Pencarian

Alap Alap Laut Kidul 12

Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Bagian 12


TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ki Tejo Budi, hanya anak angkat Ki Tejo Langit. Berat rasa hati dan mulutnya untuk menceritakan tentang kemtian orang-orang yang begitu dekat dengan Jatmika, akan tetapi bagaimanapun juga, dia harus menceritakan yang sebenarna, menceritakan semuanya.
"Maafkan aku, kakang Jatmika. Aku terpaksa menceritakan kenyataan yang tidak membahagiakan hatimu.
Eyang Guru Tejo Budi sudah meninggal dunia kurang lebih satu setengah tahun yang lalu."
"Ohhh ...... !" Jatmika jatuh terduduk di atas batu, tubuhnya terasa lemas. Kakek kandungnya yang begitu dirindukannya ternyata telah meninggal dunia sebelum dia dapat bertemu.
"Maaf, kakang. Aku membuatmu menjadi berduka."
kata Aji. Jatmika dapat menguasai dirinya dan menjadi tenang kembali. Dia menatap wajah Aji dan berkata. "Tolonglah, Adi Aji, ceritakan kepadaku tentang beliau, tentang Eyang Tejo Budi, di mana dia tinggal, bagaimana engkau dapat bertemu dengan beliau dan bahaimana beliau meninggal. Aku ingin sekali mengetahui segalanya tentang beliau. apakah beliau meninggalkan isteri ...... atau anak ...... ?"
"Tidak, Kakang Jatmika. Semenjak berpisah dari Paman Sudrajat, eyang Guru Tejo Budi tidak pernah menikah lagi. Beliau hidup seorang diri, bahkan terlunta-lunta sampai pada suatu hari beliau tiba di dusun Gampingan dekat pantai Laut Kidul di mana aku tinggal bersama ibuku. Kemudian eyang guru tinggal bersama kami dan menjadi guruku sampai pada suatu hari beliau meninggal dunia karena sakit dan tua."
"Ah, kalau ayahku tahu ...... " kata Jatmika terharu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Paman sudrajat sudah tahu, kakang. Aku sudah menghadap Eyang Tejo Langit dan Paman sudrajat di pesisir dekat Dermayu ...... dan sudah kucerotakan kepada mereka ..."
"ah, engkau sudah bertemu ayah dan eyang, Adi Aji?"
"Sydah dan aku ...... " Aji berhenti bicara, rasanya tidak tega untuk memberi tahu tentang kematian dua orang tua itu.
Melihat Aji tersendat bicara, Jatmika memandang tajam, "Ada apakah, Aki" Apa yang hendak kaukatakan?"
"Ah, tidak kakang. Aku hanya ingin tahu bagaimana engkau bertemu dengan Nimas Sulastri dan mengapa ia menjadi begini ...... eh, kehilangan ingatan."
"Pertemuan kami kebetulan saja, Dimas Aji. Aku melihat ia dikeroyok tujuh orang penjahat, di antara mereka adalah Munding Hideung dan kakek Ki Kolo Srenggi yang jahat dan sakti mandraguna,. Untung setelah kami berdua bekerja sama dengan susah payah, akhirnya kami dapat meobohkan dan membunuh mereka. Nah, ketika kutanya, ia tidak ingat lagi siapa namanya dan darimana ia datang. Karena, biarpun ia murid Eyang Tejo Langit , aku belum pernah bertemu dengannya, maka aku tidak mengenalnya. Karena ia bingung dan tidak ingat namanya aku mengaku tahu bahwa namanya Listyani atau Eulis. Nah, begitulah pertemuan kami.
Aku lalu pergi ke Sumedang untuk memenuhi pesan ayah dan eyang untuk membantu Kadipaten Sumedang yang dirongrong oleh pemberontakan. Akan tetapi dalam perjalanan, kami dihadang oleh Aki Mahesa Sura bersekongkol dengan Tumenggung Jaluwisa, senopati Sumedang yang memberontak. Kami pura-pura menyerah dan ditugaskan untuk membunuh Pangeran Mas Gede, Adipati Sumedang. Pada saat penyerangan itulah kami berdua menggunakan kesempatan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
untuk meloloskan diri dan kebetulan engkau muncul dan membantu kami, Dimas Aji. Sekarang ceritakanlah apa yang kauketahui tentang Nimas Sulastri?"
Sulastri mengangkat mukanya memandang kepada Aji.
Ia masih belum ingat apa-apa dan pemuda itu bagaikan orang asing baginya.
"Ya ...... ceritakanlah tentang diriku kalau benar aku ini Sulastri, aku ingin mendapatkan kembali ingatanku tentang diriku yang sebenarnya, semua terasa seperti mimpi dan aku benar-benar tidak ingat apa-apa lagi. Tidak ingat akan masa laluku, tidak ingat akan orang tuaku. Ahhh ...... !" Sulastri memegangi kepalanya lagi.
Aji memandang Sulastri dengan hati penuh iba, kemudian dia menatap wajah Jatmika dan berkata. "Aku melakukan perjalanan bersama nimas Sulastri sejak sebulan yang lalu. Kami menghadap Adipati Cirebon dan mendapat tugas untuk membasmi gerombolan Munding Hideung yang mengacau di Pegunungan Careme. Kami berdua berhasil temukan Munding Hideung dan Munding Bodas dengan anak buah mereka. Kami berhasil mengalahkan mereka, akan tetapi Nimas Sulastri terkena anak panah dan terjatuh ke bawah tebing yang amat curam. setelah merobohkan semua gerombolan, aku menuruni tebing dan mencari-cari. Akan tetapi aku tidak dapat menemukan Nimas Sulastri yang hilang tanpa meninggalkan jejak! Sudah kucari dengan bantuan anak buah Munding Hideung selama dua hari, namun sia-sia. Nimas Sulastri lenyap."
Sulastri mengangkat mukanya memandang Aji dengan alis berkerut. Melihat ini, Aji bertanya penuh harapan. "Nimas, apakah ceritaku tadi mendatangkan kembali ingatanmu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Akan tetapi Sulastri menggeleng kepala dan mengerutkan alisnya.
"Aku tidak ingat apa-apa, tidak ingat sama sekali."
katanya sedih. "Dimas Aji, lanjutkan ceritamu. Bagaimana engkau dapat membantu kami?" Tanya Jatmika. "Sekarang jelas bahwa tentu Nimas Sulastri kehilangan ingatan ketika terjatuh ke bawah tebing itu. entah bagaimana ia selamat, mungkin Ki Kolo Srenggi itu yang menyelamatkannya. Ia selamat akan tetapi kehilangan ingatan, mungkin kepalanya terbentur keras.
Nah, lanjutkan ceritamu, dimas."
"Dalam keadaan putus asa dan membawa pedang pusaka Nogo Wilis milik Nimas Sulastri, aku pergi menemui Paman Subali dan istrinya, yaitu ayah ibu Nimas Sulastri dan menceritakan tentang hilangnya Nimas Sulastri. Tentu saja mereka merasa gelisah dan berduka sekali. Aku menyerahkan pedang Nogo Wilis kepada Paman Subali."
Jatmika memandang gadis itu. "Nimas Sulastri, apakah Pedang Nogo Wilis dan ayah ibumu itu belum juga dapat mengembalikan ingatanmu?"
Sulastri menggeleng kepalanya. "Jangan sebut aku dengan nama itu, kakangmas! Aku merasa lebih akrab dengan sebutan Listyani atau Eulis. Nama Sulastri itu terasa asing bagiku. Aku tidak ingat apa yang terjadi sebelumnya. Yang teringat olehku hanya semenjak kita saling bertemu sampai sekarang."
Jatmika menoleh kepada Aji. "Ceritamu tadi masih belum dapat mengembalikan ingatannya, Dimas Aji.
Lanjutkanlah ceritamu tentang pertemuanmu dengan ayah dan kakekku, juga tentang bantuanmu kepada kami tadi."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aji sengaja melewati kisah pertemuannya dengan Ki Tejo Langit dan Ki Sudrajat, dan dia langsung menceritakan bantuannya kepada Jatmika. "Secara kebetulan saja aku melihat rombongan Tumenggung Jaluwisa dan aku merasa curiga lalu aku membayangi mereka. Setelah mereka tiba di pondok Aki Mahesa Sura aku melihat Nimas Sulastri dan engkau yang belum kukenal, Kakang Jatmika. Aku mendengarkan perundingan mereka dan cepat-cepat aku pergi menemui Adipati Sumedang. Kuceritakan semuanya dan kami membuat rencana siasat untuk menghadapi serbuan yang diatur Tumenggung Jaluwisa dan Aki Mahesa Sura. Ketika aku yang menggantikan sang adipati dan berada dalam kereta melihat kalian berdua membalik dan melawan para pemberontak, aku merasa girang sekali. Setelah aku mendengar namamu disebut, maka tahulah aku siapa engkau, Kakang Jatmika, aku sudah mendengar tentang engkau dari ......" Tiba-tiba Aji teringat bahwa ia tidak ingin bercerita tentang Ki Sudrajat dan Ki Tejo Langit, maka dia terdiam seketika.
"Ya, engkau tentu mendengar tentang aku dari ayah dan kakek. Bagaimana engkau dapat bertemu dengan mereka, dimas?" Tanya Jatmika.
Berdebar rasa jantung dalam dada Aji. Beberapa kali dia menelan ludah. Akhirnya dia dapat menguasai ketegangan hatinya dan berkata dengan hati-hati. "mulanya begini, kakangmas. Aku sedang mencari orang yang bernama Raden banuseta yang enam tahun tujuh tahun yang lalu telah membunuh ayah kandungku di dusun Gampingan. ketika aku berkunjung kepada Paman Subali menceritakan tentang lenyapnya Nimas sulastri, aku mendapat keterangan darinya bahwa Raden banuseta adalah Ketua perkumpulan Dadali sakti
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
di dermayu dan terkenal jahat. Aku lalu mengunjungi perguruan itu. Akan tetapi Banuseta sedang tidak berada di rumah. Di sana aku melihat wakilnya dan para anak buahnya hendak memaksa seorang wanita menjadi isteri Banuseta, Aku menentang dan menghajar mereka, membebaskan wanita itu dan suaminya. Aku merobohkan wakil ketuanya dan ketika aku hendak pergi, wakil ketua itu bertanya di mana alamatku karena Banuseta pasti akan mencariku untuk membalas dendam. karena aku hendak berkunjung ke pondok Eyang Tejo Langit di pesisir, maka aku sebutkan alamat itu, lalu aku pergi menuju ke pantai laut."
"dan engkau bertemu dengan ayah dan kakekku?" tanya Jatmika.
Aji menghela napas panjang, matanya menatap wajah Jatmika penuh iba. "Kakangmas Jatmika, sebelumnya ampunilah aku kalau terpaksa aku menyampaikan hal yang membuat engkau tidak bahagia."
"Ada apakah, adimas" Katakan saja terus terang, aku siap menghadapi hal yang bagaimanapun juga."
"Aku memang sudah menghadap Paman Sudrajat dan Eyang Tejo Langit. Mereka berduka sekali mendengar bahwa Eyang Guru Tejo Budi telah meninggal dunia. Juga mereka prihatin mendengar laporanku tentang lenyapnya Nimas Sulastri." Kembali dia berhenti.
"tentu saja ayah dan kakekku bersedih dan prihatin mendengar berita yang tidak menyenangkan itu, dimas. dan selanjutnya?"
"Aku ditahan malam itu oleh Paman Sudrajat dan Eyang Tejo Langit, kami bercakap-cakap dan aku menceritakan semua yang terjadi dengan mendiang Eyang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Guru Tejo Budi dan dengan Nimas Sulastri. Akan tetapi tiba-tiba Banuseta dan anak buahnya datang menyerang. Dia berteriak menantangku. Aku mohon Paman Sudrajat dan Eyang Tejo Langit tidak mencampuri karena permusuhan dengan Banuseta adalah urusan pribadiku. Aku keluar menerima tantangan Banuseta. Dia menyerangku akan tetapi aku dapat mengalahkan dia. Tiba-tiba ada seorang temannya yang membelanya dan menandingi aku. Aku terkejut melihat ilmunya sama dengan ilmu Nimas Sulastri. Pada saat kami bertanding, Eyang Tejo Langit keluar dari pintu dan ketika menyebut nama lawanku, aku terkejut karena ternyata dia bernama Hasanudin atau panggilannya Udin!"
"Ahhh ...... " Kakang Hasanudin ...... ?" Jatmika berseru kaget.
"Benar, dia Hasanudin...... kakak tiriku yang sedang kucari-cari ...... " kata Aji.
"Kakak tirimu?" Jatmika mengulang, kaget dan heran.Galuh dan meninggalkan seorang putera. Hasanudin itulah puteranya dan ketika ayah meninggalkannya, dia masih kecil. Ayah sebelum meninggal dunia, berpesan kepadaku agar aku mencari kakak tiriku itu. Siapa tahu begitu bertemu, dia malah membantu Banuseta pembunuh ayah kami, membantu Banuseta yang menjadi antek Kumpeni Belanda."
"Antek Kumpeni Belanda?"
"Ya, Banuseta itu antek Kumpeni Belanda. Pada saat Eyang Tejo Langit muncul di luar pintu, dari kanan kiri terdengar letusan-letusan senapan dan Eyang Tejo Langit roboh tertembak anak buah Banuseta yang ternyata merupakan pasukan yang menggunakan senjata api."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aaahhh ...... !" Jatmika berseru, mukanya berubah pucat, matanya terbelalak, Aji merasa kasihan, akan tetapi sudah kepalang, dia harus menceritakan semuanya.
"Pada saat itu, Paman Sudrajat muncul. kembali dihujani peluru senapan, akan tetapi semua peluru itu hanya merobek bajunya dan kekebalan Paman Sudrajat tidak dapat ditembusi peluru itu. Akan tetapi, tiba-tiba Banuseta menembakkan pistolnya ke arah Paman Sudrajat dan beliau
...... roboh ...... "
"Aahhh ...... bagaimana ...... bagaimana keadaan eyang dan bapa ...... ?"
"Mafkan aku, kakang ......
paman Sudrajat dan Eyang Tejo Langit tewas. ...... " "Duh Gusti ...... !!"
tubuh Jatmika terkulai dan diapun roboh pingsan. Untung
Aji bergerak cepat dan merangkulnya sehingga dia tidak terbanting. Dengan lembut direbahkan tubuh yang lemas itu di atas rumput.
"Kakangmas Jatmika, maafkan aku ...... !" Aji mengeluh.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kakangmas Jatmika ...... !" Sulastri menjerit dan menubruk tubuh pemuda yang pingsan itu, mengguncang pundaknya dan menangis. :Aduh, kakangmas Jatmika, kasihan sekali engkau ...... !" tangisnya. Aji melihat betapa gadis itu menangis dengan sedihnya, air matanya bercucuran dan mengalir disepanjang kedua pipinya. Melihat gadis itu memeluki Jatmika sambil menangis, diam-diam ada rasa pedih dan perih di hati Aji. Betapa gadis ini amat menyayang Jatmika dan agaknya sama sekali tidak ingat lagi kepadanya! Ada rasa cemburu mengusik hatinya, akan tetapi dilawannya perasaan yang dia tahu tidak benar ini. Harus diakuinya bahwa ada rasa sayang besar sekali dalam hatinya terhadap dara ini. Mengapa dia harus cemburu" Dia tahu bahwa rasa cemburu didorong oleh nafsu daya rendah dan cinta yang yang disertai cemburu itu bukanlah cinta yang setulusnya, melainkan cinta yang mengandung nafsu untuk memiliki, nafsu untuk menyenangkan diri sendiri. Kalau memang Sulastri yang disayangnya itu ternyata mencinta pria lain, dan akan hidup berbahagia dengan pria lain, mengapa hatinya tidak rela" Kalau dia benar-benar menyayang Sulastri, tentu dia mementingkan kebahagiaan gadis itu dan hatinya akan turut berbahagia kalau gadis yang disayanginya itu berbahagia.
"Minggirlah, nimas. Biar aku yang menyadarkannya."
katanya lirih dan Sulastri minggir, memberi keleluasaan kepada Aji untuk menolong pemuda yang pingsan itu.
Aji maklum bahwa hati Jatmika tertekan penuh ketegangan. Maka, sebelum menyadarkannya, lebih dulu Aji menggunakan jari-jari tangannya untuk memijit, menekan dan mengurut tengkuk dan kedua pundak Jatmika, kemudian tiga kali dia mengurut pelipis di atas kedua telinga. Setelah itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
barulah dia memijit tangan pemuda itu, tepat di tengah-tengah antara ibu jari dan telunjuk, membetotnya dan Jatmika segera mengeluh dan siuman.
Begitu membuka matanya, Jatmika teringat akan apa yang didengarnya dari Aji. Serentak dia bangkit duduk, matanya melotot memandang ke kanan kiri, mencari-cari.
"Jahanam keparat kalian Banuseta dan Hasanudin!
Akan kubunuh kalian!" Dia bangkit berdiri. Aji segera merangkulnya.
"Kakangmas Jatmika, ingatlah, kakang. Sebutlah nama Gusti Allah dan bersabarlah!"
Pandang mata Jatmika melaang ke arah muka Aji, muka yang terhias senyum penuh kesabaran, sinar mata yang begitu lembut penuh pengertian dan juga mengandung wibawa yang amat meyakinkan. seketika Jatmika teringat dan diapun menangis.
"Duh Gusti ...... ampunilah hamba ...... aduh bapa dan eyang ...... semoga paduka mendapat pengampunan dan dianugerahi kedamaian dan ketenteraman oleh Gusti Allah ......
" pemuda itu menutupi mukanya dengan kedua tangannya dan menangis.
"Kakangmas Jatmika ...... kuatkan hatimu, kakangmas
...... !" Sulastri mendekat dan merangkul, Jatmika balas merangkul pundak gadis itu.
Jatmika mengusap air matanya dan menghentikan tangisnya, teringat bahwa sungguh tidak pantas seorang satria meruntuhkan air mata. "Terima kasih, nimas Sulastri ...... "
"Eulis saja, kakangmas. Aku lebih senang kausebut Eulis, nama pemberianmu."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ah, nimas Eulis, sekali lagi terima kasih. engkau begini baik kepadaku ...... "
"Engkau yang begini baik sekali kepadaku, kakangmas.
Aku berjanji akan membantumu mencari musuh-musuh besar yang telah membunuh ayah dan kakekmu."
"Sudah semestinya, nimas, karena kakekku itu juga eyang gurumu sehingga sebenarnya kita masih saudara seperguruan."
"Sayang aku tidak ingat lagi siapa eyang guruku itu."
kata Sulastri dengan wajah sedih.
"Dimas Aji, aku berterima kasih sekali kepadamu karena selain engkau telah menolong kami, engkau juga menerangkan juga tentang keadaan diri Nimas Eulis yang sebenarnya, juga aku menjadi tahu akan tewasnya bapa dan eyang. Lanjutkan ceritamu tadi, Dimas Aji."
Aji menghela napas panjang. Betapapun pedih hatinya melihat Sulastri lupa kepadanya dan kini gadis itu jells berhubungan akrab dengan Jatmika, namun di dasar hatinya dia merasa berbahagia melihat kenyataan bahwa gadis itu masih hidup.
"Setelah Paman Sudrajat dan Eyang Tejo Langit tertembak, Hasanudin melarikan diri. Tanpa bantuannya, agaknya Banuseta merasa jerih dan diapun melarikan diri bersama anak buahnya. Aku lalu merawat dan masih sempat mendengar pesan terakhir Paman Sudrajat yang minta agar kalau aku bertemu dengan puteranya yang bernama Jatmika agar aku suka membantunya. kemudian Paman Sudrajat tewas dan aku mengubur kedua jenazah itu dibelakang pondok.
Demikianlah, Kakangmas Jatmika."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ah, sekali lagi terima kasih, Adimas Aji. Engkau sungguh baik sekali dan aku merasa girang bahwa engkau adalah murid Eyang Tejo Budi karena dengan demikian berarti antara kita masih ada tali persaudaraan seperguruan. Kita bertiga, Nimas Eulis, engkau dan aku masih saudara seperguruan atau sealiran."
Tiba-tiba Sulastri memandang kepada Aji dan berkata,
"Biarpun aku tidak ingat lagi tentang perguruanku, namun aku juga girang bahwa aku masih saudara seperguruan dengan Kakangmas Jatmika dan dngan engkau, Kakangmas Aji.
Engkau adalah seorang yang gagah dan baik." Aji merasa terharu sekali. Biarpun sudah kehilangan ingatannya dan lupa masa lalunya, Sulastri ternyata masih bersikap baik dan ramah.
"Akupun merasa girang, Nimas Sulastri."
"Eh, engkau lupa lagi, kakangmas. Namaku Listyani, sebut saja Eulis."
Aji terpaksa mengulang, untuk menyenangkan hati gadis itu. "Aku akan berusaha agar aku tidak lupa lagi, Nimas Eulis."
Bagaimanapun, nama baru Eulis yang sederhana itu cukup cocok dan pantas karena Eulis berarti cantik. Dan Sulastri tidak berubah biarpun ingatannya hilang. Kecantikan tidak pernah hilang, bahkan dalam pandangan Aji gadis itu tampak semakin cantik!
"Adimas Aji, apa yang harus kulakukan sekarang" Aku ingin sekali melakukan pengejaran dan pencarian terhadap si jahanam Banuseta dan Hasanudin, akan tetapi bagaimana dngan Nimas Eulis?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sulastri menyambar tangan Jatmika dan berkata. "Aku ikut denganmu, kakangmas. Aku akan membantumu menghadapi dua orang jahat itu!"
"Kakangmas Jatmika, aku kira yang betanggung jawab atas kematian Paman Sudrajat dan Eyang tejo langit hanyalah banuseta seorang. Hasanudin tidak turun tangan terhadap mereka. Hasanudin hanya membantu Banuseta untuk melawan aku dan agaknya diapun menyesal ketika melihat Paman Sudrajat dan Eyang Tejo Langit roboh oleh tembakan sehingga dia melarikan diri."
"Hemm, betapapun juga, melihat Eyang Tejo Langit yang menjadi gurunya tewas ditembak orang, sepatutnya dia harus membela."
"Kakangmas Jatmika, menurut pendapatku, sebaiknya kalau engkau mengantarkan Nimas Eulis lebih dulu ke Dermayu, ke rumah orang tuanya. Siapa tahu, kalau dia bertemu dengan Paman Subali dan isterinya, ia akan mendapatkan kembali ingatannya. Apakah engkau tidak merasa bahwa menolong Nimas Eulis jauh lebih penting dari pada mencari Banuseta?" kata Aji.
"Tentu saja!" jawab Jatmika cepat. "Engkau benar, Dimas Aji, aku akan lebih dulu membawa Nimas Eulis ke rumah Paman Subali di Dermayu. Mari, nimas, nita berangkat!"
"Akan tetapi, kakangmas, aku sudah lupa lagi siapa orang tuaku, siapa nama mereka dan di mana tempat tinggal mereka!" Kata Sulastri.
"Tidak mengapa, nimas. Ikutlah saja denganku dan kita sama lihat nati, mudah-mudahan pertemuanmu dengan orang tuamu akan mengembalikan ingatanmu yang hilang." Jatmika
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menggandeng tangan gadis itu dan menoleh kepada Aji.
"Dimas Aji, kami berangkat. Selamat berpisah dan sampai bertemu kembali."
"Selamat berpisah dan selamat jalan, semoga kalian berhasil dan semoga Gusti Allah selalu melindungi dan membimbing kalian!" kata Aji kepada dua orang yang sudah mulai melangkah pergi itu.
Setelah Jatmika dan Sulastri pergi tak tampak lagi bayangannya, Aji menjatuhkan dirinya dengan lemas lunglai ke atas batu yang tadi diduduki Sulastri. Dia meraba-raba dan merangkul batu itu dengan hati penuh rindu dendam kepada Sulastri. Dia merasa nelangsa sekali, akan tetapi ketika merasa betapa kedua matanya panas, hatinya seperti diremas-remas, Aji cepat duduk bersila di atas batu dan menegakkan tubuhnya, seluruh jati dirinya berlutut pasrah menyembah Gusti Allah dan seketika cengkeraman nafsu yang membuat dia menderita duka dan kehilangan itupun sirna.
"Terima kasih, aduh Gusti, bahwa Nimas Sulastri masih hidup dan selamat. Semoga Paduka senantiasa melindungi dan membimbingnya sehingga ia dapat hidup dalam kebenaran dan berbahagoa selalu." bisiknya diapun bangkit berdiri dan meninggalkan tempat itu.
*** Biarpun dia juga ingin dapat menemukan Banuseta yang jahat dan menjadi antek Kumpeni Belanda untuk menentang dan membasminya, juga ingin mencari Hasanudin untuk menyadarkannya, namun Aji mengesampingkan keinginannya itu. Dia merasa amat heran melihat kenyataan bahwa Tumenggung Jaluwisa, senopati yang menjadi tangan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kanan dan kepercayaan Adipati Sumedang, memberontak terhadap Adipati Pangeran Mas Gede. Kadipaten Sumedang merupakan tempat yang amat penting bagi pasukan Mataram apabila nanti balabantuan Mataram menyerang ke Batavia.
Selain balabantuan diharapkan dari Kadipaten Sumedang, juga tempat ini bisa dijadikan tempat peristirahatan dan menyusun kekuatan, juga sebagai sumber ransum. Kadipaten itu perlu diselidiki, pikirnya dan dia lalu mengambil keputusan untuk pergi ke Sumedang.
Malam mulai tiba ketika Aji memasuki Kadipaten Sumedang. Bulan yang cukup besar, walaupun belum purnama, telah muncul dan membuat suasana malam itu tampak meriah dan gembira. Orang-orang memenuhi halaman rumah dan jalan-jalan. Langit bersih dan bulan cerah hawa udara di Kadipaten Sumedang sejuk dari biasanya. Tadi sebelum memasuki pintu gapura kadipaten itu, dari jauh Aji sudah mendengar suara gamelan. Gamelan Sunda masih agak asing dalam pendengaran Aji, akan tetapi setelah beberapa kali mendengarnya sejak dia memasuki daerah pasundan, dia mulai dapat menikmati iramanya. Berbeda dengan gamelan Jawa yang lembut, gamelan Sunda terdengar gagah, dengan bunyi suling yang mendayu-dayu dan kendangnya yang demikian menghentak-hentak penuh semangat. Kalau gamelan Jawa pada umumnya mengandung kelembutan dan keluwesan seperti gerak-gerik satria Harjuna, maka gamelan Sunda mengandung keperkasaan seperti gerak gerik satria Gatotkaca.
Hentakan kendangnya seperti merangsang kaki tangan untuk ikut bergerak!
Setelah memasuki gapura, Aji melihat banyak orang, terutama laki-laki muda, berbondong menuju ke tengah kota
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kadipaten, ke arah datangnya suara gamelan. Aji dapat menduga bahwa di sana tentu sedang diadakan pesta, maka diapun ikut dengan orang-orang itu menuju ke tengah kota.
Ketika ada seorang pemuda tinggi kurus berjalan didekatnya, dia menyapa dengan ramah.
"Maaf, sobat. Kalau boleh saya bertanya, ada perayaan apakah di sana?"
Laki-laki itu memandang Aji dengan sinar mata heran.
"Agaknya andika bukan orang sini, maka tidak tahu akan perayaan itu."
"Memang saya bukan orang sini, ki sanak."
"Pantas andika tidak mengetahui. Nah, ketahuilah bahwa untuk merayakan kemenangan Gusti Adipati atas pemberontakan Tumenggung Jaluwisa, juga atas keselamatan Gusti Adipati, maka senopati Tumenggung Jayasiran mengadakan pesta semalam suntuk dan yang amat menarik perhatian adalah diundangnya waranggana yang terkenal dari Galuh yang bernama Neneng Salmah yang cantik jelita, bersuara emas dan kalau menari, aduh, goyang pinggul dan pundaknya membuat orang mabok kepayang! Malah diadakan pertandingan antara jawara, siapa menang berhak untuk berjoget dilayani Neneng Salmah. Wah, bakal ramai sekali!"
kata laki-laki tinggi kurus itu dan diapun bergegas mempercepat langkahnya.
Aji merasa tertarik. Pernah dia melihat pesta dengan tampilnya seorang waranggana yang cantik bernyanyi dan menari. Akan tetapi dia belum pernah melihat para jagoan bertanding untuk memperebutkan kemenangan agar dapat berjoget bersama seorang waranggana yang terkenal. Diapun tidak mungkin pergi menghadap adipati Sumedang pada
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
malam hari begitu. Dia harus menanti sampai besok pagi dan dia tidak tahun di mana dia akan melewatkan mala mini. lebih baik nonton keramaian yang akan berlangsung semalam suntuk. Dia lalu mempercepat langkahnya mengikuti orang-orang itu.
Pesta itu diadakan di depan pendopo sebuah rumah besar. Di pekarangan rumah itu dibangun sebuah panggung yang tingginya satu setengah meter, panggung yang luas dan terbuat dari papan yang kokoh. Banyak lampu besar membuat tempat itu terang benderang dan suasananya meriah sekali. Di pendopo yang menyambung panggung itu penuh dengan kursi yang sudah diduduki para tamu undangan. Karena yang mengadakan pesta adalah seorang senopati, maka para tamunya tentu saja orang-orang penting di Sumedang. Hanya Sang Adipati Pangeran Mas Gede yang tidak hadir walaupun pesta itu diadakan untuk merayakan keselamatannya, karena sang adipati merasa lelah dan membutuhkan istirahat. Di dalam pekarangan yang luas itu, di bawah panggung, penuh dengan orang-orang yang datang menonton. Di belakang panggung terdapat para penabuh gamelan yang sejak tadi sudah mulai menabuh gamelan sehingga suasana meriah walaupun sang waranggana yang ditunggu-tunggu itu masih duduk di antara penabuh gamelan dan belum menari, hanya kadang-kadang saja melengkapi suara gamelan dengan lengkingan suaranya yang merdu mendayu-dayu. Hampir semua mata ditujukan kepadanya. Karena ia duduk bersimpuh di tengah-tengah para penabuh gamelan, maka yang tampak hanya mukanya yang memang cantik sekali, cantik dan segar bagaikan setangkai bunga yang sedang mekar, dengan kulit yang putih kuning seperti tampak pada lehernya yang panjang dan indah. Rambut
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hitam ngandan-andan (berombak) digelung rapi dan dihias dengan untaian bunga melati, membuat rambut itu tampak semakin hitam. Sinom (anak rambut) bergantung manja di atas dahi yang halus dan indah bentuknya. Sepasang alis melengkung rapi, hitam dan lebat, melindungi sepasang mata yang jeli indah, kedua ujungnya agak berjungat ke atas, dengan sinar mata yang lembut namun bercahaya mengandung daya pikat dan tantangan yang kuat. Kedua pipinya berkulit segar kemerahan, mengapit sebatang hidung yang kecil mancung dan lucu serta sebuah mulut yang indah menggairahkan. Sepasang bibir itu merah basah dan selalu tersungging senyum simpul yang juga memiliki daya tarik amat kuat yang merangsang hati kaum pria karena bibir itu seolah menantang. Ketika ia bernyanyi, kadang-kadang mulutnya terbuka dan tampaklah sekilas deretan gigi putih rapi seperti mutiara, lidah merah muda dan rongga mulut yang lebih merah lagi. Mulut itu bagaikan sarang madu, penuh kesan menjanjikan kemanisan yang nikmat. Dagunya runcing dan setitik tahi lalat hitam di dagu menambah kemanisan wajah itu.
Aji dapat menyelinap dan mendapat tempat berdiri tak jauh dari panggung sehingga dia dapat melihat keadaan di atas panggung dan pendopo dengan jelas. Dia memperhatikan orang-orang yang duduk di pendopo, pada deretan paling depan. Jelas tampak bahwa mereka adalah orang-orang penting. Kursi merekapun lebih besar, berbeda dengan kursi-kursi lain. Dari seorang laki-laki yang berdiri di dekatnya, Aji mendapat tahu bahwa laki-laki tinggi besar berpakaian seperti seorang pembesar dan sikapnya yang berwibawa dan congkak itu adalah tuan rumah yang mengadakan pesta, yaitu Tumenggung Jayasiran, seorang senopati Sumedang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aji memperhatikan dua orang yang duduk di kanan kiri sang tumenggung itu. Di sebelah kanan tumenggung itu duduk seorang kakek yang usianya sudah mendekati tujuh puluh tahun. Ketika bicara, kakek itu mengeluarkan suaranya yang lemah lembut. Kepalanya kecil dan botak, rambut yang tumbuh disekeliling kepalanya keriting dan sudah berwarna dua.
Wajahnya masih tampak muda, bahkan bersih dan tampan tanpa kumis atau jenggot. Hidungnya pesek dan mulutnya kecil, akan tetapi bentuk mukanya tampan. Kedua lengannya mengenakan gelang akar bahar hitam dan tangan kanannya memegang sebatang tongkat ular kobra. Dari penampilannya saja, Aji dapat menduga bahwa kakek itu tentu seorang yang sakti mandraguna. Hal ini jelas tampak pada sinar matanya yang terkadang mencorong seperti mata harimau.
Orang kedua yang duduk di sebelah kiri tumenggung juga menarik perhatian Aji. Orang itu masih muda, berusia sekitar tiga puluh tahun, tubuhnya tinggi kurus namun karena cara duduknya, sikap dan tongkrongannya seperti jagoan, dia tampak tegap dan kokoh. Wajahnya cukup tampan walaupun kulitnya hitam gelap. Sikapnya membayangkan kesombongan, apa lagi karena di punggungnya tergantung sebatang pedang yang warangkanya terukir indah. Pemuda ini memandang ke sekeliling dengan mulut tersenyum mengejek, agaknya memandang rendah semua yang berada di situ. Akan tetapi kalau pandang matanya berhenti pada wajah sang waranggana, Neneng Salmah, Aji melihat betapa mata itu bersinar penuh gairah, seperti mata seekor kucing kelaparan melihat tikus.
Aji juga melihat betapa tuan rumah bersikap amat hormat kepada dua orang itu dan ketika dia mengerahkan pendengarannya, dia dapat menangkap betapa logat bicara tuan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
rumah dan dua orang tamunya itu serupa, yaitu logat bicara orang yang datang dari Banten. Dari tempat dia berdiri, Aji dapat mencium bau minuman keras yang dihidangkan kepada para tamu beserta makanan yang membuat dia merasa semakin lapar.
Tiba-tiba Tumenggung Jayasiran memberi isyarat dengan mengangkat tangannya. Isyarat ini ditujukan kepada para penabuh gamelan atau lebih tepat kepada pimpinan para penabuh agar tarian para waranggana dimulai.
Mulailah para penari itu bangkit berdiri. Dua orang gadis penari yang cukup manis bangkit berdiri, akan tetapi Neneng Salmah sendiri masih belum mulai. Tentu saja sebagai primadona, ia dijual mahal baru akan menari sebagai puncak acara perayaan itu. Namun dua orang penari itu cukup menarik.
Dari leher, pundak dan lengan yang tidak tertutup itu dapat dilihat betapa mereka memiliki kulit yang putih mulus. Wajah mereka berdua manis dan usia mereka bahkan baru sekitar tujuh belas tahun. Tubuh mereka belum mekar benar, bagaikan bunga baru setengah mekar, bagaikan buah masih ranum.
Namun ketika mereka mulai menari diiringi suara gamelan dan hentakan suara kendang, tubuh mereka bergerak lemah gemulai dengan indahnya. Goyangan pundak dan pinggul, gelengan kepala, sedemikian hidup membuat hati para pria berdebar-debar. Semua gerakan yang menarik hati ini masih dipermanis dengan senyum memikat dengan kerlingan mata yang menantang.
Keadaan mulai ramai dan gembira. Suara tawa, sorak dan tepuk tangan menyambut setiap goyangan pinggul yang merangsang, keadaan menjadi riuh rendah dan seruan-seruan nakal mulai terlontar dari mulut para penonton.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aji yang merasa lapar itu melihat betapa di luar pekarangan, di tepi jalan, banyak orang berjualan makanan dan minuman dengan memasang obor. Dia segera menyelinap di antara penonton, keluar dan segera membeli makanan dan minuman teh. Sejak pagi tadi dia belum makan dan perutnya terasa lapar sekali. Karena itu, biarpun membeli makanan sederhana terdiri dari nasi dan sayur gudang (sayur dengan sambal kelapa) dan minum air teh cair, Aji merasa nikmat dan puas.
Sementara itu, perebutan untuk tampil berjoget dilayani dua orang penari itupun sudah dimulai. Pertama-tama seorang laki-laki berusia tiga puluhan tahun melompat ke atas panggung dan langsung saja dia berjoget bersama seorang penari yang berselendang biru. Penari kedua berselendang merah segera mengundurkan diri untuk memberi kesempatan kepada si selendang biru melayani laki-laki itu berjoget.
Orang-orang bertepuk tangan ketika laki-laki itu dengan beraninya, memutar-mutar tubuh dan menggoyang pinggul dekat sekali dengan tubuh si penari sehingga beberapa kali tangannya menyentuh dan mencolek tubuh penari itu. Yang dicolek hanya tersenyum genit dan dengan lincahnya mengelak dan menghindar. Tarian itu menjadi seperti sepasang kupu-kupu yang saling berkejaran.
Aji melihat bahwa tidak ada tamu yang duduk di pendopo yang bangkit untuk memperebutkan penari itu.
Agaknya dua orang penari itu kurang layak diperebutkan para tamu yang terhormat itu, melainkan menjadi sajian bagi para penonton yang berdiri di bawah panggung, yaitu para penonton yang tak diundang atau rakyat jelata.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah laki-laki itu menari beberapa menit lamanya, tiba-tiba seorang laki-laki lain yang usianya dua puluh lima tahun melompat ke atas panggung. Tepuk tangan menyambutnya karena penonton mulai merasa tegang dan bersemangat. Naiknya seorang laki-laki lain ke atas panggung itu berarti akan ada adu kekuatan agar yang menang mendapat hak untuk berjoget dengan penari itu. Munculnya laki-laki yang bertubuh tinggi besar dan kokoh ini segera disambut oleh laki-laki pertama, seolah seekor jago (ayam jantan) yang mendapat gangguan selagi dia bercumbu dengan seekor ayam betina. Mereka berdua segera membuka pasangan kuda-kuda dalam gerakan silat yang indah dan gagah, saling berhadapan.
Penari wanita itupun segera mundur dan duduk bersimpuh, menanti siapa yang akan keluar sebagai pemenang dan berhak untuk ia layani berjoget. Sementara itu, Neneng Salmah bertembang dengan suaranya yang merdu merayu.
Para penabuh gamelan yang mahir itu segera mengubah irama gamelan mereka. Kini suara gamelan itu berdetak-detak garang, membunyikan gamelan perang yang gegap gempita.
Tukang kendangnya dengan penuh semangat memukul kendangnya dengan jari-jari tangan yang trampil. Suasana menjadi tegang dan gembira.
Diiringi suara gamelan, dua orang itu tanpa banyak kata lagi sudah mulai saling terjang. mereka bersilat dengan gagah dan gerakan mereka ditimpali hentakan bunyi kendang, diseling teriakan mereka ber-ciat-ciat dan ber-hait-hait. Mereka saling tampar, saling tonjok, saling sikut, saling tending dan pertandingan berjalan dengan serunya.
"Plak-ketipak-tipak ...... blang ...... !" Suara kendang bergaya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ciattt ...... !" Pemuda tinggi besar menerjang dengan tonjokan kuat sekali ke arah dada. Lawannya dengan sigapnya menangkis, akan tetapi agaknya pukulan itu terlalu kuat baginya sehingga dia terhuyung ke belakang. Pemuda itu cepat maju dan kakinya menyerampang.
"Bresss ...... !" Tak dapat dihindarkan lagi, tubuh lawannya terpelanting roboh dan pada saat itu, pemuda tinggi besar menendang dengan kaki kirinya.
"Pak-dupak-pak ...... jerr ...... !" Tubuh laki-laki pertama kena tendang perutnya dan dia terguling-guling sampai keluar dari panggung dan jatuh ke bawah!
Tepuk tangan menyambut kemenangan pemuda tinggi besar itu yang kini menari-nari dengan gagahnya menghampiri penari berselendang biru tadi seperti lagak Raden Gatotkaca menghampiri Dyah Pergiwa! Penari itupun tersenyum manis dan ketika pemuda itu menjulurkan tangan iapun menyambutnya, membiarkan tangannya dituntun dan ia bangkit berdiri. Mereka lalu menari bersama dan laki-laki itu merapatkan tubuhnya sampai mukanya hampir merapat dengan muka si penari dan hidungnya menyentuh pipi yang halus itu.
Para penonton bersorak gembira menyambut kemenangan pemuda yang mendapat "hadiah" dari penari itu.
Ketika mereka berdua menari dengan astiknya, diseling senggakan para penabuh gamelan dengan bunyi "serr! serr!"
sehingga suasana menjadi semakin meriah dan merangsang, tiba-tiba tampak seorang laki-laki yang usianya tentu sudah ada lima puluh tahun lebih. Akan tetapi laki-laki ini tidak meloncat ke atas panggung yang tingginya satu setengah meter, melainkan memanjat melalui tihang di sudut panggung!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tentu saja pemandangan yang lucu ini membuat banyak orang tertawa geli, apalagi ketika laki-laki itu memanjat tihang bambu yang licin beberapa kali terpeleset dan melorot turun lagi. Membayangkan laki-laki tua kurus kerempeng dan tak dapat meloncat itu hendak naik panggung dengan memanjat tihang bambu dan hendak merebut penari ayu, tentu saja orang-orang menjadi geli dan tertawa terbahak-bahak.
Akhirnya orang itu dapat juga naik ke atas panggung dan begitu tiba di atas panggung, dia lalu memasang kuda-kuda sambil berjoget mengikuti irama kendang. Jogetnya lucu, tubuhnya kerempeng ditekuk ke belakang, pantatnya yang tepos (tak berdaging) meruncing megal-megol. Orang-orang semakin riuh tertawa. Bahkan penari selendang biru itupun tak tahan untuk tak tertawa. Ia menutupi mulut dengan tangan kiri lalu mundur dan duduk bersimpuh seperti tadi, menanti pertandingan sampai seorang di antara dua pria itu keluar sebagai pemenang.
Pemuda itu mengerutkan alis dan mulutnya tersenyum menyeringai melihat lagak kakek itu. Orang macam itu hendak menantangnya" Sekali tampar saja kakek itu tentu akan roboh ke bawah panggung dan copot semua giginya. Tanpa banyak membuat gerakan kembangan lagi, pemuda tinggi besar itu sudah menerjang ke arah lawan yang berusia setengah abad dan bertubuh kerempeng itu.
"Heiiiitttt ...... ! Pecah kepalamu!" tangan kanannya yang panjang besar dengan kepalan sebesar kepala lawan menyambar ke arah kepala kakek itu. Akan tetapi dengan gerakan lucu dan agak kaku, kakek itu telah dapat mengelak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengan menekuk kedua lututnya. Akan tetapi pemuda itu sudah menyerang lagi dengan tendangan kaki yang kuat sekali.
"Syuuuuttt ...... ambrol dadamu!" Dia membentak dan kaki kanannya mencuat, menyambar ke arah dada lawan.
"Hossshhh!" Kakek itu menggerakkan kedua lengannya untuk menangkis tendangan daru samping.
"Plakk!" Dua lengannya berhasil menangkis tendangan kaki, namun tangkisan ini membuat dia terhuyung. Kembali pemuda itu menyerang semakin cepat dan kakek itu segera terdesak hebat, hanya mampu menangkis dan mengelak saja.
Gerakannya kacau dan lucu sehingga terdengar suara tawa geli di sana sini. Akan tetapi Aji yang menonton pertandingan itu mempunyai pendapat lain. Dia tahu bahwa kakek itu kalah besar tenaganya, juga kalah dalam hal ketangkasan, namun harus diakui bahwa kakek itu bergerak mengelak dengan cerdik sekali dan yang menguntungkan adalah bahwa dia memiliki tubuh yang ringan dan lincah sehingga sampai sebegitu lama semua serangan lawan dapat dia hindarkan.
Tiba-tiba pemuda itu menyerangnya dengan pukulan beruntun sambil berseru nyaring, "Mampus kau!" Tiba-tiba tubuh kakek itu rebah dan bergulingan. gerakannya sedemikian cepatnya sehingga ketika dia bangkit, dia berada di samping pemuda itu. Tangan kanannya menyambar ke arah pinggang lawan, lalu menarik dan ...... "bret ...... !" tali celana pemuda itu putus sehingga celananya melorot!
Pemuda itu terkejut dan cepat menggunakan kedua tangan untuk menahan dan memegangi celana yang kedodoran.
Tentu saja pemandangan ini disambut ledakan suara tawa para penonton. Semua orang tak dapat menahan tawa karena geli melihat kejadian yang lucu itu. Apalagi sekarang kakek itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
begitu bernafsu untuk mengalahkan lawan dan mengejarnya, mengirim pukulan dan tendangan membabi buta sedangkan pemuda ang menggunakan kedua tangan memegangi celananya yang tidak berkolor lagi itu berlari-larian memutari panggung dikejar-kejar kakek itu! Sungguh suatu pemandangan yang lucu. Pertunjukan adu ilmu pencak silat itu kini berubah menjadi pertunjukan pelawak! Akhirnya pemuda itu yang tak dapat bertahan lagi sehingga dia terjerumus keluar dan turun dari panggung! Tentu saja dia dianggap kalah dan tidak berani naik lagi, malah melarikan diri sambil memegangi celananya.
Kini kakek itu mulai menari dengan gayanya yang lucu.
Semua orang yang tadi terpingkal-pingkal menyaksikan adegan itu, kini bersorak menambut kemenangan yang lucu itu dan tertawa-tawa melihat betapa kekek itu kini beraksi dan menggerakkan kaki tangannya, berjoget dilayani oleh penari berselendang biru. Tarian kakek itu juga kucu. Dari gerakannya yang kaku orang dapat mengetahui bahwa dia bukan ahli berjoget, akan tetapi dia hanya memiliki keberanian atau tebal muka. Dia lebih banyak menggerak-gerakkan pinggulnya yang kerempeng dan mulutnya tersenyum-senyum, matanya melirik kekanan kiri, agaknya merasa bahwa dia seperti Raden Gatotkaca yang gagah perkasa! Penari berselendang biru itu mengerutkan alisnya dan wajahnya yang ayu kini tampak sebal dan tidak suka, akan tetapi menurut peraturan ia harus melayani sang pemenang dan kakek ini dianggap sebagai pemenang. Ia merasa lebih sebal lagi ketika kakek itu tanpa malu-malu menyentuh pipinya dengan hidung, disoraki banyak penonton! Para penabuh gamelan, melihat joget yang lucu ini, bersemangat dan mengimbanginya dengan tabuhan yang lucu pula, terutama si tukang kendang. Dia sengaja memukul
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kendang dengan gencar dan sengaja mengacaukan bunyi kendang sehingga terkadang cocok dengan gerakan si kakek, akan tetapi terkadang berlawanan sehingga kakek itu bergerak gerak bingung dalam usahanya mengikuti irama kendang!
Tentu saja para penonton menjadi semakin geli disuguhi adegan seperti badut ini.
Tiba- tiba tampak seorang wanita berusia empat puluh tahun, bertubuh gendut sekali sehingga tampak bulat, dengan susah payah memanjat ke atas panggung melalui tihang bambu. Tangan kanannya memegang sebatang sapu bergagang kayu dan dengan bantuan sapu itu yang ditekankan pada tanah, akhirnya ia dapat juga naik ke atas panggung. Semua orang terheran-heran, akan tetapi segera mereka semua tertawa terbahak-bahak melihat adegan yang lebih lucu lagi. Wanita gendut itu segera saja menyerang kakek yang sedang berjoget dengan gagang sapunya, menyerang dan memukuli kalang kabut, sambil memaki-maki.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Cih, lelaki gelo, teu boga era, sia! (Huh, laki-laki gila, tak punya malu, kamu!)." teriaknya sambil memukuli kepala dan tubuh laki-laki yang m,enjadi suaminya itu.
"Heitt ...... huutt ...... aih, aduh ...... wadouww ...... aih, amit-mit ...... sabarlah. Cicih ...... !" laki-laki itu mencoba mengelak dan menangkis, namun tetap saja tubuh dan kepalanya kena dihajar sehingga terdengar suara bak-bik-buk dan di dahinya muncul benjolan sebesar telur ayam. Dia berlari larian memutari panggung, dikejar isterinya yang memaki-maki. Semua orang terpingkal pingkal, bahkan ada yang memegangi perut dan terjungkal dari tempat duduknya di pendopo. Penonton yang berada di bawah panggung juga terpingkal-pingkal, bersorak bergemuruh.
Akhirnya suami kerempeng itu meloncat turun dari atas panggung, disusul isterinya yang gembrot dan dia melarikan diri dikejar-kejar wanita yang mengacung-acungkan gagang sapu itu.
"Ha-ha-ha-ha, jago dikejar babon! Ha-ha-ha!" Semua orang terbahal-bahak. bahkan ada beberapa orang laki-laki yang bergegas keluar dari kerumunan penonton utnuk pergi ke tempat sunyi karena mereka tidak tahan untuk tidak membuang air kecil. Saking gelinya tertawa tepingkal-pingkal membuat mereka terkencing-kencing dan biarpun sudah berada di tempat sunyi dan membuang air kecil, mereka masih tetap terkekeh-kekeh!
Penari berselendang biru mengundurkan diri di tengah-tengah para penabuh gamelan dan kini giliran penari berselendang merah untuk tampil di panggung. Penari berselendang merah ini lebih manis dibandingkan si selendang biru, maka banyak penonton menelan air liur membayangkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
betapa akan nikmat dan menggembirakan kalau dapat berjoget bersama penari itu! Akan tetapi karena sekali ini, pertunjukan tarian itu juga merupakan pertunjukan adu kedigdayaan, tentu saja jarang ada yang berani naik ke panggung dengan resiko patah tulang dan memar-memar, terbanting jatuh ke bawah panggung dan mendapatkan malu!
Penari berselendang merah itu mulai menari dan semua orang menahan napas. Ternyata penari ini memiliki keistimewaan dalam gerak tariannya, yaitu pinggulnya dapat berputar secara menggairahkan dan lentur. Terdengar tepuk tangan dan teriakan-teriakan para pria yang seperti mabok karena terangsang oleh tarian itu.
Tiba-tiba dari tempat duduk para tamu di pendopo, bangkit seorang laki-laki dan dengan langkah lebar dia menuju panggung. Ketika para penonton melihat laki-laki itu, mereka bersorak dan bertepuk tangan menyambut. Laki-laki itupun segera berjoget dan gerakannya menari cukup gagah. Aji melayangkan pandangannya ke atas panggung. Laki-laki itu memang gagah. Ikat kepala dan pakaiannya menunjukkan bahwa dia seorang yang kaya. Tubuhnya tinggi besar dengan kulit agak kehitaman. Sepasang matanya bundar dan lebar, sinarnya galak dan angkuh. Hidung dan mulutnya juga besar dan ketika dia berhadapan dengan penari selendang merah, dia menyeringai memperlihatkan giginya yang agak tongos dan besar-besar.
Begitu mulai berjoget, laki-laki itu mengambil beberapa butir uang reyal dan dengan bangga dia memasukkan uang itu ke celah-celah antara sepasang bukit dada penari itu. Si penari tersenyum girang karena hadiah itu merupakan jumlah yang cukup besar. Mereka berdua mulai berjoget dan penari itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
melayaninya dengan penuh semangat sehingga tariannya menjadi semakin menggairahkan dan merangsang. Beberapa kali laki-laki yang usianya sekitar empat puluh tahun itu mencolek dagu atau pipinya, bahkan mengelus pundak dan lengan yang telanjang itu.
Semua penonton yang tinggal di Sumedang mengenal laki-laki ini. Dia bernama Badrun dan dikenal dengan julukan Maung (Macan) Sumedang. Dia kaya dan juga terkenal digdaya, juga orang-orang mengenalnya sebagai seorang bandar yang suka menyelenggarakan perjudian adu ayam jago.
Karena seringnya memukul roboh orang-orang yang berani menentangnya, maka Si Maung Badrun ini ditakuti orang dan ketika semua penonton melihat dia kini naik panggung berjoget dengan penari berselendang merah, mereka mengira bahwa tak seorangpun penduduk Sumedang yang akan berani "mencari penyakit" menyainginya di atas panggung.. Si Maung Badrun agaknya juga maklum akan hal ini. Dia merasa bangga dan memamerkan keperkasaannya di depan para tamu kehormatan Tumenggung Jayasiran yang juga mengundang dia. Maka setelah berjoget lama dan melihat belum juga ada orang berani naik panggung, sambil berjoget dia melempar pandang ke arah penonton di bawah panggung. Dia memang menantang para penonton yang sebagian besar merupakan penduduk Sumedang yang sudah mengenal kebesarannya. Dia tidak begitu bodoh untuk menantang mereka yang menjadi tamu undangan karena dia tahu bahwa di antara mereka terdapat banyak perwira yang sakti.
"Hei, para penduduk di Kadipaten Sumedang! Tida adakah di antara kalian yang cukup jantan untuk mencoba merebut si geulis (si cantik) ini dari tanganku?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Beberapa kali dia mengajukan pertanyaan ini kepada para penonton di bawah, namun jawaban mereka hanya menyeringai saja. Badrun melanjukan jogetnya. Akhirnya dia menjadi bosen juga. Dia lebih ingin menonjolkan diri melalui pertarungan dan merobohkan orang-orang yang berani menyainginya. Dia tidak begitu suka berjoget. Kalau dia menginginkan seorang wanita, dia dapat langsung membawanya, dengan halus maupun kasar.
"Heh, apakah semua penonton di sini pengecut" Hayo saingilah aku Si Maung Badrun, kita main-main sebentar untuk memeriahkan pesta perayaan Gusti Tumenggung Jayasiran mala mini!"
Terdengar banyak orang saling berbisik-bisik. Si Maung Badrun itu sekali ini sudah keterlaluan sombongnya. Di tempat umum berani mengatakan semua penonton pengecut!
Pada hal semua orang tahu bahwa di antara penduduk Sumedang terdapat banyak pendekar, hanya mereka tidak mau naik panggung karena mereka sungkan untuk membuat keributan hanya untuk dapat berjoget dengan penari selendang merah itu. Apa lagi yang mengadakan pesta adalah seorang senopati Sumedang. Kalau mereka tidak mengacuhkan dan tidak meladeni sesumbar dan tantangan Maung Badrun, bukan karena mereka takut kepada sang senopati. Akan tetapi sekiranya Neneng Salmah yang menari, tentu akan banyak orang yang akan mencoba merebutnya dari tangan Badrun.
Bahkan mereka yang duduk di pendopo sebagai tamu undangan juga banyak yang tergila-gila kepada Neneng Salmah. Baru mendengar suara tembang Neneng Salmah saja yang amat merdu, lirikan matanya yang tajam memikat dan senyumnaya yang seolah menantang dan menjanjikan seribu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
satu macam kenikmatan, para tamu pria sudah gandrung, apa lagi kalau ia menari, melenggang-lenggokkan tubuhnya yang aduhai itu!
Sementara itu, di atas panggung Senopati Tumenggung Jayasiran dengan hormatnya bercakap-cakap dengan kakek yang tadi menarik perhatian Aji. Tidak salah dugaan Aji bahwa kakek itu seorang yang memiliki kesaktian karena dia bukan lain adalah Kyai Sidhi Kawasa, datuk dari Banten yang sudah terkenal sekali kehebatan kepandaiannya. Kalau saja dia tahu bahwa kakek itu adalah Kyai Sidhi Kawasa, tentu dia akan terkejut sekali karena dia pernah mendengar nama datuk ini sebagai seorang yang anti Kerajaan Mataram. Juga Tumenggung Jayasiran bersikap menghormat sekali kepada pemuda tinggi kurus yang duduk di sebelah Kyai Sidhi Kawasa. Pemuda ini bukanlah orang sembarangan. selain menjadi murid Kyai Sidhi Kawsa, juga pemuda yang usianya tiga puluh tahun ini masih pangeran, putera Adipati Banten dari seorang selir. Karena Tumenggung Jayasiran juga berasal dari Banten, tentu saja dia mengenal baik guru dan murid ini dan karenanya dia bersikap hormat.


Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pemuda Banten ini bernama Raden Jaka Bintara. Tadi ketika terjadi pertandingan untuk memperebutkan penari, dia bersikap tak acuh, memandang rendah semua itu dan minum arak sepuasnya. Kini mukanya kemerahan, minuman telah mulai mempengaruhinya dan matanya yang lebar kemerahan itu ditujukan kepada Badrun yang masih menantang-nantang lawan di atas panggung. Pemuda bangsawan dari Banten itu mengerutkan alisnya dan akhirnya dia tak tahan lagi melihat sikap yang jumawa dari Badrun.
"Hemm, alangkah sombongnya monyet itu!" katanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kyai Sidhi Kawasa yang duduk di sebelahnya berkata,
"Ah, Raden, untuk apa memperhatikan orang macam itu"
Tidak ada harganya."
Akan tetapi Jaka Bintara masih merasa penasaran dan bertanya kepada sang senopati Sumedang. "Paman tumenggung, siapa sih monyet sombong itu?"
Tumenggung Jayasiran memandang ke arah panggung di mana Badrun masih berjoget dengan penari berselendang merah dengan penuh gaya. Karena tidak ada yang berani menyambut tantangannya, Badrun menjadi semakin berlagak, bahkan kini dia berani menari sambil menggerayangi tubuh penari itu secara kurang ajar sekali. Apalagi setelah para penonton yang terdiri dari laki-laki muda tertawa gembira menyambut kekurang-ajaran itu. Penari berselendang merah itu menjadi merah sekali wajahnya dan matanya menunjukkan bahwa ia merasa malu sekali dan hampir menangis.
"Oh itu! Dia seorang kaya di Sumedang, hubungannya dengan para pamong praja cukup baik maka diapun terkenal memiliki kedigdayaan dan setiap ada perayaan yang diramaikan dengan pertunjukan penari yang diperebutkan, dia selalu tampil sebagai bintang." kata Tumenggung Jayasiran.
"Paman, saya tak senang denagn lagaknya. saya ingin menyambut tantangannya!" kata Jaka Bintara.
"Raden, untuk apa melayani dia" Tentu saja dia bukan lawan andika!" kata Tumenggung Jayasiran yang sudah mengenal kesaktian murid Kyai Sidhi Kawasa itu.
"Orang itu perlu dihajar!" Jaka Bintara berkata dan dia lalu bangkit berdiri dan dengan langkah lebar dia menuju ke panggung di mana Badrun masih berjoget bersama si selendang merah. Kekurangajaran Badrun mencapai puncaknya. Ketika
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka berjoget berdekatan, tangan kiri Badrun tiba-tiba merangkul pinggang yang ramping itu, menarik tubuh si selendang merah itu sehingga merapat dengan tubuhnya sendiri dan dia menciumi muka ledek itu! Tiba-tiba sebuah tangan mencengkeram pundaknya. Badrun berteriak kesakitan dan pelukannya kepada ledek itu terlepas. Dia cepat melangkah ke pinggir dan membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa yang berani berbuat kurang ajar kepadanya.
Jaka Bintara memberi isyarat kepada si selendang merah untuk mundur, Sambil menahan isak ledek itu lalu berlari ke tempat semula di antara para penabuh gamelan, duduk bersimpuh di dekat dua orang ledek lainnya dan menangis tanpa suara, hanya menutupi mukanya dengan selendang merahnya.
*** JILID XXII ini Badrun sudah berhadapan dengan Jaka Bintara.
Badrun tidak mengenal pemuda jangkung itu
K walaupun tadi dia tahu bahwa pemuda itupun merupakan seorang tamu undangan, bahkan yang duduknya dekat Tumenggung Jayasiran. Dia mengerutkan alisnya memandang dengan marah.
"Ki sanak!" Tegurnya. "Kalau andika ingin
memperebutkan penari selendang merah itu, tandingilah aku, bukan menyerang secara menggelap seperti tadi!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Jaka Bintara tersenyum mengejek. "Kalau tadi aku menyerangmu engkau tentu sudah mampus! Aku hanya ingin menghentikan perbuatanmu tak tahu malu."
Mendengar logat bicara pemuda jangkung itu asing, Badrun yang dijuluki Maung (Harimau) Sumedang itu menjadi marah. "Hemm, ki sanak, Andika tentu bukan orang Sumedang dan tidak mengenal aku, maka berani bertindak lancang. Heh, ki sanak, karena andika seorang asing biarlah aku memaafkan perbuatanmu dan mundurlah sebelum aku bertindak kasar."
"Hemm, aku tidak pernah takut menghadapimu. Biarlah ada sepuluh orang macammu, aku tidak akan mundur."
Marahlah Badrun. "Babo-babo, keparat! Katakan siapa namamu, aku Si Maung Badrun tidak suka merobohkan lawan yang tidak bernama."
"Namaku Raden Jaka Bintara dari Banten. Nah, bersiaplah engkau untuk menggelundung keluar dari panggung!" kata Jaka Bintara dan dia sudah memberi isyarat kepada para penabuh gamelan.
Tumenggung Jayasiran yang ingin pula memamerkan kesaktian tamunya yang bersala dari daerahnya, segera memberi isyarat pula kepada para penabuh gamelan. Segera terdengar bunyi gamelan dipukul dengan gencarnya, memainkan lagu perng yang tepat untuk mengiringi sebuah pertandingan silat.
Badrun yang amat percaya akan kemampuan sendiri, sudah cepat menari dan membuka pasangan kuda-kuda yang gagah. Tidak percuma dia memakai julukan harimau karena memang dia mengandalkan pencak silat yang di namakan Aji Sardula Bhairawa (Harimau Dahsyat), sebuah ilmu silat yang mendasarkan gerakannya pada gerakan seekor harimau! Ilmu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
silatnya ganas bukan main, mengandalkan kekuatan otot yang amat besar. Bahkan jari-jari tangan Badrun, kalau sudah mempergunakan aji kesaktian ini, menjadi sedemikian kuatnya sehingga mampu merobek-robek kulit tubuh lawan, seperti cakar harimau! Kini Badrun sudah membuat gerakan kembangan, memasang kuda-kuda yang gagah, kedua kaki terpentang kokoh, kedua lengan membuat gerakan di depan dada, kadang menyilang dan kedua tangan itu membentuk cakar, tergetar getar dipenuhi tenaga dahsyat! Pandang matanya yang besar itu bersinar-sinar seperti mata harimau, bibirnya bergerak-gerak meringis seperti bibir harimau dan dari tenggorokannya keluar suara menggereng-gereng. Semua orang yang menonton merasa seolah mereka melihat seekor harimau terlepas dan hendak mengamuk.
Akan tetapi Jaka Bintara tersenyum mengejek melihat sikap lawan yang mengerikan itu. Dia adalah murid Kyai Sidhi Kawasa yang telah meguasai aji-aji kesaktian dari gurunya dan sikap lawannya itu baginya seperti permainan kanak-kanak saja.
Jaka Bintara mulai menari pula, membuat kembangan-kembangan silat sambil menggeser kaki mendekati lawan.
Badrun juga bergerak dan keduanya seperti dua ekor ayam jago yang sedang siap berlaga, bergerak saling mengelilingi seolah hendak mengukur kekuatan lawan melalui pandang mata dan juga mengintai untuk menemukan kelemahan dalam pertahanan lawan.
"Hayo maju dan seranglah, jangan hanya memamerkan cakar kucingmu itu. engkau hendak bertanding atau mau membadut?" ejek Jaka Bintara.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Marahlah Badrun. Tadinya dia memang bersikap dengan hati-hati setelah mendengar bahwa lawannya datang dari Banten dan dia tahu bahwa daerah itu memiliki banyak jagoan. Kini kemarahannya membuat dia tidak sabar lagi.
Tiba0tiba dioa membuat gerakan menerjang ke depan, kedia lengannya bergerak cepat dan kedua tangan itu telah menyambar dengan cengkeraman ke arah muka dan dada Jaka Bintara dan dari mulutnya terdengar bentakan nyaring.
"Haaarrrggghhh ...... !"
Namun dengan gerakan yang cepat dan indah, Jaka Bintara sudah menggerakkan tubuh ke belakang, kakinya melangkah ke kanan dan tangan kirinya menampar dari kanan ke arah lambung lawan.
"Hyaaattt ......!" Sambaran tangan itu mendatangkan angin yang dahsyat dan Badrun terkejut bukan main. Cepat dia memutar tubuh dan menggunakan tangan kiri memotong tangan lawan dengan tangkisannya.
"Wuuuuttt ...... dukkk !" Dua lengan bertemu dan mengeluarkan suara nyaring bagaikan dua potong besi bertemu. Bukan main kagetnya hati Badrun ketika merasa betapa lengannya nyeri bagaikan mau patah dan dia terdorong mundur sampai tiga langkah! Padahal dia terkenal bertenaga besar akan tetapi sekali ini, pertemuan kedua lengan itu membuat tulang lengannya terasa hendak patah. Akan tetapi dasar orang yang tak tahu diri, menganggap orang lain rendah dan dirinya sendiri paling hebat, dia tidak menyadari bahwa ilmunya kalah jauh bahkan dia menjadi penasaran dan marah.
Kembali Badrun mengeluarkan gerengan
menyeramkan, lalu dia menubruk dengan loncatan ke depan, gayanya seperti seekor harimau yang menerkam kelinci. Akan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tetapi sekali ini, Jaka Bintara yang diterkam itu sama sekali tidak mengelak bahkan kedua tangannya bergerak cepat menyambar kedua tangan berbentuk cakar itu dan mengangkat kedua tangannya ke atas. Tubuh Badrun tinggi besar, akan tetapi tubuh Jaka Bintara biarpun kurus lebih jangkung sehingga kini tubuh Badrun tergantung! Badrun meronta dan mengerahkan tenaga untuk melepaskan kedua pergelangan tangan yang dipegang lawannya itu, namun usahanya sia-sia.
Cengkeraman tangan Jaka Bintara pada pergelangan kedua lengannya itu seperti jepitan baja! Jaka Bintara mengerahkan tenaga dalamnya dan Badrun membelalakkan matanya dan berteriak kesakitan.
"Krek-krekk! Aduuuuhhhh ...... !" Tulang pergelangan kedua tangan Badrun patah dan Jaka Bintara membanting tubuh lawannya ke atas lantai panggung.
"Brukkkk ...... !" Badrun mengeluh kesakitan sambil merangkak. Akan tetapi pada saat itu, kaki kanan Jaka Bintara menendang, tepat mengenai dadanya.
"Dessss !" Tubuh Badrun terlempar ke bawah panggung dan dia pingsan seketika. Dua batang tulang rusuknya patah seperti kedua pergelangan tangannya. Beberapa orang temannya lalu menggotongnya pergi dari situ di bawah tepuk sorak para penonton yang mengagumi kegagahan Jaka Bintara yang luar biasa tangguhnya itu. Bayangkan saja!
Dalam dua gebrakan saja Badrun yang ditakuti orang itu roboh pingsan dengan tulang-tulang patah.
Gamelan ditabuh lembut mengisyaratkan kepada penari untuk mulai menari lagi. Si selendang merah yang tahu bahwa Jaka Bintara keluar sebagai pemenang dan berhak berjoget dengannya, segera bangkit menghampiri pria jangkung itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sambil menari dan mulutnya tersenyum senang karena ia terbebas dari gangguan Badrun yang kurang ajar tadi. Akan tetapi, Jaka Bintara mengeluarkan sepotong uang reyal dari kantungnya dan sekali lempar, sekeping uang perak itu berputaran di udara lalu melayang turun dan meluncur ke atas dada ledek berselendang merah dan dengan tepat uang itu memasuki celah antara sepasang payudara ledek itu. Tentu saja perbuatan ini memancing sambutan tepuk tangan para penonton.
Aji yang menonton sejak tadi juga kagum. Jaka Bintara ini ternyata seorang yang sakti dan telah mampu mengendalikan tenaga saktinya secara hebat. Akan tetapi, Aji melihat bahwa pemuda jangkung itu memiliki watak yang kejam bukan main. Pada hal, melihat tingkatnya, dengan mudah saja dia akan dapat mengalahkan Badrun tanpa membuatnya cidera sedemikian rupa. Biarpun dia juga tak senang melihat kesombongan Badrun dan sudah sepatutnya orang sesombong itu mendapatkan hajaran keras, akan tetapi tidak sampai mematahkan kedua pergelangan tangan dan tulang-tulang rusuknya!
Mendapatkan hadiah satu real secara luar biasa itu, ledek selendang merah juga merasa ngeri. Bayangkan saja, sekeping uang perak itu seperti hidup saja, dapat menyusup ke dadanya! Akan tetapi ledek ini lalu menyembah dan menekuk sedikit kedua lututnya dengan gerakan lemah gemulai sambil berkata lembut, "Terima kasih, raden!"
Raden Jaka Bintara melambaikan tangannya kepada penari itu dan berkata, "Sudahlah, engkau mengasolah dan suruh Neneng Salmah menggantikanmu. Aku ingin berjoget dengannya!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Si selendang merah berseri wajahnya mendengar ini.
Biarpun laki-laki muda ini cukup tampan dan gagah berpakaian mewah, akan tetapi ada sesuatu pada sikap dan pandang matanya yang dingin itu membuatnya merasa ngeri, apalagi kalau ia teringat akan penyiksaan terhadap Badrun tadi. Ia cepat-cepat kembali ke tempat duduk di tengah-tengah para penabuh gamelan dan berbisik kepada Neneng Salmah bahwa Raden Jaka Bintara ingin berjoget dengannya. Karena dua orang ledek yang lain sudah berjoget dan ia tahu bahwa kemunculnnya dinantikan penonton, Neneng Salmah lalu bangkit berdiri dan dengan lenggangnya yang seperti macan kelaparan itu ia menuju ketengah panggung. Semua penonton, terutama kaum mudanya, menyambutnya dengan tepuk tangan dan sorak sorai gembira.
Neneng Salmah tersenyum dan semua orang ikut tersenyum dengannya. Untuk ukuran ledek, harus diakui bahwa Neneg Salmah memiliki daya tarik yang luar biasa. Memang kecantikannya tidaklah luar biasa, akan tetapi justeru karena ia tidak terlalu merias diri, bedaknya juga tipis tidak seperti rekan-rekannya, maka daya tariknya semakin menonjol dan kuat sekali. Senyumnya merekah, sepasang bibir itu terbuka sedikit memperlihatkan kilauan giginya yang berderet rapi dan putih, lesung pipit di sebelah kiri bibirnya, kerling matanya yang bagaikan mengandung besi sembrani, lalu tubuhnya yang padat ranum, dengan lekuk lengkung sempurna, terutama sekali di bagian dada dan pinggul, pinggangnya yang ramping, langkahnya yang tidak dibuat-buat namun tampak demikian lemah gemulai, kulitnya yang putih kekuningan dan mulus bersih, semua itu mengandung daya tarik yang membuat hati semua pria yang memandangnya berdebar penuh gairah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Akan tetapi. berbeda pula dengan para rekannya, Neneng Salmah terkenal sebagai penari dan penyanyi yang sopan dan pandai menjaga kehormatannya. Bahkan dalam usia sembilan belas tahun itu masih disandangnya julukan perawan dalam arti yang seluasnya. Ia memang ramah, manis budi, pandai dan murah hati memberikan senyum manis dan kerling tajam memikat kepada setiap laki-laki, akan tetapi hanya itulah yang diberikan dengan rela hati. Ia tidak mau menyerahkan tubuhnya, untuk disentuhnyapun ia tolak, apalagi diciumi seperti ledek-ledek lain, sama sekali ia tidak mau. Banyak orang hartawan atau bangsawan yang menawarkan uang yang banyak sekali untuk membeli dirinya, namun semua itu ditolaknya dengan halus. Sikap ini mendapat dukungan kuat dari ayahnya, Ki Salmun yang sudah menjadi duda dan bekerja sebagai tukang kendang dalam rombongan anaknya. Ayah yang bijaksana dan tidak gila harta ini sama sekali tidak mau menyerahkan puterinya untuk dibeli kehormatannya dengan harta betapapun banyaknya. Dia memberi kebebasan kepada Neneng Salmah untuk memilih sendiri siapa yang kelak akan menjadi suaminya. Akan tetapi selama ini, belum ada seorangpun pria yang berhasil mendapatkan cinta kasihnya.
Mungkin Neneng Salmah terlalu mencintai pekerjaannya sebagai penari dan penyanyi sehingga kadang ia merasa ragu dan khawatir bahwa kalau ia menjadi istri orang, ia akan kehilangan jati dirinya sebagai seorang seniwati. Bukan pria biasa saja yang gandrung=gandrung (tergila-gila) kepadanya, bahkan secara diam-diam karena merasa malu kalau ketahuan orang, Pangeran Mas Gede sendiri, Adipati Sumedang, pernah mengirim utusan membujuk Neneng Salmah agar menjadi seorang selir, atau setidaknya melayani hasrat kerinduan dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kegairahannya! Akan tetapi, dengan sikap ramah dan hormat sehingga tidak menyinggung hati, Neneng Salmah menolaknya secara halus.
Inilah sebabnya maka nama Neneng Salmah. sebagai ledek yang terkenal bersuara emas dan pandai menari seperti bidadari, terutama sebagai seorang ledek perawan yang merupakan hal yang langka pada waktu itu, terkenal bukan saja di Sumedang dan sekitarnya, bahkan terkenal sampai ke Cirebon!
Setelah berhadapan dengan Raden Jaka Bintara, Neneng Salmah tetap tersenyum dengan ramah dan sopan, lalu memberi hormat dengan sembah. Gamelan memainkan lagu joget yang seronok dan halus dan Neneng Salmah mulai menari, lembut dan indah sekali. Biarpun ia menari dengan sepenuh jiwanya sehingga seakan-akan setiap bagian tubuhnya menari, pundaknya, dada dan pinggangnya, goyang pinggulnya sampai langkah kaki dan gerakan jari kakinya, gerakan lengan dan jari tangannya. Semua, semua bagian tubuh Neneng Salmah menari-nari, bahkan gumpalan rambut yang terurai di dahi dan pelipisnya, sinom halus itu, ikut pula bergoyang menari! Akan tetapi, walaupun kepala, pundak dan pinggulnya membuat gerakan-gerakan yang amat indah, namun gerakannya tidak mengandung kecabulan. Pinggulnya memang bergoyang manis, namun tidak seperti gerakan pinggul para rekannya yang seolah-olah menggapai menantang dan membangkitkan gairah laki-laki manapun juga.
Aji yang menonton merasakan ini dan diam-diam memandang penari itu dengan sinar mata kagum. Seorang gadis yang hebat, pikirnya. Seorang seniwati yang menghayati
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seni tariannya dan ketika bertembang tadi, suaranya juga merdu sekali.
Bahkan sikap yang manis tapi penuh susila ini juga dapat dirasakan Jaka Bintara sehingga pemuda bangsawan Banten ini juga menari dan berupaya untuk dapat menari sebaik dan segagah mungkin. Dia merasa bahwa kalau tangannya usil, menowel, mencubit atau menggerayangi maka hal itu akan tampak janggal sekali dan melenyapkan keindahan gerak tari mereka. Dari pandang mata yang jeli indah itu saja Jaka Bintara merasa bahwa sedikitpun tidak ada niat merayu atau memikat dalam hati ledek luar biasa ini. Akan tetapi hal ini membuat dia merasa kecewa. sejak tadi sebelum Neneng Salmah menari, dia sudah tergila-gila kepada ledek ini, sudah timbul gairahnya, dan tadi dia ingin sekali berdekatan, berjoget bersama, bahkan menyentuhnya, merangkulnya dan bercumbu dengannya. Akan tetapi kenyataannya sekarang, biarpun sudah berjoget bersama, dia sama sekali tidak berani menyalurkan semua gairahnya itu! Dia merasa jengkel dan untuk melampiaskan kejengkelannya, dia lalu memutar tubuh menghadapi para penonton, bahkan juga kearah para tamu undangan lalu menantang.
"Heh, para penonton dan para tamu semua. Kini Neneng Salmah sudah berjoget dengan aku. Siapa di antara kalian yang ingin berjoget bersamanya" Siapa yang ingin mencoba-coba untuk merebutnya dari tanganku" Kalau ada yang berani, ke sinilah, kita main-main sebentar. Sebaliknya kalau tidak ada yang berani, terpaksa kelak akan kuceritakan kepada para jawara (pendekar) di Banten bahwa di Sumedang tidak ada pendekarnya. Dan kalau tidak ada yang maju berarti Neneng Salmah menjadi milikku!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Neneng Salmah memang merupakan seorang yang memiliki daya tarik amat kuat. Mungkin namanya yang terkenal itupun menambah kuatnya daya tarik dirinya. Mulai banyak pendekar yang terusik hatinya. Bertanding di atas panggung tayuban seperti itu, biasanya merupakan kejadian biasa saja. Paling sial orang dikalahkan dan terpaksa mundur, mengaku kalah dan mengurungkan niatnya untuk berjoget dengan Neneng Salmah yang dirindukannya setiap hari. Tidak ada yang aneh dalam pertandingan macam itu. Memang tadi mereka melihat betapa sadis dan kejamnya pemuda bangsawan dari Banten itu. Akan tetapi hal itu adalah karena kesalahan Badrun sendiri, karena kesombongannya. Kalau dalam pertandingan biasa memperebutkan kemenangan agar dapat berjoget dengan seorang ledek, biasanya cukup asal dapat menjatuhkan lawan saja, dan itu cukup sebagai bukti kemenangan.
Tiba-tiba dari rombongan penonton di bawah panggung melompat seorang pemuda. Tubuhnya sedang akan tetapi agak kerempeng sehingga baru penampilannya saja sudah memancing suara tawa penonton. Akan tetapi bagi mereka yang mengenal Sudarman, tidak tertawa. Mereka tahu bahwa pemuda berusia dua puluh lima tahun yang bertubuh kerempeng namun berwajah ganteng itu adalah seorang pemuda yang pandai pencak silat. Sudah lama Sudarman gandrung kepada Neneng Salmah, bahkan pernah orang tuanya berkunjung ke rumah Ki Salmun dan dengan tata cara umum mengajukan pinangan untuk menjodohkan Sudarman dengan Neneng Salmah. Akan tetapi, karena Neneng Salmah menolak, maka pinangan itu tak dapat diterima dengan hormat dan dengan kata-kata yang tidak menyinggung. Hal ini tentu saja
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membuat Sudarman semakin rindu kepada ledek itu dan sekarang dia hendak mempergunakan kesempatan untuk mencoba agar dapat berjoget dengan perawan yang digandrunginya itu. Biarpun tidak dapat menjadi suami Neneng Salmah, akan tetapi kalau dapat berjoget bersama, tentu sudah merupakan hiburan yang menyenangkan.
Begitu melihat Sudarman melompat naik ke panggung, Neneng Salmah mengenal pemuda yang pernah meminangnya itu. Ia menjadi malu-malu tersenyum dan melirik kepada pemuda itu, lalu mengundurkan diri duduk bersimpuh di pinggiran seperti biasa dilakukan ledek yang sedang diperebutkan, membiarkan dua orang laki-laki itu berhadapan dan bertanding. Gamelanpun untuk sementara dihentikan agar para penonton dapat mendengar apa yang akan dikatakan kedua orang jagoan yang sudah saling berhadapan itu.
Jaka Bintara yang bertubuh kurus, akan tetapi bertulang besar dan tidak kelihatan kerempeng. Ketika melihat bahwa yang melompat naik ke atas panggung adalah seorang pemuda yang kerempeng, dia tersenyum mengejek. Matanya mengamati Sudarman dari kepala sampai ke kaki penuh selidik.
"Orang muda." kata Jaka bintara dengan logat bicaranya yang terdengar asing dan kaku, "andika berani menyambut tantanganku untuk memperebutkan Neneng Salmah" Hemm, katakanlah dulu siapa nama andika. Kalau andika belum mengetahuinya, aku adalah Raden Jaka Bintara dari Banten."
Sudarman tadi sudah mendengar nama pemuda
bangsawan Banten itu. Dia tersenyum dan melirik ke arah Neneng Salmah yang kebetulan juga sedang memandang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kepadanya, Jaka Bintara juga menoleh dan melihat betapa Neneng Salmah tersenyum memandang pemuda kerempeng itu dia mengerutkan alisnya dan hatinya panas oleh cemburu.
"Raden Jaka Bintara," kata Sudarman dengan sikap ramah dan lembut. "Saya bernama Sudarman, penduduk sini saja, karena itu tanpa bertandingpun saya mau mengaku kalah.
Akan tetapi karena andika sudah cukup lama berjoget dengan Neneng Salmah, maka kalau boleh saya menggantikan andika, saya mau memberikan pusaka saya ini kepada andika."
Sudarman mencabut sebatang Kujang (semacam keris) dan menyerahkannya kepada Jaka Bintara. Para penonton yang mendengar ini merasa heran. Sudah lajim kalau orang mengajukan permintaan menggantikan pemenang untuk berjoget dengan sang penari dengan cara memberi semacam hadiah, akan tetapi biasanya orang memberi hadiah dalam bentuk uang. Kalau ada orang menyerahkan pusakanya, maka hal itu dianggap terlalu merendahkan diri. Neneng Salmah memandang dan merasa terharu juga. Ia merasa betapa besar cinta Sudarman kepadanya sehingga pemuda itu rela merendahkan diri, menyerahkan pusakanya hanya untuk dapat berjoget dengannya!
Jaka Bintara menerima kujang itu, mengamatinya sebentar, lalu tertawa mengejek dan dengan kedua tangannya dia menekuk senjata itu sambil mengerahkan tenaga saktinya.
"Krekkk!" Kujang itu patah menjadi dua dan sambil tertawa Jaka Bintara membuang potongan senjata itu ke bawah panggung.
"Ha-ha-ha, senjata pisau pemotong bawang seperti itu, satu reyalpun aku dapat membelinya sepuluh batang! Siapa sudi menerimanya" Heh, Sudarman, kalau engkau memang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berani, kalahkan dulu aku dalam pertandingan baru andika berhak joget dengan Neneng Salmah. Kalau andika tidak berani, hayo cepat turun dan jangan mengganggu aku yang sedang asyik berjoget!"
Wajah Sudarman menjadi pucat, lalu merah. Apa lagi mendengar suara beberapa orang mentertawakannya. Seorang laki-laki boleh saja mengalah seperti yang diperlihatkan dari sikapnya tadi, akan tetapi tidak ada laki-laki jantanh yang membiarkan dirinya diperhina. Kalau perlu dia siap untuk mempertahankan kehormatannya dengan taruhan nyawa.
Sudarman membusungkan dadanya yang tipis, matanya bersinar-sinar karena marah dan dia menatap wajah Jaka Bintara dengan tajam.
"Jaka Bintara, andika telah mematahkan pusakaku. Ini berarti andika telah menghinaku dan mau tidak mau terpaksa aku harus menyambut tantanganmu untuk bertanding!"
Pada saat itu, Sudarman bertemu pandang mata dengan Neneng Salmah dan wanita muda itu merasa khawatir akan nasib pemuda itu menggeleng kepalanya. "Akang Darman, harap jangan berkelahi ...... "
Sudarman memandang ledek itu dan mengerutkan alisnya. Kalau dia mundur hanya karena Neneng Salmah yang memang sudah dikenalnya itu mencegahnya, dia tentu disangka takut dan akan menjadi bahan tertawaan semua penduduk Sumedang. Dia juga tahu bahwa gadis itu mencegah perkelahian bukan karena cinta kepadanya, melainkan hanya takut akan terjadinya keributan karena penghinaan itu tentu memancing perkelahian, bukan sekedar bertanding mengadu kepandaian untuk dapat keluar sebagai pemenang dan berjoget dengan Neneng Salmah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sementara itu, mendengar ucapan Neneng Salmah, Jaka Bintara menjadi semakin cemburu. Tentu saja dia tidak tahu bahwa di antara dua orang itu memang ada hubungan persahabatan biasa, dan tidak tahu pula bahwa pemuda itu pernah mengajukan pinangan kepada gadis itu namun ditolak.
Kalau dia mengetahuinya, tentu tidak akan cemburu.
"Ha-ha, benar ucapan Neneng Salmah, Sudarman.
Kalau engkau berkelahi denganku, tentu engkau akan mampus.
Maka, sebaiknya cepat menyembah kepadaku dan minta ampun lalu mengundurkan diri, baru selamat!"
Sudarman tidak dapat menahan kemarahannya lagi.
Penghinaan demi penghinaan dilontarkan orang dari Banten itu. "Jaka Bintara, jangan mengira bahwa aku takut bertanding melawanmu. majulah!" katanya sambil memasang kuda-kuda, kaki kanan di depan, terbuka dengan telunjuk di atas, tangan kiri menyingsingkan paha celananya.
Jaka Bintara menoleh kepada para penabuh gamelan dan memberi isyarat dengan tangannya agar para penabuh gamelan membunyikan gamelan mereka untuk mengiringi pertandingan itu. Gamelan segera dipukul nyaring dan Jaka Bintara menhadapi Sudarman, lalu membentak nayaring.
"Pecah kepalamu!" Tangan kanannya yang terbuka menghantam ke arah kepala Sudarman dengan tamparan yang mengeluarkan angin pukulan dahsyat. Aji yang menonton dari bawah panggung terkejut karena dia mengenal pukulan ampuh yang mengandung tenaga sakti yang dahsyat. Dia mengkhawairkan nasib pemuda kerempeng itu. Akan tetapi ternyata Sudarman memiliki gerakan yang amat ringan dan cepat. Dia mampu menghindarkan diri dari pukulan itu dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
elakan yang gesit, kemudian cepat membalas dengan pukulan dari samping yang mengarah lambung lawan.
"Dukkk!" Jaka Bintara menangkis dan tangkisan itu membuat Sudarman terhuyung. Jelas sekali bagi Aji bahwa biarpun Sudarman memiliki gerakan ringan dan cepat, namun dalam hal tenaga sakti dia kalah jauh. Pertandingan itu tidak akan berlangsung lama, pikirnya dan hatinya merasa bingung.
Dalam hati dia ingin melindungi Sudarman yang terancam bahaya, akan tetapi bagaimana dia dapat melakukannya"
Perbuatannya itu tentu akan menimbulakan keributan dan celaan karena bukankah meraka bertanding dengan adil di atas panggung" Kalah menang dalam sebuah pertandingan pencak silat adalah hal yang wajar dan mencampurinya merupakan pelanggaran yang tidak pantas. karena itu, dengan hati berdebar tegang Aji mengikuti jalannya pertandingan.
Seperti telah diketahui Aji sebelumnya, pertandingan itu ternyata berat sebelah. Jaka Bintara terus mendesak lawannya yang kini tidak dapat membalas lagi dan hanya main elak mengandalkan keringanan tubuh dan kecepatannya, bahkan menangkispun dia tidak berani karena tadi pernah Sudarman menangkis sebuah pukulan dan akibatnya, lengan kirinya terasa patah tulangnya dan nyerinya bukan main.
Tiba-tiba Jaka Bintara menghentikan desakan dan serangannya, bahkan mundur tiga langkah. Kesempatan ini dipergunakan Sudarman untuk menyerang karena sejak tadi dia diserang terus dan sudah kewalahan. Aji bergerak hendak mencegah pemuda itu menyerang, akan tetapi dia teringat lagi dan menahan diri. Apa lagi karena tendangan kaki kanan Sudarman telah dilakukan. Kaki kanan itu mencuat dan cepat sekali menyambar ke arah dada Jaka Bintara. Ini memang yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dikehendaki pemuda bangsawan Banten itu dan Aji mengetahui hal ini namun tak berdaya. Ketika kaki itu sudah menyambar dekat Jaka Bintara mengerahkan tenaga sakti untuk membuat kebal dadanya. Kaki itu dengan tepat bertemu dada.
"Bukkk!" Jaka Bintara tidak bergeming sedikitpun.
Sudarman terkejut akan tetapi terlambat dia menarik kembali kaki kanannya karena tangan kanan Jaka Bintara telah menyambar dan menghantamkan tangan yang terbuka dengan gaya membacok ke arah tulang lutut.
"Krakk!" sudarman mengeluh dan roboh, tulang lutut kaki kanannya patah! dan pada saat itu tubuh sudarman sudah menggeletak itu, ketika dia dengan susah payah bangkit dan merangkak,. Jaka Bintara menggerakkan kedua kakinya, berulang-ulang menendangi kaki dan lengan pemuda yang bernasib malang itu. Terdengar bunyi "krek-krek-krek" tiga kali dan kini kedua tulang kaki dan lengan Sudarman patah-patah! Sekali lagi sambil tertawa Jaka Bintara menendang dan tubuh sudarman yang sudah tidak dapat bergerak itu terlempar ke bawah panggung.
Terdengar jeritan suara Neneng Salmah diikuti tangisnya, dan banyak penonton berseru kaget melihat peristiwa itu. Tiba-tiba dari bawah panggung berkelebat sesosok bayangan orang dan tahu-tahu di atas panggung sudah berdiri seorang laki-laki berusia sekitar enam puluh tahun, berjenggot panjang dan kakek itu menudingkan telunjuknya ke arah muka Jaka Bintara.
"Manusia kejam tak berperikemanusiaan!" Kakek itu menegur. "Pertandingan memperebutkan ledek merupakan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
perayaan dan pesta, mengapa engkau begitu kejam terhadap lawan yang sudah kalah?"
Jaka Bintara memandang wajah kakek dan tersenyum mengejek.
"Aki tua, siapakah engkau?" tanyanya dengan nada suara memandang rendah.
"Jaka Bintara, aku adalah Ki Bajra, guru Sudarman."
"Ha-ha, bagus! Jadi engkau hendak membela muridmu yang tolol itu" Majulah!" Biarpun mulutnya menantang begitu, akan tetapi sebelum Ki Bajra menyerang maju, Jaka Bintara sudah mendahuluinya dengan serangan kilat. Ini menunjukkan betapa liciknya pemuda bangsawan Banten ini. Licik dan juga sakti.
"Iyaaahhh ...... !" Kekek itu mengelak dengan mudah dan ternyata dia memiliki gerakan yang lincah sekali. Aji mengangguk-angguk. Ternyata kakek tua itu seorang yang ahli dalam aji meringankan tubuh sehingga gerakannya amat cepat seperti seekor burung srikatan. Pantas saja tadi Sudarman juga bergerak amat cepatnya. Kakek ini ternyata lebih cepat lagi gerakannya dan sambil mengelak diapun dapat mengirim serangan balasan kilat. Agaknya tadi ketika muridnya menghadapi Jaka Bintara, Ki Bajra sudah mempelajari gerakan pemuda bangsawan Banten itu dan maklum bahwa pemuda itu memiliki tenaga sakti yang amat kuat. Karena itu dia tahu bahwa untuk mengatasi lawan, dia hanya daoat mengandalkan kecepatan gerakan dan tidak memberi kesempatan kepada pemuda itu untuk dapat memukulnya. Siasatnya ini memang tepat. Jaka Bintara terkejut dan juga penasaran sekali karena semua serangannya dapat dielakkan lawan dengan mudah dan gerakan kakek ini ternyata lebih cepat daripada gerakan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sudarman yang tadipun membuat dia pusing karena sukar untuk dapat memukulnya. Kalau dilanjutkan, dia sendiri yang akan kehabisan tenaga dan napas. dan serangan balasan kakek itu cepat sekali datangnya. Baiknya dia telah melindungi tubuhnya dengan aji kekebalan yang amat kuat sehingga beberapa pukulan kakek itu yang mengenai tubuhnya, tidak merobohkannya.
Sejak tadi gamelan telah dipukul bertalu-talu mengiringi petandingan yang tampaknya seru sekali ini. Dan agaknya sekali ini Jaka Bintara bertemu tanding yang amat tangguh. Setelah lewat tiga puluh jurus, dia sudah terkena pukulan empat kali walaupun pukulan itu bertemu kekebalannya dan tidak membuat dia jatuh atau nyeri.
Sebaliknya, semua terjangannya selalu mengenai tempat kosong.
"Kakek itu agaknya tangguh sekali, sebaiknya kalau kuhentikan saja pertandingan itu." kata Tumenggung Jayasiran perlahan kepada Kyai Sidhi kawasa yang duduk di sebelahnya.
Kakek yang menjadi datuk persilatan di Banten itu terkekeh dan suaranya yang lemah lembut itu terdengar meyakinkan. Dia tahu bahwa Tumenggung Jayasiran yang berasal dari Banten tentu saja tidak suka melihat jagoan Banten dikalahkan orang Sumedang maka hendak menghentikan petandingan untuk mencegah kekalahan Jaka Bintara.
"Heh-heh, anakmas Tumenggung, jangan andika khawatir. Muridku tidak akan kalah. Lihat saja nanti, he-he-he!"
Mendengar ini tentu saja sang tumenggung merasa kega dan diapun menonton lagi pertandingan itu dengan penuh perhatian. Dia melihat kini Jaka Bintara melompat ke belakang,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menggosok-gosok kedua telapak tangannya dan ...... sang tumenggung terbelalak kagum melihat asap mulai mengepul dari antara kedua tangan itu!
Aji juga melihat hal ini dan dia terkejut sekali. Itulah semacam aji yang amat hebat dan dahsyat, mungkin semacam aji pukulan yang mengandung hawa panas atau api!
Ki Bajra juga maklum akan hal ini dan
dia sudah siap untuk menjaga jarak agar dapat
menhindarkan diri dari serangan lawan.
Jaka Bintara lalu
menerjang maju,
kedua tangannya
melakukan pukulan mendorong ke depan dan ke manapun tubuh lawan berkelebat, selalu disusulnya dengan pukulan jarak jauh yang amat ampuh itu.
Itulah aji pukulan Hastanala (Tangan Berapi) yang dahsyat sekali. Beberapa kali Ki Bajra masih mampu menghindar, akan tetapi tiba-tiba sebuah pukulan yang mengandung hawa berapi itu menerpanya.
"Auhhhh ...... !" Dia memekik dan tubuhnya terdorong lalu jatuh ke bawah panggung dengan baju dan kulit dada hangus seperti dibakar! Kakek itu pingsan dan seperti halnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sudarman tadi, diapun lalu diangkat oleh beberapa orang muridnya.
Semua orang merasa ngeri melihat akibat pukulan itu dan mereka memandang kepada Jaka Bintara yang tertawa bergelak itu dengan mata terbelalak. merasa takut dan ngeri.
Bahkan Neneng Salmah yang juga melihat
pertandingan itu dari jarak dekat, sambil meneteskan air mata lalu nekat mencela pemuda bangsawan dari Banten itu.
"Raden, andika sangat kejam, terlalu kejam ...... !!"
Jaka Bintara menoleh kepada Neneng Salmah dan mengerutkan alisnya. "Hayo bangkit dan layani aku bejoget!"
Dan diapun memberi isyarat kepada para penabuh gamelan untuk memainkan lagu pengiring tarian. Para penabuh tidak berani membantah dan segera bunyi gamelan berubah, beralun lembut. akan tetapi Neneng Salmah tetap duduk bersimpuh sambil menyusut air matanya dengan ujung selendangnya yang berwarna merah muda.
Melihat gadis penari itu tetap duduk bersimpuh, Jaka Bintara menjadi marah, "Neneng Salmah, hayo bangkit dan layani aku berjoget!" katanya lagi agak ketus.
Neneng Salmah tetap menundukkan mukanya dan ia menjawab dengan gelengan kepalanya. Semua penonton terbelalak. Ini luar biasa. Seorang ledek berani menolak diajak berjoget oleh seorang jawara yang telah mengalahkan beberapa orang dalam sebuah pertandingan! Juga Tumenggung Jayasiran mengerutkan alisnya. ledek itu tidak menghormati tamu agungnya, berarti tidak menghormati dia yang menanggapnya!
Jaka Bintara menjadi merah mukanya. Penolakan Neneng Salmah di depan begitu banyak orang sungguh merupakan penghinaan baginya. Dia lalu merogoh saku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bajunya dan mengeluarkan sepuluh potong uang reyal dan melemparkan uang itu ke atas papan panggung, di depan gadis penari itu.
"Engkau ingin uang" Nah, ini, simpanlah dulu, nanti kutambah lebih banyak lagi kalau engkau memuaskan hatiku!"
katanya sambil tersenyum lebar dengan bangga. Jarang ada pria yang berani mengeluarkan sepuluh reyal sebagai "uang muka". Akan tetapi alangkah heran dan juga malunya ketika dia melihat Neneng Salmah tetap menggeleng kepla bahkan kini Neneng Salmah bangkit berdiri dan hendak lari kembali ke tempat dua orang rekannya duduk. Akan tetapi tiba-tiba Jaka Bintara membentaknya.
"Berhenti!"
Neneng Salmah terkejut dan berhenti sambil memutar tubuh menghadapi Jaka Bintara.
"Berani engkau membikin malu padaku" Akupun dapat membikin malu padamu di depan semua orang dengan menelanjangimu!" Tiba-tiba tangannya bergerak ke arah gadis itu. Jarak antara mereka sekitar dua depa, akan tetapi ada angin menyambar dan tiba-tiba saja kemben yang melingkari pinggang ramping itu terlepas dan kain yang membungkus tubuh Neneng Salmah bergerak melorot. Neneng Salmah menjerit dan cepat menggunakan kedua tangannya untuk menahan kainnya sehingga ia tidak sampai telanjang di depan umum!
Pada saat itu, sesosok nayangan orang berkelebat dan tahu-tahu Aji telah berdiri di depan Jaka Bintara dan dengan suara lembut namun penuh teguran Aji berkata.
"Jaka Bintara, sebagai seorang yang memiliki aji kedigdayaan dan bersusila, sungguh tidak patut dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
memalukan sekali apa yang andika lakukan terhadap gadis penari ini. Ia berkata benar, andika memang seorang yang kejam dan keji, tak berperikemanusiaan dan sewenang-wenang!"
Jaka Bintara terbelalak dan mukanya menjadi merah kehitaman saking marahnya. Sementara itu, melihat muncul seorang pemuda yang membelanya, Neneng Salmah sambil memegangi kainnya dan mengambil kembennya, berjalan ke arah rekan-rekannya sambila menangis. Setelah tiba di antara dua rekannya, Neneng Salmah lalu membereskan pakaiannya, dibantu dua orang ledek yang lain. Sementara itu, para penabuh gamelan sudah menghentikan tabuhan mereka.
Jaka Bintara bertolak pinggang dan menatap wajah Aji dengan melotot. "Babo-babo, keparat! Lancang benar ucapanmu! engkau berani mencampuri urusanku. Siapakah engkau dan apa maumu?"
"Namaku Lindu Aji dan aku naik ke panggung ini selain untuk membela Neneng Salmah agar tidak kau perhina, juga untuk menandingimu dalam mengadu kedigdayaan."
"Babo-babo, keparat jahanam sombong! Engkau sudah bosan hidup agaknya!" bentak Jaka Bintara marah.
Aji tersenyum dan dia memberi isyarat kepada penabuh gamelan. Karena para penabuh gamelan merasa tidak suka kepada Jaka Bintara yang tadi menghina Neneng Salmah, maka mereka dengan penuh semangat memenuhi permintaan Aji.
Mereka mengharapkan pemuda tampan yang baru datang ini, walaupun pakaian dan sikapnya sederhana dan senyumnya penuh percaya akan diri sendiri, akan mampu menghajar Jaka Bintara yang sombong dan kejam itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Jaka Bintara, memang selalu mudah menemukan cacat orang walau sekecil semut sekalipun, akan tetapi menemukan cacat sendiri, biar sebesar gajah, amatlah sulit. Engkau mengatakan aku sombong dan sama sekali tidak menyadari bahwa yang sombong setengah mati adalah engkau sendiri.
Sadarlah bahwa engkau telah melakukan kejahatan. Sebagai seorang tamu yang datang dari Banten tidak sepatutnya engkau menyiderai orang-orang seperti yang kau lakukan tadi, ditambah lagi hendak memaksa dan menghina seorang penari."
"Keparat jangan banyak mulut! Bersiaplah menerima hajaran dariku!" Bentak Jaka Bintara dan karena dia sudah marah sekali, hendak merobohkan orang yang berani menentang dan mencelanya sedemikian rupa di atas panggung, merobohkannya secepat mungkin dengan pukulan yang diandalkan, yaitu dengan Aji Hastanala. Kedua telapak tangan yang saling digosokkan itu mengepulkan asap, kini lebih tebal daripada tadi ketika dia merobohkan Ki Bajra sehingga semua orang memandang dengan hati tegang, pemuda yang bernama Lindu Aji itu tentu akan roboh dan tewas! Bagaimanapun juga, sebagian penonton mulai timbul perasaan tidak suka kepada Jaka Bintara karena kesombongannya, tidak memandang kepada orang-orang Sumedang. Juga mereka merasa marah melihat perlakuan Jaka Bintara terhadap Neneng Salmah yang amat menghina. Maka kini sebagian besar dari mereka condong untuk memihak Lindu Aji, walaupun mereka belum mengenal siapa pemuda itu dan sampai di mana kemampuannya. Mampukah pemuda asing ini menandingi pemuda bangsawan dari Banten itu yang sedemikian sakti mandraguna"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Melihat lawannya sudah menggosok-gosok kedua tangannya yang mengepulkan asap hitam, Aji lalu melangkah maju dan berkata dengan sikap tenang sekali. Di antara bunyi gamelan, terdengar suara Aji tegas. "Jaka Bintara, aku sudah siap sejak tadi, Mulailah!"
"Pecah kepalamu!" bentak Jaka Bintara sambil menyerang dengan pukulannya yang ampuh. Pukulan itu mengandung Aji Hastanala, dapat merobohkan lawan tanpa menyentuhnya, hanya mengandalkan angin pukulannya saja.
Apa lagi kalau sampai tangan yang seperti membara itu mengenai kepala lawan, tentu akan pecah dan hangus!
"Heiiiitttt ...... !" Aji menggeser kakinya dan melompat ke kiri, sehingga pukulan dahsyat itu luput. Akan tetapi Jaka Bintara sudah menyusulkan serangan berikutnya secara bertubi-tubi, menggunakan kedua tangan terbuka yang mengepulkan asap. Namun, tiba-tiba dia tertegun. Lawannya itu bergerak aneh dan luwes, seperti seekor kera menari-nari, akan tetapi hebatnya, semua serangannya tak pernah mengenai lawan. Bahkan hawa pukulan jarak jauh itupun tidak pernah mengenai atau mempengaruhi lawan. Aji memang mempergunakan ilmu silat Wanara Sakti sehingga dia mirip peran Hanoman dalam kisah Ramayana, berlompatan ke kanan kiri, kadang melambung ke atas kadang berjongkok dan bergulingan, berjungkir balik akan tetapi selalu dapat lolos dari serangan lawan.
Para penonton merasa tegang. mereka mengira bahwa Aji ketakutan dan hanya mengelak ke sana sini saja, seperti dua orang lawan terdahulu yang akhirnya roboh juga oleh pukulan sakti pemuda Banten itu. Suasana menjadi sunyi dan menegangkan, hanya suara gamelan yang dipukul bertalu-talu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ki Salmun, ayah Neneng Salmah yang menjadi tukang kendangnya dan tentu saja berpihak kepada Aji yang membela puterinya, memainkan kendangnya dengan indah sekali, disesuaikan dengan gerak-gerik Aji yang mirip tarian kera itu menjadi "hidup".
Makin lama, Jaka Bintara menjadi semakin penasaran.
agak pening juga dia harus berputar-putar mengejar tubuh Aji yang seolah berubah menjadi bayangan yang gesit sekali. Dia lalu hendak menggunakan siasat ketika tadi merobohkan Sudarman, yaitu dengan memancing agar lawan menyerangnya sehingga dia dapat merobohkannya dengan pukulan mautnya.
Maka, dia lalu berseru lantang.
"Heh, keparat! Kalau andika bukan pengecut, hayo balas seranganku, jangan hanya mengelak seperti seekor munyuk monyet!"
Semua orang yang mendengar ini, diam-diam ikut mengharapkan agar Aji membalas karena mereka ingin melihat jagoan Banten itu terkena pukulan.
"Hemm, begitukah kehendakmu" Nah, rasakan ini!"
Tiba-tiba tubuh Aji berkelebat. Sebelum Jaka Bintara dapat berbuat sesuatu, tangan kiri Aji ditamparkan ke arah tengkuk lawan. Gerakannya cepat, namun Aji tidak ingin mencelakai orang, hanya sekedar hendak memberi pelajaran maka dia tidak mengerahkan tenaga sakti terlalu kuat.
"Plakkk!" Tamparan itu tepat mengenai tengkuk dan tubuh Jaka Bintara terputar, akan tetapi dia dapat bertahan, masih berdiri sambil menggunakan kedua tangan memegangi kepalanya yang terasa berpusing, kedua matanya dipejamkan!
Tepat ketika tamparan Aji itu mengenai tengkuk, dengan cermat sekali Ki Salmun si tukang kendang memukul
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kendangnya sehingga terdengar suara berdentam keras seolah pukulan itu yang mengeluarkan suara!
Penonton bersorak! Jelas tampak oleh mereka betapa tamparan itu mengenai tengkuk dan melihat pula betapa tubuh Jaka Bintara terputar lalu berdiri sambil memejamkan mata dan memegangi kepalanya.
Tentu saja Jaka Bintara
menjadi marah bukan main. Biarpun dia telah terkena pukulan, namun dia masih memandang rendah karena pukulan itu tidak
sampai merobohkannya dan dia mengira
bahwa lawan sudah mengerahkan seluruh tenaga sehingga berarti bahwa lawannya hanya memiliki ilmu silat yang amat cepat namun tidak memiliki tenaga yang mengkhawatirkan. Kalau tenaga lawan hanya sebegitu, biarpun dia dipukul lima kali, dia tidak akan roboh, akan tetapi sekali saja dia dapat membalas, pasti lawan akan roboh dan mampus!
"Ambrol dadamu!" Dia membentak lagi dan kini dia menyerang dengan tendangan kakinya yang panjang. namun,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seperti tadi, Aji hanya mengelak dan cepat sekali tangannya menyambar, menangkap tumit kaki yang menendang dan sekali mengerahkan tenaga, dia melontarkan tubuh lawan dengan mendorong ke atas. Tanpa dapat dihindarkan lagi tubuh Jaka Bintara terlempar ke atas, namun dia dapat berjungkir balik mengatur keseimbangan tubuhnya sehingga tidak terbanting jatuh, dapat turun ke atas papan panggung dengan kedua kaki lebih dulu. Namun tetap saja dia terhuyung-huyung.
Kembali terdengar sorak-sorai, kini lebih genpita daripada tadi. Orang-orang mulai merasa lega, senang dan gembiara, maklum bahwa pemuda asing itu benar-benar mampu mengatasi jagoan Banten itu.
Jaka Bintara merasa seolah kulit mukanya ditoreh. Dia merasa malu dan karenanya lalu menjadi marah yang membuat kedua matanya seolah berubah merah dan mulutnya seperti berbusa. Dia memandang Aji yang berdiri santai di depannya dengan sinar mata seolah hendak membakarnya dengan sinar matanya.
"Keparat rasakan pembalasanku!" Dia merangkap kedua tangan dalam bentuk sembah, mulutnya berkemak kemik membaca mantera, kemudian menggosok-gosok lagi kedua tangannya dan sekali ini bukan asap hitam saja yang tampak di antara kedua tangannya, melainkan nyala api! Lalu dia menekuk kedua lututnya, mendorongkan kedua tangan yang sudah bernyala ke arah Aji.
"Aji Analabanu ...... !!"
Nyala api yang bersianr-sinar menerpa ke arah Aji.
Akan tetapi sejak tadi Aji sudah siap siaga, maklum bahwa lawan menggunakan aji pukulan yang ampuh. Maka diapun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menyambut dengan dorongan kedua tangannya sambil mengerahkan tenaga sakti Surya Chandra.
"Wuuuttt ...... bresss ...... !!"
Tubuh Jaka Bintara tersentak ke belakang dan terlempar sampai keluar dari panggung, jatuh ke bawah panggung. Aji menggunakan kekuatan untuk bertahan dan lawannya itu terpental oleh tenaganya sendiri yang membalik.
Jaka Bintara muntah darah, terluka oleh tenaganya sendiri yang membalik.
Melihat ini, Tumenggung Jayasiran cepat menyuruh perajurit pengawal untuk menolong pemuda itu dan memapahkan ke tempat duduknya. Tepuk tangan dan sorak sorai menyambut kemenangan Aji. Akan tetapi pada saat itu, Kyai Sidhi Kawasa telah berada di atas panggung berhadapan dengan Aji.
"Hemm, Lindu Aji, andika telah berhasil mengalahkan muridku. Sekarang lawanlah gurunya. Kalau andika mampu mengalahkan aku, barulah andika patut disebut seorang muda yang sakti mandraguna!" Ucapan Kyai Sidhi Kawasa itu terdengar lemah lembut.
Aki memandang kakek itu dan maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang tua yang berilmu tinggi. Maka dia lalu menyembah dan memberi hormat.
"Maaf, eyang. dengan siapakah saya berhadapan?"
"Heh-heh, orang muda, andika belum mengenal aku"
Sudah sepantasnya karena aku bukan orang sini, melainkan datang dari Banten. Namaku adalah Kyai Sidhi Kawasa."
Diam-diam Aji terkejut. Dia pernah mendengar nama datuk dari Banten ini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah. kiranya eyang adalah Kyai Sidhi Kawasa yang terkenal sakti mandraguna itu. Saya tidak mempunyai persoalan dengan eyang, mengapa eyang menantang saya?"
"Tidak mempunyai persoalan" Andika telah
merobohkan muridku Raden Jaka Bintara. Sudah sepatutnya aku sebagai gurunya membelanya dan menebus kekalahannya."
"Maaf, eyang. Saya yakin bahwa eyang adalah seorang yang bijaksana sehingga mengetahui bahwa murid eyang telah melakukan kekejaman. Semestinya eyang sendiri yang turun tangan memberi ingat dan memberi hukuman kepadanya agar nama besar eyang tidak terseret ke dalam kecemaran. Saya hanya membela mereka yang diperlakukan sewenang-wenang oleh Jaka Bintara, harap eyang dapat memakluminya."
Ucapan yang halus dan merendah dari Aji ini oleh Kyai Sidhi Kawasa dianggap sebagai tanda rasa takut. Dia mengedikkan kepalanya yang kecil dan botak, lalu berkata lantang. "Heh, Lindu Aji, kalau engkau merasa bersalah, berlututlah dan mohon ampun kepadaku."
Aji berkata dengan tenang. "Maaf, eyang. Saya tidak dapat minta ampun karena saya tidak merasa bersalah."
"Hemm, kalau begitu tidak ada jalan lain. Andika harus nertanding dengan aku untuk menentukan siapa yang lebih sakti!"
"Saya tidak bermusuhan dengan eyang, akan tetapi kalau eyang memaksa saya bertanding, apa boleh buat. Akan saya layani."
"Bagus, bersiaplah andika, Lindu Aji!" kata kakek itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tahan, harap jangan bertanding!" Tiba-tiba terdengar suara dan Tumenggung Jayasiran berlari-lari ke tengah panggung melerai mereka yang hendak bertanding.
"Anakmas Tumenggung, kenapa menghalangi saya yang hendak memberi hajaran kepada bocah sombong ini?"
Tanya Kyai Sidhi Kawasa penasaran.
"Maa, paman. baru saja saya tahu bahwa anakmas Lindu Aji ini bukan orang lain, bukan musuh." lalu tumenggung itu menghadapi Aji dan bertanya, "Bukankah andika yang telah menyelamatkan Gusti Adipati Pangeran Mas Gede?" Ternyata tadi ketika tumenggung itu mendengar nama Lindu Aji, dia teringat akan berita yang terdengar olehnya tentang pemberontakan Tumenggung Jaluwisa yang gagal karena sang adipati diselamatkan oleh seorang pemuda bernama Lindu Aji bersama dua orang kawannya. Setelah bertanya-tanya kepada beberapa orang pengawal akhirnya dia yakin bahwa pemuda itulah penolong sang adipati, maka cepat-cepat dia melerai pertandingan antara pemuda itu dan Kyai Sidhi Kawasa.
Aji mengangguk dengan hormat. Dia tahu bahwa tumenggung ini adalah tuan rumah dan dia lalu menjawab,
"Benar, paman tumenggung."
"Ah, kalau begitu maafkan bahwa tidak sejak tadi aku menyambutmu, anakmas. Dan lebih menyesal lagi aku tidak mencegah pertandingan ini. Anakmas Lindu Aji, silakan duduk di atas dan kalau andika ingin berjoget dengan Neneng Salmah, silakan. Kami akan menyuruh ia datang melayani andika berjoget."
Aji tersenyum. "Tidak perlu, paman. Saya tidak ingin berjoget, hanya tadi tidak tahan melihat perlakuan sewenang-
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
wenang. Sesungguhnya saya merasa heran sekali mengapa paman membiarkan penyiksaan dan penghinaan itu terjadi?"
Tumenggung Jayasiran tersenyum rikuh. "Ah, maafkan anakmas. Tadipun saya kira mereka itu hanya bertanding seperti biasa saja, tidak tahunya menjadi sungguh-sungguh.
Saya merasa menyesal sekali dan akan menghentikan petandingan ini. Cukup dengan berjoget saja, secara bergiliran, tanpa pertandingan. Silakan masuk, anakmas."
Aji menggeleng kepalanya. "Terima kasih, paman tumenggung. Saya akan pergi untuk mencari tempat penginapan."
"Ah, kalau ingin menginap, kenapa harus mencari tempat lain" Menginaplah saja di sini, anakmas! Andika adalah penyelamat gusti adipati, sudah sepantasnya kalau kami menyambutmu dengan segala senang hati dan kehormatan.
Kami ikut berterima kasih atas pertolonganmu itu."
"Terima kasih, paman. Saya mencari penginapan di luar saja. selamat malam!" Aji memandang ke arah wajah Kyai Sidhi Kawasa dan melihat betapa sinar mata kekek itu ditujukan kepadanya dengan penuh rasa dendam. Dia maklum bahwa selanjutnya dia harus berhati-hati karena dendam seorang seperti kakek ini amatlah berbahaya. setelah memberi hormat kepada tumenggung itu, diapun melompat turun dari panggung dan meninggalkan tempat itu.
Selagi Aji berjalan untuk mencari tempat penginapan, tiba-tiba seorang laki-laki setengah tua menghadangnya dan bertanya dengan suara lembut dan ramah. "Apakah denmas mencari tempat penginapan?"
Aji mengangkat muka memandang. Sinar lampu gantung di depan sebuah rumah tak jauh dari situ cukup
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menerangi wajah orang itu. Seorang laki-laki berusia kurang lebih lima puluh tahun, berpakaian seperti petani sederhana dan sikapnya lugu, sama sekali tidak mencurigakan.
"Benar sekali, paman. Akan tetapi jangan sebut aku denmas karena aku bukan seorang priyayi. Apakah paman mengetahui di mana ada tempat penginapan di kadipaten ini?"
"Den ...... ah, anakmas. Kalau anakmas sudi, silakan bermalam di rumah kami. Kami akan senang sekali kalau anakmas sudi bermalam di rumah kami yang buruk."
Lindu Aji menjadi tertarik dan dia mengamati wajah orang itu penuh selidik. "Paman siapakah dan mengapa paman yang belum mengenalku sudah begitu baik hati menawarkan untuk aku bermalam?"
Mendengar nada suara Aji, orang itu cepat menjawab.
Kelelawar Hijau 8 Dewi Sungai Kuning Seri Huang Ho Sianli Karya Kho Ping Hoo Kisah Si Rase Terbang 18
^