Pencarian

Bloon Cari Jodoh 23

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 23


"Mo dan Co kausu," kata jenderal Co Liang Giok,
"dapatkah engkau membuktikan tentang hasil
penyelidikanmu itu ?"
"Telah hamba haturkan," kata Mo kausu, "bahwa hamba
berdua telah menyelidiki dari kalangan atas sampai lapisan
bawah, semua tiada yang mencelah peribadi tay-haksu."
"Hm, tentulah kalian masih ingat akan peristiwa baru2
ini, kan ?" seru jenderal Co Liang Ciok.
"Peristiwa apa, ciangkun."
"Peristiwa tuduhan tay-haksu kepadaku bahwa aku
mempunyai rencana hendak memberontak itu."
"0, benar, ciangkun. Ciangkun telah memberitahukan hal
itu kepada kami." "Tidakkah tuduhan itu hanya fitnah semata-mata " Aku
mengadakan pendafraran untuk menerima prajurit2 baru
adalah demi untuk memperkuat tugasku untuk
mempertahankan wilayah kita," seru jenderal Co.
"Tetapi fthak tay-haksu mendengar bahwa ciangkun tak
puas dengan beliau dan marah kepada tay-haksu karena
menganggap tay-haksu korup dan sewenang-wenang,"
sahut Mo kausu. "Bukan aku saja tetapi setiap rakyat dan para jenderal
tahu bagaimana praktek2 yang kotor dari tay-haksu."
"Oleh karena itu maka tay-haksu menuduh bahwa
gerakan mengumpulkan prajurit2 baru yang ciangkun
adakan itu adalah karena ciangkun hendak memberontak."
"Tidak sama sekali," sahut jenderal Co. "aku akan setya
sampai mati kepada kerajaan Beng. Tetapi aku memang
penasaran terhadap tingkah laku tay-haksu dan beberapa
mentri yang mengacau dan melemahkan kerajaan itu. Coba
engkau bayangkan," kata jenderal Co," mentri pertahanan
Su Go Hwat tayjin adalah seorang mentri yang setya dan
pandai. Tetapi mengapa dia malah di `buang` keluar oleh
tay-haksu dengan alasan supaya dapat menyusun kekuatan
para jenderal2 di daerah-daerah " Tidakkah hal itu hanya
suatu alasan dari tay-haksu supaya Su tayjin jangan sampaI
dekat dengan raja sehingga gerak gerik tay-haksu lebih
leluasa ?" Huru Hara terkejut. Apa yang dikemukakan jenderal Co
itu memang benar. Seorang mentri pertahanan mengapa
dikirim ke daerah2, pada hal induk pasukan kerajaan
berada di kota raja " Dia mendengarkan lebih lanjut
bagaimana kelanjutan dari pembicaraan jenderal Co dengan
kedua orang kepercayaannya itu.
"Memang apa yang ciangkun kemukakan adakah benar
tetapi sayang kenyataannya tidak seperti yang ciangkun
bayangkan. Artinya, mentri tay-haksu tidak sejahat seperti
yang ciangkun duga," kata Mo kausu.
"Mo kausu," seru jenderal Co dengan marah, engkau
adalah orang kepercayaanku. Hampir semua rahasia militer
tak ada yang kurahasiakan kpadamu. Engkau tentu maklum
sendiri bagaimana rencanaku dan bagaimana tindakan tayhaksu
selama ini terhadap para jenderal. Tetapi mengapa
sekarang engkau malah berbalik seratus derajat membela
tay-haksu ?" "Ciangkun," sahut Mo kausu dengan berani, sama sekali
hamba tak bermaksud membela tayhaksu tetapi hamba
hanya melaporkan apa yang hamba telah selidiki sesuai
dengan perintah ciang kun."
"Tetapi," jenderal Co kerutkan alis, "bagaimana mungkin
engkau membawa laporan begitu " Tentu engkau salah
melakukan penyelidikan. Yang memberi keterangan
kepadamu itu tentu orang2 tay-haksu."
"Ah, tayjin sudah menaruh kepercayaan kepada kami
berdua, masakan kami akan mensia-siakan kepercayaan
tayjin itu ?" "Lalu bagaimana tiadakanku ?" akhirnya jenderal Co
bertanya. "Menurut pendapat hamba, semua tenaga dan kekuatan
harus kita pusatkan untuk menghadapi serangan musuh.
Apabila ciangkun hendak melakukan pembersihan ke
kotaraja, tidakkah hal itu akan menimbulkan kekacauan.
Mentri tay-haksu tentu mengira ciangkun hendak
memberontak dan tentu akan mengerahkan pasukan untuk
menghancurkan ciangkun. Dengan demikian tentu akan
terjadi perang sendiri. Tidakkah hal itu akan melelahkan
kekuatan kita sendiri ?"
"Ya, ciangkun," Go kausu ikut menambah, "apa yang
dihaturkan Mo kausu itu memang benar. Daripada kita
kerahkan pasukan menyerang kotaraja dan mengadakan
pembersihan, bukankah lebih baik kita memperkuat
penjagaan kita disini saja ?"
"Mo dan Go kausu," jawab jenderal Co, "memang
tampaknya pendapat kalian itu benar. Tetapi ketahuilah.
Untuk menyembuhkan suatu penyakit kita harus mencari
tahu sumber dan sebabnya, Cobalah kalian bayangkan.
Selama menghadapi serangan pasukan Ceng, kita selalu
menderita kekacauan saja. Pada hal kekuatan pasukan
kerajaan Beng itu amat besar. Tetapi nyatanya menghadapi
pasukan Ceng, kita sudah kalang kabut dan kalah.
Tidakkah hal itu karena pimpinan atas tidak becus?"
"Tetapi bukankah kerajaan kita memiliki jenderal2 yang
terkenal, ciangkun?" tanya Mo kausu.
"Jenderal memang banyak tetapi mereka membawa
kemauan sendiri," kata Co Liang Giok, "yang dapat
mengambil hati tay-haksu akan mendapat fasilitas dan
ditempatkan di daerah yang makmur. Tetapi yang tidak
mau memberi sogok tentu akan digencet dan ditempatkan
di daerah yang minus, bahkan di depan garis yang
berhadapan dengan musuh."
Mo dan Go kausu mendengus.
"Coba seperti mentri pertahanan Su tayjin," kata jenderal
Co pula, "masakan seorang mentri pertahanan dibuang
keluar, bagaimana dia dapat memberi perintah kepada
jenderal. Bagaimana pula dia dapat menerima laporan dari
jenderal2 di daerah. Dan celakanya segala keputusan
tentang gerakan pasukan berada di tangan tay-haksu Ma Su
Ing. Keputusan untuk mempertahankan atau menarik
mundur suatu pasukan juga tergantung pada tay-haksu itu.
Mana bisa kita biarkan saja peraturan begitu merajalela
terus" Tay-haksu adalah seorang kasim ( kebiri) dia seorang
menteri sipil. Bagaimana dia hendak menguasai
ketentaraan?" Mo dan Co kausu berobah-obah cahaya mukanya.
Sebentar merah sebentar pucat. Rupanya dalam hati kedua
kausu itu timbul pertentangan dalam batin. Namun sesaat
kemudian wajah mereka kembali membesi.
"Urusan itu termasuk urusan dalam," kata Mo kausu,
"boleh kita selesaikan pelahan-lahan. Jika sekarang
ciangkun berkeras hendak melakukan pembersihan tentu
timbul perpecahan dan akibatnya tentu akan melemahkan
kekuatan kita sendiri."
"Benar, ciangkun," seru Co kausu, "sekarang kita sedang
menghadapi musuh yang kuat. Mengapa kita tidak
mencurahkan segenap tenaga dan kekuatan untuk
menghancurkan mereka?"
Sebelum jenderal Co menjawab, tiba2 prajurit penjaga
masuk dan melaporkan bahwa ada seorang utusan dari
kotaraja yang hendak mohon menghadap.
"Antarkan dia masuk," seru jenderal Co.
Tak lama kemudian prajurit itu muncul dengan
mengiring seorang lelaki setengah tua namun masih tampak
segar. Orang itu memperkenalkan diri sebagai Bun Peng,
utusan dari Co Kui kepala polisi kotaraja.
"Kedatangan hamba adalah diutus Co tayjin untuk
menyerahkan Surat kepada ciangkun," kata Bun Peng.
Jenderal Co terkejut. Co Kui, kepala polisi kotaraja
adalah pamannya. Dia segera menerima surat itu dan
sehabis membacanya, wajahnyaputa berobah pucat.
"Mo dan Co kausu," serunya dengan suara
gemetar,."sudah berapa lamakah aku mengundang kalian
berdua bekerja disini?"
"Sudah dua tahun, ciangkun," sahut Mo kausu yang tak
mengerti mengapa jenderal Co tampak begitu tegang.
"Bagaimana perlakuanku terhadap kalian selama ini?"
"Hamba berdua merasa berterima kasih tak terhingga
karena ciangkun memperlakukan kami dengan baik sekali."
"0, kiranya kausu merasakan hal itu. Dan apa yang
terkandung dalam hati kausu atas perlakuanku itu?"
"Hamba berdua berjanji dalatn hati untuk membalas budi
dengan mengunjukkan rasa kesetyaan hamba kepada
ciangkun." "Bagus, Mo kausu," seru Co ciangkun, "bukankah
engkau juga begitu Co kausu?"
Co kausu mengiakan. "Baik," kata jenderal Co, "bagaimana kalau sekarang aku
hendak memberi perintah kepada kalian" Apakah kalian
sanggup?" Kedua kausu itu mengiakan.
"Kalian akan setya melakukan perintahku?" ulang
jenderal Co. "Silakan ciangkun memberi perintah, hamba berdua pasti
akan melakukannya." "Baik," seru jenderal Co pula, "Mo kausu dan Go kausu,
kalian supaya saling berhadapan." Kedua kausu itupun
melakukan perintah. "Sekarang cabutlah pedang kalian," seru jendecal Co
pula. Dan kedua kausu itupun walau pun tak mengerti apa
yang dikehendaki pimpinannya namun mereka melakukan
perintah juga. "Nah, sekarang kalian harus saling tabas menabas
sendiri!" Kedua kausu itu seperti mendengar halilintar berbunyi
ditengah hari ketika menerima perintah jenderal Co.
Mereka harus saling tabas menabas" Tidakkah itu akan
berarti keduanya akan mati" Serentak kedua kausu itu
menyadari apa maksud jenderal Co.
"Tidak!" serempak Mo dan Go kausu berpaling kearah
jenderal Co, "kami tak mau menurut perintah ciangkun."
"Apa, " Bukankah engkau sudah berjanji akan membalas
kebailkanku dengan melakukan setiap perintahku" seru
jenderal Co. "Ya, tetapi perintah semacam ini, jelas perntah yang
sewenang- wenang. Mengapa ciangkun suruh kami saling
bunuh sendiri ?" "Mengingat kalian selama ini telah bekerja baik
membantu aku maka akupun dapat memberi keringanan
hukuman bagi kalian."
"Apa " Ciangkun hendak memberi hukuman kepada
kami ?" seru Mo kausu.
"Apakah kalian masih merasa tidak layak kalau
mendapat hukuman " Apakah kalian menganggap
perbuatan kalian ini harus mendapat bintang jasa ?"
"Ciangkun." seru Go kausu. "kami tak mengerti apa
persoalannya. Mengapa ciangkun tahu2 marah kepada
kami " Harap ciangkun mengatakan apakah kesalahan kami
?" Jenderal Co mendegus, "Hm, apakah kalian masih tak
merasa ?" "Tidak, ciangkun," seru Go kausu, "kami merasa tak
melakukan suatu kesalaban apa2."
"Apa yang kalian lakukan selama di kotaraja ?" tiba2
jenderal Co berganti nada membengis.
"Kami telah melakukan perintah ciangkun untuk
melakukan penyelidikan terhadap tayhaksu."
"Dan kalian sudah menunaikan tugas itu dengan
sejujurnya ?" "Benar?" sahut Go kausu.
Jenderal Co mendengus, "Hm, berapa banyak emas dan
perak yang masuk kedalam kantong kalian ?"
Mo dan Co kausu pucat seketika, serempak mereka
berseru, "Apa maksud, ciangkun ?"
"Jangan banyak malut, lekas kerjakan perintahku !"
bentak Co Liang Giok. "Tidak !" seru Mo kausu, "kami merasa tak bersalah
mengapa ciangkun memberi perintah yang tak adil begitu !"
"Hm, apakah kalian memaksa aku harus turun tangan
sendiri ?" tanya Co Liang Giok,
"Terserah," jawab Mo kausu," tetapi kami menghendaki
penjelasan, apakah kesalahan kami ?"
"Siapakah yang pada malam itu menghadap mentri Wan
Tay Thiat dan dijamu dengan hidangan mewah ?" kata
jenderal Co. Mo kausu pucat. "Jawab, mengapa kalian membisu ?" bentak jenderal Co.
"Entah, kami tak tahu menahu soal itu, akhirnya Mo
kausu menjawab. "Baik, akan kuberikan jawabannya. Yang pada malam
tanggal 13 menghadap mentri Wan Tay Thiat dan disambut
dengan perjamuan mewah adalah dua manusia yang
bernama Mo Thian In; dan Co Hiong, pemimpin Pengthian-
piau-kiok yang terkenal itu ...."
"Tidak !" teriak Mo dan Co kausu serempak.
"Hm, lihatlah ini,"tiba2 jenderal Co mengunjukkan
sebuah benda kecil warna putih, "milik siapakah buah baju
ini ?" Seketika Mo dan Co kausu pucat.
"Buah baju ini adalah tercomot dari baju seorang lelaki
yang bernama Mo Thian Ing dan cincin ini adalah milik
orang yang bernama Co Hiong yang diberikan kepada
seorang wanita cantik dari gedung tay-haksu !"
Rupanya kedua kausu itu tak dapat menghindar lagi.
Serentak mereka berpaling kearah jenderal Co dan berseru,
"Jenderal Co, memang kami tak setuju atas perbuatan
jenderal untuk mengadakan pembersihan ke kota raja.
Kalau engkau masih tetap hendak melakukan hal itu,
terpaksa akan kami tangkap !"
"Apa ?" teriak jenderal Co marah sekali, "kalian berani
menangkap aku ?"

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Demi persatuan dan kesatuan, demi kepentingan negara
dan demi perintah tay-haksu Ma tayjin !" seru kedua kausu
itu dengan suara lantang.
"Ho, bagus, bagus," jenderal Co tertawa sinis. "sekarang
kalian sudah mengakui kalau kalian sudah dibeli tay-haksu
dengan uang dan wanita. Baik, binatang, engkau kira aku
takut kepada kalian !"
Jenderal Co serenta menyambar sebatang pedang
bertangkai panjang dan terus menerjang kedua kausu itu.
Jenderal itu terkenal sebagai jenderal yang keras dan
gagah berani. Namun di medan perang lain dengan di
dalam ruang. Melawan prajurit musuh, lain pula melawan
dengan jago silat. Mo Thian Ing dengan senjata ruyung sembilan-ruas dan
Co Hiong dengan ilmupedang dari perguruan Tiam-jongpay,
walaupun hanya dua orang tetapi lebih berbahaya dari
seribu prajurit di medan perang. jenderal Co kewalahan
juga. "Jenderal pemberontak, serahkan jiwamu !" tiba2 Mo
Thian Ing membentak seraya menabur senjata ruyungsembilan-
ruas kearah kepala jenderai itu.
-oo0dw0oo- Jilid 35 Darah, tangis. Saat itu jenderal Co sedang menyapu pedang Go Hiong
atau tiba2 Mo Thian Ing gentakkan ruyungnya. Ruyung itu
terdiri dari sembilan ruas, dapat bergerak dan bergeliatan
seperti ular, dapat pula menjulur surut.
Jenderal Co terkejut ketika tak sempat menangkis. Ia
meramkan mata dan mengeluh, "Ah, mengapa aku harus
mati di tangan seorang penghianat ..... "
Tring ..... Terdengar dering togam beradu dan karena jenderal Ca
merasa kepalanya tak menderita apa2, diapun membuka
mata. "Perighianat, jangan main bunuh!" tiba2 terdengar suara
orang berseru dan pada lain saat sesosok tubuh melayang
tiba. Mo Thian Ing terkejut sekali ketika ruyung terbentur
sebuah batu kecil dan tersiak ke samping sehingga tak
menemui sasarannya. Ia makin terkejut ketika mendengar suara orang memaki
dan sebelum sempat berpaling, dihadapannya telah muncul
seorang pemuda yang dandanannya nyentrik. Seperti
pendekar kesiangan, pakai dua buah tanduk rambut.
"Siapa engkau!" bentaknya.
"Utusan Giam-lo (raja akhirat) untuk mencabut
nyawamu!" sahut orang yang tak lain adalah Huru Hara.
Rupanya dia tak dapat menahan kemarahannya lagi. Ketika
jenderal Co terancam bahaya, dengan sebat Huru Hara
menjemput batu dan dilontarkan menghantam ruyung Mo
Thian Ing. Sementara Go Hiong juga berhenti karena kaget. Dia
belum merasakan betapa kuat batu yang dilontarkan Huru
Hara tadi. Melihat Huru Hara hendak mencabut nyawa Mo
Thian Ing, tanpa berkata ba atau bu, Go Hiong terus
menyerang Huru Hara. Huru Hara loncat menghindar ke sisi jenderal Co dan
merebut pedang jenderal itu, "Silakan jenderal beristirahat.
Biarlah aku yang membereskan mereka."
Entah bagaimana jenderal Co percaya saja dan
membiarkan pedangnya diambil Huru Hara, kemudian dia
menyingkir ke samping. "Uhhhhh ...... " tiba2 terdengar suara orang menjerit
tertahan dan rubuh ke Iantai. Ternyata dia adalah Mo
Thian Ing. Mo Thian Ing tak mau melepaskan jenderal Co. Melihat
jenderal itu sudah tak memakal senjata dan menyingkir ke
samping, Mo Thian Ing terus loncat memburu dan
menghantamkan ruyungnya. Tetapi saat itu punggung
tertusuk ujung pedang. Dia menjerit dan rubuh.
Memang Huru Hara tak pernah lengah. Walaupun
sedang menghadapi serangan Go Hiong namun ia tahu
kalau Mo Thian Ing hendak mencelakai jenderal Co.
Sebelum ruyung sempat mengayun kebawah, Huru Hara
sudah menusukkan ujung pedangnya ke punggung orang
itu. Tusukan yang cepatnya bukan alang kepalang itu tak
memberi kesempatan pada Mo Thian Ing untuk
menghindar lagi. Melihat rekannya rubuh, Go Hiong marah. Dia loncat
menerjang Huru Hara, tring ..... . kembali Huru Hara
membabatkan pedang panjangnya. Ketika saling berbentur,
Go Hiong mencelat dua langkah ke belakang,
pedangnyapun rompal. Bukan main kejut Go Hiong menyaksikan kesaktian
pendekar nyentrik itu. Dia segera mengeluarkan
ilmupedang perguruan Tiam-jong-pay tetapi dia tak mampu
maju mendekat karena terpalang oleh batang pedang Huru
Hara yang panjang. Malah beberapa saat kemudian ia
menjerit karena tangannya terpapas sehingga pedangnya
jatuh. Dukkkk sekali memutar balik pedang Huru Hara
menggempur kepala Go Hiong yang terus terjungkal ka
tanah. Kedua kausu itu pingsan.
"Ciangkun, inilah pedang ciangkun," kata Huru Hara
mengembalikan pedang jenderal Co.
Rupanya jenderal itu terkesan sekali atas kelihayan Huru
Hara. Dia mempersilakan Huru Hara duduk.
"Siapakah namamu, anakmuda ?"tanyanya. Huru Hara
memperkenalkan diri dan tugas yang dilakukan.
"O, engkau diutus Su tayjin ?"
"Su tayjin tak memberi titah apa2 kecuali suruh hamba
menyelidiki ciangkun."
"O, apa saja yang akan diselidiki ?"
"Tentang tindakan ciangkun hendak membawa pasukan
ke kotaraja itu. Apakah sebesarnya maksud ciangkun ?"
langsung Huru Hara menerangkan tugasnya.
"Ya," jawab jenderal Co, "aku memang mempunyai
rencana hendak membawa pasukan kekota raja guna
melakukan pembersihan kepada mentri2 dorna terutama
tay-haksu Ma Su Ing,"
"Aku telah mendengar semua pembicaraan ciangkun
dengan kedua orang itu tadi."
"Lalu bagaimana kesanmu ?"
"Apakah ciangkun tetap hendak melanjutkan keputusan
ciangkun itu ?" "Ya." "Mengapa " Tidakkah hal itu akan melemahkan
kekuatan kita sendiri ?"
"Kalau engkau sakit," kata jenderal Co, "apakah engkau
tidak minum obat ?" "Ya, minum." "Nah, kalau minum obat, tentu pahit rasanya. Bahkan
kadang ada obat yang membuat kita merasa sakit sekali,
Karena terjadi pertempuran antara obat dengan penyakit
dalam tubuh kita. Tetapi setelah penyakit itu dibasmi oleh
obat, barulah tubuh kita sehat."
"Begitulah seperti yang kita hadapi sekarang ini.
Kerajaan Beng kalah dan selalu mengalami kekalahan
dalam setiap pertempuran dengan pasukan Ceng. Lalu apa
sebabnya " Apa kita kalah kuat ?"
"Kerajaan Beng sudah berdiri beratus tahun, tentulah
pasukannya sudah cukup teratur dan kuat. Rasanya tentu
takkan kalah melawan pasukan Ceng."
"Benar," sahut jenderal Co, "pada hal suku Boan itu
merupakan suku kecil dan terbelakang, dari suku Han.
Tetapi nyatanya mereka dapat mengalahkan dan mengusir
raja Bang kita dari kotaraja, Tidakkah hal ini disebabkan
karena sesuatu yang tidak sehat dalam tubuh pemerintahan
kita " Nah, aku mau mengobati penyakit itu. Aku tahu
sumber penyakitnya adalah terletak pada mentri2 durna,
terutama tay-haksu Ma Su Ing yang menguasai kerajaan.
Baginda hanya dijadikan seperti boneka saja. Mentri2 yang
setya dan jujur seperti Su tayjm, sengaja dilempar dari
kotaraja." Huru Hara mengangguk-angguk.
"Tetapi ciangkun," katanya pula, "dalam menghadapi
musuh yang sudah mengancam diambang pintu kita.
apakah ciangkun merasa bahwa tindakan ciangkun itu tidak
akan melemahkan ke kuatan kita ?"
"Daerah kita masih luas. Lebih baik sekarang daripada
berlarut-larut sampai besok. Andaikata dengan tindakanku
itu kita harus mengalami kekalahan lagi, apa boleh buat,
kotaraja dapat pindah ke selatan, Tetapi disana kita sudah
bersih dari segala durna dan penghianat. Kita susun lagi
pertahanan yang kuat dengan menghimpun segenap mentri
dan jenderal2 yang cakap dan setya."
Huru Hara mengangguk. "Baik, ciangkun," katanya, "tetapi dapatkah janji
ciangkun itu kupercaya ?"
"Janji apa "'' "Janji bahwa tujuan ciangkun menggerakkan pasukan ke
kotaraja itu hanya bertujuan untuk membersihkan kaum
durna dan penghianat?"
"Ya." "Ciangkun berjanji tetap akan setya kepada kerajaan
Beng?" "Ya." "Ciangkun tidak mempunyai keinginan peribadi yang
lain kecuali demi kepentingan negara kita?"
"Ya "Terima kasih, ciangkun," kata Huru Hara, "akan
kusampaikan pernyataan ciangkun ini kepada Su tayjin.
Karena Su tayjin memang merasa agak bimbang. Su tayjin
menerima perintah dari tay-haksu Ma Su Ing untuk
menumpas gerakan ciangkun tetapi Su tayjin pun
mendengar bahwa tujuan ciangkun itu tak lain hanya
melakukan pembersihan kepada mentri2 yang hianat. Maka
sebelum menentukan keputusan, Su tayjin mengutus aku
untuk meminta penegasan ciangkun."
"Sampaikan kepada Su tayjin bahwa aku, Co Liang Gok,
adalah jenderal yang sudah banyak menerima kebaikan dari
kerajaan Beng. Dan bahwa aku juga seorang rakyat Beng.
Maka aku tetap akan setya sampai akhir hayatku kepada
negara dan bangsa. Dalam pembicaraan selanjutnya, Huru Hara
mengemukakan kekuatirannya bahwa apabila jenderal Co
membawa anak pasukannya ke kotaraja tentulah
pertahanan di wilayah Hankow akan kosong.
"Apakah ciangkun menganggap hal itu tak-kan
membahayakan keselamatan wilayah ini. Karena apabila
Hankow dapat diduduki musuh, maka kotaraja Lamkia
tentu lebih terancam," kata Huru Hara pula.
Co Liang Giok menjawab, "Hal itu memang sudah
kupertimbangkan. Menurut orang yang kusuruh melakukan
penyelidikan, rasanya musuh memusatkan gerakannya di
daerah Kangpak. Dari sebelah utara mereka akan
menyerempaki gerakan pasukan dari sebelah timur untuk
kemudian bersama menjepit kedudukan Lam-kia. Saat ini
musuh belum berhasil menerobos Kangpak, kalau aku
segera berangkat ke kotaraja tentu masa belum terlambat
untuk segera kembali ke wilayah ini lagi.
"Tetapi rencana ciangkun kan sudah bocor, fihak tayhaksu
Ma Su Ing tentu sudah berjaga-jaga. Belum tentu
ciangkun dengan mudah akan dapat tiba di kotaraja. Nah,
kalau dalam keadaan begitu, bukankah Hankow akan
kosong dari penjagaan?"
"Baiklah," kata jenderal Co, "akan kupertimbangkan lagi
rencana itu. Aku akan bertiudak menurut keadaan nanti.
Tetapi andaikata aku membawa pasukan ke kotaraja, pun di
Han-kow sini tetap akan kutinggalkan pasukan untuk
menjaganya." Huru Hara menyetujui. "Loan Thian Te," tiba2 Co Liang Giok berkata, "apakah
sudah lama engkau bekerja pada Su tayjin."
"Sebenarnya aku tidak bekerja kepada Su tayjin
melainkan membantu beliau. Memang Su tayjin pernah
meminta aku supaya bekerja kepada beliau tetapi belum
dapat kulaksanakan."
"Ah, apabila Su tayjin memperkenankan dan engkau
setuju, akan kuminta engkau supaya membantu aku disini."
"Terima kasih ciangkun," kata Huru Hara, "tetapi saat ini
diseluruh negara sedang terancam bahaya serangan musuh.
Selain dengan serangan pasukan yang besar, pun musuh
mengirim sejumlah besar mata2 untuk menyusup ke daerah
kita, mengadakan pengacauan dan aksi2 memecah belah.
Misalnya tentang pembunuhan jenderal Ko Kiat oleh
jenderal Kho Ting Kok, kemungkinan besar didalangi oleh
kaki tangan musuh." "Maksudmu jenderal Kho Ting Kok telah dipeluk oleh
kaki tangan musuh?" "Ya," sahut Huru Hara tandas, "walaupun belum dapat
kuselesaikan tetapi rasanya ada baberapa bukti yang
menjurus ke arah itu."
"O," desuh jenderal Co.
"Oleh karena itu ciangkun, walaupun tidak terikat dalam
tugas kepada Su tayjin ataupun kepada pemerintah
kerajaan, namun aku mewajibka diri untuk menunaikan
tugas sebagai seorang rakyat. Banyak nian tugas2 yang
dapat kulakukan untuk negara dan rakyat"
Jenderal Co tertegun. Sejenak ia dapat membayangkan
apa yang dikatakan Huru Hara, kemudian berkata, "Jika
demikian, apakah engkau yang akan melakukan
pembasmian kepada mata2 dan kaki tangan musuh yang
hendak mengacau kedalam daerah kita itu?"
"Demikianlah, ciangkun. Jika Su tayjin dan para
ciangkun sekalian yang menghadapi pasukan musuh.
Adalah hamba dan kawan yang akan memberantas
kawanan kutu busuk itu."
"Baik, Loan Thian Te," akhirnya jenderal Co memberi


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

salam, "ternyata tugasmu juga tak kalah berat dan mulia
dari aku. Silakan engkau berjuang. Dan marilah kita
selesaikan tugas pengabdian kita menurut cara dan
kedudukan kita sendiri-sendiri."
Setelah mengucapkan terima kasih, Huru Hara lalu
minta diri. Sebagai tanda peringatan akan pertemuan yang
mengesankan itu, jenderal Co telah menghadiahi sebatang
po-kiam (pedang pusaka) kepada Huru Hara.
"Pedang ini adalah pedang pusaka keluargaku.
Mendiang ayahku pesan agar pedang ini diserahkan kepada
seorang hohan (ksatrya) yang luhur budi dan penuh
pengabdian kepada negara dan rakyat. Kuanggap
engkaulah Loan Thian Te, yang sesuai memiliki pedang
itu," kata jenderal Co.
Huru Hara terkejut, "Ah, jangan ciangkun. Bukankah
ciangkun membutuhkan senjata pusaka untuk melindungi
diri?" Jenderal Co gelengkan kepala, "Tidak, Loan Thian Te.
Aku seorang jenderal perang, bukan seorang tokoh
persilatan. Aku biasa bertempur di medan perang.
Senjataku adalah pedang panjang. Aku tak dapat bermain
pedang biasa." Karena didesak akhirnya Huru Hara terpaksa menerima
juga. Dia segera kembali menuju ke Yang-ciu untuk
memberi laporan kepada mentri pertahanan Su Go Hwat.
Banyak nian pengalaman dan pengetahuan selama dia
menjalankan tugas dari Su Go Hwat itu. Ia makin tahu
tentang seluk beluk keadaan di. pemerintahan pusat yang
jelas telah dikuasai dan dikemudikan oleh tay-haksu Ma Su
Ing. Dia tak dapat menyalahkan tindakan jenderal Co Liang
Giok yang hendak mengadakan pembersihan ke kotaraja.
Di sepanjang jalan ia mendengar berita yang
mengejutkan. Bahwa daerah Kangpak telah diduduki
pasukan Ceng. Lebih celaka lagi, ia mendengar beberapa pembesar di
daerah2 sudah mulai berpaling haluan, beifihak kepada
musuh. Jelas mereka tentu kena disogok oleh kaki tangan
musuh, pikir Huru Hara. Lepas senja dia tiba di kota Tong-kwan, sebuah kota
kecil di wilayah Kangpak. Terpaksa menginap disebuah
rumah penginapan. Ketika malam itu ia sedang makan di
ruang tamu, ia mendengar pembicaraan diantara tamu2.
"Aneh," kata salah seorang tetamu, "mengapa tikoan
(pembesar kota kecil) mengeluarkan peraturan yang aneh.
Masakan kita, orang lelaki tak boleh memangkas rambut."
"Ya, memang peraturan itu ganjil sekali, Perlu apa tikoan
mengurusi soal rambut segala," gumam kawannya.
Salah seorang yang bertubuh gemuk, berkata, "Mana
kalian tahu " Bukankah pada waktu akhir2 ini tikoan selalu
sibuk menerima tetamu ?"
"Kan biasa kalau tikoan menerima tetamu itu ?" selutuk
yang lain. "Ya, memang," sahut orang gemuk itu, "tetapi tetamu itu
bukan sembarang tetamu lho."
"Hai, Lo Kong, jangan sok-tahu sendiri, seru kawannya,"
coba katakan tetamu apa saja yang datang kepada tikoan itu
?" "Huh, Lo Seng," seru si gemuk yang dipangil Lo Kong.
Dia memang bernama Kong Lik, 'kalau tak tahu bilang saja
tak tahu, perlu apa harus mengejek orang ?"
"Ho, si gendut keluar tanduknya nih," Lo Seng malah
tertawa menggoda. "ya dah, coba engkau katakan tetamu
siapa yang datang kepada tikoan itu."
"Jomblang." "Ha, ha, ha," pecahlah gelak tawa beberapa orang yang
sedang berkumpul dalam ruang makan itu, "kukira siapa,
kalau hanya jomblang itu sih biasa. Bukankah tikoan
mempunyai seorang puteri yang cantik ?"
"Ya, benar," kata Kong Lik, "Siau siocia puteri Siau
tikoan itu memang cantik sekali. Pandai menyulam dan
merangkai syair, memetik harpa. Wah, pendeknya, Siau
siocia itu benar2 sebuah mustika wanita."
"Lalu siapa yang melamarnya "
"Wah, itu rahasia sekali. Maaf, aku tak dapat
mengatakan," kata Kong Lik.
"Rahasia apa ?"
"Udahlah, kalau kukatakan rahasia ya rahasia, tak perlu
tanya lagi. Pokok, tak lama lagi Su tikoan akan punya kerja
mantu." "Apa dengan calon yang dilamarkan jomblang itu ?"
"Bukan," kata Kong Lik.
"Lalu dengan siapa ?"
"Itu rahasia, bung."
"Kurang ajar," dengus Lo Seng, "engkau berani main
rahasia kepadaku ?" "Goblok, masakan engkau tak kenal apa kegemaranku ?"
sahut Lo Kong. "O, kunyuk engkau. Pelayan bawakan dua kati arak yang
paling baik," seru orang yang dipanggil Lo Seng itu.
Tak berapa lama pelayan datang dengan membawa dua
kati arak. "Ini baru benar," seru Kong Lik sambil berkomat-kamit
mulut. Dia terus menuang arak wangi itu dan meneguknya.
Beberapa saat kemudian baru berkata, "Sia siocia
mungkin akan menikah dengan engkau."
"Kunyuk ! Jangan berolok-olok !" bentak Lo Seng.
"Tidak, bung, aku tidak berolok-olok. Memang
sungguh." "Babi, jangan main2, lekas terangkan apa maksudmu ?"
"Begini," kata Kong Lik. Ternyata dia seorang
pengangguran. Kerjanya tak lain hanya cari dan jual berita
kepada orang yang membutuhkan. Harganya sih tak
seberapa, asal ditraktir minum arak ,"Siau siocia hanya mau
menikah kepada orang yang dapat mengalahkannya."
"Hai, gila engkau kunyuk!" bentak Lo Seng, "Bukankah
tadi engkau mengatakan kalau Siau siocia itu pandai
menyulam, membuat syair dan memetik harpa. Mengapa
sekarang engkau mengatakan dia mempunyai syarat begitu"
Bukankah itu berarti dia 'pandai ilmusilat?"
"Engkau memang tolol," seru Lo Kong, "siapa bilang
kalau dia pandai ilmusilat" Yang kumaksudkan
mengalahkan dia adalah dalam soal merangkai syair. Siapa
yang dapat mengalahkan dia, baru mau menjadi isterinya."
"O, engkau maksudkan dia hendak mengadakan bun-pit
atau adu ilmu bun (sastera)" "
"Apalagi kalau tidak begitu?" dengus Lo Kong, "maka
kukatakan, mungkin kalau engkau mampu, engkaulah yang
akan beruntung mempersunting Siau siocia. Karena bun-pit
itu tidak diperuntukkan khusus golongan tertentu tetapi
semua orang boleh ikut."
"Apakah jomblang itu menerimanya?"
"Tikoan terpaksa menuruti permintaan purerinya. Maka
mulai besok pagi di rumah kediaman tikoan mulai dibuka
pertandingan bun-pit itu."
"Slompret lu," maki Lo Song, "kiranya hanya rahasia
macam begitu saja." "Hm, engkau harus tahu bung, aku seorang
pengangguran. Dari mana aku dapat makan minum arak
kalau tidak punya ilmu berdagang rahasia dan berita ?"
Demikian setelah makan dan minum, bicara dan tertawa
akhirnya beberapa tetamu itupun sama ngeloyor pergi,
Tetapi Lo Kong masih tinggal seorang duri disitu. Rupanya
dia hendak mencari mangsa, orang yang hendak mencari
berita. Memang banyak sekali ragam orang mencari
penghidupan itu. Seperti Lo Kong, dia talc punya pekerjaan
tetap dan coba2 melakukan pekerjaan semacam itu. Eh,
ternyata enak juga. Hanya jual beli keterangan dan rahasia,
tiap hari dia bisa nongkrong di rumah makan, makan
minum gratis dan kadang pulang masih membawa uang.
Lirik sana lirik sini, Lo Kong sempat melihat Huru Hara
yang masih menikmati minuman. Lo Kong segera
berbangkit dan menghampiri.
"Ah, tuan seorang diri saja ?" tegurnya dengan tertawa
cerah. Huru Hara sudah tahu siapa Lo Kong. Tetapi tiba2 dia
juga punya pikiran untuk mencari keterangan.
"Ya," sahutnya.
"Apa aku boleh duduk ?"
Huru Hara mengangguk. "Ah, tuan tentu, bukan orang Kang-pak," Lo Kong mulai
membuka pembicaraan."mungkin tuan berasal dari lain
daerah." "Hm, ya." "O, kalau begitu 'tuan harus hati2 berada dikota ini.
Kalau tidak waspada, tuan tentu akan menderita kerugian.
Benar, tuan," Lo Kong memberi tekanan nada kata2nya
supaya orang percaya. "Apakah disini banyak penjahat ?"
"Ya, berbagai cara orang melakukan kejahatan.
Misalnya, tuan bisa saja dipanggilkan polisi atau tentara
supaya ditangkap kalau orang menuduh tuan sebagai mata2
musuh." "O," desuh Huru Hara, "lalu apakah tikoan percaya dan
terus menjatuhkan hukuman saja ?"
"Stttt ," tiba2 Lo Kong mengatupkan dua jarinya ke
mulut, memberi isyarat agar Huru Hara jangan bicara
keras2 "ada sebuah rahasia tuan tetapi rahasia itu berat
sekali tanggung jawabnya. Kalau sampai bacor, aku bisa
kehilangan kepala nanti."
"Ah, mengapa harus begitu " Apakah rahasia itu ?"
"Apakah tuan ingin tahu ?"
"Ya," Huru Hara mendengus.
"Tetapi orang yang tahu rahasia itu memang aneh. Yah,
sebenarnya memang menjengkelkan orang itu tetapi apa
boleh buat. Dia arang tak mampu, jadi terpaksa berbuat
begitu untuk hidup."
"Apa maksudmu?" tegur Huru Hara yang pura2 tak tahu.
"Begini tuan," bisik Lo Kong, "waktu memberitahu
rahasia itu kepadaku, dia bilang kalau ada orang yang ingin
tahu supaya diminta memberi bantuan uang. Rahasia itu
penting sekali, salah2 kalau ketahuan siapa yang
membocorkan, pembesar kota ini tentu akan
membunuhnya." Huru Hara tertawa, "Tetapi mana dia tahu engkau
menjualnya atau tidak?"
"Eh, tuan ini bagaimana sih," kata Lo Kong, "sebelum
memberikan rahasia itu, dia telah menyumpah aku. Kalau
aku berani berbohong memperjual-belikan rahasia itu dan
uangnya masuk kantongku sendiri, aku tentu akan disambar
geledek atau dicekik Giam-lo-ong."
"O, jadi engkau tak berani membohonginya?"
"Siapa sudi disambar geledek atau dicekik Giam-lo-ong!"
gerutu Lo Kong. "Berapa bantuan yang dimintanya?"
"Aku mempunyai dagangan berupa beberapa rahasia.
Harganya menurut nilai rahasia itu. Kalau yang
menyangkut rahasia pemerirttah, tentu saja tinggi. Juga
rahasia dari pembesar2 pemerintah, berharga tinggi. Kalau
rahasia yang menyangkut urusan atau orang biasa,
harganya juga murah. "Hm," dengus Huru Hara, "tapi mana aku tahu jenis
rahasia apa yang paling penting ?"
"Tuan boleh mengatakan menghendaki rahasia negara,
pembesar negeri atau rahasia tentang peristiwa2 dalam kota
ini ?" kata Lo Kong.
Huru Hara kerutkan kening, "Bagaimana kalau rahasia
pemerintahan ?" "Wah, itu mahal sekali. Sepuluh tail perak, tuan."
"Uh, mengapa semahal itu ?"
"Begini tuan," kata Lo Kong, "berbicara soal rahasia
pemerintah tentu akan melibatkan rahasia diri pembesar
negeri, Dengan begitu rahasia itu mengandung dua
macam." "Hm. baiklah, aku beli rahasia yang itu, "kata Huru
Hara. "Tetapi maaf, tuan," kata Lo Kong, "sudah menjadi
peraturanku, setiap pembeli harus memberi persekot dulu.
Karena pernah terjadi, aku telah ditipu orang. Sehabis
memberi tahu rahasia yang diminta, orang itu marah dan
bukan saja tak mau membayar bahkan malah memukuli
aku. Maka sekarang terpaksa setiap pembeli harus
membayar uang muka sebanyak separoh untuk persekot."
Huru Hara mengeluarkan lima tail perak. "Apa tuan
tidak mengundang aku ikut menikmati arak tuan ?" tanya
Lo Kong. "Boleh," sahut Huru Hara, "silakan minum. asal tahu
sendiri." "Tahu bagaimana ?"
"Potong dong nanti."
Lo Kong mendelik. Namun arak yang sudah dituang itu
menyiar bau yang harum menyengat hidung, terpaksa dia
menegukuya juga walaupun dengan muka cemberut.
"Nah, sekarang katakanlah rahasia itu. Kalau aku
menganggap rahasia itu memang benar2 penting dan
memenuhi selera. akan kutambak persenanmu
"Benar itu ?" teriak Lo Kong.
"Sudah, jangan banyak omong, lekas katakan bentak
Huru Hara. Dengan berbisik-bisik Lo Kong menerangkan sebuah
rahasia, "Sebenarnya tikoan itu mempunyai hubungan
dengan kaki tangan kerajaan Ceng...."
"Apa !" karena kagetnya Huru Hara sampai
mencengkeram leher Kong Lik sehingga orang itu mendelik
karena tak dapat bernapas.
Ak ... auk ... , Kong Lik keroncalan melepaskan diri
tetapi tak dapat. Akhirnya Huru Hara tersadar dan lepaskan
cengkeramannya. "Ah, apa engkau hendak membunuh aku ?" tegur Kong


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lik. "Tidak. Aku cuma kaget."
"Enak saja bilang kaget. Engkau kaget, tapi leherku yang
tercekik, uh ..... "
"Sudahlah, lekas lanjutkan `'saja. Bagaimana buktinya
kalau tikoan itu mempunyai hubungan dengan orang Boan
?" "Tikoan memerintahkau bahwa setiap penduduk lelaki
tak boleh cukur rambut," kata Lo Kong.
"Disuruh piara kuncir, maksudnya ?"
"Tepat," sambut Lo Kong, "memang rasanya tikoan
mempunyai persiapan begitu," barang siapa yang melanggar
akan dihukum, diusir dari kota ini, Tetapi yang menurut
diberi hadiah. Dan ada sebuah berita lagi yang menarik,"
"Apa ?" "Hm, itu rahasia."
"Engkau mau minta tambah bayaran lagi ?"
"Tidak," Lo Kong gelengkan kepala, "asal arak yang
kuminum tadi engkau gratiskan, jangan dipotong dengan
kekurangan pembayaranmu nanti."
Huru Hara terpaksa mengalah.
"Tikoan telah membebaskan pajak bahkan setiap
penduduk mendapat hadiah. Yang kaya diundang pesta.
Yang miskin, diberi uang, Petani diberi seekor kerbau."
"Wah, wah, apakah tikoan itu kaya sekali?" tanya Huru
Hara. "Justeru itu yang mengherankan," kata Lo Kong. "dia
tidak kaya tetapi entah bagaimana mendadak saja dia
mempunyai uang yang banyak sekali."
"Hai Lo Kong, sialan, engkau disini ?" tiba2 seorang
tetamu masuk dan berseru kepada Lo Kong.
"O, engkau burung kakaktua," Lo Kong terkejut dan
berpaling," memangnya kenapa ?"
"Kemarilah." Lo Kong berbangkit dan menghampiri. Keduanya duduk
di sudut ruangan dan berbisik-bisik. Berulang kali Lo Kong
mengangguk-angguk. Wajahnya berseri-seri, "Beres ?"
katanya. Orang itupun keluar dan Lo Kong menghampiri ke
tempat Huru Hara lagi, "Ada sebuah berita yang hebat lagi
!" "Hm, akan dijual lagi ?"
Lo Kong mengangguk, "Ini baru berita ! Harganya juga
tak sembarangan." "Berapa ?" "Duapuluh lima tail perak,"
"Baik," kata Huru Hara, "tetapi awas, kalau berita itu
tidak penting, kepalamu akan kucopot !"
"Boleh." sahut Lo Kong lalu mulai berbisik-bisik. "tikoan
membatalkan sayembara bun-pit itu."
"Kenapa ?" Huru Hara terkejut.
"Karena Siau siocia dilamar oleh seorang pangeran Boan
..... auhhhhh ," kembali Lo Kong menjerit tertahan karena
lehernya dicekik Huru Hara.
"Jangan seenakmu saja jual kebohongan !" bentak Huru
Hara seraya lepaskan cekikannya.
"Ah uh kenapa engkau mencekik aku lagi " Apakah
engkau tukang cekik leher?" Lo Kong deliki mata sambil
mengusap-ucap lehernya yang sakit, "kalau engkau tak mau
percaya, akupun tak dapat memaksa tetapi jangan main
cekik." "Bagaimana engkau dapat membuktikan kalau tikoan
berbuat begitu ?" "Sudah tentu ada buktinya," bantah Lo Kong tak kalah
sengit, "yang datang tadi adalah bujang dari rumah tikoan."
"O," desuh Huru Hara terkejut, "kalau begitu dia tak
bohong. Tetapi juga belum dapat kupercaca sepenuhnya.
Coba katakan, pangeran Boan siapa yang akan
memperisteri Siau siocia iiu ?"
"Tambah lima tail perak kalau mau tahu namanya !"
Huru Hara mengangguk. "Barbak ..... ," dengan bisik2 Lo Kong mengatakan nama
pangeran Boan itu. "Gila!" tiba2 Huru Hara menggebrak meja. Karena dia
marah. tenaga-sakti Ji-ih-sin- kangnyapun memancar
sehingga meja itu hancur seketika.
Lo-Kong gemetar. Ia baru melek kalau yang dihadapinya
itu seorang- pemuda yang sakti. Karena hanya sekali gebrak
meja makan yang terbuat dari papan kayu jati yang tebal
telah hancur berantakan. "Hohan, jangan marah kepadaku , meratap
ketakutan. "Apa keteranganmu itu dapat dipercaya ?"
"Sungguh mati, hohan, kalau aku sampai bohong,
biarlah pohon2 tumbang disambar geledek!
"Hm," dengus Huru Hara, "eh, kurang ajar engkau,
sumpah macam apa itu. Yang disambar geledek kan pohon
dan engkau tak kena apa2 !
"Ya, karena pohon2 itu tumbuh di luar dan kalau hujan
besar, aku tentu bersembunyi dalam rumah. Kan sukar bagi
geledek untuk mencari aku. Biarin saja pohon yang
disambar." "Mana rumah tikoan itu ?" tiba2 Huru Hara
membentaknya. Dia segera suruh Lo Kong menunjukkan.
Tikoan atau kepala kota Tong-kwan, mendiami sebuah
gedung yang besar. Begitu masuk seorang penjaga segera
menegurnya. "Aku mau menghadap tikoan," kata Huru Hara.
"Tikoan loya sedang beristirahat. Malam begini beliau
tidak terima tamu lagi,"
"Persetan !" Huru Hara menarik bahu perjaga itu
disentakkan ke samping. Penjaga itu terpelanting pontang
panting sampai beberapa meter.
Huru Hara terus masuk. Lo Kong hendak belot karena
takut tetapi sebelum dia lolos, bahunya sudab disambar
Huru Hara terus di seret di ajak masuk. Seperti anak ayam
dicengkeram elang, Lo Kong tak dapat berkutik.
Tiba di ruangan dalam, Huru Hara berseru, "Hai, mana
tikoan!" Ternyata ruangan itu merupakan kantor tempat tikoan
bekerja. Pada malam hari, sepi sekali.
Tiba2 Huru Hara melihat sebuah tambur yang berada di
sudut ruang. Tambur itu dipergunakan apabila tikoan
bersidang memutuskan suatu perkara,
Bung. bung, bung ..... Huru Hara memukul genderang itu dengan kedua
tangannya. Seketika bergemalah suara yang mendengungdengung
seperti bunyi meriam, Tak berapa lama muncul
empat orang opas. Mereka terkejut ketika melihat seorang
pemuda berpakaian nyentrik berada dalam kantor tikoan.
"Hai, siapa yang membunyikan tambur !" teriak mereka.
"Aku!" "Setan alas ! Apa engkau tak tahu kalau saat ini sudah
malam ?" "Tahu," sahut Huru Hara, 'tetapi aku ada urusan hendak
bertemu dengan tikoan,"
"Tidak bisa !" bentak opas, "kalau ada urusan, besok pagi
saja datang menghadap. Hayo, enyah !"
Opas itu terus hendak mendorong Huru Hara tetapi dia
terkejut karena dia sendiri yang tertolak ke belakang.
Melihat itu ketiga kawannya terus membantu. Mereka
hendak menyeret keluar Huru Hara, uh, uh ... mulut
mereka mendesuh-desuh karena tak dapat mendorong
tubuh Huru Hara. Plak, plak, plak tiga kali Huru Hara ayunkan tangan dan
ketiga opas itu mengaduh kesakitan dan mendekap mulut
masing2 karena giginya terlepas. Mereka menjerit-jerit.
"Pemberontak ! Pemberontak !" teriak mereka seraya lari
keluar. Duabelas prajurit muncul. Sebelum mereka bertindak,
muncul pula seorang letaki setengah tua yang mengenakan
dandanan seperti pembesar negeri. Kedua belas prajurit itu
serempak memberi hormat, "Tikoan loya, hamba sekalian
menghatur kan hormat ..."
"Kenapa ramai2 ini ?" tegur pembesar yang tak lain
adalah Siau tikoan atau tikoan orang she Siau,
"Aku hendak menghadap tikoan tetapi beberapa opas
hendak meringkus aku. Terpaksa aku membela diri," kata
Huru Hara, "apakah engkau yang jadi tikoan?"
Sudah tentu Siau tikoan terkejut sekali mendengar nada
kata2 Huru Hara yang kasar itu. Masa dirinya dianggap
sebagai orang kecil saja.
"Hai, engkau manusia atau binatang?" seru tikoan
marah. "Kalau engkau tak dapat mengetahui aku ini manusia
atau binatang, berarti engkau bukan manusia!" sahut Huru
Hara. "Tangkap bangsat itu!" tikoan memberi perintah.
Kedua betas prajurit itu segera berhamburan menerjang
Huru Hara. Tetapi dengan suatu geriak yang luar biasa
hebatnya, Huru Hara sudah loncat ke belakang meja tikoan
dan terus membekuk tengkuk tikoan itu, "Hayo, kalau
kalian berani maju, tikoan telur busuk ini akan kuputuskan
lehernya!" Kawanan prajurit itu tertegun melongo Mereka hampir
tak percaya akan gerakan yang dilakukan Huru Hara tadi.
"Aduh . . . . , " tikoan mengerang kasakitan, "Hai,
prajurit, jangan maju!"
"Suruh prajuritmu itu saling mengikat tangan masing2,"
perintah Huru Hara. "Lakukan, lekas," teriak tikoan yang tak tahan tulang
lehernya dicengkeram tangan Huru Hara.
"Suruh mereka menunggu diluar dan jangan coba2 lari,"
perintah Huru Hara pula. Setelah kedua belas prajurit itu berkumpul di halaman
luar, barulah Huru Hara lepaskan cengkeramannya. .
"Bukankah engkau ini tikoan kota ini?"
"Ya." "Mengapa engkau bersekongkol dengan orang Boan?"
"Ti . . . . aduh . . . . ya, ya, aku memang bersekongkol,"
akhirnya karena tak kuat menahan cengkeraman Huru Hara
lagi, terpaksa tikoan itu mengaku.
"Tetapi aku dipaksa mereka. Kalau aku menolak mereka
akan membunuh aku dan keluargaku . . . "
"Jangan takut, akulah yang akan menghadapi mereka.
Tetapi aku mau tanya kepadamu. Engkau memang suka
bekerja kepada kerajaan Boan atau setya kepada kerajaan
Beng?" "Kepada kerajaan Beng."
"Kalau begitu mengapa ia mandah dirimu dikuasai
mereka. Bukankah sebagai tikoan engkau dapat
mengerahkan tenaga rakyat untuk menangkap kaki tangan
musuh itu?" "Tetapi aku . . . aku . . . " tikoan itu tak dapat
melanjutkan keterangannya.
"Bilang yang jelas!"
Tikoan itu menceritakan bahwa dirinya telah masuk
perangkap, terlibat dalam hutang yang besar.
''Siapa yang menjeratmu?" tanya Huru Hara.
"Menurut keterangannya dia bernama Kwik Ong,
seorang saudagar besar yang mondar mandir dari selatan ke
utara. Bermula dia sering singgah kemari. Pada suatu hari
dia memberi aku obat hitam. Katanya kalau obat itu diramu
dengan tembakau dan dihisap, dapat menambah tenaga."
"Memang benar," tikoan melanjutkan ceritanya, "aku
senang sekali menghisap barang cairan warna kitam yang
dicampur dengan tembakau itu. Waktu menghisap aku
merasa seperti melayang-layang ke suatu dunia yang indah.
Dan keesokan harinya tenaga dan semangatku bertambah
segar. Tetapi lama kelamaan kalau tak isap, aku merasa
lemas." "Tiap kali datang saudara Kwik Ong selalu
meninggalkan satu botoL Tetapi akhirnya dia mengatakan
kalau persediaannya habis. Kalau aku menginginkan, dia
bisa mencarikan tetapi harganya mahal. Karena sudah
terlanjur menghisap obat itu, daripada badanku lemas dan
semangatku loyo, terpaksa aku membelinya. Bermula masih
kuat saja tetapi lama-lama hartaku habis. Uang pajak rakyat
juga kuludaskan. Mulai aku meminjam kepadanya."
"Lalu.?" tanya Huru Hara,
"Dia mulai menunjukkan warna. Dia mengancam akan
membongkar rahasia hutangku apabila aku tak mau tunduk
pada perintahnya. "Apa yang diperintahkannya ?"
"Aku disuruh memerintahkan semua pegawai kantor
tikoan cairan mengisap hitam itu."
"Apakah cairan itu ?"
"Candu, sejenis tanaman yang dapat melemahkan
semangat dan tubuh orang."
"Dan engkau jalankan perintahnya ?"
"Apa boleh buat. Kini semua pegawai kantor tikoan
sama mengisap candu. Tiap hari mereka mendapat jatah,
dipotong gajih tiap bulannya. Kumudian orang itu
memerintahkan supaya aku mengeluarkan larangan, tiap
penduduk laki2 tak boleh cukur rambut."
"Apa lagi ?" tanya Hutu Hara, "bagaimana dengan
pernikahan Siau siocia ?"
"Memang ada orang yang hendak melamar, tetapi Giok
Lan mengajukan syarat. Dia hanya mau menikah kepada
pemuda yang dapat mengalahkannya dalam ilmu sastera."
"O." "Sebenarnya sayembara itu akan dilangsungkan besok
pergi tetapi tiba2 saudagar Kwik Ing datang dan
mengatakan supaya sayembara itu dihapus karena Giok
Lan akan diperisteri oleh seorang pangeran Boan."
"Siapa nama pangeran itu ?"
"Pangeran Barbak, saudara dari panglima besar Torgun."
"Hm," dengus Huru Hara, "dan engkau berikan ?"
"Apa dayaku lagi " Kalau aku menolak, bukan saja aku
dan anakbuahku tak mendapat jatah candu, juga rahasia


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hutangku akan dilaporkan pada tihu (residen)."
Tiba2 seorang pelayan perempuan berlari-lari
mendaiangi dan menjerit-jerit, "Haya, loya, eel . .celak .....
celaka .. . ." Tikoan terkejut, "Kenapa ?"
"Siocia ..... ," dia menunjuk ke arah dalam "siocia .. ,
gantung . . . diri .. . ."
"Hai !" tikoan menjerit sekuat-kuatnya terus loncat dan
lari masuk. Huru Hara mengikuti. Masuk kedalam sebuah ruang
yang indah mereka melihat sesosok tubuh seorang gadis
menggelantung pada tiang.
Huru Hara loncat dan menabas tali yang dipergunakan
nona itu untuk menjirat leheruya.
"Giok Lan .. . Lan . . . mengapa engkau .. .. ," tikoan
menjerit dan menubruk puterinya. Pada saat itu isteri tikoan
juga masuk dan terus menjerit memeluk puterinya.
Huru Hara memeriksa pergelangan tangan nona itu,
"Jangan menangis, Anakmu masih hidup?""
Dia menyiak tikoan dan isterinya kesamping lalu
mengambil sebutir pil Cian lian-hay-to-som' (buah som
berumur seribu tahun yang tumbuh di dasar laut. " Baca :
Pendekar Boon) dan dimasukkan kedalam mulut Giok Lan.
Tetapi tubuh nona itu sudah dingin dan kaku. Bibirnya
mengatup keras. Terpaksa Huru Hara menekan mulut nona
itu supaya terbuka. Setelah memasukkan pil, dia
meniupnya. Ah, memang lupa sudah Huru Hara aka segala malu dan
sopan santun. Demi menolong jiwa seorang nona, dia
terpaksa melekatkan mulut ke bibir nona untuk meniup pil
itu supaya masuk kedalam kerongkongan. Dia minta
segelas air dan agar pil dapat mengalir masuk, juga terpaksa
ia semburkan dengan mulut.
Tikoan suami isteri dan bujang2 melihat dan mengikuti
cara Huru Hara ini mengobati Siau siocia. Mereka
berdebar-debar menunggu hasilnya.
Lebih kurang sepuluh menit kemudian, tiba2 muka Giok
Lan yang sudah pucat lesi seperti mayat dan tubuhnya yang
sudah kaku itu, perlahan-lahan tampak tergerak-gerak dan
keluh terdengar mengerang pelahan.
"Lan, anakku . . . . ," isteri tikoan terus loncat seraya
memeluk puterinya. "Ma, apakah aku masih hidup ?" kata Siau Giok Lan
dengan suara lemah, "Engkau masih hidup, Lan. Ah, mengapa engkau sampai
hati hendak meninggal mama ?"
Beberapa tetes air mata menitik keluar dari pelupuk mata
gadis itu, "Ma. maafkan aku . . . ."
"Engkau tak salah Lan. Ayahmulah yang menjadi gara2.
O, Thian, sukar engkau tertolong," kemudian nyonya itu
menghaturkan terima kasih kepada Huru Hara.
"Hujin, silakan bangun." kata Huru Hara melihat nyonya
tikoan itu berjongkok memberi hormat dihadapannya," aku
hanya melakukan kewajibanku saja untuk menolong
sesamanya. Tentulah belum takdirnya siocia harus
meninggal. Tetapi mengapa siocia sampai mengambil
keputusan sependek itu ?"
"Ayahnya memaksa dia hendak dikawinkan dengan
seorang pangeran Boan dan Lan tidak mau. Dia
mengatakan lebih baik mati daripada disentuh orang Boan,"
kata isteri tikoan. "Jangan salah faham, hujin," kata tikoan, "aku terpaksa
berbuat begitu demi menyelamatkan keluarga kita semua.
Lan. maafkan ayahmu. Aku merasa bersalah telah
mencelakai keluarga kita."
"Tidak, yah. ayah tidak bersalah. Akulah yang tersalah
karena tidak berbakti kepada ayah dan mama , .. "
"Sudahlah, Siau tikoan dan nona," kata Huru Hata,
"yang penting setelah tahu kesalahan, sekarang kita harus
berdaya untuk menghadapi bahaya yang mengancam."
"Hohan." kata Sian tikoan, "aku sudah tak berdaya lagi.
Kuminta bantuan hohan untuk menolong kami."
"Kapan pernikahan itu akan dilangsungkan ?" tanya Baru
Hara. "Mereka minta lebih cepat lebih baik. Dan aku minta
tempo untuk mencari hari yang baik."
"O, kalau begitu mereka akan datang lagi kemari ?"
"Ya." "Kapan ?" "Besok pagi mereka akan datang kemari meminta
tanggal yang kuputuskan."
"Baik," kata Hutu Hara, "tikoan boleh memberi alasan
begini. Kesatu, mengingat suasana negeri yang senang
menghadapi peperangan, Setiap waktu keadaan bisa
berobah dan tak menentu. Kedua, agar jangan
menimbulkan kecurigaan rakyat bahwa tikoan
bermenantukan pangeran Boan, maka baiklah tikoan
memutuskan saja. besok pagi akan menyerahkan mempelai
perempuan supaya dibawa- serta oleh utusan mereka dan
supaya upacara pernikahan dilangsungkan di tempat
pangeran Boan itu." "Ah, tetapi hohan," seru tikoan, "dengan begitu apakah
tidak kasihan kepada Giok Lan" Bukankah dia akan
seorang diri saja disana?"
"Siau tikoan," kata Huru Hara, "Siau siocia tetap berada
disini tak perlu ikut mereka."
"Eh, tetapi bukankah engkau mengatakan kalau
mempelai perempuan itu akan disertakan utusan mereka?"
"Benar," kata Huru Hara, "tetapi mempelai perempuan
itu bukan Siau siocia tetapi lain orang saja."
"O," tikoan terkejut, "tetapi siapakah yang mau jadi
pengganti Giok Lan?"
"Nanti malam akan kupikirkan," kata Huru Hara, "tetapi
Sian tikoan kuatir. Segala apa aku yang bertanggung
iawab." "Tidakkah mereka akan marah dan melakukan
pembalasan kepadaku?"
"Kapankah saudara yang menamakan diri sebagai Kwik
Ong itu datang kemari?"
"Kalau tak salah, besok pagi juga."
"Bagus," seru Huru Hara, "serahkan orang itu
kepadaku." Tikoan minta malam itu supaya Huru Hara bermalam di
rumahnya dan Huru Harapun menerimanya,
Dalam kesempatan omong2 pada malam itu Huru Hara
menganjurkan agar tikoan menghentikan kebiasaannya
menghisap candu. "Wah, susah," keluh tikoan, "aku sudah terlanjur
menghisap benda itu. Kalau sehari tidak menghisap, badan
rasanya sakit semua, tulang belulang seperti mau copot,
kepala pusing dan tenaga lemas."
Huru Hara mengusulkan supaya tikoan makan obat kuat
saja, "Memang dalam sehari dua hari tentu akan merasa
lemas. Tetapi beberapa hari kemudian tentu sudah akan
pulih, seperti biasa lagi. Memang, tentu akan menderita
kesakitan tetapi sakit sehari dua hari rasanya tak apa asal
sembuh." "Candu itu," Huru Hara melanjutkan pula, "jelas akan
merusak tubuh dan melemahkan jiwa. Musuh
menggunakan alat itu untuk menghancurkan semangat dan
tubuh kita." Demikian pada keesokan harinya, saudagar Kwik Ong
itu datang juga. Tikoan mengajak Huru Hara untuk
mnenyambut. "Siau tikoan, bagaimana" Apakah permintaan
bertambah?" tanya Kwik Ong.
"Ya, selain pegawai kantor tikoan sekarang beberapa
penduduk sudah mulai mengikuti.
Mereka suka sekali," kata tikoar.
"Bagus, kasih saja," seru Kwik Ong, "untuk yang baru
mulai, boleh awal dengan harga murah. Dan untuk yang
belum ikut tetapi berminat, boleh kasih secara gratis. Biar
seluruh penduduk kota ini sama ikut."
"Bagaimana kalau aku ikut menikmati?" tiba2 Huru Hara
menyelutuk. "O, anda juga ingin?"
Huru Hara mengiakan. "Baik, akan kuberi anda dengan cuma2," Kwik Oag terus
mengeluarkan sebuah botol kecil berisi benda lunak warna
hitam, "kalau sudah merasakan benda ini, anda tentu akan
merasa senang sekali."
Huru Hara hanya mendengus.
"Berapa tail benda itu yang anda bawa?" tanya Huru
Hara." "Cukup banyak."
"Apakah aku boleh melihatnya?"
Kwik Ong mengangguk. Dan mengeluarkan sebuah
botol besar dari dalam tas, "Walaupun hanya sekian tetapi
harganya bukan main. Cukupkah unug saudara untuk
membelinya?" "Bolehkah aku melihatnya?"
Kwik Ong mengiakan lalu menyerahkan botol itu kepada
Huru Hara., "Apakah benda ini?"
"Candu,, berasal dari negeri Thian-tia ( India )," kata.
Kwik Ong seraya mengulurkan tangan meminta kembali.
Tetapi Huru Hara tak mau mengembalikan.
"Berapa harganya?"
"Dua ribu tail perak."
"Baik, akan kubeli semua." kata Huru Hara, "tetapi
sayang aku tak bawa uang. Bagaimana kalau kupinjam
dulu." Kwik Ong gelengkan kepala, "Ah, maaf, aku tak biasa
meminjamkan." Karena Huru Hara tetap tak mau memberikan, Kwik
Ong berseru, "Eh, apa maumu tak mau mengembalikan
barang itu?" "Akan kubeli semua, tapi aku tak punya uang. Orang she
Kwik, sudah cukup banyak engkau meracuni penduduk
dengan benda semacam ini. Mengapa engkau begitu pelit
tak mau memberi pinjam kepadaku?"
",jangan niain2," bentak Kwik Ong, "berikan botol itu
kepadaku atau . . . . "
"Tidak!" sahut Huru Hara.
Kwik Ong terus menyambar bahu Huru Hara dan terus
dicengkeramnya tetapi tiba2 pemuda itu ayunkan kakinya
yang tepat mengenai perut Kwik Ong.
Auhhhh . " Kwik Ong menjerit ketika tubuhnya mencelat
sampai ke pintu, brak ...... kepalanya membentur daun
pintu sehingga berdarah. "Bangun," Huru Hara mencengkeram bahu Kwik Ong,
diangkat bangun. Tetapi pada saat pula Kwik Ong
melepaskan sebuah tonjokan ke dada Huru Hara, duk .....
Huru Hara meringis menahan sakit tetapi pada saat itu
juga. Kwik Ongpun menjerit ngeri dan bergelimpangan di
lantai, menjerit-jerit histeris. "Engkau kejam, bunuhlah aku,
kayo, bunuhlah aku!"
Apa yang terjadi " Ternyata waktu Kwik Ong memukul dada Huru Hara,
karena terkejut kesakitan, tenaga-sakti Ji-ih-sin-kang
memancar dari tubuh Huru Hara, mengalir ke lengan dan
berhamburan menumpah pada kedua tangannya yang
sedang mencengkeram balu Kwik Ong. Tak ampun lagi,
tulang pi-pehkut bahu Kwik Ong soperti diremas hancur.
Tulang pi-peh-kut, merupakan sumber kekuatan
manusia. Tulang itu remuk, lenyaplah tenaga kepandaian
Kwik Ong. Kini dia bukan Kwik Ong seperti beberapa detik
yang lalu, seorang jago silat yang menyamar sebagai
saudagar candu. Melainkan seorang Kwik Ong yang sudah
hilang tenaga kepandaiannya, baik tenaga-dalam maupun.
tenaga-luarnya. Itulah sebabnya mengapa dia meraungraung
seperti singa kejeblus dalam perangkap
"Mengapa engkau seperti orang gila begitu," bentak Huru
Hara. "Bunuhlah aku! Bunuhlah aku ! teriak Kwik Ong.
"Mengapa harus begitu ?"
"Jangan berlagak pilon," teriak Kwik Ong "engkau telah
menghancurkan seluruh tenaga kepandaianku, perlu apa
aku hidup lagi ?" "O, engkau kehilangan tenaga kepandaianmu " Mengapa
?" tanya Huru Hara, "Jangan sombong !" teriak Kwik Ong dengan ketus,
"engkau telah menghancurkan tulang pipehutku, masih
berlagak pilon. Bunuhlah aku, lekas!"
Kini Huru Hara baru menyadari apa yang telah terjadi.
Ternyata karena kaget dan kesakitan menderita pukulan
Kwik Ong tadi, dia telah memancarkan tenaga sakti dan
menccngkeram keras bahu Kwik Ong sehingga tulangnya
remuk. "Hm, itu masih ringan bagi hukuman seorang manusia
yang telah merusak rakyat," kata Huru Hara, "apakah
engkau masih belum bertobat !"
"Sudahlah jangan banyak mulut ! Hayo, bunuh aku.
Kwik Ong juga seorang lelaki yang tak takut mati. Daripada
hidup menjadi manusia tak berguna lebih baik aku mati saja
!" Huru Hara mendengus. "Hm, memang berani mati itu suatu sikap yang hebat.
Tetapi berani mati ada dua," kata Huru Hara, "seperti
engkau, berani mati untuk menebus dosa dari suatu
perbuatan terkutuk sama dengan berani mati untuk
melakukan kejahatan. Berani yang begitu, bukanlah berani
mati yang ksatrya tetapi berani mati yang pengccut!"
"Sedang berani mati untuk membela negara dan bangsa,
membela keadilan dan kebenaran, adalah berani mati yang
luhur. Berani mati yang tepat dan benar ! Maka janganlah
mentang2 bisa buka bacot mengatakan berani mati. Karena
sikap mu berani mati itu bukanlah berani mati yang luhur
tetapi berani mati yang pengecut !"
Kwik Ong tertegun tak dapat menjawab.


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah, biar. Aku sudah terlanjur jahat. Terserah orang mau
mengatakan apa saja, toh akhirnya aku harus dibunuh
lekas!, jangan banyak mulut !" teriaknya.
Huru Hara tertawa, "Orang bisa salah dan tak selalu
benar. Tetapi yang penting, setelah tahu salah lalu menebus
dosa untuk memperbaiki, itulah yang terpuji. Tetapi kalau
dengan sikapmu, salah biar salah, itu bukan pandangan
manusia tetapi pikiran bangsa binatang !"
Merah muka Kwik Ong mendengar dampratan yang
tajam itu,' "Sekarang engkau sudah cacat, Engkau merasa malu
untuk hidup. Tetapi cobalah jawab, mengapa malu "
Adalah seorang cacat itu harus malu dan merasa tak layak
hidup lagi " Bukankah di dunia ini terdapat banyak sekali
orang cacat bahkan yang jauh lebih menderita dari engkau
dan toh mereka tetap bergairah untuk hidup ?"
Kwik Ong terpaku bisu. "Yang dikata ma1u adalah apabila kita berbuat jahat.
berhianat dan mencelakai rakyat, merugikan bangsa dan
negara. Tetapi kalau hanya cacat, bukanlah suatu hal yang
harus dan layak dibuat malu. Cacat tubuh asal jangan cacat
batinnya. Lebih baik engkau sekarang cacat tetapi men jadi
rakyat baik-baik daripada engkau sakti tetapi menjadi
pengrusak bangsa !" kata Huru Hara pula.
Kwik Oag menghela napas, "Tetapi aku sudah terlanjur
berlumuran dosa . .."
"Tidak ada kata terlanjur, bagi perjalanan hidup seorang
manusia. Yang lampau, biarlah lain dan kuburkan saja.
Sekarang engkau baru memulai lembaran kehidupanmu
yang baru dengan baik. Eh, apakah kesalahan yang telah
engkau lakukan " Siapakah yang suruh engkau
memperdagangkan candu kepaka rakyat itu ?"
Kwik Ong menunjuk dan beberapa saat kemudian dia
baru membuka mulut dengan perlahan, "Aku memang
disuruh orang untuk mengedarkan candu itu kepada rakyat
di daerah2 kerajaan Beng . .. "
"Siapa yang suruh?"
"Seorang yang katanya bekerja pada kerajaan Ceng."
"Namanya?" "Dia hanya menyebut she-nya yalah orang she Ko. Dia
mengatakan cukup panggil dia dengan sebutan Ko siucay."
"Orang she Ko" Seorang sasterawan?" Huru Hara
menegas terkejut. "Ya." "Ah, lagi2 bajingan itu," seru Huru Hara geram, kalau
bertemu lagi, dia pasti takkan kuberi ampun."
"Siapakah dia?"
"Dia adalah Ko Cay Seng, tangan kanan dari panglima
besar kerajaan Ceng yang bernama Torgun. Dialah yang
ditugaskan untuk menyelundup kedalam wilayah kita dan
mengacau, menyebarkan racun dan menghasut."
Kwik Oag mengangguk. "Bagaimana engkau dapat mengenalnya?"
"Aku dulu seorang benggolan penjahat yang termasyhur
di Su-jwan. Entah bagaImana dia tertarik kepadaku dan
menghubungi aku. Dia mengatakan kepadaku, kalau aku
mau bekerja kepadanya, kelak aku akan mendapat pangkat
tinggi. Dan tak lain aku hanya disuruh menyaru sebagai
saudagar untuk mengedarkan candu ke segenap wilayah
yang masih dikuasai kerajaan Beng.
"Apakah hal itu sudah berjalan lama dan sudah meluas
kemana-mana ?" "Untung masih belum masuk kedaerah barat dan selatan.
Yang kuhubungi kebanyakan adalah para pembesar sipil
maupun militer. Karena apabila pembesar itu sudah jatuh
dalam jiratan candu mudahlah menguasai supaya menurut
perintahku." "Apakah sekarang engkau sudah sadar bahwa
perbuatanmu itu tidak menguntungkan rakyat dan akhirnya
menimpah pada dirimu Lendiri ?"
"Ya. aku memang merasa salah. Setelah kurenungkan,
banyak sekali korban2 yang berjatuhan dalam cengkereman
candu itu." "Bagus, karena sudah menyadari kesalahan, engkau
sudah kembali ke jalan yang benar. Aku percaya kepadamu.
Jangan kuatir sahabat," kata Huru Hara, "walaupun engkau
sudah tak memiliki kepandaian silat lagi tetapi engkau
masih dapat berguna dan dapat menyumbangkan tenagamu
untuk negara." "Ah, engkau tak tahu perasaanku," Kwik Ong menghela
napas, "bagi seorang persilatan, ilmu kepandaian itu adalah
darah dagingnya. Kalau ilmusilatnya hilang, dia sudah
seperti karung nasi, manusia yang hidup hanya untuk
makn." "Engkau salah," sahut Huru Hara. Seperti telah
kukatakan, tiada barang yang tiada berguna dalam dunia.
Begitu juga manusia. Setiap manusia tentu berguna. Hanya
soalnya, tergantung dari manusia itu sendiri. Apakah dia
mau berguna atau tidak."
"Ah, tetapi jelas manusia seperti diriku sekarang ini
sudah tak mungkin bisa berguna lagi."
"Baiklah," kata Huru Hara, "kalau engkau memang
masih dirundung kecewa dan putus asa, silakan engkau
hidup menurut kehendakmu. Akan kuberimu pil yang
mudah-mudahan dapat mengembalikan daya kekuatanmu."
"Pil apakah itu ?" tanya Kwik Ong waktu Huru Hata
memberi tiga butit pil warna merah.
"Inilah bauh som yang tumbuh di dasar laut dan
berumur seribu tahun. Khasiatnya dapat mengembalikan
tenaga yang hilang. Adakah engkau kelak dapat sembuh
kembali, tergantung dari usahamu mengobati lukamu itu.
Hanya pesanku, apabila engkau beruntung dapat sembuh,
janganlah engkau ulangi lagi perbuatanmu yang lalu."
Demikian Kwik Ong setelah menerima tiga butir som
Cian-lian-hay-to-som lalu pamit, tetapi Huru Hara
mencegahnya, "Ada satu hal yang hendak kutanyakan
kepadamu. Apabila engkau tahu bahwa candu itu
merupakan obat yang merusak tubuh dan jiwa orang,
tentulah engkau tahu bagaimana cara menyembuhkannya."
"Sebenarnya tak ada obat yang dapat menyembuhkan
ketagihan candu itu. Tetapi aku mempunyai resep ramuan
obat yang dapat mengurangi rasa ketagihan itu. Yang
penting harus timbul dari kemauan dan kekerasan hati
orang tersangkut untuk menghentikan kebiasaan menghisap
candu." Huru Hara minta kertas dan alat tulis kepada-tikoan dan
diberikan kepada Kwik Ong. Resep itu di berikan kepada
tikoan. Setelah Kwik Ong pergi, Huru Hara minta kepada
tikoan untuk membuat pil ramuan menurut resep itu secara
besar-besaran dan diberikan kepada mereka yang telah
menderita sebagai korban penghisap candu.
Setelah itu tikoan menanyakan pendapat Huru Hara
tentang cara menghadapi utusan dari pangeran Barbak yang
hendak meminang puterinya,
"Biarlah aku yang menyaru sebagai Siau socia . . . . "
"Apa ?" tikoan terkejut, "engkau hendak menyaru
sebagai mempelai perempuan " Ah, tidak !"
"Mengapa ?" tanya Huru Hara.
"Itu berbahaya sekali," seru tikoan. "Pangeran Boan itu
tentu tinggal di markas yang dijaga ribuan prajurit.
Bagaimana engkau dapal meloloskan diri apabila pangeran
Boan itu tahu kalau mempelai wanitanya palsu !"
"Sian tikoan," kata Huru Hara, "memang segala hal itu
tentu mengandung bahaya. Tetapi pernah kudengar orang
berkata: "kalau tak berani masuk ke sarang harimau
bagaimana akan mendapat anak harimau" Sekarang
kurasakan kata2 itu memang benar. Kalau aku tak berani
menempuh bahaya masuk ke dalam markas mereka,
bagaimana aku dapat menculik pangeran itu ?"
"Hah " Menculik ?" tikoan makin tercengang.
"Aku mempunyai rencana yang bagus," menerangkan
Huru Hara, "kalau aku dapat menculik pangeran Boan
untuk kujadikan sandera, akan kubawa dia kepada Su Ga
Hwat tayjin untuk memaksa pasukan Ceng mundur."
"O," seru tikoan, "rencana itu memang hebat tetapi .....
tetapi ah, tidak mungkin, "tikoan gelengkan kepala," engkau
hanya seorang diri bagaimana engkau mampu lolos dari
markas mereka dengan membawa pangeran itu ?"
Huru Hara mengangguk, "Terima kasih atas perhatian
tikoan. Tetapi aku dapat melihat gelagat. Kalau sekiranya
gagal, aku segera akan meloloskan diri."
Siau tikoan termenung. "Tetapi bagaimanapun juga, aku harus berhasil. Kalau
tak dapat menculiknya, pangeran Boan itu lebih baik
kubunuh saja," kata Huru Hara, "dalam hal ini harap tikoan
segera bersiap2." "Maksudmu ?" "Kerahkan seluruh penduduk, bentuklah barisan
pertahanan kota. Karena kemungkinan musuh tentu
mendendam apabila Barbak bisa terculik atau terbunuh.
Mereka tentu akan menumpahkan kemarahannya kepada
tikoan." Siau tikoan menghela napas, "Aku sudah tua, kalau
harus mati dalam peperangan itu tak mengapa. Hanya Giok
Lan"." "Ayah, jangan pikirankan diriku. Saat ini negara sedang
diserang musuh, Kita harus mementingkan keselamatan
negara dan rakyat dulu. Soal diri Giok Lan, serahkan saja
kepada Thian. Bukan hanya keluarga kita yang menderita
nasib begitu tetapi ratusan bahkan ratusan ribu keluarga
bangsa kita yang menderita nasab mengenaskan."
"Bagus, siocia, "kata Huru Hara, "memang dalam
perjuangan membela negara itu kita dituntut untuk
memberikan pengorbanan apa saja."
Huru Hara lalu mendesak kepada tikoan agar dirinya
segera dipersiapkan sebagai mempelai wanita.
Tikoanpun terpaksa meluluskan. 'Tak berapa lama orang
melaporkan kepada tikoan bahwa utusan dari pangeran
Barbak telah natang. Ternyata utusan itu terdiri dari lima orang yang menyaru
sebagai pedagang. Memang kota Tong-kwan masih
termasuk wilayah yang berada dalam kekuasaan kerajaan
Beng. Mereka masih takut kalau ketahuan dan ditangkap.
Mereka membawa kuda yang mengangkut duabelas peti
barang2 bingkisan untuk calon mempelai. Dan tikoan
dengan sukacita menerima kedatangan mereka.
Seperti yang telah direncanakan dengan Huru Hara
maka tikoan mengutarakan bahwa hari itu juga mempelai
perempuan supaya dibawa ke-tempat pangeran Barbak.
"Apabila pernikahan dilangsungkan disini," kata tikoan
memberi alasan," tentu akan menimbulkan kegemparan
orang dan tentu aku akan di tangkap oleh pemerintah
Beng." "Benar," kata orang yang mengepalai utusan pangeran
Barbak. "Kedua kalinya," kata tikoan pula, "suasana dewasa ini
mencemaskan sekali. Keadaan setiap waktu berubah dan
nasib orang tak menentu. Maka agar pernikahan itu jangan
sampai gagal, lebih baik segera saja dilangsungkan ditempat
pangeran Barbak." Alasan itu memang tepat dan utusan itupun menyetujui,
"Kapan akan berangkat ?" tanyanya.
"Nanti malam saja, agar tidak manarik perhatian orang,"
jawab tikoan. Begitulah singkatnya, pada malam itu rombongan utusan
pangeran Barbak membawa mempelai wanita atau nona
Giok Lan, berangkat meninggalkan kota Tong-kwan
menuju ke markas kediaman pangeran Barbak.
Kepala utusan heran mengapa hanya mempelai wanita
saja tanpa pengantar dan pelayan. Tikoan mengatakan,
"Anakku memang aneh. Kemauannya tak dapat dibantah.
Dia tak mau membawa pelayan karena dia sudah bertekad
hendak menjadi isteri seorang pangeran Boan sungguh2.
Disana dia nanti akan mengambil pelayan bangsa Boan biar
lekas mengerti adat kebiasaan orang Boan."
"Wah, siocia sungguh bijaksana sekali," puji utusan itu.
Waktu naik tandu, karena wajah mempelai itu ditutup
dengan kain cadar maka orang2 tak dapat melihatnya.
Tetapi rombongan utusan itu percaya, tak mungkin tikoan
berani main gila. Mereka tak pernah membayangkan kalau
mempelai itu seorang nona palsu.
Waktu mau berangkat, tikoan memberi pesan kepada
kepala utusan, "Giok Lan pesan, selama dalam perjalanan.
kalian tak boleh mengganggunya, mengajak bicara. Bahkan
tak perlu mengantar bidangan dan minuman, karena sudah
membawa sendiri. Perhatikanlah !"
Kepala utusan mengiakan, Mereka horrnat sekali kepada
tikoan karena bukankah tikoan itu akan menjadi mertua
pangcran Barbak yang berkuasa besar "
Malam mengadakan perjalanan memang suatu taktik
bagus untuk menyimpan rahasia. Apalagi kepala utusan
pangeran Barbak itu memang pandai sekali untuk
menyembunyikan diri. Mereka mengenakan pakaian
sebagai rombongan pedagang,
Selama itu tak terjadi suatu apa. Mereka sudah
meninggalkan kota Tong-kwan dan mulai melintasi sebuah
gunung, Diperhitungkan menjelang pagi mereka sudah tiba
di jalan besar yang terus menuju ke daerah yang sudah
dikuasai pasukan Ceng. Selamat ?" pikir kepala
rombongan utusan itu. Saat itu sudah tengah malam dan setelah menuruni
gunung mereka akan menyusur sebuah jalanan yang penuh
dengan pepohonan. Sekonyong-konyong mereka melihat beberapa gunduk
benda hitam menghadang di tengah jalan. Rombongan
utusan itupun terkejut. Pemimpinnya memberi isyarat
supaya berhenti. Tetapi anehnya menunggu sampai
beberapa waktu bayang hitam itu tetap tak bergerak.
"Tunggu," kata pimpinan yang terus mengeprak kudanya
menghampiri ke muka, Tetapi dia terkejut sekali karena


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gunduk bayang2 hitam itu lenyap.
"Ah, mungkin mataku salah lihat," gerutu pimpinan itu
seraya kembali ke rombongannya. Dia memberi perintah
supaya perjalanan dilanjutkan,
Lebih kurang baru sepuluh menit berjalan, kembali
sosok2 hitam itu muncul pula. Pemimpin rombongan
itupun terkejut lagi. "Bukankah kalian lihat di depan itu telah berbaris
beberapa sosok hitam ?" tanyanya kepada anakbuahnya.
Mereka mengiakan. "Coba kalian dua orang ke sana," perintah pemimpin itu.
Dua orang anakbuahnya segera maju kearah bayang2
hitam itu. Tetapi merekapun terkejut seperti pimpinannya.
Sosok2 hitam itu lenyap. "Bayang2 hitam itu hilang," mereka melapor kepada
pimpinannya. "Baik, kita lanjutkan lagi," kata pimpinan rombangan.
Setengah jam kemudian kembali bayang2 hitam itu
muncul. Kali ini pimpinan rombongan tak menghiraukan
lagi dan tetap memerintahkan supaya berjalan terus.
"Ah ..... ," bukan kepalang kejut pimpinan rombongan
dan anakbuahnya ketika melihat bahwa bayang2 itu masih
tetap tegak di tengah jalan.
"Wanita ..... ," desis pimpinan rombongan itu ketika
makin dekat.# "Hai ?". !" beberapa anakbuah rombongan menjerit
ketika melihat bahwa sosok2 tubuh dari wanita2 itu
ternyata bukan perempuan biasa melainkan berwajah
menyeramkan. Ada yang giginya menonjol keluar. Ada yang hidungnya
hilang. Ada yang kedua matanya besar dan melotot keluar.
Ada pula yang lidahnya menjulur keluar, merah dan
panjang. Lebih seram lagi, mereka itu bergerak-gerak dan
mulutnya bercuit-cuit seperti bangsa siluman atau setan
atau kuntilanak. Mau tak mau bergidiklah buluroma rombongan urusan
pangeran Barbak itu. Pimpinan rombongan itu bernama Hok Sin, seorang jago
silat yang terpandang di daerah timur. Dan sebenarnya
anggauta anakbuahnya itu juga jago2 silat dari golongan
hitam yang telah bekerja pada kerajaan Ceng.
Mereka menyamar sebagai saudagar dan pura2 seperti
orang biasa. Namun ketika menghadapi pemandangan yang
begitu menyeramkan, mereka pun gemetar juga.
"Ah, jangan takut. di dunia ini tak ada bangsa setan
kuntilanak," seru Hok Sin yang bernyali besar. Dia segera
menghunus pedang dan maju menghampiri.
"Hai, setan2 kuntilanak !" teriaknya, "mau apa engkau
menghadang jalan ?" Tiba2 kawanan setan perempuan itu tertawa meringkik,
keras dan panjang sehingga menimbulkan suasana yang
seram. "Hai, berhenti !" teriak Hok Sin dengan marah, "lekas
pergi sebelum aku turun tangan membasmi kalian !"
Namun kawanan kuntilanak itu tetap tertawa dan
bahkan mereka lalu membentuk sebuah lingkaran lalu
menari-nari ..... Entah darimana tiba2 terdengar bunyi harpa mengalun
lagu, mengiringi tarian para kuntilanak itu.
Harpa mengalun lagu rendah, melengking-lengking bagai
ratapan isteri yang menunggu sang suami atau kekasih
pulang dari medan perang. Kemudian mengalun rendah
bagaikan helaan napas dari dara yang bergadang dibawah
sinar rembulan, menanti sang kekasih yang tak kunjung
datang. Pun kawanan kuntilanak yang sedang menari itu mulai
mempertunjukkan tarian yang gila. Bagaikan lapisan kabur
yang lapis demi lapis berorak dari gumpalan, maka
mulailah kawanan kuntilanak itu membuangi pakaiannya
sehingga pada saat irama harpa mendendang lagu yang
penuh sentuhan rasa dari seorang dara yang mendambakan,
curahan sang kekasih. merekapun menanggalkan
pakaiannya yang terakhir. Saat itu mereka hanya
tnengenakan kain cawat yang amat tipis ...
Hok Sin yang begitu garang, saat itu tegak seperti patung.
Begitu juga keempat anakbuahnya. Mereka terlongonglongong
melongo seperti orang bengong.
Tungngng .....Tiba2 harpa dipetik keras sekali sehingga
menimbulkan ledakan suara mirip gunung meletus. Dan
seketika itu rubuhlah kelima orang tersebut.
Tiba2 pula harpa berbunyi riuh macam derap berihu ekor
kuda yang mencongklang di medan perang, Riuh rendah
macam pertempuran di medan perang.
Hok Sm dan keempat anakbuahnya segera
bergelimpangan kian kemari seperti orang yang sedang
angot penyakit ayannya atau seperti itik yang disembelih
lehernya, menggelepar kesana, menggelepar kesini ... .
Jalanan itu terbuat dari batu sehingga muka, tubuh dan
pakaian mereka compang camping dan babak belur tak
keruan. Darah mengucur dan berobahlah wajah mereka
seperti setan bermuka me-rah.
Tringngng ..... Terdengar dering melengking yang tajam sekali seperti
memecah telinga dan seketika melentinglah tubuh kelima
orang itu ke udara lalu jatuh terbanting di tanah lagi dan tak
berkutik selama-lamanya ......
Kawanan kuntilanak itu segera menghampiri ke kereta
tempat mempelai perempuan namum mereka tak berani
membuka kain tenda kereta. Mereka hanya tegak di
sekeliling kereta itu, seperti menunggu komando.
Memang benar. Tak berapa lama dari balik gerumbul
semak, muncultah seorang wanita berpakaian hitam.
Mukanya tertutup kain cadar hitam. Pada pinggangnya
terselip sebatang seruling warna kuning, mirip emas.
"Bagaimana ?" tegurnya dengan nada yang kalm.
"Murid sekalian menunggu perintah suhu. Mempelainya
masih berada dalam kereta," kata salah seorang kuntilanak.
"Baik, bukalah pintu kereta dan suruh mempelainya
turun," kata wanita bercadar hitam.
Pintu dibuka dan kuntilanak itu mempersilakan
mempelai turun. Mempelai itupun menurut perintah,
"Siapa engkau ?" tegur wanita bercadar. Dia tak meilhat
bagaimana wajah mempelai itu karena tertutup dengan kain
cadar juga sebagaimana adat kebiasaan bagi seorang
mempelai perempuan. "Aku Siau Giok Lan, puteri tikoan dari kata Tongkwan,"
kata mempelai wanita dengan suara kecil yang,
dibuat- buat. "Hendak kemana engkau
"Dibawa mereka ke tempat mempelai lelaki" 'sahut Giok
Lan palsu atau Huru Hara.
"Siapa mempelai lelaki "
"Pengeran Boan yang bernama Barbak."
Wanita bercadar itu mendesis kejut, "Seorang pangeran
Boan ?" "Ya." "Mengapa engkau mau menjadi isteri pangeran Boan ?"
"Hanya menuruti perintah ayah."
"Mengapa ayahmu menerima lamaran seorang Boan ?"
"Terpaksa," kata Huru Hata, karena diancam.
"Hm" dengus wanita bercadar itu pula, "tetapi apakah
engkau sendiri suka menjadi isteri orang Boan ?"
"Siapa sudi !" '"Mengapa engkau mau dibawa mereka ?"
"Akan kubunuh pangeran Boan itu."
"Apa" Engkau hendak membunuh pangeran Boan itu ?"
"Ya." "Apakah engkau tak takut dibunuh mereka?"
"Aku sudah bersiap mengorbankan jiwa. Kalau perlu aku
akan bunuh diri." Wanita bercadar itu terkejut. Bagaimana kerut wajahnya
memang tak kelihatan tetapi rupanya dia kagum. Hal itu
terbukti dia mengangguk-angguk kepala.
"Baik, jika begitu, silakan engkau pulang sa ja. Aku
takkan mengganggumu." katanya.
"Tidak," sahut Huru Hara, "jika aku pulang ayah tentu
celaka. Pangeran Boan itu tentu akan mengetahui
pembunuhan ini dan tentu akan mengirim orang untuk
membunuh ayah." "Lalu bagaimana maksudmu ?"
"Aku tetap akan ketempat pangeran Boan itu."
"Perlu apa ?" "Membunuhnya. Dia adalah sumber dari bencana yang
menimpa negara kita. Kalau dia masih hidup, rakyat kita
tentu menderita." Wanita bercadar itu geleng2 kepala, "Tidak, engkau
salah. Memang dia termasuk sumber dari bancana yang kita
rasakan ini. Tetapi bukan dia sendiri. Dia hanya salah
seorang dari ribuan orang Boan yang hendak menjajah
negara kita. Mati seorang Barbak, masih ada beribu-ribu
Barbak yang tetap hendak menindas kita."
"Kita menang jumlah," bantah Huru Hara, "kalau setiap
wanita tukar dengan jiwa seorang Boan, kita tentu dapat
meludaskan mereka." Wanita bercadar itu tertawa lirih, "Itu kemauaumu.
Tetapi apakah mereda begitu bodoh akan menurut
kemauanmu " Sudahlah, jangan ngelantur. Engkau mau ke
tempat pangeran Boan itu, tetapi mana pengantarmu "
Bukankah kelima orang itu sudah mampus semua ?"
Huru Hata kerutkan kening. Memang tempo pengawal
tentu saja akan menimbulkan hal amat lucu. Apakah di
dunia ini ada seorang mempelai wanita yang datang
seorang diri ke rumah mempelai pria "
"Lalu bagaimana baiknya aku harus bertindak ?" Huru
Hara seperti seorang gadis yang kebingungan.
"Apakah engkau mau ikut aku ?" tanya wanita bercadar
itu. "Siapa engkau " Sebelum aku tahu siapa dirimu, aku tak
dapat memberi keputusan," kata Huru Hara.
"Aku adalah wanita ganas yang di juluki dengan nama
Kim-tiok Lo-sat atau Dewi-laknat Seruling emas."
"O," Huru Hara terkejut walaupun ia belum pernah
mendengar nama itu, "lalu siapakah perempuan2 yang
berwajah seram ini ?"
"Mereka adalah barisan Kuntilanak, anakbuahku yang
setya." "Kuntilanak " Apa itu kuntilanak ?"
"Kuntilanak adalah sejenis setan perempuan yang suka
mengganggu kaum lelaki .."
"O. apakah kalian suka mengganggu lelaki?" Huru Hara
terkejut pula. "Memang begitulah tujuan dari gerombolan Kuntilanak
yang kupimpin ini." "Aneh," gumam Huru Hara," mengapa engkau
membenci kaum lelaki ?"
"Karena lelaki itu manusia yang gemar menipu dan
merusak wanita. Kita sebagai wanita harus jangan mau
diperlakukan begitu. Oleh karena itu kudirikan suatu
himpunan dari para wanita yang mempunyai dendam sakit
hati kepada orang lelaki."
"Tetapi kan tidak semua lelaki itu tentu jahat, "bantah
Huru Hara," ada juga lelaki yang baik malah
perempuannya yang jahat"
"Sudah tentu dalam bertindak kami harus hati2.
Sebelumnya kami tentu akan menyelidiki lebih dulu lelaki
itu jahat atau baik. Kalau jahat, tentu kita ganyang tetapi
kalau baik takkan kita ganggu. Pun terhadap wanita yang
jahat yang suka mempermainkan lelaki, yang berhianat
terhadap suaminya, juga akan kami lenyapkan.
Huru Hara kerutkan dahi. Diam2 ia terkejut. Aneh
memang dunia ini. Penuh dengan segala macam manusia
dan peristiwa. "Aku mau ikut kedalam gerombolanmu tetapi ada satu
syaratnya," kata Huru Hara.
"Soal memusuhi kaum lelaki, memang tidak apa. Tetapi
ingat, saat ini negara sedang dalam peperangan. Kalau
engkau mengganyang setiap lelaki, bukankah nanti negara
kita akan kehabisan orang lelaki untuk mengangkat senjata
melawan musuh. Syaratku adalah, hentikan dulu perbuatan
balas dendam terhadap kaum lelaki bangsa kita. Tujukah
tindakanmu itu terhadap setiap lelaki bangsa Boan.
Tumpaslah setiap prajurit Boan dan kaki tangannya !"
Wanita bercadar itu mengangguk, katanya" "Usulmu itu
memang pantas. Baiklah, kuterima syaratmu itu. Lalu
bagaimana dengan beberapa budak2 Boan yang mati itu."
"Ya, memang harus dipikirkan," kata Huru Hara, "aku
ada permintaan lagi. Maukah engkau meluluskan ?"
"Apa ?" "Aku hendak kembali ke ayah untuk melaporkan
kejadian disini. Agar ayah dapat bersiap-siap untuk
menghadapi kemungkinan orang2 Boan akan marah
kepadanya. Yang paling baik, supaya ada akal untuk
mengalihkan kemarahan pangeran Boan itu."
"Maksudtnu ?" "Bagaimana caranya supaya apabila orang2 Boan datang
kemari dan melihat mayat2 orang mereka, mereka tahu
kalau aku telah dirampas orang. O, ya. bagaimana kalau
kukatakan bahwa mempelai perempuan telah dirampas
kawanan penyamun dan pengiring-pengiringnya dibunuh ?"
"Bagus," seru wanita bercadar itu," tetapi bagaimana cara
mengatakan hal itu kepada mereka ?"#
"Ya, benar," seru wanita bercadar atau Dewi Seruling
Emas pula, "akan kutinggalkan surat pada mayat mereka
agar apabila kawan mereka datang akan tahu duduk
perkaranya." Huru Hara setuju, "Lalu apakah engkau idinkan aku pulang dulu untuk
memberi kabar kepada ayah ?" tanyanya.
"Sebaiknya memang engkau kembali lagi kepada
ayahmu. Namun kalau engkau ingin bergabung kepada


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gerombolanku, akupun akan menerimamu," kata Dewi
Seruling Emas. "Bagaimana aku dapat mencari tempatmu," tanya Huru
Hata. "Seluas berpuluh Ii dari hutan ini adalah daerah
kekuasaanku, Setiap saat engkau datang, anakbuahku tentu
akan menyambutmu." "Baik," kata Huru Hara lalu mengucapkan terima kasih
dan pamitan. "Tunggu!" tiba2' Dewi Seruling Emas berseru ketika
Huru Hara hendak naik ke kereta.
"Kenapa ?" "Ada sesuatu yang aneh pada dirimu ..".
-oo0dw0oo- Jilid 36 Gawat. Huru Hara terkejut. Ia hentikan langkah dan berpaling,
"Apa katamu " Ada sesuatu yang aneh pada diriku ?"
Dewi Seruling Emas tak lekas menjawab melainkan
tertegun. Kemudian menjawab, "Ya."
"Soal apa ?" "Apakah engkau benar puteri dari Siau tikoan ?" tanya
Dewi Seruling Emas, Huru Ham terkesiap namun dijawabnya juga, "Ya,
mengapa ?" "Aneh," gumam wanita bercadar itu.
"Apanya yang aneh ?"
"Tikoan itu adalah pembesar tertinggi di kota. Puterinya
tentu seorang gadis yang cantik. Tetapi , ..."
"Tetapi bagaimana ?"
"Mengapa engkau begitu tinggi seperti seorang lelaki ?"
"Ha h ?" "Dan lihatlah itu, kakimu juga besar seperti petani ..."
"Hus !" karena lupa Huru Hara sampai mendampratnya.
"Tanganmupun besar2 seperti tukang.............. !"
"Engkau gila !"
"Dan suaramu, ya, suaramu itu bukan suara anak
perempuan , ..." "Sinting engkau !"
"Maka bukalah kain cadar penutup mukamu itu agar
hilanglah kesangsianku. Engkau apakah benar-benar puteri
Siau tikoan." "Dewi Seruling , ."
"Serulling Emas !" tukas wanita bercadar itu.
"Mengapa harus pakai emas ?"
"Karena serulingku memang terbuat dari emas murni."
"O," seru Huru Hara pula, "aku akan membuka kain
penutup mukaku tetapi engkaupun harus membuka cadar
penutup wajahmu. Itu baru adil!" seru Huru Hara.
Selama dalam pembicaraan itu karena dirangsang
ketegangan, Huru Hara lupa untuk memperkecil nada
suaranya. Dia bicara ceplas ceplos seperti biasanya sehingga
kentara kalau lelaki, "Hm," desuh Dewi Seruling-emas, "engkau melanggar
pantanganku. Barangsiaaa menghendaki melihat wajahku,
harus mati ! Apakah engkau masih menginginkannya ?"
"O, sama dengan aku," seru Huru Hara pula,
"barangsiapa yang ingin melihat wajahku, tentu akan cacat"
"Hm, makin lama engkau makin berobah. Bukan lagi
seperti layaknya seorang gadis puteri tikoan. Siapa engkau
?" bentak Dewi Seruling-emas."
"Aku adalah mempelai wanita dari pangeran Boan.
Kalau tak percaya, terserah . . . ."
"Lekas buka kerudung mukamu!" bentak Dewi Serulingemas.
"O. apakah engkau kepingin cacat ?" seru Huru Hara.
"Pik Lian, lucuti kain penutup mukanya," seru wanita
itu. Dari kelompok kuntilanak, muncul seorang kuntilanak
yang terus menyambar kain penutup wajah Huru Hara.
"Ih..... ," kuntilanak yang disebut Pek Lian itu mendesis
kaget karena sambarannya luput. Dia ulangi lagi tetapi tetap
tak berhasil. Melihat itu seorang kuntilanak Ioncat maju dan
membantu. Tetapi kedua kuntilanak itupun juga tak
berhasil. Gerakan si mempelai wanita itu terlalu cepat bagi
mereka. Seorang kuntilanak maju lagi tetapi tetap tak mampu
merobohkan. Seorang demi seorang sehingga dua belas
kuntilanak maju mengepung Huru Hara.
Sebenarnya Huru Hara dapat merobohkan mereka tetapi
dia malu kalau harus memukul anak perempuan maka
diapun hanya berlompatan kian kemari menghindari
serangan mereka. Tiba2 terdengar suara seruling berbunyi. Dan tampaklah
Dewi Seruling-emas itu sedang meniup serulingnya.
Rupanya karena melihat selusin anakbuahnya tak mampu
berbuat apa2 terhadap si mem pelai wanita, Dewi Seruling
itu menyadari kalau mempelai itu seorang yang berilmu
tinggi. Maka mulailah dia meniup seruling pusakanya.
Eh, tahu2 kawanan kuntilanak itupun tidak menyerang
lagi. Kini mereka mulai menari-nari dengan gerak yang
lemah gemulai mengikuti irama seruling itu.
Saat itu haripun makin malam dan gelap. Hanya suara
seruling yang mengalun tinggi rendah merobek-robek
kesunyian malam. Kawanan kuntilanak itu seperti kena
sihir. Mereka bagai patung3 hidup yang dimainkan oleh
suara seruling. Huru Hara tertegun. Tiba2 ia merasa jantungnya
mendebur keras dan darahnya mengalir deras ketika
menyaksikan ulah tingkah kawanan kuntilanak itu.
Serempak dengan alunan irama seruling yang makin
melengking-lengking tinggi, kawanan kuntilanak itupun
makin menjadi histeris. "Celaka," diam2 Huru Hara membatin, "rupanya suara
seruling itu mengandung tenaga-dalam yang hebat."
Dia lebih camas pula ketika merasa nafsunya makin
lama makin meluap ketika melihat kawanan kuntilanak itu
mulai melepaskan pakaiannya.
"Wah, runyam," pikirnya pula, "kalau aku tak segera
berundak, tentu celakalah aku."
Dia kerahkan hati dan kerahkan tenaga. Tenaga-sakti Jiih-
sin-kang memang lihay. Karena sudah beberapa kali
merasakan, setiap kali kerahkan tenaga, dia dapat memiliki
tenaga yang hebat, maka Huru Harapun percaya bahwa
dirinya memang mengandung tenaga yang sakti.
Selekas kerahkan tenaga, dia terus enjot tubuhnya
melayang sampai dua tombak, melampaui kepala kawanan
kuntilanak dan terus tiba di hadapan Dewi Seruling.
Dewi Seruling terkejut sekali. Ia tak nyana bahwa
mempelai perempuan bukan saja kebal dengan serangan
tenaga-sakti dari serulingnya, pun saat itu malah dapat
menerobos keluar dan berdiri dikadapannya.
"lh, engkau ini bukan manusia !" teriak Dewi Seruling
yang hentikan tiupannya lalu menyerang.
Huru Hara terkejut melihat gaya serangan wanita
bercadar itu. Dia merasa seperti ditabur oleh puluhan
batang seruling emas sehingga matanya silau.
"Ihhhhh," teriak Dewi Seruling ketika ujung seruling
berhasil menyingkap kain penutup muka mempelai
perempuan dan menyaksikan wajah Huru Hara.
"Siapa engkau !" bentaknya sesaat kemudian.
Hum Hara terkejut. Namun karena sudah ketahuan
diapun menyahut tenang. "Aku Huru Hara. Aku memang
sengaja menyaru menjadi puteri tikoan untuk menolong
puteri itu supaya jangan sampai jatuh ke tangan pangeran
Boan !" Dewi Seruling terkesiap. Rupanya dia tengah
mempertimbangkan langkah terhadap Huru Hara.
"Hm, tujuanmu memang baik," akhirnya wanita
bercadar itu berkata, "tetapi engkau membohongi aku."
"Apa engkau merasa rugi ?"
"Paling tidak, aku harus melaksanakan tujuan dari
perhimpunan yang kudirikan ini."
"Engkau memusuhi aku ?"
"Karena jelas engkau seorang lelaki !"
"Apa salahnya aku jadi seorang lelaki " Habis, kalau
memangnya lelaki apakah harus jadi perempuan ?" balas
Huru Hara seenaknya. "Engkau memang tak salah tetapi menyalahi aku.
Karena aku telah bersumpah untuk mengganyang setiap
lelaki." "Engkau limbung," seru Huru Hara, "yang salah lelaki
yang menyakiti hatimu tetapi mengapa aku yang tak tahu
menahu persoalanmu, harus engkau balas ?"
"Sudah ..jangan banyak mulut !" seru Dewi Seruling,
"kedua engkau mampu bertahan mendengar aku memetik
harpa, engkau boleh bebas !"
"Lho, mengapa harpa " Bukankah engkau mahir meniup
seruling " Bukankah engkau memakai gelar Dewi Serulingemas
?" Dewi Seruling mendengus, "Sebenarnya aku mempunyai
dua macam senjata, seruling dan harpa. Tetapi entah
bagaimana orang hanya senang memberi julukan Dewi
Seruling-emas kepadaku. Tetapi itu tak penting, lekas
engkau bersiap din!"
"Sembarang waktu aku sudah siap !"
Maka Dewi Seruling lalu melolos harpa yang
menggamblok pada punggungnya. Sama dengan
serulinguya, harpa itu juga terbuat dari emas. Sejenak
bersiap maka terdengarlah suara harpa mengalunkan lagu.
Bermula pelahan lalu makin keras dan lincah
menggambarkan suatu suasana yang riang.
Karena sudah tahu bahwa harpa itu mengandung tenagapesona,
maka diam2 Huru Harapun sudah menghimpun
napas dan mengerahkan tenaga agar jangan sampai terbius.
Alunan harpa kemudian berobah, mengalun nada yang
sedih, merintih dan meratap-ratap bagai sepasang kekasih
yang sedang berpisah.............. .
Huru Hara tegak seperti patung. Wajahnya berobah
pucat dan hatinya seperti disayat-sayat. Tetapi dia masih
kuat bertahan. Beberapa saat kemudian, harpa berganti irama. Kini
kembali beralun deras dan gencar penuh dentum-dentum
yang dahsyat dan gemercik yang bergemuruh. Sepintas
menyerupai suasana medang pertempuran.
Sedemikian hebat harpa itu meletup-letup sehingga Huru
Hara tak tahan lagi. Tiba2 saja dia ayunkan tangan
menghantam, "Mampus engkau, kurcaci Boan.............. . ."
Kiranya saat itu Huru Hara memang terhanyut dalam
gelombang harpa yang mengalun irama peperangan, Saking
tak kuat, pikiran Huru Hara seperti tengah membayangkan
kalau dia sedang diserang oleh kawanan prajurit Boan.
Maka tak tahan lagi, dia terus menghantam penuh
kemarahan. Tenaga-sakti Ji-ih-sin-kang memang sebuah tenagadalam
yang luar biasa hebatnya. Andaikata tenaga-sakti itu
dimiliki oleh seorang tokoh yang berilmu tinggi, tentu akan
mengembang dahsyat, Jika tokoh itu seorang tokoh hitam,
dia akan merupakan momok yang membahayakan umat
manusia, Pembangkitan tenaga-sakti Ji-ih-sin-kang yang dilakukan
karena terkejut dan marah, akan mencapai titik yang
tertinggi dari daya kesaktian tenaga aneh itu. Dan adalah
karena membayangkan sedang dikepung prajurit2 Boan,
maka Huru Harapun marah. Tenaga-sakti Ji-ih-sin-kang
seketika memancar dahsyat .... ,
"Ihhhhh ..... ," Dewi Seruling mendesis kaget ketika
tubuhnya terdampar mundur beberapa langkah. Lebih
terkejut lagi ketika ia mengetahui beberapa senar dari
harpanya telah putus .....
Huru Hara tersadar dan terkejut menyaksikan keadaan
wanita-wanita itu tegak berdiri seperti patung. Wajahnya
pucat lesi dan tengah pcjamkan mata.
"Maaf, Dewi Seruling, aku tak sengaja melukaimu,"
Huru Hara menghampiri dan minta maaf, "tetapi mengapa
engkau mengalunkan lagu yang menggambarkan
peperangan dahsyat sehingga aku merasa seperti diserang
oleh beratus-ratus pra jurit Boan, lalu kuhantam mereka ...."
Namun tiada jawaban. Dewi Seruling tetap membisu.
"Baik, Dewi Seruling," kata Huru Hara pula, "aku masih
mempunyai urusan penting untuk membantu perjuangan
mentri Su Go Hwat yang sedang menghadapi serangan
pasukan Ceng di Yangciu. Aku bersalah dan akupun sudah
minta maaf. Terserah saja kepadamu. Kalau engkau dapat
menerima permintaan maafku, anggap saja urusan ini
sudah selesai. Tetapi andai kata engkau tetap tak dapat
memaafkan aku, kapan saja engkau boleh mencari aku.
Nah, selamat tinggal ..... "
"Tunggu ..... ," baru beberapa langkah Huru Hara
berjalan, tiba2 terdengar Dewi Seruling berseru, "engkau
kumaafkan karena engkaulah satu-satunya orang yang
sanggup menerima suara harpaku dan bahkan dapat
menghancurkan senar harpa itu."
"Terima kasih," kata Huru Hara, "apakah masih ada .....
" Huakkkkk, tiba2 Dewi Seruling muntahkan segumpal
darah merah dan tubuhnyapun bergemetaran keras lain
jatuh terduduk, Ternyata dia menderita luka- dalam yang
cukup parah. "Dewi Seruling, kuharap engkau suka minum pil buah
som ini," kata Huru Hara seraya memberikan dua butir pi1
Cian - tian - hay - te-som (buah som dari dasar laut yang
berumur seribu tahun, "percayalah, lukamu tentu akan
sembuh." Dewi Seruling meminum pil itu.
"Dewi Seruling," kata Huru Hara pula, "aku gembira
karena engkau mau memaafkan salah faham yang terjadi
diantara kita tadi. Engkau tentu maklum. bahwa tujuanku
menyaru jadi mempelai wanita sebagai pengganti puteri
dari tikoan, tak lain adalah untuk menolong puteri tikoan,


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disamping aku memang bertujuan hendak menculik
pangeran Barbak " Terdengar Dewi Seruling mendesis pelahan.
"Dengan menculik Barbak yang menjadi saudara dan
panglima besar angkatan perang kerajaan Ceng yaitu
Torgun, aku akan menemui mentri pertaaan Su tayjin dan
dengan menggunakan sandera itu dapatlah Su tayjin
menekan agar pasukan Ccng yang mengepung kota Yangciu
ditarik mun dur. . . ."
Tiba2 Huru Hara hentikan kata2nya karena melihat
Dewi Seruling gelengkan kepala.
"Kenapa engkau gelengkan kepala ?" tegur Huru Hara.
"Engkau tak kenal sifat panglima Boan itu. Dia seorang
yang keras kepala dan memegang disiplin. Dia lebih
mengutamakan kepentingan negaranya dari keluarga. Tak
mungkin dia mau menarik mundur kepungannya hanya
karena saudaranya akan dibunuh Su tayjin."
"O," dengus Huru Hara, "maksudmu. sia-sia sajakah aku
berusaha untuk menculik Barbak itu?"
Dewi Seruling mengangguk.
"Dewi Seruling," tiba2 Huru Hara teringat sesuatu,
"apakah engkau pernah mendengar tentang sebuah
perkumpulan yang bernama Hongli-hoa atau Bunga
Persembahan ?" "Pernah," sahut D Seruling, "tetapi hanya sepintas saja
dan tak bagitu jelas. Apa maksudmu mengatakan
perhimpunan itu ?" "Hong-li-hoa juga suatu himpunan wanita tetapi baik
anggautanya maupun tujuannya beda dengan
perkumpulanmu," kata Huru Hara, "Hongli-hoa terdiri dari
wanita atau gadis yang telah tercemar dan terjerumus dalam
lembah hitam. Namun dalam menghadapi negara diserang
orang Boan, merekapun serentak bangkit dan bersatu.
Dengan penuh kesadaran berkorban, mereka rela
menyediakan diri sebagai pemuas napsu para pembesar
Boan. Namun mereka melaksanakan tugas dari
pimpinannya yaitu, berusaha mempengaruhi para pembesar
Boan agar jangan terlalu kejam menindas rakyat di daerah
yang telah mereka duduki. Kedua. mencari berita penting
dari rahasia rencana gerakan pasukan Boan. Dan ketiga,
berusaha untuk menolong dan menyelamatkan jiwa kaum
pejuang bangsa kita."
Dewi Seruling mendengarlan dengan tertegun.
"Mereka merasa menjadi wanita2 yang telah tercemar
bahkan oleh masyarakat dianggap sebagai sampah. Tetapi
ternyata mereka memiliki kesadaran dan dharma-bakti yang
begitu mulia terhadap negara dan rakyat. Kita patut
menghargai mereka ..... "
"Hm, apa maksudmu hanya begitu ?" tanya Dewi
Seruling. "Ada lagi," jawab Huru Hara, "ternyata kaum wanita
bangsa kita juga tak mau ketinggalan dalam menunaikan
dharma- baktinya kepada negara. Antara lain, engkau
sendiripun telah membentuk perhimpunan kaum wanita.
Alangkah luhurnya apabila engkau mau mengarahkan
himpunanmu kepada tujuan yang mulia yani membela
negara kita yang sedang terancam bahaya kehancuran ini ?"
Dewi Seruling terdiam. "Kurasa dewasa ini diseluruh negeri kita, banyak sekali
kaum wanita yang menderita seperti anakbuahmu dan
mereka yang tergabung dalam Hong-li-hoa. Engkau, Dewi
Seruling, tentu dapat menolong mereka, menghimpun
mereka dalam satu wadah dan membentuk suatu barisan
wanita guna melawan serangan musuh. Percayalah, Dewi
Seruling, gerakanmu itu tentu akan mendapat sambutan
yang hangat dari para wanita yang senasib.
Kurasa, perjuanganmu itu akan lebih berarti bagi negara
dan rakyat, Bagaimana ?"
Dewi Seruling mengangguk pelahan, "Akan
kupertimbangkan usulmu itu."
"Dan engkau sendiri bagaimana ?"
"Aku sih sudah tiada harapan apa-apa dalam hidupku
yang sekarang ini. Tentu saja aku akan menerima usulmu
itu." Huru Hara gelengkan kepala, "Pangkal tolak
pemikiranmu itu salah. Kalau engkau berjuang karena
sudah putus asa, itu bukan suatu perjuangan yang baik,
Putus asa atau tidak, perjuangan membela negara dan
rakyat adalah suatu kewajiban dan dharma-bakti yang
luhur. Apabila berjuang karena putus asa, itu masih
mengandung rasa terpaksa."
Dewi Seruling terdiam. "Dewi Seruling," kata Huru Hara pula, "ma"af, aku
mencampuri urusan peribadimu. Tetapi bolehkah aku
bertanya, siapakah pria yang telah mengecewakan hatimu
itu " Lalu bagaimana tindakanmu terhadap pria itu ?"
Dewi Seruling terkejut. Ia memandang Huru Hara.
Beberapa saat ia menatap pemuda itu.
"Loan Thian Te," katanya setelah menghela napas
panjang, "memang benar kata orang 'yang kuning belum
tentu emas'. Lahiriyah bukan menjadi ukuran dari peribadi
orang. Engkau seorang pemuda nyentrik tetapi ternyata
hatimu, perjuanganmu sungguh luhur. Kebalikannya
mereka, lelaki2 yang berwajah tampan, manis budi dan
mulut, ternyata manusia2 yang tak bermoral. Suka
mempermainkan wanita, pengecut dan berhianat ...............
." "Ah, jangan terlalu memuji diriku. Dewi Seruling," kata
Huru Hara, "apa yang kulakukan kepada negara ini
hanyalah suatu kewajiban, Bukan sesuatu yang berlebihlebihan.
Dan apa yang kuminta kepadamu itu, juga suatu
kewajiban yang wajar, bukan sesuatu yang berlebih-lebih.
Kuharap engkau dapat melakukan."
"Baiklah, Loan Thian Te," kata Dewi Seru-ling akhirnya,
"akan kubentuk sebuah Barisan Wanita untuk membantu
mentri Su tayjin dalam perjuangannya melawan pasukan
Ceng." "Terima kasih, Dewi Seruling," tiba2 Huru Hara
membungkukkan tubuh menjuruh selaku suatu
penghormatan yang tinggi.
Dewi Seruling terkejut` "Eh, mengapa engkau memberi
hormat begitu tinggi kepadaku ?"
"Dewi Seruling," kata Huru Hara. "kalau engkau
memberi aku hadiah emas berpuluh kati atau barang pusaka
yang tak ternilai harganya atau pangkat yang tinggi, terus
terang, aku hanya akan berterima kasih dengan mulut saja.
Tetapi karena engkau memberikan janji kepadaku untuk
ikut membela negara, membantu perjuangan Su tayjtn,
maka aku wajib memberikan terima kasih dengan hatiku."
Dewi Seruling terkesiap. Makin meningkat rasa
kagumnya terhadap pemuda nyentrik itu.
"Lean Thian Te, silakan kalau engkau mau melanjutkan
perjalanan," katanya, "dalam waktu singkat aku tentu akan
membawa anakbuahku ke Yang-ciu."
Huru Hara segera pergi. Belum berapa lama berjalan
kembali dia menghadapi sebuah peristiwa lagi. Saat itu
sudah menjelang pagi. Tiba2 dia mendengar suara jeritan
wanita dan arah muka, tepatnya di belakang sebuah bukit.
Cepat dia berlari menghampiri.
Apa yang disaksikan benar2 membuat darahnya meluap.
Seorang gadis tengah dikerumuni oleh beberapa prajurit dan
dibuat permainan. Ada yang mencomot pipinya, ada yang
mentowel bibirnya, ada pula yang hendak memeluknya.
Gadis itu menjerit-jerit.
"Bangsat. jangan mempermainkan gadis yang tak
berdosa," serentak Huru Hara lari dan menerjang mereka.
Kawanan prajurit itu tak sempat bicara. Karena diserbu,
merekapun lalu menghantam. Tetapi akibatnya mereka
menjerit dan terpental ke belakang. Beberapa orang, tulang
tangannya patah ..... Melihat itu mereka hendak lari tetapi dibentak Huru
Hara, "Berhenti ! Siapa yang berani lari, kubunuh !"
Prajurit2 itu adalah prajurit2 pasukan kerajaan Beng.
Mereka serempak berhenti.
"Loan-heng," tiba2 gadis itu berseru seraya
menghampiri. "O, Siau siocia," kata Huru Hara ketika melihat gadis
cantik itu ternyata puteri tikoan "mengapa engkau disini ?"
"Aku hendak mencari engkau."
"Mencari aku ?" Huru Hara terkejut. Siau Giok Lan
mengiakan. "Ada keperluan apa nona hendak mencari aku ?"
"Kupikir, biarlah aku saja yang menjadi mempelai itu ?"
"Mengapa ?" "Aku kasihan kepadamu kalau engkau nanti tertangkap
dan dibunuh mereka."
"Dan kalau nona ?"
Siau Giok Lan menghela napas, "Ah, apa arti seorang
Siau Giok Lan " Dengan pengorbananku itu, sekali gus aku
dapat menunaikan dua buah bhakti. Bhakti kepada orang
tua dan bhakti kapada negara."
"Bhakti " Apa maksud nona " Apakah tikoan memaksa
nona ?" Giok Lan gelengkan kepala, "Tidak. Ayah tidak
memaksa aku. Bahkan sebenarnya ayah hendak menolak,
tetapi akulah yang mencegahnya." "Lho apakah nona setuju
diperisteri orang Boan itu ?"
"Tidak, Loan-heng," kata Siau Giok Lan, "aku tak sudi
menjadi isteri orang Boan itu. Tetapi dalam menghadapi
keadaan seperti sekarang ini, setiap orang dituntut untuk
memberikan dharma bhaktinya. Karena aku bukan anak
laki maka akupun tak dapat memanggul senjata berperang.
Tetapi aku hendak membaktikan diri. Dengan menikah
pada pangeran Boan itu, aku dapat menolong keluargaku,
rakyat di kotaku dan rakyat di daerah lain."
"Maksud nona ?"
"Pangeran Boan itu akan dikendalikan supaya
melakukan tindakan2 yang tak membikin susah rakyat."
"Apakah dia mau ?"
"Jika dia menolak, akan kubunuh !"
"Tetapi bagaimana caranya nona hendak membunuhnya.
Bukankah nona seorang gadis lemah."
"Akan kuracuni setelah dia mati akupun akan bunuh
diri." "Siocia !" teriak Huru Hara terkejut, "engkau benar2
seorang gadis yang berjiwa besar.
"Jangan memuji, Loan-heng. Apa yang kulakukan hanya
sepercik dharma-baktiku kepada negara dan rakyat."
"Apakah tikoan tak tahu kalau nona- menyusul kemari ?"
Giok Lan gelengkan kepala, "Aku pergi secara diam2
karena kalau tahu ayah pasti akan mencegah.".............. ' "
"Siocia tak .perlu mencemaskan diriku," kata Huru Hara,
"sekarang peristiwa itu sudah selesai."
Dengan singkat ia menceritakan peristiwa yang
dialaminya ketika di tengah jalan dicegat gerombolan
Kuntilanak yang dipimpin Dewi Seruling.
"O," desuh Giok Lan, "ternyata di dunia ini banyak
sekali kaum wanita yang menderita nasibnya. Benar,
tindakanmu memang tepat sekali untuk menyadarkan
mereka ..... " ia menghela napas.
"Bagaimana nona diganggu oleh kawanan prajurit nu ?"
tanya Huru Hara pula. "Ketika sedang berjalan tiba2 muncul sekelompok
prajurit. Begitu melihat aku berjalan seorang diri mereka
terus mengganggu aku. Apakah mereka bukan prajurit
kerajaan Beng sendiri ?"
"Benar," jawab Huru Hara, "memang mereka adalah
prajurit2 kita sendiri. Mereka tentu anakbuah dan jenderal
Ko Kiat yang terbunuh. Mereka menjadi prajurit yang liar
dan berbuat sekehendak hati yang merugikan rakyat."
Kemudian dia berpaling kearah prajurit2 itu dan
bertanya, "Hai, kalian prajurit darimana " Mengapa kalian
berani mengganggu gardis baik2 ?"
Seperti yang diduga Huru Hara, memang kawanan
prajurit itu adalah prajurit pasukan jenderal Ko Kiat yang
sudah terpencar kemana-mana. Sebagaimana setiap
menghadapi kelompok prajurit begitu, Huru Hara suruh
mereka pilih. Kalau tidak ingin jadi prajurit, suruh mereka
pulang kampung dan menjadi petani yang baik. Tak boleh
menjadi brandal dan perampok. Kalau masih ingin jadi
prajurit, suruh menggabung pada pasukan yang berada di
Yang-ciu. Ternyata hasilnya, mereka semua masih ingin menjadi
prajurit. Merekapun segera pamit.
"Tunggu," seru Giok Lan seraya melolos-kalungnya,
"nah, juallah kalungku ini dan pergunakanlah untuk ongkos
kalian." "Siocia !" seru Huru Hara terkejut, "mengapa siocia
memberikan kalung mustika itu ?"
"Loan-heng," kata Giok Lan, "apa artinya sebuah kalung
" Memang benar, kalung ini adalah kalung mustika
pemberian mama. Tetapi dalam suasana seperti sekarang
dimana negara sedang diserang musuh, kita harus mau
berkorban. Harta benda dan jiwa raga ..... "
"Siocia !" seru Huru Hara dengan tertegun. Giok Lanpun
memandang pemuda nyentrik itu.
"Mengapa Loan-heng," serunya seiaya memandang
pemuda itu. Huru Hara terkejut ketika merasa dipandang lekat2 oleh
Giok Lan. Dia tersipu-sipu tundukkan kepala.
"Aku tak apa2," kata Huru Hara, "sebenarnya siocia tak
perlu harus berkorban begitu. Prajurit2 itu akan dapat
mengusahakan makan untuk mereka sendiri."
"Tetapi Loan-heng," kata Giok Lan, "setelah tahu
engkau, kini aku sadar bahwa kehidupanku selama ini,
tidak akan menjurus kearah yang gemilang ..... "
"Mengapa " Bukankah sebagai puteri tikoan siocia hidup
serba kecukupan ?" "Memang," sahut Giok Lan; "tetapi hanya dalam soal
kebendaan saja, Tetapi dalam soal alam pikiran, ternyata


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku seperti hidup dalam sangkar emas. Segalanya serba
indah bagai impian, tetapi aku buta akan kenyataan di
sekelilingku. Aku buta akan kewajiban sebagai seorang
puteri bangsa." Huru Hara kembali tertegun.
"Baiklah, kalau siocia memang bermaksud hendak
memberi mereka bekal, silakan," kemudian dia berseru
kepada kawanan, prajurit itu, "hayo, kalian lekas
menghaturkan terimakasih kepada sio-cia dan lekas
berangkatlah ke Yang-ciu !"
Setelab kawanan prajurit itu pergi, Huru Harapun
bertanya kepada Giok- Lan, kemanakah nona itu hendak
pergi. "Loan-heng, aku benar2 tertarik akan perjuanganmu,"
kata Giok Lan, "dapatkah engkau menunjukkan kepadaku
bagaimana cara aku dapat menyumbangkan dharmabaktiku
kepada perjuangan membela negara ?"
Huru Hara tertegun. Dia terkejut juga akan ucapan nona
Rahasia 180 Patung Mas 15 Pedang Kayu Cendana Karya Gan K H Tembang Tantangan 13
^