Pencarian

Makam Bunga Mawar 4

Makam Bunga Mawar Karya Opa Bagian 4


hidungnya juga besar, sebab berewokan, ditambah lagi
dengan wajahnya yang pucat kebiru-biruan, sehingga
tampaknya sangat menakutkan! Seorang lagi berpakaian
jubah merah, di tangannya membawa senjata alat tulis yang
terbuat dari besi, lelaki itu selalu unjukkan muka manis, namun
sikapnya sangat licik! Saat itu mata Khie Tay Cao kembali ditujukan ke arah timur
laut, setelah itu ia berkata kepada tiga orangnya:
"Tong Samtee dan Go Sute, aku dengan menggunakan
tanda Kiu-yu Leng-hwee untuk meminta semua orang
berkumpul di sini, kecuali Tho-hwa Niocu yang masih ada
urusan sehingga tidak bisa datang, tapi Ciao Ngotee mengapa
sampai sekarang belum tiba?"
Hee Thian Siang yang mendengar sebutan itu, baru tahu
bahwa lelaki tua berewokan dan lelaki yang mengenakan
jubah merah itu, adalah orang-orang yang pernah bekerja-
sama dengan Tho-hwa Niocu, memotong sebelah paha Wie
Kee Kie dari golongan Ngo-bie-pay. Merekalah yang justru
sedang dicari oleh empat jago wanita golongan Ngo-bie, untuk
menuntut balas dendam Wie Kee Kie! Tetapi entah siapa
wanita tua berambut putih itu" Apakah orang itu yang menjadi
kakak seperguruan Khie Tay Cao yang dikabarkan sudah
sepuluh tahun lebih tidak mencampuri urusan luar, dan selalu
duduk bertapa dalam goa" Kalau betul dia, maka perempuan
itu pasti adalah perempuan yang bernama Pao Sam-kow
dengan julukannya Pek-kow Losat!
Oleh karena ucapan Tay Cao tadi sampai pada akhirnya
sudah mulai marah, maka Tong Kie dan Go Ing, semua hanya
mengerutkan alisnya tidak bisa menjawab!
Sedangkan perempuan tua berambut putih itu, dengan
sinar matanya yang tajam menyapu keadaan di sekitarnya
kemudian berkata: "Ciangbunjin (sebutan bagi seorang ketua) jangan terburu
napsu, Ciao Ngote biasanya sangat berhati-hati,
kelambatannya kali ini pasti ada sebabnya!"
Khie Tay Cao agaknya sangat menghormat kepada
perempuan rambut putih itu, maka ketika mendengar ucapan
begitu, ia lalu memberi hormat dan berkata sambil tersenyum:
"Pao suci. ." Sementara itu Go Ing lantas menyela sambil tertawa:
"Ciang-bun-jin silahkan lihat, apakah itu bukan tanda api yang dilepaskan Ciao
Ngote?" Khie Tay Cao mendongakkan kepala. Benar saja, di suatu
tempat di Barat laut, tampak tujuh larik sinar api Kiu-yu Leng-
hwe, di malam yang sunyi dan agak gelap itu, begitu berada di
tengah udara lantas padam.
Dari ucapan Khie Tay Cao kepada perempuan rambut putih
tadi, Hee Thian Siang tahu bahwa dugaannya sendiri tidak
salah, perempuan tua rambut putih itu memang benarlah Pao
Sam Kow, tokoh Kie-lian-pay yang bertapa di dalam goa Soat-
hong-tong, maka setelah mengetahui keadaan wanita itu,
dalam hati diam-diam merasa terkejut, sebab pertempuran
yang akan diadakan oleh enam partai besar di atas puncak
gunung Lian-tu-hong tidak termasuk partai Kie-lian dan Siaw-
lim, dua partai lainnya, juga tidak terlibat dalam pertikaian
dengan ketiga partai lainnya, walaupun maksud Kie-lian-pay
mungkin hanya sebagai peninjau atau penontong biasa, juga
tidak pada tempatnya memerlukan datang dari tempat begitu
jauh dan mengerahkan seluruh orang-orangnya yang terkuat!
Jadi apa yang terkandung oleh partai itu benar-benar
sangat mencurigakan. Hee Thian Siang memikirkan bolak-
balik atas tindakan partai itu sedang dari arah tadi tampak
berkelebat sesosok bayangan orang yang lari menuju ke
tempat pertemuan tersebut!
Orang yang baru muncul itu adalah seorang lelaki bertubuh
tinggi kurus, bermata sipit dan tumbuh sedikit kumis di atas
bibirnya, orang itu mengenakan jubah panjang warna putih,
selain itu dandanannya yang menarik ialah serentengan uang
kertas yang selalu digantung di lehernya, persis seperti setan
pencabut nyawa yang biasa terdapat dalam dongengan !
"Ciao laotee, mengapa sampai saat ini kau baru tiba"
Apakah. . " demikian Khie Tay Cao menegurnya.
"Ciangbunjin, Cia Khan tadi ketika berada di gunung Hok-
gu-san di dalam satu gua kuno telah menemukan reruntuhan
tulang peninggalan burung rajawali emas!"
Amarah Khie Tay Cao lenyap seketika, dengan girang ia
bertanya: "Ciao laotee, di dekat tulang burung rajawali emas itu,
apakah ada barang-barang yang kita butuhkan?"
"Justru karena siatee mengambil barang itu sehingga
lambat datang kemari! Karena keadaan hawa udara dan
keadaan tanah, mungkin khasiatnya agak berkurang kalau
dibanding dengan yang tumbuh di gunung Kun-lun-san!"
berkata Ciao Khan sambil tertawa.
Sehabis berkata demikian, ia masukkan tangan ke dalam
sakunya, hendak mengambil barang yang dimaksudkan, tetapi
perempuan tua berambut putih Pao sam-kow dengan tiba-tiba
mencegah sambil menggoyangkan tangan dan berkata:
"Di sekitar tempat ini sekarang ada orang luar, Ciao Ngote
harap berlaku hati-hati jangan sampai membuka rahasia!"
Pada waktu itu Hee Thian Siang sedang pusatkan
perhatiannya hendak mencari tahu barang apa sebetulnya
yang hendak dipertunjukkan oleh Ciao Khan, ketika
mendengar ucapan Pao Sam-kow itu, bukan kepalang
terkejutnya, karena ia tahu bahwa kehadirannya di situ sudah
diketahui oleh nenek rambut putih yang berkepandaian sangat
tinggi itu ! Terkejutnya Khie Tay Cao lebih hebat daripada Hee Thian
Siang, sambil mengeluarkan suara bentakan keras, bersama-
sama Tong Kie, Go Ing dan Ciao Khan, bergerak dengan
seretak, dengan setiap orang meluncurkan dua buah api
disambitkan ke sekitar tempat yang keadaannya tak gelap itu !
Tetapi oleh karena daerah sekitar kaki bukit itu sangat luas,
apalagi sambitan orang-orang dari Kie-lien-pay itu tidak
mempunyai tujuan, sehingga api Kiu-yu Leng-hwe yang
bersebaran di sekitar tempat itu, tiada satu pun yang
mengenai Hee Thian Siang. Api-api itu hanya mengenai
pohon-pohon yang tumbuh di sekitar tempat itu sehingga
menimbulkan kebakaran. Khie Tay Cao yang merasa dirinya sendiri memiliki
kepandaian sangat tinggi, namun masih belum ada orang
yang mengintai di dekat situ, dan api yang disambitkan juga
tidak mengenai sasarannya, sehingga ia merasa sangsi atas
ucapan sucinya, maka ia memandangnya sejenak, seolah-
olah hendak menanyakan pikiran sucinya itu.
Sementara itu, Pao Sam-kow hanya tersenyum simpul dan
tertawa dingin, ia tidak berkata apa-apa hanya mengulurkan
tangannya dan menunjuk ke suatu tempat kepada Khie Tay
Cao. Tempat persembunyian Hee Thian Siang ternyata terdapat
lobang, pada saat itu sinar rembulan justru memancarkan
sinarnya melalui lobang itu, sehingga bayangannya tertampak
nyata, bayangan itu merupakan bayangan orang berikut
pohon rotannya. Khie Tai Cao yang menyaksikan bayangan dari sinar
rembulan itu, baru mengetahui bahwa sucinya itu telah
mengetahui bayangan tersebut, maka segera mengetahui
kalau ada orang mengintai. Bukan kepalang amarahnya,
sehingga mengeluarkan suara tertawa seperti orang gila.
Hee Thian Siang tahu bahwa ia sudah tidak dapat
menyembunyikan dirinya lagi, maka dengan secara gagah dan
berani sekali ia melayang turun ke bawah.
Begitu kaki Hee Thian Siang menginjak tanah, Tong Kie,
Go Ing dan Ciao Khan segera memburu dan mengurungnya di
tengah-tengah. Mereka sudah siap menantikan perintah
pemimpinnya. Hee Thian Siang tahu benar bahwa dirinya berada dalam
keadaan bahaya, bilamana orang-orang yang mengurung
dirinya itu bertempur satu lawan satu, mungkin ia masih
sanggup melayani, tetapi apabila Khie Tay Cao yang turun
tangan sendiri, apalagi perempuan tua Pao Sam-kow itu,
sudah tentu ia tak sanggup melawan.
Ditilik dari kelakuan mereka yang sangat misterius,
agaknya hendak merundingkan sesuatu rencana besar yang
sangat rahasia, karena rahasia itu telah dipergoki olehnya,
sudah tentu orang-orang itu tidak akan melepaskan dirinya
begitu saja. Namun demikian, ia sedikit pun tidak gentar, karena ia
selalu ingat pesan suhunya, jangan gentar dan jangan gugup
jika menghadapi sesuatu bahaya, maka saat itu ia tidak
menghiraukan sikap galak orang-orang Kie-lian-pay,
sebaliknya adalah dengan sikap sangat tenang, ia memberi
hormat kepada Pao Sam-kow dan Khie Tay Cao, setelah itu ia
berkata: "Aku yang rendah Hee Thian Siang, seorang pendatang
baru dalam rimba persilatan, di sini unjuk hormat kepada
locianpwe berdua. Harap jangan salah mengerti. ."
Belum lagi habis ucapannya, Khie Tay Cao telah
menggunakan senjatanya yang berat itu untuk menotok batu-
batu di bawahnya, sehingga menimbulkan percikan lelatu
yang hebat, dengan sikap yang kaku dingin dan sombong, ia
berkata sambil menggelengkan kepala:
"Kau sembunyikan diri dan mengintai orang yang sedang
mengadakan pertemuan, perbuatan itu merupakan pantangan
besar dalam rimba persilatan. Tidak perlu kau memberi
keterangan, aku juga tidak perlu tanya padamu!"
Berkata sampai di situ matanya tiba-tiba didelikkan, dengan
sinar mata buas ia berkata pula dengan suara bengis:
"Tong samtee, Ngo sutee, dan Ciao ngotee, mengapa
kalian masih belum mau menggunakan api Kiu-yu Leng-hwe
untuk mengirim saudara Hee ini ke sorga?"
Tong Kie, Go Ing dan Ciao Khan bertiga ketika mendengar
ucapan itu, masing-masing lalu menyerang dengan api Kiu-yu
Leng-hwenya, api itu dengan bentuk segi-tiga menyerang Hee
Thian Siang dari tiga jurusan.
Api sangat ganas itu, terkena satu saja sudah cukup
menyusahkan orang, apalagi kalau tiga-tiganya mengenai
sasarannya dengan tepat. Hee Thian Siang pasti akan
terbakar hangus ! Apalagi orang-orang dari golongan Kie-lian-
pay itu sudah terlatih benar menggunakan senjata rahasianya
yang tunggal itu dengan caranya yang khusus! Api itu yang
dari jurusan timur, selatan dan barat, cepat dan lambatnya
serta tinggi atau rendah, satu sama lain berbeda jauh,
andaikata orang yang diserang dapat mengelakkan serangan
dari timur, tentu tidak dapat mengelakkan api dari barat, sekali
pun dapat mengelakkan serangan dari timur dan barat, juga
pasti akan terluka dari api yang menyerang dari selatan!
Maka serangan dengan api sangat berbisa semacam ini,
sudah terlalu banyak menimbulkan kematian orang-orang
rimba persilatan, serangan semacam itu, oleh orang-orang
Kie-lian-pay disebut sebagai ilmu serangan Sam-cay-kiu-
kiong. Betapa tinggi sekali pun ilmu kepandaian orang yang
diserang, asal sudah terkurung di tengah-tengah, jarang yang
sanggup meloloskan diri! Tetapi Hee Thian Siang bukan saja berani, tapi juga sangat
cerdik serta sudah banyak mendapat pengalaman yang aneh-
aneh! Ketika melihat sikap dan mendengar ucapan Khie Tay
Cao, sudah mengerti bahwa dirinya tidak akan secara mudah
bisa terlepas dari kurungan mereka. Maka ia sudah siap dan
mengeluarkan dua buah benda pusakanya, tangan kanannya
menggenggam jala sutera warna merah pemberian Hwa Ji
Swat, sedang tangan kiri menggenggam senjata peledak Kian-
thian Pek-lek dari gurunya !
Ketika api Kiu-yu Leng-hwe menyerang dari tiga jurusan,
badannya lalu diputar, ia menggunakan jala sutera merah
untuk menjaring api Kiu-yu Leng-hwe yang menyerang dirinya
dari tiga jurusan! Perbuatan pemuda itu sesungguhnya di luar dugaan semua
orang Kie-lian-pay! Terutama bagi Khie Tay Cao, dengan
mata terbuka lebar ia mengawasi api Kiu-yu Leng-hwe yang
berada dalam jaring pusaka di tangan Hee THian Siang, api
itu masih menyala-nyala, tetapi kemudian padam, maka ia lalu
bertanya dengan perasaan tertahan-tahan:
"Apakah kau murid Thian-gwa Ceng-mo ?"
Hee Thian Siang yang baru pertama kali menggunakan
benda pusaka jaring warna merah, benar saja sudah
menunjukkan khasiatnya, juga diam-diam merasa girang!
Setelah mendengar pertanyaan Khie Tay Cao, dengan mata
mendelik mengawasi pemimpin Kie-lian-pay dan selagi
hendak menjawab, nenek rambut putih Pao Sam-kow sudah
berkata kepada Khie Tay Cao: "Ciangbunjin, soal pertemuan
kita di tempat ini sangat pantang didengar oleh orang-orang
luar, supaya jangan sampai tersiar di kalangan Kang-ouw,
karena bisa-bisa nanti akan menimbulkan perkara yang tidak
diingini, maka, sekalipun ia adalah muridnya Thian-gwa Ceng-
mo juga harus disingkirkan. Jaring sutera warna merah itu
meskipun dapat menumpas api Kiu-yu Leng-hwe, apakah ia
sanggup menyambuti senjatamu yang beratnya seratus lima
puluh kati itu?" Khie Tay Cao yang diperingatkan oleh sucinya, dengan
tiba-tiba tertawa nyaring, badannya bergerak secepat kilat,
tanpa bicara apa-apa lagi, senjata tongkat baja di tangannya
lalu diangkat dan menyerang kepada Hee Thian Siang!
Sebagai ketua dari salah satu partai terbesar, sudah tentu
Khie Tay Cao memiliki kepandaian ilmu silat yang sangat
tinggi, ditambah lagi saat itu ia sudah bertekad hendak
membinasakan Hee Thian Siang supaya tidak dapat
membocorkan rahasianya, maka serangannya itu dapat
diduga betapa hebatnya. Serangan itu bukan saja dilakukan
dengan kekuatan tenaga demikian besar, sedang ilmu silatnya
juga merupakan suatu ilmu silat yang jarang ada di dalam
rimba persilatan. Hee Thian Siang yang sudah tahu bahwa ketua golongan
Kie-lian-pay itu memiliki kepandaian dan kekuatan tenaga
sangat hebat, dari Ca Bu Kao juga sudah tahu bahwa di
antara ketua-ketua delapan partai besar pada masa itu, orang
she Khie inilah yang berkepandaian paling tinggi, sudah tentu
terhadap orang berkepandaian tinggi itu ia tidak berani berlaku
gegabah. Dan oleh karena senjata tongkat baja yang


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

digunakan oleh Khie Tay Cao itu merupakan senjata yang
sangat berat, ditambah lagi dengan kekuatan tenaga
gerakannya yang hebat, maka ia tidak berani menyambuti
senjata berat itu dengan senjatanya sendiri Sam-ciok-kang-
hwan. Ia hanya menggunakan gerakan badannya yang sangat
lincah, untuk mengelakkan serangan Khie Tay Cao.
Khie Tay Cao yang melakukan serangan dengan
senjatanya yang berat, ketika senjata itu masih terpisah satu
kaki lebih di atas kepala Hee Thian Siang, dengan tiba-tiba
menyaksikan lawannya yang lebih muda itu menggunakan
gerak badannya yang lincah dan aneh, secara luar biasa ia
sudah lompat sejauh delapan kaki, maka dipandangnya
lawannya yang muda itu dengan perasaan terkejut dan
terheran-heran. Oleh karena itu pula, secepat kilat pula ia
menghentikan serangannya, serangan yang dilakukan dengan
penuh tenaga tadi dengan mudah ditariknya kembali! Tapi
matanya menatap wajah Hee Thian Siang dengan penuh
keheranan. Untuk menarik kembali serangan yang dilakukan begitu
hebat, sesungguhnya bukan soal yang mudah! Hee Thian
Siang yang menyaksikan Khie Tay Cao menarik serangannya
dengan demikian mudah, baru tahu bahwa pemimpin
golongan Kie-lian-pay itu benar-benar bukanlah orang
sembarangan, maka ia harus berlaku hati-hati sekali
terhadapnya ! Pao Sam-kow yang berdiri di suatu sudut dengan sikapnya
yang kejam, agaknya juga dikejutkan dengan ilmu silat Hee
Thian Siang yang luar biasa, dari mulutnya tercetus suara
seruan, kemudian disusul oleh kata-katanya yang diucapkan
dengan suara perlahan: "Gerakan itu adalah gerakan dari ilmu
silat Thian-liong-coan (Naga langit berputaran) dari Pak-bin
Sin-po Hong-poh Cui. . Bocah itu pandai menggunakan ilmu
silah Thian-liong-coan, juga memiliki benda pusaka jaring
sutera warna merah, sebetulnya orang dari. ."
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu segera
memotongnya dan berkata dengan suara nyaring: "Pao Sam-
kow, kau jangan perdulikan aku murid golongan Pak-bin atau
Thian-gwa Ceng-mo! Sekalipun aku hanya seorang Kang-ouw
biasa yang tidak ada artinya, tetapi kalian orang dari Kie-lian-
pay juga tidak seharusnya melakukan pengeroyokan seperti
ini, apalagi dengan kedudukan seorang ketua seperti Khie Tay
Cao, seperti perlu turun tangan sendiri dengan senjatanya
yang terampuh, apakah kalian tidak malu terhadap diri
sendiri?" Mendengar perkataan pedas dari mulut Hee Thian Siang,
muka Kie Tay Cao nampak merah, ia merasa malu terhadap
dirinya sendiri, hingga sepatah katapun tidak keluar dari
mulutnya. Sementara itu Pao Sam-kow sudah berkata: "Jikalau pada
waktu biasa, sudah tentu kami tidak akan berbuat demikian
terhadapmu. Tetapi keadaan dan situasi malam ini berlainan,
semua itu lantaran kau sudah mengintai dan mencoba
mencuri dengar rahasia dari golongan kamai. Bagaimana kami
boleh hadapi kau dengan cara biasa?"
"Aku hanya secara kebetulan saja lewat di sini, dan
mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Ciao Khan tadi,
yang katanya ia telah menemukan sebuah goa tua, yang
didalamnya ada tulang-tulang dari burung rajawali emas.
Burung rajawali emas meskipun merupakan binatang yang
jarang ada, tetapi karena tadi disebut tulang-tulangnya, paling
banter juga hanya tulang rangka burung yang sudah mati, apa
harganya barang demikian" Dan terhitung rahasia besar apa
lagi?" Khie Tay Cao yang mengingat bahwa rahasia sebenarnya
sendiri belum diketahui oleh Hee Thian Siang, maka lalu
bertanya kepada Pao Sam-kao dengan perlahan: "Bagaimana
kita haru bertindak terhadap bocah ini" Bolehkah kita
lepaskan, atau harus dibunuh mati?"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu lalu bangkit
kemarahannya, ia berkata dengan suara nyaring: "Siapa yang
ingin kau lepaskan" Aku bisa datang sendiri, sudah barang
tentu juga bisa pergi sendiri!"
Saat itu baru terdengar suara Ciao Khan sambil
perdengarkan suara tawanya yang aneh: "Jikalau tidak ada
perintah dari Ciang-bun-jin yang melepaskan kau, apa kau
anggap dapat pergi seenaknya saja?"
Dengan sinar mata yang tajam Hee Thian Siang menatap
wajah Ciao Khan, kemudian berkata sambil membusungkan
dada: "Sebagai manusia harus tahu harga diri, aku masih
sangat muda sekali, karenanya kekuatan dan kepandaianku
juga terbatas, meskipun aku tidak sanggup melawan Pao
Sam-kow atau Khie Tay Cao, tetapi jikalau dengan kau saja
atau Tong Kie dan Go Ing satu persatu, belum tentu siapa
yang menggeletak jadi bangkai di tempat ini!"
Go Ing yang mendengarkan ucapan jumawa Hee Thian
Siang, nampaknya juga marah, ia mengeluarkan suara dari
hidung dengan sikap menghina.
Hee Thian Siang memandangnya dengan mata gusar,
setelah itu ia berkata: "Apa kau penasaran" Segala urusan di dalam dunia ini,
ada untungnya tapi juga ada ruginya! Kalian jangan coba-coba
mengandalkan jumlah orang yang banyak, meskipun
menduduki posisi menguntungkan, tetapi jikalau aku mau,
dengan mudah saja dapat membunuh beberapa orang
sekaligus !" "Bocah, hidup atau matimu tergantung dalam pikiranku
seorang, dan keputusan dari Ciangbunjin! Bagaimana kau
masih berani mengucapkan perkataan demikian takabur?"
berkata Pao Sam-kow dengan nada suara dingin.
"Pao Sam-kow, siapa yang takabur" Kau sudah mengenali
jaring pusaka warna merah, dan ilmu silat Thian-tiong-coan!
Apakah kau tidak kenal dengan senjata peledakku Kian-thian
Pek-lek ini?" Pada waktu itu api yang berada dalam jaring sudah padam
semuanya, maka jaring itu dimasukkannya ke dalam sakunya,
dan tangannya mengeluarkan lagi senjatanya yang terampuh
Kian-thian Pek-lek, senjata peledak itu diletakkan dalam
tangan kanannya, dan diperlihatkan kepada orang-orang Kie-
lian-pay! Senjata ampuh Kian-thian Pek-lek yang bentuknya tidak
lebih dari sekepalan tangan orang tampaknya memang tidak
terlalu hebat! Apalagi orang-orang Kie-lian-pay juga tidak
menduga bahwa senjata ampuh Pak-bin Sin-po dan benda
pusaka Thian-gwa Ceng-mo yang dua-duanya merupakan
benda sangat berharga dalam rimba persilatan bisa berada di
tangan Hee Thian Siang, maka semuanya hanya
memandangnya saja sambil mengerutkan alisnya, tiada satu
pun yang membuka suara. "Jikalau senjataku ini ku sambitkan, setidak-tidaknya di
antara kalian lima orang ada tiga yang binasa! Apakah ini
bukannya sudah cukup bagiku untuk menarik keuntungan?"
berkata Hee Thian Siang sambil tertawa terbahak-bahak.
Kini adalah Khie Tay Cao yang menjadi pemimpin golongan
Kie-lian-pay berada dalam kedudukan yang paling sulit, ia
merasa serba salah, untuk menjaga gengsinya sendiri, tidak
tahu bagaimana harus berbuat.
Pao Sam-kow sendiri juga diam saja, hanya dalam hatinya
masih memikirkan senjata bom peledak yang ada di tangan
Hee Thian Siang. Dia masih merasa sangsi, apakah benda itu
benar-benar Kian-thian Pek-lek milik Pak-bin Sin-po yang
sangat hebat itu atau bukan !
Hee Thian Siang yang menyaksikan keadaan demikian, ia
tahu bahwa dengan mengandalkan senjata ampuh
perguruannya itu, mungkin dapat meloloskan diri dari keadaan
yang berbahaya itu. Maka dengan sikap yang jumawa ia
berjalan menuju ke arah yang menjadi penjagaan Go Ing.
Go Ing yang waktu itu belum mendapat perintah ketuanya
untuk melepaskan pemuda itu, sedangkan ia sendiri yang
masih bertugas untuk menjaga, maka dengan senjata alat
tulisnya di tangan digerakkan untuk mencegah lewatnya Hee
Thian Siang. Hee Thian Siang sedikitpun tidak merasa takut, ia masih
berjalan dengan sikap yang jumawa, dengan sinar mata yang
tajam menatap Go Ing, kekuatannya sudah dikerahkan pada
kedua tangannya, selagi hendak menghajar orang she Go itu,
tiba-tiba terdengar suara Khie Tay Cao yang menunjukkan
kemarahannya: "Go sute, malam ini biarlah ia pergi, tetapi apabila di lain
hari kita bertemu lagi di kalangan Kang-ouw, jikalau tidak
dibeset kulitnya juga kita harus potong sebelah pahanya!"
Oleh karena sudah mendapat perintah dari pemimpinnya,
maka Go Ing terpaksa menarik kembali senjatanya, dia
membiarkan Hee Thian Siang pergi, tetapi mulutnya masih
mengeluarkan perkataan sombong:
"Sahabat Hee, sudahkah kau dengar perintah ketua kami
tadi" Selanjutnya kau sebaiknya banyak melakukan perjalanan ke arah timur laut, dan jangan terlalu banyak
melakukan perjalanan ke barat daya. Terutama jangan sekali-
kali kau mendaki gunung Kie-lian-san! Jika tidak, hati-hati
dengan kedua pahamu!"
Hee Thian Siang yang saat itu sebetulnya sudah keluar dari
kepungan mereka, ketika mendengar perkataan terakhir dari
orang se Go itu, dengan tiba-tiba menghentikan langkahnya
dan berpaling, ia lompat kembali ke hadapan Khie Tay Cao
dan bertanya dengan suara nyaring:
"Kau adalah seorang ketua dan pemimpin suatu golongan
besar, beranikah kau bertaruh denganku?"
Ketua dan pemimpin golongan Kie-lian-pay itu benar-benar
merasa sangat kagum atas keberanian pemuda itu, setelah
menatapnya sejenak, lalu bertanya sambil mengerutkan
alisnya: "Kau hendak bertaruh dengan apa" Dan bagaimana cara
bertaruhnya?" "Apa yang aku ingin pertaruhkan denganmu ialah
perkataan orangmu terakhir tadi yang mengatakan hendak
memotong pahaku, sebab aku kini telah mendapat lihat bahwa
di wajah Tong Kie dan Go Ing ada tanda buram di atas
jidatnya, ini suatu tanda bahwa ada bahaya mengintai kepada
mereka, aku dapat memastikan dalam waktu satu tahun, salah
satu di antara mereka atau semuanya akan dikutungi sebelah
pahanya!" berkata Hee Thian Siang sambil tertawa.
Tong Kie dan Go Ing yang mendengar perkataan itu, bukan
kepalang marahnya, hingga mulutnya mengeluarkan suara
bentakan bengis. "Aku bisa melihat peruntungan manusia, kamu tak perlu
berteriak-teriak seperti orang gila! Sebaiknya kamu berlaku
hati-hati saja! Jikalau dalam waktu satu tahun kalian masing-
masing masih dapat menjamin utuh kedua paha kalian, maka
benda pusakaku jaring warna merah ini akan kuberikan
kepada ketua kalian!" berkata Hee Thian Siang sambil
tertawa. Khie Tay Cao sudah tentu tidak mau percaya pada ucapan
Hee Thian Siang. Baru saja ia menganggukkan kepala dan
menerima baik tantangan itu, Hee Thian Siang sudah berkata
pula: "Tetapi kalian berdua apabila di dalam waktu satu tahun, benar-benar
kehilangan paha seperti apa yang kukatakan tadi,
bagaimana ?" "Jikalau benar seperti apa yang kau ucapkan tadi, kalau
kau menghendaki senjataku tongkat ini, aku juga akan berikan
kepadamu!" berkata Khie Tay Cao yang sudah tak dapat
mengendalikan hawa amarahnya.
"Senjatamu tongkat baja ini, beratnya seratus lima puluh
kati, karena aku masih belum bisa menggunakan, apalagi
tidak mengerti ilmu tongkatmu, bagiku tidak ada gunanya
sama sekali. Untuk apa aku minta senjata itu?" berkata Hee
Thian Siang sambil menggelengkan kepala.
"Asal kau menangkan pertaruhan ini, apa yang kau
kehendaki, aku bersedia memberikan kepadamu!" berkata
Khie Tay Cao yang semakin gusar.
"Kalau aku kalah aku akan memberikan benda pusaka
jaring sutera warna merah ini, tapi kalau kau kalah, aku minta
kuda tungganganmu Cian-lie-kiok-hwa-chang, apa kau tidak
keberatan?" berkata Hee Thian Siang sambil tersenyum.
Khie Tay Cao yang pernah malang melintang di kalangan
Kang-ouw tanpa tandingan, dan seorang yang berambisi
besar hendak menguasai rimba persilatan, bagaimana mau
percaya ucapan Hee Thian Siang ini " Apalagi ia tahu benar
bahwa anak buahnya Tong Kie dan Go Ing, merupakan orang-
orang yang memiliki kepandaian ilmu silat sangat tinggi, baik
tenaga dalamnya maupun kekuatan tenaganya, semua
merupakan orang-orang pilihan dalam rimba persilatan pada
dewasa ini. Terutama bagi Go Ing, di samping ilmu
kepandaiannya juga banyak akalnya, bagaimana dapat
dibokong oleh orang" Maka ia lalu menerima baik tantangan
Hee Thian Siang tadi. Hee Thian Siang lantas memutar tubuhnya dan
meninggalkan ketua golongan Kie-lian-pay itu. Ia pikir puteri
tunggal Thian-gwa Ceng-mo dan cara bertaruh telah
menangkan Say Han Kong yang bernama Ceng-hiong-kie,
alangkah senangnya ia sendiri juga bisa menangkan kuda
tunggangan Khie Tay Cao yang bernama Cian-lie-kiok-hwa-
chang itu. Hee Thian siang berani bertaruh demikian karena ia masih
ingat ucapan empat jago wanita golongan Ngo-bie-pay yang
diucapkan di atas gunung Keng-bun-san, waktu itu jago
termuda dari empat wanita, itu ialah Hok Siu-in pernah berkata
kepadanya, bahkan berjanji dalam waktu satu tahun, ia pasti
akan berusaha untuk mengutungi paha salah satu dari antara
dua orang golongan Kie-lian-pay, dua orang yang
dimaksudkan itu ialah Tong Kie dan Go ing, setelah itu baru ia
hendak menuntut balas terhadap pendekar pemabukan Bo Bu
Ju ! Oleh karena jago-jago golongan Ngo-bie itu merupakan
orang-orang yang tinggi hati, ia pasti akan membuktikan apa
yang pernah diucapkan, kecuali jikalau orang-orang golongan
Kie-lian-pay selama setahun itu selalu berkumpul seperti
keadaan malam itu. Apabila Tong Kie dan Go Ing masing-


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masing melakukan perjalanan seorang diri, jikalau dalam
perjalanannya itu bertemu dengan empat jago golongan Ngo-
bie-pay yang memang sengaja hendak menuntut balas
terhadap mereka, bagaimana dapat meloloskan diri dari
tangan mereka " Apalagi empat jago wanita golongan Ngo-bie
itu mempunyai senjata yang terampuh berupa barisan ilmu
pedang yang dinamakan Siu-siang tui-hun-kiam-tin !
Belum lenyap pikirannya, di belakang dirinya tiba-tiba
terdengar suara Khie Tay Cao yang sangat gagah, suara itu
disusul oleh suara keras beradunya barang logam dan batu, di
malam gelap seperti itu percikan api tertampak jelas di depan
matanya ! Suara itu adalah akibat gempuran tongkat baja Khie Tay
cao, yang digunakan untuk menggempur batu besar yang
berada di dekatnya, sebab sebagai seorang yang beradat
sombong dan berangasan, biasa suka marah-marah dan
mengumbar nafsunya terhadap anak buahnya. Malam itu
karena menghadapi Hee Thian Siang yang sangat berani. Dia
tidak bisa berbuat apa-apa, karena pemuda itu memiliki
senjata Kian-thian Pek -lek yang telah ditakuti ! Didalam
keadaan demikian, ia terpaksa mengendalikan hawa
amarahnya, dan setelah pemuda itu berlalu dari hadapannya,
lalu umbar amarahnya kepada benda-benda yang ada di situ !
Hee Thian siang agaknya tidak menghiraukan suara itu,
melanjutkan terus perjalanannya tanpa menoleh. Tetapi dalam
pikirannya masih memikirkan dua urusan yang mencurigakan !
Ke satu, ia sendiri yang hampir terbit onar dengan lima
orang dari golongan Kie-lian-pay, mengapa Ca Bu Kao tidak
mendengar suara dan datang menyusulnya " Siapakah orang
yang hendak ditemui oleh wanita itu " Mungkinkah ia
menemukan bahaya ditengah jalan "
Kedua, adalah gerakan orang-orang golongan Kie-lian-pay
tadi, yang mengerahkan hampir seluruh orang orangnya yang
terkuat, apakah itu hanya semata mata hendak mencari tulang
rajawali emas saja " Kalau itu benar, sebetulnya bukan
merupakan suatu rahasia besar, dengan cara bagaimana si
nenek rambut putih Pao-san-kow berulang kali minta ketuanya
membunuh dirinya untuk menutup mulut "
Setelah dipikir bolak balik, dianggap bahwa menghilangnya
Ca Bu Kao yang hingga saat itu belum muncul kembali, sudah
pasti menemukan kesulitan ! Maka tidaklah benar jikalau ia
tetap menunggu di tempat yang dijanjikan itu, adalah lebih
baik jikalau pergi mencari ke jurusan di mana tadi ia pergi !
Mengenai urusan yang menyangkut diri orang-orang Kie-lian-
pay yang menganggap penting dan menganggap sebagai
rahasia besar terhadap penemuannya tulang rajawali emas di
goa tua, menurut kesimpulannya, di dalam goa itu jikalau tidak
terdapat obat mujizat yang jarang ada, tentunya terdapat
benda-benda pusaka atau senjata-senjata tua peninggalan
orang-orang rimba persilatan jaman dahulu !
Namun kesimpulan itu ternyata keliru ! Mengenai
kesimpulannya terhadap Ca Bu Kao yang menemukan bahaya
memang benar, tetapi bahaya yang dialami oleh wanita itu,
apabila menunggu hingga saat itu ia baru pergi memberi
pertolongan, ternyata sudah terlambat!
Sebab Ca Bu Kao yang merupakan seorang pendekar
wanita masih putih bersih dan bersifat
tinggi hati, sesungguhnya tidak mudah jatuh cinta kepada orang lelaki,
tetapi kalau ia sudah jatuh cinta, sudah tentu cinta itu takkan
mudah berubah ! Maka meskipun wajahnya sudah pernah dirusak oleh
Liong-hui Kiam-khek Su-to Wie dengan obat racun yang jahat,
bahkan sudah dilihatnya dengan mata sendiri, bagaimana Su-
to Wie sudah jatuh cinta kepada perempuan lain, namun cinta
kasihnya terhadap lelaki itu belum padam, ia masih
mengharap mendapat restunya makam bunga mawar, agar
Su-to Wie dapat berbaik kembali dengannya ! Ketika dari
jurusan Barat daya timbul api Kiu-yu-leng-hwee, dari sebelah
Timur laut terdengar tiga kali suara sentilan pedang yang ia
kenali sebagai kode pertemuan Liong-hui Kiam-khek
dengannya, maka ia suruh Hee Thian Siang pergi mengintai
pengamatan orang-orang Kie-lian-pay, sedang ia sendiri pergi
ke Timur laut hendak menjumpai bekas kekasihnya itu.
Suara sentilan pedang itu, keluar dari sebuah lembah kira-
kira sepuluh tombak di jurusan Timur Laut, begitu Ca Bu Kao
tiba di dekat lembah, sudah tampak bekas kekasihnya itu
berdiri sambil mendongakkan kepala melihat rembulan.
Ca Bu Kao ketika bertemu kembali dengan bekas
kekasihnya itu, dengan sendirinya perasaan itu timbul dalam
hatinya hingga airmatanya mengalir bercucuran.
Tetapi Ca Bu Kao yang tinggi hati, meskipun dalam hati
masih menaruh cinta kepada Su-to Wie, namun diluarnya
tidak mau menunjukkan kelemahannya, ia tidak mau dilihat
oleh lelaki itu hal kelemahan hatinya, maka ia paksakan untuk
menenangkan dirinya sendiri dan lantas melompat ke dalam
lembah, ditengah udara ia mengeringkan sendiri air matanya
dan menahan jangan sampai mengalir lagi !
Liong-hui Khiam-khek Su-to Wie ketika menampak Ca Bu
Kao melayang turun dari atas dan sudah berada
dihadapannya, sengaja tidak mau menegur, hanya
memandangnya dengan mata tajam, dari atas sampai bawah.
Ca Bu Kao yang menyaksikan sikap Liong-hui Kiam-khek
yang masih tetap itu, hatinya juga merasa sedih, namun tetap
ditahannya jangan sampai mengeluarkan airmata, tanyanya
dengan suara sedih: "Ada urusan apa kau minta aku datang kemari ?"
"Aku minta kau datang kemari, ialah hendak
memberitahukan dan minta padamu supaya selanjutnya kau
jangan salahkan aku yang mengalihkan cintaku kepada
perempuan lain ! Engkau sendiri juga. . " Menjawab Su-to Wie
dengan nada suara dingin.
Ca Bu Kao belum paham apa yang terkandung dalam
perkataan Su-to Wie tadi, maka ia lalu bertanya: "Aku juga
bagaimana " Mengapa bicaramu tidak mau terus terang ?"
Su-to wie membuka matanya, kemudian tertawa terbahak
bahak dan berkata: "Kau juga sudah mendapat sahabat baru
yang mungkin sudah menempati hatimu ! Kulihat kau selalu
berdua-duaan, maka selanjutnya kau jangan mengganggu aku
lagi, karena itu berarti mencari penyakit sendiri !"
Ca Bu Kao mengerti bahwa yang dikatakan oleh Su-to Wie
sebagai kawan baru adalah Hee Thian Siang, maka sesaat itu
juga hawa amarahnya meluap, sambil mengertak gigi ia
berkata: "Su-to Wie, kau jangan sembarangan menuduh
orang, dengan perkataan yang bukan bukan! Dia adalah orang
dari tingkatan muda, terhadapku saja membahasakan bibi. . "
Tidak menunggu habis ucapan Ca Bu Kao, Su-to Wie
kembali tertawa terbahak-bahak dan berkata: "Bibi, Enci, Adik, Engkoh, semua itu
hanya sebutan belaka yang tidak ada
artinya ! Kalian bersama sama pergi ke gunung ban-san,
sama-sama masuk ke lembah Kim-giok-kok, sama-sama
menghadap ke makam bunga mawar, sedangkan Hee Thian
Siang sendiri di hadapanku masih berpura pura tidak kenal
denganmu, tetapi kemudian kalian berdua melakukan
perjalanan kemana-mana, apakah didalam ini tidak terdapat
apa-apa yang mencurigakan ?"
Ca Bu Kao dadanya hampir meledak, airmatanya juga
hampir mengalir keluar, tetapi ia pertahankan semua itu,
jangan sampai terlihat oleh bekas kekasihnya ! Namun,
bagaimanapun juga ia tidak bisa mengendalikan perasaan
marah dan sedihnya, maka pada saat itu ia sudah timbul
pikirannya hendak bunuh diri saja dengan menggempur
kepalanya sendiri ! Tetapi tiba-tiba ia teringat kepada sucinya ialah Peng-sim
Sin-nie, yang begitu cinta dan penuh pengharapan terhadap
dirinya, sedangkan waktu itu dalam pertemuan di puncak
gunung Thian-tu-hong nanti, masih membutuhkan tenaga
bantuan, jikalau ia sendiri bunuh diri, sesungguhnya merasa
malu terhadap sucinya, mengapa tidak memutuskan saja
hubungannya dengan Su-to Wie setelah pertemuan di gunung
Thian-tu-hong itu selesai, baru minta kepada sucinya supaya
mencukur rambutnya dan selanjutnya menganut agama
Buddha ! Selagi berada dalam pikiran kusut, di lembah itu tiba-tiba
angin meniup kencang, hingga kerudung kain hitam yang
menutupi wajahnya tersingkap.
Pada saat itulah Liong-hui Kiam-khek telah menyaksikan
wajah Ca Bu Kao yang sebenarnya, tanda cacat hitam di
sebelah pipinya telah lenyap, dan wanita itu pulih kembali
seperti dahulu yang cantik rupawan. Dalam terheran-
herannya, ia lalu bertanya:
"Tanda mateng biru di pipimu itu ternyata sudah sembuh
kembali ?" Kata-kata itu mengingatkan Ca Bu Kao kepada perbuatan
Su-to Wie yang dahulu mencelakakan dirinya dengan
menggunakan obat berbisa itu, maka seketika itu perasaannya
merasa pilu dan juga gemas, dalam keadaan demikian ia lupa
akan pesan Hee Thian Siang, kerudung itu dibukanya dan
berkata dengan nada suara dingin:
"Cacat di mukaku ini, adalah duta bunga mawar yang pergi
sendiri ke gunung Tay-swat-san untuk minta buah teratai
Swat-lian dari ketua Swat-san-pay sendiri, ia juga suruh Hee
Thian Siang pergi menemui It-pun Sin-cang minta setetes
getah pohon lingci, dua macam bahan itu telah dibuat obat lagi
oleh pendekar tabib kenamaan Say Han Kong, dengan obat
itulah bekas cacatku ini disembuhkan ! Dahulu kau telah turun
tangan demikian keji terhadapku, dan hari ini kembali kau
mengeluarkan perkataan mesum, jikalau kau masih ada
sedikit perikemanusiaan saja, bukankah kau harus malu
terhadap dirimu sendiri ?"
Mata Su-to Wie terus menatap wajah Ca Bu Kao tanpa
berkedip, sesaat kemudian dengan pelan-pelan ia menghela
napas panjang dan berkata:
"Kau hanya menyesali aku saja yang kau anggap sudah
berbalik hati terhadapmu, namun kau tidak tahu perbuatanku
itu sesungguhnya ada kesulitan sendiri ! Ketahuilah olehmu,
golongan Tiam-cong dan Lo-hu, sudah lama bermusuhan,
permusuhan yang demikian dalam itu tak mungkin diperbaiki
dengan hanya mengandalkan kekuatan kau dan aku saja !
Coba kau buka kotak emas itu, kau nanti akan mengerti sebab
musababnya !" sehabis berkata, ia masukkan tangannya ke dalam saku,
mengeluarkan sebuah kotak berlapis emas, kotak itu lalu
diberikan kepada Ca Bu Kao.
Ca Bu Kao yang mendengar kata-kata Su-to Wie juga
tercengang dan kemudian ia menyambuti kotak emas yang
diberikan kepadanya. Kotak berlapis emas itu sangat indah, karena tertarik oleh
ucapan tadi, kotak itu perlahan-lahan dibukanya, ia ingin tahu
apakah isinya itu benar merupakan sesuatu rahasia yang
menyangkut permusuhan golongan Tiam-cong dan Lo-hu-pay
" Tetapi, setelah dibukanya, kotak itu ternyata kosong
melompong, hanya sewaktu kotak itu dibuka, dari dalamnya
timbul bau harum dan timbul hawa seperti asap ! Bau harum
dan asap itu dengan sendirinya telah masuk ke dalam hidung
Ca Bu Kao dan Ca Bu Kao setelah mencium bau itu sesaat
kepalanya dirasakan pening, matanya gelap, dan akhirnya
jatuh tersungkur di tanah dalam keadaan pingsan !
Su-to Wie mengambil kotak dan dimasukkan lagi ke dalam
sakunya, setelah itu matanya ditujukan kepada Ca Bu Kao
yang sudah rebah pingsan di tanah, kemudian ia berkata
kepada diri sendiri sambil tertawa cengar-cengir: "Budak hina, kau selamanya
sangat sombong dan keras hati, kau selalu
tidak mau menuruti kemauanku ! Dahulu karena ada Kie Liu
Hiang yang dengan diam-diam mengintai gerak gerikku, maka
terpaksa aku hanya menggunakan obat berbisa untuk
merusak wajahmu, tidak sampai aku berbuat apa-apa
terhadap dirimu ! Malam ini rupanya Tuhan telah memberikan
kesempatan kepadaku, maka setelah ku puaskan segala
nafsuku terhadap dirimu, aku nanti akan tetap menggunakan
obat itu untuk merusak wajahmu ! Aku ingin tahu betapa besar
kekuatan duta bunga mawar, apakah masih sanggup
memulihkan kembali parasmu yang cantik !
Sehabis berkata demikian, dengan hawa nafsu yang
menyala-nyala, ia hendak melakukan perbuatan mesum
terhadap wanita itu, tetapi baru saja ia hendak bertindak, tiba-
tiba merasa seperti ada suara apa, ia lalu pasang telinga dan
kemudian mengangkat kakinya dan menendang Ca Bu Kao ke
tempat yang banyak rumputnya !
Benar saja, baru saja Su-to Wie menyimpan tubuh Ca Bu
Kao ke dalam tempat yang banyak ditumbuhi rumput, dari
mulut lembah melayang sesosok bayangan manusia,
bayangan manusia itu bukan lain dari pada Tho-hwa Nio-cu,
wanita genit itu mukanya berseri-seri, agaknya merasa
gembira bertemu kembali dengan Su-to Wie.
Su-to Wie merasa tidak senang atas kedatangan wanita itu,
karena dianggapnya telah mengganggu kesenangan yang
hendak mencemarkan diri Ca Bu Kao, tetapi diluarnya masih
menunjukkan muka berseri seri untuk menyambut kedatangan
perempuan genit itu, bahkan menegornya dengan suara
lemah lembut: "Hiangci, bukankah kau tadi bersama-sama Ciao pergi
mencari goa kuno tempat tersimpannya bangkai rajawali emas
" Mengapa mendadak kau datang kemari ?"
"Aku dengan sengaja menyusulmu supaya kau merasa
senang!" Menjawab Tho-hwa Nio-cu sambil mengerlingkan
matanya yang penuh arti. Su-to Wie salah tangkap maksud ucapan Kie Liu-hiang,
maka ia lantas berkata sambil mengerutkan alisnya:
"Di dalam lembah sunyi ini apalagi angin meniup kencang
dan embun dingin. . "
Kie Liu Hiang dengan cepat memotong sambil mencolek
pipi Si-to Wie dengan jari tangannya: "Dasar lelaki, apa yang kau dengar tadi "
perkataan orang kan maksudnya kemana "
Kedatanganku hanya untuk memberitahukan padamu bahwa
goa kuno tempat bangkai rajawali emas itu sudah kutemukan
bersama Ciao Ngo-ko!"
Jawaban itu sesungguhnya di luar dugaan Su-to Wie, maka
ia lantas bertanya dengan terheran-heran:


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau dengan Ciao-heng sudah dapat menemukan goa
bangkai rajawali emas, apakah benar didalam goa itu terdapat
tumbuhan seperti apa yang pernah disiarkan dan yang sedang
kita cari ?"" "Ada, ada, tetapi keadaan tanah dan hawa udara
barangkali jauh berbeda, maka khasiatnya dan hebatnya
barangkali masih kalah sedikit !"
Sehabis berkata, dari dalam sakunya mengeluarkan
sebuah benda kecil diberikan kepada Su-to Wie !
Su-to Wie menyambutnya dan diperiksanya sejenak,
kemudian berkata sambil menganggukkan kepala:
"Benar saja memang benda ini, tentang khasiatnya dan
hebatnya yang agak kurang sedikit, ini tidak menjadi soal !
Kalau begitu perjalanan kita ke gunung Koh-gu-san ini,
ternyata tidak sia-sia, akhirnya dapat tercapai cita-cita Toa-
suhengku Thian-kwan Totiang dan Khie Suhengmu yang
mempunyai ambisi besar?"
Berkata sampai di situ, tiba-tiba tampak Tho-hwa nio-cu
memandangnya dengan wajah berseri-seri hingga ia tahu
bahwa wanita genit itu sudah timbul hawa nafsu berahinya,
maka ia pura-pura memegangi tangannya dan berkata sambil
tersenyum: "Hiangci, aku tadi telah melihat jie-suhengmu Khie Tay Cao
dengan kedudukannya sebagai ketua golongan Kie-lian-pay,
memasang api kiu-yu leng-hwe sebagai tanda, agaknya
sedang mengumpulkan orang-orangnya untuk mengadakan
pertemuan, maka hiangci akan pergi sekarang juga, ataukah
hendak bersenang senang dahulu dengan ku. . ?"
Tho -hwa Nio-cu yang mendengar perkataan itu, belum
habis mendengarnya, sudah berkata sambil menggertak gigi:
"Jikalau kita harus bersenang-senang di sini sedikitnya
harus sampai pagi hari barulah puas, bagaimana aku nanti
mengatakan terhadap suheng tentang tulang rajawali emas
yang sudah kita ketemukan itu " Begitu pula dengan barang-
barang yang kita cari. Besok malam mungkin kita sudah tidak
ada tugas apa-apa lagi, maka kita boleh bersenang-senang
sepuas puasnya ! " Sehabis berkata demikian, barulah ia bertanya: "Aku tadi
berjalan melalui jalan lembah, di kedua sisi lembah itu semua
adalah puncak-puncak gunung bertebing tinggi, maka tidak
melihat api Kiu-yu Leng-hwe, api tanda golongan kami itu kau
lihat dikeluarkan dari mana ?""
Su-to Wie tadi memang sudah melihat dengan tegas bahwa
api yang dikeluarkan oleh Khie-tay Cao timbul di sebelah
Barat daya, tetapi ia sebaliknya menunjuk ke sebelah Barat.
"Aku juga tidak begitu perhatikan, barangkali jikalau tidak di sebelah Barat,
tentunya di sebelah Barat daya!"
Tho-hwa Nio-cu sedikitpun tidak menduga bahwa Su-to
Wie saat itu sedang berusaha menodai diri Ca Bu Kao, maka
ia lalu mendekatinya dan mencium pipinya sebentar,
kemudian memutar tubuhnya dan lari menuju ke Barat ! Su-to
Wie mengawasi wanita genit itu sehingga menghilang
ditempat gelap, ia menunggu lagi sebentar, ketika melihat
tidak ada gerakan apa-apa barulah merasa lega. Sementara
itu dalam hati berpikir; Kie Liu Hiang meskipun cukup menarik
dan dapat memuaskan kaum lelaki tetapi bagaimanapun juga
merupakan kembang yang sudah hampir layu ! Dengan susah
payah aku baru mendapatkan kesempatan seperti ini,
bagaimana aku boleh lewatkan begitu saja, untuk mencicipi
diri Ca Bu Kao yang masih putih bersih ini "
Sambil berpikir demikian, ia memutar tubuh berjalan
kembali ke tempat dimana ia tadi menyembunyikan diri Ca Bu
Kao, tetapi ketika tiba di tempat tersebut, sesat berdiri terpaku
dengan mata terbuka lebar, karena di situ sudah tidak tampak
bayangan Ca Bu Kao yang tadi dalam keadaan pingsan !
Tempat itu sebetulnya tidak terlalu jauh terpisah dengan
dirinya, jangankan Ca Bu Kao yang saat itu masih pingsan
dan masih tidak bisa sadarkan diri sendiri. Sekalipun khasiat
obatnya sudah hilang, dan bisa bergerak, tetapi gerakan itu
pasti akan lekas diketahui olehnya. Dengan cara bagaimana ia
bisa menghilang secara mendadak "
Dengan penuh rasa heran ia mencari-cari ditempat dekat-
dekat situ, namun masih tidak menemukan orang yang dicari.
Ia lalu mengeluarkan pedangnya hendak membabat semua
pohon-pohon yang berada di situ, ia ingin tahu apakah Ca Bu
Kao benar-benar dapat melarikan diri !
Tetapi baru saja ia hendak mengayunkan pedangnya,
telinganya tiba-tiba menangkap suara orang yang sangat
aneh: "Oi. ma. . na. . peri. . ke. . manu. . siaan. . mu. . "
Ucapan di mana perikemanusiaanmu yang diucapkan
dengan sepotong-sepotong, ketika masuk dalam telinga Su-to
Wie kata-kata itu bagaikan geledek menyambar, dirasakan
seperti menggempur ulu hatinya ! Tetapi suara itu bagaikan
suara dari langit yang didengarnya samar-samar seperti ada,
tetapi juga seperti tidak ada, sama sekali ia tak pernah
mengenal suara itu dari mana datangnya " Dan siapa yang
mengeluarkan ucapan itu ! Orang tua " Muda " Lelaki,
ataukah perempuan " Su-to Wie setelah mendengar perkataan itu, lebih dulu
badannya gemetaran, keringat dingin mengucur keluar,
setelah itu alisnya dikerutkan perasaan terkejut, heran, curiga
dan marah berkumpul jadi satu ! Dalam hatinya berpikir:
Sebagai jago pedang nomor tiga dari golongan Tiam-cong,
yang juga merupakan salah seorang umat rimba persilatan
dewasa ini, siapakah yang berani main gila dengan
menggunakan akal licik demikian, yang mempermainkan diriku
demikian rupa ?" Semakin dipikir semakin marah, pedangnya lalu digunakan
menyerang sana menyerang sini seperti orang gila, dengan
secara kalap ia menggunakan pedang itu untuk membabat
semua pohon-pohon yang berada di sekitarnya, untuk mencari
dimana adanya orang yang mengeluarkan suara tadi.
Sungguh aneh, suara tadi secepat kilat sudah lenyap lagi!
Su-to Wie yang bergerak dengan cepat, dan membabati
semua pohon-pohon yang hadapannya, tetapi masih agak
terlambat, karena suara itu terdengar di tempat makin jauh
dan makin jauh dan kemudian di empat penjuru tempat itu
dipenuhi oleh suara tadi.
Sesudah berlaku seperti orang gila sekian lama, sehingga
badannya basah kuyup, namun tak berhasil menemukan
orang yang dicari, ia tahu bahwa kepandaiannya sendiri
sesungguhnya belum sebanding dengan orang yang
mengeluarkan suara tadi, maka ia lalu lompat melesat
meninggalkan lembah tersebut.
Baru saja kakinya menginjak tanah, dari mulut lembah tiba-
tiba terdengar suara tiga kali ketukan "Bok-hie" yang biasa digunakan oleh
paderi, tapi suara ketukan itu masuk di telinga
Su-to Wie seolah-olah merupakan barang berat yang
menggempur dadanya, hingga hatinya berdebaran begitu
keras dan kakinya merasa lemas, hampir saja ia terjerumus
kembali ke dalam lembah, maka ia buru-buru menenangkan
pikirannya sendiri, dan lari terbirit birit meninggalkan tempat
yang menakutkan itu ! Setelah berlalu dari situ, dalam lembah itu kembali sunyi
sepi, tidak terjadi apa-apa lagi, juga tak tampak bayangan
seorang pun juga yang keluar dari dalam lembah.
Ketika Hee Thian Siang tiba ditempat itu juga tidak dapat
menemukan Ca Bu Kao yang dicarinya.
Dengan hilangnya Ca Bu Kao, sudah tentu menjadi pikiran
Hee Thian Siang, ia terpaksa mencari-carinya sehingga tiga
hari lamanya, namun masih tak dapat menemukan orang yang
dicari. Pada hari ketiga waktu malam, selagi ia hendak mencari ke
jurusan Barat laut, tempat itu merupakan jurang yang dalam
sekali. Di dalam jurang itu terdapat banyak batu, perjalanan sangat
sulit sekali ! Hee Thian Siang diam-diam merasa heran,
karena dengan seorang yang berkepandaian tinggi seperti Ca
Bu Kao telah menghilang secara mendadak. Ini sesungguhnya
merupakan suatu kejadian yang sangat ajaib !
Ia hampir menjelajahi jurang yang keadaannya sangat
berbahaya itu, tetapi ketika ia tiba di suatu tempat di bawah
tebing batu, ia telah mendapat kenyataan bahwa tebing itu
bukan seperti tebing biasa, namun tempat itu terdapat banyak
hal-hal yang sangat mengherankan, tempat itu batu-batunya
ada yang menonjol tapi ada yang melesak, seolah-olah
terbuat dari tumpukan batu yang tidak karuan susunannya.
Hee Thian Siang merasa bahwa susunan tebing batu itu
bentuknya sangat aneh, maka ia mencarinya dengan sangat
hati-hati. Benar saja ia menemukan sebuah goa di antara
tumpukan batu itu, tapi goa itu mulutnya sudah ditutup dengan
sebuah batu besar! Goa yang merupakan goa alam itu nampaknya ditutup oleh
tangan manusia, dalamnya sudah tentu mengandung rahasia
apa-apa. Ia lalu teringat ucapan Ciao Khan yang mengatakan
tentang goa tua tempat kuburannya rajawali emas, maka ia
menggunakan seluruh kekuatan tenaganya hendak
menyingkirkan batu besar yang menutup goa tersebut, ia
menggeser sedikit sehingga terbuka selubang kecil, kemudian
dengan menggunakan ilmunya mengkeretkan badan, masuk
ke dalam goa itu ! Jalan yang menuju ke dalam goa itu terdapat banyak liku
likunya, tetapi setelah ia melalui jalanan yang berliku-liku itu, di hadapan
matanya tampak sinar terang, di tempat itu seolah-olah merupakan suatu tempat
kosong seluas sepuluh tombak
lebih, rembulan di atas langit memancarkan sinarnya ke dalam
goa melalui lobang-lobang batu sehingga merupakan suatu
pemandangan yang cukup menarik!
Tempat seluas sepuluh tombak persegi itu bukanlah
merupakan kamar batu, hanya merupakan tempat kosong di
pusar gunung, di situ terdapat setumpuk kerangka dari seekor
burung raksasa. Menyaksikan tumpukan tulang-tulang burung itu, Hee Thian
Siang segera mengerti bahwa tempat itu benar-benar adalah
tempat yang dianggap oleh orang-orang Kie-lian-pay sebagai
tempat yang mengandung rahasia besar !
Tetapi Hee Thian siang yang berada didalamnya, tidak
menemukan sesuatu barang yang mengandung rahasia, maka
diam-diam merasa heran sendiri.
Sangkaan lalu timbul, tempat yang berada di pusar gunung
itu kecuali kerangka tulang-tulang rajawali emas, sudah tak
ada barang apa-apa lagi. Mengapa orang-orang Kie-lian-pay menganggapnya
sebagai suatu tempat yang sangat penting ?"
Kerangka tulang itu sudah demikian besarnya, maka
burung rajawali emas itu di masa hidupnya pasti merupakan
seekor burung raksasa yang sangat menakutkan ! Dan burung
raksasa semacam ini dengan cara bagaimana bisa memasuki
tempat tersembunyi seperti ini "
Oleh karena di sekitar tumpukan tulang-tulang itu masih
terdapat hancuran batu-batu yang tidak sedikit jumlahnya,
maka ia telah menarik kesimpulan bahwa tempat tersebut
dahulu pasti pernah terjadi gempa bumi atau tanah longsong,
sehingga menjadikan tempat yang bentuknya sangat aneh itu,
dan bahaya alam itu mengakibatkan burung rajawali emas
yang justru berada di situ terkubur hidup-hidup di pusar
gunung ! Ia anggap bahwa analisanya itu sangat beralasan, kini
tinggal mencari jawabannya apa orang-orang Kie-lian-pay
anggap penting goa itu "
Ia lalu memeriksa keadaan tanah di sekitar tumpukan
tulang burung itu, akhirnya ia dapat menemukan beberapa
buah batu yang berserakan tidak karuan, di antara batu-batu
ini terdapat potongan akar-akar tetumbuhan, agaknya ada
orang yang mencongkel dan mencabut sebuah tanaman yang
tumbuh di tempat itu. Bagi orang-orang rimba persilatan, tanaman yang dianggap
paling berharga, tidak lain daripada pohon lengci atau Pho-siu-
o dan tumbuh tumbuhan lain yang dapat digunakan
menyembuhkan luka parah atau memusnahkan racun-racun
yang sangat berbisa: maka Hee Thian Siang setelah
menemukan tanda-tanda itu, dianggapnya orang-orang dari
golongan Kie-lian-pay telah menemukan pohon ajaib dari
dalam goa itu, sedikitpun ia tidak menduga bahwa di
dalamnya ternyata mengandung maksud keji orang-orang Kie-
lian-pay yang mungkin akan menimbulkan pertumpahan darah
besar-besaran dalam rimba persilatan !
Setelah kedua pertanyaan itu sudah menemukan
jawabannya, Hee Thian siang kembali mencari jejak Ca Bu
Kao. Baru saja ia memutar tubuhnya, di bawah sinar rembulan ia
telah menemukan sebuah pohon aneh yang berbentuk tiga
cabang. Pohon aneh itu lalu dipungutnya dan diperiksanya dengan
seksama, ia pikir pohon yang aneh itu pasti pohon yang
dicabut dan kemudian ditinggalkan oleh orang-orang Kie-lian-
pay, maka sebaiknya ia bawa saja supaya di lain waktu bisa
bertemu kembali dengan pendekar pemabokan yang
berpengetahuan luas, dapat ditanyakan sebetulnya tumbuhan
apa " Selagi berjalan menuju ke mulut goa, ia merasa heran,
karena melihat sinar terang dari luar dan tidak habis mengerti
bagaimana bisa terjadi hal seperti itu.
Sebab batu besar yang ia singkirkan dengan sudah payah
itu, tapi hanya bisa menggeser sedikit sehingga ia perlu lagi
menggunakan ilmunya mengkeretkan tubuh baru ia bisa
masuk ke dalam goa, sekarang batu besar itu ternyata sudah
bergeser banyak ke samping sehingga orang bisa keluar
masuk dengan leluasa ! Oleh karena kejadian yang aneh itu, sehingga Hee Thian
Siang tidak berani sembarangan keluar dari dalam goa. Ia
mengambil sebuah batu kecil, lebih dulu dilemparkan keluar,
setelah itu ia baru lompat keluar dari dalam goa.
Ternyata ia tadi sudah merasa tegang sendiri, karena di
luar itu tiada seorang pun yang menyerang dirinya. Setelah
berada di luar goa, ia mengamat-ngamati lagi batu yang
digunakan untuk menutup pintu goa tadi, sedikitnya hampir
satu ton beratnya, batu itu bisa menggeser begitu saja, sudah
merupakan suatu kejadian yang sangat aneh, yang lebih aneh
lagi, mengapa batu yang menutup goa tadi ketika menggeser


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia sedikitpun tidak tahu atau mendengar suaranya " Maka
apabila ada orang yang menggeser batu itu, dapatlah
dibayangkan betapa hebatnya orang yang melakukan
pekerjaan itu. Lama ia memikir, tetapi tidak menemukan jawabannya,
terpaksa ia angkat kaku meneruskan perjalanannya dalam
usahanya untuk mencari Ca Bu Kao. Berjalan baru beberapa
tombak, tiba-tiba ia teringat sesuatu, dengan cepat ia memutar
tubuh dan balik kembali, dari jauh benar saja tampak olehnya
seorang yang mengenakan jubah panjang warna abu-abu,
sudah menggeser batu raksasa itu untuk menutup kembali
mulut goa tadi ! ! Hee Thian Siang yang waktu itu masih berada di tempat
yang jauhnya sepuluh tombak lebih, tapi orang berjubah
warna kelabu itu agaknya sudah mengetahui, dengan cepat
lompat melesat tinggi tujuh tombak lebih, dengan
menggunakan ilmunya meringankan tubuh yang luar biasa, ia
berjalan di atas tumpukan batu-batu itu seolah-olah terbang di
atasnya ! Dengan perasaan sangat kagum dan girang Hee Thian
Siang mencoba mengerahkan tenaganya memanggilnya
dengan suara keras: "Locianpwee harap tunggu sebentar, Hee
Thian Siang hendak minta sedikit keterangan ! "
Tetapi orang yang berpakaian kelabu itu sedikit pun tidak
menoleh, ia merasa tetap melakukan perjalanannya bagaikan
terbang itu. Ketika Hee Thian Siang memburu sampai ke
mulut goa, yang tadi sudah tak tampak lagi bayangannya,
hanya di tempat tersebut melayang sepotong kertas.
Hee Thian Siang segera melompat menyambar kertas itu,
setelah dibukanya kertas itu hanya merupakan secarik kertas
putih, di kedua belah halamannya semua terdapat tulisan
tangan, di bagian muka terdapat tulisan sebagai berikut:
Ca sehat Wal Afiat, Hok patut dikasihani, Giok ada durinya,
Khong banyak cita rasa Tanpa berpikir lagi, Hee Thian Siang lalu membalik kertas
itu, di halaman belakang juga terdapat tulisan begini:
Thian-tu berbahaya, Thian-kheng buas, Su-to baik, Su-to
jahat ! Kata-kata yang ditulis di atas kertas itu meskipun maksud
yang terkandung di dalamnya tidak terlalu dalam, dan bagi
orang yang bisa berpikir agak mudah dimengerti, tetapi masih
memerlukan orang putar otak lebih jauh untuk mendapatkan
jawabannya yang tepat! Hee Thian Siang yang mempunyai
otak cerdas, setelah dipikirnya sekian lama, ia hanya merasa
urutan pertama yang berbunyi Ca sehat Wal Afiat, yang
dimaksudnya untuk menghibur dirinya dan memberitahukan
bahwa Ca Bu Kao saat itu dalam keadaan sehat Wal'afiat,
hingga tak perlu dipikirkan, sedang tiga patah yang lainnya,
justru ditujukan kepada nama tiga gadis yang disebutkan oleh
pendekar pemabukan dulu !
Baris kedua yang dikatakan Hok patut dikasihani yang
disebut Hok tadi apakah Hok Siu In, salah seorang dari empat
jago wanita golongan Ngo-bie yang patut dikasihani
keadaannya, ataukah patut dikasihani riwayatnya "
Dan Giok ada durinya kata-kata itu jelas ditujukan kepada
murid yang dibanggakan oleh ketua Kun-lun-pay ialah Giok
Jie, yang memiliki senjata berbisa luar biasa, hingga
mengandung maksud samar-samar tidak boleh didekati
dengan serampangan. Sedangkan kata-kata Khong banyak cita rasa, juga jelas
ditujukan kepada puteri tunggal Thian-wa Ceng-mo yang
bernama Tiong-sun Hui-kheng. Mungkin gadis itu adalah
seorang lemah lembut yang banyak cita rasanya !
Setelah dipelajarinya bunyi kata-kata itu, Hee Thian Siang
tiba-tiba lompat ke atas tebing, dan dengan menggunakan
menyiarkan suara dari jarak jauh ia berkata kepada orang tua
itu: "Locianpwe, aku tahu kau siapa ! Kau adalah "DUTA
BUNGA MAWAR!" Dari jauh agaknya terdengar suara apa-apa, tapi ketika Hee
Thian Siang memasang telinga, ternyata tidak terdengar
jawaban dari orang yang dianggap sebagai DUTA BUNGA
MAWAR tadi ! Sementara dua belas huruf dengan kata-kata yang ditulis
dari baliknya tadi, jikalau dipelajari dengan seksama, bagian
bawah agak sulit ditebak, sedang bagian atas agak mudah.
Kata-kata yang dimaksud Thian-tu berbahaya, mungkin
dimaksudkan pertemuan yang akan dilakukan pada tanggal
enam belas bulan dua belas oleh ketua Bu-tong, Lo-hu, Tiam-
cong, Kun-lun, Swat-san dan Ngobie, di dalam pertemuan di
atas gunung Thian-tu-hong itu, mungkin mengandung "bahaya
sangat besar !" Perkataan Thian-kheng buas, yang dimaksudkan adalah
pasti duri Thian-kheng yang membinasakan dua orang penting
golongan Bu-tong itu yang digunakan untuk membokong
peng-sim Sin-nie serta Thiat-kwan Totiang, senjata gelap itu
merupakan senjata yang sangat berbisa dan buas, sehingga
perlu waspada terhadapnya.
Perkataan Su-to baik dan su-to jahat ini, sesungguhnya
sukar diduga, sebab perkataan Su-to sudah tentu
dimaksudkan kepada diri Liong-hui Kiam-khek Su-to Wie yang
terlibat urusan asmara dengan Ca Bu Kao, tetapi baik dan
jahat itu menggambarkan sifat dari macam seseorang. Jikalau
Su-to Wie itu baik, dengan sendirinya bukan orang jahat,
tetapi jikalau jahat, dengan sendirinya tentulah bukanlah
seorang yang baik ! Bagaimana seseorang bisa memiliki dua
macam sifat yang berlainan demikian jauh "
Hee Thian Siang setengah mengerti dan setengah bingung,
setengah tepat dugaannya dan setengah salah, ia
mempelajari sekian lama, akhirnya masih belum bisa
menemukan jawabannya yang tepat ! Dengan pikiran penuh
diliputi tanda tanya, ia lalu berjalan keluar dari daerah
pegunungan Hok-gu-san ! Waktu itu baru tanggal sebelas bulan sepuluh, masih ada
enam puluh hari lagi untuk menghadiri pertemuan di atas
puncak Thian-tu-hong. Waktu itu baginya masih ada banyak
kesempatan untuk pesiar dibanyak tempat. Ia melakukan
perjalanan melalui beberapa propinsi, tetapi di sepanjang jalan
itu ia tidak menemukan hal-hal yang luar biasa, hanya ketika
ia tiba di gunung Tay-piat-san, di tempat itulah ia kembali
menemukan kejadian ajaib.
Saat itu ia berdiri di atas puncak gunung, dari tempat yang
tinggi itu ia lepaskan pandangan matanya ke arah jauh, selagi
matanya menikmati pemandangan alam yang sangat indah, di
kanan kirinya tampak bayangan orang yang semua menuju ke
puncak gunung di seberangnya yang banyak terdapat pohon
lebat ! Bayangan orang baginya tidak mengherankan sama sekali,
apa yang mengherankan baginya ialah kesebatan lari
bayangan tadi, dari puncak sebelah dirinya adalah sesosok
bayangan berbaju kuning, bayangan itu lari laksana
mengambang di tengah udara, tetapi kalau dibanding dengan
bayangan putih yang berada di puncak gunung sebelah
kanannya, rasanya masih kalah jauh !
Dengan penemuan kejadian yang aneh itu, telah
menimbulkan perasaan heran dirinya, ia pikir di dalam gunung
Tay-piat-san yang jarang didaki oleh manusia ini, dari mana
ada orang yang berkepandaian tinggi luar biasa seperti dua
orang itu " Tempat yang dituju oleh dua bayangan tadi justru terpisah
lebih jauh dari tempat Hee Thian Siang berdiri, tempat itu
dapat dicapai tak mudah dari tempat berdiri itu.
Hee Thian Siang yang masih muda dan senang kepada
segala sesuatu yang aneh-aneh, karena tertarik oleh tingginya
ilmu meringankan tubuh dua bayangan itu, maka ia segera lari
ke puncak gunung dan mencari sebuah tempat yang agak
sempit, dengan tiba-tiba ia menggunakan ilmunya Naga Sakti
menyeberang laut, dari situ melesat jauh enam tombak lebih,
ketika masih berada ditengah udara, ia melakukan gerakan
salto, hingga dengan mudah mencapai kebagian tengah
puncak gunung tadi. Di tempat itu ia pasang mata, tampak olehnya tiga sosok
bayangan orang yang mengenakan pakaian hitam, kuning dan
putih, semua menuju ke puncak gunung itu, tetapi ketika ia
berada di puncak gunung tersebut, kecuali air mancur, pohon-
pohonan yang lebat daunnya, sudah tak menampak apa-apa
lagi ! Ia lihat bahwa puncak gunung itu bukan saja tinggi
menjulang ke langit, tetapi juga tempatnya sangat berbahaya,
kalau hendak mencari orang ditempat yang begitu berbahaya
barangkali agak sukar. Yang menyulitkan baginya, karena ia tidak tahu bahwa tiga
bayangan orang tadi apa maksudnya datang ke tempat itu"
Maka ia terpaksa jalan seenaknya dengan harapan bisa
menemukan mereka lagi, dengan secara kebetulan atau
secara tidak terduga duga !
Benar saja seperti apa yang ia harapkan, baru saja berjalan
kira-kira lima tombak, dari satu sudut tiba-tiba terdengar suara
kaki berjalan, seorang gadis berpakaian hitam, berparas cantik
luar biasa dan berusia kira-kira baru tujuh belas tahun,
berjalan memutar lambat-lambat.
Gadis berpakaian hitam itu bagi Hee Thian Siang agaknya
tidak asing lagi, ia adalah Hok Siu In, salah seorang dari
empat jago wanita golongan Ngo-bie, yang termuda, juga
seorang yang memiliki ilmu pedang paling bagus diantara
saudara saudaranya, munculnya gadis itu sangat tiba-tiba,
sesungguhnya mengejutkan Hee Thian Siang.
Hee Thian Siang tadi tahu kedatangan gadis itu sangat
tergesa gesa, tetapi kini mengapa demikian tenang sikapnya,
sehingga ia berdiri bingung mengawasinya, setelah dekat
dengan dirinya ia tentu mengangkat tangan memberi hormat
seraya berkata sambil tersenyum:
"Nona Hok, perpisahan kita di puncak gunung Peng-bun-
san, tak diduga hari ini kita kembali bertemu di tempat ini,
boleh dikata suatu kebetulan !"
Hok Siu In yang dengan tiba-tiba bertemu kembali bersama
Hee Thian Siang, juga merasa terkejut, atas pertanyaan tadi
itu, ia menjawab dengan nada suara dingin: "Kebetulan
memang kebetulan, dengan tiba-tiba kau datang kemari,
maksudmu hendak turut hadir dalam pertemuan di puncak
gunung Thian-?"-hong, ataukah dengan kebetulan kau pesiar
ke gunung ini " Ataukah maksudmu itu bersamaan dengan
aku hendak mencari goa kuno yang terdapat benda-benda
pusaka ?" Pertanyaan terakhir itu menggerakan hati Hee Thian Siang,
pertanyaan itu telah mengingatkan kembali akan
penemuannya, goa kuburan burung rajawali emas, dan
teringatlah pula ucapan yang terdapat di atas kertas yang
ditinggalkan oleh orang aneh itu, oleh karenanya maka ia
menatap wajah gadis itu, saat itu ia memang dapat merasakan
bahwa gadis itu memang benar dari wajahnya yang cantik
molek agak mengandung sikap lemah lembut yang menarik
perasaan kasihan bagi orang yang melihatnya !
Berhadapan dengan gadis berparas cantik seperti itu, yang
memiliki pula kepandaian ilmu silat sangat tinggi, jikalau ia
tidak teringat oleh gadis yang dilihatnya di gunung, Kiu-gi-san
pada waktu itu, gadis dari golongan Ngo-bia ini sesungguhnya
merupakan orang yang sangat menarik bagi dirinya !
Hok Siu in yang melihat Hee Thian Siang tidak menjawab
pertanyaannya, apalagi juga melihat matanya memandang
dirinya tanpa berkedip, wajahnya lalu berubah ! Hee Thian
Siang juga merasa bahwa sikapnya itu agak kurang sopan,
dengan wajah kemerah merahan ia bertanya sambil
tersenyum: "Nona Hok, mengapa marah " Apakah kau masih
ingin berkelahi denganku ?"
"Sekarang aku tidak ingin berkelahi denganmu, di
kemudian hari aku pasti akan coba menguji kepandaianmu !
Bukankah kita sudah menetapkan waktu dan tempatnya ?"
Menjawab Hok Siu-in dengan suara dingin.
"Oya benar, waktunya ialah tanggal dua puluh bulan lima
tahun depan, dan tempatnya ialah di puncak gunung Ngo-bie-
san !" Berkata sampai di situ, tiba-tiba ia bertanya sambil tertawa:
"Kalau nona Hok benar tidak ingin berkelahi denganku,
mengapa kau tadi demikian marah merasa seperti tidak
senang ?" Sudah tentu Hok Siu-in merasa tidak enak untuk menjawab
bahwa Hee Thian Siang tadi memandang dirinya dengan mata
tak berkedip, maka ia hanya menjawab: "Aku tadi bertanya
padamu, mengapa kau tidak menjawab ?"
Hee Thian Siang pada waktu itu sebab pikirannya tergerak,
maka ia merasa terkejut ketika ditanya demikian, ia tak tahu
apa yang dimaksud oleh gadis itu.
Hoa Siu-in disamping merasa geli juga merasa jengkel, ia
berkata pula: "Aku tadi tanya kau, kedatanganmu di gunung ini hanya
untuk pesiar saja ataukah hendak mencari. ."
Hee Thian Siang baru sadar, maka dengan cepat ia
menjawab: "Aku hanya kebetulan saja pesiar kemari, dan kebetulan
pula bertemu dengan nona, bukan maksudku untuk mencari
goa atau benda-benda berharga."
Berkata sampai di situ tiba-tiba mendapat satu pikiran dan
berkata pula sambil tertawa: "Nona Hok, meskipun aku bukan
mencari barang berharga, tetapi mungkin aku dapat menduga
barang apa yang sedang nona cari ?"
Hok Siu-in agaknya tidak mau percaya, maka lalu
menjawab " "Coba kau tebak !"
"Bukankah kau hendak mencari kerangka seekor burung "
Betul tidak ?" "Kau benar-benar sudah gila! Jikalau dapat menundukkan
seekor burung terbang yang masih hidup, masih boleh juga
digunakan untuk terbang di atas awan, Tulang tulang burung-
burung, perlu apa harus dicari ?"
Hee Thian Siang semula mengira bahwa penemuan
kerangka burung rajawali emas didalam goa tua yang
dianggap sangat berharga bagi orang-orang Kie-lian-pay
dianggapnya barang yang digali dari bawah rangka burung itu
pasti merupakan tetumbuhan ajaib, dan pasti merupakan
tumbuhan yang sangat berharga bagi orang-orang rimba
persilatan, maka ketika mendengar Hok Siu-in hendak


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencari goa tempat simpan barang-barang berharga, ia sudah
menduga kepada goa itu! Sungguh di luar dugaannya jawaban
Hok Siu-in itu tidak membenarkan tebakannya, maka ketika
mendengar perkataan Hok Siu-in, wajah Hee Thian Siang
kembali menjadi merah, ia terpaksa berkata pula sambil
tertawa: "Barang yang kau cari kalau bukan seperti apa yang
kuduga tadi, sebaliknya barang apakah yang sedang kau cari
itu ?" Barang-barang pusaka yang sangat berharga bagi rimba
persilatan itu, sebetulnya tidak seharusnya ditanyakan begitu
saja kepada orang yang berkepentingan, maka ketika ditanya
demikian oleh pemuda itu, Hok Siu-in merasa serba salah,
karena itu tak tahu bagaimana harus menjawabnya !
Hee Thian Siang sesudah mengeluarkan pertanyaannya itu
baru merasa telah kesalahan omong, tetapi ucapan sudah
keluar tidak bisa ditarik kembali, maka terpaksa melanjutkan
pertanyaannya lagi: "Nona Hok, jangan kecil hati, Hee Thian
Siang lebih suka membantu kau mencarikan dan aku jamin
dengan nama perguruanku, sedikitpun aku tak bermaksud
untuk minta bagian darimu !"
"Kuberitahukan padamu juga tidak ada halangan, tetapi aku
juga tidak perlu minta bantuanmu untuk mencari, juga tidak
takut kau minta bagian, siapa yang bernasib baik dan siapa
yang beruntung mendapatkannya boleh ambil barang itu !"
Hee Thian Siang yang biasanya sangat sombong dan tinggi
hati, telah ketemu batunya, hingga sesaat itu ia berdiri
melongo dengan wajah kemerah merahan.
Hok Siu-in yan menyaksikan keadaan Hee Thian Siang,
juga merasa geli sendiri, ia melanjutkan ucapannya: "Aku
dengar bahwa di gunung Tay-piat-san ini di atas puncak
gunung Cek-tian-hong, didalam sebuah goa tua, ada
tersimpan sebuah benda yang dinamakan sisik naga untuk
melindungi jalan darah, dan sebilah pedang yang dinamakan
Liu-yap Bian-sie-kiam yang sangat lemas bagaikan kertas !"
Hee Thian siang hanya mengeluarkan perkataan "Oo. .",
tetapi tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Hok Siu-in melihat
sejenak pemuda itu, karena agaknya tidak ambil perhatian
atas jawabannya, maka lalu memberi tambahan keterangan:
"Benda pusaka yang dinamakan sisik naga pelindung jalan
darah itu semuanya berjumlah tiga puluh enam potong, jikalau
digunakan melindungi tiga puluh enam jalan darah manusia,
dapat digunakan untuk menolak segala kekuatan jari tangan
atau golok dan pedang! Sedangkan pedang yang dinamakan
Liu-yao Bian-sie-kiam itu bentuknya lemas bagaikan kertas,
tapi tajamnya luar biasa, dapat menembus segala benda yang
keras. Kalau kita bawa, cahaya dan hawanya yang dingin
dapat mencapai jarak sepuluh langkah ! Dua benda pusaka itu
semua merupakan benda-benda kuno yang dimiliki oleh jago
pedang Thuao San Jin pada tiga ratus tahun berselang, benda
itu hingga kini merupakan benda yang paling dicari dan diimpi-
impikan oleh orang-orang kuat rimba persilatan dewasa ini !"
Keterangan Hok Siu-in tentang benda pusaka jaman dahulu
itu tidak menarik perhatian Hee Thian Siang, ia hanya tertawa
tawa dan kemudian berkata: "Jikalau aku dapat menemukan
sisik naga pelindung jalan darah, dan kau menemukan padang
pusaka Liu-yap Bian-sie-kiam, d ikemudian hari apabila kita
melakukan pertandingan di atas gunung Kun-lun-san, kita
dapat mencoba benda pusaka itu, mana yang lebih kuat ?"
Permusuhan Hok Siu-in terhadap Hee Thian Siang, saat itu
pelahan lahan mulai berkurang, ia merasa bahwa pemuda
yang keras hati dan sombong ini, sesungguhnya sangat
menarik, oleh karenanya, maka ia lalu angkat muka dan
tersenyum padanya, justru pada waktu itu Hee Thias Siang
juga sedang memandangnya, hingga dua pasang mata saling
berpadu ! Berdebar hati Hee Thian Siang. Sedangkan Hok Siu-in
sebagaimana biasa gadis-gadis sebayanya, perasaannya
malu hati dengan sendirinya lantas timbul, kedua pipinya
lantas merah, kemudian menundukkan kepala, dan setelah itu
ia lompat melesat setinggi tiga tombak ke puncak gunung!
Begitu kakinya menginjak batu gunung, Hee Thian Siang
tahu-tahu sudah berada di sisinya lagi, ia tak tahu bagaimana
perasaannya waktu itu terhadap pemuda yang agak jenaka
itu; girang ataukah malu " Katanga setengah menyesalinya:
"Kita hanya boleh mengandalkan keberuntungan masing-
masing, kita pergi mencari sendiri-sendiri, mengapa kau
mengikuti aku saja ?"
"Tentang benda pusaka itu aku sebetulnya memang tidak
tahu, sekalipun aku dapat menemukan, aku juga pasti akan
berikan padamu ! Mengapa perlu mencari sendiri-sendiri di
daerah pegunungan yang luas ini ?" Menjawab Hee Thian
Siang sambil tertawa. Ucapan Hee Thian Siang yang dikeluarkan dengan
seenaknya itu tanpa disengaja mengandung dua arti,
sehingga Hok Siu-in yang mendengarnya merasa sedikit
kemalu-maluan, kembali ia meninggalkan pemuda itu dan
lompat melesat setinggi hampir sepuluh tombak.
Dengan sikap dan perbuatannya itu, Hee Thian Siang baru
sadar bahwa ucapannya yang tidak disengaja tadi
mengandung arti dalam, hingga ia sendiri kemudian juga
merasa malu. Tetapi Hok Siu-in waktu itu hanya malu, dan tidak merasa
marah, jelas gadis itu sudah mulai timbul rasa suka terhadap
Hee Thian Siang, oleh karenanya maka Hee Thian Siang
merasa berdebaran jantungnya ! Diam-diam ia berpikir,
sayang sekali gadis ini bukanlah gadis yang kulihat di gunung
Kiu-gi-san dahulu. Aku jauh-jauh pergi kehadapan makam
bunga mawar yang kuminta darinya ialah orang yang kulihat di
gunung Kiu-gi-san itu, jikalau tidak, perlu apa aku lari kesana
kemari. . Belum lenyap pikirannya, Hok Siu-in sudah beruntun
lompat melesat menjelajahi puncak gunung, Hee Thian Siang
buru-buru mengerahkan ilmu meringankan tubuh, kembali ia
pergi mengejar gadis itu, setelah menyandaknya, ia berkata
dengan suara perlahan. "Nona Hok, harap kau maafkan kesalahanku yang tak
sengaja tadi. ." Hee Thian Siang yang belum pernah mengalami berjumpa
kasih dengan seorang wanita, sudah tentu dalam hal ini ia
masih belum mempunyai sedikit pengalaman, pun juga untuk
menghadapi seorang gadis, atas ucapannya tadi ia membuat
Hok Siu-in merasa lebih malu, maka gadis itu lantas
menjawabnya dengan suara agak ketus: "Jikalau kau
mengucapkan kata-kata yang bukan-bukan lagi, jangan
sesalkan kalau aku nanti akan segera berlalu dari sini, dan
perjanjian akan mengadakan pertandingan di atas gunung
Kun-lun-san juga akan kutarik kembali."
Berkata sampai di situ Hok Siu-in tiba-tiba merasa bahwa
ucapannya sendiri banyak terdapat kesalahan, ucapan itu
tidak mirip seorang yang baru kenal saja, bahkan mirip
dengan kelakuan seseorang yang sedang ngambek kepada
kekasihnya. Hee Thian Siang yang mendengarkan ucapan itu diam-
diam merasa geli, sebab saat itu Hok Siu-in hampir-hampir
mengeluarkan air mata, maka buru-buru ia mengarahkan
ucapannya ke lain soal, ia berkata sambil tertawa:
"Nona Hok, ucapan yang kuucapkan dahulu di atas gunung
Keng-lun-san itu entah betul atau tidak " Dan Hong-tim Ong-
khek May Ceng-ong, apakah betul pernah datang kekuil Khun-
leng To-koan ?" Hok Siu-in waktu itu masih berdiri diam saja, dengan kedua
tangannya ia membereskan rambutnya yang hitam legam,
yang sedang tertiup angin gunung, setelah menenangkan
pikirannya kembali, ia memandang Hee Thian Siang sejenak
lalu menjawab: "Jikalau apa yang kau ucapkan waktu itu tidak benar,
sehingga kami empat saudara lari pulang tanpa hasil, maka
hari ini aku sudah pasti tak akan berlaku begitu baik lagi
terhadapmu. . " "Kenapa " Apakah kau mau suruh aku segera merasakan hebatnya
ilmu pedang golongan Ngo-bie-pay ?"
Hok Siu-in kini benar-benar merasa kewalahan
menghadapi Hee Thian Siang yang nakal itu, baru saja ia
hendak menegornya lagi, Hee Thian Siang sudah bertanya
pula. "Kalau benar Hong-tim Ong-khek May Ceng-ong sudah
mendatangi kuil Khun-lun To-kwan, apakah ilmu kitab Thian-
hian-kiam-pho milik partai Ngo-bie-pay juga sudah diambilnya
?" "Orang yang menamakan diri Hong-tim Ong-khek May
Ceng-ong itu, meskipun merupakan salah satu dari tiga orang
yang paling sudah dihadapi pada dewasa ini, tapi suci kami
Hian-cian Sian-lo bukan orang dari golongan sembarangan,
bagaimana bisa dengan mudah kitab berharga itu diambil
olehnya ?" Hee Thian Siang tiba-tiba ingat keterangan pendekar
pemabokan tentang Hong-tim Ong-khek May Ceng-ong yang
tidak suka bertemu muka dengan Hok Siu-in, maka ia lantas
bertanya. "Waktu kalian balik kembali ke kuil Khun-lun To-koan,
apakah menggunakan barisan ilmu pedang Su-siang Tui-hun-
kiam-tin untuk menghadapi May Ceng Ong. .?"
"May Ceng Ong agaknya juga tahu diri, kami empat
saudara baru saja tiba di depan pintu kuil, ia sudah merat dari
pintu belakang! Jikalau tidak, seperti apa yang kau katakan
tadi, kami akan menghadapinya dengan menggunakan
barisan ilmu pedang Su-siang Tui-hun-kiam-tin!"
Hee Thian Siang diam-diam terkejut, karena apa yang
dikatakan oleh pendekar pemabukan itu ternyata tidak salah !
Tetapi apa sebabnya May Ceng Ong harus melarikan diri dan
tak mau bertemu dengan Hok Siu-in "
Rahasia itu, kecuali orang yang mengetahui benar
keadaannya, sudah tentu tidak dapat menduganya ! Hee
Thian Siang tahu bahwa kunjungan May Ceng Ong ke gunung
Ngo-bie-san tidak mungkin berlalu begitu saja tanpa
mendapatkan apa-apa, maka ia lalu bertanya pula sambil
tertawa: "Menurut keterangan ini, apakah May Ceng Ong belum
pernah bertempur dengan orang-orang golongan Ngo-bie-pay
?" "Orang-orang yang kepandaiannya sudah mencapai setaraf
dengan toa-suci Hian-hian sian-li dan May Ceng Ong, kecuali
bertempur mati matian, sehingga salah satu ada yang mati,
pertandingan biasa saja sebetulnya tak ada artinya, ia hanya
duduk bersila berhadapan dengan Toa-suci di dalam kuil
Khun-leng To-koan satu hari lamanya !"
Orang-orang seperti mereka yang sudah memiliki
kepandaian tinggi sekali, pasti tidak duduk berhadapan satu
hari begitu saja ada gunanya ! Mereka sedang mengadu
kekuatan tenaga dalam ataukah hendak meninggalkan apa-
apa yang patut dibuat peringatan didalam kuil itu ?"
Hok Siu-in yang mendengar pertanyaan itu merasa terkejut
atas kecerdasan otak Hee Thian Siang yang melebihi dari
manusia biasa, maka ditatapnya wajah pemuda itu agak lama,
baru menjawab sambil menganggukkan kepala:
"Perkataanmu juga terakhir itu memang benar! Mereka
setelah duduk berhadapan satu hari lamanya, lalu seraya
bangkit sambil tersenyum, tempat yang diduduki oleh May
Ceng Ong, ternyata masih utuh tidak ada yang rusak, hanya
tempat itu masuk ke dalam lantai ?"
"Dan Toasucimu sendiri ?"
"Bagi, Toasuciku, dalam ilmunya golongan budha, yang
agak kalah sedikit dengan May Ceng Ong, tempat yang ia
duduki masih belum masuk ke lantai sedalam seperti tempat
yang diduduki oleh May Ceng Ong !
Hee Thian Siang diam-diam menghargai sikap terus terang
gadis itu, ia berkata sambil tersenyum:
"Tentang kepandaian ilmu silat, sebetulnya terlalu banyak
jenisnya, ilmu golongan keras, ilmu meringankan tubuh, atau
ilmu pedang dan ilmu senjata rahasia, karena gurunya berlian-
lainan, sudah tentu kepandaiannya juga berbeda beda. Toa-
sucimu Hian-hian Sian-lo, meskipun dalam ilmu dari golongan
budha itu agak kurang dari kepandaian May Ceng Ong tetapi
mungkin. . " Berkata sampai disitu, mendadak ia berhenti, sebab ia telah
melihat bahwa Hok Siu-in tidak memperhatikan ucapannya,
matanya ditujukan ke arah lain, agaknya merasa tertarik oleh
sesuatu yang terjadi ditempat itu, ia lalu tunjukkan pandangan
matanya arah yang menjadi perhatian Hok Siu-in, tampak
olehnya didekat puncak gunung sebelah kanannya ada
sebuah tebing kira-kira tiga puluh tombak tingginya,
dindingnya rata menjulang tinggi seolah-olah dibelah oleh
kampak, dinding tebing itu penuh dengan tumbuhan lumut,
hingga tampaknya sangat licin sekali, tebing itu bagian
atasnya menonjol sedang bagian bawahnya kecil, hingga
nampaknya agak miring, bagaimanapun tinggi ilmunya
meringankan tubuh seseorang juga sulit untuk mencapai ke
atasnya ! Tetapi di tengah-tengah tebing yang luar biasa bentuknya
itu, tampak sebuah goa yang lubangnya demikian kecil !
Hee Thian Siang diam-diam berpikir. Mengapa Hok Siu-in
demikian besar perhatiannya tempat itu" Apakah ia kira di
atas tebing itu ada goa kuno yang didalamnya terdapat dua
benda pusaka yang sedang dicari itu "
Melihat keadaan tempat yang demikian berbahaya dan sulit
dicapai, kemungkinan itu memang ada; tetapi lubang goa
terlalu kecil, garis tengahnya tidak ada satu kaki,
bagaimanapun tingginya ilmu mengkeretkan tubuh juga tidak
dapat memasuki goa itu ! Hee Thian Siang yang baru berpikir demikian, Hok SIu-in
tiba-tiba berkata sambil menunjuk ke tempat itu: "Aku tadi
seperti melihat ada bayangan putih berkelebat masuk ke
dalam gua yang mulutnya kecil itu, mulut goa yang demikian
sempit, bagaimana ada orang dapat masuk kedalamnya ?"
Oleh karena Hee Thian Siang tadi tanpa disengaja pernah
melihat berkelebatnya bayangan hitam, kuning dan putih,
semua menuju ke puncak gunung itu, bayangan yang berbaju
hitam kemudian ternyata adalah Hok Siu-in sendiri, bayangan
kuning dan putih hingga saat itu belum pernah dijumpainya
lagi, maka ketika mendengar ucapan Hok Siu-in, tergeraklah


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hatinya, hingga matanya juga ditujukan ke tempat itu.
Dua orang itu sekian lama memperhatikan keadaan di atas
tebing itu, tetapi tidak tampak bergeraknya bayangan putih
yang masuk kedalamnya, sebaliknya terdengar suara teriakan
aneh seperti orang bicara !
Suara itu datang dari bagian dalam goa, kemudian dari atas
puncak gunung tiba-tiba terdengar suara pekikan yang amat
nyaring, suara itu disusul dengan munculnya seekor binatang
yang sekujur badannya berbulu warna kuning emas, binatang
itu seperti monyet tetapi bukan monyet, seperti orang hutan,
tetapi juga bukan orang hutan !
Munculnya binatang aneh itu sangat mengejutkan Hee
Thian Siang dan Hok Siu-in! Tetapi Hee Thian Siang yang
menyaksikan binatang aneh itu ia merasa seperti pernah
melihatnya. Pada Saat dua orang itu sedang memandangnya dengan
perasaan berheran rehan, dari dalam goa yang mulutnya
sempit itu tiba-tiba menongol keluar sebuah tangan kecil
berbulu putih, tangan itu melemparkan sebuah kotak emas
yang kecil mungil. Dengan munculnya tangan binatang kecil berbulu putih itu,
Hee Thian Siang seketika itu baru sadar, ia tadi merasa
pernah melihat binatang berbulu kuning emas, kiranya adalah
binatang yang pernah dilihatnya ketika berada di lembah
gunung Ciong-lam-san sewaktu di situ terjadi air banjir dan
banyak binatang-binatang buas pada lari serabutan, di
antaranya terdapat kuda berbulu hijau, dan di atas kuda itu
terdapat seekor kera putih dan binatang aneh berbulu kuning
emas itu ! baru sadar Hee Thian Siang tersadar, Hok Siu-in sudah
berkata: "Usaha kita sudah ketinggalan, benda pusaka itu sudah
diambil orang lain lebih dulu, kotak kecil mungil berlapis emas
itu didalamnya pasti terdapat sisik naga pelindung jalan darah
peninggalan Tay-piat Sianjin !"
Hee Thian Siang waktu itu melihat tangan kera putih itu
meskipun kecil, tetapi kekuatan tenaganya melemparkan
kotak emas itu ternyata hebat sekali ! Hingga ia dapat
menduga bahwa kera putih sejenis itu pasti bukan binatang
sembarang binatang. Maka lalu berkata sambil tersenyum:
"Nona Hok, tidak hanya tidak berjodoh dengan benda
pusaka itu, juga bukannya ketinggalan ! Sebab yang
mengambil benda pusaka itu adalah seekor kera kecil berbulu
putih, jikalau kita, sekalipun sudah mengerahkan seluruh
kepandaiannya, juga tak dapat memasuki lobang goa sekecil
itu ! " Mendengar keterangan itu Hok Siu-in terpaksa diam, lama
baru berkata: "Bagaimana kau tahu bahwa yang masuk ke dalam itu
seekor kera berbulu putih yang kecil sekali " . . "
Belum habis ucapannya, dari goa itu kembali melesat
butiran warna merah yang segera disamber oleh binatang
aneh berbulu emas itu. "Butiran putih itu barangkali gulungan pedang mustika Lin-
yap-hian-si-kiam seperti apa yang pernah disiarkan di rimba
persilatan itu !" berkata Hok Siu-in sambil menggeleng
gelengkan kepala. "Dua benda pusaka peninggalan Tay-piat-sianjin sudah
didapatkan oleh orang lain, kera tak lama lagi pasti keluar dari
dalam goa, kau nanti boleh saksikan sendiri, betul seekor kera
kecil berbulu putih atau bukan ?" Berkata Hee Thian Siang
sambil tertawa. Baru saja Hok Siu-in hendak menanya bagaimana ia bisa
tahu, tetapi ketika matanya ditunjukkan ke mulut goa lantas
berseru kaget, dan benar saja dari dalam goa itu muncul
seekor kera berbulu putih yang badannya kecil sekali,
herannya kera itu demikian lincah dan mahir sekali ilmunya
meringankan tubuh, ditempat yang demikian licin miring dan
sangat berbahaya, ia dapat bergerak dengan leluasa dan gesit
sekali ! Kera putih itu lompat lompat di atas tebing yang curam, ia
minta kotak emasnya dari tangan binatang berbulu emas lalu
dibukanya. Kera itu nampaknya sangat gembira sekali,
mulutnya mengeluarkan suara ceciutan, kemudian
menyerahkan kembali ke tangan binatang aneh tadi. Ia
sekarang ambil lagi butiran warna putih perak, lalu dikibatkan
keluar, dan benda telah berubah menjadi sebilah pedang
lemas sepanjang dua kaki lebih, pedang itu meskipun lemas
tapi tampaknya sangat tajam dam bentuknya aneh sekali.
Hee Thian Siang dan Hok Siu-in yang menyaksikan itu
merasa tertarik dan kagum sekali, kera putih itu dengan tiba-
tiba memainkan pedang itu dengan sangat mahirnya!
Hok Siu-in semakin heran, ia berseru:
"Itulah ilmu pedang yang dinamakan kera sakti menyembah
buah dan satu pedang tiga tangkai bunga, apakah kera kecil
itu juga pandai mainkan ilmu pedang Wan-kong Kiam-hwat ?"
Kalau Hok Siu-in mengagumi dan memuji kera kecil itu,
sebaliknya dengan Hee Thian Siang, saat itu pikirannya
melayang layang kepada majikannya. Sebab binatang
piaraannya saja sudah demikian hebat, apalagi majikannya !
Entah ada kesempatan untuk belajar kenal atau tidak "
Dua binatang aneh yang berada di tebing tinggi itu agaknya
mencium bau manusia dan mendengar suara Hok Siu-in dan
Hee Thian Siang hingga dua pasang matanya ditujukan
kepada dua muda mudi itu. Kera putih itu agaknya mengerti
apa arti waspada, dengan cepat ia menggulung lagi
pedangnya menjadi butiran, sesudah mengeluarkan suara
cuitan beberapa kali, bersama sama binatang aneh berbulu
kuning emas, dari tempatnya yang tinggi itu lari turun ke
bawah ! Hok Siu-in yang menyaksikan sendiri bahwa dua benda
pusaka rimba persilatan itu sudah terjatuh ditangan binatang
tadi, ia tidak keburu untuk mengejarnya, apalagi sekalipun ia
dapat mengejar, juga merasa tidak enak untuk merebut
barang orang lain dari tangan binatang !
Pada saat itu, di atas puncak gunung yang sunyi itu, tiba-
tiba terdengar suara yang merdu: "Siao-pek, Tow-wie, kamu
mengerti peraturan dunia Kang-aow atau tidak " Orang sering
berkata: Benda yang tak ada miliknya, siapa yang melihatnya
semua ada hak untuk mendapatkan. Aku hanya ingin Sisik
Naga Pelindung jalan darh itu saja, kau antarkan pedang Liu-
yap-sian-sie-kiam kepada nona itu !"
Hee Thian Siang dan Hok Siu-in yang mendengar ucapan
itu kedua duanya tercengang, dan saling berpandangan.
Tetapi kera putih dan binatang berbulu emas tadi ketika
mendengar suara merdu itu, segera lari ke bawah dan kera
berbulu putih itu lalu menyerahkan kotak emas kepada
binatang berbulu emas, setelah itu ia lari ke lain tepi, menuju
ke tempat berdirinya Hee Thian Siang dan Hok Siu In.
Hok Siu In karena mendengar suara orang tadi juga
merupakan suara seorang gadis, maka sambil mengerutkan
alisnya ia berkata kepada Hee Thian Siang dengan suara
perlahan: "Siapakah nona itu" Selain dapat menguasai dan
memelihara binatang-binatang aneh yang mengerti kemauan
orang itu, juga begitu baik hati. Apakah benar ia hendak
memberikan pedang pusaka itu kepadaku?"
Mata Hee Thian Siang ditujukan ke arah datangnya suara
merdu tadi, ia lalu menjawab dengan suara perlahan pula:
"Asal usul nona itu mungkin aku bisa menduganya, dia
adalah. . Thian-gwa Ceng-mo Tiong-sun Seng. ."
Belum habis ucapannya, Hok Siu In sudah memotong
sambil menggelengkan kepala: "Kau jangan menebak-nebak
sembarangan. Thian-gwa Ceng-mo Tiong-sun Seng adalah
seorang lelaki, sedangkan suara tadi suara seorang
perempuan. ." Hee Thian Siang juga tidak menunggu habis ucapannya,
sudah berkata sambil tertawa: "Kau belum dengar terang
ucapanku, bagaimana sudah menyalahkan aku" Aku
menduga dia adalah putri tunggal Thian-gwa Ceng-mo Tiong-
sun Seng!" Baru saja menutup mulut, di bawah puncak gunung tampak
berkelebat bayangan putih, kera kecil berbulu putih itu sudah
tiba di tempatnya, kera itu mengulurkan tangan kirinya, di
dalam tangan itu ada butiran benda warna perak, diberikan
kepada Hok Siu In. Setelah berada dihadapannya, dua orang itu baru melihat
tegas bahwa bulu putih mulus sekujur badan kera kecil itu,
selain halus juga mengkilap, kedua tangannya juga sangat
panjang telapak tangannya besar sekali, sepasang matanya
merah membara mengeluarkan cahaya sangat tajam. Jelas ia
merupakan seekor binatang luar biasa yang jarang ada di
dalam dunia. Hok Siu In meskipun juga ingin sekali mendapatkan pedang
pusaka yang dinamakan Liu-yap-bian-sie-kiam itu, tetapi kini
ia juga merasa tidak enak untuk menerima barang pusaka itu
dari tangan kera putih. Kera putih itu ketika melihat Hok Siu In tak mau
menyambuti pedang pusaka itu, nampaknya sangat gelisah, ia
menggaruk-garuk telinga sendiri, dan mulutnya mengeluarkan
suara cecuitan yang aneh.
Hee Thian Siang juga lantas berkata kepada Hok Siu In
sambil tertawa: "Kau jangan mengabaikan maksud baik kera
putih itu, di lain waktu kau juga boleh menghadiahkan
padanya buah-buahan dari gunung Ngo-bie-san bukankah. ."
Baru berkata sampai di situ, suara merdu dilain tepi itu
kembali terdengar dan kali ini dibarengi oleh suara tawanya
yang merdu pula: "Orang-orang Kang-ouw pada bercerita,
bahwa di antara empat jago Ngo-bie-pay, yang termudalah
yang paling hebat. Mengapa sekarang nampaknya begitu
malu-malu hati" tidak cukup berani, sebilah pedang toh bukan
berarti apa-apa!" Hok Siu In heran bahwa nona itu mengetahui asal usul
dirinya, karena ia tak suka diejek lagi maka tanpa malu-malu
lagi lantas mengambil pedang pusaka dari tangan kera putih
itu. Waktu itu suara merdu itu kembali terdengar: "Siao-pek
lekas kembali aku hendak pergi!"
Kera putih itu membuka matanya lebar-lebar, memandang
Hee Thian Siang dan Hok Siu In sejenak, kemudian
mengeluarkan suara pekikan, setelah itu ia lompat turun dari
atas gunung, seolah-olah anak panah yang melesat dari
busurnya, ia melesat ke tempat suara majikannya tadi.
Di lembah kaki bukit puncak gunung dekat Hee Thian Siang
dan Hok Siu In, tampak seekor kuda berbulu hijau dilarikan
keluar lembah, di atas kuda terdapat seorang gadis berparas
cantik yang mengenakan mantel warna hitam, sedang
binatang aneh berbulu emas tadi mengikuti di belakang kuda,
oleh karena terpisah terlalu jauh, paras gadis itu tidak nampak
nyata, tetapi bentuk tubuhnya yang indah, membuat Hee
Thian Siang yang memandangnya sampai berdebar-debar
jantungnya, karena wanita itu adalah wanita yang pernah
dilihatnya sepintas lalu di gunung Kiu-gi-san, dan kemudian
ternyata selalu mengganggu pikirannya.
JILID 5 Hok Siu In yang menyaksikan keadaan Hee Thian Siang
demikian, mengeluarkan suara dari hidung!
Manusia memang aneh, Hok Siu In yang baru saja
mengeluarkan suara dari hidung, tiba-tiba ia merasakan
bahwa perbuatan itu kurang pantas, hingga wajahnya merah
seketika, dan untuk menutupi rasa malunya, ia lalu membuka
gulungan pedang di tangannya, sehingga berubah menjadi
sebilah pedang tipis yang sangat tajam.
Hee Thian Siang ketika mendengar suara dari hidung Hok
Siu In tadi, ia terkejut dan merasa heran. Ia berpaling dan
hendak menanyakan sebabnya, telah tampak olehnya gadis
itu sedang memeriksa pedang pusakanya!
Selagi Hok Siu In hendak mencoba pedangnya, kera kecil
putih itu sudah lari dan mengejar majikannya, dengan cara
yang genit sekali kera kecil itu lompat melesat ke dalam
pelukan majikannya. Gadis itu nampaknya begitu sayang kepada binatang
kesayangannya, kera itu dipeluknya dan lalu melarikan
kudanya lebih cepat. Hee Thian Siang menyaksikan berlalunya gadis bersama
kuda tunggangannya yang luar biasa dan dua kawannya yang
aneh-aneh, coba mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya
dan mencoba menggunakan ilmunya untuk menyampaikan
suaranya ke jarak yang jauh, ia memanggil dengan suara
nyaring: "Nona Tiong-sun, harap berhenti dulu!"
Gadis di atas kuda itu ketika mendengar panggilan Hee
Thian Siang, sebentar menarik kudanya dan memutar
kepalanya, dari dalam pelana kudanya ia mengambil sebuah
benda seperti terompet dan diletakkan dalam bibirnya lalu
bertanya sambil tertawa: "Kau siapa, bagaimana mengetahui
asal-usulku?" Hee Thian Siang dan Hok Siu In semula agak heran,
karena suara gadis itu kedengaran demikian tegas, selagi
mereka merasa kagum akan ketinggian ilmu tenaga dalam
gadis itu, ketika menampak benda di mulutnya berubah ia
sadar bahwa gadis itu menggunakan alat pengeras suara di
mulutnya yang bentuknya seperti terompet.
"Namaku Hee Thian Siang, kuda tunggangan Tiong-sun
apakah kuda Ceng-hong-kie yang dahulu menjadi milik Say
Han Kong yang kemudian telah kau menangkan dengan jalan
pertaruhan?" demikian Hee Thian Siang menjawab.
"O, kiranya kau kenal dengan Say Han Kong" Pantas kau
dapat menduga asal-usulku dan mengetahui namaku. Ada
urusan apa kau memintaku untuk berhenti?"
Ditanya demikian Hee Thian Siang merasa gugup hingga
wajahnya kemerahan, tetapi ia masih berusaha untuk
menjawab: "Aku merasa kau terlalu pintar bertaruhan, maka
aku juga ingin mencari suatu kesempatan untuk mencoba
bertaruh denganmu!" Tiong-sun Hui Kheng yang mendengar ucapan itu dari
pelana kudanya mengambil sebuah kaca untuk melihat jarak
jauh, kaca itu ditujukan kepada Hee Thian Siang dan Hok Siu
In, setelah itu ia tetap menggunakan alat pengeras suara tadi
dan berkata kepadanya: "Kuda Say Han Kong yang didalam
dunia ini tidak ada duanya, toh kalah dalam tanganku, kau
ingin bertaruh denganku, apakah kau tidak takut akan kalah?"


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mengapa takut kalah" Di selat gunung Bu-hiat di kaki
gunung Tiao-in-hong aku pernah mengadakan pertaruhan
dengan Sucimu Bu-san Sian-cu Hwa Ji Swat!"
Ucapan itu mengejutkan Tiong-sun Hui Kheng, gadis itu
tampak berpikir sejenak kemudian berkata: "Kalau demikian
halnya, kita nanti coba mencari kesempatan untuk bertemu
lagi di gunung Oey-san di puncak Thian-tu-hong pada nanti
tanggal enam belas bulan dua belas akan diadakan
pertemuan besar, kau barangkali juga akan kesana! Sekarang
aku tak akan mengganggu kesenangan kalian, sampai
bertemu dilain waktu di puncak Thian-tu-hong di daerah
gunung Oeu-san!" Sehabis berkata demikian, kuda Ceng-hong-kienya lalu
dipacu dan sebentar kemudian sudah menghilang didalam
rimba yang lebat! Hee Thian Siang ketika mendengar ucapan Tiong-sun Hui
Kheng yang mengatakan padanya "Tidak akan mengganggu
kesenangan kalian!" agaknya sudah salah paham, agaknya ia
bersama Hok Siu In disangkanya sepasang kekasih, maka
diam-diam ia mengerutkan alisnya.
Selagi ia hendak berkata kepada Hok Siu In, tetapi nona itu
ternyata sudah pergi tanpa pamit, ia hanya melihat
berkelebatnya bayangan hitam dan kemudian sudah
menghilang dijalan kecil di puncak gunung itu.
Selagi berdiri termangu memikirkan diri dua gadis tadi,
diantara dinding bukit terdapat beberapa baris tulisan yang
digores dengan ujung pedang, tulisan itu maksudnya:
"Orangnya patut dihormati! Patut dikagumi! Patut dicintai!
Berusaha terus dan jangan lupa perjanjian di atas gunung
Ngo-bie pada nanti tanggal dua puluh bulan lima, tahun
depan! Hee Thian Siang setelah membaca tulisan itu akhirnya ia
dapat menebak bahwa yang dimaksudkan dengan kata-kata
"patut dihormati" adalah ditujukan kepada Tiong-sun Hui
Kheng, karena gadis itu meskipun sudah mendapatkan benda
pusaka peninggalan Tay-piat Siang-jin tetapi tidak
mementingkan diri sendiri, sebaliknya menurut peraturan
dunia Kang-ouw ia menghadiahkan pedang pusakanya Liu-
yap Bin-si-kiam kepada Hok Siu In.
Sedangkan kata-kata "patut dikagumi" yang dimaksudkan
ialah Tiong-sun Hui Kheng yang dapat mengendalikan kuda
galak dan menjinakkan binatang aneh berbulu emas serta
kera putih kecil. Sementara barisan tulisan ketiga yang dikatakan "patut
dicintai" kata itu seolah-olah mengandung perasaan cemburu
yang besar sekali. Terutama kata-kata "berusahalah terus" kata-kata itu
mengandung dua arti. Apakah ia boleh berusaha terus untuk
mendapatkan gadis yang patut dihormati, yang patut dikagumi
dan patut dicintai itu, ataukah suruh ia berusaha mempertinggi
ilmu silatnya, supaya dapat digunakan untuk bekal
pertandingan yang akan diadakan nanti di puncak gunung
Ngo-bie-san. Hee Thian Siang lama memikirkan persoalan ini,
tetapi ia semakin memikir semakin bingung, sebab dalam
pesiarnya ke gunung Tay-pit-san hari itu, meskipun secara
kebetulan menemukan Tiong-sun Hui Kheng dan dapat
menyaksikan benda pusaka peninggalan Tay-piat Sianjin,
tetapi benda itu sudah menjadi milik Hok Siu In sedang ia
sendiri tidak mendapatkan apa-apa.
Karena Tiong-sun Hui Kheng sudah salah anggap dirinya
menjadi kekasih Hok Siu In, maka di kemudian hari kalau
hendak berkenalan dengannya pasti akan mendapat rintangan
yang tidak sedikit. Dan Hok Siu In sendiri nampaknya juga seperti tumbuh
benih cinta terhadap dirinya.
Dalam pertandingan yang akan diadakan di puncak Ngo-
bie-san nanti, gadis itu pasti akan berusaha untuk
mendapatkan kemenangan, ditambah lagi kalau rasa
cemburunya, hal mana mungkin akan menyulitkan dirinya
sendiri. Dengan pikiran bimbang Hee Thian Siang seorang diri
turun dari puncak gunung dengan menyusuri daerah gunung
Tay-piat-san, ia melanjutkan perjalanannya ke gunung Oey-
san dengan melalui propinsi An-hui.
Pada tanggal lima belas bulan dua belas di puncak Thian-
tu-hong daerah gunung Oey-san telah kedatangan tiga tokoh
dari partai Bu-tong-pay. Mereka adalah ketuanya, Hong-hwat
Cinjing, salah seorang dari tujuh partai penting Bu-tong, ialah
It-tim-cu dan satu lagi adalah seorang tua, usianya yang paling
tinggi, dia adalah suheng Kong-hwat Cinjin, lantaran suatu
kesalahan telah dihukum dua puluh tahun menghadap tembok
oleh ketuanya yang dahulu, dan yang paling belakang ini
sudah dibebaskan karena hukumannya sudah cukup, dia
adalah Kong-kong Totiang.
Maksud partai Bu-tong, Tiam-cong dan Lo-hu mengundang
partai Kun-lun mengadakan pertemuan itu sebetulnya hendak
menanyakan tentang senjata rahasia duri berbisa, tetapi
mengingat semuanya adalah orang-orang persilatan, apabila
dalam pembicaraan terdapat perselisihan paham sehingga
menerbitkan onar, kemungkinan itu memang ada. Maka ketua
partai Kun-lun The Wie Cu juga mengundang sahabat
karibnya Peng-pek Sin-kun yang menjadi ketua Swat-san-pay
dan Hian-hian Sianlo ketua Ngo-bie-pay! Oleh karena itu pihak
yang mengundang dan pihak yang diundang masing-masing
terdiri dari tiga partai besar. Orang rimba persilatan yang
mendengar kabar, yang datang untuk menyaksikan,
jumlahnya juga tidak sedikit. Maka kedua pihak pernah
mengadakan sesuatu perjanjian, yang membatasi jumlah
orang-orang kedua pihak, tetapi jumlah orang yang datang
untuk menyaksikan sudah tentu tak bisa dibatasi. Hanya
orang-orang dari enam partai yang bersangkutan setiap partai
hanya dapat diwakili oleh tiga orang.
Tiga orang dari Bu-tong-pay yang lebih dahulu tiba
ditempat pertemuan, Hong-hwat Cinjin sebagai ketuanya
berkata kepada suhengnya Hong-kong Totiang: "Tak disangka
ketua Kun-lun-pay Tie-hui-cu tak mau mengakui kesalahannya
mengenai senjata rahasia duri berbisa, bahkan mengundang
Swat-san dan Ngo-bie untuk membantu pihaknya! Apabila
tokoh-tokoh persilatan yang tidak sedikit jumlahnya nanti juga
membantu mengobarkan kekeruhan, maka pertemuan di
puncak Thian-tu-hong ini pasti tidak bisa berakhir dengan baik,
akibatnya kedua pihak nanti akan mengadu kekuatan dan
kepandaian. Karena sebagaimana umumnya orang-orang
persilatan siapakah yang tak ingin mendapat kemenangan"
Tetapi kalau hal itu nanti benar-benar terjadi, maka
permusuhan antara partai dan golongan sudah tentu akan
bertambah dalam. Untuk selanjutnya dunia Kang-ouw
barangkali akan terjadi pertumpahan darah berlarut-larut yang
tak henti-hentinya."
Hong-kong Totiang memuji nama Buddha, setelah itu baru
berkata: "Ciang-bun Sute, perlu apa kau berpikiran demikian"
Sudah dua puluh tahun aku menjalani hukuman menghadap
tembok, namun demikian hatiku terhadap nama dan
kedudukan masih belum tawar, apalagi manusia biasa!
Peribahasa mengatakan: Siapa yang menanam bibitnya dialah
yang akan memetik buahnya! Orang yang diam-diam
menggunakan senjata duri berbisa untuk membinasakan tiga
saudara kita, orang itu sesungguhnya sangat kejam sekali!
Jikalau tidak dihajar adat untuk memberi peringatan kepada
yang lainnya maka rimba persilatan nanti benar-benar tidak
akan mengalami ketenangan!"
Baru berkata sampai di situ, di bawah puncak Thian-tu-
hong terdengar suara orang memuji nama Budha, kemudian
disusul oleh kata-katanya: "Sahabat dari Bu-tong ternyata
sudah datang demikian pagi! Pin-nie dan Ciu susiok semula
masih mengira adalah orang pertama yang tiba ditempat ini!
Hampir berbareng pada saat suara itu ditutup, seorang
pendeta wanita berpakaian putih dan seorang lelaki tua
berwajah merah segar dan berpakaian kain tenun, sudah
berdiri di puncak Thian-tu-hong dan memberi hormat
sebagaimana layaknya kepada Hong-hwat Cinjing, Hong-kong
Totiang dan It-im-cu. Pendeta wanita yang baru datang itu adalah ketua Lo-hu-
pay Peng-sim Sin-nie, dan lelaki tua bermuka merah segar itu
adalah Susioknya Peng-sim Sin-nie yang bernama Cin Lok
Pho. Tiga Imam dari Bu-tong-pay buru-buru membalas hormat
dan berkata sambil tersenyum: "Mengapa Peng-sim taysu
hanya datang bersama Cin Lociapwe berdua saja. .?"
"Bu-tong dan Lo-hu merupakan dua partai besar yang
sama tingkatannya, Cin Lok Pho tidak bernai menerima
panggilan Ciang-bun Cinjing tadi! Satu orang lagi yang akan
turut hadir dalam pertemuan di puncak Thian-tu-hong ini
adalah Leng-po Giok-lie, oleh karena dia sekarang sedang
berkelana di kalangan Kang-ou sudah lama meninggalkan
gunung Lo-hu-san, tetapi sudah diberi kabar oleh Ciang-bun-
jin barangkali akan datang kemari sebelum pertemuan itu
dibuka." Hong-hwat Cinjing masih tetap menghormati Cin Lok Pho
yang kedudukannya paling tinggi dalam Lo-hu-pay, sambil
memberi hormat berkata: "Didalam rimba persilatan meskipun
banyak jumlahnya partai dan golongan, namun sumbernya
adalah satu! Apalagi Cin locianpwe yang berkedudukan tinggi
dan berbudi luhur, juga merupakan Susiok dari Peng-sim
taysu sudah tentu termasuk orang dari angkatan tua, harap
cianpwe jangan pandang Hong-hwat sebagai orang luar!
Sayang orang dari Tiam-cong masih belum tiba, jikalau tidak
besok pagi kita boleh bertanya dulu pada Kun-lun, dan
bagaimana harus menghadapi Ngo-bi dan Swat-san, hal ini
perlu kita pelajari dan rundingkan dahulu supaya mendapat
keputusan yang adil, dan sedapat mungkin kita jangan sampai
bentrok sehingga menimbulkan pertumpahan darah. Karena
apabila hal itu terjadi, dengan mudah akan menimbulkan
malapetaka hebat bagi rimba persilatan.
"Kami dari Lo-hu dan Tiam-cong memang sudah lama
menanam bibit permusuhan tak disangka kali ini lantaran perlu
hendak menanyakan orang-orang Kun-lun-pay tentang senjata
rahasia duri beracun, ternyata sudah berdiri dalam satu front!
Orang yang datang dari pihat Tiam-cong-pay barangkali
ketuanya sendiri Tiat-kwan Totiang dan Cie-yan Thian-cun Lui
Hwa serta Liong-hui Kiam-khek Su-to Wie yang biasanya
dianggap sebagai tiga orang penting atau tiga jago pedang
golongan Tiam-cong!" Berkata Peng-sim Sin-nie sambil
tertawa getir. Pada saat itu, Hong-kong totiang menunjuk ke bawah dan
berkata sambil tersenyum: "Di bawah bukit diantara
pepohonan itu tampak beberapa bayangan orang, entah orang
dari mana yang datang, jumlahnya agaknya tidak sedikit."
Empat yang lainnya mendengar ucapan itu lantas pasang
telinga, benar saja ada suara orang yang sedang mendaki
gunung, tetapi orangnya hanya tiga, jadi agak berbeda seperti
apa yang didengar oleh Hong-kong Totiang.
Tak lama kemudian tiga jago pedang dari golongan Tiam-
cong semua sudah tiba di puncak gunung, dengan dipimpin
oleh ketuanya Thiat-kwan Totiang, mereka bertiga memberi
hormat kepada Hong-hwat Cinjin dan lain-lainnya, sementara
itu Hong-hwat Cinjin juga menyambut kedatangan mereka
sebagaimana layaknya, tetapi tiga jago pedang itu terhadap
Peng-sim Sin-nie dan Cin Lok Pho hanya menyoja saja
dengan sikap dingin, agaknya masih mendendam
permusuhan. Peng-sim Sin-nie dan Cin Lok Pho yang menyaksikan
keadaan demikian, meskipun merasa kurang senang tetapi ia
tidak ambil pusing, sementara itu Hong-kong Totoang sudah
bertanya kepada Thiat-kwan Totiang: "Thiat-kwan Toheng,
waktu kalian datang kemari, orang golongan mana yang
berjalan bersama-sama kalian?"
Thiat-kwan Totiang tak menduga bahwa orang-orang Bu-
tong dan Lo-hu datang lebih pagi, bahkan Hong-kong Totiang
ini nampaknya sudah tahu dirinya berjalan bersama-sama
orang lain, maka sejenak setelah merasa tercengang barulah
menjawab: "Pinto bertiga tadi ketika di bawah puncak Thian-
tu-hong secara kebetulan telah berpapasan dengan ketua Ki-
lian-pay yaitu Khi Tay Cao bersama anak buahnya datang
kemari untuk meninjau. ."
Hong-hwat Cinjing mendengar bahwa Kie-lian-pay juga
turut hadir, alisnya nampak dikerutkan, dan mengajukan
pertanyaan kepadanya: "Kalau benar ketua Kie-lian-pay sudah
datang dimana sekarang berada?"
"Menurut kata saudara Khie Tay Cao, besok baru akan naik
ke puncak untuk meninjau saja, tindakan itu diambil karena
khawatir barangkali dipihak kita akan melakukan perundingan
apa-apa lebih dahulu dan hal itu sudah tentu tidak pantas
diketahui oleh orang luar." Menjawab Thiat-kwan Totiang.
Peng-sim Sin-nie yang mendengar jawaban itu lalu berkata:
"Itulah yang benar-benar dinamakan Dengan jiwa seorang
kecil mengukur hati orang yang berjiwa besar!"
Liong-hui Kiam-khek Su-to Wie yang terkenal berangasan
ketika mendengar ucapan yang mengandung ejekan itu
dengan sinar mata tajam menatap Peng-sim Sin-nie kemudian
bertanya: "Siapakah yang dimaksudkan orang berjiwa kecil"
Dan siapakah yang kau maksudkan orang berjiwa besar?"
Peng-sim Sin-nie memandangnya sejenak dengan sinar
mata dingin, baru saja hendak menjawab sudah didahului oleh
Cin Lok Pho: "Siapa yang pernah memikir hendak
merencanakan suatu rencana keji di puncak gunung, hendak
mencelakakan pihak lawannya, dialah yang dinamakan orang
berjiwa kecil! Dan siapa yang tetap berlaku jujur dan terus
terang serta blak-blakan, dialah yang berjiwa besar!"
Hong-hwat Cinjin menampak orang-orang dari pihak Lo-hu
dan Tiam-cong yang benar saja masih mengandung
permusuhan, sepatah kata saja mungkin bisa menimbulkan
bentrokan, maka ia buru-buru mengelakkan dengan kata-kata
lain, ia bertanya kepada ketua Tiam-cong-pay: "Mengenai
Hong Lui Bun 20 Panji Tengkorak Darah Ko Lo Hiat Ki Karya S D Liong Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun 3
^