Pencarian

Makam Bunga Mawar 10

Makam Bunga Mawar Karya Opa Bagian 10


menggegerkan rimba persilatan, betul adalah pohon thian-
keng dari goa kuburan burung elang di gunung hok-gu-san
yang dipindahkan ke gunung Kie-lian-san atau bukan!"
"Dugaan locianpwe sedikitpun tidak salah, apakah dua
pertanyaan ini aku masih tidak perlu untuk menempuh bahaya
guna mengadakan penyelidikan dibukit Siang-swat-giam?"
"Harus pergi, harus pergi! Tetapi tokoh-tokoh kuat golongan
kie-lian-pay yang ditempatkan dibukit Siang-swat-giam, jauh
lebih kuat daripada tokoh-tokoh Tiam-cong yang berada di Po-
hie-to-kwan, sedangkan kita hanya berdua saja, ini seperti
juga dengan menggunakan daging untuk memukul anjing, bisa
pergi tidak bisa kembali."
" locianpwe jangan menonjolkan kekuatan orang lain dan
merendahkan kekuatan sendiri, dengan kecerdikanmu, dan
tongkatmu Cit-po-bie-kong-kay
yang banyak gunanya, seharusnya tidak perlu takut menghadapi bahaya. Sedangkan
aku juga masih mempunyai sebutir bom peledak Kian-thian-
pek-lek yang cukup menakut-nakuti lawan!"
Oe-tie Khao mendengar perkataan Hee Thian Siang,
semangatnya terbangun, dengan sinar mata tajam mengawasi
Hee Thian Siang kemudian berkata: "Baiklah, kita boleh saja
mengadu untung sekali-kali pergi menyelidiki sarang naga!".
" locianpwee, kali ini kita mengadakan penyelidikan
digunung Kie-lian, bolehkah kiranya kalau aku yang membuat
rencananya?" "Boleh saja! Boleh saja!"
Hee Thian Siang sangat girang, ia berkata sambil menunjuk
daging sapi yang berada di atas piring di meja: "Sekarang kita umpamakan saja
bahwa tumpukan daging ini bagaikan bukit
Siang-swat-giam, kita harus berjalan memencar, locianpwe
pergi ke Cong-biau-tong, berusaha menyelidiki siapakah
orangnya yang dibuat jago oleh orang Kie-lian-pay"
Sedangkan aku akan pergi ke bukit Siang-swat-giam-im, untuk
menyelidiki goa Siang-swat-tong, apakah sebenarnya yang
dikatakan cukup untuk menggemparkan rimba persilatan,
betul atau tidak benda itu adalah pohon thian-keng?"
Oe-tie Khao belum dapat memahami apa yang dipikirkan
oleh Hee Thian Siang, maka ia bertanya sambil tersenyum:
"Aku pergi ke Cong-biau-tong dengan secara terang-terangan,
ataukah secara menggelap". ."
"Secara terang-terangan, locianpwe harus secara terang-
terangan pergi ke Cong-biau-tong, sedangkan aku akan
menyelidiki ke goa Siang-swat-tong harus secara menggelap!"
"Kalau kau laote, memang sudah merencanakan masak-
masak akan tindakanmu ini, berikanlah petunjuk lebih jelas,
kepergianku ke Cong-biau-tong ini seharusnya dengan jalan
bagaimana?" "Locianpwe boleh meminjam nama seorang tokoh kuat
rimba persilatan, katakan saja bahwa kedatangan locianpwe
ini adalah atas perintah tokoh itu, bukankah bisa secara
terang-terangan berjalan-jalan ke dalam Tong-biau-tong" Asal
locianpwe memberi jawaban yang masuk akal, kawanan
penjahat golongan Kie-lian mungkin tidak akan berlaku kasar
terhadapmu!" Oe-tie Khao setelah mendengar keterangan itu, juga
terbuka pikirannya waktu itu dengan tiba-tiba ia mendapat akal
bagus, katanya dengan wajah girang: "Benar. . benar, akal
Hee laote ini sangat bagus sekali, aku nanti akan pinjam
namaku ini, dan katakan saja bahwa aku utusan oleh Hong-po
Sin-po". "Suhu seumur hidup tidak suka mencampuri urusan orang
lain, sebaiknya kau meminjam nama Thian-gwa Ceng-mo
locianpwee, rasanya lebih tepat!"
Berkata sampai di situ lantas diam, dengan tiba-tiba seperti
terkenang oleh sesuatu, katanya pula sambil menghela nafas
panjang: "Menyebut nama Thian-gwa Ceng-mo Tiong-sun
Seng locianpwe, aku teringat kepada putrinya nona Tiong-sun
Hui Kheng. Bila ia berada di sini, dengan bantuannya
taywong, siaopek dan kudanya ceng-hong-kie, urusan ini
mudah diselesaikan!"
"Hee laote, kau tak perlu menarik nafas, kalau kuperhatikan
dari samping, aku tahu bahwa nona Tiong-sun terhadapmu,
diluarnya tampaknya dingin, akan tetapi didalamnya hangat, ia
tampaknya juga sudah jatuh cinta padamu, meskipun belum
tentu akan berjumpa di sini, tetapi dilain tempat pasti akan
berjumpa lagi!". "Aku tahu dia baik terhadapku, jika tidak juga tidak akan dia mau menempuh
perjalanan demikian jauh pergi kegunung
Tay-swat-san untuk meminta obat bunga teratai swat-lian
untukku, tetapi ia tidak memberikan kesempatan bagiku untuk
mengucapkan terima kasihku kepadanya, sudah
meninggalkan aku begitu saja, hal ini yang selalu membuat
pikiranku merasa tidak enak!".
Berkata sampai di situ agaknya pikirannya merasa tidak
enak, maka lantas minum araknya berulang-ulang, sikapnya
sangat sedih. Oe-tie Khao seorang yang sudah banyak makan asam
garam, ia tahu benar bahwa soal asmara bagi anak-anak
muda seperti ini jika diberi nasehat langsung, kadang-kadang
semakin runyam, maka ia sengaja mengalihkan
pembicaraannya kelain soal, katanya sambil tertawa: "Hee
laote, kalau kita sudah menetapkan rencana, sebaiknya lekas
kita jalankan. Kita sudah cukup makan dan minum, marilah
kita berangkat, masing-masing melakukan tugasnya!".
Mendengar ucapan itu, benar saja Hee Thian Siang lantas
lenyap perasaan dukanya, semangatnya tergugah lagi,
katanya sambil tertawa: " locianpwe, rasanya boleh berangkat
dahulu, sebab apabila dibukit Siang-yang terjadi apa-apa dan
mungkin juga penjagaannya lebih kuat dibukit Siang-im,
mungkin penjagaannya agak kendor. Bagiku lebih mudah
untuk masuk ke gunung siang-swat-tong!".
Oe-tie Khao menganggukkan kepala sambil tersenyum,
kemudian memanggil pelayan rumah makan untuk
memperhitungkan rekeningnya, setelah itu, ia berangkat
menuju ke gunung Kie-lian-san. Tiba-tiba di kaki gunung Kie-
lian-san Oe-tie-khao berkata kepada Hee Thian Siang sambil
menunjuk ke sebelah selatan: "Menurut apa yang kuketahui,
dari sini masuk ke puncak ke empat yang setiap tahun diliputi
oleh salju, puncak itu adalah siang-swat-yan! Kita sekarang
tak bisa berjalan bersama-sama lagi. Setelah tugas kita
selesai, kita akan bertemu ditempat ini lagi!"
Sehabis berkata demikian, ia lantas bergerak dengan
menggunakan ilmunya meringankan tubuh, ia berangkat lebih
dulu menuju ke tempat itu!
Sementara itu Hee Thian Siang yang masih ditinggal di situ,
mondar-mandir sebentar untuk mengingat letak dan keadaannya tempat, lantas berjalan perlahan-lahan menuju ke
Selatan. Tetapi baru saja melalui tikungan ditempat tanjakan, telah
menjumpai suatu hal yang mengejutkan dan menggirangkan
padanya. Kiranya pada saat itu, di atas sebuah batu, tampak
Taywong binatang aneh itu, di bawah sebuah pohon cemara
yang tinggi ada berdiri kuda luar biasa ceng-hong-kie,
sedangkan Tiong-sung Hui Kheng gadis yang setiap hari
dibuat piran, juga berdiri disamping pohon dengan
memandang kera kesayangannya siaopek. Saat itu gadis
cantik itu sedang menunjukkan pandangannya yang lembut
kepada dirinya. Hee Thian Siang sebelum bertemu muka
dengan Tiong-son Hui kheng, gadis itu selalu menjadi
pikirannya. Tetapi setelah dengan tiba-tiba bertemu dengannya, ia
merasa gugup dan bingung, tidak tahu bagaimana harus
berbuat" Lama dalam keadaan demikian, kemudian ia menyapa
dengan wajah kemerahan: "Enci Tiong-sun!"
Tiong-sun Hui Kheng juga dikejutkan oleh sebutan itu,
kemudian ia berkata: "Kau selamanya tinggi hati, tidak mau
mengalah kepada orang lain, sekarang bagaimana dengan
mendadak bisa berubah demikian manis sikapmu" Bahkan
memanggilku enci segala?"
Mendengar perkataan itu, wajah Hee Thian Siang kembali
menjadi merah, ia pikir bahwa pertanyaan itu memang tidak
mudah dijawab, maka lebih baik tidak dijawab saja, ia
menghampiri gadis itu, dan berkata sambil menjura dalam-
dalam: "Enci Tiong-sun, lebih dulu kuucapkan terima kasih
kepadamu, karena kau telah menempuh perjalanan demikian
jauh ke gunung Tay-swat-san
untuk mencari obat penyambung nyawa bagiku."
"Bunga teratai merah swat-lian sudah dirampas ditengah
jalan oleh orang, perjalananku ke gunung swat-san hanya
merupakan suatu budi kosong saja. Kau tidak perlu selalu
teringat dalam hatimu." Berkata Tiong-sun Hui Kheng sambil
tertawa. "Apakah enci sudah dapat menduga perjalananku, hingga
datang kemari mencari aku?"
Kali ini giliran Tiong-sun Hui Kheng yang pipinya menjadi
merah, dengan setengah merasa malu dan setengah manja,
ia mendelikkan mata kepada Hee Thian Siang, kemudian
bertanya: "Apakah kau sudah yakin, dan tahu benar kalau aku
mencari kau?" Dari nada suara Tiong-sun Hui Kheng, Hee Thian Siang
mengetahui bahwa ucapannya sendiri terlalu terus terang,
sehingga gadis itu merasa malu. Maka ia buru-buru
mengalihkan pembicaraannya kesoal lain, katanya sambil
tertawa: "Enci tahu, bahwa aku suka hal-hal yang sifatnya
mengandung bahaya, maka diam-diam melindungi diriku. Kali
ini nampaknya juga hendak melindungi aku lagi."
Tiong-sun Hui Kheng yang mendengar ucapan Hee Thian
Siang itu, wajahnya mulai tenang kembali, ia berkata sambil
menunjuk siaopek, taywong dan kudanya ceng-hong-kie:
"Semua anak buah dan pengiringku ini semua ada di sini,
kalau kau menghendaki bantuan mereka, kau boleh bawa,
kukira besar sekali gunanya bagimu, yang hendak
mengadakan penyelidikan ke goa Siang-swat-tong."
Hee Thian Siang terkejut mendengar ucapan itu, katanya:
"Enci Tiong-sun, kau benar-benar seperti Dewi. Kau
nampaknya tahu segala hal yang belum terjadi."
"Jika aku mengerti ilmu ramalan, tentu aku bisa
memberitahukan kepadamu siapa adanya orang yang
menunjang di belakang layar kepada partai Kie-lian-pay,
benda apa dalam goa Siang-swat-tong itu, apakah benar
pohon ajaib Thian-keng atau bukan. Ini bukanlah lebih
mudah" Hingga kau dan Oe-tie Khao juga tak perlu meminjam
nama ayahku untuk pergi ke Cong-biauw-tong mengakali
orang!" Hee Thian Siang seolah-olah tersadar, tanyanya: "Kalau
begitu waktu itu enci juga berada dalam rumah makan di kota
Keng Ciu itu?" "Untung kau tidak memaki aku di belakangku, kalau kau
berbuat demikian aku juga tak sudi mengurusi soal ini!"
Berkata Tiong-sun Hui Kheng sambil tersenyum.
"Bagaimana aku bisa memaki di belakangmu" Hampir
setiap siang hari dan malam aku selalu memikirkan dirimu."
"Kau berani mengoceh lagi?"
Menyaksikan wajah dan sikap Tiong-sun Hui Kheng yang
sangat menarik, pikirannya menjadi goncang. Katanya seperti
orang linglung: "Enci, aku bukan mengoceh, ini adalah kata-
kata yang keluar dari dalam hati nuraniku. Sejak kita berpisah
di tepi lautan Nie-hay, aku selalu memikirkan dirimu. ."
Tiong-sun Hui Kheng menampak Hee Thian Siang sudah
mengungkapkan perasaan hatinya, juga merasa malu,
sehingga pipinya menjadi merah.
Hee Thian Siang yang menyaksikan Tiong-sun Hui Kheng
demikian rupa, baru sadar bahwa kata-katanya itu telah
kelepasan, hingga ia juga menjadi malu sendiri, buru-buru
mengalihkan pembicaraannya kelain soal: "Enci Tiong-sun,
aku ingin minta kau mengajari aku semacam ilmu, apakah
enci tidak keberatan?"
"Kau adalah murid kesayangan Pak-bin Sin-po Hong-poh
Cui, bagaimana masih hendak belajar kepandaian dariku?"
"Yang ingin kupelajari bukanlah kepandaian silat, hanya
ilmu bahasa!" Tiong-sun Hui Kheng mengira Hee Thian Siang hendak
mencari alasan lagi, maka lalu berkata dengan suara dingin:
"Kalau kau berani mengoceh lagi, jangan sesalkan jika untuk
selanjutnya aku tidak akan meladeni kau lagi."
Hee Thian Siang buru-buru berkata: "Aku sesungguhnya
ingin minta enci mengajari aku bahasa yang dulu kau gunakan
untuk menjinakkan kuda ceng-hong-kie setelah menangkan
pertaruhan dengan Say Han Kong locianpwe hingga kuda itu
menurut segala perintahmu."
"Untuk apa kau hendak belajar bahasa itu?" Bertanya gadis itu heran.
"Aku dengan ketua Kie-lian-pay Khie Tay Cao telah
mengadakan pertaruhan, mungkin akan dapat memenangkan
kuda tunggangannya cian-li-kiok-hwa-ceng, tetapi kuda itu
adatnya jahat sekali. ."
Tiong-sun Hui Kheng agaknya sudah bisa menangkap
maksud Hee Thian Siang, maka ia bertanya sambil
tersenyum: "Bagaimana kau tahu kalau adat kuda itu terlalu
jahat" Apakah kau pernah disusahkan olehnya?"
Wajah Hee Thian Siang kemerahan, lalu menceritakan
bagaimana ketika di daerah gunung Oey-san ia pernah dua
kali mencoba menunggang kuda cian-li-kiok-hwa-ceng, tetapi
dua kalinya dijatuhkan olehnya.
"Jikalau enci sudi mengajari aku beberapa patah kata yang
dapat digunakan untuk bicara dengan kuda itu, dilain waktu
apabila aku bertemu lagi dengan kuda itu, asal aku
mengatakan beberapa patah kata di telinganya, mungkin dia
akan meninggalkan Khie Tay Cao dan suka mengikuti
kepadaku, bukankah Khie Tay Cao akan marah-marah
setengah mati?" Demikian ia berkata sambil tertawa.


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiong-sun Hui Kheng menganggukkan kepala dan
tersenyum, dari mulutnya mengeluarkan tiga patah kata yang
tidak dimengerti oleh siapapun juga kecuali oleh binatang:
"HAKICIMO, MOKIRIHA, HAKI-MO-MO-KURUNG!"
Hee Thian Siang mengikuti suara yang diucapkan oleh
gadis itu, semula ia merasa agak susah tetapi setelah diulangi
tiga kali, juga bisa diingatnya baik-baik, setelah itu ia bertanya pula sambil
tertawa: "Enci, ucapan yang seperti bunyi doa itu sebetulnya apa maksudnya?"
"Kata-kata itu maksudnya serupa dengan manusia kalau
mengatakan: AKU CINTA PADAMU, JIKA KAU
MENCINTAIKU, AKU PASTI AKAN BERLAKU BAIK TERHADAPMU." Demikian Tiong-sun Hui Kheng menjawab
sambil tertawa. "Oo, aku cinta padamu, jika kau mencintaiku, aku pasti
akan berlaku baik padamu!" Berkata Hee Thian Siang sambil
menatap wajah Tiong-sun Hui Kheng.
Tiong-sun Hui Kheng tiba-tiba mendapat perasaan bahwa
ucapannya itu mengandung maksud rangkap, didengarnya
sangat menusuk telinga, maka dengan wajah marah ia
mendelikkan matanya kepada Hee Thian Siang dan berkata:
"Kau ini terlalu nakal, untuk selanjutnya aku tidak akan
meladeni kau lagi!" Sehabis berkata demikian, ia lantas naik ke atas kuda
ceng-hong-kie, hendak berlalu.
Hee Thian Siang buru-buru mengejar dan menarik mantel
Tiong-sun Hui Kheng, berkata dengan suara cemas: "Enci
Tiong-sun, bagaimana kau selalu menyalahkan aku saja. Aku
kan tidak mengerti bahasa binatang yang seperti bunyi doa
itu" Sebetulnya pa maksudnya?"
Tiong-sun Hui Kheng tadi karena merasa malu, hingga
hendak pergi, sekarang setelah mendapat keterangan Hee
Thian Siang, memang benar bahwa kesalahan itu bukan
dipihat Hee Thian Siang, maka ia melompat turun lagi dari
atas kudanya dan berkata: "Kalau hanya bisa mempelajari tiga
patah kata itu saja, kuda cian-li-ciok-hwa-ceng barangkali
masih belum mengikuti kau dengan rela hati."
"Enciku yang baik, kalau kau sudah mengajari aku
kepandaian bahasa binatang, kecuali tiga patah itu, masih
perlu belajar apa lagi?"
"Tidak perlu belajar lain lagi, asal ditambah satu saja sudah cukup."
"Apakah itu" Masa mempunyai pengaruh demikian besar?"
"Yang kumaksudkan hanya dengan sungguh-sungguh saja!
Kau harus menggunakan sikap sungguh-sungguh dengan
menggunakan suara sungguh-sungguh, berkata di telinganya,
barulah ada hasilnya. Jikalau tidak tiga patah kata itu kau
ucapkan begitu saja, belum habis ucapannya barangkali kau
akan ditendang oleh kaki kuda sejauh delapan kaki."
Hee Thian Siang meskipun di mulutnya menyatakan
menurut, tetapi didalam hatinya diam-diam berpikir: Jika
terhadap enci Tiong-sun yang demikian cantik, dengan
menggunakan sikap sungguh-sungguh dan suara sungguh-
sungguh, berbisik di telinganya, jangankan kuda, sekalipun
patung yang tak bisa bicara juga akan menganggukkan
kepala. Tetapi kuda cian-li-ciok-hwa-ceng itu meskipun
terhadap enci Tiong-sun yang demikian, toh masih susah
menghadapi, apalagi aku barangkali benar aku nanti akan
ditendang olehnya. Tiong-sun Hui Kheng yang melihat Hee Thian Siang
tampak sedang berpikir, lantas bertanya: "Kau sedang
memikirkan apa?" Ditegor demikian, Hee Thian Siang terkejut, matanya
ditujukan kepada gadis cantik itu, dengan menggunakan sikap
dan nada yang sungguh-sungguh pula ia berkata lambat-
lambat: "Enci Tiong-sun, aku sedang berpikir apakah kuda itu
bisa berlaku sama dengan manusia" Menghadapi sikap yang
sungguh-sungguh atau tidak, apakah dia bisa mengerti?"
Tiong-sun Hui Kheng memahami ucapan Hee Thian Siang
itu, ada mengandung maksud, maka pipinya merah seketika,
kemudian berkata dengan sungguh-sungguh: "Peribahasa
mengatakan: Berjalan jauh baru mengetahui kekuatan kuda,
pergaulan lama baru mengetahui hati manusia. Sungguh-
sungguh hati atau tidak, harus menunggu keputusan sang
waktu." Hee Thian Siang juga mengerti apa yang terkandung dalam
kata-kata gadis itu, katanya dengan perasaan girang: "Aku
mengerti, aku mengerti. Enci Tiong-sun, terima kasih
padamu." Wajah Tiong-sun Hui Kheng kembali tampak merah,
katanya pura-pura marah: "Mengerti, ia mengerti. Perlu apa
mengucapkan terima kasih padaku" Kelakuanmu seperti ini,
benar-benar orang edan. ."
"Enci tidak mengerti, orang edan barulah benar-benar. ."
Tiong-sun Hui Kheng juga tidak menunggu ucapan
selanjutnya, sudah memotong: "Kita tidak perlu mengobrol
yang tak karuan, Oe-tie locianpwe itu sekarang mungkin
sudah bertemu muka dengan kawanan orang jahat Kie-lian-
pay, bahkan mungkin sudah menemukan kesulitan."
Hee Thian Siang mendengar ucapan itu terkejut, katanya:
"Enci, kudamu bisa lari cepat, tolong aku bawa taywong untuk
memberi bantuan Oe-tie locianpwe dan tolong siaopek bantu
aku pergi ke goa siang-swat-tong."
"Taywong waktu didalam kelenteng tepi laut Nihay, pernah
membunuh Ciauw Kian, tidak boleh bertemu lagi dengan
orang-orang Kie-lian-pay, dia bersama siaopek, semua harus
ikut ke goa Swan-swat-tong." Berkata Tiong-sun Hui Kheng
sambil menggelengkan kepala.
Mata Hee Thian Siang menatap Tiong-sun Hui Kheng,
dengan penuh perhatian ia berkata: "Dengan seorang diri enci
pergi ke Cong-biauw-tong, sesungguhnya membuat kuatir."
"Aku pergi seorang diri, kau merasa kuatir, tetapi kalau Oe-
tie locianpwe pergi sendirian, bagaimana kau tidak kuatir?"
Muka Hee Thian Siang menjadi merah, tak bisa menjawab.
Tiong-sun Hui Kheng berkata pula sambil tertawa: "Oe-tie
locianpwe itu dengan menggunakan nama ayah pergi
menjumpai orang-orang Kie-lian-pay, hal ini mungkin
menimbulkan kecurigaan mereka, tetapi biarlah aku nanti akan
datang kesana untuk membantunya keluar dari kesulitan."
Hee Thian Siang menganggukkan kepala, Tiong-sun Hui
Kheng berkata pula: "Apalagi aku juga tak membawa senjata,
juga tak membawa siaopek dan taywong yang mendapat
perhatian orang-orang Kie-lian-pay, dengan demikian tampak
lebih menyolok bahwa aku sedikitpun tidak mengandung
maksud permusuhan. Kie Tay Cao bagaimanapun galak dan
buasnya juga tidak berani berlaku jahat, apalagi
mencelakakan utusan Thian-gha Ceng-mo dan istrinya!"
Mendengar ucapan Tiong-sun Hui Kheng yang beralasan,
Hee Thian Siang lalu berkata sambil tersenyum: "Enci Tiong-
sun, kalau demikian halnya biarlah aku pergi membawa
siaopek dan taywong."
Tiong-sun Hui Kheng lalu berkata kepada taywong:
"Taywong, waktu itu kau sudah melanggar pesanku, dan
melakukan pembunuhan di depan kuil tua, tetapi oleh karena
kesalahan bukan di pihakmu, juga ada demikian banyak orang
yang memintakan ampun untukmu, maka aku memberi
kelonggaran kepadamu. Maka sekarang kau jangan sekali-kali
membunuh orang lagi."
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu teringat
kejadian di gunung Kiu-gie-san dahulu, maka lalu bertanya
kepada Tiong-sun Hui Kheng: "Enci Tiong-sun, apakah kau
pernah menunggang kuda di gunung Kiu-gie-san dengan
seorang diri membunuh empat setan dari Kie-lian-pay?"
Ditanya demikian gadis itu merasa bingung, jawabnya:
"Seumur hidupku belum pernah aku membunuh seorang pun
juga, bagaimana aku pergi ke gunung Kiu-gie-san seorang diri
membunuh empat setan dari Kie-kian" Mengapa dengan tiba-
tiba kau mengajukan pertanyaan demikian?"
Hee Thian Siang mengerutkan alisnya, tanyanya pula:
"Kuda ceng-hong-kie enci ini apakah pernah kau pinjamkan
kepada orang lain?" "Kudaku ini, kecuali majikannya yang lama Say Han Kong
dan aku, barangkali tidak mengijinkan orang ketiga naik
diatasnya." Menjawab Tiong-sun Hui Kheng sambil
menggelengkan kepalanya. Berkata sampai di situ ia berdiam sejenak, matanya
menatap Hee Thian Siang kemudian berkata pula sambil
tertawa: "Tetapi sekarang kau sudah mempelajari tiga patah
kata itu, juga sudah paham artinya, terhadap kau mungkin
akan pandang lain!" Baru saja Tiong-sun Hui Kheng menutup mulutnya, kuda
ceng-hong-kie yang luar biasa utu sudah mengawasi Hee
Thian Siang dan berbunyi beberapa kali.
"Dia meringkik-ringkik demikian rupa, apakah maksudnya?"
Bertanya Hee Thian Siang.
Tiong-sun Hui Kheng saat itu menepuk-nepuk paha
kudanya, sebagai tanda pujian, lantas berkata sambil tertawa:
"Dia kata, bahwa dia tahu kau adalah sahabat baikku, jikalau
ingin menunggang dia, dia takkan berbuat seperti cian-lie-kiok-
hwa-ceng, yang mencari akal untuk membanting kau dari atas
punggungnya." Hee Thian Siang mendengar perkataan itu lalu berkata
sambil tertawa getir: "Terima kasih atas kebaikannya, enci
harap kau lekas pergi ke Cong-biaw-tong, untuk melepaskan
Oe-tie locianpwe dari kesulitannya."
Tiong-sun Hui Kheng lantas perintahkan siaopek dan
taywong mengikuti Hee Thian Siang pergi mengadakan
penyelidikan digoa Swan-swat-tong, sedang ia sendiri lantas
naik lagi keatas kudanya, kuda itu lalu dipacu menuju ke
markas Kie-lian-pay, Cong-biauw-tong.
Kita tinggalkan dulu Hee Thian Siang dan Tiong-sun Hui
Kheng yang masing-masing hendak melalukan tugasnya, mari
kita kembali kepada Oe-tie Khao yang pergi ke Cong-biaw-
tong. Oe-tie Khao setelah meninggalkan Hee Thian Siang
dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh terus berlari
menuju Siang-swat-giam-yang, oleh karena di daerah barat
daya itu belum pernah ada orang yang berani memasuki goa
macan, maka Khie Tay Cao tidak menaruh banyak penjaga
disekitar tempat itu, dengan demikian Oe-tie Khao juga bisa
tiba di tempatnya tanpa rintangan apa-apa.
Tempat yang disebut Cong-biaw-tong itu sebetulnya
sebuah bangunan sebagai tempat untuk berkumpul
mengadakan pertemuan orang-orang Kie-lian-pay, dibangun
diatas gunung, tetapi supaya enak disebutnya, maka pelahan-
lahan setelah tempat itu menjadi markas Kie-lian-pay, tempat
itu disebut Cong-biaw-tong. Diluar pintu gerbang, ada empat
anak buah Kie-lian-pay yang menjaga secara bergiliran.
Begitu Oe-tie Khao muncul ditempat itu, belum sampai
ditanya oleh penjaga sudah tertawa lebih dahulu, kemudian
berkata: "Tolong beritahukan kepada ketuamu, katakan saja
bahwa aku Sam Chiu Lopan Oe-tie Khao ada urusan penting
minta bertemu." Nama Sam-ciu Lopan itu memang sangat terkenal, dengan
sendirinya murid Kie-lian-pay yang menjaga pintu itu buru-
buru melaporkan kepada ketuanya. Tiada beberapa lama
kemudian, Go Eng yang kakinya tinggal satu, dengan
membawa tongkat bajanya sudah keluar menyambut mewakili
Khie Tay Cao. Oe-tie Khao lalu mengangkat tangan memberi hormat dan
berkata kepadanya sambil tertawa: "Oe-tie Kho dengan
memberanikan diri datang dari tempat jauh, entah cianbunjin
berkeberatan atau tidak untuk menemui aku?"
go Eng memperlihatkan tertawa iblisnya, kemudian berkata:
"Oe-tie tayhiap dari tempat jauh datang kemari, hal ini
membuat bangga Kie-lian-pay, cianbun suheng hari ini ada di
Cong-biauw-tong menantikan kedatanganmu, marilah ikut Go
Eng pergi bersama-sama".
Karena melihat sikap orang she Go itu ternyata tidak
berlaku buruk, maka dalam hati Oe-tie Khao diam-diam
berpikir: Apakah Pek-thao Losat Pao Sam-kow dan Tho-hwa
Nio-cu Kie Liu Hiang semua masih belum kembali" Apabila
orang-orang Kie-lian-pay mengetahui kematian Ciauw-kian,
sudah tentu tidak akam memperlakukan diriku demikian baik.
Selagi masih berpikir, tanpa dirasa sudah masuk ke Cong-
biauw-tong. Ditengah-tengah ruangan yang luas itu, kecuali
terdapat tidai yang terbuat dari sutera warna kuning yang
menutupi sebagian besar ruangan itu, hanya terdapat
beberapa buah kursi dan meja, sedangkan ketua Kie-lian-pay
Khie Tay Cao, tampak ada di pintu ruangan menyambut
kedatangannya sambil tersenyum.
Oleh karena Oe-tie Khao pernah mendengar percakapan
antara Go Eng dengan Hian-siu Totian dari Tiam-cong-pay, ia
tahu bahwa Khie Tay Cao mungkin sedang membuat senjata
kimcu lenghwe ditempat itu, pasti karena mendengar
kedatangannya, barulah dengan tergesa-gesa meninggalkan
pekerjaannya dan pura-pura tidak tahu. Oe-tie Khao lalu
mengangkat tangannya memberi hormat kepada Khie Tay
Cao seraya berkata: "Harap cianbunjin maafkan. Aku Oe-tie Khao yang datang
mengganggu ketenanganmu".
Khie tay Cao disamping membalas hormat,
mempersilahkan tamunya duduk, kemudian tertawa terbahak-
bahak dan berkata: "Mengapa tayhiap berkata demikian" Kie-
lian-pay karena tempatnya mencil jauh di barat daya, jarang
sekali dikunjungi oleh sahabat-sahabat rimba persilatan.
Orang seperti Oe-tie tayhiap ini sekalipun kita undang,
barangkali juga masih tidak mau datang berkunjung!"
Oe-tie Khao melihat sikap Khie Tay Cao demikian ramah-
tamah, hingga ia tahu bahwa dugaannya sendiri tidak keliru.
Pek Thao Losat Tao-sam-kow dan Kie Liu Hiang masih belum
kembali! Dengan tidak adanya Pao-sam-kow dan Kie Liu Hiang yang
belum kembali, dengan sendirinya orang-orang Kie-lian-pay
tidak pandang musuh padanya, dengan demikian pula, maka
kata-katanya juga harus hati-hati, jangan sampai menyakiti
orang itu, sehingga menimbulkan kerewelan yang tidak
diingini. Pada saat itu, anak buah Kie-lian-pay baru saja


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyuguhkan teh wangi, Oe-tie Khao lalu mengangkat
cawannya dan berkata kepada Khie-lay Cao serta Go Eng
sambil tersenyum: "Apakah Ji sute dapat menduga, dengan
maksud apa Oe-tie Khao jauh-jauh mendaki gunung Kie-lian-
san?" Baik Khie Tay Cao maupun Go Eng sesungguhnya merasa
bingung dan tidak mengerti dengan maksud apa kedatangan
Oe-tie Khao secara mendadak itu. Maka setelah ditanya
demikian, mereka saling berpandangan sejenak, kemudian
oleh Khie Tay Cao dijawab sambil tertawa: "Menyesal Khie
Tay Cao dan lain-lain tidak mempunyai kepandaian ilmu
meramal, tetapi dari nada suara Oe-tie tayhiap, agaknya
kunjungan ini khusus Tayhiap lakukan bukanlah sekedar untuk
jalan-jalan saja!" Oe-tie Khao menganggukkan kepala dan berkata sambil
tertawa: "Aku sebetulnya diperintah oleh orang lain untuk
melakukan perjalanan yang jauh, tetapi juga ingin
menggunakan kesempatan ini untuk melihat-lihat keindahan
Siang-swat-giam, juga masih. ."
Khie Tay Cao dengan heran bertanya: "Oe-tie tayhiap,
maksud kedatanganmu, ternyata atas perintah orang?"
"Aku sebetulnya sedang dalam pesiar, ditengah jalan telah
bertemu dengan seorang tokoh luar-biasa pada saat ini, lalu
menyuruhku mewakili dia ke gunung Kie-lian, maksudnya
ialah untuk menyampaikan beberapa patah kata seorang yang
memiliki kepandaian luar-biasa yang kini khabarnya
mengasingkan diri didalam siang-swat-giam".
Kata-kata Oe-tie Khao itu benar-benar mengejutkan Khie
Tay Cao, hingga berubah wajahnya, tetapi ia masih berlaku
tenang dan bertanya sambil tersenyum: "Siapakah orang luar-
biasa yang Oe-tie tayhiap temukan itu" Di daerah Siang-swat
giam ini orang yang luar-biasa siapa pula yang Oe-tie tayhiap
maksudkan" Dan untuk apa mengasingkan diri di sini?"
Oe-tie Khao melihat sikap Khie Tay Cao sengaja hendak
menutup rahasianya, maka dalam hati merasa geli. Ia lalu
bangkit dari tempat duduknya menjura dalam-dalam kepada
Khie tay Cao dan Go Eng kemudian berkata: "Oe-tie Khao
hanya ditugaskan untuk menyampaikan pesan orang, jikalau
keseleo lidah atau kesalahan omong, harap Khie ciangbunjin
dan Go Eng maafkan sebesar-besarnya!"
Khie Tay Cao dan Go Eng dua-duanya membalas hormat,
kembali oleh Khie Tay Cao yang masih diliputi berbagai
pertanyaan dalam hatinya, menjawab: "Oe-tie tayhiap tak
perlu merendahkan diri, ada perkataan apa tolong kau
jelaskan saja!" Oe-tie Khao pura-pura berlaku sangat misteri, katanya
dengan suara perlahan: "Orang luar-biasa yang kutemukan itu
berkata, bahwa orang aneh yang kini mengasingkan diri di
Siang-swat-giam bukan cuma satu, tapi ada dua!"
Mendengarkan ucapan itu Khie Tay Cao terkejut, hingga
dupa yang di tangannya sampai tumpah dan jatuh ke
pakaiannya! Ia lantas bangkit untuk membersihkan abu
dipakaiannya, kesempatan itu digunakan untuk memiringkan
tubuhnya, berdiri membelakangi Oe-tie Khao, dengan
menggunakan isyarat mata ia menanya dengan diam-diam
pada Go Eng, bagaimana sikap orang she Go terhadap orang
ini" Harus menerima baik" Ataukah menolak permintaannya"
Go Eng tampak berpikir keras, kemudian ia bertanya
kepada Oe-tie Khao: "Oe-tie Khao tayhiap, orang luar-biasa
yang kau sebutkan itu, apakah ada memberitahukan
kepadamu tentang nama dan asal-usulnya dua orang gaib
yang mengasingkan diri dan berdiam dibukit siang-swat-
giam?" "Orang itu hanya menyuruhku untuk menyampaikan
beberapa patah kata saja!" Menjawab Oe-tie Khao sambil
menggelengkan kepala. Kie tay Cao dan Go Eng saling berpandangan sejenak,
selagi hendak menjawab, dengan tiba-tiba dari belakang tirai
warna kuning itu, terdengar suara aneh yang sangat perlahan
sekali. Katanya lambat-lambat: "Ciangbunjin, tidak perlu
disembunyikan lagi, aku hendak bicara beberapa patah
dengan sahabat Sam-ciu Lopan ini"
Ketika suara itu berhenti, gorden warna kuning itu perlahan-
lahan terpisah sendiri menjadi dua, tampak di atas sebuah
tempat duduk yang dibuat dari kasur, duduk seorang tua
berbaju kuning, yang rambutnya sudah putih semua.
Rambutnya yang sangat panjang itu terurai ke bawah, namun
wajahnya susah dikenali, di hadapan orang tua itu, ada
sembilan buah tempat pedupaan yang tersusun rapi.
Oe-tie Khao sudah menduga bahwa didalam cong-biauw-
tong itu ada sembunyi seorang gaib luar-biasa yang
menunjang orang-orang Kie-lian-pay, maka dalam hati hanya
merasa heran, namun tidak terkejut. Setelah di amat-amatinya
sejenak, dengan pengalamannya sendiri di dunia Kang-ouw,
ia masih tak menduga siapa adanya orang tua berambut putih
dan panjang itu" Orang tua berbaju kuning itu masih tetap dalam keadaan
duduk tenang sambil menundukkan kepala, tanyanya
perlahan-lahan: "Sahabat Oe-tie, apakah kau tidak ingin tahu
nama dan asal-usulku si orang tua ini?"
Karena saat itu satu sama lain sudah berbicara saling
berhadapan, namun suara yang keluar dari mulut orang tua itu
masih tetap demikian rendah dan masih tidak dapat dibedakan
perasaannya waktu itu, entah girang, sedih, marah atau
bagaimana! Maka ia harus waspada sendiri, jawabnya sambil
tertawa: "Oe-tie Khao seumur hidupnya tidak suka mencari
keterangan pribadi orang lain, namamu orang tua, kalau suka
kau boleh beritahukan, kalau tidak suka ya sudah. ."
Mendengar ucapan itu orang tua berbaju kuning itu berkata:
"Kalau kau tidak tahu nama dan asal-usulku itulah paling baik, jikalau tidak,
didalam ruangan Cong-biauw-tong ini, akan
merupakan tempat kuburanmu sendiri!"
Mendengar ucapan itu, sepasang alisnya berdiri,
semangatnya terbangun, demikian pula darahnya juga
mendidih, tetapi ia berpikir lagi, bahwa tugasnya ke tempat itu
sangat penting, maka terpaksa ia kendalikan perasaannya
sendiri. "Di mana kau temukan orang yang minta kau sampaikan
ucapannya kepadaku ?" Demikian orang tua itu bertanya pula.
Oe-tie Khao yang memang sudah pikir masak-masak
pertanyaan itu, maka tanpa ragu-ragu lantas menjawab : Di
dekat lembah kematian gunung tjong-lam san !"
Orang tua berbaju kuning itu mengulangi dengan suara
pelahan lembah kematian di gunung tjong-lam san, kemudian
ia bertanya pula : "Siapa nama orang itu ?"
Oe-tie Khao pura-pura berlaku misteri, jawabnya : "Orang
ini tidak termasuk orang-orang dari delapan partai besar pada
saat ini, tetapi dia merupakan salah satu dari tiga orang yang
paling susah dihadapi !" Jawaban itu telah mengejutkan Khie
Tay Tjao, Go Eng dan orang tua berbaju kuning itu !
Oe-tie Khao yang datang dengan maksud tertentu dan
mengawasi gerak gerik orang-orang itu dengan kepala dingin,
sudah tentu bisa mengetahui dengan jelas dan membedakan
reaksi dari Khie tay Tjao dan Go Eng, mereka terkejut hanya
mendengar disebutnya tiga orang yang paling susah dihadapi.
Tetapi di dalam hati orang tua berbaju kuning itu agaknya
tergerak. Orang tua berbaju kuning itu tiba-tiba bertanya kepada Khie
Tay Tjao: "Ciangbunjin, terhadap urusan dunia kang-ouw,
sudah lama aku tidak tahu, tiga orang yang paling susah
dihadapi yang disebutkan oleh sahabat Oe tie ini, siapakah
mereka itu ?" Oe-tie Khao dapat melihat sikap orang tua berbaju kuning
itu, agaknya sudah tahu nama orang-orang tersebut, tetapi ia
pura-pura bertanya, maka diam diam ia juga merasa geli
sendiri untuk mendengarkan jawaban dari Khie Thy Tjao
sudah menjawab : "Apa yang dinamakan tiga tokoh paling
susah dihadapi, yang dimaksudkan adalah Pak-bin Sin-po
Hong poh Tjui, Thian-gwat Tjeng-mo Tion sun Seng, Hong-
tiem Ong Hek May Tjeng Ong."
Setelah mendengar disebutnya tiga nama itu orang tua
berbaju kuning itu sebaliknya agak tergoncang badannya,
tetapi itu tidak dapat dilihat jikalau tak diperhatikan benar-
benar. "Orang yang kau temui di dekat lembah kematian di gunung
tjong-lam itu adalah Hong po tjui " Tiong-sun Seng " ataukah
May Tjeng Ong ?" Demikian orang tua berbaju kuning itu
bertanya kepada Oe-tie Khao.
Oe-tie Khao yang mendapat nama julukan Sam-tjiu Lopan,
sudah tentu memiliki kecerdasan otak yang luar biasa, dari
sikap dan nada suara orang tua berbaju kuning itu, mendapat
gambaran bahwa orang tua itu pasti mempunyai permusuhan
hebat diantara satu dari tiga orang yang disebutkan namanya
tadi. Maka dengan sikap mencoba-coba ia menjawab dengan
lambat: "Orang yang kutemukan itu, menyebutkan dirinya
bahwa dahulu pernah menjadi kenalan lamamu !"
"Mereka bertiga dahulu denganku hanya merupakan
kenalan secara sepintas lalu, dan semua pernah mengadakan
hubungan sebagai sahabat. Siapakah sebenarnya yang kau
ketemukan itu?" "Thian-gwa Ceng-mo Tiong-sun Seng". Demikian Oe-tie
Khao menjawab dengan cepat sekali.
Sambil menjawab, matanya terus ditujukan kepada orang
tua berbaju kuning, untuk memperhatikan reaksi apa yang
ditunjukkan oleh orang tua itu setelah mendengar jawabannya.
Orang tua berbaju kuning itu benar saja menunjukkan rasa
terkejutnya dan mulutnya tercetus ucapan: "Eh!" Kemudian berkata dengan nada
suaranya yang cepat dan sangat
perlahan sekali: "Ada urusan apa tanpa sebab Tiong-sun Seng
mencariku" Dengan cara bagaimana pula ia mengetahui
bahwa aku berada di sini?"
Oleh karena jawaban itu, dugaan Oe-tie Khao mulai
berubah, ia anggap bahwa orang yang hendak ditemui oleh
orang tua berbaju kuning itu yang ia dengar dari mulut Go Eng
selagi didalam rumah makan di kota Keng-cu, kalau bukan
May Ceng Ong, tentunya ialah Hong-po Cui!"
"Keahlian meramal Thian-gwa Ceng-mo dan tindak-
tanduknya yang luar-biasa, tiada orang yang mampu
menandingi! Dia suruh Oe-tie Khao menyampaikan pesannya,
katanya dia adalah orang yang ingin kau temui, pada sebelum
akhir tahun ini datang ke bukit siang-swat-giam di gunung Kie-
lian-san supaya bisa bertemu muka dengan mu!" Demikian ia
berkata. Orang tua itu diluarnya tampak tenang-tenang saja, tetapi
dalam hatinya sebetulnya tergerak, ia bertanya kepada Oe-tie
Khao: "Siapakah orang yang ingin kutemui itu?"
Oe-tie Khao mendengar suara orang tua berbaju kuning itu
agak tajam, di situ dapat diduga bahwa orang tua itu sudah
tidak bisa mengendalikan perasaannya seperti semula, tetapi
hingga saat itu ia sendiri masih tetap tak bisa menduga siapa
namanya dan bagaimana riwayatnya orang tua itu. Terpaksa
ia menjawab sambil menggelengkan kepala: "Thian-gwa
Ceng-mo belum pernah mengatakan nama orang yang ingin
kau temui itu, tetapi ada pesan dua patah kata, minta aku agar
menyampaikan kepadamu"
"Pesan apakah itu?" Bertanya orang tua berbaju kuning itu hambar.
"Kalau sudah tiba waktunya bisa melepaskan tangan,
lepaskanlah. Kalau masih bisa diampuni, ampunilah!" Berkata
Oe-tie Khao dengan sungguh-sungguh.
Orang tua itu setelah mendengar ucapan itu,
memperdengarkan suara tertawa dinginnya, kemudian
berkata: "Dahulu dia bisa lepas tangan, tetapi hari ini
bagaimana aku bisa mengampuni orang" Walaupun lidah
Thian-gwa Ceng-mo Tiong Sun Seng bisa tumbuh bunga
teratai, bisa mengeringkan air sungai Tiang-kang, juga tidak
bisa mencuci bersih dendam sakit hatiku waktu dahulu!"
Oe-tie Khao yang mendengar jawaban itu alisnya
dikerutkan, sedang orang tua berbaju kuning itu
menggerakkan jari tangannya, menekan pesawat yang berada
ditempat duduknya dan kain gorden sutera warna kuning itu
perlahan-lahan menutup kembali.
Sepasang mata ketua Kie-lian-pay Khie tay Cao
memancarkan sinar buas, sebentar ia menatap wajah Oe-tie
Khao, lalu bertanya kepada orang tua berbaju kuning dengan
terpisah oleh gorden warna kuning.
"Mengenai sahabat Oe-tie Khao yang datang kemari untuk
menyampaikan pesan itu locianpwe masih ada pesan khusus
apa?" Oe-tie Khao mengerti maksud pertanyaan Khie Tay Cao,
ialah untuk minta jawaban dari orang tua berbaju kuning,
apakah dibiarkan pulang dengan selamat atau perlu ditahan"
Suara yang sangat perlahan sekali dari orang tua berbaju
kuning itu terdengar dari balik gorden warna kuning itu,
katanya lambat-lambat: "Cianbunjin boleh mintakan bukti
kepada sahabat Oe-tie itu untuk membuktikan bahwa ia
benar-benar disuruh oleh thian-gwa Ceng-mo, atau bukan!
Jika ada bukti biarkan ia pergi, jika tidak, kita harus tetap
menurut aturan untuk menghukum padanya yang sudah
lancang masuk ke daerah Kie-lian. Aku akan menotok lumpuh
padanya dari sini, kemudian kau antarkan ke dalam goa
Siang-swat-tong, supaya tubuhnya menjadi beku dan kita buat
patung di dalam goa itu!"
Oe-tie Khao yang mendengar ucapan itu lantas tertawa
terbahak-bahak, dengan mata menatap Khie Tay Cao, ia
bertanya dengan nada suara dingin: "Kie ciangbunjin, aku
pengemis tua datang dari tempat ribuan pal jauhnya semata-
mata hanya menyampaikan pesan orang lain, apakah
demikian caranya kalian orang-orang Kie-lian-pay
memperlakukan tamu?"
Ditegur secara pedas demikian oleh Oe-tie Khao, sepasang
alis Khie Tay Cao berdiri, sejenak tampak berpikir, kemudian
berpaling dan berkata kepada Go Eng: "Peraturan dunia
Kang-ouw, kita harus patuhi tetapi peraturan golongan Kie-
lian-pay, juga tak boleh dirusak! Go sute, lekas perintahkan
mereka untuk menyediakan jamuan bagi Oe-tie tayhiap, lebih
dulu kita harus melakukan tata-tertib dunia Kang-ouw,
kemudian minta lagi kepada Oe-tie tayhiap supaya
menunjukkan buktinya untuk menepati peraturan golongan
kita!"

Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Oe-tie Khao menggoyangkan tangannya, melarang Go Eng
bertindak, dengan sepasang alis berdiri ia berkata dengan
nada suara dingin: "Tidak perlu, perjamuan semacam ini aku
pengemis tua tidak sanggup menerima! Tata-tertib dunia
Kang-ouw boleh dihapus, harap kalian lekas menjalankan
peraturan golongan Kie-lian, meskipun aku ada membawa
bukti, tetapi kini aku tidak mau mengeluarkan!"
Orang tua berbaju kuning dari balik gorden warna kuning
berkata sambil tertawa dingin: "Apakah kau benar-benar ingin
mencari mampus?" Oe-tie Khao tertawa semakin nyaring, katanya juga dengan
nada suara keras: "Manusia, kalau sudah mencapai usia
seratus tahun siapakah yang bisa lolos dari kematian" Di
dunia yang fana ini dimana saja merupakan kuburan. ."
Suara itu masih menggema didalam ruangan, murid yang
menjaga pintu gerbang dengan tiba-tiba muncul di ruangan
dan maju memberi hormat kepada Khie Tay Cao sambil
melaporkan bahwa di luar ada seorang gadis dengan
menunggang seekor kuda berbulu hijau, gadis itu menyebut
dirinya sebagai putri Thian-gwa Ceng-mo, namanya Tiong-sun
Hui Kheng dan katanya hendak mencari Oe-tie tayhiap.
Laporan itu mengejutkan Khie Tay Cao, sedangkan Oe-tie
Khao sendiri juga terheran-heran.
Dalam hatinya berpikir, urusan didalam dunia ini
bagaimana bisa demikian kebetulan" Dengan munculnya
Tiong-sun Hui Kheng secara tiba-tiba ini, bukankah akan
merupakan pertolongan besar baginya yang sudah
mengarang cerita bohong demikian besar"
Benar saja, Khie tay Cao setelah sejenak merasa terkejut,
lalu berkata kepada anak buahnya yang ditugaskan menjaga
di pintu gerbang: "Kau beritahukan kepada nona Tiong-sun,
minta ia tunggu sebentar di pintu gerbang, aku akan
mengantar sendiri kepada Oe-tie tayhiap keluar dari sini
dengan segera!" Sehabis berkata demikian ia lalu mengangkat tangan
memberi hormat dan berkata kepada Oe-tie Khao: "Kie Tay
Cao sudah tahu bahwa kedatangan Oe-tie tayhiap kemari
bukanlah omong-kosong saja, atas kealpaanku untuk
menyambut secara baik-baik, harap Oe-tie tayhiap maafkan
sebesar-besarnya!" Oe-tie Khao tahu bahwa kawanan manusia jahat dan buas
seperti itu, girang atau marah bisa berubah setiap saat, maka
ia diam-diam menggelengkan kepala. Tetapi kesempatan itu ia
gunakan sebaik-baiknya untuk mengundurkan diri, katanya
sambil tersenyum: "Sebagai orang yang berkelana di dunia
Kang-ouw, dalam segala hal harus mementingkan urusan
orang lain, asal ada sahabat yang sepaham denganku,
jangankan hanya melakukan perjalanan ribuan pal saja
sekalipun harus menerjang ke dalam neraka juga rela!
Cianbunjin kalau sudah tahu bahwa kedatanganku ini tidaklah
bohong, maka Oe-tie Khaoe hendak minta diri".
Sehabis berkata demikian, ia bangkit dari tempat duduknya
dan berkata pula kepada orang tua dibalik gorden berwarna
kuning: "Orang tua, apakah kau ada jawaban yang minta aku
sampaikan kepada Than-gwa Ceng mo?"
"Beritahukan kepada Tiong-sun Seng, katakan saja bahwa
orang yang kutunggu itu, jikalau sebelum pada tanggal
sepuluh bulan sebelas ini, datang kemari menengok aku,
maka pada pertemuan di puncak Thian-tu-hong pada nanti
tanggal enam belas bulan dua belas, akan merupakan
bencana hebat bagi rimba persilatan yang tidak dapat
dielakkan lagi!" Oe-tie Khao hanya sambut dengan tertawanya, kemudian
ia memutar dirinya, Khie Tay Tjao oleh karena merasa salah,
terpaksa dengan perasaan kemalu-maluan bersama Go Eng
mengantar keluar Oe-tie Khao dari tempat itu.
Baru keluar dari pintu gerbang, sudah disambut oleh Tiong-
sun Hui Kheng yang berdiri disamping kudanya dengan wajah
berseri-seri. Begitu melihat kedatangan Oe-tie Khao lantas
berkata kepadanya: "Oe-tie locianpwee, kali ini karena kau
melakukan perjalanan terlalu jauh, maka aku sengaja
menunggang kuda datang kemari untuk menyambut kau.
Apakah kau sudah menyampaikan pesan ayah kepada orang
tua itu?". Oe-tie Khao menganggukkan kepala sambil tersenyum,
melihat Tiong-sun Hui Kheng menyerahkan less kudanya,
tanpa sungkan lagi lantas melompat keatas punggung kuda,
sedangkan Tiong sun Hui Kheng sendiri duduk dibelakangnya.
Demikian dua orang itu dengan menunggang seekor kuda,
lantas dipacu turun dari Siang-swat-giam.
Pada saat itu, ketua Kie-lian-pay Khie Tay Tjao
menyaksikan kuda tjeng-hong-kie Tiong-sun Hui Kheng lebih
hebat daripada kuda tjian lie-kiok-hwa-tjengnya sendiri,
dengan berdiri termangu-mangu menyaksikan berlalunya
Tiong-sun Hui Kheng dan Oe-tie Khao, sedikitpun tidak
memikirkan ke tempat lain.
Akan tetapi Go Eng yang licik dan banyak akalnya,
sebaliknya tertawa cengar-cengir beberapa kali, kemudian
berkata kepada Khie Tay Tjao: "Tjianbun suheng, apakah kau
tidak berasa bahwa kedatangan Tiong-sun Hui-kheng ini
sangat mencurigakan?".
Khie Tay Tjao sebagai tokoh dan pemimpin satu partai
besar, sudah tentu bukan orang sembarangan, setelah
diingatkan oleh ucapan Go Eng tadi, sesat lantas menjadi
sadar. Katanya: "Kecurigaan Go sute memang benar
kedatangan Tiong-sun Hui Kheng ini sesungguhnya terlalu
mencurigakan, didalamnya pasti ada mengandung maksud
tertentu, tetapi sayang sekali kudanya sangat cepat larinya,
rasanya sudah tidak keburu untuk dikejar".
"Kuda mereka bisa lari pesat tetapi tjianlie-kiok-hwatjeng
kuda suheng, juga merupakan kuda jempolan pada saat ini,
mengapa tidak berusaha mengikuti jejaknya" Kini siaote
hendak pergi ke goa siang-swat-tong untuk memberitahukan
kepada orang sana supaya siap-siap apabila ada orang
datang mengacau!". "Rencana Go sute ini bagus sekali, perintahkan mereka
supaya menyediakan kuda dan senjataku!".
Sesaat kemudian ketua Kie-lian-pay sudah berada di atas
kuda jempolannya dengan senjatanya seratus lima puluh kati
yang pernah menggemparkan dan menjagoi dunia Kang-ouw
sekian lamanya, setelah itu ia memacu kudanya menuju ke
tempat dimana tadi tiong-sun Hui Kheng dan Oe-tie Khao
pergi. Sementara itu Go Eng sambil perlihatkan senyum Iblisnya,
diam-diam menghilang ke jalanan yang menuju ke goa Siang-
swat-tong. Kita tinggalkan dulu tindakan dua manusia buas dari Kie-
lian itu, marilah kita balik kepada Oe-tie Khao yang sudah
meninggalkan bukit Siang-swat-giam bersama Tiong-sun Hui
Kheng. Sekeluarnya dari markas besar partai Kie-lian, Tiong-sun
Hui Kheng larikan kudanya menuju ke tempat yang sudah
dijanjikan kepada Hee Thian Siang, sementara itu Oe-tie Kao
berkata kepada Tiong-sun Hui Kheng sambil tertawa: "Nona
Tiong-sun, bagaimana kedatangan ini demikian kebetulan,
apakah nona sudah bertemu muka dengan Hee Thian Siang"
Mengapa siaopek dan taywong tidak ikut serta?".
"Dengan secara kebetulan ketika aku berada di kota Kieng-
tjiu telah minum ditempat rumah makan yang locianpwee dan
Hee Thian Siang ada minum di situ, hanya terpisah satu
kamar saja, maka aku mengetahui urusan ini; siaopek dan
taywong sudah mengikuti Hee Thian Siang menyerbu ke Goa
siang-swat-tong", berkata Tiong-sun Hui Kheng sambil
tertawa. Dari apa yang dilihat dan didengar didalam ruangan Tjong-
biaw-tong, Oe-tie Khao tahu bahwa didalam goa siang-swat-
tong pasti juga dilakukan penjagaan, hingga di situ mungkin
terdapat rintangan berbahaya, maka ia merasa kuatir atas
keselamatan Hee Thian Siang, kini setelah mendengar dari
mulut Tiong-sun Hui Kheng bahwa kepergian Hee Thian Siang
ke goa siang-swat-tong dengan dikawani oleh siaopek dan
taywong, maka ia merasa lega.
Ketika tiba ditempat dimana sudah berjanji dengan Hee
Thian Siang, baru saja turun dari kudanya, dari arah Siang-
swat-giam terdengar suara derap kaki kuda, Oe-tie Khao
lantas berkata sambil tertawa dingin: "Aku sudah tahu, bahwa
urusan ini hanya dapat mengelabui mata kawanan penjahat
Kie-lian untuk sementara, tetapi tidak bisa selama-lamanya.
Sekarang Kie Tay Tjao benar saja sudah timbul perasaan
curiganya dan pergi mengejar kita. Marilah kita sembunyi di
suatu tempat biar dia mengandalkan kudanya yang jempolan
pergi mengejar sampai beberapa ratus pal, supaya kita kurang
seorang lawan tangguh!".
Tiong-sun Hui Kheng menganggukkan kepala sambil
tersenyum, dua orang itu lalu mencari tempat sembunyi, tak
lama kemudian benar saja tampak ketua Kie-lian-pay, Khie
Tay Tjao dengan membawa senjatanya yang aneh dan berat
sekali, dengan menunggang kudanya tjian-lie-kiok-hwat-tjeng
yang jempolan dengan pesat melewati tempat
persembunyiannya. Setelah bayangan Khie tay Tjao menghilang dari depan
matanya, Oe-tie Khao baru berani mengeluarkan suara, ia
berkata sambil tertawa: "Nona Tiong-sun, kini kita
menggunakan kesempatan selagi Khie tay Tjao melalui kita,
dan selagi orang-orang Kie-lian-pay tidak menduga kita yang
sudah pergi akan kembali, agaknya kita perlu secara diam-
diam pergi ke goa siang-swat-tong, barangkali bisa memberi
bantuan tenaga kepada Hee Thian Siang laote bersama
siaopek dan taywong".
"Perjalanan kita ini tak boleh mengejutkan orang fihak sana,
apakah kita harus pergi kesana dengan jalan kaki" Untung
kuda tjeng-hong-kie ini sangat cerdik dan sangat tajam daya
pendengarnya, jikalau ada kejadian-kejadian penting, asal aku
mengeluarkan siulan, ia pasti akan datang mengikuti suaraku
tadi!". Berkata Tiong-sun Hui Kheng sambil menganggukkan
kepala dan tersenyum. "Kekuatiran nona ini memang pada tempatnya. Marilah kita
balik lagi kesana". Perjalanan mereka kali ini menggunakan ilmunya
meringankan tubuh masing-masing, juga tidak melalui jalan
biasa, melainkan melalui jalan pegunungan yang terjal!
Berjalan melalui jalan-jalan terjal dan kadang-kadang
melalui jurang dan gunung-gunung tinggi Oe-tie Khao baru
tahu kepandaian Tiong-sun Hui Kheng; ilmu meringankan
tubuh dan ilmu silatnya masih jauh di atas Hee Thian Siang.
Tiong-sun Hui Kheng dengan tubuhnya yang indah dan
tindakannya yang lemah-gemulai, meskipun melalui jalanan
yang demikian sulit masih dapat dilalui dengan tenang-tenang
saja, bahkan ia masih bisa tertawa-tertawa dan berkata
kepada Oe-tie Khao: "Oe-tie Locianpwe, kau sudah lama
hidup di dunia kang-ouw, sudah biasa melakukan perjalanan
jauh dan sukar, baik pengalaman maupun pengetahuan tentu
luas sekali; rasanya tidak terpaut jauh kalau dibanding dengan
pendekar pemabokan Bo Bu Ju locianpwe. Apakah kau tidak
dapat melihat atau setidak-tidaknya menduga riwayat atau
asal-usul orang berbaju kuning yang dibuat andalan oleh
orang-orang Khie-lian-pay?".
"Meskipun aku tidak dapat menduga asal-usul dan riwayat
orang tua itu, tetapi waktu ia berbicara denganku, dari pertama
sehingga akhir, suaranya demikian halus seperti tidak wajar,
agaknya ia takut aku dapat mengenali suaranya yang
sebenarnya! Dalam hal ini sesungguhnya sangat menarik dan
mencurigakan hatiku! Apakah orang tua berbaju kuning yang
sangat aneh itu juga merupakan sahabat lamaku dahulu?".
"Locianpwe boleh pikir dulu baik-baik, diantara kenalan
lamamu dahulu, apakah ada seorang tokoh demikian"
Locianpwe harus tahu bahwa kepandaian ilmu silat Khie Tay
Tjao sudah dapat dibanggakan dan masih di atas daripada
beberapa orang kuat lainnya, dia merupakan satu tokoh
terkuat pada masa ini, namun ia masih memerlukan orang tua
berbaju kuning itu sebagai andalan dan supaya menunjang
gerakannya, disitu dapat kita duga bahwa orang tua itu pasti
memiliki kepandaian yang luar biasa, seharusnya mudah
sekali kalau kita duga!".
Oe-tie Khao berpikir lama sekali, barulah berkata sambil
tertawa: "Aku sesungguhnya tak dapat memikirkan orang tua
itu, baiklah kita tunggu setelah bertemu muka dengan Hee
Thian Siang laote, aku masih perlu menanyakan dahulu apa
yang dilihatnya didalam goa Siang-swat-tong, setelah kita
adakan konsultasi satu sama lain, mungkin dapat mempelajari
asal-usul diri orang tua itu!".
Pembicaraan Oe-tie Khao dan Tiong-sun Hui Kheng
dilakukan dengan seenaknya, mereka tidak tahu bahwa pada
saat itu Hee Thian Siang yang berada didalam goa Siang-
swat-tong sedang menghadapi bahaya hebat yang sangat
mendebarkan hati! Kiranya Hee Thian Siang sejak berpisah dengan Tiong-sun
Hui Kheng, oleh karena baru pertama kali ini berjalan
bersama-sama dengan siaopek dan taywong binatang luar
biasa itu, perjalanan itu dilakukan dengan sangat gembira,
dengan menggunakan ilmunya meringankan tubuh ia pergi
menuju ke goa Siang-swat-tong yang letaknya dibukit siang-
swat-giam-im! Letak siang-swat-giam-im sangat strategis, tempat itu
terkurung oleh puncak-puncak gunung yang tingginya
menjulang ke langit, oleh karenanya sinar matahari juga agak
kurang, maka hawa ditempat itu dingin sekali, setiap tahun
diliputi oleh salju. . Hee Thian Siang yang membawa siaopek dan taywong
menyelundup sampai ke mulut goa, sepanjang perjalanannya
tidak mendapat rintangan juga tidak menemukan jejak musuh,
hanya merasakan bahwa goa itu seolah-olah dalam sekali dan
jalannya berliku-liku. bahkan didalam goa itu selalu ditiup oleh angin yang dingin
sekali sehingga meresap ke dalam tulang-tulangnya.
Baru mendekati goa, terjadilah suatu kejadian sangat aneh,
siaopek dan taywong, dua ekor binatang luar biasa itu, bulu-
bulu di sekujur badannya pada berdiri, dengan sikap ketakutan
matanya ditujukan ke dalam goa yang gelap dan berliku-liku
jalannya, agaknya tidak berani masuk.


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hee Thian Siang yang tahu benar bahwa siaopek sangat
cerdik dan taywong berani dan galak, ketika menyaksikan
sikap mereka demikian juga merasa gentar. Dengan suara
yang sangat perlahan sekali ia bertanya kepada siaopek:
"Siaopek, dalam goa itu kau lihat ada barang apa" mengapa
kau dan taywong ketakutan demikian rupa?"
Sepasang matanya yang merah dari siaopek ditujukan
kepada goa sekian lama lantas menggunakan tangannya
untuk memitak-mitakkan sebagai jawaban kepada Hee Thian
Siang, maksudnya agaknya menasehati Hee Thian Siang
sebaiknya jangan masuk ke dalam. Hee Thian Siang juga
tahu, bahwa didalam goa itu sudah pasti sangat berbahaya,
tetapi karena ia bernyali besar dan kedua dengan susah
payah baru sampai di tempatnya, bagaimana kalau ia tidak
berani masuk untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya"
Oleh karena itu setelah ia berpikir sejenak baru berkata lagi
kepada siaopek dengan suaranya tetap perlahan: "Siaopek,
aku juga tahu bahwa didalam goa ini sangat berbahaya dan
ada hal-hal yang luar biasa, tetapi karena kita sudah sampai di
sini, bagaimanapun juga toh harus masuk melihat dan
menyaksikan sendiri, kau dengan Taywong boleh
sembunyikan diri di luar pintu untuk menunggu aku, kalau ada
orang jahat Kie-lian-pay, asal kau mengeluarkan suara, aku
akan siap sedia!" Hee Thian Siang tampak Siaopek menunjukkan sikap
seolah-olah keberatan, maka ia lalu mencium mukanya,
kemudian bertanya sambil tersenyum: "Siaopek, apa kau tidak
tega hati dengan seorang diri aku masuk ke dalam goa?"
Siaopek yang mendengar pertanyaan itu, mengamat-amati
muka Hee thian Siang beberapa lama, tiba-tiba
menganggukkan kepala dan menerima baik permintaannya,
sambil menarik Taywong, ia sembunyikan diri ditempat lebat di
luar pintu goa. Hee Thian Siang karena sikap siaopek tadi, mau tak mau
tambah waspada, lebih dahulu ia mengerahkan ilmunya Kian-
thian-ceng-kie dari perguruannya, disalurkan ke seluruh badan
untuk menjaga diri, dengan berjalan indap-indap dan berjalan
pelan sekali ia memasuki goa itu.
Jalan didalam goa itu berliku-liku, Hee Thian harus
memutar ke kanan dan ke kiri sebanyak kira-kira lima belas
tombak, tetapi apa yang disaksikannya tidak lain dari pada
gelap! Apa yang dirasakan juga hanya dingin.
Akan tetapi didalam kegelapan itu seolah-olah tersembunyi
rahasia yang sangat misteri, di bawah suasana dingin, seolah-
olah mengandung bahaya yang menyeramkan!
Semakin misteri semakin seram, juga semakin
membangkitkan keberanian Hee Thian Siang. Selangkah demi
selangkah ia masuk ke dalam, ia bertekad hendak menyelidiki
dalam goa itu! Kembali ia memasuki ke dalam beberapa tombak, halaman
didalam goa itu agaknya melebar tetapi juga semakin gelap.
Karena keadaan gelap sekali, ia terpaksa berjalan maju
sambil meraba-raba. Baru saja mengulurkan tangannya,
seolah-olah tersentuh oleh binatang berbisa, maka buru-buru
ditariknya kembali, orangnya juga lopat mundur sejauh tiga
langkah! Kenapa" Oleh karena Hee Thian Siang sewaktu
mengulurkan tangannya meraba-raba telah meraba sesosok
tubuh manusia! Tetapi tubuh manusia itu seolah-olah lebih dingin daripada
angin didalam goa yang meniup dirinya, bahkan setelah jari
tangan Hee Thian Siang menyentuhnya, juga tidak terdengar
sedikitpun suara dari tubuh yang di sentuhnya. Kedua tangan
Hee Thian Siang digunakan untuk melindungi dadanya, selagi
hendak menantikan kejadian selanjutnya, tetapi tidak tampak
sedikit gerakanpun juga dari tubuh manusia itu, maka ia lalu
mengambil alat api dari dalam sakunya.
Api itu bukanlah api biasa, cuma api buatan Oe-tie Khao
yang dibuat secara istimewa. Alat itu merupakan bentuk
bumbung, begitu alat pesawatnya disentuh, lantas bisa
menimbulkan api, dan bumbung itu lubangnya juga kecil
sekali, tidak beda seperti lampu-lampu batere yang kecil pada
sekarang ini. Ketika api ditangan Hee Thian Siang menerjang ke tubuh
manusia yang dirabanya tadi, matanya baru menampak
seorang pelajar berbaju putih yang berusia kira-kira tiga puluh
tahunan, sedang berdiri menyandar d idinding goa dan
menghadapi dirinya. Tersorot oleh sinar lampu Hee Thian Siang, pelajar berbaju
putih itu tetap tidak bergerak atau menyapa, Hee Thian Siang
terheran-heran, kembali menggunakan apinya untuk menyinari
orang itu, kini ia tujukan kepada wajahnya.
Kini Hee Thian Siang baru tahu, bahwa mata pelajar
berbaju putih ternyata sudah tidak bercahaya, ditilik dari
keadaan itu, agaknya bukan seperti manusia hidup. Diatas
baju panjangnya yang berwarna putih tergantung sebuah plat
tembaga diatas plat itu terdapat tanda tulisan.
Hee Thian Siang yang sangat berani, menyaksikan
keadaan itu sedikitpun tidak merasa takut, ia maju
menghampiri, tetapi setelah ia membaca tulisan pada plat
tembaga itu, saat itu badannya lantas gemetaran.
Tulisan yang terdapat di atas plat tembaga itu, ternyata
berbunyi seperti berikut: "SALAH SATU DARI PATUNG YANG
SUDAH MEMBEKU OLEH ES, INI ADALAH PATUNG SIAUW
TEK YANG BERJULUK BERBAJU PUTIH DARI KUN LUN,
JUGA MERUPAKAN SAMSUTE KETUA KUNLUN PAY TIE
HUI CU!" Disamping terkejut dan keheranan, Hee Thian Siang diam-
diam berpikir: Apa yang dinamakan patung yang sudah
membeku oleh salju" Apakah Siauw Tek ini sudah
dibinasakan oleh orang Kie-lian-pay, jenasahnya dibekukan
didalam goa Siang-swat-tong ini"
Selama berpikir, api di tangannya ditujukan kepada dinding
goa itu, kini ia menemukan pula ditempat sejarak tiga empat
kaki dari patung Siauw Tek, kembali terdapat sebuah patung
yang berdiri menyandar di dinding goa.
Meskipun Hee Thian Siang sudah mulai gentar dan dalam
hatinya juga merasa sedikit takut, tetapi ia masih berani maju,
hendak menegaskan siapa adanya patung kedua itu, apakah
juga merupakan sebuah patung yang dibekukan"
Suatu keuntungan baginya, ialah api didalam bumbung
buatan Oe-tie Khao itu, hanya dapat digunakan untuk
menyoroti langsung ke tempatnya tapi tidak memancarkan
sinarnya kebagian samping. Jikalau tidak betapapun besar
nyali Hee Thian Siang juga akan ketakutan setengah mati.
Sebab, apabila api itu memancarkan sinarnya ke segala
penjuru, maka di situ ia akan terdapat dua sosok bayangan;
sesosok adalah bayangannya sendiri, tetapi yang lain adalah
bayangan seorang yang mengenakan jubah lebar, sedang
rambutnya yang panjang terurai ke bawah, orang itu sama
keadaannya dengan orang tua berbaju kuning yang dilihat
oleh Oe-tie Khao didalam ruangan Cong-biaw-tong. Tetapi
orang berbaju kuning ini berdiri tidak jauh di belakang Hee
Thian Siang, tangan kanannya diangkat tinggi, jari telunjuk
dan jari manis tampak diulurkan, ditujukan kepada jalan darah
di belakang kepala Hee Thian Siang. Hingga saat itu Hee
Thian Siang masih belum sadar jikalau bayangan maut sudah
mengintai dirinya, ia masih berjalan maju ke depan sedangkan
orang tua berbaju kuning itu juga melakukan gerakan yang
sama. Hee Thian Siang adalah murid satu-satunya dan paling
disayang oleh Pak-bin Sin-po Hong-po Cui, dan baru-baru ini
kembali ia mendapatkan obat luar biasa yang menambah
kekuatan tenaganya, dalam goa kuno yang menyeramkan
seperti itu, seharusnya ada suara sedikit saja akan tertangkap
oleh daya pendengarannya. Akan tetapi terhadap orang tua
berbaju kuning yang berada di belakangnya sedikitpun ia tidak
menyadari atau mendengar, dari situ dapat dilihat betapa
tinggi ilmu yang dimiliki oleh orang tua berbaju kuning itu!
JILID 11 Ketika ia mendekati patung orang yang kedua dan sinar api
dalam bumbung Hee Thian Siang menyoroti orangnya, ia
terkejut dan berdiri kesima. Sebab wajah dan potongan orang
itu agaknya tidak asing baginya, adalah pendekar pemabokan
Bo Bu Yu yang mengadakan perjanjian dengannya yang
hendak bertemu di gunung Ngo-bie-san! Di depan dada Bo Bu
Yu juga tergantung sebuah plat kuningan, di situ tertulis:
"PATUNG SALJU KEDUA. PENDEKAR PEMABOKAN BO BU
YU" Terhadap patung berbaju putih Siauw tek, karena Hee
Thian Siang belum pernah kenal dengannya, ia masih
menyangsikan kebenarannya. Tetapi terhadap pendekar
pemabokan Bo Bu Yu ia sedikitpun tidak merasa curiga. Ia
tahu benar, sekalipun Oe Tie Khao sendiri yang terkenal
sebagai tukang ukir terpandai pada masa itu juga tidak
mampu menciptakan patung demikian mirip dengan keadaan
pendekar pemabokan yang asli.
Di dalam keadaan terkejut dan sedih, dengan sendirinya
bulu roma Hee Thian Siang berdiri, keringat dingin juga
membasahi badannya. Ia kini baru menyadari bahwa di sekitar
tempatnya berdiri penuh dengan bahaya maut; maka ia lalu
mengeluarkan barang pusaka perguruannya yang berupa bom
peledak Kian Thian-pek-lek, benda itu digenggam dalam
tangannya, siap hendak menghadapi segala kemungkinan.
Ketika tangan Hee Thian Siang dimasukkan dalam
sakunya, orang tua berbaju kuning yang diam-diam mengikuti
di belakang dirinya, sudah hendak menggerakkan jari
tangannya untuk menotok jalan darah belakang kepalanya.
Tetapi ketika orang tua itu melihat Hee Thian Siang
mengeluarkan butiran benda kecil yang dapat digunakan
untuk merubuhkan bukit, sejenak tampak terkejut. Agaknya ia
tahu benar hebatnya senjata itu sehingga tak berani
menurunkan tangan keji. Hee Thian Siang terus menggunakan api istimewanya, di
jarak yang hampir sama kembali tampak sesosok bayangan
orang yang mengenakan jubah warna kuning. Dari samping
kelihatan brewoknya yang panjang dan tebal. Orang berjubah
kuning bermuka brewokan itu merupakan tanda she bagi Hee
Thian Siang. Maka setelah berpikir sejenak lantas teringat
bahwa orang itu tak lain Hong-tien Ong-khek yang pernah
menghadiahkan sebutir kipas pusakanya.
Hong-tien Ong-khek May Ceng Ong merupakan salah satu
dari tiga orang terkuat dalam rimba persilatan pada masa itu.
Bukan saja namanya sangat terkenal, kepandaian ilmu
silatnya juga sudah mencapai taraf yang tiada-taranya, akan
tetapi kini juga sudah menjadi beku di dalam goa Siang-swat-
long. Ini bukankah sangat mengejutkan Hee Thian Siang.
Selagi hendak maju lagi untuk mengadakan pemeriksaan
lebih lanjut, dari luar goa tiba-tiba terdengar suara siulan
binatang yang sangat tajam. Suara itu adalah suara kera
Siaopek, maka ia segera mengetahui bahwa pasti ada orang
Kie-lian-pay yang berada di luar goa.
Ia masih belum tahu benar siapa orang yang datang karena
masih berada dalam goa, lagi pula tidak kenal keadaan dalam
situ, sudah tentu sangat berbahaya baginya. Maka ia lalu
membatalkan maksudnya yang hendak menyelidiki patung
brewokan itu, apakah betul Ong-khek May Ong ataukah
bukan. Maksud utamanya yang hendak mencari potongan
thian-keng yang dipindahkan dari goa tempat kuburan elang
raksasa. Secepat kilat ia sudah lari keluar goa lagi.
Ketika Hee Thian Siang berpaling, orang tua berbaju kuning
berambut panjang di belakangnya kembali mengangkat
tangan hendak menurunkan tangan keji. Tetapi akhirnya oleh
karena takut menghadapi bom peledak Kiau-tian-pek-lek,
maka membiarkan ia keluar dengan penasaran. Hee Thian
Siang tak tahu bahwa Kian thian-pek-lek yang merupakan
senjata terampuh dari perguruannya sudah menolongnya dari
bahaya maut. Ia hanya merasa waktu itu walaupun sudah
mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya untuk
menahan serangan hawa dingin, namun masih tidak berhasil,
maka buru-buru ia keluar dari dalam goa.
Tiba di luar goa, di situ ternyata sunyi-senyap, tidak
terdapat bayangan seorangpun termasuk Siaopek dan
Taywong. Selagi dalam keadaan terheran-heran, tiba-tiba
telapak tangan yang berbulu kuning menarik dirinya ke atas
gunung yang tinggi. Ketika taywong dan Hee Thian Siang tiba
di atas puncak gunung yang tinggi, Taywong mengeluarkan
tangannya menunjuk ke bawah. Hee Thian Siang segera
tampak Siaopek yang mengenakan rompi emasnya dengan
sangat lincahnya sedang memainkan diri Go Eng yang
kakinya tinggal satu, sehingga berputar-putaran hendak
menyergap Siaopek. Kiranya ketika Go Eng tadi tiba di mulut goa, Siaopek yang
sangat cerdik sengaja mengeluarkan suara siulan panjang
untuk memberitahukan kepada Hee Thian Siang, sedangkan
ia sendiri lantas menyambar pohon rotan mengayun-ayunkan
dirinya di atas goa itu. Go Eng yang melihat kera putih sangat cerdik itu timbul
rasa sukanya, apalagi ia tidak mengerti darimana kera kecil itu
mengenakan rompi emas demikian berharga, maka ia
bernapsu menangkapnya dan berusaha hendak menundukkannya. Dengan gerakan yang sangat lincah, Siaopek sengaja
memancing Go Eng perlahan-lahan berlalu menjauh dari
mulut goa, supaya Hee Thian Siang dapat kesempatan
mengelakkan diri dari perhatiannya. Kini setelah Hee Thian
Siang bersama Taywong berada di atas puncak gunung, mata
Siaopek yang tajam sekali telah melihat keadaan itu, ia
memang sengaja mempermainkan Go Eng, maka gerakannya
pura-pura diperlambat, kakinya terpeleset, ia sengaja jatuhkan
diri. Go Eng tidak mengerti bahwa Siaopek telah menggunakan
akal, menyaksikan kejadian itu bukan kepalang-girangnya,
dengan menggunakan tongkatnya sebagai penunjang, ia
melompat sejauh tiga tombak. Di tengah udara tangannya
menjulur hendak menyambar leher Siaopek.
Sesaat sebelum ujung jari tangan menyentuh leher
Siaopek, kera kecil yang cerdik itu dengan tiba-tiba


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggelindingkan diri ke belakang , dan tangannya yang jahil
telah menyambar dan merebut tongkat baja yang digunakan
oleh Go Eng sebagai ganti kaki kirinya. Oleh karena Go Eng
sedikitpun tidak mengira bahwa kera kecil itu memiliki gerak
badan sedemikian lincah, ia pun tidak mengetahui bahwa
Siaopek mempunyai kekuatan tenaga yang luar biasa,
ditambah lagi karena ia menyergap di tengah udara, sehingga
dengan mudah saja tongkat bajanya direbut oleh Siaopek.
Setelah Siaopek berhasil merebut tongkat dari tangan Go
Eng, ia berdiri di tempat sejauh tiga tombak, dengan sangat
bangganya ia buat main tongkat Go Eng sambil mengeluarkan
siutan tiada hentinya. Go eng yang dipermainkan sedemikian rupa meskipun
merasa heran dan mendongkol tapi ia juga tidak bisa berbuat
apa-apa, ia terpaksa memandangnya dan membiarkan kera
kecil putih itu mengejek dirinya, sementara matanya berputar
memikirkan akal keji. Meskipun ia memiliki kepandaian dan kekuatan tenaga
yang cukup hebat, tetapi oleh karena paha kirinya sudah
kutung, tongkat di tangannya yang digunakan untuk
menunjang kaki itu juga sudah berada di tangan Siaopek,
maka harapan untuk menangkap hidup-hidup kera itu kini
sudah lenyap dari pikirannya.
Selagi Go Eng mencari akal untuk menurunkan tangan keji
pada Siaopek, Siaopek yang sangat cerdik dan kuat
tenaganya, sudah mengeluarkan seluruh tenaganya, dua
tangan bergerak, satu tangan memegang ujung kaki, tongkat
itu dipaksa melengkung bagaikan kaki kuda. Go Eng semula
hanya merasa bahwa kera itu keadaannya bagus dan
menyenangkan, gerakannya lincah, tetapi sekarang setelah
mengetahui kekuatan tenaganya yang demikian hebat alisnya
lalu dikerutkan, dengan diam-diam tangannya mengeluarkan
dua buah senjata rahasianya api kiuju-leng-hwe, hendak
digunakan untuk menyerang Siaopek, bahkan karena khawatir
serangannya itu tidak mengena, di tangan kirinya kembali
menggenggam dua buah duri beracun Thian-keng-cek.
Siaopek meskipun sengaja mempermainkan Go Eng, tetapi
terhadap orang-orang jahat dari golongan Kie-lian-pay ia
sudah waspada. Asap dan sinar biru yang timbul dari kiuju-
leng-hwe begitu baru keluar dari tangan Go Eng, Siaopek
sudah bergerak dan melompat sejauh empat tombak.
Go Eng adalah seorang berhati kejam dan sudah tahu
bahwa Siaopek itu gerakannya sangat lincah hanya dua buah
kiuju-leng-hwe takut tidak mengenakan dirinya maka dengan
diam-diam tangan kirinya dari dalam sakunya menyentil dan
melancarkan serangan dengan dua buah duri beracun Thian-
keng-cek, dengan saling menyusul dua buah duri itu meluncur
ke arah Siaopek yang masih berada di tengah udara.
Waktu itu Siaopek sedang melemparkan tongkat baja yang
sudah melengkung kepada Go Eng, dan tongkat baja itu tepat
menahan duri berbisa thian-keng-cek yang pertama, dengan
demikian tongkat itu lalu membentur duri yang dilancarkan
oleh Go Eng, setelah menimbulkan suara "trang" yang agak nyaring, duri berbisa
itu ternyata telah menembusi tongkat
baja sehingga menjadi lobang, di sini merupakan suatu bukti
betapa hebatnya senjata duri berbisa itu, yang ternyata benar
merupakan senjata ampuh yang dapat menembusi segala
benda keras! Serangan pertama dari duri berbisa dari Go Eng dengan
demikian telah menjadi meleset, tetapi serangan yang kedua,
tetap mengenai ketiak sebelah kanan siaopek.
Go Eng perdengarkan suara tertawanya yang girang.
Selagi hendak menyaksikan siaopek yang akan jatuh di tanah
dalam keadaan pingsan, tapi secepat kilat pula sudah
melompat bangun dan meloncat ke puncak gunung yang
tinggi, dengan gerakannya yang lincah ia dapat mendaki
puncak gunung yang tinggi!
Siaopek yang tidak takut dan tidak mempan duri berbisa
thian-keng-cek, hal ini lebih mengejutkan Go Eng, sehingga ia
berdiri sekian lama dalam keadaan terkesima !
Sudah tentu ia tak dapat menduga bahwa rompi emas yang
dipakai oleh Siaopek adalah terbuat dari sisik pelindung jalan
darah peninggalan Tayhiap Siang Jin yang dijadikan rompi
oleh Tiong Sun Hui Kheng. Maka ketika kera kecil itu mendaki
ke puncak gunung yang tinggi, ia hanya mengawasinya
dengan perasaan bingung. Ia tidak dapat menduga darimana
asa-usulnya kera kecil yang cerdik itu "
Siaopek ketika tiba di puncak gunung, di situ berkumpul lagi
dengan Hee Thian Siang dan Taywong, dari situ mereka
bertiga balik kembali ke jalan semula, baru saja melalui
sebuah tikungan lantas berpapasan dengan Oe-tie Khao dan
Tiongsun Hui Kheng yang menyusul mereka !
Tiong Sun Hui Kheng dan Oe-tie Khao ketika menampak
mereka dalam keadaan selamat, dalam hatinya merasa lega,
tetapi Siaopek yang terkena serangan oleh duri berbisa thian-
keng cek Go Eng, duri itu lantas diberikan kepada Tiong Sun
Hui Kheng. Tiong Sun Hui Kheng mengerutkan alisnya, berkata sambil
menggelengkan kepala: "Orang-orang Kie-lian-pay benar saja
menggunakan duri berbisa ini untuk mencelakakan diri orang,
di sini adalah suatu bukti bahwa apa yang dikatakan oleh Duta
Bunga Mawar itu semuanya benar, jikalau aku tidak
menggunakan sisik naga pelindung jalan darah untuk
membuatkan Siaopek sebuah rompi penjaga dirinya, sekarang
ia pasti akan mengalami penderitaan seperti sewaktu di
gunung Oey-san !". Sehabis berkata demikian, ia menjulurkan tangannya untuk
menggendong Siaopek sambil berjalan ia bertanya jepada
Hee Thian Siang: "Duri berbisa thian-keng-cek sudah muncul
ditempat ini, kalau begitu perjalananmu ke goa Siang-swat-
tong pasti akan menemukan pohon thian-keng yang diambil
kawanan Kie-lian dari gunung Hok-gu-san".
Hee Thian Siang teringat apa yang disaksikannya dalam
goa itu, dengan hati masih bergidik ia menjawab sambil
menggelengkan kepala: "Aku tidak pernah melihat pohon duri
thian-keng, sebaliknya telah menyaksikan suatu pemandangan yang luar biasa dan mengejutkan, lebih-lebih
daripada menemui pohon duri thien-keng".
"oo! Didalam goa Siang-swat-tong ternyata masih ada
barang yang mengherankan lebih daripada pohon thian-keng
?" Berkata Oe-tie Khao yang merasa tertarik atas penuturan
Hee Thian Siang. "Orang yang kusaksikan itu merupakan patung-patung
yang sudah membeku seolah salju", menjawab Hee Thian
Siang sambil menganggukkan kepala.
"Apa yang dinamakan patung yang sudah membeku ?",
bertanya Tiong-sun Hui Kheng heran.
Oe-tie Khao yang mendengar ucapan itu tiba-tiba teringat
kepada ucapan orangtua berbaju kuning didalam Cong-biauw-
tong, yang hendak merubuhkan dirinya, kemudian diantar ke
dalam goa Siang-swat-tong, akan dibekukan menjadi patung.
Saat itu ia merasa bergidik, dan bertanya kepada Hee THian
Siang sambil mengerutkan alisnya: "Hee-laote, apakah
didalam goa Siang-swat-tong itu benar-benar ada patung yang
dinamakan patung membeku menjadi salju ?"
"Bukan saja benar ada, bahkan jumlahnya barangkali juga
tidak sedikit. Hanya menurut apa yang kuketahui saja sudah
ada tiga buah banyaknya", berkata Hee Thian Siang sambil
tertawa getir. Tiong-sun Hui Kheng semakin mendengar semakin merasa
aneh, maka lalu bertanya sambil mengerutkan alisnya:
"Patung siapakah yang kau saksikan itu " Apakah merupakan
orang-orang ternama ?"
"Bukan saja merupakan orang-orang ternama, kalau
disebutkan barangkali Oe-tie locianpwe dan enci Tiong-sun
semua akan terperanjat", jawab Hee Thian Siang.
"Laote, kau jangan coba jual mahal, coba lekas kau
ceritakan siapa orangnya yang sudah kau saksikan menjadi
patung membeku itu ?", berkata Oe-tie Khao sambil tertawa.
"Patung pertama yang kusaksikan, aku tidak kenal, tapi
menurut tanda plat yang tergantung di dadanya, patung itu
adalah patungnya Tiauw Tek, sute ketua Kun-lun-pay Tie-Hui-
cu". Oe-tie Khao yang mendengar ucapan itu bukan kepalang
terkejutnya. Katanya: "Siauw Tek pernah hadir dalam
pertemuan di puncak gunung Thian-tu-hong waktu itu, ia
memang suka mengenakan pakaian berwarna putih,
dandanannya seperti pelajar, ia merupakan seorang gagah
dan tampan yang berusia kira-kira tiga puluh tahun."
"Betul dia, sedikitpun tidak salah !" Berkata Hee thian siang sambil menghela
napas. Oe-tie Khao dan Tiong sun Hui Kheng semua tahu bahwa
Siauw Tek itu merupakan salah satu tokoh terkemuka dalam
golongan Kun-lun-pay, kepandaian Ilmu silatnya sangat tinggi,
sungguh tidak disangka ia menemui ajalnya didalam goa
Siang swat tong, bahkan ia sudah berubah menjadi patung
yang sudah membeku! Mereka saling berpandangan sejenak, juga menyadari
bahwa orang yang menyembunyikan diri di belakang layar
menunjang gerakan jahat orang-orang Kie lian pay pasti
adalah seorang luar biasa dan seorang gaib dalam rimba
persilatan ! "Patung pertama yang kau lihat adalah patungnya Siauw
tek, dan kedua itu siapa Pula ?" bertanya Tiong sun hui kheng kepada Hee Thian
siang sambil mengerutkan alisnya.
Mata Hee Thian siang waktu itu berkaca-kaca ia menjawab
dengan suara sedih, "Patung kedua itu adalah patungnya
orang yang pernah membantu aku, dan berjanji denganku
hendak mengadakan pertemuan di gunung Ngo bie san. Dia
adalah seorang tingkatan tua dalam rimba persilatan !"
"Apakah bukan pendekar pemabokan Bo bu yu ?" bertanya
Oe-tie Khao kaget. "Dugaan locianpwe benar, dia adalah Bo Bu yu locianpwe
yang berpengalaman luas, yang dalam rimba persilatan
mendapat julukan pendekar pemabokan !" menjawab Hee
Thian siang sambil menganggukkan kepala dan mengucurkan
air mata. Oleh karena Oe-tie Khao juga merupakan sahabat lama Bo
Bu yu, maka ketika mendengar keterangan itu, juga merasa
pilu hatinya. setelah berpikir sejenak ia bertanya pula: "Hee laote, bagaimana
kau berani memastikan bahwa patung yang
sudah membeku yang kau lihat itu adalah ciptaan dari orang-
orang yang sebenarnya ?"
"Terhadap tokoh Kun-lun-pay Siauw Tek aku tidak kenal,
tetapi terhadap Bo Bu yu locianpwe aku kenal betul! Begitu
melihat patung itu, aku sudah tahu, sekalipun Oe-tie locianpwe
yang terkenal sebagai tukang pengukir dan pematung yang
terpandai, juga tak dapat meniru patung yang demikian mirip!"
Dengan perasaan terheran-heran dan sedih Oe-tie Khao
bertanya pula: "Dua patung itu nama dan kedudukannya
sudah cukup mengejutkan orang yang mendengarnya, dan
siapa pula patung yang ketiga itu ?"
Hee Thian siang dengan sikapnya yang seolah olah ia
sendiri juga tidak percaya, menjawab: "Oe-tie locianpwe, kau
bingung! Kedudukan dua patung yang kusebutkan dahulu tadi
masih merupakan nama orang nomor dua, kedudukan dan
tingkatan patung yang ketiga ini, barulah benar benar sangat
mengherankan dan mengejutkan orang yang mendengarkan,
dia adalah salah satu dari tiga orang yang paling sulit dihadapi
pada dewasa ini!" Tiong-sun Hui Kheng yang mendengar ucapan itu terkejut,
tanyanya: "Salah satu dari iga orang yang paling susah
dihadapi" Adalah gurumu sendiri ataukah ayahku?"
"Bukan suhu juga bukan ayahmu, melainkan Hong-tim Ong
Khek May Ceng Ong locianpwe yang dulu pernah
menghadiahi aku sebuah kipas di sebuah rumah makan di
kota Gie-ciang!" Tiongsun Hui Kheng berpikir sejenak, kemudian menjawab
sambil menggelengkan kepala: "Aku tidak percaya bahwa
Hong-tim Ong Khek May Ceng Ong bisa binasa di dalam goa
Siang-swat-tong dan berubah menjadi patung membeku!"
"Enci Tiong-sun, bukan hanya kau yang tidak percaya
sedangkan aku sendiri juga tidak, tetapi semua iu telah
kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri, bagaimana aku
tidak percaya?" Berkata Hee Thian Siang sambil tertawa getir.
Tiong-sun Hui Kheng kembali berpikir, kemudian berkata :
"Mari kita buktikan dulu kebenarannya!"
"Jikalau mencari buktinya, sudah tentu paling baik, tapi
sekarang aku sudah dibingungkan oleh apa saja yang kulihat
di dalam goa itu sehingga aku merasa kabur, pikiranku
merasa risau. Aku tidak dapat memikirkan bagaimana harus
bertindak?" Berkata Hee Thian Siang.
"Urusan ini tidak terlalu susah, kau dengan Oe-tie
locianpwe pergi ke gunung Ngo-bie-san untuk memenuhi janji,
kau nanti akan dapat membuktikan sendiri pendekar
pemabokan Bo Ju datang atau tidak?"
Berkata Tiong-sun Hui Kheng sambil tertawa. "Apakah enci
sendiri hendak bersama kudamu dan siaopek serta taywong
pergi ke gunung Kun-lun-san untuk mencari keterangan
apakah benar siao Tek masih hidup ataukah sudah mati?"
Bertanya Hee Thian Siang.
"Oleh karena jejak Hong-tim Ong-khek Tay Ceng Ong tidak
menentu, dia seolah-olah naga sakti dari langit, siapapun tidak
dapat menemukannya, maka terpaksa mencari keterangan di
dua tempat yang berbeda yaitu Ngo-bie-san dan Ku-lun-san
untuk mencari keterangan. Jikalau Siauw Tek dan Bo Bo Ju
benar-benar mendapat kecelakaan seperti apa yang kau
duga, maka bagi Ong-khek Tay Ceng Ong mungkin juga
banyak bahayanya! "Seandainya nanti kau bertemu muka
dengan Bo Bu Ju Locianpwe di gunung Ngo-bie-san atau aku
bertemu dengan Siauw Tek di gunung Kun-lun-san maka
kecurigaan kita-kita ini dengan sendirinya akan lenyap!"
Berkata Tiong-sun Hui Kheng sambil mengangguk kepala dan
tertawa. "Enci Tiong-sun, kita baru saja bertemu tapi harus berpisah
lagi dengan tergesa-gesa. " Berkata Hee Thian Siang sambil
mengerutkan alisnya. Tiong-sun Hui Kheng yang mendengar


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ucapan itu matanya melirik kepada Oe-tie Kao, pipinya merah
seketika. Oe-tie Khao tahu, bahwa kedua muda-mudi itu
terlibat dalam asmara, maka dia menyingkir jauh-jauh dan
berjalan lebih dulu bersama taywong supaya tidak
mengganggu mereka Tiong-sun Hui Kheng mengerti bahwa
tindakan itu memang disengaja. Maka ia pura-pura merasa
tidak senang dan mendelikkan matanya kepada Hee Thian
siang dan berkata: "Apakah kau dapat menduga bahwa kali ini
kau akan bertemu denganku di gunung Kie-lian-san ini?"
Dengan sikap sungguh-sungguh Hee Thian siang menatap
Tiong-sun Hui Kheng kemudian menjawab: "Sejak pertemuan
di gunung Tiam-cong-san dan kemudian berpisah, meskipun
tiap hari akan memikirkan diri enci, tetapi pertemuan kita kali
ini benar-benar di luar dugaanku."
"Pertemuan ini adalah di luar dugaanmu, maka kalau
berpisah lagi juga tidak perlu sedih. Apalagi kita yang masih
akan pergi ke gunung Ngo-bi dan Kun-lun, apa yang akan
disaksikannya di sana nanti masih perlu dibuktikan
kebenarannya, maka waktu untuk bertemu lagi,
bagaimanapun khan tidak akan lama!" Berkata Tiong-sun Hui
Kheng sambil tertawa. Hee Thian Siang yang mendengar jawaban itu, katanya:
"Kalau enci sudah berkata demikian, hanya berpisah untuk
sementara waktu dengan sendirinya mudah sekali dilewatkan.
Akan tetapi kapan kira-kira kita nanti akan bertemu lagi?"
"Waktu tidak perlu ditetapkan, akan tetapi tempatnya di
gunung Ngo-bi-san saja, sebab kudaku bisa lari cepat sekali,
asal ditengah jalan tidak mendapat halangan, mungkin ketika
kalian nanti baru tiba, aku juga sudah akan menyusul."
Hee Thian Siang tiba-tiba teringat sesuatu, maka dengan
penuh perhatian ia berkata kepada Tiong-sun Hui Kheng:
"Enci Tion-sun, kali ini kau pergi ke gunung kun-lun, ada
seorang yang sangat berbahaya, kau harus ambil perhatian
secara khusus.!" Tiong-sun Hui Kheng baru merasa heran mendengar
ucapan itu, tetapi Hee Thian Siang sudah berkata pula: "Dia
adalah murid kepala ketua Kun-lun-pay He-hui-cu, yang
bernama Liok Giok Ji!"
"Aku pernah dengar nama Liok Giok Ji itu, dia bagaikan
setangkai bunga luar biasa dari gunung Kun-lun, bagaimana
kau katakan ia sebagai orang yang berbahaya?" Bertanya
Tiong-sun Hui Kheng terheran-heran.
Hee Thian Siang lalu menceritakan pengalamannya yang
pahit ketika mengadakan kunjungan ke gunung Kie-lian-san.
Setelah menceritakan itu ia berkata sambil tertawa: "Enci
Tiong-sun, coba kau pikir, seorang seperti nona Liok Giok Ji
itu, berani menggunakan duri thian-keng-cek untuk menyerang
orang dengan secara serampangan, apakah bukan orang
yang sangat berbahaya?"
Tiong-sun Hui Kheng yang mendengar ucapan itu merasa
heran dengan cara bagaimana Liok Giok Ji tanpa sebab
melakukan tangan keji sedemikian rupa" Dalam hal ini pasti
ada mengandung rahasia apa-apa, maka lalu ia mengerutkan
alisnya dan berpikir keras.
Sementara itu Hee Thian siang sudah berkata lagi sambil
tersenyum: "Enci Tiong-sun, kali ini dalam perjalananmu ke
gunung Kun-lun-san, kecuali mencari keterangan tentang diri
Siauw Pek, benar sudah mendapat bahaya atau tidak, tolong
kau sampaikan juga kepada Tie-hui-cu locianpwe tentang
golongan Kun-lun, yang terjadi penghianatan antara muridnya
sendiri, katakan saja bahwa itu menurut pemberitahuan dari
Duta Bunga Mawar supaya ketua Kun-lun-pay itu berlaku hati-
hati dan jangan sampai menimbulkan kejadian yang tidak
diingini!" Tiong-sun Hui Kheng baru saja menganggukkan kepala,
Taywong yang berjalan bersama-sama Oe-tie Khao dengan
tiba-tiba berhenti, tangannya menunjuk ke tempat jauh dan
memberi tanda-tanda kepada Tiong-sun Hui Kheng.
Tiong-sun Hui Kheng lalu pasang telinga, untuk mendengar
suara apa, saat itu ia baru mendengar suara siulan seekor
binatang. Hee Thian Siang tahu bahwa gadis itu juga mengeluarkan
suara untuk memanggil kudanya, maka lantas berkata sambil
mengerutkan alisnya: "Enci Tiong sun, kudamu bisa lari cepat, mengapa buru-buru
hendak pergi?" Tiong-sun Hui Kheng menatap wajahnya sejenak, katanya
sambil tersenyum: "Aku bukannya tergesa-gesa hendak pergi,
oleh karena ketua Kie-lian-pay Khie Tay Cao sudah balik
kembali, maka aku harus berusaha untuk memancing ia pergi
lagi, supaya kau dan Oe-tie Khao locianpwe bisa keluar dari
sarang harimau ini dalam keadaan selamat!"
"Sungguh unik, enci hendak balapan kuda dengan Khie tay
Cao, tetapi dua ekor kuda jempolan dan istimewa itu, apakah
Ceng-hong-kie yakin bisa menangkan Cian-ile-kiok-hwat-
cengn?" "Urusan ini sebetulnya aku sendiri juga tidak yakin benar,
tetapi Khie Tay Cao sudah lari beberapa ratus pal dengan
cuma-cuma, dalam keadaan lelah seperti itu, sudah tentu
keadaan akan lain, kudanya belum tentu dapat mengejar
kudaku Ceng-hong-kie!"
Berkata sampai disitu, kuda Ceng-hong-kie yang
mendengar panggilan majikannya sudah dapat menemukan.
Dengan gerakannya yang gesit dan lincah sekali ia lalu
menghampiri, saat itu di kaki gunung benar saja terdengar
derap kaki kuda! Tiong-sun Hui Kheng lalu melambaikan tangan kepada Hee
Thian Siang dan Oe-tie Khao berdua sambil memondong
Siaopek lantas lompat ke atas punggung kudanya!
Oe-tie Khao yang sangat cerdik, juga Hee Thian Siang tahu
benar bahwa Kie Tay Cao itu sangat lihay, maka dua orang itu
lalu buru-buru bersembunyi kedalam rimba yang lebat.
Tak lama kemudian, Khie Tay Cao yang tinggi besar yang
saat itu berada diatas kudanya sudah tampak dari atas, Tiong-
sun Hui Kheng lalu mengeluarkan siulan panjang, dengan
membawa Taywong, memacu kudanya dan dilarikan kearah
gunung Kun-lun. Ketua Kie-lian-pay Khie Tay Cao ternyata sudah terjebak
oleh tipu muslihat Tiong-sun Hui Kheng, lari mondar-mandir
beberapa ratus pal dengan tangan hampa, karena ia tidak
berhasil menemukan jejak Tiong-sun Hui Keng dan Oe-tie
Khao. Selagi dalam keadaan marah-marah tiba-tiba
menemukan jejak Tiong-sun Hui Kheng sudah tentu ia merasa
sangat girang hingga unjukkan tertawanya yang nyaring dan
pedal kembali kudanya mengejar Tiong-sun Hui Kheng!
Khie Tay Cao pedal kudanya seperti kalap. Sedangkan
Tiong-sun Hui Kheng sengaja melarikan kudanya perlahan-
lahan, setelah jarak kedua pihak semakin dekat, dari lima
puluh tombak hingga diperpendek menjadi empat puluh
tombak dan dari empat puluh tombak menjadi tiga puluh
tombak, namun Tion-sun Hui Kheng masih tenang-tenang
saja, seolah-olah tidak menghiraukan dirinya Khie tay Cao.
Setelah menunggu sampai sejarak lima belas tombak,
Tiong-sun Hui Kheng mulai pedal kudanya, saat itu dua telinga
Ceng-hong-kie berdiri, dan meringkik nyaring, empat kakinya
digerakkan laksana terbang, sebentar saja sudah menghilang
lagi dari depan Khie Tay Cao.
Khie Tay Cao sudah tidak memberi kesempatan kepada
Tiong-sun Hui Kheng untuk lepas lagi dari tangannya, sambil
mengeluarkan geramnya yang hebat ia terus mengejar dari
belakang. Dua ekor kuda saling mengejar dengan jarak cukup jauh
terpisahnya, dalam waktu sekejap mata keduanya sudah
menghilang ke lapisan bukit!
Oe-tie Khao yang menyaksikan Khie Tay Cao sudah
terpancing jauh oleh Tiong-sun Hui Kheng, lalu bersama Hee
Thian siang dengan mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya, lari keluar dari daerah gunung Kie-lian-san!
Setelah berlari jauh dari gunung Kie-lian, Hee Thian Siang
lalu berkata kepada Oe-tie Khao sambil tertawa: "Oe-tie
locianpwe, didalam goa siang-swat-tong aku melihat tiga buah
patung yang sudah membeku, dan kau sendiri, apa yang kau
temukan di ruangan Cong-biauw-tong" Siapakah sebetulnya
orang yang dibuat andalan oleh orang-orang Kie-lian-pay?"
"Dia adalah seorang tua berbaju kuning berambut panjang,
namun wajahnya susah dikenali dan suaranya juga halus
sekali seperti dibikin-bikin agar jangan sampai dikenali."
"Orang tua berbaju kuning itu siapakah nama dan
julukannya" Dan dari golongan mana?"
"Nama dan julukannya aku tidak tahu, begitu pula
golongannya, tetapi seorang seperti Khie Tay Cao yang
demikian gagah dan menganggap dirinya sudah kuat, juga
berlaku sangat menghormat sekali terhadap orang tua berbaju
kuning itu, jikalau bukan nona Tiong-sun yang datang secara
kebetulan dan mengelabui Khie tay Cao demikian sempurna,
aku hampir saja terbinasa ditangan orang tua berbaju kuning
itu, atau setidak-tidaknya terkubur didalam goa Siang-swat-
tong, dijadikan patung membeku seperti apa yang kau
saksikan!" Sehabis berkata demikian, ia lalu menceritakan apa yang
dialami didalam Cong-biauw-tong.
Hee Thian Siang sendiri tak tahu bahwa ketika didalam goa
Siang-swat-tong juga pernah dibayangi oleh seorang tua
berbaju kuning berambut panjang dan wajahnya susah
dikenali. Jikalau bukan lantaran tangannya menggenggam
sebutir bom Kiam-thian-peklek perguruannya, sehingga orang
tua itu merasa ragu-ragu untuk turun tangan, barangkali ia
sudah mengalami kematian dan menjadi patung membeku
didalam goa itu secara mengenaskan!
Sehabis mendengar penuturan itu, ia berkata sambil
mengerutkan alisnya: "Jikalau Bo Bu Ju locianpwe masih
dalam keadaan selamat dan masih bisa menepati janjinya ke
gunung Ngo-bi, mungkin dia tahu rahasia orang tua berbaju
kuning itu. tapi seandainya benar-benar ia sudah mengalami
nasib buruk. . ." Oe-ti Khao menghela napas panjang dan berkata: "Menurut
dugaanku, patung membeku yang laote saksikan di goa
Siang-swat-tong, barangkali semuanya benar!"
"Bagaimana locianpwe bisa menduga demikian?"
"sebab orang-orang Kie-lian-pay semuanya memandang
goa siang-swat-tong itu sebagai tempat keramat dan tempat
larangan bagi orang luar, apa yang ada didalam goa dianggap
mengandung rahasia besar. perlu apa dia menggunakan
barang tiruan membuat patung itu untuk menipu dirinya
sendiri?" Mendengar keterangan Oe-tie Khao, Hee Thian siang
merasa khawatir terhadap nasib Bo Bu Ju, oleh karena ia ingin
lekas dapat membuka rahasia itu, maka keduanya lalu
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya lari menuju ke
gunung Ngo-bi. Tiba di daerah gunung Ngo-bi, terpisah dengan waktu yang
ditetapkan oleh Hee thian Siang bersama Bo Bu Ju, masih
ada dua hari. Tetapi ia tidak menemukan Say Han Kong dan
Ca Bu Kao yang menurut janji, seharusnya sudah tiba
ditempat itu lebih dahulu!
Dalam keadaan apa boleh buat, Hee Thian Siang bersama
Oe-tie Khao mondar-mandir didekat tempat itu, sehingga pada
pagi hari tanggal dua puluh bulan lima masih tidak
menemukan Bo bu Ju, Say Han Kong dan Ca Bu Kao.
Hee Thian siang lalu berkat kepada oe-tie Khao sambil
tertawa getir: "Oe-tie locianpwe, sekalipun benar bahwa Bo Bu Ju locianpwe sudah
mendapat dan mengalami kejadian buruk
itu, tetapi Say locianpwe dan bibi Ca toh tidak semuanya
mendapatkan kecelakaan. tapi dengan cara bagaimana
hingga hari ini juga masih belum tiba. Apakah mereka juga
menjumpai suatu kejadian aneh?"
"Gangguan bagi setiap orang Kang-ouw sudah biasa, jadi
tak dapat dielakkan, apalagi urusan seperti ini sudah menjadi
ruwet sedemikian rupa, hingga tak dapat diduga dengan
hanya mengandalkan kecerdikan otak manusia, marilah kita
tunggu lagi satu dua hari untuk melihat mereka, salah satu
diantara tiga orang itu akan tiba di sini atau tidak?"
Namun aku tak bisa menunggu lagi, aku harus pergi ke
puncak gunung Ngo-bi untuk memenuhi janjiku kepada Hok
siu Im!" Oe-tie Khao berpikir lama, kemudian baru berkata: "Begini
saja, laote, kau pergi memenuhi janji kepada nona Hok Siu Im
di puncak gunung Ngo-bi, sedangkan aku akan disini untuk
menunggu kedatangan mereka, nanti kalau tugas masing-
masing sudah selesai, diwaktu senja kita berkumpul di kuil
Khun-leng-to-ie di atas gunung Ngo-bi."
"Ini merupakan suatu cara yang paling baik, aku terpaksa
minta tolong locianpwe menunggu di sini dan sekarang aku
hendak pergi dahulu."
Sehabis berkata demikian kakinya bergerak, secepat kilat
ia lompat melesat ke atas gunung Ngo-bi.
Ketika sudah tiba di atas puncak gunung Ngo-bi, segera
menampak Hok Su Im yang sudah berdiri menunggu dengan
pakaian ringkas serta menyoren pedang panjang.
Begitu Hee Thian Siang tiba, Hok Siu Im lantas
mengerutkan alisnya dan bertanya padanya: "Orang yang
menamakan diri pemabokan Bo Bu Ju itu orang yang
mengaku sebagai seorang yang berpengetahuan luas, tetapi
suka usil mulut, apakah tidak berani menepati janjinya untuk
datang ke gunung Ngo-bi?"
"Gunung Ngo-bi merupakan tempat suci bagi orang-orang
golongan Imam dan golongan Budha, toh bukan merupakan
neraka atau sarang kawanan penjahat, mengapa tidak berani
masuk" Hanya pendekar pemabukan yang kau maksudkan itu
barangkali tidak akan datang kemari lagi" Berkata Hee Thian
Siang sambil tertawa. Hok Siu Im terkejut, tanyanya: "Mengapa tak bisa datang"
Apakah bo Bu Ju sudah tenggelam dalam araknya?"
"Aku telah berjanji dengannya hendak bertanding ilmu
pedang di atas puncak gunung Ngo-bi ini. Apakah sekarang
perlu dibatalkan?" Dengan sinar mata yang tajam Hok Siu Im menatap Hee
Thian Siang, kemudian menjawab sambil menggelengkan
kepala: "Bagaimana boleh dibatalkan" Hari ini aku harus
bertanding sepuas-puasnya!"
"Sekarang kita bicara dulu baru melakukan pertandingan,


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ataukah bertanding dulu nanti baru bicara lagi?"
"Sehabis bertanding kita nanti berbicara lagi, biasanya lebih enak!"
Baru habis ucapannya, tiba-tiba terdengar suara
mengaung, ternyata gadis itu sudah menurunkan pedangnya
dari atas punggungnya! Hee Tiang Siang yang menyaksikan
keadaan itu lalu berkata sambil tertawa: "Mengapa kau tidak
menggunakan pedang Hu-cap-bian-si-kiammu yang kau
dapatkan dari nona Tiong-sun?"
"Pedang itu merupakan pedang pusaka yang terlalu tajam,
kita toh bukan musuh bebuyutan, perlu apa. ."
"Benar, benar, kita juga bukan musuh besar kalau
bertanding seharusnya tahu batas! Dalam pertandingan ini
jikalau nanti bisa ketahuan siapa yang lebih unggul sudah
tentu mudah dibereskan, tetapi apabila masing-masing
memiliki keunggulannya sendiri-sendiri dan tidak dapat
diputuskan siapa yang lebih unggul, bagaimana akhirnya?"
Mata Hok Siu Im memandang Hee Thian Siang sekian lama,
kemudian menundukkan kepala setelah berpikir lama sekali
baru berkata: "Asal kau sanggup menyambut serangan ilmu
pedangku seratus jurus, urusan ini sudah boleh terhitung
selesai!" Hee Thian Siang lalu mengeluarkan senjata tunggalnya
yang merupakan senjata gelang sam-ciok-kang-hwan, katanya
sambil tertawa nyaring: "Bagus, bagus! Hee Thian Siang
bersedia menyambut serangan ilmu pedang golongan Ngo-bi
selama seratus jurus!"
Hok Sui Im tidak berkata apa-apa lagi, ia sudah mulai
memasang kuda-kuda, akan mulai melakukan pertandingan.
Hee Thian Siang satu senjata gelangnya dipindahkan
ketangan kiri, kakinya bergerak memutar.
Hok Siu Im tahu bahwaw Hee Thian Siang pasti
merendahkan dirinya dan tidak mau turun tangan lebih dulu,
maka ia lantas bergerak dan membuka serangan lebih dulu!
Waktu Hee Thian Siang pertama kali melihat Hok Siu Im
digunung Kie-bun-san, sesungguhnya masih belum tahu
bahwa gadis itu adalah merupakan anggota terkuat diantara
empat jago Ngo-bi! Tetapi kemudian dari mulut Oe-tie Khao
ketika di puncak gunung Thian-tu-hong sewaktu dengan
seorang diri dan dengan senjatanya pedang pusaka liu-yap-
biau-si-kiam bertempur melawan Su-to Keng yang menyamar
menjadi Su-to Wie, sedikitpun tidak merasa gentar, bahkan
dapat mendesak lawannya terus-menerus, maka mulai saat
itulah ia mengerti dan berjaga-jaga terhadap dirinya. Terhadap
serangan pertama itu, ia menghadapinya dengan sangat hati-
hati, kemudian menggunakan ilmu kepandaian dari
golongannya sendiri dengan senjata sepasang gelangnya
hendak menjepit pedang Hok Su Im.
Gerak tipu yang sangat indah itu diwaktu belakangan ini ia
sudah dua kali menggunakannya, pertama waktu bertempur
menghadapi imam Hian-ceng Tojin, saat itu dengan mudah
berhasil mengutungi lengan tangan Hian-ceng Tojin. Kedua
kalinya oleh karena digunakan menghadapi ketua Tiam-cong-
pay Thiat-kwan totian, sedangkan kekuatan tenaga kedua
pihak selisih jauh sekali, sehingga menyusahkan
kedudukannya sendiri. Segala perubahan gerakannya semua
tidak dapat dikeluarkan, sebaliknya malah hampir saja
mengantarkan nyawa di bawah serangan ketua Tiam-cong-
pay! Dan hari itu adalah untuk ketiga kalinya ia menggunakan
lagi gerak tipunya itu, Hee Thian Siang juga mengandung
maksud hendak menggunakan kesempatan
itu untuk mengadu kekuatan tenaga dalam dengan Hok Siu Im!
Benar saja Hok Siu Im yang menyaksikan keadaan
demikian lantas berkata: "Gerak tipu semacam ini kalau kau
gunakan menghadapi lawanmu yang lemah, mungkin
menunjukkan keistimewaannya yang luar biasa, tetapi buat
menghadapi lawan teguh, barangkali akan menyusahkan
dirimu sendiri. kau harus berlaku hati-hati, coba-coba kau
dapat menahan getaran dari tenaga dalamku atau tidak?"
Sementara mulutnya mengeluarkan perkataan demikian,
pedang panjangnya tetap bergerak tanpa mengadakan
perubahan, ia membiarkan senjata Hee Thian Siang mengunci
pedangnya! Hee Thian Siang juga menjawab sambil tersenyum.
"Nona Hok, jangan terlalu percaya kepada diri sendiri,
gerak tipuku ini mengandung banyak sekali perubahan,
semuanya tidak akan ku keluarkan, hanya khusus untuk
menahan getaran tenaga dari pedangmu, sebetulnya sampai
dimana tingginya?" Hok Siu Im menggertakkan gigi, kekuatan tenaga dalamnya
disalurkan keujung pedang, kemudian pergelangan tangannya
tiba-tiba digetarkan sehingga menimbulkan suara mengaung!
Hee Thian Siang sejak mengalami kekalahan hebat di
depan kuil Pho-hie-to kwan di gunung Tiam-cong-san,
pengalaman pahit itu membuatnya sangat hati-hati untuk
menghadapi lawan yang lebih teguh dari dirinya sendiri, maka
diam-diam ia sudah menyalurkan seluruh kekuatan tenaga
dalamnya ke dalam senjata gelangnya!
Suara mengaung tadi perlahan-lahan mulai reda, dua orang
itu lantas terpisah, Hee Thian Siang menyilangkan dua
senjatanya di depan dada, sedangkan Hok Siu im berdiri
sambil memondong pedangnya!
Pada saat itu, pergelangan tangan dua orang, semuanya
merasakan linu, siapapun tidak berani menggunakan kekuatan
tenaga dalam untuk memulihkan tenaganya dan sebelum
berhasil memulihkan tenaganya, siapapun tidak berani
bertindak lebih dulu. Hok Siu Im dengan sinar mata bercahaya menatap Hee
Thian Siang, pandangan mata itu sebagian mengandung rasa
cinta sebagian pula mengandung rasa gemas!
Ia timbul rasa cinta kepada Hee Thian Siang, sebab
pemuda yang sebaya dengannya didalam rimba persilatan,
semuanya belum pernah menemukan seorangpun yang
berkepandaian tinggi, sedangkan Hee Thian Siang ini ternyata
dapat mengimbangi kekuatan tenaga dalamnya. Hal ini
sesungguhnya jarang ada. Ia merasa gemas, karena pemuda yang gagah dan tampan
ini, sifatnya agak tinggi hati dan sombong sekali, tidak mau
mengaku kalah sedikit saja terhadap dirinya, jikalau tidak
demikian, alangkah mengasyikkannya apabila di atas puncak
gunung Ngo-bi ini saling menyatakan isi hatinya, bukankah itu
lebih baik daripada mengadakan pertandingan itu"
Bagi Hee Thian Siang sendiri, saat itu juga diam-diam
mengagumi kepandaian gadis cantik itu, matanya memandang
sejenak, tetapi yang terkandung dalam pandangan matanya
itu sebagian mengandung rasa terkejut, sebagian pula
mengandung rasa malu. Terkejut, oleh karena Hok Siu Im yang nampaknya lemah-
gemulai dan berusia masih sangat muda demikian, kekuatan
tenaganya dan tenaga dalamnya demikian hebat! Ia merasa
malu oleh karena ia sendiri seandainya tidak ada penemuan
gaib dalam peti mati, sehingga ilmunya Kiam-thian-kikang
mendapat kemajuan pesat, mungkin akan terulang lagi tragedi
di gunung Tiam-cong-san, sepasang senjata gelangnya itu
mungkin juga akan dibuat terpental oleh pedang Hok Siu Im!
Satu pihak diliputi oleh rasa cinta dan rasa gemas, sedang
dilain fihak diliputi oleh perasaan terkejut, kagum dan merasa
malu, dua orang itu berdiri berhadapan lama sekali, tidak lagi
melanjutkan pertandingannya.
Hee Thian Siang tiba-tiba tertawa dan memanggil: "Nona
Hok. ." Hok Siu Im tidak menghiraukan panggilan Hee Thian Siang,
dengan pedangnya kembali membuka serangannya dengan
gerak tipunya yang aneh-aneh, dilancarkan saling menyusul.
Sehingga keadaan Hee Thian Siang waktu itu seolah-olah
terkurung oleh sinar pedang Hok Siu Im.
Hee Thian Siang dikejutkan oleh gerak tipu yang digunakan
oleh gadis itu, karena memberi ancaman yang hebat sekali
bagi dirinya, maka ia mengeluarkan ilmu simpanannya dari
golongan Pak-bin Sin-po, badannya berputaran bagaikan
gasingan, badannya bergerak ke kanan dan ke kiri, dengan
beruntun memutar tiga kali kemudian kakinya bergerak
menukar tempat, setelah itu ia melompat mundur sejauh
delapan kaki, dan menggunakan sepasang senjata gelangnya
untuk melancarkan serangan pembalasan.
Saat itu Hok Siu Im baru tahu bahwa Hee Thian Siang
menggunakan ilmu simpanannya yang selama ini belum
pernah dikeluarkan, dengan sangat tenang berhasil
mengelakkan diri dari tiga kali serangannya yang hebat,
bahkan masih ada kesempatan untuk melakukan serangan
pembalasan. Maka diam-diam ia juga merasa kagum terhadap
pemuda yang tinggi hati dan keras kepala itu. Tetapi ia sendiri
juga memiliki sifat yang sama dengan Hee Thian Siang,
sebelum Hee Thian Siang mengaku kalah, ia sendiri juga tak
mau mengakhiri pertandingan itu.
Ia sudah mulai bergerak lagi, serangan pedangnya diam-
diam digabung dengan ilmu Ngo-heng-pat-hwa, sekali saja
mengeluarkan seluruh kepandaian ilmu pedangnya, bahkan
ditambah dengan ilmu-ilmu yang lebih tinggi untuk
menundukkan lawan. Hee Thian Siang sebagai seorang murid dari perguruan
ternama, ketika menyaksikan ilmu pedang Hok Siu Im
dicampur dengan ilmu Ngo-heng-pat-hwa dan diam-diam
melibat dirinya ke dalam kedudukan sulit dan mendesak
padanya ke depan pintu kematian, lantas juga merubah gerak
tipunya. Ia juga menggunakan ilmu-ilmu dari golongan Thay-
kek, tiap serangan dihadapinya dengan kepala dingin, bahkan
kadang-kadang maju mencari kesempatan untuk melakukan
serangan pembalasan dengan ilmu silat golongan Pak-bin.
Lima puluh jurus sudah berlalu, masih belum ketahuan
siapa yang lebih unggul, pertempuran berlangsung terus
sehingga seratus jurus, ketika pertempuran sampai seratus
enam tujuh puluh jurus, Hok Siu Im baru melancarkan
serangannya yang hebat beberapa kali dan berhasil
mendesak mundur Hee Thian Siang sampai beberapa tombak
kemudian ia melintangkan pedangnya ke dada dan berdiri
tegak di tempatnya. Hee Thian Siang meletakkan senjatanya ditangan kanan ke
tangan kiri, ibu jari tangan kanan diacungkan, sambil menatap
Hok Siu Im ia berkata dengan pujiannya: "Ilmu pedang
golongan Ngo-bi yang nona gunakan tadi sungguh hebat
sekali!" Hok Siu Im yang mendengar ucapan Hee Thian Siang
memuji dirinya, hawa amarahnya mulai reda, dengan muka
berseri-seri ia bertanya sambil tersenyum: "Apa kau sudah
merasa takluk?" Hee Thian Siang dengan alis berdiri menjawab sambil
menggelengkan kepala: "Ilmu pedangmu meskipun bagus,
tetapi belum pernah mengalahkan aku, bagaimana aku harus
tunduk!" Hok Siu Im yang amarahnya tadi sudah reda, ketika
mendengar jawaban demikian, lantas berkobar lagi. Sambil
menggertakkan gigi, matanya menatap Hee Thian Siang,
katanya dengan nada suara dingin: "Oleh karena aku pikir, kita hanya menuruti
hawa napsu orang muda, pertandingan ini
bukan berarti pertempuran mati-matian antara kedua musuh
maka aku masih menyimpan beberapa gerak tipuku yang
mematikan, apakah kau benar-benar masih belum tahu diri
dan hendak mencari kesusahan sendiri?"
Hee Thian Siang tertawa terbahak-bahak, selagi hendak
menjawab tiba-tiba terdengar suara oe-tie Khao yang
memanggil padanya: "Hee Thian Siang laote. . Hee Thian
Siang laote. ." Oleh karena Oe-tie Khao telah mengadakan perjanjian
dengannya, pada waktu senja hendak berkumpul dikuil Khun-
leng-to-ie, dan sekarang tiba-tiba memanggil dirinya, ia tahu
pasti ada urusan penting. Ia buru-buru menjawab: "Oe-tie
locianpwe, aku berada di puncak Ngo-bie, harap kau datang
lekas!" Sehabis berkata demikian, ia menyimpan senjata
gelangnya dan berkata kepada Hok Siu Im.
"Aku masih ada urusan penting, maaf tidak dapat melayani
kau lagi. Biarlah untuk sementara ini aku mengaku kalah,
dilain waktu aku masih ingin belajar kenal lagi dengan ilmu
pedangmu Ngo-bie yang belum pernah kau keluarkan itu!"
Hok Siu Im juga menggunakan kesempatan itu untuk
mengakhiri pertandingan, ia masukkan pedang ke dalam
sarungnya, matanya berputaran menatap wajah Hee Thian
Siang, katanya: "Siapa suruh kau mengalah untuk sementara"
Pada suatu hari pasti kau nanti akan takluk benar-benar!"
Baru saja menutup mulutnya, tampak berkelebat bayangan
orang, Oe-tie Khao sudah berada di hadapan mereka berdua.
Hee Thian Siang lalu menyambutnya dan bertanya sambil
tersenyum: "Oe-tie locianpwe, di bawah gunung kau
barangkali sudah mendapatkan berita apa-apa, berita itu
mengenai diri Bibi Ca-ku dan Say locianpwe" Ataukah berita
yang mengenai diri Su-to locianpwe?"
"Semua ada khabarnya!" Menjawab Oe-tie Khao sambil
tertawa. "Mengapa Bibi Ca dan Say locianpwe tidak dapat datang?"
"Mereka telah menemukan jejak Ling-hui Kiam-khek Su-to
Wie, kini mereka sedang melakukan perjalanan ke gunung Ko-
le-kong-san hendak melindungi jago pedang yang sudah
dimusnahkan kepandaiannya itu supaya jangan menghadapi
ancaman bahaya." "Bibi Ca-ku dengan Liong-hui Kiam-khek Su-to Wie mereka
saling jatuh cinta sudah sangat mendalam. Kalau sudah tahu
berada di Ko-le-kong-san, sudah seharusnya pergi kesana
untuk memberi perlindungan. Pantas, dia tidak bisa datang
kemari untuk memenuhi janji! Tetapi bagaimana dengan berita
Bo Bu Ju locianpwe" Mengapa menjadi terlambat?"
Wajah Oe-tie Khao berubah, katanya sambil menghela
nafas: "Sahabat lamaku ini barangkali menghadapi bahaya
besar!" Jawaban ini bukan saja mengejutkan Hee Thian Siang, tapi
juga mengherankan Hok Siu Im, maka ia lalu pasang telinga
untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Hee Thian Siang bertanya sambil mengerutkan alisnya:
"Oe-tie locianpwe, bukankah kau tadi sudah mendapat berita


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentang Bo Bu Ju locianpwe?"
"Berita ini semuanya disampaikan oleh orang lain, terutama
berita yang disampaikan oleh Bo Bu Ju, hanya menggunakan
segumpal kertas, diatasnya hanya tertulis beberapa patah
kata yang maksudnya: "Diri berada dalam bahaya, tidak dapat
menepati janji!" "Menurut keadaan demikian, Bo Bu Ju locianpwe mungkin
benar-benar sudah mendapat bahaya." Berkata Hee Thian
Siang sambil menghela nafas panjang.
Hok Siu Im yang mendengarkan sampai di situ hatinya
dipenuhi oleh perasaan curiga, maka ia lalu bertanya kepada
Hee Thian Siang: "Bo Bu Ju mendapat bahaya apa?"
"Dia telah berubah menjadi patung beku di dalam goa
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 16 Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Menuntut Balas 16
^