Pencarian

Pendekar Bloon 20

Pendekar Bloon Karya S D Liong Bagian 20


Hiang niocu mau membantu, kekuatan kita tentu lebih besar.'"
"Dan selama dalam perjalanan itu, kudengar juga tentang
pembicaraan yang ramai dalam dunia persilatan tentang
kemunculan beberapa tokoh yang aneh. Antara lain, Bu Ing
lojin, Bu Beng lojin, Hong-sat koayceng dan lagi pula seorang
paderi Thian-tiok (India) yang sakti.
"Paderi Thian-tiok " kata Hoa Sin, "bagaimanakah gerak
gerik paderi itu. "Dia tak melakukan tindakan apa2, kecuali hanya berkelana
dari daerah kelain daerah. Tetapi anehnya, setiap kali paderi
Thian Tiok itu datang disebuah desa atau kota, tentulah orang
gempar karena kehilangan anak gadisnya."
Beberapa ketua partai persilatan itu terkejut.
"Tindakannya itu mirip juga dsngan Hong Sat koayceng.
Bukankah suthay pernah menghadapi Hong Sat koay-ceng
dirumah Cian-bin-long-kun dalam kotaraja ?" kata Hoa Sin.
"Ya," kata Ceng Sian suthay yang lalu menuturkan peristiwa
yang terjadi rumah kediaman Cian-bin-long-kun. Adalah
karena Kim kongcu membuat gara2 maka pesta ulang tahun
dari Cian-bin-long-kun sampai kacau."
"Dan tahukah suthay peristiwa putera Kim tahiap itu
ditangkap kedalam istana ?" tanya Hoa Sin pula.
"Ya, aku dan nona Liok bersama Ong than-cu berusaha
untuk masuk kedalam istana, tetapi penjagaan terlalu ketat
sekali, sehingga kami gagal menolong Kim kongcu. Tetapi Kim
kongcu memang bengal, pun juga lihay sekali. Dia telah
berhasil lolos dari istana. Pihak isiana lalu menebar
pengumuman untuk menangkap Kim kongcu."
"Ha, ha, ha," tiba2 Hoa Sin tertawa gelak2, "tahukah suthay
mengapa fihak istana hendak menangkap Kim kongcu ?"
"Dia lolos dari tahanan di istana." sahut Ceng Sian suthay.
"Benar," seru Hoa Sin, "memang Kim kongcu itu lihay
sekali. Sayang aku belum pernah berjumpa dengan dia.
Kurasa adatnya cocok sekali dengan aku. Tetapi suthay,
tahukah mengapa istana hendak menangkap Kim kongcu"'
"Sudah tentu akan dihukum!"
"Salah !" sambut Hoa Sin, "bukan dihukum tetapi akan
mendapat ganjaran besar."
"Ganjaran besar ?" Ceng Sian suthay terbeliak, "Hoa
pangcu. harap jangan berolok-olok Kim kongcu penting bagi
kita karena sebagai penghormatan dan balas budi kepada Kim
tayhiap kita harus mengurus puteranya. Oleh karena itu kita
harus mencarinya sampai ketemu."
Hoa Sin tertawa riang. "Suthay, siapa yang berolok-olok" Masakan Hoa Sin berani
berolok-olok kepada suthay. Memang Kim kongcu akan diberi
ganjaran besar oleh bagmda raja karena telah berhasil
menyembuhkan penyakit dari Ing Ing kiongcu."
"Oh," serentak lima ketua partai persilatan mendesuh kejut,
"benarkah itu, Hoa pangcu " Dan apakah kiranya ganjaran
yang akan diberikan kepada Kim kongcu ?"
"Sungguh mati," seru Hoa Lin dengan nada bersungguh,
"memang raja memberinya ganjaran, yang luar biasa yang
belum peruah diterima orang lain."
Kelima ketua partai persilatan itu makin ingin tahu.
"Harap. Hoa pangcu segera memberitahu ganjaran apakah
yang akan diberikan kepada Kim kongcu," akhirnya seorang
kepala gereja Siau-Iim-si yang sabar seperti Hui Gong taysu
tak dapat menahan hatinya.
"Hoa pangcu, jangan menggoda hati kita lekaslah engkau
katakan," seru Hong Hong tojin.
"Ya, ya," seru Hoa Sih, "akan kukatakan kepada para
pangcu. Ganjaran dari raja itu tak lain, Kim kongcu akan
dipungut sebagai menantu raja....."
"Hu-ma ?" seru kelima ketua partai persilatan itu serempak.
"Benar, puteri Ing Ing yang disembuhkan oleh Kim kongcu
itu akan diberikan kepada Kim kongcu."
"Omitohud !" segera Hui Gong taysu berseru memanjatkan
doa, 'besar sekali nian rejeki Kim kongcu itu."
"Hoa pangcu," tiba2 Ceng Sian suthay berseru, "ketika aku
masih di kotaraja, memang kubaca juga pengumuman dari
istana. Tetapi pengumuman untuk menangkap Kim kongcu,
bukan pengumuman untuk menjadikan dia huma.'
"Ya, memang begitu. Tetapi aku telah menyelidiki kedalam
istana dan memperoleh berita itu. Sayang dulu2 aku tak
bertemu dengan Kim kongcu."
"Kalau bertemu lalu Hoa pangcu hendak mengapa ?" tukas
Ceng Sian suthay. "Aku cocok sekali dengan perangai dan tingkah lakunya.
Coba pangcu sekalian bayangkan, siapakah yang telah
membikin geger seluruh penduduk kotaraja karena harus
bangun pada jam 3 pagi " Ha, ha, ha. Kim kongcu telah
membangunkan seluruh penduduk kotaraja dengan memukul
genderang-waktu beberapa jam lebih pagi. Dan siapakah yang
mampu mengobati penyakit aneh dari Ing Ing kiongcu kalau
tidak Kim kongcu. Pada hal raja sudah memanggil seluruh
tabib pandai diseluruh kerajaan. Wah, wah, aku Hoa Sit orang
mengatakan seorang pengemis yang bertingkah aneh. Tetapi
kalau mendengar cerita nona Liok tentang pengalaman2 yang
dialami Kim kongcu selama berkelana ini, orang sungguh tak
mungkin mau percaya. Coba bayangkan saja, kalau Kim
kongcu pernah masuk kedasar laut dan bertemu dengan kakek
penunggu istana Hay-te-kiong, bertempur dengan ular naga
dan beberapa binatang aneh. Seumur hidup, baru pertama kali
ini aku mendengar kissah perjalanan hidup yang begitu aneh
dan luar biasa." "Dan Hoa pangcu mau apa dengan Kim kongcu ?" seru
Hong Hong tojin. ''Karena adatnya sama, aku ingin mengangkat Kim kongcu
sebagai anak-angkat ..... ,"
"Omitohud," seru Hui Gong, "mudah-mudahan maksud Hoa
pangcu yang baik itu akan terlaksana dengan baik."
"Aku tak setuju," tiba2 Ceng Sian suthay menyelutijk,
"kabarnya Kim kongcu itu agak limbung dan aneh tingkah
lakunya Seharusnya ia mendapat pimpinan ayah yang keras
dan disiplin seperti Kim tayhiap, Kalau mendapat ayah angkat
yang kukway seperti Hoa pangcu, apa nanti jadinya " Ayah
dan anak sama-sama....."'
Ceng Sian tuhay tak selanjutkan kata-katanya, Ia teitawa
geli. "Justeru begitu baru serasi," seru Hoa Sin menanggapi
olok2 Ceng Sian sutthay, "bukankah suthay kenal akan sebuah
pepatah yang berbunyi ; "Guru kencing berdiri, murid kencing
berlari. Ha, ha, ha.....?"
Demikian kelakar sekedarnya dari tokoh2 yang menjadi
ketua partai2 persilatan. Ada kalanya tokoh2 semacam itu juga
suka berkelakar sekedar pelepas waktu.
"Tetapi apakah Kim kongcu sudah dapat di-ketemukan",
tiba2 Ceng Sian suthay bertanya dengan nada bersungguh.
Wajah riang dari Hoa Sin suram seketika, "Justeru itu yang
menjadi pemikiranku. Ketika berada di kotaraja, Kim kongcu
masih belum dapat diketemukan jejaknya. Kabarnya ia telah
menjadi Ngo-thayswe dan menceburkan diri ke dalam kolam
taman hiburan dalam istana. Sampai sekarang dia menghilang
tak dapat diketemukan."
Mendengar itu semua ketua partai persilatan terkejut dan
gelisah. Kalau putera Kim Thian-cong itu benar2 mati
tenggelam daiam kolam, sia2 -lah jerih payah mereka untuk
membalas budi Kim Thian cong,
"Soal Kim kongcu sudah kuserahkan kepada Ong Cun
kepala partai Kay-pang cabang kotaraja yang telah sanggup
membantu nona Liok untuk mencari Kim kongcu sampai
ketemu," kata Hoa Sin lebih lanjut, "yang jadi persoalan
sekarang yalah bagaimana kita harus mengambil keputusan
terhadap kedua Kim thian-cong palsu itu."
Kelima ketua partai persilatan yang lain seperti disadarkan.
Akhirnya Hui Gong taysu membuka suara.
"Para kaucu kalian," katanya membuka pembicaraan,"
menurut pendapat pinto, kita harus menjalankan siasat seperti
yang.pernah kita bicarakan dahulu. Yakni mengadu domba
antara kedua Kim Thian-cong itu. Mengingat bahwa kedua Kim
Thian-cong itu entah mana yang lebih ganas dan sakti, maka
kitapun terpaksa harus memecah kekuatan kita menjadi dua.
Sebagian menuju ke Hong san dan sebagian menuju ke Thay
san. Kepada Kim Thian-cong di Hong-san kita mengatakan
bahwa terpaksa sebagian dari ketujuh partai harus memenuhi
undangan Kim Thian-cong di Thay-san karena takut akan
kekuatanya. Demikian kita katakan juga seperti kepada Kim
Thay-cong di Hong-san .....:"
"Bagaimana andaikata Kim Thian-cong di Hong-san maupun
Kim Thian-cong di Thay-san tidak mempan terhadap siasat
kita itu dan keduanya menerima begitu saja menurut
keadaannya. Bukankah berarti dunia persilatan akan dikuasai
oleh dua orang Kim Thian-cong ?" selutuk Hong Hong tojin.
"Toheng benar," sahut Hwat Gong taysu, "tetapi pinto lebih
cenderung untuk memastikan bahwa kedua Kim Thian-cong
itu tentu marah dan saling gempur sendiri. Karena biasanya,
setiap tokoh persilatan yang sudah memiliki kepandaian sakti
dan berani melaksanakan cita2 untuk menjagoi dunia
persilatan, tentu tak kan membiarkan timbulnya fihak kedua
yang akan menyainginya."
Dan andaikata apa yang dikuatirkan Hong Hong toheng itu
menjadi kenyatakan," kata Hwat Gong taysu lebih lanjut
"kitapun masih mempunyai daya lain. Kita harus menggeragoti
kekuatan mereka dari dalam. Setiap ada kesempatan terbuka,
harus kita gunakan sebaik-baiknya untuk menghancurkan
kekuatan mereka." "Bagaimana kalau kesempatan itu tak ada?" tanya Hong
Hong tojin pula. "Kita adakan," sahut Hui Gong taysu dengan nada yakin.
Tiba2 terdengar Ang Bin tojin ketua Bu-tong-pay menghela
napas. "Apa yang diucapkan Hui Cong taysu memang merupakan
kemungkinan yang paling dapat kita laksanakan," kata ketua
Bu-tong-pay itu, "tetapi kitapun harus menjaga kemungkinan
yang paling buruk diantara kemungkinan2 itu."
Kelima ketua partai persilatan yang lain tampak kerutkan
wajah. "Bagaimana maksud toheng ?" akhirnya Hwat Gong taysu
mengajukan pertanyaan. "Yang pinceng maksudkan," kata Ang Bin tojin, "yalah
kemungkinan apabila semua siasat kita gagal. Bukankah dunia
persilatan akan menderita masa2 yang menyedihkan karena
harus dikuasai oleh tokoh2 yang jahat " '
Kelima ketua partai persilatan mengangguk-angguk dan
kerutkan kening. Rupanya merekapun dapat membayangkan
apa yang dikuatirkan ketua Bu-tong-pay itu.
"Ya, kemungkinan itu memang ada," akhirnya Hui Gong
mengakui. "Oleh karena itu, wajiblah kita memikirkan juga persiapan2
untuk menghadapi kemungkinan seperti itu."
"Lalu menurut toheng, bagaimana kita harus mengadakan
persiapan menghadapi kemungkinan buruk itu"' tanya Hui
Gong pula. "Siau-lim-pay sudah berdiri beratus-ratus tahun, Bu-tongpay.
Kong-tong-pay, Kun-lun-pay, Go-bi-pay, Hon-san-pay dan
Kay-pangpun mempunyai sejarah yang lama dalam dunia
persilatan. Ilmu silat dari ketujuh partai persilatan itu,
merupakan sumber ilmu silat dari dunia persilatan Tiong-goan.
Bukankah sayang sekali kalau sampai ilmu silat warisan dari
para leluhur kita itu lenyap?" kata' Ang Bin tojin."
"Maksud toheng, kemungkinan kita akan menghadapi
kehancuran dibawah tindasan dari kedua Kim Thian-coug
palsu itu"'* tanya Hui Gong.
"Benar, taysu," jawab, Ang Bin tojin, "penyerahan kita
kepada mereka tentu disertai dengan anakmurid dari partai
persilatan masing2. Kalau sampai tokoh2 yarig tergolong kojiu
(jago sakti) dari masing2 partai persilatan dibunuh oleh kedua
atau salah satu dari Kim Thian-cong itu, bukan kah ilmu silat
dari masing2 partai persilatan akan ludas ?"
Terdengar desis tertahan dari mulut kelima ketua persilatan
demi mendengar hal yang dibayangkan Ang Bin tojin itu. Mau
tak mau mereka harus membayangkan kemungkinan itu juga.
"Ya, apa yang toheng kemukakan itu memang tepat sekali:
Kemungkinan begitu memang dapat juga terjadi," akhirnya
Hwat Gong taysu mengakui, "oleh karena itu harap toheng
suka mengemukakan pendapat yang tepat untuk mengatasi
hal2 itu." "Ah, harap taysu jangan keliwat memuji diri pinceng," buru2
ketua Bu-tong-pay itu merendah diri, "pertama-tama, ingin
pinceng menanam kesadaran bahwa sejak berada dibawah
pimpinan Kim tayhiap, kita ketujuh partai persilatan ini sudah
seperti tergabung dalam satu kesatuan. Setiap salah satu dari
ketujuh partai persilatan itu menderita, yang lain2 pun untuk
satu." Berhenti sejenak ketua Bu-tong-pay itu melanjutkan pula.
"Menurut bendapat pinceng yang picik, agar jangan sampai
ilmu silat dari ketujuh partai persilatan itu hilang musnah di
tangan musuh, maka kita harus memberikannya kepada
seorang murid yang benar2 kita anggap dan telah tahu akan
peribadi, bakat dan kejujurannya. Kita berenam memberikan
seluruh kepandaian kita kepada orang itu dan suruh dia
melarikan diri bersembunyi. Kelak apabila keadaan sudah
mengizinkan. dia harus membangun lagi ketujuh partai
persilatan itu. Artinya, dia harus mencari sisa2 murid setiap
partai persilatan itu, memilih yang baik sifat peribadi dan
bakatnya dan memberikan ilmu pelajaran silat dari partai
perguruannya kepada murid itu. Misalnya, kepada anakmurid
Bu-tong-pay dia harus memberikan seluruh ilmu silat yang
telah kuberikan kepada murid Bu-tong-pay itu. Demikian
seterusnya terhadap keenam partai persilatan yang lain.'
"Suatu pendapat yang bagus sekali." Tiba2 Ceng Sian
suthay berseru, "tetapi sukar pelaksana annya. Karena untuk
mencari tokoh yang sesuai seperti yang kita inginkan, tentu
sukar'' Ang Bin tojin mengangguk.
"Apa yang su-thay katakan memang tepat sekali" kata
ketua Bu-tong-pay itu. "andai kita memilih salah seorang


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

murid yang paling menonjol di antara ketujuh partai
persilatan, tentu yang lain akan keberatan. Maka untuk jalan
tengah kita harus mencari pemuda berbakat yang diluar dan
ketujuh partai persilatan."
"O," seru Ceng Sian suthay "bagus sekali pendapat toheng
itu. Tetapi mungkin toheng sudah mempunyai bayangan
tentang calon itu". "Benar," jawab Ang Bin tojin, "dan andaikata calon yang
pinceng ajukan itu tidak sesuai, harap jiwi sekalian suka
menyanggah". Setelah kelima ketua partai persilatan memberi
kesanggupan maka Ang Bin tojin pun mengemu-kan calon
pilihannya. "Menurut hemat pinceng, kita wajib membalas budi kepada
Kim tayhiap. Sebenarnya kita akan berusaha untuk menolong
putera Kim tay-hiap yang hilang itu dan mendidiknya supaya
menjadi seorang pendekar yang berguna. Tetapi berita,
terakhir yang dibawa Hoa pangcu tadi benar2 mencemaskan
sekali. Bagaimana andaikata Kim kongcu benar2 telah
meninggal terbenam dalam kolam. Bukankah usaha kita akan
sia2 " Nah, dengan cara yang hendak pinceng ajukan ini,
kemungkinan kita akan mencapai dua tujuan dalam satu kali
bertindak. Pertama, demi melanjutkan cita2 untuk membalas
budi kepada Kim tayhiap. Kedua, karena kita tahu bahwa
pilihan Kim tayhiap itu tentu memberi jaminan yang cukup
meyakinkan kepada kita. Jelasnya, pinceng hendak
mengusulkan supaya salah seorang murid dari Kim tayhiap itu
yang kita angkat jadi calon ahliwaris dari ketujuh partai
persilatan. Soal peribadi dan bakat, pinceng percaya Kim
tayhiap tentu sudah pernah mengujinya".
Kelima ketua partai persilatan terkesiap lalu mengangguk.
"Aku setuju dengan usul Ang pangcu, tiba2 Hoa Sin
berseru, "tetapi sayang, calon yang hendak kuajukan itu,
masih menjadi pertanyaan apakah masih hidup atau sudah
meninggal." "Putera Kim tayhiap?" seru Ceng Sian suthay.
"Benar, suthay" sahut Hoa Sin, "kurasa dia lah satu-satunya
pemuda yang tepat menjadi ahli waris kita berenam. Sayang
dia sudah tak ada. Ataupun kalau masih hidup, sukar
diketemukan" "Dan sayang pula," Ceng Sian suthay menambahkan,
"bahwa kehendak Hoa pangcu yang baik itu tentu ditolak oleh
Kim kongcu. Karena menurut pengakuan nona Liok, putera
Kim tayhiap itu menolak untuk belajar silat. Jangankan kita
yang akan memberi pelajaran, bahkan ayahnya sendiri,
mendiang Kim tayhiappun ditolaknya. Memang putera Kim
tayhiap itu aneh sekali wataknya. Ayahnya seorang pemimpin
dunia persilatan tetapi puteranya tak mau belajar silat".
"Oleh karena itu," kata Sugong In ketua Kong-tong-pay,
"kita hanya mempunyai dua pandangan yang dapat kita
jadikan calon. Murid pertama dari Kim tayhiap atau murid
perempuannya." "Kurasa murid pertama dari Kim tayhiap yang bernama Tio
Goan-pa itu lebih sesuai," kata Ang Bin tojin. "karena dengan
menjadi murid pertama atau calon ahliwaris, sudah tentu Kim
tay hiap telah menguji peribadi maupun bakat dari pemuda
itu". "Tetapi bagaimana untuk mencari pemuda itu?" tanya Hong
Hong tojin ketua Go-bi-pay.
"Yang penting, apakah kita sudah setuju akan rencana yang
pinceng kemukakan ini," kata Ang Bin tojin, "dan kalau sudah,
apakah juga sudah setuju akan calon pilihan pinceng itu.
Apabila kedua-duanya sudah disetujui maka kita segera dapat
mengatur langkah untuk bertindak".
Kelima ketua partai persilatan yang lain tampak diam
merenung. Rupanya mereka merenungkan persoalan itu
dengan serius. Mereka menyadari bahwa saat itu keadaan
sudah sangat mendesak dan bahaya sudah mengancam di
depan mata. Ibarat bahaya kebakaran, harus lekas2 soal itu
diatasi. Akhirnya karena tiada lain jalan, kelima ketua partai
persilatan itu memberi persetujuannya.
"Nah, jika begitu, pinceng serahkan kembali persoalan ini
kepiada Hui Gong taysu untuk memutuskan langkah2 yang
perlu." kata Ang Bin.
Hui Gong taysu segera bicara.
"Tio Goan-pa sicu, murid pertama dari Kim tayhiap saat ini
sedang berkeliling untuk menghubungi partai2 persilatan yang
lain dan tokoh2 persilatan yang tak menggabungkan diri pada
suatu partai persilatan. Apabila kita mencarinya, jelas akan
memakan waktu. Paling tidak, tentu akan lewat dari waktu kita
harus menghadiri undangan kedua Kim Thian-cong itu. Dan
andaipun ketemu, tentu juga makan waktu yang cukup lama
bagai Tio sicu untuk menerima ilmu pelajaran dari kita
bertujuh partai persilatan."
Berhenti sejenak, ketua Siau-lim si itu melanjutkan pula :
"Pada hakekatnya, kita setuju keputusan untuk memberikan
ilmu kepandaian ketujuh partai persilatan kepadanya. Tetapi
karena hal itu terhalang oleh keadaan dan waktu, maka kita
harus mencari jalan lain. Dua hari lagi kita segera berangkat
ke Hongsan dan ke Thaysan. Dalam waktu yang singkat itu,
lebih baik kita memilih murid dari partai perguruan kita
masing2 dan memberikan ilmu pelajaran kepadanya. Setelah
itu kita suruh dia menyembunyikan diri ke gunung yang sepi
untuk berlatih hingga dapat memahami pelajaran itu."
"Waktu dua hari terlalu singkat untuk menyerap semua ilmu
pelajaran dari setiap partai persilatan," sambut Ang Bin tojin,
"misalnya ilmu siat dari perguruan Siau-lim si yang memiliki 72
buah pelajaran silat yang sakti. Jangankan dalam waktu dua
hari, bahkan berpuluh tahun, bahkan pula seumur hidup tak
mungkin selama ini terdapat tokoh Siau-lim-si yang mampu
menguasai seluruh ilmu pelajaran itu."
Hui Gong taysu menghela napas,
"Apa yang toheng kataknn memang benar " katanya," lalu
bagaimana menurut pendapat toheng untuk mengatasi
persoalan ini !" "Menurut hemat pinto," kata Ang Bin tojin, "yang terutama
yalah harus menyelamatkan kitab2 pusaka ilmu pelajaran dari
masing2 partai persilatan. Yang kedua, kita masing2
menggunakan waktu dua hari yang amat singkat ini untuk
menulis, semua ilmu pelajaran yang kita miliki. Kitab itu kita
berikan kepada salah seorang murid kita yang kita anggap
paling berbakat dan baik kelakuannya, untuk bersembunyi di
gunung dan mempelari ilmu itu sampai sempurna."
Pandangan ketua Bu tong-pay itu ternyata disetujui.
Keenam partai persilatan itupun segera berkemas-kemas
untuk menuliskan ilmu kepandaiannya dalam sebuah kitab.
Dan sehari itu merekapun mulai menulis.
Tiba2 pada hari kedua, Tio Goan Pa muncul. Sudah tentu
keenam ketua partai pesilatan itu terkejut, Sesaat mereka
tertegun karena harus menghadapi persoalan lagi. Apakah
tetap akan memberikan ilmu silat mereka kepada Goan Pa
ataukah tetap melanjutkan tulisan mereka pada kitab yang
akan diberikan kepada murid mereka.
Tio Goan Pa pun melaporkan tentang usahanya untuk
menghubungi partai ataupun perguruan persilatan, tokoh2
ternama. "Mereka menyatakan akan berdiri dibelakang kita, dalam
menghadapi ancaman kedua manusia yang menamakan
dirinya Kim Thian-cong itu," katanya mengakhiri laporan.
Hui Gong taysu memberi pujian kepada pemuda itu.
"Kalau tak.salah, besok kita harus sudah berangkat untuk
memenuhi panggilan mereka," kala Goan Pa pula.
Hui Gong taysu mengiakan.
"Benar, Tio sicu, "katanya, "justeru itulah yang
menggelisahkan kita."
Kemudian ketua Siau-lam-si itu menceritakan hasil
keputusan dari para partai persilatan yang berada dalam
Wisma Damai disitu. "Keputusan ciapwe sekalian memang tepat sekali, "kata
Goan Pa," walaupun wanpwe seorang pemuda yang tak
berguna, tetapi demi menyelamatkan kelangsungan hidup dari
ketujuh persilatan, wanpwe bersedia untuk melakukan tugas
itu." Dalam membawakan cerita tentang hasil keputusan keenam
ketua partai persilatan, Hui Gong taysu baru tiba tentang
keputusan untuk menyerahkan warisan ilmu silat dari ketujuh
partai persilatan itu kepada Goan Pa. Belum lagi ketua Siaulim-
si itu melanjutkan ceritanya mengenai perubahan
keputusan itu, Goan Pa sudah mendahului dengan
menyatakan kesanggupannya menerima beban kewajiban dari
ketujuh partai persilatan itu:
"Tetapi Tio sicu," kata Hui Gong taysu, karena tertumbuk
akan waktu undangan dari kedua Kini Thian-cong dengan
waktu untuk mencari sicu, demikian pula dengan
pertimbangan bahwa tak mungkin sicu akan dapat
menampung ilmu pelajaran ketujuh partai peisilatan dalam
waktu hanya dua hari maka kamipun merobah keputusan itu.
Akan menulis ilmu yang kami miliki masing2 dalam sebuah
kitab ......" "Ketepusan yang tepat sekali," cepat Goan Pa menyambut,
"memang apa yang cianpwe katakan itu benar. Tak mungkin
wanpwe dapat menampung sekian banyak ilmu pelajaran
dalam waktu dua hari saja. Dengan ditulisnya ilmu itu dalam
kitab, wanpwe akan mendapat waktu yang cukup untuk
mempelajari dan berlatih. Wanpwe berjanji akan berlatih
sungguh2 untuk memenuhi harapan sekalian cianpwe."
Kembali keenam ketua partai persilatan itu terkesiap. Untuk
beberapa saat mereka tak dapat mengucap apa2"
"Tio sicu," akhirnya Hui Gong taysu yang membuka
pembicaraan, "dalam hal keputusan itu, setelah terdapat
perobahan tentang cara, pun juga perobahan tentang
orangnya. Bermula kami memang memilih seorang yang diiuar
dari ketujuh partai persilatan sebagai ahlivvaris penyambung
ilmu pelajaran ketujuh partai persilatan. Tetapi akhirnya kami
putuskan, akan menyerahkan kitab itu kepada murid masing2
yang kami anggap paling berbakat dan paling baik".
"Ah," Goan Pa mendesah, "soal itu wanpwe tak menyesal
karena hal itu merupakan hak dari para cianpwe disini. Hanya
saja ..." "Hanya saja bagaimana, harap sicu katakan."
"Wanpwe ikut perihatin akan nama baik dari para cianpwe
dan ketujuh partai persilatan. Apa bila peristiwa ini sampai
terdengar oleh orang persilatan, bukankah mereka akan
melontarkan cemoohan kepada para cianpwe sekalian karena
dianggap telah menarik kembali kata2 yang sudah diucapkan"
Hui Gong taysu terkesiap. Demikian pula dengan kelima
ketua partai persilatan yang lain.
"Soal gengsi atau nama, pada saat ini tak perlu kita
hiraukan". tiba- Hoa Sin menyeletuk, "yang penting kita harus
menyelamatkan ilmu pelaran warisan masing2 partai
persilatan. Memberikan ilmu warisan kepada murid sendiri,
bukanlah suatu hal yang layak dicemohkan. Itu sudah wajar"
"Kalau para cianpwe disini belum melatahkan keputusan
yang pertama, memang tak ada orang yang akan
mencemohkan. Tetapi ternyata cianpwe sekalian sudah
menyetujui pernyataan untuk memilih orang yang diluar dari
ketujuh partai persilatan itu", cepat Goan Po menukas.
"Dalam hal ini, bukan wanpwe hendak mendesak dan
menonjolkan diri supaya diberi ilmu pelajaran dari ketujuh
partai cianpwe sekalian. Tetapi wanpwe hanya hendak
menjaga nama baik cianpwe sekalian dan ketujuh partai
persilatan yang dia junjung tinggi oleh seluruh kaum
persilatan". Keenam ketua partai persilatan itu terdiam. Mereka
memang mengakui bahwa apa yang dinyatakan Goan Pa
memang beralasan. Akhirnya, Ang Bin tojin ketua Kong-tong-pay memecahkan
kemacetan itu. "Begini sajalah " katanya, "mengingat waktu sudah amat
mendesak dan kita sudah terlanjur menuliskan ilmu
kepandaian kita kedalam kitab, maka pemecahannya adalah
begini. Kita tetap lanjutkan penulisan itu, kemudian kita
tentukan siapa murid kita yang berhak menerima kitab itu.
Dan untuk menyerahkan kitab tulisan kita itu, kami akan minta
bantuan Tio sicu yang menyerahkannya. Dengan begitu tak
mengurangi arti dari keputusan kita. Jadi Tio sicu tak perlu
berjerih payah untuk mempelajari ilmu kepandaian kita
berenam, tetapi tetap dapat, melaksanakan tugas yang kami
harapkan". Pernyataan Ang Bin tojin kembali mendapat persetujuan
kelima ketua partai persilatan yang lain.
Demikian mereka melanjutkan lagi pekerjaannya. Besok
mereka harus sudah berangkat.
Tio Goan Pa mewajibkan diri sebagai tuan rumah. Ia
mewakili mendiang gurunya, untuk menyediakan hidangan
bagi keenam ketua persilatan itu dan menyiapkan pula tempat
penginapan bagi mereka. Saat itu sudah malam. Keadaan di puncak Giok-li-nia sunyi
senyap sekali. Tetapi di kamar masing2 keenam ketua
persilatan itu masih sibuk menulis ilmu kepandaian mereka
dalam sebuah kitab. Waktu dua hari memang terlalu sempit. Maka merekapun
tak dapat menuliskan seluruh kepandaian mereka. Mereka
hanya menulis saja ilmu kepandaian silat yang penting dan
sakti. Tengah malam telah lewat. Suasana makin lelap.
Sedemikian sunyinya sehingga daun kering yang gugur ke
tanah, pun dapat terdengar.
Tiba2 Hui Gong taysu dikejutkan oleh suara yang aneh.
Seperti langkah kaki orang yang berjalan menghampiri ke
tempat penginapan. Begitu halus dan hampir tak bersuara
langkah kaki orang. Diam2 Hui Gong taysu terkejut. Jelas pendatang itu
memiliki ilmu ginkang atau meringankan tubuh yang hebat
sekali. "Siapa ?" tanya Hui Gong taysu dalam hatil "hanya ada dua
kemungkinan. Jika bukan Goan Pa tentu Pang To Tik. Tetapi
kalau Goan Pa tentu tak sedemikian sempurna ilmu ginkangnya.
Apakah Pang To Tik " Ah, mungkin jago dari Hoa


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

san-pay itulah yang datang."
Hui Gong hentikan pekerjaannya. Ia kerahkan semangat
untuk mendengarkan suara pendatang itu.
Saat itu dia sudah tiba di Wisma Damai. Makin keras
dugaan Hui Gong taysu bahwa pendatang itu tentu Pang To
Tik. Segera dia berkemas hendak menyambut keluar.
Tetapi pada lain saat ia batalkan rencananya Orang itu
tengah memasuki Wisma Damai lalu, menghampiri ke
belakang dimana tempat penginapan keenam ketua partai
persilatan itu berada. "Ah, tentu Pang tayhiap," akhirnya Hui Gong mengambil
kesimpulan. Dia terus terbangkit hendak keluar. T'etapi tibaTiraikasih
website http://kangzusi.com.
tiba langkah kaki terhenti di halaman lalu terdengar desir
angin pelahan di udara. Hui Gong taysu terkejut. Jelas orang itu tentu melayang
keatas wuwungan rumah. Seketika timbul kecurigaan dalam
hatinya. Jika Pang To Tik, tak mungkin akan berbuat begitu
Tentu akan mengetuk pintu, Hui Gong taysu segera kerahkan
seluruh perhatiannya untuk mengikuti gerak gerik pendatang
itu. Beberapa saat tak terdengar suara apa2. Tentu orang itu
sedang menunggu suatu perobahan dalam rumah penginapan.
Karena sunyi2 saja, ia segera bergerak.
Hui Gong taysu mendengar suara atap dibuka dengan
pelahan-lahan. Kini semakin jelas bahwa pendatang itu tentu
termaksud buruk. Tengah Hui Gong taysu menunggu perkembangan lebih
lanjut, tiba2 terdengar suara Ang Bin tojin membentak:
"Hai, besar sekali nyalimu, berani mengintai ke sarang
naga!" Dan pada lain saat terdengar Ang Bin mendesis kejut. Hui
Gong tak dapat berpeluk tangan lebih lanjut. Serentak ia
membuka jendela lalu melayang keluar.
Tetapi belum kakinya menginjak tanah, setiup angin tajam
telah menyambarnya. Cepat ketua Siau-Iim-si itu kebutkan
lengan jubahnya. Tring, tring, terdengar suara benda
tertampar jatuh ketanah. "Ha, ha, ha," orang itu tertawa," hayo, kejarlah aku kalau
mampu, kalian berenam !"
Orang itu mengenakan kain cadar hitam, sehingga tak
dapat diketahui raut wajahnya. Sedangkan saat itu ternyata
keenam ketua partai persilatanpun sudah keluar dan
mengepung. Hui Gong taysu ketua Siau-lim-si, Ang Bin tojin ketua Butong-
pay, Hong Hong tojin ketua Go-bi-pay, Ceng Sian suthay
ketua Kun lun pay Sugong In ketua Kong-tong-pay dan Hoa
Sin ketua Kay-pang, adalah tokoh2 persilatan yang
termasyhur. Mereka merupakan tokoh2 silat yang menentukan
kehidupan dunia persilatan Tiong-goan. Sudah tentu ilmu
kepandaian mereka amat tinggi.
Tetapi walaupun dikepung oleh keenam tokoh yang begitu
sakti, orang tak dikenal itu tetap ganda tertawa.
?"Siapa engkau !" bentak Sugong In. Orang itu tertawa
hina. "Tiada guna engkau mengetahui namaku. Yang penting
kedatanganku kemari ini hendak menguji ilmu kepandaian silat
dari tokoh2 di Tiong-goan. Apakah benar2 sehebat yang dipuji
orang " Keenam ketua partai persilatan itu terkejut. Diam2 mereka
dapat membedakan bahwa logat bahasa yang digunakan
orang itu, berlainan dengan logat orang Tiong goan.
"Jika tak mau mengaku jangan menyesal kalau akan
kutindak dengan kekerasan," seru Sugong In pula.
"Memang itulah yang kuharapkan. Silahkan kalian bertujuh
.maju !" tanjang orang itu.
"Baik," secepat berkata, secepat itu pula Sugong Inpun
sudah melayang kemuka dan melepaskan sebuah pukulan
dahsyat. Tetapi sebelum tangan sempat diayun, tiba2 orang itu
sudah mendahulu taburkan serangkum benda kecil kearah
Sugong In. Sugong In terkejut. Untuk menghindar sudah tak sempat
lagi, Terpaksa ia tamparkan lengan jubahnya.
Tetapi alangkah kejut ketua Kong tong pay itu ketika
benda2 kecil yang tertampar itu berubah berhamburan
menjadi asap. Dan seketika pula ia rasakan kepalanya pening,
mata berkunang kunang. Melihat itu beberapa ketua persilatan yang lain serentak
menerjang maju. Tetapi orang itu pun menyambutnya pula
dengan taburan benda putih.
"Jangan ditangkis !" teriak Hui Gung taysu seraya loncat ke
samping. Tetapi orang itu memang ganas sekali. Ia tak memberi
kesempatan lagi kepada para ketua partai persilatan itu.
Setelah mencecer dengan empat lima kali taburan benda kecil,
yang terakhir, orang itu melontar peluru. Bum, bum, peluru
menghantam tanah dan asap tebalpun segera menyelubungi
tempat itu. "Mundur dan tutup pernapasan !" seru Hui Gong taysu pula.
Keenam ketua paitai persilatan berhamburan loncat ke
belakang. Mereka bersiap2 hendak menerjang. Tetapi setelah
asap menipis, ternyata orang itupun sudah lenyap.
Pengejaran dan pencarian segera dilakukan jauh sampai ke
kaki bukit tetapi tak berhasil menemukan jejak orang itu.
Terpaksa mereka kembali ke Wisma Damai.
Hui Gong taysupun kembali kedalam rumah penginapannya.
Ketika membuka pintu maka menjeritlah ia dengan nada yang
amat kaget : "Hai, kemana kitab yang kutulis tadi .....!"
dw Jilid 30 Memancing harimau tinggalkan sarang
Bahwa Hui Gong taysu seperti orang yang menderita kejut
disambar halilintar, memang dapat dimaklumi. Kitab itu telah
diisi dengan tulisan mengenai seluruh ilmu kepandaian yang
dimilikinya. Walaupun tidak semua ilmu pusaka Siau-Iim-si yang terdiri
dari tujuhpuluh dua macam ilmu sakti itu dapat dipelajarinya
semua, tetapi hampir lebih dari separoh ia telah dapat
menguasai. Suatu hal yang tak mengherankan mengingat
kedudukannya sebagai seorang ketua.
Setelah kitab itu benar2 tak diketemukan dalam kamarnya,
segera ia lari keluar menuju ke kamar lain2 ketua persilatan.
"Ah ... ", ia berseru dalam hati ketika melihat kelima ketua
partai persilatanpun muncul dari kamar masing2.
Merekapun terkejut melihat Hui Gong taysu.
"Taysu ... " serentak kelima ketua persilatan itu bergegas
menyongsong. Hui Gong taysu cepat dapat mencium bau bahwa dari kerut
wajah mereka, tentulah mereka juga mengalami peristiwa
sama seperti yang dideritanya.
"Omitohud !" seru paderi ketua Siau-lim-si itu dengan wajah
tenang, "bukankah toheng dan ciangbunjin sekalian
kehilangan kitab tulisan toheng"
"Apakah taysu juga kehilangan kitab itu ?" seru Hong Hong
tojin ketua Go-bi-pay. Hui Gong taysu mengangguk tenang.
"Rupanya kita telah tertipu siasat musuh. Orang itu
menggunakan siasat Tiau-hou-li-san (memancing harimau
tinggalkan gunung)," kata Hui Gong taysu penuh toleransi.
"Ini tak dapat kita biarkan !" seru Sugong In ketua Kongtong-
pay, "jika kitab yang ditulis itu jatuh ketangan orang,
berarti mereka tentu dapat menguasai ilmu kepandaian
ketujuh partai persilatan .. "
"Tidak semua," cepat Ceng Sian suthay menukas, "karena
ilmu kepandaian partai Hoa-san-pay tetap tak terganggu."
"Oh ... " teriak Sngong In, "maksud suthay ... apakah ... "
"Omitohud !" cepat Hui Ceng taysu menyela "kutahu apa
yang toheng maksudkan. Tetapi hendaknya janganlah kita
menaruh prasangka buruk kepada kawan sendiri."
"Tetapi taysu," bantah Ceng Sian suthay. "bukti sudah
mengatakan kepada kita, adakah kita harus menutup mata
akan kenyataan. . "Omitohud" berseru pula ketua Siau-lim-si yang penuh
toleransi, "dalam saat2 dimana keselamatan dunia persilatan
dan kepentingan partai2 serta kaum persilatan terancam,
wajiblah kita memelihara persatuan dan kesatuan. Karena
hanya dengan persatuan itu kita akan dapat menghadapi
bahaya2 yang sedang mengancam kita."
"Tepat, taysu," sambut Ceng Sian suthay pula. "tetapi
justeru dalam menghadapi saat2 segenting ini, kita harus
mawas diri. Persatuan yang sungguh2 keluar dari hati bersih
dan kesatuan yang benar2 bersih dari penghianat. Justeru
dalam menghadapi bahaya besar seperti saat ini kita harus
membersihkan tubuh persatuan kita. Dengan demikian kita
dapat mencurahkan segenap tenaga dan pikiran untuk
menghadapi musuh dari luar, Jika tidak, beratlah beban kita.
Dari luar menghadapi ancaman musuh berbahaya dari dalam
harus menderita digerogoti musuh dalam selimut."
Beberapa ketua partai persilatan itu tertegun Apa yang
diucapkan Ceng Sian suthay ketua Kun lun-pay memang tepat.
Merekapun tahu siapa yang dicurigai suthay itu. Tentulah tak
lain diri wakil partai Hoa-san-pay Pang To Tik.
Memang kecurigaan Ceng Sian suthay sudah dimulai jauh
sejak hilangnya jenasah Kim Thian- cong dulu. Tetapi hal itu
masih belum dapat menemukan bukti yang meyakinkan.
Kemudian hilangnya Pang To Tik yang bersama Hoa Sin
menuju ke gunung Thaysan. Yang kedua yalah peristiwa yang
terjadi pada saat itu. Tidak mungkinkah peristiwa tadi Pang To
Tik yang melakukan "
Jelas apabila dalam soal adu kepandaian. Pang To Tik tentu
tak dapat memenangkan kelima ketua partai persilatan yang
berkumpul di situ. Itulah sebabnya maka dia menggunakan
bahan peledak atau peluru asap untuk melarikan diri.
Demikian dugaan2 yang dikemukakan oleh Ceng Sian
suthay dan beberapa ketua partai persilatan iain. Dan mereka
hampir cenderung untuk menyetujui dugaan itu apabila Hoa
Sin tidak bertanya. "Benar." Serunya, "memang dugaan itu hampir mendekati
kebenaran. Tetapi mengapa dan bagaimana dia tahu kalau
kita mengambil keputusan untuk menulis semua kepandaian
kita dalam sebuah kitab dan kita wajibkan Tio Goan Pa untuk
kelak memberikan kepada murid-murid kita.
"Omitohud !" tiba2 Hui Gong berseru kejut dan terus
melangkah pergi menuju ke ruang belakang.
"Taysu , . " Sugong In hendak berseru memanggil untuk
meminta keterangan mengapa ketua Siau-lim-si tiba2
melangkah pergi. "Sugong ciangbunjin, Hui Gong taysu tentu akan
menjenguk Tio Gan Pa," cepat Hoa Sin menukas, "kita tunggu
saja disini" "Ah, tidak" sahut Sugong lu. "lebih baik kita ikuti taysu ke
belakang". "Silahkan," kata Hoa Sin tenang2. Dan dia tetap menunggu
di situ walaupun keempat ketua partai persilatan telah
menyusul Hui Gong. Beberapa saat kemudian muncullah Hui Gong taysu
bersama para ketua partai persilatan. Wajah mereka tampak
berobah tegang. "Hoa pangcu". Kata Hui Gong taysu agak gopoh, "ah,
peristiwa ini makin hebat Tio Goan Pa sicu telah h:lang ... "
Hoa Sin mengangguk : "Ya, memang, telah kuketahui hal
itu." ?"Hoa pangcu sudah tahu ?" Hui Gong taysu terkejut.
"Sewaktu kembali ke dalam kamar dan tak mendapat kitab
yang kutulis, pertama-tama aku segera lari menuju ke kamar
Tio Goan Pa. Ternyata dia sudah hilang."
"Hoa pangcu" tiba2 Ceng Sian suthay menyela, "mengapa
Hoa pangcu terus langsung menjenguk kamar Tio sicu ?"
Hoa Sin menghela napas. "Memang apa yang Hui Gong taysu katakan bahwa kita tak
boleh retak sendiri dan harus membentuk persatuan, itu
benar. Tetapi kata2 suthay bahwa justeru untuk membentuk
persatuan yang kokoh, kita harus membersihkan tubuh kita.
Itupun tepat ... " "Hoa pangcu," seru Sugong In cepat2, "kumohon pangcu
suka berkata langsung pada persoalannya. Waktu sangat
berharga sekali bagi kita. Kita harus lekas2 bertindak."
"Ya, Sugong pangcu memang benar," sahut Hoa Sin. "terus
terang sejak hilangnya jenasah Kim tayhiap dan terbunuhnya
Kwik Ing, aku sudah menaruh kecurigaan kepada Tio Goan Pa.
?"O, maksud Hoa pangcu Tio sicu terlibat dalam peristiwa ini
?" tanya Hui Gong taysu.
"Soal itu aku masih belum berani memastikan.
Sebagaimana Ceng Sian suthay mencurigai Pang To Tik
tayhiap, sebaliknya kecurigaan jatuh pada diri Tio Goan Pa".
"Apakah Hoa pangcu sudah mempunyai landasan2 untuk
mempertahankan kecurigaan pangcu terhadap Tio sicu ?"
tanya Hui Gong taysu. "Taysu" jawab Hoa Sin pula. "ada satu hal yang meminta
jawahan kita. Mengapa keputusan k"ta untuk menulis ilmu
kepandaian kita masing2 dalam sebuah kitab, dapat diketahui
orang luar ?" Beberapa ketua partai persilatan terkesiap. Mereka
mengakui kata2 ketua Kay-pang itu memang beralasan. Hanya
Ceng Sian suthay yang membantah.
"Hoa pangcu" katanya, "apa guna Tio sicu harus melakukan
pencurian itu " Katakan dia bersekongkol dengan orang luar
untuk membawa lari kitab2 itu, tapi perlu apa dia harus
berbuat begitu. Bukankah telah menjadi keputusan kita.
Bahwa setelah kitab2 itu selesai, akan kita serahkan kepada
Tio sicu " Bukankah lebih baik ia menunggu saja?"
"Ya, memang begitulah", kata Hoa Sin. ?"aku sendiri juga
belum dapat memecahkan persoalan itu, tetapi kita harus
menyadari betapa julig dan licin orang2 persilatan itu
menggunakan siasat sehingga orang sukar untuk menduga.
Misalnya, kalau kita katakan saja, dengan terjadinya peristiwa
sekarang ini, Tio Goan Pa dapat lepas dari tanggung jawab.
Mungkin kelak dia akan mengatakan kalau ditawan oleh
penjahat yang mengambil kitab itu dan dilempar ke jurang.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Beda apabila dia menerima penyerahan kitab itu dari kita.
Kelak kita dapat menuntutnya apabila kitab2 itu tak diberikan
kepada yang berhak" kata Hoa Sin pula, "maka ada juga
bedanya, dia mengambil kitab itu sekarang dengan dia harus
menunggu penyerahan dari kita."
"Ah, itu hanya suatu reka dugaan dari pangcu sendiri," kata
Ceng Sian suthay, "tetapi betapapun, Tio sicu itu adalah murid
dari Kim tayhiap. Tentulah orang sukar percaya ia mempunyai
peribadi sedemikian rendahnya"
"Mudah-mudahan demikian," sambut Hoa Sin sebagaimana
halnya mudah-mudahan Pang To Tik tayhiap juga tak seperti
yang Ceng Sian suthay duga. Tetapi sebagaimana pula suthay
pasti akan tetap melakukan penyelidikan untuk membuktikan
kecurigaan suthay, demikianpun aku terhadap Tio Goan Pa."
"Hai" tiba2 Ceng Sian suthay berseru, "mungkin kita dapat
bekerja dalam satu arah, pangcu!"
Hoa Sin terkesiap. "Maksud suthay ?" tanyanya.
"Tidakkah mungkin Pang To Tik itu bersekongkol dengan
Tio Goan Pa ?" seru Ceng Sian.
Hoa Sin mengangguk-angguk : "Mudah-mudahan tidak,
mudah-mudahan ya" "
Setelah hening sejenak maka Ang Bin tojin berkala :
"Taysu, bagaimana langkah kita sekarang ?"
Hui Gong taysu tertegun. Beberapa saat dia tak dapat
bicara. Belum soal yang satu selesai, kini muncul pula lain
soal. Hilangnya sekali gus tujuh buah kitab berisi pelajaran
telah hilang, benar2 suatu peristiwa yang mengguncangkan
dunia persilatan. "Bagaimanapun juga, penjahat itu harus diburu. Demikian
pula dengan jejak Tio sicu," kata ketua partai Siau-lim-si
akhirnya, "kita benar2 menghadapi kesulitan tetapi baiklah kita
membagi tugas. Untuk menghadap kedua Kim Thian-cong,
kita sendiri beserta beberapa murid yang akan datang. Untuk
mecari jejak si penjahat dan Tio sicu, kita utus saja ko-jiu
(jago sakti) dari masing2 perguruan kita. Kiranya waktu sudah
amat mendesak ....."
"Dan tak mungkin kita dapat melaksanakan hal itu,
mengingat jarak gunung Kun-lun, gunung Go-bi, gunung
Kong-tong, gunung Ko-san tak mungkin dapat ditempuh
dalam satu hari. Pada hal kita besok harus sudah berangkat,"
seru Hoa Sin. "Pinto rasa" tiba2 Ang Bin tojin ketua Bu-tong-pay berkata,
"kita serahkan hal itu kepada salah seorang murid untuk
menyampaikan surat ke markas kita masing2"
Demikian telah disepakati cara untuk mengatasi peristiwa
itu. Karena jika mereka mengejar di kuatirkan akan memakan
waktu yang lama sehingga melampaui batas waktu rapat di
gunung Hong-san maupun Thaysan.
Telah diputuskan bahwa yang akan ke gunung Hong-san
adalah Ang Bin tojin, Sugong In dan Hui Gong taysu. Sedang
Hong Hong tojin, Ceng Sian suthay dan Hoa Sin menuju ke
gunung Thay san. Keputusan itu dilakukan mengingat letak
markas mereka masing2 Siau-lim-si, Bu-tong-pay dan Kon
tong-pay termasuk di daerah selatan. Pengaruh mereka di
wilayah selatan cukup besar. Sebenarnya Ceng Sian suthay
lebih tepat kalau ikut ke Hong-san karena pegunungan Kunlun
itu juga terletak di barat daya. Tetapi ketua Kun-lun-pay
itu lebih suka menuju ke Thay-san. Bagi Hoa Sin memang
mempunyai anakmurid yang tersebar luas di daerah utara
terutama kotaraja. Demikian pula dengan Hong Hong tojin
ketua Go-bi-pay. Tepat mereka hendak berangkat tiba2 dari lereng gunung
tampak berlarian sesosok tubuh manusia. Menilik larinya yang
begitu pesat walaupun harus mendaki ke atas, jelas
pendatang itu tentu seorang tokoh persilatan yang sakti.
Keenam ketua partai persilatanpun berjaga-jaga.
"Pang tayhiap !" teriak Hoa Sin ketika pendatang itu muncul
dari gunduk batu yang jaraknya masih tigapuluhan tombak.
"Omitohud !" seru Hui Gong taysu, "memang benar Pang
sicu ... " Cepat sekali pendatang itu sudah tiba di halaman Wisma
Damai. Dan memang Pang To Tik. Sedang tentu
kedatangannya mengejutkan para ketua partai persilatan yang
berada disitu Ketika Pang To Tik tiba dan memberi salam, ia agak
terkejut ketika menyaksikan betapa kikuk sambutan keenam
ketua partai persilatan itu. Diam2 ia heran.
"Maaf, Hoa pangcu, karena menemui sedikit halangan,
terpaksa aku tak dapat memenuhi janji. Ketika tiba dikaki
gunung, Hoa pangcu sudah tak ada."
"Kesulitan apakah yang telah Pang tayhiap alami ?" tanya
Hoa Sin. "Karena tak faham jalan, aku telah tersesat masuk ke
daerah terlarang mereka dan disergap oleh beberapa ko-jiu
gunung Thay-san. Mereka berjumlah banyak dan berilmu
sakti. Akhirnya aku terdesak, menderita luka-dalam. Namun
aku tetap bertahan. Untunglah pada saat keadaan sangat
membahayakan jiwaku, muncul seorang kakek tua berwajah
segar. Dialah yang dapat menghalau anakbuah gunung Thaysan
dan menolong aku. Aku dibawa ke sebuah guha dan diberi
obat. Ketika sadar dari pingsan ternyata orangtua itu sudah
lenyap, disisiku terdapat lima butir pil warna merah. Di tanah
dia meninggalkan guratan tulisan yang mengatakan bahwa
jika mau beristirahat disitu barang lima hari dan tiap hari
minum sebutir pil merah, aku tentu akan sembuh dan tak
sampai menderita kelumpuhan. Terpaksa aku menurut. Maka
itulah sebabnya mengapa aku sampai terlambat ... "
Ceng Sian suthay tertawa sinis. Tetapi sebelum ia bicara,
Hoa Sin sudah mendahului berseru:
"Baiklah, Pang tayhiap," kata ketua Kay-pang itu, "dapatkah
tayhiap memberi sedikit keterangan tentang jago2 dari
gunung Thay-san itu " Dan siapakah orang tua yang menolong
tayhiap " "Sukar untuk mengenali siapakah jago" Thay san yang
bertempur dengan aku itu. Tetapi menilik ilmu kepandaian
mereka, tentulah mereka itu tokoh2 yang sakti ... "
"Maksud tayhiap tak dapat mengenali wajah mereka karena
. , " "Mereka mengenakan kain cadar muka. Dari kepala sampai
muka tertutup kain cadar hitam, ke pandaian merekapun
terdiri dari beberapa aliran. Hal itu terbukti dari serangan2
mereka. Ada yang menggunakan jurus pukulan Siau-lim-pay,
Bu-tong pay, Go-bi-pay dan lain2. Tentang orang tua yang
menolong aku itu, hanya beberapa kejab dapat kulihat karena
setelah itu akupun pingsan. Wajahnya bersih, berumur lebih
kurang tujuhpuluhan tahun, perawakan sedang dan
mengenakan pakaian serba putih.
?"Omitohud !" seru Hui Gong taysu, "dari manakah tayhiap
dapat mengenal kalau salah satu dari mereka itu anakmurid
Siau lim?" "Aku telah menderita pukulan Bu-siang-sin-kang, taysu,"
kata Pang To Tik. "Bu-siang-sin-kang ?" Hui Gong taysu berseru kejut,
"benarkah irtu ?"
Pang To Tik menjawab dengan sikap dan nada serius :
"Karena pukulan itulah aku menderita kekalahan sehingga
rubuh. Taysu, Pang To Tik memang seorang yang tak ternama
dan tak memiliki kepandaian yang berarti. Tetapi berkat
pengalaman2 selama berkelana didunia persilatan, kiranya aku
kenal juga akan ilmu pukulan Bu-siang-sin-kang. Warisan
perguruan Siau-lim-si yang termasyhur itu"
Wajah Hui Gong makin tegang sekali.
"Dalam gereja Siau-Iim-si dewasa ini, tiada seorangpun
tokoh, bahkan aku sendiri, yang mampu menguasai ilmu Busiang-
sin-kang tersebut kecuali Goan Hong susiok. Tetapi
beliau sudah amat lanjut usianya dan sudah menutup diri
dalam sanggar Pemujaan, tak mau keluar bertemu orang, tak
mau mencampuri urusan gereja lagi. Beliau hendak
menyelesaikan persemedhiannya hingga mencapai moksha."
Sekalian ketua partai persilatan tertegun.
"Adakah selama ini terdapat murid Siau-lim si yang keluar
dari perguruan ?"" tanya Hoa Sin.
"Memang ada" kata Hui Gong taysu, "mereka adalah murid2
yang tak tahan akan peraturan gereja Siau-lim-"si yang keras.
Gereja kami mempunyai sepuluh pantangan yang tak boleh
dilanggar. Sudah tentu diantara sekian ratus murid, ada juga
seorang dua orang yang tak tahan. Tetapi pada umumnya
mereka hanya murid2 kelas tiga, paling2 murid kelas dua.?"
?"Lalu kalau menurut pandangan taysu, siapakah kiranya
tokoh itu ?" tanya Hoa Sin pula.
Hui Gong menghela napas. "Sekarang masih sukar untuk menentukan siapakah tokoh
itu. Mengingat waktunya sudah amat mendesak, akupun tak
mungkin dapat menyelidiki hal itu lagi. Nanti apabila
berhadapan dengan orangnya, barulah dapat kuketahui."
"Bagaimana Pang sicu tahu bahwa di antara anakbuah
Thay-san itu terdapat murid dari Bu-tong-pay ?" tanya Arig Bin
tojin pula. "Ada seorang yang dapat kudesak tetapi dia dapat juga
mengundurkan seranganku dengan melepaskan pukulan
Hoan-thian-to-hay-ciang. Bukankah ilmu pukulan itu dari aliian
perguruan totiang ?" kata Pang To Tik.
Hoan-thian-to-hay ciang atau ilmu pukulan Menjungkirkanlangit-
membalikkan-Iaut. Memang merupakan ilmu pukulan
istimewa dari perguruan bu-tong-pay. Sudah tentu ketua Butong-
pay, Ang Bin tojin, terkejut sekali.
"Ah," ia menghela napas, "adakah dia ... ?"
"Siapa ?" Hoa Sin ikut terbawa kejut.
"Ah," Ang Bin tojin menghela napas. Ada suatu peristiwa
yang menghitamkan sejarah perguruan Bu-tong-pay. Maaf,
apabila memang dia barulah kelak kuberitahukan kepada para
saudara sekalian." Hoa Sin dan lain2 ketua partai tak mau mendesak lebih
lanjut. Mereka tahu itu rahasia paryai Bu-tong-pay.
"Sekarang karena segala persiapan sudah selesai, marilah
kita segera berangkat." Kata Hui Gong taysu.
Berat sekali rasanya hati ketujuh ketua partai persilatan kali
ini ketika turun dari gunung Lou hu-san. Mereka harus
berpisah dan berpencar. Rombongan Hui Gong taysu terdiri
dari Ang Bin ketua Bu-tong-pay dan Sugong In, ketua Kongtong-
pay. Sedang yang menuju ke gunung Thay san terdiri
dari Hoa Sin, Ceng Sian suthay, Hong Hong tojin ketua Go-bipay.
Pang To Tik wakil dari Hoa-san-pay atas permintaan Hoa
Sin tian, Ceng Sian suthay, diikutkan dalam rombongan yang
menuju ke Thay-san. Oleh karena tak dapat menceritakan sekaligus kissah
perjalanan kedua rombongan itu, maka lebih dulu baiklah kita
ikuti rombongan Hoa Sin berempat yang menuju ke gunung
Thaysan. Hari itu ketika menyeberangi bengawan Ti-ang-kang,
mereka melihat sebuah perahu yang agak menarik perhatian.
Tampak seorang paderi yang aneh pakaiannya sedang tegak
di haluan perahu. Sepasang tangannya dirangkap ke muka
dada, kepala menengadah ke langit. Wajah paderi itu penuh
brewok yang lebat sehingga mulutnya hampir tertutup kumis
dan jenggot yang memanjang ke bawah.
Dalam perahu itu tak tampak barang seorang penumpang
lain. Tukang perahu hanya duduk kesima melihat paderi aneh
itu. Tetapi yang mengherankan perahu dapat meluncur pesat
ke muka. Bermula hanya merasa aneh, tetapi lama kelamaan ada
suatu keanehan yang dirasakan oleh keempat tokoh silat itu.
Dilihatnya tukang perahu dengan dibantu oleh dua orang anak
perahu mendayung dengan sekuat-kuatnya. Tetapi bukan
perahu makin cepat, kebalikannya malah makin jauh
ketinggalan dengan perahu yang dinaiki pendeta aneh tadi.
"Aneh" teriak salah seorang anak perahu, "mengapa perahu
tak mau jalan ?" "Ya" sahut kawannya "apakah tak mungkin bocor ?"
"Jangan banyak bicara, terus dayung sekuat tenagamu"
bentak tukang perahu yang terus ngotot mendayung sekuatkuatnya.
Tetapi perahu tetap berjalan lambat. Rupanya Hoa Sin
dapat memperhatikan hal itu. Segera ia meminta kepada salah
seorang anak perahu supaya memberikan dayung. Selelah itu
mulailah ia mendayung. Sebagai seorang ketua partai Kay pang sudah tentu Hoa Sm
memiliki ilmu kepandaian yang hebat. Dia bergelar Liok-ci-sinkay
atau Pengemis sakti-jari-enam. Memang ia mempunyai
kelebihan sebuah jari pada tangan kirinya. Sekali dayung, ia
percaya tentu dapat meluncurkan perahu sampai dua tiga
tombak ke muka. "Uh ... ," tiba2 ia berseru tertahan ketika kayuh bergerak ke
belakang tetapi perahu hanya bergerak maju setombak
jauhnya. Untuk yang kedua kalinya ia mendayung pula,
bahkan kali ini lebih keras. Tetapi hasilnya tetap sama. Perahu
hanya meluncur maju setombak.
Setelah empat lima kali mendayung, segera Hoa Sin
menyadari sesuatu yang tak beres. Dilihatnya perahu yang
dinaiki paderi brewok tadi makin jauh di sebelah muka. Ia
tertegun, hentikan kayuh dan memandang perahu itu.
"Hai," tiba2 ia berseru kaget sehingga anak perahu
terhenyak ikut kaget. "Mengapa tuan ?" tanya salah seorang anak perahu.
"Lihat, bukankah perahu yang dinaiki paderi itu juga diam
saja ?" seru Hoa Sin.
Setelah memandang ke arah perahu itu. Anak perahu
mengiakan : ?"Benar, perahu itu juga tidak bergerak !"*
Hoa Sin tak memberi sambutan apa2 melainkan
menyambar kayuh dan mendayung lagi.
"Hai, perahu itu meluncur lagi !" seru anak perahu pula.
Hoa Sin letakkan kayuhnya : "Bagaimana sekarang ?"
"Berhenti" sahut anak perahu.
"Cukup" kata Hoa Sin seraya melonjak bangun dan
menghampiri kawan-kawannya, "kita dipermainkan paderi
dalam perahu sebelah muka itu"
"Mengapa ?" tanya Hong Hong tojin.
Hoa Sin segera menceritakan tentang apa yang
dilakukannya tadi. Jelas paderi itu tentu meminjam tenagaku
untuk mendayung perahunya, kata ketua Kay-pang itu.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hong Hong tojin, Ceng Sian suthay dan Pang To Tik
terkejut. "Sungguh hebat" seru Hong Hong tojin, "paderi itu tentu
bukan tokoh sembarangan".
"Tampaknya dia bukan paderi dari Tiong-goan" kata Hoa
Sin. "Memang ada sebuah ilmu meminjam tenaga orang. Tetapi
ilmu itu termasuk ilmu lwekang yang tinggi", kata Ceng Sian
suthay, "dan biasanya dilakukan dalam waktu bertempur.
Tidak seperti yang dilakukan paderi itu dari jarak yang
sedemikian jauh" Hoa Sin, Hong Hong tojin dan Pang To Tik pun diam2
terkejut. Apa yang dikatakan Ceng Sian suthay itu memang
benar. "Lalu bagaimanakah kita harus bertindak?", tanya Hong
Hong tojin, ketua Go-bi pay.
"Ah, lebih baik kita tak perlu cari perkara," kata Ceng Sian.
"Tetapi perahu kita kan tak dapat bergerak maju ?" seru
Hong Hong tojin. "Biarlah kita secara bergilir mendayung. Setelah perahu
paderi itu mencapai tepi, tentulah perahu kita akan bergerak
lagi." Karena tiada lain jalan akhirnya mereka melakukan seperti
yang diusulkan Ceng Sian suthay. Bergiliran keempat tokoh itu
harus membantu tukang perahu mendayung. Tak berapa lama
perahu yang dinaiki paderi aneh itu mencapai tepi pantai Dan
saat itu barulah perahu yang dinaiki Hoa Sin berempat dapat
melaju. Saat itu hari sudah sore. Tiba di tepi daratan, Hoa Sin
mencari tukang perahu yang dinaiki paderi aneh tadi. Diam2
ketua Kay-pang itu masih mendongkol kepada paderi aneh.
Beruntung juga Hoa Sin masih dapat menemukan perahu
itu dan bertanya kepada tukang perahu tentang paderi yang
menyewa perahunya tadi. Akhirnya ia mendapatkan perahu itu di tengah2 puluhan
perahu yang tertambat dipangkalan.
Tetapi tukang perahu tak tampak dan perahu itupun sunyi
senyap. Pada hal lain2 perahu sudah sama memasang lentera.
Hoa Sin heran dan terus melangkah ke dalam perahu itu.
"Mana tukang perahu ?" serunya. Namun tiada jawaban. Ia
mulai curiga dan masuk ke dalam ruang geladak. Karena gelap
ia menyalakan korek api. "Oh," diam2 ia terkejut ketika melihat seorang lelaki tua
dan seorang pemuda tengah tidur diatas sebuah bangku
dengan nyenyak sekali. Hoa Sin menggoyang-goyangkan tetapi orang itu tetap
diam. Segera ketua Kay-pang itu menyadari kalau si tukang
perahu dan anak itu terlutuk jalandarahnya. Tetapi anehnya
walaupun sudah diurut-urut, tetapi kedua orang itupun belum
sadar. Hoa Sin kerutkan dahi. Ia heran mengapa tak dapat
membuka jalandarah si tukang perahu yang tertutuk.
Tiba2 tukang perahu itu bergeliatan tubuhnya dan
mengerang : "Uh ... " Menyusul si pemuda-pun menggeliatan
bangun. Demi melihat Hoa Sin, tukang perahu itu terus memaki ;
"Bangsat, hayo bayar dulu sewa perahunya. Habis berkata
orang itu terus loncat menerkam baju Hoa Sin.
Hoa Sin tenang2 saja : "Siapa yang engkau maki sebagai
bangsat !" "Eng ..... eh, engkau bukan padri jorok itu?" seru tukang
perahu demi melihat Hoa Sia bukan paderi yang menyewa
perahunya, "kemana paderi itu ?"
Dengan tenang Hoa Sin menuturkan kedatang annya di
perahu itu. Tukang perahu berteriak kalap: "Oh. Paderi
bangsat itu tentu sudah kabur tanpa membayar sewa perahu!"
Atas pertanyaan Hoa Sin, tukang perahu menceritakan
bahwa paderi itu datang bersama seorang gadis.
"Seorang gadis ?" Hoa Sin terkejut.
"Ya," sahut si tukang perahu, "seorang gadis cantik.
Katanya gadis itu muridnya. Ketika berada di tengah sungai,
dia suruh aku dan anakku tidur. Sudah tentu aku heran dan
menolak. Tetapi entah bagaimana, tiba2 ia menuding dan
memandang Kami berdua seraya suruh kami menurut
perintahnya. Entah bagaimana, kamipun menurut saja. Kami
tidur dan tahu2 engkau bangunkan tadi."
"Siapakah paderi itu ?"
"Entahlah," sahut tukang perahu, "tatapi jelas dia paderi
dari lain negeri. Mengapa engkau mencarinya " Apakah
engkau kenal ?" "Tidak," sahut Hoa Sin lalu menuturkan tentang peristiwa
aneh yang dideritanya selama menyeberang bengawan tadi.
"O," seni tukang perahu, "kalau begitu dia tentu paderi
sakti. Tetapi setan, mengapa dia tak membayar sewa
prahuku?" Hoa Sin tak mau meladeni orang itu. Segera ia kembali
mendapatkan ketiga kawannya yang menunggu di pangkalan.
"O, paderi itu memang mencurigakan," kata Hong Hong
tojin ketua Go-bi-pay, "terutama mengapa dia pergi bersama
seorang gadis cantik."
"Ingat, toheng," seru Ceng Sian suthay, "kita masih
menghadapi tugas yang berat. Sedapat mungkin harus
menghindari hal2 yang menambah beban kita."
Terpaksa ketua dari partai Go-bi-pay itu menahan diri.
Mereka melanjutkan pula perjalanan.
Gunung Thaysan terletak disebelah utara dari karesidenan
Thay-an-koan propinsi Shoatang. Mencakup tapal batas dari
tiga propinsi Sanse, Hopak dan Shoatang.
Hari itu mereka tiba di Lokyang dan setelah beristirahat
untuk makan mereka melanjutkan perjalanan pula dan harus
menyeberangi bengawan Hongho.
Pada waktu tiba dipangkalan penyeberangan seorang
tukang perahu sudah menyambutnya.
"Bukankah tuan2 hendak menuju kegunung Thaysan?"
tegur tukang perahu yang berumur lebih kurang 40-an tahun.
Hoa Sin, Ceng Sian suthay, Hong Hong tojin dan Pang To
Tik terkejut. "Bagaimana engkau tahu ?" tanya Hong Hong tojin
terkejut." "Kemarin seorang tuan telah memesan perahu kami supaya
mengantarkan empat orang kawannya yang hari ini pasti tiba
disini. Kawannya itu berdiri dari seorang tojin, seorang rahib,
seorang pengemis dan seorang jago silat," kata tukang perahu
sembari memandang bergantian kepada keempat tokoh silat
itu. Ia kernyitkan dahi, katanya, "yang tiga orang sudah benar,
tetapi mana yang pengemisnya ?"
"Aku," sahut Hoa Sin, "apa engkau tak tahu?"
"O," seru tukang perahu, "mengapa pengemis tidak seperti
pengemis lazimnya yang berpakaian compang camping, kotor
dan mesum ?" "Jangan banyak mulut!" bentak Hoa Sin, *apa kata orang
yang memesan perahumu kemarin ?"
"Tidak mengatakan apa2 kecuali hanya suruh
mempersilahkan tuan2 naik ke perahu kami. Uang sewanya
sudah dibayar lunas oleh tuan itu," kata tukang perahu, "wah,
untung benar aku hari ini.
"Mengapa ?" tanya Hoa Sin.
"Karena tuan itu kemarin telah membayar dua kali lipat dari
harga biasa. Tetapi kalau tuan berempat tak datang, aku
harus mengembalikan lagi uang itu kepadanya."
Dengan tertawa gembira tukang perahu itu mempersilahkan
keempat ketua partai persilatan naik kedalam perahunya.
Keempat ketua partai persilatan sejenak bertukar pandang.
Mereka saling memberi anggukan kepala. Hoa Sin segera
melangkah masuk kedalam perahu.
Ada suatu kecurigaan dalam hati keempat tokoh itu bahwa
kemungkinan tukang perahu itu tak boleh dipercaya. Bahkan
kemungkinan bangsa perompak, atau anakbuah perompak.
Memang di perairan sungai Hongho, masih banyak kaum
perompak atau bajak yang mengganggu rakyat dan
pedagang2 yang menyeberang sungai.
Tetapi ternyata perjalanan itu telah tiba di pangkalan
sebelah utara tanpa terjadi suatu apa.
"Tuan2," kata tukang perahu ketika keempat
penumpangnya itu hendak turun ke daratan, "tetamu
kemarinpun pesan supaya tuan2 berhati hati dalam mendaki
gunung Thay-san." "O." Desuh Hong Hong tojin, "siapakah nama orang itu ?"
Tukang perahu gelengkan kepala : "Dia mengatakan tak
punya nama dan tak perlu nama. Yang penting tuan2 harus
dapat mengenali barang, jangan hanya mementingkan nama."
* Bagaimana potongan muka dan tubuh orang itu ?" tanya
Hong Hong tojin pula. "Seperti manusia biasa, berumur lebih kurang 50-an tahun,
barwajah terang dan ramah," tukang perahu menerangkan.
"Ini tentu bukan paderi aneh tadi," kata Hoa Sin pada
waktu melanjutkan perjalanan, "tentu orang tokoh lain.
Kemungkinan anak-buah partai Thian-tong-pay dari gunung
Thay-san yang sengaja diperintah untuk menjemput kita."
Ketika, tiba di kaki gunung Thay-san, kembali mereka
mengalam suatu peristiwa yang mengejutkan. Saat itu
menjelang petang ketika mereka menemui sesosok tubuh
duduk bersandar pada sebatang pohon, Hoa Sin menghampiri
untuk bertanya jalan kepada orang itu.
Orang itu rupanya sedang tidur. Wajahnya ditutup dengan
saputangan sehingga tak tampak bagaimana potongannya.
"Hai, tolong tanya saudara," seru Hoa Sin, "apakah jalan ini
dapat mencapai puncak gunung"
Tetapi orang itu diam saja.
"Saudara, bangunlah, hari sudah petang," kata Hoa Sin.
Tetapi karena orang itu tetap diam saja, Hoa Sinpun
mengguncang-guncang dengan tangannya. Tetapi serentak ia
terkejut ketika mendapatkan kaki orang itu sudah dingin. Dan
ketika diperhatikan, ternyata napas orang itupun sudah
berhenti. Karena ingin tahu siapa orang itu maka Hoa Sin segera
membuka kain penutup mukanya.
"Ah ... ", ketua Kay-pang itu mendesuh kejut ketika muka
orang itu tertutup lagi dengan sehelai kertas putih yang
bertuliskan beberapa huruf berbunyi :
Jangan percaya pada mulut orang.
"Ah, rupanya si penulis itu sengaja menujukan tulisannya
kepada rombonganku," kata Hoa Sin, "tetapi mengapa dia
membunuh orang ini " Siapakah orang ini ?"
Ketiga tokoh kawannya juga terkejut ketika mendengar
keterangan Hoa Sin tentang mayat orang itu.
"Sudah tiga kali selama dalam perjalanan kita menghadapi
peristiwa yang aneh," kata Ceng Sian suthay, "dan kalau
menilik keadaannya, rupanya ketiga peristiwa itu dilakukan
oleh tiga orang yang tak sama satu dengan lain."
Dengan hati2 mereka berempat melanjutkan mendaki ke
atas. Ketika tiba di sebuah hutan mereka melihat sesosok
bayangan manusia lari menyusup masuk ke dalam hutan.
"Hai, siapa itu !" Hong Hong tojin cepat mengejar tetapi
orang itu sudah lenyap seperti bayangan setan.
"Totiang, harap segera kembali," teriak Hoa Sin. Hong Hong
tojinpun menurut. "Awas, totiang, jangan mudah terperangkap oleh siasat
musuh. Mungkin mereka hendak mengacau perhatian kita,
mungkin hendak menggunakan siasat "memancing harimau
tinggalkan gunung", agar kita tercerai berai," ketua Kay-pang
memberi peringatan. Kemudian keempat tokoh itupun melanjutkan perjalanan
pula. Mereka makin meningkatkan kewaspadaan.
Saat itu sudah malam dan langitpun mendung. Rencana
mereka supaya pagi2 sudah dapat mencapai puncak. Tetapi
karena kuatir kehujanan, terpaksa mereka berusaha untuk
mencari tempat meneduh. Di sepanjang lereng pegunungan Thay-san yang luas itu,
jarang ditemui perumahan orang. Untunglah tak berapa lama
mereka berhasil menemukan sebuah kuil gunung yang sudah
tak terawat dan rusak. Merekapun menghampiri ke kuil tua itu. Kuil itu memang
sudah rusak dan tak terurus lagi. Di ruang depan penuh
dengan debu dan galagasi,
Ketika masuk keruang muka, mereka terkejut menyaksikan
suatu pemandangan yang tak wajar. Di atas meja
sembahyangan, tampak dua batang lilin yang sedang
menyala. "Hai, mengapa terdapat lilin yang menyala" Jelas tentu
dipasang orang," seru Ceng Sian suthay.
Sebenarnya mereka segan untuk masuk kedalam ruang
belakang yang kotor dan gelap. Tetapi keadaan yang
mencurigakan itu, terpaksa menarik perhatian mereka.
Keempat tokoh itu segera menghampiri meja
sembahyangan. Mereka terkejut pula. Ada dua hal yang luar
biasa. Pertama, diatas meja itu terdapat dua buah piring yang
berisi bakpau dan buah-buahan segar. Kemudian pada ujung
meja, pada lubang tempat arca. Tampak sebuah arca sebesar
manusia. Arca berbentuk seperti Bi-lek-hud. Bertubuh gemuk,
kepala gundul dan wajah berseri-seri seperti tersenyum.
Patung itu tampak hidup seperti orang.
"Aneh "." seru Hoa Sin pula," mengapa dalam kuil bobrok ini
terdapat sebuah patung Bi lek-hud yang sedemikian
indahnya....." "Dan siapakah yang menyediakan bakpau serta buahbuahan
ini ?" tukas Hong Hong tojin.
Belum pertanyaan itu terjawab, tiba2 sedesir angin meniup
ke dalam ruangan dan padamlah sepasang lilin. Seketika
ruangpun gelap genta. Pang To Tik cepat loncat keluar disusul pula oleh Ceng Sian
suthay. Sebagai tokoh2 persilatan yang berilmu tinggi, mereka
dapat mengetahui bahwa kesiur angin itu bukanlah angin
biasa melainkan tiupan dari seorang jago silat yang berilmu
tinggi. Hoa Sin dan Hong Hong tojinpun ikut menyusul.
"Aneh," kata Pang To Tik dan Ceng Sian suthay ketika
kembali ke kuil. Ternyata kedua tokoh itu telah berpencar
mencari orang itu tetapi tak berhasil menemukan suatu apa.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Empat penjuru telah kita buru tetapi tak tampak barang
sesosok bayanganpun juga." Kata Ceng Sian suthay dan Pang
To Tik. "Hm, mungkin memang angin biasa," kata Hoa Sin segera
mengajak mereka masuk kedalam lagi.
Ketua Kay-pang itu angot pula penyakitnya. Ia menghampiri
meja dan terus hendak mengambil piring bakpau.
"Hoa pangcu, mau apa engkau?" tegur Hong Hong tojin.
"Bakpau ini berjumlah empat, satu orang satu," seru ketua
Kay-Pang". "Apakah eugkau tak takut.... hai!" tiba* ketua Go-bi-pay
memekik kaget seraya menuding kearah lubang tempat arca?"
lihatlah!" Hoa Sin dan Beng Sian suthay serta Pang To Tikpun
serentak memandang ke lubang tempat patung dan
merekapun melonjak kaget.
"Kemana patung Bi-lek-hud itu ?" teriak Hoa Sin. Tengah
yang sedianya hendak menyambar piring bakpaupun ditarik
kembali. Ketua Kay-pang itu cepat loncat ke atas meja dan
menghampiri ke lubang tempat patung untuk memeriksa.
Tempat bekas patung Bi-lek-hud terdapat secarik kertas yang
terus dipungut oleh Hoa Siu.
Kertas itu bertuliskan beberapa huruf yang berbunyi :
Bakpau untuk yang lapar Buah untuk yang haus. Bi-lek-hud. "Apakah dalam kuil ini terdapat setan ?" seru Hong Hong
tojin," jelas yang kita lihat tadi sebuah patung, mengapa
sekarang tiba2 hilang?"
"Bukan patung terapi tentu manusia," tukas Hoa Sm,"
dialah yang meniup padam lilin sehingga kita berlari keluar
mencari dan memberi kesempatan kepadanya uutuk
menghilang dari tempat ini."
"Soai ini bukan olok2 lagi," kata Ceng Sian suthay, "kita
benar2 sedang berhadapan dengan seorang tokoh yang sakti
dan aneh. Entah dia itu kawan atau lawan."
Keempat tokoh itu menghela napas.
?"Rupanya besok di gunung Thay-san pasti akan terjadi
suatu peristiwa yang menggemparkan. Walaupun belum pasti
tetapi diantara orang2 aneh yang kita jumpai selama dalam
perjalanan ini, tentu ada pula yang berfihak kepada kita.
Tetapi ada juga yang menjadi lawan," kata Ceng Sian suthay.
Mereka memutuskan untuk tetap beristirahat di kuil itu.
Besok pagi baru melanjutkan perjalanan lagi.
Keesokan harinya ketika melanjutkan mendaki, mereka
bertemu pula dengan rombongan jago2 persilatan, baik yang
merupakan perguruan, pang (perhimpunan) maupun
perseorangan, Pun mereka kebanyakan berasal dari daerah
utara timur, antara lain dari wilayah Hopak, Shoatang dan
Hulam bahkan jauh ke utara sampai ke propinsi Hek-liongkiang.
Diam2 keempat tokoh itu terkejut atas kewibawaan dari
Kim Thian-cong yang bersemayam di gunung Thay-san.
Mereka menduga tentu masih banyak lagi yang akan
menghadiri undangan. Setelah melalui perjalanan mendaki yang cukup memeras
tenaga, akhirnya mereka tiba disebuah lapangan di puncak
gunung. Lapangan itu cukup luas. Sekeliling lapangan
merupakan dinding karang yang menjulang tinggi. Sepintas
pandang lapangan itu menyerupai sebuah lembah kosong.
Pada ujung lapangan, dibangun sebuah bangsal yang besar
dan dihias mewah. Rupanya upacara peresmian penerimaan
menjadi anggauta perkumpulan Thian-tong-pay akan
dilakukan di lapangan itu.
Lapanganpun telah penuh dengan orang2 persilatan dari
berbagai daerah dan tempat. Mereka telah diatur dengan rapi
sekali. Dimuka bangsal agung itu merupakan sebuah panggung
luas. Di tengah panggung diletakkan sebuah kim-ting atau
bejana berkaki tiga yang terbuat daripada emas.
Rombongan Hoa Sin, Ceng Sian suthay, Hong Hong tojin
dan Pang To Tik diberi tempat pada deretan muka. Keempat
tokoh itu tak mengerti apa maksud daripada persiapan2 yang
dihadapinya itu. Mereka menunggu dengan penuh
kewaspadaan. Saat itu jatuh pada bulan delapan tanggal empat belas.
Bulan bersinar terang benderang dan malam purnama raya.
Sekalian jago2 silat yang berada di lapangan itu tak merasa
kalau sedang berada di puncak gunung Thay-san yang tinggi.
Mereka merasa seperti berada disebuah upacara yang meriah,
megah dan agung. Setelah lampu2 teng warna warni dan lilin besar dinyalakan
maka mulailah terdengar genderang berbunyi.
Tak lama kemudian muncullah seorang lelaki berpakaian
indah di atas panggung, diiring dengan puluhan barisan musik,
Begitu tiba di tengah panggung maka rombongan musik yang
mengiringnya itu segera berpencar tegak berjajar pada kedua
belah samping. "Para hohan sekalian, tetamu2 dan saudara2 yang
terhormat," tiba2 orang itu mulai angkat bicara.
"Atas nama perkumpulan Thian tong pay dan ketua Kim
Thian-cong kaucu peribadi, aku menghaturkan selamat dalang
kepada saudara2 sekalian. Demikian pula atas nama
perkumpulan Thian tong pay, mengucapkan terima kasih atas
kehadiran saudara2 pada malam peresmian berdirinya
perkumpulan Thian-tong-pay dan penerimaan anggauta."
Orang itu berhenti sejenak. Ternyata dia merupakan juru
bicara dari perkumpulan Thian-tong-pay.
"Sebentar lagi Kim kaucu akan hadir, harap saudara2
sekalian suka berdiri selaku memberi hormat kepada kaucu
kita" kata jurubicara itu pula.
Terdengar suara berisik dari beratus-ratus, hadirin. Suara
itu jelas bernada desuh yang geram karena mendengar kata2
yang congkak dari jurubicara itu.
"Bagaimana acara2 selanjutnya, nanti Kim kaucu yang akan
mengumumkan," jurubicara menutup kata-katanya.
Penutup pidato itu segera dimeriahkan oleh genderang dan
terompet yang bergema riuh.
Para jago silat yang berada dalam lapangan saling kasakkusuk
dengan kawan-kawannya. Dari nada pembicaraan
mereka, jelas kalau mereka tak puas dengan kesombongan
orang Thian-tong-pay. Tetapi mereka tak mau berbuat
sesuatu dan ingin melihat bagaimana perkembangan
selanjutnya. "Kim kaucu yang mulia dan gagah perkasa akan tiba, harap
sekalian saudara berdiri memberi hormat !" tiba2 pengacara
tadi berseru pula dengan nyaring.
Dan serempak terompetpun mengalun tinggi diiring dengan
genderang yang riuh. Yang pertama muncul adalah
serombongan anak laki2 berpakaian merah, membawa
penampan berisi buah-buahan. Kemudian rombongan gadis2
cantik berpakaian indah dengan membawa penampan berisi
bunga. Rombongan ketiga terdiri dari duapuluh lelaki
berpakaian merah dan rombongan keempat juga lelaki yang
berpakaian putih. Setelah rombongan demi rombongan muncul akhirnya
sebuah tandu bercat merah dan bersalut warna kuning emas,
dipanggul oleh duabelas lelaki bertubuh kekar, muncul
ketengah bangsal. "Kim kaucu, banswe !" teriak si pengacara yang terus diikuti
oleh rombongan2 pengawal tadi
Tandu emas diturunkan dan seorang pengawal segera
membukakan pintu. Beratus-ratus pasang mata dari hadirin
segera tertumpah ruah kepada tandu. Mereka hendak melihat
bagaimanakah wujut dari orang yang mengaku sebagai Kim
Thian-cong dan mendirikan perkumpulan Thian tong-pay atau
perkumpulan Nirwana itu. Apa yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul juga. Seorang
lelaki berumur Iebih kurang limapuluh tahun keluar dari pintu
tandu. Seluruh barisan pengawal dan rombongan2 tadi serta
merta membungkukkan tubuh memberi hormat.
Tandupun segera diangkut ke samping oleh keduabelas
pengawal yang tak mengenakan baju.
Orang yang menamakan diri sebagai Kim Thian-cong itu
dengan tenang segera melangkah menuju ke kursi kebesaran
yang sudah disediakan di tengah bangsal. Setelah duduk,
iapun menghadap ke arah hadirin yang berada di bawah
bangsal. Walaupun jaraknya tak kurang dari tiga empatpuluh tombak
namun para hadirin yang terdiri dari jago2 silat itu dapat
melihat juga raut wajah Kim Thian-cong.
Seorang lelaki yang berwajah putih bersih, beralis tebal dan
mata tajam, memelihara kumis tipis dan jenggot pendek.
Mengenakan kopiah seorang sasterawan. Bajunya berwarna
kuning, bagian dada disulam dengan lukisan bunga terate
merah. Dalam pakaian seperti itu, makin menonjollah
kewibawaannya. Sepintas pandang Kim Thian-cong itu
menyerupai dengan kaisar.
Dua orang gadis cantik segera menghampiri dan berdiri di
belakang Kim Thian-cong, memekarkan kipas dari bulu merak
dan mulai mengipasi ketua Thian-tong pay itu.
Sekalian yang hadir baru tahu jelas susunan di atas
bangsal. Kim Thian-cong duduk di atas kursi kebesaran yang
beralas bulu harimau. Di bawah kakinya terdapat dua ekor
harimau yang mendekam disebelah kanan dan kiri kaki kursi.
Di samping kanan kiri, dua orang gadis cantik tengah
menggoyang-goyang kipas bulu merak untuk mengipasi Kim
Thian-cong. Beberapa meter dari kursi kebesaran, pada samping kanan
dan kiri, berjajar dua kelompok gadis2 cantik. Kelompok di
sebelah kanan, terdiri dari duabelas gadis cantik berpakaian
kuning. Kelompok sebelah kiri juga terdiri dari duabelas gadis
cantik berpakaian hijau. Kemudian lapisan kedua, tampak berjajar dua buah barisan
yang tegak di kanan dan kiri. Baris di kanan terdiri dari
duapuluh lelaki berpakaian merah. Sebelah kiri juga duapuluh
orang berpakaian putih. Tetapi wajah mereka tertutup oleh
kain cadar sehingga tak dapat tampak bagaimana raut
mukanya. Lapisan yang paling terdepan terdiri dari dua belas anak
lelaki berpakaian biru. Masing2 dibagi menjadi dua. Sebelah
kanan enam anak, sebelah kiri enam anak.
Dari tempat kursi kebesaran sampai kemuka panggung
merupakan sebuah jalan yang direntang dengan permadani
merah. Pengarah acara atau juru bicara tadi tegak di depan
panggung. Di atas panggung terpampang kain yang bertulis
huruf2 besar. Thian-tong-kau gui mo seng tian le.
Artinya, Upacara peresmian besar dari perkumpulan Thiantong-
kau. Berbagai tanggapan dalam hati para tokoh yang memenuhi
lapangan. Ada yang diam2 terkejut karena menyaksikan
persiapan yang begitu mewah dan megah dari Thian-tongkau.
Ada pula yang tersenyum sinis dalam hati dan
menganggap hal itu hanya suatu gertakan kosong untuk
memamerkan kekuatan Thian-tong-kau.
"Thian-tong-kau kaucu yang mulia, sudilah kaucu
menurunkan perintah kepada hamba agar hamba dapat
memberitakan kepada para hadirin," seru pengacara itu.
Kim Thian-cong mengangkat tangan kanan, memberi
isyarat supaya seluruh hadirin tenang, Ke mudian dengan
suara yang lantang ia berseru :
"Beritahukan kepada para hadirin bahwa menjelang bulan
purmana di tengah langit, akan diadakan upacara
sembahyangan untuk meresmikan berdirinya perkumpulan
Thian-tong-kau !" serunya "Hamba segera akan melaksanakan
titah kaucu," seru pengacara itu yang terus berputar tubuh
menghadap ke panggung. "Para hohan dan tetamu2 sekalian, Thian-tong-kau kaucu
telah menurunkan titah bahwa nanti pada tengah malam
dikala bulan purnama berada di tengah langit, akan diadakan
sembahyangan suci untuk meresmikan berdirinya
perkumpulan Thian-tong-kau".
Berhenti sejenak pengara itu berseru pula.
"Berdirinya Thian-tong-kau akan merupakan berkah bagi
kaum persilatan khususnya dan umat manuasia umumnya.
Karena Thian-tong-kau akan mengayomi keselamatan dan
kesejahteraan lahir dan batin, akan membahagiakan
kehidupan didunia dan Thian-tong (Nirwana). Thian-tong-kau
tak mempunyai tujuan lain kecuali akan mempersatukan kaum
persilatan yang sepanjang abad tak pernah mengeyam
ketenangan dan kebahagiaan. Di bawah panji Thian-tong-kau,
dunia persilatan akan membuka lembaran sejarah baru.
Semua kaum persiltan tanpa membedakan aliran, daerah,
perguruan dan tujuan, akan dilebur dalam satu wadah Thian
tong-kau." Kembali pengarah itu berhenti sejenak untuk mencari tahu
sampai dimanakah tanggapan para hadirin atas pidatonya itu.
Memang terdengar suara berisik dari para hadirin. Suara itu
terdengar merata tetapi pelahan sehingga sukar didengar.
"Agar upacara sembahyangan itu berlangsung dengan
khidmat dan benar2 dapat dihayati oleh para hadirin maka
kepada para hadirin, sebelumnya akan diminta untuk memberi
pernyataan masuk menjadi anggauta Thian-tong- kau".
Kembali terdengar suara berisik dari para hadirin. Bahkan
kali ini agak keras. Kebanyakan bernada geram dan
bersungut-sungut penasaran.
Setelah membiarkan suara itu bergemuruh beberapa waktu,
pengacarapun berseru pula ;
"Sekarang untuk tata tertib rapat besar ini, akan kami
sebutkan nama dari tokoh2 yang kami undang. Diminta agar
namanya yang disebut supaya berdiri agar para saudara2 yang
lain dapat mengenal".
Kemudian pengacara itu mengeluarkan sebuah buku
panjang berisi nama2 dari tokoh yang diberi undangan. Lalu
dia mulai membaca : Kepala perguruan gereja Siau-Iim-si dari gunung Siong-san
yang termasyhur. Hui Gong taysu ... ,
Pengacara berhenti dan memandang ke bawah panggung.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi sampai beberapa jenak tak tampak orang berdiri, la
kerutkan dahi. "Ataupun wakilnya !" serunya mengulang. Tetapi juga tak
mendapat sambutan. Ia mendengus dan memberi tanda pada
bukunya. "Ketua partai Bu-tong-pay. Ang Bin tojin," seru pengacara
pula. Tetapi seperti yang pertama tadi. Juga panggilan yang
kedua itu tak mendapat sambutan. Tak seorangpun tampak
berdiri untuk menyambut panggilan itu.
"Atau wakilnya !" masih pengacara itu mengulang. Namun
sia2. Kembali untuk yang kedua kalinya ia mendengus dan
memberi tanda dalam bukunya.
Siau-lim-si dan Bu-tong-pay merupakan dua partai
persilatan besar yang termasyhur. Dengan tidak hadirnya
ketua atau wakil dari kedua partai persilatan itu, hadirin
gempar. "Ketiga" kata pengacara pula, "adalah ketua dari partai
persilatan Kun-lun-pay, Ceng Sian suthay ... "
Gemuruh pula segenap hadirin ketika melihat seorang rahib
berdiri diantara tokoh2 yang duduk di deretan muka.
"Ya," seru Ceng Sian suthay.
"Terima kasih, silahkan duduk," seru pengacara dengan
wajah gembira. "Yang keempat, ketua partai Go-bi-pay, Hong Hong tojin ...
" Seorang imam serentak berdiri sambil mengiakan,
"Yang kelima ketua dari Kong-tong-pay"
Namun tiada yang berdiri.
"Ataupun wakilnya " seru pengacara.
Serentak Pang To Tikpun berdiri dan mengangkat
tangannya : "Ya, aku wakil Hoa-san-pay".
"Yang keenam, ketua dari partai Kong tong pay," seru
pengacara. Tak ada yang berdiri. "Ataupun wakilnya," pengacara mengulang.
Tetap tak ada yang berdiri. Setelah menunggu beberapa
saat, pengacara mendengus dan menulis pada bukunya.
"Yang ketujuh, ketua dari partai Kay-pang." Seru
pengacara. Tak ada yang berdiri. "Ataupun wakilnya !"
Juga tetap tak ada orang berdiri. Pengarah kerutkan alis
dalam2, wajahnya tampak suram:
"Adakah disini tak ada anggauta Kay-pang"
Tiba2 Hoa Sin berdiri, sahutnya: "Ada. Akulah!"
"Siapakah tuan dan apakah jabatan tuan dalam Kay-pang ?"
seru pengacara. "Aku ketua dari perhimpunan Kay-pang !" sabut Hoa Sin.
Pengacara terkesiap, serunya : "Mengapa kau cu tak berdiri
waktu kusebut nama kaucu ?"
"Engkau menyebut apa tadi ?"
"Ketua dari partai-Kay pang."
"Itulah sebabnya aku tak mau berdiri karena Kay-pang itu
sebuah perhimpunan bukan partai persilatan. Adakah tuan tak
dapat membedakan?" seru Hoa Sin mendamprat halus.
Pengacara itu merah mukanya. Namun cepat ia
menenangkan diri dan berseru:
"Yang kedelapan, ketua Hong-hoa-pang dari Pakkhia, Go
Kwi Lok pangcu." Seorang lelaki berumur 40-an tahun, tubuh tinggi gagah,
berdiri dan mengiakan. Sekalian hadirin agak terkesiap. Hong-hoa-pang merupakan
sebuah perkumpulan rahasia dari kota raja. Anggautanya
terdiri dari pejuang2 yang menentang pemerintah kerajaan
Goan saat itu. Mengapa Hong-hoa-pang juga datang ke rapat
besar digunung Thay-san " Demikian orang bertanya-tanya
dalam hati. "Yang kesembilan, Shoatang Sam "hiap. Saudara Tan Hwa,
Tan Hong, Tan Hui!" Tiga orang lelaki bertubuh kekar serempak berdiri dan
berseru mengiakan. Mereka adalah Shoatang Sam-hiap atau
Tiga jago dari propinsi Shoatang yang termasyhur dengan ilmu
golok berantai. "Yang kesepuluh, ketua Ou-tiap-pang dari Poting, Mo Gay Ti
pangcu," seru pengacara pula.
Seorang lelaki bertubuh kurus, wajah putih dan berdandan
sebagai seorang sasterawan, segera berdiri dan mengiakan.
Kembali para hadirin terkesiap On-tiap-pang atau
perkumpulan Kupu " kupu, sangat berpengaruh di Po-ting,
ibukota propinsi Hopak. Ou-tiap-pang terkenal dengan ilmu
silat Ou-tiap-kun, sebuah ilmusilat yang meniru gerak kupu2.
Lain sekali ilmu silat Ou tiup-kun itu dengan ilmu silat yang
tersiar di dunia persilatan. Ilmu silat Ou-tiap-kun
mengutamakan kelincahan dan kelemasan gerak. Memerlukan
suatu penguasaan ilmu gin-kang yang tinggi.
"Yang kesebelas, ketua dari Kim coa pang, gunung Lu-liangsan,
Pui Tik pangcu !" kembali pengacara berseru.
Seorang lelaki berpakaian baju kembang macam warna ular
serentak berdiri dan memberi hormat.
"Kim-coa-pang ?" seru para hadirin dengan tertahan. Kimcoa-
pang atau perkumpulan Ular Emas, memang sangat
terkenal. Markasnya di gunung Lu-liang-san. Keistimewaan
dari Kim-coa-pang, anggauta2nya menggunakan pedang kecil
berbentuk seperti ular emas. Demikian juga dengan senjata
rahasia yang mereka pakai, bentuknya macam ular emas yang
kecil tetapi beracun. Ketua Kim-coa-pang mahir sekali dalam
menggunakan senjata rahasia yang disebut Kim-coa-ciam atau
jarum Ular Emas. "Yang keduabelas," seru pengacara pula, "Thay-goan-itkiam
Leng Sian In." Seorang lelaki bertubuh agak gemuk dan berdandan seperti
pedagang serentak berdiri memberi hormat.
Thay-goan-it-kiam atau pedang-tunggal dari Thay-goan
cukup dimalui dalam dunia persilatan.
Kehadiran tokoh pedang dari Thay-goan itu juga menarik
perhatian para hadirin. "Yang ketigabelas Liau taysu, kepala biara Leng-hun-kwan
digunung Ngo-tay-San," seru pengara pula.
Seorang paderi tua berbangkit dengan serentak. Setelah
menganggukkan kepala, iapun duduk pula.
"Yang keempat belas, Siam-say-song-kiam saudara Gwat To
dan Gwat Ling," seru pengacara.
Baik Liau Liau taysu maupun Siam-say-song kiam atau
sepasang pedang dari Siam-say. Cukup menegangkan
perhatian para hadirin. Mereka mempunyai nama yang tenar
di dunia persilatan terutama didaerah utara.
"Yang kelima belas, Ho-lam-ji-koay Utti Siang dan Utti Ho !"
seru pengacara. Dua orang lelaki berumur 40-an tahun, yang satu bertubuh
kurus yang satu kekar, serempak berdiri. Mereka adalah Holam-
ji-koay atau sepasang manusia aneh dari Holam. Dalam
kalangan Hek-to atau golongan Hitam, kedua orang itu
terkenal sangat ganas dan aneh sekali sepak terjangnya.
"Keenam belas, Hek-liong-pang kaucu Ko Beng Hwat dari
wilayah Hek-liong-kiang !" seru pengacara.
Seorang lelaki bertubuh tinggi berpakaian serba hitam,
serentak berbangkit dan mengiakan panggilan itu. Dia adalah
Ko Beng Hwat, bergelar Tok-gan-hek-liong si Naga-hitam mata
satu ketua perkumpulan Naga Hitam atau Hek liong pang yang
menguasai wilayah Hek-liong-kiang.
Sekalian hadiran terkesiap. Mereka tahu bahwa Hek-liongpang
atau Naga Hitam itu mempunyai banyak anggauta dan
pengaruh besar sekali di daerah Hek-liong-kiang.
"Ketujuhbelas, Hong-ho-tiau-soh In Tiong-sik" seru
pengacara. Seorang tua berpakaian seperti nelayan segera berdiri dan
menganggukkan kepala. Hong-ho-tiau-soh atau Pengail dari bengawan Hong-ho,
jarang muncul di dunia persilatan tetapi di perairan sungai
Kuning (Hong-ho) tiada seorang pun yang pernah berani
mengganggu. Bahwa kawanan perompak, sangat
mengindahkan kepadanya Para nelayan sering meminta
perlindungan kepadanya apabila mendapat gangguan dari
kawanan bajak. "Kedelapan belas, Auyang Kun kaucu, ketua partai
persilatan Tiang-pek-pay !"
Seorang lelaki setengah tua dengan tenang segera berdiri
dan mengiakan. Tiang-pek pay sebuah partai persilatan yang cukup terkenal
di daerah utara. Walaupun dunia persilatan hanya
menganggap Siau-lim pay, Bu tong-pay, Go-bi-pay, Kun-lunpay,
Hoa-san-pay, Kong-tong-pay dan Kay-pang sebagai tujuh
partai persilatan besar Tetapi Tiang-pek-pay-pun juga cukup
disegani dalam dunia persilatan. Terutama ilmupedang dari
partai persilatan gunung Tiang-pek-san itu, terkenal dengan
permainan yang tangkas dan tak terduga-duga.
"Yang kesembilan belas adalah saudara Suma Yong yang
terkenal dengan julukan Liau-tang-sin-kun !" seru pengacara
lebih lanjut. Seorang lelaki setengah tua, berwajah putih bersih,
serentak berbangkit dan mengiakan, ia adalah Liau-tang-sinkun
atau Jago-sakti dari wilayah Liau-tang.
"Yang keduapuluh, Song Ik-siu kaucu, ketua Thiat-panghwe
dari Thian-cin !" seru pengacara.
Seorang lelaki berkaki satu dengan mencekal sebatang
tongkat besi serentak berbangkit. Thiat-pang-hwe atau
perkumpulan Tongkat-besi, sangat terkenal sekali di wilayah
Thian-cin. Ada suatu ke istimewaan dari perkumpulan itu.
Setiap anggautanya harus hilang sebuah anggauta badannya,
entah sebelah kaki entah sebelah tangannya. Dan Song Ik-riu
si kaki-besi, telah menyerahkan sebelah kakinya.
"Yang keduapuluh satu, saudara Sui-wan-sin kiam Geng
Yang-sin dari daerah Sui-wan !" seru pengacara.
Sui-wan-sin-kiam atau Pedang sakti dari daerah Sui Wan,
seorang lelaki berwajah seram tetapi sangat dimalui orang
karena ilmu pedang yang luar biasa. Orang persilatan
cenderung untuk menggolongkan dia sebagai tokoh aliran
hitam. "San-se Ngo-kiat saudara2 Un Gi, Un Siong, Un Beng. Un
Tiong dan Un Tat." Seru pengacara menyebut urutan yang ke
duapuluh dua. Lima lelaki bertubuh pendek serempak berdiri. Mereka
adalah San-se Ngo-kiat atau Lima jago dari wilayah San-se.
Mereka berlima dikenal orang karena ilmu golok Angin-Iesus
atau Suan hong-to yang terkenal. San-se Ngo-kiat dikenal
sebagai tokoh yang suka mengganggu rakyat, menyamun dan
merampok. Dalam kalangan Liok-lim atau dunia begal di
daerah San-se, mereka menguasai daerah itu.
"Yang keduapuluh tiga, saudara Tokulo, kepala suku dari
Mongol," seru pengacara dengan suara lantang.
Seorang lelaki yang mengenakan jubah kuning, segera
berdiri. Dia memelihara kumis panjang dan membawa
sebatang tongkat dari batu bintang. Berdiri sejenak ia segera
duduk kembali. Kehadiran tokoh dari Mongolia dalam itu, mengejutkan
sekalian hadiran. Sedemikian besar pengaruh perkumpulan
Thian-tong-kau sehingga kepala dari salah sebuah suku di
Mongol juga memerlukan datang.
"Keduapuluh empat Im Yang cinjin dari lembah lm-yangkoh
digunung Hek-li-san", seru pengacara.
Seorang lelaki bertubuh sedang, berparas putih, bibir merah
seperti seorang banci, serentak berdiri mengiakan.
Im Yang cinjin atau pertama Banci, kepala dari lembah Imyang-
koh memang lagak lagunya seperti orang banci.
Parasnya berbedak, bibir merah dan gayanya seperti wanita.
Tetapi setiap kaum persilatan tentu mengetahui bahwa tokoh
aneh itu memiliki ilmu lwekang yang luar biasa. Tangan
kanannya mengeluarkan tenaga-dalam Yang dan tangan kiri
memancarkan tenaga-dalam Im.
Seaneh dengan penghuninya, lembah Im-yang koh itu
memang aneh juga. Didalam lembah mempunyai dua buah
sumber mata air yang memancarkan dua macam air. Yang
satu air panas, yang satu air dingin. Itulah sebabnya maka
lembah itu di sebut Im-yang-koh atau lembah Banci.
Kehadiran tokoh aneh itu, cukup menarik perhatian para
hadirin juga. "Yang keduapuluh lima, saudara Hek-bin long Kui Hok !"
seru pengacara. Seorang lelaki berkulit hitam serentak berdiri dan tertawa.
Dia adalah Hek-bin-long atau Serigala-muka-hitam Kui Hok.
Seorang tokoh aliran Hitam yang sangat dimalui. Bermarkas di
gunung Hek-long-san. "Yang keduapuluh enam, Siau-bin Su-seng, Li Seng Pun,
seorang pengembara yang tiada menentu tempat tinggalnya.
Dia terkenal sebagai tukang "petik bunga" atau tukang
merusak kehormatan wanita yang ganas.
Seorang lelaki berumur tigapuluh lima, berparas cakap dan
mengenakan dandanan sebagai seorang siucay (sasterawan)
tampil berdiri dan mengangguk dengan senyum simpul.
Pengacara terus menerus menyebut nama dari tokoh2 yang
diundang. Tetapi kebanyakan kecuali keduapuluh tujuh tokoh
tadi. Yang lainnya hanya tokoh2 yang tak begitu terkenal atau
hanya tokoh2 kelas dua. Setelah seratus kali menyebut nama orang yang diundang,
barulah pengacara menyudahi kewajibannya.
"Demikianlah saudara2," serunya, "kecuali hanya beberapa
gelintir orang yang tak memenuhi undangan kami. Sebagian
besar dari sahabat persilatan telah datang menghadiri upacara
berdirinya perkumpulan kami Thian-tong-kau. Mungkin masih
banyak sekali sahabat2 persilatan yang kelewatan kami
undang dan karena memandang muka kami, telah sudi
memerlukan datang. Kepada mereka dengan ini kami Thiantong-
pay menyatakan penghargaan dan terima kasih yang
setinggi-tingginya" Demikian pengacara itu mengakhiri
tugasnya mengabsen nama2 tokoh yang diundang maupun
yang kelewatan tak diundang.
Dalam kesempatan itu para hadirinpun ber-bincang2 di
antara kawan atau rombongannya. Karena ternyata tokoh2 itu
ada yang datang dengan membawa rombongan anakbuahnya.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pembicaraan mereka bernada suatu pernyataan heran,
kaget dan kagum atas pengaruh dari Thian-tong-pay yang
ternyata telah tersebar sedemikian luasnya.
Juga rombongan Hoa Sin dan kawan2nya membicarakan
apa yang mereka saksikan di markas Thian-tong-kau situ.
"Kim Thian cong yang duduk didalam bangsal itu sepintas
pandang memang hampir menyerupai Kim tayhiap dahulu"
kata Hong Hong tojin ketua Go-bi-pay," tetapi jaraknya cukup
jauh dari sini sehingga kita tak dapat melihat jelas"
"Tetapi kalau ditilik dari nada suaranya, berlainan dengan
Kim tayhiap," kata Hoa Sin sambil kerutkan dahi.
"Dandanannya dan potongan wajahnya memang mirip
sekali," kata Ceng Sian suthay.
"Ah," tiba2 Pang To Tik menyela, "dunia persilatan memang
penuh dengan tokoh2 yang beraneka ragam kepandaiannya.
Ada beberapa tokoh yang memiliki ilmu Pian-yong sut (ilmu
merobah wajah). Di antaranya Cian-bin long kun. Jit cap ji
pian-hoa (manusia-yang dapat merobah mukanya sampai
tujuhpuluh dua macam) Ko Hui liang yang termasyhur. Dan
lain-lainnya. Mereka tak seberapa sakti ilmusilatnya tetapi
mereka benar2 hebat dalam ilmu merobah paras muka."
Hoa Sin mengangguk. "Ya, benar. Memang dahulu pernah terjadi kehebohan
besar dalam Kay-pang ketika diadakan pemilihan ketua.
Seorang tokoh telah menyaru menjadi salah seorang calon
ketua dan akhirnya terpilih. Tetapi dia melakukan langkah2
dan perbuatan2 yang aneh, bersifat hendak menghancurkan
Kay-pang. Untunglah peristiwa itu cepat terbongkar ketika
ketua kami yang sesungguhnya dapat diketemukan lagi.
Tokoh pemalsu itu mencium bau dan cepat2 melarikan diri.
"Jika demikian," kata Hong Hong tojin. "yang penting kita
harus berusaha untuk berada lebih dekat pada Kim Thian-cong
ketua Thian-tong kau itu agar kita mempunyai kesempatan
untuk menyelidikinya."
"Tetapi bagaimana caranya dapat mendekati dia ?" tanya
Pang To Tik. "Mudah," sahut Hoa Sin, "nanti pada saat kita akan
melaporkan tentang sebab ketidak hadirnya Hui Gong taysu,
Ang Bin tojin dan Suma In kaucu kita minta menghadap
sendiri kepada Kim Thian-cong kaucu Thian-tong-kau itu." .
Ketiga kawannya mengangguk setuju.
"Mudah-mudahan hal itu dapat mereka setujui sehingga
kita mendapat kesempatan untuk menyelidikinya" kata Hong
Hong tojin. " "Tetapi bagaimana andaikata mereka hanya mengizinkan
salah seorang dari kita yang menghadap "* tiba2 Pang To Tik
bertanya. Ketiga ketua partai persilatan terkesiap. Mereka tak pernah
menduga akan kemungkinan hal seperti itu. Tetapi
kemungkinan itu memang dapat terjadi.
"Kurasa baiklah Ceng Sian suthay saja, "kata Hoa Sin.
"Ah, terima kasih Hoa pangcu," kata rahib itu, "tetapi aku
seorang wanita, mungkin kurang leluasa untuk mengamati
dia." Ketiga rekannya dapat menerima alasan itu.
"Baiklah, Hong Hong tojin saja," kata Hoa Sin pula. ,
Tetapi ketua Go-bi-pay itupun menolak.
"Jangan Hoa pangcu" katanya, "pertama, aku memang tak
begitu meneliti semua ciri2 dari mendiang Kim kaucu dahulu.
Dan kedua kalinya, penglihatanku memang kurang tajam.
Sebaiknya Hoa pangcu yang menghadap saja."
Ketiga ketua partai persilatan yang lain menyetujui.
Terpaksa Hoa Sin menerima juga.
Tiba2 pengacara menghampiri ke hadapan Kim Thian-cong
ketua Thian-tong-kau Entah apa yang dibicarakan. Hanya
tampak pengacara itu kembali ke muka panggung dan berseru
: "Atas perkenan Kim kaucu, maka sambil menanti upacara
sembahyangan agung, para tetamu akan dihibur dengan
beberapa pertunjukan dari anak2 murid Thian-tong-pay.
Mudah-mudahan saudara suka menikmatinya."
Segera terdengar genderang berbunyi riuh,
mengumandangkan suara yang bernada perang Penuh
semangat, keberanian dan kepahlawanan.
Kedua belas anak lelaki yang terbagi menjadi kelompok
barisan baju Ungu dan baju Biru segera berjalan menuju ke
panggung. Mereka berjajar dalam dua barisan.
Tiba2 salah seorang dari bocah baju Ungu bersuit keras,
disusul pula dengan seorang bocah baju Biru.
Belum suara suitan sirap, terdengarlah aum kedua ekor
harimau yang duduk dibawah kaki Kim Thian-cong. Setelah
memperdengarkan aumnya yang dahsyat, kedua ekor harimau
itupun segera loncat menuju ke panggung.
Harimau itu tergolong harimau gembong.
Keduanya harimau jantan yang perkasa dan buas. Begitu
tiba di panggung, yang seekor segera menyerang barisan
bocah baju ungu Yang seekor menerjang barisan bocah baju
Biru. Barisan bocah baju ungu segera menyiak kesamping
membuka sebuah jalan. Selekas harimau menerjang masuk,
merekapun segera bergerak mengatup, mengepung harimau
di lengah lingkaran. Demikian pula dengan barisan bocah baju
Biru. Kedua harimau mengaum dahsyat karena terjangannya
luput. Serentak mereka pun menerjang anak2 itu. Tetapi
setiap kali, dengan gerak yang serempak, rapi dan cepat,
barisan itu tentu dapat menyingkir dan secepat itu pula terus
mengepungnya lagi. Harimau makin marah. Terjangannyapun makin dahsyat
dan ganas. Tetapi betapapun halnya, tetap binatang itu tak
mau menerkam salah seorang dari barisan bocah itu.
Sekalian hadirin terkejut menyaksikan pertunjukan yang
hebat itu. Tokoh2 kelas satu segera mengenali bahwa
kawanan bocah baju Ungu itu sedang mengembangkan ilmu
barisan Pat-kwa tin. Sedang barisan bocah baju Biru sedang
memainkan barisan Kiu-kiong-tin. Sekalipun tahu gerak
barisan yang dimainkan tetapi tokoh2 itupun tetap kagum dan
heran atas kecepatan dan kerapian dari gerak barisan bocah
itu. Bahkan ada yang beranggapan bahwa barisan Pat-kwa-tin
dan Kiu-kiong-tin yang dimainkan kedua barisan bocah itu,
jauh lebih hebat dari kaum paderi Siau-lim-si sendiri. Pada hal
kedua barisan itu termasuk barisan yang diandalkan partai
Siau-lim-si. Pertempuran berlangsung makin seru. Kedua barisan bocah
itu tak memakai senjata melainkan hanya dengan tangan
kosong. Makin lama tampak harimau itu makin terengahengah.
Rupanya binatang itu sudah hampir kehabisan tenaga.
Tiba2 harimau itu berhenti di tengah lingkaran dan
mendekam, Dia tak mau menyerang lagi. Rupanya binatang
itu menyadari bahwa jika terus menerus menyerang, dia tentu
kehabisan tenaga. Sekarang dia berganti menunggu serangan.
"It-hou, rupanya engkau suruh kami balas menyerang,
bukan ?" teriak salah seorang bocah baju Ungu.
It-hou berarti Harimau Pertama. Dan harimau yang
menyerang barisan bocah baju Biru disebut Ji-hou atau
harimau kedua. It-hou meraung keras. Rupanya ia hendak menjawab
seruan bocah baju Ungu itu.
"Baiklah," seru bocah itu, "sekarang kami akan melancarkan
serangan, hati-hatilah!"
Kini barisan bocah baju Ungu itu mulai mengambil sikap.
Dan pada lain, salah seorang segera loncat menghantam.
Tetapi harimau itu hanya beringsut ke samping dan hantaman
si bocahpun mengenai angin, Bocah itupun menyerang lagi,
tetapi baik pukulan, tebasan maupun tendangan, selalu dapat
dikelit dengan tenang oleh It-hou.
Apa yang berlangsung dalam barisan bocah baju Ungu, pun
terjdi juga dalam barisan bocah baja Biru. Ji hou si harimau
yang kedua pun menyediakan diri untuk diserang kawanan
bocah baju Biru. Tetapi kawanan bocah baju Biru itupun tak
berhasil menghantam Ji-hou.
Tiba2 seorang bocah baju Ungu bersuit keras. Demikian
pula dengan seorang bocah barisan baju Biru. Rupanya kedua
bocah itu menjadi pemimpin barisan masing2. Serentak kedua
belas bocah itu melolos ikat pinggangnya. Ikat pinggang
terbuat dari kain, tetapi ketika dimainkan, kain itu berobah
keras mirip dengan cambuk.
Keenam bocah baju Ungu dan keenam bocah baju biru
serempak menyerbu kedua harimau. It-hou dan Ji-hou seperti
dihujani cambuk. Kedua harimau itupun berloncatan untuk
menghindar. Betapa gencar dan cepac sabuk menghajar tetapi
harimau itu selalu dapat berkelit dan menghindar.
Setelah beberapa waktu lamanya, terdengar harimau itu
mengaum keras dan pada lain saat tubuhnya mencelat ke
udara sampai tiga tumbak, berjumpalitan dan melayang
melampaui kepala barisan bocah, meluncur turun ke bangsal
dan terus mendekam pula dibawah kursi Kim Thiau cong.
Sekalian hadirin terpesona menyaksikan pertunjukan itu.
Bukan saja mereka kagum akan tangguhnya barisan bocah
dari Thian-tong-kau, pun mereka terkejut akan kelihayan dari
kedua harimau yang jelas dapat bertempur, menyerang dan
menghindar menurut tata gerak ilmu silat.
Berlanjut pula renungan para hadirin itu. Jika kawanan
anakmurid yang masih bocah dan binatang harimau peliharaan
saja sudah sedemikian hebatnya, bagaimanakah ilmu
kepandaian dari ketua Thian-tong kau itu."
"Masih ada waktu," teriak pengacara setelah kawanan
bocah itu kembali ke tempat masing2, "akan kami hibur
saudara2 sekalian dengan pertunjukan yang kedua."
Kemudian ia berpaling dan memberi perintah kepada kedua
belas gadis baju kuning. "Tunjukkan tarian tali" serunya.
Keduabelas gadis cantik baju kuning itupun segera maju
kemuka panggung. Mereka merentang enam utas tali panjang,
diikat pada tiang di kedua samping panggung.
Tali itu terbuat dari kawat yang hanya sebesar jari tangan.
Keduabelas dara cantik itu segera ayun tubuhnya melayang
keatas tali kawat. Yang enam menghadap ketimur, yang enam
menghadap ke barat. Mereka saling berhadapan dalam dua
kelompok. Mereka berdiri dengan kaki satu diatas kawat. Setelah siap
merekapun mulai bergerak, berloncatan pada keenam tali
kawat itu, kemudian lari dalam bentuk lingkaran. Makin lama
makin cepat sehingga, merupakan sebuah lingkaran sinar
kuning. Setelah beberapa saat, merekapun berhenti dan berdiri di
tempat semula, terbagi dalam dua kelompok yang saling
berhadapan. Kemudian mereka mencabut pedang.
Terkejut sekalian hadirin menyaksikan adegan itu. Apakah
mereka akan bertempur dengan pedang di atas tali kawat
yang sekecil itu " Pertanyaan itu cepat terjawab ketika mereka menyaksikan
keduabelas gadis itu bertempur. Setiap tali digunakan oleh dua
orang dara. Mereka bertempur dengan pedang. Makin lama
makin cepat dan dahsyat, Adakalanya, apabila menghindar
babatan kaki, dara itu melambung ke udara dan melayang
pula hinggap di atas tali kawat.
"Hebat" seru Hoa Sin ketika melihat pertunjukkan yang
mempesonakan itu. Ceng Sian suthay, Hong Hong tojin dan Pang To Tik pun
kesima. Lebih2 para tokoh2 yang hadir. Mereka sama leletkan
lidah karena kagum. Keduabelas gadis baju kuning memiliki ilmu gin-kang yang
luar biasa hebatnya. Diam2 mereka heran dari manakah
keduabelas dara itu " Mengapa dalam usia semuda itu mereka
sudah menguasai ilmu ginkang yang begitu sakti " Bahkan
tokoh2 kelas satu dalam dunia persilatan belum tentu dapat
menyamai ilmu gin-kang mereka.
"Hm, Thian-tong-kau hendak jual kegarangan untuk
mengecilkan nyali sekalian orang," desuh Ceng Sian suthay.
"Tetapi suthay," kata Hong Hong tojin, "kenyataan mereka
memang mempunyai anakmurid yang begitu hebat".
"Dalam hal ini" Ceng Sian suthay berhenti sejenak,
"memang mengherankan. Tetapi dalam hati kecilku seolah
mengatakan bahwa tentu ada sesuatu dibalik kepandaian
kawanan gadis itu." "Maksud suthay ?" tanya Hong Hong tojin, adakah suthay
menyangsikan kepandaian mereka?"
"Hm" desuh rahib ketua partai Kun-lun-pay itu, "aku tak
dapat memastikan hal itu. Mudah-mudahan segalanya akan
berjalan seperti yang kuduga."
"Dapatkah suthay memberitahukan apa yang menjadi
dugaan suthay itu ?" Hong Hong tojin mendesak.
Ceng Sian suthay tertawa kecil.
"Maaf, toheng," katanya, "saat ini aku belum dapat
mengatakan apa2. Apabila dugaanku itu benar, nanti tentu
akan kuberitahukan toheng"
Dalam pada berbicara itu, ternyata pertunjukan bermain
pedang diatas tali kawat pun sudah selesai. Keduabelas gadis
itu segera loncat turun dan menyimpan tali kawat itu pula.
Para tokoh2 yang hadir mau tak mau bertepuk tangan
memberi pujian. Sekedar untuk menghormat kepada fihak
Thian-tong-kau dan sekalian tamu memang merasa kagum
juga. Terdengar suitan keras dan rombongan keduabelas dara
baju hijau, segera tampil ke muka panggung.
Mereka masing2 mencabut golok lalu menancapkan
tangkainya ke panggung. Dalam sekejap mata duapuluh
empat batang golok telah tertancap dalam bentuk seperti
sekuntum bunga bwe. Sekalian tokoh2 yang hadir segera
mengetahui bahwa barisan gadis cantik baju hijau itu sedang
memasang Bwe-hwa-to atau barisan golok berbentuk bunga
bwe. Setelah siap maka keduabelas gadis baju hijau itupun
segera loncat keatas ujung golok dan bergerak-gerak
melingkar-lingkar. Makin lama gerakannya makin cepat
sehingga seperti orang kejar kejaran.
Berdiri diatas ujung golok yang tajam dan berlari-lari saling
berkejaran. Benar2 suatu ilmu kepandaian yang menyebabkan
para hadirin tertegun. Hanya jago2 silat yang menguasai ilmu


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gin-kang hebat, dapat melakukan permainan semacam itu.
Setelah beberapa saat berlarian, keduabelas gadis baju
hijau itupun berhenti, memecah diri dalam dua kelompok yang
saling berhadapan. Tiap kelompok terdiri dari enam gadis.
Seperti barisan gadis baju kuning tadi, barisan gadis baju
hijau itupun segera bertempur. Tetapi bukan dengan
menggunakan pedang melainkan dengan menggunakan
semacam senjata rahasia bola besi. Mereka saling lontar
melontar bola besi. Bermula kelompok sebelah barat
menghujani lawan Setelah tiap gadis melontar sepuluh bola
besi. Lalu kelompok sebelah timur yang melontar dan
kelompok sebelah barat yang harus menghindar.
.Jika menghadapi hujan senjata rahasia di tanah datar, itu
masih mudah. Tetapi jika harus menghindari lontaran bola
besi diatas ujung golok, barulah orang merasakan betapa
sukar dan berbahayanya. Sekalian hadirin terlongong-longong. Diam2 ada yang
runtuh nyalinya, Jika disuruh melakukan hal itu, jelas mereka
tak sanggup. Hanya sedikit jumlahnya dari tokoh2 yang hadir
itu masih tampak mengangguk dalam hati sebagai pertanyaan
bahwa merekapun sanggup juga melakukan hal itu.
"Suthay," tiba2 Hong Hong tojin berkata dengan pelahap
"bagaimana pendapat suthay tentang permainan mereka kali
ini ?" Ceng Sian suthay kerutkan dahi.
"Memang apa yang kita lihat, harus kita akui
kehebatannya," jawab ketua Kun-lun-pay itu, tetapi entah
bagaimana naluriku mengatakan bahwa ada sesuatu yang
tersembunyi dalam permainan mereka ttu. Hanya karena
belum dapat membuktikan maka akupun lebih baik tak
mengatakannya sekarang."
Hoa Sin dan Pang To Tik tak memberi tanggapan apa2.
Hanya menilik dahi Pengemis-sakti Hoa Sm yang mengerut,
jelas dia sedang memikirkan sesuatu.
Pertunjukkan bertempur diatas ujung golok atau barisan
Bwe-hoa-to hampir selesai. Tiba2 kedua belas gadis baju hijau
itu lalu melenting ke udara, dan meluncur turun ke panggung.
Serempak dengan berhamburan keduabelas gadis baju hijau
itu dua puluh empat batang golok yang tertancap di papan
panggung pun serempak hilang. Ternyata saat membungkuk
tadi, gadis2 baju hijau itu tangannya mencabut sebatang
golok, sedang kakinyapun menjepit sebatang golok lagi.
Dalam melenting ke udara tangan dan kaki gadis2 itu telah
membawa dua batang golok sehingga barisan Bwe-hoa-topun
bersih seketika. Pertunjukan itu mendapat sambutan yang bergemuruh dari
para hadirin. Sekarang mereka menumpahkan perhatian
kepada barisan Pengawal baju Putih dan Pengawal baju
Merah. Mereka menduga barisan pengawal itu tentu juga akan
mempertunjukkan kepandaian dan tentu akan jauh lebih hebat
dari barisan bocah dan barisan gadis itu.
Tetapi ternyata harapan mereka tak terlaksana karena saat
itu pengacarapun berseru :
"Berhubung waktunya sudah hampir mendekat waktu
upacara sembahyangan maka hidangan pertunjukanpun hanya
sampai disini. Harap para hadirin suka memaafkan. Dan
sekarang akan dimulai upacara sembahyang suci untuk
meresmikan berdirinya perkumpulan Thian-tong-kau."
Pengacara itu memberi isyarat kepada kawanan bocah baju
ungu dan baju biru. Mereka segera masuk panggung.
Demikian pula dengan barisan keduapuluh empat dara2 cantik
itu. Tak berapa lama mereka membawa sebuah hiolou (tempat
sembahyangan) yang besar, terbuat daripada emas. Hiolou
diletakkan di atas sebuah meja. Di kanan kiri meja dipasang
lilin besar yang terang sekali apinya.
Di muka meja diletakkan sebuah mangkok besar dari
tembikar yang indah. Dan disisi mangkuk tembikar itu terdapat
dua batang pisau yang tajam.
"Upacara sembahyangan segera dimulai. Sebelumnya akan
kami minta setiap tamu yang kami sebut namanya supaya
tampil keatas panggung. Tusuklah sedikit jari saudara dengan
pisau dan kucurkan darahnya kedalam mangkuk. Itu berarti
saudara telah resmi menjadi anggauta dari perkumpulan
Thian-tong-kau !" Gemparlah sekalian hadirin.
>>oodwoo<< Jilid 31 Pengumuman pengacara yang berpakaian indah tentang
akan dimulainya upacara sembahyang tetapi dengan terlebih
Pendekar Remaja 2 Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang Kisah Si Naga Langit 5
^