Pencarian

Pendekar Bloon 22

Pendekar Bloon Karya S D Liong Bagian 22


Hok dalam hati. Namun karena sudah terlanjur berada diatas
panggung tak mau ia mundur lagi.
"Bagus," serunya seraya menarik ruyung lalu ditebarkan ke
udara. Dengan bergeliatan laksana seekor naga
bercengkeraman di laut, ruyung sembilan ruas itu menyambar
dada orang. Tetapi pengawal Baju Merah itu memang lihay sekali. Ia
tetap tak mau menghindar dan tetap menangkis dengan
tangan kiri. Andai orang, biasa, tulang lengannya pasti akan
remuk hancur. Tetapi lengan pengawal Baju Merah tak
menderita cedera apa. Kui Hok cepat menghindar ke samping, tanpa menarik
pulang ruyung. ia gentakkan ruyurg dengan lain jurus. Kali ini
mengarah lambung orang. "Hm " pengawal Baju Merah mendengus tetapi tak berkata
apa2 lagi. Ia melindungi lambung dengan tangan kiri lalu
tangan kanan tiba2 mencengkeram dada lawan.
Kui Hok terkejut melihat cara bertempur yang aneh dan
nekad dari pengawal Baju Merah itu. Dengan penasaran ia
tebarkan ruyung untuk menghalau cengkeraman orang.
Tetapi ternyata getak mencengkeram itu hanya gertak
kosong. Yang sungguh adalah tendangan yang dilancarkan
dengan kaki kanan. Tendangan itu mengarah siku lengan Kui
Hok. Kui Hok terkejut. Jika ia tetap memperlahankan ruyung,
lengan tangannya tentu akan patah. Tetapi kalau melepaskan,
berarti ia kehilangan senjata yang paling diandalkan.
Tetapi cepat ia dapat menemukan siasat. Ruyung dilepas
dan ia menyurut mundur dua langkah. Secepat cengkeraman
tangan lawan luput, ia segera maju dan gentakkan ruyung
kebawah untuk menghantam kepala pengaval.
Pengawal Baju merahpun menyingkir ke samping lalu
terjangkan pukulan lagi. Demikian serang menyerang itu
dilakukan dengan cepat dan dahsyat dalam jurus2 ilmusilat
yang tinggi dan mematikan. Pertempuran berjalan seru.
Kui Hok penasaran. Cepat ia merobah jurus serangan
dengan Heng-soh-cian-kun atau Menyapu seribu-lasykar.
Ruyung menderu-deru naik turun, membabat kaki menyambar
kepala. Pengawal Baju Merah tetap melayani dengan tangan
kosong. Sembari melepaskan pukulan, ia bergeliatan
menghindar dengan suatu gerakan yang luar biasa.
Gagal menyerang dengan jurus itu, kembali Kuil Hok.
mengganti dengan ilmu Ruyung-sembilan naga. Ruyung
bergerak-gerak secepat angin, bertebaran menyerang dari
empat penjuru. Sepintas pandang pengawal Baju Merah itu
seperti dikelilingi oleh pagutan sembilan naga hitam.
Terkejut sekali tokoh persilatan menyaksikan permainan
ruyung dari jago bermuka hitam itu. Mereka tak pernah
melihat ilmu permainan ruyung semacam itu. Dan belum lagi
kejut mereka hilang terdengarlah suara suitan tajam yang
berhamburan meringkik-ringkik memekakkan telinga.
Ternyata yang memancarkan suara aneh itu adalah ruyung
Nagu-hitam itu juga. Kui Hok telah menumpahkan seluruh
kepandaiannya untuk menghancurkan lawan, ia tahu bahwa
pengawal Baju Merah itu memiliki ilmu kebal maka
diserangnyalah bagian jalandarah yang lemah.
Sekonyong konyong terdengar letupan pelahan. Serentak
dari sembilan naga itupun menimbulkan beratus jarum ke arah
tubuh pengawal Baju Merah.
"Uh .... pengawal Baju Merah itu mendesuh kaget dau
terhuyung-huyung beberapa langkah kebelakang. Dari sekian
ratus jarum, ada beberapa yang berhasil menyusup ke
pusarnya. Jarum itu mengandung racun ganas. Betapapun
sakti pengawal itu tetapi karena pusar merupakan tempat
pemusatan tenaga-dalam maka hancurlah tenaga-dalamnya
dan serentak dengan itu ilmu kebal Thiat-poh-sanpun lenyap.
Melihat berhasil merubuhkan lawan, Kui Hok loncat pula
untuk menyelesaikan. Ia gemas dengan Thian-tong-kau, ia
marah dengan setiap anakbuah perkumpulan itu. Beberapa
tokoh persilatan telah dilukai, ia harus menuntut balas.
Saat itu pengawal Baju Merah sedang berdiri tegak dan
pejamkan mata. Bagaimana wajahnya tak dapat terlihat
karena tertutup kain cadar. Tetapi jelas dia sedang
menjalankan pernapasan untuk menghalau racun dari jarum
itu. "Mampus engkau !" serta tiba, Kui Hok segera ayunkan
ruyung menghantam kepala orang itu.
Prak ..... terdengar dua buah jeritan ngeri. Dua sosok
tubuhnya rubuh. Hantaman ruyung Kui tepat mengenai batok
kepala pengawal Baju Merah itu sehingga pecah. Tetapi
sebelumnya, pengawal Baju Merah itupun sudah mengerahkan
seluruh sisa tenaganya untuk menghantam dada Kui Hok. Kui
Hok terhuyung-huyung mundur, muntah darah beberapa kali
dan terus rubuh tak bangun untuk selama lamanya. Keduanya
telah sama2 mati. Peristiwa itu mengoncangkan seluruh tokoh2 yang hadir.
Kembali seorang pendekar ternama dalam dunia telah mati.
Tetapi merekapun diam2 terhibur karena Thian-tong-kau juga
kehilangan seorang pengawal.
Kematian Kui Hok ternyata tak sia2. Melihat keperwiraan
orangnya, sekalian tokoh pun segera teringat akan ajakannya
tadi. Mereka malu hati kalau tak mati menerima tawaran itu.
Lepas dari pengetahuan siapakah Kui Hok itu, tetapi
tindakannya ternyata merupakan langkah dari seorang
pendekar besar. Serentak bangkitlah hati nurani mereka.
Berhamburan mereka segera loncat keatas panggung.
Jumlahnya tak kurang dari tujuh orang "
"Saudara2, mari kita ikuti jejak mendiang Kui tayhiap tadi.
Lebth baik binasa daripada menjadi budak Thian-tong-kau!"
seru ketujuh orang. Memang sebagian besar dari hadirin masih ragu2. Mereka
tahu akan kekuatan diri dan kekuatan lawan. Thian-tong-kau
memang mempunyai sejumlah besar anakbuah yang sakti.
"Hong Hong kaucu," kata Pang To Tik, "saran kaucu telah
didahului oleh Kui Hok. Apakah kita tetap berpeluk tangan ?"
Hong Hong tojin memberingas.
"Harap jiwi jangan bertindak sembarangan, tiba2 Ceng Sian
suthay berseru mencegah, "soal ini menyangkut nasib kaum
persilatan dan merupakan mati hidupnya dunia persilatan.
Bukan soal berani atau takut dan lain2, tetapi yang kita hadapi
saat ini memang benar2 suatu masalah besar dan gawat.
Kalau kita memburu nafsu, menuruti panasnya hati, dunia
persilatan tentu hancur ". "
Berhenti sejenak Ceng Sian suthay melanjutkan pula :
"Menurut wawasanku, jelas barisan pengawal Baju Putih dan
Baju Merah itu tentu tokoh2 angkatan cianpwe yang telah
menghilang sejak beberapa tahun. Kesaktian mereka diatas
kita. Dengan menggunakan jalan keroyokan mengerahkah
semua tokoh2 yang hadir disini, hanya akan menimbulkan
banjir darah dan korban yang sia2."
"Adakah suthay bermaksud hendak mengajak kita
menyerah dan masuk menjadi anakbuah Thian tong-kau ?"
tanya Pang To Tik. "Hanya ada dua jalan, melawan atau menyerah, mati atau
hidup. Melawan, kita mati. Menyerah, kita hidup," jawab ketua
Kun-lun-pay itu, "menghadapi suatu perkumpulan yang telah
tersusun rapi dan berkekuatan hebat seperti Thian-tong- kau,
lebih baik, jangan menggunakan kekerasan. Tetapi siasat".
"Menyerah ?" Pang To Tik menegas. "Ya" sahut Ceng Sian
suthay, "karena dengan jalan itu, dapatlah kita mengetahui
seluk beluk, keadaan dan kekuatan Thian-tong-kau.
Pengetahuan itu kita jadikan pegangan untuk menghancurkan
mereka dari dalam." "Ah, suthay," bantah Pang To Tik, "dunia persilatan
mengakui dan memandang kita bertujuh partai persilatan
sebagai pemuka2 kaum persilatan. Saat ini mereka menanti
tindakan kita. Jika dalam saat2 yang segawat ini kita
menyerah, bukankah mereka akan hilang kepercayaan kepada
kita " Bukankah untuk selama-lamanya ketujuh partai
persilatan itu akan kehilangan muka" Melawan, memang mati.
Tetapi kematian itu tetap akan mengharumkan nama ketujuh
partai." "Baik buruk, mulia hina, disanjung- dicelah, memang sudah
jamak dalam kehidupan manusia. Tetapi apa guna mati
disanjung tanpa menolong-keadaan, dengan hidup dicelah
tetapi dapat menyelamatkan dunia persilatan " Dan segala
kekecewaan dan celahan itu tentu kelak akan hapus apabila
kita berhasil menghancurkan mereka dari dalam. Kita
menyerah bukan suatu penyerahan yang bulat tetapi hanya
suatu siasat. Adakah penyerahan itu suatu hal yang
memalukan?", balas Ceng Sian suthay.
"Dalam permufakatan di Giok-ti-nia tempo hari, kitapun
sudah mengadakan persiapan. Antara lain menulis semua ilmu
kepandaian masing2 dalam buku dan kelak buku itu akan
diberikan kepada anakmurid kita masing2, "katanya." dengan
tindakan itu berarti kita sudah bersiap mati."
"Itulah Hoa pangcu," seru Pang To Tik "dengan demikian
kita sudah membulatkan tekad untuk melawan Thian-tongkau."
"Tetapi," kata Hoa Sin pula, "keputusan kita itu adalah
untuk menjaga kemungkinan dari segala kemungkinan yang
paling buruk. Artinya, apabila benar2 sudah tak ada jalan,
dimana kita harus mengadu jiwa dan mati. Sudah tentu
dengan sendirinya, hal itu mengandung arti, bahwa kita wajib
berusaha untuk menghadapi peristiwa ini dengan cara yang
sebaik-baiknya, agar kita jangan sampai menderita dan musuh
dapat dihancurkan." "Hoa Sin melirik sejenak. Dilihatnya Ceng Sian suthay.
tenang2 saja. "Dari berbagai macam cara, kita boleh menempuh. Yang
penting kita dapat menghancurkan musuh tanpa menderita
suatu kerugian apa2. Dalam hal itu, apabila kita mengadu
kekerasan, jelas, Thian-tong-kau lebih kuat. Mereka menang,
kita kalah. Oleh karena itu, baiklah kita mengambil jalan lunak,
menggunakan siasat." .
"Menyerah " * tanya Pang To Tik.
"Menyerah secara betul2, hina bagi Kay-pang" sahut Hoa
Sin dengan tegas, "tetapi kalau penyerahan itu bersifat siasat,
Hoa Sin setuju." Pembicaraan mereka terputus karena suara teriakan hirukpikuk
dari para tokoh2 persilatan.
Ternyata saat itu diatas panggung telah berlangsung
pertempuran yang seru. Sedangkan tokoh2 dibawah panggung
masih sibuk berbincang-bincang untuk menentukan keputusan
ikut mendukung ketujuh orang yang naik di panggung atau
tidak. Sampai pertempuran dipanggung pecah, masih mereka
belum mengambil keputusan.
Ternyata ketujuh orang yang naik panggung itu adalah
Shoa-tang Sam hiap atau Tiga-jago dari Shoatang, Tan Hwa,
Tan Hong dan Tan tim. Ho lam-ji-koay atau Sepasang manusia aneh dari Ho-Iam
yani Utti Siang dan Uiti Ho. Serta ketua Kiro-coa-pang yang
bernama Pui Tik dan Im Yang cinjin dari Lembah Im-yang-kok
atau Lembah Ban ci, guha Cui-im-tong.
Ketujuh tokoh itu tak dapat menahan kemarahannya lagi
ketika melihat pembunuhan yang terjadi pada diri Kiu-ciathek-
liong-pian Kui Hok. Mereka terus hendak menerjang untuk menyerang Kim
Thian-cohg yang selama itu masih tetap duduk tenang di
kursi. Tetapi cepat mereka segera dihambat oleh kawanan
bocah Baju Kuning dan Baju Biru.
Rupanya pengacara mulai naik pitam. Jika tak lekas2
ditindas tentu akan menimbulkan akibat yang lebih luas.
Kemungkinan seluruh tokoh di bawah panggung akan ikut naik
panggung untuk bertempur. Maka ia segera memberi
lambaian tangan kepada barisan gadis cantik Baju Merah dan
Baju Hijau. Saat itu ketujuh jago silat telah diserbu dan dikepung oleh
duabelas gadis baju Kuning, duabelas gadis baju Hijau, enam
bocah baju merah dan enam bocah baju biru, atau tigapuluh
enam anak-murid Thian-tong-kau.
Rupanya fihak Thian-tong kau hendak cepat2 mengakiri
pertempuran itu. Pengacarapun lalu memberi isyarat kepada
barisan pengawal baju Putih dan pengawal baju Merah untuk
berjajar di muka panggung. Setiap orang melayang ke atas
penggung, supaya segera dihancurkan.
Kembali pengacara bersuit nyaring. Sekalian orang tak tahu
apa yang dimaksudkan orang itu.
Beberapa jenak kemudian terdengar pengacara berseru
nyaring: "Thian- tong-kau telah menyambut dengan hormat
kedatangan saudara2 sekalian di gunung Thay-san ini. Tetapi
ternyata saudara2 bukan bersikap sungkan sebagai tetamu,
kebalikannya malah mengacau dan hendak membatalkan
upacara ini. Maka terpaksa kaucu kami telah menitahkan
supaya mengambil tindakan keras. Sekarang saudara2 tinggal
memilih, mau masuk menjadi anggauta atau dihancurkan.
Lihatlah, sekeliling penjuru tempat ini telah dijaga ketat oleh
anakbuah Thian-tong-kau: Secepat menerima perintah mereka
segera akan bergerak. Hujan panah, hujan batu, hujan balok
dan jika perlu tempat saudara2 itu akan diledakkan!"
Terkejut sekalian hadirin mendengar pernyataan itu. Mereka
memandang sekeliling dan memang melihat berpuluh
anakbuah Thian-tong-kau telah mengepung disekeiiling
puncak karang yang melingkupi tempat pertemuan itu.
Ternyata tempat pertemuan itu merupakan sebuah lembah
yang empat penjuru dikelilingi dinding karang yang tinggi. Dari
sepanjang puncak karang itu, anakbuah Thian-tong-kau
memang dapat melepaskan hujan anak panah,
menggelundungkan batu dan balok.
Berpaling ke belakang, ternyata mulut lembah pun telah
dijaga oleh puluhan anakbuah Thian-tong-kau. Dengan begitu
jelas mereka telah terkurung dalam lembah. Hanya ada dua
pilihan bagi mereka. Mau menjadi anggauta Thian-tong-kau
atau dihancurkan. Hoa Sin menghela napas : "Dengan keadaan yang kita
hadapi saat ini, terlambatlah untuk melaksanakan saran Hong
Hong totiang dan Pangtay hiap tadi. Sekalipun kita dapat
mempersatukan para hohan disini, tetapi keadaan kita ibarat
ikan dalam jaring ... "


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak, Hoa pangcu " bantah Pang To Tik, "Aku masih
mempunyai akal". "Bagaimana maksud Pang tayhiap ?" tanya Hoa Sin.
"Menangkap penjahat harus menangkap kepalanya", kata
Pang To Tik. "Oh, maksud Pang tayhiap ... "
"Harap Hoa pangcu tunggu saja", kata Pang To Tik tanpa
menjelaskan lebih lanjut rencana terus menyelinap pergi.
"Pang tayhiap" seru Hoa Sin hendak memburu. Tetapi Pang
To Tik sudah melesat menghilang diantara kerumun orang.
Hoa Sin terpaksa hentikan langkah dan kembali kepada
kedua rekannya. "Aneh apakah yang hendak dilakukan Pang tayhiap ?"
tanyanya. "Kemungkinan dia hendak menyergap ke dalam markas
Thian-tong-kau untuk membekuk ketuanya" kata Hong Hong
tojin. "Berbahaya" seru Hoa Sin, "sedangkan anak buah mereka
saja sudah begitu sakti, apalagi ketuanya. Dan mengapa Pang
tayhiap harus bekerja seorang diri ?"
"Ya," sahut Hong Hong tojin "aneh juga tindakannya. Atau
... apakah ia hendak menunjukkan kegagahan dan
menonjolkan kesaktiannya ?"
Tiba2 Ceng Sian suthay yang berdiam di menyelutuk ;
"Kurasa tak begitu, tentu ada lain maksud mengapa ia
bekerja seorang diri"
"Apakah maksudnya"," tanya Hong Hong tojin.
"Kita tunggu saja nanti" kata Ceng Sian suthay, "karena
sebelum terbukti, tak baik kita menduga yang buruk kepada
orang. Yang penting ia harus siap sedia menghadapi segala
kemungkinan". Teringat bahwa selama ini Ceng Sian suthay agak menaruh
kecurigaan terhadap gerak gerik Pang To Tik, maka Hoa
Sinpun merangkaikan tindakan Pang. To Tik sekarang ini
dengan prasangka Ceng Sian suthay. Diam2 timbul pertanyaan
dalam hati ketua Kay Pang itu : "Adakah Pang To Tik akan
melakukan sesuatu yang merugikan tokoh2 persilatan "
Adakah ia itu anggauta Thian-tong-kau ?"
"Lalu bagaimana tindakan kita sekarang ?" tiba2 Hong Hong
tojin bertanya. "Kita sudah seperti ikan dalam jaring," kata Ceng Sian
suthay, "tiada lain jalan kecuali hanya menunggu saja apa
yang akan terjadi". "Tetapi ingat" Hoa Sin menambahkan, "betapa pun yang
akan terjadi, kita harus tetap berpijak pada landasan semula.
Andai kita harus menyerah maka penyerahan itu harus
sebagai jalan untuk menyelidiki keadaanThian-tong-kau dan
setelah itu kita mencari kesempatan untuk
menghancurkannya" "Dan kalau perlu, kitapun harus berani menempur mereka
sampai titik darah yang penghabisan, bukan ?" ulang Hong
Hong tojin. Ceng Sian suthay dan Hoa Sin mengangguk dalam2 sebagai
pernyataan siap untuk menghadapi apa saja, bahkan mati
sekalipun. Bintang penyelamat Peristiwa didunia memang aneh dan sukar di duga-duga.
Apa yang tak diharapkan sering muncul. Apa yang diduga
berbahaya ternyata telah berlalu tanpa suatu apa. Apa yang
dianggap aman, ternya ta berbahaya.
Terutama dalam dunia persilatan dimana ilmusilat dengan
segala kesaktian yang tak pernah diduga orang, sering
menimbulkan peristiwa yang aneh.
Seperti apa yang terjadi di panggung pertemuan Thay-san,
dimana saat itu tokoh2 persilatan, sedang menghadapi
tekanan yang berat dari Thian tong-kau. Mereka harus
menyerah masuk menjadi anggauta Thian-tong-kau atau
dibinasakan. Pada saat sekalian orang kehilangan pegangan
dan kepercayaan, dimana pada saat ketujuh tokoh silat yang
naik panggung tadi telah dirubuhkan dan ditawan, dimana
pada saat itu upacara sembahyang menyatakan masuk
menjadi anggauta Thian-tong-kau, sudah dimulai, dan dimana
berpuluh tokoh2 silat sudah melakukan upacara sembahyang
masuk menjadi anggauta, tiba2 muncullah suatu peristiwa
yang tak diduga-duga. Sekonyong-konyong barisan anakbuah Thian-tong kau yang
menjaga mulut lembah, hiruk pikuk tak keruan. Mereka
berteriak berteriak kacau. Sebagian bahkan telah rubuh.
Tak berselang berapa lama, bobol lah pertahanan barisan
itu dan muncullah seorang pemuda, yang aneh. Kepalanya
gundul tidak gundul karena kalau- gundul tentu polos semua
tetapi pada kedua samping kepala pemuda itu tumbuh dua
gumpal rambut yang panjang dan diikat, menjungkit keatas.
Sepintas pandang menyerupai sepasang tanduk.
Juga pakaiannya agak nyentrik. Terutama wajahnya,
menampilkan sebuah wajah yang cakap tetapi hampa seperti
orang tolol. Dengan sikap seperti orang kesima pemuda itu
menerjang masuk. Berpuluh-puluh anakbuah Thian-tong-kau
coba menahannya dengan pukulan ataupun bahkan dengan
senjata tajam, Tetapi kesemuanya itu dapat dihalau dan
diterjangnya. Pemuda itu dengan suatu gaya gerakan yang lincah dan
mengherankan dapat menghindari setiap serangan, bahkan
setiap kali ayunkan tangan dan kaki, tentu ada musuh yang
rubuh. Karena barisan anakbuah Thian-tong-kau itu tetap berkeras
hendak menghalangi, pemuda itu tampaknya marah. Ia
menyambar seorang anakbuah Thian-tong-kau, diangkat lalu
diputar-putar untuk menghantam barisan. Barisan gempar
seketika, mereka berhamburan bubar.
Setelah berhasil membobolkan barisan anak buah Thiantong-
kau, pemuda itu terus langsung menuju ke panggung.
Santai sekali gaya jalannya, seolah-olah tempat pertemuan
yang berisi dengan beratus-ratus jago silat itu dianggapnya
sepi saja. Upacara sembahayangan menjelang selesai dimana
sebagian besar dari tokoh2 yang hadir telah menusuk tangan,
mengucurkan darah dan melakukan pernyataan masuk
menjadi anggauta. Selanjutnya mereka telah disuruh berbaris
berjajar-jajar untuk menghaturkan hormat kepada Kim Thian
Cong pemimpin Thian-tong-kau.
Kemunculan pemuda aneh itu, sempat pula diperhatikan
oleh mereka. Seketika beratus-ratus mata mencurah kepada
pemuda itu. Pengacara yang hendak memimpin upacara menghadap
kaucu, sempat pula memperhatikan pemuda itu.
"Tunggu dulu," serunya, "rupanya ada seorang pemuda
yang hendak mengacau tempat ini."
Ia terus melangkah ke muka panggung dan berseru : "Hai,
engkau, siapa dan tapa maksudmu datang kemari ?"
"Bukankah tempat ini menjadi orang dari perkumpulan
Thian- tong-kau " Bukankah pemimpin nya bernama Kim
Thian Cong?" seru pemuda itu.
Pengacara itu terkejut. "Engkau siapa ?" seru pengacara pula.
"Engkau tahu apa tidak, aku siapa ?" balas pemuda itu.
Pengacara makin bingung. "Aku tanya siapakah namamu ?" serunya.
"Engkau siapa ?" tiba2 pemuda itu balas bertanya.
Sudah tentu pengacara makin terbeliak. Pada lain saat ia
marah ; "Hai budak giia, jangan engkau gila-gilaan ditempat
ini. Kalau tak mau mengatakan dirimu siapa, tentu akan
kusuruh menghajarmu."
"O," dengus pemuda itu, "siapa yang engkau suruh
menghajar aku " Tuh lihatlah, betapa tiada gunanya
anakbuahmu. Masakan aku hendak masuk, mereka berani
menghalangi. Dan akhirnya mereka harus bubar sendiri."
"Engkau yang menghajar mereka"," pengacara mulai
terkejut. "Kalau bukan aku, siapa lagi ?"
Pengacara segera menarik kesimpulan bahwa pemuda yang
tampaknya tolol itu tentu memiliki ilmu kepandaian sakti.
Kalau tidak masakan dia mampu menerobos pertahanan
anakbuah Thian-tong-kau yang menjaga mulut lembah.
"Sekali lagi kutanya, siapakah namamu dan apa keperluan
datang kemari ?" Sahut pemuda itu dengan santai: "Kudengar digunung
Thaysan sini sedang dilangsungkan pertempuran besar dari
kaum persilatan guna meresmikan beidiri sebuah perkumpulan
baru yang bernama Thian-tong-kau, benaikah itu ?"
"Ya" sahut pengacara ringkas.
"Dan katanya, pemimpin dan Thian-tong-kau itu bernama
Kim Thian Cong, benarkah itu ?"
"Benar." "Nah, aku kepingin bertemu dengan Kim Thian Cong itu,"
seru pemuda itu pula. "Mengapa ?" "Akan kulihat bagaimana tampang mukanya. Kalau sudah
hendak ditantang berkelahi."
"Mengapa " * "Karena dia adalah ayahku....."
"Hai ! teriak pengacara itu, "engkau putera Kim kaucu "
Gila! Tidak mungkin! Masakan Kim kau cu yang cakap dan
berilmu sakti mempunyai seorang anak yang macamnya
seperti kura2 begitu!* "Huh," dengus pemuda itu, "jangan kira dia mudah
mengaku aku sebagai puteranya. Dan belum tentu, aku mau
mengaku dia sebagai ayah. Aku harus menguji dulu
kesaktiannya. Kalau dia dapat mengalahkan aku, baru aku
menjadi puteranya. Kata orang, ayahku dulu adalah seorang
jago nomor satu yaug menjadi pemimpin dunia persilatan.
Benarkah itu " "Ya," kata pengacara, "memang Kim kaucu seorang jago
silat tanpa tanding dalam dunia persilatan. Dan sekarang dia
mendirikan perkumpulan Thian -tong-kau untuk
mempersatukan kaum persilatan lagi."
"Gila !" tiba2 pemuda itu berteriak.
"Mengapa ?" pengacara tercengang.
"Dulu ia sudah dianggap sebagai pemimpin dunia
persilatan, perlu apa ia harus membentuk perkumpulan baru
lagi ?" "O, engkau tak tahu" kata pengacara itu, "dulu memang
diangkat sebagai pemimpin dunia persiIatan tetapi kini kaucu
tak mempunyai perkumpulan atau partai persilatan. Sekarang
Kim kaucu hendak membentuk sebuah perkumpulan untuk
wadah semua kaum persilatan."
"Engkau ini siapa" tiba2 pemuda itu menegur.
"Aku pengacara yang memimpin upacara sembahyangan
pemasukan anggauta dan meresmikan berdirinya Thian-tongkau"
"Namamu " Bukankah engkau mempunyai nama ?" tanya
pemuda itu pula. Pengacara tertegun kemudian gelengkan kepala.
"Tak usah pakai nama, cukup sebut aku sebagai pengacara
saja." "Aneh. kiranya bukan melainkan hanya aku seorang diri
yang tak punya nama," pemuda itu garuk2 gundulnya, "ada
lain orang lagi yang juga tak punya nama."
"O, engkau tak punya nama?" teriak pengacara itu.
"Ya" "Lalu bagaimana hendak memanggilmu ?"
"Anak, begitu saja. Atau panggil saja Bloon.
"Bloon ?" teriak pengacara itu, "gila, engkau memang
sengaja hendak memperolok olok aku. Bocah baju Merah,
gebuklah pemuda liar itu !"
Seorang bocah dari barisan Baju Merah segera tampil maju.
Tetapi ketika ia hendak melayang turun ke bawah panggung,
tiba2 terdengar suara orang berseru : "Hai, bocah, berhenti
dulu" Bocah itu terkejut dan berpaling. Demikian pula dengan
pengacara dan sekalian tokoh2 yang berada, diatas panggung.
Mereka terkejut bukan kepalang ketika melihat seorang lelaki
berpakaian indah muncul dari dalam panggung. Kejut sekalian
orang bukan karena kemunculan seorang lelaki yang secara
tiba2 itu tetapi karena lelaki yang muncul itu pakaian dan
wajahnya seperti pinang dibelah dua dengan si pengacara
tadi. Sudah tentu bocah baju Merah itu tertegun.
"Kurang ajar, mengapa ergkau berhenti dan segera
melakukan perintahkan," sesaat kemudian pengacara itu
membentak si bocah baju Merah. pengacara itu tahu bahwa
pemuda aneh yang muncul di bawah panggung memiliki
kepandaian sakti. Demikian pula lelaki yang muncul dari dalam
panggung itu, ia duga tentu seorang tokoh yang misterius dan
sakti. Maka ia suruh bocah baju Merah itu yang menahan
pemuda di bawah panggung, sedang ia sendiri akan
menghadapi orang yang memalsu seperti dirinya.
"Setan, engkau berani melanggar perintahku" teriak orang
aneh itu. Bocah baju Merah tertegun meragu. Perintah siapakah yang
harus ia turut " Keduanya mirip satu sama lain, sukar
dibedakan mana pengacara yang tulen mana yang palsu.
"Bocah baju merah, apakah engkau benar2 tak mau
mendengar perintah?" teriak pengacara dengan nada bengis
dan terus mengangkat tangannya keatas kepala.
Bocah baju Merah itupun terkejut. Ia tahu bagaimana
kedahsyatan tangan pengacara. Tetapi baru ia hendak
bergerak, tiba2 lelaki yang mirip pengacara tadipun
membentak. "Awas, kalau engkau berani melanggar perintahku,"
katanya seraya juga mengangkat tangan ke atas siap hendak
ditamparkan. "tak perlu engkau turun. Biar ia naik ke atas
panggung baru nanti dihancurkan"
"Bocah baju merah, apakah engkau benar2 tak mau
mendengar perintahku ?" teriak pengacara yang tulen.
"Tetapi ... tetapi in-su yang itu melarang ! Lalu aku harus
menurut perintah siapa " karena terdesak bocah baju merah
itu berseru. Gi-su artinya pengacara.
Blum ..... tiba2 pengacara itu ayunkan tangannya dan
bocah baju Merahpun terlempar sampai beberapa meter dan
muntah darah beberapa kali.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kejam sekali engkau !" teriak orang yang muncul dari balik
panggung tadi. Kemudian dengan cepat orang itu berpaling
dan memberi perintah ke pada barisan bocah baju Merah,
"kawan kalian telah terluka, hayo seranglah orang itu !"
Kawanan bocah baju Merah itu benar2 bingung. Memang
orang yang muncul dari balik panggung itu menyerupai sekali
dengan pengacara tadi. Karena suasana tegang, mereka
sampai tak sempat berpikir bahwa pengacara yang sejak tadi
berada di depan panggung itulah yang seharusnya dianggap
yang tulen. Sedangkan orang yang muncul dari balik
panggung, walaupun wajah dan pakaiannya persis, tetapi
harus dicurigai. "Hai, kalian", teriak orang itu pula, "mengapa kalian diam
dan masih bersangsi" Apakah kalian tak memiliki rasa setiakawan
" Bukankah anak itu juga saudara seperguruanmu
sendiri " Hayo, lekas, balaslah orang itu !"
"Hai, jahanam, besar sekali nyalimu berani menyaru seperti
diriku !" pengacara dengan mata membara memandang dan
memaki orang itu, "siapa engkau !"
"Aku adalah pengacara yang diberi tugas Kim caucu untuk
memimpin upacara ini!" seru orang itu, "engkau telah
memalsu diriku dan berkomplot untuk mencelakai diriku."
"Ngaco !" bentak pengacara itu."
"Hai, dengarkanlah semua anakbuah Thian-tong kau !" seru
orang itu pula, "dalam ,tubuh Thian-tong kau telah muncul
seorang pengacau yang hendak mengobrak-abrik dan
menggagalkan upacara peresmian perkumpulan kita. Dia
meracuni aku dan menyaru aku sebagai pengacara supaya
upacara ini gagal. Dia tentu tak mengira kalau aku masih
hidup. Hayo, anakbuah Thian-tong-kau, jika engkau benar2
setia kepada Thian-tong-kau, tangkaplah penghianat itu !."
Timbul kegemparan di atas panggung. Sekalian anakhuah
Thian-thong-kau, kecuali barisan Baju Merah dan Baju Putih
yang tetap diam saja, barisan gadis cantik dan barisan bocah
tampak berbisik diantara kawan-kawannya.
"Bangsat, engkau berani, mati sekali!" pengacara itu marah
dan terus menghantam orang yang menyaru sebagai dirinya
itu. Bum..... Orang itu tergopoh lari ketempat barisan gadis cantik dan
pukulan pengacara itu hanya mengenai tempat kosong.
Sekalipun begitu, tanah dibawah panggung yang jaraknya
beberapa belas tombak, seperti tertimpah batu besar, meletuk
dan menghamburkan pasir dan batu keatas.
Biat-gong ciang atau pukulan Pembelah-angkasa yang
dilepaskan pengacara itu, hebatnya bukan kepalang.
"Cong- thancu." kata salah seorang gadis- baju Hijau "jika
pengacara itu palsu, mengapa than-cu tak berani
menghajarnya ?" Rupanya gadis itu tersadar akan keadaan yang
dihadapannya. Cong-thancu atau Kepala dari thancu
(bagian2), seorang tokoh yang sakti kepandaiannya. Ia heran
mengapa cong-thancu tak berani menghadapi pengacara itu.
"Ah, engkau tak tahu," gumam orang yang dipanggil congthancu
itu, "racun yang diberikan kepadaku telah
menghancurkan tenaga-dalamku"
"Ih"; gadis baju Hijau mendesih kejut. Ia dapat" menerima
alasan itu dan seketika berseru, "tetapi sejak tadi dialah yang
memimpin upacara dan kaucu pun" merestuinya. Sedang
engkau baru saja ... muncul, sukar bagi kami untuk
mempercayai keteranganmu".
"Sekarang tiada waktu untuk menjelaskan hal itu.
Pokoknya, aku telah diracuni oleh penghianat itu hingga
tenaga-dalamku lenyap. Dia hendak, memimpin upacara untuk
mengacaukannya. Soal kaucu merestui, itulah karena kaucu
tak dapat membedakan antara yang tulen dan yang palsu."
"Lalu bagaimana kehendak cong-thancu ?" tanya gadis itu
pula. "Tangkaplah penghianat itu." seru orang itu. Barisan gadis
itu berunding. Tiba2 pengacara berteriak : "Hai. barisan Bijin-
kun, ringkuslah penghianat itu !"
Bi-jin-kun atau barisan wanita cantik yang terdiri dari gadis2
Baju Kuning dan Baju Hijau itu terbeliak. Mereka bingung
bagaimana harus bertindak. Orang yang muncul dari balik
panggung itu memang seperti pinang dibelah dua, apabila
keduanya dijajar, memang sukar untuk membedakan mana
yang aseli mana yang palsu. Juga alasan orang itu dapat
diterima. "Cong-thancu, harap suka memberi ampun kepada kami",
seru salah seorang gadis baju Hijau, "urusan ini benar2
membingungkan kami. Maka kami mohon sukalah congthancu
bersabar dulu dan kita ajukan persoalan itu kehadapan
kaucu...Bagai mana nanti keputusan kaucu, tentu akan kami
lak sanakan." "Gila !" pengacara itu memaki, "engkau lebih-percaya ia
dari aku ?" "Maaf, cong-thancu, kami benar2 bingung," kata gadis itu
pula. "Tangkap dan geledah orang itu engkau tentu dapat
membuktikan palsu atau tidaknya" seru pengacara.
"Jangan percaya kepadanya," kata orang itu, "bawalah aku
kepada kaucu, biar kaucu yang memuluskan persoalan ini"
Cepat barisan gadis itu mengerumuni orang itu lalu
mengawalnya hendak dihadapkan kepada Kim Thian Cong
yang walaupun tahu ramai2 itu anehnya masih tetap diam
saja. Tiba2 pengacara itu mengacungkan tangan keatas dan
bersuit nyaring. Pengawal Baju Merah dan Baju Putih
serempak menghadang jalan rombongan berisan gadis2 itu.
"Kami hendak mengantar cong thancu kehadapan kaucu,"
kata salah seorang gadis. Tetapi Pengawal Baju Merah dan
Baju Putih diam saja. Pun mereka juga tak mau menyingkir.
Setelah menerangkan maksudnya gadis itu terus hendak
melangkah maju tetapi tiba2 salah seorang Pengawal Baju
Putih yang didepan sendiri, menamparkan tangannya. Wut.....
Gadis itu melengking kaget dan cepat loncat mundur.
Gelombang angin yang dipancarkan tamparan orang Buju
Putih itu tajam dan keras sekali. Ia tahu kalau tak mungkin
mampu menandingi dan andaikata hendak adu kekerasan pun
tak berguna. Karena barisan2 pengawal baik yang baju putih
maupun yang merah memang tokoh2 silat yang lebih sakti
dari mereka. "Hai, mengapa kalian menghantam kawan sendiri ?" seru
gadis itu. Tetapi pengawal Baju Putih itu diam saja. Hanya sorot
matanya yang berapi api memancarkan dendam kemarahan.
"Pek sucia." seru gadis itu pula, "jangan salah faham, kami
hendak mengantar cong-than-cu kehadapan kaucu."
Barisan pengawal Baju putih itu diam saja. Karena bingung
gadis itu berpaling ke arah orang yang mirip pengacara tadi,
serunya : "Cong thancu, harap engkau suka memberi perintah
kepada Pek sucia supaya memberi jalan".
Orang itu terkesiap, agak bingung Tetapi secepat itu ia
tenangkan diri dan menjawab : "Ah, biasanya mereka hanya
menurut dengan perintah yang dilancarkan dengan tenagadalam
sakti. Sekarang karena tenaga-dalamku sudah lenyap,
bagaimana aku dapat memberi perintah mereka ?"
Gadis itu terdiam tetapi seorang kawannya cepat
melengking : "Cong-thancu, engkau cobalah saja, barangkali
ia mau menurut !" Terpaksa orang itu mengiakan lalu berseru : "Pek-sucia,
berilah jalan, aku hendak menghadap kaucu !"
Dalam telinga barisan gadis2 itu, kata2 orang itu
dilantangkan dengan nada yang datar, seperti. orang biasa.
Tetapi di luar dugaan pengawal2 Baju Putih itu menyingkir ke
samping dan kembali kedalam barisannya.
"Hai, mengapa engkau menurut perintahnya" teriak
pengacara. Tetapi pengawal itu dan kawan2 nya diam saja.
Melihat itu, terkejutlah pengacara itu. Cepat ia mengeluarkan
sebuah bungkusan putih dan terus dilontarkan ke arah barisan
pengawal itu. Bungkusan itu meletup dan menghamburkan asap tebal.
Serentak barisan pengawal itu bergerak maju untuk
menghadang jalan rombongan gadis itu.
Kemudian pengacara itupun segera berseru kepada
rombongan gadis2: "Hai, budak2 barisan Bi-jin-kun, kenalkah
engkau pada benda ini?"
Barisan gadis Baju Kuning dan Baju Hijau memandang ke
tangan pengacara yang diacungkan ke arah mereka. Serentak
mereka membungkuk tubuh memberi hormat.
"Tecu sekalian mohon maaf, karena tak menurut perintah,"
seru mereka. Ternyata telapak tangan pengacara itu memancar sinar
swastika dan tahulah barisan gadis itu apa artinya. "
"Tangkaplah pengacau itu ?" sesaat kemudian terdengar
pengacara berteriak memberi perintah.
Barisan gadis baju Kuning dan Baju Hijau serentak
berhamburan hendak menangkap orang itu.
"Hai, jangan kurang ajar kepadaku !" seru orang itu seraya
songsongkan tangannya ke muka seperti orang mencegah.
Aneh, seketika barisan gadis itu terhenti gerakannya.
Seolah seperti terpancang oleh dinding yang tak kelihatan.
Sekalian tokoh2 silat yang hadir dibawah panggung
termasuk Hoa Sin, Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin saat
itu berkumpul diatas panggung. Mereka terpaksa menurut
perintah untuk melakukan upacara tusuk tangan, masuk
menjadi anggauta Thian-tong-kau.
Apa yang terjadi diatas panggung, mereka pun tahu. Tetapi
mereka tak mau bergerak untuk membantu salah satu fihak.
Jika membantu orang yang mengaku sebagai pengacara itu,
mereka masih sangsi adakah orang itu benar2 berilmu tinggi..
Jika tidak, sia-sialah usaha mereka. Yang dibantu ternyata
kalah, yang membantu akan menerima hukuman dari Thiantong-
kau. Pun kalau membantu pada Thian-tong-kau,
merekapun segan. Oleh karena itu mereka hanya bersikap
diam untuk menunggu apa yang akan terjadi.
Mereka terkejut ketika melihat gerakan orang itu. Entah
dengan ilmu apa, tetapi hanya menyongsongkan tangannya
kemuka saja, barisan gadis2 cantik yang berkepandaian tinggi
itupun terhenti gerakannya.
"Hayo, majulah salah seorang Ang sucia untuk manangkap
pengacau itu !" teriak pengacara.
Seorang pengawal Baju Merah segera melangkah maju.
Dan tanpa berkata apa2 ia terus menghantam orang itu, desss
,...... Orang itu songsongkan tangannya dan pengawal Baju
Merahpun terkejut, tegak terlongong-longong.
Apakah yang terjadi "
Ternyata Pengawal Baju Merah itu terkejut karena
pukulannya yang dilambari dengan tenaga dalam keras, telah
lenyap ke dalam sebuah lautan kapas.
Orang itu tertawa. "Mengapa, Ang sucia ?" serunya, "bukankah engkau
menurut perintah seorang penghianat ?"
Pengawal Baju Merah itu diam saja. Ia tengadahkan kepala
seperti orang merenung. "Ang sucia" teriak pengacara pula, "mengapa berhenti.
Hayo, serang terus !"
Kembali pengawal Baju Merah itu mulai memberingas.
Tiba2 ia meraung keras dan terus loncat menerjang orang itu.
"Hai, engkau tetap berhamba pada penghianat?", seru
orang itu seraya, loncat menghindar.
Kembali pengawal Baju Merah itu tertegun. Serangannya
yang dilancarkan secepat angin dan sedahsyat halilintar, entah
dengan gerak ilmu apa yang dipakai orang itu, ternyata hanya
menerpa angin kosong. Ia tertegun. Sedang barisan gadis2 cantik dan tokoh2 silat
yang berada di panggung dan menyaksikan gerakan yang
dilakukan orang itu, serempak berteriak kaget dan kagum.
Pengacara itu sendiripun terkesiap menyaksikannya. Namun
ia terus memberi perintah lagi kepada seorang pengawal Baju
Putih supaya membantu pengawal Haju Merah.
Seorang pengawal Baju Merah cepat loncat maju dan terus
menyerang. Melihat itu pengawal Baju Merah tadipun segera
ikut menyerang. Orang itu tak gentar. Ia melayani serangan kedua pengawal
Baju Merah dan Baju Putih. Memang ilmu kepandaian kedua
pengawal itu bukan olah2 hebatnya. Bukan saja jurus ilmu
serangannya aneh dan hebat, pun gerakan tangannya selalu
menimbulkan deru angin yang dahsyat... Makin lama makin
cepat sehingga orang itu seolah-olah dilingkupi oleh sinar
merah dan putih. Tiba2 terdengar suara mendesuh kejut disusul dengan
erang tertahan dari kedua pengawal baju merah serta putih
itupun menyurut mundur, beberapa langkah. Mereka
mendekap, mukanya. Sekalian orang mengira kalau kedua orang itu tentu
menderita luka, tetapi ternyata tidak. Hanya kain penutup
muka merekalah, yang robek dan terbuka sehingga wajahnya
kelihatan. "Li lo-cianpwe, tiba2 terdengar salah seorang dari tokoh2
silat itu berteriak kaget ketika melihat wajah pengawal baju
merah". "Suhu"!" kembali terdengar seorang dari rombongan
tokoh2 itu berteriak ketika melihat wajah pengawal baju putih.
Seorang lelaki bertubuh tinggi besar serentak loncat maju
menghampiri pengawal putih. Tetapi alangkah kejutnya ketika
tiba2 pengawal baju putih itu menghantamnya.
"Suhu, aku Go Kwi Lok, murid suhu sendiri !" seru orang itu
seraya loncat menghindar. Mengira kalau orang itu sudah
mendengar keterangannya, Go Kwi Tok pun maju
menghampiri pula. Tetapi kembali pengawal Baju Putih itu
menghantam. Go Kwi Lok benar2 terkejut sekali. Dia adalah, ketua dari
Hong-hwa-pang atau perkumpulan Bunga Merah di kotaraja
Pakkhia. Jelas ia melihat bahwa wajah dari pengawal baju
putih itu adalah suhunya atau ketua Hong-hwa-pang dahulu
yang bernama Soh Swi Kiat bergelar Tok-hoa sin-jiu atau
Tangan-sakti-bunga-berbisa.. Dia telah menghilang sejak
beberapa tahun yang lalu. Karena dicari tak ketemu, terpaksa
muridnya yang pertama, Go Kwi Lok menjadi ketua Hong-hwapang...


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Suhu yang sudah lama menghilang itu akhirnya
diketemukan di panggung Thian-tong-kau. Sudah tentu Go
Kwi Lok gembira sekali.. Tetapi alangkah kejutnya ketika
suhunya tak kenal lagi kepadanya bahkan telah
menghantamnya. Kwi-Lak tahu, bagaimana kepandaian suhunya. Pukulannya
dapat memancarkan hawa beracun yang berbahaya... Maka ia
tak berani menangkis dan hanya menyingkir lagi.
"Siapa engkau !" tegur orang yang menyaru sebagai
pengacara lagi. Setelah Go Kwi Lok memperkenal diri, orang itupun
bertanya pula: "Apakah dia benar suhumu?".
"Ya," sahut Go Kwi Lok, "dia sudah beberapa tahun
menghilang tak ketahuan jejaknya. Tiba2 suhu berada disini."
"Benarkah itu ?" orang itu menegas.
"Eh, sahabat, siapakah engkau ini sesungguhnya" Mengapa
aku harus bohong. Dia memang benar2 suhuku," Go Kwi Lok
agak kurang senang. "Baik, akan kutolongmu. Tetapi apakah engkau mampu
membawanya pergi ?" tanya orang itu.
"Bila perlu biarlah aku mati asal suhu dapat diselamatkan,"
kata Go Kwi-Lok. "Hm.", dengus orang itu, tiba2 ia gunakan ilmu Menyusup
suara berkata; "saat ini suhumu sedang kehilangan kesadaran
pikirannya." Dia tentu telah diracuni oleh orang Thian-tongkau
untuk dijadikan alat mereka. Terpaksa aku harus
merubuhkan suhumu dulu, jangan engkau, salah mengerti."
Go-Kwi Lok terkejut. Buru2 iapun menjawab dengan ilmu
Menyusup-suara: "Baik, aku akan berusaha sekuat tenagaku."
"Tetapi gunung Thay-san ini telah dijaga oleh anakbuah
Thian-tong-kau. Sukar kiranya engkau dapat membawa
suhumu lolos lari sini."
Go Kwi Lok tertegun. Ia memang mengakui kebenaran
kata2 orang itu. "Kurasa, biarlah suhumu mengalami penderitaan lebih lama
sedikit. Masih banyak tokoh2 lain yang telah ditawan dan
dijadikan pengawal baju merah dan baju putih oleh Thiantong-
kau. Kalau mau menolong, kita tolong dan bebaskan
mereka semua. Kembalilah dulu ke rombongan tokoh2 silat
dan tunggu perkembangan lebih lanjut."
Pengacara itu diam2 memperhatikan. Dilihatnya orang yang
menyaru sebagai dirinya dan Go-Kwik tegak berhadapan tanpa
bicara apa2 tetapi bibir mereka bergerak-gerak. Jelas
keduanya tentu menggunakan ilmu Menyusup-suara.
"Go pang-cu harap jangan ikut mengacau keadaan dan
kembali ke tempatmu," tiba2 pengacara berseru....
Go Kwi Lokpun menurut. "Rupanya, pengacara itu tak sabar lagi terhadap orang yang
menyaru sebagai dirinya." Segera ia memberi perintah :
"Hayo barisan Ang sucia dan Pek sucia, serang dan dan
ringkuslah pengacau itu !"
Empatpuluh pengawal baju Merah dan Baju Putih serempak
berhamburan menyerbu orang yang dandanannya menyerupai
pengacara itu ... O^^odwo^^O Jilid 33 Kembar Panggung yang didirikan Thian-tong-kau untuk
mengadakan upacara sembahyangan menerima anggauta dan
meresmikan berdirinya partai itu, telah kacau balau.
Belum Shoa-tang Sam-hiap yang terdiri tiga saudara Tan
Hwa, Tan Hong dan Tan Hui, serta Ho-lam ji-koay yang terdiri
dari kedua saudara Utti Siang dan Utti Ho, lalu Pui Tik ketua
Kim-coa pang dan Im Yang cinjin dari lembah Im-yang-kok
atau Lembah Banci, selesai ditumpas oleh anak buah Thiantong-
kau. Tiba2 dibawah panggung telah muncul seorang
pemuda aneh yang mengaku bernama Blo"on dan hendak
bertemu pada Kim-Thian-cong ketua Thian-tong-kau, untuk
ditantang berkelahi. Dan puncak dari ketegangan itu adalah munculnya seorang
yang baik wajah dan dandanannya mirip sekali dengan
pengacara Thian-tong-kau.
Suasana benar2 kacau. Hampir anakbuah Thian tong-kau
kehilangan pegangan ketika pengacara yang baru muncul itu
memberi perintah kepada Bi ji-kun atau barisan gadis cantik
dan Pengawal Baju Putih serta Baju Merah. I
Anakbuah Thian-tong-kau bingung harus menurut perintah
siapa. Melihat itu pengacara baju merah emas segera memberi
perintah kepada anak buah Thian-tong-kau yang mengepung
sekeliling lembah. Suasana makin tegang. Sekalian tokoh2 silat yang hadir
sudah gelisah resah. Ketiga ketua partai persilatan besar yakni
Ceng Sian suthay dari Kun lun-pay, Hong Hong tojin dari Gobi-
pay dan Hoa Sin dari Kay-pang, pun mulai sibuk. Pang To
Tik wakil Hoa-san-pay, sudah sejak tadi menghilang dan
sampai saat itu belum juga muncul, Dan mereka harus segera
mengambil keputusan. Melawan atau menyerah.
Memang dalam menghadapi situasi yang amat gawat itu
rombongan partai persilatan maupun tokoh2 persilatan
terpecah dua pendiriannya. Ada yang berpendirian untuk
melawan. Lebih baik mati hancur daripada menjadi budak
orang Thian-tong-kau. Ada yang berpendirian, harus melihat
situasi dan kondisi. Thian-tong-kau memiliki anakbuah yang besar jumlahnya
dan sakti kepandaiannya. Dua kelompok pengawal Baju Putih
dan Baju Merah itu menurut dugaan dan kenyataan yang telah
terlihat di alas panggung tadi, adalah tokoh2 sakti dari
berbagai cabang persilatan dan aliran yang sudah lama
menghilang tanpa berita. Betapapun, tokoh2 yang hadir itu tak mungkin dapat
memenangkan mereka kecuali memang sudah membekal
tekad untuk mati. Tetapi ada tokoh yang berpendirian bahwa
kematian mereka harus dapat menolong keadaan,
menyelamatkan dunia persilatan dari cengkeraman Thiantong-
kau. Mati untuk mati. tanpa dapat menolong keadaan,
mati konyol mati tanpa arah. Demikian pendirian Ceng Sian
suthay, Hong Hong tojin dan Hoa Sin. Sedangkan Pang To Tik
tetap menghendaki supaya cepat bertindak untuk
mempersatukan seluruh hadirin dan serempak bersama sama
melawan Thian-long-kau. Pada detik2 ketegangan memuncak, tiba2 pemuda
berwajah aneh dan mengaku bernama Blo"on tadi, setelah
berhasil menerjang barisan penjaga Thian-tong-kau, segera
loncat ke atas panggung. "Hai, gila, serunya seraya menuding pengacara yang
berpakaian warna merah emas dan yang baru muncul,
"mengapa wajah dan pakaian kalian mirip satu sama lain "
Apakah pangkat kalian di panggung ini ?"
"Aku pengacara upacara sembahyangan besar yang
diselenggarakan oleh Thian-tong-kau," seru pengacara baju
merah. "Dan engkau ?" tanya pula pemuda Blo"on itu kepada
pengacara yang berada disamping barisan gadis cantik. ^
"Sama" seru pengacara itu.
"Apanya yang sama?" tegur pemuda aneh itu.
"Pangkatnya". "Hm, begitulah kalau menjawab pertanyaanku" seru
pemuda aneh itu pula, "sekarang jawab lagi. Mengapa rupamu
sama dengan rupa pengacara itu ?"
"Rupaku memang sejak dulu kala sudah begini" sahut
pengacara itu. "dialah yang meniru dan hendak memalsu
sebagai diriku". "Jahanam !" teriak pengacara baju merah dengan marah,
"engkau yang memalsu diriku untuk mengacau Thian-tong
kau" "Diam !" bentak pemuda itu dengan deliki mata, "mana
yang palsu dan mana yang aseli, harus diselidiki dan
dibuktikan. Mana boleh seenakmu sendiri menuduh lain orang
palsu". Merah wajah pencacara baju merah itu tiba2 ia teringat
sesuatu dan serentak memberingaslah wajahnya.
"Hai, siapa engkau !" bentaknya kepada pemuda itu.
'"Setan", pemuda aneh itu deliki mata, "engkau tak berhak
bertanya diriku". "Apa ", pengacara baju merah itu makin memberingas, "aku
adalah pengacara yang diserahi menyelenggarakan upacara
sembahyangan besar ini sepenuhnya. Aku berhak bertanya
kepada siapapun juga, berhak juga untuk memberi perintah,
bahkan menjatuhkan keputusan mati atau hidup pada setiap
orang yang berada di tempat ini."
"Engkau gila" teriak pemuda aneh itu, "siapa bilang kalau
engkau pengara " Bukankah dia juga pengacara " Lalu
siapakah yang sesungguhnya pengacara disini ?"
'"Setan !" bentak pengacara baju merah itu pula, "sejak
bermula upacara ini dimulai, akulah yang berada disini dan
melakukan kewajiban sebagai pengacara. Dia yang muncul
belakangan dan mengaku sebagai pengacara"
Pemuda aneh yng mengaku bernama Blo"on itu segera
berpaling dan menuding pengacara yang baru itu.
"Hai, setan, mengapa engkau berani mengaku sebagai
pengacara " Bukankah engkau hendak mengacau upacara
sembahyangan ini " Goblok, kalau mau mengacau, kacau
sajalah, mengapa harus menyaru sebagai pengacara !"
Termasuk pengacara yang dituding itu, sekalian orang yang
berada diatas panggung terbeliak mendengar kata2 pemuda
aneh itu. "Kurang ajar, engkau berani menghina aku"^ teriak
pengacara baru itu lalu berseru kepada salah seorang gadis
dari barisan Baju Kuning, "tangkap dan tendang pemuda gila
itu ke bawah panggung."
Sesosok tubuh melesat kehadapan pemuda aneh itu dan
terus menampar kepala. Tetapi pemuda itu entah bagaimana,
hanya dengan sekali beringsut langkah, dia sudah menghindar
dari tamparan dara Baju Kuning.
"Budak perempuan " serunya, "jangan engkau seliar itu "
Mengapa engkau menurut perintah dari seorang pengacau ?"
Dara Baju Kuning itu menjawab dengan sebuah tamparan
tangan kiri yang disempaki pula dengan menusukkan jari
telunjuk kanan ke mata pemuda aneh.
"Eh, rupanya engkau tak kapok kalau belum kuberi hajaran"
seru pemuda aneh itu seraya bergeliatan tubuh dan secepat
tangan bergerak, nona Baju Kuning itu menjerit kaget : "Ih?"
la menyurut mundur seraya mendekap rambutnya. Jika tadi
ia telah menyisir rambutnya dengan rapi dalam dua belah
konde maka sekarang kedua konde itu telah lepas terurai
menutup punggung. "Hm, mengapa menjerit ?" seru pemuda aneh pula,
"seharusnya engkau tertawa gembira karena rambutmu masih
utuh. Tetapi kalau engkau tetap tak tahu diri, akan kujadikan
engkau seorang rahib berkepala gundul"
Gempar sekalian orang menyaksikan peristiwa itu. Dara
baju kuning dari barisan Bi-jin-kun Thian-tong-kau, memiliki
kepandaian yang hebat dan mengagumkan sekalian tetamu.
Tetapi hanya dalam sekali dua gebrak saja, pemuda aneh itu
telah dapat melepaskan konde gadis itu.
"Engkoh gundul, engkau hebat benar. Aku kepingin bermain2
dengan engkau" tiba2 seorang anak baju merah loncat
ke hadapan pemuda aneh itu.
"Setan cilik" bentak pemuda itu, "mau apa engkau ?"
"Mau mencabut kuncirmu" seru anak itu sambil tertawa
mengikik melihat potongan rambut pemuda aneh itu.
"Setan cilik, engkau kurang ajar benar ! Apakah gurumu tak
bisa mengajar engkau " Jika begitu, akulah yang akan
mewakili memberimu hajaran supaya engkau tahu adat ."
Bocah itu tertawa mengikik lalu maju menghampiri. Ketika
pemuda aneh itu hendak menamparnya, bocah baju merah
itupun loncat menghindar ke samping. Tetapi baru kakinya
menginjak papan, tangan pemuda aneh itu sudah mengancam
kepalanya lagi. Bocah itu terkejut. Dengan geram ia
menangkis tetapi cepat ia mendesih kejut karena tangan
pemuda aneh itu menghilang dan aduh ..... bocah Baju merah
itu menjerit kesakitan karena kuncirnya telah dicabut sampai
hilang separoh. "Nah, sekarang engkau harus ikut aku. Lihatlah, bukankah
potongan rambutmu seperti rambutku juga ?" seru pemuda
aneh itu. Rombongan bocah Baju Merah dan Baju Biru serempak
maju menyerbu dengan marah tetapi pemuda aneh itu cepat
bertindak. Sekali loncat ia menyambar tubuh bocah yang
dicabut kuncirnya tadi, lalu diangkat keatas, serunya:
"Awas, kalau kalian berani maju, kawanmu ini tentu
kubanting mati" Terkejut rombongan bocah dari Thian-tong-kau. Mereka tak
pernah menduga bahwa pemuda yang tampaknya tolol dan
Blo"on ternyata memiliki kepandaian yang amat sakti. Salah
seorang kawan mereka dengan mudah dapat dikuasainya.
Serempak mereka tertegun dan berhenti.
"Hayo, kalian berdua yang mengaku sebagai pengacara
Thian tong-kau," serunya kepada kedua pengacara, "siapa
yang dapat memberi perintah dan menguasai rombongan
kunyuk2 kecil itu, dialah pengacara yang sesungguhnya."
"Ang-hay-kun, Lan-hay-kun jangan bertindak sebelum
mendapat perintah !" seru pengacara baju merah dengan
suara keras. "Yang berani bergerak tanpa perintah, akan mendapat
hukuman" seru pengacara yang seorang itu.
Kedua rombongan bocah murid Thian-tong-kau serempak
menyurut kembali ke tempat masing2.
"Bagus, bagus", seru pemuda aneh itu, "ternyata kalian
memang sama2 mempunyai pengaruh. Jika demikian kalian
berdua ini memang pengacara tulen semua."
"Tidak !" seru pengacara baju merah dengan marah,
"Thian-tong-kau hanya mempunyai seorang pengacara, tidak
dua " " "Lalu bagaimana membedakan yang palsu dari yang tulen
?" seru pemuda aneh itu.
Tanpa disadari pemuda itu telah menguasai pembicaraan,
se-olah2 ia seorang hakim yang tengah mengadili kedua
pengacara dari Thian-tong-kau.
"Gampang", tiba2 pengacara yang seorang, berseru


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lantang, "ringkus pengacara itu dan lempar kebawah
panggung!" "Bangsat !" teriak pengacara baju merah seraya lepaskan
sebuah pukulan yang dahsyat.
Pengacara yang seorang itu berdiri di depan rombongan
gadis2 baju kuning dan baju hijau. Cepat ia loncat menghindar
ke samping. Rombongan gadis2 cantik itupun berhamburan
loncat menghindar. Pukulan pengacara baju merah itu
ternyata luar biasa hebatnya. Tiada seorangpun dari gadis2
cantik itu yang berani menyambut.
"Engkaulah pengacara yang asli", tiba2 pemuda aneh itu
berseru menunjuk pengacara baju merah.
"Ngaco, " bentak pengacara yang seorang, "bagaimana
semudah itu engkau memastikan dia pengacara Thian tongkau
yang aseli ?" "Semua anakbuah dan tokoh2 Thian-tong-kau memiliki
kepandaian tinggi. Pukulannya tadi hebat sekali sehingga ia
harus tak diragukan lagi sebagai seorang pengacara." sahut
pemuda aneh itu. "Goblok engkau," bentak pengacara yang seorang itu
dengan marah, "engkau kira aku tak mampu melepaskan
pukulan yang lebih hebat dari itu ?"
"Kalau mampu mengapa engkau takut menyambut
pukulannya ?" dengus pemuda aneh itu.
"Dia telah meracuni aku sehingga tenagaku lenyap.
Kemudian ia muncul di panggung sembahyangan ini untuk
menguasai Thian-tong-kau. Untung aku ditolong oleh seorang
sakti dan dapat muncul disini tepat sebelum upacara
berlangsung". Pemuda itu kerutkan dahi berpikir.
"Benar, memang orang yang diracuni kekuatannya tentu
hilang " akhirnya ia bicara seorang diri. Tiba2 ia menegangkan
muka dan berseru : "Peristiwa ini takan selesai kalau hanya dengan adu mulut
saja," akhirnya ia mengambil keputusan dengan kepalkan
tangan, "harus diselesaikan dengan kepalan. Hayo, kalian
harus bertanding. Siapa yang menang, dialah pengacara
Thian-tong-kau yang asli !"
"Tidak !" teriak pengacara yang seorang, "tenagaku telah
hilang diracuni, bagaimana -engkau suruh aku bertanding
dengan dia ?" "Jika demikian", kata pemuda aneh itu, lalu memandang
pengacara baju merah, "engkau juga harus makan racun.
Setelah tenagamu hilang, barulah engkau bertanding. Dengan
demikian baru adil karena sama2 hilang tenaganya."
"Bangsat !" damprat pengacara Baju Merah itu dengan
marah, "apakah engkau komplotan bangsat itu " Siapa yang
meracuninya "' "Engkau !" teriak pemuda aneh itu.
"Jangan percaya pada mulut bangsat atau engkau sendiri
memang seorang bangsat. Hanya bangsat yang mau percaya
pada mulut bangsat !"
"Tidak " teriak pemuda aneh itu, "bukan hanya dia dan aku,
tetapi engkau dan semua orang Thian-tong-kau bangsat
semua. Tokoh2 yang hadir di tempat ini juga bangsat semua".
Pengacara Baju Merah marah sekali. Barisan pengawal Baju
Merah dan Baju Putih sudah beringsut2. Mereka tak sabar lagi
disuruh berdiri seperti patung. Barisan gadis cantik juga mulai
gelisah, demikian pula dengan barisan bocah Baju Merah dan
Baju Biru. Juga tokoh2 yang berada dibawah panggung, mereka mulai
mengerut dahi. Ceng Sian suthay, Hoa Sin dan Hong Hong
tojin mulai kasak kusuk. "Kalau tak salah pemuda itu bernama Blo"on putera Kim
tayhiap yang hendak kita cari", kata Ceng Sian suthay. Ia
menuturkan tentang peristiwa di kotaraja.
"Dia bernyali besar dan sakti". Hoa Sin gembira, "mari kita
bantu ... " Habis berkata tanpa menunggu persetujuan kedua
rekannya, ketua Kay-pang itu terus enjot tubuhnya
melambung ke atas panggung. Bagai gerak seekor burung
belibis, tubuhnya turun dengan ringan sekali.
"Kongcu" serunya kepada pemuda aneh itu "bukankah
kongcu bernama Blo"on?"
"Ih, pemuda aneh itu melirik dan mendesih "engkau
pengemis tua, mengapa ikut naik panggung. Apakah engkau
hendak minta sedekah" Disini bukan tempat sedekah dan
sayang akupun tak membekal uang. Turunlah, minta saja
pada rumah orang kaya"
Karena sudah mendengar penuturan Ceng Sian suthay
tentang watak, tingkah dan ucapan putera Kim Thian-cong
yang serba aneh dan nyentrik, Hoa Sin tak marah
kebalikannya malah tertawa gelak2.
"Bagus kongcu " serunya, "adatmu seperti aku. Cocok
sekali. Tetapi aku bukan kemari hendak minta sedekah
melainkan hendak menghadap kongcu"
'"Apa keperluanmu ?"' seru pemuda aneh itu.
"Benarkah kongcu ini bernama Blo'on, putera Kim tayhiap
?" ulang Pengemis-sakti Hoa Sin.
"Eh, engkau kan bisa melihat sendiri ujutku ini" Tergantung
dari anggapanmu. Kalau engkau anggap aku ini si Blo'on,
akulah Blo'on. Kalau engkau anggap aku bukan Blo"on, akupun
bukan Blo'on." Karena sudah dua kali terbentur kata2 yang berbatu, maka
perut Hoa Sin terasa kaku seperti di-kitik2. Dia termasuk
seorang tokoh silat, walaupun berkedudukan sebagai ketua
Kay-pang. yang suka berolok-olok, suka mengganggu orang.
Tetapi berhadapan dengan pemuda yang menyebut diri
sebagai Blo'on, dia terpaksa harus mengelus dada.
"Kim kongcu," katanya dengan menahan kesabaran, "apa
tujuan kongcu naik panggung ini?"
"Mencari Kim Thian-cong"
"O, bagus, kongcu." seru Hoa Sin, "kongcu dapat
membuktikan apakah dia benar2 Kim tayhiap aseli atau palsu.
Karena sesungguhnya Kim tayhiap dulu sudah meninggal
dunia." "Orang hidup bisa mati, mengapa orang mati tak dapat
hidup " Aneh engkau ini gumam Blo"on.
Hoa Sin terbelalak namun setelah teringat bahwa Blo'on itu
memang aneh dan agak tak waras pikirannya, iapun tak mau
berbantah. "Ya, baiklah," kata ketua Kay-pang itu, "aku akan
membantu kongcu untuk meneliti apakah ketua Thian-tongkau
itu benar2 Kim tayhiap aseli atau palsu"
"O. terima kasih," seru Blo'on, "tetapi sayang aku tak
memerlukan bantuanmu. Aku sendiri mampu untuk meniliti
adakah dia bapakku atau bukan". Hoa Sin tercengang.
"Kim tayhiap adalah bengcu (ketua) kami, bertujuh partai
persilatan besar. Sudah wajib kalau aku sebagai ketua dari
salah sebuah partai persilatan itu untuk mencarinya".
"Boleh ... boleh!", seru Blo'on. "engkau bebas untuk
mencari tetapi tak perlu membantu aku. Akupun bebas untuk
menyelidiki sendiri".
"Tetapi kongcu." bantah Hoa Sin. "Thian-tong-kau
mempunyai jago2 yang sakti dan berjumlah besar. Aku akan
membantu kerepotan kongcu untuk menghadapi mereka."
"Sudah kukatakan, tidak perlu", kata Blo"on, "aku dapat
mencari bapakku sendiri tanpa dibantu orang. Jika dia benar2
bapakku, tentulah dia akan melarang anakbuahnya untuk
mengganggu aku." ' Hoa Sin benar2 serba salah. Mau membantu ditolak. Mau
turun panggung, malu. 'Hoa pangcu." tiba2 terdengar seseorang berseru. "dekat
arang tentu hitam, dekat kapur tentu putih. Mengapa pangcu
merasa malu berlumur hitam kalau dekat dengan arang?"
Hoa Sin berpaling dan tampaklah Ceng Sian suthay berada
dibelakangnya bersama dengan Hong Hong tojin. Kedua tokoh
itu terpaksa ikut loncat keatas panggung karena menguatirkan
keselamatan Hoa Sin. "Berhenti !" tiba2 pengacara baju merah berteriak nyaring.
Nadanya berkumandang dahsyat, menandakan hebatnya
tenaga-dalam yang dimiliki.
Memang sejak terjadi perbantahan antara kedua pengacara
tadi, diatas panggung telah berlangsung pertempuran antara
ketujuh tokoh tetamu yakni Shoatang Sam-hiap, Ho-lam-ji
koay, Pui Tik. Im Yang cinjin melawan barisan Pengawal baju
Putih. Teriakan pengacara baju merah itu menghentikan
semua pertempuran. Dengan wajah merah padam karena marah, pengacara baju
merah itu berseru bengis.
"Sebagai tetamu yang kami undang, saudara2 sekalian
telah bertindak tak menghormati tuan rumah, berani naik
panggung untuk mengacau. Apakah saudara2 benar2 hendak
menentang Thian-tong kau ?"
"Kami Shoa-tang Sam-hiap tak puas atas tindakan Thiantong-
kau yang main paksa dan main bunuh orang !"
"Ho-lam Ji-koay sejak lahir menjadi manusia tegas, tak
pernah masuk anggauta perkumpulan yang manapun juga'"
seru Utti Siang dan Utti Ho.
"Kim-coa-pang bersahabat dengan semua partai dan kaum
persilatan atas dasar saling menghormati", seru Pui Tik ketua
Kim-coa-pang atau perkumpulan Ular Emas.
"Im Yang selalu hidup dialam bebas dari guha Cui-im-tong
di lembah Im-yang-kok." seru pula Im Yang cinjin dengan
bergaya. "Banci !'* tiba2 pemuda Bio"on memekik sehingga sekalian
orang terbeliak dan mencurah pandang kepadanya.
Im Yang cinjin merah mukanya. Tetapi pada lain kejab ia
tertawa mengikik macam gadis genit : "Hi, hi, hi banci itulah
sifat alam yang sempurna Im harus ada Yang lelaki harus ada
perempuan. Alam takkan sempurna bila tiada kedua jenis
unsur itu. Kalau kurang salah satu, jadinya seperti kuncir
kepalamu itu yang hanya tinggal satu, hi, hi.."
"Banci, jangan tertawa, perutku sakit kalau, mendengar
nada tawamu." seru Blo"on.
"Hi. hi. hi ... " Im Yang cinjin malah tertawa mengikik keras
dan panjang. "Banci", bentak Blo'on. "aku tahu seorang itu lelaki atau
perempuan. Tetapi aku bingung memikirkan engkau ini
tergolong jenis apa. Banci itu sesungguhnya bagaimana ?" ,
"Tubuhku terbagi dua, Im dan Yang, lelaki dan perempuan.
Kalau tak percaya cobalah rasakan ini ......." tiba2 ia gerakkan
tangan kanan menampar kearah Blo"on. "inilah sifat Yang,"
serunya. Kemudian Im Tang cinjin menyusuli dengan
tamparan tangan kiri: "Dan yang ini, sifat Im."
Setiup angin lunak menyambar Blo'on kemudian
segelombang angin keras melandanya. Ketika Blo'on hendak
menangkis tiba2 ia menjerit Aduh...." sekonyong-konyong ia
jatuh terjerembab ke belakang. Baru ia hendak berusaha
bangun, tiba2 ia terlempar jatuh lagi.
"Wah, hebat juga pukulanmu, banci," seru pemuda itu
seraya bangun berdiri, "pukulan tangan kirimu tadi benar2 luar
biasa. Aku tak merasa terkena sesuatu, tahu2 ruas2 sendi
tulangku lunglai sehingga tak kuat berdiri. Dan tangan
kananmu pun dapat menghamburkan tenaga yang kuat
sekali." *Hi, h.i, hi," Im Yang cirjin tertawa, "tetapi engkau memang
hebat juga. Setiap orang yang terkena kedua jenis pukulan Im
dan Yang, tentu tak dapat bangun karena tulang belulangnya
terlepas dari kaitannya. Tetapi ternyata engkau masih dapat
berdiri tegak lagi."
Sekalian orang terkejut menyaksikan pukulan Im Yang
cinjin yang sedemikian aneh dan hebat. Hanya pengacara baju
merah yang marah. "Hai, pemuda liar dan engkau Im Yang cinjin jangan
berbuat sekehendak hatimu. Apakah kalian benar2 tak
mengindahkan aku ?" teriak, pengacara baju merah dengan
mata melotot. "Eh. garang amat engkau ini," sahut Blo'on Kemudian
garuk2 kepala, "eh, bagaimana urusan disini dapat
diselesaikan. Belum yang satu selesaikan, sudah datang yang
baru. Kalau begini, kita tentu akan terus menerus berada
dipanggung sini" "Tutup mulutmu !" bentak pengacara baju merah dengan
bengis, "sekarang jawablah kalian semua. Kalian mau
melakukan sembahyang untuk masuk menjadi anggauta
Thian-tong-kau atau tidak?"
"Nanti dulu !" teriak Blo'on, "urusanmu belum selesai
mengapa menyuruh orang bersembahyang" Kalian berdua
yang mengaku sebagai pengacara, sebenarnya siapa yang
aseli siapa yang palsu. Urusan ini menyangkut keamanan dan
nama Thian tong-kau, harus diselesaikan dulu !"
"Jangan banyak mulut, bedebah !" bentak pengacara baju
merah itu, "aku sanggup menyelesaikan semua urusan disini.
Jawab dulu, kalian mau menjadi anggauta Thian-tong-kau
atau tidak ?" Terdengar desuh dan dengus dari orang2 yang berada di
atas panggung. Jelas mereka merasa geram tetapi tiada yang
membuka mulut, kecuali Blo"on. Pemuda itu balas menghardik
: "Eh. engkau, kalau urusanmu tak diselesaikan aku tak sudi
menjadi anggauta Thian tong-kau !"
* Baik," sahut pengacara baju merah. "kalau urusan itu
sudah selesai, artinya engkau bersedia masuk Thian-tong-kau
?" Bersedia !" sahut Blo'on dengan serempak.
"Pengawal Baju Putih dan Baju Merah," serentak pengacara
baju merah itu berseru lantang, "hajar orang2 yang berada
dipanggung ini!" "Jangan" teriak pengacara yang lain, "tangkap orang itu !"
ia menuding kearah pengacara baju merah," "dia telah
menganiaya aku dan hendak mengacau Thian-tong-kau."
Tetapi kawanan pengawal Baju Putih dan Ba ju Merah itu
tak menghiraukan. Serempak mereka berhamburan
menyerang tokoh2 yang berada diatas panggung, termasuk
pengacara itu sendiri. Barisan gadis cantik dan barisan bocah tak herani
menghalangi. Mereka menyadari betapa kesaktian barisan
Pengawal Baju Putih dan Baju Merah itu.
Kini terjadilah pertempuran yang seru dan dahsyat Shoatang


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sam-hiap, Ho-lam Ji-koay, Pui Tik ketua Kim-coa-pang
dan Im Yang cinjin diserang oleh kedua barisan pengawal
Thian-tong-kau itu. Demikian pula dengan Blo'on dan Hoa Sin
bertiga. Melihat itu Hoa Sin segera menggunakan ilmu menyusupsuara
kepada kedua kawannya: "Suthay, tojin, mari kita bekuk
pengacara baju merah itu bila berhasil tentu kita dapat
menguasai keadaan." Tetapi baru mereka hendak bergerak, tiba2 Blo'on loncat
menghadang: "Mau apa kalian?"
Hoa Sin tertegun, sahutnya: "Kongcu, kita harus
menggunakan kesempatan ini ......"
Pengemis-sakti Hoa Sin bicara dengan pelahan sekali
supaya jangan didengar orang tetapi Blo"on malah berkaokkaok
keras: "Apa katamu" Bicaralah yang keras, jangan bisik2
seperti orang perempuan. Ih, pengemis tua, aku kan bukan
pacarmu ?" Hoa Sin terbeliak, merah mukanya. Sesaat ia kehilangan
akal bagaimana harus menghadapi pemuda sinting itu.
"Kongcu," cepat Ceng Sian suthay maju, "marilah kita
menghadap Kim tayhiap."
Blo'on hendak menyahut tetapi tiba2 telinganya terngiang
suatu suara sehalus ngiang nyamuk : "Kim kongcu, harap
jangan membuang waktu. Marilah kita bertemu dengan ayah
kongcu ....." ternyata suara itu berasal dari Hoa Sin yang
menggunakari ilmu Menyusup-suara. Hanya Blo'on yang
mendengar, lain orang tidak. Ketua Kay pang itu cepat
mendapat akal bagaimana menyampaikan keterangannya
kepada Blo'on. 'O, begitu," seru Blo'on, "baik, aku setuju. Tetapi tunggu
dulu ......." Ia terus berpaling melangkah menghampiri pengacara baju
merah dan berseru : "Hai, pcngacara Thian tong kau, engkau
harus menjawab pertanyaanku dengan terus terang, kalau
tidak, lehermu tentu kupelintir putus seperti leher ayam!"
Pengacara itu terkesiap tetapi mau juga menjawab :
"Tanyalah tetapi harus yang penting dan sopan, tahu !"
"Benarkah ketuamu yang duduk dikursi itu bernama Kim
Thian-cong ?" seru Blo'on.
"Apakah didunia ini terdapat dua Kim Thian cong ?"
pengacara balas bertanya, "mungkin nama bisa kembar dua,
tiga bahkan berpuluh-puluh, tetapi orangnya tentu tak
mungkin." "Kim Thian-cong dari mana ?"
"Eh, bocah ingusan" kata pengacara itu, "mengapa masih
bertanya " Setiap hidung orang persilatan tentu tahu bahwa
Kim Thian-cong itu adalah jago nomor satu dalam dunia
persilatan, bergelar It-ci-sin-kun si Jari-tunggal-saktti"
"Dimana rumahnya ?" seru Blo'on pula.
"Eh, bocah, mengapa engkau masih bertanya begitu melilit
?" seru pengacara, "Kim tayhiap atau sekarang Kim kaucu,
setelah mengasingkan diri tinggal dipuncak Giok-li-nia gunung
Lou-hu-san." "Kabarnya dia sudah mati ?" seru Blo'on.
Tiba2 pengacara itu tertawa : "Ha, ha, ha, engkau mengaku
sebagai puteranya, tetapi mengapa engkau tak tahu ayahmu
sudah mati atau belum?"
"Aku tak berada digunung, mana tahu?"Blo"on bersungut
sungut. '"Eh, engkau tak berada di gunung " Apakah selama ini
engkau tak pernah pulang ?" tanya pengacara itu pula.
"Perlu apa pulang, bukankah ayahku sudah meninggal ?"
balas Blo"on menggeram.
"O," seru pengacara, "makanya engkau terus datang kemari
mencari ayahmu ?" "Benar !" teriak Blo'on dengan keras, "dalam pengembaraan
kudengar orang ramai membicarakan bahwa Kim Thian-cong
tidak mati tetapi pindah menetap di gunung Thay-san dan
mendirikan perkumpulan baru."
"Ya, memang benar," pengacara itu mengangguk, "Kim
kaucu jemu dengan kesunyian digunung. Istrinya sudah
meninggal dan puteranya hilang..."
"Gila engkau !" teriak B!o on, "siapa bilang, Aku ini engkau
kira siapa ?" "Kim kaucu sudah tua", pengacara itu melanjutkan
kata2nya tanpa mempedulikan gangguan Blo'on. "Ia
berpendapat seorang lelaki harus meninggalkan nama wangi
dalam hidupnya. Karena ia seorang persilatan maka iapun
hendak mengurus dunia persilatan. Diam2 ia menuju ke
gunung Thay-san dan mendirikan perkumpulan Thian-tongkai.
Tujuannya untuk mempersatukan seluruh kaum persilatan
guna membentuk sebuah dunia persilatan yang baru, yang
bebas dari kekacauan, yang bersih dari dendam pembunuhan,
yang menuju ke jalan kesucian mencari ketenangan di dunia
dan akhirat" "O, bagus, bagus," seru Blo'on, "kalau begitu aku hendak
bertemu dengan ayahku."
Sejenak pengacara itu merenung kemudian berkata :
"Baiklah, mengingat engkau puteranya yang sudah bertahuntahun
hilang, maka engkau boleh menghadapnya. Tetapi
ingat, jangan banyak bicara, Kim kaucu tak mau bicara
dengan siapa saja walaupun dengan engkau ?"
"Hai, mengapa ?" seru Blo'on. "Kim kaucu sedang
menjalankan suatu ilmu kesaktian, beliau pantang bicara
untuk beberapa waktu , pengacara memberi keterangan.
Blo'on tak mau bertanya lebih lanjut melainkan berpaling
dan berseru kepada Hoa Sin bertiga: "Hai, ikutlah aku
menemui ayah !" "Baik kongcu," seru Hoa Sin. Tetapi baru ia hendak
melangkah, pengacara itu sudah berseru mencegah.
"Anakmuda," serunya, "yang kuizinkan menghadap Kim
kaucu hanya engkau seorang, karena engkau puteranya.
Tetapi ketiga orang itu tidak dapat, kecuali kalau mereka
sudah mengangkat sumpah masuk menjadi anggauta Thiantong-
kau". 'O mengapa begitu " seru Blo'on.
"Kim kaucu, ayahmulah yang memberi perintah, sebagai
puteranya engkau harus menurut dan mentaati perintah itu."
Blo'on kerutkan dahi. Tiba2 ia berpaling dan berseru kepada
Hoa Sin : "Pengemis tua, ya benar engkau harus masuk
menjadi anakbuah Thian-tong kau dulu baru nanti menghadap
ayahku." Hoa Sin terkejut dan mengeluh. Sebenarnya ia hendak
bertindak secara diam2 untuk menghampiri Kim Thian-cong
dan membuktikan apakah ia benar Kim Thian-cong aseli atau
palsu. Siapa tahu rencananya itu telah digagalkan oleh Blo on.
Belum sempat ia mendapat akal bagaimana harus
mengatasi keadaan itu, Ceng Sian suthay sudah mendahului.
"Blo"on, engkau harus tahu, bahwa kami para ketua tujuh
persilatan ini dulu sudah menjadi anakbuah Kim tayhiap.
Sudah tentu Kim tayhiap akan menyambut kedatangan kami
dengan senang hati."
"O, ya, benar, benar", kata Blo'on lalu berpaling kepada
pengacara, serunya : "Mereka adalah ketua partai persilatan
yang dulu dipimpin ayahku. Dengan begitu mereka sudah
menjadi anakbuah ayahku, tak perlu harus mengangkat
sumpah lagi." Wajah pengacara itu serentak berobah gelap serunya :
"Dulu Kim kaucu tidak mempunyai perkumpulan sendiri, hanya
diangkat mereka sebagai bengcu. Jadi mereka yang
mengangkat, bukan Kim kaucu. Sekarang Kim kaucu
mendirikan perkumpulan Thian-tong-kau sendiri untuk
melebur semua partai2 persilatan. Jika mereka masuk menjadi
anggauta, Kim kauculah yang mengangkat mereka....."
"Ringkas saja kalau bicara, aku bingung!" teriak Blo'on,
"apa maksudnya diangkat dan meng-angkat itu " Bukankah
sama2 angkat ?" "Eh, engkau ini," seru pengacara iru, "maksudku dan
memang sudah menjadi perintah dari Kim kaucu, bahwa apa
yang terjadi pada masa dulu hapus semua dan semua harus
diperbaharui. Ketua ketujuh partai persilatan itupun harus
mengangkat sumpah menyatakan masuk menjadi anggauta.
Selama belum melakukan hal itu, mereka belum dapat
dianggap sebagai anggauta !"
"O, benar juga," Blo'on cepat berpaling kearah Hoa Sin
bertiga, seruya: "Ya, kamu bertiga harus menurut peraturan
disini. Harus lebih dulu mengangkat sumpah, baru dapat
diterima menghadap ayahku !"
Hoa Sin mendesuh, Ceng Sian suthay mendesih dan Hong
Hong tojin menggeram. "Blo'on, karena engkau tolol, baiklah jangan ikut campur
urusan ini. Engkau mau menghadap ayahmu, silahkan. Kami
juga akan menghadap sendiri."
Habis berkata rahib ketua Kun-lun-pay itu terus ayunkan
langkah diikuti oleh Hoa Sin dan Houg Hong tojin.
"Berhenti!" cepat pengacara baju merah itu membentak
keras, "selangkah lagi kalian berani maju, jangan sesalkan aku
bertindak kejam!" Habis berkata dia mengeluarkan sebuah
kantong kulit dari dalam jubahnya.
Ceng Sian suthay, Hoa Sin dan Hong Hong tojin certegun.
Tetapi Ceng Siau hanya tertawa kesal ; "Kalau aku tetap maju,
engkau dapat berbuat apa?"
la terus ayunkan langkah lagi. "Jika demikian, engkau
memang sudah bosan hidup !" tiba2 pengacara itu merogoh
kedalam kantong kulit dan pada lain ia taburkan tangannya
kearah Ceng Sian suthay bertiga, "rasakanlah ...!
Sesungguhnya Ceng Sian suthay, Hoa Sin dan Hong Hong
tojin sudah siap sedia. Selekas tangan pengacara itu menabur
maka tiga benda macam tali yang panjangnya hanya sekilan
jari tangan melayang di udara. Benda itu memancarkan sinar
kuniug keemasan yang gemilang.
Wut .... Ceng Sian cepat melontarkan pukulan untuk
menghalau. Tetapi benda itu bergeliatan! mencelat ke udara
lalu meluncur lagi kearah ketiga Ketua partai itu.
Wut, kali ini Hong Hong tojinpun nenghantam teras, tetapi
ketiga benda kecil pendek itu mencelat lagi ke atas,
bergeliatan lalu meluncur kearah mereka.
Ceng Sian suthay, Hong Hong tojin dan Hoa Sin terkejut
ketika ketiga benda itu berpencar menyerang mereka bertiga.
Cepat mereka menampar dan loncat menghindar. Tetapi
ketiga benda itu gesit luar biasa, setelah bergeliatan
menghindar terus meluncur lagi.
"Ular emas!" tiba2 Hoa Sin menjerit kaget demi melihat
jelas benda itu. Ceng Sian suthay dan Hong Hong tojin terkejut juga.
Sebagai tokoh ketua sebuah partai persilatan mereka
mempunyai pengalaman yang luas. Ular emas yang amat kecil
itu tergolong salah satu dari lima jenis binatang yang paling
berbisa. Apabila sampai tergigit, tak ada obatnya lagi.
Tetapi pengetahuan itu terlambat. Karena saat itu mereka
diserang habis-habisan oleh ular emas itu. Dan yang
mengejutkan ternyata ular itu tak dapat dihalau dan ditolak
dengan pukulan, tak mempan dibacok dengan senjata tajam.
Betapa hebat ilmu ginkang ketiga ketua partai persilatan itu
namun menghadapi ular emas yang luar biasa gesitnya, yang
tak dapat dihalau pukulan dan dibacok senjata, akhirnya
mereka kewalahan juga. Dalam detik2 dimana gerakan tubuh
mereka agak terlambat maka berhasillah ular emas itu
menggigitnya. Ceng Sian suthay tergigit tangannya, Hong
Hong tergigit kakinya dan Hoa Sin tergigit lengannya.
"Suthay, totiang, kita turun panggung dulu!" seru Hua Sin
seraya melayang turun dari panggung. Ceng Sian suthay dan
Hong Hong tojinpun mengikuti. Mereka mencari tempat yang
sepi untuk mengobati lukanya.
"'Pil Ki-tok-sin-tan buatan partai Kun-lun-pay ini, dapat
melawan segala jenis racun, tetapi....." tiba2 suthay itu
hentikan kata2. "Mengapa suthay ?" tanya Hong Hong tojin. Ceng Siun
suthay menghela napas: "Kita bertiga sedangkan pil yang
kubekal itu hanya tingga dua butir .. ,."
"Ah, tak apa," tiba2 Hoa Sin berkata dengan suara lapang,
"biarlah suthay dan totiang saja yang minum. Aku dapat
mengobati lukaku." Dalam berkata itu sebenarnya Hoa Sin merasa lengannya
makin kaku. Ia terus salurkan tenaga dalam untuk
menghentikan racun itu. Tatapi ternyata racun ular emas itu
hebat sekali. Cepat racun itu sudah menyusup ke bahu.
Walaupun karena tertahan oleh tenaga-dalam, namun racun
itu tetap pelahan-lahan mengalir.
"Berikan kepada Hoa pangcu," seru Hong Hong tojin. Ia tak
mau kalah dengan kebesaran jiwa ketua Kay-pang itu.
"Suthay, totiang," seru Hoa Sin, "saat ini keadaan sudah
gawat. Jangan kita mati semua, cukup seorang saja yang
menjadi korban. Suthay dan totiang harus hidup untuk
melanjutkan perjuangan kita ... "
Pengemis-sakti Hoa Sin tak dapat melanjutkan kata2nya.
Wajahnya sudah berobah biru gelap. Jelas racun sudah makin
mengalir ke arah kepala. Pengemis-sakti pejamkan mala dan
mulai mengerahkan tenaga dalam lagi untuk menghentikan
peredaran racun. Rupanya ia harus mengerahkan seluruh
tenaga-dalamnya sehingga dahinya sampai bercucuran
keringat. "Suthay," Hong Hong tojin gelisah, "tolong berikan sebutir
pil kepadaku." Suthay segera mengambil sebuah kelopak dari batu kumala,
membuka dan mengambil dua butir pil warna putih. Bau
harum segera semerbak kemana-mana.
"Apakah maksud totiang dengan pil ini ?" tanya rahib dari
Kun-lun-pay itu. "Akan segera kuminumkan kepada Hoa pangcu. Lihatlah,
keadaannya sudah berbahaya sekali," kata Hong Hong tojin.
Ceng Sian suthay terbeliak memandang ketua Go-bi-pay itu.
Sejenak kemudian ia berkata dengan nada serius: "Hong
pangcu, bukan melainkan Hoa pangcu, pun pangcu sendiri
juga berbahaya, lihatlah wajah pangcu, sudah bersemu hitam
" Sebanarnya Hong Hong tojin sudah menyadari bahkan
sudah merasa kalau sebelah kakinya sudah tak terasa dan
saat itu perutnya mulai kaku. Ia tahu bahwa racun sudah
menjalar ke bagian perut dan sebentar lagi tentu naik kedada.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi sebagai seorang imam yang berbudi tinggi dan sebagai
seorang tokoh ketua partai persilatan, ia harus mengunjuk
suatu sikap ksatrya. Ia rela mengorbankan diri asal dapat
menolong Hoa Sin. "Tak apa, suthay," katanya, "yang penting kita harus
menyelamatkan jiwa Hoa pangcu."
"Tidak totiang!" tiba2 Ceng Sian suthay berseru tegas,
"keadaan sudah amat berbahaya, jangan saling mengalah
dengan akibat kedua-duanya tak tertolong. Keadaan Hoa
pangcu lebih parah dan totiang masih mending. Maka harap
totiang minum pil itu. Cepatlah, setelah kita sembuh kita
gabungkan tenaga-dalam kita untuk membantu Hoa pang cu
mengenyahkan racun itu ......."
Hong Hong tojin menyambuti pil dari Ceng Sian suthay,
namun ia masih bersangsi. Tiba2 tangan Ceng Sian yang
mengulurkan pil itu dibuka dan jatuhlah pi! itu ke tanah. Hong
Hong tojin, terkejut, cepat ia membungkuk tubuh untuk
menjemputnya. "Maaf, totiang !' sekonyong-konyong Ceng Sian bergerak
menutuk jalandarah di leher Hong Hong tojin. Seketika ketua
Go bi-pay itu ternganga mulutnya dan secepat itu pula, Ceng
Sian suthay segera memasukkan pil ke mulutnya. Sekali
menepuk tengkuk Hong Hong tojin, pilpun segera meluncur
masuk kedalam kerongkongannya. Kemudian ia sendiripun
segera menelan lalu duduk bersila.
"Totiang, mari kita lekas menyalurkan tenaga-dalam untuk
mempercepat kerja pil itu," seru Ceng Sian seraya pejamkan
mata dan mulai bersemedhi.
Hong Hong tojin menghela napas namun ia menurut juga
permintaan rahib ketua Kun-lun-pay Itu.
Demikian ketiga ketua partai persilatan saat itu tengah
berjuang sekuat tenaga untuk menghalau racun ular emas
yang luar biasa hebat. Andai bukan Hoa Sin tentu dalam
beberapa kejab saja sudah mati.
Dalam pada itu pertempuran diatas panggung pun sudah
mendekati penyelesaian. Sosok tubuh bergelimpangan di sana
sini, ada yang sudah mati ada yang terluka parah.
Tiga jago dari Shoa-tang Sam-hiap rubuh mandi darah,
demikian pula dengan Ho lam Ji-koay pun terluka parah. Im
Yang cinjin sudah kabur dengan membawa luka. Yang masih
hanyalah Pui Tik ketua Kim-coa-pang. Dia menggunakan
senjata rahasia yang aneh yalah seekor ular hidup yang
beracun. Tetapi kawanan Pengawal Baju Putih dan Baju Merah
itu terlalu tangguh. Dalam beberapa jurus lagi, senjata ular Pui
Tik dapat dihantam hancur dan orangnya terlempar kebawah
panggung. Kini yang masih dapat bertahan hanya pengacara yang baru
muncul itu. Berhadapan dengan seorang Pengawal Baju Putih,
ia masih dapat melayani sampai beratus jurus.
Melihat itu seorang pengawal Baju Putih yang lain tiba2
menampar dari jauh. Pengacara itu mengira kalau bukan suatu
serangan. Dan ia memang tak sempat mengambil perhatian
karena harus melayani serangan pengawal Baju Putih yang
bertubuh tinggi besar itu.
"Hai ... !" tiba2 pengacara itu menjerit kaget, "pukulan Buing-
ciang ... " Bu-ing-ciang artinya pukulan tanpa bayangar Tidak
mengeluarkan suara dan tidak menghembuskan angin. Tahu2
yang menerima sudah terlempar Demikian dengan pengacara
itu. Ia tak sempat berjaga ketika segulung angin mendadak
sontak sudah menghantam tubuhnya sehingga seperti sebuah
layang2 putus tali, tubuhnyapun melayang jatuh ki ke bawah
panggung. Gemparlah sekalian tokoh2 yang masih berada di bawah
panggung. Sekonyong-konyong mereka melihat sesosok tubuh
manusia yang melesat dan terus menyambut, tubuh
pengacara itu. "Hai ... !" serentak berteriaklah para hadirin yang berada
dibawah panggung demi melihat penolong yang muncul itu.
Mereka terkejut, terlongong-Iongong ketika melihat
perwujutan dari penolong itu mirip sekali dengan pemuda
gundul berkuncir satu yang melayang keatas panggung dan
saat itu masih berada disitu.
Memang benar, pendatang yang menolong jiwa orang yang
mengaku sebagai pengacara itu baik tampang maupun
pakaiannya, seperti pinang di belah dua dengan pemuda yang
mengaku bernama Blo'on. Pemuda itu ikut terkejut sehingga tanpa disadari ia telah
lepaskan tangannya, bluk ... pengacara itupun jatuh ke tanah.
Pemuda itu gelagapan dan buru2 hendak menjemputnya
tetapi pengacara itu cepat2 melenting bangun.
"Tak usah !" serunya. Iapun terbelalak ketika melihat
tampang muka pemuda itu, "apakah engkau yang menolong
aku ?" Pemuda itu mengangguk. "Apakah engkau tak
menderita luka apa2 dari serangan orang2 Thian-tong-kau
itu." tanya pengacara pula.
"Eh, rupanya engkau terluka, jangan mengingau tak
keruan, lekas engkau beristirahat !" seru pemuda aneh itu.
Kembali pengacara itu terbelalak : "Aku memang menderita
luka tetapi tak berat, masih kuat bertahan. Engkau bagaimana
" Apakah engkau tak terluka ?"
Pemuda aneh itu terbeliak : "Gila, jangan ngoceh tak
keruan. Mengapa aku terluka ?"
"Bukankah engkau berada di atas panggung juga ketika
terjadi pengamukan orang Thian-tong-kau ?" seru pengacara.
"Siapa yang mengamuk " Orang Thian-tong kau " Mengapa
mereka mengamuk " Apa mereka sudah gila ?" ber-tubi2
pemuda gundul itu melontarkan pertanyaan sehingga
pengacara melongo. "Aku tidak terluka, aku tidak mengoceh tetapi aku masih
sadar," teriak pengacara itu, "tadi kita bersama di atas
panggung. Aku terkena pukulan Bu ing-ciang dan seorang
pengawal Baju Putih. Katanya, mengapa engkau dapat
menolong aku dibawah panggung, apakah engkau tak
menderita luka?" "Gila ! Gila !" bentak pemuda gundul itu dengan mata
mendelik, "karena terluka badanmu tentu panas, kepalamu
pusing. Siapa yang berada diatas panggung " Aku baru saja
datang, karena melihat tubuhmu melayang dari atas, aku
kasihan di cepat2 kusambuti."
Pengacara, itu melotot matanya. Ia terkejut mendengar
keterangan itu tetapi sesaat kemudian ia berkata : "Ah jangan
bergurau. Jelas engkau berada di atas panggung bersama
ketiga ketua partai persilatan, kemudian engkau hendak
menghadap ayahmu yang menjadi ketua Thian-tong-kau.
Engkau hendak mengajak ketiga ketua partai persilatan itu
tetapi oleh pengacara Thian-tong-kau ditolak. Karena nekad,
ketiga ketua partai persilatan itu diserang dengan senjata ular
beracun oleh pengacara itu. Beberapa tokoh persilatan dan
aku-pun diserang oleh barisan pengawai Baju Putih dan Baju
Merah dari Thian-tong-kau ... "
"Sudah sudah !" teriak pemuda gundul itu. "bising telingaku
mendengar ocehanmu. Siapa yang diatas panggung " Aku tak
merasa disana, aku baru saja tiba di tempat ini".
Pengacara itu hendak ngotot tetapi ada seorang tetamu
yang maju menghampiri : "Memang kami yang berada
dibawah panggung ini semua melihat bahwa pemuda ini baru
saja tiba. Bukan pemuda yang berada diatas panggung."
"Ya, memang aneh sekali tetapi memang benar kalau
anakmuda itu baru saja datang," seru seorang tamu lain.
Beberapa orangpun segera memberi kesaksian.
"Sudahlah, jangan ribut2!" seru pemuda aneh itu, "siapa
pemuda yang engkau maksudkan berada di atas panggung itu
?" "Eng ... eh, mirip sekali dengan engkau." seru seorang
tetamu." "Benar ?" pemuda aneh itu menegas.
Serempak sekalian tetamu mengiakan. Mereka
menganjurkan supaya pemuda itu naik kepanggung untuk
membuktikan kebenarannya.
"Gila, masakan aku sudah berada dipanggung?" pemuda itu
ber-sungut2, "apakah badanku bisa terpecah dua ?"
Sebenarnya sekalian orang hampir tak kuat menahan geli
melihat tingkah laku dan ucapan pemuda itu. Lebih2
perwujutannya. Tetapi mengingati saat itu berada dalam
suasana yang gawat, terpaksa mereka menahan tawa.
"Eh, tadi engkau mengatakan bahwa aku berada di atas
panggung hendak menjumpahi ayahku yang menjadi ketua
Thian-tong-kau. Benarkah itu," tiba2 pemuda aneh itu
bertanya kepada pengacara
"Ya, benar", sahut pengacara.
"Apakah engkau sudah melihat sendiri bahwa yang jadi
ketua itu memang ayahku ?" tanya pemuda itu pula.
"Melihat tetapi belum dapat membuktikan benar atau
tidak", sahut pengacara.
"Mengapa ?" "Karena dia duduk di sebuah kursi kebesaran yang jauh
letaknya dari panggung dan dijaga pula dua ekor harimau
besar." "Hiih " pemuda itu mendesuh kejut, "harimau besar
menjaganya?" "Sepasang harimau menjaga dibawah kakinya, duapuluh
pengawal Baju Merah, duapuluh pengawal Baju Putih,
duabelas Dara baju Kuning, dua-belas dara Baju Hijau, enam
kacung baju Merah dan enam kacung Baju Biru. Itulah
penjagaan yang mengelilingi ketua Thian-tong-kau,"
menerangkan pengacara. "Wah, hebat benar," seru pemuda aneh itu, "mengapa
harus dijaga sedemikian banyaknya ?"
"Dia ketua Thian-tong-kau dan hari ini perkumpulan Thiantong-
kau hendak mengadakan upacara sembahyang besar
untuk meresmikan berdirinya dan menerima anggauta. Kita
semua diundang dan dipaksa masuk menjadi anggauta."
Pemuda aneh itu tertawa. "Kalian sudah tua, masakan mau
dipaksa menjadi anggauta kecuali kalian memang sukarela
masuk sendiri." "Sebagian besar dari tetamu2 yang diundang adalah kaum
persilatan. Mereka kebanyakan menoIak masuk anggauta.
Tetapi Thian-tong-kau menggunakan kekerasan untuk
memaksa...." "Gila !" tiba2 pemuda aneh itu memekik, masakan didunia
yang terang benderang ini terdapat manusia yang hendak
memaksa manusia?" "Mereka mengandalkan anggautanya yang berkepandaian
tinggi dan banyak." "Perkosaan !' tiba2 pemuda aneh itu memekik lagi dan
tahu2 tubuhnya melambung keatas panggung.
Sekalian orang menjerit kaget "ketika menyaksikan gerakan
pemuda aneh itu meluncur naik keatas panggung. Entah
dengan cara bagaimana, tiba2 tubuh pemuda itu terus
melambung lurus ke udara macam sebuah roket.
"Hai, mana manusia yang mencuri wajahku tadi ?" selekas
tiba diatas panggung, pemuda aneh itupun segera berteriak.
Saat itu pertempuran sudah selesai, kawanan pengawal
Baju Putih dan Baju Merahpua sudah berbaris ditempat
semula. Sedang pengacara baju merah itu tengah berkemas
untuk melanjutkan acara. Pemuda Blo'onpun hendak
melangkah menghampiri ketua Thian-tong-kau.
Sekalian anakbuah Thian-tong-kau terkejut mendengar
teriakan pemuda aneh itu. Mereka hanya melihat sesosok
butuh berpakaian putih meluncur tetapi sama sekali tak
mendengarkan suara apa2 ketika kaki pemuda aneh itu
menginjak lantai panggung. Dan lebih terkejut lagi ketika
mereka melihat perwujutan pendatang itu.
"Hai !" serempak barisan bocah dan barisan gadis2 cantik
memekik kaget. Barisan pengawal Baju Pulih dan Baju Merah
pun tersentak menegaskan kepala tetapi tak mengeluarkan
suara apa2. Pengacara baju merah terlongong. Hanya Blo'on
yang tenang. Ia berputar tubuh lalu menghampiri ke hadapan
pendatang itu. "Ho, rupanya engkau jahanam pencuri itu !" teriak pemuda
pendatang itu. "Gila !" bentak pemuda Blo'on, "aku tak kenal engkau,
mengapa datang2 engkau terus memaki maki aku " Aku
mencuri apa !" "Tampang mukaku !"
"Lho, bukankah tampangmu masih melekat pada mukamu
?" teriak pemuda Blo'on.
"Tetapi tampangmu menyerupai mukaku!" teriak pemuda
pendatang itu. "Ini tampangku sendiri. Aku bebas memiliki tampang begini.
Kalau engkau merasa sama, ganti sajalah tampangmu itu ?"
seru Blo'on. "Bagaimana caranya mengganti" Sejak lahir ibuku telah
memberi tampang begini, masakan bisa diganti. Engkau saja
yang harus diganti."
"Gila !" bentak pemuda Blo'on, "kalau engkau tak dapat
mengganti tampang, bagaimana aku dapat?"
"Mudah saja !" "Bagaimana ?" Bio'on kerutkan dahi.
"Hidungmu kupotong, telingamu kuiris sebelah, biji matamu
kucukil satu dan bibirmu yang atas kusayat. Dengan begitu
tentu lain, engkau mempunyai tampang baru dan selanjutnya
tentu takkan menyerupai tampangku !" seru pemuda
pendatang itu dengan gembira.
"Keparat!" teriak pemuda Blo'on, "engkau sajalah yang
kuiris mukamu supaya tak sama dengan mukaku !".
"Hai, siapakah engkau ?" tiba2 pengacara baju merah
menegur pemuda pendatang itu.
"O, apakah engkau yang disebut pengacara dari Thian-tong
kau itu?" pemuda pendatang itu balas bertanya.
"Hm, benar," sahut pengacara baju merah dengan nada
sarat, "jawab, siapa engkau !"
"Aku putera dan Kim Thian-cong !"
"Bohong!" teriak pemuda Blo'on, "akulah putera dari Kim
Thian-cong, namaku Blo'on. Jangan engkau mengaku-ngaku
ayahku sebagai bapakmu !"
"O," pemuda pendatang itu melongo, "engkau juga
bernama Blo'on " Aneh, aneh," ia garuk2 gundulnya.
"Apa yang aneh ?" seru pemuda yang pertama atau Blo'on.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Mengapa didunia terdapat dua manusia yang kembar
sampai pada namanya juga kembar. Orang menyebut namaku
juga Blo'on. Pada hal sudah lama sekali aku mendapat nama
itu," tiba2 pemuda itu termenung, kerutkan dahi lalu berseru
pula : "Eh, dari mana engkau memperoleh nama itu?"
"Sudah tentu dari ayahku," sahut Blo'on.
"Salah !" teriak pemuda pendatang itu, "ayah tidak memberi
nama itu. Nama Blo'on itu seorang dara yang memberi. Dara
itu bernama .... Hong Ing si Walet-kuning murid Hoa-san-pay
......" tiba2 pula pemuda itu berhenti dan merenung, "ah, di
manakah dara itu " Sudah lama dia menghilang."
Pengacara baju merah, pemuda Blo'on tertegun mendengar
kata2 pemuda pendatang itu. Sesaat kemudian Blo'on
membentak : "Engkau memang seorang bedebah yang berani
mati. Coba, mana di dunia terdapat seorang anak yang
namanya diberi lain orang ". Masakan orangtuamu tak pernah
memberi nama kepadamu"."
"Sudah tentu memberi," sahut pemuda pendalang itu,
"tetapi aku lupa. Yang kuingat hanya pemberian nama dari
nona itu." "Ngaco !" bentak pemuda Blo'on, "jangan engkau mengakungaku
sebagai putera Kim Thian-cong. Akulah puteranya yang
bernama Blo"on."
"Gila !" teriak pemuda pendatang itu. "engkau mengaku
bernama Blo"on, engkau mempunyai tampang muka seperti
aku, aku sih tak keberatan, kalau memangnya tampangmu
begitu macam, apa boleh buat. Tetapi kalau engkau mengaku
sebagai putera Kim Thian-cong, aku melarang. Tidak bisa
kataku, engkau Blo'on yang lain, bukan putera Kim Thian-cong
!" Pemuda Blo'on yang pertama, tertawa gelak2 serunya :
"Mana di dunia terdapat ocehan macam begitu ". Hanya orang
gila yang bisa mengatakan begitu. Masakan seorang anak tak
boleh mengaku ayahnya !" cepat ia berpaling kepada
pengacara baju merah dan berseru : "Hai. pengacara, lekas
titahkan pengawal Thian-tong-kau untuk menangkap bangsat
itu!" Entah bagaimana rupanya, pengacara bajumerah itu
menurut saja perintah pemuda Blo'on itu. Ia segera berseru
kepada barisan bocah Baju Merah.
"Hayo, tamparlah kepala dan muka pemuda gila itu !"
teriaknya. Dan serentak kawanan bocah Baju Merahpun
berhamburan mengepung pemuda pendatang.
"Hai, engkoh gila," seru mereka, "engkau mau turun dari
panggung ini atau tidak ?"
"O, kalian kawanan monyet2 kecil", seru pemuda
pendatang itu, "apakah panggung ini milik nenekmu ?"
"Kami adalah murid dari Thian-tong-kau. Mendapat perintah
dari Ang Li-su (pengacara baju merah) untuk mengusirmu !"
"Mengapa ?" "Engkau mengacau upacara yang akan diadakan diatas
panggung ini !" "Upacara apa ?"
"Meresmikan berdirinya Thian-tong-kau dan menerima
anggauta baru !" "Apakah artinya Thian-tong-kau ?" seru pemuda tolol itu.
"Partai Nirwana !"
"Apakah Nirwana itu ?"
"Sebuah tempat yang indah di langit. Kelak apabila engkau
mati, tempatnya hanya dua. Nirwana atau Neraka. Kalau
engkau seorang baik kalau mati kelak engkau naik ke Nirwana.
Tetapi kalau engkau jahat, besok engkau akan dilemparkan ke
Neraka yang merupakan lautan api".
"Hih ... !" pemuda tolol itu menjerit seram "jangan, aku tak
mau ke Neraka. Tetapi siapakah yang mengizinkan aku naik ke
Nirwana dan yang kuasa melempar-aku ke Neraka itu ?"
"Ini ... ini ... aku sendiri tak tahu ... " bocah baju merah itu
garuk2 kepala. "Goblok !" tiba2 Blo'on yang kesatu membentak, "sudah
tentu Kim Thian-cong ayahku karena dia menjadi ketua Thiantong-
kau." "Ho, kalau begitu aku tentu naik ke Nirwana juga !" seru
pemuda Blo'on yang kedua itu.
Kawanan bocah baju merah melongo : "Bagaimana engkau
bisa naik ke Nirwana ?"
"Karena bapakku ketua Thian-tong-kau !" sahut Blo'on
kedua dengan gembira. "Bangsat, engkau bukan anaknya Kim kaucu. Engkau
seorang pemuda berandalan yang tak ketahui asal usulmu !"
bentak Blo"on kesatu. Kemudian ia memberi perintah kepada
kawanan bocah baju merah itu supaya lekas menghajar.
"Nanti dulu !" buru2 Blo'on kedua berseru serta menyetop
dengan kedua tangannya, "bagaimana kalau aku masuk
menjadi anggauta Thian-tong kau supaya besok naik ke
Nirwana ?" Blo'on kesatu terkejut mendengar ucapan itu.
"Tidak," seru pengacara baju merah atau Ang li-su, "Thiantong-
kau tak menerima anggauta orang gila !"
"Tetapi dia," Blo'on kedua menuding kearah Blo'on kesatu,
"apakah juga bukan pemuda gila ?"
"Dia adalah putera Kim kaucu !" bentak Ang li-su dengan
marah. "Tidak !" teriak Blo'on kedua, "aku hendak menghadap
bapakku !" Habis berkata ia terus melangkah maju.
"Ang-hay-kun, lekas hajar orang gila itu !" pengacara Ang lisu
cepat memberi perintah. Enam bocah baju merah segera menyerbu Blo"on kedua.
Mereka tak mau menggunakan senjata karena menganggap
bahwa Blo'on kedua ini seorang pemuda yang sinting dan
bertangan kosong. Cukup dengan tinju saja, tentulah pemuda
sinting itu sudah ter-kencing2 minta ampun.
Duk, duk, duk , ... Terdengar tinju berjatuhan pada tubuh Blo'on kedua tetapi
serentak dengan itu terdengarlah keenam bocah baju merah
itu menjerit keras, menyurut mundur seraya mendekap
tinjunya : "Aduh, duh ... "
Ang li-su terkejut : "Mengapa kamu itu serunya.
Sambil masih menjerit-jerit kesakitan, salah seorang bocah
itu beneriak: "Tulang2 jariku remuk," teriaknya.
"Badannya seperti besi ..." kata bocah yang lain.
Ang Li-su terkejut. Tetapi ia tetap tak percaya kalau
pemuda tolol itu memiliKi ilmu Thiat-po-san atau ilmu kebal.
Segera ia perintahkan barisan bocah Baju Biru untuk maju.
Rupanya borisan bocah Baju Biru itu telah melihat apa yang
dialami kawan-kawannya baju merah. Tetapi merekapun juga
tak percaya. Begitu maju mereka terus menghujani Blo'on
kedua dengan pukulan dan tendangan.
"Bocah edan !" rupanya Blo'on kedua itu marah melihat
tingkah laku kawanan bocah yang hendak mengeroyoknya.
Serentak ia menggerakkan kedua tangannya dan serentak
terdengarlah kawanan bocah Baju Biru itu menjerit-jerit
kesakitan seraya mendekap kepala : "Aduh .... aduh .... minta
ampun gua "..".
Ternyata kuncir rambut kepala dari keenam bocah Baju Biru
itu telah dicomot oleh Blo'on ke dua. Karena caranya
mencomot dengan paksa, maka bocah2 itupun menjerit
kesakitan. Tetapi beberapa saat kemudian setelah rasa sakit
berkurang, mereka memberingas marah ; "Kurang ajar !
Engkau berani mencabuti rambut kepalaku !"
Keenam bocah itu maju menyerang lagi. Tetapi mereka
tidak mau gegabah menyerang dengan membabi buta
melainkan secara teratur dalam bentuk barisan Pat-kwa-tin.
Bahkan karena marah, merekapun menghunus pedang.
"He, kalian makin lama makin berandalan. Masakan masih
kecil sudah mau jadi jagal manusia. Siapa yang suruh engkau
begitu " Siapa yang mengajari ?" Blo'on kedua menyemprot
mereka. Namun barisan bocah Baju Biru itu tak menghiraukan lagi.
Mereka segera bergerak-gerak dalam formasi barisan Pat-kwatin.
Rapi dan dahsyat, empat penjuru delapan arah, pedang
berhamburan menusuk tubuh Blo'on kedua.
Tetapi pemuda pendatang itu tak gentar. Begitu mereka
mendekati tiba2 ia meludai muka mereka, berputar tubuh
sambil meludah supaya merata kepada keenam bocah itu.
"Aduh .... aduh .... ampun mak ......." ke enam bocah itu
menjerit dan mendekap mukanya! merintih rintih minta
ampun. Ludah yang menyemprot muka mereka terasa seperti
percikan besi panas yang membakar muka mereka. Mereka
menjerit-jerit seraya lari masuk kedalam.
Kali ini Ang-li su benar2 terkejut. Kedua barisan bocah Baju
Merah dan Baju Biru itu walaupun tergolong anakbuah Thiantong-
kau yang paling rendah tingkatannya tetapi rata2 mereka
memiliki ilmusilat yang tinggi. Jago silat kelas dua kalah
dengan mereka. Bahwa dua kali pemuda sinting itu talah
memberantakan kedua barisan bocah Thian-tong-kau, benar2
membuat Aug-li-su atau pengacara baju merah, terlongonglongong
heran. Benarkah pemuda sinting itu memiliki ilmusilat
yang sakti " "Bi-jin-kun, majulah," pada lain saat Ang-li-supun berteriak
memberi perintah kepada barisan gadis cantik Baju Kuning. Ia
tak percaya kalau pemuda sinting itu berilmu sakti.
Selusin dara cantik Baju Kuning segera berhamburan maju
mengepung Blo'on kedua. Melihat itu, merahlah muka Bloion
kedua. "Ih, dunia terbalik, jaman edan," gumamnya seraya
menutupkan lengan baju pada mukanya seperti orang malu.
Barisan gadis cantik Baju Kuning itu tediri dari gadis2 yang
berusia 16-17 tahun. Mereka masih bersifat kekanak-kanakan.
Melihat muka Blo'on kedua, tingkah laku dan kata-katanya,
dara2 itu tertawa geli. Jika tadi berhadapan dengan beberapa
tokoh silat yang naik kepanggung, mereka bersikap ketus.
Tidaklah demikian pada saat itu. Disamping geli, merekapun
mempunyai setitik rasa kasihan terhadap pemuda yang tolol
itu. "Eh, mengapa engkau tutupi mukamu ?" tegur salah
seorang dara yang agak berani.
"Malu, dong!" sahut Blo'on kedua.
"Malu ?" dara itu menegas, "mengapa malu?"
"Karena kalian menonton mukaku
"Hi, hi, hi....." pecah gelak tawa kcduabelas dara cantik itu
demi mendengar jawaban itu.
"Gila ! Dunia sudah terbalik, jaman sudah edan!" teriak
Blo'on kedua, "dulu anak perempuan tak berani keluar pintu
kalau lihat anak laki malu2 kucing. Tetapi sekarang gadis2
malah berani berhadapan dengan anak laki, memandang dan
menertawakan. Berani juga mengajak berkelahi, menerkam
seperti harimau." "Hai, jangan ngoceh seperti orang sinting !" seru salah
seorang dara baju kuning, "apakah engkau sakit kalau
tampang mukamu dilihat orang ?"
"Ya, kalau sakit, copot saja tampangmu itu!' teriak yang
lain. "Tampang kaya kuda meringis saja, masakan malu dilihat.
Kita yang malu melihat!" seru seorang lagi.
"Huh," dengus Blo'on kedua, "sakit atau tidak itu urusanku.
Pokoknya, aku tak mau kalau anak perempuan melihat
wajahku." "Cis, siapa sudi melihat tampangmu !"
"Buktinya engkau melihat."
"Karena heran mengapa manusia mempunyai tampang
seperti setan, hi. hi, hi......"
"Bi-jin-kun, jangan buang waktu bicara yang tak berguna.
Lekas pukul setan itu!" teriak pengacara baju merah yang
rupanya tak sabar mendengar pembicaraan mereka.
Barisan gadis Baju Kuning itu segera hendak bergerak
menyerang. "Nanti dulu !" tiba2 Blo'on kedua berseru menyetop dengan
tangannya, "kalau kalian memang hendak mengajak berkelahi
dan memaksa aku harus berkelahi, akupun akan melayani.
Tetapi aku masih ada sedikit urusan yang lupa kuperhatikan.
Aku minta tunda dulu sebentar."
Barisan dara Baju Kuning yang sudah bergerak itu terpaksa
berhenti lagi. Salah seorang berseru : "Mau apa engkau ?"
"Aku teringat mempunyai kenalan seorang rahib yang
menurut kata orang2 dibawah panggung saat ini sedang
menderita luka. Maka aku hendak menjenguknya dulu dan
kalau perlu akan mengobatinya".
"Bi-jin-kun, lekas hajar !" kembali pengacara baju merah
berteriak. "Tidak !" seru seorang dara kepada Blo'on kedua, "engkau
harus kami hajar dulu, baru nanti kulempar ke bawah
panggung." "Eh, anak perempuan kejam," teriak Blo'on. menolong
orang sakit, suatu perbuatan yang baik. Engkau anak
perempuan seharusnya mempunyai hati welas-asih, mengapa
malah begitu kejam ?"
"Ngaco !" bentak dara itu segera bersiap lagi, "engkau
boleh turun panggung tetapi gundulmu harus engkau tinggal
disini" "Gila, masakan gundul suruh tinggal di sini" Aku kan tak
dapat bicara dengan sahabatku itu?", bantah Blo'on kedua,
"tidak, aku harus menjenguknya dulu ... "
Habis berkata ia terus ayunkan langkah. Ke-dua belas dara
Baju Kuning itu terkejut. Mereka segera berhamburan
menyerbu. Tetapi mereka menjerit kaget ketika tubuh Blo'on
kedua itu tiba2 melambung ke udara lalu melayang melampaui
kepala mereka dan terus meluncur ke bawah panggung.
Kejut kedua belas dara Baju Kuning itu bukan kepalang.
Baru pertama kali itu mereka melihat suatu gerak loncatan
yang luar biasa anehnya. Jelas pemuda itu tak menggunakan
kakinya untuk memijak lantai, tetapi tahu2 tubuhnya dapat
meluncur ke atas seperti roket. Ilmu apakah itu '.'
Entah bagaimana, tiba2 saja Blo'on kedua i tu teringat akan
Ceng Sian suthay yang sedang menderita luka. Selekas berada
di bawah panggung ia segera meminta keterangan pada
seorang lelaki tua, berwajah riang, rambut putih, pakaian
putih. "Pak tua, apakah engkau melihat seorang rahib yang
tengah menderita luka ?" tanyanya.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Orangtua baju putih tertawa : "Ya, mereka bertiga sedang
beristirahat di sana, "orang itu menunjuk ke sebelah barat,
"pada gunduk batu cadas itu !"
"Kamsia", pak tua " seru Blo'on kedua. la berjalan menuju
ke barat. "Tunggu, budak," tiba2 orangtua itu berseru sehingga
Blo'on kedua tertegun dan berpaling, "mengapa engkau
hendak kesana ?" "Rahib itu aku kenal, karena dia terluka maka aku hendak
menolongnya", jawab pemuda itu.
"Eh, apakah engkau dapat menolong mereka" Mereka
terluka kena racun ular emas yang amat berbisa sekali.
Mungkin tiada dapat ditolong lagi jiwanya."
"Benarkah ?" Blo'on kedua terkejut.
"Mengapa aku bohong kepadamu ?" kata orang tua baju
putih itu, "kecuali engkau membawa pil dari dewa, barangkali
saja dapat menolong jiwanya".
"Belum tentu." bantah Blo'on kedua dengan kata2 yang
aneh, "coba saja, mungin aku bisa."
"Mari kuantarkan," tiba2 orangtua baju putih itu
menghampiri dan mereka terus berjalan menuju ke batu cadas
yang terletak di bagian barat lembah.
Benar juga mereka melihat Ceng Sian suthay, Hong Hong
tojin dan Hoa Sin sedang pejamkan mata duduk bersemedhi
menyalurkan tenaga-dalam. Wajah ketiga tokoh itu sudah
mulai membiru menandakan bahwa racun sudah mulai
mengalir kemu ka mereka. "Suthay, engkau kenapa"' seru Blo'on kedua ketika tiba
dihadapan ketiga tokoh itu.
Ceng Sian suthay terkejut, membuka mata lalu pejamkan
lagi. Bibirnya bergerak-gerak tetapi tak dapat mengeluarkan
suara. Rupanya racun sudah menyerang bagian muka
sehingga bibir sampai sukar digerakkan.
"Sudahlah, suthay itu sedang berjuang untuk menghalau
racun yang saat ini sudah mulai merayap kebagian muka.
Jangan engkau tanya apa2 lagi kepadanya," orangtua baju
putih itu memberi nasehat
Siapakah yang mencelakai suthay ?" tanya Blo'on kedua.
"Pengacara baju merah yang berada di atas panggung itu.
Dia memiliki senjata ular emas yang amat beracun," kata
orangtua baju putih. "Hm, baik, tunggu saja nanti akan kuhajar orang itu," kata
Blo"on kedua, la segera mengambil bungkusan dari dalam
kantong baju, menghampiri Ceng Sian sutliay, lalu
memasukkan dua tiga butir benda kecil ke mulut rahib itu.
"Telanlah !" ia menjentikkan benda kecil itu. Tampak
kerongkongan Ceng Sian suthay bergerak-gerak seperti
menelan. "Siapakah kedua orang ini ?" tanya Blo'on kepada orangtua
baju putih. "Hoa Sin ketua partai Kay-pang dan Hong Hong tojin, ketua
partai Go-bi-pay". kata orang tua itu.
"O, apakah mereka bersahabat dengan suthay ini ?" tanya
Blo'on kedua pula. "Sudah tentu." jawab orangtua baju putih, "mereka datang
bertiga". "Kalau begitu mereka juga harus ditolong," kata Blo'on
kedua seraya mengambil dua butir benda merah lalu
dimasukkan kedalam mulut Hong Hong tojin, "telan dan
salurkan tenaga-dalam terus."
Hanya waktu hendak memberi minum obat kepada Hoa Sin,
Blo'on kedua itu menemui sedikit kesulitan. Mulut Hoa Sin
terkancing rapat, wajahnya pun lebih gelap.
"Dia paling menderita," ujar orangtua baju putih."
"Apa sudah mati ?" tanya Blo'on kedua. "Belum, memang
tadi kututuk jalandarahnya untuk mengurangi penderitaannya.
Juga sudah kuberi obat, sayang tak berhasil," orangtua baju
putih i itu memberi keterangan, "andaikata orang lain, saat ini
tentu sudah mati. Tetapi dia mempunyai daya tahan yang
hebat." Blo'on kedua tak mau bicara apa2 lagi. Ia memasukkan
beberapa butir benda merah itu kedalam mulutnya sendiri lalu
menempelkan mulut ke mulut ketua Kay- pang itu. Kemudian
dengan sekuat tenaga ia meniupkan kedalam kerongkongan
sampai benda2 merah itu meluncur turun kebawah dada dan
perut. Setelah itu ia menyiak kelopak mata Hoa Sin. tampak mata
pengemis itu mendelik, ketika dilepas kelopaknya tak mau
menutup lagi. Terpaksa Blo"on kedua bantu menutupkannya.
Selama pemuda itu mengobati, orangtua baju putih hanya
diam mengawasi saja. Wajahnya selalu cerah, bibirnya selalu
mengulum senyum. Susah gembira selalu begitu sehingga
sukar diketahui isi hatinya.
Blo'on kedua tertegun, kerutkan dahi. Pada lain saat, ia
menampar-nampar gundulnya sampai beberapa kali, diam lalu
melonjak, terus menghampiri Hoa Sin.
Orangtua baju putih itu tersenyum lebar. Tetapi bukan
berarti ia tertawa. Ia merasa heran, tetapi karena tak dapat
mengerut dahi, maka mulutnya yang merekah lebar.
Demikianlah kalau ia terkejut atau heran atau memikir, tentu
mulutnya merekah senyum. Mulut orangtua itu makin merekah lebar ketika melihat
Blo'on menunduk dan lekatkan mulut pada ubun2 kepala Hoa
Sin. Sepintas pandang pemuda itu seperti mencium ubun2
kepala orang, tetapi sampai beberapa saat belum juga
dilepaskan. Orangtua baju putih itu hendak bertanya tetapi tiba2 ia
terkejut ketika melihat perobahan muka Hoa Sin. Dari biru
gelap, berangsur menjadi terang dan makin terang.
Setelah itu barulah Blo'on kedua menyudahi dan beralih
ketempat Hong Hong tojin. Juga ia mencium sampai
beberapa saat pada ubun2 kepalai ketua Go-bi-pay itu. Air
muka Hong Hong tojin pun makin terang. kemudian pemuda
itu beralih ketempat Ceng Sian suthay. Hanya ketika
berhadapan dengan rahib itu, ia kerutkan dahi bersangsi.
Rupanya orangtua baju putih itu tahu apa yang dipikirkan
pemuda itu, cepat ia berseru : 'Tak perlu sungkan, lakukanlah
pengobatan seperti terhadap-kedua pangcu itu."
Senopati Pamungkas 4 Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo Jodoh Rajawali 25
^