Pencarian

Makam Bunga Mawar 3

Makam Bunga Mawar Karya Opa Bagian 3


ceng, lagi pula belum mengeluarkan lambang bunga mawar,
ternyata paderi muda itu sudah bersedia memberikan setetes
kepadanya. Maka terhadap kepribadian It-pun Sin-ceng
sesungguhnya sangat menghargai sekali. Setelah
mengucapkan terima kasih ia berkata pula: "Bagi Hee Thian
Siang sendiri masih belum menemukan bahaya apa-apa,
bagaimana berani meminta kepada taysu obat yang sangat
berharga itu" Aku hanya ditugaskan oleh seorang Locianpwe,
dengan mewakili dirinya pergi ke lautan Timur untuk
memenuhi kebutuhannya!"
Dengan sinar mata aneh It-pun Sin-ceng mengawasi Hee
Thian Siang, kemudian bertanya: "Siapa orangnya yang begitu
tidak tahu diri menyuruh kau melakukan perjalanan begini jauh
ke lautan Timur" Apakah dia sudah dapat memastikan bahwa
aku akan memberikan getah ini kepadamu?"
"Tentang nama dan asal usul locianpwe itu, aku sedikitpun
tidak tahu, sampaipun usianya atau wajahnya aku juga belum
kenal!" "Siaosicu, perkataanmu ini agaknya mengandung teka-teki
yang sangat dalam! Terhadap seorang yang masih belum kau
ketahui namanya, asal-usul, rupa dan usianya, mengapa kau
mau diperintah olehnya?"
"Dalam urusan ini, kalau aku ceritakan, sesungguhnya
memang agak lucu, tetapi waktu itu aku hanya merasa bahwa
locianpwe itu ada memiliki suatu tenaga gaib yang susah
kutentang, sehingga aku menuruti segala perintahnya!"
It-pun Sin-ceng semakin lama semakin heran mendengar
perkataan Hee Thian Siang itu, maka bertanya pula: "Siaosicu, dimanakah kau
bertemu dengan orang aneh itu?"
"Di hadapan makam bunga mawar, yang letaknya di
lembah Kim-giok-kok di gunung Bin-san daerah Su-cwan!"
It-pun Sin-ceng segera berseru: "Kalau begitu siao-sicu
adalah utusan dari duta bunga mawar?"
Pada saat itu Hee Thian Siang baru mengeluarkan
lambang bunga mawar batu giok, dan dengan sikapnya yang
sangat hormat dan hati-hati dipertunjukkan kepada It-pun Sin-
ceng, kemudian ia berkata sambil tersenyum: "Dugaan Taysu
ternyata tidak salah, Hee Thian Siang memang mendapat
perintah Duta bunga mawar, dengan membawa bunga ini
sebagai tanda kepercayaan untuk minta dua tetes getah
pohon lengci kepada taysu!"
It-pun Sin-ceng menatap wajah Hee Thian Siang, ia
mengembalikan dulu lambang bunga mawar itu, tetapi mata
Hee Thian Siang yang sangat tajam itu dengan tiba-tiba ia
mendapat kenyataan bahwa lambang bunga mawar itu, baik
bahan batu gioknya maupun warnanya, mirip dengan bahan
dan warna pot yang berada ditangan It-pun Sin-ceng!
Apakah dua benda itu satu sama lain ada hubungan erat"
Ataukah kebetulan saja" Pikiran semacam itu terus
berputaran dalam otaknya. Namun sebentar lagi pikiran itu
telah lenyap, karena setelah It-pun Sin-ceng mengembalikan
lambang bunga mawarnya, dari dalam sakunya mengeluarkan
sebuah botol kecil, kemudian dengan sangat hati-hati ia
mengambil dua tetes getah dari daun pohon lengci,
dimasukkan ke dalam botol tersebut, lalu dengan hati-hati pula
barang itu diberikan kepada Hee Thian Siang.
Hee Thian Siang menerima botol itu sambil memberi
hormat, kemudian dengan sangat hati-hati sekali memasukkan
botol itu ke dalam sakunya.
It-pun Sin-ceng bertanya sambil berseru: "Siaosicu, tadi kau
kata bahwa maksudmu mencari aku ada dua urusan, yang
pertama sudah kulakukan, dan yang kedua itu apa" Urusan itu
atas permintaan orang lain ataukah urusanmu sendiri?"
"Kali ini dugaan taysu keliru sama sekali! Bukan atas
permintaan orang, juga tidak ada hubungan dengan Hee
Thian Siang sendiri, sebaliknya adalah urusan yang
menyangkut diri taysu sendiri." Demikian kata Hee Thian
Siang sambil tersenyum. Kali ini It-pun Sin-ceng telah terbenam dalam keheranan
oleh perkataan Hee Thian Siang itu, maka lalu bertanya: "Kau
maksudkan lantaran urusanku kau pergi ke lautan Timur
mencari aku?" Hee Thian Siang menganggukkan kepala sambil
tersenyum, setelah itu balas menanya kepada It-pun Sin-ceng:
"Setiap orang yang berkecimpung dalam rimba persilatan,
umumnya menjunjung tinggi dua hal, yakni Tidak
sembarangan mengeluarkan janji dan harus menepati janji;
murid-murid dalam golongan Budha, apakah terhadap hal
ini. ." Tidak menunggu sampai habis pertanyaan Hee Thian
Siang, It-pun Sin-ceng sudah mengeluarkan suara memuji
nama Budha, kemudian berkata sambil menggelengkan
kepala dan tertawa: "Bagi murid-murid golongan Budha
seharusnya tidak boleh membohong, kepercayaan itu lebih
berharga daripada segala harta dunia! Maksud dalam
pertanyaanmu tadi, apakah aku pernah melakukan perbuatan
yang melanggar janji. ."
Hee Thian Siang juga tidak menunggu sampai habis
pertanyaan It-pun Sin-ceng, segera memotong sambil tertawa:
"Seorang beribadat tinggi seperti taysu ini bagaimana akan
melanggar janji terhadap orang" Tetapi mungkin karena
merasa jemu dan hendak menyingkiri, sehingga baru terjadi
hal-hal yang tidak menyenangkan orang lain seperti ini!"
It-pun Sin-ceng kembali memuji nama Budha dan berkata:
"Ucapan siaosicu ini sesungguhnya terlalu pandang rendah
terhadap kaum Budha, bagi kaum Budha selalu
mengutamakan cinta kasih terhadap sesamanya, sekalipun
terhadap musuh juga diperlakukan sama, bagaimana bisa
merasa jemu dan menyingkirkan diri" Jikalau kau tahu ada
perbuatanku yang aku sudah lupa atau tidak sengaja, harap
kau beritahukan terus terang! Pinceng pasti akan pergi
memenuhi janji itu dengan segera, dan atas pemberitahuanmu
ini, sebelumnya pinceng ucapkan banyak-banyak terima-
kasih!" Hee Thian Siang menduga bahwa It-pun Sin-ceng itu
mungkin sudah melupakan perbuatannya terhadap Hwa Ji
Swat, maka ia lalu berkata dengan sungguh-sungguh: "Taisu,
apakah kau masih ingat, dahulu diwaktu tanggal 15 hingga 17
bulan lima, apakah kau pernah mengatakan sesuatu atau
mengucapkan janji kepada seseorang diselat Bu-hiap bawah
kaki puncak gunung Tiau-in-hong?"
Pertanyaan itu sesungguhnya di luar dugaan It-pun Sin-
ceng, hingga sesaat itu ia merasa kaget. Ia lalu
mendongakkan kepala memandang awan-awan di langit,
seolah-olah sedang memikirkan urusan yang telah lalu,
sementara mulutnya kembali menyebut nama Budha,
kemudian bertanya dengan suara perlahan: "Apakah siaosicu
kenal anak angkat dan murid Thian-gwa Ceng-mo, Busan
Siancu Hwa Ji Swat yang berdiam di puncak gunung Tiao-in-
hong di gunung Bu-san?"
"Hwa Ji Swat denganku sebetulnya tidak ada hubungan
apa-apa, tetapi apabila taisu tidak pergi memenuhi janji, setiap
tahun pada tanggal antara 15 hingga 17 bulan lima, entah
berapa banyak orang yang tidak berdosa nanti akan
korbankan jiwa diselat itu!" berkata Hee Thian Siang sambil
menggelengkan kepala. It-pun Sin-ceng yang mendengar perkataan itu agaknya
tidak mengerti. Hee Thian Siang lalu menceritakan apa yang dialami di
selat itu. It-pun Sin-ceng setelah mendengar penuturannya, lalu
memberi hormat kepadanya, setelah itu badannya nampak
bergerak dan dalam waktu sekejap mata sudah menghilang
dari hadapan Hee Thian Siang.
Meskipun Hee Thian Siang tidak tahu kemana perginya It-
pun Sin-ceng dan apakah ia pergi menepati janji ke gunung
Bu-san" Tetapi oleh karena tujuannya sendiri sudah tercapai,
sudah tentu ia merasa bebas dari tugasnya yang berat. Maka
ia siap-siap hendak meninggalkan gunung Cong-lam-san, dan
melanjutkan perjalanannya ke Thian-sing-peng di gunung
Siong Sam, berkunjung ke kediaman Say Han Kong, untuk
menanyakan apa yang akan diperintah lagi oleh duta bunga
mawar. Disamping itu ia juga akan minta keterangan kepada
Say Han Kong tentang kuda ceng-hong-kie, apakah pernah
dipinjamkan orang lain untuk melakukan perjalanan ke
Propinsi Auw-lam" Dari situ supaya ia dapat mencari dimana
adanya gadis yang sudah mencuri hatinya.
Sejak pendekar pemabokan Bo Bu Ju memberi keterangan
tentang gadis dalam hatinya itu, yang menyebutkan namanya
gadis kuat ia lalu mengambil keputusan hendak menyelidiki
kuda tunggangannya lebih dulu.
Apabila dari dua ekor kuda itu masih tetap tidak
mendapatkan keterangan apa-apa, maka tindakan selanjutnya
setidak-tidaknya ia akan dapat mengenali satu diantaranya
entah siapa yang pernah dijumpai secara kebetulan di gunung
Kui-gi-san itu. Pikiran Hee Thian Siang yang terganggu oleh bayangan
gadis itu, melanjutkan perjalanannya dengan hati bimbang.
Tapi sebelum ia meninggalkan daerah gunung Cong-lam
kembali menemukan suatu kejadian aneh! Selagi berjalan
dengan pikiran bimbang sambil menikmati pemandangan alam
disekitar pegunungan itu, dengan tiba-tiba matanya tertumbuk
oleh sesuatu kejadian yang luar biasa, hingga ia berhenti
dengan mendadak. Kiranya dihadapannya sejauh kira-kira tiga tombak didalam
tumpukan batu aneh, di atas sebuah batu hijau yang agak
rata, ada melingkar seekor ular raksasa.
Ular raksasa sejenis itu, banyak ia sudah lihat, sebetulnya
tidak ada apa-apanya yang aneh, tetapi keadaan di hadapan
matanya itu agak berlainan, badan ular raksasa itu gemetaran,
agaknya sedang menderita hebat. Kecuali itu dari mulutnya
yang sebentar terbuka lebar dan sebentar tertutup rapat, ada
mengalir darah warna hitam, ular itu kadang-kadang juga
mengeluarkan auman yang mengerikan sehingga membuat
berdiri bulu roma! Hee Thian Siang tahu bahwa ular raksasa semacam itu
mungkin tidak berbisa, tetapi tubuhnya yang besar dan
panjangnya kira-kira dua tombak lebih itu, sudah tentu
memiliki tenaga yang kuat, mungkin binatang buas sejenis
singa, harimau, atau harimau kumbang semua bukan
tandingannya. Akan tetapi apa sebab bisa berubah demikian
keadaannya" Menurut pesan duta bunga mawar, pada tanggal 9 bula 9 ia
harus sudah berada di kediaman Say Han Kong di gunung
Siong-san! Oleh karena getah pohon lengci sudah ia
dapatkan, dengan demikian maka waktunya masih cukup
banyak.! Hee Thian Siang yang sudah menyaksikan keadaan aneh
itu lalu mendekati dan duduk di dahan pohon rotan yang
terpisah kira-kira setombak dari tempat itu untuk menyaksikan
keadaan yang sebenarnya. Pada waktu itu, dari mulut ular raksasa itu sebentar-
sebentar mengeluarkan suara yang mengerikan, yang sisik-
sisik sekujur badannya nampak bergerak-gerak dan gemetar
semakin hebat. Hee Thian Siang yang selagi menyaksikan
keadaan itu dengan terheran-heran, tiba-tiba dari mulut
lembah terdengar suara aneh.
Ketika ia berpaling ke tempat itu, oleh karena pandangan
matanya teraling oleh tepi duri, tidak dapat melihat, benda apa
yang mengeluarkan suara itu. Tetapi ketika ia berpaling
kembali ke arah ular raksasa itu, kembali menyaksikan
keadaan yang sangat mengherankan, karena di hadapan
matanya terjadi suatu pemandangan aneh, yang belum
pernah disaksikannya! Sekujur badan ular raksasa itu gemeteran semakin hebat,
mulutnya yang tadi sebentar terbuka dan tertutup, juga
terbuka semakin lebar, tetapi dalam tenggorokkannya seolah-
olah ada setitik benda merah putih yang bergerak-gerak tidak
hentinya! Hee Thian Siang yang menyaksikan pemandangan
semacam itu dalam hatinya menduga-duga: Apakah benda
merah putih yang bergerak-gerak itu ada binatang sejenis ular
ataukah binatang yang jarang ada, mungkinkah itu binatang
hidup" Belum lagi lenyap pikiran itu, ular raksasa yang nampaknya
sudah habis tenaganya, dari mulutnya kembali mengeluarkan
suara yang sangat mengerikan, kemudian ular itu melesat
tinggi empat lima tombak, ketika ia jatuh lagi di tanah, sudah
tidak bisa bergerak lagi, sedang dari mulutnya perlahan-lahan
merambat keluar seekor ular kecil yang sangat aneh, ular itu
sekujur badannya berwarna putih, sedang bagian atasnya ada
terdapat benda semacam jengger ayam berwarna merah
darah! Ular berjengger merah dan bertubuh putih itu baru saja
keluar dari mulut ular raksasa, telinga Hee Thian Siang tiba-
tiba mendengar suara orang bicara yang sangat perlahan, ia
lalu pasang telinganya dari tempat yang teraling oleh tebing
tinggi itu, terdengar suara orang berkata: "Phoa sumoay, ular Swat-kap Kee-kwan
itu sudah muncul, biarlah aku yang pergi
menangkapnya. Kali ini kita telah mendapat perintah pergi
mencari bahan obat-obatan, nampaknya sudah lengkap dan
tidak satu yang kurang."
Hee Thian Siang yang mendengar perkataan itu baru tahu
bahwa ular aneh itu namanya Swat-kap Keek-kwan dan orang
dibelakang tebing itu agaknya hendak menangkapnya untuk
bahan obat, tapi ular semacam ini sangat buas, entah dengan
cara bagaimana orang itu hendak menangkapnya"
Pada saat itu terdengar suara seorang wanita bertanya
kepada orang yang bicara tadi: "Tio suheng, ular Swat-kap
Kee-kwan itu, tidak mempan senjata tajam, bisanya jahat
sekali! Bagaimana kau hendak turun tangan menangkapnya"
Kau hendak menggunakan jarring sutera Ciam-si-cao, ataukah
hendak menggunakan duri beracun?"
Orang yang semula bicara tadi memperdengarkan
jawabannya: "Binatang aneh semacam ini memang benar
seperti katamu, bisanya terlalu jahat! Sekalipun dapat
ditangkap oleh jarring sutera Ciam-si-cao, kita juga tidak bisa
menguasainya, sebaiknya kita gunakan duri Thiam-keng yang
sangat berbisa, dengan bisanya duri itu kita gunakan untuk


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menumpas racunnya, dengan demikian kiranya lebih berhasil!"
Ular yang sangat aneh itu, sejak mendengar suara orang,
kepalanya yang berbentuk segi-tiga diangkat tinggi, sepasang
matanya yang buas juga ditujukan ke atas tebing.
Hee Thian Siang yang mendengar disebutnya duri Thiam-
keng yang sangat berbisa, hatinya lantas tergerak, dalam
hatinya berpikir: Ular berbisa yang aneh bentuknya itu, kalau
benar tidak mempan senjata tajam, mengapa orang itu
menggunakan duri Thiam-keng" Apakah racun senjata
berbisa itu sudah tentu lebih kuat daripada racunnya ular itu"
Oleh karena timbulnya pikiran itu, maka ia pasang mata
benar-benar hendak menyaksikan duri beracun itu, apakah
duri berbentuk segi-tiga yang dahulu pernah digunakan untuk
membokong Peng-sim Sin-nie dan Thiat-kwan Totiang"
Disamping itu ia juga ingin tahu, murid dari golongan mana
yang hendak menggunakan ular itu sebagai bahan obat"
Baru saja ia berpikir demikian, orang yang berada di
belakang batu itu sudah mulai bertindak, tiga benda bersinar
putih berkilauan dengan dibarengi oleh suara tajam meluncur
ke arah ular aneh berbisa itu.
Ia kini telah dapat menyaksikan bahwa senjata rahasia
yang digunakan itu berwarna putih perak berkilauan, sehingga
ia sendiri diam-diam juga merasa kecele bahwa dugaannya itu
meleset. Tetapi ketika ia perhatikan keadaan ular aneh itu
diam-diam mengkerutkan alisnya.
Kiranya ular aneh itu sesungguhnya sangat jumawa, ketika
menampak tiga benda berkilauan menerjang dirinya,
sedikitpun tidak merasa takut, ia membiarkan dirinya diserang
oleh benda tajam berkilauan itu. Ketika senjata rahasia itu
terjatuh di badannya, seolah-olah mengenai benda keras dan
mental sejauh beberapa kali.
Tiga benda berkilauan itu jatuhnya di atas tanah berumput,
kini Hee Thian Siang baru tahu bahwa senjata rahasia itu
adalah senjata rahasia sejenis paser yang khusus untuk
memunahkan ilmu weduk, yang tidak mempan senjata,
senjata rahasia semacam ini sudah terkenal ganasnya, hingga
dalam hatinya merasa terkejut dan terheran-heran. Ia terkejut
karena senjata rahasia yang sudah terkenal keganasannya itu,
ternyata sedikitpun tidak bisa melukai kulit ular aneh itu, yang
mengherankan baginya adalah senjata paser yang sangat
ganas itu adalah senjata rahasia yang khusus digunakan oleh
orang-orang golongan Kun-lun-pay, tetapi golongan itu pada
waktu dewasa ini, tidak suka berebut pengaruh atau nama
dengan partai-partai lainnya. Maka orang yang menggunakan
senjata macam ini untuk melakukan serangan gelap terhadap
orang-orang Bu-tong, Lo-hu dan Tiam-cong seharusnya bukan
dilakukan oleh murid-murid dari golongan Kun-lun-pay.
Belum lenyap rasa heran Hee Thian Siang, orang dari
belakan tebing itu tiba-tiba mengeluarkan suara pekikan
panjang! Dan ular aneh itu karena mahluk berbisa dari alam,
sudah tentu sangat buas, kini rupanya ia sudah tahu pasti
bahwa orang yang menyerangnya itu berada di belakang
tebing itu, maka ia sudah siap hendak melakukan serangan
terhadap orang yang menyerang dirinya tadi!
Begitu mendengar suara pekikan panjang itu, ular itu
dengan tiba-tiba mengeluarkan suara-suaranya yang sangat
aneh, secepat kilat ia melesat ke tempat tadi.
Ketika badan ular itu berada ditengah udara, dari belakang
tebing itu kembali meluncur tiga benda bersinar ungu kehitam-
hitaman, benda itu ditujukan kebagian kepala ular yang merah
seperti jengger ayam. Binatang-binatang buas atau ular berbisa, sekalipun buas
dan sangat berbisa, juga tidak mampu menandingi kecerdikan
manusia! Ular aneh itu benar-benar sangat mengandalkan
kulitnya yang keras dan tidak mempan senjata tajam. Ketika
diserang oleh tiga buah paser yang ganas, sedikitpun tidak
mengelakkan diri, sudah tentu ia juga tidak merasa takut
terhadap benda bersinar ungu kehitaman tadi, maka ia tetap
melesat tanpa menghiraukan benda yang mengancam dirinya.
Tetapi, tiga benda bersinar ungu kehitaman tadi adalah
senjata rahasia yang dinamakan "Duri Thian-keng berbisa", jauh lebih ganas dan
lebih berbisa daripada senjata paser
yang digunakan terdahulu, maka ketika senjata rahasia itu
mengenai sasarannya, ular aneh berbisa tadi mengeluarkan
suara marahnya yang menyeramkan, badannya melayang
jatuh dari tengah udara, sedang bagian kepalanya dekat
bagian yang bentuknya seperti jengger ayam, menancap tiga
buah duri berbisa berwarna ungu kehitaman.
Ular itu ketika jatuh di tanah, menggeliat sebentar, sekujur
badannya lalu gemetaran, pemandangan itu serupa dengan
apa yang disaksikan oleh Hee Thian Siang kepada diri Peng-
sim Sin-nie dan Thiat-kwan Totiang ketika mengadakan
pertandingan didalam lembah kematian.
Hee Thian Siang yang melihat senjata yang digunakan oleh
orang itu adalah senjata yang dinamakan "Duri Thian-keng
berbisa" senjata itu benar saja berwarna ungu kehitaman, dan
berbentuk segitiga, maka seketika itu ia semakin perhatikan
benda itu, ia sedikitpun tidak berani bernapas, karena ia ingin
menyaksikan dengan mata kepala sendiri orang yang telah
menggunakan senjata itu apakah benar murid dari golongan
Kun-lun-pay" Ular berbisa yang bentuknya aneh itu setelah bergulingan
dan gemetaran, pelan-pelan tidak bergerak lagi. Dari sebuah
pohon di belakang tebing muncul dua orang pria dan wanita,
usia mereka semuanya di atas 30-an tahun, dua orang itu
semuanya mengenakan pakaian Imam, yang lelaki sangat
gagah dan tampan, sedang yang wanita juga sangat cantik,
tetapi agaknya sedikit genit. Dua imam lelaki dan perempuan
itu agaknya erat sekali hubungannya.
Yang lelaki berjalan ke tempat sejarak tiga kaki, kemudian
berkata kepada yang perempuan sambil tertawa: "Phoa
sumoay, senjata rahasia tunggal duri Thian-keng berbisa kita
ini sungguh ampuh sekali, barangkali sama hebatnya dengan
senjata peledak Kian-thian Pek-lek milik Pak-bin Sin-po Hong-
poh Cui!" Yang perempuan tersenyum dan menganggukkan kepala,
dari pinggangnya mengeluarkan sebuah kantong kulit dengan
menggunakan ranting kayu ia mengambil ular berbisa itu
berikut tiga buah senjata rahasia yang sangat ganas, yang
masih menancap di atas tubuh ular, dimasukkan ke dalam
kantong, kemudian dua-duanya berlalu hendak meninggalkan
tempat itu. Hee Thian Siang menunggu sampai dua orang itu berlalu
melalui tebing tinggi, baru muncul dan berkata dengan suara
nyaring kepada mereka: "Hai, murid-murid dari golongan Kun-
lun-pay harap berhenti sebentar!"
Dua imam tadi ketika mendengar seruan itu lantas berhenti,
mata mereka menatap Hee Thian Siang, keduanya lalu
melayang balik, Imam lelaki itu lalu berkata: "Pinto Tio Giok dan ini adalah
sumoyku Phoa Soa, karena mendapat perintah
suhu, kami melakukan perjalanan untuk mencari bahan obat-
obatan, dengan saudara rasanya belum pernah kenal, dengan
cara bagaimana saudara bisa tahu bahwa aku adalah murid
golongan Kun-lun-pay" Dan ada keperluan apa saudara
memanggil kami?" Hee Thian Siang ketika mendengar bahwa orang itu sudah
mengakui sebagai murid golongan Kun-lun-pay, maka ia telah
mengambil keputusan hendak mencari onar dengannya untuk
menyelidiki hal ikhwal senjata berbisa itu. Maka dengan
sikapnya yang sombong dan tertawa dingin berulang-ulang, ia
lalu berkata: "Di atas tanah tadi terdapat tiga buah senjata
tajam yang dinamakan Pek-bo Liang-hing-cut, bagaimana aku
tidak tahu bahwa kalian adalah murid dari golongan Kun-lun-
pay?" Imam yang menamakan diri Tio Giok tadi menampak sikap
Hee Thian Siang yang sombong dan dingin, apalagi pemuda
itu agaknya ada kandung maksud hendak mencari onar, maka
lalu bertanya: "Sahabat, bagaimana sebutanmu" Kau
sebetulnya ada keperluan apa" Pengetahuanmu yang sangat
luas sesungguhnya mengagumkan pinto!"
Hee Thian Siang mendelikkan matanya, dan menjawab
dengan nada suara yang tetap dingin: "Namaku Hee Thian
Siang, lantaran ular aneh Swat-kap Kee-kwan itu, telah
beberapa hari lamanya aku menunggu ditempat ini, tetapi
akhirnya telah kalian tangkap. ."
Belum lagi habis ucapannya, wanita berpakaian pendeta
yang bernama Phoa Soa tadi, sudah bertanya dengan
keheranan: "Hee, ular luar biasa itu hanya dapat digunakan
untuk bahan campuran dengan tanaman yang hanya tumbuh
di puncak gunung Kun-lun-san, tak dapat digunakan untuk
keperluan lain. Kau tadi kata sudah menunggu beberapa hari
lamanya, sebetulnya untuk apa?"
Hee Thian Siang yang tidak menduga akan mendapat
pertanyaan demikian, sudah tentu lantas bungkam.
Phoa Soa yang melihat sikap pemuda itu, lantas mengerti
bahwa pemuda itu hanya membual saja, yang sengaja hendak
mencari onar, maka lalu perdengarkan suara tertawa dingin,
kemudian berkata lagi dengan suara mengejek: "Apalagi ular
itu, merupakan binatang berbisa yang luar biasa, kulitnya
keras bagaikan baja, apa kau kira kau dapat menangkapnya?"
Ucapan yang terakhir ini telah menimbulkan kemarahan
Hee Thian Siang, dengan sinar mata tajam ia menatap wajah
wanita itu, kemudian dia berkata dengan suara dingin:
"Sebabnya aku menantikan munculnya ular itu justru karena
suka dengan kulitnya yang putih bersih itu! Sekarang ular itu
sudah mati, sudah tentu tidak dapat melakukan serangan
dengan racunnya yang berbisa lagi, maka terpaksa aku
hendak melawan orangnya yang menangkap ular tadi,
bukankah serupa saja?"
Sepasang mata Phoa Soa juga memancarkan sinar tajam,
ia menatap wajah Hee Thian Siang sejenak, lalu
mengeluarkan suara dari hidung. Kemudian dengan sikap
menghina ia berkata: "Anak murid golongan Kun-lun-pay
selamanya tidak suka berebut nama, juga tidak suka mencari
kedudukan, tetapi kalau kau ingin coba bertempur, tak
halangan akan kulayani kau beberapa jurus, baik dengan
menggunakan ilmu tangan kosong maupun pedang atau
kekuatan tenaga dalam atau meringankan tubuh, terserah kau
saja, aku bersedia menggunakan ular ajaib ini sebagai barang
taruhan, namun kau hendak menggunakan barang apa buat
taruhan?" Hee Thian Siang yang mendengar ucapan Phoa Soa,
bahwa murid golongan Kun-lun-pay selamanya tidak suka
berebut nama atau kedudukan, diam-diam merasa sangsi,
dianggapnya bahwa ucapan wanita itu tidak sesuai dengan
perbuatannya, sebab kalau benar murid-murid kun-lun-pay
tidak suka berebut nama atau kedudukan maka dengan cara
bagaimana tiga orang penting dari golongan Bu-tong dan
ketua golongan Tiam-cong serta ketua golongan Lo-hu,
diserang dengan senjata rahasia yang berbentuk ujung
segitiga itu" Oleh karena wanita itu hendak menggunakan ular ajaib itu
sebagai barang taruhan, sedangkan ia sendiri masih belum
dapat mencari benda yang dapat digunakan untuk bertaruh,
maka terpaksa mengeluarkan kipas pemberian May-seng-ong,
kipas itu dilemparkan ke arah Tio Giok kemudian berkata
sambil tertawa terbahak-bahak: "Sahabat she Tio, apakah kau
kenal barang ini" Aku hendak mengadakan pertandingan
dengan sumoaymu, aku piker hendak menggunakan kipas ini
sebagai barang taruhan untuk mengimbangi barang taruhan
sumoaymu, ular ajaib itu!"
Sehabis berkata demikian, baru mengeluarkan sepasang
senjata gelangnya yang dinamakan Sam-ciok Kang-hwan.
Baru saja Pho Soa hendak mengejek Hee Thian Siang
yang hendak menggunakan kipas sebagai barang taruhan,
karena dianggapnya kipas itu tidak ada harganya, tetapi tiba-
tiba ia melihat sikap suhengnya dengan penuh perhatian mata
sang suheng ditujukan kipas itu, dan sikap suheng kemudian
menunjukkan perasaan terkejut dan terheran-heran, maka
akhirnya ia batalkan maksudnya hendak mengejek.
Tio Giok waktu itu belum melihat tulisan-tulisan di atas
kipas yang ditulis oleh May-ceng-ong tetapi ia sudah melihat
lukisan daun bambu yang sangat kuat dan tanda tangannya si
pelukis yang menyebutkan pendekar pemabokan Bo Bu Ju,
oleh karena ia sudah pernah dengar nama itu, maka ia
anggap tidak perlu menanam permusuhan lantaran urusan
sepele saja, maka ia lalu berkata kepada Hee Thian Siang
sambil tersenyum: "Sahabat she Hee, tidak perlu berpikiran seperti sumoiku,
kalau kau benar suka dengan kulit ular ajaib yang putih bersih
itu, kami tidak merasa keberatan, karena kami hanya
membutuhkan dagingnya yang merah seperti darah di atas
kepalanya itu, kepentingan kita satu sama lain tidak
bertentangan, hanya untuk sementara ini baik bagi kami untuk
membaginya, maka jikalau kau sudi mengalah, di kemudian
hari apabila melakukan perjalanan ke Barat, sudilah kiranya
kau mampir ke tempat kediaman kami di gunung Kun-lun-san"
Tio Giok pasti akan menghadiahkan kulit ular ajaib itu
kepadamu!" Hee Thian Siang yang mendengar perkataan ini diam-diam
merasa heran, karena murid Kun-lun-pay itu mengapa tidak
demikian kejam dan jahat seperti apa yang diduga
sebelumnya. Tetapi karena ia sengaja mencari onar, dan tidak
menghendaki kulit ular ajaib itu, terutama ia ingin menyelidiki
rahasia senjata berbisa itu, supaya di kemudian hari dapat
digunakan untuk menjumpai murid ketuanya, ialah gadis
cantik Liok Giok Ji itu, maka ia ingin mendapatkan kulit ular itu
dengan jalan bertanding supaya kalau ia menang, bisa
mendapatkan kulit ular yang masih menancap tiga buah
senjata duri beracun itu. Dan dengan adanya bukti dai dapat
membuka rahasia kematian orang-orang dari Bu-tong, dan
serangan gelap terhadap ketua golongan Lo-hu dan Tiam-
cong. Dengan tujuan itu, maka setelah mendengar perkataan itu,
ia merasa tidak enak dan terpaksa rubah sikapnya menjadi
lunak dan menjawab sambil tersenyum: "Sahabat she Tio,
harap jangan khawatir, seekor ular sebetulnya tidak perlu kita
recoki, Hee Thian Siang mempunyai hobby yang suka ilmu
silat dan suka menjumpai orang-orang pandai, maksudku tadi
hanya ingin menggunakan kesempatan ini untuk ajar kenal


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan ilmu silat golongan Kun-lun-pay!"
Phoa Soa dan Tio Giok, semua merupakan anak murid
golongan Kun-lun-pay terpilih, semula pandang ringan kepada
Hee Thian Siang, tetapi setelah pemuda itu mengeluarkan
senjatanya sepasang gelang San-ciok Kang-hoan, yang
bentuknya luar biasa, mereka menduga senjata itu pasti
bukanlah senjata sembarangan, maka setelah mendengar
perkataan itu meskipun mereka tiada maksud untuk mencari
kemenangan, tetapi juga ingin mencoba kepandaian pemuda
itu dan senjatanya yang aneh!
Setelah Phoa Soa mengeluarkan senjatanya yang
berbentuk aneh, Hee Thian Siang yang menyaksikan senjata
itu matanya terbuka lebar, pikirannya diliputi oleh berbagai
pertanyaan. Kiranya senjata yang dikeluarkan oleh Pho Soa itu
bentuknya semacam pedang tetapi bukanlah pedang. Disebut
kaitan juga bukan kaitan. Bagian atas tebal tetapi bagian ujung
tipis dan runcing, panjangnya kira-kira tiga kaki, hampir
seluruhnya merupakan bentuk pedang, tetapi bagian dekat
ujung terdapat sebatang pisau runcing berujung tiga yang
menghadap ke bawah. Sebabnya Hee Thian Siang terkejut dan terheran-heran
bukannya takut kepandaian ilmu silat wanita itu, ia hanya
teringat apa yang pernah disaksikan dari tangan gadis cantik
di atas gunung Kiu-gi-san dahulu, gadis itu waktu menghadapi
empat setan dari golongan Ki-lian, yang kemudian
dibinasakannya, agaknya juga pernah menggunakan senjata
aneh semacam itu. Pho Soa yang menyaksikan anak muda itu memandang
senjata di tangannya tanpa berkedip, diam-diam juga merasa
heran, maka segera ditegurnya: "Kau tadi kata hendak belajar
kenal dengan ilmu silat golongan Kun-lun, apakah senjata di
tanganku yang bernama Kun-lun-chek ini kau juga tidak
kenal?" "Setiap senjata boleh saja diberi nama menurut sesuka
hatinya. Apa yang dibuat heran" Aku sesungguhnya memang
tidak kenal dengan senjatamu Kun-lun-Chek ini, apakah kau
juga kenal dengan senjataku Sam-ciok Kang-hwan ini?"
Pho Soa ketika mendengar disebutnya nama senjata
pemuda itu meskipun merasa seperti pernah dengar, tetapi ia
masih belum mengambil perhatian, senjata Kun-lun-chek
dilintangkan di dada, sedang matanya menatap wajah Hee
Thian Siang, kemudian dengan sangat lincah kakinya
bergerak menggeser ke kanan.
Hee Thian Siang juga sudah siap untuk menghadapi
serangan lawannya, ia berdiri tegak menantikan tindakan
lawannya, ia sudah bertekad hendak menggunakan ilmu silat
golongannya yang didapat dari suhunya untuk menempur ilmu
silat golongan Kun-lun-pay!
Sementara itu kedua pihak sedang siap-siap hendak
melakukan pertandingan, Tio Giok yang menyaksikan sedari
tadi tiba-tiba berseru: "Sahabat Hee dan Phoa sumoay, tunggu
dulu. Kalian dengar suara itu suara apa?"
Daya pendengaran Hee Thian Siang dan Phoa Soa
semuanya tidak di bawah Tio Giok, setidak-tidaknya juga
berimbang. Tetapi oleh karena keduanya sedang memusatkan
perhatiannya untuk melakukan pertempuran, maka tidak
memperhatikan keadaan disekitarnya lagi.
Kini setelah diperingatkan oleh Tio Giok, keduanya lalu
pasang telinga, benar sja mereka segera dapat menangkap
suara gemuruh, suara itu merupakan suara yang sangat aneh
yang belum pernah didengarnya, dan saat itu agaknya sedang
menuju ke arah mereka bertiga.
Suara aneh itu sesungguhnya cepat sekali, waktu pertama
suara itu masuk ke dalam telinga mereka, agaknya masih
sejauh kira-kira satu pal lebih, tetapi dalam waktu sangat
singkat sudah berada dimulut lembah.
Hee Thian Siang dan dua murid Kun-lun, karena
merasakan betapa hebatnya suara aneh itu, maka siapapun
tidak berani menuruti perasaan masing-masing untuk
melanjutkan pertandingan itu, kedua pihak lalu pergi
menyelamatkan diri, yang satu melesat ke Timur yang dua
melesat ke Barat, mereka sama-sama mencari tempat
sembunyi ditempat yang lebih tinggi.
Baru saja mereka melesat ke tebing tinggi, sudah
mendengar dengan jelas suara aneh itu, ternyata adalah
derap kaki seperti kaki kuda, sesudah itu lalu tampak
beberapa ekor binatang keledai liar, yang lari keluar dari
lembah! Hee Thian Siang dengan seorang diri berdiri di atas sebuah
batu dibagian Timur, ketika menyaksikan keadaan itu diam-
diam merasa heran, karena suara derap kaki binatang tadi
kedengarannya banyak sekali, apakah itu hanya merupakan
suara derap kaki binatang keledai" Dan apa sebabnya
binatang-binatang itu lari berserabutan dari dalam lembah"
Belum lenyap perasaan herannya, dari mulut lembah
kembali muncul binatang keledai liar yang jumlahnya ratusan
ekor, binatang-binatang itu lari serabutan, agaknya tidak
memperdulikan keadaan di sekitarnya!
Dengan perasaan terheran-heran, Hee Thian Siang pasang
telinga, saat itu ia mendengar derap suara kaki yang lebih
banyak jumlahnya, tetapi binatang-binatang
yang lari serabutan itu bukannya binatang keledai lagi, melainkan
binatang-binatang buas seperti harimau, serigala dan lain-
lainnya. Yang menyeramkan adalah binatang-binatang buas itu
biasanya suka saling membunuh sendiri, tetapi hari ini mereka
tidak saling bunuh lagi sebaliknya bersama-sama, agaknya
hendak menyelamatkan diri dari ancaman bahaya.
Pada saat itu dari jauh terdengar suara aneh yang tidak
terputus-putus, suara itu seolah-olah semakin lama semakin
nyaring, bahkan dicampuri dengan suara kuda.
Hee Thian Siang yang mendengar suara kuda segera
mengetahui suara itu adalah suara kuda istimewa, maka diam-
diam juga heran, apakah diantara rombongan binatang buas
itu juga terdapat kuda luar biasa itu"
Karena dalam hatinya merasa heran, maka matanya selalu
ditujukan ke mulut lembah. Tak lama kemudian, tampak
olehnya seekor kuda berbulu hijau yang lari dengan pesatnya,
sedang di atas kuda itu tampak sesosok bayangan kuning dan
bayangan putih. Pemandangan aneh itu ketika masuk dalam pandangan
matanya, Hee Thian Siang semakin terheran-heran. Sebab ia
masih ingat dengan jelas pendekar pemabokan di gunung
Keng-bun-san, orang aneh itu pernah menerangkan tentang
kuda berbulu hijau itu. Menurut keterangan Bo Bu Ju, kuda
istimewa semacam itu dalam rimba persilatan hanya terdapat
dua ekor, satu adalah milik ketua Kie-lian-pay dan lainnya
adalah milik tabib kenamaan Say Han Kong.
Dan kuda luar biasa yang disaksikan olehnya pada saat itu,
jikalau ditinjau dari larinya, sudah pantas kalau mendapat
sebutan kuda istimewa yang bisa lari ribuan pal jauhnya,
apakah kuda itu merupakan salah satu dari kuda yang pernah
dikatakan oleh pendekar pemabokan itu"
Kalau kudanya sudah menarik perhatiannya demikian
besar, apalagi setelah Hee Thian Siang menyaksikan dengan
tegas bayangan kuning yang berada diatas kudanya dan
bayangan putih yang ada disampingnya. Ia semakin terheran-
heran, hingga saat itu berdiri terpaku di tempatnya.
Kiranya bayangan kuning dan putih yang berada di atas
kuda itu, semua bukanlah manusia, bayangan kuning tadi
adalah seekor binatang aneh yang sekujur badannya berbulu
kuning emas, sedang bayangan putih adalah seekor kera
putih yang tingginya kira-kira hanya dua kaki saja.
Yang berada di belakang kuda luar biasa itu, adalah air
ombak yang menggulung-gulung tinggi yang seolah-olah
mengejar larinya binatang-binatang itu. Kalau binatang-
binatang itu larinya semakin cepat, air itu juga mengejar cepat
sekali. Dalam waktu hanya sekejap saja, air itu agaknya sudah
hampir menggulung binatang tadi.
Tak lama kemudian, setelah binatang-binatang tadi
melarikan diri untuk menyelamatkan dirinya masing-masing,
air itu juga menggenangi seluruh tempat sehingga air itu
hampir mencapai dimana Hee Thian Siang berdiri.
Hee Thian Siang kini baru sadar bahwa binatang-binatang
buas yang lari serabutan tadi kiranya hendak menyelamatkan
diri dari bahaya banjir. Seandainya tadi ia tidak keburu naik ke
atas tebing, mungkin juga akan terendam dalam air banjir.
Oleh karena takut air banjir itu akan lebih tinggi, maka Hee
Thian Siang menggunakan ilmunya "Cecak merambat" dan
"Naga berenang" terus mendaki ke atas tebing hingga dua
puluh tombak lebih, di situ ia baru dapat menemukan tempat
yang agak aman guna menyelamatkan diri. Sedangkan dua
murid Kun-lun yang sembunyi dibagian Barat, kini entah sudah
sembunyikan diri kemana lagi.
Hee Thian Siang yang berada di tempat tinggi, matanya
mengawasi air banjir, meskipun ia tahu bahwa air itu tidak
akan mencapai ke tempat duduknya, tetapi dalam hati juga
merasa khawatir. Sekarang pikirannya teringat lagi kepada senjata ditangan
Phoa Soa tadi yang mirip dengan senjata yang digunakan oleh
gadis yang pernah dilihatnya di gunung Kiu-gi-san, dengan
penemuannya atas senjata itu, ia hampir dapat memastikan
bahwa gadis itu adalah Liok Giok Ji, murid dari ketua Kun-lun-
pay, tetapi kemudian ia telah menyaksikan lagi kuda
tunggangan gadis itu yang merupakan kuda istimewa, yang
mengherankan baginya penunggang kuda itu bukanlah
manusia, melainkan binatang aneh, dengan demikian,
bagaimana ia harus mencari penunggangnya"
Diam-diam ia juga merasa geli sendiri, karena tanpa sebab
ia sudah mencari onar dengan Pho Soa, bukan saja tidak
berhasil mengalahkan wanita itu, juga tidak berhasil
mendapatkan ular ajaib tadi, sebaliknya malah kehilangan
kipas pemberian May-ceng-ong yang dengan mudah jatuh ke
tangan Tio Giok. Selama berdiri dengan pikiran dikerjakan keras, ia tidak
merasakan berlalunya sang waktu. Ketika melihat air itu tidak
naik lagi, ia teringat pula nasibnya tiga orang penting golongan
Bu-tong, dan bahaya yang pernah mengancam Peng-sim Sin-
nie serta Thiat-kwan Totiang, apakah benar mereka itu
diserang oleh senjata rahasia duri berbisa yang tadi pernah
membinasakan ular ajaib itu"
Jikalau bukan, mengapa senjata rahasia yang mirip dengan
yang pernah dilihatnya itu dapat membinasakan ular yang
sangat berbisa tadi"
Jikalau ya, partai Kun-lun yang selamanya tidak suka
berebut nama dan kedudukan, mengapa dengan tiba-tiba
melakukan serangan terhadap orang-orang penting dari tiga
golongan itu" Pertanyaan itu selalu mengganggu pikiran Hee Thian
Siang, hingga sulit baginya untuk menarik suatu kesimpulan.
Sementara itu air gunung yang membanjiri lembah tadi
meskipun datangnya cepat, surutnya juga lekas. Air kini hanya
tinggal satu kaki lebih menggenang di lembah.
Hee Thian Siang yang banyak menjumpai pengalaman
aneh-aneh, seolah sudah biasa dengan segala keanehan,
maka ia tidak merasa begitu heran lagi kalau menghadapi hal
yang aneh. Pada saat itu pikirannya masih terumbang-ambing dalam
usahanya untuk mencari jejak gadis yang pernah mencuri
hatinya itu. Bayangan gadis itu seolah terus menggoda
pikirannya. Namun karena mengingat tugasnya yang diberikan
oleh duta bunga mawar, maka ia dapat cari It-pun Sin-ceng,
dibawa ke gunung Siong-san untuk menjumpai Say Han Kong
lebih dulu. Hee Thian Siang semula tidak memperhatikan hal
pertemuan ajaib, sejak dari gunung Bin-san sehingga
perjalanannya kemari, hampir setiap tempat ia menjumpai
kejadian-kejadian yang ajaib, tetapi selagi pikirannya
mengharapkan menjumpai hal-hal ajaib lagi, didalam
perjalanannya ke gunung Siong-san itu, tiada apa-apa yang
mengherankan baginya, penemuan ajaib yang diinginkan
satupun tidak pernah dijumpai.
Karena waktunya sudah mendesak, maka ia tujukan
langkahnya menuju ke perjalanan gunung Siong-san.
Tempat yang dinamakan Thian-sim-peng itu letaknya
dibagian dalam di gunung Siong-san, dua tiga bagian dikitari
oleh gunung-gunung, sedang satu bagian menghadap ke
jurang dan air mancur sehingga pemandangan alamnya
sangat indah. Diantara pohon-pohon itu terdapat tiga
bangunan rumah atap. Hee Thian Siang lalu tujukan langkahnya ketiga rumah atap
itu, tiba di hadapan rumah, tampak seorang tua kurus
berpakaian kasar tenun, sedang duduk main catur di bawah
pepohonan cemara, dengan seorang wanita muda yang
memakai kerudung dimukanya, mereka agaknya sedang asyik
sekali. Say Han Kong yang mengasingkan diri di gunung Siong-
san, meskipun jarang turun gunung, tetapi dia adalah seorang
tabib kenamaan, sudah tentu namanya banyak dikenal oleh
orang-orang rimba persilatan, maka Hee Thian Siang begitu
melihat orang kurus itu, sudah dapat menduga bahwa orang
itu adalah tabib kenamaan yang sedang dicarinya, oleh karena
tabib itu tidak diketahui nama aslinya, hanya dengan nama
julukannya saja yang dikenal oleh dunia luar, maka ketika ia
menghampiri dan memberi hormat kepadanya ia lantas
memperkenalkan dirinya lebih dulu:
"Boanpwe Hee Thian Siang, di sini menghadap Say Han
Kong locianpwe!" Dengan sikap ramah tamah Say Han Kong
mempersilahkan Hee Thian Siang duduk, kemudian berkata
kepadanya sambil tersenyum: "Hee laote, silahkan duduk,
sebelum aku menanyakan maksud kedatangan laote,
kuperkenalkan lebih dulu dengan tokoh ternama dari rimba
persilatan. Nona ini adalah nona Ca Bu Kao yang berjuluk
Leng-po Giok-lie, dia adalah salah satu tokoh terkuat dari
golongan Lo-hu-pay!"
Hee Thian Siang ketika bertemu dengan Liong-hui Kiam-


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

khek Su-to Wie di daerah gunung Bu-san, pernah dengar
nama wanita itu, maka sambil memberi hormat,
memperhatikan keadaan wanita itu. Ternyata adalah seorang
wanita yang memiliki bentuk tubuh sangat indah, meskipun
mukanya ditutupi oleh kain hitam hingga tak tertampak
olehnya, namun ia dapat menduga bahwa wanita itu pasti
berparas cantik. Sedang itu Ca Bu Kao sendiri, waktu ia
kembali dari makam bunga mawar, dalam putus asanya
hampir dia terjunkan diri ke dalam jurang, untung pada saat itu
ia mendengar kata-kata Hee Thian Siang yang memuji
pengaruh makan bunga mawar, sehingga tersadarlah
pikirannya, dan membatalkan niatnya untuk membunuh diri,
bahkan ia mengambil keputusan untuk menantikan duta
bunga mawar, yang hendak membantu menolong nasibnya.
Maka ketika Hee Thian Siang memperkenalkan dirinya, dari
balik kerudung muka, ia memandang pemuda itu dengan
perasaan terima kasih. Dari pertanyaan terakhir Say Han Kong tadi, Hee Thian
Siang mengetahui bahwa duta bunga mawar belum tiba di
situ, maka lalu bertanya kepada Say Han Kong dan Ca Bu
Kao: "Kedatangan boanpwe ini ialah atas perintah duta bunga
mawar, apakah Say Han Kong locianpwe dan Ca lihiap kenal
dengan duta bunga mawar yang sembunyikan diri di belakang
makam bunga mawar di lembah Kim-giok-kok gunung Bin-
san?" Say Han Kong dan Ca Bu Kao ketika mendengar
keterangan Hee Thian Siang bahwa kedatangannya itu atas
perintah duta bunga mawar keduanya merasa terkejut dan
terheran-heran. Terutama bagi Ca Bu Kao, ia tahu bahwa
kedatangan pemuda itu pasti ada hubungannya dengan
dirinya sendiri, maka lalu berkata sambil tersenyum:
"Dua kali aku pernah berkunjung dan menghadap makam
bunga mawar, yang terakhir bahkan pernah bercakap-cakap
dengan duta bunga mawar atas kesediaannya, katanya
hendak menolong aku yang mengalami nasib buruk.
Sedangkan Say Han Kong tayhiap sendiri belum kenal
dengannya. Laote tadi berkata ada membawa perintah duta
bunga mawar, apakah laote ada membawa bunga teratai
Swat-lian dari gunung Tay-swat-san dan getah buah lengci
dari lautan Timur?" Hee Thian Siang juga merasa heran atas pertanyaan Ca
Bu Kao tentang getah buah lengci itu, diam-diam dalam
hatinya berpikir: Apakah keterangan Liong-hui Kiam-khek
yang mengatakan sedang mengejar Ca Bu Kao itu tidak
salah" Kalau begitu waktu itu wanita ini memang benar datang
lebih dahulu di hadapan makam bunga mawar untuk
menceritakan kesulitannya.
Oleh karena itu maka ia lantas menjawab sambil
tersenyum: "Duta bunga mawar hanya suruh aku ke pulau
kura di lautan Timur, untuk minta getah pohon lengci yang
umurnya sudah puluhan tahun dari tangan It-pun Sin-ceng,
aku tidak tahu tentang bunga teratai merah dari gunung Tay-
swat-san. ." Say Han Kong menyela sambil tertawa: "Getah pohon
lengci milik It-pun Sin-ceng kalau dibanding dengan buah
teratai merah dari gunung Tay-swat-san milik ketua golongan
Tay-swat-san, jauh lebih berharga, juga jauh lebih susah
didapatkannya! Apakah Hee laote pernah mendapatkan
barang berharga itu?"
"Boanpwe belum sampai ke lautan Timur, ketika di daerah
Ciong-lam-san di luar lembah kematian, secara kebetulan
telah berjumpa dengan It-pun Sin-ceng, atas kebaikannya
boanpwe diberi dua tetes getah itu. ." jawab Hee Thian Siang
sambil tertawa. Bukan kepalang kejutnya Say Han Kong, lalu berkata
dengan perasaan terheran-heran: "It-pun Sin-ceng biasanya
pandang tinggi getah buah lengci-nya itu, bahwa dipandang
lebih berharga daripada nyawanya sendiri, kalau ia mau
memberi setetes saja, itu sudah suatu keajaiban bagi orang
lain, dengan cara bagaimana ia sampai mau memberikan dua
tetes kepadamu?" "Pendekar luar biasa dari golongan Budha ini, agaknya
berjodoh dengan boanpwe waktu boanpwe mengajukan
permintaan itu, beliau sudah bersedia memberi setetes.
Setelah boanpwe mengutarakan lagi bahwa maksud
kedatangan boanpwe atas perintah duta bunga mawar, maka
diberikannya setetes lagi kepada boanpwe!" berkata Hee
Thian Siang sambil tersenyum.
Berkata sampai di situ tiba-tiba teringat kepada Ca Bu Kao,
yang merupakan adik seperguruan Peng-sim Sin-nie, ketua
golongan Lo-hu-pay maka lalu berkata padanya sambil
tertawa: "Ketika aku berada di luar lembah kematian di gunung Cong-lam-san,
bukan saja secara kebetulan telah berjumpa
dengan It-pun Sin-ceng tetapi juga bertemu dengan suci Ca
lihiap dalam lembah kematian itu, yang waktu itu sedang
mengadakan pertandingan dengan ketua Tiam-cong Thiat-
kwan Totiang!" Ca Bu Kao mendengar keterangan Hee Thian Siang,
semakin lama semakin mengherankan, maka segera bertanya
kepadanya: "Suto Wie bukankah pernah berkata kepadamu
ketika di gunung Bin-san, golongan Tiam-cong dan Kie-lian,
hendak mengundang suci untuk mengadakan pertempuran di
lembah kematian di gunung Cong-lam-san" Dengan cara
bagaimana suciku bisa datang lebih dahulu ke tempat tersebut
mengadakan pertandingan dengan ketua Tiam-cong-pay. ."
"Bukan hanya ketua Tiam-cong dan Lo-hu yang datang dan
mengadakan pertandingan lebih dahulu di lembah kematian,
barangkali ada serupa kejadian yang akan mengejutkan Ca
lihiap, kejadian itu ialah ketika kedua ketua partai itu bersama-
sama memasuki lembah kematian, bersama-sama pula
terbokong oleh orang dengan menggunakan senjata rahasia
berbisa, sehingga badan mereka bersua sama-sama kena
bisa yang sangat hebat! Jikalau bukan getah pohon lengci It-
pun Sin-ceng keburu memberi pertolongan barangkali Peng-
sim Sin-nie dan Thiat-kwan Totiang keduanya akan terkubur
didalam lembah kematian.!"
Ca Bu Kao yang mendengar keterangan Hee Thian Siang
baru tahu bahwa sucinya telah mengalami kejadian luar biasa,
hingga dengan penuh perhatian ia menatap wajah Hee Thian
Siang serta buru-buru bertanya: "Hee laote, bolehkan kau
menceritakan lebih jelas kepadaku, apa yang kau saksikan
didalam lembah kematian tentang kejadian itu?"
"Dalam perjalananku ini banyak sekali menjumpai hal-hal
yang sangat ajaib, apalagi duta bunga mawar mungkin besok
baru bisa tiba kemari, baiklah aku akan menggunakan
kesempatan ini untuk menceritakan apa yang pernah kulihat
dan kualami! Setelah aku menceritakan semua itu, Hee Thian
Siang masih ada sedikit urusan hendak minta keterangan dari
Say Han Kong locianpwe. Demikianlah ia lalu menceritakan semua pengalamannya.
Ca Bu Kao setelah mendengar penuturan Hee Thian Siang,
diam-diam telah merasa bersyukur bahwa sucinya itu telah
terhindar dari bahaya maut.
Sebaliknya dengan Say Han Kong, ketika mendengar
penuturan tentang senjata rahasia berbisa berbentuk duri
berujung tiga, alisnya dikerutkan, agaknya sedang berpikir
keras. Hee Thian Siang karena menganggap urusan itu besar
sekali hubungannya dengan seluruh rimba persilatan, maka ia
tidak berani membuka mulut, apalagi menduga sembarangan
tentang dua murid dari Kun-lun yang dilihatnya menggunakan
senjata serupa itu untuk membinasakan ular ajaib berbisa,
sebaliknya ia bertanya kepada Say Han Kong:
"Locianpwe adalah tabib kenamaan pada dewasa ini,
sudah tentu banyak dan luas sekali pengetahuannya! Apakah
Locianpwe kiranya tahu, siapakah orangnya yang biasa
menggunakan senjata semacam itu, atau dari mana asal
usulnya?" "Meskipun aku tahu tumbuhan serupa itu, tumbuh ada
dimana dan dari golongan siapa, tetapi setelah kupikir bolak-
balik orang-orang dari golongan itu tidak mungkin
menggunakan benda berbisa itu untuk menerbitkan keonaran
dalam rimba persilatan dengan tanpa sebab. Oleh karena itu,
maka aku pikir apabila dugaanku itu keliru, ada kemungkinan
besar akan menimbulkan pertumpahan darah hebat dalam
rimba persilatan, maka sekalipun suci Ca lihiap pernah terluka
oleh senjata semacam itu, aku juga tidak berani menduga
sembarangan, sebelum aku mendapatkan bukti cukup!"
Say Han Kong telah dapat kenyataan bahwa Hee Thian
Siang setelah mendengar keterangan itu, alisnya berdiri, sinar
matanya mengeluarkan cahaya tajam, agaknya hendak
membuka mulut, maka dengan sikap sungguh-sungguh ia
berkata pula sambil menggoyangkan tangannya: "Urusan ini
benar-benar besar sekali efeknya, kita perlu mempelajari dulu
dengan seksama, setelah menemukan bukti-bukti yang nyata,
barulah kita dapat mengambil kesimpulan yang tepat. Maka
aku juga mengharap Hee laote supaya berlaku hati-hati dalam
urusan ini!" Hee Thian Siang juga tahu bahwa dalam ucapan Say Han
Kong agaknya sudah tahu bahwa duri berbisa itu tumbuh di
gunung Kun-lun-san, jadi merupakan benda milik golongan
Kun-lun-pay, tetapi selagi hendak ditanya, tabib kenamaan itu
dengan sikap demikian memberi keterangan lain maka
terpaksa ia robah sikapnya, dan bertanya kepada tabib itu
sambil tersenyum: "Kalau locianpwe sudah berkata demikian, maka untuk
sementara baik juga kita tidak bicarakan soal ini! Tetapi
tentang urusan Hee Thian Siang sendiri, sekaran gboanpwe
ingin minta sedikit keterangan darimu!"
"Hee laote hendak menanya apa, katakanlah saja!"
"Locianpwe selama melakukan tugas sebagai tabib, apakah
pernah menggunakan seekor kuda istimewa sebangsa ceng-
cong-ma untuk melakukan perjalanan di dunia Kang-ouw?"
Sebelum Say Han Kong menjawab, Ca Bu Kao yang duduk
di depannya sudah berkata sambil tersenyum: "Kuda
tunggangan Say Han Kong taihiap yang bernama Ceng-hong-
kie, adalah kuda turunan sejenis Ceng-cong-ma, bukan saja
dapat melakukan perjalanan sangat jauh tanpa merasa lelah,
tapi juga sangat galak dan segala binatang buas pada takut
padanya!" Ucapan terakhir wanita itu telah mengingatkan Hee Thian
Siang kepada kejadian apa yang telah dialami ketika berada di
puncak gunung ketika sedang bercakap-cakap dengan dua
murid Kun-lun-pay, waktu itu banyak binatang buas telah lari
serabutan karena air banjir, maka lalu bertanya: "Kuda yang
Ca lihiap sebutkan tadi dimana sekarang adanya?"
Say Han Kong ketika mendengar pertanyaan itu wajahnya
menunjukkan sikap tidak enak.
Ca Bu Kao yang menyaksikan perubahan muka Say Han
Kong juga lantas bertanya dengan perasaan terheran-heran:
"Say Han Kong taihiap mengapa demikian" Apakah kuda
ceng-hong-kie itu sudah kau berikan kepada orang lain?"
"Kuda yang ku dapat dari seorang kepala suku daerah
Biauw, oleh karena aku sudah menyembuhkan penyakitnya
yang hebat, bagaimana aku berikan kepada orang dengan
mudah?" menjawab Say Han Kong sambil tertawa getir.
Hee Thian Siang seolah-olah menyadari sesuatu, maka lalu
menyela: "Oo, kuda sejenis itu, memang setiap orang yang
melihat merasa suka, barangkali locianpwe karena agak
lengah sehingga tercuri oleh sahabat dari kalangan Kang-
ouw?" Say Han Kong menatap wajah Hee Thian Siang sejenak,
lalu berkata sambil menggeleng kepala: "Jangankan di
kalangan Kang-ouw, berhubung tugas dan pekerjaanku
banyak menolong orang, boleh dikata tidak ada musuh, maka
tidak mungkin ada orang yang demikian berani mendaki ke
gunung Siong-san mencuri kudaku! Apalagi kudaku itu sangat
galak dan cerdik sekali, bagi orang rimba persilatan golongan
kelas dua atau tiga saja jangan harap dapat mendekati
dirinya!" Ca Bu Kao yang mendengar jawaban itu semakin merasa
heran, maka ia bertanya sambil menatap Say Han Kong:
"Kuda ceng-hong-kie Say Han Kong tayhiap itu kalau benar
tidak diberikan kepada orang lain, dan lagi pula tidak dicuri,
tatapi mengapa. ." Berkata sampai di situ, tiba-tiba timbul dugaan lain, maka
pertanyaannya dialihkan kesoal lain: "Apakah barangkali ada
orang yang ada keperluan mendadak sehingga minta pinjam
kepada tayhiap?" Kembali Say Han Kong menggelengkan kepala dan
menunjukkan senyum masam, ia minum lagi araknya baru
memberi keterangan kepada Ca Bu Kao dan Hee Thian Siang:
"Urusan ini kalau kuceritakan sesungguhnya membuat orang
merasa penasaran, tetapi juga sangat lucu! Kuda ceng-hong-
kie milikku tidak kupinjamkan, juga tidak kuberikan kepada
siapapun juga, apalagi dicuri. Sebaliknya sudah dimenangkan
orang dalam suatu pertaruhan!"
Jawaban itu sesungguhnya di luar dugaan Ca Bu Kao dan
Hee Thian Siang. Terutama bagi Ca Bu Kao yang tidak habis
herannya, maka lalu bertanya pula: "Dengan orang dari
golongan mana Say Han Kong tayhiap melakukan taruhan
itu?" "Orang itu bukan termasuk salah satu dari delapan partai
besar pada dewasa ini!"
Hee Thian Siang tiba-tiba tergerak hatinya, maka lalu
bertanya: "Orang itu apakah bukan orang yang ada hubungan
dengan Thian-gwa Ceng-mo Tiong-sun Seng?"
Say Han Kong menatap Hee Thian Siang dan bertanya
dengan perasaan terheran-heran: "Dengan cara bagaimana
Hee laote dapat menebak begitu jitu?"
"Oleh karena aku tahu benar bahwa muridnya Thian-gwa
Ceng-mo paling suka melakukan pertaruhan dengan orang!"
"Oo! Apakah Hee laote juga pernah mengadakan
pertaruhan dengan murid Thian-gwa Ceng-mo?"
Hee Thian Siang mengiakan, tetapi untuk sementara ia
tidak mau menceritakan soal pertaruhan dengan Hwa Ji Swat,
sebaliknya balas menanya: "Pertaruhan itu, dilakukan oleh
Thian-gwa Ceng-mo sendiri ataukah oleh muridnya. ."
Baru berkata sampai di situ, Ca Bu Kao dan Hee Thian
Siang semua merasa bingung. Sementara itu Say Han Kong


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah melanjutkan ucapannya lagi: "Itu
orang yang memenangkan kudaku, adalah putri tunggal Thian-gwa Ceng-
mo yang bernama Tiong-sun Hui Kheng."
Ketika mendengar disebutnya nama itu, jantung Hee Thian
Siang tergoncang hebat! Sebab sejak ia melihat anak murid
golongan Kun-lun ialah Phoa Soa, yang menggunakan senjata
yang bentuknya mirip dengan pedang tetapi bukan pedang,
hampir ia anggap bahwa wanita yang dahulu pernah dilihatnya
di gunung Siu-gie-san itu adalah murid Kun-lun-pay, tetapi
sekarang setelah mendengarkan keterangan Say Han Kong
demikian, wanita yang selama ini mengganggu dan
membayangi pikirannya sebetulnya adalah putrid tunggal
Thian-gwa Ceng-mo itu! Ca Bu Kao bertanya kepada Say Han Kong: "Say Han
Kong tayhiap berkepandaian sangat tinggi, terutama dalam
ilmu ketabiban dan dalam ilmu obat-obatan, demikian pula
tentang pengalaman dan pengetahuan, sudah tentu lebih
tinggi setingkat daripada orang lain! Dengan cara bagaimana
Tiong-sun Hu Kheng berani bertaruh dengan tayhiap" Dan
dengan cara bagaimana ia bisa memenangkan kuda itu?"
"Nona itu cantik sekali sehingga menimbulkan rasa suka
setiap orang yang melihatnya, disamping itu juga sangat pintar
dan cerdik, tetapi juga nakal! Begitu ia tiba di situ, lantas
memperkenalkan dirinya sendiri, dan menurut katanya bahwa
ia mempunyai seorang suci yang menjadi murid ayahnya
sendiri, tetapi suci itu telah terlibat dengan jaring asmara
sehingga mendapat penyakit yang susah diobati, maka ia
minta aku membuka tiga macam resep!"
Hee Thian Siang kini tahulah sudah bahwa perempuan
yang dikatakan sebagai sucinya itu pasti adalah Bu-san
Siancu Hwa Ji Swat. "Ilmu obat-obatan Say Han Kong tayhiap pada dewasa ini
barangkali tiada orang yang mampu menandingi, sedangkan
nona Tiong-sun itu yang minta resep kepadamu, boleh dikata
tepat pada alamatnya, dengan cara bagaimana ia mengajak
bertaruhan pula?" bertanya Ca Bu Kao yang masih belum
mengerti urusannya. "Menurut keterangan Nona Tiong-sun itu, ia belum pernah
minta tolong kepada orang lain, sekalipun terhadap ayahnya
sendiri, kali ini lantaran penyakit sucinya barulah mengadakan
pengecualian dan berkunjung kepadaku! Jikalau resep itu
cocok, ia bersedia memberi benda pusaka yang jarang ada
didalam dunia, tetapi apabila aku tidak dapat membuka
resepnya, ia lalu Tanya padaku, bagaimana harus berbuat?"
"Dan bagaimana locianpwe menjawab?" Tanya Hee Thian
Siang. "Waktu itu, karena aku memang anggap pengetahuanku
boleh diandalkan, kedua juga tidak menduga bahwa nona
Tiong-sun itu akan mengajukan pertanyaan yang aneh-aneh,
maka aku lalu menjawab kepadanya, sebagai seorang tabib
sudah tentu mengerti membuka resep yang sesuai dengan
penyakitnya. Kalau resep itu tepat, itu adalah kewajibanku
sebagai tabib, maka tidak menginginkan barang hadiah yang
jarang ada didalam dunia! Jikalau aku tidak dapat membuka
resepnya, semua barang yang ada didalam gubugku, ia boleh
mengambil sesukanya!"
Ca Bu Kao yang mendengar ucapan itu lalu memberi
pujian: "Penolakan Say Han Kong tayhiap mengenai hadiah
barang pusaka itu memang tepat, dan itu menunjukkan
kepribadian Say Han Kong Tayhiap yang tinggi. Tetapi entah
resep apa yang diminta nona itu sehingga menyulitkan
tayhiap?" "Kalau benar nona Tiong-sun menanyakan penyakitnya,
sudah tentu aku tidak sampai tidak sanggup menjawabnya!
Berkata Say Han Kong sambil menggelengkan kepala.
"Kedatangan Tiong-sun Hui Kheng adalah urusan sucinya,
jikalau tidak menanyakan penyakit lalu menanyakan apa?"
bertanya Ca Bu Kao heran.
"Penyakit, memang betul penyakit, tetapi penyakit itu bukan
penyakit biasa seperti masuk angin atau panas dingin atau
kecapaian!" "Habis yang Tiong-sun Hui Kheng minta locianpwe buka,
hendak digunakan untuk mengobati penyakit apa?" Bertanya
Hee Thian Siang merasa tertarik oleh pembicaraan itu.
"Resep ke satu, ia menanyakan aku dengan cara
bagaimana menyadarkan orang yang dapat sakit mimpi
mabuk cinta." Menjawab Say Han Kong sambil menghela
napas panjang. "Hmm! Pertanyaan yang ke satu ini selain aneh juga agak
gila! Rupanya tidak seperti orang minta obat atau menanyakan
penyakit, sebaliknya mirip dengan pertanyaan yang
mengandung filsafat hidup! Dan pertanyaan yang kedua?"
bertanya Ca Bu Kao. "Resep yang kedua, ada hubungannya dengan resep ke
satu, dia menanyakan bagaimana memutuskan cinta yang
tidak habis?" "Pertanyaan nona Tiong-sun itu benar-benar sangat baik!
Dan resep ketiga itu barangkali hendak menanyakan
locianpwe, bagaimana cara mengobati orang sakit rindu?"
berkata Hee Thian Siang sambil tertawa geli.
"Hee laote, kau benar-benar sangat pintar! Dugaanmu itu
sedikitpun tidak salah, tetapi unik sih memang unik, sebaliknya
waktu itu aku agak gelagapan tidak dapat menjawab, aku tidak
dapat membuka resepnya orang yang sedang menderita
penyakit seperti itu, maka akhirnya ia menangkan kuda
tungganganku yang istimewa itu!" berkata Say Han Kong
sambil menganggukkan kepala dan tertawa.
Ca Bu Kao juga merasa urusan ini memang betul sangat
unik tetapi juga membuat penasaran orang, hal serupa itu ia
belum pernah dengar sebelumnya, tetapi sehabis
mendengarkan cerita itu, ia lalu berkata dengan perasaan
yang masih diliputi oleh keheranan: "Kuda Ceng-hong-kie Say
Han Kong tayhiap itu galak dan gagah luar biasa, apalagi kuda
serupa itu kebanyakan mengenali majikannya. Dengan cara
bagaimana ia dapat tundukkan dan mau ditunggangi oleh
Tiong-sun Hui-kheng?"
"Pertanyaan Ca lihiap memang benar, aku juga lantaran
urusan ini, dalam hatiku masih merasa heran dan masih
penasaran. Sebab kuda Ceng-hong-kie biasanya susah
didekati oleh orang asing, ternyata begitu jinak dan menurut
benar terhadap Tiong-sun Hui-kheng, kuda itu bukan saja
mandah, bahkan jinak sekali membiarkan Tiong-sun Hui-
kheng menaiki diatasnya, kemudian kabur turun kebawah
gunung!" berkata Say Han Kong sambil menganggukkan
kepala. Ca Bu Kao merasa bahwa urusan itu sesungguhnya sangat
luar biasa, tetapi tiba-tiba Hee Thian Siang sedang berpikir
keras sambil memejamkan matanya, maka ia lalu menegornya
sambil tersenyum: "Hee laote, kau sedang memikirkan apa?"
Hee Thian Siang membuka matanya, dengan sinar mata
yang tajam ia menatap wajah Say Han Kong, kemudian
berkata sambil tertawa: "Aku sedang pikir, seorang seperti Say Han Kong cianpwe
yang sangat pintar dan pandai, ternyata
dapat diakali begitu saja oleh seorang gadis. Tiga resep itu,
sebetulnya tidak susah, sungguh mengherankan kalau
locianpwe dapat kalah begitu mudah sehingga kuda istimewa
itu diakali olehnya!"
Kini giliran Ca Bu Kao yang menatap wajah Hee Thian
Siang dengan sikap keheranan, ia merasa tertarik oleh
keterangan pemuda itu, maka lalu bertanya kepadanya:
"Kalau Hee laote berani berkata demikian, apakah kau
sanggup membuka tiga resep itu?"
"Pertanyaan pertama Tiong-sun Hui-kheng mengenai
penyakit orang mimpi mabuk cinta dan pertanyaan kedua cinta
yang tidak habis, pertanyaan itu sangat kosong, maka kita
juga boleh jawab dengan jawaban yang samar-samar. Hanya
pertanyaan yang ketiga mengenai rindu, karena yang
ditanyakan itu penyakit, maka kita juga harus buka resepnya
untuk mengobati penyakitnya!" berkata Hee Thian Siang
sambil menganggukkan kepala dan tertawa.
Say Han Kong menuangkan tiga cawan arak kepada Hee
Thian Siang, dan ia sendiri juga menuang tiga cawan,
kemudian berkata sambil tertawa: "Aku siorang tua dengan
sungguh-sungguh hati hendak minta pelajaran darimu, maka
setiap kali aku hormati kau dengan secawan arak, aku minta
laote bukakan resepnya untuk mengobati penyakit suci Tiong-
sun Hui-kheng yang terbenam dalam lautan asmara!"
Hee Thian Siang mengambil cawan berisi arak
dihadapannya, lalu berkata sambil tersenyum: "Silahkan
locianpwe Tanya saja, nanti Hee Thian Siang akan coba
menjawab." Ca Bu Kao yang waktu itu juga sedang terlibat urusan
asmara, sudah tentu sangat perhatikan urusan itu, maka ia
pasang telinga benar-benar untuk mendengarkan jawaban
Hee Thian Siang. Say Han Kong mengangkat cawannya, dan minta Hee
Thian Siang minum bersama, seraya berkata sambil tertawa:
"Sekarang aku hendak Tanya kepadamu, bagaimana
menyadarkan orang yang mendapat penyakit mimpi mabuk
cinta?" "Dengar saja beberapa kali suara bedug diwaktu magrib
atau lonceng gereja di pagi hari, orang yang mendapat
penyakit mimpi mabuk itu bukankah lantas mendusin?"
Say Han Kong mengangkat cawannya yang kedua dan
melanjutkan pertanyaannya: "Sekarang kuminta Hee laote,
bagaimana memutuskan cinta yang tidak habis?"
Hee Thian Siang minum kering arak dalam cawannya,
setelah itu ia menjawab sambil tersenyum: "Menggunakan
senjata kecerdikan, menyadari kehilapan sendiri, penyakit itu
bukankah akan lantas putus?"
Ca Bu Kao yang mendengar jawaban itu lantas berkata:
"Semula kukira pertanyaan Tiong-sun Hui-kheng itu
mengandung rahasia kehidupan. Sekarang benar saja Hee
laote menjawab dengan rahasia atau filsafat kehidupan!
Pertanyaannya sudah merupakan hal aneh, dan jawabannya
juga sangat cerdik. Selain mengandung keunikan juga
menyadarkan orang yang sedang mabuk!"
Say Han Kong mengangkat cawannya yang ketiga dan
diberikan kepada Hee Thian Siang seraya berkata:
"Jawabanmu yang ke satu dan kedua memang sangat cerdik.
Tetapi pertanyaan yang ketiga ini mengenai soal benar-benar,
pertanyaan itu ialah tentang obat penyakit rindu" Sekarang
ingin melihat Hee laote bagaimana membuka resepnya?"
Hee Thian Siang kembali minum habis arak dalam
cawannya, kemudian dengan sikap bangga menjawab sambil
tersenyum: "Resep obat penyakit itu sudah ada sejak dahulu
kala, tidak perlu Hee Thian Siang memutar otak untuk
memikirkan! Apa yang dinamakan penyakit rindu itu adalah
merupakan suatu penyakit dalam hati, seperti apa yang
peribahasa kata: Sakit dalam hati harus diobati dengan hati. .!"
Say Han Kong diam-diam mengagumi kecerdikan Hee
Thian Siang, saat itu rasanya ia ingin mencoba kecerdikan
pemuda itu, maka ia segera memotong dan bertanya: "Hee
laote, apa yang kau namakan obat hati itu" Dimana adanya?"
"Dengan hati sujud dan sejujurnya berkunjunglah ke daerah
gunung Bin-san, setelah melewati puncak Hui-than-hong,
melalui berbagai rintangan, tibalah ke lembah Kim-giok-kok, di
sana terdapat sebuah makan yang dinamakan makam bunga
mawar. Di hadapan makam itu menyembah bunga segar dan
membaca doa-doanya minta agar bunga mawar memberikan
restu, dengan demikian itulah merupakan obat hati yang
paling baik untuk menyembuhkan penyakit rindu!"
Jawaban pemuda itu benar-benar sangat mengagumkan
Say Han Kong dan Ca Bu Kao, hingga keduanya pada
menganggukkan kepala, menganggap jawaban Hee Thian
Siang itu luar biasa! Tepat pada saat itu, di atas puncak gunung di belakang
gubug Say Han Kong, tiba-tiba terdengar suara orang tertawa
ramah, kemudian disusul oleh kata-katanya: "Hee Thian
Siang, kau jangan membuat reklame bagi diriku, kau harus
tahu, sebelum aku dapat membantu kau dan Ca Bu Kao untuk
mencapaikan cita-cita kalian berdua, lembah Kim-giok-kok
untuk sementara masih ditutup bagi umum, maka sementara
itu juga tidak akan menerima kunjungan orang, atau memberi
restu bagi orang yang dihinggapi penyakit rindu!"
Ca Bu Kao dan Hee Thian Siang mendengar perkataan itu,
segera mengetahui bahwa suara itu keluar dari mulut duta
bunga mawar, maka keduanya lalu merangkap tangan
memberi hormat menghadap ke belakang gubug Say Han
Kong juga lalu bangkit dari tempat duduknya dan berkata
sambil tersenyum: "Duta bunga mawar, harap unjukkan diri
supaya aku orang biasa yang tidak berguna ini dapat belajar
kenal dengan wajahmu!"
Di puncak gunung itu masih tidak tampak muncul bayangan
orang, hanya suaranya saja yang ramah tamah itu perlahan
menjawab ucapan Say Han Kong: "Say Han Kong tayhiap,
kau merupakan tabib sakti pada dewasa ini, pahalamu seperti
seorang mentri yang bijaksana terhadap Negara, jasamu
terhadap umat manusia jauh lebih besar dari padaku, perlu
apa kau merendahkan diri demikian rupa" Oleh karena masih
ada sedikit urusan, untuk sementara waktu aku masih belum
perlu unjuk muka, setangkai bunga teratai merah ini, tumbuh
di daerah gunung Tay-swat-san, harap kau campur dengan
setetes getah pohon lengci yang umurnya ribuan tahun, yang
kini dibawa oleh Hee Thian Siang. Kau gunakan untuk
memulihkan paras Ca Bu Kao! Mengenai setetes lagi dari
getah pohon mujizat itu, baik hadiahkan saja kepada Hee
Thian Siang supaya dapat digunakan diwaktu perlu!"
Sehabis berkata demikian, dari tengah udara melayang
sebuah kantong obat yang terbuat dari rumput aneh, Say Han
Kong lalu menyambuti benda itu, ketika dibukanya, benar saja
didalam kantong itu ada setangkai bunga teratai warna merah!
Selagi Ca Bu Kao dan Hee Thian Siang merasa kecewa
dengan tidak mau munculnya duta bunga mawar, suara ramah
tadi kembali terdengar dengan pertanyaannya: "Ca Bu Kao,
aku hendak Tanya padamu, jago pedang ketiga golongan
Tiam-cong Liong-hui Kiam-khek Su-to Wie masih mempunyai
saudara tua, yang bernama Su-to Keng dan berjuluk Joko suci


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertangan ganas?" "Su-to Keng dengan Su-to Wie mereka berdua adalah
saudara kembar, wajah mereka berdua memang mirip,
perbedaannya adalah: ditengah-tengah antara kedua alis Su-
to Wie ada sebuah tahi lalat warna merah! Mereka berdua
saudara, yang satu menganut agama, sang adik seorang
sadis, tetapi Su-to Keng pada dua tahun berselang oleh
karena sifatnya yang terlalu jumawa, telah diserang oleh
suciku dengan menggunakan ilmu tangan Sian-ciang-lek,
sehingga terjatuh dalam air dan binasa. Dengan demikian
sehingga permusuhan golongan Lu-hu dan Tiam-cong
semakin dalam. Kemungkinan besar, Su-to Wie juga lantaran
itu sehingga sikapnya berubah, bahkan menggunakan obat
beracun dari golongannya diam-diam merusak wajahku untuk
melampiaskan hawa amarahnya!" menjawab Ca Bu Kao
dengan sikap menghormat. Duta bunga mawar yang berada di puncak gunung setelah
mendengar keterangan itu lalu diam sejenak, kemudian
bertanya kepada Hee Thian Siang: "Hee Thian Siang, dengan
secara kebetulan telah berjumpa dengan pendekar
pemabokan Bo Bu Ju, hingga mengetahui peristiwa di lembah
kematian. Apakah kau pernah menanyakan pada Bo Bu Ju
tentang nona yang pernah kau lihat di gunung Kiu-gi-san itu?"
Dengan wajah kemerahan, Hee Thian Siang menjawab:
"Bo locianpwe menduga tiga orang nona, tiga-tiganya mungkin
merupakan nona yang kulihat di gunung Kiu-gi-san itu. Mereka
adalah Hok-siu In dari Ngo-bie-pay, Liok Giok jie murid ketua
golongan Kun-lun-pay dan Tiong-sun Hui-kheng putri tunggal
Thian-gwa Ceng-mo Tiong-sun-seng!"
"Pandangan matamu benar-benar tinggi sekali, tiga tangkai
bunga itu, semuanya seperti bunga mawar, meskipun
warnanya indah, tetapi durinya tajam! Kalau Bo Bu Ju sudah
menduga demikian, bagaimana dengan pandanganmu
sendiri?" bertanya duta bunga mawar sambil tertawa.
Hee Thian Siang berpikir dulu, barulah menjawab dengan
terus terang: "Tentang Hok Siu In aku sudah pernah bertemu
muka. Nona itu tidak mirip dengan nona yang kulihat di
gunung Kiu-gi-san! Dua yang lainnya jika ditilik dari senjata
mereka Liok Giok Jie agak mirip. ."
"Pikiranmu demikian itu memang benar, senjata Kun-lun-
chek yang digunakan oleh orang-orang Kun-lun-pay jikalau
dilihat dari jauh memang bentuknya mirip dengan pedang
tetapi bukan pedang!"
"Tetapi jikalau ditilik dari tunggangan mereka, hanya Tiong-
sun Hui-kheng yang menangkan kuda Ceng-hong-kie dari Say
Han Kong locianpwe, rasanya yang mirip dengan nona itu!"
Dari atas puncak gunung terdengar suara tertawa terbahak-
bahak duta bunga mawar. Setelah itu terdengar suaranya:
"Aku sudah tahu urusan ini pasti berbelit-belit dan satu sama lain sangat
bertentangan jikalau terlalu mudah, bagaimana
kekuasaan makan bunga mawar dapat sebutan darimu
sebagai obat paling mujarab buat mengobati orang yang sakit
rindu?" Say Han Kong, Ca Bu Kao dan Hee Thian Siang bertiga
yang mendengar ucapan itu membenarkan pendapat duta
bunga mawar. Terdengar pula ucapan duta bunga mawar: "Sekarang aku
hendak pergi menyelidiki beberapa soal yang mencurigakan,
untuk mengeluarkan tangan bagi kalian berdua! Di dunia
Kang-ouw dimana saja kita bisa bertemu. Kepada Say Han
Kong tayhiap, kukira ada baiknya dengan kedudukanmu
sebagai tabib kenamaan, untuk sementara kau berlaku
sebagai comblang dari muda-mudi yang sedang dihinggapi
penyakit rindu ini kalau masing-masing sudah menemukan
orang yang dirindukannya supaya kau jodohkan!"
Sehabis mengucapkan demikian terdengar suara tertawa
terbahak-bahak, setelah itu keadaan sunyi kembali.
Oleh karena duta bunga mawar tadi sudah meninggalkan
pesan, apalagi sudah mengantarkan setangkai bunga teratai
merah, maka Say Han Kong lalu minta setetes getah pohon
lengci Hee Thian Siang, saat itu juga ia segera memasak
obatnya menyembuhkan cacat dimuka Ca Bu Kao, supaya
wanita itu pulih kembali kecantikannya sebagai sediakala!
Dengan keahliannya membuat obat, tabib kenamaan itu
dalam waktu beberapa hari saja sudah membuat paras Ca Bu
Kao pulih seperti biasa! Sedangkan Hee Thian Siang yang
selama ini sudah bergaul agak rapat dengannya, oleh karena
tingkatan wanita itu tinggi setingkat dirinya, maka Hee Thian
Siang merubah panggilannya dan panggil Ca Bu Kao sebagai
Tow-kow atau bibi Ca. Ca Bu Kao setelah pulih kembali parasnya yang cantik, ia
hendak membuka kerudung muka, tetapi dicegah oleh Hee
Thian Siang, kata anak muda itu sambil tersenyum: "Bibi Ca,
mengapa kau begitu suka dengan kecantikan, hingga terburu-
buru hendak membuka kerudung mukamu" Sebaiknya kau
tunggu saja hingga pertikaianmu dengan Su-to Wie dapat
dibereskan oleh pengaruh makam bunga mawar, kemudian
biarlah lelaki yang pernah berlaku jahat terhadap dirimu itu
nanti akan merasa keheranan!"
Su-to Wie bukan saja sudah berlaku kejam terhadap diriku,
malahan ia sudah terjatuh di bawah telapak kaki Tho-hwa Nio-
cu Kie Liu Hiang! Maka sekalipun duta bunga mawar dengan
susah payah berusaha menolong diriku, barangkali masih
susah untuk memperbaiki perhubungan kami lagi! Tetapi
mengingat katamu demikian tadi, biarlah untuk sementara aku
tidak akan membuka kerudungku dulu, supaya buat
peringatan untuk kemudian hari!" berkata Ca Bu Kao dengan
suara sedih. Hee Thian Siang sehabis mendengar jawaban itu baru saja
hendak membuka mulut, tiga orang itu tiba-tiba seperti
mendengar suara sesuatu, sang Say Han Kong yang berlaku
sebagai tuan rumah, matanya lalu ditujukan ke bawah dan
berkata sambil tertawa: "Di bawah, adakah orang yang dating
berkunjung" Apakah ingin mencicipi arak anggurku yang
dibuat dengan cara istimewa, apakah kau adalah San-cu Lo-
pan Oe-tie Khawtie Khauw, pengemis tua yang senang
mencopet itu?" Di bawah puncak Tian-sim-peng, terdengar suara tertawa
yang aneh, ketika tertawa itu sirep di hadapan mereka tampak
seorang pengemis kurus yang banyak tambalan, ketika
berhadapan dengan tiga orang itu pengemis tersebut lalu
berkata dengan suara nyaring sambil menunjuk Say Han
Kong: "Kau si tabib yang suka menjual obat palsu ini, bagaimana
kau hanya menebak aku dengan kesukaanku minum arak"
Tahukah kau bahwa pada dewasa ini dunia Kang-ouw sedang
menghadapi banyak urusan, bahaya maut sudah mengancam,
orang-orang yang akan datang kemari untuk meminta obat
pemunah racun, kuduga pasti akan membuat ramai
kediamanmu. Barangkali kau juga tidak ada waktu lagi untuk
minum arak!" "Pengemis tua, kau jangan membual dulu, mari
kuperkenalkan kau dengan kawan-kawanku ini!" berkata Say
Han Kong sambil tertawa. Sehabis berkata demikian, selagi menunjuk Ca Bu Kao dan
belum memperkenalkan diri wanita itu, Oe-tie Khawtie Khaw
sudah berkata lebih dahulu sambil perdengarkan suara
tertawanya yang aneh: "Nona ini aku kenal, ia adalah salah
seorang kuat dari golongan Lo-hu-pay, namanya Nona Ca dan
julukannya Ling-po Giok-lie, betul tidak" Dan kau sekarang
perkenalkan aku dengan sahabat muda yang berwajah
tampan dan bertubuh kekar itu!"
Hee Thian Siang tahu bahwa Oe-tie Khawtie Khaw juga
merupakan seorang pendekar luar biasa dalam rimba
persilatan pada dewasa ini, sifat orang itu suka membanyol
dan suka bergurau, didalam kalangan Kang-ouw dapat julukan
Pencuri sakti dan Ahli pertukangan, maka ia lantas bangkit
dan memberi hormat serta berkata: "Aku yang rendah Hee
Thian Siang, keluaran dari golongan Pak-bin, suhuku Hong-
poh. ." Belum habis ucapannya, Oe-tie Khawtie Khauw sudah
mengulurkan tangannya mengambil sebotol arak, kemudian
ditenggaknya, setelah itu ia berkata sambil tertawa lebar.
"Nona Ca pendekar wanita dari golongan Lo-hu, dan Hee
lote murid dari golongan Pak-bin, sungguh beruntung aku hari
ini dapat berkenalan dengan kalian berdua! Terutama arak
buah anggurmu tabib tukan bohong ini rasanya semakin lama
semakin enak, benar-benar luar biasa!"
Ca Bu Kao dan Hee Thian Siang yang menyaksikan sikap
lucu Oe-tie Khawtie Khaw semuanya merasa geli, Say Han
Kong lantas berkata sambil tertawa: "Pengemis tua, sudah
berapa kali sebetulnya kau belum pernah minum arak"
Bagaimana baru melihat arak saja sudah rakus demikian
rupa" Kau tadi kata bahwa dunia Kang-ouw banyak urusan,
bahaya maut sedang mengintai, mengapa kau baru berkata
sebagian lantas tidak melanjutkan lagi?"
Oe-tie Khaw mendelikkan mata kepada Say Han Kong,
kemudian barulah berkata dengan suaranya yang aneh.
"Mana arakmu lagi" Aku pengemis tua yang dating
berkunjung kemari mulutku sudah merasa haus! Jikalau kau
sudah tidak ada arak untuk menghilangkan rasa hausku ini,
bagaimana kau dapat menyuruh aku mengobrol begitu saja?"
Say Han Kong hanya tertawa sambil menggeleng-
gelengkan kepalanya, setelah itu ia masuk ke dalam
gubungnya untuk mengambil araknya lagi, disamping itu ia
juga mengambil sebuah cawan besar, diletakkan di hadapan
Oe-tie Khaw baru berkata padanya:
"Kedatangan tetamu rakus seperti kau ini, sesungguhnya
merupakan bahaya bagi tempatku Thian-sim-peng ini! Ini
adalah sisa arak lamaku yang sudah kusimpan sepuluh tahun
lamanya, namun masih tinggal setengah botol, tapi rasanya
sudah cukup utnuk memenuhi perutmu yang gemar arak ini.
Kau minum sambil menceritakan apa yang pernah kau lihat
dan dengar di kalangan Kang-ouw, dan bagaimana kau
katakana mendadak ada banyak urusan?"
Oe-tie Khaw mengambil botol arak itu dan dituangkan
penuh dalam cawan yang besar, ia lalu meminumnya dan
sesudah merasa puas baru berkata sambil tertawa: "Tahukah
kalian bahwa nanti pada tanggal 15 bulan 12 tahun ini, akan
ada pertemuan besar yang sangat ramai antara orang-orang
rimba persilatan" Pertemuan itu akan diadakan di puncak
gunung Thian-tu-hong daerah gunung Tay-san!"
Say Han Kong bertiga yang mendengar ucapan itu
semuanya terkejut. Ca Bu Kao yang lebih dulu membuka
mulut bertanya kepadanya: "Pertemuan orang-orang riba
persilatan itu apakah sebetulnya yang menggerakkan" Dan
siapa-siapa yang diundang untuk hadir?"
Sebelum menjawab, Oe-tie Khaw yang gemar minum arak
itu, minum dulu araknya sampai puas, setelah itu baru
menjawab sambil perdengarkan suara tertawanya yang aneh:
"Sucimu ketua Lo-hu-pay Peng-sim Sin-nie, merupakan salah
satu dari tiga orang yang menggerakkan pertemuan itu, dua
yang lainnya adalah ketua Bu-tong-pay Hong Hwat Cinjing
dan ketua Tiam-cong-pay Thiat-kwan Totiang! Orang orang
yang diundang. ." Hee Thian Siang mengerti bahwa pertemuan besar itu pasti
lantaran duri berbisa berujung tiga yang mengganas dan
melukai orang secara menggelap. Maka sebelum pengemis
tua itu menjelaskan orang-orangnya, ia lalu bertanya: "Oe-tie Khawtie cianpwe,
bolehkah boanpwe numpang Tanya, orang
yang diundang oleh tiga ketua partai itu, apakah bukan ketua
partai Kun-lun-pay?"
Dengan perasaan agak heran Oe-tie Khaw menatap wajah
Hee Thian Siang, kemudian baru menjawab sambil
mengganggukkan kepalanya: "Dugaanmu tidak salah, orang
yang diundang oleh Peng-sim Sin-nie, Hong Hwat Cinjing dan
Thiat-kwan Totiang, memang benar adalah ketua golongan
Kun-lun-pay. Tetapi Tie-hui-cu tidak berani dengan kekuatan
satu partai untuk menghadapi kekuatan tiga partai, oleh
karena itu maka ia juga mengajak sahabat karibnya Hian-hian
Sian-lo ketua golongan Ngo-bie-pay dan Peng-sim Sin-niecek
Sin-kun Sin To Hay ketua golongan Swat-san-pay! Coba
kalian bertiga pikir, pertemuan besar yang akan diadakan di
puncak gunung Thian-tu-hong itu, ada begitu banyak ketua-
ketua partai persilatan yang akan hadir, selain dari itu, orang-
orang persilatan dari berbagai tempat yang akan turut datang
menyaksikan keramaian, jumlahnya tentu juga tidak sedikit.
Apakah itu bukan merupakan suatu pertemuan rimba
persilatan yang luar biasa?"
Berkata sampai di situ ia diam sejenak, wajahnya
menunjukkan sikap menyesal, kemudian melanjutkan
perkataannya: "Diantara delapan partai besar, kecuali yang
sudah pernah tanam bibit kebencian akan mengadu kekuatan,
umpama partai Lo-hu dan Tiam-cong, yang memang sudah
sering mengadakan pertemuan dan masih menanam bibit
permusuhan, yang agak mengherankan ialah partai Kie-lian-
pay paling belakangan ini akrab sekali hubungannya dengan
partai Tiam-cong, kalau dating pasti akan berdiri di belakang
Tiam-cong-pay, partai-partai Kun-lun dan Swat-san yang
sudah pasti akan berdiri sebagai musuh dengan partai-partai
Bu-tong, Ngo-bie dan Tiam-cong, bagaimana rimba persilatan
bisa aman" Sudah tentu dalam rimba persilatan selanjutnya
pasti akan timbul onar yang tidak henti-hentinya."
Sehabis berkata demikian, kembali ia minum kering sisa
arak dalam cawannya, setelah itu ia berkata pula sambil
menunjuk Say Han Kong: "Berdasarkan keadaan seperti apa
yang kuceritakan tadi, bukankah dunia Kang-ouw selanjutnya
akan banyak urusan dan menghadapi ancaman bahaya maut"
Kau manusia aneh yang dapat julukan tabib sakti dewasa ini,
sebaliknya masih senang-senang dan enak-enakan minum
arak di atas kediamanmu Thian-sim-peng ini, mengapa kau
begitu pelit dengan obat-obatmu, mengapa kau tidak pikirkan
turun gunung untuk mengamalkan kepandaianmu itu
membawa rebut besar, dalam persilatan pasti akan terjadi
pertumpahan darah, setidak-tidaknya kau harus menggunakan
obatmu untuk menolong orang-orang yang terluka, apalagi
bagi orang-orang yang terus menghadapi ancaman bahaya
senjata duri beracun!"
Hee Thian Siang yang sejak tadi mendengarkan dengan
tenang semua berita pengemis tua itu, lalu berkata kepada Ca


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bu Kao sambil tertawa: "Didalam pertemuan itu, karena Peng-
sim Sin-nie sebagai salah seorang yang menggerakkan,
barangkali bibi Ca perlu juga hadir! Maka alangkah baiknya
jika kita segera turun gunung, di sepanjang jalan kita dapat
menyelidiki hal-hal yang mencurigakan, dan siapa tahu kita
nanti menemukan hal-hal yang ada hubungannya dengan duri
beracun itu!" Ca Bu Kao menganggukkan kepala sambil tersenyum. Hee
Thian Siang lalu bertanya pula kepada Say Han Kong:
"Apakah Say Han Kong locianpwe juga hendak berjalan
bersama kami?" "Pada waktunya aku pasti akan datang ke puncak Thian-tu-
hong dan turut menyaksikan kejadian itu, tetapi sekarang ini
aku tidak bisa berjalan bersama kalian!" menjawab Say Han
Kong sambil tertawa. Hee Thian Siang merasa heran hingga menanyakan apa
sebabnya, Say Han Kong lalu menjawab sambil tersenyum:
"Apa yang dikatakan oleh pengemis tua tadi memang benar,
aku hendak mengamalkan kepandaianku dalam ilmu obat-
obatan, hendak mencegah atau menolong sahabat-sahabat
rimba persilatan yang sedang menghadapi bencana! Maka
selama ini aku masih perlu menyediakan dan masak obat-obat
yang perlu kugunakan untuk menolong orang-orang itu!"
Hee Thian Siang yang mendengar keterangan itu lalu
mengeluarkan sisa setetes getah pohon lengci, botol itu
diberikan kepada Say Han Kong, dan berkata: "Say Han Kong
locianpwe, dalam botol ini masih ada sisa setetes getah pohon
lengci, jikalau locianpwe campur dengan obat-obatan
mujarabmu pasti akan menambah mujarabnya!"
Say Han Kong dengan tangan memegang botol matanya
terus memandangi wajah Hee Thian Siang, kemudian berkata
dengan sungguh-sungguh: "Laote jangan terlalu royal, setetes
getah pohon lengci ini khasiatnya hampir dapat menghidupkan
orang yang hampir mati! Apabila di kemudian hari laote
berkelana di dunia Kang-ouw dan menjumpai bahaya yang
tidak terduga-duga, dengan adanya obat mujarab ini mungkin
kau dapat menghindarkan kau dari segala bahaya. ."
Hee Thian Siang tidak menunggu habis ucapan Say Han
Kong, lantas berkata dengan lantang: "Hee Thian Siang
dengan bekal kepandaian yang diberikan oleh suhu untuk
berkelana di dunia Kang-ouw, didalam perjalanan itu, Hee
Thian Siang hanya menitik beratkan kepada persoalan mana
yang benar dan mana yang salah, tapi tidak menghiraukan
soal untuk rugi maupun bahaya! Sebaiknya locianpwe
gunakan saja setetes getah pohon lengci ini, untuk dicampur
dengan obat-obat yang kau masak, supaya saat digunakan
untuk menolong orang yang menderita dengan demikian juga
tidak menyia-nyiakan harapan dan cinta kasih It-pun Sin-ceng
yang menghadiahkan getah ini!"
Oe-tie Khaw yang mendengar perkataan Hee Thian Siang
tadi, mendadak melepaskan cawan di tangannya, lalu
mengacungkan dua ibu jarinya, seraya berkata sambil tertawa:
"Ada orang kata bahwa ksatria-ksatria itu bibitnya harus dicari dari angkatan
muda! Hari ini aku si tua bangka baru tahu
bahwa ucapan itu sedikitpun tidak salah. Semangat anak-anak
muda memang hebat! Hee laote menghadiahkan bahannya,
tua bangka orang she Say Han Kong memasak obatnya,
sedang aku yang tidak bisa apa-apa hanya hendak membantu
mengipasi api, barangkali saja akan kebagian sedikit pahala!"
"Pengemis tua, seumur kau memang mau nebeng saja,
bagaimana jadi tukang kipas api, ingin mendapat bagian
pahala" Jelas maksudmu ialah tidak tega meninggalkan botol
arakku, sebelum isinya itu kering semua!" berkata Say Han
Kong sambil tertawa geli.
Oe-tie Khaw mendelikkan matanya, memandang Say Han
Kong dan berkata dengan suara keras: "Tua bangka, kau
jangan menghina orang, aku si pengemis tua sudah bertekad
hendak mendirikan suatu pahala yang besar sekali dalam
pertemuan orang-orang rimba persilatan di puncak gunung
Thian-tu-hong nanti!"
"Pengemis tua, dengan orang-orang berkepandaian seperti
aku dan kau ini, kalau disbanding dengan ketua-ketua delapan
partai besar, ibarat bumi dan langit. Tapi aku masih dapat
menggunakan ilmuku dalam bidang pengobatan, untuk
membantu mereka yang terluka atau yang terkena racun,
sedangkan kau memiliki kepandaian apa, kau berani
membuka mulut besar seperti ini?"
"Tua bangka, kau jangan membanggakan kepandaianmu
ilmu pengobatan yang hanya begitu saja, kalau kau tidak
percaya lihat saja apa yang nanti akan kulakukan, pasti akan
jauh lebih besar artinya daripada apa yang kau lakukan!
Sebab mengobati orang yang terluka atau yang terkena racun
hanya dilakukan sesudah ada orang jatuh korban, tetapi
rencana yang terkandung dalam hatiku sebaliknya adalah
suatu rencana yang mencegah sebelum perkara itu terjadi!"
"Oo!" berkata Say Han Kong heran: "Pengemis tua,
bagaimana kau berani mengucapkan perkataan demikian"
Dengan menggunakan akal apa kau sanggup mencegah
delapan ketua partai besar yang sudah mengadakan
perjanjian itu hingga tidak melangsungkan pertemuannya?"
"Aku tadi bukan kata bahwa aku dapat mencegah delapan
ketua partai supaya membatalkan maksudnya yang hendak
mengadakan pertemuan, tetapi aku boleh berusaha supaya
pertemuan orang persilatan yang mengandung bahaya besar
ini, mengurangi jatuhnya korban, dan memperkecil bencana!"
Say Han Kong agaknya masih merasa curiga dan tidak
percaya ucapan pengemis tua itu, ia menatap dirinya sekian
lama lalu bertanya lambat-lambat: "Jikalau kau benar-benar
dapat melakukan seperti apa yang kau katakana ini, jasa itu
sudah lebih dari cukup! Pengemis tua, kalau kau memang
benar mempunyai rencana yang bagus, mengapa kau tidak
mau bicara terus terang, supaya kita juga bisa Bantu untuk
mempelajarinya?" "Rahasia alam tidak boleh dibocorkan, jikalau tidak,
rencanaku ini pada waktunya akan berubah tidak manjur lagi!"
Pembicaraan itu telah ditutup sampai di situ. Ca Bu Kao
dan Hee Thian Siang lalu minta diri kepada mereka!
Say Han Kong tahu bahwa mereka selain melakukan
perjalanan di kalangan Kang-ouw dan pada nanti tanggal 16
bulan 12 berkunjung ke puncak gunung Thian-tu-hong, untuk
menghadiri pertemuan besar itu, masih ada keperluan lain
yang belum diselesaikan, maka ia tidak menahannya,
menjanjikan pada waktu dan tanggal itu nanti bertemu lagi di
atas puncak Thian-tu-hong.
Begitu turun gunung, Hee Thian Siang lalu bertanya
kepada Ca Bu Kao: "Bibi Ca, bagaimanakah sebetulnya
kelakuan orang-orang Kun-lun-pay. Mengapa Say Han Kong
locianpwe percaya bahwa mereka tidak bisa melakukan
kejahatan?" "Orang-orang Kun-lun-pay di bawah pimpinan Tie-hui-cu,
disiplinnya sangat keras, biasanya memang tidak melakukan
kejahatan, mereka tawar terhadap nama dan kedudukan, juga
jarang mempunyai musuh di kalangan Kang-ouw!"
"Kalau benar seperti bibi Ca dan Say Han Kong katakana,
mengapa ketika aku kembali dari perjalananku di lembah
kematian, aku telah menyaksikan dengan mata kepalaku
sendiri, dua murid Kun-lun-pay pernah menggunakan senjata
rahasia yang bentuknya berduri ujung tiga, senjata itu mirip
dengan senjata yang digunakan untuk membokong Peng-sim
Sin-nie dan Thiat-kwan Totiang?"
"Kalau kau benar pernah melihat senjata rahasia itu, dan
mengenali adalah serupa benar, dengan senjata rahasia yang
digunakan untuk membokong suci itu, ada kemungkinan
bahwa orang-orang Kun-lun-pay hanya diluarnya saja yang
tawar terhadap nama dan kedudukan, padahal dalam hati
mereka mengandung ambisi besar, hendak menumpas
pengaruh golongan-golongan lainnya, dengan demikian
hingga bisa menguasai rimba persilatan. Ini hanya
kemungkinan, aku belum bisa memastikan. Jikalau tidak, suci
dan ketua Tiam-cong, kalau belum mendapat buktinya yang
nyata bagaimana dengan mendadak mengundang ketua Kun-
lun-pay mengadakan pertemuan besar di puncak Thian-tu-
hong?" "Setidak-tidaknya aku dapat menunjuk dan membuktikan
bahwa dua murid Kun-lun-pay Tio Giok dan Phoa Soa pernah
menggunakan senjata semacam itu, di daerah gunung Cong-
lam-san, membunuh seekor ular aneh yang dinamakan Swat-
kap Khe-kwan. Kecuali mereka dapat mengemukakan
alasannya yang kuat, bagaimanapun juga mereka tidak akan
dapat mengelakkan tuduhan membunuh tiga orang penting
Bu-tong-pay dan membokong ketua Lo-hu dan Tiam-cong!"
Ca Bu Kao yang usia, tingkatan dan pengalamannya
semua jauh lebih banyak dari Hee Thian Siang, sudah tentu
jauh mengerti dalam segala urusan. Ia tahu bahwa tuduhan
mencelakakan orang dengan menggunakan duri beracun itu
jikalau benar dilakukan oleh orang-orang Kun-lun-pay, maka
tindakan Bu-tong, Lo-hu dan Tiam-cong yang hendak minta
keadilan sudah tentu merupakan suatu tindakan yang
seharusnya. Jikalau tidak, apabila Kun-lun merasa penasaran
maka golongan Ngo-bie dan Swat-san yang berdasar atas
setia kawan, lalu membantu pihak Kun-lun-pay, bukankah
akan terjadi suatu pertumpahan darah hebat" Pertempuran itu
andai benar nanti terjadi, bukan saja puncak Thian-tu-hong
akan banjir darah, tetapi juga akan membawa bencana bagi
seluruh rimba persilatan! Maka diam-diam dalam hatinya
berpikir: pertemuan di puncak Thian-tu-hong itu akan
dilakukan tanggal 16 bulan 12, sedang sekarang baru bulan 9,
jadi masih ada waktu 3 bulan lebih, waktu itu cukup digunakan
untuk pesiar lebih dulu, juga apabila didalam perjalanan dapat
menemukan tanda-tanda atau bukti yang mengentengkan
atau membersihkan dosa Kun-lun-pay, mungkin dapat
digunakan untuk memperbaiki nama partai itu dan mencegah
terjadinya bencana besar!
Karena berpikiran demikian maka setiap tiga ditempat yang
indah pemandangan alamnya, Ca Bu Kao pesiar sepuas-
puasnya, sedangkan Hee Thian Siang yang juga mengandung
pikiran sama dengannya apalagi sifatnya yang suka dan ingin
tahu segala perkara, sudah tentu dapat mengawani wanita itu.
Mereka dari gunung Siong-san melanjutkan perjalanannya
ke Propinsi An-wie, setelah keluar dari daerah San-se, lalu
memasuki daerah pegunungan Hok-gu-san yang letaknya di
Propinsi Ho-lam, setelah pesiar beberapa hari di lembah
pegunungan itu, barulah menjumpai suatu kejadian aneh!
Daerah itu merupakan daerah pegunungan yang banyak
puncak-puncak gunung yang menjulang tinggi, karena
beberapa goa yang terdapat disitu oleh Ca Bu Kao
dianggapnya kurang bersih, maka bersama Hee Thian Siang
hendak melewati waktu malam di bawah sebuah pohon yang
letaknya ditengah-tengah gunung!
Waktu itu malaman tanggal 18 bulan 10, rembulan di udara
sudah terang, keduanya yang duduk bersila sedang samadi,
cukup lama, Hee Thian Siang yang merasa sudah segar
kembali lalu membuka matanya dan memandang Ca Bu Kao
sambil tersenyum, selagi hendak membuka mulut bicara, tiba-
tiba matanya dapat lihat di sebelah Barat daya, kira-kira
beberapa puluh tombak dari tempat ia semedi, di bawah
puncak gunung yang lain, ada api warna hijau seperti lentera,
naik setinggi kira-kira dua tombak. Api itu sebentar nyala
sebentar padang, dan akhirnya padam sama sekali.
Hee Thian Siang lalu bertanya dengan keheranan: "Bibi Ca,
lihat! Apakah itu" Perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang
dunia Kang-ouw, ataukah ilalang kering yang menimbulkan api
di lembah gunung ini?"
Ca Bu Kao yang mendengar pertanyaan itu, selagi hendak
menjawab, tiba-tiba di bawah bukit sana, kembali tampak api
warna hijau itu, yang aneh naik tinggi ke tengah udara! Dua
orang itu tidak berani membuka mulut lagi, mereka perhatikan
api itu, ternyata setelah timbul dan naik sembilan kali baru
tidak tampak lagi! Tidak perlu Tanya lagi, Hee Thian Siang
sudah dapat menduga bahwa api itu dinyalakan oleh orang-
orang Kang-ouw! Benar saja Ca Bu Kao lalu berbisik-bisik di
telinganya: "Api itu adalah senjata rahasia yang biasa digunakan oleh
orang-orang dari golongan Kie-lian-pay, juga merupakan
tanda saling mengenal diwaktu malam. Api itu dinamakan KIU
YULENG HWI! Jumlah api yang dipasang dan dilepas tinggi
boleh digunakan untuk menunjukkan kedudukan orangnya,
paling sedikit tiga dan paling banyak sembilan. ."
"Tadi api itu semuanya berjumlah sembilan, apakah ketua
Kie-lian-pay sendiri juga ada di bawah kaki puncak gunung
itu?" "Ketua golongan Sie-lian-pay Khi-tay-cao,
sedang menggunakan api Kiu-ju Leng-hwe, untuk mengumpulkan
anak buahnya. Entah mereka hendak mengadakan pertemuan
rahasia apa?" JILID 4 Baru berkata sampai di situ, wanita itu tiba-tiba
mengeluarkan seruan tertahan, dan berkata pula dengan
perasaan terkejut: "Pertempuran besar di puncak gunung
Thian-tu-hong itu, meskipun diadakan oleh ketua partai-partai
ini, tetapi tidak terdapat ketua dari partai Kie-lian dan Siau-lim!
Andaikata Khie-tay-cao hendak datang, juga tidak perlu
datang demikian pagi! Apakah maksudnya ia datang ke
tempat begitu jauh ke gunung Hok-gu-san bersama anak
muridnya?" Mereka toh akan mengadakan pertemuan di gunung itu,
perlu apa kita repot menduga-duga" Bukankah lebih baik kita
diam-diam mengintai ke sana?"
Sehabis berkata demikian, ia sudah bergerak hendak pergi,
tetapi buru-buru dicegah oleh Ca Bu Kao, katanya dengan
suara perlahan: "Kie-tay-cao menggunakan tanda api Kiu-yu
Leng-hwe, mengumpulkan seluruh anak buahnya. Tanda api
itu dilepas demikian tinggi, dapat diduga bahwa jumlahnya
orang pasti sangat banyak, juga bukan berada di tempat yang
dekat! Jikalau kita pergi sekarang ini, ada kemungkinan bisa
berjumpa dengan orang-orangnya. Ini bukan saja sangat
berbahaya buat kita, tetapi juga seolah-olah mengeprak
rumput mengejutkan ular tidur, sebelum tertangkap ularnya
sudah kabur lebih dahulu!"


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu, terpaksa
membatalkan maksudnya dan duduk kembali di tempatnya,
katanya dengan suara perlahan sambil tertawa, "Maksud bibi
Ca, apakah akupun harus menunggu sampai semua orang-
orang golongan Kie-lian-pay itu sudah berkumpul, barulah kita
boleh pergi ke sana untuk mengintai?"
"Sekarang baru jam dua malam, kita tunggu sampai jam
tiga baru pergi, rasanya juga belum terlambat!" Berkata Ca Bu Kao sambil melihat
keadaan cuaca. Setelah itu, ia berkata
sambil menunjuk ke arah Barat Daya.
"Kau lihat, di sana sudah ada jawaban, bahkan orang yang
datang itu adalah salah satu orang penting dari golongan Kie-
lian-pay!" Hee Thian Siang menujukan pandangan matanya ke arah
yang ditunjuk oleh Ca Bu Kao, benar saja dari arah itu tampak
olehnya api warna hijau yang berjumlah tujuh, perlahan
padam tertiup angin! Selanjutnya dari jurusan Timur laut dan Barat, semua
sudah memberi jawaban, masing-masing diluncurkan tujuh api
yang serupa, ada juga yang enam atau delapan, tetapi tiada
satu pun yang enam ke bawah!
"Nampaknya orang-orang kuat golongan Kie-lian-pay
hampir semuanya sudah keluar dari sarangnya. Hal ini benar-
benar merupakan suatu kejadian aneh!" Berkata Ca Bu Kao
kepada dirinya sendiri. Sebaliknya dengan Hee Thian Siang yang sama sekali
tidak memikirkan urusan orang lain, dalam anggapannya, lebih
banyak orang kuat yang datang, itu lebih baik baginya. Sebab
malam itu setidak-tidaknya ia akan dapat menyaksikan suatu
pertunjukan yang ramai! Hening sesaat, Ca Bu Kao berkata dengan suara sangat
perlahan, "Orang-orang kuat Kie-lian-pay yang sudah di sini, jumlahnya tidak
sedikit. Sebentar lagi kita boleh pergi
mengintai! Aku tahu adatmu keras kepala dan sombong,
sedangkan kau sendiri selamanya juga belum pernah
mengalah kepada orang. Tetapi malam ini ada suatu
ketentuan yang harus kita perhatikan!"
Melihat sikap sungguh-sungguh dari Ca Bu Kao, Hee Thian
Siang lalu bertanya kepadanya, "Bibi Ca, kau maksudkan
ketentuan apa yang harus kita perhatikan" Mengapa kau tidak
jelaskan" Asal pantas, sudah tentu aku akan mendengar
perkataanmu!" Terhadap pemuda yang sifatnya keras kepala, sombong
dan agak nakal ini, Ca Bu Kao benar-benar merasa susah
menghadapinya. Ia memandang sejenak, baru berkata sambil
mengerutkan alisnya, "Sebab, golongan Kie-lian-pay sedang
mengumpulkan semua orang-orang pentingnya, maksud
kedatangan mereka itu sesungguhnya sangat mencurigakan,
maka malam ini kita harus berlaku hati hati. Usaha kita ini
harus dititik beratkan kepada usaha mencari rahasia, sedapat
mungkin menghindarkan pertempuran ! "
Hee Thian Siang menganggukkan kepala dan tertawa, ia
anggap bahwa ketentuan itu memang benar.
Sementara itu Ca Bu Kao sudah melanjutkan ucapannya:
"Akan tetapi, orang orang dari golongan Kie-lian-pay itu
semuanya buka orang orang sembarangan, apabila tindakan
kita ini kepergok oleh mereka dan jikalau perlu harus turun
tangan untuk memberi perlawanan, ada dua hal yang harus
kita perhatikan !" Hee Thian Siang yang mendengar ucapan "turun tangan",
semangatnya lantas terbangun, dengan muka berseri-seri, ia
mendengarkan Ca Bu Kao yang melanjutkan keterangannya:
"Ke satu, kita harus waspada terhadap senjata rahasia mereka
yang bernama Kiu-yu Leng-hwee yang tadi kita sudah
saksikan, apa semacam itu tidak dapat dipadamkan oleh air,
juga tidak dengan kekuatan tangan saja, api itu jikalau
mengenakan badan kita, bukan saja dapat membakarnya
sehingga kulit badan melepuh, tapi juga akan hangus oleh
racunnya yang sangat berbisa !"
Hee Thian Siang ingat betul pesan itu, ia bertanya lagi
sambil tertawa: "Kesatu yang kita harus perhatikan ialah api Kiu-yu Leng-
hwee, dan kedua itu apa ?""
"Kedua ialah senjata tongkat baja yang berbentuk sayap
elang, senjata ketua golongan Kie-lian-pay itu beratnya
seratus lima puluh kati ! Khie Tay-cao bukan saja sudah
berhasil menciptakan ilmu tongkat baja itu yang khusus untuk
menggempur senjata tajam lawannya, tetapi juga dapat
digunakan untuk menotok dua jalan darah badan lawannya.
Pemimpin Kie-lian-pay itu, juga merupakan seorang yang
tenaga besar, gagah dan berani mati, sesungguhnya
merupakan salah seorang terkuat dari lima ketua partai besar
dalam rimba persilatan dewasa ini ! "
Hee Thian Siang karena tahu benar bahwa Ca Bu Kao
didalam rimba persilatan namanya sangat kesohor, ilmu
tangan kosongnya dari golongan Lo-hu-pay sudah mencapai
ketaraf yang tinggi, kalau dibanding dengan ilmu
kepandaiannya sendiri, masih jauh tidak menempil ! Wanita itu
masih jeri menghadapi tongkat Kie Tay Cao dan senjata api
Kiu-yu Leng-hwee, bahkan memberi pesan wanti-wanti
kepadanya demikian rupa, maka sudah semestinyalah kalau
ia sendiri berlaku sedikit hati-hati, jangan sampai menempuh
bahaya, sehingga menodai nama baik perguruannya sendiri !
Sementara itu di beberapa tempat yang tadi muncul api-api
warna hijau tampak lompat melesat tiga empat bayangan
orang, dengan gerakan yang gesit dan ringan lari serabutan
menuju ke tempat yang mengeluarkan apa pertanda semula.
Ca Bu Kao waktu itu mendongakkan kepala melihat cuaca,
agaknya sudah jam tiga hampir pagi, maka lalu siap-siap
hendak melakukan pengintaian, baru saja hendak mengajak
Hee Thian Siang untuk pergi bersama sama, dengan tiba-tiba
dari arah Timur laut terdengar pula suara sentilan pedang
sampai tiga kali banyaknya !
Tiga kali suara sentilan pedang itu sebetulnya tidak menarik
bagi orang biasa, tetapi bagi Ca Bu Kao seolah-olah
mempunyai daya penarik luar biasa, sehingga wanita yang
berkepandaian sangat tinggi itu ketika mendengar bunyi tadi
sekujur tubuhnya bergetar !
Kiranya Ca Bu Kao bukan saja sudah dapat mengenali
bahwa tiga kali suara sentilan pedang tadi adalah tanda
rahasia Liong-hui Kiam-Khek Su-to Wie yang dalam barisan
jago pedang golongan Tiam-cong merupakan orang yang
ketiga, tetapi juga merupakan kode rahasia jikalau hendak
mengadakan pertemuan di kala cinta kasih mereka sedang
hangat hangatnya ! Sebaliknya dengan Hee Thian Siang yang tidak
mengetahui tanda rahasia suara sentilan pedang tadi, begitu
melihat Ca Bu Kao setelah memperhatikan keadaan cuaca,
dengan tiba-tiba terpaku, maka ia lantas menegornya:
"Bibi Ca, orang-orang dari golongan Kie-lian-pay sudah
tidak sedikit yang datang berkumpul di lembah ini, cuaca
agaknya sudah hampir jam tiga !"
Ca Bu Kao uang mendengar tegoran itu wajahnya merah
seketika, sambil memaksakan diri untuk tertawa ia menjawab:
"Salah seorang kenalan lamaku, dengan tiba-tiba datang
kemari bahkan sudah mengeluarkan tanda untuk mengadakan
pertemuan. . " Hee Thian Siang dapat kenyataan bahwa Ca Bu Kao agak
keberatan untuk pergi bersamanya, maka lalu berkata sambil
tersenyum: "Bibi Ca, silahkan bibi pergi menemui kawan lama, dengan
seorang diri aku hendak pergi dulu ke bawah puncak dekat
gunung sana untuk mengintai mereka, aku akan perhatikan
pesanmu, aku tidak akan berlaku gegabah supaya tidak
menimbulkan onar ! "
"Begitupun baik, kau pergi menuju ke Barat daya
sedangkan aku menuju ke Timur laut, setelah kita kedua pihak
menyelesaikan urusan masing-masing, nanti bertemu lagi di
tempat ini !" Berkata Ca Bu Kao sambil menganggukkan
kepala. Hee Thian Siang yang sudah tidak sabaran jika mendengar
ucapan itu dengan cepat lantas bergerak, tetapi di telinganya
masih dapat menangkap pesan Ca Bu Kao yang diucapkan
dengan suara pelahan: "Jangan lupa, perhatikan senjata yang
berupa tongkat baja dan api Kiu-yu Leng-hwee !"
Hee Thian Siang yang sudah menganggur banyak hari,
sekarang telah mendapat kesempatan untuk bergerak lagi,
apalagi hendak menyaksikan keramaian, sudah tentu sangat
gembira sehingga tidak pernah memikirkan apa yang akan
terjadi atas diri bibinya, ia juga tidak memikirkan sebab Ca Bu
Kao dengan mendadak membatalkan maksud semula yang
hendak pergi bersamanya. Atas kecerobohannya itu hampir
saja mencelakakan diri wanita itu.
Setelah berjalan kira-kira sepuluh tombak lebih, dalam
hatinya baru timbul perasaan curiga, tetapi tatkala ia berpaling
melihat ke tempat Ca Bu Kao, ternyata sudah tak tampak
bayangannya. Meskipun ia merasa dirinya sudah alpa mengapa lupa
menanyakan Ca BU Kao ada urusan apa, yang mendadak
membatalkan maksudnya tetapi ia sedikit pun tidak
menyangka jelek atas diri Liong-hui Kiam-khek Su-to Wie,
maka ia tetap melanjutkan perjalanannya ke tempat
berkumpulnya orang-orang Kie-Lian-pay hendak mengintai
apa sebenarnya yang sedang mereka lakukan !
Oleh karena Ca Bu Kao tadi telah memberitahukan
padanya bahwa dalam golongan Kie-lian-pay terdapat banyak
tokohnya yang kuat yang berkumpul di situ, apalagi ketuanya
ialah Khie Tay-cao yang memiliki kepandaian sangat tinggi
sekali, maka Hee Thian Siang harus berlaku sangat hati-hati,
ia tahu dalam perbuatannya itu jikalau tidak hati-hati sedikit
suara saja, bagaimanapun kecilnya suara itu, meski pun
masih terpisah jarak sepuluh tombak juga akan diketahui oleh
mereka! Maka sebelum mendekati kaki bukit ia sudah berhenti
dahulu dan memeriksa keadaan sekitarnya, ia pikir dengan
cara bagaimana dapat mendaki ke atas puncak gunung, dan
kemudian menggunakan pohon rotan yang banyak terdapat di
situ, buat turun lagi, dengan cara itu mungkin dapat
menghindarkan perhatian orang-orang Kie-lian-pay.
Waktu itu sudah tiada orang lagi yang diajak berunding, jadi
apa yang dipikirkannya lantas dilakukan. Dengan sangat hati-
hati ia memutar ke samping, kemudian lompat melesat ke
puncak gunung, setelah itu ia baru kembali ke arah di mana
tadi api pertandaan itu dinyalakan, di situ ia mencari pohon
rotan yang ulet dan kuat untuk digunakan sebagai pegangan
merambat turun ke bawah. Ia tahu bahwa merambat turun dengan mengandalkan
pegangan pohon rotan masih tetap bisa menimbulkan suara,
apalagi waktu itu bulan di langit memberi penerangan samar-
samar. Angin gunung juga meniup dan tiupan angin itu seakan
saja menimbulkan rasa dingin baginya, juga membahayakan
baginya yang merambat turun ke bawah.
Tetapi suara-suara berisik dari daun yang tertiup angin juga
merupakan kesempatan baik sekali baginya untuk melakukan
tugasnya, cara demikian benar saja untuk sementara dapat
mengelabui mata dan telinga beberapa tokoh tersebut dari
golongan Kie-lian-pay ! Hee Thian Siang yang dengan sangat hati-hati merambat
turun kira-kira sepuluh tombak, dengan pandangan matanya
yang tajam, dari tempatnya ia sudah dapat lihat di bawah kira-
kira delapan-sembilan tombak tampak berkumpul empat
orang, mereka semua agaknya melongok ke arah timur laut,
seolah-olah sedang menantikan kedatangan seseorang.
Terpisah begitu dekat, jikalau ia turun lagi pasti ia akan
kepergok oleh mereka! Apalagi di tempat itu kebetulan ada
sebuah batu yang menonjol yang cukup untuk tempat duduk
dan kecuali itu di tempat itu juga terlindung oleh bilah-bilah
rotan sehingga merupakan tempat yang cukup baik dan
strategis baginya. Sayang, tempat itu masih dianggapnya
agak ketinggian, apalagi suara mereka tidak dapat tertangkap
jelas apalagi jikalau sinar rembulan tertutup awan hingga
wajah orang-orang itu nampaknya hanya samar-samar saja.
Sesaat kemudian, ketika rembulan yang tertutup awan itu
muncul lagi, gunung-gunung dan daun-daun pohon yang
dekat dan jauh, kini telah diliputi oleh sinar rembulan, Hee
Thian Siang sekarang baru bisa lihat agak nyata bahwa empat
orang yang berada di bawah itu, kecuali salah seorang yang
berperawakan tinggi besar, dengan tangan membawa senjata
tongkat luar biasa panjang maupun besarnya, sehingga bagi
orang yang baru melihat senjata itu, sudah dapat menduganya
bahwa orang tinggi besar itu adalah ketua golongan Kie-lian-
pay Khie Tay-cao yang namanya sangat terkenal di kalangan
Kang-ouw, sedang tiga yang lainnya, tiada seorang pun yang
dikenalnya ! Tiga orang itu terdiri dari dua orang lelaki dan seorang
wanita, wanita itu adalah seorang wanita yang sudah lanjut
usianya, karena rambut di kepalanya sudah putih seluruhnya,
sedang yang lelaki, satu di antaranya sudah berusia lima
puluh tahun ke atas, lelaki itu mulutnya lebar, begitu pula
Lembah Selaksa Bunga 7 Gajahmada Karya Langit Kresna Hariadi Anak Berandalan 1
^