Pencarian

Manusia Harimau Marah 5

Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra Bagian 5


kebenaran katakata Sabrina.
"Tidak Erwin. Tiap orang punya hak tertentu. Boleh juga dikatakan hak asasi tiap
manusia." "Kau menyindir aku Ina?"
"Tidak. Aku mengatakan yang sebenarnya."
"Kau tidak menyukai kedatanganku" Ataukah aku terlambat! Kau tidak tahu Ina
bagaimana sakit rasanya aku memendam rasa."
"Siapa saja boleh datang ke rumah ini. Apalagi kau yang sudah sahabat. Pernah
pula menyelamatkan diriku. Aku ingat budi baik ayahmu dan Datuk nan Kuniang yang
menganggap kau cucunya karena ia sahabat akrab mendiang kakekku!"
Erwin terkejut. Ia tak menyangka Sabrina mengenal Datuk nan Kuniang.
"Beliau pernah datang ke mari?" tanya Erwin.
"Ya, menyelamatkan aku dari ki Ampuh. Aku tak dapat melupakan dan tak dapat pula
membalas budi baik beliau!"
Erwin merasa keadaan mulai cerah baginya. Tadinya ia sudah hampir berputus asa.
Rupanya tadi Sabrina amat marah atau sedih dipendam. Kini keadaan mulai biasa
kembali. Sudah sepantasnya gadis itu marah dan berkecil hati. Bagaimana kalau
dirinya mendapat perlakuan begitu!
"Ina, aku mohon maaf karena selama ini aku tidak boleh mengatakannya!" kata
Erwin penuh keyakinan bahwa kini bicara cinta sudah boleh dimulai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sabrina diam. Mungkin sukar memilih kata-kata atau tidak mau membicarakan apa
yang telah berlalu. "Kau memaafkan aku, bukankah begitu Sabrina" Aku tidak boleh menyatakan perasaan
hatiku. Aku akan menceritakan sebab-sebabnya. Kau mau mendengarkan?"
Sabrina memandang Erwin. Tiada kebencian pada pandangannya. Tetapi juga tanpa
keinginan untuk mendengar cerita Erwin.
"Kau mau mendengarkan Ina?"
"Tak usahlah," kata Sabrina. "Jangan kita ungkap-ungkap kisah atau perasaan
lama. "Mengapa kau berkata begitu Ina. Aku tersiksa selama ini!"
Sabrina ingin mengatakan bahwa ia lebih tersiksa, tetapi ia dapat menahan diri.
Bukankah sudah dikatakannya untuk tidak mengungkap kisah lama"
"Aku sangat tersiksa Ina. Hari ini hari kebebasan bagiku!"
Kata-kata Erwin itu sebenarnya menimbulkan tanda tanya. Mengapa ia tersiksa dan
mengapa hari ini baru ia bebas. Tetapi Sabrina tidak mau bertanya supaya kisah
lama itu jangan diingat kembali. Dari kisah Erwin ia bisa berubah pendirian
kembali dan mengerti bahwa sebenarnya Erwin barangkali tidak bersalah. Tetapi
bukankah ia telah mengikat janji dengan Sabaruddin. Ia sudah cinta pada pemuda
Sulawesi itu dan ia tidak akan mengkhianatinya.
"Ina, kau tahu bagaimana rasanya orang yang tersiksa?" tanya Erwin.
"Mungkin tahu, barangkali juga tidak!"
"Aku ini pernah sangat tersiksa karena amat mencintai dirimu tanpa boleh
mengatakannya," kata Erwin. "Aku merasa berdosa padamu karena itu!"
Tanpa dikehendaki, Sabrina telah mendengar sebagian dari kisahnya dengan Erwin
selama ini. Timbul juga dalam hatinya pertanyaan mengapa Erwin tidak boleh mengatakan sekian
lama. Dan timbul jugapertanyaan dalam benaknya apakah ada kaitannya dengan
dirinya yang manusia harimau dan harus mengindahkan pantanganpantangan yang tak
boleh dilanggar" Ia mulai kasihan pada Erwin, dan kasihan ini suatu tanda
bahaya. Kalau ia dengarkan cerita Erwin, mungkin ia akan terdorong untuk
mengkhianati Sabaruddin dan ia tidak menghendaki itu.
Sabaruddin begitu polos dan baik padanya. Dan ia tahu bahwa pemuda Ujungpandang
itu benar-benar amat cinta padanya. Dia juga tidak melupakan bahwa laki-laki itu
belum mengetahui rahasia yang disimpannya, ia tadinya sudah merasa kehilangan
Erwin dan tidak mau akan kehilangan Sabaruddin. Kini ia merasa wajib membuktikan
kesetiaan dan kejujurannya.
"Orang yang terpaksa, tidak bersalah Erwin. Jadi kau tak perlu minta maaf dan
kurasa tidak perlu menceritakan sebab yang memaksa dirimu. Sudah cukup, kini aku
mengetahui kau terpaksa dan terus terang Erwin, keadaan telah membuat aku bukan
Sabrina yang kau kenal dulu lagi!"
"Maksudmu, kau sudah berubah?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar, keadaan bisa memaksa orang berubah. Dan aku termasuk orang yang telah
tunduk pada perubahan yang dipaksakan keadaan!"
Erwin merasa bahwa gadis itu mengembalikan alasan yang dikemukakannya. Perubahan
apakah yang dialami Sabrina" Tidak mencintai lagi karena putus asa atau karena
cinta itu sendiri telah berubah menjadi suatu kebencian" Kenyataan bisa membuat
orang berbalik dari benci menjadi sayang atau sebaliknya.
"Maksudmu, kau telah membenci diriku Ina?" tanya Erwin ingin tahu.
"Aku tidak mengatakan itu. Tetapi aku telah berubah!"
"Kau tidak mencintai diriku lagi?"
"Ya, aku rasa begitu Erwin," jawab Sabrina terus terang. Ini toh lebih baik
daripada berputar belit mengemukakan suatu keadaan.
"Kau telah berpaling pada yang lain?" tanya Erwin. "Tak penting
membicarakannya." "Tetapi aku ingin tahu."
"Kau telah mengetahui apa yang kau perlu tahu!"
"Hanya itukah jawabmu?"
"Aku telah menjawab seperlunya. Cerita panjang lebar tidak akan mengubah
keadaan." "Apakah aku harus mulai menderita lagi pada hari kebebasanku Ina?"
Sabrina tidak menjawab. Ia tak tahu bagaimana cara menjawabnya.
"Kukira hari ini aku akan memulai kebahagiaan Ina! "
"Perkiraan tidak selalu menjadi kenyataan Erwin. Bagaimanapun pahitnya, manusia
harus menerima kenyataan. Tiap manusia punya suka atau dukanya dan sernua harus
tunduk pada kenyataan. Ada orang menamakan itu takdir. Dan takdir tak dapat
dilawan, sebab yang dinamakan takdir itu benar-benar suatu penentuan Tuhan."
"Siapakah orang yang ditakdirkan berbahagia itu Ina?"
"Tak penting kita ceritakan Erwin."
"Nasibku buruk sekali Ina."
Bab 13 "Tak ada orang yang mengetahui nasib apa yang menantikan dirinya."
"Aku merasakannya. Nasibku buruk!"
"Entahlah Erwin, kuharap tidak!"
"Kau tak merasakan bahwa aku bernasib buruk?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tidak tahu, tetapi kuharap kau akan bernasib baik. Kau baik hati bahkan
lebih daripada itu. Kau suka menolong sesama manusia. Jarang orang sebaik kau Erwin."
"Jarang pula orang bernasib seburuk aku."
"Ah, itu hanya perasaanmu."
"Siapa orang baru pilihanmu itu Ina. Katakanlah, aku hanya ingin tahu. Aku akan
mengucapkan selamat kepadanya karena ia memperoleh seorang gadis secantik dan
selembut engkau." "Kita tetap bersahabat Erwin. Dua sahabat tidak mesti selalu menceritakan isi
hati masingmasing. Tetapi di mana perlu boleh saling membantu! Tadi kau katakan
hari ini hari kebebasanmu.
Tentu kau senang dengan kebebasan itu, walaupun aku tidak tahu apa yang
menyebabkan kau berkata begitu dan apa yang membuat kau merasa tidak bebas
selama ini." "Apakah aku tidak punya harapan lagi Ina?"
"Kau orang kuat, selalu sanggup menempuh dan melalui ujian. Jangan bertanya
begitu. Tidak ada orang tahu apa yang akan terjadi besok. Hari esok dan hari-
hari berikutnya bagi kita semua di tangan Tuhan. Kita hanya boleh mengira-ngira,
tidak memastikan. Maka pertanyaanmu tidak perlu kujawab!"
Erwin merasa bahwa tak ada lagi isi hati Sabrina yang dapat dikorek.
Dipandanginya gadis itu seolah-olah hendak mengubah pendiriannya. Sabrina
membiarkan. la merasakan kasihan tetapi hatinya tak tergoyahkan lagi.
"Aku mohon diri Ina," kata Erwin sejenak kemudian. "Tolong sampaikan salamku
kepada paman dan tantemu!"
"Terima kasih, pasti akan kusampaikan," jawab Ina. Suaranya tak mengandung
keharuan. Hari kebebasan itu telah menjadi hari kekecewaan bagi Erwin. Kalau ia
tadinya tersiksa menanti, maka kini ia tersiksa oleh berbagai pertanyaan yang
tak terjawab. Dugaannya akan dapat memeluk-ciumi Sabrina pagi itu telah meleset
sama sekali. Ia telah menghadapi seorang Sabrina yang sedingin es dan sekeras
karang. Tiba di rumah ia menghempas diri ke ranjang, membayangkan masa-masa silam yang
indah dengan istrinya Indahayati dan saat-saat penuh harapan dengan Sabrina yang
kesemuanya telah merupakan kenangan yang kini amat menyakiti dirinya.
Dengan kesedihan itulah itu ia akhirnya tertidur, tanpa sadar air mata membasahi
pipinya. *** KETIKA telah selesai mandi petang dengan perut kosong karena tidak makan tengah
hari, badannya merasa agak segar kembali dan pikiran jernih pun memberi harapan
baru. Barangkali Sabrina berbuat seperti pagi tadi hanya untuk membalas sakit
hati. Ibarat orang berhutang harus membayar. Tak mungkin Sabrina punya pilihan
lain, karena ia begitu mengharapkan dan mencintai Erwin. la tahu benar akan hal
ini. la tidak keliru. Kalau minta bantuan Sabaruddin menyampaikan permohonan maaf dan menceritakan apa
sebab pernyataan cinta terhalang sekian lama, mungkin Sabrina akan lembut
kembali dan menerima kasihnya dengan kedua belah tangan terbuka lebar. Laksana
gadis menyambut kembali pemuda idaman yang dirindukannya sekian lama. Maka
pergilah Erwin ke rumah Sabaruddin yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menerimanya dengan senang hati sebab ia pun akan menceritakan kisah cintanya
yang. dirasakannya begitu membahagiakan dirinya.
Selepas makan, barulah kedua sahabat karib itu berceritacerita dengan santai.
"Sekali ini kau harus menolong aku Sab," kata Erwin.
"Mengapa hanya sekali ini. Berkali-kali pun aku akan menolong. Tiap aku dapat
berbuat begitu akulah yang akan merasa paling bahagia. Kau tahu Er, sahabat
terkarib dan saudara terdekatku di Jakarta ini adalah kau. Untukmu nyawa yang
sebiji ini pun akan kupertaruhkan." Oh, betapa senang hati Erwin mendengarnya.
"Ini agak berat, tetapi kau dapat melakukannya!" kata Erwin lagi.
"Soal apa" Katakanlah. Kalau soal uang kau jangan malu-malu mengatakannya
padaku. Menghadapi lawan, aku bersedia menggadaikan nyawa, tetapi kurasa diriku tak ada
arti dibanding dengan kemampuan dan ilmumu yang luar biasa! Nanti aku akan
menceritakan kisahku. Soal asmara Er, aku telah menemukan yang berkenan di hati.
Kalau kebetulan soalmu juga perkara cinta kuharap kita bisa nikah bersama. Kau
mau, bukan" Huuu, kalau bisa kejadian ia akan merupakan kenangan terindah selama
hidupku. Kalau aku mendapat anak laki dan kau anak perempuan akan kita
pertunangkan. Pokoknya kalau anak-anak pertama kita berlainan kelamin akan kita
perjodohkan, kau mau?" tanya Sabaruddin.
"Tentu Sab, tetapi aku ini bukan orang bangsawan!" jawab Erwin.
"Jangan cerita urusan bangsawan atau bukan. Kuno," kata Sabaruddin tertawa.
Erwin meminta sahabatnya untuk bercerita lebih dulu tentang kisah cintanya.
Sabaruddin setuju. "Aku mulai mengenalnya di dalam sebuah pesta ulang tahun seorang kenalan," kata
Sabaruddin memulai. Dia tak menyebutkan nama. Ketika kemudian Erwin yang mendengarkan dengan asyik
menanyakan nama gadis itu. Sabaruddin hanya menjawab bahwa namanya untuk
sementara mau dirahasiakannya. Pada waktunya ia akan memperkenalkan Erwin
kepadanya. Sekaligus hendaknya Erwin juga membawa pacarnya.
"Bagaimana rupanya Sab, tentu cantik sekali," kata Erwin.
"Bagiku tiada gadis secantik dan selembut dia."
"Dari daerahmu juga?"
"Bukan. Tetapi juga bukan dari pulau Jawa ini!"
"Kau membuat aku jadi lebih ingin tahu."
"Nanti kau akan kenal juga dengannya."
"Namanya sajalah Sab, siapa tahu barangkali aku mengenalnya."
"Kau pasti belum mengenalnya dan aku lebih baik tidak menyebut namanya. Nanti
kau cari dan kalau melihatnya aku khawatir kau akan berpaling dari kekasihmu
pada dirinya. Kau ganteng Er, banyak ilmu lagi, aku tak sanggup bersaing
denganmu." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Erwin senang juga dengan keterangan sahabatnya.
"Nah, kini giliranmu menceritakan siapa gadis pujaanmu itu Er," kata Sabaruddin.
"Ia juga bukan orang sini Sab. Cantik bagiku. Mungkin selembut gadismu itu.
Tetapi kami sedang bersengketa sedikit. Aku telah lebih sebulan jatuh hati
tetapi tak boleh menyatakan cintaku padanya. Dilarang oleh ayahku. Harus
menunggu empat puluh hari setelah kepergian istri dan anakku. Hari ini hari
keempat puluh satu. Aku sudah boleh menyampaikan perasaan dan isi hatiku kepada
dirinya." "Nah apa lagi, mengapa tak kau sampaikan. Apakah ia tahu kau punya pantangan"
Ataukah ia belum tahu bahwa kau amat mencintainya" Berterus terang sajalah
kepadanya. Nanti kau terlambat. Gadis cantik biasanya jadi incaran banyak laki-
laki," kata Sabaruddin menasehati sahabatnya.
"Aku sudah mengatakan padanya tadi pagi. Tetapi ia rupanya marah padaku. Mungkin
karena ia begitu lama menanti tanpa mengetahui cintaku padanya."
"Biasa, gadis tidak selalu secara serta-merta menyampaikan perasaannya. Apakah
dia tahu bahwa kau menyayangi atau sedikitnya menyukainya?" tanya Sabaruddin.
"Ia tahu, sangat tahu, tetapi aku tidak dapat mengatakannya."
"Menunjukkan ada?"
"Ya, sangat jelas. Ia pasti tahu bahwa aku amat menyayanginya."
"Jikalau begitu tidak ada problem."
"Entahlah Sab. Mau dikata tiada problem, kelihatannya ia banyak berubah. Ia
nampak dingin saja. Dan memperlihatkan pendirian yang keras!"
"Alah, keras seorang wanita biasanya keras-keras kerak!"
"Tetapi aku mengharapkan bantuanmu. Kau menemuinya, menyampaikan permohonan
maafku dengan lisan. Katakan bahwa kau sahabat terdekatku. Kau mau menolong?"
"Ya, aku bersedia kalau kau kira itu jalan yang terbaik. Siapa nama dan di mana
alamatnya?" Tanya Sabaruddin. "Ia asal Sumatera seperti aku. Tinggal pada pamannya."
"Nama dan alamatnya?"
"Sabrina, kau dapat menyebutnya dengan Ina," kata Erwin.
Darah Sabaruddin tersirap dan mukanya pucat. Asal sama dan nama sama dengan
gadis yang dicintainya. Ia usahakan menenangkan hatinya. Sama asal dan sama nama toh tidak mesti sama
orangnya. Ada ribuan orang berasal dari pulau yang sama dengan nama yang sama. Mustahil
orangnya sama pula! Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi ketika Erwin menyebutkan nama paman dan alamatnya, Sabaruddin benar-benar
seperti kehilangan keseimbangan. Ya Tuhan, mengapa mesti begitu" Sabrina Erwin
adalah Sabrina-nya Sabaruddin.
"Kau tak mau menyebutkan nama kekasihmu padaku karena kau khawatir aku akan
jatuh cinta padanya. Aku telah memberi tahu nama gadisku, jangan sampai kau
menaruh hati padanya Sab.
Kuharap kita berempat akan menjadi sahabat terakrab di dunia bahkan sampai di
akhirat nanti!" ujar Erwin. "Kau sudah-lama mengenalnya Er?" tanya Sabaruddin untuk menutupi kebingungannya.
Ia masih sukar percaya bahwa mereka berdua mencintai gadis yang sama.
"Ketika aku kembali dari Ujungpandang tempo hari," jawab Erwin. "Kau akan
menyukainya Sab. Dia baik dan lembut sekali!"
Kasihan Erwin. Atau kasihan Sabaruddin"
Kalaulah Erwin tahu bahwa Sabaruddin bukan akan menyukai, tetapi telah mencintai
dan dicintai Sabrina, mungkin ia akan pingsan. Walaupun ia manusia harimau
berilmu tinggi. "Kau takut menyampaikannya Sab?" tanya Erwin melihat sahabatnya diam termangu.
"Tidak, mengapa harus takut," jawab Sabaruddin asal jawab saja. Berbagai pikiran
berkecamuk di dalam benaknya.


Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kapan?" tanya Erwin.
"Kapan maumu?" tanya Sabaruddin. Juga asal tanya saja. Ia seperti mengalami
mimpi yang amat mengejutkan.
"Besok, kalau kau tidak keberatan. Aku ingin segera, supaya kami kembali normal
Sab! Kau tentu tahu bagaimana cara menyampaikannya!" Dengan susah payah
Sabaruddin menyembunyikan perasaannya. Ia tidak sanggup mengatakan bahwa Sabrina
itulah juga yang direncanakan akan jadi istrinya. Kini ia tahu bahwa hanya ada
satu wanita untuk mereka berdua.
"Nasibku ada di tanganmu Sab," kata Erwin ketika ia mohon diri. Ia sendiri tidak
sadar mengapa ia berkata begitu. "Ingat usulmu, kita akan nikah bersama."
Sabaruddin hanya sanggup mengangguk. Untunglah Erwin lekas pulang. Ia sudah
hampir tak sanggup menguasai diri. Erwin pergi dengan penuh harap.
Sabaruddin tinggal dengan masalah yang sukar atau tidak dapat dipecahkan. Ia
masih saja sebagai bermimpi buruk, mengapa harus demikian. Ia merasa seakan-akan
tak ada kejadian yang bisa lebih buruk dan celaka daripada ini. Ia begitu ingin
membalas budi baik Erwin, sekarang ini yang terjadi. Kedua-duanya mempunyai
problem yang sulit menghadapi Sabrina.
*** JAM sembilan malam, Sabaruddin menelpon Sabrina, bahwa ia ingin datang oleb
suatu kenyataan yang tak disangka dan timbul begitu mendadal:. Sabrina cemas
memikirkan apakah gerangan masalahnya. Baru pada pagi itu ia dengan tabah hati
menghadapi Erwin yang pernah dicintainya setengah mati dan kepada siapa ia kini
diam-diam menaruh rasa kasihan yang mendalam. Apa yang akan disampaikan laki-
laki Ujungpandang yang begitu cepat merebut hatinya menggantikan Erwin" Apakah
orang tuanya mengetahui dan keberatan atas hubungan mereka"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apakah sebentar lagi ia akan menghadapi suatu kenyataan baru" Akan terpaksa
memutuskan hubungan dengan Sabaruddin"
Kedatangan Sabaruddin dengan mukanya yang bingung memperlihatkan kepada Sabrina
bahwa kekasihnya itu memang sedang menghadapi problem.
"Kau kelihatan menghadapi kesulitan," kata Sabrina.
"Ya," jawab laki-laki itu singkat.
"Ada kaitannya dengan hubungan kita?"
Pertanyaan ini tidak segera terjawab karena sukar untuk menjawabnya.
"Orang tuamu keberatan?" tanya Sabrina ingin tahu sambil menerka.
"Tidak. Tidak akan ada kesulitan dengan orang tuaku."
"Kalau begitu tiada kaitannya dengan hubungan kita," kata Sabrina sedikit lega.
Yang paling dikhawatirkannya tadi memang orang tua kekasihnya itu. Yang ningrat
dan yang kaya. "Yah, sukar mengatakannya. Tetapi kurasa ada kaitan."
"Kaitan bagaimana?" tanya Sabrina heran.
"Kau kenal Erwin?"
"Kenal, kawan baik. Ada apa dengan dia?" Sabrina berdebar dan curiga.
"Dia juga kawan, bahkan sahabat terbaikku!"
"Jika begitu kita akan jadi tiga sahabat," kata Sabrina. Ia coba meringankan
keadaan. "Ina, aku tidak dapat melukai hatinya!"
"Kau tidak perlu melukai, karena kami hanya berkawan."
"Tidak ada yang kau sembunyikan?" tanya Sabaruddin.
Sabrina bisa meraba, bahwa Sabaruddin telah mengetahui riwayatnya dengan Erwin.
Tentu Erwin yang menceritakan. "Kami pernah punya kisah. Tetapi itu telah berlalu tanpa kesan Sab. Ia atau kami
tidak pernah berjanji atau saling menyatakan isi hati. Aku berani bersumpah untuk itu." Dan Sabrina
memang berkata benar. "Ia amat mencintaimu Ina."
"Aku tidak tahu. Ia tidak pernah mengatakanya. Demi Tuhan ia tidak pernah bicara
tentang cinta." "Katanya kau tahu bahwa dia amat mencintaimu!"
"Itu menurut sangkaannya!"
"Apakah dia keliru. Ina?" tanya Sabaruddin. Kini dia agak lega.
"Kurasa begitu. Sudah kukatakan. Dia tidak pernah mengatakan cinta. Tetapi tidak
dapat disangkal bahwa dia sangat baik. Sangat suka menolong sesama manusia."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Memang," kata Sabaruddin menguatkan. "Aku juga pernah ditolongnya. Budinya tak
terlupakan olehku. Mungkin juga tidak akan pernah dapat kubalas." Laki-laki itu lalu menceritakan,
bahwa ia dimintai tolong untuk mohon maaf, karena ia selama empat puluh hari
sejak kepergian istri dan anaknya, tidak boleh menyatakan cinta.
"Kasihan dia," kata Sabaruddin kemudian. "Kau tidak mencintainya Ina" Berkatalah
terus terang, karena ia sahabatku yang teramat baik!" sambung Sabaruddin.
"Aku menghormati dan menghargainya, karena ia baik budi. Lain tidak," kata
Sabrina yang bertekad tak mau kehilangan kekasih yang telah menyingkirkan Erwin
dari hatinya. Dalam hati Sabaruddin berkecamuk dua macam perasaan. Lega karena Sabrina tidak
pernah mencintai Erwin dan perasaan kasihan karena sahabat baiknya itu bertepuk
sebelah tangan dan keliru menilai kebaikan gadis itu. Tetapi suatu kepastian
menjadi jelas. Ia tidak merebut Sabrina dari Erwin.
"Bagaimana aku menyampaikan berita duka baginya ini Ina?" tanya Sabaruddin.
"Terserah pada kebijaksanaanmu. Tetapi aku akan senang sekali kalau ia tidak
tersinggung, karena aku amat menghargainya. Aku benar-benar berharap agar kita
bertiga bisa bersahabat!"
"Apakah kau rasa ia salah mencintaimu Ina?"
"Oh tidak. Hak tiap orang untuk mencintai atau membenci."
"Mengapa kau tidak mencintainya Ina?"
"Pertanyaanmu itu aneh dan tidak lucu Sab. Orang toh tidak mesti membalas semua
cinta! Bukankah cinta tidak bisa diatur-atur?"
"Kalau kau yang jadi aku, bagaimana kau mengatakannya kepada Erwin?" tanya
Sabaruddin. "Mudah saja. Kau jangan berbelat-belit. Katakan, kau telah menyampaikan semua
pesannya. Bahwa aku tidak pernah tahu, bahwa dia diam-diam menaruh hati padaku. Katakan
juga bahwa perkenalan kita telah berkembang menjadi hubungan saling menyukai dan
berjanji untuk hidup berumah tangga. Ia akan mengerti, karena ia orang pintar
yang lapang hati," kata Sabrina. Dalam hati Sabrina menyadari bahwa ia
berbohong. Tetapi ia merasa tak punya pilihan lain yang agak baik. Dia telah kehilangan
Erwin, dia tidak bersedia kehilangan Sabaruddin pula. Ia menyesali keadaan,
mengapa kedua orang itu bersahabat dan akrab pula lagi.
Walaupun ia sadar bahwa menyesali suatu kenyataan tidak akan dapat mengubah
kenyataan. Dengan langkah dan hati berat keesokan paginya Sabaruddin mengunjungi Erwin.
Walaupun menurut pertimbangannya Sabrina tidak bersalah, tetapi Erwin tetap akan
kecewa, sangat kecewa. Ia, dalam keadaan terpaksa diam selama empat puluh hari mencintai gadis itu
mati-matian. Tibatiba ia terbentur pada kenyatanan pahit bahwa ia hanya bertepuk
sebelah tangan. Melihat Sabaruddin masuk dengan wajah tidak gembira. Erwin sudah
bisa menebak, berita apa yang dibawanya. Penolakan, kegagalan.
Sabaruddin memandang Erwin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akhirnya Erwin yang duluan bicara: "Aku sudah tahu Sab. Sabrina menolak.
Bukankah begitu?" Sabaruddin hanya menundukkan kepala. Dan itu sudah suatu jawaban yang tak kalah
jelasnya dari kata-kata hiburan yang dirangkaikan.
"Ia tidak pernah tahu kau mencintainya Erwin," kata Sabaruddin sebagai pelengkap
jawaban. Erwin perlu mengetahui itu. Untuk membuktikan ketidak-bersalahan Sabrina.
"Dia berkata begitu?" tanya Erwin, tidak percaya.
"Ya, dia tak tahu kau mencintainya. Tetapi dia mengatakan kau sangat baik."
Kalau tak kuat menahan emosi, mau rasanya Erwin menjerit karena kesal atas
kebohongan gadis yang cindaku itu. Sialan, wanita yang selalu disayang dan
dirinduinya serta pernah diselamatkannya itu kiranya pandai dan mau juga
berbohong. "Dia katakan juga siapa pemuda pilihan hatinya Sab?" tanya Erwin.
Pemuda Sulawesi itu jadi gugup. Akan berkata terus terang" Ia tak sanggup. Akan
berdusta, khawatir kalaukalau Erwin mengetahui dustanya. Bukankah ia mempunyai
ilmu amat tinggi, punya firasat yang kuat dan selalu mengetahui pikiran orang.
Tetapi kalau ia tahu apa yang sebenarnya telah terjadi, untuk apa ia bertanya
lagi" Memang benar, Erwin tidak selamanya tahu semua. Yang mengetahui semua-
muanya hanya satu. Dia Yang Tunggal dan Mahakuasa. Bukan manusia yang mana pun.
Orang pandai seperti Erwin seringkali tahu apa yang telah atau akan terjadi.
Kadangkadang pandai membaca pikiran orang. Tidak tiap
waktu. Tidak di mana saja dan kapan saja.
Setelah agak lama Sabaruddin diam, Erwin bertanya lagi apakah Sabrina menyebut nama kekasihnya yang sekarang. "Apakah kau tanya
siapa kekasihnya kini?" tanya manusia harimau itu.
"Tidak," jawab Sabaruddin dan ia berkata benar. Jantungnya berdebar. Kalau Erwin
tahu siapa kekasihnya sekarang, apakah ia akan menyingkirkan orang itu" Dia
pasti dapat melakukannya kalau dia tahu dan mau. Ia telah membuktikan
kemampuannya di Ujungpandang. Dukun terhebat pun tak kuat melawan Erwin.
"Sayang," kata Erwin seperti orang yang kecewa. Sabaruddin jadi gelisah.
Kalau Erwin mengetahui, bahwa yang berkata-kata dengan dia itulah pilihan hati
Sabrina, maka hanya Tuhan yang tahu apa yang akan terjadi. Dan Sabaruddin yakin,
bahwa pada suatu ketika ia pasti akan mengetahuinya. Lalu bagaimana nanti"
Apakah Erwin akan membunuh sahabatnya yang merebut Sabrina"
Ataukah ia akan membunuh Sabrina karena memilih sahabat terdekatnya sebagai
pengganti" "Coba kau selidiki siapa orang berbahagia yang mendapat hati Sabrina," pinta
Erwin kepada sahabatnya. Hati Erwin sakit dan cemburu memang. Inilah untuk pertama kali dalam hidupnya
yang masih muda, ia gagal atau ditampik. Biasanya wanita yang menginginkannya.
"Kalau kau sudah tahu, beritahu aku," kata Erwin lagi.
Sabaruddin tidak menjawab dan manusia harimau itu pun barangkali tidak menanti
jawaban. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nasibku ini memang sial Sab," kata Erwin.
"Jangan berkata begitu, pantang," ujar Sabaruddin. "Tiap kekecewaan biasanya ada
faedahnya. Tuhan Maha bijaksana Er. Kau kan lebih tahu."
Setelah merasa tak ada lagi yang perlu diceritakan tentang kedatangannya ke
rumah Sabrina, Sabaruddin pun pulang.
Sepeninggal sahabatnya itu, pikiran Erwin kesal dan kacau. Ia menganggap dirinya
sial. Apakah tidak akan ada lagi hari-hari bahagia baginya" Dan tiba-tiba dia
merasa keringat dingin membasahi bajunya.
Tubuhnya gemetaran seperti orang dihinggapi malaria. la segera melihat dirinya
pada sebuah cermin besar model kuno. Dipandanginya dirinya dan tampak pulalah
olehnya proses perubahan itu. Tak lama kemudian ia telah menjadi manusia harimau
untuk kemudian mukanya pun berubah menjadi harimau. Bukan hanya itu. La ingin
mengaum dan ia tak sanggup mengekang diri. Maka mengaumlah ia dengan suara amat
keras, sehingga penduduk di sekitar rumahnya semua terkejut dan saling pandang.
Bukan khayal. Mereka semua mendengarnya. Suara harimau. Rasa takut melanda
mereka. Untunglah ada seorang tua berkata: "Biarkan saja. Dia tidak akan
mengganggu orang yang tidak mengusik dirinya!" Ada orang yang lalu diam, karena
takut. Tetapi ada juga yang bertanya apakah itu betul suara harimau.
"Itu suara nenek," kata orang tua tadi.
Orang yang tidak mengerti itu tercengang, tetapi tidak berani bertanya lagi.
Beberapa banyak penduduk di situ saling berbisik. Tidak mungkin ada harimau liar
di Jakarta. Itu tentu piaraan seseorang. Berarti di daerah mereka ada seorang dukun besar
atau seorang hebat yang mempunyai harimau sebagai binatang buas piaraannya yang
dapat disuruh apa saja, karena ia tunduk kepada yang memelihara. Kepada
majikannya. Melihat wajah dan tubuhnya menjadi harimau, Erwin menyadari bahwa ia memang lain
daripada manusia wajar. Patutlah Sabrina akhirnya menolak. Tetapi kemudian
otaknya berkata bahwa Sabrina lebih cocok untuknya daripada bagi manusia biasa.
Bukankah ia juga cindaku yang pada suatu saat nanti atau pada beberapa banyak
kesempatan dalam hidupnya bisa berubah jadi harimau. Bukankah kakek dan ayahnya
mati dikeroyok orang ramai karena tiba-tiba mencindaku"
Siapakah laki-laki yang dicintainya itu" Apakah pada suatu saat yang amat celaka
nanti, kalau mereka bersengketa Sabrina berubah jadi harimau lalu memakan
suaminya sendiri" Memikirkan itu sejenak, manusia harimau yang biasanya amat
lembut hati itu menyeringai puas. Setan sedang menggoda dirinya. Pada waktu
demikian nanti laki-laki yang kini tentu amat beruntung itu akan menebus
kesalahannya. Erwin tidak usah membalas, Sabrina sendiri akan meniadakan si
penjahat itu. Pada saat itu Erwin menganggap manusia yang merebut Sabrina seorang penjahat.
Tetapi setelah ia sadar, air mata membasahi pipi yang berbulu kuning itu.
Harimau manusia itu menangis. Dan ia mengambil suatu keputusan yang dianggapnya
terbaik bagi dirinya. Menyingkir.
Dia pindah ke Tanjungpriok.
Tidak ingin tahu lagi siapa laki-laki yang beruntung mempersunting Sabrina.
Erwin ingin segera pergi. Persetan sama perabotan rumah yang memang tak
seberapa. Persetan sama tetangga yang selama hari ini semuanya baik padanya. Persetan juga
sama Sabaruddin yang tidak berhasil melembutkan hati Sabrina untuk kembali
kepadanya. la orang sial,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak butuh persahabatan siapapun. La manusia harimau, tak layak hidup
berdampingan dengan manusia-manusia yang normal.
Erwin menghukum dirinya. Semua karena kesal dan pada saat itu merasa amat rendah
diri. la ingin segera pergi, tetapi setelah lebih satu jam menanti, ia belum
juga berubah kembali jadi manusia. la mau keluar dari rumahnya sebagai manusia,
tidak mau sebagai harimau yang bisa menghilangkan diri, tak akan terlihat oleh
siapapun. Pada saat-saat menunggu itulah datang tamu yang tak diundang bahkan
amat dimusuhinya. Salamnya berupa tawa mengejek, kemudian disusul dengkur keras. Tamu itu musuh
bebuyutannya, Ki Ampuh. "Kau hendak melarikan diri hah!" ejek Ki Ampuh. Erwin
diam saja. Tiada selera bertarung, tiada nafsu men jawab.
"Hendak ke mana kau, buaya!" Biarpun dia sedang berujud harimau, tetapi
dikatakan "buaya"
Erwin merasa amat dihina, sebab buaya dikenal sebagai binatang jahat dan palsu.
"Mana guna-gunamu" Mengapa kekasihmu sampai direbut orang!"
Erwin malu dan marah: "Bukan urusanmu jahanam!" bentaknya.
"Akhirnya si gagah perkasa ditundukkan oleh manusia biasa, hah!"
"Enyah kau, sebelum aku membunuhmu di sini," bentak Erwin.
Ki Ampuh tertawa-tawa, kemudian pergi. Tanpa kehadirannya pun Erwin sudah cukup
terhukum dan dia senang akan hal itu. Ia datang tadi sekedar memperlihatkan
kepada Erwin bahwa ia mengetahui betapa malu dan terpukulnya Erwin oleh
kehilangan Sabrina. "Ya pergilah," tiba-tiba terdengar suara ayahnya tanpa menunjukkan diri.
"Ayah, mengapa jadi begini" Aku sudah mengikuti nasehat ayah, sekarang ini
akibatnya," kata Erwin menyesali kenyataan.
"Tiap kekecewaan ada gunanya!"
"Tapi aku kehilangan dia."
"Makhluk hidup pada saat-saat tertentu memang kehilangan sesuatu atau seseorang
yang amat dicintainya!"
"Aku ingin mati saja ayah!"
"Huh, bodoh. Kehilangan seorang wanita saja jadi bosan hidup!"
"Tetapi apa gunanya lagi hidup tanpa Sabrina?"
"Kau semakin bodoh!"
"Ayah hanya bisa mengatakan aku bodoh. Ayah tidak merasakannya," kata Erwin
jengkel kepada ayahnya. "Marahlah kepadaku. Aku bisa mengerti betapa perasaanmu. Tetapi ketahuilah bahwa
dunia ini masih akan menghadapi ribuan hari yang akan datang. Belum akan qiamat
besok atau lusa!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa sangkut pautnya nasibku dengan dunia yang belum akan qiamat!"
"Banyak. Tiap hari semua hamba Allah, termasuk tumbuh-tumbuhan mengalami proses


Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kehidupan. Kita juga hamba-Nya."
Erwin menarik napas mendengar falsafah ayahnya mengenai kehidupan.
"Kau membenci ayahmu Erwin?" tanya Dja Lubuk.
Erwin diam saja. "Kau tidak menjawab Er!"
"Tidak ayah. Aku membenci kehidupan yang penuh derita ini!"
"Kau hanya menyebut derita hidup. Kau melupakan hari-hari yang pernah penuh
kebahagiaan. Kau tidak adil menilai pemberian Tuhan."
Erwin teringat pada masa-masa lalu. Ia juga pernah mengalami saat-saat gelak dan
tawa. Kemudian ia menangis tersedu-sedu, bagaikan seseorang yang menyadari
kekhilafannya. Ayahnya pergi dan Erwin tinggal sendirian menerima nasib.
Hampir dua jam kemudian barulah Erwin jadi manusia kembali. Ia pergi tanpa pamit
pada siapapun. Ia mau memencilkan diri. Ia tak suka pada dunia ini walaupun
ayahnya baru saja memberinya kuliah mengenai hidup dan kehidupan.
Sabaruddin yang masih dihantui perasaan kasihan pada Erwin tetapi juga sangat
menghendaki Sabrina untuk dirinya sendiri, keluar rumah. Bukan untuk menyepi,
melainkan untuk menemui sahabat akrabnya Erwin. Didapatinya rumah dikunci. Para
tetangga tak tahu ke mana ia pergi karena tiada meninggalkan pesan. Tetapi
mereka masih sempat menceritakan kepada Sabaruddin tentang suara harimau yang
amat keras, yang diduga piaraan salah seorang di sekitar tempat itu.
Mendengar ini Sabaruddin terus teringat apa yang terjadi di Ujungpandang dan ia
tidak sangsi sedikit pun, bahwa yang bersuara itu pastilah Erwin, ayahnya atau
kakeknya. Besoknya Sabaruddin datang lagi. Dia mulai curiga. Ke manakah sahabatnya yang
sangat kecewa itu" Lalu timbul berbagai macam pikiran dan dugaan. Apakah ia
sudah tahu bahwa pemuda pilihan Sabrina adalah dirinya sendiri" Kalau ia sudah
tahu, ia akan berbuat apa" Tak dapat bertindak karena tak sampai hati ataukah
akan melakukan pembalasan karena Sabaruddin tidak berterus terang" Kalau Erwin
mau membalas, maka tak ada kekuatan apa pun di permukaan bumi ini yang akan
dapat merintanginya. Begitulah keyakinan Sabaruddin. Seharusnya Sabaruddin
gembira dengan lenyapnya Erwin tanpa meninggalkan alamat. Mungkin Erwin
menganggap penyingkiran diri lebih baik untuk dirinya agar tidak mengetahui
siapakah gerangan pemuda yang katanya amat beruntung itu.
Setelah empat hari tidak juga ada berita tentang Erwin, yakinlah Sabaruddin
bahwa sahabatnya itu benarbenar sudah menjauhkan diri. Bukan tak ada laki-laki
yang menyepi dan tak mau bergaul lagi di tengah masyarakat karena terlalu kecewa
dalam asmara. Hidup di dunia bagi orang semacam itu hanya menunggu takdir untuk
dipanggil Tuhan pulang ke alam baka.
Lenyapnya Erwin diceritakan oleh Sabaruddin kepada kekasihnya yang dalam hati
merasa kasihan bercampur menyesal tetapi dapat disembunyikannya. Ia juga
menceritakan bagaimana asal mula ia berkenalan dengan Erwin sampai dibawanya ke
Ujungpandang untuk membalas sakit hati terhadap orang-orang yang bertanggung
jawab atas kematian adiknya Farida.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan ceritakan Ina. Hanya kepada kau kubuka rahasia ini. Erwin sebenarnya
manusia aneh yang sewaktuwaktu menjadi harimau berkepala manusia!" kata laki-
laki itu. Srrrr, berdesir darah Sabrina.
Sabaruddin tahu bahwa Erwin manusia harimau. Ia sendiri pun anak cindaku dan
sudah pernah berubah jadi harimau seperti almarhum ayah dan kakeknya. Bagaimana
kalau pemuda kesayangannya itu sampai mengetahui" Mendadak Sabrina jadi sadar
betapa besar bahaya yang mungkin menimpa dirinya. Bagaimana kalau sewaktu
berduaan di kamar atau di ranjang kelak, dirinya tiba-tiba berubah ujud"
Kesadarannya ini membuat ia mulai takut dan menyesali nasibnya.
Kalau ia tidak berpaling dari Erwin yang pernah menyelamatkan nyawanya, maka
bahaya takut ketahuan tidak ada, sebab Erwin sudah mengetahui. Mereka lebih
kurang sejenis. Sama-sama bisa jadi harimau. Tetapi kini semua sudah terlanjur.
Tak mungkin baginya untuk surut kembali.
*** ERWIN benar-benar mengurung diri secara hampir sempurna. Ia berdiam diri saja di
kamar rumahnya yang kecil. Hanya keluar kalau perlu membeli makanan seperti
beras, ikan teri, cabai dan sedikit buah-buahan, la masak sendiri sebagaimana
kebanyakan anak-anak Mandailing bertanak sendiri kalau merantau. Membebani diri
dengan ruparupa pekerjaan agar bisa berdiri sendiri. Membiasakan diri hidup amat
sederhana atau bahkan miskin akan membuat mereka mengetahui bagaimana rasanya
hidup melarat. Dengan pengalaman itu pula mereka bisa memaklumi betapa sakitnya
hidup sebagian besar bangsanya. Kalau orang-orang semacam ini pada suatu hari
berkuasa dengan wewenang untuk menentukan, maka rakyat akan mempunyai pemimpin-
pemimpin yang baik. Yang benar-benar sayang pada mereka dan bekerja keras untuk
mengangkat mereka dari penderitaan.
Pada suatu hari Erwin melihat Sabaruddin sedang memarkir mobilnya di depan
sebuah rumah makan di Tanjung Priok.
Melihat sahabat akrab yang ditinggalkannya tanpa pamit itu, Erwin jadi tertegun
memandangi dari tempatnya berdiri. Akan didatanginyakah" Bukankah ia sudah
berlaku sangat tidak pantas, pergi begitu saja"
Tetapi rasa malu pun ada pula.
Sedang ia ragu-ragu itulah tiba-tiba Sabaruddin kebetulan melihat diri Erwin. Ia
pun jadi tertegun seperti sahabatnya itu, karena tidak menyangka akan bertemu
tanpa janji. Sejenak kedua sahabat itu berpandangan, masing-masing dengan
keraguannya. Sabaruddin mengambil inisiatip. Ia melambaikan tangan lalu bergerak cepat ke
arah Erwin. Pada saat itu pula Erwin menentukan sikap tanpa berpikir. Ia berpaling dan lari.
Sabaruddin heran mengapa sahabatnya berbuat begitu dan ia mengejar. Ia ingin
tahu mengapa Erwin menjauhkan diri.
Cukup banyak orang mempersaksikan kejar-mengejar antara kedua laki-laki itu.
Beberapa orang bertanya kepada pengejar, apakah dia kecopetan atau ada barangnya
yang dijambret orang yang dikejarnya itu.
"Tidak, dia saudaraku!" kata Sabaruddin dan ia mengejar terus. Ia masih melihat
Erwin berlari. Ia berharap jangan sampai kehilangan jejak. Ia harus bicara dengannya. Ia harus
tahu mengapa Erwin pergi tanpa memberitahu. Sempat terpikir olehnya apakah Erwin
sudah mengetahui, bahwa dia sendirilah yang jadi pilihan Sabrina sehingga ia
memutuskan hubungan dengan Erwin. Ia akan menerangkannya dan ia bersedia
melepaskan kekasihnya itu demi kebahagiaan Erwin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Erwin, Erwiiiin," serunya sambil terus mengejar. Manusia harimau itu tak mau
menoleh. Oleh rasa gugup ia bahkan tak ingat bahwa ia bisa menghilangkan diri
dari pandangan Sabaruddin.
Pada saat itu ia sama sekali tidak ingat bahwa dia manusia harimau yang punya
kemampuan besar. Yang disadarinya hanyalah bahwa ia Erwin yang ditolak Sabrina.
Ia sama sekali belum tahu bahwa laki-laki lain yang kini jadi kesayangan gadis
itu tak lain dari sahabatnya sendiri.
Akhirnya Erwin sampai ke pekarangan rumahnya. Napasnya terengah-engah. Cilakanya
Sabaruddin pun tiba juga di sana.
"Mengapa kau kejar aku?" tanya Erwin.
"Aku yang harus bertanya Er. Mengapa kau menjauhi diriku" Adakah dosaku padamu.
Aku bersedia menebus, karena aku tidak mau kehilangan kau sebagai sahabat yang
paling kusayang." Dalam hati Erwin amat terharu dengan kata-kata sahabatnya ini. Benar, apakah
kesalahan Sabaruddin padanya. Sepanjang tahunya, tidak ada.
"Tak ada kesalahanmu Sab!" kata Erwin menundukkan kepala.
"Lalu mengapa kau meninggalkan aku tanpa berkata barang sepatah pun?"
"Kau sudah tahu siapa kekasih atau tunangan Sabrina?" tanya Erwin. Entah mengapa
ia menanyakan itu. Sabaruddin jadi terkejut. Apakah Erwin benar-benar belum tahu siapa pilihan
Sabrina" Sekiranya ia tahu bahwa Sabaruddin-lah yang merebut kekasihnya, bagaimana"
Ia tak sanggup berterus terang kini. Padahal tadi ia bersedia melepas Sabrina
demi kebahagiaan sahabat yang pernah amat berjasa pada keluarganya dan dirinya
sendiri di Ujungpandang. "Apakah kau bersembunyi karena sangat kecewa Er?"
"Tidak! Mengapa harus kecewa. Aku yang salah. Aku tak tahu diri!"
Sedih sekali hati Sabaruddin mendengar jawaban sahabatnya.
"Adakah sesuatu yang dapat kubuat untukmu Er?"
"Tidak ada Sab. Terima kasih saja untuk budi baikmu. Aku tak kekurangan atau
membutuhkan suatu apa pun. Hanya satu yang kupinta."
"Katakanlah, aku pasti akan memenuhinya kalau aku sanggup!"
"Kalau kau sudah tahu siapa kekasih Sabrina sekarang, tolong beritahukan
kepadaku." Untunglah Erwin tidak menunggu jawaban. Ia malahan berkata: "Sudahlah, kita
sudah bertemu. Antara kita tidak ada apa-apa. Aku pergi diam-diam, hanya karena
aku mau menyunyikan diri. Tak ada sebab lain."
Sabaruddin merasa amat berdosa. Ia tidak juga mau berterus terang. Ia tak
sanggup untuk itu. Ia mohon diri untuk pergi dengan perasaan dan hati yang kacau balau. Ketika tiba
di pintu, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sabaruddin berhenti dan menoleh pada sahabatnya. Tak kuat ia menahan pertanyaan:
"Kalau sudah kutemukan atau kuketahui siapa kekasih Sabrina itu, apa yang harus
kuperbuat Er?" "Tak ada apa-apa. Hanya tolong sampaikan kepadaku!"
"Akan kau bunuh dia?" Sabaruddin benar-benar sudah tidak mampu menyembunyikan
keinginan tahu. Bukankah dirinya sendiri yang langsung terlibat"
"Oh tidak Sab, tidak. Aku tidak sejahat itu. Hak Sabrina untuk menukar kekasih,
apa lagi di antara kami pun belum ada sesuatu ikatan."
"Lalu mengapa kau begitu ingin tahu?"
"Ada yang mau kusampaikan kepada laki-laki itu!"
"Bahwa dia merebutnya dari dirimu Er?"
"Tidak, itu juga tidak. Ada sesuatu yang mau kuceritakan. Untuk kebaikan semata-
mata, tidak ada lain tujuan." Dan Erwin mengatakan yang sebenarnya. Sabaruddin
tertanya-tanya di dalam hati, apa gerangan yang mau diceritakan bekas kekasih
Sabrina. Tetapi, ia tidak punya cukup nyali. untuk mengatakan bahwa, dirinyalah
yang harus menerima cerita Erwin. Sudah jadi terlalu berat dan malu untuk
mengakui sebuah kenyataan.
"Bila kau akan datang ke rumah Er?" tanyanya ketika akan keluar pintu.
"Nanti-nanti, kalau kurasa harus ke rumahmu."
"Mengapa begitu?"
"Ya, begitulah! Jaga dirimu baik-baik Sab. Jakarta ini menyimpan banyak
penjahat. Kewaspadaan selalu amat perlu."
"Terima kasih Er. Aku pergi ya," dan ia melangkah. Sepanjang jalan ia merasakan
ada sesuatu yang akan terjadi. Mengapa Erwin menasehatinya untuk jaga diri baik-
baik" Dan bahwa Jakarta menyimpan banyak penjahat" Ia kenal Erwin sebagai
seorang manusia yang kadangkala pandai melihat jauh ke depan. Telah terbukti di
Ujungpandang. *** KEESOKAN harinya, sekitar jam empat petang Sabaruddin menjemput Sabrina untuk
berkunjung ke rumah seorang sahabat yang berulang tahun. Sahabat biasa, bukan
seakrab persahabatan dengan Erwin. Keluarga kaya. Gedung mewah dengan pekarangan
luas berbunga-bunga indah pula. Sedap dipandang. Pemilik semuanya ini bernama
Safril. Pengusaha muda yang trampil. Baik budi, tak pernah menyombongkan
hartanya, karena insyaf, bahwa harta tidak menentukan segala-galanya.
Dan bahwa semua itu akan ditinggal kalau si pemilik dipanggil Tuhan pulang untuk
ditanyai apa saja yang dilakukannya di dunia. Dan dia tahu, bahwa di sana
siapapun tak dapat berdusta.
Siapapun tak dapat disogok. Yang dihitung di akhirat hanya kejahatan dan
kebaikan. Amalan dan dosa. Kalau neraka diibaratkan penjara, maka tak ada
seorang hukuman pun dapat melarikan diri dari neraka. Berbeda sekali dengan di
dunia, banyak terhukum bisa lobs dari penjara. Safril
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
percaya akan adanya neraka, sepercaya pada adanya surga yang diperuntukkan hamba
Allah yang saleh dan banyak beramal.
Banyak kawan-kawan Safril hadir dalam pesta kecil yang diadakannya. Sabaruddin
memperkenalkan Sabrina pada suami istri Safril dan kenalan-kenalan yang ada di
sana. Selain memberi selamat kepada yang berulang tahun, mereka juga melihat
anaknya yang pertama. Indri yang baru berusia empat bulan. Nyonya Safril dengan
perasaan bangga mendengar pujian sahabat-sahabat suaminya yang sebagian juga
sudah jadi sahabatnya. Semua mereka mengatakan, bahwa Indri sangat cantik dan
lucu. Montok lagi. Tak heran, kalau suami istri Safril amat sayang pada Indri.
Bagi mereka, inilah harta yang paling berharga, lebih berharga dari segala benda
mati yang mereka miliki. Sudah tentu Sabaruddin dan Sabrina juga dapat giliran. Nyonya Safril yang
mendukung anaknya memperlihatkannya. Ia tahu, bahwa kedua orang ini pun akan
memuji. "Aduuuh cakepnya," puji Sabaruddin.
Ketika Sabrina melihatnya mendadak ia dimasuki suatu keinginan yang belum pernah
dialaminya. Kedua matanya menatap bayi empat bulan itu. Ia menelan liur karena
mendadak merasa haus. Haus yang lain dari biasa. Ia ingin darah. Suatu keinginan
mendadak tanpa ada tanda-tanda lebih dulu bisa timbul pada diri cindaku.
Sabrina menatap anak itu. Nyonya Safril mengindung-indung anaknya yang tiba-tiba
menggeliat-geliat, kemudian kelihatan lemas. Sabrina merasa hausnya hilang. Ia
telah menghisap darah Indri dengan tatapannya. Tatapan cindaku yang berkekuatan
gaib. Nyonya Safril jadi gugup, kemudian menjerit. Begitu pula Safril. Tamu-tamu pun
jadi terkejut. Suasana pesta berubah jadi panik. Hanya Sabrina yang tahu apa yang telah
terjadi. Hanya dia. Dan Tuhan tentu. Cindaku itu dapat menyimpan rahasia. Pandai pula bersandiwara. Ia turut panik,
lebih dari yang lain. "Barangkali ditegur setan," kata Sabrina.
"Stuip barangkali," kata yang lain.
"Panggil dokter," kata seorang tamu memberi nasehat. Dokter datang lima belas
menit kemudian. Sabaruddfn mohon diri pada Safril untuk mencari bantuan. Sabrina permisi untuk
pulang. Pergi bersama-sama Sabaruddin. Sepanjang jalan gadis itu tidak berkata
sepatah pun. Pikirannya kacau.
Mengapa harus terjadi, tanyanya di dalam hati. Ia menyadari apa yang telah
dilakukannya di luar kemauannya, tetapi juga di luar kemampuannya untuk
mencegah. Matikah anak itu" Kalau mati, maka dialah yang membunuh. Betapa
jahatnya dia. Membunuh bayi yang tidak punya dosa apa pun. Walaupun di luar
kemauan, tetapi tetap dia yang membunuh. Bayi itu pasti mati. Ia masih ingat
peristiwa sadis itu. Masih dapat diingatnya betapa manis rasa darah Indri
melalui kerongkongannya. Setelah mengantarkan Sabrina. Sabaruddin bergegas ke Tanjungpriok. Ke rumah
Erwin. "Aku butuh bantuanmu Er. Mungkin kau dapat menolong!" kata Sabaruddin.
"Bantuan bagaimana?" tanya Erwin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Marilah ikut. Ini menyangkut nyawa seorang anak kecil. Masih bayi, empat bulan.
Kasihan, ia anak satusatunya."
Hati Erwin lalu tergerak untuk pergi.
Setiba di rumah Safril, terdengar banyak tangis. Pertanda buruk. Sudah
meninggalkah Indri" Buru-buru Sabaruddin mendapatkan Safril yang sedang terisak-isak.
Nyonya Safril meratap: "Jangan pergi anak mama. Tuhan, kasihanilah anak kami
ini. Ambillah aku sebagai gantinya. Beri ia kesempatan melihat dunia, Tuhan."
Erwin tak dapat menahan tangis. Ia jadi teringat pada istri dan anaknya yang
dibunuh Ki Ampuh. "Dokter sudah tak sanggup Sab," kata Safril kepada Sabaruddin.
Bab 14 Tamat "Sudah tiada?" tanya Sabaruddin. Ia tidak dapat menemukan kata-kata lain yang
lebih halus. "Entahlah. Kurasa begitu. Kata dokter, tiada harapan!"
"Bolehkah kawanku coba menolong. Siapa tahu, dengan izin Tuhan."
"Aku tak tahu lagi apa yang harus diperbuat Sab."


Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bolehkah kawanku mencoba?"
Erwin sedang memperhatikan bayi yang cantik tetapi sudah pucat hampir bagaikan
kain putih. Tanpa memberitahu apa-apa, Erwin azan. Dengan suara merdu, tetapi juga dengan
pipi dialiri air mata, Erwin memuji kebesaran Tuhan. Semua yang hadir melihat
Erwin menangis. Laki-laki muda itu mendekatkan mulutnya pada telinga kanan
Indri, kemudian pada telinga kirinya, ia seperti berbisik.
Beberapa menit kemudian bayi yang sudah sejak tadi tak bergerak itu, menunjukkan
tandatanda hidup. Setelah itu kepalanya bergerak dan kedua belah matanya terbuka sedikit.
Safril dan istrinya menangis lagi. Kini karena mendapat harapan kembali. Harapan
yang tadinya sudah lenyap. Semua orang yang ada di sana saling pandang. Seperti
tak percaya pada apa yang mereka lihat. Selain itu mereka jadi kagum tak
terhingga. Apalagi ketika Indri mendengarkan tangis. Ia masih hidup. Ataukah
hidup kembali" Tanpa sadar nyonya Safril mencium kaki Erwin.
Begitu pula suaminya. Padahal mereka orang-orang terpelajar yang selama ini
belum pernah percaya akan kekuatan gaib yang ada pada seorang dukun.
Tadinya mereka menganggap bahwa dukun hanya penipu.
"Jangan begitu," kata Erwin menjauhkan kakinya dan beranjak dari tempat semula
ia berdiri. "Apa yang terjadi adalah karena kebesaran Tuhan semata-mata. Karena Tuhan
Mahapengasih dan Mahapenyayang. Aku hanya memohon kepadaNya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mengapakah anak kami tadi Pak?" tanya Safril. "Ah tidak apa-apa. Darahnya
manis. Tadi dihisap iblis yang lalu di sini!"
"Apakah Dracula?" tanya seorang tamu yang ada di sana.
"Bukan. Dracula menggigit leher baru menghisap. Yang ini, menghisap dengan
pandangan mata saja."
Hampir semua hadirin menjadi amat heran. Ada yang tak percaya. Bagaimana pula
mengisap darah melalui pandangan saja. Hanya dua tiga orang saja yang pernah
mendengar kisah begitu. Di tanah Minang orang mengenal istilah palasik. Kerjanya memang masuk ke rumah-
rumah yang ada bayinya. Kebiasaannya mengisap darah bayi. Palasik hanya
menghendaki bayi di bawah umur dua tahun. Ratarata orang kampung takut sekali
pada palasik, kalau di dalam rumah ada bayi.
Palasik itu sama saja rupa dan perilakunya dengan manusia biasa. Jadi tak dapat
dikenali. Yang ada hanya palasik perempuan. Ada di antaranya yang berpura-pura
jadi dukun beranak. Mendengar dari Erwin bahwa darah bayi itu diisap iblis yang lalu di sana, maka
tak seorang pun menduga, bahwa iblis itu berupa manusia. Iblis yang lalu atau
datang ke sana tadi tentunya tidak kelihatan. Sama halnya dengan setan.
Safril amat berterima kasih pada Sabaruddin. Tanpa dia tentu Erwin tidak akan
ada di sana dan Indri tidak akan tertolong lagi.
"Berapa harus dibayar kepada dukun itu?" tanya Safril berbisik kepada
Sabaruddin. "Hush, jangan didengarnya. Dia akan tersinggung. Dia bukan dukun yang memasang
harga untuk pertolongannya," kata Sabaruddin.
"Tapi dia telah menyelamatkan anak kami."
"Memang itu kesenangannya."
"Dia dukun?" "Bukan profesi, tetapi suka menolong."
Semua orang jadi sangat simpati pada Erwin dan semua bertanyakan alamat
rumahnya. Belum pernah mereka melihat dukun sehebat Erwin. Dalam usia begitu
muda lagi. Dalam hati Erwin bertanya, tamu mana gerangan yang telah mengisap
darah bayi itu. Masih adakah dia di antara puluhan orang tamu-tamu itu" Erwin
memandangi mereka seorang demi seorang dengan tatapan mata yang redup tetapi
punya kekuatan luar biasa.
Kalau ada di antara yang hadir pasti akan menjerit kemudian mengaku bahwa dialah
yang mengisap darah. Semua tamu tidak tahan melawan pandangan Erwin. Semua tertunduk, tetapi tidak
sampai menjerit. Suatu tanda bahwa si pengisap darah tidak ada di antara mereka.
Orang itu tentu telah pergi, tetapi Erwin sengaja tidak bertanya apakah sudah
ada tamu yang pulang. Ketika Erwin akan diantar Sabaruddin pulang, Safril bertanya: "Apakah iblis itu
tidak akan kembali?"
"Tidak, ia menyangka bahwa tidak akan ada darah yang akan diisap lagi." Mereka
mengerti, apa yang dimaksud Erwin. Iblis itu menyangka bahwa Indri telah mati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi kalau ada iblis lain yang juga seperti iblis tadi, bagaimana?" tanya
Nyonya Safril penuh kecurigaan.
"Letakkan gunting dan kunyit jantan di bawah bantalnya," kata Erwin.
*** "KAU telah amat berjasa Er," kata Sabaruddin di perjalanan.
Erwin tidak menanggapi, tetapi bertanya: "Sudah adakah tamu yang pulang menurut
penglihatanmu?" "Tamu apa?" tanya orang Bugis itu. Ia jadi tak tahu maksud Erwin karena
pikirannya diliputi oleh keajaiban yang baru saja diperlihatkan Erwin dengan
mengembalikan kebahagiaan Safril dan istrinya.
"Tamu-tamu yang tadi berkunjung ke rumah Tuan Safril. Apakah sudah ada di antara
mereka yang pulang!" kata Erwin menjelaskan.
"Mengapa kau tanyakan itu?"
"Sekedar ingin tahu. Apakah kau tak ingin tahu siapa yang mengisap darah anak
keluarga Safril?" "Tentu, semua orang ingin tahu, tetapi bukankah tak mungkin. Kau bilang tadi
iblis yang kebetulan lewat yang mengisap darah bayi itu."
"Memang iblis."
"Iblis mana bisa kelihatan Er!"
"Kau kira iblis itu apa?"
"Ya semacam setan-lah atau orang halus!"
"Bukan hanya itu. Manusia juga bisa jadi iblis. Orang yang kejam atau sadis
dapat kita umpamakan iblis."
"Maksudmu, mungkin ada seorang tamu yang mengisap darah anak Safril?"
"Ya, itu bukan mustahil. Adakah tamu wanita yang sudah pulang?"
"Ada beberapa orang."
"Kau kenal?" "Ada yang kukenal. Misalnya Sabrina," kata Sabaruddin tanpa sengaja.
"Dengan siapa dia datang" Dengan kekasihnya?"
Darah Sabaruddin tersirap dan ia rasakan mukanya memerah.
"Dengan seorang laki-laki. Entah pacar entah saudaranya," jawab Sabaruddin
membohong karena merasa kepepet. Dia menyesal mengapa dia tadi menyebut nama
Sabrina. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sabrina tidak memperkenalkannya kepadamu?"
"Tidak," bohong orang Bugis itu lagi.
"Kapan pulangnya. Sebelum atau sesudah orang panik?"
Sabaruddin jadi gugup. "Entah, aku tak ingat."
"Tolong ingat-ingat Sab!"
"Apakah itu penting?"
"Dalam penyelidikan seperti ini, setiap keterangan penting!"
"Tapi kau tidak mengira atau menduga bahwa Sabrina terlibat, bukan?"
"Kau membela dia Sab?"
"Ah, tidak," jawab Sabaruddin semakin terdesak. Dia gugup.
"Ingat-ingatlah Sab!"
"Kurasa dia pulang ketika orang sedang panik. Mungkin dia lemah saraf, tak kuat
menghadapi ketegangan."
"Kurasa juga begitu! Sarafnya tak kuat. Banyak wanita begitu. Dia pulang bersama
laki-laki yang datang dengan dia?"
"Tak kuperhatikan," kata Sabaruddin membohong lagi.
"Sarafmu kuat. Bukankah begitu Sab. Tak mudah emosi," kata Erwin.
"Kurasa cukup kuat. Mengapa?"
"Aku punya firasat."
"Firasat apa?" "Kau betul-betul tidak akan terkejut?"
"Mengapa pula mesti terkejut?" Sebenarnya dia merasa amat tercekam. Apa yang
akan dikatakan Erwin"
"Yang mengisap darah bayi itu Sabrina!"
Sangat terkejut, tak percaya bercampur dengan amarah Sabaruddin berkata: "Kau
keliru Erwin. Jangan ulangi tuduhanmu itu." Sabaruddin jadi panas.
"Kau tak perlu percaya Sabaruddin. Aku hanya mengatakan suatu kenyataan, bukan
menuduh!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sabaruddin membawa mobil yang disetirnya ke pinggir jalan dan berhenti. Ia sudah
tak dapat mengendalikan diri.
"Mengapa kau berhenti Sabaruddin" Aku hanya mengatakan apa yang telah dilakukan
Sabrina. Mengapa kau kelihatan amat marah?"
Sabaruddin jadi mulai sadar lagi. Dia memang sudah tak kuasa menahan emosi.
Tetapi sekaligus dia juga membukakan rahasia hatinya. Atau sedikit-dikitnya
membuat Erwin jadi curiga ada hubungan apa antara dia dengan Sabrina, maka ia
harus menjadi marah. "Kau menuduh dia tanpa alasan Er. Kau mengenal dia, bahkan pernah, barangkali
ini masih mencintainya. Aku juga bersahabat dengan dia. Aku bukan membela Sabrina, tetapi merasa tidak
mungkin," kata Sabaruddin. Ia ingat betapa besar budi Erwin bagi dirinya dan keluarga di
Ujungpandang. "Jangan kau pikir aku mengatakan ini karena ia telah menolak aku Sab. Kalau kau
menyangka begitu, kau sangat keliru. Aku bukan laki-laki semacam itu. Memang aku
pernah sangat sedih dan kecewa, bahkan pernah meminta bantuanmu untuk
memperbaiki hubungan kami. Apa yang kukatakan tidak ada sangkut pautnya dengan
penolakannya atas diriku. Kau boleh tidak percaya pada keteranganku, tetapi
kenyataan tidak bisa diubah oleh suatu ketidak-percayaan. Aku ulangi, yang
mengisap darah bayi itu adalah Sabrina!"
"Kau memang pandai melihat apa yang tak dilihat orang lain. Kau juga pandai ilmu
gaib, tetapi dalam hal ini aku yakin kau keliru!" kata Sabaruddin.
"Kau tidak mengenalnya sebagaimana aku mengetahui tentang dirinya. Itulah
makanya kutanyakan apakah kau kenal siapa pacarnya. Aku mau memberi ingat
kepadanya tentang sesuatu yang aku yakin dia tak tahu!"
"Apa yang mau kau beritahu?" tanya Sabaruddin.
"Kau bukan pacarnya. Yang perlu mengetahui adalah pacarnya," ujar Erwin.
Sabaruddin jadi bingung. Apakah dia akan mengatakan yang sebenarnya"
"Kau menyembunyikan sesuatu padaku Sab!" kata Erwin. Sabaruddin jadi tambah
terpojok. Sudah tahukah Erwin"
"Tak ada yang kusembunyikan. Aku cuma tidak percaya, bahwa Sabrina sejahat itu.
Dia gadis baik. Dan karena dia baik makanya kau dulu cinta setengah mati
padanya, bukan?" kata Sabaruddin membela diri.
"Aku lain dari orang yang mencintai dia sekarang. Kau sudah mengetahui apa aku
sebenarnya. Aku manusia harimau. Ayahku manusia harimau. Bahkan kakekku juga manusia
harimau!" "Dia menolak kau, karena dia sudah tahu bahwa kau manusia harimau" Itukah
maksudmu?" Tanya Sabaruddin. "Dia tahu bahwa aku manusia harimau. Sebagaimana aku tahu, bahwa dia juga
kadang-kadang jadi harimau. Itu yang mau kuberitahukan kepada pacarnya," kata
Erwin yang berpendapat lebih baik memberi pengertian kepada sahabatnya yang jadi
amat matah itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau bohong Erwin. Kau mau membuat takut pacarnya supaya dia akhirnya kembali
padamu," kata Sabaruddin yang kini jadi lebih emosi karena tidak percaya.
"Aku heran mengapa kau yang jadi begini marah!" ujar Erwin tenang. "Apakah
pacarnya itu masih saudaramu atau sahabat akrabmu?"
"Kita berpisah di sini saja Erwin. Aku tak suka dengan orang yang mau memfitnah.
Dengan cara yang begitu keji lagi!" kata Sabaruddin.
"Baiklah Sab. Kau yang punya mobil. Aku hanya menumpang. Kalau orang kaya
mengatakan berpisah di sini, tentu aku dengan segala senang hati turun. Satu hal
yang aku ingin beritahu padamu, orang kaya. Aku bukan tukang fitnah!" lalu Erwin
turun dari mobil Sabaruddin.
Pemuda Bugis itu melarikan mobilnya. Sebenarnya tak tahu mau ke mana. Dia benar-
benar panik sendiri. Dia merasakan betapa kasar kata-katanya terhadap Erwin. Tetapi yang menyebabkan
dia kasar juga Erwin sendiri. Ia tetap berkeyakinan, bahwa Erwin bohong. Orang
yang kecewa karena cinta memang sanggup berbuat segala-galanya. Antara lain
berbohong untuk melampiaskan sakit hatinya. Akhirnya Sabaruddin tiba di
rumahnya. Pikirannya sangat kacau. Kalau Erwin pembohong, maka dia juga
pendusta. Kini disadarinya. Ia tidak pernah berani berterus terang kepada
sahabat yang pernah amat berjasa padanya itu. Kini ia kehilangan Erwin yang
dibohonginya itu. Kini ia merasa malu. Apa yang harus dilakukannya. Semuanya
sudah jadi kusut. Apakah Sabrina bisa meredakan kekacauan yang melabrak dirinya" Dengan
menceritakan segala apa yang telah terjadi" Dengan berterus terang bahwa Erwin
menuduh Sabrina yang mengisap darah bayi keluarga Safril"
*** SUDAH agak jauh malam ketika Sabaruddin tiba di rumah Sabrina. Tetapi ia
disambut dengan baik oleh paman dan tante gadis itu. Mereka belum tidur.
Tak lama menanti duduk di ruang tamu, Sabrina pun keluar dengan gaun tidur
berwarna merah jambu. Dia kelihatan cantik sekali. Tenang dan agung seperti biasa. Memandang gadis
yang amat dicintainya itu, Sabaruddin terus yakin, bahwa apa yang dikatakan
Erwin memang bohong dan fitnah yang amat keji.
"Kau cantik sekali dengan warna merah jambu itu Ina," kata Sabaruddin.
"Ah, kau selalu berkata begitu. Lama-lama bisa kuanggap gombal!" kata Ina
berkelakar. Padahal dalam hati ia senang sekali dengan sanjungan itu.
"Bayi Safril tertolong Ina, untunglah!" kata Sabaruddin senang.
Sabrina heran, tak segera menjawab, tetapi tak tampak oleh Sabaruddin yang
sedikit pun tidak meragukan kekasihnya.
"Kasihan sekali kalau sampai mereka kehilangan anak pertama dan tersayang itu.
Memang Tuhan Maha Pengasih. Dokter sudah tidak memberi harapan," kata Sabaruddin
meneruskan ceritanya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam keheranannya Sabrina berkata tanpa gairah: "Ya, untunglah." Hampir tidak
masuk akal. Ia merasa benar tadi telah mengisap habis darah bayi itu. Bagaimana bisa
tertolong. "Memang hebat sekali dia," kata Sabaruddin lagi.
"Hebat apa" Siapa yang hebat?" tanya Sabrina.
"Katanya darah bayi itu diisap iblis!"
"Iblis?" tanya Sabrina heran. Bukankah dia bukan iblis!
Sabrina bertanya iblis apa namanya yang mengisap darah bayi Safril. Oleh
Sabaruddin diceritakan, bahwa menurut dukun itu ada berbagai macam iblis. Ada
juga yang berupa manusia.
"Ah, mana ada iblis berupa manusia. Biasa, itu khayalan dukun!" kata Sabrina
dalam usaha menunjukkan ketidak-percayaannya.
"Kata dukun itu, orang tidak dipaksa atau diharuskan percaya. Tetapi kenyataan
tetap kenyataan!" "Apanya yang kenyataan?"
"Sukar menceritakannya, Ina. Aku sendiri tidak percaya!"
"Memang kita tidak perlu percaya pada segala ocehan dukun!"
"Tetapi dia menyembuhkan bayi yang menurut dokter tidak punya harapan lagi. Itu
suatu bukti bahwa dia punya kemampuan yang hebat!"
"Ngomong-ngomong perkara dukun hebat, kau belum mengatakan siapa dukun itu.
Siapa tahu, besok lusa kita juga memerlukan pertolongannya!" kata Sabrina.
"Alamatnya sekalian."
"Aku tahu alamatnya secara kebetulan. Kau kenal dia."
"Hah, mana mungkin!"


Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Namanya Erwin!" kata Sabaruddin dan dia memandang kekasihnya. Sabrina tak mampu
menyembunyikan rasa terkejut, walaupun ia tidak sampai berteriak. Mukanya
memerah dan Sabaruddin melihat bahwa gadisnya itu menjadi sedikit gugup. Tetapi
semuanya itu mungkin hanya karena Sabrina teringat pada orang yang pernah dan
barangkali masih amat mencintainya.
"Apa katanya?" tanya Sabrina yang rupanya ditundukkan oleh keingintahuan.
"Ah, ada lagi ceritanya yang betul-betul tak masuk akal!" jawab Sabaruddin.
"Apa?" "Huh, tak perlu kuceritakan. Memang betul katamu, dukun suka ngoceh. Memang
benar dia pandai mengobati, tetapi dia juga amat pandai beromong kosong!"
"Kau pernah ceritakan, bahwa dia pernah memberi pertolongan yang amat besar bagi
keluargamu." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itu betul. Aku tidak akan pernah melupakannya. Aku merasa berhutang budi yang
belum dapat kubalas. Tetapi aku tetap tidak percaya pada ceritanya yang sedikit itu!"
"Cerita apa" Aku jadi tambah ingin tahu."
"Ah tak usah, nanti kau jad; benci padanya. Padahal dia itu orang baik. Cuma
orang baik itu amat kecewa karena cintanya kau tolak. Kupikir itulah yang
membuat dia cerita nonsens!"
"Aku tak senang kalau kau tak menceritakan seluruhnya. Aku mau menikmati
kebohongannya kalau ia bohong!"
"Memang dia bohong. Mana bisa bohong dinikmati! Bohong bikin orang jengkel!"
"Dalam hal ini kita berbeda pendapat. Umpamanya begini: Ada orang kemalangan.
Orang lain yang benci padanya diam-diam menikmati kemalangan orang itu. Ada
orang membohongi kita umpamanya. Kita pura-pura percaya, padahal tahu bahwa dia
bohong. Dia senang karena menyangka telah berhasil membohongi kita, tetapi kita
juga senang karena kita menikmati kebohongannya yang kita ketahui!"
"Hebat sekali cara kau berpikir. Tetapi walaupun begitu bohong. Erwin ini tidak
bisa dinikmati. Dia mengatakan, ah tidak usahlah!" kata Sabaruddin enggan meneruskan
ungkapannya. "Teruskan saja. Caramu ini menjengkelkan, Sab. Aku tak suka caramu itu."
Karena sudah terlanjur dimulai, walaupun belum sampai kepada pokoknya, dan
khawatir Sabrina kecil hati atau ngambek, maka Sabaruddin berkata: "Dia
mengatakan, bahwa kau yang mengisap darah bayi itu. Gila tidak!" Sabrina tidak
segera menjawab. Nampak dia marah dan malu dan entah apa lagi yang disembunyikan
oleh ekspresi wajahnya. "Aku hormati dan hargai dia karena pernah membantu dan memang pintar mengobati,
tetapi dustanya ini benarbenar gila!" kata Sabaruddin. "Itu makanya aku tidak
mau menceritakannya tadi!"
"Jahanam dia! Dia berani berbohong begitu. Itu fitnah yang paling besar yang
pernah kudengar. Akan terkutuk dia untuk fitnahnya itu. Orang tak suka dituduh
yang bukan-bukan dengan cara yang begitu keji!" lalu sambungnya lagi: "Bagaimana
mungkin manusia mengisap darah bayi mungil itu. Manusia mana pun tak mungkin.
Bekas luka saja tak ada!"
"Itulah yang tak masuk akal. Tetapi dia tidak segansegan mengatakan bahwa orang
yang dikatakannya iblis itu mengisap darah anak keluarga Safril melalui
pandangan mata saja! Gila, benar-benar gila," kata Sabaruddin.
"Dia menuduh aku!?" tanya Sabrina seperti tak percaya.
"Ya, kau!" kata Sabaruddin datar karena klimaks cerita sudah dilalui.
"Dia bercerita di depan orang banyak" Akan kutuntut dia, karena memfitnah dan
merusak serta menghina nama baik diriku!"
"Dia hanya bercerita kepadaku. Lalu kusuruh dia turun dari mobil, karena aku
sangat jengkel." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus. Dia pantas diperlakukan seperti itu karena kekurangajarannya. Dia turun
tanpa protes?" "Ya, dia turun. Sedih juga hatiku mendengar dia berkata bahwa dia tahu diri.
Yang punya mobil aku, orang kaya, katanya. Dia hanya menumpang!"
"Ah peduli apa sama dia," kata Sabrina yang jadi benci betul pada Erwin. Tetapi,
ya Tuhan, apa ini! Sabrina mendadak merasa mukanya jadi pucat dan badannya gemetaran. Tubuhnya
bergoncang-goncang, sehingga tak bisa luput dari pandangan mata Sabaruddin.
"Kau sakit?" tanya Sabaruddin.
Sabrina tidak menjawab, getar tubuhnya kian kuat.
"Kupanggilkan dokter ya!" ujar anak muda Bugis itu. Sabrina tidak juga menjawab.
Tidak dengan kata-kata juga tidak dengan gelengan atau anggukan kepala.
Sabaruddin jadi cemas. Apakah yang menimpa diri kekasihnya itu" Begitu mendadak. Tak tahu akal lain,
dipijitpijitnya dahi dan kemudian kedua tangan Sabrina.
Getaran tubuh itu tidak mereda. Bahkan kini mata indah yang pandai menjatuhkan
hati lelaki itu, mulai merah dan kian merah. Setelah itu Sabaruddin jadi lebih
terkejut disertai rasa takut.
Tangan yang dipijitinya itu mulai berbulu, jelas warnanya kuning dan hitam. Lalu
muka Sabrina ditumbuhi bulu, pendek dan kian banyak. Sabaruddin seperti terpaku
dan kini tubuhnya gemetaran. Karena takut. Tak ada sebab lain. Ia sadar, bahwa
ia berhadapan dengan Sabrina yang mengharimau. Tak masuk akal. Sungguh tidak
bisa dipercaya. Tetapi mau tak percaya bagaimana kalau sudah mata kepala sendiri yang melihat.
Sabrina tersenyum dengan mulutnya yang masih belum berubah mungkin mengisaratkan
agar Sabaruddin jangan takut. Tetapi senyum yang begitu menawan tadi, kini telah
tidak mempesona lagi. Dengan mata yang memerah saga, dikelilingi bulu-bulu
kuning dan hitam itu, senyum Sabrina menambah rasa takut pada diri manusia yang
belum sampai lima menit yang lalu masih begitu cinta dan tergilagila padanya.
Dengan muka pucat dan badan gemetaran Sabaruddin menjauh sedikit. Rasa sayang
yang mendadak sontak berubah jadi rasa takut itu tidak bisa membuat dia langsung
melarikan diri, tetapi juga tidak punya keberanian untuk tetap begitu dekat
padanya. Kini mata Sabrina yang merah seperti memancarkan semacam sinar yang membuat bulu
roma berdiri. "Kau benar-benar cinta padaku Sabaruddin?" tanya Sabrina.
Kini Sabaruddin yang tidak menjawab.
"Sabaruddin, aku bertanya apakah kau benar-benar cinta padaku?"
Laki-laki itu tidak mampu memberi jawaban. Apa yang hendak dikatakan" Cinta" Ia
telah menjadi takut! Mau mengatakan tidak" Bukankah tadi ia begitu cinta padanya.
"Kau takut melihat aku Sabaruddin?" Ini pun terjawab oleh anak Bugis itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku melepaskan Erwin untukmu. Kau masih ingat?"
"Ya," jawab Sabaruddin. Memang begitu yang telah terjadi.
Perubahan pada diri wanita itu berjalan terus. Kini kuku-kuku tangannya pun
telah menyerupai kuku harimau.
"Mengapa kau Sabrina?" tanya Sabaruddin menyadari benar apa yang telah
berlangsung di hadapannya.
"Kau takut" Ini hanya terjadi sekali-sekali, di luar kemauanku. Dan tak akan
berlangsung lama. Takutkah kau?" "Aku heran!" "Hanya heran" Kau tidak takut padaku" Kau mencintai aku, bukan" Aku ini Sabrina-
mu." "Ina, betulkah kau yang mengisap darah bayi Safril?"
"Pentingkah itu?"
"Kau anggap tidak penting?"
"Kan dia sudah diselamatkan Erwin. Apa lagi!"
Sabaruddin masih dapat mengerti, bahwa ini suatu pengakuan tidak langsung. Jadi
benarlah dia yang mengisap darah anak Safril. Benar pula dia pun manusia
harimau. Jadi, Erwin tidak berdusta.
Betapa telah amat bersalahnya dia, marah pada sahabatnya itu. Sampai-sampai
disuruh turun di tengah jalan. Oh, betapa sombong dia pada orang yang pernah
menolong dia dan pernah sangat dikaguminya.
Kini, di depan matanya ia melihat Sabrina berubah jadi menyerupai harimau
sehabis dia mengata-ngatai Erwin. Keramatkah sahabatnya itu" Ah rasanya tidak
usah dipikir sejauh itu. Bukankah Erwin sudah mengatakan, bahwa Sabrina sewaktu-waktu dapat jadi harimau.
Dalam proses perubahan itu dengan hati kecut Sabaruddin melihat bahwa mulut
Sabrina pun mulai menonjol dan kian menonjol.
Lalu tampak empat buah taring, dua di kiri dua di kanan. Menyaksikan ini laki-
laki itu kian takut dan merasa bahwa dirinya mungkin dalam bahaya. Kalau ia mau
mengisap darah bayi dalam keadaannya masih seperti manusia biasa, apakah tidak
mungkin dia mau menerkam dalam keadaannya yang sudah berubah bentuk" Untuk
sekedar jangan terlalu menyakitkan hati Sabrina, maka Sabaruddin berkata bahwa
ia masih ada suatu urusan lain. Katanya: "Aku pergi dulu ya Ina, masih ada suatu
urusan." Mendengar ini gadis harimau itu menyeringai sehingga mulut dengan gigi-gigi yang
tajam itu tambah mengerikan dan mengecutkan semangat Sabaruddin.
"Ada urusan katamu" Sejauh malam begini" Kau bohong Sabaruddin. Yang benar kau
takut padaku! Katakan, bahwa kau tidak takut, bahwa aku kekasihmu yang sudah
berpuluh kali kau peluk dan ciumi!" kata Sabrina.
Sabrina bergerak mau memegang dan merangkul Sabaruddin. Sabaruddin tidak bisa
lagi menahan rasa takut. Ia menyingkir lebih jauh kemudian berdiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan pergi Sabaruddin. Kau telah membuat aku meninggalkan Erwin. Kini kau
tidak boleh meninggalkan diriku. Aku cinta padamu, aku tidak mungkin menyakiti
engkau. Duduklah kembali, sebentar lagi aku akan jadi normal seperti biasa."
Sabrina yang menakutkan Sabaruddin itu sesungguhnyalah takut kehilangan orang
yang sudah jadi pilihan hatinya. Dia sadar bahwa laki-laki itu takut, tetapi dia
lebih tahu dan berketetapan untuk tidak mau kehilangan Sabaruddin. Bertemulah
dua macam keadaan yang amat bertentangan. Seorang laki-laki yang pernah cinta
kini dalam keadaan takut setengah mati dan seorang wanita cantik yang berubah
jadi amat menakutkan kesayangannya, tidak mau kehilangan orang yang sedang amat
ketakutan itu. "Aku tidak akan menyakitimu sayang," kata gadis harimau itu dengan suara beriba
hati. Katakata itu masih sanggup menimbulkan rasa kasihan pada Sabaruddin tetapi
tidak mampu melenyapkan rasa takutnya.
"Aku percaya Sabrina, tetapi mengapa kau jadi begini" Aku memang takut. Maafkan
aku Sabrina, kau membuat aku takut!" kata Sabaruddin akhirnya.
"Kau tidak perlu takut. Aku sayang sekali padamu. Sebentar lagi aku akan normal
kembali. Jangan tinggalkan aku. Aku bersumpah akan tetap menyayangimu sampai denyut
napasku yang terakhir."
"Tetapi mengapa begini Ina" Mengapa" Aku benar-benar takut!"
Sabrina sangat sedih mendengar kata-kata itu. Tetapi jauh di lubuk hatinya ia
bisa mengerti mengapa manusia biasa takut melihat keadaannya seperti itu.
"Ini suatu takdir Sabaruddin. Bukan kemauanku. Tetapi juga tidak dapat
kuelakkan. Siapa yang mau seperti ini. Aku sendiri amat malu!"
"Kau tidak perlu malu. Terima ini sebagai suatu kenyataan," kata satu suara yang
tak kelihatan orangnya. Sabaruddin tambah terkejut. Begitu juga Sabrina sendiri.
Suara itu dikenalnya. Suara ayahnya yang telah tiada karena dikeroyok sampai
mati oleh orang-orang kampungnva sendiri ketika ia mengharimau di Sungai Penuh,
Sumatera Barat. "Siapa pula itu?" tanya Sabaruddin,
"Ayahku," jawab Sabrina. Anak Bugis itu tambah takut.
Itulah untuk pertama kali Sutan Rimbogadang mendatangi anaknya, sebagaimana Dja
Lubuk pada saat-saat genting mendampingi anak tersayangnya. Dalam hati Sabrina
merasa malu diketahui oleh Sabaruddin bahwa keluarganya bukan manusia-manusia
yang wajar, tetapi apa boleh buat. Semua memang kenyataan yang benar-benar
dinamakan takdir. "Sabrina, biarkan dia pergi. Dia bukan pasangan bagimu!" kata ayahnya yang masih
tak mau memperlihatkan diri.
"Aku mencintai dia ayah dan dia pun menyayangi diriku. Aku tak mau berpisah
dengannya." "Dia sekarang takut padamu. Mana mungkin dia mencintaimu lagi."
"Dia telah berjanji ayah."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itu kan sebelum dia mengetahui betapa dan siapa kau sebenarnya!"
"Ayah, aku tidak melepaskannya. Aku telah berkorban untuknya."
"Kau melawan kata-kataku Ina."
"Maafkan aku, dalam hal ini kupinta ayah jangan campur. Aku sudah dewasa."
Sabaruddin yang mendengarkan dialog antara ayah dan anak itu kian menyadari
bahwa Sabrina bukan gadis untuk dirinya. Tidak mungkin, mustahil. Tetapi dia
juga mengetahui bahwa Sabrina tidak mau melepaskannya.
Dan kenyataan ini bukan pertanda baik bagi dirinya.
Tiba-tiba ayahnya membentak: "Biarkan dia pergi. Dia tidak mencintaimu lagi. Kau
telah salah pilih. Sebenarnya dirimu cocok untuk Erwin. Ia telah mengetahui keadaanmu sebagaimana
engkau mengetahui keadaannya. Orang ini bukan manusia yang cukup baik. Dia
sahabat Erwin tetapi dia sampai kini masih merahasiakan bahwa dialah jadi
penyebab sampai Erwin menghindari masyarakat!"
Sabaruddin malu mendengar ucapan ayah Sabrina. Orang yang telah tiada ini tentu
orang yang amat hebat dengan ilmu yang sangat tinggi. Kalau tidak begitu,
mustahil ia mengetahui apa yang dilakukan oleh Sabaruddin. "Benarkah itu
Sabaruddin?" tanya Sabrina.
Laki-laki itu tunduk tidak menjawab. Tetapi sikapnya itu merupakan jawaban lebih
jelas dari ratusan kata-kata.
"Aku pergi Sabrina," kata Sabaruddin dan ia berpaling melangkah.
"Ingat Sabaruddin, aku cinta padamu dan aku tak akan melepaskan kau!"
Kata-kata itu merupakan ancaman, tetapi Sabaruddin terus berjalan ke luar.
Setiba di luar dia memperceppat jalan, kemudian berlari. Perasaan takut kini
lebih menghantui dirinya. Dia menyesal, mengapa ia tadi datang dengan menumpang
taksi yang tidak pula disuruh menunggu.
Celakanya tak ada satu taksi pun lewat. Ada beberapa minicar dan bajaj lalu di
jalan bebas becak itu, tetapi sialnya, semua berpenumpang. Ia berjalan tanpa
mengetahui dengan persis akan ke mana. Pulang ke rumah ia takut.
Besar kemungkinan gadis harimau itu akan mencarinya ke sana. Perasaan takut
itulah yang membuat dia tiap sebentar menoleh ke belakang. Sabrina akan
mengejar. Gadis harimau itu merasa dibikin malu, dikecewakan dan ia dari sedih
menjadi marah karenanya. Sudah ditegaskannya, ia tak mau dan tidak akan rela
ditinggalkan. Walaupun ia hanya wanita, tetapi ia adalah wanita harimau dan
sanggup melakukan pembalasan dengan dirinya yang berkuku panjang dan bertaring
tajam. Malam itu Sabaruddin mengalami takut terbesar dalam hidupnya. Dia merasa
keselamatan dan nyawanya benar-benar terancam dan dia tidak akan mampu
melindungi dirinya terhadap bahaya yang memburu itu. Akan ke mana ia
bersembunyi, siapa yang dapat dimintai pertolongan"
Sepanjang yang diketahuinya hanya ada dua tempat, yaitu pihak penegak hukum atau
Erwin. Kalau keduaduanya diperbandingkan, maka yang paling mampu menjamin
keselamatannya dari cekikan dan robekan si gadis harimau hanyalah Erwin. Telah
terbukti bahwa Polisi tidak dapat berbuat banyak terhadap kekuatan gaib, kecuali
kalau anggota Polisi itu sendiri mempunyai ilmu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kebatinan atau sihir yang sanggup mengimbangi si manusia harimau. Dan manusia
yang demikian sangat langka, juga di kalangan penegak hukum.
Kalau dia ingin selamat, dia harus ke Erwin. Manusia itu pasti akan dapat
melindungi dirinya. Tetapi apakah yang akan dikatakannya kepada orang yang pernah sahabat akrab dan
pernah pula berjasa besar pada dirinya sekeluarga di Ujungpandang. Bukankah ia
telah mengkhianatinya, sekian lama membohonginya, laksana insan yang menggunting
dalam lipatan" Mengapa ia tidak terang pada Erwin" Apa akan dikatakannya kalau
ia ke sana" Mengaku bahwa ia diancam Sabrina boleh saja, tetapi dengan alasan
apa" Mengatakan sejujurnya bahwa dialah sebenarnya kekasih Sabrina yang baru dan
sekarang tidak lagi mencintai perempuan itu karena telah melihat sendiri bahwa
gadis itu benar seekor harimau pula. Persis seperti apa yang dikatakan Erwin.
Dan ia menuduh Erwin memfitnah Sabrina ketika menceritakan kenyataan itu.
Betapa hina dan rendah diri serta kotor hatinya terhadap Erwin. Tetapi mau pilih
yang mana" Malu dan mati di tangan Sabrina atau menebalkan muka dan mengakui segala
kedustaannya yang amat buruk itu" Akhirnya anak orang kaya yang memilih hidup di
atas segala-galanya menuju rumah Erwin, ia terpaksa terus berjalan karena tidak


Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adanya kendaraan dengan hati berdebar dan kaki gemetaran karena merasa tiap
menit begitu berarti untuk keselamatan dirinya.
Kalau Sabrina mengejar dan mendapatkannya sebelum tiba di rumah Erwin, maka
hanya ada satu kepastian bagi dirinya. Tidak lagi sempat melihat terbitnya
matahari pada keesokannya.
Untunglah dari belakang terdengar lagi suara minicar tersenggaksenggak. Itu pun
jadilah, pikir Sabaruddin. Daripada berjalan dengan kaki gemetar dan baju basah
oleh keringat. Nasib baik, kendaraan itu kosong dan berhenti secara mendadak
dengan dua tiga kali terbatuk-batuk., Sabaruddin naik, pengemudi menstart.
Sekali, dua kali, tiga kali tak mau hidup.
"Cepatlah, saya bayar lima ribu," kata Sabaruddin. Bagi bang minicar, uang lima
ribu bukan main! Dia renggut lagi beberapa kali, tetapi si besi yang sudah
termasuk tua tidak tertarik dengan lima ribu. Sebab dia toh hanya makan solar
secara irit sekali. la tak mau menolong tuannya meraih yang go-ceng itu.
"Adduh, tidak bisa pak," kata bang supir.
Sabaruddin turun lagi dengan hati kesal dan rasa takut yang meningkat. Apakah
ini suatu pertanda bahwa dia tidak akan luput dari balasan Sabrina" Terkutukkah
dia karena mengkhianati orang sebaik Erwin"
Kemudian terdengar olehnya sayup-sayup suara gadis harimau itu memanggil dia
dari kejauhan. Rupanya dia mulai menyusul. Suara itu berulang lagi kian dekat.
Hanya Erwin saja yang bisa menyelamatkan dia. Lalu ke sanalah ia harus menuju.
Bukan main, ke Tanjung Priok. Tak kan tertempuh olehnya jarak itu. Ia akan mati
ketakutan, lemas dan kehabisan semangat di perjalanan. Kalau Sabrina
menemukannya masih bernyawa, maka darahnya akan diisap habis.
Tak disadari Sabaruddin sebuah taksi berwarna kuning berhenti di sampingnya
sambil bertanya: "Taksi pak?" Sabaruddin seakan-akan bermimpi, karena ia sebenarnya sudah putus
asa. Bagai orang bodoh ia naik dan atas pertanyaan sopir ia menyebutkan tujuannya.
Tiba di alamat ia turun, memberikan sepuluh ribu. Si sopir mengatakan tak punya
pengembalian untuk uang sebesar itu. Kini ialah yang seperti mimpi karena
penumpangnya berkata, bahwa ia boleh mengambilnya semua. Kalau saban hari ada
dua penumpang sebaik orang ini, maka dalam tempo satu tahun dia sudah akan dapat
membeli taksi sendiri, walaupun hanya mobil bekas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sabaruddin bukan mengetuk, melainkan menggedor pintu Erwin, begitu takutnya dia,
kalaukalau Sabrina menyusul dan segera tiba di tempat itu.
Erwin yang belum tidur karena mengenang nasib, membukakan pintu. Tamu di jauh
malam itu masuk. Begitu tiba di dalam, langsung jatuh karena lemas dan tak sadarkan diri, membuat
Erwin heran dan tertanya-tanya dalam hati.
Apa yang dikhawatirkan Sabaruddin tadi, sebenarnya tak beralasan. Sabrina tidak
mengejar, tetapi buru-buru masuk kamarnya dan menutup pintu, ia takut dan malu
kalau sampai kelihatan oleh paman dan tantenya.
Ketika kedua orang tua itu bertanya dari luar kamar apakah tamunya sudah pulang
ia menjawab "sudah'", tetapi suaranya lain dari biasa, agak parau dan besar,
sehingga paman dan tantenya saling pandang, tetapi kemudian terus ke kamar
mereka, menduga bahwa Sabrina mungkin diserang pilek. Itu makanya suaranya
berubah. Gadis itu berharap segera menjadi manusia normal kembali, tetapi
setengah jam kemudian barulah ia merasa lega. Pulih semula.
Cantik sekali. Kalau tak melihat sendiri orang tak akan percaya, dia tadi
merupakan cindaku yang mengerikan.
Ia melihat lalu mengagumi dirinya di cermin pintu lemarinya. Ia tersenyum,
menarik sekali. Tetapi bagi yang dapat membaca muka, tawa atau senyum akan dapat melihat bahwa
senyumnya itu mewakili rasa dendam yang ia ingin lampiaskan terhadap orang yang
hanya menghendaki madu pada dirinya. Malam itu juga ia akan mencari Sabaruddin
yang ia yakini akan bertekuk lutut kembali manakala melihat dirinya begitu
cantik dan agung. Laki-laki itu akan memeluk-ciuminya lagi dan ia akan
menyerahkan diri. Pada saat laki-laki itu berada pada puncak kemesraan ia akan membinasakannya.
Tidak seperti mengisap darah bayi yang masih manis, tetapi ia akan menggigit
lehernya sebagaimana Dracula membunuh dan menyedot darah mangsanya. la yakin,
kalau tidak di rumahnya sendiri, tentu Sabaruddin akan berada di rumah Erwin.
Laki-laki itu sudah lebih dikenalnya, berjiwa egois, lebih mementingkan nyawa
daripada harga diri. Ia yakin, Erwin akan berlepas tangan, tak mau mencampuri
urusan mereka. Dia tentu sakit hati setelah mengetahui bahwa sahabat akrabnya itulah yang telah
merebut kekasihnya. Tetapi celaka benar, ketika ia hendak melangkah ke luar
kamar untuk menempuh kegelapan malam, tiba-tiba datang keinginan untuk
melepaskan dahaga yang datangnya secara sekonyong-konyong. Bukan ingin minum teh
atau air dingin ataupun kopi, tetapi ingin minum darah. Dalam keadaan masih
sadar, ia coba melawan nafsu iblis itu, tetapi sia-sia.
Tenggorokannya serasa Man kering, manis darah bayi seperti yang dinikmatinya
pada hari itu, merangsang. Dan ia langsung teringat bahwa di dalam rumah
pamannya itu ada seorang bayi, baru berusia dua setengah bulan. Anak saudara
misannya, yaitu anak dari anak kandung paman dan tantenya yang bernama Herlina.
Bayi yang jadi kemenakannya itu diberi nama Erni oleh kakeknya, Sutan
Mandiangin. Bayi perempuan, putih bersih dengan tubuh montok.
Timbullah maksud sadis di dalam hati Sabrina. Darah kemenakannya itu dapat
melepas dan memuaskan dahaganya. Pada saat itu tiada rasa kasihan, jauh segala
rasa sayang. Yang diketahuinya hanya kehausan yang menyiksa tenggorokan dan
nafsunya. Ia pergi ke kamar Herlina, didorongnya pintu yang kebetulan tidak
dikunci. Ia kaget sedikit, Herlina sedang mengindung-indung anaknya yang rupanya
terbangun oleh sebuah mimpi atau karem haus. Atau karena nalurinya mencium niat
jahat Sabrina yang tantenya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Erni belum tidur Her?" tanya Sabrina.
"Sudah sejak tadi. Tetapi ia mendadak terbangun. Barangkali mimpi!" jawab
Herlina. Sabrina mendekati anak itu, dielusnya lemah lembut. Tetapi sesaat kemudian bayi
itu menjerit lalu menggeliatgeliat! Ibunya terkejut dan jadi ketakutan, tetapi
Sabrina mengatakan, bahwa barangkali ia melihat jin atau iblis lewat. Setelah
itu ia keluar. Herlina menyangka Sabrina memanggil ayah dan ibunya, tetapi tak
ada seorang pun datang. Tangis bayi itu Man lemah, sesuai dengan melemahnya
tubuh dan geliatnya. Herlina berlari membawa anaknya ke kamar ayah dan ibunya,
digedornya pintu, membuat kedua orang tuanya terkejut dan bangun. Sutan
Mandiangin dan istri memperhatikan cucu mereka. Ternyata tidak bergerak lagi.
Denyut jantungnya pun telah berhenti. Herlina menjerit bagaikan orang gila. Anak
pertama yang amat disayang dan jadi permata hati setiap saat, telah tiada.
Ayahnya tak di rumah, tugas ke luar kota. Itulah makanya Herlina menginap di
rumah orang tuanya. Orang-orang yang ada di-rumah itu termasuk para pembantu
segera datang ke kamar Sutan Mandiangin. Dengan perasaan terkejut mendengar
jerit Herlina yang begitu melengking. Dan kini mereka melihat ibu muda dan kedua
orang tuanya menangisi bayi yang masih digendong Herlina.
Tetapi Sabrina tidak ada. Dicari ke kamarnya juga tidak ada. Pintu depan
ternyata tidak dikunci, berarti Sabrina telah meninggalkan rumah. Herlina tidak
sempat menceritakan, bahwa Sabrina baru saja dari sana Pun tidak curiga, karena
ia tidak mengetahui tentang rahasia diri saudara misannya itu.
Ketika orang saling tanya tentang Sabrina, barulah Herlina di antara isak
tangisnya mengatakan, bahwa Sabrina baru saja ke kamar itu. Ketika itulah Erni
tibatiba menjerit dan menggeliat-geliat. Kini orang saling pandang. Sutan
Mandiangin menundukkan kepala. Dalam benaknya barangkali timbul pertanyaan:
"Mungkinkah?" sebab dia tahu bahwa ayah Sabrina seorang cindaku yang mati
dikeroyok ketika menjadi harimau. Dan ia tahu cindaku betina mengisap darah bayi
melalui pandangan mata. Tanpa kata, bingung, sedih dan merasa sakit sekali, Sutan Mandiangin
meninggalkan keluarganya dengan kepala tetap ditundukkan.
Sabrina yang cantik kebetulan cepat mendapat taksi, menuju rumah Sabaruddin.
Karena baru melepaskan dahaga dengan membunuh kemenakan sendiri, timbul rasa
malu yang amat besar pada dirinya. Rasa malu yang tidak bisa membuat hidup
kembali bayi yang telah tiada itu. Ia akan menunjukkan rupanya kepada
Sabaruddin. Dia tidak akan jadi membunuhnya, kalau laki-laki itu mau melarikan diri bersama
dia. Tetapi tatkala dijumpainya rumah itu tanpa Sabaruddin, maka amarahnya bangkit
kembali. Ia menduga bahwa laki-laki pengkhianat sahabat itu tentu ke rumah
Erwin. Bercerita benar atau mengarang suatu kisah dusta lagi. Tetapi Sabrina tak
tahu tempat kediaman Erwin. Karena ia dikenal oleh pembantu Sabaruddin, maka
ditulisnya sepucuk surat untuk diberikan kepada Sabaruddin. Setelah itu gadis
cantik yang cindaku itu pergi, minta diantarkan ke luar kota oleh sopir taksi
yang menantinya. Setelah Sabaruddin sadar, Erwin bertanya apa yang telah terjadi sampai ia mandi
keringat dan gemetaran. Sabaruddin berpikir sebentar. Mau bilang apa. Yang sebenarnya" Aduh malu sekali.
Lebih baik bohong agar Erwin mau melindunginya. Dikatakannyalah bahwa ia tadi ke
rumah Sabrina, tetapi mendadak gadis itu menjadi harimau dan hendak memakan dia.
la tak tahu mau lari ke mana
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selain ke rumah Erwin untuk mendapat perlindungan atas keselamatan nyawanya. Dan
Erwin yang polos itu percaya. Dia pun bertekad untuk memberi bantuan kepada
sahabatnya itu. Tetapi tiba-tiba terdengarlah suara Ki Ampuh yang selalu datang pada saat-saat
yang dirasanya menyenangkan dirinya yang amat berdendam pada anak dari
Mandailing itu. "Aku datang untuk menolongmu Erwin, walaupun kau amat membenci diriku, bahkan
menanti suatu kesempatan untuk membunuhku. Kedatanganku ini hendak membuktikan,
bahwa aku sebenarnya tidaklah sejahat yang kauduga. Setidak-tidaknya tidak
selalu jahat. Kebaikan ada pula pada diriku ini. Dengarkan apa yang kukatakan
ini!" Suara itu jelas suara Ki Ampuh yang telah dikutuk oleh sumpahnya sehingga
menjadi babi. Bagaimanapun bencinya Erwin kepada musuhnya itu tetapi ia tertarik
juga dengan apa yang hendak diceritakannya.
"Ki Ampuh, aku bosan dengan segala ketengikanmu!" jawab Erwin marah. Dia yakin
bahwa musuhnya ini datang untuk menghina dia lagi. Atau mencobakan akal busuk
yang tak pernah habis dari benak kotornya.
"Sejahat-jahat insan pada suatu hari ia mungkin menjadi makhluk yang baik,
bahkan luar biasa baik untuk mengimbangi segala kejahatannya di masa lampau.
Insan semacam itulah aku ini, Erwin. Kau kenal baik pada orang yang datang
malam-malam begini ke rumahmu. Bukan sekedar kenalan, bahkan sahabat terakrabmu.
Sayangmu padanya sama dengan kebencianmu terhadap diriku."
"Kau pasti mau menghasut bedebah," kata Erwin marah.
"Sekali ini tidak Erwin. Aku mau menyampaikan kisah nyata. Kau jangan buru-buru
naik pitam. Kau tahu, bahwa aku ini palsu. Aku mengakuinya. Tetapi sahabatmu itu jauh lebih
palsu dari diriku. Biar aku jadi tikus atau katak yang hina, kalau aku
berbohong. Kalau jadi tikus biar aku tak bergigi dan kalau jadi katak biar aku
tak pandai melompat!"
"Kau ini benar-benar tak tertolong lagi Ki Ampuh. Tetapi betapapun aku kagum
atas keahlianmu memilih kata-kata. Mestinya kau dulu jadi penyair atau
sastrawan!" ujar Erwin. Dia akhirnya geli juga mendengar kalimat-kalimat Erwin.
"Barangkali kau benar. Tetapi apa boleh buat. Aku ditakdirkan jadi dukun, sama
seperti engkau. Padahal kau lebih pantas jadi diplomat!" Erwin jadi tertawa sedangkan Sabaruddin
mendengarkan tak berkutik, apa gerangan yang akan diceritakan oleh babi hutan
yang berasal dari manusia itu.
"Erwin, dengar baik-baik. Si Sabaruddin itulah yang merenggut Sabrina dari
dirimu. Dia cinta setengah mati pada perempuan itu. Dia tak percaya padamu,
ketika kaukatakan bahwa Sabrina cindaku, sewaktu-waktu bisa jadi harimau. Dia
suruh kau turun dari mobilnya. Kau ingat, bukan"
Kini datang minta perlindunganmu, karena Sabrina yang mengharimau di hadapannya
memaksa dia memenuhi janji. Padahal dia sudah jadi amat takut pada gadis itu.
Dia lari kepadamu dan masih juga akan menutupi rahasia kotornya. Dia itu egois
nomor satu Erwin. Hanya memikirkan dirinya."
"Kau dusta Ki Ampuh," bentak Erwin marah.
"Hm. Kau tak percaya. Coba tanya kepada sahabat baik dan setiamu itu!"
"Sabaruddin, benarkah cerita gila babi itu?" tanya Erwin. Sabaruddin tunduk
tidak menjawab. Erwin sukar percaya, tetapi tiadanya bantahan itu, apa artinya" Erwin bertanya
sekali lagi. Sabaruddin tidak juga menjawab.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Malu dan takut. Setelah berdiam diri sejenak, Erwin menyuruh Sabaruddin
meninggalkan rumahnya. "Kau membiarkan aku mati" Sampaikah hatimu?" Sabaruddin seperti mengemis nyawa.
"Aku hanya menyuruh kau pergi. Gubuk ini milikku, sebagaimana mobil mewah yang
pernah kutumpangi adalah milikmu. Bukankah aku turun ketika kausuruh turun?"
Erwin berkata dengan nada biasa, tetapi di dalam hati ia marah pada manusia yang
berhati culas itu. "Ada lagi satu cerita Erwin. Sabrina baru saja mengisap darah bayi dua bulan,
anak saudara misannya. Jadi masih kemenakannya. Bayi tak berdosa itu telah
mati!" Erwin terkejut. Ia masih merasakan betapa sakitnya kehilangan anak. Kematian
bayi yang kemenakan Sabrina ini sama dengan kepergian anaknya. Sama-sama
dibunuh. "Di mana bayi itu Ki Ampuh?" tanya Erwin. Suaranya merendah, lunak. Dalam hati
diakuinya, bahwa dalam tiap diri manusia, betapapun jahatnya, kadangkadang ada
atau timbul secuil kemanusiaan. Kemanusiaan dari seorang manusia. Sebaliknya Ki
Ampuh merasakan, bahwa Erwin sesungguhnya insan yang baik hati
selalu menolong sesamanya. Pertanyaannya mengenai bayi itu membuktikan, bahwa ia
menaruh perhatian pada soal-soal yang ada kaitannya dengan rasa kemanusiaan.
"Masih di rumahnya. Sedang diratapi. Ayahnya sedang pergi tugas ke luar kota!"
jawab Ki Ampuh. "Di mana rumah itu?" tanya Erwin.
"Rumah Sutan Mandiangin. Bayi itu dengan ibunya yang saudara misan Sabrina
menginap di sana." "Jadi satu rumah dengan Sabrina?" tanya Erwin hampir tak percaya.
"Ya, hanya berlainan kamar!" jawab Ki Ampuh.
"Iblis, dia benar-benar iblis. Bagaimanapun ganasnya cindaku, ia toh mempunyai
otak untuk berpikir sebagai manusia. Tega membunuh keponakannya sendiri. Dia
harus dibinasakan. Di mana iblis itu sekarang?"
"Sudah lari dari rumah itu. Mencari sahabatmu yang bernama Sabaruddin ini!"
Hati Erwin panas bukan buatan. Rasa takut laki-laki dari Sulawesi Selatan itu
pun meningkat. Dia bayangkan, bagaimana manusia harimau itu nanti merobek dadanya untuk
mengeluarkan jantung dan hatinya yang curang.
Ia akan tergeletak di pinggir atau bahkan di tengah jalan dengan isi perut
berhamburan. Huh, betapa akan sakit dan ngerinya menjelang kematian. Dia tidak
mau kematian seperti itu.
"Erwin, aku akan mati dibunuhnya. Aku sahabatmu. Kau tidak akan membiarkan,
bukan! Aku dulu dirayunya, barangkali diguna-gunai sampai bisa tertarik
kepadanya. Dialah yang punya ulah Erwin. Aku hanya korbannya. Dia yang harus
kaubunuh Erwin," pinta Sabaruddin beriba-iba sambil mendesak, dengan napas
terkadang terengah-engah. Ini menyangkut nyawanya. Yang hanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebiji dan tak ada yang dapat memberinya nyawa baru dengan harga berapa pun.
Yang dapat menyelamatkannya hanya Erwin.
Ki Ampuh tertawa tanpa memperlihatkan rupa, kemudian berkata: "Kau dengar
kepalsuan anak manusia yang kaya ini!" Sabrina tak pernah mengguna-gunainya.
Dialah yang membujuk dan bahkan mengatakan, bahwa kau bukan kekasih yang cocok,
karena kau manusia harimau Erwin!"
tambah Ki Ampuh. la ingin melihat Erwin membunuh sahabatnya di rumah itu.
"Keluarlah dari rumahku ini Sabaruddin. Kembalilah ke rumahmu yang mewah, aku
hanya manusia harimau yang hina dan patut kauperlakukan seperti itu. Kau banyak
uang, bisa membeli bantuan dari mana atau siapapun! Kau boleh coba menyewa satu
batalyon orang bersenjata untuk melindungi dirimu! Keluarlah.
Kalau aku tak dapat mengendalikan kesabaran lagi, kau akan kubunuh dan jantungmu
akan kumakan!" bentak Erwin yang memang sudah jadi amat marah karena perilaku
sahabat yang diduganya amat baik itu. Kiranya orang itu baik hanya waktu
membutuhkan bantuannya. Sabaruddin sangat terkejut, tidak pernah menyangka, bahwa orang yang selalu


Manusia Harimau Marah Karya S B. Chandra di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lembut itu bisa semarah ini.
"Keluarlah orang kaya!" bentak Erwin.
"Tidak, lebih baik aku mati di tanganmu daripada dibunuh oleh cindaku itu!"
pinta Sabaruddin mengharapkan iba kasihan. "Erwin, tolonglah aku, aku akan beri
apa saja yang kauminta atas perlindunganmu!"
"Hah, dasar kau manusia tak punya harga diri. Kautunjukkan lagi sifatmu yang
hanya menuhankan uang. Kaukira segala-galanya di dunia ini bisa kaucapai dengan uangmu yang melimpah-
limpah. Kau sama saja dengan para penipu dan pencuri harta negara. Tak bermoral
sama sekali. Kalian terlalu mendewakan materi.
Aku tidak tertarik dengan uangmu, walaupun aku hanya seorang miskin. Kau tak
dapat membeli aku dengan kekayaanmu!" Pada akhir kalimat yang diucapkannya itu,
Erwin menarik krah baju Sabaruddin, menyeretnya ke luar pintu.
"Pergi kau!" hardik Erwin sekali lagi, lalu ia membanting pintu, membiarkan
orang kaya dari Bugis itu menghadapi nasibnya.
Ketika ia tiba di dalam kembali, Ki Ampuh berkata, bahwa Erwin telah bertindak
tepat. Kata Ki Ampuh, kalau kita terlalu mengalah di dunia ini, akhirnya kita
diinjak orang. Orang-orang bermental buruk harus dihadapi dengan cara yang sama.
Tidak selamanya orang harus menjalankan perikemanusiaan terhadap mereka yang
terang-terang mau membinasakan kemanusiaan itu sendiri.
Kemanusiaan adalah suatu sifat yang amat agung tetapi kalau dilaksanakan secara
keliru maka ia bisa membalik dengan akibat yang amat berat, bisa menyengsarakan
seseorang atau sekeluarga, bahkan suatu bangsa.
Setelah diam sejenak, Erwin berkata, bahwa Ki Ampuh sebenarnya amat bijaksana,
tetapi mengapa harus tergelincir atau membiarkan dirinya tenggelam di dalam
nista seperti keadaannya sekarang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Orang bijaksana tidak selalu punya sifat-sifat yang baik. Dan orang bijaksana
juga tidak selalu bijaksana terhadap dirinya sendiri. Kau lebih baik, jauh lebih
baik daripada aku, Erwin," ujar Ki Ampuh. Mendengar itu Erwin jadi kasihan.
Apakah Ki Ampuh yang sudah berusia lanjut sadar akan kesalahan dan seringkali
kejahatan dirinya" "Benar, aku sadar kini, tetapi bukankah sudah terlambat" Aku tak mungkin jadi
manusia kembali. Akan beginilah nasibku sampai aku menemui ajal untuk kedua
kalinya, entah untuk jadi apa pula lagi!"
"Jangan berkata begitu Ki Ampuh, orang yang menyadari kesalahannya dan menyesal
atas kekeliruannya serta mau tobat, mungkin dapat pengampunan dan dibebaskan
dari penderitaannya."
Pada hari itu Ki Ampuh benar-benar menyesal atas segala kejahatannya.
Setelah itu Erwin berkata, bahwa ia mau ke rumah Sutan Mandiangin untuk melihat
apakah ia masih dapat berbuat sesuatu untuk bayi yang dibunuh oleh Sabrina.
"Bukankah ia sudah tewas Erwin. Apa lagi yang dapat kaulakukan!"
"Aku mau melihatnya. Bagaimanapun aku kenal Pak Sutan Mandiangin. Sedikitnya
untuk menunjukkan belasungkawa."
"Kau berhati mulia. Pergilah. Aku nanti juga akan hadir di sana!" kata Ki Ampuh.
Begitu besarnya kesediaan memaafkan pada diri manusia harimau itu, sehingga
perubahan sikap dan cara bicara Ki Ampuh membuat dia pada saat itu lupa, bahwa
babi manusia inilah yang telah membinasakan anak dan istri tercintanya. Dan
kenyataan inilah pula, pada waktu itu membuat Ki Ampuh sangat sedih dan menyesal
atas apa yang telah dilakukannya.
Beberapa saat kemudian Erwin telah memberi salam, di rumah Sutan Mandiangin yang
baru kehilangan cucu. Ia menyambut uluran tangan Erwin dengan rasa malu dan
sedih yang tak bertara. Ratap tangis Herlina yang belum mereda telah membuat
Erwin dan kakek bayi itu tambah sedih. Sutan Mandiangin menaruh hormat yang
besar sekali atas diri Erwin, karena walaupun ia telah diketepikan oleh
kemenakannya, toh ia datang tatkala keluarga itu berdukacita. Dalam pada itu
Sutan Mandiangin mengetahui, bahwa Sabaruddin yang berkunjung sebelum terjadi
peristiwa duka itu telah pergi tanpa pamit.
"Boleh aku melihatnya?" tanya Erwin.
"Silakan," jawab Sutan Mandiangin dan ia membawa tamunya itu ke ruangan tempat
bayi Herlina dibaringkan.
"Boleh kuraba tubuhnya?" tanya Erwin.
"Ia telah tiada Erwin," jawab Sutan Mandiangin. Dan jawaban ini membuat Herlina
menangis lebih keras. "Izinkanlah aku untuk memegangnya," pinta Erwin.
Ibu yang sudah putus asa menganggukkan kepala, sebab bagaimanapun permintaan
Erwin membuktikan tanda simpati yang amat besar. Manusia harimau itu meraba muka
dan kemudian dada Erni. Ia letakkan lagi tangannya di muka Erni. Ia membaca-baca
mantera, kemudian Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melekatkan bibirnya pada dahi Erni, membaca lagi. Lalu ia dekatkan mulutnya ke
telinga kanan dan kiri Erni membisikkan sesuatu.
"Bangunlah kembali sayang. Jangan tinggalkan ibu, ayah dan kakekmu. Mereka
sangat sayang padamu dan berat kehilangan dikau." Kalimat-kalimat itu jelas
didengar hadirin. Setelah itu ia berbisik lagi pada telinga Erni. Ajaib memang,
Tuhan berbuat sekehendak-Nya karena ia dapat berbuat apa pun yang dikehendaki-
Nya. Bayi yang telah meninggal itu bergerak, kemudian membuka matanya lalu menangis.
Kini Herlina dan seluruh orang yang ada di situ menangis karena kegirangan wal-
aupun hampir tak percaya akan apa yang mereka lihat. Bagaimana mungkin anak yang
telah meninggal, hidup kembali.
Herlina hendak memeluk anaknya, Erwin menahannya! "Jangan dulu! Ia memang telah
tidak bernafas tadi, tetapi rohnya belum meninggalkan tubuh. Itulah makanya ia
bergerak kembali. Puji dan bersyukurlah pada Tuhan," kata Erwin.
"Sabrina yang mengisap darahnya. Dia itu cindaku, orang yang sesekali jadi
harimau yang haus darah," kata satu suara. Dan suara itu suara Ki Ampuh.
"Betulkah itu Pak Erwin?" tanya Herlina.
Manusia harimau itu hanya mengangguk kecil. Erwin mohon diri. Herlina dan Sutan
Mandiangin, begitu pula beberapa orang lain mencium tangan Erwin walaupun ia
sebenarnya tak mau dihormati sampai begitu.
"Aku akan mencarinya, sebab dia akan membunuh lebih banyak," kata Erwin. ***
TAMAT Sejengkal Tanah Sepercik Darah 14 Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Mutiara Hitam 8
^