Manusia Harimau Marah 1
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra Bagian 1
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oleh : S.B. Chandra Scan buku jadi file djvu oleh : Syaugy
Di upload Dino di Indozone
Ebook pdf oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ atau http://dewi.0fees.net/
Bab 1 Di Mandailing, Tapanuli Selatan sampai ke Kabupaten Pasaman di Sumatera Barat
bagian Utara yang berbatasan dengan Mandailing, sebutan manusia harimau tidak
aneh sama sekali. Karena di daerah itu sejak dulu memang ada manusia harimau.
Manusia hidup yang mempunyai harimau, yang dapat menjadi harimau atau menjadi
harimau setelah ia meninggal dunia. Sampai kini manusia harimau masih ada tetapi
jumlahnya tidak lagi sebanyak dulu. Semakin banyak orang nekat melepaskan
warisan harimau yang seharusnya ia terima darl ayahnya yang meninggal.
Memang ada resiko bagi, mereka yang berbuat demikian, tetapi perubahan
lingkungan dan hidup menyebabkan banyak orang malu menerima warisan harimau
dengan akibat bisa menjadi harimau setelah tutup usia.
Manusia harimau yang telah kita ceritakan, adalah seorang pemuda cukup
terpelajar bernama Erwin anak Dja Lubuk yang telah tiada dan cucu Raja Tigor
yang juga telah lama berpulang ke rahmatullah.
Baik Dja Lubuk maupun Raja Tigor hidup kembali setelah dikubur dalam bentuk
"manusia harimau" yaitu setengah harimau dengan setengahnya lagi manusia. Hidup
kembali mereka tidak berarti hilang dari kuburannya lalu terus-menerus melata
dimana-mana. Mereka hanya keluar pada waktu-waktu tertentu dari kuburan.
Erwin yang mewarisi keharimauannya dari ayahnya, merantau ke Medan kemudian ke
Jakarta dan Surabaya. Sebenarnya hanya pekerjaan yang dicari, tetapi nasib menentukan lain. la
berhadapan dengan seorang sakti dan banyak ilmu bergelar Ki Ampuh den pernah
pula jatuh cinta pada seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wanita aneh yang sudah punya umur seratus lima puluh tahun tetapi tetap
kelihatan sebagai gadis remaja yang amat cantik, bermukim di daerah Cikotok,
Banten. Permusuhan besar antara Erwin yang manusia harimau dengan Ki Ampuh akhirnya
berubah menjadi suatu persahabatan. Ki Ampuh sempat menuntut tambahan banyak
ilmu di Tapanuli Selatan sebagai tamu Erwin dan keluarganya serta orang-orang
pandai ilmu di sana. Tetapi dasar manusia selalu tergoda dan rusak oleh
keserakahan harta dan nama; akhirnya Ki Ampuh mengkhianati Erwin supaya ia tidak
mempunyai saingan lagi di Jakarta. La sakit hati sekali karena Erwin dapat
menyembuhkan seorang gadis anak orang kaya yang gagal diobati oleh Ki Ampuh.
Tuhan menghendaki Erwin masih meneruskan kehidupannya di dunia, sementara Ki
Ampuh yang mengkhianati sumpahnya akhirnya mati dan menjadi babi hutan.
Perlu ditambahkan bagi pembaca yang tadinya belum mengenal manusia harimau,
bahwa Erwin, ayahnya dan kakeknya selalu mempunyai sifat-sifat yang baik,
walaupun mereka bisa menjadi harimau dan punya ilmu sakti yang amat ampuh. Tidak
pernah mengganggu atau menyusahkan orang lain.
Sebaliknya selalu membantu manusia. Tetapi manakala disakiti berulang kali,
manusia harimau akan marah dan kalau membalas, maka balasan itu tidak akan
kepalang tanggung. Beberapa onggota yang mestinya menegakkan keamanan, tetapi
dalam praktek justeru menyiksa, telah menemui ajal dengan cara yang amat
mengerikan. KALAU ketika membakar Ki Ampuh, manusia harimau muda ini benar-benar dendam tak
terkendalikan lagi, maka kemanusiaan dalam dirinya menang kembali setelah
beberapa waktu peristiwa itu berlangsung. Ia telah banyak membinasakan musuhnya,
tetapi membunuh dengan jalan membakar barulah kali itu. Manakala Ki Ampuh yang
telah menjelma jadi babi hutan datang ke pekarangannya dan menangis oleh sesal
dan kesedihan, maka Erwin merasa iba juga. Tetapi bukanlah salahnya orang
berilmu itu akhirnya menemui nasib serupa itu setelah kematiannya. Ki Ampuh
dimakan sumpahnya sendiri.
Pada suatu malam bulan penuh, babi hutan itu datang ke rumah Erwin. Kali ini ia
memanggil-mangggil dengan suara bagaikan dengkur.
Manusia harimau yang sedang berbaring dengan berbantalkan kedua belah tangannya,
mengenang kembali masa-masa lampaunya, terkejut mendengar panggilan aneh itu.
Namun ia segera menduga, bahwa makhluk itu tentu tak lain daripada Ki Ampuh yang
semula jadi saingan dan musuh, kemudian jadi sahabat akrab, tetapi akhirnya jadi
musuh kembali oleh keserakahan yang menguasai dirinya.
Erwin keluar rumah, pergi mendapatkan babi yang duduk dengan perutnya rapat ke
tanah. Oleh cahaya bulan tanpa rintangan awan, Erwin jelas melihat penjelmaan kembali
orang hebat itu mencucurkan air mata.
"Apa yang dapat kulakukan untukmu?" tanya Erwin bagaikan bicara dengan kawan.
Babi itu kelihatan terharu. Manusia harimau ini benar-benar jauh lebih baik dari
dugaannya. Ia tidak dendam berkepanjangan masa. Betapa beda dengan sifat-
sifatnya yang amat hina tatkala ia masih hidup sebagai manusia dan dukun yang
berilmu tinggi. "Kau masih mau menolong aku, Erwin?" tanya penjelmaan kembali Ki Ampuh itu.
"Kalau dapat," kata Erwin. Ia kembali jadi manusia penuh rasa kasih dan sayang.
Walaupun yang dihadapi itu hanya seekor babi yang semasa masih manusia berusaha
dengan segala daya untuk membinasakannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku ingin hidup kembali," kata babi itu.
"Bukankah kau kini juga hidup?"
"Ini bukan hidup, Erwin. Ini penderitaan dan siksa. Dan ia takkan berhenti kalau
tiada orang sakti yang bermurah hati mau menolong."
"Aku tidak mengerti," jawab Erwin.
"Aku ingin hidup seperti dulu. Jadi manusia."
Erwin tidak segera menyahut. Mungkin semua manusia yang setelah mati jadi
binatang, mulai dari semut, sampai gajah ingin menjadi manusia kembali.
"Kau atau ayah dan ompungmu barangkali mau menolong aku."
"Aku tidak tahu apakah itu mungkin," kata Erwin.
Hati babi hutan itu mulai diisi harapan. Ia yakin, Erwin telah lemah dan mau
membantunya. Berkata babi itu selanjutnya: "Biar aku tidak punya ilmu biar aku tidak lagi
jadi dukun besar. Biarlah, asalkan jadi manusia kembali."
Erwin tidak memberi jawaban. Babi itu mau meyakinkan manusia harimau itu.
"Kalau aku dijadikan manusia kembali, aku mau jadi orang suruhanmu. Yang penting
bagiku hanya satu Erwin. Kasihan istri-istriku yang kini jadi janda. Mereka membutuhkan aku,"
katanya. "Aku tidak punya kesanggupan seperti itu Ki Ampuh," kata Erwin.
"Tapi ompungmu Raja Tigor, atau Datuk nan Kuniang kurasa sanggup."
"Entahlah!" "Tetapi kau mau menolong aku" Kau masih punya secercah rasa kasihan padaku" Aku
teramat malu Erwin. Aku mengaku telah berbuat kejahatan dan pengkhianatan yang terlalu besar
terhadap sahabat-sahabat yang begitu baik kepadaku! Kau mau memaafkanku?"
"Telah kumaafkan. Tetapi kusangsikan apakah ompungku atau Datuk nan Kuniang
dapat menjadikan babi hidup kembali sebagai manusia. Aku rasa hanya Tuhan yang
punya kemampuan tak terbatas. Kami hanya makhluk-makhluk hina. Kau sendiri
pernah mengatakan betapa hina diriku yang bukan manusia sejati."
Ki Ampuh teringat akan penghinaan yang beberapa kali dilontarkannya terhadap
Erwin. Karena ia babi hutan jadi-jadian dan punya otak sebagai manusia, pada
saat itu ia merasa malu akan kesombongannya di masa silam. Kepada orang yang
dihinanya itu pula kini dia minta tolong.
Tetapi keinginannya menjadi manusia kembali untuk dapat menikmati keenakan hidup
di samping wanita-wanita muda yang telah jadi korban gunagunanya harus dapat
membuang rasa malu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku memang manusia tak tahu diri. Tak tahu pula membalas budi. Keserakahan akan
nama dan uang telah membuat aku jadi begini. Aku mohon diampuni Erwin." pinta Ki
Ampuh dengan nada amat merendahkan diri.
"Ampun dipinta kepada Tuhan. Manusia, apalagi yang manusia harimau semacam aku
yang hina ini hanya dapat memaafkan," sahut Erwin.
"Tolonglah aku Erwin. Selama hidupku dulu sampai kini setelah aku berubah rupa,
aku belum pernah menemukan sahabat sebaik kau." Ia tidak malu berkata begitu.
Dalam hati Erwin mengejek atas kehinaan Ki Ampuh yang mau mengatakan apa saja
demi kepentingan dirinya. Tetapi rasa kasihan membuat ia masih mau menolong babi
hutan itu. "Baiklah aku akan tanya pada ompungku!"
"Juga kepada Datuk nan Kuniang. Aku mau bersumpah tidak akan membuat kesalahan
lagi!" Erwin tak dapat menahan tawa sinis, walaupun hatinya tetap kasihan. Berkata
Erwin, "Janganlah bersumpah juga lagi. Bukankah kau jadi begini, karena kau melanggar
sumpahmu. Kau telah mempermainkan sumpah. Inilah jadinya. Semua orang yang
mempermainkan sumpah, tanpa kecuali, pada suatu ketika akan dikutuk dan dimakan
oleh sumpahnya sendiri. Kalau kakekku tak sanggup aku akan coba minta bantuan
pada Datuk nan Kuniang." Dalam hati Erwin setengah yakin, bahwa mayat yang bisa
hidup kembali dan sewaktu-waktu keluar dari kuburannya di Kebayoran Lama itu
dapat menolong babi hutan itu.
Ki Ampuh membungkukkan badannya sebagai tanda hormat kepada Erwin. Dalam hati ia
berharap dan sudah hampir yakin bahwa ia akan jadi manusia kembali. Betapa akan
enaknya hidup kembali dengan istri-istrinya yang masih muda belia. Tak pernah
terlintas dalam hatinya mungkin perempuan-perempuan itu akan ketakutan,
sepanjang tahu mereka ia telah mati dan berubah jadi babi. Mungkin tak diterima
di yaumil makhsyar. Ki Ampuh mohon diri setelah mengulangi harapan dan permohonannya. Erwin
memandanginya sampai ia hilang entah ke mana. Dengan langkah gontai ia masuk ke
rumah, memikirkan segala macam keajaiban yang dapat terjadi di dunia ini. Kalau
ompung dan ayahnya merupakan manusia harimau, maka ini baru saja berhadapan
dengan manusia yang mati menjadi babi. Ia pun tertanya-tanya di dalam hati, akan
jadi apakah ia kelak setelah mati.
Erwin masuk kamar tidur, ia jadi kaget sekali, walaupun dalam keadaan biasa ia
tidak mestinya terkejut. Yang menantikannya bukan ular cobra atau phyton, bukan pula ratusan kalajengking
dan kelabang. Juga bukan jin atau hantu. Yang duduk di kamar itu tak lain
daripada ayah dan ompungnya. Dja Lubuk dan Raja Tigor.
Erwin memberi salam dengan mencium tangan kedua manusia harimau yang bangkit
dari kuburannya di Mandailing sana. Erwin memandang heran. Tak tersembunyikan
olehnya. "Kau heran melihat ompung dan ayahmu datang, padahal tak kau memanggil?" tanya
Dja Lubuk. Erwin tidak menjawab. "Kami datang sebelum kau panggil. Kau akan meminta ompung datang, bukankah
begitu?" tanya ayahnya lagi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Erwin masih tidak menjawab. Ia heran bagaimana ayahnya bisa tahu, walaupun
ayahnya mempunyai banyak ilmu. Biasanya ayah atau ompungnya datang, kalau ia
memanggil atau dirinya dalam bahaya.
"Kau dalam bahaya Erwin," kata Raja Tigor kepada cucunya itu.
"Tetapi aku sudah tidak mempunyai musuh, ompung," kata Erwin.
"Orang semacam kau tidak akan pernah bebas musuh. Selalu saja ada yang dengki
dan hasad." "Tetapi mengapa begitu Ompung?"
"Begitulah sudah kebiasaan di dunia ini. Orang pandai selalu punya saingan. Kau
keliru lagi, kalau menyangka bahwa Ki Ampuh telah hilang dari riwayat hidup yang
masih kau hadapi." "Tetapi dia baru saja datang untuk minta bantuan." kata Erwin.
"Kami ketahui kedatangannya. Bahkan maksudnya." kata Raja Tigor.
"Dia minta tolong. Ompung sudah tahu?"
"Tahu. Dan kau menjanjikan akan berbuat sesuatu yang mungkin untuk menolongnya.
Kau akan memanggil Ompungmu. Kalau beliau tak sanggup kau akan minta bantuan
Datuk nan Kuniang!" "Benar Ompung. Bukankah Ompung mengajarku bahwa kita harus mempunyai sifat suka
memaafkan. Aku telah memaafkannya. Ia telah terhukum oleh sumpahnya. Ia telah menjadi babi
hutan. Hina tak terhingga."
"Jangan tolong dia," kata Raja Tigor memerintah. Terdengar dari suaranya, bahwa
ia memerintah, bukan sekedar memberi nasihat atau meminta pada cucunya.
"Apakah Ompung dapat menjadikannya jadi manusia kembali?" tanya Erwin.
"Aku tidak punya ilmu memanusiakan babi, walaupun tadinya ia manusia. Tetapi
Datuk nan Kuniang dapat menolongnya, walaupun tidak terus-menerus jadi manusia.
Datuk nan Kuniang punya kekuatan ilmu untuk membuat Ki Ampuh sewaktu-waktu
seperti manusia!" "Begitu hebat beliau, Ompung?"
"Sebenarnya bukan manusia sebagai manusia lainnya. Tetapi orang akan melihatnya
sebagai manusia. Ia tetap babi hutan. Pandangan orang akan tertipu oleh ilmu
gaib yang dimiliki Datuk nan Kuniang. Kalau ilmu itu diajarkan kepada Ki Ampuh
maka orang akan melihatnya sebagai manusia kembali. Dengan sifat-sifatnya yang
amat buruk ia bisa melakukan berbagai kejahatan terhadap manusia. Termasuk pada
wanita-wanita yang telah pernah jadi jadi isterinya karena diguna-guna."
"Tetapi," kata Erwin, ingin mengatakan bahwa ia kasihan pada babi hutan itu.
"Tetapi kau kasihan padanya!" kata Raja Tigor meneruskan kalimat cucunya.
"Sesungguhnya kita wajib merasa kasihan terhadap tiap makhluk yang malang, itu
menjadi prinsip dalam hidup
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kita sekeluarga turun-temurun. Walaupun kita hanya ditakdirkan menjadi manusia-
manusia harimau. Tetapi kalau menyelamatkan seseorang untuk menyediakan diri
kita jadi korbannya, maka perbuatan itu menjadi suatu kebodohan. Bahkan
pengkhianatan terhadap diri kita dan keluarga kita sendiri. Jadi, buang niat
dari kepalamu untuk membantu dia. Kau tidak akan berdosa karena itu!"
"Dengar apa yang dikatakan Ompungmu," kata Dja Lubuk menguatkan. Terdengar pintu
diketuk dari luar, tanda ada tamu.
"Bukalah Erwin, itu Datuk nan Kuniang. Telah sejak tadi kucium kehadirannya di
luar," kata Raja Tigor.
Tatkala pintu dibuka masuklah dia, sang mayat yang bangkit dari kuburnya di
Kebayoran Lama. "Kau kata kau mengetahui kehadiranku sejak tadi di luar." kata Datuk nan
Kuniang. "Mengapa tidak sejak tadi kau suruh aku masuk?"
"Barangkali kau mau berangin-angin di luar," jawab Raja Tigor. Dia tertawa
sebagaimana lazimnya manusia biasa tertawa dalam berkelakar. Keempat insan yang
aneh, tetapi sesama makhluk hamba Allah berkumpul di sana.
"Memang aku punya ilmu untuk mengelabui penglihatan orang. Tetapi aku tidak akan
memberikan kepada Ki Ampuh. Ada firasat kuat padaku, bahwa ia akan menyalah-
gunakannya. Apa yang dikatakan Ompungmu benar Erwin. Jangan kau bantu dia. Kasihan boleh,
tetapi memberi dia kesempatan untuk melakukan kejahatan lagi jangan. Menurut
hukumnya kau turut berdosa dan bertanggung jawab!" kata Datuk nan Kuniang. Tak
lama kemudian Raja Tigor dan anaknya Dja Lubuk meninggalkan Erwin. Begitu pula
Datuk nan Kuniang kembali ke rumahnya, sebuah kuburan di Kebayoran Lama.
*** KEESOKAN malamnya Ki Ampuh dalam bentuknya sebagai babi hutan datang lagi ke
pekarangan Erwin untuk menanyakan kabar tentang permohonannya. Dengan berat hati
ia menyampaikan, bahwa Ompungnya dan Datuk nan Kuniang tidak sanggup mengubah
dirinya sebagai manusia. Babi hutan itu terdiam. Putus asa. Kemudian ia berkata, "Mereka dapat menolong
kalau mau. Tetapi mereka tidak sudi lagi membantu karena aku telah membuat kesalahan."
Erwin tidak menanggapi.Tanpa pamit babi hutan itu pergi dengan dendam yang amat
hebat di dalam hatinya. Ia bertekad untuk membalas dengan cara apa saja yang
masih dapat dilakukannya sebagai babi yang mempunyai akal dan dendam seperti
manusia. Erwin tergetar melihat kepergian Ki Ampuh, tetapi ia tidak memikirkan
apa yang akan terjadi. Sejak permohonannya ditolak, babi hutan itu tak pernah lagi datang ke pekarangan
Erwin. Sampai hampir tiga bulan lamanya, sehingga manusia harimau itu menyangka, bahwa
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berakhirlah sudah segala hubungannya dengan penjelmaan dari manusia Ki Ampuh
itu. Sesekali Erwin diminta orang untuk mengobati penyakit yang telah berat dan tak
terhadapi lagi oleh dokter maupun dukun kawakan. Dan Erwin pun hanya mau mencoba
kebolehannya kalau si sakit benar-benar telah melalui segala macam pengobatan.
Ia takut peristiwa semacam dengan Ki Ampuh terjadi lagi, sehingga menyebabkan
adanya musuh atau musuh-musuh baru. Erwin akan bertanya lebih dulu kepada
keluarga si sakit apakah dukun-dukun benar telah menyatakan tak sanggup dan
mengundurkan diri. Dan dengan izin Tuhan, beberapa keluarga yang mohon
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bantuannya itu tidak jadi kehilangan orang yang mereka cintai. Mereka jadi amat
kagum. Ada yang jadi begitu fanatik terhadap Erwin dengan menyangka bahwa ia
seorang wali yang sengaja diturunkan ke dunia untuk menolong orang-orang yang
sudah sekarat. Yang lebih mengherankan mereka lagi adalah kesederhanaan sifat dan kerendahan
hati dukun muda itu. Tiap dipuji ia selalu mengatakan, bahwa segala puji harus
diperuntukkan untuk Tuhan, karena Dialah sesungguhnya yang menyebabkan sakit
payah sembuh kembali. Erwin sendiri hanyalah mohon kepada Allah dan kebetulan
permohonannya dikabulkan Tuhan. Tak lebih daripada itu.
Yang lebih mengherankan, tetapi justeru memusingkan Erwin adalah beberapa
wanita, gadis atau janda muda yang tertarik dan jatuh hati kepadanya, walaupun
dukun itu tidak pernah berbuat sesuatu yang dimaksudkan untuk memikat hati
mereka. Mereka ini mengetahui bahwa Erwin hanya tinggal seorang diri di rumah
amat sederhana nya. Menduga, bahkan yakin bahwa ia masih bujangan. Mengetahui
hal ini Erwin memandangnya sebagai lampu kuning yang kalau dibiarkan bisa jadi
lampu merah. Ia teringat pada mbah Panasaran yang pernah digilainya, ia pun
teringat lagi pada istri orang kaya di Surabaya yang hampir gila karena jatuh
cinta kepadanya sehingga ia terpaksa melarikan diri dari kota itu. Erwin
mengambil keputusan untuk mendatangkan istri dan anaknya dari kampung supaya
godaan itu tidak akan berlarut-larut. Ia sudah bertekad untuk tidak lagi
mengkhianati istrinya Indahayati yang amat setia.
*** ISTERI Erwin dan anaknya yang sedang lucu-lucunya bagaikan penawar dalam segala
kesulitan dan duka, merasa berbahagia sekali dapat berkumpul lagi dengan suami
dan ayah yang amat mereka cintai. Sebagaimana manusia biasa, mereka bertiga
sesekali berjalan-jalan ke Pasar Baru atau shopping centre seperti Duta Merlin.
Juga ke supermarket membeli susu bubuk untuk minuman si kecil. Tidak satu pun
dari orang toko yang mereka kunjung mengetahui, bahwa lakilaki yang berbahagia
itu sebenarnya mempunyai nasib yang lain sama sekali. bahwa bila saat sial
datang ia mendadak bisa berubah jadi harimau berkepala manusia. Erwin selalu
menyadari ini dan tak pernah lupa mohon kepada Yang Mahakuasa agar ia jangan
berubah rupa di tengah orang ramai. Kalau terjadi di rumah, tanpa ada yang tahu
selain daripada istri tercintanya, apa boleh buat. Itu namanya suratan nasib
yang tak terelakkan lagi.
Kalau turun angin kencang atau dirinya mendadak merasa dingin, maka timbullah
takutnya kalau-kalau ia akan berubah ujud. Ia lalu melihat ke sekitar dan berdoa
agar jangan terjadi malapetaka. Atau dia bergegas pulang agar kalau akan menjadi
harimau, biarlah di rumah saja.
Tetapi harapan manusia tidak selalu bisa terkabul.
Begitu pula dengan Erwin yang dalam usia sekian muda sudah mengalami berbagai
nasib yang menakutkan, yang aneh di selang-seling dengan peristiwa-peristiwa
yang menggembirakan. Hari itu, Selasa awal bulan Pebruari. Seorang diri ia pergi
ke rumah seorang kenalan yang mulai akrab dengannya. Seorang asal Sulawesi
Selatan, seorang keturunan Andi, jadi masih ningrat di daerah sana. Nama
lengkapnya Andi Sabaruddin Mappe. Masih muda, seumur Erwin. Masih punya ayah dan
ibu di Pare-Pare. Tergolong seorang hartawan, tetapi tidak termasuk orang
sombong karena merasa punya harta.
"Kau menepati janji Erwin," kata Andi Sabar.
Erwin tertawa ringan. "Kau kira tidak" Aku selalu berusaha menepati janji,
entahlah kalau ada sebab yang menjadi rintangan."
"Ini hari Selasa, kata orang tidak baik untuk memufakatkan sesuatu yang
penting," ujar Sabaruddin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Erwin heran mendengar, soal penting apa yang mau dikemukakan sahabatnya itu.
Mereka memang bersahabat cukup baik, tetapi belum pernah membicarakan apa-apa
yang termasuk penting, apalagi rahasia.
"Ah, semua hari kan sama saja Sab," kata Erwin.
Sabaruddin pernah meminta kepada Erwin agar jangan mempergunakan Andi-nya. Ia
merasa dirinya sama dengan orang lain, tidak ada Andi-Andi-an.
"Memang kata setengah orang, hari Selasa dan Sabtu tidak baik untuk melangkah
berpesta atau pekerjaan apa saja yang dapat dikatakan penting. Tetapi bukankah
hari Selasa dan Sabtu semua berjalan seperti biasa. Kereta api, pesawat terbang,
kapal laut, mobil tetap berangkat menuju kota atau negeri yang hendak didatangi.
Orang tetap juga ke pasar atau ke ladang.
Pembuatan gedung atau jembatan pun tidak dihentikan pada hari Selasa dan Sabtu.
Jadi kurang masuk akal, kalau kedua hari itu merupakan hari naas."
"Bagus, tepat alasanmu. Kalau begitu hari ini kuceritakan masalah yang penting
itu!" kata Sabaruddin.
"Mari." Erwin mengikutinya heran mengapa ia dibawa masuk kamar tidur. Tidak
pernah terjadi begitu. Sabaruddin melihat keheranan sahabatnya, walaupun ia tidak mengatakannya. "Ini
benar-benar soal penting. Aku tak mau didengar oleh pembantu atau oleh pacarku
kalau kebetulan dia datang.
Pendeknya orang lain tidak boleh tahu."
Di kamar tidur yang cukup rapi bagi seorang bujangan semacam Sabaruddin, Erwin
dipersilakan duduk. Ia pergi ke belakang dan kembali dengan dua cangkir teh.
"Kau mau menolong aku Erwin?" tanya Sabaruddin.
"Mengapa kau bertanya begitu" Bukankah kita bersahabat?"
"Ya, tetapi kudengar kau tidak selalu mau?"
"Aku tak mengerti maksudmu," kata Erwin sejujurnya.
"Kau tidak marah bukan?"
"Aku jadi heran! Marah mengapa?"
"Aku sudah tahu siapa kau. Aku tak sangka kau sehebat itu. Kau begitu pendiam,
seperti orang yang tak menyimpan apa-apa."
Erwin agak terkejut. Kawannya ini telah mengetahui tentang dirinya. Bahwa ia
bukan manusia seperti orang lain. Bahwa kadang-kadang berubah jadi harimau. Dari
siapa ia tahu" "Jadi kau tak mau berkawan lagi denganku?" tanya Erwin.
"Gila kau ini! Aku justeru bangga kau seorang yang mengobati orang yang sudah
tak tertolong oleh dokter atau dukun!" kata Sabaruddin.
Lega hati Erwin. Yang diketahui sahabatnya, bahwa ia seorang dukun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, itu dibesar-besarkan orang Sab!" kata Erwin.
"Orang yang benar-benar hebat memang biasanya merendahkan diri. Yang tanggung-
tanggung biasanya omong besar."
"Pengetahuanku tak seberapa. Semua pun berkat izin dan bantuan Tuhan," kata
Erwin. Sabaruddin yang seperti kebanyakan orang Bugis taat beragama tambah senang
mendengar. Beruntung rasanya punya kawan seperti Erwin.
"Aku ingin kau menolong aku."
"Soal apa" Asmara?"
"Bukan, aku sudah punya pacar. Aku sayang padanya, kurasa dia juga cukup sayang
padaku. Satu cukuplah!" "Bagus! Lalu aku bisa menolong apa?"
"Kita ke Ujung Pandang, lalu dari sana ke Pare-Pare, kau mau?"
"Untuk apa" Jadi turis domestik" Bagiku belum waktunya Sab!"
"Bukan. Untuk menolong aku, kalau kau mau."
"Kau bukan orang yang butuh pertolongan Kau orang yang mampu memberi
pertolongan! Kau tidak kekurangan apa-apa, bukan?"
"Dalam hal ini kau keliru. Semua manusia butuh bantuan. Kadang-kadang. Dan semua
manusia dapat memberi bantuan dengan cara masing-masing! Coba katakan manusia
sehebat apa yang tidak memerlukan bantuan."
"Baiklah, aku tentu saja mau menolong kalau aku bisa."
"Bisa, kalau kau mau. Aku punya seorang adik perempuan. Umur sekitar delapan
belas." Sabaruddin diam seketika. Dia memandang kosong ke depan. Kemudian baru ia
melanjutkan, "Adikku itu cantik sekali. Salah seorang yang paling cantik di antara dara-dara
Bugis." "Teruskan ceritamu," kata Erwin mulai tertarik melihat bahwa sahabatnya itu
menghadapi problema cukup berat.
"Adikku itu sakit. Sudah lebih sebulan." Sabaruddin diam lagi.
Ia menduga bahwa adik sahabatnya mungkin diserang kanker.
"Penyakit itu tak dapat diobati oleh dokter. Sudah puluhan. Dukun pun sudah
banyak sekali yang dipanggil. Tak seorang pun sanggup!"
"Penyakit apa itu Sab?"
"Adikku itu gila! Kami yakin oleh ramalan orang. Sebab sebelum sakit ia masih
cerdas. Kami mengharapkan dia seorang dokter atau insinyur. Penyakit itu datang
mendadak!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Atas permintaan Erwin, Sabaruddin menceritakan, bahwa sebelum sakit telah
beberapa orang melamar adiknya. Ada yang sudah punya istri dan banyak pula yang
memang masih bujangan. Tak juga diterima karena mereka ingin ia mencapai sarjana. Mungkin ada di antara
mereka yang sakit hati dan membalas penolakan mereka. Adik Sabaruddin harus jadi
miliknya atau tidak dikehendaki oleh siapapun. Caranya dengan membuat dia jadi
gila. Bagi Erwin cerita ini sama sekali tidak aneh. Di mana saja ada kejadian
yang semacam itu. Balas dendam melalui apa yang dinamakan jalan halus. Sakit
hati terbalas, undang-undang tertulis tidak dilanggar.
Tak ada satu pasal pun di dalam Undang-undang Hukum Pidana menyebut menganiaya
atau membunuh orang melalui jalan guna-guna atau teluh.
"Kalian, maksudku keluargamu di Pare-Pare menaruh curiga pada seseorang?" tanya
Erwin. "Kami, termasuk aku yang turut hadir di sana telah memanggil beberapa tukang
tenung untuk melihat siapakah yang telah menjahili adikku. Tetapi keterangan
mereka samar-samar dan berlainan pula yang seorang dengan lainnya. Ada yang
mengatakan orang yang menjahati adikku tinggal di sebelah Barat, berbadan gemuk
dan berkulit hitam. Ada pula yang berkata bahwa lakilaki yang yang jahat itu
telah meminta pertolongan seorang perempuan untuk membuat adikku jadi gila. Kami
hanya bisa meraba-raba, tiada pegangan yang pasti. Penyakit gila adikku itu
semakin parah." "Dia tak pernah menyebut nama seseorang?" tanya Erwin.
"Sepanjang tahuku tidak pernah."
"Kalau begitu yang mengerjai adikmu itu termasuk kuat ilmunya! Kalau aku boleh
tahu siapa nama adikmu itu. Dari tadi kau belum menyebut namanya."
"Farida Mappe!" jawab Sabaruddin.
"Lengkapnya Andi Farida Mappe," kata Erwin.
"Ya begitulah. Dia memang suka mempergunakan Andi-nya."
"Kasihan dia. Memang di sana-sini ada wanita-wanita yang dijahili oleh laki-laki
yang kecewa. Ini suatu resiko dari kecantikan."
Apa yang dikatakan Erwin dalam keterus-terangan benar. Andaikata Farida berwajah
dan berpotongan jelek tentu tak ada orang yang akan bersusah payah menganiaya
dia. Tak akan jadi rebutan dan biasanya tidak akan terlalu memilih kalau ada
yang melamar. Ruginya tidak bisa turut kontes kecantikan atau ratu-ratuan.
Segala sesuatu punya segi buruk dan segi baiknya.
"Kau mau ke kampungku?" tanya Sabaruddin.
"Aku bersedia pergi tetapi jangan kau kira bahwa aku pasti dapat
menyembuhkannya. Bahwa aku akan berdaya upaya sudah pasti, tetapi kesembuhan
letaknya di kekuasaan Tuhan!"
"Kau baik sekali Erwin. Dan kau hidup pada jalan yang diredhoi Allah!"
"Jangan memuji atau berkata begitu. Semua orang sebenarnya hampir sama. Keadaan
yang menentukan yang akan dilakukan manusia. Aku juga begitu. Kau lihat aku hari
ini baik, tetapi pada lain waktu aku mungkin jahat atau katakanlah jadi jahat
karena keadaan atau lingkungan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memaksa aku jadi jahat. Itu dinamakan kelemahan manusia dan tidak selalu manusia
bisa mengelakkan kelemahannya."
"Kau bijaksana Erwin. Falsafah hidupmu baik sekali. Aku bisa belajar dari cara
kau berpikir dan memandang hidup. Kapan kita pergi?"
"Besok kuberi tahu. Hari ini belum bisa kutentukan. Tapi nanti malam aku sudah
akan mulai bekerja. Sebisakulah."
"Kau dapat mengobati dari jauh?" tanya Sabaruddin.
"Tunggulah sampai besok pagi. Aku akan datang memberitahu."
Sabaruddin merasa senang. Tak lama kemudian Erwin pulang untuk melihat apa yang
mungkin dilakukannya untuk Farida yang gila di Pare-Pare.
*** DI PERJALANAN pulang Erwin merasa gelisah. Tanpa sebab. Ia tidak punya persoalan
apa pun yang meresahkan hati atau pikiran.
"Apa yang terjadi Indah?" tanya Erwin setelah tiba di rumah.
"Tidak ada apa-apa," jawab Indah, "Mengapa abang bertanya begitu?"
Erwin menerangkan bahwa perasaannya kurang tenteram, padahal menurut tahunya
tidak ada suatu apapun yang membuat ia harus gelisah.
Setelah itu baru istrinya teringat kehebohan kecil tetangga beberapa rumah
jaraknya dari tempat kediaman Erwin.
Kata Muzakkir yang tinggal di situ ia dan istrinya serta beberapa orang lain
melihat babi pada siang hari itu.
Babi besar dengan taring yang panjang. Hitam warnanya. Babi hutan tentu.
Heran, ada babi berkeliaran di kota pada siang hari. Yang lebih mengherankan,
tiba-tiba babi itu hilang bagaikan ditelan bumi.
Kalau itu khayalan, kenapa begitu banyak orang mempunyai hayalan yang sama.
"Apakah cerita mereka itu benar Bang?" tanya Indah.
Erwin tahu bahwa babi itu tentu Ki Ampuh yang sudah sekian bulan tidak
menampakkan diri. Tetapi ia tidak mau membuat istrinya jadi takut. Dikatakannya saja, bahwa
barangkali kebetulan ada babi hutan nyasar.
Di Pekanbaru pernah harimau masuk ke dalam pasar yang ramai dengan manusia
tetapi tidak mencederakan siapapun. Inikah yang membuat ia gelisah di perjalanan
tadi" Mau apa Ki Ampuh datang lagi" Baginya berita ini bukan sesuatu yang boleh
dianggap angin lalu saja.
*** Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
MALAM itu Erwin mengunci diri di dalam kamar khususnya. Ia mau melihat apa yang
akan dapat dilakukannya di Pare-Pare nanti. Ia ingin sekali menolong sahabat
baiknya, Andi Sabaruddin Mappe yang rendah hati itu.
Seperti biasa dengan salah satu cara untuk melihat apa yang terjadi di tempat
jauh, ia mengambil semangku air dengan pisau yang sudah karatan. Sebuah jeruk
purut jantan tak boleh tidak ada, karena buah itu merupakan salah satu
persyaratan utama. Jeruk diiris menjadi tiga potong diletakkan ke dalam mangkuk.
Erwin membaca mantera dalam bahasa Mandailing.
Dipanggilnya juga nama Ompung dan Ayahnya. Dipintanya bantuan kepada segala
harimau yang jadi-jadian, kepada manusia-manusia yang disebut cindaku di Kerinci
Sumatera Barat sana. Tetapi lebih dari semua itu ia berulang-ulang menyebut nama
Tuhan agar membantunya. Setelah itu ia mengkhusukkan diri menyebut nama Andi Farida Mappe tujuh puluh
tujuh kali. Bulu romanya berdiri. Pada kali yang ketujuh puluh tujuh dipanggilnya nama dara
yang sudah jadi gila itu agak keras. Tidak ada sahutan. Hati Erwin berdebar.
Dalam hal yang wajar, wanita itu harus menampakkan wajahnya di permukaan air
putih itu. Tetapi kali ini tidak. Ini pertanda yang tidak baik. Erwin mencoba lagi, tidak
juga kelihatan apa-apa. Kemudian terjadilah apa yang dikhawatirkannya. Irisan
jeruk purut itu tenggelam satu persatu ke dasar mangkuk.
"Kasihan Sabaruddin," katanya pada diri sendiri. Abdi Farida telah tiada. Telah
berpulang ke rahmatullah.
Orang mati tak dapat dihidupkan kembali. Oleh dukun sehebat apapun. Jikalau Dia
menghendaki maka Dia saja yang dapat berbuat, Allah yang maha Kuasa. Apakah ia
sekarang juga ke rumah Sabaruddin menyampaikan berita yang telah diketahuinya"
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ataukah besok saja, sesuai dengan janjinya.
Ia keluar mendapatkan istrinya di ruang duduk, sedang membaca buku.
"Kelihatannya Abang risau. Boleh aku tahu ada apa?"
Erwin menceritakan semua. Permintaan Sabaruddin dan apa yang baru diketahuinya.
"Apa yang baik kulakukan?" tanya Erwin.
"Jangan tunggu sampai besok. Kabarkan kepadanya sekarang! Kalau besok baru
dikabarkan akan sama juga, bahkan lebih lagi. Kalau malam ini ia tahu, ia bisa
bikin persiapan untuk berangkat ke Ujungpandang dengan pesawat pagi. Dari sana
ia terus ke Pare-Pare untuk menemui adiknya, walaupun hanya tubuh tak bernyawa
lagi. Bila adiknya itu meninggal?"
"Tentunya tadi. Pendeknya baru saja. Sabaruddin belum mengetahui. Mungkin malam
ini akan ada telpon dari Ujungpandang," kata Erwin.
Erwin mengikuti nasehat istrinya. Ia berangkat ke rumah sahabatnya, yang
ditemuinya belum tidur. Kedatangannya tidak diduga oleh Sabaruddin, tetapi nampaknya ia senang dengan
kunjungan Erwin. Tentu akan mengatakan ia mau berangkat ke Pare-Pare.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagaimana, kau mau ke sana bukan?" tanya Sabaruddin setelah Erwin duduk. Erwin
tidak segera menjawab. Ia tak tahu mau memulai bagaimana.
"Kau tak bersedia?" tanya Sabaruddin.
Erwin memandang sahabatnya. Sayu tetapi mengandung kekuatan. Ia ingin
menenangkan sahabatnya dengan pandangan itu.
"Aku mau pergin tetapi...." Erwin tidak meneruskan.
"Tetapi apa?" tanya Sabaruddin. Masih penuh tanda tanya, tidak dapat menebak.
"Kau belum mendapat kabar rupanya," kata Erwin.
"Ceritakanlah Erwin. Ada musibah menimpa diri atau keluargamu?"
Erwin menggeleng. "Kau tabah dan percaya kepada Ilahi bukan?"
"Tentu, ada apa?"
"Ia telah tiada, Tuhan telah memanggilnya pulang."
"Siapa maksudmu" Adikku Farida" Dari mana kau tahu Erwin, katakan terus terang."
"Farida telah meninggal tadi," kata Erwin sambil memegang kedua bahu sahabatnya.
Sabaruddin tak kuasa menahan sedih, dilepaskannya melalui tangis terisak-isak.
"Kau tidak keliru Erwin?" tanyanya menumbuhkan harapan bagi dirinya sendiri.
"Aku harap aku keliru!"
"Kau yakin, adikku itu sudah tiada?"
"Farida telah tiada! Tabahkan hatimu. Semua yang bernyawa, pada suatu saat akan
dipanggil Tuhan kembali. Tanpa kecuali. Akan tiba juga detiknya bagiku dan
kamu." "Kalau begitu dia mati oleh perbuatan anjing keparat itu. Aku akan ke Pare-Pare
besok. Kau mau menemani aku Erwin?"
Tak layak Erwin menolak permintaan sahabat yang dalam kemasgulan. Ia akan ikut.
Malam itu Sabaruddin tidak bisa tidur. Tangis, amarahdan dendam silih berganti
merasuk hatinya. Betapa tidak begitu! Mereka hanya dua bersaudara, dia yang
tertua dan Farida adik tunggalnya.
Kematian Farida Mappe yang Andi itu menggemparkan masyarakat kota karena hampir
semua penduduk mengetahui penyakit buatan yang menimpa dara keluarga hartawan
dan bangsawan itu. Bisik-bisik di antara mereka mempertanyakan siapakah laki-
laki berdendam itu dan siapa pula dukun yang mengirim bencana atas diri Andi
Farida. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terjadi spekulasi di antara mereka, tetapi tidak tahu dengan pasti siapa
sesungguhnya yang bertanggung
jawab. Pengaruh kematian Farida bukan hanya sampai keheranan dan desas desus saja.
Banyak orang tua yang mempunyai gadis cantik jadi ketakutan, kalau-kalau anak
mereka juga akan ditimpa bencana seperti itu kalau menolak pinangan. Di samping
ketakutan ini ada pula sejumlah laki-laki, baik duda, bujangan maupun yang sudah
punya istri atau istri-istri jadi ketawa di dalam hati, karena ini akan membuka
jalan yang agak lebar bagi mereka untuk mendapatkan perawan cantik yang jadi
incaran. *** SEBELUM berangkat dari rumah menuju lapangan udara pagi itu, Andi Sabaruddin
menerima kabar melalui telpon dari Ujungpandang dari pamannya, mengatakan
kematian adiknya Farida. Ia tidak lagi terkejut karena sudah yakin pada
keterangan Erwin. Dalam kesedihan hatinya.
Sabaruddin masih sempat kagum akan kehebatan kawannya yang sebaya dengan dirinya
itu. Dan ia merasa lega dapat ke Pare-Pare bersama sahabatnya yang belum
diketahuinya, bahwa selain dukun ia juga manusia harimau.
Setelah masuk pesawat, Erwin kian mohon kepada Tuhan dan kepada kerabat-
kerabatnya yang telah meninggal agar atas dirinya jangan terjadi apa-apa. Kalau
dalam pesawat ia berubah jadi setengah harimau, bukan saja semua penumpang akan
panik, bahkan pesawat itu mungkin akan jatuh, karena awak pesawat pasti akan
ketakutan mempersaksikan yang tak pernah mereka khayalkan itu. Masih lebih baik
dibajak oleh gerombolan atau petualang yang akan minta uang tebusan atau tuntut
pembebasan kawan-kawan mereka dari penjara daripada melihat manusia menjadi
harimau di tengah-tengah mereka.
Di angkasa langit. Permintaan Erwin dikabulkan Tuhan. Dua jam kemudian pesawat
mendarat dan kedua sahabat itu menyewa kendaraan untuk langsung membawa mereka
ke Pare-Pare. Kedatangan Sabaruddin disambut dengan tangis dan oleh ibu, ayah dan keluarganya
yang lain. Mereka tidak menduga, bahwa ia sempat tiba pada pagi itu, pamannya di
Ujungpandang pun baru pagi itu dapat menelponnya. Erwin turut sedih dan tak
kuasa pula menahan air matanya.
Melihat mayat adiknya dengan wajah yang sudah pucat tetapi kelihatan pasrah pada
nasib, Sabaruddin kian menjadi-jadi. Dendamnya bangkit. Bagaikan orang kurang
sadar ia bertanya keras: "Siapa yang menjahati adikku?"
Tidak ada jawaban, karena memang tak ada yang tahu. Semua keluarga berusaha
menyabarkannya. Ada yang menasehati bahwa tak baik bahkan tak boleh menangisi
karena rohnya tidak akan tenang. Tangis tidak membantu orang yang sudah
meninggal. Semua hamba Allah, Tuhan yang empunya, maka Dia boleh memanggilnya
pula kapan saja dikehendakinya.
"Kalian cuma pandai ngomong," kata Sabaruddin yang emosi. "Aku pun dapat berkata
begitu, kalau kalian yang kehilangan!"
Melihat kesedihan sahabatnya itu, hati Erwin pun seperti tersayat. Memang Tuhan
yang menentukan kematian, tetapi dalam hal-hal tertentu tangan manusia jadi
penyebab.Tak semua kematian dapat kita namakan takdir. Andi Farida yang cantik
dan sehat menjadi gila karena buatan sesama manusia yang mengamalkan ilmu jahat.
Aku ingin tahu siapakah dukun yang telah menjual Andi Farida kepada orang yang
membayarnya. Orang itu akan menerima balasannya! Pada waktu itu terpikir oleh
Erwin, apakah ia Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan mampu menghadapi dukun hantu yang sudah puluhan dukun Bugis dan Makassar
bahkan Toraja gagal menghadapi dia.
*** BANYAK sekali keluarga dan sahabat yang mengantar jenazah Andi Farida ke tempat
peristirahatannya yang terakhir. Banyak kawan-kawannya meneteskan air mata.
Semua hati, dikecualikan sejumlah kecil orang-orang yang kecewa, mengutuk dukun
dan pengupahnya yang menyebabkan Farida menjadi gila.
Ketika jenazah diturunkan ke tempat abadinya, turun hujan rintik-rintik tetapi
tiada angin selembut apa pun. Keadaan hening sekali. Dan di tengah keheningan
itulah mendadak terdengar suara auman harimau, binatang buas yang tidak ada di
Sulawesi. Orang banyak itu saling pandang dan tanya tanpa kata. Apakah maknanya
ini. Suara harimau di daerah yang langka harimau.
Kalau sebagian dari mereka yang heran dan takut itu tak menemukan jawaban atas
pertanyaan itu maka beberapa manusia yang mempunyai ilmu dukun ilmu pusaka yang
diturunkan ayah, ibu, kakek atau nenek segera mengetahui bahwa ada pendatang
dari pulau lain masuk ke daerah itu.
Pendatang yang tak tampak oleh mata kasar, pun tak kelihatan oleh orang-orang
berilmu tinggi yang tidak bisa didapat dari fakultas mana pun permukaan bumi
ini. Mereka hanya dapat menduga, bahwa pendatang yang punya suara tapi tak
kelihatan rupa itu asalnya dari pulau yang berharimau. Malaysia, Muangthai,
Birma, India atau barangkali Sumatera.
Erwin yang mendengar suara itu segera mengetahui bahwa ompungnya ada di sekitar
situ. Baginya jelas sekali perbedaan suara ompung dan ayahnya. Mengapa ompungnya
datang ke Sulawesi" Untuk membayangi cucunya" Mengapa"
Andi Sabaruddin, walaupun dalam duka cita yang amat besar, juga mendengar suara
itu. Ia tahu bahwa suara itu suara harimau dan dia mendengar selama di Jawa
bahwa di Sumatera Barat dan Tapanuli ada manusia-manusia harimau. Bahkan ia
mengetahui bahwa manusia harimau pernah ada di Jakarta. Dibacanya dari surat-
surat kabar. Kini, dengan mendengar suara itu ia menyangka bahwa yang membuat
adiknya gila mungkin dukun yang punya piaraan harimau.
Suara tadi menandakan kemenangan karena sasaran sudah mati dan dikuburkan.
Apakah ada orang Bugis atau Makassar atau Toraja yang menuntut ilmu halus di
Sumatera lalu membawa harimau itu. Ataukah dukun itu memang asal Sumatera dari
daerah lain yang memiliki harimau"
Bab 2 PADA malamnya, sehabis tahlilan, keluarga almarhumah membicarakan suara harimau
di kuburan tadi. Erwin juga hadir. Dia hanya mendengarkan sehingga beberapa saat
kemudian baru menjawab pertanyaan Sabaruddin.
"Apakah kau tahu mengapa ada suara harimau tadi?" tanya Sabaruddin.
"Aku tak sanggup memastikan. Tetapi suara tadi memang suara harimau!" jawab
Erwin. Ia tidak ingin diketahui bahwa ia sendiri, ayahnya dan kakekrnya semua
manusia harimau. Keluarga Sabaruddin tidak kuasa menyembunyikan dendam yang amat mendalam
terhadap orang yang telah menyebabkan kematian Andi Farida. Sudah banyak dukun
yang mereka mintai bantuan selagi gadis malang itu masih sakit. Tak seorang pun
kuasa menghadapi dukun yang menjahatinya. Karena ia punya ilmu yang jauh lebih
ampuh dari mereka. Sebenarnya di hampir seluruh kota Sulawesi Selatan ada orang-
orang hebat dengan ilmu hitam atau putih. Hanya nasib
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
buruk Farida jugalah menyebabkan keluarganya belum menemukan dukun yang tepat
melawan orang yang merubuhkan gadis itu.
"Kau akan menolong kami Erwin?" tanya Sabaruddin.
"Aku akan berusaha, tidak dapat menjanjikan apa-apa. Barangkali apa yang
kumiliki tidak lebih daripada orang pandai yang sudah dipanggil!" Seperti
biasanya ia tidak berani bicara takabur. Dan memang belum tentu sanggup
mengatasi kepandaian orang yang akan dihadapinya itu.
"Kami ingin dia binasa," kata paman Farida.
"Suatu dendam yang wajar. Tetapi," kata Erwin tanpa meneruskan kalimatnya.
"Biar aku yang memikul dosanya," kata Sabaruddin.
Setelah lepas sembahyang magrib mereka masih bicara-bicara.
Selesai makan malam, Erwin mengatakan bahwa ia akan berusaha sekuat kemampuannya
dan akan sembahyang Isya sendiri di kamar. Sabaruddin dan keluarga memberi salam
kepada orang muda asal Sumatera itu dengan iringan kata-kata: "Kami hanya dapat
mendoa karena kami hanya orang-orang lemah tanpa daya!"
"Aku pun juga begitu. Yang akan kulakukan seluruh usaha, daya dengan kehendak
Tuhan, karena Dialah menentukan berhasil atau tidaknya suatu usaha." Erwin.
*** SETELAH selesai sembahyang terakhir dari yang waktu sehari semalam, Erwin
bertenang dalam usaha memusatkan pikiran dan mengkhusukkan permintaan. Di dalam
berkhusuk itulah ia mendengar suara ayahnya.
"Membalas dendam dan membunuh tidak baik. Tapi ada kalanya orang harus membunuh.
Pertama agar tidak dibunuh, kedua karena tiada bayaran yang lebih pantas
daripada mengambil nyawa si pembunuh!"
Seperti biasa ia mengeluarkan pisau tuanya yang sudah setengah karatan,
meletakkannya di sebuah piring.
"Kalau orang itu ada di kota ini, berputarlah kau seratus delapan puluh derajat.
Kalau ia di luar kota, kemarilah kau. Kau belum pernah mengecewakan, kali ini
pun kupinta agar kau jangan sampai mengecewakan aku." kata Erwin setelah lebih
dulu membaca mantera. Pisau itu tidak bergerak. Tidak menjawab pertanyaannya.Untuk pertama kali pisau
berisi itu menolak jawaban atas pertanyaannya. Bukan hanya itu. Erwin merasa
badannya panas, tetapi mengeluarkan keringat dingin. Tandanya ia menghadapi
tantangan. Dan pisau itu rupanya tunduk kepada perintah si penantang.
Jelas, musuhnya bukan orang yang boleh dipandang enteng saja. Setidak-tidaknya
dia tahu bagaimana merahasiakan tempat bermukimnya.
Berkata Erwin: "Aku tahu asalmu. Baik mata maupun tubuhmu. Aku selalu setia
memberi kau makan sebagaimana yang dipinta oleh pemilikmu sebelum aku. Aku tidak
mengatakan bahwa aku majikanmu. Aku hanya yakin, bahwa kita berkawan. Dan kau
salah satu kawanku yang terdekat.
Tetapi kalau kau mau meninggalkan aku, mau berpaling pada yang lain, itu menjadi
hakmu. Aku Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak akan memaksa. Tak baik melakukan paksaan. Barangkali yang itu dapat
memeliharamu lebih baik dari aku yang telah kau kenal. Manusia benar hanya
kadang-kadang. Silakan pergi, kalau itu pilihanmu! Tiap makhluk berhak mencari
nasib yang lebih baik, kau tidak terkecuali daripada itu!"
Rasa panas badan dengan keringat dingin belum mereda. Dipandangnya pisau yang
tidak mau menjawab itu. Masih ada di sana. Padahal, kalau ia mau, ia dapat
menghilang. Ia pun dapat disuruh, tetapi Erwin belum pernah memberi tugas sejauh
itu. Hulu pisau itu basah, kemudian entah dari mana sebabnya ia telah
mengeluarkan beberapa tetes air. Kemudian terdengar suara terisak-isak Jelas
dari piring tempat pisau itu.
Menangiskah ia" Apkah ia tidak menjawab karena di bawah tekanan yang terasa
berat" "Tolong aku ayah, tolong ompung, tolong Inyek Datuk nan Kuniang. Bebaskan
pisauku ini dari tekanan orang itu!"
Tak lama kemudian panasnya mereda, keringat dingin pun tidak mengalir lagi.
Berkat bantuan yang dipinta kepada orang-orang yang mengasihinya. Dibacanya lagi
mantera sebelum mengulangi pertanyaan kepada pisau saktinya.
Pelan, sangat pelan pisau itu bergerak. Rupanya ia mulai letih. Sampai seratus
delapan puluh derajat ia berhenti. Ia telah menjawab. Orang yang ditanyakan
Erwin berada di dalam kota. Dalam kawasan Pare-Pare.
Diangkatnya pisau itu, diciumnya lalu disimpannya dalam sarungnya yang terbuat
dari kayu. Waktu itu hari telah agak jauh malam. Telah pukul sebelas menjelang tengah
malam. Ia menghaluskan diri, keluar dari rumah. Ia memakai ilmu angin delapan
penjuru. Di mana angin dapat lewat dari situ dia dapat keluar atau masuk. Dengan
begitu tidak seorang pun di rumah itu mengetahui, bahwa Erwin telah tiada di
kamarnya. Tetapi kalau tugasnya selesai ia akan kembali sebagai manusia biasa.
Lewat pintu. Tentu orang akan heran. Ah, biarkanlah mereka heran. Tidak apa-apa.
Yang penting tugas terselesaikan. Dan ia berharap sekali dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik. Untuk keadilan dan untuk memberi keringanan kepada
keluarga sahabatnya, walaupun dengan pembalasan, yang telah tiada juga tidak
akan bisa hidup kembali. Sebagai biasa ia membaca beberapa doa, supaya kaki melangkah ke tempat yang jadi
tujuan. Gagak yang sedari tadi tak henti-hentinya berkaok-kaok, membuat malam yang telah
agak larut itu terasa seram. Bulu kuduk orang juga pasti akan berdiri dibuatnya.
Ia berhenti di muka sebuah rumah. Di pagar tampak papan nama. Dengan mendekatkan
mata Erwin dapat membacanya. ''Daeng Guruh". Bukan nama biasa. Tetapi orang luar
biasa memang biasa punya nama yang luar biasa pula. Mungkin yang punya nama itu
bukan dilahirkan dengan nama itu. Belakangan ia merasa perlu menggantinya dengan
yang lebih pantas dengan kemampuannya.
Pintu itu tidak digembok. Mudah dibuka. Tetapi ketika hendak melangkahkan kaki
ke pekarangan, Erwin merasa kakinya hampir tak terangkat. Wah, orang ini benar-
benar bukan sembarang orang.
Tetapi untuk yang seperti itu Erwin punya penangkal. Ia menghadap ke jalan raya
dan mencoba melangkah mundur. Dan ia berhasil setelah mundur beberapa langkah ia
putar lagi badannya dan kini dengan mudah menuju rumah. Bangunan cukup lumayan.
Dalam hal yang begitu ia perlu meminta supaya dirinya mengharimau. Permintaannya
terkabul. Semula Erwin memberi salam. Tiada jawaban. Rupanya ada firasat pada orang pintar
itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukakan pintu, pak Daeng Guruh!"
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jelas pertanyaan yang empunya siapa nama pendatang di malam itu, Erwin tidak
memberi jawaban. "Buka pintu, Daeng Guruh!" Kini tanpa menyebut "pak".
Perbedaan ucapan itu dirasakan oleh Daeng Guruh. Memang benar itu rumahnya dan
dia sendiri pula yang bertanya nama. Ia berpikir, bagaimana orang ini bisa
masuk. Biasanya pendatang hanya memanggil-manggil dari luar pagar. Kalau telah
dibebaskannya pekarangan dari pagar situ barulah pendatang dapat mendekati
rumahnya. Tentu orang yang sebiji ini sudah di depan pintu. Dia sudah mengetuk-
ngetuk pintu. "Aku mau masuk Daeng," kata Erwin dengan suara keras.
"Sebutkan dulu namamu, dari mana kau, siapa yang menyuruh ke mari," pinta Daeng
Guruh terperinci. "Nama tak penting, kalau sudah kau buka kau akan tahu."
Kurang ajar betul, kutuk Daeng di dalam hatinya yang terhina oleh kata-kata
pendatang tak dikenal dan tak memperkenalkan nama itu.
Dari curiga Daeng Guruh mulai marah. Setan mana berani berkata begitu kasar
kepadanya. Ini tentu seseorang yang belum mengenal dia.
"Katakan siapa engkau!" bentak dukun besar itu. Bentakan itu dijawab dengan
tendangan keras, yang bagaimanapun handalannya telah membuat Daeng jadi kaget.
Tentunya garong yang hendak merampok karena tahu dia baru menerima banyak upah
dari orang yang meminta bantuannya. Ia bukan jago silat atau pencak, tak kenal
ilmu phisik bela diri. Tetapi ia mempunyai yang lebih daripada itu. Ilmu
kebatinan dan sihir yang bisa membuat tiap musuhnya berdiri tanpa daya di
hadapannya. Ia dapat memerintan musunnya yang bagaimanapun garangnya bersimpuh
atau sujud di hadapan kakinya.
Daeng Guruh membaca mantera. Pendatang belum sampai di kamar tempat ia ngomong-
ngomong dengan istrinya. Terdengar olehnya langkah-langkah berat. Dia tahu
pendatang ini bukan garong biasa. Mungkin punya ilmu semacam dia. Ada banyak
penjahat yang punya ilmu pukau dan penggentar atau kebal.
"Keluarlah dukun!" kata tamu yang belum kelihatan itu.
Pengecut kalau ia tak keluar dan memberi hajaran pada pendatang itu. Daeng Guruh
keluar dan berbisik pada istrinya supaya tenang-tenang saja.
Begitu sampai di ruang muka Daeng Guruh tak dapat menahan rasa terkejut yang
disertai debaran jantung. Ia hebat memang, banyak pengalaman. Berbagai macam
musuh telah dihadapi dan dijatuhkannya.
Tetapi makhluk macam ini baru kali pertama dilihatnya selama hidup. Harimau
berkepala manusia. "Mari ikut!" kata manusia harimau itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kemana dan apa maumu?" Daeng Guruh benar-benar kehilangan keseimbangan jiwa dan
pikiran. "Ikut sajalah. Kau yang bernama Daeng Guruh, bukan!"
"Ya, tapi aku tidak punya urusan apa pun denganmu. Siapakah kau yang telah
begitu berani mendobrak pintu rumahku" Kau tahu kesalahanmu?" kata dukun Bugis
itu. Dia menggertak setelah ia dapat menguasai diri kembali.
Dukun itu membaca mantera supaya manusia harimau itu kehilangan daya, tetapi ia
ditertawakan oleh si pendatang:
"Kau coba melumpuhkan atau menakuti aku. Aku datang menjemput kau dan kau harus
ikut. Belum ada orang yang menolak ajakanku!"
"Mengapa kita harus bersengketa, sedangkan kukira kau juga mempunyai ilmu. Kita
sama-sama tukang dukun, buat apa adu kekuatan. Lagi pula kita belum pernah
saling kenal. Aku tidak menyusahkanmu, buat apa kau menantang aku !"
"Jangan banyak dalih lagi Daeng. Aku mau berurusan denganmu, tetapi tidak di
rumahmu ini. Aku mau di sana, bukan rumahku dan bukan pula tempat kediamanmu."
Malu kalau-kalau dianggap takut, maka Daeng Guruh menyetujui. Otaknya dipenuhi
tanda tanya, apakah kemauan makhluk aneh tetapi pasti punya kekuatan hebat.
Gagak-gagak tetap hiruk-pikuk berputar-putar di kota Pare-Pare, kian banyak
orang terbangun, tetapi seorang pun berani ke luar. Hati mereka jadi kecut
mebayangkan bencana apa gerangan yang akan menimpa daerah mereka! Gempa, badai,
ataukah dunia akan kiamat. Ya, mungkin dunia akan kiamat. Dan semua yang
bernyawa akan mati. Uh, betapa menakutkan!
"Kau jalan di muka," kata manusia harimau.
Dukun Daeng curiga, dia menolak. "Kau sajalah," katanya.
"Baik, kalau begitu maumu!" kata manusia harimau yang tak lain daripada Erwin.
"Sebetulnya kau ini siapa?" tanya Daeng Guruh.
"Aku perantau!"
"Dari mana?" "Seberang!" "Seberang mana" Kalimantan, Jawa, Ambon, atau Morotai barangkali?"
"Bukan, Sumatera!"
"Wah, jauh juga perantauanmu. Banyak orang Bugis di sana?"
"Banyak!" "Yang pintar juga?"
"Ya, tapi yang sejahat kau kurasa tak ada!" .
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wah, perantau ini bicara terus terang, pikir Daeng Guruh. Dia dikatakan jahat,
padahal berkenalan pun baru malam ini.
"Mengapa kau kata aku jahat?"
"Jalan terus Daeng, jangan berhenti!" kata manusia.
Dukun itu malu. Rupanya pendatang itu tahu bahwa ia berhenti. Kuat benar panca
inderanya. "Kau hebat, tahu kalau aku berhenti!" kata Daeng menutupi rasa malu.
"Aku rasa tidak sepandai kau! Sekurang-kurangnya tidak sejahat kau!"
"Mengapa kau katakan aku jahat" Numpang tanya, siapa namamu. Kita sudah
berkenalan tetapi aku belum mengetahui namamu."
"Namaku Erwin. Kau memang jahat, jangan belagak tidak tahu!"
"Aku tak mengerti!" sahut dukun Daeng.
"Kau dukun merangkap pembunuh bayaran!"
"Kau sembarang ngomong. Fitnah siapa pula yang kau percayai itu?"
"Memang tengik kau Daeng. Kau memang pembunuh, Kau katakan aku mendengar fitnah.
Kau membunuh Andi Farida bukan" Setelah kau lebih dulu membuat dia gila. Apakah
itu bukan pembunuh bayaran" Kau kerjakan itu karena kau dibayar, bukankah
begitu." "Aku tak pernah membunuh dia, Erwin. Dia mati karena sudah sampai ajalnya!"
"Binatang kau. Baiklah kukatakan bahwa aku datang menghukum kau!"
"Apa sangkut pautmu dengan urusan ini!"
"Tak usah banyak tanya dukun jahanam. Bersiaplah kau!" Erwin membalik dan
menghadapi Daeng Guruh. "Gunakan semua ilmumu! Kalau aku kalah, kau akan selamat, tetapi kalau kau tak
mampu menahan aku, maka sampai di sini sajalah riwayatmu!" Dukun itu tahu, bahwa
lawannya bukan sekedar main-main, ia mau membunuh. Dan untuk menyelamatkan
nyawa, maka Daeng harus lebih dulu membunuh Erwin. Ia gunakan segala macam ilmu
gaibnya. Tetapi manusia harimau itu tidak lumpuh, tidak sujud di hadapannya.
Terang ia mempunyai ilmu yang luar biasa.
"Sebelum kau mati, katakan siapa yang membayar dirimu!" perintah Erwin.
"Katakan!" terdengar satu suara membentak di sebelah kanan Daeng. Ia menoleh,
tampak olehnya lagi makhluk seperti Erwin. Mukanya sudah tua dengan putih dan
pancaran mata penuh wibawa. Daeng jadi panik melihat Dja Lubuk yang tak
dikenalnya ada di sana. Yang begini tak pernah dimimpi atau khayalkan Dapatkah
ia melawan makhluk-makhluk ini"
"Aku pergi Erwin, selesaikanlah," kata Dja Lubuk lalu ia menghilang.
"Siapa yang menyuruhmu! Kau dengar perintah ayahku tadi?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang tadi ayahmu?"
"Jangan buang-buang waktu. Kau katakan atau tidak!"
"Kalau kukatakan, kita akan bersahabat?" tanya Daeng. Dia benar-benar sangsi
akan kesanggupan sekali ini. Dan inilah untuk pertama kali ia takut menghadapi
lawan. Itu pun karena yang menantang dia kali ini bukan manusia biasa. Dia tidak
pernah belajar bagaimana menghadapi manusia harimau dan tidak pula pernah
mengetahui sampai di mana batas-batas kekuatan makhluk itu.
"Katakanlah, tanpa syarat!" bentak Erwin.
"Baharsan yang sangat kaya itu. Bukan kehendakku Andi Farida mati!" kata dukun
Daeng yang kian tidak percaya pada diri sendiri dan mengharapkan belas kasihan.
"Kau harus membayar dengan nyawa Daeng Guruh!"
"Jangan. Aku berjanji untuk tidak lagi membantu orang yang bertujuan jahat. Aku
bersumpah!" pinta dukun itu. Erwin teringat kepada Ki Ampuh yang beberapa kali dikalahkannya dan berjanji
untuk jadi orang baik. Bahkan bersumpah untuk jadi saudara, tetapi akhirnya dia
berkhianat dan dimakan oleh sumpahnya sendiri.
Kutukan itu membuat dia jadi babi.
Erwin memandang Daeng Guruh.
"Aku tak percaya pada janji. Bahkan ragu-ragu pada sumpah. Banyak orang di zaman
ini berani bersumpah dan tidak takut melanggar sumpahnya sendiri!"
Manusia harimau itu menerkam sang dukun yang lalu jatuh terjajar karena lututnya
sudah gemetaran. Inilah rasa takut terbesar dalam riwayat hidupnya. Selama belum jadi dukun pun
ia tidak pernah takut seperti ini.
Manusia harimau itu tidak langsung membunuh. Dipandanginya dukun itu.
"Ampuni aku," mohon Daeng Guruh.
"Kau tak malu minta ampun?" tanya Erwin.
"Aku belum mau mati. Aku mau jadi orang baik! Beri aku kesempatan." Bersamaan
dengan permohonan dukun itu, kuku sang manusia harimau merobek dadanya,
mengeluarkan seluruh isi perutnya.
Setelah itu paha dan tangan Daeng Guruh dirobek-robek. Erwin menyeret tubuh yang
sudah kehilangan nyawa beberapa meter dari sana, sehingga meninggalkan bekas
pada tanah yang agak becek oleh hujan pada malam kematian Andi Farida. Erwin
sengaja tidak mencederai muka dukun itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat dengan mata yang tajam dan membaui dengan penciuman hidung yang luar
biasa kekuatannya, burung-burung gagak yang banyak beterbangan itu merendah
bahkan ada yang mulai turun ke tanah. Erwin mengaum beberapa kali.
Burung-burung itu terkejut dan jadi takut mendengar suara yang belum pernah
mereka kenal tadinya, tetapi pasti mengandung bahaya yang amat besar, pergi
menjauh. Pare-Pare menjadi sepi kembali. Ada orang merasa lega tetapi banyak
pula yang menanti dengan cemas, apalagi yang akan terjadi sesudah pertanda yang
begitu menyeramkan. Erwin kembali lagi ke rumah sahabatnya. Doanya menjadi manusia biasa kembali
terkabul, ia mengetuk pintu. Sabaruddin sendiri membukakan, heran darimana
sahabatnya itu, tetapi mulutnya bagaikan terkunci.
Dia tidak bertanya apa-apa. Dibiarkannya Erwin masuk kamarnya. Setelah terbaring
di tempat tidurnya, berbagai macam pertanyaan timbul di hati Sabaruddin dan
menyesal mengapa ia tidak menyapa Erwin.
Jangan-jangan sahabatnya itu menyangka dia marah, karena begitu jauh malam minta
dibukakan pintu. *** PAGI-PAGI sekali Erwin telah bangun, kemudian terdengar suara azannya yang amat
syahdu, menggema di dalam rumah sampai ke lingkungan sekitar. Segenap keluarga
Sabaruddin yang memang tak bisa lelap tidur, semula jadi heran kemudian kagum
dan tambah senang dengan dukun muda itu. Semua orang Bugis, laki-laki, wanita,
tua dan muda umumnya taat beragama, bahkan ada yang fanatik. Dikecualikan satu
dua orang yang barangkali lain daripada mereka oleh karena pengaruh lingkungan
pula. Pukul tujuh ketika mereka sarapan pagi, terdengarlah berita itu. Ada dukun mati
di pinggir jalan dengan isi perut berhamburan, tangan dan kaki penuh luka.
Seluruh masyarakat Pare-Pare segera mengetahuinya. Kabar yang tak pernah terjadi
selama umur kota itu menjalar ke segenap pelosok bagaikan api ditiup angin
tatkala panas sedang terik-teriknya. Inikah bencana yang diberi tahu oleh
keriuhan burung gagak malam tadi"
Erwin yang sama-sama sarapan pagi hanya mendengarkan, tidak memberi tanggapan
spa-spa. "Kau dengar bunyi gagak yang barangkali ratusan banyaknya malam tadi Er?" tanya
Sabaruddin. "Ya, aku pun heran. Belum pernah terjadi di Jakarta atau di tempat-tempat lain
di mana aku pernah tinggal. Tetapi itu pertanda buruk," jawab Erwin.
"Banyak orang mengira akan terjadi gempa hebat. Malahan ada yang menyangka akan
kiamat dunia ini!" Erwin tidak menanggapi. Kemudian Sabaruddin bertanya, apakah Erwin melihat
gagak-gagak itu. Erwin menjawab bahwa ia sengaja keluar untuk melihatnya. Dan karena terang bulan
ia dapat melihatnya dengan jelas, ratusan banyaknya.
"Padahal malam kemarin turun hujan dan gelap sekali," kata paman Sabaruddin.
"Orang yang meninggal dalam keadaan mengerikan itu, kabarnya dukun Daeng Guruh.
Mereka menceritakan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa luka-lukanya itu bukan kena bacokan. Dadanya yang koyak juga bukan oleh
pisau atau badik! Aku akan pergi melihat, sampai di mana kebenaran cerita orang-
orang itu!" "Ah, tentu sudah dibawa ke rumah sakit," sela Sabaruddin.
"Kurasa tidak. Polisi tentu hendak memeriksa di tempat dan karena kejadian ini
luar biasa, tentu akan dipanggil orang-orang yang ahli dalam soal luka. Misalnya
dokter. Pembunuhan ini bukan pembunuhan biasa!"
"Kau mau turut melihat Erwin?" tanya Sabaruddin.
"Hm, tak usah. Aku pernah melihat orang mati dibunuh seperti yang diceritakan
itu. Di Surabaya dan di Jakarta!" jawab Erwin.
"Apa hasib penyelidikan Polisi di sana?" tanya paman Sabaruddin.
"Orang-orang itu diterkam dan dikoyak-koyak harimau. Jantung dan hatinya juga
dikeluarkan dari perut."
"Tidak dimakan harimau itu?"
"Tidak!" jawab Erwin.
"Aneh, kata orang binatang buas suka isi perut korbannya."
Erwin tidak menanggapi, Sabaruddin bertanya kepada pamannya apanya saja yang
dimakan harimau itu. "Tidak ada. Ia hanya mengeluarkan isi perut dan merobek kaki dan tangan dukun
itu. Muka orang itu malah tidak dirusaknya," ujar paman Sabaruddin.
"Lalu, burung gagak itu! Apakah mereka tidak turun beramai-ramai memakan mayat?"
"Kurasa tidak. Tak ada bagian badannya yang hilang. Harimau tak memakannya,
burung-burung gagak juga tidak!" kata paman Sabaruddin.
"Heran. Harimau apa itu?" lalu Sabaruddin teringat kepada harimau yang mengaum
di kuburan dan di rumah kemarin siang dan malam.
Erwin merasa bahwa sahabatnya menanti penjelasan. Ia tidak mau bertanya,
khawatir kalaukalau Erwin tersinggung.
"Harimau itu bukan harimau liar. Ia harimau manusia seperti ayahku yang datang
tadi malam, walaupun tidak memperlihatkan diri!"
"Beliaukah yang membalaskan dendam kami?"
Erwin tidak menjawab pertanyaan itu tetapi berkata:
"Harimau manusia tidak makan orang. Sebenarnya ia manusia seperti kita-kita ini.
Tetapi oleh suatu sumpah beratus atau beribu tahun yang lalu oleh nenek-nenek
moyangnya, akibatnya masih ada sampai kini. Manusia harimau makan makanan
seperti yang dimakan manusia. Tetapi selain itu oleh kekuatan gaib yang ada
dalam dirinya ia juga makan sesajian yang oleh sementara orang biasa
dipersembahkan untuk orang halus atau arwah-arwah keluarga yang kadangkala
datang menjenguk yang masih hidup sebagai manusia biasa."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sabaruddin bertanya apakah manusia harimau mempunyai persamaan dengan harimau
piaraan. "Ada persamaan. Badannya. Harimau piaraan memang harimau benar yang oleh
kekuatan yang empunya bisa disuruh apa saja. Yang empunya juga bisa membuat
piaraannya itu tidak kelihatan oleh siapapun. Bagaikan orang halus. Itulah
sebabnya harimau piaraan bisa masuk ke gedung bagaimanapun kokohnya. Ia masuk
sebagai orang halus. Asalkan angin dapat lalu, maka ia pun dapat lalu di sana.
Setiba di dalam rumah barulah ia menjadi harimau."
Sabaruddin, pamannya dan keluarga lain yang turut mendengar, membayangkan apa
yang dilakukan oleh orang halus yang jadi harimau di dalam rumah.
"Apakah harimau piaraan ini mau memakan munusia?" tanya paman Saburuddin.
"Mau, seperti harimau biasa!"jawab Erwin.
"Jadi orang di dalam rumah yang dimasukinya akan habis dimakannya?"
"Tidak. Ia hanya membunuh atau memakan orang yang jadi sasarannya. Yang sesuai
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan peperintah pemiliknya!"
"Yang lain tidak diganggunya?"
"Tidak. Kalau ia merusak yang lain di luar perintah pemiliknya, ia akan
dihukum!" jawab Erwin.
"Manusia menghukum harimau?" tanya Sabaruddin.
"Ya. Sebagai piaraan, harimau itu sebenarnya punya status budak. Ia harus taat
pada poerintah tuannya. Istilah populernya sekarang, boss-nya!"
Semua yang mendengar merasa heran dan dirasuk rasa ngeri.
"Yang membunuh dukun Daeng Guruh itu, di mana beliau sekarang?" tanya paman
Sabaruddin. Dia mempergunakan perkataan "beliau" karena takut kualat, atau manusia harimau
itu marah kalau kurang dihormati. Lagi-lagi Erwin tidak menanggapi, seakan-akan
ia tidak mendengar pertanyaan itu.
"Harimau piaraan takut sekali dihukum oleh bossnya." kata Erwin meneruskan
ceritanya tentang harimau yang dikuasai manusia. "Majikannya itu bisa membuatnya
jadi babi atau semut."
Yang mendengarkan tambah takjub. Di Sulawesi Selatan juga banyak orang pintar,
tetapi belum terdengar tentang dukun yang bisa memperbudak harimau. Ahli sihir,
guna-guna segala macam, teluh dan bunuh jarak jauh ada disana.
"Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada manusia harimau yang membunuh Daeng
Guruh, bagaimana caranya Erwin?" tanya Sahuruddin.
"Tak usah. Dia tidak mengharapkan terima kasih!" jawab Erwin.
"Tetapi kami merasa berhutung budi."
"]angan,nanti dia merasa dihina."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tak dapatkah kami melihat beliau?" tanya paman Sabaruddin.
Ini pun tiduk dijawab oleh Erwin. Ia meneruskan ceritanya tadi.
"Tetapi harimau piaraan yang disia-siakan oleh majikannya tidak akan patuh lagi
kepada yang empunya. Bahkan ia dapat melawan!"
"Tapi bagaimana caranya?" tanya ayah Sabaruddin yang sejak tadi mendengarkan
dengan asyik dan berbagai perasaan.
"Kalau majikan melupakan kewajiban terhadap piaraannya maka kekuatannya atas
harimau itu akan hilang. Itulah suatu keadilan dalam ikatan tak tertulis antara
si harimau piaraan dengan yang empunya. Ia bisa berbalik menerkam tuannya.
Tetapi ia tidak mau memakan daging atau isi perutnya. Itu suatu pantangan.
Harimau bekas piaraan itu akan mengganas sampai ia menemukan tuan baru yang
dapat menjinakkannya. Dan ia akan bersedia menjadi budak majikannya yang baru."
"Ajaib," kata paman Sabaruddin.
"Dunia ini penuh dengan keajaiban. Oleh kesibukan duniawi atau ketidak-percayaan
terhadap rahasia-rahasia yang tak terjelaskan oleh pengetahuan modern, maka
hanya amat sedikit manusia yang mengenal keajaiban keajaiban ini," kata Erwin.
"Tetapi," kata Sabaruddin, "Dukun itu menjahili adikku Farida tentu atas suruhan
seseorang. Dengan kematiannya, maka gelaplah bagi kita siapa yang menjadi dalang."
"Tidak," kata Erwin. "Yang menyuruh atau mengupah dukun itu juga akan menerima
hukumannya!" "Manusia harimau itu tahu?" tanya ayah Sabaruddin.
Erwin diam dan bangsawan Bugis yang baru kehilangan anak itu tidak mengulangi
pertanyaannya. Entah apa yang jadi penyebab, tetapi ia tidak lagi menanyakan apa
yang ia ingin tahu. Pada saat itulah mendadak muka Erwin jadi pucat, karena ia merasakan pertanda
itu. Bahwa ia akan berubah rupa. Badannya mendingin, ia tahu bahwa tidak ada
waktu lagi untuk menutupi rahasia dirinya.
"Aku mohon," katanya. "Jangan kalian jadi takut. Jangan takut. Aku tidak akan
berbahaya. Jangan kalian lari dan jangan bikin heboh. Tolonglah aku!"
Keluarga Bugis itu jadi tak mengerti, heran bercampur takut.
Semua berjalan cepat sekali.
Erwin berubah, ia mulai berekor, kemudian badannya berubah jadi harimau. Semua
orang di situ jadi ketakutan, tetapi tak seorang pun dapat beranjak dari
tempatnya duduk. Karena tak berdaya untuk bangkit atau karena takut melanggar
pesan Erwin yang tadi telah mengatakan agar mereka jangan takut. Kini Erwin
telah berubah seluruhnya, hanya mukanya yang masih manusia.
Keringat membasahi seluruh mukanya. Tetapi matanya sayu, kelihatan sedih penuh
derita. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan kalian ceritakan ini kepada siapapun," pinta Erwin. "Hanya kalian yang
tahu. Kalau ada yang menceritakan kepada orang lain, aku akan sangat sedih dan
tersinggung. Aku tetap sahabat kalian selama kalian bersikap sahabat terhadap
diriku!" Di antara keluarga Sabaruddin ada yang gemetar, bahkan ada yang terkencing. Yang
mereka persaksikan ini sesuatu yang tak masuk akal, tetapi toh suatu kenyataan
yang tak dapat dimungkiri. Bukan khayal, bukan mimpi.
"Aku ke kamarku ya," kata Erwin. Ia berjalan dengan langkah tegap bagaikan
langkah harimau liar. Ia langsung masuk ke kamarnya.
Semua keluarga Sabaruddin saling pandang.
"Jangan langgar pesannya," kata ayah Sabaruddin. Sabaruddin sendiri jadi
teringat pada peristiwa malam yang lalu, ia yang membukakan pintu untuk Erwin di
tengah malam. Jelas Erwin dari luar. Diakah yang membunuh Daeng Guruh" Ya,
barangkali dia. Tetapi dia lebih suka merahasiakannya. Kasihan Erwin. Ia begitu
baik, kini ternyata dia hidup aneh penuh derita.
Tak ada seorang pun di antara mereka bertanya. Semua membisu dengan pikiran dan
perasaan masing-masing. *** TIBA di kamar, Erwin tak kuasa lagi menekan tangisnya. Ia terisak-isak sampai
terdengar ke luar. Sabaruddin dan keluarganya turut bersedih. Rasa takut yang
mencekam tadi berubah jadi rasa kasihan. Tadinya mereka
membayangkan apa yang dinamakan manusia harimau itu tentunya makhluk yang ganas.
Tak mereka sangka, bahwa mereka hidup dalam kecemasan dan kesedihan. Seperti
nasib Erwin, ia berdaya upaya merahasiakan hidupnya, merahasiakan apa yang
sebenarnya telah dilakukannya untuk membalaskan dendam keluarga sahabatnya.
Seperti dikatakannya tadi, manusia harimau yang membunuh dukun Daeng tidak
mengharapkan balasan budi. Bahkan tidak mengharapkan ucapan terima kasih. la
berbuat tanpa pamrih. Kiranya dia sendiri pun manusia harimau. Kini bukan hanya
Sabaruddin, tetapi semua keluarga berkeyakinan bahwa Erwin sendirilah yang telah
membalaskan sakit hati mereka pada dukun yang membuat Farida gila sehingga
kemudian mati. Sabaruddin tak dapat mencegah air mata membasahi pipinya. Ia sangat terharu akan
kebaikan hati dan penderitaan sahabatnya.
*** ERWIN memandangi dirinya. Sebagai manusia harimau ia dapat berbuat banyak, yang
tak terlakukan oleh Manusia biasa. Tetapi sebagai manusia harimau ia juga mempunyai saat-saat
penderitaan yang tak dialami oleh manusia biasa.
"Ayah, mengapa kita bernasib begini?" keluh Erwin pelan. Dia tak tahu kepada
siapa lagi hendak mengadukan nasib. Sebagaimana biasa dalam hal-hal seperti itu,
maka Dja Lubuk tak tega membiarkan anaknya sendirian. Ia datang, berdiri di
samping Erwin. "Sudah kukatakan dulu, agar kau jangan menyesali nasib. Ini suatu penderitaan
memang, tetapi jangan kau kira hanya kita yang menderita di permukaan bumi Allah
ini. Semua orang punya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hari-hari gelap di dalam hidup masing-masing. Baru saja kau ketahui sendiri,
bagaimana keluarga, bangsawan, kaya dan baik hati sahabatmu Sabaruddin
kehilangan orang yang mereka sangat kasihi. Orang yang tak berdosa pada Daeng
Guruh. Kalau mau dikata salah, maka kesalahannya hanyalah karena ia tak mau
menerima lamaran Baharsan. Kau tahu, menjadi hak tiap wanita untuk menolak orang
yang tak berkenan di hatinya. Sebagai manusia harimau kau telah membalaskan
sakit hati sahabatmu dan keluarganya. Manusia biasa tak akan sanggup
melakukannya seperti itu. Jadi kau juga punya kelebihan," kata Dja Lubuk tenang
meringankan kesedihan anaknya. Kedatangan Dja Lubuk tidak sia-sia. Anaknya
merasa agak ringan, menerima nasib yang telah ditentukan bagi dirinya.
Hampir satu jam Erwin dalam keadaan demikian. Setelah ia menjadi manusia
kembali, ayahnya pergi. Erwin tentu saja tidak bisa terus-menerus mengurung diri. Mau keluar kamar ia
malu. Apa pikir dan bagaimana perasaan keluarga Sabaruddin setelah melihat
dengan mata kepala sendiri, bahwa ia bukan manusia normal sebagai hampir semua
manusia wajar di dunia" Tetapi akhirnya ia dapat menguatkan hati. Kenyataan ini
harus ia hadapi dan terima.
Erwin keluar dengan macam-macam perasaan dan pikiran. Melihat ini Sabaruddin
menjadi lega, begitu pula keluarganya. Mereka tadinya menyangka, bahwa ia akan
menghilang begitu saja dari rumah itu tanpa dapat mereka lihat. Dan di luar
dugaan Erwin, semua menyalaminya. Bahkan ada yang mencium tangannya tanpa sempat
dicegah oleh Erwin. Rupanya mereka menaruh hormat padanya.
"Mari kita makan sedikit," kata ayah Sabaruddin.
"Tetapi kita baru saja sarapan Pak," kata Erwin.
"Marilah, sedikit saja,?" ajak orang tua itu. Dan mereka makan bersama, walaupun
sebenarnya belum tiba waktu makan.
"Maafkan saya atas kejadian tadi," kata Erwin.
"Jangan berkata begitu, tak ada yang harus dimaafkan, karena tidak ada siapapun
membuat kesalahan. Kami semua sayang pada nak Erwin," ujar paman Sabaruddin.
*** KINI sudah hampir segenap penduduk membicarakan peristiwa pembunuhan atas diri
Daeng yang dukun terkenal itu. Polisi dibikin sibuk karena menghadapi suatu
kejadian untuk pertama kali selama mereka bertugas sebagai penjaga keamanan.
Pembunuhan sudah pasti. Tetapi yang membunuh bukan manusia, ini pun sudah pasti.
Istrinya yang ditanyai setelah ia sadar dari pingsannya mengatakan, bahwa dukun
itu pergi dengan seseorang yang datang dengan cara yang kasar, tetapi ia tidak
melihat siapa orang itu, karena suaminya melarangnya ke luar.
Istri Daeng meyakinkan Polisi bahwa yang datang itu manusia, ia dengar tanya
jawab antara pendatang dengan suaminya. Ia menambahkan bahwa orangnya tentu
besar, karena langkahnya berat.
KETERANGAN yang diberi oleh istri dukun Daeng membuat Polisi menghadapi suatu
misteri yang lebih besar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagaimana bisa terjadi" Yang keluar dari rumah bersama dukun itu adalah manusia.
Yang membunuh tak jauh dari rumahnya sendiri pasti binatang yang bertenaga besar
dan berkuku tajam seperti beruang atau harimau. Jejak yang ditinggalkan si
pembunuh adalah jejak harimau sedangkan di Sulawesi, baik Utara, Tengah maupun
Selatan tidak ada harimau.
Banyak penduduk jadi ketakutan, kalau-kalau makhluk aneh itu punya rencana untuk
menteror di sana Dukun Daeng kebetulan saja orang pertama. Siapa lagi akan
menyusul" Tetapi beberapa orang penduduk sederhana yang tinggi ilmunya memperhitungkan
kemungkinan bahwa Daeng dibunuh oleh musuhnya. Barangkali saja ada sesama dukun
yang sakit hati padanya. Tetapi siapa"
Sepanjang pengetahuan mereka di Pare-Pare tidak ada dukun pemelihara binatang
buas. Yang ada pemelihara kelabang, kalajengking atau ular kecil yang amat
berbisa. Polisi tidak dapat menahan seorang pun karena tidak ada yang bisa
disangka. Tetapi Kepala Polri setempat mengerahkan sejumlah bawahannya untuk
berjaga-jaga dan bersiap terhadap apa yang mungkin terjadi. Sebenarnya ia
sendiri tidak bisa meramalkan apa yang kira-kira mungkin terjadi itu.
Tidak banyak penduduk yang mau keluar rumah setelah jam tujuh malam, tetapi
anak-anak muda yang memandang kejadian mengerikan itu hanya suatu keanehan,
tidak menghiraukan bencana susulan. Hanya seorang laki-laki masih muda dan
hartawan yang berdebar dan mendadak merasa khawatir ketika mengetahui kematian
dukun Daeng Guruh yang sangat aneh itu. la perlukan pergi melihat ke tempat
kejadian dan masih sempat mempersaksikan mayat dukun itu dengan isi perut
berhamburan. Ia juga melihat jejak harimau di tanah lembab oleh curahan hujan
pada malam kematian Farida Mappe. Pada saat itu jantungnya berdebar lebih
kencang dan tubuhnya menggigil.
Laki-laki itu juga langsung teringat pada Andi Farida yang mati satu malam lebih
dulu dari dukun tersebut. Ia bagaikan diperintah untuk mengaitkan kedua
peristiwa itu. Kematian Farida dan kematian dukun.
Ia berusaha menghilangkan pikiran yang mengganggu benaknya, tetapi ia tak
sanggup. Ia yakinkan dirinya sendiri bahwa kedua kejadian itu ada hubungannya,
walaupun ia tidak dapat menerangkan mengapa ia berkeyakinan begitu. Ia cepat-
cepat kembali ke rumahnya, mengunci diri dalam kamar. Ia mau menenangkan diri.
Tetapi apa yang terjadi membuat dia terjerit dan mengucurkan keringat. Muka dan
bajunya jadi basah. Ibunya bergegas datang karena terkejut oleh jeritan itu.
"Ada apa Bahar?" tanyanya.
"Dia datang ibu," jawab laki-laki yang bernama Baharsan. "Itu dia!" katanya
sambil menunjuk ke suatu pojok kamarnya.
"Dia siapa" Aku tak melihat siapapun. Kau berkhayal, apakah kau demam?"
"Tidak demam, tidak berkhayal. Itu Farida!" Mendengar nama ini perempuan itu
jadi pucat. Farida meninggal kemarin. Dia ingat beberapa bulan yang lalu pernah melamarkan
gadis itu untuk anaknya. Setelah itu tiada lagi hubungan. Kini setelah meninggal
rohnya mendatangi Baharsan.
Baginya ini suatu pertanda bahwa gadis itu selalu teringat pada anaknya dan
tidak rela berpisah dengan dia.
"Oh kasihan Farida. Kini aku baru tahu. Rupanya orang tuanya saja yang tidak
menyukai kita. Mereka yang menolak, sedangkan Farida suka padamu!" kata perempuan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar cerita baru ini Baharsan menangis. Ia pun percaya pada apa yang
dikatakan ibunya. "Sudahlah nak. Nasibnya buruk. Dia mati karena merana mengingat kau!"
Baharsan tidak mengatakan apa yang telah dipintanya pada dukun Daeng Guruh. Ia
membayar orang itu untuk membuat Andi Farida Mappe jadi gila karena sakit hati
pinangannya ditolak. Ia menyangka, bahwa wanita itu tidak menyukainya, padahal
kini ibunya mengatakan bahwa sebenarnya roh itu datang karena tak mau berpisah
dengan dia. "Pelan-pelan ia akan tenang di kuburannya!" kata ibu Baharsan.
"Apa yang harus kulakukan untuk membuat dia tenang?" tanya laki-laki itu. Kini
terharu. Betapa besar sesalnya menganiaya orang yang dicintainya dan tanpa
diketahuinya juga mencintai dirinya.
"Pergilah ziarah ke kuburannya. Bawa dan taburkan kembang lima macam dalam lima
warna. Siram dari kepala ke kaki lima kali dan katakan bahwa kau pun kelak akan
menyusulnya. Kau tahu, tiap manusia pada suatu hari akan mati!"
Baharsan berjanji akan pergi pada esok harinya.
"Waktu yang paling baik adalah pagi-pagi benar, di saat orang bersembahyang
subuh atau ketika terdengar 'azan magrib."
"Aku akan pergi besok waktu subuh. Ibu tolong mencarikan bunga itu," pinta
Baharsan kepada ibunya. Hati laki-laki itu belum tenang, tetapi ia percaya bahwa setelah melakukan apa
yang dikatakan ibunya wajah wanita yang telah meninggal itu tidak lagi akan
datang ke kamarnya. Walaupun Farida cinta padanya, tetapi ia
sangat takut. Karena ia telah bersekongkol dengan dukun Daeng Guruh.
Malamnya Baharsan tetap tidak bisa tenang. Bayangan Farida terus datang dan
membuat dia takut. LAIN pula yang terjadi dengan Erwin. Pada petang itu ia sudah berniat untuk
mendatangi Baharsan di rumahnya. Ia sudah tahu di mana laki-laki kaya itu
tinggal. Ia ingin segera melaksanakan apa yang ia rasa jadi kewajibannya sebagai
sahabat Sabaruddin. Tetapi ketika ia akan melangkah ke luar pekarangan, terdengar olehnya suara yang
tak asing itu. Suara ayahnya. Tak lama kemudian orang tua yang sudah lama
dikuburkan itu berdiri di hadapannya dalam bentuk manusia. Sebagai biasa, gagah
dengan misainya yang tebal putih dan pandangan penuh wibawa.
"Ayah datang?" tanya Erwin lalu menyalam dan mencium tangan orang tua itu.
"Kembalilah ke rumah. Tak usah sekarang!" ujar Dja Lubuk.
Rupanya ayahnya itu memang serba tahu. Dan ia menyuruhnya kembali saja ke rumah. Artinya
tidak tepat melaksanakan rencananya di saat itu. Ia memandang ayahnya tanpa
tanya tetapi sebenarnya ia ingin penjelasan.
"Kau akan mengetahuinya," kata Dja Lubuk menjawab pertanyaan yang tidak
dikeluarkan anaknya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manusia harimau tua itu menghilang, Erwin kembali ke rumah.
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seperti malam kemarinnya bulan bersinar terang. Dan untuk kedua kalinya penduduk
Pare-Pare dibuat takut oleh bunyi burung gagak beramai-ramai, menegakkan bulu
roma. Kini mereka tidak lagi khawatir akan datang gempa atau dunia kiamat, tetapi
bertanya di hati masing-masing, siapa pula akan menerima giliran seperti Daeng
Guruh yang dukun kenamaan itu.
Banyak dukun di kota dan di sekitar Pare-Pare menjadi pucat dan membaca berbagai
doa yang mereka ketahui untuk menolak bala.
Apakah akan ada orang yang menggedor pintu rumah sebagai yang diceritakan istri
Daeng Guruh" Kemudian membawanya pergi untuk kemudian mati dikoyak oleh makhluk
yang tidak mereka ketahui jenisnya" Anggota-anggota Polisi yang ditugaskan
menjaga keamanan dan menembak makhluk yang diduga harimau atau beruang besar pun
turut merasa ngeri mempersaksikan begitu banyak burung gagak beterbangan, jelas
kelihatan di bawah sinar bulan.
Tiap burung bagaikan membawa iblis atau setan yang mengintai orang berikut yang
akan dijadikan korban. Dengan kaki dan tangan gemetaran disertai rasa takut,
apakah mereka akan sanggup membidik dan merobohkan sasaran"
Apakah bukan makhluk ganas itu yang akan merenggut nyawa mereka" Lewat tengah
malam suara burung-burung itu berhenti pula. Dan penduduk menyangka, bahwa sang
makhluk aneh telah mengambil korbannya.
Itu makanya gagak-gagak itu pergi. Besok pagi mereka akan mendengar siapa
gerangan yang mati dengan isi perut terburai dan kaki tangan dikoyak-koyak! Dan
semua mereka bersyukur karena saat-saat yang mencekam telah berlalu pula.
Bab 3 ERWIN yang bisa tertidur tenang setelah bertemu dengan ayahnya tidak tahu bila
suara gagak-gagak itu berhenti. Ketika ia terbangun, ia lihat jam telah
menunjukkan waktu subuh. Seperti pagi kemarin ia mengambil wudhu, lalu 'azan
dengan suaranya yang syahdu, membuat seisi rumah pun turut terbangun dan
melaksanakan shalat subuh. Kemudian ia pergi ke halaman, penghuni rumah yang
menyangka bahwa ia ingin menghirup udara sejuk.
Tanpa diduga Erwin merasakan pertanda yang sudah kerapkali datang itu. Dan tak
lama kemudian ia berubah. Tubuhnya telah menjadi harimau. Erwin mengikutkan ke
mana dirinya dibawa kaki dan tanpa dimaksud atau direncanakan ia sampai ke pintu
masuk sebuah kuburan. Ia sudah mengenal tempat ini. Kuburan di mana dua hari
yang lalu Andi Farida dimakamkan.
Ia tidak tahu mengapa ia sampai ke sana, tetapi ia terus saja menurutkan gerak
kakinya yang membawanya ke dalam.
Tiba-tiba ia melihat seseorang. Ketika ia mendekat diketahuinya bahwa kuburan
baru itu adalah kuburan Andi Farida.
Mengapa orang ini sepagi itu di sana" Siapa dia". Erwin merasa heran. Tidak
biasanya orang ziarah sepagi itu.
"Itulah dia," kata satu suara. Tidak keras, tetapi cukup jelas. Suara ayahnya
lagi. Dan Erwin segera tahu, siapa yang dimaksud ayahnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manusia ini tentu Baharsan. Tetapi mengapa dia ke sana" Mau mencuri mayat
Farida" Ia berpikir dan bertanya-tanya tanpa ada yang menjawab, Erwin telah tiba
beberapa meter di belakang peziarah itu.
Manusia harimau berdiri di sana, ingin mempersaksikan apa yang akan dilakukan
orang itu. Peziarah itu membuka bungkusan yang ternyata berisi bunga. Dan bunga ini lima
jenis dalam lima warna. Di sisinya tampak botol berisi air putih. Untuk
disiramkan nanti. Ia sama sekali tidak tahu bahwa ada makhluk lain
memperhatikannya. Ia yakin bahwa takkan ada peziarah lain pada waktu masih
begitu pagi. Laki-laki itu, yang tak lain daripada Baharsan yang mengikuti nasihat ibunya,
memandangi kuburan yang baru berusia dua hari itu.
"Aku tidak tahu Farida. Aku telah salah sangka. Kukira kau yang menolak,
pinanganku, tetapi ternyata orang tuamu yang tidak setuju," kata Baharsan pelan
tetapi cukup jelas di waktu sesepi itu.
"Katakan, bahwa kau memaafkan aku!" pinta Baharsan.
Pada detik itulah mendengar suara geledek. Hanya sekali, kemudian senyap
kembali. Baharsan terkejut. Begitu pula mereka yang sedang shalat atau masih
tidur. Apa pula artinya itu!
Bersamaan dengan rasa terkejut, Baharsan tiba-tiba menjadi takut. Pandangan
matanya seperti menembus tanah yang ditimbunkan di lobang makam Andi Farida dan
di sana ia melihat gadis itu terbaring berbungkus kain kafannya. Laki-laki yang
hendak membebaskan diri dari kejaran roh Andi Farida itu menaburkan bunga dengan
jari-jari gemetar. Setelah itu ia mulai menyiramkan air dari botol yang
dibawanya. Ia mengucapkan kata-kata yang diajarkan ibunya. "Andi Farida Mappe, pada
waktunya kelak aku akan menyusulmu. Nantikanlah kedatanganku!" ujar Baharsan.
"Kapan kau hendak menyusul?" tanya satu suara secara tiba-tiba.
Baharsan terkejut lagi, lebih daripada ketika mendengar geledek tadi. Suara
siapa itu" Hantu, jin ataukah salah satu mayat yang bangkit dari kuburnya. Suara
itu pasti bukan suara wanita.
Bukan suara Andi Farida. Baharsan tidak berani menoleh, tidak pula dapat
menjawab. "Aku bertanya, kapan engkau hendak menyusulnya?" bunyi suara itu lagi.
Di pagi yang masih berhawa sejuk itu, Baharsan berkeringat.
"Kau tak mau memandang aku?" tanya suara itu.
Baharsan tidak juga dapat berkata, bimbang dan takut bukan kepalang.
."Menolehlah kepadaku Baharsan," ujar suara itu. Pelan tetapi mengandung nada
perintah. Bagaikan digerakkan oleh suatu kekuatan laki-laki itu menoleh ke belakang. Ia
hendak menjerit, tetapi tak kuasa. Suaranya tertahan. Makhluk apakah yang
dilihatnya itu" "Mengapa kau suruh Daeng Guruh membuat Andi Farida jadi gila sampai mati?" tanya
makhluk itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baharsan tidak bisa menjawab. Takutnya kian menjadi-jadi, seluruh tubuhnya
gemetar. "Kau pun akan meninggalkan dunia ini Baharsan. Tetapi bukan untuk menyusul Andi
Farida." Suara itu berhenti lagi. Laki-laki itu jelas mendengar apa yang dikatakan harimau berkepala manusia itu.
Bahwa dia pun akan meninggalkan dunia.
"Kau harus menyusul dukunmu yang mati kemarin. Karena dialah yang kau upah untuk
melakukan kejahatan dan pembunuhan!"
Manusia harimau itu melangkah, Baharsan pingsan, rebah terkulai.
MANUSIA harimau yang hendak membalaskan dendam sahabatnya itu mendekat dan
mengetahui dengan amat mengecewakan hatinya, bahwa Baharsan telah tidak sadarkan
diri. Dia duduk memikirkan sesuatu. Memang dia datang ke kuburan ini dengan
menurutkan bawaan kakinya untuk membunuh Baharsan. Sebenarnya dia tak suka
membunuh, tetapi dalam hal ini nyawa dibayar nyawa adalah wajar, begitu
pikirnya. Lalu mengapa tidak dilaksanakannya saja niatnya. Begitu mudah mencabut nyawa
orang yang sedang tidak sadarkan diri. Dia tidak akan melawan, tidak pula dapat
menjerit. Tetapi manusia harimau ini tidak suka dengap pembunuhan yang begitu.
Dipanggulnya tubuh Baharsan dan dengan langkah secepat mungkin ia pergi dari
sana, keluar kota masuk ke hutan belukar.
Orang itu belum juga sadarkan diri. Si manusia harimau menunggu dengan sabar.
Tetapi tanpa dipintanya, ia berubah pula jadi manusia.
Di waktu itu pulalah Baharsan siuman kembali. Ia memandang ke sekitar. Pelan-
pelan ingatannya kembali. Dilihatnya ada orang lain di sampingnya. Ia heran. Di
mana dia sekarang" Sepanjang ingatannya dia tadi berziarah ke kuburan Andi Farida. Lalu tak tahu
apa yang terjadi. Kini dia berada dalam sebuah hutan kecil.
"Di mana aku?" tanya Baharsan mula-mula.
Erwin tidak menjawab. Laki-laki itu bertanya lagi, bagaimana ia bisa sampai ke sana sedangkan tadi ia
berada di kuburan orang yang amat dicintainya.
"Entahlah," jawab Erwin. "Aku pun tak tahu. Kulihat kau pingsan di sini, lalu
kutunggui." "Kau siapa?" tanya Baharsan.
"Erwin. Aku orang Sumatera datang melihat-lihat kotamu."
"Tetapi mengapa kau sampai di hutan ini" Lebih baik kita keluar, kembali ke
kota," ujar Baharsan.
"Tak usah terburu-buru!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Untuk apa kita di sini. Nanti kita diserang, mungkin dimakan ular! Mengapa kau
sampai ke dalam hutan ni?" tanya Baharsan lagi.
Ia jadi curiga. Tetapi wajah orang yang baru dikenalnya itu tidak memperlihatkan
tanda tanda penjahat. "Baiklah aku berterus terang," kata Erwin. "Aku membutuhkan engkau. Tapi tidak
sekarang." "Katakanlah barangkali aku dapat menolong. Kau telah berbaik budi menunggui aku
di sini!" "Aku akan ke kota mencari makanan."
"Kita makan ke rumahku saja," ujar Baharsan.
"Tak usah. Kau menunggu di sini. Aku yang akan mengambil makanan!"
Baharsan heran, mulai takut. Apa kemauan atau rencana orang ini, tanyanya di
dalam hati. Apakah dia dalam tangan penculik yang akan meminta uang tebusan"
"Aku tak mau tinggal," kata Baharsan. Suaranya telah berubah nada, menandakan
kegelisahan. Erwin memandangnya dan berkata tenang: "Kau tak punya pilihan lain daripada yang
kukatakan!" "Apa maksudmu" Kau menawan diriku?"
Sebagai jawaban Erwin mengikat kedua kaki Baharsan lalu kedua tangannya yang
diletakkan ke belakang agar tak dapat melepaskan diri.
"Apa maksudmu" Kau penculik, hah. Kau tentu mau menuntut uang tebusan," kata
Baharsan semakin putus harapan. Erwin tidak menjawab.
"Katakanlah, orang tuaku akan membayar. Aku cukup kaya untuk menebus diriku. Aku
tidak sangka kau bermaksud begitu. Kukira kau orang yang mau menolong aku.
Berapa kau kehendak?"
Baharsan menceracau inginkan kebebasannya kembali.
Erwin hanya memandanginya. Tanpa kata. Sikap manusia harimau itu semakin
menakutkan Baharsan. Kalau dia katakan apa maunya akan jelas baginya apa
sebenarnya keinginan atau tuntutan orang ini.
"Mari kita sama-sama ke rumahku. Aku tidak akan buka segala apa yang telah
kualami. Aku akan bayar. Kau boleh pilih, uang atau emas atau uang dan emas."
Erwin tetap tidak memberi tanggapan. Ia sudah punya niat yang mantap dalam hati,
tetapi ia sabarkan dirinya. Ia tidak khawatir bahwa permainan dengan waktu bisa
membuat sang tawanan meloloskan diri. Ia yakin sekali, bahwa rencananya akan
berhasil. Erwin mengatakan kepada Baharsan untuk tenang-tenang. Ia akan mengambil makanan
dan minuman. Ia bahkan bertanya makanan apa yang disukai tawanan itu. Caranya
menimbulkan banyak tanda tanya pada Baharsan. Erwin pergi tanpa merasa perlu
menyumbat mulut orang yang telah terikat itu.
Kalaupun ia menjerit minta tolong, tidak akan terdengar ke jalan raya atau ke
kampung yang keduaduanya terletak cukup jauh dari tempat tersebut. Sepeninggal
Erwin, orang kaya itu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencoba membebaskan diri. Tak berhasil, la berteriak-teriak minta tolong, tidak
tahu apakah akan terdengar oleh orang. Tetapi bantuaan seseorang saja yang dapat
membebaskan dia dari ikatan.
Lama-lama suaranya jadi parau dan rasa takut kian menghantui dirinya.
Untunglah, setelah ia tidak mampu berteriak lagi, terdengar suara kerisik
dedaunan menandakan ada orang tidak jauh dari sana. Baharsan coba lagi minta
tolong, tetapi hampir tidak bersuara. Yang mendatang ini pasti bukan ular besar,
karena ular bergerak tanpa menimbulkan suara.
Oh sial betul. Yang datang itu kiranya Erwin dengan bungkusan. Bukan orang yang
diharapharapkannya. Tetapi jadilah, sekurang-kurangnya ia tidak sendirian lagi. Walaupun maksud
Erwin yang sesungguhnya masih gelap baginya.
"Aku kembali, bukan?" kata Erwin. Ia membuka bungkusan. Menuang kopi hangat dari
sebuah termos ke dalam cangkir. "Minumlah," kata Erwin setelah membuka ikatan tangan Baharsan.
Kedua kakinya pun dibebaskan supaya ia bisa minum dan makan dengan leluasa.
"Aku semakin tak mengerti," ujar Baharsan parau. "Apa sebenarnya maksud atau
kehendak hatimu." "Tak mengerti pun tidak apa-apa," kata Erwin. "Kita menantikan waktu."
"Waktu apa" Kau membingungkan!"
"Tak usah bingung, nanti kau akan tahu juga."
Erwin membiarkan tawanannya bertanya-tanya tanpa mendapat jawaban.
*** DI KOTA orang sudah mulai heboh. Dimulai dari kekhawatiran ibu Baharsan yang
jadi panik setelah anaknya tidak pulang dan ia mencarinya ke kuburan. Yang
ditemukannya di sana bekas telapak harimau.
"Anakku dimakan harimau," tangis janda kaya yang menerima banyak harta warisan
dari suaminya yang baru setahun yang lalu meninggal. Baharsan anak satu-satunya.
Makanya amat dimanja. Menjadi tumpuan harapannya. Ia amat sedih ketika
lamarannya untuk mempersunting Andi Farida bagi Baharsan, ditolak. Ia tidak
mengetahui bahwa kisah lamaran itu tidak hanya sampai di situ saja. Sebagian
penduduk kota berbisikbisik, takut bicara keras-keras mengenai makhluk atau
harimau yang misterius itu. Bagaimana atau harimau yang misterius itu. Bagaimana
dukun Daeng dan kini seorang laki-laki kaya jadi korban harimau, padahal di
seluruh Sulawesi tidak ada binatang buas yang amat ditakuti dan selalu mendapat
julukan raja rimba itu. Polisi yang belum dapat memecahkan misteri kematian dukun Daeng kini menjadi
lebih bingung. Sejumlah anggota Polri yang diperintah siap siaga dan menembak mati makhluk itu
tidak melihat suatu apa pun. Tetapi bukan hanya peristiwa hilangnya Baharsan
yang jadi pembicaraan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hangat. Apa sebab ia pagi-pagi subuh ada di kuburan juga merupakan tanda tanya
dan menimbulkan banyak duga dan sangka. Apalagi setelah diketahui, bahwa ia
diambil sang makhluk misterius dari kuburan Andi Farida yang masih amat baru.
Keluarga gadis yang baru meninggal itu masih ingat bahwa Baharsan pernah
mengharapkan Andi Farida menjadi istrinya melalui lamaran ibunya. Mereka tolak
karena Farida tidak menyukainya. Tidak kembalinya Erwin dari mengambil hawa pagi
juga menjadi pertanyaan bagi keluarga Sabaruddin. Dan mereka semua, yang melihat
perubahan ujud Erwin dari manusia biasa menjadi seluruhnya harimau selain muka,
sama-sama yakin bahwa Baharsan telah diambil dan mungkin dibunuh oleh Erwin. Ia
tidak memakan korbannya itu, karena menurut cerita Erwin, manusia harimau tidak
memakan daging manusia. Bersamaan dengan itu, mereka lalu menduga, bahwa Baharsan mempunyai kaitan
dengan kematian Andi Farida dan ada hubungan juga dengan kematian dukun Daeng.
Tetapi antara anggota keluarga Sabaruddin tidak terjadi saling tanya. Semua
hanya berpikir dan menduga.
Rasa takut merasuki hampir semua orang, terkecuali anak-anak muda yang tidak
menghiraukan bahaya apa pun. Yang mengherankan masyarakat adalah hilangnya
Baharsan tanpa ada bekas darah, sehingga mereka menarik kesimpulan, bahwa
makhluk itu telah membawa korbannya pergi, tidak memakannya di tempat itu juga.
Telapak harimau itu hanya membekas di pekuburan yang bertanah sedikit lembab.
Setelah itu hilang, sehingga Polisi pun tidak tahu mau mencari ke mana.
*** KELUARGA Sabaruddin heran dan terkejut ketika pada siangnya Erwin datang dalam
keadaan tenang-tenang saja. Sabaruddin atau siapapun di rumah itu tidak ada yang
berani bertanya, walaupun mereka tahu bahwa Erwin baik sekali kepada mereka.
Tiap orang di rumah itu telah memandangnya sebagai manusia aneh, bukan hanya
kadang-kadang menjelma jadi harimau, tetapi juga penuh dengan rahasia-rahasia
lain. Erwin sendiri tidak berkata sepatah pun tentang kejadian yang sedang
menyebabkan rasa takut dan heboh itu.
Sampai petang dan malam Erwin tidak lagi keluar rumah, sehingga semua keluarga
masuk ke kamar masing-masing, tidur atau gelisah memikirkan apa yang terjadi
pada dua hari belakangan ini.
Pada tengah malam barulah Erwin keluar tanpa diketahui oleh siapapun. Langsung
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menuju tempat tawanannya ditinggalkan dalam keadaan diikat kembali.
Baharsan yang tidak dapat bergerak merasa lega bercampur cemas, karena tak tahu
apa pula yang akan terjadi. Orang yang dihadapinya ini benar-benar penuh rahasia
dan tidak mau banyak bicara.
"Kau tentu lapar," kata Erwin sambil membuka ikatan tawanannya lalu membuka
bungkusan yang baru dibawa. Baharsan yang memang lapar, makan sekedar mengurangi
rasa takut. "Kini katakanlah apa maumu sebenarnya," pinta tawanan itu.
"Kau ingin tahu sekarang juga" Tidakkah lebih baik menanti sampai subuh?"
"Kenapa sampai subuh?" tanya Baharsan. Dan ia teringat kembali apa yang terjadi
di kuburan pada subuh yang lalu.
"Karena pada waktu itu rencanaku terputus. Aku mau meneruskannya."
"Katakanlah, apa rencanamu itu!"
"Membunuhmu." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baharsan terkejut. Erwin mengatakan maksudnya itu tanpa ragu-ragu dan tidak ada
tandatanda bahwa ia berpura-pura.
"Tetapi untuk apa" Aku dapat menebus diriku."
"Aku tidak butuh uang."
"Tetapi mengapa kau hendak membunuhku?"
"Kau tak tahu" Mustahil."
"Aku tak pernah mengenal kau. Apa sebab kau tibatiba hendak membunuhku."
"Kematian Andi Farida karena uangmu yang memerintah dukun Daeng untuk membuatnya
gila sehingga akhirnya mati. Kau mungkir?" Baharsan tidak menjawab. Bagaimana
orang ini tahu, bahwa dia yang menyuruh dukun yang telah mati itu. Erwin diam
menunggu apa yang akan dikatakan tawanannya itu.
Setelah lama barulah Baharsan coba melunakkan hati Erwin, yang telah
menceritakan bahwa ia sahabat baik Sabaruddin, kakak Andi Farida. Erwin tidak
dapat dibujuk. "Tidurlah," kata Erwin akhirnya.
"Mana mungkin aku bisa tidur. Siapakah kau sebenarnya Erwin?"
"Sudah kuceritakan. Aku sahabat Sabaruddin. Aku telah membunuh dukunmu dan
dengan cara yang sama aku akan membunuhmu!"
"Tetapi dukun Daeng itu," Baharsan tidak dapat meneruskan kalimatnya.
"Benar, dukun Daeng dibunuh oleh makhluk aneh. Akulah makhluk yang dikatakan
aneh itu. Sebenarnya aku manusia yang bernasib malang."
"Kau?" "Benar, akulah yang manusia harimau. Jangan kau pingsan lagi seperti kemarin
subuh." Takut Baharsan tidak terhingga, tetapi ia tidak pingsan lagi. Hanya
seluruh tubuhnya gemetar dan hari pun mulai menjelang fajar. Erwin mendukung
Baharsan yang tidak kuat berjalan. Setiba di samping kuburan Andi Farida,
tawanan itu diletakkan di tanah.
Baharsan tahu, ajalnya akan tiba. Ia memandang ke Erwin yang pelan-pelan berubah
menjadi harimau berkepala manusia. Ia ingin mohon nyawa, tetapi tidak dapat
bersuara lagi. Ia tidak pingsan, tetapi tidak mampu bergerak. Tanpa kenal
kasihan sesuai dengan maksudnya, manusia harimau itu merobek dada Baharsan.
*** PADA saat itulah laki-laki yang sejak tadi terbisu sempat menggeliat dan berkata
"ampun," tetapi manusia harimau yang marah itu tidak menghiraukan, terus mengoyak-ngoyak
dada, perut, kaki dan tangan korbannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Isi perut dikeluarkan lalu diletakkan di samping kuburan Andi Farida. Sama
halnya dengan pembunuhan atas dukun Daeng muka Baharsan tidak dijamahnya,
dibiarkan utuh. Bahkan terkena percikan darah saja pun tidak.
Pada waktu itulah ibu Baharsan terbangun dari tidurnya yang memang tak lelap
karena gangguan seram. Mendadak jantungnya berdebar kencang merasa takutnya akan nasib anaknya kian
menjadi-jadi. Apakah anakku sedang disiksa ataukah dibunuh," tanya perempuan itu
pada diri sendiri. Ketika sembahyang pun ia tidak dapat khusuk karena keseraman yang menggoda
dirinya. Manusia harimau sama sekali tidak tahu, bahwa ada dua pasang mata
mempersaksikan perbuatannya dari jarak lebih kurang dua puluh meter.
Mata Udin dan Amir, dua dari sekian petugas keamanan yang diperintahkan
mengintip dan menembak mati makhluk aneh yang membunuh dukun Daeng Guruh. Mereka
tertarik melihat seseorang menggendong seorang lain di pagi buta itu. Untuk
mengetahui apa sebenarnya yang telah atau akan terjadi, maka mereka mengikuti.
Tidak diduga bahwa orang itu menuju dan masuk ke kuburan.
"Tentu pembunuh," kata Udin.
"Pasti, tetapi diam-diamlah, mari kita ikuti. Dia pasti mau menanam korbannya di
kuburan, supaya tidak ada orang menyangka."
"Barangkali kuburannya sudah tersedia," kata Udin pelan-pelan.
"Mungkin, atau baru mau digalinya," tukas Amir, lagi dengan suara pelahan
sekali. "Tetapi ia tidak akan sempat, sebentar lagi hari mulai terang." Di luar
segala sangkaan mereka mendadak manusia tadi telah meletakkan bebannya itu
berubah jadi harimau. Benar harimau, tidak salah lagi. Tetapi mukanya itu, ya
ampun, muka manusia. Kalau semula mereka mengikuti karena mau tahu untuk dapat melaksanakan tugas
kepolisian dengan baik, maka kini mereka jadi mendadak takut. Suatu rasa takut
dan ngeri terhebat dalam sejarah hidup mereka.
Kedua-duanya tidak dapat berkata sepatah pun. Senjata yang disandang tetap
tinggal di bahu, karena mereka membawa senjata api laras panjang. Ketika manusia
harimau itu merobek dada lalu perut korbannya dan kemudian mengeluarkan seluruh
isinya, kedua petugas hukum itu gemetar sampai-sampai ke bibir dan gigi mereka
gemelutukan karena beradu, bagaikan orang yang merasa amat kedinginan
Mata kedua orang ini pun mempersaksikan bagaimana manusia harimau itu begitu
saja meninggalkan korbannya. Khayalan tentang lobang kuburan yang teiah tersedia
atau akan digali, sama sekali tidak tersua dalam kenyataan. Mata mereka juga
melihat dengan pasti, bahwa harimau yang berkepala manusia itu langsung menuju
pintu kuburan dan duduk di sana bagaikan orang berpikir, apa lagi yang akan
dilakukan berikutnya. Tetapi, ya Tuhan ke mana dia" Tiba-tiba saja makhluk itu
hilang seperti lenyap ke dalam perut bumi.
Bab 4 Lama kedua petugas keamanan itu tak kuasa berkata. Manusia sebagai diri mereka
sendiri, menjadi setengah harimau, membunuh tanpa memakan korbannya, kemudian
hilang lenyap tanpa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bekas. Dimulai dengan rasa ingin tahu, kemudian melihat dengan mata sendiri.
Kini tiada keinginan lain daripada segera menghindar dari kuburan itu. Tidak ada
lagi keinginan membunuh makhluk aneh yang jadi buah bibir masyarakat setempat.
Padam segala maksud untuk melaksanakan tugas sesuai dengan yang diperintahkan
komandan. Apa lagi yang mau dibunuh" Semua telah sirna. Tadi, ketika ada
kesempatan untuk itu tak ada daya mengangkat dan membidikkan senjata. Mereka
sudah pernah mendengar kisah tentang jin dan setan, tentang hantu dan jembalang
tetapi semua yang pernah mereka dengar itu tidak ada yang sehebat apa yang
mereka persaksikan sendiri. Dan sesungguhnya mereka harus bersyukur, makhluk itu
tidak mengetahui kehadiran mereka. Jikalau sekiranya ia tahu, mungkin mereka pun
akan menemukan nasib yang serupa dengan korbannya. Tak tahu berapa lama kedua
petugas itu jadi terbodoh dan terbisu.
Udin yang kemudian bertanya: "Kau lihat Mir?"
"Entahlah! Apakah semua itu mimpi atau khayalan kita oleh rasa takut?"
"Mana bisa khayal. Laki-laki itu dibunuhnya dan mayatnya tentu masih ada di
situ. Kau mau melihatnya?" tanya Udin lagi.
"Aku tak mau melihat apa-apa lagi. Biar aku diberhentikan daripada bertugas lagi
mengintai dia." "Jangan bilang dia. Nanti kau kualat. Siapa tahu, beliau ada di samping kita,
hanya tidak kelihatan." Baik
Udin maupun Amir jadi gemetaran lagi.
"Lalu, harus bilang bagaimana?"
"Nenek atau beliau!" kata Udin.
*** DENGAN tenang, si manusia harimau meninggalkan kuburan. Hanya Amir dan Udin
tidak melihatnya. Makhluk itu telah membaca doa agar tidak ada mata kasar
siapapun dapat melihatnya. Sama seperti yang dibuatnya di hadapan banyak orang
dan anggota Polisi di Surabaya beberapa waktu yang lalu. Kalau ia tak mau
dirinya dilihat orang maka ia hanya perlu membaca sebuah doa untuk itu. Doa si
mago-mago yang membuat dirinya bagaikan tiada ada lagi di permukaan bumi.
Tiba di rumah Sabaruddin, manusia harimau itu melihat bahwa orang tenang-tenang
saja. Pagi itu Erwin tidak memperdengarkan suara 'azannya yang menyerukan kepada
segenap ummat Nabi Muhammad agar bangun dari tidur, menyucikan diri dan
menyembah Allah hu Akbar, Tuhan yang menjadikan alam dan seluruh isinya, pemilik
dari segala-galanya di permukaan bumi-Nya ini.
Sesungguhnya dalam sholat subuh itu tiap orang Islam harus berjanji pada Tuhan
untuk memulai hidup hari itu dengan hati, pikiran dan niat yang bersih, lalu
melaksanakannya sesuai dengan yang dikehendaki dan diredhoi Allah.
Sebenarnyalah pula Sabaruddin dan keluarganya merasa agak heran mengapa tidak
terdengar suara Erwin menyebut dan memuji Tuhan, tetapi kemudian mereka
menyangka bahwa ia Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
barangkali ketiduran. Takseorang pun menyangka bahwa ia sejak tengah malam tidak
ada di rumah dan tidak pula ada yang melihat bahwa pagi itu ia telah masuk dalam
ujud harimau berkepala manusia.
Mereka tidak melihat Erwin melalui mereka di ruang tamu dan ruang tengah lalu
masuk ke kamarnya. Padahal manusia harimau itu melihat mereka, mendengar mereka
berkata-kata. Tiba di dalam, Erwin merebahkan diri di pembaringan.
Tampak olehnya apa yang baru saja dilakukannya. Setelah jadi manusia kembali,
Erwin ke luar. Merasa bahwa Sabaruddin dan keluarganya ingin bertanya tetapi tidak
menanyakannya, Erwin mendahului dengan mohon maaf karena ia ketiduran.
Tetapi tak lama kemudian berita itu sampai juga ke rumah Sabaruddin. Bahwa dua
anggota Polisi telah melihat makhluk aneh di kuburan, membunuh Baharsan anak
janda kaya. Bahwa si harimau yang berkepala manusia tidak memakan korbannya,
tetapi kemudian hilang tanpa meninggalkan jejak ke mana arah perginya.
Berita begitu segera tersiar ke seluruh kota dan sekitarnya. Kuburan jadi ramai,
terutama di dekat kuburan Andi Farida. Dan sebagian dari masyarakat yang
berjubel itu dapat melihatnya.
Mayat Baharsan dengan isi perut bertaburan, pakaian koyak-koyak tetapi mukanya
utuh. Kian ramai bisik-bisik masyarakat Pare-Pare.
Bahwa pasti ada makhluk buas atau aneh berkeliaran di sekitar kota itu. Ada yang
mengatakan harimau, tetapi binatang ini langka di Sulawesi. Lebih daripada itu,
kalaupun toh ada harimau, mengapa ia tidak memakan korbannya. Yang pernah
merantau atau membaca buku-buku tentang kekuaan gaib menduga bahwa ada penduduk
yang memelihara harimau. Orang ini pasti baru datang, karena sebelum itu tidak
pernah ada bencana yang begitu.
Semua penduduk, tanpa kecuali apakah ia petani; pedagang atau pejabat dari
berbagai macam instansi mempunyai pendapat yang lama. Bahwa pembunuh Baharsan
adalah makhluk yang dua hari yang lalu membunuh dukun Daeng Guruh. Yang lebih
kritis cara berpikir dan menduga, bahwa ada kaitan antara kejadian ini. Seorang
dukun kawakan dan seorang laki-laki kaya dibunuh dengan cara yang sama. Yang
lebih pintar berpikir, untuk kematian kedua korban mungkin adanya hubungan pula
dengan keluarga Andi Farida yang lebih dulu diserang penyakit gila buatan. Apa
hubungan pembalasan dengan kematian Andi Farida sehingga ia harus menemui
ajalnya di atas pusaranya"
"Kurasa ada kaitan," kata Daeng Lollo yang kolonel Polri dan dikenal sebagai
petugas yang gigih menegakkan keadilan di tengah-tengah sekian banyaknya petugas
yang justeru selalu menginjak-injak hukum, sehingga merusak citra Polri yang
seharusnya melindungi orang yang tidak berdosa.
Rekan Daeng Lollo, Mayor Polisi Andi Basso sependapat.
Mayor ini, wakil bangsawan dan punya kedudukan yang selalu memasyarakatkan diri.
Bergaul langsung dengan siapa saja, yang kaya maupun rakyat termiskin. Itulah
yang membuat dia populer dan disukai, walau dibenci oleh sementara rekannya
sendiri. Sebagaimana Daeng Lollo, ia pun seorang petugas yang mengharamkan suap dan
sogok. Tidak bisa dibeli dengan apa pun. Kalau segenap anggota Polri seperti dua
perwira ini, maka Polri akan sangat dicintai dan dihargai oleh masyarakat. Tidak
perlu dilihat sebagai momok lagi, tapi sayang, Polri mempunyai banyak penjahat
di dalam tubuhnya, suatu kenyataan yang bukan dibesar-besarkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rakyat ngeri mendengar milyar-milyar yang disentak oleh perwira tinggi yang
semacam Siswadji cs dan rakyat jadi kehilangan harapan mendengar korupsi
bermilyar-milyar pula di Kodam XIII, Kalimantan Selatan. Kalau penegak hukum ke
atasan pula lagi - jadi maling, bagaimana mau menjalankan tugas sebagaimana
mestinya. Ironis memang, bandit-bandit besar menguber bandit-bandit kecil
semacam pencopet, penodong dan penjambret. Kalau yang kecil-kecil memang
benarbenar harus dibasmi, tentunya yang raja masih harus dibinasakan, begitu
pendapat sebagian besar masyarakat.
Kedua perwira Polri yang disukai rakyat itu berbincang-bincang. Melihat
kemungkinan sebab dan caranya dari berbagai segi. Tidak dikesampingkan
kemungkinan oleh kepintaran-kepintaran-ku yang sampai kini masih ada pada
sejumlah keturunan dari penguasa-penguasa ilmu gaib ratusan tahun yang lampau.
Hal ini berdasarkan keterangan Udin dan Amir yang telah melihat dengan mata
sendiri serta berulang kali bersumpah bahwa mereka tidak berkhayal atau dihantui
mimpi buruk oleh rasa takut mereka. Mereka akui bahwa mereka sangat takut,
tetapi apa yang mereka persaksikan dimulai dengan kejadian biasa. Seorang laki-
laki menggendong laki-laki lain.
Berubahnya manusia jadi harimau, kemudian raib begitu saja menunjukkan kekuatan
ilmu yang tidak kepalang tanggung. Kemudian kedua perwira itu mengambil
keputusan untuk melihat kejadian malam berikutnya.
Tidak ada kejadian yang ditakuti oleh masyarakat. Tiada pembunuhan baru. Tetapi
kedua perwira Polri, Daeng Lollo dan Andi Basso mengalami kejadian yang membuat
mereka cukup terkejut dan hilang seluruh semangat. Walaupun terjadinya berlainan
tempat dan waktu. Malam itu, ketika Mayor Polisi Andi Basso sedang makan malam
bersama istrinya, mendadak merasa kamar makannya menjadi dingin sekali. Suami
istri yang belum punya anak itu saling pandang dan mata mereka menunjukkan tanda
keheranan dan sedikit kecemasan, tetapi mereka tidak berkata apa-apa. Pada saat
itulah makhluk aneh itu tibatiba hadir di sana.
Seekor harimau dewasa dengan muka manusia. Sudah tua, bermisai putih penuh
wibawa. "Maafkan kedatanganku," kata makhluk itu memulai dan bersamaan dengan suaranya
itu hawa dalam ruangan itu normal kembali.
Andi Basso memandang si manusia harimau. Dalam pikirannya yang cerdas walaupun
kaget dan takut, terlintas dugaan, bahwa inilah barangkali makhluk yang
melakukan teror di Pare-Pare.
"Kalian tidak marah atas kunjunganku yang tiba-tiba ini?" tanya makhluk yang tak
lain dari Dja Lubuk, ayah Erwin.
"Tidak," jawab Andi Basso tanpa sengaja. Jawaban itu begitu saja keluar dari
mulutnya. "Aku telah mengejutkan kalian, tetapi janganlah takut. Orang baik seperti kafian
tidak perlu takut padaku. Aku perkenalkan diriku: Namaku Dja Lubuk, asalku
Mandailing. Pernah dengar tentang Mandailing"
Suatu daerah yang boleh dikata miskin sekali di Tapanuli Selatan."
"Bapak mau makan atau minum?" tanya istri Andi Basso.
"Tidak usah, terima kasih."
"Mengapa" Bukankah bapak datang dari jauh?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, itu benar. Tetapi seperti kalian lihat aku ini makhluk yang menjijikkan.
Bukan kemauanku begini. Kadang-kadang manusia harus tunduk pada nasib suratan badan. Bagiku, beginilah
nasib! Aku tak pantas makan atau minum bersama kalian." Suara Dja Lubuk, tenang
dan jelas membuat Andi Basso dan istrinya jadi terharu. Rasa takut pun hilang.
"Makanlah bersama kami."
"Jangan, nanti piring bekasku, kalian buang!" Suara Dja Lubuk menimbulkan rasa
sedih dan kasihan. SUAMI istri Andi Basso untuk pertama kali menyaksikan adanya makhluk seperti
itu, yang ujudnya menakutkan tetapi kiranya rendah hati dan hidup dalam derita.
"Jangan berpikir begitu pak. Kami akan senang sekali kalau bapak mau turut makan
dengan kami. Dan kami sama sekali tidak akan membuang piring yang bapak pakai.
Sebaliknya, kami akan menyimpan baik-baik sebagai barang kenangan, karena kami
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telah bertemu dengan bapak," kata Andi Basso.
"Ya, kami akan menyimpannya baik-baik menjadi barang kebanggaan. Marilah kita
makan," tambah Nyonya Andi Basso.
"Terima kasih. Kalian orang berpangkat yang baik. Aku tahu sedikit-sedikit
tentang dirimu Andi Basso," ujar Dja Lubuk, membuat perwira polri itu kaget
sekali, bagaimana makhluk ini mengetahui namanya.
"Kau pejabat yang jujur dan mencintai rakyat. Aku juga tahu sedikit-sedikit
tentang Pancasila negara ini, walaupun aku tidak pernah mengikuti seminar atau
penataran. Kau seorang penghayat dan pengamal Pancasila yang baik. Tidak seperti
kebanyakan orang yang selalu omong tentang Pancasila, tetapi dirinya adalah
orang yang mengkhianati ajaran Pancasila itu sendiri." Dja Lubuk tertawa sinis.
"Dudukiah di kursi pak," kata Andi Basso mempersilakan manusia harimau yang
sejak tadi duduk saja di iantai.
"Jangan, tubuhku ini berat. Dan aku tak usah makan. Minum mau."
"Bapak suka minum apa?" tanya Nyonya mayor Polri itu.
"Kalau tidak menyusahkan kopi panas saja. Jangan pakai susu. Aku dulu biasa
minum kopi hitam, tidak disaring. Kami di Sumatera menamakannya kopi tubruk,"
ujar Dja Lubuk. Nyonya Andi Basso membuatkan kopi keinginan manusia harimau itu. Tidak disaring.
"Silakan pak," kata perempuan yang amat ramah dan baik hati itu. Rasa takutnya
telah berubah menjadi suatu rasa bangga karena dapat berkenalan dengan makhluk
Pedang Langit Dan Golok Naga 11 Si Pedang Kilat Karya Gan K L Pendekar Pemetik Harpa 27
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oleh : S.B. Chandra Scan buku jadi file djvu oleh : Syaugy
Di upload Dino di Indozone
Ebook pdf oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ atau http://dewi.0fees.net/
Bab 1 Di Mandailing, Tapanuli Selatan sampai ke Kabupaten Pasaman di Sumatera Barat
bagian Utara yang berbatasan dengan Mandailing, sebutan manusia harimau tidak
aneh sama sekali. Karena di daerah itu sejak dulu memang ada manusia harimau.
Manusia hidup yang mempunyai harimau, yang dapat menjadi harimau atau menjadi
harimau setelah ia meninggal dunia. Sampai kini manusia harimau masih ada tetapi
jumlahnya tidak lagi sebanyak dulu. Semakin banyak orang nekat melepaskan
warisan harimau yang seharusnya ia terima darl ayahnya yang meninggal.
Memang ada resiko bagi, mereka yang berbuat demikian, tetapi perubahan
lingkungan dan hidup menyebabkan banyak orang malu menerima warisan harimau
dengan akibat bisa menjadi harimau setelah tutup usia.
Manusia harimau yang telah kita ceritakan, adalah seorang pemuda cukup
terpelajar bernama Erwin anak Dja Lubuk yang telah tiada dan cucu Raja Tigor
yang juga telah lama berpulang ke rahmatullah.
Baik Dja Lubuk maupun Raja Tigor hidup kembali setelah dikubur dalam bentuk
"manusia harimau" yaitu setengah harimau dengan setengahnya lagi manusia. Hidup
kembali mereka tidak berarti hilang dari kuburannya lalu terus-menerus melata
dimana-mana. Mereka hanya keluar pada waktu-waktu tertentu dari kuburan.
Erwin yang mewarisi keharimauannya dari ayahnya, merantau ke Medan kemudian ke
Jakarta dan Surabaya. Sebenarnya hanya pekerjaan yang dicari, tetapi nasib menentukan lain. la
berhadapan dengan seorang sakti dan banyak ilmu bergelar Ki Ampuh den pernah
pula jatuh cinta pada seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wanita aneh yang sudah punya umur seratus lima puluh tahun tetapi tetap
kelihatan sebagai gadis remaja yang amat cantik, bermukim di daerah Cikotok,
Banten. Permusuhan besar antara Erwin yang manusia harimau dengan Ki Ampuh akhirnya
berubah menjadi suatu persahabatan. Ki Ampuh sempat menuntut tambahan banyak
ilmu di Tapanuli Selatan sebagai tamu Erwin dan keluarganya serta orang-orang
pandai ilmu di sana. Tetapi dasar manusia selalu tergoda dan rusak oleh
keserakahan harta dan nama; akhirnya Ki Ampuh mengkhianati Erwin supaya ia tidak
mempunyai saingan lagi di Jakarta. La sakit hati sekali karena Erwin dapat
menyembuhkan seorang gadis anak orang kaya yang gagal diobati oleh Ki Ampuh.
Tuhan menghendaki Erwin masih meneruskan kehidupannya di dunia, sementara Ki
Ampuh yang mengkhianati sumpahnya akhirnya mati dan menjadi babi hutan.
Perlu ditambahkan bagi pembaca yang tadinya belum mengenal manusia harimau,
bahwa Erwin, ayahnya dan kakeknya selalu mempunyai sifat-sifat yang baik,
walaupun mereka bisa menjadi harimau dan punya ilmu sakti yang amat ampuh. Tidak
pernah mengganggu atau menyusahkan orang lain.
Sebaliknya selalu membantu manusia. Tetapi manakala disakiti berulang kali,
manusia harimau akan marah dan kalau membalas, maka balasan itu tidak akan
kepalang tanggung. Beberapa onggota yang mestinya menegakkan keamanan, tetapi
dalam praktek justeru menyiksa, telah menemui ajal dengan cara yang amat
mengerikan. KALAU ketika membakar Ki Ampuh, manusia harimau muda ini benar-benar dendam tak
terkendalikan lagi, maka kemanusiaan dalam dirinya menang kembali setelah
beberapa waktu peristiwa itu berlangsung. Ia telah banyak membinasakan musuhnya,
tetapi membunuh dengan jalan membakar barulah kali itu. Manakala Ki Ampuh yang
telah menjelma jadi babi hutan datang ke pekarangannya dan menangis oleh sesal
dan kesedihan, maka Erwin merasa iba juga. Tetapi bukanlah salahnya orang
berilmu itu akhirnya menemui nasib serupa itu setelah kematiannya. Ki Ampuh
dimakan sumpahnya sendiri.
Pada suatu malam bulan penuh, babi hutan itu datang ke rumah Erwin. Kali ini ia
memanggil-mangggil dengan suara bagaikan dengkur.
Manusia harimau yang sedang berbaring dengan berbantalkan kedua belah tangannya,
mengenang kembali masa-masa lampaunya, terkejut mendengar panggilan aneh itu.
Namun ia segera menduga, bahwa makhluk itu tentu tak lain daripada Ki Ampuh yang
semula jadi saingan dan musuh, kemudian jadi sahabat akrab, tetapi akhirnya jadi
musuh kembali oleh keserakahan yang menguasai dirinya.
Erwin keluar rumah, pergi mendapatkan babi yang duduk dengan perutnya rapat ke
tanah. Oleh cahaya bulan tanpa rintangan awan, Erwin jelas melihat penjelmaan kembali
orang hebat itu mencucurkan air mata.
"Apa yang dapat kulakukan untukmu?" tanya Erwin bagaikan bicara dengan kawan.
Babi itu kelihatan terharu. Manusia harimau ini benar-benar jauh lebih baik dari
dugaannya. Ia tidak dendam berkepanjangan masa. Betapa beda dengan sifat-
sifatnya yang amat hina tatkala ia masih hidup sebagai manusia dan dukun yang
berilmu tinggi. "Kau masih mau menolong aku, Erwin?" tanya penjelmaan kembali Ki Ampuh itu.
"Kalau dapat," kata Erwin. Ia kembali jadi manusia penuh rasa kasih dan sayang.
Walaupun yang dihadapi itu hanya seekor babi yang semasa masih manusia berusaha
dengan segala daya untuk membinasakannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku ingin hidup kembali," kata babi itu.
"Bukankah kau kini juga hidup?"
"Ini bukan hidup, Erwin. Ini penderitaan dan siksa. Dan ia takkan berhenti kalau
tiada orang sakti yang bermurah hati mau menolong."
"Aku tidak mengerti," jawab Erwin.
"Aku ingin hidup seperti dulu. Jadi manusia."
Erwin tidak segera menyahut. Mungkin semua manusia yang setelah mati jadi
binatang, mulai dari semut, sampai gajah ingin menjadi manusia kembali.
"Kau atau ayah dan ompungmu barangkali mau menolong aku."
"Aku tidak tahu apakah itu mungkin," kata Erwin.
Hati babi hutan itu mulai diisi harapan. Ia yakin, Erwin telah lemah dan mau
membantunya. Berkata babi itu selanjutnya: "Biar aku tidak punya ilmu biar aku tidak lagi
jadi dukun besar. Biarlah, asalkan jadi manusia kembali."
Erwin tidak memberi jawaban. Babi itu mau meyakinkan manusia harimau itu.
"Kalau aku dijadikan manusia kembali, aku mau jadi orang suruhanmu. Yang penting
bagiku hanya satu Erwin. Kasihan istri-istriku yang kini jadi janda. Mereka membutuhkan aku,"
katanya. "Aku tidak punya kesanggupan seperti itu Ki Ampuh," kata Erwin.
"Tapi ompungmu Raja Tigor, atau Datuk nan Kuniang kurasa sanggup."
"Entahlah!" "Tetapi kau mau menolong aku" Kau masih punya secercah rasa kasihan padaku" Aku
teramat malu Erwin. Aku mengaku telah berbuat kejahatan dan pengkhianatan yang terlalu besar
terhadap sahabat-sahabat yang begitu baik kepadaku! Kau mau memaafkanku?"
"Telah kumaafkan. Tetapi kusangsikan apakah ompungku atau Datuk nan Kuniang
dapat menjadikan babi hidup kembali sebagai manusia. Aku rasa hanya Tuhan yang
punya kemampuan tak terbatas. Kami hanya makhluk-makhluk hina. Kau sendiri
pernah mengatakan betapa hina diriku yang bukan manusia sejati."
Ki Ampuh teringat akan penghinaan yang beberapa kali dilontarkannya terhadap
Erwin. Karena ia babi hutan jadi-jadian dan punya otak sebagai manusia, pada
saat itu ia merasa malu akan kesombongannya di masa silam. Kepada orang yang
dihinanya itu pula kini dia minta tolong.
Tetapi keinginannya menjadi manusia kembali untuk dapat menikmati keenakan hidup
di samping wanita-wanita muda yang telah jadi korban gunagunanya harus dapat
membuang rasa malu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku memang manusia tak tahu diri. Tak tahu pula membalas budi. Keserakahan akan
nama dan uang telah membuat aku jadi begini. Aku mohon diampuni Erwin." pinta Ki
Ampuh dengan nada amat merendahkan diri.
"Ampun dipinta kepada Tuhan. Manusia, apalagi yang manusia harimau semacam aku
yang hina ini hanya dapat memaafkan," sahut Erwin.
"Tolonglah aku Erwin. Selama hidupku dulu sampai kini setelah aku berubah rupa,
aku belum pernah menemukan sahabat sebaik kau." Ia tidak malu berkata begitu.
Dalam hati Erwin mengejek atas kehinaan Ki Ampuh yang mau mengatakan apa saja
demi kepentingan dirinya. Tetapi rasa kasihan membuat ia masih mau menolong babi
hutan itu. "Baiklah aku akan tanya pada ompungku!"
"Juga kepada Datuk nan Kuniang. Aku mau bersumpah tidak akan membuat kesalahan
lagi!" Erwin tak dapat menahan tawa sinis, walaupun hatinya tetap kasihan. Berkata
Erwin, "Janganlah bersumpah juga lagi. Bukankah kau jadi begini, karena kau melanggar
sumpahmu. Kau telah mempermainkan sumpah. Inilah jadinya. Semua orang yang
mempermainkan sumpah, tanpa kecuali, pada suatu ketika akan dikutuk dan dimakan
oleh sumpahnya sendiri. Kalau kakekku tak sanggup aku akan coba minta bantuan
pada Datuk nan Kuniang." Dalam hati Erwin setengah yakin, bahwa mayat yang bisa
hidup kembali dan sewaktu-waktu keluar dari kuburannya di Kebayoran Lama itu
dapat menolong babi hutan itu.
Ki Ampuh membungkukkan badannya sebagai tanda hormat kepada Erwin. Dalam hati ia
berharap dan sudah hampir yakin bahwa ia akan jadi manusia kembali. Betapa akan
enaknya hidup kembali dengan istri-istrinya yang masih muda belia. Tak pernah
terlintas dalam hatinya mungkin perempuan-perempuan itu akan ketakutan,
sepanjang tahu mereka ia telah mati dan berubah jadi babi. Mungkin tak diterima
di yaumil makhsyar. Ki Ampuh mohon diri setelah mengulangi harapan dan permohonannya. Erwin
memandanginya sampai ia hilang entah ke mana. Dengan langkah gontai ia masuk ke
rumah, memikirkan segala macam keajaiban yang dapat terjadi di dunia ini. Kalau
ompung dan ayahnya merupakan manusia harimau, maka ini baru saja berhadapan
dengan manusia yang mati menjadi babi. Ia pun tertanya-tanya di dalam hati, akan
jadi apakah ia kelak setelah mati.
Erwin masuk kamar tidur, ia jadi kaget sekali, walaupun dalam keadaan biasa ia
tidak mestinya terkejut. Yang menantikannya bukan ular cobra atau phyton, bukan pula ratusan kalajengking
dan kelabang. Juga bukan jin atau hantu. Yang duduk di kamar itu tak lain
daripada ayah dan ompungnya. Dja Lubuk dan Raja Tigor.
Erwin memberi salam dengan mencium tangan kedua manusia harimau yang bangkit
dari kuburannya di Mandailing sana. Erwin memandang heran. Tak tersembunyikan
olehnya. "Kau heran melihat ompung dan ayahmu datang, padahal tak kau memanggil?" tanya
Dja Lubuk. Erwin tidak menjawab. "Kami datang sebelum kau panggil. Kau akan meminta ompung datang, bukankah
begitu?" tanya ayahnya lagi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Erwin masih tidak menjawab. Ia heran bagaimana ayahnya bisa tahu, walaupun
ayahnya mempunyai banyak ilmu. Biasanya ayah atau ompungnya datang, kalau ia
memanggil atau dirinya dalam bahaya.
"Kau dalam bahaya Erwin," kata Raja Tigor kepada cucunya itu.
"Tetapi aku sudah tidak mempunyai musuh, ompung," kata Erwin.
"Orang semacam kau tidak akan pernah bebas musuh. Selalu saja ada yang dengki
dan hasad." "Tetapi mengapa begitu Ompung?"
"Begitulah sudah kebiasaan di dunia ini. Orang pandai selalu punya saingan. Kau
keliru lagi, kalau menyangka bahwa Ki Ampuh telah hilang dari riwayat hidup yang
masih kau hadapi." "Tetapi dia baru saja datang untuk minta bantuan." kata Erwin.
"Kami ketahui kedatangannya. Bahkan maksudnya." kata Raja Tigor.
"Dia minta tolong. Ompung sudah tahu?"
"Tahu. Dan kau menjanjikan akan berbuat sesuatu yang mungkin untuk menolongnya.
Kau akan memanggil Ompungmu. Kalau beliau tak sanggup kau akan minta bantuan
Datuk nan Kuniang!" "Benar Ompung. Bukankah Ompung mengajarku bahwa kita harus mempunyai sifat suka
memaafkan. Aku telah memaafkannya. Ia telah terhukum oleh sumpahnya. Ia telah menjadi babi
hutan. Hina tak terhingga."
"Jangan tolong dia," kata Raja Tigor memerintah. Terdengar dari suaranya, bahwa
ia memerintah, bukan sekedar memberi nasihat atau meminta pada cucunya.
"Apakah Ompung dapat menjadikannya jadi manusia kembali?" tanya Erwin.
"Aku tidak punya ilmu memanusiakan babi, walaupun tadinya ia manusia. Tetapi
Datuk nan Kuniang dapat menolongnya, walaupun tidak terus-menerus jadi manusia.
Datuk nan Kuniang punya kekuatan ilmu untuk membuat Ki Ampuh sewaktu-waktu
seperti manusia!" "Begitu hebat beliau, Ompung?"
"Sebenarnya bukan manusia sebagai manusia lainnya. Tetapi orang akan melihatnya
sebagai manusia. Ia tetap babi hutan. Pandangan orang akan tertipu oleh ilmu
gaib yang dimiliki Datuk nan Kuniang. Kalau ilmu itu diajarkan kepada Ki Ampuh
maka orang akan melihatnya sebagai manusia kembali. Dengan sifat-sifatnya yang
amat buruk ia bisa melakukan berbagai kejahatan terhadap manusia. Termasuk pada
wanita-wanita yang telah pernah jadi jadi isterinya karena diguna-guna."
"Tetapi," kata Erwin, ingin mengatakan bahwa ia kasihan pada babi hutan itu.
"Tetapi kau kasihan padanya!" kata Raja Tigor meneruskan kalimat cucunya.
"Sesungguhnya kita wajib merasa kasihan terhadap tiap makhluk yang malang, itu
menjadi prinsip dalam hidup
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kita sekeluarga turun-temurun. Walaupun kita hanya ditakdirkan menjadi manusia-
manusia harimau. Tetapi kalau menyelamatkan seseorang untuk menyediakan diri
kita jadi korbannya, maka perbuatan itu menjadi suatu kebodohan. Bahkan
pengkhianatan terhadap diri kita dan keluarga kita sendiri. Jadi, buang niat
dari kepalamu untuk membantu dia. Kau tidak akan berdosa karena itu!"
"Dengar apa yang dikatakan Ompungmu," kata Dja Lubuk menguatkan. Terdengar pintu
diketuk dari luar, tanda ada tamu.
"Bukalah Erwin, itu Datuk nan Kuniang. Telah sejak tadi kucium kehadirannya di
luar," kata Raja Tigor.
Tatkala pintu dibuka masuklah dia, sang mayat yang bangkit dari kuburnya di
Kebayoran Lama. "Kau kata kau mengetahui kehadiranku sejak tadi di luar." kata Datuk nan
Kuniang. "Mengapa tidak sejak tadi kau suruh aku masuk?"
"Barangkali kau mau berangin-angin di luar," jawab Raja Tigor. Dia tertawa
sebagaimana lazimnya manusia biasa tertawa dalam berkelakar. Keempat insan yang
aneh, tetapi sesama makhluk hamba Allah berkumpul di sana.
"Memang aku punya ilmu untuk mengelabui penglihatan orang. Tetapi aku tidak akan
memberikan kepada Ki Ampuh. Ada firasat kuat padaku, bahwa ia akan menyalah-
gunakannya. Apa yang dikatakan Ompungmu benar Erwin. Jangan kau bantu dia. Kasihan boleh,
tetapi memberi dia kesempatan untuk melakukan kejahatan lagi jangan. Menurut
hukumnya kau turut berdosa dan bertanggung jawab!" kata Datuk nan Kuniang. Tak
lama kemudian Raja Tigor dan anaknya Dja Lubuk meninggalkan Erwin. Begitu pula
Datuk nan Kuniang kembali ke rumahnya, sebuah kuburan di Kebayoran Lama.
*** KEESOKAN malamnya Ki Ampuh dalam bentuknya sebagai babi hutan datang lagi ke
pekarangan Erwin untuk menanyakan kabar tentang permohonannya. Dengan berat hati
ia menyampaikan, bahwa Ompungnya dan Datuk nan Kuniang tidak sanggup mengubah
dirinya sebagai manusia. Babi hutan itu terdiam. Putus asa. Kemudian ia berkata, "Mereka dapat menolong
kalau mau. Tetapi mereka tidak sudi lagi membantu karena aku telah membuat kesalahan."
Erwin tidak menanggapi.Tanpa pamit babi hutan itu pergi dengan dendam yang amat
hebat di dalam hatinya. Ia bertekad untuk membalas dengan cara apa saja yang
masih dapat dilakukannya sebagai babi yang mempunyai akal dan dendam seperti
manusia. Erwin tergetar melihat kepergian Ki Ampuh, tetapi ia tidak memikirkan
apa yang akan terjadi. Sejak permohonannya ditolak, babi hutan itu tak pernah lagi datang ke pekarangan
Erwin. Sampai hampir tiga bulan lamanya, sehingga manusia harimau itu menyangka, bahwa
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berakhirlah sudah segala hubungannya dengan penjelmaan dari manusia Ki Ampuh
itu. Sesekali Erwin diminta orang untuk mengobati penyakit yang telah berat dan tak
terhadapi lagi oleh dokter maupun dukun kawakan. Dan Erwin pun hanya mau mencoba
kebolehannya kalau si sakit benar-benar telah melalui segala macam pengobatan.
Ia takut peristiwa semacam dengan Ki Ampuh terjadi lagi, sehingga menyebabkan
adanya musuh atau musuh-musuh baru. Erwin akan bertanya lebih dulu kepada
keluarga si sakit apakah dukun-dukun benar telah menyatakan tak sanggup dan
mengundurkan diri. Dan dengan izin Tuhan, beberapa keluarga yang mohon
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bantuannya itu tidak jadi kehilangan orang yang mereka cintai. Mereka jadi amat
kagum. Ada yang jadi begitu fanatik terhadap Erwin dengan menyangka bahwa ia
seorang wali yang sengaja diturunkan ke dunia untuk menolong orang-orang yang
sudah sekarat. Yang lebih mengherankan mereka lagi adalah kesederhanaan sifat dan kerendahan
hati dukun muda itu. Tiap dipuji ia selalu mengatakan, bahwa segala puji harus
diperuntukkan untuk Tuhan, karena Dialah sesungguhnya yang menyebabkan sakit
payah sembuh kembali. Erwin sendiri hanyalah mohon kepada Allah dan kebetulan
permohonannya dikabulkan Tuhan. Tak lebih daripada itu.
Yang lebih mengherankan, tetapi justeru memusingkan Erwin adalah beberapa
wanita, gadis atau janda muda yang tertarik dan jatuh hati kepadanya, walaupun
dukun itu tidak pernah berbuat sesuatu yang dimaksudkan untuk memikat hati
mereka. Mereka ini mengetahui bahwa Erwin hanya tinggal seorang diri di rumah
amat sederhana nya. Menduga, bahkan yakin bahwa ia masih bujangan. Mengetahui
hal ini Erwin memandangnya sebagai lampu kuning yang kalau dibiarkan bisa jadi
lampu merah. Ia teringat pada mbah Panasaran yang pernah digilainya, ia pun
teringat lagi pada istri orang kaya di Surabaya yang hampir gila karena jatuh
cinta kepadanya sehingga ia terpaksa melarikan diri dari kota itu. Erwin
mengambil keputusan untuk mendatangkan istri dan anaknya dari kampung supaya
godaan itu tidak akan berlarut-larut. Ia sudah bertekad untuk tidak lagi
mengkhianati istrinya Indahayati yang amat setia.
*** ISTERI Erwin dan anaknya yang sedang lucu-lucunya bagaikan penawar dalam segala
kesulitan dan duka, merasa berbahagia sekali dapat berkumpul lagi dengan suami
dan ayah yang amat mereka cintai. Sebagaimana manusia biasa, mereka bertiga
sesekali berjalan-jalan ke Pasar Baru atau shopping centre seperti Duta Merlin.
Juga ke supermarket membeli susu bubuk untuk minuman si kecil. Tidak satu pun
dari orang toko yang mereka kunjung mengetahui, bahwa lakilaki yang berbahagia
itu sebenarnya mempunyai nasib yang lain sama sekali. bahwa bila saat sial
datang ia mendadak bisa berubah jadi harimau berkepala manusia. Erwin selalu
menyadari ini dan tak pernah lupa mohon kepada Yang Mahakuasa agar ia jangan
berubah rupa di tengah orang ramai. Kalau terjadi di rumah, tanpa ada yang tahu
selain daripada istri tercintanya, apa boleh buat. Itu namanya suratan nasib
yang tak terelakkan lagi.
Kalau turun angin kencang atau dirinya mendadak merasa dingin, maka timbullah
takutnya kalau-kalau ia akan berubah ujud. Ia lalu melihat ke sekitar dan berdoa
agar jangan terjadi malapetaka. Atau dia bergegas pulang agar kalau akan menjadi
harimau, biarlah di rumah saja.
Tetapi harapan manusia tidak selalu bisa terkabul.
Begitu pula dengan Erwin yang dalam usia sekian muda sudah mengalami berbagai
nasib yang menakutkan, yang aneh di selang-seling dengan peristiwa-peristiwa
yang menggembirakan. Hari itu, Selasa awal bulan Pebruari. Seorang diri ia pergi
ke rumah seorang kenalan yang mulai akrab dengannya. Seorang asal Sulawesi
Selatan, seorang keturunan Andi, jadi masih ningrat di daerah sana. Nama
lengkapnya Andi Sabaruddin Mappe. Masih muda, seumur Erwin. Masih punya ayah dan
ibu di Pare-Pare. Tergolong seorang hartawan, tetapi tidak termasuk orang
sombong karena merasa punya harta.
"Kau menepati janji Erwin," kata Andi Sabar.
Erwin tertawa ringan. "Kau kira tidak" Aku selalu berusaha menepati janji,
entahlah kalau ada sebab yang menjadi rintangan."
"Ini hari Selasa, kata orang tidak baik untuk memufakatkan sesuatu yang
penting," ujar Sabaruddin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Erwin heran mendengar, soal penting apa yang mau dikemukakan sahabatnya itu.
Mereka memang bersahabat cukup baik, tetapi belum pernah membicarakan apa-apa
yang termasuk penting, apalagi rahasia.
"Ah, semua hari kan sama saja Sab," kata Erwin.
Sabaruddin pernah meminta kepada Erwin agar jangan mempergunakan Andi-nya. Ia
merasa dirinya sama dengan orang lain, tidak ada Andi-Andi-an.
"Memang kata setengah orang, hari Selasa dan Sabtu tidak baik untuk melangkah
berpesta atau pekerjaan apa saja yang dapat dikatakan penting. Tetapi bukankah
hari Selasa dan Sabtu semua berjalan seperti biasa. Kereta api, pesawat terbang,
kapal laut, mobil tetap berangkat menuju kota atau negeri yang hendak didatangi.
Orang tetap juga ke pasar atau ke ladang.
Pembuatan gedung atau jembatan pun tidak dihentikan pada hari Selasa dan Sabtu.
Jadi kurang masuk akal, kalau kedua hari itu merupakan hari naas."
"Bagus, tepat alasanmu. Kalau begitu hari ini kuceritakan masalah yang penting
itu!" kata Sabaruddin.
"Mari." Erwin mengikutinya heran mengapa ia dibawa masuk kamar tidur. Tidak
pernah terjadi begitu. Sabaruddin melihat keheranan sahabatnya, walaupun ia tidak mengatakannya. "Ini
benar-benar soal penting. Aku tak mau didengar oleh pembantu atau oleh pacarku
kalau kebetulan dia datang.
Pendeknya orang lain tidak boleh tahu."
Di kamar tidur yang cukup rapi bagi seorang bujangan semacam Sabaruddin, Erwin
dipersilakan duduk. Ia pergi ke belakang dan kembali dengan dua cangkir teh.
"Kau mau menolong aku Erwin?" tanya Sabaruddin.
"Mengapa kau bertanya begitu" Bukankah kita bersahabat?"
"Ya, tetapi kudengar kau tidak selalu mau?"
"Aku tak mengerti maksudmu," kata Erwin sejujurnya.
"Kau tidak marah bukan?"
"Aku jadi heran! Marah mengapa?"
"Aku sudah tahu siapa kau. Aku tak sangka kau sehebat itu. Kau begitu pendiam,
seperti orang yang tak menyimpan apa-apa."
Erwin agak terkejut. Kawannya ini telah mengetahui tentang dirinya. Bahwa ia
bukan manusia seperti orang lain. Bahwa kadang-kadang berubah jadi harimau. Dari
siapa ia tahu" "Jadi kau tak mau berkawan lagi denganku?" tanya Erwin.
"Gila kau ini! Aku justeru bangga kau seorang yang mengobati orang yang sudah
tak tertolong oleh dokter atau dukun!" kata Sabaruddin.
Lega hati Erwin. Yang diketahui sahabatnya, bahwa ia seorang dukun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, itu dibesar-besarkan orang Sab!" kata Erwin.
"Orang yang benar-benar hebat memang biasanya merendahkan diri. Yang tanggung-
tanggung biasanya omong besar."
"Pengetahuanku tak seberapa. Semua pun berkat izin dan bantuan Tuhan," kata
Erwin. Sabaruddin yang seperti kebanyakan orang Bugis taat beragama tambah senang
mendengar. Beruntung rasanya punya kawan seperti Erwin.
"Aku ingin kau menolong aku."
"Soal apa" Asmara?"
"Bukan, aku sudah punya pacar. Aku sayang padanya, kurasa dia juga cukup sayang
padaku. Satu cukuplah!" "Bagus! Lalu aku bisa menolong apa?"
"Kita ke Ujung Pandang, lalu dari sana ke Pare-Pare, kau mau?"
"Untuk apa" Jadi turis domestik" Bagiku belum waktunya Sab!"
"Bukan. Untuk menolong aku, kalau kau mau."
"Kau bukan orang yang butuh pertolongan Kau orang yang mampu memberi
pertolongan! Kau tidak kekurangan apa-apa, bukan?"
"Dalam hal ini kau keliru. Semua manusia butuh bantuan. Kadang-kadang. Dan semua
manusia dapat memberi bantuan dengan cara masing-masing! Coba katakan manusia
sehebat apa yang tidak memerlukan bantuan."
"Baiklah, aku tentu saja mau menolong kalau aku bisa."
"Bisa, kalau kau mau. Aku punya seorang adik perempuan. Umur sekitar delapan
belas." Sabaruddin diam seketika. Dia memandang kosong ke depan. Kemudian baru ia
melanjutkan, "Adikku itu cantik sekali. Salah seorang yang paling cantik di antara dara-dara
Bugis." "Teruskan ceritamu," kata Erwin mulai tertarik melihat bahwa sahabatnya itu
menghadapi problema cukup berat.
"Adikku itu sakit. Sudah lebih sebulan." Sabaruddin diam lagi.
Ia menduga bahwa adik sahabatnya mungkin diserang kanker.
"Penyakit itu tak dapat diobati oleh dokter. Sudah puluhan. Dukun pun sudah
banyak sekali yang dipanggil. Tak seorang pun sanggup!"
"Penyakit apa itu Sab?"
"Adikku itu gila! Kami yakin oleh ramalan orang. Sebab sebelum sakit ia masih
cerdas. Kami mengharapkan dia seorang dokter atau insinyur. Penyakit itu datang
mendadak!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Atas permintaan Erwin, Sabaruddin menceritakan, bahwa sebelum sakit telah
beberapa orang melamar adiknya. Ada yang sudah punya istri dan banyak pula yang
memang masih bujangan. Tak juga diterima karena mereka ingin ia mencapai sarjana. Mungkin ada di antara
mereka yang sakit hati dan membalas penolakan mereka. Adik Sabaruddin harus jadi
miliknya atau tidak dikehendaki oleh siapapun. Caranya dengan membuat dia jadi
gila. Bagi Erwin cerita ini sama sekali tidak aneh. Di mana saja ada kejadian
yang semacam itu. Balas dendam melalui apa yang dinamakan jalan halus. Sakit
hati terbalas, undang-undang tertulis tidak dilanggar.
Tak ada satu pasal pun di dalam Undang-undang Hukum Pidana menyebut menganiaya
atau membunuh orang melalui jalan guna-guna atau teluh.
"Kalian, maksudku keluargamu di Pare-Pare menaruh curiga pada seseorang?" tanya
Erwin. "Kami, termasuk aku yang turut hadir di sana telah memanggil beberapa tukang
tenung untuk melihat siapakah yang telah menjahili adikku. Tetapi keterangan
mereka samar-samar dan berlainan pula yang seorang dengan lainnya. Ada yang
mengatakan orang yang menjahati adikku tinggal di sebelah Barat, berbadan gemuk
dan berkulit hitam. Ada pula yang berkata bahwa lakilaki yang yang jahat itu
telah meminta pertolongan seorang perempuan untuk membuat adikku jadi gila. Kami
hanya bisa meraba-raba, tiada pegangan yang pasti. Penyakit gila adikku itu
semakin parah." "Dia tak pernah menyebut nama seseorang?" tanya Erwin.
"Sepanjang tahuku tidak pernah."
"Kalau begitu yang mengerjai adikmu itu termasuk kuat ilmunya! Kalau aku boleh
tahu siapa nama adikmu itu. Dari tadi kau belum menyebut namanya."
"Farida Mappe!" jawab Sabaruddin.
"Lengkapnya Andi Farida Mappe," kata Erwin.
"Ya begitulah. Dia memang suka mempergunakan Andi-nya."
"Kasihan dia. Memang di sana-sini ada wanita-wanita yang dijahili oleh laki-laki
yang kecewa. Ini suatu resiko dari kecantikan."
Apa yang dikatakan Erwin dalam keterus-terangan benar. Andaikata Farida berwajah
dan berpotongan jelek tentu tak ada orang yang akan bersusah payah menganiaya
dia. Tak akan jadi rebutan dan biasanya tidak akan terlalu memilih kalau ada
yang melamar. Ruginya tidak bisa turut kontes kecantikan atau ratu-ratuan.
Segala sesuatu punya segi buruk dan segi baiknya.
"Kau mau ke kampungku?" tanya Sabaruddin.
"Aku bersedia pergi tetapi jangan kau kira bahwa aku pasti dapat
menyembuhkannya. Bahwa aku akan berdaya upaya sudah pasti, tetapi kesembuhan
letaknya di kekuasaan Tuhan!"
"Kau baik sekali Erwin. Dan kau hidup pada jalan yang diredhoi Allah!"
"Jangan memuji atau berkata begitu. Semua orang sebenarnya hampir sama. Keadaan
yang menentukan yang akan dilakukan manusia. Aku juga begitu. Kau lihat aku hari
ini baik, tetapi pada lain waktu aku mungkin jahat atau katakanlah jadi jahat
karena keadaan atau lingkungan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memaksa aku jadi jahat. Itu dinamakan kelemahan manusia dan tidak selalu manusia
bisa mengelakkan kelemahannya."
"Kau bijaksana Erwin. Falsafah hidupmu baik sekali. Aku bisa belajar dari cara
kau berpikir dan memandang hidup. Kapan kita pergi?"
"Besok kuberi tahu. Hari ini belum bisa kutentukan. Tapi nanti malam aku sudah
akan mulai bekerja. Sebisakulah."
"Kau dapat mengobati dari jauh?" tanya Sabaruddin.
"Tunggulah sampai besok pagi. Aku akan datang memberitahu."
Sabaruddin merasa senang. Tak lama kemudian Erwin pulang untuk melihat apa yang
mungkin dilakukannya untuk Farida yang gila di Pare-Pare.
*** DI PERJALANAN pulang Erwin merasa gelisah. Tanpa sebab. Ia tidak punya persoalan
apa pun yang meresahkan hati atau pikiran.
"Apa yang terjadi Indah?" tanya Erwin setelah tiba di rumah.
"Tidak ada apa-apa," jawab Indah, "Mengapa abang bertanya begitu?"
Erwin menerangkan bahwa perasaannya kurang tenteram, padahal menurut tahunya
tidak ada suatu apapun yang membuat ia harus gelisah.
Setelah itu baru istrinya teringat kehebohan kecil tetangga beberapa rumah
jaraknya dari tempat kediaman Erwin.
Kata Muzakkir yang tinggal di situ ia dan istrinya serta beberapa orang lain
melihat babi pada siang hari itu.
Babi besar dengan taring yang panjang. Hitam warnanya. Babi hutan tentu.
Heran, ada babi berkeliaran di kota pada siang hari. Yang lebih mengherankan,
tiba-tiba babi itu hilang bagaikan ditelan bumi.
Kalau itu khayalan, kenapa begitu banyak orang mempunyai hayalan yang sama.
"Apakah cerita mereka itu benar Bang?" tanya Indah.
Erwin tahu bahwa babi itu tentu Ki Ampuh yang sudah sekian bulan tidak
menampakkan diri. Tetapi ia tidak mau membuat istrinya jadi takut. Dikatakannya saja, bahwa
barangkali kebetulan ada babi hutan nyasar.
Di Pekanbaru pernah harimau masuk ke dalam pasar yang ramai dengan manusia
tetapi tidak mencederakan siapapun. Inikah yang membuat ia gelisah di perjalanan
tadi" Mau apa Ki Ampuh datang lagi" Baginya berita ini bukan sesuatu yang boleh
dianggap angin lalu saja.
*** Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
MALAM itu Erwin mengunci diri di dalam kamar khususnya. Ia mau melihat apa yang
akan dapat dilakukannya di Pare-Pare nanti. Ia ingin sekali menolong sahabat
baiknya, Andi Sabaruddin Mappe yang rendah hati itu.
Seperti biasa dengan salah satu cara untuk melihat apa yang terjadi di tempat
jauh, ia mengambil semangku air dengan pisau yang sudah karatan. Sebuah jeruk
purut jantan tak boleh tidak ada, karena buah itu merupakan salah satu
persyaratan utama. Jeruk diiris menjadi tiga potong diletakkan ke dalam mangkuk.
Erwin membaca mantera dalam bahasa Mandailing.
Dipanggilnya juga nama Ompung dan Ayahnya. Dipintanya bantuan kepada segala
harimau yang jadi-jadian, kepada manusia-manusia yang disebut cindaku di Kerinci
Sumatera Barat sana. Tetapi lebih dari semua itu ia berulang-ulang menyebut nama
Tuhan agar membantunya. Setelah itu ia mengkhusukkan diri menyebut nama Andi Farida Mappe tujuh puluh
tujuh kali. Bulu romanya berdiri. Pada kali yang ketujuh puluh tujuh dipanggilnya nama dara
yang sudah jadi gila itu agak keras. Tidak ada sahutan. Hati Erwin berdebar.
Dalam hal yang wajar, wanita itu harus menampakkan wajahnya di permukaan air
putih itu. Tetapi kali ini tidak. Ini pertanda yang tidak baik. Erwin mencoba lagi, tidak
juga kelihatan apa-apa. Kemudian terjadilah apa yang dikhawatirkannya. Irisan
jeruk purut itu tenggelam satu persatu ke dasar mangkuk.
"Kasihan Sabaruddin," katanya pada diri sendiri. Abdi Farida telah tiada. Telah
berpulang ke rahmatullah.
Orang mati tak dapat dihidupkan kembali. Oleh dukun sehebat apapun. Jikalau Dia
menghendaki maka Dia saja yang dapat berbuat, Allah yang maha Kuasa. Apakah ia
sekarang juga ke rumah Sabaruddin menyampaikan berita yang telah diketahuinya"
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ataukah besok saja, sesuai dengan janjinya.
Ia keluar mendapatkan istrinya di ruang duduk, sedang membaca buku.
"Kelihatannya Abang risau. Boleh aku tahu ada apa?"
Erwin menceritakan semua. Permintaan Sabaruddin dan apa yang baru diketahuinya.
"Apa yang baik kulakukan?" tanya Erwin.
"Jangan tunggu sampai besok. Kabarkan kepadanya sekarang! Kalau besok baru
dikabarkan akan sama juga, bahkan lebih lagi. Kalau malam ini ia tahu, ia bisa
bikin persiapan untuk berangkat ke Ujungpandang dengan pesawat pagi. Dari sana
ia terus ke Pare-Pare untuk menemui adiknya, walaupun hanya tubuh tak bernyawa
lagi. Bila adiknya itu meninggal?"
"Tentunya tadi. Pendeknya baru saja. Sabaruddin belum mengetahui. Mungkin malam
ini akan ada telpon dari Ujungpandang," kata Erwin.
Erwin mengikuti nasehat istrinya. Ia berangkat ke rumah sahabatnya, yang
ditemuinya belum tidur. Kedatangannya tidak diduga oleh Sabaruddin, tetapi nampaknya ia senang dengan
kunjungan Erwin. Tentu akan mengatakan ia mau berangkat ke Pare-Pare.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagaimana, kau mau ke sana bukan?" tanya Sabaruddin setelah Erwin duduk. Erwin
tidak segera menjawab. Ia tak tahu mau memulai bagaimana.
"Kau tak bersedia?" tanya Sabaruddin.
Erwin memandang sahabatnya. Sayu tetapi mengandung kekuatan. Ia ingin
menenangkan sahabatnya dengan pandangan itu.
"Aku mau pergin tetapi...." Erwin tidak meneruskan.
"Tetapi apa?" tanya Sabaruddin. Masih penuh tanda tanya, tidak dapat menebak.
"Kau belum mendapat kabar rupanya," kata Erwin.
"Ceritakanlah Erwin. Ada musibah menimpa diri atau keluargamu?"
Erwin menggeleng. "Kau tabah dan percaya kepada Ilahi bukan?"
"Tentu, ada apa?"
"Ia telah tiada, Tuhan telah memanggilnya pulang."
"Siapa maksudmu" Adikku Farida" Dari mana kau tahu Erwin, katakan terus terang."
"Farida telah meninggal tadi," kata Erwin sambil memegang kedua bahu sahabatnya.
Sabaruddin tak kuasa menahan sedih, dilepaskannya melalui tangis terisak-isak.
"Kau tidak keliru Erwin?" tanyanya menumbuhkan harapan bagi dirinya sendiri.
"Aku harap aku keliru!"
"Kau yakin, adikku itu sudah tiada?"
"Farida telah tiada! Tabahkan hatimu. Semua yang bernyawa, pada suatu saat akan
dipanggil Tuhan kembali. Tanpa kecuali. Akan tiba juga detiknya bagiku dan
kamu." "Kalau begitu dia mati oleh perbuatan anjing keparat itu. Aku akan ke Pare-Pare
besok. Kau mau menemani aku Erwin?"
Tak layak Erwin menolak permintaan sahabat yang dalam kemasgulan. Ia akan ikut.
Malam itu Sabaruddin tidak bisa tidur. Tangis, amarahdan dendam silih berganti
merasuk hatinya. Betapa tidak begitu! Mereka hanya dua bersaudara, dia yang
tertua dan Farida adik tunggalnya.
Kematian Farida Mappe yang Andi itu menggemparkan masyarakat kota karena hampir
semua penduduk mengetahui penyakit buatan yang menimpa dara keluarga hartawan
dan bangsawan itu. Bisik-bisik di antara mereka mempertanyakan siapakah laki-
laki berdendam itu dan siapa pula dukun yang mengirim bencana atas diri Andi
Farida. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terjadi spekulasi di antara mereka, tetapi tidak tahu dengan pasti siapa
sesungguhnya yang bertanggung
jawab. Pengaruh kematian Farida bukan hanya sampai keheranan dan desas desus saja.
Banyak orang tua yang mempunyai gadis cantik jadi ketakutan, kalau-kalau anak
mereka juga akan ditimpa bencana seperti itu kalau menolak pinangan. Di samping
ketakutan ini ada pula sejumlah laki-laki, baik duda, bujangan maupun yang sudah
punya istri atau istri-istri jadi ketawa di dalam hati, karena ini akan membuka
jalan yang agak lebar bagi mereka untuk mendapatkan perawan cantik yang jadi
incaran. *** SEBELUM berangkat dari rumah menuju lapangan udara pagi itu, Andi Sabaruddin
menerima kabar melalui telpon dari Ujungpandang dari pamannya, mengatakan
kematian adiknya Farida. Ia tidak lagi terkejut karena sudah yakin pada
keterangan Erwin. Dalam kesedihan hatinya.
Sabaruddin masih sempat kagum akan kehebatan kawannya yang sebaya dengan dirinya
itu. Dan ia merasa lega dapat ke Pare-Pare bersama sahabatnya yang belum
diketahuinya, bahwa selain dukun ia juga manusia harimau.
Setelah masuk pesawat, Erwin kian mohon kepada Tuhan dan kepada kerabat-
kerabatnya yang telah meninggal agar atas dirinya jangan terjadi apa-apa. Kalau
dalam pesawat ia berubah jadi setengah harimau, bukan saja semua penumpang akan
panik, bahkan pesawat itu mungkin akan jatuh, karena awak pesawat pasti akan
ketakutan mempersaksikan yang tak pernah mereka khayalkan itu. Masih lebih baik
dibajak oleh gerombolan atau petualang yang akan minta uang tebusan atau tuntut
pembebasan kawan-kawan mereka dari penjara daripada melihat manusia menjadi
harimau di tengah-tengah mereka.
Di angkasa langit. Permintaan Erwin dikabulkan Tuhan. Dua jam kemudian pesawat
mendarat dan kedua sahabat itu menyewa kendaraan untuk langsung membawa mereka
ke Pare-Pare. Kedatangan Sabaruddin disambut dengan tangis dan oleh ibu, ayah dan keluarganya
yang lain. Mereka tidak menduga, bahwa ia sempat tiba pada pagi itu, pamannya di
Ujungpandang pun baru pagi itu dapat menelponnya. Erwin turut sedih dan tak
kuasa pula menahan air matanya.
Melihat mayat adiknya dengan wajah yang sudah pucat tetapi kelihatan pasrah pada
nasib, Sabaruddin kian menjadi-jadi. Dendamnya bangkit. Bagaikan orang kurang
sadar ia bertanya keras: "Siapa yang menjahati adikku?"
Tidak ada jawaban, karena memang tak ada yang tahu. Semua keluarga berusaha
menyabarkannya. Ada yang menasehati bahwa tak baik bahkan tak boleh menangisi
karena rohnya tidak akan tenang. Tangis tidak membantu orang yang sudah
meninggal. Semua hamba Allah, Tuhan yang empunya, maka Dia boleh memanggilnya
pula kapan saja dikehendakinya.
"Kalian cuma pandai ngomong," kata Sabaruddin yang emosi. "Aku pun dapat berkata
begitu, kalau kalian yang kehilangan!"
Melihat kesedihan sahabatnya itu, hati Erwin pun seperti tersayat. Memang Tuhan
yang menentukan kematian, tetapi dalam hal-hal tertentu tangan manusia jadi
penyebab.Tak semua kematian dapat kita namakan takdir. Andi Farida yang cantik
dan sehat menjadi gila karena buatan sesama manusia yang mengamalkan ilmu jahat.
Aku ingin tahu siapakah dukun yang telah menjual Andi Farida kepada orang yang
membayarnya. Orang itu akan menerima balasannya! Pada waktu itu terpikir oleh
Erwin, apakah ia Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan mampu menghadapi dukun hantu yang sudah puluhan dukun Bugis dan Makassar
bahkan Toraja gagal menghadapi dia.
*** BANYAK sekali keluarga dan sahabat yang mengantar jenazah Andi Farida ke tempat
peristirahatannya yang terakhir. Banyak kawan-kawannya meneteskan air mata.
Semua hati, dikecualikan sejumlah kecil orang-orang yang kecewa, mengutuk dukun
dan pengupahnya yang menyebabkan Farida menjadi gila.
Ketika jenazah diturunkan ke tempat abadinya, turun hujan rintik-rintik tetapi
tiada angin selembut apa pun. Keadaan hening sekali. Dan di tengah keheningan
itulah mendadak terdengar suara auman harimau, binatang buas yang tidak ada di
Sulawesi. Orang banyak itu saling pandang dan tanya tanpa kata. Apakah maknanya
ini. Suara harimau di daerah yang langka harimau.
Kalau sebagian dari mereka yang heran dan takut itu tak menemukan jawaban atas
pertanyaan itu maka beberapa manusia yang mempunyai ilmu dukun ilmu pusaka yang
diturunkan ayah, ibu, kakek atau nenek segera mengetahui bahwa ada pendatang
dari pulau lain masuk ke daerah itu.
Pendatang yang tak tampak oleh mata kasar, pun tak kelihatan oleh orang-orang
berilmu tinggi yang tidak bisa didapat dari fakultas mana pun permukaan bumi
ini. Mereka hanya dapat menduga, bahwa pendatang yang punya suara tapi tak
kelihatan rupa itu asalnya dari pulau yang berharimau. Malaysia, Muangthai,
Birma, India atau barangkali Sumatera.
Erwin yang mendengar suara itu segera mengetahui bahwa ompungnya ada di sekitar
situ. Baginya jelas sekali perbedaan suara ompung dan ayahnya. Mengapa ompungnya
datang ke Sulawesi" Untuk membayangi cucunya" Mengapa"
Andi Sabaruddin, walaupun dalam duka cita yang amat besar, juga mendengar suara
itu. Ia tahu bahwa suara itu suara harimau dan dia mendengar selama di Jawa
bahwa di Sumatera Barat dan Tapanuli ada manusia-manusia harimau. Bahkan ia
mengetahui bahwa manusia harimau pernah ada di Jakarta. Dibacanya dari surat-
surat kabar. Kini, dengan mendengar suara itu ia menyangka bahwa yang membuat
adiknya gila mungkin dukun yang punya piaraan harimau.
Suara tadi menandakan kemenangan karena sasaran sudah mati dan dikuburkan.
Apakah ada orang Bugis atau Makassar atau Toraja yang menuntut ilmu halus di
Sumatera lalu membawa harimau itu. Ataukah dukun itu memang asal Sumatera dari
daerah lain yang memiliki harimau"
Bab 2 PADA malamnya, sehabis tahlilan, keluarga almarhumah membicarakan suara harimau
di kuburan tadi. Erwin juga hadir. Dia hanya mendengarkan sehingga beberapa saat
kemudian baru menjawab pertanyaan Sabaruddin.
"Apakah kau tahu mengapa ada suara harimau tadi?" tanya Sabaruddin.
"Aku tak sanggup memastikan. Tetapi suara tadi memang suara harimau!" jawab
Erwin. Ia tidak ingin diketahui bahwa ia sendiri, ayahnya dan kakekrnya semua
manusia harimau. Keluarga Sabaruddin tidak kuasa menyembunyikan dendam yang amat mendalam
terhadap orang yang telah menyebabkan kematian Andi Farida. Sudah banyak dukun
yang mereka mintai bantuan selagi gadis malang itu masih sakit. Tak seorang pun
kuasa menghadapi dukun yang menjahatinya. Karena ia punya ilmu yang jauh lebih
ampuh dari mereka. Sebenarnya di hampir seluruh kota Sulawesi Selatan ada orang-
orang hebat dengan ilmu hitam atau putih. Hanya nasib
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
buruk Farida jugalah menyebabkan keluarganya belum menemukan dukun yang tepat
melawan orang yang merubuhkan gadis itu.
"Kau akan menolong kami Erwin?" tanya Sabaruddin.
"Aku akan berusaha, tidak dapat menjanjikan apa-apa. Barangkali apa yang
kumiliki tidak lebih daripada orang pandai yang sudah dipanggil!" Seperti
biasanya ia tidak berani bicara takabur. Dan memang belum tentu sanggup
mengatasi kepandaian orang yang akan dihadapinya itu.
"Kami ingin dia binasa," kata paman Farida.
"Suatu dendam yang wajar. Tetapi," kata Erwin tanpa meneruskan kalimatnya.
"Biar aku yang memikul dosanya," kata Sabaruddin.
Setelah lepas sembahyang magrib mereka masih bicara-bicara.
Selesai makan malam, Erwin mengatakan bahwa ia akan berusaha sekuat kemampuannya
dan akan sembahyang Isya sendiri di kamar. Sabaruddin dan keluarga memberi salam
kepada orang muda asal Sumatera itu dengan iringan kata-kata: "Kami hanya dapat
mendoa karena kami hanya orang-orang lemah tanpa daya!"
"Aku pun juga begitu. Yang akan kulakukan seluruh usaha, daya dengan kehendak
Tuhan, karena Dialah menentukan berhasil atau tidaknya suatu usaha." Erwin.
*** SETELAH selesai sembahyang terakhir dari yang waktu sehari semalam, Erwin
bertenang dalam usaha memusatkan pikiran dan mengkhusukkan permintaan. Di dalam
berkhusuk itulah ia mendengar suara ayahnya.
"Membalas dendam dan membunuh tidak baik. Tapi ada kalanya orang harus membunuh.
Pertama agar tidak dibunuh, kedua karena tiada bayaran yang lebih pantas
daripada mengambil nyawa si pembunuh!"
Seperti biasa ia mengeluarkan pisau tuanya yang sudah setengah karatan,
meletakkannya di sebuah piring.
"Kalau orang itu ada di kota ini, berputarlah kau seratus delapan puluh derajat.
Kalau ia di luar kota, kemarilah kau. Kau belum pernah mengecewakan, kali ini
pun kupinta agar kau jangan sampai mengecewakan aku." kata Erwin setelah lebih
dulu membaca mantera. Pisau itu tidak bergerak. Tidak menjawab pertanyaannya.Untuk pertama kali pisau
berisi itu menolak jawaban atas pertanyaannya. Bukan hanya itu. Erwin merasa
badannya panas, tetapi mengeluarkan keringat dingin. Tandanya ia menghadapi
tantangan. Dan pisau itu rupanya tunduk kepada perintah si penantang.
Jelas, musuhnya bukan orang yang boleh dipandang enteng saja. Setidak-tidaknya
dia tahu bagaimana merahasiakan tempat bermukimnya.
Berkata Erwin: "Aku tahu asalmu. Baik mata maupun tubuhmu. Aku selalu setia
memberi kau makan sebagaimana yang dipinta oleh pemilikmu sebelum aku. Aku tidak
mengatakan bahwa aku majikanmu. Aku hanya yakin, bahwa kita berkawan. Dan kau
salah satu kawanku yang terdekat.
Tetapi kalau kau mau meninggalkan aku, mau berpaling pada yang lain, itu menjadi
hakmu. Aku Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak akan memaksa. Tak baik melakukan paksaan. Barangkali yang itu dapat
memeliharamu lebih baik dari aku yang telah kau kenal. Manusia benar hanya
kadang-kadang. Silakan pergi, kalau itu pilihanmu! Tiap makhluk berhak mencari
nasib yang lebih baik, kau tidak terkecuali daripada itu!"
Rasa panas badan dengan keringat dingin belum mereda. Dipandangnya pisau yang
tidak mau menjawab itu. Masih ada di sana. Padahal, kalau ia mau, ia dapat
menghilang. Ia pun dapat disuruh, tetapi Erwin belum pernah memberi tugas sejauh
itu. Hulu pisau itu basah, kemudian entah dari mana sebabnya ia telah
mengeluarkan beberapa tetes air. Kemudian terdengar suara terisak-isak Jelas
dari piring tempat pisau itu.
Menangiskah ia" Apkah ia tidak menjawab karena di bawah tekanan yang terasa
berat" "Tolong aku ayah, tolong ompung, tolong Inyek Datuk nan Kuniang. Bebaskan
pisauku ini dari tekanan orang itu!"
Tak lama kemudian panasnya mereda, keringat dingin pun tidak mengalir lagi.
Berkat bantuan yang dipinta kepada orang-orang yang mengasihinya. Dibacanya lagi
mantera sebelum mengulangi pertanyaan kepada pisau saktinya.
Pelan, sangat pelan pisau itu bergerak. Rupanya ia mulai letih. Sampai seratus
delapan puluh derajat ia berhenti. Ia telah menjawab. Orang yang ditanyakan
Erwin berada di dalam kota. Dalam kawasan Pare-Pare.
Diangkatnya pisau itu, diciumnya lalu disimpannya dalam sarungnya yang terbuat
dari kayu. Waktu itu hari telah agak jauh malam. Telah pukul sebelas menjelang tengah
malam. Ia menghaluskan diri, keluar dari rumah. Ia memakai ilmu angin delapan
penjuru. Di mana angin dapat lewat dari situ dia dapat keluar atau masuk. Dengan
begitu tidak seorang pun di rumah itu mengetahui, bahwa Erwin telah tiada di
kamarnya. Tetapi kalau tugasnya selesai ia akan kembali sebagai manusia biasa.
Lewat pintu. Tentu orang akan heran. Ah, biarkanlah mereka heran. Tidak apa-apa.
Yang penting tugas terselesaikan. Dan ia berharap sekali dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik. Untuk keadilan dan untuk memberi keringanan kepada
keluarga sahabatnya, walaupun dengan pembalasan, yang telah tiada juga tidak
akan bisa hidup kembali. Sebagai biasa ia membaca beberapa doa, supaya kaki melangkah ke tempat yang jadi
tujuan. Gagak yang sedari tadi tak henti-hentinya berkaok-kaok, membuat malam yang telah
agak larut itu terasa seram. Bulu kuduk orang juga pasti akan berdiri dibuatnya.
Ia berhenti di muka sebuah rumah. Di pagar tampak papan nama. Dengan mendekatkan
mata Erwin dapat membacanya. ''Daeng Guruh". Bukan nama biasa. Tetapi orang luar
biasa memang biasa punya nama yang luar biasa pula. Mungkin yang punya nama itu
bukan dilahirkan dengan nama itu. Belakangan ia merasa perlu menggantinya dengan
yang lebih pantas dengan kemampuannya.
Pintu itu tidak digembok. Mudah dibuka. Tetapi ketika hendak melangkahkan kaki
ke pekarangan, Erwin merasa kakinya hampir tak terangkat. Wah, orang ini benar-
benar bukan sembarang orang.
Tetapi untuk yang seperti itu Erwin punya penangkal. Ia menghadap ke jalan raya
dan mencoba melangkah mundur. Dan ia berhasil setelah mundur beberapa langkah ia
putar lagi badannya dan kini dengan mudah menuju rumah. Bangunan cukup lumayan.
Dalam hal yang begitu ia perlu meminta supaya dirinya mengharimau. Permintaannya
terkabul. Semula Erwin memberi salam. Tiada jawaban. Rupanya ada firasat pada orang pintar
itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukakan pintu, pak Daeng Guruh!"
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jelas pertanyaan yang empunya siapa nama pendatang di malam itu, Erwin tidak
memberi jawaban. "Buka pintu, Daeng Guruh!" Kini tanpa menyebut "pak".
Perbedaan ucapan itu dirasakan oleh Daeng Guruh. Memang benar itu rumahnya dan
dia sendiri pula yang bertanya nama. Ia berpikir, bagaimana orang ini bisa
masuk. Biasanya pendatang hanya memanggil-manggil dari luar pagar. Kalau telah
dibebaskannya pekarangan dari pagar situ barulah pendatang dapat mendekati
rumahnya. Tentu orang yang sebiji ini sudah di depan pintu. Dia sudah mengetuk-
ngetuk pintu. "Aku mau masuk Daeng," kata Erwin dengan suara keras.
"Sebutkan dulu namamu, dari mana kau, siapa yang menyuruh ke mari," pinta Daeng
Guruh terperinci. "Nama tak penting, kalau sudah kau buka kau akan tahu."
Kurang ajar betul, kutuk Daeng di dalam hatinya yang terhina oleh kata-kata
pendatang tak dikenal dan tak memperkenalkan nama itu.
Dari curiga Daeng Guruh mulai marah. Setan mana berani berkata begitu kasar
kepadanya. Ini tentu seseorang yang belum mengenal dia.
"Katakan siapa engkau!" bentak dukun besar itu. Bentakan itu dijawab dengan
tendangan keras, yang bagaimanapun handalannya telah membuat Daeng jadi kaget.
Tentunya garong yang hendak merampok karena tahu dia baru menerima banyak upah
dari orang yang meminta bantuannya. Ia bukan jago silat atau pencak, tak kenal
ilmu phisik bela diri. Tetapi ia mempunyai yang lebih daripada itu. Ilmu
kebatinan dan sihir yang bisa membuat tiap musuhnya berdiri tanpa daya di
hadapannya. Ia dapat memerintan musunnya yang bagaimanapun garangnya bersimpuh
atau sujud di hadapan kakinya.
Daeng Guruh membaca mantera. Pendatang belum sampai di kamar tempat ia ngomong-
ngomong dengan istrinya. Terdengar olehnya langkah-langkah berat. Dia tahu
pendatang ini bukan garong biasa. Mungkin punya ilmu semacam dia. Ada banyak
penjahat yang punya ilmu pukau dan penggentar atau kebal.
"Keluarlah dukun!" kata tamu yang belum kelihatan itu.
Pengecut kalau ia tak keluar dan memberi hajaran pada pendatang itu. Daeng Guruh
keluar dan berbisik pada istrinya supaya tenang-tenang saja.
Begitu sampai di ruang muka Daeng Guruh tak dapat menahan rasa terkejut yang
disertai debaran jantung. Ia hebat memang, banyak pengalaman. Berbagai macam
musuh telah dihadapi dan dijatuhkannya.
Tetapi makhluk macam ini baru kali pertama dilihatnya selama hidup. Harimau
berkepala manusia. "Mari ikut!" kata manusia harimau itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kemana dan apa maumu?" Daeng Guruh benar-benar kehilangan keseimbangan jiwa dan
pikiran. "Ikut sajalah. Kau yang bernama Daeng Guruh, bukan!"
"Ya, tapi aku tidak punya urusan apa pun denganmu. Siapakah kau yang telah
begitu berani mendobrak pintu rumahku" Kau tahu kesalahanmu?" kata dukun Bugis
itu. Dia menggertak setelah ia dapat menguasai diri kembali.
Dukun itu membaca mantera supaya manusia harimau itu kehilangan daya, tetapi ia
ditertawakan oleh si pendatang:
"Kau coba melumpuhkan atau menakuti aku. Aku datang menjemput kau dan kau harus
ikut. Belum ada orang yang menolak ajakanku!"
"Mengapa kita harus bersengketa, sedangkan kukira kau juga mempunyai ilmu. Kita
sama-sama tukang dukun, buat apa adu kekuatan. Lagi pula kita belum pernah
saling kenal. Aku tidak menyusahkanmu, buat apa kau menantang aku !"
"Jangan banyak dalih lagi Daeng. Aku mau berurusan denganmu, tetapi tidak di
rumahmu ini. Aku mau di sana, bukan rumahku dan bukan pula tempat kediamanmu."
Malu kalau-kalau dianggap takut, maka Daeng Guruh menyetujui. Otaknya dipenuhi
tanda tanya, apakah kemauan makhluk aneh tetapi pasti punya kekuatan hebat.
Gagak-gagak tetap hiruk-pikuk berputar-putar di kota Pare-Pare, kian banyak
orang terbangun, tetapi seorang pun berani ke luar. Hati mereka jadi kecut
mebayangkan bencana apa gerangan yang akan menimpa daerah mereka! Gempa, badai,
ataukah dunia akan kiamat. Ya, mungkin dunia akan kiamat. Dan semua yang
bernyawa akan mati. Uh, betapa menakutkan!
"Kau jalan di muka," kata manusia harimau.
Dukun Daeng curiga, dia menolak. "Kau sajalah," katanya.
"Baik, kalau begitu maumu!" kata manusia harimau yang tak lain daripada Erwin.
"Sebetulnya kau ini siapa?" tanya Daeng Guruh.
"Aku perantau!"
"Dari mana?" "Seberang!" "Seberang mana" Kalimantan, Jawa, Ambon, atau Morotai barangkali?"
"Bukan, Sumatera!"
"Wah, jauh juga perantauanmu. Banyak orang Bugis di sana?"
"Banyak!" "Yang pintar juga?"
"Ya, tapi yang sejahat kau kurasa tak ada!" .
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wah, perantau ini bicara terus terang, pikir Daeng Guruh. Dia dikatakan jahat,
padahal berkenalan pun baru malam ini.
"Mengapa kau kata aku jahat?"
"Jalan terus Daeng, jangan berhenti!" kata manusia.
Dukun itu malu. Rupanya pendatang itu tahu bahwa ia berhenti. Kuat benar panca
inderanya. "Kau hebat, tahu kalau aku berhenti!" kata Daeng menutupi rasa malu.
"Aku rasa tidak sepandai kau! Sekurang-kurangnya tidak sejahat kau!"
"Mengapa kau katakan aku jahat" Numpang tanya, siapa namamu. Kita sudah
berkenalan tetapi aku belum mengetahui namamu."
"Namaku Erwin. Kau memang jahat, jangan belagak tidak tahu!"
"Aku tak mengerti!" sahut dukun Daeng.
"Kau dukun merangkap pembunuh bayaran!"
"Kau sembarang ngomong. Fitnah siapa pula yang kau percayai itu?"
"Memang tengik kau Daeng. Kau memang pembunuh, Kau katakan aku mendengar fitnah.
Kau membunuh Andi Farida bukan" Setelah kau lebih dulu membuat dia gila. Apakah
itu bukan pembunuh bayaran" Kau kerjakan itu karena kau dibayar, bukankah
begitu." "Aku tak pernah membunuh dia, Erwin. Dia mati karena sudah sampai ajalnya!"
"Binatang kau. Baiklah kukatakan bahwa aku datang menghukum kau!"
"Apa sangkut pautmu dengan urusan ini!"
"Tak usah banyak tanya dukun jahanam. Bersiaplah kau!" Erwin membalik dan
menghadapi Daeng Guruh. "Gunakan semua ilmumu! Kalau aku kalah, kau akan selamat, tetapi kalau kau tak
mampu menahan aku, maka sampai di sini sajalah riwayatmu!" Dukun itu tahu, bahwa
lawannya bukan sekedar main-main, ia mau membunuh. Dan untuk menyelamatkan
nyawa, maka Daeng harus lebih dulu membunuh Erwin. Ia gunakan segala macam ilmu
gaibnya. Tetapi manusia harimau itu tidak lumpuh, tidak sujud di hadapannya.
Terang ia mempunyai ilmu yang luar biasa.
"Sebelum kau mati, katakan siapa yang membayar dirimu!" perintah Erwin.
"Katakan!" terdengar satu suara membentak di sebelah kanan Daeng. Ia menoleh,
tampak olehnya lagi makhluk seperti Erwin. Mukanya sudah tua dengan putih dan
pancaran mata penuh wibawa. Daeng jadi panik melihat Dja Lubuk yang tak
dikenalnya ada di sana. Yang begini tak pernah dimimpi atau khayalkan Dapatkah
ia melawan makhluk-makhluk ini"
"Aku pergi Erwin, selesaikanlah," kata Dja Lubuk lalu ia menghilang.
"Siapa yang menyuruhmu! Kau dengar perintah ayahku tadi?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang tadi ayahmu?"
"Jangan buang-buang waktu. Kau katakan atau tidak!"
"Kalau kukatakan, kita akan bersahabat?" tanya Daeng. Dia benar-benar sangsi
akan kesanggupan sekali ini. Dan inilah untuk pertama kali ia takut menghadapi
lawan. Itu pun karena yang menantang dia kali ini bukan manusia biasa. Dia tidak
pernah belajar bagaimana menghadapi manusia harimau dan tidak pula pernah
mengetahui sampai di mana batas-batas kekuatan makhluk itu.
"Katakanlah, tanpa syarat!" bentak Erwin.
"Baharsan yang sangat kaya itu. Bukan kehendakku Andi Farida mati!" kata dukun
Daeng yang kian tidak percaya pada diri sendiri dan mengharapkan belas kasihan.
"Kau harus membayar dengan nyawa Daeng Guruh!"
"Jangan. Aku berjanji untuk tidak lagi membantu orang yang bertujuan jahat. Aku
bersumpah!" pinta dukun itu. Erwin teringat kepada Ki Ampuh yang beberapa kali dikalahkannya dan berjanji
untuk jadi orang baik. Bahkan bersumpah untuk jadi saudara, tetapi akhirnya dia
berkhianat dan dimakan oleh sumpahnya sendiri.
Kutukan itu membuat dia jadi babi.
Erwin memandang Daeng Guruh.
"Aku tak percaya pada janji. Bahkan ragu-ragu pada sumpah. Banyak orang di zaman
ini berani bersumpah dan tidak takut melanggar sumpahnya sendiri!"
Manusia harimau itu menerkam sang dukun yang lalu jatuh terjajar karena lututnya
sudah gemetaran. Inilah rasa takut terbesar dalam riwayat hidupnya. Selama belum jadi dukun pun
ia tidak pernah takut seperti ini.
Manusia harimau itu tidak langsung membunuh. Dipandanginya dukun itu.
"Ampuni aku," mohon Daeng Guruh.
"Kau tak malu minta ampun?" tanya Erwin.
"Aku belum mau mati. Aku mau jadi orang baik! Beri aku kesempatan." Bersamaan
dengan permohonan dukun itu, kuku sang manusia harimau merobek dadanya,
mengeluarkan seluruh isi perutnya.
Setelah itu paha dan tangan Daeng Guruh dirobek-robek. Erwin menyeret tubuh yang
sudah kehilangan nyawa beberapa meter dari sana, sehingga meninggalkan bekas
pada tanah yang agak becek oleh hujan pada malam kematian Andi Farida. Erwin
sengaja tidak mencederai muka dukun itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat dengan mata yang tajam dan membaui dengan penciuman hidung yang luar
biasa kekuatannya, burung-burung gagak yang banyak beterbangan itu merendah
bahkan ada yang mulai turun ke tanah. Erwin mengaum beberapa kali.
Burung-burung itu terkejut dan jadi takut mendengar suara yang belum pernah
mereka kenal tadinya, tetapi pasti mengandung bahaya yang amat besar, pergi
menjauh. Pare-Pare menjadi sepi kembali. Ada orang merasa lega tetapi banyak
pula yang menanti dengan cemas, apalagi yang akan terjadi sesudah pertanda yang
begitu menyeramkan. Erwin kembali lagi ke rumah sahabatnya. Doanya menjadi manusia biasa kembali
terkabul, ia mengetuk pintu. Sabaruddin sendiri membukakan, heran darimana
sahabatnya itu, tetapi mulutnya bagaikan terkunci.
Dia tidak bertanya apa-apa. Dibiarkannya Erwin masuk kamarnya. Setelah terbaring
di tempat tidurnya, berbagai macam pertanyaan timbul di hati Sabaruddin dan
menyesal mengapa ia tidak menyapa Erwin.
Jangan-jangan sahabatnya itu menyangka dia marah, karena begitu jauh malam minta
dibukakan pintu. *** PAGI-PAGI sekali Erwin telah bangun, kemudian terdengar suara azannya yang amat
syahdu, menggema di dalam rumah sampai ke lingkungan sekitar. Segenap keluarga
Sabaruddin yang memang tak bisa lelap tidur, semula jadi heran kemudian kagum
dan tambah senang dengan dukun muda itu. Semua orang Bugis, laki-laki, wanita,
tua dan muda umumnya taat beragama, bahkan ada yang fanatik. Dikecualikan satu
dua orang yang barangkali lain daripada mereka oleh karena pengaruh lingkungan
pula. Pukul tujuh ketika mereka sarapan pagi, terdengarlah berita itu. Ada dukun mati
di pinggir jalan dengan isi perut berhamburan, tangan dan kaki penuh luka.
Seluruh masyarakat Pare-Pare segera mengetahuinya. Kabar yang tak pernah terjadi
selama umur kota itu menjalar ke segenap pelosok bagaikan api ditiup angin
tatkala panas sedang terik-teriknya. Inikah bencana yang diberi tahu oleh
keriuhan burung gagak malam tadi"
Erwin yang sama-sama sarapan pagi hanya mendengarkan, tidak memberi tanggapan
spa-spa. "Kau dengar bunyi gagak yang barangkali ratusan banyaknya malam tadi Er?" tanya
Sabaruddin. "Ya, aku pun heran. Belum pernah terjadi di Jakarta atau di tempat-tempat lain
di mana aku pernah tinggal. Tetapi itu pertanda buruk," jawab Erwin.
"Banyak orang mengira akan terjadi gempa hebat. Malahan ada yang menyangka akan
kiamat dunia ini!" Erwin tidak menanggapi. Kemudian Sabaruddin bertanya, apakah Erwin melihat
gagak-gagak itu. Erwin menjawab bahwa ia sengaja keluar untuk melihatnya. Dan karena terang bulan
ia dapat melihatnya dengan jelas, ratusan banyaknya.
"Padahal malam kemarin turun hujan dan gelap sekali," kata paman Sabaruddin.
"Orang yang meninggal dalam keadaan mengerikan itu, kabarnya dukun Daeng Guruh.
Mereka menceritakan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa luka-lukanya itu bukan kena bacokan. Dadanya yang koyak juga bukan oleh
pisau atau badik! Aku akan pergi melihat, sampai di mana kebenaran cerita orang-
orang itu!" "Ah, tentu sudah dibawa ke rumah sakit," sela Sabaruddin.
"Kurasa tidak. Polisi tentu hendak memeriksa di tempat dan karena kejadian ini
luar biasa, tentu akan dipanggil orang-orang yang ahli dalam soal luka. Misalnya
dokter. Pembunuhan ini bukan pembunuhan biasa!"
"Kau mau turut melihat Erwin?" tanya Sabaruddin.
"Hm, tak usah. Aku pernah melihat orang mati dibunuh seperti yang diceritakan
itu. Di Surabaya dan di Jakarta!" jawab Erwin.
"Apa hasib penyelidikan Polisi di sana?" tanya paman Sabaruddin.
"Orang-orang itu diterkam dan dikoyak-koyak harimau. Jantung dan hatinya juga
dikeluarkan dari perut."
"Tidak dimakan harimau itu?"
"Tidak!" jawab Erwin.
"Aneh, kata orang binatang buas suka isi perut korbannya."
Erwin tidak menanggapi, Sabaruddin bertanya kepada pamannya apanya saja yang
dimakan harimau itu. "Tidak ada. Ia hanya mengeluarkan isi perut dan merobek kaki dan tangan dukun
itu. Muka orang itu malah tidak dirusaknya," ujar paman Sabaruddin.
"Lalu, burung gagak itu! Apakah mereka tidak turun beramai-ramai memakan mayat?"
"Kurasa tidak. Tak ada bagian badannya yang hilang. Harimau tak memakannya,
burung-burung gagak juga tidak!" kata paman Sabaruddin.
"Heran. Harimau apa itu?" lalu Sabaruddin teringat kepada harimau yang mengaum
di kuburan dan di rumah kemarin siang dan malam.
Erwin merasa bahwa sahabatnya menanti penjelasan. Ia tidak mau bertanya,
khawatir kalaukalau Erwin tersinggung.
"Harimau itu bukan harimau liar. Ia harimau manusia seperti ayahku yang datang
tadi malam, walaupun tidak memperlihatkan diri!"
"Beliaukah yang membalaskan dendam kami?"
Erwin tidak menjawab pertanyaan itu tetapi berkata:
"Harimau manusia tidak makan orang. Sebenarnya ia manusia seperti kita-kita ini.
Tetapi oleh suatu sumpah beratus atau beribu tahun yang lalu oleh nenek-nenek
moyangnya, akibatnya masih ada sampai kini. Manusia harimau makan makanan
seperti yang dimakan manusia. Tetapi selain itu oleh kekuatan gaib yang ada
dalam dirinya ia juga makan sesajian yang oleh sementara orang biasa
dipersembahkan untuk orang halus atau arwah-arwah keluarga yang kadangkala
datang menjenguk yang masih hidup sebagai manusia biasa."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sabaruddin bertanya apakah manusia harimau mempunyai persamaan dengan harimau
piaraan. "Ada persamaan. Badannya. Harimau piaraan memang harimau benar yang oleh
kekuatan yang empunya bisa disuruh apa saja. Yang empunya juga bisa membuat
piaraannya itu tidak kelihatan oleh siapapun. Bagaikan orang halus. Itulah
sebabnya harimau piaraan bisa masuk ke gedung bagaimanapun kokohnya. Ia masuk
sebagai orang halus. Asalkan angin dapat lalu, maka ia pun dapat lalu di sana.
Setiba di dalam rumah barulah ia menjadi harimau."
Sabaruddin, pamannya dan keluarga lain yang turut mendengar, membayangkan apa
yang dilakukan oleh orang halus yang jadi harimau di dalam rumah.
"Apakah harimau piaraan ini mau memakan munusia?" tanya paman Saburuddin.
"Mau, seperti harimau biasa!"jawab Erwin.
"Jadi orang di dalam rumah yang dimasukinya akan habis dimakannya?"
"Tidak. Ia hanya membunuh atau memakan orang yang jadi sasarannya. Yang sesuai
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan peperintah pemiliknya!"
"Yang lain tidak diganggunya?"
"Tidak. Kalau ia merusak yang lain di luar perintah pemiliknya, ia akan
dihukum!" jawab Erwin.
"Manusia menghukum harimau?" tanya Sabaruddin.
"Ya. Sebagai piaraan, harimau itu sebenarnya punya status budak. Ia harus taat
pada poerintah tuannya. Istilah populernya sekarang, boss-nya!"
Semua yang mendengar merasa heran dan dirasuk rasa ngeri.
"Yang membunuh dukun Daeng Guruh itu, di mana beliau sekarang?" tanya paman
Sabaruddin. Dia mempergunakan perkataan "beliau" karena takut kualat, atau manusia harimau
itu marah kalau kurang dihormati. Lagi-lagi Erwin tidak menanggapi, seakan-akan
ia tidak mendengar pertanyaan itu.
"Harimau piaraan takut sekali dihukum oleh bossnya." kata Erwin meneruskan
ceritanya tentang harimau yang dikuasai manusia. "Majikannya itu bisa membuatnya
jadi babi atau semut."
Yang mendengarkan tambah takjub. Di Sulawesi Selatan juga banyak orang pintar,
tetapi belum terdengar tentang dukun yang bisa memperbudak harimau. Ahli sihir,
guna-guna segala macam, teluh dan bunuh jarak jauh ada disana.
"Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada manusia harimau yang membunuh Daeng
Guruh, bagaimana caranya Erwin?" tanya Sahuruddin.
"Tak usah. Dia tidak mengharapkan terima kasih!" jawab Erwin.
"Tetapi kami merasa berhutung budi."
"]angan,nanti dia merasa dihina."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tak dapatkah kami melihat beliau?" tanya paman Sabaruddin.
Ini pun tiduk dijawab oleh Erwin. Ia meneruskan ceritanya tadi.
"Tetapi harimau piaraan yang disia-siakan oleh majikannya tidak akan patuh lagi
kepada yang empunya. Bahkan ia dapat melawan!"
"Tapi bagaimana caranya?" tanya ayah Sabaruddin yang sejak tadi mendengarkan
dengan asyik dan berbagai perasaan.
"Kalau majikan melupakan kewajiban terhadap piaraannya maka kekuatannya atas
harimau itu akan hilang. Itulah suatu keadilan dalam ikatan tak tertulis antara
si harimau piaraan dengan yang empunya. Ia bisa berbalik menerkam tuannya.
Tetapi ia tidak mau memakan daging atau isi perutnya. Itu suatu pantangan.
Harimau bekas piaraan itu akan mengganas sampai ia menemukan tuan baru yang
dapat menjinakkannya. Dan ia akan bersedia menjadi budak majikannya yang baru."
"Ajaib," kata paman Sabaruddin.
"Dunia ini penuh dengan keajaiban. Oleh kesibukan duniawi atau ketidak-percayaan
terhadap rahasia-rahasia yang tak terjelaskan oleh pengetahuan modern, maka
hanya amat sedikit manusia yang mengenal keajaiban keajaiban ini," kata Erwin.
"Tetapi," kata Sabaruddin, "Dukun itu menjahili adikku Farida tentu atas suruhan
seseorang. Dengan kematiannya, maka gelaplah bagi kita siapa yang menjadi dalang."
"Tidak," kata Erwin. "Yang menyuruh atau mengupah dukun itu juga akan menerima
hukumannya!" "Manusia harimau itu tahu?" tanya ayah Sabaruddin.
Erwin diam dan bangsawan Bugis yang baru kehilangan anak itu tidak mengulangi
pertanyaannya. Entah apa yang jadi penyebab, tetapi ia tidak lagi menanyakan apa
yang ia ingin tahu. Pada saat itulah mendadak muka Erwin jadi pucat, karena ia merasakan pertanda
itu. Bahwa ia akan berubah rupa. Badannya mendingin, ia tahu bahwa tidak ada
waktu lagi untuk menutupi rahasia dirinya.
"Aku mohon," katanya. "Jangan kalian jadi takut. Jangan takut. Aku tidak akan
berbahaya. Jangan kalian lari dan jangan bikin heboh. Tolonglah aku!"
Keluarga Bugis itu jadi tak mengerti, heran bercampur takut.
Semua berjalan cepat sekali.
Erwin berubah, ia mulai berekor, kemudian badannya berubah jadi harimau. Semua
orang di situ jadi ketakutan, tetapi tak seorang pun dapat beranjak dari
tempatnya duduk. Karena tak berdaya untuk bangkit atau karena takut melanggar
pesan Erwin yang tadi telah mengatakan agar mereka jangan takut. Kini Erwin
telah berubah seluruhnya, hanya mukanya yang masih manusia.
Keringat membasahi seluruh mukanya. Tetapi matanya sayu, kelihatan sedih penuh
derita. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan kalian ceritakan ini kepada siapapun," pinta Erwin. "Hanya kalian yang
tahu. Kalau ada yang menceritakan kepada orang lain, aku akan sangat sedih dan
tersinggung. Aku tetap sahabat kalian selama kalian bersikap sahabat terhadap
diriku!" Di antara keluarga Sabaruddin ada yang gemetar, bahkan ada yang terkencing. Yang
mereka persaksikan ini sesuatu yang tak masuk akal, tetapi toh suatu kenyataan
yang tak dapat dimungkiri. Bukan khayal, bukan mimpi.
"Aku ke kamarku ya," kata Erwin. Ia berjalan dengan langkah tegap bagaikan
langkah harimau liar. Ia langsung masuk ke kamarnya.
Semua keluarga Sabaruddin saling pandang.
"Jangan langgar pesannya," kata ayah Sabaruddin. Sabaruddin sendiri jadi
teringat pada peristiwa malam yang lalu, ia yang membukakan pintu untuk Erwin di
tengah malam. Jelas Erwin dari luar. Diakah yang membunuh Daeng Guruh" Ya,
barangkali dia. Tetapi dia lebih suka merahasiakannya. Kasihan Erwin. Ia begitu
baik, kini ternyata dia hidup aneh penuh derita.
Tak ada seorang pun di antara mereka bertanya. Semua membisu dengan pikiran dan
perasaan masing-masing. *** TIBA di kamar, Erwin tak kuasa lagi menekan tangisnya. Ia terisak-isak sampai
terdengar ke luar. Sabaruddin dan keluarganya turut bersedih. Rasa takut yang
mencekam tadi berubah jadi rasa kasihan. Tadinya mereka
membayangkan apa yang dinamakan manusia harimau itu tentunya makhluk yang ganas.
Tak mereka sangka, bahwa mereka hidup dalam kecemasan dan kesedihan. Seperti
nasib Erwin, ia berdaya upaya merahasiakan hidupnya, merahasiakan apa yang
sebenarnya telah dilakukannya untuk membalaskan dendam keluarga sahabatnya.
Seperti dikatakannya tadi, manusia harimau yang membunuh dukun Daeng tidak
mengharapkan balasan budi. Bahkan tidak mengharapkan ucapan terima kasih. la
berbuat tanpa pamrih. Kiranya dia sendiri pun manusia harimau. Kini bukan hanya
Sabaruddin, tetapi semua keluarga berkeyakinan bahwa Erwin sendirilah yang telah
membalaskan sakit hati mereka pada dukun yang membuat Farida gila sehingga
kemudian mati. Sabaruddin tak dapat mencegah air mata membasahi pipinya. Ia sangat terharu akan
kebaikan hati dan penderitaan sahabatnya.
*** ERWIN memandangi dirinya. Sebagai manusia harimau ia dapat berbuat banyak, yang
tak terlakukan oleh Manusia biasa. Tetapi sebagai manusia harimau ia juga mempunyai saat-saat
penderitaan yang tak dialami oleh manusia biasa.
"Ayah, mengapa kita bernasib begini?" keluh Erwin pelan. Dia tak tahu kepada
siapa lagi hendak mengadukan nasib. Sebagaimana biasa dalam hal-hal seperti itu,
maka Dja Lubuk tak tega membiarkan anaknya sendirian. Ia datang, berdiri di
samping Erwin. "Sudah kukatakan dulu, agar kau jangan menyesali nasib. Ini suatu penderitaan
memang, tetapi jangan kau kira hanya kita yang menderita di permukaan bumi Allah
ini. Semua orang punya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hari-hari gelap di dalam hidup masing-masing. Baru saja kau ketahui sendiri,
bagaimana keluarga, bangsawan, kaya dan baik hati sahabatmu Sabaruddin
kehilangan orang yang mereka sangat kasihi. Orang yang tak berdosa pada Daeng
Guruh. Kalau mau dikata salah, maka kesalahannya hanyalah karena ia tak mau
menerima lamaran Baharsan. Kau tahu, menjadi hak tiap wanita untuk menolak orang
yang tak berkenan di hatinya. Sebagai manusia harimau kau telah membalaskan
sakit hati sahabatmu dan keluarganya. Manusia biasa tak akan sanggup
melakukannya seperti itu. Jadi kau juga punya kelebihan," kata Dja Lubuk tenang
meringankan kesedihan anaknya. Kedatangan Dja Lubuk tidak sia-sia. Anaknya
merasa agak ringan, menerima nasib yang telah ditentukan bagi dirinya.
Hampir satu jam Erwin dalam keadaan demikian. Setelah ia menjadi manusia
kembali, ayahnya pergi. Erwin tentu saja tidak bisa terus-menerus mengurung diri. Mau keluar kamar ia
malu. Apa pikir dan bagaimana perasaan keluarga Sabaruddin setelah melihat
dengan mata kepala sendiri, bahwa ia bukan manusia normal sebagai hampir semua
manusia wajar di dunia" Tetapi akhirnya ia dapat menguatkan hati. Kenyataan ini
harus ia hadapi dan terima.
Erwin keluar dengan macam-macam perasaan dan pikiran. Melihat ini Sabaruddin
menjadi lega, begitu pula keluarganya. Mereka tadinya menyangka, bahwa ia akan
menghilang begitu saja dari rumah itu tanpa dapat mereka lihat. Dan di luar
dugaan Erwin, semua menyalaminya. Bahkan ada yang mencium tangannya tanpa sempat
dicegah oleh Erwin. Rupanya mereka menaruh hormat padanya.
"Mari kita makan sedikit," kata ayah Sabaruddin.
"Tetapi kita baru saja sarapan Pak," kata Erwin.
"Marilah, sedikit saja,?" ajak orang tua itu. Dan mereka makan bersama, walaupun
sebenarnya belum tiba waktu makan.
"Maafkan saya atas kejadian tadi," kata Erwin.
"Jangan berkata begitu, tak ada yang harus dimaafkan, karena tidak ada siapapun
membuat kesalahan. Kami semua sayang pada nak Erwin," ujar paman Sabaruddin.
*** KINI sudah hampir segenap penduduk membicarakan peristiwa pembunuhan atas diri
Daeng yang dukun terkenal itu. Polisi dibikin sibuk karena menghadapi suatu
kejadian untuk pertama kali selama mereka bertugas sebagai penjaga keamanan.
Pembunuhan sudah pasti. Tetapi yang membunuh bukan manusia, ini pun sudah pasti.
Istrinya yang ditanyai setelah ia sadar dari pingsannya mengatakan, bahwa dukun
itu pergi dengan seseorang yang datang dengan cara yang kasar, tetapi ia tidak
melihat siapa orang itu, karena suaminya melarangnya ke luar.
Istri Daeng meyakinkan Polisi bahwa yang datang itu manusia, ia dengar tanya
jawab antara pendatang dengan suaminya. Ia menambahkan bahwa orangnya tentu
besar, karena langkahnya berat.
KETERANGAN yang diberi oleh istri dukun Daeng membuat Polisi menghadapi suatu
misteri yang lebih besar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagaimana bisa terjadi" Yang keluar dari rumah bersama dukun itu adalah manusia.
Yang membunuh tak jauh dari rumahnya sendiri pasti binatang yang bertenaga besar
dan berkuku tajam seperti beruang atau harimau. Jejak yang ditinggalkan si
pembunuh adalah jejak harimau sedangkan di Sulawesi, baik Utara, Tengah maupun
Selatan tidak ada harimau.
Banyak penduduk jadi ketakutan, kalau-kalau makhluk aneh itu punya rencana untuk
menteror di sana Dukun Daeng kebetulan saja orang pertama. Siapa lagi akan
menyusul" Tetapi beberapa orang penduduk sederhana yang tinggi ilmunya memperhitungkan
kemungkinan bahwa Daeng dibunuh oleh musuhnya. Barangkali saja ada sesama dukun
yang sakit hati padanya. Tetapi siapa"
Sepanjang pengetahuan mereka di Pare-Pare tidak ada dukun pemelihara binatang
buas. Yang ada pemelihara kelabang, kalajengking atau ular kecil yang amat
berbisa. Polisi tidak dapat menahan seorang pun karena tidak ada yang bisa
disangka. Tetapi Kepala Polri setempat mengerahkan sejumlah bawahannya untuk
berjaga-jaga dan bersiap terhadap apa yang mungkin terjadi. Sebenarnya ia
sendiri tidak bisa meramalkan apa yang kira-kira mungkin terjadi itu.
Tidak banyak penduduk yang mau keluar rumah setelah jam tujuh malam, tetapi
anak-anak muda yang memandang kejadian mengerikan itu hanya suatu keanehan,
tidak menghiraukan bencana susulan. Hanya seorang laki-laki masih muda dan
hartawan yang berdebar dan mendadak merasa khawatir ketika mengetahui kematian
dukun Daeng Guruh yang sangat aneh itu. la perlukan pergi melihat ke tempat
kejadian dan masih sempat mempersaksikan mayat dukun itu dengan isi perut
berhamburan. Ia juga melihat jejak harimau di tanah lembab oleh curahan hujan
pada malam kematian Farida Mappe. Pada saat itu jantungnya berdebar lebih
kencang dan tubuhnya menggigil.
Laki-laki itu juga langsung teringat pada Andi Farida yang mati satu malam lebih
dulu dari dukun tersebut. Ia bagaikan diperintah untuk mengaitkan kedua
peristiwa itu. Kematian Farida dan kematian dukun.
Ia berusaha menghilangkan pikiran yang mengganggu benaknya, tetapi ia tak
sanggup. Ia yakinkan dirinya sendiri bahwa kedua kejadian itu ada hubungannya,
walaupun ia tidak dapat menerangkan mengapa ia berkeyakinan begitu. Ia cepat-
cepat kembali ke rumahnya, mengunci diri dalam kamar. Ia mau menenangkan diri.
Tetapi apa yang terjadi membuat dia terjerit dan mengucurkan keringat. Muka dan
bajunya jadi basah. Ibunya bergegas datang karena terkejut oleh jeritan itu.
"Ada apa Bahar?" tanyanya.
"Dia datang ibu," jawab laki-laki yang bernama Baharsan. "Itu dia!" katanya
sambil menunjuk ke suatu pojok kamarnya.
"Dia siapa" Aku tak melihat siapapun. Kau berkhayal, apakah kau demam?"
"Tidak demam, tidak berkhayal. Itu Farida!" Mendengar nama ini perempuan itu
jadi pucat. Farida meninggal kemarin. Dia ingat beberapa bulan yang lalu pernah melamarkan
gadis itu untuk anaknya. Setelah itu tiada lagi hubungan. Kini setelah meninggal
rohnya mendatangi Baharsan.
Baginya ini suatu pertanda bahwa gadis itu selalu teringat pada anaknya dan
tidak rela berpisah dengan dia.
"Oh kasihan Farida. Kini aku baru tahu. Rupanya orang tuanya saja yang tidak
menyukai kita. Mereka yang menolak, sedangkan Farida suka padamu!" kata perempuan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar cerita baru ini Baharsan menangis. Ia pun percaya pada apa yang
dikatakan ibunya. "Sudahlah nak. Nasibnya buruk. Dia mati karena merana mengingat kau!"
Baharsan tidak mengatakan apa yang telah dipintanya pada dukun Daeng Guruh. Ia
membayar orang itu untuk membuat Andi Farida Mappe jadi gila karena sakit hati
pinangannya ditolak. Ia menyangka, bahwa wanita itu tidak menyukainya, padahal
kini ibunya mengatakan bahwa sebenarnya roh itu datang karena tak mau berpisah
dengan dia. "Pelan-pelan ia akan tenang di kuburannya!" kata ibu Baharsan.
"Apa yang harus kulakukan untuk membuat dia tenang?" tanya laki-laki itu. Kini
terharu. Betapa besar sesalnya menganiaya orang yang dicintainya dan tanpa
diketahuinya juga mencintai dirinya.
"Pergilah ziarah ke kuburannya. Bawa dan taburkan kembang lima macam dalam lima
warna. Siram dari kepala ke kaki lima kali dan katakan bahwa kau pun kelak akan
menyusulnya. Kau tahu, tiap manusia pada suatu hari akan mati!"
Baharsan berjanji akan pergi pada esok harinya.
"Waktu yang paling baik adalah pagi-pagi benar, di saat orang bersembahyang
subuh atau ketika terdengar 'azan magrib."
"Aku akan pergi besok waktu subuh. Ibu tolong mencarikan bunga itu," pinta
Baharsan kepada ibunya. Hati laki-laki itu belum tenang, tetapi ia percaya bahwa setelah melakukan apa
yang dikatakan ibunya wajah wanita yang telah meninggal itu tidak lagi akan
datang ke kamarnya. Walaupun Farida cinta padanya, tetapi ia
sangat takut. Karena ia telah bersekongkol dengan dukun Daeng Guruh.
Malamnya Baharsan tetap tidak bisa tenang. Bayangan Farida terus datang dan
membuat dia takut. LAIN pula yang terjadi dengan Erwin. Pada petang itu ia sudah berniat untuk
mendatangi Baharsan di rumahnya. Ia sudah tahu di mana laki-laki kaya itu
tinggal. Ia ingin segera melaksanakan apa yang ia rasa jadi kewajibannya sebagai
sahabat Sabaruddin. Tetapi ketika ia akan melangkah ke luar pekarangan, terdengar olehnya suara yang
tak asing itu. Suara ayahnya. Tak lama kemudian orang tua yang sudah lama
dikuburkan itu berdiri di hadapannya dalam bentuk manusia. Sebagai biasa, gagah
dengan misainya yang tebal putih dan pandangan penuh wibawa.
"Ayah datang?" tanya Erwin lalu menyalam dan mencium tangan orang tua itu.
"Kembalilah ke rumah. Tak usah sekarang!" ujar Dja Lubuk.
Rupanya ayahnya itu memang serba tahu. Dan ia menyuruhnya kembali saja ke rumah. Artinya
tidak tepat melaksanakan rencananya di saat itu. Ia memandang ayahnya tanpa
tanya tetapi sebenarnya ia ingin penjelasan.
"Kau akan mengetahuinya," kata Dja Lubuk menjawab pertanyaan yang tidak
dikeluarkan anaknya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manusia harimau tua itu menghilang, Erwin kembali ke rumah.
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seperti malam kemarinnya bulan bersinar terang. Dan untuk kedua kalinya penduduk
Pare-Pare dibuat takut oleh bunyi burung gagak beramai-ramai, menegakkan bulu
roma. Kini mereka tidak lagi khawatir akan datang gempa atau dunia kiamat, tetapi
bertanya di hati masing-masing, siapa pula akan menerima giliran seperti Daeng
Guruh yang dukun kenamaan itu.
Banyak dukun di kota dan di sekitar Pare-Pare menjadi pucat dan membaca berbagai
doa yang mereka ketahui untuk menolak bala.
Apakah akan ada orang yang menggedor pintu rumah sebagai yang diceritakan istri
Daeng Guruh" Kemudian membawanya pergi untuk kemudian mati dikoyak oleh makhluk
yang tidak mereka ketahui jenisnya" Anggota-anggota Polisi yang ditugaskan
menjaga keamanan dan menembak makhluk yang diduga harimau atau beruang besar pun
turut merasa ngeri mempersaksikan begitu banyak burung gagak beterbangan, jelas
kelihatan di bawah sinar bulan.
Tiap burung bagaikan membawa iblis atau setan yang mengintai orang berikut yang
akan dijadikan korban. Dengan kaki dan tangan gemetaran disertai rasa takut,
apakah mereka akan sanggup membidik dan merobohkan sasaran"
Apakah bukan makhluk ganas itu yang akan merenggut nyawa mereka" Lewat tengah
malam suara burung-burung itu berhenti pula. Dan penduduk menyangka, bahwa sang
makhluk aneh telah mengambil korbannya.
Itu makanya gagak-gagak itu pergi. Besok pagi mereka akan mendengar siapa
gerangan yang mati dengan isi perut terburai dan kaki tangan dikoyak-koyak! Dan
semua mereka bersyukur karena saat-saat yang mencekam telah berlalu pula.
Bab 3 ERWIN yang bisa tertidur tenang setelah bertemu dengan ayahnya tidak tahu bila
suara gagak-gagak itu berhenti. Ketika ia terbangun, ia lihat jam telah
menunjukkan waktu subuh. Seperti pagi kemarin ia mengambil wudhu, lalu 'azan
dengan suaranya yang syahdu, membuat seisi rumah pun turut terbangun dan
melaksanakan shalat subuh. Kemudian ia pergi ke halaman, penghuni rumah yang
menyangka bahwa ia ingin menghirup udara sejuk.
Tanpa diduga Erwin merasakan pertanda yang sudah kerapkali datang itu. Dan tak
lama kemudian ia berubah. Tubuhnya telah menjadi harimau. Erwin mengikutkan ke
mana dirinya dibawa kaki dan tanpa dimaksud atau direncanakan ia sampai ke pintu
masuk sebuah kuburan. Ia sudah mengenal tempat ini. Kuburan di mana dua hari
yang lalu Andi Farida dimakamkan.
Ia tidak tahu mengapa ia sampai ke sana, tetapi ia terus saja menurutkan gerak
kakinya yang membawanya ke dalam.
Tiba-tiba ia melihat seseorang. Ketika ia mendekat diketahuinya bahwa kuburan
baru itu adalah kuburan Andi Farida.
Mengapa orang ini sepagi itu di sana" Siapa dia". Erwin merasa heran. Tidak
biasanya orang ziarah sepagi itu.
"Itulah dia," kata satu suara. Tidak keras, tetapi cukup jelas. Suara ayahnya
lagi. Dan Erwin segera tahu, siapa yang dimaksud ayahnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manusia ini tentu Baharsan. Tetapi mengapa dia ke sana" Mau mencuri mayat
Farida" Ia berpikir dan bertanya-tanya tanpa ada yang menjawab, Erwin telah tiba
beberapa meter di belakang peziarah itu.
Manusia harimau berdiri di sana, ingin mempersaksikan apa yang akan dilakukan
orang itu. Peziarah itu membuka bungkusan yang ternyata berisi bunga. Dan bunga ini lima
jenis dalam lima warna. Di sisinya tampak botol berisi air putih. Untuk
disiramkan nanti. Ia sama sekali tidak tahu bahwa ada makhluk lain
memperhatikannya. Ia yakin bahwa takkan ada peziarah lain pada waktu masih
begitu pagi. Laki-laki itu, yang tak lain daripada Baharsan yang mengikuti nasihat ibunya,
memandangi kuburan yang baru berusia dua hari itu.
"Aku tidak tahu Farida. Aku telah salah sangka. Kukira kau yang menolak,
pinanganku, tetapi ternyata orang tuamu yang tidak setuju," kata Baharsan pelan
tetapi cukup jelas di waktu sesepi itu.
"Katakan, bahwa kau memaafkan aku!" pinta Baharsan.
Pada detik itulah mendengar suara geledek. Hanya sekali, kemudian senyap
kembali. Baharsan terkejut. Begitu pula mereka yang sedang shalat atau masih
tidur. Apa pula artinya itu!
Bersamaan dengan rasa terkejut, Baharsan tiba-tiba menjadi takut. Pandangan
matanya seperti menembus tanah yang ditimbunkan di lobang makam Andi Farida dan
di sana ia melihat gadis itu terbaring berbungkus kain kafannya. Laki-laki yang
hendak membebaskan diri dari kejaran roh Andi Farida itu menaburkan bunga dengan
jari-jari gemetar. Setelah itu ia mulai menyiramkan air dari botol yang
dibawanya. Ia mengucapkan kata-kata yang diajarkan ibunya. "Andi Farida Mappe, pada
waktunya kelak aku akan menyusulmu. Nantikanlah kedatanganku!" ujar Baharsan.
"Kapan kau hendak menyusul?" tanya satu suara secara tiba-tiba.
Baharsan terkejut lagi, lebih daripada ketika mendengar geledek tadi. Suara
siapa itu" Hantu, jin ataukah salah satu mayat yang bangkit dari kuburnya. Suara
itu pasti bukan suara wanita.
Bukan suara Andi Farida. Baharsan tidak berani menoleh, tidak pula dapat
menjawab. "Aku bertanya, kapan engkau hendak menyusulnya?" bunyi suara itu lagi.
Di pagi yang masih berhawa sejuk itu, Baharsan berkeringat.
"Kau tak mau memandang aku?" tanya suara itu.
Baharsan tidak juga dapat berkata, bimbang dan takut bukan kepalang.
."Menolehlah kepadaku Baharsan," ujar suara itu. Pelan tetapi mengandung nada
perintah. Bagaikan digerakkan oleh suatu kekuatan laki-laki itu menoleh ke belakang. Ia
hendak menjerit, tetapi tak kuasa. Suaranya tertahan. Makhluk apakah yang
dilihatnya itu" "Mengapa kau suruh Daeng Guruh membuat Andi Farida jadi gila sampai mati?" tanya
makhluk itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baharsan tidak bisa menjawab. Takutnya kian menjadi-jadi, seluruh tubuhnya
gemetar. "Kau pun akan meninggalkan dunia ini Baharsan. Tetapi bukan untuk menyusul Andi
Farida." Suara itu berhenti lagi. Laki-laki itu jelas mendengar apa yang dikatakan harimau berkepala manusia itu.
Bahwa dia pun akan meninggalkan dunia.
"Kau harus menyusul dukunmu yang mati kemarin. Karena dialah yang kau upah untuk
melakukan kejahatan dan pembunuhan!"
Manusia harimau itu melangkah, Baharsan pingsan, rebah terkulai.
MANUSIA harimau yang hendak membalaskan dendam sahabatnya itu mendekat dan
mengetahui dengan amat mengecewakan hatinya, bahwa Baharsan telah tidak sadarkan
diri. Dia duduk memikirkan sesuatu. Memang dia datang ke kuburan ini dengan
menurutkan bawaan kakinya untuk membunuh Baharsan. Sebenarnya dia tak suka
membunuh, tetapi dalam hal ini nyawa dibayar nyawa adalah wajar, begitu
pikirnya. Lalu mengapa tidak dilaksanakannya saja niatnya. Begitu mudah mencabut nyawa
orang yang sedang tidak sadarkan diri. Dia tidak akan melawan, tidak pula dapat
menjerit. Tetapi manusia harimau ini tidak suka dengap pembunuhan yang begitu.
Dipanggulnya tubuh Baharsan dan dengan langkah secepat mungkin ia pergi dari
sana, keluar kota masuk ke hutan belukar.
Orang itu belum juga sadarkan diri. Si manusia harimau menunggu dengan sabar.
Tetapi tanpa dipintanya, ia berubah pula jadi manusia.
Di waktu itu pulalah Baharsan siuman kembali. Ia memandang ke sekitar. Pelan-
pelan ingatannya kembali. Dilihatnya ada orang lain di sampingnya. Ia heran. Di
mana dia sekarang" Sepanjang ingatannya dia tadi berziarah ke kuburan Andi Farida. Lalu tak tahu
apa yang terjadi. Kini dia berada dalam sebuah hutan kecil.
"Di mana aku?" tanya Baharsan mula-mula.
Erwin tidak menjawab. Laki-laki itu bertanya lagi, bagaimana ia bisa sampai ke sana sedangkan tadi ia
berada di kuburan orang yang amat dicintainya.
"Entahlah," jawab Erwin. "Aku pun tak tahu. Kulihat kau pingsan di sini, lalu
kutunggui." "Kau siapa?" tanya Baharsan.
"Erwin. Aku orang Sumatera datang melihat-lihat kotamu."
"Tetapi mengapa kau sampai di hutan ini" Lebih baik kita keluar, kembali ke
kota," ujar Baharsan.
"Tak usah terburu-buru!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Untuk apa kita di sini. Nanti kita diserang, mungkin dimakan ular! Mengapa kau
sampai ke dalam hutan ni?" tanya Baharsan lagi.
Ia jadi curiga. Tetapi wajah orang yang baru dikenalnya itu tidak memperlihatkan
tanda tanda penjahat. "Baiklah aku berterus terang," kata Erwin. "Aku membutuhkan engkau. Tapi tidak
sekarang." "Katakanlah barangkali aku dapat menolong. Kau telah berbaik budi menunggui aku
di sini!" "Aku akan ke kota mencari makanan."
"Kita makan ke rumahku saja," ujar Baharsan.
"Tak usah. Kau menunggu di sini. Aku yang akan mengambil makanan!"
Baharsan heran, mulai takut. Apa kemauan atau rencana orang ini, tanyanya di
dalam hati. Apakah dia dalam tangan penculik yang akan meminta uang tebusan"
"Aku tak mau tinggal," kata Baharsan. Suaranya telah berubah nada, menandakan
kegelisahan. Erwin memandangnya dan berkata tenang: "Kau tak punya pilihan lain daripada yang
kukatakan!" "Apa maksudmu" Kau menawan diriku?"
Sebagai jawaban Erwin mengikat kedua kaki Baharsan lalu kedua tangannya yang
diletakkan ke belakang agar tak dapat melepaskan diri.
"Apa maksudmu" Kau penculik, hah. Kau tentu mau menuntut uang tebusan," kata
Baharsan semakin putus harapan. Erwin tidak menjawab.
"Katakanlah, orang tuaku akan membayar. Aku cukup kaya untuk menebus diriku. Aku
tidak sangka kau bermaksud begitu. Kukira kau orang yang mau menolong aku.
Berapa kau kehendak?"
Baharsan menceracau inginkan kebebasannya kembali.
Erwin hanya memandanginya. Tanpa kata. Sikap manusia harimau itu semakin
menakutkan Baharsan. Kalau dia katakan apa maunya akan jelas baginya apa
sebenarnya keinginan atau tuntutan orang ini.
"Mari kita sama-sama ke rumahku. Aku tidak akan buka segala apa yang telah
kualami. Aku akan bayar. Kau boleh pilih, uang atau emas atau uang dan emas."
Erwin tetap tidak memberi tanggapan. Ia sudah punya niat yang mantap dalam hati,
tetapi ia sabarkan dirinya. Ia tidak khawatir bahwa permainan dengan waktu bisa
membuat sang tawanan meloloskan diri. Ia yakin sekali, bahwa rencananya akan
berhasil. Erwin mengatakan kepada Baharsan untuk tenang-tenang. Ia akan mengambil makanan
dan minuman. Ia bahkan bertanya makanan apa yang disukai tawanan itu. Caranya
menimbulkan banyak tanda tanya pada Baharsan. Erwin pergi tanpa merasa perlu
menyumbat mulut orang yang telah terikat itu.
Kalaupun ia menjerit minta tolong, tidak akan terdengar ke jalan raya atau ke
kampung yang keduaduanya terletak cukup jauh dari tempat tersebut. Sepeninggal
Erwin, orang kaya itu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencoba membebaskan diri. Tak berhasil, la berteriak-teriak minta tolong, tidak
tahu apakah akan terdengar oleh orang. Tetapi bantuaan seseorang saja yang dapat
membebaskan dia dari ikatan.
Lama-lama suaranya jadi parau dan rasa takut kian menghantui dirinya.
Untunglah, setelah ia tidak mampu berteriak lagi, terdengar suara kerisik
dedaunan menandakan ada orang tidak jauh dari sana. Baharsan coba lagi minta
tolong, tetapi hampir tidak bersuara. Yang mendatang ini pasti bukan ular besar,
karena ular bergerak tanpa menimbulkan suara.
Oh sial betul. Yang datang itu kiranya Erwin dengan bungkusan. Bukan orang yang
diharapharapkannya. Tetapi jadilah, sekurang-kurangnya ia tidak sendirian lagi. Walaupun maksud
Erwin yang sesungguhnya masih gelap baginya.
"Aku kembali, bukan?" kata Erwin. Ia membuka bungkusan. Menuang kopi hangat dari
sebuah termos ke dalam cangkir. "Minumlah," kata Erwin setelah membuka ikatan tangan Baharsan.
Kedua kakinya pun dibebaskan supaya ia bisa minum dan makan dengan leluasa.
"Aku semakin tak mengerti," ujar Baharsan parau. "Apa sebenarnya maksud atau
kehendak hatimu." "Tak mengerti pun tidak apa-apa," kata Erwin. "Kita menantikan waktu."
"Waktu apa" Kau membingungkan!"
"Tak usah bingung, nanti kau akan tahu juga."
Erwin membiarkan tawanannya bertanya-tanya tanpa mendapat jawaban.
*** DI KOTA orang sudah mulai heboh. Dimulai dari kekhawatiran ibu Baharsan yang
jadi panik setelah anaknya tidak pulang dan ia mencarinya ke kuburan. Yang
ditemukannya di sana bekas telapak harimau.
"Anakku dimakan harimau," tangis janda kaya yang menerima banyak harta warisan
dari suaminya yang baru setahun yang lalu meninggal. Baharsan anak satu-satunya.
Makanya amat dimanja. Menjadi tumpuan harapannya. Ia amat sedih ketika
lamarannya untuk mempersunting Andi Farida bagi Baharsan, ditolak. Ia tidak
mengetahui bahwa kisah lamaran itu tidak hanya sampai di situ saja. Sebagian
penduduk kota berbisikbisik, takut bicara keras-keras mengenai makhluk atau
harimau yang misterius itu. Bagaimana atau harimau yang misterius itu. Bagaimana
dukun Daeng dan kini seorang laki-laki kaya jadi korban harimau, padahal di
seluruh Sulawesi tidak ada binatang buas yang amat ditakuti dan selalu mendapat
julukan raja rimba itu. Polisi yang belum dapat memecahkan misteri kematian dukun Daeng kini menjadi
lebih bingung. Sejumlah anggota Polri yang diperintah siap siaga dan menembak mati makhluk itu
tidak melihat suatu apa pun. Tetapi bukan hanya peristiwa hilangnya Baharsan
yang jadi pembicaraan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hangat. Apa sebab ia pagi-pagi subuh ada di kuburan juga merupakan tanda tanya
dan menimbulkan banyak duga dan sangka. Apalagi setelah diketahui, bahwa ia
diambil sang makhluk misterius dari kuburan Andi Farida yang masih amat baru.
Keluarga gadis yang baru meninggal itu masih ingat bahwa Baharsan pernah
mengharapkan Andi Farida menjadi istrinya melalui lamaran ibunya. Mereka tolak
karena Farida tidak menyukainya. Tidak kembalinya Erwin dari mengambil hawa pagi
juga menjadi pertanyaan bagi keluarga Sabaruddin. Dan mereka semua, yang melihat
perubahan ujud Erwin dari manusia biasa menjadi seluruhnya harimau selain muka,
sama-sama yakin bahwa Baharsan telah diambil dan mungkin dibunuh oleh Erwin. Ia
tidak memakan korbannya itu, karena menurut cerita Erwin, manusia harimau tidak
memakan daging manusia. Bersamaan dengan itu, mereka lalu menduga, bahwa Baharsan mempunyai kaitan
dengan kematian Andi Farida dan ada hubungan juga dengan kematian dukun Daeng.
Tetapi antara anggota keluarga Sabaruddin tidak terjadi saling tanya. Semua
hanya berpikir dan menduga.
Rasa takut merasuki hampir semua orang, terkecuali anak-anak muda yang tidak
menghiraukan bahaya apa pun. Yang mengherankan masyarakat adalah hilangnya
Baharsan tanpa ada bekas darah, sehingga mereka menarik kesimpulan, bahwa
makhluk itu telah membawa korbannya pergi, tidak memakannya di tempat itu juga.
Telapak harimau itu hanya membekas di pekuburan yang bertanah sedikit lembab.
Setelah itu hilang, sehingga Polisi pun tidak tahu mau mencari ke mana.
*** KELUARGA Sabaruddin heran dan terkejut ketika pada siangnya Erwin datang dalam
keadaan tenang-tenang saja. Sabaruddin atau siapapun di rumah itu tidak ada yang
berani bertanya, walaupun mereka tahu bahwa Erwin baik sekali kepada mereka.
Tiap orang di rumah itu telah memandangnya sebagai manusia aneh, bukan hanya
kadang-kadang menjelma jadi harimau, tetapi juga penuh dengan rahasia-rahasia
lain. Erwin sendiri tidak berkata sepatah pun tentang kejadian yang sedang
menyebabkan rasa takut dan heboh itu.
Sampai petang dan malam Erwin tidak lagi keluar rumah, sehingga semua keluarga
masuk ke kamar masing-masing, tidur atau gelisah memikirkan apa yang terjadi
pada dua hari belakangan ini.
Pada tengah malam barulah Erwin keluar tanpa diketahui oleh siapapun. Langsung
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menuju tempat tawanannya ditinggalkan dalam keadaan diikat kembali.
Baharsan yang tidak dapat bergerak merasa lega bercampur cemas, karena tak tahu
apa pula yang akan terjadi. Orang yang dihadapinya ini benar-benar penuh rahasia
dan tidak mau banyak bicara.
"Kau tentu lapar," kata Erwin sambil membuka ikatan tawanannya lalu membuka
bungkusan yang baru dibawa. Baharsan yang memang lapar, makan sekedar mengurangi
rasa takut. "Kini katakanlah apa maumu sebenarnya," pinta tawanan itu.
"Kau ingin tahu sekarang juga" Tidakkah lebih baik menanti sampai subuh?"
"Kenapa sampai subuh?" tanya Baharsan. Dan ia teringat kembali apa yang terjadi
di kuburan pada subuh yang lalu.
"Karena pada waktu itu rencanaku terputus. Aku mau meneruskannya."
"Katakanlah, apa rencanamu itu!"
"Membunuhmu." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baharsan terkejut. Erwin mengatakan maksudnya itu tanpa ragu-ragu dan tidak ada
tandatanda bahwa ia berpura-pura.
"Tetapi untuk apa" Aku dapat menebus diriku."
"Aku tidak butuh uang."
"Tetapi mengapa kau hendak membunuhku?"
"Kau tak tahu" Mustahil."
"Aku tak pernah mengenal kau. Apa sebab kau tibatiba hendak membunuhku."
"Kematian Andi Farida karena uangmu yang memerintah dukun Daeng untuk membuatnya
gila sehingga akhirnya mati. Kau mungkir?" Baharsan tidak menjawab. Bagaimana
orang ini tahu, bahwa dia yang menyuruh dukun yang telah mati itu. Erwin diam
menunggu apa yang akan dikatakan tawanannya itu.
Setelah lama barulah Baharsan coba melunakkan hati Erwin, yang telah
menceritakan bahwa ia sahabat baik Sabaruddin, kakak Andi Farida. Erwin tidak
dapat dibujuk. "Tidurlah," kata Erwin akhirnya.
"Mana mungkin aku bisa tidur. Siapakah kau sebenarnya Erwin?"
"Sudah kuceritakan. Aku sahabat Sabaruddin. Aku telah membunuh dukunmu dan
dengan cara yang sama aku akan membunuhmu!"
"Tetapi dukun Daeng itu," Baharsan tidak dapat meneruskan kalimatnya.
"Benar, dukun Daeng dibunuh oleh makhluk aneh. Akulah makhluk yang dikatakan
aneh itu. Sebenarnya aku manusia yang bernasib malang."
"Kau?" "Benar, akulah yang manusia harimau. Jangan kau pingsan lagi seperti kemarin
subuh." Takut Baharsan tidak terhingga, tetapi ia tidak pingsan lagi. Hanya
seluruh tubuhnya gemetar dan hari pun mulai menjelang fajar. Erwin mendukung
Baharsan yang tidak kuat berjalan. Setiba di samping kuburan Andi Farida,
tawanan itu diletakkan di tanah.
Baharsan tahu, ajalnya akan tiba. Ia memandang ke Erwin yang pelan-pelan berubah
menjadi harimau berkepala manusia. Ia ingin mohon nyawa, tetapi tidak dapat
bersuara lagi. Ia tidak pingsan, tetapi tidak mampu bergerak. Tanpa kenal
kasihan sesuai dengan maksudnya, manusia harimau itu merobek dada Baharsan.
*** PADA saat itulah laki-laki yang sejak tadi terbisu sempat menggeliat dan berkata
"ampun," tetapi manusia harimau yang marah itu tidak menghiraukan, terus mengoyak-ngoyak
dada, perut, kaki dan tangan korbannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Isi perut dikeluarkan lalu diletakkan di samping kuburan Andi Farida. Sama
halnya dengan pembunuhan atas dukun Daeng muka Baharsan tidak dijamahnya,
dibiarkan utuh. Bahkan terkena percikan darah saja pun tidak.
Pada waktu itulah ibu Baharsan terbangun dari tidurnya yang memang tak lelap
karena gangguan seram. Mendadak jantungnya berdebar kencang merasa takutnya akan nasib anaknya kian
menjadi-jadi. Apakah anakku sedang disiksa ataukah dibunuh," tanya perempuan itu
pada diri sendiri. Ketika sembahyang pun ia tidak dapat khusuk karena keseraman yang menggoda
dirinya. Manusia harimau sama sekali tidak tahu, bahwa ada dua pasang mata
mempersaksikan perbuatannya dari jarak lebih kurang dua puluh meter.
Mata Udin dan Amir, dua dari sekian petugas keamanan yang diperintahkan
mengintip dan menembak mati makhluk aneh yang membunuh dukun Daeng Guruh. Mereka
tertarik melihat seseorang menggendong seorang lain di pagi buta itu. Untuk
mengetahui apa sebenarnya yang telah atau akan terjadi, maka mereka mengikuti.
Tidak diduga bahwa orang itu menuju dan masuk ke kuburan.
"Tentu pembunuh," kata Udin.
"Pasti, tetapi diam-diamlah, mari kita ikuti. Dia pasti mau menanam korbannya di
kuburan, supaya tidak ada orang menyangka."
"Barangkali kuburannya sudah tersedia," kata Udin pelan-pelan.
"Mungkin, atau baru mau digalinya," tukas Amir, lagi dengan suara pelahan
sekali. "Tetapi ia tidak akan sempat, sebentar lagi hari mulai terang." Di luar
segala sangkaan mereka mendadak manusia tadi telah meletakkan bebannya itu
berubah jadi harimau. Benar harimau, tidak salah lagi. Tetapi mukanya itu, ya
ampun, muka manusia. Kalau semula mereka mengikuti karena mau tahu untuk dapat melaksanakan tugas
kepolisian dengan baik, maka kini mereka jadi mendadak takut. Suatu rasa takut
dan ngeri terhebat dalam sejarah hidup mereka.
Kedua-duanya tidak dapat berkata sepatah pun. Senjata yang disandang tetap
tinggal di bahu, karena mereka membawa senjata api laras panjang. Ketika manusia
harimau itu merobek dada lalu perut korbannya dan kemudian mengeluarkan seluruh
isinya, kedua petugas hukum itu gemetar sampai-sampai ke bibir dan gigi mereka
gemelutukan karena beradu, bagaikan orang yang merasa amat kedinginan
Mata kedua orang ini pun mempersaksikan bagaimana manusia harimau itu begitu
saja meninggalkan korbannya. Khayalan tentang lobang kuburan yang teiah tersedia
atau akan digali, sama sekali tidak tersua dalam kenyataan. Mata mereka juga
melihat dengan pasti, bahwa harimau yang berkepala manusia itu langsung menuju
pintu kuburan dan duduk di sana bagaikan orang berpikir, apa lagi yang akan
dilakukan berikutnya. Tetapi, ya Tuhan ke mana dia" Tiba-tiba saja makhluk itu
hilang seperti lenyap ke dalam perut bumi.
Bab 4 Lama kedua petugas keamanan itu tak kuasa berkata. Manusia sebagai diri mereka
sendiri, menjadi setengah harimau, membunuh tanpa memakan korbannya, kemudian
hilang lenyap tanpa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bekas. Dimulai dengan rasa ingin tahu, kemudian melihat dengan mata sendiri.
Kini tiada keinginan lain daripada segera menghindar dari kuburan itu. Tidak ada
lagi keinginan membunuh makhluk aneh yang jadi buah bibir masyarakat setempat.
Padam segala maksud untuk melaksanakan tugas sesuai dengan yang diperintahkan
komandan. Apa lagi yang mau dibunuh" Semua telah sirna. Tadi, ketika ada
kesempatan untuk itu tak ada daya mengangkat dan membidikkan senjata. Mereka
sudah pernah mendengar kisah tentang jin dan setan, tentang hantu dan jembalang
tetapi semua yang pernah mereka dengar itu tidak ada yang sehebat apa yang
mereka persaksikan sendiri. Dan sesungguhnya mereka harus bersyukur, makhluk itu
tidak mengetahui kehadiran mereka. Jikalau sekiranya ia tahu, mungkin mereka pun
akan menemukan nasib yang serupa dengan korbannya. Tak tahu berapa lama kedua
petugas itu jadi terbodoh dan terbisu.
Udin yang kemudian bertanya: "Kau lihat Mir?"
"Entahlah! Apakah semua itu mimpi atau khayalan kita oleh rasa takut?"
"Mana bisa khayal. Laki-laki itu dibunuhnya dan mayatnya tentu masih ada di
situ. Kau mau melihatnya?" tanya Udin lagi.
"Aku tak mau melihat apa-apa lagi. Biar aku diberhentikan daripada bertugas lagi
mengintai dia." "Jangan bilang dia. Nanti kau kualat. Siapa tahu, beliau ada di samping kita,
hanya tidak kelihatan." Baik
Udin maupun Amir jadi gemetaran lagi.
"Lalu, harus bilang bagaimana?"
"Nenek atau beliau!" kata Udin.
*** DENGAN tenang, si manusia harimau meninggalkan kuburan. Hanya Amir dan Udin
tidak melihatnya. Makhluk itu telah membaca doa agar tidak ada mata kasar
siapapun dapat melihatnya. Sama seperti yang dibuatnya di hadapan banyak orang
dan anggota Polisi di Surabaya beberapa waktu yang lalu. Kalau ia tak mau
dirinya dilihat orang maka ia hanya perlu membaca sebuah doa untuk itu. Doa si
mago-mago yang membuat dirinya bagaikan tiada ada lagi di permukaan bumi.
Tiba di rumah Sabaruddin, manusia harimau itu melihat bahwa orang tenang-tenang
saja. Pagi itu Erwin tidak memperdengarkan suara 'azannya yang menyerukan kepada
segenap ummat Nabi Muhammad agar bangun dari tidur, menyucikan diri dan
menyembah Allah hu Akbar, Tuhan yang menjadikan alam dan seluruh isinya, pemilik
dari segala-galanya di permukaan bumi-Nya ini.
Sesungguhnya dalam sholat subuh itu tiap orang Islam harus berjanji pada Tuhan
untuk memulai hidup hari itu dengan hati, pikiran dan niat yang bersih, lalu
melaksanakannya sesuai dengan yang dikehendaki dan diredhoi Allah.
Sebenarnyalah pula Sabaruddin dan keluarganya merasa agak heran mengapa tidak
terdengar suara Erwin menyebut dan memuji Tuhan, tetapi kemudian mereka
menyangka bahwa ia Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
barangkali ketiduran. Takseorang pun menyangka bahwa ia sejak tengah malam tidak
ada di rumah dan tidak pula ada yang melihat bahwa pagi itu ia telah masuk dalam
ujud harimau berkepala manusia.
Mereka tidak melihat Erwin melalui mereka di ruang tamu dan ruang tengah lalu
masuk ke kamarnya. Padahal manusia harimau itu melihat mereka, mendengar mereka
berkata-kata. Tiba di dalam, Erwin merebahkan diri di pembaringan.
Tampak olehnya apa yang baru saja dilakukannya. Setelah jadi manusia kembali,
Erwin ke luar. Merasa bahwa Sabaruddin dan keluarganya ingin bertanya tetapi tidak
menanyakannya, Erwin mendahului dengan mohon maaf karena ia ketiduran.
Tetapi tak lama kemudian berita itu sampai juga ke rumah Sabaruddin. Bahwa dua
anggota Polisi telah melihat makhluk aneh di kuburan, membunuh Baharsan anak
janda kaya. Bahwa si harimau yang berkepala manusia tidak memakan korbannya,
tetapi kemudian hilang tanpa meninggalkan jejak ke mana arah perginya.
Berita begitu segera tersiar ke seluruh kota dan sekitarnya. Kuburan jadi ramai,
terutama di dekat kuburan Andi Farida. Dan sebagian dari masyarakat yang
berjubel itu dapat melihatnya.
Mayat Baharsan dengan isi perut bertaburan, pakaian koyak-koyak tetapi mukanya
utuh. Kian ramai bisik-bisik masyarakat Pare-Pare.
Bahwa pasti ada makhluk buas atau aneh berkeliaran di sekitar kota itu. Ada yang
mengatakan harimau, tetapi binatang ini langka di Sulawesi. Lebih daripada itu,
kalaupun toh ada harimau, mengapa ia tidak memakan korbannya. Yang pernah
merantau atau membaca buku-buku tentang kekuaan gaib menduga bahwa ada penduduk
yang memelihara harimau. Orang ini pasti baru datang, karena sebelum itu tidak
pernah ada bencana yang begitu.
Semua penduduk, tanpa kecuali apakah ia petani; pedagang atau pejabat dari
berbagai macam instansi mempunyai pendapat yang lama. Bahwa pembunuh Baharsan
adalah makhluk yang dua hari yang lalu membunuh dukun Daeng Guruh. Yang lebih
kritis cara berpikir dan menduga, bahwa ada kaitan antara kejadian ini. Seorang
dukun kawakan dan seorang laki-laki kaya dibunuh dengan cara yang sama. Yang
lebih pintar berpikir, untuk kematian kedua korban mungkin adanya hubungan pula
dengan keluarga Andi Farida yang lebih dulu diserang penyakit gila buatan. Apa
hubungan pembalasan dengan kematian Andi Farida sehingga ia harus menemui
ajalnya di atas pusaranya"
"Kurasa ada kaitan," kata Daeng Lollo yang kolonel Polri dan dikenal sebagai
petugas yang gigih menegakkan keadilan di tengah-tengah sekian banyaknya petugas
yang justeru selalu menginjak-injak hukum, sehingga merusak citra Polri yang
seharusnya melindungi orang yang tidak berdosa.
Rekan Daeng Lollo, Mayor Polisi Andi Basso sependapat.
Mayor ini, wakil bangsawan dan punya kedudukan yang selalu memasyarakatkan diri.
Bergaul langsung dengan siapa saja, yang kaya maupun rakyat termiskin. Itulah
yang membuat dia populer dan disukai, walau dibenci oleh sementara rekannya
sendiri. Sebagaimana Daeng Lollo, ia pun seorang petugas yang mengharamkan suap dan
sogok. Tidak bisa dibeli dengan apa pun. Kalau segenap anggota Polri seperti dua
perwira ini, maka Polri akan sangat dicintai dan dihargai oleh masyarakat. Tidak
perlu dilihat sebagai momok lagi, tapi sayang, Polri mempunyai banyak penjahat
di dalam tubuhnya, suatu kenyataan yang bukan dibesar-besarkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rakyat ngeri mendengar milyar-milyar yang disentak oleh perwira tinggi yang
semacam Siswadji cs dan rakyat jadi kehilangan harapan mendengar korupsi
bermilyar-milyar pula di Kodam XIII, Kalimantan Selatan. Kalau penegak hukum ke
atasan pula lagi - jadi maling, bagaimana mau menjalankan tugas sebagaimana
mestinya. Ironis memang, bandit-bandit besar menguber bandit-bandit kecil
semacam pencopet, penodong dan penjambret. Kalau yang kecil-kecil memang
benarbenar harus dibasmi, tentunya yang raja masih harus dibinasakan, begitu
pendapat sebagian besar masyarakat.
Kedua perwira Polri yang disukai rakyat itu berbincang-bincang. Melihat
kemungkinan sebab dan caranya dari berbagai segi. Tidak dikesampingkan
kemungkinan oleh kepintaran-kepintaran-ku yang sampai kini masih ada pada
sejumlah keturunan dari penguasa-penguasa ilmu gaib ratusan tahun yang lampau.
Hal ini berdasarkan keterangan Udin dan Amir yang telah melihat dengan mata
sendiri serta berulang kali bersumpah bahwa mereka tidak berkhayal atau dihantui
mimpi buruk oleh rasa takut mereka. Mereka akui bahwa mereka sangat takut,
tetapi apa yang mereka persaksikan dimulai dengan kejadian biasa. Seorang laki-
laki menggendong laki-laki lain.
Berubahnya manusia jadi harimau, kemudian raib begitu saja menunjukkan kekuatan
ilmu yang tidak kepalang tanggung. Kemudian kedua perwira itu mengambil
keputusan untuk melihat kejadian malam berikutnya.
Tidak ada kejadian yang ditakuti oleh masyarakat. Tiada pembunuhan baru. Tetapi
kedua perwira Polri, Daeng Lollo dan Andi Basso mengalami kejadian yang membuat
mereka cukup terkejut dan hilang seluruh semangat. Walaupun terjadinya berlainan
tempat dan waktu. Malam itu, ketika Mayor Polisi Andi Basso sedang makan malam
bersama istrinya, mendadak merasa kamar makannya menjadi dingin sekali. Suami
istri yang belum punya anak itu saling pandang dan mata mereka menunjukkan tanda
keheranan dan sedikit kecemasan, tetapi mereka tidak berkata apa-apa. Pada saat
itulah makhluk aneh itu tibatiba hadir di sana.
Seekor harimau dewasa dengan muka manusia. Sudah tua, bermisai putih penuh
wibawa. "Maafkan kedatanganku," kata makhluk itu memulai dan bersamaan dengan suaranya
itu hawa dalam ruangan itu normal kembali.
Andi Basso memandang si manusia harimau. Dalam pikirannya yang cerdas walaupun
kaget dan takut, terlintas dugaan, bahwa inilah barangkali makhluk yang
melakukan teror di Pare-Pare.
"Kalian tidak marah atas kunjunganku yang tiba-tiba ini?" tanya makhluk yang tak
lain dari Dja Lubuk, ayah Erwin.
"Tidak," jawab Andi Basso tanpa sengaja. Jawaban itu begitu saja keluar dari
mulutnya. "Aku telah mengejutkan kalian, tetapi janganlah takut. Orang baik seperti kafian
tidak perlu takut padaku. Aku perkenalkan diriku: Namaku Dja Lubuk, asalku
Mandailing. Pernah dengar tentang Mandailing"
Suatu daerah yang boleh dikata miskin sekali di Tapanuli Selatan."
"Bapak mau makan atau minum?" tanya istri Andi Basso.
"Tidak usah, terima kasih."
"Mengapa" Bukankah bapak datang dari jauh?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, itu benar. Tetapi seperti kalian lihat aku ini makhluk yang menjijikkan.
Bukan kemauanku begini. Kadang-kadang manusia harus tunduk pada nasib suratan badan. Bagiku, beginilah
nasib! Aku tak pantas makan atau minum bersama kalian." Suara Dja Lubuk, tenang
dan jelas membuat Andi Basso dan istrinya jadi terharu. Rasa takut pun hilang.
"Makanlah bersama kami."
"Jangan, nanti piring bekasku, kalian buang!" Suara Dja Lubuk menimbulkan rasa
sedih dan kasihan. SUAMI istri Andi Basso untuk pertama kali menyaksikan adanya makhluk seperti
itu, yang ujudnya menakutkan tetapi kiranya rendah hati dan hidup dalam derita.
"Jangan berpikir begitu pak. Kami akan senang sekali kalau bapak mau turut makan
dengan kami. Dan kami sama sekali tidak akan membuang piring yang bapak pakai.
Sebaliknya, kami akan menyimpan baik-baik sebagai barang kenangan, karena kami
Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
telah bertemu dengan bapak," kata Andi Basso.
"Ya, kami akan menyimpannya baik-baik menjadi barang kebanggaan. Marilah kita
makan," tambah Nyonya Andi Basso.
"Terima kasih. Kalian orang berpangkat yang baik. Aku tahu sedikit-sedikit
tentang dirimu Andi Basso," ujar Dja Lubuk, membuat perwira polri itu kaget
sekali, bagaimana makhluk ini mengetahui namanya.
"Kau pejabat yang jujur dan mencintai rakyat. Aku juga tahu sedikit-sedikit
tentang Pancasila negara ini, walaupun aku tidak pernah mengikuti seminar atau
penataran. Kau seorang penghayat dan pengamal Pancasila yang baik. Tidak seperti
kebanyakan orang yang selalu omong tentang Pancasila, tetapi dirinya adalah
orang yang mengkhianati ajaran Pancasila itu sendiri." Dja Lubuk tertawa sinis.
"Dudukiah di kursi pak," kata Andi Basso mempersilakan manusia harimau yang
sejak tadi duduk saja di iantai.
"Jangan, tubuhku ini berat. Dan aku tak usah makan. Minum mau."
"Bapak suka minum apa?" tanya Nyonya mayor Polri itu.
"Kalau tidak menyusahkan kopi panas saja. Jangan pakai susu. Aku dulu biasa
minum kopi hitam, tidak disaring. Kami di Sumatera menamakannya kopi tubruk,"
ujar Dja Lubuk. Nyonya Andi Basso membuatkan kopi keinginan manusia harimau itu. Tidak disaring.
"Silakan pak," kata perempuan yang amat ramah dan baik hati itu. Rasa takutnya
telah berubah menjadi suatu rasa bangga karena dapat berkenalan dengan makhluk
Pedang Langit Dan Golok Naga 11 Si Pedang Kilat Karya Gan K L Pendekar Pemetik Harpa 27