Pencarian

Makam Bunga Mawar 34

Makam Bunga Mawar Karya Opa Bagian 34


Pada saat orang-orang golongan sesat pada kegirangan
atas hasil kemenangan pemimpinnya, tiba-tiba turunlah ke
lapangan Tiong sun Seng yang menjadi kepala rombongan
orang-orang golongan kebenaran. Dengan sikap yang sangat
tenang sekali, pemimpin rombongan ini sudah berdiri di
hadapan Pat-bo Yao-ong sambil tersenyum.
Begitu melihat lawan tangguh berdiri dihadapanya, Hian
Wan Liat buru-buru menangkap pikirannya. Perasaan bangga
yang tadinya begitu meluap-luap, telah lenyap seketika.
Tiong sun Seng mengangkat tangan memberi hormat
seraya berkata sambil tersenyum :
"Kuhaturkan selamat kepada Hoat ong yang telah berhasil
memenangkan dua babak pertandingan ini !"
Hian Wan Liat menggelengkan kepala sambil tersenyum,
dengan wajah merah karena kemalu-maluan ia berkata :
"Babak pertama dalam pertandingan ilmu meringankan
tubuh dengan May tayhiap, kemenangan yang kudapat
sebetulnya sangat tipis. Juga boleh dikata merupakan suatu
kebetulan saja. Sedang dalam babak kedua, juga sesudah
dua ratus tujuh puluh jurus baru dapat ditetapkan
keputusannya. Sebetulnya, kedua-dua kali kemenangan ini
sangat tipis sekali. Mana berani aku menerima pujian Tiong
sun tayhiap " Sekarang entah Tiong sun tayhiap hendak
bertanding dalam ilmu apa denganku."
Tiong sun Seng ada maksud hendak mengikat Pat-bo Yao-
ong dengan ucapannya sendiri. Maka ia hanya tertawa tidak
lantas menjawab, sebaliknya ia balas bertanya :
"Numpang tanya, Hoat ong. Dalam pertandingan babak
ketiga ini menggunakan barang apakah sebagai hadiahnya ?"
"Yang dipertaruhkan buat pertandingan kali ini ialah
mengasingkan diri selama dua puluh tahun bagi siapa saja
yang kalah. Apakah Tiong sun tayhiap anggap bahwa
pertaruhan ini terlalu berat ?"
"Pertaruhan ini sangat ideal sebab bagi yang menang
sudah terang tak usah dikata lagi, apalagi bagi yang kalah.
Selama mengasingkan diri dalam waktu dua puluh tahun itu
bagi yang kalah bisa digunakan waktunya untuk memikirkan
perbuatan-perbuatan dan kelemahan-kelemahannya sendiri
dalam waktu-waktu belakangan ini. Dengan sendirinya juga
sangat berfaedah bagi perbaikan nasib di kemudian hari."
berkata Tiong sun Seng. "Jikalau Tiong sun tayhiap sudah setuju dengan perjanjian
itu, lalu dengan cara bagaimana kita hendak bertanding ?"
"Aku sebenar-benarnya ingin sekali belajar kenal dengan
kekuatan tenaga dalam Hoat ong. Tetapi setelah kupikir
biarlah Hoat ong mengasoh dulu beberapa saat, baru kita mulai lagi.
Setujukah ?" "Mengapa harus mengasoh dulu ?" tanya Hian Wan Liat
ong. "Tidak perlu !"
"Sebabnya begini. Bukankah Hoat ong tadi dengan
beruntun sudah menghadapi dua lawan tangguh " Setidak-
tidaknya tentu ada juga membawa pengaruh bagi kekuatan tenaga dalam
maupun kekuatan tenaga murni. . . . . . . . "
Sebelum Hian Wan Liat mendengar ucapan itu, memang
benar sudah merasa letih. Sebetulnya juga ingin mendapat
sedikit waktu untuk beristirahat. Tetapi kini setelah mendengar
Tiong sun Seng berkata demikian, lalu berkata dengan alis
berdiri : "Kejujuran Tiong sun tayhiap sungguh-sungguh telah
membuat Hian Wan Liat sangat kagum. Tetapi oleh karena
Hian Wan Liat sudah menetapkan jumlah empat babak,
dengan sendirinya tidak sampai tidak mengukur kekuatan
tenaga sendiri. Sebaiknya Tiong sun tayhiap lekas sebutkan
cara-caranya. Jikalau tidak mau lebih baik kita hapuskan saja
pertandingan ini !" Tiong sun Seng yang mendengar ucapan itu, lantas berkata
sambil menatap wajah Khie Tay Cao :
"Khie ciangbunjin, tolong pinjamkan kepada kami dua
batang tongkat besi untuk digunakan dalam pertandingan ini !"
Khie Tay Cao tidak dapat menduga maksud Tiong sun
Seng. Tetapi juga terpaksa memerintahkan orang untuk
mengambil dua batang ruyung besi, diantarkan ke tengah
lapangan. Tiong sun Seng mengambil sebatang, berkata kepada Pat-
bo Yao-ong sambil tersenyum :
"Hian Wan Liat ong, kita masing-masing berdiri di ujung
ruyung besi ini lalu menyambut serangan yang dilancarkan
oleh kedua belah pihak sebanyak sepuluh jurus. Bagaimana
Hian Wan Liat ong pikir ?"
"Dengan kekuatan tenaga seperti kau dan aku ini, jumlah
sepuluh jurus barangkali belum tentu dapat menetapkan siapa
yang menang dan siapa yang kalah !" berkata Hian Wan Liat
yang juga mengambil sebatang ruyung besi.
"Apabila hal ini dilakukan di tanah datar, memang benar
sulit untuk menetapkan kemenangan dalam jumlah sepuluh
jurus saja ! Tetapi sekarang karena harus berdiri di ujung ruyung yang
ditancapkan di tanah dan kita harus saling melancarkan
serangan dalam waktu sepuluh jurus rasanya juga sudah
cukup untuk menetapkan siapa yang harus mengasingkan diri
selama dua puluh tahun !" berkata Tiong sun Seng sambil
tertawa. Sehabis berkata demikian, badannya lalu bergerak. Satu
kakinya berdiri di ujung ruyung besi yang sudah ditancapkan
diatas sebuah batu besar.
Namanya saja ditancapkan tetapi sebetulnya hanya
diletakkan diatas batu hingga kalau bergerak sedikit saja,
ruyung itu bergoyang-goyang seolah-olah hendak jatuh.
Pat-bo yao-ong Hian Wan Liat sudah tentu tidak mau
mengalah. Ia juga berbuat seperti apa yang dilakukan oleh
Tiong sun Seng. Tiong sun Seng yang mendapat kehormatan untuk
membuka serangan lebih dahulu, lalu memberi hormat dan
mulai melakukan serangannya hingga sepuluh kali.
Hian Wan Liat menyambuti setiap serangan itu dengan
sikap tenang. Bagi orang luar yang menyaksikannya, pertandingan itu
seperti seolah-olah permainan anak-anak. Sebetulnya sepuluh
jurus serangan itu, setiap serangannya dilancarkan dengan
penuh tenaga yang menggunakan kekuatan tenaga dalam
yang sudah sempurna. Dalam waktu sekejap mata saja, sepuluh kali serangan itu
sudah selesai dilancarkan oleh kedua belah pihak. Dua orang
itu semuanya masih tidak bergerak dari tempatnya, berdiri
dengan satu kaki diujung ruyung besi.
Tiong sun Seng kembali mengangkat tangan memberi
hormat dan berkata sambil tersenyum :
"Sebentar setelah pertemuan besar ini berakhir, Tiong sun
Seng akan mengantarkan Hian Wan Liat ong pulang !"
Dengan wajah menunjukkan sikapnya yang serius, Pat-bo
Yao-ong menjawab sambil menganggukkan kepala :
"Tiong sun tayhiap jangan khawatir. Setelah perpisahan kita
hari ini, dalam waktu dua puluh tahun, kalian tidak nanti dapat
menemukan orang-orang Hian Wan Liat yang sekarang ada
disini melakukan pergerakan apa-apa lagi di dunia Kang ouw."
Khie Tay Cao yang mendengar ucapan itu sudah tentu
terkejut. Hingga saat itu, ia masih belum tahu dimana letak
kekalahan sebenarnya dari Pat-bo Yao-ong.
Ternyata setelah bertanding sepuluh jurus, meskipun kedua
pihak tidak ada yang lompat turun dari ujung ruyung besinya,
tetapi ujung ruyung besi yang digunakan untuk berdiri oleh
Pat-bo Yao-ong sudah melesak ke atas batu sedalam tiga
dim. Tiong sun Seng menampak Pat-bo Yao-ong mengakui
kekalahannya dengan terus terang dan sejujurnya, dalam hati
diam-diam juga merasa sangat kagum. Katanya sambil
tersenyum : "Hian Wan Liat ong, kau benar-benar seorang ksatri yang
jujur. . . ." Tidak menantikan Tiong sun Seng berkata selanjutnya, Pat-
bo Yao-ong sudah berkata sambil menggoyang-goyangkan
tangannya : "Tiong sun tayhiap tidak usah bicara lagi. Harap lekaslah
kau mengutus orang-orangmu lagi untuk menyelesaikan
pertandingan keempat. Sebab meskipun Hian Wan Liat akan
segera menepati janjinya untuk mengasingkan diri selama dua
puluh tahun tetapi sebelum aku mengasingkan diri, aku masih
ingin merebut gelar Jago daerah Pat-bong dan Manusia
teragung rimba persilatan !"
Setelah mendengar ucapan itu, sudah tentu Tiong sun
Seng terpaksa balik kembali ke rombongannya.
Orang-orang dari pihak golongan kebenaran karena
kemenangan Tiong sun Seng dalam babak ini besar sekali
hubungannya dengan nasib seluruh rimba persilatan, maka
semua pada bangkit dari tempat duduknya untuk
menghaturkan selamat. Tiong sun Seng merasa malu, katanya sambil
menggelengkan kepala dan menghela napas :
"Seumur hidupku, perbuatanku selalu mengutamakan
kejujuran. Tetapi kali ini oleh karena lawan terlalu hebat dan
mengingat kepentingan serta nasib seluruh rimba persilatan,
mau tak mau harus menggunakan sedikit akal untuk
mendapat kemenangan. Kalau dipikir sesungguhnya aku merasa sangat malu !"
"Ayah menggunakan akal apa ?" bertanya Tiong sun Hui
Kheng heran. "Sewaktu aku turun ke lapangan, sebelum pertandingan
dimulai, lebih dulu kutotok sendiri jalan darahku San goan tay
hiat !" Semua orang yang mendengar ucapan itu pada terkejut.
Sebab tindakan Tiong sun Seng yang menotok jalan darahnya
sendiri San goan tay hiat, meskipun dapat menambah
kekuatan tenaga dalam sendiri hingga hampir dua tiga puluh
persen, tetapi baik menang ataupun kalah, semuanya
membawa akibat terluka parah bagian dalamnya.
Hee Thian Siang pertama-tama berseru dengan suara
cemas : "Empek Tiong sun. . . "
Bibir Tiong sun Seng waku itu sudah tampak mengalir
darah, tetapi ia masih bisa berkata sambil menunjuk Say han
kong : "Hiantit tidak perlu khawatir. Dengan adanya saudara Say
han kong yang merupakan tabib dewa disampingku, apakah
aku bisa mati " Sekarang kau lekaslah turun ke lapangan.
Dengan menggunakan bulu burung hadiah dari Thian ie taysu
untuk bertanding senjata rahasia dengan Hian Wan Liat untuk
mengakhiri pertandingan ini !"
Say han kong buru-buru memberikan dua butir pel kepada
Tiong sun Seng dan setelah menelan pel itu, Tiong sun Seng
merasa segar kembali. Maka ia berkata pula kepada Hee
Thian Siang dengan suara perlahan :
"Hiantit, kau adalah seorang yang sifatnya ingin menang
saja. Tetapi dalam pertandingan ini, kau hanya boleh kalah,
tidak boleh menang. Aku hendak memberikan hadiah gelar
Jago daerah Pat-bong dan Manusia teragung rimba persilatan
ini kepada Hian Wan Liat sebelum ia mengasingkan diri.
Dengan demikian barulah ia merasa tidak terlalu kehilangan
muka. Sedangkan dalam hatiku juga dapat mengurangi
perasaan maluku sendiri !"
Hee Thian Siang menganggukkan kepala menerima pesan
itu, lalu turun ke lapangan.
Tiong sun Seng kembali memesan kepadanya :
"Hiantit awas. Bertanding dengan seorang berkepandaian
tinggi luar biasa seperti Pat-bo Yao-ong ini kalau ingin
merebut kemenangan sudah tentu lebih sulit dari pada
mendaki ke langit. Tetapi buat pura-pura kalah juga bukanlah
soal yang terlalu mudah ! Kau harus berbuat begini, kalau dapat janganlah sampai
menunjukkan sedikit pun tanda-tanda dalam kekalahanmu.
Jikalau tidak ini berarti ia akan terhina di hadapan umum.
Tindakan demikian itu lebih berat perasaannya dari pada
dibunuh !" Dalam hati Hee Thian Siang meskipun menerima baik dan
sudah lantas turun ke lapangan tapi diam-diam ia masih
memikirkan tiga kali pertandingan yang sudah lalau dengan
tokoh-tokoh terkuat seperti May Ceng Ong, Hong hoat Cinjin
dan Tiong sun Seng. Meskipun sudah menghamburkan banyak kekuatan tenaga
dalam lawannya, tetapi tadi masih merebut kemenangan
secara tidak mudah. Disini dapat diketahui betapa hebat
kepandaian ilmu iblis tua itu.
Kalau diingat hebatnya lawan itu, bukankah ia sendiri tidak
ada harapan untuk merebut kemenangan " Apa pula
maksudnya Tiong sun Seng malah pesan wanti-wanti padanya
dalam pertandingan ini ia cuma boleh kalah tidak boleh
menang " Dengan otak penuh tanda tanya, Hee Thian Siang
menghadapi Pat-bo yao-ong tetapi dalam hati Tiong sun Seng
mengerti. Ia tahu bahwa tadi ia sudah menggunakan ilmnya
Thian hian thay it sin kang dengan sepenuh tenaga. Hal ini
sudah membuat Tiong sun Seng terluka parah bagian
dalamnya. Begitu berada di tengah lapangan, Hee Thian Siang segera
memberi hormat kepada Pat-bo Yao-ong.Hian Wan Liat
menghela napas kemudian berkata :
"Hee laote, kaukah yang akan mewakili partai-partai
persilatan daerah Tiong goan hendak bertanding senjata
rahasia denganku ?" Hee Thian Siang menganggukkan kepala dan berkata
sambil tertawa : "Sebab aku merasa suka dengan patung batu giok warna
putih ini. Lagi pula ingin mendapat gelar sebagai Jago daerah
Pat-bong dan Manusia teragung dalam rimba persilatan.
Barulah tanpa mengukur tenaga sendiri hendak minta kepada
para locianpwe supaya mengutus aku turun ke lapangan !"
"Kau hendak menggunakan senjata rahasia apa ?"
bertanya Hian Wan Liat.

Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dari dalam sakunya Hee Thian Siang mengeluarkan tiga
batang bulu burung warna lima yang bentuknya pendek. Bulu
burung itu diletakkan ditangannya dan kemudian berkata pula
sambil tersenyum : "Senjata rahasia yang kugunakan ialah tiga batang Phian
khim ngo sek ie mao ini !"
Hian Wan Liat mendengar ucapan itu tampak terkejut.
Tanyanya : "Phian khim ngo sek ie mao " Apakah itu bukan senjata
Thian ie taysu dahulu yang pernah menggemparkan rimba
persilatan ?" "Benar. Ini adalah benda yang dihadiahkan oleh Thian ie
taysu. Tetapi setelah taysu itu menghadiahkan aku tiga batang
bulu burung ini dan mewariskan aku cara-cara
menggunakannya, lantas menutup mata !"
"Sudah lama aku mendengar nama besar Thian ie taysu
itu. Sayang belum pernah ketemu muka sekali saja. Tak
kuduga setelah aku kalah dalam pertaruhan dan sebelum
mengasingkan diri dua puluh tahun masih dapat berkenalan
dengan senjata rahasianya yang pernah menggemparkan
bumi ini !" berkata Pat-bo Yao-ong sambil menghela napas.
"Hian Wan Liat ong sekarang hendak menggunakan
senjata rahasia apa ?" bertanya Hee Thian Siang sambil
tertawa. Pat-bo Yao-ong meloloskan tiga buah cincin batu giok yang
dipakai di tiga jari tangannya, berkata sambil menggelengkan
kepala dan tertawa : "Senjata rahasia yang kugunakan ialah tiga buah cincin
yang dinamakan cincin penyabut nyawa ini. Tetapi sesudah
beberapa puluh tahun lamanya aku tidak pernah
menggunakan, barang kali ada sedikit kurang lancar !"
"Hian Wan Liat ong menghendaki bertanding dengan cara
bagaimana ?" bertanya Hee Thian Siang sambil mengawasi
tiga buah cincin batu giok di tangan Pat-bo Yao-ong.
"Kita coba-coba dengan beberapa pertunjukan tanpa
dihitung menang kalahnya. Kemudian kita minta lagi dari
orang ketiga yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan
kedua belah pihak untuk mengajukan acara pertandingan !"
Hee Thian Siang tahu maksud Pat-bo Yao-ong hendak
mencoba-coba dulu kepandaiannya ialah karena menganggap
bahwa kekuatan tenaga Hee Thian Siang masih belum
seimbang dengannya hingga tidak pantas menjadi lawannya.
Maka lalu menganggukkan kepala sambil tertawa. Setelah itu
ia berkata : "Bolehkah kiranya kuminta tiga cincin di tanganmu itu
supaya dilemparkan setinggi empat tombak ?"
Pat-bo Yao-ong mendengar ucapan itu sambil tersenyum
lalu menggerakkan tangannya hingga tiga buah cincin batu
giok itu melayang ke tengah udara setinggi kira-kira empat
tombak. Hee Thian Siang segera menganggukkan tiga batang bulu
burung ditangannya yang meluncur ke tengah udara, jalannya
seolah-olah tergabung menjadi satu.Tiga batang bulu burung
itu ternyata lebih cepat melesatnya di tengah udara tetapi
ketika hendak mencapai sasarannya, yakni tiba buah cincin
batu giok tadi dengan mendadak tiga batang bulu burung itu
terpisah menjadi tiga dan ujungnya menyusup kepada tiga
buah cincin Pat-bo Yao-ong.
Ketika Pat-bo Yao-ong mengulurkan tangannya menerima
kembali tiga buah cincinnya, ternyata disetiap cincin telah
ditancapi oleh sebatang bulu burung yang dilancarkan oleh
Hee Thian Siang. Perbuatan itu sesungguhnya sulit sekali dilakukan tetapi
yang lebih sulit lagi ialah bulu burung yang mempunyai
ketajaman luar biasa dan dapat menembusi benda logam, kini
ternyata dapat menyusup persis ditengah-tengah cincin tanpa
merusak sedikitpun juga cincin yang dilaluinya. Disini dapat
diketahui betapa mahirnya Hee Thian Siang mengendalikan
kekuatan tenaga dalamnya.
Pat-bo Yao-ong tertawa terbahak-bahak, kemudian berkata:
"Pantas kau dapat mengimbangi kepandaian Pek-kut Ie-su.
Ternyata kau benar-benar merupakan seorang rimba
persilatan luar biasa yang pernah kutemui dewasa ini !"
Dipuji demikian rupa oleh Pat-bo Yao-ong, muka Hee Thian
Siang menjadi merah. Pat-bo Yao-ong mengangsurkan kembali tiga batang bulu
burung kepada Hee Thian Siang seraya berkata :
"Hee laote, harap kau lemparkan tiga batang bulu burung
ini ke tengah udara dengan menggunakan ilmu memutar !"
Hee Thian Siang berbuat seperti yang diminta oleh Pat-bo
Yao-ong hingga juga tiga batang bulu burung itu lantas
terbang berpayakan di tengah udara.
Pat-bo Yao-ong juga melemparkan tiga buah cincinnya ke
tengah udara hingga seperti peluru putih melesat tinggi.
Ketika dua jenis barang itu bertemu di tengah udara, lantas
melayang turun kembali. Hee Thian Siang menerima kembali
tiga batang bulu burungnya, ternyata semuanya sudah
dikalungi oleh tiga buah cincin batu giok Pat-bo Yao-ong.
Pertunjukan yang dipertontonkan kedua pihak itu telah
membawa hasil yang sangat mengagumkan bagi orang-orang
kedua belah pihak. Pat-bo Yao-ong menerima kembali tiga buah cincinnya dari
tangan Hee Thian Siang, kemudian matanya menyapu orang-
orang dari kedua belah pihak. Setelah itu ia berkata sambil
tersenyum : "Sekarang aku hendak melakukan pertandingan benar-
benar dengan Hee laote. Harap sahabat rimba persilatan yang
tidak ada hubungannya dengan menang atau kalahnya kedua
pihak untuk mengeluarkan acara pertandingan !"
Orang-orang yang bersangkutan dengan menang kalahnya
pertandingan kali ini, semua tidak ada yang berani bersuara.
Bo Cu Keng segera bangkit dari tempat duduknya, sambil
perdengarkan tertawanya yang aneh, ia berkata lambat-
lambat : "Bagaimana kalau aku mengeluarkan acara pertandingan?"
Tiong sun Hui Kheng sementara itu yang menampak Bo Cu
Keng tiba-tiba bersuara, lalu berkata kepada ayahnya :
"Ayah awas. Orang jahat ini dengan tiba-tiba membuka
mulut. Pasti ada mengandung rencana jahat !"
"Dugaanmu ini memang benar. Baiklah kita dengar dahulu
apa ia kata. Baru mengambil tindakan selanjutnya !"
menjawab sang ayah sambil menganggukkan kepala.
Hee Thian Siang ketika melihat bahwa orang yang
mengajukan diri itu adalah Bo Cu Keng, sesaat juga nampak
terkejut. Kemudian berkata dengan muka masam :
"Jadi kaulah yang hendak mengeluarkan acara bagi kami?"
"Kalian berdua, yang satu mewakili partai-partai Ngo-bie,
Siao lim, Bu tong, Swat san, Lo hu dan jago-jago rimba
persilatan daerah Tiong gowan dan yang lain mewakili orang-
orang dari partai Ceng thian pay dan lain-lain. Tidak perduli
siapa yang menang dan mendapat gelar Jago daerah Pat-
bong dan Manusia teragung rimba persilatan, semuanya tidak
ada hubungan sedikit pun juga dengan aku Bo Cu Keng.
Bukankah aku merupakan orang ketiga yang paling tepat
untuk melakukan tugas itu ?" berkata Bo Cu Keng sambil
tertawa. "Kuharap kau jangan hanya diluarnya saja mengucapkan
kata-kata yang menarik dan manis. Sebetulnya dalam hatimu
ada mengandung maksud tidak baik, bukan ?" berkata Hee
Thian Siang sambil tertawa dingin.
Pat-bo Yao-ong yang selamanya belum pernah mengetahui
sifat Bo Cu Keng yang sangat jahat itu, maka setelah
mendengar ucapan Hee Thian Siang tersebut lalu berkata
sambil menggoyang-goyangkan tangannya :
"Hee laote tak usah terlalu khawatir. Barang kali tidak ada
orang yang berani main gila dihadapanku !"
Setelah berkata demikian, ia lalu bertanya kepada Bo Cu
Keng : "Sahabat Bo, kau hendak mengeluarkan acara
pertandingan apa ?" "Gelar Jago daerah Pat-bong dan Manusia teragung rimba
persilatan ini, betapakah agungnya " Aku tidak bisa
membiarkan kalian mendapatkan nama gelar itu dengan cara
mudah !" menjawab Bo Cu Keng dingin.
"Acaramu itu lebih sulit lebih baik !" berkata Pat-bo Yao-ong.
"Aku hendak mengeluarkan tiga acara, yang satu lebih sulit
dari pada yang lain. Biarlah kalian yang menang juga boleh
merasa bangga dan yang kalah juga merasa puas." berkata
Bo Cu Keng. Ucapan itu bukan saja membuat Pat-bo Yao-ong
menganggukkan kepala berulang-ulang, sedangkan Hee
Thian Siang yang mendengarkan juga merasa tertarik.
"Apakah acara yang pertama itu ?" demikian ia bertanya.
Bo Cu Keng mengulurkan tangannya. Dari atas rambutnya
mencabut sebatang tusuk konde lalu berkata sambil
tersenyum : "Hee Thian Siang, kau boleh gunakan tiga batang bulu
burungmu dengan cara lebih dahulu berpencaran dan
kemudian tergabung menjadi satu lalu tancapkan semua
dirambutku ini sebagai gantinya tusuk kondeku ! Sedang Hian
Wan Liat ong, harap Hoat ong menggunakan tiga cincin batu
giok putihmu ini, kau kalungkan semua dalam tusuk kondeku
yang kugigit dengan gigiku ini !"
Pat-bo Yao-ong nampaknya sangat kecewa mendengar
ucapan itu, bertanya sambil mengerutkan alis :
"Cara ini tidak sulit dan acara yang kedua bagaimana ?"
Bo Cu Keng lalu berkata sambil menunjuk patung batu giok
putih : "Acara kedua ialah menggunakan patung batu giok itu.
Kalian berdua, masing-masing menggunakan senjata rahasia
sendiri-sendiri, Hee Thian Siang harus tujukan senjatanya
mengarah mata sebelah kanan patung ini sedang Hian Wan
Liat ong arahlah mata sebelah kiri. Sasaran ini harus
dilakukan dengan tepat dan harus dapat menggeser sedikit
tubuh patungnya tetapi tidak boleh meninggalkan bekas
sedikit pun juga diatas diri patung batu giok putih ini di bagian
yang lainnya !" Hee Thian Siang menganggukkan kepala dan berkata
sambil tertawa : "Acara ini masih boleh juga dan bagaimana dengan acara
ketiga ?" "Acara ketiga sulit sekali. Kukira lebih sulit dari naik ke
sorga. Kalian berdua barangkali tidak sanggup melakukan !"
berkata Bo Cu Keng sambil tertawa bangga.
Pat-bo Yao-ong yang mendengar ucapan itu sudah tertarik
benar-benar, tanyanya : "Sebetulnya bagaimana sulitnya " Lekaslah kau katakan !"
Bo Cu Keng mengeleng-gelengkan kepalanya, jawabnya dingin :
"Aku sama sekali tidak menghendaki kalian mengadakan
persiapan lebih dahulu. Maka harus tunggu hingga
pertandingan acara kesatu dan kedua selesai dijalankan.
Barulah aku nanti akan menjelaskan acaranya yang ketiga itu!"
Oleh karena Hee Thian Siang pernah bertempur dengan Bo
Cu Keng dan tahu benar bagaimana sifat kejahatan orang itu,
maka ia lalu dapat menduga bahwa dalam acara ketiga ini,
pasti mengandung rencana jahatnya.
Sebaliknya dengan Pat-bo Yao-ong. Karena ia
berkepandaian tinggi sekali maka nyalinya juga besar.
Apalagiia sebagai seorang kasar yang tidak bisa berpikir jauh.
Ia tidak memperhatikan ucapan Bo Cu Keng yang mengandung
maksud tersembunyi. Katanya kepada Hee Thian Siang :
"Hee laote, kita harus lekas mengadakan pertandingan ini
supaya dua pertandingan ini diselesaikan dalam waktu
secepatnya, barulah bisa mengetahui apa yang akan
dikatakan oleh Bo Cu Keng nanti !"
Hee Thian Siang menganggukkan kepala. Tiga batang bulu
burungnya bersama-sama tiga buah cincin Pat-bo Yao-ong
dalam waktu bersamaan sudah melesat dari tangannya.
Tiong sun Hui Kheng yang menyaksikan hingga saat itu,
baru bertanya lagi kepada ayahnya dengan suara perlahan :
"Ayah, dua acara yang diajukan oleh Bo Cu Keng tadi
agaknya tidak mengandung rahasia apa-apa. Maka maksud
jahatnya itu pasti akan dilaksanakan dalam acara ketiga. Ayah
lihat, Siang Biauw Yan, Khong khong Hweshio dan Pao It Hui,
semua itu meskipun diluarnya tampak tenang-tenang saja
tetapi di dalam hatinya tentunya sudah gelisah bukan main !"
Sang ayah menganggukkan kepala dan berkata :
"Setelah acara kedua ini selesai, acara ketiga segera akan
dimulai. Maka kita harus siap siaga untuk menghadapi segala
macam kemungkinan !"
Berkata sampai disitu, di tengah udara tiba-tiba terdengar
suara burung yang sangat aneh.
Oleh karena waktu itu semua perhatian orang yang ada di
puncak Tay pek hong sedang dipusatkan kepada Hee Thian
Siang dan Pat-bo Yao-ong yang hendak melakukan pertandingan
senjata rahasia, maka tidak ada yang perhatikan suara burung
yang terdengar di angkasa itu.
Hanya Peng-pek Sin-kun dan Mao Giok Ceng suami istri
yang mendongakkan kepala mengawasi burung yang terbang
di angkasa itu. Pada saat itu, tiga batang bulu burung Hee Thian Siang
sudah menancap di konde rambut Bo Cu Keng, sedang cincin
batu giok putih Pat-bo Yao-ong juga sudah mengalungi tusuk
konde yang digigit oleh gigi Bo Cu Keng dan masih tampak
berputaran tidak berhentinya.
Bo Cu Keng lambat-lambat mengambil dua rupa senjata
rahasia itu, kemudian berkata dengan sikap dingin :
"Cara menggunakan tiga batang bulu burung Hee Thian
Siang ini dengan cara Hian Wan Liat ong yang menggunakan
senjata rahasia berputaran justru menunjukkan kemahiran
yang berimbang. Cuma sayangnya dalam babak pertama ini
tidak ada yang lebih unggul atau lebih asor. Sekarang, kalian
boleh segera melakukan pertandingan yang kedua !"
Sehabis berkata demikian, lalu mengembalikan dua macam
senjata rahasia kepada masing-masing pemiliknya. Setelah itu
ia memutar tubuh dan berjalan ke tepi jurang, bersama-sama
Siang Biauw Yan menyaksikan pertandingan yang akan
berlangsung itu. Dalam pertandingan kedua ini, Hee Thian Siang dan Pat-bo


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yao-ong semuanya sudah diliputi oleh satu pikiran dan satu
tujuan, maka masing-masing mengerahkan kepandaian
sendiri-sendiri. Lebih dulu bulu burung dan cincin batu giok
putih itu berputaran di tengah udara dan setelah berada
ditengah udara cukup lama, baru mengarahkan serangannya
kepada dua mata patung batu giok putih itu.
Tidak disangka-sangka oleh mereka, selagi bulu burung
dan cincin batu giok itu baru saja melesat ke tengah udara dari
tangan masing-masing, Bo Cu Keng sudah mengeluarkan
suara tertawa dingin yang sangat aneh. Lalu secara bersama-
sama, Siang Biauw Yan, Khong khong Hweshio dan Pao It Hui
dengan mendadak terjun dari atas puncak gunung Tay pek
hong. Dengan adanya gerakan mereka yang ingin lekas-lekas
melarikan diri itu, segera menyadarkan Tiong sun Hui Kheng.
Maka lalu berseru kepada ayahnya :
"Ayah celaka ! Kita keliru memperhitungkan siasat dan
rencana Bo Cu Keng ! Sekarang jelas, patung batu giok putih
itulah yang pasti ada mengandung rencana jahat Bo Cu Keng
! Ia lebih dahulu mengirim orang supaya diberikan kepada
Taywong dan dibawa kemari. Bom peledak Kian thian pek lek
yang tulen disimpan di dalam perut patung itu. Jadi Khian
thian pek lek yang dicuri oleh Oe-tie locianpwe tentunya
barang palsu yang sengaja dibuat oleh Bo Cu Keng untuk
mengelabui mata orang !"
Tiong sun Seng mendengar ucapan itu tahu bahwa
bencana hebat akan segera terjadi di depan mztanya. Maka
tanpa menghiraukan keadaan diri sendiri, sudah segera
lompat melesat ke tengah lapangan dengan menggunakan
ilmunya Tay it thian hian sin kang, ia berusaha supaya senjata
bulu burung dan cincin batu giok jangan sampai mengenakan
sasarannya. Tetapi bagaimana sigapnya ia bertindak, masih terlambat
juga ! Pada saat Tiong sun Seng melancarkan serangan
tangannya dengan ilmunya Tay it thian hian sin kang, belum
lagi mengenakan tujuannya, tiga batang bulu burung dan tiga
buah cincin batu giok putih, masing-masing sudah
mengenakan sasarannya yang sudah ditunjuk lebih dahulu
oleh Bo Cu Keng. Pada saat yang sangat kritis dan semua orang yang ada
disitu, baik orang-orang golongan sesat maupun orang-orang
golongan baik, semua akan hancur lebur menjadi korbannya
bom Kian thian pek lek, tiba-tiba terdengar suara burung yang
aneh. Kemudian bagaikan kilat cepatnya, seekor burung
raksasa berbulu emas sudah menyambar patung batu giok
dengan kedua sayapnya yang lebar dan hebat sekali.
Jangankan patung batu giok itu yang hanya beberapa kati
beratnya saja, sekalipun benda yang beratnya ratusan kati
juga tidak sanggup menahan serbuan burung itu. Begitulah,
sesaat kemudian patung batu giok putih itu sudah terlempar
sejauh sepuluh tombak lebih dan melayang turun mengikuti
jejak Bo Cu Keng dan lain-lain yang turun meluncur ke jurang !
Tiong sun Seng sendiri jikalau tidak menggunakan ilmunya
memberatkan badan barangkali juga akan ikut tergulung oleh
hembusan angin yang keluar dari kedua sayap burung
raksasa tadi. Burung raksasa berbulu emas ini jarang tampak itu, dari
atas punggungnya lantas melayang turun dua orang dari
golongan baik-baik yang sudah dikenal oleh semua orang
yang ada disitu. Kedua orang ini, yang satu ialah Swat san Peng lo Leng
Pek Ciok, yang lain ialah Cin Lok Pho yang sudah cacat
sebelah kakinya hingga harus ditunjang dan dibantu oleh
sebuah tongkat besi. Cin Lok Pho begitu melayang turun ke tanah tidak sempat
bicara kepada kawan-kawannya. Lebih dahulu sudah
menggapaikan tangannya mengundang orang-orang pihak
sendiri supaya menyelamatkan diri ke tempat yang lebih
aman. Orang-orang itu baru tiba ditepi jurang di atas puncak
gunung Tay pek hong, di bawah sudah terdengar ledakan
yang hebat sekali. Ternyata dugaan Tiong sun Hui Kheng tadi sama sekali
tidak salah. Benar saja Bo Cu Keng sudah meletakkan bom
Kian thian pek lek yang tulen di dalam perut patung batu giok
putih. Dengan susah payah ia membuat lagi sebuah yang
palsu, kemudian dengan menyuruh seseorang memberikan
kepada Taywong, patung itu dibawa ke puncak Tay pek hong.
Di dalam patung itu diperlengkapi dengan alat luar biasa.
Asal kedua biji mata patung itu bergerak sedikit saja, lantas
membuka tutup bom itu yang bisa meledak dalam waktu
sangat singkat. Dan kini setelah tiga batang bulu burung dan tiga buah
cincin batu giok, masing-masing mengenakan dua biji mata
patung tersebut, dengan sendirinya di atas benda bom Kian
thian pek lek lantas terjadi perobahan.
Bagaimana dengan Bo Cu Keng, Siang Biauw Yan, Khong
khong Hweshio dan Pao It Hui, empat manusia jahat yang
sedang hendak kabut dari puncak Tay pek hong itu " Patung
batu putih tadi, sesudah dikibas oleh sayap burung raksasa
tadi lantas melesat dan mengikuti jejaknya turun ke dalam
jurang. Bo Cu Keng mengira bahwa akal kejinya itu tidak diketahui
orang, Semua jago-jago diatas puncak gunung Tay pek hong
pasti akan binasa seluruhnya hingga dalam waktu sekejap
mata ia akan berubah menjadi seorang jago nomor satu dalam
rimba persilatan. Tak disangka-sangka, baru ia merasa bangga akan
hasilnya tiba-tiba tampak benda putih mengikuti jejaknya turun
ke bawah dan benda putih itu bukan apa-apa selain dari pada
patung batu giok putih yang sudah akan meledak.
Dengan demikian, habislah sudah pengharapan Bo Cu
Keng. Ia tahu bahwa usaha manusia bagaimana pun juga
pandainya tetapi berhasil atau tidaknya tetap berada di tangan
Tuhan. Tuhanlah yang menetapkan segala-galanya diatas
dunia ini ! Tak lama kemudian, terdengarlah suara ledakan hebat tadi
hingga puncak gunung Tay pek hong juga menggetar.
Ledakan itu sudah tentu membuat Bo Cu Keng dan lain-
lainnya hancur lebur menjadi berkeping-keping.
Semua orang di puncak Tay pek hong yang menyaksikan
kejadian sangat mengerikan itu, hati mereka pada bergidik,
ambisi mereka juga mulai pudar.
Sebab apabila bukan Leng Pek Ciok dan Cin Lok Pho yang
datang pada saat yang tepat dengan menunggang burung
raksasa berbulu emas itu, maka orang-orang yang berada di
puncak Tay pek hong ini, entah apa yang akan terjadi.
Baik orang-orang dari golongan sesat maupun dari
golongan baik-baik, baik Thian gwa Ceng mo Tiong sun Seng
maupun Pat-bo Yao-ong Hian Wan Liat, semua akan hancur
lebur menjadi berkeping-keping seperti apa yang dialami oleh
Bo Cu Keng dan kawan-kawannya.
Hee Thian Siang yang waktu itu baru nampak kedatangan
Leng Pek Ciok dan Cin Lok Pho lalu menegurnya sambil
tersenyum : "Leng toako, Cin locianpwe. . . "
Cin Lok Pho berkata sambil menggoyang-goyangkan
tangannya : "Hee laote, selesaikan dulu urusanmu dengan Hian Wan
Liat ong. Kita bicara nanti !"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu, lalu bertanya
kepada Pat-bo Yao-ong sambil tersenyum :
"Hian Wan Liat ong, apakah pertandingan ini masih perlu
dilanjutkan ?" Hian Wan Liat tertawa terbahak-bahak, kemudian berkata :
"Tidak perlu, tidak perlu ! Kita bagi saja gelar ini menjadi dua, aku yang jadi
Jago di daerah Pat-bong, biarlah kau
menjadi Manusia teragung rimba persilatan. Bukankah itu
sudah cukup memuaskan ?"
Sehabis mengucap demikian, ia kembali berkata kepada
Tiong sun Seng : "Tiong sun tayhiap, Hian Wan Liat akan menepati janji
sendiri. Selanjutnya akan mengasingkan diri. Dalam dua puluh
tahun mendatang apabila tampak ada orang-orang di pihakku
yang berada disini, bergerak di kalangan Kang ouw, harap
beritahukan padaku. Biarlah Hian Wan Liat yang bertanggung
jawab memberi hajaran kepada mereka !"
Sehabis berkata demikian, lalu mengajak semua orang-
orangnya turun dari puncak gunung Tay pek hong.
Perbuatan Pat-bo Yao-ong yang bersifat jantan dan ksatria
itu memberikan kesan sangat dalam di hati Tiong sun Seng
dan kawan-kawannya, mereka semua mengantar sampai jauh
baru berhenti. Hee Thian Siang menunggu setelah kawanan orang-orang
sesat itu berlalu, baru berbicara kepada Cin Lok Pho dan Leng
Pek Ciok, yang masing-masing menceritakan pengalamannya
sendiri-sendiri. Selesai semua, Tiong sun Seng berkata kepada semua
kawan-kawannya : "Pertemuan besar hari ini, meskipun beruntung kita dapat
merebut kemenangan, tetapi dua puluh tahun kemudian masih
ada ancaman yang patut kita perhatikan ! Saudara-saudara
harap baik-baik melatih kepandaian masing-masing dan jaga
baik-baik anak murid semua golongan, baru kita nanti dapat
menghadapi kawanan orang jahat yang mungkin akan
menuntut pembalasan!"
Semua jago yang mendengar ucapan itu, telah berjanji
hendak ingat baik-baik pesan tersebut. Dengan demikian,
pertempuran hebat diatas puncak Tay pek hong itu kini telah
berakhir. Dengan berakhirnya pertandingan besar itu,
berakhirlah pula cerita ini.
TAMAT Naga Sasra Dan Sabuk Inten 43 Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Giok Bun Kiam Lu Karya Chin Yung Bara Naga 12
^