Pencarian

Bloon Cari Jodoh 22

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 22


"Keparat, apa tay-haksu berani ingkar janji?"
"Entah, aku hanya orang bawahan saja,"
"Baik," kata sasterawan itu, "karena jelas tay-haksu
berani mempermainkan aku maka aku pun terpaksa tak
sungkan lagi." "Apa maksudmu ?"
"Serahkan semua peti itu kepadaku kalau engkau ingin
masih punya nyawa !"
Ang Bin tojin mendecak-decakkan mulut, "Cek, setua ini
aku hidup dalam dunia, baru pertama kali ini aku bertemu
dengan seorang manusia yang bermulut besar ! Engkau
anggap aku ini cacing yang mudah engkau injak ?"
"0, apakah engkau anggap dirimu ini seekor harimau ?"
balas sasterawan. "Manusia kecut, apakah engkau kira hari ini engkau
mampu lolos dari tempat ini ?" ejek Ang Bin tojin.
Tampak lima prajurit bergerak maju untuk mengepung
sasterawan itu. "0. bagus, bagus," seru sasterawan tertawa congkak,
"kalian hendak mengepung aku " Hay tak perlu maju satu
persatu, majulah serempak saja agar menghemat tenagaku
!" "Sasterawan, apakah engkau benar2 tak mau menyerah;"
seru Ang Bin tojin. "Menyerah " Gila engkau imam muka merah," sahut
sasterawan, "seharusnya kalianlah yang menyerah, bukan
aku." "Baik, jika begitu terpaksa harus kugunakan kekerasan,"
Ang Bin menutup kata-katanya dengan lepaskan hantaman.
Dan serempak pada saat itu kelima prajurit itupun juga
menghantam. Darrrr ..... Terdengar letusan keras macam halilintar meletus
dahsyat. Debu mengepul tebal, batang pohon bergetar dan
daun pun berguguran jatuh.
Dan sesaat kemudian dari udarapun meluncur sesosok
tubuh yang dengan berjumpalitan melayang turun, berdiri
tegak di atas tanah. Hantaman yang dilepas oleh Ang Bin tojin dan kelima
prajurit itu paling berbentur sehingga menimbulkan suara
ledakan yang dahsyat. Sedangkan sasterawan itu dengan
cerdik loncat sampai dua tombak tingginya
"Eh, prajurit2, hebat sekali pukulan itu," seru sasterawan,
"kalian tentu bukan prajurit biasa. Hayo, sebutkanlah nama
kalian secara jantan. Ketahuilah. aku tak mau membunuh
manusia yang tak ternama !"
"Hm, matamu tajam sekali," seru Ang Bin tojin,
"memang mereka bukan prajurit biasa, Agar engkau mati
dengan meram, akan kuberitahukan nama2 mereka.
Mereka adalah Tiam Wi loheng bergelar Tok- jiu- kimkong
atau Malaekat " tangan beracun. Ang Peng San
loheng bergelar Kim-tiokan-kun (si Seruling-emas) Liong Su
Be loheng bergelar Thia si kim- wan (Monyet-emasbertangan
besi) Giam Ting loheng bergelar Hoa-hiat-ciarg
(pukulan darah) dan terakhir adalah Suma In sang-jin
(pertapa) bergelar Hui-sin-piau (si Piau terbang sakti). Nah,
sudah jelas?" "Wah, wah," mulut sasterawan itu berdecak-decak,
"hebat sekali nama dan gelar mereka. Mungkin orang yang
bernyali kecil, mendengar gelarnya saja sudah tak punya
jantung lagi. Hm, menilik munculnya beberapa jago sakti
ini, jelas tay-haksu Ma Su Ing memang sudah berniat
siapkan rencana untuk menangkap aku. Engkau kira aku
takut menghadapi kalian berenam ini ?"
"Lihat saja nanti," dengus Ang Bin tojin.
"Kalian mau bertempur satu lawan satu atau secara
serempak ?" sasterawan itu menantang.
"Akulah yang akan menghadapi engkau dulu," seru Tiam
Wi seraya melangkah maju.
Tiam Wi, Ang Peng San dan Long Si Bu termasuk
kelompok Sam-wi atau Tiga Penjaga dari tay-haksu Ma Su
Ing. Tiam Wi bertubuh kurus tinggi. Sepasang jidatnya yang
menoniol sehingga kedua matanya menyusup kedalam
menandakan kalau dia memiliki ilmu lwekang yang tinggi.
Yang istimewa adalah kuku jarinya, runcing dan
panjang. Dia segera membuka serangan dengan
menggerakkan tangan ke dada lawan dalam jurus Pek- kauhian-
kuo atau Kera-putih-mempersembahkan-buah.
Tetapi sasterawan itu menampar dengan jurus Gwat-lisan-
hoa atau Bidadari-menyebar bunga.
Tiam Wi terkejut ketika merasakan tamparan lawan
mengandung tenaga-dalam yang kuat sehingga tangannya
tertahan. Ia menyerang lawan tetapi tetap tersdesak oleh
tamparan tangan. Pertempuran berjalan seru dan Tiam Wi
tetap tak mampu menjamah tubuh lawan.
Ternyata diam2 sasterawan itu mencatat nama dan gelar
dari kelima ko-jiu (Jago sakti ) yang menyaru sebagai
prajurit itu. Tiam Wi bergetar Tok-jiu-kim-kong si Malaekatbertangan-
racun. Jelas orang itu tentu memiliki jari2 yang
beracun. Dan sasterawanpun memperhatikan bahwa kuku2
jari Tiam Wi makin lama makin tampak merah warnanya.
Jelas jari itu mengandung racun yang berbahaya. Untuk
menghindari hal2 yang tak diinginkan maka sasterawanpun
cepat menampar setiap kali lawan hendak menyerang.
Dengan siasat itu berhasillah la memagari tangan Tiam Wi
agar jangan sampai menjamah tubuhnya.
Cepat sekali pertempuran sudah mencapai setatus jurus
tanpa ada kesudahannya. "Tiam-heng, silakan beristirahat. Biar aku yang
mengganti," seru seorang prajurit yang segera loncat ke
muka. "Baik," sahut Tiam Wi setelah tahu bahwa yang maju itu
adalah Au Peng San. "Ho, bagus, engkau pakai serulingmu?" seru sasterawan
ketika melihat orang mengeluarkan seruling emas.
"Jangan banyak mulut" bentak Ang Peng San yang terus
menyerang dengan seruling emasnya. Seruling memagutmagut
cepat dan deras sekali. Setiap pagutannya
merupakan tutukan pada jalandarah yang berbahaya dari
tubuh lawan. Sepintas menyerupai seekor ular emas yang
tengah memagut. Tetapi sasterawan itu memang lihay sekali. Dengan
gerakan yang indah, cepat dan lemas, dia bergeliatan
menghindari semua tutukan seruling.
Seratus jurus telah berlangsung namun Ang Peng San
tetap tak mampu menutuk tubuh lawan.
"An-heng, silakan beristirahat. Biarlah aku yang
mengganti," seru prajuri yang lain.
Ang Peng San tahu yang berseru itu adalah Liong Si Bu
gelar Thiat-pi-si-wan atau Monyet emas-lengan-besi.
Diapun loncat mundur. Ternyata ilmusilat yang dimainkan oleh Liong Si Bu itu
bersumber pada ilmusilat Kaukun (kera). Sepasang
tangannya berhamburan untuk mencomot tubuh lawan.
Cepat dan gesitnya melebihi gerak monyet yang aseli.
Tetapi sasterawan tetap dapat mengimbangi permainan
orang, "Hm, ilmusilat gaya Kau-kun begini, tak malu untuk
dipertunjukkan kepadaku, dengus sasterawan itu mengejek.
Sudah tentu Liong Si Bu marah sekali. Tetapi apa daya.
Semua jurus serangannya yang dilancarkan dapat dibaca
oleh lawan. Rupanya lawan mahir juga akan ilmusilat Kaukun
itu. Seratus juruspun berlalu lagi. Sam-wi atau Tiga-penjaga
tay-haisu Ma Su Ing tak mampu meringkus sasterawan itu.
"Liong-heng, silakan beristirahat," seru seorang prajurit
lain. Dia adalah Giam Ting jago pukulan Hoa-hiat-ciang.
Dan ketika Giam Ting melepaskan pukulan Hoa-hiat ciang,
dia terkejut sekali karena sasterawan itu menyambut dengan
pukulan Siuto-im-sat-kang.
Hoa-hiat-ciang merupakan pukulan tenagadalam yang
hebat. Orang yang terkena pukulan itu tubuhnya akan
melonyoh seperti orang terbakar dan lalu menjadi cairan
darah merah. Ilmu pukulan itu tergolong aliran Hitam.
Tetapi pukulan Siu-lo-im-sat-kang yang juga merupakan
pukulan tenaga-dalam, merupakan penunduk dari pukulan
Hoa-kiat-ciang itu. Apalagi Siu-lo-im-sat-kang yang dimiliki
sasterawan itu setingkat lebih tinggi dari pukulan Hoa-hiatciang
yang diyakinkan Giam Ting. Sudah tentu Giam Ting
menjadi kelabakan. Tring, tring . . . . tiba2 terdengar bunyi mendering halus
yang terpukul. "Bagus, jago licik, engkau berani menyerang aku secara
menggelap!" seru sasterawan itu seraya tamparkan lengan
bajunya. "Ih . . . , " terdengar prajurit yang setengah tua dan
berjenggot kambing mendesis seraya menghindar.
'Ternyata dia adalah pertapa Suma In, ahli melontar
senjata rahasia. Melihat Giam Ting terdesak, dia segera
taburkan dua batang jarum mengarah mata tenggorokan
sasterawan. Tetapi alangkah kejutnya ketika dalam saat
masih menghadapi serangan Gim Ting, sasterawan itu
dapat menampar jatuh jarum yang melayang tanpa bersuara
itu. Bahkan dengan cepat pula, sastera wan itu dapat balas
menaburkan dua batang jarum kepadanya.
"Hebat sekali kepandaiannya," mau tak mau Suma In
terkejut dan memuji dalam hati. "Giam-heng, silakan
mundur," seru Ang Bin tojin yang sejak tadi belum maju
dan hanya memperhatikan tingkah si sasterawan.
"Ho, rupanya engkau juga ingin mencici tanganku, imam
muka merah," ejek sasterawan. Berulang kali disebut muka
merah,. marahlah Ang Bin. Serentak dia menyerang
sasterawan itu dengan gencar.
"Wah, bahaya," seru sasterawan itu seraya menghindar
dan menampar, "pukulanmu Thia sat-ciang ( pasir besi )
panas sekali. Harus didinginkan."
Sasterawan itupun berulang kali menampar dan
mengebutkan lengan bajunya seperti orang yang
memadamkan api. Diam2 Ang Bin terkejut juga. Ternyata memang tengah
melancarkan pukulan Thiat-sat ciang. Sebuah pukulan yang
memancar hawa panas yang membakar. Tetapi sastrawan
itu mengeluarkan Im- han-sat-kang, pukulan hawa dingin
yang hebat. Ang Bin tojin heran mengapa sasterawan itu faham akan
berbagai ilmu pukulan sakti dan ilmusilat dari berbagai
perguruan yang ternama. Pelahan tetapi tertentu, muka Ang Bin tojin yang merah
berobah menjadi pucat. Jelas dia sudah kehabisan tenagadalam.
Pada saat Ang Bin sudah terdesak dan terancam bahaya
tiba2 sasterawan itu kembali loncat sampai dua tombak ke
udara. Dia berjungkir balik dan gerakkan kedua tangannya.
Terdengar letupan keras disusul dengan teriask kaget dari
kelima jago yang mengeroyoknya. Mereka berhamburan
loncat mundur. Kembali peristiwa seperti tadi terulang, Pada saat melihat
Ang Bin terdesak, kelima jago dari gedung tay-haksu itu
serempak lepaskan kearah si sasterawan. Tetapi sasterawan
itu dengan cerdik sudah loncat diudara dan sambil
berjumpalitan melayang turun dengan taburkan jarum2
rahasia kearah pengeroyoknya.
"Hai, berhenti, kalian curang !" tiba2 terdengar suara
orang berteriak nyaring dan sesosok tubuh segera melayang
ke tengah gelanggang. Sekalian ko-jiu terkejut ketika mereka melihat seorang
pemuda dalam dandanan yang nyentrik, memelihara dua
ikat rambut pada dua sisi kepalanya seperti sepasang
tanduk, tegak berdiri bercekak pinggang seraya menuding
pada jago2 dari gedung tay-haksu itu.
Ang Bin tojin cepat mengenali pemuda itu sebagai
pendekar yang pernah menolong tay-hatsu dari
cengkeraman si sasterawan.
Memang pemuda nyentrik itu tak lain adalah si Huru
Hara. Dia mengikuti semua perkembangan yang terjadi
dalam gelanggang pertempuran itu. Jelas dilihatnya bahwa
sasterawan itu memang berilmu sakti sekali. Jago2 ko-jiu
dari gedung tay-haksu tak ada yang menang. Memang
kalau mereka maju berenam, kemungkinan si sasterawan
tentu akan kelabakan, mungkin kalah, tapi mungkin juga
sasterawan itu belum mengeluarkan seluruh ilmu
kepandaiannya. Bisa juga keenam ko-jiu gedung tay haksu
itu akan kalah. "Hm, ini suatu kesempatan untuk mengetahui siapakah
sebenarnya dia," diam2 Huru Hara menimang dalam hati
dan diapun terus berlari ketengah gelanggang.
Kecuali Ang Bin tojin, memang beberapa ko-jiu gedung
tay-haksu itu belum tahu siapa Huru Hara. Melihat seorang
pemuda nyentrik melangkerik (bercekak pinggang) di
tengah gelanggang terus memaki-maki mereka, mereka pun
marah. "Hai, babi, siapa engkau ?" teriak Tiam Wi yang beradat
berangasan. "Hai, orangutan, engkau siapa ?" balas Huru Hara.
Tiam Wi memang banyak bulunya. Selalu brewok juga
tangan dan dadanya penuh ditumbuhi bulu. Sepintas
memang menyerupai seekor orang utan.
"Hus, babi, engkau berani memaki aku ?"
"Eh, orangutan, tak malu engkau." sahut Huru Hara,
"masakan dengan seorang sasterawan yang sakit cacingan
saja engkau tak mampu menang " Begitu engkau masih
sombong." "Tiam-heng, harap jangan salah faham dengan hohan itu.
Dialah yang menolong tay-haksu waktu hendak dicelakai
sasterawan itu," cepat2 Ang Bin lojin berseru kepada Tiam
Wi. "Apa " Babi itu yang menolong tay-haksu ?" teriak Tiam
WI." apa totiang tidak salah lihat ?"
"Orangutan, engkau memang masih liar. Kalau engkau


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak terima kumaki orangutan liar, hayo, majulah kemari."
"Lho, engkau berani menantang aku ?" teriak Tiam Wi
yang terus loncat ke hadapan Huru Hara.
"Tiam-heng ..... ," Ang Bin tojin hendak Mencegah tetapi
sudah terlanjur. Tiam Wi sudah memukul Hura Hura.
Plak ............. . . Aduh . .. terdengar Tiam Wi menjerit seraya mendekap
pipinya. Mulutnya berlumuran darah karena sebuah giginya
telah copot. Ternyata sebelum pukulannya jatuh, dengan
kecepatan yang sukar ditukiskan, Huru Hara sudah
menampar pipinya. "Tiam-heng, harap jangan marah. Aku tak bohong,
hohan itu memang yang telah menolong tay-haksu," Ang
Bin tojin buru2 menghampiri dan membawa Tiam Wi ke
pinggir gelanggang. Ia kuatir akan terjadi salah faham
antara Tiam Wi dengan Huru Hara.
"Hayo, siapa lagi yang tak puas kalau kumaki sebagai
jago licik karena suka main kerubut silakan maju," seru
Huru Hara. Beberapa ko-jiu dari gedung tay-haksu terkejut
menyaksikan kepandaian pemuda nyentrik yang dapat satu
gebrak saja sudah dapat menampar pipi Tiam Wi. Pada hal
Tiam Wi adalah sa lah seorang ko-jiu yang tergabung dalam
Tiga Penjaga dari tay-haksu Ma Su Ing. Dan karena melihat
Ang Bin tojin begitu mengindahkan kepada pemuda
nyentrik itu maka beberapa ko-jiu itupun tak mau berbuat
seperti Tiam Wi. "Bagus, bagus, engkau telah memberi pelajaran yang
setimpal pada kawanan kantong nasi yang tak berguna itu,"
seru si sastrawan. "Jangan tertawa dulu, bung," sahut Huru Hara "sekarang
giliranmu yang akan kubereskan."
"Hm," dengus sasterawan itu, "disini bukan di gedung
tay-haksu. Jangan harap engkau mampu jual tingkah.
Hayo, suruhlah kawan-kamu maju sekali gus saja!"
"Mereka bukan kawankul"
"Mengapa angkau berpihak kepada mereka?"
"Aku tidak berpihak tetapi melindungi kepentingan tayhaksu."
"Uh, kepentingan tay-haksu" Kepentingan a-pa?" ejek
sasterawan itu. "Peti2 itu adalah milik tay-haksu . . . "
"Milik tay-haksu" Ha, ha, ha .............," sas!erawan
tertawa keras penuh nada ejek, "apakah engkau tahu peti itu
berisi barang apa" Emas, intan, zamrud, permata yang tak
ternilai harganya. Sepuluh peti berisi harta sebesar itu,
apakah engkau percaya kalau tay-haksu maampu
membelinya?" Huru Hara tertegun. "Darimana tay-haksu memperoleh harta karun yang
begitu besar?" kembali sasterawan bertanya.
"Itu urusan tay haksu sendiri!" akhirnya Huru Hara
menyahut. "Tidak! itu urusan kita semua, rakyat kerajaan Beng.
Engkau tahu, bung, dari mana harta itu diperolehnya?"
"Tidak," Huru Hara gelengkan kepala.
"Harta kerun itu berasal dari milik raja Beng. Tay-haksu
dengan cerdik telah menguras gudang istana kerajaan!'
"Fitnah !" bentak Huru Hara.
"Tolol !" balas sasterawan, "engkau memang tolol dan
limbung. Jelas harta itu adalah milik baginda raja Beng.
Kalau tak percaya engkau boleh menghaturkan isi dari peti
itu ke hadapan baginda."
"Hm," dengus Huru Hara.
"Apakah engkau masih tak percaya ?"
"Aku hanya tahu kalau peti itu adalah milik tay-haksu.
Entah apa isinya." "Begini saja," kata sasterawan, 'kita buka salah satu peti.
Kalau memang isinya hanya harta biasa aku akan pergi.
Tetapi kalau isinya harta pusaka milik raja, peti itu harus
kurampas." "Baik tetapi jangan ingkar janji !"
"Tidak," sahut Ang Bin tojin, "peti ini telah dipercayakan
kepada saya untuk dibawa ke suatu tempat. Aku
bertanggung jawab penuh atas keselamatan pengantaran
peti2 ini." Cukup asal dibuka salah satu peti. Kita hanya akan
melihat apa isinya saja,"
"Tetapi bukankah sasterawan itu mengatakan kalau
isinya harta milik baginda, peti itu akan di rampasnya ?"
seru Ang Bin tojin. "Benar," sahut Huru Hara," kalau memang punya
baginda raja, peti itu harus dikembalikan ke istana."
"Tidak bisa !" seru Ang Bin
"Mengapa tidak bisa ?" kata Huru Hara.
"Aku bertanggung jawab atas peti2 itu."
"Tapi kalau peti itu memang milik baginda?"
"Tak peduli !" "Tidak bisa tidak peduli, bung. Engkau harus peduli atau
aku yang memperdulikan."
"Apa ?" Ang Bin tojin terkejut, "engkau hendak berfihak
kepada sasterawan itu dan turut hendak merampas peti ini
?" "Tidak," seru Huru Hara, "aku dan sasterawan ini beda
tujuannya. Mungkin dia hendak mengambil peti itu untuk
kepentingannya sendiri. Tetapi kalau aku kan hanya akan
mengembalikan kepada baginda."
"Kedua-duanya aku tak setuju."
"Eh, imam, apakah engkau benar2 tak mengidinkan
kalau peti itu dibuka dan diperlihatkan kepada kami?"
"Tidak bisa !" "Baik, kalau begitu mari kita selesaikan dengan jotosan
saja." "Pendekar gila, jangan banyak tingkah," tiba2 Tiam Wi
yang ditampar oleh Huru Hara tadi segera maju dan
memukul Huru Hara. Krakkkkk ..... Huru Hara menangkis dan serempak
dengen terdengar suara dua kerat tulang saling beradu,
Tiam Wipun terdorong mundur dua langkah.
Tiam Wi terkejut. Tiam Wi memang belum kenal siapa Huru Hara. Dia
mengira Huru Hara itu hanya seorang pemuda nyentrik
yang sok-pendekar. Sebenarnya Ang Bin tojin sudah
memberitahukan kalau Huru Hara pernah menolong tayhaksu
dari cengkeraman sasterawan itu. Tetapi Tiam Wi
tak percaya. Kini setelah beradu pukulan dengan Huru Hara baru dia
kaget setengah mati. Walaupun dia hanya rrenggunakan
sepertiga bagian dari tenaga dalam Tok-jiu-sin-kang tetapi
pukulan itu jarang sekali jago silat yang mampu menahan
apalagi menangkis. Apa yang ia rasakan ketika beradu dengan tangan Huru
Hara yalah bahwa tangan Huru Ha ra itu seolah sekeping
busa karet yang memiliki tenaga-mental sehingga tenaga
pukulannya mental kembali kepadanya sendiri.
"0rangutan, mengapa diam?" tegur Huru Hara.
Melihat itu beberapa ko jiu gedung tay- haksu yang
belum kenal Huru Hara berhambur menerjang. .Ang Bin
tak dapat mencegah lagi. Ia pun kuatir Huru Hara akan
menggunakan kekerasan untuk memaksa membuka peti itu.
Maka dia hanya menghampiri, Tiam Wi dan mcngajaknya
ke samping gelanggang. Huru Hara d keroyok empat orang ko jiu dari gedung tayhaksu.
Pertempuran itu berlangsung seru sekali. Setiap ko
jiu dari gedung tay-haksu.itu tentu merasa haran. Mereka
merasakan tenaga-pukulannya yang dilancarkan tentu akan
memantul balik kepadanya lagi.
Namun ibarat orang naik di punggung harimau, Tiam Wi
malu untuk mundur. Dia adalah anggauta kelompok Samwi
gedung tay-haksu. Terpaksa dia maju untuk menyerang
lagi. Namun dia dapat menahan diri untuk tidak
melancarkan pukulan keras melainkan gunakan jurus2 yang
tinggi. Melihat rekannya tak dapat lekas2 merubuhkan Huru
Hara, Kim-tiok-sin-kun atau Seruling-emas An Peng San
dan Thiat-pi-sin-wan si Kera-sakti-lengan-besi Liong Se Bu
serempak maju mcmbantu. Bahkan An Peng San terus
langsung menggunakan seruling emasnya.
Suma In pertapa yang mahir dalam menabur senjata
rahasia, tak mau ketinggalan. Dia juga ikut menyerang
Huru Hara. Cret ..... Sebatang jarum tiba2 menyusup ke bahu kiri Huru Hara
yang saat itu tengah menghalau serangan dari muka. Ia
rasakan bahunya gatal dan makin lama makin kaku.
Huru Hara marah sekali. Melirik ke kiri dia melihat
Suma In sedang mempersiapkan jarum lagi.
"Hm, pertapa ini jahat sekali," katanya Ia berputar tubuh
dan menghantam sekuat-kuatnya, bummmmm
Suma In terkejut ketika Huru Hara lcpaskan hantaman.
Dia cepat menyambut dengan taburan jarum lagi. Tetapi
tiba2 jarum itu mental dan menabur mukanya sendiri.
Untung dia masih dapat miringkan kepala. Namun tak
urung daun telinganya tertusuk. Dan celakanya saat itu
tenaga-pukulan tenaga sakti Ji-ih-sin-kang yang dilepas
Huru Hara telah melandanya. Tak ampun lagi dia mencelat
sampai beberapa meter dan jatuh terguling disana .
Beberapa prajurit segera menolongnya.
"Berhenti !" tiba2 Aug Bin tojin berteriak. Jago2 ko-jiu
yang mengerubut Huru Hara itupun loncat mundur.
"Lihatlah, peti itu terbuka !" ecru Ang Bin tojin seraya
menunjuk pada sebuah peti yang masih menggelandot pada
punggung kuda, Sedang praj urit yang membawa kuda itu
sudah rubuh menggeletak di tanah.
Beberapa ko-jiu segera lari menghampiri. "Astaga, batu
kerikil ! teriak salah seorang dari mereka ketika memeriksa
isi peti itu. Mereka lalu membuka peti itu dan ternyata isinya cuma
batu kerikil saja. "Hai, kemana sasterawan tadi !" tiba2 Giam Ting berseru.
Jago2 ko jiupun terbeliak kaget dan imemandang kian
kemari. Tetapi sasterawan itu sudah lenyap dari tempat situ.
"Ho, apa itu ?" Ang Bin tojin yang bermata jeli segera
menghampiri ke sebatang pohon. Disitu tertancap sebatang
panji kecil berlukis gambar tengkorak. Dan pada panji itu
terdapat beberapa tulisan kecil yang bebunyi :
Selamat berebut tulang, kawanan anjing ......
"Bangsat !" teriak Giam Ting yang berwatak berangasan,
"kita dianggap kawanan anjing !"
"Ah, kita harus minta maaf kepada sicu tadi, "rupanya
Ang Bin menyadari akan salah faham dengan Huru Hara.
Beramai-ramai mereka menghampiri Huru Hara yang
saat itu tengahduduk bersila, pejamkan mata.
"Maaf, sicu, kami telah mencelakai sicu," seru Ang Bin
tojin seraya memberi hormat. Namun Huru Hara tetap
diam seperti patung. Beberapa kojiu itu juga menyatakan penyesalan mereka
atas terjadinya salah faham itu. Tetapi Huru Hara tetap
diam tak mau mengacuhkan mereka.
"Ah, rupanya sicu ini sedang menyalurkan pernapasan
untuk menyembuhkan lukanya," kata Ang Bin tojin,
"baiklah kita jangan mengganggunya."
"Lalu bagaimana tindakan totiang ?" tanya mereka,
"Totiang, mengapa lay haksu menitahkan totiang
membawa peti2 yang berisi batu kerikil tanya Gian Ting.
Ang Bin mengangguk-angguk. "Kurasa tay- haksu
memang hendak menyiasati sasterawan itu. Tay-haksu
menitahkan aku membawa sepuluh peti harta dan
mengerahkan anda sekalian untuk ikut mengawal dengan
ketat. Tay-haksu bermaksud hendak menangkap sasterawan
penjahat itu. Apabila kita sampai tak dapat melawannya,
pun sasterawan itu hanya akan mendapat peti2 yang beri
batu kerikil............ .."
"0, benar. benar," seru beberapa ko-jiu itu "tay-haksu
memang cerdik sekali dalam menyiasati musuh."
"Ah, tetapi mengapa tay-haksu tak memberitahukan hal
itu kepada totiang ?" masih Giam Ting bertanya pula.
"Ya, tidakkah tay-haksu hendak mempermainkan totiang
?" kata Tiam Wi pula.
"Kurasa tidak, Tiam-heng," kata An Peng San, "karena
dengan tidak memberitahukan isi peti itu kepada totiang,
tentulah totiang akan berjuang mati - matian untuk
menangkap sasterawan itu karena totiang merasa
mempunyai tanggung jawab atas keselamatan peti itu.
Apabila totiang sudah tahu isinya, kemungkinan tentu akan
menyetujui permintaan pendekar Huru Hara tadi untuk
membuka peti itu." "Engkau benar, An sicu," kata Ang Bin tojin.
Sekalian ko-jiupun sependapat dengan peniIaian An Peng
San. Kemudian mereka mengulang lagi pertanyaan mereka
kepaka Ang Bin tojin, bagaikan tindakan tojin itu
selanjutnya. "Aku harus melanjutkan perjalanan mengantar
rombongan pcti ini sampai ke tempat tujuan . . . . "
"Lho, mengapa harus begitu totiang" Bukan-kah jelas peti
itu tidak terisi barang berharga?" tanya Gaim Ting.
"Apa boleh buat Giam sicu," jawab Ang Bin tojin,
"kurasa tay-haksu tentu mempunyai maksud tertentu
mengapa menitahkan aku mengawal peti2 ini. Dan selama
tay- haksu belum menarik perintah, aku wajib
melaksanakan perintah semula sampai tuntas.
"Lalu bagaimana kami sekalian" Apakah tetap harus
mengikuti perjalanan totiang?" tanya beberapa ko jiu itu.
"Kurasa baiklah sicu sekalian kembali ke gedung tayhaksu.
Setelah tahu apa peti itu, kurasa tak perlu sicu
sekalian ikut mengawal lagi," jawab Ang Bin tojin.
Jago2 ko jiu dari gedung tay-haksu itu dapat mcnyctujui
pendapat Ang Mereka segera pamit.
"Tolong sampaikan peristiwa ini kepada tay haksu dan
katakan bahwa aku tetap akan mengantar peti2 ini ke
tempat tujuan," Ang Bin tetap pesan kepada mereka.


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah rombongan ko-jiu itu pergi, Ang Bi pun
menghampiri pula ke tempat Huru Hara.
"Hohan, apakah keadaan hohan sudah ba ik?" tanyanya.
Huru Hara membuka mata dan mengangguk "Kawanan
pengawal dari gedung tay-haksu itu memang buta. Dan
orang yang menabur jarum itu memang ganas sekali . . . .
"Ah, maafkan mereka hohan. Merekapun mendapat
perintah dari tay-haksu untuk melindungi peti2 itu dari
sergapan sasterawan tadi. Dalam hal ini terpaksa mereka
hanya melakukan tugas. Ya, tetapi Suma to-hang itu
memang terlalu ganas masakan dia melepaskan jarum
beracun kepada hohan. Akhirnya diapun harus menderita
sendiri. "Kemana totiang hendak pergi?" tanya Huru Hara.
Ang Bin tojin terkejut. Walaupun peti2 itu hanya berisi
batu tetapi dia mendapat perintah dari tay-haksu untuk
merahasiakan tempat yang dituju.
Ia meminta maaf kepada Huru Hara karena tak dapat
mengatakan hal itu. Atas pertanyaan Huru Hara, Ang Bin
tojinpun mengatakan tentang rencananya untuk
melanjutkan mengawal peti itu.
"Silakan saja," kata Huru Hara, "tetapi dapatkah totiang
memberi keterangan, benarkah tay-haksu begitu kaya raya
sehingga dapat memiliki sepuluh peti berisi harta karun
yang begitu besar?" Ang Bin tojin tak lekas menjawab. Dia merenung sejenak
lalu berkata, "Mungkin benar tetapi mungkin tidak.
Mungkin saja tay-haksu waktu menjabat sebagai mentri
sampai menjadi tay-haksu tayjin mengumpulkan harta.
Tetapipun mungkin tay-haksu hanya melakukan siasat
untuk mengebuhi orang."
"Aku tak mengerti apa maksud totiang yang terakhir itu,"
seru Huru Hara. "Begini," kata Ang Bin tojin "tay-haksu tentu mengerti
bahwa dia mempunyai banyak musuh yang tak menyukai
dirinya. Oleh karena itu dia tentu sudah mengatur siasat
untuk menyelamatkan harta kekayaannya. Dia tentu
sengaja membocorkan rencananya untuk mengirim sepuluh
peti harta karun ke suatu tempat. Dengan begitu tentulah
banyak musuh-musuhnya dan jago2 silat yang berusaha
untuk menggadang dan merampas harta karun itu.
Buktinya sasterawan itu telah mengetahui dan terus
langsung hendak memaksa tay-haksu supaya menyerahkan
separuh harta itu kepadanya."
Huru Hara mengangguk. "Ka!au begitu sasterawan itu telah terjebak dalam
perangkap tay-haksu?"
Ang Bin mengiakan. "Tetapi totiang sendiri juga dikelabuhi tay-haksu."
"Aku sih orang bawahannya. Aku menurut saja apa yang
diperintah tay-haksu. "Tetapi benarkah tay- haksu memiliki simpanan harta
yang besar sekali jumlahnya?"
"Aku kurang tahu," jawab Ang Bin, "andai kata benar,
memang bukan aneh." "Baiklah," kata Huru Hara pula, "taruh kata tay-haksu
benar mempunyai simpanan harta karun, dia tentu
berusaha untuk menyelamatkan keluar dari kotaraja,
bukan?" "Kukira begitu."
"Lalu," kata Huru Hara, "karena totiang hendak
mengawal peti harta karun, tentulah harta karun tay-haksu
itu dipercayakan kepada lain orang untuk disingkirkan ke
lain tempat." "Ya, itu juga mungkin."
"Eh, mengapa totiang selalu mengataka mungkin saja"
Apakah totiang tak tahu jelas keadaan tay- haksu?"
"Tay-haksu memang cerdik dan hati2 sekali," kata Ang
Bin, "aku hanya menurut apa yang diperintahkan saja."
"Hm, baiklah," kata Huru Hara, "aku juga akan
melanjutkan perjalanan."
Setelah berpisah dari Ang Bin tojin, Huru Hara teringat
akan Raja-copet Bambu Kuning yang berpencar dengannya
untuk mencegat Gak Bun.. "Wah, kalau harus mencari dia, tentu akan tertunda
perjalananku menemui Su tayjin," pikir Huru Hara.
Akhirnya ia memutuskan. Tugas negara penting dari
segala. Biarlah si Raja-copet memburu Gak Se Bun sedang
dia tetap akan segera menghadap Su Go Hwat.
Dalam perjalanan ke Yang-ciu, Huru Hara memang
berusaha untuk membatasi diri tak mau ikut campur dengan
segala hal yang dilthatnya dalam perjalanan. Maka pada
hari kedua diapun dapat tiba di Yang-ciu-lam langsung
menghadap mentri pertahanan Su Go Hwat.
Mentri itu terkejut sekali ketika mendapat laporan dari
penjaga bahwa ada seorang yang dan dandanannya
nyentrik hendak bertemu dengan dia.
"Siapa dia?" tegur mentri Su.
"Ampun, tayjin, hamba tak tahu. Dia hanya iengatakan
bahwa dia membawa surat penting ntuk tayjin."
Beda dengan tay-haksu Ma Su Ing yang ngeluarkan
peraturan keras agar setiap orang yang hendak menghadap,
harus diperiksa dengan teliti dan kalau mencurigakan harus
ditangkap, adalah mentri Su Go Hwat tidak demikian. Dia
segera suruh penjaga membawa orang itu masuk.
"Ah, kiranya engkau Loan Thian Te," seru mentri Su
ketika melihat yang datang itu tak lain adalah pendekar
Huru Hara. "Benar, tojin," Huru Hara memberi hormat
"Apakah engkau sudah bersedia bekerja padaku ?"
"Begini tayjin," kata Huru Hara, "sebenarnya kedatangan
hamba kemari ini juga merupakan tugas tayjin."
Su Go Hwat terkejut, "Lho, kuingat aku tidak memberi
tugas kepadamu." "Benar, tayjin," sahut Huru Hara," tetapi hamba sendiri
yang melakukan tugas itu diluar pengetahuan tayjin."
Atas permintaan Su Go Hwat, Huru Hara lalu
menuturkan tentang surat Su Go Hwat ke da Ma Su Ing
yang telah diambilnya dan diganti itu.
"Tetapi tayjin, ternyata surat yang hamba ambil dan ganti
itu bukan surat tayjin yang aseli
"Eh, mengapa engkau mengambil surat itu," tegur Su Go
Hwat. Huru Hara mengatakan bahwa ia merasa curiga dengan
gerak gerik utusan Su Go Hwat. Dan ternyata apa yang
dirasa itu memang benar. "Jelas utusan tayjin itu telah memberikan surat tayjin
kepada dua orang wisu dari Ma Su Ing."
Su Go Hwat terkejut, "Ya, benar, memang dia kembali
dan mengatakan bahwa surat itu telah dirampas orang di
tengah jalan." "Bukan dirampas, tayjin, tetapi di berikan."
"Apakah engkau membawa bukti ?"
Huru Hara segera mengeluarkan surat dari Su Go Hwat
yang aseli. Surat itu sebenarnya telah diberikan kepada
kedua wisu suruhan Ma Su Ing tetapi si Raja-copet telah
menukarnya lagi sehingga surat yang diserahkan kedua
wisu kepada Ma Su Ing itu juga bukan aseli.
"Hm," seketika Su Go Hwat berobah cahaya mukanya. Ia
segera menitahkan prajurit untuk memanggil Kho Ping
Liang yang menjabat sebagai wi-su atau penjaga dari mentri
pertahanan Su Go Hwat. "Kho wisu, engkau kenal dengan surat ini, bukan ?" seru
Su Go Hwat, Kho Ping Liang pucat seketika, "Itulah surat tayjin yang
perintah hamba supaya dihaturkan kepada Ma tayjin."
"Ya, menurut keteranganmu, surat itu telah dirampas
orang, benarkah itu?"
"Benar, tayjin."
"Siapa yang merampasnya?"
"Dua orang yang berilmu kepandaian tinggi."
"Sekarang surat itu sudah ketemu, apakah engkau
sanggup untuk menghaturkan kepada Ma tay-haksu?"
"Sanggup, tayjin," kata Kho Ping Liang, tapi siapakah
yang telah mendapatkan surat itu tayjin?"
"Hohan ini." "0," Kho Ping Liang beralih memandan Huru Hara,
"hohan, bagaimana engkau dapat nemukan surat ini?"
"Sederhana sekali," kata Huru Hara, "kedua orang itu
adalah sahabatku. Dia memberikan s rat itu kepadaku."
"Apa?" Kho Ping Liang berteriak kaget.
"Engkau heran?" tegur Huru Hara, "apakah engkau kenal
dengan kedua orang yang telah merampas suratmu itu?"
"Aku . . . aku . . . . tak kenal," Kho Pin Liang tergagap
menjawab. "Begini," kata Huru Hara yang mengatur cerita kosong,
"kedua kawanku itu tergolong bangsa pendekar
gelandangan. Dia mendengar dua orang wisu dari Ma Su
Ing hendak mencari utusan Su tayjin yang membawa surat.
Lalu kedua pendekar gelandangan itu mendahului untuk
merampas surat itu."
Kho Ping Liang pucat wajahnya.
"Untung kedua pendekar gelandangan itu kenal dengan
aku dan memberikan surat Su tayjin itu kepadaku ini,"
Huru Hara menambah keterangannya.
Cerita yang dirangkai Huru Hara memang masuk akal.
Dan karena merasa bersalah. Kho Ping Nang tak berani
membantah. Dia kuatir rahasianya bersekongkol dengan
kedua wi-su itu akan ketahuan. Terpaksa dia diam saja.
"Nah, sekarang kuminta engkau mengantarkan surat ini
lagi kepada Ma tay-haksu," kata mentri Su, "tetapi kali ini
jangan sampai surat itu jatuh ke tangan orang lain."
Kho Ping Liang menerima surat dan terus mohon diri.
"Tayjin," kata Huru Hara, mengapa tayjin tak
menghukum orang itu. Bukankah dia jelas bersekongkol
dengan kedua wi-su dari tay-haksu ?"
Mentri Su Go Hwat tersenyum, "Ya, kutahu. Aku
memang sengaja menyuruhuya menerimakan surat itu
kepada Ma tay-haksu, biar dia menerima hukuman dari tayhaksu."
"Hukuman bagaimana, tayjin ?"
"Jelas Ma tay-haksu sudah menerima surat dari aku dan
telah memberi balasan kepadanya supaya disampaikan
kepadaku, Masakan masih ada orang datang lagi ruembawa
surat yang sudah basi waktunya itu " Engkau tahu Ma tayhaksu
itu orang yang banyak curiga. Tak mungkin dia akan
percaya begitu saja kepada orang itu."
Huru Hara mengangguk. Diam2 ia memuji cara mentri
Su mengambil tindakan. Sementara itu mentri Su Go
Hwatpun mulai membuka surat balasan Ma Su Ing.
"Ah ..... " tiba2 ia mendesah. "Mengapa tayjin ?"
"Dia mengatakan bahwa aku tak perlu mempertahankan
daerah utara tetapi supaya segera menindak jenderal Co
Liang Giok yang hendak memberontak . .."
"0," desuh Huru Hara.
"Dan lagi diapun minta supaya aku meluluskan engkau
bekerja kepada tay-haksu."
"Ah, Huru Hara terkejut." mengapa tay haksu mengurus
soal diriku ?" "Apakah tay-haksu pernah meminta supaya engkau
bekerja kepadanya ?"
"Benar, tayjin."
"Dan bagaimana keputusanmu ?"
"Aku harus pegang janji kepada tayjin. Tayjinlah yang
lebih dulu minta aku membantu tayjin."
"Tetapi tay-haksu minta supaya aku memberikan engkau
kepadanya. Bukankah dia akan marah apabila engkau tak
mau ?" "Tayjin," kata Huru Hara dengan suara man tap, "hamba
adalah rakyat Beng. Hamba akan bekerja untuk negara ini
menurut cara hamba sendiri. Hamba tak mau berhamba
dan terikat oleh seseorang mentri atau jenderal."
"Tetapi bukankah engkau bersedia bekerja kepadaku ?"
"Tayjin adalah lain," kata Huru Hara. "hanya terhadap
tayjin seorang aku memang bersedia membantu.
Tetapi............ . ,"
"Mengapa .?" tegur mentri Su Go Hwat.
"Terus terang tayjin. Ada sesuatu yang hamba masih
merahasiakan kepada tayjin. Sebelum hamba memperoleh
bukti, hamba takkan mengatakan hal itu kepada tayjin,"
"0, soal apa ?"
"Soal diri Ma tay-haksu. Terus terang hamba menaruh
kecurigaan atas kesetyaan tay-haksu terhadap kerajaan
Beng. Hamba sedang melakukan penyeledikan. Apabila
terdapat bukti, hamba tentu akan melaporkan kepada
tayjin." Su Go Hwat terkejut tetapi cepat ia tenangkan diri, "Loan
Thian Te, engkau boleh menaruh kecurigaan kepada
siapapun termasuk kepada diriku. Tetapi ingatlah, bahwa
saat ini negara kita sedang menghadapi musuh yang kuat
maka sedapat mungkin enghau harus bertindak hati2 dan
menjaga keutuhan dan persatuan kita. Bagaimana pun Ma
tay-haksu adalah mentri besar yang selama ini bekerja pada
kerajaan Beng. Jangan bertindak secara gegabah."
"Baik, tayjin," kata Huru Hara, "akan hamba perhatikan
pesan tayjin. Sudah tentu sebelum terdapat bukti yang
menyakinkan, hamba takkan bertindak sembarangan."
"Lalu bagaimaua keputusanmu terhadap permintaan tayhaksu
?" "Untuk sementara ini hamba belum dapat memberi
jawaban. Tunggu saja setelah hamba selesai melakukan
penyelidikan, barulah nanti hamba memberi keputusan."
"Tetapi tidakkah tay-haksu akan marah apabila tahu
kalau engkau membantu aku ?"
"Harap tayjin jangan kuatir," sahut Huru Hara, "hamba
akan membantu tayjin secara diam-diam dan tak usah resmi
menjadi pembantu ta' jin, Hamba rasa cara itu lebih dapat
membuat gerak hamba bebas."
"Hm, baiklah." Kemudian Huru Hara memberanikan diri untuk bertanya
bagaimana tindakan Su Go Hwa. atas keputusan Ma Su Ing


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang tak mau mengirim bala bantuan itu.
"Memang menyulitkan sekali krputuann tay-haksu itu.
Tetapi soal pertahanan negara adalah tanggung jawabku.
Maka akupun harus dapat mengatasi persoalan ini," kata
mentri Su Go Hwat. "0, jadi tayjin masih tetap akan mempertahankan daerah.
Shoa tang ini?" Mentri pertahanan Su Go Hwat mengangguk. Aku
kasihan kepada rakyat Yang-ciu. Apabila kutinggalkan,
kemungkinan wilayah ini tentu akan segera diduduki
musuh. "Tetapi bagaimana dengan jenderal Co Liang Giok?"
tanya Huru Hara. "Loan Thian Te," tiba2 mentri Su Go Hwat beralih
dengan nada yang serius, "aku hendak memberi tugas
kepadamu. Apakah engkau sanggup?"
'Sanggup, tayjin." "Pergilah engkau ke markas jenderal Co Liang Giok di
Hankow. Selidikilah apa maksud jenderal itu hendak
bergerak ke kotaraja. Kalau dia memang bermaksud hendak
merebut kekuasaan, usahakanlah supaya maksudnya itu
gagal. Tetapi kalau dia mempunyai lain tujuan, lekaslekaslah
engkau melapor kepadaku lagi."
Mendengar itu tanpa ragu2 lagi, Huru Hara terus
menyanggupi. Su Go Hwat memberinya sebuah leng -pay
atau tanda tugas dari mentri tahanan Su Go Hwat.
Disepanjang jalan Huru Hara tak mau menunda
perjalanan. Ia tahu bahwa suasana negara saat itu amat
genting. Pasukan Ceng sudah mulai bergerak melakukan
serangan besar-besaran dari arah timur dan utara.
"Memang kalau jenderal Co Liang Giok berontak karena
bersekutu dengan pasukan musuh harus lekas2
dihancurkan. Berbahaya sekali. Tetapi kalau dia
mempunyai alasan lain, harus dipertimbangkan lagi,"
pikirnya. Dimana-mana tempat yang ia lalui tampak kesibukan2
dad rakyat yang mulai gelisah atas ancaman pasukan Ceng.
Ada sebagian yang sudah mengungsi ke daerah barat yang
aman. "Hm, memang rupanya nasib kerajaan Beng sudah
suram," pikirnya. "dalam menghadapi ancaman musuh,
mengapa para jenderal itu tidak bersatu bahkan saling
cakar-cakaran sendiri" Lebih celaka lagi kalau gerakan Co
Liang Giok membawa pasukannya ke kotaraja itu bertujuan
hendak memberontak. Dan ah, mengapa tay- haksu Ma Su
Ing tidak mau mengirim bala bantuan pada Su tayjin"
Hari itu sudah menjelang malam ketika tiba disebuah
kota kecil. Apabila malam nanti ia akan melanjutkan
perjalanan lagi, esok pagi tentu sudah tiba di Hankow.
"Wah, perutku lapar nih. Nanti malam tentu sukar
mencari makanan. Lebih baik aku berhenti mengisi perut di
rumahmakan dulu," pikirnya.
Ketika ia sedang makan, terdengarlah ribut2 dari
beberapa tetamu dengan pemilik rumahmakan. Tetamu itu
selesai makan dan hendak membayar.
"Ah, jangan gila-gilaan, bung. Masa harga makanan tiga
kali lipat dari biasanya," seru tetamu itu, seorang yang
mengenakan pakaian seperti orang persilatan.
"Benar, tuan," kata pemilik rumahmakan, "sekarang
harga bahan mentah membubung tinggi. Itu saja masih
sukar mencarinya." "Mengapa?" "Eh, apa tuan tak tahu peristiwa yang terjadi di Ki- ciu?"
"Peristiwa apa?"
"Jenderal Ko Kiat telah dibunuh oleh jenderal Kho Ting
Kok." "Hai, bagaimana hal itu dapat terjadi?"
"Menurut berita, jenderal Ko Kiat hendak menuju ke Ikciu.
Ketika singgah di Ki-ciu dia telah dijamu oleh jenderal
Kho. Tetapi dalam per jamuan itu jenderal Ko Kiat telah
mati diracuni . . . . "0, lalu?" lelaki itu terkejut.
"Pasukan jenderal Ko Kiat kacau balau. Mereka lari dan
mengamuk rakyat di desa2 dalam wilayah Ki-ciu. Oleh
karena itu rakyat desa tak ada yang membawa dagangan
hasil bumi ke kota ini."
"Hm, tetapi jangan engkau naikkan harga makanan
sampai tiga kali lipat. Naik boleh tetapi jangan begitu
tinggi." "Bahwa hari ini kami masih dapat menyediakan
makanan itu masih untung. Entah bagaimana besok pagi.
Mungkin kami akan terpaksa tutup."
Mendengar percakapan itu diam2 Huru Hara terkejut. Ko
Kiat memang jenderal yang korup dan tak becus. Tetapi
dalam keadaan yang genting seperti saat itu, tidak tepat
kalau para jenderal-jenderal kerajaan Beng itu saling bunuh
membunuh untuk melampiaskan dendam masing2. Itu
akan melemahkan kekuatan negara.
"Wah, pasukan yang kehilangan pimpinan itu tentu akan
membahayakan rakyat. Dan lebih celaka lagi kalau mereka
sampai takluk pada musuh," pikir Huru Hara.
Setelah membayar harga makanan, Huru Hara bergegas
menuju ke daerah Ki-ciu. Ia akan bcrusaha untuk
mengumpulkan sisa2 pasukan Jenderal Ko Kiat dan akan
dibawanya kepada mental Su Go Hwat yang masih
bertahan di Yang-ciu. Ketika hendak melintas sebuah bukit yang terletak dalam
wilayah Ki-ciu ia terkejut karena menyaksikan suara hiruk
pikuk dari suatu pertempuran. Cepat ia lari menghampiri.
Ternyata disitu memang terjadi pertempuran. Tetapi
pertempuran itu bukan pertempuran antara sebuah pasukan
dengan lain pasukan, melainkan pertempuran dari sebuah
pasukan kecil melawan seotang lelaki tua.
"Bunuh saja si tua yang berani menggangu. kita !"
"Ya. bunuh! Bunuh !" teriak prajurit2 yang berjumlah tak
kurang dari seratus orang itu.
Melihat seragamnya, Huru Hara segera mengetahui
prajurit2 itu adalah prajurit2 kerajaan Beng. Pimpinannya
seorang perwira yang bertubuh tinggi besar, bersenjata
tombak. Lelaki tua itu menggunakan pedang untuk melawan.
Walaupun hanya seorang diri namun dia cukup gagah
untuk menghadapi pengeroyokan itu.
Huru Hara panas hatinya setiap kali melihat perbuatan
yang tidak adil. Serentak dia lari menyerbu dan berieriak,
"Hai prajurit2, berhentilah dahulu ..... "
Rupanya kedatangan Huru Hara itu mengejutkan
prajurit2 itu. Serempak mereka berhenti.
'Hai, orang gila, mau apa engkau ?" bentak perwira tinggi
besar itu. "Bukankah kalian ini prajurit kerajaan Bang" seru Huru
Hara. "Ya." "Kalian tergabung dalam pasukan jenderal siapa ?"
"Huh, siapa engkau ?"
"Loan Thian Te !"
"Loan Thian Te ?" ulang perwira itu lalu tertawa
terbahak-bagak," ha, ha, jaman perang memang
menimbulkan banyak hal. Orang2 yang lemah syaraf lalu
menjadi gila. Eh, bung, pergilah dan bersembunyi saja
didalam hutan agar penyakit syarafmu sembuh !"
"Bukankah kalian ini anakbuah pasukan jenderal Ko Kiat
yang terbunuh itu ?"
Perwira itu terkejut tetapi kemudian tertawa lagi, "Hus,
jangan banyak mulut. Lekas pergilah saja !"
"Jawab dulu pertanyaanku !" bentak Huru Hara.
"Ya, benar, Engkau mau apa ?"
"Setelah jenderal Ko mati terbunuh. siapa yang
menggantikan sebagai pimpinan ?"
"Tidak ada ! Kita masing2 membentuk kelompok dan
mencari jalan sendiri"."
"Celaka! Mengapa kalian tak mau menggabung ke Yangciu
kepada mentri Su Go Hwat jin yang sedang
mempertahankan daerah itu ?"
"Perlu apa ". Sudah bertahun-tahun kami menjadi
prajurit, apa hasilnya " Hanya jenderal kami yang besar
perutnya tetapi kami para prajurit tetap begini2 saja."
"Lalu ?" "Lebih baik aku membentuk kelompok sendiri untuk
mencari harta benda."
"Merampok ?" Huru Hara terkejut,
"Daripada harta rakyat nanti dirampas pradtait Ceng, kan
lebih baik kami yang mengambil."
"Celaka !" teriak Huru Hara, "rakyat sudah cukup
menderita dibawah tindasan mentri dorna kerajaan Bang.
Sudah kacau balau karena diserang pasukan musuh,
sekarang kalian juga ikut nimbrung. Pada hal prajurit itu
adalah pembela tanah air dan pelindung rakyat. Mengapa
kalian malah merampok rakyat !"
"Eh, orang gila, jangan ngoceh tak keruan," seru perwira
itu," lekas enyah atau akan kupelintir lihermu ?"
"Prajurit," sahut Huru Hara, "kuperingatkan kepadamu.
Bukan aku, bukan paman ini dan bukan rakyat musuh
kalian tetapi orang2 Ceng yang hendak menjajah kita itulah
musuh kalian yang harus kalian tumpas !"
"Huh, persetan dengan semua itu." seru perwira, "negara
ini kan bukan milikku seorang. tetapi milik semua rakyat.
Biarkan saja jenderal2 dan menteri2 yang kaya itu yang
mempertahankan." "Prajurit," seru Huru Hara: "untuk yang akhir kalinya
kuperingatkan. Lebih baik kalian menggabung diri kepada
pasukan lain. Yang paling tepat menggabung ke mentri Su
tayjin di Yan ciu." "Setan alas, engkau berani membacot," terus perwira itu
maju dan terus mengemplang kepala Huru Hara.
"Uh ..... ," perwira itu menjerit kaget ketika tombaknya
disambar Huru Hara yang terus mendorongnya sehingga
perwira itu terhuyung-huyung.
Seratusan prajurit anakbuahnya terus hendak menyerbu
tetapi dengan tangkas Huru Hara sudah loncat dan
mencengkeram tengkuk si perwira, " Hayo, kalau kalian
berani maju, perwira ini tentu akan kubunuh !"
"Berhenti," teriak si perwira yang ketakutan "jangan maju
lagi !" Kawanan prajurit itupun mentaati perintahnya.
"Prajurit2," seru Huru Hara, "sekarang kalian mau
kemana ?" "Kami mengikuti Li tui-ciang."
"Kalian masih ingin jadi prajurit atau tidak," seru Huru
Hara pula. "Terserah kepada Li tui-ciang, kami hanya menurut saja."
"Hm, orang she Li, engkau masih ingin tetap jadi perwira
prajurit apa tidak, serunya pada perwira yang sudah tak
dapat berkutik lagi itu. "Tidak, aku tak mau jadi perjurit lagi !" sahut prajurit itu.
"Baik," Huru Hara terus menarik baju prajurit itu, braaat
?". seketika badan prajurit pun telanjang. Tiba2 pula
Huru Hara ingat akan Ah Long yang suka memutus tali
celana orang. Diapun menirukan. Tctapi karena tak mengerti caranya,
celana prajurit itu jadi robek. Untung prajurit itu masih
pakai celana dalam, kalau tidak, uhhhhh .....
"Hayo, kalian juga buka celana dan baju seragam. Dan
setelah itu kalian boleh pergi semua," serunya kepada
kawanan prajurit. Tetapi kawanan prajurit itu tak mau. Malu kalau harus
telanjang dan hanya mengenakan celana dalam seperti
perwira Li itu. "Tidak, kami bukan budakmu !" teriak seorang prajurit
yang rupanya beradat keras. Dia bahkan terus berteriak,
"Kawan2. mari kita serbu setan itu !"
"Hui, kalian memang sudah bosan hidup," tiba-tiba Huru
Hara mengangkat tubuh Li tuiciang, lalu diputar-putar
dijadikan senjata untuk menyapu kawanan prajurit itu.
Gemparlah seketika suasananya. Prajurit2 terkejut
sampai terlongong-longong menyaksikan pimpinan mereka
diayun dan diputar-putar seperti sebuah boneka. Pada hal
dalam kalanganan pasukan jenderal Ko Kiat. Li tuiciang itu
terkenal memiliki tenaga yang amat kuat sekali.
"Hayo, kalian menyerah atau tidak " Yang tak mau jadi
prajurit harus buka pakaian seragamnya. Yang masih mau
jadi prajurit boleh berkumpul di sebelah kanan !" seru Huru
Hara. Huru Hara memang tak sampai hati untuk mengobrakabrik
kawanan prajurit itu. Bagaima pun mereka adalah
prajurit, Beng. Bahwa mereka telah salah langkah adalah
karena mendapat pimpinan yang tidak becus. Maka dengan
cukup menggunakan tubuh Li tui-ciang sebagai senjata,
kawanan prajurit itu mati kutu. Mereka tak berani
menyerang lagi karena kuatir akan mencelakai pimpinan
mereka sendiri. "Paman, silahkan melucuti pakaian seragam mereka,"
tiba2 Huru Hara berpaling dan berseru kepada lelaki tua
yang masih tegak berdiri disamping.
Lelaki tua itu tertawa dan terus maju menghampiri
kawanan prajurit. Dia ayunkan pedangnya dan tahu2
celana seragam dari prajurit2 itupun meluncur kebawah.
Ada kira2 separoh dari jumlah prajurit itu yang menyisih
ke sebelah kanan, pertanda kalau mereka masih ingin tetap
menjadi prajurit. Mereka tak dilucuti.
"Nah, engkau boleh pergi dan ajaklah kawan-kawanmu
itu mengungsi ke daerah pedalaman. Bawalah keluarga
kalian dan tuntutlah pengidupan sebagai petani. Jangan jadi
perampok, ingat kalau kelak bertemu lagi dan kalian
ternyata menjadi gerombolan perampok, tentulah takkan
kuampuni lagi." Begitu dilepas perwira itu terus lari pergi. Prajurit2 yang
dilucuti pakaian seragamnyapun mengikuti.
"Anakmuda, engkau sungguh hebat," lelaki tua yang
masih berperawakan gagah itu memuji.


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah, janganlah paman memuji begitu. Ilmu pedang
paman sungguh jempol," Haru Hara balas memuji, "dengan
gerakan yang cepat, tadi paman dapat memutus tali celana
mereka dengan ujung pedang."
"Anakmuda, siapakah namamu?"
"Loan Thian Te."
"Loan Thian Te?" lelaki tua itu kerutkan alis, "bukankah
itu berarti Mengacau-dunia?" Huru Hara mengiakan.
"Aneh, baru pertama kali ini aku mendengar nama yang
begitu aneh." "Ah, paman, apa artinya sebuah nama itu" Bukankah
nama itu hanya sebagai tanda -pengenal saja ?"
"Ah, betul anakmuda. Yang jadi adalah orangnya, bukan
namanya." "Paman, siapakah paman ini ?" Huru Hara balas
bertanya. Dia mendapat kesan terhadap lelaki tua itu.
"Tong Kui Tik."
"Ah. paman Tong, paman tentu seorang tokoh persilatan
yang ternama. Terimalah hormat dariku, seorang wanpwe
yang bodoh." Tong Kui Tik terkejut. -oo0dw0oo- Jilid 34 Pontang panting: Tong Kui Tik adalah engkong dari dara In Hong, Dalam
jilid 10 yang lalu, telah diceritakan bahwa ketika berada di
puncak Giok-li-nia di gunung Lou-hu-san tempat kediaman
almarhum pendekar Kim Thian Cong telah terjadi
pertempuran dahsyat. Sebagaimana telah dituturkan dalam jilid itu, kedatangan
Tong Kui Tik ke Giok-li-nia adalah mengantar cucu
perempuan si dara In Hong yang menemani seorang
pemuda cakap bernama Wan-ong Kui
Rombongan an-Wong Kui terdiri empat orang yaitu
Wan-ong Kui, Han Bi Ing. In Hong dan engkongnya, Tong
Kui Tik. Wan-ong Kui hendak mencari si Bloon putera Kim
Thian Cong guna membalas dendam, Tetapi ditengah jalan
dia bertemu dengan nona Han Bi Ing yang juga hendak
mencari putera Kim Thian Cong,
Tetapi tujuan Han Bi Ing adalah berbeda bahkan
berlawanan dengan Wan-ong Kui. Nona can tik itu disuruh
ayahnya, Han Bun Liong, menuju ke Giok-li-nia,
menyerahkan surat kepada putera Kim ThianCong yang
isinya mengatakan bahwa menurut perjanjian antara Han
Bun Liong dengan Kim Thian Cong dahulu, maka putera
dan putri mereka akan dijodohkan. Maka karena kata
Thaygoan terancam bahaya diserang pasukan Ceng, Han
Bun Liong menyingkirkan puterinya ketempat calon
suaminya yaitu putera Kim Thian Cong.
Waktu-rombongan Wan-ong Kui tiba Giok-li-nia, tiba2
mereka disergap oleh kaki tangan kerajaan Ceng yang
terdiri dari tiga jago sakti yakni sasterawan Ko Cay Seng
yang memiliki ilmu tutuk yang sakti. Hian Hian tojin. sute
dari ketua perguruan Gobi-pay dan pertapa Suto Kiat ahli
ilmusilat Engi-jiau-kang, Dan Barbak, pangeran Boan yang
masih saudara dengan panglima besar Torgun.
Kedatangan rombongan kaki tangan Ceng itu sebenarnya
hendak mencari Bloon. Mereka mendengar bahwa Bloon
itu seorang pendekar aneh yang memiliki kepandaian gaib.
Mereka hendak membujuk Blo"on agar mau bekerja pada
kerajaan Ceng agar dapat mempengaruhi jago2 silat supaya
mau benggabung bekerja pada kerajaan Ceng.
Tetapi bukan Blo"on yang mereka jumpai melainkan
rombongan Wan-ong Kui. Secara kebetulan Hian Hian
tojin memang hendak mencari Tong Kui Tik, karena Tong
Kui Tik dianggap bersalah dan dikeluarkan dari perguruan
Go-bi-pay. Sudah tentu Tong Kui Tik tak mau menyerah
maka terjadilah pertempuran dahsyat.
Dalam menghadapi Hian Hian tojin, sebenarnya Tong
Kui Tik masih sungkan karena ia mengingat budi kebaikan
dari susioknya (paman guru) Biau Ceng tojin. Hian Hian
tojin adalah murid dari Biau Ceng tojin.
Untung saat itu terjadi pertukaran lawan. Wan-ong kui
yang semula berhadapan dengan Su to Kiat, kini berganti
lawan than Hian tojin. Sedang Tong Kui Tik yang bermula
melawan Hian Hian, berganti lawan Suto Kiat.
Agar Tong Kui Tik tidak sempat membantu Wan-ong
Kui maka Hian Hian memancing pemuda itu supaya
bertempur diluar rumah. Juga Suto Kiat dan Tong Kui Tik
ikut bertempur diluar rumah.
Dalam pertempuran yang dahsyat dengan pertapa Suto
Kiat, Tong Kui Tik berhasil menghantam lawan sehingga
terlempar kebawah jurang tetapi dia sendiri juga menderita
luka-dalam yang parah. Waktu Suto Kiat dapat mendesaknya dan hampir dapat
mencengkeram tenggorokannya, dalam keadaan yang
gawat antara mati atau hidup, Tong Kui Tik
menyemburkan ludahnya dan tepat mengenai mata lawan.
Seketika gelaplah pandang mata Suto Kiat. Dia menjerit
dan terjengkal ke-dalam jurang. Tetapi dia masih sempat
menyambar lengan Tong Kui Tik untuk ditariknya juga.
sehingga keduanya jatuh kedalam jurang.
Karena biji matanya sakit sekali dan tak dapat dibuka,
Suto Kiat hancur kepalanya ketika terbentur batu yang
berada dalam dasar jurang. Tong Kui Tik masih untung.
Dia dapat bergeliatan berusaha untuk menyelamatkan diri.
Tetapi tak urung punggung terbentur batu dan pingsanlah
dia. Hampir tiga bulan dia harus merawat lukanya. Setelah
merasa kesehatannya putih, barula dia naik keatas dan
mencari In Hong. Hari itu ia tiba di wilayah Ik-ciu. Ketika sedang berjalan
menuju ke sebuah desa, ia melihat kawanan prajurit sedang
mengganas penduduk.. Yang membuat kemarahannya
berkobar adalah ketika kawanan prajurit itu, kecuali
merampas harta benda, juga mengganggu gadis dan
wanita2. Dia segera menyerang mereka sehingga terjadi
pertempuran yang dahsyat.
Tong Kul Tik masih belum sembuh betul maka dalam
pertempuran melawan keroyokan prajurit itu dia harus
bersusah payah untuk bertahan. Untung Huru Hara segera
datang. Demikianlah asal usul mengapa Tong Kui Tik tiba2
muncul di desa itu dan kebetulan bertemu dengan Huru
Hara. Namun Tong Kui Tik belum kenal siapa Huru Hara
itu. Yang dicari oleh rombongannya waktu ke puncak Giokli-
nia dahulu adalah Blo"on, putera Kim Thian Cong.
Mengapa Tong Kui Tik terkejut waktu ber tukar
pembicaraan dengan Huru Hara, adalah karena merasa
bahwa pemuda yang dandanannya nyentrik itu bicara
secara ceplas ceplos, sederhana dan polos.
Waktu Huru Hara memberi hormat kepadanya, dia
terkejut dan buru2 mengangkat tubuh pemuda itu, "Ah.
Loan hian tit, jangan banyak peradatan ...."
Diam2 dia terkejut mengapa begitu ringan dan kosong
tubuh Huru Hara ketika diangkatnya. Aneh, pikirnya.
Tetapi pada lain saat dia merasa malu sendiri, "Ah,
mengapa ia hendak menguji seorang pemuda yang jujur dan
berbudi , ..." "Hian-tit tadi hendak menganjurkan supaya prajurit2 itu
mau kembali dan membantu pada mentri Su Go Hwat yang
kini sedang mempertahankan daerah Yang- ciu, Apakah
hiantit bekerja pada Su tayjin ?" tanya Tong Kui Tik. Kini
dia membahasakan Huru Hara dengan sebutan hian-tit' atau
keponakan. "Su tayjin adalah mentri kerajaan yang jujur dan setya
maka aku harus membantunya paman," jawab Huru Hara,
"paman, walaupun dalam hati kecilku aku percaya seratus
persen kepada paman, tetapi tugas negara menuntut aku
supaya jangan mudah percaya kepada orang yang baru
dikenal. Agar aku dapat mempertanggung jawabkan
kesetyaanku kepada tugas yang sedang kulaksanakan,
maukah paman menceritakan sedikit tentang diri paman ?"
Tong Kui Tik mengangguk tertawa, "Bagus, hiantit,
memang seharusnya begitulah engkau bertindak apabila
sedang melakukan tugas negara yang penting. Baiklah,
hiantit, akan kuceritakan serba singkat tentang diriku."
Tong Kui Tik lalu menuturkan perjalanannya selama ini
bersama In Hong dan mengikuti rombongan Wan-ong Kui,
Han Bi Ing mencari putera Kim Thian Cong di puncak
Giok-li-nia, hingga dia sampai jatuh bersama Suto Kiat ke
dasar jurang, Walaupun dalam hati terkejut mendengar rombongan
Wan ong Kui itu hendak mencari Blo"on, tetapi Huru Hara
masih dapat tenangkan diri.
"Paman, tahukah paman mengara nona Han Bi Ing
hendak mencari putera Kim Thian Cong itu?" dia. bertanya
dengan suara setenang mungkin.
"Menurut keterangan In Hong, Han Bun Liong ayah dari
nono Han Bi Ing itu telah bersepakat dengan Kim tayhiap
untuk menjodohkan putera puteri mereka . .. . "
"Oh . . .. , " mau tak mau terpaksa Huru Hara menghela
napas. "Waktu kota Thay-goan terancam serangan pasukan
Ceng, Han Bun Liong kuatir dan suruh puterinya menuju
ke tempat kediaman calon suaminya di Giok- li- nia itu."
"Maatiiiik!" "Lho, kenapa hiantit?"
"Ah, tak apa2, paman," Huru Hara tersipu-sipu
menjawab. Namun dalam hati dia mengeluh, "ah, kalau
saja aku masih berada di gunung, tentulah akan
kesampokan dengan nona itu."
Kemudian dia cepat2 mengalihkan pertanyaan, "Lalu
apakah bertemu dengan putera Kim Thian Cong?"
"Ya," kata Tong Kui Tak, "tetapi dia menolak keras dan
tak mau menerima nona Bi Ing sebagai isterinya. Aneh
sekali anak itu . . . . "
"Sudah tentu saja dia menolak karena dia merasa tak
pernah ditunangkan oleh orangtuanya dengan orang," Huru
Hara membenarkan tindakan Sian Li, sumoaynya yang
menyaru jadi dirinya (Blo`on).
"Paman mengatakan dia aneh, apanya sih yang aneh?"
tanyanya pula. "Masa seorang pemuda memakai bedak muka yang tebal
dan waktu bertempur dia menggunakan ilmupedang Giokli-
kiam-hwat. Bukankah ilmupedang itu hanya layak
dimainkan oleh seorang anak perampuan?"
Dam2 Hutu Kira geli tetapi dia tak mau mengatakan
apa2. "Setelah paman dapat naik dari dasar jurang, apakah
paman tidak datang ke Wisma di Giok li-nia lagi?"
"Ya, tetapi wisma itu sudah kosong. Baik Wan-ong Kui
dan cucuku In Hong serta nona Han Bi Ing, sudah tak ada.
Demikian pula dengan putera Kim tayhiap yang bernama si
Blo`on itu." "Lho, bukankah Wan-ong Kui juga bertempur di luar
melawan Than Hian tojin?"
"Ya, tetapi bagaimana nasibnya, aku juga tak tahu."
"Lalu paman sekarang hendak kemana?"
"Mencari cucuku In Hong."
"Paman," kata Huru Hara dengan nada serius,"maukah
paman memberi sedikit bantuan kepadaku?"
"Tentu saja mau, hiantit."
"Sebenarnya tak perlu harus merepotkan Paman, tetapi
karena aku sedang melakukan tugas penting maka terpaksa
aku akan memint bantuan paman . " "
"Ah, tak usah sungkan, hiantit. Katakanlah, apa yang
harus kukerjakan." "Begini paman," kata Huru Hara, "tolong paman bawa
prajurit2 yang masih ingin mengabdi kepada negara itu ke
Yang-ciu. Serahkan kepada mentri pertahanan Su tayjin.
Katakan bahwa kita telah mcngumpuikan anakbuah
pasukan jenderal Ko Kiat yang tercerai berai."
"0, baik, baik, hiantit. Kukira hiantit akan minta
pertolongan apa. Kalau hanya itu sudah tentu aku senang
sekali melakukannya. Karena akupun merasa mempunyai
kewajiban untuk membantu negara.
Sisa anak pasukan jenderal Ko Kiat yang dibawa oleh Li
tui-tiang itu masih berjumlah empat puluh orang. Tang Kui
Tik segera membawa mereka menuju ke Yang- ciu.
"Tentu masih banyak lagi anakbuah pasukan jenderai Ko
Kiat yang meninggalkan pasukan dan membentuk
kelompok sendiri2," pikir Huru Hara.
Dia memutuskan untuk mencart lagi. Karena peristiwa
pembunuban jendera! Ko Kiat itu ternyata di Ik ciu maka
diapun menuju ke kota itu.
Memang benar juga. Ketika tiba di luar daerah Ik-ciu, ia
melihat suatu pemandangan yang ganjil. Sekelompok
prajurit Beng sedang dihadang oleh tiga orang. Yang satu
seperti seorang sasterawan, yang satu seorang Boan
berpakaian indah dan yang satu memakai seragam perwira.
"Hai, siapakah pimpinan kalian?" seru sasterawan itu.
"Aku," seorang sersan yang membawa kelompok prajunt
Beng, maju. "Mau kemana kalian?"
"Akan menggabung diri dengan pasukan kerajaan Beng
yang lain," sahut sersan itu.
"Bukankah kalian ini anak pasukan jenderal Ko Kiat?"
"Benar." "Jenderal kalian telah dibunuh oleh jenderal Kho Ting
Kok, bukan?" "Ya." "Mengapa kalian tak berontak melawan jenderal Kho
yang telah membunuh jenderal kalian?"
"Mereka telah mengadakan persiapan yang ketat untuk
menyergap kami, untung kami dapat meloloskan diri. Dan
memang sebelumnya jenderal kami telah memberi pesan.
Apabila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang menimpa pada
dirinya, kami disuruh lekas2 menggabung pada mentri


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertahanan Su tayjin."
Sasterawan itu tertawa, "Ho, kalian tahu bagaimana
keadaan mentri Su itu ?"
"Dia berada di Yang-ciu."
"Benar," sahut sasterawan itu, "tetapi ketahuilah bahwa
wilayah Hopak sudah diserang pasukan kerajaan Ceng dan
Yang-ciupun sudah dikepung. Jangankan manusia, bahkan
lalatpun tak mungkin keluar dari kota itu."
Sersan itu tertegun. "Apabila kalian kesana, berarti kalian mengantar jiwa
saja." kata sasterawan lebih lanjut," eh, mengapa kalian
masih mimpi hendak membela kerajaan Beng ?"
"Siapa engkau ?" seru sersan itu.
"Aku adalah penolong kalian," kata sasterawan itu," ada
dua buah jalan yang kalian boleh pilih. Kesatu, jalan maut
yaitu apabila kalian masih tetap hendak menggabungkan
diri dengan salah sebuah pasukan kerajaan Beng. Kedua,
jalan hidup yaitu apabila kalian mau bekerja pada kerajaan
Ceng, Kalian akan diperlakukan sama dengan prajurit2
Beng karena pimpinan pasukan kerajaan Ceng itu dapat
menghargai orang yang membantu kerajaan Ceng yang
hendak menyelamatkan rakyat Beng dari tindasan mentri2,
jenderal2 pemerintahan Beng."
"Hm, engkau hendak membujuk kami?" seru sersan itu.
"Jangan terburu-buru memberi keputusan," seru
sasterawan, "tetapi rundingkanlah dengan anakbuahmu.
Kalau kalian setuju, sekarang juga kalian akan diterima
dengan tangan terbuka oleh pimpinan pasukan kerajaan
Ceng. Tahukah kalian, siapa yang berada disampingku ini
?" Sersan dan prajurit2 Beng mencurah pandang kearah
orang Boan yang berpakaian indah.
"Inilah pangeran Barbak, saudara dari panglima besar
Torgun yang mengepalai bala tentara kerajaan Ceng.
Pangeran Barbak telah berkenan, kepada setiap prajurit
Beng yang mau bekerja pada pasukan kerajaan Ceng akan
diberi hadiah uang sebanyak seratus tail perak: Tetapi
kepada mereka yang tak mau bekerja pada kerajaan Ceng,
akan dihancurkan saat ini juga."
"Jika begitu, akulah orang yang pertama-tama
menyatakan tak sudi bekerja pada kerajaan Ceng ..... "
"Jika begitu, engkaulah yang pertama harus mati", tiba2
sasterawan itu ayunkan tangannya dan tahu2 sersan itu
menjerit rubuh, Anakbuah prajurit2 Beng terkejut bukan kepalang.
Mereka tak tahu apa yang dilakukan sasastrawan itu.
Mereka hanya tahu si sastrawan itu angkat tangannya dan
sersanpun rubuh. "Nah, apakah kalian hendak mengikuti jejak sersan itu ?"
tanya sasterawan itu pula.
Namun prajurit2 itu tak menyahut. Mereka diam saja.
"Hm, apakah kalian masih bersangsi ?" tanya sasterawan
itu," baiklah, sekarang kalian boleh menikmati permainan
yang akan kupertunjukkan ini ?"
Dia menjemput enam butir batu sebesar genggaman
tangan lalu dilontarkan ke udara. Ketika keenam batu itu
berhamburan jatuh. sasterawan itu mengeluarkan sebatang
pit baja lalu dia loncat menyambut keenam butir batu itu
dan tring, tring, tring ..... terdengar batu2 tadi berhamburan
pecah tertutuk oleh ujung pena baja si sasterawan.
"Nah, apakah sudah cukup ?" serunya kepada kawanan
prajurit itu, "kalian boleh bertanya pada diri masing2,
apakah tubuh kalian lebih keras dari batu2 itu. Kalau
memang merasa lebih keras, silakan kalian membangkang
seruanku. Tetapi kalau merasa kalian miliki tubuh dari
dating, kuharap kalian menurut saja anjuranku tadi !"
Kawanan perajurit itu memang terlongong-longong
menyaksikan pertunjukan yang dimainkan si sastrawan.
Tetapi mereka masih belum memberi pernyataan apa2.
"Aku juga ingin mempertunjukkan permainan," tiba2
perwira yang berada disamping pangeran Barbak berseru.
Dia terus menghampiri ke sebuah gunduk batu karang yang
terletak di tepi hutan. "Celaka ," Huru Hara menjerit dalam hati. Ternyata
perwira itu menghampiri batu karang tempat Huru Hara
bersembunyi. Kalau perwira itu menghantam batu, tentulah
dia akan ketahuan atau bahkan mungkin menderita cipratan
batu. "Lihat, prajurit2, batu sebesar kerbau ini akan
kuhancurkan," begitu berseru perwira itu terus bersiap
didepan batu, menyingsingkan lengan baju lalu ayunkan
tinjunya "Uhhhh ..... " tiba2 perwira itu menjerit kaget karena
pukulannya mengenai tempat kosong. Batu karang itu dapat
berkisar ke samping, seolah menghindari pukulan si
perwira. Perwira itu masih belum sadar. Dia ayunkan pukulannya
lagi, uhhhh kembali ia menjerit kaget karena lagi2 batu itu
dapat berkisar kesamping menghindari pukulannya.
"Saudara Pa, berhenti, periksalah dibelakang batu itu,"
seru sasterawan yang menyaksikan peristiwa aneh itu.
Rupanya perwira yang dipanggil dengan saudara Pa itu
tersadar. Ya, dia memang bernama Pa Kim, perwira yang
pernah datang ke Lou hu san untuk mencari si Blo`on dulu.
Pa Kim terus lari kebelakang batu. Tetapi anehnya, dia
tak muncul lagi. Sudah tentu pangeran Barbak heran dan
terus hendak menghampiri.
"Jangan pwelek ( pangeran ), biarlah aku yang
memeriksanya .. . ," sasterawan mencegah seraya terus
melesat ke belakang batu.
Uhhhh . . . tiba2 sasterawan itu terkejut karena Pa Kim
menyerangnya. Karena jarak amat dekat dan terjangan itu
berlangsung secara mendadak dan cepat sekali, sasterawan
tak keburu menghindar. Terpaksa dia mendorong
kawannya itu, bluk .. . Pa Kim mencelat dan jatuh
terjerembab ke belakang, tak berkutik lagi.
"Hola, bagus sasterawan," tiba2 terdengar Huru Hara
berteriak, "masa kawan sendiri engkau dorong sampai
ambruk!" Sasterawan itu terkejut. Seketika dia menyadari bahwa
dia telah dipermainkan orang. Ternyaia di batik batu itu
memang terdapat seseorang yang bersembunyi. Ketika Pa
Kan memeriksa ke belakang batu, dia tentu dikerjai orang
itu. Dain ketika sasterawan menyusul ke belakang batu,
orang itu mendorong tubuh Pa Kim kepadanya.
Akibatnya, ia balas mendorong sehingga Pa Kim
menggeletak. "Bangsat, siapa engkau?" seru sasterawan setelah melihat
orang yang berada dihadapannya itu seorang pemuda yang
dandanannya nyentrik. "Aku bangsat," sahut Huru Hara.
"Hm, engkau berani mengejek?"
"Bukankah mulutmu sendiri yang sudah menyebut aku
bangsat" Perlu apa harus tanya nama. Sudah jangan banyak
mulut! Seorang bangsat masih lebih utama daripada
seorang penghianat!"
"Mau apa engkau?" seru sastera an.
"Bekerja." "Apa pekerjaanmu?"
"Seorang bangsat pekerjaannya adalah mem-bangsat.
Tetapi aku memang seorang bangsat aneh.Yang kubangsat
adalah bangsat penghianat dan anjing2 kerajaan Boan!"
"Hm, jelas engkau hendak merintangi aku, ya?"
"Jangan lupa. Itu pekerjaanku. Kalau tak ada orang
semacam engkau, aku tentu nganggur".."
"Jahanam, engkau mau membangkang apa?"
"Engkau hendak membujuk prajurit2 kerajaan Beng,
bahkan telah membunuh pimpinan mereka yang tak mau
bekerja kepadamu. itulah yang akan kubangsat."
"Maksudmu?" sasterawan menegas.
"Tinggalkan prajurit2 itu berikut nyawamu.
"Bangsat!" engkau memang sudah bosan hidup!" tiba2
sasterawan itu terus menyerang Huru Hara. Dia
menganggap Huru Hara itu tentu seorang pemuda sinting
maka tak perlulah dia menggunakan senjata pit-nya.
Tetapi alangkah kejutnya ketika pukulannya menemukan
tempat kosong. Diserangnya lagi dengan kecepatan yang
lebih hebat. juga sama saja. Pemuda sinting itu bergerak
seperti setan. Sasterawan itu benar2 heran. Ia tahu cara pemuda
sinting itu bergerak tidak menurutkan jurus ilmusilat dari
perguruan manapun juga. Hanya gerakan biasa. Tetapi
yang membuatnya kagum adalah kecepatan pemuda itu
bergerak. Setelah beberapa gebrak, tahulah sasterawan bahwa
pemuda itu memang tidak bisa dan tidak mengerti ilmusilat.
Timbullah rencananya untuk menggunakan jurus tipuan.
Lu-seng- kan-goat atau B:ntang-sapu-mengejar-rembulan
demikian jurus yang dilancarkan si sasterawan kali ini.
Jurus itu mengunakan kecepatan gerak kedua tangan. Jurus
itu memang sukar diduga lawan. Sekonyong-konyong
tangan kanannya menju!ur untuk mencekik tenggorokan.
Jurus itu termasuk jurus maut yang ganas. Apabila
tenggorokan terkena cengkeram, lawan tentu akan mati
seketika. Huru Hara terkejut dan menghindar ke samping tetapi
tiba2 sasterawan telah menghentikan gerak tangannya di
tengah jalan, diganti dengan gerak tangan kiri yang
mencengkeram ke bawah ketiak lawan.
Huru Hara terkejut. Ia merasa terjebak. Untuk
menghindar, sudah tak keburu lagi. Terpaksa dia
menyambar tangan orang. Terjadi saling mencengkeram
diantara tangan kedua orang itu.
Diam2 sasterawan girang. Karena ia yakin dengan
kerahkan tenaga-dalam, sekali pijat tentu hancurlah telapak
tangan orang. Segera dia meremas sekuat-kuatnya.
"Uhhhh," tiba2 ia terbelalak kaget karena telapak
tangannya seperti memegang aliran stroom yang keras.
Rasa sakit dan Iunglai mengalir cepat sehingga lengannya
melentuk seperti lumpuh. Untung dalam saat-saat yang berbahaya itu, pikirannya
masih terang. Untuk menarik pulang tangannya dia sudah
tak bertenaga lagi maka dia pun segera mengirim tendabgan
ke perut Huru Hara. Huru Hara terkejut. Dia cepat berkisar
ke samping tetapi pahanya masih tetap termakan ujung kaki
lawan. Huru Hara terlempar selangkah belakang dan
terpaksa lepaskan sengkeraman tangannya.
Sasterawan itu menyadari bahwa ia sedang berhadapan
dengan seorang manusia gaib. Tidak mengerti ilmusilat
tetapi memiliki tenaga- dalam yang aneh. Tangan Huru
Hara itu dapat memancarkan tenaga-sakti membalik,
mengembalikan arus tenaga-dalam yang dipancarkannya
tadi. "Hm, jangan kira aku tak mampu menundukkan,
bangsat," pikirnya seraya mencabut pit-bajanya.
Lian- hoan-toh- beng-pit atau Pit- maut- berantai,
dilancarkan sasterawan untuk menutuk jalandarah maut
tubuh Hum Hara. Seketika Huru Hara seperti melihat
puluhan sinar ujung pit yang tajam berserabutan mencurah
kepadanya, Cres".. Huru Hara loncat mundur dan memeriksa
pakaiannya. Ternyata leher bajunya telah berlubang terkena
sebuah tutukan ujung pit. Untung tak tembus sampai ke
lehernya. "Hm, orang ini hebat sekali ilmu permainan pit-nya.
Berbahaya kalau ujung pit menutuk tubuhku," pikir Huru
Hara. Dia memutuskan untuk menggunakan senjata juga.
Sebenarnya dia hendak mencabut pedang Cek-thiat-kiam
atau pedang besi sembrani. Tetapi pada lain saat; dia
urungkan rencananya itu. Dia tak mau merebut
kemenangan karena mengandalkan keampuhan senjat?nya.
Tiba2 ia teringat pada perwira yang menggeletak tadi.
Sekali loncat ia tiba di tempat perwira itu lalu mencabut
pedang orang itu. Ketika sasterawan maju menyerangnya lagi, dia segera
memutar pedangnya sederas angin meniup. Seluruh
tubuhnya seolah tertutup oleh sinar pedang. Terdengar
berulang kali dering berbunyi ketika ujung pit beradu
dengan pedang. Dan setiap kali terjadi benturan tentulah pit
itu yang tersiak. "Wah, selama berkecimpung dalam dunia persilatan baru
pertama ini aku berhadapan dengan seorang manusia aneh.
Jelas tidak mengerti ilmusilat tetapi dapat bergerak lebih
cepat dari seorang jago silat kelas satu. Tenaga-dalam yang
dimilikinyapun lebih unggul dan jago kelas satu," diam2
sasterawan itu menimang dalam hati.
Dia bingung menghadapi pemuda aneh itu, Selintas
teringatlah dia akan keselamatan pangeran Barbak.
Walaupun dia belum merasa kalah dengan pemuda aneh itu
tetapi dia merasa tak mampu mengalahkannya. Kalau
terlibat dalam pertempuran yang lama, dia tentu akan
kehabisan tenaga. "Ko heng, jangan kuatir, aku akan membantumu
menangkap kunyuk ini," tiba2 terdengar Pangeran Barbak
berseru. Sasterawan yang dipanggil Ko-heng itu memng tak lain
adalah Ko Cay Seng, orang kepercayaan dari panglima
Torgun yang ditugaskan menyelundup kedalam wilayah
kekuasaan pasukan Beng untuk mengadakan pengacauan
dan mata-mata. Waktu mendengar keadaan jenderal2
kerajaan Beng sudah bingung dan saling -bermusuhan,
apalagi setelah berhasil menyelundupkan orangnya untuk
mendekati jenderal Kho Ting Kok agar membunuh jenderal
Ko Kiat maka dia bersama pangeran Barbak dan perwira Pa
Kim bergerak untuk menjaring sisa anak pasukan jenderal
Ko Kiat agar mau bekerja pada kerajaan Ceng.
Memang usahanya itu juga berhasil. Tetapi ketika dia
sedang menyergap sebuah kelompok sisa anakpasukan
jenderal Ko Kiat. ternyata sersan yang menjadi pimpinan
kelompok itu tak mau menerima anjurannya. Terpaksa dia


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membunuh sersan itu dengan taburan jarum beracun.
Tetapi celakanya dia berjumpa dengan seorang pemuda
aneh macam Huru Hara. Sebenarnya dia memutuskan
untuk meloloskan diri saja demi menyelamatkan pangeran
Barbak. Tetapi tak diduganya pangeran itu malah maju
membantunya menyerang Huru Hara. Ia hendak berteriak
mencegah tetapi sudah terlambat.
"Jahanam, jangan banyak tingkah," seru Barbak terus
membabatkan pedang pendek yang ujungnya bengkok,
mirip dengan arit. Pangeran Boan itu menggunakan
sepasang pedang bengkok untuk mengacip leher Huru
Hara. "Tring".."
Huru Hara menangkis Barbak terdorong mundur tetapi
pedang Huru Harapun putus karena di gunting oleh
sepasang pedang bengkok dari pangeran Boan itu.
Apabila tadi cemas. kini setelah melihat Barbak memiliki
senjata pusaka yang ampuh, timbul-lah semangat Ko Cay
Seng. Serentak dia terus mainkan pit bajanya dalam ilmu
tutuk yang hebat. Huru Hara terkejut. Ia tak sangka bahwa sepasang
pedang orang Boan itu sedemikian tajam. Dan pada saat itu
pit baja Ko Cay Seng sudah niencurah laksana hujan
menabur keseluruh jalandarah ditububnya.
Dalam, keadaan yang terdesak, tak mungkin ia
mempertahankan gengsi lagi. Kalau tetap menggunakan
pedang yang tinggal separoh itu, jelas dia tentu menderita,
entah terkena ujung pit-baja entah pedang pandak.
Huru Hara hendak mencabut pedang Cek-khiat-kiam
dari kerangkanya yang terbuat daripada tanduk kerbau
putih, binatang peliharaan si Ah Liong. Tetapi sebelum
sempat dia melaksanaan niatnya, tiba2 muncul seorang
pemuda yang berlari-lari dan berseru, "Hai, anjing Boan,
jaingan mengganas sekehendak hatimu!"
Barbak terkejut. Begitu berpaling dia sudah diserang oleh
pemuda tak dikenal itu. Ko Cay Seng tertegun juga dan
tahu2 siku lengannya kena tendangan Huru Hara. Selain
tendangan itu memang keras sekali, juga Ko Cay Seng
terkejut sehingga pit bajanya terlempar ke udara. Tetapi dia
memang lihay. Secepat itu dia menghantam Huru Hara dan
dengan meminjak tenaga pukulan itu dia enjot tubuhnya
loncat ke udara untuk menyambar pit-baja yang sedang
melayang turun. Rupanya dia amat sayang sekali kepada
senjatanya itu. Dan sambil bergeliatan meluncur turun, dia taburkan
sebuah Pik-li-tan atau pelor geledek ke arah Huru Hara.
Huru Hara terkejut dan menangkis dengan pedang
kutungnya. Bummmm ..... Terdengar letusan keras dan seketika sekelilirg tempat
itupun penuh dengan asap tebal warna hitam gelap,
sehingga keempat orang itu tak tampak lagi.
Beberapa waktu kemudian, setelah asap hitam itu hilang
tampaklah suatu pemandangan yang ganjil. Pemuda yang
tak dikenal itu berbangkit dari tanah. Rupanya dia tak
duduk bersila menutup pernapasan. Ko Cay Seng dan
Barbak sudah lenyap dari pemandangan. Tetapi pemuda itu
terkejut sekali ketika melihat Huru Hara menggeletak di
tanah. Buru2 ia lari menghampiri.
Ternyata Huru Hara pingsan. Dia belum pernah
berhadapan dengan musuh yang menggunakan bahan
peledak semacam Pi-lik-tan sehingga dia tak menutup
pernapasannya. Akibatnya dia menyedot asap hitam yang
mengandung racun dan terus rubuh.
"Ah, dia tentu terkena asap beracun," kata pemuda itu.
Dia lalu mengeluarkan botol kecil, menuang sebutir pil lalu
disusupkan ke mutut Huru Hara. Kemudian dia lari
mencari air. Setelah mendapat air maka muka Huru Hara
dibasuhnya. Tak berapa lama Huru Hara menghela napas
dan membuka mata. Begitu melihat pemuda yang tadi
masih duduk di hadapannya, Huru Hara cepat2 menggeliat
bangun. "Ah, apa yang terjadi?" seraya seperti orang yang terjaga
dari mimpi. Pemuda itu berwajah cakap sekali hanya sayang pucat
seperti tak dapat menampilkan kerut2 perasaan. Dia
tersenyum. "Engkau masih berada di gelanggang pertempuran tadi,
sahabat," sahutnya. "Dimana sasterawan dan orang Boan tadi?" tanya Huru
Hara pula. "Mereka sudah meloloskan diri."
"Bukankah sasterawan itu yang menaburkan benda yang
meletus tadi?" "Benar, sahabat," sahut pemuda itu, "itulah yang disebut
pelor Pi-lik-tan yang dapat meletus dan menghamburkan
asap. Pelor dari sasterawan itu mengeluarkan asap hitam
yang beracun "."
"0, kalau begitu aku tadi rubuh karena menghisip asap
beracun itu?" Pemuda cakap itu mengangguk.
"Dan apakah engkau juga rubuh?"
Pemuda itu gelengkan kepala, "Tidak, karena aku sudah
mengenal pelor itu dan terus menutup pernapasan."
"Eh, mengapa mukaku basah begini?" tanya Huru Hara.
"Maaf, sahabat, akulah yang membasuhmu dengan air
dan memberimu pil penawar racun."
"Ah, terima kasih," kata Huru Hara, "tetapi mengapa
engkau menolong aku" Siapakah engkau?"
"Aku Sim Cui . ..."
"Sim Cui" Itu nama aseli atau nama kiasan" Karena
kalau nama kiasan itu berarti patah hati. Apakah engkau
patah hati" Dengan siapa engkau patah hati" Ah, tak perlu
harus patah hati, dunia toh bukan sedaun kelor. Banyak
gadis-gadis cantik yang akan mencintaimu, sahabat," seru
Huru Hara dengan tersenyum.
Tetapi pemuda cakap itu terus melengos untuk menahan
butir airmatanya yang hendak meluap.
"Terima kasih, sahabat," akhirnya pemuda itu berpaling
dan menghadap ke arah Huru Hara lagi, "Itulah namaku.
Terserah orang hendak mengartikan sebagai patah hati atau
nama. Karena bagiku nama itu sudah tak kupentingkan
1agi." "Bagus, saudara Sim," seru Huru Hara memuji, "tetapi
dari mana engkau dan mengapa engkau menolong aku?"
"Aku sih seorang manusia yang hidup bagaikan awam di
udara. Angin berhembus ke utara aku terdampar ke utara,
angin berhembus ke selatan akupun melayang ke selatan . ..
. " "Aha, kata-katamu bagaikan rangkaian nada dari
seorang penyair, saudara Sim," kata Huru Hara kembali,
"eh, mana kawanan prajurit tadi?"
Dad balik gerumbul pohon muncullah berpuluh prajurit
Beng. Kiranya mereka bersembunyi ketika Ko Cay Seng
menaburkan pelor berasap hitam tadi.
Serentak Huru Hara menghampiri, "Bukankah kalian ini
prajurit2 pasukan Beng ?" tegurnya.
Berpuluh-puluh prajurit itu mengiakan.
"Anak pasukan jenderal Ko Kiat ?"
"Benar," seru mereka pula.
"Apa tujuan kalian ini ?"
"Setelah jenderal kami terbunuh, kami berantakan tak
keruan dan mencari jalan hidup sendiri2."
"Apakah kalian mau bekerja pada musuh ?"
"Tidak." "Apakah kalian tetap setya dan mau bekerja pada
pasukan Beng ?" Kawanan prajurit itu berseru gegap gempita menyatakan
kesediaan mereka. Tetapi ada bebera pa yang menolak.
"Tidak," seru mereka, "kami tak mau."
"Mengapa ?" seru Huru Hara.
"Jenderal2 kami itu tidak becus memimpin pasukan dan
hanya giat mengumpul kekayaan, berebut kekuasaan.
Jenderal Ko Kiat juga demikian sehingga dibunuh jenderal
Kho Ting Kok." "Apakah engkau hendak bekerja kepada jenderal Kho
Ting Kok ?" "Sama saja," kata mereka," kami tak mau."
"Lalu apakah kalian sudah tak mau jadi prajurit lagi ?"
"Perlu apa kalau punya pimpinan jenderal2 yang begitu
?" "Kalau ada seorang pimpinan yang setya, cakap dan
bijaksana, apakah kalian mau ?"
"Tentu," kata salah seorang yang rupanya menjadi
jurubicara dari kelompok kecil itu, "Sudah bertahan-tahun
kami menjadi prajurit, kalau harus bekerja lain kami merasa
kikuk dan tak mampu. Tctapi siapakah pimpinan itu ?"
"Mentri pertahanan Su Go Hwat tayjin."
"0. apakah Su tayjin langsung memimpin. pasukan ?"
"Ya, kini beliau berada di Yang- ciu untuk
mempertahankan daerah itu dari serbuan pasukan Ceng!"
Prajurit itu serempak menyatakan kesediaan mereka.
"Saudara Sim," kata Huru Hara kepada pemuda cakap
itu," engkau dan aku senasib, hidup tak menentu. Tetapi
kita sebagai pemuda, dituntut oleh kewajiban untuk
membela negara kita yang sedang teraucam musuh. 0leh
karena itu, apabila saudara tak keberatan, kuminta lupakan
segala derita hidup yang lampau, marilah kita
persembahkan hidup kita ini untuk membela negara dan
menyelamatkan rakyat !"
Pemuda itu tertegun dan memandang Huru Hara dengan
tajam. Ada sepercik sinar mengkilat dari matanya, penuh
mengandung arti. Pelahan-lahan dia mengangguk
menanggapi pernyataan Huru Hara.
"Bagus. saudara Sim," seru Huru Hara gembira,
"sekarang aku hendak minta bantuanmu. maukah engkau ?"
Pemuda itu kembali mengangguk.
"Bawalah regu prajurit kita itu kepada Su tayjin di Yangciu.
Aku masih melakukan suatu tugas yang penting.
Setelah selesai, aku juga akan menggabungkan diri dengan
Su tayjin . ..... " Sim Cui mengangguk. "Saudara2, kuminta kalian ikut pada Sim kongcu ini
yang akan membawa kalian ke Yang-ciu menghadap Su
tayjin," seru Huru Hara kepada kawanan prajurit.
Kawanan prajurit itu menyambut dengan gembira.
Mereka segera dibawa Sim Cui. Dikala berpisah Sim Cui
berkata dengan nada sendu kepada Huru Hara, "Kuharap
engkau baik-baik menjaga diri ..... "
Ketika Sim Cui dan kelompok prajurit itu sudah pergi.
Huru Hata masih tertegun merenung kata2 Sim Cui. Suara
itu begitu merdu seperti suara seorang gadis. Begitu mesra
seperti pesan seorang dara kepada kekasihnya yang hendak
pergi ke medan tugas. "Tetapi dia jelas seorang pemuda," pikirnya, aneh ,
?"" Beberapa saat kemudian ia cepat menghapus renungan
itu. Kini pikirannya tertuju lagi untuk melanjutkan
perjalanan mencari anak pasukan jenderal Ko Kiat yang
tercerai berai. "Kawanan kaki tangan Ceng mulai tersebar menyusup
kedalam wilayah kekuasaan pasukan Beng. Mereka tentu
akan mengacau dan menghasut, kemudian membujuk dan
memaksa pasukan2 Beng yang kalah supaya ikut mereka.
Ini berbahaya. Anak pasukan jenderal Ko Kiat itu cukup
banyak. Kalau sampai dapat diambil musuh, tentu lebih
parah lagi." Huru Hara lalu melanjutkan perjalanan. Tetapi diam2
diapun gelisah karena memikirkan tugasnya untuk
mengamat-amati gerakan jenderal Co Liang Giok yang
hendak bergerak ke kotaraja itu.
"Ah, sekali lagi setelah bertemu dengan kelompok
prajurit anakbuah jenderal Ko Kiat, aku segera menuju ke
Hankow." akhirnya ia menetapkan rencana.
Karena hari sudah malam dia menginap sebuah kuil tua
di atas bukit. Dan keesokan nya melanjutkan perjalanan
Di sepanjang jalan dia melihat keadaan rakyat seperti
beras ditampi. Mereka berhondong-bondong, berkawan
atau dengan membawa keluarga, sama mengungsi
kepedalaman. Huru Hara sempat bertanya dan mendapat keterangan,
"Wah, daerah2 dalam wilayah Ikciu sudah tak aman lagi.
Rakyat di daerah2 diganggu oleh kawanan prajurit yang
memeras dan merampok harta benda kita," kata salah
seorang dari penduduk yang tengah mengungsi itu.
"Prajurit Beng atau Ceng ?" Huru Hara menegas.
"Campur baur tak keruan tetapi kebanyakan malah
prajurit Beng. Mereka lebih buas dan ganas terhadap
rakyat." Huru Hara tertcgun. "Apakah jenderal Kho Ting Kok tak dapat melindungi
kalian ?" tanyanya pula.
"Ah, jenderal itu malah membunuh kawannya sendiriri
jenderal Ko Kiat dan kini dia bersahabat dengan orang2
Ceng .. . .." "Hai !" Huru Hara melonjak kaget, "benarkah
omonganmu itu ?" "Karena apabila di daerah muncul pasukan jenderal Kho
Ting Kok yang hendak mencari ransum dengan merampas
persediaan padi rakyat maka sering terdapat beberapa
prajurit _Ceng yang menyertainya."
Setelah rakyat itu melanjutkan perjalanan Huru Hara
masih termenung-menung, "Jika benar demikian, jelas
jenderal Kho Ting Kok itu sudah dapat dirangkul orang
Ceng. Mungkin pembunuhan jenderal Ko Kiat itu juga atas
rencana orang2 Ceng yang jelas banyak yang menyusup
kedalam wilayah kekuasaan pasukan Beng," pikirnya.
"Hm, apabila tugasku menyelidiki jenderal Co Liang
Giok sudah selesai, aku akan menyelidiki jenderal Kho


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ting Kok juga," akhirnya ia memutuskan.
Belum berapa jauh ia melanjutkan perjalanan, kembali ia
melihat disebelah depan tampak orang berkerumun. Dan
ternyata mereka adalah prajurit2. Buru2 ia menghampiri.
Ia terkejut ketika melihat seorang pemuda tengah
berhadapan dengan dua orang lelaki muda yang naik kuda.
Juga terdapat dua orang gadis. Di belakang mereka terdapat
sejumlah besar prajurit. Agar dapat mengetahui apa yang tengah terjadi, Huru
Hara menyelinap kedalam sebuah hutan kecil yang tak jauh
dari tempat itu. Dengan cepat dia dia dapat menangkap
pembicaraan mereka. "Ing-moay, jangan percaya kepadanya," seru seorang
pemuda yang naik kuda putih.
Huru Hara terkejut. Ia seperti pernah mendengar nada
suara itu. Beberapa saat kemudian, kedengaran suara seorang gadis
yang mukanya bertutup kain kerudung warna hitam,
berkata, "Bok-heng, apa alasanmu engkau tak setuju
menyerahkan pasukan Beng itu kepada engkoh Hong
Liang?" Huru Hara terkesiap. Tak salah lagi, suara gadis itu
adalah suara nona Su Tiau Ing, puteri dari mentri
pertahanan Su Go Hwat. "Aku hendak membawa sisa pasukan jenderal Ko Kiat
ini kepada paman di Yang-ciu," sahut pemuda yang ditanya
itu. Kini Huru Hara tak ragu2 lagi, pemuda itu adalah Bok
Kian, putera keponakan dari mentri Su Go Hwat. Dan
serentak diapun segera teringat bahwa yang dipanggil
engkoh Hong Liang pleb nona Su Tiau Ing itu adalah Sa
Hong Liang, juga putera keponakan dari mentri Su Go
Hwat. "Tetapi engkoh Hong Liang kan juga akan membawa
mereka kepada ayah?" tegur Su Tiau Ing, "mengapa tak
engkau berikan" Apakah engkau tak percaya kepada engkoh
Hong Liang?" "Bu . .. bukan bukan tak percaya adik Ing," kata Bok
Kian tergagap-gagap, "tetapi aku mendapat perintah dari
paman Su supaya mengumpulkan pasukan jenderal Ko Kiat
yang berantakan dan membawa mereka ke Yang-ciu."
Su Tian Ing merenung sejenak lalu berpaling kearah Su
Hong Liang, "Engkoh Liang, Bok-heng mendapat tugas
dari ayah," "0, tetapi biasanya siok-hu (paman) apabila memberi
tugas penting, tentu memberi leng-pay atau Surat
kepercayaan. Adakah Bok Kian mempunyai salah sebuah
bukti perintah dari siok-hu?" jawab Su Hong Liang yang
pintar bicara. Su Tiau Ing berpaling tetapi sebelum gadis cantik itu
membuka mulut, Bok Kian ,sudah mendahului. "Paman
sedang sibuk sekali mengatur persiapan untuk
mempertahankan Yang- ciu. Beliau hanya memberi
perintah secara lisan."
"Uh?".," desus Su Hong Liang.
"Tetapi sekahpun begitu perwira yang mengepalai
rombongan prajurit pasukan jenderal Ko Kiat sudah
mengenal diriku dan setuju atas permintaanku supaya
mereka menggabungkan diri pada paman di Yang- ciu,"
kata Bok Kian menyusuli keterangannya.
Su Tiau Ing berpaling dan memandang Hong Liang.
Rupanya dia dapat menerima keterangan Bok Kian.
"Bagus, Bok-te," tiba2 Su Hong Liang berganti nada.
"jika begitu harap engkau usahakan lagi untuk
mengumpulkan mereka. Bukankah masih banyak lain2
kelolompok kan masih banyak kelompok anakbuah jenderal
Ko yang tercerai berai ?"
Su Tiau Ing membenarkan, "Ya, benar Bok- heng ," tiba2
ia berpaling lagi kepada Su Hong Liang, "tetapi dari mana
dan hendak kemanakah engkoh Liang ini ?"
"Ai, Ing-moay, dalam keadaan negara sedang
menghadapi bahaya perang seperti saat ini, aku selalu lari
kesana kemari untuk melihat keadaan. Ada kalanya aku
menjadi penghubung antar jenderal2 kita, ada kalanya aku
bahkan diminta untuk membantu menyusun persiapan
pasukan dalam menghadapi serangan musuh. Aku habis
dari daerah Kangpak dan sekarang hendak memberi
laporan kepada siok-hu tentang situasi musuh."
"0, jika begitu engkoh Liang sekalian dapat membawa
anak pasukan ini kepada ayah, bukan?" seru Su Tiau Ing.
"Ya, begitulah Ing-moay," kata Su Hong Liang
tersenyum gembira. "Jika begitu Bok-heng," kembali Su Tiau Ing mengulang
kata2nya kepada Bok Kian," kurasa memang tepat kalau
engkau serahkan anakpasukan dari jenderal Ko Kiat itu
kepada engkoh Hong Liang dan engkau mencari lagi anak
pasukan jenderal Ko yang masih tercecer di lain tempat."
Bok Kian kerutkan alis, katanya sesaat kemudian,
"Dalam hal lain, memang aku dapat meluluskan tetapi soal
ini adalah soal keselamatan negara. Paman sedang berjuang
mati-matian untuk mempertahankan Yang-ciu. Kabarnya
paman telah minta bala bantuan ke kotatasja tetapi ditolak
oleh tay-haksu Ma Su Ing. Maka setiap bala bantuan,
walaupun hanya beberapa orang prajurit tetapi sangat
berharga sekali kepada paman. Dan paman menitahkan
supaya aku dapat membawa anak buah jenderal Ko itu ke
Yang-ciu, jangan sampai mereka tersesat menjadi
gerombolan pengacau, apalagi kalau sampai menyerah
kepada orang Ceng." "Kalau begitu engkau ...... " baru Su Tiau Ing berkata
sampai disitu, Su Hong Liang sudah cepat menanggapi,
"Benar, Ing-moay, jelas dia tak percaya kepadaku ! Gila
tidak itu " Masakan aku akan menyerahkan mereka kepada
musuh ?" Su Tiau Ing berpaling kearah Su Hong Liang dan
kesempatan itu dimanfaatkan Su Hong Liang untuk
membakar hati si nona, "Ing-moay, engkau adalah puteri
kesayangan siokhu. Bok-te seperti aku, adalah putera
keponakan siok-hu. Aku merasa telah mendapat budi
kebaikan yang besar dari siok-hu. Budi kebaikan itu saja
aku belum mampu membalas, masakan aku menghianati
siok-hu. Bagai mana Ing-moay, apakah tidak layak kalau
aku mendamprat Bok-te ?"
Su Tian Ing tidak lekas menyahut melainkan berpikir: Ia
tahu bahwa Bok Kian itu memang agak bodoh tetapi jujur
dan setya kepada tugas yang dikerjakan. Jika ayahnya
sudah memberi perintah begini, Bok Kian tentu akan matimatian
melaksanakan perintah itu. Dia keras kepala sekali
dalam mempertahankan apa yang telah menjadi tugasnya.
Namun permintaan Su Hong Liang itu juga beralasan.
Pemuda itu hendak menghadap ayahnya (Su Go Hwa). jika
sekalian membawa anak pasukan itu ke Yang-ciu, bukankah
membantu pekerjaan Bok Kian karena Bok Kian akan
dapat mencari sisa anak pasukan jenderal Ko Kiat yang
sudah tercerai berai itu "
Pikir2 akhirnya ia merasa bahwa sikap Bok Klan itu
memang keterlaluan. Masa dia tak percaya kepada Su Hong
Liang. "Bok- hang, apakah engkau tak percaya kepa da engkoh
Hong Liang?" akhirnya ia menegur.
"Jangan salah faham, adik Ing," kata Bok Kian. "dalam
hal ini bukan soal percaya atau tidak percaya, tetapi paman
Su telah memberi pesan wanti2 kepadaku, bahwa apabila
aku dapat mengumpulkan sisa anakpasukan jenderal Ko,
aku harus membawa sendiri ke Yang-ciu, jangan sampai
diserahkan kepada orang lain.
"Ah, masakan ayah pesan begitu ?"
"Demi Allah aku bersumpah bahwa paman Su memang
memberi perintah begitu."
"Ya, yang dimasudkan ayah itu kalau orang lain,
masakan kepada engkoh Hong Liang juga begitu " Aku tak
percaya kalau ayah akan marah kepadamu apabila engkau
serahkan rombongan prajurit itu kepada engkoh Hong
Liang." "Adik Ing, aku benar2 takut untuk melanggar pesan
paman." "Wah, wah," desuh Su Hong Liang," Bokte memang
keras kepala sekali. Jangankan aku, sekalipun Ing-moay
yang meminta dia tentu tak- kan percaya ... " sengaj a Hong
Liang memberi tekanan suara waktu mengatakan kata2
yang terakhir, untuk membakar hati Tiau Ing.
Kemudian dia melanjutkan, "Sudahlah, Ing moay,
mungkin menurut anggapan Bok-te, yang paling dipercaya
oleh siok-hu itu adalah dia sendiri. Ing-moay sebagai
puterinya dan aku sebagai keponakan, hanya dianggap sepi
saja. Mendengar kata2 itu merahlah muka Su Tiau Ing. Dia
merasa kata2 Su Hong Liang itu memang benar juga.
Seketika meluaplah penasaran, tiba2 Ah Liu dara pelayan
dari Su Tiau Ing sudah melengking, "Bok kong-cu,
berikanlah kepada Su siocia."
Bok Kian terkesiap tetapi pada lain saat dia melihat dara
itu memberi kicupan mata kepadanya. Entah bagaimana
biasanya otak Bok Kian yang beku, saat itu menjadi encer.
Ia tahu apa maksud dara bujang. Jelas dara itu hendak
mengisyaratkan agar Su Tiau Ing yang bertanggung jawab
atas pasukan itu. Kalau sampai Su Hong Liang mempunyai
maksud lain, tentulah Su Tian Ing yang bertanggung jawab,
bukan Bok Kian. Bok Kian sebenarnya tak mau mengalihkan tanggung
jawab itu kepada Su Tiau Ing. Tetapi ia merasa bahwa
seperti biasanya dalam setiap persoalan, Su Tiau Lag tentu
lebih berfihak kepada Su Hong Liang. Ia tahu diri dan
selalu mengalah. "Baiklah, Ing-moay, kalau engkau yang menerima
tanggung jawab itu. silakan," kata Bok Kian.
Tanpa mengucap terima kasih seolah-olah itu sudah
wajar, Su Tiau Ing berpalinh kearah Su Hong Liang dan
berseru. "Engkoh Hong Liang, mari kita menuju ke Yangciu."
Su Hong Liang terkejut tetapi cepat ia tenang kembali,
"0, apakah Ing-moay juga akan menemui siok-- hu ?"
"Sudah beberapa waktu aku tak bertemu ayah," kata Su
Tiau Ing, "sekarang dengan membawa prajurit2 itu dapatlah
aku membantu kerepotan ayah. Ah, dia sudah tua dan tentu
lelah sekali ..... "
"Ya, benar, Ing-moay," sambut Su Hong Liang, "siok-hu
memang terlalu cape. Dia bekerja tanpa mengenal waktu."
Demikian Su Tiau Ing dan Su Hong Liang bersama
kawannya, pria muda yang gagah, segera membawa
sejumlah anakbuah jendral Ko, menuju Yang-ciu.
Ditempat persembunyiannya, Huru Hara terkejut sekali
ketika mehhat siapa kawan dari. Su Hong Liang. Kalau tak
salah itulah jago orang she Yap yang pernah melamar pada
pekerjaan dari jenderal Ko Kiat ketika jenderal Ko Kiat
mencari orang yang sanggup mengawal barang antaran
kepada jenderal Ui Tek Kong dulu.
Seperti telah diketahui, Huru Hara diterima lebih dulu
oleh jenderal Ko Kiat. Dan pemuda she Yap itu datang
belakangan. Kemudian keduanya diadu dan ternyata Huru
Hara yang menang, Barang dari jenderal Ko Kiat yang diantar Huru Hara itu
di tengah jalan dihadang orang dan ternyata isinya hanya
tanah pasir. Kemudian jenderal Ko Kiat diam2 menyuruh
pemuda she Yap atau Yap Hou untuk mengejar orang yang
telah merampas Giok-say atau Singa-kumala. Dalam
mustika Singa-kumala itu tersimpan sebuah peta mini yang
simpanan harta karun milik baginda Cu Goan Ciang,
pendiri kerajaan Beng. "Ya, benar, dia bernama Yap Hou. Akan kutanya
dimana dia menyembunyikan mustika Giok-say itu," pikir
Huru Hara. Tetap, pada saat dia hendak muncul
menghadang, tiba2. dia teringat bahwa kalau dia bertindak
begitu tentulah akan mengganggu bala bantuan yang
dibawa Su Tiau Ing ke Yang-ciu. Pada hal Su Go Hwat
benar2 memerlukan tenaga bantuan.
"Ah, lebih baik kupertangguhkan saja. Lain kali toh
masih ada kesempatan lagi," akhirnya ia urungkan tuatnya.
Setelah rombongan Su Tiau Ing berjalan jauh barulah
Huru Hara menghampiri Bok Kian yang ternyata masih
duduk termenung-menung di atas segunduk batu.
"Bok-heng, apa kabar?" tegurnya.
Bok Klan melonjak kaget. Demi melihat siapa yang
muncul, dia tertawa gembira, "Ah, engkau Loan-heng."
"Aku sedang menjalankan perintah dari paman ..... "
"Ya, kutahu," tukas Huru Hara, "kerena aku
mendengarkan semua pembicaraanmu tadi."
"Loan-heng, bagaimana pendapatmu, salah-kah kalau
aku menyerahkan anakbuah jenderal Ko tadi kepada adik
Ing ?" tanya Bok Kian.
Ada suatu sifat baik dari Bok Kian. Karena dia merasa
otaknya tak cerdas, setiap kali berbuat dia tentu meminta
pendapat orang yang dianggapnya lebih mengerti. Ini
memang baik. Karena ada juga bahkan banyak orang bodoh
yang merasa pintar dan benar. Dengan begitu dia tetap akan
bodoh dan tak pernah benar.
"Kulihat nona Su itu lebih menaruh perhatian kepada Su
Hong Liang .." "Sayang," kata Huru Hara pula. Bok Kian menghela
napas. "Mengapa sayang ?" Bok Kian heran.
"Mata itu tak dapat dipercaya. Tidak semua yang kuning
itu tentu emas." "Sudah tentu "tidak, Loan-heng. Bungapun ada yang
kuning, juga burung ada yang kuning bulunya. Tetapi
mengapa Loan-heng berkata begitu ?" tanya Bok Kian yang
tak mengerti apa yang dimaksud Huru Hara.
Huru Hara terkesiap tetapi kemudian tertawa, "Mata itu
sering merlyesatkan. Tetapi apa boleh buat, engkau harus
berlapang dada menerima segala sesuatu."
"Eh, apa maksudmu, Loan-heng," Bok Kian makin


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bingung, "mengapa aku harus berlapang dada " Apa yang
akan kuterima ?" Huru Hara sendiri juga blocon tetapi ada kalanya kalau
berhadapan dengan orang pekok, dia terus menjadi pintar.
Misalnya dengan Ak Liong, Huru Hara merasa tiba2 saja
menjadi terang pikirannya. Demikian pula waktu
berhadapan dengan Bok Kian. Dia merasa lebih pintar:
"Aku seorang anak laki dan engkaupun juga." kata Huru
Hara, "engkau harus jujur dan jangan merahasiakan apa2
kepadaku. Kulihat diantara kalian bertiga, engkau, Susiocia
dan Su Hong Liang seperti terjalin suatu cinta segitiga."
Bok Kian merah mukanya dan melongo.
"Engkau dan Su Hong Liang sama2 menaruh perhatian
kepada Su siocia. Engkau seorang jujur tetapi pemalu dan
tak dapat bicara. Lain halnya dengan Su Hong Liang yang
cakap, pandai merayu. Sayang Su siocia lebih tertarik
kepada Su Hong Liang daripada kepadamu. Pada hal
kulihat Su Hong Liang itu cerdik dan licik. Terus terang,
aku mencurigai gerak geriknya ...."
"Loan-hang, mengapa engkau berkata begitu ?"
"Engkau tahu siapa orangmuda gagah yang bersama Su
Hong Liang itu ?" Bok Kian gelengkan kepala dan mengatakan tak kenal.
"Kalau tak salah dia seorang jago yang berilmu tinggi
dan pernah bekerja pada jenderal Ko Kiat. Jenderal Ko Kiat
itu seorang jenderal korup dan punya simpanan harta
karun. Orang tadi bernama Yap Hou dan disuruh jenderal
untuk mengejar Giok-say yang dirampas orang."
"Apa Giok-say itu ?"
"Giok-say itu sebuah barang antik yang berbentuk seperti
singa dan terbuat daripada batu kumala. Didalam Giok-say
itu tersimpan peta tempat persembunyian harta karun milik
Cu Goan Ciang, pendiri kerajaan Beng yang sekarang ini."
"0," desus Bok Kian.
"Sekarang jenderal Ko sudah mati, aku curiga kalau
Giok-say itu dilalap Yap Hou. Dan kalau dia berkawan
dengan Su Hong Liang, akupun kuatir kalau kedua orang
itu bekerja sama untuk membunuh jenderal Ko Kiat ..... "
"Ah, aku bingung, Loan-heng." seru Bok Kian
mendengar uraian Huru Hara yang dianggapnya terlalu
pelik itu. "Ya, baiklah, asal engkau jangan mengatakan hal ini
kepada siapapun juga. Kelak aku dapat membereskan si
Yap Hou itu." Lalu Huru Hara bertanya kepada Bok Kian "Bagaimana
tindakanmu sekarang ini?"
"Eh, Loan-heng belum menjawab pertanyaanku tadi..
Apakah tindakanku menyerahkan anak buah jenderal Ko
kepada adik Ing itu salah?"
"Tidak, engkau tak salah. Aku tahu bagaimana
kedudukan dirimu dan bagaimana perasaan hatimu kepada
Su siocia. Sayang Su siocia belum menyadari siapa dirimu
yang sesungguhnya. Dia menganggap Su Hong Liang lebih
baik tetapi dia nanti tentu akan kecele dan kecewa dengan
pilihannya." "Ah, tidak Loan-heng," kata Bok Kian, "aku akan ikut
gambira apabila adik Ing bahagia."
"Bagus, Bok-heng." seru Huru Hara, "lalu engkau sendiri
bagaimana nanti ?" "Apanya ?" "Bukankah engkau akan menderita apabila harapan
hatimu tak tercapai ?"
"Saat ini negara sedang terancam bahaya. Perlu apa
harus memikirkan soal begitu " Serahkan saja soal begitu
kepada Tuhan Yang penting saat ini aku harus berjuang
untuk membaktikan diri kepada negara."
"Engkau benar2 seorang pemuda hebat, Bok heng," Huru
Hara memuji, "aku juga satu pendirian dengan engkau.
Nah, sekarang engkau hendak kemana saja ?"
"Akan melanjutkan mengumpulkan sisal anak buah
jenderal Ko kiat." "Baiklah," kata Huru Hara, "akupun hendak melanjutkan
perjalanan ke Hankow, kelak kita berjumpa di Yang-ciu."
Keduanya segera berpisah. Huru Hara ke selatan lagi. Ia
mendapat kesan bahwa suasana makin hangat. Rupanya
setelah setahun menduduki kotaraja Pak- khia, sekarang
pasukan Ceng hendak melanjutkan serangannya ke Lamkia.
Sebenarnya dia ingin menyelidiki jenderal Kho Ting Kok
yang telah membunuh jenderal Ko Kiat itu. Dia ingin
mengetahui apakah benar jenderal Kho Ting Kok itu sudah
dipengaruhi musuh. Tetapi terpaksa dia urungkan niatnya
karena di ingin lekas mendapat keterangan tentang pasukan
jenderal Co Liang Giok, kemudian buru2 dia akan kembali
ke Yang- ciu untuk membantu mental pertahanan Su Go
Hwat. Singkatnya, dia telah tiba di wilayah kekuasaan jenderal
Co Liang Giok dan mulai melakukan penyelidikian.
Sebenarnya jenderal Co Liang Giok itu seorang jenderal
yang gagah perkasa dan banyak berjasa kepada negara,
Tetapi karena melihat tingkah laku tay haksu Ma Su Ing
dan Wan Tay Thiat melakukan praktek2 jahat antara lain
menguasai pemerintahan, membius Hok Ong dengan
wanita dan arak, memperdagangkan kenaikan pangkat,
melakukan korupsi besar- besaran, jenderal Co tak dapat
menahan kemarahannya lagi. Dia segera menghimpun
pasukan dan bergerak menuju ke kotaraja untuk
mengadakan pembersihan pada mentri2 yang korup itu.
Ketika malam itu Huru Hara sedang berusaha untuk
menyelidiki ke markas jenderal Co, ia terkejut ketika
melihat dua sosok bayangan hitam berlari-lari menuju ke
gedung markas sang jenderal. Menilik gerak gerik kedua
orang itu, tahulah Huru Hara kalau kedua orang itu
memiliki kepandaian silat yang tinggi.
"Mengapa pada malam begini ada dua orang yang
hendak masuk ke markas jenderal Co?" pikirnya. Seketika
ia mendapat firasat bahwa kedua orang itu tentu tak
bermaksud baik. "Ah, tetapi mungkin juga orang kepercayaan jenderal Co
yang hendak memberi laporan," pada lain saat Huru Hara
membantah sendiri. Tiba2 timbul pikirannya untuk menyelundup kedalam
markas. Ia ingin mendengar laporan yang dibawa kedua
orang itu sehingga dapat mengetahui apa rencana jenderal
Co. Dan apabila kedua orang itu orang jahat, dapat-lah
membantu jenderal Co. Tetapi untuk masuk kedalam markas jenderal Co,
bukanlah suatu hal yang mudah. Apalagi jenderal itu sudah
mempersiapkan diri untuk 'menghukum` dan melakukan
pembersihan dalam tubuh pemerintahan di kotaraja, jelas
dia tentu mengadakan penjagaan keamanan yang kuat dan
ketat. "Ah, ternyata kedua orang itu tentu orang dalam," kata
Huru Hara dalam hati ketika melihat kedua orang itu
langsung masuk melalui pintu gerbang markas.
Huru Hara terpaksa mengitari tembok dan ketika ada
sebatang pohon go-tong yang tumbuh di luar tembok, dia
memanjat dan dari atas pohon itu dia loncat ke atas tembok
lalu melayang turun kedalam halaman gedung.
Dengan hati2 ia menghampiri kedalam gedung. Saat itu
belum malam betul, lebih kurang antara pukul 10 malam.
Walaupun markas sudah sepi tetapi disana sini masih
terdapat patroli dan prajurit2 yang berjaga.
Huru Hara berhasil menyelinap kedalam tanpa diketahui
penjaga. Dia tak tahu dimana letak kantor jenderal Co.
Tiba2 ia mendengar langkah kaki orang. Ternyata seorang
prajurit. Cepat la ber sembunyi di sudut yang gelap.
Ternyata prajurit itu membawa penampan berisi
minuman. Ah, dia. tentu menuju ke ruang jenderal Co,
pikir Huru Hara. Dugaannya memang tepat. Ketika ia secara diam2
mengikuti prajurit itu, prajurit itu menuju ke sebuah ruang
yang terletak di tengah markas.
Huru Hara bersembunyi diluar ruang itu. Tak berapa
lama prajurit tadipun keluar. Saat itu Huru Hara baru
berani mendekati ruang itu dan mendengarkan apa yang
terjadi dalam ruangan. "Nah, sekarang kalian boleh melaporkan hasil pekerjaan
kalian," seru sebuah suara yang berwibawa. Huru Hara
menduga itulah suara jenderal Co Liang Giok. Ternyata
kedua orang tadi adalah orang kepercayaan jenderal itu.
"Co ciangkun," kata sebuah suara lain yang dtduga Huru
Hara adalah salah satu dari kedua orang tadi, "hamba telah
melakukan penyelidikan yang cukup luas, dari lapisan atas
yaitu para mentri sampai para perwira dan lapisan bawah
dari pegawai rendah sampai rakyat biasa, semua
mengatakan bahwa tindakan tay-haksu Ma Su Ing dan
mentri Wan Tay Thiat selama ini, tidak merugikan rakyat .
. . . " "Apa?" teriak yang disebut Co ciangkun yang bukan lain
memang jenderal Co Liang Giok sendiri, "mengapa
laporanmu itu tidak sesuai dengan kenyataan?"
"Ciangkun," kata salah seorang lain dari kedua orang
tadi, "apa yang dikatakan rekan hamba Mo kausu memang
benar." "Hai, Go kausu," seru jenderal Co Liang Giok, "engkau
juga mengatakan begitu?"
"Habis kalau memang hasil penyelidikan hamba berdua
begitu, apakah yang hamba laporkan kehadapan ciangkun?"
sahut orang yang dipanggil Go kausu itu.
Kausu artinya guru silat. Go kausu dan Mo kausu adalah
guru silat yang berilmu tinggi yang dipekerjakan jenderal
Co Liang Giok untuk melatih anak prajurit.
Go kausu lengkapnya bernama Go Hiong, seorang jago
perguruan Tiam-jong-pay yang membuka rumah perguruan
di kota Hankow. Muridnya banyak dan namanya
termasyhur. Dia bargelar Giam-lo-sat-to atau Golokpembunuh
dari raja Giam lo ( raja Akhirat ).
Sedang Mo kausu lengkapnya bernama Mo Thian Ing,
seorang pemimpin perusahaan pengantar barang Pingtitian-
piau-kook yang termasyhur di Ou-lam. Mo Thian Ing
itu bergelar Kiu-ciat. sin- pian atau Ruyung-sakti-sembilanruas.
Disegani oleh orang persilatan golongan putih
maupun hitam. Jenderal Cu Liang-Giok memberi tugas kepada kedua
kausu itu untuk menyelidiki keadaan kotaraja, terutama
tentang ulah tingkah tay-haksu Ma Su Ing. Jenderal itu
sudah mendengar berita2 tentang praktek2 kotor dari tayhaksu
Ma Su Ing dengan .orangnya yakni Wan Tay Thiat.
Tetapi alangkah kejut jenderal Co mendengar laporan
kedua kausu kepercayaannya itu.
Kisah Membunuh Naga 25 Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Kuda Besi 7
^