Pencarian

Pendekar Bloon 6

Pendekar Bloon Karya S D Liong Bagian 6


melaporkan peristiwa itu pada suhunya
Blo'on terus melangkah kedalam. Tetapi tiba-tiba kakek Lo
Kun berseru : "Tunggu dulu . . . !"
Kakek pendek itu menyambar buah-buah yang disajikan
diatas meja sembahyangan, terus dimakannya. Begitu juga
beberapa biji kuwe sembahyangan segera dipindah kedalam
perutnya, lihat itu kakek Kerbau Putihpun tak mau ketingalan.
"Hai, jangan dihabiskan, aku juga lapar !" teriak Blo'on yang
juga terus menghampiri meja dan menyambar apa yang dapat
dimakannya. Setelah dia kenyang, anjing kuning, burung
rajawali dan monyet hitampun diberi juga.
"Ho," kepala gundul disini betul-betul pelit sekali, kakek Lo
Kun menggerutu, "masakan yang disedihkan hanya air putih.
Tidak ada arak sama sekali."
Setelah kenyang mereka lalu masuk. Dibelakang ruang
sembahyang terdapat sebuah halaman luas yang menuju ke
beberapa paseban dalam gereja. Tetapi begitu melangkah di
halaman, tampak empat orang paderi jubah kuning
menghampiri dengan diiring oleh seorang paderi kecil.
"Itulah rombongan yang mengacau ruangan sembahyang,"
seru paderi kecil seraya menunjuk pada rombongan Blo'on.
Keempat paderi itu bertubuh kekar, berumur rata-rata
empatpuluhan tahun. Semula wajah mereka tampak gelap,
tetapi ketika melihat rombongan Blo'on yang aneh, merekapun
tercengang. "Apakah engkau kepala gereja ini ?" begitu berhadapan
Blo'on terus mendahului menegur.
Keempat paderi itu terkesiap. Dipandangnya si Blo'on yang
lucu dandanannya itu. Kemudian mereka beralih memandang
kedua kakek yang aneh bentuknya.
Kakek Lo Kun yang dipandang begitu rupa, ikut celingukan
kian kemari. Ia tak menyadari kalau dirinya yang dipandang.
Ia mengira keempat paderi itu memandang lain orang.
"Hai, siapa yang kalian cari ?" karena tak melihat lain orang
kecuali dirinya, kakek Lo Kun berseru kepada keempat paderi
itu. "Lo-tiang sendiri," sahut mereka.
"Aku " Mengapa ?"
"Aneh," gumam salah seorang paderi, "berapakah usia
lotiang yang sebenarnya " Kalau menilik potongan tubuh yang
begitu pendek, lotiang tentu masih kecil, tetapi wajahnya
seperti seorang kakek tua. Namun kalau kakek tua mengapa
rambutnya masih begitu hitam ..."
"Ho, aku memang merasa sudah hidup lama sekali. Aku
sendiripun heran mengapa rambutku masih tetap hitam saja,"
jawab kakek Lo Kun "Hai, kalian orang empat ini. Kulihat
engkau masih muda tetapi mengapa sudah tak punya rambut"
Keempat paderi itu saling bertukar pandan dan tertawa.
Mereka segera tahu kalau sedang berhadapan dengan seorang
kakek yang limbung. "Lo-tiang, bukan karena kami tak punya rambut, tetapi
kami adalah paderi agama Budha yang harus gundul" kata
salah seorang paderi yang bertubuh gemuk, "lalu apakah
maksud sicu sekalian berkeras hendak menjumpahi hong tiang
kami ?" "Kalau engkau bukan kepala gereja, tak perlu engkau tahu!"
bentak kakek Lo Kun. Paderi yang bertubuh gemuk itu tertawa bengis : "Kami
adalah paderi yang bertugas menjadi gereja ini. Lo-tiang telah
melukai salah seorang sute kami dan mengacau meja
sembahyangan. Masih lo-tiang bersikap keras hendak
menemui hongtiang. Lo-tiang, ketahuilah, bahwa Siau-lim-si
ini bukan tempat yang boleh dibuat sembarangan oleh orangorang
yang tak tahu adat !"
"Kurang ajar !" kakek Lo Kun deliki mata "engkau tahu
siapakah aku ini " Aku adalah kepala pasukan Gi-lim-kun
diistana raja Ing Lok. Jangan lagi hanya datang dan hendak
menemui kepala gereja ini, sedang menangkap dia dan semua
kepala gundul disini. akupun berhak !"
Keempat paderi itu terkesiap dan saling bertukar pandang.
Kemudian paderi yang bertubuh gemuk tadi berkata : "Jangan
ngaco ! Mana tandanya kalau engkau ini kepala Gi-lim-kun "
Dan tak mungkin raja nian memakai orang seperti engkau"
"Hai, jangan kurang ajar." tiba-tiba Blo"onpun membentak,
"aku ini putera raja. Kalau engkau tak percaya tanyalah pada
Somali di dalam guha!"
Keempat paderi itupun kembali melongo. Baru saja mereka
mendengar si kakek pendek mengaku sebagai kepala Gi-limkun
atau bhayangkara istana. sekarang pemuda itu lebih gila
lagi. Dia mengaku sebagai putera raja.
"Lekas panggil kepala gereja ini !" bentak Blo'on pula
dengan marah. Paderi gemuk membengis mukanya : "Enyahlah kalian dari
sini. Kalau tetap hendak mengacau jangan salahkan kami
kaum paderi kalau sampai turun tangan"
"Kepala gundul, engkau berani mengasir aku" kakek Lo Kun
berteriak lalu menerjang keempat paderi itu.
Keempat paderi itu termasuk paderi tingkat ke 4 dari gereja
Siau-lim-si. Mereka ialah Pek Tin Pek Jin, Pek San dan Pek
Liang. Mereka bertugas menjaga keamanan gereja. Empat
serangkai paderi itu memiliki kepandaian silat yang tinggi-
Mengira kalau sedang berhadapan dengan rombongan
orang yang tak waras pikirannya, bermula keempat paderi itu
tak sampai hati untuk menggunakan tenaga sepenuhnya.
Ketika kakek Lo Kun menyerang mereka pun hanya
menghindar Setelah itu lalu beramai-ramai meringkusnya.
Tetapi alangkah kejut mereka ketika tiba-tiba kakek pendek itu
melambung keudara lalu berjumpalitan melayang turun
dibelakang mereka. Bahwa sergapannya hanya menemukan angin kosong,
keempat paderi itupun terkejut. Tetapi lebih terkejut pula
Ketika merasa segelombang angin pukulan hebat melanda
dibelakang mereka Terpaksa keempat paderi itu loncat
kemuka untuk menghindar. Serentak berputar tubuh, keempat paderi itu-pun terus
lepaskan hantaman. Tetapi kakek Lo kun dan kakek Kerbau
Putih pun dorongkan tangan untuk menyongsong. Krak, krak .
. . terdeengar letupan keras ketika angin pukulan mereka
saling berbentur. Keempat paderi itu terkejut, Bukan saja tenaga pukulan
telah terhapus, pun angin pukulan kedua kakek itu masih
melanda kearah mereka sehingga terpaksa harus menghindar
ke saming. Kini keempat paderi itu menyadari bahwa kedua kakek yang
dikiranya orang linglung itu ternyata berkepandaian tinggi.
Mereka tak berani memandang ringan lagi. Tetapi belum
sempat mereka mengatur tindakan, kedua kakek itupun sudah
menyerang. Terpaksa Pek Ti dan Pek Jin melayani kakek Lo
Kun. Pek San dan Pek Liang menghadapi kakek Kerbau Putih.
Melihat itu si Blo'on berseru: "Kakek, silahkan kalian berdua
main-main dengan kedua paderi itu, aku hendak menemui
kepala gereja !" Bukan main kejut keempat paderi itu ketika mendengar
ucapan Bio'on bahkan saat itu dilihatnya si Blo'on sudah
ayunkan langkah masuk ke dalam paseban.
"Tahan !" teriak Pek Ti seraya hendak loncat menghindari
libatan kakek Lo Kun. Tetapi sebelum ia sempat ayunkan
tubuh jauh, kakek Lo Kun sudah loncat menghadang dan
menyerang Demikian pula dengan paderi Pek San yang berusaha untuk
memburu si Blo'on tetapi tak dapat berkutik karena dibayangi
kakek Kerbau Pu tih. Dengan lenggang, si Blo'on ayunkan langkah menuju ke
sebuah paseban besar. Ketiga binatang anjing kuning, burung
rajawali dan monyet hitam pun mengiring dibelakangnya.
Tiba dibawah titian batu. sekonyong-konyong muncullah
delapan paderi kecil baju biru. mereka masih anak-anak,
umurnya rata-rata baru sepuluhan tahun. Masing-Masing
membawa pentung kayu. Secepat tiba merekapun lalu tegak
berjajar-jajar di muka titian.
"Eh, setan gundul cilik, mau apa kalian!" tegur Blo'on.
Kedelapan kacung paderi itu serempak berseru : "Menjaga
paseban ini !" "Menyisihlah kesamping. aku hendak masuk" seru Blo'on
pula. "Tidak boleh !" kedelapan paderi anak itu pun serempak
berseru. "E, kurang ajar, apa kalian berani merintangi aku ?"
"Tentu !" sahut mereka beramai-ramai,
Blo'on tertawa dan terus melangkah maju Tuk, duk, bluk . .
ia segera disambut dengan pukulan pentung yang tepat
mengenai kepala, tubuh dan kaki Blo'on.
"Aduh, aduh ..." Blo'on menjerit kesakitan, "keparat, engkau
berani memukul aku . . aduh . "
Kembali barisan paderi anak itu menggebuk Blo'on.
Punggung, kepala dan pantat Blo'on habis dihajar mereka.
Karena kesakitan Blo'on loncat mundur. Dan kedelapan
paderi anak itupun berjajar pula dalam bentuk sebuah barisan.
"Hai, kamu anak gundul, lekas panggil gurumu keluar.
Kalau tak mau, lekas kamu menyingkir aku hendak
menemuinya sendiri," seru Blo'on.
"Kalau dapat melalui barisan kami, boleh saja engkau
menemui hong-tiang," seru kawanan paderi anak-anak itu.
"O, jadi kalian ini berbaris " Apa nama barisanmu itu ?"
'"Barisan Pat-kwa-tin, delapan kiblat."
"Siapa yang mengajarkan ?"
"Suhu kami." "Apa gunanya ?" tanya Blo'on.
"Mengepung musuh seperti menjaring harimau dari delapan
penjuru." "O. kalau begitu sukar untuk melaluinya ?"
"Memangsukar, lebih baik engkau kembali saja "
"Apakah kalian tak mau mengajarkan kepadaku bagaimana
caranya untuk melewati barisanmu itu"
"Hi, hi, hi . . ." dasar masih kanak-kanak, begitu mlengar
omongan si Blo'on yang lucu itu, kedelapan paderi anak-anak
itu tertawa geli. "Hai, anak gundul, mengapa kamu menertawakan aku "
Apakah aku ini lucu "'
"Lucu," seru mereka, "masakan lawan minta pelajaran dari
kami " "Apa tidak boleh ?" Blo'on menegas.
"Sudah tentu tidak boleh "
"O, kalau begitu terpaksa aku harus cari jalan sendiri untuk
menerobos." "Silahkan kalau mampu '
"Baik ..." blo'on merenung. Tiba-Tiba ketiga ekor
pengiringnya menghampiri ke dekatnya dan menjilat jilat
kakinya. "Bagus, hayo bantu aku menghalau anak gundul itu," seru
Blo'on terus melangkah maju.
Barisan pat-kwa-tin dari kedelapan paderi anak-anak itu
segera bergerak-gerak melingkari Blo'on Ketika Blo'on
melangkah maju, seorang paderi anak segera ayunkan
pentungnya hendak menggebuk kepala Blo on. Tetapi secepat
itu, burung rajawali melayang turun menerkam mukanya.
Paderi anak itu terkejut dan menyurut mundur seraya hendak
menghantam dengan pentung. Tetapi tiba-tiba tengkuknya
dicemplak dari belakang oleh monyet. "Aduh ..." paderi kecil
itu menjerit kesakitan ketika daun telinganya digigit si monyet hitam. Ketika ia hendak menghalau simonyet, burung rajawahpun sudah memagutkan paruhnya ke ke hidung paderi anak itu.
"Aduh . . " kembali
paderi anak itu menjerit,
mendekap hidung dan telinganya yang berlumuran darah dan terus lari tinggalkan barisan.
Seorang paderi anak yang berada di sebelahnya cepat
hendak mengisi kedudukan kawannya yang kosong itu. Tetapi
secepat ia bergerak, secepat itu pula anjing kuning sudah
loncat menerkam dadanya. Paderi anak itu dengan tangkas
gerakkan tongkat untuk menghalau. Tiba-Tiba tengkuknya
dicekik dari belakang oleh Blo'on, terus didorong kemuka. Uh .
. . paderi itu menjorok kemuka membentur seorang
kawannya. Dua orang paderi anak cepat menyerang. Tetapi yang satu,
dikeroyok burung rajawali dengan monyet hitam. Yang satu
diserang anjing kuning dan disepak Blo'on. Dengan cepat
sekali kedua anak itu menjerit-jerit kesakitan dan melarikan
diri. Kini dari delapan orang paderi anak, hanya tinggal empat
anak. Karena barisannya sudah rusak, keempat paderi anak
itupun tak mau menurut gerak barisan Pat-kwa-tin lagi.
Mereka terus menyerang secara membabi buta.
Ramai juga pertempuran acak-acakan itu. Ke empat paderi
anak itu dengan hebat mainkan tongkatnya. Walaupun masih
kecil tetapi mereka memiliki ilmu silat yang baik sekali.
Permainan tongkatnya sederas hujan mencurah.
Tetapi celakanya mereka harus berhadapan dengan
manusia Blo'on yang aneh serta ketiga pengiringnya yang licin.
Blo'on mencak-mencak semaunya. la tak dapat bermain silat
maka ia gerakkan kedua tangan meniru gerakan keempat
paderi anak itu. Bedanya kalau keempat paderi anak itu
memang bermain silat dengan genah, tetapi Blo'on seperti -
orang gila yang menari. Celakanya pula, keempat paderi anak itu harus menyambut
serangan dari udara dan belakang. Burung rajawali
beterbangan melayang pergi datang untuk menerkam dan
mematuk kepala mereka. Anjing kuning berloncatan
menerkam kian kemari, yang paling menjengkelkan keempat
paderi anak ini ialah si monyet hitam. Apabila seorang paderi
anak sedang sibuk menghadapi terjangan anjing dari sebelah


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

muka, tiba-tiba tengkuknya dicemplak dari belakang oleh
monyet kecil. Dan monyet itu kalau tak mengigit daun telinga
tentu menampar gundul atau menggigit tengkuk. Apabila
paderi itu menjerit kaget dan hendak menghalau si monyet,
kalau bukan anjing yang maju menggigit kaki. tentu burung
rajawali yang menyambar dan mematuk muka. Paling tidak,
tentu si Blo'on yang memberi persen, tabokan atau sepakan.
Keempat paderi anak itu benar-benar kewalahan, tetapi
mereka tetap bertahan tak mau melarikan diri. Walaupun
telinga dan muka mereka sudah berlumuran darah, mereka
tetap bertempur mempertahankan diri.
Tetapi bagaimanapun juga, akhirnya keempat paderi anak
itu harus mundur karena mata mereka berlumuran darah.
Dicakari monyet hitam dan dipagut dengan paruh burung
rajawali. Setelah barisan Pat-kwa-tin bubar. Blo'on ayunkan langkah
naik kedalam paseban. "Tunggu !" tiba-tiba terdengar suara orang berseru. Ketika
Blo'on berpaling ternyata kakek Lo Kun dan kakek Kerbau
Putihpun sudah lari menghampiri. Keempat paderi angkatan
Peh, dibikin pontang panting oleh kedua kakek linglung tetapi
sakti itu. Paseban itu merupakan bagian depan dari gedung Tat-mowan.
Gedung tempat bermusyawarah dari para paderi Siaulim-
si. Setelah melalui paseban. mereka harus melintasi
sebuah halaman yang luas lagi.
Tampak di halaman itu berjajar berpuluh-pulluh paderi.
Entah sedang mengapa mereka itu.
"Berhenti !" seru seorang paderi bertubuh kurus kepada
rombongan Bloon yang hendak melintas.
Blo'on dan rombongannya berhenti "Bagus, kepala gundul,
tiba-tiba kakek Lo Kun mendahului menyelutuk, "ternyata
kamu tahu untuk menyambut rombongan tamu agung ini."
Paderi kurus itu terkesiap, serunya : "Rombongan tamu
agung ?" "Ya, kami ini kan rombongan tamu agung" seru kakek Lo
Kun. "Hah ?" paderi kurus itu tergagap, "siapakah lotiang ini ?"
"Aku adalah kepala dari pasukan Gi-lim-knn istana. Dan ini,
"ia menunjuk pada Blo'on, "putera baginda raja."
"Putera raja ?" paderi kurus itu menegas, 'siapakah
namanya ?" "Namanya " O . . . tiba-tiba kakek Lo Kun berpaling kearah
Blo'on," siapakah namamu ?"
Blo'on terkejut : "Namaku " Ah, aku lupa nanyakan pada
Somali " "Engkau tak tahu namamu ?" seorang kakek linglung Lo
Kunpun heran juga. "Benar, aku memang tak tahu, eh . . kalau nama biasa sih
tahu," kata Blo on. "Siapa namamu yang biasa ?"
"Blo'on." "Ha, ha, ha, ha . . . tiba-tiba pecahlah gelak berpuluh-puluh
paderi Siau-lim si yang sedang berbaris di halaman muka Tatmo-
wan itu. Mereka terkejut karena mendengar ramai-ramai
orang bertempur, dan ketika mendapat laporan dari seorang
paderi anak tentang peristiwa rombongan Blo'on yang
mengamuk dalam gereja, paderi kurus itu segera
mengumpulkan saudara-saudara seperguruannya dan berbaris
menjaga paseban Tat-mo-wan Tetapi mereka tak dapat
menahan geli ketika melihat perwujudan rombongan Blo'on,
lebih-lebih waktu mendengar kata-kata si Bloon tadi.
"Tuh dengarlah, untuk sementara ini namanya si Blo'on.
Nanti apabila sudah mendapat keterangan dari raja. barulah
akan memakai nama yang aseli" seru kakek Lo Kun.
Paderi kurus menyadari bahwa yang dihadapinya itu
seorang kakek linglung. Maka ia hanya mengangguk saja.
Kemudian ia hendak menanyakan nama dari kakek Lo Kun
yang mengaku sebagai kepala pasukan bhayangkara istana.
"Sedang aku sendiri, biasa dipanggil Lo Kun atau jendral
tua." kakek Lo Kun mendahului "tetapi karena aku mendapat
tugas raja, maka sekarang ini aku sudah tak menjadi kepala
Gi-lim kun." "Dan apakah keperluan lotiang hendak menemui hongtiang
kami ?" tanya paderi kurus itu.
Lo Kun tak menjawab melainkan menggamit lengan Blo-on.
Maksudnya suruh anak itu yang memberi keterangan.
"Sebenarnya kalian tak berhak menanyakan soal itu karena
hal itu bukan urusanmu. Tetap sedikit saja, dapatlah
kuberitahu," kata Blo"on "aku sudah berjanji pada seorang
tengkorak untuk mencari perkumpulan Pek-lian-kau. Nah
hanya itu yang dapat kuterangkan. Jangan bertanya lebih
lanjut dan segera antar kami kepada kepala gereja ini atau
beritahukan kepadanya supaya keluar."
Paderi kurus itu kerutkan kening. Sesaat kemudian ia
berseru : "Maaf, hongtiang kami sedang bepergian. Silahkan
sicu kembali saja ..."
"Eh, kepala gundul, kami datang kemari bukan hendak
minta makan . . . eh," tiba-tiba kakek Lo Kun berkata tetapi
tiba-tiba pula ia teringat kalau tadi telah melalap hidangan di
atas meja sembahyang. Maka cepat-cepat ia berhenti dan
beralih nada, "kami bukan orang jahat, melainkan hendak
bertanya kepada kepala gereja ini. Mengapa kalian selalu
mengatakan kalau dia tak berada di dalam gereja. Terus
terang aku tak percaya. Kalau memang kalian jujur, harus
memperbolehkan aku untuk mencarinya dalam gereja ini."
Paderi kurus itu tahu kalau kakek Lo Kun seorang limbung
namun mendengar kata-katanya begitu, iapun terkesiap juga.
Gereja Siau-lim-si mempunyai peraturan keras. Bahkan
anakmurid dan paderi-paderi sendiripun harus tunduk dan
mentaati peraturan itu. Apalagi orang luar.
"Tidak bisa !" sahutnya.
"Eh. mengapa " Kalau begitu jelas kalian ini berbohong"
seru kakek Lo Kun. "Kami kaum agama, pantang berbohong !"
"Aneh," gumam kakek Lo Kun, "kalau memang tak bohong
mengapa tak memperbolehkan masuk
"Siau-lim-si sebuah gereja yang keramat. Tak boleh
sembarangan diselundupi orang. Lotiang adalah tetamu, harap
suka mentaati peraturan gereja kami."
"Kalau aku memaksa ?" seru kakek Lo Kun
"Hanya ada satu jalan," sahut paderi kurus, itu berganti
nada serius, "lotiang harus mampu melintasi barisan Lo-hankun
!" "Lo-han-kun " Apakah Lo-han-kun itu ?" seru Blo'on
serentak. "Gereja Siau-lim-si yang dibangun oleh Tat Mo cousu itu,
merupakan salah sebuah sumber utama dari ilmu silat dunia
persilatan Tiong-goan. Siau-lim-si mempunyai tujuhpuluh dua
ilmu silat pusaka. Salah satu diantaranya yalah barisan Lohan-
kun" kata paderi kurus.
"O, sampai dimanakah kehebatan Lo-han-kun itu ?" tanya
Bloon pula. "Lo-han-kun terdiri dari 108 jurus dan dimainkan oleh 108
orang pula. Terbagi menjadi duabelas kelompok, tiap
kelompok terdiri dari sembilan orang. Coba bayangkan.
Dapatkah engkau melintasi 1O8 orang yang akan bergerak
dalam 108 jurus ilmu silat yang hebat ?"
"O, memang sukar," sahut Blo'on. "Tetapi apa boleh buat,
kalau memang hari begitu baru dapat masuk ke dalam tempat
ini, aku sanggup. Tetapi eh. apakah masuknya harus satu-satu
atau boleh secara serempak ?" seru Lo Kun.
"Terserah, mau seorang demi seorang atau ramai-ramai,"
sahut paderi kurus. "Tetapi barisan Lo-han-kun itu monggunakan senjata atau
dengan tangan kosong ?" tanya Blo'on.
"Sebetulnya menggunakan pedang tetapi menilik sicu
bertiga tidak membekal senjata, kamipun akan menggunakan
tangan kosong saja." seru paderi kurus.
"Bagus, kepala gundul, engkau baik hati," seru kakek Lo
Kun, "sekarang aku hendak mulai menyerbu. Hayo, siapkanlah
barisanmu." Paderi kurus itu segera mengacungkan tangan keatas dan
digerak-gerakkan naik turun. Seratus delapan orang paderi
segera bergerak-gerak memencar diri. Tak lama kemudian
terciptalah sebuah lingkar barisan yang terdiri dari duabelas
kelompok. Setiap kelompok beranggauta sembilan orang.
"Tunggu !" tiba-tiba kakek Lo Kun berseru lalu menarik
Blo'on dan kakek Kerbau Putih menyingkir beberapa puluh
langkah dari tempat barisan itu.
"Setan kerbau," seru Lo Kun setengah berbisik kepada
kakek Kerbau Putih, "engkau seorang sucay (pelajar) yang
gagal. Engkau tentu sudah membaca buku tentang ilmu
barisan Lo-han-kun Bagaimanakah cara untuk membobolnya"
Kakek Kerbau Putih garuk-garuk kepalanva: "Wah sukar.
Aku belum pernah membaca tentang barisan Lo-han-kun.
Tetapi ada juga akal kita untuk mengempur barisan itu."
"O, bagaimana ?" desak kakek Lo Kun.
"Menurut beberapa ilmu barisan yang pernah kubaca,
kebanyakan barisan itu tentu bergerak-gerak untuk saling
menutup dan mengisi. Misalnya ada sebuah kelompok atau
anggautanya yang bobol, yang lain tentu cepat akan
menggantikan tempatnya ..."
"Seperti mata rantai ?" tanya kakek Lo Kun
"Benar," jawab kakek Kerbau Putih, "memang seperti mata
rantai yang tak boleh terputus. Karena kalau terputus tentu
akan berlubang dan jebol lah barisan itu."
"Lalu bagaimana caranya kita membobol ' tanya Blo'on.
"Begini saja," kata kakek Kerbau Putih," kita serempak
menyerang bersama-sama. Blo'on menyerang dari muka, aku
dari kanan, kakek Lo Kun dari kiri, rajawali dari atas, anjing
dari bawah dan monyet hitam dan segala penjuru dimana
terdapat lubang terbuka."
"Bagus !" Blo'on dan kakek Lo Kun serempak berseru
memuji, "mereka tentu akan sibuk tak sempat bantu
membantu dengan kawannya!"
"Kalau sudah setuju, mari kita mulai saja" kata Kerbau Putih
seraya terus hendak berjalan.
"Nanti dulu," tiba-tiba Blo"on menarik baju kakek itu "tetapi
aku tak mengerti ilmu silat. Bagaimana caranya untuk
menyerang dan bagaimana caranya kalau dipukul orang ?"
"Aduh, celaka anak ini," seru kakek Lo Kun "Lalu bagaimana
ya caranya ?" Kakek Kerbau Putih merenung. Sesaat kemudian ia
membuka suara: "Ya. apa boleh buat. Kita terrpaksa harus
mengajarkannya ilmu silat itu."
"O,bagus, bagus." seru kakek Lo Kun, "kamu ajari saja dia
ilmusilatmu" "Hm, engkaupun harus mengajari juga, setan pendek," kata
kakek Kerbau Putih. "Aku ?" "Ya. supaya dia lebih lengkap ilmu silatnya," '
"Dimana kita akan memberi ajaran itu ?"
"Disini jugalah," jawab kakek Kerbau Putih.
Kakek Lo Kun terus menghampiri barisan lo han-tin,
serunya: "Hai, kawanan kepala gundul jangan kira kami tak
dapat membobolkan barisan-mu itu. Tetapi kami minta waktu
sebentar untuk memberi pelajaran silat kepada putera raja
itu." Tanpa menunggu jawaban para paderi. kakek Lo Kun terus
berputar tubuh dan menghampiri ke tempat rombongannya.
Tetapi tiba-tiba pula ia berputar tubuh lagi dan lari kemuka
barisan. "Hai, kawanan kepala gundul," serunya bengis. "selama
kami mengajarkan ilmusilat kepada kawan kami, kalian tak
boleh melihat. Tahu! Hayo kalian berputar tubuh menghadap
kebelakang !" Paderi kurus yang bergelar Thian Gi itu kerutkan
dahi. Dia termasuk paderi Siau-lim-si tingkat empat dan yang
diserahi memimpin barisan Lo-han-tin.
Sebenarnya tak perlu ia menggubris rombongan tetamu gila
itu. Tetapi kalau ia menolak, ia kuatir kakek itu akan berteriakteriak
dan menyiarkan peristiwa itu diluar. Mengatakan bahwa
paderi Siau-lim-si mencuri lihat orang yang sedang berlatih
silat. Nama baik Siau-lim-si dan barisan Lo-han-kun pasti akan
dijadikan buah tertawaan kaum persilatan.
"Baiklah, silahkan kalian belajar ilmusilat apa saja. Tetapi
jangan harap kalian mampu melintasi barisan Lo-han-kun ini."
katanya kemudian terus hendak memberi perintah kepada
anak barisan. "Nanti dulu," tiba-tiba kakek Lo Kun berseru pula. "tetapi
engkau tak boleh ingkar janji. Kalau barisanmu bobol engkau
harus mengantarkan rombonganku menghadap kepala gereja
ini." "Jangan kuatir," kata paderi Thian Gi lab memberi aba-aba
kepada barisannya. Barisan Lo-han tin yang terdiri dari 108
orang paderi itu, serempak berputar tubuh menghadap
kebelakang. "Bagus," kakek Lo Kun berseru terus hendak kembali
ketempat rombongannya Tetapi baru dua langkah ia berhenti
lagi. berputar tubuh dan berseru: "Awas, kalau ada yang
berani diam-diam melirik kebelakang, tentu kugebuk
kepalanya." Barisan Lo-han-tin itu tak mengacuhkan. Mereka tahu kakek
itu memang seorang limbung. Makin dilayani makin menggila.
"Nah, aman," kata kakek Lo Kun kepada kakek Kerbau Putih
dan Blo'on, "sekarang kita boleh mulai mengajarnya. Engkau
dulu yang memberi pelajaran."
"Baik" kakek Kerbau Putih tak mau banyak bicara. Ia terus
suruh Blo'on memperhatikan dan menirukan gerakannya.
Kakek itu segera bergerak gerak, cepat dan dahsyat, macam
orang menerkam, meneliku. menampar-nampar.
Sebenarnya Blo'on hendak membantah. Ia tak suka belajar
silat. Tetapi karena merasa sudah terlanjur berjanji kepada Bu
Kek lojin, ia harus menemui kepala Siau-lim-si. Dan karena
dirintangi oleh ke 108 paderi yang menghadang dengan
barisan Lo-han-tin, terpaksa ia mau juga menerima pelajaran
silat dari kakek Kerbau Putih.
"Nah, sekarang engkau harus menirukan," seru kakek
Kerbau Putih setelah selesai memainkan seluruh jurus ilmu
pukulannya.

Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Blo'on terpaksa menurut. Ternyata dia berotak cerdas dan
memiliki bakat yang amat bagus sekali. Soalnya karena tak
mau, maka ia tak dapat main silat. Tetapi setelah ia
menumpahkan minat ternyata dalam waktu yang singkat ia
dapat menirukan. "Gila !" tiba-tiba kakek Kerbau Putih berseru kaget,
"mengapa tamparanmu jauh lebih keras dari aku ?"
"Entahlah," sahut Blo"on ringkas. Memang ia tak menyadari
bahwa setelah makan rumput Kumis naga dan minum pil
darah ki-lin emas, jalan darah Seng si-hian-kwan dalam
tubuhnya telah terbuka Dengan demikian ia dapat bergerak,
cepat dan keras. Seperti telah diterangkan dibagian muka, Blo"on menderita
sakit hilang ingatan akan masa yang lampau. Maka ia tak ingat
lagi siapa dirinya, siapa namanya bahkan siapa pula
ayahbundanya. Pendek kata, ia lupa akan segala yang terjadi
di masa lampau. Tetapi untuk saat yang sedang di alami hari
itu, ia dapat berpikir normal seperti orang biasa. Memang
penyakit yang dideritanya luar biasa anehnya.
"Hayo, ulangi lagi," perintah kakek Kerbau Putih dengan
bengis, "kalau salah, ..aku malu."
Entah bagaimana terhadap kedua kakek itu Blo'on memang
menurut. Padahal dulu, dia selalu menentang dan
membangkang semua perintah ayahnya.
"Murid yang pintar, engkau!" seru kakek Kerbau Putih
setelah melihat Blo'on mengulangi lagi jurus permainannya,
"ingin tahu apa nama ilmu pukulan itu ?"
Bloon tercengang : "O, apakah ilmusilat itu juga ada
namanya " Lalu apakah nama ilmusilat yang engkau ajarkan
kepadaku itu ?" "Hang-liong-sip-pat-ciang !"
"Hang-liong-sip-pat-ciang " Apakah artinya?" tanya Blo'on.
"Delapanbelas tamparan menundukkan naga. Dengan
delapanbelas kali cara menampar itu, jangan kan manusia,
nagapun tentu dapat ditundukkan !"'
"O, terima kasih, terima kasih," tiba-tiba Blo'on
membungkuk tubuh memberi hormat kepada kakek itu.
Kakek Kerbau Putih kesima, serunya: "Aneh, engkau
mendapat apa-apa, diam saja. Tetapi mengapa mendapat
ilmusilat begitu, engkau terus menyatakan terima kasih. Apa
sebabnya ?" "Aku menderita penyakit aneh. Aku tak ingat lagi apa yang
terjadi pada masa yang lampau Menurut keterangan seorang
anak perempuan murid Hoa-san-pay yang bernama Waletkuning,
penyakitku itu hanya dapat disembuhkan kalau makan
otak naga. Nah, setelah mendapat pelajaran Hang-liong-sippat-
ciang itu, bukankah aku tentu bakal dapat menangkap
naga itu ?" 'O . . ," kakek Kerbau Putih melongo, la sendiri juga tak
tahu apakah otak naga itu benar-benar mempunyai khasiat
untuk menyembuhkan penyakit hilang-ingatan.
"Hayo, sekarang ganti engkau yang memberi pelajaran,
setan tua," seru kakek Kerbau Putih kepada Lo Kun, "tetapi
harus yang istimewa. Jangan ilmusilat cakar ayam."
"Hm . . ." kakek Lo Kun diam, kerutkan dahi dan garukgaruk
kepala, "engkau sudah memberi pelajaran ilmu
memukul lalu aku apa ya " . . . eh. begini sajalah Aku akan
mengajarkan ilmu berlari. Jadi kalau engkau mengajarkan
gerakan tangan, sekarang aku hendak memberinya ajaran
cara menggerakkan kaki."
"Hai, apakah belum selesai ?" tiba-tiba paderi kurus
pemimpin barisan Lo han-tin berseru.
"Kurang ajar engkau kepala gundul," damprat kakek Lo
Kun, "mengapa engkau berani mengganggu orang memberi
pelajaran silat ?" "Kakek linglung." Karena jengkelnya berulang kali dimaki
'kepala gundul' paderi kurus Goan balas memaki, "mengapa
begitu lama belum selesai! Kalau suruh kami menunggu
sampai berjam-jam engkau licik artinva '"
"Licik ?" seru kakek Lo Kun.
"Ya, dengan berdiri berjam-jam begini, tenaga kami tentu
habis dan semangatpun menurun. Dengan begitu bukankah
mudah saja engkau hendak membobol barisan kami ?"
"Jangan banyak bicara, tunggu lagi sebentar Aku baru
mengajarkan sebuah ilmu yang hebat. Jangan harap kalian
nanti mampu mencekalnya." seru Lo Kun cepat menyuruh
Blo'on memperhatikan Kakek Lo Kun yang limbung itu terus
berge'rak. Ia berlari melingkar-lingkar dengan cepat sekali
sehingga dalam waktu sekejab saja. orangnya sudah tak
kelihatan tetapi berganti dengan sebuah lingkaran sinar hitam
Kemudian kakek itu perlambat gerakannya lalu berloncatan
naik turun dan terakhir lalu bergerak menubruk kekanan
menerkam ke kiri. "Hayo. sekarang engkau harus menirukan," seru kakek Lo
Kun kepada Blo'on. Apa boleh buat Blo'onpun segera menurut
perintah. Setelah diberi petunjuk cara menggerakkan kaki,
melakukan pernapasan dan cara menubruk serta menerkam,
puaslah kakek itu. "Kurang ajar. mengapa gerakanmu lari lebih cepat dari
aku?" ia bersungut-sungut ketika melihat Blo'on amat tangkas
sekali. "Entah." Blo'on melongo, "aku sendiri juga heran mengapa
kakiku ringan sekali. Eh, apakah Ilmu berlari yang engkau
ajarkan itu juga ada namanya ?"
"Sudah tentu ada," sahut kakek Lo Kun dengan busungkan
dada," sebenarnya ilmu itu berasal dari ilmu pedang Tui-hongkian
..." "Tui-hong-kiam ?" tiba-tiba kakek Kerbau Putih berteriak
kaget. "Ya, Tui-hong-kiam atau ilmupedang Pedang-terbang,"
jawab Lo Kun. "karena aku tak suka memakai pedang, lalu
kuciptakan gerak tersendiri yang kuben nama Tui-hung-kaning
atau Mengejar-angin-memburu-bayangan. Dengan ilmu
ciptaanku itu aku tak pernah gagal untuk berburu harimau."
"Gila," tiba-tiba kakek Kerbau Putih berteriak,"lalu apakah
sekarang engkau masih dapat memainkan ilmu Tui hong-kiam
itu ?" "Perlu apa ?" dengus kakek Lo Kun, "kan lebih sah dengan
ilmu ciptaanku sendiri daripada ilmu pedang ajaran orang."
"Siapa yang mengajarkan engkau ilmu pedang Tui-hongkiam
itu ?" tanya kakek. Kerbau Putih pula.
"Cu Goan-ciang, raja pertama dari kerajaan Beng. Karena
aku menjadi pengawal peribadinya dia amat sayang sekali
kepadaku dan memberi ajaran ilmu pedang itu."
'O. kakek goblok," teriak kakek Kerbau Putih. "ilmupedang
Tui hong-kiam itu merupakan ilmu pedang jaman dahulu yang
sekarang sudah tak pernah muncul di dunia persilatan. Ilmu
itu sebuah ilmu pusaka yang luar biasa saktinya. Engkau harus
menurunkan kepada lain orang supaya ilmu itu jangan lenyap
terkubur dengan mayatmu."
"O, benar !" tiba-tiba kakek Lo Kun melonjak dan menjerit
"memang raja Cu Goan-ciang pernah berpesan begitu. Supaya
mengajarkan ilmupedang itu kepada anakmuda yang jujur,
pintar dan berbakat"
"Kalau begitu engkau harus mengajarkan kan pada anak ini.
Dia memeuuhi syaratnya," kata kakek Kerbau Putih.
"Apa " Dia memenuhi syarat " Huh, engkau memang kakek
tolol," damprat Lo Kun, "apakah anak itu jujur, aku belum tahu
karena baru saja kenal beberapa hari. Apakah dia pintar, huh.
huh, dia begitu blo'on ! Dan apakah dia berbakat ."
"Berbakat, berbakat !" teriak kakek Kerbau Putih, "dia
berbakat bagus sekali. Dulu aku memerlukan waktu berbulanbulan
untuk mempelajari ilmu tamparan Hang-liong-sip-pat
ciang itu. Tetapi sekarang dia hanya dalam beberapa jam saja
sudah dapat melakukan dengan baik. Hayo, lekas engkau
berikan ilmu Tui-hong-kiam itu kepadanya !"
"Tidak bisa !" teriak kakek Lo Kun.
"Mengapa ?" "Pertama, dia tak memenuhi ketika syarat itu Dan kedua,
karena aku sendiri sudah lupa dan tak dapat bermainkan ilmu
Tui-hong-kiam itu lagi"
"Ah, kakek gila !" kakek Kerbau Putih banting-banting kaki
dan memaki-maki, "masakan ilmu pusaka yang jarang
terdapat di dunia persilatan, engkau telantarkan begitu saja
sehingga hilang. Hayo, egkau harus mengingatnya lagi "
"Sekarang ?" kakek Lo Kun melongo, "tapi entah kapan aku
baru dapat mengingat seluruhnya mungkin sampai beberapa
hari mungkin berbulan-bulan."
Kakek Kerbau Putih menghela napas: "Ah....saat ini karena
kita masih harus menghadapi barisan kepala gundul itu, maka
tak usah engkau menyibukkan diri dulu. Tetapi nanti apabila
sudah senggang, engkau harus berusaha untuk mengingat
ilmupedang itu lagi."
Kakek Lo Kun mendengus. Selama Blo'on diajari ilmu pukulan Hang liong-sip-pat-ciang
oleh kakek Kerbau Putih tadi, monyet hitam dan burung
rajawali tak henti-henti nya menirukan gerakan kakek Kerbau
Putih. Memang ketiga binatang itu dapat dijinakkan dan di
latih baik oleh Blo'on. Mereka dapat menirukan gerakan orang
dengan baik. Kemudian setelah kakek Lo Kun mengajarkan ilmu Tui-hong
kan-ing, anjing kuninglah yang menirukan gerakan kakek itu.
Dengan demikian anjing kuning dapat melakukan gerak Tuihong-
kan ing dan monyet hitam serta burung rajawali dapat
menjalankan jurus-jurus ilmu Hang liong-sip-pat-ciang.
Kini pelajaranpun selesai dan tiba-tiba Thian Gi sipaderi
kurus berteriak : "Hai, apakah sudah selesai "'
"Sudah, tetapi kami lelah dan harus beristirahat dulu. Kalau
engkau memang berani, tunggu saja. Kalau tidak berani,
masuklah ke dalam dan tidurlah saja !" teriak kakek Lo Kun.
Memang saat itu hari sudah petang, Sehingga para paderi
anggauta barisan Lo-han-tin itu sudah menunggu dari pagi
sampai petang. Dalam hati mereka bersungut-sungut dan
menyumpahi rombongan Blo'on tetapi mereka takut kepada
paderi kurus Thian Gi sehingga terpaksa diam saja dan telap
tegak ditempat masing-masing.
Tiba-Tiba kakek Lo Kun lari. Melihat itu Blo'on cepat
menarik lengannya : "Hendak kemana ?"
"Aku lapar, hendak cari makanan," sahut kakek Lo Kun.
"Kemana ?" "Ruang sembahyangan, tentu masih ada sisa makanannya,"
kata kakek itu pula. "Tak perlu engkau sendiri," kata Blo'on, "akan kusuruh
ketiga binatang itu untuk mencarikan"
Kemudian Blo'on memerintah anjing kuning, monyet hitam
dan burung rajawali untuk mencari makanan. Ketiga binatang
itu segera pergi. Tak berapa lama, anjing kuning datang
dengan menggondol kuweh, lalu monyet hitam membawa ikan
dan terakhir burung rajawali. Kuweh memang dari meja
sembahyang tetapi ikan diperoleh si monyet hitam dari rumah
penduduk yang tinggal tak jauh dari gereja. Memang monyet
itu binatang yang mbeling atau nakal. Dia pandai sekali
mencuri makanan di rumah orang. Dan buah yang digondol
burung rajawali itu didapatnya dari hutan.
"Hai, mengapa belum selesai ?" teriak paderi kurus Thian
Gi. "Nanti dulu, kami hendak makan. Kalau engkau lapar,
silaukan masuk dan makan dulu, "teriak Lo Kun.
Paderi Thian Gi mengkal. Tetapi ia seorang paderi yang
jujur dan penuh toleransi. Terpaksa ia menahan kesabarannya
lagi. Demikian Blo"on dan kedua kakek itu segera melalap
makanan sementara barisan paderi tetap tegak di tempatnya,
tak berani berkutik. "Celaka, habis makan harus minum. Kalau tidak makanan
itu rasanya masih berhenti dibawah kerongkonganku," teriak
kakek Lo Kun pula. "Jangan kuatir," kata Blo'on, "akan kusuruh monyet
mencarikan air." "Tidak, aku hendak cari sendiri saja. Aku tak mau minum
air. Aku hendak minum arak," kata kakek Lo Kun.
"Jangan kuatir," kata Blo'on pula, monyet, itu dapat
mengambilkan apa yang kita minta."
la terus berseru kepada si monyet : "Monyet hayo, carikan
arak untuk kakek Lo Kun."
Monyet hitampun terus pergi.
"Eh, lumayan juga mempunyai binatang peliharaan
semacam itu " Dari mana engkau memperoleh monyet itu ?"
tanya kakek Lo Kun. "Entah, aku tak ingat. Tahu-Tahu ketiga binatang itu
muncul dan ikut padaku," kata Blo'on yang sudah hilang
ingatannya akan masa lampau. Padahal jelas ketiga ekor
binatang itu adalah binatang peliharaannya sejak kecil
Tak berapa lama muncultah si monyet hitam, dengan
membawa sebuah guci. Dengan cepat kakek Lo Kun terus
menyambuti dan meneguknya. "Ah..." ia menggumam dengan
penuh nikmat: "Arak wangi, arak wa ..."
"Berikan juga kepadaku !" kakek Kerbau Putih cepat
menyambarnya terus meneguk juga.
Bau arak yang keras dan harum segera bertebaran dibawa
hembusan angin. Barisan paderi itu makin gelisah. Karena
sudah sejak pagi mereka terus berdiri, mereka merasa agak
lelah. Terutama mereka merasa lapar sekali. Kini hidung
mereka dilanda bau arak yang keras dan harum sehingga
darah mereka makin menggelora. Andaikata pemimpin mereka
tak berada disitu, tentu mereka sudah Berontak dan mengusir
rombongan orang gila itu.
Demikian, apabila barisan paderi itu kelabakan setengah
mati, adalah difihak rombongan Blo"on, kedua kakek linglung
itu tengah enak-enak menikmati arak. Entah dari mana
monyet hitam memperolehnya. Tetapi arak itu memang wangi
sekali. Berselang beberapa saat kemudian, setelah kenyang makan
dan puas minum, barulah kedua kakek itu bersiap. Mereka
segera menghampiri ketempat barisan Lo-han-tin.
Saat itu hari sudah makin gelap. "Sekarang kami hendak
mulai menyerbu. Kalian boleh menghadap kemari." seru kakek
Lo Kun Karena sudah mengkal, barisan Lo-han-tin serentak
berputar tubuh. Wajah para paderi itu tampak memancar


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemarahan. "Sekarang silahkan menyerbu!" seru paderi Thian Gi sambil
memberi isyarat kepada anakbuahnya supaya bersiap-siap.
Tampak kakek Lo Kun, Kerbau Putih dan Blo'on kasak
kusuk. Sejenak Kemudian mereka lalu berpencar diri. Blo'on
tetap berada di muka barisan, kakek Lo Kun disamping kanan
dan kakek Kerbau Putih disamping kiri barisan.
"Serbu!" teriak kakek Kerbau Putih yang rupanya
mengangkat diri menjadi pemimpin rombongannya.
Sambil berkata ia terus maju. Demikian pula Blo'on yang
bergerak dengan ilmu pukulan Hang liong-sip pat-ciang.
Barisan Lo-han-tinpun mulai bergerak-gerak.
"Tunggu !" tiba-tiba kakek Lo Kun berteriak.
Kakek Kerbau Putih dan Blo'on serempak berhenti.
Demikian pula dengan barisan Lo-han-tin
"Mengapa ?" teriak paderi Thian Gi.
"Aduh . . . perutku mulas. Aku ingin buang air besar . . ."
teriak kakek Lo Kun dengan wajah merah dan peringisan.
Betapapun kesabaran paderi Thian Gi namun karena
merasa dipermainkan oleh lombongan kakek gila itu, iapun tak
dapat mengendalikan kemarahannya lagi. Tadi minta untuk
mengajar ilmusilat. Lalu minta tempo beristirahat dan makan.
Dan ini setelah berhadap-hadapan dan bahkan sudah mulai
bergerak, tiba-tiba pula kakek pendek itu berteriak mau berak.
Dan apabila diluluskan, setelah berak mungkin masih minta
tempo untuk tidur. Dan setelah tidur, ah, entah minta tempo
untuk apa lagi . . "Tidak !" tiba-tiba seorang paderi anakbuah barisn Lo-hantin
memekik keras. Rupanya paderi sudah meluap
kemarahannya sehingga ia tak mau menunggu keputusan
pemimpinnya, terus berteriak menolak permintaan kakek Lo
Kun. "Setan gundul, kalian licik !" kakek Lo Kun berteriak
nyaring, "masakan orang mau berak di ajak berkelahi !"
"Kakek p;ndek," seru Thian Gi dengan nada bengis,
"barisan Lo-han-tin adalah barisan utama dari gereja Siau-limsi.
Tak sembarangan barisan keluar apabila tidak menghadapi
musuh yang tangguh. Bahwa kalian telah disambut dengan
barisan Lo-han-tin ini, sebenarnya sudah suatu kehormatan.
Tetapi ingatlah, barisan Lo-han-tin itu tak boleh dihina dan
dipermainkan seperti barisan anak kecil."
"Tetapi, kepala gundul, perutku mulas sekali"
"Itu urusanmu!" bentak Thian Gi yang hilang kesabarannya,
"sekali barisan Lo-han-tin sudah bergerak, hanya dua pilihan
yang harus kalian terima. Menyerah atau hancur ..."
Melihat itu Bo"on marah juga : "Kalian memang tak kenal
kasihan pada seorang kakek tua. Baik, kalau memang tak
boleh berak, sekarang aku akan melanjutkan penyerangan !"
Habis berkata Blo'on terus maju menyerang Entah
bagaimana, biasanya dia tak suka berkelahi. Tetapi saat itu
karena kasihan pada kakek Lo Kun yang peringisan menahan
perut mulas, Blo'on tak puas dengan sikap paderi Siau-lim si
itu. Dia terus bergerak dengan ilmu Hang-liong-sip-pat-ciang.
Kelompok depan dari barisan Lo-han-tin terkejut melihat
gaya gerakan tangan Blo'on yang aneh dan dahsyat.
Tamparannya menimbulkan sambaran angin keras.
Melibat Blo'on sudah bergerak, kakek Kerbau Putihpun ikut
menyerang juga. Kelompok yang disamping. terpaksa harus
melayani serangan kakek itu. Merekapun terkejut melihat
jurus-jurus permainan kakek Kerbau Putih. Karena kakek itu
bertubuh bungkuk, serangannya khusus ditujukan ke perut
dan kaki lawan. Celaka adalah kakek Lo Kun. Karena barusan sudah
bergerak, iapun terus dilanda oleh kelompok yang berdiri
dihadapannya. Terpaksa sambil kedua tangannya mendekap
perut yang mulas, kakek itu terus berlincahan menggunakan
ilmu Memburu-angin-mengejar-bayangan. Gerakannya
memang tangkas dan gesit sekali. Tetapi barisan Lo-han-tin itu
juga hebat. Mereka bergerak maju mundur menyilang ke
kanan kiri dan melingkar-lingkar bagai mata rantai yang
tengah menjerat. Kakek LoKun hanya bergerak menurut apa yang
dihadapinya, Karena kawanan paderi itu hendak
menerkamnya, ia menghindar kesamping. Kalau dipukul, ia
loncat kemuka, kalau diterkam ia menyusup ke bawah. Ia tak
menyadari bahwa saat itu, ia sudah semakin menyusup
kedalam barisan. kanan kiri, muka belakang, dia sudah
dikepung rapat oleh kelompok-kelompok barisan lawan.
Blo'on baru saja mempelajari ilmu pukulan Hang-liong-sippat-
ciang. Ia belum mengerti bagaimana Cara
menggunakannya. Dan memang ia tak mempunyai
pengalaman berkelahi dengan orang. Maka ia mainkan ilmu
pukulan itu dari jurus pertama lalu kedua, ketiga dan
seterusnya jurus-jurus berikutnya secara urut.
Bluk. duk, plak . . , terdengar berulang kalangan dan kaki
barisan Lo-han-tin itu menghunjam di dada, bahu, punggung,
pantat dan kaki Blo'on. Bahkan kepala Blo'on yang gundul,
menjadi sasaran tamparan tangan paderi-paderi itu. Anakbuah
barisan Lo-han-tin terdiri dari paderi yang berilmu silat tinggi.
Mereka cepat tahu arah gerakan tangan Blo'on. Bermula
mereka terkejut melihat hebatnya ilmu Hang-liong-sip-patciang
yang dimainkan Bloon. Tetapi merekapun heran
mengapa anak itu memainkan ilmu pukulannya seperti orang
yang sedang berlatih. Tak peduli musuh sudah menghindar ke
samping tetapi Blo'on tetap menjalankan gerak menurut jurus
yang sedang dimainkan itu. Apabila dia sedang menampar
kemuka, walaupun musuh sudah berada disamping. ia tetap
menampar kemuka sesuai dengan urutan gerakan dalam jurus
itu. Dan apabila menurut gerakan urut, dia harus berputar
kesamping dan menampar, walaupun musuh berada disebelah
muka. ia tetap berputar tubuh menghadap ke samping.
Cepat sekali keadaan yang ganjil dari si Blo"on itu diketahui
para paderi, Dengan begitu enak Saja mereka melayani anak
itu. Begitu anak itu menghadap ke muka. merekapun segera
menyingkir ke samping lalu menampar kepala, punggung dan
menyepak pantat Blo'on. Demikian Blo'on menjadi bulan-bulan permainan anak buah
barisan Lo-han-tin. Tetapi dalam pada itu. diam-diam para
paderi itu merasa heran Berulang kali mereka telah
menghujani Blo'on dengan tabokan, pukulan dan tendangan
tetapi anak itu tetap tak rubuh. Bahkan meringis kesakitanpun
tidak. Dan lebih terkejut pula para paderi ketika mereka
merasakan sesuatu yang aneh. Setiap kali tangan dan kaki
mereka menghunjam ke tubuh Blo'on, tubuh anak itu seperti
memantulkan tenaga-dalam yang deras. Makin dipukul keras
makin keras pula tenaga-dalam yang memantul balik dari
tubuh anak itu. Difihak kakek Kerbau Putih, pun barisan Lo han-tin tampak
kewalahan. Kakek bungkuk itu mempunyai gaya lain. Jika
kakek Lo Kun- hanya berlincahan dan berlari lari, jika Blo'on
hanya memainkan ilmu pukulan Hang-liong-sip-pat-ciang
seperti sedang berlatih, kakek Kerbau Putih ini benar-benar
melancarkan serangan Hang-liong-sip-pat-ciang dengan
teratur dan sesuai. Hang-liong-sip-pat-ciang atau Delapan-belas-tamparannaga
memang sebuah ilmupukulan yang hebat dan sudah
jarang terdapat dalam dunia persilatan dewasa itu. Setiap
tamparan kakek Kerbau Putih menimbulkan deru angin dan
tenaga yang hebat sehingga berulang kali mata-rantai barisan
lo-Han-tin tersiak pecah. Tetapi Lo-han-tin memang tak
bernama kosong. Gerakannya cepat, mata rantainya rapat.
Seratus kali pecah, seratus kali pula segera tertutup rapat lagi.
Sebenarnya apabila hanya menghadapi serbuan dan ketiga
orang itu, apalagi orang-orang yang limbung barisan Lo-hantin
lebih dari cukup untuk menahan. Tetapi ada suatu
gangguan yang menjengkelkan paderi-paderi itu. ialah
serangan dari ketiga binatang peliharaan Blo'on. Burung
rajawali menyerang dari udara, turun naik menyambar dan
mematuk kepala dan muka para paderi. Apabila di pukul
burung itu dengan tangkas segera melambung ke udara. Dan
bila sipaderi sedang sibuk menghadapi serangan dari muka,
burung itupun terus menukik kebawah dan menyerang lagi.
Paderi itu jengkel bukan kepalang.
Kejengkelan mereka ditambah pula dengan gangguan dari
anjing kuning yang sembari berlari lari memutari barisan, tak
henti-hentinya menyalak dan menggeram. La!u menerkam
kaki dan menyambar perut paderi. Sudah tentu anakbuah
barisan Lo han-tin sibuk sekali.
Dan yang paling menjengkelkan adalah si monyet hitam.
Monyet itu dengan tangkas sekali telah menyusup dari bawah,
menyelundup di antara sela-sela kaki paderi, menggigit
selakangan sehingga karena terkejut dan kesakitan ada
beberapa paderi yang menjerit dan melonjak-lonjak Sehingga
menghambat perputaran gerak barisan.
Bahkan pada suatu saat terjadi hal yang lucu. Simonyet
yang nakal itu tiba-tiba loncat menubruk tengkuk seorang
paderi dan terus menggigit telinganya. Seorang paderi yang
berdiri dibelakangnya, karena hendak menolong kawannya itu
terus memukul simonyet tetapi monyet itu dengan gesit sudah
loncat turun sehingga yang terkena pukulan adalah paderi
yang telinganya tergigit itu.
"Aduh ..." paderi itu menjerit kesakitan karena kepalanya
terpukul kawannya sendiri.
Demikian barisan Lo-han-tin yang termasyur dan sukar
dibobolkan oleh tokoh-tokoh sakti, hari itu terpaksa harus
menderita kekacauan karena diserbu oleh mahluk-mahluk
yang aneh. Tengah pertempuran berlangsung seru, tiba-tiba terjadi
suara hiruk pikuk yang gempar. Anakbuah barisan Lo-han-tin
berteriak-teriak sambil mendekap hidung. Ada beberapa
bahkan yang menguak dan muntah-muntah.
Apakah yang terjadi "
Ternyata kakek Lo Kun sudah tak kuat lagi menahan 'lahar"
yang meledak dari dalam perutnya Sambil berlari-lari
menyusup kedalam barisan, isi perutnya nerocos keluar seperti
air bah. Baunya, jangan dikata lagi . . .
Dia sendiri juga bingung karena celananya penuh dengan
kotoran busuk. Maka dia makin gugup dan makin kalap untuk
menerobos keluar. Dia tak peduli lagi, kepala, tubuh dan
punggungnya di pukul kawanan paderi. Pokok, ia harus lekaslekas
dapat menyelesaikan perutnya yang mulas itu dan
selekasnya mencuci celananya. Tetapi barisan Lo-han tin yang
ketat dan terdiri dari 108 paderi itu, memang sukar diterobos.
Dengan demikian bau kotorannya yang luar biasa busuknya itu
tak dapat berhembus keluar. Suatu hal yang benar-benar
membuat kawanan paderi itu kelabakan setengah mati.
Karena marah tak diberi jalan, kakek Lo Kun jadi semakin
kakap. Ia tahu bahwa karena takut membau kotorannya, kawanan paderi itu dekap hidung dan muntah-muntah. Cepat ia merogoh pantatnya, segenggam kotoran yang luar biasa bauknya segera ditaburkan
kepada kawanan paderi. Diulangnya lagi sampai beberapa kali. Pikirnya ia
mempunyai, kesempatan untuk membuang kotoran dan membersihkan pantatnya. Barisan Lo han-tin memang termashyur dan jadi
kebanggaan Siau lim-si. Barisan itu laksana benteng baja yang
kokoh sekali. Diserang dengan pukulan tenaga dalam. Diserbu
dengan senjata tajam dan dihujani dengan senjata rahasia
yang berbisa maupun yang dilumuri racun, tetap tak mampu
membobolkan. Kemasyhuran barisan Lo han-tin sudah dikenal
oleh setiap orang persilatan
Tetapi tak terduga duga, barisan yang kebal dengan senjata
tajam itu, akhirnya bobol juga dengan serangan hujan kotoran
si kakek Lo Kun. Dan memang kotoran kakek itu, luar biasa
busuknya "Aduh mak, baunya . . !" Blo'on sendiripun menjerit seraya
hendak muntah. Buru-Buru ia mendekap hidungnya.
"Kurang ajar. setan pendek itu," kakek Kerbau Putihpun
memaki-maki dan mendekap hidung. Barisan Lo-han-tin
macet, kawanan paderi muntah dan mendekap hidung.
Mereka yang terkena lemparan kotoran kakek Lo Kun lebih
kelabakan Ada yang sibuk mengusap usap muka. pakaian dan
gundul. Tetapi celaka ! Makin diusap makin menambah dan
makin keras baunya. Bau busuk itu seolah olah melekat tak
mau hilang. Karena tak tahan lagi, barisan Lo-han-tin itu
bubar. Para paderi berlari-lari masuk kebelakang untuk mandi
dan ganti pakaian. Kakek Lo Kun masih tetap bingung. Celananya berlumuran
kotoran. Dia sendiri tak tahanakan baunya. Tetapi mau
mendekap hidung, tangannya sudah terlanjur berlumuran
kotoran. Akhirnya ia menjerit dan terus lari mengikuti paderipaderi
itu. Tiba-Tiba ia terkejut melihat seorang paderi tua tegak
berdiri dengan mencekal sebatang tongkat. Dibelakangnya
terdapat dua orang paderi kecil
"Hai, siapa engkau !" kakek Lo Kun hentikan langkah dan
menegur. "Sute dari kepala gereja Siau-lim-si !"
"Oh . . ," kakek Lo Kun menyurut mundur.
---ooo0dw0ooo--- Jilid 9 Iblis kembar Sejenak kakek Lo Kira lupa akan dirinya yang berlumuran
kotoran. Ia memandang paderi tua itu lekat-lekat.
"Uh . . uh . . " tiba-tiba terdengar paderi kacung yang
mengiring dibelakang paderi itu menguak tertahan terus
mendekap mulut dan hidungnya.
Paderi tua itu juga menyeringai. Ia cepat hentikan
pernapasannya untuk menolak hawa busuk yang luar biasa
dari kotoran Lo Kun. "Siapa namamu " tanya kakek Lo Kun.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hui In," sahut paderi tua itu.
"Mana kepala gereja ini ?" kata kakek Lo Kun pula.
Karena harus menjawab, terpaksa paderi itu membuka
pernapasannya lagi. Sebagai gantinya ia mendekap
hidungnya. "Hui Gong suheng, kepala gereja Siau-lim-si sedang pergi,"
sahutnya. "O, celaka," seru kakek Lo Kun, "lalu dengan siapa aku
harus bertanya ?"' "Bertanya apa ?"
"Penting, tetapi hanya kepada kepala gereja ini. Lain orang
tak boleh tahu." "Adakah yang mengacau diruang sembahyang tadi juga
lotiang ?" tanya Hui In taysu.
"Benar, karena kepala gundul yang disitu berani merintangi
aku." "Dan yang membubarkan barisan Pat-Kwa-tin dari ke
delapan paderi kecil itu juga rombongan lotiang ?"
"Ya, anak-anak gundul itu tak tahu adat. paksa kami
hajar." "Yang membuyarkan barisan Lo-han-tin juga rombongan
lotiang ?" tanya Hui In taysu pula.
"Siapa lagi !"'
Diam-Diam Hui ln taysu terkejut. Pat-kwa-tin dan Lo-han-tin
merupakan barisan penjaga Siau-lim-si yang paling dapat
diandalkan. Bahwa kedua barisan itu telah bobol, jelas
menandakan kalau rombongan tetamu itu tentu sakti. Tetapi
kala ia memperhatikan keadaan kakek pendek yang berdiri di
hadapannya, Hui ln agak heran-heran sangsi. Masakan kakek
aneh yang tampak ketolol-tololan itu memiliki kepandaian
yang sedemikian saktinya.
Hui In taysu mempunyai rencana hendak menguji kesaktian
tetamu pendek itu. Tetapi ia tak tahan menderita bau busuk
dari tubuh kakek Lo Kun. "Mengapa baumu begitu busuk ?" akhirnya Hui Ih berseru.
"O, benar," serta mendengar teguran itu teringatlah kakek
Lo Kun akan keadaan dirinya yang berlumuran kotoran itu,
"hayo, tunjukkanlah dimana kamar mandi gereja ini !"
"Untuk apa ?" tanya Hui In heran.
"Tadi perutku mulas dan aku hendak buang hajat tetapi
barisan kepala gundul itu menghalangi malah terus
menyerang. Lama-Lama aku tak tahan perutku terus meletus,
celanaku berlumuran kotoran begini. Hm, memang kalian
kepala gundul ini kejam dan tak tahu adat Masakan orang
kebelet buang hajat malah diajak berkelahi !"
Hui In taysu cepat dapat mengetahui bahwa kakek yang
berhadapan dengan dia saat itu, seorang kakek limbung.
Kakek yang tak waras pikirannya. Melihat gerak gerik dan
ucapan si kakek, Hui In diam-diam geli juga.
"Hayo. lekas tunjukkan, aduh. . perutku mulai mulas lagi !"
kakek Lo Kun menjerit jerit seraya mendekap perut.
Hui ln taysu geleng-geleng kepala dan segera menyuruh
kedua paderi kecil mengantarkan kakek itu kebelakang.
Tepat kakek Lo Kun pergi maka datanglah kakek Kerbau
Putih dan Blo'on, diiring oleh burung rajawali, anjing dan
monyet hitam. Hui In taysu terkesiap.
"Adakah lotiang dan sicu ini rombongan lotiang yang tadi ?"
tegur Hui In taysu. "Ya, dan engkau ini siapa ?" kakek Kerbau Putih balas
bertanya. Hui In taysu segera memberitahukan diri
"Apa kata kakek pendek tadi kepadamu" tanya kakek
Kerbau Putih pula. "Dia mengatakan hendak menjumpai ketua gereja. Tetapi
ketua gereja kami sedang pergi. Yang ada hanyalah wakilnya."
"Kalau begitu antarkan kami kepadanya,"seru kakek Kerbau
Putih Walaupun nada dan sikap kakek bungkuk itu kasar, tetapi
karena tahu kalau dia itu seorang kakek limbung maka Hui In
pun menahan sabar Ia terus hendak melangkah.
"Tunggu !" tiba-tiba Blo'on berteriak, "mana kakek pendek
yang tadi ?" "Perutnya sakit, dia buang hajat kebelakang," terpaksa Hui
In taysu memberi keterangan.
Demikian rombongan Bloon segera dibawa keruang Tat-mo
wan, sebuah paseban tempat bermusyawarah dari Siau-lim si.
Ternyata saat itu di ruang Tat-mo-wan sedang dilangsungkan
permusyawaraban besar dari para pimpinan gereja.
Empat paderi tertinggi dari paderi Siau-lim-si yang memakai
gelar Hui, Goan, Peh dan Thian, lengkap berkumpul di ruang
Tat-mo-wan untuk bermusyawarah.
Siau-lim-si menerima sepucuk surat yang ditanda-tangani
oleh seorang yang menyebut dirinya Kim Thian-cong. Meminta
Supaya Siau-lim-si meleburkan diri kedalam partai baru Senglian-
kau atau Teratai Suci. Sebuah partai perkumpulan agama
yang memuja agama Hud-kau atau Buddha aliran Mahayana.
Kepala gereja Siau-lim-si hanya diberi dua pilihan. Menolak
dan akan dihancurkan atau menurut dan selamat.
Ada dua hal yang mengejutkan para paderi pimpinan Siaulim-
si itu. Pertama, penulis surat itu menyebut dirinya Kim
Thian-cong. Pada hal jelas Kim Thian-cong sudah meninggal.
"Hal ini jelas tentu palsu, "Hui Liang taysu, wakil kepala
gereja Siau-lim-si yang memimpin rapat itu memberi
kesimpulan. "Memang kalau dilihat sepintas, orang itu tentu
menggunakan nama Kim Thian-cong yang sudah mati itu
untuk menggertak kita," kata Hui lo taysu, "tetapi hilangnya
jenazah Kim tayhiap Itu memang aneh dan mencurigaKan."
"Sute maksudkan kalau Kim tayhiap belum tentu meninggal
sungguh-sungguh ?" tanya Hui liang taysu.
"Ada suatu kecenderungan untuk menduga begitu karena
maklum mungkin dalam sejarah kehidupan Kim tayhiap yang
lalu, penuh dengan peristiwa berdarah. UntuK menyingkirkan
diri dari ancaman-ancaman musuh yang setiap saat akan
datang menuntut balas, dia lalu menggunakan siasat
meninggal dunia. Kemudian dia menghilang dan timbul lagi
sebagai Kim Thian-cong baru, mendirikan partai Seng-liankau."
"Kemungkinan itu memang dapat terjadi," sambut Hui Liang
taysu. "dunia persilatan memang penuh dengan peristiwaperistiwa
yang aneh dan tokoh-tokoh persilatan itu memang
amat licin." "Tetapi suheng." tiba-tiba Hui Sin taysu, sute ke empat dari
tingkat Hui, menyanggah, "kurasa hal itu tidak mungkin.
Pertama, kalau memang Kim tayhiap mempunyai rencana
demikian, dia tentu akan berganti nama dan takkan memakai
nama Kim Thian cong lagi. Kedua, menurut keterangan Hui
Gong ciang bunjin yang lalu, penyimpanan jenazah Kim
tayhiap disebuah ruang rahasia itu, adalah atas perundingan
dari beberapa ketua partai persilatan. Tentulah sebelumnya,
Kim tayhiap tak pernah menduga bahwa hal itu akan terjadi.
Ketiga, andaikata jenazah Kim tayhiap tetap ditempatkan
dalam peti jenazah dan ditaruh di ruang sembahyang, apakah
dia dapat hidup kembali ?"
Sanggahan dari Hui Sin taysu itu membuat sekalian paderi
yang hampir terpengaruh oleh kata-kata Hui Ko taysu,
tersadar dan membenarkan sanggahan itu.
"Ah, janganlah kita lupa akan sifat-sifat orang persilatan
yang licin dan penuh siasat," kata Hui Ko taysu, "bisa saja
misalnya, Kim tayhiap mencari seseorang untuk menjadi
mayatnya. Kalau mayat itu tetap ditaruh dalam peti dan
ditempatkan didepan ruang sembahyang, Kim tayhiap tetap
akan dapat muncul lagi. Dan bila terjadi mayat itu disimpan
dalam kamar rahasia, bisa saja Kim tayhiap yang
mengambilnya untuk menghilangkan jejak."
"Ah, sute terlalu memikir jauh," kata Hui Liang taysu,
"tetapi menurut hematku, Kim Thian-cong yang sekarang ini
tentu palsu. Tentu seorang tokoh lain yang hendak
menggunakan ketenaran dan kewibawaan Kim tayhiap untuk
menguasai partai-partai persilatan."
'Tetapi suheng," masih Hui Ko taysu menyanggah, "kalau
dia memang mempunyai rencana mendirikan partai persilatan
baru, mengapa dia harus menggunakan nama Kim tayhiap"
Bukankah tanpa nama itu dia dapat juga mendirikannya" Dan
bukankah dengan menggunakan nama Kim tayhiap itu, mudah
menimbulkan kecurigaan kaum persilatan karena semua kaum
persilatan sudah mengetahui jelas bahwa Kim tayhiap telah
meninggal setengah tahun yang lalu ?"
Hui Liang taysu tertawa : "Hal itu memang membingungkan
seperti halnya dengan hilangnya jenazah Kim tayhiap !"
"Suheng," kata Hui Sin taysu. "adakah lain-lain partai
persilatan juga menerima surat semacam itu?"
Hui Liang taysu menjawab: "Sepanjang yang kita ketahui,
baru sebuah partai yang diobrak-abrik. Entah dengan lain-lain
partai persilatan. Memang sebaiknya kita mengadakan
hubungan dengan mereka agar dapat kita atur suatu langkah
yang seragam menghadapi musuh itu."
Dalam pada bicara itu masuklah Hui In taysu memberi
laporan tentang rombongan Blo'on yang hendak menghadap
kepala gereja Siau-lim-si.
"Siapakah mereka?" tanya Hui Liang taysu.
"Entah." sahut Hui In, "mereka terdiri dari seorang
anakmuda dan dua orang kakek."
"Apakah sute tak menanyakan nama mereka dan keperluan
mereka datang kemari ?"
"Sudah," sahut Hui In taysu, "tetapi tampaknya ketiga
orang itu orang-orang yang limbung, Mereka tak mau
menjawab pertanyaanku kecuali setelah nanti bertemu dengan
suheng. Tadi di ruang sembahyang mereka telah berkelahi
dengan Ti-kek ceng karena melarang mereka masuk. Setelah
mengalahkan Ti-kek-ceng, merekapun dikepung barisan tothong
Pat-kwa-tin, tetapi mereka menang. Terakhir mereka
dihadang barisan Lo-han-tin ternyata Lo-han-tin kewalahan
dan bubar." "Apa?" Hui Liang taysu berseru kaget. Demikian pula
dengan para paderi tingkat tinggi yang hadir dalam ruangan
itu. "O. kalau begitu harap sute membawa aku kepada mereka,"
kata Hui Liang taysu. Setelah menunda permusyawarahan, Hui
Liang taysu segera mengikuti Hui In taysu keluar ke paseban.
"Omitohud," seru Hui Liang taysu seraya rangkapkan kedua
tangan memberi hormat, "mari silahkan iotiang dan sicu
masuk." Mereka duduk di paseban. Setelah itu maka Hui Liang taysu
lalu membuka psmbicaraan. Pertama-tama ia menanyakan
nama dari kedua tetamunya itu.
"Namaku ?" kata kakek Kerbau Putih, "cukup panggil saja
Kerbau Putih." Wakil kepala gereja Siau-lim-si terkesiap, serunya : "Ah,
harap lotiang jangan bergurau. Aku menanyakan siapa nama
dan gelaran lotiang yang mulai."
"Ya, benar." kata kakek Kerbau Putih dengan nada
bersungguh, "memang orang-orang menyebut aku kakek
Kerbau Putih. Dan aku senang juga dengan nama itu."
"Tetapi bukankah lotiang mempunyai nama sendiri ?" Hui
Liang mengulang. "Mungkin ada, tetapi sudah lama tak kupakai, Eh, apakah
engkau keberatan kalau aku memakai nama itu ?"
Karena sebelumnya sudah diberitahu oleh Hui In taysu
bahwa rombongan tetamu itu memang aneh dan agak kurang
waras pikirannya, maka Hui Liang taysupun tak mau meladeni.
Ia tertawa: O, maaf, lotiang, silahkan lotiang memakai nama
itu." Setelah itu wakil ketua Siau-lim si beralih tanya kepada
Blo"on. "Akupun juga mengalami kesulitan seperti kakek Kerbau
Putih ini. Aku sendiri juga tak ingat siapakah namaku dulu.
Menurut Somali, aku ini putera raja. Tetapi aku lupa bertanya
kepadanya siapakah namaku sebagai putera raja itu. Tetapi
sebelum bertemu dengan Somali, seorang gadis cantik dari
Hoa-san-pay telah memberi nama Blo'on kepadaku. Aku suka
juga dan terus memakai nama itu." dengan panjang lebar
Blo"on menjawab pertanyaan.
Hui Liang taysu melongo. Ia tak mengerti apa yang
dikatakan anakmuda itu. Siapakah Somali, siapakah gadis dari
Hoa-san-pay. Dan yang paling mengherankan mengapa
anakmuda itu juga tidak waras pikirannya. Masakan namanya
sendiri, tak tahu ! "Jadi nama sicu siapa ?" ia mengulang.
"Blo"on !"
"Ah, itu bukan nama. Itu hanya sebuah gelar yang diberikan
orang kepala sicu." "Lho. biar gelar sekalipun tetapi bagus sekali. Coba engkau
pikir dan cari. Apakah di dunia ini terdapat orang yang
bernama Blo'on. Mungkin hanya aku satu-satunya orang yang
memakai itu. Aku tidak malu tetapi malah merasa bangga."
Hui Liang taysu menghela napas "Ah, terserah kepada sicu
soal nama itu. Lalu apakah maksud tujuan sicu hendak
bertemu dengan ketua gereja ini ?"
"Apakah engkau berhak menjawab ?"
"Ya, aku adalah wakil kepala gereja Siau lim si ini. Karena
hong-tiang tak ada, maka segala urusan Siau-lim-si, akulah
yang bertanggung jawab."
"Hm, baiklah," kata Blo'on kemudian meminta kepada kakek
Kerbau Putih supaya kakek itu saja yang mengatakan.
"Sederhana sekali pertanyaan itu," kata kakek Kerbau Putih,
"apakah engkau tahu tentang partai agama Pek-lian-kau ?"
"Pek-lian-kau ?" Hui Liang taysu terkesiap, "bukankah partai
itu sudah lama bubar ketika diserang oleh partai-partai
persilatan dahulu ?"
"Entah, aku tak tahu," kakek Kerbau Putih berkata, "apakah
partai Pek-lian-kau itu sekarang masih ada ?"
"Sudah bubar" "Di mana markasnya dahulu ?"
"Di lembah gunung Hong-san."
'"Siapakah pcinimpin Pek-lian-kau itu ?"
"Dahulu pemimpinnya bernama The Seng-kim Tetapi dalam
pertempuran dengan beberapa partai persilatan, dia sudah
terbunuh." "Hm, kalau begiiu partai Pek-lian-kau itu sudah lenyap."
"Benar," sahut Hui Liang taysu.


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tetapi mengapa Ko lo lojin (tengkorak tua) suruh aku
menyelidiki partai Pek-lian-kau ?" tiba-tiba Blo on menyelutuk.
"Siapakah Ko Lo lojin itu ?" tanya Hui Liang heran.
"Sesosok tengkorak yang meninggal dalam sebuah guha
didalam perut gunung. Dan aku sudah terlanjur berjanji untuk
melakukan pesannya. Lalu bagaimana ini ?" kata Blo'on.
Hui Liang taysu tertawa : 'Sudah tentu sicu bebas dari
pesan itu. Karena partai agama itu sudah bubar."
"Tidak !" teriak Blo'on, "kalau begitu aku tentu dianggap
ingkar janji. Biar bagaimana aku! harus mencari partai Peklian-
kau itu !'" "Wah, sukar," kata Hui Liang taysu.
"Apa " Sukar" Ha, ha." tiba-tiba kakek Kerbau Putih
menyelutuk tertawa, "siapa bilang sukar " Di dunia tidak ada
hal yang sukar kecuali orang mati yang mengatakan begitu."
"Benar," seru Blo'on, "kita bukan orang mati dan memang
tak mau mati. Kalau memang pernah ada perkumpulan yang
bernama Pek-lian-kau, kita tentu dapat mencarinya !"
Hui Liang taysu melongo lalu menghela napas:
"Omitohud ! Semoga maksud sicu terkabul ..."
Baru wakil kepala gereja Siau-lim-si itu berkata sampai
disitu. tiba-tiba seorang paderi muda masuk kedalarn paseban
dengan tergopoh-gopoh. "Hatur beritahu kepada taysu, bahwa di ruang tetamu,
datang seorang tetamu yang hendak menghadap hong-tiang."
serunya agak terengah. Heran Hong Liang taysu melihat sikap dan bicara paderi
muda yang diketahui sebagai penjaga ruang tetamu,
tegurnya: "Mengapa engkau tampak begitu gugup ?"
"Tetamu itu amat bengis. Tecu (murid) telah dipukulnya."
kata paderi muda. Hui Liang taysu terkejut tetapi sebagai seorang paderi yang
berilmu tinggi, dia memang amat sabar dan dapat
mengendalikan perasaan. '"O, mengapa dia memukulmu ?" tegurnya.
"Tecu memberi keterangan bahwa hongtiang ciangbunjin
dari gereja ini, tak berada dalam gereja karena sedang
bepergian. Tetapi dia tak percaya dan terus memukul."
"Beng Hwat, apakah engkau tak mampu menghindar dari
pukulannya sehingga mukamu sampai semerah itu?" tegur Hui
Liang taysu. Dia cepat dapat mengetahui bahwa sebelah pipi
paderi muda itu bengap merah.
Makin merah wajah paderi muda itu: "Tecu tak menyangka
bahwa dia sebengis itu. Tetapi menang dia dapat bergerak
cepat sekali. Setelah menampar dia terus mencekik tecu,
memaksa tecu lekas mengundang hongtian keluar." '
"Engkau tak dapat melepaskan diri dari cekikannya ?"
"Maaf, taysu, tecu benar-benar tak berdaya dan merasa
tenaga tecu telah hilang ketika tangan orang itu mencekik
leher tecu ..." "Lalu ?" "Tecu tetap berkeras mengatakan bahwa hongtiang
memang tak ada. Kalau mau bunuh, silahkan bunuh. Rupanya
orang itu percaya setelah melihat kesungguhan tecu. Lalu dia
suruh tecu mengundang wakil hongtiang yang bertanggung
jawab atas gereja ini"
"Bagaimanakah perawakan tetamu itu ?" tanya Hui Liang
taysu pula. "Seorang lelaki setengah tua, lebih kurang berumur 50-an
tahun. Wajah bersih dan semasa mudanya tentu amat cakap.
Menilik orangnya, tecu tak menyangka kalau dia begitu
ganas." "Adakah engkau tak menanyakan apa keperluannya
mencari hongtiang ?"
"Sudah," sahut Beng Hwat, "tetapi dia malah membentak
tecu supaya jangan banyak mulut dan lekas mengundang
taysu keluar." "Omitohud," Hui Liang taysu berseru, "sejak toa-suheng
hongtiang pergi, gereja selalu mengalami beberapa peristiwa
yang aneh. Baik, aku Segera akan menjumpahinya."
Tiba-tiba wakil kepala gereja itu berpaling kepada kakek
Kerbau Putih: "Adakah tetamu itu rombongan lo-tiang ?"
"Bukan" sahut kakek Kerbau Putih, "aku tak mempunyai
kawan yang semacam itu."
"Taysu, silahkan taysu menyambut tetamu itu," tiba-tiba
Blo'on berkata. Kini ia dapat menyebut "taysu", karena
menirukan panggilan yang digunakan paderi Beng Hwat tadi.
"Lalu bagaimana sieu dan lotiang ?"
"Aku juga akan ikut keluar untuk melihat siapa tetamu itu,"
seru kakek Kerbau Putih. "Benar, aku juga tak puas dengan tetamu yang begitu
kasar," kata Blo'on "tetamu harus sopan, mengapa dia berani
memukul tuan rumah."
Diam-Diam Hui Liang geli dan mengkal terhadap anakmuda
itu. Bukankah tadi rombongan anakmuda itu juga membuat
gaduh dengan para murid-murid gereja " Mengapa sekarang
dia pura-pura tak puas terhadap seorang tetamu yang begitu "
Hui Liang taysu lebih dulu kembali keruang Tat-mo-wan
untuk memberi tahu kepada para sutenya yang masih
menunggu. "Kalau begitu, aku ikut suheng." kata Hui ln taysu, sute
kelima dan Hui Liang taysu.
"Baiklah," kata Hui Liang taysu, "harap sute yang lain suka
tinggal di ruang ini dan bertukar pendapat mengenai soal-soal
yang kita hadapi tadi."
"Omitohud, maaf kalau aku membuat sicu menunggu agak
lama," kata Hui Liang taysu setelah berhadapan dengan
tetamu yang hendak mencari hongtiang Siau-lim-si.
"Tak apa," sahut orang itu dengan dingin, "adakah engkau
ini wakil kepala gereja ini ?"
"Demikianlah," sahut Hui Liang dengan penuh kesabaran
walaupun melihat sikap tetamu itu begitu angkuh, "siapakah
nama sicu yang mulia dan dengan maksud apakah sicu
hendak menjumpahi hongtiang kami ?"
"Benarkah kepala gereja sedang pergi ?" bukan menjawab,
tetamu itu malah berbalik tanya.
"Benar," sahut Hui Liang taysu, "sudah setengah tahun
yang lalu Hui Gong suheng pergi mengurus suatu persoalan,"
"Baik, kalau begitu aku dapat menyerahkan urusan ini
kepadamu " kata tetamu itu sambil mengeluarkan sepucuk
sampul, "terimalah surat ini dan berikan kepada kepala
gereja." "Surat apakah ini ?" tanya Hui Liang taysu.
"Undangan dari kaucu kami."
"Siapa ?" "Kim Thian-cong kaucu dari Seng-lian-kau."
"O." Hui Liang taysu terkejut sehingga menyurut mundur
selangkah, "tetapi , . . bukankah Kim tayhiap sudah meninggal
dunia ?" "Paderi Siau-lim-si." seru orang itu dengan nada
memberingas, 'jangan sembarang berkata siapa bilang kalau
Kim kaucu sudah meninggal"
"Tetapi setiap orang persilatan tahu hal itu karena kami
seluruh kaum nersilatan, datang menghadiri upacara
penguburan Kim tayhiap," kata Hui Liang taysu pula.
"Ah, engkau benar-benar paderi tolol, "ejek orang itu, "dan
memang orang-orang persilatan itu goblok semua. Yang mati
dan dikubur itu bukan Kim kaucu tetapi lain orang !"
"Omitohud!" seru Hui Liang taysu terkejut. diam-diam ia
teringat akan sanggahan sutenya, Hui Ko taysu tadi. Namun ia
masih meminta penegasan "Benarkah hal itu ?"
Tetamu itu tertawa dingin: "Perlu apa aku membohongi
engkau" Jika tak percaya, kelak dalam rapat besar di gunung
Hoa-san, kalian tentu dapat menyaksikan sendiri."
"Gunung Hoa-san ?" kembali wakil kepala Siau-lim-si itu
terbeliak kaget, "bukankah digunung itu terdapat perguruan
Hoa-san-pay ?" "Hm," orang itu mendengus, "Hoa-san-pay sudah bubar
berantakan. Markas mereka sekarang dipakai oleh Seng-liankau."
"Oh, ..." Hui Liang taysu menghela napas seraya
rangkapkan kedua tangan ke dada Sebagai tanda ikut bersedih
atas peristiwa yang menimpa partai Hoa-san-pay itu. "jadi
Hoa-san-pay sudah hancur ?"
Orang itu tertawa iblis : "Sudah dihancurkan Yang
menentang dibunuh, yang menyerah dijadikan anakbuah dan
yang melarikan diri tetap akan dicari."
"Apa " Hoa-san-pay sudah hancur ?" tiba-tiba Blo'on
berteriak, "lalu bagaimana dengan keempat kakek dari
perguruan itu ?" "Engkau siapa !" bentak orang itu seraya memandang
bengis kepada Blo'on, "apakah engkau ini murid Hoa-sanpay."
Melihat sikap dan bicara orang itu, Blo'on memang tak
senang. Sekarang dia malah dibentak seperti anak kecil. Maka
marahlah Blo'on : "Aku murid Hoa-san-pay atau bukan, apa
pedulimu ?" "Ho. budak liar, engkau berani kurang ajar kepadaku !"
tiba-tiba orang itu terus ayunkan tangannya memukul.
Buk . . . dia bergerak cepat tetapi kakek Kerbau Putih lebih
cepat lagi. Kakek itu menangkis pukulan orang itu dengan
daging benjol pada punggungnya. Pukulan jatuh ketempat
yang lunak macam gumpalan kapas sehingga tenaga pukulan
itupun lenyap. Orang itu terkejut. Cepat ia menarik pulang tenaganya.
Uh . . ia berhasil tetapi tubuhnya gemetar karena hampir
saja ia terdorong kebelakang oleh gelombang tenaga-dalam
yang memantul dari daging benjul kakek bungkuk itu.
"Ho, jangan main pukul seperti raja. Kalau bicara pakai
mulut saja, jangan pakai tangan!' kakek Kerbau Putih deliki
mata kepada orang itu. Rupanya orang itu berilmu tinggi. Ia segera menyadari
bahwa kakek bungkuk itu seorang kakek yang sakti. Namun ia
sudah terlanjur turun tangan dan disaksikan oleh wakil kepala
Siau-lim-si. Apabila dalam gebrak itu, ia kalah, tentulah akan
dipandang hina oleh paderi-paderi Siau-lim-si.
"Setan bungkuk, apa engkau sudah bosan hidup !"
teriaknya seraya mengangkat tangan hendak memukul.
"Omitohud !" seru Hui Liang taysu, "harap sicu jangan
berkelahi dulu. Mari kita selesaikan urusan kita."
"Hm, rupanya engkau telah mendatangkan beberapa
jagoan untuk memperkuat diri, bukan ?" seru orang itu
mengejek. "Sicu salah faham," kata Hui Liang taysu dengan tetap
sabar, "mereka sama sekali bukan orang undangan gereja
Siau-lim-si. Mereka juga tetamu seperti sicu."
"Apakah isi surat undangan yang sicu bawa ini ?" tanya Hui
Liang taysu pula. "Kim kaucu mengundang seluruh partai-partai persilatan
supaya menghadiri rapat besar dunia persilatan yang akan
dise!enggarakan nanti bulan delapan tanggal limabelas di
puncak Hoa-san." kata orang itu.
"Dergan tujuan ?"
"Supaya partai-partai persilatan itu meleburkan diri masuk
kadalam partai Seng-han-kau. Kini kaucu menganggap,
kekacauan dan kehebohan dalam dunia persilatan ini adalah
disebabkan karena terlalu banyak partai persilatan. Dan
karena itu, masing-masing partai hendak menonjolkan diri
untuk merebut kekuasaan dan pengaruh. Kalau bisa hendak
menjadi pemimpin dunia persilatan."
Orang itu berhenti sejenak lalu melanjutkan lagi : "Maka
Kim kaucu memutuskan untuk mempersatukan semua partai
persilatan. Aliran ilmusilat mereka pun akan dilebur menjadi
satu aliran ilmusilat saja. Dengan demikian pastilah dunia
persilatan akan aman dan tenteram."
"Omitohud," seru Hui Liang taysu pula, "manusia memang
tak kunjung puas. Dan kepuasan itu memang tak kenal ujung
akhirnya. Hanya kesadaran dari sinar agama yang dapat
menyadarkan batin manusia."
"Seng-lian-kau juga akan menjadi wadah untuk
menampung pengembangan agama. Teratai Suci akan
merupakan aliran agama yang aseli dari Budha. Takkan
tercampur dengan aliran-aliran To-kau (faham Tao) dan lainlain
agama hitam," kata orang itu pula.
"Tetapi menurut fahamku. Kepercayaan itu harus tumbuh
dari kesadaran sendiri. Tidak bisa dipaksa. Agama sendiri
melarang untuk menggunakan kekerasan memaksa orang ..."
"Paderi tua," tukas orang itu, "aku kemari bukan hendak
mendengarkan khotbahmu tetapi hendak menyerahkan
undangan. Jika engkau membangkang datang, gereja Siaulim-
si yang sudah berdiri ratusan tahun ini pasti akan ludas
menjadi abu" "Omitohud " Hui Liang taysu menekan kemarahannya
dengan menyebut doa keagamaan, "tetapi hongtiang sedang
pergi. entah apakah dia nanti sudah pulang pada waktunya
tanggal undangan itu."
"Sekarang baru bulan enam, jadi masih kurang dua bulan
lagi," kata orang itu.
"Andaikata hongtiang tetap belum pulang ?" seru Hui Liang
taysu. "Engkaulah yang harus mengambil keputusan " kata orang
itu dengan tegas. "Tetapi aku tak mempunyai kekuasaan untuk memutuskan
soal sebesar itu." "Itu urusanmu, paderi tua, kata orang itu, "pokoknya Kim
kaucu hanya tahu bahwa pihak Siau-lim-si hadir dalam rapat
besar itu." "Apakah nama perkumpulan baru yang engkau dirikan itu ?"
tanya Blo'on menyelutuk pertanyaan.
"Tutup mulutmu !" bentak orang itu dengan bengis, "ini
bukan urusanmu, tak perlu engkau ikut campur."
Blo'on mendongkol tetapi dia tak dapat membantah. Adalah
kakek Kerbau Putih yang tak puas melihat sikap orang yang
begitu galak, serunya : "Kalau aku ikut campur, bagaimana ?"
Orang itu memandang kakek Kerbau Putih dengan tajam. Ia
tahu kakek bungkuk itu memang memiliki kepandaian tinggi,
la tak mau cari perkara dengan kakek itu tetapi karena kakek
itu bersikap menantang, terpaksa ia menjawab getas juga:
"Artinya mgkau sudah bosan hidup "
"Benar !" tiba-tiba kakek Kerbau Putihi, berteriak, "memang
aku merasa sudah terlalu lama hidup dalam dunia ini. Aku
sudah bosan, tetapi akui sendiri heran mengapa aku tak dapat


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mati.Eh, apakah engkau dapat membunuhku ?"
"Kalau engkau memang menghendaki begitu, tentu saja
aku dapat," kata orang itu, "dan kalau engkau benar-benar
minta mati, engkau harus diam saja kalau kupukul."
"Dengan apa engkau hendak memukul ?"
Rupanya orang itu terbawa oleh kelimbungan kakek Kerbau
Putih, ia berseru : "Cukup dengan tinjuku ini sajalah, jiwamu
tentu sudah amblas."
"Bagus !" seru kakek Kerbau Putih itu terus berputar tubuh
membelakangi, "hayo, pukullah aku supaya mati."
Orang itu terkejut. Ia tahu bahwa daging benjul yang
menggunduk dipunggung kakek itu dapat memancarkan
tenaga-dalam yang hebat. "Huh, kalau engkau memang benar-benar mau mati,
berikanlah dadamu. Sekali pukul saja engkau tentu sudah
mampus !" serunya. "O, begitu," seru kakek Kerbau Putih, "baiklah !" Ia terus
berputar tubuh menghadap kepada orang itu.
"Ho, engkau memang seorang kakek yang jujur. Jangan
kuatir, engkau tentu cepat akan melayang ke akhirat !" seru
orang itu seraya kerahkan tenaga-dalam dan terus
mengangkat tinjunya, siap hendak dihunjamkan.
"Tunggu dulu !" tiba-tiba kakek Kerbau Putih berseru,
"engkau berjanji sekali pukul tentu dapat menghancurkan
jiwaku. Tetapi kalau tidak dapat, lalu bagaimana ?"
"Akan kususul yang kedua." kata orang itu.
"Kentut busuk !" tiba-tiba kakek Kerbau Putih memaki,
"enak saja engkau omong. Bukankah aku harus menderita
kesakitan" Aku menghendaki mati secara cepat tanpa
menderita kesakitan. Maka engkau harus dapat sekali pukul,
membuat aku mati. Kalau dua kali, percuma. Andaikata dua
kali aku tak dapat mati. lalu engkau pukul lagi, entah sampai
beberapa kali. Dengan begitu bukankah aku seperti engkau
siksa ?" Orang itu tertegun, ia menimang-nimang adakah sekali
pukul mampu membunuh kakek itu.
"Hm, kalau engkau menghendaki cepat mati, aku harus
menabasmu dengan golok !" katanya.
"Bangsat, mulutmu tak kena dipercaya. Tadi engkau bilang
dapat membunuh aku dengan sekali pukul saja. Sekarang
engkau hendak memakai golok. Artinya engkau memang tak
mampu memukul aku mati dengan sekali pukul," teriak kakek
Kerbau Putih. Dimaki bangsat, orang itu merah mukanya. Ia adalah
utusan dari Seng-lian-kau, maka dimaki maki seenaknya
sendiri oleh seorang kakek bungkuk.
"Kalau engkau tak dapat, sekarang tukar tempat saja. Aku
yang akan memukul engkau. Sekali pukul engkau tentu
mampus !" tiba-tiba kakek Kerbau Putih berkata. Dan tanpa
menunggu jawaban orang itu ia terus maju menghantam
orang itu. Orang itu terkejut dan cepat menghindar.
"Hai, pengecut, mengapa engkau menghindar Bukankah
engkau minta mati ?" teriak kakek Kerbau Putih.
"Kakek bangsat, siapa yang bilang aku minta mati " Engkau
sendiri yang mengatakan sudah bosan hidup dan minta aku
supaya mencabut jiwa mu !"
"Ya, tetapi engkau sudah menyerah dan sekarang akulah
yang sanggup mengantar jiwamu dengan sekali pukul saja."
"Edan !" orang itu marah sekali terus hendak memukul.
"Berhenti !" tiba-tiba Blo'on membentak.
"Mau apa engkau !" bentak orang itu seraya deliki mata.
"Mau mencegah supaya engkau jangan mati dulu" jawab
Blo'on. "Hm. mengapa ?"
"Karena engkau harus menjawab pertanyaan ku tadi
tentang perkumpulan Seng-lian-kau itu, " habis berkata Blo'on
lalu berpaling kearah kakek Kerbau Putih dan meminta supaya
kakek itu berhenti menyerang dulu.
"Seng-lian-kau berarti Teratai Suci. Satu-Satunya
perkumpulan agama Hud-kan yang paling sah dan benar.
"Apa bedanya dengan Pek-lian kan ?" tanya Blo'on pula.
"Pek-lian-kau ?" ulang orang itu, Pek-lian-kau itu sebuah
perkumpulan rahasia ketika jaman terakhir dari kerajaan
Goan. Dipimpin oleh The Seng-kun. Tetapi perkumpulan itu
telah menyeleweng dari tujuannya dan telah dibasmi oleh
partai persilatan di Tionggoan."
"Kenalkah engkau pada orang yang bernama Bu Bun lojin
?" tanya Blo'on. "Bu Bun" Siapa Bu Bun lojin, aku, tak kenal!"
"Lalu siapakah ketua Seng-lian-kau itu ?"
"Kim Thian-cong bergelar It-ci-kian-gun atau Jari tunggalpenakluk-
dunia." "Omitohud," tiba-tiba Hui Liang taysu yang sejak tadi diam
menyaksikan mereka bertempur, saat itu kedengaran
membuka mulut, "aku masih menyangsikan apakah Kim
Thian-cong yang mengetuai Seng lian-kau itu sama dengan
Kim tayhiap yang meninggal dunia di puncak Giok-li-nia.
Andaikata memari benar begitu, lalu apa alasan Kim tayhiap
harus mendirikan perkumpulan Seng-lian-kau itu" Bukankah
oleh dunia persilatan Tiong-goan, Kim tayhiap sudah dianggap
sebagai pemimpinnya ?"
"Musim beralih, jaman beredar dan manusia pun berobah,"
sahut orang itu dengan suara lantang, "setelah menyepikan
diri digunung Giok-li nia sampai belasan tahun, Kim kaucu
mendapat ilham bahwa dia harus menyebarkan agama
Buddha aliran Mahayana. Disamping itu diapun harus
menenteramkan dunia persilatan Tiong-goan. Tidak ada lagi
partai persilatan ini. partai persilatan itu. Yang ada hanya satu
partai persilatan. Karena kenyataannya dengan banyaknya
partai-partai persilatan yang ada, dunia persilatan, tak pernah
mengenyam ketenangan dan ketentraman "
"Mengapa Kim tayhiap tak pernah menyatakan pikirannya
itu kepada partai-partai persilatan" Bukankah sebagai
pemimpin dunia persilatan, partai-partai persilat nn tentu akan
mempertimbangkan hal itu " Mengapa dia harus pura-pura
mati lalu hidup lagi dan setelah itu mendirikan perkumpulan
Seng-lian-kau?" tanya Hui Liang taysu pula.
"Pertanyaanmu sungguh terperinci sekali, paderi tua," seru
orang itu, "tetapi jawabannya hanya sederhana sekali Kim
Thian-cong yang lama sudah usang, sudah mati. Kim Thiancong
yang sekarang Kim Thian-cong baru. Tidak ada sangkut
pautnya dengan Kim Thian-cong yang sudah dikubur itu.
Pikiran baru, sepak terjangnyapun baru. Seorang manusia
baru yang hendak mendirikan dunia persilatan yang baru !"
"Apakah ketuamu itu mengerti ilmu tenaga-lam Bu-kek-sinkang?"
tiba-tiba Blo'on menyelonong bertanya.
Orang itu terkesiap. Diam-Diam ia merasa memang belum
mengetahui jelas bagaimana kesaktian Kim Thian-cong yang
sesungguhnya. "Mungkin tidak, karena Bu-kek-sin-kang itu masih kalah
hebat dengan It-ci-sin-kang."
"It-ci-sin-kang " Apa itu ?" tanya Blo'on.
"Jari-tunggal-sakti !" jawab orang itu, "dengan sebuah jari,
Kim kaucu pernah menundukkan dunia persilatan'"
"Ho, jangan-jangan It-ci-sin-kang itu memang Bu-kek sinkang
tetapi diganti namanya," kata Blo'on seorang diri.
"Dimana markas Seng-lian-kau itu "' tanyanya pula.
"Ho, budak liar, seenakmu sendiri saja engkau bertanya.
Sudah kukatakan ini bukan urusanmu mengapa engkau masih
usil mulut sajal" bentak orang itu.
"Tetapi aku harus bertemu dengan ketuamu. Akan katanya
apakah dia mengerti ilmu Bu-kek-sin-kang atau tidak." kata
Blo'on. "Belum mengerti "'
"Kalau mengerti, jelas dia itu tentu Bu Bun lojin. Dia harus
menyambangi makam suhunya setelah itu harus melakukan
pesan suhunya supaya menyepikan diri dalam guha, tak boleh
ikut campur urusan dunia lagi "
"Kalau tidak mengerti ?" tanya orang itu
"Ya, sudah. Dia bebas mau apa saja."
"Wah, wah," orang itu mendesak, "sikapmu seperti seorang
malaekat saja. Berani bertanya kepada Kim kaucu dan
menyuruhnya bertapa. Kulihat gerak gerik dan bicaramu itu
seperti tak waras. Apakah engkau ini orang gila ?"
"Belum !" Orang itu masih menahan kemengkalan hat| nya, tanyanya
pula : "Siapa namamu ?"
"Blo'on, putera raja."
Ha ha, ha. ha ... " karena tak dapat menahan gelinya,
orang itupun tertawa gelak-gelak . Bermula ia memang marah
kepada anakmuda yang lancang mulut itu. Tetapi setelah
beberapa lama memperhatikan, tahulah kalau anakmuda dan
kakek bungkuk itu orang-orang yang tak waras pikirannya.
"Orang gila!" teriak Blo'on, "mengapa tak hujan tak angin
engkau tertawa begitu geli ?"
"Aku tertawa karena melihat kalian. Ternyata dunia ini
memang lengkap isinya. Orang-Orang yang gila dan limbung
seperti engkau dengan kakek bungkuk itu, ternyata juga ada."
"Kurasa lebih baik dunia terisi dengan orang gila dan
limbung seperti aku, daripada manusia-manusia jahat seperti
engkau " balas Blo'on.
"Benar, pangeran Blo'on, kita harus menghadap raja dan
lekas minta pasukan yang kuat untuk membasmi gerombolan
Seng-lian-kau itu ."
"Apa katamu " Pangeran Blo'on " Dia itu Pangeran " Lalu
anak raja siapa ?" orang itu terbeleliak heran.
"Dengarkan, menurut Somali, anak ini adalah putera raja
Ing Lok !" kata kakek Kerbau Putih
"O . . " "Jangan o saja, lekas berlutut memberi hormat dan minta
ampun kepada sang pangeran !" Bentak kakek Kerbau Putih.
"Kakek gila !" orang itu balas membentak "jangan gilagilaan
engkau ! Siapa sudi Percaya anak blo'on itu putera
baginda Ing Lok ! Kalau engkau katakan dia anak setan, baru
aku mau percaya " "Ho, engkau berani membantah keterangan Somali ?" seru
kakek Kerbau Putih. Orang itu melongo : "Somali " Siapakah Somali yang
berulang kali engkau katakan itu " Dia manusia atau setan ?"
"Bangsat, engkau berani mengatakan Somali itu setan. Dia
manusia, tetapi bukan manusia jahat seperti engkau,
melainkan seorang manusia bertubuh tinggi besar seperti
raksasa. Asalnya dari tanah Persia kemudian menjadi
pengawal baginda Ing Lok !"
"Ha, ha, ha, ha . . , " tiba-tiba orang itu terbahak-bahak
pula, "konyol, konyol benar. Dunia ini hendak engkau buat
sekonyol dirimu, kakek bungkuk Baru sekali ini sepanjang
hidupku, bertemu dengan manusia-manusia blo'on dan konyol
seperti engkau berdua. Ada putera raja, ada pengawal raja
ada apalagi nanti ..."
Hui Liang taysu juga geleng-geleng kepala dan mengelus
dada. Ia hendak membuka mulut untuk menghentikan
pembicaraan mereka. Karena ia merasa orang itu
mencurahkan perhatiannya pada kakek Kerbau Putih dan
Blo'on. Ia sebagai wakil kepala gereja, seolah olah disuruh
menjadi penonton saja. Tetapi baru ia hendak mengucap, sudah didahului Blo'on :
"Bung. siapakah namamu ?"
Orang itu deliki mata dan menjawab bengis : "Perlu apa
engkau tanyakan nama segala"
"Bung ini punya nama atau tidak "'
Orang itu makin merah matanya.
"Bung kan manusia dan manusia itu pada umumnya, entah
baik entah buruk, tentu punya nama"
"Ha, mengapa engkau diam saja ?" seru kakek Kerbau
Putih. Namun orang itu tak mau meladeni bicara lain-lain ia
bersiap-siap hendak menghajar kedua orang itu.
'O, kalau begitu engkau tentu Manusia-tanpa-nama alias Bu
Beng . , " "Kakek, benarkah dia Bu Beng?" tiba-tiba Blo'on terkejut
mendengar si kakek Kerbau Putih menyebut Bu Beng, "tetapi
Bu Beng saja atau pakai Bu Beng lojin ?"
"Hm, kalau menilik umurnya, dia sudah setengah tua. Patut
juga disebut lojin (orangtua)," sahut kakek Kerbau Putih.
"Hai, kalau begitu engkau tentulah Bu Beng lojin" teriak
Blo'on seraya maju menghampiri kehadapan orang itu, "hai Bu
Beng lojin, engkau harus mengaku yang benar. Bukankah
sebenarnya engkau ini bernama Bu Bun, murid dari Bu Kek
lojin ?" Orang itu benar-benar seperti dikili-kili hatinya Masakan
seenaknya sendiri saja dia dianggap bernama Bu Beng lojin
dan disebut sebagai murid dari Bu Kek lojin. Ia hendak
memukul Blo'on tetapi pada lain kilas, tiba-tiba ia beroleh
pikiran. Mengapa anak itu menyebut-nyebut diri Bu Beng lojin
dan Bu Kek lojin " Siapakah kedua orangtua itu" Ah, lebih baik
ia tahan kemarahan dulu dan menanyakan diri kedua orang
yang disebut itu. "Hai, budak liar, siapakah Bu Beng dan Bn Kek lojin yang
engkau sebut itu ?" tanyanya.
"Bu Bcng adalah murid Bu Kek dan Bu Kek adalah
tengkorak dalam guha yang menyuruh aku mencari Bu Beng.
Jelas?" seru Blo'on dengan garang
"Tidak!" seru orang itu getas, "siapa Bu Kek lojin tengkorak
dalam guha itu ?" "Seorang sakti yang memiliki ki-lin,"
Orang itu makin melongo mendengar keterangan Bloon
yang dikira ngelantur itu : "Ki-lin?"
"Ya, apakah engkau sudah pernah melihat ki-lin bersisik
emas ?" Orang itu makin terlongong : "Engkau bocah edan
barangkali. Jangankan aku, boleh dikata setiap orang tak
mungkin pernah melihat binatang mustika itu Yang
diketahuinya, binatang itu hanyalah sebagai lambang saja dan
merekapun hanya tahu dan gambarnya."
"Yang edan barangkali engkau. Aku belum edan melainkan
kehilangan ingatan saja," bantah Blo'on, "dan memang aku
pernah melihat binatang itu bahkan pernah berkelahi dengan
dia!"

Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia seorang utusan dari ketua Seng-lian-kau yang akan
menguasai dunia persilatan. Sudah tentu harus menjaga
gengsi Tetapi dia dimaki-maki oleh seorang kakek limbung dan
seorang anak blo'on. betapapun sabarnya, orang itu tak dapat
mengendalikan diri lagi. Plak . . . tiba-tiba orang itu menampar muka Blo'on dan
memaki : "Tutup mulutmu anjing !"
Karena tak menyangkanyangka
akan menerima tamparan, pula karena gerakan orang itu secepat
kilat menyambar, muka Blo'on terkena dan dia terpelanting dua tiga tangkah
kebelakang, hampir rubuh.
Untunglah Hui Liang taysu
cepat menyanggahnya. "Bangsat, engkau berani
memukul sahabatku!" kakek
Kerbau Putih marah dan terus, menerjang. Orang itu terkejut melihat gaya serangan kakek bungkuk
itu. Cepat ia menghindar dan balas menyerang. Demikian
keduanya segera terlibat dalam perkelahian yang seru.
Hui Liang taysupun terkejut melihat ilmu serangan yang
dimainkan kakek bungkuk. Samar-Samar ia seperti
mengetahui bahwa didunia persilatan memang pernah
terdapat ilmu pukulan semacam itu tetapi sudah lama
menghilang. Setitikpun orang itu tak menyangka bahwa kakek bungkuk
yang semula dipandang hina, ternyata memiliki ilmusilat yang
aneh dan sakti. Ia tak mengerti apa nama ilmusilat itu Tetapi
yang nyata ilmusilat itu memang hebat dan berbahaya. Ia
harus hati-hati menghadapinya.
Cepat sekali pertempuran sudah berlangsung lima jurus dan
makin lama tangan sikakek yang menyambar-nyambar itu
makin cepat dan makin berbahaya.
"Hm, belum tentu aku kalah, tetapi kalau bertempur cara
begini, tentu menghabiskan waktu. Dan yang penting, paderi
Siau-lim-si tentu akan mendapat kesan buruk terhadap diriku.
Harus kugunakan cara lain yang cepat, " diarn-diarn ia
memutus rencana dan segera merogoh kedalam baju,!
Hai Liang taysu terkejut. Ia tahuorang itu tentu akan
menggunakan senjata rahasia untuk merubuhkan si kakek
bungkuk. Segera ia hendak berseru mengnentikan
pertempuran itu tetapi sudah terlambat.
Selelah menghindar kesamping, orang itupun mengirim
sebuah tendangan. Pada saat kakek Kerbau Putih sibuk
menghindar, tiba-tiba orang itu taburkan tiga batang senjatarahasia
berbentuk seperti burung walet kecil. Warnanya hitam
mengkillat. "Mampuslah engkau !" lontaran itu diiringi dengan bentakan
yang dahsyat. Kakek Kerbau Pulih terkejut ketika tiga burung-burungan
walet kecil mendesing menyambal muka. dada dan kakinya.
Jaraknya begitu dekat tak mungkin dia akan menghindar lagi.
Namun ia tetap berusaha untuk menyelamatkan diri. la
rnenjajalkan kakinya Ketanah untuk melemparkan tubuh
berjumpalitan kebelakang.
"Auh ..." tiba-tiba mulut kakek Kerbau Putih mendesuh
kesakitan dan ketika ia melayang turun ke tanah, ia tak dapat
berdiri, terus rubuh numprah. Ternyata paha kirinya dihinggapi
sebatang Hek-yan-piau atau serjata-rahasia Walet-hitam Dia
berhasil lolos duri dua batang tetapi yang sebatang terpaksa
harus dideritanya. Seketika ia rasakan kaki kirinya kejang dan
kaku sehingga tak dapat berdiri.
Blo'on terkejut dan lari menghampiri ke tempat kakek
Kerbau Putih untuk memberi pertolongan
Dalam pada itu Hui Liang taysu yang amat sabar dan
berhati welas asih itu, tak puas melihat! keganasan orang itu.
Ia segera maju menghampiri.
"Sicu," tegurnya kepada orang itu, "mengapa sicu sekejam
itu ?" "Hm, paderi tua," dengus orang itu, "dia seorang kakek liar
yang tak genah. Apabila kakek-kakek semacam itu dibiarkan
hidup, Seng-lian-kau tentu menjadi buah tertawaan orang."
"Tetapi hendaknya sicu ingat bahwa disini adalah gereja
Siau-lim-si, bukan tempat pembunuhan. Apabila dia bersalah,
cukup sicu serahkan padaku untuk mengurusnya."
"Benar paderi tua," seru orang itu mengejek, "memang
akupun hendak meminta pertanggungan jawab atas diri
seorang kakek yang begitu liar. Dia berani menghina utusan
Seng-lian-kau. Paling tidak sebagai tuan rumah engkaupun
harus ikut bertanggung jawab "
"Omitohud !" seru Hui Liang taysu untuk menyalurkan
amarahnya yang meluap, "Siau-lim-si tak pernah ingkar akan
segala tanggung jawab yang seharusnya memang menjadi
kewajibannya. Tetapi dengan tindakan sicu itu, kami Siau-limsipun
mempunyai kesan lain terhadap Seng-lian kau. Sicu
katakan bahwa Seng-lian-kau itu sebuah perkumpulan agama
suci. Tetapi apakah demikian itu kesucian yang dijunjung oleh
Seng-lian-kau !" Walaupun diucapkan dengan nada yang penuh
pengekangan hawa amarah, namun kata-kata yang diucapkan
wakil ketua Siau-lim-si itu amat tajam sekali sehingga
merahlah muka utusan Seng-lian-kau.
"Ketahuilah paderi tua," kata orang itu, "Kim kaucu telah
memberikan hak kepadaku untuk menghajar bahkan
melenyapkan setiap orang yang bera ni menghina, menentang
kepada Seng-iian-kau. Ku peringatkan kepadamu, apabila
Siau-lim-si menolak undangan kami. kamipun terpaksa tak
segan untuk bertindak yang jauh lebih ganas dari apa yang
kulakukan terhadap kakek bungkuk itu."
"Omitohud." kembali ketua gereja Siau-lim-si berseru agar
kemarahannya menghambur, "sicu bicara seolah-olah
menganggap gereja Siau-lim-si ini sebuah tempat anak-anak
kecil yang mudah diperintah dan dihajar. Jika demikian
pemikiran sicu itu salah. Ketahuilah, gereja Siau-lim-si yang
telah didirikan oleh Tat Mo cousu sejak duaratus tahun yang
lalu, telah menjadi pusat dari penyebaran agama Hud-kau dan
pengayoman dari dunia persilatan. Selama itu memang dunia
persilatan banyak timbul orang-orang maupun gerombolangerombolan
dan partai-partai baru yang hendak menjatuhkan
pamor Siau-lim-si. Tetapi mereka bagaikan kabut awan yang
dihembus angin. Satu datang, satu pergii. Siau-lim-si tetap
bersinar sebagaimana rembulan di malam hari ..."
"Maksudmu hendak mengatakan bahwa Seng lian-kau juga
akan mengalami seperti kabut awan yang tertiup angin itu ?"
orang itu menukas tajam "Aku hanya hendak menjelaskan bahwa setiap awan itu tak
langgeng sifatnya. Pada satu saat memang dapat menutupi
rembulan, tetapi sudah menjadi sifat dan kodratnya bahwa
awan itu tak berbobot sehingga akhirnya harus buyar sendiri,"
sahut Hut Liang taysu. "Paderi tua, rupanya engkau tahu siapa-siapa kah yang
menjadi tulang punggung dari partai Seng-lian-kau itu. Jangan
menyebut Kim kaucu, tetapi para pembantunya saja, rasanya
sudah cukup untuk mengobrik-abrik gereja Siau-lim-si yang
engkau banggakan ini "
"Omitohud !" seru Hui Liang taysu, "kami kaum paderi
pantang untuk bermulut besar."
"Paderi tua," dengus orang itu, "jika hanya dengan
omongan saja, mungkin engkau masih penasaran dan belum
tunduk. Baiklah, sekarang akan kuberikan sedikit hadiah
sebagai tanda perkenalan kita. Sambutilah "
Hui Liang taysu terkesiap. Ia tahu bahwa orang itu akan
mengunjuk kepandaian kepadanya. Maka diam-diam iapun
kerahKan tenaga-dalam untuk berjaga-jaga.
Orang itu merogoh kedalam bajunya dan mengeluarkan
enam batang Hek-yan-piau.
"Awas, taysu, senjatanya itu beracun !" tiba-tiba Blo'on
berteriak. Memang setelah memeriksa keadaan kakek Kerbau
Putih, anak itu tahu kalau senjata rahasia burung walet warna
hitam itu dilumuri racun. Buktinya saat itu paha kiri kakek
Kerbau Putih menjadi kaku tak dapat digerakkan.
Hui Liang taysu berpaling dan mengangguk :"Terima kasih,
sicu. Akupun memang sudah menduga begitu."
"Paderi tua, sambutlah hadiah perkenalan Seng-lian-kau
kepadamu!" orang itu menutup kata katanya dengan taburkan
tiga batang Hek-yan-piau; ke udara. Ketiga buah senjatarahasia
berbentuk burung Walet-hitam itu melayang
beterbangan di udara, membentuk sebuah lingkaran yang
mengelilingi wakili ketua Siau-lim-si. Secepat itu pula, utusan
Seng-lian-kaupun menyusuli lagi dengan taburan tiga buah
Hek-yan-piau. Hui Liang taysu diam-diam
sudah siapkan tongkat siauciang
atau tongkat yang dipakai oleh paderi. Selekas
senjata rahasia itu mencurah
ke arah dirinya, tentu akan
disapunya dengan tongkat.
Tiga buah Hek-yan-piau yang dilontar pertama tadi,
tiba-tiba meluncur ke atas
kepala Hui Lianji taysu. Ketika
lebih kurang semeter di atas
kepala Hui liang taysu, mendadak ketiga Hek-yaepiau
itu berhenti lalu melekat satu sama lain. Sedangkan tiga
batang Hek-yang-piau yang dilepas menyusul belakangan itu,
tiba-tiba meluncur dan menyerang Hui Liang taysu dari tiga
jurusan. Laksana burung walet yang menukik kepermukaan
laut, ketiga hek-yan-piau itupun mencurah deras kearah
sasarannya. Tring, tring, tring. dengan tongkat sian-ciang yang diputar
sederas hujan, Hui Liang taysu berhasil menyapu jatuh ketiga
Hek-yan-piau itu. Tetapi tepat pada saat ia sedang memutar tongkat untuk
menyapu serangan Hek-yan-piau. sekonyong-konyong ketiga
Hek-yan-piau yang berhenti diatas kepalanya tadi,
berhamburan memecah diri ialu mencurah turun. Yang satu
menukik menyambar dada, yang satu mencurah langsung ke
ubun-ubun kepala dan yang satu meluncur mengarah
punggung. Senjata-rahasia burung walet kecil itu benar-benar
seperti berjiwa. Mereka serempak bergerak dan serempak pula
menyerang sasarannya. Hui Liang taysu terkejut sekali. Ia sedang menyapu tiga
Hek-yan-piau yang menyerangnya dari tiga penjuru. Tongkat
masih berputar dan tak sempat ditarik untuk menangkis
serangan dari atas. Tetapi tak kecewalah Hui Liang taysu dipercayakan oleh Hui
Gong untuk mewakili jabatannya sebagai ketua Siau-lim-si. Hui
Liang memang memiliki kepandaian yang sakti, ia tak
kehilangan ketenangan dan cepat bergeliatan untuk
menghindar. Hek-yan-piau yang menukik ke dada, dapat
dihindari. Demikian pula dengan yang menyambar
punggungnya. Tetapi senjata-rahasia berbentuk Walet-hitam
yang menyambar ubun-ubun kepalanya, memang dapat
dielakkan namun karena jaraknya amat dekat dan Hui Liang
sedang sibuk memperhatikan serangan dari tiga penjuru,
walaupun luput mengenai kepala, Hek-yan-piau itu tetap
dapat hinggap di bahu kanannya.
Wakil ketua Siau-lim-si marah sekali terhadap keganasan
utusan Seng-lian-kau itu. Tetapi pada saat ia hendak bergerak
menyerang, tiba-tiba b hunya mulai terasa letuk dan lunglai,
makin lam makin kaku. Ia tahu kalau piau itu tentu beracun
dan racunnya sudah mulai bekerja. Maka buru-buru ia
pejamkan mata, menyalurkan tenaga-dalam untuk menahan
racun itu. Melihat suhengnya terluka, Hui In taysu loncat menerjang
musuh. Tetapi utusan Seng-lian-kau pun cepat-cepat
menyambutnya. Tangan kanan menaburkan tiga batang Hekyan-
piau, tangan kiri menyerempaki dengan sebuah pukulan
Biat-gong-ciang atau pukulan Pembelah angkasa. Sebuah ilmu
pukulan yang dilambari tenaga-dalam hebat.
Hui In taysu sibuk menghindari Hek yan-piau dan harus
menerima pukulan Biat-gong-ciang yang hebat. Walaupun
sebelumnya ia sudah berjaga diri tetapi ternyata tenaga-dalam
orang itu amat hebatnya. Dada Hui In serasa dihunjam oleh
palu besi. Ia terhuyung-huyung dua langkah dan muntah
darah , . . "Paderi tua, cukup sekian sajalah bingkisan perkenalan
Seng-lian-kau kepada Siau-lim-si. Kelak kita sambung lagi,"
seru orang itu terus loncat ke luar.
Tetapi sekeluarnya dari lingkungan Tat-mo-wan di halaman
paseban Ing-kek-wan atau paseban penyambutan tetamu,
ternyata dia sudah dihadang oleh barisan Lo-han-tin.
"Hm, paderi Siau-lim-si memang keras kepala." ia
mendengus untuk menenangkan rasa kejutnya melihat barisan
Lo-han-tin yang termasyhur sudah siap menghadangnya.
"Lo-han-tin akan menangkap setiap tetamu yang berani
bertindak liar melukai orang, terutama melukai wakil ketua
kami !" seru Thian Gi pemimpin barisan itu.
"Jangankan Lo-han-tin, sekalipun kalian kerahkan seluruh
paderi Siau-lim-si, Seng-lian-kau tetap mampu
menghancurkan," seru orang itu dengan suara garang sekali.
"Silahkan mencoba!" sahut paderi Thian Gi,
Diam-Diam orang itu menimang. Ia memang sudah lama
mendengar kehebatan barisan Lo-hah-tin Jika ia sampai gagal
menerobos barisan itu, pamor Seng-lian-kau tentu akan
ambruk. Ia harus bertindak cepat dan tepat, dengan
menggunakan senjata-rahasia yacg ampuh dan dahsyat.
Segera ia masukkan kedua tangannya kedalam baju dan
mengeluarkan dua macam benda, masing-masing digenggam
dalam tangan kiri dan tangan kanan.
Barisan Lo-han-tin tahu bahwa orang itu telah siap dengan
senjata rahasia. Tetapi mereka tak mengetahui senjata rahasia
macam apakah yang akan digunakan orang itu. Serentak
Thian Gi memberi peringatan kepada anakbuah barisan


Pendekar Bloon Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

supaya hati-hati dan waspada.
Setelah bergerak maju, tiba-tiba orang itu taburkan
segenggam senjata-rahasia Hek yan-piau ke udara. Seketika di
udara bergemuruh dengan desing berpuluh batang Hek-yanpiau
yang terbang melayang-layang mengelilingi kepala
mereka. Senjata-rahasia Hek-yan-piau itu benar-benar tak
ubahnya seperti burung walet yang hidup. Benda itu dapat
terbang melayang-layang seperti burung. Bahkan desing yang
bergemuruh itupun berasal dari paruh burung-burung walet
itu. Makin lama, Hek-yan-piau itu makin terbang turun dan
dalam beberapa kejab lagi tentu akan menyambar anakbuah
barisan. Perhatian seluruh anakbuah barisan itu tertumpah ruah
pada ancaman Hek-yan-piau. Mereka tahu bahwa senjatarahasia
burung walet hitam itu mengandung racun yang
hebat. Mereka harus serempak melepaskan pukulan untuk
menghalau. Pada detik-detik yang menegangkan itu, sekonyong
konyong utusan Seng-lian-kau itu taburkan tangan kirinya.
Berpuluh-puluh biji putih sebesar kedele-segera berhamburan
kearah barisan. Anakbuah barisan Lo-han-tin terkejut. Tanpa banyak pikir,
mereka lalu kebutkan lengan jubah untuk menangkis, pyur,
pyur, pyur.....biji-biji putih itu pecah berhamburan dan
mengeluarkan suara letupan kecil. Tetapi begitu pecah, bijibiji
putih itupun segera berobah menjadi asap Dan karena
terdampar angin kebutan lengan jubah, asap itupun segera
berhamburan ke dalam barisan.
"Auh . . auh . . " serentak terdengar jerit teriakan kaget dari
para paderi anakbuah Lo-han-tin. Semula mereka menduga
asap itu tentu mengandung racun maka belum-belum mereka
sudah menutup pernapasan hidungnya. Tetapi tak terdugaduga,
asap itu bukan mengandung racun untuk menghentikan
pernapasan melainkan mengandung racun yang menyebabkan
mata sakit bukan kepalang sehingga tak dapat mereka melek.
Rasa yang luar biasa sakit dan pedas, menyebabkan anakbuah
barisan Lo-han-tin terpaksa harus mengatupkan mata.
"Aduh . . duh . . ah . . " pada lain saat terdengar pula jerit
erang dari mulut mereka ketika berpuluh batang Hek-yan-piau
mulai meluncur dan menyerang mereka. karena sedang
pejamkan mata. sudah tentu mereka tak dapat menjaga
serangan Hek-yan-piau. Barisan Lo-han-tin macet. Hampir separoh dari anggauta
barisan itu telah menderita luka dan tak dapat membuka
mata. Ternyata asap putih yang berhamburan dari biji-biji
sebesar kedele itu, juga mengandung racun. Paderi-Paderi
yang terkena asap beracun itu, matanya membengkak merah.
Thian Gi segera bertindak memberi aba-aba agar sisa
barisan yang masih belum terluka atau yang hanya terluka
ringan, cepat membentuk lingkaran pagar untuk melindungi
kawan-kawan yang terluka.
Ketika anakbuah barisan Lo-han-tin bergerak melaksanakan
perintah pemimpinnya, ternyat utusan Seng-lian-kau itu sudah
melayang keluar dari kepungan barisan. Pada saat hendak
loncat keluar pintu, orang itu masih sempat berseru "Cukuplah
kiranya dua buah bingkisan yang kuberikan kepada kalian.
Masih banyak lagi macamnya. Tunggu saja kelak kalau partai
Siau-lim-si membangkang memenuhi undangan kami!"
Paderi Thian Gi marah sekali : "Tunggu, aku hendak
mengadu jiwa dengan engkau !"
Habis berkata orang itu terus berputar tubuh dan loncat
pergi. Bruk . . . tiba-tiba ia membentur batok kepala seorang
manusia. Kepala orang itu bukan kepalang kerasnya sehingga
ia sampai terpental mundur dua tiga langkah. Dadanya terasa
sesak, darah meluap-luap hendak tumpah keluar
Ia hendak pejamkan mata untuk menerangkan darahnya
yang bergejolak keras itu. Tetapi pandangan matanya segera
terbeliak ketika terbentur pada seorang kakek pendek yang
berambut hitam. Dalam keremangan malam ia hampir tak
dapat mengenali kakek yang berdiri dihadapannya itu seorang
manusia atau setan. "Apakah engkau ini manusia, hai!" tegurnya.
"Bagaimana engkau anggap diriku ini ?" kakek itu balas
bertanya. "Aku masih bingung. Kalau manusia mengapa potongan
tubuhmu yang pendek itu seperti setan Tetapi kalau setan
mengapa bisa bicara seperti manusia", kata utusan Seng-liankau.
Kakek pendek itu bukan lain adalah kakek Lo Kun. Setelah
menguras perutnya dan mencuci celananya sampai beberapa
jam, barulah ia keluar uutuk mencari kawannya. Tepat pada
saat itu ia melihat ramai-ramai yang terjadi di halaman gereja.
Di lihatnya rombongan paderi tengah menjerit dan berteriak
kesakitan. Dan pada lain saat seorang berpakaian hitam loncat
hendak keluar dari lingkungan halaman.
Lo Kun dapat membedakan. Penghuni gereja itu, baik tua
muda, besar kecil, semua berkepala gundul. Kalau orang itu
berambut, jelas tentu bukan anakbuah gereja disitu. Dan
menilik paderi-paderi itu sama menjerit kesakitan, tentulah
orang berpakaian hitam itu yang mencelakai mereka. Maka
tanpa banyak pikir lagi, kakek Lo Kun terus lari dan
membenturkan kepalanya. Tepat pada saat itu utusan Senglian-
kaupun berputar tubuh dan loncat keluar. Benturan tak
dapat terhindar lagi, antara kepala kakak Lo Kun dan dada
utusan Seng-lian-kau. Akibatnya dada orang itu terasa ampek
hampir tak dapat bernapas.
Sambil bicara orang itupun sudah merogoh kedalam baju
dan menjemput segenggam Hek-yan piau yang ganas.
"Hai, jangan main bunuh disini " tiba-tiba dari belakang
paderi Thian Gi pun tiba. Melihat utusan Seng-lian-kau itu
hendak menaburkan senjata-rahasia beracun kepada kakek Lo
Kun cepat ia berseru dan menerjang dengan tongkat sianciangnya.
Mendengar kata-kata itu dan melihat Thian taysu
menerjang orang itu, kakek Lo Kun pun segera bertindak. Ia
Bagus Sajiwo 7 Si Dungu Karya Chung Sin Tiga Mutiara Mustika 2
^