Pencarian

Pendekar Bloon 1

Pendekar Bloon Karya S D Liong Bagian 1


"Pendekar Bloon Karya : SD LIONG PENGANTAR Cerita silat karangan sdr. S.D. Liong ini, benar-benar
mengejutkan. Sepintas memberi kesan seperti saduran. Tetapi
benar-benar memang sebuah hasil karyanya yang aseli.
Susunan bahasa yang lancar, thema cerita yang penuh likuliku
kehidupan, pertempuran yang mendebarkan, romans yang
menyengsarakan dan humor yang mengocok perut,
menjadikan cerita Pendekar Blo'on ini benar-benar hidup dan
mengesankan. Dengan hasil karyanya ini, berhasillah sdr, S.D. Liong
menempatkan diri dalam jajaran penulis-penulis cerita silat
yang bermutu, Kami ucapkan Selamat Berkarya kepada Sdr. S.D. Liong dan
Selamat Membaca kepada sidang pembaca yang budiman.
Wassalam. Penerbit -oo0dw0oo- Catatan : Pendekar Bloon ini terdiri dari 2 Seri yaitu :
1. Pendekar Bloon 2. Bloon Cari Jodoh, yang terdiri dari 3 seri yaitu :
1. Pendekar Huru Hara 2. Pendekar Kalang Kabut 3. Pendekar Kocar kacir Seri ke 2 dan 3 dari Bloon Cari Jodoh ini tidak pernah terbit
karena bpk SD Liong Keburu meninggal
Dewi KZ -ooo0dw0ooo-- Jilid 1 Mayat mengembara. Suasana Wisma Perdamaian dipuncak Giok-li-nia gunung
Lo-hu-san tampak tegang- Beberapa tokoh persilatan yang
termasyur sedang mengadakan perundingan penting.
It ciang gan atau Jari tunggal-penakluk-dunia Kim-Thiancong
yang menjadi pemimpin Dunia Persilatan telah meninggal
dunia. Menerima berita itu, Hui Gong g taysu ketua Siau-lim si
segera bergegas menuju ke Giok-li-nia. Demikian pula
Ang Bin tojin ketua Bu-tong pay, Hong Hong totiang ketua
Go bi Pay, rahib wanita Ceng Sian suthay ketua Kun-lun-pay
dan Sugong In ketu Kong tong pay.
Mereka termasuk anggauta tujuh partai besar yang
menanda-tangani Piagam Perdamaian. Kim Thian-cong lah
yang menciptakan piagam itu dan mendirikan Wisma
Perdamaian dipuncak Giok-li-nia.
"Apakah kita Perlu menunggu kedatangan ketua Hoa San
pay dan ketua Kay Pang yang belum datang ?" tanya Hui Gong
Taysu. "Urusan ini sangat penting dan gawat, baik-lah kita tunggu
dulu kedatangan mereka. Apabila sampai tengah malam
mereka belum datang, terpaksa kita tinggal", Hong Hong tojin
ketua Gobi-pay menyatakan pendapat.
"Benar," sambut Ang Bin tojin atau Imam Muka-merah
ketua Bn-tong-pay, "kita harus cepat mengambil keputusan
dan bertindak. Besok pagi mungkin sudah tak sempat karena
tetamu-tetamu tentu sudah membanjir datang."
Ceng Sian suthay dan Sugong In menunjang pendapat
ketua Go-bi-pay juga dan Hui Gong tay-supun memutuskan
demikian. Ketua Siau-lim-si itu berpaling kearah tiga anak
muda yang berdiri di-samping meja.
"Apakah pesan terakhir dari Kim tayhiap kepada sicu
sekalian ?" seru ketua Siau-lim-si itu.
Sicu artinya "anda", istilah yang digunakan kanm paderi
apabila menyebnt lain orang.
"Suhu ingin apabila mungkin, supaya puteranya dapat
melihat wajah suhu yang terakhir," sahut Tio Goan-pa, murid
pertama dari Kim Thian-cong.
"O, puteranya yang bernama Kim Yu-yong itu " Dimanakah
Kim sicu sekarang ?" tanya Hui Gong taysu.
Goan-pa menghela napas : "Ah, sudah sejak lima tahun
yang lalu, Yu-yong sute pergi meninggalkan rumah, entah
berada dimana ?" Hui Gong taysu terperanjat : "Pergi " Mengapa dia pergi ?".
Dengan suara rawan Goan-pa menjawab : "Suhu
mengusirnya karena jengkel . . . . "
"Jengkel ?" Hui Gong taysu menegas makin heran, "apakah
kesalahan Kim sicu sehingga Kim tayhiap mengusirnya ?"
Goan-pa muram wajahnya namun menyahutlah ia dengan
lancar : "Yu-yong sute keras kepala dan tak mau menurut
kata-kata ayahnya. Disuruh belajar silat, tak mau. Disuruh
belajar ilmu sastra, pun menolak. Kerjanya setiap hari hanya
bermalas-malasan, bermain-main dan piara beberapa macam
binatang, anjing, kera dan burung. Dan sejak subo meninggal
dunia, Yu-yong sute makin binal. Karena jengkel, suhu lalu
mengusirnya ..." "Suhu keras hati, sekali sudah terlanjur mengusir ia malu
untuk memanggil puteranya pulang," kata Goan-pa pula.
Keempat ketua partai persilatan itu terkesiap. Mereka tahu
bahwa Kim Thian-cong hanya mempunyai seorang putera
maka heranlah mereka mengapa Kim Thian-cong begitu tegah
mengusir puteranya. "Adakah Kim tayhiap tak pernah menyuruh sicu bertiga
untuk mencari jejak Kim sicu ?" tanya Hui Gong taysu.
"Tidak pernah, "Goan-pa gelengkan kepala, tetapi kami
bertiga diam-diam memperhatikan keadaan suhu. Sejak
ditinggal oleh subo dan Kim sutepun pergi, suhu tampak
seperti kehilangan semangat, Suhu jarang bicara kalau tak
perlu. Sehari-hari hanya bermurung diri dalam kamar."
"Lalu apakah tindakan sicu ?"
"Diam-Diam kami berunding dan memutuskan untuk
bergiliran mencari jejak Yu-yong sute. Tetapi tak berhasil
menemukan tempat beradanya," menerangkan Goan-pa.
"Benar, Kim tayhiap tentu amat menderita batin," tiba-tiba
Ceng Sian suthay ketua Kun lun-pay membuka suara, "menilik
keterangan Tio sicu tadi bahwa Kim tayhiap telah
meninggalkan pesan terakhir agar puteranya dapat melihat
wajahnya yang penghabisan kali, tentu Kim tayhiap amat
merindukan puteranya. Kim tayhiap berjasa besar dalam
menyelamatkan kehancuran partai-partai persilatan Tionggoan,
maka wajiblah kita membalas amalnya itu dengan
memenuhi pesannya yang terakhir."
"Ya, akupun setuju dengan pendapat Ceng Sian suthay,"
seru Ang Bin tojin ketua Bu-tong-pay, "Kim tayhiap seorang
pendekar yang meng-abdikan seluruh hidupnya untuk
kepentingan dunia persilatan sehingga dia tentu tak ada waktu
untuk mendidik puteranya. Dalam hal ketidak bahagiaan-nya
Kim tayhiap dalam rumahtangganya, secara moral kita juga
ikut bertanggung jawab."
"Benar," Ang Bin tojin kembali berseru "maka selain
mengusahakan agar pesan terakhir dari Kim tayhiap itu
terlaksana kitapun wajib mencari puteranya itu sampai
ketemu." Setelah hening beberapa saat, Hui Gong taysu berpaling
kepada Kwik Eng, murid kedua dari Kim Thian-cong : "Adakah
Kim tayhiap memberi pesan juga kepada sicu?"
Pemuda itu mengangguk : "Ya, suhu pesan agar kelak
dapat ditanam dipuncak Giok-li-nia di sisi subo."
"O, tentu saja akan kita laksanakan," kata Hui Gong taysu.
Kemudian ketua Siau-lim-si itu bertanya. kepada Liok Sian-li
dara lincah yang menjadi murid nomor tiga dari Kim Thiancong
: "Li-sicu, apakah Kim tayhiap memberi pesan kepada lisicu
?" Sian-li terkejut, wajahnya bergelombang ke-rut kemerahan.
Beberapa saat kemudian baru me-nyahut : "Ah, suhu tak
memnggalkan pesan apa-apa kepadaku."
Hui Gong seorang padri. Ia percaya penuh pada orang,
apalagi keterangan seorang anak perempuan, dan lebih-lebih
murid Kim Tnian-cong, jago dunia yang termasyhur jujur,
ksatrya dan mulia. Suasana hening pula tetapi hati tokoh-tokoh persilatan itu
tetap sibuk memikirkan daya untuk melaksanakan pesan Kim
Thian-cong. Mereka menyadari bahwa dalam perjuangannya
selama berpuluh-puluh tahun untuk menyelamatkan partaipartai
persilatan agar pusaka ilmu warisan leluhur tak sampai
lenyap itu, Kim Thian cong mengikat banyak persahabatan
tetapi pun menanam banyak permusuhan. Banyak yang
memuja tetapi tak sedikit pula yang membencl.
Tiba-Tiba terdengar suara kentungan waktu beralun-alun
memecah kesunyian. Saat itu tepat jam duabelas tengah
malam. "Ah. mengapa mereka belum datang " Ada-kah terjadi
sesuatu pada diri mereka ?" Hui Gong taysu mcmbuka
pertanyaan. Pertanyaan yang tak dapat terjawab oleh ketiga
ketua partai persilatan yang lain.
"Mengingat waktunya sudah amat mendesak dan pula kita
sudah memberi waktu cukup untuk menunggu maka kurasa
kita mulai saja perundingan itu." kata Ang Bin tojin dari partai
Bu-tong-pay. Kawan-kawannya menyetujui.
Dalam pada menyetujui, Hui Gong taysupun mengajukan
pertanyaan siapakah yang akan memimpin perundingan itu.
Ketiga ketua partai persilatan serempak meminta agar paderi
ketua Siau-lim-si itu yang menjadi pimpinan.
"Baik, demi kepentingan Kim tayhiap pin-ceng (aku)
bersedia," kata Hui Gong taysu, "menurut hemat pinceng,
perundingan ini terdiri dari dua pokok persoalan yang
penting. Pertama, bagaimana kita hendak mengurus jenazah
Kim tayhiap dan kedua, mengangkat pengganti Kim tayhiap
sebagai Ketua Dunia Persilatan."
Kali ini Sugong In ketua Kong-tong-pay yang sejak tadi tak
pernah buka suara, berkata : "Menurut hematku, usul Hui
Gong taysu itu tepat sekali tetapi kuminta supaya acara
pembicaraan di-mulaikan dahulu dari pemilihan ketua Dunia
Persilatan, baru nanti meningkat pada pengurusan jenazah
Kim tayhiap." "Ah, pinto rasa tidak demikian," sanggah Ang Bin tojin
ketua Bu-tong-pay," memilih ketua Dunia persilatan, bukan
suatu hal yang sederhana, harus melalui liku-liku yang
panjang dan sukar. Misalnya, kedua ketua Hoa-san-pay dan
Kay-pang karena berhalangan tak dapat datang, apakah kita
berempat berhak untuk melakukan pemilihan itu " Sedangkan
soal pengurusan jenazah Kim tayhiap itu amat mendesak dan
menuntut penyelesaian yang segera. Besok pabila para tetamu
sudah datang, tentu tak sempat lagi kita mengatur."
Pernyataan ketua Bu-tong-pay itupun tepat. Memang
mengangkat seorang ketua partai persilatan bukanlah mudah,
apalagi seorang ketua Dunia Persilatan yang membawahi
seluruh kaum persilatan. Akhirnya berserulah rahib Ceng Sian suthay ketua Kun-lunpay
: "Pinni mengusulkan begini. Negara tak boleh seharipun
tak mempunyai raja. Demikian halnya dengan Dunia
Persilatan. Berhubung Kim tayhiap sudah tutup usia,
kedudukan ketua Dunia Persilatan tak boleh kosong walaupun
hanya sehari saja. Karena dikuatirkan akan menimbulkan halhal
yang tak diinginkan. Setiap partai persilatan akan
membawa kemauannya sendiri. Namun memilih ketua baru
itu, bukanlah suatu hal yang mudah. Saat ini justeru
menghadapi soal yang gawat, perlu adanya suatu pimpinan
untuk mengatur kesatuan langkah dan tindakan. Maka pin-ni
berpendapat agar kita memilih seorang pimpinan sementara.
Setelah urusan jenazah Kim tayhiap selesai, barulah kita nanti
tetapkan waktu untuk mengundang seluruh kaum persilatan
guna memilih seorang ketua baru . , . ."
Ucapan rahib dari Kun-lun-pay itu tiba-tiba ber-henti
setengah jalan ketika seorang lelaki tak di-kenal muncul dalam
ruang perundingan. Seorang lelaki setengah tua yang
rambutnya sudah menjunjung uban melangkah masuk dengan
tenang. Goan Pa sebagai wakil tuan rumah, cepat
menyongsong-nya. Setelah mengadakan tanya jawab
beberapa saat, lalu mengantar lelaki setengah tua itu ke meja
perundingan. "Taysu dan cianpwe sekalian, inilah Pang To-tik cianpwe
yang mewakili partai Hoa-san-pay untuk menghadiri
pemakaman suhu," Goan-pa segera memperkenalkan
pendatang itu kepada ke empat ketua partai persilatan.
"0, kiranya Pang sicu ini Oh-liong-kiam-hiap yang pernah
menggemparkan dunia persilatan pada duapuluh tahun yang
lalu. Pin-ceng sungguh beruntung sekali dapat berjumpa muka
dengan Pang kiam-hiap," Hui Gong taysu memberi sambutan
hangat. Oh-liong-kiam-hiap artinya Pendekar-pedang-naga-tidur.
Gelar itu diberikan orang persilatan kepada Pang To-tik karena
senjatanya sebatang pedang pusaka bentuknya nienyerupai
seekor naga melingkar. Sebenarnya dia adalah murid pertama
dari perguruan Hoa-san-psy. Tetapi entah karena apa, tibatiba
pada duapuluh tahun yang lalu ia menghilang tak
berbekas. Setelah ketua Hoa-san-pay menutup mata, yang
menggantikan sute dari Pang To-tik ialah Kam Sian-hong.
Maka kemunculan secara tak terduga-duga dari jago pedang
Naga-tidur Pang To-tik itu, mengejutkan para ketua partai
persilatan yang tengah berkumpul dipuncak Giok-li-nia.
Setelah selesai saling memperkenalkan diri maka Pang Totik
mendahului memberi keterangan: "Karena Kam sute
berhalangan datang maka terpaksa aku memenuhi
permintaannya untuk hadir ke Giok-li-nia sebagai wakil Hoasan-
pay. Harap sekalian taysu dan totiang sudi memaafkan
kelancangan Pang To-tik yang goblok ini."
"Ah, harap Pang kiamhiap jangan keliwat merendah diri.
Oraug persilatan manakah yang tak pernah mendengar
kebesaran nama pedang Naga tidur iiu ?" Ang Bin tojin
tertawa. "Naga-tidur benar-benar merontokkan nyali kaum persilatan
Hitam. Setiap kali naga itu bangun, tentu banyak penjahatpenjahat
yang tidur selama-lamanya" Hong Hong totiang
ketua Go-bi-pay ikut berkelakar.
Tiba-Tiba rahib Ceng Sian suthay ketua Kun-lun-pay
membuka suara : "Maaf, Pang Sicu, halangan apakah yang
menimpah Kam Sian-hong ciang-bunjin (ketua) sehingga tak
dapat hadir dalam peristiwa penting hari ini ?"


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekalian ketua partai persilatan tertegun dan Pang Totikpun
menghela napas : "Hoa-san-pay mengucap terima kasih
atas perhatian suthay kepada ketua kami. Menurut murid Hoasan-
pay yang diutus Kam sute menemui aku, saat ini Kam sute
sedang "menutup" diri untuk menyelesaikan suatu ilmu
warisan Hoa-san-pay yang selama ini belum pernah dicapai
oleh tiga angkatan ketua Hoa-san-pay yang terdahulu."
"O . . . " desis rahib Ceng Sian, "rupanya Kam ciang-bunjin
hendak membangun kembali keharuman nama perguruan
Hoa-san-pay yang pada waktu akhir-akhir ini memang makin
merosot dan makin silam. Muridnyapun makin habis . . "
"Omitohud !" tiba-tiba Hui Gong taysu ketua Siau-lim-si
menukas kata-kata ketua rahib Kun-lun-pay itu. Rupanya
karena kuatir akan menyinggung perasaan Pak To-tik, "roda
dunia berputar demikian kehidupan segala sesuatu dalam
dunia ini. Tumbuh, hidup dan mati. Mati lalu tumbuh lagi dan
hidup. Walaupun Hoa-san-pay mengalami kemunduran tetapi
tekad Kam ciang-bunjin untuk meyakinkan ilmu pusaka
perguruan Hoa-san-pay itu, merupakan suatu pertanda akan
kebangunan Hoa-san-pay lagi."
"Terima kasih, taysu," ucap Pang To-tik dengan nada tak
bergairah. "Oleh karena jumlah yang hadir sudah enam wakil
perguruan, manlah kita lanjutkan perundingan lagi." kata Hui
Gong taysu. Kemudian ia menyatatan persetujuannya atas
pendapat Ceng Sian suthay agar memilih ketua sementara.
Setelah selesai mengurus penguburan Kim Thian-cong barulah
nanti menentukan suatu hari tertentu untuk mengadakan
pemilihan ketua yang resmi.
Kelima ketua partai persilatanpun setuju. Mereka serempak
memilih ketua Siau-lim-si sebagai pejabat ketua Dunia
Persilatan, menggantikan ketua Kim Thian-cong yang
meninggal dunia. Seberarnya Hui Gong taysu hendak menolak
tetapi atas desakan sekalian wakil-wakil partai persilatan dan
mengingat pentingnya persoalan itu, terpaksa ia menerima.
"Tiga bulan kemudian, pin-ceng akan mengundang para
ketua parid persilatan yang menanda-tangani Piagam
Perdamaian untuk menghadiri rapat pemilihan ketua yang
baru," Hui Gong taysu, kemudian menambahkan pula, "nanti
dalam upacara pemakaman jenazah Kim tayhiap, keputusankeputusan
yang telah kita ambil ini akan pin-ceng umumkan."
Setelah acara pertama dapat diselesaikan maka Hui Gong
taysu mulai merundingkan acara yang kedua ialah tentang
pengurusan jenazah Kim Thian-cong. Kata ketua dari Siau-limsi
itu : "Mengingat Kim tayhiap telah meninggalkan pesan
terakhir agar puteranya yang hilang itu dapat melihat
wajahnya untuk penghabisan kali. Menilik bahwa musuhmusuh
Kim Thay-eong mungkin akan hadir dalam pemakaman
ini karena hendak mengacau maka kita harus memikirkan
daya bagaimana menyelamaikan jenazah Kim tayhiap."
"Bukankah kata-kata 'menyelamatkan' itu berarti harus
menjaga jenazah Kim tayhiap supaya tetap dalam keadaan
begitu " Artinya, kita tak boleh menanam jenazah Kim tayhiap
?" seru Ang Bin tojin.
"Benar, to-heng," sahut Hui Gong taysu, jenazah Kim
tayhiap harus tetap begitu agar dapat dilihat puteranya."
"Ah, itu mudah saja," kata Ang Bin tojin, serahkan hal itu
kepada Ceng Sian suthay yang memiliki obat pembalsem
mayat. Jenazah Kim tayhiap tentu terpelihara baik."
Mata sekalian ketua partai persilatan mencurah kearah
rahib sakti yang menjadi ketua perguruan Kun-lun-pay. Ceng
Sian suthay tenang-tenang saja menjawab : "Ya, baiklah.
Demi melaksanakan pesan Kim tayhiap, akan pin-ni usahakan
agar jenazah Kim tayhiap tetap tak rusak."
Hui Gong taysu girang karena soal itu ternyata dengan
mudah dapat diselesaikan. Kemudian ia berkata pula. Soal
mengawetkan jenazah Kim tayhiap sudah selesai tetapi
bagaimana kita dapat menyelamatkan dari gangguan tangan
jahil musuh-musuh Kim tayhiap yang akan hadir itu ?"
"Ah, masakan terhadap orang yang sudah meninggal
mereka masih hendak melampiaskan dendam ?" kata Hong
Hong totiang ketua Go-bi-pay.
"Maaf, to-heng," seru Hui Gong taysu, "marilah kita jangan
mengukur lain orang seperti ukuran hati kita. Lebih-Lebih
orang persilatan. Sebagai mana to-heng tentu mengetanui,
banyaklah terjadi peristiwa-peristiwa yang ganjil dalam urusan
balas dendam. Misalnya, karena ayahnya sudah meninggal,
puteranya yang dibunuh untuk membayar hutang dendam
ayahnya. Ada pula seluruh keluarganya yang dibasmi. Dan
masih ada yang lebih ganas, ialah jenazah dari orang itu
dihancurkan . . " Tiba-Tiba angin berhembus dan terdengarlah suara orang
berseru : "Taysu benar, memang jenazah Kim tayhiap
terancam bahaya pemusnahan . .!"
Kelima ketua partai persilatan serempak berpaling. Goanpa,
Kwik Eng dan Liok Sian-li malah sudah mencabut
senjatanya. Tetapi pendatang itu menertawakan ketegangan
mereka : "Amboi, masakan kalian hendak membunuh si
Pengemis-jari-enam ini ! Ha, ha, ha ... "
Pendatang itu ternyata memang Liok-ci-sin-kay atau
Pengemis-jari-enam Hoa Sin, ketua partai Kay-pang yang
dinantikan kedatangannya tadi. Walaupun sudah kenal tetapi
keenam ketua partai persilatan yang berada dalam ruangan
situ tetap terkejut dan kagum karena mereka tak dapat
mendengar gerakan ketua Kay-pang yang datang secara tibatiba
itu. "Hoa pangcu, kami sungguh sangat menantikan kedatangan
pangcu. Mengapa sampai saat ini pangcu baru tiba ?" seru Hui
Gong taysu. "Maaf, taysu, sesungguhnya sudah siang tadi aku tiba dikaki
gunung Lo-hu-san tetapi terpaksa aku harus tinggal disitu
untuk menanti kedatangan orang," jawab ketua Kay-pang.
"Siapa ?" "Pada waktu singgah di warung arak, kudenngar
pembicaraan beberapa orang persilatan yang hendak menuju
kepuncak Giok-li-nia sini, bahwa Tok-gan-hui-liong si Nagaterbang-
mata-satu, dedongkot daerah gurun pasir Tibet akan
datang. Demikian pula dengan Hong-sat-koay-ceng si LhamaTiraikasih
website http://kangzusi.com.
aneh-pasir-kuning, yang menjagoi daerah Mongolia itu akan
memerlukan datang juga. Naga-terbang-mata-satu kehilangan
sebelah matanya karenaa tertutuk jari-sakti dari Kim tayhiap.
Dan Lhama-aneh-pasir-kuning harus terbirit-birit pulang
kandang karena dirubuhkan oleh Kim tayhiap dalam
pertempuran maut dipuncak gunung Ko-san. Tentulah
kedatangan mereka itu dengan maksud tak baik."
Hui-Gong taysu, Ang Bin tojin, Hong Hong totiang, Ceng
Sian suthay, Sugong Yau dan Pang To-tik terperanjat.
"Memang malam tadi warung arak Cui-sian-lo (warung arak
Dewa Mabuk) dikaki gunung Lo-hu-san penuh berdatangan
beberapa tokoh persilatan dari beberapa daerah. Diantaranya
kudapati seorang lelaki bermata satu yang berpakaian seperti
orang Tibet. Kuduga dia tentu si Naga-terbang-mata satu.
Sedang Lhama aneh Pasir-kuning belum tampak. Karena
sudah hampir tengah malam maka aku segera bergegas naik
kepuncak Giok-li-nia sini. Itulah sebabnya maka aku datang
terlambat, maafkan."
"Memang pinceng pun mendengar berita tentang akan
datangnya Thian- sat-cu si Algojo-dunia, raja golongan Hitam
daerah utara."kata Ang Bin tojin.
"Bu-ing-sin-kun, pukulan tanpa bayangan, yang pernah
menggemparkan dunia persilatan juga akan datang," kata
Hong Hong totiang. "Yang lebih hebat lagi," demikian Ceng Sian suthay pun ikut
bicara, "Hiang Hiang Nio-cu si Dewi Wangi itupun kabarnya
juga akan datang melayat."
Demikian beberapa ketua partai persilatan itu
menyampaikan apa yang mereka dengar.
Hui Gong taysu segera menutup pembicaraan itu : "Jelas
bahwa dalam pelayatan nanti tentu akan terjadi suatu
peristiwa yang hebat. Kita harus bersiap-siap menghadapi
kemungkinan yang tak diinginkan. Lalu bagaimana tindakan
kita untuk menyelamatkan jenazah Kim tayhiap ?"
"Kita jaga disamping peti jenazah. Apabila ada tetamu yang
hendak mengganggu peti jenazah dapat kita atasi." kata Ang
Bin tojin. Hong Hong totiang ketua Go-bi-pay. Ceng Sian suthay
ketua Kun-lun-pay dan Sugong Yau ketua Kong-tong-pay
menyatakan setuju. "Bagaimana pendapat Hoa pangcu ?" tanya Hui Gong taysu
kepada ketua Kay-pang. Pengemis-sakti-jari-enam Hoa Sin agak tertegun. la garukgaruk
kepala seperti hendak memeras otak tetapi belum
berhasil menemukan pemecahan: "Dengan tindakan menjaga
peti jenazah itu, memang kemungkinan besar kita dapat
menyelamatkan jenazah Kim tayhiap. Tetapi setiap
kemungkinan, besar atau kecil, belum merupakan kepastian.
Jadi masih ada kemungkinan akan gagal. Yang jelas. dengan
tindakan kita itu. tentu akan terjcidi bentrokan dengan musuhmusuh
Kim tayhiap. Dan bila terjadi pertempuran suasana
dalam upacara sembahyangan peti jenazah tentu akan kacau.
Kekacauan itu akan memungkinkan musuh-musuh Kim tayhiap
untuk menghancurkan peti jenazah ..."
"Hm, "Hui Gong taysu mendesuh. Diam-Diam ia dapat
menyetujui buah pikiran pengemis sakti itu. Walaupun ketujuh
ketua partai persilatan itu tokoh'-tokoh' yang memiliki ilmu
kepandaian sakti, namun musuh-musuh Kim Thian-cong tentu
juga jago-jago sakti dan berjumlah banyak juga. Ia mendesak
: "Lalu bagaimana menurut pendapat Hoa pangcu?"
Ketua-Kay-pang garuk-garuk kepala : "Maaf, taysu, untuk
saat ini aku belum menemukan cara yang tepat. Mohon taysu
memberi sedikit waktu lagi."
"Baiklah," kata Hui Gong taysu yang segera mengarahkan
pandang mata kepada Pedang-naga-tidur Pang To-tik. wakil
dari Hoa-san-pay yang selama dalam pembicaraan tak pernah
memberi suara apa-apa. Hui Gong taysu meminta pendapat
jago Hoa-san-pay itu. "Menurut pendapat Pang To-tik." demikian wakil Hoa-sanpay
itu mulai - bicara, "ada suatu cara yang bagus untuk
menyelamatkan jenazah Kim tayhiap. Tetapi karena cara itu
luar dari biasanya dan tak lazim, maka aku kuatir taysu dan
totiang sekalian tak dapat menerimanya."
Hui Gong taysu tertarik akan kata-kata wakil Hoa-san-pay
itu. Nadanya nyaring, kata-katanya jelas dan berwibawa.
"Silahkan Pang sicu mengutarakan pendapat. Suatu
pendapat memang belum tentu diterima tetapi
mengemukakan pendapat lebih baik daripada tidak. Dan pinceng
percaya pendapat sicu itu tentu luas dan bagus."
"Ah, harap taysu jangan memuji dulu," Pang To-tik
merendah diri, "begini taysu. Menurut pendapatku orang she
Pang ini, baiklah kita sembunyikan jenazah Kim tayhiap
disuatu tempat yang aman. Sedang peti jenazah yang ditaruh
di~belakang meja sembahyangan para tetamu itu kita isi
dengan benda lain. Apabila musuh-musuh Kim tayhiap turun
tangan, yang hancur hanialah benda pengganti jenazah Kim
tayhiap "Ngaco !" diluar kesadaran karena terkejut dan marah atas
ucapan Pang To-tik, Ang Bin tojin membentak. "itu suatu
penipuan, suatu penghinaan pada segenap kaum persilatan
yang datang untuk memberi hormat terakhir kepada Kim
tayhiap !" "Benar, tindakan itu tidak patut dan bersifat pengecut !"
sambut Hong Hong tojin dari Gobi-pay, "kutahu semasa
hidupnya Kim tayhiap itu seorang ksatrya yang gagah perwira,
tak mungkin dia dapat menerima tindakan semacam itu !
Kalau takut. Pang sicu tak perlu ikut menjaga peti jenazah."
Ceng Sian suthay dan Sugong Yau pun tak setuju. Hui Gong
taysu sendiri diam-diam pun tak puas dengan pendapat itu.
Pada saat ia hendak bicara, tiba-tiba Pengemis-sakti-jari-enam
Hoa Sin berseru : "Aku setuju dengan pendapat Pang To-tik
kiamhiap !" Sudah tentu pernyataan ketua Kay-pang itu mengejutkan
sekalian orang. Serentak Ang Bin tojin bertanya": "Dengan
dasar apa Hoa pangcu dapat menyetujuinya ?"
"Dasarnya hanya satu ialah menyelamatkan jenazah Kim
tayhiap," sahut Pengemis-sakti-jari enam, "menyembunyikan
jenazah Kim tayhiap dan mengganti isi peti jenazah dengan
benda lain, bukan suatu penghinaan, bukan pula tindakan
pengecut, Tetapi hanya suatu cara. Cara bagaimanapun,
pokoknya jenazah Kim tayhiap dapat selamat !"
Ang Bin tojin mendengus. Ketika ia hendak membuka suara.
Pengemis-sakti sudah mendahului lagi : "Yang akan
sembahyang didepan peti jenazah Kim tayhiap terdapat tokohtokoh
yang hebat. Bu-ing-sin-kun dengan pukulan yang tak
bersuara, lhama Pasir-gurun-kuning dengan pukulannya yang
dapat membakar, Naga-terbang-mata-satu dengan
pukulannya Biat-gong-ciang (membelah ang-kasa). Thiat-satcu
si Algojo-dunia dengan pukulan Bu-kek-jit-hun yang dapat
menembus langit tujuh lapis dan Hiang Hiang niocu dengan
pukulan Bunga Wangi yang dapat melenyapkan jiwa dan
entah siapa lagi yang akan datang. Dapatkah kita
menghadapinya ?" "Ha, ha," Ang Bin tojin tcrtawa, "yang Putih tetap dapat
mengatasi yang Hitam. Kejahatan tentu tertumpas oleh
Kesucian. Harap pangcu jangan meremehkan kekuatan fihak
sendiri dan gentar terhadap kekuatan lawan. Apabila kita
bertujuh ketua partai persilatan besar ini bersatu, masakan
durjana-durjana itu mampu mcnandingi ?"
"Ha, ha," Pengemis-sakti-jari-enam pun balas menyambut
tawa, "apabila kaum durjana itupun bersatu padu, tentulah
mereka dapat menandingi kita."
Berobahlah wajah ketua Bu-tong-pay itu, serunya tak
senang : "Orang dari fihak manakah Hoa pangcu ini ?"
"Anggauta Tujuh Partai Persilatan !"
"Mengapa nada pangcu seolah-olah berfihak kepada
mereka ?" "Karena aku memikirkan kepentingan Tujuh Partai
Persilatan. Oleh karena itu aku harus menilai dengan teliti
kekuatan fihak lawan. Dalam ilmu perang dikatakan 'tahu


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kekuatan lawan dan kenal akan kekuatan sendiri, akan
memenangkan peperangan'. Apabila kita menghadapi mereka
satu demi satu, tentu kita menang. Tetapi dalam saat dan
tempat seperti besok pagi, apabila kita menggunakan
kekerasan, dalam keadaan terdesak mereka tentu akan
bersatu untuk menghancurkan kita. Kalau mereka bersatu, itu
bukan kehendak mereka tetapi karena kesalahan kita yang
membuat mereka bersatu."
Sekalian orang tertegun mendengar uraian ketua Kay-pang
itu. Diam-Diam merekapnn mengakui luasnya pemikiran tokoh
pengemis itu. "Taysu, totiang dan pangcu sekalian," tiba-tiba Pang To-tik
buka suara, "ijinkanlah aku orang she Pang" ini menyatakan
pendapat. Aku sendiri sudah sejak duapuluh tahun lamanya,
mengasing-kan diri. Aku sudah tak mempunyai suatu
keinginan untuk menjadi pendekar besar atau jago dunia
persilatan. Adalah karena permintaan dari suteku maka aku
terpaksa datang mewakili partai Hoa-san-pay."
Ia berhenti sejenak 'alu melanjutkan berkata: "Seorang
ksatrya atau seorang panglima yang pandai, tidaklah selalu
mengandalkan kegagahan dan keberanian. Tetapi dapat
melihat gelagat, pandai menyesuaikan diri. Demikian dalam
persoalan jenazah Kim tayhiap ini. Mengapa kita harus unjuk
kegagahan dan keberanian apabila hal itu mungkin
membahayakan jenazah Kim tayhiap yang kita hormati " Yang
penting, kita harus menyelamatkan jenazah Kim tayhiap.
Caranya, tidak selalu harus menggunakan kegagahan dan
keberanian. Kegagahan dan keberanian masih dapat kita
salurkan, bila kelak kita memutuskan untuk menumpas
kawanan durjana itu. Namun kalau totiang sekalian tak setuju
pada usulku itu. Akupun tak dapat memaksa. Hanya perlu
kutegaskan, bahwa Hoa-san-pay tak ikut bertanggung
jawabapabila terjadi sesuatu pada jenazah Kim tayhiap"
Pernyataan wakil Hoa-san-pay itu didukung pengemis sakti.
Mau tak mau kelima ketua partai persilatan harus
mempertimbangkannya. Akhirnya, walaupun dalam hati
beberapa orang tak puas namun mereka menyetujui cara itu.
Demikian segera diatur rencana penyembunyian jenazah
itu. Jenazah Kim Thian-cong setelal diberi obat pembalsem
oleh Ceng Sian suthay, di taruh disebuah peti lalu ditaruh
disebuah kamar rahasia digedung kediaman keluarga Kim
yang terletak dibelakang Wisma Perdamaian.
Kemudian dibuat orang-orangan dari kayu yang diberi
pakaian Kim Thian-cong, dimasukkan dalam peti besar dan
ditaruh diruang Wisma Perdamaian. Didepan peti segera
disiapkan meja sembahyangan.
Karena putera Kim Thian-cong tak ada maka yang berdiri
dikedua samping peti jenazah ialah Liok Sian-li dan Tio Goan
Pa. Kwik Ing di tugaskan untuk menjaga peti yang berisi
jenazah Kim Thian-cong dalam kamar rahasia. Tujuh ketua
partai persilatan berjajar berdiri disamping meja. Pang To-tik
menemani Kwik Eng bertugas menjaga jenazah Kim Thiancong
dikamar rahasia. Hari pertama telah banyak para tetamu da dunia persilatan
yang datang. Makin hari mak bertambah banyak sehingga
puncak Giok-li-i seolah-olah bertumbuh manusia. Dari pagi
sampai malam tak henti-hentinya pendatang baru yang
bersembahyang memberi penghormatan terakhir kepada
pemimpin dunia persilatan itu. Dan selama itu dapatlah Hui
Gong taysu dan keenam ketua partai persilatan bernapas
longgar karena tak terjadi suatu apa.
Pada hari ketujuh, malamnya tetamu-tetamu seperti
meluap. Karena malam itu adalah malam terakhir, besok pagi
jenazah akan dikubur. Tujuh hari tujuh malam menjaga
disamping peti jenazah, benar-benar melelahkan sekali
sehingga Liok Sian-li dan Tio Goan-pa tampak kepayahan.
Ditengah kesibukan yang luar biasa itu, tiba-tiba tampillah
seorang lelaki bertubuh kurus, jidat lebar, kening membenjul.
Sepasang matanya yang bundar tampak menonjol keluar
seperti mata ikan. Begitu tiba didepan peti jenazah, Orang itu
terus berlutut dan menangis keras. Makin lama nadanya makin
melengking tinggi, meratap-ratap, merintih-rintih dan
mengisak-isak seperti seorang yang kematian keluarganya.
Bermula sekalian tetamu terkejut dan menduga-duga
siapakah gerangan tetamu yang menangis begitu sedih. Tetapi
makin lama, pikiran tetamu-tetamu itu seperti terhanyut dalam
lautan kesedihan, jantung ikut berdebar keras dan darah
dalam tubuh terasa makin lambat jalannya. Pada saat orang
kurus itu merintih-rintih maka hati tetamu seperti diiris-iris
pisau. Bahwa disana sini terdengar bunyi menggedebuk dari
tubuh yang terjungkal rubuh dari tempat duduknya ....
Ternyata tangis itu bukan sembarang tangis tetapi suatu
ilmu Tangis-setan yang dilambari dengan tenaga-dalam yang
lihay. Semula orang akan ikut bersedih lalu lemah perasaan
hatinya. Darah dalam tubuh orang akan macet ditempat
jantung sehingga jantung mendebur keras. Pada akhirnya,
urat jantung akan pecah dan matilah orangnya. Itulah
sebabnya. beberapa tctamu yang tak tinggi ilmu
kepandaiannya, segera rubuh.
"Ha, ha, ha, ha, ha ... ha, ha, ha ... " tiba-tiba terdengarlah
suara orang tertawa riuh rendah. Nadanya amat kuat,
kumandangnya menenggelamkan suara tangis kesedihan tadi.
"Gok-mo-ong, Gok-mo-ong .... sudahlah, jangan keliwat
bersedih . . . orang mati takkan hidup kembali . . . doakan saja
agar aiwah Kim tayhiap mendapat tempat yang baik dialam
baka, ha, ha, ha. ha, ha . . . " terdengar orang yang tertawa
itu berseru kepada tetamu yang menangis itu.
Suara tertawa itu bagaikan air dingin yang mengguyur
kepala para tetamu. Semangat mereka yang sudah hanyut
terlelap kesedihan tangis, saat itu seperti pulih sadar kembali.
Serempak beratus-ratus pasang mata menyasar kearah orang
yang tertawa tadi. Ah, kiranya yang tertawa itu bukan lain
adalah Pengemis-sakti-jari-enam Hoa Sin, ketua partai Kaypang
yang berdiri diujung meja sembahyangan.
Pengemis sakti itu memang luas pengalaman-nya. Secepat
mengetahui suasana yang barbahaya akibat tangisan tetamu
baru itu, ia segera dapat menduga tentang seorang tokoh
persilatan yang bergelar Gok-mo-ong atau Raja Tangis. Rajatangis.
Hi Bong-kun dari lembah Sungai Kuning, merupakan
momok yang paling ditakuti di daerah perairan sungai itu.
Seluruh nelayan dan kawanan bajak, tunduk dibawah
kekuasaannya. Dia memiliki ilmu Toan-jong-gok-hwat atau
Tangis-pemutus-jantung yang dahsyat. Setiap ia menangis,,
maka hilanglah daya perlawanan musuh.
Beribu-ribu tetamu yang berada dipuncak Giok-li-nia malam
itu adalah kaum persilatan. Yang kepandaiannya lemah. lekas
terjungkal putus jantungnya. Yang tinggi kepandaiannya.
walaupun dapat bertahan tapi kehilangan semangat
kesadarannya. Hanya tokoh-tokoh sakti setingkat para ketua
partai persilatan itu yang masih dapat bertahan.
Pengemis sakti Hoa Sin segera bertindak, ia melancarkan
tertawa yang dihembuskan dengan tenaga-dalam bebat. Dan
berhasillah ia menenggelamkan ilmu Toan-jong-gok-seng dari
si Raja tangis Hi Bong-kun.
Hi Bong-kun terkejut. Ia pura-pura menurut dai hentikan
tangisnya. Sejenak ia melirik kearah pengemis sakti dengan
mata penuh dendam. Tetapi pada lain kejab iapun cepat
menenangkan wajah. "Ah, betapa tak sedih hatiku si orang she Hi ini. Limabelas
tahun yang lalu, ketika berjumpa ditepi Sungai Kuning. Kim
tayhiap telah memberi 'tanda mata' yang berharga kepadaku.
Lima belas tahun lamanya aku menyiksa diri agar dapat
membalas 'budi' Kim tayhiap. Tetapi ah, sial, terkutuk ! Baru
aku hendak membalas 'budi' ternyata Kim tayhiap sudah
meninggal dunia !" Ucapan Raja-tangis itu sepintas pendengaran memang
mengharukan. Tetapi bagi tokoh-tokoh persilatan ternama, terutama ketujuh
ketua partai persilatan, hal
itu sudah gamblang. Yang dikatakan 'budi' oleh Rajatangis
itu, adalah hajaran dari Kim Thian-cong. Dan jelas Raja-tangis itu hendak
membalas dendam'. "Orang yang sudah mati,
tak mengharap suatu apa. Sudahlah Gok-mo-ong tak perlu engkau membalas 'budi' itu," seru Pengemissakti
Hoa Sin. "Tetapi dari lembah Sungai Kuning yang jauh aku
memerlukan datang kemari. Selain hendak mengunjuk
hormat, pun ingin pula aku dapat melihat wajah Kim tayhiap
yang terakhir agar puaslah seumur hidupku," kata Raja-tangis
Hi Bong-kun dengan nada beriba-iba.
"Ai, peti sudah dipaku, jenazah Kim tayhiap sudah
beristirahat dengan tenang didalamnya, perlu apakah saudara
hendak mengusiknya lagi ?" jawab pengemis sakti.
"Ai . . . ," Raja-tangis mengeluh kecewa, "kalau tak boleh
melihat wajahnya, bolehkah aku berlutut dibawah peti jenazah
Kim tayhiap barang sejenak saja agar aku dapat mcmbisikkan
kata kepada almarhum ?"
Pengemis-sakti Hoa Sin tcrtawa : "Kesungguhan hati
saudara Gok-mo-ong untuk membalas 'budi' kepada Kim
tayhiap, sangat kami hargakan. Kim tayhiap walaupun sudah
tiada tetapi arwah-nya pasti tahu isi hati saudara. Saudara
sudah menangis begitu sedih, Kim tayhiap tentu sudah puas
menerimanya. Kiranya tak perlu saudara akan mengunjuk
hormat secara berlebih-lebihan lagi."
"Ai, engkau sungguh kejam. Masakan seorang tetamu dari
jauh yang hendak berlutut dibawah peti jenazah, engkau tolak
?" kata Raja-tangis seraya berbangkit.
"Omitohud !" tiba-tiba Hui Gong taysu yang berdiri
disamping peti berseru, "seluruh tetamu yang hadir disini
adalah kaum persilatan. Mereka sudah tahu akan
kesungguhan hati sicu terhadap Kim tayhiap. Pin-ceng mohon
sicu suka beristirahat duduk."
"Ah, kejam, sungguh kejam. Masakan hanya sebentar saja
tak boleh," Raja-tangis melangkah kesamping hendah
menghampiri peti jenazah. Justeru yang menjaga diujung
meja ialah Pengemis-sakti Hoa Sin. Pengemis-sakti itu terkejut
ketika gerakan tangan si Raja-tangis menghamburkan tenagadalam
yang amat kuat kearah dirinya.
"Ah, sudahlah. harap saudara Gok-mo-ong duduk bersama
para tetamu lainnya," cepat Pengemis-sakti Hoa Sin
dorongkan kedua tangannya. Sikapnya seperti hendak
mempersilahkan orang mundur. Tetapi sebenarnya ia tengah
lancarkan balasan tenaga-dalam kepada Raja-tangis.
Ketika kedua tenaga-dalam saling berbentur, lengan
Pengemis-sakti tergetar tetapi Raja-tangis tersurut mundur
selangkah .... Mata beberapa tokoh yang berilmu tinggi segera dapat
mengetahui apa yang telah terjadi di antara kedua orang itu.
Merekapun cepat dapat menilai siapa yang lebih unggul
tenaga-dalam-nya. "Baiklah, Karena engkau berkeras melarang, tiada guna aku
hadir disini. Lain hari kita pasti jumpa lagi . . . ," Raja-tangis
berputar tubuh te-rus melesat pergi.
Ketujuh ketua partai persilatan menghela napas longgar.
Gangguan pertama telah dapat di-atasi dengan baik.
Merekapun tak sempat memikirkan peristiwa si Raja-tangis
lebih lama lagi karena harus melayani beberapa pendatang
yang bersembahyang. Lebih kurang setengah jam kemudian, muncullah seorang
tetamu yang aneh. Seorang lelaki setengah tua yang bertubuh
kekar tetapi matanya hanya tinggal satu. Begitu menerima
dupa lalu bersoja memberi hormat Kearah peti jenazah.
"Kim Thian-cong, tak nyana kalau engkau tak dapat
mcnunggu kedatanganku. Atas kebaikanmu masih menyisakan
sebelah mataku yang kanan takkan kulupakan seumur hidup.
Maka dengan ini akupun hendak mengunjuk hormatku selaku
membalas budi . . . ", mulut orang itu mengucap doa. Tiba-
Tiba ia menutup kata"katanya dengan menaburkan dupa
kearah peti jenazah. "Darrr ..." Terdengar letupan keras dan seikat dupa yang melayang
kearah peti jenazah itu berhamburan ke sekeliling penjuru,
jatuh kelantai dan padam. Apakah yang terjadi "
Kiranya tetamu mata satu itu ialah si Naga terbang-matasatu
dari daerah Tibet. Ketika bertempur dengan Kim Thiancong,
ia telah kehilangan sebelah matanya. Dengan susah
payah ia meyakini ilmu pukulan Biat-gong-sat-ciang atau
pukulan maut membelah angkasa. Tujuannya hanya satu,
hendak membalas sakit hati kepada Kim Thian-cong. Maka
dari wilayah Tibet yang ribuan li jaraknya, ia memerlukan
datang menghadiri pemakaman musuhnya itu. Walaupun
sudah menjadi mayat, tetapi ia belum merasa puas kalau
belum dapat menghancurkan mayat musuhnya itu.
Ayunan dupa tadi ternyata dilepas dengan pukulan Biatgong-
sat-ciang. Pukulan itu dapat menghancurkan sasarannya
pada jarak beberapa meter. Ia memperhitungkan tentu tak
mungkin dapat menghimpiri kedekat peti maka dari tempat
yang terpisah dua buah meja sembahyangan. ia lepaskan
pukulan maut. Goan-pa dan Sian-li yang berdiri disamping peti terkejut
sekali. Serempak keduanya menampar. Sesungguhnya tenagadalam
dari kedua murid Kim Thian-cong tak cukup untuk
menahan pukulan si Naga-terbang-mata-satu dari Tibet itu.
Tetapi Sugong In ketua Kong-tong-pay karena marah, pun
menghantam. Betapapun sakti pukulan Biat-gong-ciang yang diyakinkan si
Naga-terbang-mata-satu sampai belasan tahun itu, namun
karena diterjang oleh tenaga pukulan dua murid Kim Thiancong
dan ketua Kong-tong-pay, arus tenaga-pukulan Biatgong
ciang itupun berantakan dan si Naga-terbang-mata-satu
tersurut mundur dua langkah.
"Pengecut !" teriak si Naga-terbang-mata-satu dengan
wajah merah padam.

Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ho, siapa yang pengecut " Engkau yang menghantam
seorang yang sudah mati atau kami yang membelanya ?"
sahut Sugong In. "Dia yang pengecut !" sekonyong-konyong terdengar suara
orang berseru dan sesosok tubuh kurus yang melayang
kedepan meja. Selekas tegak berdiri, iapun menuding Sugong
In, "tetapi eng-kaupun lebih pengecut !"
Munculnya orang itu menggemparkan sekalian tetamu. Dia
mengenakan pakaian dan mantel hitam sehingga pada waktu
melayang tadi, mirip seperti kelelawar hitam. Demikian pula
dengan ucapannya yang lantang, memaki si Naga-terbangmata-
satu dan mendamprat Sugong In pula. Benar-Benar
membuat sekalian tetamu terkejut berbangkit.
Si Naga-terbang-mata-satu memandang pendatang yang
berpakaian seperti seorang pertapa. Pada dada jubahnya
tersulam sebuah lukisan pat-kwa warna merah emas,
begitupun kopiahnya juga berbentuk sebuah pat-kwat.
Mataaya yang bundar besar ditaungi sepasang alis yang tebal.
Tidak berkumis tetapi memelihara jenggot kambing, pendek
berbentuk segi tiga. Naga-terbang-mata-satu mendongkol. Ia hendak menegur
tetapi pada lain kilas ia teringat kata-kata itu. Walaupun
dirinya dimaki tetapi jelas orang itu lebih tajam memaki
Sugong In. Maka timbullah harapannya kalau orang itu akan
memihak padanya. Enam ketua partai persilatan, menjaga peti
jenazah Kim Thian-cong. Tak mungkin ia dapat membobolkan
penjagaan mereka.' Apabila pen datang itu berfihak padanya,
ah. alangkah bagusnya. Maka ia menekan kemarahan dan
menunggu perkembangan selanjutnya.
Dilain fihak, Sugong In yang tak kena\ dengan pendatang
itu, hendak menegurnya. Tetapi sebelum ia membuka mulut,
Ang Bin tojin sudah mendahului : "Ah, kiranya Thiat-sat-cu to
hengpun datang. Mengapa to-heng tak memberi tahu agar
kami -dapat menyambut kedatangan to-heng ?"
Pendatang itu ternyata Thiat-sat-cu atau Al-gojo-dunia,
seorang durjana besar yang pernah menggegerkan dunia
persilatan karena usahanya hendak menguasai dunia
persilatan. Dia bermukim dipuncak Penyanggah-langit, salah
sebuah puncak dari pegunungan Thay-san. Setelah dapat
menghimpun sejumlah anak buah, ia mengirim undangan
kepada partai-partai persilatan dan tokoh-tokoh sakti disegenap
penjuru untuk datang kepuncak Penyanggah-langit. Disitu
ia gunakan perangkap yang licik un-" tuk menjebak mereka
lalu diancam harus tunduk kepadanya dan mengakuinya
sebagai pemimpin Dunia Persilatan. Beberapa, jago silat yang
menentang, ditantang berkelahi dan dibunuh.
Saat itu muncullah Kim Thian-cong. Dengan ilmu It-ci-sinkang
atau Jaritunggal-sakti, Kim > Thian-cong berhasil
menundukkan durjana itu dan membuyarkan impiannya
menjadi raja dunia persilatan. Thiat-sat-cu lari
menyembunyikan diri berpuluh tahun. Serta mendengar berita
kematian Kim Thian-cong ia bergegas datang ke Giok-Li-nia
hendak membalas dendam. Ang Bin tojin ketua Bu-tong-pay sengaja menggunakan
kata 'bengcu' atau pemimpin dunia persilatan kepada Thiatsat-
cu. Sudah tentu merahlah muka Algojo-dunia itu karena
merasa disindir. "Imam Muka-merah, mengapa engkau mengapa engkan
menyebut aku 'bengcu' " Dan mengapa pula aku harus
memberitahu kepadamu lebih dulu " Bukankah kedatanganku
ini hendak melayat penguburan Kim Thian-cong ?" seru Thiat -
sat-cu dengan tajam. Ang Bin tojin atau imam Muka Merah tertawa : "Ah,
bukankah dalam rapat besar dipuncak Penyanggah-langit
dahulu engkau mengangkat diri sebagai bengcu " Mengapa
bengcu sskarang marah kepada pin-to " Bukankah selayaknya
kalau kedatangan seorang bengcu itu harus mendapat
kehormatan besar ?" "Imam Muka-merah, jangan engkau main sindirj seperti
wanita !" seru Thiat-sat-cu. "ketahuilah, tak pernah sedetikpun
hingga saat ini, aku melepaskan cita-cita menjadi bengcu
persilatan !" "Karena Kim tayhiap sudah menutup mata?" ejek ketua Butong-
pay. "Tidak!" jawab Thiat-sat-cu," aku menjanjikan sepuluh
tahun lagi akan menantangnya. Dan hari ini sebenarnya
tibalah waktunya aku akan mencarinya kemari. Tetapi rupanya
dia ketakutan dan buru-buru mati ?"
Ang Bin tojin tertawa : "Dan bengcu melayat, menyatakan
ikut berduka cita seperti 'tikus yang menangisi kucing mati' ..."
"Bukan, tetapi kucing yang hendak menerkam bangkai tikus
!" cepat Thiat-sat-cu menanggapi.
"Thiat-sat-cu !" tiba-tiba Sugong In ketua Kong-tong-pay
berseru. Rupanya ia tak sabar menunggu, "apa artinya
ucapanmu mengatakan aku lebih pengecut dari si Nagaterbang-
mata-satu ?" "Karena ka!ian mengeroyoknya !"
"Tidak !" sahut Sugong In geram, "aku memang hendak
memberantas perbuatannya yang liar itu. Aku tak tahu kalau
kedua murid Kim tayhiap juga menghantamnya."
Thiat-sat-cu mendengus : "Hm, bagaimana kalau aku yang
menghancurkan peti mati Kim Thian-cong ?"
"Sugong In akan menghantamnya !" seru ketua Konj-tongpay.
Thiat-sat-cu tertawa menghina : "Ho, yang hadir dalam
rapat digunung Thaysan dahulu, bukan engkau. Karena itu
engkau tentu tak kenal akan kelihayan ilmu pukulan Bu-kekcoan-
jit-hun!" "Benar," sahut Sigong In, "yang hadir memang suhuku dan
suhupun menceriterakan tentang pukulan Bu-kek yang dapat
menembus langit tujuh lapis itu kepadaku."
"O. bagaimana perasaanmu ketika mendengar cerita
suhumu ?" kata Thiat-sat-cu dengan bangga.
"Biasa saja." jawab Sugong In walaupun hatinya berkata
lain, "tak beda dengan pukulan Biat-gong-ciang dan lain-lain
ilmu pukulan tenaga-dalam."
"Hm. anak kambing memang tak takut kepada harimau.
"Thian-sat-cu menyeringai," sekarang bersiaplah, aku hendak
melepas pukulan Bu kek-coan-jit-hun kepeti Kim Thian-cong!"
"Sudah sejak tadi Sugong In siap menyambut !"
"Ho, Sugong In, sepuluh tahun yang lalu suhumu sudah
menyembah kepadaku. Apalagi sekarang. Engkau hanya
muridnya, dan aku telan mencapai tingkat makin
sempurna." seru Thian sat-cu. "beginilah. Kalau engkau
dan kawan-kawanmu| itu mati-matian hendak menjaga peti
mati Kim Thian-cong, baiklah kalian bertujuh berjajar dimuka
peti. Bu-kek-coan-jit-hun dapat menembus tujuh lapis langit
maka kalianpun harus rangkap tujuh orang untuk menyambut
pukulan itu. Sugong In merah padam mukanya karen marah. Ia hendak
membuka suara tetapi didahului Hui Gong taysu ketua Siaulim-
si : "Omitohud Mengapa Thian sicu berkeras hendak
menghancurkan peti jenazah Kim tayhiap " Peribahasa
mengatakan"berbuat salah itu memang sifat manusia tetapi
dapat memberi maaf itu sifat yang agung'. Kim tayhiap sudah
meninggal dan orang yang sudah mati leburlah segala
kesalahannya . , . "
"Paderi tua," tukas Thian-sat-cu angkuh, "kedatanganku
kemari bukan perlu mendengaikan khotbah dan peribahasa
tetapi hendak membalas dendam. Kalau kalian kenal gelagat,
silahkan minggir " "Adakah tiada lain jalan untuk melampiaskan dendam sicu?"
tanya Hui Gong dengan tetap sabar.
"Bawa kemari putera Kim Thian-cong !"
"Ah," Hui Gong taysu menghela napas, "putera Kim tayhiap
nakal sekali sehingga lima tahun yang lampau telah disuruh
pergi oleh Kim tayhiap ..."
"Hm," Thian-sat-cu mendengus, menimang-nimang.
"Thian sicu." kata Hui Gong pula, "adakah sicu tak dapat
menghapuskan dendam sicu kepada Kim tayhiap ?"
"Hm, bisa, asal kalian dapat menerima sebuah syaratku."
"Harap sicu mengatakan," kata Hui Gong taysu.
"Setelah Kim Thian-cong mati. maka akulah yang menjadi
Pemimpin Dunia Persilatan. Semua partai persilatan dan
tokoh-tokoh silat harus tunduk pada perintahku!"
"Omitohud ..." serentak Hui Gong taysu berseru seraya
rangkapkan kedua tangannya. Pun gedung Wisma Perdamaian
itu seolah-olah tergetar oleh gema suara beratus-ratus tetamu
yang terkejut. "Thian sicu," kata Hui Gong taysu setelah dapat
menenangkan hiruk-pikuk sekalian tetamu "saat ini kita
sedang menyelenggarakan pemakaman jenazah Kim tayhiap.
Kiranya tak sesuai untul membicarakan soal pengangkatan
seorang pemimpin baru. Baiklah hal itu ditangguhkan sampai
lain waktu, dalam sebuah rupat besar kaum persilatan."
"Sekarang boleh dikata hampir seluruh kaum persilatan
hadir disini. Hal itu mudah dilakukan. Umumkan saja bahwa
mulai saat ini, Thian-sat-cu si Algojo-dunia yang menjadi
pemimpin Dunia Peisilatan. Barangsiapa tak setuju boleh
tampil berhadapan dengan aku."
"Ah, soal pemilihan pemimpin Dunia Persilatan, bukanlah
soal yang sepele. Harus dilakukan dengan hati-hati dan
bijaksana . . " "Tidak, soal itu mudah sekali, semudah orang membalikkan
telapak tangannya," seru Algojo-dunia. "segera saja akan
kumulai dari engkau Ya, jawablah paderi ketua Siau-lim-pay.
engkau setuju atau tidak kalau aku menjadi pemimpii Dunia
persilatan. Hui Gong taysu terbeliak, la telah berusaha untuk
mengelakkan persoalan itu namun Algojo-dunia ternyata tetap
mendesaknya. Setelah merenung beberapa jenak, akhirnya
ketua Siau-lim-si itu menyahut : "Pin-ni tetap berpegang pada
pendirian semula bahwa pemilihan itu harus dilakukan dalam
suatu rapat besar yang dihadiri seluruh kaum persilatan . , . "
"Saat ini hampir seluruh kaum persilatan berkumpul disini
dan saat ini juga rapat kubuka!" teriak Thian-sat-cu si Algojodunia,
"siapa yang menentang, boleh tampil kemuka !"
"Kami tidak setuju !" terdengar seruan nyaring serempak
dengan melayangnya dua sosok tubuh kemuka Thian-sat-cu,"
pertemuan saat ini untuk ikut berduka.cita atas meninggalnya
Kim tayhiap dan untuk memberi hormat yang terakhir. Bukan
untuk mengadakan pemilihan ketua Dunia Persilatan !"
Sekalian hadirin terbeliak. Beratus-ratus mata mencurah
kearah kedua jago yang tampil kemuka. Mereka kena! ktdua
orang itu sebagai Thian-san-song-kiam atau sepasang jago
pedang dari Thian-san yang termasyhur.
"Hm, siapa kalian ?" Thian-sat-cu picingkan mata kepada
kedua penentangnya yang masih tergolong muda,
"Thian-san-song-kiam !"
"O, dua kunyuk kecil dari Thian-san. Mengapa gurumu
Luiung-sakti-delapan-lengan tak muncul kemari ?" seru Thiansat-
cu. Song Ci-hin dan Song Ci-ping kakak beradik yang bergelar
Thian-san-song-kiam itu memang murid dari Pat-pi-sin-wan
atau Lutung-sakti-dclapan lengan Ban King-liat dari gunung
Thay-san. "Guruku sedang sakit, tak dapat hadir. Tentu
menyempurnakan jiwamu, tak perlu Pat-pi-sin-wa cukup
Thian-san-song-kiam yang turun tangan !" seru Song Ci-hin
yang marah karena gurunya di pandang rendah.
"Heh, heh, "Thian-sat-cu mengekeh seram "kalian bukan
tandinganku. Panggillah gurumu ke mari. biar kujadikan dia
seekor Lutung-sakti-tanpa-lengan, ha, ha . , .
"Jahanam, jangan bermulut besar !" Son Ci-hin terus loncat
menyerang dengan pedangnya Melihat itu adiknya pun segera
ikut menerjang. Cret, cret .... kedua ujung pedang Thian san-song-kiam itu
tepat menusuk tubuh Thian-sat cu. Tetapi alangkah terkejut
kedua kakak beradi itu ketika merasakan pedangnya seperti
menusuk kulit kerbau yang tebal sekali. Thiat-poh-san ata
Baju besi, suatu ilmu kebal yang membuat tubu sekeras baja
tak mempan tusukan senjata tajam Itulah yang tengah
digunakan Thian-sat-cu untuk menerima tusukan kedua
saudara Song itu. Thian-san-songkiam terkejut dan menyadari hal itu. Cepat
mereka hendak menarik pulang pedangnya tetapi terlambat.
?"Jangan kurang ajar, monyet kecil !" seru Thian-sat-cu
seraya tamparkan lengan jubahnya ke arah kedua pemuda itu.
Serentak tubuh kedua a-nak muda. itu terlempar beberapa
langkah, muntah darah dan rubuh kelantai. Beberapa tetamu
segera menolongnya. Seluruh tokoh persilatan yang hadir dipeseban Wisma
Perdamaian tertegun menyaksikan kesaktian Thian-sat-cu.
Thian-san-song-kiam cukup dikenal oleh kaum persilatan. Ilmu
pedang dari jago Thian-san itu mendapat tempat yang
terhormat dikalangan persilatan. Setitikpun tak pernah diduga,
bahwa hanya dengan sebuah gerakan lengan jubah saja,
Thian-sat-cu telah merubuhkan kedua tokoh Thian-san-songkiam.
"Hayo, siapa iagi yang ingin coba-coba atau yang sudah
jemu hidup ' seru Thian-sat-cu penuh kecongkakan.
Terdengar desuh menggeram dikalangan para tetamu.
Namun tiada seorangpun yang berani tam pil. Mereka
menyadari kesaktian Thian-sat-cu, momok yang pada lima
belas tahun yang lalu pernah menundukkan dunia persilatan,
kecuali Kim Thian-cong. "Omitohud," seru Hui Gong taysu ketua Siau-lim-si, "sicu
terlalu tak menghormat kepada Kim tayhiap. Mengapa pada
malam yang khidmat, dimana seluruh kaum persilatan hendak
memanjatkan doa kepada arwah Kim tayhiap, Thian sicu
pergunakan sebagai rapat pemilihan ketua Dunia Persilatan.
Bahkan Thian sicupun telah melukai sepasang pendekar dari
Thian-san ?" "Paderi Siau-lim-si, engkau tak berhak mela rang aku. Yang
berhak melarang hanialah Kim Thian-cong atau puteranya ..."
"Thian-sat-cu, jangan bertingkah seperti raja! teriak Ang Bin
tojin ketua Bu-tong-pay, "engkau berani bicara sekarang itu
karena Kim tayhiap sudah meninggal. Waktu Kim tayhiap
masih hidup kemana sajakah engkau menyembunyikan
dirimu?" "Imam Muka-merah, bukan seperti tetapi memang aku ini
raja, raja Dunia Persilatan yang hendak menobatkan diri pada


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

malam ini !" sahut Thian-sat-cu, kemudian berpaling kearah
Naga-te bang-mata-satu yang masih berdiri tertegun di ujung
tempat sembahyangan, "hai, mulai saat ini engkau Nagaterbang-
mata-satu, kuangkat menjadi pengawalku dengan
pangkat su-cia !" Naga-terbang-mata-satu terbeliak. Wajahnya merah karena
malu namun secepat itu otaknya yang cerdas dapat
membayangkan suatu rencana Ia hendak mengadu Thian-satcu
dengan ketujuh ketua partai persilatan. Apabila kedua fihak
sama remuk, barulah ia turun tangan untuk membereskan
mereka. Untuk sementara baiklah ia menunggu angin saja.
"Baik." sahutnya kepada Thian-sat-cu. Hui Gong taysu dan
keenam ketua partai persilatan terkejut. Apa yang mereka
kuatirkan, rupanya akan menjadi kenyataan. Apabila kawankawan
durjana itu bersatu padu, tentu merupakan malapetaka
yang mengerikan. "Thian-sat-cu," Ang Bin tojin mendahului berseru, "silahkan
engkau mundur dan duduk dengan tetamu-tetamu. Jangan
mengganggu upacara sembah yangan ini. Masih banyak
tetamu yang ingin menyampaikan hormat terakhir kepada Kim
tayhiap!" "Omitohud!" seru Hui Gong taysn, "demi menghormat
arwah Kim tayhiap, pin-ni minta agar Thian sicu suka
menunda maksud sicu itu pada lain waktu."
"Huh, paderi gundul, imam muka merah, siapa sudi
menghormat kepada Kim Thian-cong ke cuali orang-orang
semacam kalian ?" ejek Thian-sat-cu "kedatanganku kemari
bukan untuk menghormat tetapi untuk menghancurkan
mayatnya . . " "Thian sat-cu, apakah benar-benar engkau hendak
menganggap kami bertujuh ketua partai persilatan ini seperti
tanah liat saja ?" teriak pengemis sakti Hoa Sin yang keri
telinganya mendengar kata-kata yang terlalu sombong.
"Bukan tanah lempung tetapi cacing!" ejek Thian-sat-cu.
"Omitohud" seru Hui Gong pula, "Thian sicu. apakah sicu
tetap hendak melaksanakan rencana sicu ?"
"Engkau tak berhak bertanya, akulah yang akan bertanya
kepadamu. Engkau setuju tidak aku menjadi pemimpin Dunia
Persilatan ", jawablah yang tegas !" tukas Thian-sat-cu.
Hui Gong taysu ketua Siau-lim-si itu seorang paderi yang
berilmu tinggi. Seorang paderi sahid yang sabar dan berbudi
luhur. Namun sesabar-sa-bar budinya, tak urung ia
tersinggung juga akan sikap Thian-sat-cu yang makin
menggila itu. Apabila ia menyatakan setuju, akan jatuhlah
nama Siau-lim-si dalam mata kaum persilatan. Maka setelah
mengambil keputusan iapun menjawab tenang : "Omitohud,
kalau sicu hendak memaksa pada malam ini juga, pin-ni tak
setuju!" "Hm, begitulah jawaban yang jantan." seru Thian-sat-cu
lalu memandang Ang Bin tojin." dan engkau imam Muka
Merah ?" "Menentang !" sahut ketua Bu-tong-pay dengan geram.
Mukanya yang merah makin seperti kepiting direbus.
"Engkau !" Thian-sat-cu menunjuk Hong Hong totiang ketua
Go-bi-pay. "Tidak setuju !" Hong Hong totiang geleng kan kepala.
"Engkau !" "Tidak setuju." sahut Ceng Sian suthay ke tua Kun-lun-pay.
Thian-sat-cu bertanya kepada Sugong In tetapi ketua Kongtong-
pay itupun menolak. Lalu pengemis sakti Hoa Sin, juga
menentang. "Dan kalian hai dua kurcaci murid Kim Thian-cong !" seni
Thian-sat-cu. "Tidak setuju !" teriak kedua anakmuda itu serempak.
"Bagus," seru Thian-sat-cu, "sekarang kalian boleh berdiri
berjajar rangkap delapan orang untuk menerima pukulanku
Bu-kek-coan-hun-jit."
Ang Bin tojin melengking: "Kami bukan bukan budakmu.
Engkau menyuruh begitu, harus a-da imbalannya. Apakah
imbalanmu ?" "Engkau boleh ajukan !" sahut Thian-sat-cu.
"Bagaimana imbalanmu kalau kami dapat bertahan
menerima pukulanmu ?"
"Aku akan pergi dari tempat ini !"
"Bagus" "Ho, tetapi bagaimana kalau kalian tak kuat menerima
pukulanku ?" seru Thian-sat-cu.
"Silahkan engkau mengatakan !"
"Kalian harus tunduk dan mengakui aku sebagai ketua
Dunia Persilatan !" "Boleh," seru pengemis sakti Hoa Sin serentak.
Hui Gong, Ang Bin Hong Hong, Ceng Sian dan Sugong In
terkesiap. Tetapi memang mereka merasa tiada lain jalan
kecuali harus bertindak seperti ketua Kay-pang itu.
"Lekas, kalian bersiap-siap !" seru Thian-sat-cu pula.
"Tunggu." tiba-tiba Hui Gong taysu berseru "kami hanya
tujuh orang saja. Li-sicu murid Kim tayhiap itu supaya
dibebaskan." Dan tanpa menunggu penyahutan Thian-sat cu, Hui Gong
taysu segera minta Liok Sian menyingkir. Bermula dara itu
enggan tetapi setelah menerima isyarat mata dari ketua Siaulim-
si itu ia menurut juga. Demikian keenam ketua partai persilatan di tambah Tio
Goan-pa. segera berjajar bagai seekor ular. Kepalanya ialah
Ang Bin tojin ekornya Til Goan-pa.
'Totiang, biarlah aku yang menjadi kepala didepan," kata
pengemis sakti Hong Sin seraya me langkah kemuka.
Ang Bin tojin menolak : "Jangan, harap pangcu tetap
berada ditengah, biarlah pinto yang menahan si jumawa itu !"
"Tidak, totiang, percaialah." kata pengeml sakti Hoa Sin
dengan nada bersungguh, "aku memlpunyai persiapan untuk
menyambut pukulan Bui kek-coan-jit-hun."
Ang Bin tojin agak meragu. Ia menyadai bahwa ilmu
pukulan Bu-kek-coan-jit-hun dari Thian-sat-cu itu memang
menjagoi dunia persilatan. Pukulan itu mampu menembus
dinding batu lapis tujuh. Lima belas tahun yang lalu, dengan
mengandalkan ilmu pukulan itu Thian-sat-cu berhasil
menundukkan partai-partai persilatan. Andaikata tiada Kim
Thian-cong, tentulah Thian-sat-cu sudah menjadi yang
dipertuan dalam Dunia Persilatan. Ia heran mengapa
Pengemis-sakti Hoa Sin begitu ber-sungguh minta menjadi
kepala barisan. Ia kenal ketua partai Pengemis itu sebagai
seorang yang jujur, -berani dan cerdik. Pun juga sakti. Ilmu
pukulannya- yang diberi nama lucu Bak-kau-ciang atau
pukulan Menggebuk-anjing, sangat disegani orang persilatan.
Tak mungkin ketua Kay-pang akan ber-sungguh sedemikian
rupa apabila tak punya pegangan.
"Baiklah, tetapi harap kaucu suka berhati-hati menghadapi
orang itu," akhirnya Ang Bin tojin suka mengalah. Mereka lalu
bertukar tempat. "Ho, engkau kepingin mati paling dulu, pengemis ?" seru
Thian-sat-cu sambil bersiap.
"Benar," sahut Hoa Sin tertawa mengejek, "pengemis tak
punya apa-apa. Mati sekarang atau be sok sama saja. Hanya
kalau aku mati. ada dua mahluk yang bergembira ria."
"Siapa ?" seru Thian-sat-cu.
"Yang satu engkau."
"Dan yang lain ?" Thian -saitcu menegas.
"Anjing ' Wajah Thian-sat-cu berobah gelap seketika, jelas dirinya
dipersamakan dengan anjing Hendak mendamprat, sudah
didahului pengemis sakti lagi: "Kawanan anjing paling takut
pada kaum pengernig karena anakbuah Kay-pang mempunyai
ilmu Bak-kau-pang atau tongkat penggebuk anjing!"
Mata Thian-sat-cu meram melek. Hendak marah, tak ada
alasan. "Itu masih belum," seru pengemis sakti Hoat Sin yang
seolah-olah menganggap saat itu seperti itu tak terjadi suatu
apa, "orang Kay-pang masih mempunyai beberapa jurus ilmu
pukulan yang aneh-aneh tetap' tak disukai oleh kawanan
anjing. Antara lain ada sebuah jurus pukulan yang disebutl jinyau-
kau." Jin-yau-kau artinya orang menggigit anjing.
Thian-sat-cu mendelik. "Eh, engkau tak percaya ?" kembali Hoa Sini mengoceh,
"anggauta Kay-pang pantang bohong Memang benar,
sungguh. Umumnya memang kau yau-jin, anjing yang
menggigit orang. Tetapi ilmu pukulan kami itu memang
istimewa, Jin-yau-kau orang yang menggigit anjing. Oleh
karena istimewanya maka istimewa juga gerak pukulan itu.
Kawanan anjing takut sekali ..."
"Tutup mulutmu, pengemis jembel !" karena telinganya
bising mendengar ocehan Hoa Sin. Thian-sat-cu segera
membentaknya, "lekas engkau bersiap untuk menerima
pukulanku. Dan engkau pengemis gila, akan menjadi orang
pertama yang pecah dadamu !"
"Bagus, bagus !" teriak Hoa Sin seperti orang mendengar
berita girang, "sudah lama dadaku sesak, cepat mau muntah
kalau melihat manusia yang bermulut besar. Maka pikir-pikir,
aku hendak mencuci isi dadaku ..."
Diejek, dihina dan dimaki dihadapan sekian banyak tokohtokoh
persilatan Thian-sat-cu tak dapat mengendalikan
kemarahannya lagi. Cepat ia ayunkan tangan menampar muka
Hoa Sin. Tetapi pengemis sakti itupuu tak tinggal diam.
Setelah berkisar kesamping, secepat kilat ia maju merapat dan
menjotos lambung orang. Thian-sat-cu tak mengira sama sekali bahwa ketua Kaypang
itu memiliki gerakan yang sedemikian cepatnya. Namun
ia mempunyai ilmu kebal Thiat-poh-san untuk melindungi
lambung. Sambil mengisar kaki, ia menghadapi sipengemis
sakti lalu timpahkan tinjunya kedada lawan, duk . .
Terdengar teriakan tertahan dari sekalian tetamu ketika
melihat Pengemis-sakti Hoa Sin terlempar beberapa langkah
kebclakang. Apabila tak cepat disambut oleh Ang Bin tojin
ketua Bu-tong Pay pengemis tua itu tentu masih harus
melayang kebelakang entah sampai berapa langkah lagi
Tetapi disamping rasa kejut-kejut ngeri melihat leadaan
pengemis sakti Hoa Sin, pun sekalian tetamu merasa terkejut
heran melihat keadaan Thian sat-cu.
Tokoh yang menamakan dirinya Thian-sat-cu atau Algojo
Dunia, saat itu tampak berdiri pejamkan mata, seperti orang
yang tengah menyalurkan tenaga-dalam. Wajahnyapun
tampak pucat. Apakah yang telah terjadi "
Kiranya pada saat Thian-sat-cu memukul dada Hoa Sin,
pengemis sakti itu membiarkan saja tak menangkis maupun
menghindar. Hanya, tangannya yang menghantam ke
Limbung lawan tadi tiba-tiba ditebarkan. Dua buah jarinya
secepat kilat menusuk pusar Thian-sat-cu. Tusukan jari itu
tepat mengenai sasarannya tetapi iapun terhantam dadanva
sehingga terlempar beberapa belas langkah.
Thian-sat-cu memiliki ilmu kebal Thiat-poh-san. Hal itu
diketahui jelas oleh Pengemis-sakti Hoa Sin. Namun Thiat-pohsan
mempunyai beberapa bagian tubuh yang lemah. Antara
lain pusar dan delapan lubang indera. Sayang Hoa Sin tak
dapat mengisi penuh tutukan jarinya itu dengan tenaga-dalam
karena pukulan Thian-sat-cu sudah ke buru melemparnya
kebelakang. Sekalipun begitu tetap pengemis itu dapat
melukai pemusatan tena ga-dalam Thiat-poh-san. Walaupun
luka-dalam itu tak berbahaya tetapi cukup juga untuk
mengurangi tenaga-dalam Thian-sat-cu.
"Ha, ha, Taian-sat-cu, yang engkau terima tadi baru jurus
Anjing-menggigit-orang. Belum jurus Orang-menggigit-anjing!"
Thian-sat-cu terkejut dan membuka mata
Dilihatnya pengemis Hoa Sin sudah berdiri tak kurang suatu
apa. Ia heran. "Jangan heran, Thian-sat-cu. aku pengemis tua, memang
masih segar bugar!" teriak Hoa Sin tertawa. Diam-Diam ia geli
karena dapat mengacau pikiran'Algojo-dunia itu. Pukulan
Thian-sat-cu hampir serempak dengan tutukan jari
sipengemis. Dengan demikian tenaga pukulan Thian-sat-cu
itupun berkurang kedahsyatannya. Karena dicengkam rasa
heran, Thian-sat-cu tak menyadari hal itu.
"Omitohud !" tiba-tiba Hui Gong ketua Siau lim-si berseru,
"apakah Thian sicu masih tetap hendak melangsungkan
maksud sicu " Kalau benar, pin-ceng harap janganlah sicu
hanya berhadapan dengan Hoa pangcu ..."
"Paderi Siau-lim-si, lekas kamu bertujuh siap. Aku segera
akan meremukkan kalian !" teriak Thian-sat-cu seraya
singsingkan lengan jubah.
Karena melihat Hoa Sin habis menerima pukulan dari Thiansat-
cu, Ang Bin tojin minta supaya dia saja yang berdiri
dimuka. Tetapi ketua Kay-pang itu tetap menolak,
Sesaat hening lelap ketika Thian-sat-cu dan ketujuh ketua
partai persilatan itu bersiap-siap untuk adu pukulan. Perhatian
seluruh tetamu tercurah pada peristiwa yang akan mereka
saksikan. Peristiwa yang belum pernah terjadi dalam sejarah
dunia persilatan. Dan karena menyadari bahwa hasil daripada
adu pukulan sakti itu akan membawa akibat besar pada
seluruh kaum persilatan maka
diam-diam tetamu-tetamu memanjatkan doa untuk ke menangan fihak Hui Gong tiysu
dan ketua-ketua partai persilatan.
Ketegangan makin merayap dihati sekalian tetamu ketika
Thian-sat-cu sudah mulai mengangkat tangannya keatas.
Demikianpun Hoa Sin dat keenam kawannya sudah melekatkan tangan masing-sing
kepunggung kawan yang berada dimukanya Hui Gong taysu
lekatkan telapak tangannya kepunggung pengemis Hoa Sin
yang berdiri pahnd depan. Hong Hong tojin lekatkan
tangannya ke punggung Hui Gong. Sugong In menempelkan
tangan kepunggung Hong Hong tojin. Ang Bin tojin lekatkan
tangannya kepunggung Sugong In, Ceng Sian suthaypun
lekatkan tangan kepunggui Ang Bin tojin. Dan terakhir Tio
Goan-pa lekatkan tangannya kepunggung Ceng Sian suthay.
Keenam orang itu menyalurkan tenaga-dalam untuk mem


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perkuat pemusatan tenaga-dalam pengemis Hoa Sin.
Akhirnya saat-saat yang dinanti itupun tiba. Darrrrr ...!
Terdengarlah ledakan keras ketika kedua naga-dalam saling
berhantam. Pukulan Bu-kek-coan-jit-hun telah disongsong oleh
tenaga-dalam tujuh tokoh persilatan ternama.
Beratus-ratus jago-jago persilatan yang memenuhi paseban
Wisma Perdamaian' bagai kena pesona ketika menyaksikan
adu tenaga yang sehebat itu Perhatian mereka ditumpahkan
habis-habisan sehingga mereka tak mengetahui bahwa itu
seorang lelaki tua bertubuh gemuk telah masuk kedalam
paseban dan menghampiri kedepan meja sembahyang. Ketika
melalui disamping tokoh-tokoh yang sedag adu tenaga-sakti
itu, pendatang bertubuh gemuk itu tampak gerakkan tangan
kanannya seperti orang tengah menampar nyamuk yang
mengganggu telinganya. Setelah itu ia langsung berdiri di
muka meja sembahyang, mengangkat kedua tangannya
keatas lalu menyurah, membungkukkan tubuh memberi
hormat. Hoa Sin terkejut ketika merasa dilanda gelombang tenaga
dahsyat. Sedemikian hebat tenaga mendampar sehingga ia tak
dapat bernapas. Bantuan tenaga-dalam dari kelima ketua
partai persilatan dan Goan Pa, tak kuasa menahan gempur
pukulan Bu-kek-coan-jit-hun yang dapat menembus tujuh lapis
awan. Bagaikan air surut, tenaga-dalam yang telah berpusat
ditubuh pengemis sakti Hoa Sin itu berhamburan kembali
mendampar balik belakang.
Hui Gong, Hong Hong, Sugong ln, An Bin, Ceng Sian dan
Goan-pa seperti diterjang gelombang badai. Hampir mereka
tak kuat bertahan dan tubuh merekapun menggigil. Dalam
beberapa kejab lagi tak boleh tidak, Hoa Sin dan keenam
kawannya itu tentu rubuh !
Tiba-Tiba suatu keajaiban terjadi. Gelombang tenaga
pukulan Bu-kek-coan-jit-hun itu tiba-tiba berhenti, menyurut,
dan lenyap . . . Hoa Sin dan rombongannya seperti perahu yang terlepas
dari amukan badai. Mereka tegak mematung, pejamkan mata
untuk menyalurkan napas dan darah yang hampir membeku.
Tetapi Thian-sat-cupun berdiam diri, meram-kan mata dan
menyalurkan tenaga-dalam. Ia heran mengapa mendadak
dirinya seperti dilanda oleh segelombang arus tenaga. Sama
sekali ia tak tahu bila dan siapa yang menyerang itu dan tahutahu
dadanya seperti dijepit papan baja yang berat sekali
sehingga pernapasannya terganggu. Gangguan itu
memaksanya menarik pulang pukulan Bu-kek-coan-jit-hun. Ia
tak sempat meneliti siapakah penyerang gelap itu karena ia
perlu harus cepat-cepat menyalurkan tenaga-murni untuk
menyalurkan jalan-darahnya yang macet terkena pukulan
gelap itu. Demikian pada saat Hoa Sin bertujuh dan Thian-sat-cu
sedang pejamkan mata memulihkan tenaga-dalam masingmasing,
tetamu bertubuh gemuk itu-pun sudah mengakhiri
hormatnya membungkuk sampai tiga kali didepan peti mati.
"Selamat jalan Kim Thian-cong. Jangan sampai engkau
salah jalan. Masuklah ke Nirwana, jangan ke Neraka yang
penuh dengan setan-setan tanpa bayangan"
Baik rombongan Hui Gong taysu, maupun fihak Thian-satcu,
terkejut ketika mendengar doa yang aneh dari tetamu itu.
Mereka serempak membuka mata tetapi orang itu sudah
lenyap. Thian-sat-cu memberingas. Dipandangnya Hoa Sin dan
keenam kawannya : "Pengemis busuk, engkau menyerah atau
masih berani menerima pukulanku lagi ?"
"Thian-sat-cu, mengapa engkau menjilat ludahmu lagi ?"
seru pengemis sakti Hoa Sin.
Thian-sat-cu merah padam mukanya. Belum ia menjawab
tiba-tiba angin berhembus menampar hidungnya. Ia terkejut.
Angin itu bukan angin sewajarnya melainkan angin yang
wangi. Dan hembusan anein wangi itupun dirasakan juga oleh
Hoa Sin dan keenam ketua persilatan. Merekapun terperanjat.
"Ai, sugguh kurang ajar sekali si Bi-ing-kui itu. Dia berani
mendahului 'makan' hidanganku " tiba-tiba terdengar lengking
suara wanita dan pada lain kejab muncullah seorang wanita
diiring oleh tujuh gadis cantik. Wanita itu mengenakan
kerudung muka sehingga tak kelihatan wajahnya Pakaiannya
warna merah demikianpun dengan ke tujuh gadis cantik itu.
Ketika masuk kedalam ruang paseban, bau harum makin keras
sehingga ruangan itu tidak lagi berbau dupa tetapi berbau
harum seperti kamar pengantin.
"Hiang Hiang niocu ....!" serentak terdengar seruan
tertahan, dari tetamu-tetamu.
"Omitohud, selamat datang niocu....."
Hui Gong taysu yang cukup kenal akan wanita itu segera
memberi hormat dengan membungkuk tubuh. Tetapi secepat
itu ia menyeringai kesakitan.
"Ah, harap taysu yang memakai banyak pe-radatan. Ai,
taysu rupanya menderita luka-dalam. Harus makan obat dan
beristirahat," seru wanita yang disebut Hiang Hiang niocu atau
Puteri Harum. "Terima kasih, niocu," sahut Hui Gong taysu yang diamdiam
terkejut karena wanita itu dapat mengetahui keadaan
dirinya. "Dan taysupun kasih tahu kepada kawan-kawan taysu itu
kalau mereka juga menderita luka-dalam dan harus berobat,"
kata Hiang Hiang niocu pula. Kemudian tanpa menunggu
jawaban ketua Siau-lim-si, wanita itu melirik kearah Thian-satcu.
"Thian-sat-cu, mengapa kulitmu amat tebal" Jelas
engkaupun menderita luka. Tetapi bukannya mengejar Buing-
kui yang melukaimu, kebalikannya engkau masih ngotot
hendak bertanding pukulan dengan ketujuh orang itu ?"
Wajah Thian-sat-cu pucat. "Walaupun menderita luka tetapi
ketujuh orang itu tak sampai rubuh. Dan engkau sendiripun
terluka. Dengan begitu, engkau harus menepati janjimu untuk
tinggalkan tempat ini !" seru Hiang Hian niocu dengan nada
penuh wibawa. "Hai Thian-sat-cu, apakah engkau tak malu menjilat
ludahmu lagi " Mereka dapat menerima pukulanmu, mengipa
engkau tak lekas pergi dari sini" seru Hiang Hiang niocu seraya
menuding Thian sat-cu atau Algojo-dunia.....
Thian-sat-cu menyadari kedudukannya. Hiang Hiang niocu
amat sakti, belum tentu ia dapat mengalahkan. Lagi pula ia
telah menderita luka-dalam akibat pukulan tanpa bayangan
dari Bu-ing-kui. Masih pula keenam ketua partai persilatan dan
beratus-ratus jago-jago silat. Dan ada kemungkinan lain, akan
datangnya tokoh-tokoh sakti yang tak terduga. Apabila ia
berkeras kepala, tentu lebih banyak menderita kerugian
daripada keuntungan. Namun untuk mundur begitu saja, ia merasa kehilangan
muka. Ia mau mundur secara terhormat.
"Bagaimana Thian-sat-cu, apakah engkau masih tetap
hendak menjilat ludahmu ?" tegur Hiang Hiang niocu.
Thian-sat-cu tertawa nyaring : "Baiklah, demi
memandang muka niocu, akupun akan tinggalkan tempat ini. Tetapi sebelum itu
hendak kuumumkan kepada sekalian orang persilatan,
bahwa karena serangan gelap
dari jahanam Bu-ing-kui maka
ketujuh ketua partai persilatan itu dapat bertahan.
Dengan demikian walaupun belum berhasil memenangkan
mereka, tetapi aku tetap tak
kalah ! " Tetapi paderi Siau-lim-si, " serunya pula "sekarang aku
hendak mencari balas kepada sipengecut Setan-tanpabayangan
itu. Kemudian beberapa bulan lagi, aku tentu akan
mengundang kalian datang kegunung Thay-san untuk
mengadakan pemilihan Ketua Dunia Persilatan !"
Habis berkata ia teras melesat pergi. Si 'Naga-terbangmata-
satu ternyata sejak Hiang Hian niocu dan ketujuh
muridnya tiba, diam-diam sudah ngacir pergi.
"Adakah niocu juga akan bersembahyang kepada jenazah
Kim tayhiap ?" seru Hui Gong taysu
"Benar, taysu," seru Hiang Hiang niocu tersenyum,
"duapuluh tahun yang lalu Kim tayhiap! pernah berjanji
kepadaku. Dia bersumpah apabila ingkar janji, ia rela
tubuhnya hancur menjadi abu ... "
"Adakah Kim tayhiap ingkar janji ?"
"Benar, dia memang ingkar janji, oleh karena itu akupun
harus melaksanakan sumpahnya.'
Hui Gong taysu pucat seketika ....
-oo0dw0oo- Aduhai .... Ayahku pemimpin dunia persilatan
Ibuku seorang jelita sastrawan
Amboi .... aku tukang ukur jalanan.
Tungganganku anjing kuning
Rajawali dan monyet maling
Ha. ha . . . pengawalku yang beling
Rumahku di alam dunia Tidurku di tempat bebas bea
O Ho, ho . . hidupku manis-manis cuka.
Blo'on . . . blo'on . . . sebutanku
Si Goblok, si Tolol, si Dungu
Hi, hi . . . apa peduli nama itu.
Sejuta makian, aku tak geram
Selaksa pujian, aku tak seram
Heh, heh . . . kuanggap hanya asam garam.
Kegagahan, kekayaan, kekuasaan
Ketenaran, kesombongan, ke-Aku-an
Huh, huh . . . hanya bayangan kecemasan.
Tidak melawan hidup berpribadi
Bebas musuh, bebas jahat hati
Hem, hem . . itulah kebahagiaan sejati
Kisah si Blo'on, kssah yang jalang
Dibaca . . . muak, dibuang . . . merangsang
Silahkan marah, silahkan sayang ...
Salam basa basi. si BLO'ON Pendekar kebal dimaki, pantang dipuji. Kota Bengawan, pertengahan tahun
pada abad 20 kurang seperempat.
Jilid 2 L e n y a p. Baik keenam ketua partai persilatan, maupun seluruh jagojago
persilatan yang berada dipeseban Wisma Perdamaian itu,
terperanjat sekali mendengar kata-kata Hiang Hiang Niocu.
Beberapa tokoh silat tua masih dapat mengenal siapakah
wanita itu. Hiang Hiang niocu adalah isteri pemimpin
perkumpulan rahasia Pek-lian-kau atau Teratai Putih yang
pada masa keruntuhan pemerintah Coan (Kubilai Khan),
muncul digelanggang percaturan perebutan kekuasaan dalam
dunia persilatan. Tetapi sudah sejak duapuluh lima tahun yang lalu,
perkumpulan Teratai Putih berantakan dan Hiang Hiang
niocupun lenyap. Sungguh tak terduga sama sekali bahwa Hiang Hiang niocu
si Puteri Harum itu akan muncul lagi dipuncak Giok-li-nia.
"Omitohud!" Hui Gong taysu ketua Siau lim-si berseru
seraya rangkapkan kedua tangan ke dada, "Kim tayhiap
seorang ksatrya yang perwira masakan dia ingkar janji ?"
"Hui Gong taysu," sahut Hiang Hiang niocu "bagi taysu dan
mungkin seluruh kaum persilatan tentu akan menyanjung Kim
Thian-cong sebagai seorang ksatrya luhur. Tetapi bagi Hiang
Hia niocu, dia tak lebih dari seorang lelaki yang ber mulut
culas, berbudi rendah !"
Dalam membawakan kata-katanya itu tampak kerudung
muka yang menutupi wajah Hiang Hiang niocu bergetar-getar.
Suatu pertanda bahwa batinnya sedang mengalami
ketegangan hebat. "Hiang Hiang niocu," seru Hui Gong tay pula, "apabila niocu
tak keberatan sudilah men; laskan perihal diri Kim tayhiap
yang niocu katakan tak berbudi itu."
Kedengaran suara helaan napas dari balik kain kerudung
yang menutup wajah Hiang Hiang niocu. Wanita itu tegak
mematung sampai beberapa waktu. Rupanya dia tengah
mengenangkan ristiwa yang lampau ....
Sesungguhnya peristiwa itu sudah amat lat pau sekali.
Hampir seperempat abad lamanya. Namun bagi seorang
wanita janji itu tetap akan selalu bersemayam dalam hatinya,
bahkan akan di bawanya masuk keliang kubur ....
Hiang Hiang niocu berhenti sejenak lalu lanjutkan "Setelah
kerajaan Goan runtuh maka timbulah gerakan-gerakan dan
perkumpulan-perkumpulan rahasia dari kaum persilatan untuk
merebut pengaruh da kekuasaan. Diantaranya yang paling
besar dan kuat adalah perkumpulan Sorban Kuning dan
Teratai Putih. Kim Thian-cong muncul, memusuhi Sorban
Kuning dan Teratai Putih karena menganggap kedua
perkumpulan itu tidak mempunyai tujuan yang baik. Ada
gejala-gejala kearah aliran Hitam ..."
Kim Thian-cong berhasil menghancurkan Sorban Kuning
tetapi gagal dalam menghadapi Teratai Putih. The Seng-kun,
pemimpin Teratai Putih merupakan lawan yang tangguh.
Selainkan memiliki ilmu silat yang hebat, pun dia seorang yang
cerdik dan pandai menggunakan siasat. The Seng-kun
mempunyai sebatang pedang pusaka yang luar biasa
tajamnya. Pek-lian-kiam atau pedang pusaka Teratai-putih.
Kim Thian-cong hampir melayang jiwanya dibawah pedang itu.
Dia ketakutan setengah mati dengan pedang itu . "
Berhenti sejenak, wanita itu menghela napas: "Tahukah
taysu. siapa The Seng-kun itu ?" tiba-tiba ia mengajukan
pertanyaan yang membuat paderi ketua Siau-lim-si itu
terbeliak kaget. "Entah, niocu, pin-ni tak tahu," sahutnya gopoh.
"The Seng-kun adalah suamiku !"
"Ah," Hui Gong tasyu mendesah, "lalu dalam hubungan
apakah maka Kim tayhiap telah ingkar janji kepada niocu ?"


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Disitulah letak ukuran peribadi Kim Thian cong !" seru
Hiang Hiang niocu dengan keras, "kalah menggunakan senjata
terhadap The Seng-kun dia beralih menggunakan senjata
wajahnya yang tampan untuk menggaet isterinya ..."
"Omitohud!" seru Hui Gong taysu mengendap rasa
kejutnya, "bukankah niocu itu isteri dari The Seng-kun kaucu
?" "Pek-lian-kau menuju kearah aliran Hitam Aliran agama
yang bermula menjadi unsur pokok dari perkumpulan itu,
akhirnya berobah menjadi suatu aliran tahayul dan cabul. The
Seng-kun gemar wanita cantik. Banyak gadis cantik yang
diperisterikan dengan paksa dan ataupun dengan bujukan
manis. Aku termasuk salah seorang korbannya, menjadi salah
seorang isterinya yang paling disayangi . . . . "
"Tetapi aku jemu dengan kehidupan dan lingkungan orang
Teratai Putih itu. Akupun mual kepada The Seng-kun yang tak
pernah puas dengan wanita. Ia seorang lelaki yang besar
sekali nafsunya. Aku sakit hati karena diriku dijadikan sekedar
alat pemuas nafsu saja. Habis manis sepah dibuang . . . . "
Berhenti sejenak, Hiang Hiang niocu melanjutkan ceritanya,
"tetapi apa dayaku. Aku hanya orang wanita yang lemah.
Kulewatkan hari-hari yang sepi dengan helaan napas dan
cucuran airmata. Lalu muncullah Kim Thian-cong. Dia mengisi
kesepianku dan mencuri hatiku ..."
Hiang Hiang niocu berhenti berseri, menengadahkan
kepala, memandang kelangit dan berdiam diri sampai
beberapa waktu. Rupanya ia tengah terkenang akan kenangan
yang lampau. Hui Gong taysu, Ang Bin tojin. Hong Hong totiang, Sugong
In, Ceng Sian suthay dan pengemis Hoa Sin termangu-mangu
mendengar kisah menarik yang tengah dibawakan Hiang
Hiang niocu itu. Sejenak mereka lupa bahwa saat itu mereka
tengah berdiri menjaga peti jenazah. Bahwa suasana saat itu
adalah suasana berkabung.
"Dengan keberanian yang luar biasa. Kim Thian-cong
menyelundup masuk kedalam markas Pek-lian-kau untuk
mencuri pedang pusaka Pek-li-an-kiam. Tetapi suamiku The
Seng-kun seorang yang cerdik dan cermat. Disekitar kamarnya
telah dipasang alat pekakas rahasia sehingga perbuatan Kim
Thian-cong itu ketahuan. Kawanan jago-jago silat anak buah
suamiku segera bangun dan mengepung Kim Than-cong.
Markas Pek-lian-kau yang luasnya beratus-ratus bahu dan
terletak disebuah lembah gunung, memiliki penjagaan yang
ketat rapat. Kim Thian-cong bingung karena tak dapat
meloloskan diri dan akhirnya . , . . "
"Akhirnya bagaimana, niocu?" diluar kesadaran karena amat
tertarik dengan kisah itu. Hui Dong taysu mendesak
pertanyaan. "Achirnya dia masuk kedalam .. , kamarku ah. . . . " Hiang
Hiang niocu kembali menghela napas panjang, sepanjang
pikirannya yang jauh melayang kepada kenangan lama.
Para ketua partai persilatan yang mendengar keterangan
itu, serentak terbeliak. "Adakah Kim tayhiap tak tahu kalau kamar itu milik niocu ?"
tanya Hui Gong taysu pula.
"Bermula kuduga memang begitu. Tetapi menurut
pengakuannya dibelakang hari, ia mengatakan kalau sudah
tahu dan memang sudah direncanakan..."
"Omitohud ..." sela Hui Gong taysu.
Tetapi Hiang Hiang niocu tak menghiraukan doa ucapan
ketua gereja Siau -lim-si itu, ia melanjutkan ceritanya : "Aku
terkejut dan hendak menjerit tetapi secepat itu ia mendekap
mulutku dengan tangannya dan memandang wajahku rapat
Ketika pandang mataku tertumbuk akan wajah dan sinar
matanya, entah bagaimana, runtuhlah hatiku . . . . " kembali
Hiang Hiang niocu berhenti sejenak, "ia melepaskan
dekapannya lalu mencabut belati dan diberikan kepadaku.
"Kalau nyonya hendak membunuh Kim Thian-cong, bunuhlah
sekarang juga. Aku rela mati ditangan nyonya daripada mati
ditangan, anakbuah Pek-lian-kau," katanya seraya membuka
baju dan menyongsong dadanva yang terbuka ....
"Engkau . . engkau Kim Tliian-cong?" kataku dengan
gemetar. Hampir aku tak percaya bahwa pendekar yang
termasyhur disejuruh dunia persilatan, ternyata hanya seorang
lelaki muda yang berwajah tampan. Sikapnyapun bukan
menyerupai o-rang persilatan yang gagah perkasa tetapi lebih
banyak mirip seorang sasterawan."
"Kim Thian-cong hanya satu, yang dihadapan nyonyah ini."
katanya. Setelah mendapat .ketenangan hati, maka kutanyakanlah
kepadanya mengapa ia berani masuk kedalam kamarku.
Dengan terus terang ia menceritakan bahwa kedatangannya
kedalam markas Pek-lian-kau itu ialah hendak mencuri pedang
pusaka Pek-Iian kiam milik The Seng-kun tetapi gagal. Dan
saat itu ia tengah dikejar anakbuah Pek-lian-kau.
"Nyonyah, daripada engkau menyerahkan diriku kepada
mereka, baiklah engkau bunuh saja aku," katanya.
"Kutatap wajahnya dan mata kamipun saling beradu. Aku
seorang wanita muda yang kesepian. Akupun sakithati kepada
suamiku yang telah menelantarkan diriku. Rasa kesepian dan
sakithati berpadu, bagai arus sugai yang mengalir dan
mengalir untuk akhirnya masuk kedalam lautan . . . asmara."
"Apakah engkau sudah beristeri?" diamuk oleh rasa asmara,
aku tak malu-malu lagi menanyakan hal itu kepadanya.
"Belum____tetapi, nyonyah," katanya tegang,
"kudengar derap kaki orang hilir mudik mencari diriku. Tak
lama mereka tentu akan mencari kemari. Bersediakah nyonyah
menolong diriku ?" "Aku tak segera menjawab melainkan menatapnya lekatlekat,
lalu kutanya : "Apakah janjimu untuk pertolonganku itu
?" "Asal aku mampu melakukan, tentu akan ku laksanakan
permintaan nyonyah sekalipun nyonyah suruh aku masuk
kedalam lautan api ..."
"Tak perlu," sahutku, "aku menghendaki engkau hidup dan
bahagia bersama . . . . "
"Nyonyah, lekaslah, mereka benar-benar menuju kemari !"
Kim Thian-cong menukas gopoh.
"Apakah engkau tak ingkar janji ?" aku masih meminta
penegasan. "Kim Thian-cong seorang lelaki, apa yang di-ucapkan tak
pernah ditelan kembali !"
"Hm, baiklah," akupun puas mendengar jawabannya,
"sekarang terpaksa engkau hendak ku-suruh memakai pakaian
wanita. Ya, engkau harus menyamar sebagai seorang wanita
dan akan kuakui sebagai bujangku ..."
"Ah, jangan. Aku tak dapat menjadi seoran wanita," cepatcepat
ia menolak. "Lalu apa dayaku untuk menolongmu ?"
"Waktu amat berharga. Harap nyonyah membungkus diriku
dengan kain lalu masukkan aku ke dalam sarung guling. Aku
akan menjadi guling . . Aku terkejut dan membantah : "Ah, jangan! bergurau.
Bagaimana mungkin tubuhmu yang sebesar itu akan menyusut
sekecil guling " "Bisa!" sahutnya yakin, "lakukan saja menurut apa yang
kukatakan dan baringkanlah aku diatas tempat tidur agar
mereka mengira aku ini sebuah guling"
Baru Hiang Hiang niocu bercerita sampai di situ tiba-tiba
terdengar suara melengking : "Ah, tak mungkin. Aku tak
percaya kalau Kim tayhiap begitu bernyali seperti tikus.
Mengapa dia tak berani menghadapi anakbuah Pek-lian-kau "
Bukankah dia tentu dapat mengatasi mereka " Bukankah tak
perlu dia harus main bersembunyi dikamar seorang wanita ?"
Hiang Hiang niocu berpaling kearah orang yang menyelutuk
itu, lalu menegur: "Siapa engkau?"
"Hoa Sin pengemis tua," sahut ketua Kay-pang
Beberapa ketua partai persilatan berdebar-debar dan
tegang perasaannya. Mereka kuatir Hiang Hiang niocu marah
atas ucapan ketua Partai Pengemis yang tak percaya pada
cerita itu. "Hm, hidungmu setajam anjing !" dengus Hiang Hiang
niocu. "Memang Hoa Sin ini tukang gebuk anjing. Kalau hidungku
kalah tajam dengan anjing, bagaimana mungkin aku dapat
menggebuk binatang itu?" kembali sipengemis sakti Hoa Sin
kumat adat kebiasaan. Ia gemar membanyol dan berolok-olok
tak peduli dengan siapapun orangnya.
"Memang Kim Thian-cong seorang ksatrya yang perwira.
Dan sesungguhnya ia memang tak takut menghadapi
sergapan anakbuah Pek-lian-kau itu. Hal itu baru kuketahui
beberapa waktu kemudian, setelah hubungan kita sudah
sebagai suami isteri . . . "
"Amboi !" kembali pengemis sakti Hoa Sin melengking
seperti anjing digebuk. "Kim tayhiap mau menggauli engkau"
Ah, tidak, tidak. Dia bukan seorang hidung belang !"
Mungkin tentu merahlah wajah Hiang Hiang niocu
mendengar bantahan pengemis itu. Tetap karena tertutup kain
hitam, maka tak jelaslah bagaimana perobahan airmukanya.
Yang jelas, kain kerudung mukanya itu bergetar-getat walau
tak tertiup angin. "Pengemis tua, tahukah engkau bahwa seorang ksatrya
yang gagah berani pun akan jatuh di bawah telapak kaki
seorang jelita ?" seru Hiang Hiang niocu.
"Tidak tahu!" bantah pengemis sakti Hoa Sin "buktinya aku
sendiri tak pernah jatuh dikaki wanita"
"Cis, wanita manakah yang sudi melihat tampangmu seperti
kuda meringis itu ?" hina Hi ang Hiang niocu.
"Ha, ha," tidak marah kebalikannya pengemis sakti itu
malah tertawa gelak-gelak." salah, salah. Aku bukan seperti
kuda meringis tetapi seperti serigala tertawa. Buktinya setiap
anjing yang melihat, tentu akan lari terbirit-birit."
"Omitohud," kembali Hui Gong taysu berucap doa, "harap
niocu suka melanjutkan ceritamu."
Dan ketua Siau-lim-si itupun berpaling memberi isyarat
kepala kepada Hoa Sin agar ketua partai Pengemis itu jangan
mengganggu. "Karena melihat kesungguhan wajahnya akupun segera
melakukan permintaannya. Kubungkus tubuhnya dengan kain
lalu kuselubungi dengan sarung guling. Ah, ternyata tubuhnya
berobah sehingga cukup kumasukkan dalam selubung guling," Hiang
Hiang niocu melanjutkan ceritanya. "Ah, dia tentu menggunakan ilmu Su kang," kata Hui Gong taysu.
Sut-kut-kang-nya Ilmu menyurutkan tulang sehingga menjadi kecil. "Ho, kaum Pengemispun
mempunyai Kau-hoan-wi atau Anjing-menyurutekor,"
kata pengemis sakti Hoa Sin gatal mulutnya. "Benar, paderi Siau-lim-si, Hiang Hiang niocu tak mau
menghiraukan ocehan Hoa Sin "dia memang menggunakan
ilmu Sut-kut kang. Dan akupun makin kagum akan
kesaktiannya kawanan anakbuah Pek-lian-kau ternyata
memang datang kekamarku untuk mencarinya Walaupun
kutolak, tetapi mereka tetap memaksa hendak mau
menggeledah kamarku. Itu perintah ketua Pek-lian-kau, kata
mereka. Terpaksa kubiarkan mereka masuk. Hatiku berdebar
keras ketika merereka menyingkap kain kelambu tempat tidur.
Mereka tak dapat menemukan apa" kecuali bantal dan
guling. Akhirnya mereka minta maaf lalu ngeloyor pergi.
Setelah kurasa aman, barulah kukeluarkan dia dari dalam
selubung guling. Dia menghaturkan terima kasih kepadaku
dan terus hendak pergi. Tetapi cepat kucegah.
"Jangan, diluar masih berbahaya. Anakbuah Pek-lian-kau
masih giat mencarimu," kataku.
"Tetapi . . . bagaimana mungkin aku berada dalam kamar
nyonyah ?" serunya terkejut.
"Mengapa tak mungkin. Bukankah engkau sudah masuk
kemari ?" aku tersenyum, "bermalamlah disini untuk
menghindari bahaya penangkapan"
"Tetapi nyonyah . . . aku seorang lelaki dan engkau seorang
wanita yang sudah bersuami, bagaimana ..."
"Lelaki jodohnya perempuan. Perempuan pasangannya
lelaki. Mungkin sudah ditakdirkan oleh Yang Kuasa, bahwa
engkau akan datang kepadaku. Adakah aku ini jelek ?"
tanyaku kepadanya. "Ah . . . , " ia menghela napas, "sudah lama kudengar
bahwa Hiang Hiang niocu itu seorang ratu dari So-ciu. Bukan
melainkan cantik, pun juga keringatnya menyiarkan bau
harum ...." "Dan bagaimana kenyataan yang engkau lihat saat ini ?"
tanyanya makin diluap oleh dendam asmara.
"Memang belum pernah kulihat seorang wanita yang lebih
cantik dari engkau. The Seng-kun sungguh beruntung sekali
..." "Aku merasa tersinggung dengan kata-kata itu. Dan
bercucuranlah airmataku karena mengenangkan! nasibku yang
celaka. Mengapa dahulu Thian-cong tak bertemu dengan aku"
Mengapa aku harus menjadi isteri The Seng-kun " Aku
menangis tersedu-sedu. Dan tiba-tiba Thian-cong membelaibelai
rambutku, menghibur kesedihanku.
Malam itu, ya malam itu . . . oh. alangkah indahnya ..
alangkah bahagianya . . Belum pernah kunikmati malam yang
seindah dan sebahagia seperti malam itu ketika Thian-cong
mendekap tubuhku dan menciumi pipiku dengan mesra . . .
Sejak malam itu aku telah dimiliki Thian cong. Kuserahkan jiwa
dan ragaku kepadanya . . "
"Omitohud ! Niocu adalah isteri The Seng kun kaucu " seru
Hui Gong taysu. "The Seng-kun mengambil diriku secara paksa, dibawah
tekanan kekerasan ayahku terpaksa menyerahkan aku
kepadanya. Tetapi tak pernah aku mencintainya. Bahkan
diam-diam aku mulai membencinya. Tetapi Thian-cong telah


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengajarkan kepadaku apa arti Asmara yang sejati.
Kepadanialah hatiku kupersembahkan," kata Hiang Hiang
niocu. "Tidak, tidak !" tiba-tiba pengemis sakti Hoa Sin menjerit,
"aku tak percaya Kim tayhiap begitu tipis imannya, mencintai
seseorang wanitayang menjadi isteri orang !"
"Pengemis busuk !" teriak Hiang Hiang niocu dengan
murka." engkau anggap aku ini wanita apa" Dihadapan para
ketua partai persilatan dengan tanpa malu kuceritakan kisah
hubunganku dengan Kim Thian-cong, kalau hal itu tidak benar,
masakan aku tak malu mengatakannya " Bukalah telingamu
lebar-lebar, hai pengemis busuk ! Betapa buruk muka, betapa
rendah budi dan betapa jahat seorang wanita itu, namun ia
tetap memiliki perasaan halus dari wanita, tetap masih
mempunyai rasa malu !"
"Maaf, maaf, niocu," tergopoh pengemis sakti Hoa Sin
membungkuk tubuh selaku pernyataan maaf," memang
pengemis Hoa Sin ini bukan seorang wanita. Maka Hoa Sin tak
punya malu, tetapi hanya wanitalah yang mempunyai rasa
malu itu. Tetapi pengemis tua ini kenal baik akan peribadi Kim
tayhiap seperti pengemis tua ini mengenal pada dirinya
sendiri. Kim tayhiap memang tampan seperti Arjuna dan
pengemis tua ini buruk seperti setan. Tetapi pengemis tua
sungguh tak percaya kalau Kim tayhiay mau berbuat yang tak
senonoh kepada isteri orang, apabila ...."
"Apabila bagaimana?" desak Hiang Hiang niocu
"Apabila tidak kena guna-guna atau jimat."
"Guna-Guna, jimat" Ih, mengapa harus memakai gunaguna
atau jimat segala " Ketahuilah hai pengemis busuk,
guna-guna atau jimat yang ampuh dari wanita itu tak lain
hanialah kecantikan wajahnya. Apakah engkau kira Thian-cong
itu hatinya terbuat dari baja" Adakah engkau pandang Thiancong
itu seorang manusia istimewa " Herankah engkau kalau
dia jatuh hati kepadaku ?"
"Ya, memang heran, benar-benar pengemis buruk ini heran
kalau Kim tayhiap sampai jatuh hati kepada Hiang Hiang
niocu," seru Hoa Sin.
"Pengemis buduk, dengan cara apakah aku dapat
melenyapkan keherananmu itu?" seru Hiang I Hiang niocu
yang tanpa disadari makin ngotot melayani olok-olok
pengemis sakti. Pengemis sakti Hoa Sin garuk-garuk kepala. Sesaat
kemudian ia berkata tetapi seolah-olah mengoceh seorang diri
: "Kalau aku menggebuk anjing, makin anjing itu berbulu
indah, makin keras kugebuk. Anjing yang jelek bulunya,
kugebuk ringan-ringan saja supaya enyah dari pandang
matakul Ada orang bertanya kepadaku, mengapa aku
mengadakan perbedaan dalam hal menggebuk anjing "
Kujawab, pengemis tua suka pada anjing yang langsing, yang
molek, yang cantik bulunya, ha, ha."
"Ya, benar, niocu," serunya kemudian kepada Hiang Hiang
niocu, "anjing itu juga bermacam-macam. Ada anjing belang,
anjing putih, anjing hitam, anjing buduk. Anjing yang cantik
bulunya! tentu kugebuk keras-keras."
"Pengemis gila, engkau ini," teriak Hiang Hiang niocu,
"mengapa engkau malah menggebuk keras kepada anjing
yang cantik ?" "Setiap benda yang kusukai lebih baik kuhancurkan
daripada jatuh kelain tangan !" seru pengemis sakti.
Rupanya Hiang Hiang niocu menyadari. Mengapa ia
membiarkan diri terhanyut dalam ocehan sipengemis. Maka
dengan nada bengis ia berseru : "Sudahlah, pengemis buduk,
jangan mengoceh melulu Katakan dengan cara bagaimana
engkau dapat percaya bahwa Kim Thian-cong memang jatuh
hati kepadaku ?" Pengemis sakti Hoa Sin garuk-garuk kepalanya lagi. Pada
lain saat ia mengoceh sendiri: "Dia tahu Kalau wanita itu
sudah bersuami . . . dia tahu kalau dirinya itu dihormati oleh
segenap kaum persilatan . . dia tentu tak mau berbuat sesuatu
yang mencemarkan namanya . . . kalau dia mau berbuat
begitu . . . tentulah ada sebabnya. Kalau tidak mabuk
kecantikan dan rayuan tentulah mabuk arak!"
"Niocu!" serentak pengemis sakti itu berteriak." sekarang
aku sudah menemukan jawaban. Hanya dua hal . . . "
"Baik, akan kuperlihatkan wajahku kepadamu agar engkau
yakin bahwa Thian-cong memang jatuh hati kepadaku . . . !"
kata Hiang Hiang niocu seraya maju menghampiri kehadapan
pengemis tua. "Harap yang lain suka menyingkir karena yang akan
kusuruh melihat wajahku nanti hanya sipengemis buduk ini!"
Hiang Hiang niocu memberi isyarat dengan kepada keenam
ketua partai persilatan, agar berdiri dibelakangnya.
Merekapun menurut. Kini berhadapanlah Hiang Hiang niocu dengan pengemis
sakti Hoa Sin. "Apakah engkau sudah siap melihat wajahku?" tegur Hiang
Hiang niocu. Mendengar ucapan itu, terlintaslah sesuatu pada benak Hoa
Sin. Ia tahu Hiang Hiang niocu itu amat sakti. Bahkan tokoh
semacam Thian-sat cu pun gentar juga kepada wanita itu.
Tentu tak begitu saja wanita itu mau memperlihatkan
wajahnya kalau tidak disertai dengan tindakan yang mungkin
membahayakan jiwa orang. Memikir sampai disitu, diam-diam
pengemis sakti itupun kerahku tenaga-dalam untuk
menyambut setiap kemungkinah
"Sudah, niocu," kata Hoa Sin.
"Hm, lihat dan nikmatilah yang seksama" tiba-tiba tangan
Hiang Hiang niocu membuka kerudung yang menutup
wajahnya dan . . . seketika itu mata pengemis sakti Hoa Sin
terbelalak lebar. Hiang Hiang niocu walaupun sudah setengah
tua tetapi masih memancarkan bekas-bekas kecantikan yang
luar biasa. Tak mengherankan kalau semasa masih gadis, dia
telah disanjung orang sebagai Ratu Kembang kota So-ciu.
Kota yang tersohj sebagai gudang wanita-wanita cantik.
Tetapi serentak dengan itu, serangkum bau yang luar biasa
harum telah melanda hidung pengemis tua itu. Darah
pengemis tua itu melancar keras dan jantungnyapun berdetak
gencar seksekali sehingga seakan-akan mau copot. Untunglah
sebelumnya ia sudah membentengi diri dengan penyaluran
tenaga-dalam. Para ketua partai persilatan terkejut ketika dari belakang
Hiang Hiang niocu mereka melihat wajah pengemis sakti Hoa
Sin merah padam seperti kepiting rebus, kedua matanyapun
merah dan melotot keluar. Tak tahu mereka apa yang telah
terjadi. "Pengemis buduk, sudah cukupkah engkau menikmati
wajahku ?" tiba-tiba Hiang Hiang niocu berseru.
Hoa Sin tak menyahut melainkan menganggukkan kepala
Dan ketika Hiang Hiang niocu menutup lagi kain kerudung
mukanya, pengemis tua itu terus numprah duduk dilantai,
pejamkan mata menyalurkan tenaga-dalam.
Hiang Hiang niocu tertawa cerah : "Nah, bolehlah engkau
renungkan dulu sedalam-dalamnya, baru nanti engkau
memberi jawaban kepadaku lagi."
Habis berkata Hiang Hiang niocu berpaling dan
mempersilahkan para ketua partai persilatan itu kembali
ketempat masing-masing. Hui Gong taysu dan beberapa ketua partai persilatan itu
tahu bahwa pengemis sakti tentu menderita sesuatu dan
merekapun tak berani mengganggunya.
"Nah. sekarang aku hendak melanjutkan ceritaku lagi," kata
Hiang Hiang niocuTiraikasih
website http://kangzusi.com.
"Hampir setengah bulan Thian-cong berada dalam kamarku.
Kami hidup sebagai pengantin baru. The Seng-kun tak pernah
datang dan anakbuahnya pun tak berani datang mengganggu
. . . Pada suatu hari Thian-cong menyatakan keinginannya
untuk mencuri pedang pusaka Pek-lian-kiam. Ia menyatakan,
dalam ilmu silat ia dapat menundukkan The Seng-kun tetapi
karena pedang pusaka itulah maka ia terpaksa harus
melarikan diri. Apabila tak dibasmi, The Seng-kun dan
perkumpulan Teratai Putih itu membahayakan dunia persilatan
dan rakyat. Jelas partai itu sudah nye-leweng dari tujuan
semula. Thian-cong rela menempuh bahaya asal dapat
mengambil pedang it Tetapi aku tak tega melihatnya terancam bahaya. Tetapi
aku minta janji kepada Thian-cong Aku sanggup
mengambilkan pedang itu asal Thiai cong benar-benar setia
dan tak mensia-siakan diriku. Dia memberikan janjinya seraya
menyerahkan s buah badik. Kalau ia ingkar janji, ia rela mati
kucincang dengan badik itu," berkata sampai disitu Hiang
Hiang niocu mencabut sebatang badik dari dalam baju, "inilah
badik pemberian Thia-cong . . . !"
Hui Gong taysu dan para ketua partai persilatan mulai
goyah keyakinannya demi melihat bukti badik dari Kim Thiancong
itu. Sambil memasukkan badik itu lagi, Hiang Hiang niocu
melanjutkan pula: "Kamipun segera mengatur renciana. Agar
jangan sampai ketahuan The Seng-kun, Thian-cong
menyarankan supaya aku menukar saja pedang pusaka itu
dengan pedang yang bentuknya mirip. Aku setuju. Untuk
keperluan mencari dan kalau perlu menyuruh tukang besi
membuat sebatang pedang yang bentuknya sama dengan
pedang" Pek-lian-kiam, maka Thian-cong tinggalkan markas
Pek-lian-kiam. Setengah bulan kemudian dia kembali lagi
dengan membawa pedang tiruan. Dia pergi lagi dan
mengatakan sepuluh hari kemudian akan kembali untuk
mengambil pedang pusaka Pek-Iian-kk.m.
Akupun segera bekerja menurut yang direncanakan.
Kusuruh seorang bujang mengundang The Seng-kun
supaya mengunjungi tempatku. Ku tahu The Seng-kun itu
seorang yang penuh curiga. Kemanapun juga ia selalu
membawa pedang Pek-lian-kiam. Waktu dia datang, aku purapura
merajuk dan hendak bunuh diri. Dia kaget dan cepat
mencegah. Dengan menangis tersedu-sedu kugugat dia
sebagai seorang lelaki hidung belang yang lekas bosan kepada
wanita. Daripada ditelantarkan, lebih baik aku bunuh diri atau
dibunuh saja. Atau kalau memang sudah bosan, kuminta dia
suka mengem balikan aku kerumah orangtuaku.
Berkat permainanku yang sempurna, akhirnya ia minta
maaf. Malam itu dia menginap dikamar-ku. Kulolohnya dengan
arak sehingga dia mabuk dan tak ingat diri. Lalu kutukar
pedang pusaka Pek-lian-kiam dengan pedang dari Thian-cong.
Wa-laupun ketika itu aku tak mengerti ilmu silat, tetapi ketika
kupadu, kedua pedang itu memang serupa, sukar dibedakan
mana yang aseli mana yangi tiruan
Sepuluh hari kemudian Thian-congpun datang dan
kuserahkan pedang itu kepadanya. Setelah tinggal bersamaku
lebih kurang setengah bulan, dia minta diri. Kuminta supaya
dia membawaku lari tetapi ia menolak dan suruh aku tinggal
dulu di markas Pek-lian-kau, agar jangan menimbulkan
kecurigaan The Seng-kun. Kelak apabila dia sudahi berhasil
membunuh The Seng-kun dan membubarkan Pek-lian-kau
barulah dia akan menjemputku Aku percaya penuh
kepadanya. Lebih kurang sebulan kemudian, markas Pek lian-kau
dikepung berpuluh-puluh jago-jago silat. Terjadi pertempuran
besir. Kudengar The Seng-kun telah terbunuh dan
anakbuahnya porak poranda. markas Pek-lian-kau dibakar.
Saat itu keadaannya benar-benar kacau seperti kiamat. Tetapi
aku tak takut kebalikannya malah diam-diam gembira untuk
menyambut kedatangan Thian-cong.
Tetapi bukan Thian-cong yang datang kebalikannya si
Macan-jidat-putih Li Kui. Dia pengawal peribadi dari The Sengkun.
Setelah The Seng kun mati, dia bergegas-gegas datang
kepadaku dan dengan mengancam hendak membunuh aku,
dia memaksa aku supaya ikut padanya melarikan diri. Aku
dibawanya melintasi beberapa gunung lalu menetap disebuah
pondok dalam hutan yang sunyi. Ternyata, sudah lama dia
mendendam birahi kepadaku tetapi dia tak berani kepada
majikannya. Kini The Seng-kun sudah mati dan kesempatan
itu tak disia-siakannya. Bukannya dia ikut mati membela
tuannya, tetapi malah lari dan membawa aku pergi - . . -
Ketika dia hendak melampiaskan nafsunya, kutolak dan
aku mengancam hendak bunuh diri. ''Lihatlah, aku sedang
mengandung jabang bayi ' dari The Seng-kun. Kalau engkau
berani memaksa, aku akan membunuh diri. Nanti setelah
jabang bayi itu lahir, baru aku mau menuruti kehendakmu,"
kataku dengan bengis. Rupanya dia masih gentar kepada
pengaruh The Seng-kun maka dia mau menurut
permintaanku. Sebenarnya aku ingin minggat tetapi apa dayaku. Aku
seorang wanita lemah, tak kenal jalan tak tahu arah.
Kemanakah aku harus mencari Thian-cong "
Setelah tiba saatnya, akupun melahirkan seorang anak, ya,
seorang anak lelaki yang montok-Aku girang karena mendapat
anak, si Macan. jidat-putih Li Kui gembira karena aku bakal
menjadi isterinya. Hari itu dia pamit hendak kekota membeli pakaian untukku
dan berbelanja arak. Malam nanti dia akan menyiapkan
makanan lezat dan arak untuk merayakan malam pengantin
kita. Aku tak dapat berbuat apa-apa, kecuali menangis dalam
hati. Tetapi sampai malam belum juga dia pulang. Walaupun aku
benci kepadanya tetapi aku merasa cemas juga. Tiba-Tiba
muncul seorang kakek gundul yang kumis dan jenggotnya
putih seperti salju. Dia mengatakan bernama Pek Lian lojin
atau kakek Teratai Putih, pendiri dari perkumpulan Pek-lian
kau dan guru dari The Seng-kun ....
Mendengar kabar Pek-lian-kau hancur, turun dari gunung
dan menuju kemarkas Pek-lia kau. Tetapi markas sudah rata
dengan tanah. The Seng-kun terbunuh mati. Dari salah
seorang anak buah Pek-lian-kau yang berhasil diketemukan, ia
mendapat keterangan bahwa aku sedang hamil tetapi di bawa
lari oleh Li Kui. Kakek itu marah sekali d mencari jejak Li Kui.
Secara kebetulan ketika Kui ke kota, dia telah berjumpa
dengan kakek itu lalu dibunuhnya. Kakek itu menganggap Li
Kui seorang penghianat. Kemudian ia datang kepadaku
"Hm, mana putera Seng-kun?" tegurnya dengan bengis.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Begitu melihat anakku masih tidur dipembaringan, dia terus
loncat menyambarnya," putera The Seng-kun muridku ini,
harus diselamatkan agar kelak dapat membangun
perkumpulan Pek-lian-kau lagi. Engkau seorang wanita yang
serong, suamimu mati engkau malah ikut minggat dengan
pengawal suamimu. Tak pantas wanita rendah semacam
engkau menjadi ibu. Seharusnya engkau kubunuh tetapi
mengingat engkau telah memberi putera kepada Seng-kun,
maka kali ini kuampuni jiwamu."
Habis mendamprat, ia terus membawa bayi itu pergi. Aku
pingsan. Ketika esok hari bangun, pikiranku berobah. Ya, aku
gila dan lari kemana-mana, menangis, tertawa, menyanyi dan
mengoceh. Untunglah aku bertemu dengan Bu Beng lojin,
kakek Tanpa-nama, seorang sakti yang bertapa mengasingkan
diri disebuah guha. Aku disembuhkan dari penyakit goncang
urat syaraf dan diberi ajaran ilmu silat yang sakti. Beberapa
tahun kemudian, kakek itu meninggal, ak -pun lalu turun
gunung hendak mencari puteraku. Engkau tahu, paderi Siaulim-
si, siapakah sebenarnya puteraku itu ?"
"Omitohud", seru Hui Gong taysu, "dia adalah putera
keturunan dari The Seng-kun kaucu."
"Bukan!" Hiang Hiang niocu menolak, "dia bukan anak dari
The Seng-kun tetapi tetesan darah Kim Thian-cong ..."
"Omitohud !" agak keras Hui Gong taysu berseru karena
terkejut mendengar keterangan itu, "bagaimana mungkin
putera Kim tayhiap" Bukankah niocu isteri dari The Seng-kun
kaucu ?" "Benar, tetapi The Seng-kun tak pernah memberi
keturunan. Isterinya banyak tetapi tidak seorangpun yang
mempunyai anak. Dan aku tahu jelas bahwa bayi dalam
kandunganku itu bukan dari The Seng-kun tetapi dari Thiancong
..." "Oh ..." kedengaran para ketua partai Persilatan itu
mendesuh tertahan karena terkejut sekali.
"Adakah Kim tayhiap tahu hal itu ?" tanya Hui Gong taysu.
"Tidak," Hiang Hiang niocu gelengkan kepala "sebulan
setelah Thian-cong meninggalkan aku, aku mulai mengandung
bulan yang pertama., Kemudian Pek-lian-kau dihancurkan, aku
lari dibawa Li Kui sehingga tak sempat berjumpa lagi dengan
Thian-conl " "Omitohud,"- ucap Hui Gong taysu dengan nada terharu,
"kisah niocu sungguh mengharukah Pin-ni ikut perihatin. Lalu
apakah maksud kunjungan niocu kemari ?"
"Duapuluh tahun lamanya aku meyakinkan ilmu yang
diajarkan Bu Beng lojin sehingga dapat mencapai tingkat yang
hampir sempurna. Aku sakit hati kepada Thian-cong yang
walaupun sudah ku cari kemana-mana tetapi tak dapat
kuketemukari. Aku benci kepada kaum lelaki. Kudirikan
perkumpulan Ang-lian-kau atau Teratai Merah. Kuterima
gadis-gadis cantik sebagai murid. Kutempuh perjalanan hidup
yang gila. Setiap bertemu dengan pemuda tampan tentu
kubawa kedalam markas. Setelah kupaksa dia menuruti
nafsuku, lalu kubunuh. Kemudian kudengar berita Thian-cong
mati maka bergegas-gegas aku datang kemari untuk
menunaikan nazarku selama duapuluh tahun itu. Dengan
badik pemberiannya dahulu, hendak kucincang tubuh Thiancong
manusia yang mengkhianati cintaku ..."
Kembali Hiang Hiang niocu mencabut badik
"Omitohud." seru Hui Gong taysu, "tetapi Kim tayhiap sudah
meninggal. Pin-ni mohon sukalah niocu "suka memaafkannya
.... Hiang Hiang niocu tertawa hambar: "Engkau salah, paderi
Siau-lim-si Janji itu Thian-cong sendiri yang mengucapkan.
Jika tak kulaksanakan bukankah dia takkan beristirahat
tenteram dialam baka ?"
Hui Gong taysu terkesiap. Demikianpun dengan kelima
ketua partai persilatan. Ucapan Hiang Hiang niocu memang
tepat dan sukar dibantah. Merekapun diam-diam cemas
Kisah Membunuh Naga 14 Pendekar Misterius Karya Gan K L Alap Alap Laut Kidul 12
^