak dan menuju ke ruang sudut. Ternyata ia melihat
sesosok tubuh sudah rebah.
"O, engkau disini ci Sian Li," serunya kepada orang itu.
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sudah tentu Ah Liu yang baru liyer-liyer hendak jatuh
pulas, terkejut mendengar suara itu. Dia membuka mata
dan menggeliat duduk. "Siapa engkau!" tegurnya ketika melihat seorang bocah
laki sedang memandangnya dari jarak beberapa meter.
"Eh, ci Sian Li, mengapa" Aku kan Uk Uk," seru Uk Uk.
"Siapa Uk Uk" Itu bukan nama. Itu anjing
menggonggong," seru Ah Liu.
"Lho, aku kenapa" Mengapa aku lupa kepada engkau?"
seru Uk Uk. Dia kumat lagi tentang memutar-balikkan dari
istilah aku dan engkau. Baginya aku herarti engkau. Dan
engkau berarti aku. Kalau menyebut dirinya dia bilang kau.
Dan kalau menyebut orang lain, bukan bilang 'engkau ' ,
tetapi aku. "Hai, engkau ini manusia atau setan?" teriak Ah-Liu.
"Lho, aku ini kenapa" Mengapa aku lupa kepada
engkau?" Uk Uk mengulang teriakannya.
"Gila!" Ah Liu melonjak bangun, "siapa engkau?"
"Aneh sekali aku ini, ci Siang Li . . . . "
"Aku bukan Sian Li!" seru Ah Liu.
"Eh, mungkin aku sedang kemasukan setan penunggu
kuil tua ini. Masakan aku lupa diriku sendiri. Bukankah aku
ini Sian Li?" "Setan!" Ah Liu makin keras dugaannya bahwa bocah
kuncung yang omongannya tak keruan itu tentu bangsa
setan. Bahkan dia terus menghantam Uk Uk.
Karena mengira Sian Li yang memukul, Uk diam saja.
Akibatnya, kepalanya kena terpukul dan menjeritlah Uk Uk
sekeras kerasnya, "Aaaaaahhhhh?"?". mengapa aku
ini ci Sian Li" Apa engkau bersalah kepada aku?"
"P.ok . . . ". karena gemas Ah Liu menendang hingga Uk
Uk terguling-guling ke lantai.
Uk Uk lari menghampiri Lo Kun dan menguncang tubuh
kakek yang masih enak-enak mendenngkur itu, "Kakek Lo,
kakek Lo, ci Sian Li .ngamuk. Dia kesurupan setan kuil ini.
Masakan engkau ditendang dan ditempeleng sekeras-keras.
Nth lihat, kepala engkau sampai benjut ..... "
"Tidur saja Uk Uk, jangan mengurus Sian Li .. ..... " Lo
Kun beringsut lalu tidur lagi.
"Lho, kakek Lo, kenapa aku " Ci Sian kemasukan setan
dan mengamuk, mengapa aku diam srja ?" teriak Uk Uk.
"Sudahlah Uk, jangan mengganggu lain orang. Tidur
sajalah." kata Lo Kun.
Uk Uk tak puas. Dia terus menyeret tubuh kakek itu
keluar ruang depan, "Tuh lihatlah, kakek Lo, ci Sian Li
masih marah ....." Ah Liu makin heran. Melihat perwujudan kedua orang
itu dia makin keras menduga. kalau Lo Kun dan Uk Uk itu
tentulah bangsa setan penunggu kuil disitu.
"Huh, apa engkau kira aku takut pada setan cebol dan
setan kuncung semacam kalian ?" seru A Liu.
Dia maju dan ayunkan tangannya ....
-oo0dw0oo- Jilid 28. Ngalor Ngidul Uk Uk terkejut. Dia loncat menghindar. Tetapi Lo Kun
yang masih meram, harus menerima pukulan Ah Liu,
plakkkk ....,.... Lo Kun menggeliat tetapi tidak bangun. Hanya mulutnya
yang mendesus kesakitan, "Ah, anak manis, jangan terlalu
bengis .... ," "Eh, setan cebol ini malah mengejel aku," pikir Ah Liu.
Dia mengirim tendangan lagi, plokkkkk.....
"Eh, mengapa engkau marah, nona manis?" seru Lo kun
yang matanya masih meram.
Ah Liu makin penasaran. Sebuah pukulan dan sebuah
tendangan, tak dapat membuat mahluk yang disangkanya
setan cebol itu kesakitan.
Ah Liu maju dan mendupak perut Lo Kun tapi
kebetulan, mungkin sedang bermimpi Lo Kun ulurkan
tangan dan menyambar kaki Ah Liu, "Ai, nona manis......"
Blukkkkk..... Tiba2 Ah Liu jatuh terbanting ke lantai, mata kakinya
kena disaut tangan Lo Kun sehingga dara itu jatuh.
"Ai, kakimu kecil tetapi jarimu kenapa besar- besar ?"
seru Lo Kun sambil menyeret kaki Liu.
Sudah tentu Ah Liu kaget setengah mati. Dia keroncalan
hendak melepaskan diri. Dalam pada itu ia memperhatikan
bahwa kakek cebol itu masih meram seperti orang tidur.
"Ih, dia masih tidur. Mengapa mampu menyambar
kakiku ?" pikirnya. Akhirnya ia mendapat akal. Dia biarkan
kakinya diseret begitu sudah dekat pada si kakek, Ah Liu
terus bergerak. Dasar Ah Liu itu juga gadis yang nakal. Dia tak mau
menampar atau memukul melainkan menggunakan kuncir
rambutnya untuk menusuk lubang hidung Lo Kun.
"Aih .,. ah. ah, ah, ahinpgrgg....." tiba2 Lo Kun
berbangkis sekerasnya. ''Ih, kurang waras kakek ini,. sudah berbangkis mengapa
matanya masih meram ?" pikir A Liu ketika melihat
keadaan Lo Kun. Cepat gadis itu mendapat akal untuk memberi pelajaran
pada Lo Kun. Dia meraup batu kerikil dan cepat
melolohkan ke mulut Lo Kun.
"Auhhhh, buffF ....... ," kali ini Lo Kun benar2 ketemu
batunya. Batu yang masih terbungkus tanah itu rasanya tak
keruan sehingga Lo Kun harus menyemburkannya keluar.
Tetapi dia tetap meram. Dikili hidungnya sampai berbangkis, dilolohi batu
mulutnya, tetap Lo Kun meram saja. Melihat itu Uk Uk
yang mengira Ah Liu itu sebagai Sian Li, ikut mendongkol.
"Nih, ci Sian, masukkanlah kedalam mulutnya.
Tanggung kali ini kakek Lo Kun tentu bangun," Uk Uk
menghampiri dan mengangsurkan se jemput benda putih.
Sebenarnya Ah Liu tak kenal siapa Uk Uk, siapa Lo
Kun. Tetapi karena terangsang oleh rasa dongkol terhadap
Lo Kun yang bandel, tanpa disadari dia menerima
pemberian Uk Uk itu, tanyanya, "Apa ini?"
"Garam," kata Uk Uk.
"Garam?" tanya Ah Liu, "dari mana engkau
memperolehnya?" "Aku paling doyan asin. Kemana saja aku selalu
membawa garam. Dengan garam aku dapat memakan
segala sayur mentah."
Ah Liu membetot hidung Lo Kun sehingga karena tak
dapat bernapas Lo Kun ngangakan mulut. Cepat Ah Liu
terus masukkan garam itu kedalam mulutnya.
"Ahhh, asin .......... ai nona manis, masakanmu kok asin
begini. Kata orang, perempuan yang masakannya asin itu
pertanda minta kawin, hu huh, huh....," tiba2 Lo Kun
mengoceh tak ruan sembari mulut beikomat kamit
memainkan lidahnya. "Gila," bentak Ah L:u. Tetapi dia benar2 heran dan tobat
melihat kakek itu. Mulut dimasuki garam pun tetap tidur. Ia
memandang Uk Uk. "Apakah kalau tidur dia memang begini! tanyanya.
"Jangan kuatir ci Sian," kata Uk Uk seraya terus
berbangkit lalu menggeledah tubuh Lo Kun, "nih. dia......"
Ah Liu terkejut. Itulah buli-buli arak. Buat apa bocah itu
mengambilnya. "Memang kalau sudah tidur, dengan cara apa saja tak
dapat kita membangunkannya sebelum dia bangun sendiri.
Tetapi dengan arak ini tentu bangun !" kata Uk Uk.
"Arak ?" Ah L:u menegas
"Ya, mari kita minum," Uk Uk membuka sumbat bulibuli
lalu meneguknya, geluguk, gfll guk, "wah, enaknya....."
"Ci Sian, aku juga harus minum," Uk Uk
mengangsurkan buli-buli itu kepada Ah Liu.
Ah Liu menolak karena dia tak pernah minum.
"Lho, aku harus minum, kalau tidak dia tentu tak mau
bangun," kata Uk Uk.
Ah Liu kerutkan alis. Uk Uk menyebut 'aku' harus
minum arak. Bukankah dia sudah minum, Mengapa dia
masih mengatakan lagi "
"Eh, bukankah engkau sudah minum ?" tegurnya.
"Belum, aku belum minum," sahut Uk Uk. Ah Liu
melongo, '"Eh, siapa yang engkau maksudkan dengan kata
'aku" itu ?" "Aku yang ini'" Uk Uk menuding pada Ah Liu.
Ah Liu terkejut, lalu menegas lagi, "Dan yang mana
'engkau" itu ?"
"Ini engkau," Uk Uk menunjuk pada dirinya sendiri.
"Oh, Ah Liu mengeluh. Anak ini memang tidak waras,
Masakan kata 'aku' dan 'engkau', dibalik artinya. Untung
aku meminta penjelasan, kalau tidak tentu pembicaraan
menjadi runyam. "Lekas, ci Sian, aku minumlah," kata Uk Uk seraya
mendesakkan buli-buli ke muka Ah Liu.
Ah Liu berpikir. Kalau memang begitn sjaratnya, apa
boleh buat. Masakan kalau hanya minum seteguk saja dia
akan mabuk. Ah Liu menyambuti dan meneguknya sedikit.
Eh, ternyata rasanya manis2 harum. Jika begitu apa
salahnya kalau ia minum lebih banyak lagi " Dan terus dia
meneguk sampai beberapa kali.
"Hai, kurang ajar engkau budak perempuan masakan
arakku hendak engkau habiskan," tiba2 Lo Kun melek dan
terus menyambar buli-buli di tangan Ah Liu. Kemudian
diteguknya, geluguk-geluguk.
"Hai, Sian Li, mengapa engkau juga doyan arak" Siapa
yang suruh engkau minum?" seru Lo Kun.
Blukkkk .... tiba2 Ah Liu terkulai rebah ke lantai.
Ternyata arak Lo Kun itu tergolong arak berat. Minum
seteguk saja kalau bukan peminum kelas berat tentu sudah
pusing. Apalagi Ah Liu tidak pernah minum. Dan karena
merasa enak, ia minum sampai beberapa teguk. Sudah tentu
dia terus jatuh tak sadarkan diri lagi.
"Hai, kenapa engkau Sian Li," seru Lo Kun terkejut. Dia
juga belum memeriksa terang si gadis dihadapannya itu.
Dia mengira Ah Liu itu Sian Li.
"Ci Sian, bangunlah," seru Uk Uk pula, masakan
engkong sudah bangun, aku malah ganti yang tidur, eh,
benar, benar .......... " entah bagai mana Uk Uk juga terus
rebah ke lantai. "Gila engkau Uk!" teriak Lo Kun seraya menjiwir telinga
Uk Uk, "engkau membangunkan aku mengapa setelah aku
bangun, engkau terus tidur !"
"Itu kan sudah adil, eng .., kong ..."
"Hus, adil bagaimana ?"
"Tadi engkong yang tidur, engkau dan ci Sian bangun.
Sekarang aku bangun, seharusnya engkau dan ci Sian tidur,
Bergiliran yang jaga."
"O, benar, benar," kata Lo Kun, "tetapi aku belum
kenyang yang tidur. Bagaimana kalau aku tidur lagi dan
engkau yang jaga dulu ?"
"Ya, memang begitu. Aku yang jaga dan engkau yang
tidur," seru Uk LIk.
"Mati.....," diam2 Lo Kun mengeluh. Dia teringat bahwa
Uk Uk itu kalau bilang 'aku' itu berarti engkau. Dan kalau
berkata 'engkau' itu artinya aku.
"Tetapi Uk ?""
"Engkong sudah bilang sendiri, mengapa mau menjilat
kembali ?" cepat Uk Uk menukas.
Lo Kun tertegun. Dia memang selalu memberi ajaran
kepada Uk Uk bahwa orang yang baik itu harus selalu
menepati janjinya. Sekarang Uk Uk menggunakan senjata
itu untuk memukul Lo Kun.
'Ya, baiklah, tetapi jangan lama2. Nanti kalau engkau
sudah ngantuk, aku tentu akan engkau bangunkan," kata Lo
Kun. Tetapi Uk Uk sudah tak menyahut. Lo Kun tinggal
melek seorang diri, "Sialan, anak- anak ini. Masakan orang
lagi enak2 tidur, dibangunkan. Setelah aku bangun mereka
terus tidur." Lo Kun sayang pada Uk Uk karena sejak kecil dialah
yang merawatnya. Oleh karena itu walaupun mulut
mengomel tetapi dia tak marah.
Tiba2 ia merasa hendak kencing. Maka dia pun segera
keluar. Diluar masih gelap. Tengah dia mencari tempat
yang sepi, sekonyong konyong dia mendengar suara orang
berjalan. Dan tak lama dari ujung jalan muncul belasan
orang. "Wah, hari begini malam kemana kita harus mencarinya
?" seru salah seorang.
''Ya, memang Li thau-leng kalau memberi perintah
seenaknya saja. Kalau tidak menurut kita tentu diberi
hukuman." sambut kawannya.
"Hm, orang tinggi besar itu memang keparat,
menyusahkan kita saja," gerutu yang lain."
"Tetapi kita memang bersalah," kata salah seorang yang
bernada lain. "coba pikirkan, baru beberapa hari seorang
tawanan lolos, sekarang kembali ada tawanan yang lolos
lagi. Apalagi menurut thauleng, nona yang kita tawan itu
penting sekali." "O, makanya Li thaucu begitu marah." kata orang yang
lain, "kalau kita dapat menangkap si tinggi besar, kita bakal
mendapat hadiah besar."
"Eh, kawan, bagaimana kalau beristirahat dulu di kuil
tua itu. Malam2- begini mencari orang, sangat sukar. Lebih
baik kita mengasuh dikuil itu besok pagi baru kita lanjutkan
pencarian kita lagi," usul salah seorang.
Rupanya usul itu disetujui kawan-kawannya. Mereka
terus menuju ke kuil tua. Hampir tiba di dekat kuil, tiba2
muncul seorang kakek cebol.
"Hai, apakah itu bukan kakek pendek yang melarikan
diri ?" teriak salah seorang dari kawanan pendatang itu.
"Ya, benar ! Hayo kita ringkus !" seru yang lain.
Duabelas orang itu terus lari menyerbu kakek pendek yang
bukan lain kakek Lo Kun. Lo Kun mendengar pembicaraan
mereka. "Kurang ajar, kalau mereka menempati kuil tentulah
kedua cucuku terganggu. Lebih baik kutendang mereka."
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pikir Lo Kun yang terus maju di tengah jalan.
Kawanan orang itu adalah anakbuah pasukan Suka Rela.
Mereka diperintah oleh pimpinan untuk mengejar Thay-san
dan Sian Li yang loloskan diri. Begitu melihat Lo Kun,
mereka terus menganggapnya sebagai kakek Cian li-ji.
Memang kedua kakek itu sama tingginya dan sama pula
memelihara jenggot panjang yang menjulai sampai ke dada.
Maka sepintas pandang sukar membedakan, apalagi pada
malam hari. "Ho, engkau mau mengeroyok aku " Boleh, boleh," seru
Lo Kun seraya menyingsingkan lengan baju, "tunggu....." ia
mendorongkan tangan kepada kawanan anakbuah barisan
Suka Rela yang hendak menerjang. Beberapa orang itu
terhenti dan beberapa yang tersurut mundur. Mereka
merasa seperti dilanda angin keras.
Tiba2 Lo Kun terus ngacir masuk kedalam gerumbul.
'Hai. hendak lari kemana engkau setan cebol ?" teriak
beberapa anakbuah barisan seraya terus mengejar. Tetapi
mereka tertegun dan terlongong-longong melongo, ketika
melihat apa yang sedang dilakukan kakek cebol itu.
Ternyata Lo Kun sedang buang air alias kencing.
Melihat beberapa orang memburunya, dia berseru, 'Lho,
mengapa ada orang kecing mau melihat " Mau minum air
kencing?" Sudah tentu beberapa orang itu gelagapan dan mundur.
"Hm, kawanan manusia itu memang harus diberi
pelajaran, biar kapok," pikir Lo Kun dan dia terus mencari
akal. Tiba2 ia melihat sebatang pohon pepaya, "bagus,
rasain lu nanti," katanya seraya menghampiri pohon
pepaya. Daunnya dihilangkan dan kini dia mendapat
sebatang pelepah pepaya yang ujungnya buntet. Kemudian
dia mencurahkan air seninya kedalam tabung pelepah
pepaya itu. "Nah, sekarang badanku sudah ringan, perut tidak
mondol-mondol lagi," serunya ketika kembali kehadapan
kawanan anakbuah barisan Suka Rela, "silakan kalian
menyerang." Duabelas anakbuah barisan Suka Rela segera menyerbu
seperti kawanan serigala yang berebut mangsa. Tetapi cepat
pula Lo Kun memutar tabung pelepah pepaya tadi untuk
disongsongkan ke mulut mereka.
"Auh ....... auh ....... buhhhh ....... aduh bau-nya .......
huakkkk ....... huakkkk .......... "
Terdengar silih berganti suara anakbuah barisan Suka
Rela itu menjerit, berkaok dan muntah-muntah.
Apa yang terjadi" Ternyata kakek yang masih suka ugal-ugalan itu
menggunakan pelepah pepaya berisi airkseni untuk
menabur muka kawanan orang itu.
Orang tua memang air seninya berbau keras. Tetapi bau
air seni kakek Lo Kun memang luar biasa. Pernah pada
suatu hari ketika bermalam di sebuah hutan, karena sehari
suntuk harus berjalan naik turun gunung dan menahan
lapar, pada malamnya Uk Uk tidur dengan pulas sekali.
Menjelang pagi, anak itu tetap tak mau dibangunkan. Lo
Kun sayang pada anak itu. Dia tak mau menampar atau
menyelentik telinga anak itu. Lalu apa akal untuk
membangunkan anak itu"
'Hm. rasain lu," katanya lalu kencing dekat Uk Uk. Saat
itu kontan saja Uk Uk termelenting bangun dan mendekap
hidungnya. Air seni Lo Kun memang bukan buatan duilah setan
baunya. Ada lagi ceritanya yang lucu. Waktu masih kecil, Uk Uk
pernah jatuh sakit. Badan menggigil panas dan hidung
tersumbat. Dia menangis sakit. Karena bingung dan gugup,
akhirnya Lo Kun keki. Dia mengambil botol dan mengisi
dengan seninya. "Coba sedotlah," katanya kepada Uk Uk. Percaya kalau
kakek itu akan memberi makan Uk Uk pun lalu
menyedotnya, uffff "...
"Hai, hidungku tembus sekarang," teriak Uk Uk dengan
gembira. Dia jengkel dengan hidungnya yang tersumbat
sehingga tak dapat bernapas. Begitu hidungnya sudah
lancar, dia kegirangar kali, "Hai, sungguh obat mujarab"..!
Dia terus menyedotnya berulang kuli, uff, tiff ....
huakkkk .... tiba2 dia muntah- dan melemparkan botol itu.
Lo Kun mengikuti tingkah ulah anak gendut itu dengan
tertawa. Habis muntah2, anak itu tidur. Dan waktu bangun
dia sudah sembuh sama sekali dari sakitnga.
"Obat apa itu eng ....... engkong ....... , " tanya Uk Uk.
"Wasiat," sahut kakek Lo Kun singkat.
"Wah, manjur sekali," kata Uk Uk, teta ........tetapi .......
meng ....... apa ....... baunya kok begitu ...... keras, ya .... "
Kakek Lo Kun hanya tersenyum. Yang penting Uk Uk
sembuh. Titik. Juga ada lagi sebuah cerita lucu. Juga terjadi dalam
hutan ketika Lo Kun dan Uk Uk menempuh perjalanan.
Hutan itu sebuah rimba belantara yang jarang didatangi
orang. Orang mengatakan bahwa di hutan itu terdapat
harimau yang buas. Tetapi Lo Kun tak menggubris.
Begitu tiba di tengah hutan, entah dari mana tiba2
sesosok tubuh sebesar anak kerbau loncat ke hadapan Lo
Kun dan Uk Uk dan menghamburkan aum yang sedahsyat
gunung meletus. Karena terkejut, Uk Uk sampai jatuhkan
diri dan menutupi mukanya, "Hih, ngeri ...."
Juga Lo Kun terkejut bukan kepalang. Tanpa disadari
timbul juga rasa seram dalam hati hingga kedua kakinya
gemetar keras dan tali celananya menjadi basah. Dia
terkencing tak terasa. Aummmm ....... terdengar harimau itu mengaum keras
dan ....... berputar diri terus lari ngiprit.
Uk Uk membuka mata, "Hai, kemana binatang yang
menyeramkan itu ...... huak ........ diapun juga muntah2,
terus mendekap hidungnya kencang2.
"Eng ....... eng ....... kong, ngompol ..... " serunya.
Lo Kun yang semula masih terlongong-longong melihat
harimau lari ngiprit dan Uk Uk muntah2, terkejut
mendengar teriak Uk Uk. memandang ke celananya, "Haya
.... celaka dia terus lari kesebuah sungai dan terjun untuk
menghilangkan bau air seni di celananya.
Demikian keistimewaan dari air seni seorang kakek aneh
semacam Lo Kun. Dan ketika air seni itu menabur muka kawanan
anakbuah barisan Suka Rela, tanpa ampun lagi merekapun
bubar tak keruan. "Ha, ha. ha, ha ..... " Lo Kun tertawa terbahak- bahak.
Baru dia tertawa tiba-tiba terdengar suara yang amat
gemuruh. "Hujan," pikirnya. Tetapi ketika menengadahkan kepala,
bukan kepalang kejutnya. Ternyata suara gemuruh seperti
gunung roboh itu bukan hujan melainkan kawanan tawon
yang jumlahnya ratusan ribu. Tawon itu secara massal,
brrgelombang turun kebawah hendak menyerang Lo Kun.
"Haya, celaka!" teriak Lo Kun yang terus lari sipat
kuping. Dari mana dan mengapa kawanan tawon itu mengamuk
" Ternyata cipratan air seni kakek Lo Kun telah
menimbulkan bau yang menyengat. Dan terbawa angin
maka bau itupun melayang keatas. Di atas pohon terdapat
sarang tawon. Rupanya sekalipun tawon, juga ternutup
hidungnya waktu diserang bau yang keras itu. Mereka
ngamuk dan penyerang manusia yang memancarkan bau
itu. Betapapun kencang lari Lo Kun tetapi karena kawanan
tawon itu terdiri dari ratusan ribu, maka tak urung muka
dan tubuh Lo Kun kena disengat. Dia tak menghiraukan
apa-apa lagi teus lari sekencang-kencangnya. Dia lupa
untuk kembali kedalam kuil dan lari tanpa tujuan.
Entah sudah berapa puluh li dia berlari, waktu merasa
tak dikejar tawon lagi, barulah dia berhenti lalu duduk
dibawah pohon. '"Sial dangkal," serunya seorang diri, "gara2 ngebet
kencing sampai mukaku begap semua, " terus mengusapusap
kedua pipinya yang berobah bengap seperti bakpau.
Tengah dia masih mendongkol dan kesakitan tiba"
terdengar suara orang sedang berjalan mendatangi dan
bicara, "Nona Su, kemana saja kita ini?" terdengar suara
seorang lelaki berseru. ''Sudahlah, jangan banyak tanya. Pokokti kita jalan
sampai dimana, situlah kita nanti berunding lagi." sahut
seorang wanita muda. "Wah, tetapi kalau malam2 begini berjalan apa tidak
berbahaya?" tanya yang lelaki lagi.
"Ai, lalu apa harus tidur di tengah hutan?"
"Aku sih biasa kalau tidur di tengah hutan, tetapi nona
tentu tidak," jawab si lelaki, "hai apakah itu ....... " " tiba2
pula ia berteriak kaget, segera menuding kearah sebatang
pohon di muka. "O, kayaknya seorang lelaki tua," kata si gadis itu.
'Uh. bukan, tentu bangsa setan. Memang di tengah hutan
yang jarang diinjak manusia, tentu masih terdapat bangsa
setan. Mana ada makhluk sependek itu?" kata si lelaki yang
bertubuh tidak besar. Ketika dekat, nona itu terkejut, "Apakah itu bukan kakek
Lo Kun?" katanya seorang diri.
"Lo Kun" Hai, sungguh kebetulan sekali," kata lelaki
tinggi besar itu terus lari menghampiri Lo K'un dan tanpa
berkata ba atau bu, dia mencengkeram tubuh Lo Kun,
diangkat dan terus dibanting ke dalam semak2, "Mampus lu
setan tua ....!" Gadis itu itu terbeliak, "Hai, mengapa engkau banting
dia?" "Bukankah dia Lo Kun" Si Lo Kun itu adalah setan
penunggu gunung Thay-san yang kukang ajar, suka
menjahili orang. Aku pernah dijegal kakiku sampai aku
jatuh terguling-guling ke dalam lembah. Sekarang aku
hendak membalas dendam kepadanya," seru lelaki tinggi
besar yang tak lain adalah Thay-san.
Malam itu Thay-san dan Sian Li ( tetapi Thian-san
kukuh menganggap nona itu adalah Su Tiau Ing ) ,
melanjutkan penjalanan. Mereka melintasi sebuah hutan
yang kebetulan terdapat kakek Lo Kun yang sedang
beristirahat. "Tetapi dia bulan setan," kata Sian Li.
"Jelas setan," teriak Thay san, "sudahlah nona Su,
engkau ini puteri seorang mentri kerajaan tentu belum
pernah datang ke gunung Thay-san. Sedang aku ini berasal
dari gunung itu, maka tahu jelas siapa setan cebol yang jahil
dari gunung itu." Sian Li tak mau menjawab melainkan menghampiri
untuk menjenguk kedalam semak. Dilihatnya kakek itu
sedang keroncalan dan bergeliat bangun.
"Ho, setan cebol, rasain lu. Hayo kalau berani keluar,
tentu akan kulempar kedalam jurang," seru Thay-san yang
juga menghampiri. "Tetapi dia bukan setan. Kalau setan tentu dapat
menghilang." bantah Sian Li.
"Benar, tetapi kalau kesiangan dan ketahuan apalagi
dapat dipegang manusia, setan itu lumer dan tak dapat
menghilang lagi." "Tidak, dia bukan setan !"
"Ai nona Su, mengapa engkau malah membela setan
cebol " Biarin saja dia mati atau setengah mati," kata Thaysan.
"Bangsat engkau raksasa, mengapa engkau melempar
aku kedalam semak berduri ?" tiba2 Lo Kun loncat keluar
dari dalam semak. "Lho, engkau bisa bicara sekarang, setan cebol ?" seru
Thay-san. "Edan engkau !" teriak Lo Kun, "kecil-kecil aku memang
bisa bicara." "Siapa namamu ?" tegur Thay-san.
"Lo Kun.? 'Nah, itu dia. Eagkau memang si Lo Kun setan cebol dari
gunung Thay-san yarg pernah mengait kakiku sampai aku
jatuh kedalam jurang dulu ....," Thay-san terus menubruk
tetapi kali ini Lo Kun sudah siap. Dia menghindar.
"Gila !" teriak Lo Kun, "aku bukan setan aku manusia !"
"Jahanam, setan berani membohongi manusia,". teriak
Thay-san yang menerkam lagi. Tetapi Lo Kun juga
menghindar lagi. 'Hai, apakah engkau bukan Sian Li "'' tiba2 Lo Kun
berteriak ketika berdiri dekat dengan Sian Li.
Tetapi sebelum Sian Li menjawab, tiba2 pula Thay-san
sudah menjerit, 'Setan cebol, jangan ngaco belo ! Siapa yang
engkau panggil Sian Li."
"Anak perempuan itu."
"Linglung! Dia bukan Sian Li tetapi nona Su Tau Ing,
puteri dari mentri Su Go Hwat.
'Limbung !" balas Lo Kun, "dia jelas Sian Li cucuku
sendiri," "E, setan cebol ini kalau tidak kuhajar sampai mampus
tentu masih mengacau saja. Masa puteri seorang mentri
kerajaan diaku sebagai cucunya.
Thay san menyingsing lengan bajunya dia meninju Lo
Kun, brakkkkk........ Lo Kur menghindar dan sebatang
pohon. sebesar betis, tumbang karena terkena tinju Thaysan.
"Berhenti!" bentak Sian Li ketika melihat Thay-san
hendak menyerang lagi. Thay-an menurut. Entah
bagaimana dia taat kepada Sian Li yang dikiranya Su Tian
Ing itu. "Mengapa nona Su ?" yanyanya.
"Segala urusan diurus dulu dengan baik, kalau sudah tak
dapat diurus, baru dengan tinju," kata San Li.
"Apanya lagi yang perlu diurus " Jelas dia itu setan cebol
dari gunung Thay-san."
"Kurasa bukan," kata Sian Li. "dia bisa bicara, bisa
bergerak, tentulah bangsa manusia.
"Engkau gila Sian Li," seru Lo Kun, "masa aku ini
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bangsa setan....." Sian Li makin terkejut. Dia makin mendapat dugaan
bahwa ......, "Apakah kakek ini........"
"Setan cebol, engkau jelas bangsa setan. Kalau tidak
masa bicaramu ngoceh tak keruan. Dia bukan Sian Li tetapi
nona Su Tiau Ing," tiba2 tinggi besar Thay-san menukas.
"Engkau ini memang orang gila," teriak Lo Kun, "dia
jelas cucuku yang bernama Sian Li, masa kini engkau
anggap nona Su Tiau Ing."
"Persetan dengan Sian Li !"
"Lho, persetan juga dengan Su Tiau Ing !" balas Lo Kun.
"Kakek Lo Kun," tiba2 Sian Si berseru.
Kini rupanya setelah memandang jelas sampai berapa
saat barulah Sian Li percaya kalau kakek itu memang Lo
Kun. Tadi dia sangsi karena wajah Lo Kun berobah gemuk
akibat begap disengat tawon.
"O, sekarang engkau baru percaya " Masa .....hai, tidak !"
tiba2 Lo Kun menjerit. "Mengapa ?" Sian Li terkejut.
"Tetapi Sian Li kan masih tidur, mengapa tahu2
gentayangan bersama seorang raksasa " Kalau
begitu.....kurang ajar engkau !" teriak Lo Kun.
"Lho, kenapa kakek Lo ?"
"Engkaulah yang bangsa setan !" teriak Lo Kun," ya,
benar, engkau setan perempuan dan setan raksasa .........."
Sian Li melongo, "Aku masih tidur?" menegas, "dimana
aku tidur ?" "Engkau dan Uk Uk tadi membangunkan aku, setelah
aku bangun, kalian berdua terus tidur. Ya. aku ingat jelas
hal itu. Mengapa sekarang tiba2 engkau keluyuran disini "
Tak mungkin, tak mungkin. Engkau tentu bangsa
kuntilanak .,..." "Kakek Lo, aku ini Sian Li aseli."
"Tidak !" Lo Kun menolak, "Sian Li
tidur dalam kuil." "Tidak kakek Lo Kun" teriak Sian Li
"Jangan banyak mulul, kuntilanak!" teriak Lo Kun
seraya menampar. Karena tak menyangka kalau kakek itu
akan menampar, Sian Li terkejut dan pipinyapun kena.
plak.....! "Lho, engkau berani menampar nona Su ?" teriak Thaysan
terus menerjang Lo Kun. Kali ini Lo Kun jengkel. Dia tak mau menghindar
melainkan menyongsong dengan pukulan.
Bunkkkkk......si tinggi besar mencelat sampai beberapa
langkah tetapi Lo Kun juga terlempar ke belakang.
"Sialan," gumam Lo Kun dalam hati, "kalau terus
menerus disini, kedua setan itu tentu akan menggoda aku
saja ........" D a terus lari. "Hai, setan cebol, mau lari kemana engkau!" teriak Thaysan
lalu mengejarnya. Sian Li yang masih termangu-mangu karena pipinya
ditampar itu, terkejut tetapi sudah terlambat. Kedua orang
itu sudah menghilang dalam kegelapan.
Sian Li menghela napas dan geleng2 kepala. Mengapa
malam ini aku mengalami beberapa peristiwa yang aneh ?"
Ia teringat karena keluar mendengar suara orang lari, dia
ditangkap kawanan anakbuah barisan Suka Rela.
Kemudian dia ditolong oleh seorang pemuda tinggi besar
bernama Thay-san, Thay-san menganggapnya sebagai Su
Tiau Ing puteri dari mentri Su Go Hwat. Eh, sekarang
bertemu dengan Lo Kun dan celakanya kakek itu
menganggap dia bukan Sian Li tetapi setan. Dan kalau
menurut omongan kakek itu, Sian Li masih tidur di kuil.
"Aneh, kalau begitu dalam kuil itu tentu terdapat seorang
nona. Lalu siapakah nona itu?" pikirnya, "benar2 peristiwa
gila. Aku akan mencari ke kuil itu .... "
Kita tinggalkan Sian Li yang sedang mencari kuil tempat
ia bermalam. Sekarang mari kita ikuti perjalanan kedua
orang limbung, kakek Lo Kun dan Thay-san yang sedang
kejar mengejar. Setelah naik turun beberapa bukit dan tiba disebuah
gerumbul pohon, tiba2 Lo Kun berhenti. Tak lama
kemudian Thay-sanpun tiba.
"Mengapa berhenti?" tanya Thay-san.
"Napasku habis, kita beristirahat dulu," sahut Lo Kun.
"O, benar, aku juga putus napasku," kata Thay-san.
Keduanya lalu duduk di bawah pohon. Lo Kun
mengeluarkan buli-buli arak dan menenggaknya. Bau arak
yang harum, menampar hidung Thay-san."
"Engkau curang!" seru Thay-san ketika Lo Kun menutup
buli-buli araknya. "Mengapa?"
"Kalau engkau ksatrya, engkau harus memberi aku
minum arak juga supaya aku dapat mengejarmu. Kalau
tidak, huh, engkau seorang rendah budi!"
"Hus, rendah budi bagaimana?"
"Ya, dong, kalau mau disuruh mengejar, yang mengejar
juga harus diberi minum!"
"O, benar, benar," Lo Kun terus memberikan buli-buli
kepada Thay-san. Memang keduanya termasuk orang gemblung. Mereka
sebenarnya bermusuhan tetapi Thay-san sudah keblinger
pikirannya, dia mengira kejar mengejar. Dan celakanya Lo
Kun juga menerima begitu saja alasan Thay-san.
Setelah minum beberapa teguk, Thay-san berkata, "wah,
enaknya .......... "
"Hus, gila, mana buli-buli itu, jangan engkau habiskan,"
Lo Kun terus menyambar buli-arak.
Beberapa saat kemudian, Lo Kun berdiri dan berseru,
"Hayo, kita mulai lagi, kejarlah aku ..." Tanpa
menghiraukan suatu apa dia terus lari.
Thay-san mendengar seruan Lo Kun tetapi entah
bagaimana matanya terasa mengantuk sekali. Begitu hebat
rasa kantuk itu menyerang dirinya hingga, bluk ..... dia
terus tidur meloso di bawah pohon.
Lo Kun lari dan lari tanpa menghiraukan suatu apa. Dia
tak mau berpaling untuk melihat apakah Thay-san masih
mengejar atau tidak. Beberapa saat lemudian, dia berhenti lagi dan terus
membuka buli-buli dan meneguk isinya.
"Eh, kemana si raksasa tadi?" tiba2 ia berpaling.
Pada saat itu muncullah dua orang lelaki bertubuh tinggi
besar. Tetapi bukan Thay-san.
"Hai, setan, mengapa engkau memecah dirimu menjadi
dua ?" teriak Lo Kun marah.
"Hus, siapa engkau kakek cebol !" bentak kedua lelaki
gagah perkasa itu. "Lho, apakah engkau bukan yang mengejar aku tadi ?"
seru Lo Kun. 'Siapa yang mengejarmu ?"
"Ho, engkau ini benar2 setan bukau manusia, kalau
manusia tentu tak dapat memecah menjadi dua ganti
pakaian begitu !" seru Lo Kun.
"Hou te, mungkin dia seorang kakek gila," kata yang
seorang. Hou-te artinya adik Hou.
Kedua orang itu memang kakek beradik. Kakaknya
bernama Gu Liong dan adiknya Gu Hou. Dulunya mereka
bekerja sebagai penebang kayu. Kemudian mereka masuk
menjadi lasykar barisan Suka Rela. Karena keduanya
berasal dari daerah itu maka mereka ditugaskan oleh
pimpinannya untuk mencari Thay-san dan Sian Li bahkan
kakek Cian-li-ji yang telah lolos dari tawanan.
"Tetapi kalau menurut perawakannya kakek ini seperti
kakek yang meloloskan diri tempo hari," kata Gu Liong,
"kemungkinan dia pura2 seperti orang linglung supaya
terhindar dari kecurigaan."
"Lalu bagaimana maksud engkoh?" tanya Gu Hou.
"Tangkap saja dia dan bawa ke markas Kalau memang
dia itu kakek yang tempo hari lolos, ya sudah. Tetapi kalau
bukan, kita lepas lagi. Pokok kita sudah mendapat hasil
supaya jangan dimarahi pimpinan."
Gu Hou setuju akan pendapat engkohnya. keduanya
segera mengepung Lo Kun. 'Hai, kakek cebol, engkau menyerah atau tidak?" seru
kedua kakak beradik itu. "Hus, aku menyerah kepada siapa?"
"Akan kami bawa engkau kedalam markas."
''Edan engkau, markas mana?"
"Markas barisan Suka Rela."
"Mengapa?" ?"Bukankah engkau kakek yang beberapa hari
meloloskan diri dari tawanan kita?"
"Edan ! Tahu saja tidak dimana markas itu mengapa
engkau berani menuduh begitu " seru Lo Kun.
"Tidak!" bentak Gu Hou, "engkau harus mengaku. Kalau
tidak, akan kami lempar kedalam jurang,"
"Mengaku bagaimana "Pokoknya engkau harus mengakui bahwa engkau benar
kakek yaug lolos itu."
"Aku bukan orang itu !"
"Tidak peduli engkau orang itu atau bukan, engkau harus
mengaku sebagai orang itu.
'Eh, kalian hendak cari perkara, ya ?" Lo Kun seraya
menggulung lengan bajunya, kalian kira aku takut kepada
kalian berdua ?" "Eh, kakek, engkau berani melawan " rasakanlah tinjuku
ini," seru Gu Hou seraya ia meninju.
Lo Kun menghindar kesamping tetapi Gu Liong .sudah
menyambutnya. Terpaksa Lo Kun mengendapkan tubuh
kebawah tetapi Gu Hoi sudah menyongsong dengan
tendangan. Lo Kun ngegos ke kiri, kembali disitu kaki Gu
Liong sudah siap mendupaknya.
"VVut.... tiba2 Lo Kun mencelat ke atas dan menabok
kepala kedua orang itu, plak" plak.....
Gu L;org dan Gu Liong rasakan kepala pusing. Tabokan
kakek itu cukup keras. "Hou-te, mengapa kita kalah dengan seorang kakek cebol
saja?" seru Gu Liong seraya mencabut senjatanya, sebatang
kapak besar. Gu Hou juga mencabut senjatanya, sebatang beliungraksasa,
"Nah, engkau mau menyerah atau nekad melawan.
Tetapi kuperingakan, beliungku tak pernah gagal untuk
memenggal kepala orang. Tak percaya, lihatlah?"" dia
menghampiri sebatang pohon dan ayunkan beliungnya,
kraakkkk, bum .... pohon itupun tumbang.
"Ha, ha." Lo Kun tertawa, "engkau kira aku takut "
Engkau kira aku juga tak punya senjata wasiat "
"Silakan mengeluarkannya."
"Begini," kata Lo Kun, "senjata wasiatku itu jarang
kupakai kalau tak terpaksa. Dan setiap keluar tentu harus
ada hasilnya." "Sudahlah, engkau mau mengajak apa ?" tukas Gu Hou.
"Bertaruh," kata Lo Kun.
"Bertaruh apa ?" Gu Hou heran.
"Kalau aku kalah, aku menyerah. Terserah mau kalian
jadikan apa saja diriku nanti," kata Lo Kun, "tetapi kalau
aku menang, kalianpun harus menurut apa perintahku.
Berani ?" "Baik," serempak kakak beradik Gu itu berteriak, "hayo,
kita mulai!" "Tunggu du'u," kakek itu terus lari kedalam gerumbul
pohon. Dia hendak mencari pohon pepaya tetapi tak
bertemu. Tiba2 ia melihat ada gerumbul pohon bambu.
Cepat2 dia menghambil dan memotong sebatang. Setelah
dipotong, dia t mihh satu ruas, ujungnya dilubangi.
Kemudian! kencing dalam tabung bambu itu.
"Ha. ha, cukup dengan tabung bambu ini kalian tentu
sudah menyerah," kata Lo Kun. I
"Hub, apa-apaan engkau kakek cebol," ejek Gu Hou.
"Tetapi ada sebuah perjanjian lagi," kata Lo Kun, "kalah
atau menang, kita tak boleh lari."
"Tentu, siapa yang mau melarikan diri menghadapi
engkau, kakek cebol," kembali Gu Hou mengejek.
"Baik, kita mulai sekarang," kata Lo Kun. Gu Liong
mengambil tempat di muka dan Gu Hou di belakang Lo
Kun. Tetapi Lo Kun diam saja.
"Serang!" teriak Gu Liong seraya menghantam dengan
kapaknya. Dan Gu Houpun ayun beliungnya.
Lo Kun mengendap ke bawah, selekas kapak dan beliung
lewat diatas kepalanya, dengan kecepatan seperti kucing
melompat, dia menabur isi tabung itu kemuka Gu Liong
lalu loncat ke hadapan Gu Hou dan menabur mukanya.
"Huakkkk.....huakkkkkk.....kedua kakak beradik itu
muntah2 dan mendekap hidungnya. Tetapi setiap kali
melepaskan dekapannya, kembali mereka muntah2 lagi.
Mengapa " Ternyata air seni kakek Lo Kun itu melekat pada muka
dan hidung mereka sehingga baunya tak mau hilang,
"Celaka.....!" teriak Gu Liong.
"Minta ampunnnn.....," seru Gu Hou. Keduanya terus
lari. "Hai, kalian hendak ingkar janji ya ?" teriak Lo Kun
seraya mengejar, Ternyata kedua saudara itu mencari sangai maka begitu
melihat ada sebuah telaga, mereka terus loncat kedalam
telaga itu. Beberapa saat kemudian mereka baru naik ke darat.
Disitu Lo Kunpun sudah menunggu, "Ha , bagaimana
kalian ?" "Jangan kuatir, kakek," seru Gu Liong," kami takkan
ingkar janji." "Jadi kalian mau menyerah, kan ?"
"Tentu, tentu."
"Benar ?" "Ya." "Mengapa kalian menyerah " Siapa yang suruh
menyerah ?" "Eh, bagaimana engkau ini, paman," seru Liong, "kan
tadi kita sudah berjanji begitu."
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Berjanji" O, ya, benar, benar. Lalu sekarang
bagaimana?" "Terserah kepadamu. Kami kan sudah menyerah."
"Kalian harus ikut aku dan menurut yang
kuperintahkan!" "Baik," kata kedua saudara Gu itu. Keduanya berasal
dari gunung sehingga alam pikiran dan sikap mcrekapun
masih polos dan jujur. Karena sudah kalah janji,
merekapun lalu ikut pada Lo Kun.
"Tetapi bagaimana dengan pimpinan barisan Suka Rela
nanti?" tanya Gu Liong.
"Apa" Barisan Suka Rela?"
"Ya, kami memang masuk menjadi anggauta barisan
Suka Rela. Tetapi karena kami sudah kalah, maka kamipun
akan ikut kepadamu. Tetapi bagaimana kalau pimpinan
barisan Suka Rela sampai menangkap kami?"
"Siapa pimpinan barisan Suka Rela itu?" tanya Lo Kun.
"Li Tiong Ki." '
"Siapa Li Tiong Ki?"
"Putera dari panglima barisan Tani, Li Cu Seng."
"Siapa Li Cu Seng?"
"Manusia." "Lho, mengapa engkau menjawab begitu?"
"Karena aku tahu dia tentu manusia, tak tahu siapa
namanya dan orang mana."
"O, benar," kata Lo Kun, "soal pimpinan barisan Suka
Rela, serahkan saja kepadaku. Tetapi omong2, barisan Suka
Rela itu berfihak kepada siapa saja?"
"Kerajaan Beng."
"Bagus!" teriak Lo Kun, "kalau begitu kalian kubebaskan
dan boleh ?kembali kepada barisanmu lagi."
"Tidak!" teriak Gu Liong dan Gu Hou.
"Lho, mengapa?"
"Karena setelah kupikir-pikir barisan Suka Rela itu
ternyata bukan sungguh2 berfihak pada kerajaan Beng."
"Lho, aneh. Lalu berfihak kepada siapa?"
"Menilik gelagatnya kepada kerajaan Ceng."
"Apa buktinya?"
"Begini," kata Gu Liong, "kemarin kami menangkap
seorang tinggi besar yang sedang tidur di tengah jalan. Dia
mengaku bernama Thay-san. Pimpinan kami menanyainya.
Dia mengatakan kalau menjadi pengawal dari Su kongcu
..." "Siapa Su kongcu itu?"
"Putera keponakan dari mentri kerajaan Beng, Go Hwat
tayjin." "'O, siapa nama Su kongcu itu?"
"Su Hong Liang," kata Gu Liong, "pimpinan kami tak
percaya lalu suruh orang membawanya ke kamar tahanan
untuk mengenali seorarg nona yang kami tawan. Dan
ternyata orang tinggi besar itu mengatakan kalau nona yang
tertawan itu adalah nona Su, puteri dan mentri ; Go Hwat
itu." 'Gila !" teriak Lo Kun, "mengapa mentri Go Hwat saja "
Apa lain orang tidak ada ?"
"Kalau memang dia puteri dari mentri itu, mau diapakan
lagi " Apa suruh dia menjadi putri lain mentri ?" Gu Hou
agak mendongkol. "Setelah tahu bahwa nona yang kami tawan itu putri dari
mentri Su, pimpinan kami suruh menjaganya dengan ketat.
Katanya nona itu akan dijadikan sandera untuk memaksa
mentri Su Go Hwat menurut kemauan barisan Suka Rela."
"Edan," seru Lo Kun," mau apa barisan Suka Rela itu
kepada mentri Su ?" "Sebenarnya masih ada seorang pimpinan lagi yang lebih
atas dari pimpinan kami Li Tian Ki itu. Tetapi orang itu tak
mau unjuk diri secara terang-terangan. Dia selalu
mengenakan kedok muka apabila berkunjung ke markas
kami." "Siapa namanya ?"
"Juga tak ada orang tahu. Tetapi menurut kabar dari
kawan2, orang itu orang she Su juga,
"Haya, lagi2 orang she Su," seru Lo Kun, "Apakah dunia
ini hanya orang she Su melulu?"
"Habis, kalau memang dia orang she Su, apa harus
diganti?" balas Gu Hou.
"Teruskan ceritamu!"
"Dari beberapa kawan, aku mendapat keterangan bahwa
barisan Suka Rela itu jangan terlalu bersikap memusuhi
kerajaan Beng .......... "
"Bagus!" tukas Lo Kun.
"Tetapi juga jangan memusuhi kerajaan Ceng,"
melanjutkan Gu Hou. "Gila!" teriak Lo Kun, "kerajaan Ceng itu jelas musuh
kita, bagaimana tidak boleh dimusuhi?"
"Karena mereka hendak naik dua perahu."
"Naik dua perahu" Mana perahunya?"
"Perahunya bukan perahu sungguh tetapi kedua kerajaan
yang saling bermusuhan itu."
"Kerajaan mengapa disamakan dengan perahu?"
"Ah, itu kan hanya ibarat saja."
"O, mengapa tadi tak bilang begitu?" kata Lo Kun, "lalu,
apa barisan Suka Rela itu hendak ikut sana ikut sini?"
"Bukan," sahut Gu Liong, "mereka hendak menunggu
siapa yang menang. Kalau kerajaan Beng yang menang,
mereka ikut kerajaan Beng menghancurkan pasukan Cing.
Tetapi kalau kerajaan Ceng yang menang, mereka segera
akan menggabungkan diri untuk menghancurkankan
kerajaan Beng." "Banci!" teriak Lo Kun," apakah pemimpin barisan Suka
Rela itu orang banci?"
"Tidak, dia seorang pemuda."
"Kalau orang laki mengapa pendiriand begitu ?"
"Silakan tanya kepadanya sendiri," seru Gu Hou.
"Tidak." sahut Lo Kun, "kalianlah yang wajib bertanya
kepadanya. Sekarang kalian boleh kembali kedalam barisan
Suka Rela dan menanyakan hal itu kepada pimpinan. Kalau
dia tak mempunyai pendirian yang tegas, ikut kerajaan
Beng atau ikut Ceng, bilang kepada mereka, suruh
pimpinan itu mundur saja."
"Tidak mau," seru Gu Liong, "aku dan adikku tidak mau
kembali ke barisan itu."
"Lho, kenapa ?"
"Bukankah aku harus ikut engkau ?"
"Tak perlu, kalian kubebaskan."
"Benar ?" "Ya, sejak saat ini kalian bebas, tak ikut aku dan tak
perlu menurut perintahku."
"Baik terima kasih," kata kedua saudara. Lo Kun terus
berputar tubuh dan hendak melanjutkan perjalanan kembali
ke kuil tua, tapi kedua saudara Cu itu tetap mengikutinya.
Karena harus mencari jalan ke arah kuil yang letaknya ia
agak lupa maka Lo Kun harus menggunakan waktu cukup
lama baru tiba di kuil itu. Dari jauh dia melihat tiga sosok
manusia sedang berdiri di halaman kuil. Ada dua orang
yang saling tuding menuding.
Lo Kun cepat lari. Dia kuatir ada orang yang
mengangggu Uk Uk dan Sian Li. Begitu tiba, dia terkejut.
Ternyata ketika orang yang berada di halaman itu adalah
Uk Uk, Sian Li dan seorang lelaki tinggi besar. Eh,
bukankah dia si Thay-san "
Saat itu Thay-san sedang otot-ototan dengan Sian Li
(palsu) dan Uk Uk. "Ah, engkaulah nona Su, mengapa menyangkal ?"
teriaknya menuding Sian Li atau yang sebenarnya adalah
Ah Liu, bujang dara dari Su Tiau Ing.
"Eh, orang tinggi, engkau ini bagaimana, aku kan si Ah
Liu yang bersama engkau hendak mencari nona Su," seru
nona itu. "Ti".dakkkk," teriak Uk Uk, aku bukan Ah Liu, aku ini
ci Sian Li." "Hai," teriak Thay san, "engkau ini anak waras atau gila
" Engkau bukan Ah Liu juga bukan ci Sian Li, engkau ini
bocah laki genduk !"
"Orang tinggi," balas Uk Uk, "aku gila, ya?"
"O, makanya." sahut Thay-san yang tak mengerti akan
adat kebiasaan Uk Uk yang mengartikan kata 'aku" itu
dimaksudkan "engkau".
"Engkau tidak tahu Thay-san," tiba2 Ah Liu melengking,
"bahwa yang dimaksud oleh anak ini dengan kata "engkau'
adalah "aku". Kalau dia bilang "aku", itu artinya "engkau".
Dia memang membalikkan arti kata "engkau" dengan
"aku"." I "Kalau begitu, dia mengatakan aku yang gila?" seru
Thay-san. "Memang begitu maksudnya."
"Kurang ajar, engkau, bocah gendut. Aku bilang apakah
engkau yang gila?" seru Thay-san.
"Ya, memang aku ini gila." sahut Uk Uk.
"Kurang ajar!" setelah tahu kalau Uk Uk memang
membalikkan istilah "aku" dengan "engkau", Thay-san terus
menampar kepala bocah itu.
Tetapi tamparannya luput dan tiba2 dia jerit keras,
"Matiiiiik .........., " tangannya terus mendekap pinggang
celananya. "Mengapa?" seru Ah Liu.
"Sialan benar," kata Thay-san terus lari ke balik
gerumbul. Ternyata tali kolor celananya telah ditarik Uk Uk
sampai putus. Sebenarnya Uk Uk tidak mempunyai kebiasaan menarik
putus tali celana orang, sepertinya Ah Liong. Tetapi entah
bagaimana, dia kepada si Thay-san yang tinggi besar. Dia
mau melukai orang itu melainkan cukup memberinya
keripuhan setengah mati. Setelan Thay-san pergi mengumpat, Uk Uk menegur Ah
Liu, "Ci Sian, mengapa aku sekarang sikap aneh" Mengapa
aku mengatakan kalau bukan ci Sian?"
"Ya, benar, Uk," tiba2 terdengar Lo Kun berseru. Dia tak
tahan melihat peristiwa yang berlangsung ditempat itu.
"O, eng ....... kong, koag .... aku datang .....mengapa
engkong pergi ....?"
"Siapa pergi?" 'Waktu engkau tidur bersama .... sama ci Sian, engkong
lenyap. Kemana saja?"
"Aku hendak buang air kecil. Tiba2 ada beeberapa
kawanan anakbuah barisan Suka Rela yang hendak
bermalam dalam kuil. Lalu aku ..."
'Tidak eng....... engkong ....... engkau masih tidur .......
tak mungkin eng ....... engkau keluar.. "
"Bocah edan," pikir Lo Kun yang menyadari adat
kebiasaan Uk Uk berkata dengan "aku' menjadi 'engkau'.
'Ya, bukan aku tetapi engkau yang keluar dan
menghadang kawanan anakbuah barisan Suka Rela itu.
Lalu engkau bertempur dan mereka kalah tetapi celaka Uk
.......... " "Bagaimana eng ....... engkong ........ "
Lo Kun lalu menceritakan pengalamannya diserang
kawanan tawon dan akhirnya bertemu dengan Thay-san.
Dia dapat lolos akan tetapi dihajar oleh kedua saudara Gu
yang juga bertubuh tinggi besar seperti Thay-san. Mereka
tempur dan kedua saudara itu kalah. Terus kedua saudara
itu juga anakbuah barisan Suka Rela. Dia hendak ikut Lo
Kun tetapi Lo membebaskan dan suruh kedua saudara itu
kembali ke markas barisannya untuk menanyai pendirian
pemimpin barisan Suka Rela.
"Benar, benar, memang begitu," tiba2 terdengar suara
orang berseru. Ketika Lo Kun berputar ke belakang ternyata
kedua saudara Gu sudah berada dibelakangnya.
"Hai, mengapa kalian kemari?" tegur Lo Kun.
"Aku tak mau pulang ke barisan lagi. Aku hendak ikut
engkau paman cebol," sahut Gu Liong.
"Hus, mau ikut orang mengapa mengejek aku seorang
cebol ?" "Habis kalau engkau memang pendek, apakah harus
kukatakan tinggi ?" sahut Gu Liong.
"Sudahlah, jangan banyak membantah," tukas Lo Kun,
"mengapa kalian hendak ikut aku."
"Engkau seorang kakek yang baik. Aku senang ikut
engkau dari pada ikut barisan Suka Rela yang banci itu."
'Wah, bagaimana ?" Lo Kun garuk2 kepala,
rombonganku sudah dua orang, cucuku Uk Uk dan cucuku
Sian Li. Kalau tambah dua lagi yang begitu besar seperti
raksasa, bagai aku dapat memberi makan."
"Biar dah eng ..... engkong . ".. engkau suka dengan
kedua engkoh tinggi itu," seru Uk Uk, "kalau lelah kita kan
dapat minta gendong kepada mereka ?"
"Hus, apa mereka mau?" seru Lo Kun.
"Mau, mau," sahut Gu Liong
"Tetapi apakah makanmu banyak, engkoh tinggi ?" seru
Uk Uk. "Ya, cukupan." "Hai mengapa ada orang yang menyamai aku tingginya."
tiba2 Thay-san keluar dari balik gerumbul setelah
memperbaiki celananya. "Lho, engkau juga tinggi besar ?" seru Gu Lion g, "siapa
engkau ?" "Thay-san dan engkau?"
Kedua saudara Gu itu memperkenalkan diri.
"Apa maksudmu kemari ?" tegur Thay-san.
"Mau ikut kakek cebol itu."
"O, benar, memang kakek cebol dan bocah gendut itu
perlu orang2 semacam engkau yang dapat digunakan jadi
kuda kalau perlu," kata Thay-san.
"Hus, jangan ngaco!" bentak Gu Hou.
Thay-san tak menggubris, dia terus berpaling kearah Ah
Liu, "Nona Su......"
"Gila engkau !" tcriak Ah Liu,' "aku bukan nona Su, coba
pandanglah aku. Masakan engkau lupa kepadaku yang
bersama-sama engkau hendak mencari nona Su itu "
"Apa iya ! O, benar2 engkau apa bukan Ah Liu ?" seru
Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Thay- san. "Itu dia," teriak Ah Liu, "kiranya engkau sudah ingat
sekarang." "Tidak bisa !" teriak Uk Uk, "dia bukan Ah Liu, dia
adalah ci Sian Li, taciku."
'"Gila engkau ! seru Thay-san.
"Ya, memang aku gila !"
Thay-san terkedap. Ia ingat kalau anak ini memutarbalikkan
arti 'aku' dengan "engkau'.
"Hai bocah gendut, jangan gila-gilaan. Dia bukan
tacimu. Dia adalah Ah Liu, kawanku yang baru," Thay-san
terus ulurkan tangan hendak menggandeng tangan Ah Liu.
Tetapi saat itu Uk Uk sudah maju dan melonjak, plak".
plak tahu2 kedua pipi Thay-san ditamparnya.
"Lo, berani menampar pipiku," Thay-san marah dan
menghantam Uk Uk. Tetapi pada saat itu Gu Liong dan Gu
Hou sudah melesat menjotos Thay-san.
"Berhenti l'' teriak Lo Kun karena menyapih peristiwa
perkelahian yang acak-acakan itu. Gi Liong dan Gu Hou
menurut. Tetapi Thay-san tetap menjotos mereka, duk, duk
.... kedua saudara Gu itu telempar jatuh.
"Hai, raksasa liar, aku curang!" teriak Uk Uk menuding
Thay-san. "Apanya yang curang?"
'"Engkong sudah suruh aku berhenti, mengapa aku
masih memukul orang ?"
"Eh, gendut, aku kan bukan budak engkong ku,
mengapa, harus menurut perintahnnya "''
"'Raksasa liar, rasakan pukulanku," Uk Uk terus
menjotos. Thay-san tertawa dan menangkis. Ia kira kalau
adu pukulan anak itu tentu patah tulangnya. Tetapi ternyata
Uk Uk tak mau beradu pukulan melainkan endapkan tindju
dan tubuh kebawah terus menghantam telapak kaki Thayisan
keras-kerasnya. "Aduhhhhhhh," Thay-san menjerit dan terlatih-tatih
mundur seraya mengangkat kaki kiranya yang terpukul itu.
Melihat itu Ah Liu kasihan. Dia menghampiri Uk Uk
dan menabok kepalanya, plak..... "Bocah kurangajar,
mengapa melukai orang !"'
"Lho, ci Sian mengapa aku memukul engkau " Bukankah
engkau hendak membela aku ?"
'"Siapa sudi menerima pertolonganmu. Dia memang
kawanku, mau apa !" "Eng .... engbong..... ci Sian .... suka sama raksasa hutan
itu ....." teriak Uk Uk.
Lo Kun maju menghampiri kemuka Ah Liu, "Apakah
engkau benar bukan Sian Li?"
"Sejak didalam kuil aku sudah mengatakan kalau bukan
Sian Li tetapi anak gendut itu tetap memaksa aku menjadi
Sian Li. Salah siapa?"
"Uk, ini bukan Sian Li," akhirnya Lo Kun memberi
keterangan. "O, makanya dia berani menampar kepalamu," kata Uk
Uk lalu menjerit, "Huh, cabul, cabul .... "
"'Kenapa Uk?" Lo Kun terkejut.
"Kalau bukan ci Sian Li mengapa dia berani tidur
disampingmu, engkong. Apakah itu bukan gadis cabul
namanya?" "Gila!" teriak Ah Liu yang merah mukanya "Aku kan
Para Ksatria Penjaga Majapahit 17 Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D Geger Dunia Persilatan 10