Pencarian

Makam Bunga Mawar 11

Makam Bunga Mawar Karya Opa Bagian 11


Siang-swat-tong di gunung Kie-lian-san!" Menjawab Hee Thian
Siang sambil menghela nafas. Hok Siu Im yang mendengar
keterangan itu semakin bingung. Ia bertanya pula sambil
mengerutkan alisnya: "Apa yang kau namakan patung
membeku?" Oe-tie Khao berkata kepada hee Thian Siang sambil
tertawa: "Bagaimanapun juga kita toh sudah tahu bahwa partai
Tian-cong dan Kie-lian sedang bersepakat merencanakan
suatu tindakan yang akan membawa bencana bagi rimba
persilatan, urusan ini kita harus buka di hadapan umum
sebanyak mungkin, maka sebaiknya kita pergi menjumpai
Hian-hian Sian-lo, ketua Ngo-bi-pay."
"Sebab musabab urusan ini terlalu panjang ceritanya,
apakah nona Hok kiranya tidak keberatan jikalau mengajak
Hee Thian Siang bersama aku siorang tua pergi kekuil Khun-
leng-to-hie untuk menjumpai Hian-hian Sian-lo, setelah itu kita
nanti akan memberikan penjelasannya?"
Hok Siu Im berpikir dulu, lama baru menjawab
menganggukkan kepala: "Baik juga aku bawa kalian untuk
menjumpai suciku!" Setelah itu ia mengajak Oe-tie Khao dan Hee Thian Siang
meninggalkan puncak Ngo-bie dan berjalan menuju ke kuil
Khun-leng-to-hie. Tiba dikuil Khun-leng-to-ie, bertemu dengan Hian-bian
Sian-lo ketua Ngo-bi-pay, oleh Oe-tie Khao lalu diceritakan
semua apa yang dilihat dan didengar dalam perjalanannya
setelah pulang dari pertemuan dari puncak Thian-tu-hong.
Hian-bian Sian-lo yang mendengarkan penuturan itu, tak
henti-hentinya menggelengkan kepala, sedangkan Hok Siu Im
yang berdiri disampingnya, tampak sangat tertarik oleh berita
yang penuh bahaya yang menegangkan itu.
Partai Kun-lun dan partai Ngo-bie memang mempunyai
hubungan sangat baik, Hian-bian Sian-lo yang mendengar
cerita bahwa anak murid golongan Kun-lun ada yang
berkhianat, apalagi setelah mendengar bahwa Siauw Tek dari
Kun-lun, juga mengalami nasib menyedihkan telah berubah
menjadi patung beku, maka ia lalu berkata sambil menghela
nafas: "Urusan ini kita hanya bisa menunggu kedatangan nona
Tiong-sun yang pergi ke Kun-lun-pay untuk mencari
keterangan, barulah kita dapat memastikan benar atau palsu.
Apabila apa yang disaksikan oleh Hee laote itu benar, maka
kita seharusnya berserikat
dengan berbagai partai, secepatnya untuk bertindak supaya jangan sampai terjadi
bahaya besar dalam rimba persilatan!"
Ia berdiam sejenak, kemudian menunjuk sebuah batu
tempat duduk, lalu berkata pula kepada Oe-tie Khao dan Hee
Thian Siang: "Hong-thian Ong Khek May Ceng Ong yang Hee
laote lihat di goa Siang-swat-tong, tentang ini sesungguhnya
membuat kita susah percaya! Coba Hee laote lihat batu
tempat duduk yang dahulu diduduki oleh May Ceng Ong
sewaktu bertanding ilmu Hian-kang, betapa tinggi
kepandaiannya itu?" Oe-tie Khao dan Hee Thian Siang mengikuti telunjuk Hian-
ceng Siang-lo tampak oleh mereka batu tempat duduk itu,
diatasnya dialas oleh dua buah kasur tempat duduk, yang satu
telah menjadi rata masuk ke dalam batu, sedang yang satu
lagi masih tinggal tiga-perempat bagian, tidak bisa masuk
seluruhnya. Sewaktu Hee Thian Siang digunung tay-piat-san
sudah pernah mendengar dari mulut Hok Siu Im, bahwa Hong-
thian Ong Khek May Ceng Ong dengan seorang diri pergi
menyerbu Khun-leng-to-ie, di atas tempat duduk itu yang
dialasi oleh kasur telah mengadakan pertandingan ilmu
kiankang. Dalam pertandingan itu Hian-bian Sian-lo hanya
kalah sedikit saja, tetapi sekarang setelah menyaksikan batu
tempat duduk itu ia semakin merasa bahwa kepandaian ilmu
orang tingkatan tua itu sesungguhya sudah mencapai ketaraf
yang tiada taranya. Sementara itu Oe-tie Khao sehabis mendengar cerita Hian-
bian Siang-lo lantas berkata sambil menghela nafas panjang.
"Ucapan sian-lo ini meskipun benar, tapi peribahasa ada
kata: Serangan terang-terangan mudah dielakkan, tetapi
serangan menggelap susah diduga. Pendekar gelandangan
May Ceng Ong itu meskipun sudah memiliki kepandaian ilmu
silat yang tiada taranya, tetapi di bawah keadaan lengah, juga
belum tentu kalau tidak bisa tergelincir di bawah serangan
manusia buas dari golongan Kie-lian. Urusan ini kita harus
masih menunggu kedatangan nona Tiong-sun, barulah kita
mempelajari lagi untuk mendapatkan jawabannya. Tetapi,
apakah Siao-lo kiranya dapat menduga siapakah orang tua
berbaju kuning itu yang berdiri di belakang layar dan
menunjang gerakan Kie-lian dan Tiam-cong"
Hian-bian Sian-lo tampak berpikir, lama baru berkata
sambil menggelengkan kepala: "Dunia ini lebar, entah berapa
banyak orang gaib berilmu tinggi yang tersembunyi" Sekarang
kita tak perlu menebak serampangan, harap supaya Oe-tie
tayhiap dan Hee Thian Siang laote berdiam dulu beberapa
hari disini untuk menantikan kedatangan nona Tiong-sun Hui
Kheng, kita ingin tahu yang pergi jauh kegunung Kun-lun-san
apakah mendapatkan berita yang pasti, nanti kita bicarakan
lagi!" Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu lantas
teringat ucapan Tiong-sun Hui Kheng ketika berpisah
dengannya. Oleh karena kudanya bisa lari pesat, mungkin
akan tiba lebih dulu di gunung Ngo-bi daripada mereka. Tetapi
mengapa hingga hari belum tiba, hingga diam-diam ia merasa
khawatir. Ia mengkhawatirkan gadis itu yang waktu itu sedang
melakukan balapan kuda dengan Khie Tay Cao kalau-kalau
tertangkap oleh orang jahat itu sehingga terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan. Ketika ia mengingat sampai di situ alisnya lalu dikerutkan,
tapi kalau ia ingat pula bahwa disamping Cong-sun Hui Kheng
yang memiliki kepandaian tinggi, juga ada Siaopek kera putih
dan Taywong si binatang aneh yang turut melindungi dirinya,
sekalipun dapat dikejar oleh Khie Tay Cao, barangkali juga
tidak sampai mengalami kesulitan besar.
Tak lama kemudian, malampun tiba. Seluruh gunung Ngo-
bie diliputi oleh kegelapan. Hok Sui Im kemudian berkata
kepada Hee Thian Siang dengan suara dingin: "Biarlah Oe-tie
locianpwe mengawani suhu minum arak sambil mengobrol.
Dan marilah kita jalan-jalan lagi ke atas puncak gunung Ngo-
bie." Hee Thian Siang mengikuti ia keluar dari Khun-leng-to-ie,
disepanjang jalan yang menuju kepuncak gunung Ngo-bi, ia
bertanya kepada Hok Siu Im sambil tertawa: "Mengapa kita
harus pergi lagi kepuncak Ngo-bi" Apakah kau masih ingin
menjatuhkan ku supaya takluk benar-benar kepadamu?"
Wajah Hok Siu Im menjadi merah, ia mendelikkan matanya
kepada Hee Thian Siang, katanya: "Kau sekarang sudah
menjadi tamu Khun-leng-to-ie,
bagaimana aku harus mengajak berkelahi lagi denganmu" Aku hanya membawa
kau ke puncak itu untuk melihat-lihat sinarnya Budha, lentera
sakti dan malam terang bulan di atas Ngo-bi."
Hee Thian Siang memang sudah lama ingin menyaksikan
pemandangan di puncak Ngo-bi diwaktu malam, maka ketika
mendengar ucapan itu merasa sangat girang dan
mengucapkan terima-kasihnya.
Hok Siu Im berkata pula sambil tertawa: "Kau tak perlu
berterima-kasih kepadaku, aku hanya ingin kau mengajakku
pergi ke gunung Khie-lian sekali lagi, aku ingin sekali melihat
patung beku di goa Siang-swat-tong dan orang tua berbaju
kuning penunjang orang-orang golongan Kie-lian-pay.
Sesungguhnya orang macam apa ?"
Hee Thian siang menganggukkan kepala sambil
tersenyum, sementara matanya memandang sikap dan tubuh
Hok Siu Im yang indah, lalu teringat pula pada gadis berbaju
hitam yang dilihatnya di gunung Kiu-gie-san, dan yang selama
itu masih merupakan suatu teka-teki yang belum terpecahkan,
dengan memberanikan hati ia bertanya: "Nona Hok, apakah
kau pernah. . berkunjung ke gunung Kiu-gie-san di daerah
Ouw-lam dengan seekor kuda warna hijau, dan seorang diri
kau membinasakan empat setan dari gunung Kie-lian?"
"Aku belum pernah berkunjung ke gunung Kiu-gie-san,
bagaimana kau bisa menanyakan soal itu ?" Menjawab Hok
Siu Im sambil menggelengkan kepala.
Hee Thian siang kembali terbenam dalam alam pikirannya
sendiri, ia memikirkan keterangan yang diberikan oleh
pendekar pemabokan Bo Bu ju tentang tiga gadis, ialah:
Tiong-sun Hui-kheng, Liok Giok Jie dan Hok Siu Im.
Tiga gadis itu bukan saja sudah pernah dilihatnya semua,
bahkan ditanyakan satu persatu tentang peristiwa di gunung
Kiu-gie-san, tetapi mereka semua menyangkal, apakah masih
ada orang lain lagi yang merupakan gadis bermantel hitam
yang ia minta restu kepada makam bunga mawar "
Hok Siu Im yang menyaksikan sikap Hee Thian siang agak
aneh, lalu bertanya: "Kau sedang memikirkan apa?"
Wajah Hee Thian siang menjadi merah, untuk menutupi
keadaannya sendiri, ia lalu menjawab sekenanya: "Aku
sedang membayangkan apa yang tadi kau katakan tentang
sinar Budha, lentera sakti dan pemandangan di atas gunung
Ngo-bi diwaktu malam !"
Hok Siu Im menatap wajahnya sejenak, lantas
menundukkan kepala dan tersenyum, sikapnya sangat
menarik, dengan sikapnya yang lemah gemulai telah
menggantikan sikap gagah, galak dan sombong ketika pagi
hari selagi hendak melangsungkan pertandingan tadi.
Jantung Hee Thian siang berdebaran, kemudian ia menjadi
terkejut, dalam hatinya berpikir; Tidak perduli siapakah gadis
bermantel hitam yang dilihatnya di gunung Kiu-gie-san, tetapi
ia sendiri sudah tertambat hatinya oleh Tiong-sun Hui Kheng,
Hok Siu Im meskipun menunjukkan tanda-tanda kalau juga
cinta kepadanya, akan tetapi untuk kepentingan Tiong-sun Hui
Kheng ia terpaksa tak berani menerima cinta Hok Siu Im.
Dua muda mudi itu, telah memiliki kepandaian ilmu
meringankan tubuh yang sangat bagus, maka tiada beberapa
lama kemudian sudah tiba ditempat yang dituju.
Hok Siu Im agaknya sangat gembira, seolah-olah sudah
melupakan dirinya sendiri, tangannya menarik tangan Hee
Thian siang, tangan yang satu menunjuk ke atas, katanya
sambil tertawa: "Sekarang sinar rembulan sedang tertutup
oleh awan, tunggu sebentar, jikalau rembulan itu sudah
muncul dari balik awan, kita akan menikmati pemandangan
puncak Ngo-bi diwaktu malam."
Hee Thian siang yang ditarik tangannya, dengan sendirinya
merasa likat. Hok Siu Im mendadak menyadari kelakuannya
yang agak bebas maka buru-buru melepaskan tangannya,
dengan wajah kemerah-merahan menatap Hee Thian Siang,
katanya sambil tertawa: "Hari ini aku terlalu gembira sekali
sehingga hampir lupa daratan, kau jangan tertawakan diriku !"
Hee Thian siang yang memang seorang pemuda romantis,
melihat sikap dan kelakuan gadis itu yang sangat menarik,
maka juga tidak merasa enak untuk menolak uluran
tangannya, ia masih berdiri berdampingan dengan Hok Siu Im,
katanya sambil tersenyum : "Hari ini mengapa kau demikian
gembira?" Mata Hok Siu Im mendadak menjadi merah, ia
menundukkan kepala, seolah-olah dengan menangis.
Hee Thian siang yang menyaksikan keadaan demikian,
dalam hatinya merasa terheran-heran tanyanya: "Kau tadi
masih mengatakan masih gembira, mengapa sekarang
dengan mendadak menjadi?".
Hok siu Im tampaknya semakin pilu, dari kelopak matanya
menetes keluar sebutir air mata, katanya dengan suara sedih:
"Aku adalah anak buangan, sejak masih bayi aku sudah
dipungut oleh suhu dan dibesarkan hingga sekarang ini,
selama delapan belas tahun, kecuali satu dua kali melakukan
perjalanan di dunia kangouw, banyak waktu ku kulewatkan di
atas puncak ini dengan seorang diri, maka tempat yang oleh
banyak orang dianggap ke bagai tempat yang indah ini, aku
merasa sudah bosan. . "
Berkata sampai di situ, ia tak dapat mengendalikan
perasaannya lagi, hingga air matanya mengalir deras.
Hee Thian siang oleh karena tidak berdaya untuk
menghibur, terpaksa mendengarkan dengan tenang, kata-
katanya selanjutnya: "Bukan saja aku tak mengetahui siapa
ayah dan ibuku, tetapi juga tak seorangpun yang dapat
kuminta untuk memberi nasehat, juga tak menemukan. . "
"Bukankah kau masih ada suheng dan suci ?"
"Aku tak mempunyai suheng, hanya suci. Toa suci dan
Jisuci merupakan imam yang sudah lanjut usianya. Sam suci
Song Sin Cie juga seorang yang sudah bersuami, dengan
sendirinya tidak bisa terlalu sayang terhadap diriku!"
"Ketika kau melakukan perjalanan di dunia Kang-ouw,
apakah juga belum pernah menemukan sahabat yang cocok
dengan hatimu ?" Hok siu im angkat muka dengan mata berkaca-kaca
menatap wajah Hee Thian siang, kemudian unjukkan
masamnya, lalu berkata: "Orang-orang dari kalangan Kang-
ouw, kebanyakan merupakan orang-orang dari golongan
biasa, bagaimana aku bisa bersahabat akrab dengan mereka"
Berkata sampai di situ dengan tiba-tiba ia menyadari bahwa
ucapan itu ada mengandung ke tujuan. Maka sepasang
pipinya seketika menjadi merah, tetapi matanya tetap
memandang Hee Thian siang, katanya kemudian: "Tadi pagi,
setelah kita mengadakan pertandingan ditempat ini, ternyata
kita dapat melepaskan pendirian masing-masing dan menjadi
sahabat, maka aku merasa sangat gembira, akan tetapi aku
tak tahu, apakah kau sudi mempunyai sahabat seperti aku?"
Manusia tetap manusia yang terdiri dari darah. Bagaimana
bisa melupakan budi " Bagaimana aku sanggup menolak
uluran tangan seorang gadis manis seperti Hok Siu Im itu ?"
Hati Hee Thian siang meskipun dapat merasakan bahwa
kata-kata gadis itu mengandung cinta kasih besar terhadap
dirinya, tetapi ia toh tidak mempunyai keberanian untuk
menolak cintanya itu, maka terpaksa menjawab sambil
tersenyum: "Bersahabat dengan kau yang bukan saja memiliki
kepandaian ilmu silat yang sangat tinggi, tetapi juga memiliki
kecantikan dan kepribadian yang jarang ada didalam dunia,


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah tentu aku merasa sangat gembira bersahabat
denganmu, bagaimana aku tidak akan sudi ?"
Hok Siu Im yang tadi menatap wajah Hee Thian siang
seolah-olah hendak menjajagi hati pemuda itu, maka selama
itu wajahnya masih tampak murung, tetapi setelah
mendengarkan demikian, sikapnya yang murung itu lantas
lenyap diganti dengan senyuman yang menawan hati,
terutama sepasang lesung pipit di kedua pipinya, ditambah
lagi dengan sikapnya yang lemah-gemulai dan agak kemalu-
maluan dari seorang gadis, sesungguhnya sangat
menggiurkan. Pada saat itu, dengan tiba-tiba angin gunung meniup,
hingga dua orang itu bukan saja merasakan dingin badannya,
tetapi cuaca agak gelap. Kiranya waktu itu awan hitam telah menutupi sinar bulan,
agaknya tak lama lagi akan turun hujan.
Hok Siu Im baru merasa cemas, katanya: "Tuhan
sesungguhnya sangat jahil, malam yang begini indah
mendadak akan turun hujan, dengan demikian maka malam
terang bulan di atas gunung Ngo-bi, bukanlah kita tak akan
bisa menyaksikan lagi ?"
Hee Thian siang yang melihat malam sudah mulai larut, lalu
berkata: "Malam sudah begini larut, mengapa enci Tiong sun
masih belum bisa tiba kembali " Kuda Ceng hong kienya itu
bukanlah kuda jempolan yang bisa menempuh jalan seribu pal
setiap harinya" Tidak mungkin membuang waktu cuma-cuma,
apakah terjadi apa-apa dijalan ?"
Oleh karena hati Hee Thian siang yang memang sudah
tertambat oleh gadis itu, maka dalam kata-kata maupun
sikapnya dengan sendirinya tertampak adanya perhatian
besar terhadap gadis itu, meskipun tanpa disadari, kalau ia
mengingat diri Tiong sun Hui kheng, matanya lalu terbayang
kepada gadis cantik manis yang menggoda hatinya!
Hok Siu Im yang mendengar ucapan itu tampak terperanjat,
tetapi kemudian lantas berkata sambil tertawa: "Mengapa kau
gelisah di sini " Mungkin enci Tiong sun mu itu sudah berada
didalam kuil thun leng to ie, marilah kita kembali untuk melihat
sendiri !" Hee Thian siang yang masih memikirkan diri Tiong sun Hui
kheng, sedikitpun tidak dapat memahami ucapan yang
terkandung dalam ucapan Hok Siu im, maka ia lalu
menganggukkan kepala dan menjawab: "Baik juga kita pulang
untuk menyaksikan sendiri, kawanan iblis dari gunung Kie lian
san, sesungguhnya terlalu buas, apabila ada apa-apa dengan
enci Tiong sun. . " Berkata sampai di situ dengan tiba-tiba berhenti,
memandang Hok Siu Im yang demikian sedih dan
mengucurkan air mata, lalu bertanya dengan pelan: "Mengapa
dengan tiba-tiba kau menjadi sedih ?"
Hok siu im sendiri juga tak mengerti, ia hanya pernah
mendengar Hee Thian siang menyebut Tiong sun Hui kheng
Enci tiong sun, tak disadari olehnya airmatanya mengucur
semakin deras, setelah ditegor demikian oleh Hee Thian
siang, dengan sendirinya merasa malu, dan pipinya menjadi
merah kembali, jawabnya sambil menundukkan kepala: "Aku,
oleh karena menganggap enci Tiong sun-mu itu mempunyai
seorang adik yang begitu baik dan demikian besar
perhatiannya terhadapnya maka teringat diriku yang sebagai
seorang sebatang kara, hingga kalau melakukan perjalanan di
dunia Kang ouw selalu tiada kawan baik yang dapat ku ajak
berdamai atau beromong-omong.
Hee thian siang kini baru mengerti bahwa ucapannya tadi
sudah menunjukkan perhatiannya terhadap Tiong sun hui
kheng, sehingga menimbulkan kedukaan hati Hok Siu im,
maka sesaat itu pipinya juga menjadi merah katanya dengan
suara yang agak gelagapan: "aku hanya memanggil ia enci,
tidak mempunyai. . ."
Kalau kau sudah pandang ia sebagai encimu, bolehkah kau
anggap aku sebagai adikmu?"" bertanya Hok Siu Im dengan
suara sedih. Menghadapi seorang gadis cantik yang menyatakan cinta
kasihnya secara blak blakan demikian, Hee Thian siang
merasa sedih sedikit bingung. dalam keadaan terpaksa ia
hanya dapat menjawab : "aku. . aku. ."
Hok siu im kembali mengucurkan air mata, dengan suara
yang sangat memilukan berkata pula: "Kau mau manggil dia
enci, tetapi kau tidak mau memandang diriku, tidak mau
menganggapku adik, jadi nyata bahwa aku Hok Siu Im
memang bernasib malang, keadaanku tak dapat dibandingkan
dengan orang lain, ada lebih baik aku minta kepada suhuku
supaya memotong rambutku, agar selanjutnya aku akan
menganut agama Budha!"
Airmata seorang cantik memang mempunyai daya
pengaruh sangat besar sekali, Hee thian siang yang menyaksi
keadaan yang sangat memilukan itu, betapapun keras hatinya
bagaikan batu juga menjadi lemas.
Hok siu im sehabis mengucapkan perkataannya, dengan
mengertak gigi ia sudah akan berlalu dari puncak gunung,
secepat kilat Hee Thian Siang menarik bajunya, kemudian
berkata dengan suara perlahan sambil tertawa: "Aku sungguh
tak mengerti bagaimana kau demikian suka menangis" aku
toh belum pernah mengatakan bahwa aku tak mau!"
Hok Siu Im membalikkan dirinya, menyandarkan tubuhnya
ke dada Hee Thian Siang, katanya kemudian dengan sangat
manja: "Kau masih berani mengatakan aku suka menangis"
Hok Siu Im seorang gadis yang bersifat keras kepala dan
tinggi hati, sebelum ketemu dengan kau, aku pernah
menangis di hadapan siapa?"
Beberapa patah kata itu mengandung rasa cinta yang
demikian dalam, sehingga Hee thian siang yang mendengar
itu, disamping merasa senang, tapi juga merasa terperanjat!
Hok siu im ketika mengucapkan perkataannya sampai di
situ, lalu mengangkat muka dan tersenyum, dengan sinar
mata yang lembut menatap wajah Hee thian siang, katanya
pula dengan suara sedih: "Engko siang, kalau kau sudah sudi
menganggapku sebagai adik, panggillah aku adik, sudikah kau
?" Hee thian siang tak sanggup mempertahankan dirinya
untuk menolak mentah-mentah permintaan gadis itu, maka
lalu menjawab dengan lemah-lembut: "Adik Hok. . ah tidak,
adik Hok ini rasanya kurang enak didengar, maka selanjutnya
aku akan memanggilmu adik Im saja"
Hok siu im merasa sangat gembira, dengan dua tangannya
merangkul leher Hee thian siang, katanya sambil tertawa:
"Engko, Siang, hari ini aku sangat gembira sekali!
panggilanmu adik Im ini merupakan panggilan yang paling
penuh kasih sayang kedengarannya, sejak aku dilahirkan"
Hee thian sian yang menyaksikan sikap kekanak-kanakan
Hok siu im, dalam hatinya berpikir; mungkin Hok siu im ini
yang sejak dilahirkan sebagai anak sebatang kara, hatinya
masih putih bersih, mungkin ia benar-benar ingin anggap aku
sebagai engkonya sendiri, bukanlah engko yang mengandung
rasa cinta kasih antara pria dan wanita, kalau itu benar,
memiliki seorang adik sebagai ia yang gagah dan cantik,
sesungguhnya juga tidak menyesal!
Selagi memikirkan urusan yang menggembirakan itu,
dengan tiba-tiba telinganya dapat menangkap desiran angin,
ia dapat mengenali pula bahwa desiran angin itu terbit karena
ada orang yang menggunakan senjata rahasia menyerang
belakang dirinya ! Dengan tangan kanan Hee Thian Siang mendorong Hok siu
im yang sedang mabok dalam pelukannya, sesudah itu ia
lompat mundur tiga kaki jauhnya untuk mengelakkan serangan
tersebut, ternyata benda yang menyerang dirinya itu adalah
sebuah batu gunung, karena tidak mengenai sasarannya batu
itu jatuh di tanah menimbulkan suara yang nyaring dan lelatu
api, jelas orang yang melancarkan serangan itu memiliki
kekuatan tenaga dalam yang sangat kuat.
Hee thian siang dan Hok siu im kedua duanya berpaling,
tampak di atas sebuah tebing di belakang diri mereka berdiri
kera kecil putih yang mengenakan rompi emas di badannya !
Hee thian siang yang melihat kera putih itu bukan kepalang
terkejut dan girangnya selagi hendak membuka suara, di luar
dugaannya, kera siaopek kembali menyambit dirinya dengan
sebuah batu gunung ! Perbuatan siaopek itu telah menyadarkan Hee thian siang,
ia lalu mengerutkan alisnya dalam mengerahkan ilmunya
meringankan tubuh untuk mengelakkan serangan itu, selain
daripada itu ia memanggil dengan suara nyaring: "Siaopek
jangan salah paham, dengarlah keteranganku. ."
Baru berkata sampai di situ, siaopek yang lebih gesit sudah
melayang turun ke puncak gunung Ngobi, selagi masih berada
di udara, sepasang matanya yang tajam memandang Hee
thian siang, kemudian melemparkan lagi sebuah batu putih.
Hee thian siang tahu bahwa ilmunya meringankan
tubuhnya sendiri kalau dibandingkan dengan Siaopek
sesungguhnya masih selisih jauh sekali, sudah tentu tidak
berdaya untuk mengejar, selagi dalam keadaan cemas, Hok
siu im memungut sepucuk surat, lalu diberikan kepada Hee
thian siang. ia bertanya sambil tersenyum: "Engko siang, kera itu bukankah kera
berbulu putih yang dahulu pernah kita temui
digunung Tay hiap san" dia datang mengantarkan surat,
mengapa menyerang kau dengan batu?"
Hee thian siang tahu benar bahwa Siaopek itu berbuat
demikian, karena menyaksikan dirinya berlaku demikian
mesra terhadap Hok siu im, sehingga ia merasa cemburu dan
tidak senang lalu menyerang padanya dengan batu gunung.
tetapi hal itu ia tak dapat menerangkan kepada Hok siu im,
maka terpaksa hanya sambut dengan senyuman getir, setelah
itu ia memunguti suratnya dan membuka sampulnya.
Dalam surat itu diterangkan bahwa Tiong sui hui kheng
ketika tiba di gunung kun lun oleh karena Tie hui cu masih
belum kembali, maka ia kemudian pergi mengadakan
penyelidikan ke tempat yang dinamakan thian tie, melihat
bagaimana rupanya daun thian keng yang aneh itu. benar saja
daun itu sama bentuknya dengan daun yang disimpan oleh
Hee thian siang, yang kemudian dihancurkan oleh Liok giok
jie, kecuali itu, ia juga menemukan beberapa rahasia sangat
penting, tetapi perlu pergi lagi ke dekat goa siang swat tong,
untuk menyembunyikan diri di situ, diam-diam mengadakan
pemeriksaan, oleh karenanya maka ia tak keburu datang ke
gunung Ngo-bi, dan perlu mengirim Siaopek untuk memberi
kabar lebih dahulu. Ia minta supaya Hee thian siang bisa
mencari beberapa pembantu orang kuat, bersama-sama pergi
ke gunung Kie lian untuk merundingkan tindakan yang akan
diambil! Hee thian siang sehabis membaca surat itu disamping
mengkhawatirkan keselamtan Tiong sun hui kheng yang
dengan seorang diri pergi ked ekat goa siang swat tong,
karena tempat itu terlalu berbahaya ! Tetapi ia juga tahu
kecerdikan siaopek, maka apa yang dilihatnya tadi kalau ia
kembali pasti akan diberitahukan kepada majikannya. Oleh
karenanya maka ia diam-diam juga merasa cemas.
Hok siu im yang tidak mengetahui sebab-sebabnya hanya
membuka lebar-lebar matanya, kemudian bertanya kepadanya
dengan perasaan heran: "Engko Siang, apakah sebetulnya
yang telah terjadi, sehingga engkau demikian khawatir ?"
Hee thian siang tersenyum getir tak bisa menjawab, ia
menyerahkan surat kepadanya, setelah Hok siu im membaca
surat tersebut, katanya dengan alis berdiri: "Ini apa salahnya enci Tiong sun
sudah memintamu agar minta bantuan
beberapa tokoh kuat masa sekarang, biarlah kuberitahukan
kepada suhu dengan empat jagonya golongan Ngobi,
bersama-sama kau pergi ke gunung Kie lian. dengan demikian
posisi kita agaknya tidak terlalu lemah"
Berkata sampai di situ, biji matanya berputar-putar, lalu
berkata lagi sambil tertawa: "Engko siang, kau menyebut
Tiong sun hui kheng enci, aku juga akan memanggilnya enci
juga. Apakah kau tidak berkeberatan?"
Hee thian siang terpaksa menjawab sambil tertawa getir:
"Boleh saja!" Namun demikian dalam hatinya diam-diam berpikir; melihat
sikapmu yang masih kekanak-kanakan itu sudah membuatku
sangat repot. Entah bagaimana aku nanti harus menjelaskan
kepada Tiong Sun Hui Kheng "
Selagi masih belum menetapkan tindakan selanjutnya,
cuaca mendadak berubah, di bawah awan gelap demikian,
diangkasa tiba-tiba timbul kilat, dan kemudian disusul oleh
menggelegarnya suara geledek.
Hok Siu Im menarik baju Hee Thian siang, katanya dengan
suara cemas, "Engko siang, kau tak perlu kesal lagi,
betapapun besar urusannya, juga tunggu kita pulang dulu ke
Khun-leng-to-ie dan merundingkan bersama-sama dengan
suhu serta Oe tie locianpwe, sekarang hujan sudah akan
turun, tampaknya hujan ini sangat lebat!"
Dalam keadaan gelisah Hee Thian siang yang baru hendak
turun gunung bersama Hok siu im, ditengah kembali terdengar
geledek, dan hujan sudah mulai turun! Walaupun mereka
berdua sudah mengeluarkan seluruh ilmunya meringankan
tubuh, tetapi ketika tiba di Khun leng to ie, semuanya sudah
basah kuyup oleh air hujan!
"Engko siang, lekas kau masuk kekamar, aku juga akan
tukar pakaian, aku nanti mencarikan jubah untuk kau pakai!"
demikian Ho siu im berkata.
Hee thian siang justru merasa bingung karena dengan
keadaannya yang demikian mengenaskan, dengan cara
bagaimana harus masuk ke kamar untuk menjumpai Hian hian
Sian lo" Tetapi selagi memikirkan cara bagaimana harus bertindak,
sudah mendengar suara Hian hian Sian lo yang memanggil
kepadanya: "Hee hiantit, apakah kau tadi kehujanan"
masuklah dulu ke kamar untuk tukar pakaian, tak perlu kau
merasa bingung!" Karena Hian hian Sian lo sendiri sudah mengatakan
demikian, Hee Thian siang terpaksa menerima baik usulnya
untuk masuk ke kamar, tapi dalam hati diam-diam berpikir,
mengapa Hian hian Sian lo dengan mendadak memanggil aku
semula dengan "Hee laote" lantas berubah menjadi "Hee hiantit?" apakah ketua
dari Ngo bie pay ini memiliki perasaan tajam" Hingga sudah mengetahui hubunganku
dengan Hok

Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siu Im diatas gunung Ngo bi"
Dengan otak penuh tanda-tanya ia masuk ke dalam kamar,
surat yang diterima dari Hok Siu Im diberikan kepada Oe tie
Khao, seraya berkata: " locianpwe, silahkan baca, kita masih perlu pergi ke goa
Siang swat tong!" Oe tie Khao menyambuti surat yang diberikan kepadanya,
sehabis membaca, lalu diserahkan kepada Hian hian Sian lo
dan berkata kepada Hee Thian siang: ?"Hee laote siapakah yang mengantarkan surat
itu ?" "Siaopek. . " demikian jawabnya.
Sementara itu, Hok siu im sudah tukar pakaian dan
mengambil sebuah jubah imam dan pakaian dalam, diberikan
kepada Hee Thian siang sambil tertawa: "Engko Siang,
masuklah ke kamar untuk ganti pakaianmu yang basah, lalu
berikan kepadaku, biar nanti ku keringkan di atas api."
Pakaian Hee Thian siang yang basah kuyup sesungguhnya
merasa tidak enak, maka ia terpaksa menurut masuk ke
kamar untuk ganti pakaian, setelah itu ia berkata kepada Oe
tie Khao sambil mengerutkan alisnya: "Oe tie locianpwe, aku
lihat kata-kata dalam surat ini, dan berwarna merah muda
yang kudapatkan di goa tua di gunung Hok-gu-san dan yang
kemudian dihancurkan oleh Hok Liok Giok jie, benar saja
bentuknya mirip sekali dengan daun Thian-keng yang tumbuh
di gunung Kun lun san"
"Hee laotee, nona Liok Giok jie yang sudah merobek-robek
daun merah yang kau perhatikan padanya, juga menggunakan
duri thian keng berbisa melakukan serangan terhadapmu,
perbuatan itu adalah anggota Kun lun yang berkhianat seperti
apa yang telah dikatakan oleh Duta Bunga Mawar ?"
"Dugaan locianpwe semacam ini meskipun beralasan,
tetapi barangkali bukan sebenarnya! Liok Giok jie adalah
murid kesayangan Tie hui cu, juga merupakan satu satunya
orang yang merupakan pewaris dari ketua Kun lun pay itu.
Untuk apa ia perlu berserikat dengan orang Kie lian pay untuk
menghianati partainya sendiri ?"
"Aku juga merasakan bahwa Liok Giok jie tidaklah mungkin
akan berkhianat, tetapi selain dia, aku tidak dapat memikirkan
orang-orang lainnya yang dapat dicurigai. Dalam surat nona
Tiong sun ada dikatakan telah menemukan tanda-tanda
penting yang sangat mencurigakan, kuharap tanda-tanda
penting itu ada hubungan dengan urusan ini, supaya agak
mudah untuk menduga keadaan yang sebenarnya."
"kita lekas pergi ke gunung Kie lian, setelah menjumpai
enci Tiong sun, segalanya akan dimengerti ?"
"Nona Tiong sun dengan seorang diri sembunyi di gunung
Kie lian, meskipun ada kuda jempolan dan binatang sakti yang
bantu melindungi namun masih tetap diliputi oleh berbagai
bahaya. Sudah semestinya kita lekas pergi kesana. Tetapi
dalam suratnya bukankah masih minta kita memanggil bala
bantuan yang terdiri dari orang-orang gagah". . ."
Sementara itu Ho Siu Im yang sedang mengeringkan
pakaian Hee thian siang di atas api berkata kepada Hian Hian
Sian lo" Supo, tadi di puncak gunung Ngo bi aku sudah angkat
saudara dengan Engko Siang !"
Hian hian sianlo mengulurkan tangannya mengelus elus
pundak Hok Siu Im, di wajahnya dengan senyuman, katanya:
Im-jie, sejak kanak-kanak kau hidup piatu, orang-orang
golongan Ngo-bi juga tiada ada seorangpun yang usianya
sebaya denganmu, sifat mu yang cocok, seharusnya juga
perlu mempunyai kawan seorang yang berhati lapang, berjiwa
kesatria, supaya kau nanti jika melakukan perjalanan didunia
kang ouw, barulah satu sama lain saling menghibur dan
membantu, tidak sampai kesepian!"
Berkata sampai disitu, matanya dialihkan kepada Hee
Thian siang dan berkata padanya sambil tersenyum: "Hee
hiantit sudah mengikat tali persahabatan dengan Im jie, untuk
selanjutnya kuharap kau supaya suka melindungi terhadap
adikmu yang masih putih bersih dan belum mengerti urusan
dunia." Hee Thian siang bangkit memberi hormat, menerima baik
permintaan itu, namun dalam hatinya berpikir, dengan
demikian, maka hubungannya dengan Hok siu Im sudah jelas
merupakan suatu tindakan yang tidak melanggar adat istiadat,
Di kemudian hari, mungkin lebih mudah untuk menjelaskan
kepada Tiong sun Hui kheng.
Sementara itu Hok Siu Im, setelah mendengar ucapan Hian
hian sianlo, kembali berkata sambil tertawa: "Supo, kau
dengan ketua Kun lun pay Tie hui cu adalah sahabat akrab,
enci Tiong sun lantaran urusan Kun lun pay, kini memerlukan
bala bantuan tenaga, mengapa kita tidak menggerakkan
kekuatan empat jago Ngo-bi untuk bersama sama berangkat
ke gunung Kie lian san. . ?"
Tidak menantikan keterangan Hok Siu Im lebih lanjut, Hian
hian sianlo sudah berkata sambil tertawa: "Barisan pedang Su
siang tui hui kiamceng yang terdiri dari kalian empat jago
golongan Ngo-bi, apabila digunakan dengan baik-baik,
memang hebat sekali pengaruhnya, untuk pergi bersama-
sama sudah tentu sangat baik sekali. Tetapi Siu Wan, Siu Lan,
dan Seng Siu, ketiga sucimu semuanya masih belum kembali
ke gunung, sedangkan nona Tiong sun, dengan seorang diri
berada disarang harimau, sesungguhnya sangat berbahaya
dan perlu segera diberi bantuan. ."
Pada saat itu, di luar terdengar suara siulan panjang, lalu
disusul dengan kata-kata seorang dengan suaranya yang
kasar: "Ketua Ngo bi pay Hian hian sianlo apakah ada
didalam". Swat ?"" Peng lo Leng Pek Ciok ada sedikit urusan
ingin berjumpa dengannya!"
Hee Thian siang yang mendengar suara itu bukan kepalang
girangnya, katanya: "Kedatangan Leng toako ini kita akan
mendapat seorang bantuan tenaga yang sangat baik!"
Hian hian sianlo yang mendengar Hee Thian siang yang
menyebut orang aneh dari golongan Swat ?"" pay itu sebagai
toako, diam-diam merasa heran, memperhatikan kepada Hok
Siu Im supaya mengundang Leng pek ciok masuk!
Hok siu im keluar dan mengundang Leng pek ciok masuk
ke dalam, ketika Leng pek ciok menampak Hee Thian siang
berasa didalam, sesaat nampak terkejut, terlebih dahulu ia
memberi hormat kepada Hian hian sianlo, setelah itu bertanya
kepada Hee thian siang sambil tertawa terbahak bahak:
"Hee laote, setelah kita berpisah di gunung Oey san,
masing-masing melakukan perjalanannya di kalangan Kang
ouw, sehingga selama itu belum pernah bertemu lagi, apakah
selama itu kau masih ingat dengan Leng toakomu ?"
"Aku bukan saja selalu ingat kepada Leng toako, pada
dewasa ini justru ada urusan penting yang ingin minta bantuan
leng toako !" berkata Hee Thian siang sambil tertawa.
"Lekas kau ceritakan, jikalau kau laote, benar-benar ada
urusan betapapun besar urusannya, Leng pek ciok nanti akan
membantumu!" berkata Leng pek ciok sambil tertawa
terbahak-bahak. "Leng toako kau ada urusan dengan Ciangbunjin, silahkan
berbicara dahulu dengan Hian hian Sian lo locianpwe,
sesudah selesai, nanti kita bicarakan lagi!" berkata Hee Thian siang sambil
tertawa. Leng Pek ciok yang mendengar ucapan itu lalu berpaling
dan berkata kepada Hian hian sianlo sambil tersenyum: "Leng
pek ciok seorang kasar yang sudah biasa dengan sifatnya
yang masih liar, maka atas perlakuanku yang mungkin tercela,
harap supaya Sianlo memaafkan, karena begitu melihat
sahabat kecilku Hee laote ini aku merasa sangat girang sekali
sehingga hampir lupa daratan !"
"Perlu apa Leng tayhiap berlaku merendah diri" Orang-
orang yang sikapnya polos memang begitu caranya
bersahabat. Tidak ada apa-apa yang harus dicela" berkata
Hian hian sianlo sambil tertawa.
Kini wajah senyum Leng pek ciok telah lenyap, diganti
dengan sikap serius, katanya: "Tahukah sianlo maksud
kedatangan leng pek ciok kemari untuk menjumpai sianlo "
adalah untuk melaporkan suatu kabar buruk!"
Hian hian sianlo terkejut mendengar itu, tanyanya: "Didalam
dunia ini memang tiap saat bisa terjadi perubahan cuaca,
begitupun manusia, setiap waktu bisa mengalami kejadian
yang tak terduga duga, Leng tayhiap bicara terus terang, ada
berita buruk apa bagi kita golongan Ngo bi pay ?"
Leng Pek ciok menjawab sambil menggelengkan kepala:
"Berita buruk ini meskipun sangat mengejutkan, tetapi tidak
ada hubungan apa-apa dengan golongan Ngo bi pay !"
"Walaupun bukan berita buruk yang menyangkut diri orang-
orang Ngo bi pay, setidak-tidaknya juga ada sangkut-pautnya
dengan kita, jikalau tidak, dengan cara bagaimana Leng
Tayhiap melakukan perjalanan jauh guna memberi kabar
kepadaku ?" "Menurut apa yang Leng Pek ciok ketahui, Sianlo dengan
majikanku Peng pek Sun kun suami istri, dan ketua Kun lun
pay Tie hui cu, mempunyai persahabatan yang sangat erat!"
Hian hian sianlo menganggukkan kepala membenarkan
ucapan Leng pek ciok. Leng Pek ciok berkata pula:
"Kedatangan Leng pek ciok kali ini adalah atas perintah
majikanku, untuk menyelidiki siapa orangnya yang
menggunakan duri berbisa thian-keng-cek secara
serampangan, sehingga menodai nama baik Kun lun pay, ini
berarti fitnah bagi partai itu, sebagai melakukan perjalanan ke
dunia Kang ouw untuk menyelidiki soal ini, di luar dugaannya
sebelum mendapat keterangan, lebih dahulu telah mendengar
berita bahwa salah seorang penting dari golongan Kun lun pay
telah diserang secara menggelap !"
Hee thian siang mendengar sampai di situ, ia tidak dapat
menahan lagi perasaannya, maka lalu bertanya: "Leng toako
tokoh penting Kun lun pay yang kau maksud apakah bukan
Sam sute adik perguruan nomor tiga Tie Hui Cu yang
bernama Ciauw tek itu ?"
Dengan sinar mata yang tajam Leng Pek Ciok memandang
Hee Thian siang, kemudian berkata sambil menggelengkan
kepala: "Dugaan Hee laote ini keliru, orang itu kalau dibanding dengan kedudukan
Siauw Pek masih jauh lebih penting !"
Sementara itu Oe tie Khao yang juga merasa tertarik oleh
penuturan itu, lalu bertanya: "Kalau kudengar dari keterangan saudara Leng ini,
yang saudara Leng maksudkan apakah
bukan ketua Kun lun pay sendiri, apakah saat ini sedang
mengalami nasib buruk ?"
Leng Pek Ciok menganggukkan kepala, katanya: "Ya,
memang ketua Kun lun pay sendiri ialah Tie hui cu, selagi
mengadakan penyelidikan siapa orangnya menggunakan duri
berbisa Thian leng cek mengganas di dunia Kang-ouw untuk
memfitnah Kun Lun pay, dalam perjalanan itu telah diserang
secara menggelap" Keterangan itu benar-benar mengejutkan semua orang
yang ada disitu, Hee Thian siang baru sadar sebabnya ia
sendiri dan Tiong sun Hui Kheng yang berkunjung ke gunung
Kun lun san untuk menemui Tie Hui cu semua harus kembali
dengan tangan hampa. Hian hian Sian lo sesaat lama diam, lalu bertanya kepada
Leng Peng Ciok: "Siapakah orangnya yang menyerang secara
menggelap?" "Dalam hal ini aku hanya mendengar khabar saja, tidak
menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri, aku hanya tahu
bahwa ketua Kun lun pay Tie Hui cu didalam keadaan tidak
berjaga-jaga lebih dahulu diserang dengan duri thian leng cek,
setelah itu tertotok jalan darahnya ngo in hiat, lalu diculik,
barangkali sekalipun orangnya tidak binasa, seluruh
kepandaian ilmu silatnya sudah pasti dimusnahkan!"
Sepasang alis mata Hian hian Sianlo berdiri, ketika
mendengar keterangan itu, katanya dengan agak marah: "Jadi
mereka juga berani menurunkan tangan keji terhadap seorang
ketua dari satu partai besar ?"
"Kawanan penjahat itu sebetulnya terlalu ganas dan terlalu
rendah martabatnya, sayangnya masih belum tahu orang dari
golongan mana !" "Dalam urusan ini sesungguhnya tidak susah menduga,
jikalau bukan orang-orang dari golongan Tiam cong pay,
tentunya orang dari golongan Kie lian pay. ." berkata Hee
Thian siang. Dengan sinar mata yang tajam Leng Pek ciok menatap
wajah Hee tian siang sekian lama, kemudian bertanya: "Hee
laote, apa kau mempunyai bukti " mengapa berani mengambil
kesimpulan demikian pasti ?"
"Kesimpulanku ini ialah berdasarkan keterangan Leng
toako yang mengatakan caranya mereka membokong ketua
Kun lun pay ! Sebab Tiong hui Kiam khek Su to wie dari
golongan Tiam cong, juga ditotok jalan darahnya oleh orang
golongan Tiam cong sendiri dengan cara demikian, kemudian
dimusnahkan seluruh kepandaian ilmu silatnya, sedangkan
orang-orang golongan Kie lian pay juga menggunakan duri
berbisa itu untuk mengganas didalam rimba persilatan.
Mereka itu adalah kawanan binatang buas yang mengganas
dimana mana !" berkata Hee Thian siang.
Keterangan itu sesungguhnya di luar dugaan Leng Pek
Ciok, maka ia bertanya dengan terheran-heran: "Keterangan
ini semua merupakan suatu bahan yang penting yang belum
pernah ku dapat, selama ku melakukan perjalanan untuk
menyelidiki urusan itu di kalangan kang ouw, belum pernah
mendapat keterangan seperti ini, dengan cara bagaimana Hee
laote mengetahui ?" Hee Thian siang lalu menceritakan semua pengalamannya,
setelah berpisah dengannya di gunung Oey san.
Leng Pek Ciok dengan tenang mendengar semua
penuturannya, kemudian berkata: "Jikalau ditilik dari semua
kejadian itu, segala peristiwa dan huru-hara itu pasti adalah
perbuatan yang sudah direncanakan oleh orang-orang
golongan Tian cong dan Kie lian. Tetapi oleh karena partai Kie
lian pengaruhnya agak besar, mungkin Tie Hui cu telah diculik
dan dibawa lari ke goa Siang Swat tong.
"Dugaan Hee laotee ini, meskipun sebagian besar tidak
salah, tetapi segala urusan didalam dunia ini tak dapat
dipastikan seratus persen, perbuatan ganas dan mengandung
misteri yang mereka lakukan, meskipun mereka coba
menyembunyikan tindakannya secara misteri, tetapi
penyelidikan kita terhadap Pho hi to kwan tak boleh diabaikan
begitu saja!" Berkata Oe tie Khao.
"Kalau menurut pikiran saudara Oe tie, dalam usaha kita


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk menolong ketua Kun lun pay bagaimana harus
bertindak?" bertanya Leng Pek Ciok sambil menganggukkan
kepala. "Siaote dari mana mempunyai pendapat yang lebih baik "
Hanya merasa bahwa kita seharusnya menitik beratkan dan
memusatkan semua perhatian kepada pihak Kie lian pay, lalu
membagi satu atau dua orang pergi ke gunung Thiam cong,
supaya jangan ada yang kelalaian !" berkata Oe tie Khao
sambil tertawa. Hian hian sianlo mendengar ucapan itu, nampak berpikir
kemudian berkata: "Begini saja baiknya, Leng tayhiap dan oe
tie tayhiap, bersama sama Hee Laote dan Im jie pergi ke goa
Siang swat tong untuk membantu nona Tiong sun Hui kheng,
sekalian menyelidiki jejak ketua Kun lun pay, sedangkan aku
sendiri akan pergi ke Pho hie to kwan di gunung Tiam cong
san !" Pembagian tugas secara ini adalah yang paling baik, oleh
karena sejak mendapat berita itu sebetulnya aku ingin pulang
ke Tay swat san untuk minta bantuan, karena aku khawatir
perjalanan terlalu jauh akan menghambat waktu, barulah aku
berkunjung ke gunung Ngo bie ini. Sesungguhnya tak
kusangka bahwa di sini aku bisa berjumpa secara kebetulan
dengan Hee laote, dan secara tidak terduga-duga pula semua
teka-teki yang membingungkan itu telah terpecahkan!" berkata
Leng pek ciok sambil tertawa besar.
Selama perjalanan itu masing-masing telah mendapat
halangan besar, bahaya maut selalu mengintai di belakang
jejak mereka. Dua orang tua berbaju kuning dan berambut
panjang yang sebagai penunjang golongan Kie lian pay, juga
sudah muncul, masing-masing mengeluarkan kepandaian
mereka yang tinggi, hingga hampir saja rombongan Leng Pek
ciok, oe tie khao, Hee thian siang, Hok siu Im dan Tiong san
Hui Kheng tertangkap dan dibekukan dalam goa Siang swat
tong ! Akan tetapi semua ini untuk sementara kita tunda
dahulu, dan lebih dulu kembali kepada Su to wie yang sedang
melarikan diri karena terancam jiwanya oleh saudara tuanya
sendiri ! Su to wie sejak di gunung Bu leng san hampir terbinasa
ditangan saudaranya sendiri, tetapi berkat pertolongan
seorang aneh yang tak mau menunjukkan muka, sehingga
nyatanya telah tertolong. Dengan munurut petunjuk orang
aneh itu pergi ke gunung Ko le kong san mencari lembah Lang
cwie kok, dengan tekun mempelajari dua kata yang
ditinggalkan oleh susioknya Kwan Sam pek sebelum dianiaya
oleh Thiat kwan totiang, dua kata-kata rahasia itu entah
mengandung teka teki apa. Oleh karena jalan darahnya Ngo
im kiat sudah tertotok, tenaga dalamnya sudah tak dapat
dibangkitkan lagi, maka kepandaian ilmu silatnya yang sangat
tinggi, tidak dapat digunakan sama sekali. Dalam
perjalanannya ke gunung Ko le kong san itu, apabila ke
tempat dengan salah seorang kawanan jahat dari golongan
Tiam cong, dan dilaporkan kepada Thiat kwan totiang atau
diketahui oleh Su to keng, pasti akan mendapat celaka besar.
Tetapi masih untung, waktu itu didalam kuil Pho hie to kwan
sendiri, sedang dapat kunjungan Hee Thian siang, Ca Bu kao
dan lainnya yang demikian rupa sehingga menjadi kalang-
kabut. Thiat kwan totiang dalam keadaan marah-marah
mengumpulkan semua anggota golongan Tiam cong untuk
mengadakan rapat tertutup. dirapat itu telah diusahakan untuk
menambah kekuatan penjagaan dan menambah kekuatan
untuk melaksanakan rencana keji mereka, oleh karena itu
maka Su to wie dalam perjalanannya tidak mendapat
gangguan apa-apa. dan tiba di gunung Ko le kong san dengan
selamat. Setelah tiba di gunung Ko le kong san ia minta keterangan
kepada penduduk daerah situ, apa yang didapat dari mereka
membuatnya hampir putus asa.
Entah karena lembah yang disebutkan itu ternyata hanya
dibagian dalam gunung itu, untuk meneruskan perjalanan ke
lembah itu harus melalui perjalanan gunung yang sangat
berbahaya, jalan yang menuju ke puncak gunung yang sulit
dilalui, sering diliputi oleh kabut tebal, jalan itu juga jarang
didatangi oleh manusia. Semula Su to wie merasa berat, tetapi setelah berfikit lagi,
meskipun kepandaian ilmu silatnya kini sudah dimusnahkan,
kekuatan tanaga dalamnya tak bisa dikerahkan, setidak-
tidaknya toh lebih dari keadaannya daripada orang biasa, tak
perlu takut menghadapi rintangan ditengah jalan " oleh
karenanya ia sudah bertekad untuk mencari hal tersebut.
Semuanya meskipun keras, tetapi ia dalam perjalanan yang
jauh dan sukar itu, baru menuju empat lima puncak gunung
sudah kehabisan akal dan tenaga.
Masih untung tempat itu memiliki pemandangan alam yang
sangat indah, yang cukup untuk menghibur hatinya, maka di
salah satu puncak gunung, dimana ia sedang beristirahat
memakan bekal makanan kering dan minum, menggunakan
kesempatan itu untuk menikmati pemandangan alam yang
sangat indah. Akan tetapi semakin indah pemandangan alam
dimana ia berada, semakin menimbulkan rasa terpencilmu
bagi perasaannya sendiri, tiap manusia apabila timbul
perasaan sunyinya, dengan sendirinya memikirkan sahabat,
saudara dan kekasihnya, tetapi orang terdekat satu satunya
justru adalah saudaranya sendiri yang berhati jahat dan kejam
yang mencelakakan dirinya sehingga menderita penderitaan
demikian hebat. Betapapun baik hati Su to wie, betapapun besar jiwanya,
paling banter juga tidak mengandung sifat permusuhan
terhadap Su to keng, bagaimana ia bisa terkenang kepada
saudara kandungnya sendiri yang seperti binatang itu.
Karenanya, maka satu satunya orang yang mengisi hatinya
yang sunyi dan kosong itu, hanya Ca Bu kao yang pernah
menjadi kekasihnya dan yang selama itu juga sedang
menderita oleh karena memikirkan nasibnya.
Su to wie yang teringat kepada diri Ca Bu kao perasaan
hatinya meluap luap demikian hebat, sehingga hampir tak
dapat dikendalikan, ia lampiaskan suara hatinya itu dengan
sajaknya, yang ia nyanyikan dengan suaranya yang pilu.
Baru saja mulai menyanyikan sajaknya, di belakangnya
tiba-tiba terdengar suara helaan nafas, kemudian disusul oleh
suara sajaknya: "Jangan takut perjalanan gunung yang sulit,
harus ingat bahwa wanita cantik itu merupakan bencana !"
Bukan kepalang terkejutnya Su to wie, seketika berpaling,
tampak di belakang dirinya, entah sejak kapan sudah berdiri
seorang setengah tua yang mengenakan pakaian panjang
berwarna kuning. Orang itu karena berewoknya yang lebat, sepintas lalu
wajah itu tampaknya sangat galak. tetapi kalau diperhatikan
dengan seksama, sesungguhnya merupakan seorang gagah
yang tampan dan menarik, sepasang matanya yang
bercahaya tajam, kalau memandang orang memancarkan
sinarnya bagaikan stroom listrik, sehingga begitu melihat
orang bisa mengetahui bahwa orang itu tentu memiliki
kepandaian ilmu silat sangat tinggi.
Su to wie yang biasa ramah terhadap setiap orang,
terutama sesudah melihat sikap dan keadaan lelaki berbaju
kuning yang berewokan itu yang keadaannya agak berubah
dari manusia biasa, maka buru-buru memberi hormat sambil
mengangkat tangan, katanya sambil tersenyum: "Kita berada
sama-sama di satu tempat terpencil seperti ini pasti sudah
ditetapkan oleh takdir ! Saote adalah Su to wie, bolehkah
siaote numpang tanya nama saudara yang mulia ?"
Lelaki itu memandang lama kepada Su to wie, tiba tiba
airmatanya mengalir turun dari kelopak matanya, dan
kemudian menangis tersedu sedan!
Perbuatan orang itu sesungguhnya membingungkan Su to
wie, maka ia terpaksa menghiburnya: "Saudara sebetulnya
terganggu oleh penderitaan" bolehkah beritahukan kepada
siaote. Lelaki berewokan itu sesungguhnya beradat aneh, ketika
ditanya demikian dengan suara sedih ia menyanyikan sajak
dari salah seorang penyair dizaman dahulu. Su-to wie ketika
menampak orang itu tidak menjawab pertanyaannya,
sebaliknya malah menyanyikan sajak dari salah seorang
penyair zaman dahulu, perasaannya semakin heran tetapi dari
kata-kata terakhir dalam sajak itu, ia lantas menjadi sadar,
tanyanya segera: "Saudara ini apakah salah seorang
pendekar luar biasa pada masa ini yang namanya sangat
terkenal dan pernah menggemparkan rimba persilatan. . Hong
tin ong khek May ceng ong ?"
Lelaki berewokan itu dengan mata masih berkaca kaca
balas menanya kepada Su-to wie: "Aku May ceng ong, apakah
itu kehormatan untuk menerima pujian sebagai seorang
pendekar luar biasa yang namanya menggetarkan rimba
persilatan ?" Dari jawaban itu Su-to wie telah mendapat kepastian
bahwa lelaki dihadapannya itu adalah May Ceng ong, salah
seorang jago kenamaan yang paling sulit dihadapi, bukan
kepalang rasa terkejut dan girangnya pada saat itu, kembali ia
memberi hormat dan berkata: "Nama besar May Ceng Ong
taihiap sudah lama menggetarkan rimba persilatan, seorang
pendekar luar biasa yang hampir seperti Dewa seperti kau ini,
dengan cara bagaimana bisa berada ditempat sunyi terpencil
seperti ini, dalam keadaan sedih demikian rupa ?"
"Kau jangan bertanya, aku hendak menanyamu lebih
dahulu !" Su-to wie tahu bahwa Hong ti Ong khek ini adatnya sangat
aneh maka terpaksa menganggukkan kepala serta menjawab
sambil tersenyum: "May taihiap hendak tanya apa, silahkan.
apa yang Su-to wie tahu pasti akan menjawab dengan
sejujurnya." Sinar mata May Ceng Ong yang tajam ditujukan kepada
Su-to wie, tanyanya: "Kau adalah sute ketua Tiam cong pay
Thai can Totiang yang mempunyai julukan Liong hui Kiam
khek ?" Su-to wie menganggukkan kepala, lengan jubah Ney Ceng
Ong dengan tiba-tiba dikebaskan, hembusan angin yang amat
kuat telah menggulung dari tengah udara !
Kebutan itu meski hanya menggunakan tenaga tiga bagian
saja, tetapi Su-to wie yang sudah kehilangan kepandaian ilmu
silat dan kekuatan tenaga dalamnya, sudah tentu tak sanggup
menghadapi kebutan itu. Kakinya terhuyung huyung, dan
mundur beberapa langkah, hampir saja ia terjatuh kedalam
jurang! Dengan wajah sangat dingin May Ceng Ong berkata:
"Liong hui kiam khek dari golongan Tiam cong pay setidak-
tidaknya harus sanggup menahan kebutan lengan jubahku
yang menggunakan tiga bagian. . "
Ia mendengar ucapan itu barulah tahu May Ceng Ong
merasa curiga dan dianggapnya ia menyamar menjadi Liong
hui kiam kehk, maka buru-buru berkata sambil menggoyang-
goyangkan kepala: "May taihiap jangan curiga dulu, Su-to wie
telah teraniaya oleh orang jahat, tertotok jalan darah Ngo-im
hiatnya, maka kepandaian ilmu silatku sudah dimusnahkan!"
Mulut May Ceng Ong, mengeluarkan suara terkejut "Oo" ia
memandang dan menegasi Su-to wie sejenak, kemudian
berkata pula: "Ada satu hal aku masih curiga terhadapmu !"
"Silahkan May Taihiap tanyakan semua !" berkata Su-to wie sambil tertawa.
"Dahulu didalam rimba persilatan namamu sangat baik,
mengapa pada belakangan ini sikapmu telah berubah seratus
delapan puluh derajat, Kau sering melakukan perbuatan keji
dan mesum yang tak patut dilakukan oleh orang rimba
persilatan ?" "May taihiap, pertanyaanmu ini, telah membangkitkan
perasaan sedih bagiku. Tetapi segala sesuatu yang menimpa
diriku aku merasa malu untuk menceritakan kepadamu !"
Berkata Su-to wie sambil tertawa getir.
"Sebaiknya kau ceritakan terus terang, pertemuan kita ini
sesungguhnya merupakan suatu pertemuan yang tidak
terduga-duga, juga boleh dikata jodoh, mungkin May Ceng
ong bersedia memberi sedikit bantuan kepadamu yang
mungkin ada gunanya bagimu sendiri !"
Mendengar ucapan demikian, Su-to wei merasa sedih
bercampur girang maka ia ceritakan seluruh riwayat hidupnya,
dimana ia mengikat cinta kasih dengan Ca Bu kao dan
bersama sama mengandung maksud hendak memperbaiki
perhubungan antara golongan Lo-hu dan Tiam cong yang
bermusuhan beratus tahun lamanya tanpa diduga-duga telah
dicelakakan oleh saudaranya sendiri, ialah Su-to keng, bukan
saja seluruh kepandaian ilmu silatnya sudah dimusnahkan,
bahkan dengan menggunakan namanya Liong hui kiam khek
melakukan segala kejahatan di luar batas,
May Ong Tiam Ongkek setelah mendengar cerita haru
dengan tiba-tiba timbul perasaan sedihnya sendiri maka
kembali menangis tersedu sedu !
Su-to wie merasa heran, tanyanya: "May taihiap, mengapa
kau demikian sedih " apakah ucapanku tadi ada yang salah ?"
"Kita sama sama senasib, maka setelah aku mendengar
ceritamu yang penuh kesedihan ini juga membangkitkan rasa
sedihku dan kebencianku!" jawab May ceng ong sambil
menggeleng gelengkan kepala.
Dengan cara bagaimana May taihiap bisa senasib dengan
Su-to wie ?" Kekasihku tidak dapat mengampuni kau, kekasihku juga
tidak dapat mengampuni diriku, apakah itu sama-sama
senasib ?" Dalam keadaan terheran heran Su-to wie bertanya pula:
"May tayhiap selamanya suka menyendiri, rasanya belum
pernah dengar kau ada mempunyai sahabat karib atau
kekasih. Kedukaanmu dan kebencianmu kau bisa utarakan
kepada orang lain kedukaanku dan kebencianku, sulit
kuterangkan kepada orang. Sekarang biarlah aku menindas
perasaan dukaku dan berusaha untuk mengobati kedukaan
hatimu !" Mendengar keterangan itu, sudah tentu May Ceng Ong
merasa sangat girang. Setelah berpikir sejenak, kemudian
berkata: JILID 12 "Menurut apa yang kau katakan tadi, hal-hal yang sekarang
ini perlu kau bereskan, agaknya hanya ada dua perkara. Ke


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

satu, harus berusaha untuk memulihkan jalan darah Ngo-in-
hiatmu yang tertotok dan memulihkan kepandaian ilmu
silatmu. Kedua, kau harus pergi ke lembah Leng-cui-kok untuk
mencari keterangan tentang kata-kata yang ditinggalkan
supekmu, Kwan Sam Pek".
Su-to Wie menjura dalam-dalam kepada Hong Tim Ong-
khek, katanya: "May tayhiap seorang bijaksana, jikalau
bersedia memberi bantuan supaya aku dapat melanjutkan
kedua keinginan itu maka seumur hidupku tak akan
melupakan dirimu". "Dalam hal ini adalah kerelaanku sendiri, maka kau juga tak
perlu terlalu banyak adat, juga tak perlu merasa hutang budi
kepadaku. Biar kusembuhkan dulu luka-luka mu, sampai
dimana parahnya !" Berkata May ceng ong sambil
menggoyang-goyangkan tangan.
Sehabis berkata demikian, ia lalu memeriksa urat nadi Su-
to Wie, setelah itu ia bertanya: "Lukamu ini memang benar-
benar sangat parah, sebetulnya agak sukar memulihkan
kembali kekuatan dan kepandaianmu. Tetapi agaknya masih
ada sedikit harapan bagimu, Apakah pada waktu belakangan
ini kau pernah makan obat mustajab yang jarang ada ?"
Su-to Wie lama berpikir, kemudian baru menjawab: "Aku "
Kecuali di tanah kuburan dibukit buleng san, makan sebutir
obat pil warna merah yang diberikan oleh orang aneh yang tak
mau unjukkan diri, belum pernah memakan obat lainnya !"
"Barangkali obat pil warna merah yang kau makan itu
mempunyai khasiat besar, tetapi orang aneh yang kau
temukan tetapi tak mau unjuk diri itu, siapakah orangnya ?"
berkata May Ceng Ong sambil menganggukkan kepala.
Su-to Wie sendiri juga belum tahu siapa namanya dan
bagaimana rupanya orang aneh yang pernah menolong
dirinya secara menggelap itu, oleh karenanya, selama itu
masih menjadi pikirannya. Tetapi dua orang itu berpikir lama
sekali, masih belum dapat mengetahui siapakah orangnya itu
" Akhirnya May Ceng ong berkata sambil menggelengkan
kepala: "Siapa adanya orang itu, untuk sementara kita tidak
perlu mencari tahu lagi, lebih dulu aku hendak membawamu
ke lembah Leng cio kok dan aku akan berusaha
menyembuhkan luka-lukamu !"
Sehabis berkata demikian, lalu ia mengajak Su-to Wie pergi
menuju ke lembah tersebut, Su-to Wie dengan bantuan orang
yang memiliki kepandaian luar biasa seperti May ceng ong,
sudah tentu tak takut lagi segala rintangan alam pegunungan
itu. Tak lama kemudian tibalah mereka didalam satu lembah
yang terkurung lebat oleh pohon-pohon cemara dan lain-
lainnya yang sudah tua umurnya, juga keadaan itu dari luar
tampaknya seperti sebuah rimba lebat.
Su-to Wie yang memperhatikan keadaan di sekeliling
lembah itu, lalu berkata kepada May ceng ong: "May taihiap,
inilah barangkali yang dinamakan lembah Leng cui kok."
"Benar, di sini adalah tempat yang dinamakan lembah Leng
cui kok itu, juga suatu tempat yang tadinya hendak kugunakan
untuk menghabisi nyawaku sendiri dengan jalan menggantung
diri." berkata May seng ong dengan suara sedih.
Buka kepalang terkejutnya Su-to Wie mendengar ucapan
itu. Tanyanya: "May taihiap, untuk apa kau kandung maksud
demikian?" Wajah May ceng ong terlintas senyum, jawabnya: "Waktu
aku datang kemari memang pernah ada pikiran demikian,
tetapi sekarang aku tak ingin mati lagi !"
"Perubahan pikiran May Tayhiap ini apakah lantaran
diriku?" "Bukan lantaran kau, sebab sebelum aku ketemu
denganmu, aku telah berhasil merebut sebuah barang!"
Suto Wie semakin heran, pikirnya; "Dengan kedudukan
seperti May ceng ong, bagaimana merebut barang orang ?"
Pikiran itu masih belum terjawab, May ceng ong dari
sakunya sudah mengeluarkan sebuah bunga aneh berwarna
merah dan diberikan kepada Su to Wie seraya berkata:
"Kenalkah kau, ini bunga apa?"
Su tu Wie mengamat amati bunga itu, hanya merupakan
bunga berwarna merah yang bentuknya seperti bunga teratai,
ketika diendus bau harum menusuk ke hidung dan saat itu
pikirannya kembali jernih, maka buru buru dikembalikan
kepada May ceng ong, katanya: "Bunga ini, apakah bukan
bunga yang dinamakan bunga teratai merah swat lian yang
menjadi impian setiap orang rimba persilatan?"
"Benar, bunga ini adalah bunga teratai swat lian berwarna
merah, coba kau tebak lagi, dari tangan siapa aku dapat
merebut bunga ini?" "Aku rasa pernah dengar, bahwa di kutub Hian peng gwan
di gunung Tay swat san, pernah tumbuh kembang dewa
seperti ini, apakah May tayhiap dapat merebut dari tangan
orang golongan Swat san pay?"
"Jikalau dari tangan manusia, bagaimana aku ada muka
untuk merebutnya " Kalau ku katakan barangkali sulit
dipercaya. Bunga berwarna merah ini, telah kerebut dari
tangan seekor binatang aneh yang berbulu emas!"
Su-to Wie mendengar ucapan itu matanya terbuka lebar, itu
sesungguhnya merupakan hal yang sangat janggal !
May ceng ong yang menyaksikan sikap tercengang Su-to
Wie, bertanya pula: "Apakah kau sedang berpikir, apa sebab
wangi bunga teratai ini bisa merubah pikiranku yang hendak
menghabiskan jiwa sendiri ?"
Su-to Wie menganggukkan kepala. Dengan mata
memandang bunga teratai di tangannya, May ceng ong
bertanya pula sambil menghela napas: "Tahukan kau apa
khasiatnya bunga ini ?"
Bagi orang rimba persilatan, khasiat bunga teratai merah ini
dapat menyembuhkan luka-luka dan memunahkan racun,
serta menambah kekuatan tenaga dalam!"
Apa yang kau ucapkan itu adalah merupakan kata-kata
umum bagi orang-orang. Tetapi bunga teratai merah ada
semacam khasiatnya yang istimewa"
"Su-to Wie seorang yang kurang pengetahuan, May
Tayhiap suka memberi penjelasan?"
May ceng ong mendongakkan kepala mengawasi awan di
langit, matanya kembali berkaca-kaca lalu diam sejenak, baru
berkata lagi lambat-lambat: "Dengan menggunakan setengah
tangkai bunga ini ditambah lagi dengan tiga tetes air dari batu
hijau yang sudah ribuan tahun kalau diberikan kepada orang,
bisa melenyapkan pikiran tidak baik bagi orang itu, sehingga
berubah sifatnya!" Mendengar keterangan itu Su-to Wie baru sadar katanya:
"Orang yang terdekat dengan May Tayhiap itu apakah sudah
terjerumus ke jalan yang salah" Sehingga perlu menggunakan
obat luar biasa ini untuk merubah sifatnya ?"
"Aku sendiri yang berdosa, maka aku sendiri yang harus
berusaha untuk melenyapkan kesalah itu, kau tak perlu
menduga-duga lagi, mari makanlah dahulu setengah kuntum
bunga merah ini!" Berkata May ceng ong sambil menghela
napas panjang. Meskipun Su-to Wie sudah dapat menduga sebagian
penderitaan batin May ceng ong, tetapi masih banyak
pertanyaan yang masih belum jelas, selagi hendak menanya
lagi, siapakah orang yang mengakibatkan penderitaannya itu,
tiba-tiba mendengar suara May ceng ong yang perintahkan ia
lekas makan setengah kuntum bunga teratai merah, dalam
keadaan terkejutnya ia buru-buru mengucapkan terima-kasih
sambil menggoyang-goyangkan tangan.
"Bunga teratai ini adalah obat dewa yang jarang ditemukan
didalam dunia. ." Tidak menantikan Su-to Wie melanjutkan ucapannya, May
ceng ong sudah memotong: "Bunga ini meskipun merupakan
obat dewa dalam dunia, tetapi tadi sudah kujelaskan, hanya
setengahnya saja sudah cukup, yang lebihnya jika kau tidak
makan, bagaimana aku dapat memulihkan kekuatan
tenagamu?" sehabis berkata demikian ia lalu membagi
setengah kuntum bunga itu kepada Su-to Wie.
Dalam keadaan demikian, Su-to Wie tak bisa menolak lagi,
terpaksa menerimanya dengan perasaan bersyukur.
Ketika bunga itu masuk ke dalam perutnya sudah berubah
menjadi hawa hangat yang menyusuri sekujur tubuhnya, saat
itu terdengar suara May ceng ong yang berkata padanya: "Su-
to laote, lekas duduk sambil pejamkan matamu, semua
penderitaan dalam hatimu jangan kau pikirkan lagi!"
Su-to Wie yang mendengar ucapan itu ia tahu bahwa May
ceng ong sudah akan mulai menyembuhkan lukanya dengan
menggunakan kekuatan tenaga dalamnya yang sudah
sempurna. Maka ia buru-buru memejamkan mata dan
menenangkan pikirannya, ia hanya merasakan sekujur dirinya
dengan tiba-tiba tertiup oleh angin dingin yang menyerang
seluruh jalan darahnya yang terpenting.
Tiap hembusan angin dingin yang mengenai tubuhnya,
membuat Su-to Wie gemetaran dan menimbulkan rasa sakit
yang tak tertahan. Tetapi Su-to wie tetap bertahan, semua
penderitaan rasa sakit itu tidak dihiraukannya.
Setelah semua lobang jalan darah di sekujur tubuhnya
sudah tersentuh oleh hembusan angin dingin itu, Su-to Wie
kembali merasakan bahwa May ceng ong sudah mengulurkan
tangan satunya, diletakkan kebagian belakang ulu hatinya,
telapak tangan May ceng ong dirasakannya panas sekali,
agaknya sedang menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya,
karena hawa panas itu perlahan-lahan menyusup ke dalam
tubuhnya. Su-to Wie juga mulai mengerahkan kekuatan
tenaga dalamnya, kini ia telah mendapat kenyataan bahwa
usahanya itu ternyata mulai berhasil, maka dalam hatinya
merasa sangat girang, buru-buru ia memancing hawa panas
yang masuk ke dalam ulu hatinya untuk disalurkan ke dalam
sekujur tubuhnya, setelah melalui bagian bagiannya yang
terpenting, ia barulah merasakan segar kembali !
May ceng ong menyaksikan demikian cepat Su-to Wie
sudah pulih kekuatan tenaganya ia tahu bahwa sebagian
lantaran khasiat bunga teratai merah tadi dan bantuan tenaga
dalamnya sendiri, sedangkan sebagian lagi oleh karena Liong-
hui kiam-khek sendiri sudah memiliki dasar yang cukup baik,
maka diam-diam ia memberi pujian sambil menarik kembali
tangannya dan berkata di telinga Su-to Wie dengan suara
perlahan: "Su-to laote, sekarang kau baru sembuh dari lukamu
yang parah, tenaga barumu masih merupakan babak
permulaan, maka duduklah dengan tenang, untuk sementara
May ceng ong hendak pergi dulu, ku hendak pergi kesalah
satu tempat di lembah leng cui kok ini untuk mengenangkan
impianku yang gila dimasa yang lampau!"
Sehabis berkata demikian, badannya bergerak menghilang
kebagian dalam lembah Leng cui kok.
Berulang ulang Su-to Wie mencoba melakukan gerakan
untuk melatih kekuatan tenaga dalamnya sampai tiga kali,
benar-benar merasakan sekujur tubuhnya sudah segar,
semangatnya bertambah, maka ia membuka matanya, saat ini
barulah tampak segar pemandangan d ihadapan matanya.
Sang waktu perlahan-lahan mulai gelap. ketika malam larut,
May ceng ong sudah tak kelihatan jejaknya, entah pergi
kemana. Su-to Wie semula karena mengingat baru pertama kali itu
datang ke lembah tersebut, masih agak asing terhadap
keadaan dalam lembah itu, maka tak berani bergerak kemana-
mana. Ia sebentar ingin menunggu di tempatnya semula,
tetapi kemudian berpikir dan tiba-tiba teringat pada May Ceng
ong, entah lantaran apa, yang membuat dirinya menderita
demikian hebat, sehingga maksud hendak menghabiskan
jiwanya di tempat itu. Sewaktu hendak pergi, ia juga perlu
memberitahukan kepadanya, hendak mencari ke tempat itu
untuk mengenangkan kembali impian gila yang telah lampau,
maka dikhawatirkan pendekar luar biasa itu nanti setelah
teringat kembali kepada masa-masa lalu yang menyedihkan
bisa timbul pula perasaan dan pikirannya yang hendak
meninggalkan dunia yang fana ini!
Berpikir bolak-balik ia merasa bahwa pikiran itu
kemungkinan ada, maka ia lalu bangkit dan berjalan lambat-
lambat menuju ke dalam lembah untuk mencari Hong tim ong
khek yang telah menanam budi begitu besar terhadap dirinya.
Didalam lembah yang lebat itu setelah melalui jalanan dengan
tiga kali, di depan matanya terbentang taman segar yang
cukup luas, terutama di bawah sinar bintang diwaktu malam,
pohon-pohon itu menunjukkan keadaannya yang aneh dan
lain daripada yang lain. Menurut bunyi surat yang ditinggalkan oleh orang aneh
yang pernah menolong dirinya di Bu leng san, bahwa lembah
Leng cui kok di ko le kong san ada bunga pohon cemara
penunjuk jalan, ucapan terakhir sebelum susioknya Kwan Sam
Pek dipotong lidahnya oleh Thiat Kwan totiang, juga pernah
menyebut demikian, semua ini rasanya bukan suatu hal yang
kebetulan saja, tentunya ada mengandung maksud sangat
dalam. Tetapi sekarang dirinya sendiri yang berada didalam
lembah Leng cui kok lagi pula menghadapi pohon cemara
demikian banyak dan terang bulan di atas langit,
bagaimanapun ia masih belum dapat memecahkan kata-kata
yang mengandung rahasia itu.
Pada waktu itu Su-to Wie berdiri di bawah sebuah pohon
cemara yang tinggi dan besar menghadap ke rimba pohon
yang lebat, kepalanya mendongak memandang rembulan di
atas langit sembari memikirkan ucapan yang mengandung
maksud sangat penting itu pasti dipikirkan sangat hati-hati,
tetapi oleh karena pikirannya masih teringat kepada
keselamatan diri May ceng ong, maka ia hanya berpikir
sejenak, tidak bisa berpikir tenang. Ia melanjutkan langkah
kakinya berjalan masuk ke dalam rimba pohon cemara.
Didalam dunia ini kadang-kadang ada hal-hal yang terjadi
secara kebetulan, Su-to Wie baru saja tiba di tepi rimba, di
belakangnya terdengar suara burung yang sangat aneh,
sehingga menarik perhatiannya dan dengan sendirinya lantas
berpaling untuk mengawasinya! Dari atas pohon cemara tua
yang tadi ia berdiri di bawahnya, tampak terbang seekor
burung raksasa yang bentuknya lebih besar daripada burung
garuda, burung itu bulunya berwarna sangat indah dan saat itu
sedang terbang tinggi ke angkasa.


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Su-to Wie terkejut, tetapi rasa terkejutnya bukanlah karena
burung aneh yang terbang tinggi itu, melainkan bentuk pohon
kuno yang sangat aneh keadaannya.
Tadi ketika ia berada di bawah pohon itu, sedikitpun tidak
merasa ada apa-apanya yang aneh. tapi sekarang setelah
terpisah kira-kira empat atau lima belas tombak dari pohon itu
dan ketika berpaling mengawasinya, barulah dapat
kenyataannya kalau dipandang itu mirip dengan setangkai
bunga teratai yang berdiri di depan tebing tinggi.
Terbukalah pikiran Su-to Wie, dalam hatinya ada teringat
kepada kata-kata rahasia yang mengatakan tentang bunga
pohon siong petunjuk jalan, apakah yang dimaksudkan dalam
kata-kata itu ialah pohon cemara yang bentuknya bagaikan
tiga bunga teratai ini"
Akan tetapi andai kata benar apa yang dikatakan adalah
pohon cemara ini, namun manakah agaknya jalan yang
ditunjuk" Su-to Wie mulai perhatikan keadaan sekitarnya ia telah
dapat kenyataan bahwa pohon dan ranting-ranting cemara itu,
tidak mendoyong kesalah satu arah, melainkan tumbuh lurus
menjulang tinggi ke langit, dengan mendadak hatinya tergerak
pula, ia pikir, apakah yang dimaksudkan dengan jalan itu
adalah diatasnya pohon ini" Dan rahasia besar yang ada
hubungannya dengan diri sendiri tentunya disembunyikan di
suatu tempat diatasnya pohon yang sangat tinggi ini.
Penemuan yang tidak terduga-duga itu, dengan sendirinya
telah membawa ia kembali kepohon tua itu, dengan mengikuti
lurusnya pohon, ia merambat naik ke atas tebing dekat pohon
itu. Lamping tebing itu ternyata penuh dengan lumut, sehingga
licin sekali, kalau tidak lantaran ia sudah makan bunga teratai
warna merah dan mendapat bantuan tenaga dalam May ceng
ong yang menyembuhkan luka dalam tubuhnya, sudah pasti
tidak akan dapat memanjat tempat yang setinggi itu. Tetapi
setelah memanjat setinggi sepuluh tombak, ia mulai merasa
goyah terhadap pikirannya sendiri tadi, sebab tempat sekitar
tiga empat puluh tombak di tebing itu, kecuali tetumbuhan
lumut yang licin, tak terdapat tumbuhan lain, juga tidak
terdapat batu-batu untuk menyimpan rahasia besar.
Ketika Su-to Wie arahkan pandangan matanya ke
sekitarnya, ia sudah mulai merasa kecewa, tetapi ia masih
belum putus asa. Dengan mengerahkan ilmunya "cecak
merambat" ia melanjutkan usahanya untuk merambat ke atas.
Pada saat itu, bulan purnama sedang berada ditengah
langit memancarkan sinarnya yang terang-benderang.
Su-to Wie merasa hampir kehabisan tenaga, maka ia lantas
cari tempat yang agak menonjol dipakai untuk tempat
mengaso. Meskipun sedang beristirahat, namun matanya
terus ditujukan kepada tempat-tempat yang dianggap agak
aneh keadaannya. Tak disangka-sangka bahwa usahanya itu
ternyata merupakan kenyataan, suatu tempat ajaib yang tak
diduga-duganya, segera muncul di hadapan matanya. Ketika
ia merambat lagi sampai tujuh delapan kaki jauhnya, dengan
tiba-tiba ia mendapat kenyataan bahwa warna dari tumbuhan
lumut itu agak aneh. Ditempat itu tampak sebuah bayangan
bundar yang garis tengahnya kira-kira dua kaki. Dalam
keadaan girang Su-to Wie segera menginjakkan kakinya
menuju ke tempat yang terdapat bayangan bundar tadi. Tetapi
ketika ia geser kakinya sampai delapan kaki jauhnya,
bayangan bundar tadi mendadak hilang lagi.
Dengan mengerahkan pandangan matanya, ia mencari-cari
tempat di sekitarnya, namun tidak tampak apa-apa yang
mencurigakan. Maka ia kembali ke tempat semula dengan
pikiran bingung Setelah tiba ditempat semula, ia berpaling lagi,
kini ia mulai timbul perasaan heran dan curiganya, bayangan
bundar itu kembali tertampak nyata.
Su-to Wie yang memang sangat cerdik, keadaan aneh
yang hampir tak dapat dipecahkannya dipelajarinya dengan
seksama dan benar saja ia telah berhasil dengan usahanya
itu. Ia anggap bahwa bayangan bundar itu semata-mata
karena pancaran sinar rembulan dan malam itu sinar
rembulan justru sedang terangnya, sedangkan ia sendiri naik
ke atas mengikuti tingginya pohon cemara itu, maka barulah
menemukan penemuan ganjil itu, apabila malam itu bukanlah
malam terang bulan, bayangan bundar itu pasti tidak akan
tertampak. Setelah ia mendapatkan pikirannya demikian ia lalu ingat
betul letak bayangan tadi dan kembali ia gerakkan badannya
sambil maju ia pasang mata ke arah bundaran itu dan benar
saja ketika ia baru menggeser ke kiri tiga kaki, bayangan
bundar itu kembali telah menghilang.
Kali ini karena ia sudah ingat betul letak bayangan bundar
tadi, maka terhadap menghilangnya bayangan itu ia sedikitpun
tidak menghiraukan, ia hanya menunggu setelah tiba di
tempatnya lantas mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya
mencoba mendorong tebing batu itu.
Pertama kali ia tak berhasil menggoyangkan batu besar itu,
tetapi kedua kalinya ketika ia mengerahkan seluruh kekuatan
tenaganya, batu yang didorong itu dirasakannya telah kosong
dan ia sendiri berada didalam sebuah goa yang sangat gelap.
Didalam sakunya ia membawa alat untuk membuat api,
setelah diperiksanya sebentar, ia mengetahui bahwa goa itu
sangat dalam, bahkan jalannya sangat banyak liku-likunya.
Tetapi keadaannya bersih dan kering.
Urusan itu telah berkembang demikian jauhnya, tempat
dimana ia sedang berada itu semuanya sudah tepat dengan
apa yang dikatakan di pesan rahasia oleh Kwan Sam Pok,
maka ia segera mengetahui bahwa didalam goa itu pasti tidak
ada bahaya, dengan perasaan gembira ia maju ke dalam goa.
Setelah melalui beberapa tikungan, dengan tiba-tiba di
hadapan matanya tampak sinar lampu, keadaan itu telah
mengejutkan dirinya. Ia buru-buru padamkan api di tangannya
dan ia maju dengan langkah yang hati-hati sekali.
Ketika berjalan semakin dekat, baru diketahui bahwa sinar
lampu itu memancar keluar dari sebuah kamar batu, tirai di
depan pintu tampak diturunkan, di atas pintu itu diukir dengan
huruf besar Bo CIU yang berarti JANGAN KESAL!
Su-to Wie tiba-tiba teringat sajak yang dinyanyikan oleh
May ceng ong yang membuatnya bersedih hati, dalam bait
pertama pernah ditulis dengan "Bo Ciu Tang" artinya Kamar Jangan Kesal. Hingga
ia tahu bahwa ia sendiri baru saja
memecahkan rahasia yang disimpan dalam kata-kata Kwan
susioknya, sehingga ditemukan tempat yang dimaksudkan,
bahkan mungkin hong tim Hong khek May ceng ong sedang
berada didalam kamar BO CIU. Sambil berpikir, ia membuka
tirai pintu dengan pelahan sekali, kamar batu itu bukan saja
sangat indah, sedangkan May ceng ong pada saat itu benar
saja sedang tengkurap ditempat tidur batu, dengan airmata
yang bercucuran. May ceng ong sudah tahu bahwa Su-to Wie dapat mencari
tempat itu, maka ketika singkap tirai dan masuk ke dalam
kamar, sedikitpun tidak merasa heran, ia lalu bangun duduk,
dengan lengan bajunya mengeringkan air mata yang mengalir
turun, katanya dengan suara sedih: "Oleh karena aku
membantu laote membukakan seluruh jalan darahmu,
sehingga banyak mengeluarkan tenaga dalam, maka aku pikir
hendak beristirahat ditempat kediamanku dulu seperti pada
dua puluh tahun berselang. Ditempat ini pula aku akan
mengenangkan dan menyatakan penyesalan atas
perbuatanku dahulu. Tetapi aku setelah tiba di sini barulah
tahu bahwa didalam dunia ada banyak kebetulan. Susiokmu
Kwan San pek juga pernah didalam kamar ini tinggal
beberapa waktu lamanya!"
"Bagaimana May Tayhiap tahu Kwan susiok pernah
berdiam di sini" Apakah susiok ada meninggalkan barang
apa?" bertanya Su-to Wie heran.
Dari atas pembaringan itu May ceng ong mengambil
sebilah pedang pusaka dan sejilid kitab kecil, diberikan
kepada Su-to Wie seraya berkata: "Kwan susiokmu memang
benar meninggalkan pedang pek liong kiam dan sejilid kitab
pelajaran ilmu pedang pek liong kiam po ditempat ini!"
Su-to Wie yang menampak benda itu lalu teringat kepada
orangnya, pedang dan kitab itu diletakkan di atas meja batu, ia
lalu berlutut dan berkata dengan suara sedih: "semoga arwah
susiok membantu Su-to Wie membersihkan partai Tiam cong
pay dari kawanan penjahat dengan pedang pek liong kiam dan
ilmu pedang pek liong po ini, ini juga berarti menuntut balas
dendam untuk susiok!"
May ceng ong yang mendengarkan itu lalu berkata sambil
menghela napas: "Orang-orang rimba persilatan barangkali
akan menghadapi bencana besar, jika tidak, dengan cara
bagaimana masih ada manusia-manusia jahat dan kejam yang
sedikitpun tak mempunyai perikemanusiaan!"
Berkata sampai di situ ia berhenti sejenak, kemudian
berkata pula, sambil menatap wajah Su-to Wie: "Akan tetapi
tiam cong dan Kie lian sudah berserikat hendak merebut
kekuasaan rimba persilatan, di belakang mereka ada orang
kuat yang ilmunya aneh luar biasa menunjang. Kau dengan
mengandalkan pedang ini barangkali tidak cukup untuk
melaksanakan cita-citamu yang hendak membersihkan
golongan Tiam cong dan hendak menuntut balas dendam bagi
Kwan susiokmu!" Su-to Wie yang berotak cerdas, ia mendengarkan ucapan
May ceng ong itu ada mengandung maksud, maka ia buru-
buru menanya dengan suara seperti orang memohon sesuatu:
"Kalau May Tayhiap mengatakan demikian, apakah kiranya
masih ada ilmu yang lebih tinggi hendak diturunkan kepada
Su-to wie?" May ceng ong tertawa terbahak-bahak kemudian berkata:
"Kepandaian dan kekuatan tenaga dalammu, sudah tidak
lemah lagi pula kau sudah makan setengah kuntum teratai
Swat lian, kalau kau berdiam dan beristirahat didalam kamar
ini, nanti akan mendapat banyak kemajuan! Ilmu Hian kang
yang kupelajari, oleh karena tidak sesuai dengan pelajaran
yang kau anut, hingga tak dapat kuturunkan kepadamu, aku
hanya ingin belajar sama-sama beberapa jurus ilmu pedang!"
Mendengar ucapan itu, bukan kepalang girangnya Su-to
Wie, maka buru-buru minta diajarinya dengan sikap sangat
menghormat. May ceng ong berkata pula sambil tertawa: "Sudah lama
aku tidak menggunakan senjata, tetapi karena dahulu aku
pernah mempelajari ilmu pedang dan tadi aku juga memeriksa
kitab peninggalan Kwan susiok mu, ditambah lagi dengan
pendapatan yang baru kutemukan ternyata sudah berhasil
menciptakan dua jurus ilmu pedang yang aneh yang agaknya
sangat hebat sekali pengaruhnya!"
Berkata sampai di situ ia diam sejenak, lalu mengambil
pedang Pek liong kiam dari atas meja ketika pedang itu
terhunus keluar dari sarungnya tampak suaranya yang
mengaung dan sinarnya yang berkilauan.
Lama May ceng ong memandang pedang itu, dari mulutnya
mengeluarkan kata-kata pujian: "Benar-benar suatu barang
pusaka yang jarang ada didalam dunia, pantas kwan
susiokmu dahulu dengan menggunakan pedang ini beruntun
terus-menerus bertanding dengan ketua Siao lim, Lo hu dan
Kie lian tidak sampai terkalahkan!"
Su-to Wie yang menyaksikan pedang itu, lalu teringat pula
kawan susioknya yang dianiaya oleh ciangbun suhengnya
Thiat kwan Totiang. Maka air matanya lalu mengucur keluar.
May ceng ong yang menyaksikan keadaan demikian, diam-
diam menganggukkan kepala, kemudian dengan tangan
menggenggam pedang pek liok kiam dan memainkan dua
jurus ilmu pedangnya yang baru saja diciptakan.
Ilmu pedang golongan Tiam cong yang dinamakan Hui-
hong-u-liu-kiam-hoat yang terdiri dari tujuh puluh dua gerakan
dan ilmu pedang golongan Bu tong, Ngo bie, dalam rimba
persilatan dipandang sebagai tiga ilmu pedang yang
terampuh. Su-to Wie yang memiliki nama julukan Ling hui
kiam khek sudah tentu merupakan seorang ahli yang
kenamaan, maka begitu menyaksikan permainan pedang May
ceng ong tadi, diam-diam mengenang kebesaran jago rimba
persilatan yang namanya pernah menggemparkan rimba
persilatan itu. Dua jurus ilmu pedang yang dimainkan tadi baik dalam
perubahan-perubahannya maupun dalam hebatnya serangan,
merupakan suatu ilmu pedang yang jarang dilihat selama
hidupnya, bahkan tampaknya jauh lebih hebat dari pada ilmu
pedangnya sendiri yang dipandang sebagai ilmu pedang
terampuh dalam dunia persilatan.
Setelah menyaksikan dengan seksama, buru-buru
dipelajarinya dengan tekun, tetapi oleh karena dua jurus ilmu
pedang itu yang satu adalah ilmu pedang yang dimainkan
ditempat datar dua yang lainnya digunakan ditengah udara,
maka gerak dua jurus itu digabung menjadi satu mengandung
pertahanan yang sangat rinci, maka ia harus melatihnya
sampai sepuluh kali lebih baru bisa mengingat betul.
Su-to Wie yang sudah ingat baik-baik serangan mematikan
dari ilmu pedang itu lalu menyimpan pedangnya kembali dan
mengucapkan terima kasih kepada May ceng ong. katanya
sambil tersenyum: "Ilmu pedang yang sangat hebat ini,
seharusnya diberi nama yang sesuai dengan geraknya, harap
May Tayhiap berikan lagi nama ilmu pedang ini. . "
"Ilmu pedang itu meskipun baru saja kuciptakan, tetapi
nama gerak tipunya sudah ada, Laote seorang yang sangat
cerdas, kiranya boleh coba pikir-pikir sendiri!" Berkata May
ceng ong sambil tertawa. Su-to Wie setelah berpikir sejenak, lalu berkata: "Ilmu
pedang yang harus digunakan di tanah datar, baik kita
namakan saja Siong hwa ce lo (bunga pohon siong menunjuk
jalan) dan serangan yang harus digunakan di tengah udara,
namakan saja "Bulan purnama di atas kepala !"
"Memang bagus sekali nama itu, tetapi diharap saja gerak
tipu "Bunga siong menunjuk jalan" itu benar-benar dapat
menikam hancur hati kawanan penjahat dan "Bulan purnama
di atas kepala" benar-benar dapat menyinari perasaan
kawanan durhaka itu, Su-to Wie laote sebaiknya melatih baik-
baik dan beristirahat dahulu didalam kamar ini, supaya kau
nanti dapat gunakan ilmu pedangmu ini untuk membersihkan
golongan Tiam cong dan menuntut balas bagi susiokmu, agar
Thiat kwan totiang yang sudah tidak waras pikirannya itu,
serta saudaramu sendiri Su to keng yang sudah kehilangan


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akal budi dapat pembalasan yang setimpal!"
Sehabis berkata demikian, ia lalu bangkit dan hendak
berjalan keluar. Su-to Wie buru-buru bertanya kepadanya:
"May tayhiap hendak kemana ?"
May ceng ong wajahnya kembali kelihatan murung, katanya
dengan suaranya yang sedih: "Aku tadi setelah
mengenangkan dan menyatakan kekesalanku atas segala
perbuatanku yang dulu didalam kamar ini, aku semakin
merasa bahwa secepatnya aku harus menyelesaikan hutang
dosaku!" "May tayhiao sebetulnya mempunyai hutang dosa apa?"
bertanya Su to wie heran.
"Hutang dosa yang ku pikul untuk sementara aku belum
bisa menjelaskan, tetapi apa yang dapat kuberitahukan
kepadamu, May ceng ong selama hidupnya terhadap hutang
dosa ini selalu mengambil cara menyingkir saja dan sekarang
setelah kupikir baik-baik, aku sudah mengambil sikap tidak
akan menyingkir lagi, bahkan aku akan mengambil sikap tegas
dan berusaha untuk membereskannya"
Berkata sampai di situ, ia menghela napas panjang,
kemudian berkata lagi sambil menggelengkan kepala dan
tertawa dingin: "Hutang dosaku ini, ada hubungan besar sekali dengan utuh atau
hancurnya rimba persilatan, barangkali dari
diriku ini akan timbul suatu bencana hebat yang susah
diselesaikan!" Sementara mulutnya masih bicara, badannya telah
bergerak dan sebentar lagi sudah keluar dari kamar itu.
Su-to Wie tahu benar bahwa orang-orang yang sifatnya
aneh seperti May ceng ong itu tindak-tanduknya juga seperti
naga sakti yang tak mudah untuk didekati, orang itu kalau
sudah timbul niat hendak pergi, bagaimanapun juga susah
akan ditahannya, maka dengan seorang diri lalu ia berdiam
didalam kamar batu itu dengan tekun mempelajari kitab ilmu
pedang yang ditinggalkan oleh Kwan Sam Pek, disamping itu
ia juga dengan tekun mempelajari dua jurus ilmu pedang yang
diwariskan oleh May Ceng Ong.
Untung kamar dalam goa itu, dahulu pernah dirawat baik-
baik oleh May Ceng Ong, di beberapa bagian dibuatkan
lubang angin, sehingga hawa bisa masuk ke dalam. Dan
kemudian Kwan Swan Pek selama berdiam di situ juga
menyimpan barang hidangan kering banyak sekali dan waktu
itu sebagian besar masih belum rusak. Untuk keperluan
makannya sehari-hari, Su-to
Wie sudah tidak usah khawatirkan lagi. Maka selama berdiam didalam goa itu ia
boleh bertekun mempelajari ilmu silat dan ilmu pedangnya.
Dengan demikian ia telah mendapatkan kemajuan yang
sangat pesat sekali. Pada suatu hari, seperti biasa, selagi ia melatih ilmu
pedangnya yang dapat dipelajarinya dari May Ceng Ong dan
selagi memikirkan apakah perlu meninggalkan tempat itu
untuk kembali ke gunung Tiam-cong, supaya membuat
perhitungan dengan Ciangbun suhengnya dan saudaranya
sendiri dengan tiba-tiba dari dalam lembah ada orang dengan
menggunakan ilmu "menyampaikan suara ke dalam telinga"
memanggil padanya: "Liong-hui Kiam-khek Su-to Wie. .,
Liong-hui Kiam-khek Su-to Wie. ."
Suara panggilan itu meskipun disampaikan dengan ilmu
menyampaikan suara ke dalam telinga tetapi dengan melalui
dinding batu-batu kamar, masuk ke telinga Su-to Wie
kedengarannya halus sehingga hampir tak dapat ia dengar
dengan biasa. Ia heran dan terkejut mendengar suara panggilan itu, sebab
kecuali May Ceng Ong siapa lagi yang mengetahui kalau ia
berdiam di lembah gunung Ko-le-kong-san itu.
Ia berjalan ke mulut goa sambil berpikir dan panggilan itu
kini juga terdengar lagi dengan tak disangka-sangkanya
dengan tiba-tiba tubuh Su-to Wie gemetaran, secepat kilat ia
sudah mengerahkan ilmu meringankan tubuh lari keluar goa!
Kiranya setelah berada di luar, karena jarak yang dekat,
suara itu terdengarnya juga semakin nyata, kini Su-to Wie
dapat mengenali suara itu ternyata adalah suara Ca Bu kao
sendiri yang setiap hari dan malam dipikirkannya.
Jika ia berada di luar goa, matanya jeli dan mencari-cari ke
tempat di sekitarnya, benar juga ia menampak kekasihnya
yang selalu dipikirkannya, berdiri didekat sebuah pohon besar
yang tampaknya seperti bunga teratai itu.
Su-to Wie yang sudah mengalami berbagai penderitaan
dan hampir saja mengorbankan jiwa, setelah tampak
kekasihnya yang telah lama ditinggalkan, hatinya merasa pilu
sehingga air matanya membasahi sepasang matanya, ia juga
memanggilnya" "Jimoay, Jimoay, aku ada di sini"
Sambil memanggil, ia melayang turun dari tebing, dengan
kedua tangan terbentang, menyerbu kepada Ca Bu Kao
supaya dapat menuangkan isi hatinya yang selama itu
terpendam dalam lubuk hatinya sendiri!
Ca Bu Kao yang sebetulnya sedang tujukan pandangannya
ke arah jauh dan memanggilnya semakin lama, dengan tiba-
tiba tampak Su-to Wie melayang turun di atas kepalanya
menyerbu dirinya, sehingga wajahnya menjadi merah dan
melompat minggir beberapa kali.
Dengan demikian, maka serbuan Su-to Wie tadi
mengenakan tempat kosong ia merasa kecewa, pikirnya: Ca
Bu Kao dahulu demikian mesra terhadap dirinya, bagaimana
setelah ditinggalkan sekian lama mendadak menjadi berubah
seperti orang asing"
Ca Bu Kao yang menyaksikan sikap Su-to Wie yang
merasa kecewa, lantas tersenyum, sambil menunjuk ke
sampingnya ia berkata: "Sieko, kau kuperkenalkan dulu
dengan Say Han Kong tayhiap, tabib sakti kenamaan dalam
rimba persilatan pada dewasa ini!"
Su-to Wie karena dalam barisan tokoh-tokoh Tiam-cong-
pay termasuk nomor empat, maka Ca Bu Kao memanggil
padanya Sieko yang berarti "ke empat" ; semula tidak
diketahui oleh Su-to Wie karena perhatiannya hanya ditujukan
kepada sang kekasih saja. Kini setelah ditunjuk oleh Ca Bu
kao baru tahu, bahwa kedatangan Ca Bu kao itu bersama Say
Han Kong. Ia lalu mengikuti ke tempat yang ditunjuk oleh Ca
Bu Kao, benar saja di belakang pohon besar itu tampak
seorang tua yang memakai pakaian kasar.
Su-to Wie setelah melihat dari Say Han Kong baru tahu
bahwa Ca Bu Kao menyingkiri dirinya dan tidak membiarkan
dirinya dipeluk olehnya karena disitu masih ada orang lain
sehingga ia merasa risi dan malu, kemudian ia berkata sambil
memberi hormat: "Say tayhiap dengan kepandaianmu dalam
ilmu obat-obatan, telah banyak sekali menolong orang-orang
rimba persilatan. Dalam hal ini Su-to Wie sudah lama
mengagumimu!" Say Han Kong memberi hormat dan berkata sambil
tersenyum: Saudara Su-to seorang gagah perkasa yang
budiman, dengan jiwamu yang besar dan keberanianmu yang
tiada taranya dengan seorang diri melawan kawanan iblis dan
akhirnya meskipun mengalami banyak penderitaan toh dapat
saudara lewatkan! Mungkin dalam goa rahasia di gunung ini
saudara sudah menemukan penemuan-penemuan ajaib"
Mendengar perkataan itu, Su-to Wie lalu berkata kepada
Ca Bu Kao: Jimoay, apakah tadi kau dengan Say tayhiap
pernah jumpa dengan May Ceng Ong?"
Ca Bu Kao melihat kekasihnya dalam keadaan selamat,
bukan saja keadaannya masih seperti dulu yang gagah dan
tampan, bahkan dari air mata dan semangatnya terlihat lebih
sempurna, hingga tahu, bahwa dalam penderitaannya itu
sudah menemukan pengalaman gaib, maka hatinya merasa
sangat girang. Dengan wajah berseri-seri ia balas menanya
kepadanya: Mengapa Sieko mengajukan pertanyaan
demikian" aku dengan Say tayhiap belum pernah bertemu
muka dengan Bong Tim Ong-kek."
Mendengar keterangan bahwa Ca Bu Kao dan Say Han
Kong tidak berjumpa dengan May Ceng, Ong Su-to Wie
semakin heran, tanyanya: "Jimoay dan Say tayhiap kalau
benar tak berjumpa dengan May Ceng Ong, dengan cara
bagaimana bisa mengetahui bahwa aku berada didalam Leng-
cui-kok di gunung Ko-la-san ini?"
Ca Bu Kao berkata sambil mengawasi Say Han Kong: "Say
tayhiap, kalau kita tidak menjelaskan apa yang kita alami dan
kita jumpai, barangkali tidak mudah dimengerti oleh Su-to
sieko!" Say Han Kong menganggukkan kepala dan berkata kepada
Su-to Wie" "Saudara Su-to, harap kau beritahukan dulu kepada kita,
semua pengalamanmu setelah kau ditotok jalan darahmu
didalam kuil Pho-hio-to-kwan."
Su-to Wie lalu menceritakan semua pengalamannya dan
penderitaannya sehingga Ca Bu Kao yang mendengarkan itu
merasa gemas! Say Han Kong setelah mendengarkan keterangan Su-to
Wie lalu berkata kepada Ca Bu Kao sambil tertawa: "Kalau
begitu bunga teratai swat-lian ternyata adalah may Ceng Ong
yang merampasnya, bahkan dengan bunga itu ia memberikan
pertolongan banyak bagi saudara Su-to, kalau demikian
halnya, perjalanan nona Tiong-sun Hui Keng ternyata tidak
percuma!" "O! Jadi bunga teratai swat-lian merah itu milik kalian!"
Bertanya Su-to Wie kaget.
Ca Bu Kao lalu menceritakan apa yang terjadi didalam
pertemuan di atas puncak gunung Thian-tu-hong digunung
Oey-san. Su-to Wie setelah mendengar keterangan itu baru
mengetahui keadaan rimba persilatan pada masa ini, tetapi
diam-diam ia berpikir lagi dan menanya kepada Ca Bu Kao:
"Jimoay, kau sudah bicara cukup banyak, tapi kau belum
menceritakan, dengan cara bagaimana kau tahu bahwa aku
berada didalam lembah Leng-cui-kok ini?"
"Ketika aku dengan Say tayhiap sedang melakukan
perjalanan ke gunung Ngo-bie-san dan hendak berkumpul di
sana bersama Oe-tie Khao dan Hee Thian Siang, dengan tiba-
tiba aku menemukan sebuah surat!"
"Apakah dalam surat itu dijelaskan bahwa aku berada di
lembah ini?" Ca Bu Kao menganggukkan kepala dan tersenyum, dari
dalam sakunya ia mengeluarkan sepucuk surat dan diberikan
kepada Su-to Wie. Su-to Wie yang melihat sampul surat itu belum terbuka,
tetapi di atas sampulnya tertulis empat baris syair yang
berbunyi: "Tahukah dimana adanya Liong-hui Kiam-khek.
Habis penderitaan, mendapatkan penemuan ajaib! Dalam
lembah Leng-cui-kong di gunung Ko-lo-kong-san,
membuktikan teka-teki dari pohon siong dan bulan purnama!"
Habis membaca itu Su-to Wie berkata: "Sampul surat ini
pasti ditulis oleh may Ceng ong, kecuali dia tiada orang lain
yang tahu dimana aku berada ditempat ini mendapatkan
pedang Pek-liong-sin-kiam dan kitab ilmu pedang Pek-liong-
kiam-pho peninggalan Kwan susiok!"
"Aku dengan Ca lihiap setelah mendapatkan sampul surat
ini, dengan menunjuk kata-kata dalam syair ini, segera menuju
kemari, karena ingin lekas-lekas menemukan saudara, maka
sampul ini belum sempat dibukanya.
Sekarang coba saudara buka, betul atau tidak kalau itu
ditulis oleh May Ceng Ong."
Dalam hati Su-to Wie sudah menganggap pasti bahwa
urusan ini kecuali May Ceng Ong tiada seorangpun yang
mengetahui. Tetapi setelah ia membuka suratnya, barulah
terheran-heran dan tidak bisa berkata apa-apa lagi! Sebab,
didalam sampul surat itu hanya terdapat empat huruf besar:
"SEMOGA MENDAPAT RESTU MAKAM BUNGA MAWAR!"
Say Han Kong yang menyaksikan sikap Su-to Wie
demikian rupa, juga merasa heran, ketika tampak empat huruf
besar itu, lantas berkata sambil menghela nafas: "Kalau
begitu, kini telah ternyata benar bahwa orang yang menolong
saudara Su-to secara menggelap dan kemudian menulis surat
ini adalah Duta bunga mawar yang beritikad baik dan
mengharap supaya semua orang hidup berbahagia!"
Wajah Ca Bu Kao menjadi kemerah-merahan, perasaan
girang dan terkejut serta kagumnya tidak dapat kita dilukiskan.
Katanya sambil menghela nafas: "Duta bunga mawar ini
sesungguhnya juga boleh disebut sebagai seorang luar biasa
aneh di sepanjang masa, dengan bantuannya, hingga makam
bunga mawar itu benar-benar menunjukkan kemanjurannya!
Su-to sieko, tahukah kau bahwa lantaran kemarahanku aku
pernah menganggap bahwa makam bunga mawar itu tidak
manjur lagi dan aku pernah pergi ke lembah Kim-giok-kok di
gunung Bin-san dan siap untuk menggunakan kekuatan
tenagaku Pan-sian-ciang guna menghancurkan makam bunga
mawar itu!" Su-to Wie mengerti bagaimana besar cinta kasih Ca Bu
Kao terhadap dirinya. Maka ia menyimpan baik-baik sampul
surat pemberian Duta Bunga Mawar itu, dan berkata sambil
menghela nafas: "Jimoay, tunggu aku sehabis membersihkan
partai Tiam-cong dari kawanan penjahat serta menghukum
ciangbun suheng dan engko-ku sendiri, supaya dapat
menuntut balas dendam sakit hati Kwan susiok, kita agaknya
merasa perlu untuk pergi lagi ke gunung Bin-san dengan
bergandengan tangan di hadapan makam bunga mawar, kita
harus menyatakan terima-kasih kepada Duta Bunga mawar!"
"Su-to sieko, sekarang kau sudah mendapatkan pedang
Pek-liong-sin-kiam sudah mempelajari ilmu pedangnya dari
kitab Pek-liong-kiam-pho, disamping itu kau juga sudah
mendapat pelajaran ilmu pedang "bunga siong menunjuk
jalan" serta "Bulan purnama di atas kepala", seharusnya kau dapat menimbang-
nimbang sendiri, apakah engkau dapat
melawan ciangbunmu sendiri Thiat Kwan totiang?" Bertanya
Ca Bu Kao sambil tersenyum.
Su-to Wie berpikir sejenak, lalu menjawab dengan alis
berdiri: "Dengan seorang diri aku berdiam didalam makam,
sedikitpun tidak memikirkan gangguan dari luar, selama
beberapa bulan aku mempelajari ilmu pedang, aku sudah
berhasil menggabungkan ilmu pedang dari kitab Pek-liong-
kiam-pho dengan intisari ilmu pedang Hui-hong-u-liu-kiam-
hoat golonganku sendiri, maka ilmu pedang itu tambah hebat


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali pengaruhnya, ditambah lagi dengan pedang pusaka
Pek-liong-sin-kiam dan ilmu pedang "bunga siong menunjuk
jalan", serta "bulan purnama di atas kepala", seharusnya sudah cukup untuk
melawan ciangbun suheng dan saudaraku
sendiri yang sudah seprti orang lain itu?"
"Aku juga sudah memperhitungkan bahwa kepandaianmu
sekarang ini, sudah cukup untuk melawan Thiat-kwan Totiang
dan Siu Hwa atau Su-to keng, tetapi kau masih perlu bersabar
untuk sementara waktu, tidak perlu tergesa-gesa ke Pho-hio-
to-kwan dan masuk ke sarang harimau sendiri, baiknya tunggu
saja sampai pada nanti tanggal enam belas bulan dua belas
tahun ini, didalam perjamuan besar orang-orang rimba
persilatan di atas gunung Thian-tu-hong, di hadapan para
tokoh rimba persilatan kau boleh membeberkan semua dosa
yang diperbuat oleh ciangbun suhengmu, dan sekalian kau
mengadakan pembersihan terhadap partai Tiam-cong!"
Berkata Ca Bu Kao sambil menganggukkan kepala dan
tertawa. Su-to Wie setelah mengalami penderitaan hebat dalam
hidupnya kali ini, pikirannya sudah banyak berubah, begitupun
kesabarannya. Dalam segala urusan ia dapat
mempertimbangkan dahulu masak-masak, tidak seperti
dimasa yang lalu, suka menuruti hawa napsu sendiri. Maka
ketika mendengar ucapan kekasihnya tadi, ia sedikitpun tidak
menolak, katanya sambil menganggukkan kepala: "Ucapan
jimoay memang benar, tetapi dari sekarang hingga tanggal
enam belas bulan dua belas itu, masih ada waktu sangat
panjang, dengan cara bagaimana kita harus melewatkan
waktu itu". ." "Kita masih harus pergi ke gunung Ngo-bi-san untuk
bertemu dengan Hee Thian Siang dan lain-lainnya, untuk
melihat dalam perjalanan mereka ke gunung Kun-lun yang
hendak membuka rencana keji golongan Kie-lian dan Tiam-
cong, apakah mengalami perubahan besar?"
Su-to Wie sejak bertemu lagi dengan Ca Bu Kao meskipun
dengan adanya Say han Kong di situ sehingga tidak bisa
berlaku terlalu mesra, tetapi hubungan mereka yang memang
sudah akrab sejak dahulu, maka meskipun demikian, ia sudah
merasa terhibur banyak. Kini setelah mendengar Ca Bu Kao berkata demikian,
sudah tentu ia sangat setuju. Tiga orang itu lalu meninggalkan
gunung Ko-le-kong-san dan melakukan perjalanan ke Timur
hendak pergi ke gunung Ngo-bie-san untuk menggabungkan
diri dengan Hee Thian Siang dan Oe-tie Khao.
Tetapi ketika berjalan mendekati gunung Tiam-cong, Ca Bu
Kao membeli sebuah baju panjang berwarna kuning yang
sangat lebar, ia membuatkannya sendiri kerudung muka,
katanya kepada Su-to Wie: Su-to siko, tukarlah bajumu
dengan baju kuning ini, kecuali itu, kau perlu juga
menggunakan kerudung muka ini."
"Jimoy, apakah artinya ini?" Bertanya Su-to Wie dengan
heran. "Tempat ini dekat dengan Tiam-cong, beberapa anak buah
dan kaki tangan ciangbun suheng sendiri dan engkomu terlalu
banyak, aku tidak mau mereka menemukan Su-to Wie lebih
pagi, dan diketahui pula kalau kepandaian ilmu silatnya sudah
pulih kembali!" Berkata Ca Bu Kao sambil tertawa.
Mendengar ucapan demikian Su-to Wie berpikir sejenak,
kemudian berkata sambil menganggukkan kepala:
"Demikianpun baik juga, biar, engkoku dan ciangbun suheng
nanti terkejut dan ketakutan setengah mati apabila aku
memperhitungkan segala dosa mereka secara mendadak."
Say Han Kong, Ca Bukao dan Su-to Wie bertiga,
sebetulnya ingin melalui gunung Tiam-Cong itu dengan secara
diam-diam jangan sampai diketahui oleh Thiat-kwan Totiang,
Lui Hwa, Su-to Keng dan lain-lainnya, tetapi maksud mereka
ternyata tidak tercapai, bahkan masih tetap menimbulkan
pertempuran hebat dengan orang-orang Pho-hio-to-kwan.
Kiranya, ketika mereka sudah melalui gunung Tiam-cong-
san, dalam perjalanan itu telah berjumpa dengan ketua Ngo-
bi-pay Hian-hian Sianio secara tiba-tiba.
Say Han Kong yang dengan tiba-tiba ketemu ditempat itu
dengan ketua Ngo-bi-pay, lantas tahu, pasti ada sebabnya,
maka setelah mengucapkan kata-kata biasa, lalu bertanya
sambil tersenyum: "Sian-lo, bolehkah Say Han Kong numpang
tanya, Say Han Kong mempunyai seorang sahabat kecil yang
bernama Hee Thian Siang, dahulu pernah mengadakan
perjanjian dengan muridmu, ialah nona Hok Siu Im, hendak
mengadakan pertandingan ilmu silat di puncak gunung Ngo-bi.
Entah sekarang. ." Hian-hian Sian-lo oleh karena mendengar dari mulut Hee
Thian Siang dan Oe-tie Khao, sehingga mereka tahu maksud
pertanyaan Say Han Kong, maka ia pun berkata sambil
tersenyum. "Hee Thian Siang hiantit sudah pernah datang ke gunung
Ngo-bi-san sekarang oleh karena ketua Kun-lun-pay Tie-hui-
cu sedang ada urusan, maka ia bersama Leng Pek Ciok, Oe-
tie Khao dan Hok Siu Im pergi ke goa Siang-swat-tong di
gunung Kie-lian-san. Mereka berusaha hendak menolong
ketua Kun-lun-pay. Aku si nenek tua ini sedang dalam
perjalanan ke Pho-hie-to-kwan untuk mengadakan
penyelidikan dari kawanan penjahat golongan Tiam-cong."
Say Han Kong yang mendengar penuturan itu bukan
kepalang terkejutnya, tanyanya: "Ketua Kun-lun-pay Tie-hui-
ciu dengan kepandaiannya yang demikian tinggi, dengan cara
bagaimana bisa terjatuh ditangan musuh"
"Peribahasa ada mengatakan: Serangan secara terang-
terangan mudah dielakkan, tetapi serangan menggelap paling
susah dijaga, Tie-hui-cu bukan saja diserang secara
menggelap, bahkan terluka di bawah duri racun thian-keng-
cek dari Kun-lun-san sendiri!"
Habis berkata demikian ia lalu menceritakan yang
diketahuinya kepada Say Han Kong dan teman-temannya.
Mendengar keterangan Hian-hian Sianio, Say Han Kong
baru tahu, bahwa orang-orang golongan Kie-lian dan Tiam-
cong, bukan saja sudah berniat hendak melakukan kejahatan,
di belakang mereka bahkan ada orang pandai yang
menunjang. Jelas, bahwa bencana rimba persilatan bakal
tidak dapat dielakkan lagi.
Say Han Kong lalu memperkenalkan Hian-hian Sianio
kepada Su-to Wie, bahkan menceritakan apa yang terjadi dan
dialami oleh jago pedang golongan Tiam-cong itu.
Hian-hian Sian-lo yang mendengar penuturan penuh
bahaya itu berulang-ulang menganggukkan kepala, katanya
sambil menghela nafas: "Aku semula hanya mengira bahwa
kawanan penjahat dari Kie-lian-pay melakukan perbuatan itu
atas inisiatif sendiri, sungguh tak disangka kalau tiga jago
pedang golongan Tiam-cong juga melakukan perbuatan yang
lebih hina daripada orang-orang golongan Kie-lian."
Lalu sampai di situ, ia berkata dengan hati-hati, sambil
menatap wajah Su-to wie: "Lalu bagaimana, antara kau
dengan saudaramu, apa sudah tak bisa diperbaiki lagi
perhubungannya, perlu apa kita harus sembunyikan jejak kita.
Terus-terang saja kita pergi berkunjung ke Pho-hie-to-kwan,
apabila benar Tie-hui-ciu terjatuh ditangan orang-orang Tiam-
cong-pay, kita juga bisa menggunakan kesempatan itu untuk
sama-sama menolong ia keluar dari bahaya!"
Su-to Wie berpikir sejenak, lalu menganggukkan kepala
menerima baik usul itu. Ca Bu Kao oleh karena di pihaknya sendiri bertambah
seorang kuat seperti ketua Ngo-bi-pay itu, keadaannya tidak
terlalu dikhawatirkan maka ia berkata kepada Su-to Wie
sambil tersenyum: "Su-to siko, meskipun kita sudah
mengambil keputusan, berkunjung ke Tiam-cong dengan
terang-terangan, tetapi wajahmu yang sebenarnya masih perlu
disembunyikan, pada akhirnya baru boleh diperlihatkan
supaya mereka lebih-lebih terkejut!"
Rencana yang telah disusun baik, rombongan yang
dipimpin oleh Hian hian sianlo itu, lalu berangkat menuju ke
Pho-hi-to-kwan di gunung Tiam-cong-san.
Sementara itu Thiat-kwan Totiang, Lui Hwa dan Su-to
Keng, tiga jago pedang golongan Tiam-cong, waktu itu semua
sedang berada didalam kuil Pho-hie-to-kwan, ketika
mendengar laporan bahwa ketua Ngo-bi-pay datang
berkunjung, Thiat-kwan Totiang lalu berkata kepada kedua
sutenya. "Nenek itu dengan tiba-tiba datang berkunjung entah apa
maksudnya" Dengan memandang padanya juga merupakan salah
seorang ketua partai, maka kita seharusnya keluar
menyambut bersama-sama!"
Tetapi ketika kedua pihak saling bertemu, Thiat-kwan
Totian dan dua saudaranya lantas merasa terkejut, sebab
orang yang datang itu kecuali ketua Ngo-bi-pay sendiri, masih
ada Say Han Kong, Ca Bu Kao dan seorang lelaki bertubuh
tegap-kekar yang mengenakan pakaian panjang warna kuning
dan mengenakan kerudung muka. Dengan perkunjungannya
lagi Cu Ca Kao dan Say Han kong kekuil Pho-hi-to-kwan, itu
saja sudah mengejutkan Thiat-kwan Totiang, apalagi kalau
ditilik dari perawakan dan gerakan orang yang memakai
kerudung dimukanya itu, seolah-olah sudah tidak asing lagi,
tapi saat itu ia tak dapat memikirkan siapa dia nya.
Ketika orang-orang kedua pihak sudah masuk ke dalam kuil
dan masing-masing sudah duduk di tempatnya, dan karena
Su-to Keng kini sudah mengenakan jubah imam seperti
dahulu, dan menghapus tanda tahi lalat merah ditengah
alisnya, sehingga menimbulkan rasa gemas dan benci Ca Bu
Kao yang pernah terpedaya berulang-ulang. Dengan sinar
mata yang tajam berulang-ulang ia memandang kepada Su-to
Keng, sehingga orang jahat dan buas seperti Su-to Keng
dipandang demikian juga merasa bergidik!
Setelah pada duduk, Thiat-kwan Totian berkata kepada
Hian-hian Sianlo sambil tersenyum: "Kedatangan Sian-lo,
sesungguhnya merupakan suatu kehormatan bagi Pho-hie-to-
kwan, maaf, pinto bersama kedua sute agak terlambat
menyambut!" Hian-hian Sian-lo sambil menunjuk kepada Say Han Kong
dan Ca Bu Kao, berkata sambil tersenyum: "Perlu apa totiang
merendahkan diri, dan sahabat ini ialah Say Han Kong dan Ca
Bu Kao. ." Tidak menantikan Hian-hian Sian-lo meneruskan
ucapannya, Thiat Kwan Totiang menyambungnya sambil
tertawa : "Yang satu adalah tabib sakti sedang yang lain
adalah pendekar wanita dari golongan Lo-hu-pay, bagi pinto
sekalian bukan saja sudah pernah mendengar nama besar
mereka, bahkan pada belum lam berselang mereka juga
pernah berkunjung ke kuil kita ini.
Say Han Kong dan Ca Bu Kao meskipun sudah mengerti
bahwa ucapan Thiat Kwan Totiang itu ada mengandung
sindiran, tetapi mereka tidak menghiraukannya. Thiat Kwan
Totiang sehabis berkata demikian ia berdiam diri sejenak,
melihat Hian-hian Sianlo tidak memperkenalkan orang yang
memakai kerudung itu maka ia lalu bertanya: "Siapakah
sahabat ini" Bagaimana sudah berada di kuil ini masih tidak
memperkenalkan diri?"
Semakin cemas perasaan Thiat-kwan totiang semakin di
sengaja Hian-bian Sianlo mengulur waktu, tidak mau
memberitahukan secara terus terang. Ia sengaja mengalihkan
arah pembicaraannya ke lain soal, katanya sambil tersenyum :
"Apa totiang tidak dapat menebak maksud kedatanganku si
nenek tua ini?" "Pinto tidak berani menduga sembarangan, harap Sianlo jelaskan
terus terang. " "Tahukah totiang bahwa ketua Kun-lun-pay Tie-Hui-cu telah
diserang oleh kawanan orang jahat dengan secara
menggelap, dan kini juga telah menghilang secara misterius?"
Berkata Hian-hian Sianlo dengan sikap yang sungguh-
sungguh. Su-to Keng yang mendengar ucapan itu sepasang alisnya
berdiri, selagi hendak menjawab Thiat-kwan Totiang sudah
memberei isyarat padanya dan mendahului berkata sambil
tertawa: "Tie-hui-cu
telah membiarkan murid-muridnya menggunakan duri beracun Thian-keng-cek secara
serampangan, sehingga menimbulkan bencana di dunia
kangouw. Namun Tian masih belum meram, hingga mendapat
pembalasan yang setimpal, dia sendiri juga terserang oleh
orang secara menggelap."
Hian-hian Sianlo tahu, bahwa Thiat-kwan Totiang berlaku
pura-pura seperti orang baik, bahkan bicara soal pembalasan
dari Tian juga, dalam amarahnya dia malah tertawa dingin dan
berkata pula: "Aku pribadi, oleh karena dengan Tie-Hui-cu
merupakan sahabat akrab yang telah terjalin banyak tahun,
ketika mendengar kabar itu dengan sendirinya lantas terkejut
dan lantaran itu pula sengaja aku berkunjung kemari untuk
mencari keterangan apakah dia berada di sini ataukah
barangkali kalau totiang bisa menberi keterangan dimana dia
sekarang berada?" Thiat-kwan totiang yang mendengar ucapan itu wajahnya
lantas berubah, katanya: "Sianlo adalah seorang ketua dari
salah satu partai, kalau berbicara seharusnya lebih hati-hati
sedikit, dengan hak apa kau mencurigai Tie-hui-cu berada
Wanita Iblis 7 Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D Tapak Tapak Jejak Gajahmada 3
^